Rahasia Cinta Tua Gila 1
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila Bagian 1
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
RAHASIA CINTA TUA GILA
SATU Sepasang mata Sabai Nan Rancak memandang tak berkesip pada orang bercadar yang
tegak di hadapannya. Dia seolah berusaha menembus cadar untuk melihat wajah
orang berpakaian serba kuning itu, untuk mengetahui siapa orang ini adanya.
"Siang telah bergerak menuju petang. Terima kasih kau telah sudi datang memenuhi
undangan." Si cadar kuning berkata.
Sabai Nan Rancak memasang telinganya baik-baik. Sebelumnya dia telah beberapa
kali bertemu dengan orang ini dan telah beberapa kali pula mendengar suaranya.
Dalam hati Sabai Nan Rancak berkata. "Aku masih belum bisa memastikan apakah
orang ini lelaki atau perempuan. Kalau bicara kata-katanya seperti berpantun.
Setiap bicara agaknya dia mengerahkan tenaga dalam untuk menutupi suara aslinya.
Namun berat dugaanku dia seorang perempuan."
"Waktuku tidak banyak. Ada beberapa urusan penting menungguku. Jadi kuharap kau
segera menjelaskan maksud tujuan pertemuan ini." Kata Sabai Nan Rancak setelah
tadi berusaha menyimak suara orang.
"Sebetulnya ada tiga orang yang kuharapkan datang kemari. Namun orang ke tiga
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
belum menunjukkan diri...."
"Kalau pertemuan ini memang penting, aku bersedia menunggu sampai matahari
tenggelam."
Orang bercadar dan berpakaian serba kuning gelengkan kepala. "Yang ditunggu tak
bakal datang. Entah apa sebab penghalang...."
"Kalau begitu percuma aku datang kemari!" ujar Sabai Nan Rancak dengan nada
keras menunjukkan sikapnya yang mulai tidak sabaran dan cepat naik darah.
"Setiap kedatangan ada manfaatnya," jawab si cadar kuning. "Undangan ke tiga
tidak datang. Entah apa sebab penghalang. Terakhir kusirap dia berada di sekitar
Telaga Gajahmungkur. Lalu lenyap seolah masuk ke dalam kubur. Hanya kita bertiga
yang bisa berkumpul. Itu sudah cukup untuk memanjatkan syukur."
"Kalau memang kita bisa mulai bicara, harap kau suruh orang yang sembunyi di
balik pohon besar itu keluar dan datang ke tempat ini!" kata Sabai Nan Rancak.
Sejak pertama datang nenek sakti ini memang sudah mengetahui kalau ada orang
mendekam di balik pohon besar.
"Saudara di balik pohon harap kau suka datang ke sini. Agar pertemuan dan
pembicaraan dimulai lebih dini!" kata si cadar kuning pula.
Dari balik pohon terdengar suara orang mendehem beberapa kali. "Sebetulnya aku
malu untuk menemui kalian. Tapi kupikir jauh lebih memalukan kalau terus-terusan
sembunyi di balik pohon ini!"
Suaranya masih bergema namun orang yang tadi berada di balik pohon tahu-tahu
sudah berada di tempat itu. Duduk mencangkung seenaknya di gundukan tanah tinggi
berumput. Kedua tangannya ditutupkan di atas wajahnya.
"Iblis Pemalu!" kata Sabai Nan Rancak setengah berseru karena dia tidak
menyangka orang di balik pohon itu ternyata adalah si pendatang baru dalam rimba
persilatan yang memperkenalkan diri dengan nama atau julukan Iblis Pemalu.
Sebelumnya dia telah pernah bertemu dengan pemuda itu. Terakhir sekali dia malah
mengadakan perjalanan bersama menyeberangi lautan dari pulau Andalas menuju
tanah Jawa. Yakni setelah dia mendapatkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan milik
Datuk Tinggi Raja Di Langit yang kemudian merubah gelar menjadi Jaga! Iblis
Makam Setan. Lalu di sebuah teluk mereka berpisah. Namun karena ada satu perasaan aneh timbul
di dalam hatinya, Sabai Nan Rancak secara diam-diam kembali ke teluk. Dia
mengintai dan sempat mendengar desah ucapan Iblis Pemalu yang duduk termenung di
tepi pantai menghadap ke laut. Desah yang keluar dari lubuk hati Iblis Pemalu
membuat Sabai Nan Rancak berdebar. Karena ucapan memelas yang sempat didengar
Sabai itu seolah menyatakan adanya hubungan tertentu antara Iblis Pemalu dengan
dirinya. (Baca Episode Utusan Dari Akhirat) iblis Pemalu sendiri tampak tenang-
tenang saja mencangkung di atas gundukan tanah berumput.
Sabai Nan Rancak berpaling pada orang bercadar di hadapannya. "Karena kau
mengundang pemuda ini datang ke mari, apakah ini satu pertanda bahwa dia juga
punya sangkut paut dengan urusan kita?"
Si cadar kuning mengangguk.
Sabai Nan Rancak kembali menatap Iblis Pemalu lekat-lekat. Walau tampak tenang-
tenang saja namun sampai saat itu Iblis Pemalu terus saja menutupi wajahnya
dengan dua telapak tangan. "Orang mudai Apakah kau mau menurunkan dua tanganmu
hingga aku bisa melihat wajahmu?"
Iblis Pemalu berpaling pada Sabai Nan Rancak. Di antara sela-sela jarinya
sepasang Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
matanya menatap tajam pada si nenek. Lalu dia menjawab. "Wajahku buruk.
Memalukan. Tampangku buruk. Memalukan! Nah buat apa aku memperlihatkan muka"!"
Walau jengkel mendengar kata-kata Iblis Pemalu namun Sabai Nan Rancak masih bisa
menahan diri. Dia alihkan pandangannya pada si cadar kuning.
Saat itu debaran aneh seperti yang dirasakannya waktu mendengar desah Iblis
Pemalu tempo hari kembali muncul di dadanya. Maka nenek ini bertanya lagi. "Tadi
kau mengatakan bahwa sebenarnya ada seorang lagi yang diundang datang ke tempat
ini. Tapi tidak datang. Kau bersedia memberi tahu siapa adanya orang itu?"
"Tamu yang diundang tapi tidak datang. Dia berasal dari tanah seberang. Kukenal
dengan nama Puti Andini. Berwajah secantik puteri. Berjuluk Dewi Payung Tujuh.
Memiliki suara semerdu bulu perindu. Apakah nama dan dirinya berarti sesuatu
bagimu?" Sabai Nan Rancak tersurut dua langkah. Dia tidak dapat menyembunyikan rasa
terkejutnya. Wajahnya jelas berubah.
Semua ini terlihat oleh si cadar kuning. Maka segera saja dia berkata. "Kaki
tersurut dua langkah. Wajah berubah serta merta. Apakah ini satu pertanda. Bahwa
kau mengenal dirinya. Atau ada sesuatu yang mendekam di dalam dada...?"
Tenggorokan Sabai Nan Rancak tampak turun naik beberapa lama. "Aku tidak akan
menjawab sebelum kau lebih dulu mengatakan siapa dirimu dan apa maksud pertemuan
ini sebenarnya!"
"Saling bertanya tapi tak saling menjawab. Tentu ada pasal penyebab. Kau tak
suka menjawab, aku tak mau berdebat. Siapa diriku pasti akan terjawab. Siapa
diri kita pasti akan tersingkap. Mengapa hidup berteka-teki. Kalau kau suka
menjawab aku akan menuruti."
Sepasang mata Sabai Nan Rancak tampak membesar dan rahangnya yang tertutup kulit
menggembung. Ini satu pertanda bahwa dia mulai jengkel.
"Orang bercadar, apakah kau tak bisa bicara wajar. Tidak terus-terusan berpantun
atau bersyair yang terdengar asing di telingaku!"
Wajah di balik cadar tersenyum. "Manusia dilahirkan menurut kodratnya yang telah
ditentukan dan menjadi bagian dirinya. Lingkungan dan perjalanan hidup
mempengaruhi dan membentuk pribadinya. Menunjukkan keaslian diri pribadi adalah
lebih baik dari pada berpura-pura...."
"Kalau kau berkata begitu, mengapa kau justru menunjukkan sifat berpura-pura.
Tidak mau mengatakan siapa dirimu sebenarnya." Bertanya Sabai Nan Rancak dengan
suara gusar. "Aku tidak berpura-pura. Diri ini tidak bisa mengada-ada. Pada saatnya semua
akan terbuka. Tapi apakah pintu bisa terbuka kalau tak ada kunci pelaksana.
Nenek Sabai Nan Rancak, justru dirimulah yang menjadi kunci pembuka. Apakah kau
sudi menerima?"
"Aku manusia hidup! Bukan benda mati! Bukan sebuah kunci!" Suara Sabai Nan
Rancak mengeras. "Kau cari saja kunci yang lain! Aku merasa menyesal datang
memenuhi undanganmu. Urusanku banyak yang lebih penting!" Habis berkata begitu
Sabai Nan Rancak hendak memutar tubuh. Namun gerakannya tertahan ketika
mendengar suara Iblis Pemalu.
"Kalau ada yang mau mendengar biar badan buruk ingin bicara agar aku tidak malu!
Kalau ada yang tidak mau mendengar biar aku lebih dulu angkat kaki dari sini
supaya tidak malu!"
"Apa yang hendak kau ucapkan"!" tanya Sabai Nan Rancak.
"Aku harap kalian tidak malu mendengarkan!" jawab Iblis Pemalu. Dua tangannya
tetap tak beranjak dari menutupi wajahnya. "Setinggi langit tak ada yang lebih
tinggi dari Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
akal manusia. Aku tidak malu bilang begitu! Sedalam lautan tidak sedalam rahasia
kehidupan! Aku juga tidak malu berkata begitu. Tapi aku merasa malu sekali
mengatakan yang ini. Kenapa banyak manusia bertinggi hati berendah budi. Kalau
sampai rahasia tidak tersingkap hanya karena bertahan pada keangkuhan pribadi,
jangan salahkan jika umat sedarah sedaging saling berbunuh sebelum kiamat!"
"Iblis Pemalu! Ucapanmu aneh tapi tajam! Apa maksudmu"!" hardik Sabai Nan
Rancak. "Apa memalukan bagimu kalau menceritakan apa hubungan dan sangkut paut dirimu
dengan gadis bernama Puti Andini itu" Kalau aku jadimu aku tidak akan merasa
malu menerangkan."
Rahang Sabai Nan Rancak kembali menggembung.
"Aku diminta datang ke tempat ini! Tujuan pertemuan ini masih jauh dari jelas.
Dia sebagai tuan rumah malah mengajak aku bicara tak karuan! Menutupi siapa
dirinya sendiri.
Tapi berusaha hendak menelanjangi diriku dengan pertanyaan-pertanyaan yang
bukan-bukan!"
"Tamu yang diundang memang tidak harus dibuat malu. Tapi tuan rumah yang berniat
baik juga kurang pantas dipermalukan. Apa susahnya menjawab pertanyaannya.
Apa itu satu hal yang memalukan?"
"Aku jauh lebih tua dari dirinya. Kurasa aku cukup pantas untuk mengetahui siapa
dirinya lebih dulu dan apa tujuan sebenarnya pertemuan ini!" jawab Sabai Nan
Rancak. Iblis Pemalu tertawa pendek. "Nenek," katanya. "Bagaimana kau tahu lebih tua
dari orang bercadar dan berpakaian kuning ini" Apa kau pernah melihat wajahnya"
Apa kau tidak merasa malu mengatakan sesuatu yang kau sebenarnya tidak yakin?"
Mulut Sabai Nan Rancak tampak memencong dan tenggorokannya turun naik Matanya
memandang ke wajah yang tertutup cadar. Dia coba memperhatikan dua tangan orang
itu. Tapi terlindung di balik lengan baju yang panjang menjulai. Dia memandang
ke bawah. Dua kaki orang ini juga tertutup oleh kaki celana yang gombrang
menjela tanah. Dia tak bisa menemukan bukti-bukti bahwa orang berpakaian serba
kuning itu lebih tua atau lebih muda dari dirinya.
"Baik!" Tiba-tiba Sabai Nan Rancak membuka mulut. "Aku tidak akan memaksanya
menerangkan siapa dirinya. Antara kita berdua adalah sama-sama tamu! Sekarang
aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri! Siapa dirimu adanya!"
Saking kagetnya mendengar pertanyaan si nenek, Iblis Pemalu sampai tertegak dari
jongkoknya di atas gundukan tanah berumput.
* * * DUA Untuk beberapa lamanya Iblis Pemalu dan Sabai Nan Rancak sama-sama tegak saling
melontar pandang. "Ini sungguh aneh. Sungguh memalukan! Kalian berdua saling
berdebat, mengapa aku yang kena getah! Jadi korban pertanyaan memalukan!" Iblis
Pemalu akhirnya buka suara.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jadi seperti manusia bercadar itu kau juga tidak mau memberi tahu siapa
dirimu!" ujar Sabai Nan Rancak seraya dongakkan kepala sedikit dan rangkapkan dua tangan
di depan dada. "Bukan aku malu mengatakan siapa diriku. Bukan aku malu menerangkan asal-usul
diriku! Tapi aku tidak mau mendahului tuan rumah! Aku merasa ini belum saatnya.
Aku menduga ada orang lain yang lebih patut mengatakannya! Orang itu pasti tidak
malu menjelaskan semuanya.... Dia saksi yang punya seribu bukti!"
"Siapa orang yang kau maksud! Apa yang mau dijelaskannya"!" tanya Sabai Nan
Rancak dengan suara keras dan mata membelalak.
Iblis Pemalu tidak menjawab pertanyaan si nenek melainkan berpaling pada orang
bercadar kuning. Lalu berkata. "Aku yakin kau pun merasa malu menjelaskan.
Karena belum saatnya!"
"Kalian ini bicara apa"!" Membentak Sabai Nan Rancak. "Aku diminta datang ke
tempat ini. Setelah aku berada di sini kalian bicara tidak karuan! Kalian semua
orang-orang gila atau bagaimana" Mungkin sengaja memancing aku datang ke sini
dengan maksud jahat tersembunyi"! Jangan berani mempermainkan Sabai Nan Rancak.
Aku bisa membunuh kalian semudah aku membalikkan telapak tangan!" Habis berkata
begitu si nenek buka kancing mantel hitamnya satu persatu.
"Aku tahu.... Aku tahu! Aku malu, sangat malu! Kau dikenal sebagai nenek sakti
dari puncak Singgalang! Malah sekarang kau mengenakan Mantel Sakti. Membekal
Mutiara Setan. Walau dua benda sakti itu bukan milikmu! Aku malu! Aku malu!"
Wajah Sabai Nan Rancak berubah kelam. Dia bergerak mendekati Iblis Pemalu. Jari-
jari tangannya terkepal. Namun orang bercadar cepat menghadang.
"Tidak ada orang yang bicara tak karuan. Jangan merasa dirimu dipermainkan.
Siapa pula yang memancing dengan maksud jahat tersembunyi. Juga tak ada orang
gila di tempat ini!"
"Aku muak mendengar segala syair dan pantunmu!"
"Aku malu melihat sikapmu!" Menukas Iblis Pemalu. Lalu dia berpaling pada si
cadar kuning. "Jika nenek ini tidak sabaran dan tidak mau mengerti katakan saja
padanya semua yang kau ketahui tentang dirimu, diriku, dirinya dan diri gadis
bernama Puti Andini itu! Tapi agar aku tidak malu, sebelum kau mengatakan biar
aku angkat kaki dulu dari tempat ini!"
"Iblis Pemalu, tunggu!" berseru si cadar kuning. "Apapun yang akan aku katakan
kau harus tetap di sini!" Lalu dia berpaling pada Sabai Nan Rancak. "Orang
bijaksana pandai menahan diri. Orang cerdik tahu membaca pikiran. Kalau kau
memaksa diri. Maka kau hanya akan menerima sebagian. Sisanya terpaksa kau
telusuri sendiri. Nenek Sabai Nan Rancak, dalam hidupmu apakah kau pernah punya
suami?" Terkejutlah Sabai Nan Rancak mendengar pertanyaan yang tidak tersangka-sangka
itu. "Pertanyaan gila apa pula ini"! Urusan pribadiku mengapa kau selidiki!"
"Alam terkembang tapi dunia seolah kelam. Puluhan tahun rahasia mencekam.
Apakah manusia masih tetap hendak bertahan. Menyimpan segala tanya hati dan
ratap perasaan. Pertemuan ini tidak mengarah diri pribadi. Urusan yang ada
menyangkut ikatan diri. Kalau rahasia hendak diungkap, mengapa tak mau diajak
mufakat" Seperti kataku tadi kunci semua persoalan ini ada di tanganmu. Kalau
tak ada sepotong keterangan pun yang kudapat darimu mana mungkin persoalan bisa
diramu...."
Sabai Nan Rancak terdengar menggerendeng panjang pendek. Dia melirik pada Iblis
Pemalu dan kembali ingat peristiwa di tanjung tempo hari. Kalau tak mau
dikatakan curiga, Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
saat itu sebenarnya si nenek telah menaruh kesan bahwa antara dia dengan iblis
Pemalu ada satu hubungan yang sangat dekat tapi keadaan membuatnya terasa begitu
jauh. Sabai Nan Rancak terdiam beberapa lamanya. Mulutnya tampak berkomat-kamit.
"Baik, aku akan menjawab. Aku memang pernah punya suami. Tapi manusia itu justru
sedang aku cari untuk dibunuh!"
"Soal bunuh membunuh adalah soal kedua. Soal pertama ingin kutanyakan apakah
suamimu itu berpunya nama?" Bertanya si cadar kuning.
"Namanya Sukat Tandika!" jawab Sabai Nan Rancak.
Si cadar berpaling pada Iblis Pemalu. Saat itu si pemuda juga memandang ke
arahnya. "Aku malu bicara. Tapi aku harus ikut bertanya. Apakah suamimu itu punya gelar?"
Bertanya Iblis Pemalu.
"Jangan sebut bangsat itu suamiku! Kami tidak punya hubungan apa-apa lagi! Aku
benar-benar ingin membunuhnya!" Berteriak Sabai Nan Rancak.
"Aku mengerti kalau kau tenggelam dalam perasaan. Namun pertanyaan menunggu
jawaban," kata orang bercadar pula.
"Bangsat tua itu dikenal dengan julukan Tua Gila!" Menerangkan Sabai Nan Rancak.
"Dari hubungan kalian sebagai suami istri apakah kailan berpunya anak?"
"Orang bercadar! Pertanyaanmu sudah keliwatan. Aku tak mau menjawab!"
"Nek, aku malu melihat sikapmu. Bagimu apakah memalukan menjawab pertanyaan
orang" Berdebat sampai malam dan sampai pagi lagi tak ada gunanya. Jika urusan
mau cepat selesai harap kau jangan berlaku memalukan. Jawab saja pertanyaan
orang itu. Kelak kau nanti akan tahu apa tujuannya. Semua bukan untuk kebaikan
kita saja. Tapi juga beberapa orang lain yang tidak hadir di tempat ini! Ayo
Nek. Bersikaplah bijaksana. Jangan memalukan begitu!"
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sabai Nan Rancak menyeringai buruk. "Enak dan pandainya kau bicara! Kau sendiri
apa sudah pernah punya istri" Siapa nama istrimu! Apa kau juga punya anak" Siapa
nama anakmu!"
"Aku tidak malu menjawab! Aku belum punya istri. Jadi tidak mungkin punya anak!
Kalau aku belum kawin tapi punya anak bukankah memalukan"!"
Sabai Nan Rancak tampak bersungut-sungut mendengar ucapan Iblis Pemalu itu. Dia
ingat sesuatu. Waktu di tepi pantai dulu, sebelum berpisah ada satu perasaan
aneh yang membuatnya ingin memeluk Iblis Pemalu. Tapi orang itu menampik untuk
dipeluk. Sepasang mata si nenek membesar. "Kalau kau tidak punya istri apakah kau punya
suami"!"
"Eh...!" Suara Iblis Pemalu tercekat. Tangan kirinya hampir saja diturunkan
saking kaget mendengar kata-kata si nenek. Namun dia cepat menguasai diri.
Setelah tertawa cekikikan dia berkata. "Sungguh ucapanmu memalukan! Aku seorang
laki-laki mana mungkin punyakan suami! Memangnya aku ini manusia banci"
Memalukan! Ha... ha... ha!"
Orang bercadar memberi isyarat agar Iblis Pemalu hentikan tawanya. Lalu dia
berkata pada Sabai Nan Rancak.
"Nenek Sabai, kuharap kau tidak berkeberatan memberikan jawaban. Dari
perkawinanmu dengan Sukat Tandika alias Tua Gila apakah kau punya anak atau
tidak harap jelaskan."
Si nenek meludah ke tanah. Mukanya yang keriputan tampak tambah berkerut.
"Menjijikkan! Betapa bodohnya aku! Aku memang punya anak. Satu. Perempuan.
Untung cuma satu!" Sabai Nan Rancak kembali meludah melampiaskan perasaannya.
"Terima kasih kau mau memberi tahu. Siapakah nama anakmu itu. Di mana gerangan
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dia sekarang?"
"Anak itu sudah meninggal. Mati tak lama setelah dia melahirkan."
Sepasang mata orang bercadar menatap tajam pada Sabai Nan Rancak. Lalu dia
berkata. "Malangnya nasibmu. Malangnya nasib anakmu! Jika benar anakmu sudah berpulang,
di mana letak makamnya gerangan?"
Sabai Nan Rancak tidak segera menjawab. Dia balas menatap lekat-lekat ke arah
wajah orang yang tertutup cadar. Pandangannya beradu dengan sepasang mata orang
itu. Untuk kesekian kalinya getaran aneh mendebari dada si nenek. "Di mana makam atau
kuburnya aku tak pernah tahu...."
"Nenek Sabai. Kau yakin anakmu itu benar-benar sudah mati" Seyakin kau melihat
hitam di atas putih?"
Sabai Nan Rancak terdiam sesaat. "Terus terang aku memang tidak pernah
mengetahui di mana dia dimakamkan. Tapi yang jelas di Pulau Andalas."
"Jawabanmu meluncur tegas. Seolah tak ada penyesalan atau pun rasa memelas.
Bagaimana mungkin seorang ibu tidak tahu makam anak tercinta?"
Darah Sabai Nan Rancak kembali naik mendengar ucapan orang. Ini kentara dari apa
yang dikatakannya. "Urusan diriku dengan kematian anakku apa sangkut pautnya
dengan dirimu"!"
"Justru di situlah letak kunci rahasia. Lebih banyak hal nyata yang terungkap
lebih cepat rahasia terbuka," jawab orang bercadar.
"Kau belum menyebutkan siapa nama anakmu itu, Nek! Tak usah malu-malu
mengatakan." Iblis Pemalu membuka mulut.
"Orangnya sudah mati! Perlu apa diberi tahu!" jawab Sabai Nan Rancak jengkel.
"Harimau bisa mati. Belangnya tetap tertinggal.
Manusia boleh mati. Rahasia hidupnya akan terus tertinggal. Terserah orang yang
ditinggal. Apakah akan mencari manfaat. Atau mudarat!"
"Katakan saja Nek. Tak usah malu! Aku yakin nama anakmu tidak buruk!" kata Iblis
Pemalu pula. Sabai Nan Rancak dongakkah kepala. Lama dia seolah menatap sesuatu di langit
lepas di atas sana. Perlahan-lahan kepalanya ditundukkan. Kini dia seperti
memandangi ujung kakinya sendiri. Lehernya yang keriput turun naik. Dadanya
berdebar menahan gejolak. Sudah lama sekali dia tidak pernah menyebut nama itu.
Kini di saat dia hendak mengatakan seolah dia hendak memuntahkan batu berapi
dari dalam mulutnya.
"Nek, kau mau mengatakan atau tidak. Hari semakin sore. Jangan malu. Makin cepat
kau mengatakan makin lekas kau terbebas dari tekanan bathin!"
Sabai Nan Rancak palingkan kepalanya ke arah Iblis Pemalu. "Kau benar..."
katanya perlahan. "Tekanan bathin telah mendera hidupku selama lebih dari enam
puluh tahun. Anakku itu bernama Andam.... Andamsuri...."
Orang bercadar tiba-tiba putar tubuhnya. Kepalanya tertunduk dan sekujur
tubuhnya tampak bergetar. Iblis Pemalu mendongak ke langit. Dadanya tampak
berguncang-guncang.
Dari sela-sela jarinya ada tetesan air mengalir.
"Dia tidak malu menyebutkan nama anaknya! Orang bercadar agaknya sekarang
giliranmu menyingkap tabir dirimu sendiri!"
"Nama sudah terucap jelas. Namun perlu bukti tuntas. Nenek Sabai, kami inginkan
satu bukti. Bahwa Andamsuri adalah anakmu pasti...."
Baru saja orang bercadar mengucapkan kata-kata itu sekonyong-konyong ada suara
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lain menjawab. "Tak ada kepastian di dunia ini! Kecuali maut!"
Lalu sesosok tubuh berkelebat dan tegak lima langkah di hadapan Sabai Nan
Rancak. Orang yang barusan datang ini keluarkan suara tawa membahana!
* * * TIGA Datuk Tinggi Raja Di Langit! seru Sabai Nan Rancak dengan suara bergetar lalu
bersurut sampai tiga langkah. "Salah! Gelarku sekarang adalah Jagal Iblis Makam
Setan! Ha... ha... ha...!"
Walau Sabai Nan Rancak adalah orang yang paling terkejut namun Iblis Pemalu dan
orang bercadar kuning tak kalah kaget serta ngerinya.
"Makhluk satu ini pasti muncul meneruskan urusan waktu di pantai, memalukan!"
Membathin Iblis Pemalu.
Si cadar kuning walau tampak tenang tak bergerak namun hatinya menjadi tak enak.
"Pertemuan telah kuatur lama. Munculnya makhluk berhala ini akan merusak
suasana. Rahasia besar belum sempat tersingkap. Keadaan bakal bertambah gelap!" Begitu si
cadar kuning membathin. Dia tidak dapat memastikan apakah sosok di depannya ini
manusia atau hantu lembah.
Seperti si cadar kuning, Sabai Nan Rancak juga sangat gelisah. "Kurang ajar.
Bagaimana makhluk celaka ini bisa muncul di tempat ini!" ujar Sabai Nan Rancak
dalam hati. "Urusan besar masih gelap. Kemunculannya akan membuat perkara jadi
kapiran!" Diam-diam dia menjadi tegang karena sebelumnya dia telah menyaksikan sendiri
keganasan sepasang kaki kakek sakti yang pernah menjadi momok nomor satu dalam
dunia persilatan di Pulau Andalas itu.
"Makhluk celaka memalukan! Busuknya seperti lobang kakus!" membathin Iblis
Pemalu. Dia tekap mukanya erat-erat dengan kedua tangannya sedang dua matanya
memandang melotot. Jari-jari kelingking dibengkokkan untuk menutupi lobang
hidung. Orang ini berdiri tidak seperti manusia biasa adanya. Kakinya berada di atas
sedang yang menjejak tanah adalah dua telapak tangannya. Tubuhnya kurus kering,
menebar bau busuk dan terbungkus oleh pakaian penuh robek nyaris hancur.
Wajahnya yang seram dengan dua rongga mata terpuruk, taring dan gigi besar
mencuat. Wajahnya yang cekung di kedua pipi sebagian tersembunyi di balik
kelebatan kumis, janggut, cambang bawuk dan rambut panjang kotor riap-riapan.
Yang menambah kengerian pada sosok orang ini adalah sepasang kakinya. Sepasang
kaki itu sebatas lutut ke bawah, sampai ke ujung jari-jari kaki berwarna putih
menggidikkan karena hanya tinggal tulang tak terlapis daging atau kulit sedikit
pun! Dua tulang kaki ini berbentuk sangat pipih hingga tidak beda dengan
sepasang pedang bermata luar biasa tajam! (Siapa adanya orang ini harap baca
Episode sebelumnya berjudul Jagal Iblis Makam Setan)
"Sabai! Dunia ini terlalu sempit untuk kita berdua!". Orang yang mengaku
berjuluk Jagal Iblis Makam Setan berkata dengan suara keras membahana. Setiap
mulutnya terbuka, rambut, janggut serta kumis yang menutupi wajahnya bersibak
melambai bergoyang-goyang. "Karena itu kematian tak terelakkan menjadi bagianmu!
Namun sebelum mampus harap kau segera menanggalkan Mantel Sakti, menyerahkannya
padaku. Juga Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mengembalikan sekantong Mutiara Setan milikku! Kau tidak tuli, kau mendengar!
Jadi jangan mengumbar berbagai dalih!"
Sabai Nan Rancak tampak tegang sesaat. Begitu dia bisa menguasai diri maka
seringai buruk tersungging di mulutnya. Dari hidungnya keluar suara mendengus.
"Makhluk busuk compang-camping! Aku maklum otakmu tidak waras. Jadi tidak salah
kalau kau sampai kesasar dan bicara ngacok di tempat ini!"
Jagal Iblis Makam Setan yang dulunya adalah salah seorang tokoh silat golongan
hitam di Pulau Andalas dikenal dengan julukan Datuk Tinggi Raja Di Langit
tertawa gelak-gelak. Sepasang kakinya yang tinggal tulang memutih digoyang-
goyang hingga mengeluarkan suara angker bersiuran. (Untuk lebih jelas siapa
adanya Datuk Tinggi Raja Di Langit, riwayatnya bisa dibaca dalam serial berjudul
Makam Tanpa Nisan)
"Sabai Nan Rancak! Belum mampus kau sudah jadi setan penasaran yang bicara tak
karuan! Tadi aku sudah bilang jangan berusaha mencari dalih! Lekas kau serahkan
barang-barang milikku! Mantel Sakti dan Mutiara Setan! Atau mungkin kau ingin
aku mengambil dua benda itu setelah kau menjadi mayat tak berguna"!"
Si nenek kembali keluarkan suara mendengus. "Kau bukan saja bicara melantur!
Tapi juga pembohong dan penipu busuk! Apa kau lupa Mantel Sakti dan Mutiara
Setan kau serahkan padaku dengan ikhlas sebagai ganti balas aku mengeluarkan
dirimu hingga bebas dari pendaman kuburan batu"! Sekarang kau bukan saja
mengungkit-ungkit kisah yang sudah basi tapi juga mengumbar cerita palsu! Aku
tidak segan-segan mengembalikan Mantel Saktimu, tapi mungkin kau tak punya
kesempatan. Mantel Sakti ini akan menghancurkan tubuhmu yang kurus kering
sebelum kau sempat menyentuhnya!"
Habis berkata begitu Sabai Nan Rancak membuat gerakan seperti hendak membuka
mantel hitam yang dikenakannya.
"Begitu" Alangkah hebatnya! Ha... ha... ha!" Jagal Iblis Makam Setan tertawa
terkekeh. Kakinya kembali digoyang-goyangnya. "Aku mau lihat! Aku mau lihat!"
"Benar-benar memalukan! Semua jangan ada yang berani bergerak!" Tiba-tiba Iblis
Pemalu berteriak.
Kepala Jagal Iblis Makam Setan yang tergantung di antara dua tangannya yang
menjejak tanah berpaling. "Hemmm.... Pemuda berotak miring! Kau juga ada di
sini! Rupanya sudah terniat dalam otak bodohmu akan ikut mampus bersama nenek calon
bangkai itu!"
"Memalukan! Tidak tahu apa-apa enak saja bilang aku gila berotak miring! Kau
sendiri mungkin lahir kurang hari hingga hidup kaki ke atas kepala ke bawah!
Manusia sepertimu ini biasanya lahir tanpa biji! Kalau berak pasti dari mulut
bukan dari anus!
Memalukan sekali! Hik... hik... hik!"
Merah padam tampang Jagal Iblis Makam Setan. Dari tenggorokannya keluar jeritan
melengking. Tubuhnya melesat ke udara. Ketika turun lagi ke tanah maka dia
berdiri bagaimana wajarnya yakni dengan dua kaki menginjak tanah! Kini wajahnya
terlihat lebih jelas. Seram angker menggidikkan.
"Pemuda anjing! Kau pasti terlahir dari bapak iblis ibu setan!" bentak Jagal
Iblis Makam Setan.
Iblis Pemalu keluarkan suara bersiul lalu tertawa gelak-gelak. "Kalau iblis dan
setan bisa kawin, sungguh memalukan! Apakah kau pernah melihat setan dan iblis
berhubungan badan"! Hik... hik... hik! Kalau kau mampu melihat berarti kau bukan
manusia! Tapi anak hantu yang keluar dari pantat setan! Hik... hik... hik!"
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jahanam! Jaga lehermu!" Teriak Jagal Iblis Makam Setan. Tubuhnya melesat ke
udara. Seperti tadi kepalanya kembali berada di sebelah bawah dan dua kaki
mengapung di udara. Manusia angker Ini keluarkan satu pekikan dahsyat. Bersamaan
dengan itu tubuhnya melesat ke arah Iblis Pemalu. Dua kakinya laksana gunting
raksasa berkiblat mengeluarkan cahaya menggidikkan. Membuat gerakan memancung.
Yang di arah adalah batang leher Iblis Pemalu. Gerakan serangan ini bukan saja
aneh tetapi luar biasa cepatnya.
"Claak!"
"Claak!"
Sambaran sepasang kaki mengeluarkan suara seperti gerakan gunting raksasa.
Sabai Nan Rancak terkesiap melihat aneh dan ganasnya serangan Jagal Iblis Makam
Setan. Orang bercadar kuning tersentak kaget. Belum pernah dia melihat ada orang
yang mempergunakan sepasang tulang-tulang kakinya sebagai dua senjata mengerikan
begitu rupa. "Kalau makhluk jahanam ini tidak dicegah urusan besar bisa sia-sia!" membathin
si cadar kuning. Maka dia segera kebutkan lengan baju kuningnya.
"Wuss!"
Sinar kuning menderu ke arah Jagal Iblis Makam Setan, menyambar dari samping.
Sabai Nan Rancak tidak tinggal diam. Tenaga dalam sudah disiapkan sejak tadi di
tangan kanan. Begitu melihat orang bergerak maka dia segera menghantam, lepaskan pukulan sakti
Kipas Neraka. Selarik sinar merah menyambar ganas dan panas. Setengah jalan
sinar ini mengembang seperti kipas hingga ruang serangannya menjadi lebih luas.
Selama ini jarang orang bisa selamat menghadapi pukulan sakti ini.
Iblis Pemalu, orang yang mendapat serangan langsung dari Jagal Iblis Makam Setan
tentu saja tak tinggal diam. Begitu melihat sepasang kaki yang aneh
menggidikkan, keganasan cara menyerang yang mengeluarkan deru angin keras,
pemuda ini segera maklum. Leher atau bagian tubuhnya yang lain akan tergunting
putus dan nyawanya pasti amblasi
"Memalukan! Iblis menyerang iblis!" seru iblis Pemalu. Kedua kakinya ditekuk.
Tubuhnya jatuh punggung di tanah. Dua kaki tinggal tulang berbentuk sepasang
pedang yang menggunting lewat di atas tubuhnya.
"Claaakk!"
"Craasss!"
"Kraaakkk!"
Semua mata terbelalak.
Iblis Pemalu yang masih tertelentang di tanah merasakan tengkuknya laksana
diguyur es! Akibat serangannya tidak menemui sasaran, tubuh Jagal Iblis Makam Setan melesat
di atas Iblis Pemalu. Sepasang kakinya terus menyambar ke arah pohon yang besar
batangnya hampir tiga kali paha manusia.
Dua tulang kaki yang pipih setajam pedang berkelebat dahsyat dalam gerakan
menggunting. Batang pohon putus rata laksana disambar petir!
Bagian atasnya tumbang dengan suara menggemuruh! Sabai Nan Rancak dan iblis
Pemalu yang sebelumnya sudah pernah menyaksikan keganasan sepasang kaki Jagal
Iblis Makam Setan itu masih merasa merinding. Apalagi si cadar kuning.
"Memalukan! Pohon tak bersalah mengapa ditebang!" berteriak Iblis Pemalu. Dia
kerahkan tenaga dalamnya ke punggung. Secara aneh tubuhnya naik dalam keadaan
seperti Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berbaring. Lalu tiba-tiba kaki kanannya melesat ke atas, menghantam ke lambung
Jagal Iblis Makam Setan. Gerakan pemuda ini luar biasa cepatnya. Jangankan perut
manusia, batu besar pun akan hancur kena hantamannya!
Saat itu Jagal Iblis siap memutar tubuh untuk melompat turun ke tanah. Namun hal
itu tak bisa dilakukannya. Bukan saja karena dia harus selamatkan diri dari
serangan kaki yang bisa menjebol perutnya. Tapi juga karena di saat yang hampir
bersamaan serangan si cadar kuning dan Sabai Nan Rancak datang hampir
berbarengan! Sinar kuning dan sinar merah menyambar dahsyat dari dua arah!
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara meraung seperti anjing melolong. Ujung
jari-jari kaki kirinya ditusukkan ke batang pohon. Lalu kaki kanan bergerak
menebas dengan cepat. "Crasss!" Batang pohon putus. Bersamaan dengan itu kaki
kiri ikut bergerak melemparkan potongan batang kayu. Potongan batang kayu
melesat ke bawah menghantam ke arah Iblis Pemalu!
"Gila memalukan!" teriak Iblis Pemalu ketika melihat potongan batang kayu yang
beratnya hampir lima puluh kati itu jatuh tepat di atas kepalanya!
"Memalukan! Kepalaku hendak dibikin rengkah!" kembali Iblis Pemalu berteriak.
Sambil melontarkan tubuhnya ke samping dia hantamkan tangan kanannya ke atas.
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangan kiri terus menutupi wajah. "Wuttt!"
Satu gulungan sinar putih aneh melesat ke atas. Luar biasanya pukulan sakti ini
bukan memukul untuk membuat mental atau menghancurkan potongan besar batang
pohon. Tapi laksana seutas tali besar sinar itu menggulung kutungan batang
pohon. Iblis Pemalu keluarkan suitan keras. Tangan kanannya disentakkan. "Wuuttt!"
Batang pohon tertarik keras. Melesat ke samping. Menghantam Jagal Iblis Makam
Setan. Di saat yang sama sinar kuning dan sinar merah pukulan sakti yang
dilepaskan si cadar kuning serta Sabai Nan Rancak menderu.
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara seperti anjing melolong. Kedua kaki
tulangnya bergerak cepat. Membabat, menusuk dan menggunting. Suara "claakk...
claakk... clakkk terdengar tak berkeputusan. Dalam waktu singkat sepasang kaki itu telah
membuat hampir enam puluh gerakan! Apa yang terjadi sungguh luar biasa.
Batang kayu besar berubah menjadi potongan-potongan kecil puluhan banyaknya.
Bertaburan di udara. Lalu terdengar suara orang meniup.
Puluhan keping batang kayu melanda ke arah Iblis Pemalu. Bagaimana pun hebat dan
cepatnya gerakan pemuda aneh ini tidak mungkin dia sanggup mengelakkan demikian
banyak kepingan kayu yang siap menancapi tubuhnya mulai dari kepala sampai ke
kaki. * * * EMPAT Iblis Pemalu tekap wajahnya kuat-kuat dengan dua telapak tangan. Sepasang
matanya melirik ke kiri lalu ke kanan. Dalam keadaan kritis begitu rupa dia
seperti tidak acuh menghadapi bahaya maut. Tapi pemuda ini sebenarnya sudah
memperhitungkan.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jagal Iblis! Seranganmu boleh juga! Tapi sia-sia! Memalukan! Ada dua sahabat
menolong diriku! Lihat saja!"
Habis berseru begitu Iblis Pemalu berjungkir balik di udara. Lalu tubuhnya
menukik ke bawah. Saat itulah sinar kuning serangan si cadar kuning dan cahaya
merah pukulan sakit Kipas Neraka yang dihantamkan Sabai Nan Rancak sampai.
"Wusss!"
"Wusss!"
Sinar kuning dan cahaya merah beradu dahsyat di udara. Kilatan cahaya api
mencuat setinggi lima tombak, menebar mendatar seputar tiga tombak setelah lebih
dahulu mengeluarkan suara berdentum laksana gunung meletus. Lembah Merpati
seolah lenyap ditelan kobaran api dan kepulan asap.
Jagal Iblis Makam Setan melolong keras. Tubuhnya terhempas ke sebatang pohon
lalu terpental sejauh tiga tombak dan jatuh menyangsrang di serumpunan semak
belukar. Sabai Nan Rancak terpental ke udara. Ketika jatuh ke bawah dia bergerak cepat.
Berusaha mengimbangi diri agar tidak terhempas. Namun gelegar bentrokan dua
kekuatan sakti membuat dia seolah kehilangan bobot dan akhirnya terbanting ke
tanah tak berapa jauh dari tempat menyangsrangnya Jagal Iblis. Dia cepat bangkit
berdiri. "Memalukan! Gila!
Betul-betul memalukan!" teriak pemuda itu berulang kali. Dia berdiri satu tangan
masih menutupi wajah, satu tangan lagi menepuki pantat celana dan punggung baju
hitamnya yang kotor oleh tanah dan debu. Saat itulah baru disadarinya kalau dua
keping pecahan pohon menancap di tubuhnya. Satu di lengan kiri, satu lainnya di
bahu kiri. Iblis Pemalu cepat gerakkan tangan kanan untuk mencabut kepingan-
kepingan kayu itu. Ada bercak darah pada pundak kirinya pertanda cidera.
Ketika dentuman menggelegar dan Lembah Merpati dilanda goncangan hebat, Sabai
Nan Rancak merasakan sekujur tubuhnya laksana mau amblas ke dalam tanah. Nenek
ini cepat kerahkan tenaga dalam. Namun tak urung lututnya terlipat. Kedua
kakinya laksana dibetot ke bawah. Tubuhnya jatuh terduduk. Perempuan tua ini
berusaha segera bangkit.
Tapi dia kembali jatuh terduduk. Mukanya tampak merah mengelam. Bukan saja
karena marah tapi lebih dari itu oleh rasa malu yang amat sangat. Tadi dia
menyaksikan sendiri walau cidera namun begitu jatuh Iblis Pemalu mampu dengan
cepat bangkit kembali. Berarti pemuda itu memiliki tingkat kekuatan yang tidak
berada di bawahnya. Lalu saat itu dia juga menyaksikan bagaimana orang bercadar
kuning sanggup bertahan hingga tidak jatuh atau rubuh ke tanah walau sekujur
tubuhnya tampak bergetar dan dia memegangi cadarnya agar tidak terlepas. "Orang
berpakaian dan bercadar kuning itu..." ujar Sabai Nan Rancak dalam hati. "Dia
benar-benar luar biasa. Sanggup bertahan hingga tidak roboh.... aku harus segera
mencari tahu siapa dia sebenarnya! Tapi iblis penghalang satu itu harus
kusingkirkan dulu!"
Si nenek berpaling ke arah semak belukar di atas mana Jagal Iblis Makam Setan
terpuruk. Terkejutlah Sabai Nan Rancak. Saat itu si kakek iblis berpakaian
hancur kumal itu telah berdiri di atas semak belukar. Walau tubuhnya kurus
kering namun sulit diterima akal ada orang bisa tegak seperti yang dilakukannya.
"Bangsat ini memiliki ilmu meringankan tubuh luar biasa. Tidak heran kalau dia
mampu pergunakan sepasang kaki untuk menyerang. Benar-benar berbahaya. Agaknya
aku terpaksa mengatur siasat agar urusan besar bisa diselesaikan. Kalau rahasia
itu tidak tersingkap rasanya aku akan penasaran sampai ke liang kubur...." '
Di atas semak belukar Jagal Iblis Makani Setan umbar tawa mengekeh. "Batang
pohon sanggup kutabas. Potongan batang mampu kucacah jadi puluhan keping! Apakah
tubuh-tubuh kalian lebih atos dan kuat dari pohon"! Ha... ha... ha!"
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Saat itu Sabai Nan Rancak membuat gerakan membuka Mantel Sakti yang
dikenakannya. Melihat hal ini si Jagal Iblis semakin keras tawanya. Sambil
menuding dengan tangan kiri ke arah si nenek, dia berkata.
"Bagus Sabai! Ternyata kau tidak setolol yang aku duga! Kembalikan Mantel
Saktiku secara baik-baik. Juga sekantong Mutiara Setan! Begitu dua benda sakti
itu berada di tanganku aku anggap habis semua perkara!"
"Aku membuka mantel bukan untuk menyerahkan padamu! Tapi dengan mantel ini aku
akan membunuhmu!" jawab Sabai Nan Rancak dengan seringai mengejek.
Jagal Iblis Makam Setan kembali tertawa. "Kalau begitu kau benar-benar dungui
Kau tahu tingginya puncak Singgalang. Dalamnya danau Singkarak! Dan kau hendak
menantang semua itu! Ha... ha... ha...! Hari ini aku untung besar. Membunuhmu
dan juga dapatkan kembali dua senjata sakti milikku!"
Jagal Iblis melolong keras. Tubuhnya melesat ke udara. Ketika menukik sepasang
kakinya berada di sebelah bawah, menyambar ke arah si nenek.
"Claaakkk.... claakkk... clakk!" Dua kaki yang pipih laksana pedang membuat
gerakan menggunting.
"Tahan!" Tiba-tiba Sabai Nan Rancak berseru sambil angkat tangan kanannya
pertanda bahwa .setiap saat tangan itu serta merta bisa menghantamkan pukulan
sakti Kipas Neraka.
Di udara Jagal Iblis membuat gerakan berjungkir balik. Di lain kejap dia tahu-
tahu sudah berdiri dua langkah dari hadapan. Sabai Nan Rancak. Dua telapak
tangan menjejak tanah sedang sepasang kaki yang berada di atas menyilang di atas
pundak kiri kanan si nenek. Sekali tulang kaki berbentuk pedang pipih itu
membuat gerakan menggunting, maka tak ampun akan amblaslah leher si nenek
terpancung! Si nenek tegak laksana patung, tak berani bergerak bahkan mungkin juga tak
sanggup bernafas lagi. Mukanya yang keriputan sepucat kertas. Tangan kanannya
memancarkan sinar merah. Tapi dia tidak membuat gerakan apa-apa untuk melepaskan
pukulan Kipas Neraka. Sebabnya jika gerakannya menghantam didahului oleh lawan
maka putuslah lehernya!
Iblis Pemalu goleng-golengkan kepala. "Aku malui Benar-benar malu! Dua kaki di
atas bahu. Satu nyawa siap melayang!"
Di tempat lain si cadar kuning walaupun tersentak kaget melihat apa yang terjadi
di depan matanya dan telah menyiapkan pukulan sakti di kedua tangannya namun tak
berani membuat gerakan. Dalam hati dia membathin. "Aku bisa membunuh kakek
jahanam itu. Tapi apakah mungkin selamatkan nyawa nenek satunya itu?"
Jagal Iblis Makam Setan tertawa panjang lalu keluarkan suara seperti lolongan
anjing. Di langit sang surya mulai menggelincir menuju ufuk tenggelam. Keadaan di lembah
redup digantungi ketegangan.
Tiba-tiba Jagal Iblis hentikan tawanya. Lalu dari mulutnya keluar bentakan.
"Sabai! Hari ini kau benar-benar bernasib buruk! Sebelum lehermu kujaga! katakan
apa maumu!"
"Aku seorang yang memegang janji. Bagaimana dirimu!" Si nenek ajukan pertanyaan.
"Aku manusia iblis! Mana mungkin mengadakan perjanjian dengan manusia jelek
sepertimu"! Ha... ha... ha...!"
"Kalau begitu kau sengaja memilih mampus bersama!" ujar Sabai Nan Rancak dengan
suara dan wajah dingin.
"Eh, apa maksudmu"!" hardik Jagal iblis Makam Setan seraya melirik ke tangan
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kanan Sabai Nan Rancak yang saat itu semakin keras memancarkan cahaya merah.
"Maksudku silahkan saja menabas leherku! Tapi apa kau bisa selamat dari pukulan
Kipas Neraka di tangan kananku"! Hik... hik... hik!" Si nenek tertawa cekikikan.
Kini Jagal Iblis yang jadi tercekat. Keningnya mengerenyit. Dagunya bergerak-
gerak. Janggut, kumis dan rambutnya yang terjulai ke tanah bergoyang-goyang.
"Keparat jahanam! Apa kau kira aku takut mati"!"
"Hik... hik... hik! Kalau begitu teruskan niatmu menggunting leherku!" Menantang
Sabai Nan Rancak. Tangan kanannya ditarik sejengkal ke belakang. Pertanda nenek
ini siap menghantam.
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara menggerendeng. Namun diam-diam saat itu
dia menjadi bimbang. Setelah berpikir cepat maka dia berkata.
"Baik! Katakan apa yang ada dalam benakmu!"
"Aku akan mengembalikan Mantel Sakti dan sekantong Mutiara Setan padamu. Tapi
aku punya syarat.... Bagaimana?"
"Hemmm.... Katakan syaratmu!" ujar Jagal Iblis, pula.
"Setelah kau menerima dua benda sakti itu kau tidak boleh mengganggu diriku.
Juga dua orang yang ada bersamaku saat ini...."
"Syarat mudah! Aku terima!" jawab Jagal Iblis lalu tertawa gelak-gelak.
"Syaratku belum semua kusebutkan! Jangan tertawa dulu!" ujar Sabai Nan Rancak.
"Hemm.... Kau' boleh meneruskan. Tapi kalau syaratmu terlalu banyak jangan harap
aku mau menerima!"
"Begitu kau dapatkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan kau harus segera angkat kaki
dari tanah Jawa ini. Kembali ke Pulau Andalas!"
"Syarat gila! Aku tidak bisa terima! Aku ingin gentayangan dulu cari pengalaman
di tanah Jawa ini! Siapa berahi melarang"!"
"Kalau begitu jangan harap aku akan serahkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan!"
jawab Sabai Nan Rancak.
Jagal Iblis tertawa bergelak. Dia melirik ke tangan kanan Sabai Nan Rancak. Si
nenek merasa dua kaki yang bersilang di atas pundaknya menekan memberat. Sebelum
dia tahu apa yang bakal dilakukan lawan tiba-tiba tangan kiri Jagal Iblis
melesat ke atas. Dengan hanya berdiri di atas tangan kanan Jagal Iblis cekal
pergelangan tangan kanan Sabai Nan Rancak dengan tangan kirinya hingga tak
mungkin bagi si nenek untuk melancarkan serangan Kipas Neraka.
"Aku siap menjagal lehermu Sabai! Apa kau sudah ikhlas mati mengenaskan saat ini
juga"!"
Wajah tua keriput Sabai Nan Rancak berubah dan tampak tegang. Pundaknya turun ke
bawah. "Bangsat kau Datuk Tinggi!"
"Gelarku Jagal Iblis Makam Setan!" bentak si kakek berkaki tulang.
"Persetan siapa pun nama dan gelarmu! Saat ini aku mengalah. Tapi lain kali
jangan harap aku mau memberi ampun padamu! Sebaiknya kita tidak perlu bertemu'
lagi. Karena begitu aku melihatmu aku bersumpah akan membunuhmu!"
Jagal Iblis Makam Setan kembali tertawa bergelak.
"Nenek Sabai! Tindakanmu memalukan sekali!. Jangan serahkan Mantel dan Mutiara
Setan itu!" Berteriak Iblis Pemalu ketika dilihatnya si nenek menanggalkan
Mantel Sakti dan mengeluarkan sebuah kantong kain dari balik pakaiannya.
Si cadar kuning ikut tercekat. "Astaga! Apa yang dilakukannya"! Apa tak ada lagi
benak di dalam kepala"! Memberikan dua senjata itu sama saja menciptakan dua
musuh Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
celaka!" Orang ini segera berlalu. "Sabai! Perbuatanmu salah kaprah! Dunia
persilatan akan dilanda bencana!"
"Aku tak ada pilihan lain!" jawab Sabai Nan Rancak dengan suara tercekat.
Jagal Iblis Makam Setan menyeringai. "Lemparkan mantel dan kantong kain itu ke
tanah, di samping kiriku!"
Sabai Nan Rancak ikuti perintah orang. Mantel Sakti dan kantong kain berisi
Mutiara Setan dijatuhkannya ke tanah, satu langkah di samping kiri si kakek
"Aku malu!" teriak Iblis Pemalu. Lalu palingkan muka, menghadap ke jurusan lain
sambil terus menutupi wajahnya dengan dua telapak tangan. "Percaya pada Iblis!
Percaya pada manusia Setan! Benar-benar memalukan!"
Jagal Iblis pencet lengan kanan si nenek. Lalu berkata. "Aku masih merasakan
aliran tenaga dalam. Tangan kananmu masih memancarkan sinar merah! Kau setengah
hati atau masih berharap dapat membokongku dengan pukulan Kipas Neraka?"
Si nenek pelototkan matanya. Jagal Iblis balas membelalak. Akhirnya Sabai Nan
Rancak terpaksa hentikan aliran tenaga dalam ke tangan kanan. Bersamaan dengan
itu sinar merah yang memancar di tangan itu perlahan-lahan meredup dan akhirnya
lenyap sama sekali.
"Bagus!" ujar Jagal Iblis. Perlahan-lahan dia turunkan sepasang kakinya yang
diletakkan di atas bahu kiri kanan si nenek.
Perlahan-lahan Jagal Iblis turunkan kedua kakinya. Masih mencekal tangan kanan
si nenek, dia berjungkir balik hingga kedua kakinya kini menjejak tanah. Sambil
menyeringai dia berkata. "Kau boleh pergi sekarang Sabai. Tapi aku punya firasat
hidupmu tak bakal lama!"
"Iblis akan kembali ke Iblis. Setan akan kembali menjadi Setan! Itu bagianmu
kelak!" sahut Sabai Nan Rancak lalu sentakkan tangan kanannya dari cekalan orang; Sabai
Nan Rancak membalik dengan cepat. Dia memberi isyarat pada si cadar kuning dan
Iblis Pemalu. "Lekas ikuti aku!" bisiknya.
Iblis Pemalu sesaat meragu. Pemuda ini memandang pada si cadar kuning. Orang
yang dipandang goyangkan kepalanya. Ketiga orang itu akhirnya berkelebat
meninggalkan Lembah Merpati. Di satu tempat Sabai Nan Rancak hentikan larinya.
"Aku tak punya waktu lama. Kita berpisah di sini...."
"Tapi urusan belum selesai! Rahasia besar masih mengambang. Jangan tinggalkan
jurang menghalang. Bicara dulu agar badan tak sansai...." (sansai = menderita)
Berkata si cadar kuning.
"Aku malu! Cadar kuning apakah kau tidak malu" Nenek satu ini agaknya tak punya
malu!" "Jangan bicara seperti itu! Aku tahu urusan belum selesai. Rahasia masih
mengambang. Aku meminta agar kita bertemu lagi dalam waktu dekat. Meneruskan
pembicaraan! Bagaimana" Aku ingin jawab kalian. Cepat!"
"Ada apa dengan dirimu sebenarnya" Kau menyerahkan Mantel Sakti dan Mutiara
Setan begitu saja. Kini meneruskan bicara pun kau tidak sudi. Sungguh tindakan
tidak terpuji...."
"Orang bercadar! Aku ingin jawabmu. Apa kau mau mengadakan pertemuan lagi atau
tidak" Kalau tidak, perduli setan dengan segala rahasia hidup di antara kita!"
"Kalau itu pintamu! Kita bertemu lagi dua hari di muka di tempat yang sama...."
Berucap si cadar kuning.
"Lembah Merpati"!" tanya Sabai Nan Rancak.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Betul sekali. Oi tempat tadi...."
"Tolol sekali! Orang akan mudah mencari dan menjebak kita di tempat itu!" kata
Sabai Nan Rancak pula.
Si cadar kuning gelengkan kepala. "Itulah rahasia hidup. Seseorang tak akan
mencari di tempat yang sama: Karena itu tidak pernah akan terduga. Siapa yang
akan memperhatikan bunga kuncup?"
Sabai Nan Rancak terdiam. "Kau benar..." katanya perlahan. Nenek ini tiba-tiba
palingkan kepalanya ke kiri. "Dia datang! Lekas lari berpencar!"
"Jangan membuat malu menyuruh lari. Dia siapa yang datang"!" Bertanya Iblis
Pemalu. "Jangan banyak tanya! Lari saja! Sekarang! Cepat!" Tidak sabaran si nenek
dorongkan tangannya kiri kanan hingga si cadar kuning dan Iblis Pemalu terjajar
beberapa langkah.
Ketiga orang itu untuk kedua kalinya berkelebat pergi. Namun sekali ini mereka
berpencar ke tiga jurusan.
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru saja Sabai Nan Rancak, iblis Pemalu dan si cadar kuning lenyap dari tempat
itu muncullah Datuk Tinggi Raja Di Langit alias Jagal Iblis Makam Setan.
Sepasang matanya yang cekung seperti mau melesat keluar. Rahangnya menggembung-
dan pelipisnya bergerak-gerak.
"Jahanam.... Berani menipuku!" Si kakek memandang berkeliling. "Sabai! Jangan
harap kau bisa kabur jauh! Akan kucincang tubuhmu dengan kedua kakiku!"
Apa yang telah terjadi"
Tak lama setelah Sabai Nan Rancak, si cadar kuning dan Iblis Pemalu meninggalkan
Lembah Merpati, dengan cepat Jagal Iblis mengambil Mantel Sakti dan kantong
berisi senjata rahasia berupa mutiara hitam yang tadi dicampakkan Sabai Nan
Rancak di tanah.
Begitu memegang mantel hitam kakek ini merasakan ada kelainan. Dia sibakkan
rambutnya yang menjulai menutupi wajah lalu memperhatikan mantel hitam itu
dengan mata mendelik. Beberapa kali mantel itu dikembangkan dan dibolak-
baliknya. "Enteng.... Mantelku tidak seringan ini..." ujar Jagal Iblis. Kembali Mantel
Sakti itu dibolak-baliknya lalu diciumnya berulang kali. Masih kurang percaya
dia lalu kerahkan tenaga dalam dan kibaskan mantel hitam ke arah sebatang pohon.
Tidak terjadi apa-apa.
"Keparat jahanam! Mantel palsu! Aku kena ditipu!" Teriak Jagal Iblis
menggeledek. Mantel hitam yang dipegangnya dibantingkan ke tanah. Dia keluarkan kantong kain
dari balik pakaiannya yang kumal hancur. Isinya dituangkan ke telapak tangan
kanan. Sepasang matanya mendelik semakin besar. Lalu kembali terdengar kutuk
serapahnya. "Bangsat!
Mutiara ini juga palsu!" Sekali dia meremas, butiran-butiran hitam dalam
genggamannya hancur luluh. Benda itu ternyata hanyalah butiran-butiran tanah
diberi lapisan warna hitam berkilat!
* * * LIMA Kita tinggalkan dulu Jagal Iblis Makam Setan yang berada dalam keadaan marah
luar biasa karena ditipu oleh Sabah Nan Rancak. Kita kembali pada Puti Andini
yang berada di dasar Telaga Gajahmungkur, di satu tempat aneh penuh rahasia
bernama Liang Akhirat.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya (Liang Lahat Gajahmungkur) saat itu
atas perintah Kiai Gede Tapa Pamungkas, bocah aneh bernama Naga Kuning terpaksa
menyergap Puti Andini dan melemparkannya ke dalam lobang Liang Lahat. Tentu saja
Puti Andini tidak tinggal diam. Begitu Naga Kuning Berkelebat ke arahnya dia
segera menghantam dengan satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam
tinggi. Naga Kuning merasakan satu dorongan angin keras menahan gerakannya hingga sesaat
dia terpentang dengan tangan terkembang. Puti Andini tidak memberi kesempatan.
Dia terus merangsak ke depan. Tangan kanannya kembali bergerak. Kali ini memukul
ke arah si bocah. Yang diarahnya adalah tangan kanan Naga Kuning yang cidera dan
diikat dengan secarik kain.
Tapi si anak tidak bodoh. Tubuhnya berkelebat ke samping. Kakinya menjegal ke
arah kaki si gadis. "Blukkk!"
Puti Andini jatuh tertelungkup ke lantai ruangan. Gadis ini menggeram marah. Dia
cepat melompat bangkit. Namun belum sempat tahu-tahu tengkuk bajunya telah
dicekal orang. Dia memukul ke belakang. Tidak kena. Dia berpaling. Ternyata yang
mencekalnya adalah anak berpakaian hitam itu. Sulit dipercaya, Naga Kuning yang
bertubuh kecil itu sanggup mencekal lalu mengangkat Puti Andini dan menenteng
gadis ini menuju lobang besar.
"Maafkan aku. Aku terpaksa melemparmu ke dalam Liang Lahat. Aku hanya
menjalankan perintah...." Berucap Naga Kuning setengah berbisik.
"Anak setani Kau mau saja diperintah berbuat keji. Berarti kau sama jahatnya
dengan bangsat tua itu!" Sembur Puti Andini. Lalu dia memutar badannya, kedua
kakinya ditekankan ke pinggiran Liang Lahat. Salah satu tangan menggapai ke
balik punggung Naga Kuning. .
"Kau mau melemparkan aku ke dalam Liang Lahat! Silahkan saja! Tapi aku ingin kau
ikut bersamaku!"
Naga Kuning terkesiap kaget. Ketika dia hendak melemparkan si gadis ke dalam
Liang Lahat, tangan kanan Puti Andini menggelung tubuhnya dengan keras. Kalau
dia teruskan niatnya melempar gadis itu niscaya tubuhnya akan ikut amblas masuk
ke dalam Liang Lahat! Selagi anak itu berada dalam keadaan bingung begitu rupa
Puti Andini pergunakan tangan kirinya untuk menggebuk. Jotosan tangan kirinya
mendarat telak di perut Naga Kuning hingga anak ini mengerluarkan suara seperti
orang muntah. Tapi anehnya wajahnya kemudian tampak tersenyum. Lalu terdengar
anak ini berbisik. "Ayo pukul lagi. Hantam tubuhku sejadi-jadinya. Cepat
lakukan!" Puti Andini tidak bisa berpikir apa maksud Naga Kuning berkata begitu. Dia
kemudian memang menghujani anak ini dengan pukulan tangan kiri. Dua hantaman di
kepala. Empat di dada dan dua lagi di perut. Semua itu dilakukannya bukan karena
mendengar kata-kata Naga Kuning tapi karena takut kalau dirinya benar-benar
dilemparkan masuk ke dalam Liang Lahat dimana tadi dia melihat dua ekor naga
raksasa masuk dan menghilang di dalam lobang itu.
Naga Kuning keluarkan keluhan panjang. Sepasang matanya membeliak berputar-
putar. Anak ini terkulai lalu roboh ke lantai.
"Anak jahat! Silahkan kau masuk ke dalam lobang lebih dulu!" Puti Andini angkat
tubuh Naga Kuning lalu melangkah mendekati Liang Lahat. Sesaat lagi tubuh Naga
Kuning siap dilemparkannya ke dalam lobang besar itu tiba-tiba satu cahaya
menyilaukan berkiblat.
Puti Andini terdorong lima langkah. Tubuh Naga Kuning terlepas, dari cekalannya.
Dia sendiri kemudian jatuh terduduk di lantai ruangan. Belum sempat bernafas dia
dikejutkan Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
oleh melesatnya satu tangan aneh yang sangat panjang. Tangan ini menjambak
rambutnya lalu sekali tangan itu bergerak tubuhnya terlempar masuk ke dalam
Liang Lahat. Puti Andini menjerit setinggi langit. Cucu Sabai Nan Rancak ini
berusaha menggapai pinggiran lobang. Dia berhasil. Jari-jari tangannya
mencengkeram tepi batu Liang Lahat. Namun daya lontar lemparan tubuhnya kuat
sekali. Pinggiran batu Liang Lahat gompal besar. Tak ampun lagi sosok Puti
Andini jatuh masuk ke dalam lobang besar dan gelap. Sekali lagi terdengar
jeritan mengerikan gadis itu menggelegar di seantero Liang Akhirat.
Sesaat setelah gema jeritan Puti Andini lenyap ditelan dalamnya Liang Lahat, di
atas makam putih sosok Kiai Gede Tapa Pamungkas rangkapan dua tangan di depan
dada, menatap tajam pada anak yang tergeletak di lantai batu pualam.
"Naga Kuning! Jangan berpura-pura pingsan! Sikap perbuatanmu akhir-akhir ini
sangat mengecewakan diriku!"
Sosok Naga Kuning tidak bergerak. Tapi mata kiri anak ini terbuka sedikit,
melirik ke arah sosok sang Kiai yang konon disebut sebagai setengah manusia
setengah roh itu.
"Kalau kau tidak mau bangun sendiri mungkin perlu aku meminta bantuan Makhluk
Api Liang Neraka"!"
Begitu selesai berucap terdengar suara mendesis keras disusul dengan satu
letupan. Ruangan yang tadinya sejuk itu mendadak sontak menjadi sangat panas. Kobaran api
aneh menerangi ruangan. Kobaran api ini membentuk sosok makhluk tinggi besar
yang bergoyang dan menjilat kian kemari. Melihat makhluk api ini kecutlah Naga
Kuning. Anak : ini segera bangkit dan duduk bersila sambil rapatkan dua tangan,
menghadap ke arah Kiai Gede Tapa Pamungkas. Mukanya benjat-benjut akibat pukulan
Puti Andini. "Maafkan saya Kiai..." kata Naga Kuning seraya merunduk dalam-dalam.
"Wussss!" Sosok aneh bernama Makhluk Api Liang Neraka lenyap. Tempat itu kembali
terasa sejuk. "Naga Kuning! Kau sengaja berpura-pura mengalah! Mengapa kau lakukan itu"!"
"Maafkan saya Kiai. Saya memang salah. Hati saya mengalahkan pikiran. Sanubari
saya mengalahkan perintah. Saya tidak tega membunuh gadis itu...."
"Siapa yang menyuruhmu membunuh! Aku hanya memerintahmu melemparkannya ke dalam
Liang Lahat!"
"Saya mengerti Kiai. Tapi kita sama tahu masuk ke dalam Liang Lahat sama saja
masuk ke dalam liang kematian. Lobang itu seolah tidak memiliki dasar. Di dalam
sana ditunggui oleh sepasang naga sakti yang tak ingin diganggu...."
"Apakah kau pernah masuk ke dalam Liang Lahat hingga kau punya kesimpulan
seperti itu?"
"Memang saya belum pernah masuk Kiai. Tapi sembilan tokoh yang pernah saya
lemparkan ke dalam lobang itu atas perintah Kiai sampai saat ini tidak pernah
terdengar lagi kabar beritanya...."
"Mereka orang-orang tamak berdosa. Mengapa mereka diambil sebagai perbandingan.
Apa jawabmu"!"
"Saya mengaku salah Kiai. Saya tidak berani menjawab lagi," ujar Naga Kuning.
"Kau memiliki ilmu Paus Putih. Yang bisa membuat tubuhmu licin tak sanggup
dicekal tak bisa dipegang. Tapi ketika gadis itu tadi hendak melemparkanmu ke
dalam Liang Lahat ilmu itu tidak kau keluarkan. Kau seolah pasrah dibunuhnya
begitu saja...."
"Saya tidak bisa menjawab Kiai. Saya mengaku salah...."
"Jangan dusta Naga Kuning. Kau menyembunyikan sesuatu di lubuk hatimu!"
"Saya tidak menyembunyikan apa-apa Kiai...." "Kau dusta! Jelas kau dusta! Kau
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
menyukai gadis itu" Kau terpengaruh oleh keputihan tubuhnya yang tersingkap di
balik pakaian merahnya yang cabik...."
"Pikiran saya tidak sampai ke situ Kiai. Saya tahu siapa diri saya. Saya hanya
tidak tega. Saya merasa kasihan karena sebenarnya gadis itu tidak bersalah. Dia
masuk ke tempat terlarang ini atas perintah kakeknya. Perintah itu disertai pula
dengan hasrat untuk menolong seorang pendekar yang tengah ditimpa musibah.
Pendekar mana konon akan menjadi penyelamat dunia persilatan.... Saya mengaku
salah. Saya siap menerima hukuman...."
"Walau aku tidak percaya tapi baiklah. Kau menyangkal menyukai gadis itu. Tapi
paling tidak berat dugaanku kau telah memandu gadis itu hingga berhasil masuk ke
tempat ini/Menjejakkan kaki di tempat ini bagi orang luar merupakan satu
pantangan besar. Maut tantangannya. Apalagi kalau dia sampai mengetahui dan
mencari Pedang Naga Suci 212!"
Naga Kuning terdiam mendengar ucapan Kiai Gede Tapa Pamungkas itu. Dalam hatinya
bocah yang sesungguhnya berusia lebih dari seratus tahun ini berkata. "Kiai
tidak mempercayai. Percuma saja membela diri...." Maka anak ini lantas berucap.
"Saya mengaku salah Kiai. Saya siap menerima hukuman."
"Kau mengakui kesalahan. Bagus! Hukuman memang tak bisa kau hindarkan! Lekas kau
berdiri dan tegak di bawah dinding batu setengah lingkaran! Tempelkan tubuhmu
bagian belakang ke dinding batu itu!"
Naga Kuning segera berdiri lalu melangkah memutari Liang Lahat hingga akhirnya
dia tegak membelakangi dinding batu tinggi setengah lingkaran. Anak ini
tempelkan kepala dan badan serta kakinya ke dinding batu ini. Di hadapannya
dilihatnya Kiai Gede Tapa Pamungkas mengangkat tangan kanan. Selarik sinar putih
menyambar. Terdengar satu letusan keras disertai mengepulnya asap putih. Ketika
asap sirna kelihatanlah tubuh Naga Kuning melesak masuk ke dalam dinding batu
seolah menempel jadi satu.
"Naga Kuning, kau akan tetap berada di tempat itu sampai ada orang yang
menolongmu! Selama seratus tahun tak ada yang menolong berarti seratus tahun kau
bakal menerima nasib malang! Aku masih berbelas hati. Walau kau kaku seolah
berubah jadi batu tapi kau masih bisa bernafas dan bisa mendengar serta bicara!"
Titisan Ratu Pantai Selatan 2 Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru Mutiara Hitam 17
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
RAHASIA CINTA TUA GILA
SATU Sepasang mata Sabai Nan Rancak memandang tak berkesip pada orang bercadar yang
tegak di hadapannya. Dia seolah berusaha menembus cadar untuk melihat wajah
orang berpakaian serba kuning itu, untuk mengetahui siapa orang ini adanya.
"Siang telah bergerak menuju petang. Terima kasih kau telah sudi datang memenuhi
undangan." Si cadar kuning berkata.
Sabai Nan Rancak memasang telinganya baik-baik. Sebelumnya dia telah beberapa
kali bertemu dengan orang ini dan telah beberapa kali pula mendengar suaranya.
Dalam hati Sabai Nan Rancak berkata. "Aku masih belum bisa memastikan apakah
orang ini lelaki atau perempuan. Kalau bicara kata-katanya seperti berpantun.
Setiap bicara agaknya dia mengerahkan tenaga dalam untuk menutupi suara aslinya.
Namun berat dugaanku dia seorang perempuan."
"Waktuku tidak banyak. Ada beberapa urusan penting menungguku. Jadi kuharap kau
segera menjelaskan maksud tujuan pertemuan ini." Kata Sabai Nan Rancak setelah
tadi berusaha menyimak suara orang.
"Sebetulnya ada tiga orang yang kuharapkan datang kemari. Namun orang ke tiga
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
belum menunjukkan diri...."
"Kalau pertemuan ini memang penting, aku bersedia menunggu sampai matahari
tenggelam."
Orang bercadar dan berpakaian serba kuning gelengkan kepala. "Yang ditunggu tak
bakal datang. Entah apa sebab penghalang...."
"Kalau begitu percuma aku datang kemari!" ujar Sabai Nan Rancak dengan nada
keras menunjukkan sikapnya yang mulai tidak sabaran dan cepat naik darah.
"Setiap kedatangan ada manfaatnya," jawab si cadar kuning. "Undangan ke tiga
tidak datang. Entah apa sebab penghalang. Terakhir kusirap dia berada di sekitar
Telaga Gajahmungkur. Lalu lenyap seolah masuk ke dalam kubur. Hanya kita bertiga
yang bisa berkumpul. Itu sudah cukup untuk memanjatkan syukur."
"Kalau memang kita bisa mulai bicara, harap kau suruh orang yang sembunyi di
balik pohon besar itu keluar dan datang ke tempat ini!" kata Sabai Nan Rancak.
Sejak pertama datang nenek sakti ini memang sudah mengetahui kalau ada orang
mendekam di balik pohon besar.
"Saudara di balik pohon harap kau suka datang ke sini. Agar pertemuan dan
pembicaraan dimulai lebih dini!" kata si cadar kuning pula.
Dari balik pohon terdengar suara orang mendehem beberapa kali. "Sebetulnya aku
malu untuk menemui kalian. Tapi kupikir jauh lebih memalukan kalau terus-terusan
sembunyi di balik pohon ini!"
Suaranya masih bergema namun orang yang tadi berada di balik pohon tahu-tahu
sudah berada di tempat itu. Duduk mencangkung seenaknya di gundukan tanah tinggi
berumput. Kedua tangannya ditutupkan di atas wajahnya.
"Iblis Pemalu!" kata Sabai Nan Rancak setengah berseru karena dia tidak
menyangka orang di balik pohon itu ternyata adalah si pendatang baru dalam rimba
persilatan yang memperkenalkan diri dengan nama atau julukan Iblis Pemalu.
Sebelumnya dia telah pernah bertemu dengan pemuda itu. Terakhir sekali dia malah
mengadakan perjalanan bersama menyeberangi lautan dari pulau Andalas menuju
tanah Jawa. Yakni setelah dia mendapatkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan milik
Datuk Tinggi Raja Di Langit yang kemudian merubah gelar menjadi Jaga! Iblis
Makam Setan. Lalu di sebuah teluk mereka berpisah. Namun karena ada satu perasaan aneh timbul
di dalam hatinya, Sabai Nan Rancak secara diam-diam kembali ke teluk. Dia
mengintai dan sempat mendengar desah ucapan Iblis Pemalu yang duduk termenung di
tepi pantai menghadap ke laut. Desah yang keluar dari lubuk hati Iblis Pemalu
membuat Sabai Nan Rancak berdebar. Karena ucapan memelas yang sempat didengar
Sabai itu seolah menyatakan adanya hubungan tertentu antara Iblis Pemalu dengan
dirinya. (Baca Episode Utusan Dari Akhirat) iblis Pemalu sendiri tampak tenang-
tenang saja mencangkung di atas gundukan tanah berumput.
Sabai Nan Rancak berpaling pada orang bercadar di hadapannya. "Karena kau
mengundang pemuda ini datang ke mari, apakah ini satu pertanda bahwa dia juga
punya sangkut paut dengan urusan kita?"
Si cadar kuning mengangguk.
Sabai Nan Rancak kembali menatap Iblis Pemalu lekat-lekat. Walau tampak tenang-
tenang saja namun sampai saat itu Iblis Pemalu terus saja menutupi wajahnya
dengan dua telapak tangan. "Orang mudai Apakah kau mau menurunkan dua tanganmu
hingga aku bisa melihat wajahmu?"
Iblis Pemalu berpaling pada Sabai Nan Rancak. Di antara sela-sela jarinya
sepasang Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
matanya menatap tajam pada si nenek. Lalu dia menjawab. "Wajahku buruk.
Memalukan. Tampangku buruk. Memalukan! Nah buat apa aku memperlihatkan muka"!"
Walau jengkel mendengar kata-kata Iblis Pemalu namun Sabai Nan Rancak masih bisa
menahan diri. Dia alihkan pandangannya pada si cadar kuning.
Saat itu debaran aneh seperti yang dirasakannya waktu mendengar desah Iblis
Pemalu tempo hari kembali muncul di dadanya. Maka nenek ini bertanya lagi. "Tadi
kau mengatakan bahwa sebenarnya ada seorang lagi yang diundang datang ke tempat
ini. Tapi tidak datang. Kau bersedia memberi tahu siapa adanya orang itu?"
"Tamu yang diundang tapi tidak datang. Dia berasal dari tanah seberang. Kukenal
dengan nama Puti Andini. Berwajah secantik puteri. Berjuluk Dewi Payung Tujuh.
Memiliki suara semerdu bulu perindu. Apakah nama dan dirinya berarti sesuatu
bagimu?" Sabai Nan Rancak tersurut dua langkah. Dia tidak dapat menyembunyikan rasa
terkejutnya. Wajahnya jelas berubah.
Semua ini terlihat oleh si cadar kuning. Maka segera saja dia berkata. "Kaki
tersurut dua langkah. Wajah berubah serta merta. Apakah ini satu pertanda. Bahwa
kau mengenal dirinya. Atau ada sesuatu yang mendekam di dalam dada...?"
Tenggorokan Sabai Nan Rancak tampak turun naik beberapa lama. "Aku tidak akan
menjawab sebelum kau lebih dulu mengatakan siapa dirimu dan apa maksud pertemuan
ini sebenarnya!"
"Saling bertanya tapi tak saling menjawab. Tentu ada pasal penyebab. Kau tak
suka menjawab, aku tak mau berdebat. Siapa diriku pasti akan terjawab. Siapa
diri kita pasti akan tersingkap. Mengapa hidup berteka-teki. Kalau kau suka
menjawab aku akan menuruti."
Sepasang mata Sabai Nan Rancak tampak membesar dan rahangnya yang tertutup kulit
menggembung. Ini satu pertanda bahwa dia mulai jengkel.
"Orang bercadar, apakah kau tak bisa bicara wajar. Tidak terus-terusan berpantun
atau bersyair yang terdengar asing di telingaku!"
Wajah di balik cadar tersenyum. "Manusia dilahirkan menurut kodratnya yang telah
ditentukan dan menjadi bagian dirinya. Lingkungan dan perjalanan hidup
mempengaruhi dan membentuk pribadinya. Menunjukkan keaslian diri pribadi adalah
lebih baik dari pada berpura-pura...."
"Kalau kau berkata begitu, mengapa kau justru menunjukkan sifat berpura-pura.
Tidak mau mengatakan siapa dirimu sebenarnya." Bertanya Sabai Nan Rancak dengan
suara gusar. "Aku tidak berpura-pura. Diri ini tidak bisa mengada-ada. Pada saatnya semua
akan terbuka. Tapi apakah pintu bisa terbuka kalau tak ada kunci pelaksana.
Nenek Sabai Nan Rancak, justru dirimulah yang menjadi kunci pembuka. Apakah kau
sudi menerima?"
"Aku manusia hidup! Bukan benda mati! Bukan sebuah kunci!" Suara Sabai Nan
Rancak mengeras. "Kau cari saja kunci yang lain! Aku merasa menyesal datang
memenuhi undanganmu. Urusanku banyak yang lebih penting!" Habis berkata begitu
Sabai Nan Rancak hendak memutar tubuh. Namun gerakannya tertahan ketika
mendengar suara Iblis Pemalu.
"Kalau ada yang mau mendengar biar badan buruk ingin bicara agar aku tidak malu!
Kalau ada yang tidak mau mendengar biar aku lebih dulu angkat kaki dari sini
supaya tidak malu!"
"Apa yang hendak kau ucapkan"!" tanya Sabai Nan Rancak.
"Aku harap kalian tidak malu mendengarkan!" jawab Iblis Pemalu. Dua tangannya
tetap tak beranjak dari menutupi wajahnya. "Setinggi langit tak ada yang lebih
tinggi dari Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
akal manusia. Aku tidak malu bilang begitu! Sedalam lautan tidak sedalam rahasia
kehidupan! Aku juga tidak malu berkata begitu. Tapi aku merasa malu sekali
mengatakan yang ini. Kenapa banyak manusia bertinggi hati berendah budi. Kalau
sampai rahasia tidak tersingkap hanya karena bertahan pada keangkuhan pribadi,
jangan salahkan jika umat sedarah sedaging saling berbunuh sebelum kiamat!"
"Iblis Pemalu! Ucapanmu aneh tapi tajam! Apa maksudmu"!" hardik Sabai Nan
Rancak. "Apa memalukan bagimu kalau menceritakan apa hubungan dan sangkut paut dirimu
dengan gadis bernama Puti Andini itu" Kalau aku jadimu aku tidak akan merasa
malu menerangkan."
Rahang Sabai Nan Rancak kembali menggembung.
"Aku diminta datang ke tempat ini! Tujuan pertemuan ini masih jauh dari jelas.
Dia sebagai tuan rumah malah mengajak aku bicara tak karuan! Menutupi siapa
dirinya sendiri.
Tapi berusaha hendak menelanjangi diriku dengan pertanyaan-pertanyaan yang
bukan-bukan!"
"Tamu yang diundang memang tidak harus dibuat malu. Tapi tuan rumah yang berniat
baik juga kurang pantas dipermalukan. Apa susahnya menjawab pertanyaannya.
Apa itu satu hal yang memalukan?"
"Aku jauh lebih tua dari dirinya. Kurasa aku cukup pantas untuk mengetahui siapa
dirinya lebih dulu dan apa tujuan sebenarnya pertemuan ini!" jawab Sabai Nan
Rancak. Iblis Pemalu tertawa pendek. "Nenek," katanya. "Bagaimana kau tahu lebih tua
dari orang bercadar dan berpakaian kuning ini" Apa kau pernah melihat wajahnya"
Apa kau tidak merasa malu mengatakan sesuatu yang kau sebenarnya tidak yakin?"
Mulut Sabai Nan Rancak tampak memencong dan tenggorokannya turun naik Matanya
memandang ke wajah yang tertutup cadar. Dia coba memperhatikan dua tangan orang
itu. Tapi terlindung di balik lengan baju yang panjang menjulai. Dia memandang
ke bawah. Dua kaki orang ini juga tertutup oleh kaki celana yang gombrang
menjela tanah. Dia tak bisa menemukan bukti-bukti bahwa orang berpakaian serba
kuning itu lebih tua atau lebih muda dari dirinya.
"Baik!" Tiba-tiba Sabai Nan Rancak membuka mulut. "Aku tidak akan memaksanya
menerangkan siapa dirinya. Antara kita berdua adalah sama-sama tamu! Sekarang
aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri! Siapa dirimu adanya!"
Saking kagetnya mendengar pertanyaan si nenek, Iblis Pemalu sampai tertegak dari
jongkoknya di atas gundukan tanah berumput.
* * * DUA Untuk beberapa lamanya Iblis Pemalu dan Sabai Nan Rancak sama-sama tegak saling
melontar pandang. "Ini sungguh aneh. Sungguh memalukan! Kalian berdua saling
berdebat, mengapa aku yang kena getah! Jadi korban pertanyaan memalukan!" Iblis
Pemalu akhirnya buka suara.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jadi seperti manusia bercadar itu kau juga tidak mau memberi tahu siapa
dirimu!" ujar Sabai Nan Rancak seraya dongakkan kepala sedikit dan rangkapkan dua tangan
di depan dada. "Bukan aku malu mengatakan siapa diriku. Bukan aku malu menerangkan asal-usul
diriku! Tapi aku tidak mau mendahului tuan rumah! Aku merasa ini belum saatnya.
Aku menduga ada orang lain yang lebih patut mengatakannya! Orang itu pasti tidak
malu menjelaskan semuanya.... Dia saksi yang punya seribu bukti!"
"Siapa orang yang kau maksud! Apa yang mau dijelaskannya"!" tanya Sabai Nan
Rancak dengan suara keras dan mata membelalak.
Iblis Pemalu tidak menjawab pertanyaan si nenek melainkan berpaling pada orang
bercadar kuning. Lalu berkata. "Aku yakin kau pun merasa malu menjelaskan.
Karena belum saatnya!"
"Kalian ini bicara apa"!" Membentak Sabai Nan Rancak. "Aku diminta datang ke
tempat ini. Setelah aku berada di sini kalian bicara tidak karuan! Kalian semua
orang-orang gila atau bagaimana" Mungkin sengaja memancing aku datang ke sini
dengan maksud jahat tersembunyi"! Jangan berani mempermainkan Sabai Nan Rancak.
Aku bisa membunuh kalian semudah aku membalikkan telapak tangan!" Habis berkata
begitu si nenek buka kancing mantel hitamnya satu persatu.
"Aku tahu.... Aku tahu! Aku malu, sangat malu! Kau dikenal sebagai nenek sakti
dari puncak Singgalang! Malah sekarang kau mengenakan Mantel Sakti. Membekal
Mutiara Setan. Walau dua benda sakti itu bukan milikmu! Aku malu! Aku malu!"
Wajah Sabai Nan Rancak berubah kelam. Dia bergerak mendekati Iblis Pemalu. Jari-
jari tangannya terkepal. Namun orang bercadar cepat menghadang.
"Tidak ada orang yang bicara tak karuan. Jangan merasa dirimu dipermainkan.
Siapa pula yang memancing dengan maksud jahat tersembunyi. Juga tak ada orang
gila di tempat ini!"
"Aku muak mendengar segala syair dan pantunmu!"
"Aku malu melihat sikapmu!" Menukas Iblis Pemalu. Lalu dia berpaling pada si
cadar kuning. "Jika nenek ini tidak sabaran dan tidak mau mengerti katakan saja
padanya semua yang kau ketahui tentang dirimu, diriku, dirinya dan diri gadis
bernama Puti Andini itu! Tapi agar aku tidak malu, sebelum kau mengatakan biar
aku angkat kaki dulu dari tempat ini!"
"Iblis Pemalu, tunggu!" berseru si cadar kuning. "Apapun yang akan aku katakan
kau harus tetap di sini!" Lalu dia berpaling pada Sabai Nan Rancak. "Orang
bijaksana pandai menahan diri. Orang cerdik tahu membaca pikiran. Kalau kau
memaksa diri. Maka kau hanya akan menerima sebagian. Sisanya terpaksa kau
telusuri sendiri. Nenek Sabai Nan Rancak, dalam hidupmu apakah kau pernah punya
suami?" Terkejutlah Sabai Nan Rancak mendengar pertanyaan yang tidak tersangka-sangka
itu. "Pertanyaan gila apa pula ini"! Urusan pribadiku mengapa kau selidiki!"
"Alam terkembang tapi dunia seolah kelam. Puluhan tahun rahasia mencekam.
Apakah manusia masih tetap hendak bertahan. Menyimpan segala tanya hati dan
ratap perasaan. Pertemuan ini tidak mengarah diri pribadi. Urusan yang ada
menyangkut ikatan diri. Kalau rahasia hendak diungkap, mengapa tak mau diajak
mufakat" Seperti kataku tadi kunci semua persoalan ini ada di tanganmu. Kalau
tak ada sepotong keterangan pun yang kudapat darimu mana mungkin persoalan bisa
diramu...."
Sabai Nan Rancak terdengar menggerendeng panjang pendek. Dia melirik pada Iblis
Pemalu dan kembali ingat peristiwa di tanjung tempo hari. Kalau tak mau
dikatakan curiga, Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
saat itu sebenarnya si nenek telah menaruh kesan bahwa antara dia dengan iblis
Pemalu ada satu hubungan yang sangat dekat tapi keadaan membuatnya terasa begitu
jauh. Sabai Nan Rancak terdiam beberapa lamanya. Mulutnya tampak berkomat-kamit.
"Baik, aku akan menjawab. Aku memang pernah punya suami. Tapi manusia itu justru
sedang aku cari untuk dibunuh!"
"Soal bunuh membunuh adalah soal kedua. Soal pertama ingin kutanyakan apakah
suamimu itu berpunya nama?" Bertanya si cadar kuning.
"Namanya Sukat Tandika!" jawab Sabai Nan Rancak.
Si cadar berpaling pada Iblis Pemalu. Saat itu si pemuda juga memandang ke
arahnya. "Aku malu bicara. Tapi aku harus ikut bertanya. Apakah suamimu itu punya gelar?"
Bertanya Iblis Pemalu.
"Jangan sebut bangsat itu suamiku! Kami tidak punya hubungan apa-apa lagi! Aku
benar-benar ingin membunuhnya!" Berteriak Sabai Nan Rancak.
"Aku mengerti kalau kau tenggelam dalam perasaan. Namun pertanyaan menunggu
jawaban," kata orang bercadar pula.
"Bangsat tua itu dikenal dengan julukan Tua Gila!" Menerangkan Sabai Nan Rancak.
"Dari hubungan kalian sebagai suami istri apakah kailan berpunya anak?"
"Orang bercadar! Pertanyaanmu sudah keliwatan. Aku tak mau menjawab!"
"Nek, aku malu melihat sikapmu. Bagimu apakah memalukan menjawab pertanyaan
orang" Berdebat sampai malam dan sampai pagi lagi tak ada gunanya. Jika urusan
mau cepat selesai harap kau jangan berlaku memalukan. Jawab saja pertanyaan
orang itu. Kelak kau nanti akan tahu apa tujuannya. Semua bukan untuk kebaikan
kita saja. Tapi juga beberapa orang lain yang tidak hadir di tempat ini! Ayo
Nek. Bersikaplah bijaksana. Jangan memalukan begitu!"
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sabai Nan Rancak menyeringai buruk. "Enak dan pandainya kau bicara! Kau sendiri
apa sudah pernah punya istri" Siapa nama istrimu! Apa kau juga punya anak" Siapa
nama anakmu!"
"Aku tidak malu menjawab! Aku belum punya istri. Jadi tidak mungkin punya anak!
Kalau aku belum kawin tapi punya anak bukankah memalukan"!"
Sabai Nan Rancak tampak bersungut-sungut mendengar ucapan Iblis Pemalu itu. Dia
ingat sesuatu. Waktu di tepi pantai dulu, sebelum berpisah ada satu perasaan
aneh yang membuatnya ingin memeluk Iblis Pemalu. Tapi orang itu menampik untuk
dipeluk. Sepasang mata si nenek membesar. "Kalau kau tidak punya istri apakah kau punya
suami"!"
"Eh...!" Suara Iblis Pemalu tercekat. Tangan kirinya hampir saja diturunkan
saking kaget mendengar kata-kata si nenek. Namun dia cepat menguasai diri.
Setelah tertawa cekikikan dia berkata. "Sungguh ucapanmu memalukan! Aku seorang
laki-laki mana mungkin punyakan suami! Memangnya aku ini manusia banci"
Memalukan! Ha... ha... ha!"
Orang bercadar memberi isyarat agar Iblis Pemalu hentikan tawanya. Lalu dia
berkata pada Sabai Nan Rancak.
"Nenek Sabai, kuharap kau tidak berkeberatan memberikan jawaban. Dari
perkawinanmu dengan Sukat Tandika alias Tua Gila apakah kau punya anak atau
tidak harap jelaskan."
Si nenek meludah ke tanah. Mukanya yang keriputan tampak tambah berkerut.
"Menjijikkan! Betapa bodohnya aku! Aku memang punya anak. Satu. Perempuan.
Untung cuma satu!" Sabai Nan Rancak kembali meludah melampiaskan perasaannya.
"Terima kasih kau mau memberi tahu. Siapakah nama anakmu itu. Di mana gerangan
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dia sekarang?"
"Anak itu sudah meninggal. Mati tak lama setelah dia melahirkan."
Sepasang mata orang bercadar menatap tajam pada Sabai Nan Rancak. Lalu dia
berkata. "Malangnya nasibmu. Malangnya nasib anakmu! Jika benar anakmu sudah berpulang,
di mana letak makamnya gerangan?"
Sabai Nan Rancak tidak segera menjawab. Dia balas menatap lekat-lekat ke arah
wajah orang yang tertutup cadar. Pandangannya beradu dengan sepasang mata orang
itu. Untuk kesekian kalinya getaran aneh mendebari dada si nenek. "Di mana makam atau
kuburnya aku tak pernah tahu...."
"Nenek Sabai. Kau yakin anakmu itu benar-benar sudah mati" Seyakin kau melihat
hitam di atas putih?"
Sabai Nan Rancak terdiam sesaat. "Terus terang aku memang tidak pernah
mengetahui di mana dia dimakamkan. Tapi yang jelas di Pulau Andalas."
"Jawabanmu meluncur tegas. Seolah tak ada penyesalan atau pun rasa memelas.
Bagaimana mungkin seorang ibu tidak tahu makam anak tercinta?"
Darah Sabai Nan Rancak kembali naik mendengar ucapan orang. Ini kentara dari apa
yang dikatakannya. "Urusan diriku dengan kematian anakku apa sangkut pautnya
dengan dirimu"!"
"Justru di situlah letak kunci rahasia. Lebih banyak hal nyata yang terungkap
lebih cepat rahasia terbuka," jawab orang bercadar.
"Kau belum menyebutkan siapa nama anakmu itu, Nek! Tak usah malu-malu
mengatakan." Iblis Pemalu membuka mulut.
"Orangnya sudah mati! Perlu apa diberi tahu!" jawab Sabai Nan Rancak jengkel.
"Harimau bisa mati. Belangnya tetap tertinggal.
Manusia boleh mati. Rahasia hidupnya akan terus tertinggal. Terserah orang yang
ditinggal. Apakah akan mencari manfaat. Atau mudarat!"
"Katakan saja Nek. Tak usah malu! Aku yakin nama anakmu tidak buruk!" kata Iblis
Pemalu pula. Sabai Nan Rancak dongakkah kepala. Lama dia seolah menatap sesuatu di langit
lepas di atas sana. Perlahan-lahan kepalanya ditundukkan. Kini dia seperti
memandangi ujung kakinya sendiri. Lehernya yang keriput turun naik. Dadanya
berdebar menahan gejolak. Sudah lama sekali dia tidak pernah menyebut nama itu.
Kini di saat dia hendak mengatakan seolah dia hendak memuntahkan batu berapi
dari dalam mulutnya.
"Nek, kau mau mengatakan atau tidak. Hari semakin sore. Jangan malu. Makin cepat
kau mengatakan makin lekas kau terbebas dari tekanan bathin!"
Sabai Nan Rancak palingkan kepalanya ke arah Iblis Pemalu. "Kau benar..."
katanya perlahan. "Tekanan bathin telah mendera hidupku selama lebih dari enam
puluh tahun. Anakku itu bernama Andam.... Andamsuri...."
Orang bercadar tiba-tiba putar tubuhnya. Kepalanya tertunduk dan sekujur
tubuhnya tampak bergetar. Iblis Pemalu mendongak ke langit. Dadanya tampak
berguncang-guncang.
Dari sela-sela jarinya ada tetesan air mengalir.
"Dia tidak malu menyebutkan nama anaknya! Orang bercadar agaknya sekarang
giliranmu menyingkap tabir dirimu sendiri!"
"Nama sudah terucap jelas. Namun perlu bukti tuntas. Nenek Sabai, kami inginkan
satu bukti. Bahwa Andamsuri adalah anakmu pasti...."
Baru saja orang bercadar mengucapkan kata-kata itu sekonyong-konyong ada suara
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lain menjawab. "Tak ada kepastian di dunia ini! Kecuali maut!"
Lalu sesosok tubuh berkelebat dan tegak lima langkah di hadapan Sabai Nan
Rancak. Orang yang barusan datang ini keluarkan suara tawa membahana!
* * * TIGA Datuk Tinggi Raja Di Langit! seru Sabai Nan Rancak dengan suara bergetar lalu
bersurut sampai tiga langkah. "Salah! Gelarku sekarang adalah Jagal Iblis Makam
Setan! Ha... ha... ha...!"
Walau Sabai Nan Rancak adalah orang yang paling terkejut namun Iblis Pemalu dan
orang bercadar kuning tak kalah kaget serta ngerinya.
"Makhluk satu ini pasti muncul meneruskan urusan waktu di pantai, memalukan!"
Membathin Iblis Pemalu.
Si cadar kuning walau tampak tenang tak bergerak namun hatinya menjadi tak enak.
"Pertemuan telah kuatur lama. Munculnya makhluk berhala ini akan merusak
suasana. Rahasia besar belum sempat tersingkap. Keadaan bakal bertambah gelap!" Begitu si
cadar kuning membathin. Dia tidak dapat memastikan apakah sosok di depannya ini
manusia atau hantu lembah.
Seperti si cadar kuning, Sabai Nan Rancak juga sangat gelisah. "Kurang ajar.
Bagaimana makhluk celaka ini bisa muncul di tempat ini!" ujar Sabai Nan Rancak
dalam hati. "Urusan besar masih gelap. Kemunculannya akan membuat perkara jadi
kapiran!" Diam-diam dia menjadi tegang karena sebelumnya dia telah menyaksikan sendiri
keganasan sepasang kaki kakek sakti yang pernah menjadi momok nomor satu dalam
dunia persilatan di Pulau Andalas itu.
"Makhluk celaka memalukan! Busuknya seperti lobang kakus!" membathin Iblis
Pemalu. Dia tekap mukanya erat-erat dengan kedua tangannya sedang dua matanya
memandang melotot. Jari-jari kelingking dibengkokkan untuk menutupi lobang
hidung. Orang ini berdiri tidak seperti manusia biasa adanya. Kakinya berada di atas
sedang yang menjejak tanah adalah dua telapak tangannya. Tubuhnya kurus kering,
menebar bau busuk dan terbungkus oleh pakaian penuh robek nyaris hancur.
Wajahnya yang seram dengan dua rongga mata terpuruk, taring dan gigi besar
mencuat. Wajahnya yang cekung di kedua pipi sebagian tersembunyi di balik
kelebatan kumis, janggut, cambang bawuk dan rambut panjang kotor riap-riapan.
Yang menambah kengerian pada sosok orang ini adalah sepasang kakinya. Sepasang
kaki itu sebatas lutut ke bawah, sampai ke ujung jari-jari kaki berwarna putih
menggidikkan karena hanya tinggal tulang tak terlapis daging atau kulit sedikit
pun! Dua tulang kaki ini berbentuk sangat pipih hingga tidak beda dengan
sepasang pedang bermata luar biasa tajam! (Siapa adanya orang ini harap baca
Episode sebelumnya berjudul Jagal Iblis Makam Setan)
"Sabai! Dunia ini terlalu sempit untuk kita berdua!". Orang yang mengaku
berjuluk Jagal Iblis Makam Setan berkata dengan suara keras membahana. Setiap
mulutnya terbuka, rambut, janggut serta kumis yang menutupi wajahnya bersibak
melambai bergoyang-goyang. "Karena itu kematian tak terelakkan menjadi bagianmu!
Namun sebelum mampus harap kau segera menanggalkan Mantel Sakti, menyerahkannya
padaku. Juga Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mengembalikan sekantong Mutiara Setan milikku! Kau tidak tuli, kau mendengar!
Jadi jangan mengumbar berbagai dalih!"
Sabai Nan Rancak tampak tegang sesaat. Begitu dia bisa menguasai diri maka
seringai buruk tersungging di mulutnya. Dari hidungnya keluar suara mendengus.
"Makhluk busuk compang-camping! Aku maklum otakmu tidak waras. Jadi tidak salah
kalau kau sampai kesasar dan bicara ngacok di tempat ini!"
Jagal Iblis Makam Setan yang dulunya adalah salah seorang tokoh silat golongan
hitam di Pulau Andalas dikenal dengan julukan Datuk Tinggi Raja Di Langit
tertawa gelak-gelak. Sepasang kakinya yang tinggal tulang memutih digoyang-
goyang hingga mengeluarkan suara angker bersiuran. (Untuk lebih jelas siapa
adanya Datuk Tinggi Raja Di Langit, riwayatnya bisa dibaca dalam serial berjudul
Makam Tanpa Nisan)
"Sabai Nan Rancak! Belum mampus kau sudah jadi setan penasaran yang bicara tak
karuan! Tadi aku sudah bilang jangan berusaha mencari dalih! Lekas kau serahkan
barang-barang milikku! Mantel Sakti dan Mutiara Setan! Atau mungkin kau ingin
aku mengambil dua benda itu setelah kau menjadi mayat tak berguna"!"
Si nenek kembali keluarkan suara mendengus. "Kau bukan saja bicara melantur!
Tapi juga pembohong dan penipu busuk! Apa kau lupa Mantel Sakti dan Mutiara
Setan kau serahkan padaku dengan ikhlas sebagai ganti balas aku mengeluarkan
dirimu hingga bebas dari pendaman kuburan batu"! Sekarang kau bukan saja
mengungkit-ungkit kisah yang sudah basi tapi juga mengumbar cerita palsu! Aku
tidak segan-segan mengembalikan Mantel Saktimu, tapi mungkin kau tak punya
kesempatan. Mantel Sakti ini akan menghancurkan tubuhmu yang kurus kering
sebelum kau sempat menyentuhnya!"
Habis berkata begitu Sabai Nan Rancak membuat gerakan seperti hendak membuka
mantel hitam yang dikenakannya.
"Begitu" Alangkah hebatnya! Ha... ha... ha!" Jagal Iblis Makam Setan tertawa
terkekeh. Kakinya kembali digoyang-goyangnya. "Aku mau lihat! Aku mau lihat!"
"Benar-benar memalukan! Semua jangan ada yang berani bergerak!" Tiba-tiba Iblis
Pemalu berteriak.
Kepala Jagal Iblis Makam Setan yang tergantung di antara dua tangannya yang
menjejak tanah berpaling. "Hemmm.... Pemuda berotak miring! Kau juga ada di
sini! Rupanya sudah terniat dalam otak bodohmu akan ikut mampus bersama nenek calon
bangkai itu!"
"Memalukan! Tidak tahu apa-apa enak saja bilang aku gila berotak miring! Kau
sendiri mungkin lahir kurang hari hingga hidup kaki ke atas kepala ke bawah!
Manusia sepertimu ini biasanya lahir tanpa biji! Kalau berak pasti dari mulut
bukan dari anus!
Memalukan sekali! Hik... hik... hik!"
Merah padam tampang Jagal Iblis Makam Setan. Dari tenggorokannya keluar jeritan
melengking. Tubuhnya melesat ke udara. Ketika turun lagi ke tanah maka dia
berdiri bagaimana wajarnya yakni dengan dua kaki menginjak tanah! Kini wajahnya
terlihat lebih jelas. Seram angker menggidikkan.
"Pemuda anjing! Kau pasti terlahir dari bapak iblis ibu setan!" bentak Jagal
Iblis Makam Setan.
Iblis Pemalu keluarkan suara bersiul lalu tertawa gelak-gelak. "Kalau iblis dan
setan bisa kawin, sungguh memalukan! Apakah kau pernah melihat setan dan iblis
berhubungan badan"! Hik... hik... hik! Kalau kau mampu melihat berarti kau bukan
manusia! Tapi anak hantu yang keluar dari pantat setan! Hik... hik... hik!"
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jahanam! Jaga lehermu!" Teriak Jagal Iblis Makam Setan. Tubuhnya melesat ke
udara. Seperti tadi kepalanya kembali berada di sebelah bawah dan dua kaki
mengapung di udara. Manusia angker Ini keluarkan satu pekikan dahsyat. Bersamaan
dengan itu tubuhnya melesat ke arah Iblis Pemalu. Dua kakinya laksana gunting
raksasa berkiblat mengeluarkan cahaya menggidikkan. Membuat gerakan memancung.
Yang di arah adalah batang leher Iblis Pemalu. Gerakan serangan ini bukan saja
aneh tetapi luar biasa cepatnya.
"Claak!"
"Claak!"
Sambaran sepasang kaki mengeluarkan suara seperti gerakan gunting raksasa.
Sabai Nan Rancak terkesiap melihat aneh dan ganasnya serangan Jagal Iblis Makam
Setan. Orang bercadar kuning tersentak kaget. Belum pernah dia melihat ada orang
yang mempergunakan sepasang tulang-tulang kakinya sebagai dua senjata mengerikan
begitu rupa. "Kalau makhluk jahanam ini tidak dicegah urusan besar bisa sia-sia!" membathin
si cadar kuning. Maka dia segera kebutkan lengan baju kuningnya.
"Wuss!"
Sinar kuning menderu ke arah Jagal Iblis Makam Setan, menyambar dari samping.
Sabai Nan Rancak tidak tinggal diam. Tenaga dalam sudah disiapkan sejak tadi di
tangan kanan. Begitu melihat orang bergerak maka dia segera menghantam, lepaskan pukulan sakti
Kipas Neraka. Selarik sinar merah menyambar ganas dan panas. Setengah jalan
sinar ini mengembang seperti kipas hingga ruang serangannya menjadi lebih luas.
Selama ini jarang orang bisa selamat menghadapi pukulan sakti ini.
Iblis Pemalu, orang yang mendapat serangan langsung dari Jagal Iblis Makam Setan
tentu saja tak tinggal diam. Begitu melihat sepasang kaki yang aneh
menggidikkan, keganasan cara menyerang yang mengeluarkan deru angin keras,
pemuda ini segera maklum. Leher atau bagian tubuhnya yang lain akan tergunting
putus dan nyawanya pasti amblasi
"Memalukan! Iblis menyerang iblis!" seru iblis Pemalu. Kedua kakinya ditekuk.
Tubuhnya jatuh punggung di tanah. Dua kaki tinggal tulang berbentuk sepasang
pedang yang menggunting lewat di atas tubuhnya.
"Claaakk!"
"Craasss!"
"Kraaakkk!"
Semua mata terbelalak.
Iblis Pemalu yang masih tertelentang di tanah merasakan tengkuknya laksana
diguyur es! Akibat serangannya tidak menemui sasaran, tubuh Jagal Iblis Makam Setan melesat
di atas Iblis Pemalu. Sepasang kakinya terus menyambar ke arah pohon yang besar
batangnya hampir tiga kali paha manusia.
Dua tulang kaki yang pipih setajam pedang berkelebat dahsyat dalam gerakan
menggunting. Batang pohon putus rata laksana disambar petir!
Bagian atasnya tumbang dengan suara menggemuruh! Sabai Nan Rancak dan iblis
Pemalu yang sebelumnya sudah pernah menyaksikan keganasan sepasang kaki Jagal
Iblis Makam Setan itu masih merasa merinding. Apalagi si cadar kuning.
"Memalukan! Pohon tak bersalah mengapa ditebang!" berteriak Iblis Pemalu. Dia
kerahkan tenaga dalamnya ke punggung. Secara aneh tubuhnya naik dalam keadaan
seperti Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berbaring. Lalu tiba-tiba kaki kanannya melesat ke atas, menghantam ke lambung
Jagal Iblis Makam Setan. Gerakan pemuda ini luar biasa cepatnya. Jangankan perut
manusia, batu besar pun akan hancur kena hantamannya!
Saat itu Jagal Iblis siap memutar tubuh untuk melompat turun ke tanah. Namun hal
itu tak bisa dilakukannya. Bukan saja karena dia harus selamatkan diri dari
serangan kaki yang bisa menjebol perutnya. Tapi juga karena di saat yang hampir
bersamaan serangan si cadar kuning dan Sabai Nan Rancak datang hampir
berbarengan! Sinar kuning dan sinar merah menyambar dahsyat dari dua arah!
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara meraung seperti anjing melolong. Ujung
jari-jari kaki kirinya ditusukkan ke batang pohon. Lalu kaki kanan bergerak
menebas dengan cepat. "Crasss!" Batang pohon putus. Bersamaan dengan itu kaki
kiri ikut bergerak melemparkan potongan batang kayu. Potongan batang kayu
melesat ke bawah menghantam ke arah Iblis Pemalu!
"Gila memalukan!" teriak Iblis Pemalu ketika melihat potongan batang kayu yang
beratnya hampir lima puluh kati itu jatuh tepat di atas kepalanya!
"Memalukan! Kepalaku hendak dibikin rengkah!" kembali Iblis Pemalu berteriak.
Sambil melontarkan tubuhnya ke samping dia hantamkan tangan kanannya ke atas.
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tangan kiri terus menutupi wajah. "Wuttt!"
Satu gulungan sinar putih aneh melesat ke atas. Luar biasanya pukulan sakti ini
bukan memukul untuk membuat mental atau menghancurkan potongan besar batang
pohon. Tapi laksana seutas tali besar sinar itu menggulung kutungan batang
pohon. Iblis Pemalu keluarkan suitan keras. Tangan kanannya disentakkan. "Wuuttt!"
Batang pohon tertarik keras. Melesat ke samping. Menghantam Jagal Iblis Makam
Setan. Di saat yang sama sinar kuning dan sinar merah pukulan sakti yang
dilepaskan si cadar kuning serta Sabai Nan Rancak menderu.
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara seperti anjing melolong. Kedua kaki
tulangnya bergerak cepat. Membabat, menusuk dan menggunting. Suara "claakk...
claakk... clakkk terdengar tak berkeputusan. Dalam waktu singkat sepasang kaki itu telah
membuat hampir enam puluh gerakan! Apa yang terjadi sungguh luar biasa.
Batang kayu besar berubah menjadi potongan-potongan kecil puluhan banyaknya.
Bertaburan di udara. Lalu terdengar suara orang meniup.
Puluhan keping batang kayu melanda ke arah Iblis Pemalu. Bagaimana pun hebat dan
cepatnya gerakan pemuda aneh ini tidak mungkin dia sanggup mengelakkan demikian
banyak kepingan kayu yang siap menancapi tubuhnya mulai dari kepala sampai ke
kaki. * * * EMPAT Iblis Pemalu tekap wajahnya kuat-kuat dengan dua telapak tangan. Sepasang
matanya melirik ke kiri lalu ke kanan. Dalam keadaan kritis begitu rupa dia
seperti tidak acuh menghadapi bahaya maut. Tapi pemuda ini sebenarnya sudah
memperhitungkan.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jagal Iblis! Seranganmu boleh juga! Tapi sia-sia! Memalukan! Ada dua sahabat
menolong diriku! Lihat saja!"
Habis berseru begitu Iblis Pemalu berjungkir balik di udara. Lalu tubuhnya
menukik ke bawah. Saat itulah sinar kuning serangan si cadar kuning dan cahaya
merah pukulan sakit Kipas Neraka yang dihantamkan Sabai Nan Rancak sampai.
"Wusss!"
"Wusss!"
Sinar kuning dan cahaya merah beradu dahsyat di udara. Kilatan cahaya api
mencuat setinggi lima tombak, menebar mendatar seputar tiga tombak setelah lebih
dahulu mengeluarkan suara berdentum laksana gunung meletus. Lembah Merpati
seolah lenyap ditelan kobaran api dan kepulan asap.
Jagal Iblis Makam Setan melolong keras. Tubuhnya terhempas ke sebatang pohon
lalu terpental sejauh tiga tombak dan jatuh menyangsrang di serumpunan semak
belukar. Sabai Nan Rancak terpental ke udara. Ketika jatuh ke bawah dia bergerak cepat.
Berusaha mengimbangi diri agar tidak terhempas. Namun gelegar bentrokan dua
kekuatan sakti membuat dia seolah kehilangan bobot dan akhirnya terbanting ke
tanah tak berapa jauh dari tempat menyangsrangnya Jagal Iblis. Dia cepat bangkit
berdiri. "Memalukan! Gila!
Betul-betul memalukan!" teriak pemuda itu berulang kali. Dia berdiri satu tangan
masih menutupi wajah, satu tangan lagi menepuki pantat celana dan punggung baju
hitamnya yang kotor oleh tanah dan debu. Saat itulah baru disadarinya kalau dua
keping pecahan pohon menancap di tubuhnya. Satu di lengan kiri, satu lainnya di
bahu kiri. Iblis Pemalu cepat gerakkan tangan kanan untuk mencabut kepingan-
kepingan kayu itu. Ada bercak darah pada pundak kirinya pertanda cidera.
Ketika dentuman menggelegar dan Lembah Merpati dilanda goncangan hebat, Sabai
Nan Rancak merasakan sekujur tubuhnya laksana mau amblas ke dalam tanah. Nenek
ini cepat kerahkan tenaga dalam. Namun tak urung lututnya terlipat. Kedua
kakinya laksana dibetot ke bawah. Tubuhnya jatuh terduduk. Perempuan tua ini
berusaha segera bangkit.
Tapi dia kembali jatuh terduduk. Mukanya tampak merah mengelam. Bukan saja
karena marah tapi lebih dari itu oleh rasa malu yang amat sangat. Tadi dia
menyaksikan sendiri walau cidera namun begitu jatuh Iblis Pemalu mampu dengan
cepat bangkit kembali. Berarti pemuda itu memiliki tingkat kekuatan yang tidak
berada di bawahnya. Lalu saat itu dia juga menyaksikan bagaimana orang bercadar
kuning sanggup bertahan hingga tidak jatuh atau rubuh ke tanah walau sekujur
tubuhnya tampak bergetar dan dia memegangi cadarnya agar tidak terlepas. "Orang
berpakaian dan bercadar kuning itu..." ujar Sabai Nan Rancak dalam hati. "Dia
benar-benar luar biasa. Sanggup bertahan hingga tidak roboh.... aku harus segera
mencari tahu siapa dia sebenarnya! Tapi iblis penghalang satu itu harus
kusingkirkan dulu!"
Si nenek berpaling ke arah semak belukar di atas mana Jagal Iblis Makam Setan
terpuruk. Terkejutlah Sabai Nan Rancak. Saat itu si kakek iblis berpakaian
hancur kumal itu telah berdiri di atas semak belukar. Walau tubuhnya kurus
kering namun sulit diterima akal ada orang bisa tegak seperti yang dilakukannya.
"Bangsat ini memiliki ilmu meringankan tubuh luar biasa. Tidak heran kalau dia
mampu pergunakan sepasang kaki untuk menyerang. Benar-benar berbahaya. Agaknya
aku terpaksa mengatur siasat agar urusan besar bisa diselesaikan. Kalau rahasia
itu tidak tersingkap rasanya aku akan penasaran sampai ke liang kubur...." '
Di atas semak belukar Jagal Iblis Makani Setan umbar tawa mengekeh. "Batang
pohon sanggup kutabas. Potongan batang mampu kucacah jadi puluhan keping! Apakah
tubuh-tubuh kalian lebih atos dan kuat dari pohon"! Ha... ha... ha!"
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Saat itu Sabai Nan Rancak membuat gerakan membuka Mantel Sakti yang
dikenakannya. Melihat hal ini si Jagal Iblis semakin keras tawanya. Sambil
menuding dengan tangan kiri ke arah si nenek, dia berkata.
"Bagus Sabai! Ternyata kau tidak setolol yang aku duga! Kembalikan Mantel
Saktiku secara baik-baik. Juga sekantong Mutiara Setan! Begitu dua benda sakti
itu berada di tanganku aku anggap habis semua perkara!"
"Aku membuka mantel bukan untuk menyerahkan padamu! Tapi dengan mantel ini aku
akan membunuhmu!" jawab Sabai Nan Rancak dengan seringai mengejek.
Jagal Iblis Makam Setan kembali tertawa. "Kalau begitu kau benar-benar dungui
Kau tahu tingginya puncak Singgalang. Dalamnya danau Singkarak! Dan kau hendak
menantang semua itu! Ha... ha... ha...! Hari ini aku untung besar. Membunuhmu
dan juga dapatkan kembali dua senjata sakti milikku!"
Jagal Iblis melolong keras. Tubuhnya melesat ke udara. Ketika menukik sepasang
kakinya berada di sebelah bawah, menyambar ke arah si nenek.
"Claaakkk.... claakkk... clakk!" Dua kaki yang pipih laksana pedang membuat
gerakan menggunting.
"Tahan!" Tiba-tiba Sabai Nan Rancak berseru sambil angkat tangan kanannya
pertanda bahwa .setiap saat tangan itu serta merta bisa menghantamkan pukulan
sakti Kipas Neraka.
Di udara Jagal Iblis membuat gerakan berjungkir balik. Di lain kejap dia tahu-
tahu sudah berdiri dua langkah dari hadapan. Sabai Nan Rancak. Dua telapak
tangan menjejak tanah sedang sepasang kaki yang berada di atas menyilang di atas
pundak kiri kanan si nenek. Sekali tulang kaki berbentuk pedang pipih itu
membuat gerakan menggunting, maka tak ampun akan amblaslah leher si nenek
terpancung! Si nenek tegak laksana patung, tak berani bergerak bahkan mungkin juga tak
sanggup bernafas lagi. Mukanya yang keriputan sepucat kertas. Tangan kanannya
memancarkan sinar merah. Tapi dia tidak membuat gerakan apa-apa untuk melepaskan
pukulan Kipas Neraka. Sebabnya jika gerakannya menghantam didahului oleh lawan
maka putuslah lehernya!
Iblis Pemalu goleng-golengkan kepala. "Aku malui Benar-benar malu! Dua kaki di
atas bahu. Satu nyawa siap melayang!"
Di tempat lain si cadar kuning walaupun tersentak kaget melihat apa yang terjadi
di depan matanya dan telah menyiapkan pukulan sakti di kedua tangannya namun tak
berani membuat gerakan. Dalam hati dia membathin. "Aku bisa membunuh kakek
jahanam itu. Tapi apakah mungkin selamatkan nyawa nenek satunya itu?"
Jagal Iblis Makam Setan tertawa panjang lalu keluarkan suara seperti lolongan
anjing. Di langit sang surya mulai menggelincir menuju ufuk tenggelam. Keadaan di lembah
redup digantungi ketegangan.
Tiba-tiba Jagal Iblis hentikan tawanya. Lalu dari mulutnya keluar bentakan.
"Sabai! Hari ini kau benar-benar bernasib buruk! Sebelum lehermu kujaga! katakan
apa maumu!"
"Aku seorang yang memegang janji. Bagaimana dirimu!" Si nenek ajukan pertanyaan.
"Aku manusia iblis! Mana mungkin mengadakan perjanjian dengan manusia jelek
sepertimu"! Ha... ha... ha...!"
"Kalau begitu kau sengaja memilih mampus bersama!" ujar Sabai Nan Rancak dengan
suara dan wajah dingin.
"Eh, apa maksudmu"!" hardik Jagal iblis Makam Setan seraya melirik ke tangan
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kanan Sabai Nan Rancak yang saat itu semakin keras memancarkan cahaya merah.
"Maksudku silahkan saja menabas leherku! Tapi apa kau bisa selamat dari pukulan
Kipas Neraka di tangan kananku"! Hik... hik... hik!" Si nenek tertawa cekikikan.
Kini Jagal Iblis yang jadi tercekat. Keningnya mengerenyit. Dagunya bergerak-
gerak. Janggut, kumis dan rambutnya yang terjulai ke tanah bergoyang-goyang.
"Keparat jahanam! Apa kau kira aku takut mati"!"
"Hik... hik... hik! Kalau begitu teruskan niatmu menggunting leherku!" Menantang
Sabai Nan Rancak. Tangan kanannya ditarik sejengkal ke belakang. Pertanda nenek
ini siap menghantam.
Jagal Iblis Makam Setan keluarkan suara menggerendeng. Namun diam-diam saat itu
dia menjadi bimbang. Setelah berpikir cepat maka dia berkata.
"Baik! Katakan apa yang ada dalam benakmu!"
"Aku akan mengembalikan Mantel Sakti dan sekantong Mutiara Setan padamu. Tapi
aku punya syarat.... Bagaimana?"
"Hemmm.... Katakan syaratmu!" ujar Jagal Iblis, pula.
"Setelah kau menerima dua benda sakti itu kau tidak boleh mengganggu diriku.
Juga dua orang yang ada bersamaku saat ini...."
"Syarat mudah! Aku terima!" jawab Jagal Iblis lalu tertawa gelak-gelak.
"Syaratku belum semua kusebutkan! Jangan tertawa dulu!" ujar Sabai Nan Rancak.
"Hemm.... Kau' boleh meneruskan. Tapi kalau syaratmu terlalu banyak jangan harap
aku mau menerima!"
"Begitu kau dapatkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan kau harus segera angkat kaki
dari tanah Jawa ini. Kembali ke Pulau Andalas!"
"Syarat gila! Aku tidak bisa terima! Aku ingin gentayangan dulu cari pengalaman
di tanah Jawa ini! Siapa berahi melarang"!"
"Kalau begitu jangan harap aku akan serahkan Mantel Sakti dan Mutiara Setan!"
jawab Sabai Nan Rancak.
Jagal Iblis tertawa bergelak. Dia melirik ke tangan kanan Sabai Nan Rancak. Si
nenek merasa dua kaki yang bersilang di atas pundaknya menekan memberat. Sebelum
dia tahu apa yang bakal dilakukan lawan tiba-tiba tangan kiri Jagal Iblis
melesat ke atas. Dengan hanya berdiri di atas tangan kanan Jagal Iblis cekal
pergelangan tangan kanan Sabai Nan Rancak dengan tangan kirinya hingga tak
mungkin bagi si nenek untuk melancarkan serangan Kipas Neraka.
"Aku siap menjagal lehermu Sabai! Apa kau sudah ikhlas mati mengenaskan saat ini
juga"!"
Wajah tua keriput Sabai Nan Rancak berubah dan tampak tegang. Pundaknya turun ke
bawah. "Bangsat kau Datuk Tinggi!"
"Gelarku Jagal Iblis Makam Setan!" bentak si kakek berkaki tulang.
"Persetan siapa pun nama dan gelarmu! Saat ini aku mengalah. Tapi lain kali
jangan harap aku mau memberi ampun padamu! Sebaiknya kita tidak perlu bertemu'
lagi. Karena begitu aku melihatmu aku bersumpah akan membunuhmu!"
Jagal Iblis Makam Setan kembali tertawa bergelak.
"Nenek Sabai! Tindakanmu memalukan sekali!. Jangan serahkan Mantel dan Mutiara
Setan itu!" Berteriak Iblis Pemalu ketika dilihatnya si nenek menanggalkan
Mantel Sakti dan mengeluarkan sebuah kantong kain dari balik pakaiannya.
Si cadar kuning ikut tercekat. "Astaga! Apa yang dilakukannya"! Apa tak ada lagi
benak di dalam kepala"! Memberikan dua senjata itu sama saja menciptakan dua
musuh Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
celaka!" Orang ini segera berlalu. "Sabai! Perbuatanmu salah kaprah! Dunia
persilatan akan dilanda bencana!"
"Aku tak ada pilihan lain!" jawab Sabai Nan Rancak dengan suara tercekat.
Jagal Iblis Makam Setan menyeringai. "Lemparkan mantel dan kantong kain itu ke
tanah, di samping kiriku!"
Sabai Nan Rancak ikuti perintah orang. Mantel Sakti dan kantong kain berisi
Mutiara Setan dijatuhkannya ke tanah, satu langkah di samping kiri si kakek
"Aku malu!" teriak Iblis Pemalu. Lalu palingkan muka, menghadap ke jurusan lain
sambil terus menutupi wajahnya dengan dua telapak tangan. "Percaya pada Iblis!
Percaya pada manusia Setan! Benar-benar memalukan!"
Jagal Iblis pencet lengan kanan si nenek. Lalu berkata. "Aku masih merasakan
aliran tenaga dalam. Tangan kananmu masih memancarkan sinar merah! Kau setengah
hati atau masih berharap dapat membokongku dengan pukulan Kipas Neraka?"
Si nenek pelototkan matanya. Jagal Iblis balas membelalak. Akhirnya Sabai Nan
Rancak terpaksa hentikan aliran tenaga dalam ke tangan kanan. Bersamaan dengan
itu sinar merah yang memancar di tangan itu perlahan-lahan meredup dan akhirnya
lenyap sama sekali.
"Bagus!" ujar Jagal Iblis. Perlahan-lahan dia turunkan sepasang kakinya yang
diletakkan di atas bahu kiri kanan si nenek.
Perlahan-lahan Jagal Iblis turunkan kedua kakinya. Masih mencekal tangan kanan
si nenek, dia berjungkir balik hingga kedua kakinya kini menjejak tanah. Sambil
menyeringai dia berkata. "Kau boleh pergi sekarang Sabai. Tapi aku punya firasat
hidupmu tak bakal lama!"
"Iblis akan kembali ke Iblis. Setan akan kembali menjadi Setan! Itu bagianmu
kelak!" sahut Sabai Nan Rancak lalu sentakkan tangan kanannya dari cekalan orang; Sabai
Nan Rancak membalik dengan cepat. Dia memberi isyarat pada si cadar kuning dan
Iblis Pemalu. "Lekas ikuti aku!" bisiknya.
Iblis Pemalu sesaat meragu. Pemuda ini memandang pada si cadar kuning. Orang
yang dipandang goyangkan kepalanya. Ketiga orang itu akhirnya berkelebat
meninggalkan Lembah Merpati. Di satu tempat Sabai Nan Rancak hentikan larinya.
"Aku tak punya waktu lama. Kita berpisah di sini...."
"Tapi urusan belum selesai! Rahasia besar masih mengambang. Jangan tinggalkan
jurang menghalang. Bicara dulu agar badan tak sansai...." (sansai = menderita)
Berkata si cadar kuning.
"Aku malu! Cadar kuning apakah kau tidak malu" Nenek satu ini agaknya tak punya
malu!" "Jangan bicara seperti itu! Aku tahu urusan belum selesai. Rahasia masih
mengambang. Aku meminta agar kita bertemu lagi dalam waktu dekat. Meneruskan
pembicaraan! Bagaimana" Aku ingin jawab kalian. Cepat!"
"Ada apa dengan dirimu sebenarnya" Kau menyerahkan Mantel Sakti dan Mutiara
Setan begitu saja. Kini meneruskan bicara pun kau tidak sudi. Sungguh tindakan
tidak terpuji...."
"Orang bercadar! Aku ingin jawabmu. Apa kau mau mengadakan pertemuan lagi atau
tidak" Kalau tidak, perduli setan dengan segala rahasia hidup di antara kita!"
"Kalau itu pintamu! Kita bertemu lagi dua hari di muka di tempat yang sama...."
Berucap si cadar kuning.
"Lembah Merpati"!" tanya Sabai Nan Rancak.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Betul sekali. Oi tempat tadi...."
"Tolol sekali! Orang akan mudah mencari dan menjebak kita di tempat itu!" kata
Sabai Nan Rancak pula.
Si cadar kuning gelengkan kepala. "Itulah rahasia hidup. Seseorang tak akan
mencari di tempat yang sama: Karena itu tidak pernah akan terduga. Siapa yang
akan memperhatikan bunga kuncup?"
Sabai Nan Rancak terdiam. "Kau benar..." katanya perlahan. Nenek ini tiba-tiba
palingkan kepalanya ke kiri. "Dia datang! Lekas lari berpencar!"
"Jangan membuat malu menyuruh lari. Dia siapa yang datang"!" Bertanya Iblis
Pemalu. "Jangan banyak tanya! Lari saja! Sekarang! Cepat!" Tidak sabaran si nenek
dorongkan tangannya kiri kanan hingga si cadar kuning dan Iblis Pemalu terjajar
beberapa langkah.
Ketiga orang itu untuk kedua kalinya berkelebat pergi. Namun sekali ini mereka
berpencar ke tiga jurusan.
Wiro Sableng 098 Rahasia Cinta Tua Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru saja Sabai Nan Rancak, iblis Pemalu dan si cadar kuning lenyap dari tempat
itu muncullah Datuk Tinggi Raja Di Langit alias Jagal Iblis Makam Setan.
Sepasang matanya yang cekung seperti mau melesat keluar. Rahangnya menggembung-
dan pelipisnya bergerak-gerak.
"Jahanam.... Berani menipuku!" Si kakek memandang berkeliling. "Sabai! Jangan
harap kau bisa kabur jauh! Akan kucincang tubuhmu dengan kedua kakiku!"
Apa yang telah terjadi"
Tak lama setelah Sabai Nan Rancak, si cadar kuning dan Iblis Pemalu meninggalkan
Lembah Merpati, dengan cepat Jagal Iblis mengambil Mantel Sakti dan kantong
berisi senjata rahasia berupa mutiara hitam yang tadi dicampakkan Sabai Nan
Rancak di tanah.
Begitu memegang mantel hitam kakek ini merasakan ada kelainan. Dia sibakkan
rambutnya yang menjulai menutupi wajah lalu memperhatikan mantel hitam itu
dengan mata mendelik. Beberapa kali mantel itu dikembangkan dan dibolak-
baliknya. "Enteng.... Mantelku tidak seringan ini..." ujar Jagal Iblis. Kembali Mantel
Sakti itu dibolak-baliknya lalu diciumnya berulang kali. Masih kurang percaya
dia lalu kerahkan tenaga dalam dan kibaskan mantel hitam ke arah sebatang pohon.
Tidak terjadi apa-apa.
"Keparat jahanam! Mantel palsu! Aku kena ditipu!" Teriak Jagal Iblis
menggeledek. Mantel hitam yang dipegangnya dibantingkan ke tanah. Dia keluarkan kantong kain
dari balik pakaiannya yang kumal hancur. Isinya dituangkan ke telapak tangan
kanan. Sepasang matanya mendelik semakin besar. Lalu kembali terdengar kutuk
serapahnya. "Bangsat!
Mutiara ini juga palsu!" Sekali dia meremas, butiran-butiran hitam dalam
genggamannya hancur luluh. Benda itu ternyata hanyalah butiran-butiran tanah
diberi lapisan warna hitam berkilat!
* * * LIMA Kita tinggalkan dulu Jagal Iblis Makam Setan yang berada dalam keadaan marah
luar biasa karena ditipu oleh Sabah Nan Rancak. Kita kembali pada Puti Andini
yang berada di dasar Telaga Gajahmungkur, di satu tempat aneh penuh rahasia
bernama Liang Akhirat.
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Seperti diceritakan dalam Episode sebelumnya (Liang Lahat Gajahmungkur) saat itu
atas perintah Kiai Gede Tapa Pamungkas, bocah aneh bernama Naga Kuning terpaksa
menyergap Puti Andini dan melemparkannya ke dalam lobang Liang Lahat. Tentu saja
Puti Andini tidak tinggal diam. Begitu Naga Kuning Berkelebat ke arahnya dia
segera menghantam dengan satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam
tinggi. Naga Kuning merasakan satu dorongan angin keras menahan gerakannya hingga sesaat
dia terpentang dengan tangan terkembang. Puti Andini tidak memberi kesempatan.
Dia terus merangsak ke depan. Tangan kanannya kembali bergerak. Kali ini memukul
ke arah si bocah. Yang diarahnya adalah tangan kanan Naga Kuning yang cidera dan
diikat dengan secarik kain.
Tapi si anak tidak bodoh. Tubuhnya berkelebat ke samping. Kakinya menjegal ke
arah kaki si gadis. "Blukkk!"
Puti Andini jatuh tertelungkup ke lantai ruangan. Gadis ini menggeram marah. Dia
cepat melompat bangkit. Namun belum sempat tahu-tahu tengkuk bajunya telah
dicekal orang. Dia memukul ke belakang. Tidak kena. Dia berpaling. Ternyata yang
mencekalnya adalah anak berpakaian hitam itu. Sulit dipercaya, Naga Kuning yang
bertubuh kecil itu sanggup mencekal lalu mengangkat Puti Andini dan menenteng
gadis ini menuju lobang besar.
"Maafkan aku. Aku terpaksa melemparmu ke dalam Liang Lahat. Aku hanya
menjalankan perintah...." Berucap Naga Kuning setengah berbisik.
"Anak setani Kau mau saja diperintah berbuat keji. Berarti kau sama jahatnya
dengan bangsat tua itu!" Sembur Puti Andini. Lalu dia memutar badannya, kedua
kakinya ditekankan ke pinggiran Liang Lahat. Salah satu tangan menggapai ke
balik punggung Naga Kuning. .
"Kau mau melemparkan aku ke dalam Liang Lahat! Silahkan saja! Tapi aku ingin kau
ikut bersamaku!"
Naga Kuning terkesiap kaget. Ketika dia hendak melemparkan si gadis ke dalam
Liang Lahat, tangan kanan Puti Andini menggelung tubuhnya dengan keras. Kalau
dia teruskan niatnya melempar gadis itu niscaya tubuhnya akan ikut amblas masuk
ke dalam Liang Lahat! Selagi anak itu berada dalam keadaan bingung begitu rupa
Puti Andini pergunakan tangan kirinya untuk menggebuk. Jotosan tangan kirinya
mendarat telak di perut Naga Kuning hingga anak ini mengerluarkan suara seperti
orang muntah. Tapi anehnya wajahnya kemudian tampak tersenyum. Lalu terdengar
anak ini berbisik. "Ayo pukul lagi. Hantam tubuhku sejadi-jadinya. Cepat
lakukan!" Puti Andini tidak bisa berpikir apa maksud Naga Kuning berkata begitu. Dia
kemudian memang menghujani anak ini dengan pukulan tangan kiri. Dua hantaman di
kepala. Empat di dada dan dua lagi di perut. Semua itu dilakukannya bukan karena
mendengar kata-kata Naga Kuning tapi karena takut kalau dirinya benar-benar
dilemparkan masuk ke dalam Liang Lahat dimana tadi dia melihat dua ekor naga
raksasa masuk dan menghilang di dalam lobang itu.
Naga Kuning keluarkan keluhan panjang. Sepasang matanya membeliak berputar-
putar. Anak ini terkulai lalu roboh ke lantai.
"Anak jahat! Silahkan kau masuk ke dalam lobang lebih dulu!" Puti Andini angkat
tubuh Naga Kuning lalu melangkah mendekati Liang Lahat. Sesaat lagi tubuh Naga
Kuning siap dilemparkannya ke dalam lobang besar itu tiba-tiba satu cahaya
menyilaukan berkiblat.
Puti Andini terdorong lima langkah. Tubuh Naga Kuning terlepas, dari cekalannya.
Dia sendiri kemudian jatuh terduduk di lantai ruangan. Belum sempat bernafas dia
dikejutkan Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
oleh melesatnya satu tangan aneh yang sangat panjang. Tangan ini menjambak
rambutnya lalu sekali tangan itu bergerak tubuhnya terlempar masuk ke dalam
Liang Lahat. Puti Andini menjerit setinggi langit. Cucu Sabai Nan Rancak ini
berusaha menggapai pinggiran lobang. Dia berhasil. Jari-jari tangannya
mencengkeram tepi batu Liang Lahat. Namun daya lontar lemparan tubuhnya kuat
sekali. Pinggiran batu Liang Lahat gompal besar. Tak ampun lagi sosok Puti
Andini jatuh masuk ke dalam lobang besar dan gelap. Sekali lagi terdengar
jeritan mengerikan gadis itu menggelegar di seantero Liang Akhirat.
Sesaat setelah gema jeritan Puti Andini lenyap ditelan dalamnya Liang Lahat, di
atas makam putih sosok Kiai Gede Tapa Pamungkas rangkapan dua tangan di depan
dada, menatap tajam pada anak yang tergeletak di lantai batu pualam.
"Naga Kuning! Jangan berpura-pura pingsan! Sikap perbuatanmu akhir-akhir ini
sangat mengecewakan diriku!"
Sosok Naga Kuning tidak bergerak. Tapi mata kiri anak ini terbuka sedikit,
melirik ke arah sosok sang Kiai yang konon disebut sebagai setengah manusia
setengah roh itu.
"Kalau kau tidak mau bangun sendiri mungkin perlu aku meminta bantuan Makhluk
Api Liang Neraka"!"
Begitu selesai berucap terdengar suara mendesis keras disusul dengan satu
letupan. Ruangan yang tadinya sejuk itu mendadak sontak menjadi sangat panas. Kobaran api
aneh menerangi ruangan. Kobaran api ini membentuk sosok makhluk tinggi besar
yang bergoyang dan menjilat kian kemari. Melihat makhluk api ini kecutlah Naga
Kuning. Anak : ini segera bangkit dan duduk bersila sambil rapatkan dua tangan,
menghadap ke arah Kiai Gede Tapa Pamungkas. Mukanya benjat-benjut akibat pukulan
Puti Andini. "Maafkan saya Kiai..." kata Naga Kuning seraya merunduk dalam-dalam.
"Wussss!" Sosok aneh bernama Makhluk Api Liang Neraka lenyap. Tempat itu kembali
terasa sejuk. "Naga Kuning! Kau sengaja berpura-pura mengalah! Mengapa kau lakukan itu"!"
"Maafkan saya Kiai. Saya memang salah. Hati saya mengalahkan pikiran. Sanubari
saya mengalahkan perintah. Saya tidak tega membunuh gadis itu...."
"Siapa yang menyuruhmu membunuh! Aku hanya memerintahmu melemparkannya ke dalam
Liang Lahat!"
"Saya mengerti Kiai. Tapi kita sama tahu masuk ke dalam Liang Lahat sama saja
masuk ke dalam liang kematian. Lobang itu seolah tidak memiliki dasar. Di dalam
sana ditunggui oleh sepasang naga sakti yang tak ingin diganggu...."
"Apakah kau pernah masuk ke dalam Liang Lahat hingga kau punya kesimpulan
seperti itu?"
"Memang saya belum pernah masuk Kiai. Tapi sembilan tokoh yang pernah saya
lemparkan ke dalam lobang itu atas perintah Kiai sampai saat ini tidak pernah
terdengar lagi kabar beritanya...."
"Mereka orang-orang tamak berdosa. Mengapa mereka diambil sebagai perbandingan.
Apa jawabmu"!"
"Saya mengaku salah Kiai. Saya tidak berani menjawab lagi," ujar Naga Kuning.
"Kau memiliki ilmu Paus Putih. Yang bisa membuat tubuhmu licin tak sanggup
dicekal tak bisa dipegang. Tapi ketika gadis itu tadi hendak melemparkanmu ke
dalam Liang Lahat ilmu itu tidak kau keluarkan. Kau seolah pasrah dibunuhnya
begitu saja...."
"Saya tidak bisa menjawab Kiai. Saya mengaku salah...."
"Jangan dusta Naga Kuning. Kau menyembunyikan sesuatu di lubuk hatimu!"
"Saya tidak menyembunyikan apa-apa Kiai...." "Kau dusta! Jelas kau dusta! Kau
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
menyukai gadis itu" Kau terpengaruh oleh keputihan tubuhnya yang tersingkap di
balik pakaian merahnya yang cabik...."
"Pikiran saya tidak sampai ke situ Kiai. Saya tahu siapa diri saya. Saya hanya
tidak tega. Saya merasa kasihan karena sebenarnya gadis itu tidak bersalah. Dia
masuk ke tempat terlarang ini atas perintah kakeknya. Perintah itu disertai pula
dengan hasrat untuk menolong seorang pendekar yang tengah ditimpa musibah.
Pendekar mana konon akan menjadi penyelamat dunia persilatan.... Saya mengaku
salah. Saya siap menerima hukuman...."
"Walau aku tidak percaya tapi baiklah. Kau menyangkal menyukai gadis itu. Tapi
paling tidak berat dugaanku kau telah memandu gadis itu hingga berhasil masuk ke
tempat ini/Menjejakkan kaki di tempat ini bagi orang luar merupakan satu
pantangan besar. Maut tantangannya. Apalagi kalau dia sampai mengetahui dan
mencari Pedang Naga Suci 212!"
Naga Kuning terdiam mendengar ucapan Kiai Gede Tapa Pamungkas itu. Dalam hatinya
bocah yang sesungguhnya berusia lebih dari seratus tahun ini berkata. "Kiai
tidak mempercayai. Percuma saja membela diri...." Maka anak ini lantas berucap.
"Saya mengaku salah Kiai. Saya siap menerima hukuman."
"Kau mengakui kesalahan. Bagus! Hukuman memang tak bisa kau hindarkan! Lekas kau
berdiri dan tegak di bawah dinding batu setengah lingkaran! Tempelkan tubuhmu
bagian belakang ke dinding batu itu!"
Naga Kuning segera berdiri lalu melangkah memutari Liang Lahat hingga akhirnya
dia tegak membelakangi dinding batu tinggi setengah lingkaran. Anak ini
tempelkan kepala dan badan serta kakinya ke dinding batu ini. Di hadapannya
dilihatnya Kiai Gede Tapa Pamungkas mengangkat tangan kanan. Selarik sinar putih
menyambar. Terdengar satu letusan keras disertai mengepulnya asap putih. Ketika
asap sirna kelihatanlah tubuh Naga Kuning melesak masuk ke dalam dinding batu
seolah menempel jadi satu.
"Naga Kuning, kau akan tetap berada di tempat itu sampai ada orang yang
menolongmu! Selama seratus tahun tak ada yang menolong berarti seratus tahun kau
bakal menerima nasib malang! Aku masih berbelas hati. Walau kau kaku seolah
berubah jadi batu tapi kau masih bisa bernafas dan bisa mendengar serta bicara!"
Titisan Ratu Pantai Selatan 2 Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru Mutiara Hitam 17