Bayi Titisan 1
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan Bagian 1
BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
BAYI TITISAN Kitab No.: 165 WIRO SABLENG BAYI TITISAN 1 EJAK Ken Permata ketitis-
an roh Nyi Harum Sarti,
SDatuk Rao Basaluang
Ameh melihat banyak perubahan
terjadi atas diri bayi yang berusia
hampir dua tahun itu. Dari hari
ke sehari tubuh anak perempuan
Nyi Retno Mantili dari suaminya
yang mendiang Patih Kerajaan
bernama Wira Bumi itu meng-
alami pertumbuhan pesat. Tubuh
bertambah besar dan bertambah
tinggi. Dalam waktu beberapa
bulan saja keadaan Ken Permata
tidak beda dengan seorang anak yang telah berusia
lima tahun. Bicaranya lancar. Ucapan-ucapan cerdik seperti seorang dewasa. Apa
yang terjadi dengan anak itu tidak lepas dari perhatian Mande Saleha, perempuan
yang menjaga Ken Permata sejak masih orok.
Suatu hari ketika anak perempuan itu ber-
main-main di luar ditemani harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau, Mande
Saleha menemui Datuk Rao Basaluang Ameh di dalam goa batu pualam.
(Mande = ibu) Sebenarnya dia ingin membawa serta
Baiduri, Ibu Susu Ken Permata. Tapi perempuan se-paruh baya ini akhirnya
memutuskan untuk datang
seorang diri saja. Ketika dia masuk ke dalam goa batu pualam, sang Datuk tengah
membaca khidmat sebuah
1 | B a y i T i t i s a n
kitab bertuliskan huruf Arab yang beberapa hari lalu didapatnya dari seorang
sahabat, seorang pedagang
bangsa Parsi. Setelah menunggu sampai Datuk Rao menyelesai-
kan bacaan dan menutup kitab, baru Mande Saleha
berani keluarkan ucapan.
"Datuk, saya datang mengganggu untuk mem-
bicarakan hal diri anak awak Ken Permata. Sebenarnya saya sudah sejak lama ingin
menemui dan bicara dengan Datuk. Namun saya takut Datuk kurang ber-kenan di
hati..." Datuk Rao Basaluang Ameh beberapa ketika me-
natap perempuan di hadapannya itu dengan sepasang
matanya yang kelabu ke biru-biruan.
"Mande Saleha, aku sudah maklum. Kegelisahan-
mu kegelisahanku juga. Kekawatiranmu kekawatiran-
ku juga. Langsung saja, apa yang hendak kau sam-
paikan?" "Datuk maafkan saya kalau seolah berlaku lebih prihatin dari Datuk. Saya kira
Datuk melihat sendiri perubahan yang terjadi atas keadaan diri Ken Permata.
Usianya belum dua tahun namun keadaannya me-
nyamai anak perempuan yang telah berusia lima-e-
nam tahun. Dia tumbuh dewasa lebih cepat dari ko-
drat Allah dan kemauan alam. Tapi bagi saya bukan
perubahan keadaan bentuk badan itu saja yang
mengawatirkan. Yang saya cemaskan adalah per-
ubahan sifat dan bicaranya. Sekarang dia lebih suka tidur sendiri daripada
bersama saya. Dia menolak
kalau saya rangkul apa lagi saya dukung. Dia lebih suka tidur di atas tikar di
lantai rumah gadang daripada bergolek satu ketiduran dengan saya. Kadang-
kadang, kalau saya tersentak bangun tengah malam,
saya dapati anak itu tidak ada di dalam kamar. Ketika 2 | B a y i T i t i s a n
saya cari ternyata dia berada di halaman samping,
duduk atau membaringkan diri di atas lesung. Atau
duduk di tangga rumah kecil tempat menyimpan padi.
Sesekali sebelum saya menemuinya, saya coba meng-
intai. Pernah kedapatan oleh saya mulutnya berge-
rak-gerak. Dia seperti bicara dengan seseorang. Tapi suaranya tidak terdengar
dan orang yang diajaknya
bicara tidak kelihatan. Saya benar-benar cemas Da-
tuk. Saya kawatir penitisan yang terjadi atas Ken
Permata telah merusak pikiran anak itu."
Datuk Rao Basaluang Ameh terdiam baberapa ju-
rus. Setelah mengusap wajah yang barsih kelimis
orang tua ini berkata.
"Sejak beberapa waktu belakangan ini ada roh yang
berusaha mendekati anak itu."
"Apakah itu tidak berbahaya Datuk?"
"Berbahaya, sangat berbahaya. Itu sebabnya aku
telah mamagari tempat kediaman kita ini sampai se-
putar Danau Maninjau dangan Ilmu Selusin Jaring Penolak Bala. Selain itu setiap
malam aku semba-nyang Tahajjud, aku memohon perlindungan atas diri anak itu dari
Yang Maha Kuasa."
"Saya tahu, Ilmu Selusin Jaring Penolak Bala itu pastilah sangat hebat. Mudah-
mudahan iImu itu bisa melindungi Ken Permata. Tidak sampai terjadi seperti
dahulu. Ketika dia diculik orang, dilarikan ke tanah Jawa. Datuk sampai-sampai
meminta pertolongan para Datuk sahabat dari berbagai penjuru pulau Andalas..."
(Baca "Bayi Satu Suro")
"Selain itu pada Datuk Rao Bamato Hijau telah aku pesankan agar menjaga dan
mengawasi Ken Permata
baik siang apa lagi di waktu malam." Ucap Datuk Rao Basaluang Ameh. Apa yang
dikatakan dan dikawatir-kan perempuan di hadapannya memang cukup ber-
3 | B a y i T i t i s a n
alasan. Beberapa waktu lalu Ken Permata berhasil
dilarikan Wira Bumi bersama gurunya Nyai Tumbal Jiwo dengan cara menyamar
sebagai harimau putih peliharaan sang Datuk dan suami Baiduri.
"Apa masih ada hal lain yang hendak kau katakan atau masih kau cemaskan Mande
Saleha?" "Terus terang Datuk, rasa cemas saya memang tidak berkeputusan. Bagi saya Ken
Permata sudah se-
bagai anak darah daging saya sendiri. Datuk, saya
ingin memberi tahu. Ken Permata beberapa kali entah sadar entah tidak berkata
pada saya. Bahwa dia ingin meninggalkan Danau Maninjau namun hatinya masih
terkait sayang pada rumah gadang dan Datuk, pada
saya dan pada ibu susunya. Ucapannya seperti orang dewasa. Bukan seperti ucapan
anak-anak, apalagi
ucapan seorang bayi berusia belum dua tahun. Ka-
tanya lagi, walau dia belum mau pergi, namun kalau orang yang menjemput sudah
datang maka dia terpaksa akan pergi juga..."
Raut muka Datuk Rao Basaluang Ameh berubah.
"Mande Saleha, apakah anak itu mengatakan siapa yang akan menjemputnya?"
Mande Saleha menggeleng. Lalu berkata.
"Saya pernah bertanya siapa orang itu atau bagaimana ciri-cirinya, lelaki atau
perempuan. Tapi Ken Permata menjawab, "Nantilah Mande, nanti akan saya ceritakan
pada Mande." Selain itu Ken Permata juga menceritakan. Orang itu acap kali
menemuinya pada
malam hari ketika dia antara jaga dan tidur. Orang itu banyak menceritakan
tentang dirinya, siapa ibunya, siapa ayahnya. Bahwa ayahnya telah menemui
kematian. Dia juga diberi tahu siapa yang telah membunuh ayahnya."
4 | B a y i T i t i s a n
"Jika cerita anak itu memang benar, berarti satu malapetaka besar akan terjadi.
Dia akan mencari
pembunuh ayahnya. Orang yang membunuhnya
adalah Pendekar 212 Wiro Sableng..." Datuk Rao Basaluang Ameh gelengkan kepala
sambil mengucap
menyebut nama Tuhan berulang kali.
"Saleha, kau bisa menduga siapa orang itu?" tanya Datuk kemudian.
"Kalau menduga saya bisa saja tapi tak berani mengatakan. Mungkin Datuk lebih
bisa menerka."
"Kau ingat kejadian yang kau ceritakan padaku beberapa waktu lalu" Sebelum
penitisan gaib terjadi atas diri Ken Permata?"
"Saya ingat Datuk."
"Ada seorang perempuan tua bertubuh tinggi berambut putih. Masuk ke dalam kamar
tempatmu dan Ken Permata tidur. Dia mengenakan pakaian panjang
kuning berbunga-bunga. Ada seperangkat sunting
pendek di kepalanya. Dialah orang yang dimaksud Ken Permata. (Baca "Janda Pulau
Cingkuk") Yang kelak akan datang menjemputnya. Namun bisa juga yang
muncul adalah roh yang menitis ke dalam tubuhnya.
Bekas Ratu Laut Utara bernama Nyi Harum Sarti.
Tapi Saleha, hal lain bisa saja terjadi..."
"Hal lain bagaimana maksud Datuk?" tanya Mande Saleha pula.
"Bisa saja anak itu pergi sendirian, meninggalkan tempat ini, mengikuti dorongan
gaib tanpa menunggu kedatangan perempuan tua tadi."
"Saya benar-benar takut kalau hal itu terjadi. Saya memohon kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, meminta
perlindungan atas diri anak itu... Dia sebenarnya tidak tahu apa-apa. Ada
kekuatan gaib di luar dirinya yang mengatur jalan nasibnya."
5 | B a y i T i t i s a n
"Itulah yang dinamakan takdir. Manusia masih bisa merubah dan melawan nasib.
Tapi tidak ada manusia
yang bisa melawan takdir." Ucap Datuk Rao Basaluang Ameh yang saat itu pula
teringat pada Laras Parantili, kekasih di masa mudanya yang telah bertindak
sebagai pelindung terjadinya penitisan atas diri Ken Permata.
"Mungkin...mungkin kita harus cepat-cepat mem-pertemukan anak itu dengan ibu
kandungnya Datuk.
Kita tidak bisa hanya menunggu sampai Pendekar 212
menjemputnya ke sini sebagaimana yang Datuk i-
nginkan. Apalagi kenyataannya dia telah mengetahui siapa pembunuh ayahnya."
"Kau mungkin betul Saleha. Mungkin itu yang
harus kita lakukan." Kata Datuk Rao pula. "Panggil anak itu. Bawa dia ke sini.
Kita bisa bicara mengajuk hatinya..."
"Akan saya panggil dan bawa dia ke sini Datuk."
Kata Mande Saleha lalu cepat-cepat keluar dari goa.
Tak lama kemudian perempuan ini muncul kembali
dengan wajah pucat dan nafas mengengah.
"Ada apa Saleha?" tanya sang Datuk heran tak
bersyak wasangka.
"Ken Permata! Anak itu ada di pucuk pohon Kayu Manis besar di tepi danau.
Harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau tidak bisa barbuat apa-apa. Hanya
barputar-putar dan menggereng di sakitar bawah
pohon. Dia menunggu, kawatir Ken Permata tergelincir jatuh."
"Ken permata di pucuk pohon Kayu Manis! Bagai-
mana mungkin?" ujar Datuk Rao lalu dengan serta merta melompat keluar goa
diikuti Mande Salaha.
Ketika Datuk Rao Basaluang Ameh sampai di tepi
Danau Maninjau sebelah timur, orang tua ini berhenti 6 | B a y i T i t i s a n
berlari, tegak terpana penuh perasaan tak percaya.
Seperti yang dikatakan Mande Saleha, harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau
melangkah memutari
pohon kayu manis besar. Sekali-sekali kepalanya
mendongak ke atas pohon. Di atas pohon ini, pada
pucuk yang paling ujung, di satu dahan yang tidak
seberapa besar, sambil berpegangan ke ranting pohon, berdiri Ken Permata, anak
perempuan yang belum
berusia dua tahun tapi memiliki bentuk badan seu-
kuran anak berumur lima tahun. Sambil meng-
goyang-goyang kaki dan mengayun-ayunkan tubuh,
anak ini bernyanyi-nyanyi tiada henti. Datuk Rao
mengucap berulang kali.
"Allah Maha Besar! Aneh! Dia memiliki ilmu meringankan tubuh. Dia mempunyai ilmu
kesaktian. Ilmu titisan!"
Mande Saleha berteriak cemas berulang kali, me-
manggil-manggil anak perempuan itu, Datuk Rao
berseru. "Cucu Datuk Ken Permata! Kau gembira sekali hari ini. Sampai-sampai menyanyi di
atas pohon. Turunlah, menyanyi di dekatku agar Datuk bisa lebih jelas
mendengar bagusnya suaramu...!
Tanpa menoleh ke bawah dari atas pohon Ken
Permata menyahuti.
"Datuk di sini lebih enak. Udaranya nyaman, pemandangan indah. Mengapa Datuk
tidak naik saja ke
atas pohon" Jangan lupa membawa serta Mande Sa-
leha. Kita bernyanyi bersama-sama!"
"Celaka Datuk. Kalau kakinya sampai terpeleset tergerajai, anak itu akan jatuh
ke tanah. Tolong dia Datuk. Cepat diturunkan..."
"Tenang Saleha, aku akan menurunkannya..." Kata Datuk Rao pula. Sekali menjejak
kaki kanan ke tanah, 7 | B a y i T i t i s a n
orang tua sakti ini melesat ke atas pohon kayu manis.
Begitu sampai di atas cabang tempat Ken Permata
berdiri Datuk Rao cepat ulurkan tangan untuk me-
nangkpp pinggang si anak. Tapi wuutt! Dia hanya
menangkap angin! Karena sesaat sebelum Datuk Rao
mengulurkan tangan Ken Permata lebih dulu melun-
curkan diri ke bawah, tertawa gelak-gelak lalu me-
lompat dari satu cabang ke cabang lain. Tak lama
kemudian terdengar suara anak itu di bawah pohon.
"Datuk! Saya sudah turun ke bawah! Habis Datuk lama sekali saya tunggu tidak mau
naik-naik, tidak mau menyanyi bersama saya di atas pohon!"
Datuk Rao mengucap kaget. Memandang ke bawah
memang dilihatnya Ken Permata sudah berada di
bawah pohon. Berdiri di samping Mande Saleha. Anak ini tertawa-tawa girang
sambil mengelus tengkuk harimau putih Datuk Rao Bamato Hijau. Datuk Rao
Basaluang Ameh cepat melayang turun ke tanah.
"cucu Datuk hebat sekali!" memuji Datuk Rao Basaluang Ameh sambil membelai
kepala Ken Permata.
"Cucuku, ceritakan pada kakekmu Ini bagaimana kau bisa naik dan turun lagi dari
pohon besar itu."
"Ada orang yang membawa saya Kek," jawab Ken Permata.
Mande Saleha merasa kuduknya dingin merinding.
Perempuan ini memandang berkeliling lalu men-
dongak ke atas pohon besar. Lalu dia berbisik pada Datuk.
" Hantu Haru-haru. Pasti mahluk itu hendak menculik Ken Permata."
Hantu Haru-haru adalah sejenis mahluk halus
yang pada masa itu banyak gentayangan di Pulau
Andalas, suka menculik anak keeil dan membawanya
ke atas pohon tinggi antara lain pohon kelapa.
8 | B a y i T i t i s a n
"Bukan, bukan Hantu Haru-haru... Ada mahluk
lain," jawab Datuk Rao Basaluang Ameh lalu tidak menunggu lebih lama segera
mendukung Ken Permata, setengah berlari membawanya ke goa batu pu-
alam. Begitu sampai di dalam goa Datuk Rao Basaluang
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ameh bertanya pada Ken Permata.
"Cucu Datuk.... Orang yang membawamu naik ke
atas pohon tadi, apakah dia seorang lelaki atau seorang perempuan?"
"Perempuan Kek. Orangnya cantik rancak...."
Datuk Rao Basaluang Ameh tereengang mendengar
jawaban Ken Permata. "Otak dan jalan pikirannya
bukan seperti anak-anak lagi. Dia sudah lebih dewasa dari usia sebenarnya. Pasti
roh perempuan yang pernah menjadi Ratu Laut Utara, Nyi Harum Sarti..."
Datuk menatap ke luar goa. Lalu mulutnya berucap
perlahan. Ada nada kekecewaan pada suaranya. "La-
ras Parantili, aku sungguh sedih kau sampai mau
menjadi pelindung terjadinya penitisan atas diri anak ini. Apakah kau tak bisa
menduga kalau kelak di
kemudian hari akan timbul bencana besar akibat pe-
nitisan roh seorang manusia berhati jahat ke dalam diri seorang anak perempuan
yang masih bersih dan
suci" 9 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 2 ITA telah mengetahui apa
yang telah terjadi dengan
KKen Permata. Sekarang
mari kita ikuti perjalanan sang
ibu yakni Nyi Retno Mantili sete-
lah dibawa oleh Manusia Paku
Sandaka Arto Gampito. Dalam
serial berjudul "Perjodohan Ber-
darah" diceritakan setelah me-
nyelamatkan Nyi Retno Mantili
dari Serikat Tiga Momok yang
hendak merobek tubuh dan me-
nyantap hati, ginjal serta jan-
tungnya, Manusia Paku berhasil
membujuk dan membawa perempuan malang itu ke-
tempat kediaman gurunya di satu goa yang terletak
pada sisi barat jurang batu pualam.
Di dalam serial Wiro Sableng berjudul "Dendam
Manusia Paku" diceritakan bagaimana setelah sekian lama dijadikan budak nafsu,
dengan mempergunakan
Kapak Geni 212 milik Wiro, Manusia Paku Sandaka Arto Gampito pada akhirnya
berhasil membunuh Dewi Ular. Dalam keadaan tubuh penuh luka bergelimang darah
Dewi Ular ditendang masuk ke dalam sebuah
jurang batu mengandung pualam. Namun entah apa
yang ada di benak Manusia Paku, sesaat setelah Dewi Ular jatuh ke dalam jurang
diapun ikut pula menyusul menghambur diri terjun ke dalam jurang yang sama.
10 | B a y i T i t i s a n
Rupanya benar ujar-ujar yang mengatakan sebe-
lum ajal berpantang mati. Ini yang terjadi dengan
Sandaka. Seorang sakti yang diam di dalam sebuah
goa di dinding barat jurang batu pualam menyela-
matkan pemuda itu. Setelah mendengar penuturan
Sandaka mengenai riwayat dirinya, si orang tua sakti menaruh hiba lalu
mengambilnya menjadi murid, diajak tinggal bersama di dalam goa.
Sang guru yang dalam rimba persilatan dikenal
dengan nama Datuk Sipatoka kabarnya berasal dari Pulau Andalas sebelah Utara.
Setelah puluhan tahun menghuni goa di jurang batu pualam itu dia kemudian
dikenal juga dengan nama Datuk Batu Pualam.
Sebagai orang sakti Datuk Sipatoka mengetahui
bahwa di dasar jurang di mana terdapat satu kawah
sempit tersimpan sepasang keris sakti tak bersarung yang diduga milik Kerajaan,
bernama Keris Nagasona.
Konon salah satu kesaktian keris yang satu jantan
satu betina ini adalah mampu menyembuhkan ber-
bagai penyakit. Karenanya Datuk Sipatoka menaruh
keyakinan bahwa sepasang senjata sakti itu juga
mampu melenyapkan puluhan baja putih yang me-
nancap di tubuh muridnya. Hal itu diberitahukannya pada Sandaka.
Namun tidak mudah untuk mendapatkan sepasang
keris sakti tersebut. Sang Datuk menyirap berita yang berasal dari sebuah kitab
bernama Kitab Seribu Petunjuk Kuna dan memberitahu pada muridnya bahwa pada
malam Sekatan yang akan datang, didahului
dangan tanda munculnya Bintang Kalimukus di langit maka saat itulah sapasang
keris sakti akan keluar dari tempat pertapaannya selama belasan tahun di
dasar kawah jurang batu pualam. Sepasang keris itu sendiri konon telah berusia
dua ratus tahun.
11 | B a y i T i t i s a n
Bagaimana dengan Dewi Ular" Apakah benar-benar
menemui ajal pada saat dirinya terpental ke dalam
jurang batu pualam akibat tendangan Sandaka"
Dalam keadaan tubuh penuh luka bekas bacokan
kapak sakti bergelimang darah dan siap meregang
nyawa Dewi Ular melayang jatuh ke dalam jurang.
Tidak disangka-sangka dari dalam sebuah goa di
dinding timur muncul seorang perempuan sakti me-
nyelematkannya. Perempuan bertubuh gemuk ini
bernama Kunti Rao, merupakan musuh bebuyutan Datuk Sipatoka alias Datuk Batu
Pualam yang tinggal dalam goa di dinding barat jurang. Dewi Ular bukan saja
diselamatkan tapi juga diambil jadi murid. Namun sang guru bernasib buruk. Dewi
Ular yang culas secara keji kemudian membunuh Kunti Rao memper-
gunakan paku emas yang telah berubah hitam yang ditusukkan ke pusarnya oleh
Pendekar 212 Wiro
Sableng. Ketika di Kotaraja tengah berlangsung perayaan
Sekaten, pada malam harinya di langit di atas jurang benar-benar muncul, Bintang
Kalimukus. Di sekitar
mulut jurang batu pualam saat itu t.elah berkumpul serombongan tokoh dari
Keraton di bawah pimpinan
Pangeran Ipong Nalakudra. Pangeran ini telah sekian lama menderita menyakit
lumpuh. Dia percaya sepasang keris sakti Nagasona mampu memberi kesem-
buhan pada penyakitnya. Itu sebabnya bersama pe-
ngiringnya yang terdiri dari tokoh-tokoh silat Kerajaan dia mendatangi jurang
batu pualam untuk mendapatkan dua keris sakti.
Ternyata yang datang ke tempat itu bukan cuma
rombongan dari Keraton, tapi juga Ratu Ular bersama sang murid, Dewi Ular yang
telah lebih dulu berada di tempat itu. Lalu tidak terduga datang pula tokoh
sakti 12 | B a y i T i t i s a n
utama rimba persilatan yang dikenal dengan julukan Si Raja Penidur. Tokoh yang
jarang muncul ini dan sepanjang tahun boleh dikatakan selalu tidur, sekali
memperlihatkan diri maka ini merupakan pertanda
bahwa satu peristiwa besar akan terjadi di tempat itu.
Sementara itu Pendekar 212 Wiro Sableng bersama
Anggini murid DewaTuak juga telah berada di sekitar jurang batu pualam. Sepasang
pendekar muda mudi
ini dicurigai oleh Pangeran Ipong dan para pengikutnya sebagai hendak merampas
keris Nagasona. Pa-
dahal keduanya tidak tahu-menahu keberadaan sen-
jata sakti itu. Mereka datang ke jurang batu pualam justru karena mencurigai
bahwa Dewi Ular sebenarnya masih hidup sambil mencari tahu apa yang terjadi
dengan Manusia Paku Sandaka.
Ketika malam itu akhirnya Bintang Kalimukus
muncul di langit, di dasar jurang dua keris sakti Nagasona mencuat keluar dari
dalam kawah dan para
tokoh rimba persilatan berkelahi hebat untuk men-
dapatkan. Ternyata yang beruntung adalah Ratu Ular.
Begitu dia berhasil menangkap sepasang keris sakti dengan cepat Ratu Ular
sapukan dua keris ke tubuh
muridnya hingga tubuh Dewi Ular yang tadinya penuh cacat luka bekas hantaman
Kapak Naga Geni 212
sembuh dengan seketika. Kekuatan, tenaga dalam
serta kesaktiannya pulih.
Dengan mengandalkan dua keris sakti Ratu Ular
kemudian berusaha menghabisi semua tokoh silat
yang ada di tempat itu. Dia nyaris hampir membunuh Datuk Sipatoka alias Datuk
Batu Pualam. Ketika dia mengejar dan hendak menghabisi Manusia Paku
Sandaka Pendekar 212 Wiro Sableng segera masuk ke
dalam kancah pertarungan dengan Kapak Naga Geni
212 di tangan kanan. Ternyata kapak mustika sakti
13 | B a y i T i t i s a n
tidak mampu menghadapi sepasang keris pusaka.
Wiro terpental, kapak sakti lepas dari pegangannya.
Sesaat lagi Ratu Ular hendak melancarkan serangan
yang mematikan tiba-tiba Si Raja Penidur jatuhkan
diri di dasar jurang tapi dalam keadaan mata terpejam mulut mengorok alias tidur
lelap! Di mulutnya masih terselip pipa berasap! Enak saja dia menggolekkan diri
di atas satu batu besar. Selagi semua orang terkesiap melihat kemunculan tokoh
utama rimba persilatan
yang berperilaku aneh ini, Wiro cepat mengambil Kapak Naga Geni 212 yang
tercampak di batu jurang.
Melihat kemunculan Si Raja Penidur, apa lagi ke-
tika Wiro membangunkan tokoh rimba persilatan yang memiliki kesaktian luar biasa
ini, Ratu Ular tampak gelisah. Dia segera membisiki Dewi Ular untuk segera
meninggalkan tempat itu. Namun ketika guru dan
murid bersiap kabur, tahu-tahu Si Raja Penidur sudah menghadang. Setelah
hembuskan asap pipa dan
menguap lebar Si Raja Penidur menegur.
" Untari, kau masih saja berkelakuan macam-macam. Apa kekecewaan masa muda masih
meng- hantui dirimu?"
Semua orang yang ada di atas permukaan kawah di
dalam jurang batu pualam terheran-heran mendengar
kata-kata si gemuk, tapi tak ada yang berani bertanya.
Siapa yang bernama Untari itu" Ratu Ular" Lalu me-
reka melihat perubahan pada wajah Ratu Ular. Si-
kapnya kini menunjukkan rasa gelisah kalau tidak
mau dikatakan takut. Takut pada siapa"
"Raja Penidur," tiba-tiba Ratu Ular berucap. "Urusan masa lalu tidak perlu
diungkit-ungkit..."
"Ah! Jadi dialah yang bernama Untari! Sang Ratu Ular!" bisik Pendekar 212 Wiro
Sableng pada Anggini.
14 | B a y i T i t i s a n
"Kalau begitu katamu, baiklah. Kau boleh pergi.
Tapi ada dua hal yang harus kau tinggalkan," kata Si Raja Penidur.
"Hemmm, dua hal apakah itu?" tanya Ratu Ular.
Si Raja Penidur menyedot pipa dalam-dalam lalu
menghembuskan asapnya ke udara hingga tempat itu
dipenuhi bau tembakau yang tidak sedap. Setelah
menguap dan mengucak kedua matanya baru dia
menjawab. "Pertama serahkan padaku sepasang keris Naga-
sona. Dua senjata mustika sakti itu bukan milikmu."
"Lalu apakah dua keris ini milikmu?" tukas Ratu Ular dengan wajah sunggingkan
seringai sinis.
"Memang jelas bukan milikku. Aku hanya jadi perantara untuk mengembalikan pada
pemiliknya. Se-
bentar lagi utusan pemilik akan datang untuk meng-
ambil..." Ratu Ular tertawa panjang. "Ceritamu enak sekali didengarnya. Rupanya kau
sekarang telah jadi seorang perantara. Bagiku seorang perantara tidak lebih dari
seorang kacung."
Si Raja Penidur tenang saja mendengar dirinya di-
katakan sebagai kacung. Setelah meniup pipa da-
lam-dalam dan menghembuskan asap ke udara dia
menjawab. "Aku hanya memberi tahu. Aku tidak bicara dusta. Tidak pernah..."
"Kecuali terhadapku?" Ratu Ular cepat potong ucapan Si Raja Penidur.
Si Raja Penidur sesaat berubah parasnya lalu ter-
kekeh perlahan. "Kau tadi mengatakan urusan masa lalu tak perlu diungkit-ungkit.
Menurutku ini adalah penyelesaian yang paling baik."
"Kau belum mengatakan hal yang kedua." Ratu Ular alihkan pembicaraan.
15 | B a y i T i t i s a n
"Hal kedua yang harus kau tinggalkan di tempat ini adalah perempuan muda
berjuluk Dewi Ular itu..."
Sepasang alis Ratu Ular berjingkat. Dua bola mata
membesar. "Apa urusanmu dengan diri muridku" Kau hendak memperlakukannya seperti yang kau
perbuat padaku puluhan tahun silam?"
Pendekar 212 dan semua orang yang ada di tempat
itu jadi saling pandang mendengar ucapan Ratu Ular.
Rupanya ada jalinan hubungan sangat dekat antara
Ratu Ular dan Raja Penidur di masa puluhan tahun
silam. Si Raja Penidur batuk-batuk beberapa kali lalu
menguap lebar-Iebar.
"Aku sudah mengatakan dua hal permintaanku.
Terserah padamu mau memenuhi atau tidak."
"Aku harus tahu dulu apa yang hendak kau lakukan terhadap muridku."
"Aneh kalau kau masih bertanya. Apa kau tidak menyadari kesalahan besar yang
telah dibuatnya"
Dosanya setinggi langit sedalam lautan. Mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak
kaki! Membunuh tokoh-tokoh rimba persilatan tak berdosa. Bahkan teganya membunuh
gurunya sendiri! Kau kira dia bisa lolos
begitu saja dari hukuman" Tapi mengingat hubung-
anmu dengan diriku, aku tidak akan bertindak terlalu keras padanya. Aku bersedia
melindungi dirinya dari balas dendam orang-orang rimba persilatan yang
mengerikan. Aku akan mengatur hukuman yang ter-
baik bagi dirinya."
"Hukuman terbaik bagi dirinya adalah ikut bersamaku. Sekarang juga! Jangan ada
yang berani mengganggu menghalangi!" kata Ratu Ular pula tegas.
16 | B a y i T i t i s a n
"Terserah padamu. Aku sudah menawarkan yang
terbaik. Mataku sudah mulai mengantuk. Aku ingin
menyelesaikan urusan ini sebelum aku tidur lagi."
"Aku tidak akan memenuhi permintaanmu, Raja
Penidur! Seperti kau tidak pernah memenuhi apa-apa terhadap diriku! Kau mau
tidur silahkan. Aku tidak perduli sekalipun kau tidak pernah bangun lagi untuk
selama-lamanya!"
"Ah, sayang sekali kalau begitu," kata Raja Penidur lalu menguap tak acuh.
Ratu Ular memberi isyarat pada Dewi Ular. Kedua
perempuan itu segera melangkah pergi. Namun baru
berjalan dua tindak tiba-tiba dari atas ada cahaya putih melayang turun. Ketika
cahaya mencapai pertengahan jurang, semua orang yang ada di tempat itu jadi
tertegun. Yang melayang turun adalah seorang
gadis sangat cantik. Berpakaian lilitan kain sutera putih halus. Kalau saja
lilitan kain tidak tebal maka pakaian itu nyaris tembus pandang memperlihatkan
tubuhnya yang putih elok. Udara di dasar kawah kini dipenuh bau harum semerbak
yang keluar dari tubuh
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan pakaian si gadis.
Raja Penidur cabut pipa dari sela bibir, menguap
lebar-lebar lalu berpaling pada Ratu Ular.
"Utusan yang ditunggu telah datang. Aku tidak bisa membantumu lagi, Untari..."
Ratu Ular terkesiap. Dewi Ular tampak tegang. Ga-
dis cantik berpakaian sutera putih melayang turun
dan berdiri di hadapan Ratu Ular. Wiro dan Anggini melihat bagaimana dua kaki
putih bagus si gadis sama sekali tidak menjejak batu di dasar jurang. Walau
kagum melihat kecantikan dan keelokan tubuh orang
namun diam-diam Wiro merasa tengkuknya dingin.
17 | B a y i T i t i s a n
Dia segera maklum kalau gadis ini bukan manusia
biasa. Si gadis yang oleh Raja Penidur disebut sebagai
utusan menjemput dua keris sakti anggukkan kepala
seraya ulurkan dua tangan. Memberi isyarat pada
Ratu Ular agar segera menyerahkan keris Nagasona.
Ratu Ular melangkah mundur. Tangan kiri meng-
usap kepala ular besar yang bergelung di lehernya, tangan kanan memberi tanda
pada Dewi Ular. Sang
murid yang mengerti isyarat ini segera siapkan paku hitam. Didahului teriakan
keras Ratu Ular maka guru dan murid lancarkan tiga serangan ganas.
18 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 3 ERANGAN pertama adalah
serangan ular besar yang
Smenggelantung di leher
Ratu Ular. Binatang ini melesat
laksana anak panah mematuk ke
arah gadis cantik berpakaian su-
tera putih. Serangan kedua be-
rupa cahaya kuning yang keluar
dari paku hitam di tangan Dewi
Ular. Paku hitam ini dulunya
adalah paku emas yang didapat
Wiro dari Eyang Sinto Gendeng
untuk melumpuhkan Dewi Ular.
Oleh Dewi Ular paku ini kemu-
dian dijadikan senjata sakti mandraguna. Walau
keadaannya sekarang hitam namun sinar maut yang
dipancarkannya tetap berwarna kuning emas.
Serangan ketiga - inilah serangan yang terhebat -
datang menghambur dari sepasang keris sakti berupa hamparan dua cahaya kuning
terang benderang menyilaukan sekaligus menggidikkan.
Manusia biasa, betatapun tinggi ilmu silat dan ke-
saktiannya, dihantam tiga serangan sakaligus seperti itu akan sulit lolos
selamatkan diri. Si Raja Penidur tampak kerenyitkan kening melihat datangnya
serangan sambil siap membantu kalau sampai gadis
cantik berpakaian sutera putih tidak sanggup mena-
han hantaman tiga serangan. Wiro sendiri sudah
19 | B a y i T i t i s a n
merapal ajian Pukulan Sakti Sinar Matahari. Tangan kanannya sebatas siku ke
bawah telah berubah
menjadi putih perak. Malah dengan jengkel dia berteriak. Memaki Ratu Ular dan
Dewi Ular sebagai pe-
ngecut. Namun gadis jelita yang dua kakinya tidak berpijak ke dasar kawah tampak tenang
saja. Sambil tersenyum dan lemparkan lirikan ke arah murid Sinto
Gendeng dia membuat lemah gemulai laksana seorang
penari padahal yang dihadapi adalah serangan maut!
Si gadis lambaikan tangan kiri dengan gerakan
perlahan. Tiga serangan yang menyambar ke arahnya
seolah-olah disedot masuk ke dalam telapak tangan
kiri yang dikembangkan.
Tiga larik sinar kuning dari sepasang keris sakti
dan satu lagi dari paku hitam di tangan Dewi Ular
lenyap pupus seperti asap dihembus angin.
"Cleepp!"
Bersamaan dengan itu kapala ular besar menempel
di telapak tangan kiri gadis berpakaian sutera putih.
Binatang ini mendesis keras. Menggeliat berusaha
melepaskan diri. Namun sekali lima jari tangan si gadis meremas maka kepala
binatang jahat berbisa itu hancur remuk. Tubuh sampai ke ekor yang masih
utuh dalam keadaan menggelepar-gelepar, dilempar
amblas ke dalam dasar kawah jurang batu pualam.
Sekali gadis cantik meniup maka tangannya yang
berlumuran darah ular bersih kembali.
Masih dengan gerakan seperti penari, tangan kanan
gadis cantik yang oleh Raja Penidur disebut sebagai utusan untuk mengambil
sepasang keris Nagasona,
bergerak melambai ke depan. Ratu Ular merasa satu
kekuatan dahsyat menerpa membuat dua kakinya
goyah dan tubuh terjajar ke belakang. Belum sempat 20 | B a y i T i t i s a n
mengimbangi diri dia melihat sesuatu berkelebat di depannya, lalu tahu-tahu dua
keris sakti yang dipe-gangnya di tangan kiri kanan telah berpindah ke
tangan kanan gadis cantik di hadapannya.
Ratu Ular berteriak keras. Dia menerjang ke depan.
Dalam jarak begitu dekat dua tangan bukan saja me-
lancarkan serangan tangan kosong ganas tapi dua
tangan itu tiba-tiba berubah menjadi sepasang tombak dengan kepala berbentuk
ular senduk hijau!
Dua mata gadis cantik membesar, dua alis naik ke
atas. Tangan kiri digerakkan. Gerakan lembut tapi
mengandung tenaga dahsyat!
"Trakk! Traakk!"
Bukan cuma dua tombak berbentuk kepala ular
kobra jejadian yang hancur tapi dua tangan Ratu Ular ikut patah dan remuk mulai
dari pertengahan lengan sampai ke ujung jari. Raungan keras perempuan ini
menggelepar di dalam jurang batu.
Melihat gurunya celaka begitu rupa didahului jerit-an tak kalah kerasnya Dewi
Ular kembali menyerbu
dengan paku hitam bertuah. Gadis yang diserang la-
gi-lagi lambaikan tangan kiri.
"Kraakk!"
Paku hitam hancur luluh. Begitu juga tangan ka-
nan Dewi Ular yang tadi memegang senjata itu. Guru dan murid sama terhuyung lalu
tubuh mereka saling
berbenturan. "Dewi, kita tak mungkin keluar hidup-hidup dari tempat ini. Kalaupun mampu tak
ada gunanya hidup
dalam keadaan cacat seperti ini. Ikuti apa yang aku lakukan."
"Saya mengerti Ratu. Saya siap..." sahut DewiUlar.
Dengan cepat diam-diam dia kerahkan ilmu kesaktian bernama Membalik Mata Menipu
Pandang. 21 | B a y i T i t i s a n
Tidak ada satu orangpun yang menduga, tidak ada
yang menyangka maupun mampu mencegah ketika
Ratu Ular dan Dewi Ular didahului teriakan keras
sama-sama lari lalu menghujamkan kepala masing-
masing ke dinding jurang batu pualam.
Suara remuknya kepala kedua orang ini terdengar
luar biasa menggidikkan! Tubuh mereka tergelimpang tak bernyawa di atas gundukan
batu di samping kawah di dasar jurang. Untuk beberapa lama keadaan di tempat itu
dipagut kesunyian.
Gadis cantik berpakaian sutera putih palingkan
kepala ke arah Raja Penidur. Datuk rimba persilatan ini maklum arti pandangan
itu. Si gadis akan segera meninggalkan jurang batu pualam.
Sebelum pergi, atas permintaan Si Raja Penidur
gadis cantik berpakaian sutera putih mengusapkan
sepasang keris Nagasona ke tubuh Datuk Sipatoka
dan Manusia Paku Sandaka. Saat itu juga luka dalam yang dialami Datuk Sipatoka
akibat hantaman Ratu
Ular tadi serta merta menjadi sembuh. Sementara
sapuan dua keris sakti membuat tiga puluh paku baja putih yang menancap di
sekujur kepala, muka dan
tubuh Sandaka tercabut bermentalan, jatuh ke dalam dasar jurang. Tubuh Sandaka
kepulkan asap berbau
busuk. Si Raja Penidur menguap lalu kucak mata dan
berkata. "Terima kasih, kau telah mengobati dua sahabat kami. Gadis utusan penjemput
sepasang keris sakti, kau boleh pergi. Serahkan keris Nagasona pada pemiliknya
di pantai selatan. Jika sebentar nanti kau berada di atas jurang, ada seorang
Pangeran yang telah puluhan tahun menderita lumpuh. Tolong sembuhkan
penyakitnya dengan keris sakti itu. Sampaikan sa-
22 | B a y i T i t i s a n
lamku pada Sang Penguasa Agung Samudera Sela-
tan." Gadis yang diajak bicara hanya menjawab dengan
anggukan kepala. Ketika dia memutar tubuh siap
hendak melesat ke atas jurang, tiba-tiba Pendekar 212
Wiro Sableng berseru.
"Gadis cantik! Tunggu! Jangan pergi dulu! Aku juga menderita sakit. Mungkin luka
dalam. Tolong sembuhkan. Usapkan keris sakti itu ke dadaku..." Lalu Wiro cepat-
cepat buka kancing bajunya dan melangkah mendekati si gadis sambil sodorkan
dada. Si gadis tertegun sesaat lalu tersenyum.
Si Raja Penidur cabut pipa dari sela bibir. Jaraknya dengan Wiro saat itu cukup
jauh tapi seperti bisa
mulur tangan itu menjadi panjang dan pipa lalu di-
ketukkan ke kepala murid Sinto Gendeng.
"Anak sableng! Jangan berani macam-macam!
Siapa tidak tahu akal bulusmu! Minta diusap segala!"
"Plettaaakk!"
Pipa Si Raja Penidur mandarat di kening Pendekar
212 hingga saat itu juga jidat Wiro jadi benjut banjol sebesar telur ayam.
Sakitnya bukan main karena Si
Raja Penidur memang sengaja mengalirkan hawa sakti ke ujung pipa yang bisa
membuat orang kesakitan
setengah mati. Tapi Wiro juga tidak tinggal diam. Sebelum ujung pipa mendarat di
keningnya dia kerahkan tenaga dalam mengandung hawa lembut. Walau keningnya
tetap benjol tapi ujung pipa Si Raja Penidur-jadi bengkok! Membuat manusia gemuk
sakti ini mendelik sesaat lalu kembali sepasang matanya redup dan dia menguap lebar-Iebar.
Gadis cantik berpakaian sutera putih tertawa. Lalu dia meniup ke arah wajah
Wiro. Saat itu juga benjol besar di kening sang pendekar dan rasa sakit serta 23
| B a y i T i t i s a n
merta lenyap! Selagi Wiro tertegun si gadis sudah
melesat ke atas jurang.
"Ah, tidak diusap pun tak jadi apa. Nafasnya segar dan sejuk seperti embun pagi,
seharum kembang
melati! Rugi kau tidak merasakan tiupannya Kek!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Kelakuan konyolmu masih tidak berubah!" kata Si Raja Penidur sambil berusaha
meluruskan pipanya
yang bengkok. "Gadis hendak kau permainkan tadi bisa saja dia adalah si pemilik
sapasang keris Nagasona yang sebenarnya..."
Sambil mengusap kaning murid Sinto Gendeng
bertanya. "Kalau begitu gadis tadi itu siapa sebenarnya Kek?"
"Bagaimana kalau dia adalah Ratu Penguasa Sa-
mudera Selatan... "
"Maksudmu Kek, Nyai Roro Kidul?" tanya Wiro lagi.
"Apa ada Ratu lain yang jadi penguasa di kawasan itu?" tukas Raja Penidur.
"Ah...!" Wiro jadi garuk-garuk kepala.
Raja Penidur masih terus berusaha meluruskan
pipanya yang bengkok tapi tidak bisa-bisa. Lalu dia mengomel, memaki pada Wiro.
"Lihat pekerjaan kurang ajarmu, kalau pipa ini tidak bisa kupergunakan lagi, aku
akan membetot lepas menanggalkan salah satu tangannya. Tulang tanganmu akan
kujadikan pipa pengganti pipa bengkok
sialan ini!"
Wiro tertawa. Lalu membungkuk, ulurkan kepala
dan meniup. Saat itu juga pipa yang bengkok lurus
kembali. "Dasar anak setan!" Semprot Si Raja Penidur.
Wiro tertawa gelak-gelak.
24 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 4 EPAT empat puluh hari se-
telah peristiwa hebat di da-
Tsar jurang batu pualam di
mana Ratu Ular dan Dewi Ular
menemui kematian, pagi hari ke-
tika Sandaka Arto Gampito ter-
bangun dari tidurnya pemuda ini
tersentak kaget lalu berteriak
keras. Dia dapati tiga puluh paku
baja murni yang sebelumnya te-
lah lenyap dari kepala dan tu-
buhnya kini muncul dan ada lagi.
Teriakan sang murid membuat
Datuk Sipatoka mendatangi.
Orang tua ini tertegun begitu melihat apa yang terjadi dengan si pemuda.
"Sandaka, seperti apa yang sudah aku katakan
padamu, seharusnya pagi ini kau boleh meninggalkan goa. Tapi dengan adanya
kejadian ini..."
"Datuk, bagaimana hal ini bisa terjadi. Bagaimana paku-paku jahanam ini muncul
lagi dan menancap di
kepala, muka serta tubuhku" Apakah ini pekerjaan
jahat roh Datuk Bululawang yang dulu menancapkan paku-paku celaka ini?"
Datuk Sipatoka alias Datuk Batu Pualam merenung
sejenak lalu gelengkan kepala. Mulutnya berucap
perlahan. 25 | B a y i T i t i s a n
"Ini bukan pekerjaan roh Datuk Bululawang. Aku lebih menduga ini adalah
perbuatan roh Ratu Ular
atau Dewi Ular atau kedua-duanya. Sandaka, ikuti
aku!" Sandaka ikuti gurunya keluar dari goa lalu turun ke dasar jurang. Mereka pergi
ke bagian kawah di mana dulu atas tekanan Si Raja Penidur Ratu Ular dan Dewi
Ular tewas melakukan bunuh diri. Dasar kawah diselimuti bau busuk. Dan di situ
mereka hanya me-
nemui satu mayat yang telah sangat rusak. Dari si-
sa-sisa pakaiannya jelas bahwa mayat itu adalah
mayat Ratu Ular.
"Ini mayat Ratu Ular! Di mana mayat Dewi Ular"!"
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sandaka berkata sambil memandang berkeliling.
"Muridku, dugaanku tidak salah. Apa yang terjadi atas dirimu adalah perbuatan
Dewi utar. Perempuan
iblis itu tidak mati sungguhan. Dia pasti menggunakan satu ilmu kesaktian untuk
menipu semua orang ketika dia mengikuti gurunya melakukan bunuh diri dengan
membenturkan kepala ke dinding batu jurang."
"Jadi Dewi Ular saat ini masih hidup?"
Datuk Sipatoka anggukkan kepala.
"Aku berlaku lalai. Seharusnya aku sudah dulu-dulu turun ke dasar jurang ini
untuk menyelidiki
keadaan." Sang Datuk menarik nafas dalam lalu me-nyambung ucapan. "Sandaka, aku
terpaksa membatalkan rencana kepergianmu. Aku ingin kalau kau
meninggalkan jurang batu ini keadaanmu bersih
tanpa paku. Paling tidak aku mendapat petunjuk ba-
gaimana cara menyembuhkan dirimu."
"Mungkin aku harus pergi ke laut selatan. Mencari gadis berpakaian sutera putih
itu. Meminta agar dia mau menolong diriku sekali lagi dengan sepasang keris
Nagasona."
26 | B a y i T i t i s a n
Datuk gelengkan kepala.
"Sampai kiamat mungkin kau tak akan bisa me-
nemui gadis itu, Kalaupun kau bisa menemuinya,
belum tentu keris sakti Nagasona bisa dipergunakan untuk penyembuhan penyakit
yang sama untuk kedua
kalinya..."
"Kalau begitu biar aku mencari Dewi Ular. Aku akan membunuh perempuan iblis itu.
Akan aku cerai be-raikan sekujur tubuhnya!"
"Muridku, hal yang terbaik adalah memohon dan meminta petunjuk pada Yang Maha
Kuasa." "Lalu apa yang harus kita lakukan, Datuk?"
"Mari kita bersemedi."
Setelah guru dan murid sama-sama bertapa salama
dua puluh satu hari tanpa makan dan minum hingga
tubuh meraka nyaris seperti jerangkong, akhimya
sang guru mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Petunjuk itu agak aneh, tapi bagaimanapun juga itulah hasil yang didapat dan
harus dilakukan demi kesembuhan sang murid.
"Sandaka, Yang Maha Kuasa telah memberi pe-
tunjuk padaku. Mungkin kau juga sudah merasakan
getarannya di dalam tubuhmu."
"Datuk, aku memang merasakan sesuatu dalam
diriku. Aku mohon Datuk mau menjelaskan apa pe-
tunjuk yang Datuk dapats ekarang juga."
Setelah menatap wajah muridnya yang malang itu
sejurus, Datuk Sipatoka alias Datuk Batu Pualam
memberi tahu bahwa keadaan diri Sandaka Arto
Gampito bisa disembuhkan, puluhan paku dapat di-
lenyapkan kalau pemuda itu nikah dengan seorang
perempuan berkepandaian tinggi berotak miring! Ma-
sih menurut petunjuk, bilamana Manusia Paku telah
melakukan hubungan badan dengan perempuan yang
27 | B a y i T i t i s a n
dinikahinya itu sebanyak 21 kali maka seluruh paku yang menancap di tubuhnya
akan rontok dan musnah.
Lama Sandaka termenung. "Siapa perempuannya
yang mau dinikahi oleh lelaki seperti diriku ini?" Ucap si pemuda lirih.
Datuk Sipatoka terdiam sesaat. Hatinya merasa
terenyuh mendengar ucapan sang murid.
"Perempuan gila alias sinting itu petunjuk yang aku dapat. Datangnya dari Yang
Di Atas. Kau tak perlu
meragukan..." kata Datuk Sipatoka pula.
Maka pada suatu hari atas perkenan sang guru
Manusia Paku pergi meninggalkan jurang batu pualam disertai pesan bahwa dia
tidak boleh kembali kecuali menemukan dan membawa perempuan dimaksud.
Selain itu dia juga tidak boleh mempergunakan semua ilmu silat dan ilmu
kesaktian yang didapatnya dari sang guru secara sembarangan terutama sebelum
dirinya mengalami kesembuhan dari paku baja putih.
Ternyata tidak mudah bagi Manusia Paku Sandaka
mencari dan mendapatkan perempuan seperti yang
disyaratkan oleh sang guru. Memang dia bisa mene-
mukan perempuan gila di mana-mana, mulai dari yang muda sampai tua renta. Namun
yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi itulah yang sulit dicari.
Setelah menghabiskan waktu hampir dua tahun
mencari dan dalam keadaan putus asa akhirnya suatu hari dari suami istri
pedagang mainan anak di Kotaraja Sandaka mendengar cerita tentang seorang
perempuan muda berwajah cantik, berotak tidak waras tapi memiliki ilmu silat dan
kasaktian tinggi.
Sandaka melakukan penyelidikan sampai dia
mendapatkan kabar yang lebih jelas tentang kebera-
daan perempuan muda berotak miring itu. Dari kabar yang disirapnya diketahui
perempuan itu bernama Nyi 28 | B a y i T i t i s a n
Retno Mantili tinggal di tempat kediaman seorang
kakek sakti bernama Kiai Gede Tapa Pamungkas di puncak Gunung Gede dan ada
dugaan bahwa sang Kiai menjadi pelindung bahkan telah mengambil perempuan itu
menjadi muridnya.
Maka Manusia Paku Sandaka segera berangkat
menuju puncak Gunung Gede. Seperti yang ditutur-
kan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Perjodohan Berdarah" Manusia Paku sampai
di tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas ketika sang Kiai tengah
bicara dengan Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ratu Duyung parihal perjodohan
mereka. Karena tidak menemui Nyi Retno Mantili dan tidak punya urusan
dengan segala perjodohan sang pendekar sahabatnya
itu diam-diam tanpa diketahui siapapun Manusia
Paku tinggalkan tempat kediaman Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Mungkin memang sudah berjodoh bahwa dia a-
khirnya akan bertemu dengan orang yang dicarinya.
Suatu hari ketika kejadian Nyi Retno Mantili dikeroyok kedua kalinya oleh Tiga
Momok yang hendak membunuh dan mengorek isi tubuhnya, Manusia Paku
menyelamatkan perempuan itu.
Merasa orang telah menyelamatkan nyawa Nyi
Retno Mantili bersikap bersahabat dengan Manusia
Paku dan mau saja diajak ikut untuk menemui Datuk
Sipatoka. Dalam perjalanan berkali-kali Nyi Retno
Mantili mengatakan bahwa ayah dari Kemuning, boneka kayu yang dianggapnya
sebagai anak, adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Manusia Paku yang kenal baik dengan Wiro hanya
tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Nyi Retno Mantili. Saat itu Manusia
Paku Sandaka berkata.
29 | B a y i T i t i s a n
"Aku tahu, kau memang punya suami. Mustahil
kau punya anak tapi anakmu tidak punya ayah.
Suamimu adalah Patih Kerajaan bernama Wira Bumi.
Tapi bukankah dia sudah menemui ajal" Tewas di
tangan Pendekar 212 Wiro Sableng sewaktu hendak
menyelamatkan bayimu?"
"Kau sama saja gilanya dengan yang lain-lain!" Kata Nyi Retno Mantili dengan
nada kesal dan wajah cemberut.
"Maksudmu?" tanya Sandaka sambil usap wajahnya yang penuh ditancapi paku baja
putih. "Aku tidak pernah jadi istri Wira Bumi! Aku tidak kenal siapa itu Wira Bumi! Aku
tidak punya bayi selain Kemuning! Ayah Kemuning bukan Wira Bumi! Bukan
Patih Kerajaan!"
"Lalu siapa"!"
"Pendekar 212 Wiro Sableng."
Manusia Paku kaget sampai hentikan lari. Dia tu-
runkan Nyi Retno Mantili dari panggulannya dan
bertanya. "Siapa" Kau tadi menyebut siapa"!"
"Apa kau tuli"!"
"Tidak. Aku tidak tuli. Tapi coba katakan sekali la-gi!" Nyi Retno Mantili
runcingkan bibirnya yang mungil.
"Ayah Kemuning itu Pendekar 212 Wiro Sableng!
Nah dengar sekarang" Ngerti sekarang?"
Manusia Paku menatap wajah Nyi Retno Mantili
beberapa ketika lalu tertawa gelak-gelak.
KETIKA beberapa waktu kemudian Manusia Paku
Sandaka sampai di goa batu pualam dengan membawa
Nyi Retno Mantili, pemuda ini mengalami hal yang
sungguh tidak terduga. Di dalam goa dia tidak me-
30 | B a y i T i t i s a n
nemukan Datuk Sipatoka alias Manusia Batu Pualam
sang guru, tapi yang dijumpainya di situ sesosok jerangkong tengkorak manusia,
tergeletak di lantai goa tersandar ke dinding.
"Jerangkong siapa?" tanya Nyi Retno Mantili begitu diturunkan dari panggulan
bahu kiri. "Anakku Kemuning bisa sakit ketakutan." Lalu perempuan ini
mendekapkan boneka kayu ke dadanya. Dia memandang berkeliling. Lalu bertanya
lagi. "Mana gurumu"
Apa jerangkong lni gurumu?"
"Diam dulu Nyi Retno." Kata Manusia Paku dengan suara bergetar. "Jangan banyak
bertanya. Aku... sesuatu terjadi di dalam goa ini, Aku tidak tahu apa ini
jerangkong guru atau siapa... " Kata Manusia Paku pula sambil sepasang matanya
memperhatikan sekujur jerangkong mulai dari kepala sampai ke kaki.
Ketika dia memperhatikan leher dan tangan kiri je-
rangkong, pemuda ini berteriak keras. Di leher je-
rangkong melingkar sebuah kalung dan di lengan kiri ada gelang hitam. Keduanya
terbuat dari akar bahar.
Dia sangat mengenali. Kalung dan gelang itu adalah milik gurunya semasa hidup.
Berarti jerangkong yang ada di hadapannya itu adalah jerangkong Datuk Sipatoka
alias Manusia Batu Pualam.
Manusia Paku berteriak sekali lagi hingga seantero goa batu bergetar dan Nyi
Retno Mantili sampai terhuyung-huyung, cepat-cepat menutup dua telinganya
yang terasa sakit.
"Guru! Apa yang terjadi dengan dirimu"!" Teriak Manusia Paku Sandaka sambil
jatuhkan diri dan
merabai jerangkong mulai dari tengkorak kepala
sampai ke pinggang. Mulut terisak menahan tangis.
"Guru, siapa yang melakukan perbuatan keji ini"!
Siapa yang membunuhmu"!"
31 | B a y i T i t i s a n
Sambil berteriak Manusia Paku pukulkan tinju
kanannya berulang kali ke lantai goa hingga lantai batu itu pecah-pecah dan
melesak. 32 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 5 ANUSIA sinting.
Mengapa kau me-
"Mnangisi jerangkong
yang belum ketahuan gurumu
atau bukan... Nyi Retno Mantili
menegur. "Diam!" teriak Manusia Paku
marah menggeledek hingga Nyi
Retno Mantili tersurut mundur.
"Aku pasti sekali ini jenazah gu
ruku! Aku mengenali kalung dan
gelang akar bahar yang masih
melekat di leher dan lengan ki-
rinya! Jangan kau berani me-
ngacau jalan pikiranku dengan ucapan ma-
cam-macam!"
"Siapa yang membuat pikiranmu kacau. Pikiranmu
justru kacau sendiri! Hik...hik! Bagaimana kalau je-
rangkong ini bukan jerangkong gurumu tapi jerang-
kong orang lain. Lalu ada lagi seorang lain yang
menggantungkan kalung di leher dan melingkarkan
gelang di tangan. Apa tidak kacau"! Kau tidak bisa meyakini ini jerangkong
gurumu atau bukan!
Hik...hik!"
"Diam!" Sandaka kembali menghardik. Sepasang matanya tampak menyala merah dan
basah oleh air mata. "Aku yakin ini adalah jerangkong Datuk Sipatoka!"
33 | B a y i T i t i s a n
"Hik...hik, aku sudah sering melihat orang menangisi jenazah. Tapi kalau yang
menangisi jerang-
kong baru sekali ini!"
"Perempuan sinting! Sekali lagi kau berani bicara ngaco, kupatahkan batang
lehermu!" Teriak Manusia Paku lalu melompat dan mencekik leher Nyi Retno
Mantili. "Hik...hik! Kalau begini sifat manusia yang mau menikahi diriku lebih baik aku
minggat! Sudah seram mengerikan tak karuan rupa, bau, kasar pula! Kemuning, mari
kita tinggalkan tempat ini! Mari kita cari ayahmu!"
Habis berkata begitu Nyi Retno Mantili tendangkan
kaki kanannya ke perut Manusia Paku. Kelihatannya
tendangan asal-asalan saja tapi sebenarnya me-
ngandung tenaga dalam tinggi pemberian Kiai Gede
Tapa Pamungkas.
"Bukkk!"
Tubuh tinggi besar Manusia Paku Sandaka ter-
pental, punggung terbanting ke dinding. Perutnya
walau tidak cidera tapi sakit bukan kepalang seperti mau pecah. Aneh dia tidak
unjukkan tampang marah.
Seperti sadar mendengar ucapan orang, Sandaka ja-
tuh berlutut di lantai goa. Ketika dia melihat Nyi Retno Mantili memutar tubuh
hendak melangkah keluar goa, dengan suara sayu pemuda ini berkata.
"Aku mohon, jangan pergi..."
Nyi Retno Mantili hentikan langkah. Dia mengusap
kepala boneka seraya berkata. "Kemuning, ada lelaki cengeng meminta kita jangan
pergi. Bagaimana me-nurutmu" Apa kita tinggalkan saja dia?"
"Nyi Retno, kau harapanku satu-satunya untuk
mendapatkan kesembuhan. Aku mohon jangan per-
gi..." 34 | B a y i T i t i s a n
"Hemmm... Untung anakku menggelengkan kepala
tanda dia tidak mau pergi. Aku mengikuti apa katanya.
Baiklah, aku tidak mau pergi. Asal kau tidak kasar lagi padaku..."
"Nyi Retno, aku berjanji tidak akan kasar lagi padamu. Dan aku berterima kasih
kau tidak mening-
galkan diriku. Aku akan memeriksa jenazah guruku
sekali lagi."
"Buat apa periksa lagi. Dia sudah menemui ajal.
Mungkin sudah lebih dari setahun lalu dia meng-
hembuskan nafas jadi mayat..."
"Mungkin lebih dari itu. Mungkin dua tahun lalu.
Tak lama setelah aku meninggalkannya, pergi menca-
rimu. Aku hanya ingin mengetahui apa yang menye-
babkan kematian guru."
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kau tidak melihat ada tanda berupa bintik kebiru-biruan di pertengahan
keningnya?" Ucap Nyi Retno Mantili pula.
Manus!a Paku Sandaka terkejut. Dia perhatikan
kening tengkorak.
"Aku tidak melihat bintik biru yang kau katakan itu." Berkata Sandaka.
"Coba kau bersihkan tengkorak di bagian kening."
Sandaka memperhatikan. Bagian kening tengkorak
memang kotor, diselimuti lumut tipis dan debu yang banyak beterbangan di musim
kering seperti itu. Perlahan-Iahan Sandaka usap-usap
kening tengkorak. Begitu debu dan lumut tipis pupus dia memang menemukan satu
bintik biru bahkan
bukan cuma bintik tapi membentuk lobang kecil
seujung jari kelingking. Sandaka berpaling kagum
pada Nyi Retno.
"Matamu tajam karena kau memiliki kesaktian
yang orang lain tidak memiliki. Yang Kuasa memang
35 | B a y i T i t i s a n
telah memberi petunjuk bahwa kaulah satu-satunya
orang yang bisa menjadi penyembuh keadaan diri-
ku..." Tiba-tiba dari lobang itu meneuat keluar kepala
seekor ular hitam belang coklat bermata merah. Begitu keluar dari lobang
tengkorak binatang ini berubah
besar dan dengan gerakan kilat meliuk menyambar ke arah kepala Manusia Paku
Sandaka. "Awas!" teriak Nyi Retno Mantili memperingatkan.
Walau tidak melihat tapi Sandaka bisa mendengar
suara mendesis. Dia tahu ada bahaya besar mengan-
cam. Dengan cepat dia bergerak mundur sambil pa-
lingkan kepala. Saat itulah dia melihat ular hitam besar belang coklat.
"Mahluk jahanam! Pasti kau yang membunuh gu-
ruku!" "Settt!"
Mulut ular hitam belang coklat yang memiliki gigi-
gigi runcing berbisa mematuk keras tepat di perte-
ngahan kening Manusia Paku.
"Plaaakk!"
ManusiaPaku Sandaka terlempar, jatuh terduduk
di lantai goa. Kepala ular terpental, darah mengucur dari mulutnya yang hancur.
Apa yang terjadi" Ketika patukan maut mendarat di kening Manusia Paku,saat
itu juga kening pemuda itu berubah menjadi lapisan batu pualam putih keabu-
abuan, keras atos luar biasa.
Ilmu yang selama ini dituntut dari Datuk Sipatoka
alias Manusia Batu Pualam keluar dengan sendirinya, melindungi si pemuda dari
ancaman maut! Selagi ular besar terhuyung-huyung keluarkan desis kesakitan
Manusia Paku gerakkan tangan kiri.
"Kraakkk!"
36 | B a y i T i t i s a n
Kepala ular hancur dalam remasan tangan kiri
Sandaka. Bangkai ular kemudian dilempar ke luar
goa, masuk ke dalam jurang. Sebelum menyentuh
dasar jurang, selagi melayang di udara bangkai itu tiba-tiba membentuk bola api
lalu meledak bertabur-an.
"Ular jejadian!" Ucap Nyi Retno Mantili. Perempuan muda ini usap kepala boneka
kayu. "Kemuning tempat ini sangat berbahaya bagi diri klta. Manusia paku
bruntalan! Aku ingin kau membawaku keluar dari sini sekarang juga! Lupakan
segala macam pernikahan!"
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara tawa pe-
rempuan. "Sandaka! Ternyata kau masih tetap perkasa. Malah lebih perkasa dari dua tahun
silam! Hanya sayang kau melakukan hal yang aku tidak suka! Kau datang
membawa seorang calon istri, perempuan sinting gila!
Jika kau mau membunuh perempuan itu di hadap-
anku, kuampuni selembar nyawamu! Dan kita berdua
akan hidup berdampingan kembali!"
Nyi RetnoMantili tersentak kaget. Dia balas tertawa.
Suara tawanya melengking panjang dan dalam sampai
ke dasar jurang.
"Kemuning ada mahluk betina jejadian ingin orang membunuh ibumu! Sungguh aku
ingin melihat tampangnya. Kalau bicaranya ngacok, tampangnya pasti
jelek tidak karuan! Hik...hik...hik!"
Manusia Paku sendiri, yang mengenali suara itu
terkejut besar. Dia memandang berkeliling. Lari ke mulut goa tapi tidak melihat
siapa-siapa. "Perempuan yang barusan bicara! Aku tahu kau
siapa! Aku mengenali suaramu!" Sebagai jawaban kembali terdengar suara tertawa
panjang. 37 | B a y i T i t i s a n
"Sandaka! Aku benar-benar merasa bahagia. Kau masih mengenali suaraku. Itu tak
lain satu pertanda bahwa kau masih mencintai diriku!"
"Dewi Ular! Perlihatkan dirimu!" teriak Sandaka.
Rahang menggembung, mata menyala.
Tiba-tiba dari dasar jurang batu mencuat keluar
satu cahaya hitam dan wuss! Cahaya ini melesat di
depan mulut goa, membentuk ujud mahluk yang
membuat Nyi Retno Mantili terpekik dan cepat-cepat memeluk erat boneka kayu
dalam gendongannya.
38 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 6 I DEPAN mulut goa berdiri
sosok perempuan berpa-
Dkaian hijau panjang.
Rambut tergerai awut-awutan.
Tubuh sebatas pinggang ke ba-
wah berbentuk ular berwarna
hijau belang hitam. Wajahnya
yang sebenarnya cantik terlihat
mengerikan karena bagian kening
rengkah, hidung dan mata kiri
melesak. Di atas kepala ada se-
buah mahkota kecil terbuat dari
emas berupa kepala ular dalam
keadaan penyok setengah hancur
dan melesak ke dalam batok kepala. Tangan kanan
yang tertutup lengan pakaian buntung sebatas per-
gelangan. Buntungan ini disambung tangan besi
dengan lima jari membentuk kepala ular.
Begitu melihat siapa yang berdiri di hadapannya
untuk sesaat Sandaka jadi tertegun. Betul apa yang dikatakan mendiang gurunya
dua tahun silam. Dewi
Ular masih hidup! Sandaka membentak.
"Dewi Ular! Akui terus terang! Kau telah membunuh guruku Datuk Sipatoka! Dan kau
juga yang mencelakai diriku dengan paku-paku keparat ini!"
Perempuan setengah manusia setengah ular di
depan goa menyeringai lalu dongakkan kepala. Setelah 39 | B a y i T i t i s a n
menghambur tawa panjang dia menjawab bentakan
Manusia Paku Sandaka.
"Aku membunuh siapa saja yang menyatakan diri sebagai musuhku. Aku mencelakakan
siapa saja yang
mencelakakan diriku! Lihat! Buka matamu lebat-lebar!
Lihat! Apa yang terjadi dengan diriku! Ini semua gara-gara perbuatan terkutukmu
bersama teman-temanmu
tokoh rimba persilatan! Aku memang telah membunuh
gurumu tua bangka busuk bernama Datuk Sipatoka
itu! Kalau aku sudah membunuh sang guru, apa sa-
lahnya saat ini aku juga membunuh muridnya. Seka-
ligus bersama gendak perempuan sinting yang hendak kau nikahi!"
"Perempuan iblis! Dosamu selangit tembus sedalam lautan! Kau tak layak hidup
lebih lama di muka bumi ini!"
Dewi Ular tertawa tinggi.
"Aku mau lihat kau mau berbuat apa!"
Habis berkata begitu sosok Dewi Ular meluncur ke
atas. Dalam keadaan mengambang di depan mulut goa
tiba-tiba laksana kilat, wuutt! Ekornya menyambar ke depan.
Sambaran ekor yang sanggup menghancurkan batu
sebesar rumah ini melesat ke depan. Yang diserang
bukannya Manusia Paku Sandaka tapi justru Nyi
Retno Mantili! "Nyi Retno! Awas!" teriak Sandaka melompat ke depan. Tangan kiri menarik Nyi
Retno Mantili ke dalam goa, tangan kanan menangkis serangan ekor ular.
Sesaat lagi ekor ular siap menggebuk hancur ta-
ngan kanan Sandaka, tiba-tiba tangan itu mulai dari ujung jari sampai sebatas
bahu berubah menjadi putih kelabu.
"Plaakk! Blaaarrr!"
40 | B a y i T i t i s a n
Lapisan batu pualam sakti yang menyelubungi
tangan Manusia Paku Sandaka hancur berkeping-
keping. Pemuda ini terjengkang di lantai goa, nyaris menghimpit tubuh Nyi Retno
Mantili yang sudah lebih dulu tergeletak di lantai goa setelah ditarik Sandaka.
Dewi Ular menjerit keras. Bukan saja karena marah
melihat Sandaka tidak mengalami cidera tapi juga
ketika melihat ekornya yang berbentuk ular luka besar nyaris buntung.
"Manusia jahanam! Aku mau Iihat apa Ilmu Batu Pualammu sanggup menghadapi Ilmu
Tujuh Api Siluman!" Habis berteriak Dewi Ular gembungkan mulut lalu menghembus.
Dari sepasang mata, dua lubang
hidung, mulut dan dua liang telinga menyembur ke-
luar tujuh gelombang api, membuntal membentuk
kepala mahluk siluman mengerikan.
Nyi Retno Mantili menjerit. Dalam ketakutan dan
marahnya perempuan ini remas pinggang boneka
kayu. Dua larik sinar putih mencuat dahsyat dari dua mata boneka kayu, melabrak
ke arah dua siluman api.
Ilmu Sepasang Cahaya Batu Kumala! Dua siluman api menggerung keras, hancur
berkeping-keping. Dua siluman api lainnya segera menyerbu Nyi Retno tapi
dihantam dengan dua larik sinar hijau yang menyembur keluar dari sepasang
matanya. Tiga siluman api yang masih ada menggembor ke-
ras. Satu menyerang ke arah Nyi Retno Mantili, dua lainnya menerjang Sandaka.
Sang Penakluk 3 Pendekar Rajawali Sakti 93 Bidadari Dasar Neraka Kisah Si Rase Terbang 15
BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
BAYI TITISAN Kitab No.: 165 WIRO SABLENG BAYI TITISAN 1 EJAK Ken Permata ketitis-
an roh Nyi Harum Sarti,
SDatuk Rao Basaluang
Ameh melihat banyak perubahan
terjadi atas diri bayi yang berusia
hampir dua tahun itu. Dari hari
ke sehari tubuh anak perempuan
Nyi Retno Mantili dari suaminya
yang mendiang Patih Kerajaan
bernama Wira Bumi itu meng-
alami pertumbuhan pesat. Tubuh
bertambah besar dan bertambah
tinggi. Dalam waktu beberapa
bulan saja keadaan Ken Permata
tidak beda dengan seorang anak yang telah berusia
lima tahun. Bicaranya lancar. Ucapan-ucapan cerdik seperti seorang dewasa. Apa
yang terjadi dengan anak itu tidak lepas dari perhatian Mande Saleha, perempuan
yang menjaga Ken Permata sejak masih orok.
Suatu hari ketika anak perempuan itu ber-
main-main di luar ditemani harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau, Mande
Saleha menemui Datuk Rao Basaluang Ameh di dalam goa batu pualam.
(Mande = ibu) Sebenarnya dia ingin membawa serta
Baiduri, Ibu Susu Ken Permata. Tapi perempuan se-paruh baya ini akhirnya
memutuskan untuk datang
seorang diri saja. Ketika dia masuk ke dalam goa batu pualam, sang Datuk tengah
membaca khidmat sebuah
1 | B a y i T i t i s a n
kitab bertuliskan huruf Arab yang beberapa hari lalu didapatnya dari seorang
sahabat, seorang pedagang
bangsa Parsi. Setelah menunggu sampai Datuk Rao menyelesai-
kan bacaan dan menutup kitab, baru Mande Saleha
berani keluarkan ucapan.
"Datuk, saya datang mengganggu untuk mem-
bicarakan hal diri anak awak Ken Permata. Sebenarnya saya sudah sejak lama ingin
menemui dan bicara dengan Datuk. Namun saya takut Datuk kurang ber-kenan di
hati..." Datuk Rao Basaluang Ameh beberapa ketika me-
natap perempuan di hadapannya itu dengan sepasang
matanya yang kelabu ke biru-biruan.
"Mande Saleha, aku sudah maklum. Kegelisahan-
mu kegelisahanku juga. Kekawatiranmu kekawatiran-
ku juga. Langsung saja, apa yang hendak kau sam-
paikan?" "Datuk maafkan saya kalau seolah berlaku lebih prihatin dari Datuk. Saya kira
Datuk melihat sendiri perubahan yang terjadi atas keadaan diri Ken Permata.
Usianya belum dua tahun namun keadaannya me-
nyamai anak perempuan yang telah berusia lima-e-
nam tahun. Dia tumbuh dewasa lebih cepat dari ko-
drat Allah dan kemauan alam. Tapi bagi saya bukan
perubahan keadaan bentuk badan itu saja yang
mengawatirkan. Yang saya cemaskan adalah per-
ubahan sifat dan bicaranya. Sekarang dia lebih suka tidur sendiri daripada
bersama saya. Dia menolak
kalau saya rangkul apa lagi saya dukung. Dia lebih suka tidur di atas tikar di
lantai rumah gadang daripada bergolek satu ketiduran dengan saya. Kadang-
kadang, kalau saya tersentak bangun tengah malam,
saya dapati anak itu tidak ada di dalam kamar. Ketika 2 | B a y i T i t i s a n
saya cari ternyata dia berada di halaman samping,
duduk atau membaringkan diri di atas lesung. Atau
duduk di tangga rumah kecil tempat menyimpan padi.
Sesekali sebelum saya menemuinya, saya coba meng-
intai. Pernah kedapatan oleh saya mulutnya berge-
rak-gerak. Dia seperti bicara dengan seseorang. Tapi suaranya tidak terdengar
dan orang yang diajaknya
bicara tidak kelihatan. Saya benar-benar cemas Da-
tuk. Saya kawatir penitisan yang terjadi atas Ken
Permata telah merusak pikiran anak itu."
Datuk Rao Basaluang Ameh terdiam baberapa ju-
rus. Setelah mengusap wajah yang barsih kelimis
orang tua ini berkata.
"Sejak beberapa waktu belakangan ini ada roh yang
berusaha mendekati anak itu."
"Apakah itu tidak berbahaya Datuk?"
"Berbahaya, sangat berbahaya. Itu sebabnya aku
telah mamagari tempat kediaman kita ini sampai se-
putar Danau Maninjau dangan Ilmu Selusin Jaring Penolak Bala. Selain itu setiap
malam aku semba-nyang Tahajjud, aku memohon perlindungan atas diri anak itu dari
Yang Maha Kuasa."
"Saya tahu, Ilmu Selusin Jaring Penolak Bala itu pastilah sangat hebat. Mudah-
mudahan iImu itu bisa melindungi Ken Permata. Tidak sampai terjadi seperti
dahulu. Ketika dia diculik orang, dilarikan ke tanah Jawa. Datuk sampai-sampai
meminta pertolongan para Datuk sahabat dari berbagai penjuru pulau Andalas..."
(Baca "Bayi Satu Suro")
"Selain itu pada Datuk Rao Bamato Hijau telah aku pesankan agar menjaga dan
mengawasi Ken Permata
baik siang apa lagi di waktu malam." Ucap Datuk Rao Basaluang Ameh. Apa yang
dikatakan dan dikawatir-kan perempuan di hadapannya memang cukup ber-
3 | B a y i T i t i s a n
alasan. Beberapa waktu lalu Ken Permata berhasil
dilarikan Wira Bumi bersama gurunya Nyai Tumbal Jiwo dengan cara menyamar
sebagai harimau putih peliharaan sang Datuk dan suami Baiduri.
"Apa masih ada hal lain yang hendak kau katakan atau masih kau cemaskan Mande
Saleha?" "Terus terang Datuk, rasa cemas saya memang tidak berkeputusan. Bagi saya Ken
Permata sudah se-
bagai anak darah daging saya sendiri. Datuk, saya
ingin memberi tahu. Ken Permata beberapa kali entah sadar entah tidak berkata
pada saya. Bahwa dia ingin meninggalkan Danau Maninjau namun hatinya masih
terkait sayang pada rumah gadang dan Datuk, pada
saya dan pada ibu susunya. Ucapannya seperti orang dewasa. Bukan seperti ucapan
anak-anak, apalagi
ucapan seorang bayi berusia belum dua tahun. Ka-
tanya lagi, walau dia belum mau pergi, namun kalau orang yang menjemput sudah
datang maka dia terpaksa akan pergi juga..."
Raut muka Datuk Rao Basaluang Ameh berubah.
"Mande Saleha, apakah anak itu mengatakan siapa yang akan menjemputnya?"
Mande Saleha menggeleng. Lalu berkata.
"Saya pernah bertanya siapa orang itu atau bagaimana ciri-cirinya, lelaki atau
perempuan. Tapi Ken Permata menjawab, "Nantilah Mande, nanti akan saya ceritakan
pada Mande." Selain itu Ken Permata juga menceritakan. Orang itu acap kali
menemuinya pada
malam hari ketika dia antara jaga dan tidur. Orang itu banyak menceritakan
tentang dirinya, siapa ibunya, siapa ayahnya. Bahwa ayahnya telah menemui
kematian. Dia juga diberi tahu siapa yang telah membunuh ayahnya."
4 | B a y i T i t i s a n
"Jika cerita anak itu memang benar, berarti satu malapetaka besar akan terjadi.
Dia akan mencari
pembunuh ayahnya. Orang yang membunuhnya
adalah Pendekar 212 Wiro Sableng..." Datuk Rao Basaluang Ameh gelengkan kepala
sambil mengucap
menyebut nama Tuhan berulang kali.
"Saleha, kau bisa menduga siapa orang itu?" tanya Datuk kemudian.
"Kalau menduga saya bisa saja tapi tak berani mengatakan. Mungkin Datuk lebih
bisa menerka."
"Kau ingat kejadian yang kau ceritakan padaku beberapa waktu lalu" Sebelum
penitisan gaib terjadi atas diri Ken Permata?"
"Saya ingat Datuk."
"Ada seorang perempuan tua bertubuh tinggi berambut putih. Masuk ke dalam kamar
tempatmu dan Ken Permata tidur. Dia mengenakan pakaian panjang
kuning berbunga-bunga. Ada seperangkat sunting
pendek di kepalanya. Dialah orang yang dimaksud Ken Permata. (Baca "Janda Pulau
Cingkuk") Yang kelak akan datang menjemputnya. Namun bisa juga yang
muncul adalah roh yang menitis ke dalam tubuhnya.
Bekas Ratu Laut Utara bernama Nyi Harum Sarti.
Tapi Saleha, hal lain bisa saja terjadi..."
"Hal lain bagaimana maksud Datuk?" tanya Mande Saleha pula.
"Bisa saja anak itu pergi sendirian, meninggalkan tempat ini, mengikuti dorongan
gaib tanpa menunggu kedatangan perempuan tua tadi."
"Saya benar-benar takut kalau hal itu terjadi. Saya memohon kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, meminta
perlindungan atas diri anak itu... Dia sebenarnya tidak tahu apa-apa. Ada
kekuatan gaib di luar dirinya yang mengatur jalan nasibnya."
5 | B a y i T i t i s a n
"Itulah yang dinamakan takdir. Manusia masih bisa merubah dan melawan nasib.
Tapi tidak ada manusia
yang bisa melawan takdir." Ucap Datuk Rao Basaluang Ameh yang saat itu pula
teringat pada Laras Parantili, kekasih di masa mudanya yang telah bertindak
sebagai pelindung terjadinya penitisan atas diri Ken Permata.
"Mungkin...mungkin kita harus cepat-cepat mem-pertemukan anak itu dengan ibu
kandungnya Datuk.
Kita tidak bisa hanya menunggu sampai Pendekar 212
menjemputnya ke sini sebagaimana yang Datuk i-
nginkan. Apalagi kenyataannya dia telah mengetahui siapa pembunuh ayahnya."
"Kau mungkin betul Saleha. Mungkin itu yang
harus kita lakukan." Kata Datuk Rao pula. "Panggil anak itu. Bawa dia ke sini.
Kita bisa bicara mengajuk hatinya..."
"Akan saya panggil dan bawa dia ke sini Datuk."
Kata Mande Saleha lalu cepat-cepat keluar dari goa.
Tak lama kemudian perempuan ini muncul kembali
dengan wajah pucat dan nafas mengengah.
"Ada apa Saleha?" tanya sang Datuk heran tak
bersyak wasangka.
"Ken Permata! Anak itu ada di pucuk pohon Kayu Manis besar di tepi danau.
Harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau tidak bisa barbuat apa-apa. Hanya
barputar-putar dan menggereng di sakitar bawah
pohon. Dia menunggu, kawatir Ken Permata tergelincir jatuh."
"Ken permata di pucuk pohon Kayu Manis! Bagai-
mana mungkin?" ujar Datuk Rao lalu dengan serta merta melompat keluar goa
diikuti Mande Salaha.
Ketika Datuk Rao Basaluang Ameh sampai di tepi
Danau Maninjau sebelah timur, orang tua ini berhenti 6 | B a y i T i t i s a n
berlari, tegak terpana penuh perasaan tak percaya.
Seperti yang dikatakan Mande Saleha, harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau
melangkah memutari
pohon kayu manis besar. Sekali-sekali kepalanya
mendongak ke atas pohon. Di atas pohon ini, pada
pucuk yang paling ujung, di satu dahan yang tidak
seberapa besar, sambil berpegangan ke ranting pohon, berdiri Ken Permata, anak
perempuan yang belum
berusia dua tahun tapi memiliki bentuk badan seu-
kuran anak berumur lima tahun. Sambil meng-
goyang-goyang kaki dan mengayun-ayunkan tubuh,
anak ini bernyanyi-nyanyi tiada henti. Datuk Rao
mengucap berulang kali.
"Allah Maha Besar! Aneh! Dia memiliki ilmu meringankan tubuh. Dia mempunyai ilmu
kesaktian. Ilmu titisan!"
Mande Saleha berteriak cemas berulang kali, me-
manggil-manggil anak perempuan itu, Datuk Rao
berseru. "Cucu Datuk Ken Permata! Kau gembira sekali hari ini. Sampai-sampai menyanyi di
atas pohon. Turunlah, menyanyi di dekatku agar Datuk bisa lebih jelas
mendengar bagusnya suaramu...!
Tanpa menoleh ke bawah dari atas pohon Ken
Permata menyahuti.
"Datuk di sini lebih enak. Udaranya nyaman, pemandangan indah. Mengapa Datuk
tidak naik saja ke
atas pohon" Jangan lupa membawa serta Mande Sa-
leha. Kita bernyanyi bersama-sama!"
"Celaka Datuk. Kalau kakinya sampai terpeleset tergerajai, anak itu akan jatuh
ke tanah. Tolong dia Datuk. Cepat diturunkan..."
"Tenang Saleha, aku akan menurunkannya..." Kata Datuk Rao pula. Sekali menjejak
kaki kanan ke tanah, 7 | B a y i T i t i s a n
orang tua sakti ini melesat ke atas pohon kayu manis.
Begitu sampai di atas cabang tempat Ken Permata
berdiri Datuk Rao cepat ulurkan tangan untuk me-
nangkpp pinggang si anak. Tapi wuutt! Dia hanya
menangkap angin! Karena sesaat sebelum Datuk Rao
mengulurkan tangan Ken Permata lebih dulu melun-
curkan diri ke bawah, tertawa gelak-gelak lalu me-
lompat dari satu cabang ke cabang lain. Tak lama
kemudian terdengar suara anak itu di bawah pohon.
"Datuk! Saya sudah turun ke bawah! Habis Datuk lama sekali saya tunggu tidak mau
naik-naik, tidak mau menyanyi bersama saya di atas pohon!"
Datuk Rao mengucap kaget. Memandang ke bawah
memang dilihatnya Ken Permata sudah berada di
bawah pohon. Berdiri di samping Mande Saleha. Anak ini tertawa-tawa girang
sambil mengelus tengkuk harimau putih Datuk Rao Bamato Hijau. Datuk Rao
Basaluang Ameh cepat melayang turun ke tanah.
"cucu Datuk hebat sekali!" memuji Datuk Rao Basaluang Ameh sambil membelai
kepala Ken Permata.
"Cucuku, ceritakan pada kakekmu Ini bagaimana kau bisa naik dan turun lagi dari
pohon besar itu."
"Ada orang yang membawa saya Kek," jawab Ken Permata.
Mande Saleha merasa kuduknya dingin merinding.
Perempuan ini memandang berkeliling lalu men-
dongak ke atas pohon besar. Lalu dia berbisik pada Datuk.
" Hantu Haru-haru. Pasti mahluk itu hendak menculik Ken Permata."
Hantu Haru-haru adalah sejenis mahluk halus
yang pada masa itu banyak gentayangan di Pulau
Andalas, suka menculik anak keeil dan membawanya
ke atas pohon tinggi antara lain pohon kelapa.
8 | B a y i T i t i s a n
"Bukan, bukan Hantu Haru-haru... Ada mahluk
lain," jawab Datuk Rao Basaluang Ameh lalu tidak menunggu lebih lama segera
mendukung Ken Permata, setengah berlari membawanya ke goa batu pu-
alam. Begitu sampai di dalam goa Datuk Rao Basaluang
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ameh bertanya pada Ken Permata.
"Cucu Datuk.... Orang yang membawamu naik ke
atas pohon tadi, apakah dia seorang lelaki atau seorang perempuan?"
"Perempuan Kek. Orangnya cantik rancak...."
Datuk Rao Basaluang Ameh tereengang mendengar
jawaban Ken Permata. "Otak dan jalan pikirannya
bukan seperti anak-anak lagi. Dia sudah lebih dewasa dari usia sebenarnya. Pasti
roh perempuan yang pernah menjadi Ratu Laut Utara, Nyi Harum Sarti..."
Datuk menatap ke luar goa. Lalu mulutnya berucap
perlahan. Ada nada kekecewaan pada suaranya. "La-
ras Parantili, aku sungguh sedih kau sampai mau
menjadi pelindung terjadinya penitisan atas diri anak ini. Apakah kau tak bisa
menduga kalau kelak di
kemudian hari akan timbul bencana besar akibat pe-
nitisan roh seorang manusia berhati jahat ke dalam diri seorang anak perempuan
yang masih bersih dan
suci" 9 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 2 ITA telah mengetahui apa
yang telah terjadi dengan
KKen Permata. Sekarang
mari kita ikuti perjalanan sang
ibu yakni Nyi Retno Mantili sete-
lah dibawa oleh Manusia Paku
Sandaka Arto Gampito. Dalam
serial berjudul "Perjodohan Ber-
darah" diceritakan setelah me-
nyelamatkan Nyi Retno Mantili
dari Serikat Tiga Momok yang
hendak merobek tubuh dan me-
nyantap hati, ginjal serta jan-
tungnya, Manusia Paku berhasil
membujuk dan membawa perempuan malang itu ke-
tempat kediaman gurunya di satu goa yang terletak
pada sisi barat jurang batu pualam.
Di dalam serial Wiro Sableng berjudul "Dendam
Manusia Paku" diceritakan bagaimana setelah sekian lama dijadikan budak nafsu,
dengan mempergunakan
Kapak Geni 212 milik Wiro, Manusia Paku Sandaka Arto Gampito pada akhirnya
berhasil membunuh Dewi Ular. Dalam keadaan tubuh penuh luka bergelimang darah
Dewi Ular ditendang masuk ke dalam sebuah
jurang batu mengandung pualam. Namun entah apa
yang ada di benak Manusia Paku, sesaat setelah Dewi Ular jatuh ke dalam jurang
diapun ikut pula menyusul menghambur diri terjun ke dalam jurang yang sama.
10 | B a y i T i t i s a n
Rupanya benar ujar-ujar yang mengatakan sebe-
lum ajal berpantang mati. Ini yang terjadi dengan
Sandaka. Seorang sakti yang diam di dalam sebuah
goa di dinding barat jurang batu pualam menyela-
matkan pemuda itu. Setelah mendengar penuturan
Sandaka mengenai riwayat dirinya, si orang tua sakti menaruh hiba lalu
mengambilnya menjadi murid, diajak tinggal bersama di dalam goa.
Sang guru yang dalam rimba persilatan dikenal
dengan nama Datuk Sipatoka kabarnya berasal dari Pulau Andalas sebelah Utara.
Setelah puluhan tahun menghuni goa di jurang batu pualam itu dia kemudian
dikenal juga dengan nama Datuk Batu Pualam.
Sebagai orang sakti Datuk Sipatoka mengetahui
bahwa di dasar jurang di mana terdapat satu kawah
sempit tersimpan sepasang keris sakti tak bersarung yang diduga milik Kerajaan,
bernama Keris Nagasona.
Konon salah satu kesaktian keris yang satu jantan
satu betina ini adalah mampu menyembuhkan ber-
bagai penyakit. Karenanya Datuk Sipatoka menaruh
keyakinan bahwa sepasang senjata sakti itu juga
mampu melenyapkan puluhan baja putih yang me-
nancap di tubuh muridnya. Hal itu diberitahukannya pada Sandaka.
Namun tidak mudah untuk mendapatkan sepasang
keris sakti tersebut. Sang Datuk menyirap berita yang berasal dari sebuah kitab
bernama Kitab Seribu Petunjuk Kuna dan memberitahu pada muridnya bahwa pada
malam Sekatan yang akan datang, didahului
dangan tanda munculnya Bintang Kalimukus di langit maka saat itulah sapasang
keris sakti akan keluar dari tempat pertapaannya selama belasan tahun di
dasar kawah jurang batu pualam. Sepasang keris itu sendiri konon telah berusia
dua ratus tahun.
11 | B a y i T i t i s a n
Bagaimana dengan Dewi Ular" Apakah benar-benar
menemui ajal pada saat dirinya terpental ke dalam
jurang batu pualam akibat tendangan Sandaka"
Dalam keadaan tubuh penuh luka bekas bacokan
kapak sakti bergelimang darah dan siap meregang
nyawa Dewi Ular melayang jatuh ke dalam jurang.
Tidak disangka-sangka dari dalam sebuah goa di
dinding timur muncul seorang perempuan sakti me-
nyelematkannya. Perempuan bertubuh gemuk ini
bernama Kunti Rao, merupakan musuh bebuyutan Datuk Sipatoka alias Datuk Batu
Pualam yang tinggal dalam goa di dinding barat jurang. Dewi Ular bukan saja
diselamatkan tapi juga diambil jadi murid. Namun sang guru bernasib buruk. Dewi
Ular yang culas secara keji kemudian membunuh Kunti Rao memper-
gunakan paku emas yang telah berubah hitam yang ditusukkan ke pusarnya oleh
Pendekar 212 Wiro
Sableng. Ketika di Kotaraja tengah berlangsung perayaan
Sekaten, pada malam harinya di langit di atas jurang benar-benar muncul, Bintang
Kalimukus. Di sekitar
mulut jurang batu pualam saat itu t.elah berkumpul serombongan tokoh dari
Keraton di bawah pimpinan
Pangeran Ipong Nalakudra. Pangeran ini telah sekian lama menderita menyakit
lumpuh. Dia percaya sepasang keris sakti Nagasona mampu memberi kesem-
buhan pada penyakitnya. Itu sebabnya bersama pe-
ngiringnya yang terdiri dari tokoh-tokoh silat Kerajaan dia mendatangi jurang
batu pualam untuk mendapatkan dua keris sakti.
Ternyata yang datang ke tempat itu bukan cuma
rombongan dari Keraton, tapi juga Ratu Ular bersama sang murid, Dewi Ular yang
telah lebih dulu berada di tempat itu. Lalu tidak terduga datang pula tokoh
sakti 12 | B a y i T i t i s a n
utama rimba persilatan yang dikenal dengan julukan Si Raja Penidur. Tokoh yang
jarang muncul ini dan sepanjang tahun boleh dikatakan selalu tidur, sekali
memperlihatkan diri maka ini merupakan pertanda
bahwa satu peristiwa besar akan terjadi di tempat itu.
Sementara itu Pendekar 212 Wiro Sableng bersama
Anggini murid DewaTuak juga telah berada di sekitar jurang batu pualam. Sepasang
pendekar muda mudi
ini dicurigai oleh Pangeran Ipong dan para pengikutnya sebagai hendak merampas
keris Nagasona. Pa-
dahal keduanya tidak tahu-menahu keberadaan sen-
jata sakti itu. Mereka datang ke jurang batu pualam justru karena mencurigai
bahwa Dewi Ular sebenarnya masih hidup sambil mencari tahu apa yang terjadi
dengan Manusia Paku Sandaka.
Ketika malam itu akhirnya Bintang Kalimukus
muncul di langit, di dasar jurang dua keris sakti Nagasona mencuat keluar dari
dalam kawah dan para
tokoh rimba persilatan berkelahi hebat untuk men-
dapatkan. Ternyata yang beruntung adalah Ratu Ular.
Begitu dia berhasil menangkap sepasang keris sakti dengan cepat Ratu Ular
sapukan dua keris ke tubuh
muridnya hingga tubuh Dewi Ular yang tadinya penuh cacat luka bekas hantaman
Kapak Naga Geni 212
sembuh dengan seketika. Kekuatan, tenaga dalam
serta kesaktiannya pulih.
Dengan mengandalkan dua keris sakti Ratu Ular
kemudian berusaha menghabisi semua tokoh silat
yang ada di tempat itu. Dia nyaris hampir membunuh Datuk Sipatoka alias Datuk
Batu Pualam. Ketika dia mengejar dan hendak menghabisi Manusia Paku
Sandaka Pendekar 212 Wiro Sableng segera masuk ke
dalam kancah pertarungan dengan Kapak Naga Geni
212 di tangan kanan. Ternyata kapak mustika sakti
13 | B a y i T i t i s a n
tidak mampu menghadapi sepasang keris pusaka.
Wiro terpental, kapak sakti lepas dari pegangannya.
Sesaat lagi Ratu Ular hendak melancarkan serangan
yang mematikan tiba-tiba Si Raja Penidur jatuhkan
diri di dasar jurang tapi dalam keadaan mata terpejam mulut mengorok alias tidur
lelap! Di mulutnya masih terselip pipa berasap! Enak saja dia menggolekkan diri
di atas satu batu besar. Selagi semua orang terkesiap melihat kemunculan tokoh
utama rimba persilatan
yang berperilaku aneh ini, Wiro cepat mengambil Kapak Naga Geni 212 yang
tercampak di batu jurang.
Melihat kemunculan Si Raja Penidur, apa lagi ke-
tika Wiro membangunkan tokoh rimba persilatan yang memiliki kesaktian luar biasa
ini, Ratu Ular tampak gelisah. Dia segera membisiki Dewi Ular untuk segera
meninggalkan tempat itu. Namun ketika guru dan
murid bersiap kabur, tahu-tahu Si Raja Penidur sudah menghadang. Setelah
hembuskan asap pipa dan
menguap lebar Si Raja Penidur menegur.
" Untari, kau masih saja berkelakuan macam-macam. Apa kekecewaan masa muda masih
meng- hantui dirimu?"
Semua orang yang ada di atas permukaan kawah di
dalam jurang batu pualam terheran-heran mendengar
kata-kata si gemuk, tapi tak ada yang berani bertanya.
Siapa yang bernama Untari itu" Ratu Ular" Lalu me-
reka melihat perubahan pada wajah Ratu Ular. Si-
kapnya kini menunjukkan rasa gelisah kalau tidak
mau dikatakan takut. Takut pada siapa"
"Raja Penidur," tiba-tiba Ratu Ular berucap. "Urusan masa lalu tidak perlu
diungkit-ungkit..."
"Ah! Jadi dialah yang bernama Untari! Sang Ratu Ular!" bisik Pendekar 212 Wiro
Sableng pada Anggini.
14 | B a y i T i t i s a n
"Kalau begitu katamu, baiklah. Kau boleh pergi.
Tapi ada dua hal yang harus kau tinggalkan," kata Si Raja Penidur.
"Hemmm, dua hal apakah itu?" tanya Ratu Ular.
Si Raja Penidur menyedot pipa dalam-dalam lalu
menghembuskan asapnya ke udara hingga tempat itu
dipenuhi bau tembakau yang tidak sedap. Setelah
menguap dan mengucak kedua matanya baru dia
menjawab. "Pertama serahkan padaku sepasang keris Naga-
sona. Dua senjata mustika sakti itu bukan milikmu."
"Lalu apakah dua keris ini milikmu?" tukas Ratu Ular dengan wajah sunggingkan
seringai sinis.
"Memang jelas bukan milikku. Aku hanya jadi perantara untuk mengembalikan pada
pemiliknya. Se-
bentar lagi utusan pemilik akan datang untuk meng-
ambil..." Ratu Ular tertawa panjang. "Ceritamu enak sekali didengarnya. Rupanya kau
sekarang telah jadi seorang perantara. Bagiku seorang perantara tidak lebih dari
seorang kacung."
Si Raja Penidur tenang saja mendengar dirinya di-
katakan sebagai kacung. Setelah meniup pipa da-
lam-dalam dan menghembuskan asap ke udara dia
menjawab. "Aku hanya memberi tahu. Aku tidak bicara dusta. Tidak pernah..."
"Kecuali terhadapku?" Ratu Ular cepat potong ucapan Si Raja Penidur.
Si Raja Penidur sesaat berubah parasnya lalu ter-
kekeh perlahan. "Kau tadi mengatakan urusan masa lalu tak perlu diungkit-ungkit.
Menurutku ini adalah penyelesaian yang paling baik."
"Kau belum mengatakan hal yang kedua." Ratu Ular alihkan pembicaraan.
15 | B a y i T i t i s a n
"Hal kedua yang harus kau tinggalkan di tempat ini adalah perempuan muda
berjuluk Dewi Ular itu..."
Sepasang alis Ratu Ular berjingkat. Dua bola mata
membesar. "Apa urusanmu dengan diri muridku" Kau hendak memperlakukannya seperti yang kau
perbuat padaku puluhan tahun silam?"
Pendekar 212 dan semua orang yang ada di tempat
itu jadi saling pandang mendengar ucapan Ratu Ular.
Rupanya ada jalinan hubungan sangat dekat antara
Ratu Ular dan Raja Penidur di masa puluhan tahun
silam. Si Raja Penidur batuk-batuk beberapa kali lalu
menguap lebar-Iebar.
"Aku sudah mengatakan dua hal permintaanku.
Terserah padamu mau memenuhi atau tidak."
"Aku harus tahu dulu apa yang hendak kau lakukan terhadap muridku."
"Aneh kalau kau masih bertanya. Apa kau tidak menyadari kesalahan besar yang
telah dibuatnya"
Dosanya setinggi langit sedalam lautan. Mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak
kaki! Membunuh tokoh-tokoh rimba persilatan tak berdosa. Bahkan teganya membunuh
gurunya sendiri! Kau kira dia bisa lolos
begitu saja dari hukuman" Tapi mengingat hubung-
anmu dengan diriku, aku tidak akan bertindak terlalu keras padanya. Aku bersedia
melindungi dirinya dari balas dendam orang-orang rimba persilatan yang
mengerikan. Aku akan mengatur hukuman yang ter-
baik bagi dirinya."
"Hukuman terbaik bagi dirinya adalah ikut bersamaku. Sekarang juga! Jangan ada
yang berani mengganggu menghalangi!" kata Ratu Ular pula tegas.
16 | B a y i T i t i s a n
"Terserah padamu. Aku sudah menawarkan yang
terbaik. Mataku sudah mulai mengantuk. Aku ingin
menyelesaikan urusan ini sebelum aku tidur lagi."
"Aku tidak akan memenuhi permintaanmu, Raja
Penidur! Seperti kau tidak pernah memenuhi apa-apa terhadap diriku! Kau mau
tidur silahkan. Aku tidak perduli sekalipun kau tidak pernah bangun lagi untuk
selama-lamanya!"
"Ah, sayang sekali kalau begitu," kata Raja Penidur lalu menguap tak acuh.
Ratu Ular memberi isyarat pada Dewi Ular. Kedua
perempuan itu segera melangkah pergi. Namun baru
berjalan dua tindak tiba-tiba dari atas ada cahaya putih melayang turun. Ketika
cahaya mencapai pertengahan jurang, semua orang yang ada di tempat itu jadi
tertegun. Yang melayang turun adalah seorang
gadis sangat cantik. Berpakaian lilitan kain sutera putih halus. Kalau saja
lilitan kain tidak tebal maka pakaian itu nyaris tembus pandang memperlihatkan
tubuhnya yang putih elok. Udara di dasar kawah kini dipenuh bau harum semerbak
yang keluar dari tubuh
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan pakaian si gadis.
Raja Penidur cabut pipa dari sela bibir, menguap
lebar-lebar lalu berpaling pada Ratu Ular.
"Utusan yang ditunggu telah datang. Aku tidak bisa membantumu lagi, Untari..."
Ratu Ular terkesiap. Dewi Ular tampak tegang. Ga-
dis cantik berpakaian sutera putih melayang turun
dan berdiri di hadapan Ratu Ular. Wiro dan Anggini melihat bagaimana dua kaki
putih bagus si gadis sama sekali tidak menjejak batu di dasar jurang. Walau
kagum melihat kecantikan dan keelokan tubuh orang
namun diam-diam Wiro merasa tengkuknya dingin.
17 | B a y i T i t i s a n
Dia segera maklum kalau gadis ini bukan manusia
biasa. Si gadis yang oleh Raja Penidur disebut sebagai
utusan menjemput dua keris sakti anggukkan kepala
seraya ulurkan dua tangan. Memberi isyarat pada
Ratu Ular agar segera menyerahkan keris Nagasona.
Ratu Ular melangkah mundur. Tangan kiri meng-
usap kepala ular besar yang bergelung di lehernya, tangan kanan memberi tanda
pada Dewi Ular. Sang
murid yang mengerti isyarat ini segera siapkan paku hitam. Didahului teriakan
keras Ratu Ular maka guru dan murid lancarkan tiga serangan ganas.
18 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 3 ERANGAN pertama adalah
serangan ular besar yang
Smenggelantung di leher
Ratu Ular. Binatang ini melesat
laksana anak panah mematuk ke
arah gadis cantik berpakaian su-
tera putih. Serangan kedua be-
rupa cahaya kuning yang keluar
dari paku hitam di tangan Dewi
Ular. Paku hitam ini dulunya
adalah paku emas yang didapat
Wiro dari Eyang Sinto Gendeng
untuk melumpuhkan Dewi Ular.
Oleh Dewi Ular paku ini kemu-
dian dijadikan senjata sakti mandraguna. Walau
keadaannya sekarang hitam namun sinar maut yang
dipancarkannya tetap berwarna kuning emas.
Serangan ketiga - inilah serangan yang terhebat -
datang menghambur dari sepasang keris sakti berupa hamparan dua cahaya kuning
terang benderang menyilaukan sekaligus menggidikkan.
Manusia biasa, betatapun tinggi ilmu silat dan ke-
saktiannya, dihantam tiga serangan sakaligus seperti itu akan sulit lolos
selamatkan diri. Si Raja Penidur tampak kerenyitkan kening melihat datangnya
serangan sambil siap membantu kalau sampai gadis
cantik berpakaian sutera putih tidak sanggup mena-
han hantaman tiga serangan. Wiro sendiri sudah
19 | B a y i T i t i s a n
merapal ajian Pukulan Sakti Sinar Matahari. Tangan kanannya sebatas siku ke
bawah telah berubah
menjadi putih perak. Malah dengan jengkel dia berteriak. Memaki Ratu Ular dan
Dewi Ular sebagai pe-
ngecut. Namun gadis jelita yang dua kakinya tidak berpijak ke dasar kawah tampak tenang
saja. Sambil tersenyum dan lemparkan lirikan ke arah murid Sinto
Gendeng dia membuat lemah gemulai laksana seorang
penari padahal yang dihadapi adalah serangan maut!
Si gadis lambaikan tangan kiri dengan gerakan
perlahan. Tiga serangan yang menyambar ke arahnya
seolah-olah disedot masuk ke dalam telapak tangan
kiri yang dikembangkan.
Tiga larik sinar kuning dari sepasang keris sakti
dan satu lagi dari paku hitam di tangan Dewi Ular
lenyap pupus seperti asap dihembus angin.
"Cleepp!"
Bersamaan dengan itu kapala ular besar menempel
di telapak tangan kiri gadis berpakaian sutera putih.
Binatang ini mendesis keras. Menggeliat berusaha
melepaskan diri. Namun sekali lima jari tangan si gadis meremas maka kepala
binatang jahat berbisa itu hancur remuk. Tubuh sampai ke ekor yang masih
utuh dalam keadaan menggelepar-gelepar, dilempar
amblas ke dalam dasar kawah jurang batu pualam.
Sekali gadis cantik meniup maka tangannya yang
berlumuran darah ular bersih kembali.
Masih dengan gerakan seperti penari, tangan kanan
gadis cantik yang oleh Raja Penidur disebut sebagai utusan untuk mengambil
sepasang keris Nagasona,
bergerak melambai ke depan. Ratu Ular merasa satu
kekuatan dahsyat menerpa membuat dua kakinya
goyah dan tubuh terjajar ke belakang. Belum sempat 20 | B a y i T i t i s a n
mengimbangi diri dia melihat sesuatu berkelebat di depannya, lalu tahu-tahu dua
keris sakti yang dipe-gangnya di tangan kiri kanan telah berpindah ke
tangan kanan gadis cantik di hadapannya.
Ratu Ular berteriak keras. Dia menerjang ke depan.
Dalam jarak begitu dekat dua tangan bukan saja me-
lancarkan serangan tangan kosong ganas tapi dua
tangan itu tiba-tiba berubah menjadi sepasang tombak dengan kepala berbentuk
ular senduk hijau!
Dua mata gadis cantik membesar, dua alis naik ke
atas. Tangan kiri digerakkan. Gerakan lembut tapi
mengandung tenaga dahsyat!
"Trakk! Traakk!"
Bukan cuma dua tombak berbentuk kepala ular
kobra jejadian yang hancur tapi dua tangan Ratu Ular ikut patah dan remuk mulai
dari pertengahan lengan sampai ke ujung jari. Raungan keras perempuan ini
menggelepar di dalam jurang batu.
Melihat gurunya celaka begitu rupa didahului jerit-an tak kalah kerasnya Dewi
Ular kembali menyerbu
dengan paku hitam bertuah. Gadis yang diserang la-
gi-lagi lambaikan tangan kiri.
"Kraakk!"
Paku hitam hancur luluh. Begitu juga tangan ka-
nan Dewi Ular yang tadi memegang senjata itu. Guru dan murid sama terhuyung lalu
tubuh mereka saling
berbenturan. "Dewi, kita tak mungkin keluar hidup-hidup dari tempat ini. Kalaupun mampu tak
ada gunanya hidup
dalam keadaan cacat seperti ini. Ikuti apa yang aku lakukan."
"Saya mengerti Ratu. Saya siap..." sahut DewiUlar.
Dengan cepat diam-diam dia kerahkan ilmu kesaktian bernama Membalik Mata Menipu
Pandang. 21 | B a y i T i t i s a n
Tidak ada satu orangpun yang menduga, tidak ada
yang menyangka maupun mampu mencegah ketika
Ratu Ular dan Dewi Ular didahului teriakan keras
sama-sama lari lalu menghujamkan kepala masing-
masing ke dinding jurang batu pualam.
Suara remuknya kepala kedua orang ini terdengar
luar biasa menggidikkan! Tubuh mereka tergelimpang tak bernyawa di atas gundukan
batu di samping kawah di dasar jurang. Untuk beberapa lama keadaan di tempat itu
dipagut kesunyian.
Gadis cantik berpakaian sutera putih palingkan
kepala ke arah Raja Penidur. Datuk rimba persilatan ini maklum arti pandangan
itu. Si gadis akan segera meninggalkan jurang batu pualam.
Sebelum pergi, atas permintaan Si Raja Penidur
gadis cantik berpakaian sutera putih mengusapkan
sepasang keris Nagasona ke tubuh Datuk Sipatoka
dan Manusia Paku Sandaka. Saat itu juga luka dalam yang dialami Datuk Sipatoka
akibat hantaman Ratu
Ular tadi serta merta menjadi sembuh. Sementara
sapuan dua keris sakti membuat tiga puluh paku baja putih yang menancap di
sekujur kepala, muka dan
tubuh Sandaka tercabut bermentalan, jatuh ke dalam dasar jurang. Tubuh Sandaka
kepulkan asap berbau
busuk. Si Raja Penidur menguap lalu kucak mata dan
berkata. "Terima kasih, kau telah mengobati dua sahabat kami. Gadis utusan penjemput
sepasang keris sakti, kau boleh pergi. Serahkan keris Nagasona pada pemiliknya
di pantai selatan. Jika sebentar nanti kau berada di atas jurang, ada seorang
Pangeran yang telah puluhan tahun menderita lumpuh. Tolong sembuhkan
penyakitnya dengan keris sakti itu. Sampaikan sa-
22 | B a y i T i t i s a n
lamku pada Sang Penguasa Agung Samudera Sela-
tan." Gadis yang diajak bicara hanya menjawab dengan
anggukan kepala. Ketika dia memutar tubuh siap
hendak melesat ke atas jurang, tiba-tiba Pendekar 212
Wiro Sableng berseru.
"Gadis cantik! Tunggu! Jangan pergi dulu! Aku juga menderita sakit. Mungkin luka
dalam. Tolong sembuhkan. Usapkan keris sakti itu ke dadaku..." Lalu Wiro cepat-
cepat buka kancing bajunya dan melangkah mendekati si gadis sambil sodorkan
dada. Si gadis tertegun sesaat lalu tersenyum.
Si Raja Penidur cabut pipa dari sela bibir. Jaraknya dengan Wiro saat itu cukup
jauh tapi seperti bisa
mulur tangan itu menjadi panjang dan pipa lalu di-
ketukkan ke kepala murid Sinto Gendeng.
"Anak sableng! Jangan berani macam-macam!
Siapa tidak tahu akal bulusmu! Minta diusap segala!"
"Plettaaakk!"
Pipa Si Raja Penidur mandarat di kening Pendekar
212 hingga saat itu juga jidat Wiro jadi benjut banjol sebesar telur ayam.
Sakitnya bukan main karena Si
Raja Penidur memang sengaja mengalirkan hawa sakti ke ujung pipa yang bisa
membuat orang kesakitan
setengah mati. Tapi Wiro juga tidak tinggal diam. Sebelum ujung pipa mendarat di
keningnya dia kerahkan tenaga dalam mengandung hawa lembut. Walau keningnya
tetap benjol tapi ujung pipa Si Raja Penidur-jadi bengkok! Membuat manusia gemuk
sakti ini mendelik sesaat lalu kembali sepasang matanya redup dan dia menguap lebar-Iebar.
Gadis cantik berpakaian sutera putih tertawa. Lalu dia meniup ke arah wajah
Wiro. Saat itu juga benjol besar di kening sang pendekar dan rasa sakit serta 23
| B a y i T i t i s a n
merta lenyap! Selagi Wiro tertegun si gadis sudah
melesat ke atas jurang.
"Ah, tidak diusap pun tak jadi apa. Nafasnya segar dan sejuk seperti embun pagi,
seharum kembang
melati! Rugi kau tidak merasakan tiupannya Kek!"
Wiro tertawa gelak-gelak.
"Kelakuan konyolmu masih tidak berubah!" kata Si Raja Penidur sambil berusaha
meluruskan pipanya
yang bengkok. "Gadis hendak kau permainkan tadi bisa saja dia adalah si pemilik
sapasang keris Nagasona yang sebenarnya..."
Sambil mengusap kaning murid Sinto Gendeng
bertanya. "Kalau begitu gadis tadi itu siapa sebenarnya Kek?"
"Bagaimana kalau dia adalah Ratu Penguasa Sa-
mudera Selatan... "
"Maksudmu Kek, Nyai Roro Kidul?" tanya Wiro lagi.
"Apa ada Ratu lain yang jadi penguasa di kawasan itu?" tukas Raja Penidur.
"Ah...!" Wiro jadi garuk-garuk kepala.
Raja Penidur masih terus berusaha meluruskan
pipanya yang bengkok tapi tidak bisa-bisa. Lalu dia mengomel, memaki pada Wiro.
"Lihat pekerjaan kurang ajarmu, kalau pipa ini tidak bisa kupergunakan lagi, aku
akan membetot lepas menanggalkan salah satu tangannya. Tulang tanganmu akan
kujadikan pipa pengganti pipa bengkok
sialan ini!"
Wiro tertawa. Lalu membungkuk, ulurkan kepala
dan meniup. Saat itu juga pipa yang bengkok lurus
kembali. "Dasar anak setan!" Semprot Si Raja Penidur.
Wiro tertawa gelak-gelak.
24 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 4 EPAT empat puluh hari se-
telah peristiwa hebat di da-
Tsar jurang batu pualam di
mana Ratu Ular dan Dewi Ular
menemui kematian, pagi hari ke-
tika Sandaka Arto Gampito ter-
bangun dari tidurnya pemuda ini
tersentak kaget lalu berteriak
keras. Dia dapati tiga puluh paku
baja murni yang sebelumnya te-
lah lenyap dari kepala dan tu-
buhnya kini muncul dan ada lagi.
Teriakan sang murid membuat
Datuk Sipatoka mendatangi.
Orang tua ini tertegun begitu melihat apa yang terjadi dengan si pemuda.
"Sandaka, seperti apa yang sudah aku katakan
padamu, seharusnya pagi ini kau boleh meninggalkan goa. Tapi dengan adanya
kejadian ini..."
"Datuk, bagaimana hal ini bisa terjadi. Bagaimana paku-paku jahanam ini muncul
lagi dan menancap di
kepala, muka serta tubuhku" Apakah ini pekerjaan
jahat roh Datuk Bululawang yang dulu menancapkan paku-paku celaka ini?"
Datuk Sipatoka alias Datuk Batu Pualam merenung
sejenak lalu gelengkan kepala. Mulutnya berucap
perlahan. 25 | B a y i T i t i s a n
"Ini bukan pekerjaan roh Datuk Bululawang. Aku lebih menduga ini adalah
perbuatan roh Ratu Ular
atau Dewi Ular atau kedua-duanya. Sandaka, ikuti
aku!" Sandaka ikuti gurunya keluar dari goa lalu turun ke dasar jurang. Mereka pergi
ke bagian kawah di mana dulu atas tekanan Si Raja Penidur Ratu Ular dan Dewi
Ular tewas melakukan bunuh diri. Dasar kawah diselimuti bau busuk. Dan di situ
mereka hanya me-
nemui satu mayat yang telah sangat rusak. Dari si-
sa-sisa pakaiannya jelas bahwa mayat itu adalah
mayat Ratu Ular.
"Ini mayat Ratu Ular! Di mana mayat Dewi Ular"!"
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sandaka berkata sambil memandang berkeliling.
"Muridku, dugaanku tidak salah. Apa yang terjadi atas dirimu adalah perbuatan
Dewi utar. Perempuan
iblis itu tidak mati sungguhan. Dia pasti menggunakan satu ilmu kesaktian untuk
menipu semua orang ketika dia mengikuti gurunya melakukan bunuh diri dengan
membenturkan kepala ke dinding batu jurang."
"Jadi Dewi Ular saat ini masih hidup?"
Datuk Sipatoka anggukkan kepala.
"Aku berlaku lalai. Seharusnya aku sudah dulu-dulu turun ke dasar jurang ini
untuk menyelidiki
keadaan." Sang Datuk menarik nafas dalam lalu me-nyambung ucapan. "Sandaka, aku
terpaksa membatalkan rencana kepergianmu. Aku ingin kalau kau
meninggalkan jurang batu ini keadaanmu bersih
tanpa paku. Paling tidak aku mendapat petunjuk ba-
gaimana cara menyembuhkan dirimu."
"Mungkin aku harus pergi ke laut selatan. Mencari gadis berpakaian sutera putih
itu. Meminta agar dia mau menolong diriku sekali lagi dengan sepasang keris
Nagasona."
26 | B a y i T i t i s a n
Datuk gelengkan kepala.
"Sampai kiamat mungkin kau tak akan bisa me-
nemui gadis itu, Kalaupun kau bisa menemuinya,
belum tentu keris sakti Nagasona bisa dipergunakan untuk penyembuhan penyakit
yang sama untuk kedua
kalinya..."
"Kalau begitu biar aku mencari Dewi Ular. Aku akan membunuh perempuan iblis itu.
Akan aku cerai be-raikan sekujur tubuhnya!"
"Muridku, hal yang terbaik adalah memohon dan meminta petunjuk pada Yang Maha
Kuasa." "Lalu apa yang harus kita lakukan, Datuk?"
"Mari kita bersemedi."
Setelah guru dan murid sama-sama bertapa salama
dua puluh satu hari tanpa makan dan minum hingga
tubuh meraka nyaris seperti jerangkong, akhimya
sang guru mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
Petunjuk itu agak aneh, tapi bagaimanapun juga itulah hasil yang didapat dan
harus dilakukan demi kesembuhan sang murid.
"Sandaka, Yang Maha Kuasa telah memberi pe-
tunjuk padaku. Mungkin kau juga sudah merasakan
getarannya di dalam tubuhmu."
"Datuk, aku memang merasakan sesuatu dalam
diriku. Aku mohon Datuk mau menjelaskan apa pe-
tunjuk yang Datuk dapats ekarang juga."
Setelah menatap wajah muridnya yang malang itu
sejurus, Datuk Sipatoka alias Datuk Batu Pualam
memberi tahu bahwa keadaan diri Sandaka Arto
Gampito bisa disembuhkan, puluhan paku dapat di-
lenyapkan kalau pemuda itu nikah dengan seorang
perempuan berkepandaian tinggi berotak miring! Ma-
sih menurut petunjuk, bilamana Manusia Paku telah
melakukan hubungan badan dengan perempuan yang
27 | B a y i T i t i s a n
dinikahinya itu sebanyak 21 kali maka seluruh paku yang menancap di tubuhnya
akan rontok dan musnah.
Lama Sandaka termenung. "Siapa perempuannya
yang mau dinikahi oleh lelaki seperti diriku ini?" Ucap si pemuda lirih.
Datuk Sipatoka terdiam sesaat. Hatinya merasa
terenyuh mendengar ucapan sang murid.
"Perempuan gila alias sinting itu petunjuk yang aku dapat. Datangnya dari Yang
Di Atas. Kau tak perlu
meragukan..." kata Datuk Sipatoka pula.
Maka pada suatu hari atas perkenan sang guru
Manusia Paku pergi meninggalkan jurang batu pualam disertai pesan bahwa dia
tidak boleh kembali kecuali menemukan dan membawa perempuan dimaksud.
Selain itu dia juga tidak boleh mempergunakan semua ilmu silat dan ilmu
kesaktian yang didapatnya dari sang guru secara sembarangan terutama sebelum
dirinya mengalami kesembuhan dari paku baja putih.
Ternyata tidak mudah bagi Manusia Paku Sandaka
mencari dan mendapatkan perempuan seperti yang
disyaratkan oleh sang guru. Memang dia bisa mene-
mukan perempuan gila di mana-mana, mulai dari yang muda sampai tua renta. Namun
yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi itulah yang sulit dicari.
Setelah menghabiskan waktu hampir dua tahun
mencari dan dalam keadaan putus asa akhirnya suatu hari dari suami istri
pedagang mainan anak di Kotaraja Sandaka mendengar cerita tentang seorang
perempuan muda berwajah cantik, berotak tidak waras tapi memiliki ilmu silat dan
kasaktian tinggi.
Sandaka melakukan penyelidikan sampai dia
mendapatkan kabar yang lebih jelas tentang kebera-
daan perempuan muda berotak miring itu. Dari kabar yang disirapnya diketahui
perempuan itu bernama Nyi 28 | B a y i T i t i s a n
Retno Mantili tinggal di tempat kediaman seorang
kakek sakti bernama Kiai Gede Tapa Pamungkas di puncak Gunung Gede dan ada
dugaan bahwa sang Kiai menjadi pelindung bahkan telah mengambil perempuan itu
menjadi muridnya.
Maka Manusia Paku Sandaka segera berangkat
menuju puncak Gunung Gede. Seperti yang ditutur-
kan dalam serial Wiro Sableng berjudul "Perjodohan Berdarah" Manusia Paku sampai
di tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas ketika sang Kiai tengah
bicara dengan Pendekar 212 Wiro Sableng dan Ratu Duyung parihal perjodohan
mereka. Karena tidak menemui Nyi Retno Mantili dan tidak punya urusan
dengan segala perjodohan sang pendekar sahabatnya
itu diam-diam tanpa diketahui siapapun Manusia
Paku tinggalkan tempat kediaman Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Mungkin memang sudah berjodoh bahwa dia a-
khirnya akan bertemu dengan orang yang dicarinya.
Suatu hari ketika kejadian Nyi Retno Mantili dikeroyok kedua kalinya oleh Tiga
Momok yang hendak membunuh dan mengorek isi tubuhnya, Manusia Paku
menyelamatkan perempuan itu.
Merasa orang telah menyelamatkan nyawa Nyi
Retno Mantili bersikap bersahabat dengan Manusia
Paku dan mau saja diajak ikut untuk menemui Datuk
Sipatoka. Dalam perjalanan berkali-kali Nyi Retno
Mantili mengatakan bahwa ayah dari Kemuning, boneka kayu yang dianggapnya
sebagai anak, adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng. Manusia Paku yang kenal baik dengan Wiro hanya
tertawa gelak-gelak mendengar ucapan Nyi Retno Mantili. Saat itu Manusia
Paku Sandaka berkata.
29 | B a y i T i t i s a n
"Aku tahu, kau memang punya suami. Mustahil
kau punya anak tapi anakmu tidak punya ayah.
Suamimu adalah Patih Kerajaan bernama Wira Bumi.
Tapi bukankah dia sudah menemui ajal" Tewas di
tangan Pendekar 212 Wiro Sableng sewaktu hendak
menyelamatkan bayimu?"
"Kau sama saja gilanya dengan yang lain-lain!" Kata Nyi Retno Mantili dengan
nada kesal dan wajah cemberut.
"Maksudmu?" tanya Sandaka sambil usap wajahnya yang penuh ditancapi paku baja
putih. "Aku tidak pernah jadi istri Wira Bumi! Aku tidak kenal siapa itu Wira Bumi! Aku
tidak punya bayi selain Kemuning! Ayah Kemuning bukan Wira Bumi! Bukan
Patih Kerajaan!"
"Lalu siapa"!"
"Pendekar 212 Wiro Sableng."
Manusia Paku kaget sampai hentikan lari. Dia tu-
runkan Nyi Retno Mantili dari panggulannya dan
bertanya. "Siapa" Kau tadi menyebut siapa"!"
"Apa kau tuli"!"
"Tidak. Aku tidak tuli. Tapi coba katakan sekali la-gi!" Nyi Retno Mantili
runcingkan bibirnya yang mungil.
"Ayah Kemuning itu Pendekar 212 Wiro Sableng!
Nah dengar sekarang" Ngerti sekarang?"
Manusia Paku menatap wajah Nyi Retno Mantili
beberapa ketika lalu tertawa gelak-gelak.
KETIKA beberapa waktu kemudian Manusia Paku
Sandaka sampai di goa batu pualam dengan membawa
Nyi Retno Mantili, pemuda ini mengalami hal yang
sungguh tidak terduga. Di dalam goa dia tidak me-
30 | B a y i T i t i s a n
nemukan Datuk Sipatoka alias Manusia Batu Pualam
sang guru, tapi yang dijumpainya di situ sesosok jerangkong tengkorak manusia,
tergeletak di lantai goa tersandar ke dinding.
"Jerangkong siapa?" tanya Nyi Retno Mantili begitu diturunkan dari panggulan
bahu kiri. "Anakku Kemuning bisa sakit ketakutan." Lalu perempuan ini
mendekapkan boneka kayu ke dadanya. Dia memandang berkeliling. Lalu bertanya
lagi. "Mana gurumu"
Apa jerangkong lni gurumu?"
"Diam dulu Nyi Retno." Kata Manusia Paku dengan suara bergetar. "Jangan banyak
bertanya. Aku... sesuatu terjadi di dalam goa ini, Aku tidak tahu apa ini
jerangkong guru atau siapa... " Kata Manusia Paku pula sambil sepasang matanya
memperhatikan sekujur jerangkong mulai dari kepala sampai ke kaki.
Ketika dia memperhatikan leher dan tangan kiri je-
rangkong, pemuda ini berteriak keras. Di leher je-
rangkong melingkar sebuah kalung dan di lengan kiri ada gelang hitam. Keduanya
terbuat dari akar bahar.
Dia sangat mengenali. Kalung dan gelang itu adalah milik gurunya semasa hidup.
Berarti jerangkong yang ada di hadapannya itu adalah jerangkong Datuk Sipatoka
alias Manusia Batu Pualam.
Manusia Paku berteriak sekali lagi hingga seantero goa batu bergetar dan Nyi
Retno Mantili sampai terhuyung-huyung, cepat-cepat menutup dua telinganya
yang terasa sakit.
"Guru! Apa yang terjadi dengan dirimu"!" Teriak Manusia Paku Sandaka sambil
jatuhkan diri dan
merabai jerangkong mulai dari tengkorak kepala
sampai ke pinggang. Mulut terisak menahan tangis.
"Guru, siapa yang melakukan perbuatan keji ini"!
Siapa yang membunuhmu"!"
31 | B a y i T i t i s a n
Sambil berteriak Manusia Paku pukulkan tinju
kanannya berulang kali ke lantai goa hingga lantai batu itu pecah-pecah dan
melesak. 32 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 5 ANUSIA sinting.
Mengapa kau me-
"Mnangisi jerangkong
yang belum ketahuan gurumu
atau bukan... Nyi Retno Mantili
menegur. "Diam!" teriak Manusia Paku
marah menggeledek hingga Nyi
Retno Mantili tersurut mundur.
"Aku pasti sekali ini jenazah gu
ruku! Aku mengenali kalung dan
gelang akar bahar yang masih
melekat di leher dan lengan ki-
rinya! Jangan kau berani me-
ngacau jalan pikiranku dengan ucapan ma-
cam-macam!"
"Siapa yang membuat pikiranmu kacau. Pikiranmu
justru kacau sendiri! Hik...hik! Bagaimana kalau je-
rangkong ini bukan jerangkong gurumu tapi jerang-
kong orang lain. Lalu ada lagi seorang lain yang
menggantungkan kalung di leher dan melingkarkan
gelang di tangan. Apa tidak kacau"! Kau tidak bisa meyakini ini jerangkong
gurumu atau bukan!
Hik...hik!"
"Diam!" Sandaka kembali menghardik. Sepasang matanya tampak menyala merah dan
basah oleh air mata. "Aku yakin ini adalah jerangkong Datuk Sipatoka!"
33 | B a y i T i t i s a n
"Hik...hik, aku sudah sering melihat orang menangisi jenazah. Tapi kalau yang
menangisi jerang-
kong baru sekali ini!"
"Perempuan sinting! Sekali lagi kau berani bicara ngaco, kupatahkan batang
lehermu!" Teriak Manusia Paku lalu melompat dan mencekik leher Nyi Retno
Mantili. "Hik...hik! Kalau begini sifat manusia yang mau menikahi diriku lebih baik aku
minggat! Sudah seram mengerikan tak karuan rupa, bau, kasar pula! Kemuning, mari
kita tinggalkan tempat ini! Mari kita cari ayahmu!"
Habis berkata begitu Nyi Retno Mantili tendangkan
kaki kanannya ke perut Manusia Paku. Kelihatannya
tendangan asal-asalan saja tapi sebenarnya me-
ngandung tenaga dalam tinggi pemberian Kiai Gede
Tapa Pamungkas.
"Bukkk!"
Tubuh tinggi besar Manusia Paku Sandaka ter-
pental, punggung terbanting ke dinding. Perutnya
walau tidak cidera tapi sakit bukan kepalang seperti mau pecah. Aneh dia tidak
unjukkan tampang marah.
Seperti sadar mendengar ucapan orang, Sandaka ja-
tuh berlutut di lantai goa. Ketika dia melihat Nyi Retno Mantili memutar tubuh
hendak melangkah keluar goa, dengan suara sayu pemuda ini berkata.
"Aku mohon, jangan pergi..."
Nyi Retno Mantili hentikan langkah. Dia mengusap
kepala boneka seraya berkata. "Kemuning, ada lelaki cengeng meminta kita jangan
pergi. Bagaimana me-nurutmu" Apa kita tinggalkan saja dia?"
"Nyi Retno, kau harapanku satu-satunya untuk
mendapatkan kesembuhan. Aku mohon jangan per-
gi..." 34 | B a y i T i t i s a n
"Hemmm... Untung anakku menggelengkan kepala
tanda dia tidak mau pergi. Aku mengikuti apa katanya.
Baiklah, aku tidak mau pergi. Asal kau tidak kasar lagi padaku..."
"Nyi Retno, aku berjanji tidak akan kasar lagi padamu. Dan aku berterima kasih
kau tidak mening-
galkan diriku. Aku akan memeriksa jenazah guruku
sekali lagi."
"Buat apa periksa lagi. Dia sudah menemui ajal.
Mungkin sudah lebih dari setahun lalu dia meng-
hembuskan nafas jadi mayat..."
"Mungkin lebih dari itu. Mungkin dua tahun lalu.
Tak lama setelah aku meninggalkannya, pergi menca-
rimu. Aku hanya ingin mengetahui apa yang menye-
babkan kematian guru."
Wiro Sableng 165 Bayi Titisan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kau tidak melihat ada tanda berupa bintik kebiru-biruan di pertengahan
keningnya?" Ucap Nyi Retno Mantili pula.
Manus!a Paku Sandaka terkejut. Dia perhatikan
kening tengkorak.
"Aku tidak melihat bintik biru yang kau katakan itu." Berkata Sandaka.
"Coba kau bersihkan tengkorak di bagian kening."
Sandaka memperhatikan. Bagian kening tengkorak
memang kotor, diselimuti lumut tipis dan debu yang banyak beterbangan di musim
kering seperti itu. Perlahan-Iahan Sandaka usap-usap
kening tengkorak. Begitu debu dan lumut tipis pupus dia memang menemukan satu
bintik biru bahkan
bukan cuma bintik tapi membentuk lobang kecil
seujung jari kelingking. Sandaka berpaling kagum
pada Nyi Retno.
"Matamu tajam karena kau memiliki kesaktian
yang orang lain tidak memiliki. Yang Kuasa memang
35 | B a y i T i t i s a n
telah memberi petunjuk bahwa kaulah satu-satunya
orang yang bisa menjadi penyembuh keadaan diri-
ku..." Tiba-tiba dari lobang itu meneuat keluar kepala
seekor ular hitam belang coklat bermata merah. Begitu keluar dari lobang
tengkorak binatang ini berubah
besar dan dengan gerakan kilat meliuk menyambar ke arah kepala Manusia Paku
Sandaka. "Awas!" teriak Nyi Retno Mantili memperingatkan.
Walau tidak melihat tapi Sandaka bisa mendengar
suara mendesis. Dia tahu ada bahaya besar mengan-
cam. Dengan cepat dia bergerak mundur sambil pa-
lingkan kepala. Saat itulah dia melihat ular hitam besar belang coklat.
"Mahluk jahanam! Pasti kau yang membunuh gu-
ruku!" "Settt!"
Mulut ular hitam belang coklat yang memiliki gigi-
gigi runcing berbisa mematuk keras tepat di perte-
ngahan kening Manusia Paku.
"Plaaakk!"
ManusiaPaku Sandaka terlempar, jatuh terduduk
di lantai goa. Kepala ular terpental, darah mengucur dari mulutnya yang hancur.
Apa yang terjadi" Ketika patukan maut mendarat di kening Manusia Paku,saat
itu juga kening pemuda itu berubah menjadi lapisan batu pualam putih keabu-
abuan, keras atos luar biasa.
Ilmu yang selama ini dituntut dari Datuk Sipatoka
alias Manusia Batu Pualam keluar dengan sendirinya, melindungi si pemuda dari
ancaman maut! Selagi ular besar terhuyung-huyung keluarkan desis kesakitan
Manusia Paku gerakkan tangan kiri.
"Kraakkk!"
36 | B a y i T i t i s a n
Kepala ular hancur dalam remasan tangan kiri
Sandaka. Bangkai ular kemudian dilempar ke luar
goa, masuk ke dalam jurang. Sebelum menyentuh
dasar jurang, selagi melayang di udara bangkai itu tiba-tiba membentuk bola api
lalu meledak bertabur-an.
"Ular jejadian!" Ucap Nyi Retno Mantili. Perempuan muda ini usap kepala boneka
kayu. "Kemuning tempat ini sangat berbahaya bagi diri klta. Manusia paku
bruntalan! Aku ingin kau membawaku keluar dari sini sekarang juga! Lupakan
segala macam pernikahan!"
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara tawa pe-
rempuan. "Sandaka! Ternyata kau masih tetap perkasa. Malah lebih perkasa dari dua tahun
silam! Hanya sayang kau melakukan hal yang aku tidak suka! Kau datang
membawa seorang calon istri, perempuan sinting gila!
Jika kau mau membunuh perempuan itu di hadap-
anku, kuampuni selembar nyawamu! Dan kita berdua
akan hidup berdampingan kembali!"
Nyi RetnoMantili tersentak kaget. Dia balas tertawa.
Suara tawanya melengking panjang dan dalam sampai
ke dasar jurang.
"Kemuning ada mahluk betina jejadian ingin orang membunuh ibumu! Sungguh aku
ingin melihat tampangnya. Kalau bicaranya ngacok, tampangnya pasti
jelek tidak karuan! Hik...hik...hik!"
Manusia Paku sendiri, yang mengenali suara itu
terkejut besar. Dia memandang berkeliling. Lari ke mulut goa tapi tidak melihat
siapa-siapa. "Perempuan yang barusan bicara! Aku tahu kau
siapa! Aku mengenali suaramu!" Sebagai jawaban kembali terdengar suara tertawa
panjang. 37 | B a y i T i t i s a n
"Sandaka! Aku benar-benar merasa bahagia. Kau masih mengenali suaraku. Itu tak
lain satu pertanda bahwa kau masih mencintai diriku!"
"Dewi Ular! Perlihatkan dirimu!" teriak Sandaka.
Rahang menggembung, mata menyala.
Tiba-tiba dari dasar jurang batu mencuat keluar
satu cahaya hitam dan wuss! Cahaya ini melesat di
depan mulut goa, membentuk ujud mahluk yang
membuat Nyi Retno Mantili terpekik dan cepat-cepat memeluk erat boneka kayu
dalam gendongannya.
38 | B a y i T i t i s a n
WIRO SABLENG BAYI TITISAN 6 I DEPAN mulut goa berdiri
sosok perempuan berpa-
Dkaian hijau panjang.
Rambut tergerai awut-awutan.
Tubuh sebatas pinggang ke ba-
wah berbentuk ular berwarna
hijau belang hitam. Wajahnya
yang sebenarnya cantik terlihat
mengerikan karena bagian kening
rengkah, hidung dan mata kiri
melesak. Di atas kepala ada se-
buah mahkota kecil terbuat dari
emas berupa kepala ular dalam
keadaan penyok setengah hancur
dan melesak ke dalam batok kepala. Tangan kanan
yang tertutup lengan pakaian buntung sebatas per-
gelangan. Buntungan ini disambung tangan besi
dengan lima jari membentuk kepala ular.
Begitu melihat siapa yang berdiri di hadapannya
untuk sesaat Sandaka jadi tertegun. Betul apa yang dikatakan mendiang gurunya
dua tahun silam. Dewi
Ular masih hidup! Sandaka membentak.
"Dewi Ular! Akui terus terang! Kau telah membunuh guruku Datuk Sipatoka! Dan kau
juga yang mencelakai diriku dengan paku-paku keparat ini!"
Perempuan setengah manusia setengah ular di
depan goa menyeringai lalu dongakkan kepala. Setelah 39 | B a y i T i t i s a n
menghambur tawa panjang dia menjawab bentakan
Manusia Paku Sandaka.
"Aku membunuh siapa saja yang menyatakan diri sebagai musuhku. Aku mencelakakan
siapa saja yang
mencelakakan diriku! Lihat! Buka matamu lebat-lebar!
Lihat! Apa yang terjadi dengan diriku! Ini semua gara-gara perbuatan terkutukmu
bersama teman-temanmu
tokoh rimba persilatan! Aku memang telah membunuh
gurumu tua bangka busuk bernama Datuk Sipatoka
itu! Kalau aku sudah membunuh sang guru, apa sa-
lahnya saat ini aku juga membunuh muridnya. Seka-
ligus bersama gendak perempuan sinting yang hendak kau nikahi!"
"Perempuan iblis! Dosamu selangit tembus sedalam lautan! Kau tak layak hidup
lebih lama di muka bumi ini!"
Dewi Ular tertawa tinggi.
"Aku mau lihat kau mau berbuat apa!"
Habis berkata begitu sosok Dewi Ular meluncur ke
atas. Dalam keadaan mengambang di depan mulut goa
tiba-tiba laksana kilat, wuutt! Ekornya menyambar ke depan.
Sambaran ekor yang sanggup menghancurkan batu
sebesar rumah ini melesat ke depan. Yang diserang
bukannya Manusia Paku Sandaka tapi justru Nyi
Retno Mantili! "Nyi Retno! Awas!" teriak Sandaka melompat ke depan. Tangan kiri menarik Nyi
Retno Mantili ke dalam goa, tangan kanan menangkis serangan ekor ular.
Sesaat lagi ekor ular siap menggebuk hancur ta-
ngan kanan Sandaka, tiba-tiba tangan itu mulai dari ujung jari sampai sebatas
bahu berubah menjadi putih kelabu.
"Plaakk! Blaaarrr!"
40 | B a y i T i t i s a n
Lapisan batu pualam sakti yang menyelubungi
tangan Manusia Paku Sandaka hancur berkeping-
keping. Pemuda ini terjengkang di lantai goa, nyaris menghimpit tubuh Nyi Retno
Mantili yang sudah lebih dulu tergeletak di lantai goa setelah ditarik Sandaka.
Dewi Ular menjerit keras. Bukan saja karena marah
melihat Sandaka tidak mengalami cidera tapi juga
ketika melihat ekornya yang berbentuk ular luka besar nyaris buntung.
"Manusia jahanam! Aku mau Iihat apa Ilmu Batu Pualammu sanggup menghadapi Ilmu
Tujuh Api Siluman!" Habis berteriak Dewi Ular gembungkan mulut lalu menghembus.
Dari sepasang mata, dua lubang
hidung, mulut dan dua liang telinga menyembur ke-
luar tujuh gelombang api, membuntal membentuk
kepala mahluk siluman mengerikan.
Nyi Retno Mantili menjerit. Dalam ketakutan dan
marahnya perempuan ini remas pinggang boneka
kayu. Dua larik sinar putih mencuat dahsyat dari dua mata boneka kayu, melabrak
ke arah dua siluman api.
Ilmu Sepasang Cahaya Batu Kumala! Dua siluman api menggerung keras, hancur
berkeping-keping. Dua siluman api lainnya segera menyerbu Nyi Retno tapi
dihantam dengan dua larik sinar hijau yang menyembur keluar dari sepasang
matanya. Tiga siluman api yang masih ada menggembor ke-
ras. Satu menyerang ke arah Nyi Retno Mantili, dua lainnya menerjang Sandaka.
Sang Penakluk 3 Pendekar Rajawali Sakti 93 Bidadari Dasar Neraka Kisah Si Rase Terbang 15