Pencarian

Perjodohan Berdarah 2

Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah Bagian 2


bubuk! " Desss! " Di saat bersamaan hancuran benda itu mengepulkan asap kelabu.
Kiai Gede Tapa Pamungkas mengucap berulang kali.
" Ada yang menipuku! Menukar gulungan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua asli
dengan pedang palsu!"
" Kiai, kau bisa menduga siapa pelakunya?"tanya Wiro.
" Terakhir sekali aku bertemu dengan..."
Ucapan Kiai Gede Tapa Pamungkas terputus. Saat itu dari arah pohon besar melesat
keluar lima larik sinar merah. Menyambar cepat dan ganas ke arah bagian tubuh
sebelah belakang Ratu Duyung.
" Ratu! Intan! Awas! Ada orang meyerangmu dari belakang!
"teriak Wiro, Secepat
kilat dia melompat ke depan. Tangan kiri mendorong gadis bermata biru hingga terpelanting
ke samping dan jatuh di tanah, sementara tangan kanan lepaskan pukulan Kincir
Padi Berputar disusul, dengan pukulan Tangan Dewa Menghantam Matahari.
Pukulan Kincir Padi Berputar warisan Sinto Gendeng selain dapat menangkis
hantaman serangan sekaligus memutar lima larik sinar merah melesat ke udara,
mengalihkan serangan ke arah yang aman. Sementara Tangan Dewa Menghantam
Matahari yang didapat Wiro dari Datuk Rao Basaluang Ameh membuat lima larik
sinar merah menebar berantakan. Namun salah satu larikan sinar merah melesat ke
arah Kiai Gede Tapa Pamungkas. Sebelum Kiai ini sempat menyingkir selamatkan
diri, larikan sinar merah telah menyerempet bahu kirinya.
Kain putih yang menutupi bahu kiri sang Kiai robek hangus mengepulkan asap
hitam. Daging bahu memar merah. Orang tua ini keluarkan seruan pendek, jatuh
berlutut di tanah.
Wiro cepat merangkul sosok Kiai Gede Tapa Pamungkas lalu berteriak. "
Intan! Jaga Kiai! Aku akan mengejar penyerang gelap itu! Akku sudah tahu siapa orangnya!"
Begitu Intan alias Ratu Duyung mendatangi Wiro cepat berkelebat ke arah pohon
besar di sebelah kanan dari mana tadi dia melihat berkelebatnya satu bayangan
berambut panjang. Sewaktu melewati Intan, Wiro sempat berbisik.
" Kiai itu hanya luka kecil. Aku tunggu kau besok pagi di kaki gunung sebelah
timur, arah jalan ke desa Jatiwalu. Temui aku di pekuburan Jatiwalu."
161 Perjodohan Berdarah
30 Sambil menerapkan ilmu Menembus Pandang yang didapat Wiro dari Ratu Duyung, Wiro
mengejar pembokong yang tadi melancarkan serangan berupa lima larik sinar merah.
" Pukulan Lima Jari Akhirat! Aku sudah tahu siapa orangnya! Kurang ajar! Dia masih
saja gentayangan membuat perkara!"
161 Perjodohan Berdarah
31 BASTIAN TITO 8 PERJODOHAN BERDARAH
KITA kembali pada Nyi Retno Mantili dan Bujang Gila Tapak Sakti yang dihadang
kakek tak dikenal. Dalam Bab 3 dituturkan pertemuan kedua orang itu yang saling
tertarik dan kemudian jadi bersahabat. Sementara berada dalam perjalanan yang
tidak tahu mau menuju kemana mendadak kedua orang ini dihadang oleh seorang
kakek berambut aneh sebahu. Rambut sebelah kiri kepala dicat putih, sebelah
kanan dicat hitam.
Mengenakan jubah hitam gombrong. Seutas cambuk melilit di pinggang.
Baik Bujang Gila Tapak Sakti maupun Nyi Retno Mantili tidak mengenal siapa
adanya kakek ini. Tanpa perdulikan si orang tua aneh keduanya tinggalkan tempat
itu. Namun si kakek membuat gerakan menghadang di tengah jalan.
" Tunggu dulu!" si kakek berpakaian hitam gombrong membentak sambil
menghadang jalan Bujang Gila Tapak Sakti yang mendukung Nyi Retno Mantili di
bahu kanan. "
Kau boleh saja tidak mengenal diriku! Tapi apakah kau juga tidak mengenal tiga
sahabatku ini?"
Si kakek lalu keluarkan suitan keras.
Saat itu juga dari balik rerumpunan semak belukar di tebing sungai melesat
keluar tiga manusia aneh. Berdiri berjejer di samping kakek berambut belang.
Melihat ketiga orang ini walau air mukanya berubah namun tetap saja Nyi Retno
Mantili tertawa-tawa.
" Kemuning! Kau masih ingat tiga manusia aneh yang dulu menggantung ibumu ini di
cabang pohon" Hik ... hik ... hik! Sekarang apa mereka muncul hendak menggantung
sahabat kita si gendut ini"! Hik... hik... hik! Perlu tambang yang kuat dan
pohon yang besar!"Tiga orang aneh yang tegak berjejer di samping kakek berambut
putih hitam sama-sama menyeringai. "
Perempuan sinting! Sekarang rupanya kau sudah punya
kacung menggendongmu kemana-mana. Aku merindukan jantungmu! Kali ini jangan
harap kau bisa lari seperti dulu! Mana nenek keparat yang menipu kami dengan
monyet hutan itu! Hari ini benar-benar tak ada yang akan menolongmu! Kau akan
menjadi santapan kami bertiga!"
Orang yang barusan bicara rupanya tidak memandang sebelah mata pada Bujang Gila
Tapak Sakti yang dianggapnya kacung gendut dogol Nyi Retno Mantili. Siapakah
dia" Manusia bertubuh katai ini adalah orang pertama dari komplotan jahat yang
menamakan diri Serikat Momok Tiga Racun. Dia dikenal dengan sebutan Momok
Pertama bernama Tukak Racun Kuning. Wajah dicat kuning bergaris-garis hijau.
Rambut lurus hitam berjingkrak kaku menyerupai lidi. Mengenakan pakaian kuning
gombrong menjela tanah.
" Aku sudah tak sabar ingin mengunyah hatimu!"Berucap orang kedua di samping Momok
Pertama. Walau nyata dia adalah lelaki tapi berdandan dan bersuara halus seperti
perempuan karena memang dia seorang banci. Orang ini dikenal sebagai Momok
Kedua, bernama Alis Bisa Merah. Wajah dicat merah bergaris hitam. Sepasang mata
dihias dengan sipat mata kelabu. Alis hitam tebal melengkung. Bibir dipalut
gincu tebal warna ungu. Sepuluh kuku jari juga dicat warna ungu. Mengenakan
pakaian kembang-161 Perjodohan Berdarah
32 kembang warna-warni. Seperti Momok Pertama si banci ini memiliki rambut lurus ke
atas kaku laksana lidi.
Orang terakhir yang dikenal sebagai Momok Ketiga bernama Denok Tuba Biru
adalah seorang perempuan gemuk gembrot. Mengenakan pakaian berbentuk celana
monyet tanpa lengan hingga bulu ketiaknya yang lebat meranggas terjulur kemana-
mana dan paha putih gempal serta betis besar gembung bergoyang goyang.
" Ginjalmu adalah bagianku."Ucap si gembrot sambil menyeringai. "
Pasti segar dan
empuk! Hik ... hik ... hik!"si gendut ini tertawa cekikikan lalu kedipkan mata
pada Bujang Gila Tapak Sakti. Bujang Gila balas kedipkan mata. Dia bukan saja
terpesona dengan tubuh gembrot melar itu tapi juga terperangah terangsang
melihat bulu ketiak Denok Tuba Biru yang lebat kasar dan hitam. Momok Ketiga
berpaling pada Momok Kedua dan berbisik. "
Kacung gendut itu jangan kau ganggu. Dia bagianku! Kulihat dia
terpesona memandangku. Pasti dia senang mencium bulu ketiakku! Hik ... hik..."
Momok Kedua Alis Bisa Merah senyum-senyum lalu menyahuti ucapan adik
seperguruannya.
" Aku mengalah saja. Aku mana punya selera pada lelaki gemuk.
Yang sudah-sudah aku temui cuma tubuh yang gemuk besar tapi itunya kecil sebesar
ujung jari kelingking! Hik ... hik ... hik!"
" Kau bisa berkata begitu. Tapi sejak tadi aku memperhatikan. Lihat bagian bawah
celananya tampak menonjol besar. Berarti. Hemmm..."
Berkata Momok Ketiga si
gemuk gembrot Denok Tuba Biru lalu tertawa gelak-gelak.
Momok Kedua si banci Alis Tuba Bisa Merah ikutan tertawa tapi sambil mengejek.
" Kuharap kau tidak keliru. Jangan-jangan cuma kantong menyannya yang besar alias
kondor! Hik... hik! Mau dibuat apa kantong menyan kondor" Mau dijadikan tetelan
sayur lodeh" Hik..hik..hik!"
" Kalian bertiga apakah sudah siap?"Bertanya kakek rambut hitam putih.
" Kami memang sudah kelaparan!"jawab Tukak Racun Kuning alias Momok
Pertama. Sambil masih terus menggendong Nyi Retno di atas bahu kanannya, Bujang Gila
Tapak Sakti bertanya.
" Sobatku ayu, kau kenal tiga manusia aneh ini?"
" Aku pernah dengar ada yang menyebut mereka sebagai Momok. Mereka pernah
menggantung diriku kaki ke atas kepala ke bawah. Aku mau dipesiangi, dijebol
tubuhku, diambil jantung hati dan ginjaiku! Waktu itu untung ada orang pandai
yang menolong. Tanpa setahu mereka diriku diganti dengan monyet hutan. Begitu
selamat aku melarikan diri. Sobatmu Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng
mengetahui kejadian itu karena dia datang bersama nenek yang menolongku. Kalau
aku tidak salah ingat saat itu juga ada seorang pemuda aneh yang tubuhnya
ditancapi paku. Pemuda itu mengusir Tiga Momok ini."
" Kalau dulu mereka gagal berarti kali ini mereka hendak mengulangi maksud
mereka. Cuma sekarang datang membawa seorang kakek jelek yang rupanya mau
dijadikan andalan. Kau tetap tenang di atas bahuku. Kalau mereka berani macam-
macam akan kuhabisi mereka saat ini juga!"Kata Bujang Gila Tapak Sakti. "
Manusia- manusia jahat seperti mereka tidak bisa dikasih hati. Mereka ingin memangsa
bagian tubuhmu pasti karena menuntut ilmu iblis!"
" Jauh-jauh mereka mengejarku sampai ke sini. Aku tidak takut. Kemuning mampu
membunuh mereka semua!"jawab Nyi Retno pula.
161 Perjodohan Berdarah
33 Nyi Retno Mantili lalu angkat tangan kanannya yang memegang boneka kayu.
(Untuk jelasnya apa yang telah dilakukan tiga manusia aneh yang dikenal dengan
sebutan Tiga Momok itu harap baca serial Wiro Sableng berjudul "
Si Cantik Gila Dari
Gunung Gede"
) Kakek rambut putih hitam hentakkan kaki kiri ke tanah. Saat itu juga cambuk
hitam yang melilit di pinggang laksana seekor ular besar bergerak lepas melesat
ke udara. Semula Bujang Gila Tapak Sakti mengira cambuk aneh yang tanpa dipegang itu akan
melesat menyerangnya. Ternyata cambuk berputar-putar di atas kepala hingga
menimbulkan suara menderu dahsyat disertai cahaya hitam pekat bulat bergelung
yang makin lama makin besar dan melebar.
Tiba-tiba orang tua berpakaian hitam gombrong hentakkan kaki kanan ke tanah.
" Wu ut t ! " Saat itu juga gulungan cahaya hitam berbentuk lingkaran melesat ke bawah, di
lain kejap telah menelikung Bujang Gila Tapak Sakti dan Nyi Retno Mantili. Tiga
Momok yang ikut berada dalam lingkaran tertawa-tawa. Mulut dibuka, lidah
dijulur-julur. Selangkah demi selangkah mereka mendekati Bujang Gila Tapak Sakti.
Kakek baju hitam gombrong hentakkan kaki kiri. Cambuk melesat berbalik dan
melingkar kembali di pinggangnya. Sementara lingkaran cahaya hitam terus
mengurung Bujang Gila Tapak Sakti dan Nyi Retno Mantili. Si kakek tegak
memperhatikan dengan pandangan tak berkesip sambil rangkapkan dua tangan di
depan dada. Mulut bergerak-gerak merapal mantera.
" Mereka sengaja mengurung kita. Agar kita tidak bisa lari! Aku akan hantam mereka
dengan sinar yang ketuar dari mata Kemuning. Biar mereka kelojotan tahu rasa!
Hik ... hik!"Kata Nyi Retno pula.
" Sobatku ayu harap kau tenang dan diam saja. Biar aku yang menghadapi."
Bujang Gila Tapak Sakti putar kopiah kupluknya lalu gerakkan tangan kiri ke
atas. Di tangan itu kini ada kipas kertas yang sekali digoyang serta merta membuka
lebar. Sambil menyeringai si gendut mulai berkipas-kipas.
" Ha ... ha! Lihat si gendut tolol itu menari kipas!"kata Momok Pertama sambil
tertawa-tawa. " Wutt! Wu ut t t ! " Kipas di tangan kiri dikibas. Setiap kipas dikibas selarik angin dingin
menggebu. Sebentar saja hawa dingin luar biasa menghampar menyungkup di tempat itu membuat
Tiga Momok yang ada dalam lingkaran hitam tersentak kaget karena merasa tubuh
masing-masing seperti dipendam di dalam es! Momok Ketiga si gembrot Denok Tuba
Biru mulai goyah dua kakinya lalu jatuh berlutut di tanah.
" Aduh aku kebelet kencing!"kata si banci Alis Bisa Merah Momok Kedua dengan suara
gemetar dan tubuh menggigil.
" Aku juga ... Hik..hik..."Kata si gembrot Momok Ketiga Denok Tuba Biru sambil
pegangi bagian bawah tubuhnya, terbungkuk-bungkuk masih dalam keadaan berlutut.
Karena tidak bisa menahan saat itu juga ia benar-benar kucurkan air kencing!
Bujang Gila Tapak Sakti tertawa mengekeh, terus berkipas-kipas lalu berkata.
" Asyik kencing mancur! Nanti jangan lupa cebok. Ha ... ha ... ha!"
" Demang Cambuk Item!
"Momok Pertama tiba-tiba berteriak. "Lekas lakukan
sesuatu sesuai rencana! Kami sudah siap bersantap!"
Mendengar teriakan itu, kakek berjubah hitam gombrong hentakkan kaki kanan tiga
kali ke tanah. Seperti tadi cambuk hitam di pinggang bergerak lepas, melesat ke
udara 161 Perjodohan Berdarah
34 dan berkiblat mengeluarkan suara seperti petir menggelegar tiga kali berturut-
turut! Tiga cahaya hitam melesat ke dalam lingkaran hitam, masing-masing mengarah tubuh
Tiga Momok. Begitu tersambar cahaya hitam saat itu juga tubuh ketiganya lenyap
dari pemandangan.
Bujang Gila Tapak Sakti tersentak kaget.
Dia merasa ada tiga sambaran angin mendatangi. Kipas di tangan kiri segera
dikibas ke depan dengan mengerahkan tenaga dalam penuh.


Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Wuuuttt!" " Braakk!" Terdengar satu pekikan keras. Namun bersamaan dengan itu sosok Nyi Retno
Mantili yang ada di atas bahu kanan Bujang Gila Tapak Sakti terasa ditarik
orang. Masih sempat terdengar pekikan pendek Nyi Retno lalu hening.
Ketika Bujang Gila Tapak Sakti kembali menghantam dengan kipas sakti, dia hanya
memukul udara kosong!
" Wuuttt! Dess!"
Lingkaran sinar hitam lenyap.
Memandang berkeliling Bujang Gila Tapak Sakti dapatkan dirinya tinggal seorang
diri di tempat itu. Tiga Momok lenyap. Kakek berjubah gombrong hitam yang
dipanggil dengan nama Demang Cambuk Item juga tak ada lagi di situ. Dan yang
paling membuat Bujang Gila Tapak Sakti berteriak seperti orang gila adalah
ketika menyadari Nyi Retno Mantili yang selalu dipanggilnya dengan sobatku ayu
sudah tidak ada lagi di atas bahunya.
" Sobatku ayu! Kemuning!"teriak si gendut sambil banting-banting kaki hingga tanah
bergetar. Dia bingung mau mengejar ke arah mana sementara cahaya matahari mulai
redup dan sebentar lagi malam segera datang.
161 Perjodohan Berdarah
35 BASTIAN TITO 9 PERJODOHAN BERDARAH
TIGA orang berlari cepat ke arah selatan dalam kegelapan malam. Agaknya mereka
cukup kenal daerah ini. Karena walau berlari saling terpisah jauh, satu sama
lain namun mereka sama menuju ke arah sebuah gubuk yang terletak di satu kaki
bukit. Di sebelah depan berlari Demang Cambuk Item. Kakek berjubah gombrong hitam ini
berlari sambil memanggul tubuh si katai Momok Pertama, Tukak Racun Kuning.
Begitu sampai di gubuk, si kakek langsung membaringkan Tukak Racun Kuning di
lantai gubuk yang kotor. Walau maklum dia tidak bisa menyelamatkan lelaki katai
ini namun Demang Cambuk Item masih berusaha membuat beberapa totokan serta
mengalirkan hawa sakti ke tubuh Tukak Racun Kuning.
Suasana di gubuk cukup gelap. Namun masih cukup jelas terlihat keadaan Momok
Pertama. Keningnya rengkah mengerikan. Seluruh wajah sampai kepala, leher dan
sebagian dada tertutup darah. Cidera berat yang dialami lelaki katai murid
tertua Si Bisu Racun Akhirat adalah akibat hantaman kipas kertas milik Bujang
Gila Tapak Sakti. Dari mulutnya di antara suara erangan terdengar dia berucap.
" Per...perempuan gila itu...man...ma
na dia. Korek jantungnya. Aku ... aku harus
memakan jantung itu sebelum ... sebelum men ... menemui ajal."
" Tukak Racun Kuning, tenang ... sabar. Sebentar lagi saudaramu datang membawa
perempuan itu. Kau akan mendapatkan jantungnya....
" " Ha r us ...ha r us kuma ka n j a nt ungnya . I t u pe r i nt ah gur uku s i Bi s u Ra c un Akhi r a t . A...ku a ka n s ege ...r a mengha da p gur u... Ma na ... ma na " Tak selang berapa lama Momok Ketiga si Denok Tuba Biru dengan nafas megap-megap
sampai di gubuk, disusul Momok Kedua Alis Bisa Merah. Kedua orang ini berseru
tercekat ketika melihat keadaan Momok Pertama. Buru-buru Momok Kedua yang
memanggul Nyi Retno Mantili letakkan sosok perempuan itu di lantai gubuk agak
jauh dari tubuh Momok Pertama, lalu dia menghampiri saudara seperguruannya yang
tergeletak di lantai gubuk tengah sakarat.
" Aku sudah berusaha menotok, memberi aliran hawa sakti. Agaknya saudara tuamu ini
tak bisa ditolong,"bisik Demang Cambuk Item.
Momok Kedua dan Momok Ketiga duduk di samping tubuh Momok Pertama.
Keduanya mulai terisak.
" Alis Bi ... Alis Bisa Merah ... Den ... Denok Tuba Bir ... Biru. Kal ... kalian
ada di sini..."
" Tukak Racun Kuning, kami berdua ada di sampingmu."Menjawab Denok Tuba
Biru Momok Kedua.
" Tenang saja. Kami berusaha menolongmu. Kau akan sembuh..."ucap Momok
Kedua si banci Alis Bisa Merah.
" Tidak ... aku akan menemui kematian. Se ... sebelum ajal kali ... kalian harus
me ... menyerah ... kan jantung per ... perem ... puan gila itu."
Momok Kedua dan Momok Ketiga saling pandang lalu berpaling pada Demang
Cambuk Item. Si kakek anggukkan kepala, berkata.
161 Perjodohan Berdarah
36 " Dia tahu bakal menemui ajal. Apa yang di ucapkannya merupakan permintaan
terakhir. Wajib dipenuhi ...."
" Kalau begitu seperti dulu, lekas kau belah dadanya. Pergunakan kuku jarimu yang
panjang runcing,"Momok Ketiga berkata pada Momok Kedua.
" Aku lagi..."Momok Kedua merengut. "
Bagaimana kalau ditunggu saja sampai dia
mati. Setelah mengurus mayatnya baru kita mengerjai perempuan sinting itu. Kau
boleh makan jantung dan ginjalnya. Aku tetap makan hatinya. Aku tidak mau
serakah." "I ni bukan persoalan serakah atau tidak serakah. Ini perintah guru. Kau juga
barusan mendengar ucapan Demang Cambuk Item. Lekas kau lakukan!"
Masih bersungut cemberut Momok Kedua bangkit berdiri lalu mendatangi tubuh Nyi
Retno Mantili yang terbaring menelungkup tak berkutik karena sebelumnya telah
ditotok jalan darahnya hingga dia tak mampu bergerak ataupun bersuara.
Momok Kedua balikkan tubuh Nyi Retno Mantili lalu membungkuk. Dia perhatikan
boneka kayu yang terselip dibawah kain bedongan. Dengan cepat dia ambil boneka
kayu itu. Diperhatikan beberapa ketika dan dipencet-pencet pinggangnya lalu
diselipkan di dada bajunya yang menyerupai pakaian perempuan. Sepasang mata Nyi
Retno Mantili mendelik berapi-api. Hatinya berteriak. "
Banci jahanam! Berani kau mengambil
anakku! Aku bersumpah membunuhmu!"
Walau tidak bisa bergerak dan tidak mampu bersuara namun Nyi Retno Mantili masih
dapat mendengar apa yang tadi diucapkan Momok Ketiga. Dalam kemarahannya,
sepasang mata perempuan ini semakin membeliak besar ketika dia melihat Momok
Kedua mendatangi dan berjongkok di sampingnya.
" Kau boleh membunuhku! Hik... hik! Kau boleh mengambil jantung, hati dan
ginjaiku! Kalau mati aku akan jadi setan dan mengejar dirimu seumur umur!"Ucapan
itu menggeledek dalam hati Nyi Retno Mantili. Dia berusaha menerapkan semua ilmu
menyelamatkan diri yang diajarikan Kiai Gede Tapa Pamungkas, namun sia-sia
karena tenaga dalam dan hawa sakti di dalam tubuhnya tidak mampu dialirkan dan
tingkat kepandaian perempuan bertubuh kecil ini untuk bisa membebaskan diri dari
totokan belum sampai ke sana.
Momok Kedua tersenyum. Dia mengusap kening, membelai pipi perempuan ini lalu
menyingkap dan mengusap dada Nyi Retno Mantili.
" Kalau saja kau lelaki, mungkin kita bisa bersuka-suka barang sebentar sebelum
kau menemui ajal. Wajahmu cantik. Tubuhmu begini halus dan mungil. Dadamu puthi
dan kencang. Sayang... Eh, apakah teman yang dulu menolongmu menjadi monyet
hutan ada di sekitar sini" Kalau saja dia bisa menolong lagi, kau tahu. Aku ini
bisa jadi lelaki juga bisa jadi perempuan. Aku pasti bisa membuatmu senang mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki."
" Banci jahanam! Manusia puntung neraka! "maki Nyi Retno Mantili yang hanya
menggema di dalam hati.
" Alis Bisa Merah! Jangan ada pikiran macam-macam dalam benakmu! Lekas
lakukan tugasmu
! "Momok Ketiga berteriak sewaktu melihat Momok Kedua masih
belum juga mengadakan apa yang harus dilakukannya, malah bicara sambil senyum-
senyum. Momok Kedua mencibir ke arah adik seperguruannya yang bertubuh gembrot itu lalu
breett!, Sekali tangan kirinya bergerak pakaian Nyi Retno Mantili robek besar di
bagian dada. 161 Perjodohan Berdarah
37 Momok Kedua gulung lengan baju kiri kanan. Jari-jari tangan kanan diusap
beberapa kali dengan tangan kiri. Lima jari berkuku panjang dan runcing tajam
menyamai ketajaman pisau bermata dua digerak-gerakkan.
Tiba-tiba didahului pekikan keras mengerikan, Momok Kedua hunjamkan lima jari
tangan kanannya kedada Nyi Retno Mantili!
161 Perjodohan Berdarah
38 BASTIAN TITO 10 PERJODOHAN BERDARAH
SATU jengkal lagi lima jari tangan Momok Kedua akan menjebol dada di arah
jantung Nyi Retno Mantili mendadak dari luar gubuk menderu satu sambaran angin
luar biasa dahsyat. Bersamaan dengan itu dua larik sinar hijau melesat di
kegelapan malam, membeset ke arah Momok Kedua.
Melihat apa yang terjadi Demang Cambuk Hitam tidak tinggal diam, hentakkan kaki
kiri ke lantai gubuk sampai lantai hancur jebol. Cambuk hitam yang melilit
dipinggang bergerak membuka lalu melesat ke arah datangnya dua larik sinar
hijau! Bangunan gubuk hancur berantakan laksana dilanda topan. Sosok Momok Pertama yang
tengah sekarat terpental dan lenyap dalam kegelapan. Demang Cambuk Item
terpental, namun masih sanggup berguling di tamah lalu bangun berdiri.
Tampangnya tampak pucat. Dada berdenyut aneh tak karuan.
Momok Ketiga menjerit keras. Tubuhnya yang gemuk mencelat sampai dua tombak di
luar gubuk yang hancur. Pakaian robek besar di beberapa tempat hingga tubuhnya
nyaris bugil. Walau
babak belur namun si gendut berbulu ketiak lebat ini selamat.
Untuk beberapa dia terkapar di tanah, tak sanggup bergerak. Sebagian rambutnya
yang berbentuk lidi tegak rontok tak karuan. Lucunya ketika dia mulai mampu
bergerak, si gendut ini usap ketiaknya kiri kanan. Air mukanya tampak lega.
Mulutnya masih bisa berucap.
" Untung... untung bulu ketiakku tidak ikut rontok..."
Akan halnya Nyi Retno Mantili, begitu angin dahsyat menyapu, tubuhnya terpental
ke arah arah semak belukar dan terbaring menyangsrang di atas tanaman itu.
Sekujur badan terasa seperti remuk.
Momok Kedua bernasib malang. Ketika tubuhnya disapu hantaman angin dahsyat yang
membuatnya terlempar ke udara, dia tidak mampu selamatkan diri dari sambaran dua
larik sinir hijau.
" Craass! Tangan kanannya dibabat putus sinar hijau pertama. Lelaki ini menjerit keras.
Belum habis jeritannya sinar hijau kedua datang menyambar paha kiri. Tak ampun
bagian tubuh ini pun putus amblas. Sosok Momok Kedua terbanting ke tanah.
Mengerang panjang lalu hek! Nyawa putus, tubuh tak berkutik lagi dan berubah
menjadi hijau! Di udara cambuk hitam berkelebat ganas menghantam dua larik sinar hijau yang
hendak menyambar kearah Demang Cambuk Hitam.
" Taarr! Taar! " Dua larik sinar hijau berpijar terang dan keluarkan letusan-letusan keras.
Cambuk hitam seperti ular yang meregang nyawa, jatuh ke tanah menggelepar-
gelepar. Dari hitam berubah warna menjadi hijau. Demang Cambuk Item sang pemilik
tidak perdulikan lagi senjatanya itu. Nyalinya leleh sudah ketika melihat ke arah
kegelapan dimana tegak berdiri seorang lelaki muda berperawakan kekar dengan
keadaan luar biasa mengerikan. Sekujur tubuh orang ini mulai dari batok kepala
sampai ke wajah, tubuh dan terus ke kaki penuh ditancapi paku baja berkilat.


Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang mata pancarkan sinar hijau. Sinar angker ini perlahan-lahan meredup dan
akhirnya lenyap.
161 Perjodohan Berdarah
39 " Manusia Paku! "desis Demang Cambuk Item. "
Tiga Momok tidak mengarang
cerita. Mahluk angker ini benar benar ada!"
Tanpa menunggu lebih lama lagi kakek berjubah hitam komprang ini segera putar
tubuh dan berkelebat lenyap dari tempat itu.
Denok Tuba Biru serta merta jatuhkan diri ketika Manusia Paku mendatangi dan
berdiri di hadapannya. Saat itu hanya tinggal dia seorang dari Tiga Momok yang
masih hidup. " Kita masih ada sangkut-paut saudara seperguruan. Guruku adalah saudara angkat
mendiang gurumu Eyang Gusti Kelud. Aku mohon kiranya kau mengampuni selembar
nyawaku!"Momok Ketiga ini jatuhkan kening ke tanah berulang kali, meratap
meminta ampun. " Dalam keadaan terpojok tertangkap tangan enak sekali kau menyebut-nyebut
hubungan persaudaraan!"Manusia Paku mendengus.
" Sewaktu pertama kali kalian hendak mencelakai perempuan itu aku sudah
mengampuni dirimu dan dua saudaramu. Hal itu sudah cakup menjadi peringatan agar
kalian jangan mengulangi perbuatan keji itu. Memakan jantung, hati dan ginjal
manusia! Terkutuk! Ilmu hitam laknat! Ternyata kalian tidak jera! Ternyata hari
ini kau dan saudara-saudaramu dibantu kakek edan tadi mengulangi lagi perbuatan
dajal itu!"
" Kami tahu kesalahan kami! Aku tahu kesalahanku! Kami hanya menjalani pesan
mendiang guru."Jawab si gemuk Momok Ketiga lalu menangis tersedu-sedu.
" Jangan salahkan gurumu! Kau dan saudara-saudaramu diberi otak untuk berpikir!"
Bentak Manusia Paku.
" Kami mengaku salah! Mohon ampunan. Aku masih ingin hidup panjang."
" Pergi sana!"Manusia Paku tendang pantat Momok Ketiga hingga terguling di
tanah. Walau menahan sakit namun si gembrot ini cepat bangun. Sambil usap-usap
pantatnya yang tadi kena tendang dia lari terbirit-birit. Di satu tempat dia
hentikan lari. Berpaling ke arah Manusia Paku lalu susun sepuluh jari di atas kepala. Sambil
membungkuk-bungkuk si gemuk ini berulang kali berkata.
" Terima kasih ... terima kasih kau mau mengampuni diriku! Aku tidak akan
melupakan hal ini! Terima kasih ... !
" Manusia Paku memperhatikan berkeliling. Begitu melihat Nyi Retno Mantili yang
masih terkapar di atas semak belukar dia segera mendatangi. Sekali lihat saja
dia tahu kalau perempuan ini berada dalam keadaan tertotok jalan suara dan
tubuhnya. Manusia Paku letakkan telapak tangan kanannya di atas kepala Nyi
Retno. Begitu dia kerahkan tenaga dalam totokan di tubuh Nyi Retno serta merta
musnah. Lepas dari totokan Nyi Retno melompat dan lari ke arah mayat Momok Alis Bisa
Merah. " Hai! Kau mau kemana"!"bertanya Manusia Paku sambil mengikuti.
" Anakku! Kemuning anakku!"
Begitu menemui mayat Momok Kedua, Nyi Retno berteriak.
" Dia mencuri anakku! Dia mencuri anakku!"
Nyi Retno membungkuk. Memeriksa mayat di balik baju mayat Momok Kedua dia
menemukan boneka kayu. Namun begitu melihat boneka ini Nyi Retno langsung
menjerit dan jatuhkan diri ke tanah.
" Anakku! Kemuning! Mengapa kau berubah menjadi hijau seperti mayat si jahat itu!
Penyakit apa yang menyerangmu" Hantu mana yang menyambatmu"! Atau mungkin ...
mungkin kau juga sudah, mati! Kemuning!"
161 Perjodohan Berdarah
40 Nyi Retno menggerung keras.
Manusia Paku untuk beberapa lama hanya berdiri menyaksikan dengan perasaan hiba.
Lalu dia ulurkan tangan hendak mengambil boneka kayu dari tangan Nyi Retno.
Perempuan ini menjerit.
" Kau juga hendak mencuri anakku" Kau ternyata manusia jahat! Sama dengan
perempuan gendut yang sudah jadi bangkai itu!"
" Tidak, aku tidak akan mencuri anakmu. Aku justru bermaksud mengobatinya.
Anakmu masih, hidup. Mari, perbolehkan aku memegangnya sebentar. Warna kulit
tubuh anakmu akan aku kembalikan seperti semula."
" Aku tidak percaya, padamu! Kau ini manusia atau setan" Mengapa ada banyak paku
menancap di tubuhmu" Hik... hik! Apakah aku pernah melihatmu sebelumnya" Aku
ingat! Aku memang pernah melihatmu. Waktu kejadian tiga manusia aneh itu
menggantungku di pohon."
" Bagus kalau kau masih ingat. Berarti kau tahu aku tidak jahat. Sekarang kalau
kau tidak percaya, kau masih boleh memegang anakmu. Aku akan meletakkan
tanganku, di salah satu bagian tubuhnya. Kalau bisa di kepalanya."
Nyi Retno menatap bimbang. Namun kemudian dia ulurkan boneka itu. Manusia Paku
lalu letakkan tangannya di kepala boneka. Ada selarik cahaya putih keluar dari
tangan yang penuh paku, masuk ke dalam boneka. Sesaat kemudian boneka kayu yang
tadi berwarna hijau berubah kembali ke warna asal semula. Nyi Retno Mantili
berseru gembira lalu memeluk dan menciumi boneka kayu berulang kali. Kemudian
dia menatap Manusia Paku.
" Wajahmu seram angker. Tapi hatimu baik! Hik... hik... !"
" Nyi Retno, bukankah namamu Nyi Retno?"Manusia Paku bertanya.
" Namaku memang Nyi Retno. Tapi aku tidak suka nama itu."Jawab Nyi Retno.
" Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini. Kalau aku ajak apakah kau mau ikut
bersamaku?"
" Eh, kau mau ajak aku kemana" Niat jahat apa yang ada dalam otakmu! Hemm...
Dasar laki-laki. Pura-pura menolong. Padahal maksudnya sama saja!
" Manusia Paku tertawa.
" Aku tidak punya niat jahat. Aku bermaksud membawamu menemui guruku. Aku
akan meminta beliau menikahkan kita."
" Apa"! "Nyi Retno Mantili. Saking kaget suaranya setengah berteriak.
Namun saat itu Manusia Paku telah merangkul pinggangnya lalu mendukung
perempuan cantik bertubuh kecil itu dan membawanya lari ke arah tenggara.
" Manusia jahat! Kalau kau tidak melepaskan diriku, aku akan membunuhmu!"Nyi Retno
mengancam. " Aku tahu kau punya ilmu tinggi karena kabarnya kau adalah murid Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Tapi apa untungnya membunuh orang yang tidak bermaksud jahat
padamu?" " Aku tidak percaya! Tadi kau bilang apa" Kau mau membawa aku pada gurumu.
Lalu gurumu akan menikahkan kita!"
" Benar." " Gila! " " Tidak gila Nyi Retno. Tidak ada yang gila!"
" Kau tahu! Anakku Kemuning ini sudah punya ayah!"
" Maksudmu kau sudah punya suami"!
" 161 Perjodohan Berdarah
41 " Kira-kira begitu. Hik ... hik!
" " Aku tahu. Aku menyirap kabar. Kau memang punya suami. Malah suamimu itu
adalah Patih Kerajaan Wira Bumi. Tapi bukankah dia sudah menemui ajal" Tewas di
tangan Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng sewaktu hendak menyelamatkan
bayimu?" " Kau sama saja gilanya dengan yang lain-lain!"
" Maksudmu?"tanya Manusia Paku. "
Aku tidak pernah jadi istri Wira Bumi! Aku
tidak kenal siapa itu Mira Bumi! Aku tidak punya bayi selain Kemuning! Ayah
Kemuning bukan Wira Bumi! Bukan Patih Kerajaan!"
"Lalu siapa?"tanya Manusia Paku.
" Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng."
Manusia Paku hentikan lari. Kaget!
" Siapa"!"
" Apa kau tuli"!
" " Tidak. Aku tidak tuli. Tapi coba katakan lagi."
" Aya h Ke muni ng i t u Pende ka r Dua Satu Dua Wiro Sableng! Nah dengar sekarang"
Ngerti sekarang?"
Manusia Paku menatap wajah Nyi Retno Mantili beberapa ketika lalu tertawa gelak-
gelak. Dalam hati kemudian dia berkata. "
Kalau benar ucapan perempuan ini, mana
yang sableng. Perempuan ini atau si Wiro sobatku geblek itu!
*** DI BALIK satu pohon besar, seorang gadis cantik yang sejak tadi mengikuti
Manusia Paku dan Nyi Retno Mantili tegak terdiam. Dia berpikir.
" Apakah aku akan terus mengikuti dua orang itu" Kemana mahluk seram itu mau
membawa Nyi Retno" Apa aku harus menolong Nyi Retno"! Apa untungku" Malah
jangan-jangan kelak bisa membuat diriku kecewa besar di kemudian hari. Lagi pula
aku lihat janda Patih Kerajaan itu suka-suka saja digendong dan dibawa orang.
Aneh, dalam pikirannya yang tidak waras apa dia memang mau diajak nikah dengan
manusia yang tubuhnya penuh ditancapi paku itu" Kalau memang diajak nikah, kalau
dia nanti dibunuh bagaimana" Apakah aku tidak merasa bersalah karena tidak
menolong" Manusia Paku bernama Sandaka Arto Gampito. Aku mengenal dirimu tapi aku tidak
mengenal hatimu!"
Si gadis bersandar ke batang pohon. Memandang ke langit kelam. Hatinya kembali
bicara. " Sebaiknya aku tidak ikut campur urusan orang. Urusanku sendiri banyak yang belum
selesai. Biarkan segala sesuatu berjalan dengan sendirinya. Seperti air.
Mengalir mengikuti kemauan alam. Lalu apa yang akan aku lakukan sekarang" Kemana
aku akan pergi. Di puncak Gunung Gede jangan-jangan Wiro sudah mengikat tali
perjodohan dengan gadis bermata biru itu. Lalu orang di Kesultanan Cirebon
apakah dia tengah mengejar diriku saat ini" Apa yang hendak dilakukannya kalau
menemui diriku" Akan membunuhku karena telah membuat malu besar pada dirinya" Ya
Tuhan, mengapa susah sekali perjalanan hidup ini bagiku" Mengapa cobaan datang
silih berganti"
Apakah semua ini karena kesalahanku sendiri?"
161 Perjodohan Berdarah
42 BASTIAN TITO 11 PERJODOHAN BERDARAH
KITA ikuti perjalanan Pendekar 212 Wiro Sableng. Dia berusaha mengejar orang
yang telah melancarkan serangan membokong terhadap Ratu Duyung yang malam itu
telah diberikan nama baru yaitu Intan.
Sebenarnya tujuan murid Sinto Gendeng ini bukan semata ingin mengejar penyerang
gelap tapi sekaligus mencari kesempatan menghindar dari Kiai Gede Tapa Pamungkas
yang bicara panjang lebar mengenai perjodohannya dengan gadis cantik bermata
biru itu. Meski menerapkan ilmu Menembus Pandang namun tidak mudah bagi Wiro
menjajagi sang pembokong.
" Aneh, aku tidak bisa mengejar. Padahal saat ini padaku masih ada Batu Mustika
Angin Laut Kencana Biru milik Ratu Duyung, pinjaman dari Nyai Roro Kidul. Setan
pun kalau lari pasti bisa kukejar!"Wiro garuk-garuk kepala. "
Ilmu yang diberikan Ratu
Duyung sulit menembus. Berarti orang yang aku kejar memiliki kepandaian luar
biasa, atau sudah berada jauh diluar daya capai ilmu, atau bisa juga dia adalah
mahluk dari alam lain. Alam roh! Siapa" Purnama" Rasanya mungkin tidak. Bunga"
Sama sekali tidak mungkin. Dia barusan menemuiku di tempat kediaman Kiai. Dia
memberi segala, macam nasihat baik. Lalu siapa yang jadi biang racun" Jejadian
Nyai Tumbal liwo?"
Wiro merasa tengkuknya dingin.
Sampai langit di ufuk timur tampak terang tanda fajar telah menyingsing Wiro
masih belum dapat mengejar si pembokong. Di satu tempat dia hentikan lari.
" Aneh, aku mengejar orang. Tapi mengapa aku merasa ada seseorang justru
menguntitku di sebelah belakang?"Wiro memandang berkeliling. Dia tidak melihat
siapa-siapa. "
Jangan-jangan aku kena diperdaya! Orang yang aku kejar menyelinap ke
belakang ..."Wiro mencari tempat yang baik untuk istirahat. Dia akhirnya duduk
di bawah satu pohon rindang. Karena keletihan ditambah sapuan angin pagi yang
sejuk segar akhlirnya sang pendekar tertidur.


Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sewaktu terbangun Wiro tersentak kaget. Dia dapatkan Ratu Puyung duduk
bersimpuh di hadapannya.
" Ratu ... Intan, sudah lama kau herada di sini?"tanya Wiro.
Gadis bermata biru tersenyum. Menatap Wiro seketika lalu berkata. "
Intan. Aku suka
kau memanggilku dengan nama itu. Aku memang sudah lama di sini. Aku tidak berani
membangunkan. Untung kau terjaga lebih cepat. Kalau kau baru bangun tengah hari
nanti... Wiro tertawa. " Ki a i me ngi j i nka nmu pergi" Bagaimana keadaan lukanya?"
" Beliau baik-baik saja. Dia akan segera sembuh. Dia yang meminta aku agar lekas-
lekas menemuimu."
" Kiai tidak berkata apa-apa atau menitipkan pesan padamu?"
Ratu Duyung gelengkan kepala.
" Aku merasa kasihan pada Kiai. Bagaimana sampai bisa terjadi Pedang Naga Suci Dua
Satu Dua yang hendak diberikannya padamu ternyata adalah pedang palsu?"
161 Perjodohan Berdarah
43 " Aku juga tidak mengerti. Perasaanku sama sepertimu. Kasihan pada Kiai. Aku
menawarkan diri untuk merawat lukanya. Tapi Kiai malah menyuruhku lekas-lekas
menemuimu."
Hening sejenak. Lalu Ratu Duyung bertanya.
" Kau tidak berhasil mengejar orang yang menyerangku secara gelap itu?"
" Dia mampu melenyapkan diri. Tapi aku sudah bisa menduga siapa orangnya."
" Siapa?" " J e j a di a n Nya i Tumba l I j o" " Mahluk itu l a gi " uc a p Ra t u Duyung. "Intan, selagi di kawasan ini, aku bermaksud ke Jatiwalu. Bukankah kita
sebelumnya berjanji akan bertemu dipekuburan Jatiwalu" Tapi kau datang lebih
cepat. Aku bermaksud menyambangi makam dua orang tuaku di pekuburan Jatiwalu.
" Aku i ngi n s e ka l i me nyer t a i mu. Ta pi Wi r o a ku mohon ma a f . Aku ha r us ce pa t -cepat me ne mui Nyai Ror o Ki dul " " Me mbi c a r a ka n pe r j odoha n ki t a ?" t a nya Wi r o. " Aku tidak tahu mau bicara apa dengan penguasa laut selatan yang sudah kuanggap
sebagai orang tua itu."
" Sebaiknya kau jangan bicara dulu dengan Nyai Roro Kidul."
" Mengapa Wiro" Kau tak ingin Nyai Roro Kidul merestui perjodohan kita?"
" Maksudku bukan begitu,"Wiro menggaruk kepala. "
Bagaimana kalau kita tunggu
dulu sampai Kiai menemukan kembali Pedang Naga Suci Dug Satu Dua yang asl i
?" Ratu Duyung tidak menjawab. Wajahnya tampak sedih. Kepala ditundukkan.
Sesaat kemudian Ratu Duyung angkat kepalanya.
" Wiro, kita berpisah dulu untuk sementara di tempat ini. Seperti kataku tadi, aku
harus cepat menemui Nyai Roro Kidul. Saat ini apakah aku boleh meminta kembali
Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru yang ada padamu?"
" Tentu saja"jawab Wiro. Lalu dia susupkan tangan kanan ke balik baju hitam yang
dikenakannya. Mengalirkan tenaga dalam dan kerahkan hawa sakti. Ketika tangan
dikeluarkan kelihatan satu benda biru lonjong bercahaya sebesar telur ayam. Wiro
menyerahkan batu sakti itu pada Ratu Duyung. Sang Ratu cepat-cepat menyimpannya
di balik pakaian.
" Wiro, sebelum aku pergi bolehkah aku menciummu?"tanya Ratu Duyung.
Wiro diam saja tapi tersenyum. Senyuman ini seolah sebagai pertanda bagi Ratu
Duyung bahwa dia diperbolehkan mencium.
Maka gadis bermata biru ini lantas dekatkan wajahnya ke wajah sang pendekar,
mencium kening dan kedua pipi Wiro.
"Intan, aku ..."
Ucapan Wiro tertahan ketika bibir basah Ratu Duyung menempel di atas bibirnya.
Sesaat kemudian, gadis cantik itupun berkelebat lenyap.
Wiro usap-usap bibirnya yang barusan dikecup lalu gelengkan kepala. "
Aneh, tidak pernah sebelumnya Ratu Duyung berbuat seperti itu. Menciumku. Apa mungkin karena
dia merasa aku ini sudah menjadi calon suaminya?"Murid Sinto Gendeng garuk
kepala habis-habisan!
*** 161 Perjodohan Berdarah
44 PEKUBURAN Jatiwalu tampak sepi pagi itu. Wiro duduk bersila di hadapan dua makam
yang tanahnya tidak lagi merah, tapi coklat gersang. Dua batu nisannya
tersembunyi di balik kelebatan alang-alang kering. Seorang lelaki tua mengenakan
baju putih lengan panjang dan kain sarung serta bercaping bambu, jongkok di
samping Wiro. Orang tua ini membantu Wiro mencabuti alang-alang dan rumput liar hingga dua
makam itu kini tampak bersih. Sambil meluruskan letak dua batu nisan yang sudah
hitam berlumut Wiro berkata.
" Bapak tua Sukobekti, saya hanya bisa memberikan sedikit sedekah padamu. Nanti
kalau saya sudah pergi tolong dua batu nisan ini diganti dengan nisan baru. Yang
sebelah kanan ditulisi dengan nama Suci Bantari. Itu nama almarhumah Ibu saya.
Nisan sebelah kiri ditulis nama Ranaweleng, nama mendiang Ayah saya."
Wiro lalu menyerahkan sekeping perak pada lelaki tua bernama Su
kobe kt i . " Pak tua, apakah ini cukup untuk membuat dua nisan baru dan biaya merawat makam kedua
orang tua saya?"
Sukobekti terperangah tak percaya. Mata terbelalak.
" Raden, sedekah ini bagi saya sangat besar. Saya tidak berani menerima,"
"Ini sudah jadi rejekimu Pak tua. Terimalah. Tak usah ragu."
Dua rnata si orang tua tampak berlinang. Dia mencium tangan Wiro sambil
mengucap terima kasih berulang kali.
" Bapak kenal baik dengan mendiang ayah Raden. Beliau teman sepermainan. Bapak
juga tahu riwayat malang yang menimpa kedua orang tua Raden. Sebagai Kepala
Kampung Jatiwalu ayah Raden orangnya galak keras seperti baja. Tapi hati dan
welas asihnya selembut kapas. Ibu Raden seorang perempuan ayu cantik jelita.
Sebelum pergi, apakah Raden tidak ingin melihat tanah bekas kediaman kedua orang
tua Raden terlebih dulu" Rumahnya sudah tidak ada lagi karena dulu dibakar oleh
orang jahat bernama Mahesa Birawa..."
Wajah Pendekar 212 nampak redup. Dipegangnya bahu Sukobekti dan berkata.
" Saya tahu ceritanya, Pak tua. Sangat menyedihkan. Namun semua telah berlalu.
Yang saya harapkan saat ini adalah ketenteraman di alam baka bagi kedua orang
tua saya."
" Betul Raden. Kita harus banyak memanjatkan doa pada Gusti Allah untuk
ketenangan arwah kedua orang tua Raden..."
" Saya mohon diri, Pak tua."
" Saya sekali lagi mengucapkan terima kasih atas sedekah besar yang Raden
berikan."Sambil berdiri kembali orang tua itu menciumi tangan Wiro. Murid Sinto
Gendeng tertawa.
" Pak tua, bukan Pak tua yang mencium tangan saya, tapi sayalah yang harus
mencium tangan Pak tua."Wiro tarik tangan kanan orang tua itu lalu menciumnya.
Si orang tua tertawa tersipu. Dia betulkan letak caping bambu lalu berkata. "
Raden, maafkan kalau bapak berlaku lancang. Apakah saya boleh bertanya siapakah nama
Raden ini! " " Nama saya Wiro, Pak tua."
" Wiro..."Sukobekti mengangguk angguk.
" Sebelum Raden pergi bolehkah saya menceritakan sesuatu?"
" Tentu saja. Pak tua mau menceritakan apa."
tanyaWiro.

Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Sekitar satu tahun silam, tak lama setelah kejadian banjir bandang di daerah
ini, ada seorang pemuda datang ke kampung Jatiwalu. Seorang penduduk
mengantarkannya ke 161 Perjodohan Berdarah
45 tanah bekas rumah kediaman kedua orang tua Raden. Saya menyertainya. Dia
mengatakan bahwa dia adalah putera mendiang Ranaweleng dan Suci Bantari."
Wiro pegang dagunya, menggaruk kepala lalu bertanya. "
Pak tua ingat ciri-ciri
pemuda itu. Usianya seberapa" Lebih tua atau lebih muda dari saya" Pakaiannya?"
" Menurut perkiraan saya, pemuda itu sekitar satu atau dua tahun lebih tua dari
Raden. Tubuhnya ramping, tinggi hampir sama dengan Raden, kulit kuning halus.
Pakaiannya saya ingat betul. Baju merah, celana ringkas hitam. Kepala ditutup
dengan sehelai setangah merah."
" Apa dia membekal atau membawa senjata?"
" Dia tidak membawa apa-apa. Sikapnya santun, bicaranya sopan. Dia bukan seperti
seorang pendekar rimba persilatan."
" Pak tua menanyakan siapa namanya?"
" Saya menyesal, waktu itu saya lupa menanyakan."Jawab Sukobekti.
" Pak tua tahu dia datang dari mana dan kemudian pergi kemana?"
Orang tua yang ditanya menggeleng,
" Pemuda itu wajahnya tampan. Dia juga minta diantar ke pekuburan sini. Dia berdoa
di depan makam kedua orang tua Raden. Saya lihat dua matanya berkaca-kaca."
Darah Wiro berdesir.
" Kalau dia menangis, berarti dua makam ini memang makam orang tuanya. Tapi ..."
" Tapi apa Raden ?" Wiro tak menjawab. Dia pegang bahu si orang tua, menatap sejurus pada dua makam
lalu tinggalkan pekuburan. Langkahnya gontai karena sambil berjalan Wiro
memikirkan cerita pak tua tadi.
" Seorang pemuda, berusia satu dua tahun lebih tua dariku. Mengaku berayah
Ranaweleng dan ibu Suci Bantari. Apakah ini berarti aku mempunyai seorang kakak
yang sebelumnya tidak pernah aku ketahui" Tapi Eyang Sinto atau siapapun tidak
pernah menceritakan hal ini."
Menjelang keluar dari kawasan pekuburan tiba-tiba seseorang berkelebat dan
berhenti di depannya. Wiro yang sedang setengah melamun membelok ke kiri agar
tidak berbenturan lalu meneruskan, jalannya.
" Wiro, kau tidak melihat diriku atau kau tidak kenal lagi padaku?"
Satu suara perempuan menegur.
Murid Sinto Gendeng hentikan langkah, berpaling ke belakang.
Astaga! " Ratu Duyung! Intan! Aku tengah memikirkan sesuatu. Sampai tidak melihat jalan
tidak melihat dirimu. Kukira saat ini kau sudah berada di tempat kediaman Nyai
Roro Kidul di laut selatan. Ada apa kau kembali" Sesuatu merubah jalan
pikiranmu?"
Gadis cantik bermata biru di depan Wiro kerenyitkan kening.
" Bukan jalan pikiranku yang berubah. Jalan pikiranmu yang terasa aneh."
" Aneh bagaimana?"tanya Wiro sambil menggaruk kepala.
" Aku memang datang agak terlambat. Agaknya kau telah menyambangi makam
kedua orang tuamu?"
" Betul."Jawab Wiro.
" Sewaktu meninggalkan tempat kediaman Kiai malam tadi, bukankah kau
mengatakan agar aku menemuimu di pekuburan ini?"Tanya Ratu Duyung.
"Itu juga betul. Tadi bukankah kita sudah bertemu pagi tadi dan kau minta diri
karena cepat-cepat ingin menghadap Nyai Roro Kidul?"
161 Perjodohan Berdarah
46 " Kita bertemu pagi tadi" Bertemu dimana" Aneh, kenapa pembicaraan kita tidak
nyambung?"Ratu Duyung tatap wajah Pendekar 212. "
Wiro, aku melihat kau seperti
dalam satu kebingungan. Apa yang terjadi" Aku tidak pernah bertemu denganmu pagi
tadi. Sesuai janji aku langsung datang ke pekuburan ini."
"Intan, rasanya kau yang aneh. Pagi tadi kau menunggui diriku yang sedang tidur
di bawah pohon. Ketika aku bangun kita bicara. Kau berkata akan menemui Nyai
Roro Kidul. Lalu kau minta Batu mustika Angin Laut Kencana Biru. Aku serahkan
padamu. Kau pergi. Sebelum pergi kau mencium keningku, pipi kiri kanan juga mengecup
bibirku. Apa kau lupa"
" . Ratu Duyung tertawa panjang.
" Kau ini bicara apa, Wiro" Aku ...."Mendadak Ratu Duyung hentikan ucapan.
Sepasang mata biru menatap tak berkesip pada Pendekar 212. "
Wiro sejak malam kau
pergi dan sampai pagi tadi aku tidak pernah bertemu dirimu. Kau mengatakan
menyerahkan Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru. Pada siapa?"
" Te nt u s a j a pa da mu Intan. Tak mungkin kau bisa lupa. Kejadiannya belum berapa
lama." " Wiro, kau harus sadar. Sesuatu telah terjadi. Kau telah bertemu dengan seseorang
menyerupai diriku. Aku yakin betul bal itu! Dan kau telah menyerahkan batu sakti
milik Nyai Roro Kidul pada orang yang kau sangkakan diriku itu. Ya Tuhan! Kita
tengah menghadapi satu masalah besar Wiro! Bagaimana aku berani bertemu dengan
Nyai Roro Kidul kalau batu
s akt i ya ng mi l i knya t e l a h j at uh ke t a nga n or a ng l a i n "! " Wiro melangkah mendekati Ratu Duyung.
"Intan, kau tidak sedang bercanda?"
" Batu sakti itu bukan barang mainan. Sama nilainya dengan nyawaku! Apakah kau
anggap aku bercanda"! Apakah selama ini aku pernah berlaku begitu berani mencium
wajahmu, mengecup bibirmu?"
" Aku mengira kau berlaku begitu karena telah merasa diperjodohkan dengan diriku."
Ucapan Wiro membuat wajah Ratu Duyung menjadi bersemu merah. "
Celaka! Kalau begitu aku sudah kesalahan tangan! Seseorang menipuku!"Wiro jambak rambutnya
sendiri, pukul keningnya dengan telapak tangan berulang kali. "
Siapa manusia kurang
ajarnya!" " Jika dia punya ilmu bersalin rupa, berarti dia bukan mahluk sembarangan,
Wiro..." " Kau benar Intan. Aku menduga ... Siapa lagi kalau bukan Nyai Tumbal Jiwo!"
" Wiro, kemanapun kau pergi mencari mahluk alam roh yang mengambil batu sakti itu,
aku harus ikut!"
Wiro pegang lengan Ratu Duyung.
"Intan, aku telah berlaku sembrono. Aku telah melakukan satu kesalahan besar.
Aku harus mendapatkan batu sakti itu kembali sekalipun harus menebus dengan jiwa
ragaku!" Ratu Duyung lalu keluarkan cermin saktinya.
" Wiro, kau masih ingat ke arah mana perginya mahluk yang menyerupai diriku itu?"
" Aku tidak ingat. Tidak bisa memastikan. Tapi coba menyelidik ke arah barat."
Ratu Duyung berdiri menghadap ke arah barat. Cermin sakti digoyangkan beberapa
kali. Mata birunya melihat ada satu, titik biru di dalam cermin.
" Kau benar Wiro. Si penipu berada di arah barat! Kita harus cepat mengejar ke
sana! Kerahkan ilmu Menembus Pandangmu."Kata Ratu Duyung lalu gadis ini terapkan ilmu
161 Perjodohan Berdarah
47 menjajagi keberadaan seseorang yang bernama Menjajag Nafas Mendengar Detak
Jantung. " Aku sudah siap Intan."
Ratu Duyung ganti memegang lengan sang pendekar. Sambil bergandengan tangan
keduanya berkelebat ke arah barat.
161 Perjodohan Berdarah
48 BASTIAN TITO 12 PERJODOHAN BERDARAH
ORANG TUA berkepala sulah sebelah berjubah kuning hentikan kuda tunggangan di
bukit batu yang menghadap Kali Cisanggarung, Saat itu sungai besar yang bermuara
di Tanjung Losari ini tengah dilanda banjir. Arus air mengamuk ganas
mengeluarkan suara mengerikan. Tak lama kemudian seorang penunggang kuda
menyusul datang. Orang ini masih muda, berwajah tampan, bertubuh tegap. Dia
mengenakan pakaian sederhana, baju dan celana berwarna coklat. Kening diikat
dengan sehelai kain biru, rambut hitam menjulai ke bahu.
" Paman Kumba Pandika, apakah di sini tempatnya?"
Si pe muda be r t a nya Si orang tua usap kepala kirinya yang sudah licin berkilat lalu usut rambut
putih panjang di sebelah kanan beberapa kali, baru membuka mulut.
" Raden, aku hanya bisa mengantarmu sampai ke sini. Tempat yang kau tuju ada di
kaki bukit batu ini, tepat di bawah pohon jati tunggal. Saat ini tidak
kelihatan. Tapi kalau banjir dan air sudah surut, di arah bawah pohon jati
tunggal kau akan melihat sebuah mulut goa. Itulah tempat kediaman orang yang
bisa memberi pertolongan padamu."
" Paman tidak ikut menemui orang itu?"
" Orang yang kau temui mempunyai pantangan. Hanya orang yang punya urusan
yang boleh menemuinya. Selain itu kalau orang tidak dikenal atau tidak membawa
pengantar maka dia tidak akan mau menerima, apa lagi menolong."
Dari saku jubah kuningnya Kumba Pandika keluarkan sebuah benda berupa pipa kecil
terbuat dari tulang harimau.
" Berikan pipa ini pada orang di dalam goa. Dia akan tahu siapa yang memberikan
dan dia akan mau menerima serta menolongmu."
Pemuda berpakaian coklat mengambil pipa tulang harimau yang diserahkan,
menyimpan balk baik di balik pakaiannya.
" Raden, betapapun kami orang-orang Kesultanan Cirebon akan tetap menunggu
Raden mau kembali ke sana. Itu pesan yang disampaikan Pangeran Cakrabuana.
Sekarang saya harus kembali."
" Sampaikan terima kasih dan penghargaan saya pada Pangeran Cakrabuana. Kalau umur
sama panjang dan takdir menentukan saya harus kembali ke Cirebon, maka itu akan
saya lakukan. Saya juga berterima kasih pada Paman atas segala bantuan."
Pemuda berpakaian coklat majukan kudanya hingga dia bisa memeluk si orang tua
dan sekali lagi mengucapkan terima kasih.
Kumba Pandika pegang bahu si pemuda. Wajahnya tampak sedih.
" Raden, tetaplah tabah. Ini semua merupakan cobaan. Mudah-mudahan kau bisa
menemukan gadis itu kembali."
" Terima kasih Paman. Mohon doa restumu."
Setelah tinggal sendirian pemuda itu pandangi air sungai Cisanggarung. Kapan
banjir akan surut. Mungkin nanti malam, bisa juga besok pagi. Tapi mungkin pula


Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai satu dua hari dimuka. Berapa lama dia harus menunggu"
161 Perjodohan Berdarah
49 Si pemuda memandang berkeliling, mencari tempat yang baik untuk menunggu.
Semalam suntuk dia mendekam di bawah pohon jati tunggal. Untung hujan tak turun
lagi. Namun hawa dingin serta gigitan nyamuk cukup membuatnya menderita.
Menjelang dinihari pemuda ini masih bisa tertidur sebentar. Ketika bangun dia
dapatkan hari telah terang dan memandang ke sungai ternyata banjir telah surut.
Seperti yang dikatakan orang tua berkepala sulah sebelah Kumba Pandika, di kaki
bukit batu tepat di arah bawah pohon jati di seberang sungai muncul sebuah goa.
Setelah membersihan wajahnya dengan air embun yang ada di dedaunan pemuda ini
segera menuruni bukit batu. Di mulut goa dia berhenti sejenak sambil berpikir
bagaimana ada orang bisa tinggal di dalam goa pada saat banjir besar melanda.
Namun ketika dia menjejakkan kaki masuk ke dalam goa, pemuda ini terheran-heran.
Lantai goa yang terbuat dari tanah merah sama sekali tidak basah apa lagi becek.
Dari arah dalam goa dia mencium wangi bau kemenyan.
Berjalan agak membungkuk sampai seratus langkah lebih, pemuda itu sampai pada
sebuah tangga batu putih terdiri dari tujuh undakan. Di bagian tangga paling
atas ada satu ruangan berbentuk segi tiga di selimuti suasana redup. Di ruangan
ini, di atas sebuah batu berbentuk kursi panjang, duduk melunjur satu sosok
tubuh hitam, gemuk luar biasa yang hanya mengenakan selembar cawat berwarna
hitam berkilat. Si pemuda hentikan langkah. Dia tidak dapat menduga, sosok orang
yang melunjur di atas batu itu lelaki atau perempuan. Kalau perempuan mengapa
dadanya berbulu. Kalau laki-laki mengapa memiliki dada seperti perempuan dengan
puting susu sebesar biji salak!
Karena bagian atas ruangan agak gelap si pemuda tidak bisa melihat wajah orang.
Dia hanya Memperhatikan bahwa si gemuk itu memiliki rambut hitam keriting
panjang sampai ke siku tangan.
" Mengapa berhenti"! Kau sudah masuk! Kalau bimbang kembali saja tapi tinggalkan
satu biji kemaluanmu di depan tangga!"
Tiba-tiba si gemuk yang berbaring melunjur di atas kursi batu keluarkan ucapan.
Suaranya menggema membuat goa bergetar, debu bertaburan dan tanah berjatuhan.
Ternyata suaranya suara perempuan! Setelah menahan darah yang tersirap kaget si
pemuda lanjutkan langkah. Menaiki tangga sampai undakan ke tujuh hingga akhirnya
dia berada di hadapan perempuan gemuk di atas batu. Begitu berhadap-hadapan
merindinglah tengkuk pemuda ini. Perempuan gemuk berkulit hitam yang hanya
mengenakan cawat hitam itu ternyata tidak memiliki mata. Dua matanya hanya
merupakan dua rongga besar mengerikan! Si pemuda melihat di sisi kiri kursi batu
terdapat sebuah pendupaan dipenuhi berisi bara merah menyala dan menebar asap
tipis berbau wangi kemenyan.
" Siapa kau"!"
Si gemuk di atas kursi batu membentak.
" Nama saya Tubagus Kesumaputera,"jawab pemuda berpakaian coklat.
" Aku tidak kenal dirimu! Lekas minggat dari sini! Jangan lupa meninggalkan satu
biji kemaluanmu di depan tangga putih!"
" Saya Kepala Pasukan Kesultanan Cirebon,"coba menjelaskan si pemuda.
" Persetan! Aku tidak perduli kau Kepala Pasukan atau Kepala Macan! Lekas pergi!
Tanggalkan satu biji, kemaluanmu! Letakkan di depan tangga!"Si gemuk angker
kembali mengusir.
" Saya datang membawa pengantar. Sebuah pipa terbuat dari tulang harimau."
161 Perjodohan Berdarah
50 " Hah! Apa"!" Si gemuk seperti tersentak. Dia tampak berpikir lalu kembali
membuka mulut. "
Manusia tolol! Kenapa tidak memberi tahu dari tadi"!"
" Mohon saya di maafkan."
" Mana pipa itu. Berikan padaku. Aku mau tahu asli atau palsu!"
Pemuda yang mengaku bernama Tubagus Kesumaputera keluarkan pipa yang
diberikan Kumba Pandika lalu cepat-cepat diserahkan pada perempuan gemuk
berkulit hitam bermata bolong.
Pipa tulang dipegang, diendus beberapa kali lalu diselipkan ke dalam cawat
hitam. " Pipanya asli!"kata si gemuk pula. "
Kau boleh membuat urusan denganku! Kau
sudah tahu namaku?"
" Sudah..." " Siapa?" " Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi Si gemuk tertawa bergelak hingga dadanya
yang besar bergoncang-goncang, "
Di depan Dewi di belakang Dewi..."ucapnya.
" Katakan apa keperluanmu."
" Dewi, saya datang untuk minta tolong, Saya telah dipermalukan oleh seorang gadis
yang akan menjadi istri saya..."
" Dipermalukan bagaimana" Apa calon istrimu itu sudah dibuntingi lelaki lain
hah"!"
" Tidak Dewi. Saya dipermalukan ketika upacara pernikahan siap dilaksanakan. Saya
dan Kadi sudah menunggu. Upacara itu dilakukan di salah satu ruangan Istana
Cirebon. Disaksikan oleh Pangeran Cakrabuana dan Nyai Rara Santang, Tiba-tiba saja calon
istri saya menghilang melarikan diri. Seisi Istana dikerahkan untuk mencari tapi
tidak bertemu."
" Apakah kau mencintai calon istrimu itu?"bertanya si gemuk hitam yang bernama
aneh Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi.
" Tentu saja saya mencintainya."
" Apa calon istrimu mencintai dirimu?"
" Saya yakin dia mencintai saya. Kalau tidak mana mungkin dia mau saya ajak untuk
melangsungkan pernikahan. Namun entah apa sebabnya tiba-tiba saja dia
menghilang. Mempermalukan saya secara luar biasa di depan orang banyak. Kini seluruh
Kesultanan Cirebon sudah mengetahui kejadian itu."
"Lalu apa maumu Tubagus malang" Ingin perempuan itu kusantet kubunuh" Atau
dibikin cacat wajahnya seumur hidup?"
" Tidak Dewi, saya tidak mau dia dibikin cacat. Apa lagi sampai dibunuh. Saya
hanya ingin dia kembali. Untuk itu saya akan mencarinya dimanapun dia berada.
Untuk mengetahui dimana dia berada itulah saya butuh bantuan Dewi..."
" Kalau cuma itu kecil ... Kecil!"kata sang Dewi pula dan kembali tertawa
bergelak. " Kau ingin tahu dimana dia berada. Kau ingin menemuinya."
" Betul Dewi,"kata Tubagus Kesumaputera pula.
" Aku akan memberi sedikit tambahan. AKu akan mengurungnya di satu daerah
hingga dia tidak bisa kemana-mana. Dengan cara itu kau akan mudah menemuinya."
" Terima kasih Dewi
! " " Katakan padaku siapa nama calon istrimu yang kabur itu."
" Namanya Bidadari Angin Timur."Jawab Tubagus Kesumaputhra.
" Waw! Ternyata istrimu seorang bidadari rupanya. Bidadari sungguhan atau
jejadian" Apa dia punya nama lain?"
161 Perjodohan Berdarah
51 " Nama aslinya Pandan Wangi. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Bidadari Angin
Timur itu."
" Baik! Bidadari atau hantu sekalipun bagiku soal kecil!"
Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi luruskan duduknya di atas kursi batu. Dadanya
yang besar membuyut jatuh sampai ke pusar. Dengan tangan kiri dia mengambil
pendupaan di sudut ruangan. Pendupaan di letakkan di atas pangkuan tanpa merasa
panas. Sambil mulutnya meracau, satu demi satu bara yang menyala di dalam pendupaan
dimasukkan ke dalam mulut, dikunyah dan ditelan seperti menyantap dodol. Anehnya
walau sudah banyak bara menyala yang ditelan tapi tumpukan bara di dalam
pendupaan tidak tampak berkurang.
Setelah puas mengunyah belasan bara api, Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi
rentangkan dua tangan ke samping. Lalu dua tangan itu masing-masing mengambil
sebuah bara menyala dari dalam pendupaan. Dua buah bara menyala dimasukkan ke
dalam mata kiri kanan yang hanya merupakan rongga besar. Saat itu juga sepasang
mata tampak hidup, bergerak berputar-putar berwarna merah menyala! Dewi Tanjung
Bulan Kernala Dewi dongakkan kepala. Lalu mulutnya berucap lantang.
" Hantu segala Hantu di daratan. Hantu segala Hantu di lautan. Hantu segala Hantu
d! langit. Hantu segala Hantu di alam gaib! Ada mahluk yang akan kulihat. Pinjamkan
padaku sepasang mata kalian! Ada yang akan aku lihat!"
Saat itu terdengar suara suitan keras di luar goa.
Tubuh gemuk hitam bergoncang. Lalu delapan benda aneh melesat. Empat mengarah
mata kiri dan empat lagi mengarah mata kanan Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi!
Sesaat kemudian Tubagus Kesumaputera melihat pada rongga mata kiri kanan
perempuan gemuk itu kini bergelantungan empat buah mata besar. Sepasang berwarna
hitam, sepasang berwarna merah, sepasang berwarna biru dan sepasang lagi
berwarna kuning.
Seperti orang kesurupan Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi meracau panjang
pendek. Dua tangan disentak-sentakkan. Dada bergoncang turun naik. Sekujur tubuh
mandi keringat.
" Hantu Darat, Hantu Laut! Hantu Langit, Hantu Alam Gaib! Cukup! Aku berterima
kasih. Aku sudah melihat apa yang aku lihat! Terima kembali mata kalian!"
Diluar goa kembali terdengar suara suitan aneh. Lalu empat pasang mata yang
bergelantungan di rongga mata kiri kanan Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi melesat
satu persatu keluar goa!
" Tubagus Ke s uma put e r a , " Dewi Ta nj ung Bul a n Ke ma l a De wi ber ka t a . " Apa ka h ka u l i ha t s e kuj ur t ubuhku ba s a h ol e h ke r i nga t ?" " Saya me l i ha t Dewi " " Buka

Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ba j umu! Pe r guna ka n ba j u i t u unt uk me nyeka me nge r i ngka n ke r i nga t di tubuhku! La kuka n ce pa t ! " Tubagus Kesumaputera yang lebih banyak dihantui perasaan takut cepat-cepat
membuka bajunya lalu dengan baju itu dia menyeka sampai kering keringat yang
membasahi sekujur tubuh perempuan gemuk berkulit hitam itu. Celakanya si gendut
minta agar tubuh di sebelah bawah diseka lebih lama.
" Suda h, ke na ka n ba j umu ke mba l i ! " Tubagus Kesumaputera mengenakan kembali bajunya yang telah basah oleh
keringat. 161 Perjodohan Berdarah
52 " Wa kt u ka u me nyeka ke r i nga t ku, a ku me mper ha t i ka n di r i mu. " Be r ka t a De wi Tanjung Bulan Kemala Dewi.
" Aku me l i ha t s os ok l a i n da l a m di r i mu. Ke pa l a Pa s uka n Ke s ul t a na n Ci r e bon, s i a pa ka u s e be na r nya ?" Tubagus Kesumaputera terkejut mendengar kata-kata itu.
" Saya...s aya me ma ng ma hl uk ma l a ng. Saya da t a ng da r i nege r i s er i bu dua r a t us tahun silam. Ujud saya di nege
r i i t u a da l a h s e e kor bi na t a ng ..." "La nda k r a ks a s a ?" t a nya De wi Ta nj ung Bul a n Kema l a De wi . " Syukur De wi s uda h me nge t a hui , s uda h me l i hat . Na ma s aya di nege r i a

Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

s a l s aya a da l a h J a t i l a nda k" . " Ana k muda . Aku mengi r a ke ber a da a n di r i mu i t ul a h yang me nj a di pe nye bab mengapa kau bernasib malang. Sebenarnya tidak ada yang
ingin mempermalukan
di r i mu. Na mun t a kdi r j a l a n na s i bmu s uda h begi t u ..." " Saya me nge r t i De wi . I t u s e ba bnya s aya i ngi n s e ka l i me ne mui Bi dada r i Angi n Timur. Kalau dia bisa kembali saya akan sangat bersyukur. Kalau dia tetap tidak
mau, saya tidak tahu bagaimana nasib diri saya ini selanjutnya. Mohon saya
diberi petunjuk, a
pa ka h De wi t e l a h me nge t a hui di ma na be r a da nya Bi da dar i Angi n Ti mur s a a t i ni ?" " Di a be r a da di s e ki t a r Gunung Ge de . Aku s uda h me ma nt e k. Se lama tujuh hari tujuh
malam dia tidak bisa keluar dari kawasan itu. Jadi kau harus dapat menemuinya
selama waktu itu. Lewat tujuh hari tujuh malam kau tidak bisa menemuinya, maka
seumur hi dup a ga knya ka u t i da k a ka n be r j odoh de nga n gadi s i t u! " . " Te r i ma ka s ih atas petunjukmua Dewi. Terima kasih atas pertolonganmu. Untuk
membalas budi baikmua saya sudah menyediakan sesuatu."
Dari balik pinggang celananya Tubagus Kesumaputera keluarkan satu kantong putih.
Apa itu"!"tanya Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi acuh.
" Bukan apa-apa Dewi. Sebagai tanda terima kasih saya. Perhiasan dari emas."
Perempuan gemuk keluarkan bara menyala dari dalam kedua mata, lalu ditaruh ke
dalam pendupaan. Dia kemudian lunjurkan tubuhnya kembali di atas kursi batu.
" Aku tidak pernah meminta segala bayaran. Tubagus, simpan emas perhiasan itu.
Berikan saja nanti pada calon istrimu si Bidadari Angin Timur itu. Aku orang
jelek. Mana pantas memakai perhiasan segala! Ada cara tertentu kalau kau memang mau
membalas budi. Itupun kalau kau sudi. Kalau tidak suka kau boleh pergi. Pipa
tulang harimau yang kau berikan sudah cukup bagus untuk jadi barang permainanku.
Jika kau bertemu sampaikan salamku pada Kumba Pandika."
" Dewi, saya orang yang butuh pertolongan. Setelah Dewi tolong masakan saya akan
pergi melenggang begitu saja. Saya tetap ingin membalas budi kebaikan Dewi
" " Kalau kau memang sudi, baiklah,"kata Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi Pula.
Dua tangannya lalu direntangkan kesamping. Dua kaki dilunjurkan lurus-lurus.
Dadanya yang besar bergoyang-goyang. "
Anak muda, mendekatlah."
Tubagus Kesumaputera mendekat ke samping kursi batu.
" Aku tidak pernah mempunyai bayi. Aku tidak pernah merasakan kasih sayang
hubungan ibu dengan anak. Maukah kau memberikan kasih sayang itu?"
Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak meski masih belum tahu maksud ucapan sang
Dewi terus saja anggukkan kepala. "
Saya mau Dewi,"katanya.
Tangan kanan Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi bergerak merangkul leher si
pemuda lalu ditarik mendekati dadanya sebelah kanan.
" Anak muda, menyusulah seperti bayi..."ucap sang Dewi pula sambil pejamkan mata.
161 Perjodohan Berdarah
53 *** SIANG harinya ketika Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak keluar dari goa
kediaman Dewi Tanjung Bulan Kemala Dewi, tiba-tiba saja arus sungai membesar.


Wiro Sableng 161 Perjodohan Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Banjir yang datang dari akibat hujan lebat di hulu menutup menggenang kemana-
mana hingga dalam waktu singkat goa yang tadi pagi dimasuki si pemuda lenyap
dari pemandangan.
Ketika melangkah menuju pohon tempat dia menambatkan kuda.
Tiba-tiba di sebelah kanan pohon Tubagus Kesumaputera melihat seperti ada kabut
tipis kebiruan. Lalu muncul titik-titik biru begemerlap.
"Ibu .... ?"panggil Tubagus Kesumaputera.
Begitu dia mendekat, seorang perempuan cantik berpakaian biru telah berdiri di
samping pohon sambil mengusap tengkuk kuda. Si pemuda segera memeluk lalu
mencium tangan perempuan tinggi semampai berambut panjang hitam yang bukan lain
adalah Luhmintari alias Purnama, ibu kandungnya sendiri.
" Bagaimana Ibu tahu saya ada disini?"tanya Tubagus Kesumaputera.
" Anakku Jatilandak. Ibu sudah mendengar apa yang terjadi dengan dirimu. Aku tidak
ingin mencampuri semua urusanmu dengan gadis itu karena urusanku sendiri juga
banyak. Sebaiknya engkau lebih banyak bermawas diri, menyadari keadaan kita
sebenarnya. Menyesali nasib dan mempersalahkan orang lain tidak ada gunanya.
Yang penting kau sudah berusaha. Biarlah takdir yang menentukan segalanya."
"Ibu, kalau ibu sudah mendengar kejadian yang memalukan itu ketahuilah, saya
tidak bermaksud jahat dan sama sekali tidak ada dendam terhadap Bidadari Angin
Timur. Saya hanya berharap. Walau harapan saya itu setipis kabut pagi. Kalau Bidadari
Angin Timur mau kembali pada saya, saya akan bersyukur. Tapi kalau tidak saya
hanya bisa pasrah."
" Dimana kau akan bisa menemukan gadis itu?"
" Orang pandai di dalam goa di dasar sungai sana telah memberi tahu. Bidadari
Angin Timur ada di kawasan Gunung Gede. Saya akan mencarinya kesana."
" Aku memang sudah menduga kalau dia ada di sana. Kalau begitu pergilah.
Lakukanlah sesuatu yang terbaik."
"Ibu sendiri bagaimana hubungannya dengan pemuda bernama Wiro Sableng itu?"
tanya sang putera.
Purnama tersenyum. Di balik senyuman itu sang putera melihat adanya sesuatu yang
mengganjal. " Saya tidak ingin Ibu mengalami nasib seperti
s aya " Purnama masih tersenyum dan angguk-anggukkan kepala.
Jatilandak membuka tali penambat kuda lalu melompat naik ke atas punggung
binatang itu. Sesaat setelah puteranya meninggalkan tempat itu baru Purnama tak
sanggup lagi membendung air matanya. Gadis dari negeri 1200 tahun silam ini
teringat bagaimana dengan hati pilu dia terpaksa meninggalkan tempat kediaman
Kiai Gede Tapa Pamungkas di puncak Gunung Gede. Purnama kemudian mengetahui pula
kalau disana bukan saja ada Ratu Duyung yang konon hendak dijodohkan dengan
Wiro, tetapi juga terdapat beberapa perempuan lain yang sama mencintai Wiro.
Seperti Luhrembulan, Nyi Retno Mantili dan mahluk jejadian yang menamakan diri Nyi Wulas
161 Perjodohan Berdarah
54 Pikan. Kemudian masih ada Bunga dan Bidadari Angin Timur yang muncul secara
sembunyi-sembunyi.
Purnama menghela nafas dalam. "
Apakah nasib diriku akan sama seperti nasib
anakku" Tidak mendapatkan orang yang dikasihi tapi malah mendapatkan malu
besar." TAMAT Segera nantikan serial berikutnya berjudul:
BADAI LAUT UTARA
161 Perjodohan Berdarah
55 Perguruan Sejati 8 Pendekar Rajawali Sakti 203 Kitab Pelebur Jiwa Pedang Angin Berbisik 30
^