Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 29

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 29


memberikan laporan, bahwa ternyata dirumah ini ada lima orang. Seorang diantaranya
adalah seorang yang sudah menjelang hari tuanya. -
- Aku ingin melihat lebih jelas, apakah orang tua itu termasuk salah seorang dari antara
mereka yang berusaha membunuh salah seekor lembu jantan liar yang dilepaskan
langsung dari arena pertarungan " bisik kawannya.
- Aku tidak melihat di alun-alun. Tetapi j ika kau menduganya demikian, maka aku kira
memang demikian. Tentu mereka memiliki kepentingan bersama. Atau mereka sudah
merasa bahwa mereka perlu bergabung untuk mempertahankan diri jika mereka
terancam. - desis yang lain.
Kawannya mengangguk-angguk. Namun ia tidak lagi berniat untuk mendekat. Seperti
kawannya, maka sebaiknya hal itu dilaporkan saja langsung kepada Kiai Manuhara.
Dengan demikian, maka kedua orang yang berada di kegelapan itu bergeser semakin
menjauh dari pringgitan. Kemudian meloncat ke dinding dan hilang dalan gelapnya malam
diluar dinding. Keduanya dengan tergesa-gesa kembali kerumah Ki Winih setelah memberitahukan
kepada kawannya yang mengawasi regol rumah Ki Lurah Branjangan.
Laporan itu diterima oleh Kiai Manuhara dengan kerut didahinya. Apalagi ketika yang
memberikan laporan berkata, bahwa orang tua yang dilihatnya adalah salah seorang
diantara mereka yang berusaha membunuh lembu liar yang dilepaskan dari arena.
- Kita harus berhati-hati - berkata Ki Winih.
Kiai Manuhara mengangguk-angguk. Katanya " Jika demikian, maka kita akan
mengumpulkan sepuluh orang terbaik. -
- Apakah kita akan memanggil mereka kemari" " bertanya Ki Winih.
- Tentu tidak. Apakah kita sengaja menunjukkan tempat ini agar para prajurit Mataram
datang untuk mengepungnya" Aku belum pikun Ki Winih! - jawab Kiai Manuhara.
Ki Winih mengangguk-angguk. Tetapi kemudian iapun masih bertanya " Jadi
bagaimana" " - Aku akan menghubungi mereka seorang demi seorang. Aku sendiri. Anak-anak itu
tidak tahu dimana mereka bersembunyi. Tetapi sebaliknya, orang-orang itupun tidak tahu
aku disini. Anak-anak itu memang tidak aku pertemukan dengan mereka. - berkata Kiai
Manuhara. Anak-anak muda yang memberikan laporan itu hanya dapat mendengarkan
pembicaraan itu. Mereka menyadari, bahwa ada keterbatasan pengenalan di antara para
pengikut Kiai Manuhara. Bahkan ada pengikut Kiai Manuhara yang jaraknya cukup jauh
dengan Kiai Manuhara itu sendiri, sebagaimana tataran yang terdapat di padepokan Jati
Kenceng yang berlapis. Karena itu ketika mereka berada di Mataram, maka mereka-pun terpisah-pisah dan
dengan sengaja hubungan yang satu dengan yang lain sangat dibatasi untuk
menghindarkan kaitan-kaitan yang akan dapat menjerat mereka bersama-sama jika ada
diantara mereka yang tertangkap.
Seperti dikatakan oleh Kiai Manuhara, maka iapun segera meninggalkan rumah Ki
Winih. Dihubunginya orang-orangnya yang terbaik. Sepuluh orang Putut dan cantrik yang
dianggap telah memiliki ilmu tertinggi diantara para pengikutnya.
Kiai Manuhara telah menunjuk tempat untuk berkumpul. Namun iapun berpesan - Hatihati
dengan para prajurit yang meronda di jalan-jalan induk. Juga anak-anak dari
kelompok-kelompok yang semula saling bersaing yang bangkit lagi setelah kelompok Ki
Wanayasa dihancurkan di Kepatihan. Tetapi anak-anak muda itu sekarang agaknya tetap
berubah. Mereka ingin disebut pahlawan. Tetapi kita harus mempu memecah belah
mereka lagi. Kita tidak boleh mematikan kegiatan mereka sebagaimana dilakukan oleh Ki
Wanayasa dan kedua Rangga yang bodoh itu. -
Sepuluh orang telah disiapkan. Sepuluh orang terbaik yang dapat diandalkan. Tujuh
orang dari padepokan Jati Kenceng dan tiga orang adalah kawan-kawan Kiai Manuhara
yang mempunyai rencana sejalan dengan Kiai Manuhara sendiri.
- Aku titipkan anak-anakku kepadamu " berkata Kiai Manuhara kepada salah seorang
diantara ketiga orang kawannya itu.
Tetapi orang itu menjawab ~ Mereka sudah cukup dewasa. Baik umurnya maupun
ilmunya. Aku tahu itu dalam latihan-latihan yang mereka lakukan di padepokanmu. Karena
itu, aku tidak perlu berbuat apa-apa bagi mereka. "
- Tetapi bukankah dalam rencana ini harus ada salah seorang yang memegang
pimpinan sehingga tidak semua orang memberikan perintah-perintah" " berkata Kiai
Manuhara. - Nah, siapakah yang kau anggap tepat untuk memimpin" -bertanya orang itu.
- Kau. Ki Patitis. Aku percaya padamu - jawab Kiai Manuhara.
Ki Patitis mengangguk-angguk. Katanya ~ Nah, kalian dengar. Hari ini aku mendapat
kepercayaan dari Kiai Manuhara untuk mempimpin kalian, menghancurkan lima orang
yang ada di rumah Ki Lurah Branjangan. Tugas ini adalah ujung dari kegiatan kita yang
masih panjang di Mataram ini. Jika kita tidak berhasil, maka tugas-tugas kita selanjurnya
akan meragukan kita, apakah kita akan dapat menyelesaikannya. "
Sembilan orang yang lain mengangguk-angguk. Mereka memang menganggap bahwa
Ki Patitis adalah orang yang berilmu tinggi. Lebih tinggi dari mereka semuanya.
- Pergilah ~ berkata Kiai Manuhara - tetapi sekali lagi, berhati-hatilah. Ternyata yang
kita hadapi adalah orang-orang yang memiliki kemampuan tinggi. ~
- Baiklah - jawab Ki Patitis - kemana aku dapat menghubungi Kiai" -
-Aku akan menghubungimu. Atau orang-orangku dengan sebutan sandi sebagaimana
yang sudah kita setujui. -- jawab Kiai Manuhara.
Ki Patitis mengangguk-angguk. Ia tahu bahwa Kiai Manuhara tidak akan mengatakan
dimana ia berada kepada setiap orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu
dimana ia tinggal selama ia berada di Mataram. Beberapa anak muda yang menjadi
tangan ka nannya dan beberapa orang khusus.
- Sebelum fajar aku akan mengirimkan orang-orangku untuk mengetahui hasil kerja
kalian " berkata Kiai Manuhara.
- Baiklah. Besok pagi-pagi tentu akan segera tersiar kabar kematian lima orang di
rumah Ki Lurah Branjangan. Mataram akan menjadi gempar dan ceritera tentang
pembunuh lembu jantan liar itupun telah berakhir. - berkata Ki Patitis.
Kiai Manuhara tidak menjawab. Namun iapun segera menghilang dalam kegelapan
meskipun masih terdengar sekali lagi ia berpesan - Hati-hati dengan prajurit yang
meronda. ~ Demikianlah, maka Ki Patitispun segera membawa sepuluh orang termasuk dirinya
menuju kerumah Ki Lurah Branjangan. Namun mereka tidak beriringan bersama-sama,
karena mungkin sekali sekelompok prajurit peronda akan menyusuri jalan-jalan penting di Mataram.
Ki Patitis telah memerintahkan orang-orang yang menyertainya memencar. Mereka
akan berkumpul dibclakang rumah Ki Lurah Branjangan. Sementara itu Ki Patitis sudah
mendapat pemberitahuan tentang anak-anak muda yang mengawasi rumah itu, agar
mereka dapat berhubungan dengan baik. Beberapa kata sandi memang harus mereka
ingat, agar tidak terjadi salah paham.
- Kita harus melakukannya dengan cepat. Waktu kita tidak terlalu panjang. Menjelang
fajar tugas ini harus sudah selesai dengan baik " berkata Ki Patitis kemudian.
Dengan demikian, maka beberapa saat kemudian, orang-orang itu telah memencar
langsung pergi kerumah Ki Lurah Branjangan. Merekapun segera dapat berhubungan
dengan anak-anak muda yang mendapat tugas mengawasi regol halaman Ki Lurah.
Namun anak-anak muda itupun telah mendapat perintah dari Kiai Manuhara lewat kawankawannya
yang lain, agar mereka tidak ikut dalam pertempuran yang akan terjadi di
rumah Ki Lurah. Demikian pertempuran itu terjadi, maka mereka harus segera
meninggalkan tempatnya bersembunyi.
" Kalian tidak usah ikut campur " perintah Kiai Manuhara.
Beberapa saat kemudian, maka sepuluh orang itupun telah berada dihalaman disekitar
rumah Ki Lurah Branjangan. Namun kelima orang yang dimaksudkan sudah tidak berada
di pringgitan. Mereka sudah ada didalam rumah itu. Ki Ajar Gurawa dan kedua orang
muridnya mendapat giliran tidur lebih dahulu. Sedangkan Sabungsari dan Glagah Putih
harus tetap terjaga. Meskipun mereka dapat membagi waktu mereka, namun ternyata
Sabungsari dan Glagah Putih lebih senang duduk berdua bersandar tiang.
Namun disepinya malam, mereka tidak saja mendengar jengkerik dan bi lalang. Tidak
pula sekedar siul angkup nangka tertiup angin di malam hari. Tetapi mereka mendengar
sesuatu. Sabungsari dan Glagah Putih yang mempunyai pendengaran yang tajam itupun segera
mendengar langkah halus di luar. Bahkan sentuhan pada dinding rumah.
Keduanyapun tahu, ada beberapa orang diluar rumah. Nampaknya mereka memang
kurang berhati-hati karena mereka menganggap orang-orang yang ada di rumah itu sudah
tertidur nyenyak. Atau mereka sama sekali tidak merasa cemas bahwa kehadiran mereka
diketahui, karena akhirnya merekapun akan masuk kerumah itu dan membunuh semua isinya.
Meskipun demikian Ki Patitis sempat ragu, apakah benar hanya ada lima orang dirumah
itu sebagaimana yang dilihat oleh anak-anak muda itu. Mungkin lebih dan selebihnya
kebetulan tidak ikut duduk berbincang di pringgitan.
Tetapi Ki Patitis menganggap bahwa sembilan orang yang dibawanya adalah kekuatan
yang cukup memadai. Ki Patitis tahu dan mengenal mereka seorang demi seorang. Dua
orang berilmu tinggi dan tanggon disamping dirinya sendiri. Tujuh orang Putut dan cantrik
terbaik dari padepokan Jati Kenceng adalah tenaga yang sangat besar, karena Ki Patitis
tahu benar kemampuan mereka.
Sabungsari dan Glagah Putih masih menunggu sesaat. Namun suara langkah kaki dan
desir didinding menjadi semakin keras. Bahkan beberapa orang terdengar langsung
menuju ke pringgitan. Sabungsari dan Glagah Putihpun segera membangunkan Ki Ajar Gurawa yang
mendengkur. Agaknya suara dengkurnya itupun didengar oleh orang-orang yang berada
di luar. Ki Ajarpun segera terbangun. Demikian pula kedua orang muridnya.
Hampir bersamaan dengan itu, maka terdengar pintu depan rumah itu diketuk orang.
Kelima orang yang ada didalam itupun saling berpandangan. Namun mereka segera
bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan.
Ketika sekali lagi terdengar pintu rumah itu diketuk, maka Ki Ajar Gurawapun bertanya
" Siapa diluar" "
- Aku - jawab orang yang mengetuk pintu itu.
- Aku siapa" " desak Ki Ajar Gurawa.
- Tolong. Buka pintu. Kami perlu pertolongan"jawab suara
itu. - Tetapi sebut dahulu siapa kau" Pinta atau Trima yang tinggal bersama kakeknya yang
bekerja dirumah sebelah atau malah Parama" " bertanya Ki Ajar pula.
- Aku bukan siapa-siapa. Buka pintu atau aku membuka sendiri dengan caraku" "
suara itu menjadi semakin kasar.
Ki Ajar Gurawa berpaling kepada Sabungsari dan Glagah Putih. Katanya berdesis - Kita
keluar lewat pintu lain. Kita akan bertempur di halaman. Bukankah lebih menarik daripada
merusak perkakas rumah Ki Lurah Branjangan" -
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk. Karena itu, maka Ki Ajar Gurawapun
berkata " Tunggu. Kami akan keluar. Persoalan kita dapat kita bicarakan di luar. "
- Jangan berusaha untuk melarikan diri. Rumah ini sudah terkepung. " geram orang
itu. - Tidak. Sama sekali tidak. Tetapi jika pembicaraan kita ternyata tidak menemukan
persesuaian, kita tidak bertempur ditempat yang sesempit ini. Bukankah lebih leluasa
diluar" Di halaman atau dikebun, Dimanapun kalian suka. " jawab Ki Ajar.
~ Iblis kau. Jika kau ingin keluar, cepat keluar. " geram orang diluar pintu itu.
Tetapi Ki Ajar dan kedua muridnya serta Sabungsari dan Glagah Putih telah membuka
pintu butulan. Dengan sangat berhati-hati mereka meloncat keluar.
Seperti yang dikatakan, di segala arah telah menunggu orang-orang yang dipimpin Ki
Patitis. Karena itu, demikian mereka berada dilongkangan, maka seorang diantara mereka
telah memberikan isyarat.
Namun Ki Ajar Gurawa dan keempat orang yang lain dengan cepat menyusup keluar
seketheng dan berdiri di halaman samping pendapa rumah Ki Lurah Branjangan. Bahkan
Ki Ajar dan kedua orang muridnya telah langsung bergeser ke halaman depan.
Ki Patitis yang ada di pendapa, serta kawan-kawannya segera turun pula ke halaman.
Dengan lantang Ki Patitis bertanya - Si apakah kalian he" Bukankah rumah ini rumah Ki
Lurah Branjangan" Kenapa kalian berada disini" "
Ki Ajar Gurawa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawabnya " Kami sudah
mendapat ijin dari orang yang bertugas menunggu rumah ini. -
- Siapapun kalian, kami memang datang untuk membunuh kalian. - berkata Ki Patitis.
- Apakah salah kami" - bertanya Ki Ajar Gurawa.
- Kalian telah membunuh lembu jantan yang liar itu. Kalian telah menggagalkan
rencana kami mengacaukan orang-orang yang berada di alun-alun. " jawab Ki Patitis.
Lalu katanya - Nah, jika kau terbunuh bersama kedua orang anak muda itu, maka besok
Mataram akan gempar. Pembunuh lembu jantan yang liar itu telah diketemukan mati
dirumah Ki Lurah Branjangan. Kebanggaan anak-anak muda Mataram akan hancur.
Kalian, yang mampu membunuh lembu liar itupun begitu mudahnya mati. Apalagi yang
lain-lain. " Ki Ajar Gurawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Jadi kalian termasuk orangorang
yang dengan sengaja melepaskan lembu-Iembu jantan yang liar itu. -
" Ya. Kedatangan kami kerumah ini untuk menemuimu masih dalam rangka tugas
kami mengacaukan Mataram. Kami akan membunuh kalian. Yang terpenting adalah kedua
orang anak muda itu. Tetapi kebetulan bahwa kaupun telah ikut-ikutan membunuh lembu
itu pula. Maka kematianmu akan menambah kegelisahan anak-anak muda Mataram. "
jawab Ki Patitis. Tetapi tiba-tiba saja Ki Ajar Gurawa justru tertawa. Katanya
- Rencanamu cukup baik. Soalnya, apakah kau dapat melaksanakan rencanamu itu atau
tidak. " ~ Kenapa tidak" - bertanya Ki Patitis - kalian hanya berlima. Kami mempunyai kawan
berlipat. Sementara itu, secara pribadi kami memiliki ilmu yang tentu lebih baik dari kalian
yang hanya mampu membunuh lembu jantan. Sebenarnyalah jika kami kehendaki, maka
kami seorang demi seorang akan dapat melakukannya pula. Tentu lebih cepat dari yang
dapat kalian lakukan itu. ~
Ki Ajar Gurawa masih saja tertawa. Katanya " Darimana kalian mengukur kemampuan
kalian seorang demi seorang" Tetapi baiklah. Aku tidak akan menilai rendah kalian secara
pribadi. Karena jika aku berbuat demikian, aku akan terjebak oleh sikap sombong itu.
Meskipun demikian, kami tidak akan dengan senang hati membantumu agar rencanamu
itu dapat kau selesaikan dengan baik. -
" Cukup. Bersiaplah untuk mati. Kawan-kawanku sudah siap melakukannya. Sebelum
fajar tugas ini harus selesai dengan baik.
" berkata Ki Patitis.
Ki Ajar mengangguk-angguk. Iapun segera memberi isyarat kepada kedua muridnya,
kepada Sabungsari dan Glagah Putih. Agaknya lawan mereka benar-benar sekelompok
orang yang memiliki kelebihan dari orang kebanyakan. Karena itu, maka mereka berlima
tidak boleh lengah. Demikianlah, maka sepuluh orang itupun telah berkumpul. Mereka yakin bahwa tidak
ada orang lain lagi dirumah Ki Lurah Branjangan. Mereka tidak memperhitungkan orang
yang disebut sebagai penunggu rumah itu dengan para pembantu yang lain.
Demikianlah, Ki Ajar Gurawa telah menempatkan diri untuk menghadapi Ki Patitis.
Sementara itu, dua orang kawannya telah mendekati Sabungsari dan Glagah Putih, dua
orang anak muda yang disebut sebagai pembunuh lembu jantan. Sedangkan yang lain
melihat perkembangan suasana, siapa yang harus mereka lawan.
Namun Ki Patitis berteriak " Jangan beri kesempatan seorangpun melarikan diri. "
Dengan demikian maka orang-orang itupun telah menebar. Mereka benar-benar
berjaga-jaga, agar kelima orang itu tidak melarikan diri. Sedangkan kedua murid Ki Ajar
itupun telah berhadapan dengan dua orang Putut, murid Kiai Manuhara.
Ki Ajar Gurawa, murid-muridnya serta Sabungsari dan Glagah Putih tahu bahwa kelima
orang yang masih berdiri bebas itu selain mengawasi mereka agar tidak melarikan diri,
juga mempersiapkan diri untuk membantu kawan-kawan mereka yang terdesak. Namun
setidak-tidaknya setiap orang akan mendapat dua orang lawan.
Sejenak kemudian, maka setiap orang dari kelima orang yang bermalam dirumah Ki
Lurah Branjangan itu mulai bertempur. Ki Patitis telah memberikan isyarat kepada kawankawannya
agar mereka langsung menyelesaikan lawan-lawan mereka.
Dengan demikian, maka pertempuranpun telah menebar dihalaman Ki Lurah
Branjangan. Sabungsari dan Glagah Putihpun segera mengambil jarak. Mereka tidak ingin
justru menjadi saling mengganggu apabila mereka harus mengerahkan kemampuan
puncak mereka karena lawan merekapun bukan orang kebanyakan.
Ki Patitis yang berhadapan dengan Ki Ajar Gurawa itupun mulai menyerang. Keduanya
masih berusaha untuk saling menja-jagi. Namun kedua orang yang umurnya hampir
sebaya itu, dengan cepat meningkatkan ilmu mereka. Nampaknya Ki Patitis benar-benar
ingin menyelesaikan tugasnya, bahwa seluruh kelompok itu. Sebelum fajar Kiai Manuhara
akan menghubungi mereka. Namun ternyata bahwa Ki Ajar Gurawa juga memiliki ilmu yang tinggi. Ketika Ki Patitis
semakin menekannya, maka Ki Ajar-pun telah meningkatkan ilmunya, mengimbangi ilmu
lawannya itu. Seorang diantara kelima orang yang menunggui pertempuran itu berusaha untuk
mendekati, la sudah siap untuk mendapat perintah dari Ki Patitis, membantunya
menyelesaikan lawannya yang ternyata cukup tangkas itu.
Tetapi Ki Patitis justru berkata - Minggirlah. Aku senang mendapat lawan yang mampu
bertahan beberapa lama. -
Orang itu termangu-mangu. Tetapi ia tidak berani mengganggu Ki Patitis yang sedang
bertempur itu. Apalagi Kiai Manuhara sudah mengatakan, bahwa kelompok yang terdiri
dari sepuluh orang itu dipimpin langsung oleh Ki Patitis.
Ki Ajar Gurawa mengerutkan keningnya. Sambil meloncat menyerang ia berkata "
Nampaknya kau yakin dapat mengalahkan
~ Ya " jawab Ki Patitis sambil menghindar. Namun tiba-tiba saja kaki Ki Patitis itupun


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah terjulur menggapai ke arah dada Ki Ajar Gurawa. Tetapi Ki Ajar sempat bergeser
kesamping, sehingga kaki itu tidak menyentuhnya. Dengan cepat Ki Ajar justru telah
menyapu kaki lawannya yang lain, tumpuan tubuhnya yang condong. Tetapi Ki Patitis itu
juga dengan cepat memutar tubuhnya sehingga kakinya itu terangkat sementara tumpuan
tubuhnya berganti pada kaki yang lain yang berjejak di tanah.
Ketika Ki Ajar berusaha untuk menyerangnya lagi, ternyata Ki Patitis telah
mendahuluinya. Satu putaran lagi dengan ayunan kaki mendatar hampir saja menyambar
dagunya. Sementara itu, Sabungsaripun telah bertempur pula melawan seorang yang nampaknya
memang lebih muda dari Ki Patitis. Tetapi dengan kasar orang itu menyerang Sabungsari
yang dianggapnya masih terlalu muda untuk melawannya. Seperti Ki Patitis ia telah
menolak ketika seorang berusaha untuk membantunya. Kalanya - Jaga saja agar anak ini
tidak lari. Aku ingin membunuhnya disini, agar Ki Lurah Branjangan mengerti, bahwa
sebaiknya rumahnya tidak dipergunakan untuk menyembunyikan anak-anak yang tidak
tahu diri. - " Kau kira aku bersembunyi - sahut Sabungsari.
Lawannya itu tertawa. Katanya - Apa yang kau lakukan disini" ~
- Aku terbiasa bermalam disini - jawab Sabungsari.
- Kenapa kau bermalam dirumah Ki Lurah Branjangan" Dimana rumahmu" " bertanya orang itu.
Sabungsari menjawab sekenanya " Pajang. Aku orang Pajang. Aku datang khusus
untuk membunuh lembu jantan itu. "
Orang itu menggeram. Katanya " Omong kosong. Kau tentu orang Mataram. "
- Kau benar. Aku orang Mataram. - jawab Sabungsari.
- Tetapi dimana rumahmu" " desak orang itu.
- Disini. Aku tinggal pada Ki Lurah Branjangan - jawab Sabungsari.
Orang itu mengumpat kasar. Tiba-tiba saja serangannya menjadi semakin keras
melanda Sabungsari yang dengan tangkasnya mengimbangi ilmunya,
Di sudut lain dari halaman itu, kedua orang murid Ki Ajar bertempur berpasangan
melawan dua orang lawan yang terpaksa menyesuaikan dirinya, bertempur berpasangan.
Namun sebenarnyalah kedua murid Ki Ajar Gurawa itu juga memiliki ilmu yang tinggi.
Keduanya pernah menjajagi kemampuan Glagah Putih dan Sabungsari. Karena itu, maka
Sabungsari dan Glagah Putih untuk sementara juga tidak mencemaskan mereka.
Yang bertempur didepan seketheng adalah Glagah Putih. Lawannya juga lebih muda
dari Ki Patitis. Namun ternyata lawan Glagah Putih itu juga berilmu tinggi. Demikian ia
membentur perlawanan Glagah Putih, maka iapun langsung meningkatkan ilmunya.
Namun Glagah Putih sempat bertanya - Siapakah namamu"
- Tidak ada artinya kau bertanya tentang namaku ~ jawab orang itu sambil menyerang.
Namun Glagah Putihpun segera mengelak sambil berkata pula - Sebut saja
sekehendakmu, agar aku dapat memanggilmu. Siapa saja. Mungkin sebuah nama yang
menakutkan. Nama hantu atau nama binatang yang paling buas. -
" Setan kau. " geram orang itu sambil berputar dengan cepatnya. Kakinya melayang
dalam ayunan mendatar. Hampir saja menampar kening Glagah Putih. Namun Glagah
Putih dengan cepat mengelak sambil menarik wajahnya, sehingga kaki itu melayang tanpa
menyentuhnya. Namun Glagah Putih telah memanfaatkan saat yang pendek itu. Demikian lawannya
berdiri tegak, maka iapun telah meloncat menyerang. Tangannyalah yang terayun dengan
cepat menggapai dada lawannya.
Lawannya masih juga sempat bergeser. Meskipun tangan Glagah Putih menyentuh
dada orang itu, namun sama sekali tidak membuatnya kesakitan. Sentuhan itu seakanakan
hanya mengenai bajunya saja tanpa menekan kulitnya.
Dengan demikian, maka pertempuran antara Glagah Putih dan lawannya itupun dengan
cepat meningkat semakin sengit. Nampaknya lawan Glagah Putih berusaha untuk menjadi
orang yang pertama yang mengalahkan lawannya, seorang anak muda yang tangguh
yang menjadi salah seorang pembunuh lembu jantan yang liar.
Tetapi Glagah Putih memang bukan sekedar seorang anak muda yang memiliki
kekuatan yang sangat besar, yang mampu memutar leher lembu jantan, Tetapi Glagah
Putih memiliki ketram-pilan olah kanuragan dan ilmu yang melandasinya sehingga anak
muda itu menjadi anak muda yang pilih tanding.
Dengan demikian, maka lawannyapun mulai menghitung kemungkinan, karena ternyata
setelah ia meningkatkan ilmunya semakin tinggi. Glagah Putih masih mampu
mengimbanginya tanpa kesulitan.
Dalam pada itu, masih ada lima orang yang masih belum terikat kedalam pertempuran.
Lima orang yang memperhatikan keadaan itu dengan dahi berkerut. Namun mereka
memang masih belum mendapat kesempatan untuk memasuki arena pertempuran.
Namun dalam pada itu, Ki Patitis mulai menyadari, bahwa mereka tidak akan dengan
mudah mengalahkan kelima orang itu.
Jika Kiai Manuhara menugaskan mereka, sepuluh orang untuk melawan lima orang
yang ada dirumah itu, tentu bukannya tanpa perhitungan.
Ki Patitis juga mulai mempertimbangkan kemungkinan sekelompok prajurit yang
meronda lewat jalan didepan rumah itu. Barulah ia menyadari, bahwa kelima orang yang
ada dirumah Ki Lurah Branjangan yang berusaha untuk bertempur dihalaman bukan
sekedar mencari tempat yang lapang. Tetapi di halaman depan rumah Ki Lurah itu akan
dapat menarik perhatian orang-orang yang lewat. Meskipun malam telah menjadi semakin
dalam, namun masih mungkin ada prajurit yang meronda lewat jalan itu.
Karena itu, maka Ki Patitispun tiba-tiba saja telah mengambil keputusan, bahwa kelima
orang yang lain harus segera turun ke arena pertempuran, agar pertempuran itu dengan
cepat dapat diselesaikan sebelum prajurit peronda lewat. Meskipun mungkin hanya tiga
atau empat orang prajurit, namun mereka tentu akan sangat mengganggu tugas Ki Patitis
dan kawan-kawannya. Ketika kemudian terdengar isyarat yang diberikan oleh Ki Patitis, maka seorang diantara
kelima orang itu langsung memasuki arena pertempuran untuk melawan Ki Ajar Gurawa.
Ki Ajar mundur beberapa langkah untuk mempersiapkan diri. Ternyata Ki Patitis sudah
mulai digelisahkan oleh waktu setelah beberapa lama mereka bertempur, namun Ki Patitis
masih belum mampu menguasai lawannya. Ki Ajar Gurawa.
Tetapi ketika orang itu memasuki arena pertempuran Ki Patitis masih berpesan " Jaga
saja agar orang itu tidak selalu mengambil jarak. Jangan terlalu dalam mencampuri
pertempuran ini. Orang itu memiliki kemampuan yang tinggi. "
Ki Ajar Gurawa masih sempat menyambung " Jangan terlalu dekat. Nanti justru
serangan pemimpinmu itu mengenaimu. -
" Persetan kau - geram Ki Patitis sambil meloncat menyerang dengan garangnya.
Tetapi Ki Ajar masih sempat mengelakannya. Bahkan dengan cepat ia membalas
serangan itu dengan serangan yang tidak kalah cepatnya.
Namun Ki Ajar Gurawa harus berhati-hati. Orang yang kelihatannya berada diluar arena
itu, setiap saat dapat menikamnya dari belakang. .
Namun Ki Ajar Gurawa sendiri ternyata masih belum mempergunakan senjatanya,
karena Ki Patitis juga masih belum bersenjata. Meskipun demikian, tetapi pertempuran itu
benar-benar merupakan pertempuran yang sangat seru. Apalagi karena ada seorang yang
membantu Ki Patitis, yang setiap kali dengan tiba-tiba saja telah menyerang Ki Ajar
Gurawa. Namun dalam pada itu, lawan Glagah Putih ternyata masih berkata lantang " Jangan
ganggu aku. Aku ingin membunuh anak ini dengan tanganku. "
Orang yang sudah hampir meloncat ke arena itu menjadi kecewa. Namun ia tidak
berani melanggar perintah itu. Sehingga dengan demikian, maka orang itu hanya
termangu-mangu saja sambil setiap kali menggeretakkan giginya.
Sabungsarilah yang kemudian benar-benar telah bertempur melawan dua orang.
Lawannya, yang lebih muda dari Ki Patitis itu sudah meyakini sejak semula, bahwa jika ia
seorang diri, maka ia tidak akan dapat mengalahkan Sabungsari.
Karena itulah, maka Sabungsari harus bertempur dengan sangat berhati-hati. Dua
orang lawannya tidak mempunyai tataran kemampuan yang sama. Namun demikian
ternyata keduanya dapat bekerja sama dan saling mengisi.
Kedua orang murid Ki Ajar Gurawa yang bertempur berpasangan juga harus segera
menghadapi bukan saja dua orang, tetapi ampat orang.
Tetapi keduanya benar-benar mampu bertempur berpasangan dengan baik. Selain ilmu
mereka sesuai karena mereka saudara seperguruan, keduanya agaknya memang telah
membiasakan diri bertempur berpasangan jika mereka merasa perlu. Karena itu, meskipun
mereka berdua, seakan-akan mereka telah digerakkan oleh satu otak.
Karena itu, maka keempat orang yang kemudian menempatkan diri sebagai lawan
mereka berdua, tidak pula segera dapat menguasai keduanya.
Yang masih bertempur seorang melawan seorang adalah Glagah Putih. Lawannya, yang
meskipun masih lebih muda dari Ki Patitis, namun ia merasa memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Hanya karena umurnya yang lebih banyak sajalah maka Ki Patitis diakuinya sebagai
pimpinannya, apalagi atas perintah langsung Kiai Manuhara. Namun sebenarnyalah, orang
itu ingin menunjukkan kelebihannya, sehingga ia tidak memerlukan bantuan orang lain.
Namun adalah kebetulan bahwa lawannya adalah Glagah Putih. Meskipun Glagah Putih
masih jauh lebih muda, namun ternyata bahwa Glagah Putih tidak dapat dengan mudah
ditundukkannya sebagaimana dikehendakinya. Bahkan ketika orang itu sudah mulai
merambah ke ilmu puncaknya, Glagah Putih masih dapat mengimbanginya.
Tetapi adalah justru merupakan satu kesempatan bagi lawan Glagah Putih itu untuk
menunjukkan. Bukan saja kepada orang-orang Mataram, tetapi juga kepada Ki Patitis,
bahwa ia memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Dengan demikian maka pertempuran diantara keduanyapun menjadi semakin sengit.
Lawan Glagah Putih itu semakin lama seakan-akan justru menjadi semakin kuat.
Tenaganya serasa menjadi semakin besar, sementara itu tubuhnya menjadi semakin
keras. Glagah Putih yang bertempur tanpa senjata merasakan betapa sentuhan tangannya
seakan-akan tidak terpengaruh sama sekali atas lawannya ketika tubuhnya seakan-akan
mengeras sekeras batu padas. Ketika tangan Glagah Putih yang terayun menyamping
mengenai pundaknya, maka justru Glagah Putihlah yang merasa tangannya menjadi sakit.
Tetapi Glagah Putihpun segera tanggap. Orang itu memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Tubuhnya mampu mengeras dilapisi oleh kekuatan ilmunya, sehingga kulitnya menjadi
sekeras lapisan besi. Glagah Putihpun mengenali ilmu itu yang mirip dengan ilmu kebal. Namun Glagah
Putihpun tidak segera menjadi gelisah. Ia masih mempunyai beberapa pilihan ilmu untuk
menembus kekerasan ilmu lawannya itu.
Beberapa saat kemudian, lawan Glagah Putih itupun meningkatkan seranganserangannya,
Ketika Glagah Putih sekejap kurang berhati-hati, maka telapak tangan orang
itu telah sempat menyentuh lengan Glagah Putih.
Glagah Putih cepat meloncat mengambil jarak. Tulangnya seakan-akan menjadi retak.
Perasaan sakit yang tajam telah menggigit lengannya yang tersentuh tangan lawannya itu.
- Luar biasa " berkata Glagah Putih didalam hatinya.
Tetapi ia tidak banyak mendapat kesempatan. Lawannya dengan cepat pula bergeser
maju memburunya. Dengan dada tengadah ia sempat berkata " Sayang, Tidak ada
kesempatan bagimu untuk mohon ampun. Apapun yang kau lakukan, kau akan mati.
Tulang-tulangmu akan aku remukkan dengan Aji Tapak Waja. "
Glagah Putih tidak menjawab, Tetapi ia sempat menghindar, ketika tangan lawannya itu
terjulur lurus kearah dahinya.
" Sayang " geram lawannya - jika tanganku sempat menyentuh dahimu, maka tulang
kepalamu akan lebur menjadi kepingan-kepingan kecil. -
Glagah Putih menarik nafas nafas dalam-dalam. Namun ia benar-benar harus berhatihati
menghadapi kemampuan lawannya yang tinggi itu.
Dalam pada itu, kedua orang murid Ki Ajar Gurawa ternyata telah mengalami kesulitan.
Murid-murid dari Padepokan Jati Kenceng yang dimpimpin oleh Kiai Manuhara itupun
memiliki ilmu yang tinggi. Karena itu melawan ampat orang, maka kedua orang murid Ki
Ajar itu mengalami kesulitan. Meskipun keduanya kadang-kadang mampu juga
memecahkan pertahanan keempat orang lawannya, namun sejenak kemudian, maka
keduanya telah terkurung kembali. Ampat orang yang mengepungnya itupun ternyata
mampu juga bertempur dalam pasangan yang sangat mapan. Mereka saling mengisi
sehingga keempatnya setiap saat seakan-akan telah berusaha memecahkan pertahanan
kedua orang itu. Berganti-ganti, susul menyusul seperti getar gelombang dipantai
membentur karang yang betapapun kokohnya. Namun akhirnya kikis juga.
Demikian pula pertahanan kedua orang murid Ki Ajar Gurawa itu. Sedikit demi sedikit
mulai menjadi retak. Kesigapan mereka tidak mampu bertahan terlalu lama membendung
serangan-serangan yang datang membadai itu. Apalagi ketika keempat orang itu
kemudian telah menggenggam senjata ditangan mereka. Maka senjata kedua orang murid
Ki Ajar Gurawa itupun telah membenturnya tanpa henti-hentinya, sehingga telapak tangan
keduanya menjadi sangat pedih.
Ketika keduanya kemudian telah meningkatkan kemampuan mereka serta kekuatan
tenaga cadangan didalam dirinya sampai tuntas, maka keduanya harus tetap mengakui,
bahwa mereka mengalami kesulitan melawan ampat orang yang juga sudah menyadap
ilmu dasar sampai tuntas dari perguruan yang dipimpin oleh Kiai Manuhara itu.
Tetapi keduanya tidak segera menjadi putus asa dan kehilangan akal. Mereka masih
mempergunakan olak mereka untuk mengimbangi lawan-lawan mereka.
Ki Ajar Gurawa yang bertempur melawan Ki Patitis melihat keadaan kedua orang
muridnya. Keduanya telah bertempur dengan cepat dan garang. Sejata mereka
berputaran disekitar tubuh mereka, sehingga seakan-akan keduanya diliputi oleh kabut
yang keputih-putihan. Namun keempat orang lawannya benar-benar lawan yang sangat sulit untuk diatasinya.
Tetapi landasan dasar dari ilmu memperingan tubuh telah diletakkan oleh Ki Ajar
Gurawa meskipun belum sampai keintinya. Dengan demikian, maka kedua orang muridnya
itu telah memanfaatkan sejauh jangkauan mereka. Dengan demikian, maka tata gerak
merekapun menjadi seakan-akan semakin cepat. Keduanya kadang-kadang dengan tibatiba
saja telah berada ditempat yang lain dari tempat mereka berdiri semula.
Kemampuan mereka yang baru alasnya itu ternyata masih mampu memperpanjang
pertahanan mereka untuk melindungi diri mereka berdua.
Sementara itu, Ki Ajar Gurawapun telah berusaha untuk mengatasi ilmu lawannya.
Namun Ki Patitis bukanlah orang kebanyakan. Jika Kiai Manuhara memilihnya untuk
memimpin tugas itu, adalah karena Ki Patitis memang seorang yang pilih tanding. Yang
memiliki ilmu lebih baik dari kebanyakan orang.
Apalagi Ki Patitis itu tidak bertempur sendiri. Seorang murid Kiai Manuhara telah
membantunya dan bahkan setiap kali senjatanya dengan cepat pula terjulur kelubuhnya.
Namun ketika Ki Ajar Gurawa melihat kedua orang muridnya mengalami kesulitan,
maka iapun telah mengerahkan ilmunya pula.
Dengan kemampuannya meringankan tubuhnya, sehingga seakan-akan tidak
mempunyai bobot, Ki Ajar Gurawa telah mempercepat serangan-serangannya. Ia berharap
agar ia masih mempunyai kesempatan uniuk membantu kedua orang muridnya yang
semakin terhimpit oleh kekuatan dan kemampuan keempat orang lawannya.
Tetapi Ki Palitispun berusaha untuk mengatasi kesepatan gerak Ki Ajar Gurawa.
Sementara itu, lawan Ki Ajar yang lainpun telah mengerahkan kemampuannya dalam ilmu
pedang. Ia mencari kesempatan disela-sela perlawanan Ki Patitis.
Namun gerak Ki Ajar itu semakin lama menjadi semakin cepat. Bahkan kemudian,
loncatan yang panjang membuat kedua lawannya menjadi semakin sibuk.
Namun Ki Patitis tidak membiarkan lawannya bergerak dengan leluasa. Ketika Ki Patitis
merasa bahwa lawannya menjadi semakin cepat bergerak, maka iapun telah berpesan
kepada kawannya, murid Kiai Manuhara " Jangan berada digaris seranganku. -
Orang yang membantunya bertempur melawan Ki Ajar itu mengerti maksudnya. Karena
itu, maka iapun telah menempatkan diri disebelah Ki Patitis untuk menghindari agar
dirinya tidak berada di garis serangannya.
Sebenarnyalah, sejenak kemudian, maka serangan-serangan orang itupun menjadi
semakin sengit. Bahkan kemudian serangan-serangan yang terlontar dari tangannya,
bagaikan hembusan angin yang meluncur menerpa sasarannya.
Ketika Ki Ajar belum menyadari apa yang terjadi, maka ia telah terlambat menghindari
serangan itu. Angin yang kencang telah menyapu wajahnya sehingga Ki Ajar Gurawa itu
merasa seakan-akan kekuatan yang sangat besar telah menamparnya sehingga Ki Ajar
terdorong beberapa langkah surut. Keseimbangan tubuhnya-pun terguncang dengan
kerasnya, Ki Ajar itu justru telah menjatuhkan dirinya dan berguling beberapa kali sebelum
ia meloncat bangkit. Ternyata kawan Ki Patitis itu juga mampu bergerak cepat. Disaat Ki Ajar berguling,
maka orang itu telah meloncat menyerang dengan ayunan senjatanya. Hampir saja
mengenai pundak Ki Ajar. Namun Ki Ajar masih sempat menggeliat, sehingga serangan itu
tidak mengenainya. Meskipun demikian, serangan Ki Patitis bukan saja mendorongnya jatuh, namun rasarasanya
angin yang kencang itu telah menyumbat pernafasannya untuk beberapa saat.
Ki Ajar dengan cepat bangkit. Ia sadar, bahwa lawannya benar-benar berbahaya.
Sementara yang seorang mampu menyesuaikan dirinya, sehingga keduanya menjadi
sangat berbahaya baginya.
Yang menjadi semakin sulit adalah kedua orang murid Ki Ajar Gurawa. Namun menurut
perhitungan Ki Ajar sekilas, keduanya masih akan mampu bertahan untuk beberapa saat.
Sabungsarilah yang kemudian dengan cepat berhasil mendesak kedua orang lawannya.
Ketangkasan dan ketrampilan Sabungsari bermain pedang, telah membuat kedua
lawannya terdesak. Meskipun kedua lawannya itu juga telah mempergunakan pedang
mereka, namun kemampuan ilmu pedang Sabungsari ternyata sangat tinggi. Bahkan
kekuatannyapun rasa-rasanya semakin lama semakin bertambah. Apalagi lawannya
ternyata tidak memiliki ilmu setinggi lawan Glagah Putih.
Ketika kedua lawan Sabungsari itu merasa semakin terdesak, maka seorang diantara
murid Kiai Manuhara yang masih belum memasuki pertempuran itupun
memperhatikannya. Lawan Glagah Putih itu agaknya benar-benar tidak ingin dibantu,
sehingga karena itu, maka seorang yang masih bebas itu telah meloncat dan bergabung
melawan Sabungsari. Sabungsari memang menjadi berdebar-debar, Ketiga orang lawan itu segera berusaha
menyesuaikan diri mereka yang satu dengan yang lain, sehingga justru Sabungsarilah


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kemudian harus mengerahkan tenaganya.
Sebenarnyalah Sabungsari mulai mengalami tekanan yang berat. Ketiga orang
lawannya menyerang dari arah yang berbeda-beda. Dua orang diantara mereka yang
merupakan saudara seperguruan, benar-benar mampu saling mengisi sehingga kadangkadang
membuat Sabungsari harus berloncatan menjauh.
Tetapi Sabungsari tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mempertahankan dirinya.
Ia tidak mau terlambat menyelamatkan dirinya sendiri. Karena itu, ketika lengannya mulai
tergores luka, jantungnya berdegup semakin keras. Sabungsaripun siap meningkatkan
ilmunya sampai kepuncak. Sementara itu, Glagah Putihpun harus memeras keringat untuk mengimbangi seranganserangan
lawannya. Ketika jari-jari lawannya menyentuh pundaknya, meskipun ia sudah
sempat mengelak, namun terasa tulang-tulangnya menjadi retak.
Namun Glagah Putihpun segera menyadari, bahwa untuk melawan ilmu lawannya, ia
tidak harus membentur kekerasan dengan kekerasan.
Karena itulah, maka Glagah Putih telah merubah serangan-serangannya. Ia tidak
membentur kekuatan lawannya yang semakin keras bagaikan dilapisi baja. Namun Glagah
Putih telah mempergunakan ilmunya dengan lunak. Ketika ia mendapat kesempatan,
maka Glagah Putih telah menyentuh lawannya dengan dorongan telapak tangannya.
Yang terjadi memang bukan suatu benturan kekuatan. Tetapi Glagah Putih seakan-akan
hanya meletakkan telapak tangannya di dada lawannya. Namun kemudian dihentakkannya
tangannya itu dengan kekuatan yang sangat besar mendorong lawannya yang tubuhnya
bagaikan telah mengeras. Tetapi kekuatan Glagah Putih memang sangat besar. Karena itu, maka orang itu telah
terdorong beberapa langkah surut. Bahkan kemudian orang itu telah jatuh berguling.
Yang terasa, bukan saja dorongan kekuatan yang sangat besar, tetapi getaran yang
tajam menyusup dan bagaikan meremas isi dadanya.
Dengan demikian maka pertempuran itupun semakin lama menjadi semakin sengit.
Keduanya menghentakkan kekuatan dan ilmu mereka masing-masing.
Tetapi ketika tangan orang itu menyentuh lambung Glagah Putih,-maka rasa-rasanya
lambungnya telah tertimpa sebongkah batu hitam yang besar.
Glagah Putih mengaduh diluar sadarnya. Seisi perutnya bagaikan akan tertumpah.
Kepalanya menjadi pening dan nafas'nya menjadi sesak. Pandangan matanya berkunangkunang
bahkan hampir menjadi gelap.
Yang dapat dilakukan pertama-tama adalah meloncat mengambil jarak, Telapak
tangannya kedua-duanya meraba lambungnya yang tersentuh tangan lawannya itu.
Perasaan mual yang sangat bagaikan tidak tertahankan lagi.
Ketika pandangan mata Glagah Putih masih kabur, maka orang itu telah meloncat
menyerangnya. Orang itu tidak mau memberi kesempatan kepada Glagah Putih
memperbaiki keadaannya. Ia justru harus memanfaatkan keadaan lawannya itu sebaikbaiknya.
Serangan yang datangpun telah membuat jantung Glagah Putih berdebaran, malam
yang gelap membuat pandangan matanya menjadi semakin kabur.
Namun Glagah Putih sempat melihat serangan itu. Karena itu, maka sekali lagi Glagah
Putih meloncat mengambil jarak.
Tetapi sekali lagi orang itu memburunya. Bahkan tangannya telah terayun mendatar
kearah keningnya. Demikian derasnya, sehingga jika mengenainya, tulang kepalanya
benar-benar akan diremukkannya.
Glagah Putih tidak mempunyai kesempatan lagi untuk meloncat menjauh. Karena itu,
yang dapat dilakukannya kemudian justru menjatuhkan diri dengan cepat sebelum ayunan
tangan itu mengenai keningnya.
Ternyata Glagah Putih mampu menyelamatkan dirinya. Tangan itu tidak mengenainya.
Namun Glagah Putih harus mendapat kesempatan lebih baik untuk dapat membalas
menyerang lawannya. Karena itu, maka meskipun Glagah Putih telah luput dari serangan
tangan lawannya, tetapi Glagah Putih masih melenting sekali lagi mengambil jarak sejauhjauhnya,
sehingga hampir saja Glagah Putih membentur sckclheng.
Namun dengan demikian Glagah Putihpun telah tersudut. Ia tidak mempunyai banyak
kesempatan untuk menghindar dari lawannya. Karena itulah, maka dengan yang
gemeretak lawannya itu berkata - Kau tidak akan dapat lari lagi anak muda. Terimalah
nasibmu yang sangat buruk. Kau yang tentu sangat bangga dengan gelar Pembunuh
Lembu Jantan, akhirnya harus menebus dengan kematian. Besok Mataram akan menjadi
gempar. Pembunuh Lembu Jantan, kebanggaan Mataram akan diketemukan mati di
halaman rumah Ki Lurah Branjangan. Kau akan menjadi lambang kebanggaan anak-anak
muda Mataram yang umumya tidak akan lebih dari satu hari satu malam. Anak-anak muda
Matarampun akan segera dihancurkan sebagaimana aku meremukkan kepalamu. -
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Tetapi ia tidak mau mati dengan tulang kepala
yang remuk lumat di halaman rumah Ki Lurah Branjangan, kakek seorang gadis yang
sangat membanggakan kemampuannya.
Karena itu ketika lawannya itu melangkah selangkah mendekat, maka Glagah Putih
telah memusatkan nalar budinya. Dengan nada rendah ia masih bertanya. - Urungkan
niatmu, agar kau tidak luluh menjadi abu. -
" Kau terlalu sombong anak muda. Terimalah kemalianmu yang sangat pahit ini. "
orang itu justru menggeram.
Namun ketika orang itu maju selangkah lagi, bahkan sambil mengangkat tangannya,
maka Glagah Putih telah menghentakkan ilmunya yang sangat tinggi. Glagah Putih telah
melontarkan kekuatan ilmu puncaknya dengan mengangkat telapak tangannya dan
menghadapkannya kearah lawannya. Selerel sinar seakan-akan telah meluncur dari
telapak tangannya itu. Bahkan karena Glagah Putih mengetahui bahwa lawannya
diselubungi dengan Aji Tapak Waja, maka kemampuan Ilmunya telah dihentakkannya.
Dengan landasan inti kekuatan bumi yang disadapnya dari Ki Jayaraga, didorong oleh
tenaga dari kekuatan ilmu yang diwarisinya dari Ki Sa-dewa lewat Agung Sedayu serta
berpijak pada kekuatan dari ilmunya yang lain, maka getaran yang sangat dahsyat telah
menerpa tubuh lawannya yang terkejut melihat serangan itu.
Tetapi lawannya tidak sempat berbuat sesuatu. Ketika ia berusaha untuk menghindar,
maka kecepatan sambaran sinar itu telah membentur dadanya yang justru terbuka karena
tangannya yang terangkat tinggi-tinggi serta kekuatan dorong tubuhnya sendiri saat ia
berusaha menghantam kepala Glagah Putih.
Akibat benturan orang itu dengan kekuatan ilmu Glagah Putih sangat mengejutkan
orang-orang yang telah menyerang rumah Ki Lurah Branjangan itu. Satu kekuatan ilmu
yang tinggi, membentur tubuh seseorang pada jarak yang begitu dekat. Meskipun lawan
Glagah Putih itu melapisi tubuhnya dengan kekuatan ilmu Tapak Waja, namun ternyata
bahwa serangan Glagah Putih berakibat sangat parah bagi lawannya itu. Tubuhnya
terpental beberapa langkah surut. Dengan kerasnya tubuh itu terbanting ditanah Namun
karena lapisan ilmu Tapak Waja itulah, maka tubuh itu tidak hancur menjadi debu.
Meskipun demikian, sebenarnyalah bagian dalam tubuh orang itu seakan-akan telah
dilumatkan oleh kekuatan ilmu Glagah Putih yang jarang ada duanya itu.
Karena itu, maka orang itu tidak sempat mengeluh. Ketika tubuhnya terbanting jatuh
ditanah, maka ia sama sekali tidak sempat menggeliat.
Kematian orang itu benar-benar telah mengguncang ketahanan jiwani Ki Patitis dan
orang-orangnya. Mereka tahu, bahwa orang yang bertubuh itu memiliki selapis perisai
ilmu yang sulit untuk ditembus.
Namun ternyata bahwa anak muda, pembunuh Lembu Jantan itu dapat membunuhnya
sebagaimana ia membunuh seekor lembu jantan yang liar.
Meskipun Ki Patitis masih bertempur melawan Ki Ajar Gurawa, namun hatinya menjadi
gelisah. Apalagi karena Ki Patitis sendiri masih belum mampu menguasai lawannya
meskipun ia dibantu oleh seorang murid perguruan Kiai Manuhara.
Glagah Putihpun kemudian berdiri tegak disisi tubuh yang terbaring membeku itu.
Sejenak ia memandanginya dengan wajah yang tegang. Ternyata bahwa ilmu orang
itupun sangat tinggi. Tubuhnya masih nampak utuh tanpa segores lukapun. Namun
kekuatan Glagah Putih telah menghancurkannya.
Ketika Glagah Putih kemudian memandangi pertempuran itu dalam keseluruhan, maka
Ki Patitis menjadi sangat gelisah. Sambil bertempur Ki Patitis setiap kali berusaha untuk
melihat, apa yang akan dilakukan oleh anak muda yang telah berhasil membunuh
kawannya yang berilmu sangat tinggi itu. Sehingga dengan demikian, maka iapun akan
dapat membunuh setiap orang yang sedang bertempur itu, termasuk dirinya sendiri. Ki
Patitis itu merasa bahwa perisainya justru tidak lebih kokoh dari perisai ilmu orang yang
terbunuh itu. Sementara itu, murid-murid Jati Kenceng yang lainpun masih belum mampu menguasai
lawan-lawannya. Ampat orang diantara mereka memang berhasil mengurung dua orang
lawannya. Tetapi keduanya masih mampu untuk berlahan beberapa lama, sementara anak
muda yang mampu membunuh lembu jantan itu telah membunuh seorang yang berilmu
sangat tinggi. Dengan cepat Ki Patitis segara dapat membual perhitungan, bahwa dengan
terbunuhnya seorang kawannya yang berilmu sangat tinggi itu, maka keseimbangan
pertempuran akan segera berubah. Anak muda itu akan dapat mendekati pertempuran itu
lingkaran demi lingkaran. Ia akan dapat membunuh seorang demi seorang dari muridmurid
Kiai Manuhara dan kemudian akan sampai pada giliran Ki Patitis dan kawannya
yang tinggal seorang itu.
Ketika Glagah Putih kemudian melangkah mendekati dua orang murid Ki Ajar Gurawa,
maka Sabungsari sudah tidak lagi dapat menahan diri. Ketika segores luka lagi mengoyak
pundaknya, maka tiba-tiba Sabungsari telah mengambil jarak.
Ternyata nasib yang paling buruk dari ketiga orang lawannya justru bukan kawan Ki
Patitis. Tetapi seorang murid Kiai Manuharalah yang memburunya, dipaling depan.
Karena itu, ketika Sabungsari telah benar-benar menjadi marah oleh goresan-goresan
luka ditubuhnya oleh kemampuan ilmu pedang lawan-lawannya yang tinggi, maka ia
berusaha untuk mengurangi tekanan itu sehingga tidak membahayakan jiwanya sendiri.
Demikian lawannya itu memburunya sambil menggeretakkan giginya serta
mengayunkan senjatanya, maka Sabungsari yang berdiri tegak itu telah melepaskan
serangan dengan sorot matanya.
Satu tusukan ilmu yang sangat dahsyat ternyata telah mengenai dada orang itu. Seperti
membentur dinding yang tidak kasat mata maka orang itu terpental dan terbanting jatuh.
Seperti lawan Glagah Putih, maka orang itupun sama sekali tidak mendapatkan
kesempatan untuk berteriak.
Sekali lagi kawan-kawannya termasuk Ki Patitis menjadi sangat terkejut. Dua orang
telah menjadi korban. Maka tentu akan segera jatuh korban-korban lain, sehingga
beberapa orang yang terakhir akan segera dapat mereka tangkap.
Karena itu, maka Ki Patitis tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali menyelamatkan
diri. Seandainya selagi mereka melarikan diri, anak-anak muda itu menyerang punggung
mereka, maka mereka akan terkapar mati. Yang telah mati tidak akan dapat memberi
keterangan apapun juga. Tentu hal itu akan lebih baik daripada salah seorang diantara
mereka sempat tertangkap.
Karena itu, maka Ki Patitis tidak lagi memperhitungkan kemungkinan tugasnya dapat
diselesaikan dengan berhasil.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, maka Ki Patitis yang memimpin serangan
atas rumah Ki Lurah Branjangan itupun segera memberikan isyarat kepada orangorangnya
untuk meninggalkan arena pertempuran itu.
Isyarat itu dengan cepat telah merubah suasana pertempuran di halaman Ki Lurah
Branjangan itu. Ki Patitis dan orang-orangnya dengan cepat berusaha melepaskan diri dari
pertempuran itu dan berloncatan menjauhi lawan-lawan mereka.
Ki Ajar Gurawa yang mampu bergerak cepat, telah berusaha untuk menahan Ki Patitis.
Dengan tangkasnya, Ki Ajar telah meloncat dan melingkar di udara. Ketika kedua kakinya
menjejak tanah, maka ia telah berdiri dihadapan Ki Patitis yang telah berusaha
meninggalkan arena. Namun Ki Patitispun dengan tangkas telah menyerang Ki Ajar
Gurawa dengan ilmunya. Sambaran angin kencang telah bertiup kearah wajah Ki Ajar.
Ki Ajar memang harus mengelak. Ia tidak mau terlempar dan terbanting jatuh lagi.
Apalagi dengan pernafasan yang bagaikan tersumbat.
Namun kesempatan itu telah dipergunakan oleh Ki Patitis untuk meloncat ke kegelapan.
Tetapi sementara itu, murid-murid Kiai Manuhara tidak mampu berbuat seperti Ki
Patitis. Ketika mereka mencoba untuk melarikan diri, Glagah Putih dan Sabungsari telah
siap menahan mereka. Demikian pula kedua murid Ki Ajar yang terdesak itu, tidak begitu
saja membiarkan lawan-lawannya meninggalkan mereka begitu saja. Karena itu, maka
merekapun telah siap memburunya.
Namun selagi mereka mulai meloncat mengejar lawan-lawan mereka, tiba-tiba saja
telah terdengar suara tertawa yang mengguncangkan halaman rumah Ki Lurah
Branjangan itu. Suara tertawa yang bukan saja menggetarkan selaput telinga orang-orang
yang berada di halaman rumah Ki Lurah Branjangan, tetapi seakan-akan terasa tusukantusukan
tajam disetiap dada. Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya, Sabungsari dan Glagah Putih terpaksa berhenti
sejenak. Mereka harus bertahan dari serangan itu.
Hampir berbareng Glagah Putih dan Sabungsari berdesis " Aji Gelap Ngampar.
Tetapi dengan demikian, maka orang-orang yang melarikan diri itu seakan-akan telah
menghilang didalam kegelapan. Mereka, apalagi murid-murid Kiai Manuhara, telah
memiliki kemampuan untuk meredam ilmu yang telah dilontarkan oleh guru mereka
sendiri, sebagaimana murid-muridnya yang lain, yang telah mencapai tataran yang cukup tinggi.
Sementara itu, Ki Ajar Gurawa dan keempat orang yang lain, yang ada dihalaman
rumah Ki Lurah itu telah berkumpul didepan pendapa. Mereka menyadari, bahwa ada
orang lain dengan ilmu yang lebih tinggi mengamati apa yang telah terjadi di halaman
rumah itu, sehingga pada saatnya ia berusaha untuk menyelamatkan orang-orangnya,
meskipun dua orang telah terlanjur menjadi korban.
Karena itu, maka kelima orang itupun telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Mungkin tidak hanya seorang atau dua orang dari mereka yang berilmu tinggi itu.
Suara tertawa itu masih saja terdengar. Orang-orang yang ada di halaman itu masih
harus meningkatkan daya lahan mereka untuk menjaga agar isi dada mereka tidak
dirontokkan oleh Aji Gelap Ngampar yang kuat itu.
Ki Ajar Gurawa, yang tertua diantara kelima orang yang ada di halaman itu telah benarbenar
memusatkan nalar budinya untuk mencari arah suara tertawa yang telah
menghentak-hentak isi dada mereka itu. Sementara itu Sabungsari yang tcrluka, ternyata
tidak mudah baginya untuk mencapai puncak kemampuannya memusatkan nalar budinya,
karena luka yang terasa pedih.
Sedangkan Glagah Putih yang letih dan sakit dibeberapa bagian tulang-tulangnya,
masih mampu berusaha mengetahui sumber bunyi Aji Gelap Ngampar itu.
~ Bagus " berkala Ki Ajar Gurawa kemudian " sebaiknya kau tidak bersembunyi
dibelakang rimbunnya batang so itu. Marilah, kita mempunyai banyak kesempatan unluk
bermain-main di halaman. " Ternyata kau memiliki ketajaman panggraita sehingga kau tahu, dimana aku
bersembunyi " terdengar suara jawaban disela-sela suara tertawanya yang semakin
mereda, sehingga akhirnya berhenti sama sekali.
Demikianlah sesosok bayangan telah melayang dan hinggap pada dinding halaman
rumah Ki Lurah Branjangan. Namun dalam bayangan gelapnya rimbun dedaunan yang
tumbuh disebelah tempatnya berdiri.
" Aku tidak menyangka bahwa disini bersembunyi orang-orang berilmu tinggi yang
mampu mengimbangi kemampuan orang-orangku " berkata orang itu.
Kelima orang yang ada di halaman itu menjadi tegang. Namun ketika suara tertawa itu
berhenti, maka getaran kemampuan ilmu yang terlontar lewat suara tertawa itupun
mereda pula dan bahkan kemudian tidak terasa lagi.
-- Siapa kau Ki Sanak" - bertanya Ki Ajar Gurawa.
- Kau tidak perlu bertanya tentang aku. Tetapi kedatanganku sudah kau ketahui.
Orang-orangku yang untuk sementara menyingkir itu akan segera kembali dengan jumlah
yang lebih banyak, ditambah dengan aku dan seorang saudara seperguruanku. Nah,
terimalah nasibmu. Kalian akan menjadi lumat disini. - jawab suara itu.
Ki Ajar Gurawa termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkala - Marilah.
Aku dan kawan-kawanku ingin mengucapkan selamat datang. "
Suasana menjadi semakin tegang. Sabungsari memang sudah terluka. Tetapi justru
karena itu, agaknya ia tidak ingin membiarkan dirinya lebih jauh terbenam dalam kesulitan
itu. Karena itu, maka ia sudah siap menghancurkan lawannya dengan ilmu puncaknya.
Demikian pula dengan Glagah Putih. Jika lawannya menjadi terlalu banyak, maka ia tidak
akan mengekang diri lagi. Siapapun akan dihadapinya dengan kemampuannya yang
jarang ada duanya. Demikian pula Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya. Mereka akan langsung menyambut
lawan-lawan mereka dengan kemampuan tertinggi mereka.
Orang yang berdiri diatas dinding, yang tidak lain adalah Kiai Manuhara sendiri, telah
siap menjatuhkan perintah. Ternyata iapun telah membawa beberapa orang murid yang
lain, yang akan dapat membantu murid-muridnya yang terdahulu datang dibawah
pimpinan Ki Patitis. Namun dalam pada itu, tiba-tiba telah terdengar derap kaki kuda. Tidak hanya seekor
kuda, tetapi beberapa ekor kuda.
Tanpa diketahui oleh orang-orang yang datang menyerang rumah Ki Lurah Branjangan
dan bahkan tanpa diketahui oleh kelima orang yang bertahan itu, penunggu rumah Ki
Lurah Branjangan telah meninggalkan halaman rumah itu dengan diam-diam lewat pintu
butulan didinding halaman belakang. Dengan berlari-lari orang itu telah pergi ke tempat
yang dikenalnya sebagai barak prajurit. Ia tidak tahu, kepada siapa seharusnya
memberikan laporan tentang orang-orang yang menyerang rumah yang ditungguinya.
Prajurit yang ada dibarak itupun dengan cepat tanggap. Setelah memerintahkan dua
orang untuk memberikan laporan kepada yang bertugas mengendalikan keamanan malam
diseluruh Kota-raja, maka barak itu langsung mengirimkan sekelompok prajurit berkuda
kerumah Ki Lurah Branjangan.
Kedatangan prajurit berkuda itu telah mengganggu rencana Kiai Manuhara unluk
menghancurkan seisi rumah itu. Meskipun Kiai Manuhara sendiri akan dapat mengatasinya
betapa tinggi ilmu pemimpin kelompok prajurit itu. Namun ia harus memperhitungkan
murid-muridnya. Apalagi ditempat itu terdapat anak-anak muda yang berilmu tinggi, yang
mampu mengalahkan kawan-kawan Ki Patitis, bahkan membunuhnya.
Karena itu, ketika para prajurit berkuda itu memasuki halaman rumah Ki Lurah


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Branjangan yang agak luas itu, maka Kiai Manuhara segera memberikan isyarat untuk
meninggalkan tempat itu kepada semua orang yang telah dipersiapkan, termasuk Ki Patitis
dan orang-orangnya yang sebenarnya harus mengurungkan niatnya untuk meninggalkan
tempat itu justru karena Kiai Manuhara datang membantu.
Karena itu, demikian para prajurit itu berloncatan turun dari kudanya, maka bayangan
yang ada diatas dinding halaman itupun telah lenyap.
Ki Ajar Gurawa dan keempat orang yang lain, yang ada di halaman rumah itu segera
mengetahui, lenyapnya bayangan itu berarti semua orang yang siap menyerang halaman
rumah itu telah lenyap pula.
Namun dalam pada itu, telah terjadi kesibukan yang para Pemimpin prajurit berkuda itu
telah memerintahkan para prajuritnya untuk melihat seluruh halaman dan kebun
dibelakang rumah Ki Lurah Branjangan.
" Hati-hati. Mungkin kalian akan menghadapi serangan dari orang-orang yang
bersembunyi " perintah pemimpin sekelompok prajurit berkuda itu.
Sementara para prajurit memeriksa halaman dan kebun belakang, maka pemimpin
sekelompok prajurit berkuda itu telah berbicara dengan Ki Gurawa.
" Mereka telah pergi " berkata Ki Gurawa kemudian " mereka meninggalkan dua
sosok mayat. " Pemimpin prajurit itu masih mengajukan beberapa pertanyaan. Juga mengenai mereka
berlima. Namun jawaban Ki Ajar Gurawa nampaknya kurang memuaskan pemimpin prajurit itu.
Setiap kali Ki Ajar didesak untuk menyatakan siapakah ia sebenarnya dan darimana
asalnya. " Mataram bukan tempat untuk ajang kerusuhan " berkata pemimpin prajurit itu "
jika kalian mempunyai persoalan, maka kalian harus menyelesaikannya lewat jalur yang
ada. Bukan dengan perkelahian seperti ini. -
" Mereka menyerang kami - jawab Ki Ajar Gurawa.
" Tetapi siapakah Ki Sanak ini sebenarnya" " desak pemimpin prajurit itu.
Glagah Putih dan Sabungsari juga merasa kesulitan mengalami pertanyaan yang sangat
mendesak seperti itu. Sabungsari tidak dapat mengatakan bahwa ia adalah seorang
prajurit yang diijinkan oleh Senapatinya untuk melibatkan diri dalam kelompok yang
menyebut dirinya Gajah Liwung.
Karena prajurit itu masih saja mendesaknya, maka Ki Ajar Gurawapun berkata - Kami
datang untuk melihat pertandingan di alun-alun. Demikian pula kcmcnakan-kcmcnakanku
ini. Kami adalah kawan-kawan dekat Ki Lurah Branjangan. Jika kalian tidak yakin, bawa
kami ke Tanah Perdikan Menoreh. Atau tanyakanlah kepada Ki Wirayuda yang mengenal kami. "
--Baiklah - berkata prajurit itu - sebaiknya kalian tidak meninggalkan tempat ini sampai
persoalannya selesai. "
Namun tiba-tiba Glagah Putih berkata " Aku mohon Ki Lurah Branjangan dapat diminta
datang besok atau lusa. "
Pemimpin prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun Glagah Putihpun kemudian
berkala lebih lanjut - Atau sampaikan persoalan ini kepada Ki Wirayuda. ~
Pemimpin prajurit itu masih saja termangu-mangu. Namun kemudian katanya - Apapun
yang akan kami lakukan, aku minta kalian tidak meninggalkan tempat ini. Jika kalian
besok atau kapan saja aku butuhkan, tidak berada di sini, maka Ki Lurah Branjanganlah
yang akan mengalami kesulitan, karena Ki Lurah Branjangan yang akan mendapat
limpahan tanggung jawab. "
Sabungsari tidak senang mendengar ancaman alas Ki Lurah Branjangan itu. Namun
sebelum ia menjawab, maka terdengar lagi derap kaki kuda mendekati rcgol halaman
rumah Ki Lurah Branjangan.
Ternyata yang kemudian muncul adalah sekelompok prajurit yang bertugas menjaga
dan bertanggung jawab keamanan Kota-raja. Setelah dua orang prajurit datang
melaporkan keributan yang terjadi di rumah Ki Lurah Branjangan, maka sekelompok
prajurit yang bertugas itupun segera dikirim ke tempat kejadian.
Namun ternyata di halaman rumah itu telah datang sekelompok prajurit berkuda
mendahului para petugas. Ternyata bahwa prajurit yang datang kemudian itu telah dipimpin langsung oleh Ki
Wirayuda, justru karena kejadian yang dilaporkan berlangsung dirumah Ki Lurah
Branjangan. Sedangkan Ki Wirayuda tahu pasti, siapakah yang berada di rumah itu.
Kepada pemimpin prajurit yang dalang lebih dahulu, Ki Wirayuda berkata - Persoalan ini
aku ambil alih, sebagai perwira yang bertanggung jawab atas pengamanan Kotaraja serta
tugas-tugas yang berhubungan dengan itu. "
Pemimpin prajurit itu mengangguk hormat sambil berkata -Kami mendapatkan kelima
orang ini serta dua sosok mayat. -
- Hanya itu" " bertanya Ki Wirayuda.
- Ya. Ternyata sekelompok orang yang dikatakan menyerang tempat ini sudah tidak
ada. " jawab pemimpin prajurit itu.
- Orang-orang itu pergi tepat saat pasukan berkuda itu memasuki halaman. - berkata Ki
Ajar Gurawa. Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Baiklah. Segala sesuatunya
akan kita telusuri kemudian. "
Pemimpin prajaurit yang datang lebih dahulu itupun segera mengumpulkan pasukannya
untuk segera meninggalkan tempat itu. Ketika pemimpin prajurit itu minta diri, maka Ki
Wirayuda berkata ~ Terima kasih atas kesigapan kalian, sehingga keributan ini tidak
berlarut-larut. " " Kami sekedar menjalankan tugas kami- jawab pemimpin kelompok itu.
Demikianlah sejenak kemudian, maka sekelompok prajurit berkuda itu telah
meninggalkan halaman rumah Ki Lurah Branjangan, sementara persoalan yang terjadi di
halaman itu telah diambil alih oleh Ki Wirayuda.
Sepeninggal pasukan berkuda itu, maka Ki Wirayuda telah memerintahkan para prajurit
yang datang bersamanya untuk berjaga-jaga di seluruh halaman dan kebun di belakang
rumah. Ternyata pesannya mirip dengan pesan pemimpin sekelompok pasukan berkuda
yang datang terdahulu - Hati-hatilah. Dibclakang dedaunan itu mungkin ada orang yang
bersembunyi yang dapat menyerang kalian dengan diam-diam. "
Ki Wirayuda sendiri kemudian bersama dengan kelima orang yang bermalam di rumah
Ki Lurah Branjangan itu segera masuk ke ruang dalam untuk berbicara lebih lanjut tentang
peristiwa yang baru saja terjadi.
Dengan singkat Ki Ajar Gurawa telah mencerilerakan apa yang telah terjadi di halaman
itu. Dua orang penyerang telah terbunuh. Namun diantara kelima orang itu, ada juga yang
telah terluka, Sabungsari telah tergores senjata di beberapa tempat, sementara beberapa
bagian tulang Glagah Putih bagaikan menjadi retak.
*** JILID 274 - TERNYATA mereka adalah orang-orang yang juga berilmu tinggi. Mungkin mereka
memiliki kelebihan seperti Ki Podang Abang dan Ki Wanayasa. Namun agaknya mereka
mempunyai caranya tersendiri untuk mengacaukan Mataram dan bahkan kedua kelompok
itu agaknya justru bersaing. Karena itu demikian Ki Wanayasa dan Ki Podang Abang
lenyap dari Mataram, mereka telah hadir untuk melaksanakan cara mereka sendiri. "
berkata Ki Wirayuda. - Dengan demikian, maka mereka tentu orang-orang yang berbahaya - desis Ki Ajar
Gurawa. - Ya. Agaknya memang demikian. Karena itu, kalian memang harus berhati-hati. -
berkata Ki Wirayuda " mereka mengetahui bahwa kalian berada disini tentu melalui
pengamatan yang saksama. "
- Nampaknya mereka memang memburu pembunuh lembu jantan yang liar itu -
berkata Ki Ajar " beberapa kali mereka mengatakan hal itu. Mereka menganggap dengan
membunuh pembunuh lembu jantan itu, maka mereka tentu merasa dapat memecahkan
sebagian dari kebanggaan anak-anak muda Mataram. Mungkin juga karena mereka
mendendam, bahwa rencana mereka dengan melepaskan lembu jantan dapat dipatahkan.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya - Jika demikian kita benar-benar harus
berhati-hati. Diantara mereka tantu masih terdapat orang-orang berilmu tinggi yang lain.
Sementara itu, kalian akan selalu mendapat pengamatan yang ketat sehingga orang itu
tidak mau kehilangan kalian. "
- Tetapi apakah dengan demikian berarti kami harus bersembunyi atau harus mendapat
pengawalan sekelompok prajurit" ~ bertanya Ki Ajar Gurawa.
"Tentu tidak. Tetapi yang pasti kalian harus berhati-hati. Aku condong untuk
menempatkan seluruh kekuatan Gajah Liwung di rumah ini. Tetapi sudah tentu kita harus
menghubungi Ki Lurah Branjangan, apakah ia tidak berkeberatan. Tetapi jika Ki Lurah
berkeberatan, maka kita harus mencari tempat lain. - berkata Ki Wirayuda.
Namun dalam pada itu Sabungsari berkata - Aku berpendirian lain. Kita justru harus
memancing mereka. Tanpa dipancing, agaknya mereka tidak akan mau menyerang rumah
ini lagi. Mereka tentu mengira bahwa rumah ini selalu mendapat pengamatan ketat pula
dari para prajurit. "
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Kau benar. Agaknya mereka memang
harus dipancing. " - Kita akan memancing mereka ke Tanah Perdikan Menoreh - berkata Glagah Putih
dengan tiba-tiba. Ki Wirayuda mengerutkan dahinya. Namun ia bertanya -Apakah kau mempunyai
gambaran, bagaimana caranya memancing mereka ke Tanah Perdikan Menoreh" -
- Kami akan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Jika mereka benar-benar mengamati
kami, maka merekapun tentu akan mengikuti kami Ke Tanah Perdikan. Mereka tentu
mengira bahwa kami akan bersembunyi. Namun sebagaimana Ki Wirayuda ketahui, di
Tanah Perdikan Menoreh ada beberapa orang yang dapat membantu kami. Kakang Agung
Sedayu, Ki Jayaraga, Ki Gede Menoreh, mBokayu Sekar Mirah dan di Tanah Perdikan juga
terdapat pasukan khusus yang akan dapat digerakkan setiap saat disamping para
pengawal Tanah Perdikan yang juga siap untuk bertempur jika diperlukan. Bukan berarti
bahwa di Kotaraja tidak ada kekuatan seperti itu, tetapi setiap gejolak di Kotaraja akan
mempengaruhi bukan saja sekedar lingkungan dinding kota, tetapi juga berpengaruh atas
wibawa Mataram. Agak berbeda jika kericuhan itu terjadi di Tanah Perdikan Menoreh. -
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Ia dapat mengerti pendapat
Glagah Putih. Namun iapun berkata - Aku akan melaporkannya kepada Ki Patih.
Tetapi aku sendiri dapat menyetujui pendapat itu. Sementara itu, aku telah berhasil
melakukan pendekatan dengan kelompok-kelompok anak muda di Mataram. Mereka akan
dapat dihimpun dan diajak bekerja sama untuk menegakkan ketenangan di Kota ini. "
- Jika demikian maka sebelum kami benar-benar berangkat ke Tanah Perdikan, maka Ki
Wirayuda dapat memerintahkan satu dua orang yang sudah dikenal kakang Agung Sedayu
untuk menghubunginya lebih dahulu. Jika terjadi sesuatu dengan tiba-tiba, ia tidak akan
terkejut. ~ Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Ternyata penalaran anak-anak muda itu berjalan
dengan baik, sehingga mereka mampu menyatakan pendapat mereka yang patut
mendapat perhatian. Setelah berbincang lebih lama lagi, maka Ki Wirayudapun minta diri untuk
meninggalkan rumah itu. Beberapa orang prajuritnya telah ditinggal di rumah Ki Lurah
Branjangan. Sementara dua sosok mayat itupun telah dibawa oleh para prajurit untuk
dikuburkan. Sementara itu, langitpun menjadi semburat merah.
Ki Ajar Gurawa dan keempat orang yang ada dirumah Ki Lurah Branjangan sempat tidur
sejenak. Beberapa orang prajurit yang ditinggalkan Ki Wirayuda berjaga-jaga seputar
rumah itu, sehingga matahari mulai membayangkan warna sinarnya dilangit.
Namun pagi-pagi yang mulai turun ke Kotaraja, telah diwarnai dengan hiruk-pikuk
orang mempercakapkan pertempuran yang telah terjadi di rumah Ki Lurah Branjangan.
Anak-anak muda yang tergabung dalam kelompok yang semula hanya membuat keributan
saja itupun ikut merasa tersinggung atas serangan orang-orang yang tidak dikenal itu.
Apalagi sekelompok prajurit peronda yang dikirim langsung oleh Ki Wirayuda selain yang
dibawanya ke rumah Ki Lurah Branjangan, sama sekali tidak dapat menemukan jejak
orang-orang yang datang menyerang itu. Mereka seakan-akan begitu saja lenyap ditelan
bumi di Kotaraja itu. Tetapi agaknya Ki Wirayuda telah memanggil para pemimpin kelompok itu. Sekali lagi
Ki Wirayuda menunjukkan bahwa Mataram
memang sedang mengalami goncangan-goncangan yang harus mendapat
perhatian dengan sungguh-sungguh.
- Kami sangat memerlukan bantuan kalian - berkata Ki Wirayuda.
Ternyata para pemimpin kelompok-kelompok yang semula menyebut dirinya Macan
Putih, Sidat Macan, Kelabang Ireng dan yang lain-lain benar-benar telah menyadari,
betapa tenaga mereka sangat dibutuhkan oleh Mataram. Jika mereka masih saja menuruti
keinginan mereka sendiri serta kesenangan mereka tanpa pertimbangan lain, maka
mereka akan membuat Mataram menjadi semakin prihatin.
Dalam pada itu, Ki Wirayudapun telah menghadap Ki Patih Mandaraka untuk
memberikan laporan terperinci tentang peristiwa yang telah terjadi di rumah Ki Lurah
Branjangan. Ki Wirayudapun telah melaporkan pendapat Glagah Putih, bahwa anak-anak
dari Tanah Perdikan itu ingin memancing orang-orang yang berusaha membunuh mereka
itu ke Tanah Perdikan Menoreh.
- Tidak sepantasnya kita membebani mereka dengan tugas yang berat itu - berkata Ki
Patih - apakah kita tidak dapat menyelesaikannya disini" -
-Glagah Putih ternyata juga memikirkan wibawa Mataram jika setiap kali Kotaraja ini
menjadi ajang keributan - jawab Ki Wiayuda.
- Namun apakah tidak akan memberikan kesan seolah-olah Mataram telah
melemparkan tanggung jawab dan beban yang harus disandang itu kepada Tanah
Perdikan Menoreh" Bukankah seharusnya justru kita melindungi Tanah Perdikan itu
seisinya" Seakan-akan di Mataram ini kita sudah kehilangan kemampuan untuk
melakukannya. " berkata Ki Patih.
- Tetapi bukankah di Tanah Perdikan juga ada Pasukan Khusus Mataram yang dapat
digerakkan untuk melawan orang-orang yang membuat keributan itu" - sahut Ki
Wirayuda. "Kenapa harus pasukan yang ada di Tanah Perdikan. Bukankah kita memiliki pasukan
diluar Kotaraja ini dibeberapa tempat" Kenapa tidak di Pagunungan Kidul atau justru di
Jati Anom atau Ganjur" - bertanya Ki Patih Mandaraka.
" Tetapi Glagah Putih yang mendapat ancaman itu adalah anak muda yang telah
cukup lama tinggal di Tanah Perdikan sekaligus mempersiapkan Tanah Perdikan menjadi
satu lingkungan yang bukan saja memiliki landasan bagi peningkatan kesejahteraan hidup
rakyatnya, namun sekaligus mengamankannya dan melindunginya dari kemungkinankemungkinan
buruk yang dapat terjadi " jawab Ki Wirayuda.
" Dan Sabungsari" " bertanya Ki Patih Mandaraka.
" Ia adalah seorang prajurit. Jika untuk memancing orang-orang yang berusaha
membunuhnya Sabungsari harus kembali kekesatuannya, maka aku kira orang-orng itu
tidak akan berani memburunya, karena prajaurit Mataram di Jati Anom dianggap pasukan
yang sangat kuat dan akan dapat menghancurkan orang-orang yang menyerang itu,
meskipun diantara mereka tidak ada orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi, selain
Sabungsari dan Untara sendiri. Namun tiga atau empat orang perwira akan mampu
menghadapi orang-orang berilmu tinggi bersama sekelompok prajurit yang berlatih
dibawah pimpinan Untara sendiri. Betapapun tinggi ilmu seseorang, namun mereka
mempunyai keterbatasan juga. Dan Untara telah melatih prajurit-prajuritnya untuk
menghadapi orang-orang yang demikian dalam kelompok-kelompok. - berkata Ki
Wirayuda. Ki Patih Mandaraka termangu-mangu. Sebenarnya menurut pendapat Ki Patih,
persoalannya tidak akan banyak berbeda, apakah Sabungsari dan Glagah Putih pergi ke
Jati Anom atau Tanah Perdikan Menoreh. Namun karena itu, maka Ki Patihpun berkata "
baiklah. Tetapi hal itu harus dibicarakan lebih dahulu dengan Lurah Prajurit Mataram
dalam Pasukan Khusus yang ada di Tanah Perdikan. "
" Maksud Ki Patih, Ki Lurah Agung Sedayu" - bertanya Ki Wirayuda.
" Ya. " jawab Ki Patih.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk sambil berkata " Aku sendiri akan menemui Ki Lurah
Agung Sedayu. Bahkan Ki Gede Menoreh. Jika Ki Gede nampaknya keberatan bahwa
Glagah Putih dan Sabungsari akan memancing orang-orang yang berusaha
membunuhnya itu ke Tanah Perdikan, maka niat inipun akan kami urungkan. "
"Hati-hatilah. Kita jangan melemparkan beban ini kepada orang lain. Meskipun aku
dapat mengerti alasannya, namun kita tidak boleh mengambil keputusan sendiri tanpa
orang yang paling berkepentingan. "
" Ya Ki Patih " jawab Wirayuda. Lalu katanya " Nampaknya orang-orang yang kini
berada di Kotaraja ini memang bukan sekedar bermain-main. "
Demikianlah, maka Ki Wirayuda sendiri bersama dua orang pengawalnya telah
meninggalkan Kotaraja menuju ke Tanah Perdikan Menoreh. Ki Wirayuda tidak menunggu
sampai esok. Hari itu pula ia telah berangkat.
Kedatangan Ki Wirayuda di barak Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan memang
mengejutkan Agung Sedayu. Dengan serta merta iapun bertanya"Bagaimana dengan
anak-anak Gajah Liwung" "
"Mereka selamat"jawab Ki Wirayuda " ternyata mereka benar-benar mampu
menempatkan diri dalam berbagai keadaan di Mataram. "
" Sokurlah " desis Agung Sedayu.
Namun dalam pada itu, Ki Wirayudapun segera menceriterakan perkembangan terakhir
yang terjadi di Mataram. Di rumah Ki Lurah Branjangan.
" Ki Lurah Branjangan harus segera mengetahuinya " desis Agung Sedayu sambil
mengangguk-angguk. Seorang prajurit telah diperintahkan oleh Agung Sedayu untuk memanggil Ki Lurah
yang baru sibuk didalam sanggar bersama beberapa orang pemimpin kelompok.
Ketika Ki Lurah Branjangan mendengar laporan Ki Wirayuda tentang rumahnya, maka
wajahnya menjadi merah. Namun Ki Wirayudapun segera menjelaskan rencana
Sabungsari dan Glagah Putih untuk memancing orang-orang yang ingin membunuh kedua
orang anak muda itu ke Tanah Perdikan Menoreh.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Jika menurut perhitungan Ki Wirayuda hal itu mungkin dilakukan, maka aku kira kami tidak


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkeberatan. Bahkan kami dapat mengerti bahwa jika sering terjadi pergolakan di
Kotaraja, maka wibawa Mataram akan dapat terpengaruh. Namun dengan menarik
pergolakan itu menepi, maka agaknya Mataram tidak nampak mudah digoyahkan. "
" Tetapi bagaimana pendapat Ki Gede Menoreh tentang hal ini" " bertanya Ki
Wirayuda. Agung Sedayu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Marilah. Kita
menghadap Ki Gede. "
Bersama Agung Sedayu dan Ki Lurah Branjangan, maka Ki Wirayudapun segera
menghadap Ki Gede Menoreh. Ketika segala persoalannya diajukan kepada Ki Gede, maka
Ki Gedepun kemudian telah menanggapinya " Baiklah. Menurut pendapat-ku, menggeser
gejolak yang terjadi di Kotaraja ke Tanah Perdikan Menoreh adalah wajar sekali. Bahkan
itu merupakan bagian dari kewajiban kami disini. "
"Terima kasih Ki Gede. Dengan demikian maka aku akan mendapat kesempatan lebih
banyak untuk membina jiwa anak-anak muda yang mulai bangun dari mimpi buruk
mereka. Kelompok-kelompok yang semula hanya berkeliaran dan bahkan saling berkelahi
dan mengganggu ketenangan, agaknya mulai melihat bahwa mereka sendiri termasuk
pilar-pilar penyangga tegaknya Mataram serta perkembangan Mataram di kemudian hari.
" berkata Ki Wirayuda.
" Sokurlah jika anak-anak muda di Kotaraja itu mulai mengerti apakah sebenarnya
yang sedang terjadi di Mataram itu " berkata Ki Gede Menoreh. Lalu katanya " Jika
kemudian mereka dapat digalang, maka mereka merupakan kekuatan yang sangat besar
untuk mendukung perkembangan Mataram dimasa depan."
Dengan ijin dan restu Ki Gede Menoreh, maka Ki Wirayuda segera mohon diri untuk
kembali ke Mataram. " Besok mungkin Sabungsari dan Glagah Putih akan memasuki Tanah Perdikan
Menoreh. Kemana mereka berdua harus masuk" Ke rumah Ki Lurah Agung Sedayu atau
ke rumah Ki Gede, atau kemana saja, karena rumah itu akan menjadi sasaran serangan
mereka sebagaimana rumah Ki Lurah Branjangan. " bertanya Ki Wirayuda.
Agung Sedayu memang berpikir sejenak. Namun kemudian katanya " Yang paling
baik, biarlah Glagah Putih dan Sabungsari pulang ke rumahku. Malam nanti aku akan
memberitahu Sekar Mirah, Rara Wulan dan terutama Ki Jayaraga. "
" Baiklah " berkata Ki Wirayuda kemudian " namun agaknya besok keduanya juga
memerlukan pengamanan di perjalanan. Demikian mereka memasuki Tanah Perdikan,
maka banyak kemungkinan dapat terjadi. Apalagi mereka hanya berdua. Sebelumnya dua
atau tiga orang akan mengantar mereka sampai Kali Praga. "
" Kami akan mengaturnya " jawab Agung Sedayu.
" Akan lebih baik jika Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya juga bersedia pergi
ke Tanah Perdikan. " berkata Ki Wirayuda kemudian.
" Kamipun akan menerimanya dengan senang hati. " jawab Agung Sedayu.
" Tetapi sasaran utamanya memang Sabungsari dan Glagah Putih " sambung Ki
Wirayuda. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sebenarnya orang-orang seperti Sabungsari dan
Glagah Putih memang tidak perlu diantar oleh dua tiga orang sebagaimana dikatakan oleh
Ki Wirayuda. Tetapi agaknya Ki Wirayuda membayangkan sekelompok orang yang berilmu
sangat tinggi akan dapat menghentikan perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih
diperjalanannya. Menurut perhitungan Ki Wirayuda diantara mereka yang membuat kerusuhan di
Mataram tentu terdiri dari orang-orang yang berilmu tinggi. Mereka tentu sudah
mendengar, bahwa orang berilmu tinggi seperti Podang Abang dan Ki Wanayasa tidak
mampu keluar dari halaman kepatihan, meskipun mereka sudah dibantu oleh dua orang
Rangga dari lingkungan Mataram sendiri. Dengan demikian orang yang datang kemudian
itu tentu merasa memiliki kelebihan dari sekelompok orang yang dipimpin oleh Ki
Wanayasa dan Podang Abang.
Demikianlah, sepeninggal Ki Wirayuda, Agung Sedayu dan Ki Lurah Branjangan telah
berbenah diri. Ki Lurah Branjangan terpaksa tidak dapat melihat rumahnya yang telah
mendapat serangan orang-orang yang tidak dikenal itu. Namun menurut Ki Wirayuda,
rumah itu tidak mengalami kerusakan, karena orang-orang yang bermalam dirumahnya
malam itu, berusaha untuk bertempur diluar rumah.
Di barak Pasukan Khusus, Agung Sedayu telah berbicara dengan beberapa orang
pemimpin kelompok tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Sekelompok
prajurit dari Pasukan Khusus itu harus disiapkan untuk bergerak setiap saat jika Tanah
Perdikan memerlukan bantuan mereka.
" Kita sedang memancing ikan yang besar. Karena itu umpannyapun cukup besar
juga. Sabungsari, seorang perwira prajurit Mataram yang bertugas di Jati Anom, namun
yang untuk sementara mendapat tugas khusus bersama Glagah Putih dan Glagah Putih
sendiri. Seandainya terjadi keributan, maka biarlah keributan itu terjadi diluar Kotaraja,
sehingga wibawa Mataram tidak terguncang-guncang. Jika di Kotaraja itu setiap kali
terjadi kerusuhan, maka seakan-akan memberikan kesan bahwa Mataram tidak cukup
kuat untuk membuat Kotaraja menjadi tenang " berkata Agung Sedayu.
Para pemimpin kelompok itu memahami sepenuhnya. Perintah Agung Sedayu untuk
membentuk kelompok khususpun segera mereka lakukan pula. Beberapa ekor kudapun
telah siap untuk dipergunakan setiap saat.
Disore hari, ketika Agung Sedayu telah kembali dari barak pasukan khusus, maka iapun
telah berbicara dengan Ki Jayaraga dan Sekar Mirah tentang kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi dirumah itu, jika Glagah Putih pulang bersama Sabungsari.
Lewat senja, Agung Sedayu telah berada dirumah Ki Gede Menoreh yang memanggil
beberapa orang pemimpin kelompok Pengawal Tanah Perdikan.
Dengan demikian, maka Tanah Perdikan benar-benar telah bersiap sebaik-baiknya.
Prastawa malam itu juga telah mempersiapkan sekelompok Pengawal Tanah Perdikan
terbaik untuk mengatasi kekerasan jika itu terjadi.
Beberapa orang pengawal pilihan itu akan berada dirumah Ki Gede serta tersebar
disekitar rumah Agung Sedayu, namun dalam keadaan sandi, selain mereka yang berada
digandu-gardu peronda sebagaimana biasanya. Meskipun yang kemudian berada di gardu
itu pengawal-pengawal pilihan.
Meskipun tidak nampak jelas, malam itu di Tanah Perdikan memang telah terjadi
kesibukan. Tetapi para pengawal tidak ingin para penghuni padukuhan induk Tanah
Perdikan itu menjadi gelisah.
Sementara itu, Prastawa telah memerintahkan kepada para pengawal di padukuhanpadukuhan
untuk juga mempersiapkan diri tanpa membuat para penghuni padukuhan
menjadi gelisah. Di hari berikutnya, seperti yang telah direncanakan, maka atas ijin Ki Wirayuda,
Sabungsari dan Glagah Putih telah pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Ampat orang
petugas sandi telah mendapat perintah untuk mengawasi perjalanannya dari jarak
tertentu tanpa mendekatinya. Orang-orang itu mengenal Sabungsari dan Glagah Putih dari
isyarat-isyarat yang diberikan oleh Ki Wirayuda. Demikian pula Sabungsari dan Glagah
Putih mengetahui keempat petugas sandi itu dari ciri-ciri mereka yang diberitahukan oleh
Ki Wirayuda. Ampat orang petugas-sandi itu membagi diri menjadi dua, sehingga yang nampak
adalah dua orang berkuda menuju ke Tanah Perdikan Menoreh. Dibelakangnya dua orang
yang lain dalam perjalanan pula kearah Barat.
Namun ternyata selain keempat orang petugas sandi, masih ada beberapa orang lain
yang juga berkuda menempuh perjalanan melintasi Kali Progo sebagaimana Sabungsari
dan Glagah Putih. Dalam pada itu, ternyata Ki Ajar Gurawa dan kedua orang muridnya tidak ikut pergi ke
Tanah Perdikan Menoreh. Mereka tetap berada bersama anak-anak muda dari kelompok
Gajah Liwung. Ki Ajar Gurawa dan kedua muridnya akan menjadi kekuatan didalam
kelompok yang ditinggalkan oleh Sabungsari dan Glagah Putih.
Sementara itu, sebenarnyalah bahwa Sabungsari dan Glagah Putih masih saja diawasi
oleh orang-orang yang tidak dikenal.
Ketajaman panggraita kedua orang itu tahu, bahwa dua orang berkuda termasuk
orang-orang yang mengikutinya ke Tanah Perdikan Menoreh.
Tetapi Sabungsari dan Glagah Putih dengan sengaja mem biarkan diri mereka diikuti
terus. Bahkan sampai mendekati padukuhan induk. Dua orang berkuda pada jarak yang
agak jauh ikut pula memasuki regol padukuhan induk. Sedangkan pada jarak yang lebih
jauh dua orang yang lain juga berkuda searah. Namun para petugas sandilah yang justru
sudah tidak nampak lagi karena mereka langsung pergi ke barak Pasukan Khusus
Mataram di Tanah Perdikan Menoreh untuk bertemu dengan Agung Sedayu, memberi
laporan tentang perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih.
Dalam pada itu, perjalanan kedua orang anak muda itupun tidak terlepas dari
pengawasan beberapa orang yang memang ditugaskan oleh Agung Sedayu. Orang-orang
yang kelihatannya bekerja di sawah. Namun mereka telah mengamati perjalanan
Sabungsari dan Glagah Putih.
Tetapi tidak terjadi hambatan apapun diperjalanan Sabungsari dan Glagah Putih. Tidak
ada orang yang berilmu tinggi yang menghambat dan apalagi menghentikan perjalanan
mereka. Namun yang terjadi adalah, bahwa perjalanan itu memang diikuti dan diawasi
oleh orang-orang yang tentu ditugaskan oleh pemimpin mereka yang telah datang
dirumah Ki Lurah Branjangan.
Karena itu, dengan sengaja Sabungsari dan Glagah Putih membiarkan orang-orang itu
mengetahui ke regol yang mana mereka masuk, sehingga rumah itu akan menjadi sasaran
serangan sebagaimana rumah Ki Lurah Branjangan
Orang-orang yang mengikuti dan mengawasi perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih
memang merasa berhasil. Ketika mereka kemudian menempuh perjalanan kembali ke
Mataram, maka disepanjang jalan mereka dengan gembira membicarakan keberhasilan mereka.
" Ternyata kedua orang anak muda itu telah bersembunyi ditempat yang cukup jauh
" berkata salah seorang diantara mereka.
" Mereka tentu tidak mengira bahwa kami sempat mengetahui tempat persembunyian
mereka. Jika saja Ki Patitis menyetujui rencana kami untuk membunuh saja keduanya
diperja-lanan, maka pekerjaan kami tentu sudah selesai, " berkata yang lain. Tidak
semudah itu " desis orang yang pertama. Kedua anak muda itu termasuk anak-anak
muda yang berilmu tinggi. Mereka bukan saja mampu membunuh seekor lembu jantan.
Masing-masing seorang diri. Tetapi keduanya juga mampu membunuh kawan Ki Patitis
dan murid terpilih Kiai Manuhara.
Yang lain mengangguk. Namun katanya " Jika yang melakukan itu Kiai Manuhara dan
Ki Patitis sendiri" "
" Tidak mungkin. Keduanya tidak boleh dikenal oleh banyak orang disini, sehingga
rencana yang lebih besar itu akan gagal karena kedua anak muda itu. " jawab orang
yang pertama. Kawannya tidak menjawab. Namun keduanya telah mempercepat derap kuda mereka
agar mereka segera dapat menceri-terakan keberhasilan mereka.
Ampat petugas sandi yang berangkat dari Mataram mengikuti perjalanan Glagah Putih
dan Sabungsari, telah bertemu pula dengan Agung Sedayu. Mereka menyampaikan berita
bahwa kedua anak muda itu telah berada di Tanah Perdikan Menoreh. Terima kasih "
berkata Agung Sedayu kami akan mengambil alih persoalan mereka menghadapi orangorang
yang akan membunuh mereka. "
Keempat orang petugas sandi itu tidak terlalu lama berada di barak Pasukan Khusus.
Merekapun segera minta diri dan kembali ke Mataram untuk menghadap Ki Wirayuda.
Di Tanah Perdikan, Sabungsari dan Glagah Putih memang tidak meninggalkan rumah
Agung Sedayu. Keduanya seakan-akan tidak berani meninggalkan regol halaman,
sehingga dihari berikutnya, keduanya seakan-akan hanya hilir mudik saja di halaman
rumah Agung Sedayu. Seperti yang diperhitungkan, maka Kiai Manuhara memang mengirim orang untuk
meyakinkan, apakah kedua, anak muda itu benar-benar berada dirumah yang dikatakan
oleh kedua orang berkuda yang mengikuti perjalanan Sabungsari dan Glagah Putih.
" Kita tidak boleh menunggu terlalu lama berkata Kiai Manuhara " kita bukan saja
berusaha meruntuhkan kebangga-an anak-anak muda Mataram dan Tanah Perdikan
Menoreh. tetap kita harus menghapus kesan buruk atas kegagalan kita membunuh
keduanya dirumah Ki Lurah Branjangan. Nampak-nya di Tanah Perdikan mereka tidak
sekedar bersembunyi tetapi agaknya mereka merasa terlindung. Apalagi di Tanah
Perdikan terdapat barak Pasukan Khusus. "
" Tetapi barak Pasukan Khusus itu letaknya cukup jauh dari padukuan induk. " jawab
orang yang telah melihat-lihat keadaan di Tanah Perdikan
" Kau melihat kegiatan yang menarik perhatian sebagai isyarat perlindungan atas
kedua orang anak muda itu" bertanya Kiai Manuhara.
" Tidak " jawab orang itu.
Namun Kiai Manuhara masih juga memerintahkan orang-orangnya untuk melihat
keadaan Tanah Perdikan di malam hari. Sebenarnyalah di malam haripun mereka tidak
melihat kegiatan yang berlebihan. Mereka hanya melihat anak-anak muda yang bergurau
di gardu perondan Sementara itu dirumah yang dianggap sebagai persembunyian
Sabungsari dan Glagah Putih nampaknya sepi-sepi saja.
Ketika hal itu di keesokan harinya dilaporkan kepada Kiai Manuhara, maka Kiai
Manuharapun telah mengambil keputusan. Mengambil dan membunuh kedua orang anak
muda itu dan meletakkan mayatnya dirumah Ki Lurah Branjangan di Kotaraja.
Namun dalam pada itu, anak-anak muda Tanah Perdikan Menoreh justru telah
menunggu-nunggu. Bahkan Prastawa telah bertanya kepada Agung Sedayu, apakah
ancaman bagi Sabungsari dan Glagah Putih itu masih berlaku.
" Masih " jawab Agung Sedayu " semalam beberapa orang telah ada di halaman
rumahku. Aku mendengar langkah perlahan-lahan sekali melekat dinding. Tetapi kami,
seisi rumah yang dengan sengaja telah membiarkannya. "
Prastawa mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Beberapa orang anak muda
masih ada disekitar rumahmu. Ada lima rumah disekitar rumahmu yang masing-masing
diisi oleh dua orang pengawal pilihan. Sementara itu di dua gardu dimulut lorong diisi pula
oleh beberapa orang. Namun mereka mulai mempertanyakan, rencana itu masih berlaku.
" " Masih. Aku yakin mereka akan datang " jawab Agung Sedayu.
" Di banjar dan dirumah paman juga sudah bersiaga masing-masing sekelompok anak
muda yang dengan sengaja disamarkan, sehingga tidak nampak sama sekali. Aku
memang menjadi cemas, bahwa anak-anak muda itu menjadi tidak betah melakukannya
lebih lama lagi " berkata Prastawa.
"Aku minta, anak-anak muda itu melakukannya beberapa malam lagi. " jawab Agung
Sedayu. Sementara itu, dirumah Agung Sedayu, Rara Wulanpun diliputi kecemasan tentang
nasib Glagah Putih. Tetapi karena Glagah Putih hampir selalu bersama Sabungsari, maka
Rara Wulan tentang kecemasannya itu. Disore hari, biasanya mereka duduk bersamasama
diruang dalam. Kemudian setelah malam turun, mereka segera berada di bilik
masing-masing dengan selalu memperhatikan keadaan disekitarnya.
Namun pada satu kesempatan. Glagah Putih dan Sabungsari dapat melihat Rara Wulan
yang sedang berlatih bersama Sekar Mirah.
Rara Wulan ternyata memiliki beberapa kelebihan dari yang diduga oleh Glagah Putih.
Tingkat ilmunya jauh lebih tinggi dari yang dibayangkan oleh anak muda itu,
diperhitungkan dengan waktu yang dipergunakan.
" Kakangmu Agung Sedayu ikut campur dalam peningkatan ilmunya " berkata Sekar
Mirah. " Luar biasa " desis Sabungsari " apa yang mendorongnya
mencapai kemajuan yang begitu pesat" "
" Kemauannya sungguh besar " desis Glagah Putih.
Namun dengan demikian, maka jika rumah itu didatangi
oleh orang-orang yang tidak dikehendaki kehadirannya di Mataram itu, keadaan Rara
Wulan tidak terlalu membahayakan. Ia akan mampu melindungi dirinya sendiri setidak
tidaknya untuk waktu yang cukup lama sambil menunggu keseimbangan menjadi mapan
dan menguntungkan bagi seisi rumah itu.
Namun ketika Rara Wulan menyuguhkan minuman panas disore hari, sementara
Sabungsari sedang berada di pakiwan, Rara Wulan sempat berdesis " Aku merasa cemas
tentang kau berdua dengan Sabungsari, kakang. Seperti yang aku dengar, maka beberapa
orang berilmu tinggi tentu akan datang kerumah ini. Jika dirumah kakek kau sudah
menunjukkan tingkat kemampuan sehingga kau terpaksa membunuh seorang yang
berilmu tinggi, maka yang akan datang tentu orang-orang yang sudah diperhitungkan. "
" Jangan cemas Rara. Aku merasa aman dibawah perlindungan kakang Agung Sedayu
dan Ki Jayaraga. Kecuali itu anak-anak muda pengawal Tanah Perdikan yang telah
dipersiapkan, akan dengan cepat datang membantu. " berkata Glagah Putih.
" Tetapi sampai kapan mereka dengan telaten menunggu " desis Rara Wulan.
Namun sebenarnyalah mereka tidak akan menunggu terlalu lama. Beberapa orang
pengikut Kiai Manuhara telah menempatkan diri di ujung sebuah hutan yang tidak terlalu
lebat, namun yang jarang dikunjungi orang. Dari landasan itulah Kiai Manuhara dengan
para pengikutnya akan bergerak.
" Keadaanya berbeda dengan di Kotaraja berkata Kiai Manuhara " kita tidak dapat
mempergunakan rumah orang-orang yang dapat kita bujuk untuk membantu kita
Meskipun dengan uang sekalipun, sebagaimana dapat kita lakukan di Kotaraja. "
" Nampaknya landasan gerakan kita ini justru lebih baik dari yang pernah kita lakukan
di Kotaraja. Disini kita dapat langsung berkumpul dengan jumlah orang yang tidak
terbatas. Orang-orang kitapun telah mengenal dengan baik, jalur yang harus kita lewati sampai
ke padukuhan induk. " jawab Ki Patitis.
" Tetapi seperti kita ketahui, kedua orang anak muda itu sendiri memiliki ilmu yang
sangat tinggi. Di Tanah Perdikan ini tentu ada pula orang-orang yang dianggapnya
mampu melindunginya atau setidak-tidaknya membantunya. Karena itu, kita harus lebih
hati-hati. Namun justru karena itu. maka aku akan turun sendiri ke gelanggang. " berkata
Ki Manuhara. " Perhitungan Kiai mungkin benar. Tetapi menurut penda-patku, jika kedua orang
anak muda itu merasa tenang disini, semata-mata karena mereka merasa
persembunyiannya belum kita ketahui. " berkata Ki Patitis.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Mungkin. Tetapi lebih baik kita berpikir, bahwa ada beberapa orang yang dapat
membantunya dan berilmu tinggi pula. " berkata Kiai Manuhara.
Namun dengan demikian, maka Kiai Manuhara benar-benar mempersiapkan
sekelompok orang yang berilmu tinggi. Bahkan saudara seperguruannyapun ada pula
diantara mereka. Menurut rencana yang telah dipersiapkan oleh Ki Manuhara,
maka malam itu juga mereka akan mengambil kedua orang anak muda yang telah
membunuh dua ekor lembu jantan yang liar itu. Persoalannya memang sudah
berkembang. Jika semula mereka hanya ingin mematahkan kebanggaan anak-anak muda
Mataram atas dua orang yang mampu membunuh lembu jantan yang liar itu, kemudian
niat itu sudah diwarnai dendam dan harga diri.
Di rumah Ki Lurah Branjangan, mereka tidak berhasil membunuh kedua orang anak
muda itu. Bahkan dua orang diantara para pengikut Kiai Manuhara justru telah terbunuh.
Sehingga dengan demikian maka harga diri itu harus ditegakkan kembali. Mereka akan
mengambil kedua anak muda itu, membunuhnya dan meletakkan mayatnya di halaman
rumah Ki Lurah Branjangan.
Karena itu, demikian malam turun, maka merekapun telah bersiap untuk pergi ke
padukuhan induk Tanah Perdikan Menoreh. Dua orang yang telah diperintahkan untuk
melihat-lihat barak Pasukan Khusus telah kembali memberitahukan, bahwa tidak ada
kesibukan apapun di barak itu. Nampaknya barak itu sepi-sepi saja.
Kiai Manuhara yang disertai saudara seperguruannya. Kiai Samepa telah
mempersiapkan kekuatan yang cukup besar. Mereka sadar, bahwa Sabungsari dan Glagah
Putih yang berada di Tanah Perdikan itu bukan saja sekedar bersembunyi, tetapi mereka
tentu merasa mendapat perlindungan dari orang-orang yang dianggapnya juga berilmu
tinggi. Selain Kiai Manuhara dan Kiai Samepa. maka ikut pula Ki Patitis, Ki Tangkil dan
beberapa orang berilmu disamping para murid Kiai Manuhara dan Kiai Samepa. Bahkan
beberapa orang lain yang sejalan dengan rencana Kiai Manuhara untuk membuat Mataram
menjadi resah dan kehilangan kewibawaan.
Ketika pasukan itu bergerak, maka pasukan itu bukannya sekedar sekelompok orang
yang akan menangkap dan membunuh dua orang anak muda. Tetapi pasukan itu adalah
pasukan yang siap bertempur melawan seisi padukuhan induk Tanah Perdikan. Orangorang
yang tidak tertampung di Kotaraja karena tidak ada lagi tempat yang tersedia, telah
dipanggil untuk bersama-sama menyerang padukuhan induk tanah Perdikan yang diduga
akan memberikan perlindungan kepada dua orang anak muda yang digelari Pembunuh
Lembu Jantan oleh anak-anak muda Mataram.
" Kita serba sedikit pernah mendengar kebesaran nama Tanah Perdikan Menoreh "
berkata Kiai Manuhara. " Jangan berlebihan memuji kekuatan Tanah Perdikan ini " berkata Kiai Samepa. Lalu
katanya " Orang-orang Kotaraja itu tidak tahu pasti apa yang mereka katakan. "
" Satu hal yang harus menjadi perhatian kita " berkata Kiai Manuhara " murid Orang
Bercambuk itu ada di Tanah Perdikan Menoreh. "
Kiai Samepa mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Aku juga mendengar ketika seorang
Putut melaporkan hal itu kepadamu. Tetapi siapakah orang bercambuk itu" Tidak lebih
dari sebuah nama dari gambaran yang menerawang. Tidak ada apa-apanya dengan Orang
Bercambuk itu. Apalagi muridnya. "
" Kita jangan terlalu merendahkan lawan kita desis Kiai Manuhara " di Kotaraja, Ki
Patitis dan kawan kawannya yang kita anggap berilmu tinggi telah terbunuh oleh anak
anak muda itu. Demikian pula seorang Pututku telah terbunuh pula "
" Kiai Samepa masih mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Baiklah. Tetapi jika
aku tahu, yang manakah murid orang bercambuk itu, maka aku akan melawannya "
Kiai Manuhara tidak menjawab lagi. Perjalanan mereka telah menjadi semakin dekat
dengan padukuhan induk. Tanpa menghiraukan tanaman di sawah dan pategalan, mereka
telah mengambil jalan pintas, namun mereka tidak mau memasuki padukuhan-padukuhan
yang seharusnya mereka lewati. Mereka ingin demikian memasuki padukuhan, padukuhan
itu adalah padukuhan induk.
Dalam pada itu, di padukuhan induk, anak-anak muda mulai merasa jemu menunggu.
Mereka yang telah disiapkan dirumah sekitar rumah Agung Sedayu, rasa-rasanya sudah
tidak betah lagi setelah beberapa malam mereka menginap. Bagaimanapun juga mereka
lebih senang tidur dirumah mereka sendiri atau digardu bersama kawan-kawan mereka.
Demikian pula anak-anak muda yang harus tidur di banjar. Mereka diminta untuk tidak
menampakkan diri. Mereka tidak dibenarkan untuk bergurau, bermain-main untuk dapat
menahan kantuk. Yang berada dirumah Ki Gede masih merasa sedikit longgar. Di serambi
belakang rumah Ki Gede, mereka masih dapat bermain macanan atau bas-basan, asal
mereka tidak membuat gaduh.
Seorang diantara anak-anak muda yang berada di banjar itu berkata kepada pemimpin
kelompok pengawal yang bertugas bersamanya " Sampai kapan kami harus menunggu
Beberapa malam kita berada di sini dalam keadaan yang tegang dan sepi.
" Bukankah kita berbuat demikian bagi kepentingan Ki Lurah Agung Sedayu" Kita tahu
siapa Ki Lurah Agung Sedayu dan apa yang sudah dilakukannya bagi Tanah Perdikan ini "
berkata pemimpin kelompok itu. "
Anak muda itu mengangguk-angguk. Katanya Ya. Seandainya hal ini bukan bagi
kepentingan Ki Lurah Agung Sedayu,
agaknya kami sudah tidak betah lagi. Kami tentu akan mengambil cara lain dari cara
yang kita lakukan sekarang.
Pemimpin pengawal itu mengerutkan keningnya. Dengan nada tinggi ia berkata " Kita
memang dapat memakai cara lain. Kita memasang baris pendem disekitar padukuhan
induk ini. Tetapi Ki Lurah Agung Sedayu nampaknya mempunyai rencana tersendiri
menghadapi lawan-lawannya. "
Anak muda itu masih saja mengangguk-angguk. Namun dalam pada itu, seorang anak
muda dari pasukan pengawal telah datang menemui pemimpin kelompok itu untuk
memberitahukan, bahwa pengawas di dinding padukuhan induk nampaknya telah melihat
pasukan yang mendekati pintu gerbang sebelah timur.
" Kau yakin" " bertanya pemimpin pengawal itu.
" Ya. Pengawas itu yakin. " jawab pengawal itu.
" Baiklah. Hal ini harus dilaporkan kepada para pengawal dirumah Ki Gede, " berkata
pemimpin sekelompok pengawal di banjar itu.
" Sudah ada pengawal yang melaporkan kesana " jawab pengawal itu.
" Mereka sudah mengetahuinya. Mereka telah bersiap-siap. " jawab pengawal itu.
Namun sebelum pengawal itu selesai, maka telah menyusul pengawal yang lain yang
memberikan laporan pula tentang gerakan pasukan di luar padukuhan induk itu.
" Kenapa dengan mereka" " bertanya pemimpin pengawal itu.
" Mereka justru berhenti diluar padukuhan"jawab pengawal yang datang kemudian.
Pengawal itu segera tanggap sebagaimana pesan Prastawa sesuai dengan pesan Agung
Sedayu. Mereka tentu akan mengirimkan orang khusus menyerang langsung rumah
Agung Sedayu. Baru kemudian mereka akan menyerang padukuhan itu jika mereka
menganggap perlu. "Jika gerakan sebagian kecil dari pasukan itu sudah berhasil membunuh Sabungsari
dan Glagah Putih, maka pasukan itu
tidak akan menyerang padukuhan ini, karena yang mereka i-nginkan hanya Sabungsari
dan Glagah Putih. Tetapi jika Sabungsari dan Glagah Putih mendapat perlindungan khusus
dari padukuhan ini, maka pasukan itu tentu akan menyerang. " berkata pemimpin
kelompok itu berdasarkan pesan Agung Sedayu lewat Prastawa.
" Jadi, apa yang harus kita lakukan?" bertanya pengawal itu.
" Apakah kau sudah menemui Prastawa" " bertanya pemimpin kelompok itu.
" Seorang kawan sedang menemuinya di rumah Ki Gede " jawab pengawal itu.
" Kita tunggu perintah Prastawa. Tetapi jika perintah itu belum datang dan orangorang
itu menyerang, maka mereka harus ditahan dipintu gerbang. Kami akan segera
membawa pasukan kami kepintu gerbang. "
Sementara itu, seseorang memang telah memberitahukan kepada Prastawa, bahwa
pasukan yang bergerak ke padukuhan itu, telah berhenti diluar padukuhan.
" Tetapi Agung Sedayu menghendaki Sabungsari dan Glagah Putih diumpankan untuk
memancing orang-orang yang akan membunuhnya itu " berkata Prastawa yang
menghadap Ki Gede. " Awasi rumah Agung Sedayu. Yang diharapkan Agung Sedayu adalah orang-orang
yang akan membunuh Sabungsari dan Glagah Putih. Jika seisi padukuhan ini bergerak,
baru kemudian pasukan itu akan menyerang. Karena itu, maka pasukan yang berhenti
diluar padukuhan itu tentu menunggu isyarat. " berkata Ki Gede.
" Lalu, apakah kita harus bergerak sekarang" " bertanya Prastawa.
" Tidak. Biarlah orang-orang yang dikehendaki Agung Sedayu datang kerumahnya.
Beberapa orang pengawal pilihan akan membantu Agung Sedayu, karena mereka berada
disebe-lah menyebelah rumahnya. Kita menunggu isyarat, apakah A-gung Sedayu
memerlukan bantuan atau tidak, maka tentu la-wannyalah yang akan memerlukan
bantuan. Nah. kita akan memotong gerakan mereka yang akan membantu itu. berkata Ki Gede.
Prastawa mengangguk-angguk. Namun menurut perhitungannya hal itu akan dapat
membahayakan keadaan Agung Sedayu dan keluarganya. Jika mereka tidak mendapat
kesempatan untuk memberi isyarat, maka keadaan mereka akan menjadi buruk sekali -
Namun Prastawa mengerti, bahwa Agung Sedayu dan Ki Jayaraga adalah orang-orang
yang berilmu sangat tinggi, sehingga karena itu, maka mereka tentu tidak akan
kehilangan akal. Sebenarnyalah perhitungan Agung Sedayu itu benar. Ternyata orang yang berilmu
tinggi, telah memisahkan diri dari seluruh pasukan. Mereka akan memasuki halaman
rumah A-gung Sedayu tanpa mengusik padukuhan induk yang dianggapnya tidur lelap.
Jika mereka dapat menyelesaikan tugas mereka dengan baik tanpa membangunkan isi
padukuhan itu, maka agaknya akan lebih baik. Namun jika padukuhan itu terbangun,
maka pasukan yang sudah siap menunggu diluar pintu gerbang padukuhan itu akan siap
menerobos masuk. Yang mereka lihat sebelumnya, lewat para petugas sandi mereka
hanyalah sekelompok anak anak muda yang sedang meronda digardu dibela-kang regol
yang tertutup itu. Sejenak kemudian, maka orang-orang berilmu tinggi yang bergerak lewat jalan lain itu
telah berhasil memasuki padukuhan induk dengan meloncati dinding padukuhan.
Dengan hati-hati mereka menyusup lewat jalan-jalan sempit yang sudah mereka
pelajari lebih dahulu dari seorang yang ditugaskan sebelumnya, sehingga beberapa saat
kemudian mereka telah sampai ke rumah Agung Sedayu.
" Disinilah kedua anak itu bersembunyi " desis Kiai Manuhara.
" Kita akan langsung mengambilnya " berkata Kiai Samepa.
" Ya. Hanya jika mengalami kesulitan atau padukuhan ini terbangun kita akan
memberikan isyarat kepada para murid " desis Kiai Manuhara.
Ki Patitispun kemudian telah memerintahkan seseorang
untuk bersiap-siap dengan panah sandarennya apabila diperlukan. Sementara itu, maka
sekelompok orang orang berilmu tinggi itupun segera bersiap-siap untuk mengambil
Sabungsari dan Glagah Putih.
Kehadiran mereka ternyata telah diketahui oleh Agung Sedayu dan seisi rumah itu.
Dengan berdebar-debar mereka mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Orang yang paling
lemah diantara mereka yang ada dirumah itu adalah Rara Wulan. Namun Rara Wulan
tidak mau diungsikan kerumah Ki Gede yang dijaga oleh sepasukan pengawal yang siap
bergerak. Namun Glagah Putih masih teringat pula kepada anak yang membantu dirumah itu.
Karena itu, maka iapun segera pergi ke belakang dan membangunkan anak itu.
" Apakah kau akan pergi ke sungai sekarang" " bertanya anak itu.
" Sst " desis Glagah Putih " masuklah keruang dalam. "
" Ada apa" " bertanya anak itu.
"Cepat. Jangan bertanya sekarang. "sahut Glagah Putih.
" Kau jangan aneh-aneh " desis anak itu " jika kau tidak mau pergi ke sungai,
biarlah aku pergi sendiri. "
Glagah Putih menarik tangan anak itu sambil membentak " Ikut aku. Atau aku harus
memukulmu sampai pinsan dan menyeretmu kedalam. "
" Ada apa sebenarnya dengan kau ini" " anak itu meloncat bangkit.
Tetapi Glagah Putih menjadi tidak sabar lagi, karena orang-orang yang ada diluar mulai
bergerak " cepat kalau tidak kepalamu akan dipancung. Kakang Agung Sedayu
memanggilmu. " Anak itu tidak sempat menjawab. Glagah Putih menariknya lewat longkangan yang
berada diantara bagian belakang rumah itu sekaligus dapur dengan rumah induk. Namun
longkangan itu masih berada dilingkungan dinding rumah itu
Ketika anak itu sudah berada diruang dalam, maka Agung Sedayulah yang memberinya
pesan " Hati-hati. Jangan keluar dari ruang ini. "
Anak itu mengangguk-angguk kecil. Namun ia mulai tahu apa yang sedang terjadi.
Demikianlah, maka orang-orang yang ada dirumah itupun telah bersiap sepenuhnya.
Agung Sedayu, Ki Jayaraga, Sabungsari dan Glagah Putih. Selain mereka adalah Sekar
Mirah dan Rara Wulan yang oleh Agung Sedayu diminta untuk tetap berada diruang dalam
bersama anak pembantu rumah itu.
Dalam pada itu. Kiai Manuhara memang tidak ingin membuang banyak waktu. Karena
itu, maka iapun segera naik kepen-dapa menuju kepintu pringgitan. Sementara Glagah
Putih telah pergi ke longkangan belakang sekali lagi. Longkangan itu memang berada
dilingkungan dinding rumah Agung Sedayu, tetapi longkangan itutidakdiberi atap.
Seperti yang telah direncanakan, maka Glagah Putih harus memberikan isyarat kepada
para pengawal pilihan yang berada dirumah sebelah menyebelah. Karena itu, maka
Glagah Putih-pun telah mengambil sebutir batu yang tidak begitu besar dan
dilemparkannya kearah sebuah rumah justru dibelakang rumah Agung Sedayu.
Si Pedang Tumpul 6 2060 When The World Is Yours Section 2 Karya Yuli Pritania Arus Balik 1
^