Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 25

13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 25


"Apa yang telah terjadi ?"bertanya orang tua itu di dalam hatinya.
Ketika orang tua itu keluar dari rumahnya dan turun ke halaman, maka suasananya memang terlalu sepi. Bahkan cengkenk dan bilalangpun rasa-rasanya tidak ada yang berderik.
Anginpun berhenti berdesir. Dedaunan menunduk keletihan dan tidur dengan lelap.
Orang tua itupun duduk di tangga serambi rumahnya. Matanya pun menjadi sangat berat. Tetapi orang tua itu telah berjuang untuk tidak tertidur karenanya.
Bahkan kemudian orang tua itu terkejut ketika ia mendengar derap kaki kuda lewat dijalan di muka rumahnya. Beberapa ekor kuda berderap dan kemudian menghilang ke arah yang lain.
" Apa yang terjadi?"
Meskipun sudah tua, tetapi bekas pengawal itu masih dapat bergerak dengan tangkas. Dengan hati-hati ia menjenguk keluar regol rumahnya.
Sepi. Namun ia tidak berhenti sampai sekian. Iapun segera menghambur kejalan dan berlari-lari kecil searah dengan derap beberapa ekor kuda.
Laki-laki tua itu tertegun. Ia melihat beberapa ekor kuda berhenti di depan rumah seorang saudagar kain yang kaya
Orang tua itupun telah menyelinap meloncati dinding halaman. Dengan sangat hati-hati ia mendekati rumah itu lewat halaman rumah yang disekat oleh dinding-dinding batu. Karena itu, maka orang itupun telah meloncat-loncat setiap kali ia terhalang dinding.
Tetapi dengan demikian, maka orang tua itupun telah kehilangan perasaan kantuknya.
Dari halaman sebelah orang tua itu menjenguk ke halaman saudagar kain itu. Ia melihat beberapa ekor kuda berada di halaman selain yang berada di depan regol.
" Apa yang terjadi ?" Pertanyaan itu selalu memburunya.
Laki-laki tua itu terkejut. Ia mendengar jerit menyayat sepi. Tetapi suara itu melambung di senyapnya malam. Rasa-rasanya tidak seorangpun yang mendengar kecuali orang tua itu.
" Tentu ada yang tidak sewajarnya terjadi " berkata orang tua itu didalam hatinya.
Apapun yang terjadi, tetapi tentu sesuatu yang menyakitkan. Karena itu, maka laki-laki tua itu berniat untuk berbuat sesuatu yang dapat menolong keadaan.
Dengan hati-hati pula laki-laki itu tua menyusup diantara pepohonan halaman dan kebun-kebun yang gelap serta meloncati dinding-dinding halaman, menuju ke banjar.
Di banjar padukuhan Nambangan, orang tua itu mendapati para pengawal yang bertugas tertidur nyenyak. Sementara itu, di halaman, dibawah cahaya oncor di regol, orang tua itu melihat jejak kaki-kaki kuda. Agaknya beberapa orang berkuda telah datang untuk meyakinkan, apakah para pengawal sudah tidur nyenyak.
" Sirep yang tajam " berkata orang tua itu.
Karena itu, maka orang tua itupun segera pergi ke pakiwan banjar itu. Diambilnya gayung yang terbuat dari tempurung kelapa. Kemudian dibawahnya air segayung itu naik ke pendapa banjar.
"Sirep itu akan hilang jika aku menyiram mereka dengan air" berkata orang tua itu kepada diri sendiri.
Sebenarnyalah orang tua itu telah menuang wajah para pengawal yang tertidur itu dengan air.
Ampat orang yang tidur nyenyak di pendapa banjar itu terbangun. Tetapi mata mereka masih saja akan terpejam lagi. Bahkan dua orang diantara mereka telah terbaring lagi sambil memejamkan mata mereka.
Orang tua itu pergi lagi ke pakiwan. Ia membawa lagi segayung air dan menyiramkan air kewajah anak-anak muda yang masih terkantuk-kantuk.
" Siapa yang melakukan ini" Pakaianku basah kuyup."
" Aku"jawab orang tua itu.
Anak-anak muda itu mengenal orang tua itu dengan baik. Tetapi mereka tidak mengerti, kenapa orang tua itu telah mengguyurnya dengan air dingin.
" Kenapa kalian berada disini ?" orang tua itu justru bertanya.
" Kami bertugas " jawab seorang diantara mereka dengan mantap.
" Bertugas apa ?" bertanya orang itu pula
" Berjaga-jaga."
" Apa yang kalian lakukan ?"
Anak-anak muda saling berpandangan. Sambil menarik nafas dalam-dalam seorang diantara mereka berdesis " Kami tertidur."
" Lihat halaman banjar ini. Ada jejak kaki kuda."
"Glagah Putih dan kawan-kawannya?" bertanya salah seorang pengawal yang tertidur itu.
" Bukan. Agaknya rumah Ki Sudagar dirampok orang."
" Rumah Ki Sudagar ?"
" Ya. Ada beberapa ekor kuda di halaman rumah saudagar kain itu. Aku mendengar orang berteriak-teriak. Tetapi seisi padukuhan ini telah tertidur nyenyak.
Para pengawal itupun saling berpandangan sejenak. Yang tertua diantara merekapun berkata "Marilah. Kita pergi ke rumah Ki Saudagar."
"Hanya berempat ?" bertanya orang tua itu.
"Kita singgah di gardu. Kita ajak kawan-kawan kita yang berada di gardu sebelah simpang empat dan yang berada di gardu di mulut"
" Mereka semuanya tertidur. Kalian memerlukan waktu untuk melakukannya. Kalian harus membangunkannya sehingga mereka benar-benar menyadari sepenuhnya apa yang terjadi. Baru kemudian kalian pergi ke rumah Ki Saudagar."
"Jadi apa yang harus kami lakukan ?"
"Pukul kentongan. Biarlah para pengawal di pedukuhan tetangga datang"
Kami akan melakukan kedua-duanya. Kami akan membangunkan kawan-kawan kami dari sekaligus memukul kentongan di gardu itu "
" Hati-hati. Jika para perampok itu mendatangi kalian dengan marah, maka orang-orang yang masih tertidur itu akan dapat menjadi korban tanpa perlawanan."
Anak-anakmuda itu memang menjadi bingung. Namun yang tertua diantara mereka berkata"Kita membagi diri. Masing-masing ke sebuah gardu. Membangunkan yang tertidur, surah mereka meninggalkan gardu, lalu pukul kentongan."
"Aku akan memukul kentongan di banjar ini."
Keempat orang anak muda itupun segera memencar dengan hati-hati. Seorang diantara mereka melewati rumah seorang petani yang berkecukupan. Iapun terkejut melihat beberapa ekor kuda di halaman rumah itu.
" Apakah para perampok itu sudah pindah merampok di rumah ini pula ?" bertanya anak muda itu kepada diri sendiri.
Tetapi ia tidak sempat merenung. Iapun kemudian menyelinap ke gardu di mulut lorong.
Seperti yang dilakukan ojeh orang tua itu atas dirinya maka anak muda itu telah mengambil air dari gentong di sebelah regol rumah di hadapan gardu itu Air yang memang disediakan bagi orang-orang yang berjalan kaki dan kehausan.
Dengari siwur tempurung kelapa anakmuda itu menyiram kawan-kawannya yang tertidur di gardu perondan silang melintang.
Anak-anak muda yang terbangun itu mula-mula menjadi marah. Tetapi ketika disadarinya apa yang terjadi, maka merekapun segera meninggalkan gardu
" Bersiap-siaplah. Kalian harus menghilangkan kantuk kalian lebih dahulu sebelum berbuat sesuatu, agar kalian tidak bertempur dengan mata terpejam.."
Anak-anak muda yang berada di gardu itu tidak menjawab. Sementara anak muda yang membangunkan merekapun berkata " Guyur kepala kalian dengan air di gentong itu. Aku akan memukul kentongan. Sebaiknya kalian siap untuk berbuat sesuatu, lebih baik kalian bersembunyi dahulu."
Anak-anak muda itupun mengangguk-angguk. Tetapi masih ada diantara mereka yang matanya belum terbuka sepenuhnya.
" Kekuatan sirep ini benar-benar luar biasa" berkata anak muda yang membangunkan mereka itu. Sekali lagi ia mengambil sesiwur air dan menyiramkannya kepada anak-anak muda yang masih dicengkam oleh kantuk yang berat.
Selagi anak-anak muda itu berusaha untuk menyadari keadaan sepenuhnya, maka anak muda itu sudah memukul kentongan dengan nadautir.
Suara kentongan itupun kemudian telah disahut oleh suara kentongan di banjar. Kemudian terdengar suara kentongan di dua arah yang lain lagi.
Suara kentongan itu telah mengejutkan para perampok yang sedang sibuk mengumpulkan barang-barang berharga di tiga bulan rumah orang yang cukup kaya di padukuhan itu. Menurut perhitungan Ki Kerta Landak, maka kekuatan sirepnya baru akan mulai memudar setelah ayam jantan berkokok untuk kedua kalinya. Tetapi justru saja lewat tengah malam, ternyata padukuhan itu sudah terbangun.
" Kita cari suara kentongan itu. Kita bunuh orang yang memukul kentongan."
Sebelum Ki Kerta Landak mengambil keputusan, terdengar suara kentongan di padukuhan sebelah telah menyahut dengan irama yang samaTitir.
" Tidak ada gunanya" berkata Ki Kerta Landak " Kita harus segera pergi sebelum para pengawal padukuhan sebelah menyebelah itu berdatangan."
Ki Kerta Landakpun kemudian telah memerintahkan orang-orangnya untuk memberitahukan kepada para pengikutnya itu meninggalkan padukuhan Nambangan.
" Bawa apa yang mungkin dibawa."
Para pengikut Ki Kerta Landak yang mendapat perintah itupun segera bersiap untuk pergi. Merekapun menyadari, bahwa jika mereka terlambat, maka mereka akan terjebak. Jika para pengawal dari padukuhan sebelah berdatangan, sementara mereka tidak terkena pengaruh sirep, maka para pengikut Ki Kerta Landak itu tidak akan sempat lagi untuk pergi
Sementara itu suara kentonganpun semakin menjalar. Tidak hanya di padukuhan-padukuhan terdekat. Tetapi juga di padukuhan-padukuhan yang lain.
Suara kentongan itupun akhirnya menjalar sampai ke padukuhan induk. Karena itu, maka dengan sigapnya para pengawal berkudapun segera mempersiapkan diri. Diantara mereka adalah Glagah Pulih dan Sabungsari.
Sementara itu Prastawa sendiri masih harus beristirahat untuk beberapa lama
Sejenak kemudian, maka lima-belas orang pengawal berkuda bersama Glagah Putih dan Sabungsari telah melarikan kuda mereka dengan kencangnya. Para pengawal itu mengenali suara kentongan yang menjalar ke padukuhan-padukuhan itu dari isyarat yang tersirat di sela-sela irama titir itu, sehingga mereka langsung dapat menuju ke padukuhan yang.memerlukan bantuan itu.
Dalam pada ilu, para pengawal dan padukuhan-padukuhan terdekatpun telah bergerak pila menuju ke padukuhan sumber isyarat itu.
Ketika para pengawal berkuda memasuki padukuhan itu, maka para pengawal dari padukuhan-padukuhan sebelahpun lelah berdatangan pula
Namun yang mereka jumpai hanya beberapa orang peronda. Sementara itu padukuhan Nambangan itu seakan-akan masih tetap tertidur.
Glagah Putih dan Sabungsaripun langsung mengenali suasana di padukuhan itu. Kepada para pengawal berkuda Glagah Putihpun berkata "Berhati-hatilah. Padukuhan ini tengah di cengkam oleh kekuatan sirep yang sangat tajam. "
Para pengawal itupun merasakan pula, suasana yang berbeda,. Bahkan merekapun mulai disentuh pula oleh perasaan kantuk.
Tetapi mereka sempat berjuang untuk mengatasinya, sehingga mereka tidak tertidur nyenyak sebagaimana isi padukuhan itu.
" Apa yang terjadi ?"bertanya Glagah Putih. "Perampokan"jawab seorang peronda yang telah benar-benar mampu mengatasi kekuatan sirep. "Bawa kami kesana "
Iring-iringan itu kemudian bergerak dan membagi diri. Sebagian telah dibawa ke rumah petani kaya yang telah dirampok, sementara yang lain pergi ke banjar.
Namun orang tua yang berada di banjar itupun berkata " Rumah Ki Sudagar telah dirampok. "
Para pengawal itupun telah menyebar. Agaknya segerombolan perampok telah melakukan perampokan di beberapa tempat di padukuhan Nambangan.
Namun para pengawal itu hanya dapat menggertakkan giginya. Kemarahan bagaikan meledakkan jantung mereka. Para pengawal itu menemukan Ki Sudagar terbaring di lantai mang dalam rumahnya dengan berlumuran darah. Tidak jauh dari tubuh itu, Nyi Sudagar juga terbaring diam.
Namun Nyi Sudagar itu ternyata msaih hidup, sehingga beberapa orang berusaha untuk merawatnya. "
Para pembantu dan pelayan Ki Sudagar itu tidak seorangpun yang sudah terbangun. Mereka masih tertidur nyenyak di bilik mereka masing-masing.
Di tempat lain, sekelompok pengwal telah menemukan seorang petani yang berkecukupan itupun telah terbunuh pula. Bahkan isterinya dan seorang anaknya laki-laki telah terbunuh pula. Sementara seorang laki-laki, adik petani yang terbunuh itu terbaring dengan luka yang parah. Tetapi ia masih hidup.
Kegemparan itu masih ditambah lagi, seorang pedagang mas dan permata serta wesi aji telah terbunuh pula. Tidak ada orang lain di rumah itu, kecuali sepasang suami isteri pembantunya yang tinggal di belakang. Seorang laki-laki separo baya yang biliknya juyga berada di belakang. Mereka sama sekali tidak terusik. Bahkan mereka masih belum terbangun dari tidurnya.
Geledeg tempat pedagang itu menyimpan benda-benda berharga miliknya serta dagangannya, telah terguling, sebagian lainnya ber-serakkan. Namun benda-benda yang berharga tentu sudah tidak ada diantara benda-benda yang berserakkan itu.
Malam itu padukuhan Nambangan menjadi gempar. Para peronda yang sudah terbangunpun telah membangunkan orang-orang yang tertidur nyenyak. Dinding-dinding rumah telah dihentak-hentakkan untuk membangunkan para penghuninya.
Dengan susah payah, maka padukuhan itu terbangun sebelum batas waktu sirep itu kehilangan kekuatannya
Padukuhan Nambangan benar-benar telah diguncang oleh kengerian yang mendalam. Tiga orang telah dirampok. Beberapa orang terbunuh dan terluka berat
Para pengawal telah mengundang tabib-tabib terbaik di Tanah Perdikan Menoreh untuk mengobati orang-orang yang terluka parah. Mereka adalah sumber keterangan untuk menelusuri perampokan yang telah terjadi dipadukuhan Nambangan itu.
" Mereka segerombolan orang berkuda" berkata orang tua yang luput dari pengaruh sirep itu.
" Jika saja kau tidak berhasil mengenali kekuatan sirep itu, serta berusaha mengatasinya mungkin petaka yang terjadi akan lebih besar lagi, kek" berkata Glagah Putih.
" Agaknya aku terlambat memberikan isyarat " berkata orang tua itu" jika saja aku masih setangkas kalian, aku akan dapat berbuat lebih cepat sehingga para perampok itu akan dapat ditangkap.
Glagah Putih menarik nafas panjang. Katanya kemudian " Kakek tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Yang kakek lakukan adalah yang terbaik yang dapat dilakukan oleh siapapun juga dalam keadaan yang sama. Apalagi kakek sudah terhitung tua meskipun masih tangkas."
" Jangan memuji aku. Ada beberapa orang terbunuh di padukuhan ini. Seakan-akan baru kemarin kita memakamkan anak-anak kita yang gugur di peperangan. Sekarang kita harus melepaskan lagi orang-orang terbaik di padukuhan ini."
"Tetapi itu bukan salah kakek. Kita harus berusaha untuk mendapatkan keterangan tentang perampokan dan pembunuhan itu. Menurut dugaanku sementara sebelum kita dapat menemukan bukti-bukti yang lebih lengkap dan dapat dipercaya, perampokan dan pembunuhan ini dilakukan oleh para pengikut Ki Saba Lintang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa pengikut Ki Saba Lintang itu terdiri dari orang-orang yang mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda-beda, tetapi juga kepentingan yang berbeda-beda pula."
". Ya"orang tua itu mengangguk-angguk"aku juga berpendapat demikian."
"Jika malam ini mereka merasa berhasil, maka aku kira mereka akan kembali lagi pada kesempatan lain. Tetapi tentu tidak segera."
Dalam pada itu, ki Bekel dan para bebahu yang sudah berhasil dibangunkan, telah berkumpul di banjar. Para pengawal padukuhanpun telah berkumpul pula. Sebagian dari mereka dengan mata yang masih merah. Ada yang masih menguap beberapa kali. Namun ada yang benar-benar telah terbangun.
Tetapi segala sesuatunya telah terjadi.
Dua orang penghubung telah berpacu menuju ke padukuhan induk untuk melaporkan apa yang telah terjadi.
Namun ternyata Ki Gede telah menerima laporan yang lain pula. Tiga orang peronda di luar sebuah padukuhan telah terbunuh. Seorang yang sempat melarikan diri dengan luka ditubuhnya menceritakan bahwa mereka telah bertemu sekelompok orang berkuda dijalan di luar sebuah padukuhan. Mereka sempat berbicara beberapa kalimat Namun orang-orang itu dengan serta merta telah menyerang. Tiga orang terbunuh dalam waktu yang singkat Namun yang seorang itu telah berhasil meloloskan diri dengan berguling di tanggul sebuah sungai kecil. Kemudian berlari menyusuri sungai kecil itu.
Sekali lagi Tanah Perdikan Menoreh berkabung.
Ki Gede yang mendapat laporan itupun segera pergi ke padukuhan Nambangan. Menjelang matahari terbit, Ki Gede yang kemudian telah menghubungi Agung Sedayu, bersama-sama melihat keadaan padukuhan yang baru saja dikoyak oleh kebengisan orang-orang yang menyimpan dendam di dalam dadanya.
Namun Ki Gede hanya dapat menggertakkan giginya. Orang-orang yang membunuh korbannya yang tidak bersalah itu harus mendapat hukuman yang sangat berat
Tetapi untuk menghukum mereka, orang-orang itu harus dikete-mukan lebih dahulu.
Sementara ilu, Glagah Putih dan Sabungsari yang mendengar bahwa ada tiga orang pengawal yang sedang meronda terbunuh, telah minta ijin kepada Ki Gede untuk pergi melihat peristiwa itu. Tentu orang-orang yang telah membunuh di padukuhan Nambangan ini pulalah yang telah membunuh para peronda itu.
Ketika Glagah Putih dan Sabungsari sampai ketempat peristiwa yang menggetarkah itu terjadi, para korban telah dibawa ke banjar padukuhan.
" Marilah. Aku antar kau ke banjar " berkata seorang pengawal yang bersama beberapa orang kawannya masih berada di lempat kejadian.
"Nanti aku akan pergi ke banjar. Aku ingin tahu, kemana orang-orang ini pergi."
Para pengawal itu hanya dapat mengangguk-angguk. Namun merekapun dapat melihat jejak kaki kuda di sekitar tempat kejadian itu.
Dalam pada itu, mataharipun telah terbit. Glagah Putih dan Sabungsari dapat melihat dengan jelas jejak kaki kuda meninggalkan tempat kejadian itu.
" Kalian hanya berdua ?" bertanya pemimpin pengawal padukuhan itu.
" Ya." " Apakah kalian memerlukan kami ?"
" Belum sekarang. Nanti, jika perlu, aku akan minta bantuan kalian."
Glagah,Putih dan Sabungsanpun kemudian telah minta diri untuk menelusuri jejak kaki kuda yang baru saja meninggalkan tempat kejadian itu
Dengan cermat keduanya memperhatikan jejak itu. Agaknya para penunggang kuda itu telah memilih jalan yang lebih kecil. Ketika jejak itu berbelok memasuki jalan simpang, maka Glagah Putih dan Sabungsaripun mengikutinya pula.
Keduanya menjadi ragu-ragu ketika keduanya sampai di perbatasan. Jika mereka mengikuti jejak itu seterusnya, mereka akan berada di wilayah orang lain.
Ketika keduanya menengadahkan wajah mereka, mereka melihat di depan mereka terbentang hutan yang memanjang.
Dalam kebimbangan itu Sabungsaripun berdesis "Kita akan melangkahi pagar halaman kita."
" Ya. Hutan itu berada di tratah Kademangan Pucangtelu."
Kademangan yang terhitung luas. Tetapi padukuhan induk Kademangan itu berada di balik hutan dan bukit-bukit kecil itu. Sehingga hubungan kami dengan kademangan Pucangtelu tidak begitu akrab. Seakan-akan ada tirai yang membatasinya."
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya " Agaknya mereka tidak berbuat sesuatu ketika terjadi perang di Tanah Perdikan."
"Maksudmu orang-orang kademangan itu ?"
" Ya. Demikian pula kademangan-kademangan yang lain. Bahkan kademangan yang menjadi landasan pasukan Ki Saba Lintang. Jika mereka berani menentang, maka kademangan-kademangan itu akan dilumatkannya. Kami dapat memakluminya. Apalagi kademangan Pucangtelu yang memang tidak terlalu akrab dengan Tanah Perdikan Menoreh. Pernah terjadi perselisihan mengenai perbatasan. Tetapi Ki Gede lebih baik mengalah. Yang dipersengketakan adalah sebuah padang perdu yang luas dan agaknya juga subur. Tetapi jika dipersengketakan itu ada penghuninya mengaku sebagai keluarga Tanah Perdikan, maka Ki Gede tentu akan bersikap lain."
Sabungsari mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun bertanya"Apa yang akan kita lakukan ?"
Glagah Putihpun menjadi ragu-ragu. Namun akhirnya iapun berkata " Kita telusuri jejak ini beberapa ratus patok lagi. Mungkin kita akan sampai ke hutan itu."
" Jika jejak itu memasuki hutan ?"
" Kita akan mencoba melihat kedalam. Tetapi jika jejak itu melingkari hutan dan sampai ke sebuah padukuhan, maka kita tidak akan dapat menyusul mereka tanpa mendapat ijin."
" Kita dapat menghubungi Ki Bekel di padukuhan itu."
" Ya. Kita akan berbicara dengan baik-baik meskipun di hari ini sudah dibekali dengan perasaan yang agak sumbang."
Keduanyapun kemudian meneruskan perjalanan mereka mengikuti jejak beberapa ekor kuda yang menuju ke hutan yang memajang itu. Namun ternyata jejak itu tidak masuk ke dalam hutan. Tetapi meluncur disepanjang tepinya.
" Jejak ini tentu menuju ke padukuhan di sebelah hutan itu." berkata Glagah Putih.
" Ya. Sebaiknya kita pergi ke padukuhan itu."
Glagah Putih mengangguk. Ia justru melecut kudanya untuk berlari lebih cepat lagi. Di belakangnya Sabungsaripun memacu kudanya pula.
Beberapa saat lamanya mereka berpacu dipunggung kuda menyusuri hutan yang panjang itu. Ketika mereka sampai di-ujungnya, maka merekapun memasuki jalan yang lebih menuju ke padukuhan,
Glagah Putih memang agak ragu. Ia tahu benar, bahwa orang-orang Kademangan Pucangtelu tidak begitu ramah merasa rendah diri sehingga kadang-kadang mereka berbuat aneh-aneh untuk mencoba menunjukkan bahwa mereka memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Tanah Perdikan Menoreh.
Tetapi Glagah Putih meneruskan perjalanannya bersama Sabungsari. Mereka masih tetap mengikuti jejak sekelompok orang berkuda yang agaknya juga menuju ke padukuhan.
Beberapa saat kemudian, maka Glagah Putih dan Sabungsaripun telah memasuki regol padukuhan itu. Mereka yakin bahwa jejak kaki kuda.yang diikutinya juga memasuki regol padukuhan itu.
Tetapi Glagah Putih dan Sabungsari tidak dapat berbuat lain kecuali menemui Bekel dari padukuhan itu.
Seperti yang diduga oleh Glagah Putih, sikap bekel padukuhan itu agak kurang ramah. Meskipun Ki Bekel, itu mem-persilahkan Glagah Putih dan Sabungsari naik ke pendapa rumahnya dan duduk dipringgitan, namun wajah Ki Bekel itu nampak agak gelap.
Sekali-sekali Ki Bekel mencoba untuk tersenyum. " Tetapi senyumnya terasa hambar sekali."
" Apakah kalian orang-orang Tanah Perdikan ?" bertanya Ki Bekel.
" Ya, Ki Bekel. Kami adalah pengawal Tanah Perdikan Menoreh."
" Apakah kalian mempunyai keperluan penting sehingga kalian berdua datang ke padukuhan kami ?"
" Ya, Ki Bekel."
" Aku sudah mendengar bahwa baru saja terjadi pergolakan di Tanah Perdikan Menoreh. Saudara-saudara seperguruan Nyi Lurah Agung Sedayu yang tinggal di Tanah Perdikan minta agar Nyi Lurah bersedia bergabung kembali dengan saudara-saudara seperguruannya yang ingin menyusun kembali perguruan Kedung Jati. Bener begitu Ki Sanak ?"
" Tidak, Ki Bekel "jawab Glagah Putih " bukan begitu?"
" Jadi bagaimana ?"
" Kami adalah tetangga yang terhitung dekat, Ki Bekel, meskipun disekat oleh hutan dan pegunungan kecil. Tetapi agaknya berita yang sampai disini sudah menyimpang dari kenyataan yang terjadi di Tanah Perdikan kami. "
" Apa yang telah terjadi ?"
" Segerombolan pemberontak yang ingin merebut Tanah Perdikan kami."
Ki Bekel mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun bertanya " Jika ada sekelompok orang menyerang Tanah Perdikan Menoreh, kenapa kau sebut sebagai pemberontak " Apakah mereka memberontak terhadap Ki Gede Menoreh " "
" Mereka telah memberontak terhadap Mataram. Mereka menyerang Tanah Perdikan Menoreh untuk mendapatkan landasan bagi pasukan yang tentu akan diperkuat dimasa datang untuk melawan Mataram."
"Satu prasangka buruk. "
" Bukan sekedar prasangka. Beberapa orang pemimpin mereka yang dapat kami tawan telah mengatakan hal itu. Bahkan sejak sebelum pertempuran pecah, pemimpin mereka telah datang menemui Ki Gede Menoreh. Mereka menawarkan kerja sana untuk melawan Mataram.
Ki Bekel itu tertawa Katanya "Kau telah berhasil menyusun sebuah dongeng yang menarik."
"Baiklah. Apapun yang Ki Bekel Dengar serta tanggapan apapun yang Ki Bekel berikan, terserah. Sekali lagi aku ingin memperingatkan bahwa kita adalah tetangga dekat "
Ki Bekel mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun berkata "Jika kita bertetangga dekat, kenapa " "
" Banyak yang dapat kita perbuat bersama-sama. Kita dapat meningkatkan kerja-sama yang pernah kita lakukan sebelumnya. "
" Ki Sanak " berkata Ki Bekel " selama ini Tanah Perdikan Menoreh merasa dirinya terlalu besar sehingga karena itu menjadi sombong. Selama ini kerja-sama apa yang pernah kita lakukan " "
" Bukankah kamni pernah menawarkan untuk mengirimkan barang-barang terutama alat-alat pertanian ke kedemangan Pucangtelu " Sebaliknya kami memerlukan hasil kerajinan bambu dari kademangan ini " Tetapi kami tidak pernah mendapat tanggapan baik. Jangankan tanggapan baik, kademangan ini sama sekali tidak mengacuhkannya. "
" Tanah Perdikanmu memberikan syarat yang tidak masuk akal. "Jika itu benar, kita dapat merundingkannya "
" Sudahlah. Sekarang, untuk apa kalian berdua datang kemari " Berbicara tentang kerja-sama atau mengulang lagi mengenai perbatasan " Atau apa" "
" Ki Bekel" berkata Glagah Putih kemudian. Betapapun darahnya mulai panas, namun ia masih tetap mengendalikan diri. Katanya selanjurnya " Kami sedang menelusuri jejak beberapa orang perampok berkuda. Kami datang untuk minta ijin melanjutkan penelusuran kami."
Wajah Ki Bekel menjadi tegang. Katanya " Jika kalian sedang mengikuti jejak perampok, kenapa kalian datang ke padukuhan ini " Apakah kalian mengira bahwa kami, penghuni padukuhan ini, yang telah melakukan perampokan" "
" Sama sekali tidak, Ki Bekel. Bukan orang-orang padukuhan ini. Bukan pula orang-orang dari kademangan ini. Tetapi tentu bagian dari gerombolan yang baru saja kami halau dari Tanah Perdikan Menoreh. Mungkin mereka mendendam sehingga mereka memasuki Tanah Perdikan kami untuk merampok dan membunuh beberapa orang yang tidak berdosa"
"Jika demikian, kenapa kalian datang ke padukuhan ini " "
"Kami mengikuti jejak mereka Ternyata mereka memasuki pintu gerbang padukuhan ini. Mungkin mereka hanya lewat. Karena itu, kami berdua minta ljin untuk lewat di padukuhan ini meneruskan penelusuran kami. -
"Ki Sanak - berkata Ki Bekel dengan wajah menegang "sejak lama orang-orang Tanah Perdikan Menoreh selalu merendahkan kami. Kami menyadari, bahwa kekuatan kami tidak sebesar kekuatan yang ada di Tanah Perdikan Menoreh. Telapi kami juga berada di bawah perlindungan Mataram; Jika Tanah Perdikan Menoreh seenaknya saja memeperlakukan kami, maka disamping perlawanan sejauh dapat kami lakukan, kami juga akan minta perlindungan Mataram. "
" Apa sebenarnya yang Ki Bekel katakan itu " Kami hanya mohon diijinkan lewat untuk menelusuri jejak perampok yang datang ke Tanah Perdikan. Mereka tidak hanya merampok, tetapi juga membunuh. Beberapa orang telah terbunuh."
" Bukankah disetiap pedukuhan di Tanah Perdikan terdapat pengawal yang kuat " Apa kerja para pengawal itu sehingga segerombolan perampok sempat merampok dan membunuh " "
"Perampok-perampok itu memiliki ilmu sirep yang sangat tajam, Ki Bekel. Seisi padukuhan, termasuk para pengawalnya telah terkena sirep, sehingga mereka tertidur nyenyak. Perampokan itu berlangsung dengan lancar. Namun perampok-perampok itu ternyata masih juga membunuh orang-orang yang telah dirampok. "
" Satu ceritera yang menarik, Ki Sanak. Tetapi sulit untuk dipercaya: Tanah Perdikan baru saja menghalau segerombolan yang kalian sebut pemberontak. Namun tiba-tiba telah terjadi perampok di Tanah Perdikan Menoreh. Mareka bukan saja merampok, tetapi juga membunuh. Berapa banyaknya perampok itu, Ki Sanak, sehingga Tanah Perdikan Menoreh tidak mampu mencegahnya ?"
" Ada bedanya Ki Bekel Kita menghalau para pemberontak itu karena mereka menyerang beradu dada Tetapi para perampok ini datang dengan diam-diam di malam hari. Bahkan dengan melontarkan sirep yang tajam, sehingga para pengawal tertidur nyenyak "
" Itu artinya Tanah Perdikan masih belum memiliki kemampuan yang pantas untuk melindungi rakyatnya."
Glagah Putih mengerutkan dahinya. Dipandanginya Ki Bekel itu dengan tajamnya. Namun kemudian Glagah Putih itupun menyahut " Ki Bekel benar. Tanah Perdikan memang belum memiliki kekuatan yang pantas untuk melindungi rakyatnya Terbukti ketika para pengawalnya terserang sirep, mereka tertidur dengan nyenyak, tanpa mampu untuk menghindar. Karena itu, maka beberapa orang telah terbunuh. "
"Nah, jika demikian, bukankah salah para pengawal Tanah Perdikan sendiri" "
"Ki Bekel benar. "
"Lalu kenapa kalian masih akan mengikuti jejak orang-orang yang kalian sebut perampok dan pembunuh itu" Kenapa kalian tidak menangkap saja para pengawal yang lengah dan tertidur?";
" Tentu. Mereka akan ditangkap dan dihukum. Tetapi yang membunuh itupun harus dicari. Mencari dan kemudian menemukan mereka bagi kami adalah membetulkan kesalahan yang telah kami perbuat itu. "
Wajah Ki Bekel menegang. Namun kemudian katanya " Ki Sanak. Kami tidak mau terlibat dengan persoalan kalian. Karena itu, jika kalian berselisih dengan siapapun juga jangan lakukan diatas tanah kami. "
" Tetapi orang-orang yang bersalah itu berlari dan mungkin bersembunyi di sini. Tentu-saja diluar pengetahuan Ki Bekel. "
" Tidak. Tidak ada perampok dan pembunuh bersembunyi dismi. Karena itu kalian tidak akan dapat mencarinya di padukuhan ini."
" Ki Bekel. Kami tidak akan berbuat apa-apa di sini selain menyelusuri jejak orang-orang yang lain merampok dan membunuh itu. Kami tidak akan merusak bangunan bahkan dinding halaman di padukuhan ini. "
" Sayang, Ki Sanak. Kami berkeberatan. Kembalilah ke Tanah Perdikan Menoreh. "
" Ki Bekel. Kenapa Ki Bekel tidak mau membantu kami, tetangga Ki Bekel yang terdekat meskipun disekat oleh hutan dan bukit-bukit kecil. "
" Tanah Perdikan Menoreh sampai saat ini tidak bersikap bersahabat. Karena itu, kami tidak dapat membantu. "
"Sayang sekali. Kami berkeberatan, karena kami tidak mau terlibat dalam permusuhan dengan siapapun juga. "
" Ki Bekel. Penolakan Ki Bekel itu berarti bahwa Ki Bekel justru telah melibatkan diri dalam permusuhan ini. "
" Kenapa" "
" Ki Bekel telah melindungi musuh-musuh kami. "
Wajah Ki Bekel menjadi tegang. Dipandanginya Glagah Putih dengan tajamnya. Dengan suara bergetar Ki Bekel itupun bertanya " Kau mengancam kami Ki Sanak. "
"Tidak. Aku tidak mengancam. Aku hanya mengatakan, jika Ki Bekel menolak memberikan ijin kepada kami untuk menelusuri jejak para perampok yang melarikan diri lewat padukuhan ini, maka aku menganggap bahwa sikap Ki Bekel sama sekali tidak bersahabat. Bahkan Ki Bekel telah melindungi musuh-musuh kami itu."
"Terserah kepada tanggapanmu anak muda. Tetapi jika kau berani melanggar hak kami, maka kami akan melaporkannya kepada Panembahan Senapati. "
" Kami menelusuri jejak perampok itu karena kami melaksanakan perintah Panembahan Senapati. "
" Kau jangan mencoba mengelabui kami. Kau telah mencuri nama Panembahan Senapati untuk menakut-nakuti kami. "
" Jika kau tidak mau mendengar kata-kataku, kau akan menyesal. Pada suatu saat kami akan kembali dengan membawa pertanda perintah Panembahan Senapati itu bersama sepasukan prajurit."
Wajah Ki Bekel menjadi semakin tegang. Sementara Glagah Putih berkata "Lihat kudaku. Siapa yang mempunyai kuda sebesar dari setegar kudaku. Hanya kepercayaan Ki Patih di Mataram sajalah yang mempunyai kuda setegar kudaku itu. "
Ki Bekel tidak menjawab. Sementara Glagah Putihpun berkata " Marilah. Kita pulang. Kita akan memberikan laporan, bahwa perjalanan tugas kita telah dihambat. "
Ketika Glagah Putih bangkit berdiri, maka Sabungsaripun telah berdiri pula. Kemarahan Glagah Putih serasa akan meledakkan jantungnya. Namun Glagah Putih harus menahan dirinya. Ia tidak mau membuka permusuhan baru dengan tetangganya.
Sejenak kemudian, keduanyapun telah melarikan kuda mereka kembali ke Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi mereka telah mendapat sedikit gambaran, kemanakah para perampok itu melarikan , diri.
" Ini adalah pekerjaan para petugas sandi " berkata Glagah Putih kemudian"mereka harus menyusup, memasuki padukuhan ini dengan cara apapun juga. Mereka harus mencari keterangan tentang orang-orang asing yang berada di sekitar padukuhan ini. "
" Bagaimana jika mereka benar-benar sekedar lewat'?"
" Ki Bekel, setidak-tidaknya salah seorang bebahu tentu mengetahui atau mendapat laporan, tentang iring-iringan orang, berkuda. Mereka tentu akan merasa senang jika ada orang yang bersedia menelusuri dan menemukan orang-orang berkuda itu. Karena orang-orang berkuda itu akan dapat membuat kerusuhan di lingkungan mereka pula."
Sabungsari mengangguk-angguk. Iapun sependapat bahwa Ki Bekel telah menghambat usaha untuk mengetahui lebih jauh tentang orang-orang berkuda, itu. Sabungsaripun sependapat, bahwa tugas selanjutnya sebaiknya ditangani oleh petugas sandi Tanah Perdikan Menoreh.
Namun peristiwa yang terjadi di Nambangan merupakan peringatan bagi Tanah Perdikan Menoreh untuk berhati-hati. Masih ada kelompok-kelompok yang mendendam dan masih berniat menimbulkan keresahan di Tanah Perdikan Menoreh. Selebihnya mereka telah merampas harta-benda dengari kekerasan. Bahkan pembunuhan.
Ketika Glagah Putih dan Sabungsan kembali ke Tanah Perdikan, maka para pengawal yang terbunuh itu telah siap untuk dimakamkan. Demikian pula para korban pembunuhan dan perampokan di Nambangan
Tetapi Ki Gede minta, agar ada selisih waktu saat-saat pemberangkatan para korban itu ke makam, agar Ki Gede dan para pemimpin Tanah Perdikan Menoreh dapat menghadiri ke-berangkatan para korban ke makam,. Demikian pemakaman itu selesai, maka Glagah Putihpun telah menghadap Ki Gede bersama Sabungsari. Mereka telah melaporkan usaha mereka untuk menelurusi orang-orang berkuda itu sampai ke Kademangan Pucangtelu.
" Kami telah bertemu dengan Ki Bekel Sambisari, sebuah padukuhan di ujung kademangan Pucangtelu."
Ki Gede mengangguk-angguk. Tetapi dari sorot mata Ki Gede sudah nampak keragu-raguan bahwa Glagah Putih dan Sabungsari akan berhasil.
"Tetapi agaknya Ki Bekel Sambisari tidak membantu. " Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Hubungan kami dengan kademangan Pucungtelu memang agak kurang baik, meskipun aku berusaha untuk melakukan pendekatan-pendekatan. Aku sudah mengalah ketika terjadi perselisihan perbatasan. Karena yang mereka inginkan adalah beberapa bahu tanah kosong, maka tanah itu aku relakan. Tetapi jika mereka menghendaki sebuah padukuhan yang berpenghuni atau tanah garapan, maka aku tentu berkeberatan sekali. Bahkan aku akan mempertahankannya. "
Glagah Puuh dan Sabungsari mengangguk-angguk. Sementara Ki Gedepun kemudian bertanya kepada keduanya " Bagaimana pendapat kalian tentang para perampok itu " "
" Nampaknya mereka memang berada di kademangan Pucangtelu. " Jawab Glagah Putih.
" Tetapi tentu tidak sepengetahuan Ki Demang. Betapapun pernah terjadi perselisihan dengan Tanah Perdikan ini, tetapi menurut pendapatku, Ki Demang tidak akan berbuat selicik itu. Bekerja Sama dengan perampok dan pembunuh untuk membuat Tanah Perdikan ini menjadi resah. "
"Tetapi seharusnya Ki Bekel Sambisari tidak berkeberatan untuk mengijinkan kami menelusuri jejak itu jika Ki Bekel memang tidak ingin melindungi para perampok."
"Mungkin karena harga diri "jawab Ki Gede"Ki Bekel tidak ingin dianggap tidak mampu untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di daerahnya. Tetapi mungkin juga kebijaksanaan Ki Bekel berbeda dengan kebijaksanaan Ki Demang Pucangtelu. "
" Tetapi bukankah tanggung-jawab tertinggi ada pada Ki Demang Pucangtelu ?"
" Ya. Tetapi mungkin saja Ki Bekel telah melakukan penyimpangan dari kebijaksanaan yang digariskan oleh ki Demang.
"Jika demikian, apakah sebaiknya kami datang menghadap Ki Demang?"
"Nanti dulu: Glagah Putih. Jangan tergesa-gesa. Aku justru ingin meyakinkan lebih dahulu. Apakah para perampok dan pembunuh itu memang ada di sana. "
Glagah Putih dan Sabungsari tidak menjawab. Tetapi keduanya menunggu Ki Gede berkata selanjutnya " Aku akan mengirim petugas sandi ke padukuhan Sambisari dan mungkin padukuhan-padukuhan lain di lingkungan kademangan Pucangtelu. itu. Jika kita sudah tahu pasti hasilnya, maka kita akan mengambil langkah-langkah selanjurnya"
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya"Ya, Ki, Gede. Aku akan menunggu perintah selanjurnya "
" Yang penting, kita harus berhati-hati. Peristiwa seperti,, yang terjadi di Nambangan itu tidak boleh terulang. Demikian pula gugurnya beberapa pengawal menghadapi para perampok dan pembunuh itu."
Peristiwa itu telah membangkitkan kembali kewaspadaan bagi rakyat Tanah Perdikan Menoreh. Bukan saja para pengawalnya, tetapi setiap orang merasa wajib untuk bersiap sepenuhnya.
Sementara itu, Ki Gede sudah memerintahkan beberapa orang petugas sandi untuk mengamati keadaan. Mencari keterangan tentang para perampok dan pembunuh di Kademangan Pucangtelu.
Dengan berbagai macam cara para petugas sandi telah menebar di Kademangan Pucangtelu. Ada yang berjualan di pasar. Ada yang membawa jala menyusuri sungai yang melintasi kademangan Pucangtelu. Tetapi ada yang berada di kademangan iru dengan diam-diam tanpa diketahui oleh orang Pucangtelu.
Namun akhirnya, dari berbagai macam pertanda dan isyarat, maka para petugas sandi itu berkesimpulan, bahwa para perampok itu bersarang di sebuah pategalan di Sambisari. Nampaknya kehadiran mereka di pategalan itu sudah setahu dan seijin Ki Bekel.
Meskipun demikian, masih ada yang diragukan oleh para petugas sandi. Jumlah mereka yang berada di pategalan itu tidak terlalu banyak. Hanya sekelompok kecil orang-orang berkuda.
Ketika hal itu dilaporkan kepada Ki Gede Menoreh, maka Ki Gedepun membicarakannya dengan beberapa orang pemimpin Tanah Perdikan. Diantara mereka diminta pula hadir Ki Lurah Agung Sedayu.
Ketika laporan itu disampaikan dalam pertemuan itu, maka Agung Sedayupun berkata "Tentu hanya sebagian dari anggauta gerombolan itu yang berada di pategalan itu. Yang lain berada di-sarang mereka. Mungkin sarang mereka berada di tempat yang jauh, sehingga mereka memerlukan semacam landasan untuk menggapai Tanah Perdikan Menoreh. Agaknya para pemimpin gerombolan itu sudah mengetahui bahwa hubungan antara Kademangan Pucangtelu dengan Tanah Perdikan ini kurang baik Merekapun memanfaatkan untuk kepentingan mereka. "
" Tetapi seperti yang pernah aku katakan, bahwa Ki Demang Pucangtelu tidak akan berbuat selicik itu. "
" Jika demikian, agaknya Ki Bekel Sambisarilah yang telah melakukannya tanpa setahu Ki Demang Pucangtelu. "
"Mungkin sekali Ki Lurah " Ki Gede mengangguk-angguk "jika demikian, maka aku sependapat bahwa kita akan mengirimkan utusan untuk menghadap Ki Demang Pucangtelu "
" Aku sependapat, Ki Gede. Kita selesaikan persoalan ini dengan cara yang lebih baik daripada mempergunakan kekerasan.
" Jika demikian, kita akan menunjuk utusan yang akan menghadap Ki Demang di Pucangtelu. "
" Glagah Putih tentu bersedia, Ki Gede. Jika Ki Gede tidak berkeberatan, biarlah Sabungsari menemaninya. "
"Bagus. Jika mereka bersedia, aku akan sangat berterima kasih."
"Namun sebelum Glagah Putih dan Sabungsari menjawab, Prastawapun menyahut "Aku bersedia pergi ke Pucangtelu, paman."
Ki Gede termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata dengan nada berat "Terima kasih atas kesediaanmu, Prastawa. Tetapi kau masih harus menjaga tubuhmu yang baru tumbuh untuk mendapatkan kekuatanmu seperti sedia-kala. Karena itu, biarlah pada kesempatan lain, kaulah yang akan melakukannya."
"Tetapi aku sudah pulih paman. "
" Kau harus menurut petunjuk para tabib yang mengobatimu, Prastawa. Agar kau benar-benar pulih seperti sedia kala,
Prastawa tidak membantah. Ketika ia berpaling kepada ayahnya, maka Ki Argajayapun berkata "Dengarlah pendapat pamanmu, Prastawa. Pada kesempatan lain, jika keadaanmu sudah benar-benar pulih kembali, maka kaupun akan mendapat kesempatan. "
" Tetapi tugas ini menarik sekali, ayah. Dengan tugas ini aku dapat bertemu dan berbicara langsung dengan Ki Demang Pucangtelu. Apa sebenarnya yang dikehendakinya dengan sikapnya yang tidak bersahabat itu. Sementara itu kademangan-kademangan yang lain diseputar Tanah Perdikan ini bersikap baik terhadap kita. Jika dalam perang yang terjadi beberapa saat yang lalu mereka tidak dapat membantu, itu dapat kita mengerti. Tetapi sikap mereka jauh berbeda dengan sikap kademangan Pucangtelu.
" Sudahlah " berkata Ki Gede " kita harus selalu mengadakan pendekatan agar hubungan kita pada suatu saat menjadi lebih baik. Aku minta Glagah dan Sabungsari juga berusaha mengadakan pendekatan dengan Ki Demang. Bukan sebaliknya. "
Prastawa menarik nafas dalam-dalam. Sementara Agung Sedayupun berkata " Satu peringatan buat Glagah Putih dan Sabungsari. Kedatangan kalian di kademangan Pucangtelu tidak untuk menghukum mereka. Tetapi mencari penyelesaian yang terbaik.'"


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Glagah Putih dan Sabungsari mengangguk-angguk.
" Nah, kapan kalian akan berangkat" " bertanya ki Gede kemudian.
" Semakin cepat semakin baik"sahut Glagah Putih
" Jika demikian, besok kita berangkat " berkata Sabungsari.
"Ya. Besok kita akan berangkat "sedesis Glagah Putih
" Baiklah " berkata Ki Gede " besok kalian akan berangkat menghadap Ki Demang. Sebaiknya kalian mengambil jalan lain. Jangan lewat padukuhan Sambisari. Kalian tentu akan dihentikan dan perjalanan kalian akan dihambat.
"Ya, Ki Gede " sahut Glagah Putih " besok kami akan mengambil jalan lain. Meskipun sedikit melingkar, tetapi kami dapat menghindari padukuhan Sambisari. "
"Kalian dapat minta pertanggung-jawaban atas kehadiran orang-orang berkuda di kademangan Pucangtelu, karena Pucangtelu, khususnya padukuhan Sambisari telah menjadi landasan sekelompok orang untuk membuat kerusuhan di Tanah Perdikan Menoreh. "
"Kami akan melakukannya, Ki Gede. "
" Tetapi kalian harus selalu ingat pesat Ki Lurah, bahwa kalian tidak akan datang untuk menghukum, tetapi kalian datang untuk mencari penyelesaian yang terbaik. "
" Ya, Ki Gede. Kami akan berusaha berbuat yang terbaik."
Malam itu, di rumah Agung Sedayu masih memberikan beberapa pesan kepada Glagah Putih dan Sabungsari. Terutama kepada Glagah Putih, agar tidak sekedar menuruti kata hatinya saja.
Dengan nada berat Agung Sedayu berkata " Usahakan agar kau dapat menangkap ikannya tanpa mengeruhkan airnya, Glagah Putih. "
" Ya, kakang." " Jangan kau turuti darah mudamu. Kau harus mendengarkan pendapat Sabungsari. "
" Ya, kakang." " Nah, sekarang kau dapat beristirahat. Besok kau dapat berangkat pagi-pagi sekali "
Kepada Sabungsari, Agung Sedayupun berpesan "Aku harap kau dapat mengekang Glagah Putih jika darahnya mulai menjadi panas. "
Sabungsari tersenyum. Katanya "Aku akan mencobanya. Tetapi Glagah Putih sudah menjadi semakin mengendap. Ia masih dapat menahan diri ketika ia bertemu dan berbicara dengan Ki Bekel di Sambisari."
Agung Sedayupun tersenyum. Tetapi katanya kemudian " Mungkin waktu itu hatinya sedang terang. Tetapi pada saat lain, Glagah Putih memerlukan kendali yarig lebih keras. "
Sabungsari tertawa Glagah Putihpun tertawa pula.
Demikianlah, menjelang fajar dikeesokan harinya, Glagah Putih dan Sabungsari sudah bersiap-siap. Kuda-kuda merekapun sudah siap pula. Karena itu* ketika matahari terbit, keduanya sudah menuntun kuda mereka di halaman.
Seisi rumah itupun mengantar mereka sampai di tangga pendapa Bahkan Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulan melepaskan mereka di regol halaman.
Ki Jayaraga melepas Glagah Putih dengan berbagai macam pesan pula, agar Glagah Putih tidak sekedar mengikuti arus perasaannya tanpa pertimbangan nalarnya ,
" Jaga sikap anak itu, ngger " pesan Ki Jayaraga kepada Sabungsari.
Sabungsari tersenyum sambil mengangguk hormat-" Aku akan berusaha Ki Jayaraga "
Ki Wijil, Nyi Wijil dan Sayoga yang masih berada di rumah itu berdiri berjajar di tangga pendapa Sementara Rara Wulan yang berdiri di regol berdesis "Berhati-hatilah kakang. "
Glagah Putih tersenyum. Katanya " Aku akan berhati-hati, Rara "
Ketika matahari mulai naik, maka kedua ekor kuda itu sudah berlari di bulak panjang. Sinar matahari yang cerah terasa menghangatkan badan mereka Angin masih terasa dingin. Embunpun masih menitik dari dedaunan yang diayunkan oleh angin lembut
Kicau burung liar terdengar bersahut-sahutan, seakan-akan saling memamerkan warna suara masing-masing. Ada yang melengking tinggi, ada yang berlagu lembut. Ada yang mencicit seperti jerit anak-anak nakal yang berlari-lari di pematang/
Kuda Glagah Putih dan Sabungsaripun berlari-lari terus menyusuri jalan bulak yang panjang, diantara kotak-kotak sawah yang terbentang luas.
Meskipun keduanya menempuh jalan yang pernah dilewatinya, tetapi keduanya berusaha menghindari padukuhan Sambisari, sehingga keduanya harus menempuh jalan yang agak melingkar.
Kademangan Pucangtelu bukan kademangan yang sepi. Karena itu, maka tidak banyak orang yang memperhatikan Glagah Putih dan Sabungsari. Selain mereka berdua, sekali-sekali lewat pula orang-orang berkuda di jalan-jalan induk kademangan Pucangtelu, Glagah Putih dan Sabungsari telah memperlambat' kuda mereka. Dimuka gerbang padukuhan induk, keduanya berhenti sejenak. Beberapa orang yang lewat sempat memperhatikan keduanya sejenak. Namun demikian merekapun melanjutkan langkah mereka.
Glagah Putih dan Sabungsaripun saling berpandangan sejenak. Namun kemudian merekapun telah menggerakkan kendali kuda mereka.
Kuda merekapun kemudian berlari-lari kecil memasuki padukuhan induk kademangan Pucangtelu.
" Mudah-mudahan Ki Demang ada di rumah " desis Glagah Putih.
"Kau pernah mengenal Ki Demang" "
" Aku pernah melihatnya. Aku tidak tahu apakah Ki Demang mengenal aku atau tidak. "
Sabungsari mengangguk-angguk kecil. Katanya " Mudah-mudahan Ki Demang dapat mengenalimu, sehingga pembicaraan kita menjadi lancar."
" Mudah-mudahan "- desis Glagah Putih.
Beberapa saat kemudian mereka telah melewati banjar kademangan Pucangtelu. Kemudian mereka terus mengikuti jalan itu.
" Kau pernah pergi ke rumah Ki Demang" "
"Belum. Tetapi bukankah Ki Gede memberi ancar-ancar. "
"Ki Gede pernah pergi ke rumah Ki Demang ?"
"Pernah, sebagaimana Ki Demang juga pernah pergi ke rumah
Ki Gede ketika mereka mempersoalkan tanah yang menjadi sengketa
itu," " Bagaimana menurut pendapatmu sikap Ki Demang terhadap Tanah Perdikan Menoreh?"
"Aku sependapat dengan Ki Gede, bahwa Ki Demang tidak akan mendendam Tanah Perdikan dengan cara yang licik itu. "
Sabungsaripun mengangguk-angguk kecil.
Sementara itu, keduanyapun telah sampai di muka regol halaman rumah Ki Demang Pucangtelu.
Glagah Putih dan Sabungsaripun segera turun dari kuda mereka. Meskipun dengan agak ragu, keduanyapun menuntun kuda mereka memasuki halaman Ki Demang Pucangtelu.
Seorang yang sedang membersihkan halaman Ki Demangpun menemuinya. Setelah mengangguk hormat, maka orang itupun bertanya "Apakah keperluan Ki Sanak berdua?"
"Apakah Ki Demang ada di rumah" Kami ingin menghadap. "
"Ki Sanak berdua datang dari mana" Aku kira kalian berdua bukan orang kademangan ini"
"Kami memang bukan orang kademangan ini, Ki Sanak. "
" Ki Sanak berdua dari mana?"
" Kami orang-orang Tanah Perdikan Menoreh."
Orang itu mengeratkan dahinya Wajahnya segera berubah. Tetapi ia masih tetap bertanya dengan nada yang sama "Apakah kalian utusan Ki Gede Menoreh untuk bertemu dengan Ki Demang" "
Glagah Putih memang ragu-ragu untuk menjawab. Tetapi akhirnya iapun mengangguk. Katanya "Ya kami adalah utusan Ki Gede untuk bertemu dan berbicara dengan Ki Demang. "
"Silahkan. Naiklah. Dan duduklah di pringgitan. Aku akan memberitahukan kepada Ki Demang. Untunglah bahwa Ki Demang belum berangkat "
"Apakah Ki Demang akan pergi?"
" Ya. Ki Demang akan pergi ke padukuhan sebelah. Ada persoalan yang harus diselesaikan. Ki Demang tinggal menunggu kedatangan Ki Jagabaya yang akan pergi bersama-sama "
"Jadi Ki Jagabaya akan singgah dirumah ini" "
" Ya " " Kebetulan sekali. Mudah-mudahan kami dapat berbicara dengan Ki Demang dan Ki Jagabaya".
" Tergantung sekali kepada Ki Demang " jawab orang itu " mungkin Ki Demang belum dapat berbicara dengan kaiian hari ini karena Ki Demang harus segera pergi bersama Ki Jagabaya "
Dahi Glagah Putih berkerut. Ketika ia berpaling kepada Sabungsari, maka Sabungsari itupun berdesis " Kita mohon waktu kepada Ki Demang dan Ki Jagabaya "
"Baiklah. Silahkan naik dan duduk di pringgitan. Biarlah aku beritahukan kedatangan Ki Sanak berdua kepada Ki Demang. "
Glagah Putih dan Sabungsaripun segera naik ke pendapa dan duduk di pringgitan, sementara orang yang menerimanya itu segera masuk ke longkangan lewat pintu belakang.
"Baik, Ki Sanak-jawab Glagah Putih dan Sabungsan hampir bersamaan.
Orang itupun segera masuk kembali ke ruang dalam. Sementara Glagah Pudh'dan Sabungsari duduk di pringgitan.
Sambil menunggu mereka sempat memperhatikan rumah Ki Demang yang termasuk besar dan buatannya sangat bagus. Saka guru serta uleng dialasnya berukir lembut Bahkan disungging dengan warna cerah. Gebyok yang membatasi pringgitan dan ruang dalam pun dibuat dari kayu nangka yang sudah sangat tua sehingga seakan-akan berminyak, dihiasi pula dengan ukiran yang rumit
" Ki Demang tentu mendatangkan juru ukir dari tempat lain " berkata Sabungsari "aku meragukan, apakah di kademangan ini ada juru ukir dan juru sungging yang demikian baiknya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya "Ya Ki Gede juga memanggil juru ukir dan juru sungging dari Mataram ketika membuat rumahnya."
" Apakah kau sudah berada di Tanah Perdikan ketika itu" "
" Belum. Menurut kata orang. Tetapi rumah Ki Gede itu termasuk baru. Meskipun baru, tetapi umurnya sudah cukup tua. Jika rumah itu disebut baru, maksudnya lebih muda dari banjar padukuhan. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putihpun berkata " semuanya itu aku dengar dari orang lain. "
Sabungsari tersenyum. Tetapi pembicaraan merekapun terhenti. Pintu pringgitan itupun terbuka. Seorang yang bertubuh tinggi tegap dan berkumis lebat keluar dari ruang dalam. Pakaiannya yang baik serta caranya mengenakan pakaian itu menunjukkan, bahwa orang itu adalah orang yang tertib. Dipunggungnya terselip sebilah keris di dalam wrangkanya dengan pendok emas. Timangnya yang sekali-sekali mengintip dari balik bajunya juga terbuat dari mas, bahkan dengan tretes permata.
Glagah Putih dan Sabungsaripun segera bangkit berdiri sambil mengangguk hormat
" Silahkan duduk" berkata orang itu dengan suara berat. Glagah Putih dan Sabungsaripun segera duduk kembali. Sementara
Glagah Putih dan Sabungsaripun segera duduk kembali. Sementara Glagah Putih berdesis "Itulah Ki Demang. "
Sabungsari tidak menjawab. Hanya kepalanya sajalah yang mengangguk-angguk mengiakan.
Ki Demang yang kemudian duduk bersama Glagah Putih dan Sabungsari itupun kemudian bertanya "Aku dengar kalian adalah utusan Ki Gede Menoreh. "
"Ya, Ki Demang"Jawab Glagah Putih
"Siapakah nama kalian" " bertanya Ki Demang pula.
Glagah Putihlah yang menjawab " Namaku Glagah Putih. Sedangkan saudaraku ini bernama Sabungsari.
Ki Demang mengangguk-angguk. Sekali-sekali tangannya memutar ujung kumisnya yang lebat
"Kalian bawa pesan Ki Gede?"
'"Ya, Ki Demang"
" Apa pesannya"
Glagah Putih menarik nafas panjang. Ternyata pertanyaan Ki Demang itu langsung ke persoalannya.
Dengan hati-hati Glagali Putihpun menjawab " Ki Demang. Ki Gede menyampaikan salam buat Ki Demang dan seluruh rakyat kademangan Pucangtelu."
"Terima kasih" jawab Ki Demang pendek.
" Kemudian, Ki Gede berpesan agar kerja sama antara Tanah Perdikan Menoreh dan Kademangan Pucangtelu dapat ditingkatkan."
" Jika kita masing-masing berkemauan baik, tentu hubungan kita akan menjadi semakin baik pula."
"Terima kasih Ki Demang"desis Glagah Putih.
" Tentu masih ada yang lain. Justru persoalan yang paling penting yang kau bawa kepadaku" berkata Ki Demang.
Glagah Putih menarik nafas. Sementara Sabungsari menjadi semakin menyadari, kenapa Ki Gede berpesan dengan bersungguh-sungguh agar ia dapat mengendalikan Glagah Putih. Agaknya Ki Demang memang seorang yang keras dan kata-katanyapun cukup tajam.
Glagah Putih kemudian tidak melingkar-lingkar lagi. Iapun langsung sampai kepada persoalan yang terpenting yang dibawanya ke Pucangtelu.
"Ki Demang" berkata Glagah Putih "aku mohon maaf, bahwa aku harus memberikan pengantar lebih dahulu sebelum aku sampai kepada pesan pokok Ki Gede."
" Apa maksudmu ?"
"Pesan yang akan aku sampaikan itu bukannya sekedar sebuah gagasan. Tetapi akibat dari satu kejadian."
" Katakan" Ki Demang mengerutkan dahinya.
Glagah Putihpun kemudian telah menceritakan pertempuran yang terjadi di Tanah Perdikan. Dengan nada dalam Glagah Putih pun berdesis " Hal ini tentu sudah Ki Demang ketahui."
" Ya Aku tahu " sahut Ki Demang.
Selanjurnya, Glagah Putihpun menceritakan sekelompok orang yang mendendam. Namun juga dilandasi oleh kerja mereka sehari-hari sebelum mereka bergabung dengan Ki Saba Lintang.
" Karena itu, maka merekapun datang ke Tanah Perdikan untuk merampok dan membunuh, Ki Demang."
" Ki Demang mengangguk-angguk. Tetapi tanggapannya terasa agak panas ditelinga Glagah Putih dan bahkan juga ditelinga Sabungsari " Lalu apa hubungannya dengan kademangan Pucangtelu?"
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam; sementara Sabungsari terbatuk kecil.
Glagah Putih sempat berpaling kearah Sabungsari. Ia masih selalu sadar, bahwa Sabungsari mendapat pesan mewanti-wanti agar mengendalikannya..
"Ki Demang " Glagah Putih masih tetap berhati-hati " Ketika terjadi perampokan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dirampok di Tanah Perdikan Menoreh, kemudian kematian beberapa orang pengawal yang dibunuh oleh sekelompok perampok yang menjumpai para pengawal yang sedang meronda, kami telah berusaha melacak jejak para perampok berkuda itu."
"Mereka memasuki Kademangan ini " Begitu ?"
Glagah Putih memandang Ki Demang sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk hormat sambil berdesis " Ya, Ki Demang."
" Jadi Ki Gede Menoreh menuduh, bahwa para perampok dan pembunuh itu adalah orang-orang kami ?"
"Sama sekali tidak, Ki Demang."
"Jadi bagaimana ?"
" Mereka memasuki kademangan ini tanpa setahu Ki Demang bahwa mereka telah mencemarkan nama baik kademangan ini, Karena itu, kami datang menemui Ki Demang."
" Kalian ingin kami menangkap para perampok itu ?" wajah Ki Demang menjadi tegang "maaf. Katakan kepada Ki Gede bahwa kami tidak akan mengorbankan nyawa anak-anak kami untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang bukan persoalan kami."
"Tidak. Tidak begitu, Ki Demang."
"Jadi bagaimana?"
" Kami hanya ingin mendapatkan ijin untuk memburu perampok-perampok yang bahkan telah membunuh di kademangan karni. ,
" Kalian ingin kami membiarkan kekuatan asing berkeliaran di kademangan ini" Saling membenci, mendendam dan bahkan saling membunuh ?"
" Kami akan mencoba menghindarinya, ,Ki Demang. Kemudian kami akan membawa mereka ke Tanah Perdikan Menoreh untuk diadili."
" Glagah Putih " berkata Ki Demang " kademangan ini bukan sarang perampok dan pembunuh. Kami juga tidak membuat kademangan kami menjadi padang pembantaian. Kami juga tidak ingin rakyat kami yang hidup dalam damai ini akan terguncang. Bahkan akan menjadi kesempatan yahg buruk karena anak-anak kami akan melihat darah dan mayat yang berserakan."
Wajah Glagah Putih menjadi tegang. Justru untuk beberapa saat ia terdiam.
Sabungsari mengerti, bahwa Glagah Putih sedang berusaha mengatur perasaannya yang bergejolak. Karena itu, Sabungsarilah yang kemudian berkata dengan sareh " KI Demang. Jika demikian, kami ingin mengajukan permohonan kepada Ki Demang. Kami mohon Ki Demang tidak memberikan tempat kepada para perampok dan pembunuh itu tinggal di kademangan ini."
Wajah Ki Demang menjadi merah. Dipandanginya Sabungsari dengan tajamnya. Dengan nada tinggi Ki Demang itu berkata " Kau jangan menuduh kami berbuat kejahatan dengan melindungi perampok dan pembunuh. Tuduhan itu sangat menyakitkan hati."
" Kami tahu, bahwa Ki Demang memang tidak berniat berbuat demikian. Bahkan barangkali Ki Demang-tidak mengetahui bahwa ada sekelompok perampok dan pembunuh yang bersembunyi di kademangan ini."
" Berkatalah dengan jelas. Jangan melingkar-lingkar seperti itu " bentak Ki Demang.
" Kami hanya ingin berbicara dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Ki Demang. Dengan berhati-hatipun kami ternyata sudah menyakiti perasaan Ki Demang."
" Katakan yang ingin kau katakan."
" Ki Demang" berkata Sabungsari kemudian "perampok dan pembunuh yang kami cari itu bersembunyi di padukuhan Sambisari. Kami tidak tahu, apakah Ki Bekel Sambisari sudah tahu atau belum. Ketika kami melacak jejak kaki kuda para perampok itu kami dapatkan jejak kaki kuda itu masuk ke padukuhan Sambisari."
" Apakah itu sudah cukup bagi kalian untuk melontarkan tuduhan bahwa para perampok dan pembunuh itu berada di Sambisari " Mungkin mereka hanya lewat dan disisi lain keluar lagi dari padukuhan itu, bahkan keluar dari kademangan ini."
" Waktu itu kami sudah menghadap Ki Bekel di Sambisari. Kami ingin menelusuri jejak itu lebih jauh. Mungkin jejak itu menunjukkan bahwa para perampok dan pembunuh itu hanya melintas saja di padukuhan Sambisari tanpa diketahui oleh para bebahu padukuhan. Tetap Ki Bekel tidak mengijinkan kami. Sementara itu menurut penyelidikan kami kemudian, para perampok dan pembunuh itu berada di sebuah pategalan tandus dan terlindung di dalam lingkungan padukuhan Sambisari."
Ki. Demang beringsut setapak. Wajahnya terasa panas. Giginya terkatub rapat-rapat
Dengan suara bergetar menahan gejolak perasaannya, Ki Demang itupun berkata " Kau jangan memfitnah.. Jika Tanah Perdikan ingin menyerang kademangan ini dan merebut tanah kami, Ki Gede tidak usah membuat alasan seperti itu. Aku tahu, Tanah Perdikan mempunyai kekuatan yang sangat besar. Jauh dari cukup untuk menghancurkan kademangan ini. Tetapi jangan dikira bahwa kami akan menyerahkan leher kami begitu saja Kami dapat berhubungan dengan kademangan-kademangan diseputar Tanah Perdikan. Mereka tentu akan membantu kami, karena mereka menyadari, bahwa pada suatu saat, akan datang giliran mereka diterkam oleh ketamakan Kepala Tanah Perdikan Menoreh. Kamipun akan mengirimkan utusan ke Mataram untuk memberikah laporan berapa jahatnya Kepala Tanah Perdikan Menoreh yang mempunyai kekuatan yang besar itu."
Jantung Glagah Putih rasa-rasanya bagaikan membara. Namun Sabungsari masih tetap mengekang diri. Katanya ". Ki Demang. Memang akan mudah sekali terjadi salah paham. Tetapi aku mohon Ki Demang memerintahkan dua tiga orang petugas yang dapat dipercaya untuk dengan diam-diam melihat keadaan dipadukuhan Sambisari. Ki Demang tentu akan menemukan sarang perampok itu. Tentu saja tidak semua kekuatan gerombolan itu berada di padukuhan Sambisari. Yang berada di Sambisari itu tentu hanya sebagian saja dari kekuatan mereka seutuhnya."
"Tidak perlu " berkata Ki Demang "jika hal seperti itu terjadi, Ki Bekel tentu sudah memberikan laporan kepadaku"
"Tetapi bukankah lebih baik Ki Demang langsung mengamati lapangan, meskipun tidak harus Ki Demang sendiri yang melakukannya"
" Jika aku mengirimkan kepercayaanku untuk melihat keadaan, maka aku tentu akan mengirimkan Ki Bekel Sambisari. Jika aku memerintahkan orang lain, berarti aku tidak percaya lagi kepada Ki Bekel. Jika seorang Demang tidak lagi mempunyai kepercayaan terhadap seorang Bekel di lingkungannya lalu siapa lagi yang pantas dipercaya ?"
" Apakah itu berarti bahwa seorang bebahu tidak akan pernah terkena salah ?" bertanya Sabungsari.
Wajah Ki Demang menjadi semakin tegang. Katanya " Aku tidak dapat menerima permintaanmu. Kembalilah. Katakan kepada Ki Gede, bahwa kami, kademangan Pucangtelu akan tetap mempertahankan kewibawaan dan kewenangan kami atas daerah kami sendiri. Sebaiknya Ki Gede meningkatkan kewaspadaan di Tanah Perdikan sendiri. Darimanapun asalnya, jika Tanah Perdikan tetap waspada, maka tidak akan terjadi perampokan dan pembunuhan itu."
" Kami akan kembali dan melaporkannya kepada Ki Gede. Tetapi aku mohon Ki Demang melihat kebenaran dari peristiwa yang pernah terjadi serta kenyataan yang ada di padukuhan Sambisari.
" Kau tidak berwenang untuk menggurui aku."
" Baiklah. Seperti Ki Demang, maka Tanah Perdikanpun akan membuat laporan ke Mataram. Mungkin Mataram dapat membuat satu kebijaksanaan untuk menengahi persoalan kita"
Tetapi Ki Demang itupun menyahut-Kenapa kau sebut-sebut seolah-olah kalian adalah orang-orang yang setia kepada Mataram dan berbuat apa saja atas namanya ?"
"Kami memang bagian dari Mataram. Apakah Ki Demang tidak percaya, bahwa perang yang baru saja terjadi di Tanah Perdikan itu kami lakukan atas-nama Mataram" Apakah Ki Demang juga tidak percaya bahwa apa yang kami lakukan sekarang juga atas nama Mataram?"
"Kalian adalah orang-orang yang berani tetapi licik. Kalian memanfaatkan nama Mataram untuk menakut-nakuti kami. "
":Terserah kepada Ki Demang. Percaya atau tidak percaya" geram Glagah Putih yang sudah hampir kehabisan kesabarannya
"Pergilah. Semakin lama kalian "disini membuat mataku pedih dan membuat telingaku panas. Jangan bermimpi bahwa kau berhasil mengelabuhi aku. "
"Kami akan pergi Sudah aku katakan, bahwa kami akan kembali dan membuat laporan kepada Mataram. Karena aku memang bagian dari kekuasaan Mataram itu" berkata Sabungsari kemudian. Suaranya memang masih terkendali Tetapi tekanannya terasa berat menekan jantung Ki Demang.
" Aku dapat menunjukkan kepadamu, Ki Demang, bahwa aku adalah salah seorang prajurit Mataram yang bertugas."
Wajah Ki Demang itupun menjadi tegang, sementara Sabungsari bangkit berdiri sambil menyingkap bajunya, sehingga nampak timang ikat pinggangnya Memang bukan terbuat dari emas seperti timang Ki Demang. Tetapi timang yang sejak semula tertutup oleh ujung bajunya itu adalah timang pertanda keprajuritan yang sengaja dipakai oleh Sabungsari, karena sejak semula ia sudah memperhitungkan kemungkinan seperti itu, sebagaimana sikap Ki Bekel Sambisari.
Namun Ki Demang itu masih juga bertanya "Kau dapatkan benda itu darimana" Kau bunuh prajurit Mataram dan kau curi timang pertanda keprajuritannya?"
Namun Sabungsari itupun menjawab "Apakah aku harus datang dengan membawa prajurit segelar sepapan" Ingat Ki Demang. Jika kami kehendaki, kami akan datang tanpa minta ijin lebih dahulu dan Ki Demang. Tugasku adalah memburu para pemberontak itu kemanapun mereka pergi."
Ki Demang yang juga bangkit berdiri itu menjadi termangu-mangu. Sementara Glagah Putihpun berkata " Kau tentu pernah mendengar bahwa sepasukan prajurit dari Pasukan Khusus Mataram berada di Tanah Perdikan Menoreh. Nah, buatlah laporan kepada Mataram. Mataram tentu akan mempertimbangkan berulang kali, apakah laporanmu dapat dipercaya" berkata Glagah Putih yang juga sudah berdiri pula "jika laporanmu bertentangan dengan laporan kami, maka laporan kalian tidak akan berharga sama sekali dimata pemimpin di Mataram. "
Wajah Ki Demang menjadi semakin tegang.
Sementara itu Glagah Putih berkata selanjurnya " Kami sudah mencoba datang menemuimu, Ki Demang. Kami sudah berbicara dengan baik melalui jalur yang seharusnya. Tetapi kau sama sekali tidak membantu kami. "
"Tunggu" desis Ki Demang.
"Kami akan kembali ke Tanah Perdikan Menoreh dan bertemu dengan Ki Gede. Aku minta kau panggil Ki Bekel. Perintahkan Ki Bekel berbicara dengan jujur. Kemudian, aku tunggu keterangan Ki Demang selama tiga hari. Jika dalam tiga hari tidak ada keterangan apa-apa dari Ki Demang, maka atas nama Mataram, kami akan bertindak langsung. Kami akan memasuki wilayah Kademangan ini untuk menangkap para perampok dan pembunuh yang telah melakukan pembunuhan bukan saja atas para pengawal di Tanah Perdikan Menoreh, tetapi juga orang-orang yang tidak bersalah dan tidak, berdaya. "
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Sementara itu, Glagah Putih dan Sabungsari telah beringsut dari tempatnya. Dengan pendek Glagah Putih berkata "Kami minta diri."
Ki Demang berdiri termangu-mangu ketika ia melihat Glagah Putih dan Sabungsari menuntun kudanya keluar regol halaman. Bagaimanapun juga keduanya masih mengetrapkan unggah-ungguh dengan tidak naik ke atas kudanya di halaman rumah Ki Demang di Pucangtelu.
Di regol halaman mereka berpapasan dengan seorang yang bertubuh sedang tetapi nampak kokoh. Wajah yang keras membayangkan kekerasan hatinya
Orang itu berhenti sejenak di regol halaman sambil berkata " Apakah kalian baru saja menghadap Ki Demang" "
"Ya "jawab Glagah Putih.
"Kalian bukan orang Kademangan ini?"
" Bukan "jawab Glagah Putih pendek " kami orang-orang Tanah Perdikan Menoreh."
"Untuk apa kalian datang kemari?"
"Kami sudah berbicara panjang dengan Ki Demang. Ki Demang tentu tidak akan berkeberatan untuk menjelaskan. Apakah kau Jagabaya di Kademangan ini?" bertanya Glagah Putih kemudian.
Ki Jagabaya itu mengerutkan dahinya Yang bertanya kepadanya adalah seorang yang masih sangat muda
Karena itu, maka Jagabaya itu rasa-rasanya segan untuk menjawabnya Bahkan Ki Jagabaya itu justru bertanya "Siapakah kalian berdua dan apakah keperluan kalian ?"
" Sudah aku katakan, kami sudah berbicara panjang dengan Ki Demang. Bertanyalah kepada Ki Demang."
Tetapi Ki Jagabaya yang tersinggung itu membentak " Katakan kepadaku, kau dengar ?"
Glagah Putih yang sudah terlalu lama menahan diri tiba-tiba saja membentak pula "Tidak. Kau tidak berhak memaksa aku berbicara."
Ki Jagabayapun menjadi marah. Sementara Glagah Putih telah melepaskan kendali kudanya begitu saja
Namun terdengar suara Ki Demang yang berat "Ki Jagabaya Kemarilah. Biarkan mereka pergi."
Wajah Ki Jagabaya menjadi panas. Dengan geram ia berkata " Untunglah bahwa Ki Demang berbaik hati kepadamu. Jika tidak, maka kau akan aku lumatkan disini. Kau adalah contoh anak-anak yang tidak tahu unggah-ungguh."
Kemarahan Glagah Putih yang menggelegak itu sulit untuk ditahannya Dengan lantang ia berkata "Katakan kepada Demangmu. Ia tidak perlu berbaik hati kepadaku."
Kata-kata itu memang menggetarkan jantung Ki Jagabaya Mulut anak itu memang terlalu lancang. Namun Ki Demang itu justru mengulanginya "Ki Jagabaya. Biarlah mereka pergi."
Ki Jagabaya menggeram sementara Sabungsari telah menggamit Glagah Putih sambil berdesis "Marilah kita pergi."
Betapa sulitnya untuk mengendapkan kemarahan didada Glagah Putih. Namun ketika ditatapnya wajah Sabungsari, maka Glagah Putihpun menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak melihat api yang menyala di mata Sabungsari. Pesan Agung Sedayupun seakan-akan terngiang di telinganya, agar Glagah Putih selalu mendengarkan pendapatnya.
Glagah Putihpun kemudian telah meraih kendali kudanya, sementara Ki Jagabayapun telah melangkah memasuki regol halaman rumah Ki Demang.
"Marilah. Kita tidak membawa wewenang untuk bertindak lebih jauh" berkata Sabungsari.
Glagah Putih mengangguk. Bahkan anak muda itulah yang kemudian lebih dahulu naik ke punggung kudanya.
"Jagabaya itu gila " geram Glagah Putih.
" Sudahlah Ia tidak menyadari, apa yang sedang terjadi. Iapun belum tahu pembicaraan kita dengan Ki Demang."
Glagah Putih mengangguk. Sementara Sabungsaripun telah naik kepunggung kudanya pula.
Sejenak kemudian, keduanya telah melarikan kuda mereka meninggalkan padukuhan induk kademangan Pucangtelu.
Sementara itu, Sabungsaripun berkata " Aku sengaja menunjukkan ciri keprajuritanku, untuk mencegah merambatnya perbedaan pendapat antara kita dan Ki Demang. Dengan melihat ciri keprajuritanku Ki Demang akan berusaha untuk mengekang diri. Meskipun mungkin ia tidak sepenuhnya percaya, tetapi setidak-tidaknya ia mulai berpikir untuk mengendalikan dirinya Akupun menjadi cemas, bahwa jika Ki Demang tidak mengendalikan dirinya kita akan kehabisan kesabaran."
Glagah Putih mengangguk-angguk Ia dapat mengerti sikap yang diambil oleh Sabungsari. Jika kesabaran mereka sampai kebatas, apalagi dengan kedatangan Ki Jagabaya, mungkin persoalannya akan menjadi lain. Mungkin Glagah Putih dan bahkan Sabungsari dapat melupakan pesan yang diberikan oleh Ki Gede maupun oleh Agung Sedayu dan Ki Jayaraga.
Sejenak kemudian, maka keduanya telah memacu kudanya Ketika mereka melingkari parjukuhan Sambisari untuk menghindari kemungkinan buruk yang lain, Sabungsari sempat tersenyum sendiri. Katanya" aku menjadi sangat haus. Ki Demang ilu agaknya pelit sekali. Kita sama sekali tidak disuguhi minurnan apalagi makanan."
Glagah Putih sempat tersenyum pula. Katanya " Besok, dalam tiga hari ini, jika Ki Demang datang ke Tanah Perdikan atau utusannya, jangan lupa, peringatkan para pembantu Ki Gede agar menghidangkan minuman dan makanan. Bukankah dengan demikian akan memberikan kesan, bahwa Tanah Perdikan Menoreh lebih sejahtera daripada kademangan Pucangtelu?"
Sabungsari tertawa Glagah Putihpun tertawa pula Mereka mencoba untuk tertawa lepas untuk membebaskan beban di dada mereka karena sikap Ki Demang dari Ki Jagabaya.
Demikianlah, mereka berduapun rnelankan kuda mereka semakin cepat Apalagi ketika mereka berada di jalan bulak yang sepi. Namun ternyata ada juga satu dua orang Sambisari yang melihat mereka. Dua orang yang memacu kuda mereka dengan kencangnya.
Seorang diantara merekapun kemudian telah menyampaikannya kepada seorang bebahu. Katanya "Dua orang itu agaknya mereka yang pernah aku lihat menemui Ki Bekel."
" Ki Bekel memang pernah memberitahukan kepadaku, ada dua orang Tanah Perdikan Menoreh yang datang menemuinya"
"Untuk apa " Apakah orang-orang Tanah Perdikan ingin menarik kembali tanah yang pernah menjadi sengketa itu ?"
Bebahu itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun menggelengkan kepalanya sambil menjawab " Entahlah. Aku tidak tahu,"
Orang itu termangu-mangu sejenak. Dengan nada ragu iapun bertanya kepada bebahu itu "Apakah tidak sebaiknya kita berbicara dengan Ki Bekel?"
Bebahu itu menggeleng. Katanya " Tidak usah. Anggap saja mereka sekedar lewat,"
Tetapi teniyata diluar pengetahuan orang yang memberitahukan tentang dua orang berkuda yang lewat, bebahu itu telah menemui Ki Bekel
"Ada apa ?" bertanya Ki Bekel yang melihat bebahu ilu datang dengan wajah yang gelisah.
"Ada dua orang berkuda lewat di jalan bulak sebelah, Ki Bekel.
" Kenapa dengan dua orang berkuda lewat " " bertanya Ki Bekel
"Menurut orang yang melihatnya, dua orang itu adalah dua orang yang pernah dalang menemui Ki Bekel"
"Orang-orang Tanah Perdikan itu ?"
"Ya." "Mereka lewat dari arah mana?"
" Agaknya mereka dari arah padukuhan induk kademangan ini Tidak seorangpun yang melaporkan mereka lewat sebelumnya. Agaknya tidak ada yang melihat mereka saat mereka-ke padukuhan induk.".
"Apakah mereka menemui Ki Demang?"
"Agaknya memang demikian."
"Mereka adalah orang-orang gila" geram Ki Bekel "seharusnya kita mencegahnya."
" Tetapi sudah terlanjur. Agaknya mereka sudah bertemu dan berbicara dengan Ki Demang."
Ki Bekel itu menjadi tegang. Namun katanya kemudian "Jika aku dipanggil Ki Demang, aku tidak akan dapat ingkar, bahwa memang ada sekelompok orang yang berada di pategalan."
Belum lagi mereka selesai berbincang, ternyata seorang bebahu kademangan telah datang ke rumah Ki Bekel. Dengan serta merta bebahu itu berkata " Ki Bekel Ki Bekel diminta untuk datang kerumah Ki Demang sekarang."
Wajah Ki Bekel menjadi tegang. Namun ia berusaha untuk menyembunyikan perasaannya. Dengan kerut di dahi Ki Bekel itu bertanya "Apakah ada sesuatu yang penting sehingga perintah Ki Demang itu begitu tiba-tiba ?"
" Mungkin"jawab bebahu itu"Ki Demang dan Ki Jagabaya menunggu kehadiran Ki Bekel sekarang."
Bebahu yang baru saja melaporkan dua orang Tanah Perdikan yang lewat jalan bulak di sebelah padukuhan Sambisari itupun termangu-mangu. Agaknya keduanya benar-benar baru saja menemui Ki Demang di padukuhan induk sehingga Ki Demang merasa perlu memanggil Ki Bekel dengan segera.
"Baiklah. Aku akan menemui Ki Demang."
Ki Bekelpun segera berbenah diri. Ia akan pergi menemui Ki Demang bersama bebahu yang memanggilnya Tetapi ia tidak ingin mengajak siapapun juga Karena itu, iapun tidak mengajak bebahu yang ditang melapor kepadanya itu.
Ki Bekel tidak, ingin bebahu itu memberiku., keterangan yang berbeda karena mereka belum sempat berunding, apa yang akan mereka katakan jika mereka belum harus menghadap Ki Demang untuk mempertanggungjawabkan kehadiran sekelompok orang di pategalan yang termasuk lingkungan padukuhan Sambisari.
Beberapa saat kemudian, maka Ki Bekel Sambisari itu sudah duduk di pinggiran rumah Ki Demang Pucangtelu. Seperti yang diduga maka Ki Demangpun langsung bertanya kepada Ki Bekel tentang kehadiran sekelompok orang yang telah dilacak oleh dua orang dari Tanah Perdikan Menoreh.
Ki Bekel menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku tidak ingkar, Ki Demang. Memang ada sekelompok orang yang sekarang berada di pategalan yang gersang itu."
" Kenapa hal itu dapat terjadi, Ki Bekel. Apakah Ki Bekel memang memberikan tempat kepada mereka ?" bertanya Ki Jagabaya
"Tidak. Mereka begitu saja berada di pategalan itu."
"Dan Ki Bekel membiarkannya saja ?"
"Aku sudah menemui mereka" jawab Ki Bekel.
"Lalu ?" desak Ki Jagabaya
" Aku tidak kuasa berbuat apa-apa Mereka adalah sekdelompok orang bersenjata yang dapat berbuat apa saja di padukuhan Sambisari. Ketika aku minta mereka pergi, pemimpin mereka menyatakan bahwa mereka hanya ingin berhenti sehari saja di pategalan itu. Tetapi ternyata mereka tidak segera pergi. Bahkan tanaman-tanaman kurus yang ditanam di pategalan tandus itu telah mereka ambil hasilnya Memang tidak seberapa Tetapi permaknya menangisinya"
"Jika mereka tidak segera pergi, kenapa Ki Bekel tidak dengan tegas mengusirnya ?"
" Apakah kami dapat melawan mereka jika mereka marah dan mempergunakan kekerasan " Bahkan seandainya seisi padukuhan diberi senjata dan bangkit untuk melawan, kami tidak akan dapat mengalahkan mereka"
"Kenapa Ki Bekel tidak melaporkan kepadaku ?" berkata Ki Jagabaya dengan lantang.
" Aku tidak ingin terjadi pembantaian di kademangan ini " jawab Ki Bekel
Ki Jagabaya termangu-mangu sejenak. Dengan nada tinggi ia pun bertanya "Pembantaian yang bagaimana?"
"Jika berusaha mengusir mereka dengan kekerasan maka tentu akan terjadi pertempuran. Sedangkan menurut perhitunganku, Ki Jagabaya tentu akan mengambil jalan itu. Sedangkan pertempuran melawan orang-orang kasar dan garang itu, tentu akan banyak jatuh korban, sementara mereka akan mendendam kita. Jangankan kepada kita, sedangkan kepada Tanah Perdikan Menoreh, mereka mendendam dan sekarang Tanah Perdikan Menoreh menjadi kebingungan akibat dendam itu."
"Jadi apakah kita harus membiarkan saja kampung halaman kita mereka pergunakan sebagai landasan untuk melancarkan balas dendam kepada Tanah Perdikan Menoreh?"
" Persoalannya adalah persoalan mereka dengan Tanah Perdikan Menoreh. Kita tidak usah ikut campur. Itulah sebabnya aku diam saja dan tidak memberikan laporan kepada Ki Demang dan Ki Jagabaya. Aku berpura-pura saja tidak tahu. "
" Itu bukan penyelesaian yang baik. Jika kita biarkan saja mereka melancarkan balas dendam mereka dengan merampok dan membunuh di Tanah Perdikan Menoreh dari kademangan kita, maka Tanah Perdikan Menorehpun akan mendendam kita. Kita harus memilih, apakah kita harus bermusuhan dengan gerombolan itu atau kita harus bermusuhan dengan Tanah Perdikan Menoreh yang dalam hal ini akan dapat bertumpu pada kuasa Mataram."
Ki Bekel mengerutkan keningnya Katanya " Apa hubungannya dengan Mataram" "
" Gerombolan itu adalah gerombolan pemberontak yang sedang diburu oleh Mataram. Mereka menyerang Tanah Perdikan sebagai sasaran sementara. Tanah Perdikan akan mereka pergunakan sebagai landasan yang kokoh sekaligus menjadi lumbung persediaan bahan pangan untuk meraih Mataram. "
Ki Bekel termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Omong kosong. Bukankah kedua orang pengawal Tanah Perdikan itu yang mengatakannya, bahwa mereka dapat bertumpu pada kuasa Mataram?"
"Seorang diantara mereka telah menunjukkan ciri keprajuritan. Aku yakin, orang itu sedang dalam tugas sandi. Mereka memang sedang memburu gerombolan yang berada di lingkungan padukuhanmu. "
Ki Bekel tidak segera dapat menjawab. Sementara Ki Demangpun berkata "Atas nama Mataram, Tanah Perdikan Menoreh dapat berbuat apa saja tanpa seijinku, "
Ki Bekel mengerutkan dahinya. Lalu katanya " Jika demikian, biar orang-orang Tanah Perdikan Menoreh sendiri yang menangkap orang-orang itu. Biar dendam mereka tetap tertuju kepada Tanah Perdikan Menoreh. "
"Tetapi kita mempunyai harga diri, Ki Bekel. Apa kata orang jika para pengawal Tanah Perdikan Menoreh memasuki kademangan kita untuk menangkap gerombolan yang bersarang di kademangan ini. Bukankah dengan demikian harga diri kita turut terinjak" "
"Jadi, apakah kita harus mengorbankan anak-anak kita bagi kepentingan Tanah Perdikan Menoreh. "
"Sama sekali bukan bagi Tanah Perdikan Menoreh. Tetapi orang-orang yang begitu saja bersarang di kademangan kita, telah melanggar hak dan harga diri kita. "
" Apakah kita akan membiarkan kademangan ini untuk waktu yang lama dimusuhi oleh sekelompok perampok dan pembunuh?"


13 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Menurut Ki Bekel, apakah yang terbaik" Diam saja, membiarkan kademangan ini menjadi sarang perusuh, atau mengusir mereka sebagai seorang laki-laki yang harga dirinya dijamah. "
Ki Bekel tidak segera menyahut. Tetapi keringat dingin telah membasahi punggungnya.
"Kita dapat mengambil jalan tengah" berkata Ki Jagabaya.
"Maksud Ki Jagabaya" " bertanya Ki Demang.
"Kita hubungi Tanah Perdikan Menoreh. Kita beritahukan sarang pemberontak itu. Kita persilahkan Tanah Perdikan mengusir atau menangkap mereka atas ijin kita. Hak kita tidak dilanggar, sementaraltu, kita tidak harus mengorbankan orang-orang kita bagi kepentingan Tanah Perdikan Menoreh. "
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Demikian pula Ki Bekel
Namun akhirnya Ki Demang berkata "Aku besok akan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. "
" Ki Demang akan pergi sendiri" Bukankah Ki Demang dapat mengirimkan utusan saja untuk bertemu dengan Ki Gede sebagaimana Ki Gede juga hanya mengirimkan utusannya kemari" "
"Aku ingin berbicara langsung dengan Ki Gede" jawab Ki Demang.
Ki Bekel termangu-mangu. Namun diluar dugaan Ki Bekel, Ki Demangpun berkata "Ki Bekel. Aku minta Ki Bekel merahasiakan kunjunganku ke Tanah Perdikan Menoreh. "
"Maksud Ki Demang?" bertanya Ki Bekel.
"Jika rencanaku didengar oleh gerombolan itu, maka mereka akan dapat melarikan diri, sebelum aku dan Ki Gede menentukan sikap. Mereka adalah bagaikan ular. Jika kita memukulnya, maka kita harus meremukkan kepalanya Jika kita menyakitinya tetapi ular itu tetap hidup, maka dendamnya akan menyala sepanjang umurnya "
Tetapi Ki Bekel itupun menjawab " Yang berada di padukuhan Sambisari itu tentu hanya sebagian saja dari mereka; Seandainya kita dapat menghancurkan mereka, maka induk merekalah yang akan mendendam kita. Jika Tanah Perdikan merasa kebingungan karena dendam gerombolan itu, apakah kita tidak menjadi jauh lebih parah lagi?"
"Jika demikian, maka biarlah orang-orang Tanah Perdikan sendirilah yang melakukannya. Tetapi agar wewenang kita tidak diinjaknya, maka mereka harus mendapat ijin dari kita " Berkata Ki Jagabaya kemudian.
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata "Aku akan membicarakannya dengan Ki Gede."
Ki Demangpun kemudian telah menunjuk Ki Jagabaya dan Ki Bekel Sambisari untuk menyertainya, pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Mereka harus membuat kesepakatan dengan Ki Gede, agar tindakan yang akan diambil tidak justru, saling berbenturan.
Sebenarnya Ki Bekel Sambisari merasa sangat segan untuk pergi ke Tanah Perdikan. Tetapi ia tidak dapat membantah. Karena itu, maka Ki Bekel hanya dapat mengiakannya saja.
" Besok, pagi-pagi sekali, Ki Bekel dan Ki Jagabaya harus sudah sampai disini. Aku akan berangkat saat terang tanah; supaya kita tidak pulang kemalaman.
" Bukankah Tanah Perdikan tidak terlalu jauh?"
" Memang. Tetapi jika pembicaraan kita berkepanjangan" " Ki Bekel mengangguk hormat sambil berkata " Baiklah. Besok sebelum terang tanah, aku sudah berada disini."
Demikianlah, Ki Bekel dan- Ki Jagabayapun telah minta diri. Besok, pagi-pagi mereka akan pergi ke Tanah Perdikan Menoreh.
Malam itu, Ki Bekel merasa sangat gelisah. Bagaimanapun juga, ia akan menjadi sasaran kemarahan orang-orang Tanah Perdikan Menoreh. Orang-orang Tanah Perdikan-tentu akan menuduhnya, dengan sengaja telah melindungi para perampok itu. Sementara itu, Ki Demang tentu akan menjadi marah pula kepadanya.
Tetapi Ki Bekel tidak mempunyai alasan untuk mengelak. Ia harus menyertai Ki Demang dan Ki Jagabaya untuk pergi ke Tanah Perdikan Menoreh esok pagi.
Demikianlah, seperti yang sudah direncanakan, maka menjelang terang tanah, Ki Bekel dan Ki Jagabaya telah berada di rumah Ki Demang. Mereka akan bersama:sama pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Mereka akan disertai oleh empat orang pengawal pilihan dari kademangan Pucangtelu.
Setelah minum minuman hangat, maka mereka segera bersiap-siap. Ketika Nyi Demang mempersilahkari mereka untuk lebih dahulu makan pagi, maka Ki Bekel dan Ki Jagabaya mengatakan bahwa mereka telah makan dirumah sebelum mereka berangkat
Ketika ayam mulai turun, maka Ki Demang, Ki Bekel dan Ki Jagabaya pun telah meninggalkan pintu regol halaman rumah Ki Demang diiringi oleh para pengawal. Kaki-kaki kuda mereka berderap disepanjang jalan meninggalkan debu yang putih mengepul dan kemudian hilang diterbangkan angin pagi.
Perjalanan E Demang dan pengiringnya memang bukan perjalanan yang terlalu panjang. Meskipun mereka harus mengitari bukit-bukit kecil dan menyusuri jalan dipinggir hutan, namun kademangan Pucangtelu dan Tanah Perdikan Menoreh hanya dipisahkan oleh perbatasan.
Kedatangan Ki Demang dan pengiringnya memang menarik perhatian orang-orang Tanah Perdikan. Namun ada diantara orang-orang Tanah Perdikan Menoreh yang memang sudah mengenal Ki Demang Pucangtelu atau Ki Bekel Sambisari atau Ki Jagabaya. Mereka yang belum mengenalnya dapat menduga-duga, bahwa yang datang itu adalah orang-orang dari kademangan sebelah.
Jilid 220 KEDATANGAN Ki Demang yang begitu cepat, memang tidak diduga oleh Ki Gede. Glagah Putih dan Sabungsari memang sudah melaporkan, bahwa mereka memberi waktu tiga hari bagi Ki Demang untuk memberikan jawaban. Tetapi Ki Demang itu datang begitu cepat
Ki Demang dan pengiringnya diterima dengan baik oleh Ki Gede yang kebetulan tidak bepergian. Ki Gede sendiri menyongsong para tamunya dan dipersilahkan, naik ke pendapa
Dengan ramah Ki Gedepun menanyakan keselamatan perjalanan Ki Demang dan pengiringnya. Kemudian Ki Gede juga menanyakan tentang kesejahteraan kademangan Pucangtelu.
Sementara Ki Demangpun telah menanyakan pula tentang keadaan terakhir Tanah Perdikan Menoreh.
Baru kemudian Ki Demang Pucangtelu itupun berkata " Ki Gede, Kemarin Ki Gede telah mengutus dua orang datang ke Pucangtelu menemui aku. "
Ki Gede mengangguk-angguk, katanya " Ya, Ki Demang. Aku telah memerintahkan dua orang datang ke Pucangtelu untuk menghadap Ki Demang.
" Salah seorang diantara mereka adalah seorang prajurit Mataram."
Ki Gede tersenyum. Sabungsari memang sudah melaporkan, bahwa ia telah menunjukkan ciri keprajuritannya kepada Ki Demang untuk mencegah berlarut-larutnya pembicaraan sehingga kesalah-pahaman di antara mereka akan dapat menjadi semakin tajam."
"Ya, Ki Demang" jawab Ki Gede.
Ki Demang itu memandang berkeliling. Ada beberapa orang yang ikut menemui Ki Demang. Antara lain Prastawa dan Ki Argajaya. Tetapi Ki Demang itu tidak melihat dua orang yang datang kepadanya di kademangan Pucangtelu.
Dengan agak ragu Ki Demang ilu bertanya " Apakah prajurit itu sudah tidak ada di sini?"
"Kedua orang yang datang menemui Ki Demang itu sedang dipanggil "jawab Ki Demang.
"Apakah kami harus menunggu mereka, atau kita dapat mulai membicarakan persoalan yang disampaikan oleh kedua orang utusan Ki Gede itu" "
Namun mereka tidak harus menunggu.. Glagah Putih dan Sabungsari yang disusul oleh seorang pengawal, telah datang pula dan langsung naik ke pendapa.
" Nah, bukankah keduanya itu yang telah menemui Ki Demang" "
" Ya" Ki Demang mengangguk-angguk.
" Seorang diantaranya prajurit, meskipun tidak mengenakan pakaian keprajuritan."
" Ya" " Baiklah" berkata Ki Demang "karena keduanya telah hadir, maka biarlah kita langsung berbicara tentang pokok pembicaraan yang disampikan oleh kedua orang itu kepadaku. "
Ki Gede mengangguk. Namun sebelum menjawab, seorang pembantu di rumah itu telah menghidangkan minuman hangat dan berapa potong makanan. Jadah, wajik dan jenang nangka.
Sabungsarilah yang menggamit Glagah Pulih sambil tersenyum. Sementara Glagah Putih berdesis lirih " Kita tidak usah memperingatkan para pembantu Ki Gede untuk menghidangkan suguhan. "
Sabungsari menahan tertawanya di dadanya. Namun demikian bibirnya masih saja tersenyum.
Ki Gedelah yang kemudian mempersilahkan tamu-tamunya untuk meneguk minumannya serta makan makanan yang dihidangkan.
Baru kemudian, Ki Gedepun berkata " Nah, marilah sekarang kita bicarakan orang-orang yang berada di kademangan Pucangtelu itu. "
Ki Demang mengangguk sambil menjawab " Baiklah Ki Gede. Tetapi sebelumnya aku ingin menegaskan bahwa kehadiran orang-orang itu diluar tanggungjawabku. "
"Baiklah. Kehadiran orang-orang itu di kademangan Pucangtelu memang bukan tanggung-jawab Ki Demang. Kamipun tidak ingin mencari siapa yang harus bertanggungjawab. Yang penting bagi kami, mereka tidak lagi memasuki Tanah Perdikan ini dari sarang mereka yang berada di kademangan Pucangtelu. "
" Maksud Ki Gede" " bertanya Ki Demang.
" Mereka tidak boleh tinggal di kademangan Pucangtelu. "
" Jadi maksud Ki Gede, kami harus mengusir mereka dari kademangan Pucangtelu.
" Ya. Dengan demikian, maka diantara kita tidak akan terjadi salah paham. "
Ki Gede "berkata Ki Demang Pucangtelu "kami dapat mengerti maksud Ki Gede. Tapi kami mohon Ki Gede dapat mengerti kedudukan kami. Kademangan kami tidak memiliki kekuatan sebesar Tanah Perdikan. Karena itu, kami tidak dapat berbuat sebagaimana dapat dilakukan oleh Tanah Perdikan Menoreh. "
" Maksud Ki Demang" "
" Kami tidak mempunyai kekuatan untuk mengusir mereka " jawab Ki Demang " sementara itu, kamipun tidak akan dapat menanggulangi dendam yang kemudian akan membakar gerombolan induk mereka. Jangankan kademangan kami yang kecil, sedangkan Tanah Perdikan Menorehpun menjadi gelisah oleh dendam mereka "
Ki Gede mengerutkan dahinya. Dengan nada rendah iapun menyahut " Jadi, apakah Ki Demang akan membiarkan saja orang-orang itu berada di kademangan Pucangtelu?"
" Apa yang dapat kami lakukan atas mereka" " berkata Ki Demang kemudian.
" Baiklah Ki Demang. Jika demikian, kami akan bertindak sendiri terhadap gerombolan perampok dan pembunuh itu" "
"Apa yang akan Ki Gede lakukan" "
"Kami akan menangkap mereka atau menghancurkan mereka."
Ki Gede akan mengerahkan kekuatan memasuki wilayah kami?"
"Kami tidak mempunyai pilihan, Ki Demang. Kemarin, ketika kedua orang utusanku menghadap Ki Demang, gerombolan itu telah membuat kekacauan pula di Tanah Perdikan ini. Beberapa orang di antara mereka telah merampas barang-barang berharga di pasar. Jumlah mereka hanya lima orang. "
"Mereka juga melarikan diri ke Pucangtelu" "
"Ya. Tetapi kami tidak melepaskan mereka. Tiga orang diantara mereka terbunuh. Seorang tertangkap dan seorang sempat melarikan diri. Ketika ia memasuki pedukuhan Sambisari, orang-orang kami tidak memburunya karena akan dapat menimbulkan salah paham dengan Ki Bekel di Sambisari. "
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Dengan agak ragu Ki Demangpun berkata " Aku dapat mengerti kesulitan Tanah Perdikan dengan orang-orang yang mendendam itu. Tetapi jika saja Tanah Perdikan mampu meningkatkan kewaspadaan, maka tidak akan dapat terjadi peristiwa sebagaimana telah terjadi itu, sehingga menimbulkan beberapa orang korban di Tanah Perdikan ini. "
Ki Gede memandang Ki Demang dengan tajamnya. Kemudian dengan nada berat Ki Gede itupun berkata " Ki Demang. Jika mereka berada di tempat yang hanya selangkah dari perbatasan, maka mereka akan dapat dengan mudah memasuki wilayah kami. Dalam keadaan yang gawat, mereka lari menyeberangi perbatasan sehingga kami tidak dapat memburu mereka, karena kami masih menghormati hubungan antar tetangga. Jika keadaan yang demikian berlangsung lama, maka kesabaran kami pun akan menjadi semakin larut, sehingga kami akan dapat mengambil langkah-langkah yang dapat menyinggung wewenang tetangga kami. Karena itu, sebelum hal itu terjadi, kami telah menempuh jalan terbaik. "
"Jika kewaspadaan di Tanah Perdikan ini baik, maka meskipun mereka dapat menyeberangi perbatasan dengan mudah karena mereka berada dekat dengan perbatasan, namun setelah mereka berada di Tanah Perdikan, mereka tentu tidak akan dapat berbuat apa-apa. "
Prastawalah yang hampir kehilangan kesabaran. Katanya " Ki Demang. Kami tidak dapat memagari Tanah Perdikan kami dengan pengawal. Kami pun tidak dapat mengawasi setiap jengkal tanah kami, sehingga kejahatan masih bisa terjadi. Orang-orang yang berniat jahat itu dapat saja memasuki Tanah Perdikan ini dengan samaran yang baik. Tetapi setelah mereka berada di Tanah Perdikan, mereka melakukan kejahatan. "
"Itu bukan persoalan kami " sahut Ki Jagabaya " itu persoalan Tanah Perdikan. "
"Jadi, sebagai seorang tetangga yang baik, apakah kita masing-masing tidak mempunyai niat yang baik unluk saling membantu. Apakah kita dapat berkata bahwa persoalanmu adalah persoalanmu dan persoalanku adalah persoalanku" " bertanya Ki Gede.
Ki Demang termangu-mangu sejenak. Sementara Glagah Putihpun berkata " Ki Demang. Kami tahu pasti, dimana gerombolan itu bersarang. Adalah mustahil bahwa Ki Bekel Sambisari tidak tahu menahu tentang sarang gerombolan itu. "
"Kau kira aku sengaja menyembunyikan mereka disana?" bertanya Ki Bekel.
"Ya " "Kau telah memberikan tuduhan yang sangat berat, anak muda " geram Ki Bekel.
"Ya. Tetapi aku tidak sekedar merancau dalam tidurku. "
"Kau telah memfitnah " geram Ki Bekel.
"Jika itu fitnah, bukan akulah yang memfitnahmu. "
"Siapa?" Glagah putihpun termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata kepada Ki Gede "Apakah Ki Gede berkenan jika orang itu diminta unluk hadir disini" "
Ki Gede mengangguk kecil. Kemudian iapun berpaling kepada pengawal yang berdiri di pintu " Bawa orang itu kemari. "
Ki Bekel menjadi tegang. Ia tahu, bahwa yang akan dibawa ke pertemuan itu adalah salah seorang yang berhasil ditangkap oleh pengawal Tanah Perdikan.
Sebenarnyalah, ketika orang itu dibawa ke dalam pertemuan itu oleh dua orang pengawal, ia adalah seorang yang tinggal di sarangnya yang berada di padukuhan Sambisari. Bahkan orang itu adalah salah seorang diantara orang-orang yang selalu menghubunginya.
Tetapi Ki Bekelpun kemudian telah menengadahkan wajahnya. Ia harus berbohong. Ia harus ingkar. Kebohongan yang dinyatakan dengan tegas, tentu akan dapat meyakinkan orang lain sebagai satu kebenaran. "
Ketika orang itu sudah duduk diantara mereka, maka Ki Gedepun segera bertanya "Kau kenal orang itu" "
Tawanan itu termangu-mangu. Ketika ia berpaling dan memandang orang yang ditunjuk Ki Gede segera mengangguk sambil menjawab " Ya, Ki Gede. Aku kenal. "
"Siapa orang itu" "
"Ki Bekel Sambisari. "
Semua orang berpaling kepada Ki Bekel. Bahkan Ki Demang dan Ki Jagabaya dari Pucangtelu.
"Apakah kau pernah berhubungan dengan Ki Bekel?" bertanya Ki Gede pula.
"Ya, Ki Gede. Aku adalah salah seorang diantara kami yang sering datang menemui Ki Bekel untuk membayar sewa tanah yang kami tempati. "
"Jadi, kau menyewa tanah pategalan tandus itu" "
"Ya Ki Gede." Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Sambil memandang Ki Bekel Sambisari, Ki Gedepun bertanya " Apa katamu, Ki Bekel" "
"Satu fitnah yang terencana dengan baik" Ki Gede. Aku tidak mengira bahwa Ki Gede dapat berbuat selicik itu. Orang itu tentu orang Tanah Perdikan Menoreh sendiri yang telah Ki Gede ajar untuk.berbohong seperti itu. Kemudian kebohongan jtu kau pamerkan kepada Ki Demang dan Jagabaya Pucangtelu, karena padukuhanku berada di kademangan Pucangtelu. "
"Ki Bekel " wajah Prastawa menjadi merah membara "Kaulah yang telah memfitnah Ki Gede. Dengar Ki Bekel. Jika kita tidak menemukan jalan yang terbaik yang dapat kita tempuh, kami akan datang ke pategalan itu. "
Wajah Ki Bekel menjadi merah. Dengan lantang iapun berkata " Jadi kau ingin menunjukkan keperkasaanmu" Lakukan jika kau akan melakukannya. Semua orang akan mengetahui, bahwa Tanah Perdikan Menoreh yang besar dan kuat, telah menelan tetangganya yang kecil. Matarampun tentu akan mengutuk kesewenang-wenangan Tanah Perdikan ini. "
"Jadi itulah yang kau inginkan Ki Bekel " berkata Ki Gede kemudian " kau akan mempergunakan kekecilanmu dan kelemahanmu untuk memeras yang kau anggap lebih kuat dan lebih besar. Ketika terjadi sengketa wilayah antara Tanah Perdikan ini dan kademangan Pucangtelu, Pucangtelu juga mempergunakan alasan yang sama. Seolah-olah Tanah Perdikan Menoreh telah berbuat sewenang-wenang karena kekuatannya. Seolah-olah Pucangtelu yang lemah harus tunduk kepada kehendak Tanah Perdikan yang kuat. Sekarang Ki Bekel Sambisari juga berkata seperti itu." Ki Gede berhenti sejenak. Lalu katanya pula " Tanah Perdikan akan mengalah sekali saja. Kita sebenarnya masing-masing mengetahui, bahwa tanah itu adalah bagian dari Tanah Perdikan Menoreh. Seandainya tanah itu berpenghuni atau merupakan tanah garapan, maka Tanah Perdikan tidak akan melepaskan. Sekarang, Tanah Perdikan Menoreh tidak akan mengalah. Apapun yang akan kau katakan. Seandainya Tanah Perdikan ini disebut sewenang-wenang. Seandainya Tanah Perdikan ini disebut menelan tetangganya yang lemah, aku tidak berkeberatan. Jika sekali lagi orang-orang itu membuat kerusuhan dan kemudian melarikan diri ke kademangan Pucangtelu, maka kami akan mengejarnya dan menghancurkannya di Pucangtelu. Jika kalian akan melaporkannya ke Mataram, laporkanlah. Mataram tentu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika kalian akan menghasut para Demang disekitar Tanah Perdikan, lakukanlah. Mereka tentu akan membuat penilaian yang wajar atas peristiwa ini. "
Wajah Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Bekel menjadi tegang. Sementara Ki Gedepun berkata "Ki Bekel. Aku menuduh dengan resmi bahwa Ki Bekel telah dengan sengaja memberikan tempat kepada gerombolan itu dengan menerima uang sewa atau uang apapun namanya."
" Aku menolak. " berkata Ki Bekel.
"Terserah. Aku mempunyai saksi. Akupun mempunyai buku. Setiap orang yang melihat sarang gerombolan itu akan tidak percaya bahwa Ki Bekel tidak mengetahuinya. Sementara itu, Ki Demang merasa tidak bertanggung-jawab atas kehadiran gerombolan itu di Sambisari. Karena itu, maka Ki Bekellah yang harus bertanggung jawab. "
Ki Bekel menjadi semakin tegang.
Namun Ki Demangpun kemudian telah mengambil jalan tengah. Cara yang masih mungkin ditempuh untuk menyelamatkan harga diri kademangannya. Katanya " Ki Gede. Jika gerombolan itu memang bersarang di kademangan kami, maka kami tidak berkeberatan jika satu satuan kekuatan akan memasuki kademangan kami. Tetapi aku minta kekuatan itu datang atas nama Mataram. Apakah yang datang itu prajurit Mataram yang sebenarnya atau para pengawal Tanah Perdikan, tetapi apa yang dilakukan di kademangan kami adalah perpanjangan dari kuasa Mataram."
Prastawa beringsut setapak. Tetapi Ki Gedelah yang lebih dahulu menyahut " Baik. Apa yang kami lakukan memang atas nama Mataram. Gerombolan itu adalah pemberontak yang telah melawan kuasa Mataram. Karena itu, maka kami akan dalang atas nama Mataram. Tetapi aku masih ingin bertanya kepada Ki Demang, apakah Ki Demang masih setia kepada Mataram" "
"Maksud KiGede" "
"Kami memerlukan bantuan Ki Demang. Bukan bantuan kekuatan, karena kami akan mengirimkan kekuatan secukupnya, tetapi bantuan sikap, agar gerombolan itu tidak lebih dahulu melarikan diri dari Sambisari. Terus terang aku curiga kepada Ki Bekel. "
Ternyata sikap Ki Demang meyakinkan Ki Gede " Baik. Dari Tanah Perdikan ini, aku akan membawa Ki Bekel langsung ke padukuhan induk. Ki Jagabaya akan menjaganya sampai rencana Ki Gede selesai."
Ki Gede mengangguk-angguk. Katanya " Terima-kasih Ki Demang. Bantuan Ki Demang sangat kami hargai. "
Namun dalam pada itu Ki Bekelpun bertanya kepada Ki Demang "Jadi Ki Demang juga mencurigai aku" "
" Aku hanya ingin persoalan ini cepat selesai. "
Ki Bekel tidak dapat berbuat lain. Nampaknya Ki Jagabayapun mempunyai sikap sama seperti Ki Demang. Karena itu, maka Ki Bekelpun hanya menundukkan kepalanya saja.
Sementara itu, Ki Gedepun berkala " Hari ini aku akan mengirimkan pasukan ke padukuhan Sambisari. Aku akan mengirimkan sekelompok pengawal dan sekelompok prajurit dari Pasukan Khusus. Ki Lurah Agung Sedayu tentu tidak akan berkeberatan. "
" Apakah Ki Gede sudah mengetahui kekuatan gerombolan itu" "
" Sudah. Kami sudah mengamatinya dengan cermat. Kami sudah mengetahui banyak hal tentang gerombolan itu selain keterangan dari seorang yang berhasil kami tangkap."
Ki Demang mengangguk-angguk. Bahkan kemudian katanya " Jika hari ini Ki Gede akan mengirimkan pasukan atas nama Mataram, maka biarlah kami menunggu. Kami akan pulang bersama-sama dengan pasukan itu. "
"Baiklah, Ki Demang. Sekarang juga aku akan mengirimkan utusan untuk menemui Ki Lurah Agung Sedayu. "
Glagah Putihlah yang kemudian menyahut "Ki Gede biarkan aku pergi menemui kakang Agung Sedayu."
Ki Gede mengangguk sambil menjawab, " Ya. Pergilah. Barangkali angger Sabungsari juga bersedia menemanimu "
"Baiklah, Ki Gede" sahut Sabungsari.
Sejenak kemudian, maka keduanya yang telah berpacu ke barak Pasukan Khusus yang dipimpin oleh Agung Sedayu. Glgah Putih dan Sabungsari mengerti, bahwa yang penting bukannya kekuatan Pasukan Khusus itu. Tetapi sekedar menjaga agar Ki Demang tidak kecewa Harga dirinya masih dapat dipertahankan karena yang datang ke kademangannya adalah kekuasaan Mataram. Sebenarnyalah bahwa tanpa prajurit dari Pasukan Khusus itupun pasukan pengawal Tanah Perdikan akan dapat menyelesaikan sendiri.
Dalam pada itu, sementara Glagah Putih dan Sabungsari pergi ke barak Pasukan Khusus, maka Ki Gede telah memerintahkan beberapa kelompok pasukan pengawal untuk bersiaga. Hari itu juga mereka akan pergi ke Sambisari untuk menangkap atau menghancurkan gerombolan yang bersarang di padukuhan itu.
Prastawapun segera menjadi sibuk. Berdasarkan atas keterangan dari para petugas sandi serta orang yang tertangkap, maka Prastawa lelah menyiapkan tiga kelompok pengawal terpilih.
" Kita tidak boleh gagal. Jika mereka tidak mau menyerah, maka apa boleh buat Kita harus menghancurkan mereka."
Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Bekel menjadi tean. Ter- nyata dalam waktu yang singkat, dihalaman rumah Ki Gede itu telah bersiaga tiga kelompok pengawal terpilih dan siap untuk berangkat ke Sambisari.
Belum lagi debar jantung mereka mereda, maka merekapun telah dikejutkan oleh kehadiran sekelompok prajurit dari Pasukan Khusus yang datang berkuda dipimpin langsung oleh Agung Sedayu sendiri.
Ketika Agung Sedayu naik kependapa, maka iapun tersenyum sambil menyapa " Ki Demang Pucangtelu."
Ki Demang yang memang sudah mengenal Agung Sedayu mengangguk hormat Katanya " Ya, Ki Lurah."
" Aku sudah tahu duduk persoalannya. Karena itu, maka aku membawa sekelompok kecil prajurit dari Pasukan Khusus. Meskipun jumlahnya hanya beberapa orang, tetapi mereka membawa pertanda keprajuritan, sehingga Ki Demang tidak perlu merasa tersinggung karena yang kami lakukan ini adalah atas nama pemerintah Mataram. Panji-panji dan tunggul itu adalah atas nama pemerintah Mataram. Bukankah itu yang kau kehendaki, Ki Demang."
" Sebenarnya, kami tidak berkeberatan apapun yang akan dilakukan oleh Ki Gede, Ki Lurah. Aku hanya sekedar mengusulkan saja Tetapi agaknya Ki Gede tidak berkeberatan, sehingga Ki Gede telah mengirimkan utusan ke barak prajurit Mataram di Tanah Perdikan."
" Baiklah. Agar kami tidak kehilangan banyak waktu, kita dapat berangkat sekarang."
" Aku juga sudah siap " berkata Prastawa.
Agung Sedayupun kemudian berpaling kepada Glagah Putih dan Sabungsari "Kalian ikut bersama kami."
" Baik kakang. Tetapi apakah kita tidak memberi tahu mbokayu lebih dahulu " Sebaiknya pasukan ini segera berangkat. Aku akan menyusul kemudian bersama Sabungsari."
" Tidak usah, Glagah Pulih. Aku sudah singgah sebentar dirumah dalam perjalanan dari barak tadi. Mbokayumu sudah tahu, bahwa kita akan terlambat pulang."
Glagah Putih mengangguk-angguk,
" Nah sekarang kita dapat berangkat. Kami akan tetap membawa kuda-kuda kami agar kami dapat dengan cepat mengepung sarang mereka. Jika pengawas mereka melihat iring-iringan pasukan yang berjalan kaki, maka mereka akan sempat melarikan diri. Tetapi jika kami berkuda kami akan dapat mendahului dan mengepung tempat itu untuk menahan agar mereka tidak sempat melarikan diri dari sarang yang mereka bangun di padukuhan Sambisari."
Sebenarnyalah Ki Bekel Sambisari menjadi sangat tegang. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan Ki Jagabaya Pucangtelu agaknya selalu mengawasinya.
Sejenak kemudian, pasukan itupun segera bergerak. Mereka langsung menuju ke perbatasan. Mereka berharap bahwa mereka masih mempunyai waktu untuk menyelesaikan tugas mereka sebelum senja.
Ketika Dewa Memaksa 1 Pendekar Rajawali Sakti 110 Sekutu Iblis Di Pulau Harta 1
^