Pencarian

Cheng Hoa Kiam 18

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 18


"Siluman - siluman jahat, kalian sudah membunuh suhu. Kalau mau membunuh aku, lakukanlah siapa takut mampus " Aku tidak mengemis ampun ! Aku tidak mengharapkan pertolongan, dari siapapun juga !" Kemudian gadis ini memandang kepada Kun Hong dan berkata keras, "Kun Hong. kalau kau benar-benar mencintaku, perlihatkan kegagahanmu. Lebih baik mati dari pada tunduk kepada mamusia-manusia iblis !"
Berubah seketika wajah Kun Hong yang tadinya kusut dan muram. Kini menjadi berseri dan matanya bersinar-sinar agak basah. Ia terharu dan gembira sekali. Mulutnya tersenyum lebar ketika ia memandang ke arah Eng Lan.
"Eng Lan, terima kasih ......... !" Kemudian ia tertawa bergelak sambil menerjang maju, menyerang Beng Kun Cinjin !
Beng Kun Cinjin yang tahu akan kelihaian Kun Hong, memaki, "Anak puthauw (durhaka) !" sambil melompat ke belakang Thai Khek Sian untuk berlindung.
Thai Khek Sian mengeluarkan suara aneh dan membentak, "Kun Hong, tahan dan jangan kurang ajar!"
"Suhu, minggirlah dan jangan mencampuri urusan antara dia dan teecu !" Kun Hong menahan diri.
"Bocah gila, mundur kau, jangan bikin aku marah." kata pula Thai Khek Sian.
''Siansu, sekali lagi. minggirlah !" Kun Hong sekarang membentak.
Thai Khek Sian membanting kakinya, marah sekali. "Jahanam, apa kau hendak melawan aku pula. aku gurumu !" Ia meludah ke atas tanah lalu berkata lagi, "Apa kau begitu jahat untuk melawan ayah dam guru sendiri ?"
Kun Hong menggerak-gerakkan pedangnya. "Thai Khek Sian, kau dan Beng Kun Cinjin sama-sama jahat bukan main dan aku sudah bersumpah untuk melawan kejahatan. Biarpun ayah sendiri atau guru sendiri, kalau jahat, akan kulawan dengan taruhan nyawa !" Ucapan yang dikeluarkan oleh Kun Hong ini pada masa itu memang merupakan ucapan yang amat aneh dan janggal didengarnya, juga amat jahat. Pada jaman itu, kebaktian merupakan pribadi atau watak yang paling penting di antara semua kewajiban hidup. Bakti terhadap orang tua dan bakti terhadap guru.
Pada masa itu, orang tua dan guru merupakan orang-orang dengan kekuasaan tertinggi dan mutlak yang harus ditaati oleh anak atau murid. Jahat atau baiknya orang tua maupun guru. bukan soal. Pokoknya anak atau murid harus taat dan inilah yang disebut "kebaktian" pada masa itu. Tentu saja sikap Kun Hong yang revolusioner dalam arti kata menentang atau merobah aturan lama yang sudah mendarah daging ini, terdengar bagaikan halilintar di musim kemarau. Kun Hong sendiri maklum akan kenekatannya ini, kenekatan yang sebagian besar terdorong oleh cinta kasihnya terhadap Eng Lan dan sebagian pula terdorong oleh warisan dari Bu-ceng Tok-ong yang selalu tak mau mempergunakan cengli (aturan) dan suka menyeleweng dari pada pendapat umum.
"Setan !" Thai Khek Sian memaki dan tiba-tiba kakek ini menerjang maju mengirim pukulan maut kepada Kun Hong. Pemuda inipun cepat mengelak dan balas menyerang gurunya !
Sejak tadi Lan Lan dan Lin Lin mengintai dan mendengarkan semua percakapan. Mereka merasa kagum kepada Eng Lan yang gagah berani, yang menentang maut dengan mata bersinar-sinar penuh ketabahan, malah yang menganjurkan laki - laki yang dicintanya untuk bersikap gagah. dan jangan takut mati membela kebenaran. Pula mereka kagum juga melihat sikap Kun Hong yang lebih menjunjung tinggi kebenaran dam kegagahan berdasarkan keadilan dari pada peraturan bakti yang hanya diperalat dan disalahgunakan oleh para orang tua dan guru - guru. Lin Lin yang melihat Kun Hong sudah bergebrak dengan kakek mengerikan itu yang ternyata adalah Thai Khek Sian, berbisik kepada cicinya,
"Cici, kau tolong nona Eng Lan itu, biar aku hadapi hwesio gundul tak tahu malu itu !" Setelah berkata demikian, Lin Lin mencabut pedangnya dan melompat sambil membentak,
"Kakek - kakek mau mampus menghina yang muda, sungguh tak tahu malu" Begitu tiba di tempat pertempuran, serta merta Lin Lin menerjang dengan pedangnya, menyerang Beng Kun Cinjin yang terkejut sekali dan cepat menangkis dengan tasbehnya. Segera keduanya bertempur hebat.
"Eh, bukankah kau ini ........ murid Liong Tosu ?" Beng Kun Cinjin membentak ketika mengenal ilmu pedang nona itu.
"Aku murid siapa bukan soal, yang terang aku pembasmi manusia - manusia jahat macam kau !" bentak Lin Lin sambil menyerang terus dengan ilmu pedangnya yang lihai. Beng Kun Cinjin tak banyak cakap lagi. terus menyerang kembali dengan sama hebatnya sehingga Lin Lin terpaksa mundur dam diam-diam mengakui kelihaian hwesio ini.
Sementara itu, Lan Lan berlari menghampiri Eng Lan yang terikat pada batang pohon. Melihat gadis ini datang sambil tersenyum-senyum, Eng Lan bengong, sebentar memandang kepada Lan Lan, sebentar kepada Lin Lin yang demikian gagahnya menghadapi Beng Kun Cinjin. Persamaan rupa kedua orang gadis ini, seperti juga terhadap orang - orang lain, membuat Eng Lan terkejut dan bingung. Apa lagi karena kedua - duanya serupa benar dengan Siok Lan. Eng Lan tahu bahwa seorang di antaranya tentulah gadis serupa Siok Lan yang pernah ia jumpai di rumah makan, malah hampir bertempur dengan dia kalau tidak keburu datang Wi Liong yang melerai (memisah).
"Selamat bertemu kembali, enci yang baik," kata Lan Lan tersenyum manis sambil cepat - cepat menggunakan pedangnya memutus tali yang mengikat gadis itu pada, pohon.
"Eh. kau ......... kau yang di rumah makan dulu ......... ?" Eng Lan bertanya sambil membantu menggerakkan tangan agar tali - tali pengikatnya lekas terlepas.
"Betul dan namaku Lan Lan, Pek Lan Lan dan itu adik kembarku Pek Lin Lin. Aku tadi mendengar namamu Pui Eng Lan. Bagus, jangan kau khawatir, kami membantumu dan membantu ......... tunanganmu itu."
Merah wajah Eng Lan digoda begini dan sekalipus membuat ia teringat bahwa sekarang bukan waktunya berkelakar. Ia mencari sebatang ranting, lalu lari membantu Lin Lin menyerang Beng Kun Cinjin, didahului oeh Lan Lan yang juga sudah membantu Lin Lin mengeroyok hwesio itu. Untuk membantu Kun Hong, kedua orang gadis ini merasa belum cukup kepandaiannya menghadapi Thai Khek Sian yang benar-benar luar biasa lihainya itu.
Pertempuran dua golongan ini berlangsung makin ramai dan seru saja. Akan tetapi mudah dilihat bahwa keadaan mereka kurang seimbang. Kun Hong repot sekali menghadapi desakan-desakan Thai Khek Sian yang masih menang segalanya dibandingkan dengan pemuda bekas muridnya ini. Hanya berkat ketangkasan dan kecepatan Kun Hong saja yang membuat pemuda ini sebegitu lama masih belum roboh. Di lain fihak Beng Kun Cinjin terlampau kosen bagi tiga orang pengeroyoknya yang terdiri dari gadis-gadlis muda. Hanya Lin Lin seorang yang mampu mengimbangi kepandaiannya dan masih dapat membalas dengan serangan - serangan dahsyat, akan tetapi Lan Lan dan Eng Lan benar-benar tidak berdaya.
Keadaan Kun Hong dan tiga orang gadis itu sekarang malah terancam hebat dan dapat dibayangkan bahwa sebentar lagi mereka tentu akan roboh.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keselamatan orang-orang muda itu, tiba tiba terdengar bentakan dari jauh. "Beng Kun Cinjin, akhirnya aku dapat menemukan kau. jahanam !" Belum hilang gema suara ini, tahu-tahu Wi Liong sudah muncul di situ.
"Ji-wi moi-moi dan nona Eng Lan harap mundur, serahkan siluman ini kepadaku !"
Wi Liong sudah mencabut sulingnya dan menyerang ganas. Lin Lin girang sekali melihat munculnya pemuda ini. Ketika ia menengok dan melihat Kun Hong terdesak hebat, ia lalu melompat dan membantu pemuda ini menghadapi Thai Khek Sian.
Sekarang barulah ramai dan Kun Hong dapat mengatur napas. Tak lama kemudian muncul pula Kong Bu dengan serombongan orang yang bukan lain adalah anak buahnya. pasukan pilihan dari markas penjagaannya, terdiri dari tigapuluh orang lebih.
Bagaimana Wi Liong bisa tiba pada saat yang amat tepat " Mari kita tengok sebentar pengalamannya ketika ia melakukan penyelidikan bersama Kong Bu. Sudah diceritakan lebih dahulu bahwa dua orang pemuda ini meninggalkan Lan Lan dan Lin Lin untuk melakukan penyelidikan di pulau-pulau lain, melihat gerak-gerik orang-orang Mongol yang sengaja didatangkan oleh Beng Kun Cinjin dan Bu-ceng Tok-ong guna membantu tipu muslihat yang hendak dijalankan oleh Thai Khek Sian. Beng Kun Cinjin sudah siang-siang memperbaiki hubungannya dengan orang-orang Mongol dan ia mendapat pengampunan karena orang-orang Mongol melihat bahwa mereka dapat mempergunakan tenaga hwesio ini.
Kebetulan sekali Wi Liong dan Kong Bu menyelidik ke pulau kosong yang dijadikan gudang perlengkapan makanan dan minuman. Mereka mendarat dan menyelinap memasuki pulau itu. Melihat adanya tenda - tenda di situ. mereka maju mengintai dan merasa heran mengapa tempat ini begini sunyi seperti tidak ada penghuninya. Mereka ingin sekali tahu apa yang terdapat di dalam tenda-tenda itu. Wi Liong mengajak Kong Bu mendekati tenda - tenda itu dan mengintai. Ternyata bahwa isi tenda adalah makanan dan minuman dan pada tenda terakhir mereka melihat Bu-ceng Tok-ong duduk di atas pembaringan bersamadhi !
"Aneh sekali ........." kata Wi Liong. Bagaimana. Bu-ceng Tok-ong duduk enak enak saja membiarkan kedatangan mereka menyelidik "
Tak mungkin orang sepandai Bu-ceng Tok ong tidak mendengar kedatangan mereka, terutama jejak kaki Kong Bu cukup jelas terdengar. Dengan penuh kecurigaan Wi Liong memasuki tenda itu dan mendekat. Setelah berdiri di depan pembaringan, ia mengeluarkan seruan tertahan.
"Dia sudah mati .........." cepat-cepat ia mengajak Kong Bu keluar dari tenda itu "Tempat ini menjadi gudang persediaan barang hidangan, dijaga oleh Bu-ceng Tok-ong. Akan tetapi, agaknya ada orang sudah bergerak terlebih dulu dan Bu-ceng Tok-ong terbunuh." kata pula, Wi Liong yang cepat menuju ke perahu mereka. "Hebat ..........siapa yang bisa membunuh Raja Racun itu dengan racun ?"
"Orang - orang Mongol itu tentu berada di pulau lain," kata Kong Bu. "Masih ada beberapa pulau kecil kosong di sekitar sini."
Mereka lalu mendayung perahu lagi hendak menyelidiki pulau-pulau lain akan tetapi tiba-tiba lapat-lapat telinga Wi Liong menangkap jerit wanita. Kong Bu tidak mendengar ini maka ia heran ketika mendengar Wi Liong berkata, "Putar perahu. Kita kembali !"
Kong Bu tidak berani membantah, akan tetapi melihat Wi Liong mendayung perahu secepatnya dan nampak gelisah, ia bertanya, "Ada apa, Thio-taihiap" Kenapa kita tidak melanjutkan penyelidikan ?"
"Aku khawatir dua orang gadis yang kita tinggalkan itu menghadapi bahaya. Aku mendengar jerit wanita dari jauh."
Kong Bu tidak bertanya-tanya lagi dan membantu Wi Liong mendayung perahu itu yang meluncur cepat sekali, kembali ke pulau kecil di mana mereka meninggalkan Lan Lan dan Lin Lin. Di tengah perjalanan ini mereka bertemu dengan dua perahu besar yang ditunggangi oleh tigapuluh orang pasukan Kong Bu yang datang menyusul pemimpin mereka. Kong Bu lalu meloncat ke dalam perahu mereka, membiarkan Wi Liong membalapkan perahu kecilnya terlebih dulu. Ternyata bahwa kedatangan Wi Liong tepat sekali pada waktunya, yaitu kelika Kun Hong dan tiga orang gadis terdesak hebat. Jerit yang ia dengar tadi adalah jerit Eng Lan yang juga terdengar oleh Kun Hong ketika Eng Lain melihat gurunya datam bahaya maut
Demikianlah, ketika melihat bahwa Kun Hong bertanding menghadapi Thai Khek Sian sedangkan Beng Kun Cinjin dikeroyok oleh Eng Lan, Lan Lan dan Lin Lin, Wi Liong tidak membuang waktu lagi, terus saja ia menerjang Beng Kun Cinjin dengan sulingnya.
"Celaka ........." seru Beng Kun Cinjin dalam hatinya ketika mengenal Wi Liong. Pemuda putera Thio Houw dan Kwee Goat ini sudah terang takkan mau mengampuninya. Sakit hati besar harus dilunaskan pada waktu itu juga. Beng Kun Cinjin menjadi nekat, ia mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya untuk melawan Wi Liong yang juga menyerang dengan hebat saking marahnya melihat musuh besar ini.
Adapun Thai Khek Sian tidak gentar melihat kedatangan Wi Liong, pemuda murid Thian Te Cu yang pernah ia robohkan itu, akan tetapi ketika ia melihat Kong Bu dan pasukan pasukan pemerintah, ia mengeluarkan seruan kaget. Ia telah mengundang orang - orang Mongol ke tempatnya untuk membantunya menyergap orang - orang kang ouw. Kalau hal ini sudah diketahui oleh pasukan pemerintah, kedudukannya berbahaya sekali. Ia bisa didakwa sebagai pemberontak yang terang-terangan dan pemerintah tentu akan mengirim pasukan - pasukan kuat untuk menghancurkan Pek-go-to. Ini berbahaya bagi keamanan tempat tinggalnya. Teringat akan ini, ia berseru keras, "Aku tidak ada waktu untuk bermain-main lebih lama lagi!" Dan tubuhnya melesat sambil menghujankan jarum-jarum beracun ke arah Kun Hong. Pemuda ini kaget sekali, maklum akan kekejian senjata-senjata rahasia ini maka ia cepat-cepat memutar pedang untuk melindungi tubuhnya, tak sempat lagi mengejar. Demikianpun Lin Lin memutar pedang melindungi dirinya.
Beberapa orang anggauta pasukan yang dipimpin Kong Bu, yang belum mengenal Thai Khek Sian, mencoba untuk menghadang dan menyerang kakek mengerikan itu.
"Jangan ......... !" Kun Hong memperingatkan, akan tetapi terlambat. Thai Khek Sian mengibaskan tangan kanannya, uap hitam menyambar dan lima orang anggauta pasukan roboh dan tewas di saat itu juga terkena uap beracun yang amat dahsyat. Di lain saat, Thai Khek Sian telah lenyap dari situ. Kakek tokoh Mo-kauw ini memperlihatkan kekejaman dan ketidak setia-kawanannya, membiarkan Beng Kun Cinjin seorang diri terancam kematian!
Teringat akan Beng Kun Cinjin, Kun Hong cepat memutar tubuh hendak ganti menyerang musuh besarnya. Akan tetapi ia terlambat karena pada saat itu, suling di tangan Wi Liong dengan tepat telah dapat meuotok ulu hati Beng Kun Cinjin dan pukulan ini sudah tidak ada obatnya lagi. Beng Kun Cinjin melepaskan tasbehnya, terhuyung - huyung memegangi dadanya, terengah-engah bersambat, "Aku ....... aku menebus dosa ......... Kun Hong ......:. anakku .........baik-baiklah kau ........" Ia roboh dan napasnya putus !
Wi Liong mengangkat sulingnya ke atas, memandang ke angkasa raya, mulutnya bergerak-gerak seperti berdoa kepada arwah ayah bundanya bahwa pada saat itu ia berhasil membalas dendam. Akan tetapi tiba-tiba ia melompat dan "traanggg ......... !" sulingnya menangkis pedang di tangan Kun Hong yang dengan beringas hendak menggunakan pedangnya mencacah-cacah tubuh Beng Kun Cinjin.
"Kun Hong. apa kau gila ?" bentak Wi Liong.
Dengan muka beringas, mata merah dan wajah pucat, Kun Hong berkata dengan suara terputus - putus. "Biarkan aku menghancurkan tubuhnya, si keparat ! Sampai dalam matinya ia menyebut anak kepadaku. Dia telah merusak hidupku, dia yang membuat aku begini, terperosok ke dalam kejahatan. Dia ......... dia membuat aku makin tidak berhak hidup, membuat aku seorang anak penjahat yang menjadi jahat! Aku tidak berharga ............ dan dia terutama biang keladinya. Biarkan aku hancurkan mayatnya !"
"Kun Hong, ingat ! Betapapun juga, dia ayah kandungmu, darah dagingmu sendiri. Yang jahat perbuatannya, bukan orangnya. Dia sudah mati, tidak perlu diganggu lagi. Manusia baik atau jahat ditentukan oleh perbuatannya sendiri, bukan oleh keturunan. Keturunan penjahat bisa menjadi seorang berguna dan gagah, keturunan orang baik-baik bisa menjadi penjahat."
Kun Hong sadar oleh kata-kata bersemangat ini. Ia menjatuhkan diri, berlutut karena kedua kakinya terasa lemas. "Sam ......... sampai mati ia melempar najis kepadaku ......... mengakui aku sebagai anaknya ......... ah, aku orang hina ...... keturunan rendah ........."
"Tidak, Kun Hong. Sikapmu ini saja meyakinkan aku bahwa kau seorang gagah," kata Wi Liong menghibur, akan tetapi Kun Hong tak dapat terhibur oleh kata-kata ini.
Eng Lan melangkah maju, ikut berlutut di samping Kun Hong, meraba pundaknya. Gadis ini juga pucat wajahnya dan air mata membasahi pipinya. "Kun Hong, aku tidak menganggap kau rendah ........."
Dalam dukanya Kun Hong tidak melihat datangnya Eng Lan. Kini mendengar suaranya dan merasai sentuhan tangannya, ia menengok, kaget dan sangsi. Memang adanya Eng Lan di situ yang'membuat ia tadi merasa sengsara, karena ia dapat menduga bahwa gadis kekasihnya itu tentu akan memandangnya rendah. Tak disangkanya sama sekali gadis ini sekarang berlutut di sampingnya, menyentuh pundaknya dan mengeluarkan ucapan seperti itu. Tidak mimpikah ia "
"Kau ......... Eng Lan ......... benar - benarkah ucapanmu tadi " Aku seorang rendah, tidak saja keturunan orang jahat, malah ......... malah aku sudah melukai hatimu ......... aku melakukan perbuatan-perbuatan tidak patut ......... sudah selayaknya kau membenciku dan memandang rendah ........."
Melalui air matanya, gadis itu menatap wajah Kun Hong. Bagaimana dia bisa membenci pemuda ini yang setiap saat bayangannya tak pernah meninggalkan ruang hatinya " Bagaimana ia bisa memandang rendah pemuda ini yang selalu meninggalkan kenang-kenangan dan kesan indah di dalam hatinya, yang ia kagumi, ia kasihani, dan ia cinta" Eng Lan tersenyum, dua butir air mata menitik sampai ke ujung bibirnya, membuat senyumnya manis mengharukan.
"Aku ......... aku ampunkan semua itu. Kun Hong. Thio-taihiap berkata benar. Kakek yang sudah mati itu betapapun juga adalah ayahmu, tak perlu kau menurutkan nafsu hati."
Hampir Kun Hong berteriak saking girang dan terharunya. Ia hanya dapat merangkul pundak gadis itu dan air matanya mengalir turun, penuh keharuan.
"Eng Lan ......... Eng Lan ........." hanya demikian terdengar bisikannya.
Wi Liong, Kong Bu, Lan Lan dan Lin Lin memandang penuh keharuan. Kong Bu lalu memberi aba - aba kepada anak buahnya untuk mengurus lima orang kawan yang tewas, sedangkan Wi Liong, Lan Lan dan Lin Lin juga menjauhi tempat itu untuk memberi kesempatan kepada Kun Hong dan Eng Lan dalam pertemuan yang mesra mengharukan itu.
Akan tetapi tidak lama Kun Hong dapat menguasai hatinya. Ia menarik lengan Eng Lan berdiri, untuk sesaat menatap wajah kekasihnya tanpa mengeluarkan kata - kata. Namun di dalam sinar matanya terbawa sumpah bahwa semenjak saat itu ia akan merobah diri, menjadi orang baik-haik sesuai dengan harapan Eng Lan. Dan Eng Lan dapat menangkap sinar mata ini, balas memandang dengan sinar mata penuh harapan, penuh terima kasih, penuh kabahagiaan karena dalam diri Kun Hong ia mendapatkan seorang yang akan menjadi pengganti orang tua, menjadi pengganti guru. menjadi satu - satunya orang yang ia miliki di dunia ini.
Kun Hong teringat akan keadaan di sekitarnya, dengan muka merah ia lalu berbisik. "Aku masih harus menyelesaikan banyak tugas." Eng Lan mengangguk dan Kun Hong cepat menghampiri Wi Liong.
"Wi Liong, kau tahu, Thai Khek Sian mempunyai rencana yang amal keji terhadap semula tokoh kang-ouw yang ia undang."
Wi Liong mengangguk. "Mengundang orang-orang Mongol ?" jawabnya menduga.
"Bukan itu saja, lebih keji dan hebat lagi."
Dengan singkat ia lalu menuturkan tentang rencana meracuni semua tokoh kang-ouw dengan racun ular Ang-siauw liong dan sebagai bukti penuturannya ia memperlihatkan bangkai ular itu yang menjadi obat penawarnya.
"Aku dapat membujuk nona Cheng In dan Ang Hwa untuk memperbaiki jalan hidup mereka dan mencoba untuk memberikan arak itu kepada para undangan orang-orang Mongol itu." Ia menceritakan rencananya yang telah dilakukan oleh dua orang oona itu.
Wi Liong berubah air mukanya. Ia telah mengenal baik Cheng In dan Ang Hwa. Kalau tidak ada dua orang nona itu, dahulu ia bisa tewas di tangan Thai Khek Sian. Ia harus berusaha menolong mereka dari ancaman berbahaya. Pekerjaan yang mereka lakukan itu tarlalu berbahaya.
"Kalau begitu, mari kita susul mereka. Pekerjaan mereka itu terlalu berbahaya. Orang-orang Mongol itu bukanlah musuh-musuh yang mudah dikalahkan," kata Wi Liong.
Kun Hong menyatakan setuju. Wi Liong lalu minta kepada Kong Bu untuk mengajak Eng Lan, Lan Lan, dan Lin Lin mengatur semua pasukannya melakukan penjagaan kalau - kalau terjadi hal - hal yang tidak diinginkan. Juga ia memesan supaya kalau bertemu dengan orang - orang kang-ouw yang hendak mengunjungi Pek-go-to, diberi paringatan tentang bahaya yang mengancam mereka.
Lin Lin cemberut dan tadinya hendak turut.
Akan tetapi sambil memandang dengan wajah sungguh - sungguh, Wi Liong berkata. "Pekerjaan ini cukup dilakukan oleh Kun Hong dan aku. Kau amat dibutuhkan di samping kawan-kawan lain, adik Lin. Di antara semua kawan, kaulah yang paling tinggi kepandaianmu. Kalau kau ikut pergi, siapa yang dapat diandalkan di sini " Kita bagi-bagi tugas, baikkah itu?"
Lin Lin terpaksa tak dapat membantah lagi dan dengan cepat pergilah Wi Liong dan Kun Hong berperahu, menuju ke pulau - pulau yang dijadikan markas orang-orang Mongol, menyusul Cheng In dan Ang Hwa. Wi Liong yang dahulunya menjadi lawan Kun Hong, sekarang amat percaya kepada pemuda ini. Untuk memperlihatkan kepercayaannya, ia melolos Cheng-hoa-kiam dan memberikan pedang itu kepada pemuda ini. Kun Hong tadinya segan dan sungkan menerima, akan tetapi Wi Liong memaksa sambil berkata. "Kau lebih ahli menggunakan pedang dari pada aku yang sudah biasa menggunakan sulingku ini. Kita harus hati-hati karena yang kita hadapi adalah orang-orang pandai, apa lagi Thai Khek Sian".
Matahari telah naik tinggi ketika dua orang pemuda perkasa ini tiba di pulau yang mereka tuju. Di pinggir pantai telah kelihatan, perahu orang Mongol dan tiba- tiba Kun Hong berseru heran, "Bukankah itu perahu Kuibo Thai-houw " "
Seruannya ini dijawab oleh suara hiruk-pikuk orang-orang berkelahi ketika dengan lincah keduanya melompat ke darat. Cepat mereka berlari ke tengah dan benar saja, di depan tenda-tenda darurat terjadi pertempuran hebat. Akan tetapi penglihatan pertama yang membuai mereka cepat memburu ke tempat itu adalah menggeletaknya Cheng In dan Ang Hwa ! Wi Liong menghampiri Cheng In dan Kun Hong menghampiri Ang Hwa. Dua orang gadis ini terluka parah dan napas mereka tinggal satu-satu. Akan tetapi Ang Hwa tersenyum ketika Kun Hong memangku kepalanya.
"Aku puas ......... dapat melaksanakan tugas ......... mati sebagai orang sudah menebus dosa ......... perbuatan terakhir ......... satu - satunya yang baik ......... dan mati di pangkuanmu ......... koko ........." Tubuhnya mengejang dan nyawanya melayang.
Cheng In juga diangkat kepalanya oleh Wi Liong yang melihat bahwa gadis inipun tak dapat ditolong pula. Cheng In memandang Wi Liong lalu berkata terengah - engah, "Hanya setengahnya dapat kami bujuk ......... mereka minum dan mati ......... kami ketahuan ...... dikeroyok ....... Kun ......... Kun Hong ....... selamat tinggal ........." Dan gadis inipun mati dalam pelukan Wi Liong yang ia sangka Kun Hong.
Setelah merebahkan mayat dua orang gadis itu, Wi Liong dan Kun Hong bangkit berdiri. Mereka melihat sedikitnya dua puluh orang Mongol menggeletak berserakan di dalam tenda, tentu mereka yang telah minum arak beracun. Ada tigapuluh orang lagi yang bertempur kacau balau mengeroyok empat orang nenek kembar dan empat orang gadis pakaian merah, pengikut pengikut Kui bo Thai-houw yang sudah payah sekali. Biarpun mereka delapan orang ini sudah merobohkan sepuluh orang lebih, namun dikeroyok seperti itu mereka kewalahan juga dan sudah terluka di sana-sini. Thai Khek Sian sendiri sedang bertempur dengan hebatnya melawan Kui bo Thai-houw. Keduanya sama sakti, sama kuat dan sama sama mengeluarkan serangan - serangan maut yang keji dan dahsyat sekali.
Kedatangan Kuibo Thai houw ke tempat itu memang ia sengaja setelah ia mendengar dari para penyelidiknya bahwa Pek go to mendatangkan orang - orang Mongol. Biarpun jahat, Kui-bo Thai houw bukanlah penghianat dan perbuatan Thai Khek Sian ini mendatangkan kemarahannya. Sebagai bekas selir kaisar, ia benci orang-orang Mongol dan dengan dikawani oleh empat orang nenek kembar serta empat orang gadis pakaian merah yang menjadi murid-murid kesayangannya, ia lalu berperahu mendatangi pulau itu dan menyerang orang - orang Mongol.. Akan tetapi tiba-tiba Thai Khek Sian yang mengkhawatirkan rahasianya bocor datang pula ke pulau itu sehingga terjadi pertempuran seru dan hebat itu.
Tanpa dikomando lagi. Wi Liong dan Kun Hong menyerbu, menyerang orang - orang Mongol. Menghadapi musuh rakyat, tidak ada perbedaan lagi antara mereka dan orang orang Ban-moto. Empat orang nenek kembar tertawa terkekeh-kekeh girang mendapatkan dua bantuan pemuda - pemuda perkasa ini. Mereka mengamuk lebih garang lagi, menjatuhkan beberapa orang dengan sabuk - sabuk mereka. Pedang Cheng-hoa-kiam di tangan Kun Hong mengamuk seperti naga yang haus darah sedangkan suling di tangan Wi Liong tidak kalah hebatnya. Sekali towel dan sekali ketok saja cukup sudah merobohkan seorang lawan.
Orang - orang Mongol itu panik. Mayat-mayat mereka bergelimpangan. Sisanya hendak lari kehabisan jalan, lalu nekat. Tanpa ia sadari, dalam pertempuran ini Wi Liong telah dapat membalas dendam sakit hati orang tuanya, karena di dalam rombongan orang Mongol ini terdapat Hek-mo Sai-ong dan yang lain panglima - panglima Mongol yang dulu ikut mengeroyok dan membunuh ayah bundanya, Thio Houw dan Kwee Goat.
Dalam waktu kurang dari dua jam semua orang Mongol terbasmi habis, tak seorangpun terluput dari kematian. Tempat itu menjadi mengerikan dengan mayat bertumpuk-tumpuk. Empat orang gadis pakaian merah pengikut Kuibo Thai-houw juga tewas, sedangkan empat orang nenek kembar luka-luka. Akan tetapi mereka masih bisa tertawa - tawa puas dan memuji muji Wi Liong dan Kun Hong yang merawat luka-luka mereka sehingga dua orang pemuda ini menjadi jengah dan juga sebal.
Pertempuran antara Thai Khek Sian dan Kuibo Thai-houw masih berlangsung seru. Baik Wi Liong maupun Kun Hong tidak mau mencampuri, hanya menonlton saja sambil diam - diam mencatat dalam hati gerakan-gerakan yang luar biasa lihainya. Bagi orang - orang setinggi mereka tingkat ilmu silatnya, menonton pertempuran yang dilakukan oleh dua orang tokoh puncak ini merupakan penambahan pengalaman dan pelajaran yang tak ternilai harganya. Semua ilmu silat yang tak pernah dikeluarkan, yang merupakan simpanan kedua orang tua sakti itu, kini terpaksa dikeluarkan, untuk mengalahkan lawan.
Betapapun tinggi ilmu kepandaian mereka, namun mereka harus menyerah kepada usda tua. Semangat masih besar, akan tetapi keuletan mereka banyak berkurang karena usia tua membuat jasmani mereka tidak sekuat dulu. Makin lambat gerakan - gerakan mereka dan pada suatu saat ujung tali ikat pinggang Kui-bo Thai houw melibat jari - jari tangan Thai Khek Sian yang berkuku runcing-runcing itu. Baru sekarang sepuluh buah kuku yang terlalu panjang itu mungkin dapat terbelit dan tak dapat dilepaskan lagi. Mereka saling betot dan kedua tangan Thai Khek Sian seperti dibelenggu saja karena ia tidak dapat melepaskan belitan ujung tali yang. lihai itu. Terdengar Kui-bo Thai houw mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tangan kirinya yang tidak memegang sabuk bergerak menampar. Inilah pukulan maut yang menghantam dada Thai Khek Sian. pukulan yang tak dapat dielakkan lagi. Tepat mengarah dada di mana tergantung tengkorak manusia.
"Prakkk ......... !"
"Celaka ............!" seru Kui bo Thai houw.
Pada saat ia memukul pecah tengkorak itu berikut dada Thai Khek Sian, tengkorak yang pecah itu muncrat melontarkan jarum - jarum hitam yang bagaikan hujan menyerang tubuhnya tanpa dapat dielakkan lagi. Juga. ternyata Thai Khek Sian telah mengumpulkan tenaga pada dadanya, menerima pukulan itu mengadu kekuatan lweekang sehingga keduanya mendapat luka hebat di dalam tubuh.
"Ha-ha-ha-ha-ha ......... !" Thai Khek Sian tertawa bergelak melihat Kui-bo Thaihouw bergulingan di atas tanah, akan tetapi suara ketawanya tiba-tiba terhenti, tubuhnya berkelojotan dan nyawanya melayang. Lukanya di dalam tubuh akibat pukulan tadi terlampau hebat, ditambah lagi oleh jarum - jarumnya sendiri yang keluar berhamburan dari dalam tengkorak, memasuki dadanya.
Kui-bo Thai houw merintih - rintih. Kun Hong yang melihat hal ini menjadi tidak tega, lalu lari menghampiri untuk menolong. Kui bo Thai-houw tersenyum getir, maklum akan maksud Kun Hong bahwa luka-luka akibat racun dapat ditolong oleh Ngo-heng giok cu. Ia menggeleng kepala.
"Tiada guna ......... iblis itu hebat ........ lukaku di dada ........ ah ........ dua kemala di lain saku bajuku ......... kutinggalkan untukmu, Kun Hong ......... aduuuhhhh ............" Wanita itu menjadi lemas dan meninggal dunia dalam keadaan tenang, tidak berkelojotan seperti Thai Khek Sian.
Empat orang nenek kembar menubruk mayat Kui bo Thai houw sambil menangis menggerung-gerung. Kemudian mereka mengambil dua buah batu kemala mujijat dan memberikannya kepada Kun Hong. Tadinya pemuda ini segan menerima.
"Kongcu ....... terimalah ........."
"......... Im-yang giok cu........."
"......... Ngo heng giok cu ........."
"......... menurut pesan Thai houw ........." kata mereka di antara tangis. Memang aneh dan lucu empat orang nenek kembar ini, dalam keadaan susah masih bicara sambung-menyambung sambil menangis. Akhirnya Kun Hong menerima dan menyimpan dua batu kemala mustika itu.
"Siancai ......... siancai ........." tiba-tiba entah dari mana datangnya, seorang kakek tinggi kurus berpakaian putih bermuka pucat kehijauan seperti mayat hidup, telah berdiri di situ dan mengebut-ngebutkan kebutannya ke kanan kiri, menggeleng-geleng kepala melihat sekian banyaknya mayat bertumpuk memenuhi tempat itu. "Thian Khek Sian menimbulkan bencana hebat ......".
Kun Hong dan yang lain-lain kaget sekali dan menengok. Wi Liong menjatuhkan diri berlutut.
"Suhu ........... "
Kun Hong juga memberi hormat sambil berlutut. "Siansu ........."
Thian Te Cu, kakek itu, tidak berkata apa-apa hanya menggeleng-geleng kepala, kelihatan sedih sekali melihat sekian banyaknya manusia mati di tempat itu. Tak lama kemudian, datanglah Kwee Sun Tek. Wi Liong memburu dan memeluk pamannya.
"Paman, Beng Kun Cinjin sudah tewas di tanganku."
Kwee Sun Tek tidak kelihatan gembira, hanya menarik napas panjang. "Dia mencari celaka sendiri." hanya demikian ucapannya, membuat Wi Liong agak heran mengapa sekarang pamannya itu sudah hampir menyerupai sikap gurunya.
Kemudian barturut - turut muncul Thai It Cinjin bersama Im yang Sian-cu. juga ikut pula murid-muridnya Hui Nio dan Hui Sian diiringkan oleh Kong Bu dan pasukannya. Muncul pula menyusul ke situ Lin Lin, Lan Lan dan Eng Lan yang tak dapat menahan hatinya untuk menyusul Wi Liong dan Kun Hong. Ternyata mereka telah bertemu dengan orang orang kang-ouw yang berdatangan ke situ dan kini orang orang kang-ouw itu juga ikut pula menyusul ke pulau itu karena penasaran mendengar bahwa Thai Khek Sian hendak menyambut kedatangan mereka dengan ......... keroyokan orang-orang Mongol!
Banyak yang bermunculan di situ. Berturut-turut datang Bhok Lo Cinjin yang mewakili Siauw limpai, Kun-lun Lojin atau Pek Mau Sian-jin ketua Kun lun-pai, Hu Lek Siansu ketua Go-bi-pai. Lam san Sian ong si tangan buntung. See-thian Hoat-ong, dan tokuh - tokoh lain. Bahkan muncul pula sambil tertawa-tawa Phang Ek Kok dan muridnya. Sim hui-kiam Kui Sek pemuda gemuk tampan yang dogol dan jujur !
Semua orang menyatakan bersyukur bahwa tipu muslihat keji yang direncanakan oleh Thai Khek Sian dan kawan kawannya telah digagalkan oleh Kun Hong dan Wi Liong, malah-malah pentolan Mo kauw Thai Khek Sian sendiri tewas dalam pertempurannya melawan iblis wanita Kui-bo Thai houw yang juga terkenal keji.
Agak tidak enak hati Cin Cin Cu tokoh Go-bi-pai yang dulu menjebak dan menangkap Kun Hong, juga ketua Kun-lun, Pek Mau Cinjin melihat Kun Hong dengan muka merah. Ketika mendengar semua orang memuji Kun Hong, tak tertahan lagi Pek Mau Sianjin melangkah maju menghadapi Kun Hong sambil berkata.
"Siancai........... ! Siapa sangka sekarang kau yang telah berjasa besar membasmi rencana jahat yang membahayakan kami semua. Dulu pinto telah berlaku salah kepadamu, malah nyaris membunuhmu. Orang muda, kalau untuk perbuatan yang dulu itu kau menaruh sakit hati, pinto bersedia menebus di hari ini." Tosu tua ini meraba gagang pedangnya sambil menjura.
"Ah, pinto keduluan oleh Pek Mau Sianjin. Orang muda, pinto juga masih berhutang padamu dahulu di Kun-lun-san. Kalau sekarang harus membayar, pinto bersedia." Cin Cin Cu melompat maju dan menjura pula.
Muka Kun Hong menjadi merah sekali. Sikap dua orang tosu ini sekaligus mengingatkan ia akan semua penyelewengannya sehingga ia dimusuhi orang- orang gagah dari Kun-lun. Ia cepat-cepat balas menjura penuh hormat kepada dua orang kakek itu sambil berkata,
"Ji-wi toliang harap maafkan dan memberi muka terang kepadaku. Memang kuakui bahwa dahulu aku telah terperosok ke jalan sesat oleh karena pergaulanku dengan orang-orang yang mendidikku. Peristiwa di Kun-lun dahulu adalah karena kesalahanku sendiri. Masih untung aku tidak binasa oleh pukulan totiang Im-yang lian-hoan karena mendapat pertolongan mendiang Liong Thai suhu. Akan tetapi, ji-wi totiang, apakah seorang yang pernah tersesat seperti aku ini tidak boleh mencari jalan benar kembali" Harap ji-wi tidak mendesakku."
Dua orang tosu ini melangkah mundur dan menjura lagi. "Tua-tua pinto menjadi lamur dan tak tahu diri. Maaf, maaf ............" kata Pek Mau Sianjin terpukul oleh pengakuan Kun Hong yang terus terang itu.
Tiba - tiba terdengar suara yang halus namun berpengaruh sekali sehingga orang - orang yang berada di situ menengok. Kiranya Thian Te Cu si Mayat Hidup yang bicara, "Cu-wi sekalian. Thai Khek Sian telah terjerumus ke dalam lobang jebakan yang ia pasang sendiri. Sudah terang bahwa srigala - srigala dari utara (orang - orang Mongol) selalu mempergunakan setiap kesempatan dan perpecahan antara kita untuk menghancurkan kita agar pertahanan di selatan menjadi makin lemah dan mudah bagi mereka untuk memperluas jajahannya. Oleh karena itu. aku yang tua mengharapkan mulai sekarang, lenyapkanlah atau sedikitnya kurangilah pertikaian antara kita sendiri agar pada masanya kita akan kuat membantu negara menahan serbuan musuh dari utara. Sekarang harap cu-wi kembali ke tempat masing - masing. Urusan mayat-mayat ini, biar aku yang mengurusnya karena Thai Khek Sian masih terhitung suteku sendiri."
Semua tokoh di situ makfum siapa Thian Te Cu, biarpun sebagian besar baru kali ini melihat orangnya. Setelah semua memberi hormat mereka berbondong-bondong lalu meninggalkan pulau ini. Tak lama kemudian, di pulau itu hanya tinggal Thian Te Cu dan yang belum pergi adalah Wi Liong, Kun Hong, Eng Lan. Lin Lin dan Lan Lan. Kong Bu dan ayahnya See-thian Hoat-ong, Kwee Sun Tek. Hui Nio dan Hui Sian yang ditahan oleh Kong Bu. Juga Phang Ek Kok dan muridnya, Kui Sek, berkeras menyatakan mau membantu Thian Te Cu mengurus mayat mayat yang banyak itu. Dalam kesempatan kunjungan ini, Kui Sek diam-diam jatuh hati kepada Hui Sian yang kenes dan ayu, dan pemuda yang jujur sekali ini secara terang-terangan menyatakan perasaan hatinya dalam pandang mata dan kata-katanya, membuat Hui Sian tersipu-sipu dan jengah.
Beramai - ramai dan secara gotong royong mereka semua ini mengurus penguburan sekian banyak mayat itu dan pekerjaan ini baru selesai setelah matahari tenggelam di ujung barat. Thian Te Cu mengucapkan terima kasih kepada orang-orang muda yang bekerja keras itu, kemudian tanpa banyak cakap lagi ia berpamit dan berkelebat pergi, lenyap dari pandangan semua orang. Kwee Sun Tek hendak menyusul gurunya, akan tetapi ditahan oleh Wi Liong yang berseru, "Nanti dulu, paman Kwee ......... !"
Kwee Sun Tek yang buta itu menahan kakinya dan menghadapi keponakannya. Dalam kesibukan tadi, memang tidak ada kesempatan bagi paman dan keponakan ini untuk bicara. Wi Liong membawa pamannya ke samping, lalu ia bicara terus terang tentang perjodohannya.
"Paman, dahulu paman telah memesan supaya aku melanjutkan perjodohan dengan seorang puteri dari Kwa Cun Ek lo-enghiong, malah untuk ikatan jodoh ini paman sudah memberikan sebuah kalungku, bukan ?"
"Betul, habis mengapa ?" tanya orang buta itu sabar.
"Ada persoalan rumit, paman. Aku bertemu dengan Tung hai Sian-li dan dalam saat ia menghembuskan napas terakhir, ia memesan dan menjodohkan aku kepada seorang di antara anak-anak kembarnya sebagai pengganti nona Kwa Siok Lan. Aku tidak kuasa menolak. Bagaimana baiknya, paman ?" Ia lalu menceritakan pengalamannya ketika hal itu terjadi.
Kalau menurutkan wataknya, Kwee Sun Tek tentu sudah marah-marah mendengar akan hal ini. Akan tetapi sekarang la telah dapat menguasai perasaan hatinya dan dengan tenang ia berkata,
"'Karena Tung-hai Sian li juga berhak dalam perjodohan itu. baik kau pergi ke Thian mu-san dan tanyakan pendapat Kwa Cun Ek dan puterinya sendiri. Keputusannya terserah mereka. Wi Liong, kau sudah cukup dewasa, aku percaya akan kebijaksanaanmu, aturlah sendiri sebaiknya agar semua fihak senang. Kelak saja kalau hendak dilangsungkan pernikahan, beri tahu padaku ke Wuyi-san. Selamat tinggal." Kwee Sun Tek lalu pergi meninggalkan pulau itu menyusul gurunya yang sudah menanti di perahu.
Sementara itu, orang-orang muda yang lain bergembira setelah pekerjaan berat tadi selesai. Mereka saling berkenalan dan segera mendapat kecocokan satu sama lain. Malah Phang Ek Kok yang gembira bertemu dengan Lan Lan, anak angkatnya yang memang ia sayang, berkelakar sampai semua orang sakit perutnya tertawa - tawa. Terjalin rasa persahabatan yang erat di antara mereka
Ketika Wi Liong menghampiri mereka dan mendengar bahwa pemuda ini hendak mengunjungi Kwa Cun Ek di dalam gua di lereng Thian-mu-san, segera para muda itu menyatakan ikut serta. Semua orang ingin melihat tunangan Wi Liong dan diam - diam Lan Lan membuat semacam "propaganda" sehingga berbondong - bondong mereka semua ingin menjadi saksi, Kun Hong, Eng Lan, Lan Lan sendiri, Hui Nio, Hui Sian, Lin Lin, malah Kui Sek yang tergila - gila kepada Hui Sian ikut pula, tidak ketinggalan Kong Bu yang minta pertolongan ayahnya supaya pulang lebih dulu bersama pasukannya. See-thian Hoat-ong yang melihat kegembiraan orang - orang muda ini hanya tersenyum sambil menggeleng kepala, diam-diam merasa iri juga bahwa dia sudah terlalu tua untuk menikmati kegembiraan orang-orang muda.
Berangkatlah mereka beramai meninggalkan pulau kosong itu menuju ke daratan Tiongkok. Dan di darat ini See-thian Hoat-ong memimpin pasukan rombongan orang - orang muda itu. Phang Ek Kok yang cukup awas melihat gerak- gerik muridnya, segera menuju ke tempat tinggal Thai It Cinjin di Kim-Ie-san untuk membicarakan tentang perjodohan, yaitu Kui Sek dengan Hui Sian.
Akan tetapi selagi rombongan orang muda fon hendak berangkat, Kong Bu yang lebih dulu menyiapkan kuda dari pasukannya, mengeluarkan beberapa ekor kuda tunggangan yang bagus-bagus untuk semua anggauta rombongan, membuat mereka menjadi makin gembira. Tiba - tiba Lin Lin berkata dengan muka sungguh-sungguh,
"Harap cu-wi berangkat dulu ke Thian mu-san. Aku mempunyai urusan pribadi yang amat penting yang harus kukerjakan lebih dulu. Aku akan segera menyusul ke sana."
Semua orang kecewa, akan tetapi melihat bahwa Lan Lan juga memperkuat kepentingan adiknya, Kong Bu lalu memberikan kudanya sendiri kepada Lin Lin, katanya.
"Nona Lin Lin, kudaku ini paling baik dan paling cepat di antara semua kuda. Selain kuat dan cepat larinya, juga dia mempunyai keistimewaan, yaitu bisa tertawa. Kau naiklah kuda ini supaya kau nanti dapat cepat membereskan urusanmu dan dapat mengejar kami."
Semua orang tidak percaya dan terpaksa Kong Bu memberi bukti. Ia mencemplak kudanya dan berkata. "Koai-ma, beratkah bebanmu ?" Aneh sekali sebagai jawaban kuda itu meringkik seperti orang tertawa terbahak, seakan-akan mengejek dan menyatakan bahwa muatan itu sama sekali tidak berat!
"Betul tidak kataku " Ia mentertawakan aku !" Semua orang ikut tertawa dan suasana menjadi makin gembira.
Setelah berpamit, Lin Lin lalu menunggang kuda yang bisa tertawa itu dan di lain saat ia sudah membalap pergi meninggalkan rombongan yang melakukan perjalanan ke Thian-mu san perlahan-lahan sambil bercakap-cakap gembira. Hanya Wi Liong yang tampak agak pendiam. Perginya Lin Lin membuat ia merasa kehilangan dan baiknya ada Lan Lan di situ.. Diam - diam ia terkejut dan memaki diri sendiri. Aku telah mencintai mereka berdua, pikirnya. Orang gila, mana mungkin " Urusan dengan puteri Kwa Cun Ek saja belum beres, masa sekarang ditambah seorang gadis seperti Lin Lin pula" Gila !
Lan Lan dan Suhengnya, Kui Sek, yang pernah mendatangi lereng itu, menjadi penunjuk jalan, juga Kun Hong yang sudah pernah pergi ke tempat itu, menjelaskan kepada Wi Liong di mana tempat tinggal Kwa Cun Ek.
Karena Wi Liong tak pernah menyebut-nyebut tentang keperluannya mengunjungi Kwa Cun Ek, semua orang kecuali Lan Lan tidak tahu apa yang sebetulnya terjadi dan akan terjadi. Hanya Wi Liong sendiri yang makin berdebar cemas setelah mereka nuuliai mendaki Gunung Thian mu-san, juga wajah Kun Hong agak muram karena ia teringat akan nasib Ciok Kim Li yang tewas di lereng itu. Maka legalah hatinya ketika Wi Liong minta supaya mereka semua menanti di sebuah lereng yang teduh sedangkan dia sendiri bersama Lan Lan melanjutkan perjalanan dengan jatan kaki ke lereng yang dituju. Ini adalah kehendak Lan Lan dan Wi Liong maklum bahwa tunangannya inipun tentu hendak melihat gadis yang sudah lebih dulu ditunangkan kepada Wi Liong. Diam-diam ia makin gelisah, mengkhawatirkan adegan yang amat tak enak antara dua orang gadis yang di luar kehendaknya sudah dijodohkan kepadanya,.
"Turunnya dari tempat ini," kata Lan Lan seteteh mereka tiba di tepi jurang yang curam itu.
"Pernah aku bersama suhu dan suheng sampai di tempat ini."
Keduanya lalu menuruni tebing dan ternyata jalan itu sudah dipersiapkan Lebih dulu, kini tidak sesukar dahulu karena sudah dibuatkan jalan menurun merupakan anak tangga. Jalan ini dahulu yang dibuat oleh Lin Lin dan Lan Lan ketika mereka mengangkat jenazah Kwa Cun Ek untuk dimakamkan.
Ketika mereka menuruni lereng itu, terdengar Lan Lan terisak, membuat Wi Liong terkejut sekali.
"Ada apakah, adik Lan ?"
Lan Lan menyusut air matanya, menggeleng perlahan. "Tidak apa - apa."
Wi Liong berdebar hatinya. Celaka, pikirnya. Belum apa-apa Lan Lan sudah menangis, tentu cemburu dan pasti akan terjadi adegan yang menghebohkan nanti antara Lan Lan dan "tunangannya" yang lain ! Akan tetapi ia tidak berdaya dan harus berani menghadapi kenyataan, harus dapat menyelesaikan dan membereskan urusan ini bersama Kwa Cun Ek dan puterinya yang entah siapa itu.
Akhirnya dua orang muda itu sampai juga di dalam gua. Sunyi saja di situ dan Wi Liong berteriak, "Kwa Cun Ek. lo-enghiong, aku Thio Wi Liong datang menghadap !"
Suara itu bergema di dalam gua. Tak lema kemudian terdengar suara wanita menjawab dari datem, "Ayah Kwa Cun Ek telah lama meninggal dunia, siapa yang mencari ayah ?" Dan dari dalam gua yang agak gelap muncul seorang gadis bertubuh ramping, berwajah ayu agak pucat dengan rambut hitam gemuk digelung tinggi - tinggi ke atas. Ia berjalan dengan tenang menghadapi Wi Liong dan Lan Lan.
"Siok Lan .......... !!" Wi Liong berseru dengan suara gemetar.
Gadis itu tersenyum, sikapnya masih tenang. "Siapa menyebut-nyebut nama enci Siok Lan yang sudah meninggal pula " Orang muda aneh, apa kau mimpi" Siapa kau ?"
Tubuh Wi Liong masih menggigil, darahnya selengah beku membuat sampai lama ia tak dapat membuka mulut. Akhirnya ia melihat bahwa gadis yang persis Siok Lan ini jauh lebih muda. Ia cepat menjura dengan hormat dan berkata. "Siauwte Thio Wi Liong dan datang ke sini hendak......... hendak ......... bertemu dengan Kwa-lo enghiong."
Gadis itu nampak terkejut. "Ahhh .......... ayah sebelum meninggal dunia pernah menyebut nama itu. Katanya Thio Wi Liong adalah ......... adalah calon mantunya. Jadi kaukah orangnya " Sudah nasibku ........ diserahkan kepada orang yang belum pernah kulihat sebagai pengganti enci Siok Lan. Tuan Thio. yang ditinggalkan oleh ayah hanyalah aku dan ........ dan .........mereka ini. Kau boleh pilih .........." Cepat gadis itu mengeluarkan sebuah karung besar dan membukanya. Seekor monyet kecil meloncat keluar, diikuti oleh seekor kadal besar.
Wi Liong membelalak. Siapa pernah menyebut - nyebut tentang monyet dan kadal " Yang berkata bahwa siapa tahu kalau puteri Kwa Cun Ek seperti monyet atau kadal "
''Lin Lin ......... !" teriaknya dan sekarang terbukalah matanya. Tak salah lagi, Lin Lin-lah gadis ini ! Ia menjadi begitu girang sampai lupa keadaan, menubruk maju dan memeluk gadis itu. Lin Lin tak kuasa mengelak, hanya meramkan mata dalam pelukan Wi Liong sambil berbisik lirih, "Apa kau cocok dengan pilihan pamanmu! ?"
"Lin Lin. siapa kira ......... kau orangnya !" kata Wi Liong mesra.
Lan Lan melangkah maju, wajahnya cemberut, ia pura-pura marah "Apa apaan ini " Adikku sendiri merampas tunanganku ! Kalau betul kau yang dijodohkan, mana buktinya ?"
Wi Liong baru teringat akan Lan Lan dan cepat melepaskan pelukannya, kini berdiri bingung dan bengong, tak tahu harus berbuat apa. Lin Lin tertawa kecil dan mengeluarkan kalung kecil berhuruf LIONG yang selalu ia pakai. "Inilah buktinya, tanda mata pengikat jodoh."
Kini wajah Lan Lan berseri dan sambil memandang Wi Liong ia berkata, "Kalau begitu, baik sekali. Adikku Lin Lin inilah tunanganmu yang sah. adapun aku .......... baik kau lupakan saja pesan terakhir dari ibu."
"Tidak bisa ! Eh .......... kumaksud ......... tak mungkin mengingkari pesan Tung-hai Sian-li begitu saja ........." kata Wi Liong gagap.
"Habis, maumu bagaimana ?" Lin Lin pura-pura marah membentak. "Kau mau putuskan lagi ikatan jodohmu dengan puteri ayah seperti yang kaulakukan terhadap enci Siok Lan dulu ?"
"Tidak......... ! Itupun tidak bisa jadi ! Aku ......... aku ......... aduh. bagaimana ini ?" Wi Liong makin bingung, wajahnya sampai pucat, peluh membasahi mukanya.
"Bilang saja terus terang, apakah kau setuju dengan pesan ibu, apakah kau ......... mencintaku ?" tanya Lan Lan menantang.
Wi Liong mengangguk. "Aku setuju sekali dan aku cinta padamu, adik Lan ....... tapi ......"
"Nanti dulu !" Lin Lin memotong dengan bentakan pula. Apakah kau tidak kecewa akan pilihan pamanmu dan apakah kau mencinta padaku ?"
"Aku girang sekali akan pilihan paman dan aku ......... akupun cinta padamu, adik Lin."
"Uhh, gila......... !" seru Lan Lan.
"Mata keranjang !" sambung Lin Lin.
Wi Liong mengambil keputusan nekat. Ia menyambar lengan Lan Lan dengan tangan kiri dan lengan Lin Lin dengan tangan kanan. Kepandaiannya yang lebih tinggi memungkinkan ia memeluk dua orang gadis itu sekaligus di kanan kiri tanpa dua orang gadis itu mampu berkutik.
"Lan Lan, Lin Lin, dengarlah baik-baik. Aku cinta kepada kalian berdua dan tak mungkin aku berpisah dari seorang di antara kalian. Bagiku, kalian tiada bedanya, keduanya merupakan penjelmaan Siok Lan. Aku tidak akan bisa mencinta Lan Lan tanpa adanya Lin Lin dan demikian sebaliknya. Aku harus mendapatkan kalian berdua sebagai kawan hidup atau......... tidak sama sekali dan aku akan menyusul Siok Lan di alam baka. Aku cinta kalian seluruh cinta kasihku dahulu terhndap Siok Lan sekarang berpindah kepada kalian yang kuanggap sebagai penjelmaan Siok Lan. Lan Lan, Lin Lin, kalian menjadi tunanganku secara sah. Kalian harus menaruh kasihan kepadaku... kekasihku...."
Lan Lan dan Lin Lin saling pandang dan tersenyum. "Orang bodoh, apakah selama ini kau tidak melihat bahwa kami berdua juga mencintamu ?" bisik Lan Lan.
"Enci Lan Lan dan akupun tak mau saling berpisah, karenanya tidak mungkin kami mempersuamikan dua orang pria. Kaulah orangnya pilihan hati kami"
Tidak ada kegirangan di dunia ini yang melebihi kegirangan pada saat itu bagi Wi Liong. Ia memeluk makin mesra dan berkata. "Terima kasih... kalian berdua isteri-isteriku yang kucinta...."
Lin Lin dan Lan Lan sekaligus memberontak dan melepaskan diri.
"Cih, tak tahu malu !" Lan Lan menggoda.
"Menikah juga belum sudah menyebut-nyebut isteri. Benar tak patut!" Lin Lin menyambung.
Wi Liong tertawa, tertawa bergelak sehingga suara ketawanya berkumandang di dalam gua, keluar dan bergema di lereng bukit Thian-mu-san. Dalam kebahagiaannya, pemuda ini ketawa sambil mengerahkan tenaganya, membuat sekeliling tempat itu seperti tergetar!
Mereka bertiga sambi bergandengan tangan, Wi Liong di tengah, mendaki jurang itu dan bersembahyang di depan makam Kwa Cun Ek. Kemudian mereka meninju ke empat kawan - kawan yang menanti tak sabar. Melihat Wi Liong datang menggandeng dua orang gadis kembar, sekarang Lin Lin sudah merobah sanggul dan pakaiannya seperti semula, kawan-kawan itu menjadi terheran. Akan tetapi Kun Hong dapat mengerti. Bersama Eng Lan ia menyambut sambil tertawa-tawa. Saking girangnya, tanpa malu-malu lagi Wi Liong memperkenalkan dua gadis kembar itu. "Saudara - saudara ketahuilah, nona nona Lan Lan dan Lin Lin ini adalah calon isiteri - isteriku, dijodohkan oleh Kwa Cun Ek lo enghiong dan Tung-hai Sian-li."
Semua orang bersorak girang dan bergantian memberi selamat sambil tertawa - tawa. Lin Lin lalu mengajak mereka ke sebuah rumah seorang petani di mana ia menitipkan kudanya. Kuda itu meringkik gembira melihat rombongan orang-orang muda itu.
"Wi Liong, aku merasa girang melihat nasibmu yang baik. Terimalah ini sebagai tanda mata, dan terimalah kembali Cheng-hoa-kiam," kata Kun Hong yang mengeluarkan dua buah batu kemala keramat Im-yang giok-cu dan Ngo-heng-giok cu, juga mengembalikan pedang.
Wi Liong menerima dua buah batu kemala itu, akan tetapi ia memberikan pedang kepada Kun Hong, "Kun Hong, pedang Cheng-hoa-kiam adalah pedang seorang pendekar budiman dan patut sekali berada di tanganmu. Aku percaya bahwa selanjutnya kau akan menggunakan pedang itu sebagaimana layaknya."
Kun Hong hendak menolak, akan tetapi Wi Liong mendesak. "Kau memberi tanda mata sebagai ucapan selamat atas pertunanganku, apakah akupun tidak boleh memberikan pedang Cheng-hoa-kiam sebagai tanda mata dan ucapan selamat atas pertunanganmu dengan ....... dengan......"
Wi Liong memandang kepada Eng Lan penuh arti. Biarpun tidak menyebut nama, semua orang tahu dan bersorak girang, memberi selamat kepada Kun Hong dan Eng Lan yang menjadi merah sekali mukanya. Kun Hong berlinang air mata, hanya bisa mengucap lirih,
"Aku bahagia ......, ibu ......., aku bahagia ....."
Wi Liong berjanji akan minta bantuan suhunya untuk membicarakan perjodohan antara dua orang muda itu.
"Akupun tidak ketinggalan, memberi selamat dan biarlah kuberi tanda mata kudaku yang bisa ketawa itu," kata Kong Bu kepada Wi Liong..
Wi Liong menyatakan terima kasihnya. "Kami bertiga hendak pergi ke Wuyi-san menjumpai suhu. Kawan-kawan, selamat berpisah sampai berjumpa pula di ........."
"Pesta pernikahan !" sambung Kun Hong dan semua orang bersorak menyatakan setuju.
Kuda koai-ma dikeluarkan, juga kuda Wi Liong dan kuda Lan Lan. Akan tetapi Kong Bu yang timbul kegembiraannya berkata, "Aku hanya memberi tanda mata seekor kuda itu saja, maka harus kalian pakai bertiga !"
Semua orang tertawa menggoda dan Wi Liong menjadi merah mukanya.
"Masa seekor kuda untuk bertiga " Apa dia kuat ?"
"Eh, eh, Thio-taihiap jangan memandang rendah. Coba saja dulu !" kata Kong Bu. "Kalau tidak kuat baru aku mau memberi dua ekor lagi."
Lin Lin melompat ke atas kuda koai-ma itu, Wi Liong terpaksa melompat pula di belakangnya dan Lan Lan juga melompat di belakang Wi Liong.
"Koai-ma. apakah bebanmu terlampau berat ?" tanya Kong Bu.
Kuda itu menggerakkan empat kakinya ke depan, mulutnya menyengir dan mengeluarkan ringkikan tertawa berkakakan. Sebentar kemudian kuda itu membalap maju dikemudikan oleh Lin Lin. Mereka sekali lagi menengok ke belakang dan semua orang mengangkat tangan memberi salam terakhir. Eng Lan dan Hui Sian tak dapat menahan bertitiknya air mata menyaksikan kebahagiaan yang mengharukan itu.
Beberapa bulan kemudian. Wuyi-san ramai bukan main, para tamu dari pelbagai kalangan, terutama sekali orang - orang kang-ouw, mendaki Bukit Wuyi-san untuk menghadiri pesta besar-besaran yang diadakan di bukit itu untuk merayakan pernikahan masal antara Wi Liong dengan Lan Lan dan Lin Lin, Kun Hong dengan Eng Lan, Kong Bu dengan Hui Nio. dan akhirnya Hui Sian dengan......... Kui Sek ! Setelah berusaha susah-payah, akhirnya pemuda dogol jujur gemuk tampan ini berhasil juga mencuri hati Hui Sian dan mendapat banyak bantuan dalam hal ini dari su-moinya, Lan Lan.
Demikianlah, cerita CHENG-HOA KIAM ini ditutup dalam suasana penuh kebahagiaan dan sedikit catatan dari pengarang bahwa orang yang pernah menyeleweng dalam hidupnya, tersesat ke dalam kejahatan, belum tentu akan menjadi hina seterusnya asalkan dia cepat sadar dan insyaf akan kesesatannya, secara radikal dan berani membanting setir hidupnya, kembali ke jalan benar dan memulai lembaran baru yang bersih dan berguna dalam hidup yang tak berapa lama ini, seperti yang telah dialami oleh Kun Hong.
TAMAT Solo Mei 1965 Di Posting Oleh : Radenmas Dul Betoq
Di : https://www.facebook.com/groups/Tiraikasih/635540856563821
DJVU Oleh : BBSC Ebook Oleh : Dewi KZ & Budi S
http://kangzusi.com dan http://dewi-kz.com
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
Dendam Orang Orang Gagah 2 Pendekar Rajawali Sakti 9 Manusia Bertopeng Hitam Dendam Naga Merah 3
^