Pencarian

Dendam Naga Merah 3

Pendekar Rajawali Sakti 64 Dendam Naga Merah Bagian 3


harus lebih berhati-hati menghadapinya, dan tidak boleh menganggap enteng
sedikit pun. "Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti. Gunakan
ilmu yang paling kau andalkan," kata Naga merah memperingatkan. Suaranya teramat
dingin menggetar-
kan. "Hadapi ilmu 'Naga Merah'ku ini, Pendekar Rajawali Sakti...."
Setelah berkata demikian, perempuan tua ber-
jubah merah yang berjuluk si Naga Merah itu segera
melompat ke belakang. Pada saat yang bersamaan,
tongkatnya yang berbentuk ular dilemparkan ke de-
pan. Dan begitu tongkat ular berwarna merah itu me-
nyentuh tanah, seketika itu juga mengepul asap tebal berwarna merah yang
langsung membumbung tinggi
ke angkasa. Rangga jadi terbeliak begitu tiba-tiba tongkat itu
berubah menjadi seekor naga yang sangat besar uku-
rannya. Warnanya merah menyala, dan berkilatan.
Rangga cepat-cepat melentingkan tubuh ke belakang,
dan melakukan beberapa kali putaran di udara sebe-
lum menjejak tanah dengan manis sekali. Memang
dahsyat sekali ilmu 'Naga Merah' yang dikeluarkan perempuan tua itu. Lebih
dahsyat dari yang pernah di-
alami Rangga ketika bertarung melawan Nyi Rongkot
yang juga memiliki ilmu 'Naga Merah'.
"Hup...!"
Tiba-tiba si Naga Merah melompat ke udara, lalu
manis sekali hinggap dan duduk di atas kepala Ular
Naga Merah jelmaan tongkatnya.
"Bunuh bocah setan itu, Naga Merah!" perintah perempuan tua berjubah merah itu
seraya menuding
kepada Pendekar Rajawali Sakti.
Ular Naga Merah itu menggerung dahsyat. Begitu
keras suaranya, sehingga bumi jadi bergetar bagai di-guncang gempa. Sedangkan
Rangga melangkah mun-
dur beberapa tindak. Perlahan tangan kanannya te-
rangkat, lalu menggenggam gagang pedangnya yang
tersampir di punggung.
"Tidak ada jalan lain, Pedang Rajawali Sakti ha-
rus kugunakan," desis Rangga perlahan.
Sret! Seketika cahaya biru berkilau menyemburat te-
rang menyilaukan mata, begitu Pedang Rajawali Sakti tercabut dari warangkanya.
Rangga menggenggam pedang itu erat-erat, dan menyilangkan di depan dada.
Pendekar Rajawali Sakti agak terkejut juga melihat si Naga Merah yang tidak
terkejut sedikit pun melihat
pamor pedangnya. Bahkan perempuan tua itu malah
tertawa terbahak-bahak, diikuti dua puluh orang anak buahnya yang berada agak
jauh dari tempat itu. Hal
ini membuat Rangga jadi agak kebingungan juga. Be-
lum pernah dia menghadapi lawan yang menertawa-
kannya selagi Pedang Rajawali Sakti tercabut.
Biasanya lawan yang dihadapi langsung terke-
siap begitu melihat pamor pedang yang begitu dahsyat dan memancarkan sinar biru
terang menyilaukan ma-ta. Tapi kali ini lawannya justru menertawakan, seperti
tidak menanggapi kehebatan pamor pedang itu.
"Kalian akan menyesal menertawakan Pedang
Rajawali Sakti," desis Rangga sedikit berang.
'Tunjukkan kehebatan pedang rongsokanmu itu,
Pendekar Rajawali Sakti!" tantang si Naga Merah ketus. Bet!
Rangga langsung mengebutkan pedangnya be-
berapa kali di depan dada, lalu menarik kakinya ke
samping hingga terpentang lebar. Tangan kirinya agak menyilang di bawah gagang
pedang yang tergenggam
tegak lurus ke atas. Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin tanggung-tanggung lagi.
Langsung dikerahkannya
salah satu jurus andalannya, yakni 'Pedang Pemecah
Sukma' yang sangat dahsyat. Jurus ini jarang sekali digunakan jika tidak dalam
keadaan terpaksa. Tapi
kali ini disadarinya kalau lawan bukanlah orang sembarangan. Terlebih lagi si
Naga Merah sudah mengeluarkan ilmunya yang begitu dahsyat Ilmu 'Naga Merah'
yang bisa merubah sebatang tongkat menjadi seekor
ular naga raksasa berwarna merah menyala.
"Serang dia, Naga Merah...!" perintah perempuan tua berjubah merah itu lantang
menggelegar. Sambil menggerung keras, Ular Naga Merah itu
menyambar Rangga dengan juluran kepalanya yang
begitu cepat. Pada saat yang bersamaan, si Naga Me-
rah melentingkan tubuhnya ke udara. Mendapat se-
rangan yang begitu cepat Rangga segera melesat ke
atas. Sehingga, serangan ular naga raksasa itu tidak sampai mengenai sasaran.
Tapi begitu Rangga berada di udara, si Naga Me-
rah langsung memberi satu pukulan keras bertenaga
dalam sangat tinggi. Sesaat Rangga terkesiap, lalu cepat-cepat meliukkan
tubuhnya menghindari pukulan
yang dilepaskan perempuan tua berjubah merah itu.
Pada saat yang bersamaan, Rangga mengebutkan pe-
dangnya ke depan.
Wuk! Tapi tanpa diduga sama sekali, si Naga Merah
cepat memutar tubuhnya, sehingga tebasan pedang
Rangga hanya mengenai angin kosong belaka. Pende-
kar Rajawali Sakti cepat-cepat memutar tubuhnya be-
berapa kali, dan manis sekali menjejakkan kakinya di tanah.
Dan belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa
mengatur posisi tubuhnya, ular naga raksasa jelmaan tongkat si Naga Merah sudah
kembali menyerang cepat dan dahsyat. Terpaksa Rangga kembali melompat ke
udara menghindari serangan ular naga raksasa ber-
warna merah itu. Dan pada saat Rangga berada di
udara, si Naga Merah kembali menyerang cepat. Hal ini membuat Rangga harus
berjumpalitan menghindarinya.
"Keparat..!" dengus Rangga geram begitu kembali mendarat di tanah.
Pertarungan seperti ini memang bisa menguras
banyak tenaga. Dan hal itu cepat disadari Pendekar
Rajawali Sakti. Terlebih lagi, jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang digunakan tidak
bisa berkembang lebih
banyak lagi. Dia terus diserang dari bawah dan atas dalam waktu yang begitu
cepat dan hampir bersamaan. Dan ketika kembali menjejak tanah, ular naga
raksasa itu kembali menyerangnya.
Tapi kali ini Rangga tidak menghindar. Ditung-
gunya serangan kepala ular naga raksasa itu mende-
kat kepadanya. Dan begitu jaraknya berada dalam
jangkauan, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya, disertai
pengerahan tenaga da-
lam sempurna sekali.
"Yeaaah...!"
Bet! Crab! "Aaargkh...!"
Ular naga raksasa berwarna merah itu meraung
keras begitu pedang Rangga membabat tepat di bawah
kepalanya. Pada saat yang bersamaan, Pendekar Raja-
wali Sakti melentingkan tubuh dan berputaran ke be-
lakang beberapa kali. Lalu, manis sekali dia mendarat sekitar tiga batang tombak
jauhnya dari lawan-lawan dahsyatnya ini. Sementara ular naga raksasa itu
menggelepar sambil meraung-raung keras. Beberapa
batang pohon yang terlanda tubuhnya seketika itu ju-ga hancur berkeping-keping.
Bahkan batu-batuan se-
besar kerbau yang banyak terdapat di sekitar tepian
Hutan Gading, juga hancur terlanda tubuh ular raksa-sa itu.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja si Naga Merah menghentakkan
tangan kanannya ke arah ular naga merah itu. Dari telapak tangannya langsung
memancar sinar merah, dan
segera menghantam tubuh ular naga raksasa itu. Tiba-tiba saja, ular raksasa itu
lenyap. Dan kini, berubah kembali menjadi sebatang tongkat merah berbentuk
ular. Tongkat itu melesat cepat ke arah si Naga Merah.
Manis sekali perempuan tua berjubah merah itu me-
nangkap tongkatnya.
"Keparat...!" desis si Naga merah sambil menatap Rangga dengan sinar mata yang
begitu tajam. Sementara Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri
tegak dengan pedang menyilang di depan dada. Sorot
matanya juga tidak kalah tajam. Mereka berdiri saling berhadapan, berjarak
sekitar dua batang tombak. Sementara agak jauh di belakang perempuan tua itu,
berdiri berjajar dua puluh orang berbaju merah yang semuanya menghunus golok.
"Aku belum kalah, Pendekar Rajawali Sakti. Satu saat nanti, kau akan
menyesal...," desis si Naga Merah dingin menggeletar.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan.
Sambil mendengus keras, si Naga Merah tiba-tiba saja melesat cepat. Tubuhnya
langsung lenyap tertelan lebatnya pepohonan Hutan Gading. Begitu tingginya il-
mu meringankan tubuh yang dimiliki perempuan tua
itu, sehingga dalam sekali lesatan saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap tak
terlihat lagi. Pada saat yang bersamaan, dua puluh orang pengikutnya juga segera
berlompatan masuk ke dalam hutan.
Trek! Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali
Sakti ke dalam warangka di punggung. Sebenarnya bi-
la Rangga mengeluarkan aji 'Cakra Buana Sukma, ular naga itu pasti hancur.
Bahkan pemiliknya pun akan
tewas. Tapi Pendekar Rajawali Sakti masih mengang-
gap belum perlu, karena lawan juga belum mengelua-
rkan seluruh kesaktiannya. Dan Pendekar Rajawali
Sakti tak mau dianggap jumawa dengan ilmunya yang
dahsyat. Kini ditatapnya kuda hitam bernama Dewa Bayu
yang meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki
depannya tinggi-tinggi ke udara. Rangga tersenyum
melihat kudanya menyambut gembira kemenangannya
kali ini. Kuda hitam itu menghampiri, dan menyorongkan kepala ke arah pemuda
berbaju rompi putih itu.
Rangga menepuk-nepuk leher kuda itu penuh
kasih sayang, lalu melompat naik ke punggung kuda
hitam itu. Sekali hentak saja, kuda hitam itu sudah melesat cepat menuju Desa
Jatiwangi. "Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Rangga terus menggebah kudanya dengan kece-
patan penuh. Sehingga, kuda hitam itu berlari cepat bagaikan angin saja. Keempat
kakinya bergerak begitu cepat, seakan-akan tidak menapak tanah. Debu mengepul
membumbung tinggi ke angkasa di belakang ku-
da hitam itu. Rangga terus menggebah cepat kudanya.
Dan dia memang ingin segera sampai di rumah Ki
Rangkuti, Kepala Desa Jatiwangi.
Rangga langsung melompat turun dari punggung
kudanya, begitu tiba di depan rumah Ki Rangkuti. Bergegas kakinya melangkah
memasuki beranda depan
rumah yang disangga dua buah pilar berukuran besar.
Tapi belum juga tiba di depan pintu, dari dalam sudah keluar Ki Rangkuti yang
diikuti Pandan Wangi, Sekar
Telasih, dan Walikan.
"Bagaimana, Rangga...?" Ki Rangkuti langsung menyambut dengan pertanyaan.
"Dia bukan Nyi Rongkot" sahut Rangga.
"Oh! Lalu, siapa dia...?" tanya Ki Rangkuti terkejut, tidak menyangka akan
mendengar jawaban seperti itu dari Pendekar Rajawali Sakti.
"Saudara kembarnya," sahut Rangga.
"Saudara kembarnya..."!" lagi-lagi Ki Rangkuti terkejut.
Begitu terkejutnya, sampai mulutnya ternganga
dan matanya terbuka lebar merayapi wajah Rangga
yang bersimbah keringat. Sedangkan Pandan Wangi,
Sekar Telasih, dan Walikan hanya diam saja memper-
hatikan orang tua itu yang sedang terlongong kaget
mendengar jawaban-jawaban Rangga tadi. Jawaban
yang begitu tegas dan singkat, tapi sangat menge-
jutkan semua yang mendengarnya.
"Aku tadi sudah bertanya padamu, Ki. Apakah
Nyi Rongkot punya murid atau mungkin saudara kem-
bar," kata Rangga memecah kebisuan yang terjadi beberapa saat.
"Aku tidak tahu kalau dia punya saudara kem-
bar," sahut Ki Rangkuti, agak perlahan suaranya.
"Tapi kenyataannya, dia sangat mirip Nyi Rong-
kot. Bahkan kepandaiannya jauh lebih tinggi dari si Ular Betina itu," jelas
Rangga, agak dalam nada suaranya. "Oh..."!" lagi-lagi Ki Rangkuti tersentak
kaget. "Kau bertemu dengannya, Rangga...?"
"Sempat bertarung," sahut Rangga.
Bukan hanya Ki Rangkuti yang terkejut men-
dengar jawaban Pendekar Rajawali Sakti kali ini.
Bahkan semua orang yang ada di beranda depan
ini jadi terlongong. Mereka memandangi Rangga seperti tidak percaya dengan apa
yang baru saja didengar. Ta-pi melihat sorot mata dan raut wajah Pendekar Raja-
wali Sakti, mereka tahu kalau penjelasan itu tidak
main-main. Maka, persoalan yang kini dihadapi juga
bukan persoalan biasa. Suatu persoalan yang tidak
mudah diselesaikan.
"Dia datang ke sini untuk membalas kematian
saudara kembarnya. Dan seluruh penduduk desa ini
dianggapnya harus bertanggung jawab. Tapi yang lebih utama lagi, dia akan
membalas kematian Nyi Rongkot
padamu, Ki. Juga padaku...," jelas Rangga lagi, memecah kebisuan yang terjadi
beberapa saat lamanya tadi.
"Ya! Dia juga mengatakan begitu padaku," desah Ki Rangkuti perlahan.
"Jadi, kau sudah bertemu dengannya, Ki?" tanya Pandan Wangi yang sejak tadi diam
saja. "Dia datang, dan hanya memberi peringatan saja padaku," sahut Ki Rangkuti,
pelan. "Dia akan memak-saku menyaksikan kehancuran desa ini, sebelum me-
nyelesaikan urusannya denganku. Lalu, dia akan men-
cari Pendekar Rajawali Sakti yang telah mengalahkan Nyi Rongkot"
"Kalau begitu jelas sudah. Dia memang bukan
Nyi Rongkot," desis Sekar Telasih seperti bicara pada diri sendiri. "Tapi,
kenapa aku tidak dibunuhnya...?"
"Karena kau adalah kemenakannya, Sekar," kata Ki Rangkuti.
"Aku tidak pernah punya bibi berhati iblis seperti dia!" dengus Sekar Telasih
tidak sudi mengakui.
"Dia tetap tidak akan menyakitimu, Sekar. Tu-
juannya datang ke sini hanya untuk menuntut balas
atas kematian saudara kembarnya. Dan kau tidak
termasuk dalam perhitungan orang-orang yang harus
disingkirkan," selak Rangga.
"Itu tidak adil! Semua pangkal persoalan ini be-rawal dari diriku. Lalu kenapa
justru dia tidak mau berurusan denganku...?" sentak Sekar Telasih jadi berang.


Pendekar Rajawali Sakti 64 Dendam Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Huh! Aku tidak akan tinggal diam. Akan kubu-nuh perempuan iblis itu,..!"
"Kau tidak akan mampu melakukannya, Sekar.
Bahkan kalau mau, mungkin sekarang ini kau tidak
sempat lagi menghirup udara," kata Rangga tanpa bermaksud mengecilkan arti gadis
ini. "Aku tahu..., aku memang tidak setangguh ka-
lian semua. Tapi kalian harus ingat, awal dari malapetaka ini bersumber dari
diriku. Jika saja tidak ada orang gila yang mengakuiku sebagai anaknya, mungkin
hal ini tidak akan pernah terjadi," kata Sekar Telasih masih dengan nada tinggi.
Semua jadi terdiam.
"Kita akan menghadapinya bersama-sama," tegas Sekar Telasih.
*** 7 Tindakan pembalasan si Naga Merah semakin
menjadi-jadi. Beberapa tempat pemukiman penduduk
Desa Jatiwangi mulai dihancurkan satu persatu. Desa Jatiwangi ini memang
tergolong desa besar. Sementara, penduduk biasanya membangun rumah secara
berkelompok. Dan mereka membagi-bagi desa ini se-
suai kelompok-kelompok itu bertempat tinggal. Se-
hingga tidak heran jika ada yang menyebut Desa Jatiwangi Utara, Desa Jatiwangi
Selatan, dan banyak lagi
sebutan untuk desa ini.
Hal itu memang mempermudah si Naga Merah
menghancurkan desa ini sedikit demi sedikit. Janjinya pada Ki Rangkuti telah
ditepati. Dia akan membuat
kepala desa itu menderita terlebih dahulu sebelum akhirnya dilenyapkan juga dari
muka bumi ini. Dan ten-tu saja cara yang digunakan si Naga Merah membuat
Ki Rangkuti benar-benar terpukul. Sedikit demi sedikit bagian wilayah desanya
dihancurkan tanpa dapat berbuat sesuatu untuk menyelamatkan warga desanya.
Bahkan Rangga sendiri yang ada di desa itu jadi
kelabakan. Si Naga Merah dan orang-orangnya muncul
dan menghilang cepat bagaikan hantu saja. Mereka
muncul untuk menghancurkan, dan menghilang cepat
begitu selesai. Sehingga, tidak memberi kesempatan
sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti untuk
menghentikannya. Mereka selalu muncul tanpa dapat
diduga waktu dan tempatnya.
"Sekarang kita benar-benar berada di tengah-
tengah neraka, Kakang," desah Pandan Wangi agak bergumam.
Malam itu Rangga dan Pandan Wangi sedang
mengelilingi Desa Jatiwangi sambil menunggang kuda.
Bukan hanya malam ini saja mereka melakukan pe-
rondaan. Bahkan sudah empat malam, sejak sampai di
Desa Jatiwangi ini. Tapi, tetap saja mereka kecolongan.
Karena selama empat hari ini sudah tiga kali berturut-turut si Naga Merah dan
gerombolannya berhasil
menghancurkan sebagian Desa Jatiwangi tanpa dapat
dicegah lagi. "Aku tahu, dan aku tidak akan membiarkan hal
ini terus berlarut-larut," tegas Rangga juga agak mendesah suaranya.
"Apa yang bisa kita lakukan untuk menghenti-
kannya, Kakang" Sedang mereka bergerak begitu cepat seperti hantu, tanpa bisa
dicegah sedikit pun juga," ka-ta Pandan Wangi bernada mengeluh.
"Mungkin tidak ada yang bisa dilakukan. Tapi ki-ta harus menyelamatkan penduduk
yang tidak bersa-
lah sama sekali," sahut Rangga.
"Maksudmu, mengikuti rencana Ki Rangkuti..?"
tanya Pandan Wangi mencoba menebak jalan pikiran
Pendekar Rajawali Sakti.
"Tepat!" sahut Rangga singkat.
"Sama saja menggiring penduduk untuk bunuh
diri, Kakang," dengus Pandan Wangi tidak menduga kalau Rangga punya pikiran
seperti itu. "Tidak, jika dengan maksud berbeda," sahut Rangga kalem.
"Maksud, Kakang...?" Pandan Wangi jadi tidak mengerti.
"Itu hanya sekadar pancingan saja, Pandan. Kita memancing mereka keluar, di
samping mengeluarkan
penduduk dari desa ini. Kita akan menghadapi mere-
ka, sementara Ki Rangkuti membawa keluar semua
penduduk dan desa ini. Dengan begitu, penduduk bisa diselamatkan sambil
menghadapi mereka semua, Pandan," Rangga mengutarakan maksud yang terkandung
dalam pikirannya.
"Terlalu besar akibatnya, Kakang," desah Pandan Wangi mulai mengerti.
"Segala cara harus dicoba, Pandan. Tapi kita juga harus menekan jatuh korban
lebih banyak lagi. Kalau tidak, akan bertambah banyak korban, Pandan. Dan
aku tidak mungkin mengawasi seluruh Desa Jatiwangi
ini siang dan malam."
Pandan Wangi mengangguk-anggukkan kepa-
lanya. Bisa dimengerti kesulitan yang dihadapi Rangga
sekarang ini. Pendekar Rajawali Sakti bukan hanya
harus menghadapi keangkaramurkaan si Naga Merah
dan para begundalnya, tapi juga harus memikirkan
keselamatan penduduk Desa Jatiwangi.
Terutama sekali, mempertahankan desa ini agar
tidak hancur oleh keangkaramurkaan si Naga Merah.
Memang berat beban yang ditanggung Rangga
kali ini. Dan Pandan Wangi bisa mengerti kalau Rang-ga merasa bertanggung jawab
atas peristiwa yang terjadi di Desa Jatiwangi. Suatu tanggung jawab yang
sangat besar dari seorang pendekar.
"Ayo kita kembali, Pandan," ajak Rangga seraya memutar kudanya.
Pandan Wangi mengikuti Pendekar Rajawali Sak-
ti tanpa berkata sedikit pun. Tapi baru saja hendak memacu kuda menuju rumah Ki
Rangkuti kembali,
mendadak saja mereka dikejutkan suara-suara teria-
kan panjang melengking tinggi dari arah belakang. Sejenak mereka saling
berpandangan, lalu sama-sama
memutar kudanya kembali. Kedua pendekar muda itu
jadi terkejut setengah mati begitu tiba-tiba terlihat semburat terang dari api
yang berkobar cukup jauh di depan sana.
"Hiya...!"
"Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga ce-
pat menggebah kudanya, diikuti Pandan Wangi. Tapi
tentu saja gadis itu tidak bisa menyusul Dewa Bayu
yang berlari begitu cepat bagai angin, meskipun ku-
danya sudah dipaksa berpacu dengan kecepatan tinggi sekali. Jeritan-jeritan
panjang melengking itu semakin jelas terdengar saling susul. Dan udara malam
yang dingin jadi terasa panas oleh api yang semakin terlihat
besar berkobar. Sementara Rangga yang memacu ku-
danya seperti kesetanan, lebih dahulu sampai. Pendekar Rajawali Sakti jadi
terbeliak begitu melihat bagian Timur Desa Jatiwangi ini sudah jadi lautan api.
Mayat-mayat bergelimpangan di antara rumah-rumah yang
terbakar. "Hiyaaa. .!"
Rangga langsung melompat turun dari punggung
kuda begitu melihat beberapa orang berbaju serba merah tengah mengamuk membantai
penduduk yang hanya bisa berlarian kalang kabut. Dengan beberapa
kali lompatan saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah
sampai di tempat itu.
Tanpa berkata-kata lagi, pemuda berbaju rompi
putih itu langsung melepaskan satu pukulan keras
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi kepada
salah seorang berbaju merah yang berada dekat den-
gannya. Pukulan Rangga begitu cepat dan keras tidak dapat dihindari lagi, tepat
menghantam dada orang
berbaju serba merah itu.
"Aaa...!" orang itu menjerit keras. Jeritan yang melengking itu membuat enam
orang berbaju merah
lain jadi terperanjat. Mereka terbeliak begitu melihat salah seorang temannya
terjungkal tewas seketika. Lebih terkejut lagi begitu mengetahui kalau ada
Pendekar Rajawali Sakti di sini. Maka mereka bergegas berlompatan hendak
melarikan diri.
"Jangan lari kalian, Keparat! Hiyaaat...!"
Rangga jadi geram setengah mati melihat enam
orang berbaju merah mencoba melarikan diri. Dengan
kecepatan bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti melompat cepat mengejar enam
orang berpakaian serba me-
rah yang dikenalinya sebagai orang-orangnya Naga Merah. Dengan beberapa kali
putaran di udara, Pendekar
Rajawali Sakti berhasil melewati kepala enam orang
berbaju merah itu.
"Berhenti...!" bentak Rangga begitu mendarat di depan enam orang berpakaian
serba merah ini.
Keenam orang anak buah si Naga Merah itu jadi
terkejut setengah mati melihat Pendekar Rajawali Sakti tahu-tahu sudah berdiri
menghadang di depan. Maka
mereka langsung mencabut golok masing-masing, dan
melintangkannya di depan dada.
"Seraaang..!" seru salah seorang memberi perintah.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga enam orang berbaju serba me-
rah berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Golok-golok di tangan mereka berkelebat cepat di sekitar tubuh pemuda berbaju
rompi putih itu. Tapi Rang-ga bukanlah pemuda yang mudah ditaklukkan begitu
saja. Gerakan-gerakan tubuhnya begitu cepat dan ge-
sit. Sehingga, tidak mudah bagi enam orang itu untuk mendesak. Apalagi
menjatuhkannya. Bahkan ketika
Rangga mengebutkan tangannya menggunakan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega', satu orang seketika menjerit keras, begitu
kebutan itu menghantam kepala.
Kembali Rangga mengebutkan cepat tangannya
ke arah satu orang lagi. Begitu cepat serangannya sehingga orang berbaju serba
merah itu tidak dapat lagi menghindar. Dia terpekik keras, dan tubuhnya
terpental ke belakang. Orang berbaju merah itu langsung tewas seketika begitu
tubuhnya menghantam tanah.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak nyaring. Dan se-
ketika itu juga, tangannya menghentak ke depan,
mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Tepat pada saat itu, dua orang lawannya sudah bergerak menyerang secara
bersamaan. Mereka kontan ter-
kejut setengah mati, dan tak dapat lagi menarik diri menghindari pukulan lurus
yang dilepaskan Pendekar
Rajawali Sakti.
Des! Bek! "Aaa...!"
"Akh...!"
Dua jeritan panjang melengking terdengar saling
susul begitu pukulan lurus kedua tangan Rangga
menghantam dada dua orang berbaju serba merah.
Mereka langsung terpental deras sekali ke belakang, dan terbanting di tanah
begitu kerasnya. Pukulan yang dilepaskan Rangga dalam jurus 'Pukulan Maut Paruh
Rajawali' memang dahsyat luar biasa. Dada kedua
orang itu remuk, melesak kedalam. Dari mulut dan hi-dungnya mengucurkan darah
kental agak kehitaman.
Dalam dua jurus saja, Rangga sudah menjatuh-
kan empat lawannya begitu cepat. Hal ini membuat
dua orang yang masih hidup jadi bergetar hatinya. Mereka jadi ragu-ragu untuk
menyerang. Sementara,
Rangga sudah memutar tubuhnya menghadap dua
orang berbaju merah yang masih tersisa hidup. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti
melangkah mendekati.
Tatapan matanya begitu tajam menusuk langsung ke
bola mata kedua laki-laki berbaju serba merah itu.
*** "Hanya ada satu pilihan buat kalian. Menyerah, atau mati di sini..!" desis
Rangga mengancam. Kedua laki-laki berbaju merah itu saling melemparkan pan-
dangan. Mereka seperti ragu-ragu, dan tidak yakin
akan diri sendiri. Sedangkan Rangga sudah semakin
dekat saja, dan baru berhenti melangkah setelah ja-
raknya tinggal sekitar lima langkah lagi di depan dua laki-laki pengikut si Naga
Merah itu. Pada saat itu Pandan Wangi terlihat berkuda,
menghampiri sambil menuntun kuda hitam yang tadi
ditinggalkan Rangga, Gadis cantik berbaju biru yang dijuluki si Kipas Maut itu
segera melompat turun dari punggung kudanya setelah dekat dengan Pendekar
Rajawali Sakti. Kakinya langsung mendarat ringan di
samping kanan pemuda berbaju rompi putih ini.
Menyadari keadaan dirinya yang tidak mungkin
lagi bertahan, kedua laki-laki berbaju serba merah itu tiba-tiba saja mengambil
jalan yang tidak diduga, baik oleh Rangga maupun Pandan Wangi. Mereka menikam
diri sendiri dengan golok. Perbuatan kedua orang ini tentu saja membuat kedua
pendekar muda itu jadi tersentak kaget. Tapi, sudah tidak ada waktu lagi untuk
mencegah. Dua orang pengikut Naga Merah itu hanya se-
bentar saja bertahan berdiri. Sedangkan golok mereka sudah terbenam dalam di
dada. Darah menyemburat
keluar dari dada yang tertembus golok. Sesaat kemu-
dian, mereka jatuh bergelimpang di tanah dan tak bergerak-gerak lagi.
"Edan...!" desis Pandan Wangi.
Sementara di sekitar mereka, api masih terus
berkobar besar. Dan penduduk yang belum sempat
terbantai, hanya bisa meratapi rumahnya yang habis
termakan api. Memang tak ada satu rumah pun yang
masih utuh berdiri di bagian Timur Desa Jatiwangi ini.
Semua rumah yang berdiri sudah terbakar, sehingga
membuat udara malam yang seharusnya dingin jadi
terasa begitu hangat.
Dan tidak sedikit pula penduduk yang tergeletak
tak bernyawa lagi. Pada saat itu, terdengar derap kaki kuda dipacu cepat. Rangga
dan Pandan Wangi memutar tubuhnya berbalik. Tampak Ki Rangkuti bersama
Sekar Telasih langsung menghampiri kedua pendekar
muda itu. Sedangkan yang lainnya membantu pendu-
duk yang kehilangan rumah dan sanak saudaranya.
Mereka dikumpulkan di tengah jalan, menjauhi koba-
ran api yang membakar rumah-rumah mereka.
"Hanya tubuh orang, Ki. Tak ada Naga Merah di
sini," jelas Rangga setelah Ki Rangkuti dan Sekar Telasih turun dari kudanya.
"Hhh.... Hanya tujuh orang, tapi sudah membuat kerusuhan begitu besar," desah Ki
Rangkuti lirih.
"Sebenarnya berapa jumlah mereka, Kakang?"
tanya Sekar Telasih.
"Aku tidak tahu pasti. Mungkin sekitar dua pu-
luh orang," sahut Rangga.
"Jumlah yang cukup besar untuk menghancur-
kan sebuah desa," desah Pandan Wangi agak menggumam.


Pendekar Rajawali Sakti 64 Dendam Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mereka juga memiliki kepandaian yang rata-rata cukup tinggi," sambung Rangga.
"Apa mungkin kita menghadapinya, Kakang?"
tanya Pandan Wangi lagi.
"Memang mustahil dengan kekuatan yang ada
sekarang. Tapi itu bukan berarti harus diam dan me-
nyerah begitu saja. Harus ada cara untuk menghenti-
kan ulah mereka. Kalau perlu, membasmi mereka dari
muka bumi ini," tegas Rangga.
Memang Rangga jadi cepat geram jika melihat
kebiadaban yang terjadi di depan matanya. Dan bi-
asanya, Pendekar Rajawali Sakti tidak akan memberi
ampun pada orang-orang semacam Naga Merah ini.
Orang macam Naga Merah memang selalu mengguna-
kan cara-cara keji dan kotor, hanya untuk melam-
piaskan kata hatinya yang terbalut nafsu iblis.
"Kita harus can cara untuk melawan mereka,
Rangga," kata Ki Rangkuti.
"Hal itu sudah kupikirkan, Ki. Tapi aku juga
memikirkan keselamatan penduduk desa ini. Korban
sudah terlalu banyak berjatuhan. Dan aku tidak ingin jatuh korban lebih banyak
lagi," tegas Rangga menyambut ucapan Ki Rangkuti barusan.
"Kau punya cara, Rangga?" tanya Ki Rangkuti seperti ingin tahu jalan pikiran
Pendekar Rajawali Sakti.
"Ada. Tapi, ini mengandung bahaya yang sangat
besar, Ki," sahut Rangga.
"Cara apa pun harus dilaksanakan. Dan pengor-
banan sudah barang tentu harus ada, demi tujuan
mulia, Rangga," tegas Ki Rangkuti, bisa mengerti per-kataan Pendekar Rajawali
Sakti tadi. "Kakang, apa tidak sebaiknya dipikirkan dulu
mengenai rencana itu...," selak Pandan Wangi yang tampaknya masih kurang setuju
dengan rencana yang
dikemukakan Rangga.
"Memang harus dibicarakan dulu, Pandan. Dan
aku rasa tidak baik jika hanya kita saja yang mengetahui. Ini harus diketahui,
paling tidak oleh sesepuh de-sa ini," kata Rangga, bisa menangkap nada kurang
setuju dari suara Pandan Wangi.
"Besok aku mengumpulkan sesepuh desa ini,
dan kita bisa bicarakan cara-cara yang terbaik untuk menanggulangi bencana ini,
Rangga," selak Ki Rangkuti.
"Itu lebih baik, Ki," sambut Rangga.
"Sebaiknya, sekarang kita bantu penduduk dulu.
Nanti dibicarakan lagi, Rangga," kata Ki Rangkuti lagi.
Mereka kemudian melangkah menghampiri pen-
duduk yang berkumpul di tengah jalan. Hanya tinggal sekitar dua puluh orang saja
yang tersisa. Memang
tindakan orang-orang Naga Merah begitu cepat dan kejam. Sehingga dalam waktu
sebentar saja, sudah
membakar habis rumah-rumah di bagian Timur Desa
Jatiwangi ini, walau hanya dengan tujuh orang saja.
Kalau saja Rangga tidak keburu datang tadi, mungkin tak ada lagi penduduk yang
masih bisa bernapas sekarang ini.
*** Bukan hanya Ki Rangkuti saja. Tapi semua sese-
puh Desa Jatiwangi yang siang ini berkumpul di ru-
mah kepala desa itu tidak ada yang mempunyai satu
cara pun untuk menghadapi kebrutalan si Naga Me-
rah. Sehingga, begitu Rangga mengemukakan satu ca-
ra, mereka langsung menyetujui. Meskipun Pendekar
Rajawali Sakti juga mengemukakan bahaya terberat
yang akan dihadapi. Terlebih lagi jika rencana yang di-kemukakannya tidak
berjalan mulus. Bukan hanya
kegagalan yang akan didapatkan, tapi juga kehancu-
ran Desa Jatiwangi yang memang diinginkan si Naga
Merah. Setelah pertemuan itu selesai, Rangga langsung
keluar dari rumah Ki Rangkuti. Wajahnya kelihatan
begitu murung. Hatinya begitu terenyuh melihat kepasrahan sesepuh desa yang
tidak bisa lagi mengemuka-
kan pendapat untuk menanggulangi malapetaka ini.
Sehingga, mereka langsung menyetujui usul yang diberikan Pendekar Rajawali
Sakti. Rangga menghem-
paskan diri di bangku samping rumah. Pandangannya
begitu kosong, tertuju lurus ke depan. Matanya me-
rayapi sekitarnya yang terasa lengang, bagaikan bera-da di sebuah desa mati yang
tak berpenghuni lagi.
"Kakang...!"
Rangga berpaling ketika mendengar suara lem-
but dari belakang. Bibirnya berusaha tersenyum saat melihat Sekar Telasih
berjalan menghampirinya. Gadis itu langsung duduk di samping Pendekar Rajawali
Sakti. Rangga juga sempat melihat Pandan Wangi di
depan rumah sedang berbincang bersama Ki Rangkuti.
Pandan Wangi juga sempat melirik ke arah Pendekar
Rajawali Sakti ini. Tapi, gadis itu bersikap seolah-olah tidak melihatnya. Dan
Rangga tahu kalau kekasihnya
memang sengaja tidak menghampiri, bahkan malah
membelakanginya.
"Kau sedih melihat sikap mereka, Kakang...?"
ujar Sekar Telasih seperti mengetahui yang ada dalam hati Pendekar Rajawali
Sakti saat ini.
"Entahlah...," desah Rangga perlahan.
"Memang seharusnya mereka tidak perlu bersi-
kap begitu, Kakang. Tapi, kepasrahan mereka tidak bi-sa disalahkan. Memang tidak
ada yang bisa dilakukan selain bersikap pasrah menerima nasib," kata Sekar
Telasih juga pelan suaranya.
"Kepasrahan itu yang membuat bebanku terasa
semakin berat. Aku seperti dituntut untuk menyela-
matkan mereka dari keangkaramurkaan Naga Merah.
Hhh...! Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi jika ayahmu mau berterus terang
sejak dulu. Barangkali
malapetaka ini bisa dicegah," ujar Rangga masih dengan suara perlahan.
"Bukan hanya ayah saja yang salah, Kakang. Ta-
pi aku juga," sergah Sekar Telasih. "Kalau saja aku
mau mengakui Nyi Rongkot sebagai ibuku, barangkali
semua ini tidak akan pernah terjadi."
"Ya! Dan kau harus rela menjadi istri si Buto Dungkul," agak mendengus nada
suara Rangga. "Itu yang tidak kuinginkan, Kakang. Aku hanya
mengakui Nyi Rongkot adalah ibuku, barangkali masih bisa kuterima. Tapi
perjanjiannya dengan si Buto
Dungkul itu yang membuatku semakin membencinya."
"Semua sudah berakhir, Sekar. Tak ada gunanya
lagi disesalkan. Apalagi mesti mencari kambing hitam segala. Yang harus kita
lakukan sekarang, memper-siapkan diri untuk menghadapi si Naga Merah. Hanya
itu, Sekar...," tegas Rangga mantap.
"Ya, memang hanya itu yang bisa dilakukan se-
karang, Kakang," desah Sekar Telasih.
Mereka kemudian terdiam membisu. Tak ada lagi
yang berbicara. Sedangkan Rangga masih memikirkan
cara yang terbaik untuk bisa menghadapi si Naga me-
rah, tanpa harus mengorbankan banyak penduduk.
Hal ini memang terasa amat sulit. Mengingat, ilmu
'Naga Merah' yang dimiliki perempuan tua itu dahsyat luar biasa. Belum lagi para
pengikutnya, yang rata-rata memiliki tingkat kepandaian cukup tinggi. Se-
dangkan yang diandalkan hanya dirinya sendiri dan
Pandan Wangi. Dan di Desa Jatiwangi ini sendiri, hanya Ki
Rangkuti saja yang memiliki kepandaian tinggi. Se-
dangkan Sekar Telasih dan semua murid Padepokan
Jatiwangi hanya memiliki kepandaian rendah dan tak
mungkin bisa diandalkan. Keadaan seperti ini yang
membuat Rangga harus berpikir keras, mencari cara
yang terbaik. Sedangkan pelaksanaan rencana itu
akan dilakukan malam nanti.
*** 8 Pagi-pagi sekali, di saat matahari belum menam-
pakkan diri, seluruh penduduk Desa Jatiwangi sudah
berkumpul di halaman depan rumah Ki Rangkuti.
Rangga yang menyaksikan kalau semua penduduk de-
sa sudah berkumpul, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh
tidak disangka kalau kepercayaan yang diberikan penduduk Desa Jatiwangi ke-
padanya begitu besar.
Memang Rangga sudah berpesan pada sesepuh
desa agar tidak memaksa penduduk desa untuk ikut
dalam permainan ini. Tapi kenyataannya, begitu men-
dengar yang akan melindungi adalah Pendekar Raja-
wali Sakti, tak ada lagi keraguan di hati mereka semua. Karena, semua penduduk
Desa Jatiwangi me-
mang sudah mengetahui kedigdayaan Pendekar Raja-
wali Sakti. 'Ternyata mereka lebih percaya padamu daripada
kepala desanya sendiri, Kakang," ujar Pandan Wangi setengah berbisik di dekat
telinga Rangga.
"Jangan menyindirku, Pandan," desis Rangga ju-ga berbisik.
"Tapi kenyataannya begitu, bukan...?"
"Aku rasa bukan kepercayaan dasarnya. Tapi,
tekanan yang dihadapi, yang menyebabkan mereka
memilih menerjang bahaya daripada tetap tinggal di
sini. Toh, apa pun yang dipilih, keadaan akan tetap sama saja. Jika Hyang Widi
menghendaki, mereka bisa terbebas dari tekanan penderitaan ini, Pandan," elak
Rangga, merendah.
Sementara itu Ki Rangkuti memberi beberapa
penjelasan pada warga desanya. Kepala desa itu me-
minta agar tak seorang pun berbuat di luar perintah yang akan diberikan Pendekar
Rajawali Sakti nanti.
Dan ketika Ki Rangkuti meminta Rangga untuk berbi-
cara, dengan halus Pendekar Rajawali Sakti menolak.
Karena tak ada lagi yang di-bicarakan, mereka memu-
tuskan segera berangkat meninggalkan desa ini mela-
lui jalan Utara.
Rangga dan Ki Rangkuti berkuda paling depan,
disusul Sekar Telasih dan Pandan Wangi. Kemudian
para sesepuh desa dan seluruh penduduk Desa Jati-
wangi mengikuti dari belakang. Sementara kegelapan
masih menyelimuti seluruh desa, meskipun kokok
ayam jantan sudah terdengar riuh saling sambut. Ki-
cauan burung pun sudah terdengar, seakan-akan
mengiringi keberangkatan mereka yang hendak me-
ninggalkan desa ini. Semburat rona merah mulai terlihat di kaki langit sebelah
Timur ketika rombongan yang berjumlah cukup besar itu mulai memasuki wilayah
Utara Desa Jatiwangi.
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar suara tawa keras meng-
gelegar mengejutkan mereka semua. Rangga langsung
menghentikan langkah kaki kudanya. Tangannya sege-
ra diangkat, meminta seluruh penduduk yang mengi-
kutinya untuk berhenti. Suara tawa itu terus terdengar semakin keras. Tapi, tak
ada seorang pun penduduk
Desa Jatiwangi itu yang bergeming. Mereka begitu paruh pada perintah Rangga.
"Hup...!"
*** Dengan satu gerakan ringan sekali, Rangga me-
lompat turun dari punggung kudanya. Ki Rangkuti,
Pandan Wangi, dan Sekar Telasih bergegas melompat
turun dari punggung kuda masing-masing mengikuti
Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan murid-murid Pa-
depokan Jatiwangi yang dipimpin Walikan, segera bersiap menghadapi segala yang
akan terjadi. Golok-golok mereka sudah terhunus tergenggam di tangan kanan.
"Suruh mereka semua menyingkir, Ki," kata Rangga setengah berbisik.
Ki Rangkuti bergegas memerintahkan warga de-
sanya untuk menyingkir menjauhi tempat ini. Tanpa
ada yang membantah sedikit pun, mereka bergerak
menjauhi tempat itu. Tapi, mereka masih berkumpul
di belakang murid-murid Padepokan Jatiwangi. Se-
mentara Rangga, Pandan Wangi, Sekar Telasih, Wali-
kan, dan Ki Rangkuti masih tetap tak beranjak dari
tempatnya. Bersamaan menghilangnya suara tawa yang ter-
dengar keras menggelegar, dari balik semak dan pepohonan bermunculan orang-orang
berbaju serba merah
yang semuanya menghunus senjata golok berukuran
lebih panjang dari golok biasa. Mereka berdiri berjajar, bersikap menantang
sekitar dua tombak di depan Pendekar Rajawali Sakti dan pendampingnya.
"Hosss...!"
Tiba-tiba terdengar suara mendesis yang begitu
keras. Tak berapa lama kemudian, muncul seekor ular naga raksasa berwarna merah
dari kelebatan pepohonan di belakang orang-orang berbaju serba merah itu.
Tampak di atas kepala ular naga itu berdiri perempuan tua berjubah merah. Ki
Rangkuti, Pandan Wangi, Sekar Telasih, dan semua penduduk Desa Jatiwangi jadi
terkejut setengah mati melihat seekor naga berwarna merah. Besarnya, tidak kalah
dari pohon kelapa. Binatang aneh itu muncul bersama perempuan tua yang
selama ini menjadi momok bagi mereka semua. Hanya
Rangga yang kelihatan begitu tenang, menatap tajam
pada si Naga Merah yang berada di atas kepala ular
naganya. "Hancurkan mereka semua...!" seru si Naga Merah lantang.
"Yeaaah...!"
"Hiyaaa...!"
Seketika itu juga orang-orang berbaju serba me-
rah berlarian cepat sambil berteriak-teriak meng-
ayunkan golok di atas kepala. Rangga yang memang
sudah muak oleh kekejaman mereka, langsung melen-
tingkan tubuhnya. Segera disongsongnya orang-orang
berbaju serba merah itu.
"Hiyaaa...!"
Pandan Wangi juga tidak mau ketinggalan. Sam-
bil berteriak nyaring melengking, si Kipas Maut me-
lompat cepat sambil mencabut kipas baja putihnya
yang terkenal membawa hawa maut. Sementara Sekar
Telasih dan Walikan yang hendak mengikuti kedua
pendekar muda itu, sudah keburu dicegah Ki Rangku-
ti. Pertarungan pun tak dapat dihindari lagi. Rangga
dan Pandan Wangi mengamuk begitu dahsyat, mem-
buat orang-orang berbaju merah jadi kalang kabut
menghadapinya. Pukulan-pukulan dari jurus 'Pukulan
Maut Paruh Rajawali' yang dilepaskan Rangga memang
dahsyat luar biasa. Tak ada seorang pun dari lawan
yang mampu menandingi jurus dahsyat itu. Terlebih


Pendekar Rajawali Sakti 64 Dendam Naga Merah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi, Pandan Wangi dengan kipas mautnya yang me-
mang sukar dicari tandingannya.
Teriakan-teriakan pertarungan seketika bercam-
pur baur dengan pekik dan jerit melengking kematian dari orang-orang berbaju
merah. Mereka berpentalan, tak mampu menghadang gempuran kedua pendekar
muda digdaya itu. Satu persatu mereka dibuat ambruk tak mampu bangkit lagi. Dan
kenyataannya, memang
kedua pendekar muda itu tidak memerlukan bantuan
untuk menghadapi para pengikut si Naga Merah ini.
Dalam waktu yang tidak berapa lama saja, sudah
tak ada seorang pun dari lawan-lawan yang bisa berdi-ri lagi. Tubuh-tubuh
berbaju merah bergelimpangan di tanah tanpa nyawa lagi. Sementara Rangga dan
Pandan Wangi berdiri tegak, bersikap menantang si Naga Merah yang berdiri angkuh
di atas kepala ular naga
raksasanya. *** "Kau mundur, Pandan," ujar Rangga tanpa berpaling sedikit pun.
"Tapi, Kakang...," Pandan Wangi kelihatan cemas melihat ular naga raksasa itu.
"Aku sudah pernah menghadapinya, Pandan.
Minggirlah," ujar Rangga cepat. sebelum Pandan Wangi bisa berkata lagi.
Sebentar Pandan Wangi menatap Pendekar Ra-
jawali Sakti, kemudian melangkah mundur menjauh.
Sementara Rangga melangkah beberapa tindak ke de-
pan, mendekati si Naga Merah yang masih berdiri angkuh di atas kepala ular naga
raksasanya. Sedangkan
Ki Rangkuti yang sudah mengetahui akan terjadi per-
tarungan dahsyat, segera membawa Pandan Wangi,
Sekar Telasih, dan Walikan menyingkir lebih jauh lagi.
Bahkan warga desanya diperintahkan agar mencari
tempat berlindung yang agak jauh lagi.
"Kita selesaikan urusan ini sekarang, Pendekar Rajawali Sakti," desis si Naga
Merah dingin. "Hm..., silakan," sambut Rangga kalem.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja perempuan tua berjubah merah itu
melenting tinggi ke udara. Pada saat yang bersamaan, ular naga raksasa itu
bergerak cepat menerkam Rangga yang sejak tadi memang sudah siap. Pendekar Ra-
jawali Sakti sudah mengetahui cara penyerangan Naga Merah ini. Dan begitu kepala
naga raksasa itu dekat dengan dirinya, cepat sekali tubuhnya melesat ke
samping, dan bergulingan beberapa kali di tanah.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga cepat melesat bangkit, lalu melenting ke
udara sambil mencabut pedangnya yang tersampir di
punggung. Cahaya biru berkilau menyilaukan mata
seketika menyemburat keluar menerangi sekitarnya,
begitu Pedang Rajawali Sakti keluar dari warangkanya.
"Hiyaaa...!"
Beberapa kali Rangga berputar di udara, lalu ce-
pat-cepat mengebutkan pedangnya. Dan secepat itu
pula, tubuhnya meluruk deras ke bawah dengan ujung
pedang tertuju lurus ke tubuh ular naga raksasa itu.
Crab! "Ghraaaugkh...!"
Ular naga raksasa itu menggelepar sambil me-
raung keras menggelegar, begitu pedang Pendekar Ra-
jawali Sakti menghunjam dalam di tubuhnya.
"Hap!"
Sambil menjejakkan kakinya ke tubuh ular naga
raksasa itu, Rangga kembali melenting ke udara sam-
bil mencabut pedang yang terbenam cukup dalam di
tubuh ular naga itu. Beberapa kali Rangga melakukan
putaran yang indah di udara, sebelum kakinya menje-
jak cukup jauh dari ular naga raksasa itu.
Pada saat yang bersamaan, perempuan tua yang
berjuluk si Naga Merah meluruk deras ke arah Pende-
kar Rajawali Sakti sambil memberi satu pukulan keras menggeledek mengandung
pengerahan tenaga dalam
tinggi. "Hiyaaat...!"
"Uts!"
Hanya sedikit saja Rangga memiringkan tubuh-
nya ke kiri, sehingga pukulan yang dilepaskan si Naga Merah tidak sampai
mengenai sasaran.
Bet! Secepat kilat Rangga mengebutkan pedangnya,
memberi serangan balasan. Tapi si Naga Merah sudah
lebih cepat lagi melompat mundur menghindari teba-
san pedang yang memancarkan sinar biru berkilau itu.
Dan sebelum Rangga bisa menarik pedangnya kembali,
ular naga raksasa berwarna merah itu sudah kembali
menyerang dahsyat sambil menggerung keras bagai
halilintar. "Suiiit...!"
Tiba-tiba saja Rangga bersiul nyaring melengking
tinggi begitu kakinya menjejak tanah. Belum lagi si-ulannya menghilang dari
pendengaran, perempuan tua
berjubah serba merah sudah kembali memberi seran-
gan cepat dan beruntun. Rangga terpaksa berjumpali-
tan menghindari pukulan-pukulan yang begitu cepat
dan bertenaga dalam sangat tinggi itu.
Memang, keadaan Pendekar Rajawali Sakti sung-
guh mencemaskan Dia diserang perempuan tua berju-
bah merah dan ular naga raksasa secara bergantian,
beruntun dan cepat sekali. Jurus-jurus yang dikerahkannya seperti tidak punya
arti sama sekali. Namun
demikian, beberapa kali Rangga berhasil menebaskan
pedangnya ke tubuh ular naga raksasa itu. Tapi, ular itu seperti tidak
berpengaruh sama sekali. Bahkan serangan-serangannya semakin dahsyat saja,
sehingga membuat Rangga tampak kerepotan. Belum lagi harus
menghindari serangan-serangan yang dilancarkan si
Naga Merah yang tidak kalah dahsyatnya dari ular na-ga raksasa itu.
Entah sudah berapa jurus berlalu, tapi pertarun-
gan belum juga ada tanda-tanda akan berakhir. Se-
dangkan keadaan Rangga semakin kelihatan kedodo-
ran menghadapi dua lawan yang begitu dahsyat seran-
gan-serangannya. Hingga pada satu saat...
"Yeaaah...!"
Cepat sekali si Naga Merah melepaskan satu pu-
kulan keras berkekuatan tenaga dalam yang begitu
tinggi tingkatannya. Rangga yang baru saja menghin-
dari serangan ular naga raksasa, tidak dapat lagi men-gelak. Dan....
Desss! "Aaakh...!"
Rangga terpental deras ke belakang ketika puku-
lan yang dilepaskan si Naga Merah menghantam telak
dadanya. Sebongkah batu yang cukup besar seketika
hancur berkeping-keping terlanda tubuh Pendekar Ra-
jawali Sakti. Dan sebelum pemuda berbaju rompi putih itu bisa bangkit berdiri,
ular naga raksasa sudah melesat cepat hendak menerkam. Mulutnya yang begitu be-
sar tampak ternganga lebar, siap mengoyak tubuh
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi belum juga ular naga
raksasa itu sampai, tiba-tiba saja....
"Khraaagkh...!"
Sukar diikuti pandangan mata biasa. Mendadak
saja dari angkasa meluncur cepat bagai kilat seekor
burung rajawali putih raksasa yang langsung menye-
rang ular naga merah raksasa itu. Paruh burung rajawali putih itu mendarat tepat
di mata ular naga merah, hingga ular raksasa itu meraung keras menggelegar.
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat bangkit berdiri.
Sementara itu, si Naga Merah jadi terlongong melihat kemunculan burung rajawali
raksasa yang langsung
menyerang ular naga ciptaannya. Di lain tempat Rang-ga sudah melompat cepat
sambil mengebutkan pedang
pusakanya ke arah perempuan tua berjubah merah
itu. "Hiyaaat...!"
Bet! "Ikh...!"
Si Naga Merah jadi terkejut setengah mati. Ce-
pat-cepat perempuan tua itu melompat ke belakang
menghindari tebasan pedang yang memancarkan sinar
biru terang berkilau. Dan begitu kakinya menjejak tanah, seketika kedua
tangannya dihentakkan ke depan.
"Yeaaah...!"
Secercah cahaya merah tiba-tiba saja meluncur
deras keluar dari kedua telapak tangannya. Sementara Rangga yang mengetahui
kalau lawan sudah mengeluarkan ilmu kesaktian, cepat-cepat memiringkan tubuh ke
kanan, lalu cepat menarik ke kiri. Dan begitu tubuhnya tegak, mata pedangnya
digosok dengan telapak tangan kirinya.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'.... Yeaaaah...!"
Seketika itu juga, Rangga menghentakkan pe-
dangnya ke depan, tepat ketika sinar merah yang ke-
luar dari telapak tangan si Naga Merah berada dekat dengannya.
Glarrr...! Satu ledakan keras menggelegar tiba-tiba ter-
dengar dahsyat ketika sinar merah menghantam ujung
pedang yang kini cahayanya membentuk bulatan sebe-
sar kepala manusia. Dan bulatan cahaya biru itu langsung melesat cepat ke arah
si Naga Merah, begitu sinar merahnya menghilang. Begitu cepatnya cahaya biru itu
meluncur, sehingga Naga Merah tidak sempat lagi
menghindarinya.
"Akh...!"
Seluruh tubuh si Naga Merah begitu cepat terse-
lubung sinar biru yang memancar deras dari mata Pe-
dang Rajawali sakti. Perlahan-lahan Rangga melang-
kah mendekati, di saat perempuan tua itu menggeliat-geliat sambil menjerit-jerit
melengking tinggi terselu-bung cahaya biru seluruh tubuhnya.
"Yeaaah...!" tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar.
Dan bagaikan kilat, pedangnya dikebutkan ke
arah leher si Naga merah yang sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi setelah
seluruh tubuhnya terselu-
bung cahaya biru. Sehingga....
Cras! "Aaa...!"
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat ke belakang sejauh
satu batang tombak. Saat itu juga Pedang Rajawali
Sakti dimasukkan ke dalam warangkanya di pung-
gung. Maka, sinar biru langsung lenyap seketika. Sementara itu, tampak si Naga
Merah berdiri kaku tak
bergeming. Lalu, sesaat kemudian tubuhnya ambruk
ke tanah dengan kepala terpisah dari leher. Darah
langsung muncrat keluar dari leher yang terpenggal.
"Aaargkh.,.!"
Pada saat yang bersamaan, ular naga merah rak-
sasa menggelepar dahsyat sambil menggerung keras.
Akibatnya, bumi bergetar bagai terguncang gempa. La-lu, seluruh tubuh ular
raksasa itu mengepulkan asap tebal berwarna merah. Dan begitu asap menghilang,
ular raksasa itu pun lenyap. Tampak sebatang tongkat berbentuk ular berwarna
merah tergeletak di tanah.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas pan-
jang. Kemenangan Pendekar Rajawali Sakti langsung
disambut sorak-sorai yang begitu gegap gempita oleh seluruh penduduk Desa
Jatiwangi. Mereka berhambu-ran, berlarian menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.
Tanpa dapat dicegah lagi, mereka langsung mengang-
kat Rangga beramai-ramai. Hal ini membuat Pendekar
Rajawali Sakti tak dapat lagi menahan keharuannya.
Mereka bersorak-sorai menggotong Rangga beramai-
ramai, kembali ke Desa Jatiwangi. Sementara, Pandan Wangi dan Sekar Telasih
hanya dapat memandangi
dengan mata berkaca-kaca.
Sedangkan di tempat lain, Ki Rangkuti langsung
menjatuhkan diri, berlutut mengucapkan syukur ka-
rena malapetaka telah berlalu dari desanya. Suasana yang semula begitu mencekam,
kini berubah jadi gegap gempita oleh sorak-sorai para penduduk yang meluap-kan
kegembiraan. Mereka kini telah terbebas dari be-lenggu ketakutan yang menghantui
selama beberapa
hari ini. SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Lovely Peace
Iblis Pulau Hitam 1 Mustika Lidah Naga 4 Kisah Si Rase Terbang 11
^