Pencarian

Sampul Maut 8

Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 8


orang lain seperti mengukur dirinya sendiri.
"Aku tak dapat membaca isi hati mereka, tetapi aku kira mereka
setuju kita pergi mencari benda mujizat Tok-beng-oey-hong,"
sahutnya. 569 "Aku kira mereka menganggap kita tak akan datang kembali?"
"Tidak bisa jadi!"
"Kau mungkin tidak melihat wajah mereka, tetapi aku masih
sempat melihatnya. Mereka mencurigai kepergian kita ini!"
"Tetapi kita tokh tidak bermaksud demikian!"
To Siok Keng berlagak bersikap hianat dengan mengusulkan.
"Ini adalah kesempatan yang baik untuk kita menyelamatkan diri.
Kita sudah tiada di dalam gedung itu, dan kita dapat menjauhkan
diri dari Pek Tiong Thian!"
Wei Beng Yan terkejut mendengar usul itu, dan ia tak mau percaya
jika kupingnya mendengar ucapan begitu dari To Siok Keng.
Dengan kedua mata melotot ia berkata.
"Sumoay, apakah kau sedang bersenda-gurau! Misalnya kita gagal
mencari Tok-beng oey-hong, kita sudah berjanji akan kembali,
maka kita harus kembali. Tidak pantas jika kita mengingkari janji
kita sendiri!"
To Siok Keng tertawa dan menyahut.
"Suko, aku hanya berlagak saja. Aku tidak mengusulkan itu dengan
sungguh-sungguh!"
"Aku menyesal sekali sudah tidak mendengari nasehatmu
sehingga aku menjadi seorang yang tak berguna kini. Namun,
570 meskipun aku harus menghadapi maut, aku tak akan mengingkari
janji. Berhasil atau tidaknya kita peroleh Tok-beng-oey-hong kita
harus kembali sebelum Pek Tiong Thian datang ke markas Lee
susiok!" "Aku hanya berdoa agar kita berhasil memperoleh Tok-beng-oeyhong!"
Demikianlah mereka bercakap-cakap sambil meneruskan
perjalanan. Pada tengah hari mereka sudah tiba di kaki satu jurang
yang sangat tebing dan curam.
Wei Beng Yan segera mengenali bahwa jurang itu adalah jurang
Beng-keng-ya. Mereka menjadi cemas ketika melihat tangga tali untuk naik atau
turun ke atas dari jurang itu sudah putus. Dilihat dari keadaan,
mungkin juga satu orang pun tidak ada dalam kuil Cit-po-sie itu,
sebab tangga tali yang putus itu tidak diganti. Untuk turun dari atas
ke bawah, orang masih dapat melakukannya, tetapi untuk naik ke
atas, rupanya sukar sekali!
"Sumoay," kata Wei Beng Yan, "apakah kita harus naik juga ke atas
puncak itu?"
"Mengapa tidak?"
"Tangga tali sudah diputus orang, bagaimana kita akan naik?"
To Siok Keng mengawasi jurang itu dengan teliti, lalu berkata.
571 "Jika orang-orang dari kuil Cit-po-sie bisa naik dan turun, mengapa
kita tidak bisa?"
"Tangga tali itu sudah putus, tetapi tidak diganti. Itu dapat
membuktikan bahwa kuil Cit-po-sie sudah tiada penghuninya!"
"Apakah orang harus turun atau naik dengan mengandeli tangga
tali itu saja?"
Wei Beng Yan tak dapat menyahut.
To Siok Keng melanjutkan omongannya.
"Orang yang pertama naik ke atas jurang ini tentu tidak naik
dengan perantaraan tangga tali, bukan?"
Tetapi bagaimana kita dapat naik ke atas" Jurang ini tebing sekali."
"Tenagamu sudah banyak berkurang. Kau dapat mengorek lubang
di permukaan jurang ini dengan ujung pedangmu, lalu lubanglubang itu dapat digunakan sebagai anak tangga untuk naik ke
atas!" "Sumoay! Jurang ini tinggi sekali. Jika aku harus naik dengan
mengorek-ngorek lubang dengan ujung pedangku, sampai kapan
baru kita sampai ke atas!"
"Jika kau ulet, selonjor besi dapat kau gosok sehingga menjadi
sebatang jarum!"
572 Wei Beng Yan segera mengerti maksud To Siok Keng, yang selalu
menganjurkannya agar jangan putus asa. Ia segera mecabut
pedangnya dan mulai mencongkel lubang untuk dibuat tangga
mendaki jurang yang tebing itu.
Setelah mencongkel beberapa lubang, Wei Beng Yan segera
mendaki dengan pelahan dan hati-hati sekali, diikuti oleh To Siok
Keng. Pekerjaan itu memerlukan kesabaran, ketekunan dan keuletan,
mungkin juga mereka akan mengambil waktu sampai tiga hari
untuk tiba di atas jurang.
Apakah mereka akan berhasil mendaki jurang itu" Karena itu
berarti berada di permukaan jurang selama tiga hari tiga malam
tanpa makan dan minum" Tetapi mereka sudah bertekad mendaki
jurang itu dengan harapan berhasil mencari Tok-beng-oey-hong di
kuil Cit-po-sie, mereka maju terus!
Ketika sudah mendaki jurang itu selama setengah hari, Wei Beng
Yan berkata kepada To Siok Keng yang berada di bawah kakinya.
"Sumoay, apakah kau merasa takut?"
"Ya! aku merasa takut!" sahut To Siok Keng.
"Sumoay, apa yang kau takuti" Misalnya kita jatuh dan mati
bersama di sini, aku kira sama saja seperti kita akan tewas di
gedungnya Lee Susiok! Pek Tiong Thian pasti datang ke sana, dan
tanpa Tok-beng-oey-hong kita tak dapat melawan dia!"
573 "Suko, sekarang giliranku untuk mencongkel lubang. Berikanlah
pedang itu kepadaku!"
Dari atas Wei Beng Yan memberikan pedangnya kepada To Siok
Keng yang segera menusukkan ujung pedang itu ke dalam
permukaan jurang, dan ujung kakinya menendang lubang,
sehingga tubuhnya melonjak ke atas melewati Wei Beng Yan dan
secepat kilat menusukkan ujung pedangnya ke permukaan jurang
lagi. Demikianlah mereka mencongkel lubang di permukaan jurang itu
dan mendaki jurang tersebut dengan ulet dan tekun. Mereka
kehujanan pada malam harinya, maka pada keesokan harinya
mereka sudah menjadi sangat letih.
Angin gunung meniup keras dan tiupan itu hanya tambah
mengganggu usaha mereka saja. Mereka sudah melupakan
bahaya, dan bertekad akan mendaki terus pantang mundur
walaupun apa yang akan terjadi. Waktu mereka tiba di birai jurang
lalu duduk untuk beristirahat di atas birai itu. Namun mereka tak
berani beristirahat terlalu lama, sebab sang waktu mendesak terus.
Sinar matahari menjemur kering pakaian mereka yang basah dan
mengangatkan tubuh, tetapi tak dapat mengangkat perasaan lapar
mereka. Pada hari kedua, mereka merasa lebih letih lagi. Tapi mereka tidak
putus asa, mereka mendaki terus, hanya kini tampak mereka
mencongkel lebih lambat. Pada tengah malamnya turun hujan
besar lagi sehingga permukaan jurang itu jadi makin licin. Mereka
terpaksa berhenti sambil menempelkan tubuh di permukaan jurang
574 itu. Kaki tangan mereka menjadi kaku karena kedinginan. Jika
lengah, maka mereka pasti tergelincir dan jatuh terhampar di
bawah! Tiba-tiba Wei Beng Yan melantun.
"Angin utara Hujan lebat Jika kita Kita tewas menunaikan tugas!"
meniup turun harus keras bebas, tewas, Suaranya bergema di pegunungan itu, dan mereka selalu insaf
akan kedudukan mereka yang sangat berbahaya.
Setelah hujan berhenti, mereka meneruskan mencongkel lubang
dan terus mendaki jurang!
Pada pagi hari yang ketiga, mereka sudah hampir tiba di atas
jurang. Mereka menjadi pening ketika menoleh ke bawah!
"Sumoay, jika kita berhasil mendaki jurang ini, aku yakin kitapun
akan berhasil mencari Tok-beng-oey-hong dan membasmi Pek
Tiong Thian!" kata Wei Beng Yan.
To Siok Keng bersenyum dengan perasaan terhibur, karena ia
telah melihat bahwa Wei Beng Yan sudah mulai memperoleh
kembali kepercayaan atas dirinya sendiri.
Mereka mendaki terus dengan susah payah, dan empat meter lagi
mereka akan segera tiba di atas jurang. Tiba-tiba Wei Beng Yan,
merasa pusing dan kedua matanya gelap!
575 To Siok Keng juga melihat bahwa muka pemuda itu mendadak
menjadi pucat. "Suko!" serunya "Kau mengapa" Kau berhenti dulu, biar aku yang
mendaki terus lalu menarik kau ke atas dengan tali!"
Wei Beng Yan memejamkan kedua matanya dan tidak menyahut.
To Siok Keng menjadi gelisah. Ia berada di sebelah atas. Apakah
ia harus turun memegangi Wei Beng Yan, apakah ia harus terus
mendaki ke atas jurang, lalu mencari tali mengangkat Wei Beng
Yan" Wei Beng Yan membuka kedua matanya dan berusaha mendaki
jurang itu lagi. Tetapi...... ia seolah-olah kehilangan tenaga dan tak
dapat memegang sesuatu di permukaan jurang itu. Ia kejengkang
ke belakang dan jatuh ke bawah!
Bukan main kaget To Siok Keng melihat kejadian itu. Ia pejamkan
kedua matanya dan menjerit.
Justru pada saat Wei Beng Yan terjengkang ke belakang, satu tali
lasso berhasil menjirat tubuhnya, dan ia terangkat ke atas jurang!
Kejadian yang mujizat itu tak dapat dipercaya oleh To Siok Keng.
Apakah ia sedang bermimpi" Ia lekas mendaki lagi, dan segera
tiba di atas jurang di mana ia lihat Wei Beng Yan yang masih belum
sadar, telah diletakan di atas tanah dan tali lasso masih menjirat
tubuhnya. 576 To Siok Keng mencari penolong Sukonya, tetapi ia tak melihat
orang di sekitar tempat itu. Lalu ia buka tali lasso yang menjirat
tubuh Wei Beng Yan, mengurut beberapa urat nadinya dan sejenak
kemudian, Wei Beng Yan sudah sadar lagi.
"Suko, kita sudah tiba di atas jurang!" seru si gadis girang.
"Sumoay, apakah kau yang telah menolong aku?" tanya Wei Beng
Yan. To Siok Keng menggeleng-geleng kepalanya seraya menyahut.
"Bukan!"
Wei Beng Yan bangun dan menanya lagi.
"Jika bukan kau, siapakah yang telah menolong aku?"
"Akupun tidak tahu, aku hanya melihat tali lasso menjirat tubuhmu
dan kau terangkat ke atas jurang! Aku kira aku sedang bermimpi
menyaksikan kejadian yang mujizat itu!"
"Hm! Penolongku tentu masih berada di atas jurang ini," kata Wei
Beng Yan "Ayoh, kita cari. Aku ingin menghaturkan terima kasih
kepadanya!"
Baru saja ia mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba tampak, entah
dari mana datangnya, seorang yang sudah sangat lanjut usianya
sudah berdiri di hadapan mereka. Rambut, alis, jenggot dan kumis
kakek itu sudah putih semua, tetapi kedua matanya masih bersinar
sekali dan mengenakan jubah putih, sebelah tangannya
memegang satu tongkat kayu dari dahan pohon.
577 Melihat orang itu, Wei Beng Yan dan To Siok Keng terkejut sekali,
tetapi mereka segera insyaf bahwa tentu orang inilah yang telah
menolong Wei Beng Yan barusan, maka mereka segera berlutut.
Kakek itu segera mengebut lengan bajunya dan Wei Beng Yan
maupun To Siok Keng, yang sudah hampir berlutut mendadak
terangkat naik sehingga mereka jadi berdiri lagi!
Wei Beng Yan terhuyung ke samping, dan jika tidak keburu ditahan
oleh To Siok Keng, ia pasti sudah roboh terkena dorongan tenaga
kebutan lengan baju yang ternyata hebat sekali itu.
"Seumur hidupku, aku tidak pernah menolong ataupun
menganiaya orang!" kata kakek itu ketus. "Kalian tidak usah
menghaturkan terima kasih!"
Wei Beng Yan lekas-lekas mengangkat kedua tangannya memberi
hormat seraya berkata.
"Locianpwee, jika aku tidak ditolong barusan, maka pasti sudah
menjadi mayat!"
Kakek itu agaknya berpikir, lama juga baru ia menyahut. "Kau telah
menolong dirimu sendiri!"
"Bukankah Locianpwee yang telah menjirat aku dengan tali lasso
barusan?" "Aku telah mengatakan tadi bahwa seumur hidup aku tidak pernah
menolong atau menganiaya orang! Tapi setelah menyaksikan kau
bertekad dan bergiat mendaki jurang yang tebing dan berbahaya
578 ini, aku terpaksa harus mengulurkan tangan menolongmu ketika
kau pingsan dan tidak berdaya mengendalikan dirimu lagi! Kaulah
yang menjadi sebab sehingga aku terpaksa menolong juga."
Sahutan kakek itu betul-betul sangat ganjil. Itu berarti bahwa Wei
Beng Yan sajalah yang pernah menerima pertolongan kakek sakti
itu. Setelah rasa bingungnya agak reda, To Siok Keng lalu berkata.
"Locianpwee, bolehkah aku yang rendah mengetahui nama besar
Locianpwee?"
"He, hee, hee! Menyesal sekali aku tidak mempunyai nama," sahut
kakek itu. "Aku sekarang sudah hampir masuk ke liang kubur
sehingga tidak perlu lagi aku memusingkan otak untuk memilihmilih nama!" ia berhenti sejenak untuk mengawasi Wei Beng Yan
dan To Siok Keng. Kemudian ia melanjutkan.
"Kalian berdua sudah tidak menghiraukan bahaya, apa maksud
kalian mendaki jurang ini?"
To Siok Keng menoleh ke arah Wei Beng Yan untuk kemudian
mengalihkan lagi pandangannya ke arah si kakek seraya berkata.
"Kisahnya panjang sekali!"
Si kakek bersenyum dan berkata.
"Meskipun demikian aku mau juga mengetahui kisah yang panjang
itu!" 579 To Siok Keng tidak lantas menyahut, parasnya yang sangat letih
ternyata dapat dilihat oleh kakek yang bermata sangat tajam itu.
"Marilah kita mencari barang makanan dulu, baru kemudian kalian
menceritakan kisah yang panjang itu, karena kalau aku mendesak


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agar kau menceritakan sekarang juga pasti kau akan semaput!"
"Kita telah berada di atas jurang itu selama dua hari, aku merasa
sangat lapar!" sahut Wei Beng Yan.
Si kakek tertawa berkakakan dan berkata.
"Baiklah, aku saja yang menceritakan tentang diriku terlebih dulu.
Aku datang dari Sit-bie-keng dengan maksud menjumpai pendeta
tua yang tinggal dalam kuil Cit-po-sie ini. Tetapi...... sayang si
pendeta tua ternyata telah meninggal dunia. Ayohlah kita mencari
makanan dulu, baru kemudian kita bicara lagi!"
To Siok Keng terperanjat sekali mendengar nama tempat asal
kakek itu, karena ia agaknya pernah mendengar nama tempat itu.
"Ayohlah, nona kecil!" kata lagi si kakek, "kaulah yang harus pergi
mencari makanan, kawanmu ini sudah kehabisan tenaga!"
To Siok Keng lekas-lekas berlari ke arah kuil untuk mencari apa
saja yang masih dapat dimakan.
Seperginya gadis itu, si kakek lalu mengawasi wajah Wei Beng Yan
dan berkata. 580 "Dasar dan pengawakanmu bagus sekali untuk mejadi seorang
jago silat kelas utama!"
"Aku telah dianiaya orang sehingga tenagaku hilang sama sekali!"
sahut Wei Beng Yan cemas.
"Jangan khawatir,
menolongmu!"
nak! Aku rasa aku masih mungkin Wei Beng Yan jadi berlinang air mata karena girangnya.
Tetapi girangnya dilenyapkan dengan ucapan orang sakti itu yang
menjelaskan caranya memulihkan tenaga dan semangatnya.
"Tenaga dan semangatmu sudah berkurang lebih dari separuh!
Sekarang aku harus membebaskan jalan-jalan darahmu yang
tersumbat oleh racun agar darah itu dapat menyembuhkan lukaluka di dalam tubuhmu! Maka setelah lewat tujuh hari, luka-luka di
dalam tubuhmu itu akan sembuh. Seterusnya, tiap-tiap lewat tujuh
hari, tenaga dan semangatmu pulih sepuluh persen, dan setelah
lewat tujuhpuluh hari, kau akan menjadi sembuh dan sehat
sebagaimana sediakala!"
Mendengar penjelasan itu, Wei Beng Yan menjadi kecewa lagi,
dan ia menanya.
"Locianpwee, apakah kau tak dapat memulihkan tenaga dan
semangatku dalam jangka waktu tujuh hari?"
Orang sakti itu menggeleng-geleng kepala seraya menyahut.
581 "Di waktu aku belajar silat, mungkin ayahmu belum terlahir. Selama
seratus tahun lebih aku belum pernah mengetahui cara
memulihkan tenaga dan semangat dalam jangka waktu tujuh hari!"
Wei Beng Yan menarik napas dan ia merasa kecewa sekali yang
ia tak akan dapat berbuat apa-apa untuk menggempur Pek Tiong
Thian jika tenaga dan semangatnya tidak pulih.
Si kakek bersenyum dan berkata pula.
"Aku tadi bilang bahwa selama seratus tahun lebih aku belum
pernah mengetahui cara memulihkan tenaga dan semangat dalam
jangka waktu tujuh hari, itu adalah sekedar untuk menguji dan
mengetahui maksudmu yang ingin lekas-lekas sembuh!"
Wei Beng Yan meringis sambil menatap kakek itu.
"Sebetulnya aku pernah juga mempelajari ilmu memulihkan tenaga
yang terkena racun dalam jangka waktu satu minggu seperti yang
kau telah katakan tadi," kata lagi si kakek, "tetapi...... akibat dari
pada pengobatan ini sangat tidak enak, menyakitkan sekali!
Sekujur tubuhmu akan merasakan suatu yang betul-betul sangat
tidak tertahankan, selama tenaga pijatanku belum berhasil
mengusir atau memunahkan semua racun-racun di tubuhmu
itu......"
Wei Beng Yan yang sudah bersumpah untuk membalas dendam,
meski dengan cara bagaimanapun, segera berlulut di hadapan
kakek itu seraya berkata.
"Locianpwe, aku bersedia menerima semua akibat itu!"
582 Si kakek menatap wajah Wei Beng Yan sambil bersenyum, tapi
mendadak wajahnya berubah jadi sungguh-sungguh dan berkata.
"Mengingat tugasmu belum terlaksanakan, dan orang yang ingin
kau basmi itu adalah satu jahanam keji, maka aku akan mencoba
menolongmu!"
Setelah berkata begitu, si kakek segera menghampiri untuk
kemudian mengurut seluruh tubuh pemuda she Wei itu.
Selang beberapa saat, betul saja, Wei Beng Yan jadi meringisringis, wajahnya yang pucat berubah merah lalu dengan tiba-tiba
pula berubah jadi pucat lagi. Tubuhnya mengeluarkan keringat dan
menggigil keras seperti orang yang menderita demam hebat!
Tatkala si kakek selesai dengan cara pengobatannya yang ganjil
itu, mendadak Wei Beng Yan memekik seperti orang yang
kehilangan ingatannya sambil melonjak ke atas untuk kemudian
terbanting di tanah tidak sadarkan diri!
To Siok Keng yang tidak berhasil menemukan barang makanan
dari dalam kuil Cit-po-sie sudah berada di situ lagi, ia terkejut bukan
main melihat keadaan Wei Beng Yan itu. Ia mengulur tangannya
untuk menolong, tapi begitu tangannya bersentuhan dengan tubuh
pemuda itu, mendadak berseru.
"Aai!"
Karena tubuh pemuda itu dirasakannya seperti membara, panas
sekali! Ia mengawasi kakek itu seolah-olah ingin menanya apa
yang telah terjadi dengan Suko nya itu.
583 "Jangan khawatir nak," kata .si kakek tenang. "kawanmu sedang
melalui saat gawat. Sedikit waktu kemudian dia pasti akan
sembuh!" Tubuh Wei Beng Yan perlahan-lahan berhenti menggigil, hawa
panas yang keluar dari tubuhnya pun sedikit-sedikit mereda. Ia
membuka matanya dan melihat To Siok Keng dan kakek itu tengah
berduduk mengawasinya.
"Suko," kata To Siok Keng. "bagaimana rasanya sekarang?"
Sambil meringis-ringis Wei Beng Yan lalu berkata.
"Rasanya...... tenagaku sudah hilang sama sekali!"
"Menghilangnya tenagamu itu hanya bersifat sementara saja!" kata
si kakek, "Kau harus berusaha menenangkan pikiranmu. Aku
berani memastikan dalam duabelas jam saja kesehatan serta
tenagamu sudah kembali lagi."
Ia merogoh sakunya seraya melanjutkan.
"Karena kau tidak berhasil menemukan makanan maka makanlah
barang kering ini!"
Sambil berkata demikian, si kakek mengangsurkan tangannya
yang memegang satu bungkusan kecil, yang setelah dibuka oleh
To Siok Keng ternyata berisikan barang makanan kering yang
berupa buah-buahan.
584 Tanpa sungkan-sungkan lagi Wei Beng Yan dan To Siok Keng
segera menghabisi isi bungkusan itu.
"Locianpwee," kata To Siok Keng setelah selesai makan. "Aku
sudah tidak berhasil menemukan Tok-beng-oey-hong dalam kuil
Cit-po-sie, apakah lo-cianpwee sudi menolong kita membasmi si
jahanam Pek Tiong Thian?"
"Mengapa kalian jadi bermusuhan dengan orang itu?" tanya si
kakek. Wei Beng Yan lalu menceritakan segala malapetaka yang telah
menimpa dirinya, bagaimana Pek Tiong Thian telah menyamar
sebagai Ji Cu Lok dan mengacau balaukan kalangan Bu-lim. Ia
menceritakan juga tentang Ouw Lo Si yang telah dengan keji sekali
memberikan padanya TIGA SAMPUL MAUT!
Kakek itu tiba-tiba jadi gemas setelah mendengar kisah itu.
"Jahanam itu harus dibasmi!" geramnya.
"Jika Locianpwe tidak membantu kita, kalangan Bu-lim pasti
hancur lebur diacak-acak oleh jahanam itu!" seru To Siok Keng.
Kakek itu menghela napas panjang.
"Aai itulah takdir yang tidak bisa ditentang oleh siapapun!"
keluhnya. 585 Setelah berkata demikian, si kakek segera menotok ujung
tongkatnya, bersamaan dengan itu, tampak tubuhnya mencetat ke
atas untuk kemudian berlari meninggalkan kedua muda-mudi itu.
"Locianpwee!" seru Wei Beng Yan. "Tunggu sebentar, aku masih
ingin minta petunjuk-petunjuk!"
Si kakek tidak menghiraukan panggilan itu, ia meloncat dan
menghilang ke bawah jurang yang curam.
"Ai! Sayang sekali!" kata To Siok Keng, "Orang sakti itu pasti
mampu menggempur Pek Tiong Thian!"
"Kita akan mencari di tempat tinggalnya!"
"Ia hanya mengatakan tempat tinggalnya di Sit-bie-keng, tahukah
kau dimana letak tempat itu?"
Dengan perasaan gelisah Wei Beng Yan lalu memejamkan
matanya untuk beristirahat sebentar. Setelah lewat setengah jam,
ia merasa perlahan-lahan tenaganya sudah mulai kembali lagi,
maka pada keesokan harinya ia segera mengajak To Siok Keng,
meninggalkan jurang itu.
Ketika mereka tiba di Rumah Lee Beng Yan, di depan rumah itu
mereka melihat lentera kertas merah yang bertulisan.
"SATU HARI."
Itu berarti mereka sudah kembali tepat pada waktunya, yalah hari
yang kesepuluh.
586 Tigapuluh Empat
Mereka segera masuk ke rumah gedung itu, dan ketika tiba di luar
ruangan untuk berlatih silat, Lim Ceng Yao dan Song Thian Hui
yang kebetulan berada di situ jadi kaget sekali.
Lee Beng Yan berjalan menghampiri dari lain ruangan seraya
berkata. "Lim-heng dan Song-heng tentu sekarang baru percaya
omonganku bahwa kedua muda-mudi ini akan kembali, bukan?"
"Aku minta maaf kepada Beng Yan dan To siocia atas tafsiranku
yang tidak baik itu!" kata Lim Ceng Yao jengah.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Lee Beng Yan, "Apakah kalian sudah
berhasil menemui Tok-beng-oey-hong?"
Dengan nada yang kecewa To Siok Keng menyahut. "Menyesal
sekali kita gagal memperoleh benda itu!"
"Tanpa Tok-beng-oey-hong, kita hanya menunggu waktunya untuk
mati di sini!"
"Y" Belum selesai ucapan itu, ketika terdengar suara orang tertawa
dari luar seraya mengejek.
"Betul! Kalian sudah mengetahui bahwa kalian hanya menunggu
waktunya untuk mati! Ha, ha, ha!"
587 Mereka terkejut, dan menoleh kejurusan suara ejekan itu. Mereka
mengawasi dengan mata terbetalak seorang nenek yang mukanya
sangat jelek dan kejam berjalan dengan berlagak sekali.
Nenek itu bersenjata satu toya kayu, dan di belakangnya tampak
seorang berjalan dengan gagah dengan wajah seperti burung
elang dengan kedua mata yang bersinar!
Kedua orang itu telah mendobrak pintu tembok di depan, dan
berjalan masuk menghampiri mereka di ruangan untuk berlatih
silat. Nenek itu adalah Hua Ceng Kin, si jahanam tuaan dari Soat-haysiang-hiong, dan si muka burung elang adalah Pek Tiong Thian
binatang buas dalam bentuk manusia!
Lee Beng Yan, Lim Ceng Yao, Song Thian Hui, Wei Beng Yan dan
To Siok Keng melangkah mundur ketika kedua jahanam itu datang
menghampiri. Setelah Pek Tiong Thian masuk ke dalam ruangan
untuk berlatih silat, ia mengawasi musuhnya dengan sikap yang
mengejek, dan ia kelihatan gembira sekali setelah melihat Wei
Beng Yan dan To Siok Keng juga berada di situ. Ia lalu berkata
dengan lantang dan congkak.
"Aku tidak menduga aku juga dapat menjumpai kedua anak anjing
ini! Apakah kedua anak anjing ini sudah mengetahui bahwa aku
akan datang ke sini" Ha, ha, ha!"
Wei Beng Yan gelisah memikiri tenaga dan semangatnya yang
masih belum pulih dan ia tak dapat menggempur iblis itu dengan
ilmu Thay-yang-sin-jiauw.
588 Hanya To Siok Keng yang agak tenang, dan ia berbisik.
"Kita akan bertempur dengan rencana yang sudah kita tetapkan.
Lim Tay-hiap, musuh Suko ku Hua Ceng Kin, adalah makanan Tayhiap!"
Mereka sudah mengetahui bahwa jika mereka tidak bertempur
dengan sekuat tenaga, mereka pasti tewas. Maka setelah
mendengar bisikan To Siok Keng, dengan pedang terhunus Lim
Ceng Yao meloncat dan menusuk pundak Hua Ceng Kin dengan
jurus Liu-seng-pun-gwat (Bintang sapu mengejar bulan)!
Hua Ceng Kin telah berhasil mengajak Pek Tiong Thian
menggempur musuh-musuhnya dengan omongan bahwa Wei
Beng Yan dan To Siok Keng sedang bersembunyi di markas Lee
Beng Yan. Dan setelah Pek Tiong Thian melawan Wei Beng Yan
di atas puncak Cie-sin-hong, jahanam itu sudah mulai mengetahui
bahwa ilmu Wei Beng Yan dapat dilawan dengan Ciam-hua-gioksiu. Hanya ia masih belum dapat memastikan sampai di mana
kelihayan Thay-yang-sin-jiauw yang sebenarnya.
Hua Ceng Kin merasa tenang melawan semua musuh-musuh yang
ia hadapi, karena yakin bahwa musuh-musuhnya itu kelak akan
dilalap oleh Pek Tiong Thian.
Ketika ujung pedang Lim Ceng Yao hampir menusuk pundaknya,
dengan melangkah mundur satu tindak ia tangkis tusukan pedang
itu. Sebetulnya Lim Ceng Yao telah mengerahkan seluruh tenaganya
untuk menusuk musuhnya itu, karena ia yakin bahwa tusukannya
589 itu pasti tidak gagal! Setelah tusukannya ditangkis, ia menarik
pedangnya dan secepat kilat membacok ke kepala Hua Ceng Kin!
Iblis wanita itu betul-betul lihay, ia mengegos ke samping sambil
menyapu betis Lim Ceng Yao dengan toya kayunya.
Bukan main gemas si orang she Lim, bukan saja serangannya itu
tidak mengenai sasarannya, bahkan ia menjadi sibuk meloncat
untuk menghindari sapuan toya kayu lawannya itu.
Hua Ceng Kin segera mengetahui bahwa lawannya itu gesit sekali.
Ia lekas-lekas menyerang untuk mengetahui betapa kuat
pertahanan lawannya itu dengan lagi-lagi menyapu ke arah badan
bawah tubuh Lim Ceng Yao yang tampak mengapung ke atas
untuk kemudian melayang jauh ke belakang.
Hua Ceng Kin merasa heran juga melihat lawannya itu tidak balas
menusuk dengan pedangnya, padahal kesempatan untuk
melakukan itu terbuka lebar sekali. Ia tidak mengetahui bahwa Lim
Ceng Yao yang sudak kawakan merasa khawatir terjebak jika
menusuk iblis yang keji itu.
Selagi si iblis wanita bingung itulah, Lim Ceng Yao memutar


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedangnya secepat kilat sehingga hembusan angin pedang
mendesing dan sinar yang menyilaukan mata berpantulan.
Hua Ceng Kin dengan berani melangkah maju dan menangkis
toyanya...... "Ting!"
590 Pedang Lim Ceng Yao terpukul tetapi...... dari bawah pedang itu
berputar untuk kemudian menyodok ke arah dada.
Hua Ceng Kin menjerit bahwa kagetnya, lekas-lekas ia meloncat
mundur untuk mengelakkan tusukan itu, namun ujung pedang
sudah bergerak lebih cepat lagi, dadanya tergores dan
mengeluarkan darah banyak sekali.
Lim Ceng Yao yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang
baik itu segera meloncat sambil mengemplang dengan pedangnya,
tetapi tiba-tiba tampak ia terhuyung ke samping dan roboh!
"Jahanam!" bentak Lee Beng Yan sengit, "kau sudah membokong
kawanku!" "Ha, ha, ha! Aku membokong" Aku hanya sekedar membantu
kawanku yang sudah tergores dadanya!" sahut Pek Tiong Thian
yang sementara pertarungan tadi berlangsung belum mau
bertempur melawan musuh-musuhnya.
Setelah berkata demikian ia lalu melangkah mundur khawatir
diserang oleh Wei Beng Yan. Ia telah diserang oleh Thay-yang-sinjiauw di atas puncak Cie-sin-hong, tetapi ia berhasil mengelakkan
serangan yang terkenal itu berkat bantuan Ciam-hua-giok-siu.
Dengan demikian, dia adalah orang satu-satunya yang tidak tewas
terkena serangan ilmu tersebut.
Ia lalu mengeluarkan sarung mujizatnya dan mengejek.
"Hm! Rupanya kalian berempat ingin mengerubuti aku seorang,
ya?" 591 Lee Beng Yan jadi gelisah sekali melihat Lim Ceng Yao sudah
dilukai oleh Pek Tiong Thian.
"Dapatkah Song Thian Hui, To Siok Keng dan aku sendirian lawan
jahanam she Pek ini?" tanyanya dalam hati, "Wei Beng Yan kini
masih merupakan "kartu mati"!"
Belum lagi ia mengambil keputusan, tampak Hua Ceng Kin sudah
berdiri di samping kawannya.
Wei Beng Yan menatap Pek Tiong Thian. Ia merasa gelisah sekali,
tetapi ia harus bersikap tenang, agar musuhnya tidak mengetahui
bahwa tenaga dan semangatnya sudah banyak berkurang
sehingga ia belum bisa melancarkan Thay-yang-sin-jiauw.
Dengan nada yang mengejek, Pek Tiong Thian berkata.
"Empat jago silat nomor wahid bertarung melawan aku seorang!
Apa kata orang di kalangan Bu-lim nanti jika mereka mengetahui
hal ini" Aku tak gentar melawan kalian semua! Ayoh! Kalian boleh
menyerang!"
Ia berjalan maju dua langkah.
Wei Beng Yan juga berjalan maju dua langkah dan berkata.
"Hei, Pek Tiong Thian! Kau salah! "Mengapa kita berempat
menggempur kau seorang" Aku sendiri cukup untuk
mengkeremusmu!"
592 Lee Beng Yan dan kawan-kawannya tidak mengerti maksudnya
Wei Beng Yan, tetapi tidak demikian dengan To Siok Keng, ia
sudah mengetahui siasatnya, maka lekas-lekas ia berkata dengan
suara yang lantang.
"Betul! Tay-yang-sin-jauw dapat menghajar jahanam yang pernah
menyamar sebagai Yu Leng! Suko, biarlah jahanam itu merasai
Thay-yang-sin-jiauw!"
Dengan tak terasa Pek Tiong Thian mundur lagi dua langkah
mendengar anjuran gadis cerdik itu kepada saudara
seperguruannya.
Wei Beng Yan membentak lagi.
"Hei! Jahanam she Pek! Sebetulnya kau harus diganyang dengan
Thay-yang-sin-jiauw jika melihat perbuatanmu yang sangat
terkutuk! Namun sebelum guruku meninggal dunia, ia pernah
memperingatkan aku untuk mengampuni orang jika perlu. Tetapi
Hua Ceng Kin itu tak dapat aku ampuni. Aku ingin membunuh
jahanam itu, dan aku dapat mengampuni jika kau berjanji merubah
sepak terjangmu dan menjadi orang yang baik!"
"Kau dapat mengancam aku, tetapi aku tak gentar," sahut Pek
Tiong Thian. "Aku datang ke sini dengan maksud mengirim kalian
ke neraka! Kau boleh melancarkan Thay-yang-sin-jiauw. Aku tak
gentar!" Ia mengatakan itu karena yakin bahwa ia dapat melawan Wei Beng
Yan dengan sarung tangan mujizat Ciam-hua-giok-siu. Di atas
puncak Cie-sin-hong sarung tangan itu telah melindunginya dari
593 Thay-yang-sin-jiauw. Ketika itu ia tidak binasa karena Wei Beng
Yan tak dapat mengerahkan tenaga dalamnya seratus persen.
"Sekarang juga kau akan kugempur dengan ilmu yang dahsyat itu!"
kata Wei Beng Yan sambil mengangkat lengan kanannya!
Lengan yang diangkat itu sudah mencekal pedang pusaka
ayahnya. Tiba-tiba ia meloncat ke depan dan menusuk.
Pek Tiong Thian yang selalu mengawasi gerak-gerik Wei Beng
Yan, dan mengira ia akan diserang dengan Thay-yang-sin-jiauw,
dapat mengegosi tusukan maut itu dengan mengebat Ciam-huagiok-siu. Pada waktu itu juga ia sudah dapat melihat bahwa tenaga
yang dikerahkan oleh itu pemuda sangat lemah, seolah-olah
dilancarkan oleh satu anak kecil!
"Apakah ia sudah tak mampu melancarkan Thay-yang-sin-jiauw?"
pikirnya. Tusukan tadi sudah diperhitungkan dengan masak-masak agar
dapat menusuk mati Pek Tiong Thian dalam satu gerak saja! Tetapi
Pek Tiong Thian yang sudah mempelajari dan berlatih ilmu silat
dari kitab Jit-gwat-po-lek, betul-betul sangat tangkas. Ciam-huagiok-siu dikebat, dan pedang pusaka Wei Beng Yan terpental ke
samping! Meski Wei Beng Yan menusuknya dalam keadaan sehat wal"afiat
sekalipun, Ciam-hua-giok-siu pasti dapat menghindarkan segala
594 serangan-serangannya itu kecuali serangan-serangan Thay-yangsin-jiauw dan Tok-beng-oey-hong!
Thay-yang-sin-jiauw tak dapat dilancarkan dengan tenaga dalam
yang lemah, dan Tok-beng-oey-hong-pun tidak dimiliki! Keadaan
pihak Lee Beng Yan betul-betul gawat!
Dengan terpentalnya pedang pusaka itu maka dada Wei Beng Yan
merupakan sasaran yang mudah diserang karena kedua tangan
atau lengannya terbentang lebar-lebar.
Satu tinju segera dikirim oleh Pek Tiong Thian dengan tenaga
dalam hebat dan secepat kilat, untuk menonjok dada pemuda she
Wei itu. To Siok Keng yang mengawasi dengan cermat serangan Wei Beng
Yan tadi, dan melihat juga tusukan maut itu ditangkis, segera
mendorong Wei Beng Yan ke pinggir dan berhasil menghindarkan
Wei Beng Yan dari jotosan mautnya Pek Tiong Thian.
Tetapi tidak urung hembusan angin dari jotosan maut itu telah
mengenakan juga pundak kirinya Wei Beng Yan. Dan setelah ia
didorong ke samping, dengan wajah pucat ia lekas-lekas
mengerahkan tenaga dalamnya sambil menahan sakit.
Pek Tiong Thian gagal membunuh dengan jotosannya, dan ia ingat
akan pertarungan di atas puncak Cie-sin-hong ketika To Siok Keng
telah menipu dia dengan Tok-beng-oey-hong yang palsu, sehingga
mereka berhasil melarikan diri. Ia menjadi murka sekali. Ia kebat
Ciam-hua-giok-siu.
595 Tetapi Wei Beng Yan sudah meloncat ke belakang dan menjotos
punggungnya. Dengan cepat Pek Tiong Thian berbalik dan berhasil mencekal
tinjunya Wei Beng Yan, dengan demikian ia gagal menghajar To
Siok Keng dengan Ciam-hua-giok-siu!
Wei Beng Yan merasa seolah-olah tangan dan kelima jarinya
dikeramas hancur. Ketika ia merasa cemas sekali, tiba-tiba tampak
Pek Tiong Thian mendorongnya sehingga ia roboh tertelentang!"
Itulah ilmu apa yang disebut Sit-gu-ciong-sin (Badak menyeruduk
gunung). Sementara itu. Song Thian Hui sudah melawan Hua Ceng Kin yang
sudah berhasil mengemplang Lee Beng Yan dengan toya kayunya.
"Suko, seru To Siok Keng sambil menghampiri Wei Beng Yan yang
masih menggeletak di lantai. "Kau harus melarikan diri sekarang!"
"Tidak!" sahut si pemuda she Wei gemas.
"Semangat serta tenagamu belum pulih semua, dan kau kini sudah
dilukai lagi. Bukankah jika kau mati sekarang, dendam ayahmu
bakal tidak terbalaskan?"
Wei Beng Yan mengerti akan maksud To Siok Keng itu. Karena
untuk membunuh Pek Tiong Thian yang berkepandaian tinggi
sekali, hanya benda mujizat Tok-beng-oey-hong dan ilmu Thayyang-sin-jiauw saja yang masih mampu melaksanakan tugas itu.
596 Ia juga menginsafi akan maksud gadis itu yang sudah bertekad
mengorbankan jiwanya untuk melawan si jahanam she Pek, agar
ia dapat kesempatan untuk melarikan diri.
Tapi justru pengorbanan inilah yang membuat hatinya berat
meninggalkan tempat itu, karena sejak gadis itu nyaris dibakar oleh
Siauw Bie di pegunungan Oey-san, ia sudah jatuh cinta kepada
gadis she To itu.
Kini ia didesak untuk melarikan diri dan membiarkan kekasihnya
diganyang oleh jahanam itu...... Ia lebih suka dibunuh dan mati
bersama-sama gadis itu!
"Suko," kata lagi To Siok Keng, "Ayohlah lekas tinggalkan tempat
ini!" "Tidak! Aku ingin mati bersama-samamu di sini!" sahut Wei Beng
Yan. Sementara itu, Lee Beng Yan sudah menyerang Pek Tiong Thian
dengan rantai besi yang panjangnya kira-kira satu meter setengah
dan dapat menyabet musuh dengan hebat.
Rantai besi yang diputar-putar itu mendesing dan mengeluarkan
cahaya yang menyilaukan mata. Lee Beng Yan sangat dimalui di
kalangan kang-ouw, karena dengan senjatanya yang ampuh itu ia
pernah berkali-kali membasmi musuh yang jauh lebih besar
jumlahnya, dan ia telah terkenal sebagai seorang yang luhur serta
budiman. 597 Kini ia berhasil menahan Pek Tiong Thian menyergap Wei Beng
Yan yang barusan dibikin tidak berdaya.
Pek Tiong Thian yang telah memiliki kepandaian demikian hebat,
menganggap Lee Beng Yan sebagai seorang lawan yang tidak ada
artinya sama sekali. Hanya dengan meloncat ke kanan dan ke kiri
saja, ia sudah bisa menghindarkan sabetan-sabetan rantai besi
lawannya itu. Karena sudah ingin lekas-lekas membunuh Wei Beng Yan, Pek
Tiong Thian lalu mendesak Lee Beng Yan dengan jotosan-jotosan
yang dikerahkan dalam jurus Pau-hong-to-hay atau Angin taufan
menggolakkan lautan.
Selagi melayani Pek Tiong Thian, Lee Beng Yan dapat mendengar
permintaan To Siok Keng agar Wei Beng Yan lekas-lekas
meninggalkan tempat itu, dan penolakan si pemuda she Wei
membikin hatinya cemas sekali.
"To siocia!" serunya lantang sambil menyabetkan rantai besinya,
"Kau harus membawa Wei Beng Yan berlalu dari sini. Biarlah kita
bertiga yang mati di tangan jahanam ini!"
"Ha, ha, ha! Gampang saja kau mementang bacot!" ejek Pek Tiong
Thian. Selesainya kata-kata itu, tampak tubuh Pek Tiong Thian mencelat
ke atas untuk menghadang jalan keluar dari tempat itu.
Song Thian Hui yang sedang melawan Hua Ceng Kin, tiba-tiba
melepaskan lawannya untuk membantu dan menghajar kepada
598 Pek Tiong Thian yang baru saja menginjakkan kakinya di atas
lantai lagi. Tetapi mendadak si orang she Song menjerit seram dengan wajah
bermandikan darah. Setelah terhuyung sejenak ia roboh untuk
tidak bangun lagi.
Melihat keadan yang sudah betul-betul membahayakan sekali itu,
To Siok Keng segera membetot tangan Wei Beng Yan dan
melarikan diri.
Pek Tiong Thian jadi gusar sekali, baru ia ingin mengejar tiba-tiba
Lee Beng Yan menghadang di hadapannya, maka terpaksa ia
harus melayani lawannya itu.
Baru saja tiba di luar pintu ruangan untuk berlatih silat itu, To Siok
Keng dan Wei Beng Yan dikejutkan oleh suara seseorang yang
melengking tinggi.
"Hee, hee, hee! Kalian ingin melarikan diri ke mana?"
To Siok Keng segera mengenali suara orang yang mengejar
mereka itu, ialah Hua Ceng Kin. Ia tidak menoleh ataupun
menghentikan langkahnya. Perlahan-lahan dan sambil berlari terus
ia menghunus pedang Wei Beng Yan yang sedang diajak
melarikan diri. Ketika pedang sudah berada di tangannya, tiba-tiba
ia berhenti dan secepat kilat berbalik sambil menusuk ke arah
jantung lawan. Iblis Hua Ceng Kin itu hanya mengetahui bahwa Wei Beng Yan
terluka parah, tetapi tidak mengetahui kelihayan To Siok Keng. Ia
599 hanya melihat bahwa gadis itu masih muda dan belum pernah
menyaksikan bagaimana gadis itu dapat menyelomoti Pek Tiong
Thian! Ia mengejar dengan tekad membunuh muda-mudi itu, maka ia
tidak menduga sedikitpun jika tiba-tiba ia ditusuk oleh gadis itu.
Perlu diketahui bahwa tusukan yang secepat kilat itu dilakukan
dengan jurus Tok-coa-pun-si (Ular berbisa menyemburkan maut),
dan tak pernah gagal membunuh korbannya!
Si iblis Hua Ceng Kin tak diberikan kesempatan untuk
mempertunjukkan kelihayannya. Mendadak terdengar ia menjerit.
"Aduh!" darah yang hangat muncrat keluar, dan ia jatuh tersungkur
di tanah dengan mata terbelalak ke atas!
Tiga musuh ayahnya Wei Beng Yan " Eu-yong Lo-koay, dikeremus
Thay-yang-sin-jiauw Wei Beng Yan di tempat bertapa Tang Ceng
Hong, Suto Eng Lok juga dikeremus ilmu yang sama di suatu
rumah penginapan, dan Hua Ceng Kin ditusuk jantungnya dengan
pedang pusaka Wei Tan Wi.
Wei Beng Yan terhibur dengan terbunuhnya ke tiga musuh
ayahnya itu, karena itu berarti ia telah menunaikan sumpahnya.
Tetapi jiwanya sendiri sekarang terancam oleh Pek Tiong Thian,
satu binatang dalam bentuk manusia yang seribu kali lebih kejam
dari pada ke tiga musuh ayahnya atau manusia manapun!
To Siok Keng mencabut pedangnya keluar dari jantung iblis wanita
itu, dan menabas putus kepalanya. Lalu ia betot lagi Wei Beng Yan
600 dan meneruskan larinya keluar dari pintu tembok. Ketika itu mereka
terkejut mendengar jeritan Lee Beng Yan yang mengerikan sekali.
To Siok Keng maupun Wei Beng Yan mengetahui bahwa Lee Beng
Yan juga tewas dibunuh oleh Pek Tiong Thian dalam usahanya
menahan jahanam itu mengejar mereka!


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya Lim Ceng Yao yang sudah dapat memulihkan lagi
tenaganya yang masih dapat bertahan melawan Pek Tiong Thian.
Tapi berapa lamakah dapat si orang she Lim bertahan terus"
Lim Ceng Yao sudah mengetahui bahwa ia akan mati dalam
tangan jahanam itu, maka untuk membantu Wei Beng Yan dan To
Siok Keng melarikan diri, ia lalu dengan nekad menubruk dan
berhasil memeluk lawannya sehingga Pek Tiong Thian jadi
kelabakan. Kesempatan yang baik itu telah dipergunakan oleh kedua muda
mudi untuk mempercepat langkah mereka.
Tapi...... Wei Beng Yan yang sudah dilemparkan oleh Pek Tiong
Thian tadi tidak bisa berlari cepat-cepat, maka terpaksa To Siok
Keng harus menggunakan siasat seperti telah digunakan mereka
di pegunungan Oey-san, yalah dengan jalan menyembunyikan diri.
Sambil celingukan, To Siok Keng berhenti di suatu tempat, ia lalu
melemparkan Pedang Wei Beng Yan ke arah timur dan lekas-lekas
mengajak si pemuda berlari ke arah barat.
Mereka sudah melarikan diri cukup jauh, ketika terdengar suara
jeritan Lim Ceng Yao yang menyayatkan hati.
601 "Suko," kata To Siok Keng, "Lim Tay-hiap sudah dibunuh oleh si
jahanam!" "Ya......" sahut Wei Beng Yan sedih.
"Dapatkah kau mempercepat langkahmu?"
"Aku akan...... berusaha....."
Begitulah mereka segera melarikan diri lagi.
Di suatu tempat To Siok Keng kebetulan melihat sebuah sumur tua,
maka lekas-lekas ia mengajak Wei Beng Yan menghampiri sumur
tersebut. Ia melongok ke dalam sumur itu dan menjadi girang
bukan main. Wei Beng Yan pun turut melongok ke dalam sumur tua itu.
"Suko," kata To Siok Keng. "Kita terpaksa harus bersembunyi
dalam sumur ini. Dapatkah kau menyelam dalam air?"
Wei Beng Yan mengangguk.
To Siok Keng segera mendahului turun ke mulut sumur itu yang
kebetulan airnya hanya sedalam satu meter lebih saja.
Dengan susah payah akhirnya Wei Beng Yan pun bisa juga turun
ke dalam sumur itu.
Demikianlah mereka bersembunyi dalam sumur
mendengari segala sesuatu yang terjadi di atas mereka.
sambil 602 Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara bentakan seram.
"Anjing!"
Begitulah terdengar Pek Tiong Thian berteriak-teriak kalap, yang
kemudian dilanjutkan dengan ucapan-ucapan seperti berikut.
"Kalian tidak akan terlolos dari tanganku hari ini!"
Setelah itu terdengar derap kaki tembaga jahanam itu yang
menerbitkan suara berisik sekali.
To Siok Keng dan Wei Beng Yan jadi bercekat mendengar derap
kaki itu yang makin lama makin mendekati ke arah mereka tengah
bersembunyi. Lekas-lekas mereka memasukkan tubuh mereka ke
dalam air sumur dan menantikan segala sesuatu yang mungkin
terjadi atas diri mereka.
Pek Tiong Thian menghampiri sumur dan melongok ke dalam dan
tiba-tiba terdengar ia tertawa berkakakan seram seraya berkata.
"Mereka tentu tidak akan turun ke dalam sumur ini! Ha, ha, ha!"
Setelah menantikan beberapa saat lamanya, ia lalu berjalan
meninggalkan sumur itu, untuk mencari di tempat lain.
Wei Beng Yan dan To Siok Keng menahan napas agar dapat tetap
tinggal hidup dalam air itu. Mereka dapat bertahan cukup lama
berkat ilmu tenaga dalam mereka yang sudah sempurna betul.
603 Setelah merasa agak aman, mereka lalu menonjolkan kepala
mereka sambil mengawasi ke atas mulut sumur. Mereka tidak
mendengar suara apapun, kecuali suara embusan angin yang
meniup daun-daun pohon.
"Sumoay," bisik Wei Beng Yan. "Apakah si jahanam sudah berlalu
dari tempat ini?"
"Entahlah...... kita tunggu saja beberapa saat lagi......" sahut To
Siok Keng. Hari itu adalah hari yang kedua sejak Wei Beng Yan diobati oleh
kakek sakti dari Sit-bie-keng. Khasiat dari pada pijatan-pijatan
kakek itu sudah mulai dirasakan oleh pemuda itu.
Ia merasa kelemasannya sudah mulai meninggalkan tubuhnya,
dan tenaganya pun agaknya sudah mulai pulih kembali.
Setelah seperempat jam lewat lagi, To Siok Keng segera
merambat-rambat dinding sumur itu dan ketika ia menggerakkan
kedua kakinya, tubuhnya sudah mulai mendaki sumur itu, diikuti
Wei Beng Yan yang ternyata sudah dapat mengikuti jejaknya itu.
Mereka merasa girang sekali, karena setibanya di atas, mereka
tidak melihat siapa pun.
"Sumoay," kata Wei Beng Yan sambil bersenyum, "lagi-lagi kau
sudah menolong jiwaku, aku......"
604 "Sudahlah...... kita sekarang harus berusaha melarikan diri lagi,"
sahut To Siok Keng. "Jangan sebut-sebut lagi tentang tolong
menolong ini!"
Wajah Wei Beng Yan jadi merah mendengar kata-kata gadis itu,
yang sudah menganggap dirinya sebagai orang sendiri.
"Ke manakah kiranya si jahanam sudah melarikan diri?" tanyanya.
"Menurut pendapatku Pek Tiong Thian tentu sudah berlalu dari
gedung Lee tay-hiap."
"Ingin ke manakah kita sekarang?"
"Aku akan balik kembali ke gedung Lee tay-hiap dan jika tempat itu
aman untuk sementara waktu kita akan bersembunyi di sana."
Setelah berkata begitu, To Siok Keng segera melarikan diri ke arah
gedung yang dimaksud.
Setibanya di depan gedung itu, si gadis she To melihat tembok di
luar sudah roboh. Di suatu bagian tampak mayat Hua Ceng Kin
masih menggeletak tanpa kepala. Di luar ruangan untuk berlatih
silat tampak mayat Song Thian Hui, mayat Lim Ceng Yao yang
sudah sukar dikenali karena kepalanya telah hancur dikeremus
oleh Ciam-hua-giok-siu. Mayat Lee Beng Yan tampak tertiarap di
lantai seperti orang yang sedang tidur nyenyak.
Di sana sini darah berhamburan dan menyiarkan bau yang
memuakkan sekali.
605 To Siok Keng lalu berjalan masuk ke arah lebih dalam. Segala
sesuatu yang terdapat di situ hancur berantakan tidak keruan,
pemandangan itu semua adalah pekerjaan sarung tangan mujizat
Ciam-hua-giok-siu.
Ia menjadi tambah terkejut, ketika melihat Lo Hok yang tidak
bersalah sedikitpun dalam urusan itu, sudah dibunuh mati juga!
Karena sangat terharu melihat itu semua, ia lalu berbalik dan lekaslekas keluar dari rumah gedung itu lagi.
"Bagaimana?" tanya Wei Beng Yan. "Apakah kau melihat suatu
tempat untuk kita menyembunyikan diri?"
"Tidak bisa kita menyembunyikan diri di sana," sahut To Siok Keng.
"Apa yang telah terjadi dengan ke tiga Susiok ku?"
"Mereka telah ditewaskan! Tidak ada satu orang pun yang masih
hidup dalam gedung itu!"
"Aai! Mereka telah berkorban untuk kita! Sampai kapan baru dapat
dendam ini dibalas?"
To Siok Keng bersenyum getir dan menghibur.
"Nasi sudah menjadi bubur. Tak usah kita bicarakan lagi! Sekarang
kita harus melihat ke depan, dan berusaha mencari jalan
menyelamatkan diri agar......"
Belum selesai ucapan itu ketika mereka mendengar derap kaki
orang yang berlari-lari mendatangi.
606 To Siok Keng maupun Wei Beng Yan terkejut.
"Kita tak dapat melarikan diri lagi! Kita akan terbunuh juga!" pikir
mereka berdua. "Y" Pesat sekali orang yang berlari-lari itu, yang dalam sekejap saja
sudah berada di hadapan mereka!
Siapakah gerangan yang baru datang itu"
Dia ternyata bukan Pek Tiong Thian!
Dia itu adalah si kakek pincang Ouw Lo Si, si Ahli nujum kipas baja!
Semula Wei Beng Yan tampaknya tidak percaya akan apa yang
dilihatnya itu. Tapi sejenak kemudian mendadak wajahnya
berubah jadi beringas ketika mengingat bahwa si pincang inilah
yang telah meracuni sehingga ia kehilangan tenaga dalamnya.
Dan si pincang inilah yang menjadi sebab utama sehingga Lee
Beng Yan, Song Thian Hui, Lim Ceng Yao ke tiga susioknya dan
Lo Hok, si pelayan setia, kehilangan jiwanya masing-masing!
Tigapuluh Lima Pada saat itu Wei Beng Yan hanya bisa merasa gusar bukan main
tanpa dapat memberikan ganjaran setimpal kepala kakek yang licik
itu, karena pada saat itu tenaga dalamnya belum pulih seluruhnya.
607 "Sumoay......." bisiknya kepada To Siok Keng. "Kakek inilah yang
bernama Ouw Lo Si, orang yang telah memberikan aku ke TIGA
SAMPUL MAUT!"
To Siok Keng, mengawasi Ouw Lo Si dari atas hingga ke bawah,
kemudian sambil berbisik ia menanya.
"Apa yang dikehendaki olehnya kini?""
Wei Beng Yan tidak menjawab pertanyaan gadis itu, ia sebaliknya
jadi melotot dan membentak.
"Hei, anjing pincang! Sungguh tidak dinyana watakmu lebih mirip
watak binatang dari pada watak manusia!"
Ouw Lo Si melangkah mundur bahna kagetnya mendengar
bentakan yang keras itu. Ia segera mengetahui bahwa pemuda itu
tentu telah membuka ketiga sampul suratnya.
Ia merasa heran sekali, mengapa setelah membaca suratnya yang
ketiga, pemuda itu masih segar bugar. Tapi sebagaimana layaknya
orang yang bersalah, orang itu pasti berhati kecil, begitulah sama
halnya dengan si kakek pincang itu.
"Wei siohiap!" katanya merendah, "kaupun berada di sini"
Siapakah siocia ini?"
Wei Beng Yan tidak menyahut, kedua matanya bersinar karena
gusarnya. 608 Ouw Lo Si jadi menggigil ditatap demikian, dengan suara terputusputus ia berkata lagi.
"Apakah...... siohiap sudah mengetahui...... siapa...... siapa yang
telah menyamar sebagai gurumu" Jika..... jika belum, aku dapat
menjelaskan dan memberikan bukti-bukti......"
To Siok Keng segera memberi isyarat agar Wei Beng Yan tidak
bertindak sembarangan, dan karena anjuran itulah, Wei Beng Yan
jadi merasa kasihan juga pada kakek pincang itu.
"Aku sudah tahu siapa jahanam yang telah menyamar sebagai
guruku itu!" sahutnya ketus. "Pembunuhan besar-besaran atas
seluruh keluarga siocia inipun adalah perbuatan jahanam she Pek
itu juga!"
Ouw Lo Si terkejut sekali mendengar keterangan itu. Tiba-tiba saja
ia jadi teringat akan Kiu It, saudara angkatnya, yang telah dibunuh
bersama seluruh keluarganya.
"Siapakah sebetulnya siocia ini?" tanyanya sambil mengawasi To
Siok Keng dengan matanya yang tinggal sebelah itu.
"Siocia ini adalah puteri Kiu It Locianpwee yang bernama Kiu Su
Yin!" sahut Wei Beng Yan.
Sebelah mata Ouw Lo Si yang sedang mengawasi To Siok Keng
tiba-tiba terbelalak, mukanya mendadak jadi tampak terharu sekali,
kemudian dengan suara tergetar ia berkata.
609 "Hai! Tidak...... tidak kusangka aku masih diberi kesempatan untuk
berjumpa dengan puteri saudara angkatku, Kiu It!"
To Siok Keng pun merasa terharu sekali mengetahui si kakek
pincang adalah saudara angkat ayahnya almarhum. Ia hanya tidak
mengerti mengapa Ouw Lo Si bersikap demikian keji memberikan
racun kepada Wei Beng Yan.
Dengan wajah masih sedih, Ouw Lo Si menoleh kepada Wei Beng
Yan dan berkata lagi.
"Wei siohiap, jika kau sudah mengetahui bahwa Pek Tiong Thian
telah menyamar sebagai gurumu, mengapa kau tidak membunuh
jahanam itu dengan ilmu Thay-yang-sin-jiauw?"
Wei Beng Yan tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena ia sudah
gemas sekali melihat wajah Ouw Lo Si yang telah membuatnya
tidak berdaya melancarkan ilmunya yang dahsyat itu.
To Siok Keng yang pun merasa jengkel dengan kakek itu, lekaslekas berkata sambil menyindir.
"Ouw Locianpwee, sebetulnya aku harus memanggilmu susiok
bukankah?"
"Ya......" sahut Ouw Lo Si.
"Baiklah, mulai saat ini aku akan memanggilmu susiok! Susiok
ingin mengetahui mengapa suko ku belum menggempur Pek Tiong
Thian?" 610 "Ya......."
"Karena suko ku telah dianiaya secara licin sekali oleh seseorang
sehingga ia kehilangan tenaganya dan tidak mampu melancarkan
ilmu Thay-yang-sin-jiauw!"
"O......"
"Dan Pek Tiong Thian tadi sudah datang di markas Lee Beng Yan
Locianpwee. Setelah bertempur mati-matian, akhirnya Lee
locianpwee bersama-sama Lim Ceng Yao dan Song Thian Hui
Locianpwee telah dibunuh oleh jahanam itu!"
To Siok Keng berhenti sejenak dan mengawasi Ouw Lo Si yang
sedang berdiri terpaku.
"Bahkan suko ku juga sudah dilukai oleh jahanam itu!" To Siok
Keng melanjutkan. "Aai! Karena orang yang keji itu menganiaya
suko ku, Pek Tiong Thian jadi hidup terus dan bertindak sewenangwenang di kalangan Kang-ouw!"
Bukan main terharu hati Ouw Lo Si mendengar sindiran tajam itu.
Dan pada saat itu juga ia sudah merasa menyesal sekali atas
perbuatan yang memang sangat keji itu.
To Siok Keng dapat membaca pikiran kakek itu, dan ia sengaja
bertanya. "Susiok, mengapa kau jadi demikian muram" Apakah kau juga
takut dibunuh oleh Pek Tiong Thian" Bukankah orang yang
menganiaya suko ku itu harus diganyang terlebih dulu?"
611 Dari nada suara gadis itu Ouw Lo Si sudah dapat menduga bahwa
kedua pemuda dan pemudi itu sudah mengetahui bahwa dialah,
yang telah menaruhkan racun dan menganiaya Wei Beng Yan.
Pada saat yang gawat itu dengan nada yang menyesal ia
menanya. "Kalian sudah mengetahui siapa yang......"
Tiba-tiba mereka semua dibikin terkejut oleh suara orang yang
mengejek. "Ha! Tiga anjing sudah berkumpul di sini!"
Mereka terpaku mendengar suara ejekan itu, karena suara itu


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah suara yang tidak asing lagi bagi mereka.
Lekas-lekas mereka menoleh ke arah suara itu, dan melihat Pek
Tiong Thian meloncat turun dari satu dahan pohon yang besar
tidak beberapa jauh dari sumur itu!
To Siok Keng mulai berkata dengan beringas kepada Ouw Lo Si.
"Karena kau, kita sekarang semua akan mati konyol! Dan karena
kau Khouw Tay-hiap, saudara angkatmu juga telah tewas dibunuh
oleh Hua Ceng Kin! Kouw Tay-hiap tak akan terbunuh jika Suko ku
dapat melancarkan Thay-yang-sin-jiauw untuk membunuh iblis
wanita Hua Ceng Kin itu!"
Ouw Lo Si makin menjadi menyesal mendengar tewasnya Khouw
Kong Hu juga sebab akibat perbuatannya yang keji!
612 Ia tiba-tiba memukul kepalanya sendiri seraya berkata.
"Ai! Aku ini menganiaya Wei siohiap hanya untuk menganiaya aku
sendiri dan membunuh saudara angkatku! Tetapi Wei siohiap
masih dapat ditolong. Aku membawa obat yang mujarab untuk
melenyapkan racun itu. Dan setelah makan obatku ini, setelah
lewat 4 x 4 = 16 hari ia dapat memulihkan seluruh tenaga dan
semangatnya!"
To Siok Keng menyahut.
"Suko ku telah ditolong oleh si orang sakti dari Sit-bie-keng. Aku
kira dia tak lagi memerlukan obatmu itu! Setelah lewat tujuh hari,
Suko ku sudah pasti dapat memulihkan tenaga dan semangatnya
lagi! Tetapi......."
"Apa katamu" Orang sakti dari Sit-bie-keng?" tanya Ouw Lo Si.
Ketika itu Pek Tiong Thian sudah menghampiri dan berada hanya
beberapa meter saja dari mereka, maka iapun dapat mendengar
pertanyaan Ouw Lo Si yang menanya dengan suara yang agak
keras itu. Pek Tiong Thian juga terperanjat mendengar orang sakti dari Sitbie-keng disebut-sebut oleh Ouw Lo Si, karena dengan obat dari
orang sakti itu, ia yakin ia dapat mengobati kedua betisnya dan ia
tak memerlukan lagi betis dan kaki palsu yang dibuat dari logam!
Iapun menanya meskipun tidak diajak bercakap-cakap.
613 "Apa kau bilang" Orang sakti dari Sit-bie-keng"!" lalu ia tertawa
gelak-gelak. Ouw Lo Si yang sudah menyesal akan perbuatannya terhadap Wei
Beng Yan, sekarang menjadi beringas menghadapi Pek Tiong
Thian yang telah membunuh mati dua saudara angkatnya, Kiu It
dan Khouw Kong Hu, meskipun pembunuhan terhadap Khouw
Kong Hu tidak langsung dilakukan olehnya. Dengan gusar ia
membentak. ,,Hei! Bangsat she Pek! Apa yang kau tertawai"!"
Pek Tiong Thian sambil terus tertawa menyahut.
"Kalian bertiga sudah pasti akan mati di tanganku! Tetapi kalian
masih saja bermimpi! Bukankah itu lucu?"
"Kaulah yang bermimpi!" bentak Wei Beng Yan.
Sebetulnya mereka bertiga itu sudah tiada harapan lagi,
sembarang waktu Pek Tiong Thian dapat turun tangan membunuh
mereka. Pek Tiong Thian sudah yakin bahwa mereka bertiga tak dapat
meloloskan diri lagi, dan ia dapat membunuh mereka menurut
kehendak dan dengan caranya sendiri. Ia tak perlu terburu napsu.
Maka ia berkata.
"Orang sakti dari Sit-bie-keng itu tidak mau turut campur urusan
orang lain. Pendirian hidupnya aku sudah mengetahui ia tidak sudi
menolong ataupun menganiaya orang. Jika dibilang ia telah
614 menolong kalian bukankah kalian ini sedang bermimpi" Ha! Ha!
Ha!" "Jahanam!" bentak To Siok Keng, "Masih ingatkah kau akan Kiu
It?" "Kiu It!" Pek Tiong Thian balik menanya. "Pernah apa kau dengan
si orang she Kiu itu?"
"Beliau adalah ayahku!"
Pek Tiong Thian mengawasi sejenak, sesaat kemudiaa ia tertawa
berkakak seram seraya berkata.
"Dulu kau dapat lolos dari tanganku, tapi kini akhirnya tokh kita
berjumpa lagi! Kau tadi mengatakan bahwa anjing kecil kawanmu
ini telah ditolong oleh si kakek dari Sit-bie-keng?"
"Betul!"
Pek Tiong Thian yang berwatak kejam, dan setelah kedua betisnya
menjadi lumpuh terpaksa harus bersembunyi di suatu rumah
gubuk kecil dekat markas partai Tiang-pek di pegunungan Tiangpek-san.
Karena kedua kakinya telah dibikin cacad, wataknya yang kejam
jadi terlebih kejam lagi. Ia bertekad membasmi semua orang
pandai di kalangan Bu-lim dengan cara yang kejam serta keji.
Pembunuhan-pembunuhan yang telah dilakukannya terhadap Kiu
It dan sanak keluarga, kedua saudara Kim, Pendeta wanita Ceng
615 Sim Lo-ni, ke tiga saudara Tie, Bak Kiam Taysu serta paman guru
dan murid-murid pendeta itu, Kong-ya Coat, Liong Kie Thian, Leng
Cui, Siauw Cu Gie, Siauw Bie dan paling akhir ia membunuh Lim
Ceng Yao, Song Thian Hui dan Lee Beng Yan adalah suatu bukti
yang tidak dapat diragukan lagi akan kekejamannya yang betulbetul melampau batas prikemanusiaan!
Kini untuk membunuh To Siok Keng, Wei Beng Yan dan Ouw Lo
Si yang pernah menipunya mentah-mentah, ia akan
membunuhnya dengan cara yang terlebih kejam lagi. Ia akan
mempermainkan mereka bertiga seperti seekor kucing
mempermainkan seekor tikus sebelum si kucing sendiri
membunuh tikus-tikus itu.
Ia melangkah maju beberapa langkah, dengan tiba-tiba saja ia
menjotos ke arah pundak gadis itu.
To Siok Keng sudah siap, begitu melihat lawannya menyerang ia
segera menangkis sambil meloncat ke samping. Baru ia ingin balas
menyerang ketika tampak Ouw Lo Si menggeprak kipas bajanya
ke arah punggung Pek Tiong Thian.
Ia ingin menyiksa mereka sehebat-hebatnya sebelum ia
membasmi ketiga orang itu dengan sarung tangan mujizatnya
Ciam-hua-giok-siu!
Hembusan angin kipas baja Ouw Lo Si, telah terasa olehnya, maka
lekas-lekas ia mengegos untuk kemudian berbalik sambil
melepaskan tinjunya dengan jurus Yan-hui-ceng-mia atau Angin
topan menghalau asap dan abu, sehingga Ouw Lo Si terpental
616 beberapa meter jauhnya! Serentak dengan itu, ia lagi-lagi
menyerang si gadis.
Tetapi tidak percuma To Siok Keng menjadi murid Thian-hiangsian-cu, isteri kesayangan Yu Leng, yang semasa hidupnya telah
mencatat ilmu-ilmunya untuk kemudian dijadikan sejilid kitab yang
berjudul Kok-cit-po-lek. Dengan menggunakan salah satu jurus
yang tercatat dalam kitab pusaka itulah, si gadis she To, dengan
mudah saja mengelakkan serangan lawannya itu.
Meskipun penasaran melihat serangan yang secepat kilat itu dapat
dielakkan, Pek Tiong Thian tidak lantas menyerang lagi. Ia
mengawasi gadis itu dengan beringas seraya berkata.
"Kau mengaku sebagai murid Thian-hiang-sian-cu, apakah jurus
yang tadi kau pelajari dari gurumu itu?"
"Tentu saja! Apakah kau kira aku barusan kebetulan saja dapat
mengelakkan seranganmu tadi?" sahut To Siok Keng sambil
mengejek. "Aku belum pernah mendengar Thian-hiang-sian-cu mempunyai
murid, pengakuanmu tadi tentu untuk menggertak-gertak saja,
betul tidak?"
"Kau percaya atau tidak itu terserah!"
Pek Tiong Thian mendadak memekik tinggi sambil menyerang
dengan jurus Tie-ciang-pa-ciong atau palu besi menumbuk
tembok. 617 To Siok Keng meloncat mundur mengelakkan serangan itu, tetapi
belum lagi ke dua kakinya berdiri jejak, ketika serangan, yang
kedua sudah menerjang lagi. Lekas-lekas ia meloncat ke samping,
namun tiba-tiba ia merasa pundak kirinya jadi panas seolah-olah
peredaran darahnya di bagian itu terhenti.
"Celaka!" katanya dalam hati.
Lekas-lekas ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk
membebaskan totokan yang menyumbat jalan darahnya itu, tetapi
untuk sementara waktu lengan kirinya menjadi lumpuh!
Pertarungan itu baru saja berlangsung tiga jurus, tetapi ternyata si
gadis she To tidak sanggup melayani lawannya, yang dengan
lincah sekali telah berhasil mencengkeram batang lehernya!
Wei Beng Yan menjadi cemas melihat kesudahan itu.
"Hei, jahanam she Pek!" bentaknya gusar, "lepaskan gadis itu!"
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan mengguntur.
"Anjing kecil! Apa tebusannya jika aku melepaskan gadis ini?"
tanyanya seram.
Untuk menolong To Siok Keng yang telah banyak kali menolong
jiwanya, Wei Beng Yan rela mengorbankan apa saja bahkan
jiwanya sendiri.
"Apa yang kau kehendaki sebagai tebusan?" tanyanya tegas.
618 Sementara itu, Ouw Lo Si yang sudah dilemparkan tadi, merasa
pusingnya sudah mulai menghilang, pandangannya pun sudah
mulai terang kembali, tetapi ia masih terus mengerahkan tenaga
dalamnya. "Dapatkah kau memenuhi syarat tebusanku?" tanya Pek Tiong
Thian yang sudah merasa yakin betul ke tiga orang itu akan
ditelannya mentah-mentah.
"Katakanlah! Dan lepaskanlah dulu gadis itu!" bentak Wei Beng
Yan. "Ha, ha, ha! Jika kau betul-betul seorang laki-laki. Setelah
mendengar syaratku, kau tentu tidak sudi menawar-nawar lagi
bukan?" Tanpa pikir panjang lagi, Wei Beng Yan segera menyanggupi
dengan menganggukkan kepalanya.
"Tentu!" sahutnya. "Aku pasti akan melaksanakan syaratmu itu!
Ayohlah lepaskan gadis itu!"
"Suko, jangan gegabah!" seru To Siok Keng. "Dia mungkin akan
meminta yang bukan-bukan!"
"Ya......" Ouw Lo Si turut bicara. "Jangan Wei siohiap kena
dicurangi oleh jahanam she Pek yang telah membunuh kawan
akrabnya sendiri, Kiu It!"
Pek Tiong Thian melirik ke arah si kakek pincang tetapi ia lalu
berkata lagi kepada Wei Beng Yan.
619 "Dengarlah baik-baik syaratku ini! Aku akan melepaskan gadis itu
dan kau harus mengorek kedua biji matamu!"
"Suko, jangan!" seru To Siok Keng terkejut mendengar permintaan
Pek Tiong Thian yang kejam itu.
Ouw Lo Si yang sudah merasa tobat meloncat dan menyergap Wei
Beng Yan yang ternyata tidak menghiraukan permintaan To Siok
Keng. Si pemuda she Wei sudah siap untuk mengorek kedua biji
matanya. "Wei siohiap," seru Ouw Lo Si sambil memeluk tubuh Wei Beng
Yan. "Kau seorang yang luhur, tetapi apakah kau mengetahui
watak jahanam ini" Jangan kau kena tipunya, dia pasti akan
mengingkari janjinya sendiri!"
Pek Tiong Thian memperlihatkan senyum iblisnya seraya berkata.
"Ayohlah, laksanakan syaratku tadi! Koreklah kedua biji matamu
atau gadis ini akan mati dalam cengkeramanku!"
"Jangan lakukan permintaan jahanam itu!" bisik Ouw Lo Si.
"Setelah kau menjadi buta, To siocia juga akan dibunuh oleh
jahanam itu. Percayalah padaku, Wei siohiap!"
Wei Beng Yan melepaskan tangan Ouw Lo Si yang memeluk
tubuhnya seraya berkata kepada Pek Tiong Thian.
"Jika kau melepaskan gadis itu sekarang, aku akan mengorek dua
biji mataku!"
620 "Hei, pincang! Kau mau turut campur juga dalam urusanku ini?"
tanya Pek Tiong Thian beringas.
"Hee, hee, hee! Aku, si pincang tidak takut mati lagi sekarang!"
sahut Ouw Lo Si tenang, "aku sudah mengetahui siapa kau, kau
binatang alas!"
"Kau pernah menipu aku dulu, kali ini kau tidak akan dapat lolos
lagi dari tanganku," bentak Pek Tiong Thian, "Kiu It pernah menipu
aku, dan dia sudah menerima ganjarannya! Sekarang adalah
giliranmu untuk menyusul kawanmu itu ke neraka! Tetapi sebelum
kau mati, kau akan merasakan suatu siksaan hebat!"
Ouw Lo Si merasa seolah-olah hatinya disayat mendengar
disebutnya nama Kiu It. Ia bermaksud membalas dendam terhadap
Wei Tan Wi yang telah membikin sebelah kakinya pincang dengan
memberikan racun kepada putera orang she Wei itu. Tetapi
sekarang ternyata perbuatannya yang keji itu telah membuat Wei
Beng Yan jadi kehilangan tenaga dalamnya dan tidak mampu
melancarkan ilmu Thay-yang-sin-jiauw.
Ia kini tengah menderita tekanan batin yang hebat sekali atas
perbuatannya dulu itu, dan ia bertekad melawan Pek Tiong Thian
hingga titik darahnya yang terakhir untuk menebus dosa-dosanya
itu. Ia terkenal sebagai si Ahli nujum yang otaknya penuh dengan tiputipu muslihat, karena mengetahui bahwa untuk bertempur dengan
Pek Tiong Thian, ia pasti akan kalah, maka ia bermaksud
mempergunakan keahliannya sebagai ahli nujum untuk membela
621 Wei Beng Yan dan To Siok Keng tanpa menghiraukan jiwanya
sendiri! "Aku memang ingin pergi ke neraka!" katanya, "mungkin di sana
keadaannya akan terlebih ramai lagi daripada di dunia ini. Di sana
aku akan menjumpai saudara-saudara angkatku Kiu It dan Khouw
Kong Hu. Jika kau ingin menyiksa aku sebelum aku mati, aku yakin
namaku di neraka akan jadi tambah terkenal saja! Ha, ha, ha!"
"Hei, Pek Tiong Thian!" bentak To Siok Keng yang masih
dicengkeram batang lehernya. "Jika kau ingin membunuh aku,
ayohlah bunuh! Mengapa kau menggertak-gertak orang tidak
karuan?" "Sabar anjing betina! Kalian bertiga, akan mati secara bergilir,
yalah satu setelah yang lain, aku tidak takut kalian dapat melarikan
diri, maka mengapa aku harus tergesa-gesa?"
"Mengapa kau masih mencengkeram aku jika kau tidak takut kita
nanti melarikan diri?" tanya lagi To Siok Keng.
Pek Tiong Thian yang congkak mendadak merasa jengah
mendengar ucapan yang beralasan itu, lekas-lekas ia mendorong
sambil melepaskan cengkeramnya sehingga si gadis she To
terjerumus dan hampir roboh.
"Aku lepaskan kau sekarang!" katanya. "Aku tadinya mengira kau
sebagai murid Thian-hiang-sian-cu memiliki ilmu yang lihay sekali,
tetapi kenyataannya, baru tiga jurus kau sudah aku kalahkan! Ha,
ha, ha!" 622 Begitu dibebaskan, To Siok Keng segera berdiri di samping Wei
Beng Yan sambil mengawasi gerak gerik Pek Tiong Thian.


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ouw Lo Si meremas-remas kipas bajanya dan sudah siap
menyerang pada tiap saat.
"Hai, anjing betina!" bentak Pek Tiong Thian. "Kau tadi mengatakan
bahwa si anjing she Wei telah ditolong oleh orang sakti dari Sit-biekeng?"
"Aku tidak berdusta!" sahut To Siok Keng.
Pek Tiong Thian menatap gadis itu. Ia mendadak teringat akan
ucapan Kiu It dulu, ketika ia masih rebah dalam gubuk dengan kaki
yang sudah lumpuh.
"Pek heng, kita berkawan sudah puluhan tahun lamanya, urusan
kau seperti juga urusanku sendiri. Setelah Ciam-hua-giok-siu
berada dalam tanganku, aku akan segera pergi ke goa Long-ya
untuk mencari orang sakti yang kau bilang, dan dengan mustika
itu, aku akan minta obat yang mustajab untuk menyembuhkan
kedua betismu yang cacad itu!"
Demikianlah, suara Kiu It yang tetap dibunuhnya, mendengung
dalam telinganya.
"Apa yang kalian berikan kepada orang sakti itu sehingga ia mau
menolong juga?" tanyanya.
623 "Apakah kau kira semua orang berwatak sepertimu" Tidak semua
orang mengharapkan hadiah-hadiah jika menolong!" ejek To Siok
Keng. "Kau tidak memberikan apapun kepada orang itu?"
"Tidak! Mengapa kau menganggap demikian rendah kepada orang
sakti itu?"
"Tidak bisa! Tidak bisa jadi!"
"Kau tidak percaya?""
"Tidak! Orang itu pasti bukan dari Sit-bie-keng!"
"Beranikah kau bertaruh" Aku berani memastikan bahwa orang itu
datang dari Sit-bie-keng!"
"Ha, ha, ha! Kalian sudah hampir masuk liang kubur, apa gunanya
kita bertaruh?"
To Siok Keng jadi melotot melihat kecongkakan Pek Tiong Thian
itu. "Aku mengajak kau bertaruh justru untuk membikin kau yang akan
masuk ke dalam lubang kubur!" bentaknya, "Ayohlah katakan,
beranikah kau bertaruh?"
Pek Tiong Thian menggertak giginya.
"Bagaimana ingin kau bertaruh?" tanya sengit.
624 "Kau tidak percaya bahwa orang sakti dari Sit-bie-keng sudi
menolong orang, tapi ternyata orang sakti itu telah menolong suko
ku." "Lalu bagaimana?"
"Kita akan bertaruh dengan cara ini. Kau harus memberikan cukup
waktu kepada Suko ku, yalah kira-kira satu minggu dan setelah
lewat jangka waktu itu, kau pasti mati digempur oleh Thay-yangsin-jiauw! Jika perlu kita pun akan memanggil orang sakti itu untuk
datang di sini dan menjumpaimu!"
Tigapuluh Enam Pek Tiong Thian tertawa berkakakan,
"Hei. anjing betina!" katanya mengejek. "Harus aku akui bahwa kau
memang sangat pintar, tetapi jangan kau menganggap aku
sebagai orang yang tolol! Mungkin setelah lewat satu minggu,
anjing laki-laki akan menghilang dari dunia persilatan!"
"Suko ku adalah seorang yang luhur, dia pasti tidak berani
mengingkari janjinya!" sahut To Siok Keng.
"Tetapi, mengapa harus menunggu hingga satu minggu"
Bukankah dia sekarang dapat menyerang aku dengan ilmu yang
disanjung-sanjung itu?"
To Siok Keng berpikir sebentar. Ia tidak berani memberitahukan
hal yang sebenarnya telah terjadi atas diri Wei Beng Yan, karena
ia khawatir Pek Tiong Thian akan segera menggempur mereka jika
625 jahanam itu mengetahui bahwa suko nya kini sudah kehilangan
tenaga dalamnya.
"Aku belum dapat memberitahukan itu......," sahutnya.
"Sudahlah, jika kau tidak mau memberitahukan! Tetapi, bukankah
anjing kecil itu pernah menggempur aku dengan Thay-yang-sinjiauw di puncak Cie-sin-hong" Coba kau lihat, aku masih segar
bugar, ilmu yang disanjung-sanjung itu ternyata tidak mampu
membuktikan kelihayannya atas diriku!"
"Beranikah kau menerima tantanganku tadi?"
"Tentu saja aku berani! Di kolong langit ini tidak ada suatu ilmu atau
seorang pun yang mampu menewaskan aku! Ketahuilah, aku
adalah si jago sapu jagad yang tidak mungkin dipecundangi oleh
siapapun!"
"Pegang janjimu, jahanam! Satu minggu lagi kita akan berjumpa
lagi di tempat dan pada jam yang sama pula!"
"Ha, ha, ha! Aku pasti akan datang di sini, tetapi jika kalian sendiri
tidak muncul nanti, ke langitpun kalian melarikan diri aku akan
mengejarnya!"
Setelah berkata demikian, Pek Tiong
membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.
Thian betul-betul "Susiok," kata To Siok Keng kepada Ouw Lo Si, "Jika kau
mempunyai lain urusan, pergilah bereskan urusan itu dan biarlah
kita berdua saja yang menghadapi si jahanam she Pek itu!"
626 "Anak mengapa kau berkata demikian?" sahut Ouw Lo Si, "Apakah
kau menganggap aku akan melarikan diri begitu saja" Aku kini
sudah merasa menyesal sekali atas perbuatanku meracuni Wei
siohiap. Aku kini bertekad membantu kalian meskipun aku
mengetahui bahwa si jahanam she Pek itu sangat lihay!"
Wei Beng Yan yang semula sudah merasa sengit sekali kepada
kakek pincang itu, jadi berbalik merasa kasihan melihat ketobatan
Ouw Lo Si itu. "Ouw Locianpwee," katanya, "Biarlah yang sudah tinggal sudah.
Mengapa perbuatan itu harus disesalkan terus menerus?"
"Wei siohiap, apakah kaupun tidak sudi menerima aku sebagai
kawan?" tanya Ouw Lo-si. "Apakah aku tidak berhak membantu
kalian membasmi seorang jahanam?"
"Tapi......"
"Wei siohiap! Aku minta dengan sangat agar kau tidak
menganggap aku sebagai musuh ayahmu. Aku telah memberikan
kau racun dan kini aku mengharap membantumu dengan segenap
jiwa ragaku!"
To Siok Keng terharu sekali melihat sikap Ouw Lo Si itu, maka
lekas-lekas ia berkata kepada Wei Beng Yan.
"Suko, berilah kesempatan agar Ouw locianpwee dapat
merasakan ketenteraman jiwa, lagi pula dengan membantu kita ia
pun dapat membalaskan sakit hati saudara angkatnya, Khouw
Kong Hu dan Kiu It, ayahku!"
627 Sebagai seorang yang berhati luhur, Wei Beng Yan tidak bisa
merasa dendam terus menerus kepada seseorang yang telah
mengakui akan kesalahan atau dosanya. Meskipun si kakek
pincang pernah bermaksud mengambil jiwanya dengan
menjerumuskannya dengan mengendus racun yang sifatnya
sangat keji. "Baiklah," sahutnya, "Kita akan menggempur si jahanam she Pek
bersama-sama!"
Ouw Lo Si tertawa terkekeh girang seraya berkata.
"Untuk menantikan kedatangan si jahanam, aku mengusulkan kita
mengambil saja rumah gedung Lee tay-hiap sebagai tempat
beristirahat."
"Begitupun baik," sahut To Siok Keng, "kita memang harus
mengubur ketiga susiok suko ku di sana!"
Begitulah mereka lalu menuju ke gedung yang dimaksud itu.
Setibanya di sana, rasa menyesal Ouw Lo Si meracuni Wei Beng
Yan jadi bertambah-tambah saja.
"Jika aku tidak berbuat sekeji apa yang telah aku perbuat," katanya
dalam hati, "mungkin Khouw Kong Hu, Lim Ceng Yao, Lee Beng
Yan, Song Thian Hui dan seorang pelayan setia mereka ini tidak
akan menemukan ajalnya demikian menyedihkan. Bahkan Pek
Tiong Thian mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini....."
628 Setelah itu, ia lalu membantu muda mudi itu mengubur jenazahjenazah ke empat orang dan memisahkan mayat Hua Ceng Kin
yang sudah tidak berkepala di suatu tempat.
"Ouw Locianpwee," kata Wei Beng Yan, "Apa yang ingin kau
lakukan terhadap mayat jahanam itu?"
Ouw Lo Si bersenyum getir.
"Aku akan menggantungnya," sahutnya sambil menatap mayatnya
Hua Ceng Kin. "Untuk kemudian memuaskan arwah Khouw Kong
Hu di alam baka!"
"Apakah perbuatan itu tidak terlalu kejam, biadab?"
"Wei siohiap, jika semua orang di dunia ini berpikiran sepertimu,
kalangan Kang-ouw niscaya akan aman tenteram! Jahanam she
Hua ini adalah salah seorang yang membunuh ayahmu, di samping
itu, iapun telah membunuh Khouw Kong Hu dan entah siapa lagi.
Dia harus menerima hukuman-hukuman meskipun telah menjadi
mayat!" Wei Beng Yan menoleh kepada To Siok Keng seolah-olah ingin
menanyakan apakah gadis itu setuju akan perbuatan kakek
pincang itu. "Biarlah Ouw Locianpwee berbuat apa saja terhadap mayat itu,"
kata To Siok Keng. "Aku tidak merasa keberatan......."
Begitulah, setelah melihat Wei Beng Yan tidak mengatakan apaapa, Ouw Lo Si segera menggantung mayat Hua Ceng Kin di atas
629 sebuah pohon. Ia lalu mencari minyak di dalam gedung Lee Beng
Yan, tidak lama kemudian, suatu adegan seram terjadi, mayat Hua
Ceng Kin yang digantung terbalik, yang sudah tidak berkepala lagi,
terbakar sambil mengeluarkan suara yang memilukan hati!
Wei Beng Yan lekas-lekas mengajak To Siok Keng masuk ke
dalam gedung, karena ia tidak tahan melihat dan membaui apa
yang tengah dilakukan oleh Ouw Lo Si itu.
Setelah menunggu lama juga dalam gedung itu, baru tampak Ouw
Lo Si berjalan masuk dengan wajah putus asa sekali. Begitu
berada di hadapan kedua muda mudi itu, ia lalu berkata.
"Wei siohiap, kau telah diobati oleh orang sakti dari Sit-bi-keng, dan
aku kira tidak jeleknya jika akupun membantu kau memulihkan
tenaga dalammu dengan memberikan kau obat pemunah racun
buatan aku sendiri....."
Wei Beng Yan dan To Siok Keng tidak menyahut. Mereka merasa
agak sangsi akan kemustajaban obat yang dimaksud oleh kakek
pincang itu. "Aku mengetahui obatku itu baru bisa menyembuhkanmu dalam
waktu 14 hari, dan pijatan orang sakti dari Sit-bie-keng bisa
memulihkan semangatmu dalam waktu 7 hari, tapi...... jika kedua
pengobatan itu dipadu menjadi satu, bukankah akan jadi terlebih
baik lagi?" kata Ouw Lo Si lagi.
Wei Beng Yan bersenyum seraya menyahut.
630 "Apakah obat Ouw Locianpwee itu tidak akan mengganggu pijatan
orang sakti dari Sit-bie-keng?"
Ouw Lo Si agaknya merasa tersinggung juga mendengar ucapan
itu, tapi iapun bersenyum dan berkata lagi.
"Aku bukan seorang ahli pengobatan atau sin-she, tapi apa yang
aku ketahui bahwa pijatan tidak ada sangkut pautnya dengan obat
buatanku itu......."
To Siok Keng mengedipkan matanya kepada Wei Beng Yan
sebagai isyarat agar pemuda itu mau juga menerima obat kakek
pincang itu. "Susiok," katanya, "suko ku bukan mencurigakan ketulusan hatimu,
yah, jika kau menganggap obat buatanmu itu tidak akan
mengganggu, aku kira memang tidak salahnya jika kau berikan
saja obat itu......"
Wajah Ouw Lo Si berubah gembira, ia merogo sakunya dan
mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisikan beberapa butir pil
yang berwarna hijau.
"Aku menamakan obatku ini pil Nagasari," katanya. "Pil tidak
tampak luar biasa, namun khasiatnya terhadap racun tidak dapat
diragukan lagi!"
Ia menyodorkan dua butir pil kepada Wei Beng Yan seraya
melanjutkan. 631 "Wei siohiap, kau telanlah pil ini, dan jangan sangsi akan kelurusan
hatiku!" Wei Beng Yan menerima pil itu yang segera dan tanpa sangsi lagi,
dimasukkan ke dalam mulutnya.
Dalam tanya jawab selanjutnya, Ouw Lo Si berkesempatan juga
menanyakan bagaimana To Siok Keng bisa meloloskan diri dari
keganasan ketika seluruh anggota keluarganya dibunuh habis oleh
Pek Tiong Thian.
"Aku bahkan merasa heran sekali kau bisa jadi murid satu-satunya
Thian-hiang-sian-cu!" kata si kakek pincang akhirnya.
"Mungkin Tuhan masih belum mau menerima aku dalam usiaku
yang semuda ini!" sahut To Siok Keng. "Dan oleh karena itu pula
aku jadi beruntung menemui kitab catatan ilmu-ilmu Thian-hiangsian-cu, sehingga aku diakui sebagai murid Gui Su Nio!"
Ouw Lo Si mengangguk-anggukkan kepalanya dan merasa terharu
sekali akan nasib gadis itu.
"Ouw Locianpwee." kata Wei Beng Yan, "tadi si jahanam
mengatakan kau pernah menipunya, soal apakah itu?"
Ouw Lo Si melirik tajam ditanyakan demikian. Ia merasa agak raguragu untuk memberitahukan maksud yang sesungguhnya daripada
kunjungannya ke kuil Cit-po-sie, yalah untuk menanyakan kepada
Bak Kiam Taysu bagaimana menggunakan Tok-beng-oey-hong!
632 Ia bermaksud tidak memberitahukan bahwa Tok-beng-oey-hong
dan Cu-gan-tan, pada saat itu juga berada dalam sepatunya.
"Pek Tiong Thian pernah menanyakan padaku tentang Tok-bengoey-hong dan Cu-gan-tan, dan aku dengan sembarangan saja
menggatakan bahwa kedua benda mujizat itu disembunyikan di
dekat mulut lembah Yu-leng kok......." sahut Ouw Lo Si berdusta,
"mungkin jahanam itu telah pergi ke lembah itu dan tidak berhasil
menemukan apa yang memang sedang dicari-carinya itu,
sehingga ia menganggap aku telah menipunya!"
To Siok Keng mengerutkan keningnya, begitupun Wei Beng Yan
mendengar disebutnya kedua benda mujizat yang juga sedang
mereka cari-cari itu.
"Dari siapa Susiok mengetahui Tok-beng-oey-hong disembunyikan
di depan mulut lembah Yu-leng-kok?" tanya To Siok Keng heran.
"O...... aku hanya menebak-nebak saja secara sembarangan......
mengapa kalian pun agaknya keranjingan pada benda itu?"
"Susiok, aku khawatir jika dalam waktu satu minggu ini suko ku
tidak berhasil memulihkan tenaganya. Bagaimana jika tenaganya
baru kembali seluruhnya setelah waktu yang telah dijanjikan
kepada Pek Tiong Thian lewat" Bukankah itu berarti kita semua
akan mati konyol di sini?"
"Tapi, apa hubungannya itu semua dengan Tok-beng-oey-hong?"
633 "Karena jika benda mujizat itu berada dalam tanganku, meskipun
suko ku tidak berhasil memulihkan tenaganya dalam satu minggu,


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek Tiong Thian pasti tewas!"
"Maksudmu, kau mengetahui cara menggunakan benda mujizat
itu?" "Betul!"
"Bisakah kau melukiskan bentuk benda itu?"
"Benda itu merupakan selubung kuningan!"
"Tahukah kan cara menggunakan benda itu?"
"Susiok, aku adalah murid Thian-hiang-sian-cu melalui kitab Kokcit-po-lek, bukan saja aku telah mewarisi ilmu-ilmu guruku, tapi aku
mengetahui juga cara menggunakan senjata rahasianya! Mengapa
susiok menanyakan demikian?"
"Aku...... aku harap dapat memberitahukan dimana tersimpannya
benda mujizat itu. Aku...... aku pun khawatir jika tenaga dalam Wei
siohiap gagal pulih kembali dalam waktu tujuh hari yang akan
datang ini......"
Sementara ketiga orang itu sedang bercakap-cakap, di luar
gedung itu tampak seorang tengah berdiri di dekat jendela sambil
memasang kupingnya.
Dialah Pek Tiong Thian yang ternyata tidak segera berlalu dari
tempat itu. Matanya mendadak melotot ketika mendengar Tok634
beng-oey-hong disebut-sebut, ia belum mau berlalu dan
mendengari terus, namun tidak terdengar ketiga orang itu
bercakap-cakap lagi. Karena Wei Beng Yan, To Siok Keng dan
Ouw Lo Si sudah mengundurkan diri untuk beristirahat.
Begitulah karena kecewanya ia lalu berjalan pergi.
Di dalam kamarnya, Ouw Lo Si merebahkan diri sambil otaknya
bekerja keras. Setelah meneliti seluruh ruangan kamarnya dan
tidak melihat ada sesuatu yang mencurigakan, ia lalu
mengeluarkan Tok-beng-oey-hong dari dalam sepatunya.
Dengan hati-hati sekali ia lalu memeriksa benda yang senantiasa
dibuat perebutan oleh orang-orang di kalangan Kang-ouw itu.
"Betulkah benda ini demikian dahsyatnya sehingga mampu
menewaskan orang yang berkepandaian seperti Pek Tiong
Thian?" tanyanya dalam hati. "Apakah aku akan menyerahkan
benda ini kepada puteri Kiu It, agar dia dapat membantu Wei Beng
Yan menggempur si jahanam itu?"
Demikianlah, pikirannya bekerja terus. Untuk menyerahkan
selubung kuningan yang tampaknya biasa saja itu, ia merasa
sayang juga, mengingat untuk memiliki benda itu, ia hampir saja
kehilangan jiwanya sendiri di dekat mulut lembah Yu-leng-kok.
Jika ia tidak menyerah, apakah Wei Beng Yan dapat melancarkan
lagi ilmu Thay-yang-sin-jiauw dalam waktu satu minggu itu"
Satu hari, dua hari, empat hari dan lima hari lewat tanpa terasa.
Namun Ouw Lo Si belum juga berhasil mengambil keputusan.
635 Pada hari yang kelima itulah, ia dapat melihat Wei Beng Yan dan
To Siok Keng mengadakan latihan hersama. Si pemuda
menggerakkan kaki dan kedua tinju sambil meloncat-loncat
mengelakkan serangan si gadis, dan apa yang dilihatnya itu
membuat hatinya jadi cemas.
Karena ternyata Wei Beng Yan tampaknya belum mampu
melancarkan tenaga dalamnya dengan sempurna!
"Terpaksa!" katanya dalam hati, "aku terpaksa harus menyerahkan
juga Tok-beng-oey-hong kepada To Siok Keng. Jika tidak pasti
kedua muda mudi itu termasuk aku sendiri pasti akan tewas
diganyang oleh Pek Tiong Thian!"
Ia mengawasi dari kejauhan dan menunggu dengan sabar
selesainya latihan bersama itu.
Tapi, mendadak terdengar Wei Beng Yan memanggilnya.
"Ouw Locianpwee, marilah kita berlatih bersama!" serunya,
"mungkin besok aku sudah bisa melancarkan lagi ilmu Thay-yangsin-jiauw!"
Ouw Lo Si berjalan menghampiri dan berkata.
"Wei siohiap, aku bukan ingin mengecilkan hatimu, tapi, dari apa
yang telah aku lihat tadi, aku merasa tenagamu belum bisa pulih
seluruhnya pada esok hari!"
Wei Beng Yan maupun To Siok Keng jadi melongo mendengar
pendapat kakek pincang itu.
636 "Untuk mengetahui, apakah pendapat itu keliru, sudikah kau
mencoba tenagamu kepada pohon itu?" tanya lagi Ouw Lo Si
sambil menunjuk ke arah sebuah pohon yang tidak terlalu besar
dahannya. "Ya...... itulah jalan yang terbaik untuk mengetahui apakah
tenagamu sudah kembali lagi......" sahut To Siok Keng. "Ayohlah,
gempur pohon itu!"
Dengan hati berdebar-debar Wei Beng Yan berjalan menghampiri
pohon yang ditunjuk oleh Ouw Lo Si tadi, ia baru berhenti berjalan
ketika sudah berada kira-kira lima meter di hadapan pohon itu.
"Jangan ragu-ragu, Wei siauhiap, seranglah!" seru Ouw Lo Si.
Wei Beng Yan mendadak jadi agak sengit mendengar anjuran
yang seolah-olah suatu ejekan itu. Ia mengangkat sebelah
tangannya sambil perlahan-lahan mengerahkan tenaganya. Tibatiba ia memekik lantang dan......"
"Brrr......."
Apa yang terjadi"
Pohon yang diterjang hembusan angin Thay-yang-sin-jiauw itu
hanya tergoncang dan tidak tumbang sebagaimana lazimnya
pernah terjadi dulu ketika si pemuda she Wei belum mengendus
racun Poa-gwat-tan!
Wei Beng Yan memejamkan kedua matanya karena ia merasa
kecewa sekali. 637 Ouw Lo Si segera mengeluarkan dari sepatunya sebuah selubung
kuningan seraya berkata kepada To Siok Keng.
"Anak Keng, apakah benda ini yang dipanggil Tok-beng-oeyhong?"
Mata si gadis jadi terbelalak mengawasi benda yang terletak di atas
telapak tangan kakek pincang itu.
"Dari mana susiok memperoleh benda itu?" tanyanya sambil
mengulur tangannya dan mengambil selubung kuningan itu untuk
diteliti dengan cermat.
"Aku memperoleh benda itu dari ketiga jahanam Tong-coan-samok!" sahut Ouw Lo Si. "Tulenkah benda itu?"
"Tulen!"
Baru saja selesai sahutan gadis itu, ketika tiba-tiba terdngar suara
orang tertawa berkakakan seram, bersamaan dengan itu tampak
Pek Tiong Thian sudah berdiri di hadapan ketiga lawannya itu.
Ternyata ia sudah tidak sabaran dan telah datang satu hari terlebih
cepat! "Hei, jahanam!" bentak Ouw Lo Si, "mengapa kau sudah datang
hari ini" Bukankah kau sudah berjanji untuk datang pada hari yang
ketujuh?" 638 "Aku datang kapan saja aku kehendaki! Ha, ha, ha!" sahut Pek
Tiong Thian. Lalu ia melanjutkan kepada Wei Beng Yan. "Hei,
anjing! Mana itu orang sakti dari Sit-bie-keng?"
"Hei, jahanam!" bentak To Siok Keng. "Tahukah kau benda apa
yang berada dalam tanganku ini?"
"Ha, ha, ha! Kau pernah mengingusi aku di atas puncak Cie-sinhong, dan kali ini kau akan mampus!" seru Pek Tiong Thian sambil
mengeluarkan Ciam-hua-giok-siu dari balik bajunya.
Sementara itu, Wei Beng Yan diam-diam sudah mengerahkan
tenaganya. Sebagai isyarat agar To Siok Keng menyerang
berbareng ia segera berkata.
"Hei, jahanam! Hari ini kau akan mati oleh Thay-yang-sin-jiauw!"
Berbareng dengan berakhirnya kata-kata itu, tampak tangan
kanannya diangkat ke atas. Tiba-tiba kelima jarinya membentang
dan...... "Sssaaatt!!"
Serunya lantang sambil menyerang ke arah dadanya lawannya.
Pek Tiong Thian tidak menjadi kaget mendengar seruan yang
seram itu, tetapi tampak ia terdorong mundur ke belakang
sehingga tidak dapat melancarkan serangan dengan tangan yang
memegang sarung tangan ajaib itu.
639 Justru pada saat ia mundur itulah, To Siok Keng dengan cepat
sekali telah meloncat sambil melontarkan selubung kuningan ke
arah kepala jahanam itu.
Pek Tiong Thian yang menganggap bahwa si gadis tengah
menjalankan tipu muslihat seperti di puncak Cie-sin-hong, acuh tak
acuh menggeprak benda yang sedang meluncur di sebelah atas
kepalanya itu. "Cring!!"
Demikianlah terdengar suara yang nyaring sekali. Serentak
dengan itu terdengar suara jeritan seram, tampak tubuh Pek Tiong
Thian terhuyung untuk kemudian roboh di tanah! Sekujur tubuhnya
telah tertancap dengan jarum halus yang sangat beracun, jarum
Tok-beng-oey-hong!
Demikianlah, dengan matinya Pek Tiong Thian ini, Ouw Lo Si lalu
berpamitan untuk balik lagi ke tempatnya semula, yalah dengan
menjadi si penjual arak di kaki gunung dekat lembah Yu-leng-kok.
Dan setelah semangat serta tenaga Wei Beng Yan pulih
seluruhnya, iapun mengajak To Siok Keng berangkat ke
pegunungan Oey-san, dimana mereka menetap sebagai suami
isteri yang rukun.
TAMAT 640 Lambang Naga Panji Naga Sakti 11 Naga Kemala Putih Karya Gu Long Dewi Dua Musim 3
^