Bara Maharani 15
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 15
bercampur gelagapan, melihat jiwa Tio Sam-koh
terancam, mereka ingin maju membantu, tetapi kedua
orang itu merasa sungkan untuk main kerubut
berhubung ke dua belah pihak yang bertempur samasama
udah tua. Walaupun sepasang mata nenek buta itu tak bisa
melihat apa-apa, namun perasaannya tajam sekali, baru
saja mendekati gua itu seketika ia sudah merasa, Sambil
menggertak gigi dan menyeringai seram, bentaknya, "Tio
Sam-koh, kalau bukan engkau tentulah aku yang mati!"
Tubuhnya menerjang ke angkasa, bambu mustika
menciptakan selapis bayangan hijau seluas beberapa
tombak, diiringi suara desiran tajam memekikkan telinga
langsung menerjang kemuka.
Jurus awan hitam menutupi sang surya ini merupakan
salah satu jurus membunuh yang diandalkan nenek buta,
Tio Sam-koh yang sudah memahami keadaan lawannya
bukan cuma sehari saja itu segera mengetahui akan
bahaya, melihat datangnya tekanan bayangan hijau dari
atas kepala, buru-buru ia tekuk pinggangnya dan
menyusup ke samping.
Siapa tahu baru saja Tio Sam-koh menekuk
pinggangnya sampai separuh jalan, nenek buta itu sudah
merasakan akan gerakan tersebut, ia mendengus dingin,
bambu mustikanya menyapu keluar dan tibatiba
membabat ke arah punggungnya.
Tio Sam-koh terkesiap dalam bahaya, ia buang
tubuhnya sekeras- kerasnya ke samping ketika ujung
bambu hampir mengenai tubuhnya ia sudah keburu
berguling ke tanah dan melarikan diri ke samping.
Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata,
setelah bergelinding ke samping Tio Sam-koh segera
loncat bangun dan tanpa mengucapkan sepatah katapun
mendadak menyusup masuk ke dalam gua.
Nenek dewa bermata buta pasang telinga lalu siapkan
tubrukan, tetapi setelah teringat akan kelihayan orang
yang berada dalam gua itu, dengan cepat dia urungkan
kembali niatnya itu.
Pertarungan sengit yang berlangsung selama ini
mendebarkan jantung setiap jago yang mengikuti
jalannya pertarungan itu, se telah pertempuran mereda
merekapun diam-diam hembuskan napas panjang.
Setelah menenangkan diri, Cu Goan-khek segera
berkata, "Sian poo, musuh yang kabur tak usah di
kejar.... mari kita beristirahat ditepi seberang sana!"
Nenek dewa bermata buta tertegun, tiba-tiba
teriaknya dengan gusar.
"Tio Sam-koh, benarkah engkau tak berani munculkan
diri serta menjadi kura-kura yang ketakutan?"
Baru saja perkataan itu selesai diteriakan tiba-tiba Tio
Sam-koh munculkan diri kembali dari balik gua yang
gelap itu sambil membawa sebuah toya berkepala naga.
Dari ketukan tongkat di atas tanah nenek buta itu tahu
kalau Tio Sam-koh telah munculkan diri, ia mendengus
lalu tarik napas dan mundur beberapa tombak ke
belakang. Setelah keluar dari gua, Tio Sam-koh tancapkan
toyanya ke atas tanah, sambil menatap wajah nenek
buta itu tegurnya dingin, "Nenek buta, akupun akan
gunakan senjata! Kau adalah seorang perempuan yang
cacad, kalau kau merasa aku mencari untung dari
kecacadanmu itu, lebih baik pertarungan ini tak jadi
dilanjutkan"
Nenek buta paling benci kalau ada orang
menyinggung tentang cacadnya itu, meledaklah hawa
amarah dalam dadanya sesudah mendengar ejekan
tersebut, giginya saling beradu hingga menimbulkan
gemertakan nyaring.
Lama sekali.... ia baru bicara dengan suara dingin,
"Anjing tua, ada keuntungan boleh kau cicipi sendiri, bila
aku gagal menghancur lumatkan tubuh bangkotanmu itu,
biarlah dalam penitisan yang akan datang aku tetap
hidup sebagai orang cacad"
"Hmmmm! Kalau begitu cicipi1ah bagaimana rasanya
kemplangan toya bajaku ini."
Weeessss....! dengan penuh kegusaran Tio Sam-koh
mengirim satu sapuan tajam ke depan.
Nenek buta tertawa dingin, ia menyingkir ke samping
untuk lepaskan diri dari ancaman, bambu mustika
digetarkan dan langsung membabat pergelangan musuh.
Dalam sekejap mata pertempuran sengit berkobar
kembali di tengah gelanggang, kedua belah pihak saling
menyerang dengan kerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya. Pertempuran yang berlangsung pada saat ini jauh
berbeda dengan keadaan semula, setelah menderita
kekalahan rasa gusar dan mendongkol dalam dada Tio
Sam-koh belum reda, saat itu toyanya diputar sedemikan
rupa melancarkan serangan berantai dengan ilmu toya
Ciat cing ci ang hoatnya.
Jurus bertemu jurus gerakan bertemu gerakan, satu
gebrakan demi gebrakan berlangsung dengan teratur
dan pakai aturan, kedua belah pihak sama-sama
menyerang sambil bertahan, siapapun tak mau kasih
peluang bagi musuhnya untuk rebut posisi baik.
Di tengah pertarungan sengit, tiba-tiba Tio Sam-koh
berteriak dengan nada dingin, "Nenek buta, tiga jurus
lama akan kuperkenalkan kembali padamu, aku harap
engkau suka memberi petunjuk"
Toya bajanya diputar kencang, diiringi suara
dengungan nyaring segera mengirim serangan tajam ke
arah depan. Mendengar desiran tajam yang menderu-deru itu,
nenek dewa bermata buta merasa hatinya tercekat,
pikirnya, "Ilmu toya yang dimiliki anjing tua ini benarbenar
jauh berbeda dari keadaan dulu, rupanya waktu
selama sepuluh tahun tidak dibuang dengan percuma...."
Bambu mustika Thiam toknya segera diputar dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Toya baja berat dan bambu mustika enteng,
seharusnya benda itu tak bisa digunakan untuk
menangkis secara keras lawan keras, tetapi dibalik jurus
serangan yang digunakan pada senjata bambu itu
mengandung inti sari dari ilmu toya, ilmu pedang serta
ilmu Golok, seandainya toya baja Tio Sam-koh benarbenar
sampai terbentur dengan senjatanya, itu berarti
nenek baju abu-abu mencari penyakit bagi diri sendiri,
asal bambu itu disayat ke bawah maka jika Tio Sam-koh
tidak lepas tangan, telapaknya pasti tersayat robek.
"Bagus!" bentak Tio Sam-koh,
Dikala toya bajanya hampir membentur dengan
bambu lawan, mendadak ujung toya berputar
membentuk gerakan setengah lingkar busur lalu diiringi
desiran angin tajam tiba-tiba menyapu ke arah pinggang
musuh. Nenek buta mengerutkan dahinya, tidak sempat lagi
baginya untuk putar badan melakukan tangkisan, pada
saat yang sangat kritis ia keluarkan simpanan tenaganya
yang dilatih selama puluhan tahun lamanya tanpa
menggerakkan anggota badan tiba-tiba tubuhnya
mundur dua depa ke belakang.
Serangan dari Tio Sam-koh itu justru bertujuan untuk
memaksa mundur musuhnya ke belakang, melihat nenek
buta mundur, ia segera menerjang kemuka sambil
membentak, "Kena!"
Ujung toyanya tiba-tiba meluncur ke depan dan
membacok batok kepala lawannya.
Tiga jurus ilmu toya berantai itu merupakan suatu
serangan yang maha dahsyat pada saat pihak musuh
memperlihatkan titik kelemahan karena desakan dua
jurus yang pertama itulah, jurus ketiga air Huang-ho
turun dari langit segera meluncur kemuka.
Bagi Tio Sam-koh, gerakan tersebut merupakan suatu
gerakan lanjutan yang enak dan leluasa sekali,
sebaliknya bagi musuh hal itu merupakan suatu ledakan
yang diluar dugaan, sekalipun musuh lihay di bawah
ancaman serangan berantai ini niscaya akan roboh atau
terluka. Nenek dewa bermata buta yang diteter terus secara
hebat, baru saja berhasil meloloskan diri dari serangan
kedua musuhnya, tiba-tiba ia merasa munculnya
segulung desiran angin tajam menghajar batok
kepalanya, hal ini membuat ia jadi terperanjat, buru-buru
kakinya menjejak tanah loncat mundur ke belakang,
sedang senjatanya sebisa mungkin melancarkan satu
pukulan untuk membendung datangnya ancaman
tersebut. Keadaannya ketika itu sangat berbahaya, toya baja
dari Tio Som koh bagaikan kilatan petir segera meluncur
ke depan mendesak disisi tubuh nenek buta, asal miring
beberapa dim lagi kesebelah kiri niscaya nenek tersebut
akan menemui ajalnya atau paling sedikit terluka parah
oleh hantaman toya lawan.
Air muka para hadirin yang mengikuti jalannya
pertempuran itu dari sisi arena berubah hebat, kemudian
meledaklah tempik sorak yang gegap gempita memenuhi
seluruh angkasa....
Tapi kesemuanya itu hanya berlangsung sebentar
saja, sebab suasana tiba-tiba berubah sunyi kembali....
Rupanya Tio Sam-koh sendiripun tak mengira kalau
nenek buta sanggup meloloskan diri dari serangan
mautnya, dalam kejut dan gusarnya tiba-tiba ia melihat
bambu pusaka lawan bagaikan ular berbisa sedang
menyerang lambungnya.
Dari gusar ia jadi gembira, toya bajanya digetarkan
lalu menyapu ke atas senjata lawan.
"Aduuuuh....!"
Di tengah dengusan berat, bambu mustika tergesek
oleh toya bambu itu sehingga membuat pergelangan
sang nenek buta jadi tergetar keras, senjatanya hampir
saja terlepas dari cekalan.
Dalam gugup dan gelagapanya buru-buru ia
perkencang cekatannya, sementara sang badan
termakan oleh tenaga dorongan lawan seketika
terpelanting dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Tio Sam-koh cepat memburu ke depan, tapi para jago
dari perkumpulan Hong-im-hwie keburu bertindak, di
tengah bentakan keras masing-masing orang mendorong
telapaknya ke depan melancarkan satu pukulan dahsyat.
Pada dasarnya tenaga dalam yang dimiliki Cu Coan
Kek cukup ampuh, ditambah pula bantuan dari jago-jago
lainnya, angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyapu ke depan menerbangkan batu dan pasir.
Tio Sam-koh tak berani pandang enteng kelihayan
lawannya, buru-buru ia loncat ke belakang dan mundur
sejauh beberapa tombak dari tempat semula....
Menggunakan kesempatan itu nenek buta segera
meloncat bangun, kepada Tio Sam-koh serunya ketus,
"Ayo maju! Kita tak usah menunggu pertemuan Kian ciau
tay hwee lagi.... ini hari juga harus kita tentukan siapa
yang lebih tangguh diantara kita berdua, kalau bukan
kau yang mati akulah yang modar!"
Tio Sam-koh tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... sungguh beruntung
sekali, ini hari aku harus kalah dalam keadaan keledai
malas berguling, dan kau pun harus menelan kekalahan
dalam keadaan anjing rakus menyikat kotoran, keadaan
kita setali tiga uang.... rupanya kita memang berdua
punya jodoh!"
Toyanya diputar dan sekali lagi menerjang ke depan,
tapi.... mendadak ia hentikan gerakan tubuhnya dan
berpaling ke arah seberang.
Melihat kejadian itu semua orang ikut berpaling,
terlihatlah belasan sosok bayangan manusia dengan
cepatnya sedang bergerak menuju ke tempat kejadian.
Nenek buta tak tahu duduk perkara yang sebenarnya,
melihat musuhnya tidak jadi menyerang, dengan gusar ia
berteriak, "Nenek she Tio, kalau engkau segan untuk
mulai, akulah yang akan turun tangan lebih dahulu!"
"Sian poo tunggu sebentar" terdengar Cu Goan-khek
berteriak dengan nada kegirangan. "Cong-Tang-kee kita
telah datang"
Dalam pada itu belasan sosok bayangan manusia tadi
telah loncat naik di atas jembatan batu dan meluncur
datang. Hoa Thian-hong sekalian segera dapat melihat bahwa
orang yang berjalan dipaling depan bukan lain adalah Jin
Hian ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie,
dibelakangnya mengikuti Co Ban Kui serta sepuluh orang
pengawal golok emas.
Sungguh cepat gerakan tubuh Jin Hian, setelah tiba
digelanggang ia sapu sekejap sekeliling tempat itu
dengan pandangan tajam lalu setelah melirik pula ke
arah gua karang, ujarnya kepada nenek dewa bermata
buta sambil tertawa, "Sian poo, sejak kapan engkau
datang" terimalah salam dari aku orang she Jin!"
Nenek buta membalas hormat dan menjawab, "Pagi
tadi aku baru tiba, sudah lama pertarungan berlangsung
namun tiada hasil apa pun.... aaai! hanya merusak pamor
Hong-im-hwie saja"
"Haaah.... haaah.... haaah...." Jin Hian tertawa
nyaring, "Tio Lo thay terkenal sebagai jago lihay dalam
dunia peralatan yang sudah tersohor sejak enam pulun
tahun berselang, bila Sian poo ingin rebut kemenangan
tentu saja harus bertempur tiga sampai lima ratus jurus
banyaknya"
Tio Sam-koh mendengar perkataan itu, dengan alis
berkerut segera menyindir, "Haah.... haah.... haaah....Jin
Hian, aku lihat engkau baru termasuk manusia tak
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berguna, sungguh tak nyana seorang ketua dari
perkumpulan Hong-im-hwie pandainya cuma jilat pantat
orang belaka.... Huuuuh! rupanya aku sudah salah
melihat" Air muka Jin Hian berubah hebat, tapi sebentar
kemudian telah pulih seperti sedia kala, katanya sambil
tertawa hambar, "Tio Lo thay, engkau terlalu tinggi
memandang diriku"
"Siapa yang memandang tinggi dirimu" Hmm! engkau
berkata bahwa namaku sudah tersohor di kolong langit
sejak enam puluh tahun berselang, bukankah itu berarti
bahwa kau sedang menjilat pantatku" Kemudian kau
mengatakan kepada nenek buta itu bahwa untuk
mengalahkan aku maka paling sedikit harus bergebrak
tiga sampai lima ratus jurus, lalu bagaimana kalau tujuh
sampai sembilan ratus jurus" Cukup bukan" Haaah....
haaah.... bukankah engkau sedang menjilat pantatnya si
nenek buta?"
Jin Hian sama sekali tidak memberi komentar, dengan
tenang ia dengarkan perkataan orang hingga selesai,
kemudian sambil tersenyum memberi hormat kepada
Hoa Thian-hong sambil tegurnya, "Hoa Loo te, kau
terluka di tangan siapa?"
Hoa Thian-hong balas memberi hormat dan
menjawab, "Oooob.... aku terluka di tangan iman tua dari
Thong-thian-kauw, hanya luka luar saja dan kau tak usah
kuatir" Jin Hian tertawa, setelah menyapu sekejap sekeliling
tempat itu ujarnya, "Loo-ji, di tempat ini kecuali hadir
beberapa orang sahabat, apakah masih ada orang lain?"
"Tuuh.... dalam gua masih ada seorang jago lihay"
jawab Cu Goan-khek sambil menuding ke arah gua
karang di atas bukit, "siapakah jago lihay itu, siaute
sendiripun kurang tahu"
Jin Hian mengerutkan dahinya, dengan sorot mata
yang tajam bagaikan pisau belati ia tatap wajah Hoa
Thian-hong, lalu tegurnya dengan suara berat, "Hoa loo
tee, ada satu pertanyaan hendak kuajukan kepadamu,
apakah putri Pek Siau-thian yaitu Pek Soh-gie
bersembunyi di dalam gua karang itu....?"
Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Pek Soh-gie
terperangkap dalam istananya Thong-thian-kauw, aku
harus tutup rahasia ini ataukah menyiarkannya secara
luas?" Sebelum dia sempat menjawab, dengan nada dingin
Jin Hian telah berkata kembali, Hoa loo tee, putraku Jin
Bong mati secara mengenaskan di tangan Pek Soh-gie,
budak terkutuk itu, orang lain tak tahu, engkau toh
menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"
"Jien Tang-kee, jangan berkata begitu!" teriak sang
pemuda dengan alis berkerut, meskipun aku saksikan
dengan mata kepala sendiri, tetapi setelah aku berjumpa
dengan Pek Soh-gie maka terasalah olehku, bahwa raut
wajah mereka meskipun mirip akan tetapi sifatnya jauh
berbeda, kita tak boleh mencampur baurkan antara soal
yang satu dengan soal yang lain"
Jin Hian tertawa dingin.
"Hmmm.... rupanya Hoa loote memang membela Pek
Soh-gie mati matian tidak aneh kalau loote begitu tega
menggunakan cara yang keji untuk menghukum mati
beberapa orang saudara kami"
"Aku bukan seorang manusia yang suka pipi licin,
semua perkataan dan perbuatan berani dibuka secara
umum, sedang mengenai ketiga orang saudara itu...."
Ia berhenti sebentar lalu menghela napas panjang,
sambungnya, "Mereka memang musnah di tanganku, bila
Cong Tang-kee tak rela aku pun tak dapat berbuat apaapa"
"Hmm!" Jin Hian tertawa dingin, "bagaimanapun Hoa
loote toh pernah bergaul selama beberapa hari dengan
para saudara dari Hong-im-hwie, sekalipun tidak
memandang muka Buddha seharumnya kalau Loo te
memberi muka kepadaku"
Hoa In jadi jengkel ketika dilihatnya orang itu
menegur majikan mudanya terus menerus, dengan hati
gusar selanya, "Bertempur digelanggang tak bisa
dihindari terluka atau mati...."
Buru-buru Hoa Thian-hong ulapkan tangannya
mencegah Hoa In bicara lebih jauh, katanya sambil
tertawa, "Cong Tang-kee, engkau tahu bukan bahwa aku
bukan seorang manusia yang suka membunuh, tetapi
bila anak panah sudah di atas busur, bagaimanapun juga
terpaksa harus dilepaskan, karena itu harap Tang-kee
suka memakluminya!"
"Hmmm....Pek Soh-gie saat ini berada dimana"
Apakah Hoa loote suka memberitahukan kepadaku?"
oooooOooooo 35 PEK SOH-GIE hanya seorang gadis mada yang tak
tahu urusan, sedang Tang-kee bermaksud jelek
terhadapnya, kalau kuberitahukan jejaknya kepadamu
bukankah kawan Bulim akan mentertawakan diriku?"
Setelah berhenti sebentar, tambahnya dengan
lantang, "Cuma aku berani menegaskan bahwa
pembunuh putramu bukanlah Pek Soh-gie, karena itu
aku setuju untuk mempertemukan cong Tang-kee
dengan gadis itu"
Tertegun hati Jin Hian mendengar perkataan itu,
serunya, "Aku orang she Jin merasa kagum dengan
pendapatmu yang tinggi, tolong tanya sekarang Pek Sohgie
ada dimana?"
"Pek Soh-gie telah ditawan Thian Ik-cu dan sekarang
dikurung dalam istana Yang sim tian, bila Cong Tang-kee
ingin menjumpai dirinya aku rasa lebih baik rundingkan
saja dengan Thian Ik-cu"
"Hoa loote, aku tidak percaya dengan perkataanmu
itu!" seru Jin Hian sambil menggeleng.
"Semua perkataanku diucapkan sejujurnya kalau Cong
Tang-kee tidak percaya akupun tak bisa berbuat apaapa"
Jin Hian tertawa seram.
"Hoa loote, sewaktu pihak Hong-im-hwie hendak
menangkap Pek Soh-gie kau selalu menghalangi bahkan
membunuh orang, sebaliknya waktu Thong-thian-kauw
menangkap gadis itu, mengapa kau lepas tangan?"
Pertanyaan ini seketika membungkam Hoa Thianhong,
matanya terbelalak dan mulutnya melongo, untuk
beberapa saat lamanya ia tak tahu apa yang musti
dijawab. Melihat majikan mudanya malu, Hoa In tidak terima,
dengan gusar serunya, "Kami memang suka mencampuri
urusan orang, kalau siapa merasa tidak puas boleh cari
aku orang she Hoa untuk bikin perhitungan"
Jin Hian mendengus dingin, ia tidak perduli ucapan
orang, sorot matanya yang tajam tetap menatap wajah
Hoa Thian-hong tanpa berkedip.
Tiba-tiba Hoa Thian-hong tertawa nyaring, ujarnya,
"Ketua Jin, engkau tak usah terlalu mendesak orang,
sewaktu Thian Ik-cu menangkap Pek Soh Gi, aku telah
berusaha sekuat tenaga untuk melindungi dirinya,
sayang kepandaian silatku tak becus sehingga aku
sendiripun malah kena tangkap"
Sebagai orang yang jujur, ia tak Ingin membohongi
musuhnya, dan untuk memberikan keterangan yang
sebenarnya, kejadian yang memalukan tentang diripun
diucapkan keluar.
Sorot mata Jin Hian berkilat, ia melirik sekejap luka
pada dada dan kakinya, lalu berpikir, "Ditinjau dari
badannya yang berpelepotan darah serta mukanya yang
lesu, jelas baru saja ia langsungkan pertarungan
berdarah rupanya apa yang dia katakan bukan kata-kata
yang bohong....!"
Ia jadi setengah percaya setengah tidak, dengan nada
dingin ujarnya kembali, "Kalau benar Hoa lote ditangkap
bersama-sama Pek Soh-gie, dan sekarang Loote berhasil
lolos dari bahaya sedang Pek Soh-gie masih berada di
dalam sarang harimau, apakah engkau tidak merasa
kuatir?" "Kami toh berkenalan hanya secara tidak disengaja
dan menolong karena kebetulan kutemui kejadian
tersebut, sekarang dalam ke nyataan kau tak mampu
memberi penolongan kalau tidak ditinggal masa disuruh
urus terus, perduli amat aku kuatir atau tidak"
Jin Hian tertawa hambar, tiba-tiba sambil melirik ke
arah goa karang ujarnya kembali, "Loote menurut
anggapanmu mungkinkah Pek Soh-gie mendapat
pertolongan dari seseorang seperti halnya dengan loote
dan kemudian disembunyikan di dalam gua karang ini?"
Mula mula Hoa Thian-hong tertegun, kemudian
pikirnya lebih jauh, "Tua bangka ini memang banyak
menaruh curiga....!"
Berpikir demikian lantas tertawa, jawabnya, "Akupun
mempunyai kecurigaan tersebut, sayang tak mampu
memasuki gua tersebut untuk melakukan pemeriksaan"
"Hmmm! bangsat cilik.... terdengar Tio Sam-koh
memaki dengan nada ketus"
Jin Hian angkat kepala dan laksana kilat memandang
sekejap ke arahnya, kemudian berjalan menuju ke mulut
gua. Melihat ketuanya mendekati mulut gua tersebut,
dengan cepat Cu Goan-khek loncat maju ke depan
menghalangi jalan perginya, peristiwa pingsannya nenek
bermata buta terhantam oleh pukulan dari gua pun
segera di laporkan kepada ketuanya.
Air muka Jin Hian berubah hebat setelah mendengar
laporan itu, serunya, "Oooh.... ternyata disini ada
seorang jago lihay sedang bersembunyi.... kita tak boleh
bertindak kurangajar!"
Biji matanya berputar menyapu sekejap para jago
yang hadir di tempat itu, kemudian kepada Co Bun Kui
yang berada disampingnya ia berkata, Engkau pergilah
kesana dan mohonlah bertamu, coba kita lihat jago lihay
dari manakah yang berdiam disini, kalau dia adalah
seorang Bu Iim cianpwee maka katakanlah nenek dewa
bermata buta serta Jin Him dari perkumpulan Hong-imhwie
mohon bertemu. Co Bun Kui memberi hormat, setelah memberi tanda
kepada pengawal pribadi, golok emas yang berada
disisnya, dua orang segera tampil ke depan, mereka
bertigapun segera berjalan mendekati gua karang
tersebut, Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba Tio
Sam-koh menghadang di depan mulut gua tongkat
disiapkan di tangan sedang mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Sepasang alis Ca Bun Kui langsung berkerut, sambil
memberi hormat, tegurnya, "Tio lo thay, mohon tanya
engkau ada petunjuk apa?"
"Gua ini jauh lebih seram dari pada sarang naga
harimau, apakah engkan tidak takut mati?" teguf Tio
Sam-koh dengan dingin.
"Terima kasih atas petunjukmu, atas perintah
atasanku, aku disuruh datang kemari untuk mohon
bertemu dengan cianpwee dalam gua, sekalipun badan
harus hancur aku tak akan ambil perduli....!"
Habis berkata segera ia melanjutkan, kembali
langkahnya menuju ke depan.
"Kembali! tiba-tiba Tio Sam-koh membentak keras
sambi1 ayunkan telapak tangannya.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera
memancar keluar diiringi deruan angin yang tajam dan
dahsyat. Co Bun Kui serta dua orang pengawal pribadi golok
emas yang berada di belakang segera mundur sejauh
tujuh delapan depa dari tempat semula, senjata tajam
segera diloloskan keluar dan untuk kedua kalinya mereka
menerjang maju ke depan.
"Hey, sebenarnya apa yang hendak kalian lakukan"
Bentak Tio Sam-koh dengan gusar.
Co Bun Kui tertegun dan segera menghentikan
langkahnya kurang lebih empat lima depa dihadapan
perempuan itu, ia menjawab, "Aku mendapat perintah
dari atasanku untuk mohon bertemu dengan pemilik gua
itu, jika Tio lo thay tidak menyingkir lagi, jangan salahkan
kalau aku tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi"
Tio Sam-koh melotot besar, sambil anggurkan
tangannya ia berseru, "Kalau memang kalian bendak
berkunjung secara hormat, bawa kemari kartu nama
kalian!" Co Bun Kui tahu bahwa ia hanya mempersulit dirinya,
tapi diapun tabu bahwa nenek itu tidak mudah dilayani,
maka sambil tetap menyabarkan diri jawabnya, "Karena
di dalam melakukan perjalanan maka kami tidak
membawa serta kartu nama setelah bertemu dengan
pemilik gua ini, aku pasti mohon maaf...."
Haaah.... haaahh.... itu sih tak perlu aku, si nenek tua
adalah pemilik gua ini, ada urusan apa engkau mencari
aku?" Diam-diam Co Bun Kui merasa amat gusar,
sumpahnya di dalam hati, "Nenek busuk.... modarlah
secepatnya, berani benar engkau permainkan diriku!"
Pergelangan digetarkan, dari punggung golok segera
memancar keluar suara dentingan yang amat nyaring,
Inilah kode rahasia dari para pengawa1 pribadi golok
emas, perbedaan suaranya amat banyak dan masingmasing
mengandung maksud yang saling berbeda, orang
lain tidak merasa tapi para pengawal pribadi golok emas
hapal diluar kepala, maju mundurnya semua mengikuti
tanda tersebut.
Tampaklah dua orang pengawal yang berada di
belakang segera maju ke depan dan berdiri sejajar
dengan Co Bun Kui, tiga golok besar bersama-sama
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
digetarkan dan membacok kemuka.
Angin desiran tajam menderu deru, dalam waktu
singkat tubuh mereka dilindungi oleh cahaya golok
langsung menerjang masuk ke dalam gua.
Tio Sam-koh sebagai seorang jago yang sangat lihay,
tentu saja tidak pandang sebelah matapun terhadap
ketiga orang itu, menanti golok emas sudah hampir
mendekati tubuhnya dia baru mendengus dingin, toyanya
diputar dan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Traaaaaang....!traaaang....!di tengah dentingan
nyaring, ketiga bacokan golok emas itu bersarang di atas
toya baja semua, begitu kerasnya bentrokan tersebut
membuat lengan Co Buo Kui bertiga jadi sakit, linu dan
kaku sekali, himpir saja goloknya terlepas dari tangan.
Dengan tak bisa dibendung lagi, dua orang pengawal
itu tergetar mundur beberapa langkah ke belakang,
sedangkan Co Bun Kui yang tenaga dalamnya jauh lebih
sempurna dari dua orang anak buahnya hanya
merasakan tubuhnya bergetar keras, di atas permukaan
tanah di mana ia terpijak muncullah sebuah telapak kaki
yang tajam dan nyata sekali.
Co Bun Km adalah pemimpin dari empat puluh
pengawal pribadi golok emas, sebagai seorang jago yang
berpengalaman dan bertanggung jawab atas
keselamatan segenap anak buahnya tentu saja bukan
manusia sembarangan, setelah berhasil menegakkan
tubuhnya sambil putar golok, ia menerjang kembali ke
arah depan. Dentingan nyaring menggema di angkasa, delapan
orang pengawal pribadi golok emas yang selama ini
berdiri di belakang Jin Hian mendadak menerjang ke
arah Tio Sam-koh dengan gencarnya.
Tio Sam-koh teramat gusar, sebenarnya ia tak sudi
bertempur melawan beberapa orang itu, tetapi setelah
dilihatnya empat bilah golok besar dengan memancarkan
cahaya yang menyilaukan mata menerjang datang
terpaksa dia angkat toyanya untuk menangkis.
Sreeet....! Sreeet....! Sreet....! empat bilah golok
memisahkan diri, dua orang loncat ke samping kiri dua
lainnya ke kanan, sementara empat orang yang
menerjang datang dari belakang dengan cepat mengisi
kekosongan tersebut, cahaya golok berkilauan dan
mereka menyerang pinggang perempuan tersebut.
Kegusaran Tio Sam ko memuncak, toya bajanya
ditekan ke bawah lalu menyapu ke belakang.
Kawanan pengawal pribadi golok emas adalah jagojago
yang terlatih, bukan saja ilmu golok mereka amat
sempurna, kepandaian dalam bekerja samapun amat
tinggi. Baru saja Tio Sam-koh putar toyanya menyapu ke
belakang, empat orang yang menyerang dari belakang
telah mengundurkan diri kembali ke arah belakang,
sementara empat orang dikiri kanannya bersama-sama
membentak keras, cahaya golok memancar keempat
penjuru dan laksana Kilat mereka menerjang kembali ke
depan. Kali ini tempat yang diarah keempat bilah golok emas
itu berbeda satu sama lainnya, andaikata Tio Sam-koh
tidak berusaha mundur ke belakang maka satu-satunya
jalan adalah maju ke depan sambil balas melancarkan
serangan atau dengan keras lawan keras ia tangkis
semua serangan tadi.
Tio Sam-koh adalah seorang jago kawakan, ibaratnya
jauh makin tua makin pedas, berada di depan mata
prajurit-prajurit tak bernama tentu saja ia tak sudi
mengundurkan diri ke dalam gua, ia mendengus dingin.
Toya bajanya bagaikan amukan ombak dahsyat segera
berputar kencang.
Dalam sekejap mata tujuh delapan jurus sudah lewat,
kedelapan orang pengawal pribadi golok emas itu maju
mundur melancarkan serangan secara bergilir, sedang
Tio Sam-koh dengan gagah beraninya memutar toya
kesana kemari disertai deruan angin yang tajam, tanpa
sadar ia semakin jauh tinggalkan mulut gua dan
terjerumus ke dalam kepungan delapan orang jago.
Walaupun Tio Sam-koh adalah salah seorang jago
lihay dalam dunia persilatan, tetapi kawanan pengawal
pribadi golok emas itupun merupakan jago-jago lihay
apalagi kerja sama mereka boleh dibilang luar biasa
sekali, jika dia ingin menumpas mereka dalam tiga empat
jurus tentu saja merupakan suatu hal yang sulit.
Dengan tenang Co Bun Kui berdiri di samping arena,
menanti Tio Sam-koh sudah jauh tinggalkan gua dan tak
mungkin balik lagi dalam waktu singkat, ia segera
memanggil dua orang anak buahnya dan bersama-sama
masuk ke dalam gua karang.
Walaupun Tio Sam-koh tak mampu menangkan
musuh-musuhnya, tapi ia masih punya sisa tenaga untuk
memperhatikan situasi di sekeliling tempat itu, tatkala
dilihatnya Co Bun Kui akan masuk ke dalam gua, dengan
penuh kegusaran ia segera membentak, "Budak cilik,
jaga mulut gua itu baik-baik!"
"Dia sedang panggil aku?" pikir Hoa Thian-hong
tertegun, tanpa pikir panjang segera ia menghadang
dimulut gua. Co Bun Kui jadi amat gusar, bentaknya, "Hoa kongcu,
apakah engkau sudah ambil keputusan untuk bentrok
dengan perkumpulan Hong-im-hwie kami?"
Sebelum pemuda itu sempat menjawab, Tio Sam-koh
telah berteriak kembali dengan suara lantang.
"Budak cilik kalau mereka sampai berhasil masuk ke
dalam gua, lebih baik engkau gorok leher bunuh diri di
depan mulut gua"
Hoa Thian-hong tak perrah menyangka kalau urusan
begitu serius, tetapi setelah teringat bahwa orang yang
memberi perintah adalah angkatan yang lebih tua dari
pada dirinya, ia tak berani menampik.
Dalam pada itu terdengar Co Bun Kui sambil tertawa
telah berkata lagi, "Hoa kongcu, bagaimana
keputusanmu" Mau menyingkirkan dari sini atau
tidak....?"
"Antara aku dengan ketua kalian pernah terjalin
hubungan sahabat, pernah terjadi pula suatu kesalahan
pahaman, mau bentrok atau tidak terserah pada
penilaihan ketua Jin sendiri, bila Bo heng masih teringat
dengan hubungan kita maka aku harap kau tak usah
masuk ke dalam gua ini lagi"
"Perintah atasan tak dapat dibantah, terpaksa aku
harus nenyalahi dirimu...." seru Co Bun Kui kemudian,
goloknya diputar dan segera membacok ke depan.
Saat ini Hoa Thian-hong hanya memakai pakaian
dalam, dadanya sudah dibalut oleh kain, darah yang
merah dan racun yang hitam ditambah keringat yang
kuning menodai seluruh badan, air mukanya pucat
karena kehabisan darah dan kehabisan tenaga,
rambutnya kusut hingga keadaannya nampak
mengenaskan sekali.
Meskipun Co Bun Kui tahu bahwa Hoa Thian-hong
sangat lihay, tetapi setelah menyaksikan keadaannya
yang begitu mengenaskan dan kegagahannya tempo hari
sudah tak terlihat lagi, timbullah perasaan pandang
rendah musuhnya.
Begitu turun tangan, goloknya segera diputar
melancarkan serangan berantai yang bertubi-tubi, hawa
pembunuhan menyelimuti seluruh angkasa, sedang dua
orang rekannya pun segera mengikuti jejak pemimpinnya
dan menyerang pula dengan sepenuh tenaga.
Menyaksikan datangnya serangan yang begitu
dahsyat, diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat
terperanjat, buru-buru ia mengeigos ke-samping dan
mundur setengah langkah ke dalam gua, tangan kirinya
diputar melancarkan sebuah serangan dahsyat ke depan.
serangan ini ditujukan ke arah jago yang ada
disebelah kanan, maksudnya adalah untuk melindungi
diri di samping menghalangi musuhnya menerjang masuk
ke dalam gua, tapi sayang tenaga dalamnya sudah lemah
dan serangan Kun-siu-ci-tauw tersebut tak dapat
mewujudkan kehebatan seperti dahulu lagi,
Co Bun Kui yang melihat keadaannya, jadi sangat
girang, dia menerjang maju ke depan goloknya
dipatahkan di tengah jalan dan segera berganti jurus,
secara tiba-tiba ia menyerang kembali ke depan.
"Hati-hati dibelakang, tiba-tiba Jin Hian membentak
keras. Belum habis ia berkata, Hoa In bagaikan sukma
gentayangan telah menerjang ke depan, tanpa
mengucapkan sepatah katapun sepasang telapaknya
diputar berbareng menyerang Co Bun Kui serta orang
yang berada disebelah kiri itu.
Sejak Hoa Thian-hong menderita luka parah, Hoa In
selalu uring-uringan dan merasa tak senang hati, ketika
melihat Co Bun Kui berniat membinasakan majikan
mudanya, nafsu membunuh dalam hati Hoa In pun ikut
bergelora, serangan yang kemudian dilancarkan bukan
saja cepat bahkan dahsyat sekali, boleh dibilang baru
pertama kali ini dia melancarkan serangan dengan nafsu
membunuh yang amat hebat"
Pada saat yang bersamaan Jin Hian siap memberi
pertolongan, tapi nenek dewa bermata buta sudah
meluncur ke depan sambil membentak gusar, Serahkan
orang ini kepadaku!"
Semua peristiwa itu berlangsung pada saat yang
bersamaan, hanya saja Hoa In bertindak lebih dahulu,
sedang nenek buta berhadang jalan perginya oleh Tio
Sam-koh sekalian, maka ketika ia tiba digelanggang
keadaan sudah terlambat.
Dengan serangan dahsyat yang dilancarkan Hoa In
dalam keadaan gusar bisa dibayangkan sampai
dimanakah kehebatannya, apalagi yang diserang adalah
manusia sebangsa Co Bun Kui sekalian....
Dengusan berat bergema memecahkan kesunyian, Co
Bun Kui serta orang yang ada di sebelah kiri segera
terpukul mental sejauh beberapa tombak dari tempat
semula, ketika jatuh ke tanah mereka tak berkutik lagi.
Pria yang ada disebelah kanan jadi bergidik hatinya
ketika merasa datangnya desiran tajam dari arah
belakang, karena terperanjat gerakan serangan yang
dilancarkan pun agak terlambat. Dengan jitu sekali
pukulan telapak kiri dari Hoa Thian-hong segera
bersarang di atas bahunya membuat ia jatuh terjengkang
di atas tanah. Menunggu suasana disini telah tenang kembali, nenek
dewa mata buta baru tiba di tempat tujuan, bambu
mustikanya langsung berkelebat memancarkan bayangan
hijau dan langsung mengurung tubuh Hoa In.
"Siau Koan-jin mundur....!" seru Hoa In dengan
gelisah. Setelah mendesak mundur Hoa Thian-hong ke dalam
gua, pelayan tua itu baru mendorong telapaknya ke
depan mengirim sebuah pukulan dengan ilmu Sau yang
ceng ki. Blaaam....! ledakan dahsyat bergeletar di angkasa,
ketika bawa pukulan Sau yang ceng ki bentrok dengan
hawa pukulan yang dipan carkan lewat bambu mustika
nenek buta, tubuh Hoa In segera terdorong mundur ke
belakang dengan badan tergoncang keras, sedangkan
nenek buta itu sendiripun terhajar rontok ke atas tanah.
Suasana hening untuk beberapa saat lama nya, tibatiba
nenek buta menengadah ke atas dan tertawa
terbahak-bahak, suaranya melengking bagaikan jeritan
kuntilanak, teriaknya, "Oooh.... hoohooh.... rupanya Sau
yang ceng ki! Kepandaian andalan dari Hoa Goan-siu pun
masih tertinggal di kolong langit...."
"Kalau engkau kenal Sau yang ceng ki, tentu tahu
bukan sampai dimanakah kelihayan dari toa-yamu!"
"Hmmm! Kepandaian silat dari Hoa Goan-siu segera
akan lenyap dari atas permukaan bumi!"
Sambil putar bambu pusaka dari negeri Thian tok-nya,
ia menerjang kembali ke depan.
Hoa In menjengek sinis, sepasang telapaknya berputar
menyongsong kedatangan lawan dalam waktu singkat
suatu pertarungan sengitpun segera berlangsung.
Tio Sam-koh yang melihat rekannya sudah terlibat
dalam pertarungan yang amat sengit, tanpa terasa
semangat tempurnya berkobar, daya tekanan yang
dipancarkan dari toya baja pun berlipat ganda, memaksa
delapan orang pengawal pribadi golok emas yang
mengepung dirinya jadi kacau balau dan terdesak hebat.
Diam-diam Jin Hian meninjau sebentar pertarungan
yang berlangsung didua sektor, mendadak ia membisikan
sesuatu kepada Cu Goan-khek disusul orang she Cu itu
dengan membawa belasan orang segera berjaga-jaga
diluar kepungan terhadap Tio Sam-koh, sementara Jin
Hian sendiri melayang kesisi gua dan dari situ dia
membayangi nenek buta yang sedang bertempur.
Hoa In berdiri gagah di depan gua, sepasang
telapaknya menarik kesana kemari melayani serangan
serangan gencar dari bambu mustika milik nenek buta,
ketika dilihatnya Jin Hian membayangi disana, penjagaan
semakin ketat dan ia sama sekali tak bergeser dari
tempat semula. Tindakannya membuat mulut gua ini benar-benar
hebat sekali akibatnya, bukan saja nenek buta tak
mampu mendesak mundur dirinya, Jin Hian tak dapat
turut campur bahwa Hoa Thian-hong pun tak mampu
keluar dari gua itu.
Beberapa saat kemudian pertarungan yang
berlangsung dikedua sektor itu berubah makin sengit dan
bahaya. Tio Sam-koh bertambah gusar ketika dilihatnya
ada serombongan musuh membayangi pula dirinya dari
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luar kepungan, serangan yang dilancarkan semakin
gencar dan ancaman ancamanpun makin
berbahaya....Hoa Thin Hong yang menonton jalannya
pertarungan itu dari dalam gua, diam-diam merasakan
pula situasi yang makin berbahaya, pikirnya, "Pihak
lawan berjumlah banyak sedang pihak kami hanya ada
dua orang yang mampu melangsungkan pertarungan,
jika pertempuran ini dilanjutkan lebih jauh maka keadaan
tidak menguntungkan pasti akan terjatuh pada pihakku,
jika Hoa In sampai kalah maka Jin Hian pasti akan
menerjang masuk ke dalam gua ini.... bukankah dalam
gua ada jago lihay" Kenapa ia tak mau unjukkan diri
sebaliknya malah takut ada musuh masuk ke dalam gua"
Sungguh aneh...."
Ingin sekali pemuda itu masuk ke dalam gua untuk
melakukan penyelidikan, tapi dia takut Hoa In tak
mampu mempertahankan diri, untuk beberapa saat
lamanya ia jadi bingung dan tak tahu apa yang musti
dilakukan olehnya....
Hoa In adalah seorang jago kawakan yang banyak
pengalaman, ia tahu situasi tidak menguntungkan bagi
pihaknya, setelah berpikir sebentar ujarnya dengan nada
serius, "Siau Koan-jin, masuklah ke dalam dan lihatlah
keadaan dalam gua itu, tapi kau harus berhati-hati dan
jangan terlalu memaksa diri"
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir sebentar, ia
merasa bahwa pertarungan ini jelas tidak
menguntungkan bagi pihaknya, kalau tidak melihat lihat
dalam gua memang tiada jalan lain, maka ia segera
ambil keputusan dan putar badan masuk ke dalam gua.
Suasana dalam gua itu gelap sekali, Hoa Thian-hong
yang sedang bingung sama sekali tidak berniat
memikirkan persoalan ini, dengan mata melotot besar ia
masuk kedalam. Beberapa saat kemudian ia merasa suasana gelap
menyelimuti tempat itu bertambah tebal sehingga lima
jari sendiripun tak dapat dilihat, bahkan secara lapatlapat
hidungnya mencium bau belerang dan gas yang
amat menusuk penciuman.
Pada saat itulah, mendadak dari dalam ruangan gua
berkumandang datang suara pembicaraan dari seorang
perempuan. "Seng ji, majulah empat lima langkah lagi kemudian
loncatlah ke depan, tapi kau harus melompat sejauh dua
tombak...."
Seng ji adalah nama kecil Hoa Thian-hong, hanya
ibunya yang manggil dia dengan sebutan tersebut, maka
setelah mendengar panggilan itu dia berdiri tertegun,
saat itulah bau gas yang tebal menyerang ke dalam
hidung membuat dadanya sesak dan hampir saja ia jatuh
tak sadarkan diri.
Buru-buru ia tutup semua pernapasan dan
menenangkan hatinya lalu maju lima langkah ke depan,
ia merasa jalan yang dilalui semakin menjorok ke bawah,
maka sambil menutup mulut luka didadanya dengan
tangan ia melompat ke arah depan.
Menanti ia menginjak kembali di atas permukaan
tanah, terasa olehnya suasana di tempat itu meskipin
masih gelap tapi jauh lebih terang dari keadaan semula,
menanti ia menengok ke belakang maka tampaklah
segumpal asap hitam mengepul dari atas tanah dan
membubung kelangit langit gua, suara pertarungan diluar
gua masih kedengaran jelas, pemuda itu pusatkan semua
perhatian-nya dan meneruskan perjalanan ke depan.
Kurang lebih dua puluh tombak kemudian, terlihatlah
seseorang sedang duduk bersila disebelah depan.
Ia berdiri terbelalak dengan mulut melongo sekuat
tenaga ia berusaha memandang kedalam, tapi karena
suasana yang gelap maka tak ada yang terlihat olehnya.
Sesaat kemudian ia maju kembali ke depan tegurnya,
"Siapakah engkau" Apakah engkau masih duduk
bersemedi?"
Orang itu tetap duduk bersila di atas tanah tanpa
bergerak barang sedikit pun, juga tidak menjawab
pertanyaannya. Hoa Thian-hong berjalan maju makin ke depan, tibatiba
dia merasa potongan badan orang itu seperti dikenal
olehnya, ketika diperhatikan lebih seksama mendadak
hatinya bergetar keras dan hampir saja jatuhnya terlepas
dari tempatnya.
"Siapakah Kau" Apakah ibu?"
Orang itu tetap duduk tak berkutik, di tempat semula,
mulutnya tetap membungkam dan keadaannya tidak
jauh berbeda dengan patung arca.
Pemuda itu membelalakkan matanya dan
memperhatikan orang itu dengan lebih seksama lagi, ia
melihat orang itu mempunyai rambut yang panjang dan
digulung menjadi sanggul, mukanya persegi dan raut
wajahnya mirip sekali dengan muka ibunya.
Tiba-tiba perempuan itu membuka matanya dan
memandang ke arah pemuda itu dengan mata melotot,
kemudian berkata, "Aku adalah ibumu, aku tak bisa
banyak bicara dan jangan ribut!"
Hoa Thian-hong seketika merasakan darah panah
dalam dadanya bergolak keras, dengan gelagapan ia
berseru. "Ibu, apa yang sedang kan lakukan" Sedang melatih
ilmu" Kenapa suaramu berubah....?"
Kiranya perempuan ini adalah ibu kandung Hoa Thianhong,
isteri dari Hoa Goan-siu yang tersohor sebagai Hoa
Hujien, sekarang ia sedang duduk bersila di atas tanah
dengan tubuh sama sekali tak berkutik, Setelah
membuka matanya tadi sekarang ia meram kembali.
Jilid 26. Hek sat Ciang sang Maharani
HOA THIAN-HONG jadi keheranan dan tak habis
mengerti, setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya
ia lantas meraba tubuh ibunya, terasa badan ibunya
panas menyengat badan membuat rabaannya terpental
kembali. Ia jadi terkejut bercampur girang, guman-nya seorang
diri, "Tenaga dalam yang dimiliki ibu telah pulih kembali,
apakah luka dalam yang ia derita telah sembuh?"
Buru-buru dari sakunya dia ambil keluar sebuah kotak
kumala, selelah membuka kotak kumala itu lantas
diangsurkan kehadapan ibunya sambil berkata.
"Ibu, aku mempunyai sebatang Leng-ci berusia seribu
tahun, cepatlah kau makan!"
Hoa Hujien membuka matanya kembali, dari bau
harum yang tersiar keluar dari dalam kotak tersebut
membuktikan bahwa benda itu adalah Leng-ci yang
sangat berharga, buru-buru serunya kembali, "Aku tidak
mau, aku dengar engkau terkena racun teratai!"
"Teratai racun empedu api telah kutelan, tapi
keadaanku sudah tidak menguatirkan lagi!"
Tiba-tiba dari luar ruangan secara lapat-lapat
berkumandang datang suara bentakan nyaring diikuti
keadaan jadi sunyi dan hening.
Dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, "Ibuku
pasti sedang melatih sejenak ilmu silat yang sangat aneh
dan pada saat ini tak boleh mendapat gangguan, kalau
latihannya dihentikan di tengah jalan niscaya usahanya
selama ini akan menemui kegagalan total, bahkan
jiwanya akan terancam bahaya, oleh karena itulah Tio
Sam-koh segera berjaga-jaga di depan gua dan
mencegah pihak musuh masuk kedalam"
Berpikir sampai disini, hatinya jadi kuatir dan tidak
tenang. Setelah meletakkan kotak kumala itu di atas
tanah ujarnya, "Diluar gua masih ada musuh tangguh,
aku akan keluar dan menengok keadaan disitu"
Selesai berkata buru-buru ia berlalu dari sana.
Dia merasakan hawa murni di tubuhnya bergolak
kencang dan ingin sekali mengerahkan tangan serta
kakinya, setelah tiba di depan kabut hitam ia meloncat ke
depan dan berjalan keluar dengan langkah lebar.
Menanti ia tiba diluar gua maka terlihatlah Hoa In
serta nenek buta sedang duduk bersila saling
berhadapan, sepasang telapak kanan mereka saling
menempel satu sama lainnya, rupanya dengan andalkan
tenaga dalam hasil latihan selama puluhan tahun mereka
sedang melangsungkan pertarungan adu tenaga yang
menentukan mati hidup mereka.
Keadaan dipihak lain jauh lebih mengerikan lagi, para
jago perkumpulan Hong-im-hwie mulai dari Cu Goankhek
ke bawah telah maju mengerubut Tio Sam toh
seorang, ancaman-ancaman maut saling dilancarkan
dengan harapan bisa merobohkan musuhnya secepat
mungkin. Ilmu silat yang dimiliki kelima orang jago lihay itu
semuanya berada di atas kepandaian Seng Sam Hau
serta Siang Kiat, Tio Sam-koh yang harus bertarung
melawan nenek buta lebih dahulu kemudian harus
menghadapi delapan orang pengawal pribadi golok emas,
saat ini tenaga dalamnya sudah hilang separuh bagian,
dalam keadaan begini harus bertarung lagi melawan lima
orang jago lihay, tentu saja keadaannya payah sekali.
Terlihatlah serangan yang dilancarkan sudah mulai
mengendor dan posisinya terdesak hebat, dalam keadaan
begini jika dia ingin menerjang dari kepungan dan kabur
dari situ mungkin masih bisa dilakukan, tetapi nenek tua
itu tentu saja tidak mau berbuat begitu, ia melakukan
perlawanan dengan gigihnya kendatipun jiwanya kian
lama kian terancam.
Sementara itu Jin Hian dengan memmipin delapan
orang pengawal pribadi golok emas sedang melewati
nenek buta serta Hoa In sedang beradu tenaga dalam
dan siap menerjang masuk ke dalam gua.
Pada saat itulah tiba-tiba mereka saksikan Hoa Thianhong
muncul kembali dari dalam gua, hal ini membuat
orang-orang itu segera menghentikan langkahnya.
Setelah mengetahui situasi yang terbentang di depan
mata, Hoa Thian-hong merasakan darah panas dalam
dadanya bergolak keras, hampir saja dari sepasang
matanya memancarkan sinar berapi-api, tiba-tiba ia
melihat pedang bajanya yang tersoren di pinggang Hoa
In, sambil mencabut keluar bentaknya dengan gusar.
"Tahan!"
Dalam pada itu pertarungan tenaga dalam antara
nenek buta dengan Hoa In sedang mencapai puncak
ketegangan, tak mungkin mereka sudahi pertarungan
tersebut sampai disitu saja, sedangkan Cu Goan-khek
sekalian yang mengururg Tio Sam-koh sudah merasakan
bahwa kemenangan hampir berhasil diraih oleh mereka,
seorang musuh besar mereka yang amat tangguh sudah
hampir berhasil dilenyapkan, tentu saja tak seorangpun
yang sudi menuruti perkataan Hoa Thian-hong
kendatipun suara bentakannya dapat didengar dengan
jelas, bukan saja tidak menggubris bahkan serangannya
dilancarkan semakin gencar.
Hoa Thian-hong semakin naik pitam, tiba-tiba
bentaknya keras.
"Jin Hian! apakah engkau sudah tak ingin membalas
dendam bagi kematian puteramu lagi?"
Mendengar seman itu Jin Hian tertegun, setelah
merandek sejenak akhirnya ia membentak, "Tahan!"
Meskipun bentakan itu tiada yang aneh namun Cu
Goan-khek sekalian tak bisa tidak terpaksa harus
menuruti, dengan cepat serangan ditarik kembali dan
meloncat mundur ke belakang.
Tio Sam-koh sendiri, walaupun dia gagah dan
pemberani tetapi setelah bertarung sampai keadaan
begitu segenap tenaganya boleh dibilang terkuras habis.
Keadaan pada saat itu payah sekali, semua orang
sudah merasakan kehabisan tenaga dan lelah sekali,
napas terasa tersengal-sengal sedang keringat telah
membasahi sesuruh tubuhnya, begitu pertarungan
berhenti masing-masing orang segera mengatur
pernapasan dan beristirahat.
Lain halnya dengan nenek buta serta Hoa In yang
sedang beradu tenaga, dalam keadaan begitu kedua
belah pihak tak dapat menyudahi pertarungan tersebut,
mereka masih tetap menyalurkan hawa murninya untuk
berusaha merobohkan lawannya.
Hoa Thian-hong merasa amat gelisah, pikirnya, "Ibuku
tak boleh dapat gangguan macam apapun juga,
dipihakku hanya ada dua orang jago yang bisa bertarung
sedang pertarungan beradu tenaga paling merugikan
kekuatan tubuh, jika Hoa In sampai terluka bukankah
keadaanku semakin terjepit?"
Ketika dilihatnya Jin Hian maju menghampiri dirinya,
dengan cepat ia membentak keras, "Cong Tang-kee,
harap berhenti!"
"Ada apa?" tanya Jin Hian sambil berhenti,"apakah
Loote takut aku membokong Hoa In?"
Hoa Thian-hong tertawa dingin.
"Cong Tang-kee kau seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar, tentu saja aku tak berani menaruh
banyak curiga," jawabnya.
Jin Hian tertawa hambar, pikirnya di dalam hati.
"Tenaga Sau yang ceng ki yang dimiliki tua bangka ini
sudah berhasil mencapai tujuh bagian kesempurnaan,
jika pertarungan dilanjutkan maka nenek dewa tentu
akan menderita kalah...."
Berpikir demikian sambil tersenyum ia la tas berkata,
"Seandainya aku hendak mencelakai Hoa In, sejak tadi
kesempatan baik sudah kudapatkan, Loo te tak usah
kuatir.... aku tak mungkin mencelakai dirimu, sekarang
lebih baik kita pisahkan dahulu mereka berdua"
Sambil berkata ia melangkah maju kembali ke depan.
"Lain dulu lain sekarang, siapa yang tak tahu apa yang
sedang kau pikirkan di dalam hati?" pikir Hoa Thian-hong
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di dalam hati. Pedang bajanya segera diayun kemuka dan
ditempelkan di atas batok kepala nenek buta,
ancamannya dengan suara dingin, "Cong Tang-kee,
kalau engkau berani maju selangkah lagi, maka
pedangku ini segera akan kubacok ke bawah!"
Jin Hian kaget dan segera menghentikan langkahnya,
dengan alis berkerut dia menegur.
"Hoa loo te, tadi engkau suruh semua orang
menghentikan pertarungan, sebenarnya apa
maksudmu?"
"Hmmm! tentu saja aku ada persoalan penting yang
hendak disampaikan kepada kalian, cuma cara
perkumpulan kalian melakukan pertarungan secara
mengerubut benar-benar merupakan suatu tindakan
yang terkutuk"
"Jamannya bertanding ilmu dan satu lawan satu sudah
lewat, sekarang sudah tidak ada lagi cara semacam itu,"
sahut Jin Hian tetap tenang.
Setelah berhenti sebentar, ia melirik sekejap ke arah
nenek buta serta Hoa In yang sedang beradu tenaga
kemudian melanjutkan, "Menurut Hoa loo te, apakah
kedua orang itu harus bertarung sampai salah seorang di
antaranya menderita kalah?"
"Aku tak mampu memisahkan mereka, apa kata Cong
Tang-kee mempunyai cara untuk memisahkan kedua
orang itu?"
Jin Hian segera terbungkam, tenaga dalam yang
dimiliki kedua orang ini jauh berada diatasnya, jika dia
harus memisahkan mereka berdua secara adil dan tidak
berat sebelah tentu saja hal itu tidak mungkin bisa ia
lakukan. Tiba-tiba Tio Sam-koh sambil memegang toya bajanya
maju mendekat, dengan alis berkerut Jin Hian segera
menegur, "Bagaimanakah" Apakah Tio Lo thay
mempunyai kemampuan untuk memisahkan mereka
berdua?" "Sekalipun aku si nenek tua tidak mempunyai
kemampuan tersebut, rasanya hal ini pun bukan
merupakan suatu kejadian yang memalukan"
Jin Hian segera menghadang di tengah jalan.
"Kalau memang engkau tak punya kemampuan itu,
harap Tio Lo-thay hentikan langkahmu disana saja, untuk
sementara waktu engkau tak usah mendekat kemari!"
"Hmmm! aku si nenek tua manusia macam apa" Masa
aku bisa kau bandingkan dengan manusia sebangsa
kalian yang semuanya tak tahu malu?"
Meskipun berkata begitu, tapi ia hentikan juga
langkahnya. Pertarungan antara nenek buta dengan Hoa In telah
mencapai pada puncaknya, keringat telah membasahi
seluruh tubuh mereka, rambutnya pada berdiri bagaikan
landak sedang otot hijau di atas wajahnya pada menonjol
keluar, asap putih mengepul keluar dari atas ubun- ubun,
agaknya pertarungan ini sudah mencapai pada
puncaknya yang menentukan mati hidup mereka berdua.
Dalam pertarungan adu tenaga ini siapapun tak bisa
mencuri dengan gunakan kelicikan, apabila salah seorang
menderita kalah maka keadaannya pasti akan runyam.
Dihari hari biasa Hoa Thian-hong selalu mengumbar
menurut kemauannya sendiri dan jarang sekali menuruti
perkataan Hoa In, na mun dalam hati kecilnya ia amat
menyayangi dan menghormati pelayan tuanya ini, ia
merasa tak tega membiarkan pelayan tuanya itu
menderita karena pertarungan adu tenaga yang
melelahkan itu.
Makin dipikir Hoa Thian-hong merasa hatinya semakin
murung, dalam gugupnya tak tahan lagi ia berseru,
"Cong Tang-kee, apa salahnya kalau engkau serta Tio lo
thay bekerja sama Untuk melerai mereka berdua, kalau
tidak maka jiwa nenek dewa pasti akan terancam mara
bahaya!" Jin Hian berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tentang
soal ini, hmm! tak ada salahnya...."
Pada saat itulah tiba-tiba dari tempat kejauhan muncul
tiga sosok bayangan manusia, gerak tubuh ketiga orang
itu cepat sekali dan di dalam sekejap mata sudah
menyeberangi jembatan batu itu.
Hoa Thiau Hong segera berpaling, ia temukan salah
seorang diantara ketiga orang pendatang itu ternyata
bukan lain adalah Pek Siau-thian, kedua dari
perkumpulan Sin-kie-pang.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah tiba
dihadapan mereka, Pek Siau-thian menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, sete lah memberi hormat kepada
Jin Hian, ia berpaling ke arah Hoa Thian-hong dan
bertanya, "Putri sulungku telah tiba di wilayah Kanglam,
tapi sampai sekarang jejaknya tidak terang, apakah Hoa
Loo-tee tahu kemana perginya?"
"Putri kesayanganmu sudah ditangkap oleh Thian Ikcu,
pagi tadi masih disekap di dalam kuil It-goan-koan
tempat kediaman tosu tua itu"
Air muka Pek Siau-thian berubah bebat, sesudah
tertegun sebentar sahutnya, "Terima kasih atas
petunjukmu!" Kepada rekannya ia membentak, "Ayoh
berangkat!"
Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah
menerobos lewat jembatan batu dan lenyap di tempat
kejauhan. Kedatangan ketiga orang itu cepat sekali pergipun
cepat pula, tiba-tiba sikap Jin Hian berubah hebat, sorot
matanya segera dialihkan ke arah mulut gua.
Dari tingkah lakunyva itu Hoa Thian-hong tahu bahwa
ia sudah mempunyai niat jahat, buru-buru sambil
menyilangkan pedang bajanya ia membentak, "Jien
Tang-kee, jangan bertindak gegabah!"
Rupanya Tio Sam-koh pun mengetahui bahwa Jin Hian
ada maksud mencelakai Hoa In serta menolong nenek
buta, dalam kejut dan gusarnya ia segera membentak
keras, toyanya langsung diputar dan menghantam
punggungnya. Jaraknya antara dia dengan Jin Hian tidak begitu jauh,
sedang panjang toya mencapai tujuh depa, dalam sekali
ayunan ujung senjata tersebut sudah mengancam
punggung orang she Jin itu.
Dari desiran angin tajam yang mengancam tubuhnya,
Jin Hian sadar bahwa serangan ini bukan kepalang
lihaynya, terpaksa ia putar badan menghindarkan diri
dari babatan toya tersebut, kemudian sambil putar
telapak balas melancarkan sebuah serangan.
Mendadak.... dari dalam goa berkumandang keluar
suara seruan dari Hoa Hujien.
"Seng ji, secepatnya membacok nenek buta sampai
mati!" Mendengar perintah itu Hoa Thian-hong tertegun, ia
rasa tindakan tersebut melanggar azas kependekaran,
tetapi diapun merasa bahwa ibunya bisa memberi
perintah demikian oleh alasan-alasan tertentu, maka
tanpa berpikir panjang pedangnya diputar dan disertai
desiran angin tajam langsung dibacokkan di atas batok
kepala nenek buta.
Ketiga orang itu sama-sama menggerakkan tubuhnya
pada saat yang hampir bersamaan, baru saja sekalian Cu
Goan-khek merasa terkejut, pedang baja Hoa Thian-hong
laksana kilat telah membacok ke atas kepala nenek buta
tersebut. Tetapi pada saat itu juga, nenek buta telah
mengerahkan segenap kekuatan tubuhnya untuk
menggetarkan telapak Hoa In, sedang tubuhnya dengan
meminjam kesempatan itu pun segera mencelat mundur
ke arah belakang.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya,
nenek buta itu mencepat sejauh tiga tombak dari tempat
semula, kemudian menutul sepasang kakinya di atas
tanah dan badannya berputar kembali beberapa
lingkaran di angkasa, darah tak bisa dibendung lagi dan
muntah dari mulutnya membentuk garis lingkaran di atas
tanah. Perubahan ini terjadi sangat mendadak sekali
membuat semua orang berdiri tertegun, Jin Hian
bagaimanapun merupakan seorang ketua suatu
perkumpulan yang tangguh, melihat kejadian itu ia
segera tinggalkan Tio Sam-koh dan dengan cepat
menyongsong tubuh nenek buta serta memayang badannya
sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah.
Saat ini isi perut nenek buta sudah terluka parah,
kepalanya terkulai dan mukanya pucat pias bagaikan
mayat, tapi pikirannya masih sadar sebali, tangannya
segera memberi tanda kepada Jin Hian agar mereka
segera tinggalkan tempat itu.
Ketua dari perkumpulan Hong Im hwee ini dengan
cepat ulapkan tangannya, Cu Goan-khek sekalian
memburu maju ke depan, satu dikiri yang lain dikanan
dengan cepat melayang tubuh nenek buta dan segera
tinggalkan tempat kejadian.
Dalam Waktu singkat, Semua jago dari perkumpulan
Hong-im-hwie telah berlalu semua dari sana, bahkan
mayat dari salah seorang pengawal pribadi golok emas
yang terkapar ditanahpun mereka bawa kabur.
Sang surya condong disebelah barat, senja pun
menjelang tiba.... ketika Hoa Thian-hong berpaling
sekeliling tempat itu ia temukan bukit yang terjal
bersusun menjulang ke angkasa, sekarang dia baru sadar
bahwa mereka berada dibalik lingkaran bukit.
Beberapa waktu kemudian ia menggeleng dan berbisik
kepada Hoa In yang masih duduk bersila di atas tanah.
"Ibu ada disini!"
Setelah itu dia lari masuk ke dalam gua.
Setibanya disisi Hoa Hujien, ia ikut duduk bersila di
sampingnya sambil berkala dangan jengah, "Ibu, nenek
buta itu berhasil kabur....
Hoa Hujien tetap membungkam, beberapa-waktu
kemudian dia baru buka matanya dan tarik napas tiga
kali, setelah itu berkata, "Perempuan tua itu gemar sekali
membunuh manusia dia harus secepatnya dilenyapkan
dari permukaan bumi, karena pertama dia adalah salah
seorang musuh besar pembunuh ayahmu, kedua bulan
tujuh tanggal lima belas sebentar lagi akan tiba, musuh
berkekuatan besar sedang kekuatan dipihak kita lemah
sekali, daripada lebih banyak se orang toh lebih baik kita
kurangi seorang musuh yang harus dihadapi. Memang
benar tindakanmu membokong dikala orang sedang tidak
siap merupakan perbuatan yang kurang cemerlang, tapi
justru karena perbuatan mu itulah jiwa seorang pendekar
dari kalangan lurus berhasil kau selamatkan, sekalipun
tidak cemerlang toh tindakanmu bukan tindakan yang
terkutuk. Lain kali kalau bekerja engkau harus tegas dan
cepat ambil tindakan, sebagai seorang lelaki sejati jangan
sangsi berpikir dan ambil keputusan, karena sedikit
lambat saja keadaan akan segera berubah"
Dengan wajahb merah padam karena jengah, Hoa
Thian-hong mengangguk tiada hentinya, ia berkata,
"Luka dalam yang ia derita tidak ringan, mungkin bulan
tujuh tanggal lima belas nanti dia masih belum mampu
untuk turun tangan"
"Bagaimana dengan keadaan luk?mu sendiri" tempo
hari aku dengar tindak tandukmu masih rada mendingan,
kenapa sekarang jadi begitu tak becus....?"
"Luka didadaku adalah hadiah dari seorang toojin
perkumpulan Thong-thian-kauw, sebenarnya tidak
mengapa tapi terhubung setiap tengah hari racun teratai
dalam tubuhku pasti kambuh maka mulut luka ini
mungkin sukar untuk merapat kembali"
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa
sambungnya kembali.
"Dua hari belakangan ini aku selalu tertimpa sial dan
malang terus menerus, setelah ananda pikir.... andaikata
keadaan berlangsung begitu terus maka lama kelamaan
titik kelemahanku bakal ketahuan semua"
"Yang dibutuhkan seorang lelaki sejati adalah
keselamatan jiwa, sekalipun kepandaian tak becus asal
tidak kehilangan jiwa jantan nya itu sudah lebih dari
cukup" "Perkataan ibu memang benar, anandapun sudah
menemukan banyak penyakit pada diriku"
Hoa Hujien mengangguk, sambil melirik sekejap ke
arah kotak kumala yang berada di atas tanah, ujarnya
kembali, "Aku mengetahui dengan jelas sifat-sifat dari
racun teratai tersebut, sebenarnya racun itu tak dapat
diobati dengan obat mujarab apa pun, tapi lain halnya
dengan Leng-ci berusia seribu tahun ini, aku rasa lebih
baik cepatlah kau makan obat mujarab itu!"
"Apakah luka dalam yang ibu derita sudah sembuh?"
"Aku sama sekali tidak membutuhkan Leng-ci berusia
seribu tahun ini"
"Luka dalam yang ibu derita belum tentu sudah
sembuh seratus persen," pikir Hoa Thian-hong di dalam
hati, "apalagi obat mujarab ini sudah didapat, lebih baik
aku simpan saja lebih dahulu"
Berpikir demikian, iapun berkata, "Leng-ci berusia
seribu tahun adalah obat yang bisa membangkitkan
kembali mereka yang hampir mati, sekarang ananda be
lum terancam jiwanya, untuk sementata lebih baik
disimpan dulu, siapa tahu dalam pertarungan yang
menentukan antara mati dan hidup, ada orang-orang kita
yang terluka parah dan membutuhkan benda ini untuk
menyelamatkan jiwanya"
Perkataan ini benar dan menitik besarkan kepentingan
umum, Hoa Hujien sebagai seorang pendekar wanita
tentu saja tak dapat memaksa lebih jauh, sekalipun
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam hati kecilnya ia merasa sedih.
Suasana hening untuK beberapa saat lamanya, tibatiba
Hoa Hujien berkata kembali, "Sam-koh bilang
engkau cabul dan romantis sekali, engkau suka
mengganggu dan menggaet perempuan orang lain,
benarkah perkataan ini?"
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, sambil
tertawa dia bertanya, "Yang disebut Sam-koh apakah Tio
Lothay?" "Aku menghormati dia sebagai seorang angkatan yang
lebih tua, engkau harus panggil Sam poo (nenek ketiga)
kepadanya"
Hoa Thian-hong mengangguk, lalu menggeleng pula,
ujarnya, "Ananda tidak pernah menggaet atau
mempermainkan perempuan, Sam poo yang sengaja
mempermainkan diriku"
"Hmmm! tiada angin tak akan ada ombak berapa
banyak perempuan yang kau kenali selama ini?"
"Chin Wan-hong, Pek Kun-gie, Giok Teng Hujin, Pek
Soh-gie, Biau-nia Sam-sian serta...."
Ketajaman Hoa Hujien melebihi puteranya, kalau
pemuda itu tak dapat melihat jelas wajah ibunya maka
Hoa Hujien dapat melihat jelas gerak bibirnya itu.
Dengan alis berkerut ia segera menegur, "Engkau
turun gunung belum lama, kenapa jumlah perempuan
yang kau kenal begitu banyak sehingga tak terhitung?"
Hoa Thian-hong tertegun, dengan kikuk sahutnya, "Di
wilayah Biau terdapat seorang jago yang bernama Kiu
toksian-cui, dia mempunyai tiga belas orang murid dan
ananda kenal semua...."
"Apa-apaan kau ini?" seru Hoa Hujien ambil geleng
kepala, sekarang mumpung aku masih dapat bercakapcakap,
coba kau katakanlah pengalamanmu selama dua
tahun belakangan ini...."
Hoa Thian-hong mengangguk, tiba-tiba ia lihat
sepasang telapak ibunya menekan terus di atas tanahnya
dan tak pernah diangkat kembali, hal ini membuat
hatinya tercengang dan tidak habis mengerti, tanyanya,
"Ibu,kenapa sepasang telapakmu menekan terus di atas
tanah" Apakah engkau sedang melatih suatu ilmu?"
"Di atas tanah terdapat sebuah lobang dan lubang itu
menembus sampai dasar tanah, dari dalam bumi
mengumpul keluar asap beracun yang amat dahsyat, asal
telapak ku diangkat maka gua ini segera akan tertutup
oleh hawa racun!"
"Kepandaian apa sih yang sedang ibu latih?" tanya
Hoa Thian-hong keheranan.
"Aku sedang melatih sejenis ilmu yang bernama Hek
sat ciang, pada saat ini aku harus menggunakan
kekuatan telapakku untuk menyumbat lubang gua agar
hawa racun dari dasar tanah tak dapat mengepul keluar,
di samping itu beberapa jam kemudian akupun harus
mengerahkan tenaga dalam untuk memaksa hawa racun
tersebut memancar keluar lewat lubang gua yang ada
disebelah depan sana.
"Berapa lama yang dibutuhkan untuk melatih
kepandaian ini" Masa ibu harus duduk terus dan
selamanya tak boleh bangkit berdiri?"
"Bangun sih tak bisa, tetapi dengan telapak
sebelahpun aku masih bisa berlatih ilmu
"Bagaimana dengan makan dan minum" Berapa lama
ibu harus berlatih lagi disini?"
"Makan minumku disiapkan oleh Tio Sam-koh
sehingga di tempat ini aku tak perlu kuatir kelaparan
ataupun kehausan, paling sedikit aku harus berlatih
empat lima hari lagi baru bisa dianggap kepandaianku
berhasil" "Ibu sudah hampir setengah tahun lamanya turun
gunung apakah selama ini engkau berlatih ilmu terus di
tempat ini?"
Hoa Hujien tersenyum.
"Boleh dibilang begitulah"
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa tambahnya,
"Nah, sekarang engkau boleh berbicara!"
Pengalaman yang didapat Hoa Thian-hong selama dua
tahun ini boleh dibilang rumit sekali, dari seorang
pemuda yang sama sekali tak berpengalaman berubah
jadi seorang jago lihay yang menjadi incaran orang
banyak, seluruh pengalamannya tak dapat diucapkan
hanya sepatah dua patah kata belaka, tanpa terasa ia
menghela napas panjang.
Dari gua yang sunyipun segera terdengar suara
pembicaraannya seorang, sejak bertarung dengan Kok
See-piauw di kota Keng ciu sampai mendapat
penghinaan dari Pek Kun-gie, belajar silat dari kakek
telaga dingin, menerima Tiong-sisam hau, mencuri
teratai di perkampungan Liok Soat Sanceng,
menyaksikan pembunuhan atas diri Jin Bong, menelan
racun ditepi sungai Huang-ho, mendapat pertolongan di
tebing Biau-nia, lari racun di kota Cha ciu, sampai terlibat
dalam pertikaian tiga besar dan Pek Siau-thian mengajukan
pinangan.... Semua pengalamannya diutarakan dengan cermat dan
tak ada yang ketinggalan termasuK pula pengalamannya
di kuil It-goan-koan serta hadiah Leng-ci berusia seribu
tahun dari Giok Teng Hujin.
Menanti ia menyelesaikan ceritanya, entah berapa
lama sudah dihabiskan tanpa terasa.
Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh menimbrung dari
samping, "Oooh....! Kiranya dayang itu adalah puterinya
pedang sakti yang menggetarkan daratan Tionggoan,
Siang Tang Lay, kalau begitu tujuannya menyusup ke
tubuh perkumpulan Thong-thian-kauw adalah ingin
membalaskan bagi ayahnya"
"Sam poo, sejak kapan kau masuk kedalam" Kenapa
aku sama sekali tidak merasa?" seru Hoa Thian-hong
tercengang. Diam-diam Tio Sam-koh menyeka air mata yang
membasahi pipinya, kemudian menjawab, "Budak sialan,
sebenarnya hubunganmu dengan yang mana yang boleh
dibilang paling akrab?"
"Hubungan apa?"
"Kurang ajar! engkau tak usah berlagak pilon!" bentak
Tio Sam-koh dengan gusar.
"Apakah engkau ada maksud mempunyai tiga orang
bini empat orang selir?"
Tiba-tiba Hoa Hujien menghela napas panjang.
"Aaaai.... nona she Siang itu adalah seorang gadis
yang berwatak terbuka, sedang Seng ji sama sekali tidak
mengindahkan adat istiadat, setelah ia mendapat budi
dari orang, rasanya persoalan ini sulit untuk
diselesaikan...." katanya.
000000000 36 IBU, harap perkataanmu itu dijelaskan lebih jauh,
ananda kurang begitu mengerti," kata Hoa Thian-hong.
"Engkau bukannya tidak mengerti, hanya jalan
pikiranmu keliru. Bukankah menurut pandanganmu nona
Siang adalah seorang gadis yang liar dan cinta kasihnya
belum tentu bersungguh-sungguh hati?"
Hoa Thian-hong mengangguk.
"Ananda lihat orang itu tidak serius dan bukan tipe
orang yang akan sengsara oleh putus cinta, maka
akupun malas untuk menguatirkan persoalan tersebut"
"Padahal bukan begitu kenyataannya, justeru karena
nona ini pandai membawa diri maka hal ini menunjukkah
bahwa sebenarnya cinta kasihnya adalah bersungguhsungguh
dan sangat berkobar dalam hatinya"
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar ucapan itu,
gumamnya, "Waaah....! Kalau memang begitu, dugaanku
sama sekali meleset...."
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, "Thian
Ik-cu pernah mengatakan bahwa anda bukan seorang
manusia yang terlalu mengingat akan dendam, apakah
akupun tidak terlalu mengingat tentang cinta?"
Hoa Hujien tersenyum, "Bukan.... bukan begitu
artinya, Buddha pernah nasehati umat manusia untuk
berbuat kebaikan dan welas asih terhadap orang lain, itu
artinya janganlah terlalu mengingat tentang soal
dendam. Tetapi toh tak ada orang yang menganjurkan
orang untuk lupa budi dan tidak mengingat tentang
cinta.... "Telur busuk cilik!" terdengar Tio Sam-koh berseru,
"kalau ingin membenci maka rasa bencinya harus
meresap sampai dihati, dengan begitu dendam sakit hati
baru dapat dibalas, kalau mau, maka harus cinta yang
sungguh-sungguh dan tulus hati, dengan begitu cinta itu
baru akan terwujud menjadi kebahagiaan, Chin Wanhong
adalah seorang nona baik yang tak ada cacadnya
lagi, diantara kedua orang ini sebenarnya kau hendak
memilih yang mana?"
Hoa Thian-hong tertawa getir, sahutnya, "Ibu,
seandainya engkau akan mencarikan bini untukku, maka
yang mana akan kau pilih?"
"Kedua duanya tak akan kupilih!" jawab Hoa Hujien
setelah termenung sebentar.
Mendengar jawaban tersebut, Hoa Thian-hong jadi
amat terperanjat dan buru-buru berseru, "Hong ji pernah
melepaskan budi pertolongan kepada ananda, dia jujur
sekali...."
Mendadak pemuda itu merasa ia telah salah bicara,
dengan muka merah jengah karena malu, buru-buru ia
tutup mulut kembali.
"Haaah.... haaa.... haaa.... bagus, bagus sekali!" seru
Tio Sam-koh sambil tertawa tergelak, akhirnya monyet
cilik mengaku juga rupanya kau lebih suka terhadap
Hong ji!" Hoa Thian-hong tertawa kikuk.
"Aku.... aku cuma merasa bahwa seorang manusia
sudah sepantasnya kalau menyukai orang yang
dikenalnya paling dulu"
"Benar!" seru Tio Sam-koh kembali sambil bertepuk
tangan, "siapa datang lebih dahulu dia adalah raja, siapa
datang belakangan dia adalah patih. Menyukai yang baru
bosan terhadap yang lama adalah penyakit paling parah
bagi umat manusia"
Tiba-tiba dari luar gua berkumandang datang suara
seruan dari Hoa In, "Lapor Cu bo, makanan dan
minuman sudah disiapkan, apakah Siau Koan-jin sudah
lapar?" "Aaai....! Selama ini engkau tentu sudah cukup
sengsara, mulai hari ini urusan tetek bengek tak usah
kau urusi lagi!"
Tidak menanti perintah dari ibunya, Hoa Thian-hong
telah lari keluar dari gua, kemudian sambil membawa
sekeranjang makanan dan minuman serta sebungkus
pakaian dia muncul kembali didalam.
"Hoa In!" kembali Hoa Hujien berkata, "engkau jangan
terlalu jauh tinggalkan mulut gua, tempat ini sudah
diketahui musuh dan mungkin kesulitan lain akan segera
menyusul datang"
"Hamba mengerti!"
Hoa Thian-hong menyiapkan makanan di atas tanah,
kemudian ujarnya, "Ibu, engkau akan bersantap sendiri
atau ananda yang menyuapi dirimu....?"
"Aku dapat menggunakan sebuah tanganku untuk
bersantap, lebih baik aku turun tangan sendiri!"
Persiapan yang dilakukan Hoa In benar-benar komplit
sekali, bukan saja ada nasi ada sayur bahkan disiapkan
pula sepoci arak wa ngi.
Tapi berhubung Hoa Hujien Sedang berlatih ilmu,
sedang Hoa Thian-hong sedang terluka maka hanya Tio
Sam-koh seorang yang meneguk arak.
Hoa Hujien yang sudah lama berpisah dengan
putranya ingin sekali cepat dapat berbicara lagi, maka
santapan itu dilakukan dengan cepat dan terburu-buru....
Setelah menangsal perut dengar, muka yang
ditebalkan Hoa Thian-hong berkata kembali, "Ibu,
kenapa engkau tidak setuju dengan nona Siang yang tak
suka pada Hong ji?"
Hoa Hujien tertawa.
"Persoalan di dalam dunia persilatan toh belum
selesai, apakah engkau sudah lupa dengan pesan ibu
sebelum engkau turun gunung?"
"Ananda tak berani melupakannya, sekarang memang
saatnya bagi kita untuk menyapu kaum iblis dari muka
bumi, memang tidak sepantasnya kalau sekarang kita
bicarakan soal perkawinan"
Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali,
"Ananda cuma bermain-main saja, toh racun teratai
masih mengeram di dalam tubuhku, aku memang tak
dapat mempunyai bini!"
Hoa Hujien menghela napas panjang.
"Aaaai.... di dalam pertemuan besar Kian siau Tay
hwee yang akan diselenggarakan pada bulan tujuh
tanggal enam belas nanti, andaikata pihak Sin-kie-pang,
Heng Im Hwe serta Thong-thian-kauw bekerja sama
untuk kedua kalinya, maka pihak kita tak akan mampu
meenahan serangan-serangan gabungan dari mereka,
untuk menghindarkan diri dari bencana kematianpun
masih merupakan suatu tanda tanya besar, apalagi
untukmembicarakan tentang soal lain...."
"Engkau tak boleh putus asa lebih dahulu, kalau tidak
demikian lebih baik kita semua tak usah menghadiri
pertemuan digunung Thian bok san lagi," sela Tio Samkoh.
Hoa Hujien tersenyum.
"Sudah tahu kalau tak dapat dilakukan tapi dilakukan
juga, tak bisa dibilang kita putus asa atau tidak....
Tio Sam-koh membungkam dalam seribu bahasa....
tiba-tiba ia tertawa dan berkata kembali, "Aku rasa
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimana kalau engkau bersedia mengorbankan diri"
Andaikata Seng ji kita kawinkan dengan Pek Kun-gie
sehingga keluarga Hoa berbesan dengan keluarga Pek,
aku rasa posisi yang kita hadapi dalam pertemuan besar
ini tentu akan berubah, sebab pihak Sin-kie-pang tak
mungkin akan memusuhi keluarga menantunya sendiri!"
Mendengar perkataan itu Hoa Hujien segera
tersenyum. "Benar-benar membingungkan!" serunya, Pek Siauthian
berbuat demikian toh karena ia pertimbangkan
Seng ji akan membantu pihaknya, engkau anggap dia
bersungguh-sungguh akan mengawinkan puterinya?"
Sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong, ia
menambahkan, "Diantara sepuluh orang perempuan ada
sembilan orang adalah bodoh, mengingat Pek Kun-gie
adalah seorang gadis perawan maka kita harus
menggunakan kebesaran jiwa kita sebagai keluarga Hoa
untuk tidak mempersoalkan dendam atau permusuhan
pribadi lagi, tetapi engkaupun tak usah berhubungan
terlalu dekat lagi dengan dirinya, dari pada tenagamu
dipakai orang untuk maksud-maksud pribadi"
Hoa Thian-hong mengangguk.
"Sejak dahulu aku memang selalu berusaha untuk
menghindarkan diri dari dirinya," ia menyahut.
"Sekalipun dengan Pek Soh Gi, engkaupun harus
bersikap sama. Sebab kalaupun dia adalah seorang gadis
yang berbudi luhur dan ibunya patut kita hormati, namun
terlalu rapat berhubungan dengan mereka tetap tidak
menguntungkan bagi kita semua, oleh karena itu lebih
baik kita jangan berhubungan terlalu dekat"
"tentang persoalan ini, ananda sudah mengetahui
jelas, bila kami bertemu lagi dilain waktu, aku pasti dapat
menyadari keadaan diriku dan tidak bertindak secara
gegabah lagi...."
Hoa Hujien mengangguk
"Malam segera akan tiba dan aku harus berlatih
ilmuku kembali, sebelum pertempuran sengit
berlangsung, lebih baik engkaupun pergi beristirahat
lebih dahulu"
Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, lewat
beberapa saat kemudian Hoa Hujien serta Tio Sam-koh
telah pejamkan mata duduk bersemedi, Hoa Thian-hong
segera mengambil pakaian yang dibeli oleh Hoa In dan
tukar pakaian di sudut gua, kemudian kembali lagi kesisi
ibunya dan duduk bersemedi disitu.
Ketika kentongan keempat, kelima menjelang datang,
mendadak di dalam gua berkumandang datang suara
bisikan Hoa In yang amat lirih.
"Lapor Cu bo, ada jago lihay mendekati tempat ini,
maksud kedatangannya belum diketahui!"
Tio Sam-koh membuka matanya, melihat Hoa Hujien
sedang bersemedi mencapai puncak yang paling penting,
buru-buru dengan ilmu menyampaikan suara ia
memerintahkan, "Sembunyi lebih dahulu, bila keadaan
tidak terlalu paksa, jangan munculkan diri!"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, dari luar
gua tiba-tiba berkumandang datang suara gelak tertawa
yang amat nyaring.
Mendengar gelak tertawa itu Hoa Thian-hong
tertegun, lalu bisiknya, "Ooooooh....! rupanya yang
datang adalah Ciu It-bong!"
Terdengar Ciu It-bong setelah tertawa tergelak
beberapa saat lamanya, tiba-tiba berkata, "Pek Soh Gi,
kenalkah engkau dengan diriku?"
Beberapa saat kemudian, dari luar gua berkumandang
suara sahutan dari Pek Soh Gi.
"Siapakah locianpwee" Siautit baru pertama kali
melakukan perjalanan di tempat luaran sehingga tak ada
jago lihay yang kukenal, harap locianpwee memaafkan"
"Haaah.... haaah....! haaaah.... aku adalah Ciu Itbong!"
"Ooh! Kiranya Ciu locianpwee, aku mengunjuk hormat
bagimu!" "Tak usah memberi hormat....! tak usah memberi
hormat aku mencari engkau datang kemari, tujuannya
bukan lain adalah ingin membinasakan dirimu, apa
gunanya engkau memberi hormat kepadaku?"
Rupanya Pek Soh-gie dibikin tertegun oleh perkataan
itu, lewat beberapa saat kemudian ia baru berkata,
"Thong-thian-kauweu memang bermaksud
membinasakan diriku, apa sebab locianpwee bersusah
payah membawa aku datang kemari" toh kalau aku tetap
ditinggal di sana akhirnya jiwakupun akan melayang?"
Secara diam-diam Hoa Hujien pun mengikuti jalannya
pembicaraan itu, hatinya jadi kagum selelah didengarnya
nada suara Pek Soh Gi tetap tenang seperti sedia kala
walaupun membicarakan tentang keselamatan jiwanya,
tanpa terasa ia berpikir, "Pek Soh Gi benar-benar
seorang nona yang suci polos dan jujur.... . ia
mengagumkan"
Terdengar Ciu It-bong berkata kembali, "Hidung
kerbau tua itu belum tentu membunuh diriku, tetapi aku
sudah memastikan diri untuk mencabut nyawamu,
sekarang kau mengerti bukan?"
"Kalau memang hendak bunuh aku, sewaktu masih
ada di dalam kuil bukankah engkau dapat mengirim satu
pukulan ke tubuhku" Kenapa musti membawa aku
datang kemari?"
"Haaah.... haaah.... haaah.... setelah membunuh orang
dan mayatnya tidak dimusnahkan maka dari luka yang
tertera di atas jenazah orang akan tahu siapakah
pembunuhnya, mengertikah kau?" seru Ciu It-bong
sambil tertawa terbahak-bahak, "sekarang aku akan
turun tangan, karena aku harus cepat pergi dari sini!"
"Jadi lociampwee hendak melenyapkan mayat untuk
menghilangkan jejak....?" tanya Pek Soh-gie kembali.
"Tentu saja, dengan demikian maka bapakmu pasti
akan minta orang dengan para tosu hidung kerbau itu
dan satu pertarungan tentu tak akan terhindar, dalam
keadaan demikian asal aku tambahi dengan satu dua
pukulan maka urusan akan berubah semakin besar.
Mengertikah kau?"
"Aku mengerti"
"Kalau mengerti itu lebih baik lagi, Nah sekarang aku
akan turun tangan!"
Tiba-tiba terdengar Pek Soh Gi berseru kembali,
"Locianpwce, mengapa tidak kau gunakan telapakmu
melainkan malah mencengkeram tubuhmu" Apa yang
hendak kau lakukan?"
"Tiba-tiba aku melihat bahwa di dalam gua terdapat
sebuah liang besar yang dalamnya tak terlihat dasarnya,
sepanjang tahun dari dalam liang tersebut mengepul
keluar hawa beracun yang menyebar kelangit-langit gua
dan menyusup keempat penjuru, jika kubuang tu buhmu
ke dalam liang tersebut maka sekalipun bapakmu
membalik seluruh jagadpun tak nanti akan temukan
mayatmu lagi!"
Hoa Thian-hong merasakan badannya jadi merinding
dan bulu kuduknya pada bangun berdiri setelah
mendengar perkataan itu, pikirnya, "Benar-benar keji
pikiran orang ini, rupanya rasa benci Ciu It-bong
terhadap Pek Siau-thian telah merasuk ketulang
sumsum!" Sementara itu Pek Soh-gie telah menjawab, "Aku
sudah mengerti, silahkan locianpwee melemparkan
tubuhku ke dalam liang tersebut!"
"Baik!" bentak Ciu It-bong, tiba-tiba ia bertanya lagi.
"Apakah engkau tak punya inginan untuk melanjutkan
hidupmu?" "Kedatanganku kedunia toh bukan saja permintaan
dari diriku sendiri, kenapa sewaktu mati harus ajukan
permohonan?"
Rupanya Ciu It-bong dibikin tertegun oleh ucapan
tersebut, sesudah hening sesaat ia baru berkata lagi,
Caramu berpikir benar-benar aneh dan istimewa sekali,
tahukah engkau apa sebabnya aku hendak membunuh
dirimu" dan tahukah kau permusuhan apakah yang
terkait antara aku dengan ayahmu?"
"Sudah belasan tahun lamanya aku tinggalkan bukit
Ton pa san, dan sudah puluhan tahun lamanya belum
pernah kutemui ayahku, sudah tentu persoalannya tak
ada yang kuketahui"
"Kalau begitu aku akan memberitahukan kepadamu!"
teriak Ciu It-bong dengan suara keras, "Bapakmu hendak
mendapatkan sebuah barang mustika milikku, dengan
segala daya-upaya ia menipu diriku, sehingga akhirnya
aku dijebak di dalam sebuah telaga yang sangat dingin,
setiap hari kedinginan terhembus angin, basah kuyup
tertimpa air hujan. Selama sebelas tahun aku harus
hidup bagaikan binatang, akhirnya aku berhasil
mendapatkan sebilah pedang baja dengan senjata itulah
aku kutungi le-ngan kananku sendiri dan berhasil
meloloskan diri dari kepungan, coba katakan pantaskah
aku membalas dendam....?"
"Sudah sepantasnya kalau locianpwee melakukan
pembalasan!" jawab Pek Soh Gi dengan suara serak.
"Engkau adalah korban yang harus menebus dosadosa
itu!" teriak Ciu It-bong dengan suara keras, "bila
engkau penasaran maka tuntutlah kepada bapakmu
sendiri" "Aku sama sekali penasaran, ibuku selalu berharap
bisa mengorbankan diri untuk meringankan dosa yang
pernah dilakukan ayah ku, akupun bersedia menebus
dosa-dosa yang pernah dilakukan ayahku"
"Aaaai....!" diam-diam Hoa Thian-hong menghela
napas panjang dalam hati kecilnya berbuat kejahatan di
kolong langit hanya akan mendatangkan bencana bagi
anak keturunannya.... gadis itu benar-benar patut
dikasihani!"
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong menengadah dan
tertawa keras, lalu berteriak, "Pek loji, lihatlah aku akan
melemparkan putrimu ke dalam neraka!"
Jetitan itu tinggi melengking bagaikan teriakan setan,
membuat Hoa Thian-hong bergidik dan ngeri sekali,
gumamnya di dalam hati, "Kenapa sih dengan Hoa In"
Kenapa ia tidak turun tangan menolong jiwa gadis itu?"
Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam
benaknya, terdengar kembali seseorang membentak
nyaring, "Setan tua yang tak tahu malu, cepat lepaskan
gadis itu!"
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar suara itu,
pikirnya di dalam hati, "Siapakah orang ini" Kenapa
suaranya begitu kukenal?"
Sementara itu Ciu It-bong telah tertawa keras dengan
nada yang sangat aneh.
"Ha ha ha ha ha.... bocah cilik, siapa namamu?"
"Siau yamu she Bong bernama Pay, apa yang hendak
kau lakukan?"
Begitu mengetahui bahwa orang itu adalah Bong Pay,
Hoa Thian-hong jadi amat terperanjat sehingga loncat
bangun dari atas tanah kemudian menerjang keluar dari
gua. Tetapi sewaktu ia mencapai diluar liang dalam yang
mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba Hoa In unjukkan
diri dari samping dan menarik lengannya.
Sementara itu Ciu It-bong sudah berseru kembali
sambil tertawa seram, Bangsat cilik yang tak tahu diri,
apakah engkau berasal dari perkumpulan Sin-kie-pang?"
"Hmm! Bong Pay mendengus gusar, Siau ya mu suci
bersih, dari mana kau bisa mencium bau bajingan di atas
tubuhku?" "Eeei.... kalau begitu sungguh aneh sekali, kau si
bajingan cilik toh sudah sedari tadi bersembunyi di dalam
gua, sepantasnya engkau tahu apa sebabnya aku hendak
membinasakan puteri Pek Siau-thian, kenapa" Apakah
aku tidak pantas membalas dendam?"
"Membalas dendam sih harus membalas, cuma sayang
caramu membalas dendam benar-benar amat rendah
dan memalukan. Seseorang berani berbuat berani
tangung jawab kalau punya kepandaian kenapa tidak
langsung mencari Pek Siau-thian untuk bikin
perhitungan" Menganiaya kaum gadis yang lemah...."
"Huuu! Siau ya merasa paling muak melihat perbuatan
semacam ini"
Ciu It-bong kembali tertawa seram.
"Setan cilik, sampai di mana sih kemampuan yang kau
miliki" perduli amat dengan urusanku, siapa suruh
engkau turut campur" Rupanya kau sudah bosan hidup
dan pingin modar?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba
ia mendengar Bong Pay mendengus berat.
Hoa Thian-hong tahu bahwa Ciu It-bong adalah
seorang manusia yang berhati ganas dan keji, ia takut
jiwa Bong Pay terancam ditangannya, mendengar
dengusan berat itu dia segera menjejakkan kakinya di
atas tanah siap menerjang ke depan.
Tapi lengannya kembali tergenggam orang kali ini
yang mencekal lengannya adalah Hoa In serta Tio Samkoh.
Tiba-tiba terdengar Pek Soh-gie berkata, "Ciu
Locianpwee, engkau toh seorang Bulim cianpwee yang
punya nama besar dalam dunia persilatan, kenapa
engkau layani seorang pemuda yang tak bernama?"
"Hmm! Siapa suruh dia berani mengganggu aku" Akan
kusuruh dia rasakan sampai di manakah kelihayanku,
perduli amat dia masih bayi, masih muda atau sudah tua
bangkotan. Dengusan napas Bong Pay yang keras dan terengahengah
kedengaran amat nyata, diikuti ia menggembor
penuh kegusaran.
"Setan tua! Pek Siau-thian tak berani kau usik, Jin
Hian tak berani kau ganggu, kecuali mencari gara-gara
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kaum perempuan apapun tak berani kau
lakukan.... Huuh! Manusia terkutuk macam apakah dirimu
itu?" "Bajingan yang tak tahu diri, aku lempar dirimu ke
dalam neraka!"
"Locianpwee.... terdengar Pek Soh Gi menjerit dengan
hati gelisah. Hoa Thian-hong sekalian bertiga mengetahui bahwa
Ciu It-bong hendak melemparkan tubuh Bong Pay ke
dalam liang berhawa racun, mereka jadi tegang dan
gelisah sekali, perhatiannya segera dipusatkan diluar dan
semua orang bersiap-siap melakukan perto longan.
Mendadak dari luar gua berkumandang kembali suara
seseorang yang tinggi, lengking dan serak sekali.
"Ciu tua, jangan lemparkan kedalam.... lemparkan saja
kemari, kami membutuhkan bocah itu!"
Mendengar seruan tersebut Hoa Thian-hong kembali
berdiri tertegun, pikirnya"
"Sungguh aneh, kenapa bari ini di tempat yang
terpencil dan gersang seperti ini secara beruntun telah
kedatangan banyak orang"
"Bagus sekali!" terdengar Ciu It-bong berteriak sambil
tertawa tergelak." rupanya Liong bun siang satpun sudah
ikut datang kemari, ada apa" Mau laki mau perempuan
semuanya tersedia, kalau kalian butuh silahkan datang
sendiri kemari!"
Suara yang tinggi melengking dan serak tadi kembali
berkata sambit tertawa keras, "Ciu tua, tabiatmu yang
dulu ternyata sampai sekarang belum berubah juga,
rupanya ilmu silatmu sudah bertambah maju dan pen
deritaan belum cukup kau rasakan"
"Hmm! ilmu silat sih masih seperti sediakala, cuma....
aku memang ingin mencicipi penderitaan lagi!"
Suara ujung baju tersampok angin bergema
memecahkan kesunyian disusul desiran angin pukulan
meledak di angkasa....
Dengan andalkan ketajaman pendengarannya, Hoa
Thian-hong dapat membedakan desiran angin manakah
yang merupakan serangan dari Ciu It-bong, bahkan
diapun tahu gerakan manakah dari jurus Kun-siu-ci-tauw
yang sedang dipergunakan olehnya, timbul keinginan di
dalam hati pemuda itu untuk mengintip keluar.
Ketika orang itu hanya bertarung beberapa jurus saja
untuk kemudian saling menarik kembali serangannya.
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong tertawa dingin dan
berkata, "Aku mengira kepandaian silat yang dimiliki dua
bersaudara dari keluarga Sim sudah mendapat kemajuan
pesat.... Hmmm! tak tahunya cuma begitu saja....
sungguh mengecewakan"
Sang loo-toa, Sim Kian tertawa seram.
"Heeehh.... heeehh.... heehh.... sedari dulu kami dua
bersaudara she Sim memang begini-begini saja, tentu
saja jauh berbeda dengan Ciu heng, meskipun lengan
tinggal satu tapi masih bisa malang melintang dalam
dunia persilatan tanpa seorangpun bisa menandinginya"
Ciu It-bong jadi teramat gusar, ia dapat menangkap
maksud rangkap dari ucapan tersebut, sindiran yang
tajam tadi dengan cepat mengobarkan nafsu ganasnya.
Ia tertawa seram dan segera berteriak, "Sim Loo-toa,
pertemuan besar Kian ciau tay hwee yang akan
diselenggarakan pihak perkumpulan Thong-thian-kauw
akan dilang sungkan tujuh hari kemudian.... kalian
berdua bukannya memperdalam latihanmu sebaliknya di
tengah malam buta datang kemari, apa yang hendak
kalian lakukan?"
Sembari berkata hawa murninya diam-diam di himpun
ke dalam telapak kiri dan siap melancarkan serangan.
Sim Kiam menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... aku dengar di dalam gua sini ada
tersembunyi seorang jago yang amat lihay, kami berdua
merasa tidak puas dan sengaja datang kemari untuk
minta petunjuk"
Mula-mula Ciu It-bong tertegun kemudian tertawa
keras. "Kalian.... berdua belum bisa terhitung sebagai
seorang jago lihay.... haaaah.... haaaah.... kalau dibilang
ingin mohon petunjuk, lebih baik tak usah saja"
Sim Kian tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaah.... Ciu heng terlalu memandang
rendah kami.... bagaimana" Kami hendak minta kembali
dua orang bocah itu, apakah engkau bersedia berikan
kepadaku?"
"Kalian minta yang hidup ataukah yang mati?"
Tabiat Liong bun siang sat sungguh sabar, bukan
gusar mereka malah tertawa.
"Kalau mati apa gunanya" tentu saja kami butuh yang
hidup" "Kalau tidak kuberi?"
"Kalau memang begitu, kami dua bersaudara terpaksa
harus minta kepada Ciu heng secara kekerasan!"
"Coba saja kalau mampu!"
Blaaam....! ledakan dahsyat bergeletar di udara,
rupanya kedua belah pihak telah saling beradu tenaga
satu kali. Setelah saling berpisah suasana di tengah kalangan
berubah jadi hening dan sepi sekali,rupanya kedua belah
pihak sedang mengatur pernapasan untuk
mempersiapkan serangan berikutnya.
Pada saat itulah dari tempat kejauhan tiba-tiba
berkumandang datang suara panggilan yang amat
nyaring, "Hoa kongcu.... Hoa sauya.... Hoa kongcu....
Agaknya orang itu sambil berlari sambil berteriak
sehingga suaranya terpatah-patah.
Mendengar suara itu berkumandang dari satu tempat
tidak jauh dari tempat itu, Ciu It-bong serta Liong bun
siang sat yang telah bersiap-siap melancarkan serangan
kembali itu segera membatalkan niatnya.
Hoa Thian-hong yang berada di dalam gua pun
pasang telinga baik-baik, akhirnya ia kenali suara orang
itu sebagai suara dari salah seoang dari tiga harimau
keluarga Tiong yakni si Harimau bisu Tiong Long.
Cepat sekati gerakan tubuh Tiong Long, talam waktu
singkat ia telah tiba di depan mulut gua.
Gua karang itu terletak di atas jembatan batu dan
gampang sekali di temukan, tetapi berhubung suasana di
dalam gua yang luar biasa gelapnya maka apa bila
seseorang tidak memiliki ketajaman mata yang luarbiasa,
sulit untuk melihat sesuatu di dalam gua itu.
Sambil berdiri dimulut gua, Harimau bisu Tiong Long
segera berteriak lantang, "Adakah seseorang di dalam
gua?" "Siapakah saudara" tiba-tiba Bong Pay menegur, ada
urusan apa mencari Hoa kongcu?"
Begitu mendengar Bong Pay bisa bicara, legalah hati
Hoa Thian-hong, dia tahu kendatipun ia sudah terhajar
oleh Ciu It-bong namun keselamatan jiwanya tidak
sampat terancam, diam-diam ia menghembuskan napas
panjang. "Aku bernama Tiong Long, siapakah kau" terdengar
harimau bisu menjawab.
"Aku adalah Bong Pay, dan merupakan sahabat karib
dari Hoa kongcu"
"Oooh.... rupanya Bong ya, tolong tanya apakah Bong
ya mengetahui tentang jejak dari Hoa kongcu?"
"Aku sendiripun sedang mencari Hoa kongcu...." jawab
Bong Pay. Karena ia memandang dari dalam ke arah luar maka
apa yang terlihat jauh lebih jelas daripada Harimau bisu
Tiong Long yang memandang dari arah luar ke arah
dalam, maka sewaktu melihat orang itu hendak berjalan
masuk ke dalam gua, buru-buru ia berseru, "Gua ini
berbau busuk sekali, Tiong heng tak usah masuk
kedalam!" Tiong Long tak tahu kalau ia sedang memaki Ciu Itbong
sekalian, mendengar perkataan itu ia segera ikut
mencium keras, ketika dirasakan gua itu memang berbau
agak busuk, ia segera memberi hormat sambil berseru,
"Maaf kalau aku telah mengganggu Bong ya, aku harus
pergi mencari jejak Hoa kongcu, maaf kalau tak bisa
berdiam terlalu lama."
Habis berkata ia putar badan dan siap berlalu dari
sana. Tiba-tiba Pek Soh-gie berkata, "Saudara, aku tahu
jejak dari Hoa kongcu!"
Mendengar perkataan itu Harimau bisu Tiong Long
segera putar badan dan bertanya, "Tolong tanya nona,
sekarang Hoa kongcu berada di mana?"
"Hoa kongcu telah ditangkap oleh Thong-thian Kaucu ,
sekarang ia disegap di dalam penjara batu dalam kuil Itgoan-
koan" "Siapa yang mengatakannya kepadamu?" teriak Bong
Pay, "apakah engkau menyaksikan dengan mata kepala
sendiri?" Karena cemas dan gelisahnya kelima jari tangannya
bagaikan kuku garuda mencengkeram lengan gadis itu
kencang-kencang membuat Pek Soh Gi jadi kesakitan
dan hampir saja mengucurkan air mata.
Ketika Harimau bisu Tiong Long tidak mendengar
jawaban, dengan cepat serunya kembali, "Nona, tentang
berita tertangkapnya Hoa kongcu oleh Thong-thian
Kaucu , kau berhasil mendengarnya dari seseorang"
Ataukah menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"
"Aku serta Hoa kongcu ditangkap bersama-sama,
peristiwa ini terjadi pagi tadi, setelah berada di kuil Itgoan-
koan aku disekap di dalam ruangan loteng
sedangkan Hoa kongCukatanya dijeblos ke dalam penjara
batu" Harimau bisu Tiong Long jadi amat gelisah, setelah
mengucapkan terima kasih, ia putar badan dan berlalu
dari situ, tetapi sampai di tengah jalan ia berpaling
kembali sambil bertanya, "Bolehkah aku tahu siapakah
nama nona?"
"Aku bernama Pek Soh-gie!"
"Dia adalah putri kesayangan dari Pek Siau-thian,
pangcu perkumpulan Sin-kie-pang" sambung Bong Pay
dengan cepat. "Oooh....! Kalau begitu perkataannya tak bisa
dipercaya," guman Tiong Long dengan cepat.
Hoa Thian-hong yang saat ini sedang berada di dalam
gua jadi geli sekali dibuatnya oleh tingkah laku orangorang
itu, teringat betapa kasarnya Bong Pay, betapa
polosnya Tiong Long serta betapa jujurnya Pek Soh-gie,
ternyata setelah terlibat dalam pembicaraan sampaisampai
tiga orang gembong iblis yang berada disisi
merekapun dilupakan sama sekali.
Ingin sekali pemuda itu loncat keluar, apa daya
keselamatan ibunya merupakan ancaman yang sangat
berat baginya, maka ia tak berani bertindak secara
gegabah. Tiba-tiba terdengar Harimau bisu Tiong Long berseru
lagi, "Selamat tinggal saudara berdua, aku harus segera
melaporkan kejadian ini kepada nona"
Ia putar badan dan lari dari situ.... Kembali!" bentak
Ciu It-bong dengan suara keras.
Ketika didengar di dalam gua masih ada orang lain,
Harimau bisu Tiong Long kelihatan agak tercengang, lalu
sambil berpaling segera tegurnya dengan lantang,
"Saipakah engkau?"
"Perduli amat siapakah aku, aku ingin tahu siapakah
nona kalian?"
"Perduli amat siapakah nona kami?"
Ciu It-bong mendengus gusar, ingin sekali telapaknya
melancarkan sebuah pukulan, tetapi ia merasa malu
untuk berbuat demikian dihadapan umum karena
tindakan tersebut akan menurunkan derajatnya, maka ia
hanya berkata. "Heehh.... heehh.... laporkan kepada nona kalian,
suruh dia pergi mencari Thian Ik-cu untuk minta orang,
akan kulihat apa yang akan dia berikan kepada kalian"
"Ada apa?"
"Hoa Thian-hong sudah tidak berada di kuil It-goankoan
lagi, engkau suruh Thian Ik-cu memberikan apa
kepadamu?"
"Hoa kongcu berada dimana?"
"Dia sudah modar!" teriak Ciu It-bong dengan keras.
"Kentut busuk!" teriak Tiong Long dengan cepat.
"Kentut busuk!" teriak Bong Pay pula dengan segera.
Ciu It-bong sangat murka, sorot matanya menyapu
sekejap ke arah dua orang itu dengan tajam, akhirnya
dia ambil keputusan untuk menghukum harimau bisu
Tiong Long lebih dahulu.
Ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, lengannya
digetarkan ke depan, tahu-tahu separuh badannya sudah
muncul dari mulut gua, ia segera mencengkeram ke
tubuh orang she Tiong itu.
Ketika Harimau bisu Tiong Long merasa ada seseorang
melancarkan serangan ke arah tubuhnya, tanpa berpikir
panjang lagi tangan kirinya segera berputar setengah
lingkaran dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke
depan. "Eeei...." Ciu It-bong berseru tertahan, dengan cepat
ia cengkeram urat nadi dipergelangan Tiong Long dan
menyeretnya kehada pan tubuhnya, kemudian dengan
suara keras tegurnya.
"Ayoh jawab, mengapa Hoa Thian-hong mewariskan
ilmu pukulan ini kepadamu....?"
Harimau bisu Tiong Long merasa tulang
pergelangannya sakit sekali seperti mau retak, keringat
sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya dan hawa murni sama sekali tak dapat
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikerahkan kembali, siksaan seperti ini benar-benar luar
biasa sekali. Tetapi nenek moyang Tiong Long pada dasarnya
adalah manusia-manusia berwatak keras kepala, semakin
ganas siksa Ciu It-bong semakin nekad ia
mempertahankan diri, sambil menggertak gigi tak
sepatah katapun yang diucapkan olehnya.
Meminjam sorot cahaya yang lemah diluar gua, Bong
Pay dapat menyaksikan semua kejadian itu dengan amat
nyata, sebagai seorang pemuda berdarah panas yang
paling benci dengan kejahatan, setelah menyaksikan
harimau bisu terjatuh ke tangan Ciu It-bong, tanpa
berpikir panjang lagi menerjang maju ke depan,
sepasang telapaknya serentak didorong ke depan
melancarkan sebuah serangan yang dahsyat.
Ciu It-bong sangat gusar, hardiknya.
"Bajingan rupanya engkau sudah bosan hidup!"
Dengan tubuh yang gemilang ia bersiap sedia
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras
lawan keras, ia bermaksud menghantam mati Bong Pay
dalam serangan itu.
Terdengar Sim Kian Loe toa dari Liong bun siang sat
berseru sambil tertawa keras, "Bocah, engkau memang
cerdik!" Tubuhnya berkelebat ke depan, lengan kiri digetarkan
dan segera melemparkan tubuh Bong ya keluar gua,
telapak kanan diayun menghantam tubuh Orang she Ciu
itu. "Sim to ji, engkaupun harus diberi giliran!" bentak Ciu
It-bong pula dengan suara keras,
Setelah melepaskan Tiong Long, ia putar telapak
melancarkan pula sebuah pukulan ke arah depan.
Bong Pay Serta harimau bisu Tiong Long secara
beruntun terlempar dari mulut gua, mereka saling
berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun,
rupanya kejadian yang berlangsung barusan telah
membuat hati mereka jadi dingin separuh.
Beberapa saat kemudian Harimau bisu Tiong Long
berkata, "Bong ya, aku harus mohon pamit lebih tiahulu"
"Mari kita melakukan perjalanan bersama-sama,
mencari jejak Hoa kongcu adalah urusan yang sangat
penting, pertarungan antara setan-setan ganas ini tak
perlu kita lihat lagi."
Diam-diam dua orang itu mengeloyor pergi dari situ
sementara pertarungan yang berlangsung di dalam gua
sudah mencapai puncak yang amat seru, kiranya setelah
Ciu It-bong melangsungkan pertarungan dengan Sim
Kian, loji dari Liong bun siang sat segera melancarkan
sebuah totokan yang merobohkan Pek Soh Gi dan
melemparkan tubuhnya kesudut gua, kemudian sambil
putar telapak dia ikut terjun pula ke dalam gelanggang
pertarungan mengerubut Ciu It-bong seorang.
Anggota badan Ciu It-bong sudah ada yang cacad,
tubuhnya tidak mencapai empat depa dengan potongan
badan yang sangat aneh, kendatipun begitu ilmu silat
yang dia miliki luar biasa sekali, di tengah pertarungan
sengit nafsu membunuh menyelimuti seluruh ruangan.
Sepasang malaikat dari perguruan naga adalah
manusia-manusia pelindung perkumpulan Hong-im-hwie,
kedua orang ini kecuali mempunyai ilmu silat yang tinggi,
hati mereka pun keji dan telengas sekali maka orang
sebut mereka sebagai sepasang malikat.
Tiga orang jago lihay harus bertempur di dalam ruang
gua yang sempit, bisa dibayangkan betapa serunya
pertarungan tersebut.
Di tengah pertarungan, tiba-tiba terdengar malaikat
tua Sim Kian berseru lantang, "Ciu It-bong, pedang emas
milik Siang Tay Lay toh sudah tidak berada ditanganmu
lagi, apa salahnya kalau engkau mengaku terus terang
benda itu sekarang berada dimana?"
Haaah.... haaah.... haaah.... aku bilang ada ya ada,
bilang tak ada ya tak ada, kenapa musti ribut terus?"
Haruslah diketahui bahwa gua itu telah terbagi
menjadi dua oleh lapisan lapisan kabut hitam yang
mengepul keluar dari bawah tanah, Hoa Thian-hong yang
bersembunyi di dalam gua dapat melihat jelas jalannya
pertarungan diluar gua, sebaliknya orang diluar tak dapat
melihat kedalam.
Ciu It-bong sendiri sejak terkurung didasar telaga
dingin, sudah puluhan tahun lamanya ia bertarung
melawan Pek Siau-thian, pada waktu itu lengan
kanannya diikat di atas dinding karang dengan serat liur
naga yang membuat badannya sama sekali tak dapat
bergerak dan ilmu silat lama tak dapat digunakan lagi,
dalam keadaan begitu terciptalah jurus Kun-siu-ci-tauw
yang sangat lihay.
Kini setelah ia bebas, meskipun anggota badannya
kurang tiga namun ilmu silat lama masih dapat
digunakan kembali, bisa di bayangkan menggunakan
jurus Kun-siu-ci-tauw tersebut tentu saja bertambah
ampuh. Liong bun siang sat adalah saudara sekandung, dan
keluaran dari satu perguruan yang sama, dengan begitu
permainan ilmu silat merekapun berasal dari satu aliran
yang sama dalam melakukan pertarungan ini sekalipun
mereka berdua melancarkan serangan dengan gencar
namun ilmu Tay im sin jiau andalan mereka tidak
dikeluarkan, karena itulah meskipun Ciu It-bong harus
satu lawan dua namun ia masih tetap sanggup
mempertahankan diri.
Di tengah pertempuran, tiba-tiba terdengar Sim Kian
berseru dengan suara dingin, "Loo ji, bocah she Bong itu
sudah kabur"
"Tak mungkin lolos dari sini," jawab Sim Cin loo-ji dari
Liong bun siang sat sambil tertawa, setelah menganggur
belasan tahun baru kali ini kita temukan musuh
tandingan semacam Loo Ciu, hari ini kita harus baik-baik
melepaskan otot kita yang telah kaku"
"Cari makmu saja kalau ingin melepaskah otot!" maki
Ciu It-bong dengan marah.
Jilid 27 TUBUHNYA meluncur ke depan dan telapaknya segera
diayun melancarkan sebuah pukulan.
Malaikat kedua Sim Ciu mengegos ke samping,
telapaknya membacok pergelangan mu suh, kemudian
mengirim satu tendangan kilat ke arah depan, Ciu Itbong
berjungkir balik di udara melepaskan diri dari
ancaman itu, telapaknya diayun dan manghantam ke
arah malaikat pertama.
Suasana dalam gua gelap gulita, ketiga orang itu
bertarung dengan andalkan desiran angin tajam,
serangan telapak yang aneh da ri Ciu It-bong ini
meluncur datang dengan kecepatan satu kali lipat dari
keadaan biasa, merasa dirinya tak mampu untuk
memunahkan datangnya ancaman tersebut, buru-buru
malaikat pertama menjejakkan kakinya ke atas tanah dan
meloncat mundur ke belakang.
Rupanya Ciu It-bong sudah tahu kalau serangan ini
tak akan mampu melalui musuhnya, dan diapun telah
menduga bahwa musuhnya pasti akan melompat mundur
ke belakang menuju ke arah dalam gua, maka tubuhnya
segera meluncur ke depan menghindari serangan dari
malaikat kedua, dan untuk kedua kalinya dia
menghantam malaikat pertama, Ketika malaikat pertama
Sim Kim melihat bahwa Ciu It-bong hendak mendesak
dirinya terjebur ke dalam liang beracun, diam-diam ia
tertawa dingin, tubuhnya miring ke samping kemudian
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah depan.
Ploook....! Sepasang telapak saling membentur satu
sama lainnya, kedua orang itu sama-sama terdesak
mundur ke belakang.
Malaikat pertama Sim Kian yang melancarkan
serangan secara tergesa-gesa segera terlempar ke
belakang oleh bentrokan tersebut hingga punggungnya
menumbuk di atas dinding gua, sedangkan Ciu It-bong
sendiri pun terdesak sampai membentur dinding gua
namun benturan itu sama sekali tidak menimbulkan
suara, hal ini menunjukkan bahwa ia sudah bikin
persiapan dan Sim Kian telah terpancing oleh siasatnya.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata,
tahu-tahu angin pukulan yang dilancarkan malaikat
kedua Sim Ciu sudah mener jang datang dari sayap kiri.
Pada waktu itu punggung Ciu It-bong telah menempel
di atas dinding gua, dalam keadaan begitu ia segera
mengeluarkan kebiasa annya seperti waktu berada
ditelaga dingin tempo hari, tangannya diputar dan segera
menerjang dengan jurus Kun-siu-ci-tauw.
Menyaksikan datangnya serangan yang sangat aneh
dan tak tahu bagaimana dari tubuhnya yang bakal
diserang, buru-buru malaikat kedua Sim Ciu tarik kembali
serangannya dan loncat mundur ke belakang.
Sim Ciu malaikat kedua dari Liong-bun Siang-sat ini
berwatak berangasan sekali, melihat Ciu It-bong berhasil
menduduki posisi di atas angin, dari malu dia jadi gusar,
segera bentaknya.
"Lo toa, urusan dinas lebih penting, lebih baik kita
cepat-cepat lenyapkan manusia cacad ini dari muka
bumi!" Sim Kiam jauh lebih licik dari saudaranya, mendengar
ucapan tersebut ia segera menggeleng dan menyabut
dengan suara dingin, "Engkau tak usah keburu nafsu...."
Demikianlah, masing-masing pihak segera
menghimpun tenaga dalamnya dengan maksud semakin
mempertajam penglihatannya untuk mengawasi gerakgerik
pihak lawan. Tiba-tiba malaikat pertama Sim Kiaa
sambil menyeringai seram berseru, "Ciu tua, masih ingat
bukan dirimu dengan ilmu cakar Tay im sin jiau dari kami
berdua?" Ciu It Hong tertawa dingin.
"Sudah terlalu banyak ilmu silat yang kuingat, ilmu
Tay im sin jiaumu itu cuma terhitung sebagai suatu ilmu
cakar anjing bela ka...."
Sim Kian bukannya gusar malah tertawa, kembali dia
berkata, "Ciu loji, ini hari engkau sedang bernasib sial,
sehingga tak kau sadari harus berjumpa dengan kami
Liong bun siang sat, bila engkau tahu diri ayoh cepat
serahkan pedang emas dari Siang Tang Lay itu
kepadaku, kami dua bersaudara berjanji akan
melepaskan dirimu dalam keadaan hidup dan ikatan
persahabatan diantara kitapun tak usah terancam punah"
"Heeehhh.... heeh.... heeehh.... pedang emas pedang
perak semuanya berada dalam sakuku kalau engkau
punya keberanian silahkan mengambil sendiri!"
Sim Ciu tidak sabaran lagi ia berseru keras.
"Lo-toa apa sih gunanya membuang banyak waktu"
Bukankah pedang emas sudah beberapa kali berpindah
tangan, engkau suruh manusia cacad ini bagai mana
caranya untuk menyerahkan kepadamu?"
Mendengar dirinya berulang kali dipanggil sebagai
manusia cacad, Ciu It-bong jad1 amat gusar dan
mendendam malaikat kedua itu hingga merasuk ke
dalam tulang sumsumnya, meskipun perasaan tersebut
tidak sampai diperlihatkan di atas wajahnya, tapi diamdiam
ia telah bersumpah untuk membasmi manusia usil
tersebut dari muka bumi.
Sebenarnya tujuan Sim Kian mengungkap kembali
persoalan pedang emas, tujuannya bukan lain adalah
membuktikan apakah benda mustika itu masih berada
disakunya atau tidak, sekarang setelah penyelidikannya
tidak mendatangkan hasil ia segera mendengus, mereka
berdua selangkah demi selangkah berjalan maju ke
depan mendekati musuhnya.
Ilmu cakar maut Tay im sin jiau atau kepandaian yang
paling diandalkan Liong bun siang sat selama ini, setelah
menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya dan
sang badan baru saja maju dua langkah ke depan, jari
tangan mereka berdua tiba-tiba memanjang beberapa
cun dari keadaan semula dan besarnyapun berlipat
ganda, warnanya berubah jadi putih pusat sedikitpun
tidak berwarna darah.
Sudah lama Ciu It-bong tahu akan kelihayan
musuhnya, karena jiwanya terancam bahaya maka
segenap tenaga dalam yang dimilikinya segera dihimpun
di dalam telapak tunggalnya dan memandang gerak-gerik
kedua orang itu dengan sorot mata berwarna biru.
Hoa Thian-hong yang bersembunyi di dalam gua,
walau tak mampu menyaksikan sesuatu apapun, tapi ia
dapat menduga bahwa situasi yang terbentang pada saat
itu pasti tegang sekali, teringat akan hubungannya
dengan Ciu It-bong dimasa silam, tanpa sadar
jantungnya berdebar keras dan ia merasa kuatir bagi
keselamatan kakak cacad tersebut.
0000O0000 37 MENDADAK Ciu It-bong bersuit nyaring, sebelum Liong
bun siang sat sempat mendekati tubuhnya ia telah
melancarkan serangan lebih dahulu, tubuhnya dengan
ganas menerjang ke arah malaikat kedua Sim Ciu.
Orang itu jadi amat terperanjat, sebelum serangan
Tay im sin jiau nya sempat di lancarkan, segulung angin
pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan ombak
di tengah amukan badai dengan cepat menyelimuti
tubuhnya dan menyeret badannya ke dalam amukan
angin tajam itu.
"Loo-ji! cepat menyingkir kesamping!" teriak Sim Kian
malaikat pertama keras-keras.
Sepasang telapaknya didorong ke depan, dengan
menggunakan kekuatan sebesar duabelas bagian dia
cengkeram punggung Ciu It-bong.
Begitu melihat serangan yang dilancarkan pihak
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
musuh amat dahsyat, Sim Ciu tak berani menghadapi
secara sembarangan, terpaksa ia menyingkir ke arah
samping, kesepuluh jarinya dipentang dan menyergap
bagian bawah iga Ciu It-bong.
Sementara itu desiran angin tajam yang memekikkan
telinga memancar keluar dari ujung jari Liong bun siang
sat, Hoa Thian-hong yang bersembunyi di dalam gua
segera merasakan dadanya gemetar dan jantungnya
berdebar keras karena ikut merasa tegang.
Dengan berat Ciu It-bong dengan cepat menggema
memecahkan kesunyian, suara bentakan gusar dari Sim
Ciu bergabung dalam benturan angin pukulan yang amat
dahsyat menggeletar di dalam gua kuno yang gelap
gulita. Lewat beberapa saat kemudian, suasana di dalam gua
perlahan-lahan pulih kembali dalam ketenangan,
bayangan tubuh Ciu It-bong sudah lenyap entah kemana
perginya, malaikat kedua Sim Ciu duduk bersila di atas
tanah dengan mata terpejam dan dada berombak, sorot
matanya memandang ke tempat ke jauhan.
Lama.... lama sekali, malaikat kedua Sim Ciu baru
membuka matanya kembali sambil menghembuskan
napas panjang, serunya dengan nada benci.
"Terlalu enak kita lepaskan manusia cacad itu, bila kita
sampai bertemu lagi dilain waktu paling sedikit jiwa
anjingnya musti kita cabut....!"
"Hmm! engkau terlalu pandang enteng Ciu loo ji,"
sahut Sim Kian dengan suara dingin, dengan andalkan
Pendekar Kipas Akar Wangi 1 Dewi Ular Lorong Tembus Kubur Lembah Nirmala 15
bercampur gelagapan, melihat jiwa Tio Sam-koh
terancam, mereka ingin maju membantu, tetapi kedua
orang itu merasa sungkan untuk main kerubut
berhubung ke dua belah pihak yang bertempur samasama
udah tua. Walaupun sepasang mata nenek buta itu tak bisa
melihat apa-apa, namun perasaannya tajam sekali, baru
saja mendekati gua itu seketika ia sudah merasa, Sambil
menggertak gigi dan menyeringai seram, bentaknya, "Tio
Sam-koh, kalau bukan engkau tentulah aku yang mati!"
Tubuhnya menerjang ke angkasa, bambu mustika
menciptakan selapis bayangan hijau seluas beberapa
tombak, diiringi suara desiran tajam memekikkan telinga
langsung menerjang kemuka.
Jurus awan hitam menutupi sang surya ini merupakan
salah satu jurus membunuh yang diandalkan nenek buta,
Tio Sam-koh yang sudah memahami keadaan lawannya
bukan cuma sehari saja itu segera mengetahui akan
bahaya, melihat datangnya tekanan bayangan hijau dari
atas kepala, buru-buru ia tekuk pinggangnya dan
menyusup ke samping.
Siapa tahu baru saja Tio Sam-koh menekuk
pinggangnya sampai separuh jalan, nenek buta itu sudah
merasakan akan gerakan tersebut, ia mendengus dingin,
bambu mustikanya menyapu keluar dan tibatiba
membabat ke arah punggungnya.
Tio Sam-koh terkesiap dalam bahaya, ia buang
tubuhnya sekeras- kerasnya ke samping ketika ujung
bambu hampir mengenai tubuhnya ia sudah keburu
berguling ke tanah dan melarikan diri ke samping.
Semua kejadian ini berlangsung dalam sekejap mata,
setelah bergelinding ke samping Tio Sam-koh segera
loncat bangun dan tanpa mengucapkan sepatah katapun
mendadak menyusup masuk ke dalam gua.
Nenek dewa bermata buta pasang telinga lalu siapkan
tubrukan, tetapi setelah teringat akan kelihayan orang
yang berada dalam gua itu, dengan cepat dia urungkan
kembali niatnya itu.
Pertarungan sengit yang berlangsung selama ini
mendebarkan jantung setiap jago yang mengikuti
jalannya pertarungan itu, se telah pertempuran mereda
merekapun diam-diam hembuskan napas panjang.
Setelah menenangkan diri, Cu Goan-khek segera
berkata, "Sian poo, musuh yang kabur tak usah di
kejar.... mari kita beristirahat ditepi seberang sana!"
Nenek dewa bermata buta tertegun, tiba-tiba
teriaknya dengan gusar.
"Tio Sam-koh, benarkah engkau tak berani munculkan
diri serta menjadi kura-kura yang ketakutan?"
Baru saja perkataan itu selesai diteriakan tiba-tiba Tio
Sam-koh munculkan diri kembali dari balik gua yang
gelap itu sambil membawa sebuah toya berkepala naga.
Dari ketukan tongkat di atas tanah nenek buta itu tahu
kalau Tio Sam-koh telah munculkan diri, ia mendengus
lalu tarik napas dan mundur beberapa tombak ke
belakang. Setelah keluar dari gua, Tio Sam-koh tancapkan
toyanya ke atas tanah, sambil menatap wajah nenek
buta itu tegurnya dingin, "Nenek buta, akupun akan
gunakan senjata! Kau adalah seorang perempuan yang
cacad, kalau kau merasa aku mencari untung dari
kecacadanmu itu, lebih baik pertarungan ini tak jadi
dilanjutkan"
Nenek buta paling benci kalau ada orang
menyinggung tentang cacadnya itu, meledaklah hawa
amarah dalam dadanya sesudah mendengar ejekan
tersebut, giginya saling beradu hingga menimbulkan
gemertakan nyaring.
Lama sekali.... ia baru bicara dengan suara dingin,
"Anjing tua, ada keuntungan boleh kau cicipi sendiri, bila
aku gagal menghancur lumatkan tubuh bangkotanmu itu,
biarlah dalam penitisan yang akan datang aku tetap
hidup sebagai orang cacad"
"Hmmmm! Kalau begitu cicipi1ah bagaimana rasanya
kemplangan toya bajaku ini."
Weeessss....! dengan penuh kegusaran Tio Sam-koh
mengirim satu sapuan tajam ke depan.
Nenek buta tertawa dingin, ia menyingkir ke samping
untuk lepaskan diri dari ancaman, bambu mustika
digetarkan dan langsung membabat pergelangan musuh.
Dalam sekejap mata pertempuran sengit berkobar
kembali di tengah gelanggang, kedua belah pihak saling
menyerang dengan kerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya. Pertempuran yang berlangsung pada saat ini jauh
berbeda dengan keadaan semula, setelah menderita
kekalahan rasa gusar dan mendongkol dalam dada Tio
Sam-koh belum reda, saat itu toyanya diputar sedemikan
rupa melancarkan serangan berantai dengan ilmu toya
Ciat cing ci ang hoatnya.
Jurus bertemu jurus gerakan bertemu gerakan, satu
gebrakan demi gebrakan berlangsung dengan teratur
dan pakai aturan, kedua belah pihak sama-sama
menyerang sambil bertahan, siapapun tak mau kasih
peluang bagi musuhnya untuk rebut posisi baik.
Di tengah pertarungan sengit, tiba-tiba Tio Sam-koh
berteriak dengan nada dingin, "Nenek buta, tiga jurus
lama akan kuperkenalkan kembali padamu, aku harap
engkau suka memberi petunjuk"
Toya bajanya diputar kencang, diiringi suara
dengungan nyaring segera mengirim serangan tajam ke
arah depan. Mendengar desiran tajam yang menderu-deru itu,
nenek dewa bermata buta merasa hatinya tercekat,
pikirnya, "Ilmu toya yang dimiliki anjing tua ini benarbenar
jauh berbeda dari keadaan dulu, rupanya waktu
selama sepuluh tahun tidak dibuang dengan percuma...."
Bambu mustika Thiam toknya segera diputar dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Toya baja berat dan bambu mustika enteng,
seharusnya benda itu tak bisa digunakan untuk
menangkis secara keras lawan keras, tetapi dibalik jurus
serangan yang digunakan pada senjata bambu itu
mengandung inti sari dari ilmu toya, ilmu pedang serta
ilmu Golok, seandainya toya baja Tio Sam-koh benarbenar
sampai terbentur dengan senjatanya, itu berarti
nenek baju abu-abu mencari penyakit bagi diri sendiri,
asal bambu itu disayat ke bawah maka jika Tio Sam-koh
tidak lepas tangan, telapaknya pasti tersayat robek.
"Bagus!" bentak Tio Sam-koh,
Dikala toya bajanya hampir membentur dengan
bambu lawan, mendadak ujung toya berputar
membentuk gerakan setengah lingkar busur lalu diiringi
desiran angin tajam tiba-tiba menyapu ke arah pinggang
musuh. Nenek buta mengerutkan dahinya, tidak sempat lagi
baginya untuk putar badan melakukan tangkisan, pada
saat yang sangat kritis ia keluarkan simpanan tenaganya
yang dilatih selama puluhan tahun lamanya tanpa
menggerakkan anggota badan tiba-tiba tubuhnya
mundur dua depa ke belakang.
Serangan dari Tio Sam-koh itu justru bertujuan untuk
memaksa mundur musuhnya ke belakang, melihat nenek
buta mundur, ia segera menerjang kemuka sambil
membentak, "Kena!"
Ujung toyanya tiba-tiba meluncur ke depan dan
membacok batok kepala lawannya.
Tiga jurus ilmu toya berantai itu merupakan suatu
serangan yang maha dahsyat pada saat pihak musuh
memperlihatkan titik kelemahan karena desakan dua
jurus yang pertama itulah, jurus ketiga air Huang-ho
turun dari langit segera meluncur kemuka.
Bagi Tio Sam-koh, gerakan tersebut merupakan suatu
gerakan lanjutan yang enak dan leluasa sekali,
sebaliknya bagi musuh hal itu merupakan suatu ledakan
yang diluar dugaan, sekalipun musuh lihay di bawah
ancaman serangan berantai ini niscaya akan roboh atau
terluka. Nenek dewa bermata buta yang diteter terus secara
hebat, baru saja berhasil meloloskan diri dari serangan
kedua musuhnya, tiba-tiba ia merasa munculnya
segulung desiran angin tajam menghajar batok
kepalanya, hal ini membuat ia jadi terperanjat, buru-buru
kakinya menjejak tanah loncat mundur ke belakang,
sedang senjatanya sebisa mungkin melancarkan satu
pukulan untuk membendung datangnya ancaman
tersebut. Keadaannya ketika itu sangat berbahaya, toya baja
dari Tio Som koh bagaikan kilatan petir segera meluncur
ke depan mendesak disisi tubuh nenek buta, asal miring
beberapa dim lagi kesebelah kiri niscaya nenek tersebut
akan menemui ajalnya atau paling sedikit terluka parah
oleh hantaman toya lawan.
Air muka para hadirin yang mengikuti jalannya
pertempuran itu dari sisi arena berubah hebat, kemudian
meledaklah tempik sorak yang gegap gempita memenuhi
seluruh angkasa....
Tapi kesemuanya itu hanya berlangsung sebentar
saja, sebab suasana tiba-tiba berubah sunyi kembali....
Rupanya Tio Sam-koh sendiripun tak mengira kalau
nenek buta sanggup meloloskan diri dari serangan
mautnya, dalam kejut dan gusarnya tiba-tiba ia melihat
bambu pusaka lawan bagaikan ular berbisa sedang
menyerang lambungnya.
Dari gusar ia jadi gembira, toya bajanya digetarkan
lalu menyapu ke atas senjata lawan.
"Aduuuuh....!"
Di tengah dengusan berat, bambu mustika tergesek
oleh toya bambu itu sehingga membuat pergelangan
sang nenek buta jadi tergetar keras, senjatanya hampir
saja terlepas dari cekalan.
Dalam gugup dan gelagapanya buru-buru ia
perkencang cekatannya, sementara sang badan
termakan oleh tenaga dorongan lawan seketika
terpelanting dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Tio Sam-koh cepat memburu ke depan, tapi para jago
dari perkumpulan Hong-im-hwie keburu bertindak, di
tengah bentakan keras masing-masing orang mendorong
telapaknya ke depan melancarkan satu pukulan dahsyat.
Pada dasarnya tenaga dalam yang dimiliki Cu Coan
Kek cukup ampuh, ditambah pula bantuan dari jago-jago
lainnya, angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyapu ke depan menerbangkan batu dan pasir.
Tio Sam-koh tak berani pandang enteng kelihayan
lawannya, buru-buru ia loncat ke belakang dan mundur
sejauh beberapa tombak dari tempat semula....
Menggunakan kesempatan itu nenek buta segera
meloncat bangun, kepada Tio Sam-koh serunya ketus,
"Ayo maju! Kita tak usah menunggu pertemuan Kian ciau
tay hwee lagi.... ini hari juga harus kita tentukan siapa
yang lebih tangguh diantara kita berdua, kalau bukan
kau yang mati akulah yang modar!"
Tio Sam-koh tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... haaah.... sungguh beruntung
sekali, ini hari aku harus kalah dalam keadaan keledai
malas berguling, dan kau pun harus menelan kekalahan
dalam keadaan anjing rakus menyikat kotoran, keadaan
kita setali tiga uang.... rupanya kita memang berdua
punya jodoh!"
Toyanya diputar dan sekali lagi menerjang ke depan,
tapi.... mendadak ia hentikan gerakan tubuhnya dan
berpaling ke arah seberang.
Melihat kejadian itu semua orang ikut berpaling,
terlihatlah belasan sosok bayangan manusia dengan
cepatnya sedang bergerak menuju ke tempat kejadian.
Nenek buta tak tahu duduk perkara yang sebenarnya,
melihat musuhnya tidak jadi menyerang, dengan gusar ia
berteriak, "Nenek she Tio, kalau engkau segan untuk
mulai, akulah yang akan turun tangan lebih dahulu!"
"Sian poo tunggu sebentar" terdengar Cu Goan-khek
berteriak dengan nada kegirangan. "Cong-Tang-kee kita
telah datang"
Dalam pada itu belasan sosok bayangan manusia tadi
telah loncat naik di atas jembatan batu dan meluncur
datang. Hoa Thian-hong sekalian segera dapat melihat bahwa
orang yang berjalan dipaling depan bukan lain adalah Jin
Hian ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie,
dibelakangnya mengikuti Co Ban Kui serta sepuluh orang
pengawal golok emas.
Sungguh cepat gerakan tubuh Jin Hian, setelah tiba
digelanggang ia sapu sekejap sekeliling tempat itu
dengan pandangan tajam lalu setelah melirik pula ke
arah gua karang, ujarnya kepada nenek dewa bermata
buta sambil tertawa, "Sian poo, sejak kapan engkau
datang" terimalah salam dari aku orang she Jin!"
Nenek buta membalas hormat dan menjawab, "Pagi
tadi aku baru tiba, sudah lama pertarungan berlangsung
namun tiada hasil apa pun.... aaai! hanya merusak pamor
Hong-im-hwie saja"
"Haaah.... haaah.... haaah...." Jin Hian tertawa
nyaring, "Tio Lo thay terkenal sebagai jago lihay dalam
dunia peralatan yang sudah tersohor sejak enam pulun
tahun berselang, bila Sian poo ingin rebut kemenangan
tentu saja harus bertempur tiga sampai lima ratus jurus
banyaknya"
Tio Sam-koh mendengar perkataan itu, dengan alis
berkerut segera menyindir, "Haah.... haah.... haaah....Jin
Hian, aku lihat engkau baru termasuk manusia tak
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berguna, sungguh tak nyana seorang ketua dari
perkumpulan Hong-im-hwie pandainya cuma jilat pantat
orang belaka.... Huuuuh! rupanya aku sudah salah
melihat" Air muka Jin Hian berubah hebat, tapi sebentar
kemudian telah pulih seperti sedia kala, katanya sambil
tertawa hambar, "Tio Lo thay, engkau terlalu tinggi
memandang diriku"
"Siapa yang memandang tinggi dirimu" Hmm! engkau
berkata bahwa namaku sudah tersohor di kolong langit
sejak enam puluh tahun berselang, bukankah itu berarti
bahwa kau sedang menjilat pantatku" Kemudian kau
mengatakan kepada nenek buta itu bahwa untuk
mengalahkan aku maka paling sedikit harus bergebrak
tiga sampai lima ratus jurus, lalu bagaimana kalau tujuh
sampai sembilan ratus jurus" Cukup bukan" Haaah....
haaah.... bukankah engkau sedang menjilat pantatnya si
nenek buta?"
Jin Hian sama sekali tidak memberi komentar, dengan
tenang ia dengarkan perkataan orang hingga selesai,
kemudian sambil tersenyum memberi hormat kepada
Hoa Thian-hong sambil tegurnya, "Hoa Loo te, kau
terluka di tangan siapa?"
Hoa Thian-hong balas memberi hormat dan
menjawab, "Oooob.... aku terluka di tangan iman tua dari
Thong-thian-kauw, hanya luka luar saja dan kau tak usah
kuatir" Jin Hian tertawa, setelah menyapu sekejap sekeliling
tempat itu ujarnya, "Loo-ji, di tempat ini kecuali hadir
beberapa orang sahabat, apakah masih ada orang lain?"
"Tuuh.... dalam gua masih ada seorang jago lihay"
jawab Cu Goan-khek sambil menuding ke arah gua
karang di atas bukit, "siapakah jago lihay itu, siaute
sendiripun kurang tahu"
Jin Hian mengerutkan dahinya, dengan sorot mata
yang tajam bagaikan pisau belati ia tatap wajah Hoa
Thian-hong, lalu tegurnya dengan suara berat, "Hoa loo
tee, ada satu pertanyaan hendak kuajukan kepadamu,
apakah putri Pek Siau-thian yaitu Pek Soh-gie
bersembunyi di dalam gua karang itu....?"
Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Pek Soh-gie
terperangkap dalam istananya Thong-thian-kauw, aku
harus tutup rahasia ini ataukah menyiarkannya secara
luas?" Sebelum dia sempat menjawab, dengan nada dingin
Jin Hian telah berkata kembali, Hoa loo tee, putraku Jin
Bong mati secara mengenaskan di tangan Pek Soh-gie,
budak terkutuk itu, orang lain tak tahu, engkau toh
menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"
"Jien Tang-kee, jangan berkata begitu!" teriak sang
pemuda dengan alis berkerut, meskipun aku saksikan
dengan mata kepala sendiri, tetapi setelah aku berjumpa
dengan Pek Soh-gie maka terasalah olehku, bahwa raut
wajah mereka meskipun mirip akan tetapi sifatnya jauh
berbeda, kita tak boleh mencampur baurkan antara soal
yang satu dengan soal yang lain"
Jin Hian tertawa dingin.
"Hmmm.... rupanya Hoa loote memang membela Pek
Soh-gie mati matian tidak aneh kalau loote begitu tega
menggunakan cara yang keji untuk menghukum mati
beberapa orang saudara kami"
"Aku bukan seorang manusia yang suka pipi licin,
semua perkataan dan perbuatan berani dibuka secara
umum, sedang mengenai ketiga orang saudara itu...."
Ia berhenti sebentar lalu menghela napas panjang,
sambungnya, "Mereka memang musnah di tanganku, bila
Cong Tang-kee tak rela aku pun tak dapat berbuat apaapa"
"Hmm!" Jin Hian tertawa dingin, "bagaimanapun Hoa
loote toh pernah bergaul selama beberapa hari dengan
para saudara dari Hong-im-hwie, sekalipun tidak
memandang muka Buddha seharumnya kalau Loo te
memberi muka kepadaku"
Hoa In jadi jengkel ketika dilihatnya orang itu
menegur majikan mudanya terus menerus, dengan hati
gusar selanya, "Bertempur digelanggang tak bisa
dihindari terluka atau mati...."
Buru-buru Hoa Thian-hong ulapkan tangannya
mencegah Hoa In bicara lebih jauh, katanya sambil
tertawa, "Cong Tang-kee, engkau tahu bukan bahwa aku
bukan seorang manusia yang suka membunuh, tetapi
bila anak panah sudah di atas busur, bagaimanapun juga
terpaksa harus dilepaskan, karena itu harap Tang-kee
suka memakluminya!"
"Hmmm....Pek Soh-gie saat ini berada dimana"
Apakah Hoa loote suka memberitahukan kepadaku?"
oooooOooooo 35 PEK SOH-GIE hanya seorang gadis mada yang tak
tahu urusan, sedang Tang-kee bermaksud jelek
terhadapnya, kalau kuberitahukan jejaknya kepadamu
bukankah kawan Bulim akan mentertawakan diriku?"
Setelah berhenti sebentar, tambahnya dengan
lantang, "Cuma aku berani menegaskan bahwa
pembunuh putramu bukanlah Pek Soh-gie, karena itu
aku setuju untuk mempertemukan cong Tang-kee
dengan gadis itu"
Tertegun hati Jin Hian mendengar perkataan itu,
serunya, "Aku orang she Jin merasa kagum dengan
pendapatmu yang tinggi, tolong tanya sekarang Pek Sohgie
ada dimana?"
"Pek Soh-gie telah ditawan Thian Ik-cu dan sekarang
dikurung dalam istana Yang sim tian, bila Cong Tang-kee
ingin menjumpai dirinya aku rasa lebih baik rundingkan
saja dengan Thian Ik-cu"
"Hoa loote, aku tidak percaya dengan perkataanmu
itu!" seru Jin Hian sambil menggeleng.
"Semua perkataanku diucapkan sejujurnya kalau Cong
Tang-kee tidak percaya akupun tak bisa berbuat apaapa"
Jin Hian tertawa seram.
"Hoa loote, sewaktu pihak Hong-im-hwie hendak
menangkap Pek Soh-gie kau selalu menghalangi bahkan
membunuh orang, sebaliknya waktu Thong-thian-kauw
menangkap gadis itu, mengapa kau lepas tangan?"
Pertanyaan ini seketika membungkam Hoa Thianhong,
matanya terbelalak dan mulutnya melongo, untuk
beberapa saat lamanya ia tak tahu apa yang musti
dijawab. Melihat majikan mudanya malu, Hoa In tidak terima,
dengan gusar serunya, "Kami memang suka mencampuri
urusan orang, kalau siapa merasa tidak puas boleh cari
aku orang she Hoa untuk bikin perhitungan"
Jin Hian mendengus dingin, ia tidak perduli ucapan
orang, sorot matanya yang tajam tetap menatap wajah
Hoa Thian-hong tanpa berkedip.
Tiba-tiba Hoa Thian-hong tertawa nyaring, ujarnya,
"Ketua Jin, engkau tak usah terlalu mendesak orang,
sewaktu Thian Ik-cu menangkap Pek Soh Gi, aku telah
berusaha sekuat tenaga untuk melindungi dirinya,
sayang kepandaian silatku tak becus sehingga aku
sendiripun malah kena tangkap"
Sebagai orang yang jujur, ia tak Ingin membohongi
musuhnya, dan untuk memberikan keterangan yang
sebenarnya, kejadian yang memalukan tentang diripun
diucapkan keluar.
Sorot mata Jin Hian berkilat, ia melirik sekejap luka
pada dada dan kakinya, lalu berpikir, "Ditinjau dari
badannya yang berpelepotan darah serta mukanya yang
lesu, jelas baru saja ia langsungkan pertarungan
berdarah rupanya apa yang dia katakan bukan kata-kata
yang bohong....!"
Ia jadi setengah percaya setengah tidak, dengan nada
dingin ujarnya kembali, "Kalau benar Hoa lote ditangkap
bersama-sama Pek Soh-gie, dan sekarang Loote berhasil
lolos dari bahaya sedang Pek Soh-gie masih berada di
dalam sarang harimau, apakah engkau tidak merasa
kuatir?" "Kami toh berkenalan hanya secara tidak disengaja
dan menolong karena kebetulan kutemui kejadian
tersebut, sekarang dalam ke nyataan kau tak mampu
memberi penolongan kalau tidak ditinggal masa disuruh
urus terus, perduli amat aku kuatir atau tidak"
Jin Hian tertawa hambar, tiba-tiba sambil melirik ke
arah goa karang ujarnya kembali, "Loote menurut
anggapanmu mungkinkah Pek Soh-gie mendapat
pertolongan dari seseorang seperti halnya dengan loote
dan kemudian disembunyikan di dalam gua karang ini?"
Mula mula Hoa Thian-hong tertegun, kemudian
pikirnya lebih jauh, "Tua bangka ini memang banyak
menaruh curiga....!"
Berpikir demikian lantas tertawa, jawabnya, "Akupun
mempunyai kecurigaan tersebut, sayang tak mampu
memasuki gua tersebut untuk melakukan pemeriksaan"
"Hmmm! bangsat cilik.... terdengar Tio Sam-koh
memaki dengan nada ketus"
Jin Hian angkat kepala dan laksana kilat memandang
sekejap ke arahnya, kemudian berjalan menuju ke mulut
gua. Melihat ketuanya mendekati mulut gua tersebut,
dengan cepat Cu Goan-khek loncat maju ke depan
menghalangi jalan perginya, peristiwa pingsannya nenek
bermata buta terhantam oleh pukulan dari gua pun
segera di laporkan kepada ketuanya.
Air muka Jin Hian berubah hebat setelah mendengar
laporan itu, serunya, "Oooh.... ternyata disini ada
seorang jago lihay sedang bersembunyi.... kita tak boleh
bertindak kurangajar!"
Biji matanya berputar menyapu sekejap para jago
yang hadir di tempat itu, kemudian kepada Co Bun Kui
yang berada disampingnya ia berkata, Engkau pergilah
kesana dan mohonlah bertamu, coba kita lihat jago lihay
dari manakah yang berdiam disini, kalau dia adalah
seorang Bu Iim cianpwee maka katakanlah nenek dewa
bermata buta serta Jin Him dari perkumpulan Hong-imhwie
mohon bertemu. Co Bun Kui memberi hormat, setelah memberi tanda
kepada pengawal pribadi, golok emas yang berada
disisnya, dua orang segera tampil ke depan, mereka
bertigapun segera berjalan mendekati gua karang
tersebut, Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba Tio
Sam-koh menghadang di depan mulut gua tongkat
disiapkan di tangan sedang mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
Sepasang alis Ca Bun Kui langsung berkerut, sambil
memberi hormat, tegurnya, "Tio lo thay, mohon tanya
engkau ada petunjuk apa?"
"Gua ini jauh lebih seram dari pada sarang naga
harimau, apakah engkan tidak takut mati?" teguf Tio
Sam-koh dengan dingin.
"Terima kasih atas petunjukmu, atas perintah
atasanku, aku disuruh datang kemari untuk mohon
bertemu dengan cianpwee dalam gua, sekalipun badan
harus hancur aku tak akan ambil perduli....!"
Habis berkata segera ia melanjutkan, kembali
langkahnya menuju ke depan.
"Kembali! tiba-tiba Tio Sam-koh membentak keras
sambi1 ayunkan telapak tangannya.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera
memancar keluar diiringi deruan angin yang tajam dan
dahsyat. Co Bun Kui serta dua orang pengawal pribadi golok
emas yang berada di belakang segera mundur sejauh
tujuh delapan depa dari tempat semula, senjata tajam
segera diloloskan keluar dan untuk kedua kalinya mereka
menerjang maju ke depan.
"Hey, sebenarnya apa yang hendak kalian lakukan"
Bentak Tio Sam-koh dengan gusar.
Co Bun Kui tertegun dan segera menghentikan
langkahnya kurang lebih empat lima depa dihadapan
perempuan itu, ia menjawab, "Aku mendapat perintah
dari atasanku untuk mohon bertemu dengan pemilik gua
itu, jika Tio lo thay tidak menyingkir lagi, jangan salahkan
kalau aku tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi"
Tio Sam-koh melotot besar, sambil anggurkan
tangannya ia berseru, "Kalau memang kalian bendak
berkunjung secara hormat, bawa kemari kartu nama
kalian!" Co Bun Kui tahu bahwa ia hanya mempersulit dirinya,
tapi diapun tabu bahwa nenek itu tidak mudah dilayani,
maka sambil tetap menyabarkan diri jawabnya, "Karena
di dalam melakukan perjalanan maka kami tidak
membawa serta kartu nama setelah bertemu dengan
pemilik gua ini, aku pasti mohon maaf...."
Haaah.... haaahh.... itu sih tak perlu aku, si nenek tua
adalah pemilik gua ini, ada urusan apa engkau mencari
aku?" Diam-diam Co Bun Kui merasa amat gusar,
sumpahnya di dalam hati, "Nenek busuk.... modarlah
secepatnya, berani benar engkau permainkan diriku!"
Pergelangan digetarkan, dari punggung golok segera
memancar keluar suara dentingan yang amat nyaring,
Inilah kode rahasia dari para pengawa1 pribadi golok
emas, perbedaan suaranya amat banyak dan masingmasing
mengandung maksud yang saling berbeda, orang
lain tidak merasa tapi para pengawal pribadi golok emas
hapal diluar kepala, maju mundurnya semua mengikuti
tanda tersebut.
Tampaklah dua orang pengawal yang berada di
belakang segera maju ke depan dan berdiri sejajar
dengan Co Bun Kui, tiga golok besar bersama-sama
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
digetarkan dan membacok kemuka.
Angin desiran tajam menderu deru, dalam waktu
singkat tubuh mereka dilindungi oleh cahaya golok
langsung menerjang masuk ke dalam gua.
Tio Sam-koh sebagai seorang jago yang sangat lihay,
tentu saja tidak pandang sebelah matapun terhadap
ketiga orang itu, menanti golok emas sudah hampir
mendekati tubuhnya dia baru mendengus dingin, toyanya
diputar dan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Traaaaaang....!traaaang....!di tengah dentingan
nyaring, ketiga bacokan golok emas itu bersarang di atas
toya baja semua, begitu kerasnya bentrokan tersebut
membuat lengan Co Buo Kui bertiga jadi sakit, linu dan
kaku sekali, himpir saja goloknya terlepas dari tangan.
Dengan tak bisa dibendung lagi, dua orang pengawal
itu tergetar mundur beberapa langkah ke belakang,
sedangkan Co Bun Kui yang tenaga dalamnya jauh lebih
sempurna dari dua orang anak buahnya hanya
merasakan tubuhnya bergetar keras, di atas permukaan
tanah di mana ia terpijak muncullah sebuah telapak kaki
yang tajam dan nyata sekali.
Co Bun Km adalah pemimpin dari empat puluh
pengawal pribadi golok emas, sebagai seorang jago yang
berpengalaman dan bertanggung jawab atas
keselamatan segenap anak buahnya tentu saja bukan
manusia sembarangan, setelah berhasil menegakkan
tubuhnya sambil putar golok, ia menerjang kembali ke
arah depan. Dentingan nyaring menggema di angkasa, delapan
orang pengawal pribadi golok emas yang selama ini
berdiri di belakang Jin Hian mendadak menerjang ke
arah Tio Sam-koh dengan gencarnya.
Tio Sam-koh teramat gusar, sebenarnya ia tak sudi
bertempur melawan beberapa orang itu, tetapi setelah
dilihatnya empat bilah golok besar dengan memancarkan
cahaya yang menyilaukan mata menerjang datang
terpaksa dia angkat toyanya untuk menangkis.
Sreeet....! Sreeet....! Sreet....! empat bilah golok
memisahkan diri, dua orang loncat ke samping kiri dua
lainnya ke kanan, sementara empat orang yang
menerjang datang dari belakang dengan cepat mengisi
kekosongan tersebut, cahaya golok berkilauan dan
mereka menyerang pinggang perempuan tersebut.
Kegusaran Tio Sam ko memuncak, toya bajanya
ditekan ke bawah lalu menyapu ke belakang.
Kawanan pengawal pribadi golok emas adalah jagojago
yang terlatih, bukan saja ilmu golok mereka amat
sempurna, kepandaian dalam bekerja samapun amat
tinggi. Baru saja Tio Sam-koh putar toyanya menyapu ke
belakang, empat orang yang menyerang dari belakang
telah mengundurkan diri kembali ke arah belakang,
sementara empat orang dikiri kanannya bersama-sama
membentak keras, cahaya golok memancar keempat
penjuru dan laksana Kilat mereka menerjang kembali ke
depan. Kali ini tempat yang diarah keempat bilah golok emas
itu berbeda satu sama lainnya, andaikata Tio Sam-koh
tidak berusaha mundur ke belakang maka satu-satunya
jalan adalah maju ke depan sambil balas melancarkan
serangan atau dengan keras lawan keras ia tangkis
semua serangan tadi.
Tio Sam-koh adalah seorang jago kawakan, ibaratnya
jauh makin tua makin pedas, berada di depan mata
prajurit-prajurit tak bernama tentu saja ia tak sudi
mengundurkan diri ke dalam gua, ia mendengus dingin.
Toya bajanya bagaikan amukan ombak dahsyat segera
berputar kencang.
Dalam sekejap mata tujuh delapan jurus sudah lewat,
kedelapan orang pengawal pribadi golok emas itu maju
mundur melancarkan serangan secara bergilir, sedang
Tio Sam-koh dengan gagah beraninya memutar toya
kesana kemari disertai deruan angin yang tajam, tanpa
sadar ia semakin jauh tinggalkan mulut gua dan
terjerumus ke dalam kepungan delapan orang jago.
Walaupun Tio Sam-koh adalah salah seorang jago
lihay dalam dunia persilatan, tetapi kawanan pengawal
pribadi golok emas itupun merupakan jago-jago lihay
apalagi kerja sama mereka boleh dibilang luar biasa
sekali, jika dia ingin menumpas mereka dalam tiga empat
jurus tentu saja merupakan suatu hal yang sulit.
Dengan tenang Co Bun Kui berdiri di samping arena,
menanti Tio Sam-koh sudah jauh tinggalkan gua dan tak
mungkin balik lagi dalam waktu singkat, ia segera
memanggil dua orang anak buahnya dan bersama-sama
masuk ke dalam gua karang.
Walaupun Tio Sam-koh tak mampu menangkan
musuh-musuhnya, tapi ia masih punya sisa tenaga untuk
memperhatikan situasi di sekeliling tempat itu, tatkala
dilihatnya Co Bun Kui akan masuk ke dalam gua, dengan
penuh kegusaran ia segera membentak, "Budak cilik,
jaga mulut gua itu baik-baik!"
"Dia sedang panggil aku?" pikir Hoa Thian-hong
tertegun, tanpa pikir panjang segera ia menghadang
dimulut gua. Co Bun Kui jadi amat gusar, bentaknya, "Hoa kongcu,
apakah engkau sudah ambil keputusan untuk bentrok
dengan perkumpulan Hong-im-hwie kami?"
Sebelum pemuda itu sempat menjawab, Tio Sam-koh
telah berteriak kembali dengan suara lantang.
"Budak cilik kalau mereka sampai berhasil masuk ke
dalam gua, lebih baik engkau gorok leher bunuh diri di
depan mulut gua"
Hoa Thian-hong tak perrah menyangka kalau urusan
begitu serius, tetapi setelah teringat bahwa orang yang
memberi perintah adalah angkatan yang lebih tua dari
pada dirinya, ia tak berani menampik.
Dalam pada itu terdengar Co Bun Kui sambil tertawa
telah berkata lagi, "Hoa kongcu, bagaimana
keputusanmu" Mau menyingkirkan dari sini atau
tidak....?"
"Antara aku dengan ketua kalian pernah terjalin
hubungan sahabat, pernah terjadi pula suatu kesalahan
pahaman, mau bentrok atau tidak terserah pada
penilaihan ketua Jin sendiri, bila Bo heng masih teringat
dengan hubungan kita maka aku harap kau tak usah
masuk ke dalam gua ini lagi"
"Perintah atasan tak dapat dibantah, terpaksa aku
harus nenyalahi dirimu...." seru Co Bun Kui kemudian,
goloknya diputar dan segera membacok ke depan.
Saat ini Hoa Thian-hong hanya memakai pakaian
dalam, dadanya sudah dibalut oleh kain, darah yang
merah dan racun yang hitam ditambah keringat yang
kuning menodai seluruh badan, air mukanya pucat
karena kehabisan darah dan kehabisan tenaga,
rambutnya kusut hingga keadaannya nampak
mengenaskan sekali.
Meskipun Co Bun Kui tahu bahwa Hoa Thian-hong
sangat lihay, tetapi setelah menyaksikan keadaannya
yang begitu mengenaskan dan kegagahannya tempo hari
sudah tak terlihat lagi, timbullah perasaan pandang
rendah musuhnya.
Begitu turun tangan, goloknya segera diputar
melancarkan serangan berantai yang bertubi-tubi, hawa
pembunuhan menyelimuti seluruh angkasa, sedang dua
orang rekannya pun segera mengikuti jejak pemimpinnya
dan menyerang pula dengan sepenuh tenaga.
Menyaksikan datangnya serangan yang begitu
dahsyat, diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat
terperanjat, buru-buru ia mengeigos ke-samping dan
mundur setengah langkah ke dalam gua, tangan kirinya
diputar melancarkan sebuah serangan dahsyat ke depan.
serangan ini ditujukan ke arah jago yang ada
disebelah kanan, maksudnya adalah untuk melindungi
diri di samping menghalangi musuhnya menerjang masuk
ke dalam gua, tapi sayang tenaga dalamnya sudah lemah
dan serangan Kun-siu-ci-tauw tersebut tak dapat
mewujudkan kehebatan seperti dahulu lagi,
Co Bun Kui yang melihat keadaannya, jadi sangat
girang, dia menerjang maju ke depan goloknya
dipatahkan di tengah jalan dan segera berganti jurus,
secara tiba-tiba ia menyerang kembali ke depan.
"Hati-hati dibelakang, tiba-tiba Jin Hian membentak
keras. Belum habis ia berkata, Hoa In bagaikan sukma
gentayangan telah menerjang ke depan, tanpa
mengucapkan sepatah katapun sepasang telapaknya
diputar berbareng menyerang Co Bun Kui serta orang
yang berada disebelah kiri itu.
Sejak Hoa Thian-hong menderita luka parah, Hoa In
selalu uring-uringan dan merasa tak senang hati, ketika
melihat Co Bun Kui berniat membinasakan majikan
mudanya, nafsu membunuh dalam hati Hoa In pun ikut
bergelora, serangan yang kemudian dilancarkan bukan
saja cepat bahkan dahsyat sekali, boleh dibilang baru
pertama kali ini dia melancarkan serangan dengan nafsu
membunuh yang amat hebat"
Pada saat yang bersamaan Jin Hian siap memberi
pertolongan, tapi nenek dewa bermata buta sudah
meluncur ke depan sambil membentak gusar, Serahkan
orang ini kepadaku!"
Semua peristiwa itu berlangsung pada saat yang
bersamaan, hanya saja Hoa In bertindak lebih dahulu,
sedang nenek buta berhadang jalan perginya oleh Tio
Sam-koh sekalian, maka ketika ia tiba digelanggang
keadaan sudah terlambat.
Dengan serangan dahsyat yang dilancarkan Hoa In
dalam keadaan gusar bisa dibayangkan sampai
dimanakah kehebatannya, apalagi yang diserang adalah
manusia sebangsa Co Bun Kui sekalian....
Dengusan berat bergema memecahkan kesunyian, Co
Bun Kui serta orang yang ada di sebelah kiri segera
terpukul mental sejauh beberapa tombak dari tempat
semula, ketika jatuh ke tanah mereka tak berkutik lagi.
Pria yang ada disebelah kanan jadi bergidik hatinya
ketika merasa datangnya desiran tajam dari arah
belakang, karena terperanjat gerakan serangan yang
dilancarkan pun agak terlambat. Dengan jitu sekali
pukulan telapak kiri dari Hoa Thian-hong segera
bersarang di atas bahunya membuat ia jatuh terjengkang
di atas tanah. Menunggu suasana disini telah tenang kembali, nenek
dewa mata buta baru tiba di tempat tujuan, bambu
mustikanya langsung berkelebat memancarkan bayangan
hijau dan langsung mengurung tubuh Hoa In.
"Siau Koan-jin mundur....!" seru Hoa In dengan
gelisah. Setelah mendesak mundur Hoa Thian-hong ke dalam
gua, pelayan tua itu baru mendorong telapaknya ke
depan mengirim sebuah pukulan dengan ilmu Sau yang
ceng ki. Blaaam....! ledakan dahsyat bergeletar di angkasa,
ketika bawa pukulan Sau yang ceng ki bentrok dengan
hawa pukulan yang dipan carkan lewat bambu mustika
nenek buta, tubuh Hoa In segera terdorong mundur ke
belakang dengan badan tergoncang keras, sedangkan
nenek buta itu sendiripun terhajar rontok ke atas tanah.
Suasana hening untuk beberapa saat lama nya, tibatiba
nenek buta menengadah ke atas dan tertawa
terbahak-bahak, suaranya melengking bagaikan jeritan
kuntilanak, teriaknya, "Oooh.... hoohooh.... rupanya Sau
yang ceng ki! Kepandaian andalan dari Hoa Goan-siu pun
masih tertinggal di kolong langit...."
"Kalau engkau kenal Sau yang ceng ki, tentu tahu
bukan sampai dimanakah kelihayan dari toa-yamu!"
"Hmmm! Kepandaian silat dari Hoa Goan-siu segera
akan lenyap dari atas permukaan bumi!"
Sambil putar bambu pusaka dari negeri Thian tok-nya,
ia menerjang kembali ke depan.
Hoa In menjengek sinis, sepasang telapaknya berputar
menyongsong kedatangan lawan dalam waktu singkat
suatu pertarungan sengitpun segera berlangsung.
Tio Sam-koh yang melihat rekannya sudah terlibat
dalam pertarungan yang amat sengit, tanpa terasa
semangat tempurnya berkobar, daya tekanan yang
dipancarkan dari toya baja pun berlipat ganda, memaksa
delapan orang pengawal pribadi golok emas yang
mengepung dirinya jadi kacau balau dan terdesak hebat.
Diam-diam Jin Hian meninjau sebentar pertarungan
yang berlangsung didua sektor, mendadak ia membisikan
sesuatu kepada Cu Goan-khek disusul orang she Cu itu
dengan membawa belasan orang segera berjaga-jaga
diluar kepungan terhadap Tio Sam-koh, sementara Jin
Hian sendiri melayang kesisi gua dan dari situ dia
membayangi nenek buta yang sedang bertempur.
Hoa In berdiri gagah di depan gua, sepasang
telapaknya menarik kesana kemari melayani serangan
serangan gencar dari bambu mustika milik nenek buta,
ketika dilihatnya Jin Hian membayangi disana, penjagaan
semakin ketat dan ia sama sekali tak bergeser dari
tempat semula. Tindakannya membuat mulut gua ini benar-benar
hebat sekali akibatnya, bukan saja nenek buta tak
mampu mendesak mundur dirinya, Jin Hian tak dapat
turut campur bahwa Hoa Thian-hong pun tak mampu
keluar dari gua itu.
Beberapa saat kemudian pertarungan yang
berlangsung dikedua sektor itu berubah makin sengit dan
bahaya. Tio Sam-koh bertambah gusar ketika dilihatnya
ada serombongan musuh membayangi pula dirinya dari
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luar kepungan, serangan yang dilancarkan semakin
gencar dan ancaman ancamanpun makin
berbahaya....Hoa Thin Hong yang menonton jalannya
pertarungan itu dari dalam gua, diam-diam merasakan
pula situasi yang makin berbahaya, pikirnya, "Pihak
lawan berjumlah banyak sedang pihak kami hanya ada
dua orang yang mampu melangsungkan pertarungan,
jika pertempuran ini dilanjutkan lebih jauh maka keadaan
tidak menguntungkan pasti akan terjatuh pada pihakku,
jika Hoa In sampai kalah maka Jin Hian pasti akan
menerjang masuk ke dalam gua ini.... bukankah dalam
gua ada jago lihay" Kenapa ia tak mau unjukkan diri
sebaliknya malah takut ada musuh masuk ke dalam gua"
Sungguh aneh...."
Ingin sekali pemuda itu masuk ke dalam gua untuk
melakukan penyelidikan, tapi dia takut Hoa In tak
mampu mempertahankan diri, untuk beberapa saat
lamanya ia jadi bingung dan tak tahu apa yang musti
dilakukan olehnya....
Hoa In adalah seorang jago kawakan yang banyak
pengalaman, ia tahu situasi tidak menguntungkan bagi
pihaknya, setelah berpikir sebentar ujarnya dengan nada
serius, "Siau Koan-jin, masuklah ke dalam dan lihatlah
keadaan dalam gua itu, tapi kau harus berhati-hati dan
jangan terlalu memaksa diri"
Hoa Thian-hong termenung dan berpikir sebentar, ia
merasa bahwa pertarungan ini jelas tidak
menguntungkan bagi pihaknya, kalau tidak melihat lihat
dalam gua memang tiada jalan lain, maka ia segera
ambil keputusan dan putar badan masuk ke dalam gua.
Suasana dalam gua itu gelap sekali, Hoa Thian-hong
yang sedang bingung sama sekali tidak berniat
memikirkan persoalan ini, dengan mata melotot besar ia
masuk kedalam. Beberapa saat kemudian ia merasa suasana gelap
menyelimuti tempat itu bertambah tebal sehingga lima
jari sendiripun tak dapat dilihat, bahkan secara lapatlapat
hidungnya mencium bau belerang dan gas yang
amat menusuk penciuman.
Pada saat itulah, mendadak dari dalam ruangan gua
berkumandang datang suara pembicaraan dari seorang
perempuan. "Seng ji, majulah empat lima langkah lagi kemudian
loncatlah ke depan, tapi kau harus melompat sejauh dua
tombak...."
Seng ji adalah nama kecil Hoa Thian-hong, hanya
ibunya yang manggil dia dengan sebutan tersebut, maka
setelah mendengar panggilan itu dia berdiri tertegun,
saat itulah bau gas yang tebal menyerang ke dalam
hidung membuat dadanya sesak dan hampir saja ia jatuh
tak sadarkan diri.
Buru-buru ia tutup semua pernapasan dan
menenangkan hatinya lalu maju lima langkah ke depan,
ia merasa jalan yang dilalui semakin menjorok ke bawah,
maka sambil menutup mulut luka didadanya dengan
tangan ia melompat ke arah depan.
Menanti ia menginjak kembali di atas permukaan
tanah, terasa olehnya suasana di tempat itu meskipin
masih gelap tapi jauh lebih terang dari keadaan semula,
menanti ia menengok ke belakang maka tampaklah
segumpal asap hitam mengepul dari atas tanah dan
membubung kelangit langit gua, suara pertarungan diluar
gua masih kedengaran jelas, pemuda itu pusatkan semua
perhatian-nya dan meneruskan perjalanan ke depan.
Kurang lebih dua puluh tombak kemudian, terlihatlah
seseorang sedang duduk bersila disebelah depan.
Ia berdiri terbelalak dengan mulut melongo sekuat
tenaga ia berusaha memandang kedalam, tapi karena
suasana yang gelap maka tak ada yang terlihat olehnya.
Sesaat kemudian ia maju kembali ke depan tegurnya,
"Siapakah engkau" Apakah engkau masih duduk
bersemedi?"
Orang itu tetap duduk bersila di atas tanah tanpa
bergerak barang sedikit pun, juga tidak menjawab
pertanyaannya. Hoa Thian-hong berjalan maju makin ke depan, tibatiba
dia merasa potongan badan orang itu seperti dikenal
olehnya, ketika diperhatikan lebih seksama mendadak
hatinya bergetar keras dan hampir saja jatuhnya terlepas
dari tempatnya.
"Siapakah Kau" Apakah ibu?"
Orang itu tetap duduk tak berkutik, di tempat semula,
mulutnya tetap membungkam dan keadaannya tidak
jauh berbeda dengan patung arca.
Pemuda itu membelalakkan matanya dan
memperhatikan orang itu dengan lebih seksama lagi, ia
melihat orang itu mempunyai rambut yang panjang dan
digulung menjadi sanggul, mukanya persegi dan raut
wajahnya mirip sekali dengan muka ibunya.
Tiba-tiba perempuan itu membuka matanya dan
memandang ke arah pemuda itu dengan mata melotot,
kemudian berkata, "Aku adalah ibumu, aku tak bisa
banyak bicara dan jangan ribut!"
Hoa Thian-hong seketika merasakan darah panah
dalam dadanya bergolak keras, dengan gelagapan ia
berseru. "Ibu, apa yang sedang kan lakukan" Sedang melatih
ilmu" Kenapa suaramu berubah....?"
Kiranya perempuan ini adalah ibu kandung Hoa Thianhong,
isteri dari Hoa Goan-siu yang tersohor sebagai Hoa
Hujien, sekarang ia sedang duduk bersila di atas tanah
dengan tubuh sama sekali tak berkutik, Setelah
membuka matanya tadi sekarang ia meram kembali.
Jilid 26. Hek sat Ciang sang Maharani
HOA THIAN-HONG jadi keheranan dan tak habis
mengerti, setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya
ia lantas meraba tubuh ibunya, terasa badan ibunya
panas menyengat badan membuat rabaannya terpental
kembali. Ia jadi terkejut bercampur girang, guman-nya seorang
diri, "Tenaga dalam yang dimiliki ibu telah pulih kembali,
apakah luka dalam yang ia derita telah sembuh?"
Buru-buru dari sakunya dia ambil keluar sebuah kotak
kumala, selelah membuka kotak kumala itu lantas
diangsurkan kehadapan ibunya sambil berkata.
"Ibu, aku mempunyai sebatang Leng-ci berusia seribu
tahun, cepatlah kau makan!"
Hoa Hujien membuka matanya kembali, dari bau
harum yang tersiar keluar dari dalam kotak tersebut
membuktikan bahwa benda itu adalah Leng-ci yang
sangat berharga, buru-buru serunya kembali, "Aku tidak
mau, aku dengar engkau terkena racun teratai!"
"Teratai racun empedu api telah kutelan, tapi
keadaanku sudah tidak menguatirkan lagi!"
Tiba-tiba dari luar ruangan secara lapat-lapat
berkumandang datang suara bentakan nyaring diikuti
keadaan jadi sunyi dan hening.
Dalam hati Hoa Thian-hong segera berpikir, "Ibuku
pasti sedang melatih sejenak ilmu silat yang sangat aneh
dan pada saat ini tak boleh mendapat gangguan, kalau
latihannya dihentikan di tengah jalan niscaya usahanya
selama ini akan menemui kegagalan total, bahkan
jiwanya akan terancam bahaya, oleh karena itulah Tio
Sam-koh segera berjaga-jaga di depan gua dan
mencegah pihak musuh masuk kedalam"
Berpikir sampai disini, hatinya jadi kuatir dan tidak
tenang. Setelah meletakkan kotak kumala itu di atas
tanah ujarnya, "Diluar gua masih ada musuh tangguh,
aku akan keluar dan menengok keadaan disitu"
Selesai berkata buru-buru ia berlalu dari sana.
Dia merasakan hawa murni di tubuhnya bergolak
kencang dan ingin sekali mengerahkan tangan serta
kakinya, setelah tiba di depan kabut hitam ia meloncat ke
depan dan berjalan keluar dengan langkah lebar.
Menanti ia tiba diluar gua maka terlihatlah Hoa In
serta nenek buta sedang duduk bersila saling
berhadapan, sepasang telapak kanan mereka saling
menempel satu sama lainnya, rupanya dengan andalkan
tenaga dalam hasil latihan selama puluhan tahun mereka
sedang melangsungkan pertarungan adu tenaga yang
menentukan mati hidup mereka.
Keadaan dipihak lain jauh lebih mengerikan lagi, para
jago perkumpulan Hong-im-hwie mulai dari Cu Goankhek
ke bawah telah maju mengerubut Tio Sam toh
seorang, ancaman-ancaman maut saling dilancarkan
dengan harapan bisa merobohkan musuhnya secepat
mungkin. Ilmu silat yang dimiliki kelima orang jago lihay itu
semuanya berada di atas kepandaian Seng Sam Hau
serta Siang Kiat, Tio Sam-koh yang harus bertarung
melawan nenek buta lebih dahulu kemudian harus
menghadapi delapan orang pengawal pribadi golok emas,
saat ini tenaga dalamnya sudah hilang separuh bagian,
dalam keadaan begini harus bertarung lagi melawan lima
orang jago lihay, tentu saja keadaannya payah sekali.
Terlihatlah serangan yang dilancarkan sudah mulai
mengendor dan posisinya terdesak hebat, dalam keadaan
begini jika dia ingin menerjang dari kepungan dan kabur
dari situ mungkin masih bisa dilakukan, tetapi nenek tua
itu tentu saja tidak mau berbuat begitu, ia melakukan
perlawanan dengan gigihnya kendatipun jiwanya kian
lama kian terancam.
Sementara itu Jin Hian dengan memmipin delapan
orang pengawal pribadi golok emas sedang melewati
nenek buta serta Hoa In sedang beradu tenaga dalam
dan siap menerjang masuk ke dalam gua.
Pada saat itulah tiba-tiba mereka saksikan Hoa Thianhong
muncul kembali dari dalam gua, hal ini membuat
orang-orang itu segera menghentikan langkahnya.
Setelah mengetahui situasi yang terbentang di depan
mata, Hoa Thian-hong merasakan darah panas dalam
dadanya bergolak keras, hampir saja dari sepasang
matanya memancarkan sinar berapi-api, tiba-tiba ia
melihat pedang bajanya yang tersoren di pinggang Hoa
In, sambil mencabut keluar bentaknya dengan gusar.
"Tahan!"
Dalam pada itu pertarungan tenaga dalam antara
nenek buta dengan Hoa In sedang mencapai puncak
ketegangan, tak mungkin mereka sudahi pertarungan
tersebut sampai disitu saja, sedangkan Cu Goan-khek
sekalian yang mengururg Tio Sam-koh sudah merasakan
bahwa kemenangan hampir berhasil diraih oleh mereka,
seorang musuh besar mereka yang amat tangguh sudah
hampir berhasil dilenyapkan, tentu saja tak seorangpun
yang sudi menuruti perkataan Hoa Thian-hong
kendatipun suara bentakannya dapat didengar dengan
jelas, bukan saja tidak menggubris bahkan serangannya
dilancarkan semakin gencar.
Hoa Thian-hong semakin naik pitam, tiba-tiba
bentaknya keras.
"Jin Hian! apakah engkau sudah tak ingin membalas
dendam bagi kematian puteramu lagi?"
Mendengar seman itu Jin Hian tertegun, setelah
merandek sejenak akhirnya ia membentak, "Tahan!"
Meskipun bentakan itu tiada yang aneh namun Cu
Goan-khek sekalian tak bisa tidak terpaksa harus
menuruti, dengan cepat serangan ditarik kembali dan
meloncat mundur ke belakang.
Tio Sam-koh sendiri, walaupun dia gagah dan
pemberani tetapi setelah bertarung sampai keadaan
begitu segenap tenaganya boleh dibilang terkuras habis.
Keadaan pada saat itu payah sekali, semua orang
sudah merasakan kehabisan tenaga dan lelah sekali,
napas terasa tersengal-sengal sedang keringat telah
membasahi sesuruh tubuhnya, begitu pertarungan
berhenti masing-masing orang segera mengatur
pernapasan dan beristirahat.
Lain halnya dengan nenek buta serta Hoa In yang
sedang beradu tenaga, dalam keadaan begitu kedua
belah pihak tak dapat menyudahi pertarungan tersebut,
mereka masih tetap menyalurkan hawa murninya untuk
berusaha merobohkan lawannya.
Hoa Thian-hong merasa amat gelisah, pikirnya, "Ibuku
tak boleh dapat gangguan macam apapun juga,
dipihakku hanya ada dua orang jago yang bisa bertarung
sedang pertarungan beradu tenaga paling merugikan
kekuatan tubuh, jika Hoa In sampai terluka bukankah
keadaanku semakin terjepit?"
Ketika dilihatnya Jin Hian maju menghampiri dirinya,
dengan cepat ia membentak keras, "Cong Tang-kee,
harap berhenti!"
"Ada apa?" tanya Jin Hian sambil berhenti,"apakah
Loote takut aku membokong Hoa In?"
Hoa Thian-hong tertawa dingin.
"Cong Tang-kee kau seorang ketua dari suatu
perkumpulan besar, tentu saja aku tak berani menaruh
banyak curiga," jawabnya.
Jin Hian tertawa hambar, pikirnya di dalam hati.
"Tenaga Sau yang ceng ki yang dimiliki tua bangka ini
sudah berhasil mencapai tujuh bagian kesempurnaan,
jika pertarungan dilanjutkan maka nenek dewa tentu
akan menderita kalah...."
Berpikir demikian sambil tersenyum ia la tas berkata,
"Seandainya aku hendak mencelakai Hoa In, sejak tadi
kesempatan baik sudah kudapatkan, Loo te tak usah
kuatir.... aku tak mungkin mencelakai dirimu, sekarang
lebih baik kita pisahkan dahulu mereka berdua"
Sambil berkata ia melangkah maju kembali ke depan.
"Lain dulu lain sekarang, siapa yang tak tahu apa yang
sedang kau pikirkan di dalam hati?" pikir Hoa Thian-hong
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di dalam hati. Pedang bajanya segera diayun kemuka dan
ditempelkan di atas batok kepala nenek buta,
ancamannya dengan suara dingin, "Cong Tang-kee,
kalau engkau berani maju selangkah lagi, maka
pedangku ini segera akan kubacok ke bawah!"
Jin Hian kaget dan segera menghentikan langkahnya,
dengan alis berkerut dia menegur.
"Hoa loo te, tadi engkau suruh semua orang
menghentikan pertarungan, sebenarnya apa
maksudmu?"
"Hmmm! tentu saja aku ada persoalan penting yang
hendak disampaikan kepada kalian, cuma cara
perkumpulan kalian melakukan pertarungan secara
mengerubut benar-benar merupakan suatu tindakan
yang terkutuk"
"Jamannya bertanding ilmu dan satu lawan satu sudah
lewat, sekarang sudah tidak ada lagi cara semacam itu,"
sahut Jin Hian tetap tenang.
Setelah berhenti sebentar, ia melirik sekejap ke arah
nenek buta serta Hoa In yang sedang beradu tenaga
kemudian melanjutkan, "Menurut Hoa loo te, apakah
kedua orang itu harus bertarung sampai salah seorang di
antaranya menderita kalah?"
"Aku tak mampu memisahkan mereka, apa kata Cong
Tang-kee mempunyai cara untuk memisahkan kedua
orang itu?"
Jin Hian segera terbungkam, tenaga dalam yang
dimiliki kedua orang ini jauh berada diatasnya, jika dia
harus memisahkan mereka berdua secara adil dan tidak
berat sebelah tentu saja hal itu tidak mungkin bisa ia
lakukan. Tiba-tiba Tio Sam-koh sambil memegang toya bajanya
maju mendekat, dengan alis berkerut Jin Hian segera
menegur, "Bagaimanakah" Apakah Tio Lo thay
mempunyai kemampuan untuk memisahkan mereka
berdua?" "Sekalipun aku si nenek tua tidak mempunyai
kemampuan tersebut, rasanya hal ini pun bukan
merupakan suatu kejadian yang memalukan"
Jin Hian segera menghadang di tengah jalan.
"Kalau memang engkau tak punya kemampuan itu,
harap Tio Lo-thay hentikan langkahmu disana saja, untuk
sementara waktu engkau tak usah mendekat kemari!"
"Hmmm! aku si nenek tua manusia macam apa" Masa
aku bisa kau bandingkan dengan manusia sebangsa
kalian yang semuanya tak tahu malu?"
Meskipun berkata begitu, tapi ia hentikan juga
langkahnya. Pertarungan antara nenek buta dengan Hoa In telah
mencapai pada puncaknya, keringat telah membasahi
seluruh tubuh mereka, rambutnya pada berdiri bagaikan
landak sedang otot hijau di atas wajahnya pada menonjol
keluar, asap putih mengepul keluar dari atas ubun- ubun,
agaknya pertarungan ini sudah mencapai pada
puncaknya yang menentukan mati hidup mereka berdua.
Dalam pertarungan adu tenaga ini siapapun tak bisa
mencuri dengan gunakan kelicikan, apabila salah seorang
menderita kalah maka keadaannya pasti akan runyam.
Dihari hari biasa Hoa Thian-hong selalu mengumbar
menurut kemauannya sendiri dan jarang sekali menuruti
perkataan Hoa In, na mun dalam hati kecilnya ia amat
menyayangi dan menghormati pelayan tuanya ini, ia
merasa tak tega membiarkan pelayan tuanya itu
menderita karena pertarungan adu tenaga yang
melelahkan itu.
Makin dipikir Hoa Thian-hong merasa hatinya semakin
murung, dalam gugupnya tak tahan lagi ia berseru,
"Cong Tang-kee, apa salahnya kalau engkau serta Tio lo
thay bekerja sama Untuk melerai mereka berdua, kalau
tidak maka jiwa nenek dewa pasti akan terancam mara
bahaya!" Jin Hian berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tentang
soal ini, hmm! tak ada salahnya...."
Pada saat itulah tiba-tiba dari tempat kejauhan muncul
tiga sosok bayangan manusia, gerak tubuh ketiga orang
itu cepat sekali dan di dalam sekejap mata sudah
menyeberangi jembatan batu itu.
Hoa Thiau Hong segera berpaling, ia temukan salah
seorang diantara ketiga orang pendatang itu ternyata
bukan lain adalah Pek Siau-thian, kedua dari
perkumpulan Sin-kie-pang.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah tiba
dihadapan mereka, Pek Siau-thian menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, sete lah memberi hormat kepada
Jin Hian, ia berpaling ke arah Hoa Thian-hong dan
bertanya, "Putri sulungku telah tiba di wilayah Kanglam,
tapi sampai sekarang jejaknya tidak terang, apakah Hoa
Loo-tee tahu kemana perginya?"
"Putri kesayanganmu sudah ditangkap oleh Thian Ikcu,
pagi tadi masih disekap di dalam kuil It-goan-koan
tempat kediaman tosu tua itu"
Air muka Pek Siau-thian berubah bebat, sesudah
tertegun sebentar sahutnya, "Terima kasih atas
petunjukmu!" Kepada rekannya ia membentak, "Ayoh
berangkat!"
Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah
menerobos lewat jembatan batu dan lenyap di tempat
kejauhan. Kedatangan ketiga orang itu cepat sekali pergipun
cepat pula, tiba-tiba sikap Jin Hian berubah hebat, sorot
matanya segera dialihkan ke arah mulut gua.
Dari tingkah lakunyva itu Hoa Thian-hong tahu bahwa
ia sudah mempunyai niat jahat, buru-buru sambil
menyilangkan pedang bajanya ia membentak, "Jien
Tang-kee, jangan bertindak gegabah!"
Rupanya Tio Sam-koh pun mengetahui bahwa Jin Hian
ada maksud mencelakai Hoa In serta menolong nenek
buta, dalam kejut dan gusarnya ia segera membentak
keras, toyanya langsung diputar dan menghantam
punggungnya. Jaraknya antara dia dengan Jin Hian tidak begitu jauh,
sedang panjang toya mencapai tujuh depa, dalam sekali
ayunan ujung senjata tersebut sudah mengancam
punggung orang she Jin itu.
Dari desiran angin tajam yang mengancam tubuhnya,
Jin Hian sadar bahwa serangan ini bukan kepalang
lihaynya, terpaksa ia putar badan menghindarkan diri
dari babatan toya tersebut, kemudian sambil putar
telapak balas melancarkan sebuah serangan.
Mendadak.... dari dalam goa berkumandang keluar
suara seruan dari Hoa Hujien.
"Seng ji, secepatnya membacok nenek buta sampai
mati!" Mendengar perintah itu Hoa Thian-hong tertegun, ia
rasa tindakan tersebut melanggar azas kependekaran,
tetapi diapun merasa bahwa ibunya bisa memberi
perintah demikian oleh alasan-alasan tertentu, maka
tanpa berpikir panjang pedangnya diputar dan disertai
desiran angin tajam langsung dibacokkan di atas batok
kepala nenek buta.
Ketiga orang itu sama-sama menggerakkan tubuhnya
pada saat yang hampir bersamaan, baru saja sekalian Cu
Goan-khek merasa terkejut, pedang baja Hoa Thian-hong
laksana kilat telah membacok ke atas kepala nenek buta
tersebut. Tetapi pada saat itu juga, nenek buta telah
mengerahkan segenap kekuatan tubuhnya untuk
menggetarkan telapak Hoa In, sedang tubuhnya dengan
meminjam kesempatan itu pun segera mencelat mundur
ke arah belakang.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya,
nenek buta itu mencepat sejauh tiga tombak dari tempat
semula, kemudian menutul sepasang kakinya di atas
tanah dan badannya berputar kembali beberapa
lingkaran di angkasa, darah tak bisa dibendung lagi dan
muntah dari mulutnya membentuk garis lingkaran di atas
tanah. Perubahan ini terjadi sangat mendadak sekali
membuat semua orang berdiri tertegun, Jin Hian
bagaimanapun merupakan seorang ketua suatu
perkumpulan yang tangguh, melihat kejadian itu ia
segera tinggalkan Tio Sam-koh dan dengan cepat
menyongsong tubuh nenek buta serta memayang badannya
sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah.
Saat ini isi perut nenek buta sudah terluka parah,
kepalanya terkulai dan mukanya pucat pias bagaikan
mayat, tapi pikirannya masih sadar sebali, tangannya
segera memberi tanda kepada Jin Hian agar mereka
segera tinggalkan tempat itu.
Ketua dari perkumpulan Hong Im hwee ini dengan
cepat ulapkan tangannya, Cu Goan-khek sekalian
memburu maju ke depan, satu dikiri yang lain dikanan
dengan cepat melayang tubuh nenek buta dan segera
tinggalkan tempat kejadian.
Dalam Waktu singkat, Semua jago dari perkumpulan
Hong-im-hwie telah berlalu semua dari sana, bahkan
mayat dari salah seorang pengawal pribadi golok emas
yang terkapar ditanahpun mereka bawa kabur.
Sang surya condong disebelah barat, senja pun
menjelang tiba.... ketika Hoa Thian-hong berpaling
sekeliling tempat itu ia temukan bukit yang terjal
bersusun menjulang ke angkasa, sekarang dia baru sadar
bahwa mereka berada dibalik lingkaran bukit.
Beberapa waktu kemudian ia menggeleng dan berbisik
kepada Hoa In yang masih duduk bersila di atas tanah.
"Ibu ada disini!"
Setelah itu dia lari masuk ke dalam gua.
Setibanya disisi Hoa Hujien, ia ikut duduk bersila di
sampingnya sambil berkala dangan jengah, "Ibu, nenek
buta itu berhasil kabur....
Hoa Hujien tetap membungkam, beberapa-waktu
kemudian dia baru buka matanya dan tarik napas tiga
kali, setelah itu berkata, "Perempuan tua itu gemar sekali
membunuh manusia dia harus secepatnya dilenyapkan
dari permukaan bumi, karena pertama dia adalah salah
seorang musuh besar pembunuh ayahmu, kedua bulan
tujuh tanggal lima belas sebentar lagi akan tiba, musuh
berkekuatan besar sedang kekuatan dipihak kita lemah
sekali, daripada lebih banyak se orang toh lebih baik kita
kurangi seorang musuh yang harus dihadapi. Memang
benar tindakanmu membokong dikala orang sedang tidak
siap merupakan perbuatan yang kurang cemerlang, tapi
justru karena perbuatan mu itulah jiwa seorang pendekar
dari kalangan lurus berhasil kau selamatkan, sekalipun
tidak cemerlang toh tindakanmu bukan tindakan yang
terkutuk. Lain kali kalau bekerja engkau harus tegas dan
cepat ambil tindakan, sebagai seorang lelaki sejati jangan
sangsi berpikir dan ambil keputusan, karena sedikit
lambat saja keadaan akan segera berubah"
Dengan wajahb merah padam karena jengah, Hoa
Thian-hong mengangguk tiada hentinya, ia berkata,
"Luka dalam yang ia derita tidak ringan, mungkin bulan
tujuh tanggal lima belas nanti dia masih belum mampu
untuk turun tangan"
"Bagaimana dengan keadaan luk?mu sendiri" tempo
hari aku dengar tindak tandukmu masih rada mendingan,
kenapa sekarang jadi begitu tak becus....?"
"Luka didadaku adalah hadiah dari seorang toojin
perkumpulan Thong-thian-kauw, sebenarnya tidak
mengapa tapi terhubung setiap tengah hari racun teratai
dalam tubuhku pasti kambuh maka mulut luka ini
mungkin sukar untuk merapat kembali"
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa
sambungnya kembali.
"Dua hari belakangan ini aku selalu tertimpa sial dan
malang terus menerus, setelah ananda pikir.... andaikata
keadaan berlangsung begitu terus maka lama kelamaan
titik kelemahanku bakal ketahuan semua"
"Yang dibutuhkan seorang lelaki sejati adalah
keselamatan jiwa, sekalipun kepandaian tak becus asal
tidak kehilangan jiwa jantan nya itu sudah lebih dari
cukup" "Perkataan ibu memang benar, anandapun sudah
menemukan banyak penyakit pada diriku"
Hoa Hujien mengangguk, sambil melirik sekejap ke
arah kotak kumala yang berada di atas tanah, ujarnya
kembali, "Aku mengetahui dengan jelas sifat-sifat dari
racun teratai tersebut, sebenarnya racun itu tak dapat
diobati dengan obat mujarab apa pun, tapi lain halnya
dengan Leng-ci berusia seribu tahun ini, aku rasa lebih
baik cepatlah kau makan obat mujarab itu!"
"Apakah luka dalam yang ibu derita sudah sembuh?"
"Aku sama sekali tidak membutuhkan Leng-ci berusia
seribu tahun ini"
"Luka dalam yang ibu derita belum tentu sudah
sembuh seratus persen," pikir Hoa Thian-hong di dalam
hati, "apalagi obat mujarab ini sudah didapat, lebih baik
aku simpan saja lebih dahulu"
Berpikir demikian, iapun berkata, "Leng-ci berusia
seribu tahun adalah obat yang bisa membangkitkan
kembali mereka yang hampir mati, sekarang ananda be
lum terancam jiwanya, untuk sementata lebih baik
disimpan dulu, siapa tahu dalam pertarungan yang
menentukan antara mati dan hidup, ada orang-orang kita
yang terluka parah dan membutuhkan benda ini untuk
menyelamatkan jiwanya"
Perkataan ini benar dan menitik besarkan kepentingan
umum, Hoa Hujien sebagai seorang pendekar wanita
tentu saja tak dapat memaksa lebih jauh, sekalipun
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam hati kecilnya ia merasa sedih.
Suasana hening untuK beberapa saat lamanya, tibatiba
Hoa Hujien berkata kembali, "Sam-koh bilang
engkau cabul dan romantis sekali, engkau suka
mengganggu dan menggaet perempuan orang lain,
benarkah perkataan ini?"
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, sambil
tertawa dia bertanya, "Yang disebut Sam-koh apakah Tio
Lothay?" "Aku menghormati dia sebagai seorang angkatan yang
lebih tua, engkau harus panggil Sam poo (nenek ketiga)
kepadanya"
Hoa Thian-hong mengangguk, lalu menggeleng pula,
ujarnya, "Ananda tidak pernah menggaet atau
mempermainkan perempuan, Sam poo yang sengaja
mempermainkan diriku"
"Hmmm! tiada angin tak akan ada ombak berapa
banyak perempuan yang kau kenali selama ini?"
"Chin Wan-hong, Pek Kun-gie, Giok Teng Hujin, Pek
Soh-gie, Biau-nia Sam-sian serta...."
Ketajaman Hoa Hujien melebihi puteranya, kalau
pemuda itu tak dapat melihat jelas wajah ibunya maka
Hoa Hujien dapat melihat jelas gerak bibirnya itu.
Dengan alis berkerut ia segera menegur, "Engkau
turun gunung belum lama, kenapa jumlah perempuan
yang kau kenal begitu banyak sehingga tak terhitung?"
Hoa Thian-hong tertegun, dengan kikuk sahutnya, "Di
wilayah Biau terdapat seorang jago yang bernama Kiu
toksian-cui, dia mempunyai tiga belas orang murid dan
ananda kenal semua...."
"Apa-apaan kau ini?" seru Hoa Hujien ambil geleng
kepala, sekarang mumpung aku masih dapat bercakapcakap,
coba kau katakanlah pengalamanmu selama dua
tahun belakangan ini...."
Hoa Thian-hong mengangguk, tiba-tiba ia lihat
sepasang telapak ibunya menekan terus di atas tanahnya
dan tak pernah diangkat kembali, hal ini membuat
hatinya tercengang dan tidak habis mengerti, tanyanya,
"Ibu,kenapa sepasang telapakmu menekan terus di atas
tanah" Apakah engkau sedang melatih suatu ilmu?"
"Di atas tanah terdapat sebuah lobang dan lubang itu
menembus sampai dasar tanah, dari dalam bumi
mengumpul keluar asap beracun yang amat dahsyat, asal
telapak ku diangkat maka gua ini segera akan tertutup
oleh hawa racun!"
"Kepandaian apa sih yang sedang ibu latih?" tanya
Hoa Thian-hong keheranan.
"Aku sedang melatih sejenis ilmu yang bernama Hek
sat ciang, pada saat ini aku harus menggunakan
kekuatan telapakku untuk menyumbat lubang gua agar
hawa racun dari dasar tanah tak dapat mengepul keluar,
di samping itu beberapa jam kemudian akupun harus
mengerahkan tenaga dalam untuk memaksa hawa racun
tersebut memancar keluar lewat lubang gua yang ada
disebelah depan sana.
"Berapa lama yang dibutuhkan untuk melatih
kepandaian ini" Masa ibu harus duduk terus dan
selamanya tak boleh bangkit berdiri?"
"Bangun sih tak bisa, tetapi dengan telapak
sebelahpun aku masih bisa berlatih ilmu
"Bagaimana dengan makan dan minum" Berapa lama
ibu harus berlatih lagi disini?"
"Makan minumku disiapkan oleh Tio Sam-koh
sehingga di tempat ini aku tak perlu kuatir kelaparan
ataupun kehausan, paling sedikit aku harus berlatih
empat lima hari lagi baru bisa dianggap kepandaianku
berhasil" "Ibu sudah hampir setengah tahun lamanya turun
gunung apakah selama ini engkau berlatih ilmu terus di
tempat ini?"
Hoa Hujien tersenyum.
"Boleh dibilang begitulah"
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa tambahnya,
"Nah, sekarang engkau boleh berbicara!"
Pengalaman yang didapat Hoa Thian-hong selama dua
tahun ini boleh dibilang rumit sekali, dari seorang
pemuda yang sama sekali tak berpengalaman berubah
jadi seorang jago lihay yang menjadi incaran orang
banyak, seluruh pengalamannya tak dapat diucapkan
hanya sepatah dua patah kata belaka, tanpa terasa ia
menghela napas panjang.
Dari gua yang sunyipun segera terdengar suara
pembicaraannya seorang, sejak bertarung dengan Kok
See-piauw di kota Keng ciu sampai mendapat
penghinaan dari Pek Kun-gie, belajar silat dari kakek
telaga dingin, menerima Tiong-sisam hau, mencuri
teratai di perkampungan Liok Soat Sanceng,
menyaksikan pembunuhan atas diri Jin Bong, menelan
racun ditepi sungai Huang-ho, mendapat pertolongan di
tebing Biau-nia, lari racun di kota Cha ciu, sampai terlibat
dalam pertikaian tiga besar dan Pek Siau-thian mengajukan
pinangan.... Semua pengalamannya diutarakan dengan cermat dan
tak ada yang ketinggalan termasuK pula pengalamannya
di kuil It-goan-koan serta hadiah Leng-ci berusia seribu
tahun dari Giok Teng Hujin.
Menanti ia menyelesaikan ceritanya, entah berapa
lama sudah dihabiskan tanpa terasa.
Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh menimbrung dari
samping, "Oooh....! Kiranya dayang itu adalah puterinya
pedang sakti yang menggetarkan daratan Tionggoan,
Siang Tang Lay, kalau begitu tujuannya menyusup ke
tubuh perkumpulan Thong-thian-kauw adalah ingin
membalaskan bagi ayahnya"
"Sam poo, sejak kapan kau masuk kedalam" Kenapa
aku sama sekali tidak merasa?" seru Hoa Thian-hong
tercengang. Diam-diam Tio Sam-koh menyeka air mata yang
membasahi pipinya, kemudian menjawab, "Budak sialan,
sebenarnya hubunganmu dengan yang mana yang boleh
dibilang paling akrab?"
"Hubungan apa?"
"Kurang ajar! engkau tak usah berlagak pilon!" bentak
Tio Sam-koh dengan gusar.
"Apakah engkau ada maksud mempunyai tiga orang
bini empat orang selir?"
Tiba-tiba Hoa Hujien menghela napas panjang.
"Aaaai.... nona she Siang itu adalah seorang gadis
yang berwatak terbuka, sedang Seng ji sama sekali tidak
mengindahkan adat istiadat, setelah ia mendapat budi
dari orang, rasanya persoalan ini sulit untuk
diselesaikan...." katanya.
000000000 36 IBU, harap perkataanmu itu dijelaskan lebih jauh,
ananda kurang begitu mengerti," kata Hoa Thian-hong.
"Engkau bukannya tidak mengerti, hanya jalan
pikiranmu keliru. Bukankah menurut pandanganmu nona
Siang adalah seorang gadis yang liar dan cinta kasihnya
belum tentu bersungguh-sungguh hati?"
Hoa Thian-hong mengangguk.
"Ananda lihat orang itu tidak serius dan bukan tipe
orang yang akan sengsara oleh putus cinta, maka
akupun malas untuk menguatirkan persoalan tersebut"
"Padahal bukan begitu kenyataannya, justeru karena
nona ini pandai membawa diri maka hal ini menunjukkah
bahwa sebenarnya cinta kasihnya adalah bersungguhsungguh
dan sangat berkobar dalam hatinya"
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar ucapan itu,
gumamnya, "Waaah....! Kalau memang begitu, dugaanku
sama sekali meleset...."
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, "Thian
Ik-cu pernah mengatakan bahwa anda bukan seorang
manusia yang terlalu mengingat akan dendam, apakah
akupun tidak terlalu mengingat tentang cinta?"
Hoa Hujien tersenyum, "Bukan.... bukan begitu
artinya, Buddha pernah nasehati umat manusia untuk
berbuat kebaikan dan welas asih terhadap orang lain, itu
artinya janganlah terlalu mengingat tentang soal
dendam. Tetapi toh tak ada orang yang menganjurkan
orang untuk lupa budi dan tidak mengingat tentang
cinta.... "Telur busuk cilik!" terdengar Tio Sam-koh berseru,
"kalau ingin membenci maka rasa bencinya harus
meresap sampai dihati, dengan begitu dendam sakit hati
baru dapat dibalas, kalau mau, maka harus cinta yang
sungguh-sungguh dan tulus hati, dengan begitu cinta itu
baru akan terwujud menjadi kebahagiaan, Chin Wanhong
adalah seorang nona baik yang tak ada cacadnya
lagi, diantara kedua orang ini sebenarnya kau hendak
memilih yang mana?"
Hoa Thian-hong tertawa getir, sahutnya, "Ibu,
seandainya engkau akan mencarikan bini untukku, maka
yang mana akan kau pilih?"
"Kedua duanya tak akan kupilih!" jawab Hoa Hujien
setelah termenung sebentar.
Mendengar jawaban tersebut, Hoa Thian-hong jadi
amat terperanjat dan buru-buru berseru, "Hong ji pernah
melepaskan budi pertolongan kepada ananda, dia jujur
sekali...."
Mendadak pemuda itu merasa ia telah salah bicara,
dengan muka merah jengah karena malu, buru-buru ia
tutup mulut kembali.
"Haaah.... haaa.... haaa.... bagus, bagus sekali!" seru
Tio Sam-koh sambil tertawa tergelak, akhirnya monyet
cilik mengaku juga rupanya kau lebih suka terhadap
Hong ji!" Hoa Thian-hong tertawa kikuk.
"Aku.... aku cuma merasa bahwa seorang manusia
sudah sepantasnya kalau menyukai orang yang
dikenalnya paling dulu"
"Benar!" seru Tio Sam-koh kembali sambil bertepuk
tangan, "siapa datang lebih dahulu dia adalah raja, siapa
datang belakangan dia adalah patih. Menyukai yang baru
bosan terhadap yang lama adalah penyakit paling parah
bagi umat manusia"
Tiba-tiba dari luar gua berkumandang datang suara
seruan dari Hoa In, "Lapor Cu bo, makanan dan
minuman sudah disiapkan, apakah Siau Koan-jin sudah
lapar?" "Aaai....! Selama ini engkau tentu sudah cukup
sengsara, mulai hari ini urusan tetek bengek tak usah
kau urusi lagi!"
Tidak menanti perintah dari ibunya, Hoa Thian-hong
telah lari keluar dari gua, kemudian sambil membawa
sekeranjang makanan dan minuman serta sebungkus
pakaian dia muncul kembali didalam.
"Hoa In!" kembali Hoa Hujien berkata, "engkau jangan
terlalu jauh tinggalkan mulut gua, tempat ini sudah
diketahui musuh dan mungkin kesulitan lain akan segera
menyusul datang"
"Hamba mengerti!"
Hoa Thian-hong menyiapkan makanan di atas tanah,
kemudian ujarnya, "Ibu, engkau akan bersantap sendiri
atau ananda yang menyuapi dirimu....?"
"Aku dapat menggunakan sebuah tanganku untuk
bersantap, lebih baik aku turun tangan sendiri!"
Persiapan yang dilakukan Hoa In benar-benar komplit
sekali, bukan saja ada nasi ada sayur bahkan disiapkan
pula sepoci arak wa ngi.
Tapi berhubung Hoa Hujien Sedang berlatih ilmu,
sedang Hoa Thian-hong sedang terluka maka hanya Tio
Sam-koh seorang yang meneguk arak.
Hoa Hujien yang sudah lama berpisah dengan
putranya ingin sekali cepat dapat berbicara lagi, maka
santapan itu dilakukan dengan cepat dan terburu-buru....
Setelah menangsal perut dengar, muka yang
ditebalkan Hoa Thian-hong berkata kembali, "Ibu,
kenapa engkau tidak setuju dengan nona Siang yang tak
suka pada Hong ji?"
Hoa Hujien tertawa.
"Persoalan di dalam dunia persilatan toh belum
selesai, apakah engkau sudah lupa dengan pesan ibu
sebelum engkau turun gunung?"
"Ananda tak berani melupakannya, sekarang memang
saatnya bagi kita untuk menyapu kaum iblis dari muka
bumi, memang tidak sepantasnya kalau sekarang kita
bicarakan soal perkawinan"
Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali,
"Ananda cuma bermain-main saja, toh racun teratai
masih mengeram di dalam tubuhku, aku memang tak
dapat mempunyai bini!"
Hoa Hujien menghela napas panjang.
"Aaaai.... di dalam pertemuan besar Kian siau Tay
hwee yang akan diselenggarakan pada bulan tujuh
tanggal enam belas nanti, andaikata pihak Sin-kie-pang,
Heng Im Hwe serta Thong-thian-kauw bekerja sama
untuk kedua kalinya, maka pihak kita tak akan mampu
meenahan serangan-serangan gabungan dari mereka,
untuk menghindarkan diri dari bencana kematianpun
masih merupakan suatu tanda tanya besar, apalagi
untukmembicarakan tentang soal lain...."
"Engkau tak boleh putus asa lebih dahulu, kalau tidak
demikian lebih baik kita semua tak usah menghadiri
pertemuan digunung Thian bok san lagi," sela Tio Samkoh.
Hoa Hujien tersenyum.
"Sudah tahu kalau tak dapat dilakukan tapi dilakukan
juga, tak bisa dibilang kita putus asa atau tidak....
Tio Sam-koh membungkam dalam seribu bahasa....
tiba-tiba ia tertawa dan berkata kembali, "Aku rasa
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagaimana kalau engkau bersedia mengorbankan diri"
Andaikata Seng ji kita kawinkan dengan Pek Kun-gie
sehingga keluarga Hoa berbesan dengan keluarga Pek,
aku rasa posisi yang kita hadapi dalam pertemuan besar
ini tentu akan berubah, sebab pihak Sin-kie-pang tak
mungkin akan memusuhi keluarga menantunya sendiri!"
Mendengar perkataan itu Hoa Hujien segera
tersenyum. "Benar-benar membingungkan!" serunya, Pek Siauthian
berbuat demikian toh karena ia pertimbangkan
Seng ji akan membantu pihaknya, engkau anggap dia
bersungguh-sungguh akan mengawinkan puterinya?"
Sambil berpaling ke arah Hoa Thian-hong, ia
menambahkan, "Diantara sepuluh orang perempuan ada
sembilan orang adalah bodoh, mengingat Pek Kun-gie
adalah seorang gadis perawan maka kita harus
menggunakan kebesaran jiwa kita sebagai keluarga Hoa
untuk tidak mempersoalkan dendam atau permusuhan
pribadi lagi, tetapi engkaupun tak usah berhubungan
terlalu dekat lagi dengan dirinya, dari pada tenagamu
dipakai orang untuk maksud-maksud pribadi"
Hoa Thian-hong mengangguk.
"Sejak dahulu aku memang selalu berusaha untuk
menghindarkan diri dari dirinya," ia menyahut.
"Sekalipun dengan Pek Soh Gi, engkaupun harus
bersikap sama. Sebab kalaupun dia adalah seorang gadis
yang berbudi luhur dan ibunya patut kita hormati, namun
terlalu rapat berhubungan dengan mereka tetap tidak
menguntungkan bagi kita semua, oleh karena itu lebih
baik kita jangan berhubungan terlalu dekat"
"tentang persoalan ini, ananda sudah mengetahui
jelas, bila kami bertemu lagi dilain waktu, aku pasti dapat
menyadari keadaan diriku dan tidak bertindak secara
gegabah lagi...."
Hoa Hujien mengangguk
"Malam segera akan tiba dan aku harus berlatih
ilmuku kembali, sebelum pertempuran sengit
berlangsung, lebih baik engkaupun pergi beristirahat
lebih dahulu"
Hoa Thian-hong mengiakan berulang kali, lewat
beberapa saat kemudian Hoa Hujien serta Tio Sam-koh
telah pejamkan mata duduk bersemedi, Hoa Thian-hong
segera mengambil pakaian yang dibeli oleh Hoa In dan
tukar pakaian di sudut gua, kemudian kembali lagi kesisi
ibunya dan duduk bersemedi disitu.
Ketika kentongan keempat, kelima menjelang datang,
mendadak di dalam gua berkumandang datang suara
bisikan Hoa In yang amat lirih.
"Lapor Cu bo, ada jago lihay mendekati tempat ini,
maksud kedatangannya belum diketahui!"
Tio Sam-koh membuka matanya, melihat Hoa Hujien
sedang bersemedi mencapai puncak yang paling penting,
buru-buru dengan ilmu menyampaikan suara ia
memerintahkan, "Sembunyi lebih dahulu, bila keadaan
tidak terlalu paksa, jangan munculkan diri!"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, dari luar
gua tiba-tiba berkumandang datang suara gelak tertawa
yang amat nyaring.
Mendengar gelak tertawa itu Hoa Thian-hong
tertegun, lalu bisiknya, "Ooooooh....! rupanya yang
datang adalah Ciu It-bong!"
Terdengar Ciu It-bong setelah tertawa tergelak
beberapa saat lamanya, tiba-tiba berkata, "Pek Soh Gi,
kenalkah engkau dengan diriku?"
Beberapa saat kemudian, dari luar gua berkumandang
suara sahutan dari Pek Soh Gi.
"Siapakah locianpwee" Siautit baru pertama kali
melakukan perjalanan di tempat luaran sehingga tak ada
jago lihay yang kukenal, harap locianpwee memaafkan"
"Haaah.... haaah....! haaaah.... aku adalah Ciu Itbong!"
"Ooh! Kiranya Ciu locianpwee, aku mengunjuk hormat
bagimu!" "Tak usah memberi hormat....! tak usah memberi
hormat aku mencari engkau datang kemari, tujuannya
bukan lain adalah ingin membinasakan dirimu, apa
gunanya engkau memberi hormat kepadaku?"
Rupanya Pek Soh-gie dibikin tertegun oleh perkataan
itu, lewat beberapa saat kemudian ia baru berkata,
"Thong-thian-kauweu memang bermaksud
membinasakan diriku, apa sebab locianpwee bersusah
payah membawa aku datang kemari" toh kalau aku tetap
ditinggal di sana akhirnya jiwakupun akan melayang?"
Secara diam-diam Hoa Hujien pun mengikuti jalannya
pembicaraan itu, hatinya jadi kagum selelah didengarnya
nada suara Pek Soh Gi tetap tenang seperti sedia kala
walaupun membicarakan tentang keselamatan jiwanya,
tanpa terasa ia berpikir, "Pek Soh Gi benar-benar
seorang nona yang suci polos dan jujur.... . ia
mengagumkan"
Terdengar Ciu It-bong berkata kembali, "Hidung
kerbau tua itu belum tentu membunuh diriku, tetapi aku
sudah memastikan diri untuk mencabut nyawamu,
sekarang kau mengerti bukan?"
"Kalau memang hendak bunuh aku, sewaktu masih
ada di dalam kuil bukankah engkau dapat mengirim satu
pukulan ke tubuhku" Kenapa musti membawa aku
datang kemari?"
"Haaah.... haaah.... haaah.... setelah membunuh orang
dan mayatnya tidak dimusnahkan maka dari luka yang
tertera di atas jenazah orang akan tahu siapakah
pembunuhnya, mengertikah kau?" seru Ciu It-bong
sambil tertawa terbahak-bahak, "sekarang aku akan
turun tangan, karena aku harus cepat pergi dari sini!"
"Jadi lociampwee hendak melenyapkan mayat untuk
menghilangkan jejak....?" tanya Pek Soh-gie kembali.
"Tentu saja, dengan demikian maka bapakmu pasti
akan minta orang dengan para tosu hidung kerbau itu
dan satu pertarungan tentu tak akan terhindar, dalam
keadaan demikian asal aku tambahi dengan satu dua
pukulan maka urusan akan berubah semakin besar.
Mengertikah kau?"
"Aku mengerti"
"Kalau mengerti itu lebih baik lagi, Nah sekarang aku
akan turun tangan!"
Tiba-tiba terdengar Pek Soh Gi berseru kembali,
"Locianpwce, mengapa tidak kau gunakan telapakmu
melainkan malah mencengkeram tubuhmu" Apa yang
hendak kau lakukan?"
"Tiba-tiba aku melihat bahwa di dalam gua terdapat
sebuah liang besar yang dalamnya tak terlihat dasarnya,
sepanjang tahun dari dalam liang tersebut mengepul
keluar hawa beracun yang menyebar kelangit-langit gua
dan menyusup keempat penjuru, jika kubuang tu buhmu
ke dalam liang tersebut maka sekalipun bapakmu
membalik seluruh jagadpun tak nanti akan temukan
mayatmu lagi!"
Hoa Thian-hong merasakan badannya jadi merinding
dan bulu kuduknya pada bangun berdiri setelah
mendengar perkataan itu, pikirnya, "Benar-benar keji
pikiran orang ini, rupanya rasa benci Ciu It-bong
terhadap Pek Siau-thian telah merasuk ketulang
sumsum!" Sementara itu Pek Soh-gie telah menjawab, "Aku
sudah mengerti, silahkan locianpwee melemparkan
tubuhku ke dalam liang tersebut!"
"Baik!" bentak Ciu It-bong, tiba-tiba ia bertanya lagi.
"Apakah engkau tak punya inginan untuk melanjutkan
hidupmu?" "Kedatanganku kedunia toh bukan saja permintaan
dari diriku sendiri, kenapa sewaktu mati harus ajukan
permohonan?"
Rupanya Ciu It-bong dibikin tertegun oleh ucapan
tersebut, sesudah hening sesaat ia baru berkata lagi,
Caramu berpikir benar-benar aneh dan istimewa sekali,
tahukah engkau apa sebabnya aku hendak membunuh
dirimu" dan tahukah kau permusuhan apakah yang
terkait antara aku dengan ayahmu?"
"Sudah belasan tahun lamanya aku tinggalkan bukit
Ton pa san, dan sudah puluhan tahun lamanya belum
pernah kutemui ayahku, sudah tentu persoalannya tak
ada yang kuketahui"
"Kalau begitu aku akan memberitahukan kepadamu!"
teriak Ciu It-bong dengan suara keras, "Bapakmu hendak
mendapatkan sebuah barang mustika milikku, dengan
segala daya-upaya ia menipu diriku, sehingga akhirnya
aku dijebak di dalam sebuah telaga yang sangat dingin,
setiap hari kedinginan terhembus angin, basah kuyup
tertimpa air hujan. Selama sebelas tahun aku harus
hidup bagaikan binatang, akhirnya aku berhasil
mendapatkan sebilah pedang baja dengan senjata itulah
aku kutungi le-ngan kananku sendiri dan berhasil
meloloskan diri dari kepungan, coba katakan pantaskah
aku membalas dendam....?"
"Sudah sepantasnya kalau locianpwee melakukan
pembalasan!" jawab Pek Soh Gi dengan suara serak.
"Engkau adalah korban yang harus menebus dosadosa
itu!" teriak Ciu It-bong dengan suara keras, "bila
engkau penasaran maka tuntutlah kepada bapakmu
sendiri" "Aku sama sekali penasaran, ibuku selalu berharap
bisa mengorbankan diri untuk meringankan dosa yang
pernah dilakukan ayah ku, akupun bersedia menebus
dosa-dosa yang pernah dilakukan ayahku"
"Aaaai....!" diam-diam Hoa Thian-hong menghela
napas panjang dalam hati kecilnya berbuat kejahatan di
kolong langit hanya akan mendatangkan bencana bagi
anak keturunannya.... gadis itu benar-benar patut
dikasihani!"
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong menengadah dan
tertawa keras, lalu berteriak, "Pek loji, lihatlah aku akan
melemparkan putrimu ke dalam neraka!"
Jetitan itu tinggi melengking bagaikan teriakan setan,
membuat Hoa Thian-hong bergidik dan ngeri sekali,
gumamnya di dalam hati, "Kenapa sih dengan Hoa In"
Kenapa ia tidak turun tangan menolong jiwa gadis itu?"
Baru saja ingatan tersebut berkelebat lewat dalam
benaknya, terdengar kembali seseorang membentak
nyaring, "Setan tua yang tak tahu malu, cepat lepaskan
gadis itu!"
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar suara itu,
pikirnya di dalam hati, "Siapakah orang ini" Kenapa
suaranya begitu kukenal?"
Sementara itu Ciu It-bong telah tertawa keras dengan
nada yang sangat aneh.
"Ha ha ha ha ha.... bocah cilik, siapa namamu?"
"Siau yamu she Bong bernama Pay, apa yang hendak
kau lakukan?"
Begitu mengetahui bahwa orang itu adalah Bong Pay,
Hoa Thian-hong jadi amat terperanjat sehingga loncat
bangun dari atas tanah kemudian menerjang keluar dari
gua. Tetapi sewaktu ia mencapai diluar liang dalam yang
mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba Hoa In unjukkan
diri dari samping dan menarik lengannya.
Sementara itu Ciu It-bong sudah berseru kembali
sambil tertawa seram, Bangsat cilik yang tak tahu diri,
apakah engkau berasal dari perkumpulan Sin-kie-pang?"
"Hmm! Bong Pay mendengus gusar, Siau ya mu suci
bersih, dari mana kau bisa mencium bau bajingan di atas
tubuhku?" "Eeei.... kalau begitu sungguh aneh sekali, kau si
bajingan cilik toh sudah sedari tadi bersembunyi di dalam
gua, sepantasnya engkau tahu apa sebabnya aku hendak
membinasakan puteri Pek Siau-thian, kenapa" Apakah
aku tidak pantas membalas dendam?"
"Membalas dendam sih harus membalas, cuma sayang
caramu membalas dendam benar-benar amat rendah
dan memalukan. Seseorang berani berbuat berani
tangung jawab kalau punya kepandaian kenapa tidak
langsung mencari Pek Siau-thian untuk bikin
perhitungan" Menganiaya kaum gadis yang lemah...."
"Huuu! Siau ya merasa paling muak melihat perbuatan
semacam ini"
Ciu It-bong kembali tertawa seram.
"Setan cilik, sampai di mana sih kemampuan yang kau
miliki" perduli amat dengan urusanku, siapa suruh
engkau turut campur" Rupanya kau sudah bosan hidup
dan pingin modar?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba
ia mendengar Bong Pay mendengus berat.
Hoa Thian-hong tahu bahwa Ciu It-bong adalah
seorang manusia yang berhati ganas dan keji, ia takut
jiwa Bong Pay terancam ditangannya, mendengar
dengusan berat itu dia segera menjejakkan kakinya di
atas tanah siap menerjang ke depan.
Tapi lengannya kembali tergenggam orang kali ini
yang mencekal lengannya adalah Hoa In serta Tio Samkoh.
Tiba-tiba terdengar Pek Soh-gie berkata, "Ciu
Locianpwee, engkau toh seorang Bulim cianpwee yang
punya nama besar dalam dunia persilatan, kenapa
engkau layani seorang pemuda yang tak bernama?"
"Hmm! Siapa suruh dia berani mengganggu aku" Akan
kusuruh dia rasakan sampai di manakah kelihayanku,
perduli amat dia masih bayi, masih muda atau sudah tua
bangkotan. Dengusan napas Bong Pay yang keras dan terengahengah
kedengaran amat nyata, diikuti ia menggembor
penuh kegusaran.
"Setan tua! Pek Siau-thian tak berani kau usik, Jin
Hian tak berani kau ganggu, kecuali mencari gara-gara
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kaum perempuan apapun tak berani kau
lakukan.... Huuh! Manusia terkutuk macam apakah dirimu
itu?" "Bajingan yang tak tahu diri, aku lempar dirimu ke
dalam neraka!"
"Locianpwee.... terdengar Pek Soh Gi menjerit dengan
hati gelisah. Hoa Thian-hong sekalian bertiga mengetahui bahwa
Ciu It-bong hendak melemparkan tubuh Bong Pay ke
dalam liang berhawa racun, mereka jadi tegang dan
gelisah sekali, perhatiannya segera dipusatkan diluar dan
semua orang bersiap-siap melakukan perto longan.
Mendadak dari luar gua berkumandang kembali suara
seseorang yang tinggi, lengking dan serak sekali.
"Ciu tua, jangan lemparkan kedalam.... lemparkan saja
kemari, kami membutuhkan bocah itu!"
Mendengar seruan tersebut Hoa Thian-hong kembali
berdiri tertegun, pikirnya"
"Sungguh aneh, kenapa bari ini di tempat yang
terpencil dan gersang seperti ini secara beruntun telah
kedatangan banyak orang"
"Bagus sekali!" terdengar Ciu It-bong berteriak sambil
tertawa tergelak." rupanya Liong bun siang satpun sudah
ikut datang kemari, ada apa" Mau laki mau perempuan
semuanya tersedia, kalau kalian butuh silahkan datang
sendiri kemari!"
Suara yang tinggi melengking dan serak tadi kembali
berkata sambit tertawa keras, "Ciu tua, tabiatmu yang
dulu ternyata sampai sekarang belum berubah juga,
rupanya ilmu silatmu sudah bertambah maju dan pen
deritaan belum cukup kau rasakan"
"Hmm! ilmu silat sih masih seperti sediakala, cuma....
aku memang ingin mencicipi penderitaan lagi!"
Suara ujung baju tersampok angin bergema
memecahkan kesunyian disusul desiran angin pukulan
meledak di angkasa....
Dengan andalkan ketajaman pendengarannya, Hoa
Thian-hong dapat membedakan desiran angin manakah
yang merupakan serangan dari Ciu It-bong, bahkan
diapun tahu gerakan manakah dari jurus Kun-siu-ci-tauw
yang sedang dipergunakan olehnya, timbul keinginan di
dalam hati pemuda itu untuk mengintip keluar.
Ketika orang itu hanya bertarung beberapa jurus saja
untuk kemudian saling menarik kembali serangannya.
Tiba-tiba terdengar Ciu It-bong tertawa dingin dan
berkata, "Aku mengira kepandaian silat yang dimiliki dua
bersaudara dari keluarga Sim sudah mendapat kemajuan
pesat.... Hmmm! tak tahunya cuma begitu saja....
sungguh mengecewakan"
Sang loo-toa, Sim Kian tertawa seram.
"Heeehh.... heeehh.... heehh.... sedari dulu kami dua
bersaudara she Sim memang begini-begini saja, tentu
saja jauh berbeda dengan Ciu heng, meskipun lengan
tinggal satu tapi masih bisa malang melintang dalam
dunia persilatan tanpa seorangpun bisa menandinginya"
Ciu It-bong jadi teramat gusar, ia dapat menangkap
maksud rangkap dari ucapan tersebut, sindiran yang
tajam tadi dengan cepat mengobarkan nafsu ganasnya.
Ia tertawa seram dan segera berteriak, "Sim Loo-toa,
pertemuan besar Kian ciau tay hwee yang akan
diselenggarakan pihak perkumpulan Thong-thian-kauw
akan dilang sungkan tujuh hari kemudian.... kalian
berdua bukannya memperdalam latihanmu sebaliknya di
tengah malam buta datang kemari, apa yang hendak
kalian lakukan?"
Sembari berkata hawa murninya diam-diam di himpun
ke dalam telapak kiri dan siap melancarkan serangan.
Sim Kiam menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaah.... aku dengar di dalam gua sini ada
tersembunyi seorang jago yang amat lihay, kami berdua
merasa tidak puas dan sengaja datang kemari untuk
minta petunjuk"
Mula-mula Ciu It-bong tertegun kemudian tertawa
keras. "Kalian.... berdua belum bisa terhitung sebagai
seorang jago lihay.... haaaah.... haaaah.... kalau dibilang
ingin mohon petunjuk, lebih baik tak usah saja"
Sim Kian tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaah.... Ciu heng terlalu memandang
rendah kami.... bagaimana" Kami hendak minta kembali
dua orang bocah itu, apakah engkau bersedia berikan
kepadaku?"
"Kalian minta yang hidup ataukah yang mati?"
Tabiat Liong bun siang sat sungguh sabar, bukan
gusar mereka malah tertawa.
"Kalau mati apa gunanya" tentu saja kami butuh yang
hidup" "Kalau tidak kuberi?"
"Kalau memang begitu, kami dua bersaudara terpaksa
harus minta kepada Ciu heng secara kekerasan!"
"Coba saja kalau mampu!"
Blaaam....! ledakan dahsyat bergeletar di udara,
rupanya kedua belah pihak telah saling beradu tenaga
satu kali. Setelah saling berpisah suasana di tengah kalangan
berubah jadi hening dan sepi sekali,rupanya kedua belah
pihak sedang mengatur pernapasan untuk
mempersiapkan serangan berikutnya.
Pada saat itulah dari tempat kejauhan tiba-tiba
berkumandang datang suara panggilan yang amat
nyaring, "Hoa kongcu.... Hoa sauya.... Hoa kongcu....
Agaknya orang itu sambil berlari sambil berteriak
sehingga suaranya terpatah-patah.
Mendengar suara itu berkumandang dari satu tempat
tidak jauh dari tempat itu, Ciu It-bong serta Liong bun
siang sat yang telah bersiap-siap melancarkan serangan
kembali itu segera membatalkan niatnya.
Hoa Thian-hong yang berada di dalam gua pun
pasang telinga baik-baik, akhirnya ia kenali suara orang
itu sebagai suara dari salah seoang dari tiga harimau
keluarga Tiong yakni si Harimau bisu Tiong Long.
Cepat sekati gerakan tubuh Tiong Long, talam waktu
singkat ia telah tiba di depan mulut gua.
Gua karang itu terletak di atas jembatan batu dan
gampang sekali di temukan, tetapi berhubung suasana di
dalam gua yang luar biasa gelapnya maka apa bila
seseorang tidak memiliki ketajaman mata yang luarbiasa,
sulit untuk melihat sesuatu di dalam gua itu.
Sambil berdiri dimulut gua, Harimau bisu Tiong Long
segera berteriak lantang, "Adakah seseorang di dalam
gua?" "Siapakah saudara" tiba-tiba Bong Pay menegur, ada
urusan apa mencari Hoa kongcu?"
Begitu mendengar Bong Pay bisa bicara, legalah hati
Hoa Thian-hong, dia tahu kendatipun ia sudah terhajar
oleh Ciu It-bong namun keselamatan jiwanya tidak
sampat terancam, diam-diam ia menghembuskan napas
panjang. "Aku bernama Tiong Long, siapakah kau" terdengar
harimau bisu menjawab.
"Aku adalah Bong Pay, dan merupakan sahabat karib
dari Hoa kongcu"
"Oooh.... rupanya Bong ya, tolong tanya apakah Bong
ya mengetahui tentang jejak dari Hoa kongcu?"
"Aku sendiripun sedang mencari Hoa kongcu...." jawab
Bong Pay. Karena ia memandang dari dalam ke arah luar maka
apa yang terlihat jauh lebih jelas daripada Harimau bisu
Tiong Long yang memandang dari arah luar ke arah
dalam, maka sewaktu melihat orang itu hendak berjalan
masuk ke dalam gua, buru-buru ia berseru, "Gua ini
berbau busuk sekali, Tiong heng tak usah masuk
kedalam!" Tiong Long tak tahu kalau ia sedang memaki Ciu Itbong
sekalian, mendengar perkataan itu ia segera ikut
mencium keras, ketika dirasakan gua itu memang berbau
agak busuk, ia segera memberi hormat sambil berseru,
"Maaf kalau aku telah mengganggu Bong ya, aku harus
pergi mencari jejak Hoa kongcu, maaf kalau tak bisa
berdiam terlalu lama."
Habis berkata ia putar badan dan siap berlalu dari
sana. Tiba-tiba Pek Soh-gie berkata, "Saudara, aku tahu
jejak dari Hoa kongcu!"
Mendengar perkataan itu Harimau bisu Tiong Long
segera putar badan dan bertanya, "Tolong tanya nona,
sekarang Hoa kongcu berada di mana?"
"Hoa kongcu telah ditangkap oleh Thong-thian Kaucu ,
sekarang ia disegap di dalam penjara batu dalam kuil Itgoan-
koan" "Siapa yang mengatakannya kepadamu?" teriak Bong
Pay, "apakah engkau menyaksikan dengan mata kepala
sendiri?" Karena cemas dan gelisahnya kelima jari tangannya
bagaikan kuku garuda mencengkeram lengan gadis itu
kencang-kencang membuat Pek Soh Gi jadi kesakitan
dan hampir saja mengucurkan air mata.
Ketika Harimau bisu Tiong Long tidak mendengar
jawaban, dengan cepat serunya kembali, "Nona, tentang
berita tertangkapnya Hoa kongcu oleh Thong-thian
Kaucu , kau berhasil mendengarnya dari seseorang"
Ataukah menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"
"Aku serta Hoa kongcu ditangkap bersama-sama,
peristiwa ini terjadi pagi tadi, setelah berada di kuil Itgoan-
koan aku disekap di dalam ruangan loteng
sedangkan Hoa kongCukatanya dijeblos ke dalam penjara
batu" Harimau bisu Tiong Long jadi amat gelisah, setelah
mengucapkan terima kasih, ia putar badan dan berlalu
dari situ, tetapi sampai di tengah jalan ia berpaling
kembali sambil bertanya, "Bolehkah aku tahu siapakah
nama nona?"
"Aku bernama Pek Soh-gie!"
"Dia adalah putri kesayangan dari Pek Siau-thian,
pangcu perkumpulan Sin-kie-pang" sambung Bong Pay
dengan cepat. "Oooh....! Kalau begitu perkataannya tak bisa
dipercaya," guman Tiong Long dengan cepat.
Hoa Thian-hong yang saat ini sedang berada di dalam
gua jadi geli sekali dibuatnya oleh tingkah laku orangorang
itu, teringat betapa kasarnya Bong Pay, betapa
polosnya Tiong Long serta betapa jujurnya Pek Soh-gie,
ternyata setelah terlibat dalam pembicaraan sampaisampai
tiga orang gembong iblis yang berada disisi
merekapun dilupakan sama sekali.
Ingin sekali pemuda itu loncat keluar, apa daya
keselamatan ibunya merupakan ancaman yang sangat
berat baginya, maka ia tak berani bertindak secara
gegabah. Tiba-tiba terdengar Harimau bisu Tiong Long berseru
lagi, "Selamat tinggal saudara berdua, aku harus segera
melaporkan kejadian ini kepada nona"
Ia putar badan dan lari dari situ.... Kembali!" bentak
Ciu It-bong dengan suara keras.
Ketika didengar di dalam gua masih ada orang lain,
Harimau bisu Tiong Long kelihatan agak tercengang, lalu
sambil berpaling segera tegurnya dengan lantang,
"Saipakah engkau?"
"Perduli amat siapakah aku, aku ingin tahu siapakah
nona kalian?"
"Perduli amat siapakah nona kami?"
Ciu It-bong mendengus gusar, ingin sekali telapaknya
melancarkan sebuah pukulan, tetapi ia merasa malu
untuk berbuat demikian dihadapan umum karena
tindakan tersebut akan menurunkan derajatnya, maka ia
hanya berkata. "Heehh.... heehh.... laporkan kepada nona kalian,
suruh dia pergi mencari Thian Ik-cu untuk minta orang,
akan kulihat apa yang akan dia berikan kepada kalian"
"Ada apa?"
"Hoa Thian-hong sudah tidak berada di kuil It-goankoan
lagi, engkau suruh Thian Ik-cu memberikan apa
kepadamu?"
"Hoa kongcu berada dimana?"
"Dia sudah modar!" teriak Ciu It-bong dengan keras.
"Kentut busuk!" teriak Tiong Long dengan cepat.
"Kentut busuk!" teriak Bong Pay pula dengan segera.
Ciu It-bong sangat murka, sorot matanya menyapu
sekejap ke arah dua orang itu dengan tajam, akhirnya
dia ambil keputusan untuk menghukum harimau bisu
Tiong Long lebih dahulu.
Ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, lengannya
digetarkan ke depan, tahu-tahu separuh badannya sudah
muncul dari mulut gua, ia segera mencengkeram ke
tubuh orang she Tiong itu.
Ketika Harimau bisu Tiong Long merasa ada seseorang
melancarkan serangan ke arah tubuhnya, tanpa berpikir
panjang lagi tangan kirinya segera berputar setengah
lingkaran dan melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke
depan. "Eeei...." Ciu It-bong berseru tertahan, dengan cepat
ia cengkeram urat nadi dipergelangan Tiong Long dan
menyeretnya kehada pan tubuhnya, kemudian dengan
suara keras tegurnya.
"Ayoh jawab, mengapa Hoa Thian-hong mewariskan
ilmu pukulan ini kepadamu....?"
Harimau bisu Tiong Long merasa tulang
pergelangannya sakit sekali seperti mau retak, keringat
sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya dan hawa murni sama sekali tak dapat
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dikerahkan kembali, siksaan seperti ini benar-benar luar
biasa sekali. Tetapi nenek moyang Tiong Long pada dasarnya
adalah manusia-manusia berwatak keras kepala, semakin
ganas siksa Ciu It-bong semakin nekad ia
mempertahankan diri, sambil menggertak gigi tak
sepatah katapun yang diucapkan olehnya.
Meminjam sorot cahaya yang lemah diluar gua, Bong
Pay dapat menyaksikan semua kejadian itu dengan amat
nyata, sebagai seorang pemuda berdarah panas yang
paling benci dengan kejahatan, setelah menyaksikan
harimau bisu terjatuh ke tangan Ciu It-bong, tanpa
berpikir panjang lagi menerjang maju ke depan,
sepasang telapaknya serentak didorong ke depan
melancarkan sebuah serangan yang dahsyat.
Ciu It-bong sangat gusar, hardiknya.
"Bajingan rupanya engkau sudah bosan hidup!"
Dengan tubuh yang gemilang ia bersiap sedia
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras
lawan keras, ia bermaksud menghantam mati Bong Pay
dalam serangan itu.
Terdengar Sim Kian Loe toa dari Liong bun siang sat
berseru sambil tertawa keras, "Bocah, engkau memang
cerdik!" Tubuhnya berkelebat ke depan, lengan kiri digetarkan
dan segera melemparkan tubuh Bong ya keluar gua,
telapak kanan diayun menghantam tubuh Orang she Ciu
itu. "Sim to ji, engkaupun harus diberi giliran!" bentak Ciu
It-bong pula dengan suara keras,
Setelah melepaskan Tiong Long, ia putar telapak
melancarkan pula sebuah pukulan ke arah depan.
Bong Pay Serta harimau bisu Tiong Long secara
beruntun terlempar dari mulut gua, mereka saling
berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun,
rupanya kejadian yang berlangsung barusan telah
membuat hati mereka jadi dingin separuh.
Beberapa saat kemudian Harimau bisu Tiong Long
berkata, "Bong ya, aku harus mohon pamit lebih tiahulu"
"Mari kita melakukan perjalanan bersama-sama,
mencari jejak Hoa kongcu adalah urusan yang sangat
penting, pertarungan antara setan-setan ganas ini tak
perlu kita lihat lagi."
Diam-diam dua orang itu mengeloyor pergi dari situ
sementara pertarungan yang berlangsung di dalam gua
sudah mencapai puncak yang amat seru, kiranya setelah
Ciu It-bong melangsungkan pertarungan dengan Sim
Kian, loji dari Liong bun siang sat segera melancarkan
sebuah totokan yang merobohkan Pek Soh Gi dan
melemparkan tubuhnya kesudut gua, kemudian sambil
putar telapak dia ikut terjun pula ke dalam gelanggang
pertarungan mengerubut Ciu It-bong seorang.
Anggota badan Ciu It-bong sudah ada yang cacad,
tubuhnya tidak mencapai empat depa dengan potongan
badan yang sangat aneh, kendatipun begitu ilmu silat
yang dia miliki luar biasa sekali, di tengah pertarungan
sengit nafsu membunuh menyelimuti seluruh ruangan.
Sepasang malaikat dari perguruan naga adalah
manusia-manusia pelindung perkumpulan Hong-im-hwie,
kedua orang ini kecuali mempunyai ilmu silat yang tinggi,
hati mereka pun keji dan telengas sekali maka orang
sebut mereka sebagai sepasang malikat.
Tiga orang jago lihay harus bertempur di dalam ruang
gua yang sempit, bisa dibayangkan betapa serunya
pertarungan tersebut.
Di tengah pertarungan, tiba-tiba terdengar malaikat
tua Sim Kian berseru lantang, "Ciu It-bong, pedang emas
milik Siang Tay Lay toh sudah tidak berada ditanganmu
lagi, apa salahnya kalau engkau mengaku terus terang
benda itu sekarang berada dimana?"
Haaah.... haaah.... haaah.... aku bilang ada ya ada,
bilang tak ada ya tak ada, kenapa musti ribut terus?"
Haruslah diketahui bahwa gua itu telah terbagi
menjadi dua oleh lapisan lapisan kabut hitam yang
mengepul keluar dari bawah tanah, Hoa Thian-hong yang
bersembunyi di dalam gua dapat melihat jelas jalannya
pertarungan diluar gua, sebaliknya orang diluar tak dapat
melihat kedalam.
Ciu It-bong sendiri sejak terkurung didasar telaga
dingin, sudah puluhan tahun lamanya ia bertarung
melawan Pek Siau-thian, pada waktu itu lengan
kanannya diikat di atas dinding karang dengan serat liur
naga yang membuat badannya sama sekali tak dapat
bergerak dan ilmu silat lama tak dapat digunakan lagi,
dalam keadaan begitu terciptalah jurus Kun-siu-ci-tauw
yang sangat lihay.
Kini setelah ia bebas, meskipun anggota badannya
kurang tiga namun ilmu silat lama masih dapat
digunakan kembali, bisa di bayangkan menggunakan
jurus Kun-siu-ci-tauw tersebut tentu saja bertambah
ampuh. Liong bun siang sat adalah saudara sekandung, dan
keluaran dari satu perguruan yang sama, dengan begitu
permainan ilmu silat merekapun berasal dari satu aliran
yang sama dalam melakukan pertarungan ini sekalipun
mereka berdua melancarkan serangan dengan gencar
namun ilmu Tay im sin jiau andalan mereka tidak
dikeluarkan, karena itulah meskipun Ciu It-bong harus
satu lawan dua namun ia masih tetap sanggup
mempertahankan diri.
Di tengah pertempuran, tiba-tiba terdengar Sim Kian
berseru dengan suara dingin, "Loo ji, bocah she Bong itu
sudah kabur"
"Tak mungkin lolos dari sini," jawab Sim Cin loo-ji dari
Liong bun siang sat sambil tertawa, setelah menganggur
belasan tahun baru kali ini kita temukan musuh
tandingan semacam Loo Ciu, hari ini kita harus baik-baik
melepaskan otot kita yang telah kaku"
"Cari makmu saja kalau ingin melepaskah otot!" maki
Ciu It-bong dengan marah.
Jilid 27 TUBUHNYA meluncur ke depan dan telapaknya segera
diayun melancarkan sebuah pukulan.
Malaikat kedua Sim Ciu mengegos ke samping,
telapaknya membacok pergelangan mu suh, kemudian
mengirim satu tendangan kilat ke arah depan, Ciu Itbong
berjungkir balik di udara melepaskan diri dari
ancaman itu, telapaknya diayun dan manghantam ke
arah malaikat pertama.
Suasana dalam gua gelap gulita, ketiga orang itu
bertarung dengan andalkan desiran angin tajam,
serangan telapak yang aneh da ri Ciu It-bong ini
meluncur datang dengan kecepatan satu kali lipat dari
keadaan biasa, merasa dirinya tak mampu untuk
memunahkan datangnya ancaman tersebut, buru-buru
malaikat pertama menjejakkan kakinya ke atas tanah dan
meloncat mundur ke belakang.
Rupanya Ciu It-bong sudah tahu kalau serangan ini
tak akan mampu melalui musuhnya, dan diapun telah
menduga bahwa musuhnya pasti akan melompat mundur
ke belakang menuju ke arah dalam gua, maka tubuhnya
segera meluncur ke depan menghindari serangan dari
malaikat kedua, dan untuk kedua kalinya dia
menghantam malaikat pertama, Ketika malaikat pertama
Sim Kim melihat bahwa Ciu It-bong hendak mendesak
dirinya terjebur ke dalam liang beracun, diam-diam ia
tertawa dingin, tubuhnya miring ke samping kemudian
melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah depan.
Ploook....! Sepasang telapak saling membentur satu
sama lainnya, kedua orang itu sama-sama terdesak
mundur ke belakang.
Malaikat pertama Sim Kian yang melancarkan
serangan secara tergesa-gesa segera terlempar ke
belakang oleh bentrokan tersebut hingga punggungnya
menumbuk di atas dinding gua, sedangkan Ciu It-bong
sendiri pun terdesak sampai membentur dinding gua
namun benturan itu sama sekali tidak menimbulkan
suara, hal ini menunjukkan bahwa ia sudah bikin
persiapan dan Sim Kian telah terpancing oleh siasatnya.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata,
tahu-tahu angin pukulan yang dilancarkan malaikat
kedua Sim Ciu sudah mener jang datang dari sayap kiri.
Pada waktu itu punggung Ciu It-bong telah menempel
di atas dinding gua, dalam keadaan begitu ia segera
mengeluarkan kebiasa annya seperti waktu berada
ditelaga dingin tempo hari, tangannya diputar dan segera
menerjang dengan jurus Kun-siu-ci-tauw.
Menyaksikan datangnya serangan yang sangat aneh
dan tak tahu bagaimana dari tubuhnya yang bakal
diserang, buru-buru malaikat kedua Sim Ciu tarik kembali
serangannya dan loncat mundur ke belakang.
Sim Ciu malaikat kedua dari Liong-bun Siang-sat ini
berwatak berangasan sekali, melihat Ciu It-bong berhasil
menduduki posisi di atas angin, dari malu dia jadi gusar,
segera bentaknya.
"Lo toa, urusan dinas lebih penting, lebih baik kita
cepat-cepat lenyapkan manusia cacad ini dari muka
bumi!" Sim Kiam jauh lebih licik dari saudaranya, mendengar
ucapan tersebut ia segera menggeleng dan menyabut
dengan suara dingin, "Engkau tak usah keburu nafsu...."
Demikianlah, masing-masing pihak segera
menghimpun tenaga dalamnya dengan maksud semakin
mempertajam penglihatannya untuk mengawasi gerakgerik
pihak lawan. Tiba-tiba malaikat pertama Sim Kiaa
sambil menyeringai seram berseru, "Ciu tua, masih ingat
bukan dirimu dengan ilmu cakar Tay im sin jiau dari kami
berdua?" Ciu It Hong tertawa dingin.
"Sudah terlalu banyak ilmu silat yang kuingat, ilmu
Tay im sin jiaumu itu cuma terhitung sebagai suatu ilmu
cakar anjing bela ka...."
Sim Kian bukannya gusar malah tertawa, kembali dia
berkata, "Ciu loji, ini hari engkau sedang bernasib sial,
sehingga tak kau sadari harus berjumpa dengan kami
Liong bun siang sat, bila engkau tahu diri ayoh cepat
serahkan pedang emas dari Siang Tang Lay itu
kepadaku, kami dua bersaudara berjanji akan
melepaskan dirimu dalam keadaan hidup dan ikatan
persahabatan diantara kitapun tak usah terancam punah"
"Heeehhh.... heeh.... heeehh.... pedang emas pedang
perak semuanya berada dalam sakuku kalau engkau
punya keberanian silahkan mengambil sendiri!"
Sim Ciu tidak sabaran lagi ia berseru keras.
"Lo-toa apa sih gunanya membuang banyak waktu"
Bukankah pedang emas sudah beberapa kali berpindah
tangan, engkau suruh manusia cacad ini bagai mana
caranya untuk menyerahkan kepadamu?"
Mendengar dirinya berulang kali dipanggil sebagai
manusia cacad, Ciu It-bong jad1 amat gusar dan
mendendam malaikat kedua itu hingga merasuk ke
dalam tulang sumsumnya, meskipun perasaan tersebut
tidak sampai diperlihatkan di atas wajahnya, tapi diamdiam
ia telah bersumpah untuk membasmi manusia usil
tersebut dari muka bumi.
Sebenarnya tujuan Sim Kian mengungkap kembali
persoalan pedang emas, tujuannya bukan lain adalah
membuktikan apakah benda mustika itu masih berada
disakunya atau tidak, sekarang setelah penyelidikannya
tidak mendatangkan hasil ia segera mendengus, mereka
berdua selangkah demi selangkah berjalan maju ke
depan mendekati musuhnya.
Ilmu cakar maut Tay im sin jiau atau kepandaian yang
paling diandalkan Liong bun siang sat selama ini, setelah
menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya dan
sang badan baru saja maju dua langkah ke depan, jari
tangan mereka berdua tiba-tiba memanjang beberapa
cun dari keadaan semula dan besarnyapun berlipat
ganda, warnanya berubah jadi putih pusat sedikitpun
tidak berwarna darah.
Sudah lama Ciu It-bong tahu akan kelihayan
musuhnya, karena jiwanya terancam bahaya maka
segenap tenaga dalam yang dimilikinya segera dihimpun
di dalam telapak tunggalnya dan memandang gerak-gerik
kedua orang itu dengan sorot mata berwarna biru.
Hoa Thian-hong yang bersembunyi di dalam gua,
walau tak mampu menyaksikan sesuatu apapun, tapi ia
dapat menduga bahwa situasi yang terbentang pada saat
itu pasti tegang sekali, teringat akan hubungannya
dengan Ciu It-bong dimasa silam, tanpa sadar
jantungnya berdebar keras dan ia merasa kuatir bagi
keselamatan kakak cacad tersebut.
0000O0000 37 MENDADAK Ciu It-bong bersuit nyaring, sebelum Liong
bun siang sat sempat mendekati tubuhnya ia telah
melancarkan serangan lebih dahulu, tubuhnya dengan
ganas menerjang ke arah malaikat kedua Sim Ciu.
Orang itu jadi amat terperanjat, sebelum serangan
Tay im sin jiau nya sempat di lancarkan, segulung angin
pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan ombak
di tengah amukan badai dengan cepat menyelimuti
tubuhnya dan menyeret badannya ke dalam amukan
angin tajam itu.
"Loo-ji! cepat menyingkir kesamping!" teriak Sim Kian
malaikat pertama keras-keras.
Sepasang telapaknya didorong ke depan, dengan
menggunakan kekuatan sebesar duabelas bagian dia
cengkeram punggung Ciu It-bong.
Begitu melihat serangan yang dilancarkan pihak
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
musuh amat dahsyat, Sim Ciu tak berani menghadapi
secara sembarangan, terpaksa ia menyingkir ke arah
samping, kesepuluh jarinya dipentang dan menyergap
bagian bawah iga Ciu It-bong.
Sementara itu desiran angin tajam yang memekikkan
telinga memancar keluar dari ujung jari Liong bun siang
sat, Hoa Thian-hong yang bersembunyi di dalam gua
segera merasakan dadanya gemetar dan jantungnya
berdebar keras karena ikut merasa tegang.
Dengan berat Ciu It-bong dengan cepat menggema
memecahkan kesunyian, suara bentakan gusar dari Sim
Ciu bergabung dalam benturan angin pukulan yang amat
dahsyat menggeletar di dalam gua kuno yang gelap
gulita. Lewat beberapa saat kemudian, suasana di dalam gua
perlahan-lahan pulih kembali dalam ketenangan,
bayangan tubuh Ciu It-bong sudah lenyap entah kemana
perginya, malaikat kedua Sim Ciu duduk bersila di atas
tanah dengan mata terpejam dan dada berombak, sorot
matanya memandang ke tempat ke jauhan.
Lama.... lama sekali, malaikat kedua Sim Ciu baru
membuka matanya kembali sambil menghembuskan
napas panjang, serunya dengan nada benci.
"Terlalu enak kita lepaskan manusia cacad itu, bila kita
sampai bertemu lagi dilain waktu paling sedikit jiwa
anjingnya musti kita cabut....!"
"Hmm! engkau terlalu pandang enteng Ciu loo ji,"
sahut Sim Kian dengan suara dingin, dengan andalkan
Pendekar Kipas Akar Wangi 1 Dewi Ular Lorong Tembus Kubur Lembah Nirmala 15