Pencarian

Bila Pedang Berbunga Dendam 6

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 6


422 Lewat beberapa waktu lamanya, pe-lahan2 dia baru
mulai terasa. Dia merasa seperti berada dalam liang
es dan ribuan pecahan es bertebaran membentur
tubuhnya. Dia ingin berteriak tetapi tak dapat keluar
suaranya. Terpaksa dia bertahan dengan sekuat
tenaga Namun dia masih mendengar jelas bagaimana
tulang belulangnya ber gemerutukan menggigil keras.
Tidak berapa lama rasa dingin itu pelahan lahan
mulai hilang. Tetapi sebagai gantinya dia merasa
diserang hawa panas, entah seperti dibakar dengan
beberapa puluh anglo. Dia bahkan merasa dirinya
sudah menjadi abu. Kesadaran pikirannya masih
tajam dan karena itulah maka dia dapat merasakan
penderitaan yang hebat itu.
Ketika mencapai klimaksnya, hawa panas itu
berobah, menjadi rasa gatal yang luar biasa. Begitu
gatal dirasakan seluruh tubuhnya sehingga ingin
rasanya dia mati saja. Tetapi pandang matanya serasa
gelap dan tubuhnyapun tak dapat berkutik.
Siksaan hebat itu entah berlangsung berapa lama
dan Coh hen Hong merasa kalau dirinya tentu sudah
mati. Dia tak percaya kalau dia mampu bertahan
menghadapi siksaan begitu hebat. Dan akhirnya
penderitaan itu pun pelahan-lahan mulai berkurang.
Kini dia merasa lelah sekali. Lalu dia terlena tidur
pulas. Entah berapa lama dia telahb tidur hanya ketika
membuka mata, dia merasa seperti berada di ujung
mega, berayun ayun kian kemari dengan nikmat
sekali. Dia tenangkan semangat mererenungkan apa
yang telah dialami selama ini.
423 Dia tahu kalau dirinya telah melewati saat yang
paling sengsara. Dan setelah itu sekarang tenagadalamnya
bertambah hebat. sudah tentu dia gembira
sekali. Lalu membuka mata.
Dilihatnya Cengte sedang duduk dihadapannya dan
dia dapatkan dirinya telentang tidur diatas ranjang.
Dia cepat bangun.
"Apa engkau sudah bangun?" tegur Cengte.
"Engkong," sahutnya," apakah aku sudah melewati
tujuh hari tujuh malam yang mengerikan itu" apakah
tenaga dalamku bertambah hebat?"
"Ya," sahut Cengte dengan nada dingin.
Mendengar itu Coh Hen Hong terkejut. Dia seorang
anak perempuan yang cerdas. Cepat dia menyadari
apa yang telah terjadi. Selama itu Dewi Tongkat-sakti
tentu sudah meminum obat Hu kut tan dan mati.
Kematian nenek itulah tentu yang menyebabkan
Cengte bersikap begitu dingin.
Coh Hen Hong pura-pura tak tahu tentang peristiwa
itu dan dengan riang gembira dia turun dari ranjang
lalu mengerahkan tenaga-murni dan wut.... dia
menghantam dinding tembok.
Dia gunakan segenap tenaga dalamnya untuk
menghantam. Dengan hantaman itu Iapun hendak
melonggarkan kesesakan dadanya yang terhimpit rasa
gelisah. Bum....! 424 Ternyata pukulannya itu telah menimbulkan rasa
kejut yang tak kepalang. Tinjunya dapat menjebolkan
dan tembus ke luar tembok.
Dinding ruangan itu tak kurang dari satu batu
tebalnya tetapi toh dapat dihantam sampai tembus.
Saking kejutnya dia sampai tak sempat menarik
kembali pukulannya yang masih menembus dinding
itu. "Tenagamu maju hebat sekali," ujar Cengte, "kalau
sebelumnya engkau tahu bahwa tenaga mu bakal
sedemikian saktinya, tentulah engkau takkan
mengandung pikiran untuk menggunakan racun
mencelakai orang."
Mendengar itu sudah tentu Coh Hen Hong tergetar
hatinya. Namun dia bersikap pura-pura seperti tak
mendengar hal itu dan lalu menarik tangannya seraya
berseru girang, "Engkong, lihatlah lubang pada
dinding ruangan ini!"
"Ya, aku memang sudah melihatnya," sahut Cengte
"Engkong, lubang itu hasil dari pukulanku yang
tadi," seru Coh Hen Hong masih riang gembira.
"Ya," sahut Cengte, "akupun sudah bilang tadi.
Kalau sebelumnya engkau tahu bahwa setelah bangun
dari tidur, engkau bakal memiliki tenaga yang
sedemikian dahsyat, tentu tidak perlu harus
mencelakai orang dengan racun tetapi membunuhnya
saja secara terang terangan."
Kata-kata Ceng-te sudah begitu jelas, Coh Hen
Hong sukar untuk pura-pura tak tahu lagi. Ia
425 mengangkat kepala pura-pura dengan sikap tidak
mengerti berseru, "Engkong, engkau berkata apa?"
Baru dia bertanya begitu, dilihatnya wajah Ceng-te
berobah gelap, matanya berkilat-kilat tajam. Tetapi
pada lain saat Ceng-te menghela napas "Beng Cu,"
katanya, "aku hendak bertanya kepadamu. Sin ciang
Sian koh itu adalah orang yang membawamu pulang
ke mari tetapi mengapa engkau tentu harus
membunuhnya" Pertama gagal lalu sekali lagi.
Mengapa tak boleh tidak harus dibunuh?"
Biji mata Coh Hen Hong berkeliaran kian ke mari.
Saat itu dia memang bingung tetapi sekarang dia
sudah tahu bahwa Dewi Tongkat sakti sudah mati.
dengan begitu untuk sementara waktu rahasia dirinya
takkan bocor. Pokok, asal dia pandai membawakan
peran sebagai Kwan Beng Cu dengan baik dan rahasia
itu tak bocor, Ceng-te tentu takkan berbuat apa-apa
kepadanya. Sesaat kemudian dia sengaja bersikap sedih dan
dengan airmata berlinang-linang dia memandang
Cengte tanpa berkata apa-apa.
Dalam menghadapi sikap Coh Hen Hong begitu
rupa, kemarahan Cengte pun berangsur angsur reda.
Hm, sekaranglah waktunya, kata Coh Hen Hong
dalam hati. Huaaa...., huaaa dia terus menangis
sekerasnya. Cengte berbangkit tetapi duduk lagi. Menilik
sikapnya seperti hendak menasehati Coh Hen Hong
jangan menangis tapi tak jadi. Kalau dia berbuat
begitu, dia kuatir Coh Hen Hong akan mengira kalau
426 dia takkan mendampratnya lagi. oleh karena itu
diapun tak jadi bicara apa-apa.
Dalam menangis itu, Coh Hen Hong memang benarbenar
cemas sekali, Kalau. saja ia tidak dapat
mengatasi ancaman saat itu, bukan saja dia takkan
menikmati lagi hidup mewah dalam istana Ceng-tekiong,
pun bahkan kembali hidup seperti gelandangan
lagi dalam dunia persilatan seperti dahulu, juga tak
mungkin. Ah, betapa ironis sekali. baru saja dia memperoleh
peruntungan luar biasa karena tenaga-dalamnya
menjadi sakti, sekarang dia harus menerima ujian
yang berat menghadapi pertanyaan Cengte mengenai
kematian Dewi Tongkat-sakti.
Karena makin memikirkan makin sedih maka jika
semula hanya pura-pura menangis, sekarang dia
benar-benar menangis sedih meratapi nasibnya.
Coh Hen Hong hanya mencurahkan seluruh
pikirannya untuk menangis dan dia tak
memperhatikan apa-apa lagi sehingga tak melihat
bagaimana berapa kali Ceng-te berbangkit duduk.
"Sudahlah, sudahlah, perlu apa menangis?"
akhirnya Ceng-te kalah tahan dan berseru.
Sambil menangis Coh Hen Hong berkata,
"Siankoh....selalu menekan aku. Aku terpaksa
membunuhnya!"
Dalam menangis itu, diam-diam Ia sudah
menemukan suatu rencana untuk menghadapi Cengte.
427 "Dia menekan engkau" Ceng-te heran.
Dengan terisak, Coh Hen Hong berkata, "Dia
mengatatan....... karens dia yang membawa aku ke
istana Ceng te-kiong maka aku berhutang budi
kepadanya dan seterusnya aku membalas budi.... oleh
karena itu dia menekan aku supaya memberi tahu
dimana letak kamar rahasia dari Ceng te kiong "
Kalau berbohong, tentulah Coh Hen Hong tak dapat
bicara dengan lancar dan sungguh-sungguh. Tetapi
karena hal itu memang setengahnya sungguh bahwa
Dewi Tongkat sakti memang menekannya untuk
menyelidiki kamar rahasia itu maka dalam memberi
keterangan kepada Ceng-te, Coh Hen Hong dapat
bicara dengan lancar sekali, sedikitpun tak tampak
seperti orang berbohong.
"Benarkah begitu?" seru Ceng-te marah.
Coh Hen Hong mengangkat mukanya yang masih
penuh airmata, "Engkong, jika tidak begitu perlu apa
aku harus membunuhnya?"
Memang terhadap tindakan Coh Hen Hong yang
telah meracuni Dewi Tongkat-sakti, Cengte benarbenar
tak mengerti. Sampai saat itu diapun masih
belum dapat menganalisa apa tujuan Coh Hen Hong
membunuh itu. Dia hanya menganggap jawaban Coh
Hen Hong memang beralasan.
Sejenak tertegun baru Cengte menghela napas,
katanya, "taruh kata betul begitu, seharusnya engkau
berunding lebih dulu dengan aku."
428 Coh Hen Hong yang cerdik tahu bahwa ke marahan
Cengte kepadanya sudah lenyap. Maka dengan
bersikap manja, dicibirkan bibir, "Uh dalam soal
sekecil itu kalau aku harus merepotkan engkong,
apakah aku pantas menjadi cucu perempuan
engkong?" Ceng-te tertawa gembira, "Hm, tak malu. siapakah
yang menangis sampai basah kuyup tadi"
Hati Coh Hen Hong seperti terlepas dari himpitan
batu besar. Dia lega sekali. Ha.....
dia tertawa dan berpaling kepala.
Cengte juga tertawa. Pada lain saat baru dia
berkata dengan serius, "Beng Cu, sekarang tenagadalammu
bertambah hebat. Kurasa dalam setahun
lagi, kepandaianmu tentu dapat menyamai tokoh kelas
satu!" "Engkong, kumohon engkong suka mengajarkan
ilmu pedang Leng-liong-kiam-hwat kepadaku cepat
Coh Hen Hong tak mensia-siakan kesempatan baik
pada saat itu. Ceng-te diam sejenak. Tiba-tiba dia balikkan
tangan, sring.... sinar emas berkelebat tajam dan
tahu-tahu tangannya sudah menggengam sebatang
pedang kecil yang bersinar kuning emas.
Karena kerasnya sinar pedang itu dan ber kilat2
tajam maka sepintas pandang, Cengte seperti
mencekal seekor ular emas.
429 Dari mulut Dewi Tongkat-sakti, Coh Hen Hong
sudah mengetahui bahwa di istana Ceng te kiong
terdapat sepasang pedang pusaka yang jarang
terdapat di dunia.
Yang sebatang adalah pedang Ceng-leng-kiam yang
dibawa lari mendiang kwan hujin dan sekarang berada
di tangan Coh Hen Hong. Sedang yang sebatang lagi
masih berada di Ceng-te kiong yaitu pedang Kim liong
kiam, Untuk memainkan sepasang pedang pusaka itu,
Cengte memiliki ilmu pedang Leng liong kiam hwat.
Coh Hen Hong melihat bahwa pedang Kim liong
kiam di tangan Ceng-te itu bentuknya lebih pendek
dari pedang Ceng leng-kiam yang berada padanya.
Bentuk pedang Ceng liong kiam itu tidak lempeng
melainkan berlekuk lekuk. karena sinar yang
dipancarkan sangat kuat maka bentuk pedang itu
sukar diketahui jelas.
Berbareng dengan membalikkan tangan tadi, Cengte
pun mengambil kerangka pedang dari dalam kolong
lengan bajunya. Pedang Kim liong kiam lalu
disarungkan kedalam kerangka, lalu berseru memberi
perintah kepada Coh Hen Hong, "Berikan pedang
Ceng- leng kiam itu!"
Coh Hen Hong gopoh melakukan perintah. Setelah
menyambuti Ceng leng kiam, pedang itu juga
dimasukkan kedalam kerangkanya. Wajah Cengte
tampak serius sekali.
Coh Hen Hong juga tegang. Dia berdiri dengan
tegak. 430 "Beng Cu!" seru Ceng-te, "Sepasang pedang ini
pusaka kuno yang luar biasa hebatnya. ilmu pedang
Leng-hong kiam-hwat yang hendak kuajarkan
kepadamu, merupakan ilmu pedang luar biasa yang
tiada taranya dalam dunia. Sebelum engkau menerima
pelajaran ilmu pedang itu, engkau harus mengangkat
sumpah dahulu. Mendengar kata-kata Cengte yang begitu serius
menandakan bahwa ilmu pedang Leng liong-kiam
hwat benar-benar bukan ilmu pedang sembarangan.
Tetapi ia tak tahu sumpah apa yang dikehendaki


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cengte. Kalau sumpah itu mengandung banyak
pantangan dan larangan, wah, berabe sekali baginya.
Tetapi dalam keadaan seperti saat itu, tiada lain
jalan lagi baginya kecuali harus mengiakan.
"Baik. engkong," dia mengangguk.
"Ilmu pedang Leng liong-kiam hwat ini, hanya
terdiri sembilan jurus saja. Tetapi setiap jurus
berikutnya tentu lebih hebat dari jurus sebelumnya.
Kuperhitungkan, jarang sekali tokoh persilatan dalam
dunia persilatan yang mampu menerima enam jurus
seranganmu. Tetapi kalau engkau berhadapan dengan
orang yang mampu bertahan enam jurus seranganmu,
jangan sekali kali engkau lanjutkan dengan jurus yang
ke tujuh. oleh karena jelas. orang itu memiliki
kepandaian yang luar biasa hebatnya.
"Engkau harus berhenti dan damai saja. Tetapi
apabila dia menolak engkau ajak damai, engkau boleh
lanjutkan menyerang sampai tiga jurus berikutnya.
Apakah engkau dapat melakukan pesanku itu?"
431 Semula Coh Hen Hong mengira dia harus
bersumpah keras mengenai larangan dan pantangan
Tetapi kini setelah mendengar keterangan Cengte
tentang hal yang sepele begitu, bukan kepalang
girangnya. "Engkong, kalau aku tak mematuhi pesan mu itu,
biarlah kelak aku mati di bawah pedang Leng-liongkiam
ini sendiri," serentak berserulah Coh Hen Hong
mengangkat sumpah.
Terkejut Ceng-te mendengar sumpah yang begitu
ngeri dari Coh Hen Hong, serunya gopoh "Sudah,
sudah! Terimalah lebih dulu sepasang pedang pusaka
ini!" Setelah Coh Hen Hong menyambuti sepasang
pedang, terdengar Ceng-te berkata pelahan-lahan
"Ceng-kiam di tangan kanan dan Kim-kiam d tangan
kiri. Sepasang pedang yang satu panjang dan yang
satu pandak. Yang satu lurus dan yang satu berlekuk.
Saling isi mengisi. Setiap yang Satu bergerak, yang
lain harus siap. Sepasang pedang tak boleh berpisah,
kalau sampai tercerai, kekuatannya berkurang"
Coh Hen hong mendengarkan dengan penuh
perhatian. berkata Cengte lebih lanjut, Dalam satu bulan
engkau menerima satu jurus. Dalam sem bilan bulan
engkau tentu dapat menyelesaikan sembilan jurus.
Dan tiga bulan lagi untuk menyempurnakan latihan
seluruh jurus. Dalam setahun engkau pasti berhasil,"
Kembali Coh Hen Hong mengangguk.
432 Cengte mengurut janggut dan berkata pula,
"Setelah setahun kemudian, kepandaianmu sudah
matang. Segala urusan istana Ceng te kiong akan
kuserahkan kepadamu."
Girang Coh Hen Hong tak dapat dilukiskan lagi. Dia
sendiri lega dan berkata dengan penuh semangat,
"Apakah nama dari ke sembilan jurus ilmupedang itu?"
"Jurus pertama disebut Ceng tiap hui lay (Kupu
hijau terbang datang). Pedang di tangan kanan
bergerak ke arah tengah dan pedang di tangan kiri
bergetar getar, Jurus itu seluruhnya terdiri dari
sembilan perobahan.
Dengan terperinci, Ceng te lalu menguraikan ke
Sembilan gerak dari jurus Ceng tiap hui lay itu. Cohb
Hen Hong berusaha keras menumpahkan seluruh
perhatiannya untuk mendengarkan.
Sebenarnya waktu mendengar Cengte mengatakan
bahwa sebulan hanya belajar satu jurus, dalam hati
diam-diam Coh Hen Hong mengejek. Masa satu jurus
kok satu bulan" Dia yakin akan kecerdikan otaknya,
tak perlu harus makan waktu begitu lama untuk
mempelajari sebuah jurus saja.
Tetapi saat itu setelah mendengar uraian Ceng-te
tentang sembilan gerak perobahan yang terkandung
dalam satu jurus tersebut, diam-diam ia mengeluh
dalam hati. Kesombongannyapun berantakan seketika.
Untuk mempelajari sampai faham sembilan gerak
perobahan itu, dia kuatir dalam waktu satu bulan
belum tentu dapat.
433 Tetapi dia seorang anak perempuan yang keras
hatinya Menyadari akan sukarnya ilmu pedang itu,
diapun segera membenam diri berlatih dengan
sungguh-sungguh. Dengan modal ketekunan dan
kegiatan itu akhirnya dapatlah kepandaiannya
meningkat maju dengan pesat.
Sejak berlatih ilmu pedang Leng liong kiam hwat,
Coh Hen Hong rasakan waktu berjalan cepat sekali.
Rasanya hanya sekejab saja tetapi nyata musim semi
telah berganti musim gugur.
Begitu cepat. Tahu-tahu setahun sudah berlalu.
setahun kemudian, Coh Hen Hong telah mencapai
kemajuan besar dalam ilmu pedang Leng liong kiam
hwat Dan berbareng dengan itu, dia pun ikut tumbuh
dewasa menjadi seorang gadis remaja yang bertubuh
langsing dan berparas cantik.
Pada hari itu sebelum hari terang tanah, dia sudah
mulai latihan di tanah lapang dalam istana. Pada saat
mentari terbit, tampak segulung sinar biru dan Sinar
emas bergulung gulung melilit sesosok tubuh langsing.
Tepat pada saat itu Cengte berjalan ke luar sambil
menggendong kedua tangannya. Melihat latihan itu,
wajah Cengte Serentak memancar kegirangan.
Setelah Coh Hen Hong selesai melakukan ke 81
gerakan ilmu pedang, berserulah Cengte dengan
pujian, "Bagus!"
Coh Hen Hong cepat hentikan permainannya.
Dengan wajah tersipu-sipu merah dia terus lari
434 menghampiri, serunya, "Engkong, bagaimana" Apa
sudah boleh?"
Ceng-te memegang tangan gadis itu, "Tidak hanya
boleh tetapi sungguh-sungguh di luar dugaanku. Beng
Cu, mari, akan kubawamu menemui para jago-jago
seisi istana Ceng te kiong"
Coh Hen Hong dibawa ke sebuah ruangan besar.
Sekilas Cengte. bertepuk tangan masuklah empat
orang lelaki yang serentak memberi hormat
dihadapannya. "Suruh semua warga penghuni istana Ceng te kiong
kemari, aku hendak bicara!" perintah Cengte.
Keempat orang itu segera keluar dan tak berapa
lama, berbondong bondonglah orang masuk ke dalam
ruang besar itu.
Cengte duduk disebuah kursi kebesaran yang
terletak di tengah ruangan. Sedang Coh Hen Hong
berdiri di belakangnya. Di sepanjang tiang besar
terdapat dua deret panjang kursi. Orang-orang yang
masuk itu memilih tempat duduknya masing-masing.
Mereka semua tidak berani terus duduk melainkan
tetap berdiri. Tak berapa lama kursi yang berjumlah 17- 18 buah
itu telah penuh dengan orang. Saat itu mereka sama
duduk. "Cukat sianseng," beberapa saat kemudian baru
terdengar Ceng-te berkata pelahan lahan.
435 Seorang lelaki pertengahan umur yang
dandanannya seperti seorang sasterawan dan yang
duduk paling dekat dengan Cengte, sambil ber kipas
kipas segera memberi hormat, "Hamba telah hadir."
"Cukat sianseng," kata Ceng-te pula, "selama satu
tahun ini, aku belum pernah bertanya tentang
keadaan di luaran. Bagaimana wibawa Ceng-te-kiong
dalam dunia persilatan sekarang ini?"
Sasterawan yang disebut Cukat sianseng itu segera
menjawab, Wibawa Ceng te kiong masih tetap
menonjol Seperti yang sudah2. Hanya di kalangan
sementara orang persilatan memang ada kasak kusuk
yang mengatakan mengapa sudah sekian lama Cengte
tidak pernah muncul ke luar, tentulah orangnya
sudah tak ada. Gejala itu agaknya condong hendak
mengadakan gerakan tetapi tidak Cukup dikuatirkan
sebagai ancaman bahaya."
Ceng-te mendengus, "Hm, kalau begitu, dalam
setahun terakhir ini mungkin ada orang yang berani
membangkang perintah Ceng te kiong?"
"Tidak ada," sahut Cukat sianseng, "hanya
perguruan Thian sim bun dari gunung Bu ih yang
karena masih kurang lengkap beberapa benda yang
diminta Ceng-te-kiong maka ketiga saudara yang
menjadi pimpinan perguruan itu telah terbunuh
sebagai hukumannya."
Ceng-te mengangguk sebagai tanda rasa puas
kemudian dia menunjuk pada Coh hen Hong dan
berkata, "Cukat sianseng, inilah cucu perempuanku
Kwan Beng Cu."
436 Cukat sianseng mengangkat muka. Pandang
matanya yang memancar sinar tajam seperti kilat
memandang Coh Hen Hong dengan tajam.
Coh Hen Hong merasa sinar mata orang itu seperti
dapat menembus kedalam hatinya sehingga dia
tersipu sipu kikuk dan cepat palingkan kepala ke
samping. "Engkong, siapakah dia?"
JILID 10 Di hadapan segenap jago-jago sakti dari istana
Ceng tek kiong, dengan berani coh Hen Hong
menanyakan siapakah sasterawan yang di sebut Cukat
sianseng oleh Cengte itu.
"Dia bernama Cukat Lik, jago andalan dari Ceng tekiong,
merupakan orang kepercayaanku Sebenarnya
dia adalah salah seorang dari Tiang pek sam lo (tiga
sesepuh gunung Tiang pek san). Kepandaiannya
bukan alang kepalang. Engkau berbahasa dengan
sebutan siok kong saja kepadanya"
Mendengar itu hati Coh Hen Hong makin tidak enak,
Dia menengadahkan kepala ke atas dan tak mau
menyapa Cukat sianseng.
"Ih, mengapa engkau diam saja?" tegur Ceng te.
Coh Hen Hong memang cerdas sekali. Dia pintar
menilai perobahan wajah orang. Dalam kata-kata
Cengte itu dia segera melihat bahwa walaupun
437 lahirnya Cengte seperti menegur keras kepadanya
tetapi sebenarnya Cengte memuji akan sikapnya.
Diapun teringat akan kata-kata Cengte bahwa
setelah latihan ilmu pedang Leng liong kiam hwat
selesai, segala urusan Ceng te kiong akan diserah kan
kepadanya. Diam-diam dia mendapat kesan bahwa Cukat Lik itu
merupakan seorang jago yang paling menonjol dari
Ceng te kiong. Jika saja dia dapat menindas
kegarangan tokoh itu tentulah kedudukannya dalam
istana Ceng-te-kiong akan menjadi kokoh.
Sebenarnya soal mencari pengaruh dan merebut
kekuasaan, bukan soal mudah yang dapat dirangkai
oleh pikiran seorang anak perempuan berumur 14-15
tahun seperti Coh Hen Hong. Bahwa pada umumnya,
sekalipun orang yang sudah berumur 45 puluh tahun
belum tentu dapat mengotak-atik pemikiran seperti
itu. Tetapi Coh Hen Hong sudah tahu dan sudah lebih
dini tahunya. kalau dia sebelumnya jauh2 tidak tahu
akan terjadi peristiwa seperti saat itu mana dia
mempunyai pikiran untuk merebut pedang Ceng Leng
kiam dan berani mati menyaru sebagai Kwan Beng
Cu" Bagaimana dia berani mencuri pil Hu kut tan lalu
ditukar dengan pil kiu thian siau hoan tan untuk
meracuni Dewi Tongkat sakti" Bagaimana dia begitu
tabah mengelabuhi melek2 pada Cengte, pemilik
istana Ceng te kiong yang paling ditakuti seluruh
dunia persilatan"
Coh Hen Hong memang diberkati dengan otak yang
cerdas dengan nyali yang luar biasa besarnya.
438 Mendengar teguran Cengte dia segera menyahut,
"Engkong semua ini adalah kesalahanmu!"
Mendengar omongan Coh Hen Hong, itu seluruh
hadirin pucat wajahnya. Cengte dipuja dunia
persilatan sebagai malaikat yang turun kedunia.
Dalam istana Ceng te kiong dia berkuasa mutlak.
Selama berpuluh tahun tak pernah ada manusia yang
berani membantah apalagi berani mengatakan dia
bersalah seperti Coh hen Hong.
Bukan melainkan seluruh hadirin, pun Cengte
sendiri karena tak pernah menerima teguran seperti
ini, wajahnya agak berobah.
Tetapi sejenak kemudian, dia teringat bahwa
tujuannya memperkenalkan Coh Hen Hong kepada
seluruh jago-jago sakti Ceng te kiong adalah supaya
Coh Hen Hong mendapat kepercayaan dan ke
wibawaan dari mereka. Mungkin karena mengetahui
hal itulah maka Coh Hen Hong lalu mengatakan bahwa
tindakannya itu kurang tepat.
Diam-diam dia memuji akan kecerdasan cucu
perempuannya itu dan bukannya marah tetapi dia
malah gembira dan berseru, "Apanya yang kurang
tepat dariku, coba engkau katakan."


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkong, engkau adalah yang dipertuan dari
Istana Ceng te kiong ini" kata Coh hen Hong dengan
tegas "dan aku adalah siau-cujin (majikan kecil).
Seluruh warga penghuni Ceng te kiong
membahasakan engkau dengan sebutan cu-jin,
dengan begitu kepadaku harus berbahasa siau-cujin."
439 Coh Hen Hong berhenti sejenak. Dan Cengte
mengangguk, "Lalu bagaimana?"
"Cukat Lik ini," kata Coh Hen Hong pula,
seharusnya memanggil aku dengan sebutan siaucujin
baru tepat. Bukan harus aku yang memakai
sebutan menghormatinya sebagai seorang cianpwe."
Begitu suara Coh Hen Hong bergema, tak
seorangpun yang mengeluarkan kata-kata. Mata
seluruh hadirin mencurah kearah Ceng-te.
Perlu diketahui bahwa sekalipun tampaknya Cukat
Lik itu masih muda, seorang lelaki berumur
pertengahan tahun, tetapi sebenarnya umurnya sudah
lanjut. Ada lah karena dia memiliki tenaga dalam yang
hebat maka dapatlah dia mempertahankan
ketuaannya. Dia adalah salah seorang sesepuh dari Tiga
serangkai sesepuh perguruan Tiang pek pay. Seorang
tokoh besar dalam dunia persilatan di Kwangwa. ilmu
kepandaiannya sukar dijajagi. dalam dunia persilatan
namanya amat terkenal sekali. Kalau tidak begitu
masa diantara sekian banyak jago-jago sakti dalam
Ceng-te-kiong, dia bisa mendapat kedudukan yang
begitu tinggi. Selama bertahun-tahun ini, semua urusan Ceng-tekiong
dengan fihak luar, hampir ditangani olehnya.
ltulah sebabnya maka Ceng-tepun menaruh rasa
kesungkanan terhadapnya dan memangilnya dengan
sebutan Cukat sianseng.
440 Kini seorang dara telah mengeluarkan kata-kata
yang begitu menghina kepadanya. Semua orang.
menduga tentu bakal terjadi peristiwa besar. Mata
merekapun serempak mencurah pandang kearah
Ceng-te. Perbuatan Coh Hen Hong yang begitu kasar itu
dapat ditinjau dari dua hal. Pertama, dia tahu kalau
dalam hati kecil engkongnya, engkongnya Itu
mendukung dia. Kedua waktu kecil mengembara di
dunia persilatan, yang dikenal dan bergaul hanyalah
golongan kaum rendah, tukang jual obat pengemis
dan bangsa copet serta maling kecil. Sedikit sekali
pengetahuannya tentang tokoh-tokoh terkenal dalam
dunia persilatan. Maka kalau orang persilatan begitu
mendengar nama Cukat Lik dalam hati sudah ngeri,
Coh Hen Hong karena tak tahu siapa Cukat Lik itu,
maka mentang2 tidak takut.
Saat itu suasana dalam paseban besar seperti beku
dan tegang. Lewat beberapa saat kemudian, kembali
Coh Hen Hong yang memecah kesunyian. Dia
menegakkan kepala dan dengan suara yang jumawa
sekali memandang lekat2 pada Cukat Lik seraya
berseru, 'Bagaimana.?"
Desakan Coh Hen Hong Itu membuat suasana
makin tegang sekali,
Cukat Lik berbatuk-batuk dua kali. Sejak Coh Hen
Hong berbicara tadi, wajahnya tetap tenang,
sedikitpun tak ada perobahan. Mungkin dia sudah
mempunyai rencana. Maka setelah batuk-batuk
dengan tenang sekali dia berkata, "Apa yang siaucujin
katakan memang benar."
441 Jawaban Cukat Lik itu bukan saja membuat semua
hadirin tercengang bahkan Coh Hen Hong sudah
tertegun. Sebenarnya Coh Hen Hong memang hendak cari
perkara. Sengaja dia memancing kemarahan Cukat Lik
agar segera timbul peristiwa. Tetapi karena Cukat Lik
sudah mau menyebutnya dengan nama 'siau-cujin",
sudah tentu dia tak dapat berbuat apa-apa lagi.
Tetapi dasar Coh Hen Hong itu seorang gadis yang
liar, ternyata hal itu masih berekor panjang. Memang
kalau setelah mendengar Cukat Lik menyebutnya
'siau-cujin", urusan lantas selesai, itu bukan Coh Hen
Hong namanya. Hanya sejenak tertegun atau Coh Hen Hong sudah
tertawa dingin. serunya, 'Rasanya dalam menyebut
'siau-cujin" itu hatimu masih belum tunduk sungguhsungguh,
bukan?" Pada saat itu baru tampak wajah Cukat Lik agak
berubah. Tetapi. pada lain saat cepat sudah tenang
kembali. "Sesuai dengan apa yang engkau katakan tadi
karena engkau ini cucu luar dari cujin maka akupun
harus menyebut 'siau-cujin , bagimana masih
mengatakan aku tak patuh?" katanya dengan tenang.
Diam-diam Coh Hen Hong memuji kelihayan Cukat
Lik. Tetapi bukan Coh Hen Hong kalau begitu saja dia
sudah keok. Kalau hanya memaksa orang berganti
panggilan kepada dirinya saja, masih belum cukup.
Dia hendak menggunakan kesempatan dimana seluruh
jago istana Ceng-te kiong berkumpul dalam ruang
442 besar, akan membuat kejutan untuk menanam
tonggak kepercayaan dan pengaruh kepada mereka.
Maka dia maju selangkah lagi untuk menekan,
"Kalau sudah mau memanggil siau-cujin mengapa tak
menjalankan peradatan memberi hormat sebagai
layaknya orang bawah?"
Mendengar kata-kata itu seketika wajah Cukat Lik
berobah dan serentak diapun bangkit berdiri.
Tenaga dalam Cukat Lik hebat sekali. Saat itu dia
hanya berdiri dan tidak menggunakan suatu gerakan
apa-apa. Tetapi gerak tubuhnya. yang berdiri itu
sudah menimbulkan setiup angin yang bertenaga
kuat. Memperhatikan hal itu diam-diam Coh Hen Hong
mengeluh dalam hati dan nyalinyapun mengkeret
Hampir saja dia batalkan niatnya Tetapi pada saat
kilat dia teringat. Selama Ceng-te masih berada disitu,
betapa besar nyali Cukat Lik, tentu tak berani akan
mencelakai dirinya. Seketika timbul lagi nyalinya. Ya,
kalau tidak menggunakan kesempatan bagus seperti
saat itu lalu mau tunggu kapan lagi"
Maka tanpa banyak perhitungan lagi dia terus maju
dua langkah dan berkata dengan angkuh, "Engkau
hendak memberi hormat kepadaku?"
Cukat Lik tak menghiraukan Coh Hen Hong, lalu
berpaling kearah Ceng-te, "Cujin, aku benar-benar
mencemaskan nasib Ceng te kiong!"
443 Tiap kata diucapkan dengan nyaring dan tandas
sehingga menggetarkan jantung setiap hadirin Cengte
tetap duduk tak bicara apa-apa.
"Di dunia persilatan Ceng te kiong mempunyai
nama besar bagaikan matahari dilangit. Mengapa
engkau mencemaskan nasib Ceng-te-kiong. Apakah
engkau bermaksud hendak memberontak?" Cukat Lik
serentak berputar tubuh menghadap Cengte. Tampak
Coh Hen Hong sudah meraba pada sepasang
pedangnya. "Cujin," kata Cukat Lik, "sudah bertahun-tahun aku
mengabdi kepada cujin. Selama itu aku merasa tak
punya jasa apa-apa tetapi juga tak punya kesalahan.
Sekarang aku hendak mohon mengundurkan diri!"
Sudah tentu Cukat Lik tak takut kepada anak
perempuan itu. Tetapi sebagai orang tua yang banyak
pengalaman sudah tentu dia tahu kalau Cengte berat
pada cucu perempuannya. Dalam keadaan seperti itu
sudah tentu dia tak dapat berbuat apa-apa terhadap
Coh Hen Hong. Oleh karena itu, satu satunya jalan
yang terbaik adalah mengundurkan diri dari Ceng te
kiong. Walaupun selama bertahun tahun dia telah banyak
membantu dan berjasa kepada Ceng te kiong tetapi
dalam keadaan seperti saat itu, dia benar-benar
tersinggung sekali perasaannya. Maka waktu
mengucapkan kata-kata pengunduran diri itu
suaranyapun gemetar.
Setelah mendengar pernyataan Cukat Lik, baru
Ceng-te membuka mulut. Dia tertawa hambar.
444 "Cukat sianseng, katanya, "Beng Cu tak pandai
bicara, harap jangan menyesalinya. Tetapi kurasa
kalian berdua boleh juga adu kepandaian. Setelah
tahu siapa diantara kalian berdua yang lebih tinggi
kepandaiannya, baru nanti aku dapat mengatur lagi."
Ucapan Ceng-te itu telah menimbukan kegemparan
besar dalam ruang besar. Karena sebagai salah satu
dari ketiga sesepuh perguruan Tiang pek pay,
bagaimana mungkin Cukat Lik tak mampu
mengalahkan seorang dara berumur 14-15 tahun saja.
Tetapi karena Cengte sudah mengatakan begitu,
menandakan bahwa dia sudah mengetahui betul
kepandaian dari cucu perempuannya. Peristiwa itu
benar-benar bagai halilintar berbunyi di siang hari
yang mengejutkan seluruh jago-jago istana Ceng te
kiong. Beberapa anak buah Ceng te kiong yang memiliki
pandangan tajam dan tahu akan perobahan dalam
Ceng-te-kiong, cepat-cepat berpaling haluan
mengambil muka pada Coh Hen Hong, serunya,
"Harap siau-cujin suka mempertunjukkan beberapa
jurus kepandaian yang sakti agar dapat menambah
pengalaman kami."
Bahkan ada beberapa orang yang terus maju ke
muka Coh Hen Hong dan memberi hormat, "Hamba
menghaturkan hormat kepada siau-cujin."
Begitu ada orang yang melakukan penghormatan
itu maka berbondong-bondonglah jago-jago istana
Ceng-te-kiong itu maju untuk memberi hormat kepada
Coh Hen Hong. 445 Sudah tentu Coh Hen Hong makin melonjak
kebanggaannya. Diam-diam dia sudah mempunyai
rencana bahwa apabila nanti dia sudah menerima
pengangkatan sebagai penguasa istana Ceng-te kiong
orang-orang yang saat itu tak mau memberi hormat
kepadanya, akan dibersihkan.
ia melirik kepada Cukat Lik lalu menantangnya.
"Apakah engkau berani adu kepandaian dengan aku?"
Cukat Lik berjalan pelahan lahan ke hadapan
Cengte dan setelah tiba di mukanya lalu berlutut
memberi hormat, "Aku yang rendah telah mengabdi
selama bertahun tahun. Cujin seharusnya tahu bahwa
aku tidak berani berbuat sesuatu yang tak layak."
Cengte hanya ganda tertawa menjawab. "Ah" tapi
adu kepandaian juga bukan hal yang tidak layak"
"Tetapi aku tak berani turun tangan. Sebab nya
sudah jelas," kata Cukat Lik dengan nada sarat.
Wajah Cengte menampilkan rasa kurang senang,
serunya, "Engkau hendak mengatakan bahwa kalau
engkau dapat mengalahkan Beng Cu lalu aku marah
dan akan turun tangan kepadamu" Apakah aku ini
seorang manusia yang picik dan tak tahu tata
peraturan?"
Kata-kata Cengte itu diucapkan dengan nada yang
tajam. Mendengar itu perasaan Cukat Lik menjadi
tenang. Dia berbangkit dan berkata, "Ah aku yang
rendah ini memang patut mampus. Seharusnya aku
tak boleh mengukur perasaan cujin seperti itu. Harap
cujin sudi memberi maaf."
446 Setelah mendapat pernyataan dari Cengte, hati
Cukat Lik lega sekali. Sebab bukannya dia takut
kepada Coh Hen Hong melainkan takut kepada Cengte.
Kini setelah Ceng-te berkata. begitu, entah nanti
kesudahan dari adu kepandaian itu bagaimana. Cengte
takkan campur tangan dan takkan menindaknya.
Memang setelah adu kepandaian itu nanti selesai,
dia sudah membayangkan bahwa dia tak dapat tinggal
lebih lama di istana Ceng-te kiong
Tetapi diapun akan berusaha agar pengunduran
dirinya nanti tidak sampai membawakan akibat yang
tak diinginkan, Dia hendak mengundurkan diri dengan
baik-baik. Maka setelah berkata kepada Ceng-te, dia lantas
mundur dan memberi hormat kepada Coh hen hong,
mempersilakan. "Silahkan!'
Coh Hen Hong ibarat anak kambing yang tak takut
harimau. Dia memang sudah kepingin lekas-lekas
bertempur. begitu mendengar tantangan Cukat Lik,
dia terus ayunkan tubuh loncat ke hadapan orang itu.
'Silahkan siaucujin memulai," Cukat Lik kembali
mempersilahkan. Tubuh agak mengendap ke bawah,
telapak tangan dilindungkan ke dada dan tangan
kanan menjulai ke bawah. Walaupun berdiri tegak
tetapi sepintas perbawanya memang menggetarkan
hati orang. Saat itu kepandaian Coh Hen Hong sudah maju
pesat sekali. Pengalamannya juga bertambah. Tinggi
rendahnya kepandaian orang dia sudah dapat menilai.
447 Melihat cara Cukat Lik pasang kuda2, diam-diam


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Coh Hen Hong terkejut. Dia menyadari bahwa tentu
tak mudah untuk mengalahkan lawan.
Dalam kehilangan faham itu dia berpaling kearah
Ceng-te. Melihat itu Cengte tahu apa yang dimaksud
Coh Hen Hong. Tetapi dihadapan beratus-ratus mata
dari jago-jago Ceng te kiong, sudah tentu dia tak mau
terang terangan memberi petunjuk dan membantu
Coh Hen Hong. Atas permintaan bantuan dari Coh Hen Hong,
Cengte seperti tak menggubris tetapi matanya
memandang lekat kearah sepasang pedang pusaka
yang terselip dipinggang anak perempuan itu.
Coh Hen Hong yang cerdik segera tahu yang
dimaksud Cengte. Dia terkejut sejenak tetapi pada lain
saat dia sudah mengerti maksud engkongnya.
Sekali tangan meraba ke pinggang, dia sudah
meraba tangkai kedua pedang pusaka dan sambil
tertawa dia menegas, "Kalau begitu, apakah aku yang
lebih dulu memulai?"
Sudah tentu Cukat Lik tak memandang mata
kepada dara itu maka serempak diapun tertawa ,
"Menurut kepantasan memang siaucujin yang harus
lebih dulu turun tangan"
"Baik, sambutlah!" seru Coh Hen Hong. Secepat itu
tangannya sudah mencabut pedang Ceng leng-kiam
dan Kim hong-kiam.
448 Sinar biru dan sinar emas yang menyilaukan mata,
serentak memancar bagai sepasang naga yang
menyerang maju.
Sekali bergebrak, Coh Hen Hong sudah gunakan
jurus Sia-hong peng-koan atau Bianglala serempak
muncul. Salah sebuah Ilmu pedang Leng liong kiam
hwat yang paling sukar dan banyak perobahannya.
Dan senjata yang digunakan itu, sepasang pusaka
yang tak pernah disangka-sangka oleh Cukat Lik.
Bukan melainkan Cukat Lik saja, pun seluruh jagojago
istana Ceng-te-kiong yang hadir tersentak kaget
dan berteriak tertahan.
Ilmu kepandaian Cukat Lik memang tinggi dan luas.
Boleh dikata hampir seluruh ilmu silat dari berbagai
aliran dalam perguruan dalam dunia persilatan dia
sudah faham semua.
Pada waktu dia baru mulai bergerak mengangkat
nama, jangan lagi berani bertempur dengan dia,
sedangkan pada waktu bertempur dengan lawan, asal
dia mengangkat tangan atau menggerakkan kakinya
saja, lawan tentu sudah lari terbirit birit.
Tetapi terhadap ilmu pedang Leng-liong-kiam dari
Coh Hen Hong itu, benar-benar dia belum pernah tahu
sama sekali. Kaum persilatan juga tak ada orang yang
pernah mendengar dan melihat ilmu pedang Leng
liong kiam hwat.
Maka waktu Coh Hen Hong mulai menyerang karena
melihat gerak pedang itu bagai bianglala yang
mencurah seperti hujan deras dan karena mengenali
bahwa senjata yang digunakan dara itu adalah
449 sepasang pusaka yang termasyhur dari Ceng te kiong
sedang dia hanya dengan tangan kosong maka satu
satunya jalan yang paling baik adalah loncat mundur
menghindar. Tetapi setitikpun dia tak menyangka bahwa karena
tindakannya loncat mundur itu, dia malah menderita
malapetaka yang besar.
ilmu pedang Leng liong kiam hwat itu merupakan
hasil ciptaan Cengte yang memakan waktu lama dan
merupakan gabungan dari seluruh ilmu kepandaian
Cengte. Dia menuang dan merangkai berbagai
keindahan dan kelebihan dari ilmu pedang menjadi
satu dan disempurnakan lagi menjadi ilmu Leng-hongkiam-
hwat Itu. Setiap gerak perobahan dan setiap jurus saja,
hebatnya bukan alang kepalang. sekali serangan
sembilan gerak perobahan segera memancar.
selesai maka jurus yang kedua segera menyusul
sehingga tak memberi kesempatan pada lawan untuk
bernapas. Dan begitu pedarg bergerak maka empat
penjuru segera menghambur bayangan pedang yang
mengepung tubuh lawan. Satu satunya cara yang
terbaik untuk menghindar ialah malah maju
menerjang. Tetapi kalau menyurut mundur pasti
celaka. Sudah tentu Cukat Lit tak tahu rahasia ilmu pedang
itu. Pada umumnya untuk menghindar dari serangan
pedang, loncat atau menyurut mundur adalah yang
terbaik. Oleh karena itu untuk melepaskan diri dari
hamburan pedang, dia menyurut mundur dulu baru
kemudian mengatur siasat balas menyerang.
450 Melihat lawan mundur, Coh Hen Hong gembira
sekali. Dengan bersuit nyaring dia mainkan pedang
makin gencar. Sinar biru bercampur emas, berkelapkelip
laksana kunang2 di gelap malam.
ilmu ginkang Cukat Lik Sudah tentu tidak kalah
dengan Coh Hen Hong. Gerakannya mundur lebih
cepat dari serbuan Coh hen Hong Tetapi sayang dia
mundur waktu Coh Hen Hong sudah mengembangkan
permainan pedang. Sinar pedang itu sudah
membungkus dirinya (Cukat Lik) sehingga gerakannya
sudah dikuasai pedang Coh hen Hong. Melihat Coh
Hen Hong mendesak, Cukat Lik
hendak mundur Lagi. Tetapi dia terkejut ketika
mendapatkan di sebelah kanan dan kirinya sudah
dipagari dengan kelebat sinar pedang. Dan yang Lebih
mengejutkan, dia tak tahu di mana saat itu Coh hen
Hong berada. Sejak berpuluh tahun yang lalu mulai belajar silat
hingga sekarang, belum pernah dia mengalami
peristiwa yang sedemikian mengejutkan.
Adalah karena tertegun kaget tubuhnyapun berhenti
bergerak. Ya. hanya setengah mata mengejab saja,
tahu-tahu dia rasakan lengan kanan dan kirinya terasa
silir. Dan tepat pada saat itu tiba-tiba sinar pedang
lenyap. Ternyata Coh Hen Hong sudah menarik
pedang dan menyurut mundur.
Cukat Lik masih tak tahu apa yang terjadi pada
dirinya atau tiba-tiba dia dikejutkan dengan rasa
451 basah pada tubuhnya. Saat itu baru dia tahu bahwa
kedua lengannya telah terbabat kutung.
Dia menjerit ngeri dan terhuyung-huyung mundur
tiga langkah. Setiap langkah, darah menyembur deras
dan suara jeritannyapun makin nyaring.
Pada saat itu segenap hadirin serempak berdiri.
Mereka tak menduga bahwa adu kepandaian itu akan
berakhir begitu cepat. Lebih tak menyangka bahwa
kesudahannya sedemikian mengerikan.
Wajah setiap jago-jago Ceng te kiong dilanda
ketegangan kejut yang hebat bahkan Cengte sendiri
juga kaget. Tetapi Coh Hen Hong sendiri setelah berhasil
memapas kutung kedua lengan Cukat Lik, girangnya
bukan kepalang. Hanya dia seorang yang kegirangan.
Tampak tiga empat orang loncat ke luar untuk
memberi pertolongan. Mereka segera menutuk kedua
lengan Cukat Lik beberapa kali untuk menghentikan
pendarahan. Keempat orang itu tergolong jago utama
dari istana Ceng te kiong.
Setelah ditutuk lengannya, tubuh Cukat Lik lalu
rubuh. Tetapi saat itu salah seorang dari keempat jago
itu sudah menyanggupinya. Kemudian ada pula yang
terus membawa obat leng-yok yang manjur untuk
luka. Darah sudah berhenti tetapi kedua lengan Cukat Lik
tetap hilang dan lukanya besar menganga. Walaupun
hadirin itu semua terdiri dari jago-jago silat yang bisa
melihat darah tetapi waktu menyaksikan
452 pemandangan pada luka Cukat Lik, tak urung mereka
merasa ngeri juga.
Apalagi hal itu terjadi pada diri seorang tokoh
seperti Cukat Lik. Sudah tentu mereka terkejut bukan
main. Pada lain saat tampak 10 an orang, yalah Orangorang
yang tadi tak mau ikut ikutan memberi hormat
kepada Coh hen Hong, serempak berbangkit dan
meninggalkan tempat duduk. Dua diantaranya
memapah tubuh Cukat Lik dan yang lain serempak
memberi hormat kepada Ceng-te lalu berbareng
menghaturkan permohonan, "Cujin, ijinkanlah kami
pergi." Saat itu Cengte sudah duduk kembali. Dia
mengurut-urut jenggotnya. Tampaknya dia masih
belum dapat memberi pernyataan apa-apa. Dan
rombongan jago-jago itu tampaknya berduka sekali.
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa dingin, "Kalian
hendak tingalkan Ceng-te-kiong" Hmm, jangan ber...."
Sebelum dia sempat menyelesaikan kata
'bermimpi', Cengte sudah mendahului, "Apakah kalian
sudah tak berhasrat tinggal di Ceng te kiong lagi?"
"Ya," sahut rombongan orang itu serentak.
Ceng-te memandang Coh Hen Hong lalu menghela
napas, kalian ikut aku di Ceng te kiong sudah
bertahun tahun dan sekarang tiba-tiba hendak pergi
dari sini, apakah bukan karena kalian sudah mulai
bosan kepadaku?"
453 belasan jago-jago silat itu saling berpandang satu
sama lain. Rupanya mereka sukar untuk menjawab.
Bahwa setelah menyaksikan bagaimana Cukat Lik
telah menderita luka parah dibawah ilmu pedang Leng
liong-kiam hwat tadi, menyebabkan mereka tanpa
ajak-ajakan sebelumnya, lalu menyatakan hendak
meninggalkan Ceng-te-kiong. Hal itu disebabkan
karena mereka menderita kegoncangan batin dan
merasa tak puas dengan tindakan Cengte.
tetapi waktu Ceng-te bertanya, mereka tak berani
menjawab. Tiba-tiba terdengar Cukat Lik menghambur tawa
panjang bernada pilu lalu berkata, "Cujin, mengapa
engkau masih mengajukan pertanyaan begitu"
Ceng-te tertawa mengekeh, "Baik, karena kalian
mengajukan permohonan begitu akupun tak mau
memaksa. Tetapi ingat Setelah keluar dari Ceng-te
kiong, kalian sudah bukan orang Ceng-te kiong lagi
dan kelak takkan mendapat perlakuan istimewa!"
Belasan jago-jago itu terdiri dari jago-jago kelas
satu. Mereka menyadari bahwa setelah pergi dari
Ceng-te-kiong, kelak tentu mereka akan menderita
kesukaran. Tetapi apa yang mereka harap dari Cengte-
kiong" Bukankah Cukat Lik orang yang paling
mendapat kepercayaan dari Ceng-te, toh takdirnya
harus menerima nasib begitu mengerikan.
Maka rombongan jago-jago itupun keraskan hati
dan menyahut serempak, "Ya, kami mengerti."
454 Tampaknya Cengte mengangkat tangan kanannya
pelan pelan dia berseru, "Pergilah."
"Engkong" seru Coh Hen Hong.
Tetapi pada saat itu belasan jago-jago itu dengan
memapah Cukat Lik, sudah melesat pergi. Cepat sekali
mereka bergerak sehingga pada saat Coh Hen Hong
berseru kepada Ceng-te, kawanan jago-jago itu sudah
keluar dari ruang besar.
'Engkong, mengapa engkau lepaskan mereka
pergi?" teriak Coh Hen Hong.
Cengte tertawa hambar "Kalau..... "
Coh Hen Hong gentakkan kakinya ke tanah dan
berteriak, "Lekas, hayo ikut aku mengejar mereka!"
Dara itu terus melesat keluar. Melihat itu dua tiga
puluh orang segera lari mengikuti. Suasana menjadi
tegang. Sebenarnya Coh Hen Hong masih kuatir kalau
perintahnya tadi tidak mendapat sambutan. Maka
setiba di luar pintu dia berpaling ke belakang Ternyata
tak kurang dari enam tujuh belas orang telah
mengikutinya. Coh Hen Hong girang sekali. Dia tahu bahwa
sekarang, kedudukannya sebagai siaucujin sudah
dianggap resmi oleh jago-jago Ceng-te kiong. Nafsu
nya untuk mengejar kawanan jago yang hendak pergi
dari Ceng-te-kiong tadi makin berkobar Dengan
tindakan itu, pamornya akan menjulang naik.
455 Sambil lari mengejar, ia memberi perintah, "Yang
ginkangnya hebat. boleh mendahului mengejar. Kalau
tak dapat melawan mereka, tahan dulu sampai bala
bantuan datang!"
Wut wut, wut....!
Terdengar berulang kali angin semrebet. Tujuh
delapan jago, bagaikan angin bertiup, sudah melesat
ke muka. Saat itu jago-jago yang membawa Cukat Lik sudah
tak berapa jauh di sebelah muka. Apabila jago-jago
Ceng te kiong itu dapat menyusul, tentulah akan
terjadi bentrokan hebat diantara kedua belah fihak.
Tetapi pada saat yang genting itu, tiba-tiba di udara
terdengar beberapa kali suara suitan panjang,


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyusul delapan gunduk mega hitam mengembang
di udara. Tahu-tahu delapan ekor burung rajawali
raksasa melayang turun dari udara dan berhenti di
tengah kedua rombongan jago-jago itu.
Menyusul terdengar suitan yang luar biasa
nyaringnya. Sesosok tubuh melayang diatas kepala
rombongan jago-jago itu, tahu-tahu sudah berdiri di
muka mereka. Rombongan jago yang mengejar terpaksa berhenti.
Tetapi Coh Hen Hong tak menggubris dan tetap
menyelinap maju. Sosok tubuh yang muncul tadi
segera melesat dan menghadang di muka Coh Hen
Hong. "Engkong!" teriak Coh Hen Hong seraya berhenti.
456 Yang melayang turun dengan kawanan delapan
burung rajawali raksasa itu bukan lain adalah Cengte
sendiri. "Beng Cu" teriak Cengte.
Coh Hen Hong tampak tegang sekali, serunya
'Engkong, mereka yang meninggalkan Ceng te kiong
itu, kelak tentu akan merugikan kita!"
Ceng-te mendengus dan pelahan-lahan berputar
tubuh. Rombongan jago-jago yang membawa Cuhat
Lik hanya terpisah 10 an tombak. Begitu melihat
Ceng-te berputar tubuh, menggigillah hati mereka.
salah seorang di antara mereka, memberanikan diri
berkata, "Cujin telah mengabulkan permohonan kami,
kami sudah merasa berterima kasih tak terhingga.
Bagaimana kami masih berani berbuat hal-hal yang
merugikan Ceng-te-kiong?"
Cengte tertawa hambar, "Jangan kuatir. Karena
sudah kululuskan kalian pergi, masa aku hendak
menjilat ludahku lagi. Pergilah!"
Kawanan jago-jago itu seperti orang mati yang
hidup kembali. Mereka segera cepat ayunkan langkah
dan dalam beberapa kejab sudah tak kelihatan lagi
bayangannya. Ceng-te teringat bahwa mereka semua adalah Jagojago
kelas satu yang sudah banyak berjasa dan sudah
lama ikut pada dia. Bahwa mereka pergi dengan
begitu saja, mau tak mau perasaannya tiba-tiba
tergetarlah hatinya. Seumur hidup belum pernah dia
dihinggapi oleh rasa begitu.
457 Memang perjalanan hidup Cengte itu luar biasa.
Waktu kecil dia telah mendapat peruntungan yang
ajaib. Belum berumur 20 tahun, dia sudah
mengangkat nama besar. Diseluruh dunia persilatan
jarang terdapat jago yang mampu menandinginya.
Perjalanan hidupnya berliku dengan lancar. Selama
berpuluh tahun tak pernah dia merasakan getaran
kejut. Apalagi getar kejut seperti saat itu.
Rasa kejut yang dirasakan ketika dia berputar tubuh
tak lain ialah ketika melihat wajah Coh Hen Hong.
Wajah dara itu tampak membetina penuh dendam
kesumat! "Beng Cu," sejenak tertegun, Ceng-te
meneriakinya. Tetapi Beng Cu tak mau menjawab. Dia berputar
tubuh. "Beng Cu, kemarilah," kembali Ceng-te berteriak.
Tetapi Coh Hen Hong tetap tak mau menyahut dia
bahkan terus lari keluar. Ceng-te melesat mengejar,
mencekal tangan dara itu, "Beng Cu, beberapa orang
itu telah mengabdi lama dan banyak berjasa pada
Ceng-te-kiong. Sudah layak kalau mereka
dibebaskan."
Memang mendongkol sekali hati Coh Hen Hong
karena dihalangi engkongnya itu. Saking tak kuasa
menahan kemengkalannya, wataknya yang liar segera
timbul, "Engkaulah yang berkuasa di Ceng te kiong.
458 Engkau suka bagaimana, terserah Mau melepaskan
mereka, akupun tak berhak apa-apa.
Tetapi setelah berkata begitu, dia terkejut sendiri.
Dia merasa kelewatan juga. Kalau Ceng te sampai
marah, bukankah dia akan celaka nanti.
Tetapi karena habis lari mengejar maka pada waktu
berkata begitu, napasnya masih terengah engah. Dan
sukar baginya untuk berbisik-bisik minta maaf. Oleh
karena itu dia membiarkan saja bagaimana nanti
reaksi Ceng-te, sekalipun dengan hati yang berdebardebar.
Memang kalau lain orang berani berkata begitu
kepada Cengte, jelas dia sudah bosan hidup. Tetapi
bagi Coh Hen Hong memang ada pengecualiannya.
Luka dalam hati Ceng-te karena puteri satu satunya
telah melarikan diri, sukar sembuh sampai bertahun
tahun. kini setelah mendapatkan cucu perempuannya
pulang dan sudah makin tumbuh sebesar mamanya.
rasa sayang Cengte makin tumbuh subur. Dia tak mau
kehilangan cucu perempuannya lagi.
ltulah sebabnya walaupun Coh Hen Hong berkata
begitu kasar, Ceng-te tidak marah, malah merasa
sedih dia menghela napas.
"Beng Cu, lalu engkong harus bertindak bagaimana"
Apakah engkau hendak berlainan pikiran dengan
engkong?" Mendengar ucapan Cengte sedemikian rupa, legalah
perasaan Coh Hen Hong,
459 "Hm," dia mendesuh, "aku mempunyai pendirian
lain apa dengan enkong" Aku hendak melakukan
sesuatu tetapi engkau tak memperbolehkan. Coba
engkong pikir, apakah aku yang harus disalahkan?"
Cengte ulurkan tangan mengelus elus kepala Coh
Hen Hong, katanya, "Tuh, lihat, mau marah-marah
lagi. Aku sudah meluluskan permintaan mereka,
masakan engkau menghendaki engkong menjadi
orang yang tak pegang kata-kata"'
Coh Hen Hong makin girang, Dia tak kuasa lagi
menahan tawanya lalu berkata, "Dan Untuk kelak?"
Melihat Coh Hen Hong tertawa, hati Cengte pun
longgar. Sambil tertawa dia menjawab, "Setan cilik,
urusan kelak, engkaulah yang akan memutuskan."
Demikian kedua engkong dan cucu itu lalu berjalan
sambil bercakap-cakap. Rombongan jago-jago
mengikuti di belakang Mereka mendengar apa yang
dibicarakan engkong dan cucunya. Mereka terkejut
dan saling pandang memandang. Kini mereka baru
tahu jelas bahwa sejak saat itu dalam istana Ceng tekiong
telah timbul perobahan baru. Mereka mendapat
tambahan seorang cujin baru.
Mendengar ucapan Ceng-te, barulah hati Coh hen
Hong tenang. Walaupun Cukat Lik dan rombongannya
dapat meninggalkan Ceng-te-kiong tetapi dia tetap
puas. Tiba-tiba dia berpaling ke belakang. Rombongan
jago-jago yang mengikuti di belakang terkejut dan
serentak berhenti.
460 "Kalian tunggu aku di ruang besar. Sebelum aku
datang, jangan pergi," cepat dia memberi perintah.
Belasan jago itu serempak mengiakan dan terus
melesat keluar.
"Engkong, waktu aku memberi perintah, apakah
cukup berwibawa?" tanya Coh Hen Hong.
Ceng-te tersenyum, "Cukup berwibawa!"
Tetapi setelah mengatakan begitu, Ceng-te
menekan suaranya, "Tetapi Beng Cu, orangku adalah
jago-jago kelas satu dalam dunia persilatan. Kalau
engkau menghendaki mereka betul-betul tunduk
kepadamu, engkau harus menyiksa diri untuk belajar
silat yang lebih sakti itu agar lebih unggul dari
mereka" Mendengar itu diam-diam terkejut juga Coh Hen
Hong, katanya gopoh, "ya, ya, engkau benar,
engkong" Sebenarnya dia sudah hendak mulai unjuk gigi
dalam istana Ceng te-kiong. Tetapi setelah mendengar
nasehat Ceng-te, tiba-tiba dia merubah niatnya. Dia
memutuskan setelah nanti dalam kepandaian silat dia
sudah benar-benar mempunyai andalan, baru dia
nanti akan bergerak.
Sebenarnya dia menyuruh kawanan jago-jago itu
berkumpul di ruang besar tak lain karena dia hendak
menyuruh mereka keluar ke dunia persilatan untuk
menimbulkan peristiwa yang dapat mengangkat nama.
Tetapi sekarang rencananya itu sudah dihapus dan
461 diganti dengan rencana yang mantap untuk belajar
lagi dengan sekuat tenaga.
Dengan perobahan pikiran Coh Hen Hong itu maka
dunia persilatan dapat mengenyam ketenangan
selama tiga tahun.
Dengan tekad yang bulat dan kemauan yang keras
Coh Hen Hong telah belajar dengan mati matian. Tak
terasa tiga tahun yang telah lalu. Selama itu kemajuan
Coh Hen Hong memang mengejutkan sekali. Bahkan
Ceng-te sendiri diam-diam juga kagum dan terkejut.
Tiga tahun berlatih keras telah menjadikan Coh Hen
Hong seorang tokoh yang dalam soal ilmu kepandaian
melebihi setiap jago dari Ceng-te kiong.
Saat itu Coh Hen Hong sudah seperti yang
dipertuan dari Ceng-te kiong. Karena menumpah
perhatiannya untuk memberi pelajaran pada Coh hen
Hong maka Ceng-te sampai tak sempat
memperhatikan keadaan di luar. Ceng-te-kiong juga
jarang terdengar bergerak lagi dalam dunia persilatan.
Tetapi tetap ada beberapa anak buah Cengte-kiong
yang mengembara ke luar sehingga berita tentang
cucu perempuan Ceng-te memiliki kepandaian yang
mengejutkan, orang persilatan mulai mendengar.
Semua berita tentang Ceng te mempunyai cucu
perempuan itu terjadi pada orang yang kebetulan
bertemu dengan Cukat Lik. Merekalah yang
menyiarkan hal itu.
Tetapi Cukat Lik sendiri setelah meninggalkan
Ceng-te-kiong, lenyap tiada kabar beritanya lagi. Dan
462 rombongan jago yang menyertai Cukat Lik waktu itu,
juga tak pernah muncul dalam dunia persilatan lagi.
oleh karena itu maka berita2 tentang keadaan di Ceng
te-kiong masih kabur dan tak ada orang yang tahu
jelas. Kabar kabur sering menjadi gosip dan gosip bisa
berobah sifatnya menjadi dongeng yang selalu
dibumbuhi dengan aneka rasa cerita yang bersifat
khayal dan berlebih-lebihan.
Tetapi memang menjadi sifat manusia, terutama
kaum persilatan. Mereka ingin dikata yang paling
tahu. Demikian juga dalam kabar2 mengenai Ceng-tekiong.
Mereka seperti berlomba untuk menyiarkan
kabar itu dengan ditambah cerita yang dirangkainya
sendiri. Makin panjang cerita itu makin mereka
merasa bangga. Hanya saja diantara cerita2 tentang Ceng-te kiong
itu, ada suatu hal yang dapat dianggap benar yalah
mengenai cucu perempuan Ceng-te.
Kabar itu menyebutkan bahwa seluruh harta pusaka
istana Ceng-te-kiong seperti pedang Kim long-kiam,
Ceng-leng-kiam, telah jatuh semua pada cucu
perempuannya itu. Dan ilmu Leng-liong kiam hwat
dari cucu perempuan Ceng-te itu benar luar biasa
saktinya. Sekali gebrak saja, seorang tokoh sakti
termasyhur seperti Cukat Lik telah tertabas kedua
lengannya..... Cerita itu kian lama kian tersiar luas. Dan selama
tiga tahun itu dalam dunia persilatan telah terjadi
peristiwa yang lucu.
463 Seorang wanita muda yang menamakan diri sebagai
pendekar wanita ya beng cu dengan menggunakan
senjata sepasang pedang, mengaku sebagai cucu
perempuan dari Cengte.
Pendekar wanita itu berhasil menggegerkan dunia
persilatan. Dari ujung wilayah utara sampai ke ujung
selatan, tak ada orang yang berani mengganggunya.
Tetapi kemudian dia dapat dikalahkan oleh seorang
jago dari perguruan Tong to bun di gunung Ngo-taysan.
Ada lagi seorang nona yang menyebut diri sebagai
Dewi Beng Cu, juga menggunakan nama Ceng tekiong,
juga sempat membuat kelabakan dunia
persilatan. Tetapi karena kepandaiannya juga belum
berapa tinggi maka tak lama kemudian Segera
kelihatan belangnya. Dan sejak itu lalu melenyapkan
diri tak pernah muncul lagi.
Demikian kabar sas-sus yang melanda dunia
persilatan. Seolah dunia persilatan diserang demam
Beng Cu. Mereka mengira cucu perempuan dari
Cengte itu muncul lenyap secara misterius. Tidak
pernah orang menyangka bahwa sebenarnya selama
dalam tiga tahun itu Coh Hen Hong tak pernah
meninggalkan Ceng-te kiong.
Dia sedang membenam diri untuk berlatih ilmu silat
yang tinggi. Dan karena ilmu silat itu tiada batas
ukurannya maka makin mempelajari makin merasa
kurang dan tetap ngotot hendak memperolehnya.
464 karena haus akan ilmu silat yang tinggi. bagi Coh


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hen Hong, waktu tiga tahun itu dirasakan hanya
sekejap saja. Pada magrib itu, selesai berlatih ilmu tenaga-dalam
di ruang latihan, pelahan lahan Coh Hen Hong
berbangkit. Pada waktu itu ilmu kepandaiannya sudah mencapai
tataran tinggi, pada saat dia pelahan lahan berbangkit
itu, tenaga murni dalam tubuhnya yang berbangkit itu
memancar hingga benda2 disekelilingnya ikut
bergerak. Saat itu dia tengah berada di bawah sebatang
pohon siong. Tenaga yang memancar dari tubuhnya
berhamburan ke empat penjuru sehingga daun2 siong
(cemara) yang runcing seperti jarum berguguran ke
mana2. Menimbulkan suara yang aneh.
Sudah tentu Coh Hen Hong gembira sekali Baru dia
hendak bersuit, tiba-tiba terdengar angin menderu
dan sesosok bayangan melesat datang.
Melihat bayangan itu serentak Coh Hen Hone
berteriak, "Engkong!"
Pendatang itu memang Ceng-te sendini. Pada saat
dia tiba di hadapan Coh Hen Hong, beribu ribu daun
jarum pohon siong sedang melayang-layang turun cari
udara. Ceng-te girang, serunya memuji, "Bagus, bagus,
engkau telah mencapai kemajuan yang luar biasa
cepatnya!"
465 Hati Coh Hen Hong makin mangkak, cepat-cepat dia
bertanya, "Engkong, kalau aku mengembara di dunia
persilatan, apakah aku dapat mengangkat nama?"
Ceng-te tertawa gelak-gelak, "Aku berani
mengatakan, tokoh-tokoh persilatan yang mampu
melawan engkau dapat dihitung dengan jari
jumlahnya!"
Memang selama tiga tahun itu, seluruh perhatian
dan semangat Coh Hen Hong hanya ditumpahkan
pada ilmusiat. Dia tak mau memikir dan mengurus
apa-apa lainnya lagi. Tetapi kini setelah mendengar
penilaian dari Ceng-te tentang tingkat ilmu
kepandaiannya, tergeraklah hati Coh Hen Hong.
Sejenak dia tertegun lalu berseru dengan suara tak
lampias, "Kalau begitu aku hendak berkelana
menambah pengalaman ke dunia persilatan."
Cengte mengangguk, "Berpuluh tahun lamanya
dunia persilatan berada dibawah pimpinan Ceng te
kiong. Siapapun yang mendengar nama Ceng te-kiong
tentu akan pucat. Kalau engkau keluar dengan
menyandang nama Ceng te-kiong, tak peduli engkau
kemana saja dan berjumpa dengan siapapun juga,
mereka tentu akan menghormati engkau, apakah
engkau senang?"
Sesaat Coh Hen Hong belum tahu apa yang
terkandung dalam kata-kata Ceng te. Oleh karena itu,
Ia hanya merentang mata memandang Ceng-te.
Ceng-te tersenyum, katanya, "Kalau engkau
memang benar hendak mencari pengalaman dalam
dunia persilatan dengan bertempur lawan jago-jago
466 sakti, lebih baik jangan membawa nama Ceng te
kiong. itu akan lebih menyenangkan hati, bukan"'
Coh Hen Hong tertawa, "Baik, saran engkong
sungguh bagus sekali."
Cengte tertawa, "Pada waktu engkau terjun ke
dunia persilatan, orang tentu akan berlomba lomba
hendak mengalahkan engkau. Sudah tentu mereka
bakal menghadapi kesulitan demi kesulitan. Jelas.
Tetapi yang paling ditakuti adalah keadaan dunia
persilatan itu. Dunia itu penuh dengan tipu muslihat
licik dan kejahatan yang kejam. Wajah bukan menjadi
ukuran dari sifat hati setiap orang persilatan. Dalam
hal ini, penting sekali engkau harus berhati-hati,
jangan sampai menderita siasat gelap."
"Engkong, harap jangan kuatir," kata Coh Hen
Hong, kalau aku tak mencelakai orang secara gelap,
itu kan sudah baik."
Ceng-te mengangguk. Tiba-tiba tertawa, "Masih ada
lagi, umurnya sudah cukup. kalau engkau mempunyai
maksud...."
Mendengar sampai disitu, pipi Coh Hen Hong merah
dan banting2 kaki, "Engkong, kalau engkau lanjutkan,
akan kucabut jenggotmu!"
Sambil memegang jenggotnya, Cengte tertawa.
"Ah tidak, tidak, engkau kan sudah tahu Sendiri, tak
perlu kukatakan lagi."
467 Dengan wajah tersipu merah, Cohb Hen Hong
berbalik tubuh terus pergi. Entah bagimana tiba-tiba
dia teringat pada Pui Tiok.
Karena mencurahkan perhatian selama tiga tahun
pada ilmu silat, dia hampir melupakan Pui Tiok dan
Kwan Beng Cu. Tetapi sekarang tiba-tiba dia teringat
lagi. Teringat pada Pui Tiok, perasaannya serasa
berkabut bayang2 gelap. Di dunia ini hanya mereka
berdua yang tahu akan rahasia dirinya. Maka diamdiam
dia serentak memutuskan. Kalau keluar dari
Ceng-te kiong, pertama-tama dia hendak menyelidiki
berita kedua orang itu dulu. Mereka harus
dilenyapkan! Ceng-te menghampiri dan menceritakan tentang
banyak seka1i peristiwa2 dalam dunia persilatan.
malam itu keduanya bercerita-cerita sampai hari
hampir terang tanah.
Setelah fajar tiba, Coh Hen Hong segera
mengenakan pakaian hitam mengkilap, naik kuda
hitam mulus, meninggalkan Ceng te Kiong.
Dulu waktu datang, dia hanya seorang anak
perempuan kecil. Tetapi sekarang dia sudah menjadi
seorang gadis yang cantik dan sakti.
Kuda hitam yang dinaikinya itu juga kuda tegar
pilihan. Setengah hari saja sudah keluar dari hutan
lebat dan tiba di jalan besar. Saat itu ramai sekali
keadaannya. Pedagang dan orang hilir mudik tak
putus2nya. 468 Selama beberapa tahun ini Coh Hen Hong seperti
hidup dalam dunia terpencil Setelah muncul di
masyarakat ramai, dia sudah jadi seorang yang
menonjol. Sudah tentu girangnya bukan main. Ingin
sekali dia berteriak kepada setiap, orang bahwa kini
dia bukan Coh Hen Hong yang dulu Coh Hen Hong
yang dulu. seorang anak perempuan liar yang ikut
pada mamanya yang tak Waras pikirannya,
mengembara kemana-mana.
Tetapi sekarang, bukan saja memiliki ilmu
kepandaian saktii, pun juga mempunyai tiang andalan
yang maha kuat. Dia adalah cucu perempuan dari
tokoh legenda dalam dunia persilatan Cengte, yang
dipertuan dari Ceng te-kiong.
Namun dia tak dapat sembarangan saja suruh
orang menghormat kepadanya. Dia harus menjaga
pribadinya sebagai seorang gadis.
Dengan kuda hitam mulus yang tegar, dia
mengenakan pakaian hitam, memakai mantel dari
kulit macan di daerah pegunungan salju yang
mempunyai 9 garis loreng putih melingkar. Lain
bajunya berhias beberapa butir mutiara sebesar buah
kelengkeng, menyusur jalan yang pada musim gugur
tertutup salju, tampaknya sangat menyiksa sekali.
Juga pada pinggangnya terselip sepasang pedang
panjang dan pendek. Disepanjang jalan, mau tak mau
orangpun tertarik memandangnya.
Coh hen Hong tak memperdulikan orang-orang itu.
Dan pada saat itu perangainya sedang baik sehingga
dia tak mau cari perkara. Dia menuju ke tempat2 yang
ramai. 469 Sepuluh hari kemudian tibalah dia di dekat Hengyang-
shia, sebuah kota yang ramai dan strategis.
dengan mencongklangkan kudanya si Hitam, Coh
Hen Hong terus melaju dan tak lama dari jauh sudah
melihat gunduk2 bangunan kota itu.
Sekonyong-konyong dia mendengar dari arah
belakang ada derap kaki kuda lari riuh. ia berpaling ke
belakang dan melihat belasan kuda tengah lari
mendatangi dengan pesat.
Penunggangnya semua berpakaian warna biru
menyanggul senjata golok kui-thau-to. Coh Hen Hong
hentikan kuda hendak bertanya tetapi rombongan
kuda itu sudah lewat disampingnya.
Coh Hen Hong hanya sempat melihat pemimpinnya
itu seorang lelaki tua yang janggutnya sudah putih
tetapi sikapnya masih gagah. Golok kui thau-to yang
tersanggul pada bahunya juga lebih panjang sedikit
dari kawan-kawannya. hal Itu menunjukkan kalau dia
tentu pemimpinnya.
Coh Hen Hong menduga tentu ada urusan penting
mengapa rombongan orang berkuda itu bergesa
menuju ke kota Hen-yang-shia.
Coh Hen Hong tertarik. Tetapi waktu dia hendak
melarikan kudanya, tiba-tiba terdengar seorang
petugas perintis jalan dari sebuah perusahaan
pengantar barang atau piau kiok, berteriak teriak
meminta jalan. Ketika berpaling, Coh Hen Hong melihat sederet
kereta pengantar barang tengah berjalan mendatangi
470 Pengawal kereta Itu seorang lelaki pertengahan umur
yang gagah perkasa, bersenjata sepasang tong-kian.
Kepala piaukiok memandang rombongan orang
berkuda tadi dengan kerutkan dahi seperti tengah
berpikir. Tergerak hati Coh Hen Hong untuk bertanya kepada
kepala piau-kiok. Orang itu tentu tahu apa yang
terjadi. Dia segera turun dan kuda dan menuntun ke arah
orang piaukiok itu dan memberi hormat,
Rupanya karena sedang memperhatikan rombongan
berkuda tadi, orang piaukiok itu tak tahu kalau ada
seorang lain yang berada di dekatnya. Dia baru
terkejut ketika mendengar kata-kata Coh Hen Hong.
Orang itu ternyata bukan tokoh yang tidak ternama.
Dia adalah cong piauthau atau kepala piauthau yang
bernama Auyang Tiong He. Karena menggunakan
sepasang kian tongkat macam gada maka dia digelari
Song-kian kay ngo-gak atau Sepasang gada
menguasai lima gunung, Merupakan tokoh terkemuka
dari tiga bengawan dan jalan daratan.
Mendengar nada suara Coh Hen Hong tajam dan
berkumandang, tahulah dia kalau yang tertanya itu
seorang yang memiliki tenaga dalam tinggi Saat itu
Auyang Tiong He sedang mengawal barang yang
berharga besar. Kalau tidak berharga mahal, dia tak
keluar mengawal. Cukup hanya memasang panji2
piaukioknya pada kereta, sudah dapat tiba di
perjalanan dengan selamat.
471 Dia terkejut mendengar teguran Coh Hen Hong. Dia
cepat berpaling dan tanpa disadari Sepasang gadanya
juga ikut bergerak. Gada yang berhias dengan duri
tajam, berkilat-kilat memancarkan sinar yang
menyiaukan. Mau tak mau Coh Hen Hong memuji
dalam hati. Waktu hendak meninggalkan Ceng te kiong Cengte
telah menceritakan banyak sekali peristiswa dalam
dunia persilatan ini, terutama tentang bentrokan dan
pertempuran yang sering terjadi. Selain itu Ceng-te
juga menyebutkan semua tokoh-tokoh termasyhur
baik dari kalangan Hitam mau pun Putih.
Maka setelah dekat dan melihat sepasang gada
berduri, tahulah Coh Hen Hong siapa orang ini,
Auyang Tiong He terkejut ketika melihat orang yang
menyapanya itu seorang gadis yang amat cantik,
sehingga dia kesima terlongong.
Auyang Tiong He kaya dengan pengalaman. Selama
berkecimpung dalam dunia persilatan, malang
melintang mengangkat nama dengan sepasang gada
berduri, banyak sudah dia bertemu dengan berbagai
macam tokoh. Tetapi seperti yang dihadapinya saat
itu, benar-benar baru sekali itu. Namun dia menyadari
bahwa nona cantik berkuda hitam itu tentu bukan
gadis sembarangan.
Dia segera menyelipkan sepasang gada ke pelana
kuda lalu balas memberi hormat, "Harap siau-lihiap
maafkan." Dipanggil dengan sebutan siau-lihiap (pendekar
wanita muda) hati Coh Hen Hong girang bukan
kepalang. 472 "Ah, harap Auyang piausu jangan merendah diri,"
katanya gopoh. Bahwa gadis cantik itu tahu akan namanya tidak
membuat Auyang Tiong He terkejut karena dia anggap
sudah lumrah kalau setiap orang persilatan kenal akan
namanya yang termasyhur. Namun dia tetap
merendah diri terhadap Coh Hen Hong.
Setelah membuka perkenalan dengan beberapa
percakapan, keduanya sama mendapat kesan baik.
Waktu itu baru Coh Hen Hong bertanya, "Auyang


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

piausu, siapakah rombongan berkuda yang lewat
tadi?" "Mereka adalah anak buah dari perguruan Tiang tobun
(perguruan golok panjang) di daerah Kwan-gwa,"
Auyang Tiong He menerangkan, "pemimpinnya adalah
Thian-hun-to-khek Tan SengTin.
Mendengar keterangan itu, Coh Hen Hong segera
tahu dan mengangguk, "Kabarnya orang tua itu
menpunyai ilmu golok Thian-hun kui thau-to terdiri
dari 8 kali 8, enampuluh jurus yang merajai di daerah
Kwan-gwa. Benarkah itu" Thian hun-kui thau-to-hwat
dan Toan to-hwat dari Ngotay san serta Bi lik-to hwat
dari Shoatang, merupakan tiga serangkai ilmu golok
yang menjagoi dunia persilatan, benarkah itu?"
"Benar," sahut Auyang Tiong He, "siau lihiap begitu
faham tentang ilmu kepandaian dalam dunia
persilatan, tentulah pengetahuan siau lihiap luas
sekali. 473 Sengaja dia tak mau bertanya siapakah guru Coh
Hen Hong melainkan secara melingkar dia
menanyakan sumber dari kepandaian dara itu.
Coh Hen Hong hanya ganda tertawa tak menjawab
melainkan bertanya lagi, Mereka begitu tergesa gesa
ke Beng-yang-shia Itu mengapa?"
Tiba-tiba Auyang Tiong He menghela napas, "Hal itu
mungkin akan menimbulkan kesulitan besar."
"Kesulitan apa?" cepat Coh Hen Hong mendesak.
"Pendekar besar dari Oulam,, Jit-jiu Ho Tik, kiranya
siau-lihiap tentu sudah mendengar namanya, bukan?"
"Ya," jawab Coh Hen Hong, "dia ahli dalam ilmu
melepas senjata rahasia. Tenaga dalamnya juga
mempunyai keistimewaan sendiri. Ih, kutahu, kutahu,
tentulah antara fihak perguruan Thiang-to-bun dengan
Ho Tik mempunyai dendam, bukan?"
Auyang Tiong He hendak bicara lagi tetapi tiba-tiba
terdengar suara tawa yang aneh sekali, Nada tawa itu
terasa sakit pada telinga sehingga Auyang Tiong He
dan Coh Hen Hong serempak berpaling.
Memandarg menurut arah suara tawa itu seketika
wajah Auyang Tiong He pucat. Kebalikannya Coh Hen
Hong malah tertawa geli.
Ternyata yang tertawa aneh itu tak lain hanya dua
orang kate. Memang kate sekali mereka tingginya
hanya lebih kurang satu meter, tetapi tubuhnya
gemuk dan pakaiannva mewah sekali, bergemerlapan
dengan intan permata.
474 Kerena Coh Hen Hong tertawa, Auyang Tiong He
makin kelabakan.
Kedua orang kate itu tertawa aneh pula dan
berseru, "Auyang piau-thau, jangan suka ngomong
jelek di belakang orang"
Auyang Tiong He berusaha untuk tenangkan diri.
Dia juga tertawa, "Apakah kalian berdua juga
hendak ke Heng yang?"
"Ya, ingin melihat ramai2."
Auyang Tiong He mengangkat tangan memberi
hormat, "Silahkan."
Kedua orang kate itu juga balas memberi hormat,
"Sampai jumpa lagi kelak."
Sambil berkata kedua orang kate itu sudah
'mengelinding" ke muka dengan cepat sekali. Sudah
tentu mereka itu berjalan tetapi karena orang kate
dan gemuk maka sepintas seperti bola menggelinding.
Lucu sekali. Melihat itu Coh Hen Hong hendak tertawa lagi tetapi
belum sempat membuka mulut, Auyang Tiong He
sudah memberi peringatan, "Siau lihiap, bukan karena
mengandalkan ketuaanku. Tetapi tadi andaikata tidak
ada aku, tentulah kedua orang itu akan berbuat
sesuatu yang tak baik kepadamu."
Coh Hen Hong kerutkan alis, "o, benarkah" "Mereka
sih masih belum apa-apa," kata Auyang Tiong He,
475 "tetapi mereka mempunyai seorang saudara yang luar
biasa saktinya. Dia adalah salah seorang Suhiong
(empat ganas) perkumpulan Ik kau yang termasuk
aliran Shia pay (jahat)."
" Namanya?"
"Namanya He-sat-sing Im Thian Su, ketua pulau
Hek sat-to di laut Pak hay."
Mendengar itu bukannya takut, kebalikannya Coh
Hen Hong malah gembira. Dia merasa memiliki ilmu
kepandaian sakti. Pertama muncul di dunia persilatan
Itu, dia kuatir kalau tidak dapat memperoleh lawan
yang seimbang, sehingga sukar untuk mempraktekkan
kepandaiannya. Maka mendengar bahwa kedua orang kate itu
saudara dari Hek sat sing (Algojo hitam) Im Thian Su,
dia menduga bahwa Im Thian Su tentu juga berada di
sekitar situ. ltulah yang mem buat Coh hen Hong
girang sekali. Dunia persilatan telah mengakui Im Thian Su itu
sebagai salah seorang Empat-ganas dari aliran Hitam
yang sakti kepandaiannya. Jika dapat mengalahkan,
tentulah namanya segera akan terkenal. Maka Coh
Hen Hong cepat berseru, "itulah bagus sekali!"
Auyang Tiong He tertegun. Selama berpuluh tahun
mengarungi dunia persilatan, belum pernah dia
bertemu dengan orang yang berseru kegirangan
karena bakal berhadapan dengan Im Thian Su.
Sebenarnya waktu mengatakan nama Im Thian Su
tadi, hati Auyang Tiong He sudah getar sendiri. Maka
476 mendengar pernyataan dari Coh Hen Hong, dia
terlongong tak dapat berkata apa apa.
"Kedua orang kate tadi mengatakan kalau mau lihat
ramai2 di Heng-yang, apakah itu?" tanyanya dengan
penuh gairah. 'besok pagi Jit jiu sian (Dewa Tujuh-tangan) Ho Tik,
akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke 60. Para
sahabat baik maupun musuh musuhnya, semua
berkumpul di rumah keluarga Ho. Sudah tentu bakal
ramai sekali!"
Coh Hen Hong makin gembira, serunya, "Kalau
begitu dalam beberapa hari ini kota Heng yang tentu
penuh dengan orang-orang sakti."
"Ya, memang," kata Auyang Tiong He, "Ho Tik
mempunyai pergaulan yang luas. Sahabatnya banyak,
musuhnyapun tidak sedikit. Dari kalangan Hitam dan
Putih banyak tokoh-tokoh yang datang memberi
selamat. Mungkin sejak dulu, baru kali ini Heng yang
kebanjiran dengan jago-jago sakti"
"Kalau begitu engkau juga akan menyempatkan diri
mengunjungi pesta itu, bukan?"
Auyang Tiong He gelengkan kepala, "tidak, aku
tidak ikut ke sana Aku hendak melanjutkan perjalanan
mengantar barang ke selatan. Aku kuatir kehabisan
waktu kalau singgah. Siau-lihiap. Ijinkan kuberi
nasehat kepadamu. Kalau engkau mau pergi Itu sih
boleh saja. Tetapi jangan cari perkara dengan orang!"
Sudah tentu kata-kata Auyang Tiong He itu tak
digubris Coh Hen Hong. Tetapi melihat kesunguhan
477 orang memberi nasehat Coh Hen Hongpun berterima
kasih. "Ya, terus terang, karena baru pertama kali keluar
ke dunia persilatan, banyak sekali hal-hal yang tak
kuketahui. Aku ingin menyaksikan keramaian di Hengyang
Itu, engkau antarkan aku ke sana maukah?"
Wajah Auyang Tiong He mengeruh sedih, "Hal ini.....
siau-lihiap. aku masih mempunyai urusan penting,
barang antaran ini. . ....."
Belum selesai Auyang Tiong He berkata Coh Hen
Hong sudah menukas tertawa "Barang antaranmu ini,
nanti kuberimu sehelai benda. Tanpa engkau antar,
tentu akan selamat di perjalanan,"
Habis berkata Coh Hen Hong terus kebutkan lengan
baju. Dari lengan baju itu keluar sehelai panji kecil
berbentuk segi tiga. Tangkainya dari besi dan Sret.....
sekali ayun, panji itu melayang dan menancap pada
kereta, ltu berkibar-kibar dihempas angin. Dasar panji
berwarna biru, bersulam lukisan delapan ekor rajawali
raksasa dengan posisi berbeda-beda. Ada yang tengah
merentang sayap, ada yang sedang berdiri tegak dan
ada yang melayang.
Lukisannya begitu indah seperti benar-benar hidup.
Tampak wajah Auyang Tiong He berobah-robah,
sebentar pucat, sebentar lesi.. beberapa piausu yang
ikut mengawal kereta, juga terlongong longong tak
dapat bicara. Beberapa saat kemudian baru terdengar Auyang
Tiong He dapat berkata dengan tersendat sendat,
"ini.... ini.... panji Pat eng ki dari.... Ceng te kiong!"
478 Coh Hen Hong tertawa, "Benar, dengan panji Pat
eng ki (delapan rajawali) itu, tentu kereta mu dapat
tiba di tempat tujuan dengan selamat, bukan?"
"Ya, ya, tentu, tentu. Siau-lihiap.... apa dari.... .
Coh Hen Hong cepat memberi isyarat, "Sudahlah,
Jangan tanya asal usulku dan jangan se kali-kali
mengatakan tentang Ceng te-kiong. Juga jangan
membicarakan soal panji Pat-eng-ki itu kepada orang,
mengerti?"
Walaupun Auyang Tiong He mempunyai nama
dalam dunia persilatan, tetapi setelah melihat panji
Pat eng-ki itu, dia tak berani membantah lagi.
Tidak kecewa dia sebagai jago yang sudah makan
asam garam dunia persilatan. Seketika wajahnya
berseri-seri dan berkata, "Baik, apa yang siau-lihiap
pesan, tentu akan kupatuhi. Tetapi ijinkan aku
memberi pesan kepada anakbuahku. Setelah itu baru
mengikuti siau-lihiap."
Dengan mempunyai seorang pembantu seperti
Auyang Tiong He, Coh Hen Hong merasa lebih leluasa
dalam perjalanan nanti.
"Baik, aku akan berjalan dulu nanti engkau
menyusul masuk ke dalam kota," katanya.
Coh Hen Hong lalu melarikan kuda mendahului.
Setelah nona itu tak kelihatan, barulah beberapa
piausu itu mengelilingi pemimpinnya dam bertanya,
"Cong-piauthau, bagaimana tindakan kita ini?"
479 "Jangan gugup," kata Auyang Tiong He dengan
nada sarat, "ku tak dapat ikut mengantar kereta. Kali
ini aku merasa akan menghadapi bahaya. Tetapi
kalian tak perlu cemas. Dengan membawa panji Pat
eng ki itu, kalian tentu selamat tiba di tempat tujuan."
Beberapa piausu itu saling pandang memandang
tetapi tak dapat bicara apa apa. Akhirnya mereka
hanya dapat mendoakan, "Kami harap agar congpiathau
baik-baik menjaga diri."
Auyang Tiong He hanya tertawa hambar, Loncat ke
punggung kuda dan terus melarikannya menuju ke
kota Heng-yang.
Ceng Hen Hong sudah tiba di muka pintu kota.
Kendaraan yang masuk keluar banyak sekali Sekitar
pintu kota penuh orang berdesak-desak.
Coh Hen Hong pelahan-lahan masuk kedalam kota.
Tiba-tiba dia teringat bahwa kepergiannya ke rumah
keluarga Ho itu untuk memberi selamat hari ulang
tahunnya, Sudah tentu tak enak kalau datang dengan
tangan kosong. Ya, menurut kepantasan tentu harus
membawa barang sebagai kado.
Setelah memandang kian kemari, ia melihat sebuah
toko emas. Tanpa turun dari kuda, dia terus berteriak
tanya, "Hai, apakah ada barang kado ulang tahun
Kim-siu-sing yang besar?"
Yang empunya toko bergegas keluar, "Ada, ada,
mari silahkan masuk."
"Pilihkan yang paling besar saja!" seru Coh hen
Hong. 480 Pemilik toko mengiakan lalu keluar membawa kimsiu-
seng (bintang emas) yang besarnya setengah
meter. "Ya, boleh. Pinjam salah seorang karyawanmu
untuk mengantarkan ke rumah Ho tayhiap!" seru Coh
Hen Hong. Sudah tentu pemilik toko perhiasan itu kenal akan
nama Ho Tik. Dia buru-buru mengatakan harga dan
ongkosnya, "Semua berjumlah 37 tail.
Coh Hen Hong merogoh kantong kulit di pelana
kudanya dan mengambil sepotong emas sebesar biji
brambang yang bernilai 50 tail lalu di lemparkan
kepada pemilik itu "Siapa sudi mendengar
hitunganmu, ambillah Itu!"
Melihat emas itu girang pemilik toko bukan
kepalang. Dia segera memanggil dua orang
pegawainya untuk membungkus barang itu dengan
pita merah. Setelah itu yang satu menuntun kuda Coh
Hen Hong untuk diantar ke rumah Ho Tik.
Dengan adanya pengantar Itu, Coh Hen Hong tak
usah repot2 lagi bertanya pada orang Dalam kota
sebesar Hen yang, tentu sukar untuk mencari rumah
Ho Tik. Melihat seorang nona naik kuda dengan dituntun
oleh seorang pegawai, orang-orang yang bertemu di
jalan sama mengalah untuk menyisih.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak berapa lama tampak sebuah lapangan yang
besar. Luasnya tak kurang dari satu bahu dan di lantai
481 dengan batu. Melintas lapangan kosong itu terdapat
sebuah gedung besar. Saat itu di muka pintunya
penuh bergantungan dengan lampu2 merah.
Suasananya amat berisik, kereta datang pergi tak
henti-hentinya.
Tiba di pintu besar, pegawai toko perhiasan tadi
berputar tubuh dan berkata, "Siapakah nama nona
yang mulia agar dapat kami laporkan."
Coh Hen Hong turun dan kuda, menyambuti
bungkusan kado dan memberi perintah, "Cukup,
kalian boleh pulang."
Coh Hen Hong menuntun kudanya tiba di muka
pintu. Seorang pegawai segera menyongsong.
"Cong-piauthau dari Siang eng piau-kiok Auyang
Tiong He, suruh aku ke mari lebih dulu. Dia nanti
segera datang. Barang yang tak berharga sebagai
tanda menghaturkan selamat berulang tahun ini harap
jangan ditertawakan."
Saat itu ternyata di gedung keluarga Ho sudah
penuh dengan kaum persilatan, baik dari golongan
Hitam maupun Putih, baik yang bekerja di perairan
maupun di darat, Mereka datang dengan tujuan
masing-masing. Ada yang bermaksud baik-baik
memberi selamat. Ada pula yang bertujuan tidak baik
terhadap Ho Tik.
Ho Tik memberi pesan kepada anakbuahnya bahwa
dengan tujuan apapun juga, yang datang itu adalah
tetamu, asal tidak membikin onar, harus dilayani
dengan baik. 482 Kalau saja Coh Hen Hong mengatakan nama
seorang lain maka kepala rumah tangga keluarga Ho
itu segera menyambutnya sebagai tetamu dan lantas
suruh orang membawanya beristirahat, Takkan ada
persoalan apa-apa.
Tetapi Coh hen Hong memakai nama Auyang Tiong
He. Ho Tik dengan Auyang Tiong He itu bersahabat
baik dan sama-sama menikmati nama sebagai jago
terkemuka didaerah Oulam.
Pengurus rumah tangga keluarga Ho sudah tentu
faham benar dengan keadaan Auyang Tiong He
Mereka belum pernah mendengar bahwa Auyang
Tiong He mempunyai anak perempuan atau murid
perempuan. Juga mereka tak pernah tahu kalau
dikantor pengantar barang Siang Eng piaukiok
terdapat seorang nona. Maka heranlah hati kepala
rumah tangga keluarga Ho mendengar pernyataan
Coh Hen Hong. "Apakah nona ini utusan dari Auyang piauthau"
tanyanya. "Ya," sahut Coh Hen Hong singkat
Kepala rumah tangga keluarga Ho itu mengawasi
Coh Hen Hong sampai beberapa jenak lalu berkata,
"Kalau nona datang kemari sengaja hendak cari
perkara, majikan kamipun tak gentar. harap suka
membawa panji nama sendiri dan perlu apa harus
memalsu nama orang lain?"
Mendengar itu Coh Hen Hong tertegun. Diam-diam
dia marah. Saat itu banyak sekali orang yang
berkerumun di pintu. Begitu mendengar ribut-ribut,
483 mereka segera mengerumun. Dan ada orang yang
terus melengking, "Kalau hendak cari perkara di
rumah Ho tayhiap itu sungguh tak tau berkaca diri!'
Coh hen Hong berpaling. Dilihatnya orang yang
membuka mulut mengejek itu seorang lelaki berumur
30-an tahun, mengenakan pakaian indah
"Mengapa harus berkaca?" sahut Coh Hen Hong
mendongkol. Dengan sikap angkuh orang itu menjawab. "Tentu
saja. Orang bagaimanakah Ho tayhiap itu. Bangsa
kerucuk yang hendak cari perkara disini. tak perlu Ho
tayhiap turun tangan sendiri, sahabat-sahabatnya
sudah akan menindaknya dulu."
"Sahabat-sahabatnya" Tentunya termasuk engkau,
ya?" "Tentu," orang itu mengangkat tegak kepalanya.
"Engkau ini manusia apa?" Coh Hen Hong tertawa
mengejek. Dengan congkak orang itu menjawab, "Kwik Hun
Seng dari perguruan Ceng-shia-pay."
Sudah tentu Coh Hen Hong tak tahu kalau Kwik Hun
Seng itu murid angkatan kedua dari partai persilatan
Ceng shia pay. Waktu hendak berangkat, Ceng-te
hanya menceritakan tentang jago-jago kelas satu di
dunia persilatan. Jago kelas dua tidak diceritakan.
Mendapat perlakuan begitu, Coh Hen Hong tak mau
kepalang tanggung. Dia benar-benar hendak cari onar.
484 'O, perguruan Ceng-shia-pay," serunya dingin,
"ketua kalian, Peh hoa-kiam-khek Tan Siang itu
mempunyai sangkut paut apa dengan engkau?"
Kwik Hun Seng marah terus maju. Tetapi karena
orang bertanya nama suhunya, diapun terpaksa
menyahut, "Dia guruku"
Coh Hen Hong tertawa. "Pada hal terhadap aku, Tan
Siang itu memanggil nyonya besar!"
Mendengar itu sekalian orang terkejut sekali Tan
Siang tergolong cianpwe persilatan, seorang jago
pedang yang termasyhur. Bagaimana mungkin dihina
begitu" Lebih2 Kwik Hun Seng. Dengan mengaum keras dia
menerkam bahu Coh Hen Hong dengan kelima jarinya
yang ditebarkan.
Coh Hen Hong tetap berdiri tegak sehingga kena
dicengkeram Kwik Hun Seng. Tetapi seketika itu Kwik
Hun Seng rasakan, bahu si nona menghambur tenaga
tolak yang kuat sekali sehingga Kwik Hun Seng
terlempar ke belakang.
Kwik Hun Seng juga sudah banyak pengalamannya
dalam dunia persilatan, bahwa tangannya dapat
dipentalkan oleh tenaga-tolak yang kuat dia segera
menyadari bahwa nona itu seorang tokoh sakti.
Dia terkejut dan siap2 hendak mundur dan hendak
memberi pernyataan. Tetapi sudah terlambat.
485 Memang orang tak mudah percaya bahwa dibalik
wajah seorang nona yang begitu cantik, bersemayam
hati yang ganas dan kejam. Memang tampaknya Coh
Hen Hong masih tertawa-tawa, tetapi sebenarnya
dalam hati dia marah dan benci sekali kepada Kwik
Hun Seng. Apalagi dia mengandalkan kepandaiannya
sakti, tak takut segala apa. Sudah tentu dia tak mau
peduli perguruan Ceng-shia pay atau bukan Cengshia-
pay. Pada Saat tangan kanan Kwik Hun Seng terpental
keatas, Coh Hen Hong juga terus ulurkan tangan dan
menjamah ubun-ubun kepala orang.
JILID 11 Gerakan Coh Hen Hong luar Biasa cepatnya. Orang
yang dapat melihat gerakan itu hanya sedikit sekali.
Coh Hen Hong gunakan tenaga dalam Im ji-kang.
Begitu menjamah pada ubun-ubun kepala tak
mengeluarkan suara sama sekali.
Kwik Hun Seng mendesah tertahan. Tiba-tiba
tubuhnya mundur beberapa langkah. Setiap langkah
tubuhnya berguncang-guncang. Setelah mundur tiga
langkah terus ngelumpruk rubuh di lantai.
Peristiwa itu benar-benar mengejutkan orang. Dua
orang tetamu cepat menghampiri ke tempat Kwi Hun
Seng. berjongkok dan memeriksanya. Seketika wajah
mereka pucat dan berbangkit.
"Dia mati!" serunya.
486 Teriakan kedua orang itu, mengejutkan sekalian
orang. Kwik Hun Seng merupakan murid kesayangan
dari perguruan Ceng-shia-pay. Tanpa suatu sebab
mati di rumah situ, tentu Ceng-shia-pay tak mau
menerima begitu saja. Peristiwa Itu benar-benar
gawat. Suasana hening tak ada orang yang buka suara.
Tiba-tiba Coh Hen Hong tertawa "Tentu saja mati.
Masa kalau aku turun tangan, orang masih punya
nyawa?" Ucapan gadis Itu makin mengejutkan orang.
Diantara hadirin banyak sekali yang bersahabat
dengan perguruan Ceng-shia-pay. Apalagi peristiwa itu
terjadi di gedung keluarga Ho. Sudah tentu Ho Tik tak
dapat berpeluk tangan membiarkan saja.
Peristiwa itu cepat dilaporkan kepada tuan rumah.
Tring, tring..... terdengar dering senjata dicabut dari
rangkanya. Tujuh delapan tetamu dengan senjata
terhunus segera mengepung Coh hen Hong.
Seorang diantaranya, bertubuh pendek dan
berumur 20 an tahun, memang golok kui-thau-to,
menuding Coh Hen Hong dan berseru keras, "Mengapa
engkau bunuh dia?"
Coh hen hong tertawa panjang, Apa engkau tadi tak
berada disini" aku datang membawa kado untuk
memberi selamat kepada Ho tayhiap, dia mengejek
aku dengan kata-kata yang menghina. Sudah tentu
aku terpaksa turun tangan untuk memberi contoh
kepada orang yang suka bermulut tajam, agar tahu
rasa." 487 "Engkau hendak memberi selamat kepada guruku
tetapi bikin onar disini dengan membunuh seorang
murid Ceng shia-pay," kata orang itu dengan nada
garang," sudah tentu suhuku tak dapat memaafkan.
Menilik engkau masih muda, dimanakah suhumu?"
Orang itu adalah muridd pertama dari Cu-lamtayhiap
Ho Tik Nama Tjoa Sum dan bergelar Thiat-pi
kim-to atau lengan besi golok emas. Memang
orangnya kecil pendek dan wajahnya biasa saja tetapi
ilmu silatnya hebat sekali.
Dengan masih bersikap angkuh, Coh Hen Hong
berkata, "Jangan kuatir, aku bertanggung jawab atas
perbuatanku tadi dan takkan merembet pada kalian.
Siapa suhuku, heh, heh, mungkin di sini tak ada yang
layak bertanya begitu kepadaku.
Baru dia berkata tiba-tiba terdengar seseorang
membentak keras, "Benarkah itu?"
Kata-kata itu bergema Bagai ledakan guntur di
udara sehingga sekalian orang, termasuk Coh hen
Hong sendiri juga terkejut dan cepat berpaling kearah
suara itu. Orang-orang yang mengepung Coh Hen Hong
segera menyiak ke samping dan mundur kebelakang
untuk membuka jalan.
seorang tua bertubuh tinggi besar dan gagah
perkasa melangkah masuk. Setiap ayunkan langkah,
tubuhnya bergetar. Orang menduga kalau dia Seorang
jago sakti. 488 Setelah tiba di hadapan Coh Hen Hong, Coh Hen
Hong diam-diam juga memuji. Tanpa menunggu orang
tua itu membuka mulut, sudah mendahului, Kalau tak
salah anda ini tentu Ho tayhiap, bukan?"
Dengan suara lantang seperti genta bertalu, orang
tua itu membentak "Anak perempuan seperti engkau,
apa layaknya mendapat perhatian Ho tayhiap?"
Coh Hen Hong tertawa, "Kalau begitu, engkau ini
siapa" Kalau mau menuntut balas untuk Ceng shiapay,
tak usah banyak cingcong, lekas memberi
pelajaran saja!"
Kalau Coh Hen Hong tidak mengenal, adalah tamu2
tahu siapa jago tua itu. Dia adalah tokoh pembasmi
kejahatan yang gigih dan paling membuat kepala
orang pusing kalau bertemu. Dia bekerja seorang diri,
namanya Pik-lik-jiu atau si Tangan-geledek Tan Thian
song. Setelah tahu siapa yang muncul, orang-orang
itupun mundur lagi supaya lingkaran yang mengeliling
Coh Hen Hong menjadi lebih lebar. Mereka tahu apa
yang disebut ilmu Pik-lik-jiu kang itu. hebatnya bukan
kepalang. Suaranya saja sudah seperti halilintar
meledak, apalagi kalau sudah bertempur. Terkena
sambaran angin gerakan tangannya saja, tentu sudah
merepotkan. Bahwa begitu menyambut, Coh Hen Hong terus
menantang, benar-benar tak pernah diduga Pik Lik Jiu
Tan Thian song. Dia tertegun lalu membentak,
"Engkau masih belum layak berkelahi dengan aku.
Siapa gurumu?"
489 Coh Hen Hong tahu bahwa sikap orang yang begitu
congkak tentu karena memiliki kepandaian sakti.
Sambil diam-diam menghimpun tenaga murni ia
menjawab, "Telah kukatakan tadi, bahwa disini tak
ada seorangpun yang layak menanyakan suhuku"
Tan Thian Song mendengus, "Baik, kalau begitu
terpaksa akan kutangkapmu dulu, kugantung pada
pohon sampai nanti gurumu datang untuk
mengambilmu"
Sambil berkata dia sudah mengangkat tinju yang
sebesar kipas dan hendak ditindihkan kearah Coh Hen
Hong. Saat itu Coh Hen Hong hendak menyambut


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi pada saat itu terdengar suara kuda lari
mendatangi dan pada Lain kejap terdengar suara
orang berteriak nyaring, "Tan-heng, jangan!"
Sesosok tubuh terbang seperti burung melayang
melampaui kepala orang-orang disitu dan turun di
muka Tan Thian Song. Sekalian orang terkejut.
Demikianpun Tan Thian Song. Dia hentikan gerak
cengkeramannya dan memandang kepada orang yang
sudah tegak dimukanya. Ah, ternyata orang itu adalah
sahabat baiknya, Auyang Tiong He.
Tan Thian Song tertegun lalu bertanya, "Auyang
loheng, mengapa engkau datang?"
Perkenalan Auyang Tiong He dengan Tan Thian
Song itu terjadi setelah mereka bertempur.
Hubungan mereka akrab sekali. Auyang Tiong He
tidak menyahut pertanyaan sahabatnya melainkan
berpaling kepada Coh Hen Hong, "Siau-lihiap, engkau
490 tidak kena apa-apa?"" Cuh Hen Hong tertawa,
"Engkau datang tidak tepat waktunya. Biar setan tua
itu mencengkeram aku baru nanti dia tahu rasa!"
Jawaban Coh Hen Hong dan sikap Auyang Tiong He
terhadap gadis itu, membuat orang terkejut heran.
"Auyang loheng, engkau kenal dengan budak
perempuan itu!" seru Tan Thian Song.
"Ya, "Tadi dia telah membunuh seorang murid dari
Ceng-shia Pay, tahukah engkau?" seru Tan Thian
Song. Walaupun mayat Tan Hun Seng sudah diangkut
pergi tetapi sebagai seorang jago pengalaman begitu
melihat kerumunan orang dan Tan Thian Song hendak
turun tangan, Auyang Tiong He sudah dapat menduga
bahwa Coh Hen Hong tentu telah membuat onar.
Mendengar kata-kata Tan Thian Song tadi, diamdiam
Auyang Tiong he tertawa pahit. Dia terpaksa
menjawab, "Thian Song Loheng, soal ini.... kurasa....
kita orang luar tak perlu campur tangan. Ceng-shiapay
akan dapat mengurus sendiri."
Mendengar itu mata Tan Thian Song mendelik.
Hampir dia tak percaya pada pendengaran telinganya.
Mengingat hubungan baik antara Auyang Tiong He
dengan Ceng-shia-pay dan watak Auyang Tiong He
membela kebenaran, benar-benar berlawanan sekali.
Omongan itu pantasnya dikeluarkan oleh bangsa
kerucuk yang bernyali kecil. Bagaimana mungkin
diucapkan oleh seorang piauthau termayhur seperti
Auyang Tiong He"
491 Setelah tertegun sejenak, Tan Thian Song menegas,
"Baik, Auyang lokui, kalau engkau berani, coba bilang
sekali lagi."
Auyang Tiong he menghela napas, "Murid Ceng shia
pay yang mati itu tetap mati. Tak mungkin tanpa
sebab siau-lihiap ini akan membunuh nya. Lalu
menurut engkau, engkau mau apa?"
Tan Thian Song beekaok-kaok seperti orang sakit
gigi, "Gantung dia, nanti setelah gurunya datang baru
membuat penyelesaian."
Mendengar dirinya hendak digantung Tan Thian
Song, meluaplah kemarahan Coh hen Hong Tetapi dia
masih tetap tertawa dan berseru,
"Bagus mau menggantung aku" Menggantung
dengan kepala di atas atau dengan dijungkirkan?"
Sudah tentu Tan Thian Song tak menduga kalau
Coh Hen Hong berani mengejek dengan pertanyaan
begitu. Serentak dia membentaknya, "Tentu saja
digantung dengan kepala menjungkir ke bawah!"
Coh Hen Hong tertawa, "Bagus. bagus! Auyang
piauthau, harap menyisih dulu, nanti baru kelihatan
siapa yang akan digantung itu!"
"Siau-lihiap, jangan berkelahi ", Auyang Tiong He
gugup. Coh hen Hong kerutkan wajah, "Aku minta engkau
menemani aku, bukan minta engkau supaya melarang
tindakanku. Maukah engkau menyingkir sedikit" Dan
lagi pak tua ini senang sekali menggantung orang,
492 jelas dia tentu sudah banyak kali menggantung orang.
Sekarang dia harus merasakan bagaimana rasanya
orang yang digantung itu!"
Pernyataan blak-blakan dari Coh Hen Hong yang
hendak menggantung Tan Thian Song itu telah
membuat sekalian orang geleng2 kepala.
Tan Thian Song tegak laksana segunduk karang
yang perkasa. Sedang Coh Hen Hong hanya seorang
gadis yang bertubuh kecil langsing.
Diluar dugaan mendengar pernyataan Coh Hen
Hong tadi, bukan marah kebalikannya Tan Thian Song
malah tertawa keras.
Saat itu di lapangan depan rumah keluarga Ho,
makin banyak orang yang berkerumun. Mereka datang
hendak memberi selamat kepada Ho Tik. Menengar
ramai2 mereka keluar dari dalam.
Melihat sekian banyak orang hendak menonton
ramai2 itu, Coh Hen Hong makin ngotot.
"Bagus, nyali siau lihiap ini sungguh hebat sekali,"
tiba-tiba diantara kerumunan orang itu terdengar
seseorang berseru dengan nada yang nyaring.
Mendengar itu Coh Hen Hong malah gembira.
Ketika berpaling kearah suara itu, ia melihat seorang
sasterawan muda yang sikapnya agung berwibawa
Pakaianya warna hijau telaga, pinggangnya menyelip
sebatang pedang yang tangkainya terbuat dari ukiran
batu mustika. 493 Melihat sasterawan muda itu, timbullah kesan yang
baik dalam hati Coh Hen Hong. Tetapi dia sempat
melihat seorang lain yang berada di dekat sasterawan
muda itu. Orang itu tinggi kurus. hampir seperti
sebatang galah. berpakaian warna hitam. Sepasang
lengannya luar biasa panjangnya, tangan mirip
dengan cakar burung. Mukanya yang kurus tak
berdaging, mirip dengan tulang tengkorak yang
menimbulkan hawa siluman.
Berdiri berjajar. yang satu gagah dan tampan, yang
Lain kurus dan jelek, menimbulkan perbedaan seperti
langit dengan bumi. Tetapi jelas keduanya tegak
berdampingan, tentulah sudah kenal
Coh Hen Hong tak mau lama2 memandang orang
aneh itu dia hanya berkata, "Dengan mengatakan
suaraku sungguh garang sekali itu, tentu anda
mengatakan bahwa belum tentu aku ini mempunyai
kepandaian yang berarti, bukan?"
"Siau-lihiap salah faham," seru sasterawan muda
itu, "aku yang rendah tidak bermaksud begitu. Dengan
mengandalkan sedikit kepandaian memang Tan loji
biasanya tak memandang mata kepada Lain2 orang
persilatan. Kali ini terbentur di tangan siau lihiap, itu
memang sudah pembalasan yang Layak. Siau-lihiap
agar membuka matanya...."
"Hai manusia banci bermulut minyak," Tan Thian
Song berjingkrak dan membentak, kalau berani
ngomong lagi, tentu akan kucincang tubuhmu "
Saterawan muda itu tidak marah tetapi malah
tertawa nyaring. Dia memang cerdik. Tan
494 Thian Song hanya melarangnya bicara tetapi tidak
melarangnya tertawa. Dengan begitu Tan Thian Song
tak dapat berbuat apa-apa kepadanya.
Tan Thian Song tak menghiraukan sasterawan itu.
Dia berpaling dan menuding Coh Hen hong,
memandang kesekeliling hadirin, berseru, "Saudara2
tadi sudah mendengar sendiri. Bukan karena aku Tan
loji mengandalkan ketuaanku lalu menindas orang.
Tetapi dia mengatakan hendak menggantung aku.
Kalau aku tak turun tangan, bukankah aku akan
membikin kecewa kicauan orang?"
Dalam dunia persilatan, kedudukan Tan Thian Song
itu tinggi, gengsinya besar. Kalau suruh bertempur
dengan anak perempuan berumur 16-17 tahun, sudah
tentu dia tak mau. Taruh kata menang, juga akan
ditertawakan orang oleh karena itu sebelum
bertempur, lebih dulu ia memberi pernyataan untuk
membersihkan diri.
Tetapi di luar dugaan, orang aneh berpakaian hitam
tadi tertawa sinis, "Tan loji, apa engkau sudah loyo"
Mengapa hanya bicara saja tak lekas turun tangan?"
Watak Tan Thian Song yang berangasan, mana mau
menerima diejek orang begitu rupa. Dia segera
meraung keras, "Baik, setelah kubereskan budak
perempuan ini, kalian berdua mau lari ke mana?"
Sambil berkata dia tebarkan kelima jari tangannya
dan wut.... terus menerkam bahu Coh hen Hong.
Pada saat dia bergerak itu, Auyang Tiong He
menghela napas panjang. Dia menyadari bahwa sejak
saat itu, dunia persilatan bakal mengalami banyak
495 peristiwa. Tetapi dalam keadaan seperti saat itu, dia
tak berdaya untuk mencegah. Kecuali hanya
menghambur napas panjang untuk melonggarkan
kesesakan dadanya, dia tak dapat berbuat apa-apa
lagi. Habis nenghela napas, dia terus mundur beberapa
langkah. Pada saat itu tepat tangan Tan Thian Song
menerkam bahu Coh Hen Hong.
Sejak semula Tan Thian Song memang tidak
memandang mata kepada Coh hen Hong. Meskipun
gerak-gerik Auyang Tiong He tadi aneh, tetapi Tan
Thian Song hanya merasa
heran dan tidak dapat menganalisa lebih lanjut.
Tetapi kini setelah menerkam bahu si nona,
kejutnya bukan alang kepalang. Seharusnya karena
dapat menerkam bahu lawan, dia tentu menang angin
dan harus gembira. Tetapi mengapa malah kaget"
Kiranya baru kelima jarinya menerkam dan terus
hendak mengangkat tubuh Coh Hen Hong, tiba-tiba
dia heran karena bahu nona itu terasa lemas sekali
seperti tak ada kekuatannya. Dan ketika diangkatnya,
dia tak mampu menggerakkan tubuh Coh Hen Hong.
Walapun berangasan tetapi dia seorang jago yang
banyak pengalaman. Selekas merasakan Sesuatu yang
tak wajar, dia kaget setengah mati. Menilik umurnya
yang masih begitu muda, tak mungkin nona itu
memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna
496 Buru-buru dia kendorkan tangan dan hendak
melepas cengkeramannya. Tetapi saat itu Coh Hen
Hong sudah turun tangan.
Cepat laksana kilat menyambar, tangan Coh Hen
Hong sudah menebas pergelangan tangan Tan Thian
Song. Sudah tentu Tan Thian Song penasaran. Betapapun
sakti tenaga dalammu, aku tetap hendak mengujimu,
pikirnya. Dia endapkan tubuh ke bawah, membalikkan
siku lengan dan wut, dari bawah keatas tangannya
menyongsong tebasan lawan.
Krak.... pada saat itu tebasan tangan Coh Hen Hong
telah diganti dengan pukulan. Terjadi benturan antara
kedua tangan yang menimbulkan letupan keras.
Saat itu sekalian orang terkejut heran. Mereka
melihat bagaimana dengan sekali gebrak saja, Tan
Thian Song telah berhasil menerkam bahu si gadis.
Seharusnya sudah selesai dan tak berkelanjutan lagi.
Mereka tak tahu mengapa tiba-tiba Tan Thian Song
lepaskan terkamannya dan saling beradu pukulan
dengan Coh Hen Hong.
Sekalian orang masih tetap mencemaskan ke adaan
Coh Hen Hong. Pukulan Tangan geledek dan Tan Thian
Song sudah termasyhur kesaktiannya. Gadis semuda
Coh Hen Hong tentu tak kuat menerima pukulan itu,
kalau tidak mati tentu terluka parah. Tanpa terasa
mulut mereka menjerit tertahan.
Tetapi tiba-tiba terdengar Coh Hen Hong tertawa
keras sedang Tan Thian Song mendesuh tak lampias.
497 Setelah kedua pukulan beradu, keduanya lalu bercerai
lagi. Saat itu terdengar suara angin menderu seperti
guruh di langit. Terapi anehnya, suara seperti guruh
itu bukan ke luar disisi si nona melainkan di sisi tubuh
Tan Thian Song sendiri.
Sudah tentu orang-orang itu heran dan serempak
berpaling memandang Tan Thian Song. Tampak wajah
Tan Thian Song pucat, tubuh berguncang guncang,
kedua tangannya berayun melepaskan tiga buah
hantaman. Ketiga pukulannya menimbulkan bunyi guntur
setelah itu lalu sunyi. Setelah itu baru dia dapat berdiri
tegak. Wajahnya tampak tidak sedap dipandang
Dia terlongong-longong berdiri beberapa saat baru
mengangkat tangan memberi hormat kepada Coh Hen
Hong, "Hari ini aku orang she Tan telah salah lihat,
kagum, kagum!"
Keduanya baru bergebrak satu jurus atau Tan Thian
Song sudah mengaku kalah. Benar-benar suatu hal
yang sukar dipercaya. Ada sebagian besar dari hadirin
yang benar-benar tak tahu bagaimana jalannya
pertandingan tadi, tahu-tahu Tan Thian Song sudah
keok. Ada beberapa tokoh yang dapat mengikuti jalannya


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertandingan itu Serangan tenaga dalam dari Tan
Thian Song telah ditahan dan ditolak balik oleh oleh Si
nona. Setelah ayunkan tangan menghantam tiga kali
ke udara, barulah Tan Thian Song dapat menghapus
daya pukulannya yang tertolak lawan.
498 Tan Thian Song tak sempat memeriksa ada kah dia
menderita luka parah atau tidak
Walaupun hadirin yang dapat mengikuti jalannya
pertempuran tadi, juga hampir tak percaya kalau anak
perempuan berumur 16-17 tahun mampu menahan
pukulan Tangan-geledek dari Tan Thian Song. Bahkan
juga kuasa menolak kembali.
Orang itu tak dapat bicara apa-apa, hanya Auyang
Tiong He yang cepat berseru, "Sudah, sudah lah,
kalau tidak berkelahi tentu tidak kenal. Siau lihiap,
Tan loji sudah menyatakan rasa kagumnya itu
merupakan hal yang luar biasa "
Auyang Tiong He maksudkan, bahwa Tan Thian
Song yang tergolong seorang cianpwe dunia persilatan
, di hadapan orang banyak telah mengaku kalah.
Dengan begitu, gengsi Coh Hen Hong juga ikut
menjulang tinggi.
Dengan kata-kata itu Auvang Tiong He bermaksud
menasehati agar Coh Hen Hong jangan menarik
peristiwa itu lebih panjang lagi.
Tetapi ternyata Coh Hen Hong tak mau berhenti
sampai di situ saja. Saat itu dia merasa yang pertama
kalinya menikmati kesenangan ilmu kepandaian tinggi
dan menikmati pujian dari sekian banyak orang.
Dalam keadaan seperti saat itu, ia seperti mabuk
pujian. Seperti orag yang sudah minum arak sampai
mabuk, mana dia merasa kalau sudah cukup minum
sampai di situ saja"
499 Dia tertawa dingin, "Auyang piauthau, omonganmu
itu salah sekali."
"Salah bagaimana"
"Apa engkau lupa?" tanya Coh Hen Hong, "dia
hendak menggantung aku?"
Auyang Tiong He cepat melangkah maju dua tindak,
katanya berbisik, "Siau-lihiap, Tan loji punya sahabat
banyak sekali, harap jangan gegabah."
Coh Hen Hong malah menyahut keras2, "Siapa
yang tidak terima, akan kugantung sekali."
Tan Thian Song tertawa pahit, "Oo, kiranya engkau
tetap hendak menggantung aku?"
"Ya," jawab Coh Hen Hong.
Jika tadi nada suara Tan Thian Song beriba iba,
tetapi setelah mendengar dirinya tetap akan
digantung, tiba-tiba mengembor keras, "Baik, silahkan
engkau turun tangan!"
Dia agak endapkan tubuh kebawah, tangan kiri
menjaga dada dan tangan kanan dirapatkan ke
pinggang tegak berdiri laksana gunung, menunggu
gerakan lawan. Sekalipun tadi dalam gebrak permulaan saja, Tan
Thian Song sudah mengaku kalah tetapi sekarang
setelah melihat jago tua Itu pasang kuda2 dengan
posisi yang begitu rupa, sekalian orang terkesiap.
Diam-diam mereka terkejut dan kepingin tahu
500 bagaimana tindakan gadis yang sombong itu dapat
mengantung si jago tua.
Selama belajar silat di Ceng te kiong, partner atau
lawan berlatih Coh Hen hong hanya Cengte saja, tak
ada orang lain lagi. ia merasa bagaimanapun dia
memaksa diri untuk belajar mati matian, toh tetap tak
dapat mengalahkan Cengte.
Sebenarnya Coh Hen Hong mempunyai angan2
hendak membunuh Cengte sekalian. Tetapi makin
kepandaiannya tinggi, dia makin merasa bahwa ilmu
kepandaian Cengte itu tinggi sukar diukur. Dia benarbenar
tak berani turun tangan dan terpaksa harus
menindas keinginannya yang jahat itu.
Setelah tinggalkan istana Ceng te kiong, selama
dalam perjalanan dia belum pernah mendapat
kesempatan bertempur. Oleh karena itu dia tak tahu
sampai di manakah ukuran dari ilmu kepandaian yang
dimiliki sekarang ini.
Saat itu dia melihat bahwa Pik Lik jiu Tan Thian
Song juga seorang jago kelas satu yang sakti. Tadi
dalam adu pukulan, dia merasa memang unggul. Dan
karenanya dia merasa tenang sudah Jelas bahwa
kepandaianya lebih tinggi dari Tan Thian Song.
"Apakah engkau sudah siap?" tanyanya kepada
lawan yang tak dipandang mata itu.
"Silahkan," sahut Tan Thian Song dengan Serius.
Coh Hen Hong kembali tertawa. Jika dinilai dari
perawakannya, Coh Hen Hong seperti sebatang pohon
liu yang bergoyang gontai tertiup angin. Sedang Tan
501 Thian Song seperti batu karang yang kokoh. Tetapi
anehnya, begitu Coh Hen Hong maju selangkah, wajah
Tan Thian Song tampak tegang sekali. Tangan kiri
yang melindungi dadanya tadi didorongkan ke muka.
Walaupun bergerak mendorong tetapi telapak
tangannya bergetar tiga kali, bum, bum, bum.. .
terdengar letupan keras.
Walaupun gerakan Tan Thian Song itu tidak
termasuk gerak yang mengagumkan tetapi sekalian
hadirin tahu kalau jago tua itu tengah melancarkan
pukulan Pik Lik jiu (tangan geledek) Jurus itu disebut
Lui tong sam hong atau Halilintar menggoncang tiga
arah. Dalam jurus itu gerakan tangan memang tidak
keras tetapi melancarkan tenaga-dalam keluar. Dan
tenaga dalam yang dipancarkan keluar itu terdiri dari
tiga gelombang. Gelombang yang satu lebih hebat dari
yang terdahulu.
Waktu sudah siap dengan kuda-kudanya tadi
sebenarnya Tan Thian Song menunggu Coh Hen Hong
akan menyerang. Tetapi karena nona itu hanya maju
selangkah dan tidak menyerang maka dia pun segera
mendahului turun tangan. Hal itu menandakan kalau
dia jeri tarhadap Coh Hen Hong.
Menghadapi tiga gelombang angin pukulan tenaga
dalam yang sakti dari Tan Thian Song rambut dan
pakaian Coh Hen Hong berkibar-kibar semrawut.
Tetapi nona itu sendiri tak kurang Suatu apa. Dia
tetap melangkah maju pelahan-lahan
Coh Hen Hong memang tak menghiraukan Jurus Lui
tong-sam hong yang dilancarkan lawan Hal itu
mengejutkan sekalian orang yang menyaksikan.
502 Bukan saja dapat berjalan maju, pun Coh Hen Hong
masih dapat membuka mulut berseru "Tan loji, tadi
engkau mempersilahkan aku supaya menyerang dulu
tak tahunya engkau malah gopoh mendahului
menyerang. Apakah itu tidak seperti anak kecil saja"
Tan Thian Song tidak mau menyambut melainkan
mendengus mengangkat tangan kanan dan
menghantam lagi.
Tetapi walaupun bicara, Coh Hen Hong diam-diam
sudah bersiap. Waktu berjalan maju itu dia sudah
mengerahkan tenaga murni keseluruh tubuh. Kalau
tidak begitu mana dia mampu maju terus"
Saat itu tangan kanan Tan Thian Song sedahsyat
geledek menyambar menyerang perut Coh Hen Hong.
Coh Hen Hong sudah yakin tentu tenang. Tetapi dia
menghendaki bagaimana dapat merebut kemenangan
itu dengan indah agar sekalian orang terkejut dan
kagum. Maka dia lalu tertawa panjang seraya
mengangkat tangannya.
Serangan kedua dan Tan Thian Song itu disebut
Thian-peng-te-hat atau Langit roboh bumi merekah.
Merupakan jurus yang paling dahsyat dari ilmu Pik-likkang,
Dan untuk jurus yang ter akhir itu dia
tumplekkan seluruh tenaga dalamnya. Apabila jurus
itu tak dapat mengalahkan lawan, dia sudah tak punya
modal lagi. Melihat lawan mengangkat tangan, cepat dia
menyerang sekuat-kuatnya. Tetapi tiba-tiba pandang
matanya berkunang kunang dan Coh Hen Hong pun
503 sudah lenyap. Dia seperti merasa sesosok bayangan
hitam melayang ke atas tetapi dia tak berani
memastikan bahwa bayangan hitam itu Coh Hen Hong
yang hendak melayang kebelakangnya.
Sesaat Thian Song tertegun. Pada saat itu dia baru
menyadari kepandaiannya. Bertahun-tahun dia belajar
silat dengan tekun dan susah payah dan pernah dia
malang melintang dari selatan sampai ke ujung utara,
berhadapan dengan berpuluh jago sakti. Dia merasa
ilmunya tinggi, pengalaman luas. Tetapi sekarang
berhadapan dengan seorang dara yang tak dikenal,
dia merasa ngenas dan kasihan pada dirinya sendiri.
Memang andaikata Coh Hen Hong mau melayani
adu pukulan dan Thian Song kena, tentulah dia takkan
terkejut seperti sekarang ini. Sebagai seorang jago
silat berpengalaman, kalau memang dalam adu
pukulan kalah, itu berarti memang kalah tinggi
tenaga-dalamnya. Secara ksatrya, dia mau menerima
kekalahan itu. Tetapi ternyata tidak begitu. Pukulan Thian peng-teliat
yang dilancarkan saat itu benar hampir
menggunakan seluruh tenaganya. Dahsyat bukan
alang kepalang, mampu menghancurkan gunduk
karang besar, Maka menurut nalar, lawan atau benda2 yang
berada satu tombak di hadapannya, tentu seperti
terhalang oleh suatu tembok kokoh yang tak
kelihatan. Dan apabila lawan yang kepandaiannya
agak rendah, bukan saja takkan dapat maju mendekat
pun bahkan akan terlempar jatuh.
504 Tetapi ternyata Coh Hen Hong bukan saja tidak
kurang suatu apa, pun bahkan dapat melayang
melampaui batas kepalanya. Hal itu menandakan
bahwa kalau Coh Hen Hong tidak memiliki kepandalan
yang lebih tinggi dari dia, tidak mungkin gadis itu
mampu berbuat demikian.
Itulah yang menyebabkan Tan Thian Song patah
semangat dan kehilangan faham.
"Tan tua, awas, sudah berada di belakangmu," tibatiba
dari kerumun orang yang melihat pertandingan itu
terdengar seseorang memberi peringatan.
Tan Thian Song mendengar suara tetapi dia sudah
kehiangan gairah lagi dan tetap tak mau berputar
tubuh. Dia menyadari, andaikata dia berputar tubuh, toh
percuma saja Melawan orang yang lebih sakti, hanya
akan menambahkan derita siksa batinnya saja. Pada
saat itu Coh Hen Hong yang sudah berada di belakang
Tan Thian Song, berputar tubuh. Dengan mata berkilat
kilat dia memandang pada orang yang memberi
peringatan kepada Tan Thian Song.
Cepat sekali gerakan itu dan dengan cepat pula
setelah dapat menekan beberapa jalan darah pada
tengkuk Tan Thian Song, Coh hen Hong
mengangkatnya. Tan Thian Song, jago ternama dalam dunia
persilatan, di hadapan begitu banyak tetamu yang
sedang menghadiri pesta ulang tahun Ho Tik, telah
terangkat tubuhnya tinggi2, seperti seorang anak
505 kecil. Dan yang mengangkatnya itu tak lebih hanya
seorang dara yang cantik.
Sudah tentu gemparlah sekalian orang yang
menyaksikannya. Seketika tetamu2 yang baru datang
maupun yang sudah berada dalam ruangan, serempak
keluar untuk melihat ribut-ribut yang makin ramai itu.
Pada saat mengangkat tubuh Tan Thian Song, mata
Coh Hen Hong segera melihat seorang lelaki memakai
sabuk dari cambuk yang panjang. Serentak timbullah
ingatan Coh Hen Hong untuk merampas cambuk itu
dan menggantung, Tan Thian Song.
Sekonyong konyong dari arah pintu besar terdengar
orang membentak dengan keras. Dan serentak empat
sosok orang melayang melampaui kepala orang-orang
yang melihat dan turun di muka Coh hen hong.
Melihat gerakan keempat orang itu. Coh Hen Hong
malah gembira. Dia tahu bahwa keempat orang itu
tentu jago-jago yang hebat. Dia memarig mengharap
agar jago-jago sakti muncul. Makin banyak makin
menyenangkan. Karena dengan begitu dia akan dapat
memamerkan kepandaiannya.
Yang tegak di mukanya, seorang tua bertubuh
tinggi besar, mengenakan pakaian warna kuning tua,
sepasang mata berkilat-kilat tajam memiliki perbawa
yang hebat. Begitu dia muncul, orang-orang yang berkerumun
tadi serentak berbisik-bisik, "Ho tayhiap datang. Ho
tayhiap datang sendiri."
506 Coh Hen Hong baru tahu kalau Ho Tik, tuan rumah
Istana Pulau Es 8 Dewi Ular 47 Mahluk Seberang Zaman Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 30
^