Pencarian

Manusia Setengah Dewa 7

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


ketika muncul tadi, dan dia memang tadinya tidak mau memperlihatkan bahwa dia
telah mengenalnya. Tentu saja dia mengenal kakek ini yang dahulu pernah pula
membujuknya untuk ikut dan menjadi
muridnya, ketika para tokoh kang-ouw datang memperebutkan dia dilereng
Pegunungan Jeng-hoa-san. Kini, melihat betapa Soan Cu sudah bertanding mati-matian melawan kakek itu, dia
menjadi khawatir sekali dan cepat dia berkata, "Locianpwe, seorang tokoh besar
yang berjuluk Tee-tok dan disegani di seluruh dunia Kang-ouw, benar-benar
mengecewakan dan merendahkan
nama besarnya kalau sekarang melayani bertanding melawan seorang dara remaja!"
Mendengar ucapan itu, Tee-tok menjadi merah mukannya. Dia menangkis pedang Soan
Cu sekuat tenaga sampai pedang itu hampir terlepas dari tangan Soan Cu, melompat
mudur dan menghadapi Sin Liong. "Hemm, orang muda! Kau sudah mengenal aku, kalau
begitu majulah kau menggantikan gadis itu!" Sin Liong menjura. "Bukan maksudku
dengan kata-kata itu menantangmu, Locianpwe. Saya hanya hendak mengatakan bahwa
kami berdua sama sekali bukan datang untuk bertanding." "Tapi kalian datang dan mengakibatkan harimau
peliharaan kami mati. Kalau kalian tidak datang mengacau, mana biasa harimau
kami mati?" "Dia mampus karena kalah dalam pertandingan yang adil!" Soan Cu membentak, akan
tetapi menjadi tenang kembali karena Sin Liong mendekatinya dan minta gadis itu
menyimpan pedang dan cambuknya kembali.
"Siangkoan Locianpwe, memang kami akui bahwa harimau peliharaan Locianpwe mati
karena biruang kami, akan tetapi Locianpwe telah membalas kematian itu dengan
membunuh biruang kami. Bukankah itu sudah lunas artinya?"
"Tidak!" Tee-tok yang masih marah itu membentak. "Biarpun biruangnya sudah mati,
akan tetapi pemiliknya belum dihukum!"
Soabn Cu tak dapat lagi menahan kemarahannya. "Dihukum apa" Kau hendak membunuh
kami?" "Tak perlu dibunuh! Pelanggaran ke dalam daerah ini sudah merupakan
kesalahan, dan matinya harimau tidak cukup ditebus dengan kematian biruang.
Pemiliknya harus dihukum rangket seratus kali , baru adil!" "Keparat!"
"Soan Cu!" Sin Liong berkata dan memegang lengan dara itu sehingga Soan Cu
menelan kembali kata-katanya. "Soan Cu, aku mita kepadamu agar kau sekarang juga
meninggalkan tempat ini. Biarkan aku yang berurusan dengan Siangkoan Locianpwe.
Kau turunlah dan kau tunggu aku di dusun itu. Mengerti?" Soan Cu mengerutkan
alisnya dan matanya memandang ragu, akan tetapi melihat sinar mata Sin Liong
yang tegas dan halus itu, dia tidak dapat menolak dan dia mengangguk.
"Berangkatlah, dan tunggu aku di sana." Sin Liong berkata lagi sambil tersenyum.
Soan Cu membanting kakinya, lalu melotot ke arah Siangkoan Houw,
kemudian meloncat pergi, meninggalkan isak tertahan. Semua orang memandang
dengan kagum akan keberanian dara itu yang sekali meloncat lenyap dari situ, akan
tetapi terutama sekali kagum kepada Sin Liong yang bersikap demikian tenang dan
halus, namun ia memiliki wibawa demikian besarnya sehingga gadis liar seperti
itu menjadi demikian jinak dan taat.
Setelah Soan Cu pergi jauh dan tidak tampak lagi bayangannya, Sin Liong lalu
mengeluarkan kedua lengannya dan sambil tersenyum tenang dia berkata, "Nah, Locianpwe. Tidak ada
yang perlu diributkan lagi. Aku sudah mengaku bersalah telah memasuki tempat ini dan menimbulkan
keributan. Biarlah aku menerima hukuman rangkes seratus kali agar hatimu puas.".Sikap yang tenang dan
halus ini diterima keliru oleh Siangkoan Houw. Matanya terbelalak lebar dan dia
menganggap pemuda itu menantangnya, menantang ancaman hukumannya.
"Belenggu kedua lengannya!" bentaknya kepada para muridnya.
Empat orang muridnya menyerbu dan Sin Liong hanya tersenyum saja ketika bajunya
dibuka, kedua pergelangan lengannya di kat dengan tali yang di katkan pula pada
cabang pohon sehingga tubuhnya setengah tergantung.
"Ayah.....!" Tiba-tiba dara cantik jelita yang sejak tadi hanya menonton dan
selalu memandang ke arah Sin Liong penuh kagum, berkata kepada Tee-tok, "Apakah
tidak berlebihan perbuatan kita ini" Harap Ayah berpikir lagi dengan matang
sebelum melakukan suatu kesalahan."
"Dipikir apalagi" Kita telah dihina orang, kalau tidak memperlihatkan kekuatan,
bukankah akan menjadi bahan tetawaan orang sedunia?"
Mendengar kata-kata orang tua itu, Siangkoan Hui, gadis itu, menunduk dan
melirik ke arah Sin Liong yang telah siap menerima hukuman.
"Terima kasih atas kebaikan hatimu, Nona. Akan tetapi biarlah, aku sudah siap
menghadapi hukuman. Dengan begini, habislah segala urusan dan Ayahmu takkan marah lagi." "Diam kau!"
Tee-tok membentak, kemudian menuding kepada seorang muridnya yang bertubuh
tinggi besar. "Ambil cambuk dan rangket dia seratus kali!"
Murid itu berlari pergi dan tak lama kemudian sudah datang kembali membawa
sebatang cambuk hitam yang besar dan panjang. Setelah menerima isyarat gurunya, murid
tinggi besar ini mengayun cambuknya. Terdengar suara meledak-ledak dan cambuk
itu menyambar ke bawah, melecut tubuh atas yang telanjang itu.
"Tar.....! Tar....! Tar........!"
Semua orang terbelalak memandang , penuh keheranan. Cambuk itu menyambar
bertubi- tubi, melecuti tubuh itu, mukanya, lehernya, lengannya, dada, dan punggungnya,
namun sama sekali tidak membekas pada kulit halus putih itu! Hanya dahi pemuda itu
yang berkeringat, akan tetapi dahi Si Pemengang Cambuk lebih banyak lagi peluhnya!
Sampai seratus kali cambuk itu menyambar tubuh Sin Liong dan ujungnya sudah pecah-
pecah, namun jangankan sampai ada darah yang menetes dari kulit tubuh Sin Liong,
bahkan tampak merah saja tidak ada seolah-olah cambuk itu bukan melecut kulit
membungkus daging, melainkan melecut baja saja!
Setelah menghitung sampai seratus kali, Si Algojo itu jatuh terduduk, napasnya
terengah-engah dan dia menggosok-gosok telapak tangan kanannya yang terasa panas
dan lecet-lecet. Mukanya pucat dan matanya terbelalak penuh keheranan dan kengerian. Semua anak
buah atau murid Tee-tok terbelalak dan pucat. Akan tetapi muka Tee-tok sendiri
menjadi merah sekali. Tahulah bahwa pemuda itu adalah seorang yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi dan tadi telah menggunakan sinkangnya sehingga tubuhnya kebal
dan tentu saja lecutan cambuk itu tidak membekas! Hal ini menambah kemarahan
hatinya. Dia merasa dihina dan ditantang.
Dengan kemarahan meluap dia menyambar senjata aneh, yaitu tanduk rusa yang
kering itu. Tanduk rusa itu bukanlah sebuah senjata sembarangan saja. Tee-tok merupakan
seorang ahli racun dan dia telah menemukan tanduk rusa ini yang mempunyai daya
ampuh terhadap kekebalan. Tanduk ini mengandung racun yang tak dapat ditahan oleh kekebalan
yang bagaimana kuat pun dan kini dalam kemarahannya, dia hendak mengajar pemuda ini
dengan tanduk rusa ini! Pada saat itulah Swat Hong datang dan mengintai dengan mata
terbelalak keheranan. Seluruh urat syaraf di tubuhnya sudah tegang dan dia sudah
hampir meloncat keluar untuk menolong suhengnya ketika dia melihat seorang gadis datang berlari
dan berlutut di depan kakek yang memegang senjata tanduk rusa itu. Melihat ini, Swat
Hong menahan diri dan terus mengintai.
"Ayah, jangan..... jangan pukul dia dengan ini.....!"."Hui-ji (Anak Hui),
mundurlah kau! Dia telah menghina kita, memperlihatkan dan memamerkan
kekebalannya! Hemm, hendak kulihat sampai dimana kekebalannya kalau dia merasai
pukulanku dengan ini!" Dia mengamangkan senjata aneh itu.
"Jangan, Ayah! Jangan.... aku akan melindunginya kalau Ayah memaksa! Ayah
bersalah, dia.... dia orang gagah yang budiman, luar biasa..... mengapa Ayah tak bisa melihat
orang.....?" Siangkoan Houw menundukan mukanya dan melihat wajah puterinya yang pucat, mata
yang sayu dan tampak dua titik air mata di pipi puterinya. Dia terkejut dan terheran-
heran, kemudian marah sekali. Puterinya telah jatuh cinta kepada pemuda itu!
"Hemm..." Suaranya penuh geram. "Lupakah kau kepada putera Lusan Lojin.....?"
"Ayahhhh....!" Siangkoan Hui berseru dan terisak sambil memeluk kedua kaki
ayahnya, menangis. Betapapun bengisnya, Tee-tok yang hanya mempunyai seorang
anak itu, tentu saja merasa tidak tega kepada anaknya. Hantinya mencair ketika
dia melihat puterinya menangis sambil memeluk kedua kakinya. Dia menghela napas
panjang dan pandang matanya yang
ditujukan kepada Sin Liong kini kehilangan kekejaman dan kemarahannya, hanya
terheran dan ragu-ragu. Puterinya mencintai pemuda ini" Hemm...., seorang pemuda
yang amat tampan , dan harus diakuinya bahwa biarpun pemuda itu kelihatan halus
seperti seorang lemah, namun pemuda itu gagah perkasa, penuh ketenangan dan
keberanian. Dan kekebalannya itupun
membuktikan bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan. Dia belum melihat putera
Lu-san Lojin, entah bagaimana setelah dewasa sekarang. Apakah sebaik pemuda ini" "Hai,
orang muda. Siapakah namamu?"
Sin Liong memandang kepada kakek itu dan menjawab halus, "Nama saya Kwa Sin
Liong, Locianpwe." "Bagaimana engkau bisa mengenal aku?"
"Siapa yang tidak mengenal Locianpwe yang terkenal di dunia Kang-ouw" Locianpwe
adalah Tee-tok Siangkoan Houw yang amat tinggi ilmu kepandaiannya, dan saya
pernah bertemu dengan Locianpwe....." Tiba-tiba Sin Liong berhenti bicara karena baru dia
teringat bahwa sebenarnya tidak ada perlunya menyebut-nyebut hal itu.
"Bertemu" Di mana?"
Karena sudah terlanjur bicara, Sin Liong merasa tidak enak untuk membohong lagi,
maka dia berkata, "Di lereng Jeng-hoa-san, bahkan Locianpwe pernah membujuk saya
menjadi murid......" "Astaga....! Engkaukah ini" Engkaukah anak ajaib" Engkau Sin-
tong....?" Tee-tok berseru dan cepat melangkah maju. "Benar, engkaulah Sin-tong!
Aihh..... maafkan kami. Di antara kita telah timbul salah pengertian besar!" Dia
cepat meloncat dan merenggut lepas tali yang mengikat kedua lengan Sin Liong,
bahkan cepat meneriaki muridnya untuk menyerahkan kembali baju Sin Liong. Sin
Liong tersenyum. "Tidak mengapa, Locianpwe. Memang saya mengaku salah, telah
menimbulkan keributan dan mengakibatkan kematian harimaumu."
"Aihh... hei, matamu tajam sekali, Hui-ji! Engkau benar! Dia anak baik, bukan
hanya baik saja. Aduh, betapa dahulu aku mati-matian memperebutkan anak ini! Hui-ji, dia Sin-
tong! Betapa girangku dia tiba-tiba muncul di sini!" Dengan giran Tee-tok
menggandeng lengan Sin Liong dan menariknya. "Hayo masuk ke rumah kami, kita
bicara!" "Tapi, Locianpwe. Saya ingin melanjutkan."
"Nanti dulu, kita bicara! Sejak engkau dibawa oleh.... eh, di mana dia
sekarng.....?" Kakek itu menengok
kekanan kiri, seolah-olah merasa ngeri karena dia teringat akan Pangeran Han Ti
Ong yang sakti. Siapa tahu, pangeran yang luar biasa itu tahu-tahu muncul pula di situ.."Locianpwe
maksudkan Suhu" Saya hanya datang berdua dengan adik Soan Cu.?"Mari kita bicara.
Ah, pertemuan ini sungguh menggirangkan hati!" Melihat sikap kakek itu begitu
gembira, Sin Liong tidak tega untuk menolak terus. Urusan telah selesai dengan
baik, dan Soan Cu tentu sedang menanti di dusun di kaki bukit. Terlambat sedikit
pun tidak mengapa daripada memaksa menolak dan
menimbulkan kemarahan kakek yang berangasan ini.
Siangkoan Hui memandang kepada Sin Liong dengan sepasang mata bersinar-sinar,
penuh kekaguman dan ketika ayahnya menggandeng pemuda itu dengan tangan kanan,
kemudian menggandengnya dengan tangan kiri, dia tersenyum dan meronta melepaskan diri
karena malu, kemudian berlari-lari kecil meninggalkan mereka.
"Ha-ha-ha! Hui-ji... ha-ha-ha-ha! Eng kau benar. Dia ini seorang pemuda pilihan,
seorang pemuda hebat!"
Dengan penuh kegembiraan Tee-tok menjamu Sin Liong. "Siapakah Nona yang lihai
dan berani itu?" "Dia adalah Ouw Soan Cu, seorang sahabat baik saya, Locianpwe.
Dia sedang mencari ayahnya dan saya membantunya."
"Mana dia" Karena dia sahabatmu, dia pun sahabat kami. Biar aku menyuruh orang
mengundangnya." "Tidak usah, Locianpwe. Wataknya aneh dan keras, jangan-jangan malah menimbulkan
salah paham." "Ha-ha-ha, aku suka kepadanya! Sejak pertemuan pertama aku kagum
kepada anak itu! Keras, aneh dan berani! Hebat dia! Aihh, Sin-tong...."
"Locianpwe, nama saya Kwa Sin Liong."
"Tidak apa, aku tetap menyebutmu Sin-tong. Engkau memang anak ajaib, luar biasa
sekali. Apakah engkau telah menjadi murid pangeran Han Ti Ong"'
Sin Liong mengangguk dan merasa agak gugup. "Benar, akan tetapi saya dilarang
untuk bicara tentang Suhu...."
"Ha-ha-ha, aku tahu. Dia bukan manusia biasa! Aku girang sekali bertemu dengan
muridnya, apalagi muridnya adalah engkau, Sin-tong! Ahhh... kegirangan yang
bercampur dengan kekecewaan sebesar gunung!" Tiba-tiba kakek itu meremas cawan araknya dan cawan
arak yang terbuat daripada perak itu seperti tanah lihat saja, di dalam
kepalanya berubah menjadi perak yang pletat- pletot, lenyap bentuk cawannya.
Sin Liong terkejut dan tidak berani bertanya. Kakek itu melempar cawan yang
sudah tidak karuan itu ke bawah meja dan berteriak kepada muridnya mita diberi
sebuah cawan baru. Kemudian dia berkata, "Siapa tidak kecewa" Anaku hanya seorang, perempuan lagi,
dan celakanya, dia sudah ditunangkan sejak kecil!" Kakek ini memang selalu
bicara keras, kasar dan jujur, tak pernah mau menyembunyikan sesuatu! Sin Liong
menjadi makin terheran. "Telah ditunangkan sejak kecil adalah baik sekali, mengapa celaka, Locianpwe"'
"Kalau ditunangkan dengan engkau tentu saja baik sekali! Akan tetapi bukan
denganmu , dengan orang lain yang tak kunjung datang! Dan karena telah
ditunangkan itu, mana mungkin aku dapat mengambil engkau sebagai mantuku"
Padahal aku tahu, Hui-ji suka padamu, dia
jatuh cinta padamu. Ha-ha, anak pintar itu, matanya tajam sekali."
Tentu saja Sin Liong menjadi terkejut dan malu, menunduk dan tak berani bicara
lagi. "Engkau tentu belum bertunangan, bukan?"
Sin Liong hanya menggeleng kepalanya.
"Kalau begitu, mudah saja ! Engkau menjadi mantuku, menikah saja dengan Hui-
ji...."."Locianpwe, ingatlah bahwa Siocia telah bertunangan, adapun aku.... aku
sama sekali tidak mempunyai
pikiran untuk menikah,"
Kakek itu menarik napas panjang. "Engkau betul, memang tidak patut kalau
diputuskan begitu saja, dari satu pihak. Aihhh, Lu-san Lojin, engkau tua bangka
benar-benar sekali ini membuat hatiku kesal! Aku telah pergi ke sana baru-baru
ini dan dia bersama puteranya itu, juga bersama seorang puterinya, menurut
penuturan penduduk di sekitar Lu-san, telah pergi entah ke mana! Aihh, betapa
kesal hatiku...." "Harap Locianpwe menenangkan pikiran. Mungkin mereka sedang
mencari Locianpwe. Kalau sudah jodoh, tentu akan dipertemukan kelak."
Kembali kakek itu mengangguk-angguk. Memang, setelah mendengar bahwa pemuda yang
tadinya akan dibunuhnya itu ternyata adalah Sin-tong yang dahulu dibawa oleh
Pangeran Han Ti Ong tokoh Pulau Es, dia tertarik dan terkejut sekali. Bukan
hanya untuk mencoba menarik pemuda itu menjadi mantunya, akan tetapi juga untuk
keperluan lain yang amat penting. Dia masih ragu-ragu untuk membicarakan urusan


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini, maka dia menanti kesempatan baik dan
hendak menjajaki lebih dulu, di fihak manakah pemuda ini berdiri.
Sementara itu, Siangkoan Hui merasa malu sekali. Dia sudah mengenal baik watak
ayahnya yang kasar dan jujur. Tentu kalau dia ikut masuk ke dalam rumah menemui
pemuda itu, ayahnya akan bicara yang bukan-bukan tanpa tedeng aling-aling lagi! Dia merasa
malu dan.... girang bukan main. Tak dapat ia menipu hatinya sendiri. Dia memang telah jatuh
cinta kepada pemuda itu! Pemuda yang amat luar biasa, bukan hanya tampan dan
gagah, namun memiliki watak yang amat hebat. Belum pernah dia bertemu dengan pemuda segagah itu,
begitu halus, begitu budiman, begitu tabah dan mengalah, akan tetapi juga amat
lihai sehingga seratus kali rangketan itu tidak membekas sama sekali di kulit
tubuhnya yang putih halus dan padat
membayangkan tenaga yang luar biasa! Dia sudah jatuh cinta! Dan ayahnya sudah
mengetahui akan hal ini. Tentu ayahnya akan bicara terang-terangan kepada pemuda
itu. Akan tetapi, bagaimana dengan tunangannya"
Teringat akan ini, tiba-tiba Siangkoan Hui menjadi lemas. Dia duduk bersandar
pohon dan termenung, menanggalkan sabuk sutera merah yang melibat pinggangnya.
Kiranya sabuk itu hanya sabuk tambahan dan dapat dipergunakan sebagai
saputangan, karena di pinggang itu telah terdapat sabuk lain yang berwarna
kuning. Sambil menggigit-gigit ujung sabuk sutera merah, Siangkoan Hui termenung,
mukanya sebentar pucat sebentar merah tanda bahwa hatinya kacau tidak karuan oleh jalan
pikirannya. Dara ini sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi ada bayangan yang
mengikutinya, bayangan seorang gadis lain yang memandangnya dengan sinar mata
berapi-api penuh kemarahan! Gadis ini bukan lain adalah Han Swat Hong! TadinyaSwat Hong mengintai
dan hampir saja dia melompat keluar untuk menolong suhengnya. Akan tetapi kemunculan
Siangkoan Hui yang melarang ayahnya menggunakan tanduk rusa memukul Sin Liong,
membuat dia membatalkan niatnya menolong Sin Liong. Apalagi melihat betapa usaha
pertolongan dara cantik puteri kakek berangasan itu berhasil! Hatinya terasa
panas sekali, seperti dibakar dan serta merta dia merasa benci kepada Siangkoan
Hui! Kebencian yang membuat dia diam-diam mengikuti dara itu dengan niat untuk membunuhnya! Swat
Hong sendiri tidak mengerti mengapa dia selalu marah dan tidak senang kalau melihat ada gadis memperlihatkan sikap baik dan
mencinta kepada Sin Liong. Dia sendiri tidak tahu bahwa
hatinya diamuk cemburu! Melihat Siangkoan Hui yang dibayanginya itu duduk seorang diri di tempat sunyi
itu, menggigit ujung sabuk merah dengan wajah sebentar pucat sebentar merah,
melamun dan kadang-kadang tersenyum manis, Swat Hong merasa perutnya seperti
dibakar! "Perempuan tak tahu malu!" Bentaknya dan dia sudah melompat keluar, mencabut
pedangnya dan menyilangkan pedang itu di tangan kanan dan sarung pedang di
tangan kiri, memasang kuda-kuda dan membentak, "Bersiaplah untuk mampus di
tangan Nonamu!" Siangkoan Hui adalah seorang gadis yang sejak kecil digembleng ilmu silat tinggi
oleh ayahnya, maka begitu melihat bayangan berkelebat tadi, dia sudah meloncat
bangun. Kini, melihat bahwa yang muncul dan datang-datang memakinya itu adalah
seorang gadis cantik yang tidak dikenalnya, dia melongo.
"Eh-eh, apakah kau ini orang gila?".Tentu saja pertanyaan ini membuat Swat Hong
menjadi makin marah. Kedua pipinya merah seperti udang
direbus dan sepasang matanya yang jeli itu mengeluarkan sinar berapi-api. Sukar
dikatakan siapa di antara kedua orang dara itu yang lebih menarik. Keduanya sama
muda, sama cantik jelita dan pada saat itu sama marahnya!
"Kau.... kau.... perempuan rendah! Perempuan macam engkau berani jatuh cinta
kepada Suhengku!" Swat Hong memaki.
Siangkoan Hui terkejut sekali, akan tetapi perutnya juga sudah panas dibakar
kemarahan mendengar dirinya dimaki-maki orang. "Apa" Kau ini mengaku Sumoinya"
Sungguh tidak patut! Seekor naga mana mempunyai sumoi seekor cacing?"
Dapat dibayangkan betapa marahnya hati yang keras seorang dara seperti Swat Hong
mendengar ini. Ingin dia mencaci maki habis-habisan, ingin dia menjerit-jerit,
akan tetapi karena dia tak pandai cekcok dengan suara, dia hanya mengeluarkan
suara melengking nyaring dan pedangnya sudah menerjang ke arah dada Siangkoan Hui!
"Singgg... Wuuuuttt......!"
Siangkoan Hui juga mengeluarkan pekik kemarahan, tubuhnya tiba-tiba mencelat ke
atas dan dari atas sabuk sutera merahnya yang ternyata adalah senjatanya yang
ampuh itu menyambar ke bawah dengan serangan balasannya yang tidak kalah
berbahaya. "Plakkkk!!" Sarung pedang di tangan kiri Swat Hong berhasil menangkis
serangan itu dan dia terkejut juga
menyaksikan kelincahan lawan. Tahulah Swat Hong bahwa lawannya tak boleh
dipandang ringan dan memiliki ginkang yang amat hebat, maka dia memutar pedangnya dengan
kecepatan kilat. Repotlah Siangkoan Hui menghadapi permainan pedang lawannya yang amat luar biasa
itu. Sebetulnya tingkat kepandaian Siangkoan Hui sudah tinggi, dan pada jaman itu,
sukarlah dicari tandingannya. Sebagai puteri tunggal, Tee-tok telah menurunkan
semua ilmu simpanannya dan selain memiliki senjata istimewa berupa sabuk sutera, juga dara ini adalah
seorang ahli racun seperti ayahnya. Ayahnya adalah seorang tokoh yang berjuluk
Racun Bumi, tentu saja dia mempelajari pula penggunaan racun-racun yang ampuh.
Setelah mendapat kenyataan betapa permainan pedang lawannya benar-benar amat
lihai dan berbahaya, tiba-tiba Siangkoan Hui membentak dan dari tangan kirinya
menyambar sinar-sinar merah. Sawat Hong mengeluarkan suara mendengus dari hidung
dan mengejek, sinar pedangnya berkelebatan dan bergulung-gulung sehingga jarum-jarum merah yang
dilepas Siangkoan Hui secara lihai itu semua dapat dipukul runtuh.
"Hai ittt....!!" Swat Hong meluncur ke depan, didahului sinar pedangnya, pedang
itu menusuk lalu disambung membabat ke kanan kiri, sedangkan sarung pedangnya
masih bergerak menghantam dari atas. Seolah-olah semua jalan keluar tertutup dan tidak
memungkinkan lawan untuk mengelak lagi! "Hiaaaaahhhh!!" Siangkoan Hui memekik nyaring,
sabuknya berubah menjadi sebatang benda keras yang diputar-putar, melindungi
tubuhnya. Pada saat pedang tertangkis, tiba-tiba dari ujung sabuk merah itu
menyambar dua batang paku merah yang meluncur tanpa tersangka-sangka dan dengan
cepat sekali ke arah tenggorokan Swat
Hong! "Aihhh....!!" Swat Hong menjerit dan tidak ada jalan lain baginya kecuali
membuka mulutnya yang kecil dan "menangkap" dua batang paku merah itu dengan
gigitan giginya yang kecil-kecil dan putih berderet rapi itu!
Siangkoan Hui terkejut dan kagum bukan main , dan pada saat itu, Swat Hong telah
meniupkan dua batang paku ke arah tubuh lawan. Tentu saja Siangkoan Hui dapat
mengelakan senjata rahasianya sendiri ini dengan mudah. Akan tetapi kini Swat
Hong sudah marah sekali dan pedangnya bergerak untuk membunuh!
Jurus-jurus terhebat dari Pulau Es dimainkannya dan tentu saja Siangkoan Hui
terdesak hebat dan ujung sabuknya sudah robek dicium ujung pedangnya!."Sumoi, jangan....!!!" Tiba-tiba
terdengar seruan dan Sin Liong melompat memasuki lapangan
pertandingan, menolak lengan sumoinya dengan tangan kiri. "Sumoi....! Syukur
kita dapat saling bertemu di sini....!" Sin Liong berseru girang bukan main.
Akan tetapi, perut Swat Hong terasa panas saking mendongkolnya.tadi dia sudah
berhasil mendesak lawan dan belasan jurus lagi saja dia tentu akan menang. Siapa
Tahu, suhengnya muncul dan lawannya itu dapat meloncat keluar dan kini berdiri
di belakang kakek yang menjadi ayahnya! "Aku harus membunuhnya!" bentaknya dan dia hendak melompat ke
arah Siangkoan Hui. "Sumoi, jangan serang orang!"
"Kalau begitu, serang kau saja!" Dan gadis itu lalu menyerang Sin Liong kalang
kabut dengan pedangnya! "Eh-eh....! Ohhh....! Sumoi...., mengapa kau marah-
marah?" Sin Liong terpaksa berlompatan ke sana-sini mengelak karena sambaran
pedang di tangan sumoinya itu bukan
main-main! "Kenapa kau membelanya" Kenapa?" Swat Hong berkata berlahan dan
menyerang terus tanpa mempedulikan seruan suhengnya.
Pada saat itu tampak dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah
berdiri Kwee Lun dan Soan Cu. Bagaimana dua orang muda ini dapat datang bersama"
Telah kita ketahui bahwa Soan Cu disuruh pergi oleh Sin Liong, dan karena gadis
ini amat taat kepada Sin Liong, dengan hati berat dia meninggalkan puncak itu
hendak turun ke dusun kembali. Dan telah diceritakan pula di bagian depan betapa Kwee Lun melakukan
penyelidikan bersama Swat Hong dan mereka berpencar.
Kwee Lun mengambil jalan dari kiri. Kebetulan sekali ketika pemuda ini sedang
berindap-indap melakukan penyelidikan, dia melihat seorang gadis cantik berjalan
seorang diri keluar dari pagar. Tentu saja dia mengira bahwa gadis itu adalah
seorang musuh. Timbul dalam
pikirannya untuk menangkap gadis ini dan memaksanya mengaku apa yang telah
terjadi di sebelah dalam . Hal ini akan lebih memudahkan penyelidikannya, daripada
menyelidiki dari luar tak berketentuan.
Dengan pikiran ini, Kwe Lun tiba-tiba meloncat keluar dari tempat sembunyinya
dan langsung dia menubruk dan memeluk Soan Cu!
Dapat dibayangkan betapa marahnya dara ini. Ketika tiba-tiba ada seorang laki-
laki keluar dari semak-semak dan dengan gerakan secepat kilat menyergap dan
memeluknya, tentu saja dia
mengira bahwa ini tentulah anak buah Tee-tok yang hendak menangkapnya atau
hendak berkurang ajar. "Setan keparat jahanam terkutuk !!" bentaknya dan dia
mengerahkan tenaganya, meronta dan menggerakan kaki tangannya, menyepak dan
menampar. "Plak-plak-plak.....! Wah-wah..... galak benar!" Kwee Lun kewalahan dan terpaksa
melepaskan rangkulannya karena tulang kering kakinya kena ditendang, pipinya
dicakar dan dagunya ditampar! Kini mereka berhadapan dan saling pandang. Keduanya kelihatan tertegun
karena sama-sama tidak menyangka. Kwee Lun sama sekali tidak menyangka bahwa
yang ditangkapnya tadi, dipeluknya karena disangkanya seorang pelayan wanita, kiranya
adalah seorang dara remaja yang cantik jelita! Sedangkan Soan Cu yang terkejut
melihat seorang pemuda yang begitu tampan gagah perkasa. Sejenak keduanya saling
pandang, kemudian timbul kegalakan Soan Cu yang menjadi marah. Dia memang sudah mendongkol disuruh
pergi oleh Sin Liong , hatinya gelisah memikirkan Sin Liong biarpun dia yakin
pemuda itu akan mampu menjaga dirinya.
Kini ada orang yang betapa gagahnyapun telah berlaku kurang ajar. "Setan alas!
Siapa kau" Tentu kaki tangan Tee-tok, ya" Hendak menangkap aku" Keparat jahanam! Engkau
sudah bosan hidup!" "Tar-tar-tar....!!" Cambuk buntut ikan hiu itu sudah meledak-ledak di atas
kepala Kwee Lun. Soan Cu mengira bahwa sekali serang saja kepala pemuda gagah itu tentu akan pecah.
Seberapa hebat sih kepandaian anak buah Tee-tok" Akan tetapi betapa herannya ketika dia melihat
pemuda tinggi besar itu.dapat mengelak dengan amat cepatnya, bahkan telapak tangan
pemuda itu berhasil menepuk lengannya
yang memegang cambuk. "Plakkk!" Pemuda itu terheran. Tamparannya tidak membuat cambuk itu terlepas!
"Aihhh..... nanti dulu, jangan menyerang begitu. Aku bukan anak buah Tee-tok atau racun
manapun juga!" Namun Soan Cu sudah merasa penasaran sekali. Kembali dia menyerang dan
kini cambuknya berubah menjadi segulung sinar hitam yang menyambar-nyambar
dibarengi suara meledak-ledak. Akan tetapi, Kwee Lun tetap dapat mengelak dan meloncat ke sana-
sini, bahkan kadang-kadang dia berani menangkis cambuk itu dengan telapak tangannya!
Hal ini tentu saja mengagumkan hati Soan Cu. Dan tidak tahu bahwa pemuda itu
menggunakan ilmu Bian-sin-kun (Tangan Kapas Sakti) yang mengandung sinkang tingkat tinggi yang
membuat telapak tangannya menjadi lemas seperti kapas dan karenanya tidak terluka oleh
benda keras! "Nona cantik tapi galak seperti kucing lapar!" Kwee Lun balas memaki ketika
melihat nona itu menyerang terus sambil memaki-maki. "Berhentilah dulu dan kita
bicara!" "Iblis raksasa, kau yang kelaparan!" Soan Cu membentak makin marah dan kini dia
sudah mencabut pedangnya, pedang Coa-kut-kiam! Dengan kedua senjatanya ini, dia
menyerang kalang kabut! "Wah, runyam! Perempuan galak dan ganas!" Kwee Lun terancam bahaya
maut dan dia pun terpaksa lalu mencabut pedangnya dengan tangan kanan sedangkan
tangan kirinya memegang kipas gagang perak. "Tringgggg.... Cringggg-trangggg......!"
Bunga api berpijar dari keduanya terdorong kebelakang oleh pertemuan senjata
yang hebat itu tadi. Kipas bertemu dengam cambuk dan pedang bertemu dengan pedang. Masing-masing
menjadi terkejut dan terheran. Tenaga sinkang mereka seimbang!
"Bagus! Mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Soan Cu sudah menerjang
lagi. "Trangggg....! Trangggg....!!" Kembali Kwee Lun menangkis sekuatnya dan mereka
terdorong mudur. "Sombongnya! Manusia mana kuat bertanding sampai selaksa jurus"
Makan waktu berapa bulan" Tunggu dulu, mengapa kau marah-marah kepadaku seperti
orang kebakaran jenggot?" "Ngaco! Jenggotmu yang kebakaran!"
"Eh, ohhh! Kau bikin aku bingung! Benar, kau tidak berjenggot. Eh, kenapa kau
marah-marah begini" Dan kau lihai bukan main! Senjatamu mengerikan!"
Cerewet!" Soan Cu sudah hendak menerjang lagi, sekarang terdorong oleh rasa
penasaran bahwa dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini.
"Nanti dulu! Kita bicara dulu, baru kita bertanding selaksa.... eh, seratus
jurus saja! Aku salah menduga, kukira kau tadi seorang pelayan di sini!"
"Menghina kamu ya" Orang macam aku ini pelayan" Kalau kau baru pantaslah menjadi
jongos! Atau jagal babi!"
"Maafkanlah. Aku tadi melihat dari jauh. Aku sedang menyelidiki..... wah,
celaka! Kau tentu puteri Tee-tok!"
Kwee Lun terkejut dan menyesali kebodohannya.
Mengapa dia tidak menduganya lebih dulu" Siapa lagi kalau bukan puteri Tee-tok
yang begini lihai" "Aku bukan anak racun bumi, bukan anak racun bau! Aku malah musuhnya!" "Wah,
benarkah" Kalau begitu kita cocok! Aku pun sedang melakukan penyelidikan. Aku
mendengar ada biruang diadu dengan harimau, pemilik biruang itu adalah
sahabatku, eh, maksudku, sahabatnya sahabatku!"
Soan Cu menjadi bingung. "bicaramu seperti orang sinting!'."Memang betul,
sahabatnya, eh, malah suhengnya sahabatku. Kau siapa?""Aku baru saja
meninggalkan pemilik biruang itu yang menjadi sahabat baikku." Dengan singkat
Soan Cu menuturkan betapa Sin Liong
mengalah dan malah menyuruh dia pergi dan ingin menerima hukuman! "Wah, kenapa
kau sudah begini besar masih begini tolol?"
"Siapa" Siapa tolol?" Soan Cu melangkah maju dan sepasang senjatanya sudah
menggetar ditangannya. "Siapa lagi kalau bukan engkau" Mengapa kau meninggalkan
sahabatmu itu menghadapi hukuman" Kau tidak tahu siapa itu Tee-tok Siangkoan
Houw" Dari julukannya
saja sudah mudah diketahui. Dia Racun Bumi, kejemnya bukan main. Sahabatmu itu,


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suheng sahabatku, pemilik biruang, tentu akan dibunuhnya!" "Apa....?" Wajah Soan
Cu menjadi pucat sekali. "Celaka....!"
"Hayo cepat kita kesana, barangkali belum terlambat!"
Demikianlah, kedua orang itu seperti berlomba lari saja, bersicepat lari kembali
ke puncak. Dan mereka tiba di tempat yang tepat di mana mereka melihat Swat Hong sedang
menyerang kalang kabut kepada Sin Liong yang mengelak ke sana-sini. Ketika Kwee
Lun melihat sahabatnya itu menerjang seorang pemuda dengan mati-matian dan mendapat
kenyataan betapa pemuda itu lihai bukan main, biarpun bertangan kosong namun pedang di
tangan Swat Hong sama sekali tidak pernah menyentuhnya, dia sudah menggerakan pedang
dan kipasnya, meloncat maju sambil membentak, "Berani kau menghina Hong-moi?"
"Trangg-cringgg....!!" Kwee Lun terdorong ke belakang dan matanya terbelalak
melihat bahwa yang menangkisnya adalah sepasang senjata di tangan..... Soan Cu
yang mendelik dan memaki,
"Kerbau tolol! Berani kau mencampuri urusan Liong-koko?" Setelah berkata
demikian, Soan Cu menyerang kalang kabut dan kembali mereka saling serang dengan
serunya! Melihat ini, otomatis Swat Hong menghentikan serangannya dan Sin Liong juga
sudah meloncat ke belakang lalu berkata, "Jangan bertempur! Soan Cu, mundurlah....!"
"Liong-ko, biarkan aku bertemput dengan gajah ini sampai selaksa....... eh,
seratus jurus!" "Kwee-koko, mundur! Orang sendiri......!"
"Hehhhh...." Orang sendiri...." Dia ini...." Kwee Lun terkejut dan terheran-
heran, sebentar memandang kepada Sin Liong, lalu kepada Soan Cu.
"Kwee-koko, inilah suhengku yang kucari-cari." Swat Hong memperkenalkan .
"Eh.... akan tetapi, mengapa kau menyerangnya.....?""
Sin Liong cepat berkata, "Saudara yang gagah, Sumoiku ini memang kalau lama
tidak bertemu lalu ingin mengajakku berlatih." Mendengar ini, merah wajah Swat
Hong. Setelah ketahuan oleh semua orang betapa dia marah-marah dan menyerang
suhengnya sendiri, baru dia
teringat dan menjadi malu. Sementara itu, dapat dibayangkan betapa kaget dan
sedihnya hati Siangkoan Hui ketika itu. Kiranya dara cantik yang amat lihai ini
adalah Sumoi dari Kwa Sin Liong dan melihat sikapnya, dia dapat menduga bahwa
dara yang galak ini cemburu
kepadanya. Maka dia sudah melangkah maju dan menjura sambil berkata, "Ah, harap
maafkan. Kiranya Cici adalah sumoi dari Kwa-taihiap...."
"Hemmmm.... sudahlan!" Swat Hong berkata malu, kemudian memperkenalkan kepada
suhengnya, "Suheng, dia ini adalah Saudara Kwee Lun, murid dari Lam Hai Sengjin."."Ha-ha-
ha! Kiranya murid majikan Pulau Kura-kura" Selamat datang! Dan Nona adalah Sumoi
dari Kwa-taihiap" Aihhh..... sungguh hari ini kami kedatangan banyak tokoh besar!" Kemudian
berkata kepada Soan Cu yang masih cembertu. "Baik sekali Nona sudah datang
kembali. Mari.... mari orang-orang muda yang gagah perkasa, marilah kita duduk
dan bicara di dalam." Tee-tok Siangkoan Houw lalu mempersilahkan mereka semua
memasuki gedungnya dan dia menjamu mereka
dengan hidangan mewah, dibantu oleh puterinya, Siangkoan Hui yang merasa kagum
sekali kepada Swat Hong, akan tetapi juga merasa iri hati dan berduka.
Tidaklah demikian dengan perasaan Soan Cu. Memang tak dapat disangkal lagi bahwa
gadis Pulau Neraka ini amat tertarik kepada Sin Liong yang dianggapnya sebagai
seorang pemuda yang luar biasa dan amat mengagumkan hatinya. Akan tetapi, selama
dalam perjalanan ini Sin Liong jelas memperlihatkan sikap bahwa pemuda itu sama
sekali tidak tertarik kepadanya, juga bahwa sikap baiknya itu lebih mendekati
sikap baik seorang kakak terhadap adiknya, pula, melihat bahwa sesungguhnya Swat
Hong, sumoi pemuda itu, juga mencintai suhengnya, Soan Cu maklum bahwa tidaklah
mungkin dia membiarkan cintanya terhadap Sin Liong
berlarut-larut. Pertemuannya dengan Kwee Lun telah mengubah seluruh perasaan
hatrinya. Pemuda raksasa ini amat hebat, amat menarik dan jelas lebih cocok dengan dia!
Kwee Lun merupakan seorang pemuda yang jujur, terus terang, gagah perkasa dan
biarpun baru sekali bertemu saja, mereka telah saling serang sampai dua kali!
Oleh karena itu, ketika mereka semua makan bersama mengelilingi meja besar,
perhatian Soan Cu lebih banyak tertuju
kepada pemuda perkasa itu.
Setelah mereka makan minum, berkatalah Tee-tok Siangkoan Houw, suaranya sungguh-
sungguh dan kata-katanya ditujukan kepada Sin Liong dan Swat Hong, "Saya tidak tahu dengan jelas apakah
Ji-wi mempunyai hubungan dengan Pulau Es, akan tetapi mengingat bahwa Kwa-
taihiap adalah murid dari Pangeran Han Ti Ong dari Pulau Es, maka agaknya apa yang hendak saya
bicarakan ini akan menarik perhatian Ji-wi. Dan sesungguhnya saya, atas nama
para orang gagah di dunia kang-ouw, saya amat mengharapkan bantuan Sin-tong!"
JILID 13 "Ah, mengapa Locianpwe terlalu sungkan dan merendahkan diri" Harap diceritakan
ada urusan apakah yang kiranya dapat kami bantu, dan harap jangan membawa-bawa
nama Pulau Es." "Justeru karena urusan ini menyangkut Pulau Es."
"Hei i...." Ada urusan apakah yang menyangkut Pulau Es?" Swat Hong bertanya
penuh semangat. Mendengar ini Tee-tok tersenyum dan memandang. "Sebagai Sumoi
dari Sin-tong, tentu Nona juga dari Pulau Es, bukan" Gerakan pedang Nona tadi
hebat bukan main...."
"Tidak perlu diketahui siapa pun apakah aku dari Pulau Es atau tidak," jawab
Swat Hong tegas. "Kalau ada urusan Pulau Es, kami ingin mendengar."
"Locianpwe, harap ceritakan kepada kami dan maafkanlah sikap Sumoi yang selalu
tegas dan singkat. Perlu saya berutahukan bahwa memang amatlah penting artinya
bagi kami kalau ada urusan yang menyangkut Pulau Es."
Tee-tok menarik napas panjang. "Kalau dibicarakan sungguh membuat orang menjadi
penasaran sekali. Ji-wi (Anda Berdua) tentu telah mendengar nama besar Bu-tong-
pai, bukan" Nah, semua orang gagah dari dunia kang-ouw bersepakat untuk menentang Bu-tong-
pai matimatian." "Hai i...." Mengapakah" Maaf kalau aku mencampuri, akan tetapi
sungguh hatiku penasaran sekali mendengar Bu-tong-pai dimusuhi orang kang-ouw.
Bukankah anak murid Bu-tong-pai adalah orang-orang gagah yang dihormati oleh
dunia kang-ouw" Mengapa sekarang hendak dimusuhi?" Kwee Lun berseru lantang,
matanya terbelalak lebar karena penasaran.
"Ha-ha-ha, agaknya gurumu, Si Tua Bangka Lam Hai Sengjin masih belum mendengar
berita karena dia selalu bertapa dipulaunya sehingga engkau pun belum tahu, orang muda yang gagah,
Bu- tong-pai telah beberapa bulan ini dikuasai oleh seorang ketua baru!"."Soal pengangkatan ketua
baru Bu-tong-pai, kurasa adalah urusan dalam Bu-tong-pai sendiri!" kata pula
Kwee Lun. "Memang demikian kalau ketua baru itu orang dalam Bu-tong-pai pula. akan tetapi,
ketua baru itu mengaku dirinya sebagai Ratu Pulau Es dan telah melakukan
perbuatan sewenang-wenang, melanggar peraturan kang-ouw, mengalahkan banyak
tokoh kang-ouw dan kabarnya
bahkan bersekutu dengan pembrontak!" "Ihhhh....!" Swat Hong berseru.
"Kiranya dia di sana....!" Sin Liong juga berseru.
Mendengar seruan dua orang muda sakti dari Pulau Es itu, Tee-tok cepat memandang
penuh selidik. "Ji-wi mengenal wanita itu?"
Sin Liong mengangguk tenang. "Agaknya begitulah. Dan sekarang juga kami berdua
minta diri, karena kami harus segera berangkat ke Bu-tong-pai."
"Tapi biarlah kami membantumu, dan kalau perlu kita memberitahukan teman-teman
di dunia kang-ouw agar...."
"Tidak usah, Locianpwe. Ini adalah urusan antara kami sendiri. Bukankah begitu
Sumoi?" "Benar! Harus kami berdua saja yang berangkat ke sana. Kwee-koko, terima kasih
atas bantuanmu mencari Suheng dan setelah kini aku bertemu Suheng dan kami ada
urusan yang amat penting, terpaksa aku akan meninggalkanmu. Kita berpisah sampai di sini,
Kwee-koko." Kwee Lun mengangguk dan berkata dengan suara lirih setelah menarik napas
panjang. "Aku mengerti, Hong-moi."
"Soan Cu, kuharap engkau suka menanti dulu di sini dan harap Siangkoan Lo-
enghiong melimpahkan kebaikan hati dengan menerima Soan Cu di sini untuk
beberapa hari sampai saya selesai berurusan dengan Bu-tong-pai."
"Tentu saja! Dengan senang hati! Biarlah Ouw-siocia tinggal di sini dulu,
ditemani oleh anakku." "Tidak, Liong-koko! Aku.... aku.... akan pergi saja
melanjutkan usahaku mencari Ayah.
Kaupergilah menyelesaikan urusanmu dengan Swat Hong......" kata Soan Cu sambil
menekan perasaannya. "Urusan kita memang berlainan. Selamat tinggal, aku pergi
lebih dulu!" Setelah berkata demikian, Soan Cu lalu bangkit berdiri dan berlari
pergi tanpa menoleh lagi.
Kwee Lun juga bangkit berdiri. "Kalau begitu aku pun pamit. Biarlah aku membantu
dia kalau dia mau." Kwee Lun lalu berlari sambil berseru, "Nona...., tunggu dulu....!!"
Namun Soan Cu tidak menengok lagi dan berlari cepat sehingga Kwee Lun terpaksa
harus mengerahkan ginkangnya untuk mengejar. Sebentar saja kedua orang muda yang
berkejaran itu sudah lenyap dari pandangan mata.
Sin Liong dan Swat Hong juga berpamit dan meninggalkan Tee-tok bersama puterinya
yang mengantar mereka sampai di pintu depan. Setelah kedua orang itu berjalan pergi
dan tidak nampak lagi, terdengar Siangkoan Hui terisak dan menutupi matanya
dengan ujung lengan bajunya. Siangkoan Houw menghela napas dan merangkulnya. dara itu makin berduka,
menangis sesenggukan di dada ayahnya. Tee-tok menepuk-nepuk pundak puterinya dan
berkata, "Hemm, tidak patut anak Tee-tok begini lemah hatinya!
Aku tahu bahwa kau jatuh cinta kepadanya, Hui-ji. Memang dia seorang pemuda luar
biasa! Akan tetapi, aku melihat sesuatu yang aneh pada diri Sin-tong itu. Aku akan merasa heran
kalau sampai mendengar dia
itu menikah! Dia tidak seperti manusia biasa! Dia dari Pulau Es, demikian
Sumoinya. Mereka itu berbeda
dengan kita. Selain itu, engkau adalah tunangan putera Lusan Lojin Bu Si Kang.
Engkau sejak kecil telah dijodohkan dengan Bu Swai Liang. Biarlah aku akan mencari lagi
mereka!".Siangkoan Hui tidak menjawab dan dia menurut saja ketika diajak masuk
ke rumah oleh ayahnya yang
amat menyayanginya. Sebetulnya, sukarlah dikatakan apakah Siangkoan Hui benar-
benar jatuh cinta kepada Sin Liong. Kiranya lebih tepat dikatakan kalau dia tertarik
dan suka menyaksikan wajah dan sikap pemuda yang halus budi itu. Untuk dikatakan
jatuh cinta, kiranya masih terlalu pagi! Keadaan di Bu-tong-pai mengalami perubahan hebat
semenjak The Kwat Lin menjadi ketua partai persilatan besar itu. Bukan hanya
perubahan di luar, yang nampak jelas karena adanya banyak anggauta perkumpulan
golongan hitam dan sepak terjang mereka yang kasar dan ugal-ugalan, mengandalkan
kepandaian untuk menentang siapa saja, akan tetapi juga terjadi perubahan di
sebelah dalam yang tidak diketahui oleh orang luar.
Terjadi hal yang membuat Swi Nio seringkali menangis seorang diri di dalam
kamarnya! Peristiwa yang memalukan hati dara itu, yaitu ketika dia melihat betapa
kakaknya, Swi Liang, telah menjadi kekasih dari subo mereka sendiri! Tadinya
tentu saja hal itu terjadi secara sembunyi-sembunyi, akan tetapi kini dia
melihat sendiri betapa subonya dan kakaknya itu berjinah secara terang-terangan,
tidak bersembunyi lagi dan biarpun pada siang hari di mana banyak mata para
angauta Bu-tong-pai menyaksikannya, dengan seenaknya ketua Bu-tong-pai itu
memasuki kamar Bu Swi Liang atau sebaliknya pemua itu memasuki kamar subonya
kemudian pintu kamar ditutup dari dalam! Hati Swi Nio membrontak, akan tetapi
apa yang dapat dia lakukan kecuali menangis" Dan memang sungguh menyedihkan
sekali kenyataan bahwa seorang pemuda seperti Bu Swi Liang kini terjebak oleh nafsu berahi dan
menjadi hamba nafsu berahi, juga menjadi hamba subonya sendiri yang membuatnya tergila-
gila! Hal ini tidak amat mengherankan, mengingat bahwa Swi Liang adalah seorang
pemuda yang masih hijau. Seorang pemuda remaja yang tentu saja tidak kuat menahan godaan dan
rayuan seorang wanita yang sudah matang seperti The Kwat Lin pula, memang rasa
kagum seoran muda terhadap lawan kelaminnya yang lebih tua dengan mudah menyeretnya ke dalam
perangkap cinta nafsu. Di lain pihak, peristiwa itu bukanlah dapat diartikan
bahwa The Kwat Lin adalah seorang wanita yang gila laki-laki atau gila berahi.
Sama sekali tidak. Dia adalah seorang yang normal, dan hanya keadaanlah yang
membuat dia menjadi seorang
penyeleweng besar. Dia adalah seorang wanita yang belum tua benar, baru tiga
puluh tahun usianya, berwajah cantik dan bertubuh sehat. Setelah menjadi janda
dan hidupnya menyendiri, wajarlah kalau dia merindukan cinta asmara, merindukan kehangantan
rasa sayang seorang pria. Adapun pria yang sudah dewasa dan yang dekat dengannya
adalah Bu Swi Liang, maka tidak pula mengherankan apa bila dia teertarik dan jatuh hati
kepada muridnya sendiri ini. Karena pemuda ini masih hijau dan tentu saja tidak berani
mulai dengan langkah pertama, maka The Kwat Lin yang menggunakan perasaan
kewanitaannya untuk membuka pintu dan menggerakan kaki dalam langkah pertama. Dialah yang memikat
dan merayu sehingga akhirnya Swi Liang jatuh dan mabok. Sekali saja hubungan jinah
dilakukan, maka membuat orang menjadi mencandu. Yang pertama kali segera disusul
oleh yang ke dua, ke tiga, kemudia mereka menjadi ketagihan dan seolah-olah
tidak dapat lagi hidup tanpa kelanjutan hubungan gelap mereka!
Tentu saja hal ini dapat terjadi karena keadaan hidup Kwat Lin. Andaikata dia
masih seorang pendekar wanita seperti belasan tahun yang lalu, tentu perbuatan
ini sampai mati pun tak kan dia lakukan. Akan tetapi kini keadaanya lain. Dia
menjadi seorang wanita yang berhati keras oleh sakit hati, kemudian menjadi tak
peduli oleh keadaannya sebagai seorang ketua paksaan dari Bu-tong-pai, seorang
yang bercita-cita untuk mencarikan kedudukan setingginya bagi puteranya.
Kedudukannya memberi dia perasaan lebih dan berkuasa, maka timbul sifat untuk
bertindak sewenang-wenang tanpa mempedulikan orang lain lagi. Akan tetapi,
selain hubungan gelap dengan muridnya yang tersayang ini, Kwat Lin juga mulai dengan
langkah- langkah ke arah tercapainya cita-citanya. Dia mulai memperkuat Bu-tong-pai
dengan mengadakan hubungan dengan para pembesar di kota raja melalui anggauta-anggauta
barunya, yaitu para pembesar yang mempunyai cita-cita yang sama, para pembesar
calon pembrontak. Kedudukan Bu-tong-pai makin kuat setelah terjadi peristiwa hebat
pada beberapa hari yang lalu. Pada beberapa hari yang lalu, pagi-pagi sekali, anak buah Bu-tong-pai gempar
dengan munculnya dua orang laki-laki di pintu gerbang Bu-tong-pai. Tidak ada seorang pun anak buah
Bu-tong-pai yang berani sembarangan turun tangan ketika mendengar dan mengenal bahwa dua orang ini
adalah

Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tokoh-tokoh besar dalam dunia persilatan. Ketika seorang diantara mereka, yang usianya sudah enam
puluh tahun lebih, kumis dan jenggotnya sudah putih, mengatakan bahwa mereka minta berjumpa dengan ketua
Bu- tong-pai yang baru, para anak murid Bu-tong-pai cepat memberi kabar kepada The Kwat Lin yang
pada saat itu masih enak-enak pulas dalam pelukan muridnya, juga kekasihnya, Bu-swi Liang!
Terkejutlah dia ketika pintu
kamarnya diketuk dan mendengar suara seorang murid bahwa di luar pintu gerbang
terdapat dua orang.tamu, ayah dan anak she Coa dari dusun Koan-teng di kaki
Pegunungan Bu-tong-san yang minta bertemu
dengan ketua! "Suruh mereka menanti di luar! Aku segera datang!" kata Kwat Lin dengan marah.
Tak lama kemudian, Kwat Lin yang ditemani oleh Swi Liang dan Swi Nio, juga ikut
pula Han Bu Ong yang usianya hampir sebelas tahun, keluar dari pintu gerbang
menemui dua orang itu. Senyum
mengejek menghias bibir ketua Bu-tong-pai yang cantik itu. Semenjak dia merampas
kedudukan ketua dengan paksa, sudah lima kali dia didatangi tokoh-tokoh kang-ouw
yang agaknya datang karena permintaan para tosu Bu-tong-pai yang mengundurkan diri.
Para tokoh ini merasa penasaran dan membela para tokoh Bu-tong-pai. Dengan mudahnya
semua tokoh yang datang berturut-turut itu dirobohkan oleh Kwat Lin, ada yang tewas
seketika, ada yang terpaksa pergi membawa luka-luka berat! Dan kini, ayah dan
anak yang datang itu merupakan tokoh-tokoh yang datang ke enam kalinya. Swi Liang dan Swi Nio yang
menggandeng tangan Bu Ong segera minggir dan membiarkan subu mereka seorang diri
menghadapi dua orang tamu itu.
Dengan pakaian yang mewah dan indah, dandanan seperti puteri kerajaan, The Kwat
Lin tampak sebagai seorang wanita bangsawan agung yang memiliki wibawa. Dengan sikap
angkuh dia melangkah maju menghadapi dua orang itu sambil tersenyum. Kedua orang
itu berpakaian sederhana, namun dari sikap mereka yang tenang jelas tampak kegagahan
mereka sebagai pendekar-pendekar penentang kejahatan. Kakek itu biarpun sudah
tua, masih kelihatan sehat dan kuat, jenggot dan kumisnya yang putih menambah keangkeran
wajahnya.Di pinggangnya tergantung sebatang pedang dan dia memandang ketua Bu-
tong-pai dengan sinar mata penuh selidik. Orang ke dua masih muda, paling banyak
tiga puluh tahun usianya, bertubuh tegap dan berwajah tampan gagah. Ada
kemiripan pada wajah kakek dan
laiki-laki ini dan memang mereka itu adalah ayah dan anak yang terkenal sekali
namanya sebagai pendekar-pendekar dari dusun Koan-teng yang menjadi sahabat-
sahabat baik dari para tosu Bu-tong-pai. Kakek Coa Hok memiliki ilmu pedang turunan keluarga Coa
yang amat lihai dan ilmu pedang ini diturunkan pula kepada puteranya itu yang
bernama Coa Khi. Ketika ayah dan anak ini mendengar akan malapetaka yang menimpa
para pemimpin Bu-tong-pai,
yaitu munculnya orang termuda dari Cap-sha Sin-hiap, seorang wanita yang
merampas kedudukan ketua , kemudian mendengar betapa banyak sahabat -sahabat kang-ouw
yang membela mereka telah roboh di tangan wanita itu, mereka berdua menjadi marah
sekali. Sebagai orang-orang yang biasa menentang kejahatan mereka tidak mempedulikan
berita tentang kesaktian wanita itu dan berangkatlah mereka meninggalkan rumah,
berbekal pedang, semangat dan kebenaran, naik ke Bu-tong-san menjumpai ketua Bu-tong-pai
itu. The Kwat Lin bukan seorang bodoh. Setiap kali ada tokoh naik ke Bu-tong-san dan
hendak menantangnya, dia selalu membujuk mereka untuk berdamai dan bekerja sama.
Selama cita-citanya belum tercapai, dia membutuhkan bantuan sebanyak mungkin
orang pandai. Maka setiap kali ada orang gagah datang dengan maksud menantangnya dan membela para
bekas pimpinan Bu-tong-pai, dia selalu menyambut mereka dengan bujukan manis. Hanya
karena bujukannya tidak berhasil dan mereka itu berkeras, terpaksa dia turun tangan
menerima tantangan mereka. Memang demikianlah sifat orang-orang yang mempunyai cita-cita besar, cita-cita
yang sesungguhnya hanyalah nafsu keinginan untuk kesenangan diri pribadi. Demi
tercapainya cita-cita yang merupakan pamrih bagi diri peribadi ini, orang tidak
segan untuk bersikap palsu, membujuk orang sebanyaknya untuk membantunya demi
tercapainya cita-cita itu. Orang-orang yang tidak membantu di anggap musuh dan
perlu dibasmi agar jangan menjadi
penghalang cita-citanya, sebaiknya, mereka yang mati-matian membantunya, jika
cita-cita itu sudah tercapai sebagian besar dilupakannya begitu saja! Atau kalau
teringat pun, hanya diberi pahala sekedarnya karena yang penting bukan orang-
orang yang membantunya, melainkan
dirinya sendiri! Begitu berhadapan dengan ayah dan anak itu, The Kwat Lin mengangkat kedua
tangannya ke depan dada sambil berkata. "Kiranya Ji-wi Coa-enghiong (Kedua
Pendekar she Coa) yang datang. Suadh lama kami mendengar Ji-wi yang terkenal
gagah perkasa, maka kami merasa
beruntung sekali hari ini dapat bertemu. Apalagi mendengar bahwa Ji-wi adalah
sahabat baik dari Bu-tiong-pai....."
"The Kwat Lin!" Kakek Coa membentak dengan telunjuk kiri menuding ke arah muka
ketua baru Bu-tong-pai itu. "Aku mengenalmu sebagai seorang di antara Cap-sha Sin-hiap yang gagah
perkasa, sebagai seorang murid Bu-tong-pai yang selalu menjunjung tinggi nama Bu-tong-pai. Aku telah
puluhan tahun bersahabat dengan Bu-tong-pai dan telah mendengar akan namamu. Akan tetapi, mengapa setelah
menghilang bertahu-tahun, engkau kembali ke sini dan menjadi seorang murid murtad, merampas
kedudukan ketua.mengandalkan kekerasan dan kepandaian" Aku sebagai seorang
sahabat Bu-tong-pai tentu saja tidak
mungkin dapat mendiamkan hal penasaran ini tanpa turun tangan!"
Kwat Lin tersenyum manis dan melirik ke arah Soa Khi yang berwajah tampan, akan
tetapi Coa Khi mengerutkan alis dan memandang penuh kemarahan.
"Coa-lo-enghiong agaknya kena dibujuk orang! Memang benar saya menjadi ketua Bu-
tong-pai, akan tetapi hal itu adalah demi kebaikan Bu-tong-pai, demi cinta saya
kepada Bu-tong-pai. Saya ingin menjadikan Bu-tong-pai perkumpulah terbesar dan terkuat di dunia
kang-ouw, dan saya ingin menarik semua orang gagah menjadi sahabat yang dapat
bekerja sama. Karena itu, saya harap Ji-wi dapat membuka mata melihat kenyataan
dan saya persilahkan Ji-wi untuk datang sebagai sahabat dan untuk minum arak
persahabatan bersama kami."
"Perempuan murtad! Jangan mengira dapat menyogok kami dengan omongan manis!"
Kakek itu membentak marah. Kedua alis yang hitam kecil dan panjang itu bergerak-
gerak dan biarpun mulut yang berbibir itu masih tersenyum, namun kata-kata yang keluar
mengandung nada dingin, "Habis apa yang kalian akan lakukan?"
"Sing! Singggg!!" Ayah dan anak itu telah mencabut pedang dan kakek Coa berkata,
"Hanya ada dua pilihan bagi engkau dan kami. Pertama engkau pergi meninggalkan
Bu-tong-pai dan kami akan berterima kasih kepadamu yang mengembalikan Bu-tong-
pai, kepada para pimpinan Bu-tong-pai, atau kalau engkau berkeras terpaksa kami ayah dan anak
turun tangan menggunakan pedang membela kehormatan sahabat-sahabat dari Bu-tong-
pai!" "Hi-hik! Betapa gagahnya keluarga Coa! Apakah ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut
sehebat sikap mereka, perlu ditonton dulu!" Tiba-tiba terdengar suara yang
lantang dan merdu ini. Semua orang menengok, juga The Kwat Lin yang menjadi
terkejut melihat ada orang datang tanpa diketahuinya. Hal itu saja membuktikan
bahwa wanita yang muncul ini memiliki ilmu
kepandaian yang hebat. Ayah dan anak itu mendengar nama ilmu pedang turunan
mereka disebut-sebut, juga menengok dengan kaget. Wanita itu pakaiannya mentereng dan
biarpun usianya sudah kurang lebih setengah abad, namun harus diakui bahwa dia
adalah seorang wanita cantik. Rambutnya hitam gemuk dan panjang, dibiarkan terurai sampai
kepinggulnya yang menonjol di balik celana yang ketat. Tangan kanannya memanggul
sebatang payung hitam dan wanita itu tahu-tahu telah berdiri di situ dengan gaya lemah lembut.
Dia seorang wanita yang masih kelihatan cantik dengan tubuh padat akan tetapi
ada sesuatu yang dingin mengerikan keluar dari sikapnya, terutama sekali
sepasang matanya yang amat tajam itu
karena mata itu terbelalak memandang hampir tak pernah berkejap!
Melihat wanita ini, kakek Coa terkejut bukan main dan otomatis dia berseru
keras. "Kiam-mo Cai-li....!!" Puteranya, Coa Khi terkejut. Tentu saja dia sudah
pernah mendengar nama ini, nama seorang datuk kaum sesat yang amat terkenal
sebagai seorang iblis betina yang selain kejam dan ganas, juga amat tinggi ilmu
kepandaiannya. Kakek Coa merasa heran sekali
mengapa iblis betina yang sudah bertahun-tahun tak pernah muncul di dunia kang-
ouw dan kabarnya hanya bertapa di tempat kediamannya, yaitu di Rawa Bangkai di
kaki Penggunungan Lu-liang-san itu tahu-tahu kini muncul di situ. Dan biasanya,
di mana pun iblis itu muncul, tentu akan terjadi malapetaka hebat!
The Kwat Lin juga sudah mendengar nama itu, yaitu sepuluh tahun yang lalu ketika
dia masih menjadi seorang di antara Cap-sha Sin-hiap. Ketika itu, nama Kiam-mo
Cai-li (Wanita Cerdik Berpedang Payung) sudah amat terkenal. Akan tetapi dia
belum pernah bertemu dengan iblis betina itu dan sekarang dia melirik ke arah
wanita itu dengan senyum mengejek. Dengan
kepandaiannya seperti sekarang ini, dia tidak perlu takut menghadapi iblis yang
manapun juga! "Kiam-mo Cai-li, apakah kedatanganmu tanpa diundang ini pun hendak menantang aku
sebagai ketua Bu-tong- pai" Kalau memang demikian, jangan kepalang tanggung, majulah kau bersama kedua
orang She Coa ini agar lebih cepat aku menghadapi kalian!".Ucapan yang keluar dengan tenangnya
dari mulut ketua Bu-tong-pai itu mengejutkan hati kedua orang ayah
dan anak She Coa itu. Berani bukan main wanita ini menantang Kiam-mo Cai-li
seperti itu! Menyuruh datuk kaum sesat itu untuk mengeroyok!
Akan tetapi Kiam-mo Cai-li tertawa lebar sehingga tampaklah deretan giginya yang
putih dan rapi, "Hi-hi-hik, hebat sekali mulut ketua baru Bu-tong-pai! Pantas
kau disebut-sebut di dunia kang-ouw, kiranya memang memilki keberanian yang
hebat! Hanya karena mendengar
engkau adalah Ratu Pulau Es maka aku terpaksa meninggalkan tempatku yang aman
dan tenteram. Kalau tidak karena nama ini, biar siapa pun yang akan menduduki Bu-
tong-pai, aku peduli apa" Sekarang hendak kulihat bagaimana kau menghadapi
pewaris-pewaris ilmu Pedang Hok-liong-kiamsut yang terkenal ini. Kalau kau memang berharga untuk
melawanku, barulah kita nanti bicara lagi!"
The Kwat Lin tersenyum mengejek dan mendenguskan suara dari hidung. "Hemm, kau
merasa terlalu tinggi untuk mengeroyok" Baiklah, kalau begitu tunggu saja sampai
aku membereskan dua oran ini. Di sini tidak ada bangku, duduklah di sini!"
Setelah berkata demikian, Kwat Lin menghampiri sebatang pohon dan sekali tangan
kirinya bergerak menyabet dengan telapak
tangan miring, terdengar suara keras dan pohon itu tumbang. Hebatnya, batang
pohon itu putus seperti dibabat pedang tajam saja, rata dan halus sehingga
sisanya merupakan sebuah bangku!
"Hi-hi-hik, memang hebat sinkangmu! Terima kasih, aku menanti di sini," kata
Kiam-mo Cai-li Liok Si dan sekali meloncat, tubuhnya sudah melayang ke atas
batang pohon yang merupakan bangku bermuka halus itu. Dia duduk bertumpang kaki
dan menunjang dagu dengan sebelah
tangan, seperti seorang yang akan menikmati suatu tontonan yang menarik.
Ayah dan anak she Coa itu saling pandang. Di dalam pandang mata yang bertemu ini
mereka seperti sudah saling bicara, menyatakan bahwa mereka menghadapi lawan
yang amat lihai. Akan tetapi, jiwa pendekar kedua orang ini membuat mereka sama sekali tidak
merasa gentar. Mereka bukan saja membela sahabat-sahabat mereka Kui Tek Tojin dan para tokoh
Bu-tong- pai, akan tetapi juga menuntut balas atas kematian dan kekalahan para tokoh
kang-ouw yang datang lebih dulu dari mereka membela Bu-tong-pai. Selain itu
mereka sudah datang sebagai dua orang penuntut kebenaran, kalau sekarang mereka
harus mundur melihat kehebatan
lawan, hal ini akan membuat mereka menjadi pengecut dan bagi dua orang pendekar
seperti mereka yang namanya sudah terkenal harum selama beberapa keturunan,
lebih baik mati sebagai orang gagah dari pada hidup menjadi pengecut hina!
"Kalau begitu, The Kwat Lin, bersiaplah engkau!" teriak kakek Coa dan pedang di
tangan kanannya sudah melintang di depan dada. Gerakan ini diturut oleh Coa Khi
dan kedua orang itu berdiri berjajar dengan memasang kuda-kuda yang kuat.
Kwat Lin menggerakan tangan kanannya dan tongkat pusaka ketua Bu-tong-pai yang
selalu dipegangnya itu menancap di atas tanah di depannya. Tongkat itu baginya perlu
untuk menghadapi orang-orang Bu-tong-pai yang menghormati tongkat itu dan
menganggapnya sebagai benda keramat lambang kedudukan tertinggi di Bu-tong-pai. Kini,
menghadapi dua orang luar, dia tidak mau mempergunakannya, dan juga untuk
memamerkan kepandaiannya,
dia sengaja hendak menghadapi dua orang itu dengan tangan kosong! "Ceppp!"
Tongkat itu amblas setengahnya ke dalam tanah dan sekali Kwat Lin menggerakan ke
dua kakinya, tubuhnya mencelat ke depan dua orang gagah se Coa itu sambil berkata,
"Mulailah!" "Sing, sing.... wut-wut-wut-wutttt....!!" Bertubu-tubi kedua pedang itu
menyambar dengan kekuatan dan
kecepatan dahsyat sehingga tampak sinar-sinar berkilauan dibarengi suara
bersiutan ketika kedua pedang
membelah udara. Diam-diam Kwat Lin terkejut dan harus memuji kehebatan dan
keindahan gerakan ilmu pedang mereka itu. Namun, tentu saja dengan latihan yang didapatnya dari Pulau
Es, gerakanya lebih cepat lagi sehingga dengan mudah dia dapat mengelak ke sana-sini menghindarkan diri
dari sambaran sinar kedua pedang itu dengan gerakan yang cepat dan indah. Setelah merasa yakin bahwa
betapapun indah dan lihainya ilmu pedang mereka namun dia masih memiliki tingkat jauh lebih tinggi
dalam hal sinkang, Kwat Lin tersenyum dan bagaikan seekor kucing mempermainkan dua ekor tikus, dia
sengaja selalu mengelah ke
sana ke mari memamerkan kegesitan tubuhnya, bukan hanya kepada dua orang itu
melainkan terutama sekali kepada wanita yang dianggapnya merupakan calon lawan yang lebih lihai,


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yaitu Kiammo Cai-li yang menonton pertandingan itu. Tiba-tiba Kwat Lin mengeluarkan seruan tertahan
ketika lirikan matanya membuat dia maklum bahwa ada dua orang bekas anak buah Bu-tong-pai yang
mendekati tongkat pusaka itu dan berusaha mencabut tongkat pusaka dari dalam tanah. Peristiwa itu terjadi
cepat sekali namun Kwat.lin yang cerdik lebih cepat lagi mengambil kesimpulan
bahwa dua orang itu tentulah pengkhianat-pengkhianat
yan berpura-pura takluk kepadanya namun diam-diam mencari kesempatan untuk
mencuri tongkat pusaka, tentu dengan maksud mengembalikan tongkat itu kepada Kui Tek
Tojin! Pada saat itu, dua pedang ayah dan anak itu menusuk dari depan dan
belakang dengan cepatnya.
Kwat Lin tentu saja agak terlambat gerakanya oleh perhatian yang terpecah tadi,
maka dia cepat menggulingkan tubuhnya, mengelak dari tusukan pedang di depan,
sedangkan tusukan pedang dari belakang yang masih mengancamnya di tangkisnya
dengan lengan kiri yang dilindungi gelang-gelang emas. "Cringggg....!!" Coa Khi terkejut bukan main
ketika lengan yang memegang pedang itu tergetar hebat dan hampir saja pedangnya
terlepas dari pegangan ketika bertemu dengan gelang di pergelangan tangan kiri
ketua Bu-tong-pai itu! Ketika dia dan ayahnya memandang, ternyata wanita itu
telah lenyap dan tahu-tahu terdengar jerit-jerit mengerikan dari kiri. Ketika
mereka memandang, ternyata wanita itu telah merobohkan dua orang laki-laki yang
tadi mencoba mencuri tongkat pusaka. Dua orang laki-laki itu roboh dengan kepala
pecah disambar jari-jari tangan Kwat Lin yang marah. Setelah membunuh
kedua orang itu, sekali meloncat Kwat Lin sudah kembali menghadapi dua orang
lawannya. kini dialah yang menerjang, menyerang dengan kedua tangan terbuka, cepatnya
bukan main sehingga ayah dan anak itu terpaksa mudur sambil melindungi tubuhnya
dengan pedang. Seru dan indah dipandang pertandingan itu. Tubuh Kwat Lin lenyap
dan hanya kadang-kadang saja tampak, bergerak-gerak di antara gulungan dua sinar
pedang. Dia seloah-olah seorang penari yang amat indah dan lemah gemulai
gerakannya, seperti sedang bermain-main dengan
gulungan sinar pedang yang dipandang sepintas lalu seperti dua helai selendang
yang di mainkan oleh wanita itu.
Tiba-tiba kedua orang ayah dan anak itu mengeluarkan pekik yang menggetarkan
bumi dan tampak mereka menerjang secara berbareng dari depan dengan pedang terangkat ke
atas dan membacok sambil meloncat. Inilah jurus paling ampuh dari ilmu pedang
mereka lakukan dengan berbareng, jurus terakhir dari Hok-liong-kiam-sut (Ilmu Pedang Naga).
Serangan ini demikian dahsyatnya sehingga tidak memungkinkan lawan yang
diserangnya untuk mengelak
lagi karena jalan keluar sudah tertutup dan ke mana pun lawan mengelak, ujung
pedang tentu akan mengejar terus.
Akan tetapi, sambil tersenyum Kwat Lin tidak menghindarkan diri sama sekali
tidak mengelak, bahkan menubruk ke depan, tiba-tiba ketika tubuh Coa Khi yang
meloncat ke atas itu sudah dekat dan pedang pemuda itu sudah menyambar ke arah
kepalanya, dia menjatuhkan diri ke bawah, berjongkok dan kedua tangannya
menyambar ke atas dan depan dengan jari-jari
terbuka. "Hyaaaaattt....!!" Pekik melengking yang keluar dari mulut Kwat Lin ini
dahsyat sekali dan kedua tangan yang mengandung sepenuhnya tenaga Inti Salju
yang ampuh itu telah menyambar perut kedua orang laawannya.
"Plak! Plak!" Tamparan jari-jari tangan yang mengandung tenaga sinkang mujijat
ini tepat mengenai perut Coa Khi yang sedang melayang di atas dan Coa Hok yang
berada di depan. Ayah dan anak itu mengeluarkan jerit tertahan yang mengerikan. Mereka merasa
tubuh mereka dimasuki hawa dingin yang tak tertahankan hebatnya dan robohlah ayah dan
anak itu, roboh tanpa dapat berkutik lagi karena mereka telah tewas dengan muka
membiru karena darah mereka telah beku terkena pukulan yang mengandung Swat-im-sinkang hebat
dari Pulau Es! "Bagus sekali....!!" Kiam-mo Cai-li Liok Si memuji dan melayang turun dari atas
batang pohon dan berdiri berhadapan dengan ketua Bu-tong-pai itu. Keduanya sama
cantik dan sama mewah pakaiannya, dan sejenak mereka saling pandang seperti hendak mengukur
kelebihan lawan dengan pandang mata. "Hebat kepandaianmu, Pangcu (Ketua)! Melihat
tingkatmu, engkau pantas menjadi lawanku bertanding, mari kita coba-coba, siapa
diantara kita yang lebih lihai!"
The Kwat Lin mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kiam-mo Cai-li, diantara kita
tidak pernah ada urusan sesuatu. Apakah engkau menantangku demi membela para
tosu Bu-tong-pai yang sudah mengundurkan diri?"
"Hi-hi-hik!" Wanita yang sudah hampir nenek-nenek namun masih amat genit itu
terkekeh. "Aku membela tosu Bu-tong-Pai" Jangan bicara ngaco! Bagi aku, siapa pun yang akan menjadi
ketua Bu-tong-pai, masa.bodoh! Akan tetapi mendengar bahwa yang mengetuai Bu-
tong-pai disebut Ratu Pulau Es, hatiku tertarik
dan sekarang melihat engkau benar-benar lihai, makin ingin hatiku menguji
kelihaianmu dan bertanya apakah benar engkau Ratu Pulau Es?"
Kwat Lin mengangguk. "Benar, aku adalah bekas Ratu Pulau Es! Kiam-mo Cai-li,
kalau engkau tidak membela tosu-tosu Bu-tong-pai perlu apa kita bertanding"
Ketahuilah, aku sedang membangun Bu-tong-pai dan aku membutuhkan kerja sama dengan orang-orang pandai,
terutama sekali engkau. Apakah seorang dengan kepandaian seperti engkau ini
tidak pula mempunyai cita-cita tinggi untuk mencapai matahari dan bulan" Ataukah
hanya menanti kematian begitu saja, membusuk di tempat pertapaanmu di Rawa Bangkai?" "Hi-hi-
hik, aku sudah mendengar pula akan usahamu yan bercita-cita luhur! Karena itu
pula aku tertarik dan datang ke sini. Akan tetapi sebelum kita bicara tentang
kerja sama dan cita-cita, kita harus menentukan dulu siapa diantara kita yang
patut memimpin dan siapa pula yang harus taat."
"Maksudmu?" The Kwat Lin memandang tajam dengan alis berkerut. "Kita bekerja
sama, itu pasti! Dan kalau kita berdua sudah bekerja sama, di tangan kita kaum
wanita, tentu segalanya akan berhasil baik! Lihat saja keadaan di istana
kerajaan. Seorang selir mampu mengemudikan seluruh kendali pemerintahan! Akan
tetapi untuk menentukan siapa yang akan menjadi
pemimpinnya diantara kita, perlu diketahui sekarang juga."
"Bagus! Dengan lain kata-kata engkau menantang untuk kita mengadu kepandaian,
ya" Kiammo Cai-li, engkau seperti seekor katak dalam sumur! Majulah!" Kwat Lin
membanting kakinya ke atas tanah dekat pusaka Bu-tong-pai dan.... tongkat yang
menancap setengahnya lebih itu mencelat ke atas seperti didorong dari bawah
tanah, lalu tongkat itu disambar dan
dipegangnya. Kiam-mo Cai-li menganguk-angguk. "Hebat memang sinkangmu, Pangcu. Akan tetapi
jangan kau salah sangka. Sekali ini aku benar-benar menyadari bahwa usiaku sudah
makin tua dan aku perlu memperoleh kedudukan yang akan menjamin masa tuaku
sampai mati. Kita hanya mengukur kepandaian, bukan bertanding sebagai musuh, hanya untuk menentukan
tingkat siapa yang lebih tinggi di antara kita berdua."
Mendengar kata-kata ini, berkurang panas hati Kwat Lin dan teringat lagi dia
bahwa betapapun juga, dia membutuhkan tenaga bantuan wanita iblis yang terkenal
sebagai datuk kaum sesat ini. Kalau dia dapat menarik wanita ini sebagai
pembantu, tentu akan banyak tokoh kaum sesat yang dapat ditariknya untuk
membantu tercapainya cita-citanya.
"Baiklah kalau begitu, Kiam-mo Cai-li. Mari kita mulai!"
"Pangcu, awas serangan pedang payungku!" Kiam-mo Cai-li berseru dan tubuhnya
sudah menerjang ke depan, didahului oleh bayangan hitam dari pedang payungnya
yang terbuka dan menyembunyikan gerakannya. Ujung payung berbentuk pedang itu menusukkan
payung itu sendiri berputar mengaburkan pandangan mata lawan. Namun, dengan tenang saja
Kwat Lin menggerakan tangan kirinya, dengan telapak tangan terbuka dia mendorong ke
depan sehingga hawa pukulan sinkang yang hebat menyambar dan membuat payung itu
seperti tertiup angin keras dan menahan daya serang ujung payung yang seperti pedang,
kemudian disusul dengan gerakan tongkat pusaka ditangan Kwat Lin menyambar dari
samping dengan dahsyatnya. "Plakk...! Cringggg-cring....!!" Tongkat itu ditangkis, pertama dengan kuku
tangan Kiam-mo Cai-li yang hendak mencengkeram dan merampas tongkat, namun
tongkat sudah ditarik kembali dan mengirim hantaman dua kali berturut-turut yang dapat ditangkis oleh
pedang di ujung payung. Maklum akan kehebatan lawannya, Kiam-mo Cai-li bergerak
cepat sekali dan dia sudah mainkan ilmu pedangnya yang luar biasa, yaitu Tiat-mo
Kiam-hoat (Ilmu Pedang Payung Besi).
Kalau saja kwat Lin belum mewarisi ilmu-ilmu yang amat tinggi tingkatnya dari
Pulau Es, tentu dia bukanlah lawan Kiam-mo Cai-li yang lihai sekali itu. Akan
tetapi, karena The Kwat Lin kini telah menjadi seorang yang berilmu tinggi, maka
dia dapat mengimbangi permainan lawannya dan terjadilah pertandingan yang amat
seru dan seimbang. Kiam-mo Cai-li memang luar biasa lihainya. Tidak percuma dia menjadi seorang
datuk kaum sesat, seorang tokoh golongan hitam yang ditakuti seperti seorang
iblis betina yang kejam dan berilmu.tinggi. Tdak hanya ilmu pedangnya yang lain
dari pada yang lain, permainan pedang yang gerakan
tangannya terlindung dan tersembunyi oleh payung hitam sehingga lebih praktis
dan berbahaya daripada menggunakan perisai, akan tetapi di samping ilmu pedangnya
ini juga tangan kirinya merupakan senjata yang amat berbahaya dengan kuku-
kukunya yang panjang dan mengandung racun. Ini semua masih dilengkapi lagi dengan rambutnya yang
hitam panjang, karena rambutnya ini seperti ular-ular hidup, dapat dipergunakan untuk
menotok, melecut, atau melibat!
Akan tetapi, tidak percuma pula The Kwat Lin pernah menjadi isteri seorang
manusia yang disohorkan seperti setengah dewa, yaitu Han Ti Ong yang sukar
diukur lagi tingkat kepandaiannya. Tidak percuma selama sepuluh tahun bekas murid Bu-tong-pai ini
digembleng di Pulau Es, apalagi telah mewarisi kitab-kitab pusaka Pulau Es yang
telah dilarikannya. Yang jelas, dalam hal tenaga sinkang, dia masih menang
setinggkat dibandingkan dengan Kiam-mo Cai-li. Tenaga sinkangnya adalah hasil
latihan di Pulau Es, maka dia telah dapat menyedot tenaga inti salju, yaitu
Swat-im Sin-kang, tenaga sinkang yang mengandung hawa dingin
sehingga lawan yang kurang kuat sekali bertemu tenaga akan menjadi beku
darahnya. Selain menang dalam tenaga sinkang, juga dasar ilmu silatnya lebih
sempurna daripada dasar ilmu silat Kiam-mo Cai-li yang sesungguhnya merupakan
gabungan ilmu silat campur-aduk.
Demikianlah, pertandingan itu berlangsung sampai seratus jurus lebih dengan amat
serunya. Kiam-mo Cai-li menang keanehan senjatanya dan menang pengalaman bertanding akan
tetapi kelebihannya ini menjadi tidak berarti karena dia kalah tenaga sinkang
sehingga setiap serangan dan desakannya membuyar oleh hawa sinkang dari dorongan
telapak tangan The Kwat Lin. Akhirnya, iblis betina ini harus mengakui keunggulan lawan dan dia
sebagai seorang ahli maklum bahwa kalau dilanjutkan, salah-salah dia akan
menjadi korban hawa Swat-im Sinkang yang mujijat. Maka dia meloncat ke belakang
dan berseru, "Cukup, Pangcu!
Kepandaianmu hebat, engkau pantas menjadi Ratu Pulau Es, pantas menjadi ketua
Bu-tong- pai dan biarlah aku membantumu dalam kerja sama kita!"
Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Kwat Lin mendengar ini. Dia lalu
menghampiri Kiammo Cai-li, menggandeng tangan wanita itu dan memperkenalkan
kepada Swi Liang, Swi Nio, dan Han Bu Ong. Kemudian dia mengajak sahabat baru
itu memasuki gedungnya dan sambil
menghadapi hidangan lezat kedua orang wanita lihai ini bercakap-cakap dan
mengadakan perundingan untuk bekerja sama. Ternyata mereka cocok sekali dan memang keduanya
merindukan kedudukan yang mulia dan terhormat, maka dalam perundingan ini. Kiam-
mo Cai-li diangap sebagai pembantu utama dan tangan kanan Kwat Lin, bahkan Rawa
Bangkai yang terletak di kaki Pegunungan Lu-liang-san itu dijadikan markas kedua di mana
kelak akan dilakukan semua pertemuan dan perundingan rahasia. Benar saja seperti
yang diharapkan, setelah Kiam-mo Cai-li menjadi pembantunya, banyaklah kaum
sesat yang menggabung dan
menyatakan suka bekerja sama sehingga biarpun tidak resmi, mulai saat itu The
Kwat Lin bukan hanya menjadi ketua Bu-tong-pai, akan tetapi juga diakui sebagai
datuk kaum sesat nomer satu!
Hubungan rahasia yang diadakan oleh The Kwat Lin dengan para pembesar kota raja
menjadi makin luas, dan diam-diam persekutuan ini mulai mengatur rencana
pemberontakan untuk menggulingkan Kaisar! Dari para pembesar yang mengharapkan bantuan orang-orang
kang- ouw inilah Kwat Lin memperoleh bantuan keuangan sehingga Bu-tong-pai menjadi
makin kuat dan wanita lihai ini dapat menarik banyak tenaga bantuan orang pandai
dengan mempergunakan uang sebagai pancingan. Keadaan kerajaan Tang di masa itu memang
sedang diancam pergolakan hebat. Kaisarnya, yaitu Kaisar Beng Ong, atau yang
terkenal juga dengan sebutan Kaisar Hian Tiong. Tak dapat disangkal lagi, di
bawah pemerintahan Kaisar Beng ini Kerajaan Tang mengalami perkembangan yang
amat pesat sehingga menjadi sebuah
kerajaan yang luas sekali wilayahnya. Di jaman pemerintahannya inilah (712-756)
di Tiongkok bermunculan sastrawan-sastrawan dan pelukis-pelukis yang menjadi
terkenal sekali dalam sejarah, seperti Li Tai-po, Tu Fu, Wang Wei dan lain-lain.
Namun, disayangkan bahwa kebijaksanaan Beng Ong dalam mengemudikan roda
pemerintahan ini mengalami godaan hebat yang meruntuhkan segala-galanya. Seperti telah terjadi
seringkali, di jaman apa pun dan di negara manapun juga, Beng Ong yang hatinya teguh menghadapi godaan
segala macam keduniawian, ternyata lumpuh ketika menghadapi seorang wanita! Betapa banyaknya
sudah dibuktikan oleh sejarah, betapa pria-pria yang hebat, pandai, gagah perkasa dan kuat
hatinya, menjadi luluh dan tak
berdaya begitu bertemu dengan seorang wanita yang berkenan di hatinya. Peristiwa
itu terjadi dalam tahun.745. Ketika itu, Raja Beng Ong sudah berusia enam puluh
tahun lebih. Sebenarnya sudah tua dan sudah
kakek-kakek, namun seperti telah terbukti dari jaman dahulu sampai sekarang,
laki-laki, betapapun tuanya dalam menghadapi wanita menjadi seperti seorang
kanak-kanak yang hijau dan lemah. Seorang di antara banyak pangeran, yaitu
putera Kaisar yang terlahir dari banyak selirnya adalah Pangeran Su. Pangeran
ini mempunayi seorang isteri yang amat cantik jelita, dan menurut kabar angin,
wanita ini cantiknya melebihi bidadari kahyangan. Wanita ini
bernama Yang Kui Hui, dan memang wanita ini memiliki kecantikan yang amat luar


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa sehingga terkenal di seluruh penjuru dunia.
Ketika Kaisar Beng Ong dalam suatu kesempatan bertemu dan melihat Yang Kui Hui,
seketika hati Kaisar tua itu tergila-gila. Ratusan orang selir cantik dan
pelayan-pelayan muda dan perawan tidak lagi menarik hatinya dan setiap saat yang
tampak di depan matanya hanyalah wajah Yang Kui Hui yang cantik jelita.
Akhirnya, Kaisar tidak lagi dapat menahan nafsu hatinya.
Dengan kekerasan dia memaksa puteranya sendiri, Pangeran Su, untuk menceraikan
isterinya dan mengawinkan pangeran ini dengan seorang wanita lain. Adapun Yang
Kui Hui, tentu saja, segera dimasukan ke dalam istana, di dalam kumpulan harem
(rombongan selir) di istana.
Setelah Yang Kui Hui pada malam pertama melayani Kaisar Beng Ong, bekas ayah
mertuanya, sejak saat itulah terjadi lembar baru dalam sejarah Kerajaan Tang.
Kaisar Beng Ong yang tadinya giat mengurus pemerintahan, memperhatikan segala
urusan pemerintahan sampai ke soal yang sekecil-kecilnya, kini mulai tidak acuh
dan menyerahkan semua urusan ke tangan para Thaikam (Orang Kebiri, Kepercayaan
Raja) dan para pembesar yang berwenang. Dia
sendiri dari pagi sampai jauh malam tak pernah meninggalkan tempat tidur di mana
Yang Kui Hui menghiburnya dengan penuh kemesraan. Dalam beberapa bulan saja,
selir yang tercinta ini berhasil menguasai hati Kaisar seluruhnya sehingga apa
pun yang dilakukan oleh Yang Kui Hui selalu benar, dan apa pun yang diminta oleh
selir ini, tidak ada yang ditolak oleh Kaisar tua yang sudah dimabok cinta itu.
Yang Kui Hui bukanlah seorang wanita bodoh. Sama sekali bukan. Tentu saja
hatinya menaruh dendam kepada kaisar Beng Ong karena dia dipisahkan
dari suaminya yang tercinta. Sudah pasti sekali dalam melayani semua nafsu
berahi Kaisar tua itu, ada tersembunyi niat yang lain lagi, bukan semata-mata
karena dia membalas cinta kasih Kaisar yang sudah tua itu. Dia tidak menyia-
nyikan kesempatan amat baik itu. Setelah
membuat Kaisar tergila-gila dan seolah-olah bertekuk lutut di depan kakinya yang
kecil mungil, mulailah Yang Kui Hui memetik hasil pengorbanan diri dan hatinya.
Dia menggunakan pengaruhnya terhadap Kaisar, menarik keluarganya menduduki
tempat-tempat penting dalam pemerintahan! Bahkan kakaknya yang bernama Yang Kok
Tiong diangkat menjadi menteri
pertama dari Kerajaan Tang setelah menteri yang lama dicopot secara menyedihkan
oleh Kaisar, tentu saja atas bujukan Yang Kui Hui! Dan masih banyak lagi anggota
keluarga selir yang cantik jelilta ini memperoleh kedudukan yang tinggi sekali
yang sebelumnya tak pernah termimpikan oleh mereka.
Pada jaman itulah muncul seorang yang akan menjadi terkenal sekali dalam sejarah
Tiongkok. Orang ini bukan lain adalah An Lu San, seorang yang tadinya dari keturunan tak
berarti. An Lu San dilahirkan di Mancuria Selatan, di luar Tembok Besar, yaitu
Di Liao-tung. Orang tuanya berdarah Turki dari suku bangsa Khitan, keturunan
keluarga yang bersahaja dan terbelakang.
Ketika An Lu San menjadi seorang pemuda remaja, sebagai seorang budak belian dia
dijual kepada seorang perwira Kerajaan Tang yang bertugas di utara, di Tembok
Besar. Mulai saat itulah bintangnya menjadi terang. Sebagai kacung perwira itu,
dia ikut pula ke medan perang dan ternyata bocah ini membuktikan dirinya sebagai
seorang yang gagah berani dan cerdik sekali, memiliki keahlian dalam pertempuran
sehingga beberapa kali dia membuat jasa pada pasukan yang dipimpin oleh
majikannya. Maka diangkatlah dia menjadi prajurit dan dalam waktu singkat saja
dia membuat jasa-jasa besar sehingga dia diangkat terus, dinaikkan
menjadi perwira dan akhirnya, beberapa tahun kemudian setelah dia memenangkan
beberapa peperangan melawan musuh dari luar sehingga dia berjasa besar bagi
Kerajaan Tang, dia diangkat menjadi jenderal! Mulailah jenderal An Lu Sun ini mendekati
Kaisar. Setelah pangkatnya setinggi itu, tentu saja terbuka kemungkinan baginya untuk
berhadapan dengan Kaisar yang waktu itu sedang tergila-gila kepada Yang Kui Hui
yang telah memperoleh kedudukan tinggi. An Lu San memang seorang yang amat
cerdik. Menyaksikan pengaruh dan kekuasaan selir yang cantik jelita itu terhadap
Kaisar, dia melihat kesempatan baik sekali untuk mengangkat diri sendiri ke
tempat yang lebih tinggi. Dengan sikapnya yang lucu dan ugal-ugalan, pembawaan
watak liarnya, dia berhasil menyenangkan hati Kaisar dan
memancing kegembiraan Yang Kui Hui sendiri. Selir ini, yang setiap hari harus
melayani seorang pria yang sudah tua dan sudah lemah, tentu saja bangkit
gairahnya melihat jenderal yang tegap, gembira dan kasar liar itu! Terjadilah
"main mata" antara kedua insan ini, dan akhirnya, dengan bujukan dan rayuannya,
Yanh Kui Hui.memuji-muji kesetiaan dan jasa-jasa An Lu San sehingga Kaisar
menjadi semakin suka kepada jenderal ini.
Bahkan Yang Kui Hui dengan akalnya yang licik telah mengangkat An Lu San sebagai
"putera angkatnya". Hal ini tidak dijadikan keberatan oleh Kaisar, bahkan Kaisar
memuji selirnya sebagai seorang selir yang cerdik, selir yang mencinta dan yang
setia karena perbuatan Yang Kui Hui itu dianggapnya sebagai taktik selir untuk
menyenangkan hati seorang pahlawan
sehingga dengan demikian memperkuat kedudukan Kaisar.
Kaisar Beng Ong yang terkenal pandai dan bijaksana itu ternyata menjadi lemah
tak berdaya, sama lemahnya dengan seuntai rambut lemas hitam dari Yang Kui Hui
yang setiap saat dapat dipermainkan oleh jari-jari tangan halus dari selir yang
cantik jelita itu. Tentu saja setiap sukses dari seseorang, bail didapatkan
dengan jalan apa pun juga melahirkan iri hati kepada orang-orang lain. Biarpun
tidak ada yang berani secara terang-terangan menentang selir cantik yang amat
dikasihi Kaisar tua itu, namun diam-diam banyak anggauta keluarga kerajaan yang
merasa iri hati dan membenci Yang Kui Hui, terutama sekali para selir lainnya
yang kini seolah-olah diabaikan oleh Kaisar yang setiap malam selalu dibuai
dalam pelukan Yang Kui Hui.
Pada suatu malam Kaisar beristirahat di dalam kamarnya sendiri. Betapapun dia
tergila-gila kepada Yang Kui Hui, namun karena dia sudah tua sekali, tenaganya
tidak mengijinkan dia setiap malam mengunjungi selirnya yang masih muda, penuh
nafsu dan panas itu. Malam itu merupakan malam istirahatnya dan dia tidak
mendekati selirnya yang tercinta. Tubuhnya
terasa lelah setelah sore tadi dia berpesta makan minum dan menikmati tari-
tarian yang disuguhkan untuk kehormatan jenderal An Lu San yang datang
berkunjung ke istana. Setelah mengijinkan jenderal perkasa itu mengundurkan diri
ke kamar tamu yang disediakan, Kaisar yang merasa lelah itu berbisik kepada
selirnya tercinta bahwa malam itu dia ingin beristirahat karena merasa lelah,
kemudian langsung menuju ke kamarnya sendiri.
Menjelang tengah malam, kaisar terbangun dan ternyata yang mengganggu tidurnya
adalah seorang selir muda belia yang cantik seperti selir-selir lain. Selir ini bernama
Yauw Cui, masih berdarah bangsawan dan termasuk selir termuda sebelum Kaisar
mengambil Yang Kui Hui yang merupakan selir terakhir. "Hemmm, apa maksudmu datang mengganggu?" Kaisar
berkata, tidak marah karena dia pun pernah mencinta selir yang cantik ini,
bahkan tangannya lalu diulur untuk membelai dagu yang berkulit putih halus itu.
"Hamba mohon Sri Baginda mengampunkan hamba," selir itu berkata dengan suara
agak gemetar, "Sebetulnya hamba tidak berani mengganggu paduka yang sedang
beristirahat, akan tetapi...." Kaisar yang tua itu tersenyum dan salah
menyangka. Dikiranya selir muda ini merindukan curahan kasihnya karena sudah
lama dia tidak mengunjungi kamar selirnya ini dan tidak pula memerintahkan
selirnya itu datang melayaninya. "Aihh, manis, naiklah ke sini dan kau pijiti
punggungku..." katanya sebagai uluran tangankarena membayangkan hasrat selirnya
ini, sudah bangkit pula berahinya. Yauw Cui tidak berani membantah, bangkit dari
lantai di mana dia berlutut, dan jari-jari tangannya yang halus mulai menari-
nari di atas punggung tua yang pegal-pegal itu. Akan tetapi selir ini berkata
lagi, "Rasa penasaran memaksa hamba memberanikan diri mengujungi Paduka. Hamba
tidak ingin melihat Paduka
yang hamba junjung tinggi ditipu dan dihina orang!"
Tangan Kaisar yang mulai membelai tubuh selirnya itu tiba-tiba terhenti dan
dengan pandang mata penuh selidik Kaisar Beng Ong bertanya, "Apa maksudmu" Siapa
yang berani menipu dan menghinaku?"
Yauw Cui menangis dan suara terisakisak dia berkata, "Hamba.... secara tidak
sengaja... mendengar .... An-goanswe
(jenderal An) berada di dalam kamar.... Yang Kui Hui...."
Seketika Kaisar bangkit duduk dengan mata terbelalak. Dengan alis berkerut dia
memandang selirnya itu yang masih menangis, hatinya tidak percaya sama sekali
karena memang sudah seringkali Yang Kui Hui difitnah orang lain yang merasa iri
hati. "Hammm, jangan bicara sembarangan saja terdorong iri hati."."Tidak.... hamba
rela untuk dihukum mati, rela diapakan saja kalau hamba membohong.... tidak
berani hamba menjatuhkan fitnah.... hamba hanya merasa penasaran melihat Paduka dihina
maka hamba memberanikan diri melapor...."
"Pengawal....!!" kaisar berseru sambil mendorong selirnya turun dari
pembaringan. Pintu terbuka dan enam orang pengawal pribadi meloncat masuk dan
langsung berlutut setelah
mereka melihat bahwa Kaisar tidak dalam bahaya.
Kaisar menyambar jubah luarnya. "Antar kami ke kamar yang Kui Hui." kata Kaisar
singkat sambil memberi isyarat dengan matanya agar Yauw Cui ikut pula
bersamanya. Pada saat Yauw Cui melapor kepada Kaisar, kamar Yauw Kui Hui sudah gelap remang-remang dan
pada saat itu memang selir yang cantik jelita ini sedang bersama An Lu San. Mereka
seperti mabok nafsu berahi dan tentu saja segala pertahanan di hati Yang Kui Hui
runtuh menghadapi jenderal yang tegap dan gagah perkasa ini, yang masih memiliki sifat-sifat liar
dan kasar dari tempat asalnya. Selama tujuh tahun Yang Kui Hui menekan
kekecewaan hatinya melayani
seorang kakek-kakek lemah. Kini bertemu dengan An Lu San dan berkesempatan
menikmati rayuan laki-laki yang jantan dan jauh lebih muda dari kaisar ini, tentu saja dia
terbuai dan lupa segalanya.
Sesosok bayangan menyelinap ke dalam kamar itu dan berisik di luar kelambu
pembaringan. Bisikan itu merobah suasana di dalam kamar itu. Yang Kui Hui dan An Lu San dalam
waktu beberapa menit saja telah memakai pakaian yang rapi, duduk menghadapi meja
yang diterangi dengan beberapa batang lilin, dan di atas meja terdapat gambar peta
daerah utara. Di ujung-ujung Kamar itu terdapat mengawal dan pelayan berdiri seperti patung,
hanya memandang saja ketika An Lu San dengan suara lantang sedang menjelaskan tentang
situasi dan keadaan pertahanan di perbatasan utara.
Demikianlah, ketika Kaisar yang di ringkan Yauw Cui dan para pengawal memasuki
kamar itu dengan sikap kasar, dia melihat selirnya yang tercinta itu memang
benar duduk berdua dengan An Lu San, akan tetapi bukanlah berjinah seperti yang dilaporkan Yauw
Cui, melainkan sedang bicara urusan pertahanan! "Hamba sedang mempelajari
keadaan kekuatan pertahanan kita di utara dari An Lu San," antara lain Yang Kui Hui membela diri
ketika Kaisar menyatakan kecurigaannya. "Paduka terlalu mempercayai mulut
seorang wanita yang cemburu dan iri hati setengah mati kepada hamba." Karena semua pengawal dan
pelayan yang berada di kamar itu merupakan saksi yang kuat bahwa selir tercinta
itu tidak bermain gila dengan putera angkatnya tentu saja Kaisar menjadi marah
kepada Yauw Cui. Selir muda ini mengerti bahwa dia berbalik kena fitnah oleh
madunya yang lihai itu, maka maklum bahwa tidak ada lagi harapan baginya, dia
menudingkan telunjuknya kepada Yang Kui Hui sambil berteriak nyaring, "Kau
Wanita Iblis! Karena engkaulah kerajaan ini akan hancur!" Dan sebelum para
pengawal yang diperintah oleh Kaisar yang marah-marah itu sempat
menangkapnya, Yauw Cui lari membenturkan kepalanya di dinding kamar itu sehingga
kepalanya pecah dan dia tewas disaat itu juga! Tentu saja pada hari berikutnya,
ada seorang pelayan yang menerima hadiah banyak sekali dari Yang Kui Hui, yaitu
pelayan yang membisikinya semalam sehingga menyelamatkannya. Semenjak peristiwa itu,
kepercayaan Kaisar terhadap Yang Kui Hui dan An Lu San makin besar. Tentu saja kesempatan
baik ini tidak dibiarkan lewat percuma oleh Yang Kui Hui dan An Lu San yang
mengadakan hubungan gelap sepuas hati mereka. Karena pengaruh Yang Kui Hui di
depan Kaisar, maka An Lu San
memperoleh kehormatan yang besar, bahkan diangkat menjadi Gubernur di Propinsi
Liao Tung. Menguasai pasukan-pasukan terbaik dari kerajaan dan menjaga di propinsi
yang merupakan perbatasan timur. Kehormatan ke dua diterimanya tak lama kemudian,
tentu saja atas desakan dan bujukan Yang Kui Hui yaitu ketika dia dianugrahi
gelar Pangeran Tingkat Dua. Kehormatan yang besar sekali karena biasanya, gelar
ini hanya diberikan kepada
keluarga kerajaan yang berdarah bangsawan! Memang An Lu San seorang yang berasal
dari suku bangsa terbelakang, namun dia diberkahi dengan kecerdikan luar biasa.
Melihat betapa kaisar bertekuk lutut di depan kedua kaki yang mungil dari selir
kaisar Yang Kui Hui, dia mengeluarkan semua kepandaian untuk mengambil hati
selir ini dan ternyata semua
muslihatnya berhasil baik dan dia memperoleh kedudukan yang tinggi sekali.
Akan tetapi, tentu saja banyak pula orang merasa iri hati dan tidak suka kepada
An Lu San. Di antara mereka ini adalah kakak kandung Yang Kui Hui sendiri, yaitu Yang Kok Tiong yang
menjadi Menteri.Pertama. Dengan kedudukanya yang tingi, Yang Kok Tiong melakukan
penyelidikan dan ketika dia memperoleh berita bahwa An Lu San mempersiapkan pemberontakan, segera dia
berunding dengan Putera Mahkota dan melapor kepada Kaisar. Kaisar tidak percaya dan
menganggap pelaporan ini omong kosong belaka, akan tetapi karena para pangeran mendesaknya,
akhirnya Kaisar memanggil An Lu San yang merasa keadaannya belum kuat betul
untuk memulai pembrontakan yang memang benar telah dipersiapkannya, tidak membantah.
Dia menghadap Kaisar dan dengan air mata bercucuran dia memprotes, menyatakan
kesetiaanya terhadap Kaisar dan dalam hal ini kembali pengaruh Yang Kui Hui membantunya.
Selir ini pun mencela Kaisar yang mudah saja dipermainkan orang yang merasa iri
hati bahkan Yang Kui Hui mengambil contoh selir Yauw Cui yang irir hati
kepadanya. "hendaknya Paduka ingat bahwa An Lu San adalah seorang pahlawan
kerajaan yang jasanya sudah amat besar. Tidak mungkin dia memberontak, dan
andaikata dia benar mempunyai niat memberontak tentu dia tidak
akan datang memenuhi panggilan Paduka! Kedatangannya ini sudah merupakan bukti
akan kebersihan dan kesetiaanya! Kabar tentang niat pembrontakan itu tentu ditiup-
tiupkan oleh mereka yang merasa iri hati kepadanya."
Seperti biasa, hati kaisar luluh dan lenyaplah semua kecurigaan dan keraguannya.
Dia malah menjamu An Lu San dan malam itu dengan amat pandainya An Lu San
"membalas budi" Yang Kui Hui, dengan sepenuh hatinya, di dalam kamar selir
Kaisar itu, aman karena terjaga oleh orang-orang kepercayaan mereka.
Demikianlah, pada saat cerita ini terjadi An Lu San sudah kembali ke utara
dengan penuh kebesaran dan kebanggaan, dan diam-diam dia makin
mempercepat persiapannya untuk memberontak! Dan demikian pula dengan keadaan
kerajaan Tang pada waktu itu. Kelemahan Kaisar yang jatuh di bawah telapak kaki
halus dari Yang Kui Hui, menimbulkan ketidakpuasan kepada banyak pembesar
sehingga di sana-sini timbul niat untuk memberontak. Kesempatan keadaan yang lemah dari kerajaan Tang
inilah dipergunakan oleh The Kwat Lin untuk mulai dengan petualangannya, untuk
memenuhi cita-citanya mencarikan kedudukan tinggi untuk puteranya!
Pada suatu hari, datanglah seorang utusan dari kota raja mendaki Pegunungan Bu-
tong-san, menghadap Ketua Bu-tong-pai. Melihat bahwa utusan ini adalah utusan
dari Pangeran Tang Sin Ong dari kota raja, Kwat Lin cepat menerimanya di kamar
rahasia. Setelah utusan itu menyampaikan tugasnya dia cepat pergi lagi


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan Bu-tong-pai dan terjadilah
kesibukan di Bu-tong-pai. Pangeran Tang Sin Ong, yaitu seorang pangeran di kota
raja yang mempersiapkan pemberontakan pula, sebagai saingan besar dari An Lu
San, pangeran yang dihubungi oleh Kwat Lin, mengirim berita tentang hari dan tempat di mana Yang
Kui Hui akan ikut dengan Kaisar yang hendak berburu binatang dalam hutan, sebuah di antara kesenangan Kaisar. saat
inilah yang dinanti-nanti oleh The Kwat Lin dan Pangeran Tang Sin Ong untuk
menjalankan siasat mereka yan telah lama mereka rencanakan.
Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya Kaisar bersama Yang Kui Hui bersenang-
senang di dalam hutan di kaki Pegunungan Funiu-san, tidak jauh dari kota raja.
Seperti biasa, di waktu mengadakan perburuan ini, tempat itu dijaga oleh para
pengawal dan ada pula pasukan yang tugasnya hanya mencari dan menggiring
binatang hutan sehingga binatang-binatang yang
ketakutan itu menuju ke dekat tempat Kaisar dan Permaisurinya menanti sehingga
dengan mudah Kaisar dapat melepaskan anak panah ke arah binatang-binatang itu. Sekali
ini, selain beberapa orang pembesar penting, yang menemani Kaisar terdapat juga
Pangeran Tang Sin Ong. JILID 14 Seperti biasa, Kaisar dan selirnya yang tercinta menanti di dalam pondok yang
memang tersedia di situ, di tengah-tengah hutan. Para pembesar dan Pangeran Tang Sin
Ong menanti di luar pondok sambil bercakap-cakap. Mereka menanti sampai
datangnya binatang-binatang yang akan digiring oleh pasukan yang sudah menyusup-
nyusup ke dalam hutan lebat di depan.
para pengawal menjaga di sekeliling tempat itu, pengawal Kaisar dan pengawal
Pangeran Tang Sin Ong karena pangeran ini mempunyai pasukan pengawal sendiri.
Mereka tidak usah lama menanti. Segera terdengar sorak-sorai dari jauh, makin
lama makin mendekat. itulah suara pasukan yang bertugas menggiring binatang hutan menuju ke tempat
penyembelihan itu, di mana para pembesar telah menanti dengan gendewa bersama dengan anak panahnya
siap di tangan..Mendengar suara ini, kaisar sudah keluar dari pondok sambil tersenyum-
senyum gembira membawa sebatang gendewa. Seorang thaikam yang menjadi kepercayan dan pelayannya
mengikuti Kaisar sambil membawa tempat anak panah.
Tak lama kemudian, mulailah bermunculan binatang-binatang hutan yang panik
ketakutan karena dikejar-kejar dan digiring oleh pasukan di belakang mereka yang bersorak-
sorai itu. Dan mulailah Kaisar bersama Pangeran Tang Sin Ong dan para pembesar lainnya
menghujankan anak panah mereka ke arah binatang-binatang itu.
Tidak ada seorang pun melihat ketika dari rombongan pengawal Pangeran tang Sin
Ong, seorang pengawal menyelinap kedalam semak-semak, menanggalkan pakaian biasa
menyelinap dan memasuki pondok Kaisar dari samping, meloncat masuk dari jendela
yang terbuka. Dengan kecepatan kilat, laki-laki setengah tua ini menyergap Yang Kui
Hui yang sedang berdiri menonton di ambang pintu depan. Terdengar selir cantik
itu menerit, akan tetapi tubuhnya menjadi lemas ketika dia tertotok dan ketika
semua orang menoleh medengar jeritan itu, Yang kui Hui telah dipondong dan dibawa lari oleh laki-
laki itu. "Penculik.....!"
"penjahat....!"
"Jangan lepas anak panah, bisa salah sasaran....!!" Tiba-tiba Pangeran tang Sin
Ong berseru keras. Mendengar ini, Kaisar yang sudah pucat mukanya cepat berseru,
"Benar! Jangan lepas anak panah. Kejar dan tangkap! Selamatkan dia....!"
Semua orang, pengawal, pembesar, pangeran tang Sin Ong, bahkan Kaisar sediri,
mengejar penculik yang memiliki gerakan yang amat gesit itu. Dengan beberapa
loncatan saja penculik itu telah lari jauh sekali. "Cepat kejar.... tolong
dia.... ahhhh, Kui Hui....!!" kaisar berteriak dengan muka pucat. Tiba-tiba
tampak dua sosok bayangan orang berkelebat menghadang
penculik itu. Dari jauh kelihatan jelas bahwa dua orang itu adalah wanita-wanita
cantik yang gerakannya cepat luar biasa. Wanita yang lebih tua sudah menerjang
maju dan dengan serangan mendadak berhasil memukul roboh penculik dan merampas Yang Kui Hui,
kemudian wanita ke dua yang muda dan cantik menggerakan pedangnya menusuk. Terdengar
jerit melengking yang nyaring sekali ketika pedang itu menembus dada penculik itu yang
berkelojotan, terbelalak dan menudingkan telunjuknya kepada wanita pertama
seolah-olah hendak berkata sesuatu, akan tetapi sebuah tendangan yang mengenai
kepalanya membuat penculik itu tak dapat bergerak lagi dan tewas seketika!
Kaisar dan rombongannya sudah tiba di situ. Dengan tepukan perlahan wanita
perkasa yang lebih tua itu membebaskan totokan Yang Kui Hui. Selir ini mengeluh
dan menangis sambil menubruk Kaisar yang memeluknya. kaisar memandang kepada dua
orang wanita cantik yang sudah berlutut di depan kakinya dengan perasaan bersyukur dan berterima kasih.
"Untung sekali kalian berdua yang gagah perkasa datang menolong!" kata kaisar
dengan penuh rasa syukur, suaranya masih gemetar karena ketegangan hebat yang
baru saja dialaminya. "Siapakah kalian?" "Hamba adalah Ketua Bu-tong-pai bernama The Kwat
Lin," berkata wanita cantik itu lalu menuding kepada dara muda yang cantik jelita dan
tinggi semampai di sebelahnya, "dan ini adalah Bu Liang-cu murid hamba."
"Ahhh, kiranya ketua Bu-tong-pai yang terkenal!" Kata Kaisar sambil tersenyum
lebar. "Pantas saja demikian lihai! Kalian telah berjasa, telah menyelamatkan
kekasih kami dan membunuh penculik jahat. Kalian pantas diberi hadiah besar."
Yang Kui Hui sudah menghentikan tangisnya dan kini dia pun memandang kedua orang
wanita itu dengan mata berseri. "Kalian datanglah ke istana, aku akan memberi
hadiah kepada kalian."
The Kwat Lin menyembah dengan hormat. "Hamba berdua hanya melakukan tugas hamba
sebagai rakyat yang setia kepada junjungannya. hamba berdua tidak mengharapkan balas jasa,
hanya apabila paduka sudi.menerima, biarlah murid hamba ini bekerja sebagai
pengawal pribadi paduka. Sekarang banyak orang jahat, tanpa pengawalan yang kuat tentu membahayakan Paduka.
Girang bukan main hati Yang Kui Hui. "Baik sekali! Siapa namamu tadi?" tanyakan
kepada gadis cantik yang menunduk sejak tadi. Gadis itu kini mengangkat mukannya
dan dengan sepasang mata yang bersinar-sinar dia menjawab, "Nama hamba Bu Liang-cu.
Saking girangnya, yang Kui Hui mencabut tusuk konde dari emas berhiaskan permata
dan menghadiakan benda itu kepada The Kwat Lin, dan dia menerima pula gadis murid
Bu-tong- pai itu sebagai pengawal pribadinya. Mulai saat ini gadis yang bernama Bu Liang-
cu itu ikut bersama rombongan Kaisar, selalu mengawal di belakang Yang Kui Hui,
kembli ke istana. Ada pun The Kwat lin segera kembali ke Bu-tong-san dengan hati
girang karena siasatnya berjalan dengan baik sekali, sungguhpun untuk itu dia
terpaksa harus mengorbankan nyawa seorang anggautanya. Penculik itu bukan lain
adalah seorang anggautanya sendiri, seorang bekas penjahat yang memiliki ginkang
tinggi. Penculik itu hanya diperintah untuk melarikan diri Yang Kui Hui dengan
janji akan dibantunya kalau sampai mengalami bahaya. Akan tetapi, penculik itu
baru tahu bahwa dia dikhianati oleh ketuanya sendiri setelah dia roboh dengan
pedang menembus dadanya. Baru ia tahu bahwa dia dikorbankan untuk suatu siasat
licik dari The Kwat Lin, namun pengetahuan ini tiada gunanya karena dia keburu
mati sebelum dapat mengeluarkan suara. Siapakah gadis cantik yang kini menjadi pengawal Yang Kui
Hui" Tadinya, untuk tugas ini The Kwat Lin menunjuk muridnya, Bu Swi Nio. Akan
tetapi, betapa marahnya ketika dia menghadapi penolakan muridnya!
"Teecu tidak berani, Subo. Perintahlah teecu untuk melakukan hal lainnya, biar
disuruh membasmi penjahat yang bagaimanapun, biar harus mempertaruhkan nyawa,
teecu tidak akan mundur dan pasti akan memenuhi perintah Subo! Akan tetapi ini... ah, teecu
tidak mau terlibat dalam.... pemberontakan....." jawab Swi Nio sambil berlutut
dan menundukan mukanya. Hampir saja Kwat Lin menampar kepala muridnya itu saking marah dan kecewanya.
Dan pada saat itu, Swi Liang yang melihat adiknya terancam bahaya kemarahan
subonya, cepat maju dan berkata, "Subo, kalau Moi-moi tidak berani, biarlah
teecu melakukannya."
"Kau seorang pria.... mana mungkin....?"
"Teecu bisa saja menyamar sebagai seorang gadis. Dahulu di waktu kecil
seringkali teecu mengenakan pakaian Moi-moi dan bermain-main seperti seorang
anak perempuan ." Mendengar ini, Kwat Lin termenung. Betapapun juga dia lebih percaya kepada
muridnya dan juga kekasihnya ini. Selama ini, Swi Nio delalu memperlihatkan
sikap dingin dan kdang-kadang menentang. Berbeda dengan Swi Liang yang selalu
menuruti kehendaknya, bahkan pemuda
itu mau pula melayani nafsu berahinya!
Pekerjaan yang direncanakan ini amat berbahaya kalau sampai bocor, maka
sebaiknya kalau dilakukan oleh orang yang paling dipercayanya. Memaksa Swi Nio
amat berbahaya karena siapa tahu kalau-kalau murid perempuan ini akan mengkhianatinya kelak.
"Hemm, kita coba saja!" katanya dan setelah melihat Swi Liang berpakaian wanita
dan bergaya, Kwat Lin menjadi girang sekali. Agaknya murid itu memang mempunyai
bakat sandiwara maka ketika berpakaian wanita dan beraksi, dia sendiri hampir pangling
dan mengira bahwa Swi Liang adalah Sawi Nio! Demikian, rencana siasat itu dijalankan
dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik bernama Bu
Liang-cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal pribadi dari Yang Kui Hui!
Memang itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin, yaitu memikat hati Yang Kui Hui.
Pemikatan dengan jalan menolong selir itu dari bahaya cukup baik, akan tetapi
akan lebih berhasil lagi kalau muridnya itu berhasil menjatuhkan hati selir itu
dengan ketampanannya! Kalau sampai berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan mudah
saja melakukan gerakan pemberontakan dari dalam! Inilah sebabnya maka dia setuju
muridnya itu menyamar sebagai wanita. Dia rela memberikan kekasihnya ini kepada
Yang Kui Hui demi tercapainya cita-citanya.
Berbeda dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama
merasa makin tidak enak tinggal di Bu-tong-san. Dia sama sekali tidak senang dan hatinya
menentang menyaksikan.semua perbuatan subonya. Tadinya memang dia rela menjadi murid
wanita sakti, karena wanita itu yang
menolong dia dan kakaknya, juga yang telah membunuh Pat-jiu Kai-ong musuh besar
yang telah membunuh ayah mereka. Akan tetapi semenjak menyaksikan betapa subonya itu
menguasai Bu-tong-pai dengan kekerasan, melihat subonya melawan susiok sendiri
dan bahkan membuat para tokoh Bu-tong-pai mengundurkan diri dari Bu-tong-pai,
hatinya sudah merasa tidak senang. Apalagi melihat masuknya orang-orang kasar
dan yang dia ketahui adalah bekas-bekas penjahat menjadi anggauta Bu-tong-pai dia merasa penasaran.
Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya merasa malu dan hina,
yaitu melihat kakaknya menjadi kekasih subonya.
Seringkali secara diam-diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan menganjurkan
kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu-tong-pai, namun semua itu tidak
diacuhkan oleh Swi Liang. Swi Nio menderita batin seorang diri, seringkali
menangis di dalam kamarnya.
Melihat munculnya Kiam-mo Cai-li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu
sudah mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam-mo Cai-li adalah seorang datuk kaum
sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi sekutu iblis itu, bahkan
diakui sebagai pemimpin! Pagi hari itu, setelah merasa kehilangan kakaknya yang pergi
tampa pamit bersama subonya dan kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa
kakaknya, Swi Nio tak dapat menahan kegelisahan hatinya lagi dan dia
memberanikan diri memasuki kamar subonya di mana subonya sedang bercakap-cakap
dengan Kiam-mo Cai-li yang kebetulan datang ke Bu-tong-san.
"Subo, teecu (murid) tidak melihat adanya Liang-koko yang tadinya pergi bersama
Subo selama beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo" Apakah yang terjadi
dengan kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia
kurang tidur memikirkan kakaknya. The Kwat Lin mengerutkan alisnya. Hatinya
memang sudah tidak senang pada
muridnya ini, apalagi ketika Swi Nio terang-terangan berani menolak perintahnya
sehingga tugas itu digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu berhasil baik,
betapapun juga The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi
dan dingin! "Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak.
"Tapi.... Subo, dia adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah.
"Hemm, dia bertugas di kota raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami
yang sedang bicara!"
Swi Nio bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan mata
terbelalak dan muka pucat.
"Jadi....dia.... dia telah menyelundup ke dalam istana....?"
The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya ke muka Swi Nio sambil
membentak marah, "Gara-gara engkaulah! Apa kaukira kalau tidak terpaksa aku suka
membiarkan dia melakukan tugas berbahaya itu" Mestinya engkau yang bertugas,
akan tetapi engkau telah menolak. Dia seorang murid yang amat baik, tidak
seperti engkau yang tak mengenal budi!" Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka dan menangis sambil mengeluh, "Liang-
koko..... ah, Koko....!"
Setelah dara itu berlari pergi, Kwat Lin duduk kembali, wajahnya keruh dan dia
mengomel, "Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!"
Kiam-mo-Cai-li tersenyum. "Mengapa pusing-pusing menghadapi seorang gadis
seperti itu" Kalau dibiarkan saja, tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi kelak
akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus ditundukkan!"
"Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?"
"ah, aku mengenal gadis seperti itu. Wataknya keras dan kalau digunakan
kekerasan, sampai mati pun dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat
tidak baik bagi kakaknya yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan
cara halus." "Bagaimana maksudmu" Membujuknya?".Kiam-mo Cai-li menggeleng kepalanya.
"Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi
isteri orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya."
"Ihhh! Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan siapa?"
"Kita harus cerdik, kita harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor
lalat atau menggunakan pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus


Manusia Setengah Dewa Bu Kek Siansu Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu memiliki watak mata keranjang sehingga dia
akan tentu berterima kasih sekali kepadamu kalau kau rela memberikan muridmu
yang cantik manis itu kepadanya, menjadi seorang selirnya yang tercinta dan
dapat diandalkan. Ke dua, kalau
muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak
banyak bantahan lagi!" The Kwat Lin mengangguk-angguk dan diam-diam dia memuji kecerdikan temannya ini.
"Siasatmu memang baik sekali, Cai-li! Akan tetapi.... biarapun sudah pasti
sekali Pangeran akan menerima penawaran ini dengan kedua tangan terbuka, kukira
belum tentu Swi Nio akan mau dijadikan selir pangeran itu. Kalau dia menolak, lalu bagaimana?"
Kiam-mo Cai-li tertawa. "Hi-hi-hik, tidak usah khawatir, Pangcu. Aku yang
tanggung jawab dia tentu tidak akan menolak." Dia lalu mendekatkan mulutnya
ketelinga The Kwat Lin berbisik-bisik. Kwat Lin mengangguk-angguk. " Hemm, kalau
dia merupakan seorang murid yang baik dan taat, tentu aku tidak tega, akan
tetapi.... demi suksesnya perjuangan kita, agar dia tidak menjadi penghalang
malah kelak mungkin dapat membantu, biarlah.... kita atur secepatnya agar
Pangeran dapat berkunjung ke sini." "Tentu mudah saja dan tidak menimbulkan
kecurigaan. Bukankah peristiwa di hutan itu membuat nama Bu-tong-pai terangkat
tinggi dalam pandangan kerajaan"
Kalau seorang Pangeran berkunjung ke sini, menemui penolong selir Yang Kui Hui,
hal itu sudah semestinya! Hi-hi-hik."
"Kau memang cerdik sekali, Cai-li!" The Kwat Lin memuji dan kedua orang wanita
berkepandaian tinggi itu sambil tersenyum-senyum minum arak wangi yang berada di
dalam cawan-cawan perak mereka. Beberapa hari kemudian, sesuai dengan siasat
mereka itu, datangalah rombongan tamu agung dari kota raja. Pangeran Tang Sin Ong! Inilah
hasil pertama dari siasat The Kwat Lin menolong Yang Kui Hui. Sebelum peritiwa itu,
Beruang Salju 11 Pendekar Kembar 14 Rahasia Dedengkot Iblis Pertarungan Di Bukit Jagal 2
^