Pencarian

Legenda Kelelawar 8

Legenda Kelelawar Karya Khu Lung Bagian 8


mencari bahan obat-obatan di luar perbatasan (sebelah utara
tembok besar biasanya dianggap luar perbatasan negara
pada zaman itu). kebetulan ia memergoki seorang begal yang
sedang melakukan kejahatannya, begal itu tidak cuma
merampas harta benda saja, bahkan hendak merampas
kehormatan sang gadis. Begal itu ialah Gui Heng-liong ini. Bekas luka di mukanya
adalah tinggalan pedang Liu Gim-siong.
Konon Gui Heng-liong telah bersumpah di depan Liu Gim-
Siong bahwa selanjutnya dia pasti akan cuci tangan dan tak
berani lagi berbuat jahat. Karena itulah Liu Gim-siong mau
mengampuni jiwanya. Kemudian begal besar itu telah berubah menjadi pemilik
dua perusahaan peternakan kuda besar. Tampaknyu dia
benar-benar telah memperbaharui hidupnya ke jalan yang
baik. Akan tetapi, jika dia benar-benar telah menjadi orang baik,
menjadi pengusaha yang terhormat, untuk apa pula dia datang
ke Pulau Kalong ini"
Maka begitu ucapan Ong Thian-siu tadi dikemukakan,
seketika semua orang pun mafhum akan maksudnya. Kiranya
pembaharuan hidup Gui Heng-liong seperti janjinya kepada
Liu Gim-siong itu cuma pura-pura belaka. Tampaknya
dia telah menjadi pengusaha peternakan besar, tapi
selama ini belum pernah melupakan sakit hatinya, senantiasa
ia mencari akal untuk menuntut balas. Tapi ia pun jeri
terhadap ilmu pedang Liu Gim-siong yang lihai. Maka
kedatangannya ke Pulau Kalong adalah ingin membeli rahasia
Hwe-hong-liu-bu-kiam-hoat.
Soal balas membalas di dunia Kangouw sebenarnya
perkara biasa. tapi manusia munafik yang tak menepati
sumpah yang pernah diucapkannya pasti akan dipandang hina
oleh siapa pun. Karena itulah semua orang sama melototi Gui Heng-liong
dengan sorot mata menghina.
Wajah Gui Heng-liong yang memang keungu-unguan itu
bertambah kelam. dengan gemas ia menjawab, "Ya, sekalipun
kedatanganku ini adalah untuk mendapatkan rahasia Pah-sankiam-
hoat, lalu kau mau apa" Sebaliknya bagaimana pula
denganmu?" "Aku kenapa?" jengek Ong Thian-siu, mukanya tampak
makin pucat. "Hm, mencuri belajar Kungfu orang lain untuk kemudian
digunakan menuntut balas kepada orang itu memang
tergolong rendah," tutur Gui Hong-liong, "Tapi sedikitnya
perbuatan begitu tidak lebih kotor daripada mencelakai orang
dengan racun, bahkan mengalihkan perbuatan sendiri untuk
memfitnah keluar Tong."
Ong Thian-siu menjadi gusar, teriaknya, "Siapa yang kau
maksud?" Gui Heng-liong tidak menggubris, sebaliknya ia menyapu
pandang sekejap kepada orang banyak, lalu berkata, "Apakah
para hadirin tahu, siapakah tokoh utama, ksatria besar, jago
nomor satu di dunia ini?"
'Bun (sastra, sipil) tidak ada yang nomor satu, Bu (silat,
militer) tidak ada yang nomor dua'. demikian pameo yang
terkenal di khalayak ramai. 'Jago nomor satu' siapa pun juga
ingin mendapatkan predikat ini. Tapi kalau sebutan itu benarbenar
sudah diperolehnya maka celakalah dia, takkan pernah
habis halangan yang harus dihadapinya.
Maklumlah, barang siapa mendapat predikat tersebut,
pasti ada orang lain yang tidak terima dan akan berusaha
dengan segala daya upaya untuk merebut gelar itu.
Selama beratus-ratus tahun ini, di dunia Kangouw sudah
banyak melahirkan tokoh ternama dan jago terkenal, entah
sudah berapa banyak ksatria atau pahlawan yang telah
melakukan hal-hal yang menggemparkan dan menjadi bahan
cerita orang. Tapi Orang yang benar-benar cocok untuk mendapat
predikat 'jago nomor satu' dan membuat orang takluk lahir
batin, sebegitu jauh ternyata tiada terdapat seorang pun.
Dengan sendirinya pernyataan Gui Heng-liong tadi
membuat semua orang saling pandang dengan bingung, tiada
seorang pun yang dapat menjawab dan tiada yang tahu siapa
yang dimaksud. Ada seorang di antaranya berkata sambil melirik Thio Sam
sekejap. "Apakah Coh-hiangswe yang kau maksudkan?"
"Coh-hiangswe suka menolong orang. merampas yang
kaya membantu yang miskin, orang yang pernah menerima
pertolongannya sukar dihitung jumlahnya. Betapa tinggi ilmu
silatnya dan betapa cerdik tindak tanduknya. bahkan sukar
diukur. Sudah tentu beliau adalah seorang ksatria, seorang
pahlawan sejati. cuma..........."
Dia menarik napas panjang, lalu menyambung pula,
"Predikat jago nomor satu di dunia mungkin Coh-hiangswe
sendiri pun tidak berani menerimanya."
Segera beberapa orang berseru, "Jika Coh-hiangswe saja
tidak cocok mendapat predikat itu, habis siapa yang sesuai?"
Lalu ada lagi yang berseru. "Coh-hiangswe pernah
menyapu bersih perusuh-perusuh di padang pasir, pernah
mengalahkan Ciok-koan-im, pernah menundukkan Cui-bo
Nionio, dan masih banyak lagi prestasinya, betapa gagah dan
luhur beliau kecuali Coh Hiangswe, siapa pula yang sanggup
melakukan hal begitu?"
"Betul," tukas lagi yang lain. "Tidak usah soal lain, melulu
kejadian di Pian-hok-to sekarang ini, siapa yang tidak kagum
terhadap apa yang telah diperbuat Coh-hiangswe" Siapa di
dunia ini yang dapat dibandingkan dia?"
Gui Heng-liong menghela napas. katanya, "Sudah tentu
Cayhe juga sangat kagum terhadap Coh-hiangswe, cuma
yang kumaksudkan........"
Mendadak Ong Thian-siu menyela, "Apa yang dikatakan
manusia rendah semacam dia ini. kalian anggap sebagai
kentut saja, untuk apa menggubrisnya." Sambil membentak ia
mendekati Gui Heng-liong, urat hijau menonjol pada kedua
tangannya yang kurus kering itu, jarinya juga mencengkeram
seperti cakar elang. Perawakan Ong Thian-siu sebenarnya kecil. tapi sekarang
mendadak seperti mulur lebih panjang, ruas tulang seluruh
tubuhnya berkeriutan seperti bunyi kacang digoreng,
Meski para jago yang hadir sudah lama mendengar Kungfu
Kiu-hian-in-liong Ong Thian-siu sangat tinggi. tapi sebenarnya
sampai dimana kemahirannya, tiada seorang pun yang tahu.
Kini melihat betapa hebat serangannya itu barulah semua
orang merasa terkejut. mereka menduga bilamana serangan
sudah dilancarkan, maka untuk selamanya Gui Heng-liong tak
ada kesempatan lagi untuk bicara.
Lantas siapakah 'jago nomor satu di dunia' yang dimaksud
Gui Heng-liong itu" Mengapa Ong Thian-siu tidak memberi
kesempatan padanya untuk omong"
Meski semua orang merasa ada sesuatu yang tidak beres
di balik persoalan ini, tapi siapa pun tidak ingin mencari garagara
dan ikut campur. apalagi mereka pun tiada yang yakin
dapat mengalahkan Eng-jiau-kang Ong Thian-siu yang lihai
itu. Tiba-tiba muncul dua orang, satu kanan dan satu kiri,
seperti tidak sengaja mereka menghadang di depan Ong
Thian-siu. "Ya, anggaplah dia sedang kentut, tapi apa jeleknya jika
kita mendengarkan apa yang akan dikentutkannya?" kata
orang yang di sebelah kiri.
Orang yang di sebelah kanan lantas menukas, "Betul,
kentut yang berbunyi kan tidak berbau, kentut yang berbau
justru yang tidak berbunyi. Maka kukira kentut yang dapat kita
dengar nanti rasanya takkan terlalu bau,"
Perawakan dan muka kedua orang ini ternyata serupa
seperti pinang dibelah dua, mungkin mereka adalah saudara
kembar. Muka sama-sama bulat, badan buntak. kalau bicara
juga cengar-cengir. Malahan kalau tertawa keduanya samasama
mempunyai dekik pada pipi masing-masing. Yang satu
dekik di pipi kiri dan yang lain dekik di pipi kanan.
Dilihat dari potongan mereka, bilamana tangan mereka
memegang suipoa, maka mereka pasti akan disangka sebagai
juru buku pada rumah makan atau juru taksir pada rumah
gadai. Potongan orang-orang ini baik dipandang dari kanan ke kiri
maupun dilihat dan atas ke bawah, mustahil kalau ada orang
dapat menemukan sesuatu tanda bahwa mereka memiliki
Kungfu yang hebat. Akan tetapi anehnya, setelah Ong Thian-siu melihat kedua
orang ini, kedua tangannya yang sebenarnya sudah siap
menyerang. perlahan-lahan dijulurkan lagi ke bawah, lalu ia
berdehem dan berkata. 'Baiklah. jika kalian bersaudara ingin
mendengar kentut bolehlah dia suruh coba-coba
perdengarkan kentutnya."
Kedua orang itu terbahak berbareng dan berkata. "Betul,
nah. kalau mau kentut hayolah lekas kentut!"
Dengan gusar Gui Heng-liong melotot kepada mereka. tapi
cuma melotot sekejap saja, rasa gusarnya segera pula lenyap,
cepat ia berpaling lagi ke arah lain, seakan-akan kuatir
bilamana memandang lebih lama lagi mungkin matanya akan
buta. Semua orang merasa heran mengapa Ong Thian-siu dan
Gui Heng-liong begitu jeri terhadap kedua orang bersaudara
ini. masakah badan mereka yang buntak itu mampu melawan
Eng-jiau-kang yang lihai"
Tapi lantas Ko A-lam berkata dengan tertawa, "Kalian
bersaudara memang benar-benar barang tulen, harga pas. tua
muda tidak ditipu, sungguh hebat, sungguh kagum."
Istilah 'barang tulen harga pas dan tua muda tidak ditipu'
adalah istilah yang bisa digunakan oleh toko besar dan
warung kecil, yaitu hanya istilah perdagangan untuk menarik
pembeli. Soal betul apa tidak kata-kata propaganda yang
ditonjolkan itu sudah tentu sukar untuk bisa dipercaya. Akan
tetapi setelah semua orang mendengar kedua kalimat tadi,
mereka terperanjat. Kedua kalimat tadi justru nama julukan kedua orang
bersaudara tadi, yang sebelah kiri, adalah kakak. she Ci (duit)
bernama Put-coan (tidak untung) dan berjuluk Hwe-cin-keh-sit
(barang tulen harga pas). Dan yang sebelah kanan adalah
adiknya, bernama Ci Put-yau (duit tidak mau) dan berjuluk
Tong-soh-bu-gi (tua muda tidak ditipu).
Orang Kangouw bilamana mendengar nama kedua
bersaudara ini. andaikan tidak ketakutan setengah mati. tentu
juga akan pegang kepalanya sendiri dengan erat karena kuatir
kepalanya akan lenyap. Maklum, meski kedua orang ini memang tengkulak. tapi
yang dijual belikan bukan sembarang dagangan, yang dijual
belikan justru adalah kepala manusia. Kepala manusia jahat.
Maka dengan was-was Gui Heng-liong berkata, "Ksatria
utama dan jago nomor satu yang kumaksudkan ini, kukira
kalian bersaudara pasti sudah tahu."
Meski Gui Heng-liong sedang bicara dengan kedua orang
itu. tapi yang dipandang adalah tangan sendiri. suatu tanda
betapa jerinya kepada mereka.
Ci-lotoa yang tidak mau untung itu. lantas berkata dengan
tertawa, "Tapi, orang yang kami kenal belum pasti seluruhnya
ksatria sejati, apalagi jago nomor satu segala."
"Betul, yang kami kenal mungkin ksatria gadungan lebih
banyak daripada jago tulen," tukas Ci-loji yang tidak mau duit.
Gui Heng-liong pura-pura tidak paham sindiran itu, ia
berkata pula, "Pada dua puluh tahun yang lalu, sebabnya Ong
Thian-siu mau menyerahkan kedudukan ketua kepada
keponakannya justru lantaran ksatria besar itu telah
menemukan sesuatu perbuatan busuknya. maka terpaksa dia
bertindak begitu dan mengundurkan diri."
"Wah, ceritamu terasa rada menarik juga." ujar Ci-lotoa.
"Rasanya tidak banyak orang yang dapat memaksa Ongloyacu
mundur dari kedudukannya.,,
"Sebenarnya ksatria besar itupun sudah lama tidak muncul
di Kangouw, cuma akhir-akhir ini Cayhe mendengar kabar
bahwa beliau merasa terlalu iseng dan ada maksud muncul
kembali di dunia ramai," tutur Gui Heng-liong pula.
"O, jangan-jangan Ong-loyacu juga bermaksud menuntut
balas padanya?" kata Ci-loji.
"Kalau bicara tentang ilmu silat, sebenarnya sepuluh orang
Ong Thian-siu juga tak dapat dibandingkan dengan satu jari
ksatria besar itu," kata Gui Heng-liong, "Tapi dia justru
mengetahui bahwa ksatria besar ini pada permulaan tahun
depan pasti akan berkunjung dan mencarinya. Maka lebih dulu
Ong-loyacu lantas mengundang Tong-taysiansing dari Sujwan
serta beberapa tokoh terkemuka lain agar menghadiri
perjamuan tahun baru di kediamannya."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula dengan
gemas, "Di sinilah dia ingin membeli racun keluarga Tong.
tujuannya hendak menaruh racun di dalam arak untuk
membunuh ksatria besar tadi, habis itu yang akan difitnah
sebagai peracunnya ialah Tong-taysiansing."
Mendadak Ong Thian-sui menengadah dan bergelak
tertawa, keras serunya, "Hahaha, kentut bocah ini bukan saja
nyaring bunyinya, bahkan baunya tidak kepalang. Apakah
para hadirin masih berminat mendengarnya lagi" Apakah para
hadirin tidak merasa ocehannya itu cuma karangan belaka"
Coba pikir. seumpama benar orang she Ong itu bernilai
begitu, lalu darimana keparat she Gui ini mendapat tahu?"
"Soalnya aku sudah bertemu dengan ksatria besar itu,
sudah kuketahui beliau akan pergi mencarimu, kutahu pula
kau telah mengundang Tong-taysiansing sebagai tamu
pendamping, lalu kutahu pula kau telah membeli racun
keluarga Tong di sini," Gui Heng-liong terkekeh-kekeh, lalu
menyambung pula, "Berdasarkan serangkaian perbuatanmu
ini, bilamana tak dapat kuterka maksud jahatmu, kan percuma
selama berpuluh tahun aku berkesimpung di dunia Kangouw."
Dengan tertawa Ci-lotoa menukas, "Cuma sayang, kau
bicara bertele-tele seperti nenek bawel. Sampai saat ini nama
ksatria itu belum lagi kau sebut."
"Ksatria besar yang kumaksudkan itu ialah ketna Tay-kibun
(perguruan panji besar). pendekar besar yang tiada


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bandingannya, jago nomor satu di dunia, Thi-tayhiap, Thi
Tiong-tong." demikian sekata demi sekata Gui Heng-liong
menjelaskan. Thi Tiong-tong! Demi mendengar nama ini. mendadak suasana menjadio
sunyi senyap. semua orang sama menahan napas. Kisah
Pendekar Besar Thi Tiong-tong pada seri ke-6 akan terbit).
"Selama ratusan tahun ini. kalau ada seorang tokoh
persilatan yang benar-benar dihormati dan dikagumi serta
pantas mendapat predikat 'nomor saru di dunia', maka orang
itu adalah Thi Tiong-tong!"
Lalu terdengarlah orang banyak menghela napas panjang.
Sampai agak lama barulah Ci-lotoa mengembuskan
napasnya, lalu bertanya pula, "Anda kenal Thi-tayhiap?"
Lantaran nama "Thi Tiong-tong, panggilannya kepada Gui
Heng-liong seketika berubah menjadi sungkan pula.
"Ken.... kenal sudah tentu kenal....." Dia mengulangi
beberapa kali kata-kata 'kenal' itu, lalu air mata pun
bercucuran. Seorang lelaki perkasa seperti dia juga menangis seperti
anak kecil, meski tampaknya menggelikan, tapi dalam hati,
para hadirin samar-samar dapat menerka, pasti antara orang
she Gui ini dengan Thi-tayhiap ada hubungan yang luar biasa.
Selang agak lama, tiba-tiba Gui Heng-liong berseru, "Aku
Gui Heng-liong ini orang macam apa, masa berharga untuk
berkenalan dengan Thi-tayhiap" Akan tetapi.... akan tetapi,
kalau tiada Thi-tayhiap. apakah sekarang terdapat orang she
Gui seperti diriku ini" Jiwaku justru diselamatkan oleh Thitayhiap
sendiri......" Dia mengertak gigi dan menyambung pula, "Tentunya para
hadirin mengira Liu Gim-siong yang sengaja mengampuni
jiwaku hingga orang she Gui dapat hidup sampai sekarang.
Padahal kalau tidak ada Thi-tayhiap, mana... mana mau orang
she Liu itu memberi......." Sampai di sini suaranya menjadi
serak dan napas terengah-engah, mendadak ia menerjang
maju terus menjotos muka Ong Thian-siu.
Kedua Ci bersaudara saling mengedip mata, berbareng
mereka lantas menyurut mundur. Dengan tertawa Ci Pui-coan
berkata, "Baru sekarang kutahu duduk perkaranya. Rupanya
Liu Gim-siong mau mengampuni jiwamu adalah karena
permintaan Thi-tayhiap dan sama sekali bukan keputusan Liu
Gim-siong sendiri." "Makanya orang she Gui selama ini tetap dendam kepada
Liu Gim-siong dan tetap bermaksud menuntut balas padanya."
tukas Ci Pat-yau. "Thi-tayhiap memang terkenal dingin di luar, panas di
dalam. Terhadap orang paling jahat sekalipun dia tetap
memberi kesempatan kepadanya untuk memperbaiki diri,
dalam hal ini dia memang sama dengan Coh-hiangswe," ujar
Ci Put-coan. "Ya, jika bukan welas asih Thi-tayhiap, mana bisa Ongloyacu
dan Gui-samya hidup sampai sekarang?" sambung Ci
Put-yau. "Cuma sayang, ada sementara orang memang tidak
pernah melupakan budi pertolongan orang dan senantiasa
mencari jalan untuk membalas kebaikannya. tapi ada
setengah orang lain yang tidak tahu budi kebaikan dan lebih
rendah daripada hewan," kata Ci Put-coan pula.
"Semula Kukira yang lebih rendah daripada hewan ialah
Gui-samya, siapa tahu dugaanku ternyata keliru, orang yang
lebih rendah daripada hewan justru ialah Ong Thian-siu,"
sambung Ci Put-yau. "Nah, Gui-losam," kata Ci Put-coan, "Silakan kau turun
tangan, bilamana cakarnya berani menyentuh seujung
rambutmu, biar kami ganti rugi padamu dengan kepala kami."
Dalam pada itu Ong Thian-siu dan Gui Heng-liong sudah
saling gebrak belasan jurus. Eng-jiau-kang yang diperlihatkan
Ong Thian-siu memang sangat lihai, Gui Heng-liong
tampak terdesak hingga sama sekali tak mampu balas
menyerang. Tapi demi mendengar ucapan Ci Put-coan itu, seketika
terbangkit semangatnya, "wut-wut," serentak ia menghantam
dua kali, yang digunakan adalah jurus serangan mati-matian
tanpa memikirkan keselamatan sendiri.
Memang, kalau Ci-lotoa sudah memberi dukungan, apalagi
yang perlu ditakuti"
Dan Ong Thian-siu seketika terdesak mundur karena
pukulan Gui Heng-liong itu. Malahan orang she Gui itu terus
mendesak maju, kembali ia menjotos dua kali, jotosan yang
keras, sebaliknya pertahanan sendiri jadi terbuka.
Peluang itu tidak disia-siakan oleh Ong Thian-siu, tangan
kirinya menangkis jotosan lawan. tangan kanan lantas
mencengkeram hulu hati Gui Heng-liong. inilah jurus maut
cakar elang sakti yang ditakuti orang.
Karena sudah mendapat jaminan dari Ci-lotoa, maka Gui
Heng-liong hanya menyerang tanpa bertahan, dia sendiri
menjotos, untuk menarik kembali pukulannya sudah tidak
keburu lagi, tampaknya jiwanya pasti akan melayang.
Untunglah pada saat itu mendadak Ci Put-coan berseru
dengan tertawa, "Eh, apakah Ong-loyacu benar-benar
menghendaki kami mengganti rugi Gui-samya dengan kepala
kami?" Belum habis ucapannya, tahu-tahu dada Ong Thian-siu
dengan telak kena ditonjok oleh Gui Heng-liong sehingga
terhuyung-huyung ke belakang, darah segar tersembur dari
mulutnya. Padahal jelas kelihatan Gui Heng-liong yang akan celaka
siapa tahu Ong Thian-siu yang kena tonjok malah.
Sebagian orang merasa bingung dan tidak tahu mengapa
bisa terjadi begitu, tapt orang-orang yang berdiri di depan
dapat melihat jelas. ketika Ci-lotoa bicara tadi, jari Ci-loji
mendadak menjentik ke depan. "Crit". terdengar bunyi
mendesing perlahan dan mendadak Ong Thian-siu menarik
tangannya. Kesempatan itu digunakan Gui Heng-liong untuk
menyarangkan hantamannya di dada Lawan.
Mata Gui Heng-liong sudah merah, sambil berteriak kalap
ia menubruk maju pula. Tak tersangka, tiba-tiba Ong Thian-siu melejit ke atas dan
melayang lewat di atas kepala Gui Heng-liong sambil
membentak. "Ci-lotoa, lekas kau suruh dia berhenti!
Memangnya kau kira aku tidak tahu apa maksud tujuan
kedatanganmu?" Sambil bicara tampak darah segar masih
mengucur dari mulutnya. Dengan tertawa Ci-lotoa menjawab, "Aku memang orang
dagang. kedatanganku ke sini dengan sendirinya adalah untuk
jual beli. Cuma sayang. tadi aku belum berhasil membeli apaapa.
terpaksa sekarang kubeli saja kepalamu."
Sambil bicara dan tertawa, kakinya melangkah maju,
mendadak menyerang tiga jurus. Hanya tiga jurus saja,
seketika Ong Thian-sui terdesak dan tidak sanggup balas
menyerang. Orang yang kelihatan ramah, 'pedagang' yang baik budi ini,
jurus serangannya ternyata sangat cepat dan ganas, bahkan
jauh lebih keji daripada Ci-bin-sat-sin Gui Heng-liong yang
biasa membegal dan membunuh itu.
Ong Tnian-siu memang sudah terluka karena tonjokan Gui
Heng-liong tadi. tentu saja sekarang tambah payah.
mendadak ia berteriak dengan suara parau, "Naga angkat
kepala............." Baru sempat berucap kata-kata ini, tahu-tahu
ujung jari Ci Put-coan sudah sampai di depan dadanya,
apabila sampai Hiat-to tertutuk, jangan harap dia akan bisa
buka mulut lagi, bahkan jiwa pun mungkin akan melayang.
Akan tetapi cukup dua-tiga kata tadi sudah membuat air
muka empat orang berubah hebat. Serentak empat orang itu
bergerak, dua orang menubruk Ci Put-yau, dua orang lagi
menerjang Ci Put-coan. Keempat orang ini mestinya tidak
saling kenal, tapi sekarang mendadak turun tangan serentak.
Ketika Ci Put-coan merasa angin pukulan menyambar dari
belakang. ilmu silat penyerang ini tidak lemah, terpaksa ia
harus menjaga diri dan membatalkan serangannya kepada
Ong Thian-siu. Terlihat tubuhnya yang gemuk buntak itu terus
mendak ke bawah dan menggelinding ke samping seperti
bola. "Siapa kalian" Berani kalian membantu lawan Thitayhiap?"
bentak Ci Put-coan dengan bengis.
Bentuk kedua orang yang mengerubuti Ci Put-coan itu
agak luar biasa. Yang satu bermuka lonjong seperti muka
kuda, tubuhnya tinggi kurus. Sedang seorang lagi berkaki
panjang. Tenaga pukulan si muka kuda sangat hebat
sebaliknya gerak-gerik si pincang terlebih lincah dan gesit.
Baru Ci Put-coan berucap tadi, si pincang sudah
memberondong dia dengan tiga pukulan dahsyat.
"Locu bernama Nyo Piau. nah. kau paham" teriak si muka
kuda. Rupanya dia orang Sujwan, maka setiap bicara suka
menggunakan istilah 'Locu' (bapakmu) dan "Anak kura kura'
segala. "Hahaha, kiranya kau!" seru Ci Put-coan terbahak-bahak.
Berbareng sebelah tangannya menebas ke perut si Pincang.
Cepat si pincang menyurut mundur sambil berseru kepada
si muka kuda. "Nyo-toako. kau serang bagian atasnya."
"Baik dan kau serang bawah ..." belum habis ucapan si
muka kuda yang mengaku bernama Nyo Piau itu. sekonyongkonyong
sikut si pincang kena menyodok bagian perutnya.
Tentu saja Nyo Piau tidak menyangka si pincang berbalik
akan menyerangnya malah. keruan ia tersikut dengan telak. ia
terhuyung-huyung, saking sakitnya, ia menungging sambil
memegang perutnya, keringat dingin pun merembes ke luar.
"Kau...... kau anak kura-kura..... apakah kau sudah gila?"
teriaknya dengan parau. Setelah berhasil menyikut perut Nyo Piau. segera si
pincang menubruk Ci Put-coan lagi sambil menjengek. "Dan
Cayhe bernama Tan Gok."
"Hah. bagus. kiranya kau!" teriak Nyo Piau. Sambil
meraung murka segera ia hendak menerjang orang. Tapi baru
dua-tiga langkah ia lantas jatuh terguling. rupanya perutnya
masih kesakitan hingga tidak sanggup berdiri lagi.
"Nah, Ci-lotoa. sekarang tentunya kau paham bukan?" kata
Tan Gok. "Jika aku paham. apakah kau bermaksud kabur lagi?"
jawab Ci Put-coan dengan tertawa.
"Lambat atau cepat kita toh harus bikin penyelesaian,
daripada berlarut-larut kenapa tidak sekarang saja
dibereskan?" ujar Tan Gok.
"Betul, lebih baik dibereskan sekarang saja! Nah, serahkan
saja jiwamu'!" demikian mendadak seorang membentak terus
menerjang maju, sekaligus ia hantam beberapa kali ke
punggung Tan Gok. Karena muka belakang menghadapi musuh, seketika Tan
Gok menjadi kelabakan. tampaknya cukup dua tiga kali gebrak
lagi dia pasti akan roboh.
Untung pada saat itu juga tiba-tiba seorang berteriak, "Tanlotoa,
orang she Ci ini serahkan saja kepadaku...."
oooo000ooooo Rada janggal juga, orang-orang ini mestinya tidak saling
kenal, tapi entah mengapa mendadak saling labrak. Bahkan
serangan yang dilontarkan adalah serangan mematikan dan
tanpa kenal ataupun seolah-olah ada dendam kesumat antara
mereka. Thio Sam sampai kesima menyaksikan perubahan yang
tak terduga ini. Ko A-lam juga termangu-mangu sambil menggigit bibir,
katanya kemudian dengan menyesal, "Semuanya garagaraku,
jika tidak kubongkar asal-usul Ong-loyacu, tentu
takkan terjadi hal demikian."
Thio Sam heran juga. tanyanya, "Sebenarnya apa yang
terjadi" Mereka kan tidak saling kenal. mengapa bis saling
gempur dan saling labrak dengan mati-matian begini?"
"Kukira di antara orang-orang ini pasti ada persoalan yang
rumit, meski masing-masing tidak saling kenal. tapi begitu
mengetahui asal-usul lawan. maka dilabraknya mati-matian
tanpa kenal ampun ..."
Setelah berpikir sejenak lalu Ko A-lam menyambung pula
dengan menyesal, "Bisa jadi semua ini memang sengaja
diatur oleh Gui Heng-liong. dia sengaja mempertentangkan
mereka agar dia sendiri dapat menguasai mereka."
"Tapi ada hubungan apa antara mereka?" tanya Thio Sam.
"Siapa tahu?" jawab Ko A-lam.
"Tadi Ong Thian-siu mengucapkan sesuatu, kau bisa
mendengar tidak?" tanya Thio Sam pula.
"Ya, dia seperti berseru "naga angkat kepala" begitu"
jawab Ko A-lam. "Betul. aku pun mendengar dengan jelas, cuma tak dapat
menerka apa arti ucapannya itu?"
Ko A-lam berpikir sejenak. katanya kemudian, "Menurut
perhitungan tanggal. Katanya Ji-gwe Je-ji tanggal dua bulan
bulan dua) naga angkat kepala. mungkinkah yang dimaksud
adalah suatu waktu dan hari tertentu?"
"Hari tertentu"....... Umpama hari tertentu, yang dimaksud
tentu juga masih ada arti lainnya."
"Betul, kalau tidak, mana bisa terjadi pertarungan sengit
dan saling labrak setelah mendengar kata-kata Ong Thiansiu?"
"Kau kira apa..... apa arti kata-kata Ong Thian-siu itu?"
tanya Thio Sam. "Bisa jadi ada orang telah menentukan akan berbuat
sesuatu yang sangat dirahasiakan pada hari yang disebut, dan
antara mereka sedikit banyak ada hubungannya dengtan
persoalan itu." Mungkinkah juga mereka sudah berjanji pada hari yang
ditentukan itu akan diperebutkan sesuatu barang, kalau
sekarang bisa saling bertemu di sini, lebih baik saling labrak
saja daripada menunggu lebih lama."
"Betul. apa yang diucapkan Tan Gok tadi jelas
mengandung maksud begitu."
Thio Sam menghela napas panjang. ucapnya, "Dalam
keadaan sekarang, kita seharusnya bersatu padu dan bantu
membantu untuk menghadapi musuh yang sama, tapi mereka
malah saling labrak sendiri. Bilamana diketahui Goan Sui-hun,
dia pasti akan sangat senang."
Ko A-lam juga menghela napas panjang, gumamnya,
"Bukan mustahil dia sudah mengetahuinya."


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio Sam melirik pertarungan tanpa teratur antara orangorang
itu katanya pula. "Ya. bisa jadi semua ini memang
sudah diatur oleh Goan Sui-hun......"
oooo0000ooooo Waktu untuk kedua kalinya Oh Thi-hoa masuk ke dalam
terowongan pulau yang gelap gulita ini. dia sudah dapat
menguasai perasaannya dan jauh lebih tenang daripada
waktu masuk pertama kalinya. Sebab sekarang dia sudah jauh
lebih paham keadaan dan seluk-beluk di dalam terowongan
itu. Gelap. keadaan masih tetap gelap gulita.
Oh Thi-hoa terus merambat ke depan menyusuri dinding
batu dengan harapan akan dapat melihat setitik sinar api yang
dipegangCoh Liu-hiang. Akan tetapi ia tidak melihatnya dan juga tidak mendengar
suara apapun. Suasana yang menakutkan timbul pula bersama dengan
datangnya kegelapan. Baru sekarang Oh Thi-hoa merasa dirinya sama sekali
tidak tahu apa-apa atas tempat ini. Dia tidak tahu masih
berapa banyak orang yang bersembunyi di sini" Berapa pula
setan iblis yang gentayangan"
Dan dimana Coh Liu hiang" Apa telah masuk perangkap
musuh" Lalu kemana perginya Goan Sui-hun" Juga Hoa Cin-cin"
Sama sekali Oh Thi-hoa tidak tahu. Bilamana seorang
sama sekali tidak tahu apa-apa. terhadap sesuatu, maka
segera dia akan merasa takut. Rasa takut selalu timbul
bersama dengan rasa ketidaktahuan.
Sekonyong-konyong dalam kegelapan seperti ada orang
berdehem. Secepat terbang Oh Thi-hoa melayang ke sana dan
berseru, "Kutu busuk......" Tapi suaranya lantas terputus sebab
ia lantas merasa orang ini bukan Coh Liu-hiang,
Baru saju orang ini hendak menyelinap lewat di
sebelahnya, dengan cepat Oh Thi-hoa merentangkan tangan
untuk mengalangi kepergiannya. Cara turun tangannya sekali
ini lain dari biasanya, gerakannya cepat, cuma menimbulkan
desir angin perlahan. yang digunakan adalah gaya 'cepat' dan
'potong'. Tapi orang ini dapat bergerak dengan enteng dan gesit
seperti badan halus. meski sekaligus Oh Thi-hoa melancarkan
tuiuh kali pukulan. tapi ujung baju orang saja tak tersentuh
olehnya. Ia menjadi sangsi apakah dalam kegelapan terdapat
seorang sebagaimana disangkanya"
Tapi di sini barusan jelas ada seseorang. kecuali orang itu
bisa menghilang, kalau tidak. dia pasti masih berada di sini.
"Hmm. tak peduli kau setan atau manusia, yang pasti
jangan harap dapat kabur dari sini," jengek Oh Thi-hoa.
Mendadak ia menghantam beberapa kali secara
membadai. sekarang tak dipusingkan lagi apakah angin
pukulannya yang menderu dan didengar lawan atau tidak.
Kini, tak terpikir lagi olehnya akan dapat merobohkan lawan,
yang penting orang harus dipaksa menangkis atau balas
menyerang. Maka terdengarlah suara angin pukulan yang
menderu, segenap penjuru diliputi angin pukulannya yang
dahsyat. Ilmu pukulan Oh Thi-hoa memang jauh lebih hebat
dari pada kekuatannya minum arak.
Dalam kegelapan mendadak bergema pula suara
berdehem orang ini. "Haha, memang sudah kuketahui...." belum lanjut ucapan
Oh Thi-hoa, seketika ia urungkan olok-oloknya. sebab
mendadak ia merasa pergelangan tangan kirinya digores
perlahan oleh sesuatu benda yang dingin. Segera pula tenaga
pada tangannya itu lenyap.
Tangan setan "! Apakah betul tangan setan" Kalau tidak mengapa begini
dingin" Dan begini cepat"
Oh Thi-hoa meraung murka, kepalan kanan terus
menghantam. Pukulan ini hampir menggunakan segenap tenaganya,
andaikan tidak dapat merontokkan gunung. sedikitnya juga
bisa menghancurkan batu. Tapi dalam kegelapan lantas terdengar orang tertawa
perlahan. Suara tertawa itu begitu perlahan, begitu lirih, seperti ada
dan juga seperti tidak ada, tahu-tahu suara itu berada di
belakang Oh Thi-hoa. Cepat Oh Thi-hoa membalik tubuh terus menendang. Akan
tetapi suara tertawa itu sudah jauh di sebelah sana dan
mendadak tidak terdengar lagi.
Betapapun tabah Oh Thi-hoa. tidak urung ia merinding
juga, seumpama yang ditemuinya ini bukan setan tapi
manusia, gerak tubuh orang ini sungguh secepat setan iblis.
Selama hidup Oh Thi-hoa tak pernah menemui lawan yang
begini menakutkan. Mendadak terdengar pula suara orang
batuk satu kali, suara ini sedikitnya sudah empat lima tombak
jauhnya. Oh Thi-hoa menggereget, sekuat tenaga ia melayang
ke sana. Dia tidak perduli lagi apakah setan atau manusia, juga
tidak perduli ada apa di depan sana, biarpun menumbuk
dinding hingga kepala pecah juga tak terpikir lagi olehnya.
Memang begitulah watak Oh Thi-hoa, bilamana dia sudah
gregetan maka segala apapun tidak dipedulikan lagi.
Sekalipun ketemu Giam-lo-ong juga dia berani melabraknya,
apalagi cuma seorang setan cilik yang tidak berani muka
berhadapan muka. Karena terjangan yang cepat benarlah lantas ia menumbuk
sesuatu benda. Rasanya sangat lunak, tapi juga terasa keras.
Jelas seorang 'manusia'. Dan siapakah manusia ini"
Padahal tubrukan Oh Thi-hoa ini sangat keras, biarpun
pohon juga akan ditumbuknya hingga tumbang, tapi orang ini
masih tetap berdiri tegak di tempatnya tanpa bergerak.
Oh Thi-hoa terkejut segera telapak tangannya memotong
ke leher orang. Serangan ini sangat cepat, siapa tahu orang ini terlebih
cepat daripada dia, sekali berputar. tahu-tahu ia sudah berada
di belakang Oh Thi-hoa pula.
Kejut dan gusar Oh Thi-hoa. segera ia bermaksud
melancarkan serangan kedua. tak terduga orang itu lantas
berseru tertahan di belakangnya. "He. Siau Oh. hidungku
hampir peyot diterjang olehmu. apa ini belum cukup?"
Coh Liu-hiang! Orang ini ternyata Coh Liu-hiang adanya!
Hampir saja Oh Thi-hoa mencaci maki, dengan dongkol ia
berkata. "Brengsek, kukira benar-benar ketemu setan, kiranya
kau si kutu busuk tua ini" Coba katakan. mengapa sejak tadi
kau tidak bersuara dan kenapa mesti lari?"
"Barangkali kau memang, ketemu setan," jawab Coh Liuhiang.
"Sejak tadi aku berdiri di sini. kau sendiri yang
menerjang kemari." "Sejak tadi kau berdiri di sini?" Oh Thi-hoa menegas
dengan melenggong. "Ya. bilakah kutinggalkan tempat ini"........"
"Jadi orang yang baru saja bergebrak denganku bukanlah
dirimu?" "Bilakah pernah kita bergebrak?"
"Habis di mana....... di mana orang tadi?"
"Orang siapa?" "Baru saja ada orang lari ke sini, masa kau tak tahu?"
"Barangkali kau lagi mimpi" Setan saja tidak ada di sini,
dimana ada orang?" kata Coh Liu-hiang.
Oh Thi-boa mengembus napas dingin dan tidak dapat
bicara lagi. Ia tahu reaksi Coh Liu-hiang biasanya sangat
cepat, daya rasanya juga sangat peka. apabila ada orang
melayang di sampingnya tidak nanti dia tidak mengetahuinya,
tapi orang tadi jelas berlari menuju ke sini dan Coh Liu-hiang
juga jelas berada di sini. lalu mengapa dia sama sekali tidak
merasakan apapun" Oh Thi-hoa menghela napas, lalu bergumam, "Wah,
apakah sekali ini aku memang benar-benar ketemu setan?"
Mendadak ia turun tangan pula dan mencengkeram urat
nadi pergelangan tangan orang ini sambil membentak dengan
bengis, "Sesungguhnya siapa kau?"
"Masa suaraku saja tidak kau kenali lagi?" jawab Coh Liuhiang.
"Hmm, yang terlihat saja belum tentu benar, apalagi yang
terdengar," jengek Oh Thi-hoa.
Agaknya sekarang kau sudah banyak belajar lebih telili,"
ujar Coh Liu-hiang dengan gegetun.
"Jika benar kau si kutu busuk, mana geretan api tadi?"
"Ada." "Baik, coba nyalakan api, ingin kulihat."
"Melihat apa?" "Melihat dirimu!"
"Tapi tanganku kan harus kau lepaskan dulu baru aku
dapat........" Belum habis ucapan Coh Liu-hiang, mendadak di kejauhan
berkelebat sinar api. Sesosok bayangam orang segera
berkelebat lenyap bersama letikan api.
Oh Thi-hoa tidak lagi percaya kepada orang ini, kontan
kepalannya menjotos. Ia tahu di terowongan gunung ini selain Coh Liu-hiang
pasti tiadaorang kedua yang membawa geretan api. Sekarang
sinar api tampak menyala di tempat lain. dengan sendirinya
orang di depan ini bukanlah Coh Liu-hiang.
Logika ini sama halnya dengan satu tambah satu sama
dengan dua sederhana sekali, siapa pun dapat
menghitungnya. Biarpun sebelum ini Oh Thi-hoa sering salah
hitung, tapi sekali ini pasti tidak keliru lagi.
Dengan tangan kanan ia pegang pergelangan tangan
orang itu sehingga orang itu tidak dapat bergerak lagi, maka
jotosannya pasti juga akan kena sasarannya dengan tepat,
tidak mungkin meleset. "Tak peduli kau manusia atau setan. yang pasti sekali ini
akan kuhajar kau hingga kelihatan wujud asalmu.'" rasa
dongkol ini sudah ditahannya sekian lama, sekarang ada
kesempatan baik, la tak sungkan-sungkan lagi, pukulan ini
dilontarkan dengan sepenuh tenaga.
Bila muka orang ini terpukul. mustahil kalau kepala orang
ini tak penyok. Siapa tahu pukulan yang tepat dan jitu ini akhirnya tetap
mengenai tempat kosong. Mendadak ia merasa siku kanan
kesemutan, pergelangan tangan orang itu tahu-tahu
memberosot lepas. "krek" karena memukul terlalu keras dan
tidak kena sasarannva. pergelangan tangan Oh Thi-hoa
sendiri terkilir. Keruan Oh Thi-hoa terkejut, cepat ia melompat mundur,
"Blang". Sungguh celaka. entah apa yang ditumbuknva. ingin
mundur pun tidak dapat lagi, kedua tangannya yang satu
kesakitan dan yang lain kesemutan. diangkat saja tidak
sanggup lagi. Bila sekarang lawan menonjoknya satu kali,
barulah benar-benar jitu dan tepat, kecuali menerima pukulan
rasanya tiada jalan lagi bagi Oh Thi-hoa.
Di luar dugaan pihak lawan ternyata tidak memberi reaksi
apa-apa. Oh Thi-hoa mulai berkeringat dingin, ucapnya dengan
mengertak gigi. "Tunggu apa lagi" Jika berani hayolah maju.
siapa takut padamu?"
Terdengar orang itu menghela napas dalam kegelapan,
katanya, "Sudah tentu kau tidak takut padaku. Cuma akulah
yang rada-rada takut padamu."
Sekonyong-konyong sinar api berkelebat lagi. Sekali ini api
menyala di depan mata Oh Thi-hoa, seorang memegang
geretan api dan berdiri beberapa kaki di sebelah sana. siapa
lagi dia kalau bukan Coh Liu-hiang"
Oh Thi-hoa jadi mendelik sehingga biji matanya hampir
meloncat keluar. gumamnya dengan bingung. "Kau" Bi....
bilakah kau datang ke sini?"
"Sudah setengah hari kau bicara denganku, kepalaku
hampir saja pecah kau pukul, sekarang malah kau tanya
bilakah aku datang ke sini?" jawab Coh Liu-hiang dengan
menyengir. "Selain kau, siapa pula yang sanggup berbuat
demikian" Jika aku tidak takut padamu, siapa lagi yang
kutakuti?" Muka Oh Thi-hoa menjadi rada merah, katanya. "Yang tadi
kan bukan kau yang kupukul, jelas tadi kau berada di sana?"
Sekarang ia dapat melihat tempat berkelebatnya cahaya
api tadi defkat dengan lubang keluar sana.
"Yang kau pukul justru diriku." kata Coh Liu-hiang. Tentu
saja Oh Thi-hoa melongo, katanya kemudian dengan
tergagap. "Yang kupukul adalah kau" Lantas siapa orang itu"
Mengapa dia juga mempunyai geretan api?"
Coh Liu-hiang tidak menjawab, dia memang tidak perlu
menjawab, sebab Oh Thi-hoa sudah paham dengan
sendirinya. Jika orang itu bukan Coh Liu-hiang. dengan sendirinya dia
adalah Goan Sui-hun. Orang lain dilarang membawa geretan api atau
sebangsanya, sudah tentu Goan Sui-hun satu-satunya orang
yang dapat dikecualikan. Dia adalah penguasa Pian-hok-to ini,
biarpun geretan api di seluruh dunia ini diangkut ke sini juga
tiada seorang pun yang dapat melarangnya.
"Lubang keluar terletak di sana, jangan-jangan ia sudah
lari keluar?" kata Oh Thi-hoa.
Coh Liu-hiang tertawa. jawabnya, "Sekali ini agaknya
benar ucapanmu." "Jika kau tahu siapa dia, mengapa tidak kau kejar?" kata
Oh Thi-hoa dengan menyesal.
"Sebenarnya aku ingin mengejamya. tapi sayang tanganku
dipegang oleh seseorang." kata Coh Liu-hiang.
Muka Oh Thi-hoa kembali merah. ucapnya, "Dia seorang
buta. mana terpikir olehku bahwa dia juga membawa
geretan?" "Memangnya siapa yang menentukan peraturan orang
buta tidak boleh membawa geretan?" tanya Coh Liu-hiang.
"Apa gunanya dia membawa geretan?"
"Ya, geretan memang tiada guna baginya, mungkin cuma
untuk membikin kau memukul kawan sendiri saja."
Sudah tentu Oh Thi-hoa mafhum, bilamana jotosannya tadi
berhasil merobohkan Coh Liu-hiang, maka ia sendiri pun


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan harap akan dapat lolos dan sini dengan hidup.
Walaupun dalam hati tahu begitu, namun di mulut lain lagi
bicaranya. Memang ada sementara orang. yang lain di mulut dan lain
di hati. Dalam hati mungkin membenarkan, tapi di mulut pun
tidak mau mengaku salah. Oh Thi-hoa berkata pula. "Apa pun juga yang pasti tiada
seujung rambutmu yang terganggu olehku. sebaliknya kau?"
"Aku kenapa?" tanya Coh Liu-hiang.
"Sampai sekarang tidak kau kejar dia. tapi masih membaui
temanmu di sini," jengek Oh Thi-hoa. "Seumpama benar
pukulanku tadi tepat mengenai kau, juga takkan
membinasakan kau, tapi sekarang aku sudah hampir mati
sesak napas karena bau busukmu."
"Biar kukejar juga tiada faedahnya, pasti tak bisa
menyusul," ucap Coh Liu-hiang adem ayem.
"Kau omong iseng atau membaui bau busuk jauh lebih
baik daripada berdiri melongo."
"Kecuali menyiarkan bau busukmu, apakah tiada
pekerjaan lain lagi bagimu?" teriak Oh Thi-hoa dengan
mendongkol. "Apa yang dapat kukerjakan lagi?"
"Thio Sam, Ko A-lam. Eng Ban-li dan lain-lain, semuanya
berada di luar. Sekarang Goan Sui-hun sudah mengeluyur
keluar, masa kau masih mengobrol di sini?"
"Selain Thio Sam dan lain-lain itu. di luar masih ada orang
lain lagi tidak?" "Sudah tentu ada."
"Ada berapa banyak?"
"Sedikitnya ada belasan atau likuran orang."
"Jika masih ada berpuluh orang lagi. hanya sendirian,
masa Goan Sui-hun berani keluar?"
Oh Thi-hoa jadi melengak. katanya. "Jika dia tidak keluar,
lalu ke mana?" "Mana kutahu?" jawab Coh Liu-hiang.
"Jika kau pun tidak tahu, lalu siapa yang tahu?" ujar Oh
Thi-hoa dengan gelisah. "Siapa pun tidak ada yang tahu." jawab Coh Liu-hiang.
"Tempat ini adalah sarangnya jika tikus sudah sembunyi di
dalam liangnya, kucing yang paling lihai pun tidak mampu
menemukannya." "Apa ditinggal begini saja jika tak dapat menemukannya?"
"Konon dalam hadis kaum Muslim ada sabda nabi yang
mengatakan: Jika gunung tidak mau datang ke depanmu,
maka datanglah kau ke depan gunung."
"Apa arti sabda nabi ini?"
"Artinya, jika kita tak dapat menemukan dia. maka biarkan
saja dia yang mencari kita."
"Dengan berdiri menunggu di sini?" Oh Thi-hoa menegas.
"Apa salahnya berdiri disini, rasanya juga tidak ada tempat
lain yang lebih baik daripada tempat ini."
"Dan kalau dia tidak datang kemari?"
"Memangnya kau mempunyai akal lain yang lebih baik?"
Oh Thi-hoa tidak dapat menjawab, dia memang tidak
punya akal lain. Terdengar Coh Liu-hiang bergumam, "Entah bagaimana
rasanya kalau pergelangan tangan keseleo, sakit atau tidak?"
"Sakit atau tidak adalah urusanku, perduli apa dengan
kau?" teriak Oh Thi-hoa.
"Tidak ingin kubetulkan?" ujar Coh Liu-hiang.
"Bisa kubetulkan sendiri, tak perlu kau merisaukannya."
"Jika kau dapat membetulkannya sendiri. mau tunggu apa
lagi?" Baru sekarang Oh Thi-hoa bekerja. ia tarik pergelangan
tangannya yang terkilir itu dan dibetulkan pada tempatnya, lalu
berkata. "Terus tcrang, saking dongkolnya karena ucapanmu
sehingga kulupakan tanganku yang keseleo ini."
Habis bicara, ia sendiri pun tertawa geli. Tapi segera ia
berkerut kening dan berkata pula. "He. mana Kim Leng-ci"
Belum kau temukan dia?"
"Sudah kucari setengah harian. bayangm seorang pun tak
kulihat," ujar Coh Liu-hiang dengan menyesal.
"Tapi aku malah melihat satu orang." kata Oh Thi-hoa.
"OOo" Siapa?" tanya Coh Liu-hiang.
"Meski tidak betul-betul kulihat dia dengan jelas, tapi
kudengar suara batuknva, malahan kena diraba sekali oleh
tangannya," teringat kepada tangan setan tang dingin itu.
tanpa terasa ia merinding pula.
Coh Liu-hiang menanggapi dengan tak acuh. "Jika kau tak
jelas melihatnya, darimana kau tahu dia manusia atau
bukan"........ Ah, jangan-jangan ada setan perempuan yang
penujuimu lagi?" Mendadak Oh Thi-hoa melonjak dan berteriak, "Jika kau
ingin menunggu lagi di sini. silakan kau tunggu saja sendirian."
"Dan kau?" tanya Coh Liu-hiang.
"Aku..... aku akan pergi mencarinya."
"Kau dapat menemukan dia?"
"Yang akan kucari kan tidak cuma Goan Sui-hun saja."
"Memangnya siapa pula?"
"Masih ada nona Kim Leng-ci, Hoa Cin-cin," dengan suara
keras Oh Thi-hoa menyambung pula, "Kutahu Hoa Cin-cin
sangat baik padamu, tampaknya kau pun jatuh hati padanya,
tapi seharusnya kau tahu sekarang. biang keladi yang
membunuh Koh-bwe Taysu ialah Hoa Cin-cin. yang
membunuh Pek Lak juga dia, kejahatan yang diperbuatnva
jauh lebih banyak daripada Goan Sui-hun. masa kau masih
ingin mencarinya?" Coh Liu-hiang tak menjawab. memang tiada sesuatu yang
dapat diucapkan lagi. "Sekarang hanya satu hal yang masih belum kupahami,"
kata Oh Thi-hoa pula. Coh Liu-hiang tertawa, katanya. "Tak tersangka ada juga
urusan yang tidak kau pahami."
"Aku tidak mengerti mengapa dia kenal Goan Sui-hun dan
sesungguhnya ada hubungan apa antara mereka?"
"Dengan sendirinya dia kenal Goan Sui-hun, kau sendiri
kan juga kenal Goan Sui-hun?" ujar Oh Thi-hoa.
"Tapi tampaknya mereka sudah lama kenal, kalau tidak.
mengapa ia mencuri rahasia Jing-hong-cap-sah-sik untuk
Goan Sui-hun?" Coh Liu-hiang hanya tertawa saja tanpa menanggapi,
tertawa yang khas. Setiap kali Coh Liu-hiang tertawa khas begini, tandanya
telah menemukan sesuatu rahasia yang tak diketahui orang
lain. Sudah tentu kebiasaan ini sudah hapal bagi Oh Thi-hoa,
apalagi dia hendak tanya apa yang ditertawakan Coh Liuhiang
sekali ini, Pada saat itulah dalam kegelapan mendadak
muncul sesosok bayangan orang.
Orang ini memakai baju hitam ketat. berkerudung muka
hitam pula. dandanannya tiada ubahnya seperti kelelawar
yang terdapat di Pian-hok-to ini. Tapi gerak tubuhnya yang
enteng dan gesit itu, tampaknya sekalipun Pian-hok-tocu
Goan Sui-hun juga tak dapat menyusulnya.
Malahan 'manusia kelelawar' ini memondongIlagi
seseorang, baru Oh Thi-hoa berkedip. orang jtu sudah berada
di depan mereka, Coh Liu-hiang tidak memberi reaksi sama
sekali, jelas sudah kenal pendatang ini.
"Siapa orang ini?" tanya Oh Thi-hoa.
Orang itu tidak menjawab. ia cuma berdehem perlahan.
Seketika berubah air muka Oh Thi-hoa. nyata 'setan' yang
dipergokinya tadi, sedangkan orang yang berada di pangkuan
'setan' itu justru adalah Kim Leng-ci. Apakah mungkin orang
yang menyalakan api tadi juga dia" Masa dia inilah 'orang
yang tidak kelihatan' itu"
"Kau kenal dia?" tanya Oh Thi-hoa dengan suara parau.
"Untung kenal," jawab Coh Liu-hiang.
"Siapa dia sesungguhnya" Cara bagaimana kau punya
kawan lain di sini?" tanya Oh Thi-hoa pula.
"Dia bukan kawan lain," jawab Coh Liu-hiang tertawa.
"Habis siapa kalau bukan kawan lain?" Oh Thi-hoa menjadi
tambah bingung. Didengarnya Coh Liu-hiang lagi bertanya, "Nona Kim
terluka?" 'Manusia kelelawar' itu mengangguk.
"Apakah parah?" tanya Coh Liu-hiang pula.
Orang ini menggeleng. "Dan yang lain-lain?"
Kembali orang itu menggeleng saja.
"Baiklah, jika begitu, mari kita melihat keluar," kata Coh
Liu-hiang. Lagi-lagi orang itu hanya mengangguk.
"Mengapa tidak bicara" Apakah orang bisu?" demikian Oh
Thi-hoa membatin, jika bisa ia ingin menyingkap kerudung
muka orang. Cuma sayang, gerak tubuh orang ini benar-benar
teramat cepat sekali. Sekali memeluk pinggang, tahu-tahu
sudah melayang beberapa tombak jauhnya.
Terpaksa Oh Thi-hoa ikut saja dari belakang. Tiba-tiba ia
melihat pinggang orang ini sangat kecil. mirip pinggang orang
perempuan. Setiba di mulut gua. cepat Coh Liu-hiang mendahului
melayang keluar. Jika dari atas ada batu jatuh. dia rela
menerima resiko itu. Dengan sendirinya tiada batu yang jatuh dari langit, sinar
sang surya di luar justru hangat dan cemerlang.
Namun sekalipun di bawah sinar sang surya yang hangat
dan cemerlang itu sering juga terjadi hal-hal yang buruk dan
menakutkan. Manusia yang paling buruk adalah manusia mati, yang
paling menakutkan juga orang mati.
Selama hidup Coh Liu-hiang belum pernah menyaksikan
orang mati sebanyak ini. Semua orang yang berada di situ sudah mati. ada
sebagian di antaranya yang sampai mati pun masih bergumul.
meski mereka mati saling bunuh. tapi di balik peristwa seram
ini seakan-akan ada sebuah tangan yang menakutkan yang
telah mendalangi mereka memainkan lakon yang tragis ini.
Napas Eng Ban-li sudah berhenti, tapi tangannya masih
mencengkeram erat Kau Cu-tiang, apapun juga dia telah
menunaikan tugasnya. Bagaimanapun kepribadian Eng Ban-li.
melulu semangatnya 'mati pun tidak mau lepas tangan' sudah
cukup mendapat penghormatan orang.
Thio Sam juga menggeletak di samping mereka,
menelungkup dan tidak bergerak lagi. Meski tiada mengalirkan
darah pada tutahnya. tapi napasnya juga sudah putus. Jika
yang lain-lain itu mati saling membunuh, lantas Thio Sam dan
temannya dibunuh oleh siapa" Begitu juga Tang-sam-nio dan
Ko A-lam. Tang-Sam-nio meringkuk di balik batu karang yang gelap.
seolah-olah mati atau hidup tetapi tidak berani bertemu
dengan orang lain. Ko A-lam mendekam di depan Tang-sam-nio.
oooo000ooooo Sinar sang surya masih tetap cerlang-cemerlang, indah
permai, keindahan yang membuat orang mual dan ingin
muntah. Apa yang terlihat ini sungguh sukar dibayangkan bisa
terjadi di bawah sinar sang surya yang cemerlang ini, akan
tetapi lebih mirip dalam mimpi,impian buruk.
Coh Liu-hiang jadi melenggong. mendadak ia gemetar, ia
ingin muntah, tapi sukar tertumpah keluar. sebab hakikatnya
tiada sesuatu yang dapat ditumpahkan.
Perutnya kosong, hatinya juga kosong. seluruh badannya
serasa hampa belaka. Bukannya Coh Liu-hiang tidak pernah melihat orang mati.
Soalnya yang sekarang ini kebanyakan adalah kenalan atau
sahabatnya, padahal belum lama berselang mereka masih
berkumpul dalam keadaan hidup.
Ia tidak tahu bagaimana air muka Oh Thi-hoa sekarang, ia
pun tidak sampai hati memandangnya. Apapun tidak ingin
dilihatnya, apapun tidak mau didengarnya lagi.
Tapi pada saat itu juga. sekonyong-konyong didengarnya
sesuatu suara yang sangat aneh. seperti suara orang
memanggil tapi juga mirip suara orang merintih.
Jangan-jangan di sini masih ada yang hidup"
Seketika Coh LiU-hiang seperti terjaga dari impian buruk,
segera ia menemukan suara itu datang dari balik batu karang
sana. Suara Ko A-lam atau Tang-sam-nio"
Tubuh Tang-sam-nio yang meringkuk itu mendadak
bergerak sedikit, habis itu lantas mengeluarkan suara rintihan
pula. Begitu lirih dan lemah suaranya seperti merintih dan juga
seperti memanggil nama Coh Liu-hiang.
Dia melangkah dengan lambat dan sorot matanya
menampilkan semacam perasaan yang aneh.
Apakah dia telah melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat
orang lain" Oh Thi-hoa juga memburu maju dan berseru, "Dia mungin
dapat tertolong, lekas sedikit. mengapa lambat begitu"... ."
Belum habis ucapannya, 'Tang-sam-nio' yang kempaskempis
dan Ko A-lam mendadak meloncat bangun serentak,
berbareng keempat tangan mereka berayun cepat ke depan
hingga terjadilah hujan titik sinar perak yang beribu-ribu
jumlahnya. Mimpi pun Oh Thi-hoa tidak menyangka Ko A-lam akan
turun tangan keji padanya. seketika ia jadi terkesima sehingga
lupa menghindar. Apalagi seumpama dia ingin menghindar
juga belum tentu mampu. Datangnya hujan senjata rahasia ini terlalu cepat, lebat
dan keji, apa yang terjadi ini datangnya terlalu mendadak.
Syukur pada detik yang paling gawat itulah tiba-tiba Oh
Thi-hoa merasa ditolak oleh suatu tenaga maha kuat, kontan
tubuhnya mencelat jauh ke samping. Ia merasa berkesiurnya
angin tajam mendesing lewat di bawah kaki dan samping
bajunya. Akhirnya dia terbanting di tanah. tapi jiwanya dapat
diselamatkan dari renggutan maut hujan senjata rahasia keji
itu. Siapakah yang berhasil menyelamatkan Oh Thi-hoa" Dan
bagaimana dengan Coh Liu-hiang" Serangan mendadak ini
hakikatnya tidak pernah diduga siapa pun yang mampu


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengelak. Tapi Coh Liu-hiang justru seakan sudah
mengetahui sebelumnya. Dia masih tetap berdiri tegak di
tempatnya. Ko A-lam juga sudah berdiri. mukanya tampak pucat
seperti mayat, kesima seperti patung.
Saat mereka memandang 'Tang-sam-nio'. ternyata sudah
roboh terpukul, yang merobohkan dia ialah perempuan
misterius yang 'tak kelihatan' itu. Bukan saja cepat gerak
tubuhnya, cara turun tangannya juga cepat, hampir sukar
dibayangkan. Memang. semua perubahan dan apa yang terjadi ini
berlangsung sedemikian cepaatnya dan sukar untuk
dibayangkan. Sampai lama sekali Oh Thi-hoa melongo, kemudian ia
melonjak bangun dan memburu ke depan Ko A-lam, katanya,
"Ken..... kenapa kau berbuat demikian" Apakah kau sudah
gila?" Ko A-lam tak menjawab. satu kata pun tidak bicara.
Mendadak ia menjatuhkan diri ke tanah dan menangis sedih.
Betapapun ia seorang perempuan. seperti juga
kebanyakan perempuan yang lain, jika menyadari berbuat
salah dan sukar memberi penjelasan. maka menangis adalah
merupakan satu-satunya jawaban yang paling baik.
Benar juga. Oh Thi-hoa tidak bertanya lagi, ia berpaling
dan berkata pula. "Dan mengapa Tang-sam-nio menverangmu
secara keji?" "Dia bukan Tang-sam-nio," jawab Coh Liu-hiang dengan
menghela napas. "Tang-sam-nio" yang dimaksud juga berdandan
menyerupai kelelawar, orang lain tidak dapat melihat wajah
aslinya. Namun 'Tang-sam-nio' ini memang bukan Tang-sam-nio
yang sebenarnya, sedangkan Ko A-lam benar-benar Ko A-lam
yang tulen. Mengapa dia bisa melakukan perbuatan yang nekat dan
menakutkan ini" Oh Thi-hoa berjingkrak gemas. serunya, "Jadi sudah sejak
tadi kau tahu dia bukan Tang-sam-nio?"
"Aku.... aku cuma sangsi saja," jawab Coh Liu-hiang.
"Kau tahu siapa dia?" tanya Oh Thi-hoa pula.
Sampai lama Coh Liu-hiang termenung. kemudian
menghela napas panjang dan berkata, "Siapa dia. kukira
selamanya takkan pernah terpikir olehmu."
"Dia inikah si pembunuh itu?" tanya Oh Thi-hoa.
"Betul," jawab Coh Liu-hiang.
Terbeliak mata Oh Thi-hoa, katanya, "Jika begitu aku pun
tahu siapa dia." "O, kau tahu?" Coh Liu-hiang menegas.
"Ya, kutahu, Hoa Cin-cin, dia pasti Hoa Cin-cin," seru Oh
Thi-hoa. Coh Liu-hiang hanya tertawa saja, tapi si baju hitam yang
juga berkerudung hitam itu ikut keluar bersama mereka dari
dalam gua, mendadak ia berkata, "Dia pasti bukan Hoa Cincin."
"Bukan dia" Habis siapa Hoa Cin-cin?" tanya Oh Thi-hoa.
"Aku!" seru si baju hitam.
Perlahan-lahan ia menaruh orang yang dipondongnya dan
perlahan pula menyingkap kerudung mukanya.
Kain hitam itu seperti sehelai tirai yang telah menutupi
berbagai rahasia yang sukar dibayangkan orang banyak. Dan
sekarang tirai ini mulai tersingkap....
Hoa Cin-cin! Seketika Oh Thi-hoa berjingkat. seperti mendadak
pantatnya didepak orang. Orang serba hitam ini ternyata Hoa Cin-cin adanya.
Jelas Coh I.iu-hiang sebelumnya sudah tahu, bahkan jelas
selalu berada bersama nona ini. makanya tertawanya tadi
begitu misterius begitu khas.
Lalu Hoa Cin-cin menyingkap pula kerudung muka orang
yang dipondongnya dan berkata, "Nona Kim yang hendak kau
tolong juga sudah kutemukan bagimu."
Wajah Kim Leng-ci tampak pucat lesi, seperti mengalami
rasa kaget dan takut yang luar biasa, maka sejauh ini masih
belum siuman. Melihat semua ini, Oh Thi-hoa sendiri hampir saja jatuh
semaput. Jika Hoa Cin-cin betul berada di sini. lantas siapa yang
menyaru sebagai Tang-sam-nio"
Mengapa pula Ko A-lam membela dan menutupi
penyamarannya, bahkan berkomplot dengan dia"
Sekarang, semua misteri itu hampir terbongkar semua.
cukup tinggal membuka tirai yang menutupi muka si 'Tangsam-
nio' saja. Memandangi kedok yang misterius itu. mendadak Oh Thihoa
merasa mulutnya kering dan pahit. Iaingin membuka
sendiri kedok itu, tapi rasanya sangat berat, menjulurkan
tangan saja tidak sanggup.
Maklumlah, misteri ini terlalu besar, terlalu pelik, terlalu
berliku-liku dan terlalu mengejutkan.
Sungguh aneh, pada saat jawaban semua teka-teki itu
akan terungkap, dalam hati Oh Thi-hoa malah timbul
semacam perasaan takut yang sukar dilukiskan.
Didengarnya Coh Liu-hiang menghela napas perlahan dan
berkata, "Segala sesuatu di dunia ini terkadang memang
sangat aneh, apa yang kau sangka tidak mungkin terjadi justru
sering terjadi..." Dia menatap Oh Thi-hoa lekat-lekat lalu
menyambung pula. "Coba katakan, menurut kau, siapa yang
paling tidak mungkin dituduh sebagai pembunuh dari semua
kejadian itu?" Hampir tanpa pikir Oh Thi-hoa terus menjawab. "Koh-bwe
Taysu!" Coh Liu-hiang mengangguk. Katanya. "Betul, umpama dia
belum mati, siapa pun takkan menyangka pembunuhnya dia."
Mendadak ia membuka tirai yang terakhir ini. Akhirnya dia
menyingkap wajah asli si pembunuh ini.
Kembali Oh Thi-hoa berjingkat seperti pantatnya ditendang
orang, tendangan sangat keras.
Koh-bwe Taysu! Si pembunuh ternyata Koh-bwe Taysu adanya. Segala
rencana ini kiranya didalangi Koh-bwe Taysu secara diamdiam.
Kalau begitu. biang keladi atau dalang yang sesungguhnya
dari misteri Pian-hok-to atau Pulau Kalong ini bisa jadi juga
Koh-bwe Taysu adanya. oooo000oooo Pikiran manusia memang sangat aneh.
Terkadang dalam benaknya hanya memikirkan suatu soal
hingga lama dan lama sekali. Tapi acapkali pada saat yang
sama dapat memikirkan sekaligus bebragai persoalan yang
berlainan. Dalam sekejap ini juga Oh Thi-hoa sedang memikirkan
macam-macam persoalan. Pertama yang teringat olehnya adalah apa yang terjadi di
kapal Goan Sui-hun pada hari pertama dia menumpang kapal
itu. Malamnya dia berkencan dengan Kim Leng-ci, mereka
akan bertemu di geladak. Karena banyak peristiwa yang
terjadi hari itu. dia hampir lupa kepada janji pertemuan itu.
sebab itulah dia terlambat hadir. rapi baru saja dia naik tangga
geladak kapal, mendadak didengamya jeritan orang.
Dia merasa pasti itulah jeritan orang perempuan, suara
jeritan yang ngeri dan ketakutan. Dia mengira Kim Leng-ci
mengalami sesuatu, dengan kecepatan penuh dia menerjang
ke atas geladak kapal. tapi yang dilihatnya ialah Ko A-lam
yang berdiri tenang bersandar di lankan kapal.
Di geladak kapal dilihatnya ada ceceran air kotor. Waktu
itu dia mengira Ko A-lam cemburu, dari cemburu berubah
menjadi dendam dan mendorong Kim Leng-ci ke laut. Siapa
tahu kemudian diketahui Kim Leng-ci masih baik-baik berada
di kabin sendin. bahkan menutup pintu dan tidak mau
menerima kedatangan Oh Thi-hoa.
Ia merasa bingung pada kejadian itu. cuma teringat
olehnya bahwa sejak malam itu. di atas kapal lantas muncul
seorang pembunuh yang 'tidak kelihatan'.
Tapi sekarang, ia menjadi jelas seluruhnya. Koh-bwe
Taysu tidak mati. Kalau Ting Hong dapat menggunakan obat
dan pura-pura mati, dengan sendirinya Koh-bwe Taysu juga
dapat berbuat demikian. Pada waktu Kim Leng-ci menunggu
kedatangannya di geladak kapal, pada waktu ini pula adalah
saatnya Koh-bwe Taysu hendak 'hidup kembali' dari dalam
laut. Tatkala mana malam sudah larut, di geladak tiada orang
lain. Ketika Kim Leng-ci melihat seorang yang jelas-jelas
sudah meninggal mendadak hidup kembali dari dalam laut,
sudah tentu ia kaget dan menjerit ketakutan.
Apa yang didengar Oh Thi-hoa memang betul jeritan takut
Kim Leng-ci. Tapi ketika dia menerjang ke atas geladak,
semen tara itu Koh-bwe Taysu sudah membawa pergi Kim Lengci.
Mungkin dia kuatir dilihat oleh Oh Thi-hoa. maka Ko A-lam
sengaja ditinggal di situ untuk mengalihkan perhatian Oh Thihoa.
Dengan beradanya Ko A-lam di geladak jelas untuk
membantu hidup kembalinya sang guru. Demi melihat si nona,
tentu saja Oh Thi-hoa tak memperhatikan urusan lain, maka
Koh-bwe Taysu ada kesempatan membawa Kim Leng-ci turun
ke kabin. Karena diancam oleh Koh-bwe Taysu. Kim Leng-ci tidak
berani membocorkan rahasia ini. maka sikapnya waktu itu
sangat aneh dan berbeda daripada biasanya.
Sebaliknya sikap Ko A-lam pada waktu itu sangat lembut.
dia sama sekali tidak marah pada Oh Thi-hoa yang telah
menyakiti hatinya. sebaliknya dia malah menghiburnya dan
mengajaknya minum arak segala.
Padahal biasanva Ko A-lam sangat menghormati sang
guru, bilamana Koh-bwe Taysu benar-benar meninggal. tidak
nanti dia mempunyai perasaan sebaik itu.
Baru sekarang Oh Thi-hoa paham, kiranva sejak mula Ko
A-lam sudah tahu rahasia ini. justru lantaran dia sangat segan
dan dan hormat kepada gurunya maka apapun perintah Kohbwe
Taysu pasti dilakukannya dengan baik tidak berani
membangkang juga tidak berani melawan. sekalipun
bertentangan dengan pikirannya sendiri.
Sekali ini Oh Thi-hoa yakin rabaannya pasti tidak keliru
lagi, hanya saja masih ada beberapa hal lain yang belum
dapat dipahaminya. Misalnya Kim Leng-ci adalah anak
perempuan yang berwatak keras dan suka mengikuti
kemauannya sendiri, berdasarkan apa Koh-bwe Taysu dapat
merundukkan dia serta membuatnya menuruti segala
kehendaknya" Kalau rahasia kematian Koh-bwe Taysu ini sudah diketahui
Kim Leng-ci, mengapa tidak sekalian membunuhnya saja
untuk menghilangkan saksi hidup"
Selama hidup, Koh-bwe Taysu terkenal jujur dan lurus,
mengapa mendadak bisa berbuat hal-hal demikian"
Ada hubungan apa Goan Sui-hun dan Koh-bwe Taysu"
Mengapa Koh-bwe Taysu sengaja pura-pura mati" Kalau Ting
Hong pura-pura mati adalah karena dia tahu rahasianya akan
dibongkar oleh Coh Liu-hiang dan sebabnya Koh-bwe Taysu
pura-pura mati apakah juga lantaran dia tahu rahasianya bakal
dibongkar orang" Siapakah sebenarnya yang ditakutinya" Lebih-lebih
pertanyaan yang terakhir itulah yang membuat Oh Thi-hoa
bingung. Ia tahu yang ditakuti Koh-bwe Taysu pasti bukan Coh Liuhiang,
sebab waktu itu Coh Liu-hiang sama sekali tidak
menaruh curiga kepadanya, pula kesanggupan ilmu silat Coh
Liu-hiang juga tidak perlu membuat Koh-bwe Taysu takut
padanya. Sungguh Oh Thi-hoa tak tahu di dunia ini masih ada orang
yang dapat membuat Koh-bwe Taysu sedemikian takut
padanya" oooo000ooooo Oh Thi-hoa tidak berpikir lagi dan juga tidak dapat berpikir
lagi, sebah ia telah melihat munculnya Goan Sui-hun.
Pemuda tuna netra, Pian-hok Kongcu yang misterius ini
mendadak muncul. Dia berdiri jauh di atas batu karang yang
menonjol di tengah damparan ombak, kelihatan masih tetap
ganteng masih tenang. Terhadap segala urusan masih tetap
penuh percaya diri. Begitu melihat orang itu seketika timbul rasa murka yang
sukar dikatakan, serentak Oh Thi-hoa ingin menerjang ke
sana. Tapi Coh Liu-hiang keburu menariknya sambil
menggeleng, bisiknya, "Kalau dia berani memperlihatkan
dirinya. kukira dia pasti mempunyai sesuatu andalan. biarlah
kita dengarkan dulu apa yang hendak dikatakannya."
Meski dia bicara dengan bisik-bisik, tapi nyata tetap tak
terhindar dari telinga Goan Sui-hun yang tajam menyerupai
pendengaran kelelawar itu.
"Coh-hiangswe!" demikian Goan Sui-bun menyapa. "Goankongcu!"
jawab Coh Liu-hiang. Goan Sui-hun menghela napas. katanya, "Coh-hiangswe
benar-benar ksatria kaum jantan dan tidak bernama kosong.
Cayhe mengira rencana kami ini sedemikian rapinya dan tiada
lubang kelemahan setitik pun, tak tersangka masih tetap juga
terbongkar oleh Coh-hiangswe."
"Jaring takdir tersebar rapat tanpa lubang sedikitpun, di
dunia ini memang tiada sesuatu rahasia yang selamanya tak
dapat dibongkar orang," kata Coh Liu-hiang.
Goan Sui-hun mengangguk perlahan. jawabnya. "Tapi
entah semenjak kapan Coh-hiangswe mulai menaruh curiga?"
Coh Liu-hiang berpikir sejenak, jawabnya kemudian,
"*Cara kerja setiap orang biasanya punya kebiasaan masingmasing,
semakin cerdik pandai, semakin tak terhindar dari
kebiasaannya. Sebab orang pandai bukan saja bertanggung
jawab, bahkan seringkali suka menilai rendah orang lain."
Goan Sui-hun hanya mendengarkan saja dengan cermat
dan tidak menanggapi. Maka Coh Liu-hiang menyambung pula. "Apa yang kami
alami di kapal Goan-kongcu itu hampir tidak banyak bedanya
dengan yang kami alami di kapal Hay Koa-thian, setelah
kutemukan persamaan ini,segera terpikir olehku bahwa Pek
Lak dan lain-lain bisa jadi terbunuh oleh orang yang sama. Sebab


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

umumnya orang mati pasti takkan dicurigai orang, bahkan
setiap manusia di dunia ini sama mempunyai titik kelemahan,
yaitu suka menganggap apa yang baru terjadi pasti takkan
terjadi pula kedua kalinya."
Goan Sui-hun manggut-manggut, seperti merasa setuju
dan sangat memuji jalan pikiran Coh Liu-hiang ini.
Maka Coh Liu-hiang berucap pula, "Jelas antara anda dan
Koh-bwe Taysu ingin memperalat titik kelemahan pikiran
orang banyak, kecuali itu jelas juga masih ada manfaat
lainnya." "Manfaat apa?" tanya Goan Sui-hun.
"Di antara penumpang kapal yang mahir Ti-sim-jiu hanya
ada tiga orang, Koh-bwe Taysu sudah mati, yang tersisa
hanya Ko A-lam dan Hoa Cin-cin saja," Coh Liu-hiang tertawa
lalu menyambung pula. "Tentunva kau tahu bahwa Ko A-lam
adalah sahabat baik kami. kau mengira kami pasti tidak
mencurigai dia. Apalgi pada setiap kejadian selalu ada orang
dapat memberi alibi dan membuktikan dia tidak berada di
tempat kejadian." "Ya. memang betul begitu." kata Goan Sui-hun.
"Jika Ko A-lam tidak dapat dicurigai, yang tertinggal hanya
Hoa Cin-cin," tutur Coh Liu-hiang pula. "Dan tanda-tanda yang
ditinggalkan. hampir semuanya memberi kesan bahwa dia
adalah si pembunuhnya sehingga setiap orang akan menaruh
curiga padanya." "Kecuali Hiangswe tentunya." tukas Goan Sui-hun.
"Sebenarnya aku pun tak terkecuali," ujar Coh Liu-hiang.
"Bila kau dan Koh-bwe Taysu tak bertindak keterlaluan,
hampir saja aku pun mengira Hoa Cin-cin adalah
pembunuhnya, sebaliknya ia pun hampir menganggap akulah
pembunuhnya. Hampir saja kami bertarung dalam kegelapan
secara tidak sadar. Dan bilamana terjadi aka terbunuh atau
dia yang kubunuh, tentunya kau akan sangat bergembira."
"Ya. begitulah rencana kami," kata Goan Sui-hun. "Cuma
dalam hal apa Hiangswe anggap kami bertindak keterlaluan?"
"Tidak seharusnya kalian menyuruh Ko A-lam mencap
huruf di punggungku, keempat huruf yang berbunyi 'Akulah si
pembunuhnya', begitu bukan?"
"Darimana kau tahu dia yang melakukan hal itu?" tanya
Goan Sui-hun. "Sebab waktu kami terkurung di penjara batu itu, hanya dia
seorang saja yang pernah mendekati aku, bahkan seperti
tidak sengaja menepuk punggungku, jelas keempat huruf itu
sebelumnya sudah tertulis di telapak tangannya, ditulis
dengan bubuk fosfor, di tempat apa saja tangannya menepuk,
di situlah akan meninggalkan keempat huruf itu. Sudah tentu,
huruf-huruf itu ditulis dengan terbalik terlebih dahulu, ketika dicap pada
tubuh orang lain akan berubah menjadi tulisan benar," sampai
di sini mendadak dia berpaling dan tertawa terhadap Oh Thihoa,
lalu bertanya,"Apakah kau masih ingat permainan capcapan
pada waktu masih kecil?"
Oh Thi-hoa juga tertawa, tertawa yang disengaja. Sebab ia
tahu bilamana mereka tertawa semakin gembira, bagi Goan
Sui-hun akan semakin tertusuk.
Goan Sui-hun merasa heran, ia bertanya, "Permainan"
Apa maksudmu?" "Dahulu, waktu usiaku sekitar belsan, aku suka menulis
dengan kapur beberapa huruf di telapak tanganku, antara lain
berbunyi 'Aku minta kawin'. lalu kucapkan tulisan itu pada
punggung temanku sehingga dia ke sana kemari ditertawai
kawan-kawan lain." demikian tutur Oh Thi-hoa.
Goan Sui-hun juga ingin tertawa, tapi tidak jadi. Dengan
menarik muka ia berkata, "Dan cara bagaimana Coh-hiangswe
menemukan tulisan di punggungmu itu?"
"Punggungku tidak bermata. dengan sendirinya tulisan itu
dilihat dulu oleh orang lain, yakni Hoa Cin-cin," jawab Coh Liuhiang.
"Oo, setelah melihat tulisan itu dia tidak menganggap kau
sebagai pembunuhnya, sebaliknya malah memberitahukan
kepadamu?" tanya Goan Sui-hun.
Mendadak Hoa Cin-cin menyela. "Ya, sebab waktu itu aku
sudah tahu siapa dia, meski dalam kegelapan aku tak dapat
melihat jelas mukanya, tapi kutahu selain dia tiada orang lain
lagi yang memiliki Ginkang setinggi dia." Dia mengerling
penuh arti ke arah Coh Liu-hiang, lalu menyambung pula,
"Selamanya tidak pernah kucurigai dia sebagai pembunuh."
"Sebab apa?" tanya Goan Sui-hun.
Hoa Cin-cin tak menjawab. Dia memang tidak perlu
menjawab, sebab sorot matanya sudah menjawab semuanya.
Pada waktu dia memandang Coh Liu-hiang dengan lekatlekat,
sorot matanya selain menunjukkan rasa penuh
pengertian. penuh kepercayaan dan semacam rasa cinta batin
yang sangat dalam. kecuali itu tiada lain lagi.
Cinta memang sesuatu yang aneh, dapat membuat orang
menjadi sangat bodoh, tapi juga dapat membuat orang
menjadi sangat pintar. dapat membikin orang berbuat
kesalahan. tapi juga dapat membikin orang berbuat banyak
hal-hal yang baik. Selang agak lama barulah berpisah sinar mata mereka
yang saling menatap lekat-lekat itu.
Coh Liu-hiang berkata, "Baru waktu itulah kutahu dia pasti
bukan si pembunuhnya. waktu itu juga kuyakin si pembunuh
pasti Koh-bwe Taysu adanya. Sebab hanya Koh-bwe Taysu
saja yang dapat membikin Ko A-lam mengkhianati kawan
lamanya." Suara tangis Ko A-lam sebenarnya sudah berhenti.
sekarang dia mulai terguguk-guguk lagi.
"Tatkala mana meski kami sudah saling memahami dan
saling percaya. tapi kami tetap tidak berhenti bertempur,
sebab kami ingin menggunakan waktu saling gcbrak itu untuk
merundingkan sesuatu rencana yang rapi."
Dengan suara lembut Hoa Cin-cin menukas, "Waktu itu
hatiku sudah beku, segala rencana adalah hasil
pemikirannya." "Rencana Coh-hiangswe sudah lama kurasakan, tapi
sekarang aku masih ingin tahu lebih jelas," jengek Goan Suihun.
"Dia minta aku mengumpulkan pakaian dan arak kalian
serta mengatur segala sesuatu di sekeliling panggung batu,"
tutur Hoa Cin-cin. "Dia sendiri naik ke atas untuk
memencarkan perhatian kalian, waktu kalian asyik
mendengarkan pembicaraannya, hingga tiada yang
memperhatikan apa yang sedang kami kerjakan di bawah."
Ia menghela napas perlahan, lalu menyambung dengan
muram, "Sudah tentu semua itu berkat bantuan Tang-sam-nio.
Tanpa dia, hakikatnya aku tidak dapat mengumpulkan pakaian
seragam kalian, juga sukar mengumpulkan arak sebanyak itu."
Tang-sam-nio termasuk anggota 'kelelawar manusia' Pianhok-
to, dia adalah seekor 'kelelawar' yang harus dikasihani,
dengan sendirinya dia tahu di mana tersimpan arak dan
pakaian para 'manusia kelelawar'.
Baju disiram dengan arak, dengan sendirinya mudah
terbakar. Apalagi kain baju 'manusia kelelawar' itu terbuat dari
semacam bahan yang khas, tipis dan ringan.
Seketika Goan Sui-hun menjadi bungkam, agaknya tidak
sanggup bicara lagi. Oh Thi-hoa lantas bertanya, 'Tapi mengapa Koh-bwe
Taysu malah berusaha memfitnah dan mencelakai nona
Hoa?" "Sebab nona Hoa inilah satu-satunya orang tang paling
ditakuti Koh-bwe Taysu," tutur Coh Liu-hiang.
Tanpa terasa Oh Thi-hoa meraba hidungnya, sungguh dia
tidak habis mengerti apa sebabnya guru mesti takut pada
murid " Tapi lantas terdengar Coh Liu-hiang bertutur pula. "Meski
resminya Hoa Cin-cin adalah murid Koh-bwe Taysu, tapi
sebenarnya ilmu silatnya diperoleh dari ajaran orang lain?"
"Siapa yang mengajarnya?" tanya Oh Thi-hoa.
"Hoa Ging-hong, Hoa-thaycosu," jawab Coh Liu-hiang.
"Kutahu Hoa-siancu ialah pejabat ketua Hoa-san-pay
angkatan keempat, beliau kan sudah meninggal?" tanya Oh
Thi-hoa. "Walaupun Hoa-siancu sudah lama wafat tapi beliau telah
menulis pada satu kitab rahasia seluruh buah karya ilmu silat
selama hidupnya, kitab itu diserahkan kepada saudara
sepupunya dan Hoa Cin-cin adalah buyut keponakan Hoasiancu
sendiri." "O, pahamlah aku sekarang," kata Oh Thi-hoa. "Cuma....."
"Meski sudah kau ketahui darimana Hoa Cin-cin mendapat
ilmu silatnya, tapi masih banyak persoalan lain yang belum
kau pahami, begitu bukan maksudmu?" tanya Coh Liu-hiang.
"Ya. memang," jawab Oh Thi-hoa sambil menyengir.
"Untuk ini, biarlah kita bagi dalam beberapa tahap," tutur
Coh Liu-hiang pula. "Pertama, setelah Hoa Cin-cin
mendapatkan ilmu tinggalan Hoa-siancu, Kungfunya menjadi
lebih tinggi dari pada Koh-bwe Taysu. Ilmu sakti Ti-sim-jiu ini
justru Hoa Cin-cin sendiri yang mengaiarkan kepada Koh-bwe
Taysu." "Hal ini sudah kupikirkan." ujar Oh Thi-hoa "Makanya
sekali bergebrak tadi nona Hoa dapat mengatasinya. Kecuali
nona Hoa. kukira di dunia ini tiada orang kedua lagi yang
sanggup melakukannya."
"Kedua." sambung Coh Liu-hiang. "Setelah Hoa Cin-cin
memperoleh kitab pusaka tinggalan Hoa-siancu. dia lantas
memikul semacam tugas istimewa, tugas rahasia." "Tugas
apa?" tanya Oh Thi-hoa.
"Wajib mengawasi setiap pejabat Ketua Hoa-san-pay."
tutur Coh Liu-hiang. Apakah Hoa-siancu telah menetapkan tugas istimewa ini di
dalam kitab pusaka yang ditinggalkanny a?" tanya Oh Thi-hoa.
"Betul, makanya kedudukan Hoa Cin-cin di dalam Hoasan-
pay menjadi lain daripada yang lain, segala sesuatu
persoalan yang terjadi di Hoa-san-pay dia berhak bertanya
dan menegur. Setiap anak murid Hoa-san-pay, siapa pun juga
tanpa kecuali bila berbuat sesuatu kesalahan. ia pun berhak
memberi hukuman. bahkan Koh-hwe Taysu yang menjabat
sebagai ketua juga tidak terkecuali." sejenak kemudian Coh
Liu-hiang menyambung, "Sejauh ini kita tak habis mengerti
mengapa rahasia Jing-hong-cap-sah-sik bisa bocor atau dicuri
orang. soalnya kita tidak pernah menyangka bahwa si
pemiliknya bisa pula menjadi si pencurinya."
Oh Thi-hoa menghela napas, katanya. "Ai, Koh-bwe Taysu
ternyata manusia rendah begini. sungguh mimpi pun tak
pernah kubayangkan."
"Apa yang diperbuatnya sudah tentu demi Goan-kongcu,"
kata Coh Liu-hiang pula. "Cuma waktu itu sama sekali tak
pernah terpikir olehnya bahwa di Hoa-san-pay mendadak
muncul seorang Hoa Cin-cin, seorang pengawas yang luar
biasa. Sebab nona Hoa belum lama datang ke Hoa-san."
"O, justru lantaran nona Hoa ingin mengusut tanggung
jawab tercurinya rahasia Jing-hong-cap-sah-sik itu, makanya
Koh-bwe Taysu terpaksa harus berlagak seperti orang yang
tak berdosa dan ikut aktif mengusut perkara ini," tukas Oh Thihoa.
"Ya, kita menganggap nona Hoa adalah gadis yang
lemah dan menilai rendah dia, namun Koh-bwe Taysu cukup
paham, nona Hoa ini anak perempuan macam apa dan cukup
kenal pula wataknya yang keras dan kecerdikannya."
Seketika sorot mata Hoa Cin-cin mencorong terang. Bagi
seorang anak gadis. di dunia ini tidak ada urusan lain yang
lebih menggembirakan dan lebih membanggakan daripada
mendengar pujian dan kekasih sendiri.
Oh Thi-hoa lantas menukas. "O. rupanya waktu itu Kohbwe
Taysu sudah tahu, rahasianya lambat atau cepat pasti
akan diketahui oleh nona Hoa. maka timbul niatnya
membunuh nona Hoa, tapi dia tidak berani turun tangan. maka
menggunakan tipu muslihat keji."
"Betul, tindakannya ini bukan cuma hendak mencelakai
nona Hoa saja, ia pun ingin memperalat kita untuk berlawanan
dengan nona Hoa, dengan demikian dapat pula
menghapuskan prasangka nona Hoa terhadap dia. maka
segala urusan dapat dilakukannya tanpa kuatir lagi."
"Jika begitu, orang berbaju serba putih yang dilihat Eng
Ban-li tempo hari itu juga Koh-bwe Taysu"!" tanya Oh Thi-hoa.
"Betul. dengan sendirinya Eng Ban-li juga binasa di tangan
Koh-bwe Taysu. Hari itu sebenarnya Eng Ban-Li sudah
mengenali suara Koh-bwe Taysu. tetapi sebegitu jauh dia
tidak berani ?m?ng terus terang."
"Ya, sebab sama sekali tidak diduganya bahwa Koh-bwe
Taysu adalah orang macam begini." tutur Oh Thi-hoa. "Lebihlebih
dia tidak menyangka Koh-bwe Taysu juga bisa pura-pura
mati untuk kemudian hidup kembali. maka ia pun ragu-ragu
terhadap telinganya sendiri.
Coh Liu-hiang mengangguk, katanya dengan gegetun,
"Setiap orang pasti pernah berbuat sesuatu salah, cuma
sayang, apa yang diperbuat Koh-bwe Taysu sekali ini terlalu
besar salahnya." "Dan aku tetap tidak mengerti dan ingin tanya,
sesungguhnya untuk apa dia berbuat demikian" Ada
hubungan apa antara dia dengan Goan Sui-hun?" tanya Oh
Thi-hoa. Coh Liu-hiang termenung sejenak, katanya kemudian,
uYa, selain mereka sendiri, kukira siapa pun tiada yang tahu
hal ini." Sejak tadi Goan Sui-hun hanya mendengarkan saja
percakapan mereka, mendadak ia mendengus, "Hm, aku
berani menjamin, selama hidup ini kalian pasti tetap tidak
tahu." "Urusan begini aku pun tidak ingin tahu." ujar Coh Liuhiang
dengan tak acuh. "Tapi ada soal lain justru ingin
kutanyakan padamu!" "Silakan tanya," jawab Goan Sui-hun.
"Cara bagaimana kalian mempengaruhi dan mengancam
Kim Leng-ci, mengapa kalian tak membunuhnya saja untuk
tutup mulut," kata Coh Liu-hiang
"Betul. hal inipun tidak kupahami sampai sekarang,"
sambung Oh Thi-hoa cepat.
Tiba-tiba tersembul semacam senyuman aneh pada ujung
mulut Goan Sui-hun, katanya, "Sebenarnya sangat sederhana
jawaban pertanyaanmu ini, kami tidak membunuh dia dan juga
tidak mengancam dia, sebab kami hakikatnya tidak perlu
bertindak begitu. Betapapun dia memang tidak mungkin
membocorkan rahasia kami."


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebab apa?" tanya Oh Thi-hoa.
"Sebab," jawab Goan Sui-hun dengan tenang, "Orang
yang dicintainya bukanlah kau melainkan aku. Sudah sejak
lama menyerahkan seluruh orangnya padaku." Keterangan ini
benar-benar membikin Oh Thi-hoa melenggong, jauh lebih
terkejut daripada waktu mendengar Koh-bwe Taysu adalah si
pembunuh. Bahkan Coh Liu hiang juga melengak seperti mendadak
didepak satu kali. "Padahal sebenarnya sudah lama kalian mesti tahu hal ini,"
kata Goan Sui-hun pula. "Kalian tahu, tidak peduli siapa pun
hanya boleh datang satu kali saja ke Pian-hok-to sini, tapi
mengapa Kim Leng-ci dapat datang pula untuk kedua kalinya"
Siapa pun yang pernah datang ke Pian-hok-to hampir tiada
seorang pun yang ingin berkunjung lagi ke sini, mengapa dia
masih berminat datang pula kemari?"
Dia tertawa hambar. lalu menyambung. "Justru
kedatangannya untuk kedua kalinya ini ialah ingin mencari
aku." Mendadak Oh Thi-hoa berjingkrak gusar dan memaki.
"Kentut busuk. satu patah katamu pun tak dapat dipercaya."
"Tidak perlu kau percaya, aku pun tidak mengharapkan
kau percaya," ujar Goan Sui-hun dengan hambar.
Oh Thi-hoa tertegun, mulutnya terasa pahit, ingin berteriak
pun sukar. Meski di mulut dia bilang tidak percaya. tapi dalam batin
mau tak mau harus percaya.
Memang ada beberapa hal Kim Leng-ci memperlihatkan
sikap yang aneh, bilamana tidak dipikirkan Oh Thi-hoa masih
mendingan, kalau dipikir makin lama makin bingung.
"Malam itu. di atas geladak kapal si nona mengutarakan isi
hatinya. apakah semua itu cuma pura-pura saja?" bila teringat
hal ini. hati Oh Thi-hoa sakit seperti ditusuk jarum.
Apabila saat ini dia mau berpaling dan memandang
sekejap ke arah Kim Leng-ci. niscaya dia takkan merasa sakit
hati. Cuma sayang, biarpun mati ia tidak sudi memandang si
nona. Kim Leng-ci seperti masih pingsan dan belum sadar tapi
ujung matanya kelihatan ada butiran air mata.
Ia tahu perasaannya terhadap Oh Thi-hoa tidaklah purapura,
ia sendiri tidak tahu mengapa dirinya bisa timbul
perasaan baik begitu terhadap Oh Thi-hoa, padahal
sesungguhnya dia memang sudah menyrahkan seluruh
raganya bagi Goan Sui-hun.
Dia menyukai Oh Thi-hoa mungkin disebabkan ketulusan
hati Oh Thi-hoa, keluguannya, simpatiknya, kejujurannya.
Biarpun bagaimana pribadi Goan SUi-hun, apapun yang telah
dilakukannya, semua ini tidak mengurangi cintanya terhadap
pemuda tuna netra ini. Dia memperhatikan Oh Thi-hoa. bahkan jauh melebihi
perhatian terhadap dirinva sendiri. Tapi kalau Goan Sui-hun
menyuruhnya mati, tanpa pikir ia pun rela mati.
Dia tidak tahu mengapa bisa memiliki perasaan demikian,
sebab di dunia ini sesunggubnya memang jarang ada orang
yang paham apa artinya 'cinta kasih' dan 'cinta birahi'. dua hal
yang tidak sama. Cinta kasih laksana bintang di langit, cinta birahi laksana
api yang berkobar. Meski cahaya bintang redup. namun kekal abadi.
Sebaliknya api yang berkobar memang terang dan panas,
akan tetapi singkat dan cuma sekejap saja.
Cinta kasih pun masih bersyarat dan dapat dipahami. tapi
cinta birahi sama sekali gila dan ngawur.
Sebab itulah cinta kasih dapat membuat bahagia
selamanya, sebaliknya akibat dan cinta birahi hanya
mendatangkan kemalangan. Terdengar Goan Sui-hun berkata, "Apabila masih ada hal
lain yang belum dimengerti, silakan Coh-hiangswe bertanya."
Coh Liu-hiang menghela napas. katanya kemudian,
"Sudah tidak ada lagi."
"Tiada yang kau tanyakan lagi atau mungkin ada urusan
lain yang belum teringat olehmu?" jengek Goan Sui-hun.
"Oo?" Coh Liu-hiang melengak.
"Apakah sudah kau pikirkan, siapakah yang akan
memperoleh kemenangan pertarungan ini?" tanya Goan Suihun.
"Ya, sudah kupikirkan," jawab Coh Liu-hiang. "Jika benar
sudah kau pikirkan. maka seharusnya kau tahu kemenangan
terakhir ini tetap berada pada diriku," kata Goan Sui-hun pula.
Coh Liu-hiang diam saja, ia menolak memberi jawaban.
"Sebab aku tetap aku, sebaliknya kalian pasti akan mati,
semuanya akan mati, sebab tiada seorang pun di antara
kalian dapat meninggalkan Pian-hok-to ini dengan hidup."
"Dan kau sendiri?" tanya Coh Liu-hiang.
Goan Sui-hun tertawa, ia memberi tanda, segera dari balik
batu karang tidak jauh di belakangnya muncul sebuah sampan
dan meluncur mendekati Goan Sui-hun.
Sampan itu didayung oleh delapan lelaki kekar dengan
telanjang dada, sekali dayung, sampan itu meluncur ke depan
secepat anak panah terlepas dan busurnya. Sekali berhenti
didayung. sampan itu lantas berhenti mendadak.
"Nah, kalian sudah lihat jelas," kata Goan Sui-hun. "Cukup
sekali lompat aku akan melayang ke atas sampan itu. Biarpun
Ginkang Coh-hiangswe tiada bandingannya di dunia ini
mungkin juga tidak sanggup merintangi diriku."
Terpaksa Coh Liu-hiang mengangguk, sebab apa yang
dikatakan Goan Sui-hun itu memang berdasarkan fakta.
"Sejenak kemudian sampan ini membawaku ke suatu
kapal yang berlabuh di balik bukit sana dan beberapa hari
kemudian aku sudah berada kembali di Bu-ceng-san-ceng.
orang Kangouw pasti tidak tahu apa yang terjadi di sini, sebab
waktu itu kalian mungkin sudah mampus seluruhnya di sini."
Goan Sui-hun menghela napas, lalu melanjutkan dengan
tenang. "Meski tidak enak rasanya menunggu kematian. tapi
apa daya, di sini memang tiada kapal lain lagi. Dengan
sendirinya Cayhe juga takkan membiarkan kapal lain berlalu di
sini." Setelah berpikir sejenak. mendadak Coh Liu-hiang
bertanya. "Kau akan pergi sendirian?"
"Apakah aku pergi sendirian atau tidak, hal ini bergantung
juga pada kalian," jawab Goan Sui-hun.
"Bergantung kami?" Coh Liu-hiang menegas.
"Jika kalian memperbolehkan kubawa pergi Koh-bwe
Taysu, Kim Leng-ci dan nona Ko, maka aku pun tidak
menolak, tapi kalau kalian tidak setuju aku pun tidak
keberatan," kata Goan Sui-hun dengan tak acuh.
Mendadak Kim Leng-ci melonjak bangun dan menerjang
ke sana sambil berteriak. "Baw a aku, bawa serta diriku! Aku
tak ingin mati di sini, kalau mesti mati biarlah kumati
bersamamu!" Tiada seorang pun yang merintangi tindakan
Kim Leng-ci bahkan tiada seorang pun yang memandangnya.
Meski luka Kim Leng-ci tidak ringan. tapi sekarang
segenap sisa tenaganya seperti telah dikerahkan seluruhnya.
Dengan terhuyung-huyung ia merayap ke atas batu karang itu
dan menubruk ke dalam pelukan Goan Sui-hun.
Tersembul pula senyuman puas pada ujung mulut Goan
Sui-hun, katanya, "Betul tidak, apa yang kuceritakan tadi,
Sekarang kalian tentunya mau percaya bukan?"
Belum habis ucapannya. mendadak senyuman yang
menghias wajahnya itu lenyap seketika.
Siapa pun tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya, yang
terlihat Goan Sui-hun berangkulan erat dengan Kim Leng-ci
dan keduanya terjatuh dari ketinggian bukit karang yang
beratus meter tingginya itu.
Tubuh mereka digulung ombak laut dan menumbuk pada
batu karang yang lain. Seketika buih air laut berubah menjadi merah seperti
merahnya gincu di bibir gadis yang cantik.
00ooo00 Urusan apa pun pasti ada saatnya berakhir. Peristiwa yang
ruwet dan berkepanjangan sering berakhir dengan cepat dan
mendadak. Sebab perkembangannya sudah mencapai titik
akhir dan orang lain belnm lagi mengetahuinya. Coh Liu-hiang
berhasil mencegat sampan tadi dan menyeretnya kembali.
Sementara itu Koh-bwe Taysu sudah mengembuskan
napasnya yang penghabisan. Air mukanya masih tetap
tenang, siapa pun tidak tahu sesungguhnya apa yang
menyebabkan kematiannya"
Semua orang juga tidak tahu sesungguhnya Kim Leng-ci
mati demi apa" Apakah karena tidak mampu berpisah dengan GGoan Suihun"
Atau karena dia tahu selain mati dan tidak mampu lagi
memiliki hati orang macam Goan Sui-hun itu" Atau mati demi
Oh Thi-hoa" Mayat Goan Sui-hun dan Kim Leng-ci, sudah hanyut
dibawa ombak entah ke mana. Tapi Oh Thi-hoa berharap Kim
Leng-ci tidak mati. Dia lebih suka menyaksikan kedua mudamudi
itu pergi dengan hidup daripada menyaksikan Kim Lengci
mati di depannya. Di sinilah letak perbedaan Oh Thi-hoa dan Goan Sui-hun.
Dan inilah yang terpenting. Inilah cinta sejati!
Cinta yang dalam, cinta yang suci murni akan lebih banyak
memikirkan kepentingan orang yang dicintainya, tidak egois
dan tidak latah. 00ooo00 Ko A-lam juga sedang duduk termenung. memandang jauh
ke kaki langit nan biru. Hatinya terasa kosong. hampa, tiada
sesuatu yang dapat dipikirkannya, ia tidak ingin
memikirkannya, juga tidak berani memikirkannya.
Sejak tadi Coh Liu-hiang selalu memperhatikan gerak-gerik
Ko A-lam. Mendadak nona itu berpaling dan berkata kepadanya.
"Kau kuatir aku pun akan cari mati, begitu bukan?"
Coh Liu-hiang tertawa, tertawa yang likat, sebab ia tidak
tahu cara bagaimana menjawabnya.
Ko A-lam juga tertawa, dia malah tertawa dengan sangat
tenang, katanya, "Jangan kuatir. aku takkan mati, pasti tidak,
sebab masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."
Coh Liu-hiang memandangnya lekat-lekat, tiba-tiba timbul
semacam rasa kagumnya. Dia selalu mengira dirinya paling memahami perasaan
perempuan, tapi sekarang baru diketahuinya bahwa apa yang
dipahaminya ternyata tidak sebanyak perkiraannya, masih
banyak perempuan yang jauh lebih hebat, lebih kuat daripada
apa yang pernah dibayangkannya.
Terdengar Ko A-lam berkata, "Banyak kesalahan yang
pernah kulakukan, asalkan aku tidak mengulangi lagi
kesalahan itu, mengapa aku tidak boleh hidup terus?"
"Kau tidak berbuat salah, yang salah bukankah kau," kata
Coh Liu-hiang. Ko A-lam tidak menanggapi ucapan ini, ia terdiam hingga
lama, tiba-tiba ia berkata, "Thio Sam tidak mati."
"Hah betul?" seru Coh Liu-hiang dengan terbeliak. "Yang
turun tangan padanya ialah diriku. aku cuma menutuk Hiattonya
saja." Hampir saja Coh Liu-hiang berlutut di depan si nona demi
mendengar keterangan ini. Selamanya ia tidak pernah berlutut
kepada orang apalagi orang perempuan. Tapi sekarang ia
benar-benar ingin berlutut kepada Ko A-lam. Sebab ia terlalu
gembira dan sangat berterima kasih.
"Sebelum ajalnya Kau Cu-tiang seperti berkata sesuatu
kepada Eng Ban-li, aku tidak tahu apa yang mereka
bicarakan, tapi Thio Sam mendengarnya," tutur Ko A-lam.
"Kau kira sebelum meninggal Kau Cu-tiang akhirnya
menceritakan kepada Eng Ban-li dimana beradanya harta
rampokan itu?" tanya Coh Liu-hiang.
Ko A-lam mengangguk. katanya, "Ya. seorang kalau sudah
mendekati ajalnya sering akan berubah menjadi baik hati dan
lebih bajik daripada biasanya." Mendadak ia menambahkan,
"Makanya setelah kalian pulang nanti, juga masih banyak
pekerjaan yang harus kalian selesaikan."
"Ya, betul kata Coh Liu-hiang. "Harta rampokan itu perlu
kalian temukan dan dikembalikan pada yang berhak,
persoalan Sin-liong-pang juga perlu diselesaikan oleh kalian,"
kata Ko A-lam. Ko A-lam memandangnya lekat-lekat, mendadak air
mukanya berubah prihatin, ucapnya dengan perlahan, "Tapi
masih ada suatu urusan yang harus kau kerjakan pula dan
urusan ini tidak mudah diselesaikan."
"Urusan apa?" tanya Coh Liu-hiang.
"Perpisahan," jawab Ko A-lam.
"Perpisahan, Perpisahan dengan siapa?" tanya Coh Liuhiang.
Tapi Ko A-lam tidak menjawab pertanyaan ini, sebab ia
tahu Coh Liu-hiang sendiri sudah tahu jawabannya.
Memang, saat itu Coh Liu-hiang sudah berpaling ke sana.
Dilihatnya Hoa Cin-cin sedang memandangnya termangumangu
di kejauhan sana, matanya yang jeli dan suci itu
memancarkan sinar yang penuh kepcrcayaan dan cinta. Lain
tidak. Hati Coh Liu-hiang terasa tenggelam.
Ia paham arti kata Ko A-lam. ia tahu dirinya tidak mungkin
bersatu dengan si nona, sebab Hoa Cin-cin juga masih punya
tugas, masih banyak urusan yang harus ditunaikan.
"Selain dia, tiada orang lain yang sanggup memimpin Hoasan-
pay, juga tiada orang lain yang dapat menyelamatkan
Hoa-san-pay,"' demikian kata Ko A-lam. "Inilah tugas yang
besar, tugas yang suci dan keramat. Dia harus menerima
tugas ini dan tidak mungkin menolaknya."
"Ya, kupaham," jawab Coh Liu-hiang dengan muram.
"Jika benar kau mencintai dia. maka kau harus memikirkan
kepentingannya, mungkin dia memang dilahirkan untuk
menjadi wanita yang besar dan bukan untuk menjadi isteri
yang biasa." "Ya, kutahu," kata Coh Liu-hiang pula.
"Bagimu, perpisahun lebih mudah, tapi baginya......."
Belum lanjut ucapan Ko A-lam, tiba-tiba seseorang
menanggapi dengan suara rawan. "Aku pun paham. pada
hakikatnya kalian tidak perlu kuatir bagiku."
Entah sejak kapan Hoa Cin-cin sudah berada di depan
mereka. Datangnya bagaikan segumpal awan yang sukar
diraba. Tapi sinar matanya mencorong terang dan menatap
Coh Liu-hiang lekat-lekat, katanya dengan tenang,


Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Perpisahan memang berat, tapi aku tidak gentar...,"
Mendadak ia pegang tangan Coh Liu-hiang dan menyambung
pula, "Apapun aku tidak takut. asalkan sebelum perpisahan,
kita dapat berkumpul dengan gembira begini. mengapa kita
harus memikirkan hal-hal yang merisaukan dan menyedihkan"
Tuhan menciptakan manusia bukan menyuruhnya mencari
susah sendiri." Coh Liu-hiang tidak bicara lagi, sebab tenggorokannya
serasa tersumbat, tiada sesuatu yang dapat dikatakan pula.
Mendadak ia merasa kedua orang yang berdiri di hadapan itu
adalah dua wanita yang besar dan bukan cuma satu.
Ko A-lam termenung hingga lama dan lama sekali,
akhirnya ia berpaling ke sana perlahan-lahan. Ia melihat Oh
Thi-hoa, tiba-uba ia berbangkit dan mendekatinya.....
Cahaya sang surya waktu senja merah semarak. air laut
beriak membentang luas, apapun kehidupan manusia tetap
indah! Sebab itulah asalkan dapat hidup, setiap orang harus
hidup terus, hidup dengan sebaik-baiknya.
00ooo00 Kini tinggal satu rahasia saja yang belum terjawab.
Sesungguhnya ada hubungan apa antara Goan Sui-hun dan
Koh-bwe Taysu" Rahasia ini selamanya takkan terjawab lagi, sebab rahasia
itu sudah ikut terkubur di dasar laut bersama nyawa mereka.
Bisa jadi Koh-bwe Taysu adalah ibu Goan Sui-hun,
mungkin pula kekasihnya. Sebab keluarga Goan di Soasay
dan Hoa-san-pay mempunyai hubungan yang erat, banyak
kesempatan bagi Goan Sui-hun untuk berdekatan dengan
Koh-bwe Taysu. Betapapun Koh-bwe Taysu juga manusia,
manusia yang berperasaan. Apalagi, ia yakin Goan Sui-hun
pasti tidak mempersoalkan wajah dan usianya, sebab Goan
Sui-hun memang tidak dapat melihatnya, dia seorang buta.
Mungkin cuma orang buta saja yang menarik bagi
perempuan lanjut usia, sebab dia menganggap hanya orang
buta saja yang dapat benar-benar mencintai sepenuh hati.
Kedengarannya hal ini memang rada-rada aneh dan ganjil
tapi bukannya tidak mungkin terjadi.
Banyak persoalan yang tampaknya sangat ruwet dan
sangat misterius, tapi terjadinya sering hanya karena suatu
sebab yang sangat sederhana, yaitu Cinta!
Cinta dapat menghancurkan, cinta juga dapat menciptakan
segalanya. Kalau kehidupan manusia ini penuh cinta, mengapa
bersusah payah mencari tahu rahasia orang lain"
Mengapa tidak mengurangi prasangka dan celaan
terhadap orang lain dan lebih banyak memberi simpati dan
kasih" Selama hidup Goan Sui-hun dan Koh-bwe Taysu
bukankah penuh diliputi kemalangan" Bukankah mereka pun
perlu dikasihani dan mendapatkan simpati"
0oo0 Bahtera laju! Coh Liu-hiang dan Hoa Cin-cin berdiri berduaan di haluan
kapal dan sedang memandang jauh ke depan sana.
Kampung halaman sudah kelihatan... Sinar harapan
sedang menanti! T A M A T Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 1 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Makam Bunga Mawar 33
^