Lembah Tiga Malaikat 8
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Bagian 8
menyeramkan. "Hati-hati..."
Menyusul peringatan tersebut, dari antara kedua belah dinding lorong tersebut
memancar keluar dua gulung cahaya perak yang menyambar ke atas tubuh Buyung
Im Seng dengan kecepatan tinggi.
Pedang yang disilangkan di depan dada Buyung Im Seng itu segera digetarkan,
mendadak terpancar selapis cahaya perak yang menyelimuti angkasa.
Lapisan pedang berwarna perak itu dengan cepat melindungi seluruh tubuhnya
dari serangan luar, cahaya perak yang menyerbu tiba dari kedua sisi lorong itu
seketika tergetar rontok.
Terkesiap juga hati Nyo hong leng menyaksikan begitu banyak jarum perak yang
keluar dari kedua belah sisi dinding lorong tersebut. Segera ia berbisik. "Enci
Kwik, apa dia terluka?" Diam-diam Kwik soat kun tertawa geli, pikirnya. "Aaah... tak nyana Biau hoa
lengcu yang angkuh dan tinggi hati ini memanggil cici juga kepadaku, tampaknya
dia amat mencintai Buyung kongcu..."
Berpikir demikian dia lantas menyahut dengan suara setengah berbisik. "Aaah, kau
ini terlalu gugup dan tegang, dia tetap sehat wal'afiat, tanpa kekurangan
sesuatu apapun." Nyo hong leng juga tidak menyangka, dia hanya terdiam sambil manggut2.
303 Sementara itu Buyung Im Seng dibuat terkesiap juga telah menghadang rontok
serangan jarum perak yang datang dari dua arah itu, pikirnya dalam hati. "Bila
serangan senjata rahasia ini dilancarkan dari jarak sedekat ini, apa lagi kalau
ancaman yang dilakukan makin lama semakin dahsyat, aaiii... sulit juga rasanya
untuk dihindari." Namun diapun merasa agak keheranan, andaikata orang itu tidak memberi
peringatan lebih dulu, niscaya sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan
jarum perak yang memancar dari dua penjuru itu, tapi justru pihak lawan memberi
peringatan, ia menjadi bersiap sedia hingga jarum-jarum perak itu dapat dipukul
rontok semua. Dalam hati dia berpikir demikian, langkah kakinya masih tetap berjalan terus ke
depan sana. Dalam pada itu Nyo hong leng sudah tak kuasa mengendalikan rasa gelisah dalam
hatinya lagi, dia lantas berbisik. "Enci Kwik, aku tak dapat lagi menunggu lebih
lama lagi, aku harus membantu dirinya."
Kwik soat kun cepat menarik ujung baju Nyo hong leng sambil berseru. "Tunggu
sebentar!" "Aku tak dapat menunggu lebih lama lagi." Bisik Nyo hog leng.
"Sudah kau dengar perkataan dari orang itu barusan?" "Sudah!"
Dengan suara lirih sekali Kwik soat kun segera berbisik. "Walaupun ucapan orang
itu kedengarannya seperti menakut-nakuti, padahal sebenarnya mengandung
peringatan, bila kau turut menerjang ke depan, aku kuatir hal ini justru malah
akan merusak persoalan."
Pada dasarnya Nyo hong leng memang seorang gadis yang amat cerdik, setelah
termenung sebentar, dia lantas memahami duduk persoalan yang sebenarnya,
diapun manggut2. "Tapi kalau kita terlalu jauh ketinggalan di belakangnya, mana sempat menolong
dirinya bila diperlukan?"
Kembali Kwik soat kun menggelengkan kepalanya berulang kali. "Jangan terlalu
gelisah, kita tunggu sebentar lagi, perlu diketahui saat ini kita berada dalam
keadaan senasib sependeritaan, bila Buyung kongcu sampai ketimpa sesuatu,
kitapun jangan harap bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup."
Sekalipun Nyo hong leng merasa bahwa perkataannya memang benar dan masuk
akal, namun hatinya masih tetap tidak tenang, tak tahan dia toh maju juga.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Kwik soat kun harus mengikuti di
belakang Nyo hong leng. Sementara itu, Buyung Im Seng telah mendekati sudut tikungan sebelah depan,
mendadak terdengar suara lirih yang amat lembut berkumandang di sisi
telinganya. "Dengan pertaruhan nyawa lohu hanya bisa memberi keterangan satu
kali saja kepadamu, aku minta dengarkan keteranganku ini baik-baik, senjata
rahasia yang berada di sini rata-rata keji dan amat beracun, sekalipun ayahmu
hidup kembali juga belum tentu dapat menghindarinya, oleh sebab itu kau harus
304 bersikap lebih hati-hati hanya ada satu cara saja untuk menghindari senjata itu,
yakni melompat ke atas dan menempel di atas atap lorong ini..."
Sampai di situ, mendadak ucapannya terputus ditengah jalan.
- 0 - Bagian ke 23 Diam-diam Buyung Im Seng menarik napas panjang-panjang, dia maju lalu melejit
ke tengah udara, secara tiba-tiba dia melayang ke depan dengan tubuhnya
menempel di atas langit-langit lorong itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru, berpuluh puluh cahaya tajam
tiba-tiba memancar keluar dari kedua belah sisi dinding lorong serta dari tengah
tikungan tersebut. Pada saat senjata rahasia tersebut saling beterbangan diangkasa, Nyo hong leng
mengayunkan pula tangan melepaskan segenggam biji budhi cu.
"Pluuuk, pluuuk, pluuuk!" sebagian besar senjata rahasia yang memancar itu kena
tersambit telah oleh timpukkan budhicu yang dilepaskan Nyo hong leng, sehingga
berguguran ke tanah, untuk sesaat terdengarlah suara senjata rahasia yang saling
membentur dan tersebar kemana-mana.
Dalam pada itu Buyung Im Seng telah melayang turun dengan selamat di atas
tanah, ketika berpaling dan menengok ke belakang, terkesiap hatinya, diam-diam
pikirnya. "Seandainya orang itu tidak memberi peringatan kepadaku, niscaya sulit
bagiku untuk meloloskan dari ancaman ini."
Ternyata senjata rahasia yang berserakan di atas tanah sekarang beraneka ragam
bentuknya, ada panah pendek, ada jarum rahasia, ada pula paku beracun Cu hu
teng, jumlahnya mencapai ratusan batang.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu Nyo hog leng telah muncul di hadapan sambil mencengkeram
tubuh Buyung Im Seng. "Kau baik bukan?" tegurnya.
Memandang pada sorot matanya yang penuh kasih dan perhatian itu, Buyung Im
Seng sangat terharu, sambil tertawa ia mengangguk. "Ya, aku sangat baik."
"Oh... sungguh mengejutkan aku," bisik Nyo hog leng sambil menghembuskan
napas. Kwik soat kun segera memburu datang dengan langkah lebar, bisiknya kemudian.
"Adikku yang baik, jangan aleman lagi, sekarang bukan waktunya untuk
bermesraan." Merah padam selembar wajah Nyo hong leng karena jengah, kepalanya segera
ditundukkan rendah2. Terdengar suara yang dingin itu berkumandang kembali. "Kongcu telah berhasil
melewati penghadangan senjata rahasiaku, berarti kau telah berhasil meloloskan
diri dari pos penjagaan lohu. Silahkan maju ke dalam sana, di depan ada pos
305 penjagaan yang dijaga orang lain, hanya sampai di sini saja ucapan lohu,
silahkan kalian berangkat melanjutkan perjalanan."
Sebenarnya Buyung Im Seng ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk
menyatakan rasa terima kasihnya atas bantuan orang itu, tapi kata-kata yang
telah sampai di ujung bibir itu segera ditelan kembali, dia berpaling ke arah mana
berasal suara itu kemudian menjura setelah itu baru melanjutkan perjalanan
dengan langkah lebar. Nyo hog leng yang menyaksikan Buyung Im Seng bisa lolos dari mara bahaya juga
tak banyak bicara, dengan ketat dia mengikuti di belakang tubuh pemuda tersebut.
Dalam pada itu, cahaya api yang dilepaskan Kwik soat kun sudah mulai padam,
suasana dalam gua batu itu pulih kembali dalam kegelapan yang mencekam, sambil
menghentikan langkahnya, Buyung Im Seng segera berbisik. "Lorong rahasia ini
terlalu gelap, bila muncul sergapan secara tiba-tiba sukar rasanya untuk
dihindari, lebih baik kita pertahankan suatu jarak tertentu, sehingga paling tidak kita tak
akan sampai terluka semua."
"Baik, biar aku berjalan dipaling depan!" seru Nyo hong leng dengan cepat.
Buyung Im Seng segera menyambar lengan Nyo hong leng dan menariknya ke
belakang. Entah sengaja atau tidak, menggunakan kesempatan itu Nyo hong leng
menjatuhkan diri ke dalam pelukan Buyung Im Seng, bau harum tubuh perawan
dengan cepat tersiar di sekelilingnya dan menyerang hidung pemuda itu.
Kontan saja si anak muda itu merasa terangsang, tanpa disadari dia mengulurkan
tangannya dan merangkul pinggang Nyo hong leng dengan mesranya. "Kau harus
merahasiakan dirimu," bisiknya lirih. "Dengan begitu musuh baru dapat kita bikin
kelabakan, biar aku saja yang berjalan dipaling depan."
Baru saja Nyo hong leng akan membantah, mendadak terdengar suara desingan
angin tajam berkumandang memecahkan keheningan. Kwik soat kun segera
mengayunkan tangannya melepaskan sebuah peluru cahaya api. Pada saat yang
bersamaan pula, Nyo hong leng menyelinap keluar dari rangkulan Buyung Im Seng
dengan gerakan paling cepat.
Di bawah cahaya api yang menerangi ruang rahasia itu, tampak dari depan lorong
sana tiba-tiba muncul segerombolan lelaki kekar, semuanya memakai baju hitam
dengan senjata diacungkan tinggi ke atas, untuk sesaat sulit bagi orang untuk
membedakan apa mereka orang sungguhan atau boneka belaka"
Kwik soat kun segera mengayunkan tangannya melepaskan sebatang paku
penembus tulang berbareng itu juga serunya keras. "Hati-hati dengan senjata
rahasia!" "Trang...!" ketika membentur di tubuh orang itu, paku penembus tulang tersebut
segera mencelat balik menimbulkan suara dentingan yang amat nyaring.
Kwik soat kun segera berbisik lirih, "Awas orang-orangan dari baja!"
"Masa orang-orangan dari baja lebih tangguh daripada orang hidup?" tanya Buyung
Im Seng. 306 "Lorong rahasia begini sempit, bila orang2an baja itu dikendalikan oleh alat
rahasia, kehebatan mereka akan sepuluh kali lipat lebih dahsyat daripada orang
biasa." Buyung Im Seng mencoba untuk memperhatikan dengan seksama, tampak orangorangan
baja itu sangat kekar dengan bahu yang lebar dan lengan yang kuat,
ketika berdiri di sana, hampir seperti ruang kosong dalam lorong rahasia
tersebut. (Bersambung ke jilid 16) 307 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 16 Tanpa terasa ia berkerut kening, lalu katanya. "Akan kucoba sebentar, sampai
dimanakah keganasan orang-orang tersebut?"
Sambil meloloskan pedangnya, dia lantas melangkah maju. "Kau harus berhatihati."
Bisik Nyo hong leng dengan penuh perhatian. Buyung Im Seng berpaling
sambil tertawa kemudian melanjutkan langkahnya.
Ketika tiba lebih kurang tiga langkah dari hadapan orang orangan baja itu, dia
lantas berhenti, kemudian pedangnya digerakkan menusuk orang2an tersebut.
Dalam tusukan tersebut, diam2 Buyung Im Seng telah sertakan tenaga tusukan
yang amat besar sekali. Ketika pedang dan orang2an baja itu saling membentur, terjadilah suara benturan
nyaring yang memekakkan telinga.
Namun orang orangan itu masih tetap berdiri ditempat tanpa bergerak barang
sedikitpun juga. Menyaksikan kejadian itu, Buyung Im Seng segera berkerut kening, baru saja dia
akan memperbesar tenaganya untuk melancarkan sebuah tusukan kembali, tibatiba
terdengar suara seruan yang kecil dan lembut berkumandang tiba. "Jika kalian
ingin menuju ke Seng tong, mau tak mau harus melalui pos penjagaan yang lohu
jaga ini." Buyung Im Seng segera menarik kembali senjatanya, lalu berkata. "bagaimana
caranya untuk menembusi barisan Thi jin tin (barisan orang2an baja) mu itu?"
"Maju saja terus, asal sudah masuk ke tengah barisan yang lohu atur ini,
otomatis orang2an baja itu akan memberikan reaksinya sendiri."
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan. "Lohu selamanya paling tak suka
banyak bicara, maaf kalau aku takkan menjawab pertanyaanmu lagi."
308 Buyung Im Seng agak tertegun, segera serunya kembali. "Bolehkah aku
menembusinya seorang diri?"
Namun meski sudah ditanyakan beberapa kali, tidak terdengar lagi jawaban dari
orang itu. Kontan saja Buyung Im Seng naik darah, pedangnya diayun lagi ke
depan melancarkan bacokan.
"Trang...!" bunyi dentingan nyaring diiringi percikan bunga api. Orang2 yang
berdiri tak bergerak itu tampaknya sudah dibikin marah oleh bacokan pedang
Buyung Im Seng yang amat dahsyat itu, sepasang lengan yang segera digerakkan,
dengan mengayun sepasang kepalan bajanya, pukulan keras dilancarkan.
Buyung Im Seng telah bersiap sedia sedari tadi, sambil menarik napas, tubuhnya
mundur tiga langkah dan meloloskan diri dari ancaman sepasang tinju orang2an
baja itu. Gagal dengan serangannya, orang2an baja itu segera kembali ke posisi semula.
Buyung Im Seng melancarkan empat buah serangan berantai yang semuanya
ditujukan ke dada, lambung dan bagian rawan dibagian orang2an itu, namun
orang2an tersebut tetap berdiri tak berkutik ditempat semula.
Pelan-pelan Kwik soat kun berjalan maju, kemudian berbisik lirih. "Kongcu,
orang2an baja ini dikendalikan oleh seseorang dari balik dinding."
"Bukankah kalau begitu, sulit bagi kita untuk menembusi barisan ini?"
"Ia menyembunyikan diri dibalik kegelapan, sebelum kita memasuki barisan
tersebut, ia enggan menggerakkan alat rahasianya, terpaksa kita haru saling
menunggu terus." Buyung Im Seng segera memasukkan pedangnya ke dalam sarung, setelah itu
berkata. "Bik, aku akan masuk ke dalam barisan untuk mencobanya, akan kulihat
sampai dimana kelihaiannya?"
"Kongcu jangan masuk terlalu dalam", bisik Kwik soat kun, "sekalipun ilmu
silatmu lebih baik juga terdiri dari darah daging, mustahil kau dapat beradu kekerasan
dengan orang2an yang terbuat dari baja belaka..."
"Aku mengerti" Buyung Im Seng tersenyum. Diam-diam ia menghimpun tenaganya,
kemudian pelan-pelan berjalan maju. Setelah melewati orang2an baja yang
pertama, dia belum juga melihat adanya suatu gerakan, maka dengan sangat
berhati-hati si anak muda itu melampaui orang2an kedua. Ketika menengadah ia
temukan orang2an itu tetap berdiri kaku tanpa menunjukkan gejala apa-apa, maka
kembali dia beranjak melampaui orang2an ketiga.
Siapa sangka belum lagi dia berdiri tegak, mendadak berkumandang suara
gemerincingnya suara rantai yang bergesek kemudian tampak orang2an itu mulai
bergerak bersama. Sambil menghimpun tenaga dalamnya, Buyung Im Seng menghentikan langkah
kakinya, ketika mengalihkan sorot matanya sekeliling tempat itu tampak olehnya
tiga buah orang2an yang berada di belakangnya tadi, kini telah membalikkan
badan, lalu sambil berdiri berjajar mereka menggerakkan tinju bajanya kesana
kemari. 309 Dengan berdiri berjajar tiga, otomatis jalan mundur Buyung Im Seng menjadi
tersumbat sama sekali. Ditambah pula dengan bergeraknya enam buah lengan baja
secara bersamaan dengan kecepatan luar biasa, hampir semua celah kosong di
sekeliling tempat itu tersumbat seluruhnya.
Padahal pada saat itulah orang2an yan berada dihadapannya sudah bergerak maju
sambil melakukan terjangan.
Dengan suatu gerakan cepat Buyung Im Seng menghitung jumlah mereka ternyata
dihadapannya masih ada enam orang ditambah tiga sosok yang menghadang jalan
mundurnya, sehingga jumlah mereka menjadi sembilan. Ke sembilan sosok itu
dengan delapan belas kepalan bersama sama diayunkan ke depan, bahkan
digerakkan semakin cepat.
"Blum, blum!" dua ledakan api memancar ke empat penjuru dan terjadilah dua
buah kobaran api yang segera menerangi seluruh lorong rahasia tersebut.
Menyaksikan betapa rapat dan ketatnya serangan gabungan dari ke sembilan
orang2an itu, diam-diam Buyung Im Seng merasa terkesiap, pikirnya kemudian.
"Tampaknya orang2an ini telah diatur menurut suatu perhitungan yang sangat
cermat, semua gerakan tangannya hampir menutup setiap celah kosong yang
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berada di sana, anehnya gerakan tangan itu semua tidak kalut dan tidak saling
membentur... sungguh amat lihai!"
Sementara dia masih melamun, orang2an itu sudah menyerbu tiba dan semakin
mendekati tubuhnya. Mendadak tiga sosok orang2an yang menghadang jalan
mundurnya itu berhenti ditempat, sementara enam sosok yang datang dari depan
masih menerjang terus tiada hentinya.
Dalam waktu singkat, kedua belah pihak orang2an itu sudah saling berhadapan
dalam jarak lima depa. Buyung Im Seng berusaha keras untuk mempertahankan
ketenangannya, dia berharap dapat menemukan setitik harapan untuk hidup
dalam lingkungan situasi yang amat gawat tersebut.
Tapi sayang, orang2an itu tingginya hampir mencapai langit-langit gua, ruang
kosong yang masih tersisa pun paling banter cuma satu inci, mustahil ia dapat
melarikan diri lewat celah sekecil itu.
Sedangkan celah yang ada diantara orang2an yang satu dengan yang lainnya hanya
bisa dilewati sesosok tubuh manusia, itu berarti satu satunya harapan hanyalah
berusaha keras untuk merobohkan sesosok manusia besi itu kemudian baru
melompat keluar. Meski pendapat itu baik, namun orang2an itu mempunyai perawakan yang tinggi
besar, kepala bajanya pun besar mengerikan, tipis harapannya untuk menang bila
dia ingin beradu kekerasan dengan orang2an itu.
Berpikir sampai di situ, hawa murninya segera dihimpun ke dalam sepasang
lengannya, kemudian bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Tiga sosok orang2an yang berada di belakang masih tetap berdiri tak berkutik,
hal ini mengurangi kerisauan Buyung Im Seng untuk menguatirkan keselamatannya
dari belakang. 310 Segenap perhatian dan kekuatannya segera dihimpun menjadi satu untuk
menyongsong datangnya serangan dari depan. Tampak orang2an yang mendekat
itu bergerak dengan jalan bersanding, dua sosok di depan dan tiga sosok di
belakangnya, jarak diantara dua rombongan itu mencapai empat depa lebih.
Sekalipun jarak diantara kedua sosok orang2an di depan mempunyai ruang kosong
yang bisa dilalui orang, namun ruang kosong itu segera disumbat secara ketat
oleh tiga sosok orang2an yang berada di belakang.
Yang membuat Buyung Im Seng tidak habis mengerti adalah orang2an yang
terakhir itu, orang2an itu berdiri di belakang tiga sosok orang2an di depannya
sepintas lalu orang2an itu seperti sama sekali tak ada gunanya.
Sementara dia masih termenung, dua sosok orang2an yang berada dipaling depan
telah menerjang tiba, orang2an yang berada di sebelah kanan segera menggerakkan
sepasang kepalan raksasanya untuk menghantam ke depan.
Diam-diam Buyung Im Seng berpikir. "Pukulan yang dilepaskan orang2an ini
sangat dahsyat, tak baik untuk disambut dengan kekerasan, tapi kalau tak kucoba
kekuatan dari kepalan baja tersebut, takkan kutemukan cara untuk mematahkan
barisan orang2an besi ini, yaa, tampaknya aku harus menyerempet bahaya."
Ketika kepalan baja itu menyambar lewat dari depan dada Buyung Im Seng segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk turun tangan, dia cengkeram pergelangan
orang2an tersebut. Tiba-tiba orang2an itu menggerakkan lengannya ke bawah, kekuatan yang besar
sekali hampir saja menggerakkan tubuh Buyung Im Seng. Dengan cepat si anak
muda itu menggerakkan tenaga dalamnya, tenaga tekanan yang tercampur keluar
dari pergelangan tangannya bertambah besar, secara paksa dia tekan kembali
gerakan tangan orang2an tadi.
Sebenarnya selama ini orang2an besi hanya menggerakkan lengannya ke atas dan
ke bawah, tapi setelah Buyung Im Seng berhasil menangkap lengan orang2an
tersebut, mendadak lengan lain dari orang2an itu diayun ke samping membabat
pinggang. Sejak semula Buyung Im Seng telah menduga sampai kesana, dia tahu bila
orang2an itu kena ditangkap, kemungkinan besar hal mana akan menimbulkan
permusuhan gerak dari lengan yang lain, meski demikian ia tak menyangka kalau
gerakan itu merupakan babatan ke samping, buru-buru ia menggerakkan tangan
kirinya untuk menyambut datangnya serangan lawan.
Begitu sepasang lengan orang2an itu tertangkap semua, agaknya gerakan dari
orang2an lainpun seperti kena dikendalikan pula, mendadak orang2an yang di
sisinya itu turut berhenti bergerak.
Buyung Im Seng dengan menggunakan sepasang tangannya masing2 menahan
lengan baja dari orang2an itu, betul orang2an tersebut berhasil dikuasai, namun
dia sendiripun telah mempergunakan segenap tenaga yang dimilikinya.
311 Seandainya bentuk orang2an itu dibuat lebih praktis lagi, sehingga mereka dapat
bergerak sendiri2 dan saling bantu membantu, niscaya Buyung Im Seng sudah
terluka di ujung orang2an baja itu.
Sayang orang2an itu bukan manusia sungguhan, bagaimanapun sempurnanya
gerakan dari alat2 rahasia tersebut, benda tersebut tak bisa bergerak menurut
keadaan yang dihadapinya.
Buyung Im Seng mencoba-coba untuk mengamati orang2an yang berada
disampingnya, ternyata orang2an itu bukannya sama sekali berhenti tak berkutik,
melainkan berputar dengan gerakan perlahan.
Pada saat yang bersamaan, tiga sosok orang2an yang berada di belakangnya masih
tetap bergerak dengan pelan2. mereka menghadang jalan mundur pemuda itu
sementara enam buah lengan bajanya bergerak kesana kemari makin lama makin
cepat. Tiba2 cahaya api menjadi padam. Rupanya cahaya api yang dipancarkan oleh Kwik
soat kun sudah terkena pukulan orang2an tersebut, sehingga padam sama sekali.
Dalam waktu singkat seluruh gua itu berubah menjadi gelap gulita sehingga lima
jari tengah sendiripun sukar terlihat jelas. Begitu suasana menjadi gelap,
Buyung Im Seng segera mendengar suara benturan besi yang amat nyaring.
Setelah itu terdengar suara Nyo hong leng sedang bertanya. "Toako, baik-baikkah
kau?" Buyung Im Seng merasa ada segulung angin pukulan yang sangat keras
menyambar tiba, tidak terlukiskan rasa terkesiap yang mencekam hatinya waktu
itu. Tak sempat menjawab teguran, sepasang tangannya segera mengendor dan
melepaskan cekalan pada sepasang lengan baja itu, kemudian seluruh tubuhnya
dijatuhkan berbaring ke tanah.
Kiranya secara tiba-tiba ia teringat bahwa orang2an itu hanya menggerakkan
sepasang tangannya, sedang sepasang kakinya sama sekali tak berguna, dengan
membaringkan diri ke tanah, berarti jiwanya untuk sesaat dapat diselamatkan.
Saat itulah terdengar Kwik soat kun berseru dengan suara keras. "Jangan
menyerempet bahaya!"
"Tak usah kau campuri urusanku!" sahut Nyo hong leng. Agaknya Nyo hong leng
hendak menyundul ke muka untuk memberikan pertolongan, namun dicegah oleh
Kwik soat kun, akibatnya, kedua orang itu bertengkar sendiri.
Dengan cemas Buyung Im Seng segera berteriak, "Aku baik-baik saja, kalian tak
usah bertengkar!" Waktu itu Nyo hong leng sudah bersiap sedia menerjang ke depan, tapi setelah
mendengar jawaban dari Buyung Im Seng, niat tersebut segera diurungkan.
Terdengar Siau tin berseru tiba-tiba. "Kita lepaskan dua butir peluru api lagi
untuk membantu penerangan baginya."
"Aku rasa suasana gelap jauh lebih baik daripada terang." Kata Kwik soat kun
dengan suara dingin. 312 "Mengapa?" "Orang2an besi itu benda mati, ada sinar juga boleh tak ada sinar
juga boleh, baginya toh sama saja, berbeda dengan Buyung kongcu, ia butuh penerangan
untuk melihat keadaan musuh."
"Betul orang2an itu adalah benda mati, tapi toh ada orang hidup yang
mengendalikannya. Musuh ada di kegelapan sedang kita ada ditempat terang,
cahaya bisa menyinari gerak gerik orang2an itu serta bisa membantu Buyung
kongcu, tapi hal inipun bisa digunakan orang itu untuk mengendalikan alat
rahasianya. Bila orang yang mengendalikan orang2an itu tak dapat melihat
Buyung kongcu maka barisan orang besi itu pasti akan digerakkan menuruti
perubahan yang telah ditetapkan dengan kecerdasan yang dimiliki Buyung kongcu,
asal ia dapat menyelidiki cara serta sumber dari gerak gerik mereka itu, sudah
pasti diapun akan bisa menemukan cara terbaik untuk mematahkan serangan dari
barisan ini." Perkataan itu diucapkan dengan suara keras, bukan saja dipakai untuk
menundukkan Nyo hong leng, agaknya juga dimaksudkan agar didengar oleh
Buyung Im Seng. Benar juga, beberapa kata itu segera mendatangkan reaksi yang cukup besar bagi
si anak muda. Dengan menggerakkan ketajaman matanya dia mulai memeriksa ke
sekeliling tempat itu, dijamahnya orang besi yang sepasang tangannya kena
ditangkap olehnya itu, masih menggerakkan lengannya dengan gerakan pelan,
agaknya alat rahasia yang mengendalikan gerakan orang besi tersebut masih
belum dapat dipulihkan kembali.
Berbareng itu pula orang2an yang sedang berputar di sebelah kiri itupun sedang
berputar balik dengan gerakan lamban.
Dari pengamatan itu, Buyung Im Seng segera dapat menarik suatu kesimpulan,
tampaknya alat rahasia yang mengendalikan orang besi itu mempunyai kaitan
antara yang satu dengan yang lainnya, apabila ia dapat merusak salah satu alat
rahasia yang mengendalikan sesosok saja, maka segenap barisan orang2an itu akan
menjadi lumpuh, atau paling tidak akan mengurangi kelincahan mereka.
Dengan termangu pemuda itu mengawasi gerakan kaki dari orang besi tadi, tibatiba
ia menemukan sebuah rantai besi sebesar lengan anak yang mengendalikan
sepasang kaki orang besi itu, ujung rantai yang lain menembusi tanah
berhubungan langsung dengan balik dinding lorong, hal mana segera
menggerakkan hatinya. Rantai besi yang bergerak di bawah tanah itu pasti berfungsi untuk mengendalikan
gerakan dari orang2an itu, jika kupatahkan rantai penghubung tersebut bukankah
secara otomatis orang2an itu akan lumpuh dan tak dapat bergerak lagi"
"Toako, kau dimana?" tiba-tiba terdengar Nyo hong leng berteriak dengan suara
keras. Buyung Im Seng menyaksikan kedua sosok orang2an itu sudah hampir pulih ke
posisinya semula, dia tahu bila posisi tersebut sudah kembali ke tempat
kedudukan yang semula, sudah pasti serangkaian serangan yang cepat dan gencar akan
dilancarkan. 313 Atau dengan kata lain, sebelum kedudukan orang2an itu pulih kembali ke posisi
semula, dia harus mematahkan rantai pengendali itu. Keadaan makin kritis sekali,
bila dia harus menjawab pertanyaan Nyo hong leng, niscaya akan mengejutkan
orang yang mengendalikan alat rahasia tersebut serta meningkatkan
kewaspadaannya. Berpikir demikian, dia lantas membungkam diri dalam seribu bahasa. Tangan
kanannya segera bergerak untuk meloloskan pedangnya, kemudian secepat kilat
ditusukkan ke atas rantai besi yang berada di kaki orang2an besi itu.
Didalam melancarkan tusukan ini, Buyung Im Seng telah sertakan tenaga
dalamnya sebesar tujuh bagian, pedangnya menusuk sampai sedalam dua depa
lebih. "Bluup, bluup..." dua benturan keras terjadi, suara itu mirip ada benda
yang putus. Tiba-tiba saja bergema suara gemerincing nyaring yang memekakkan telinga,
orang2an besi dalam barisan thi jin tin itu segera bergerak dengan kencang.
Tampak dua sosok orang2an besi yang berada di hadapan berhenti secara tiba-tiba,
sedangkan tiga sosok di belakangnya segera menerjang ke muka.
"Trang..." suatu benturan benda keras yang amat nyaring berkumandang, enam
buah kepalan baja dari orang2an di belakangnya telah menghantam tubuh dua
sosok orang besi di depan.
Pukulan dari ketiga sosok orang besi yang ada di belakang itu amat keras dan
berat, membuat dua sosok orang besi lainnya bergoncang keras, seakan akan setiap
saat bakal roboh ke tanah.
Buyung Im Seng menjadi girang sekali, segera pikirnya. "Ternyata cara untuk
merusak orang2an besi ini terletak di kakinya."
Hawa murni segera dihimpun jadi satu, kemudian pedangnya diayunkan ke depan
menusuk bawah kaki orang besi kedua. "Trang..." kembali terjadi dentingan
nyaring, agaknya ada benda yang putus. Dua sosok orang besi yang berada dimuka
itu segera terhenti sama sekali, bahkan ke empat buah lengan merekapun turut
berhenti. Diam-diam Buyung Im Seng tertawa geli, pikirnya. "Barisan orang2an ini
tampaknya menakutkan sekali, tapi asal dihadapi dengan hati yang tenang,
ternyata tidak sulit untuk mematahkannya..."
Peristiwa ini segera memberikan suatu pelajaran yang amat baik kepada Buyung
Im Seng, dia merasa bila seseorang berada dalam keadaan yang berbahaya, maka
semakin gawat keadaannya orang harus semakin tenang untuk menghadapinya.
Sementara itu tiga sosok orang2an lainnya secara tiba-tiba ikut berhenti. Ketika
dia mencoba berpaling, tampaklah ketiga sosok yang lainpun ikut berhenti.
Saat itulah Nyo hong leng berteriak lagi. "Toako, baik-baikkah kau?"
Buyung Im Seng tertawa terbahak-bahak. "Haa... ha.. aku baik sekali, ternyata
barisan orang besi ini cuma begitu saja."
"Buyung Im seng!" terdengar suara yang amat dingin bergema memecahkan
keheningan, "kau sudah berhasil melewati barisan orang besi."
314 "Terima kasih" sahut Buyung Im Seng sambil bangkit berdiri, terdengar serentetan
suara gemerincingan yang amat menusuk pendengaran bergema dalam lorong itu,
semua orang besi tersebut telah balik kembali ke posisi semula, cuma dua sosok
orang yang menyerang lebih dulu tetap berdiri tegak ditempat.
Tampaknya alat rahasia yang mengendalikan kedua orang besi itu sudah
mengalami kerusakan hebat. Kwik soat kun kembali melepaskan sebutir peluru
api, gua batu yang gelap itu kembali terang.
Kwik soat kun dan Nyo hong leng segera memburu ke depan dengan langkah lebar,
menyaksikan kedua orang besi yang berdiri melintang di depan mereka itu, mereka
memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian katanya sambil tertawa.
"Kongcu, benar2 memiliki tenaga sakti yang mengerikan..."
Buyung Im Seng segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Seseorang walau
memiliki tenaga dalam yang bagaimanapun lihainya, jangan harap dia bisa
melawan kekuatan dari orang2an yang terbuat dari baja, aku hanya berhasil
menemukan cara untuk mematahkan alat rahasianya belaka."
Setelah menghembuskan napas panjang, dia melanjutkan. "Barisan orang2an besi
ini telah memberikan suatu pelajaran yang besar bagiku, bila seseorang berada
dalam keadaan bahaya, semakin gawat keadaannya dia harus makin tenang untuk
menghadapinya." "Lantas bagaimana caramu untuk mematahkan barisan orang2an besi itu?" tanya
Nyo hong leng. "Hanya ada satu cara yang bisa dipergunakan yaitu aku lihat orang2an itu cuma
menggerakkan sepasang kepalannya belaka sementara kakinya tak menunjukkan
gerakan apa2, ku teliti bagian kakinya, dan disanalah kutemukan cara untuk
mematahkan serangan dari orang besi itu."
"Terlampau menyerempet bahaya." Bisik Nyo hong leng, "lain kali kau tak boleh
berbuat demikian, untung saja nasibmu makin mujur."
Buyung Im Seng dapat merasakan dibalik ucapan itu mengandung api cinta kasih
yang tebal, tanpa terasa dia tersenyum. "Tak usah kuatir, setelah berada di
sini, sekalipun tak akan menyerempet bahaya juga tak mungkin." Katanya
"Lain kali, biar aku saja yang menghadapinya, kau tak boleh berebut lagi
denganku." "Baiklah, sampai waktunya kita tetapkan lagi." "Entah di depan sana masih ada
rintangan atau tidak?" kata Kwik soat kun.
Dengan langkah lebar dia berjalan lebih dulu. Buyung Im Seng segera mengikuti di
belakang Kwik soat kun, kemudian bisiknya. "Nona Kwik, ada satu hal aku merasa
agak keheranan," "Persoalan apa?" "Seandainya orang yang menjaga bagian senjata rahasia itu
menyerang dengan air beracun, aku rasa sulit buat kita meloloskan diri dalam
keadaan selamat." 315 "Dia selalu memberi peringatan kepada kita apakah kongcu masih belum
mengerti?" Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba keadaan medan berubah,
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lorong itu menjorok ke arah bawah.
Kwik soat kun segera berhenti, ujarnya. "Kalau dilihat keadaannya, makin dalam
keadaannya makin berbahaya, apakah kita bertekad akan mengunjungi Seng tong
mereka?" "Mungkin saja setelah memasuki gua ini, jangan harap bisa keluar lagi dalam
keadaan hidup, tapi bagaimanapun kita harus membuktikan beberapa hal yang
mencurigakan." "Setelah sampai di sini, apakah kita masih akan mengundurkan diri?" ucap Nyo
hong leng pula dengan suara dingin.
Kwik soat kun segera tertawa hambar. "Kini lorong rahasia ini secara tiba-tiba
menjorok ke bawah, bila kita berjalan makin ke depan maka kita akan masuk
semakin dalam lagi, seandainya di suatu tempat yang strategis tiba-tiba mereka
menurunkan pintu besi yang besar dan berat, lalu melepaskan air beracun,
bagaimanapun lihainya kita, aku rasa sulit buat kita untuk lolos dari tempat ini
dalam keadaan selamat."
"Andaikata kita benar-benar menjumpai situasi semacam ini, aku juga mempunyai
akal untuk menyelamatkan kalian semua dari situ" seru Nyo hong leng cepat.
"Ooh... nonaku yang amat baik, persoalan ini menyangkut mati dan hidup kita..."
"Aku tahu", sela Nyo hong leng, "apa yang telah kukatakan takkan kutarik
kembali, selama hidup aku tak pernah berbohong."
Kwik soat kun tidak banyak berbicara lagi, dia lantas beranjak maju. Kurang
lebih dua puluh menit kemudian, tiba-tiba di bawah sinar lentera yang redup tampak
keadaan medan di sana tiba-tiba menjadi lapang dan datar.
Di atas dinding batu sebelah timur, tampak sebuah lentera berkaca kristal, sinar
lentera itu menyinari sekeliling tempat itu seluas dua tiga kaki dengan terang
benderang. Kwik soat kun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ia berkata.
"Mungkin kita telah berada tiga puluh kaki dari permukaan tanah..."
Belum sempat Buyung Im Seng menjawab, tiba-tiba terdengar seseorang menjawab
dengan suara yang datar. "Kionghi saudara semua, kalian telah lolos dari tempat
berbahaya dan tiba dalam Seng tong."
"Di depan sini sudah tak nampak jalan keluar, bagaimana cara kami meninggalkan
tempat ini?" tanya Kwik soat kun cepat.
"Setelah kalian dapat sampai di sini, tidak usah kalian repot2 untuk mencari
jalan sendiri." "Kalau kudengar dari nada pembicaraan anda, agaknya kalian telah
mempersiapkan kereta kencana untuk menyambut kedatanganku?"
316 Orang yang berada dibalik dinding batu itu rupanya mempunyai kesempurnaan
iman yang tebal, dia tak menjadi marah oleh sindiran tersebut, sebaliknya malah
tertawa. "Ha... ha... sekalipun tiada kereta kencana untuk menyambut kalian,
tapi kamipun takkan menyuruh kalian repot2 berjalan."
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan. "Sebentar lagi, dari atas dinding batu
akan muncul sebuah pintu, dari pintu batu itu akan muncul sebuah kereta, kereta
tersebut dapat memuat kalian berempat sekaligus, kereta tersebut tak bisa
dikatakan megah atau mewah, tapi nyaman untuk diduduki."
"Setelah berada di sini, tentu saja segala sesuatunya kami akan menuruti
perkataanmu." Ucap Kwik soat kun.
Orang itu masih tetap berbicara dengan suara yang lembut dan halus. "Setelah
kalian berhasil menembusi barisan orang besi, maka selanjutnya tiada halangan
lagi, kamipun tiada bermaksud mencelakai lagi, jadi kamu semua boleh berlega
hati." "Sampai kapan kereta itu baru akan muncul?"
Orang itu segera tertawa, "Sebentar lagi, harap kalian tunggu sejenak."
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba berkumandang suara dinding yang merekah,
menyusul kemudian muncullah pintu batu di atas dinding. Di bawah cahaya
lentera, tampaklah sebuah kereta berada dibalik pintu batu itu, cuma bentuknya
jauh lebih kecil daripada bentuk kereta biasa, diatasnya tanpa atap dan
sekelilingnya mirip tirai besi, dalam kereta itu terdapat empat buah tempat
duduk. Suara yang lembut tadi kembali berkumandang. "Sekarang kalian boleh naik
kereta." Kwik soat kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu
ujarnya. "Mari kita naik kereta!" seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke
pintu kereta itu. Ke empat orang itu secara beruntun masuk ke dalam kereta. Kemudian Kwik soat
kun berseru dengan lantang. "Eeh, bagaimana caranya untuk menjalankan kereta
ini?" "Duduk saja kalian secara baik. Kereta segera akan berangkat!" terdengar
gemerincing yang nyaring bergema, kereta itu mulai bergerak ke atas.
Terasa kereta itu makin lama makin cepat, kurang lebih setengah jam kemudian
mendadak pandangan mata mereka menjadi terang, ketika mendongakkan kepala,
tampak langit nan biru dengan awan putih yang melayang terhembus angin,
ternyata mereka sudah tiba di luar gua batu itu.
Kereta tadi berhenti di suatu tempat di luar gua batu, tapi di depan kereta
tampak sebuah tirai besi yang menghalangi jalanan mereka selanjutnya.
Empat orang bocah berbaju hijau yang menyoren pedang, pelan-pelan berjalan
menyambut kedatangan mereka, sambil membuka tirai besi tersebut mereka
menjura sambil menegur. "Siapakah yang bernama Buyung kongcu?"
"Akulah orangnya!" jawab Buyung Im Seng sambil bangkit berdiri.
"Masih ada seorang lagi yang merupakan wakil pangcu dari Li ji pang, siapa dia?"
317 "Akulah orangnya, ada urusan apa?"
Bocah baju hijau yang berada di sebelah kiri segera tersenyum, sahutnya. "Kami
mendapat perintah untuk menyambut kedatangan kalian berdua...!"
"Cuma kami berdua?"
"Dua orang pembantu hu pangcu harus ditinggalkan dibalik tirai besi dan tak
boleh ikut masuk ke dalam Seng tong."
Nyo hong leng sudah biasa dimanja oleh orang tuanya sejak kecil, dayang dan
pelayannya banyak tak terhitung, kewibawaannya sungguh menggetarkan hati
orang. Tapi setelah menyaru sekarang, berulang kali dia harus menerima cemoohan
orang, tanpa terasa keningnya berkerut, tampaknya dia hendak mengumbar hawa
amarahnya. Tapi Siau tin segera menarik ujung bajunya sambil berbisik. "Jangan gara-gara
urusan sepele membuat urusan besar menjadi terbengkalai."
Sementara itu Kwik soat kun telah berkata dengan suara yang dingin. "Kami
serombongan terdiri dari empat orang, mana boleh terbagi jadi dua orang?"
"Hal mana sudah merupakan peraturan dari Seng tong kami!" jawab bocah itu
cepat. "kami hanya memperkenankan majikannya masuk, tapi melarang
pengikutnya turut masuk Seng tong."
"Aku rasa selain cara tersebut, tentunya masih ada cara yang lain bukan?" sela
Buyung Im Seng. Bocah itu termenung sebentar, lalu menjawab. "Ada, dalam Seng tong kami
terdapat sebuah peraturan yang bisa menolong larangan tersebut."
"Peraturan apakah itu?"
"Kalian harus dapat mematahkan barisan pedang dari kami berempat, asal hal ini
dapat dilakukan, sekalipun kedudukan kalian hanya seorang pembantu sekalipun
diperkenankan juga masuk."
"Asal ada peraturan yang mengatur hal tersebut, itu sudah lebih dari cukup" kat
Nyo hong leng, "silahkan kalian loloskan pedang!"
Ke empat orang bocah berbaju hijau itu saling berpandangan sekejap, kemudian
bersama sama meloloskan pedang. "Baiklah!" kata bocah itu, "silahkan nona juga
meloloskan pedang!" Rupanya sejenak rahasia mereka sudah terbongkar, baik Nyo hong leng maupun
Siau tin telah berdandan sebagai seorang gadis lagi, cuma Nyo hong leng masih
mengenakan topeng kulit manusia untuk menutupi raut muka sebenarnya.
Agaknya kwik soat kun sudah menduga kalau Nyo hong leng tersebut, bakal
menggunakan kekerasan dia segera meloloskan pedangnya dan diserahkan kepada
gadis itu sambil ketawa. "Gunakan pedangku ini."
Pelan-pelan Nyo hong leng menyambut pedang itu, kemudian sambil menggandeng
tangan Siau tin dengan tangan kirinya, dia berkata dingin. "Aku rasa kita tak
perlu turun tangan bersama, asal aku seorang saja sudah lebih dari cukup,"
318 Kemudian sambil berpaling kepada Siau tin katanya. "Adikku, kau tak usah turun
tangan, aku akan mengajakmu kesana."
Siau tin mengedipkan matanya lalu mengangguk. "Baiklah!"
Bocah baju hijau itu segera mengayunkan pedangnya lalu berkata. "Nona, senjata
tak bermata, salah-salah kalau tidak mati tentu akan luka."
"Akupun hendak menasehati kalian berempat, agar kalian pun sedikit berhatihati."
Bocah itu segera menyelinap maju, sambil memandang Buyung Im Seng dan Kwik
soat kun, ujarnya. "Harap kalian berdua lewat lebih dulu!"
Buyung Im Seng dan kwik soat kun segera keluar dari balik pintu besi itu dan
berjalan sejauh dua kaki dari tempat semula.
Ketika berpaling, tampaklah ke empat bocah itu telah membentuk barisan pedang
yang sangat tangguh. "Kalian harus berhati-hati!" ujar Nyo hong leng dengan suara dingin.
Tiba-tiba ia mengayunkan tangannya, cahaya tajam segera berkelebat langsung
menerjang ke tubuh empat bocah itu.
"Trang..." bentrokan senjata yang amat nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, kemudian terdengar serentetan suara dengusan tertahan menyusul
tiba. Ketika menengok kembali ke arena, tampak ke empat orang bocah itu masih berdiri
dengan senjata terhunus, namun lengan kanan mereka sudah basah oleh darah.
Kwik soat kun menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian tersebut, diam diam
pikirnya. "Baru satu gebrakan, secara beruntun dia telah melukai empat orang,
bahkan semuanya terluka pada lengan kanannya yang memegang pedang, kalau
dilihat dari darah yang membasahi tubuh mereka, agaknya luka yang mereka
derita termasuk cukup parah."
Untuk melukai musuh dalam sekali gebrakan, sesungguhnya bukan suatu hal yang
sulit dilakukan bila seseorang te4lah memiliki kepandaian silat tingkat tinggi,
tapi kalau melukai empat orang sekaligus dalam sekali gebrakan dengan luka yang
semuanya terletak pada lengan kanan yang memegang pedang, jelas hal ini teramat
sulit sekali. Tampaknya bocah baju hijau itu telah sadar bahwa mereka telah bertemu dengan
musuh tangguh, sesudah tertegun sesaat katanya. "Ilmu pedang yang dimiliki nona
benar2 lihai sekali, kami semua merasa sangat kagum."
Pelan-pelan Nyo hong leng menurunkan kembali pedangnya, kemudian berkata.
"Bolehkan kami menyeberang kesana?"
"Kami sudah kalah, tentu saja nona boleh pergi kesana." Jawab empat orang bocah
itu serentak. Dengan cepat mereka menyingkir dan membuka jalan lewat... sambil menggandeng
tangan Siau tin, pelan-pelan Nyo hong leng berjalan dari balik tirai besi.
319 Bocah baju hijau itu segera menutup kembali pintu tirai, kemudian ujarnya.
"Jurus pedang yang nona pergunakan itu lihai sekali, belum pernah kutemui kepandaian
selihai itu." Nyo hong leng segera tertawa hambar, "Dengan pelajaran yang kuberikan kepada
kalian itu, aku harap agar kalian semakin menyadari bahwa di atas langit masih
ada langit, di atas manusia masih ada manusia."
Bocah baju hijau itu segera tertawa. "Kami telah menyaksikan kelihaiannya ilmu
pedang nona, sekalipun kini nona berkata demikian, kami pun hanya bisa berdiam
diri saja." "Nah, kalau begitu bawalah jalan untuk kami sekarang!"
Agaknya bocah itu sudah menaruh perasaan kagum terhadap Nyo hong leng, dia
segera mengangguk. "Aku turut perintah!"
Sambil membalikkan badan dan berjalan, kembali dia berkata. "Sekalipun ilmu
silat yang kumiliki terbatas sekali, namun masih banyak kepandaian sakti yang
pernah kujumpai..." Sementara itu mereka telah tiba di hadapan Buyung Im Seng. Nyo hong leng segera
menyerahkan kembali pedang itu kepada Kwik soat kun, lalu katanya, "Kau
hendak menakut-nakuti kami?"
"Tidak," jawab bocah baju hijau itu dengan suara rendah. "aku sangat mengagumi
ilmu silat nona, aku ingin menasehati nona dengan beberapa kata"
"Katakanlah, soal apa?"
"Setelah kalian memasuki ruang Seng tong nanti, andaikata situasinya mengalami
suatu perubahan besar, aku rasa nona tak perlu untuk beradu jiwa dan mati
bersama mereka." Ucapan yang terakhir itu diutarakan dengan suara yang teramat lirih. Sedemikian
lirihnya sehingga cuma Nyo hong leng seorang yang mendengar.
Nyo hong leng segera berkerut kening katanya. "Apa maksudmu mengucapkan
perkataan itu?" "Aku sangat mengagumi kepandaian nona, aku tak mau menyaksikan kau
menerima nasib yang malang seperti mereka."
"Apakah ada suatu cara yang baik untuk menolong keadaan ini?"
"Bila nona sedang terjerumus dalam situasi yang amat gawat, silahkan kau
berteriak : 'harap Sengcu berbelas kasihan', teriakanmu itu akan menolong kau
untuk lolos dari keadaan gawat, selanjutnya terserah pada keputusan nona
sendiri." Baru saja Nyo hong leng akan bertanya lagi, bocah itu sudah maju dan langsung
mendahului Kwik soat kun sekalian, katanya : "Harap kalian suka mengikuti di
belakangku!" Setelah berjalan lebih kurang 50 kaki, tiba-tiba pemandangan berubah, tampak
lautan bunga terbentang luas di depan mata, beraneka warna bunga melambai
320 lambai terhembus angin dan menyiarkan bau yang semerbak, beberapa ekor
burung bangau dan ku tilang bermain disekitar bunga, sekalipun melihat ada
manusia menghampirinya, ternyata binatang2 itu tak tampak ketakutan.
Buyung Im Seng segera memperhatikan situasi di sekitarnya, tampak olehnya
kebun bunga itu paling tidak mencapai sepuluh hektar luasnya, bunga2 itu
beraneka warna, jelas ditanam dengan tenaga manusia.
Nyo hong leng paling suka dengan bunga, para hoa-li dan dayang bunganya ratarata
merupakan seorang ahli dalam hal menanam bunga.
Menyaksikan lautan bunga yang terbentang di depan mata itu, tanpa terasa
Buyung Im Seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng.
Sambil tertawa dingin Nyo hong leng segera berkata. "Kalau dilihat aneka warna
bunga yang ditanam di sini, rasanya sedap dilihat dan amat semarak, padahal
warna bunganya tidak lengkap dan keindahannya kurang, hmm... entah siapa yang
telah menanam bunga2 tersebut di sini" Untuk kebodohan dan ketidak-tahuannya
soal seni bunga, dia pantas untuk dijatuhi hukuman mati."
Walaupun perkataan tersebut tidak diucapkan dengan suara keras, namun bocah
baju hijau itu, toh sempat mendengarnya juga, sambil berpaling dia segera
menyela, "Kalau begitu nona pasti mempunyai kepandaian yang khas terhadap seni bunga?"
Agaknya Nyo hong leng enggan untuk banyak berbicara lagi dengan bocah berbaju
hijau itu, dia mendongakkan kepalanya memandang cuaca di langit dan berlagak
seakan akan tidak mendengar perkataan itu.
Ketika bocah pembawa jalan merasa ketanggor batunya, dia segera berpaling lagi
dengan tersipu-sipu dan tak bicara lagi.
Menelusuri sebuah jalan kecil ditengah kebun bunga itu, mereka berjalan terus,
sepanjang jalan Kwik soat kun mengalihkan sorot matanya untuk mengawasi
keadaan sekitarnya, tampak empat penjuru merupakan barisan pegunungan yang
menjulang tinggi ke angkasa dengan tebing yang curam, tampaknya tempat itu
merupakan sebuah lembah yang terbuat dari alam.
Siapapun pasti takkan menyangka kalau didalam lembah yang terpencil dan
dikelilingi oleh bukit yang terjal tersebut sesungguhnya terdapat sebuah markas
besar suatu perkumpulan yang menguasai dunia persilatan dewasa ini.
Setelah menembusi kebun bunga yang sangat luas, bocah itu mengajak mereka
memasuki sebuah hutan yang amat lebat. Sebuah jalanan kecil beralas batu putih
terbentang jauh ke depan menembusi hutan lebat itu. Setelah berputar dua kali,
pemandangan kembali berubah, tampak ditengah hutan yang lebat itu terdapat
sebuah tanah kosong yang luasnya tiga kaki, di atas tanah lapang itu tumbuh
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rumput yang amat lembut, sebuah papan nama yang ditunjang dua buah kayu
berdiri ditengah tanah lapang itu. Di atas papan nama tertera tiga huruf besar
yang berbunyi. "CIAT KIAM CU" (Tempat melepaskan pedang)
Bocah berbaju hijau itu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung
Im Seng sekalian, setelah itu pelan-pelan ujarnya. "Andaikata kalian membawa
321 senjata tajam harap digantungkan ditempat ini, bila akan kembali nanti senjata
tersebut baru diambil kembali."
Buyung Im Seng dan Kwik soat kun sekalian saling berpandangan sekejap,
kemudian pelan-pelan mereka melepaskan senjata tajamnya dan digantungkan
pada sebuah rak kayu yang telah tersedia.
Kembali bocah itu memandang ke empat orang itu sekejap, lalu berkata lebih jauh.
"Selain pedang mustika, bila kalianpun menyimpan senjata rahasia, harap
disimpan pula ditempat ini."
"Apakah didalam Seng tong terdapat senjata tajam berupa pedang atau golok?"
tanya Kwik soat kun dingin.
"Tentu saja ada."
"Kalau toh orang-orang dari partai kalian boleh membawa senjata, mengapa kami
tak diperkenankan membawa secuil besipun?"
"Aku tak lebih cuma menasehati kalian saja, mau menurut atau tidak, terserah
pada kalian." Tanpa menggubris Kwik soat kun lagi, dia segera melanjutkan perjalanannya
menuju ke depan. Kwik soat kun, Buyung Im Seng, Nyo hong leng dan Siau tin mengikuti di
belakangnya. Lebih kurang belasan kaki kemudian, keadaan medan bertambah
lebar, sebuah dinding pekarangan yang terbuat dari batu hijau menghadang
perjalanan mereka. Dinding pekarangan itu amat tinggi besar dan hampir boleh dibilang menutupi
semua pemandangan, tak nampak sebuah bendapun selain dinding itu.
Pintu batu yang besar berada dalam keadaan tertutup rapat, tidak tampak
bayangan manusia yang berlalu lalang, juga tak kedengaran sedikitpun suara,
suatu keheningan yang aneh, menciptakan suatu keseraman yang mengerikan.
Tiba-tiba saja bocah itu berhenti dari dalam sakunya dia mengeluarkan secarik
sapu tangan untuk membungkus mulut luka pada lengan kanannya, kemudian
berkata. "Setelah memasuki pintu batu itu, berarti kalian telah memasuki ruang
Seng tong, aku hanya bisa menghantar sampai di sini saja, semoga saja kalian
bisa baik2 menjaga diri."
Selesai bicara tanpa menunggu jawaban dia membalikkan badan memasuki hutan
dan lenyap dari pandangan mata.
o-O-o Bagian 24 Sepeninggal bocah itu, Buyung Im Seng baru berkata dengan suara lirih.
"Sepanjang jalan kemari, tak seorang manusiapun yang kita jumpai, keadaan
semacam ini benar2 membuat orang sukar untuk mempercayainya."
322 "Mungkin mereka bersembunyi di atas pohon atau di semak belukar, hal ini bukan
suatu yang aneh, yang aneh justru pekarangan ini, belum pernah kujumpai dinding
pekarangan setinggi dan sebesar ini.." kata Kwik soat kun.
"Kenapa dengan dinding tersebut?"
"Kalau dilihat dari namanya lembah tiga malaikat, seharusnya ditempat ini
terdapat tiga buah istana yang berbeda-beda atau paling tidak terdapat sebuah
ruang megah yang dihuni tiga orang, tapi dibalik dinding pekarangan itu
tampaknya tidak ada bangunan yang lebih tinggi dari pada dinding ini."
Diam-diam Buyung Im Seng mencoba untuk menilai keadaan di sekitarnya waktu
itu mereka berdada lebih kurang sepuluh kaki di depan dinding itu, lagi pula
keadaan tanahnya agak tinggi, andaikata dibalik dinding tersebut ada bangunan
yang tinggi atau megah, sudah seharusnya kalau hal itu terlihat dari luar.
Tiba-tiba Nyo hong leng berkata. "Aku rasa dibalik dinding ini mungkin terdapat
keadaan yang sama sekali lain, mari kita masuk kita hadapi saja keadaan menurut
situasi yang kita hadapi nanti."
Kwik soat kun tersenyum, sahutnya. "Benar juga perkataan itu, masa sebelum
musuh menampakkan diri kita sudah ketakutan setengah mati."
Pelan-pelan Buyung Im Seng melangkah maju, sambil berjalan diam-diam dia
berbisik. "Sewaktu memasuki pintu batu nanti, lebih baik kita bisa
mempertahankan suatu jarak tertentu sehingga bila sampai terjadi suatu
perubahan yang tak diinginkan, orang yang berada di belakangnya bisa
menghadapi dengan sebaiknya."
Sementara itu ia telah mendekati pintu batu tersebut. Buyung Im Seng segera
mengerahkan tenaganya lalu menekan pintu batu tersebut dan di dorongnya,
menyusul gerakan tadi, secepat kilat dia menerobos ke samping untuk berjaga jaga
terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ternyata sepasang pintu itu segera terbentang lebar, ketika melongok ke dalam,
ternyata dibalik pintu itu merupakan sebuah jalan besar yang beralaskan batuan
hijau, dikedua belah sampingnya berupa rumah2 baru yang rendah, tapi
bangunannya kokoh dan sangat rapi sekali.
Buyung Im Seng segera mendehem pelan, kemudian berseru. "Aku adalah Buyung
Im Seng, sengaja datang untuk menyambangi Seng tong!"
Sampai lama kemudian, dari balik lorong itu masih belum kedengaran suara
jawaban, juga tak nampak seorang manusiapun yang menampilkan diri untuk
menyambut kedatangan mereka.
Suasana yang begitu sepi dan hening ini mengingatkan orang pada neraka yang
mengerikan, memberikan suasana seakan akan di sana tiada kehidupan belaka.
Buyung Im Seng mencoba untuk menengok ke belakang, sehingga tampak olehnya
baik Kwik soat kun, maupun Siau ting sama2 menunjukkan sikap yang bingung
tapi amat serius. 323 Jelas pemandangan serta suasana semacam ini telah mendatangkan perasaan
seram dan aneh bagi mereka semua.
Diam-diam Buyung Im Seng menghembuskan napas panjang, kemudian setelah
tertawa, katanya. "Kalau memang tiada orang yang menjawab pertanyaan ini,
terpaksa aku akan masuk sendiri!"
Pelan-pelan dia lantas melangkah masuk. Nyo hong leng yang berada disampingnya
segera mendahului ke depan dan mengikuti di belakang Buyung Im Seng dengan
ketat, bisiknya kemudian. "Hati-hati dengan rumah2 rendah yang berada dikedua
samping jalan tersebut."
Kwik soat kun serta Siau tin segera menyusul pula, dengan langkah yang amat
hati-hati. Setelah berjalan dua kaki, sampailah mereka di depan pintu ruangan yang besar,
mendadak Buyung Im Seng membalikkan badannya dan membelok ke arah sebuah
rumah kecil dari batu putih yang berada disamping ruangan, dengan cepat ia
mendorong pintu ruangan. Ketika melongok, maka tampaklah dalam ruangan itu duduk seorang lelaki dan
seorang perempuan. Yang lelaki berusia 50 th dengan jenggot sepanjang dada dan
mengenakan baju biru. Sedang perempuan itu berusia 40 th memakai baju kasar
dengan dandanan yang amat sederhana sekali.
Diantara mereka berdua terletak sebuah meja kayu, dia tas meja itu tersedia
empat macam sayur kecil, sepoci arak dan mereka sedang bersantap.
Sewaktu Buyung Im Seng mendorong pintu dan melongok, lelaki maupun
perempuan itu seakan2 tidak merasakan kehadirannya, mereka sama sekali tak
menengok barang sekejappun.
Tampak yang perempuan sedang mengangkat cawan arak dan memberi tanda
kepada lelaki itu, sedang lelaki tadi segera mengangkat cawan araknya dan
meneguk isinya sampai habis.
Sebenarnya Buyung Im Seng bermaksud hendak menegur, tapi ketika dilihatnya
kedua orang itu hanya duduk saling berhadapan sambil mengeringkan cawan dan
selama ini tak mengucapkan sepatah katapun, tergerak juga hatinya.
"Mungkin mereka adalah orang yang bisu dan tuli, lebih baik tak usah marah pada
mereka." Berpikir demikian, dia lantas berusaha keras untuk menekan hawa
amarah yang berkobar di dadanya, setelah mendehem berat, diapun menegur.
"Locianpwe." Pelan-pelan lelaki itu meletakkan kembali cawan araknya dan memalingkan
kepalanya, dengan sorot mata yang dingin dan hati bergidik dia memandang
sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian tegurnya "Siapakah kau?" Suaranya
nyaring, nadanya jelas, sama sekali tidak berbeda dengan keadaan manusia biasa.
"Sewaktu aku membuka pintu tadi, apakah kau telah mengetahuinya?" tegur
Buyung Im Seng. Kakek itu segera manggut-manggut. "Kau sama sekali tak tahu sopan santun!"
katanya. 324 "Aku telah berteriak beberapa kali namun sama sekali tidak terdengar suara
jawaban, apakah kaupun tidak mendengar teriakan tadi?"
"Sudah kudengar." Sahut kakek itu dingin. "Apakah lohu harus menjawab
teriakanmu itu?" Mendengar ucapan itu Buyung Im Seng segera berkerut kening, lalu katanya.
"Kalau begitu kalian berdua sudah mendengar teriakanku, tapi sengaja tak mau
menjawab?" "Benar!" kembali kakek itu manggut2.
Kontan saja Buyung Im Seng tertawa dingin tiada hentinya, dia berkata dengan
ketus. "Sungguh tak kusangka orang2 didalam Seng tong adalah manusia2 tak tahu
sopan santun seperti ini!"
Tiba tiba kakek baju biru itu mendongakkan kepalanya dan tertawa. "Ha.. ha...
bocah cilik, apakah kau sedang memaki lohu?"
"Locianpwe sudah hidup puluhan tahun lamanya, kenapa caramu berbicara sama
sekali tak tahu sopan santun" Sekalipun boanpwe sampai mendampratmu dengan
beberapa patah kata rasanya juga bukan suatu perbuatan yang kurang hormat."
Mendadak kakek itu melototkan sepasang matanya bulat2, kemudian serunya
dengan gusar. "Bocah cilik, nyalimu benar2 amat besar, berani benar kau bersikap
begitu kurang ajar terhadapku."
"Kau sendiri yang kurang hormat lebih dulu, mengapa aku mesti memegang tata
kesopanan lagi?" Kakek berbaju biru itu semakin gusar serunya "Hei, orang muda, kau begitu kurang
ajar dan tak tahu diri, tampaknya lohu harus memberi pelajaran sebaik baiknya
kepadamu." "Jika kau bersedia memberi petunjuk, dengan senang hati akan kulayani
keinginanmu itu." Kakek berbaju biru itu segera bangkit berdiri, katanya dengan suara lantang,
"Masuklah kemari, lohu pasti akan memberi pelajaran yang sebaik2nya kepadamu."
"Baik! Aku akan menyaksikan sendiri sampai dimanakah kelihaianmu yang
sebenarnya." Selesai bicara, dia benar2 melangkah masuk ruangan tersebut. Tiba-tiba Kwik soat
kun mengeluarkan tangannya menghalangi jalan pergi Buyung Im Seng, katanya.
"Tunggu sebentar."
Sorot matanya segera dialihkan ke arah kakek baju biru itu, kemudian lanjutnya,
"Aku lihat paras muka kalian berdua amat dikenal, apakah kamu berdua adalah
Liong Hong siang kiam (Sepasang pedang naga dan burung hong) yang amat
terkenal itu...?" Kakek baju biru itu agak tertegun, kemudian serunya. "Siapakah kau" Kenapa
secara tiba-tiba bisa mengenali kami suami istri berdua?"
(Bersambung ke jilid 17) 325 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 17 "Boanpwe adalah Kwik Soat kun..."
"Kwik Soat kun... Kwik Soat kun.." gumam kakek baju biru itu berulang kali.
"Aku lahir agak terlambat, sehingga ketika Locianpwe masih ternama dan
menggetarkan seluruh dunia persilatan dulu, boanpwe masih belum terjun ke
dalam arena dunia persilatan."
"Oh... kiranya begitu."
Kwik Soat kun segera mengalihkan sorot matanya memandang wajah Buyung Im
seng, setelah itu ujarnya: "Locianpwe, apakah kau tidak kenal dengan Buyung
kongcu ini?" Kakek baju biru itu menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya pelan.
"Sesudah belasan tahun lamanya lohu menghuni tempat ini, terhadap dunia
persilatan boleh dibilang sudah jauh sekali. tentu saja tiada orang yang kukenal
lagi, terutama angkatan mudanya."
"Walau locianpwe tidak kenal dengan Buyung kongcu, tapi menggunakan nama
ayahnya sudah pasti locianpwe akan segera mengenalinya."
"Walaupun lohu sudah cukup lama berkelana didalam dunia persilatan, namun
tidak banyak yang kukenal, belum tentu lohu kenal dengan ayahnya."
"Nama ayahnya itu meski belum pernah locianpwe jumpai paling tidak pasti pernah
kau dengar." "Oh... kalau begitu dia pastilah seorang manusia yang amat ternama sekali."
"Betul, apakah locianpwe pernah mendengar tentang Buyung Tiang kim?"
326 Seakan-akan dadanya secara tiba-tiba kena dihantam keras, mendadak kakek
berbaju biru itu melompat bangun, tapi sejenak kemudian pelan-pelan dia duduk
kembali ke tempat semula, katanya pelan. "Lohu memang pernah mendengar nama
Buyung tayhiap..." Kemudian sambil mengulapkan tangannya, dia melanjutkan. "Kalian boleh segera
menutup pintu dan pergilah!"
Buyung Im seng yang menyaksikan kejadian itu menjadi agak tercengang dan tidak
habis mengerti, dengan termangu-mangu dia mengawasi sekejap wajah kedua
orang itu, akhirnya pelan-pelan dia menutup kembali pintu ruangan itu.
Kwik Soat kun segera menghela napas panjang, katanya. "Kongcu, untung saja kau
tak sampai bertarung melawan mereka, kalau sampai pertarungan berkobar tadi,
niscaya sulit buat kita meloloskan diri dari tempat ini."
"Kenapa?" tanya Buyung Im seng dengan suara lirih.
"Liong-hong siang kiam merupakan manusia yang termasyhur namanya dalam
dunia persilatan dimasa lalu, terutama sekali di kalangan wilayah Kang lam
maupun Kang pak, semua jago2 yang ada di dunia persilatan ketika itu, terutama
sekali kaum liok lim rata2 menaruh rasa segan dan takut yang besar terhadap
mereka." "Siapa tahu kalau nama besar mereka itu hanya nama kosong belaka?" sela Nyo
hong leng. "Perkumpulan kami bisa menanamkan kekuatannya didalam perguruan Sam seng
bun bukannya sama sekali tanpa sebab, bila berbicara soal ilmu silat bukan saja
sulit bagi kami untuk beradu kekuatan dengan pihak Sam seng bun, sekalipun
dengan perguruan lain yang lebih tangguhpun kami masih kalah, itulah sebabnya
kami mengesampingkan kekuatan dengan memilih kecerdasan otak untuk
menghadapi mereka, sekalipun Sam seng bun memiliki kekuatan yang sangat
tangguh, tapi mereka tak mampu untuk menekan dan mendesak Li ji pang kami
untuk keluar dari keramaian dunia persilatan, bukan saja perkumpulan kami
sangat menguasai tentang situasi yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini,
lagi pula kamipun mempunyai catatan yang cermat dan seksama terhadap jago-jago
dunia persilatan selama puluhan tahun berselang ini, bukan saja kami berhasil
melakukan penyelidikan terhadap para jago-jago yang pernah tersohor pada lima
puluh tahun berselang lagi pula kamipun berhasil membuat catatan tentang raut
wajah mereka.." "Oleh karena itu begitu berjumpa dengan mereka berdua, nona segera
mengenalinya sebagai Liong hong siang kiam?"
"Benar!" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Hanya ada satu kasus dalam dunia
persilatan yang hingga kini tidak berhasil kami ketahui."
"Kasus apakah itu?"
"Tentang kematian ayahmu, walaupun perkumpulan kami telah mengerahkan
segenap kekuatan yang dimiliki untuk melakukan penyelidikan, tapi sampai kini
327 masih tetap merupakan teka teki yang tak terpecahkan, kami tidak berhasil
mengetahui keadaan yang sebenarnya."
"Buyung tayhiap mati karena dikerubuti orang banyak, tentu saja sukar untuk
diselidiki keadaan yang sebenarnya, sebab pelaku dari kejahatan itu bukan cuma
seorang saja." sela Nyo hong leng.
"Sekalipun begitu kenyataannya dan pangcu kamipun berpendapat demikian ketika
itu, namun setelah melakukan penyelidikan yang seksama, kemudian baru
diketahui kalau bukan demikianlah duduk persoalan yang sebenarnya, semua titik
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terang yang berhasil kami kumpulkan atau kami lacaki itu, tahu-tahu sudah
terputus ditengah jalan, bahkan makin diselidiki keadaannya semakin kalut dan
membingungkan." Tampaknya dia merasa sudah membeberkan rahasia terlampau banyak, maka
secara tiba-tiba dia membungkam diri.
Terdengar suara dari kakek baju biru itu berkumandang lagi dari balik pintu
ruangan yang tertutup rapat. "Buyung kongcu!"
Sekalipun suaranya tak terlalu keras, tapi Buyung Im seng dapat mendengar
dengan jelas sekali, bahkan Kwik Soat kun maupun Nyo hong leng juga dapat
dengar dengan jelas. Buyung Im seng segera berhenti, ditengoknya pintu ruangan itu, kemudian
serunya. "Apakah locianpwe sedang memanggilku?"
Dari balik pintu ruangan kembali berkumandang. "Memandang muka ayahmu,
lohu bersedia memberitahukan beberapa persoalan kepadamu."
"Dengan senang hati boanpwe akan mendengar petunjuk tersebut."
Suara itu kembali berkumandang. "Bila kau dapat mengurangi rasa ingin tahumu
dan tidak mendorong pintu lain untuk mengetahui isinya, sebaliknya berjalan
menuju ke ruang Seng tong, maka hal ini justru akan memberi banyak keuntungan
bagi dirimu." Sekalipun Buyung Im seng merasa keheranan setengah mati, namun diapun tak
banyak bertanya lagi, setelah menjura katanya. "Terima kasih banyak atas
petunjuk locianpwe. Dari balik ruangan kembali terdengar. "Sekarang kalian boleh pergi, maaf kalau
lohu tak bisa memberi petunjuk lagi kepadamu."
"Tidak berani merepotkan cianpwe."
Kwik Soat kun segera menarik ujung baju Buyung Im seng dan berbisik lirih. "Mari
kita pergi!" Beberapa orang itu segera membalikkan tubuhnya dan berjalan lebih jauh ke
depan. Tempat itu bagaikan sebuah jalan raya saja, kedua belah sisi jalan penuh dengan
perumahan yang saling bersambungan satu dengan lainnya, dan bangunan tadi
328 kebanyakan adalah rumah-rumah batu yang rendah dan pendek dengan warna
yang sama. Tapi pintu kayu tidak banyak, setiap pintu paling tidak berjarak antara empat
kaki lebih. Oleh karena dalam ruangan batu pertama tadi mereka telah menemukan Liong
hong siang kiam, hal mana menimbulkan suatu keinginan dalam hati Buyung Im
seng untuk memeriksa ruangan yang lain, sebab dia merasa bahwa dibalik ruangan
tersebut besar kemungkinannya juga dihuni oleh orang.
Akan tetapi dalam harinya dia pun masih teringat dengan pesan si kakek baju biru
yang melarangnya untuk mendorong pintu kayu tersebut untuk menengok ke
dalam. Padahal dorongan hati yang kuat mendorong dirinya untuk membuka pintu tadi
untuk melihat keadaan yang sesungguhnya.
Alhasil timbullah pertentangan batin yang cukup kuat didalam hatinya, hal mana
membuat pemuda itu menjadi sangsi, akibatnya setiap kali berada di depan pintu
kayu, tanpa terasa dia menghentikan sejenak langkah kakinya.
Kwik Soat kun, Nyo hong leng dan Siau tin tidak berkata apa-apa, namun dalam
hati merekapun timbul perasaan ingin tahu yang tak kalah besarnya daripada
perasaan Buyung Im seng sendiri.
Maka setiap kali Buyung Im seng berhenti sejenak untuk menengok ke arah pintu
ruangan itu, mereka turut berhenti sejenak, enam buah mata bersama sama
dialihkan ke arah pintu itu, sedangkan mimik wajahnya menunjukkan gejolak
perasaannya yang ingin maju dan menengok keadaan yang sebetulnya.
Secara beruntun mereka telah melewati empat buah pintu, tapi semuanya dilewati
saja tanpa dibuka untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, setelah melewati
empat buah pintu tadi, sampailah mereka di perempatan jalan.
Ternyata bangunan rumah yang berada ditengah dinding pekarangan yang amat
tinggi ini aneh sekali, di sana terbentang sebuah jalan yang berbentuk
persimpangan, ketika Buyung Im seng berdiri ditengah persimpangan jalan tadi
dan memeriksa keadaan di sekelilingnya, maka dijumpainya pada ketiga buah jalan
yang lain pun mempunyai corak serta keadaan yang sama dengan bangunan
dimana mereka baru saja melewatinya.
Kecuali sebuah jalan raya yang membentang lurus dikedua belah sisinya juga
terdapat bangunan rumah yang terbuat dari batu.
Bangunan batu yang bersusun susun dibangun dalam satu deretan yang sama,
sepintas lalu tampaknya seluruh deretan penuh dengan bangunan, adalah yang
sebenarnya adalah terpisah-pisah.
Anehnya pintu yang ada di sana sangat sedikit sekali jumlahnya, sepertinya tiap
lima buah bangunan rumah baru terdapat sebuah pintu dan pintu itupun berada
dalam keadaan tertutup rapat.
Keanehan yang terdapat pada bangunan rumah batu adalah selain pintu, ternyata
di situ tak ada sebuah jendelapun, seakan akan tempat itu hanya sebuah gudang
penyimpanan barang saja. 329 Buyung Im seng memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian pelan2
katanya. "Ditempat ini benar2 terdapat sebuah pemandangan lain dari yang lain,
bangunan rumah berwarna abu-abu, ditambah pintu yang tertutup rapat dan sama
sekali tidak ada bayangan manusia, tidak kedengaran sedikitpun suara, tapi dalam
setiap bangunan rumah tersebut kemungkinan besar dihuni orang, dalam suasana
yang begini misterius dan anehnya aku jadi bertanya tanya kepada diri sendiri,
sebenarnya tempat ini neraka ataukah surga?"
"Bukan neraka, juga bukan sorga." jawab Nyo hong leng cepat, "Tempat ini tak
lebih hanya sebuah penjara yang dibuat oleh seseorang manusia yang amat cerdas
untuk mengurung jago-jago persilatan."
"Setelah menyaksikan kehadiran Liong hong siang kiam suami istri di sana aku
merasa bahwa ucapan nona memang tepat sekali." kata Kwik Soat pula, "meskipun
aku tak dapat melihatnya, akan tetapi dapat kurasakan bahwa ditempat ini seakan
akan terdapat sesuatu kekuatan tak berwujud yang dapat membelenggu para jago
lihai seperti sepasang suami istri tadi, sehingga mereka sama sekali tak berani
keluar ruangan itu untuk melarikan diri."
Pelan-pelan Buyung Im seng mengangguk, "Benar" sahutnya, "setelah sampai di
sini sepanjang jalan kita tidak menjumpai alat jebakan atau penjagaan yang
ketat, tapi herannya kenapa para tawaran itu rela berdiam di sini dan mati ditempat ini
daripada mengambil keputusan untuk melarikan diri."
"Dimana tidak nampak suatu penjagaan yang berwujud, berarti di sana pasti
terdapat suatu kekuatan tak berwujud yang telah membelenggu mereka semua."
kata Nyo hong leng. "Pendapat ini memang lihai sekali" bisik Kwik Soat kun, "tapi apakah kongcu
telah melihat bahwa di sana terdapat rantai atau borgol tak berwujud yang telah
membelenggu mereka?"
Nyo hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku sama sekali tidak
menemukannya, tapi asal aku diberi kesempatan dan waktu yang cukup, rasanya
tak sulit untuk menemukan sebab musabab yang membuat mereka berbuat
demikian." "Kalau toh mereka sudah tahu akan kunjungan kita kemari, aku sungguh heran,
kenapa belum nampak juga ada manusia yang menampilkan diri untuk membawa
jalan?" "Apakah merekapun bermaksud untuk membelenggu dan mengurung kita ditempat
ini?" kata Buyung Im seng.
Kwik Soat kun memeriksa dulu di situ, kemudian setelah menentukan arah dia
berkata: "Kita masuk dari pintu selatan, jika Seng tong tidak terletak didalam
halaman yang luas ini, berarti kita harus berjalan menunjuk ke sebelah utara."
"Yaa, tampaknya kita memang harus berbuat demikian sekarang!" sahut Buyung
Im seng. 330 Tanpa banyak bicara lagi dia segera melangkah menunjuk ke arah utara lebih
dahulu. Jalanan itu panjangnya hanya belasan kaki setelah melewati empat buah
pintu kayu, sampailah mereka di ujung jalan.
Tampak sebuah pintu batu yang menghalangi jalan pergi mereka pelan-pelan
membuka sendiri, lalu sebuah pemandangan lain yang luar biasa terbentang
kembali di depan mata. Dibalik pintu batu itu terbentang sebuah jalan yang beralaskan batu putih, batu
putih beraneka warna bunga tumbuh dengan indahnya disekitar sana, jalanan tadi
langsung berkelok ke arah kerumunan bunga tadi, dibandingkan dengan suasana
menyeramkan di luar pagar dinding tadi benar2 jauh berlawanan.
Nyo hong leng memandang sekejap aneka bunga yang tumbuh di sana, kemudian
termenung beberapa saat lamanya, setelah itu sambil menghela napas panjang
katanya. "Aku mengerti sekarang aku mengerti..."
"Apa yang kau pahami?" tegur Buyung Im seng dengan wajah keheranan.
Pelan-pelan Nyo hong leng berjalan ke arah pintu batu itu, kemudian katanya.
"Coba kalian perhatikan dengan seksama warna dari bunga-bunga ini?"
"Adakah sesuatu yang tidak beres dengan warna bunga ini?"
Nyo hong leng mengulurkan tangannya untuk menuding sekelompok bunga,
kemudian katanya. "Coba kalian perhatikan warna dari bunga tersebut, bukankah
di setiap bagian tentu terdapat warna yang amat jelas" Walaupun sepintas lalu
nampak serabutan tapi sesungguhnya beraturan sekali."
"Kesemuanya itu melambangkan apa?" tanya Buyung Im seng setelah
memperhatikannya beberapa saat.
"Sesungguhnya tumbuh bunga yang berada di sini disusun menurut suatu
kedudukan ilmu barisan yang sangat lihai, tampaknya Sam seng tong memang
benar-benar luar biasa, pelbagai manusia berbakat tampaknya muncul di sini."
"Menggunakan bunga untuk membuat barisan aneh?"
"Ehm... aku kenal sekali dengan ilmu barisan ini dan aku yakin pandanganku tak
bakal salah lagi." "Seandainya warna2 bunga itu luntur apakah barisan aneh ini masih digunakan?"
tanya Kwik Soat kun tiba-tiba.
"Sekalipun warna bunganya sudah luntur barisan aneh ini masih ada
kegunaannya." Kwik Soat kun segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
katanya. "Kalau toh nona sudah mempunyai keyakinan terhadap ilmu barisan ini,
mari kita serbu saja ke dalam."
"Tampaknya mereka bermaksud untuk mengurung kita dalam barisan bunga ini,
maka mereka tidak mengirim orang untuk menyambut kedatangan kita ini."
331 Kwik Soat kun segera tersenyum, katanya, "Sayang mereka sama sekali tidak
menyangka kalau diantara mereka berempat masih terdapat seorang tokoh lihai
yang memiliki kecerdasan yang luar biasa sekali."
Nyo hong leng tersenyum. "Aaah... cici suka benar bergurau." katanya.
Sambil melangkah maju ke depan, bisiknya dengan suara lirih.
"Kalian harus perhatikan baik2 tempat dimana kakimu berpijak, jangan sampai
salah barang selangkahpun, sebab bila salah melangkah akibatnya akan
merepotkan sekali." "Jangan kuatir nona, rupanya kami tak akan salah mengikuti jejakmu..."
Nyo hong leng tidak banyak bicara lagi, dia segera melangkah ke depan dan
menelusuri barisan bunga itu.
"Kongcu..." seru Kwik Soat kun sambil menjura.
Buyung Im seng juga tidak sungkan-sungkan lagi, dengan cepat dia mengikuti di
belakang Nyo hong leng. Kwik Soat kun dan Siau tin segera menyusul di belakangnya, selangkah demi
selangkah mereka mengikuti terus dengan ketat di belakang tubuh Nyo hong leng.
Siau tin berjalan dipaling belakang, dia merasa beraneka bunga yang tumbuh di
sana menyiarkan bau semerbak, dan tak ditemukan sesuatu yang aneh, tanpa
terasa timbullah sifat kekanak-kanakannya.
"Dia bilang barisan bunga ini sangat lihai sekali" demikian nona itu berpikir.
"heran, kenapa aku sama sekali tak menemukan apa-apa" Mungkin ucapan
tersebut hanya tipuan belaka, kenapa aku tak mencoba-coba untuk membuktikan
sampai dimanakah kehebatan dari ilmu barisan yang dikatakan hebat ini?"
Berpikir demikian sengaja dia tak menuruti langkah kaki yang dilakukan Nyo hong
leng, sebaliknya malah melangkah dua tiga ke samping kiri.
Sekalipun hanya berbeda dua langkah ternyata pandangan yang dihadapinya
mendadak berubah sama sekali. Dia merasakan pandangan matanya menjadi
kabur, tahu-tahu ia sudah kehilangan jejak Nyo hong leng sekalian.
Mimpi pun Siau tin menyangka kalau perbedaan yang cuma dua langkah itu akan
mengakibatkan suatu perubahan yang begitu besar, tak tahan lagi dia segera
berteriak keras. Mendadak Nyo hong leng berhenti dan berpaling ke belakang, ia saksikan Siau tin
yang berada ditengah kerumunan aneka bunga itu sedang menari-nari seperti
orang gila, tampaknya dia terperosok ke dalam barisan yang sangat lihai itu.
Kwik Soat kun yang menyaksikan Siau tin sedang tergagap seperti orang yang
tercebur ke dalam air juga turut keheranan, diam-diam pikirnya di hati. "Sudah
jelas tempat ini hanya kerumunan bunga belaka, kenapa bisa memperlihatkan
kehebatan seperti ini" Benar2 membuat orang tidak habis mengerti."
Tampak butiran keringat sebesar kacang kedelai sudah membasahi seluruh tubuh
Siau tin, agaknya dia sedang merasakan suatu penderitaan yang luar biasa sekali,
332 sikap seperti itu bukan sengaja dilakukan untuk berpura-pura tapi terasa kembali
dia berpikir. "Jika aku mengulurkan tangan untuk menyelamatkan dirinya, kejadian ini pasti
akan merusak nama baik perkumpulan Li ji pang dimata orang lain."
Perempuan ini memang sangat cekatan dan cerdik sekali, walaupun dia berniat
untuk menolong orang, namun sebisanya dia berusaha untuk menghindarkan diri
dari suatu ancaman bahaya, maka sepasang kakinya dipantekkan lekat-lekat
ditempat semula sementara tubuhnya segera membungkuk ke depan untuk meraih
tubuh Siau tin. Terdengar Nyo hong leng berbisik lirih. "Tidak usah Nona Kwik repot2."
Dia segera masuk kerumunan bunga itu, sekalipun jaraknya dengan Siau tin tidak
begitu jauh dan hanya memerlukan tiga lima langkah sudah akan mencapai tempat
dimana Siau tin berada, namun didalam kenyataannya dia harus berputar satu
lingkaran besar lebih dahulu sebelum mencapai tempat tersebut.
Kemudian setelah berhasil meraih tubuh Siau tin sekali lagi Nyo hong leng harus
berputar cukup jauh sebelum balik ke tempat semula.
Setelah sampai di sisi Kwik Soat kun, Siau tin seakan akan melihat matahari
kembali, sambil membesut keringat yang membasahi wajahnya dia bergumam.
"Sungguh lihai, sungguh lihai sekali!"
Ketika dilihatnya Kwik Soat kun sedang melotot ke arahnya dengan wajah gusar,
buru-buru dia menundukkan kepalanya sambil berseru. "Dosa tecu benar2 patut
dihukum mati!" Kwik Soat kun segera mendengus dingin, tegurnya. "Kau terjebak dalam barisan
itu karena tidak sengaja, ataukah memang bermaksud untuk mencobanya?"
"Tecu..." Buyung Im seng yang berada disampingnya segera menukas. "Sudahlah, harap
nona Kwik suka memandang wajahku untuk tidak memperpanjang persoalan ini
lagi." Sambil tertawa Kwik Soat kun lantas manggut2, sahutnya. "Perintah kongcu tentu
saja akan kuturuti." Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Siau
tin, dia melanjutkan. "Tempat ini adalah tempat yang sangat berbahaya, setiap
langkah berarti ancaman yang mematikan, sudah berhati-hati dan bertindak
cermatpun ada kalanya akan terperosok juga ke dalam perangkap, tak kusangka
kau berani mencoba-coba untuk menentang bahaya. Hm... kau harus tahu, soal
mati hidupmu adalah soal kecil, tapi kalau akibatnya sampai merembet kepada
orang lain, bukanlah kesalahanmu itu benar2 tidak terampuni?"
"Tecu tahu salah."
"Sudahlah" sela Nyo hong leng pula. "Bagaimanapun juga persoalan ini kan sudah
lewat, kini selanjutnya hati-hati. Mari kita berangkat!"
Selesai berkata dia lantas melangkah maju lebih dulu, Buyung Im seng dan
lainlain segera mengikuti kembali di belakang Nyo hong leng.
333 Waktu itu Siau tin sudah mengetahui akan kelihaian barisan bunga itu, maka kali
ini dia mengikuti petunjuk orang dengan seksama, sedikitpun tak berani bertindak
gegabah lagi. Di bawah petunjuk Nyo hong leng, akhirnya beberapa orang itu berhasil keluar
dari barisan bunga itu dengan selamat.
Setelah melewati barisan bunga, pemandangan yang terbentang di depan mata
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali berubah. Tampak dua orang bocah baju hijau yang masing2 menyoren
sebilah pedang sedang berdiri lurus lebih kurang dua kaki di luar barisan bunga
tersebut. Sepanjang jalan yang terbentang sekarang merupakan pepohonan yang sengaja
dipotong rendah dan rata, tampaknya pepohonan rendah itu dipakai sebagai
pengganti dinding pekarangan, didalamnya terbentanglah tanah lapang berumput
yang indah. Dimana dua orang bocah berpedang itu berdiri tak lain adalah pintu masuk dari
dinding pekarangan yang berupa pohon2 pendek itu.
Nyo hong leng segera berbisik kepada Kwik Soat kun. "Tampaknya kembali akan
terjadi perang mulut, cici, lebih baik kau saja yang menghadapi mereka."
Kwik Soat kun tersenyum, pelan-pelan dia melangkah ke depan dan langsung
menuju kehadapan dua orang bocah itu.
Dua orang bocah itu segera mementangkan matanya bulat2 dan mengawasi wajah
Kwik Soat kun tanpa berkedip.
Diam-diam Kwik Soat kun memperhatikan dua orang bocah itu sementara otaknya
sedang berputar bagaimana caranya untuk bicara menghadapi kedua bocah ini,
kalau dilihat dari pandangan yang terbentang di sana, tampaknya jaraknya dengan
Seng tong tak jauh lagi. Dalam keadaan dan situasi semacam ini setiap perkataan maupun tindakan sudah
tak boleh melakukan kesalahan lagi.
Siapa tahu, apa yang kemudian terjadi sam sekali di luar dugaannya, ketika Kwik
Soat kun telah tiba di hadapan kedua bocah itu, ternyata mereka belum juga
mengucapkan sepatah katapun.
Ketenangan dan kemantapan yang diperlihatkan dua bocah itu membuat
kewaspadaan Kwik Soat kun meningkat, ia segera berhenti, kemudian setelah
memperhatikan sekejap kedua bocah itu tegurnya. "Mohon petunjuk dari kalian
berdua!" Empat buah mata jeli dari kedua bocah itu bersama sama dialihkan ke wajah Kwik
Soat kun, kemudian manggut2 dan menyingkir ke samping untuk memberi jalan
lewat, jelas mereka bermaksud untuk mempersilahkan mereka melewati tempat
itu. Cuma anehnya, kedua bocah itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.
Dengan pandangan yang dingin Kwik Soat kun memperhatikan terus gerak gerik
dari dua bocah tadi, sewaktu dilihatnya mereka sama sekali tidak bermaksud
jahat, dia menjadi semakin keheranan lagi, pikirnya kemudian, "Heran, mengapa kedua
334 bocah ini tidak berbicara sebaliknya menggunakan gerakan tangan untuk
menggantikan ucapannya, apa arti dan tujuan mereka yang sebenarnya?"
Berpikir sampai di situ, sengaja dia bertanya "Maksud kalian apakah tempat ini
adalah jalan menuju ke ruang Seng tong?"
Dua bocah itu tertawa dan manggut2, namun mereka tetap membungkam dalam
seribu bahasa. Dalam pad itu, Buyung Im Seng dan Nyo hong leng sekalian telah tiba di situ, dua
orang bocah itu segera memperhatikan beberapa orang itu sekejap, setelah itu
masing-masing mundur dua langkah.
Maksud dari tindakannya itu sudah jelas sekali, yakni bersiap siap untuk
mempersilahkan beberapa orang itu lewat, sama sekali tidak bermaksud untuk
menghalanginya. Kwik Soat kun yang selama ini cekatan dan cerdik, pada saat ini dibikin tertegun
juga dibuatnya, dia benar2 dibikin tidak habis mengerti oleh sikap lawannya,
maka sambil mengerahkan tenaga dalamnya bersiap siaga, dia melangkah ke dalam.
Buyung Im Seng, Nyo hong leng dan Siau tin dengan cepat mengikuti pula. Benar
juga, dua bocah itu sama sekali tidak turun tangan untuk menghalangi jalan, apa
yang mereka lakukan hanya menyaksikan beberapa orang itu lewat dengan sikap
tenang. Kwik Soat kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu
bisiknya. "Kejadian ini benar2 aneh sekali."
"Bagaimana anehnya?"
"Kedua bocah itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, sikap mereka
seperti orang bisu saja, tapi kalau kita lihat raut wajah mereka, tampaknya
orang2 itu bukan seorang bisu, lagi pula tempat ini sudah merupakan Sam seng tong yang
paling keramat dalam pandangan mereka, mana mungkin mereka mengutus
penjaga pintu bisu untuk menyambut kedatangan kita" Kejadian ini benar2
membuat orang merasa tidak habis mengerti."
"Ya, tempat ini memang penuh diliputi oleh kemisteriusan dan keanehan yang luar
biasa, kita tak bisa menulisnya dengan menggunakan pikiran wajar, dan lagi
sekarang kita sudah memasuki daerah yang paling rawan, harapan untuk
meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat minim sekali, asal kita bisa
melihat sesuatu yang aneh tak anggap aneh rasanya hal mana cukup aman untuk
kita." Kwik Soat kun segera tersenyum. "Kita datang kemari dengan menempuh marabahaya,
tapi bukan berarti sama sekali tiada harapan lagi untuk meraih
kemenangan, bukankah tujuan kongcu datang kemari hanya ingin menambah
pengetahuan dan pengalaman saja" Bukankah kau bermaksud untuk memecahkan
pelbagai kecurigaan yang mencekam hatimu?"
"Kecuali kalau pihak Sam seng tong ada maksud menghantar kita untuk
meninggalkan tempat ini, pada hakekatnya sukar untuk berlalu dari sini, apalagi
untuk melewati lorong rahasia di dalam lambung bukit tersebut."
335 "Kongcu, siapa yang berhati bajik dia akan memperoleh banyak bantuan, siapa
tahu kalau mara bahaya yang kita hadapi akan berubah menjadi suatu
kemujuran?" Buyung Im Seng tertawa. "Ah... ucapan semacam begitu tak bisa dianggap sebagai
suatu kata yang benar, apalagi toh sama sekali tak ada hubungannya dengan
semua perhitungan dan akal manusia."
Kwik Soat kun membereskan rambutnya yang panjang, baru saja bersiap hendak
menjawab, tiba2 tampaklah seorang kakek jubah hijau telah muncul dari depan
sana. Maka diapun segera menutup mulutnya rapat2. sungguh cepat sekali langkah kaki
si kakek itu, dalam waktu singkat telah tiba di hadapan mereka. Tampak ia
menjura kemudian tegurnya. "Siapakah diantara kalian yang bernama Kwik hu
pangcu?" Kwik Soat kun segera memberi hormat sambil menyahut. "Akulah orangnya!"
Kakek itu segera manggut2, katanya. "Sekarang kalian telah tiba di suatu tempat
yang amat penting, di depan sana terbentang sebuah persimpangan jalan,
disanalah terletak persimpangan yang akan menentukan mati dan hidup kalian..."
"Ketika melewati jalan rahasia dalam lambung bukit tadi, pelbagai mara bahaya
telah kami hadapi, sampai detik inipun kami tak pernah berhasrat untuk mundur,
itu berarti kami sudah tidak mempersoalkan mati hidup lagi." Tukas Kwik Soat
kun. "Oh... begitu, anggap saja lohu yang telah banyak mulut."
"Itu sih tidak, sekalipun kami tidak menerima anjuran baikmu itu, namun kami
merasa amat berterima kasih sekali atas maksud baik dari locianpwe."
Pelan-pelan kakek itu mengalihkan sorot matanya ke wajah Buyung Im Seng,
setelah itu tegurnya. "Apakah kau adalah Buyung kongcu?"
"Betul, boleh aku tahu siapa nama locianpwe?"
"Lohu sudah cukup lama berbakti kepada Seng tong, namaku sudah lama tidak
pernah digunakan lagi, lebih baik tak usah disinggung."
Kedengarannya hanya beberapa patah kata yang amat sederhana, padahal dibalik
perkataan itu terseliplah rasa sedih yang tebal.
Walaupun Buyung Im Seng tak dapat meresapi rasa kesal dan sedih yang sudah
lama mencekam perasaan si kakek itu, namun dia dapat merasakan bahwa orang
ini ramah dan sama sekali tak bersikap bermusuhan.
Maka sambil menjura katanya. "Bila locianpwe enggan untuk menyebutkan
namamu, boanpwe juga tidak akan memaksa, tapi kami tak tahu bagaimana
sebutan kami kepada locianpwe?"
Kakek itu tertawa, "Nama besar ayahmu sudah lama tersohor di seluruh dunia,
sikapnya yang ramah tamah dan tahu sopan santun sudah lama dipuji orang,
tampaknya kongcu telah mewarisi semua kebaikan ayahmu itu..."
336 Buyung Im Seng mendongakkan kepalanya dan memperhatikan kakek itu sekejap,
dia lihat kakek itu mempunyai alis mata yang panjang dengan sepasang mata yang
tajam, dia tampak berwibawa sekali, cuma sayang kemurungan dan kesedihan
mencekam wajahnya. Mendadak timbul perasaan hormatnya terhadap kakek itu, sambil menjura
sahutnya. "Locianpwe terlalu memuji."
Kakek itu tertawa, katanya. "Lohu adalah hu-hoat dari ruang Seng tong, harap
kongcu memanggilku sebagai Im hu-hoat saja."
"Oh... rupanya Im locianpwe, maaf jika boanpwe kurang hormat."
Cepat2 Im hu-hoat mengulapkan tangannya. "Tidak berani." Dia menyahut,
"keberhasilan kongcu untuk mencapai tempat ini dengan selamat sangat
menggetarkan hati Seng tong oleh sebab itu lohu khusus diutus kemari untuk
menyambut kedatangan kongcu sekalian..."
"Kalau toh kau datang untuk menyambut kenapa pula kau singgung soal jalan
kehidupan dan kematian?" sela Kwik Soat kun.
"Kalian terlalu memperhatikan kemampuan yang kalian miliki, karenanya Sen-cu
telah memutuskan untuk menyambut kedatangan kalian untuk memasuki ruang
Seng tong, menurut apa yang lohu ketahui, barang siapa yang memasuki ruang
seng tong maka hanya ada dua jalan yang ditempuh, kalau bukan jadi anggota Sam
seng bun hanya kematian yang tersedia, selama dua puluh tahun belakangan ini
belum pernah lohu saksikan ada orang yang bisa mengundurkan diri dengan
selamat setelah memasuki ruang seng tong tersebut."
Setelah memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, dia melanjutkan. "Sebelum
lohu berangkat, mari untuk melaksanakan tugas, Seng cu telah berpesan, hanya
Buyung kongcu seorang yang diperkenankan masuk untuk menjumpainya, itu
berarti ia berhasrat untuk membebaskan hu pangcu sekalian dari kematian, asal
nona Kwik tidak memasuki Seng tong, berarti terbentang kesempatan untuk
meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat."
Buyung Im Seng mendengar perkataan itu segera berkerut kening, katanya.
"Siapakah Seng cu kalian" Sebetulnya dia itu orang atau dewa" Heran, kenapa
begitu banyak jago silat yang bersedia mendengarkan perintahnya?"
Im hoat memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian menghela napas
panjang, katanya. "Tentu saja Seng cu adalah manusia yang luar biasa sekali
kehebatannya." Mendadak dia merendahkan suaranya sambil melanjutkan, "Bila kongcu masih
mau mempertahankan selembar jiwamu, lebih baik hadapilah kenyataan dengan
kecerdasan otak, ketahuilah sebagai seorang lelaki sejati kau harus bisa
mengimbangi keadaan..."
Sambil tertawa Buyung Im Seng manggut2, selanya. "Terima kasih banyak atas
petunjuk Im locianpwe, sayang boanpwe sudah memperhitungkan segala
sesuatunya." 337 "Kalau memang kongcu sudah mempunyai perhitungan yang matang, lohu pun tak
akan banyak bicara lagi."
Sorot matanya segera dialihkan ke arah Kwik Soat kun, Nyo hong leng dan Siau tin
bertiga, kemudian melanjutkan. "Aku rasa kalian bertiga sebagai anggota Li ji
pang tentunya tak usah mengikuti Kongcu memasuki Seng tong, bukan?"
Diam-diam Buyung Im Seng berpikir. "Walaupun kami sudah mempunyai janji
untuk bersama sama memasuki tempat berbahaya ini dan hidup mati bersama, tapi
sebelum benar2 melangkah ke dalam suatu keadaan yang tak menentu, memang
ada baiknya bila mereka sendiri yang mengambil keputusan."
Berpikir demikian ia lantas berkata sambil tertawa. "Tentang soal ini, lebih
baik mereka bertiga saja yang memutuskan sendiri."
Paras muka Im hu-hoat menjadi serius sekali, dipandangnya sekejap Kwik Soat
kun bertiga. Kemudian berkata. "Lohu rasa kalian tak perlu untuk bersama sama
menyerempet bahaya, sebab hal itu sama sekali tak ada gunanya."
Nyo hong leng memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, kemudian katanya.
"Cici dan Siau tin tak perlu memasuki ruang Seng tong, bagaimana kalau siau
moay seorang yang menemani Buyung kongcu?"
"Bukankah kita sudah mengadakan perjanjian sebelumnya, sekalipun ruang Seng
tong itu berbahaya, sudah sewajarnya kalau kita pergi bersama-sama?" kata Kwik
Soat kun. Im hu-hoat yang menyaksikan keadaan itu segera menghela napas panjang,
katanya. "Baiklah, jikalau kalian memang sudah terikat janji, lohu akan
membawakan jalan buat kalian."
Setelah berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan ke depan sana.
Buyung Im Seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng, tampak
olehnya gadis itu bersikap amat tenang, sorot matanya memancarkan sinar
kelembutan, sama sekali tak nampak perasaan jeri atau ngeri barang sedikitpun
jua, hal mana segera mengobarkan dan menimbulkan kembali semangatnya, tanpa
banyak bicara lagi dia lantas melangkah pergi dengan tindakan lebar...
Im hu-hoat membawa mereka menuju ke persimpangan jalan itu, mendadak dia
berhenti dan mengalihkan sorot matanya memperhatikan raut wajah mereka,
ketiak dilihatnya mereka tidak menunjukkan reaksi apa-apa, dia baru
membalikkan badan dan berjalan menuju ke arah jalanan beralas batu putih yang
berada di bagian tengah. Walaupun ia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun Buyung Im Seng
sekalian tahu bahwa palingan tadi merupakan suatu anjuran terakhir tanpa
katakata, dia ingin tahu apakah ada diantara mereka yang berubah pikiran.
Tempat itu merupakan sebidang tanah lapang yang berumput halus, terdapat tiga
buah jalan kecil yang beralaskan batu putih, dua jalan kecil masing-masing
membentang ke arah timur laut dan barat laut, jalanan tersebut membentang ke
arah sebuah pepohonan yang jarang.
338 Sebaliknya jalanan yang berada dibagian tengah itu paling lebar, tapi juga penuh
dengan tikungan, pepohonan amat rapat dan persis menghalangi pemandangan
yang berada di depannya, sehingga siapapun hanya dapat memandang satu jarak
pandangan seluas lima kaki.
Buyung Im Seng maupun Kwik Soat kun tidak mengenal ilmu ngo heng atau ilmu
barisan sebangsanya, maka mereka tak merasakan apa2, hanya dalam hatinya
timbul satu perasaan yang aneh, seakan akan pepohonan tersebut diatur dengan
suatu maksud tertentu, sebab setiap pohon yang ada di sana seakan2 digunakan
untuk menghalangi pandangan orang lain.
Lain halnya dengan Nyo hong leng, diam-diam ia merasa terkejut sekali, sebab dia
tahu tempat itu merupakan barisan aneh yang luar biasa hebatnya, terpaksa dia
harus pusatkan semua perhatiannya untuk memperhatikan keistimewaan dari
barisan tadi. Setelah berjalan lebih kurang beberapa ratus kaki dan melewati belasan tikungan,
akhirnya ia mendengar percikan air yang sedang mengalir, ketika mendongakkan
kepalanya, tampak sebuah jembatan terbentang di depan mata.
Di atas jembatan, di bawah gardu kecil duduklah seorang kakek baju merah yang
gundul dan berperawakan tinggi besar. Waktu itu, kakek itu sedang menyandarkan
kepalanya di punggung kursi dan memejamkan matanya rapat2, jenggotnya yang
putih dan sepanjang dada itu berkibar terhembus angin.
Tampaknya sikap Im hu-hoat terhadap kakek baju merah itu menghormat sekali,
tiba di ujung jembatan ia segera berhenti, kemudian sambil menjura, katanya.
"Saudara Thian heng, siaute mendapat tugas untuk menyambut tamu agung..."
0O0 Bagian ke 25 "Im lote, tak usah banyak adat." Tukas kakek baju merah itu sambil membuka
matanya. Pelan-pelan sorot matanya dialihkan ke wajah Buyung Im Seng, setelah
memperhatikannya beberapa saat, dia bertanya.
"Pemuda inikah yang dinamakan Buyung kongcu?"
"Betul, apakah saudara Thian heng hendak melakukan penggeledahan?"
Kakek baju merah itu mengerdipkan matanya, mendadak mencorong sinar tajam
dari balik matanya, sambil menatap Buyung Im Seng lekat2 katanya. "Sekalipun
kau adalah orang yang diundang oleh pihak Seng tong, tapi kaupun harus menuruti
juga peraturan yang ditetapkan pada jembatan kiu coan kiau yang lohu jaga ini!"
"Peraturan apa?"
"Tidak diperkenankan membawa sepotong besipun menyeberangi jembatan ini."
Buyung Im Seng segera menepuk sakunya seraya berkata. "Aku sama sekali tidak
membawa senjata." "Senjata rahasiapun tidak boleh dibawa, seinci besi atau seinci emas pun tak
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
boleh dibawa." "Oh... begitu keraskah peraturannya?" kata Buyung Im Seng sambil tertawa.
339 "Benar, lohu memang bertugas untuk melaksanakan kewajiban itu, harap kau suka
memahaminya." "Perkataan locianpwe terlalu serius." Selesai mengucapkan perkataan itu, dia
tidak banyak bicara lagi. Kakek baju merah itu segera mengerutkan dahinya rapat2, katanya lagi.
"Seandainya dalam sakumu terdapat senjata rahasia, atau benda yang termasuk
dalam jenis baja, sekarang juga boleh kau serahkan kepada lohu..."
"Jikalau peraturan yang berlaku ditempat ini begini keras, entah bolehkah aku
tidak menyeberanginya?"
"Nak, tahukah kau tempat apakah ini?" "Boanpwe tahu."
"Siapa yang tahu keadaan dialah lelaki yang pintar, sudah belasan tahun lamanya
lohu berada di atas jembatan ini, tapi belum pernah ada bersikap begini sungkan
terhadap orang lain."
"Buyung kongcu", kata Im hu-hoat pula dengan suara lirih, "bila kau membawa
senjata rahasia bagaimana kalau diserahkan saja?"
"Benar, sekalipun kau masuk ke dalam dengan membawa senjata, juga belum tentu
akan memberikan kegunaan yang besar bagimu." Kata kakek baju merah itu.
Untuk kesekian kalinya Im huhoat berbisik. "Kongcu, turutlah perkataan lohu,
keluarkan senjata rahasia yang berada dalam sakumu."
Pelan0pelan Buyung Im Seng merogoh sakunya dan mengeluarkan sebilah pisau
belati, kemudian sambil dibuang ke atas tanah katanya. "Demikian sudah boleh
bukan?" Im huhoat segera mengalihkan sorot mata ke arah Kwik Soat kun, lalu katanya
pula. "Apa kalian bertiga juga akan turut serta Buyung kongcu untuk bersama
sama kesana?" "Apakah Seng tong ada perintah?" tiba-tiba kakek baju merah itu bertanya.
"Walau Seng tong tidak menitahkan kepada siaute untuk membawa serta ketiga
orang itu, akan tetapi juga tidak diturunkan perintah melarang mereka ikut."
"Kalau begitu, Im lote sendiri yang memutuskan untuk membawa serta diri mereka
bertiga?" "Mereka berempat sudah mempunyai perjanjian lebih dulu untuk sehidup semati
bersama, oleh sebab itu terpaksa siaute membawa serta mereka bertiga, harap
saudara Thian heng bersedia untuk melepaskan mereka lewat."
Kakek baju merah itu segera tertawa dingin, "Im lote", katanya. "tidakkah kau
rasakan bahwa tamu itu terlalu banyak?"
"Siaute hanya melaksanakan tugas seperti apa yang diperintahkan."
Kakek baju merah itu termenung dan berpikir beberapa saat, kemudian dia
berkata. "Baiklah, kesalahan memang bukan terletak pada diri Im lote, lohu tak
akan mempersoalkan denganmu."
340 Buru-buru Im huhoat memberi hormat sambil berseru. "Kalau begitu siaute
ucapkan terima kasih..."
Pelan-pelan kakek baju merah itu mengalihkan sorot matanya memandang Nyo
hong leng bertiga, kemudian katanya. "Lohu tak ingin banyak bicara lagi, senjata
tajam yang masih berada dalam saku kalian harap segera diserahkan."
"Aku memang membawa senjata rahasia dan senjata tajam." Kata Nyo hong leng
pelan, "tapi sayang, aku tak ingin menyerahkannya kepadamu."
"Apa kau bilang?" teriak kakek baju merah itu dengan melotot.
"Akupun tak ingin mengulangi perkataanku sekali lagi, aku rasa tentunya
ucapanku tadi sudah cukup jelas bagimu."
"Nona..." seru Im huhoat dengan cemas.
"Persoalan ini tidak menyangkut dirimu." Tukas Nyo hong leng cepat, kau hanya
mendapat tugas untuk membawa kami sampai di sini dan kami sudah mengikuti
kau sampai di sini maka urusan selanjutnya sama sekali tak ada sangkut pautnya
denganmu." Mendadak kakek baju merah itu mendongakkan kepalanya sambil tertawa
terbahak2, suaranya keras bagaikan pekikan naga dan membubung tinggi ke
angkasa, siapapun yang mendengarkan suara tertawa tersebut segera merasakan
telinganya menjadi sangat sakit. Jelas dia mempunyai tenaga dalam yang
sempurna. "Hmm. Apa yang kau tertawakan?" tegur Nyo hong leng dingin.
"Nona cilik, lohu benar-benar merasa kagum sekali kepadamu."
"Apa yang kau kagumi?"
"Lohu kagum sekali akan nyalimu yang amat besar."
"Oh... terlalu memuji!"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Aku tak ingin bertarung denganmu,
tapi akupun tak ingin menyerahkan senjata rahasia dan senjata tajam yang berada
dalam sakuku, aku rasa kecuali cara ini, tentunya masih ada cara lain untuk
menyelesaikan persoalan ini, bukan?"
"Maksud nona?" "Bagaimana kalau kita mencari suatu cara untuk bertaruh" Bila aku menang, tentu
saja aku tak usah menyerahkan senjata rahasia dan senjata tajam yang kumiliki."
"Bila lohu yang menang?"
"Terserah apapun keputusanmu."
"Selama hidup lohu hanya silat, sekalipun hendak bertaruh maka pertaruhan
tersebut harus berkisar pada ilmu silat."
"Sudah barang tentu."
"Pertaruhan ini tak boleh dilangsungkan." Dengan gelisah Im huhoat mencoba
untuk mencegahnya. 341 Tapi Nyo hong leng berlagak seakan tidak mendengar ucapan itu, sambil
memandang wajah kakek baju merah itu, tanyanya. "Bagaimana cara kita
bertaruh?" Di dalam anggapan Im huhoat sikap kasar dari Nyo hong leng itu pasti akan
membangkitkan kemarahan kakek baju merah itu. Siapa tahu, kejadian yang
kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaannya.
Sambil tersenyum kakek baju merah itu segera berkata. "Begini saja! Lohu akan
berdiri di ujung jembatan tersebut dan kau boleh berusaha untuk menerobosinya,
asal kau bisa mencapai belakang tubuh lohu, anggap saja kau menang."
"Baik! Dengan cara seperti itu kita harus turun tangan juga, namun baru berkisar
antara tiga lima gebrakan belaka, asal ada suatu batasan dan tak perlu saling
beradu jiwa, rasanya hal ini sudah lebih dari cukup."
Im huhoat berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, tampak
olehnya paras muka pemuda itu amat tenang sekali, seakan sama sekali tak
menguatirkan keselamatan Nyo hong leng, bahkan marahpun tidak, tanpa terasa ia
lantas bertanya. "Apakah nona itu anggota Li ji pang?"
"Soal itu aku kurang jelas." Jawab Buyung Im Seng.
Im huhoat segera menghela napas panjang, katanya. "Seorang nona cilik berani
berbicara sesumbar, aiiii... tak bisa disangkal lagi perbuatannya itu sama
halnya dengan mencari kematian sendiri..."
Buyung Im Seng merasa sukar sekali untuk menemukan jawaban yang cocok dan
tepat, terpaksa dia berlagak tidak mendengar.
Dalam pada itu, kakek baju merah telah berdiri di ujung jembatan, dengan dingin
dia lantas berkata. "Nona cilik, lohu hanya akan menggunakan telapak tangan kiri
saja menghadang terjanganmu."
"Jangan terlampau takabur", kata Nyo hong leng sambil tertawa, "siapa tahu kalau
nasibku lagi mujur dan bisa melewatinya dengan mudah?"
Paras muka kakek baju merah itu berubah hebat, katanya lagi. "Lohu yakin dengan
tangan sebelahpun sanggup untuk menghalangi jalan pergimu."
"Kalau memang begitu, mari kita buktikan bersama!"
Sambil menghimpun tenaga, pelan-pelan ia berjalan ke depan, ketika tiba lebih
kurang dua depa dari ujung jembatan, ia baru berhenti seraya berkata. "Masih ada
satu hal lagi yang ingin kukatakan lebih dulu."
"Persoalan apa?"
"Kami datang berempat, andaikata aku sampai kena kau lukai atau kau banting ke
bawah, mungkin saja mereka akan mencoba lagi atau melakukan seperti apa yang
menjadi peraturanmu, tapi bila aku beruntung dan berhasil menangkan dirimu,
apakah mereka bertiga masih perlu untuk melakukan pertandingan lagi?"
"Maksud nona?" 342 "Aku rasa lebih baik digabungkan menjadi satu saja, bila aku kalah maka mereka
akan menuruti peraturan yang berlaku, sebaliknya bila aku yang menang maka
mereka akan mengikuti aku untuk menyeberang jembatan bersama, ini berarti tak
usah dilangsungkan pertandingan lagi."
"Baik, akan kululuskan permintaanmu itu." Kata si kakek.
"Nah, bersiaplah, aku akan melakukan serbuan."
Ketika kakek baju merah itu mendengar ucapan Nyo hong leng makin lama makin
besar, tiba-tiba muncul kecurigaan didalam hatinya, setelah menatap wajah gadis
itu lekat2 tegurnya. "Kau bukan anggota Li ji pang?"
"Sayang sekali kita tak berjanji untuk saling menerangkan asal usul dan nama
masing2, aku rasa kaupun tak perlu banyak bertanya."
Begitu selesai berkata ia lalu melompat ke depan dan langsung menerjang ke arah
kakek itu. Didalam pikiran kakek itu, gadis ini pasti akan menggunakan ilmu meringankan
tubuhnya untuk melayang melewati di atas kepalanya, siapa tahu dia menerjang
dengan kekerasan, kontan saja hawa amarah menyelimuti wajahnya, tangan kiri
diangkat dan segera melepaskan pukulan ke depan.
Nyo hong leng hanya merasakan tenaga pukulan itu kekuatannya besar sekali,
bagaikan gulungan ombak samudra yang menyambar, ia menjadi terkesiap sekali.
Dengan cepat pikirnya dalam hati. "Tak nyana kalau si kakek ini mempunyai ilmu
silat yang maha dahsyat, tak heran kalau dia berani omong besar."
Sementara itu tangan kanannya secepat kilat telah menyerang ke muka, jari2
tangannya yang runcing khusus mengancam urat nadi pada pergelangan lawan.
Kakek itu tertawa dingin. "Bagus!" serunya. Pergelangan tangannya diputar
kencang, kelima jari tangannya bagaikan kaitan langsung menyambar ke depan
dan balas mencengkeram pergelangan tangan Nyo hong leng.
Kedua pihak sama-sama mempergunakan serangan jarak dekat untuk merobohkan,
semua gerakan membacok, menangkap, menotok dan memapas digunakan secara
bergantian. Menghadapi kelihaian lawannya itu, diam2 Nyo hong leng berpikir. "Tampaknya
kakek ini selain memiliki tenaga dalam yang sempurna, jurus serangannya juga
memiliki perubahan yang luar biasa sekali, aku tak boleh memandang enteng
dirinya." Berpikir demikian, tangan kanannya segera melepaskan sentilan jari yang
dilepaskan secepat kilat. Beberapa desingan angin sentilan yang tajam segera
meluncur ke depan membelah angkasa.
Agaknya kakek baju merah itu sama sekali tidak menyangka kalau Nyo hong leng
memiliki kepandaian sedahsyat itu, dengan perasaan terkesiap ia segera menarik
kembali tangannya sambil berseru tertahan. "Haaah... ilmu Tan ci sin kang"!"
"Ehmm... pengetahuan yang locianpwe miliki benar2 luas sekali." Puji Nyo hog
Naga Beracun 12 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya 7
menyeramkan. "Hati-hati..."
Menyusul peringatan tersebut, dari antara kedua belah dinding lorong tersebut
memancar keluar dua gulung cahaya perak yang menyambar ke atas tubuh Buyung
Im Seng dengan kecepatan tinggi.
Pedang yang disilangkan di depan dada Buyung Im Seng itu segera digetarkan,
mendadak terpancar selapis cahaya perak yang menyelimuti angkasa.
Lapisan pedang berwarna perak itu dengan cepat melindungi seluruh tubuhnya
dari serangan luar, cahaya perak yang menyerbu tiba dari kedua sisi lorong itu
seketika tergetar rontok.
Terkesiap juga hati Nyo hong leng menyaksikan begitu banyak jarum perak yang
keluar dari kedua belah sisi dinding lorong tersebut. Segera ia berbisik. "Enci
Kwik, apa dia terluka?" Diam-diam Kwik soat kun tertawa geli, pikirnya. "Aaah... tak nyana Biau hoa
lengcu yang angkuh dan tinggi hati ini memanggil cici juga kepadaku, tampaknya
dia amat mencintai Buyung kongcu..."
Berpikir demikian dia lantas menyahut dengan suara setengah berbisik. "Aaah, kau
ini terlalu gugup dan tegang, dia tetap sehat wal'afiat, tanpa kekurangan
sesuatu apapun." Nyo hong leng juga tidak menyangka, dia hanya terdiam sambil manggut2.
303 Sementara itu Buyung Im Seng dibuat terkesiap juga telah menghadang rontok
serangan jarum perak yang datang dari dua arah itu, pikirnya dalam hati. "Bila
serangan senjata rahasia ini dilancarkan dari jarak sedekat ini, apa lagi kalau
ancaman yang dilakukan makin lama semakin dahsyat, aaiii... sulit juga rasanya
untuk dihindari." Namun diapun merasa agak keheranan, andaikata orang itu tidak memberi
peringatan lebih dulu, niscaya sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan
jarum perak yang memancar dari dua penjuru itu, tapi justru pihak lawan memberi
peringatan, ia menjadi bersiap sedia hingga jarum-jarum perak itu dapat dipukul
rontok semua. Dalam hati dia berpikir demikian, langkah kakinya masih tetap berjalan terus ke
depan sana. Dalam pada itu Nyo hong leng sudah tak kuasa mengendalikan rasa gelisah dalam
hatinya lagi, dia lantas berbisik. "Enci Kwik, aku tak dapat lagi menunggu lebih
lama lagi, aku harus membantu dirinya."
Kwik soat kun cepat menarik ujung baju Nyo hong leng sambil berseru. "Tunggu
sebentar!" "Aku tak dapat menunggu lebih lama lagi." Bisik Nyo hog leng.
"Sudah kau dengar perkataan dari orang itu barusan?" "Sudah!"
Dengan suara lirih sekali Kwik soat kun segera berbisik. "Walaupun ucapan orang
itu kedengarannya seperti menakut-nakuti, padahal sebenarnya mengandung
peringatan, bila kau turut menerjang ke depan, aku kuatir hal ini justru malah
akan merusak persoalan."
Pada dasarnya Nyo hong leng memang seorang gadis yang amat cerdik, setelah
termenung sebentar, dia lantas memahami duduk persoalan yang sebenarnya,
diapun manggut2. "Tapi kalau kita terlalu jauh ketinggalan di belakangnya, mana sempat menolong
dirinya bila diperlukan?"
Kembali Kwik soat kun menggelengkan kepalanya berulang kali. "Jangan terlalu
gelisah, kita tunggu sebentar lagi, perlu diketahui saat ini kita berada dalam
keadaan senasib sependeritaan, bila Buyung kongcu sampai ketimpa sesuatu,
kitapun jangan harap bisa keluar dari sini dalam keadaan hidup."
Sekalipun Nyo hong leng merasa bahwa perkataannya memang benar dan masuk
akal, namun hatinya masih tetap tidak tenang, tak tahan dia toh maju juga.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Kwik soat kun harus mengikuti di
belakang Nyo hong leng. Sementara itu, Buyung Im Seng telah mendekati sudut tikungan sebelah depan,
mendadak terdengar suara lirih yang amat lembut berkumandang di sisi
telinganya. "Dengan pertaruhan nyawa lohu hanya bisa memberi keterangan satu
kali saja kepadamu, aku minta dengarkan keteranganku ini baik-baik, senjata
rahasia yang berada di sini rata-rata keji dan amat beracun, sekalipun ayahmu
hidup kembali juga belum tentu dapat menghindarinya, oleh sebab itu kau harus
304 bersikap lebih hati-hati hanya ada satu cara saja untuk menghindari senjata itu,
yakni melompat ke atas dan menempel di atas atap lorong ini..."
Sampai di situ, mendadak ucapannya terputus ditengah jalan.
- 0 - Bagian ke 23 Diam-diam Buyung Im Seng menarik napas panjang-panjang, dia maju lalu melejit
ke tengah udara, secara tiba-tiba dia melayang ke depan dengan tubuhnya
menempel di atas langit-langit lorong itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru, berpuluh puluh cahaya tajam
tiba-tiba memancar keluar dari kedua belah sisi dinding lorong serta dari tengah
tikungan tersebut. Pada saat senjata rahasia tersebut saling beterbangan diangkasa, Nyo hong leng
mengayunkan pula tangan melepaskan segenggam biji budhi cu.
"Pluuuk, pluuuk, pluuuk!" sebagian besar senjata rahasia yang memancar itu kena
tersambit telah oleh timpukkan budhicu yang dilepaskan Nyo hong leng, sehingga
berguguran ke tanah, untuk sesaat terdengarlah suara senjata rahasia yang saling
membentur dan tersebar kemana-mana.
Dalam pada itu Buyung Im Seng telah melayang turun dengan selamat di atas
tanah, ketika berpaling dan menengok ke belakang, terkesiap hatinya, diam-diam
pikirnya. "Seandainya orang itu tidak memberi peringatan kepadaku, niscaya sulit
bagiku untuk meloloskan dari ancaman ini."
Ternyata senjata rahasia yang berserakan di atas tanah sekarang beraneka ragam
bentuknya, ada panah pendek, ada jarum rahasia, ada pula paku beracun Cu hu
teng, jumlahnya mencapai ratusan batang.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat
lewat, tahu-tahu Nyo hog leng telah muncul di hadapan sambil mencengkeram
tubuh Buyung Im Seng. "Kau baik bukan?" tegurnya.
Memandang pada sorot matanya yang penuh kasih dan perhatian itu, Buyung Im
Seng sangat terharu, sambil tertawa ia mengangguk. "Ya, aku sangat baik."
"Oh... sungguh mengejutkan aku," bisik Nyo hog leng sambil menghembuskan
napas. Kwik soat kun segera memburu datang dengan langkah lebar, bisiknya kemudian.
"Adikku yang baik, jangan aleman lagi, sekarang bukan waktunya untuk
bermesraan." Merah padam selembar wajah Nyo hong leng karena jengah, kepalanya segera
ditundukkan rendah2. Terdengar suara yang dingin itu berkumandang kembali. "Kongcu telah berhasil
melewati penghadangan senjata rahasiaku, berarti kau telah berhasil meloloskan
diri dari pos penjagaan lohu. Silahkan maju ke dalam sana, di depan ada pos
305 penjagaan yang dijaga orang lain, hanya sampai di sini saja ucapan lohu,
silahkan kalian berangkat melanjutkan perjalanan."
Sebenarnya Buyung Im Seng ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk
menyatakan rasa terima kasihnya atas bantuan orang itu, tapi kata-kata yang
telah sampai di ujung bibir itu segera ditelan kembali, dia berpaling ke arah mana
berasal suara itu kemudian menjura setelah itu baru melanjutkan perjalanan
dengan langkah lebar. Nyo hog leng yang menyaksikan Buyung Im Seng bisa lolos dari mara bahaya juga
tak banyak bicara, dengan ketat dia mengikuti di belakang tubuh pemuda tersebut.
Dalam pada itu, cahaya api yang dilepaskan Kwik soat kun sudah mulai padam,
suasana dalam gua batu itu pulih kembali dalam kegelapan yang mencekam, sambil
menghentikan langkahnya, Buyung Im Seng segera berbisik. "Lorong rahasia ini
terlalu gelap, bila muncul sergapan secara tiba-tiba sukar rasanya untuk
dihindari, lebih baik kita pertahankan suatu jarak tertentu, sehingga paling tidak kita tak
akan sampai terluka semua."
"Baik, biar aku berjalan dipaling depan!" seru Nyo hong leng dengan cepat.
Buyung Im Seng segera menyambar lengan Nyo hong leng dan menariknya ke
belakang. Entah sengaja atau tidak, menggunakan kesempatan itu Nyo hong leng
menjatuhkan diri ke dalam pelukan Buyung Im Seng, bau harum tubuh perawan
dengan cepat tersiar di sekelilingnya dan menyerang hidung pemuda itu.
Kontan saja si anak muda itu merasa terangsang, tanpa disadari dia mengulurkan
tangannya dan merangkul pinggang Nyo hong leng dengan mesranya. "Kau harus
merahasiakan dirimu," bisiknya lirih. "Dengan begitu musuh baru dapat kita bikin
kelabakan, biar aku saja yang berjalan dipaling depan."
Baru saja Nyo hong leng akan membantah, mendadak terdengar suara desingan
angin tajam berkumandang memecahkan keheningan. Kwik soat kun segera
mengayunkan tangannya melepaskan sebuah peluru cahaya api. Pada saat yang
bersamaan pula, Nyo hong leng menyelinap keluar dari rangkulan Buyung Im Seng
dengan gerakan paling cepat.
Di bawah cahaya api yang menerangi ruang rahasia itu, tampak dari depan lorong
sana tiba-tiba muncul segerombolan lelaki kekar, semuanya memakai baju hitam
dengan senjata diacungkan tinggi ke atas, untuk sesaat sulit bagi orang untuk
membedakan apa mereka orang sungguhan atau boneka belaka"
Kwik soat kun segera mengayunkan tangannya melepaskan sebatang paku
penembus tulang berbareng itu juga serunya keras. "Hati-hati dengan senjata
rahasia!" "Trang...!" ketika membentur di tubuh orang itu, paku penembus tulang tersebut
segera mencelat balik menimbulkan suara dentingan yang amat nyaring.
Kwik soat kun segera berbisik lirih, "Awas orang-orangan dari baja!"
"Masa orang-orangan dari baja lebih tangguh daripada orang hidup?" tanya Buyung
Im Seng. 306 "Lorong rahasia begini sempit, bila orang2an baja itu dikendalikan oleh alat
rahasia, kehebatan mereka akan sepuluh kali lipat lebih dahsyat daripada orang
biasa." Buyung Im Seng mencoba untuk memperhatikan dengan seksama, tampak orangorangan
baja itu sangat kekar dengan bahu yang lebar dan lengan yang kuat,
ketika berdiri di sana, hampir seperti ruang kosong dalam lorong rahasia
tersebut. (Bersambung ke jilid 16) 307 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 16 Tanpa terasa ia berkerut kening, lalu katanya. "Akan kucoba sebentar, sampai
dimanakah keganasan orang-orang tersebut?"
Sambil meloloskan pedangnya, dia lantas melangkah maju. "Kau harus berhatihati."
Bisik Nyo hong leng dengan penuh perhatian. Buyung Im Seng berpaling
sambil tertawa kemudian melanjutkan langkahnya.
Ketika tiba lebih kurang tiga langkah dari hadapan orang orangan baja itu, dia
lantas berhenti, kemudian pedangnya digerakkan menusuk orang2an tersebut.
Dalam tusukan tersebut, diam2 Buyung Im Seng telah sertakan tenaga tusukan
yang amat besar sekali. Ketika pedang dan orang2an baja itu saling membentur, terjadilah suara benturan
nyaring yang memekakkan telinga.
Namun orang orangan itu masih tetap berdiri ditempat tanpa bergerak barang
sedikitpun juga. Menyaksikan kejadian itu, Buyung Im Seng segera berkerut kening, baru saja dia
akan memperbesar tenaganya untuk melancarkan sebuah tusukan kembali, tibatiba
terdengar suara seruan yang kecil dan lembut berkumandang tiba. "Jika kalian
ingin menuju ke Seng tong, mau tak mau harus melalui pos penjagaan yang lohu
jaga ini." Buyung Im Seng segera menarik kembali senjatanya, lalu berkata. "bagaimana
caranya untuk menembusi barisan Thi jin tin (barisan orang2an baja) mu itu?"
"Maju saja terus, asal sudah masuk ke tengah barisan yang lohu atur ini,
otomatis orang2an baja itu akan memberikan reaksinya sendiri."
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan. "Lohu selamanya paling tak suka
banyak bicara, maaf kalau aku takkan menjawab pertanyaanmu lagi."
308 Buyung Im Seng agak tertegun, segera serunya kembali. "Bolehkah aku
menembusinya seorang diri?"
Namun meski sudah ditanyakan beberapa kali, tidak terdengar lagi jawaban dari
orang itu. Kontan saja Buyung Im Seng naik darah, pedangnya diayun lagi ke
depan melancarkan bacokan.
"Trang...!" bunyi dentingan nyaring diiringi percikan bunga api. Orang2 yang
berdiri tak bergerak itu tampaknya sudah dibikin marah oleh bacokan pedang
Buyung Im Seng yang amat dahsyat itu, sepasang lengan yang segera digerakkan,
dengan mengayun sepasang kepalan bajanya, pukulan keras dilancarkan.
Buyung Im Seng telah bersiap sedia sedari tadi, sambil menarik napas, tubuhnya
mundur tiga langkah dan meloloskan diri dari ancaman sepasang tinju orang2an
baja itu. Gagal dengan serangannya, orang2an baja itu segera kembali ke posisi semula.
Buyung Im Seng melancarkan empat buah serangan berantai yang semuanya
ditujukan ke dada, lambung dan bagian rawan dibagian orang2an itu, namun
orang2an tersebut tetap berdiri tak berkutik ditempat semula.
Pelan-pelan Kwik soat kun berjalan maju, kemudian berbisik lirih. "Kongcu,
orang2an baja ini dikendalikan oleh seseorang dari balik dinding."
"Bukankah kalau begitu, sulit bagi kita untuk menembusi barisan ini?"
"Ia menyembunyikan diri dibalik kegelapan, sebelum kita memasuki barisan
tersebut, ia enggan menggerakkan alat rahasianya, terpaksa kita haru saling
menunggu terus." Buyung Im Seng segera memasukkan pedangnya ke dalam sarung, setelah itu
berkata. "Bik, aku akan masuk ke dalam barisan untuk mencobanya, akan kulihat
sampai dimana kelihaiannya?"
"Kongcu jangan masuk terlalu dalam", bisik Kwik soat kun, "sekalipun ilmu
silatmu lebih baik juga terdiri dari darah daging, mustahil kau dapat beradu kekerasan
dengan orang2an yang terbuat dari baja belaka..."
"Aku mengerti" Buyung Im Seng tersenyum. Diam-diam ia menghimpun tenaganya,
kemudian pelan-pelan berjalan maju. Setelah melewati orang2an baja yang
pertama, dia belum juga melihat adanya suatu gerakan, maka dengan sangat
berhati-hati si anak muda itu melampaui orang2an kedua. Ketika menengadah ia
temukan orang2an itu tetap berdiri kaku tanpa menunjukkan gejala apa-apa, maka
kembali dia beranjak melampaui orang2an ketiga.
Siapa sangka belum lagi dia berdiri tegak, mendadak berkumandang suara
gemerincingnya suara rantai yang bergesek kemudian tampak orang2an itu mulai
bergerak bersama. Sambil menghimpun tenaga dalamnya, Buyung Im Seng menghentikan langkah
kakinya, ketika mengalihkan sorot matanya sekeliling tempat itu tampak olehnya
tiga buah orang2an yang berada di belakangnya tadi, kini telah membalikkan
badan, lalu sambil berdiri berjajar mereka menggerakkan tinju bajanya kesana
kemari. 309 Dengan berdiri berjajar tiga, otomatis jalan mundur Buyung Im Seng menjadi
tersumbat sama sekali. Ditambah pula dengan bergeraknya enam buah lengan baja
secara bersamaan dengan kecepatan luar biasa, hampir semua celah kosong di
sekeliling tempat itu tersumbat seluruhnya.
Padahal pada saat itulah orang2an yan berada dihadapannya sudah bergerak maju
sambil melakukan terjangan.
Dengan suatu gerakan cepat Buyung Im Seng menghitung jumlah mereka ternyata
dihadapannya masih ada enam orang ditambah tiga sosok yang menghadang jalan
mundurnya, sehingga jumlah mereka menjadi sembilan. Ke sembilan sosok itu
dengan delapan belas kepalan bersama sama diayunkan ke depan, bahkan
digerakkan semakin cepat.
"Blum, blum!" dua ledakan api memancar ke empat penjuru dan terjadilah dua
buah kobaran api yang segera menerangi seluruh lorong rahasia tersebut.
Menyaksikan betapa rapat dan ketatnya serangan gabungan dari ke sembilan
orang2an itu, diam-diam Buyung Im Seng merasa terkesiap, pikirnya kemudian.
"Tampaknya orang2an ini telah diatur menurut suatu perhitungan yang sangat
cermat, semua gerakan tangannya hampir menutup setiap celah kosong yang
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berada di sana, anehnya gerakan tangan itu semua tidak kalut dan tidak saling
membentur... sungguh amat lihai!"
Sementara dia masih melamun, orang2an itu sudah menyerbu tiba dan semakin
mendekati tubuhnya. Mendadak tiga sosok orang2an yang menghadang jalan
mundurnya itu berhenti ditempat, sementara enam sosok yang datang dari depan
masih menerjang terus tiada hentinya.
Dalam waktu singkat, kedua belah pihak orang2an itu sudah saling berhadapan
dalam jarak lima depa. Buyung Im Seng berusaha keras untuk mempertahankan
ketenangannya, dia berharap dapat menemukan setitik harapan untuk hidup
dalam lingkungan situasi yang amat gawat tersebut.
Tapi sayang, orang2an itu tingginya hampir mencapai langit-langit gua, ruang
kosong yang masih tersisa pun paling banter cuma satu inci, mustahil ia dapat
melarikan diri lewat celah sekecil itu.
Sedangkan celah yang ada diantara orang2an yang satu dengan yang lainnya hanya
bisa dilewati sesosok tubuh manusia, itu berarti satu satunya harapan hanyalah
berusaha keras untuk merobohkan sesosok manusia besi itu kemudian baru
melompat keluar. Meski pendapat itu baik, namun orang2an itu mempunyai perawakan yang tinggi
besar, kepala bajanya pun besar mengerikan, tipis harapannya untuk menang bila
dia ingin beradu kekerasan dengan orang2an itu.
Berpikir sampai di situ, hawa murninya segera dihimpun ke dalam sepasang
lengannya, kemudian bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Tiga sosok orang2an yang berada di belakang masih tetap berdiri tak berkutik,
hal ini mengurangi kerisauan Buyung Im Seng untuk menguatirkan keselamatannya
dari belakang. 310 Segenap perhatian dan kekuatannya segera dihimpun menjadi satu untuk
menyongsong datangnya serangan dari depan. Tampak orang2an yang mendekat
itu bergerak dengan jalan bersanding, dua sosok di depan dan tiga sosok di
belakangnya, jarak diantara dua rombongan itu mencapai empat depa lebih.
Sekalipun jarak diantara kedua sosok orang2an di depan mempunyai ruang kosong
yang bisa dilalui orang, namun ruang kosong itu segera disumbat secara ketat
oleh tiga sosok orang2an yang berada di belakang.
Yang membuat Buyung Im Seng tidak habis mengerti adalah orang2an yang
terakhir itu, orang2an itu berdiri di belakang tiga sosok orang2an di depannya
sepintas lalu orang2an itu seperti sama sekali tak ada gunanya.
Sementara dia masih termenung, dua sosok orang2an yang berada dipaling depan
telah menerjang tiba, orang2an yang berada di sebelah kanan segera menggerakkan
sepasang kepalan raksasanya untuk menghantam ke depan.
Diam-diam Buyung Im Seng berpikir. "Pukulan yang dilepaskan orang2an ini
sangat dahsyat, tak baik untuk disambut dengan kekerasan, tapi kalau tak kucoba
kekuatan dari kepalan baja tersebut, takkan kutemukan cara untuk mematahkan
barisan orang2an besi ini, yaa, tampaknya aku harus menyerempet bahaya."
Ketika kepalan baja itu menyambar lewat dari depan dada Buyung Im Seng segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk turun tangan, dia cengkeram pergelangan
orang2an tersebut. Tiba-tiba orang2an itu menggerakkan lengannya ke bawah, kekuatan yang besar
sekali hampir saja menggerakkan tubuh Buyung Im Seng. Dengan cepat si anak
muda itu menggerakkan tenaga dalamnya, tenaga tekanan yang tercampur keluar
dari pergelangan tangannya bertambah besar, secara paksa dia tekan kembali
gerakan tangan orang2an tadi.
Sebenarnya selama ini orang2an besi hanya menggerakkan lengannya ke atas dan
ke bawah, tapi setelah Buyung Im Seng berhasil menangkap lengan orang2an
tersebut, mendadak lengan lain dari orang2an itu diayun ke samping membabat
pinggang. Sejak semula Buyung Im Seng telah menduga sampai kesana, dia tahu bila
orang2an itu kena ditangkap, kemungkinan besar hal mana akan menimbulkan
permusuhan gerak dari lengan yang lain, meski demikian ia tak menyangka kalau
gerakan itu merupakan babatan ke samping, buru-buru ia menggerakkan tangan
kirinya untuk menyambut datangnya serangan lawan.
Begitu sepasang lengan orang2an itu tertangkap semua, agaknya gerakan dari
orang2an lainpun seperti kena dikendalikan pula, mendadak orang2an yang di
sisinya itu turut berhenti bergerak.
Buyung Im Seng dengan menggunakan sepasang tangannya masing2 menahan
lengan baja dari orang2an itu, betul orang2an tersebut berhasil dikuasai, namun
dia sendiripun telah mempergunakan segenap tenaga yang dimilikinya.
311 Seandainya bentuk orang2an itu dibuat lebih praktis lagi, sehingga mereka dapat
bergerak sendiri2 dan saling bantu membantu, niscaya Buyung Im Seng sudah
terluka di ujung orang2an baja itu.
Sayang orang2an itu bukan manusia sungguhan, bagaimanapun sempurnanya
gerakan dari alat2 rahasia tersebut, benda tersebut tak bisa bergerak menurut
keadaan yang dihadapinya.
Buyung Im Seng mencoba-coba untuk mengamati orang2an yang berada
disampingnya, ternyata orang2an itu bukannya sama sekali berhenti tak berkutik,
melainkan berputar dengan gerakan perlahan.
Pada saat yang bersamaan, tiga sosok orang2an yang berada di belakangnya masih
tetap bergerak dengan pelan2. mereka menghadang jalan mundur pemuda itu
sementara enam buah lengan bajanya bergerak kesana kemari makin lama makin
cepat. Tiba2 cahaya api menjadi padam. Rupanya cahaya api yang dipancarkan oleh Kwik
soat kun sudah terkena pukulan orang2an tersebut, sehingga padam sama sekali.
Dalam waktu singkat seluruh gua itu berubah menjadi gelap gulita sehingga lima
jari tengah sendiripun sukar terlihat jelas. Begitu suasana menjadi gelap,
Buyung Im Seng segera mendengar suara benturan besi yang amat nyaring.
Setelah itu terdengar suara Nyo hong leng sedang bertanya. "Toako, baik-baikkah
kau?" Buyung Im Seng merasa ada segulung angin pukulan yang sangat keras
menyambar tiba, tidak terlukiskan rasa terkesiap yang mencekam hatinya waktu
itu. Tak sempat menjawab teguran, sepasang tangannya segera mengendor dan
melepaskan cekalan pada sepasang lengan baja itu, kemudian seluruh tubuhnya
dijatuhkan berbaring ke tanah.
Kiranya secara tiba-tiba ia teringat bahwa orang2an itu hanya menggerakkan
sepasang tangannya, sedang sepasang kakinya sama sekali tak berguna, dengan
membaringkan diri ke tanah, berarti jiwanya untuk sesaat dapat diselamatkan.
Saat itulah terdengar Kwik soat kun berseru dengan suara keras. "Jangan
menyerempet bahaya!"
"Tak usah kau campuri urusanku!" sahut Nyo hong leng. Agaknya Nyo hong leng
hendak menyundul ke muka untuk memberikan pertolongan, namun dicegah oleh
Kwik soat kun, akibatnya, kedua orang itu bertengkar sendiri.
Dengan cemas Buyung Im Seng segera berteriak, "Aku baik-baik saja, kalian tak
usah bertengkar!" Waktu itu Nyo hong leng sudah bersiap sedia menerjang ke depan, tapi setelah
mendengar jawaban dari Buyung Im Seng, niat tersebut segera diurungkan.
Terdengar Siau tin berseru tiba-tiba. "Kita lepaskan dua butir peluru api lagi
untuk membantu penerangan baginya."
"Aku rasa suasana gelap jauh lebih baik daripada terang." Kata Kwik soat kun
dengan suara dingin. 312 "Mengapa?" "Orang2an besi itu benda mati, ada sinar juga boleh tak ada sinar
juga boleh, baginya toh sama saja, berbeda dengan Buyung kongcu, ia butuh penerangan
untuk melihat keadaan musuh."
"Betul orang2an itu adalah benda mati, tapi toh ada orang hidup yang
mengendalikannya. Musuh ada di kegelapan sedang kita ada ditempat terang,
cahaya bisa menyinari gerak gerik orang2an itu serta bisa membantu Buyung
kongcu, tapi hal inipun bisa digunakan orang itu untuk mengendalikan alat
rahasianya. Bila orang yang mengendalikan orang2an itu tak dapat melihat
Buyung kongcu maka barisan orang besi itu pasti akan digerakkan menuruti
perubahan yang telah ditetapkan dengan kecerdasan yang dimiliki Buyung kongcu,
asal ia dapat menyelidiki cara serta sumber dari gerak gerik mereka itu, sudah
pasti diapun akan bisa menemukan cara terbaik untuk mematahkan serangan dari
barisan ini." Perkataan itu diucapkan dengan suara keras, bukan saja dipakai untuk
menundukkan Nyo hong leng, agaknya juga dimaksudkan agar didengar oleh
Buyung Im Seng. Benar juga, beberapa kata itu segera mendatangkan reaksi yang cukup besar bagi
si anak muda. Dengan menggerakkan ketajaman matanya dia mulai memeriksa ke
sekeliling tempat itu, dijamahnya orang besi yang sepasang tangannya kena
ditangkap olehnya itu, masih menggerakkan lengannya dengan gerakan pelan,
agaknya alat rahasia yang mengendalikan gerakan orang besi tersebut masih
belum dapat dipulihkan kembali.
Berbareng itu pula orang2an yang sedang berputar di sebelah kiri itupun sedang
berputar balik dengan gerakan lamban.
Dari pengamatan itu, Buyung Im Seng segera dapat menarik suatu kesimpulan,
tampaknya alat rahasia yang mengendalikan orang besi itu mempunyai kaitan
antara yang satu dengan yang lainnya, apabila ia dapat merusak salah satu alat
rahasia yang mengendalikan sesosok saja, maka segenap barisan orang2an itu akan
menjadi lumpuh, atau paling tidak akan mengurangi kelincahan mereka.
Dengan termangu pemuda itu mengawasi gerakan kaki dari orang besi tadi, tibatiba
ia menemukan sebuah rantai besi sebesar lengan anak yang mengendalikan
sepasang kaki orang besi itu, ujung rantai yang lain menembusi tanah
berhubungan langsung dengan balik dinding lorong, hal mana segera
menggerakkan hatinya. Rantai besi yang bergerak di bawah tanah itu pasti berfungsi untuk mengendalikan
gerakan dari orang2an itu, jika kupatahkan rantai penghubung tersebut bukankah
secara otomatis orang2an itu akan lumpuh dan tak dapat bergerak lagi"
"Toako, kau dimana?" tiba-tiba terdengar Nyo hong leng berteriak dengan suara
keras. Buyung Im Seng menyaksikan kedua sosok orang2an itu sudah hampir pulih ke
posisinya semula, dia tahu bila posisi tersebut sudah kembali ke tempat
kedudukan yang semula, sudah pasti serangkaian serangan yang cepat dan gencar akan
dilancarkan. 313 Atau dengan kata lain, sebelum kedudukan orang2an itu pulih kembali ke posisi
semula, dia harus mematahkan rantai pengendali itu. Keadaan makin kritis sekali,
bila dia harus menjawab pertanyaan Nyo hong leng, niscaya akan mengejutkan
orang yang mengendalikan alat rahasia tersebut serta meningkatkan
kewaspadaannya. Berpikir demikian, dia lantas membungkam diri dalam seribu bahasa. Tangan
kanannya segera bergerak untuk meloloskan pedangnya, kemudian secepat kilat
ditusukkan ke atas rantai besi yang berada di kaki orang2an besi itu.
Didalam melancarkan tusukan ini, Buyung Im Seng telah sertakan tenaga
dalamnya sebesar tujuh bagian, pedangnya menusuk sampai sedalam dua depa
lebih. "Bluup, bluup..." dua benturan keras terjadi, suara itu mirip ada benda
yang putus. Tiba-tiba saja bergema suara gemerincing nyaring yang memekakkan telinga,
orang2an besi dalam barisan thi jin tin itu segera bergerak dengan kencang.
Tampak dua sosok orang2an besi yang berada di hadapan berhenti secara tiba-tiba,
sedangkan tiga sosok di belakangnya segera menerjang ke muka.
"Trang..." suatu benturan benda keras yang amat nyaring berkumandang, enam
buah kepalan baja dari orang2an di belakangnya telah menghantam tubuh dua
sosok orang besi di depan.
Pukulan dari ketiga sosok orang besi yang ada di belakang itu amat keras dan
berat, membuat dua sosok orang besi lainnya bergoncang keras, seakan akan setiap
saat bakal roboh ke tanah.
Buyung Im Seng menjadi girang sekali, segera pikirnya. "Ternyata cara untuk
merusak orang2an besi ini terletak di kakinya."
Hawa murni segera dihimpun jadi satu, kemudian pedangnya diayunkan ke depan
menusuk bawah kaki orang besi kedua. "Trang..." kembali terjadi dentingan
nyaring, agaknya ada benda yang putus. Dua sosok orang besi yang berada dimuka
itu segera terhenti sama sekali, bahkan ke empat buah lengan merekapun turut
berhenti. Diam-diam Buyung Im Seng tertawa geli, pikirnya. "Barisan orang2an ini
tampaknya menakutkan sekali, tapi asal dihadapi dengan hati yang tenang,
ternyata tidak sulit untuk mematahkannya..."
Peristiwa ini segera memberikan suatu pelajaran yang amat baik kepada Buyung
Im Seng, dia merasa bila seseorang berada dalam keadaan yang berbahaya, maka
semakin gawat keadaannya orang harus semakin tenang untuk menghadapinya.
Sementara itu tiga sosok orang2an lainnya secara tiba-tiba ikut berhenti. Ketika
dia mencoba berpaling, tampaklah ketiga sosok yang lainpun ikut berhenti.
Saat itulah Nyo hong leng berteriak lagi. "Toako, baik-baikkah kau?"
Buyung Im Seng tertawa terbahak-bahak. "Haa... ha.. aku baik sekali, ternyata
barisan orang besi ini cuma begitu saja."
"Buyung Im seng!" terdengar suara yang amat dingin bergema memecahkan
keheningan, "kau sudah berhasil melewati barisan orang besi."
314 "Terima kasih" sahut Buyung Im Seng sambil bangkit berdiri, terdengar serentetan
suara gemerincingan yang amat menusuk pendengaran bergema dalam lorong itu,
semua orang besi tersebut telah balik kembali ke posisi semula, cuma dua sosok
orang yang menyerang lebih dulu tetap berdiri tegak ditempat.
Tampaknya alat rahasia yang mengendalikan kedua orang besi itu sudah
mengalami kerusakan hebat. Kwik soat kun kembali melepaskan sebutir peluru
api, gua batu yang gelap itu kembali terang.
Kwik soat kun dan Nyo hong leng segera memburu ke depan dengan langkah lebar,
menyaksikan kedua orang besi yang berdiri melintang di depan mereka itu, mereka
memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian katanya sambil tertawa.
"Kongcu, benar2 memiliki tenaga sakti yang mengerikan..."
Buyung Im Seng segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Seseorang walau
memiliki tenaga dalam yang bagaimanapun lihainya, jangan harap dia bisa
melawan kekuatan dari orang2an yang terbuat dari baja, aku hanya berhasil
menemukan cara untuk mematahkan alat rahasianya belaka."
Setelah menghembuskan napas panjang, dia melanjutkan. "Barisan orang2an besi
ini telah memberikan suatu pelajaran yang besar bagiku, bila seseorang berada
dalam keadaan bahaya, semakin gawat keadaannya dia harus makin tenang untuk
menghadapinya." "Lantas bagaimana caramu untuk mematahkan barisan orang2an besi itu?" tanya
Nyo hong leng. "Hanya ada satu cara yang bisa dipergunakan yaitu aku lihat orang2an itu cuma
menggerakkan sepasang kepalannya belaka sementara kakinya tak menunjukkan
gerakan apa2, ku teliti bagian kakinya, dan disanalah kutemukan cara untuk
mematahkan serangan dari orang besi itu."
"Terlampau menyerempet bahaya." Bisik Nyo hong leng, "lain kali kau tak boleh
berbuat demikian, untung saja nasibmu makin mujur."
Buyung Im Seng dapat merasakan dibalik ucapan itu mengandung api cinta kasih
yang tebal, tanpa terasa dia tersenyum. "Tak usah kuatir, setelah berada di
sini, sekalipun tak akan menyerempet bahaya juga tak mungkin." Katanya
"Lain kali, biar aku saja yang menghadapinya, kau tak boleh berebut lagi
denganku." "Baiklah, sampai waktunya kita tetapkan lagi." "Entah di depan sana masih ada
rintangan atau tidak?" kata Kwik soat kun.
Dengan langkah lebar dia berjalan lebih dulu. Buyung Im Seng segera mengikuti di
belakang Kwik soat kun, kemudian bisiknya. "Nona Kwik, ada satu hal aku merasa
agak keheranan," "Persoalan apa?" "Seandainya orang yang menjaga bagian senjata rahasia itu
menyerang dengan air beracun, aku rasa sulit buat kita meloloskan diri dalam
keadaan selamat." 315 "Dia selalu memberi peringatan kepada kita apakah kongcu masih belum
mengerti?" Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba keadaan medan berubah,
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lorong itu menjorok ke arah bawah.
Kwik soat kun segera berhenti, ujarnya. "Kalau dilihat keadaannya, makin dalam
keadaannya makin berbahaya, apakah kita bertekad akan mengunjungi Seng tong
mereka?" "Mungkin saja setelah memasuki gua ini, jangan harap bisa keluar lagi dalam
keadaan hidup, tapi bagaimanapun kita harus membuktikan beberapa hal yang
mencurigakan." "Setelah sampai di sini, apakah kita masih akan mengundurkan diri?" ucap Nyo
hong leng pula dengan suara dingin.
Kwik soat kun segera tertawa hambar. "Kini lorong rahasia ini secara tiba-tiba
menjorok ke bawah, bila kita berjalan makin ke depan maka kita akan masuk
semakin dalam lagi, seandainya di suatu tempat yang strategis tiba-tiba mereka
menurunkan pintu besi yang besar dan berat, lalu melepaskan air beracun,
bagaimanapun lihainya kita, aku rasa sulit buat kita untuk lolos dari tempat ini
dalam keadaan selamat."
"Andaikata kita benar-benar menjumpai situasi semacam ini, aku juga mempunyai
akal untuk menyelamatkan kalian semua dari situ" seru Nyo hong leng cepat.
"Ooh... nonaku yang amat baik, persoalan ini menyangkut mati dan hidup kita..."
"Aku tahu", sela Nyo hong leng, "apa yang telah kukatakan takkan kutarik
kembali, selama hidup aku tak pernah berbohong."
Kwik soat kun tidak banyak berbicara lagi, dia lantas beranjak maju. Kurang
lebih dua puluh menit kemudian, tiba-tiba di bawah sinar lentera yang redup tampak
keadaan medan di sana tiba-tiba menjadi lapang dan datar.
Di atas dinding batu sebelah timur, tampak sebuah lentera berkaca kristal, sinar
lentera itu menyinari sekeliling tempat itu seluas dua tiga kaki dengan terang
benderang. Kwik soat kun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian ia berkata.
"Mungkin kita telah berada tiga puluh kaki dari permukaan tanah..."
Belum sempat Buyung Im Seng menjawab, tiba-tiba terdengar seseorang menjawab
dengan suara yang datar. "Kionghi saudara semua, kalian telah lolos dari tempat
berbahaya dan tiba dalam Seng tong."
"Di depan sini sudah tak nampak jalan keluar, bagaimana cara kami meninggalkan
tempat ini?" tanya Kwik soat kun cepat.
"Setelah kalian dapat sampai di sini, tidak usah kalian repot2 untuk mencari
jalan sendiri." "Kalau kudengar dari nada pembicaraan anda, agaknya kalian telah
mempersiapkan kereta kencana untuk menyambut kedatanganku?"
316 Orang yang berada dibalik dinding batu itu rupanya mempunyai kesempurnaan
iman yang tebal, dia tak menjadi marah oleh sindiran tersebut, sebaliknya malah
tertawa. "Ha... ha... sekalipun tiada kereta kencana untuk menyambut kalian,
tapi kamipun takkan menyuruh kalian repot2 berjalan."
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan. "Sebentar lagi, dari atas dinding batu
akan muncul sebuah pintu, dari pintu batu itu akan muncul sebuah kereta, kereta
tersebut dapat memuat kalian berempat sekaligus, kereta tersebut tak bisa
dikatakan megah atau mewah, tapi nyaman untuk diduduki."
"Setelah berada di sini, tentu saja segala sesuatunya kami akan menuruti
perkataanmu." Ucap Kwik soat kun.
Orang itu masih tetap berbicara dengan suara yang lembut dan halus. "Setelah
kalian berhasil menembusi barisan orang besi, maka selanjutnya tiada halangan
lagi, kamipun tiada bermaksud mencelakai lagi, jadi kamu semua boleh berlega
hati." "Sampai kapan kereta itu baru akan muncul?"
Orang itu segera tertawa, "Sebentar lagi, harap kalian tunggu sejenak."
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba berkumandang suara dinding yang merekah,
menyusul kemudian muncullah pintu batu di atas dinding. Di bawah cahaya
lentera, tampaklah sebuah kereta berada dibalik pintu batu itu, cuma bentuknya
jauh lebih kecil daripada bentuk kereta biasa, diatasnya tanpa atap dan
sekelilingnya mirip tirai besi, dalam kereta itu terdapat empat buah tempat
duduk. Suara yang lembut tadi kembali berkumandang. "Sekarang kalian boleh naik
kereta." Kwik soat kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu
ujarnya. "Mari kita naik kereta!" seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke
pintu kereta itu. Ke empat orang itu secara beruntun masuk ke dalam kereta. Kemudian Kwik soat
kun berseru dengan lantang. "Eeh, bagaimana caranya untuk menjalankan kereta
ini?" "Duduk saja kalian secara baik. Kereta segera akan berangkat!" terdengar
gemerincing yang nyaring bergema, kereta itu mulai bergerak ke atas.
Terasa kereta itu makin lama makin cepat, kurang lebih setengah jam kemudian
mendadak pandangan mata mereka menjadi terang, ketika mendongakkan kepala,
tampak langit nan biru dengan awan putih yang melayang terhembus angin,
ternyata mereka sudah tiba di luar gua batu itu.
Kereta tadi berhenti di suatu tempat di luar gua batu, tapi di depan kereta
tampak sebuah tirai besi yang menghalangi jalanan mereka selanjutnya.
Empat orang bocah berbaju hijau yang menyoren pedang, pelan-pelan berjalan
menyambut kedatangan mereka, sambil membuka tirai besi tersebut mereka
menjura sambil menegur. "Siapakah yang bernama Buyung kongcu?"
"Akulah orangnya!" jawab Buyung Im Seng sambil bangkit berdiri.
"Masih ada seorang lagi yang merupakan wakil pangcu dari Li ji pang, siapa dia?"
317 "Akulah orangnya, ada urusan apa?"
Bocah baju hijau yang berada di sebelah kiri segera tersenyum, sahutnya. "Kami
mendapat perintah untuk menyambut kedatangan kalian berdua...!"
"Cuma kami berdua?"
"Dua orang pembantu hu pangcu harus ditinggalkan dibalik tirai besi dan tak
boleh ikut masuk ke dalam Seng tong."
Nyo hong leng sudah biasa dimanja oleh orang tuanya sejak kecil, dayang dan
pelayannya banyak tak terhitung, kewibawaannya sungguh menggetarkan hati
orang. Tapi setelah menyaru sekarang, berulang kali dia harus menerima cemoohan
orang, tanpa terasa keningnya berkerut, tampaknya dia hendak mengumbar hawa
amarahnya. Tapi Siau tin segera menarik ujung bajunya sambil berbisik. "Jangan gara-gara
urusan sepele membuat urusan besar menjadi terbengkalai."
Sementara itu Kwik soat kun telah berkata dengan suara yang dingin. "Kami
serombongan terdiri dari empat orang, mana boleh terbagi jadi dua orang?"
"Hal mana sudah merupakan peraturan dari Seng tong kami!" jawab bocah itu
cepat. "kami hanya memperkenankan majikannya masuk, tapi melarang
pengikutnya turut masuk Seng tong."
"Aku rasa selain cara tersebut, tentunya masih ada cara yang lain bukan?" sela
Buyung Im Seng. Bocah itu termenung sebentar, lalu menjawab. "Ada, dalam Seng tong kami
terdapat sebuah peraturan yang bisa menolong larangan tersebut."
"Peraturan apakah itu?"
"Kalian harus dapat mematahkan barisan pedang dari kami berempat, asal hal ini
dapat dilakukan, sekalipun kedudukan kalian hanya seorang pembantu sekalipun
diperkenankan juga masuk."
"Asal ada peraturan yang mengatur hal tersebut, itu sudah lebih dari cukup" kat
Nyo hong leng, "silahkan kalian loloskan pedang!"
Ke empat orang bocah berbaju hijau itu saling berpandangan sekejap, kemudian
bersama sama meloloskan pedang. "Baiklah!" kata bocah itu, "silahkan nona juga
meloloskan pedang!" Rupanya sejenak rahasia mereka sudah terbongkar, baik Nyo hong leng maupun
Siau tin telah berdandan sebagai seorang gadis lagi, cuma Nyo hong leng masih
mengenakan topeng kulit manusia untuk menutupi raut muka sebenarnya.
Agaknya kwik soat kun sudah menduga kalau Nyo hong leng tersebut, bakal
menggunakan kekerasan dia segera meloloskan pedangnya dan diserahkan kepada
gadis itu sambil ketawa. "Gunakan pedangku ini."
Pelan-pelan Nyo hong leng menyambut pedang itu, kemudian sambil menggandeng
tangan Siau tin dengan tangan kirinya, dia berkata dingin. "Aku rasa kita tak
perlu turun tangan bersama, asal aku seorang saja sudah lebih dari cukup,"
318 Kemudian sambil berpaling kepada Siau tin katanya. "Adikku, kau tak usah turun
tangan, aku akan mengajakmu kesana."
Siau tin mengedipkan matanya lalu mengangguk. "Baiklah!"
Bocah baju hijau itu segera mengayunkan pedangnya lalu berkata. "Nona, senjata
tak bermata, salah-salah kalau tidak mati tentu akan luka."
"Akupun hendak menasehati kalian berempat, agar kalian pun sedikit berhatihati."
Bocah itu segera menyelinap maju, sambil memandang Buyung Im Seng dan Kwik
soat kun, ujarnya. "Harap kalian berdua lewat lebih dulu!"
Buyung Im Seng dan kwik soat kun segera keluar dari balik pintu besi itu dan
berjalan sejauh dua kaki dari tempat semula.
Ketika berpaling, tampaklah ke empat bocah itu telah membentuk barisan pedang
yang sangat tangguh. "Kalian harus berhati-hati!" ujar Nyo hong leng dengan suara dingin.
Tiba-tiba ia mengayunkan tangannya, cahaya tajam segera berkelebat langsung
menerjang ke tubuh empat bocah itu.
"Trang..." bentrokan senjata yang amat nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, kemudian terdengar serentetan suara dengusan tertahan menyusul
tiba. Ketika menengok kembali ke arena, tampak ke empat orang bocah itu masih berdiri
dengan senjata terhunus, namun lengan kanan mereka sudah basah oleh darah.
Kwik soat kun menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian tersebut, diam diam
pikirnya. "Baru satu gebrakan, secara beruntun dia telah melukai empat orang,
bahkan semuanya terluka pada lengan kanannya yang memegang pedang, kalau
dilihat dari darah yang membasahi tubuh mereka, agaknya luka yang mereka
derita termasuk cukup parah."
Untuk melukai musuh dalam sekali gebrakan, sesungguhnya bukan suatu hal yang
sulit dilakukan bila seseorang te4lah memiliki kepandaian silat tingkat tinggi,
tapi kalau melukai empat orang sekaligus dalam sekali gebrakan dengan luka yang
semuanya terletak pada lengan kanan yang memegang pedang, jelas hal ini teramat
sulit sekali. Tampaknya bocah baju hijau itu telah sadar bahwa mereka telah bertemu dengan
musuh tangguh, sesudah tertegun sesaat katanya. "Ilmu pedang yang dimiliki nona
benar2 lihai sekali, kami semua merasa sangat kagum."
Pelan-pelan Nyo hong leng menurunkan kembali pedangnya, kemudian berkata.
"Bolehkan kami menyeberang kesana?"
"Kami sudah kalah, tentu saja nona boleh pergi kesana." Jawab empat orang bocah
itu serentak. Dengan cepat mereka menyingkir dan membuka jalan lewat... sambil menggandeng
tangan Siau tin, pelan-pelan Nyo hong leng berjalan dari balik tirai besi.
319 Bocah baju hijau itu segera menutup kembali pintu tirai, kemudian ujarnya.
"Jurus pedang yang nona pergunakan itu lihai sekali, belum pernah kutemui kepandaian
selihai itu." Nyo hong leng segera tertawa hambar, "Dengan pelajaran yang kuberikan kepada
kalian itu, aku harap agar kalian semakin menyadari bahwa di atas langit masih
ada langit, di atas manusia masih ada manusia."
Bocah baju hijau itu segera tertawa. "Kami telah menyaksikan kelihaiannya ilmu
pedang nona, sekalipun kini nona berkata demikian, kami pun hanya bisa berdiam
diri saja." "Nah, kalau begitu bawalah jalan untuk kami sekarang!"
Agaknya bocah itu sudah menaruh perasaan kagum terhadap Nyo hong leng, dia
segera mengangguk. "Aku turut perintah!"
Sambil membalikkan badan dan berjalan, kembali dia berkata. "Sekalipun ilmu
silat yang kumiliki terbatas sekali, namun masih banyak kepandaian sakti yang
pernah kujumpai..." Sementara itu mereka telah tiba di hadapan Buyung Im Seng. Nyo hong leng segera
menyerahkan kembali pedang itu kepada Kwik soat kun, lalu katanya, "Kau
hendak menakut-nakuti kami?"
"Tidak," jawab bocah baju hijau itu dengan suara rendah. "aku sangat mengagumi
ilmu silat nona, aku ingin menasehati nona dengan beberapa kata"
"Katakanlah, soal apa?"
"Setelah kalian memasuki ruang Seng tong nanti, andaikata situasinya mengalami
suatu perubahan besar, aku rasa nona tak perlu untuk beradu jiwa dan mati
bersama mereka." Ucapan yang terakhir itu diutarakan dengan suara yang teramat lirih. Sedemikian
lirihnya sehingga cuma Nyo hong leng seorang yang mendengar.
Nyo hong leng segera berkerut kening katanya. "Apa maksudmu mengucapkan
perkataan itu?" "Aku sangat mengagumi kepandaian nona, aku tak mau menyaksikan kau
menerima nasib yang malang seperti mereka."
"Apakah ada suatu cara yang baik untuk menolong keadaan ini?"
"Bila nona sedang terjerumus dalam situasi yang amat gawat, silahkan kau
berteriak : 'harap Sengcu berbelas kasihan', teriakanmu itu akan menolong kau
untuk lolos dari keadaan gawat, selanjutnya terserah pada keputusan nona
sendiri." Baru saja Nyo hong leng akan bertanya lagi, bocah itu sudah maju dan langsung
mendahului Kwik soat kun sekalian, katanya : "Harap kalian suka mengikuti di
belakangku!" Setelah berjalan lebih kurang 50 kaki, tiba-tiba pemandangan berubah, tampak
lautan bunga terbentang luas di depan mata, beraneka warna bunga melambai
320 lambai terhembus angin dan menyiarkan bau yang semerbak, beberapa ekor
burung bangau dan ku tilang bermain disekitar bunga, sekalipun melihat ada
manusia menghampirinya, ternyata binatang2 itu tak tampak ketakutan.
Buyung Im Seng segera memperhatikan situasi di sekitarnya, tampak olehnya
kebun bunga itu paling tidak mencapai sepuluh hektar luasnya, bunga2 itu
beraneka warna, jelas ditanam dengan tenaga manusia.
Nyo hong leng paling suka dengan bunga, para hoa-li dan dayang bunganya ratarata
merupakan seorang ahli dalam hal menanam bunga.
Menyaksikan lautan bunga yang terbentang di depan mata itu, tanpa terasa
Buyung Im Seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng.
Sambil tertawa dingin Nyo hong leng segera berkata. "Kalau dilihat aneka warna
bunga yang ditanam di sini, rasanya sedap dilihat dan amat semarak, padahal
warna bunganya tidak lengkap dan keindahannya kurang, hmm... entah siapa yang
telah menanam bunga2 tersebut di sini" Untuk kebodohan dan ketidak-tahuannya
soal seni bunga, dia pantas untuk dijatuhi hukuman mati."
Walaupun perkataan tersebut tidak diucapkan dengan suara keras, namun bocah
baju hijau itu, toh sempat mendengarnya juga, sambil berpaling dia segera
menyela, "Kalau begitu nona pasti mempunyai kepandaian yang khas terhadap seni bunga?"
Agaknya Nyo hong leng enggan untuk banyak berbicara lagi dengan bocah berbaju
hijau itu, dia mendongakkan kepalanya memandang cuaca di langit dan berlagak
seakan akan tidak mendengar perkataan itu.
Ketika bocah pembawa jalan merasa ketanggor batunya, dia segera berpaling lagi
dengan tersipu-sipu dan tak bicara lagi.
Menelusuri sebuah jalan kecil ditengah kebun bunga itu, mereka berjalan terus,
sepanjang jalan Kwik soat kun mengalihkan sorot matanya untuk mengawasi
keadaan sekitarnya, tampak empat penjuru merupakan barisan pegunungan yang
menjulang tinggi ke angkasa dengan tebing yang curam, tampaknya tempat itu
merupakan sebuah lembah yang terbuat dari alam.
Siapapun pasti takkan menyangka kalau didalam lembah yang terpencil dan
dikelilingi oleh bukit yang terjal tersebut sesungguhnya terdapat sebuah markas
besar suatu perkumpulan yang menguasai dunia persilatan dewasa ini.
Setelah menembusi kebun bunga yang sangat luas, bocah itu mengajak mereka
memasuki sebuah hutan yang amat lebat. Sebuah jalanan kecil beralas batu putih
terbentang jauh ke depan menembusi hutan lebat itu. Setelah berputar dua kali,
pemandangan kembali berubah, tampak ditengah hutan yang lebat itu terdapat
sebuah tanah kosong yang luasnya tiga kaki, di atas tanah lapang itu tumbuh
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rumput yang amat lembut, sebuah papan nama yang ditunjang dua buah kayu
berdiri ditengah tanah lapang itu. Di atas papan nama tertera tiga huruf besar
yang berbunyi. "CIAT KIAM CU" (Tempat melepaskan pedang)
Bocah berbaju hijau itu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung
Im Seng sekalian, setelah itu pelan-pelan ujarnya. "Andaikata kalian membawa
321 senjata tajam harap digantungkan ditempat ini, bila akan kembali nanti senjata
tersebut baru diambil kembali."
Buyung Im Seng dan Kwik soat kun sekalian saling berpandangan sekejap,
kemudian pelan-pelan mereka melepaskan senjata tajamnya dan digantungkan
pada sebuah rak kayu yang telah tersedia.
Kembali bocah itu memandang ke empat orang itu sekejap, lalu berkata lebih jauh.
"Selain pedang mustika, bila kalianpun menyimpan senjata rahasia, harap
disimpan pula ditempat ini."
"Apakah didalam Seng tong terdapat senjata tajam berupa pedang atau golok?"
tanya Kwik soat kun dingin.
"Tentu saja ada."
"Kalau toh orang-orang dari partai kalian boleh membawa senjata, mengapa kami
tak diperkenankan membawa secuil besipun?"
"Aku tak lebih cuma menasehati kalian saja, mau menurut atau tidak, terserah
pada kalian." Tanpa menggubris Kwik soat kun lagi, dia segera melanjutkan perjalanannya
menuju ke depan. Kwik soat kun, Buyung Im Seng, Nyo hong leng dan Siau tin mengikuti di
belakangnya. Lebih kurang belasan kaki kemudian, keadaan medan bertambah
lebar, sebuah dinding pekarangan yang terbuat dari batu hijau menghadang
perjalanan mereka. Dinding pekarangan itu amat tinggi besar dan hampir boleh dibilang menutupi
semua pemandangan, tak nampak sebuah bendapun selain dinding itu.
Pintu batu yang besar berada dalam keadaan tertutup rapat, tidak tampak
bayangan manusia yang berlalu lalang, juga tak kedengaran sedikitpun suara,
suatu keheningan yang aneh, menciptakan suatu keseraman yang mengerikan.
Tiba-tiba saja bocah itu berhenti dari dalam sakunya dia mengeluarkan secarik
sapu tangan untuk membungkus mulut luka pada lengan kanannya, kemudian
berkata. "Setelah memasuki pintu batu itu, berarti kalian telah memasuki ruang
Seng tong, aku hanya bisa menghantar sampai di sini saja, semoga saja kalian
bisa baik2 menjaga diri."
Selesai bicara tanpa menunggu jawaban dia membalikkan badan memasuki hutan
dan lenyap dari pandangan mata.
o-O-o Bagian 24 Sepeninggal bocah itu, Buyung Im Seng baru berkata dengan suara lirih.
"Sepanjang jalan kemari, tak seorang manusiapun yang kita jumpai, keadaan
semacam ini benar2 membuat orang sukar untuk mempercayainya."
322 "Mungkin mereka bersembunyi di atas pohon atau di semak belukar, hal ini bukan
suatu yang aneh, yang aneh justru pekarangan ini, belum pernah kujumpai dinding
pekarangan setinggi dan sebesar ini.." kata Kwik soat kun.
"Kenapa dengan dinding tersebut?"
"Kalau dilihat dari namanya lembah tiga malaikat, seharusnya ditempat ini
terdapat tiga buah istana yang berbeda-beda atau paling tidak terdapat sebuah
ruang megah yang dihuni tiga orang, tapi dibalik dinding pekarangan itu
tampaknya tidak ada bangunan yang lebih tinggi dari pada dinding ini."
Diam-diam Buyung Im Seng mencoba untuk menilai keadaan di sekitarnya waktu
itu mereka berdada lebih kurang sepuluh kaki di depan dinding itu, lagi pula
keadaan tanahnya agak tinggi, andaikata dibalik dinding tersebut ada bangunan
yang tinggi atau megah, sudah seharusnya kalau hal itu terlihat dari luar.
Tiba-tiba Nyo hong leng berkata. "Aku rasa dibalik dinding ini mungkin terdapat
keadaan yang sama sekali lain, mari kita masuk kita hadapi saja keadaan menurut
situasi yang kita hadapi nanti."
Kwik soat kun tersenyum, sahutnya. "Benar juga perkataan itu, masa sebelum
musuh menampakkan diri kita sudah ketakutan setengah mati."
Pelan-pelan Buyung Im Seng melangkah maju, sambil berjalan diam-diam dia
berbisik. "Sewaktu memasuki pintu batu nanti, lebih baik kita bisa
mempertahankan suatu jarak tertentu sehingga bila sampai terjadi suatu
perubahan yang tak diinginkan, orang yang berada di belakangnya bisa
menghadapi dengan sebaiknya."
Sementara itu ia telah mendekati pintu batu tersebut. Buyung Im Seng segera
mengerahkan tenaganya lalu menekan pintu batu tersebut dan di dorongnya,
menyusul gerakan tadi, secepat kilat dia menerobos ke samping untuk berjaga jaga
terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Ternyata sepasang pintu itu segera terbentang lebar, ketika melongok ke dalam,
ternyata dibalik pintu itu merupakan sebuah jalan besar yang beralaskan batuan
hijau, dikedua belah sampingnya berupa rumah2 baru yang rendah, tapi
bangunannya kokoh dan sangat rapi sekali.
Buyung Im Seng segera mendehem pelan, kemudian berseru. "Aku adalah Buyung
Im Seng, sengaja datang untuk menyambangi Seng tong!"
Sampai lama kemudian, dari balik lorong itu masih belum kedengaran suara
jawaban, juga tak nampak seorang manusiapun yang menampilkan diri untuk
menyambut kedatangan mereka.
Suasana yang begitu sepi dan hening ini mengingatkan orang pada neraka yang
mengerikan, memberikan suasana seakan akan di sana tiada kehidupan belaka.
Buyung Im Seng mencoba untuk menengok ke belakang, sehingga tampak olehnya
baik Kwik soat kun, maupun Siau ting sama2 menunjukkan sikap yang bingung
tapi amat serius. 323 Jelas pemandangan serta suasana semacam ini telah mendatangkan perasaan
seram dan aneh bagi mereka semua.
Diam-diam Buyung Im Seng menghembuskan napas panjang, kemudian setelah
tertawa, katanya. "Kalau memang tiada orang yang menjawab pertanyaan ini,
terpaksa aku akan masuk sendiri!"
Pelan-pelan dia lantas melangkah masuk. Nyo hong leng yang berada disampingnya
segera mendahului ke depan dan mengikuti di belakang Buyung Im Seng dengan
ketat, bisiknya kemudian. "Hati-hati dengan rumah2 rendah yang berada dikedua
samping jalan tersebut."
Kwik soat kun serta Siau tin segera menyusul pula, dengan langkah yang amat
hati-hati. Setelah berjalan dua kaki, sampailah mereka di depan pintu ruangan yang besar,
mendadak Buyung Im Seng membalikkan badannya dan membelok ke arah sebuah
rumah kecil dari batu putih yang berada disamping ruangan, dengan cepat ia
mendorong pintu ruangan. Ketika melongok, maka tampaklah dalam ruangan itu duduk seorang lelaki dan
seorang perempuan. Yang lelaki berusia 50 th dengan jenggot sepanjang dada dan
mengenakan baju biru. Sedang perempuan itu berusia 40 th memakai baju kasar
dengan dandanan yang amat sederhana sekali.
Diantara mereka berdua terletak sebuah meja kayu, dia tas meja itu tersedia
empat macam sayur kecil, sepoci arak dan mereka sedang bersantap.
Sewaktu Buyung Im Seng mendorong pintu dan melongok, lelaki maupun
perempuan itu seakan2 tidak merasakan kehadirannya, mereka sama sekali tak
menengok barang sekejappun.
Tampak yang perempuan sedang mengangkat cawan arak dan memberi tanda
kepada lelaki itu, sedang lelaki tadi segera mengangkat cawan araknya dan
meneguk isinya sampai habis.
Sebenarnya Buyung Im Seng bermaksud hendak menegur, tapi ketika dilihatnya
kedua orang itu hanya duduk saling berhadapan sambil mengeringkan cawan dan
selama ini tak mengucapkan sepatah katapun, tergerak juga hatinya.
"Mungkin mereka adalah orang yang bisu dan tuli, lebih baik tak usah marah pada
mereka." Berpikir demikian, dia lantas berusaha keras untuk menekan hawa
amarah yang berkobar di dadanya, setelah mendehem berat, diapun menegur.
"Locianpwe." Pelan-pelan lelaki itu meletakkan kembali cawan araknya dan memalingkan
kepalanya, dengan sorot mata yang dingin dan hati bergidik dia memandang
sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian tegurnya "Siapakah kau?" Suaranya
nyaring, nadanya jelas, sama sekali tidak berbeda dengan keadaan manusia biasa.
"Sewaktu aku membuka pintu tadi, apakah kau telah mengetahuinya?" tegur
Buyung Im Seng. Kakek itu segera manggut-manggut. "Kau sama sekali tak tahu sopan santun!"
katanya. 324 "Aku telah berteriak beberapa kali namun sama sekali tidak terdengar suara
jawaban, apakah kaupun tidak mendengar teriakan tadi?"
"Sudah kudengar." Sahut kakek itu dingin. "Apakah lohu harus menjawab
teriakanmu itu?" Mendengar ucapan itu Buyung Im Seng segera berkerut kening, lalu katanya.
"Kalau begitu kalian berdua sudah mendengar teriakanku, tapi sengaja tak mau
menjawab?" "Benar!" kembali kakek itu manggut2.
Kontan saja Buyung Im Seng tertawa dingin tiada hentinya, dia berkata dengan
ketus. "Sungguh tak kusangka orang2 didalam Seng tong adalah manusia2 tak tahu
sopan santun seperti ini!"
Tiba tiba kakek baju biru itu mendongakkan kepalanya dan tertawa. "Ha.. ha...
bocah cilik, apakah kau sedang memaki lohu?"
"Locianpwe sudah hidup puluhan tahun lamanya, kenapa caramu berbicara sama
sekali tak tahu sopan santun" Sekalipun boanpwe sampai mendampratmu dengan
beberapa patah kata rasanya juga bukan suatu perbuatan yang kurang hormat."
Mendadak kakek itu melototkan sepasang matanya bulat2, kemudian serunya
dengan gusar. "Bocah cilik, nyalimu benar2 amat besar, berani benar kau bersikap
begitu kurang ajar terhadapku."
"Kau sendiri yang kurang hormat lebih dulu, mengapa aku mesti memegang tata
kesopanan lagi?" Kakek berbaju biru itu semakin gusar serunya "Hei, orang muda, kau begitu kurang
ajar dan tak tahu diri, tampaknya lohu harus memberi pelajaran sebaik baiknya
kepadamu." "Jika kau bersedia memberi petunjuk, dengan senang hati akan kulayani
keinginanmu itu." Kakek berbaju biru itu segera bangkit berdiri, katanya dengan suara lantang,
"Masuklah kemari, lohu pasti akan memberi pelajaran yang sebaik2nya kepadamu."
"Baik! Aku akan menyaksikan sendiri sampai dimanakah kelihaianmu yang
sebenarnya." Selesai bicara, dia benar2 melangkah masuk ruangan tersebut. Tiba-tiba Kwik soat
kun mengeluarkan tangannya menghalangi jalan pergi Buyung Im Seng, katanya.
"Tunggu sebentar."
Sorot matanya segera dialihkan ke arah kakek baju biru itu, kemudian lanjutnya,
"Aku lihat paras muka kalian berdua amat dikenal, apakah kamu berdua adalah
Liong Hong siang kiam (Sepasang pedang naga dan burung hong) yang amat
terkenal itu...?" Kakek baju biru itu agak tertegun, kemudian serunya. "Siapakah kau" Kenapa
secara tiba-tiba bisa mengenali kami suami istri berdua?"
(Bersambung ke jilid 17) 325 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 17 "Boanpwe adalah Kwik Soat kun..."
"Kwik Soat kun... Kwik Soat kun.." gumam kakek baju biru itu berulang kali.
"Aku lahir agak terlambat, sehingga ketika Locianpwe masih ternama dan
menggetarkan seluruh dunia persilatan dulu, boanpwe masih belum terjun ke
dalam arena dunia persilatan."
"Oh... kiranya begitu."
Kwik Soat kun segera mengalihkan sorot matanya memandang wajah Buyung Im
seng, setelah itu ujarnya: "Locianpwe, apakah kau tidak kenal dengan Buyung
kongcu ini?" Kakek baju biru itu menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya pelan.
"Sesudah belasan tahun lamanya lohu menghuni tempat ini, terhadap dunia
persilatan boleh dibilang sudah jauh sekali. tentu saja tiada orang yang kukenal
lagi, terutama angkatan mudanya."
"Walau locianpwe tidak kenal dengan Buyung kongcu, tapi menggunakan nama
ayahnya sudah pasti locianpwe akan segera mengenalinya."
"Walaupun lohu sudah cukup lama berkelana didalam dunia persilatan, namun
tidak banyak yang kukenal, belum tentu lohu kenal dengan ayahnya."
"Nama ayahnya itu meski belum pernah locianpwe jumpai paling tidak pasti pernah
kau dengar." "Oh... kalau begitu dia pastilah seorang manusia yang amat ternama sekali."
"Betul, apakah locianpwe pernah mendengar tentang Buyung Tiang kim?"
326 Seakan-akan dadanya secara tiba-tiba kena dihantam keras, mendadak kakek
berbaju biru itu melompat bangun, tapi sejenak kemudian pelan-pelan dia duduk
kembali ke tempat semula, katanya pelan. "Lohu memang pernah mendengar nama
Buyung tayhiap..." Kemudian sambil mengulapkan tangannya, dia melanjutkan. "Kalian boleh segera
menutup pintu dan pergilah!"
Buyung Im seng yang menyaksikan kejadian itu menjadi agak tercengang dan tidak
habis mengerti, dengan termangu-mangu dia mengawasi sekejap wajah kedua
orang itu, akhirnya pelan-pelan dia menutup kembali pintu ruangan itu.
Kwik Soat kun segera menghela napas panjang, katanya. "Kongcu, untung saja kau
tak sampai bertarung melawan mereka, kalau sampai pertarungan berkobar tadi,
niscaya sulit buat kita meloloskan diri dari tempat ini."
"Kenapa?" tanya Buyung Im seng dengan suara lirih.
"Liong-hong siang kiam merupakan manusia yang termasyhur namanya dalam
dunia persilatan dimasa lalu, terutama sekali di kalangan wilayah Kang lam
maupun Kang pak, semua jago2 yang ada di dunia persilatan ketika itu, terutama
sekali kaum liok lim rata2 menaruh rasa segan dan takut yang besar terhadap
mereka." "Siapa tahu kalau nama besar mereka itu hanya nama kosong belaka?" sela Nyo
hong leng. "Perkumpulan kami bisa menanamkan kekuatannya didalam perguruan Sam seng
bun bukannya sama sekali tanpa sebab, bila berbicara soal ilmu silat bukan saja
sulit bagi kami untuk beradu kekuatan dengan pihak Sam seng bun, sekalipun
dengan perguruan lain yang lebih tangguhpun kami masih kalah, itulah sebabnya
kami mengesampingkan kekuatan dengan memilih kecerdasan otak untuk
menghadapi mereka, sekalipun Sam seng bun memiliki kekuatan yang sangat
tangguh, tapi mereka tak mampu untuk menekan dan mendesak Li ji pang kami
untuk keluar dari keramaian dunia persilatan, bukan saja perkumpulan kami
sangat menguasai tentang situasi yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini,
lagi pula kamipun mempunyai catatan yang cermat dan seksama terhadap jago-jago
dunia persilatan selama puluhan tahun berselang ini, bukan saja kami berhasil
melakukan penyelidikan terhadap para jago-jago yang pernah tersohor pada lima
puluh tahun berselang lagi pula kamipun berhasil membuat catatan tentang raut
wajah mereka.." "Oleh karena itu begitu berjumpa dengan mereka berdua, nona segera
mengenalinya sebagai Liong hong siang kiam?"
"Benar!" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Hanya ada satu kasus dalam dunia
persilatan yang hingga kini tidak berhasil kami ketahui."
"Kasus apakah itu?"
"Tentang kematian ayahmu, walaupun perkumpulan kami telah mengerahkan
segenap kekuatan yang dimiliki untuk melakukan penyelidikan, tapi sampai kini
327 masih tetap merupakan teka teki yang tak terpecahkan, kami tidak berhasil
mengetahui keadaan yang sebenarnya."
"Buyung tayhiap mati karena dikerubuti orang banyak, tentu saja sukar untuk
diselidiki keadaan yang sebenarnya, sebab pelaku dari kejahatan itu bukan cuma
seorang saja." sela Nyo hong leng.
"Sekalipun begitu kenyataannya dan pangcu kamipun berpendapat demikian ketika
itu, namun setelah melakukan penyelidikan yang seksama, kemudian baru
diketahui kalau bukan demikianlah duduk persoalan yang sebenarnya, semua titik
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terang yang berhasil kami kumpulkan atau kami lacaki itu, tahu-tahu sudah
terputus ditengah jalan, bahkan makin diselidiki keadaannya semakin kalut dan
membingungkan." Tampaknya dia merasa sudah membeberkan rahasia terlampau banyak, maka
secara tiba-tiba dia membungkam diri.
Terdengar suara dari kakek baju biru itu berkumandang lagi dari balik pintu
ruangan yang tertutup rapat. "Buyung kongcu!"
Sekalipun suaranya tak terlalu keras, tapi Buyung Im seng dapat mendengar
dengan jelas sekali, bahkan Kwik Soat kun maupun Nyo hong leng juga dapat
dengar dengan jelas. Buyung Im seng segera berhenti, ditengoknya pintu ruangan itu, kemudian
serunya. "Apakah locianpwe sedang memanggilku?"
Dari balik pintu ruangan kembali berkumandang. "Memandang muka ayahmu,
lohu bersedia memberitahukan beberapa persoalan kepadamu."
"Dengan senang hati boanpwe akan mendengar petunjuk tersebut."
Suara itu kembali berkumandang. "Bila kau dapat mengurangi rasa ingin tahumu
dan tidak mendorong pintu lain untuk mengetahui isinya, sebaliknya berjalan
menuju ke ruang Seng tong, maka hal ini justru akan memberi banyak keuntungan
bagi dirimu." Sekalipun Buyung Im seng merasa keheranan setengah mati, namun diapun tak
banyak bertanya lagi, setelah menjura katanya. "Terima kasih banyak atas
petunjuk locianpwe. Dari balik ruangan kembali terdengar. "Sekarang kalian boleh pergi, maaf kalau
lohu tak bisa memberi petunjuk lagi kepadamu."
"Tidak berani merepotkan cianpwe."
Kwik Soat kun segera menarik ujung baju Buyung Im seng dan berbisik lirih. "Mari
kita pergi!" Beberapa orang itu segera membalikkan tubuhnya dan berjalan lebih jauh ke
depan. Tempat itu bagaikan sebuah jalan raya saja, kedua belah sisi jalan penuh dengan
perumahan yang saling bersambungan satu dengan lainnya, dan bangunan tadi
328 kebanyakan adalah rumah-rumah batu yang rendah dan pendek dengan warna
yang sama. Tapi pintu kayu tidak banyak, setiap pintu paling tidak berjarak antara empat
kaki lebih. Oleh karena dalam ruangan batu pertama tadi mereka telah menemukan Liong
hong siang kiam, hal mana menimbulkan suatu keinginan dalam hati Buyung Im
seng untuk memeriksa ruangan yang lain, sebab dia merasa bahwa dibalik ruangan
tersebut besar kemungkinannya juga dihuni oleh orang.
Akan tetapi dalam harinya dia pun masih teringat dengan pesan si kakek baju biru
yang melarangnya untuk mendorong pintu kayu tersebut untuk menengok ke
dalam. Padahal dorongan hati yang kuat mendorong dirinya untuk membuka pintu tadi
untuk melihat keadaan yang sesungguhnya.
Alhasil timbullah pertentangan batin yang cukup kuat didalam hatinya, hal mana
membuat pemuda itu menjadi sangsi, akibatnya setiap kali berada di depan pintu
kayu, tanpa terasa dia menghentikan sejenak langkah kakinya.
Kwik Soat kun, Nyo hong leng dan Siau tin tidak berkata apa-apa, namun dalam
hati merekapun timbul perasaan ingin tahu yang tak kalah besarnya daripada
perasaan Buyung Im seng sendiri.
Maka setiap kali Buyung Im seng berhenti sejenak untuk menengok ke arah pintu
ruangan itu, mereka turut berhenti sejenak, enam buah mata bersama sama
dialihkan ke arah pintu itu, sedangkan mimik wajahnya menunjukkan gejolak
perasaannya yang ingin maju dan menengok keadaan yang sebetulnya.
Secara beruntun mereka telah melewati empat buah pintu, tapi semuanya dilewati
saja tanpa dibuka untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, setelah melewati
empat buah pintu tadi, sampailah mereka di perempatan jalan.
Ternyata bangunan rumah yang berada ditengah dinding pekarangan yang amat
tinggi ini aneh sekali, di sana terbentang sebuah jalan yang berbentuk
persimpangan, ketika Buyung Im seng berdiri ditengah persimpangan jalan tadi
dan memeriksa keadaan di sekelilingnya, maka dijumpainya pada ketiga buah jalan
yang lain pun mempunyai corak serta keadaan yang sama dengan bangunan
dimana mereka baru saja melewatinya.
Kecuali sebuah jalan raya yang membentang lurus dikedua belah sisinya juga
terdapat bangunan rumah yang terbuat dari batu.
Bangunan batu yang bersusun susun dibangun dalam satu deretan yang sama,
sepintas lalu tampaknya seluruh deretan penuh dengan bangunan, adalah yang
sebenarnya adalah terpisah-pisah.
Anehnya pintu yang ada di sana sangat sedikit sekali jumlahnya, sepertinya tiap
lima buah bangunan rumah baru terdapat sebuah pintu dan pintu itupun berada
dalam keadaan tertutup rapat.
Keanehan yang terdapat pada bangunan rumah batu adalah selain pintu, ternyata
di situ tak ada sebuah jendelapun, seakan akan tempat itu hanya sebuah gudang
penyimpanan barang saja. 329 Buyung Im seng memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian pelan2
katanya. "Ditempat ini benar2 terdapat sebuah pemandangan lain dari yang lain,
bangunan rumah berwarna abu-abu, ditambah pintu yang tertutup rapat dan sama
sekali tidak ada bayangan manusia, tidak kedengaran sedikitpun suara, tapi dalam
setiap bangunan rumah tersebut kemungkinan besar dihuni orang, dalam suasana
yang begini misterius dan anehnya aku jadi bertanya tanya kepada diri sendiri,
sebenarnya tempat ini neraka ataukah surga?"
"Bukan neraka, juga bukan sorga." jawab Nyo hong leng cepat, "Tempat ini tak
lebih hanya sebuah penjara yang dibuat oleh seseorang manusia yang amat cerdas
untuk mengurung jago-jago persilatan."
"Setelah menyaksikan kehadiran Liong hong siang kiam suami istri di sana aku
merasa bahwa ucapan nona memang tepat sekali." kata Kwik Soat pula, "meskipun
aku tak dapat melihatnya, akan tetapi dapat kurasakan bahwa ditempat ini seakan
akan terdapat sesuatu kekuatan tak berwujud yang dapat membelenggu para jago
lihai seperti sepasang suami istri tadi, sehingga mereka sama sekali tak berani
keluar ruangan itu untuk melarikan diri."
Pelan-pelan Buyung Im seng mengangguk, "Benar" sahutnya, "setelah sampai di
sini sepanjang jalan kita tidak menjumpai alat jebakan atau penjagaan yang
ketat, tapi herannya kenapa para tawaran itu rela berdiam di sini dan mati ditempat ini
daripada mengambil keputusan untuk melarikan diri."
"Dimana tidak nampak suatu penjagaan yang berwujud, berarti di sana pasti
terdapat suatu kekuatan tak berwujud yang telah membelenggu mereka semua."
kata Nyo hong leng. "Pendapat ini memang lihai sekali" bisik Kwik Soat kun, "tapi apakah kongcu
telah melihat bahwa di sana terdapat rantai atau borgol tak berwujud yang telah
membelenggu mereka?"
Nyo hong leng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku sama sekali tidak
menemukannya, tapi asal aku diberi kesempatan dan waktu yang cukup, rasanya
tak sulit untuk menemukan sebab musabab yang membuat mereka berbuat
demikian." "Kalau toh mereka sudah tahu akan kunjungan kita kemari, aku sungguh heran,
kenapa belum nampak juga ada manusia yang menampilkan diri untuk membawa
jalan?" "Apakah merekapun bermaksud untuk membelenggu dan mengurung kita ditempat
ini?" kata Buyung Im seng.
Kwik Soat kun memeriksa dulu di situ, kemudian setelah menentukan arah dia
berkata: "Kita masuk dari pintu selatan, jika Seng tong tidak terletak didalam
halaman yang luas ini, berarti kita harus berjalan menunjuk ke sebelah utara."
"Yaa, tampaknya kita memang harus berbuat demikian sekarang!" sahut Buyung
Im seng. 330 Tanpa banyak bicara lagi dia segera melangkah menunjuk ke arah utara lebih
dahulu. Jalanan itu panjangnya hanya belasan kaki setelah melewati empat buah
pintu kayu, sampailah mereka di ujung jalan.
Tampak sebuah pintu batu yang menghalangi jalan pergi mereka pelan-pelan
membuka sendiri, lalu sebuah pemandangan lain yang luar biasa terbentang
kembali di depan mata. Dibalik pintu batu itu terbentang sebuah jalan yang beralaskan batu putih, batu
putih beraneka warna bunga tumbuh dengan indahnya disekitar sana, jalanan tadi
langsung berkelok ke arah kerumunan bunga tadi, dibandingkan dengan suasana
menyeramkan di luar pagar dinding tadi benar2 jauh berlawanan.
Nyo hong leng memandang sekejap aneka bunga yang tumbuh di sana, kemudian
termenung beberapa saat lamanya, setelah itu sambil menghela napas panjang
katanya. "Aku mengerti sekarang aku mengerti..."
"Apa yang kau pahami?" tegur Buyung Im seng dengan wajah keheranan.
Pelan-pelan Nyo hong leng berjalan ke arah pintu batu itu, kemudian katanya.
"Coba kalian perhatikan dengan seksama warna dari bunga-bunga ini?"
"Adakah sesuatu yang tidak beres dengan warna bunga ini?"
Nyo hong leng mengulurkan tangannya untuk menuding sekelompok bunga,
kemudian katanya. "Coba kalian perhatikan warna dari bunga tersebut, bukankah
di setiap bagian tentu terdapat warna yang amat jelas" Walaupun sepintas lalu
nampak serabutan tapi sesungguhnya beraturan sekali."
"Kesemuanya itu melambangkan apa?" tanya Buyung Im seng setelah
memperhatikannya beberapa saat.
"Sesungguhnya tumbuh bunga yang berada di sini disusun menurut suatu
kedudukan ilmu barisan yang sangat lihai, tampaknya Sam seng tong memang
benar-benar luar biasa, pelbagai manusia berbakat tampaknya muncul di sini."
"Menggunakan bunga untuk membuat barisan aneh?"
"Ehm... aku kenal sekali dengan ilmu barisan ini dan aku yakin pandanganku tak
bakal salah lagi." "Seandainya warna2 bunga itu luntur apakah barisan aneh ini masih digunakan?"
tanya Kwik Soat kun tiba-tiba.
"Sekalipun warna bunganya sudah luntur barisan aneh ini masih ada
kegunaannya." Kwik Soat kun segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
katanya. "Kalau toh nona sudah mempunyai keyakinan terhadap ilmu barisan ini,
mari kita serbu saja ke dalam."
"Tampaknya mereka bermaksud untuk mengurung kita dalam barisan bunga ini,
maka mereka tidak mengirim orang untuk menyambut kedatangan kita ini."
331 Kwik Soat kun segera tersenyum, katanya, "Sayang mereka sama sekali tidak
menyangka kalau diantara mereka berempat masih terdapat seorang tokoh lihai
yang memiliki kecerdasan yang luar biasa sekali."
Nyo hong leng tersenyum. "Aaah... cici suka benar bergurau." katanya.
Sambil melangkah maju ke depan, bisiknya dengan suara lirih.
"Kalian harus perhatikan baik2 tempat dimana kakimu berpijak, jangan sampai
salah barang selangkahpun, sebab bila salah melangkah akibatnya akan
merepotkan sekali." "Jangan kuatir nona, rupanya kami tak akan salah mengikuti jejakmu..."
Nyo hong leng tidak banyak bicara lagi, dia segera melangkah ke depan dan
menelusuri barisan bunga itu.
"Kongcu..." seru Kwik Soat kun sambil menjura.
Buyung Im seng juga tidak sungkan-sungkan lagi, dengan cepat dia mengikuti di
belakang Nyo hong leng. Kwik Soat kun dan Siau tin segera menyusul di belakangnya, selangkah demi
selangkah mereka mengikuti terus dengan ketat di belakang tubuh Nyo hong leng.
Siau tin berjalan dipaling belakang, dia merasa beraneka bunga yang tumbuh di
sana menyiarkan bau semerbak, dan tak ditemukan sesuatu yang aneh, tanpa
terasa timbullah sifat kekanak-kanakannya.
"Dia bilang barisan bunga ini sangat lihai sekali" demikian nona itu berpikir.
"heran, kenapa aku sama sekali tak menemukan apa-apa" Mungkin ucapan
tersebut hanya tipuan belaka, kenapa aku tak mencoba-coba untuk membuktikan
sampai dimanakah kehebatan dari ilmu barisan yang dikatakan hebat ini?"
Berpikir demikian sengaja dia tak menuruti langkah kaki yang dilakukan Nyo hong
leng, sebaliknya malah melangkah dua tiga ke samping kiri.
Sekalipun hanya berbeda dua langkah ternyata pandangan yang dihadapinya
mendadak berubah sama sekali. Dia merasakan pandangan matanya menjadi
kabur, tahu-tahu ia sudah kehilangan jejak Nyo hong leng sekalian.
Mimpi pun Siau tin menyangka kalau perbedaan yang cuma dua langkah itu akan
mengakibatkan suatu perubahan yang begitu besar, tak tahan lagi dia segera
berteriak keras. Mendadak Nyo hong leng berhenti dan berpaling ke belakang, ia saksikan Siau tin
yang berada ditengah kerumunan aneka bunga itu sedang menari-nari seperti
orang gila, tampaknya dia terperosok ke dalam barisan yang sangat lihai itu.
Kwik Soat kun yang menyaksikan Siau tin sedang tergagap seperti orang yang
tercebur ke dalam air juga turut keheranan, diam-diam pikirnya di hati. "Sudah
jelas tempat ini hanya kerumunan bunga belaka, kenapa bisa memperlihatkan
kehebatan seperti ini" Benar2 membuat orang tidak habis mengerti."
Tampak butiran keringat sebesar kacang kedelai sudah membasahi seluruh tubuh
Siau tin, agaknya dia sedang merasakan suatu penderitaan yang luar biasa sekali,
332 sikap seperti itu bukan sengaja dilakukan untuk berpura-pura tapi terasa kembali
dia berpikir. "Jika aku mengulurkan tangan untuk menyelamatkan dirinya, kejadian ini pasti
akan merusak nama baik perkumpulan Li ji pang dimata orang lain."
Perempuan ini memang sangat cekatan dan cerdik sekali, walaupun dia berniat
untuk menolong orang, namun sebisanya dia berusaha untuk menghindarkan diri
dari suatu ancaman bahaya, maka sepasang kakinya dipantekkan lekat-lekat
ditempat semula sementara tubuhnya segera membungkuk ke depan untuk meraih
tubuh Siau tin. Terdengar Nyo hong leng berbisik lirih. "Tidak usah Nona Kwik repot2."
Dia segera masuk kerumunan bunga itu, sekalipun jaraknya dengan Siau tin tidak
begitu jauh dan hanya memerlukan tiga lima langkah sudah akan mencapai tempat
dimana Siau tin berada, namun didalam kenyataannya dia harus berputar satu
lingkaran besar lebih dahulu sebelum mencapai tempat tersebut.
Kemudian setelah berhasil meraih tubuh Siau tin sekali lagi Nyo hong leng harus
berputar cukup jauh sebelum balik ke tempat semula.
Setelah sampai di sisi Kwik Soat kun, Siau tin seakan akan melihat matahari
kembali, sambil membesut keringat yang membasahi wajahnya dia bergumam.
"Sungguh lihai, sungguh lihai sekali!"
Ketika dilihatnya Kwik Soat kun sedang melotot ke arahnya dengan wajah gusar,
buru-buru dia menundukkan kepalanya sambil berseru. "Dosa tecu benar2 patut
dihukum mati!" Kwik Soat kun segera mendengus dingin, tegurnya. "Kau terjebak dalam barisan
itu karena tidak sengaja, ataukah memang bermaksud untuk mencobanya?"
"Tecu..." Buyung Im seng yang berada disampingnya segera menukas. "Sudahlah, harap
nona Kwik suka memandang wajahku untuk tidak memperpanjang persoalan ini
lagi." Sambil tertawa Kwik Soat kun lantas manggut2, sahutnya. "Perintah kongcu tentu
saja akan kuturuti." Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah Siau
tin, dia melanjutkan. "Tempat ini adalah tempat yang sangat berbahaya, setiap
langkah berarti ancaman yang mematikan, sudah berhati-hati dan bertindak
cermatpun ada kalanya akan terperosok juga ke dalam perangkap, tak kusangka
kau berani mencoba-coba untuk menentang bahaya. Hm... kau harus tahu, soal
mati hidupmu adalah soal kecil, tapi kalau akibatnya sampai merembet kepada
orang lain, bukanlah kesalahanmu itu benar2 tidak terampuni?"
"Tecu tahu salah."
"Sudahlah" sela Nyo hong leng pula. "Bagaimanapun juga persoalan ini kan sudah
lewat, kini selanjutnya hati-hati. Mari kita berangkat!"
Selesai berkata dia lantas melangkah maju lebih dulu, Buyung Im seng dan
lainlain segera mengikuti kembali di belakang Nyo hong leng.
333 Waktu itu Siau tin sudah mengetahui akan kelihaian barisan bunga itu, maka kali
ini dia mengikuti petunjuk orang dengan seksama, sedikitpun tak berani bertindak
gegabah lagi. Di bawah petunjuk Nyo hong leng, akhirnya beberapa orang itu berhasil keluar
dari barisan bunga itu dengan selamat.
Setelah melewati barisan bunga, pemandangan yang terbentang di depan mata
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali berubah. Tampak dua orang bocah baju hijau yang masing2 menyoren
sebilah pedang sedang berdiri lurus lebih kurang dua kaki di luar barisan bunga
tersebut. Sepanjang jalan yang terbentang sekarang merupakan pepohonan yang sengaja
dipotong rendah dan rata, tampaknya pepohonan rendah itu dipakai sebagai
pengganti dinding pekarangan, didalamnya terbentanglah tanah lapang berumput
yang indah. Dimana dua orang bocah berpedang itu berdiri tak lain adalah pintu masuk dari
dinding pekarangan yang berupa pohon2 pendek itu.
Nyo hong leng segera berbisik kepada Kwik Soat kun. "Tampaknya kembali akan
terjadi perang mulut, cici, lebih baik kau saja yang menghadapi mereka."
Kwik Soat kun tersenyum, pelan-pelan dia melangkah ke depan dan langsung
menuju kehadapan dua orang bocah itu.
Dua orang bocah itu segera mementangkan matanya bulat2 dan mengawasi wajah
Kwik Soat kun tanpa berkedip.
Diam-diam Kwik Soat kun memperhatikan dua orang bocah itu sementara otaknya
sedang berputar bagaimana caranya untuk bicara menghadapi kedua bocah ini,
kalau dilihat dari pandangan yang terbentang di sana, tampaknya jaraknya dengan
Seng tong tak jauh lagi. Dalam keadaan dan situasi semacam ini setiap perkataan maupun tindakan sudah
tak boleh melakukan kesalahan lagi.
Siapa tahu, apa yang kemudian terjadi sam sekali di luar dugaannya, ketika Kwik
Soat kun telah tiba di hadapan kedua bocah itu, ternyata mereka belum juga
mengucapkan sepatah katapun.
Ketenangan dan kemantapan yang diperlihatkan dua bocah itu membuat
kewaspadaan Kwik Soat kun meningkat, ia segera berhenti, kemudian setelah
memperhatikan sekejap kedua bocah itu tegurnya. "Mohon petunjuk dari kalian
berdua!" Empat buah mata jeli dari kedua bocah itu bersama sama dialihkan ke wajah Kwik
Soat kun, kemudian manggut2 dan menyingkir ke samping untuk memberi jalan
lewat, jelas mereka bermaksud untuk mempersilahkan mereka melewati tempat
itu. Cuma anehnya, kedua bocah itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun.
Dengan pandangan yang dingin Kwik Soat kun memperhatikan terus gerak gerik
dari dua bocah tadi, sewaktu dilihatnya mereka sama sekali tidak bermaksud
jahat, dia menjadi semakin keheranan lagi, pikirnya kemudian, "Heran, mengapa kedua
334 bocah ini tidak berbicara sebaliknya menggunakan gerakan tangan untuk
menggantikan ucapannya, apa arti dan tujuan mereka yang sebenarnya?"
Berpikir sampai di situ, sengaja dia bertanya "Maksud kalian apakah tempat ini
adalah jalan menuju ke ruang Seng tong?"
Dua bocah itu tertawa dan manggut2, namun mereka tetap membungkam dalam
seribu bahasa. Dalam pad itu, Buyung Im Seng dan Nyo hong leng sekalian telah tiba di situ, dua
orang bocah itu segera memperhatikan beberapa orang itu sekejap, setelah itu
masing-masing mundur dua langkah.
Maksud dari tindakannya itu sudah jelas sekali, yakni bersiap siap untuk
mempersilahkan beberapa orang itu lewat, sama sekali tidak bermaksud untuk
menghalanginya. Kwik Soat kun yang selama ini cekatan dan cerdik, pada saat ini dibikin tertegun
juga dibuatnya, dia benar2 dibikin tidak habis mengerti oleh sikap lawannya,
maka sambil mengerahkan tenaga dalamnya bersiap siaga, dia melangkah ke dalam.
Buyung Im Seng, Nyo hong leng dan Siau tin dengan cepat mengikuti pula. Benar
juga, dua bocah itu sama sekali tidak turun tangan untuk menghalangi jalan, apa
yang mereka lakukan hanya menyaksikan beberapa orang itu lewat dengan sikap
tenang. Kwik Soat kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, lalu
bisiknya. "Kejadian ini benar2 aneh sekali."
"Bagaimana anehnya?"
"Kedua bocah itu sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, sikap mereka
seperti orang bisu saja, tapi kalau kita lihat raut wajah mereka, tampaknya
orang2 itu bukan seorang bisu, lagi pula tempat ini sudah merupakan Sam seng tong yang
paling keramat dalam pandangan mereka, mana mungkin mereka mengutus
penjaga pintu bisu untuk menyambut kedatangan kita" Kejadian ini benar2
membuat orang merasa tidak habis mengerti."
"Ya, tempat ini memang penuh diliputi oleh kemisteriusan dan keanehan yang luar
biasa, kita tak bisa menulisnya dengan menggunakan pikiran wajar, dan lagi
sekarang kita sudah memasuki daerah yang paling rawan, harapan untuk
meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat minim sekali, asal kita bisa
melihat sesuatu yang aneh tak anggap aneh rasanya hal mana cukup aman untuk
kita." Kwik Soat kun segera tersenyum. "Kita datang kemari dengan menempuh marabahaya,
tapi bukan berarti sama sekali tiada harapan lagi untuk meraih
kemenangan, bukankah tujuan kongcu datang kemari hanya ingin menambah
pengetahuan dan pengalaman saja" Bukankah kau bermaksud untuk memecahkan
pelbagai kecurigaan yang mencekam hatimu?"
"Kecuali kalau pihak Sam seng tong ada maksud menghantar kita untuk
meninggalkan tempat ini, pada hakekatnya sukar untuk berlalu dari sini, apalagi
untuk melewati lorong rahasia di dalam lambung bukit tersebut."
335 "Kongcu, siapa yang berhati bajik dia akan memperoleh banyak bantuan, siapa
tahu kalau mara bahaya yang kita hadapi akan berubah menjadi suatu
kemujuran?" Buyung Im Seng tertawa. "Ah... ucapan semacam begitu tak bisa dianggap sebagai
suatu kata yang benar, apalagi toh sama sekali tak ada hubungannya dengan
semua perhitungan dan akal manusia."
Kwik Soat kun membereskan rambutnya yang panjang, baru saja bersiap hendak
menjawab, tiba2 tampaklah seorang kakek jubah hijau telah muncul dari depan
sana. Maka diapun segera menutup mulutnya rapat2. sungguh cepat sekali langkah kaki
si kakek itu, dalam waktu singkat telah tiba di hadapan mereka. Tampak ia
menjura kemudian tegurnya. "Siapakah diantara kalian yang bernama Kwik hu
pangcu?" Kwik Soat kun segera memberi hormat sambil menyahut. "Akulah orangnya!"
Kakek itu segera manggut2, katanya. "Sekarang kalian telah tiba di suatu tempat
yang amat penting, di depan sana terbentang sebuah persimpangan jalan,
disanalah terletak persimpangan yang akan menentukan mati dan hidup kalian..."
"Ketika melewati jalan rahasia dalam lambung bukit tadi, pelbagai mara bahaya
telah kami hadapi, sampai detik inipun kami tak pernah berhasrat untuk mundur,
itu berarti kami sudah tidak mempersoalkan mati hidup lagi." Tukas Kwik Soat
kun. "Oh... begitu, anggap saja lohu yang telah banyak mulut."
"Itu sih tidak, sekalipun kami tidak menerima anjuran baikmu itu, namun kami
merasa amat berterima kasih sekali atas maksud baik dari locianpwe."
Pelan-pelan kakek itu mengalihkan sorot matanya ke wajah Buyung Im Seng,
setelah itu tegurnya. "Apakah kau adalah Buyung kongcu?"
"Betul, boleh aku tahu siapa nama locianpwe?"
"Lohu sudah cukup lama berbakti kepada Seng tong, namaku sudah lama tidak
pernah digunakan lagi, lebih baik tak usah disinggung."
Kedengarannya hanya beberapa patah kata yang amat sederhana, padahal dibalik
perkataan itu terseliplah rasa sedih yang tebal.
Walaupun Buyung Im Seng tak dapat meresapi rasa kesal dan sedih yang sudah
lama mencekam perasaan si kakek itu, namun dia dapat merasakan bahwa orang
ini ramah dan sama sekali tak bersikap bermusuhan.
Maka sambil menjura katanya. "Bila locianpwe enggan untuk menyebutkan
namamu, boanpwe juga tidak akan memaksa, tapi kami tak tahu bagaimana
sebutan kami kepada locianpwe?"
Kakek itu tertawa, "Nama besar ayahmu sudah lama tersohor di seluruh dunia,
sikapnya yang ramah tamah dan tahu sopan santun sudah lama dipuji orang,
tampaknya kongcu telah mewarisi semua kebaikan ayahmu itu..."
336 Buyung Im Seng mendongakkan kepalanya dan memperhatikan kakek itu sekejap,
dia lihat kakek itu mempunyai alis mata yang panjang dengan sepasang mata yang
tajam, dia tampak berwibawa sekali, cuma sayang kemurungan dan kesedihan
mencekam wajahnya. Mendadak timbul perasaan hormatnya terhadap kakek itu, sambil menjura
sahutnya. "Locianpwe terlalu memuji."
Kakek itu tertawa, katanya. "Lohu adalah hu-hoat dari ruang Seng tong, harap
kongcu memanggilku sebagai Im hu-hoat saja."
"Oh... rupanya Im locianpwe, maaf jika boanpwe kurang hormat."
Cepat2 Im hu-hoat mengulapkan tangannya. "Tidak berani." Dia menyahut,
"keberhasilan kongcu untuk mencapai tempat ini dengan selamat sangat
menggetarkan hati Seng tong oleh sebab itu lohu khusus diutus kemari untuk
menyambut kedatangan kongcu sekalian..."
"Kalau toh kau datang untuk menyambut kenapa pula kau singgung soal jalan
kehidupan dan kematian?" sela Kwik Soat kun.
"Kalian terlalu memperhatikan kemampuan yang kalian miliki, karenanya Sen-cu
telah memutuskan untuk menyambut kedatangan kalian untuk memasuki ruang
Seng tong, menurut apa yang lohu ketahui, barang siapa yang memasuki ruang
seng tong maka hanya ada dua jalan yang ditempuh, kalau bukan jadi anggota Sam
seng bun hanya kematian yang tersedia, selama dua puluh tahun belakangan ini
belum pernah lohu saksikan ada orang yang bisa mengundurkan diri dengan
selamat setelah memasuki ruang seng tong tersebut."
Setelah memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, dia melanjutkan. "Sebelum
lohu berangkat, mari untuk melaksanakan tugas, Seng cu telah berpesan, hanya
Buyung kongcu seorang yang diperkenankan masuk untuk menjumpainya, itu
berarti ia berhasrat untuk membebaskan hu pangcu sekalian dari kematian, asal
nona Kwik tidak memasuki Seng tong, berarti terbentang kesempatan untuk
meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat."
Buyung Im Seng mendengar perkataan itu segera berkerut kening, katanya.
"Siapakah Seng cu kalian" Sebetulnya dia itu orang atau dewa" Heran, kenapa
begitu banyak jago silat yang bersedia mendengarkan perintahnya?"
Im hoat memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian menghela napas
panjang, katanya. "Tentu saja Seng cu adalah manusia yang luar biasa sekali
kehebatannya." Mendadak dia merendahkan suaranya sambil melanjutkan, "Bila kongcu masih
mau mempertahankan selembar jiwamu, lebih baik hadapilah kenyataan dengan
kecerdasan otak, ketahuilah sebagai seorang lelaki sejati kau harus bisa
mengimbangi keadaan..."
Sambil tertawa Buyung Im Seng manggut2, selanya. "Terima kasih banyak atas
petunjuk Im locianpwe, sayang boanpwe sudah memperhitungkan segala
sesuatunya." 337 "Kalau memang kongcu sudah mempunyai perhitungan yang matang, lohu pun tak
akan banyak bicara lagi."
Sorot matanya segera dialihkan ke arah Kwik Soat kun, Nyo hong leng dan Siau tin
bertiga, kemudian melanjutkan. "Aku rasa kalian bertiga sebagai anggota Li ji
pang tentunya tak usah mengikuti Kongcu memasuki Seng tong, bukan?"
Diam-diam Buyung Im Seng berpikir. "Walaupun kami sudah mempunyai janji
untuk bersama sama memasuki tempat berbahaya ini dan hidup mati bersama, tapi
sebelum benar2 melangkah ke dalam suatu keadaan yang tak menentu, memang
ada baiknya bila mereka sendiri yang mengambil keputusan."
Berpikir demikian ia lantas berkata sambil tertawa. "Tentang soal ini, lebih
baik mereka bertiga saja yang memutuskan sendiri."
Paras muka Im hu-hoat menjadi serius sekali, dipandangnya sekejap Kwik Soat
kun bertiga. Kemudian berkata. "Lohu rasa kalian tak perlu untuk bersama sama
menyerempet bahaya, sebab hal itu sama sekali tak ada gunanya."
Nyo hong leng memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, kemudian katanya.
"Cici dan Siau tin tak perlu memasuki ruang Seng tong, bagaimana kalau siau
moay seorang yang menemani Buyung kongcu?"
"Bukankah kita sudah mengadakan perjanjian sebelumnya, sekalipun ruang Seng
tong itu berbahaya, sudah sewajarnya kalau kita pergi bersama-sama?" kata Kwik
Soat kun. Im hu-hoat yang menyaksikan keadaan itu segera menghela napas panjang,
katanya. "Baiklah, jikalau kalian memang sudah terikat janji, lohu akan
membawakan jalan buat kalian."
Setelah berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan ke depan sana.
Buyung Im Seng berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng, tampak
olehnya gadis itu bersikap amat tenang, sorot matanya memancarkan sinar
kelembutan, sama sekali tak nampak perasaan jeri atau ngeri barang sedikitpun
jua, hal mana segera mengobarkan dan menimbulkan kembali semangatnya, tanpa
banyak bicara lagi dia lantas melangkah pergi dengan tindakan lebar...
Im hu-hoat membawa mereka menuju ke persimpangan jalan itu, mendadak dia
berhenti dan mengalihkan sorot matanya memperhatikan raut wajah mereka,
ketiak dilihatnya mereka tidak menunjukkan reaksi apa-apa, dia baru
membalikkan badan dan berjalan menuju ke arah jalanan beralas batu putih yang
berada di bagian tengah. Walaupun ia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun Buyung Im Seng
sekalian tahu bahwa palingan tadi merupakan suatu anjuran terakhir tanpa
katakata, dia ingin tahu apakah ada diantara mereka yang berubah pikiran.
Tempat itu merupakan sebidang tanah lapang yang berumput halus, terdapat tiga
buah jalan kecil yang beralaskan batu putih, dua jalan kecil masing-masing
membentang ke arah timur laut dan barat laut, jalanan tersebut membentang ke
arah sebuah pepohonan yang jarang.
338 Sebaliknya jalanan yang berada dibagian tengah itu paling lebar, tapi juga penuh
dengan tikungan, pepohonan amat rapat dan persis menghalangi pemandangan
yang berada di depannya, sehingga siapapun hanya dapat memandang satu jarak
pandangan seluas lima kaki.
Buyung Im Seng maupun Kwik Soat kun tidak mengenal ilmu ngo heng atau ilmu
barisan sebangsanya, maka mereka tak merasakan apa2, hanya dalam hatinya
timbul satu perasaan yang aneh, seakan akan pepohonan tersebut diatur dengan
suatu maksud tertentu, sebab setiap pohon yang ada di sana seakan2 digunakan
untuk menghalangi pandangan orang lain.
Lain halnya dengan Nyo hong leng, diam-diam ia merasa terkejut sekali, sebab dia
tahu tempat itu merupakan barisan aneh yang luar biasa hebatnya, terpaksa dia
harus pusatkan semua perhatiannya untuk memperhatikan keistimewaan dari
barisan tadi. Setelah berjalan lebih kurang beberapa ratus kaki dan melewati belasan tikungan,
akhirnya ia mendengar percikan air yang sedang mengalir, ketika mendongakkan
kepalanya, tampak sebuah jembatan terbentang di depan mata.
Di atas jembatan, di bawah gardu kecil duduklah seorang kakek baju merah yang
gundul dan berperawakan tinggi besar. Waktu itu, kakek itu sedang menyandarkan
kepalanya di punggung kursi dan memejamkan matanya rapat2, jenggotnya yang
putih dan sepanjang dada itu berkibar terhembus angin.
Tampaknya sikap Im hu-hoat terhadap kakek baju merah itu menghormat sekali,
tiba di ujung jembatan ia segera berhenti, kemudian sambil menjura, katanya.
"Saudara Thian heng, siaute mendapat tugas untuk menyambut tamu agung..."
0O0 Bagian ke 25 "Im lote, tak usah banyak adat." Tukas kakek baju merah itu sambil membuka
matanya. Pelan-pelan sorot matanya dialihkan ke wajah Buyung Im Seng, setelah
memperhatikannya beberapa saat, dia bertanya.
"Pemuda inikah yang dinamakan Buyung kongcu?"
"Betul, apakah saudara Thian heng hendak melakukan penggeledahan?"
Kakek baju merah itu mengerdipkan matanya, mendadak mencorong sinar tajam
dari balik matanya, sambil menatap Buyung Im Seng lekat2 katanya. "Sekalipun
kau adalah orang yang diundang oleh pihak Seng tong, tapi kaupun harus menuruti
juga peraturan yang ditetapkan pada jembatan kiu coan kiau yang lohu jaga ini!"
"Peraturan apa?"
"Tidak diperkenankan membawa sepotong besipun menyeberangi jembatan ini."
Buyung Im Seng segera menepuk sakunya seraya berkata. "Aku sama sekali tidak
membawa senjata." "Senjata rahasiapun tidak boleh dibawa, seinci besi atau seinci emas pun tak
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
boleh dibawa." "Oh... begitu keraskah peraturannya?" kata Buyung Im Seng sambil tertawa.
339 "Benar, lohu memang bertugas untuk melaksanakan kewajiban itu, harap kau suka
memahaminya." "Perkataan locianpwe terlalu serius." Selesai mengucapkan perkataan itu, dia
tidak banyak bicara lagi. Kakek baju merah itu segera mengerutkan dahinya rapat2, katanya lagi.
"Seandainya dalam sakumu terdapat senjata rahasia, atau benda yang termasuk
dalam jenis baja, sekarang juga boleh kau serahkan kepada lohu..."
"Jikalau peraturan yang berlaku ditempat ini begini keras, entah bolehkah aku
tidak menyeberanginya?"
"Nak, tahukah kau tempat apakah ini?" "Boanpwe tahu."
"Siapa yang tahu keadaan dialah lelaki yang pintar, sudah belasan tahun lamanya
lohu berada di atas jembatan ini, tapi belum pernah ada bersikap begini sungkan
terhadap orang lain."
"Buyung kongcu", kata Im hu-hoat pula dengan suara lirih, "bila kau membawa
senjata rahasia bagaimana kalau diserahkan saja?"
"Benar, sekalipun kau masuk ke dalam dengan membawa senjata, juga belum tentu
akan memberikan kegunaan yang besar bagimu." Kata kakek baju merah itu.
Untuk kesekian kalinya Im huhoat berbisik. "Kongcu, turutlah perkataan lohu,
keluarkan senjata rahasia yang berada dalam sakumu."
Pelan0pelan Buyung Im Seng merogoh sakunya dan mengeluarkan sebilah pisau
belati, kemudian sambil dibuang ke atas tanah katanya. "Demikian sudah boleh
bukan?" Im huhoat segera mengalihkan sorot mata ke arah Kwik Soat kun, lalu katanya
pula. "Apa kalian bertiga juga akan turut serta Buyung kongcu untuk bersama
sama kesana?" "Apakah Seng tong ada perintah?" tiba-tiba kakek baju merah itu bertanya.
"Walau Seng tong tidak menitahkan kepada siaute untuk membawa serta ketiga
orang itu, akan tetapi juga tidak diturunkan perintah melarang mereka ikut."
"Kalau begitu, Im lote sendiri yang memutuskan untuk membawa serta diri mereka
bertiga?" "Mereka berempat sudah mempunyai perjanjian lebih dulu untuk sehidup semati
bersama, oleh sebab itu terpaksa siaute membawa serta mereka bertiga, harap
saudara Thian heng bersedia untuk melepaskan mereka lewat."
Kakek baju merah itu segera tertawa dingin, "Im lote", katanya. "tidakkah kau
rasakan bahwa tamu itu terlalu banyak?"
"Siaute hanya melaksanakan tugas seperti apa yang diperintahkan."
Kakek baju merah itu termenung dan berpikir beberapa saat, kemudian dia
berkata. "Baiklah, kesalahan memang bukan terletak pada diri Im lote, lohu tak
akan mempersoalkan denganmu."
340 Buru-buru Im huhoat memberi hormat sambil berseru. "Kalau begitu siaute
ucapkan terima kasih..."
Pelan-pelan kakek baju merah itu mengalihkan sorot matanya memandang Nyo
hong leng bertiga, kemudian katanya. "Lohu tak ingin banyak bicara lagi, senjata
tajam yang masih berada dalam saku kalian harap segera diserahkan."
"Aku memang membawa senjata rahasia dan senjata tajam." Kata Nyo hong leng
pelan, "tapi sayang, aku tak ingin menyerahkannya kepadamu."
"Apa kau bilang?" teriak kakek baju merah itu dengan melotot.
"Akupun tak ingin mengulangi perkataanku sekali lagi, aku rasa tentunya
ucapanku tadi sudah cukup jelas bagimu."
"Nona..." seru Im huhoat dengan cemas.
"Persoalan ini tidak menyangkut dirimu." Tukas Nyo hong leng cepat, kau hanya
mendapat tugas untuk membawa kami sampai di sini dan kami sudah mengikuti
kau sampai di sini maka urusan selanjutnya sama sekali tak ada sangkut pautnya
denganmu." Mendadak kakek baju merah itu mendongakkan kepalanya sambil tertawa
terbahak2, suaranya keras bagaikan pekikan naga dan membubung tinggi ke
angkasa, siapapun yang mendengarkan suara tertawa tersebut segera merasakan
telinganya menjadi sangat sakit. Jelas dia mempunyai tenaga dalam yang
sempurna. "Hmm. Apa yang kau tertawakan?" tegur Nyo hong leng dingin.
"Nona cilik, lohu benar-benar merasa kagum sekali kepadamu."
"Apa yang kau kagumi?"
"Lohu kagum sekali akan nyalimu yang amat besar."
"Oh... terlalu memuji!"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Aku tak ingin bertarung denganmu,
tapi akupun tak ingin menyerahkan senjata rahasia dan senjata tajam yang berada
dalam sakuku, aku rasa kecuali cara ini, tentunya masih ada cara lain untuk
menyelesaikan persoalan ini, bukan?"
"Maksud nona?" "Bagaimana kalau kita mencari suatu cara untuk bertaruh" Bila aku menang, tentu
saja aku tak usah menyerahkan senjata rahasia dan senjata tajam yang kumiliki."
"Bila lohu yang menang?"
"Terserah apapun keputusanmu."
"Selama hidup lohu hanya silat, sekalipun hendak bertaruh maka pertaruhan
tersebut harus berkisar pada ilmu silat."
"Sudah barang tentu."
"Pertaruhan ini tak boleh dilangsungkan." Dengan gelisah Im huhoat mencoba
untuk mencegahnya. 341 Tapi Nyo hong leng berlagak seakan tidak mendengar ucapan itu, sambil
memandang wajah kakek baju merah itu, tanyanya. "Bagaimana cara kita
bertaruh?" Di dalam anggapan Im huhoat sikap kasar dari Nyo hong leng itu pasti akan
membangkitkan kemarahan kakek baju merah itu. Siapa tahu, kejadian yang
kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaannya.
Sambil tersenyum kakek baju merah itu segera berkata. "Begini saja! Lohu akan
berdiri di ujung jembatan tersebut dan kau boleh berusaha untuk menerobosinya,
asal kau bisa mencapai belakang tubuh lohu, anggap saja kau menang."
"Baik! Dengan cara seperti itu kita harus turun tangan juga, namun baru berkisar
antara tiga lima gebrakan belaka, asal ada suatu batasan dan tak perlu saling
beradu jiwa, rasanya hal ini sudah lebih dari cukup."
Im huhoat berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, tampak
olehnya paras muka pemuda itu amat tenang sekali, seakan sama sekali tak
menguatirkan keselamatan Nyo hong leng, bahkan marahpun tidak, tanpa terasa ia
lantas bertanya. "Apakah nona itu anggota Li ji pang?"
"Soal itu aku kurang jelas." Jawab Buyung Im Seng.
Im huhoat segera menghela napas panjang, katanya. "Seorang nona cilik berani
berbicara sesumbar, aiiii... tak bisa disangkal lagi perbuatannya itu sama
halnya dengan mencari kematian sendiri..."
Buyung Im Seng merasa sukar sekali untuk menemukan jawaban yang cocok dan
tepat, terpaksa dia berlagak tidak mendengar.
Dalam pada itu, kakek baju merah telah berdiri di ujung jembatan, dengan dingin
dia lantas berkata. "Nona cilik, lohu hanya akan menggunakan telapak tangan kiri
saja menghadang terjanganmu."
"Jangan terlampau takabur", kata Nyo hong leng sambil tertawa, "siapa tahu kalau
nasibku lagi mujur dan bisa melewatinya dengan mudah?"
Paras muka kakek baju merah itu berubah hebat, katanya lagi. "Lohu yakin dengan
tangan sebelahpun sanggup untuk menghalangi jalan pergimu."
"Kalau memang begitu, mari kita buktikan bersama!"
Sambil menghimpun tenaga, pelan-pelan ia berjalan ke depan, ketika tiba lebih
kurang dua depa dari ujung jembatan, ia baru berhenti seraya berkata. "Masih ada
satu hal lagi yang ingin kukatakan lebih dulu."
"Persoalan apa?"
"Kami datang berempat, andaikata aku sampai kena kau lukai atau kau banting ke
bawah, mungkin saja mereka akan mencoba lagi atau melakukan seperti apa yang
menjadi peraturanmu, tapi bila aku beruntung dan berhasil menangkan dirimu,
apakah mereka bertiga masih perlu untuk melakukan pertandingan lagi?"
"Maksud nona?" 342 "Aku rasa lebih baik digabungkan menjadi satu saja, bila aku kalah maka mereka
akan menuruti peraturan yang berlaku, sebaliknya bila aku yang menang maka
mereka akan mengikuti aku untuk menyeberang jembatan bersama, ini berarti tak
usah dilangsungkan pertandingan lagi."
"Baik, akan kululuskan permintaanmu itu." Kata si kakek.
"Nah, bersiaplah, aku akan melakukan serbuan."
Ketika kakek baju merah itu mendengar ucapan Nyo hong leng makin lama makin
besar, tiba-tiba muncul kecurigaan didalam hatinya, setelah menatap wajah gadis
itu lekat2 tegurnya. "Kau bukan anggota Li ji pang?"
"Sayang sekali kita tak berjanji untuk saling menerangkan asal usul dan nama
masing2, aku rasa kaupun tak perlu banyak bertanya."
Begitu selesai berkata ia lalu melompat ke depan dan langsung menerjang ke arah
kakek itu. Didalam pikiran kakek itu, gadis ini pasti akan menggunakan ilmu meringankan
tubuhnya untuk melayang melewati di atas kepalanya, siapa tahu dia menerjang
dengan kekerasan, kontan saja hawa amarah menyelimuti wajahnya, tangan kiri
diangkat dan segera melepaskan pukulan ke depan.
Nyo hong leng hanya merasakan tenaga pukulan itu kekuatannya besar sekali,
bagaikan gulungan ombak samudra yang menyambar, ia menjadi terkesiap sekali.
Dengan cepat pikirnya dalam hati. "Tak nyana kalau si kakek ini mempunyai ilmu
silat yang maha dahsyat, tak heran kalau dia berani omong besar."
Sementara itu tangan kanannya secepat kilat telah menyerang ke muka, jari2
tangannya yang runcing khusus mengancam urat nadi pada pergelangan lawan.
Kakek itu tertawa dingin. "Bagus!" serunya. Pergelangan tangannya diputar
kencang, kelima jari tangannya bagaikan kaitan langsung menyambar ke depan
dan balas mencengkeram pergelangan tangan Nyo hong leng.
Kedua pihak sama-sama mempergunakan serangan jarak dekat untuk merobohkan,
semua gerakan membacok, menangkap, menotok dan memapas digunakan secara
bergantian. Menghadapi kelihaian lawannya itu, diam2 Nyo hong leng berpikir. "Tampaknya
kakek ini selain memiliki tenaga dalam yang sempurna, jurus serangannya juga
memiliki perubahan yang luar biasa sekali, aku tak boleh memandang enteng
dirinya." Berpikir demikian, tangan kanannya segera melepaskan sentilan jari yang
dilepaskan secepat kilat. Beberapa desingan angin sentilan yang tajam segera
meluncur ke depan membelah angkasa.
Agaknya kakek baju merah itu sama sekali tidak menyangka kalau Nyo hong leng
memiliki kepandaian sedahsyat itu, dengan perasaan terkesiap ia segera menarik
kembali tangannya sambil berseru tertahan. "Haaah... ilmu Tan ci sin kang"!"
"Ehmm... pengetahuan yang locianpwe miliki benar2 luas sekali." Puji Nyo hog
Naga Beracun 12 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Kisah Sang Budha Dan Para Muridnya 7