Pencarian

Pendekar Bego 1

Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 1


Pendekar Bego Saduran : Can Kontributor : aaa Dimhader
Final edit & Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
Catatan : Cerita silat ini setting ceritanya hampir sama dengan cerita silat SI DUNGU yang
disadur oleh Chung Sin, tetapi nama -nama lakonnya berbeda.
Jilid 1 HUJAN deras menimpa sebuah jalan pegunungan yang berlumpur, air yang deras
membuat jalan jadi becek dan sukar dilewati.
Tanah perbukitan di propinsi Su cusu memang tersohor karena sulitnya untuk
dilewati, sebuah jalan kecil yang meliuk liuk terbentang jauh ke depan,
menghubungkan tempat itu dengan Kiam bun kwan, selewatnya Kwan bun kwan, orang
akan sampai di Kiam khek.
Seorang laki laki bercaping lebar sedang melakukan perjalanan melalui jalan
becek itu, hujan sangat deras, cuaca amat berkabut, orang itu menengadah dan
memandang sekejap ke depan.
Usianya masih sangat muda, baru dua puluh tahunan sayang tampangnya jelek,
mulutnya moncong keluar seperti mulut babi, hidangnya pesek, matanya menongol
keluar dengan kening yang sempit.
Cuma, dia mempunyai sepasang mata yang menawan, sinar mata yang jujur membuat
orang menaruh kesan baik kepadanya.
Dia mengangkat kepalanya sebentar, disekanya air hujan yang membasahi wajahnya
lalu menggeleng kepalanya.
"Tidak keburu, tidak keburu, aai . . . . tak akan sampai ke tempat tujuan,
celaka, bagaimana baiknya" berulang kali.
Dengan gelisah ia bergumam sendiri sementara sang kakinya tak pernah berhenti,
selangkah demi selangkah berjalan terus ke muka.
Selangkah sesaat kemudian, cahaya api tampak secara lamat lamat di depan sana.
Pemuda itu jadi gembira kembali gumamnya:
"Waah .... untung ada pondokan didepan sana, yaa, toh tak bakal sampai di tempat
tujuan, kenapa aku tidak berteduh dulu disitu?" Langkahnya lantas dipercepat
untuk menghampiri tempat itu.
Udara semakin lama semakin gelap. hujan turun semakin deras, dari kejauhan
terdengar suara gemuruh air yang memekikkan hati, bikin orang merasa ngeri.
Kurang lebih setengah li kemudian si pemuda melihat cahaya api didepan sana
makin dekat dan nyata. Selain itu, diapun menemukan sebuah kuil bobrok yang berwarna kelabu.
Dalam dua tiga langkah, sipemuda sudah sampai di depan kuil, lalu mendorong
pintu kuil yang bobrok dan masuk ke dalam.
Ruang kuil sangat kotor, suara hujan yang berderai masih terdengar nyaring, toh
itu lebih baik daripada kehujanan di luar.
Sambil menghembuskan papas lega sipemuda melepaskan topi lebarnya, ia melihat
disudut ruangan ada api unggun, rupanya cahaya api inilah yang terlihat dari
tempat kejauhan tadi. Disekitar api unggun duduk tiga orang sedang menghangatkan badan, ketiga orang
itu duduk dengan punggung menghadap ke pintu dan wajah menghadap ke dinding,
rupanya kehadiran sipemuda tidak diketahui mereka bertiga, sebab tak seorangpun
yang menggerakkan badannya
"Heeehhh .... heeehhh. . . heeehhh. . . permisi, aku numpang berteduh, boleh
kan?" pemuda itu cengar cengir sambil tertawa lirih.
Tiada jawaban dari ketiga orang itu, yang terdengar hanya deraian air hujan
diluar ruangan. Baru kali ini pemuda tersebut mengembara, tapi dia tahu watak orang persilatan
rata rata memang aneh, diapun mengerti kalau tak ingin mencari penyakit lebih
baik jangan banyak bicara.
Maka sewaktu orang membungkam, diapun tidak banyak bicara lagi, sambil mundur
kembali ke sudut ruangan matanya mulai celingukan kesana ke mari, dan akhirnya
mata itu berhenti pada patung arca yang dipuja dalam kuil itu.
Tiba tiba ia melongo, patung itu tampak seperti hidup, seperti orang hidup duduk
dimeja pujaan. Lama sekali pemuda itu awasi patung tersebut dengan sinar mata ragu, tapi toh
gagal untuk mengetahui patung dari tanah liatkah atau orang hidup yang ada
disitu. Dia ingin main ke depan sana dan merabanya, tapi kuatir ditertawakan tiga orang
itu, maka yang dapat dilakukan hanya mengawasi saja dengan seksama.
Cuaca waktu itu sudah gelap. tapi di tengah kuil masih bisa melihat benda
lainnya berkat pancaran api dari onggokan api unggun itu, ketika cahaya api
meninpa di wajah patung, gelap gelap terasa di wajah itu makin lama semakin
hidup, Patung itu adalah patung seorang laki laki berusia empat puluh tahunan, sebuah
sarung pedang yang besarnya luar biasa tersoren di pinggangnya. sarung itu
sangat jelek, pedangnya sudah hilang, mungkin sudah dicuri orang.
Beberapa kejap anak muda itu mengawasi sarung rongsokan itu, akhirnya dia yakin
kalau patung itu sungguhan, karena sarung pedangnya sudah lapuk. malah disana
sini ada lubang bekas dimakan rayap. kalau bukan barang kuno tak mungkin jadi
begitu rupa. Keheningan meliputi ruangan itu, hanya suara hujan diluar sana masih kedengaran
nyaring, suara lain hampir tak kedengaran.
Api dari onggokan api unggun mulai padam, namun tiga orang yang duduk
disampingnya masih belum juga bergerak.
Dengan padamnya api unggun, suasana jadi gelap. dan hawa dingin mulai merasuk
ketulang sumsum. Beberapa kali si pemuda mengendalikan perasaannya, tapi lama kelamaan ia tak
betah maka ujarnya kemudian.
"saudara bertiga, aku she Ong bernama It sin, selewatnya Kiam bun kwan,
perkampungan Li-keh ceng yang ada dalam selat Li hu kok adalah milik pamanku,
Gin sin (dewa perak) Li Liong."
Begitu berbicara, Ong It sin lantas menyingsung nama "Gin sin" Li Liong, hal ini
bukan karena dia sok pamer atau sok menonjolkan nama besar pamannya.
Yaa, Dewa perak Li Liong selain seorang hartawan di wilayah Cuan-pak. dia pun
terkenal sebagai tokoh persilatan yang di segani dalam wilayah su cuan, boleh
dibilang semua orang persilatan yang meliwati Kiam bun kwan, tentu akan masuk ke
lembah Li bu kok dan mengunjungi Li keh ceng.
Perduli Dewa perak Li Liong akan menyambut kedatangan mereka atau tidak- semua
orang merasa berkewajiban untuk berbuat demikian.
Ong It sin melihat tiga orang itu berpakaian ringkas, dia tahu mereka adalah
orang persilatan maka nama pamannya lantas disinggung singgung .... Tapi apa
yang terjadi" Tiga orang itu masih tetap duduk. sedikitpun tidak bergerak. Maka
Ong It sin kembali tertawa cengar cengir:
"Aku mendapat perintah pamanku untuk mengajarkan suatu tugas besar, paman suruh
aku tiba kembali di perkampungan sebelum lewat malam ini, tapi hujan begini
deras, aku tak bakal sampai dirumah, paman tentu akan memaki si tolol lagi
kepadaku, heeehh ... .heehh. . . heeehh. . . tentunya kalian tak akan ikut
mentertawakan bukan?"
Segudang sudah kata-kata yang berhamburan dari mulut si pemuda, ibiratnya
berondongan senapan mesin, tapi ketiga orang itu masih duduk tak bergerak. Ong
It sin jadi malu sendiri, dia tertawa jengah:
"saudara, coba lihat api sudah padam, aku tambahkan kayu bakar yaa?"
Dalam ruang kuil tidak tersedia kayu maka dia mengambil sebuah meja, mematahkan
kakinya dan kayu itu dimasukkan kedalam onggokan api.
Kayu itu masih tergenggam kencang, belum juga kelima jari tangannya melepas kayu
tersebut sekujur badannya tiba-tiba jadi kaku.
Seketika itu juga ia merasa tenggorokannya kering, bulu kuduknya pada berdiri,
dia ingin berteriak namun tak sepotong suarapun meluncur keluar, dia ingin ambil
langkah seribu, tapi kakinya tidak turut perintah lagi, yang bisa lakukan hauya
berdiri kaku disitu dengan badan gemetar keras.
Api yang hampir padam membiarkan cahaya berwarna merah membara, tapi justru
karana itu, tampang ketiga orang itu tampak lebih mengerikan.
Ong It sin menyangka tiga orang itu hanya duduk saja tanpa berkutik, tapi
sekarang dia baru tahu, kalau sudah mati, bukan saja sudah mati bahkan
kematiannya mengerikan. kulit wajahnya sudah disayat orang sehingga yang
tertinggal kini hanya daging merah darah yang amat menjijikan, bikin orang jadi
ngeri dan mual. Entah beberapa lama Ong It sin berdiri disitu akhirnya kaki yang lemas mulai
bertenaga lagi, cepat cepat dia mundur dua langkah.
Segulung angin berhembus lewat menyingkap pintu kuil hingga terbuka, Ong It sin
merasa punggungnya seolah-olah ditumbuk orang, ia menjerit kaget dan nyaris
jatuh pingsan, cepat dia berpaling hujan masih berderai dengan derasnya diluar.
Cepat cepat pintu ditutup kembali kemudian di awasinya tiga orang itu sekali
lagi, kini ia dapat melihat dandanan mereka dengan jelas, terutama ikat pinggang
warna emas yang melilit pinggang mereka, penemuan ini membuat hatinya makin
terperanjat. Sebenarnya, ia tak mengira kalau ketiga orang itu adalah orang orang yang
dikenalnya, maka dandanan mereka tidak terlalu diperhatikan, tapi setelah
menjumpai ikat pinggang emas sebera dikenalnya sebagai tanda pengenal dari jago
jago Li-keh ceng. Dewa perak Li Liong adalah seorang hartawan, ilmu silatnya juga tinggi, banyak
orang persilatan yang sering berkunjung keperkampungan Li keh-ceng, malah ada
dua sampai tiga puluh orang jago lihay yang berdiam di perkampungan itu sebagai
tamu, karena dipercayai oleh Li Liong, masing-masing diberi hadiah sebuah ikat
pinggang emas. Siapa orang yang pernah menerima hadiah ikat pinggang emas akan merasakan hal
itu sebagai kebanggaan mereka selalu mengena-kannya dimanapunjua, sebab itu
cukup sekilas pandang Ong It sin telah mengenalinya sebagai jago jago dari Li
keh-ceng. Walaupun Ong It sin adalah keponakan Dewa perak Li Liong, lantaran mukanya
jelek, sikapnya ketolol-tololan, kadang kala kalau bicara selalu panjang lebar
tak habis habisnya, tak ada orang yang senang bergaul dengannya, lebih-lebih Li
Liong, ia sering membentak dan menjadikannya seperti pelayan.
Bisa dibayangkan, kedudukannya dalam keluarga Li tentu saja tak akan lebih
tinggi dari dua tiga puluh orang tamu kampung yang memakai ikat pinggang emas
itu. Dan sekarang, tiga orang tamu kampung-nya ditemukan mati dalam kuil bobrok,
bahkan kulit muka mereka disayat orang, teringat kalau diapun seorang anggota
perkampungan Li keh ceng, rasa ngeri dan seram yang mencekam hatinya sukar di
lukiskan lagi. Lama sekali si pemuda termangu, pelan-pelan keberaniannya terhimpun kembali, dia
putar badan dan lari kepintu, lalu pintu dibuka sekuat tenaga dan kaburlah dia
keluar. Dia tahu, kematian dari tiga orang tamu kampungnya di kuil tersebut merupakan
suatu kejadian yang maha besar, dia harus pulang kampung dergan menempuh hujan
yang bagaimana deraspun, maka tanpa berpikir panjang ia kabur keluar. Tapi baru
selangkah dia keluar dari pintu, anak muda itu kembali tertegun. Paras mukanya
berubah sangat hebat, malah jauh lebih ketakutan daripada sewaktu menemukan
kulit muka tiga orang yang tersayat orang.
Kegelapan hampir mencekam seluruh jagad, hari hujan begini, tapi diantara titik
titik air hujan yang turun dengan derasnya terbias sebercak cahaya, dengan
perantara cahaya itu semua pemandangan disekelilingnya dapat terlihat jelas.
Di depan pintu itulah ia melihat sesuatu, sesosok marusia berdiri kaku tepat
dihadapannya, sepintas lalu orang itu kelihatan seperti perempuan karena rambut
yang panjang hampir sebatas pinggang, tubuhnya kurus lagi jangkung, sepasang
tangannya terjulur ke bawah, dia berdiri kaku disitu tanpa bergerak. persis
separti sesosok mayat hidup, Ong It sin gelagapan setengah mati, maksud hati
pingin kabur secara cepatnya dari situ, tapi kakinya terasa lemah badannya jadi
gontai, akhirnya dia tak mampu berdiri dan "Bluuuk" badannya jatuh terduduk
ditanah. Beberapa kali dia bermaksud untuk berdiri tapi tak bertenaga untuk bangkit dia
ingin menegur orang itu manusiakah, Apa setankah" Tapi hanya bibirnya yang
terbuka, air hujan membasahi namun tak sepotong perkataanpun yang melompat
keluar. Bayangan manusia itu mulai bergerak. sewaktu beranjak sepasang kakinya tidak
tampak menempel tanah, pada hakekatnya dia melayang ke dalam hanya sekali
berkelebat tahu tahu sudah masuk ke dalam kuil bobrok itu.
Ketika ia lewat disamping Ong It sin, anak muda itu merasakan kedinginan yang
merasuk ketulang sumsum, hampir saja tubuhnya membeku.
Tapi agak lega juga hatinya karena bayangan yang manusia bukan manusia, setan
bukan. setan itu tidak melakukan sesuatu terhadapnya sambil menghembuskan napas
lega buru buru dia berdiri.
Tiba tiba dari depan sana muncul kembali dua sosok bayangan putih, dengan
gerakan yang aneh mereka menghampiri ke arahnya.
Ong It sin mengeluh, kakinya kembali jadi lemas hampir saja ia terjatuh ke
tanah. Dalam waktu singkat kedua sosok bayangan putih itu sudah melintas disamping Ong
It sin, ketika lewat disisinya tiba tiba mereka berpencar satu ke kiri yang lain
ke kanan masing-masing menekan sebelah bahu pemuda itu.
Sekujur badan Ong It sin gemetar keras, giginya bergemerutukan karena saling
beradu, dalam kegelapan ia rasakan betapa tajamnya sepasang mata manusia berbaju
putih itu, bukan saja bencana tajam bahkan memancarkan sinar menggidikkan,
ibaratnya bola mata setan yang menyambar-nyambar.
Begitu mereka tekan sepasang bahu Ong It sin. kelima jari tangannya lantas
menggenggam, otomatis anak muda itu terangkat keudara.
Dalam keadaan beginilah, tiba-tiba dari dalam ruangan kuil menggema serentetan
suara yang menggidikkan hati:
"Orang itu adalah keponakan Li Liong, jangan kalian menyusahkan dirinya, biarkan
ia sampaikan berita ini kepada keluarganya agar mereka jangan anggap kita Ciong
lay su sha (empat sesat dari Ciong lay) sebagai manusia rendah yang beraninya
cuma main sembunyi" Kedua orang manusia berbaju putih itu mengendorkan cengkeramannya setelah
mendengar perkataan itu, kali ini Ong It sin tak mampu berdiri tegak
lagi ....."Blam" ia jatuh terduduk di tanah.
Sekarang dia sudah tahu, beberapa orang manusia yang aneh dan sakti itu
bermaksud mencari gara-gara dengan perkampungan Li keh ceng.
Mereka bernama Ciong lay su shia, tentu saja terdiri dari empat gelintir
manusia. Yang ia temui sekarang baru tiga orang, itu berarti masih ada seorang lagi,
tanpa sadar pemuda itu berpikir:
"Aduuh mak .....kalau tidak kabur, memangnya aku tunggu disembelih mereka dulu?"
Cepat-cepat dia berpaling, onggokan api unggun dalam ruang kuil telah padam,
yang terlihat hanya kegelapan yang menggidikkan hati.
Ong It sin tak berani berdiam lebih lama lagi, dia mengambil langkah seribu dan
melarikan diri terbirit-birit dari sana.
Tiga lima li kemudian, hujan sudah mulai reda, ketegangan yang mencekam
perasaannya juga mulai hilang, sementara Kiam bun kwan telah muncul di depan
mata. Ong It sin tak berani berhenti, sesudah melewati Kiam bun kwan, hampir boleh
dibilang ia menggelundung turun ke bawah bukit.
Setelah hujan berhenti, awan hitam di angkasapun mulai membuyar, rembulan muncul
di balik awan memancarkan sinarnya ke seluruh jagad.
Dimana-mana kelihatan aliran air yang menderas, selokan-selokan kecil muncul
disana sini, berliuk liuk dan tersebar dari atas sampai ke bawah bukit,
ibaratnya puluhan ekor ular perak yang sedang merambat.
Menelusuri sebuah jalan gunung yang curam dan terjal Ong It sin turun kebawah
bukit, baru sampai ditengah jalan, tiba tiba bentakan nyaring menggelegar di
udara: "siapa disitu?"
Ong It sin menghembuskan napas lega setelah mendengar bentakan itu, tangan yang
masih memegang rotan hampir saja terlepas.
"Aku. . . aku adaah Ong It sin" "cepat sahutnya.
Doa sosok bayangan manusia muncul dari belakang batu cadas, kedua orang itu
mempunyai perawakan yang tinggi kekar, pakaiannya ringkas, ikat pinggang emas
melilit dipinggangnya, delapan belah pisau terbang yang tujuh inci panjangnya
serta membiaskan cahaya tajam terselip disekeliling pinggangnya itu. semakin
lega hati Ong It sin setelah menjumpai kedua orang itu
"Aduh mak. untung nyawaku dapat kurebut kembali .... coba kalau kena dipelintir
kepalaku .... wah, wah kabur sudah nyawaku ini" demikian pikirnya di hati.
Dengan napas terengah engah dan wajah sepucat ia berdiri termangu-mangu disitu.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belum sempat ia buka suara, ketika dua orang laki laki kekar itu sudah berkata
sambil tertawa: "oooh. . . rupanya ong sauya, tadinya kukira ada jago persilatan yang amat lihay
telah berkunjung kesini, .....sia sia kalau begitu rasa tegang kami barusan
Waab, Ong sauya Hebat betul ilmu silatmu sekarang, terutama ilmu meringankan
tubuhmu sewaktu menuruni bukit tadi Haaahh. . . haaahhh. . . haaahhh. . ."
Padahal untuk menuruni bukit tadi Ong It sin boleh dibilang meluncur bebas tanpa
bisa ditahan seandainya tangannya tidak cepat-cepat menyambar rotan yang tumbuh
disekitar sana, entah tubuhnya akan terlempar sampai berapa jauh lagi. Maka
sudah barang tentu perkataan dari dua orang laki laki itu pada hakekatnya
bermaksud mengejek dan menggodanya habis habisan.
Betul juga, selesai mengucapkan kata-kata itu, mereka lantas tertawa berderai
derai. Ong It sin sudah terbiasa diejek dan dipermainkan orang, godaan tersebut
dianggap sepi olehnya, malahan sambil goyangkan tangannya berulang kali ia
bersuara: "Aduuh celaka, celaka...."
Memandangi sekujur badan dan wajah Ong It sin yang kotor oleh lumpur, kedua
orang laki-laki itu tertawa semakin keras.
"Kalian jangan tertawa dulu" teriak Ong It sin lagi, "cepat cepat beri tahu
kepada pamanku, sudah terjadi peristiwa besar, aku. . . untung aku bisa pulang
dengan selamat, cepat beri tahu pamanku "
Karena Ong It sin berbicara dengan wajah cemas dan rasa takutnya masih terpancar
dibalik sinar matanya, gelak tertawa dua oraug laki laki itupun segera terhenti.
Dua orang ini dari marga Lu, mereka adalah saudara sekandung, yang tua bernama
Giok Kong, yang muda bernama Giok im, lemparan pisau terbang mereka sudah
tersohor dimana maka terutama sebagai anak murid dari perguruan Kun lunpay,
kedudukannya dalam dunia persilatan amat terhormat.
Suatu hari, Li Liong telah menyelamatkan jiwa mereka, untuk membalas budi
kebaikan itu, bergabunglah mereka di perkampungan Li keh-ceng dan menjual
tenaganya untuk Li Liong.
Karena asal usul mereka berdua amat besar, lagipula dalam dunia persilatan
mempunyai kedudukan yang terhormat, dengan segala kehormatan Li Liong menyambut
kedatangan mereka berdua sebagai tamu kehormatannya.
Seperti juga tamu yang lainnya, kedua orang ini suka sekali menggoda Ong It sin,
tapi hati mereka baik sekali, tak pernah mempunyai niat jahat walau sedikitpun.
Terkejutlah dua bersaudara ini sesudah menyaksikan keadaan Ong It sin waktu ini,
cepat tegurnya: "Apa yang telah terjadi" Cepat katakan"
Dengan tangan yang masih gemetar, Ong It-sin menuding ke atas puncak bukit.
"Empat. . . empat orang. . . . tidak. tidak. tiga orang . . . tiga orang anggota
perkampungan kita sudah dibunuh oleh Ciong lay su-shia, katanya mereka akan
mendatangi perkampungan kita ............."
Lu Giok hong dan Lu Giok im saling berpandangan sekejap, rasa tegang yang semula
menghiasi wajah mereka seketika tersapu lenyap. "Kau bilang siapa yang mau
datang gara gara?" tegurnya kemudian.
"Ciong lay sun shia tentu saja mereka datang dari bukit Ciong lay bukan?" jawab
Ong It sin. Lu Giok hong dan Lu Giok im kembali saling berpandangan, kemudian tak tahan lagi
mereka tertawa terbahak bahak. di tepuknya bahu anak muda itu dan serunya sambil
tertawa: "Tak kusangka setelah dipermainkan orang, kali ini engkau juga akan
mempermainkan kami, haaahhh. . . . haaahhh. . haaahhh. . . hayo, pulang ke
kampung sana" Kena di ditepuk bahunya oleh kedua orang itu hampir saja Ong It sin jatuh
terjerembab. "Eeeh. . . aku tidak bermain main" teriaknya kebingungan, aku benar benar tidak
bergurau, aku berbicara sunguh sungguh" Lu Giok im terbahak bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . kalau orang lain yang kau sebutkan,
mungkin kami masih percaya, tapi kalau Ciong lay su shi" Haaahh. . .
haaahhh. . .. haaaahh. ."
Hampir menangis Ong It sin saking paniknya.
"Kenapa dengan si empat sesat dari Ciong lay itu?" serunya dengan suara serak.
"sebentar lagi mereka akan sampai di sini"
"Sekalipun diwaktu waktu biasa kau segan berlatih silat, sepantasnya kalau
engkau pahami juga keadaan dalam dunia persilatan selama ada di lingkungan Li
keh ceng. si empat sesat dari Ciong lay yang kau maksudkan barusan adalah murid
muridnya sin jin mo (manusia iblis berkepala singa)."
Karena sudah terlalu banyak kejahatan yang dilakukan orang-orang itu, suatu hari
beberapa tahun berselang seluruh jago lihay dari dunia persilatan telah
berkumpul di bukit Ciong lay untuk memerangi mereka, dalam pertarungan itu say
siu-jin mo kena dihajar masuk jurang sedalam ratusan kaki dengan mati hidupnya
tak ketahuan, sedang empat sesat dari Ciong lay mati dikerubuti kawanan jaga,
itupun sedang berlangsung beberapa tahun, coba bayangkan sendiri, kini engkau
mau menakut-nakuti orang dengan menggunakan nama Ciong lay su shia, bukankah
perbuatan itu kelewatan."
Ong It sin melongo dengan mata terbelalak sesudah mendengar penuturan
tersebut .... Sewaktu masih dipintu kuil, ketika ia dicengkeram dua orang manusia berbaju
putih, tiba tiba dari balik ruangan berkumandang suara yang menggidikkan,
bukankah waktu itu mereka mengaku sebagai si Empat sesat dari Ciong lay"
Tapi kalau ditinjau dari perkataan Lu Giok hong barusan, agaknya ia bukan lagi
membohongi dirinya, lantas mana yang benar"
"Jangan jangan .....jangan-jangan mereka belum mati?" katanya kemudian rada
sangsi. "say siu jin mo yang terjatuh dalam jurang sedalam ratusan kaki memang tak
ditemukan jenasahnya", Lu Giok hong kembali berkata, "ada orang memang curiga
kalau dia belum mati, tapi belasan tahun sudah lewat, dia toh belum pernah
muncul kembali. sebaliknya empat sesat dari Ciong lay yang banyak melakukan
kejahatan benar benar sudah dicingcang para jago, bahkan kulit wajah mereka
disayat lepas ......" setelah berhenti sebentar tambahnya:
"Coba bayangkan sendiri, dalam keadaan sudah tercincang dan kulit wajah mereka
tersebut, mungkinkah ke empat sesat dari Ciong lay itu bangkit kembali dari
kematiannya?" Ong It sin cepat melompat bangun.
"Tapi, tiga orang anggota perkampungan kita yang mati dikuil juga disayat kulit
mukanya, aku......aku tidak bohong, aku berbicara sesungguhnya"
Sekali lagi dua bersaudara Lu berdiri tertegun.
Tapi selang sesaat kemudian, Lu Giok-hong kembali sudah tertawa.
"Kalau toh kulit muka mereka sudah disayat orang, dari mana kau bisa kenali
kalau mereka adalah anggota perkampungan kita?"
"Aku dapat mengenali dari ikat pinggang emas yang mereka kenakan"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, paras muka dua bersaudara Lu berubah
hebat. Yaa, perlu diketahui bukan manusia sembarangan yang bisa mendapatkan ikat
pinggang emas dalam perkampungan Li keh ceng, atau dengan perkataan lain, setiap
orang yang berhasil mengenakan ikat pinggang emas berarti memiliki ilmu silat
yang tiada taranya didunia ini.
Dua bersaudara Lu sendiri juga seorang tokoh silat kelas satu, tapi tercekat
juga perasaan mereka setelah mendengar bahwa ada tiga orang rekan mereka yang
mati diluar dengan kulit muka yang tersayat. "sungguhkah perkataanmu itu ?"
Katanya kemudian. "Eeeh. . . . eeehh. . . kau anggap urusan ini boleh dianggap mainan?" Ong It sin
malah menggerutu, "Kalau tidak sungguhan, masa aku bohong?"
Dua bersaudara itu saling berpandangan sekejap lalu Lu Giok hong berkata lagi:
"saudara, berjaga jagalah disini dengan hati hati, aku bersama dia akan
menghadap cengcu lebih dulu"
"Baik" Lu giok im manggut manggut.
Tapi, baru saja perkataan itu diutarakan keluar, mendadak dari atas tebing
kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat itu berkumandang suara ejekan
yang menggidikkan hati: "Hmmm ..... Tak perlu berjaga jaga lagi ....".
Cepat nian gerakan tubuh Lu giok im, baru saja ucapan itu berkumandang diudara,
tubuhnya sudah berputar ke belakang "sreet" sebilah pisau terbang dengan membawa
desingan angin tajam sudah menyambar ke depan.
Menyusul disambitnya sebilah pisau terbang oleh Lu giok im gelak tertawa seram
memecahkan kesunyian, sesosok bayaugan manusia melayang turun dari atas bukit.
Orang itu bertubuh jangkung lagi caking, rambutnya sepanjang pinggang, dia bukan
lain adalah perempuan yang ditemui Ong It sin dalam kuil bobrok itu
Kini wajah perempuan itu tertutup oleh rambutnya yang panjang, hingga sulit
untuk diketahui siapakah dia, tapi sewaktu pisau terbang itu hampir menusuk di
dadanya, mendadak tangannya dibabat kedepan, menyusul kemudian jari tangannya
menyentil, "Criiing" Punggung Pisau terbang itu tahu tahu tersentil dan "sreet" Membawa desingan
angin tajam pisau terbang itu balik menyambar ke tubuh Lu Giok im.
Tercekat Lu Giok im menghadapi ancaman tersebat, tangannya diayun kemuka
berulang ulang, dalam sekejap mata kembali ada tiga bilah pisau terbang
menyambar ke muka. Pisau itu meluncur kemuka, dalam formasi segi tiga, salah satu diantaranya
meluncur paling depan. Tapi secara tiba-tiba, gaya luncur dua batang pisau terbang yang berada
dibelakang itu bertambah cepat, sedetik kemudian benda-benda itu sudah meluncur
dipaling depan, sebaliknya pisau yang semula berada dipaling depan tadi segera
saling membentur dengan pisau terbang yang dipukul balik oleh perempuan itu
hingga dengan menimbulkan suara nyaring segera rontok jatuh ke tanah.
Membawa hawa serangan yang tajam, ke dua batang pisau terbang itu mengancam dada
lambung musuh. Gelak tertawa aneh kembali berkumandang dari mulut perempuan aneh itu, sepasang
tangannya bergetar beberapa kali, tidak tampak gerakan apapun yang digunakan
perempuan itu, tahu tahu dua batang pisau terbang tersebut sudah tertangkap
olehnya. Begitu pisau tertangkap. perempuan itupua melayang turun kebawah.
Hebat sekali perubahan wajih ke dua bersaudara Lu, tapi kejadian yang bikin
terkejut hati merek justru masih ada di belakang.
Setelah pisau terbang tadi tertangkap. perempuan aneh itu tertawa dingin dengan
suara yang menge rikan lalu "Plak Plak" dua bilah pisau itu sudah dipatah-
patahkan jadi dua bagian dan sama-sama rontok ke tanah.
"Aduh mak . Pisaunya patah, pisaunya patah" teriak Ong It sin ketakutan.
Sehabis berteriak, dia lantas berpaling ke arah dua bersaudara Lu, ia lihat dua
orang jago itu berdiri dengan wajah sepucat mayat, peluh dingin mengucur keluar
bagaikan hujan gerimis, ini menandakan kalau kedua orang itupun sedang
ketakutan. Ong It sin masih terperanjat, dalam keadaan demikian ia tak berani banyak bicara
lagi. Dua bersaudara Lu bersama-sama mundur selangkah, lalu dengar suara serak
tegurnya: "sii .....siapa kau" sungguh hebat ilmu silatmu"
"Heeehh .... heeehh. . . . heeehh. . . "perempuan berambut panjang itu
memperdengarkan suara tertawanya yang tak sedap didengar, "siapa aku" Dengar
baik baik, aku adalah salah satu dari empat sesat Ciong lay su shia"
Sekali lagi dua bersaudara Lu mundur selangkah, tangannya serentak meraba ke
pinggang, sementara perasaan ngeri dan ketakutan yang semula menyelimuti wajah
mereka kini lenyap tak berbekas.
"Heeehh. . . heeehh. . . heeehh. . . Ciong lay su shia adalah kelompok manusia
durjana yang di benci setiap orang" katanya kemudian sambil tertawa dingin,
"tapi sekarang, engkau telah mencatut nama busuk itu untuk berbuat kejahatan,
Hmm Ini membuktikan kalau karaktermu juga sebusuk mereka"
Perempuan berambut panjang itu balas tertawa:
"sebetulnya aku bermaksud untuk mengampuni jiwa kalian berdua, agar kabar ini
bisa disampaikan kepada Li Liong si bajingan tua itu, tapi sekarang ..... Hmm,
mengingat mulut kalian usil dan tak bisa diampuni niatku itupun terpaksa harus
diurungkan, nah bersiap siap untuk menunggu kematianmu"
Dua bersaudara Lu tertawa panjang, lengan mereka serentak digetarkan ke muka.
Mengikuti getaran tersebut, empat bilah pisau terbang mengambil formasi dua
diatas dua di bawah berkelebat kemuka dan mengancam perempuan itu, sementara
dalam genggaman masing masing tahu-tahu sudah bertambah dengan sebuah ruyung
lemas. Mengikuti tersalurnya hawa murni, ruyung itu menegang keras bagaikas sebuah
'toya' dengan membawa desingan angin tajam langsung menyambar jalan darah Hoa
kay dan Wanti ditubuh lawan.
Ong It sin hanya menonton dari samping gelanggang, ilmu silat memang cetek. tapi
beberapa buah jalan darah ditubuh manusia cukup dikenal olehnya.
Lega juga hatinya setelah melihat dua orang jagonya berhasil melepaskan empat
bilah pisau terbang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, dia menghembuskan
napas panjang, "Waaah .... Untung dua bersaudara Lu punya kungfu yang hebat" demikian pikirnya.
"Coba kalau tidak. leherku bisa dicekik perempuan itu ..... hiii. . . tapi
sekarang, sudah pasti perempuan itu bukan tandingan mereka."
Ingatan tersebut baru saja melintas dalam benaknya ketika pandangan matanya jadi
kabur, ia merasa ada segulung desingan angin dingin yang menggidikkan hati
menyambar lewat, tahu-tahu perempuan berambut panjang itu sudah melambung satu
kaki tingginya diudara. Dengan tindakan melejit ke udara ini, maka otomatis serangan ruyung yang
dilancarkan dua bersaudara Lu juga mengenai sasaran kosong.
Lu Giok hong menggerakkan lagi sepasang lengannya, dua bilah pisau terbang
kembali melayang keudara.
Tapi sayang, ketika dua bilah pisau terbang itu sudah meluncur ke udara, dengan
suatu gerakan seribu kali perempuan berambut panjang itu sudah menukik dan
meluncur kebawah. Tatkala tubuhnya menyambar ke bawah, dia mengincar sepasang batok kepala saudara
Lu sepasang kakinya dilentangkan lebar lebar kemudian dijejakkan keatas kepala
musuhnya. Sudah banyak tahun dua bersaudara Lu mengembara dalam dunia persilatan, sudah
banyak juga jago lihay dari pelbagai perguruan yang mereka temui, tapi belum
pernah mereka jumpai jurus serangan aneh ini.
Cepat mereka merendahkan tubuhnya ke bawah untuk menghindarkan diri. "sialan,
rupanya engkau sudah bosan hidup," pikirnya.
Serentak pergelangan tangan mereka berputar ke atas, ruyung lemas itu bagaikan
ular yang lincah menyusul ke muka lantas menggulung ke atas.
"Plaaak Plaaak" secepat sambaran petir, ruyung ruyung itu melilit sepasang kaki
perempuan tersebut. Begitu berhasil, dua orang bersaudara Lu berpekik nyaring sekuat tenaga mereka
berpisah kekiri kanan dan membetot masing masing senjata dengan sepenuh tenaga.
Dalam sangkaan mereka, serangan mereka kali ini pasti berhasil dan musuhnya
tentu berhasil ditarik badannya hingga tersayat jadi dua bagian.
Tapi apa yang kemudian terjadi" Peristiwa itu sungguh diluar dugaan mereka
berdua, meski mereka sudah membetot masing-masing senjata dengan sekuat tenaga,
bahkan ruyung mereka sudah menegang kencang, namun perempuan berambut panjang
itu tidak berhasil mereka betot jadi dua bagian, bukan begitu saja bahkan
sepasang pahanya juga tak mampu dipentangkan.
Dengan demikian, secara otomatis tubuh si perempuan berambut panjang terhenti di
udara. Baru saja Lu Giok hong dan Lu Giok im tertegun, mendadak perempuan itu
jumpalitan di udara, sekarang ia berada dalam posisi kepala di bawah kaki
diatas. Sebenarnya, perempuan itu menyembunyikan raut wajahnya di balik rambut yang
panjang, sehingga orang tak dapat melihat bagaimanakah bentuk wajahnya itu.
Tapi sekarang setelah ia jumpalitan dan rambut yang panjang terurai kebelakang,
maka terlihatlah tampang mukanya.
Dia dewi sangat cantikz, usianya baru tiga puluh tahunan, cuma sayang begitu
pucatnya seperti mayat hingga bikin hati siapapun jadi mengkirik dan ngeri.
Waktu itu, sekulum senyuman yang penuh penderitaan tersungging diujung bibirnya.
Ong It sin mengira perempuan itu menderita kekalahan total sewaktu dilihatnya
tubuhnya menukik secara tiba tiba, ia menjerit kaget.
Pada saat itulah, sepasang tangannya dengan cepat menekan permukaan tanah, lalu
jumpalitan kembali kebelakang.
Padahal ruyung lemas dua bersaudara Lu masih melilit pada pangkal tumitnya,
ketika perempuan itu jumpalitan kebelakang, baik Lu Giok- hong maupun Lu Giok
im, segera merasakan munculnya segulung tenaga betotan yang amat dahsyat yang
menghantam lengan mereka, nyaris tubuhnya ikut terseret kemuka.
Sekarang mereka baru sadar bahwa musuhnya sangat tangguh dan tak boleh dianggap
enteng, cepat mereka lepaskan tangan sambil mundur selangkah, tangan mereka
bergerak cepat, yang satu siap melepaskan pisau terbang sedang yang lain


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersiap-siap melepaskan tanda bahaya.
Gerakan yang dilakukan dua orang itu boleh di bilang dilakukan dengan kecepatan
luar biasa, tapi sayang gerakan perempuan berambut panjang itujauh lebih cepat.
Tubuhnya mendadak jumpalitan ke belakang, tangannya menekan diatas permukaan
tanah lalu tubuhnya melintang di lantai, sepasang kakinya menyambar ke muka
dengan suatu tendangan berantai, otomatis dua batang ruyung lemas yang masih
melilit di pangkal tumitnya ikut menyambar dengan desingan tajam.
Hebat sekali serangan itu, bukan saja dahsyat dalam jurus serangan lagipula
cepat dan tepat. "Plaaak Plaaak" kedua bilah ruyung lemas itu tepat menembusi pergelangan tangan,
kedua orang laki-laki itu.
Sambil menjerit kesakitan Lu Giok hong dan Lu Giok im mundur ke belakang, tapi
lengan kanan mereka sudah terkulai lemas, jelas sambaran ruyung barusan telah
menghancurkan tulang lengan kanan mereka.
Ong It sin tertegun, menyaksikan kesemuanya itu dan cuma bisa melongo dengan
mata terbelalak. Bagaikan sambaran angin puyuh gerakan tubuh perempuan itu, kembali tubuhnya
melejit keatas. Dalam pada itu dan bersaudara Lu sudah mundur beberapa langkah, namun belum
sempat mereka berganti napas, bayangan hitam yang disertai hembusan dingin tajam
kembali sudah menerpa tubuh mereka.
Kontan pandangan mereka jadi gelap. dadanya terasa sakit bukan kepalang, jerit
kesakitan yang menyayatkan hatipun berkumandang memecahkan kesunyian.
Kiranya dada mereka sudah tersambar telak oleh serangan perempuan itu, lotoa Lu
Giok hong terhajar sampai mencelat sejauh tujuh delapan depa, tak ampun lagi
jiwanya melayang dari raganya.
Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sejak dua bersaudara Lu
menyerang dengan cambuknya sampai mereka mati dalam keadaan mengenaskan, waktu
yang digunakan hanya beberapa menit.
Ong It sin baru saja bersorak gembira ketika dan bersaudara Lu berhasil melilit
sepasang tumit musuhnya dengan ruyung mereka.
Tapi sedetik kemudian, perempuan itu sudah berdiri dihadapannya dengan wajah
bengis, sementara dua bersaudara Lu mati dalam keadaan mengerikan, anak muda itu
jadi ketakutan, tubuhnya sampai gemetar keras.
Pelan-pelan perempuan itu berpaling dan memandang sekejap kearah Ong It sin
dengan mata menyeramkan, lalu sekali lompat dia sudah berada didepan mayat dua
orang itu. "Hayo kabur .....hayo cepat kabur" pekik Ong It-sin dalam hati, "busyet, kenapa
kakiku tak mau kabur ?"
Entah apa sebabnya, sepasang kaki anak muda itu jadi lemas dan gemetar keras,
meskipun dia ingin kabur tapi kakinya tidak turut perintah.
Sekali lompat perempuan tadi sudah berada di depan mayat Lu bersaudara, lalu
berjongkok dan tak selang sesaat ditangannya sudah bertambah dengan dua lembar
kulit manusia yang berlepotan darah.
Ia berpaling, dua lembar kulit manusia yang mengerikan itu ditunjukkan kehadapan
Ong It sin kemudian tertawa seram tiada hentinya.
"Kau . . . kau. . . kau. . ." Ong It sin hanya bisa menuding perempuan itu
dengan tangan gemetar, kecuali kata "kau" tak ada kata kedua yang sanggup
diucapkan keluar. Perempuan berambut panjang itu merapihkan rambutnya yang kusut hingga tampak
raut wajahnya yang cantik tapi pucat itu, selangkah demi selangkah dan
menghampiri Ong It sin. Pikiran dan perasaan Ong It sin ketika itu kalut tak karuan, dia cuma bisa
menuding lawannya tanpa diketahui apa yang harus dilakukan.
"Kau, rupanya tampangmu tidak sejelek setan" tiba-tiba serunya sambil menyengir.
"Ciang lay sun shia tak akan membiarkan Li keh-ceng hidup sentausa, sebelum
lewat besok malam, kami akan bantai seluruh anggota perkampungan itu."
"Kaa .... kalian berempat mau bunuh semua anggota perkampungan Li keh ceng . . .
?" Ong It sin makin ketakutan.
"Plaak " Perempuan berambut panjang itu melemparkan sebuah bungkusan kecil ke
tanah, lalu ujarnya kembali:
"Bila Li Liong menganggap perkataanmu cuma mengacau balau saja perlihatkan benda
yang ada dalam bungkusan itu kepadanya"
Ong It sin makin ketakutan, sepasang kakinya sampai menggigil kencang, untung
tidak sampai terkencing-kencing.
"Been .... benda apa yang ada dalam bungkusan itu?"
"Aduuuh .... tolong mak" kontan Ong It sin menjerit ketakutan, tubuhnya sampai
menggigil. Mula mula perempuan berambut panjang itu agak tertegun, lalu tergelaklah dia
karena geli. Yaa, pada hakekatnya orang lebih rela kakinya kutung tangannya putus dari pada
menjerit ketakutan, bahkan hilang batok kepalanya dianggap sebagai suatu
kejadian yang biasa. Tapi sekarang, Ong It sin yang berilmu rendah, lagipula jujur dan polos kontan
menjerit ketakutan setelah mendengar bahwa isi bungkusan adalah kegelian.
Padahal, perempuan berambut panjang itu sepanjang tahun berwajah seram, setahun
bisa tertawa sekalipun sudah terhitung kejadian yang aneh, tapi kenyataannya
setelah berjumpa dengan Ong It-sin, secara beruntun ia tertawa sebanyak tiga
kali. "Kau memang menyenangkan" katanya kemudian., "karena itu akupun hendak
memberitahukan kepadamu. Perkampungan Li keh ceng tak bisa dipertahankan lagi,
setelah kau sampaikan kabar ini kepada Li Liong bajingan tua itu, cepat-cepatlah
tinggalkan Li keh ceng, sehingga waktu kami basmi perkampungan Li keh ceng
menjadi lantan darah, mungkin jiwamu masih dapat diselamatkan"
Ketika mendengar kata kata "membasmi Li keh-ceng jadi lautan darah", Ong It sin
cuma bisa melongo dengan mata terbelalak, sepatah katapun tak mampu diutarakan
keluar. Selesai mengucapkan kata kata tadi, perempuan berambut panjaag itu melejit
keudara, segulung hawa dingin yang menggidikkan sebera berhembus lewat membuat
Ong It sin bersin berulang kali, tahu tahu perempuan itu sudah berada dua kaki
jauhnya. Menanti Ong It sin berpaling kembali, perempuan berambut panjang itu sudah
berlalu dengan kecepatan luar biasa, sekejap kemudian tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan. Sepeninggal perempuan itu, Ong It sin berpaling kembali untuk memandang sekejap
mayat dua bersaudara Lu, tapi ia jadi ngeri dan bergidik setelah menyaksikan
raut wajah mereka yang penuh noda darah, kontan saja ia kabur terbirit birit.
Beberapa langkah kemudian, ia baru teringat dengan buntalan kecil itu, cepat
disambarnya bungkusan itu kemudian baru kebawah.
Dibawah kaki bukit, kedatangannya disambut oleh dua orang jago, dalam keadaan
demikian, Ong It sin hanya bisa menuding ke sana ke kemari sambil aa....uu, tak
sepatah katapun sanggup diutarakan keluar.
Tentu saja dua orang itu kenali pemuda tersebut sebagai keponakan cengcunya,
mereka juga tahu kalau pemuda itu tadi goblok, maka tak seorangpun yang
memperdulikan dirinya. Melihat kedua orang jago itu tidak menggubris dirinya, lagipula saking ngerinya
dia sendiripun tak mampu berkata kata, Ong It sin kabur kembali ke muka.
Tak lama kemudian, ia sudah tiba dipintu gerbang Li keh ceng, tampak sepasang
lampu lentera yang amat besar tergantung diatas dua tiang yang besar, dibawah
tiang tersebut masing masing berdiri seseorang, yang berada disebelah kiri
berbadan gemuk pendek dengan muka penuh tahi lalat, sedang yang disebelah kanan
bertubuh tinggi sesampai, berdandan sastrawan dan usia antara tiga puluh
tahunan. Lega hati Ong It sin setelah menjupai kedua orang itu, sebab mereka berdua
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada beberapa orang tamu kampung,
kedua orang itu tak lain adalah dua diantara empat orang murid Dewa perak Li
Liong. Yang gemuk bernama Jin Poo, sedang yang kedua bernama Nyo sin bin.
Oleh karena perkampungan Li keh ceng sering kali dijumpai jago-jago silat dari
perbagai daerah, mereka selalu menempatkan dua orang murid Li Liong dipintu
gerbang sebagai penerima tamu, maka tidak heran kalau pintu gerbang itu siang
malam dijaga orang. Begitu sampai dipintu gerbang, dengan napas terengah engah Ong It sin lantas
berteriak: "Jin . . .Jin toako . . . ada orang akan membantai perkampungan Li keh ceng jadi
lautan darah ... ..... perkampungan Li keh ceng akan menjadi lautan darah"
Suaranya parau tapi nyaring sampai suara itu berkumandang kemana-mana, ini
membuat Jin Poo maupun Nyo sin bin jadi melongo. Tapi sebentar kemudian mereka
sudah membentak: "Tutup mulut, jangan sembarangan ngaco balo" saklng cemasnya
hampir saja Ong It sin menangis.
"Perkumpulan Li keh ceng akan menjadi lautan darah ..... ada orang hendak
menjadikan perkumpulan Li keh ceng lautan darah .... . cee. . . cepat beritahu
paman, Cee .....cepat sedikit, kalau terlambat nanti tak keburu lagi"
Dengan jengkel Jin Poo menyambar bahu Ong It sin lalu dicengkeramnya erat erat.
Cengkeraman itu dilakukan dengan sepenuh tenaga, sudah barang tentu membuat Ong
It sin kesakitan, ia menjerit jerit seperti babi mau disembelih.
"Eei. . . . kebanyakan minum arak diluaran?" bentak Jin Poo sambil menggoncang-
goncangkan tubuhnya, "jangan sembarangan berteriak di sini, mengerti?"
"Tidak Tidak Aku tidak mabok Aku tidak mabok" sambil berteriak Ong It sin
berusaha meronta dari cengkaramannya.
Berapa kali sudah dia meronta, tapi tidak berhasil melepaskan diri, maka
buntalan yang berada dikempitannya lantas dibuang ke tanah sambil berteriak
lagi: "Jika kalian tidak percaya, periksalah bungkusan itu"
Nyio sin bin melangkah di depan dan menyambar bungkusan itu, tapi begitu
bungkusan dibuka, kotan saja ia menjerit kaget dan sama sekali tak mampu berkata
kata. Mendengar jerit kaget rekannya Jin Poo ikut berpaling, tapi begitu melihat
kelima lembar kulit muka tadi dia ikut menjerit keras otomatis cengkeramannya
pada tubuh Ong It sin juga terlepas, kontan saja pemuda itu terjatuh ke tanah.
Tapi anak muda itu cepat depat merangkak bangun lalu kabur masuk kedalam
perkampungan. Perkampungan Li keh ceng dibangun dalam lembah Li hu kok sebagaimana nama lembah
itu di sana sini tampak begitu banyak batu batu cadas yang mencuat kesana
kemari. Seluruh lembah Li hu kok boleh dibilang ditempati sebagai perkampungan Li keh
ceng maka tampaklah dibalik bebatuan yang bermunculan disana sini tampak
bayangan manusia berkeliaran.
Sambil berlarian masuk ke dalam perkampungan, Ong It sin berteriak tiada
hentinya: "Perkampungan Li keh ceng akan menjadi lautan darah Perkampunga Li keh
ceng akan berubah jadi lautan darah "
Lantara kabar itu dianggap terlalu mengejutkan hati, lagipula dengan mata kepala
sendiri ia saksikan betapa lihaynya ilmu silat si perempuan berambut panjang
itu, maka begitu tiba dalam perkampungan dia lantas berkaok-kaok dengan
lantangnya. Dalam anggapan anak muda itu, dia berbuat demikian adalah bermaksud baik, agar
semua ikut mengetahui kabar itu serta bersiap sedia menghadapi kejadian
tersebut. Tapi dia lupa tentang sesuatu, dia lupa kalau orang persilatan kehidupannya
memang bergelimpangan diujung golok. pada hakekatnya perkataan: "Perkampungan Li
keh ceng akan berubah jadi lautan darah" adalah kata kata yang tak sedap di
dengar, ucapan itu sangat menusuk perasaan setiap orang yang ada di perkampungan
Li keh ceng. Sebab itu, baru dua kali dia berteriak Jin Poo sudah melompat ke muka sambil
mendorong bahu anak muda itu keras-keras.
Terdorong oleh tenaga Jin Poo yang sangat besar itu, Ong It sin terdorong maju
beberapa langkah kemuka, lalu menubruk diatas sebuah batu cadas yang mencuat
keluar. Untung giginya tak sampai rontok meski rasa sakitnya bukan kepalang.
"Hei apa yang kau kaok kaokkan?" tegur Jin Poo dergan gusarnya.
Bibir Ong It sin yang pada dasarnya memang tebal seperti cungur babi, sekarang
makin menebal karena menumbuk batu, otomatis kata-katanya sudah semakin kabur
tak jelas, walaupun demikian toh dia masih berteriak juga: "Perkampungan . . . .
Li keh ceng akan berubah jadi lautan darah"
Saking mendongkolnya kalau bolehJin Poo ingin menggaplok pemuda itu sepuas-
puasnya. Tapi ia tak berani berbuat kelewat batas, jelek-jelek begitu Ong It sin juga
keponakan gurunya. "Tak usah banyak bicara" bentaknya kemudian "tunggu sampai bertemu dengan suhu
Hmm, kalau engkau berani berkaok kaok lagi . . . .jangan salah kan kalau kujagal
dulu dirimu" Ong It sin betul betul tak berani berbicara, dia lantas membungkam danJin Poopun
segera menggusurnya masuk ke kampung.
Walaupun begitu, teriakan teriakan Ong It sin tadi sudah terlanjur mengejutkan
sejumlah orang yang berada disana, serentak mereka maju berkerumun sambil
menanyakan apa yang telah terjadi.
Ong It sin ingin memberitahukan mereka, apa mau di kata tengkuknya dicengkeram
Jin Poo erat-erat, tak sepatah katapun sanggup diutarakan keluar.
Melihat kejadian itu, semua orang lantas mengira Ong It sin sudah mabok dan
bikin urusan, sekarang kena ditangkap Jin Poo untuk digiring masuk ke dalam
perkampungan, maka merekapun hanya tertawa terbahak bahak sambil menuding ke
arah anak muda itu, tak seorangpun diantara mereka yang merasa kalau bencana
besar sudah diambang pintu.
Ong It sin betul betul mati kutunya, dia tak berkutik dan membiarkan dirinya
digusurJin Poo masuk ke dalam sebuah bangunan yang sangat megah. Didepan pintu,
dua orang menyongsong ke datangan mereka sambil menegur lirih. "Apa yang
terjadi?" "suhu apa ada didalam" Ada urusan yang sangat penting hendak kulaporkan kepada
orang tua" sahut Jin Poo dengan suara yang berat.
"Kalau begitu masuklah sendiri, cengcu belum tidur, sekarang ada dipesanggrahan
Bing lam sian" Sambil menggurus Ong It sin, masuklahJin Poo ke dalam ruangan, setelah melewati
ruang tengah dan menelusuri jalan serambi yang berliku liku, sampailah mereka
ditepi sebuah telaga. Telaga itu amat tenang, tapi ditengah kegelapan permukaan air itu ibaratnya
sebuah batu kemala hijau yang sangat besar.
Ditengah telaga terdapat sebuah batu besar yang luasnya beberapa kaki, diatas
batu dibangun sebuah bangunan pesanggrahan, ketika itu suasana terang benderang
bermandikan cahaya lampu.
Dari tepi telaga sampai batu besar itu jaraknya ada dua kaki lebih lima enam
depa, tiada jembatan penyeberang pun tiada perahu yang menghubungkan kedua belah
tempat itu, berarti untuk mencapai pesanggrahan tersebut hanya ada satu cara
yang bisa ditempuh yakni melayang dengan ilmu meringankan tubuh.Jin Poo berhenti
ditepi telaga, dia lantas berteriak: "suhu suhu"
"Jin Poo kah disitu?" serentak suara yang penuh berwibawa berkumandang dari
pesanggrahan tersebut, "sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, hayo cepat
kemari" Jin Poo tidak tahu apa maksud gurunya berkata demikian, baginya seorang dia
sudah tentu bisa melompati telaga tersebut, tapi kalau suruh dia membawa serta
Ong It sin, hal ini tak mungkin bisa dilaksanakan...
Selain itu diapun kuatir, jika Ong It sin dilepaskan maka pemuda itu akan
berkaok kaok mengucapkan kata kata yang tak senonoh hingga mengacaukan pikiran
orang. Karenanya, sesudah berpikir sebentar dia baru berkata: "Suhu, aku membawa
serta It sin lote, apakah dia juga ikut kesana?"
"Buat apa aku membawa serta orang itu?" bentak suara yang keren itu lagi,
"sampai sekarang dia baru pulang kekampung" Hmm .... suruh dia pergi dari sini"
"It sin lote ada berita yang amat luar biasa hendak dilaporkan kepada kau orang
tua"Jin Poo cepat menerangkan.
Ong It sin merasa dari tenggorokannya berkumandang suara gemurutuk yang sangat
aneh, dia ingin sekali berbicara, tapi tak sepotong perkataanpun dapat
diutarakan. suara yang keren tadi kembali berkumandang:
"Ada tamu agung ditempat ini, manusia goblok seperti dia tak pantas menjumpai
tamu agung ada persoalan apapun ditunda dulu sampai nanti, kemari dulu kau"
Ketika mengetahui kalau disana ada tamu Jin Poo segera menelan kembali perkataan
yang hendak diucapkan keluar. "Baik" buru-buru katanya.
Cengkeramannya pada tengkuk Ong It sin pun segera dikendorkan, lalu dia menjejak
permukaan tanah dan siap melayang ke depan.
Sudah sejak tadi Ong It sin harus menanan rasa sabarnya. dia menelan kembali
semua perkataan yang hendak disampaikan, begitu Jin Poo lepas tangan, langsung
saja dia berteriak: "Paman, mereka hendak menjadikan perkampungan Li keh ceng sebagai lautan darah"
Dengan terperanjat buru-buru Jin Poo putar badannya, tapi teriakan Ong It sin


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah terlanjur di utarakan.
Keheningan menyelimuti pesanggrahan tersebut untuk beberapa sat lamanya,
kemudian terdengarlah seseorang bertanya dengan suara yang tenang dan lembut:
"siapakah dia" Mengapa mengucapkan kata-kata seperti itu?"
"Dia adalah keponakanku" suara yang kereng kedengaran tadi rikuh dan jengah,
"dasarnya memang goblok dan tolol, entah apa yang sedang ia katakan"
"saudara Li, bila kedengaran dari nada teriakan keponakanmu barusan, jelas
kedengaran kalau suara itu membawa kemantapan yang kuat, ini membuktikan kalau
bakatnya untuk belajar silat sangat bagus, hebat bukan kungfunya" Li Liong
tertawa getir. "Dia" Heehhh. . . . heehhh. . . heehhh. . . . serangkaian Li keh kun yang
sederhana saja tak bisa dimainkan dengan baik, apalagi kepandaian silat lainnya"
"sambil bercakap cakap. dua orang itu munculkan diri dari balik pintu
pesanggrahan.Jin Poo dan Ong It sin angkat kepalanya dan menengok kedepan sana.
orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang laki-laki tinggi kekar yang
berwajah keren, dia tak lain adalah ketua kampung Li keh ceng, si Dewa perak Li
Liong. Dibela kang Li Liong mengikuti seorang sasterawan berusia pertengahan, mukanya
bersih dan kalem, membuat siapapun merasa simpatik terhadap dirinya.
Ia mengenakan sebuah jubah panjang berwarna hijaupupus, diatasnya malah ada
beberapa tambalan, namun bersih dan rajin. Begitu tampilkan diri, Li Liong
segera membentak nyaring: "It sin, apa yang kau kaok-kaokkan?"
Jin Poo tidak mengetahui siapa gerangan sastrawan berusia pertengahan itu,
diapun kuatir Ong It sin bicara sembarangan, buru buru selanya dari samping.
"suhu, persoalan ini maha besar pentingnya, lebih baik aku saja yang
menyampaikan kepada kau orang tua"
Sambil berkata sepasang matanya lantas melirik sekejap ke arah sastrawan berusia
pertengahan itu. Tentu saja Li Liong memahami maksud muridnya, sambil menuding kearah sastrawan
berusia pertengahan itu dia perkenalkan:
"Dia adalah Long tiong tayhiap (Pendekar besar dari su cuan) Coa Thian tam,
baru-baru ini ia mengembara sampai diwilayah see ih dan belum lama kembali ke
daratan. Tentunya engkau mengetahui bukan betapa termashurnya nama Coa tayhiap"
Nah, ada persoalan penting apapun jua, katakan saja secara terus terang"
Sungguh tak terkirakan rasa girang Jin Poo setelah mengetahui bahwa sastrawan
berusia pertengahan itu adalah Long tiong tayhiap Coa Thian-tam.
Ketika ia menyaksikan dari sebagai seorang jago kawakan Jin Poo juga menyadari
bahwa peristiwa ini bukan peristiwa biasa, dia kuatir sekali kalau jago-jago
dalam perkampungan mereka tidak mampu menghadapi serbuan lawan, tapi sekarang
legalah hatinya, apalagi setelah mengetahui kalau Coa Thian tam, berada pula
dalam perkampungan mereka.
Betapa tidak, bukan saja Coa Thian tam memiliki ilmu silat yang sangat lihay,
lagipula dia mempunyai juga tiga orang saudara angkat yang kesemuanya memiliki
ilmu silat yang maha dahsyat. Ih lwe su eng (empat orang gagah dari kolong
langit) yang amat termashur dalam dunia persilatan bukan lain adalah mereka
berempat. Sekali melompat, Jin Poo sudah melayang diatas permukaan air menuju kebatu cadas
itu, tiba tiba badannya melambung tiga depa ke udara lalu hinggap diatas batu
besar itu dengan lembut. Ketika Jin Poo melayang ke muka tadi, sebenarnya Ong It sin ingin menyusul dari
belakang tapi bagaimanapun juga dia masih tahu diri, dia mengerti bila ia
mengikuti jejak Jin Poo dengan meloncat kebatu besar itu, niscaya badannya akan
tercebur ke dalam air. Sebab itu, dia cuma bisa garuk garuk kepalanya yang tidak gatal ditepi telaga,
untuk sesaat tak diketahui olehnya apa yang harus dilakukan. Coa Thian tam
sambil berkata: "sudah lama boanwpe mengagumi nama besar Coa tayhiap yang termashur sampai
dimana-mana terimalah hormat boanwpe ini"
Coa Thian tam ulapkan tangannya, segulung tenaga lembut segera menahan tubuh Jin
Poo yang sedang berlutut itu hingga tertahan ditengah udara ............
Jin Poo tahu, itulah akibat dari pancaran tenaga dalam yang sangat kuat dari
tamunya ia tak berani gegabah, dan buru buru bangkit berdiri.
"Suhu, peristiwa ini rada mencurigakan" ujarnya kemudian, "ada empat orang yang
mengaku bernama Ciong lay sushia hendak menyatroni perkampungan kita"
"Yaa, katanya mereka hendak menjadikan perkampungan Li keh ceng sebagai lautan
darah" teriak Ong It sin dari tepi telaga.
Li Liong sudah tertegun setelah mendengar perkataan dari Jin Poo barusan apalagi
mendengar teriakan Ong It sin, pada dasarnya dia memang tak suka dengan
keponakan ini, maka dengan marah hardiknya keras keras:
"Kalau engkau berani cerewet lagi, ku usir kau dari perkampungan ini"
Ong It sin betul betul tak berani bersuara lagi tapi ia menggerutu tiada
habisnya dengan suara lirih, jelas pemuda itu merasa tak puas dengan perlakuan
pamannya. Sejak awal sampai akhir Coa Thiau tam hanya mengamati diri Ong It sin, rupanya
dia merasa tertarik sekali dengan pemuda itu, cuma Ong It sin tak pernah
menggubris perhatiannya itu.
"Bukankah empat sesat dari Ciong lay telah mati." kata Li Liong keheranan, "masa
ada orang yang mencatut nama mereka" Hmm, kalau benar demikian itu, berarti
mereka bukan manusia baik baik dalam dunia persilatan ..................."
"suhu, akan rasa persoalan tidak sesederhana yang suhu kira, kita sudah
kehilangan lima orang jago tangguh "
"Apa?" begitu Jin Peo berseru, dengan amat terkejut Li Liong berteriak keras.
Jin Poo ambil keluar buntalan kecil itu dan di lempar ketanah hingga buntalan
itu terbuka, katanya: "suhu, periksalah sendiri"
Li Liong segera tundukkan kepalanya, tampaklah selembar kulit manusia yang masih
bernoda darah tercecer ketanah, ia masih bisa mengenali kulit kulit manusia itu,
apalagi yang berada dipaling atas adalah kulit mukanya Lu Giok hong
"Bagaimanakah potongan muka pendatang-pendatang tak diundang itu?" tanya Li
Liong kemudian dengan paras muka berubah.
"soal ini harus ditanyakan kepada It sin lote, sebab hanya It sin lote seorang
yang menyaksikan kejadian itu"
Li Liong sebera alihkan pandangan matanya kearah Ong Itsin. "Cepat katakan"
bentaknya. Ong It sin rada sangsi sebentar.
"Kaa. . . . kalau kukatakan .... aku tidak kau usir dari perkampungan ini
bukan?" serunya kemudian.
Li Liong betul-betul dibuat menangis tak bisa tertawa tak dapat oleh tingkah
laku keponakannya . "Hayo cepat katakan" terpaksa ia membentak lagi, "macam apakah potongan wajah ke
empat orang itu" "Dikatakan empat sesat, tapi yang kujumpai hanya tiga orang, seorang perempuan
berambut panjang yang telah membinasakan dua bersaudara Lu, meskipun gerak
geriknya menyeramkan tapi waktu tertawa. . . . aduh mak cantiknya .... masih ada
dua orang lagi konconya, mereka adalah dua orang laki laki berbaju putih,
sebenarnya mereka juga hendak bunuh diriku, tapi lantas aku pandai berbicara dan
lagi kata kataku pandai menyenangkan hati orang, maka jadi tidak dibunuh"
Hawa amarah yang menggelora dalam dada Li Liong sungguh meluap. tegasnya dengan
mata melotot: "Tak usah membicarakan kata kata yang tak penting, apa lagi yang mereka
katakan?" "Kata mereka, sebelum tengah malam besok di dunia ini tak akan terdapat
perkampungan Li keh ceng lagi, mereka suruh aku .... suruh aku cepat-cepat
tinggalkan perkampungan ini daripada setelah mereka lakukan pembantaian dalam Li
keh ceng itu aku ikut mati konyol."
Li Liong benar-benar tak tahan mendengar perkataan semacam itu, sebelum Ong It
sin menyelesaikan kata-katanya, dia sudah membentak: "Tutup mulutmu"
Ong It sin tertegun, sekalipun dia lantas membungkam toh bisiknya kembali:
"bukankah engkau yang suruh aku berbicara?"
Li Liong hanya bisa tertawa getir menghadapi ketololannya keponakannya, kepada
rekannya dia lantas berseru:
"saudara Coa, harap jangan kau tertawakan ketololannya"
"Tidak"sahut Coa Thian tam, "dia polos dan lagi jujur. Inilah bakat yang bagus
untuk belajar silat. saudara cilik Bersediakah engkau menjadi muridnya seorang
tokoh sakti?" "Menjadi murid seorang tokoh sakti?" ulang Ong It sin dengan wajah termangu. Coa
Thian-tam segera berpaling kearah Li Liong sambil berkata:
"Ada seorang tokoh sakti dari golongan Buddha telah berpesan kepadaku untuk
mencarikan seorang murid ....."
Belum habis dia berkata, ketika Ong It sin sudah gelengkan kepalanya berulang
kali: "ogah ogah Aku ogah jadi hwesio Aku pingin kawin nantinya, aku tak mau digunduli
kepalaku" Sebenarnya Li Liong bermaksud menegur dirinya lagi sebab pemuda itu ikut
sembarangan menimbrung dihadapan coa tayhiap. tapi setelah dipikir kembali ia
merasa tak ada gunanya menegur pemuda tolol itu, maka laki-laki tersebutpun
hanya membungkam belaka. "Tokoh sakti dari golongan Buddha itu belum tentu akan memaksa muridnya ikut
jadi hwesio" Coa Thiat tam kembali menerangkan sambil tertawa, "kau bisa kawin
dikemudian hari, kaupun tak perlu hidup dalam biara. Yang penting harus jujur,
polos dan memiliki bakat yang baik untuk belajar ilmu silat"
"seandainya binatang itu bisa memperoleh kesempatan sebaik ini, pada hakekatnya
kejadian ini ibaratnya sekali melangkah sudah mencapai di langit" kata Li Liong,
"sayang gobloknya sudah tak ketolongan lagi, aku kuatir dia tak akan mampu
mewujudkan keinginan tokoh sakti itu"
"Aaah. Belum tentu demikian"
Yaa, meskipun suasana sudah diliputi ketegangan, meski mara bahaya telah
mengancam ternyata kedua orang itu tidak memperdulikan kelima lembar kulit
manusia yang tergeletak ditanah itu, sebaliknya malah membicarakan persoalan
lain. Jin Poo berusaha menahan diri, tapi lama kelamaan dia tak tahan juga, tiba-tiba
dia berseru: "Suhu, empat sesat dari Ciong lay ....." sebelum perkataan itu dilanjutkan, Li
Liong sudah menukas lebih dulu
"Aaah ..... sekumpulan manusia bangsa kurcaci buat apa musti dipikirkan dalam
hati" Lakukan perondaan seperti biasa, dan buang jauh jauh kelima lembar kulit
manusia itu" Jin Poo buru-buru mengiakan, dia lantas memungut kembali buntalan itu dari
lantai seraya pikirnya. "Aaah... Tak mungkin kalau yang datang cuma manusia sebangsa kurcaci, dua
bersaudara Lu bukan manusia tempe yang tak berdaya apa-apa, toh mereka mampus
secara mengerikan ...."Aaai... entah apa yang dipikirkan suhu?"
Akan tetapi Li Liong telah memerintahkan demikian, tentu saja dia tak berani
banyak bicara lagi. Sambil memutar badan dia melayang kembali ke tepi telaga, kemudian sambil
melotot sekejap ke arah Ong It sin hardiknya: "Hayo kita pergi dari sini"
Apa yang dipikirkan Ong It sin pada waktu itu justru merupakan kebalikan
daripada yang dipikirkan Jin Poo, ketika dilihatnya Li Liong sama sekali tidak
terpengaruh oleh berita tersebut, segera disangkanya ilmu silat yang dimiliki
pamannya amat lihay, sehingga peristiwa itu tak dipikirkan dalam hatinya. Dengan
penuh kegembiraan buru buru katanya:
"Jin toako, andaikata orang itu benar benar datang kesini, mungkinkah paman
takut kepada mereka?"
Mula mula Jin Poo agak tertegun, menyusul kemudianjawabnya: "Aku kira suhu tak
bakal ketakutan" Mendengar itu, Ong It sin lantas berteriak:
"Paman, surat yang kau suruh aku sampaikan ke Thian siong peng telah
kusampaikan, seandainya waktu pulang tidak ketimpa hujan deras, sejak tadi tadi
aku sudah tiba dikampung"
"Pergi Pergi Pergi" tukas Li Liong tak sabar seraya ulapkan tangannya berulang
kali. Ong It sin benar benar merasa tersinggung, tapi tak berani berbuat apa-apa, maka
dengan mulut membungkam pemuda itu berlalu dari sana.
Sepeninggal Ong It sin sekalian, coa Thian tam dan Li Liong baru saling
berpandangan sekejap. tiba tiba paras muka mereka berubah jadi amat serius,
tanpa mengucapkan sepatah katapun kedua orang itu segera kembali ke dalam
pesanggrahan. Dalam pesanggrahan itu masih hadir pula seorang yang lain, orang itu bertubuh
kurus kering dan lagi pendek. sepasang matanya cekung, sepintas lalu mirip
seseorang yang sudah tiga tahun menderita sakit parah potongannya mengenaskan
sekali. -000d-w000- Jilid 2 MESKI demikian, sepasang matanya memancarkan cahaya yang menggidikkan hati,
membuat siapapun sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang jago silat
yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Orang itu tersohor sekali namanya dalam dunia persilatan, dia adalah adik
seperguruan dari ketua Tiong lampay, jago nomor dua dalam partai Tiong lam yang
disebut orang Ping sin (Dewa penyakitan) Ou Wi Hi.
Ketika dilihatnya kedua orang itu masuk kedalam, dia lantas berseru dengan
lembut: "Bagaimana" Dari sini terbuktilah sudah bahwa kabar yang kudengar bukan cuma
kabar isapan jempol belaka"
"Tapi sungguh mengherankan. Mengapa mereka pilih perkampungan Li keh ceng
sebagai korban yang pertama?" ujar coa Thian tam.
"Yaa, sudah barang tentu hal ini dikarenakan Li keh ceng mempunyai nama besar
tersohor dalam dunia persilatan andaikata mereka berhasil menghancurkan
perkampungan Li keh ceng, bukankah seluruh dunia akan ikut mengetahui peristiwa
ini?" Si dewa perak Li Liong merenung sebentar lalu berkata:
"Jadi menurut pendapat saudara ou, say siu-jin mo si mahluk tua itu bukan saja
tidak mampus setelah jatuh kedalam jurang tempo hari, bahkan ilmu silat yang
dimiliki sekarang jauh lebih lihay daripada tempo dulu" Waah..... kalau benar
begitu, peristiwa ini betul betul merupakan suatu malapetaka bagi dunia
persilatan kita. Tapi yang aneh lagi para pendatang itu mengakui Ciong lay su
shia. Padahal ke empat manusia sesat dari Ciong lay kan sudah mati tercincang
puluhan tahun berselang" Masa mereka bisa bangkit kembali dari liang kubur."
Ou Wi Hi manggut manggut.
"Yaa, empat sesat dari Ciong lay yang dulu memang sudah mati tercincang, tak
mungkin mereka akan bangkit kembali dari liang kubur, tapi siapa tahu kalau
belakangan ini say siau sin mo telah menerima empat orang murid lagi yang
dinamakan juga Ciong lay su shia" Hal ini kan bisa terjadi bukan?"
Mendengar perkataan itu baik Li Liong maupun coa Thia-tam sama sama mengangguk.
"Kalau begitu, say sin lo koay terlalu pandang remeh perkampungan Li keh ceng ku
ini" kata Li Liong kemudian dengan ramah, "hmm, buktinya dia tidak tampil
sendiri dihadapanku. sebaliknya cuma mengutus murid-muridnya saja."
"Aku dengar makhluk tua itu tersohor karena licik dan banyak tipu muslihatnya"
kata Coa Tay-tam, "siapa tahu kalau ia sengaja berbuat demikian agar kita semua
tidak mempersiapkan diri" saudara Ou, mengirim berita dengan burung cui nip dari
perguruanmu terkenal karena cepatnya bagai mana kalau kita kabarkan dulu berita
ini kepada suhengmu dan mengundang kedatangannya ke perkampungan Li keh ceng?"
"Baik" Ou Wi Hi menganguk tanda setuju, "andaikata ia segera berangkat, sebelum
senja besok hari dia sudah akan sampai disini. Menurut perkataan yang
disampaikan si empat sesat, rupanya mereka bersiap sedia melakukan pengacauan
pada esok malam" sembari berkata, tangannya lantas digerakkan ke depan ......
"Ciit ciit" kicauan burung memecahkan kesunyian, seekor burung kecil, bewarna
hijau pupus terbang keluar dari balik ujung bajunya setelah berputar satu kali
dari ruangan itu, dengan kecepatan yang luar biasa burung itu menerobos jendela
dan lenyap ditengah kegelapan.
Sepeninggal burung itu, Ou Wi Hi berkata lagi.
"Seandainya mereka berempat sudah datang ada baiknya jika Li cengcu menyambut
kedatangan mereka dengan tata cara persilatan baru dirundingkan kembali tindakan
selanjutnya." Dengan wajah yang murung Li Liong berjalan untuk balik diruang itu, ancaman yang
disampaikan Ciong lay sushia sungguh bikin pikirannya jadi kusut.
Begitulah, setelah berunding sekali lagi cara cara menghadapi musuh tangguh,
ketiga orang itu mengambil kesimpulan bahwa andai kata say siu jin mo si mahluk
tua itu belum mati, bahkan ilmu silat yang dimiliki beberapa kali lipat lebih
dahsyat dari kepandaiannya sebelum terjatuh ke dalam jurang, peristiwa itu benar
benar merupakan suatu bencana besar yang mengancam keselamatan jiwa seluruh umat
persilatan pada umumnya dan kesempatan jago jago yang tinggal dalam perkampungan
Li keh ceng pada khususnya.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, sepeninggalnya dari telaga tadi buru-buru Ong It sin kembali ke
kamarnya untuk ganti pakaian dan naik ke pembaringan untuk beristirahat.
Setelah mengalami pelbagai kejadian yang menegangkan hati, anak muda itu merasa
terlampau penat, hingga begitu menempel di tempat pembaringan, ia lantas
tertidur lelap. Entah berapa lama ia sudah tertidur, tiba tiba suara pekikan nyaring dan jeritan
kaget menyadarkan kembali dari tidurnya, pemuda itu mula mula masih segan antuk
membuka matanya dan cuma menggeliat saja.
Mendadak tubuhnya terasa panas sekali, lagi pula diantara jeritan-jeritan
manusia itu diiringi pula suara gemerutuk yang nyaring. Dengan keheranan Ong It
sin segera membuka matanya.
Tapi begitu matanya terbuka, pemuda itu menjerit kaget, ternyata kobaran api
telah menjilat-jilat dari empat penjuru, sebagian besar ruang kamar yang
ditempatinya telah terjilat oleh bola api.
Tak terkirakan rasa kaget Ong It sin, buru buru ia melompat bangun seraya
berteriak: "Kebakaran Kebakaran"
Beberapa teriakan kemudian, ia menangkap pula teriakan orang lain yang senada,
dari luar ruangan, jelas semua orang sudah tahu kalau telah terjadi kebakaran,
hanya dia sendiri yang mengetahui paling belakang.
Waktu itu pintu kamar sudah terjilat api, dia lari ke samping jendela dan
membukanya dengan paksa. Ketika jendela itu terbuka, asap hitam yang tebal segera menyusup masuk ke dalam
ruangan udara jadi sesak. matanya jadi pedas hingga mengucsrkan air mata, tak
tahan lagi dia terbatuk-batuk.
Sekuat tenaga ia menekan bingkai jendela dan melompat keluar, lalu bergelinding
di tanah sebelum melompat bangun.
Menunggu ia sudah berdiri kembali, apa yang kemudian terlihat membuat dia jadi
melongo. Sejauh pandangannya memandang, kecuali asap tebal dan kobaran api yang terlihat,
hampir boleh dibilang tidak tampak sesuatu apapun.
Ong It sin lari terbirit ke depan, dari sana muncul pula beberapa orang yang
sedang menyelamatkan diri dari kobaran api.
"Hei, apa yang terjadi" Apa yang terjadi?" tanya Ong It sin ingin tahu.
Tapi beberapa orang itu tidak menggubris pertanyaannya, mereka malah meneruskan
larinya kedepan. Dalam keadaan begini terpaksa Ong It sin hanya bisa ikut kabur
dibelakang mereka. Beberapa langkah kemudian, dari balik asap tebal tiba tiba terdengar suara Li
Liong yang nyaring bagaikan geledek berkuman-dang datang:
"Mulut lembah belum tertutup kobaran api, jangan terlampau pikiran soal harta,
cepat kabur ke sana"
Sekalipun berada dibalik hiruk pikuknya suara teriakan orang dan kobaran api,
ternyata seruan Li Liong masih kedengaran nyaring. Mendengar teriak itu Ong It
sin jadi terperanjat. "Aduh celaka" serunya, "jangan jangan seluruh perkampungan sudah dimakan api?"
Dalam keadaan demikian, tak seorangpun yang menggubris seruan itu, sekalipun ada
yang mendengar, belum tentu ada yang menjawab pertanyaannya tadi.
Akhirnya dengan membawa luka terbakar di beberapa bagian tubuhnya, pemuda itu
sampai juga dimulut lembah dengan selamat.
Ditengah tanah lapang yang luar di depan mulut lembah, telah berkumpul beratus
ratus orang mereka semua adalah anggota keluarga perkampungan Li keh ceng.
Ong It sin coba berpaling ke belakang ia lihat kobaran api dalam lembah masih
menjilat-jilat dengan dahsyatnya, asap hitam yang telah membumbung tinggi ke
angkasa, malahan dari atas dinding tebing di sekeliling lembah itu tiada
hentinya melayang turun gumpalan gumpalan api yang membara:
Pemuda itu coba untuk mengamatinya dengan lebih seksama, akhirnya ia melihat
secara lamat lamat ada sesosok bayangan manusia yang sedang melemparkan gumpalan
api dari tiap penjuru tebing itu.
Seperti telah diketahui, perkampungan Li keh-ceng dibangun di dalam sebuah
lembah yang dikelilingi bukit curam, dengan demikian, apabila ada orang yang
melemparkan api dari atas tebing otomatis api itu terjatuh ke dasar lembah,
padahal disekitar tempat itu tidak banyak terdapat sumber air, dengan sendirinya
begitu terjadi kebakaran, api sukar dikendalikan dan perkampungan Li keh ceng
pun sukar pula diselamatkan dari bahaya kebakaran.
Waktu itu, meski orang yang berkumpul dimulut lembah Li hu kok berjumlah banyak.
akan tetapi tak seorangpun yang buka suara, ditengah keheningan yang mencekam
sekeliling tempat itu hanya gelak tertawa seram berkumandang dari atas tebing,
suara itu mengerikan membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Tiba-tiba dari puncak tebing sebelah timur menggema suara bentakan nyaring dari
Li Liong: "Kurcaci dari mana yang berani mencari gara-gara disini?"
Sekalipun bentakan tersebut berkumandang dari atas tebing yang tinggi, namun
suaranya tetap menggelegar bagaikan guntur yang membelah bumi, membuat telinga
merasa amat sakit. "Waaahh. . . . waaahh. . . . rupanya memang betul betul mereka yang memusnahkan
perkumpulan Li keh ceng" gumam Ong It sin kemudian.
Sementara itu, manusia masih mengalir keluar tiada habisnya dari kubangan api,
sedangkan keempat orang murid Li Liong sedang memimpin kawanan manusia itu
mengungsi dari tempat bencana.
Ong It sin membaurkan dirinya diantara para pengungsi, tak seorangpun yang
menaruh perhatian khusus kepadanya.
Setelah mengikuti beberapa li jauhnya, pemuda itu kembali berpaling kebelakang,
ia lihat asap hitam yang mengepul dari dalam lembah telah menciptakan gumpalan
awan hitam yang membeku di langit, segera pikirnya:
"Aaaai .... Entah bagaimana nasib paman sekarang" Beliau sedang bertempur
melawan orang orang jahat itu di tebing sebelah timur . Eeeeh, kenapa aku tidak
kesana?" Ia tak berpikir betapa rendahnya ilmu silat yang dimilikinya, diapun tak mau
tahu apakah tebing curam itu dapat didaki atau tidak, malahan tak pernah
terlintas dalam benaknya apa gunanya ia menuju kesitu dengan dasar ilmu silat
yang begitu rendah" Tapi pada dasarnya pemuda itu memang tolol, apa yang dipikirkan segera dilakukan
dengan cepat, tanpa banyak berbicara lagi ia tinggalkan rombongan pengungsi itu
dan kabur keatas tebing. Selang sesaat kemudian, ia sudah berada dibawah tebing sebelah timur, ketika
pemuda itu menengok ke atas, terlihatlah pamannya si Dewa Perak Li Liong sedang
melangsungkan pertarungan seru melawan perempuan berambut panjang itu
Dilihat dari keadaan yang tertera didepan mata, agaknya perempuan berambut
panjang itu sudah terdesak di bawah angin, terbukti sambil bertempur ia mundur
terus tiada hentinya. Sementara Li Liong, sambil membentak penuh kemarahan, bagaikan hembusan angin
topan dia mengejar terus dari belakangnya.
-00000d-w00000- ONG IT SIN merasa sangat tegang, dengan sepasang mata yang terbelalak lebar dia
awasi terus jalannya pertarungan itu
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya ditepuk orang, tapi Ong It sin sedang memandang
terpesona jalannya pertarungan, cepat dia mengigos kesamping sambil mengomel:
"Hei, jangan tepuk tepuk aku, sana menyingkir jauh-jauh ......"
Baru selesai perkataan itu ketika kakinya mendadak ditangkap orang lantas
ditarik kebelakang. "Bluuuk...." tak ampun lagi tubuhnya terjerembab keatas
tanah. Ong It sin memang sudah terbiasa dipermainkan orang, sekalipun
terjerembab ketanah, ternyata ia tidak ambil perduli, cepat-cepat pemuda itu
merangkak bangun. Entah sejak kapan munculkan diri, tahu tahu di hadapannya telah berdiri seorang
manusia yang aneh sekali.
Orang itu mempunyai kepala yang besar, badannya cebol dan rambutnya bewarna kuning berombak.
rambut itu panjang dan terurai sebahu, hidungnya besar mulutnya lebar, cambang
yang memenuhi mukanya juga bewarna kuning, sehingga tak bisa di tebak berapa
umurnya. "Hei. . . . siapa kau?" tegur Ong It sin sambil meraba pantatnya yang sakit.
Pada saat itulah Li Liong dan perempuan berambut panjang yang sedang bertarung
telah turun dari puncak tebing.
Begitu tiba dibawah tebing, dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat perempuan
berambut panjang itu berkelebat mendekat.
Manusia aneh berkepala besar itu segera menarik tangan Ong It sin, kena disambar
tangannya tak bisa dicegah lagi anak muda itu melayang diudara dan terjatuh
kedalam semak belukar lima kaki di sampingnya.
Begitu mencium tanah, badannya tak bisa bergerak lagi, Ong It Sin tahu bahwa
jalan darahnya sudah tertotok.
Dia mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan yang
tertotok itu, sayang ilmu silatnya terlampau cetek. tentu saja hawa murni yang
dimilikinya terlampau lemah, dalam keadaan demikian jangankan melepaskan diri
dari pengaruh totokan, untuk berkutikpun tak mampu.
Ong It sin amat gelisah, dia ingin meronta tapi tak mampu, saat itulah manusia
aneh berkepala besar berambut kuning itu munculkan diri disampingnya, lalu
menyeringai aneh. . Sekujur badan Ong It sin gemetar keras, bulu kuduknya pada bangun berdiri, ia
tak tahu siapa gerangan manusia aneh berambut kuning itu, dan dari mana ia
datang. Sementara itu bentakan bentakan nyaring makin menggema semakin dekat perempuan
berambut panjang itu didepan dan si dewa perak Li Liong berada di belakang kedua
orang itu melintas lewat dengan cepatnya.
Bila ditinjau dari keadaan tersebut jelaslah sudah kalau Li Liong berada diatas
angin sebab dia lah yang mengejar perempuan berambut panjang itu.
Dengan membawa hembusan angin tajam orang itu berkelebat lewat dari atas semak
dimana Ong It sin bersembunyi, selisih jarak antara kedua orang waktu itu adalah
satu kaki lima enam depa.
Suatu ketika, tiba-tiba Li Liong berpekik nyaring, tubuhnya menyusup maju
beberapa depa lebih cepat, kemudian sepasang lengannya dibentangkan, bajunya
yang mentereng segera memancarkan kilat dan cahaya perak yang menyilaukan mata,
benar-benar tak malu dia disebut si Dewa Perak.
Bersamaan dengan menggelegarnya sepasang tangan, hembusan angin puyuh menderu-
deru, ketika telapak tangan kirinya didorong ke muka, angin pukulan yang tajam
segera menyambar lewat. Buru-buru perempuan berambut panjang itu berpaling, betapa terperanjatnya ketika
melihat Li-Liong sudah berada di udara.
Dalam keadaan demikian, cepat-cepat dia menggelinding kesamping untuk
menghindarkan Dengan menghindarnya perempuan itu, serta merta pukulan tangan kiri Li Liong
bersarang di sasaran yang kosong "....Blaang..."sebuah liang yang sangat dalam
segera muncul di permukaan tanah.
Cepat perempuan berambut panjang itu berpaling kembali, hatinya semakin tercekat
ketika dilihatnya Li Liong telah semakin perpendek selisih jaraknya menjadi lima
enam depa belaka, ia semakin tancap gas, perempuan itu berusaha keras meloloskan
diri dari cengkeraman musuh.
Paras muka Li Liong tampak angker dan penuh kegusaran, tiba-tiba bentaknya lagi:
"Bajingan pelepas api, mau kabur kemana kau?"
Sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar, desingan tajam memekikkan
teliaga, dengan membawa deruan angin puyuh serangan itu menyambar keatas bahu
perempuan itu Kebetulan waktu itu mereka hanya barada empat lima kaki dari tempat
persembunyian Ong It-sin dan manusia aneh berkepala besar itu, maka semua
peristiwa itu dapat diikuti pemuda tersebut dengan jelas.
Meskipun kungfu yang dimiliki Ong It sin cetek sekali, sebodoh bodohnya dia toh
mengetahui juga bahwa pamannya si dewa perak Li Liong sedang berada diatas
ingin, sungguh gembira hatinya.
Akan tetapi, dikala sepasang tangan Li Liong sudah hampir menyentuh bahu
perempuan berambut panjang itu, tiba tiba perempuan itu berdiri kaku.
Padahal serangan yang dilancarkan si dewa perak sudah hampir menempel di atas
bahunya, bisa di bayangkan apa yang akan terjadi jika serangan itu bersarang
telak. Namun Li Liong tak berani gegabah sebab belum pernah ia jumpai cara bertarung
yang digunakan perempuan itu, dia kuatir dibalik kekakuan badannya terdapat
serangan serentak serangannya di batalkan ditengah jalan.
Menyaksikan kejadian itu, Ong It-sin jadi melongo, dia tak tahu kenapa perempuan
berambut panjang itu mandah diserang.
Bukan Ong It sin sendiri yang heran, sekalipun Li Liong juga dibuat termangu-
mangu saking tercengangnya.
Sejak kedudukannya meningkat dalam dunia persilatan, Li Liong sudah jarang
sekali berkelahi dengan orang, meski demikian pengalamannya dalam pertarungan
dengan musuh cukup matang.
Tapi sepanjang pengalamannya, belum pernah ia jumpai musuh yang mandah diserang
dikala ancaman sudah menempel dibajunya seketika itu juga pelbagai ingatan
lantas berkecamuk dalam benakaya.
"Mungkinkah dia mengenakan pakaian pelindung badan yang tak mempan diserang"
Atau mungkinkah dia sengaja berbuat demikian agar rekan-rekannya yang
bersembunyi disekiarnya tempat itu mempunyai kesempatan untuk menyergap
diriku?"demikian pikirnya dihati.
Makin dipikir ia makin curiga, akhirnya diputuskan untuk membatalkan serangannya
itu, sekalipun ujung jarinya sudah menempel diatas bahu lawannya yang kaku.
Untung tenaga dalamnya sudah mencapai taraf menyerang dan menarik kembali
kekuatannya menurut jalan pikiran.
Bukan saja serangan yang meoggunakan tenaga sebesar tujuh bagian itu bisa
ditarik kembali, bahkan bersamaan itu pula badannya menghindar kesamping, lalu
setelah berputar setengah lingkaran dia menyelinap ke hadapan perempuan itu.
Tapi begitu sampai dihadapan perempuan itu, kembali Li Liong tertegun, sebab
perompuan itu masih juga berdiri kaku, bahkan dari mimik wajahnya yang diliputi
kemarahan serta sinar matanya yang memancarkan kebuasan mencerminkan perasaan
apa boleh buat. Jangankan Li Liong adalah seorang tokoh sakti sekalipun seorang bocah yang baru
belajar silatpun akan mengetahui bahwa perempuan berambut panjang itu telah
tertotok jalan darahnya setelah meninjau mimik wajahnya tersebut.
Si dewa perak Li Liong makin tertegun, rasa heran yang menggelitik perasaannya
sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Selama ini perempuan tersebut dikejarnya dengan ketat, ketika badannya melambung
sambil melancarkan serangan dengan jurus sing seng sui tek (sepasang bintang
rontok ke tanah) itulah tiba-tiba perempuan berambut panjang itu berdiri kaku.
Dari sini bisa diketahui bahwa perempuan itu bila benar-benar tertotok jalan
darahnya, maka ia pasti tertotok pada keadaan demikian.
Li Liong cukup yakin kalau ketajaman pendengarannya boleh diandalkan, tapi untuk
kali ini dia merasa terkecoh, sebab bukan saja ia tak tahu kalau disekeliling
sana ada orang malah diapun tak tahu serangan itu sejak kapan di lancarkan.
Seharusnya ia merasa gembira sebab perempuan itu sudah tertotok dan mati
hidupnya berada ditangannya.
Akan tetapi Li Liong tidak gembira, malah justru murung dan kesal sekali.
Ia tahu orang yang menotok jalan darah perempuan berambut panjang itu berilmu
tinggi, padahal sampai sekarang belum diketahui bagaimanakah tampang wajahnya.
Mendingan kalau dia seorang sahabat sebaliknya kalau orang itu adalah musuhnya"
Bukankah akibat yang bakal terjadi sukar dibayangkan ."
Begitulah, dengan perasaan cemas bercampur was-was si Dewa perak menjura ka
empat penjuru seraya berkata:
"Sobat dari manakah yang telah membantu diriku" Aku sangat terimakasih sekali.
Bersediakah engkau menampakkan diri?"
Perkataan itu sudah diulangi sampai dua kali, tapi suasana disekeling tempat itu
tetap hening, sedikit suarapun tak kedengaran.
Akhirrya setelah mengetahui babwa penantiannya hanya sia-sia belaka, Li Liong
menghela napas panjang. "Aaai.... aku tahu bahwa engkau adalah seorang tokoh sakti dari dunia
persilatan, akupun tahu gerak gerikmu ibaratnya Naga sakti yang kelihatan kepala
tak kelihatan ekornya, aku merasa kagum dan berterima kasih sekali atas bantuan
yang kau berikan. Yaa, bila sobat tak sudi menampakkan diri, akupun cuma bisa
menahan rasa kecewa dalam hati"
Habis berkata kembali ia menunggu beberapa saat lamanya, tapi setelah dilihatnya
suasana disekeliling sana tetap hening, maka ia lantas mencengkeram tubuh
perempuan berambut panjang itu dan berlalu dari situ.
Cepat sekali gerakan tubuh si dewa perak Li Liong, sekejap kemudian bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Baru saja Li Liong lenyap dari pandangan mata, manusia aneh berkepala besar itu
segera melompat bangun dan menyepak tubuh Ong It sin keras-keras.
Sebenarnya Ong It sin hanya bisa berbaring dalam semak belukar tanpa bisa
bergerak atau pun bersuara. Tapi setelah disepak oleh manusia aneh berkepala


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar itu, sambil berseru tertahan dia lantas melompat bangun dari atas tanah.
Sesudah berdiri, pemuda itu hanya bisa memandang manusia aneh berkepala besar
itu dengan termangu, ia tak tahu apa yang harus dilakukan, dia pun tak ada
maksud untuk melarikan diri.
Menyaksikan keadaan anak muda itu, manusia aneh berkepala besar tersebut segera
tertawa cekikikan. "Heeehhh. . . . heeehhh. . . . heeehhh. . . . bocah bandel, kau tidak merasa
takut kepadaku ?" "Takut sih takut" jawab Ong It sin kemudian sambil garuk garuk kepalanya yang
tak gatal, "cuma setelah kupikir kembali rasanya tak ada sesuatu yang patut
kutakuti" "Kenapa tidak takut" Engkau tahu nyawamu berada dalam cengkeremanku."
Seperti diketahui Ong It sin itu ketolol tololan tapi jujur polos dan lugu apa
yang dipikirkan dalam benaknya kadang kala justru berlawanan dengan jalan
pikiran manusia pada umumnya.
Bagi sementara orang yang berotak waras mungkin perkataan dari manusia aneh itu
mendatangkan perasaan menggidikkan bagi yang mendengar, tapi bagi pendengaran
Ong It sin, bukan saja dia tak takut malahan perkataan itu mendatangkan rasa
geli baginya tergelaklah dia ketolol-tololan.
"Hei, apa yang kau ketawakan?" tegur manusia aneh berkepala besar itu setelah
tertegun sebentar. "Aku geli karena kau adalah orang tolol yang pernah kujumpai selama ini, coba
bayangkan mati hidup manusia berada di tangan Thian, dari mana kau bisa
mengatakan kalau nyawaku berada di tanganmu" Hopo tumon" Hiiiihh
.....hiiihhh....hiiihhh."
Manusia aneh itu mendengus dingin. "Hmm Coba kau lihat batang pohon besar itu"
serunya. Seraya berkata, telapak tangannya lantas melakukan gerakan seperti membacok .
"Ceees" segulung desingan angin tajam segera menyambar ke muka.
"Blaaamm. . . " sedetik kemudian, pohon besar yang batangnya sebesar pelukan itu
roboh dengan membawa suara keras.
Memang pohon itu tumbuh ditepi semak belukar, tapi jaraknya paling sedikit juga
masih ada dua tiga kaki, sekalipun masih banyak jago lihay yang pernah dijumpai
Ong It sin selama berada di Li keh ceng, tapi kepandaian silat sedahsyat itu
boleh dibilang belum pernah ditemuinya .
"sudah kau lihat belum?" tegur manusia aneh itu
"Lihatnya sih sudah lihat, aaa yaa, kungfu mu memang lihay sekali "
Dia tak tahu bagaimana harus memuji kelihayan ilmu silat lawannya, maka
diucapkannya kata kata tinggi sekali untuk menunjukkan betapa kagumnya dia.
"Nah, kalau sudah tahu itu lebih baik lagi" ujar manusia aneh itu, "bila kau
ingin kubunuh, maka perbuatan itu bisa kulakukan seperti kubunuh seekor semut,
bukankah hal ini menunjukkan pula kalau nyawamu berada di tanganku"
Setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat musuhnya, Ong It sin berdiri kaku tanpa
berkutik bukan lantaran terkejut oleh kehebatan musubnya tapi karena terpesona
dan kagum. Tiba tiba ia jadi sangat gembira setelah mendengar perkataan akhir dari manusia
aneh itu, ia tertawa terbahak bahak.
"Hei, apa lagi yang kau tertawakan?" seru manusia aneh itu sambil molotot besar.
"Tadi kukatakan kau ini tolol, ternyata kau memang betul-betul tolol, coba
bayangkan, dendam sakit hati apakah yang terikat antara kau dengan aku" Meski
ilmu silatmu tinggi, dapatkah kau binasakan diriku?"
"Kalau toh kau tak bisa bunuh aku, bagaimana mungkin nyawaku bisa berada
ditanganmu?" Mendengar jawaban dari anak muda itu, manusia aneh berambut kuning tersebut
hanya bisa berdiri termangu-mangu karena tertegun, ditatapnya Ong It sin dengan
sinar mata tajam, sesaat kemudian ia baru menghela napas panjang.
Ong It sin tidak tahu apa sebabnya manusia aneh itu menghela napas, disangkanya
orang itu merasa tersinggung karena berulang kali ia maki dirinya sebagai orang
tolol. Maka hatinya jadi tak tega, cepat-cepat serunya lagi:
"Padahal engkau tidak terlalu tolol, masih banyak orang yang lebih tolol darimu,
cuma ........ heeehh. . . . heeehhh. . . heeehhh. . . . tentu saja ketololanmu
juga termasuk lumayan"
Sebetulnya dia bermaksud untuk menghibur manusia aneh itu, dasar memang tolol
ternyata bicara pulang pergi tetap menuduh pihak lawan sebagai orang goblok, tak
heran kalau manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak karena gelinya.
Ia lantas menepuk-nepuk bahu Ong It sin, kemudian didorongnya dengan sepenuh
tenaga. Termakan oleh dorongan manusia aneh itu, Ong It sin tak mampu berdiri tegak
lagi, tak ampun tubuhnya melayang ke udara dan bergerak ke depan seperti
terbang. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba tubuhnya berhenti sendiri
Begitu dapat berdiri, pemuda itu segera berpaling, tapi manusia aneh berambat
kuning itu sudah lenyap tak berbekas.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, Ong It sin teringat kembali kalau
perkampungannya kebakaran dan semua anggota perkampungan sedang mengungsi, dia
segera berpikir: "suasana dikampung tentu kalut sekali, buat apa aku berdiri melongo disini"
sedikit banyak harus kubantu mereka agar lolos semua dari mara bahaya"
Memang begitulah watak Ong It Sin, dia tak pernah mengangan angankan sesuatu,
tapi setiap ada ingatan melintas dalam benaknya, maka apa yang dipikir itu
segera dilaksanakan. Demikianlah, ketika ingatan tersebut melintas dalam benaknya, anak muda itu
segera berangkat. Kurang lebih setengah li kemudian, disuatu persimpangan jalan tiba tiba muncul
seseorang dengan gerakan yang amat cepat, orang itu berlarian sambil mengempit
dua sosok manusia. Begitu berhadapan, Ong It sin segera kenal orang itu sebagai Long tiong tayhiap
Coa Thian-tam salah seorang dari It lwesu eng yang pernah dijumpainya
dipesanggrahan kemarin malam.
Dua orang yang berada dalam kempitan coa Thian tam itu mengenakan baju serba
putih muka, rambut serta alis matanya berwarna kelabu hingga tampangnya
kelihatan sangat mengerikan.
Ong It sin juga kenal dengan kedua orang itu, sebab mereka bukan lain adalah dua
orang manusia putih yang pernah ditemui dalam kuil bobrok kemarin malam.
Sungguh gembira hatinya setelah mengetahui kalau dua orang manusia berbaju putih
itu tertawa, ia maju menyongsong seraya berseru:
"Coa tayhiap. kedua orang ini adalah anggota Ciong lay sushia, rupanya mereka
berhasil kau tangkap"
Perkataan itu tiba-tiba terhenti ditengah jalan, karena ia saksikan pakaian coa
Thian tam pada bagian bahu kirinya tercabik-cabik tak karuan hingga terlibat
bahunya, bahkan diatas bahunya itu dengan jelas tertera sebuah bekas telapak
tangan yang berwarna putih kelabu.
Air muka Coa Thian tam juga tidak kelihatan berseri karena berhasil menangkan
pertarungan, malah sebaliknya dia tampak layu, mukanya pucat bahkan penuh
diliputi perasaan heran dan tidak habis mengerti. Melihat kesemuanya itu, Ong It
sin termangu. "Coa tayhiap. . " katanya kemudian. "ilmu silatmu sungguh hebat, kedua orang ini
memang pantas dijatuhkan hukuman mati"
Sementara itu, Coa Thian tam telah menghentikan pula gerakan tubuhnya ketika
berjumpa dengan Ong It sin.
Tapi anehnya, selama Ong It sin merangkaikan sejumlah kalimat yang bertele-tele,
Coa Thian-tam hanya berdiri termangu, seakan-akan semua perkataan itu tak pernah
didengar olehnya. Menunggu Ong It sin telah menyelesaikan kata-katanya, dia baru berkata:
"Ong lote, ketika aku bertarung melawan mereka berdua, tanpa disengaja bahuku
terkena pukulan beracun yang amat jahat, jika luka itu tidak cepat dirawat maka
bisa mengakibatkan bibit bencana yang amat besar dikemudian hari"
"Yaa, memang musti dirawat" Ong It sin manggut-manggut seperti memahami keadaan
orang itu. Coa Thian tam lantas melepaskan kempitannya dan ....."Bluuk...Bluuks" dua orang
manusia berbaju putih itu terbanting ke tanah.
Sambil menuding dua orang itu berkatalah Coa Thian tam.
"Ong lote, tolong sampaikan kepada Li cengcu, katakanlah berhubung aku terluka
dan buru-buru musti merawat lukaku itu, maka tak sempat aku mohon diri
kepadanya, harap ia jangan marah. Kedua orang ini bukan aku yang taklukkan, tapi
aku yakin dari tubuh mereka dapat kita ungkap banyak persoalan tolong lote suka
menghantar mereka berdua untuk diserahkan kepada Li cengcu"
Mendengar keterangan itu, Ong It sin merasa terkejut bercampur gembira, selama
hidup belum pernah ada orang yang mempercayai dirinya dengan menyerahkan tugas
sebesar ini kepadanya, detik itu juga Ong It sin merasa dirinya seolah olah
sudah menjadi seorang manusia "Vip" seorang manusia nomor satu di dunia ini
"Aku .... aaah. . . aku. . . baiklah" katanya kemudian agak gugup "merawat luka
memang paling penting, serahkan saja kedua oraag itu kepadaku"
Sementara dan masih gelagapan, Coa Thian-tam telah menjejakkan kakinya ke tanah
lalu melayang pergi dari situ.
Menunggu Ong It sin mengutarakan kata kata yang terakhir, Coa Thian tam sudah
lenyap dari pandangan mata, dalam keadaan begini terpaksa anak muda itu
membungkam sambil garuk garuk kepalanya.
Tiba tiba dan teringat sesuatu, cepat matanya mengerling sekejap dua orang
manusia baju putih yang tergeletak di tanah itu, kemudian sambil menuding ke
arah mereka makinya "Kamu berdua memang kurang ajar, tak tahu diri, tidak punya aturan Hmm, coba
bayangkan, berapa banyak uang dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk membangun
perkampungan Li keh ceng itu, tapi kalian . . . . Huuuh. Perkampungan semegah
itu kalian bakar sampai habis. Perbuatan semacam ini memang pantas dijatuhi
hukuman mati, memang pantas dibunuh sampai mati"
Ong It sin itu orangnya jujur dan polos, manusia seperti dia memang tidak pandai
memaki orang, setelah dia maki kedua orang itu "pantas dibunuh sampai mati" tiba
tiba dirasakan kalau makian itu terlalu berlebihan, maka buru-buru tambahnya
lagi: "Kalau sampai ada yang mati terbakar, perbuatan kalian baru pantas dibunuh mati,
tapi kalau tidak . heehm, hukuman apa yang pantas yaa " oh iya kalau tidak
sampai ada yang mati, maka kalian pantas digebuk . yaa. . yaa. . . memang pantas
digebuk" Seraya berkata dia awasi dua orang manusia bar baju putih itu tajam-tajam.
Dalam pada itu, dua orang manusia berbaju putih yang tertotok itu cuma bisa
memutar mutar biji matanya yang kelabu sambil mengawasi gerak gerik Ong It sin,
mereka tak bisa bergerak juga tak bisa berbicara.
Dalam keadan demikian, keadaan dari dua orang manusia berbaju putih itu jadi
kelihatan aneh dan menyeramkan. sebetulnya Ong It sin agak ngeri berhadapan
dengan mereka, tapi begitu teringat kalau Coa tayhiap telah menyerahkan tanggung
jawab yang barat kepadanya, rasa takut segera itu lenyap.
"Hayo jawab Mengapa kalian bakar perkampungan Li keh ceng sampai menjadi abu?"
Coa Thian tam sebenarnya hanya memerintahkan pemuda itu untuk serahkan kedua
orang manusia berbaju putih itu kepada si dewa perak Li Liong tapi Ong It sin
sekarang berlagak sok pintar, dia mulai membentak-bentak kepada kedua orang itu.
Berulang kali dia ulangi bentakannya itu namun tiada jawaban, tentu saja kedua
orang manusia berbaju putih itu tak bisa menjawab, sebab jalan darah mereka
masih tertotok. Terutama Ong It sin makin lama semakin keras tapi akhirnya ia segera mengerti,
cepat diketuknya kepala sendiri lalu bergumam:
"Aku ini memang pikun, kalau jalan darah mereka tertotok, tentu saja ke dua
orang itu tak dapat bersuara baiklah, akan kucoba untuk membebaskan dulu jalan
darahnya" Setelah maju selangkah, dia lantas berjongkok disamping kedua orang itu, tapi
anak muda itu kembali garuk garuk kepalanya sambil termenung.
Sekarang dia baru ingat kalau kepandaiannya amat cetek. dengan kemampuan yang
dimilikinya sekarang, mana mungkin bisa membebaskan jalan darah orang lain"
Untuk sesaat dia jadi termangu dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Tangannya sebentar menepuk ke kanan sebentar menabok kekiri, mula mula dengan
tenaga yang enteng, akan tetapi ketika dilihatnya orang berbaju putih itu sama
sekali tidak berkutik, Ong It-sin segera menambahi tenaganya jadi berlipat lipat
kali lebih besar, tapi hasilnya ....." sekalipun sudah berusaha dengan sekuat
tenaga, jalan darah yang tertotok itu belum juga terbebaskan.
Melihat hasilnya mengenaskan, pemuda itu bukannya mengomel diri sendiri
sebaliknya malah menegur orang berbaju putih itu.
Tiba-tiba ia menuding ujung hidung orang berbaju putih itu sambil memaki:
"Hei, kamu ini Kenapa tidak kau buka jalan darahmu yang tertotok" kau toh sudah
tahu semua badanmu sudah kutaboki" oh .Jangan-jangan kau takut kuhajar dirimu
sampai babak belur, maka sekarang pura pura berbaring seperti orang mati."
Sambil memaki, ujung hidung orang berbaju putih itu dipencetnya keras keras.
Ketika perkampungan Li keh ceng terbakar dengan hebatnya tadi, si Dewa perak Li
Liong dan Coa Thian tam masing masing tampilkan diri untuk menyambut kedatangan
musuh. Bila Li Liong berhadapan dengan perempuan berambut panjang maka Coa Thian tam
berhadapan dengan dua orang manusia berbaju putih itu.
Tapi nyatanya, tenaga dalam yang dimiliki dua orang manusia berbaju putih itu
betul-betul sangat hebat, ditambah pula jurus serangan yang mereka gunakan
sangat tangguh dan kerja sama mereka luar biasa ketatnya.
Dalam keadaan begini sekalipun Coa Thian tam berilmu tinggi, lama kelamaan ia
jadi kewalahan juga sehingga akhirnya terdesak dibawah angin.
Keadaan bertambah runyam setelah bahu Coa Thian tam terhajar telak oleh pukulan
beracun yang dilepaskan dua orang musuhnya.
Dengan susah payah ia memperhatikan diri, keadaannya kini bertambah gawat
untunglah disaat yang paling berbahaya tiba-tiba dua orang manusia berbaju putih
itu berdiri tak berkutik.
Coa Thian tam sangat kaget dan tercengang, setelah diteliti kemudian, barulah
diketahui olehnya, kalau dua orang manusia berbaju putih itu sudah tertotok
jalan darahnya. Kejadian itu sangat mencengangkan Coa Thian tam, seperti juga rasa cengang yang
dialami Li Liong ketika musuhnya tiba-tiba tertotok. Waktu itu dia mengucapkan
juga kata-kata yang bernada terima kasih, tapi tak ada yang memperdulikan,
akhbirnya dengan membawa pelbagai kecurigaan dia mengempit dua orang menusia
berbaju putih itu kembali ke perkampungan Li keh ceng, dimana ia telah berjumpa
dengan Ong It sin ditengah jalan.
Ditinjau dari segala sesuatunya yang serba misterius, dapat diketahui bahwa
orang yang menotok jalan darah mereka adalah seorang tokoh sakti yang maha
tangguh, dan jalan darah mereka yang tertotok pasti jalan darah yang istimewa.
Andai kata Ong It sin saat itu merupakan seorang ahli jalan darah, belum tentu
dia akan tahu jalan darah apakah yang sudah tertotok pada diri manusia berbaju
putih itu. Siapa tahu, justru ketika kena ujung hidung orang berbaju putih itu secara
kebetulan jari tangannya menyentuh jalan darah yang membebaskan pengaruh
totokannya, kontan saja sambil mendengar orang berbaju putih itu bangun
terduduk. Berada dalam kendaan begitu, ternyata Ong It sin masib belum tahu kalau bahaya
telah mengancam keselamatan jiwanya, malahan sambil menuding orang itu, dia
tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh. . . . haaahhh .... haaahhh. . . . coba kau lihat, bukankah perbuatanmu
itu arak kehormatan kau tampik arak hukuman kau terima" begitu kumaki kau pura
pura mampus, kini kau lantas bangun ....."
Sebelum ucapan itu selesai diutarakan keluar, orang berbaju putih itu sambil
tetap duduk ditanah segera mengebaskan ujung bajunya kedepan...
"sreeet...." segulung desingan angin tajam yang sangat kuat segera menyapu ke
tubuh Ong It sin. Kedatipun ujung bajunya tidak menyentuh tubuh si anak muda itu, tapi begitu
termakan oleh deruan angin tajam itu Ong It sig segera terpental sejauh satu
kaki lebih dan terjerembab diatas tanah, untuk beberapa saat lamanya ia tak
sanggup merangkak bangun.
Orang berbaju putih itu jadi melongo, agaknya ia tak menyangka kalau musuhnya
begitu tak becus hingga sebuah sapuan saja cukup menbuat badannya terpental.
Tiba tiba ia melompat bangun lalu menghampiri rekannya, secara beruntun dia
tepuk tubuh rekannya sebanyak tiga kali, maksudnya dengan tepukan itu dia hendak
membebaskan jalan darahnya yang tertotok, tapi apa hasilnya" orang berbaju putih
yang satu itu masih tetap berbaring di tanah tanpa berkutik,
Orang berbaju putih itu semakin tertegun, secara beruntun dia tepuk kembali
beberapa buah jalan darah ditubuh rekannya, malah kali ini dia sudah menepuk
sebanyak tujuh delapan kali, tapi hasilnya tetap nihil, orang berbaju putih itu
tetap tidak berkutik. Dalam keadaan begini, tiba-tiba orang itu seperti teringat akan sesuatu, paras
mukanya yang berwarna kelabu menjadi berseri, ia berpaling dan menatap ke arah


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ong It sin. Waktu itu Ong It sin baru saja dapat bangkit berdiri, ia merasa kepalanya masih
pusing tujuh keliling dengan mata yang berkunang kunang.
Siapa tahu begitu dia berdiri tegak. matanya jadi kabur dan orang berbaja putih
itu sudah berdiri dihadapannya.
Ong It sin tertegun, tahu tahu dadanya terasa sakit sekali, ternyata didanya
sudah dicengkeram oleh orang berbaju putih iiu.
"Hei, lepaskan tanganmu lepaskan aku" teriak Ong It sin gelagapan, "aku toh
tidak hutang uang kepadamu, kenapa kau tangkap diriku?"
"Cepat bebaskan jalan darah saudaraku yang masih tertotok" hardik orang berbaju
cutih itu dengan suaranya yang dingin menggidikkan hati.
"Yaaa. . . . yaaa. . . . tapi lepaskan dulu diriku" teriak Ong It sin lagi,
"kalau aku tidak kau lepas bagaimana mungkin aku bisa membebaskan jalan darah?"
Orang berbaju putih itu hanya tertawa dingin tiada hentinya, begitu seramnya
suara itu membuat Ong It sin bergidik hingga bulu kuduknya pada berdiri
Tangannya lantas digetarkan, tubuh Ong It sin diangkatnya seperti burung elang
mencengkeram anak ayam lalu setibanya dihadapan orang berbaju putih yang lain,
dia membentak: "Cepat bebaskan jalan darahnya"
Walaupun Ong It sin sudah berdiri ditanah, tapi dadanya secara lapat lapat masih
terasa amat sakit gerutunya:
"Sialan Kamu toh membutuhkan tenaga untuk membebaskan jalan darahnya, kalau
orang membutuhkan bantuan orang lain maka tidak seharusnya bersikap begitu
bengis. Hmm tentu kau bukan orang baik, yaa pasti kau bukan orang baik"
Sambil mengerut, tangannya lantas digerakkan untuk menghajar sekujur badan orang
berbaju putih itu, tapi walaupun sudah diusahakan sekian lama toh tidak
mendatangkan hasil apapun jua.
Orang berbaju putih itu jadi sangat marah.
"Bocah busuk," teriaknya, "kalau kau tidak bebaskan jalan darah saudaraku, Hmm
Tubuhmu akan kucincang menjadi beberapa bagian"
Sekali lagi mengkirik sekujur badan Ong It sin setelah mendengar ancaman
tersebut. "Jangan keburu napsu jangan keburu napsu entah bagaimana, ternyata kali ini
aku . . . . aku tidak berhasil membebaskan jalan darahnya."
"Hmmm. .... hmmm. . . tak usah berlagak pilon, bagaimana caramu tadi untuk
membebaskan jalan darahku?"
Ong It sin mengerdipkan matanya berulang kali, lalu serunya:
"ohh .... kau maksudkan itu" Tadi aku memaki dirimu, maki kau pura pura mampus,
maki kau malas dan tak mau bangun, tiba tiba saja kau melompat bangun dari
tanah" "Aaaah ..... Kentut busuknya makmur maki orang berbaju putih itu dengan mata
melotot. "Mana" Mana ada kentut busuk" Tapi kenyataannya memang begitu, masa aku disuruh
mengatakan lainnya?" bantah Ong It Sin, "tapi kalau kau tak percaya juga, aku
punya akal untuk membuat kau percaya, coba kumaki juga orang itu, mari kita
lihat apakah dia akan melompat bangun atau tidak ?"
Sudah tentu orang berbaju putih itu tidak percaya kalau totokan jalan darah bisa
dibebaskan hanya dengan makian belaka, akan tetapi iapun tak berani memastikan
kalau perkataan Ong It sin yang ketolol tololan itu bukan suatu kenyataan.
Untuk sesaat dia jadi tertegun dan membungkam diri dalam seribu bahasa.
Dalam pada itu, Ong It sin sudah menghampiri orang berbaju putih yang lain dan
menuding ujung hidungnya sambil memaki:
"Hei, kalau engkau masih juga berpura pura mampus, aku yang bakal jadi korban
kau dengar tidak" Kakakmu barusan bilang bila kau tak mau bangun lagi maka
tubuhku akan dicincang jadi dua bagian ... aduh mak Bayangkan sendiri kalau
badanku sampai terbelah jadi dua satu bagian mendapat sebuah tangan dan sebuah
kaki, mau ambil sumpit tak bisa, mau ambil mangkuk tak dapat, mana mungkin aku
bisa bersantap" Lagipula kalau badan ikut dibelahjadi dua, semua isi perut akan
Jejak Darah Masa Lalu 1 Pendekar Naga Putih 51 Petaka Kuil Tua Tumbal Pusar Merah 1
^