Pendekar Bego 18
Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 18
si ku kiam tersebut bukan terletak pada ketujuh jurus serangan itu, melainkan
pada dua macam daya kekuatan yang dimiliki senjata tersebut" ujar Seng hong
Tianglo, "sehingga dalam setiap pertarungan, pikiran maupun perasaan setiap jago
akan terpengaruh, sekalipun seseorang memiliki tenaga dalam yang jauh lebih
sempurna daripada si pemegang pedangmu, akhirnya juga akan dikalahkan"
"Tak heran Ay loko memiliki tenaga dalam sedemikian sempurnanya akhirnya kena
ditawan oleh Be Siau soh"
Tanpa terasa sepasang keningnya menjadi berkerut dan wajahnya menunjukkan
kemurungan. Dengan suara yang dalam kembali Seng hong Tianglo berkata:
"Sekarang aku telah memberitahukan kepadamu dimana letak kehebatan daripada
senjata itu, tapi kau belum memberitahukan kepadamu bagaimanakah nasib daripada
ilmu pedang Sang yang kiam hoat tersebut?"
"Siautit telah berhasil mempelajari isi kitab Sang yang kiam hoat tersebut" ujar
Ong It sin cepat cepat. Setelah mendapat perkataan itu, Seng hong Tianglo baru bisa menghembuskan napas
lega, katanya: "Omintohud, mungkin inilah kemauan takdir, tampaknya hanya kau seorang yang
dapat menyelamatkan dunia persilatan dari bencana pembunuhan ini..."
"Begitu seriuskah persoalan ini?"
"Tentu saja, tapi kau tak boleh mempergunakan ilmu pedang itu secara sembarangan
sehingga menimbulkan perasaan waswas pihak lawan, kalau tidak, bisa banyak
kerepotan yang bakal kau jumpai"
Dengan penuh rasa hormat Ong It sin menerima nasehat tersebut, katanya kemudian
dengan suara dalam: "Siautit sudah tahu"
Mendadak Seng hong Tianglo seperti teringat akan suatu persoalan, segera
tanyanya: "Hiantit, apakah kau pernah bertemu dengan kedua orang murid murtadku itu?"
Setelah berhenti sejenak, dia menjelaskan lebih jauh:
"Maksudku Lau Hui dan Bwe Yau yang tempo hari kuutus untuk menyampaikan kotak
kemala kepadamu itu"
Jelas dia masih belum memperolah kabar berita tentang kedua orang muridnya ini
"Adik Yau dan siautit pernah berkunjung di rumahnya Yu liong Kang Tang liu..."
"Oooh, kalau begitu lolap menjadi agak lega"
Tapi tiba tiba serunya lagi!
"Kau belum menerangkan tentang diri Lau Hui?"
Terpaksa Ong It sin harus mengakui dengan sejujurnya bagaimana Lau Hui sudah
terpikat oleh si Janda cabul, bukan saja telah takluk kepada perkumpulan Ki
thian kau, bahkan telah menjual adik seperguruannya sendiri, Bwe yau untuk
dijodohkan secara paksa kepada Sangkoan Bu cing
Kemudian bagaimana oleh si Pek tok bi kui gadis dikirim ke kota ular berbisa
untuk dihadiahkan kepada Thian tok Tay ong...
Mendengar kisah tersebut, Seng hong Tianglo segera berkata:
"Dalam dunia persilatan memang tersiar kabar tentang hancurnya kota ular berbisa
tapi tak ada yang tahu apa sebabnya, tak bisa disangkal lagi, pasti hiantit lah
yang mengobrak abrik sarang mereka, bukankah demikian?"
"Aku dan Bwe Leng soat lah yang menyusul kesana. Bila adik Yau mengetahui kau
orang tua juga telah sampai di kota Si ciu ini, entah bagaimana girangnya dia"
Apakah perlu kuundang dia datang kemari?"
"Tak usah, hiantit" cegah Seng hong tianglo sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali. Sementara itu, Kim liong lojin telah bertanya dengan suara dalam.
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan beberapa waktu berselang,
konon Say siu hud sim juga kena ditawan oleh pihak perkumpulan Ki thian kau,
apakah benar berita ini?"
"Benar, tapi boanpwe telah berhasil menyelamatkan Ay loko, Kwik tayhiap serta
Thian yan siansu dan Thian ci siansu"
Buru buru Tay gi siansu dari Siau lim pay bangkit berdiri untuk menyatakan rasa
terima kasihnya. "Ong sauhiap" kembali Kim liong lojin berkata, "kau telah berhasil menyusup
sampai ke sarang harimau, apakah berhasil kau selidiki jago jago kaum sesat mana
saja yang berhasil dikumpulkan oleh perkumpulan mereka?"
"Banyak sekali jago jago dari golongan sesat yang berhasil mereka himpun,
diantaranya terdapat empat belas siluman dari tujuh selat, Lam huang pat yau,
Say siu jin mo, Tee lwee siang mo, Tee leng kun, Pek si su siong, Siang pit lo
han Yap Kiu, si Kelabang hitam Be Ji nio, Ih lwee su ci, Ciong lay su koay, Seng
Meh cu toojin muridnya Peng pok sin mo dari bukit Tay huang san serta Siau mi
lek hwesio, sedang belakangan ini ditambah pula dengan Ciok yong li sin serta
Thian tok Tay ong, boleh dibilang hampir segenap jago jago tangguh dari golongan
sesat telah berpihak kepada mereka"
"Orang orang itu semua masih belum begitu ditakuti, yang paling menakutkan
adalah peluru peledak milik Ciok yong li sin tersebut serta tiga puluh macam
benda api yang dimilikinya, sebab benda benda semacam itu tak mungkin bisa
dilawan dengan mengandalkan ilmu silat saja"
"Apakah ada suatu cara untuk mencegahnya?"
"Ada, yakni Peng pok ciu milik Peng pok sinkun"
"Peng pok sinkun tersebut berdiam di mana?"
"Kalau dibilang jauh sih tidak, dia tinggal dalam lembah Im hong kok yang
jaraknya dari sini cuma tiga ratus li, tapi orang ini berwatak aneh sekali,
jangankan meminjam pelurunya, bisa jadi selembar nyawa pun bisa turut melayang"
"Tapi demi keselamatan dunia persilatan aku akan mencoba untuk menjumpainya"
kata Ong It sin dengan tekad yang bulat.
"Kalau begitu, kau harus berangkat sekarang juga, jangan lupa sebelum tengah
hari besok, kau sudah harus tiba di bukit Long sia san untuk menghadiri
pertemuan" Ong It sin manggut manggut, setelah dia berpesan beberapa patah kata kepada Bwe
Leng soat, dengan cepat anak muda itu melompat keluar dari ruangan itu untuk
melakukan perjalanan. "Yaya, apakah kau tidak merasa bahwa perjalanan engkoh Sin kali ini agak
menyerempet bahaya?" seru Bwe Leng soat kemudian, "andaikata dia tak bisa
meminjam mutiara inti es atau terlambat datang menghadiri pertemuan itu,
bukankah kita akan kekurangan seorang jago lihay yang sanggup menghadapi
perkumpulan Ki thian kau?"
oooOdzOooo "Budak, walaupun perjalanan ini sedikit menempuh bahaya, tapi jika kita tidak
pergi meminjam bola inti es tersebut andaikata pihak Ki thian kau menghadapi
kita dengan peluru peluru peledaknya, toh jiwa kita akan terancam juga, sebab
permainan semacam itu tak mungkin bisa dihadapi dengan kepandaian silat" kata
Kim liong lojin Setelah mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat tidak berkata apa apa lagi.
Malam itu, ketika semua jago mendengar Say siu hud sim, dua siansu dari Siau lim
pay serta Coa Thian yan dan Pek lek to To hu Hiong berada dirumah kediaman Yu
liong Kang Tang liu, berbondong bondong mereka datang berkunjung.
Dengan demikian, suasana dalam gedung keluarga Kang pun menjadi ramai sekali.
Keramaian itu baru berakhir setelah si dewa cebol Cu Lian ci berkata:
"Besok kita harus melangsungkan suatu pertarungan sengit melawan musuh, lebih
baik kalian cepat cepatlah beristirahat untuk menghimpun tenaga kembali..."
Maka semua orang pun berpamitan untuk kembali ke rumah penginapan masing masing.
Keesokan harinya, pagi pagi sekali semua jago telah berkumpul dan berangkat
bersama menuju ke bukit Long sia san.
Baru tiba dimulut bukit, kedatangan mereka telah disambut oleh wakil ketua
ketiga dari perkumpulan Ki thian kau, Siau Mi lek.
Disampingnya terdapat sebuah meja panjang, diatas meja tersedia buku daftar
penerima tamu, sambil tertawa terdengar dia berkata:
"Merupakan suatu kebanggaan bagi perkumpulan kami dapat menerima kunjungan
saudara sekalian, harap catatkan dulu nama kalian diatas buku daftar penerima
tamu ini" Seorang pengemis bungkuk yang berada dalam rombongan segera berseru:
"Sempurna amat jalan pemikiran kaucu kalian, mungkin kalian hendak mencatat nama
kami agar setiap orang bisa disediakan sebuah peti mati?"
"Thio Tianglo, kau pandai amat bergurau" kata Siau mi lek sambil tertawa, "kau
tak usah menaruh curiga, jalanan toh terbentang dihadapanmu dan siapapun tak ada
yang menghalangi kebebasanmu, kalau takut silahkan pulang saja kerumah!"
Pengemis bungkuk itu adalah seorang jagoan dari Kay pang yang bernama Thio It
huan, sepasang kepalan bajanya sudah lama termashur didalam dunia persilatan.
Mendengar perkataan itu segera tertawa tergelak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... walaupun tahu kalau diatas bukit ada harimau, aku
justru senang bertemu dengan harimau kalau aku sipengemis takut, tak akan diriku
muncul disini" Selesai berkata dia angkat pit dan mencatatkan namanya diatas buku daftar nama
itu. Jangan dilihat pakaiannya compang camping tak karuan, ternyata tulisannya sangat
indah. Maka beruntun jago jago lainnya pun mengangkat pit dan meninggalkan namanya
diatas buku daftar tamu itu.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah rombongan jago dari kolong langit itu
dalam lembah Jit hwe kok.
Orang yang bertugas menerima tamu adalah Ang yok, Pek tho, Ui kiok serta Pek bwe
empat orang tongcu, ditambah pula dengan sekawanan dayang dayang cabul.
Kim liong lojin memandang sekejap sekeliling tempat itu, dia saksikan lembah Jit
hwe kok terletak di suatu lembah yang dikelilingi bukit berbatu cadas yang
menjulang tinggi ke angkasa.
Di tengah lembah tersebut terdapat sebuah lapangan luas, ditengah lapangan itu
telah dibangun sebuah panggung.
Di sekeliling panggung telah dibangun pula barak barak tempat berteduh yang
terbuat dari bambu, dalam barak telah disiapkan hidangan dan arak wangi.
Para jago dari perkumpulan Ki thian kau menempati di barak sebelah timur.
Sedangkan para jago dari dunia persilatan, berada di barak sebelah barat.
Setelah semua jago mengambil tempat duduk, mereka baru sempat melihat di atas
panggung itu tertera empat buah huruf yang besar sekali, tulisan itu berbunyi:
"IH BU HWEE YU"
Artinya dengan ilmu silat menjumpai sahabat.
Di kedua belah sisinya digantungkan pula sepasang Lian yang berbunyi demikian:
"Kepalan enghiong menjelajahi kolong langit.
Golok pedang ksatria menciptakan karya besar"
Sementara itu suasana diatas panggung itu sunyi senyap tak nampak seorang
manusia pun. Sementara Bwe Leng soat sedang keheranan dan tak tahu permainan busuk apakah
yang sedang diatur pihak lawan, mendadak terdengar bunyi musik bergema dari
belakang panggung. Kemudian terdengar seseorang berseru dengan suara lantang:
"Kaucu tiba!" Sekalipun Be Siau soh adalah pendiri dari perkumpulan Ki thian kau, namun
sesungguhnya sampai sekarang belum pernah ada orang yang bertemu dengannya, maka
suasana didalam barak barat segera terjadi kegaduhan yang amat ramai.
Para anggota perkumpulan Ki thian kau serta Ang yok, Pek tho, Ui kiok, dan Pek
bwe empat orang Tongcu ditambah lagi Kim, gin, Thi tiga tingkat huhoat yang
semula melayani datangnya para tamu, kini telah berdiri berderet dibawah
panggung dengan sikap yang amat menghormat.
Tak lama kemudian, muncullah sebuah kereta kencana yang dihela oleh tujuh ekor
kuda. Begitu sampai ditengah lapangan, kereta itu segera berhenti.
Ternyata sang kusir kereta tersebut bukan lain adalah Sangkoan Bu cing, wakil
ketua Ki thian kau yang pernah memimpin serombongan kaum iblis menyerbu ke kuil
Siau lim si. Sesungguhnya dia boleh dibilang merupakan orang kedua dari perkumpulan tersebut,
tapi sekarang, ternyata pemuda itu sendiri yang bertindak sebagai kusir kereta,
hal ini benar benar diluar dugaan siapapun juga...
Begitu tiba di lapangan, Sangkoan Bu cing segera melompat turun dari kereta dan
membuka pintu kereta. Setelah itu sambil menuntun Be Siau soh turun dari keretanya, selangkah demi
selangkah mereka menuju ke tengah panggung.
Hari ini Be Siau soh mengenakan pakaian model keraton dengan gaun panjang
mencapai tanah, rambutnya disanggup tinggi dengan mengenakan tusuk konde dari
emas. Cukup dipandang dari dandanannya saja sudah cukup memikat hati siapapun yang
melihatnya. Setibanya diatas panggung, dengan suara yang merdu ia baru berkata:
"Para ciangbunjin, para pangcu dan sekalian enghiong kenamaan yang sudi hadir
disini hari ini, selain aku merasa bangga atas kesediaan kalian untuk hadir
ditempat ini, aku bahkan merasa sedikit kaget. Bila pelayanan kami kurang
sempurna, harap kalian sudi memaafkan..."
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Perkumpulan kami dinamakan Ki thian kau, karena perkumpulan ini memang diilhami
oleh Thian, selain mewujudkan cita cita yang besar untuk mengatur kekacauan
didunia ini, juga untuk memimpin kalian semua menuju ke suatu persatuan yang
terpimpin..." Dengusan dingin segera berkumandang dari barak sebelah barat.
Namun Be Siau soh tetap berlagak pilon seakan akan sama sekali tidak mendengar
sambil tertawa kembali dia melanjutkan:
"Mungkin, ucapanku ini kurang leluasa untuk kalian dengar, tapi pun kaucu ingin
bertanya sekarang, sebenarnya kekuatan apakah yang menunjang akan keutuhan
keadilan dan persatuan didunia ini?"
Tiada seorang manusiapun yang menanggapi ucapan tersebut.
Be Siau soh segera melanjutkan:
"Menurut pengertian umum, keadilan dan persatuan harus ditunjang oleh suatu
kekuatan yang besar, seperti misalnya kalian merasa tidak puas akan suatu
masalah, maka sebelum mencampurinya, pertama tama harus memiliki ilmu silat yang
tangguh, selain itu percuma saja masalah tersebut dibicarakan.
Padahal dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali partai dan perguruan yang
saling bertentangan, sehingga terbagi adanya golongan lurus dan sesat, golongan
hitam dan putih. Pihak pendekar membunuhi kaum hitam dengan dalih "melenyapkan kejahatan
menegakkan kebenaran"
Sebaliknya kaum hitam membunuhi kaum lurus dengan dalih cara kerja mereka kejam
dan tak berperi kemanusiaan.
Sekarang, aku ingin tanya, adilkah keadaan ini"
Lagi pula sumber dari ilmu silat sesungguhnya adalah satu, berarti dunia
persilatan sepantasnya kalau merupakan satu keluarga, mengapa pula kalian harus
saling membunuh" "Oleh sebab itu, pun-kaucu dengan rahmat dari Thian telah mengambil suatu
keputusan untuk menyelamatkan dunia persilatan dari kehancuran, oleh sebab itu
menggunakan kesempatan pada peresmian perkumpulan Ki thian kau pada hari ini,
sengaja kuundang kehadiran sekalian untuk bersama sama merundingkan masalah ini.
bagaimana caranya agar membuat dunia persilatan menjadi aman dan tenang"
bagaimana caranya menghentikan pembunuhan sehingga dunia ini menjadi tenteram?"
Ketika dia berbicara sampai disitu, dari barak sebelah barat segera berkumandang
suara seseorang yang tua serak:
"Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan, yaitu menyatukan dunia persilatan di
bawah seorang pimpinan"
Orang yang berteriak itu adalah ciangbunjin dari Im san pay, Nyo im siu.
Orang ini sesungguhnya telah menggabungkan diri dengan pihak Ki thian kau, tapi
entah mengapa bisa menyusup kedalam rombongan para jago kaum lurus.
Be Siau soh yang berada di atas panggung segera tertawa manis kearahnya,
kemudian berkata lagi: "Ucapan cianpwe memang tepat sekali. Hari ini, segenap enghiong dari seluruh
dunia telah berkumpul disini, inilah suatu kesempatan yang baik untuk memilih
seorang Bengcu yang akan memimpin dunia persilatan, setiap orang berhak
mengikuti pemilihan ini, asal ada orang yang berhasil menduduki jabatan
tersebut, sepuluh laksa anggota Ki thian kau bersedia untuk mendengarkan
perintahnya, entah bagaimana tanggapan dari saudara sekalian?"
Thian hiang siancu Bwe Leng soat hendak menyatakan ketidak setujuannya, tapi Kim
liong lojin segera berkata:
"Mereka toh sudah melakukan persiapan yang matang, sekalipun kau menolak apa
pula gunanya" Lebih baik lihat saja perkembangan selanjutnya..."
"Perempuan ini lain dimulut lain dihati, mungkin saja dia mempunyai rencana
busuk yang lain" kata si dewa cebol Cu Lian ci pula.
Setelah tertipu sekali, kini tindak tanduknya jauh lebih was was dan berhati
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hati. Sementara itu para jago yang berada di dalam barak sebelah barat saling berbisik
membicarakan masalah itu, tapi oleh karena dilihatnya Thian hiang siancu, si
dewa cebol, Kim liong lojin, maupun Tay gi siansu dari Siau lim pay tidak
menunjukkan reaksi apa apa, tentu saja mereka turut membungkam dalam seribu
bahasa. Be Siau soh memutar biji matanya memandang sekejap sekeliling arena, kemudian
katanya lagi: "Kalau memang saudara sekalian menganggap persoalan ini memang memenuhi selera
dan tiada menolak, marilah kita tetapkan demikian saja... cuma, bila pertarungan
memperebutkan kedudukan Bengcu itu harus dilakukan satu per satu, banyak waktu
yang mungkin akan terbuang percuma..."
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Begini saja, dari pihakku akan diwakili oleh diriku sendiri serta ketiga orang
wakil kaucu kami, bila ada orang yang berhasil menangkan kami, maka dialah yang
akan menjadi Bengcu dari seluruh dunia persilatan..."
Selesai berkata, dia lantas memberi tanda
Sangkoan Bu cing, Seng Meh cu dan Siau bin Milek segera melompat naik keatas
panggung. Setelah itu, Be Siau soh kembali berkata:
"Dalam babak yang pertama ini akan maju Siau bin Milek, sedangkan kami akan
mengundurkan diri untuk sementara waktu"
Begitu selesai berkata, tiga orang lainnya segera mengundurkan diri dari atas
panggung. Sambil memegangi perutnya yang buncit, Siau Mi lek berkata kemudian dengan
lantang: "Aku si hwesio adalah si burung bodoh yang akan terbang lebih dulu, siapakah di
antara kalian yang bersedia memberi pelajaran dulu kepadaku?"
Para ketua perguruan dan perkumpulan yang hadir dalam arena saat itu mengerti
jelas bahwa kepandaian silat yang mereka miliki tak lebih hanya setingkat dengan
pelindung hukum emas, sudah barang tentu masih selisih jauh bila dibandingkan
dengan Siau Mi lek, maka semua orang hanya saling berpandangan saja.
Si Dewa cebol Cu Lian ci segera tertawa dingin, serunya kemudian:
"Biar lohu yang datang menjumpai dirimu"
Sambil mengebaskan ujung bajunya, dia lantas melompat naik ke atas panggung.
"Omintohud, lagi lagi kita bersua muka!" seru Siau Mi lek kemudian sambil
tertawa terbahak bahak. "Tak usah banyak berbicara, lancarkan saja seranganmu!" tukas si dewa cebol
cepat. Siau Mi lek cukup memahami akan ilmu Sin sian ci dari musuhnya yang amat lihay,
dia tak berani bertindak gegabah, sambil menarik kembali senyumannya, dia lantas
bersiap sedia. Hawa murninya segera dihimpun ke dalam sepasang lengannya, kemudian secara
beruntun melancarkan serangkaian bacokan berantai.
Setiap bacokan yang dilancarkan semuanya tajam bagaikan babatan kampak tajam.
Si Dewa cebol segera membentak nyaring kesepuluh jari tangannya yang tajam
direntangkan dan menyambar kemuka amat dahsyat.
Suatu pertarungan sengit segera berkobar, namun siapapun tak berani menggunakan
jurus serangan sampai habis.
Puluhan jurus kemudian, Siau bin Mi lek sudah tak bisa tertawa lagi.
Berbicara soal tenaga dalam, ternyata dia masih kalah setingkat ketimbang
musuhnya seakan akan terbelenggu oleh seutas tali yang tak berwujud, segenap
kepandaian silat yang dimilikinya hampir tak bisa dikembangkan lagi.
Menyaksikan kejadian ini, semua jago yang berada dibarak sebelah barat menjadi
kegirangan. Sebaliknya ketua Ki thian kau Be Siau soh yang berada dibelakang panggung segera
berbisik: "Mungkin Siau bin Mi lek sudah tak sanggup untuk bertahan sebanyak tiga gebrakan
lagi..." Baru selesai dia berkata, si Dewa cebol Cu Lian ci dengan jurus naga sakti
mengembangkan cakar telah menerobos masuk ke balik lapisan tangan Siau bin Mi
lek yang rapat, kemudian dengan suatu gerakan cepat mencengkeram tubuh lawan.
Angin dingin menyayat badan, dengan kaget Siau bin Mi lek segera membuang
bahunya ke samping untuk menghindarkan diri.
Sayang tindakannya itu terlambat selangkah, tahu tahu ujung bajunya sudah kena
disambar sehingga robek. Merah padam selembar wajah Siau bin Mi lek karena jengah, ujarnya kemudian:
"Hei si dewa cebol, ilmu jari dewamu memang sangat lihay, aku si hwesio mengaku
kalah" Selesai berkata dia lantas mengundurkan diri dari arena.
Tapi Seng Meh cu segera melompat naik ke atas panggung sembari serunya lantang:
"Hei dewa cebol, ilmu silatmu memang amat lihay, pinto bersedia untuk meminta
petunjukmu" Si Dewa cebol segera menarik muka dan berkata dengan suara dalam:
"Lohu tahu kalau kau telah memperoleh segenap kepandaian sakti dari Pek gan
thian mo, bila dibandingkan dengan sutemu, kau jauh lebih tangguh, baiklah, akan
kulihat sampai dimanakah kelihayanmu itu!"
"Maaf!" seru Seng Meh cu kemudian dengan wajah membesi.
Bagaikan angin berpusing, dia segera menerjang ke depan.
Menghadapi terjangan musuh itu, mendadak si dewa cebol menarik napas dalam dalam
dan melejit ke tengah udara.
Dalam waktu singkat, ia telah berhasil menghindari tiga buah pukulan dan tujuh
buah tendangan berantai lawannya.
Menyaksikan serangannya mengenai sasaran yang kosong, Seng Meh cu naik pitam,
kembali dia mengejar ke depan, sepasang tangannya digerakkan menyerang jalan
darah kematian disepasang iga lawan dengan jurus Ciong ku ki beng (genta dan
tambur bunyi bersama). Si dewa cebol Cu Lian ci tertawa terbahak bahak.
Sebab jurus serangan yang digunakan lawan meski banyak titik kelemahannya tapi
kehebatannya justru terletak pada pihak lawan yang tak sempat melancarkan
serangan balasan. Pengalamannya memang cukup sempurna, maka buru buru sepasang telapak tangannya
didorong kedepan dan persis menyentuh sepasang tangan musuh, kemudian dengan
meminjam kekuatan tadi, tubuhnya melompat mundur sejauh beberapa kaki dari
tempat semula. Setelah lolos dari ancaman, dia baru mengejek:
"Aah... masa begitu bernapsu kau untuk merebut kemenangan" Tapi... hmm, mampukah
kau untuk meraih kemenangan"
Paras muka Seng Meh cu sama sekali tidak berubah, sambil tertawa dingin dia pun
berseru: "Tua bangka celaka, siapa menang siapa kalah masih belum ketahuan, buat apa kau
musti banyak berbicara?"
Walaupun dia berkata demikian, dalam hatinya merasa kagum sekali, sebab dilihat
dari kemampuan si dewa cebol untuk meminjam lengannya tadi, jelaslah terlihat
bahwa tenaga dalam yang dimilikinya masih jauh di atas kemampuannya.
Walaupun dia sombong dan tinggi hati, namun hanya suatu pertarungan cepat saja
yang mungkin akan mendatangkan kemenangan tak terduga baginya...
Maka sekali lagi dia melakukan tubrukan ke depan.
Setelah berdiri tegak, kali ini si dewa cebol Cu Lian ci tidak bermaksud untuk
mundur lagi. Tangan kirinya dengan ilmu Tay ki na jiu boat mengunci datangnya kepalan musuh,
sementara tangan kanannya secara khusus mencari titik kelemahan orang, sebentar
mencengkeram sebentar menotok, semuanya tertuju kebagian mematikan ditubuh
lawan. Dalam sekejap mata bayangan telapak tangan dan desingan angin jari menderu deru.
Seng Meh cu adalah murid utama dari Peng pok sin mo, selain tenaga dalamnya
masih kalah dari gurunya, ilmu silat lainnya hampir sembilan puluh persen telah
berhasil dikuasahi olehnya.
Kini, dia telah mengeluarkan ilmu Leng kou kun yang maha dahsyat ajaran Peng pok
sin mo, dalam waktu singkat bayangan tangan dan angin pukulan menderu deru
menyelimuti seluruh angkasa, hampir setiap pukulan yang dilancarkan semuanya
mengandung jurus mematikan yang mengerikan hati.
Namun ilmu Tay ki na jiu hoat yang dimainkan si dewa cebol Cu Lian ci dengan
tangan kirinya itu ketat sekali dan mempertahankan diri, sedangkan telapak
tangan kanannya dengan himpunan tenaga dalam yang sempurna sebentar menyerang
sebentar bertahan, semuanya menghancurkan ancaman musuh, sedemikian lihaynya
orang ini sehingga tak malu disebut sebagai si dewa dari daratan.
Belasan gerakan kemudian, makin bertarung Seng Meh cu merasakan gelagatnya
semakin tidak menguntungkan, bila ingin merebut kembali posisinya yang semakin
mendesak, agaknya kecuali kalau dia gunakan ilmu Thian long Cian jun (serigala
langit mencakar sukma). Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan suara
lolongan serigala yang mengerikan.
Setelah itu, ujung kakinya menjejak permukaan tanah, kemudian dari udara ia
menerkam kebawah dengan kecepatan luar biasa.
Dua buah cakar setannya secepat kilat mencengkeram ubun ubun si dewa cebol
tersebut. Menghadapi ancaman yang luar biasa itu, Dewa cebol Cu Lian ci menjadi amat
terperanjat, dengan cepat dia mengerahkan ilmu Sin sian ci nya untuk menotok
telapak tangan lawan. "Criiit...!" bagaikan dipagut ular berbisa, Seng Meh cu tersentak kaget dan
terjatuh ke atas panggung, wajahnya segera berubah menjadi pucat pias seperti
mayat. Sambil menjura si dewa cebol lantas berseru.
"Hu kaucu, banyak terima kasih atas kesediaanmu untuk mengalah!"
Seng Meh cu menggigit bibirnya menahan rasa gusar yang meluap, sambil melotot
dengan sorot mata penuh rasa dendam dia berseru:
"Anggap saja kepandaian silatku memang tidak becus, cuma, kaupun jangan harap
bisa memperoleh kesempatan untuk merebut kedudukan Bengcu itu..."
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... soal menang atau kalau bukan menjadi masalah,
mengapa kau kok menjadi marah marah?" ejek si dewa cebol sambil tertawa
tergelak. Setelah dewa cebol berhasil menang secara beruntun, para jago yang berada
dibarak sebelah barat segera bertepuk tangan meriah.
Sementara itu, wakil kaucu pertama Sangkoan Bu cing telah tampilkan diri di atas
arena. Dengan munculnya orang ini, para jago mulai berbisik bisik membicarakan masalah
tersebut. Semua orang beranggapan bahwa belum tentu ia bisa menandingi kehebatan
si dewa cebol. Lain halnya dengan Bwe Leng soat, dia lantas berkata:
"Sangkoan Bu cing telah berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sin kang dan tujuh
jurus Hu si jit si yang maha dahsyat, bila dibandingkan Siau Mi lek maupun Seng
Meh cu, dia jauh lebih sukar untuk dihadapi"
Akan tetapi semua orang tak mau percaya dengan begitu saja.
Dalam pada itu, Sangkoan Bu cing yang berada diatas panggung telah meloloskan
sebilah pedang, kemudian dengan dingin dia berkata:
"Hei tua bangka, loloskan senjatamu!"
Menyaksikan sikap musuhnya memegang pedang, si dewa cebol Cu Lian ci segera
mengerti kalau dia telah menjumpai musuh tangguh, dengan cepat kewaspadaannya
ditingkatkan, dari sakunya dia mencabut keluar sebilah pedang emas.
"Oooh, rupanya kaupun seorang jagoan dalam hal ilmu pedang" seru Sangkoan Bu
cing, "benar benar suatu yang luar biasa, silahkan!"
Begitu selesai berkata, dia lantas membuka pertahanan sendiri sambil melepaskan
serangan pancingan. Dengan cepat si dewa cebol mengebaskan ujung baju kirinya melepaskan sebuah
pukulan dahsyat untuk mendesak mundur hawa pedang musuh yang tajam, kemudian
pedang ditangan kanannya melancarkan sebuah serangan balasan dengan jurus sun
sui tui wan (mendorong sampan mengikuti arus).
Ternyata ia memang seorang ahli pedang kenamaan, hanya cukup dilihat dari
serangan tersebut, dapat diketahui bahwa kepandaiannya amat tangguh, para jago
di barak sebelah barat segera bersorak sorai memuji.
Sekalipun demikian, hawa pedang yang terpancar dari ujung pedang musuh ternyata
makin lama semakin tangguh, akhirnya serasa berat bagaikan sebuah bukit karang.
Sementara itu, dewa cebol telah menyadari meski musuhnya masih muda, namun
tenaga dalamnya amat sempurna, hanya mengandalkan kekuatan ujung baju kirinya
saja, tak mungkin bisa membendung ancaman lawan, terasa hatinya menjadi
tercengang. Perlu diketahui, tenaga dalam yang dimiliki si dewa cebol Cu Lian ci
sesungguhnya telah mencapai puncak kesempurnaan, tenaga murninya itu bisa dia
gunakan menurut kehendak hati sendiri. Bila sedang dipancarkan maka kuatnya
seperti dinding baja, jangan harap serangan musuh dapat menembusinya.
Menyaksikan keadaan tersebut, dia lantas berpikir dalam hati kecilnya:
"Ternyata ilmu silat yang tercantum didalam pedang kuno Hu si ku kiam tersebut,
benar benar merupakan suatu kepandaian silat yang luar biasa sekali, bila
dilihat dari keadaan ini, bukan suatu pekerjaan yang gampang bila ingin
menguasahi pemuda ini"
Berpikir demikian, dia lantas membentak rendah, kemudian pedangnya digerakkan ke
bawah sambil membabat. Cahaya busur berputar diujung pedangnya kemudian sewaktu menyambar kebawah
kebetulan sekali berhasil mematahkan serangan musuh.
Pendekar cebol ini memang sangat lihay, baik sewaktu melancarkan serangan maupun
sewaktu bertahan, semuanya dapat dilakukan dengan suatu gaya yang khas.
Sangkoan Bu cing tertawa dingin tiada hentinya, sementara hatinya amat gelisah,
pikirnya: "Tenaga dalam maupun pengalaman yang dimiliki kakek tua bangka ini sangat
sempurna, aku harus mencari akal untuk meruntuhkan kewibawaannya lebih dulu"
Berpikir demikian, hawa murni Ngo heng ceng ki nya disalurkan ke ujung pedang,
kemudian menyerang dengan jurus Boan ku kay thian (Boan ku membuka langit).
Sementara cahaya bianglala memancarkan panca warna yang gemerlapan, serentetan
desingan angin tajam segera memancar keluar ke balik kabut pedang yang tebal.
Si Dewa cebol Cu Lian ci segera menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan...
Sebenarnya dia sedang mainkan itu Tay lo sian kiam, suatu ilmu pedang tingkat
tinggi, cahaya pedangnya dapat melindungi badan, meski begitu dia merasakan
adanya hawa tajam yang secara menyayat badan.
Tak terlukiskan rasa kaget yang dialaminya ketika itu, ujung pedangnya segera
menusuk ke depan, Criiing...! secara tepat sekali berhasil menusuk diujung
pedang musuh. Tampak si Dewa cebol memanfaatkan kesempatan itu untuk melejit ke udara, setelah
itu menyelinap ke belakang punggung Sangkoan Bu cing.
Itulah ilmu gerakan tubuh Siam im biau sin hoat yang maha lihay.
Walaupun Sangkoan Bu cing angkuh dan tinggi hati, tak urung dibuat kagum juga
oleh kelihayan lawannya, tanpa terasa dia bersorak memuji:
"Tua bangka, kepandaianmu memang lihay sekali dan cukup tangguh untuk merajai
dunia persilatan, tapi aku rasa ilmu pedang Tay lo sian kiammu masih belum mampu
untuk menandingi ilmu Hu si jit si ku"
Si Dewa cebol segera manggut manggut.
"Ucapan dari Hu kaucu memang tepat dan tidak berlebihan, Hu si jit si memang
merupakan suatu kepandaian ampuh yang tiada taranya di dunia ini, aku pun pernah
berkenalan dengan ayahmu Sangkoan Khi, aku harap kau sebagai putra dari
sahabatku jangan turut campur didalam pertikaian dunia yang serba kalut ini,
asal kau bersedia untuk mengundurkan diri dari sini dengan selamat"
Tergerak juga hati Sangkoan Bu cing setelah mendengar perkataan itu, ia sama
sekali tidak bertobat, melainkan timbul niatnya untuk menguasahi sendiri
kedudukan Bengcu tersebut.
Baru saja dia berpikir demikian, tiba tiba dari belakang panggung sana telah
terdengar seseorang membentak keras:
"Tua bangka, kau berani melakukan perbuatan yang tidak jujur?"
Bentakan tersebut bukan cuma mengejutkan si dewa cebol saja, bahkan segera
menyadarkan kembali Sangkoan Bu cing dari lamunannya. dengan cepat dia berpikir:
"Aaah, benar bukankah perbuatanmu ini sama halnya dengan menghianati
perkumpulan?" Tanpa terasa tubuhnya menjadi bergidik dan menggigil keras, seketika itu juga
semua kemarahannya dilimpahkan kepada musuhnya. Dengan suara keras ia membentak:
"Tua bangka celaka, kau tak usah memikirkan yang bukan bukan, lebih baik kita
tentukan saja siapa yang lebih unggul diantara kita berdua"
Si Dewa cebol mengerti bahwa pihak lawan sudah terlanjur menjadi sesat,
sekalipun dinasehati juga percuma, maka tangannya segera digetarkan menciptakan
selapis cahaya hijau yang segera mengurung sekujur badan Sangkoan Bu cing.
Sangkoan Bu cing tertawa dingin, pedangnya sekali lagi melancarkan babatan ke
depan
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika itu juga tampak panca warna yang gemerlapan menyelimuti seluruh
angkasa. Seakan akan terpengaruh oleh suatu kekuasaan yang tak berwujud, seketika itu
juga ilmu pedang Tay lo sian kiam dari si dewa cebol Cu Lian ci tak dapat
dikembangkan, malah tenaga serangan musuh bagaikan amukan ombak dahsyat di
tengah samudra melanda datang tiada hentinya.
Berada dalam keadaan demikian, dia lantas berpikir:
"Sangkoan Bu cing saja sudah sedemikian sukarnya dihadapi, entah bagaimana pula
lihaynya Be Siau soh si perempuan cabul itu?"
Begitu pikirannya bercabang, cahaya pedang dari Sangkoan Bu cing memancar makin
dahsyat, Sreet, sreet, sreet, secara beruntun dia lancarkan beberapa buah
bacokan yang memaksa jago cebol ini terdesak mundur berulang kali.
Waktu itu, hawa napsu membunuh di dalam dada Sangkoan Bu cing telah berkobar,
dengan cepat dia memburu ke depan sambil menyusulkan sebuah serangan dengan
jurus Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang).
Pedangnya bagaikan naga sakti yang keluar dari samudra, segera membabat kearah
pinggang lawan. Seandainya serangan ini sampai mengenai sasarannya, niscaya pinggang si dewa
cebol akan terbabat kutung menjadi dua bagian.
Akan tetapi, Si dewa cebol adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam
menghadapi pelbagai pertarungan besar maupun kecil, cepat cepat pedangnya
disilangkan didepan dada sambil memutar badannya kencang kencang, dalam waktu
singkat serentetan cahaya hijau memancar ke depan menyambut datangnya serangan
tersebut. Gerakan yang dilakukan kedua orang itu sama sama cepatnya, begitu saling
menyentuh, mereka segera berganti jurus lagi.
Dewa cebol membentak keras, pedangnya kembali menusuk dengan serangkaian
serangan dahsyat. Keder juga hati Sangkoan Bu cing menghadapi ketangguhan musuhnya, dia sama
sekali tidak menyangka kalau si dewa cebol berhasil menghindarkan diri dari
ancaman dahsyatnya itu. Padahal dari tujuh ratus ilmu Hu si jit si dia baru belajar enam jurus belaka,
dan sekarang secara beruntun dia telah menggunakan jurus jurus Kay thian pit tee
(membuka langit menutup tanah), Sian kan coan kun (memutar balikkan putaran
dunia), Gi san to hay (merontokkan bukit menyumbat samudra), Gwat leng seng han
(Bulan dingin bintang sepi) dan Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang)
lima jurus serangan, seandainya dia telah mengeluarkan jurus keenam yakni Yang
kong bu ciau (sinar sang surya memancar ke jagad) namun gagal menangkan
lawannya, itu berarti habis sudah riwayatnya.
Walaupun hatinya sedang berpikir, gerakan pedangnya sama sekali tidak berhenti.
Si Dewa cebol segera merasakan panca warna yang gemerlapan dari pedang lawan
amat menyilaukan mata, sementara hawa pedangnya menyayat badan, bagaimanapun
juga dia merasa serangan musuhnya kali ini sukar ditahan olehnya...
Buru buru pedangnya dirubah menjadi dua titik cahaya hijau langsung menyerang
sepasang mata lawan, seandainya pinggangnya kena ditebas nanti, maka pihak
lawanpun pasti akan kehilangan sepasang matanya.
Waktu itu, Sangkoan Bu cing sedang gembira karena serangannya hampir berhasil
mengancam musuhnya, ia tidak menyangka kalau musuhnya bakal bertindak demikian.
Dalam keadaan begini, ia tak berani melanjutkan serangannya lagi, buru buru dia
membalikkan tangannya lalu mundur beberapa langkah ke belakang untuk meloloskan
diri. Kendatipun demikian, di atas dada si dewa cebol Cu Lian ci toh tersambar juga
sehingga pakaiannya menjadi robek.
Dia memang kalah, apalagi kalah ditangan seorang pemuda, tanpa mengucapkan
sepatah katapun dengan wajah murung ia melompat turun dari atas panggung.
Saat itulah sekulum senyuman baru menghiasi ujung bibir Sangkoan Bu cing.
Keangkuhannya pun segera pulih kembali kepada para jago yang berada dibawah
panggung, dia berseru dingin:
"Siapa lagi yang akan datang memberi petunjuk?"
Mendadak dari antara kerumunan orang banyak berkumandang suara bentakan keras
yang amat tak sedap didengar:
"Bu cing anakku, kau betul betul seorang anak yang tidak berbakti, perbuatanmu
hanya merusak nama baik keluarga Sangkoan saja, ayoh cepat bertobat dan kembali
kejalan yang benar..."
Semua orang menjadi terperanjat dan mengalihkan sorot matanya ke arah mana
berasalnya teriakan itu...
Tampak seorang kakek kurus kering berbaju hitam bergerak dengan kecepatan
tinggi, kulitnya hitam bagaikan besi, tubuhnya tinggal kulit pembungkus tulang,
namun sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang sangat menggidikkan hati.
"Aaah, dia adalah Bwe hoa kiam kek..." terdengar ada orang menjerit tertahan.
Memang tak salah, orang ini adalah Bwe hoa kiam kiek (jago pedang bunga Bwe)
Sangkoan Tin. Walaupun dia berwatak aneh, namun tindak tanduk serta perbuatannya sama sekali
tidak melanggar asas kebenaran.
Setiap umat persilatan tahu bahwa wakil ketua pertama dari perkumpulan Ki thian
kau sekarang, Sangkoan Bu cing adalah anaknya jago tua itu.
Apa akibatnya dari pertemuan antara ayah dan anak ini"
Tanpa terasa semua orang mengalihkan sinar matanya ke arah mereka berdua.
Mula mula Sangkoan Bu cing agak tertegun, menyusul kemudian tegurnya dengan
dingin: "Ayah, mau apa kau kemari" Urusanku tak perlu kau campuri"
Bwe hoa kiam kek sama sekali tak menyangka kalau anaknya begitu tak berperasaan
apalagi ditegur dihadapan umum, hal mana membuat kakek tersebut menjadi malu
sekali. Dengan wajah membesi, dia segera melompat naik keatas panggung, kemudian sambil
menuding ke depan dampratnya:
"Kau... kau anak durhaka, moga moga disambar geledek! Apa kau bilang barusan..."
Aaah, benar, aku teringat sekarang, kau bilang aku tak usah mencampuri urusanmu"
Heeehh... heeehh... heeehh... tampaknya bulumu sudah pada tumbuh, maka tidak kau
pandang sebelah matapun terhadap bapakmu sendiri..."
Sangkoan Bu cing segera berkerut kening, lalu katanya lagi dengan suara ketus:
"Tua bangka, kau sudah pikun, makin hidup makin pikun, lebih baik mampus saja
cepat cepat. Mengapa tidak kau pikirkan tempat apakah ini" Kau anggap dirimu
boleh mengacau seenaknya" Hmm... para hu hoat, seret tua bangka celaka ini dan
lempar keluar dari sini"
Begitu mendengar perkataan tersebut, kontan saja paras muka Bwe hoa kiam kek
berubah hebat, sambil melotot penuh kegusaran dia berteriak keras keras:
"Anak durhaka, anak celaka... kau binatang yang tidak berbakti, berani betul
menyumpahi bapak sendiri, laknat, kau harus dibunuh!"
Tidak menunggu para petugas menggelandangnya pergi dari situ, ia telah
meloloskan pedangnya, kemudian sambil menciptakan tujuh kuntum bunga bwee
langsung menusuk ke perut Sangkoan Bu cing.
Paras muka Sangkoan Bu cing telah berubah menjadi hijau membesi, sambil
menangkis datangnya serangan itu, serunya:
"Tua bangka, kau masih ketinggalan jauh sekali..."
"Criiing!" ditengah dentingan nyaring, pedang ditangan Sangkoan Tin tahu tahu
sudah mencelat ke udara. Tak terlukiskan rasa gusar Bwe hoa kiam kek menyaksikan kejadian itu, bentaknya:
"Binatang laknat, cepat bunuhlah aku!"
"Hmm, kau anggap aku tidak berani" Coba kalau tidak kuatir dibicarakan orang
banyak, sedari dulu sudah kubunuh dirimu!"
"Kenapa?" tanya Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin tertegun.
"Kenapa musti pakai tanya segala" Apakah tak bisa kau pikirkan dari namaku ini?"
"Namun itu ibunya yang beri, apa sangkut pautnya?"
Kembali Sangkoan Bu cing tertawa dingin
"Heeehh... heeehh... heeehh... tahukah kau, apa sebabnya ibu memberi nama
tersebut kepadaku?" Bwe hoa kiam kek menggeleng.
"Hal ini disebabkan karena sepanjang hari kau cuma tahu soal ilmu silat melulu"
teriak Sangkoan Bu cing, "kau membuatnya murung dan tak senang hati setiap hari
dia bilang ia membencimu... sebab itu aku diberi nama Bu cing (tak
berperasaan)!" Bwe hoa kiam kek menjadi gusar sekali.
"Begitu ibunya begitu anaknya, binatang, bedebah... locu harus memberi pelajaran
kepadamu!" Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya menampar wajah pemuda
itu keras keras. Sangkoan Bu cing menjadi naik darah ketika wajahnya kena ditempeleng keras,
sambil tertawa seram pedangnya segera digetarkan ke depan...
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, ulu hati Bwe hoa kiam kek telah
tertembus pedang putranya sendiri hingga tembus ke punggungnya...
Kontan saja suasana disekitar panggung menjadi gempar.
Perbuatan Sangkoan Bu cing mencaci maki bapaknya sendiri kemudian membunuh Bwe
hoa kiam kek Sangkoan Tin segera menimbulkan kemarahan khalayak ramai.
Teriakan teriakan segera bergema memecahkan keheningan:
"Bantai saja manusia laknat itu!"
"Cincang saja bajingan yang durhaka itu hingga tubuhnya hancur berkeping"
Rombongan manusia yang sedang kalap bagaikan gulungan ombak samudra menerjang
keluar dari barak sebelah barat dan menerjang ketengah panggung...
Serentak para pelindung hukum dari Ki thian kau berteriak cepat, mereka segera
membentuk suatu barikade yang tangguh untuk membendung datangnya para penyerbu.
Sambil tertawa seram Tee leng kun meloloskan pula pedangya, lalu bentaknya keras
keras: "Barang siapa berani merusak peraturan yang telah ditetapkan, jangan salahkan
kalau lohu akan membunuhnya ditempat!"
Bila berganti orang lain, mungkin saja ancaman itu akan mendatangkan hasil.
Tapi orang orang itu adalah sekelompok jago berjiwa ksatria, demi membela
keadilan dan kebenaran mereka rela berkorban, tentu saja tekad mereka tak
mungkin bisa dicegah oleh gertak sambel dari Te leng kun.
ooo0dw0ooo Tampaknya suatu pertempuran massal tak dapat dihindari lagi...
Sementara itu, tokoh tokoh utama dari kedua belah pihak telah saling menampilkan
diri. Yang seorang adalah Thian hiang siansu Bwe Leng soat, sedangkan yang lain adalah
Be Siau soh dari Ki thian kau.
Bagi Bwe Leng soat, oleh karena Giok bin sin liong Ong It sin yang berangkat ke
lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es belum kembali, maka dia merasa
wajib untuk menenangkan para jago agar tak sampai terjatuh korban dengan percuma
Sebaliknya Be Siau soh merasa setiap langkah yang disusunnya belum sempat
dikembangkan, bila terjadi pertarungan massal, niscaya kekuatannya akan
mengalami kerugian besar, hal mana tidak menguntungkan bagi usahanya untuk
mencamplok dunia persilatan.
Itulah sebabnya Thian hian siansu dengan pertimbangannya sendiri segera meminta
kepada para jago agar tenang dan kembali ke tempatnya masing masing.
Sedangkan Be Siau soh juga menggunakan kesempatan itu memperingatkan kepada anak
muridnya agar jangan bertindak secara gegabah.
Dengan demikian, suatu badai pertumpahan darah yang mengerikan pun dapat
diredakan kembali. Sementara itu, Sangkoan Bu cing telah menggunakan kesempatan itu untuk
menitahkan orang agar menyingkirkan jenasah ayahnya Bwe hoa kiam kek Sangkoan
Tin dari atas panggung, setelah itu ujarnya kepada Be Siau soh:
"Kaucu, sekarang apakah pertandingan masih akan dilanjutkan?"
Be Siau soh segera tertawa terkekeh kekeh.
"Sangkoan lote! Apa yang barusan terjadi tak lebih hanya sebuah selingan,
lanjutkan saja! Jangan bertindak ada kepalanya tanpa ekornya..."
Sambil tertawa genit, dia mengerling sekejap dengan kerlingan mautnya...
Sangkoan Bu cing seperti memperoleh dukungan moril, dengan cepat semangatnya
berkobar kembali, dia segera membungkukkan badannya memberi hormat.
"Hamba turut perintah!"
Kemudian sambil berpaling kearah barak sebelah barat, dia berseru:
"secara beruntun aku telah berhasil mengalahkan si dewa cebol, masih ada siapa
lagi yang hendak memberi petunjuk?"
Nadanya sinis dan sikapnya pongah sekali.
Cing hoa loni dari partai Cing shia pay yang pertama tama tak tahan, segera
bentaknya keras: "Hu kaucu, kau terlalu sombong dan tidak pandang sebelah matapun terhadap orang
lain. Baik, meski pinni merasa bukan tandinganmu, ingin kucoba sampai dimanakah
kelihayanmu itu" Perlu diketahui, diantara ketua partai yang ada dewasa ini, kedudukan Cing hoa
loni boleh dibilang paling tinggi, selain itu ilmu pedang Cing hoa kiam hoat
dari partai Cing shia juga terhitung ilmu pedang yang lihay...
Berbicara yang sesungguhnya, diantara sekian banyak jago persilatan yang hadir
dalam arena saat ini, hanya beberapa orang saja yang sanggup bertarung melawan
Sangkoan Bu cing. Sebenarnya Thian hiang siancu Bwe Leng soat ingin mencegah nikou itu untuk maju,
tapi sebelum dia sempat buka suara, Kim liong lojin yang berada disampingnya
telah mendahului dengan suara dalam:
"Biarkan loni itu maju! Betul dia memang bakal kalah, namun tak akan ada bahaya
yang bakal mengancam jiwanya..."
Mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat menjadi tertegun, serunya kemudian dengan
nada keheranan: "Yaya, mengapa kita harus membiarkan dia maju untuk bertarung, kalau toh
akhirnya bakal kalah?"
"Budak bodoh, kenapa kau menjadi pikun?" seru Kim liong lojin cepat, "kita
sengaja berbuat demikian toh bertujuan untuk mengulur waktu saja..."
Sesudah mendengar penjelasan itu, Bwe Leng soat menjadi sadar dan mengerti.
Sementara pembicaraan masih berlangsung Cing hoa loni telah melompat naik ke
atas panggung Lui tay. Jangan dilihat usianya sudah lanjut, ternyata gerakan tubuhnya masih tetap gesit
dan lincah. Sangkoan Bu cing segera menjura katanya
"Nikou tua, kau tidak cerdik, sudah setua ini, buat apa mesti mencari penyakit
buat diri sendiri?" "Omintohud, Sangkoan sicu begitu yakin dengan kepandaian silat yang kau pelajari
sedang kebetulan sekali pinni juga mempunyai watak tak puas kepada orang lain,
maka aku hendak menjajal sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau miliki itu"
Sangkoan Bu cing mengerutkan dahinya rapat rapat, kemudian dengan agak gusar dia
berseru: "Kalau memang kau belum menitikkan air mata sebelum melihat peti mati apalagi
yang mesti ditunggu" Hayo, loloskan pedangmu"
Segulung hawa pedang yang sangat dingin segera menyambar kedepan dengan
kecepatan luar biasa. Cing hoa loni sama sekali tidak menyangka kalau Sangkoan Bu cing sama sekali
tidak memakai aturan persilatan, begitu bilang menyerang lantas menyerang, tahu
tahu sekilas cahaya panca warna telah meluncur ke depan alis mata nikou tua itu.
Cing hoa loni memang tak malu disebut sebagai seorang tokoh silat yang sempurna
dalam ilmu pedang, toyanya diputar dan Sreet...! dia sudah melejit ke tengah
udara dengan gerakan bangau putih meluncur ke angkasa...
Menyusul kemudian dia bertekuk pinggang sambil jumpalitan, kini kepalanya berada
di bawah dengan kaki di atas.
Entah sedari kapan, toya yang berada di tangannya itu telah berubah menjadi
sebilah pedang panjang yang berbentuk aneh, bagaikan kilatan cahaya bianglala
langsung membabat ke bawah.
Setiap orang dapat melihat bahwa serangan itu dilancarkan dengan kekuatan yang
mengerikan. Dibawah ancaman yang demikian dahsyatnya ini, siapapun tak akan berani melayani
secara gegabah. Sangkoan Bu cing amat terkesiap, sambil tertawa segera serunya lantang:
"Keparat tak nyana kau si nenek peyot juga memiliki kepandaian sedahsyat ini"
Sambil berkata, pedangnya disambar kembali ke depan dengan disertai kilauan
cahaya panca warna yang amat menyilaukan mata.
Blaam, blaam, blam! serentak ledakan keras bergema ditengah angkasa.
Tampaknya pemuda itu memang selalu berusaha untuk memaksa lawannya menerima
serangan dengan keras lawan keras.
Jurus Lok siu kek yang digunakan Cing hoa loni barusan belum pernah meleset
selama ini, dia mengira Sangkoan Bu cing tentu akan dipecundangi olehnya.
Siapa tahu meskipun tiga gebrakan sudah lewat, kedua belah pihak sama sama tetap
tangguh. Tanpa terasa Cing hoa loni menghembuskan napas dingin, ditambah lagi tubuhnya
memang masih berada ditengah udara, kini dalam keadaan hawa murninya membuyar,
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak bisa disangkal lagi sebuah serangan dahsyat segera akan menyumbat begitu
mencapai tanah. Apa yang bisa dilakukannya sekarang" Terpaksa sambil menggertak gigi dia
melayang turun ke bawah. Agaknya Sangkoan Bu cing telah memperhitungkan sampai ke situ, sepasang matanya
mengawasi ke tengah udara dengan tajam.
Begitu menyaksikan Cing hoa loni melayang turun, pedangnya segera digetarkan
menusuk ke ulu hati lawan.
Dengan kepandaiannya yang luar biasa, sergapan ini boleh dibilang mematikan.
Sekalipun Cing hoa loni memiliki jurus serangan untuk menjaga diri, rasanya
sulit juga baginya untuk meloloskan diri dari ancaman maut tersebut...
"Aaai, habis sudah riwayatnya!" keluh para jago dengan perasaan pedih.
Untunglah di saat yang kritis itu tampak bayangan manusia berkelebat lewat
kemudian serentetan cahaya merah yang amat menyilaukan mata secara aneh
memunahkan serangan mematikan tersebut.
Dengan demikian Cing hoa loni baru berhasil meloloskan diri dari ancaman maut
tersebut. Paras mukanya yang penuh berkerut itu berubah menjadi merah membara, katanya
dengan pedih: "Aaai... tampaknya aku si nenek memang sudah tua Nona Bwe, tugas memusnahkan
kaum iblis ini tampaknya harus diserahkan ke tangan kalian anak anak muda"
Ketika mengucapkan kata kata tersebut, wajahnya kelihatan jauh lebih tua sepuluh
tahun. "Cianpwe" ujar Thian hiang siancu Bwe Leng soat kemudian.
"Setiap orang dapat menyaksikan betapa lihaynya ilmu silat yang kau miliki,
ketahuilah bila pihak lawan tidak pernah melatih ilmu Ngo heng sin kang serta Hu
si jit si, tak nanti ia sanggup untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyatmu
itu" Sekulum senyuman segera menghiasi wajah Cing hoa loni, katanya:
"Nona Bwe, terima kasih atas hiburanmu, loni tak akan melupakan untuk
selamanya." Selesai berkata dia lantas masukkan kembali pedangnya ke dalam tongkat, dan
melayang balik ke bawah panggung.
Dalam pada itu, Sangkoan Bu cing dengan sepasang matanya yang cabul sedang
mengawasi wajah Thian hiang siancu tak berkedip, terhadap kepergian Cing hoa
loni ternyata ia tidak menaruh perhatian sama sekali.
Bwe Leng soat menjadi gusar sekali menyaksikan tingkah laku musuhnya itu, segera
tegurnya. "Hei, apa apaan kau ini" Tampangmu macam belum pernah ketemu dengan koh nay
naymu saja" Sangkoan Bu cing segera menyadari akan kekhilafannya, cepat cepat dia berkata:
"Nona, kau bilang apa?"
000ooodwooo000 Jilid 32 BWE Leng soat kembali berkerut kening, dia mana mendongkol juga geli, bentaknya
lagi: "Kalau tidak mendengar ya sudahlah!"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Aku masih ingin bertanding ilmu pedang"
"Kau bisa mendapat petunjuk ilmu silat dari Koan tiau kek, hal ini merupakan
suatu kebanggaan bagiku"
Rupanya waktu itu Sangkoan Bu cing sedang menyusun rencana jahat, pikirnya di
hati: "Perempuan ini jauh lebih tangguh dari pada Be Siau soh, apalagi kalau
dibandingkan si kelabang hitam Be Ji nio, bila aku berhasil membekuknya... Oooh
betapa nikmatnya kugerayangi tubuhnya, lalu kucicipi kehangatan tubuhnya."
Berhubung dalam hatinya timbul niat jahat, lebih lebih menyadari akan kelihayan
ilmu silat lawan, maka dia bertekad hendak mempergunakan kepandaian yang
sesungguhnya untuk membekuk gadis itu.
Sambil tersenyum manis dia lantas berkata:
"Dapatkah kita sertakan lagi dengan sebuah syarat lain?"
"Syarat apa?" "Bila kau menang, aku akan menjadi suamimu, bila aku yang menang kau akan
menjadi istriku!" Belum habis ucapan tersebut diutarakan, sambil menarik muka Bwe Leng soat telah
membentak keras: "Kentut busuk, kau bedebah, anjing laknat manusia berhati binatang, tak usah
banyak berbicara lagi cepat lancarkan seranganmu!"
Sangkoan Bu cing sama sekali tidak menggubris dampratan itu, malahan sambil
tertawa cengar cengir katanya:
"Nona Bwe, kau adalah seorang gadis lemah sedang aku adalah seorang lelaki
sejati mana boleh kulancarkan serangan lebih dulu?"
Dengan cepat Thian hiang siancu Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya:
"Walaupun ilmu Hu si jit si yang dimiliki bangsat ini termasuk ilmu pedang kuno
yang amat lihay, namun ilmu pedang Hui pau nu tau (air terjun menggulung
dahsyat) dari koan tiau kek kamipun terhitung suatu ilmu pedang tingkat tinggi
yang sangat lihay, bila aku tak mengambil kesempatan yang baik ini, mungkin
tipis harapannya untuk menang..."
Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir pajang lagi dia lantas mendengus dingin.
"Hmm... kau yang berkata sendiri... jangan salahkan kalau aku akan bertindak
kejam. Sambutlah ketiga jurus seranganku ini"
Sambil memutar pedangnya sebuah bacokan segera dilancarkan.
Seketika itu juga seluruh angkasa diliputi oleh cahaya merah yang berkilauan.
Deruan angin puyuh bagaikan kilat meluncur ke muka dan menyambar semua benda
yang dijumpainya. Sangkoan Bu cing segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... nona Bwe, kalau toh kau menjadi burung hong
yang menari, biar aku menjadi naga yang sedang terbang..."
Tubuhnya bergeser tiga depa ke samping, lalu pedangnya disertai kilauan panca
warna yang gemerlapan, dengan cepat melepaskan serangkaian bacokan kilat.
"Air terbang membasahi kemala!" bentak Thian hiang siancu Bwe Leng soat tiba
tiba. Lapisan cahaya berwarna merah itu segera menimbulkan suara ledakan keras yang
menggelegar, bayangan cahaya yang menyelimuti seluruh angkasa itu segera
meluncur kedepan bagaikan butiran butiran air yang muncrat.
Inilah jurus ketiga dari ilmu pedang Hui pau na tiau kiam hoat, sebuah serangan
maut yang paling diandalkan Biau lam sinni dari Lam hay Koan tiau kek.
Dalam penggunaan jurus pedang ini, Bwe Leng soat telah meyakinkan selama banyak
waktu, maka kematangannya boleh dibilang sudah mencapai ke tingkatan yang luar
biasa. Sangkoan Bu cing terperanjat sekali, dengan cepat dia melompat ke samping untuk
menghindar. Bersama waktunya ketika melompat ke samping ia gunakan jurus Sian kan coan kun
dari ilmu Hu si jit si untuk membabat tubuh lawan.
Diantara kilauan cahaya tajam yang berwarna warni, segera berkumandang suara
pekikan nyaring. "Bagus sekali!" bentak Bwe Leng soat, sambutlah jurus jurus Siang tong sui oh
(pusaran air berpusing), Keng to pek an (gulungan ombak memecah ditepian) dan
Hay siau thian keng (gelombang samudra mengejutkan langit) tiga jurus seranganku
ini!" Pada saat yang bersamaan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan
berantai yang maha dahsyat.
Pedang mestikanya dengan membawa desingan tajam yang membelah angkasa, ibaratnya
gelombang dahsyat yang menjebolkan tanggul langsung menggulung kedepan tiada
habisnya. Beratus orang manusia baik dibawah panggung maupun diatas panggung sama sama
dibikin berdiri kaku seperti patung, mereka terbelalak lebar dengan mulut
melongo, napasnya memburu, seakan akan menyaksikan suatu adegan yang menegangkan
syaraf. Mendadak... Sangkoan Bu cing mendengus tertahan.
Dengusan tersebut bagaikan binatang buas yang terluka saja... rupanya ia sudah
dikalahkan. Bagaimana kalahnya" Sedikit yang dapat menyaksikan, tapi Bwe Leng soat mengerti
hal ini bukan dikarenakan ilmu pedang Hu si jit si tak sanggup melebihi ilmu
pedang aliran Lam hay Koan tiau kek.
Melainkan pihak lawan belum menguasahi penuh ilmu sakti itu sehingga
kedahsyatannya belum bisa mencapai sebagaimana mustinya.
Apalagi Be Siau soh memang sengaja merahasiakan satu jurus diantaranya dan tidak
diajarkan kepadanya. Iga Sangkoan Bu cing tertusuk telak oleh sambaran pedang Bwe Leng soat, dengan
wajah pucat pias dia berdiri kaku, hatinya benar benar kecewa sekali.
Keadaannya pada saat ini pada hakekatnya seperti seekor ayam jago yang kalah
bertarung. Bwe Leng soat segera tertawa hambar, katanya.
"Hu kaucu, terima kasih banyak atas petunjukmu!"
Walaupun Sangkoan Bu cing seribu kali merasa berat hati, dalam keadaan demikian
terpaksa dia harus menyingkir juga dari situ, katanya sambil tertawa getir:
"Akulah yang berilmu rendah, hanya membikin nona mentertawakannya saja, cuma
pemberianmu tadi suatu ketika pasti akan kukembalikan"
"Sialan, sulit amat orang ini dihadapi" pikir Bwe Leng soat.
Tapi diluar dia berkata sambil tersenyum:
"Soal itu mah lebih baik kita bicarakan kemudian hari saja, dunia ini amat luas,
perubahannya juga sangat banyak, siapa tahu perubahan dikemudian hari?"
"Peduli bagaimanapun juga, asal kau masih hidup didunia ini dan aku belum mati,
kesempatan selalu ada"
Selesai berkata, dia lantas mengundurkan diri dari situ.
Dalam pada itu, puluhan orang anggota Ki thian kau yang berbaju merah telah
bekerja keras mengangkut arak dan menyiapkan cawan.
Kepada Be Siau soh yang ada dibelakang panggung, Bwe Leng soat segera berseru:
"Kaucu, kenapa kau mesti menyuruh aku menanti terlalu lama?"
Baru selesai dia berkata, sesosok bayangan hitam telah melompat naik keatas
panggung, Be Siau soh, kaucu dari perkumpulan Ki thian kau.
Setelah memperhatikan sekejap tubuh Thian hiang siancu Bwe Leng soat dari atas
sampai kebawah, katanya kemudian.
"Kau memang berwajah cantik jelita tak heran kalau It sin loteku bisa berubah
hati." "Kaucu" tegur Bwe Leng soat dengan wajah membesi, "jangan berbicara sembarangan,
dulu dia amat mencintaimu, cintanya kepadamu amat mendalam, tapi kau telah
menghianatinya bahkan melarikan Hu si ku kiam miliknya, yang berubah hati bukan
dia melainkan kau!" Be Siau soh tertawa licik, katanya:
"Tak kusangka cinta kasih kalian sekarang seperti aku dulu, Ehmmm... tampaknya
dia telah menceritakan segala sesuatunya kepadamu"
"Tentang soal ini aku tidak menyangkal"
"Menurut kau dapatkah aku berbaik kembali dengannya?"
Diam diam Bwe Leng soat menyumpah hati
"Perempuan ini benar benar tak tahu malu, perkataan macam apapun bisa dia
utarakan" Sekalipun dalam hati menyumpah, dimulut kembali dia berkata:
"Hal ini tergantung pada dirimu sendiri mungkin dengan mengandalkan
kecantikanmu, kau masih dapat memikatnya kembali"
Sambil tertawa Be Siau soh segera manggut manggut.
"Akupun berpendapat demikian" katanya "cuma sekarang ada kau disisinya, aku rasa
hal ini agak sulit!"
"Benarkah begitu...?"
Sebenarnya dia hendak mengatakan mengapa tidak kau bunuh diriku lebih dulu" Tapi
kemudian kata kata tersebut diurungkan.
Tiba tiba dengan kening berkerut Be Siau soh berkata lagi:
"Heran, kenapa hari ini hanya dia seorang yang tidak nampak munculkan diri di
sini?" Sudah barang tentu Bwe Leng soat tak akan mengatakan secara jujur kepadanya
kalau Ong It sin sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es
Peng pok ciu. Maka setelah memutar biji matanya sebentar, diapun menjawab:
"Engkoh Sin jauh sebelum peristiwa ini berlangsung telah sampai disini, mungkin
saja pada saat ini dia sudah berada di dalam markas besarmu sana..."
Mendengar perkataan itu, Be Siau soh menjadi amat terperanjat, segera pikirnya:
"Celaka! Jika ia sampai melepaskan api untuk membakar markas besar, bisa berabe
jadinya!" Tapi kemudian ia berpikir lebih jauh:
"Aaah... tak mungkin, bila ia benar benar telah pergi ke markas besarku, masa
budak ingusan ini akan berterus terang mengatakannya kepadaku" Sudah pasti dia
lagi menggunakan siasat licik untuk menipuku, agar pikiran dan perasaanku
menjadi kalut tak karuan"
Oleh karena dia mempunyai anggapan demikian, maka rasa terkejut yang semula
melintas diatas wajahnya pun segera lenyap tak berbekas.
Dengan cepatnya pula dia pulih kembali dalam ketenangan, katanya:
"Dalam markas besarku itu penuh dengan alat jebakan serta persiapan yang matang,
semoga saja dia jangan ke sana"
Dengan cepat kedua orang itu sama sama memutar otak dan beradu kecerdikan,
masing masing pihak dengan mengandalkan kecerdasan otaknya serta ketajaman
mulutnya untuk saling merobohkan dan saling mengalutkan pikiran lawan.
Terdengar Bwe Leng soat berkata:
"Pepatah mengatakan, yang datang tidak bermaksud baik, yang bermaksud baik tak
akan datang, setelah Engkoh Sin datang kesitu, memangnya dia musti menguatirkan
segala macam alat jebakan dan persiapan yang kau atur di tempat itu?"
"Legakah hatimu membiarkan dia menyerempet bahaya seorang diri?" jengek Be Siau
soh. "Tahu dia tahu pula aku, jika kita sudah saling percaya mempercayai, sudah
barang tentu aku tak perlu kuatir"
Tiba tiba dia merasa bila keadaan semacam ini dilangsungkan lebih jauh,
keadaannya sama sekali tidak menarik, maka katanya kemudian dengan suara dingin:
"Lebih baik kita kembali kesoal yang pokok saja, berbicara melulu tak ada
gunanya, mengapa kita tidak selesaikan dengan jalan bertarung saja...?"
Be Siau soh segera memberi tanda dengan tangannya seraya mencegah:
"Sekarang tengah hari sudah tiba, inilah saatnya untuk bersantap siang, nona
Bwe, kalau ingin beradu kekuatan, paling tidak juga harus kau tunggu setelah aku
bertindak sebagai seorang tuan rumah yang baik"
Mendengar perkataan itu, dengan cepat Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya:
"Bagaimanapun juga, mengulur waktu merupakan tugas yang terutama dalam
penampilanku sekarang, mumpung ada kesempatan untuk berbuat demikian, mengapa
tidak kumanfaatkan dengan begitu saja...?"
Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir lebih jauh lagi, dia lantas menyahut:
"Baiklah, setelah perjamuan nanti, kita baru tentukan siapa yang lebih kosen
diantara kita berdua"
Selesai berkata, dia lantas melayang turun dari atas panggung.
Dalam pada itu, Be Siau soh telah berpaling kearah barak sebelah barat, kepada
para jago yang berkumpul disitu, katanya dengan suara lantang:
"Para ciangbunjin, para enghiong dan hohan sekalian, dalam menyelenggarakan
pertemuan pada hari ini, apakah penyelenggaraan ini akan berjaga atau berbuat
dosa kepada kalian semua, hingga dewasa ini masih belum bisa ditentukan, cuma
bagaimanapun juga, umat persilatan yang ada didunia ini sesungguhnya bersumber
satu, setelah kalian semua bersedia untuk berkunjung ke lembah Jit hwe kok ini,
paling tidak aku sebagai tuan rumah tempat ini harus menunjukkan sedikit baktiku
sebagai tuan rumah yang baik.
Betul perkumpulan kami tak bisa menyiapkan hidangan yang serba lezat dan enak,
tapi hanya sedikit hidangan yang kasar dan arak jelek yang dapat kami siapkan,
harap bisa menggembirakan pula hati kalian semua. Nah, pertama tama pun kaucu
akan menghormati dulu para ciangbunjin dan para enghiong hoo han sekalian dengan
secawan arak, semoga kalian semua selalu sehat wal afiat..."
Selesai berkata dia lantas meneguk habis isi cawannya sampai kering...
Sejak memasuki lembah Jit hwe kok tersebut, dalam hati kecil para jago telah
timbul perasaan was was yang amat tinggi mereka kuatir kalau dalam arak ada
racunnya maka semua orang menjadi ragu ragu dan tak berani meneguk habis arak
tersebut. Menyaksikan kejadian ini Be Siau soh segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya kalian takut kalau aku mencampurkan obat
beracun kedalam arak kalian" haaahh... haaahh... kenapa tidak kalian buktikan
sendiri?"
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan cepat dia menitahkan anak buahnya untuk mendatangi meja perjamuan para
jago dan masing masing pihak menuang tiga cawan arak dari pocu yang ada disitu
kemudian diteguk sampai habis, betul juga, mereka sama sekali tidak menampakkan
gejala keracunan. Setelah menyaksikan hal ini semua orang baru merasa lega dan meneguk habis isi
cawan masing masing. Tay gi siansu dari Siau lim pay masih belum bisa mempercayai ucapan lawan,
dengan cepat dia minta kepada Sin san gi in untuk memeriksa sayur dalam meja
dengan jarum perak. Ketika kemudian terbukti kalau hidangan yang ada disitu sama sekali tak beracun,
mereka baru makan minum dengan perasaan lega.
Pada saat yang hampir bersamaan, semua orang sedang berpikir didalam hatinya:
"Heran, mengapa kali ini pihak Ki thian kau bisa bersikap tulus ikhlas dan jujur
seperti ini?" Malahan Cing hoa loni yang selamanya jarang minum arakpun, kali ini turut
menghabiskan tiga cawan arak.
Setelah perjamuan mendekati penyelesaian, Ki thian kaucu Be Siau soh dengan
membawa sekulum senyuman licik berkata:
"Saudara sekalian, kini makan sudah kenyang, minum sudah mabuk, aku rasa inilah
saat yang paling tepat untuk mempertimbangkan usul kami agar kalian bersedia
menggabungkan diri dengan perkumpulan kami!"
Mendengar perkataan itu, paras muka semua jago jago segera berubah menjadi amat
hebat. Kim liong lojin Bwe Hoa poh segera menyahut dengan suara yang dingin seperti es.
"Be Kongcu, apakah kau tidak merasa bahwa ucapan itu terlalu berlebih lebihan?"
"Tentu saja, cuma... bagaimanapun juga kami tetap akan berusaha keras untuk
memaksa kalian agar menggabungkan diri dengan perkumpulan kami..."
"Seandainya kami semua tidak bersedia untuk memenuhi keinginanmu, apa pula yang
hendak kau lakukan" Bukankah ucapanmu itu sama seperti orang bodoh yang lagi
mengigau?" Kembali senyuman licik menghiasi ujung bibir Be Siau soh, katanya kemudian.
"Aku rasa, kalian tak akan bisa mengambil keputusan lagi dengan semau hati
sendiri" Diam diam Kim liong lojin merasa terkejut sekali, serunya kemudian setelah
termenung sejenak: "Apakah kau hendak mengandalkan kepandaian silatmu yang sangat lihay itu untuk
menguasahi kami semua?"
"Sekarang aku sudah tidak perlu menggunakan apa apa lagi, ilmu silat juga tidak,
kekerasan juga tidak!"
Lantas apa maksud dari perkataannya itu"
Dengan cepat satu ingatan melintas didalam benak Kim liong lojin, dia masih
ingat sebelum perjamuan dimulai tadi, perempuan itu sama sekali tidak mempunyai
keyakinan apa apa, malahan berbicara sesumbar pun tak berani, apa sebabnya sikap
perempuan itu berubah seratus delapan puluh derajat setelah mereka selesai
bersantap dan minum arak" Jangan jangan dibalik hidangan itu ada sesuatu yang
tak beres" Berpikir sampai disini tak tahan lagi dia lantas bertanya:
"Apakah kau telah melakukan suatu permainan busuk didalam sayur dan arak yang
kau hidangkan untuk kami?"
Be Siau soh tertawa tergelak gelak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tampaknya Bwe ciangbunjin tidak terhitung
seorang yang pikun, tepat sekali, kalian telah terkena racun tak berwujud dari
Thian tok tay ong, kini kamu semua telah keracunan hebat"
"Aku tidak percaya..." seru Pek lek to To hu Hiong dengan wajah sangsi.
"Jika kalian semua tidak percaya, mengapa tidak mencoba untuk mengatur napas dan
coba dibuktikan apa benar sudah keracunan atau tidak..."
Mendengar ucapan tersebut, para jago segera mencoba untuk mengatur pernapasan
mereka betul juga, segera terasa peredaran darah mereka tersumbat dan tenaga
yang dimilikinya sama sekali tak mampu untuk dikerahkan kembali.
Hanya Bwe Leng soat seorang yang sama sekali tidak menunjukkan gejala keracunan.
Dalam kejut dan kagetnya para jago menjadi kehilangan pegangan, masing masing
orang lantas bertanya kepada Sin san gi in:
"Apa yang sebenarnya telah terjadi?"
Padahal Sin san gi in (Tabib pertapa dari bukit Sin san) ini telah melakukan
pemeriksaan yang seksama terhadap setiap macam sayur dan arak yang berada disitu
dan terbukti bahwa semua hidangan tiada racunnya, kenapa sekarang terbukti kalau
mereka semua telah keracunan"
Sebenarnya apa yang telah terjadi"
Dengan wajah keheranan dan tidak habis mengerti, dia lantas bertanya kembali:
"Be kaucu, setiap bahan beracun yang ada didunia ini bisa lohu buktikan dan
temukan secara mudah, tapi hari ini lohu tidak berhasil menemukan gejala adanya
racun didalam hidangan yang ada disini, sebenarnya apa yang telah terjadi"
Dimanakah letak racun itu?"
"Mengenai persoalan ini ada baiknya kalau kau tanyakkan sendiri kepada Hek lian
Jin dari perkumpulan kami" sahut Be Siau soh.
Selesai berkata, dia lantas menunjuk ke arah seorang kakek bertubuh tinggi besar
yang berdiri disampingnya.
Ketika Bwe Leng soat mendongakkan kepalanya, maka tampaklah kakek tersebut tak
lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang berhasil melarikan diri dari
kota ular beracun, tak heran kalau racun yang digunakan olehnya begitu lihay.
Namun si Tabib pertapa dari bukit Sin san tidak puas sampai disitu saja ia
lantas berseru: "Aku ingin tahu, mengapa racun yang kau lepaskan terhadap kami, bisa lolos dari
pemeriksaan lohu" Apa yang sebenarnya telah kau lakukan..." Tolong berilah
keterangan" Thian tok tay ong memandang lekat lekat musuhnya, setelah itu dia berkata:
"Lohu sama sekali tidak melemparkan racun tersebut dalam sayur maupun dalam arak
yang dihidangkan" "Lantas mengapa kau bisa menyebabkan semua orang menjadi keracunan hebat..."
"Tak ada salahnya bila kuberitahukan hal ini sekarang, sesungguhnya hal ini
merupakan salah satu rencana yang telah kami susun secara baik. Sewaktu aku
mendapat tahu akan kehadiranmu dalam pertemuan ini segera kusadari bahwa meracun
sayur dan arak sama sekali tak ada gunanya, sebab toh akhirnya tak akan
terhindar dari pemeriksaanmu yang seksama, oleh karena itu di saat yang terakhir
aku telah merubah rencana semula, yakni kuberikan racun tadi di dalam dasar
mangkuk tempat hidangan yang manis manis, sementara diatasnya diberi benda yang
tidak gampang meleleh bila bertemu dengan panas. Ketika kau melakukan
pemeriksaan tadi, racun tersebut belum lagi melumer, menanti kau menyelesaikan
pemeriksaanmu racun itu baru melumer dan menyerap kedalam hidangan, itu pula
sebabnya kalian semua menjadi keracunan hebat. Nah, penjelasanku ini cukup
memuaskan kalian semua bukan?"
Setelah mendengar perkataan itu, si Tabib pertapa dari bukit Sin san baru
menghela napas sedih, katanya:
"Cara kerja serta tindakanmu benar benar hebat, keji dan cerdik, bagaimanapun
juga lohu merasa kagum sekali, cuma... kalau suruh aku menyerah kalah, jangan
bermimpi disiang hari bolong..."
Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar suara parau lainnya berseru
memuji: "Lu tayhiap, kau memang tak malu kalau disebut sebagai seorang lelaki sejati!"
Ucapan mana bukan berasal dari barak sebelah barat.
Dengan suara lantang Be Siau soh segera membentak keras:
"Siapa disitu?"
"Omintohud, lolap adalah anggota dari agama Buddha"
Jelas jawaban tersebut berasal dari seorang pendeta.
Betul juga, dari mulut lembah Jit hwe kok sebelah depan sana, tiba tiba muncul
seorang pendeta dan seorang nikou yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan
luar biasa. Kepandaian silat yang dimiliki kedua orang pendeta itu betul betul luar biasa
sekali, dalam waktu singkat mereka telah tiba ditengah lapangan yang memisahkan
barak sebelah barat dengan barak sebelah timur.
Thian yan siansu dan Thian ci siansu dari partai Siau lim segera mengenali siapa
gerangan kedua orang ini, dengan wajah berseri karena kegirangan mereka segera
berseru: "Oooh... rupanya Ih lwe seng telah datang, kami benar benar akan tertolong..."
Thian hiang siancu Bwe Leng soat buru buru maju pula ke depan menyambut
kedatangan gurunya berdua, malahan dia segera melaporkan kalau para jago telah
keracunan hebat semuanya.
Leng mong sin ceng segera bertanya:
"Ke mana perginya muridku Ong It sin?"
Dengan ilmu menyampaikan suara Bwe Leng soat berbisik:
"Dia sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola ini es Peng pok ciu,
tak lama kemudian dia pasti telah kembali kemari"
Leng mong sin ceng tampak agak terperanjat, serunya dengan cepat:
"Apakah Ciok yong li sin juga telah menggabungkan diri dengan perkumpulan Ki
thian kau?" "Yaa, benar, kami telah mendapatkan laporan yang bisa dipercaya, konon orang itu
sedang bertugas pula didalam perkumpulan Ki thian kau"
"Sin ni" kata Leng mong sin ceng kemudian, "tampaknya kita harus mengalami
dahulu pertarungan ini sebelum bisa terbang kembali kelangit..."
"Kalau memang begitu apa lagi yang kau tunggu" Too heng boleh segera menolong
mereka yang terluka, biar pin ni yang menghadapi Ki thian kaucu tersebut"
Begitu selesai berkata, dia lantas melayang naik keatas panggung lui tay.
Sementara itu, sejak mengetahui akan kehadiran Ih lwe ji seng (sepasang malaikat
dari jagad) Be Siau soh meloloskan pedang Hu si ku kiam miliknya untuk bersiap
siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Terdengar Biau si sinni berkata:
"Be kaucu, gara gara ambisimu untuk menguasahi seluruh dunia persilatan dan
memerintah jagad kau telah melakukan tindakan yang keji dan busuk terhadap umat
persilatan, apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu amat keterlaluan"
Apakah kau tidak menyesal terhadap para jago yang ada didunia ini?"
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan
"Apalagi jika sesuatu yang diusahakan dengan kelicikan dan kebusukan sekalipun
kau berhasil menguasahi seluruh jagad apakah hal itu bisa berlangsung dengan
langgeng?" Dengan Be Siau soh menjawab:
"Ucapan yang tak sedap didengar itu hanya cocok kalau dikatakan kepada seorang
bocah yang baru berumur tiga tahun, bila ada orang menganggap aku telah
menggunakan siasat busuk untuk menguasahi jagad, dia toh boleh saja menggunakan
siasat busuk pula untuk menghadapi diriku."
Oleh ucapan tersebut, Biau si sinni menjadi terbungkam dan tak bisa berkata apa
apa lagi, selang sejenak kemudian pendeta itu baru berbisik:
"Omintohud, kalau toh sicu bersikeras hendak mengandalkan kepandaian silat dan
siasat licik untuk menaklukkan seluruh kolong langit, terpaksa sinni juga harus
meminta petunjuk ilmu silatmu"
Be Siau soh segera berkerut kening, hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti
seluruh wajahnya, dia membentak keras:
"Memangnya kau anggap aku takut kepadamu?"
Pergelangan tangannya segera digetarkan, dengan jurus Kay thian pit tee (membuka
langit menutup bumi) dia maju ke depan dengan suatu gerakan yang cekatan,
kemudian selapis cahaya pedang yang tajam dan tebal secepat kilat menyambar ke
depan menusuk ke ulu hati pendeta perempuan tersebut...
Dengan cekatan Biau si sinni berkelit ke samping untuk menghindarkan diri dari
ancaman tersebut, kemudian katanya:
"Sicu, kau benar benar berangasan..."
Mendengar peringatan itu, Be Siau soh segera sadar kembali akan kesalahannya,
dia lantas berpikir: "Betul, menghadapi jago lihay seperti ini aku memang tak boleh berbuat terlampau
berangasan..." Berpikir sampai disitu, dengan cepat dia memusatkan seluruh perhatiannya menjadi
satu, menyusul kemudian jurus kedua Sian kan coan kun (memutar balikkan jagad)
dilancarkan. Seketika itu juga, tampak cahaya panca warna memancar ke empat penjuru dan
menyelimuti angkasa. Kelihayannya benar benar menggetarkan hati siapapun juga yang menyaksikannya.
OodeoO Biau si sinni merasa terkesiap juga menghadapi ancaman musuhnya yang amat
dahsyat itu, pikirnya kemudian:
"Rupanya dia telah berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sin kang yang maha dahsyat
itu, tak heran kalau ambisinya untuk menguasahi seluruh jagad begitu besar"
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa, nikou tua itu segera meloloskan pedang
Liu ing kiam miliknya. Dengan enteng dia maju ke depan, merendahkan tubuhnya dan melancarkan sebuah
babatan, kemudian tangan kirinya didorong ke depan dengan jurus Hwe long tiap
(gulungan ombak bersusun) untuk membentuk satu lingkaran busur, diiringi
desingan angin tajam yang memekikkan telinga, serangan tersebut segera
dilontarkan ke depan secara bertubi tubi.
Be Siau soh melototkan sepasang matanya besar besar, dengan marah dia membentak
keras: "Nikou tua bangsat... kau sendiripun tidak terhitung seorang pendeta yang penuh
welas asih!" Ditengah pembicaraan itu, dia telah melancarkan serangan dengan jurus yang
ketiga dan jurus keempat.
Sementara itu Bwe Leng soat yang menonton jalannya pertarungan itu dari tepi
arena, dapat melihat bahwa tenaga dalam yang dimiliki Be Siau soh memang jauh
lebih tangguh beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan kemampuan dari
Sangkoan Bu cing. Tapi dia sama sekali tidak menguatirkan keselamatan gurunya sebab dia tahu bahwa
gurunya telah berhasil melatih diri hingga mencapai taraf tubuh Kim kong yang
kebal terhadap pelbagai senjata, bahkan kalau dibandingkan dengan kemampuan yang
dimilikinya sekarang masih jauh lebih hebat beberapa tingkat...
Didalam anggapannya, sekalipun belum tentu bisa meraih kemenangan, paling tidak
juga tak akan menderita kekalahan.
Tapi, ketika keseratus delapan jurus yang digunakan Biau si sinni untuk
melancarkan serangan telah habis digunakan ternyata Be Siau soh belum juga kena
dirobohkan. Lama kelamaan kehebatan pendeta perempuan itu makin merosot dan tak bisa seperti
tadi lagi. Keadaan tersebut bukan saja ditemukan olehnya, bahkan para jago yang berkumpul
disana maupun pihak musuhpun merasakan ada sesuatu yang tak beres dalam arena
pertarungan itu. Tanpa terasa, Thian hiang siancu Bwe Leng soat menjadi gugup bercampur panik
kepada Leng mong sin ceng segera serunya
"Su pek, apakah siluman perempuan itu bisa menggunakan ilmu sesat?"
Sementara itu Leng mong sinceng telah membagikan obat penawar racun kepada semua
jago yang keracunan, mendengar pertanyaan itu, segera sahutnya dengan cepat.
"Nona keliru besar bila beranggapan demikian, Be Siau soh sama sekali tidak
pandai menggunakan ilmu sesat..."
"Kalau begitu, pastilah suhu sudah lanjut usia sehingga daya tahannya makin
merosot..." "Juga bukan lantaran persoalan itu, bagi seseorang yang telah mencapai tingkatan
tubuh Kim kong, hawa murninya bisa keluar tanpa henti hentinya, atau dengan
perkataan lain, kekuatan tersebut bisa dipakai tanpa suatu pembatasan"
"Kalau memang begitu, aku menjadi semakin tidak habis mengerti lagi..."
"Persoalannya adalah terletak pada pedang Hu si ku kiam yang dipakai oleh Be
Siau soh itu" "Apakah pedang itu mempunyai kekuatan yang luar biasa?"
"Bukan begitu saja, bahkan pedang Hu si ku kiam itupun dapat mengeluarkan tenaga
magnit yang bisa digunakan untuk mengendalikan gerakan pedang musuhnya,
bagaimanapun lihaynya tenaga dalam seseorang bila sudah berhadapan dengan
senjata itu, maka kepandaian tersebut seolah olah menjadi kehilangan
kemampuannya menguasahi lawan, masih untung saja dia tidak mempelajari ilmu
pedang Sang yang kiam hoat, kalau tidak, keadaannya pasti akan bertambah berabe"
"Mengapa?" Leng mong sinceng mengalihkan sorot matanya keatas panggung Liu tay, tak sempat
memberi penjelasan lagi, dia mengebaskan ujung jubahnya dan tahu tahu sudah
melompat naik keatas panggung Lui tay sambil serunya dengan lantang:
"Sinni, kau boleh beristirahat dulu, biar lolap yang mencoba sampai dimanakah
kehebatan dari ilmu pedang Be kaucu"
Menggunakan kesempatan itu, Biau si sinni segera melompat mundur dari arena
pertarungan, sahutnya:
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"To heng, kau harus berhati hati terhadap kekuatan sakti yang terpancar keluar
dari senjata Hu si ku kiam tersebut, hampir saja sinni terkecoh oleh kehebatan
itu" "Soal ini lolap sudah tahu, tapi hanya muridku seorang yang dapat mematahkan
kekuatan tersebut" Ucapan ini seketika itu juga membuat Bwe Leng soat menjadi bingung dan tidak
habis mengerti. Tapi Biau si sinni seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia berbisik:
"Omitohud!" Be Siau soh sendiripun dibuat tidak habis mengerti, diam diam pikirnya:
"Hwesio tua ini lagi mengaco belo tak karuan, mana mungkin si murid dapat
mematahkan seranganku sebaliknya gurunya malah tak mampu, yaa, pasti ia lagi
mengigau" Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa senang, katanya:
"Wahai hwesio gede, kedengarannya kau mempunyai kepandaian yang sangat hebat,
aku harap kau jangan seperti nikou tua tersebut, begitu tak becus dan tak mampu
apa apa" Selesai berkata secara beruntun dia melancarkan tiga buah bacokan berantai.
Namun Leng mong sinceng menghadapinya secara gesit dan lincah, bukan saja
melayaninya dengan tangan kosong belaka, bahkan selalu menghindarkan diri dari
ancaman langsung. Sekalipun demikian, keadaannya malah jauh lebih baikan.
Cuma saja, pertarungan yang lebih mengandalkan pertahanan daripada serangan ini
benar benar merugikan tenaganya.
Dua kali gebrakan kemudian, gerak gerik hwesio tua itu sudah tidak selincah dan
segesit permulaan tadi lagi.
Menyaksikan keadaan tersebut, semua jago yang ada ditempat itu menjadi kebat
kebit tak karuan, rata rata mereka menunjukkan perasaan cemas dan bercampur
kuatir. Sebab seandainya Ih lwe ji seng sampai tak mampu untuk menghadapi kehebatan
lawan, maka akibatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata kata.
Berbeda dengan para anggota Ki thian kau mereka menjadi kegirangan setengah
mati, malah sorak sorai yang gegap gempita mulai berkumandang memecahkan
keheningan. Seketika itu juga Be Siau soh merasa bangganya bukan kepalang, sambil tertawa
cekikikan katanya: "Wahai hwesio tua, kenapa kau tidak melakukan serangan balasan" Apakah kaupun
merasa sayang untuk membunuh seorang gadis cantik seperti diriku ini?"
"Perkataan apa itu?"
"Omintohud" seru Leng mong sinceng kemudian, "bagaimanapun juga kau adalah
seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, mengapa mulutmu begitu kotor dan tak
tahu sopan santun?" Be Siau soh segera tertawa cekikikan.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku sih tidak terbiasa untuk berbicara secara
sopan santun, dihadapan murid berlagak sok serius dan suci, padahal... apa yang
sedang dipikirkan dalam hati, siapa tahu" Daripada sok berlagak serius, kan
lebih baik berterus terang apa adanya..."
Belum habis dia berkata, semua orang anggota Ki thian kau yang berada disekitar
sana telah bersorak sorai dengan gegap gempita.
Sementara Ki thian kaucu Be Siau soh berlagak dengan angkuhnya diatas panggung,
mendadak dari luar lembah Jit hwee kok berkumandang datang suara pekikan yang
amat nyaring. Begitu mendengar suara pekikan tersebut, hwesio tua itu segera merasakan hatinya
menjadi lega. "Li sicu" katanya kemudian, "apakah kau tidak merasa perkataanmu itu diutarakan
kelewat awal?" Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Ih lwe ji seng tak lebih hanya begitu saja,
mulai sekarang pun kaucu sudah sepantasnya kalau disebut sebagai manusia nomor
wahid dikolong langit..."
"Hmmm, ucapan seekor katak dalam dasar sumur..." mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara ejekan yang sinis.
Dengan terperanjat Be Siau soh berpaling ke belakang...
Entah sejak kapan diatas panggung telah bertambah dengan seorang pemuda tampan
yang berbaju biru. Pemuda itu sama sekali tidak menggubrisnya, kepada Leng mong sinceng ia memberi
hormat seraya berseru: "Tecu menjumpai suhu!"
"Apakah tugasmu telah kau laksanakan dengan baik?" tanya Leng mong sin ceng
kemudian. Mula mula pemuda itu agak tertegun, namun ketika sorot matanya saling bertemu
dengan Bwe Leng soat, dia baru mengerti apa yang ditanyakan gurunya, buru buru
dia menyahut: "Walaupun mengalami banyak rintangan untung saja semuanya dapat berhasil dengan
sukses" "Bagus sekali, sekarang kau boleh menggunakan ilmu pedang Sang yang kiam hoat
untuk bertarung dengannya"
Begitu selesai berkata dia lantas melayang turun lebih dahulu dari atas
panggung. Sementara itu, Be Siau soh telah memperhatikan diri Ong It sin dari atas sampai
ke bawah, dia merasa perawakan tubuhnya masih tegap seperti sedia kala, nada
suaranya juga tak berubah, satu satunya yang berubah hanya raut wajahnya.
Pada hakekatnya dia tak bisa dibilang seorang lelaki tampan yang belum pernah
dijumpainya selama ini. Yang lebih hebat lagi adalah sikap maupun cara kerjanya, dari seorang yang bego
kini telah berubah menjadi pintar sekali.
Sementara dia masih tertegun dan termangu...
Ong It sin telah merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah topeng kulit
manusia, kemudian dikenakan diatas wajahnya, dengan cepat dia berubah kembali
menjadi seorang manusia bertampang jelek sekali, bermulut seperti babi, hidung
pesek, mata melotot, tulang kening menonjol, betul betul jeleknya bukan
kepalang. Tapi tak lama kemudian dia telah melepaskan topeng kulit manusia itu dan pulih
kembali kedalam wajah yang sebenarnya.
Bila dibandingkan kedua hal tersebut, maka antara tampang yang jelek dan tampang
yang bagus seakan akan terpisah oleh suatu selisih jarak yang besar sekali.
Makin dilihat Be Siau soh merasa makin senang, akhirnya berseru dengan manja:
"Adik Sin, rupanya waktu itu kau mengenakan topeng kulit manusia, kau benar
benar menipuku habis habisan"
"Ayahku yang mengenakan topeng tersebut diatas wajahku, jangankan kau, aku
sendiripun tidak tahu!"
"Yaa, kalau kuketahui sedari dulu, tentu keadaannya akan jauh lebih baik lagi"
seru Be Siau soh cepat cepat.
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Ong It sin segera menyingkir dengan sinis:
"Tapi tentunya tak akan berubah ambisimu untuk menguasahi seluruh jagad bukan?"
Be Siau soh mengerling sekejap kearahnya lalu menjawab:
"Tampaknya kau seperti amat memahami gerak gerikku?"
"Buat apa musti dibicarakan lagi?"
"Sekarang aku telah berhasil meraih suatu keuntungan kecil yakni mendirikan
perkumpulan Ki thian kau, bersediakah kau bersikap seperti dulu lagi dan
membantu usahaku sepenuh hati?"
Mendengar perkataan tersebut, Ong It sin segera tertawa:
Melihat itu, dengan kening berkerut Be Siau soh berseru manja:
"Apakah kau tidak bersedia?"
"Aku mah tidak mempunyai kepandaian sehebat itu" jawab Ong It sin hambar,
"selain itu tujuan perkumpulan kalian..."
"Tujuan dari perkumpulan kami adalah menguasahi seluruh dunia persilatan dan
menghindar segala macam pertikaian yang tidak diperlukan, apakah tujuan itu
tidak betul?" "Lebih baik jangan berbicara seenaknya sendiri, ucapan saja manis ingin
menghindari pertikaian yang tak ada gunanya padahal perbuatanmu busuk melakukan
kebrutalan dan kemesuman dimana mana, kalau orang lain suka kedamaian maka kau
lebih suka melumuri dunia persilatan dengan darah segar... hmmm, bila tujuan
dari perkumpulan kalian adalah berbuat demikian, aku yang pertama tama tak akan
berpeluk tangan belaka membiarkan kau bertindak semena mena..."
Diam diam Be Siau soh merasa terkejut sekali, pikirnya:
"Tajam sekali perkataan dari orang ini, tampaknya dia tak bisa dihadapi lagi
dengan gampang seperti dahulu!"
Biji matanya segera diputar, senyuman yang menghiasi bibirnya juga tetap seperti
sedia kala ujarnya kemudian:
"Aku selamanya berbicara cita luhur dan ingin banyak melakukan kebajikan bagi
umat persilatan, bila kau beranggapan bahwa cita cita serta tujuan dari
perkumpulanku ini kurang baik, aku pasti akan menuruti usulmu dan melakukan
perombakan besar besaran"
"Hmmm... ucapanmu lain dimulut lain dihati, kau anggap aku akan mempercayai
perkataanmu itu dengan begitu saja?"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Lagipula sekalipun aku mengusulkan suatu perombakan, toh belum tentu kau akan
menurutinya!" "Aaah, belum tentu," seru Be Siau soh cepat cepat.
Dengan wajah serius Ong It sin segera berseru.
"Sekarang usulku yang pertama adalah membubarkan perkumpulan Ki thian kau..."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, serentak pula jago lihay dari perkumpulan Ki
thian kau berteriak teriak keras, suasana menjadi amat gaduh sekali.
Terdengar teriakan teriakan masih saja berkumandang:
"Bocah keparat itu betul betul lagi mengigau disiang hari bolong, kaucu bunuh
saja bangsat itu, dia selalu memusuhi perkumpulan kita... jagal saja sampai
mampus..." Dengan cepat Be Siau soh mengangkat tangannya untuk menenangkan kembali para
jagonya, setelah itu dia baru berkata kepada Ong It sin!
"Adik Sin, usulmu itu betul betul menyusahkan aku, dan lagi tak mungkin bisa
kupenuhi" Ong It sin berpikir sebentar, kemudian dia berkata lebih jauh:
"Kalau toh anak buahmu sudah terperosok sedalam itu, kejahatan mereka tak
mungkin bisa diampuni lagi, sedang kaupun tak usah mengorbankan diri demi
mereka, lebih baik lepaskan saja jabatanmu sebagai kaucu, kemudian biar aku yang
menghadapi mereka, dengan demikian, kau toh tak usah merasa serba salah
dibuatnya?" Ucapan ini betul betul lihay sekali.
Bagaimanapun liciknya Be Siau soh, dalam keadaan demikian, semua kelicikan
tersebut tak mampu dia gunakan, akhirnya wajah yang sebenarnya pun ditampilkan.
Dengan wajah sedingin es dia berkata:
"Sungguh tak disangka dalam tiga tahun yang teramat singkat, bukan cuma orangnya
saja yang telah berubah, hatipun turut berubah, kalau toh kau begitu tak
berperasaan jangan salahkan kalau akupun tak akan mengasihi dirimu pula"
"Kaucu, apa yang ingin kau lakukan?"
"Aaa... kekasihku, sungguh tak disangka kita harus berjumpa diujung senjata"
kata Be Siau soh sambil menghela napas panjang.
"Maksudmu kau menantang aku untuk berduel diujung senjata?" kata Ong It sin
menegaskan. "Kecuali jalan ini, apakah masih ada jalan lain yang bisa ditempuh lagi...?"
Sesudah berhenti sejenak, diapun berkata lebih lanjut:
"Begini saja, bila kau berhasil menangkan aku, maka aku bersedia untuk
meluluskan permintaanmu dan ikut bersamamu..."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, dua orang gadis Bwe yang berada dibawah
panggung menjadi amat gelisah, pikir mereka hampir berbareng:
"Andaikata engkoh Sin benar benar sampai membawa serta perempuan siluman itu
untuk hidup bersama, bagaimana dengan penghidupan kami selanjutnya...?"
Sementara itu Ong It sin telah melayang naik ke atas panggung sambil berseru:
"Andaikata aku yang kalah?"
Be Siau soh segera tertawa terkekeh kekeh
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau sampai begitu, terpaksa aku akan
menjadikan dirimu sebagai budak dalam kamar tidurku"
Berbicara pulang pergi, tampaknya perempuan jalang itu berusaha untuk menempeli
sang pemuda. Bwe Yau menjadi mendongkolnya setengah mati, dia segera menyumpah dengan lirih:
"Betul betul perempuan sialan yang tak tahu malu!"
"Tak usah gelisah dulu" hibur Bwe Leng soat cepat cepat, "Engkoh Sin toh belum
tentu akan membiarkan dirinya dibelenggu oleh perempuan jahanam tersebut"
"Kalau memang begitu, kenapa dia tak mau menolak saja syarat tersebut tegas
tegas?" "Sebab keadaan yang sedang kita hadapi sekarang amat gawat" sahut Bwe Leng soat
dengan suara dalam, "bila perempuan itu didesak kelewat batas, hal mana justru
akan merugikan posisi kita"
Sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang itu sudah terlibat dalam
suatu pertarungan yang sengit.
Walaupun ilmu Hu si ku kiam yang dimiliki Be Siau soh sangat lihay dengan
kekuatan yang luar biasa, oleh karena semua orang telah menyaksikan
kehebatannya, maka kelihayan mana tidak sampai mendatangkan rasa cengang lagi
dalam hati mereka. Lain halnya dengan penampilan ilmu pedang Sang yang kiam hoat yang ditunjukkan
Ong It sin, dimana bukan cuma aliran gerakannya yang lain daripada yang lain, di
balik tipuan ternyata terselip pula tipuan lain, begitu dipergunakan, kontan
saja semua orang menjadi ternganga dibuatnya.
Tampak cahaya tajam yang memancarkan panca warna bergumul dan saling menindih
dengan bunga bunga pedang berwarna emas.
Yang seorang merupakan kaucu dari perkumpulan Ki thian kau yang terhitung
pentolan gembong iblis dari kaum sesat.
Sebaliknya yang lain adalah ahli waris dari Ji seng dan merupakan bintang tenar
bagi dunia persilatan. Dalam waktu singkat, hawa pedang yang terpancar keluar dari arena pertarungan
itu membuat para jago yang berada puluhan kaki jauhnya dari sanapun turut
merasakan kedinginn. Diantara pancaran cahaya dingin yang menggidikkan hati itu, diam diam semua
orang bergidik juga dibuatnya.
Pertarungan ini benar benar merupakan pertarungan yang mengerikan hati.
Makin bertarung Be Siau soh merasakan hatinya semakin terkesiap, dia benar benar
tidak menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki lawannya begitu lihay dan
hebat. Ia telah merasakan daya kekuatan yang terpancar keluar dari ujung pedang lawan
makin lama semakin kuat, bila dibandingkan dengan pertarungannya melawan Biau si
sinni atau Leng mong sinceng, maka hal tersebut boleh dibilang selisih jauh
sekali. Jika menghadapi dua orang malaikat tadi maka semakin bertarung kekuatan musuhnya
makin lemah, seakan akan mereka terpengaruh oleh tekanan kekuatan yang terpancar
keluar dari Hu si ku kiam sehingga sama sekali tak mampu berkutik, maka dalam
menghadapi pemuda ini, bukan saja kekuatan lawannya makin meningkat, bahkan
seakan akan sama sekali tidak terpengaruh oleh kekuatan yang terpancar dari
pedang mestikanya itu. Terutama sekali adalah jurus jurus serangan yang digunakan Ong It sin hampir
semuanya merupakan jurus jurus tangguh yang dapat mendahului gerakannya, malahan
menyudutkan posisinya hingga tak mampu berkutik secara bebas.
Ih lwe ji seng dan Ay sian sekalian terhitung jago jago persilatan yang berilmu
tinggi, dengan ketajaman mata mereka yang melebihi orang lain, dengan cepat
mereka dapat memahami apa yang telah terjadi.
Tampak cahaya emas yang terpancar keluar dari ujung pedang Giok bin sin liong
Ong It sin sedemikian tajamnya sehingga amat menyilaukan mata, ibarat naga sakti
yang terbang di angkasa dengan perkasa, hampir seluruh arena telah dipenuhi oleh
cahaya pedang tersebut. Tampaknya ilmu pedang Sang yang kiam hoat telah memperlihatkan kemampuannya
untuk mematahkan kelihayan lawannya yang menyerang dengan pedang mestika Hu si
ku kiam tersebut. Berada dalam keadaan seperti ini, rasanya sulit bagi Be Siau soh bila ingin
menolong kembali posisinya yang terdesak itu menjadi lebih baikan lagi...
Menyaksikan kejadian itu, semua orang segera menunjukkan wajah yang berseri
karena girang. Tempik sorak yang gegap gempita berkumandang memenuhi angkasa, keadaannya
menjadi gaduh sekali. Be Siau soh tertawa dingin tiada hentinya sementara perasaan waswas telah timbul
dalam hatinya, diam diam dia berpikir:
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin hal ini disebabkan pengaruh dari ilmu pedang Sang yang kiam hoat yang
maha dahsyat itu... aaai, bodohku sendiri mengapa buku mestika itu tidak
sekalian kubawa kabur" Sekarang hal itu justru mendatangkan bibit bencana bagiku
sendiri..." Karena pikirannya bercabang tanpa terasa permainan pedangnya pun turut
mengendor. Tiba tiba Ong It sin membentak keras:
"Kena!" Serentetan cahaya tajam yang berkilauan segera menyambar kedepan dan mengancam
tujuh buah jalan darah penting didada lawan
Menghadapi ancaman itu, Be Siau soh menjadi terkesiap dan ketakutan setengah
mati. Dia tahu bagaimanapun juga sulit baginya untuk meloloskan diri dari ancaman
pedang lawan. Dalam kritisnya, tiba tiba muncul selintas ingatan didalam benaknya, mendadak
dia membusungkan dadanya sambil berseru dengan suara sedih,
"Kekasihku, bunuhlah aku, bagaimanapun juga kau toh sudah mendapatkan yang baru
dan melupakan yang lama"
Berada dalam keadaan seperti ini, Giok bin sin liong Ong It sin menjadi tak tega
untuk melanjutkan serangannya, tanpa terasa dia menghela napas panjang seraya
berkata: "Aku tidak tega untuk melukai dirimu, Siau soh kau harus memenuhi janjimu
sendiri, lepaskanlah ambisimu untuk menguasahi seluruh dunia persilatan"
Sambil menggetarkan pergelangan tangannya, pedang Kim liong kiamnya segera
ditarik kembali, setelah itu dia mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak,
suaranya keras menggetarkan seluruh lembah.
Melihat masa kritis telah lewat, tiba tiba timbul niat jahat dalam hati Be Siau
soh sambil diam diam menyiapkan segenggam jarum beracun ekor lebah dia pura pura
berteriak kaget: "Adik Sin hati hati menghadapi serangan senjata rahasia yang datang dari arah
belakang..." Sembari berseru, pergelangan tangannya segera diayunkan kedepan dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat. Segulung cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat menyambar kedepan dan
tepat menghantam wajahnya.
Menyaksikan serangannya berhasil menghajar musuhnya secara telak, dengan amat
bangga Be Siau soh tertawa dingin tiada hentinya.
Tampak Ong It sin menggigit bibirnya kencang kencang dan tak sanggup tertawa
lagi. Be Siau soh segera berkata:
"Nah kekasihku, bagaimanapun juga pengalamanmu memang kurang matang, sekarang
tubuhmu sudah terkena jarum beracun Hong wi tok ciam milikku, apalagi tempat
yang terkena serangan adalah diatas ketujuh lubang inderamu, dalam tiga jam
mendatang kau bakal mati secara mengenaskan disini, cuma... heeehh... heeehhh...
aku mah tak ingin menghukum mati dirimu, boleh saja kuberikan obat penawarnya
kepadamu..." Ong It sin tidak berbicara maupun berkutik, seolah olah saking kagetnya sampai
untuk berbicarapun dia sudah tak mampu lagi.
Sekali lagi Be Siau soh tertawa dingin, katanya.
"Kekasihku, bila kau menginginkan obat penawar tersebut, maka kau harus menyerah
kepadaku..." Dia tahu Ong It sin adalah seorang lelaki sejati yang tak pernah mencla mencle
dalam setiap perkataannya, bila ia telah meluluskan permintaannya untuk
menyerah, sampai matipun janji tersebut tak akan diingkari.
Ong It sin segera meludah keatas tanah, setelah itu baru ujarnya:
"Perempuan siluman, kau betul betul berjiwa sosial, ternyata masih bersedia
untuk memberi obat penawar kepadaku..."
Sementara itu suasana dibawah panggung sana menjadi sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, semua orang merasakan peluh dingin telah membasahi telapak
tangannya, terutama sekali dua orang gadis she Bwe, saking gelisahnya mereka
menjadi gugup sekali. Terdengar Be Siau soh berkata:
"Kekasihku, dulu ketika kau masih berwajah jelekpun aku pernah beberapa kali
bermesrahan kepadamu, apalagi saat ini kau sudah menjadi begini bagus tampan dan
gagah, mana aku tega untuk membunuhmu" Tapi kau jangan keburu senang, sebab
perkataanku belum selesai kuucapkan!"
Paras muka Ong It sin sama sekali tidak berubah, dengan suara dingin dia
berkata: "Apa saja syaratmu itu, cepat kau katakan!"
Be Siau soh tertawa ringan katanya:
"Sungguh suatu jawaban yang berterus terang, baik, akupun tak akan berusaha
untuk memutar kayun lagi, kekasihku, cepat kau serahkan kitab pusaka ilmu pedang
Sang yang kiam hoat tersebut kepadaku"
"Kau tidak memberikan obat penawar tersebut kepadaku, mana mungkin aku akan
mengatakannya?" Paras muka Be Siau soh agak berubah tapi dengan cepat tak menjadi tenang
kembali, katanya kemudian:
"Aaah, aku telah melupakan hal itu, nah ambillah!"
Sambil berkata dia lantas melemparkan sebutir pil berwarna hijau ke depan.
Dengan cepat Ong It sin menerimanya dan dimasukkan ke dalam mulut, setelah itu
dia berkata: "Sekarang racun itu sudah punah, maka akupun akan berterus terang memberi
tahukan kepadamu, kitab pusaka ilmu pedang Sang yang kiam hoat tersebut telah
kubakar sampai habis"
Mendengar perkataan itu, Be Siau soh menjadi kecewa sekali, tapi dengan cepat
sekulum senyuman licik menghiasi ujung bibirnya, dia berkata dengan cepat:
"Aku telah menduga kalau kau akan berbuat demikian, maka pil pemunah yang
kuberikan kepadamu tadi pun bukan obat penawar yang sebenarnya, obat tersebut
tadi tak lebih hanya suatu obat yang bisa mencegah menjalarnya racun itu selama
satu jam" Ong It sin segera menarik wajahnya, lalu berkata dengan sedih:
"Siau soh, kalau toh kemenangan sudah berada dipihakmu, paling tidak kau harus
teringat kalau aku telah mengampuni selembar jiwamu tadi, serahkanlah obat
penawar yang sebenarnya kepadaku, kemudian persoalan selanjutnya baru kita
bicarakan lagi" Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak setelah mendengar perkataan itu,
katanya: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku mah tak akan bertindak sebodoh itu,
kesempatan baik tak boleh disia siakan dengan begitu saja, apalagi kesempatan
semacam itu belum tentu akan terulang kembali, hari ini asal aku berhasil
menguasahi dirimu, berarti dunia persilatan sudah berada ditanganku!"
"Jadi kalau begitu, kecuali kau suruh aku menyerahkan diri, maka obat penawar
itu tak akan kau berikan kepadaku?"
"Benar!" "Apakah kau juga tak akan mengingat ingat hubungan kita dimasa yang lalu?"
"Benar!" "Dengan berbuat demikian, apakah kau tidak merasa menyesal atau sedih...?"
Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau tidak kejam bukan perempuan namanya, kau
anggap aku benar benar masih menaruh perhatian kepadamu" Padahal asal dunia
persilatan sudah terjatuh ke tanganku, mau mencari berapa banyak lelaki tampan
pun tidak susah..." Ketika ucapannya sampai disitu, mendadak Ong It sin membentak keras:
"Perempuan siluman kau tertipu mentah mentah, kau anggap aku benar benar sudah
terkena racun dari jarum ekor lebahmu itu" Hmmm... tak usah bermimpi disiang
hari bolong, bila kau tidak percaya, silahkan memeriksa sendiri keatas panggung
diantara ludah yang kuludahkan keluar tadi, jarum jarum beracun tersebut berada
diantaranya..." Paras muka Be Siau soh sama sekali tidak berubah sambil tertawa dingin ia
berkata: "Kau jangan berharap hendak memancing aku untuk membungkukkan badan lalu secara
tiba tiba melancarkan serangan, siasat semacam itu sudah tak ada artinya lagi
bagiku bila ucapanmu itu memang tak salah, kenapa kau tidak mengambilnya sendiri
untuk diperlihatkan kepadaku" Asal kau bisa membuktikannya sendiri kepadaku, aku
baru akan percaya!" Ong It sin segera naik keatas panggung dan mengambil sebatang jarum lembut
berwarna biru yang terjatuh diatas panggung baru saja digoyangkan dibawah cahaya
matahari, maka tampaklah cahaya tajam berkilauan memancar kemana mana...
Begitu dilihatnya benda memang benar benar merupakan jarum beracunnya, ia lantas
membentak keras sambil menubruk ke depan, tangan kirinya segera diayunkan ke
depan melepaskan segulung hujan yang menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba tiba Ong It sin menarik napas panjang panjang sambil melambung ketengah
udara, cahaya perak yang berkilauan itupun segera menyambar lewat dari bawah
kakinya Dengan telapak tangan disebelah kiri, pedang ditangan kanannya, sekali lagi Be
Siau soh melangsungkan suatu pertarungan yang amat sengit melawan Ong It sin.
Beberapa puluh gebrakan kemudian kembali ia terdesak dan terperosok dibawah
angin. Ong It sin segera mengembangkan permainan pedangnya semakin ketat, dia bermaksud
untuk mengurung musuhnya dibalik kabut pedangnya yang mengelilingi seluruh
arena. Siapa tahu, pada saat itulah Be Siau soh melompat ke samping arena, kemudian
bentaknya nyaring: "Tahan!!!" "Apa lagi yang hendak kau katakan?" tegur Ong It sin.
Prabarini 1 Pendekar Bodoh 1 Tongkat Dewa Badai Tujuh Pedang Tiga Ruyung 10
si ku kiam tersebut bukan terletak pada ketujuh jurus serangan itu, melainkan
pada dua macam daya kekuatan yang dimiliki senjata tersebut" ujar Seng hong
Tianglo, "sehingga dalam setiap pertarungan, pikiran maupun perasaan setiap jago
akan terpengaruh, sekalipun seseorang memiliki tenaga dalam yang jauh lebih
sempurna daripada si pemegang pedangmu, akhirnya juga akan dikalahkan"
"Tak heran Ay loko memiliki tenaga dalam sedemikian sempurnanya akhirnya kena
ditawan oleh Be Siau soh"
Tanpa terasa sepasang keningnya menjadi berkerut dan wajahnya menunjukkan
kemurungan. Dengan suara yang dalam kembali Seng hong Tianglo berkata:
"Sekarang aku telah memberitahukan kepadamu dimana letak kehebatan daripada
senjata itu, tapi kau belum memberitahukan kepadamu bagaimanakah nasib daripada
ilmu pedang Sang yang kiam hoat tersebut?"
"Siautit telah berhasil mempelajari isi kitab Sang yang kiam hoat tersebut" ujar
Ong It sin cepat cepat. Setelah mendapat perkataan itu, Seng hong Tianglo baru bisa menghembuskan napas
lega, katanya: "Omintohud, mungkin inilah kemauan takdir, tampaknya hanya kau seorang yang
dapat menyelamatkan dunia persilatan dari bencana pembunuhan ini..."
"Begitu seriuskah persoalan ini?"
"Tentu saja, tapi kau tak boleh mempergunakan ilmu pedang itu secara sembarangan
sehingga menimbulkan perasaan waswas pihak lawan, kalau tidak, bisa banyak
kerepotan yang bakal kau jumpai"
Dengan penuh rasa hormat Ong It sin menerima nasehat tersebut, katanya kemudian
dengan suara dalam: "Siautit sudah tahu"
Mendadak Seng hong Tianglo seperti teringat akan suatu persoalan, segera
tanyanya: "Hiantit, apakah kau pernah bertemu dengan kedua orang murid murtadku itu?"
Setelah berhenti sejenak, dia menjelaskan lebih jauh:
"Maksudku Lau Hui dan Bwe Yau yang tempo hari kuutus untuk menyampaikan kotak
kemala kepadamu itu"
Jelas dia masih belum memperolah kabar berita tentang kedua orang muridnya ini
"Adik Yau dan siautit pernah berkunjung di rumahnya Yu liong Kang Tang liu..."
"Oooh, kalau begitu lolap menjadi agak lega"
Tapi tiba tiba serunya lagi!
"Kau belum menerangkan tentang diri Lau Hui?"
Terpaksa Ong It sin harus mengakui dengan sejujurnya bagaimana Lau Hui sudah
terpikat oleh si Janda cabul, bukan saja telah takluk kepada perkumpulan Ki
thian kau, bahkan telah menjual adik seperguruannya sendiri, Bwe yau untuk
dijodohkan secara paksa kepada Sangkoan Bu cing
Kemudian bagaimana oleh si Pek tok bi kui gadis dikirim ke kota ular berbisa
untuk dihadiahkan kepada Thian tok Tay ong...
Mendengar kisah tersebut, Seng hong Tianglo segera berkata:
"Dalam dunia persilatan memang tersiar kabar tentang hancurnya kota ular berbisa
tapi tak ada yang tahu apa sebabnya, tak bisa disangkal lagi, pasti hiantit lah
yang mengobrak abrik sarang mereka, bukankah demikian?"
"Aku dan Bwe Leng soat lah yang menyusul kesana. Bila adik Yau mengetahui kau
orang tua juga telah sampai di kota Si ciu ini, entah bagaimana girangnya dia"
Apakah perlu kuundang dia datang kemari?"
"Tak usah, hiantit" cegah Seng hong tianglo sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali. Sementara itu, Kim liong lojin telah bertanya dengan suara dalam.
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan beberapa waktu berselang,
konon Say siu hud sim juga kena ditawan oleh pihak perkumpulan Ki thian kau,
apakah benar berita ini?"
"Benar, tapi boanpwe telah berhasil menyelamatkan Ay loko, Kwik tayhiap serta
Thian yan siansu dan Thian ci siansu"
Buru buru Tay gi siansu dari Siau lim pay bangkit berdiri untuk menyatakan rasa
terima kasihnya. "Ong sauhiap" kembali Kim liong lojin berkata, "kau telah berhasil menyusup
sampai ke sarang harimau, apakah berhasil kau selidiki jago jago kaum sesat mana
saja yang berhasil dikumpulkan oleh perkumpulan mereka?"
"Banyak sekali jago jago dari golongan sesat yang berhasil mereka himpun,
diantaranya terdapat empat belas siluman dari tujuh selat, Lam huang pat yau,
Say siu jin mo, Tee lwee siang mo, Tee leng kun, Pek si su siong, Siang pit lo
han Yap Kiu, si Kelabang hitam Be Ji nio, Ih lwee su ci, Ciong lay su koay, Seng
Meh cu toojin muridnya Peng pok sin mo dari bukit Tay huang san serta Siau mi
lek hwesio, sedang belakangan ini ditambah pula dengan Ciok yong li sin serta
Thian tok Tay ong, boleh dibilang hampir segenap jago jago tangguh dari golongan
sesat telah berpihak kepada mereka"
"Orang orang itu semua masih belum begitu ditakuti, yang paling menakutkan
adalah peluru peledak milik Ciok yong li sin tersebut serta tiga puluh macam
benda api yang dimilikinya, sebab benda benda semacam itu tak mungkin bisa
dilawan dengan mengandalkan ilmu silat saja"
"Apakah ada suatu cara untuk mencegahnya?"
"Ada, yakni Peng pok ciu milik Peng pok sinkun"
"Peng pok sinkun tersebut berdiam di mana?"
"Kalau dibilang jauh sih tidak, dia tinggal dalam lembah Im hong kok yang
jaraknya dari sini cuma tiga ratus li, tapi orang ini berwatak aneh sekali,
jangankan meminjam pelurunya, bisa jadi selembar nyawa pun bisa turut melayang"
"Tapi demi keselamatan dunia persilatan aku akan mencoba untuk menjumpainya"
kata Ong It sin dengan tekad yang bulat.
"Kalau begitu, kau harus berangkat sekarang juga, jangan lupa sebelum tengah
hari besok, kau sudah harus tiba di bukit Long sia san untuk menghadiri
pertemuan" Ong It sin manggut manggut, setelah dia berpesan beberapa patah kata kepada Bwe
Leng soat, dengan cepat anak muda itu melompat keluar dari ruangan itu untuk
melakukan perjalanan. "Yaya, apakah kau tidak merasa bahwa perjalanan engkoh Sin kali ini agak
menyerempet bahaya?" seru Bwe Leng soat kemudian, "andaikata dia tak bisa
meminjam mutiara inti es atau terlambat datang menghadiri pertemuan itu,
bukankah kita akan kekurangan seorang jago lihay yang sanggup menghadapi
perkumpulan Ki thian kau?"
oooOdzOooo "Budak, walaupun perjalanan ini sedikit menempuh bahaya, tapi jika kita tidak
pergi meminjam bola inti es tersebut andaikata pihak Ki thian kau menghadapi
kita dengan peluru peluru peledaknya, toh jiwa kita akan terancam juga, sebab
permainan semacam itu tak mungkin bisa dihadapi dengan kepandaian silat" kata
Kim liong lojin Setelah mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat tidak berkata apa apa lagi.
Malam itu, ketika semua jago mendengar Say siu hud sim, dua siansu dari Siau lim
pay serta Coa Thian yan dan Pek lek to To hu Hiong berada dirumah kediaman Yu
liong Kang Tang liu, berbondong bondong mereka datang berkunjung.
Dengan demikian, suasana dalam gedung keluarga Kang pun menjadi ramai sekali.
Keramaian itu baru berakhir setelah si dewa cebol Cu Lian ci berkata:
"Besok kita harus melangsungkan suatu pertarungan sengit melawan musuh, lebih
baik kalian cepat cepatlah beristirahat untuk menghimpun tenaga kembali..."
Maka semua orang pun berpamitan untuk kembali ke rumah penginapan masing masing.
Keesokan harinya, pagi pagi sekali semua jago telah berkumpul dan berangkat
bersama menuju ke bukit Long sia san.
Baru tiba dimulut bukit, kedatangan mereka telah disambut oleh wakil ketua
ketiga dari perkumpulan Ki thian kau, Siau Mi lek.
Disampingnya terdapat sebuah meja panjang, diatas meja tersedia buku daftar
penerima tamu, sambil tertawa terdengar dia berkata:
"Merupakan suatu kebanggaan bagi perkumpulan kami dapat menerima kunjungan
saudara sekalian, harap catatkan dulu nama kalian diatas buku daftar penerima
tamu ini" Seorang pengemis bungkuk yang berada dalam rombongan segera berseru:
"Sempurna amat jalan pemikiran kaucu kalian, mungkin kalian hendak mencatat nama
kami agar setiap orang bisa disediakan sebuah peti mati?"
"Thio Tianglo, kau pandai amat bergurau" kata Siau mi lek sambil tertawa, "kau
tak usah menaruh curiga, jalanan toh terbentang dihadapanmu dan siapapun tak ada
yang menghalangi kebebasanmu, kalau takut silahkan pulang saja kerumah!"
Pengemis bungkuk itu adalah seorang jagoan dari Kay pang yang bernama Thio It
huan, sepasang kepalan bajanya sudah lama termashur didalam dunia persilatan.
Mendengar perkataan itu segera tertawa tergelak.
"Haaahh... haaahh... haaahh... walaupun tahu kalau diatas bukit ada harimau, aku
justru senang bertemu dengan harimau kalau aku sipengemis takut, tak akan diriku
muncul disini" Selesai berkata dia angkat pit dan mencatatkan namanya diatas buku daftar nama
itu. Jangan dilihat pakaiannya compang camping tak karuan, ternyata tulisannya sangat
indah. Maka beruntun jago jago lainnya pun mengangkat pit dan meninggalkan namanya
diatas buku daftar tamu itu.
Tak selang berapa saat kemudian, sampailah rombongan jago dari kolong langit itu
dalam lembah Jit hwe kok.
Orang yang bertugas menerima tamu adalah Ang yok, Pek tho, Ui kiok serta Pek bwe
empat orang tongcu, ditambah pula dengan sekawanan dayang dayang cabul.
Kim liong lojin memandang sekejap sekeliling tempat itu, dia saksikan lembah Jit
hwe kok terletak di suatu lembah yang dikelilingi bukit berbatu cadas yang
menjulang tinggi ke angkasa.
Di tengah lembah tersebut terdapat sebuah lapangan luas, ditengah lapangan itu
telah dibangun sebuah panggung.
Di sekeliling panggung telah dibangun pula barak barak tempat berteduh yang
terbuat dari bambu, dalam barak telah disiapkan hidangan dan arak wangi.
Para jago dari perkumpulan Ki thian kau menempati di barak sebelah timur.
Sedangkan para jago dari dunia persilatan, berada di barak sebelah barat.
Setelah semua jago mengambil tempat duduk, mereka baru sempat melihat di atas
panggung itu tertera empat buah huruf yang besar sekali, tulisan itu berbunyi:
"IH BU HWEE YU"
Artinya dengan ilmu silat menjumpai sahabat.
Di kedua belah sisinya digantungkan pula sepasang Lian yang berbunyi demikian:
"Kepalan enghiong menjelajahi kolong langit.
Golok pedang ksatria menciptakan karya besar"
Sementara itu suasana diatas panggung itu sunyi senyap tak nampak seorang
manusia pun. Sementara Bwe Leng soat sedang keheranan dan tak tahu permainan busuk apakah
yang sedang diatur pihak lawan, mendadak terdengar bunyi musik bergema dari
belakang panggung. Kemudian terdengar seseorang berseru dengan suara lantang:
"Kaucu tiba!" Sekalipun Be Siau soh adalah pendiri dari perkumpulan Ki thian kau, namun
sesungguhnya sampai sekarang belum pernah ada orang yang bertemu dengannya, maka
suasana didalam barak barat segera terjadi kegaduhan yang amat ramai.
Para anggota perkumpulan Ki thian kau serta Ang yok, Pek tho, Ui kiok, dan Pek
bwe empat orang Tongcu ditambah lagi Kim, gin, Thi tiga tingkat huhoat yang
semula melayani datangnya para tamu, kini telah berdiri berderet dibawah
panggung dengan sikap yang amat menghormat.
Tak lama kemudian, muncullah sebuah kereta kencana yang dihela oleh tujuh ekor
kuda. Begitu sampai ditengah lapangan, kereta itu segera berhenti.
Ternyata sang kusir kereta tersebut bukan lain adalah Sangkoan Bu cing, wakil
ketua Ki thian kau yang pernah memimpin serombongan kaum iblis menyerbu ke kuil
Siau lim si. Sesungguhnya dia boleh dibilang merupakan orang kedua dari perkumpulan tersebut,
tapi sekarang, ternyata pemuda itu sendiri yang bertindak sebagai kusir kereta,
hal ini benar benar diluar dugaan siapapun juga...
Begitu tiba di lapangan, Sangkoan Bu cing segera melompat turun dari kereta dan
membuka pintu kereta. Setelah itu sambil menuntun Be Siau soh turun dari keretanya, selangkah demi
selangkah mereka menuju ke tengah panggung.
Hari ini Be Siau soh mengenakan pakaian model keraton dengan gaun panjang
mencapai tanah, rambutnya disanggup tinggi dengan mengenakan tusuk konde dari
emas. Cukup dipandang dari dandanannya saja sudah cukup memikat hati siapapun yang
melihatnya. Setibanya diatas panggung, dengan suara yang merdu ia baru berkata:
"Para ciangbunjin, para pangcu dan sekalian enghiong kenamaan yang sudi hadir
disini hari ini, selain aku merasa bangga atas kesediaan kalian untuk hadir
ditempat ini, aku bahkan merasa sedikit kaget. Bila pelayanan kami kurang
sempurna, harap kalian sudi memaafkan..."
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Perkumpulan kami dinamakan Ki thian kau, karena perkumpulan ini memang diilhami
oleh Thian, selain mewujudkan cita cita yang besar untuk mengatur kekacauan
didunia ini, juga untuk memimpin kalian semua menuju ke suatu persatuan yang
terpimpin..." Dengusan dingin segera berkumandang dari barak sebelah barat.
Namun Be Siau soh tetap berlagak pilon seakan akan sama sekali tidak mendengar
sambil tertawa kembali dia melanjutkan:
"Mungkin, ucapanku ini kurang leluasa untuk kalian dengar, tapi pun kaucu ingin
bertanya sekarang, sebenarnya kekuatan apakah yang menunjang akan keutuhan
keadilan dan persatuan didunia ini?"
Tiada seorang manusiapun yang menanggapi ucapan tersebut.
Be Siau soh segera melanjutkan:
"Menurut pengertian umum, keadilan dan persatuan harus ditunjang oleh suatu
kekuatan yang besar, seperti misalnya kalian merasa tidak puas akan suatu
masalah, maka sebelum mencampurinya, pertama tama harus memiliki ilmu silat yang
tangguh, selain itu percuma saja masalah tersebut dibicarakan.
Padahal dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali partai dan perguruan yang
saling bertentangan, sehingga terbagi adanya golongan lurus dan sesat, golongan
hitam dan putih. Pihak pendekar membunuhi kaum hitam dengan dalih "melenyapkan kejahatan
menegakkan kebenaran"
Sebaliknya kaum hitam membunuhi kaum lurus dengan dalih cara kerja mereka kejam
dan tak berperi kemanusiaan.
Sekarang, aku ingin tanya, adilkah keadaan ini"
Lagi pula sumber dari ilmu silat sesungguhnya adalah satu, berarti dunia
persilatan sepantasnya kalau merupakan satu keluarga, mengapa pula kalian harus
saling membunuh" "Oleh sebab itu, pun-kaucu dengan rahmat dari Thian telah mengambil suatu
keputusan untuk menyelamatkan dunia persilatan dari kehancuran, oleh sebab itu
menggunakan kesempatan pada peresmian perkumpulan Ki thian kau pada hari ini,
sengaja kuundang kehadiran sekalian untuk bersama sama merundingkan masalah ini.
bagaimana caranya agar membuat dunia persilatan menjadi aman dan tenang"
bagaimana caranya menghentikan pembunuhan sehingga dunia ini menjadi tenteram?"
Ketika dia berbicara sampai disitu, dari barak sebelah barat segera berkumandang
suara seseorang yang tua serak:
"Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan, yaitu menyatukan dunia persilatan di
bawah seorang pimpinan"
Orang yang berteriak itu adalah ciangbunjin dari Im san pay, Nyo im siu.
Orang ini sesungguhnya telah menggabungkan diri dengan pihak Ki thian kau, tapi
entah mengapa bisa menyusup kedalam rombongan para jago kaum lurus.
Be Siau soh yang berada di atas panggung segera tertawa manis kearahnya,
kemudian berkata lagi: "Ucapan cianpwe memang tepat sekali. Hari ini, segenap enghiong dari seluruh
dunia telah berkumpul disini, inilah suatu kesempatan yang baik untuk memilih
seorang Bengcu yang akan memimpin dunia persilatan, setiap orang berhak
mengikuti pemilihan ini, asal ada orang yang berhasil menduduki jabatan
tersebut, sepuluh laksa anggota Ki thian kau bersedia untuk mendengarkan
perintahnya, entah bagaimana tanggapan dari saudara sekalian?"
Thian hiang siancu Bwe Leng soat hendak menyatakan ketidak setujuannya, tapi Kim
liong lojin segera berkata:
"Mereka toh sudah melakukan persiapan yang matang, sekalipun kau menolak apa
pula gunanya" Lebih baik lihat saja perkembangan selanjutnya..."
"Perempuan ini lain dimulut lain dihati, mungkin saja dia mempunyai rencana
busuk yang lain" kata si dewa cebol Cu Lian ci pula.
Setelah tertipu sekali, kini tindak tanduknya jauh lebih was was dan berhati
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hati. Sementara itu para jago yang berada di dalam barak sebelah barat saling berbisik
membicarakan masalah itu, tapi oleh karena dilihatnya Thian hiang siancu, si
dewa cebol, Kim liong lojin, maupun Tay gi siansu dari Siau lim pay tidak
menunjukkan reaksi apa apa, tentu saja mereka turut membungkam dalam seribu
bahasa. Be Siau soh memutar biji matanya memandang sekejap sekeliling arena, kemudian
katanya lagi: "Kalau memang saudara sekalian menganggap persoalan ini memang memenuhi selera
dan tiada menolak, marilah kita tetapkan demikian saja... cuma, bila pertarungan
memperebutkan kedudukan Bengcu itu harus dilakukan satu per satu, banyak waktu
yang mungkin akan terbuang percuma..."
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Begini saja, dari pihakku akan diwakili oleh diriku sendiri serta ketiga orang
wakil kaucu kami, bila ada orang yang berhasil menangkan kami, maka dialah yang
akan menjadi Bengcu dari seluruh dunia persilatan..."
Selesai berkata, dia lantas memberi tanda
Sangkoan Bu cing, Seng Meh cu dan Siau bin Milek segera melompat naik keatas
panggung. Setelah itu, Be Siau soh kembali berkata:
"Dalam babak yang pertama ini akan maju Siau bin Milek, sedangkan kami akan
mengundurkan diri untuk sementara waktu"
Begitu selesai berkata, tiga orang lainnya segera mengundurkan diri dari atas
panggung. Sambil memegangi perutnya yang buncit, Siau Mi lek berkata kemudian dengan
lantang: "Aku si hwesio adalah si burung bodoh yang akan terbang lebih dulu, siapakah di
antara kalian yang bersedia memberi pelajaran dulu kepadaku?"
Para ketua perguruan dan perkumpulan yang hadir dalam arena saat itu mengerti
jelas bahwa kepandaian silat yang mereka miliki tak lebih hanya setingkat dengan
pelindung hukum emas, sudah barang tentu masih selisih jauh bila dibandingkan
dengan Siau Mi lek, maka semua orang hanya saling berpandangan saja.
Si Dewa cebol Cu Lian ci segera tertawa dingin, serunya kemudian:
"Biar lohu yang datang menjumpai dirimu"
Sambil mengebaskan ujung bajunya, dia lantas melompat naik ke atas panggung.
"Omintohud, lagi lagi kita bersua muka!" seru Siau Mi lek kemudian sambil
tertawa terbahak bahak. "Tak usah banyak berbicara, lancarkan saja seranganmu!" tukas si dewa cebol
cepat. Siau Mi lek cukup memahami akan ilmu Sin sian ci dari musuhnya yang amat lihay,
dia tak berani bertindak gegabah, sambil menarik kembali senyumannya, dia lantas
bersiap sedia. Hawa murninya segera dihimpun ke dalam sepasang lengannya, kemudian secara
beruntun melancarkan serangkaian bacokan berantai.
Setiap bacokan yang dilancarkan semuanya tajam bagaikan babatan kampak tajam.
Si Dewa cebol segera membentak nyaring kesepuluh jari tangannya yang tajam
direntangkan dan menyambar kemuka amat dahsyat.
Suatu pertarungan sengit segera berkobar, namun siapapun tak berani menggunakan
jurus serangan sampai habis.
Puluhan jurus kemudian, Siau bin Mi lek sudah tak bisa tertawa lagi.
Berbicara soal tenaga dalam, ternyata dia masih kalah setingkat ketimbang
musuhnya seakan akan terbelenggu oleh seutas tali yang tak berwujud, segenap
kepandaian silat yang dimilikinya hampir tak bisa dikembangkan lagi.
Menyaksikan kejadian ini, semua jago yang berada dibarak sebelah barat menjadi
kegirangan. Sebaliknya ketua Ki thian kau Be Siau soh yang berada dibelakang panggung segera
berbisik: "Mungkin Siau bin Mi lek sudah tak sanggup untuk bertahan sebanyak tiga gebrakan
lagi..." Baru selesai dia berkata, si Dewa cebol Cu Lian ci dengan jurus naga sakti
mengembangkan cakar telah menerobos masuk ke balik lapisan tangan Siau bin Mi
lek yang rapat, kemudian dengan suatu gerakan cepat mencengkeram tubuh lawan.
Angin dingin menyayat badan, dengan kaget Siau bin Mi lek segera membuang
bahunya ke samping untuk menghindarkan diri.
Sayang tindakannya itu terlambat selangkah, tahu tahu ujung bajunya sudah kena
disambar sehingga robek. Merah padam selembar wajah Siau bin Mi lek karena jengah, ujarnya kemudian:
"Hei si dewa cebol, ilmu jari dewamu memang sangat lihay, aku si hwesio mengaku
kalah" Selesai berkata dia lantas mengundurkan diri dari arena.
Tapi Seng Meh cu segera melompat naik ke atas panggung sembari serunya lantang:
"Hei dewa cebol, ilmu silatmu memang amat lihay, pinto bersedia untuk meminta
petunjukmu" Si Dewa cebol segera menarik muka dan berkata dengan suara dalam:
"Lohu tahu kalau kau telah memperoleh segenap kepandaian sakti dari Pek gan
thian mo, bila dibandingkan dengan sutemu, kau jauh lebih tangguh, baiklah, akan
kulihat sampai dimanakah kelihayanmu itu!"
"Maaf!" seru Seng Meh cu kemudian dengan wajah membesi.
Bagaikan angin berpusing, dia segera menerjang ke depan.
Menghadapi terjangan musuh itu, mendadak si dewa cebol menarik napas dalam dalam
dan melejit ke tengah udara.
Dalam waktu singkat, ia telah berhasil menghindari tiga buah pukulan dan tujuh
buah tendangan berantai lawannya.
Menyaksikan serangannya mengenai sasaran yang kosong, Seng Meh cu naik pitam,
kembali dia mengejar ke depan, sepasang tangannya digerakkan menyerang jalan
darah kematian disepasang iga lawan dengan jurus Ciong ku ki beng (genta dan
tambur bunyi bersama). Si dewa cebol Cu Lian ci tertawa terbahak bahak.
Sebab jurus serangan yang digunakan lawan meski banyak titik kelemahannya tapi
kehebatannya justru terletak pada pihak lawan yang tak sempat melancarkan
serangan balasan. Pengalamannya memang cukup sempurna, maka buru buru sepasang telapak tangannya
didorong kedepan dan persis menyentuh sepasang tangan musuh, kemudian dengan
meminjam kekuatan tadi, tubuhnya melompat mundur sejauh beberapa kaki dari
tempat semula. Setelah lolos dari ancaman, dia baru mengejek:
"Aah... masa begitu bernapsu kau untuk merebut kemenangan" Tapi... hmm, mampukah
kau untuk meraih kemenangan"
Paras muka Seng Meh cu sama sekali tidak berubah, sambil tertawa dingin dia pun
berseru: "Tua bangka celaka, siapa menang siapa kalah masih belum ketahuan, buat apa kau
musti banyak berbicara?"
Walaupun dia berkata demikian, dalam hatinya merasa kagum sekali, sebab dilihat
dari kemampuan si dewa cebol untuk meminjam lengannya tadi, jelaslah terlihat
bahwa tenaga dalam yang dimilikinya masih jauh di atas kemampuannya.
Walaupun dia sombong dan tinggi hati, namun hanya suatu pertarungan cepat saja
yang mungkin akan mendatangkan kemenangan tak terduga baginya...
Maka sekali lagi dia melakukan tubrukan ke depan.
Setelah berdiri tegak, kali ini si dewa cebol Cu Lian ci tidak bermaksud untuk
mundur lagi. Tangan kirinya dengan ilmu Tay ki na jiu boat mengunci datangnya kepalan musuh,
sementara tangan kanannya secara khusus mencari titik kelemahan orang, sebentar
mencengkeram sebentar menotok, semuanya tertuju kebagian mematikan ditubuh
lawan. Dalam sekejap mata bayangan telapak tangan dan desingan angin jari menderu deru.
Seng Meh cu adalah murid utama dari Peng pok sin mo, selain tenaga dalamnya
masih kalah dari gurunya, ilmu silat lainnya hampir sembilan puluh persen telah
berhasil dikuasahi olehnya.
Kini, dia telah mengeluarkan ilmu Leng kou kun yang maha dahsyat ajaran Peng pok
sin mo, dalam waktu singkat bayangan tangan dan angin pukulan menderu deru
menyelimuti seluruh angkasa, hampir setiap pukulan yang dilancarkan semuanya
mengandung jurus mematikan yang mengerikan hati.
Namun ilmu Tay ki na jiu hoat yang dimainkan si dewa cebol Cu Lian ci dengan
tangan kirinya itu ketat sekali dan mempertahankan diri, sedangkan telapak
tangan kanannya dengan himpunan tenaga dalam yang sempurna sebentar menyerang
sebentar bertahan, semuanya menghancurkan ancaman musuh, sedemikian lihaynya
orang ini sehingga tak malu disebut sebagai si dewa dari daratan.
Belasan gerakan kemudian, makin bertarung Seng Meh cu merasakan gelagatnya
semakin tidak menguntungkan, bila ingin merebut kembali posisinya yang semakin
mendesak, agaknya kecuali kalau dia gunakan ilmu Thian long Cian jun (serigala
langit mencakar sukma). Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan suara
lolongan serigala yang mengerikan.
Setelah itu, ujung kakinya menjejak permukaan tanah, kemudian dari udara ia
menerkam kebawah dengan kecepatan luar biasa.
Dua buah cakar setannya secepat kilat mencengkeram ubun ubun si dewa cebol
tersebut. Menghadapi ancaman yang luar biasa itu, Dewa cebol Cu Lian ci menjadi amat
terperanjat, dengan cepat dia mengerahkan ilmu Sin sian ci nya untuk menotok
telapak tangan lawan. "Criiit...!" bagaikan dipagut ular berbisa, Seng Meh cu tersentak kaget dan
terjatuh ke atas panggung, wajahnya segera berubah menjadi pucat pias seperti
mayat. Sambil menjura si dewa cebol lantas berseru.
"Hu kaucu, banyak terima kasih atas kesediaanmu untuk mengalah!"
Seng Meh cu menggigit bibirnya menahan rasa gusar yang meluap, sambil melotot
dengan sorot mata penuh rasa dendam dia berseru:
"Anggap saja kepandaian silatku memang tidak becus, cuma, kaupun jangan harap
bisa memperoleh kesempatan untuk merebut kedudukan Bengcu itu..."
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... soal menang atau kalau bukan menjadi masalah,
mengapa kau kok menjadi marah marah?" ejek si dewa cebol sambil tertawa
tergelak. Setelah dewa cebol berhasil menang secara beruntun, para jago yang berada
dibarak sebelah barat segera bertepuk tangan meriah.
Sementara itu, wakil kaucu pertama Sangkoan Bu cing telah tampilkan diri di atas
arena. Dengan munculnya orang ini, para jago mulai berbisik bisik membicarakan masalah
tersebut. Semua orang beranggapan bahwa belum tentu ia bisa menandingi kehebatan
si dewa cebol. Lain halnya dengan Bwe Leng soat, dia lantas berkata:
"Sangkoan Bu cing telah berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sin kang dan tujuh
jurus Hu si jit si yang maha dahsyat, bila dibandingkan Siau Mi lek maupun Seng
Meh cu, dia jauh lebih sukar untuk dihadapi"
Akan tetapi semua orang tak mau percaya dengan begitu saja.
Dalam pada itu, Sangkoan Bu cing yang berada diatas panggung telah meloloskan
sebilah pedang, kemudian dengan dingin dia berkata:
"Hei tua bangka, loloskan senjatamu!"
Menyaksikan sikap musuhnya memegang pedang, si dewa cebol Cu Lian ci segera
mengerti kalau dia telah menjumpai musuh tangguh, dengan cepat kewaspadaannya
ditingkatkan, dari sakunya dia mencabut keluar sebilah pedang emas.
"Oooh, rupanya kaupun seorang jagoan dalam hal ilmu pedang" seru Sangkoan Bu
cing, "benar benar suatu yang luar biasa, silahkan!"
Begitu selesai berkata, dia lantas membuka pertahanan sendiri sambil melepaskan
serangan pancingan. Dengan cepat si dewa cebol mengebaskan ujung baju kirinya melepaskan sebuah
pukulan dahsyat untuk mendesak mundur hawa pedang musuh yang tajam, kemudian
pedang ditangan kanannya melancarkan sebuah serangan balasan dengan jurus sun
sui tui wan (mendorong sampan mengikuti arus).
Ternyata ia memang seorang ahli pedang kenamaan, hanya cukup dilihat dari
serangan tersebut, dapat diketahui bahwa kepandaiannya amat tangguh, para jago
di barak sebelah barat segera bersorak sorai memuji.
Sekalipun demikian, hawa pedang yang terpancar dari ujung pedang musuh ternyata
makin lama semakin tangguh, akhirnya serasa berat bagaikan sebuah bukit karang.
Sementara itu, dewa cebol telah menyadari meski musuhnya masih muda, namun
tenaga dalamnya amat sempurna, hanya mengandalkan kekuatan ujung baju kirinya
saja, tak mungkin bisa membendung ancaman lawan, terasa hatinya menjadi
tercengang. Perlu diketahui, tenaga dalam yang dimiliki si dewa cebol Cu Lian ci
sesungguhnya telah mencapai puncak kesempurnaan, tenaga murninya itu bisa dia
gunakan menurut kehendak hati sendiri. Bila sedang dipancarkan maka kuatnya
seperti dinding baja, jangan harap serangan musuh dapat menembusinya.
Menyaksikan keadaan tersebut, dia lantas berpikir dalam hati kecilnya:
"Ternyata ilmu silat yang tercantum didalam pedang kuno Hu si ku kiam tersebut,
benar benar merupakan suatu kepandaian silat yang luar biasa sekali, bila
dilihat dari keadaan ini, bukan suatu pekerjaan yang gampang bila ingin
menguasahi pemuda ini"
Berpikir demikian, dia lantas membentak rendah, kemudian pedangnya digerakkan ke
bawah sambil membabat. Cahaya busur berputar diujung pedangnya kemudian sewaktu menyambar kebawah
kebetulan sekali berhasil mematahkan serangan musuh.
Pendekar cebol ini memang sangat lihay, baik sewaktu melancarkan serangan maupun
sewaktu bertahan, semuanya dapat dilakukan dengan suatu gaya yang khas.
Sangkoan Bu cing tertawa dingin tiada hentinya, sementara hatinya amat gelisah,
pikirnya: "Tenaga dalam maupun pengalaman yang dimiliki kakek tua bangka ini sangat
sempurna, aku harus mencari akal untuk meruntuhkan kewibawaannya lebih dulu"
Berpikir demikian, hawa murni Ngo heng ceng ki nya disalurkan ke ujung pedang,
kemudian menyerang dengan jurus Boan ku kay thian (Boan ku membuka langit).
Sementara cahaya bianglala memancarkan panca warna yang gemerlapan, serentetan
desingan angin tajam segera memancar keluar ke balik kabut pedang yang tebal.
Si Dewa cebol Cu Lian ci segera menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan...
Sebenarnya dia sedang mainkan itu Tay lo sian kiam, suatu ilmu pedang tingkat
tinggi, cahaya pedangnya dapat melindungi badan, meski begitu dia merasakan
adanya hawa tajam yang secara menyayat badan.
Tak terlukiskan rasa kaget yang dialaminya ketika itu, ujung pedangnya segera
menusuk ke depan, Criiing...! secara tepat sekali berhasil menusuk diujung
pedang musuh. Tampak si Dewa cebol memanfaatkan kesempatan itu untuk melejit ke udara, setelah
itu menyelinap ke belakang punggung Sangkoan Bu cing.
Itulah ilmu gerakan tubuh Siam im biau sin hoat yang maha lihay.
Walaupun Sangkoan Bu cing angkuh dan tinggi hati, tak urung dibuat kagum juga
oleh kelihayan lawannya, tanpa terasa dia bersorak memuji:
"Tua bangka, kepandaianmu memang lihay sekali dan cukup tangguh untuk merajai
dunia persilatan, tapi aku rasa ilmu pedang Tay lo sian kiammu masih belum mampu
untuk menandingi ilmu Hu si jit si ku"
Si Dewa cebol segera manggut manggut.
"Ucapan dari Hu kaucu memang tepat dan tidak berlebihan, Hu si jit si memang
merupakan suatu kepandaian ampuh yang tiada taranya di dunia ini, aku pun pernah
berkenalan dengan ayahmu Sangkoan Khi, aku harap kau sebagai putra dari
sahabatku jangan turut campur didalam pertikaian dunia yang serba kalut ini,
asal kau bersedia untuk mengundurkan diri dari sini dengan selamat"
Tergerak juga hati Sangkoan Bu cing setelah mendengar perkataan itu, ia sama
sekali tidak bertobat, melainkan timbul niatnya untuk menguasahi sendiri
kedudukan Bengcu tersebut.
Baru saja dia berpikir demikian, tiba tiba dari belakang panggung sana telah
terdengar seseorang membentak keras:
"Tua bangka, kau berani melakukan perbuatan yang tidak jujur?"
Bentakan tersebut bukan cuma mengejutkan si dewa cebol saja, bahkan segera
menyadarkan kembali Sangkoan Bu cing dari lamunannya. dengan cepat dia berpikir:
"Aaah, benar bukankah perbuatanmu ini sama halnya dengan menghianati
perkumpulan?" Tanpa terasa tubuhnya menjadi bergidik dan menggigil keras, seketika itu juga
semua kemarahannya dilimpahkan kepada musuhnya. Dengan suara keras ia membentak:
"Tua bangka celaka, kau tak usah memikirkan yang bukan bukan, lebih baik kita
tentukan saja siapa yang lebih unggul diantara kita berdua"
Si Dewa cebol mengerti bahwa pihak lawan sudah terlanjur menjadi sesat,
sekalipun dinasehati juga percuma, maka tangannya segera digetarkan menciptakan
selapis cahaya hijau yang segera mengurung sekujur badan Sangkoan Bu cing.
Sangkoan Bu cing tertawa dingin, pedangnya sekali lagi melancarkan babatan ke
depan
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika itu juga tampak panca warna yang gemerlapan menyelimuti seluruh
angkasa. Seakan akan terpengaruh oleh suatu kekuasaan yang tak berwujud, seketika itu
juga ilmu pedang Tay lo sian kiam dari si dewa cebol Cu Lian ci tak dapat
dikembangkan, malah tenaga serangan musuh bagaikan amukan ombak dahsyat di
tengah samudra melanda datang tiada hentinya.
Berada dalam keadaan demikian, dia lantas berpikir:
"Sangkoan Bu cing saja sudah sedemikian sukarnya dihadapi, entah bagaimana pula
lihaynya Be Siau soh si perempuan cabul itu?"
Begitu pikirannya bercabang, cahaya pedang dari Sangkoan Bu cing memancar makin
dahsyat, Sreet, sreet, sreet, secara beruntun dia lancarkan beberapa buah
bacokan yang memaksa jago cebol ini terdesak mundur berulang kali.
Waktu itu, hawa napsu membunuh di dalam dada Sangkoan Bu cing telah berkobar,
dengan cepat dia memburu ke depan sambil menyusulkan sebuah serangan dengan
jurus Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang).
Pedangnya bagaikan naga sakti yang keluar dari samudra, segera membabat kearah
pinggang lawan. Seandainya serangan ini sampai mengenai sasarannya, niscaya pinggang si dewa
cebol akan terbabat kutung menjadi dua bagian.
Akan tetapi, Si dewa cebol adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam
menghadapi pelbagai pertarungan besar maupun kecil, cepat cepat pedangnya
disilangkan didepan dada sambil memutar badannya kencang kencang, dalam waktu
singkat serentetan cahaya hijau memancar ke depan menyambut datangnya serangan
tersebut. Gerakan yang dilakukan kedua orang itu sama sama cepatnya, begitu saling
menyentuh, mereka segera berganti jurus lagi.
Dewa cebol membentak keras, pedangnya kembali menusuk dengan serangkaian
serangan dahsyat. Keder juga hati Sangkoan Bu cing menghadapi ketangguhan musuhnya, dia sama
sekali tidak menyangka kalau si dewa cebol berhasil menghindarkan diri dari
ancaman dahsyatnya itu. Padahal dari tujuh ratus ilmu Hu si jit si dia baru belajar enam jurus belaka,
dan sekarang secara beruntun dia telah menggunakan jurus jurus Kay thian pit tee
(membuka langit menutup tanah), Sian kan coan kun (memutar balikkan putaran
dunia), Gi san to hay (merontokkan bukit menyumbat samudra), Gwat leng seng han
(Bulan dingin bintang sepi) dan Hua hun im yang (memisahkan antara im dan yang)
lima jurus serangan, seandainya dia telah mengeluarkan jurus keenam yakni Yang
kong bu ciau (sinar sang surya memancar ke jagad) namun gagal menangkan
lawannya, itu berarti habis sudah riwayatnya.
Walaupun hatinya sedang berpikir, gerakan pedangnya sama sekali tidak berhenti.
Si Dewa cebol segera merasakan panca warna yang gemerlapan dari pedang lawan
amat menyilaukan mata, sementara hawa pedangnya menyayat badan, bagaimanapun
juga dia merasa serangan musuhnya kali ini sukar ditahan olehnya...
Buru buru pedangnya dirubah menjadi dua titik cahaya hijau langsung menyerang
sepasang mata lawan, seandainya pinggangnya kena ditebas nanti, maka pihak
lawanpun pasti akan kehilangan sepasang matanya.
Waktu itu, Sangkoan Bu cing sedang gembira karena serangannya hampir berhasil
mengancam musuhnya, ia tidak menyangka kalau musuhnya bakal bertindak demikian.
Dalam keadaan begini, ia tak berani melanjutkan serangannya lagi, buru buru dia
membalikkan tangannya lalu mundur beberapa langkah ke belakang untuk meloloskan
diri. Kendatipun demikian, di atas dada si dewa cebol Cu Lian ci toh tersambar juga
sehingga pakaiannya menjadi robek.
Dia memang kalah, apalagi kalah ditangan seorang pemuda, tanpa mengucapkan
sepatah katapun dengan wajah murung ia melompat turun dari atas panggung.
Saat itulah sekulum senyuman baru menghiasi ujung bibir Sangkoan Bu cing.
Keangkuhannya pun segera pulih kembali kepada para jago yang berada dibawah
panggung, dia berseru dingin:
"Siapa lagi yang akan datang memberi petunjuk?"
Mendadak dari antara kerumunan orang banyak berkumandang suara bentakan keras
yang amat tak sedap didengar:
"Bu cing anakku, kau betul betul seorang anak yang tidak berbakti, perbuatanmu
hanya merusak nama baik keluarga Sangkoan saja, ayoh cepat bertobat dan kembali
kejalan yang benar..."
Semua orang menjadi terperanjat dan mengalihkan sorot matanya ke arah mana
berasalnya teriakan itu...
Tampak seorang kakek kurus kering berbaju hitam bergerak dengan kecepatan
tinggi, kulitnya hitam bagaikan besi, tubuhnya tinggal kulit pembungkus tulang,
namun sepasang matanya memancarkan cahaya tajam yang sangat menggidikkan hati.
"Aaah, dia adalah Bwe hoa kiam kek..." terdengar ada orang menjerit tertahan.
Memang tak salah, orang ini adalah Bwe hoa kiam kiek (jago pedang bunga Bwe)
Sangkoan Tin. Walaupun dia berwatak aneh, namun tindak tanduk serta perbuatannya sama sekali
tidak melanggar asas kebenaran.
Setiap umat persilatan tahu bahwa wakil ketua pertama dari perkumpulan Ki thian
kau sekarang, Sangkoan Bu cing adalah anaknya jago tua itu.
Apa akibatnya dari pertemuan antara ayah dan anak ini"
Tanpa terasa semua orang mengalihkan sinar matanya ke arah mereka berdua.
Mula mula Sangkoan Bu cing agak tertegun, menyusul kemudian tegurnya dengan
dingin: "Ayah, mau apa kau kemari" Urusanku tak perlu kau campuri"
Bwe hoa kiam kek sama sekali tak menyangka kalau anaknya begitu tak berperasaan
apalagi ditegur dihadapan umum, hal mana membuat kakek tersebut menjadi malu
sekali. Dengan wajah membesi, dia segera melompat naik keatas panggung, kemudian sambil
menuding ke depan dampratnya:
"Kau... kau anak durhaka, moga moga disambar geledek! Apa kau bilang barusan..."
Aaah, benar, aku teringat sekarang, kau bilang aku tak usah mencampuri urusanmu"
Heeehh... heeehh... heeehh... tampaknya bulumu sudah pada tumbuh, maka tidak kau
pandang sebelah matapun terhadap bapakmu sendiri..."
Sangkoan Bu cing segera berkerut kening, lalu katanya lagi dengan suara ketus:
"Tua bangka, kau sudah pikun, makin hidup makin pikun, lebih baik mampus saja
cepat cepat. Mengapa tidak kau pikirkan tempat apakah ini" Kau anggap dirimu
boleh mengacau seenaknya" Hmm... para hu hoat, seret tua bangka celaka ini dan
lempar keluar dari sini"
Begitu mendengar perkataan tersebut, kontan saja paras muka Bwe hoa kiam kek
berubah hebat, sambil melotot penuh kegusaran dia berteriak keras keras:
"Anak durhaka, anak celaka... kau binatang yang tidak berbakti, berani betul
menyumpahi bapak sendiri, laknat, kau harus dibunuh!"
Tidak menunggu para petugas menggelandangnya pergi dari situ, ia telah
meloloskan pedangnya, kemudian sambil menciptakan tujuh kuntum bunga bwee
langsung menusuk ke perut Sangkoan Bu cing.
Paras muka Sangkoan Bu cing telah berubah menjadi hijau membesi, sambil
menangkis datangnya serangan itu, serunya:
"Tua bangka, kau masih ketinggalan jauh sekali..."
"Criiing!" ditengah dentingan nyaring, pedang ditangan Sangkoan Tin tahu tahu
sudah mencelat ke udara. Tak terlukiskan rasa gusar Bwe hoa kiam kek menyaksikan kejadian itu, bentaknya:
"Binatang laknat, cepat bunuhlah aku!"
"Hmm, kau anggap aku tidak berani" Coba kalau tidak kuatir dibicarakan orang
banyak, sedari dulu sudah kubunuh dirimu!"
"Kenapa?" tanya Bwe hoa kiam kek Sangkoan Tin tertegun.
"Kenapa musti pakai tanya segala" Apakah tak bisa kau pikirkan dari namaku ini?"
"Namun itu ibunya yang beri, apa sangkut pautnya?"
Kembali Sangkoan Bu cing tertawa dingin
"Heeehh... heeehh... heeehh... tahukah kau, apa sebabnya ibu memberi nama
tersebut kepadaku?" Bwe hoa kiam kek menggeleng.
"Hal ini disebabkan karena sepanjang hari kau cuma tahu soal ilmu silat melulu"
teriak Sangkoan Bu cing, "kau membuatnya murung dan tak senang hati setiap hari
dia bilang ia membencimu... sebab itu aku diberi nama Bu cing (tak
berperasaan)!" Bwe hoa kiam kek menjadi gusar sekali.
"Begitu ibunya begitu anaknya, binatang, bedebah... locu harus memberi pelajaran
kepadamu!" Seraya berkata dia lantas mengayunkan telapak tangannya menampar wajah pemuda
itu keras keras. Sangkoan Bu cing menjadi naik darah ketika wajahnya kena ditempeleng keras,
sambil tertawa seram pedangnya segera digetarkan ke depan...
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, ulu hati Bwe hoa kiam kek telah
tertembus pedang putranya sendiri hingga tembus ke punggungnya...
Kontan saja suasana disekitar panggung menjadi gempar.
Perbuatan Sangkoan Bu cing mencaci maki bapaknya sendiri kemudian membunuh Bwe
hoa kiam kek Sangkoan Tin segera menimbulkan kemarahan khalayak ramai.
Teriakan teriakan segera bergema memecahkan keheningan:
"Bantai saja manusia laknat itu!"
"Cincang saja bajingan yang durhaka itu hingga tubuhnya hancur berkeping"
Rombongan manusia yang sedang kalap bagaikan gulungan ombak samudra menerjang
keluar dari barak sebelah barat dan menerjang ketengah panggung...
Serentak para pelindung hukum dari Ki thian kau berteriak cepat, mereka segera
membentuk suatu barikade yang tangguh untuk membendung datangnya para penyerbu.
Sambil tertawa seram Tee leng kun meloloskan pula pedangya, lalu bentaknya keras
keras: "Barang siapa berani merusak peraturan yang telah ditetapkan, jangan salahkan
kalau lohu akan membunuhnya ditempat!"
Bila berganti orang lain, mungkin saja ancaman itu akan mendatangkan hasil.
Tapi orang orang itu adalah sekelompok jago berjiwa ksatria, demi membela
keadilan dan kebenaran mereka rela berkorban, tentu saja tekad mereka tak
mungkin bisa dicegah oleh gertak sambel dari Te leng kun.
ooo0dw0ooo Tampaknya suatu pertempuran massal tak dapat dihindari lagi...
Sementara itu, tokoh tokoh utama dari kedua belah pihak telah saling menampilkan
diri. Yang seorang adalah Thian hiang siansu Bwe Leng soat, sedangkan yang lain adalah
Be Siau soh dari Ki thian kau.
Bagi Bwe Leng soat, oleh karena Giok bin sin liong Ong It sin yang berangkat ke
lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es belum kembali, maka dia merasa
wajib untuk menenangkan para jago agar tak sampai terjatuh korban dengan percuma
Sebaliknya Be Siau soh merasa setiap langkah yang disusunnya belum sempat
dikembangkan, bila terjadi pertarungan massal, niscaya kekuatannya akan
mengalami kerugian besar, hal mana tidak menguntungkan bagi usahanya untuk
mencamplok dunia persilatan.
Itulah sebabnya Thian hian siansu dengan pertimbangannya sendiri segera meminta
kepada para jago agar tenang dan kembali ke tempatnya masing masing.
Sedangkan Be Siau soh juga menggunakan kesempatan itu memperingatkan kepada anak
muridnya agar jangan bertindak secara gegabah.
Dengan demikian, suatu badai pertumpahan darah yang mengerikan pun dapat
diredakan kembali. Sementara itu, Sangkoan Bu cing telah menggunakan kesempatan itu untuk
menitahkan orang agar menyingkirkan jenasah ayahnya Bwe hoa kiam kek Sangkoan
Tin dari atas panggung, setelah itu ujarnya kepada Be Siau soh:
"Kaucu, sekarang apakah pertandingan masih akan dilanjutkan?"
Be Siau soh segera tertawa terkekeh kekeh.
"Sangkoan lote! Apa yang barusan terjadi tak lebih hanya sebuah selingan,
lanjutkan saja! Jangan bertindak ada kepalanya tanpa ekornya..."
Sambil tertawa genit, dia mengerling sekejap dengan kerlingan mautnya...
Sangkoan Bu cing seperti memperoleh dukungan moril, dengan cepat semangatnya
berkobar kembali, dia segera membungkukkan badannya memberi hormat.
"Hamba turut perintah!"
Kemudian sambil berpaling kearah barak sebelah barat, dia berseru:
"secara beruntun aku telah berhasil mengalahkan si dewa cebol, masih ada siapa
lagi yang hendak memberi petunjuk?"
Nadanya sinis dan sikapnya pongah sekali.
Cing hoa loni dari partai Cing shia pay yang pertama tama tak tahan, segera
bentaknya keras: "Hu kaucu, kau terlalu sombong dan tidak pandang sebelah matapun terhadap orang
lain. Baik, meski pinni merasa bukan tandinganmu, ingin kucoba sampai dimanakah
kelihayanmu itu" Perlu diketahui, diantara ketua partai yang ada dewasa ini, kedudukan Cing hoa
loni boleh dibilang paling tinggi, selain itu ilmu pedang Cing hoa kiam hoat
dari partai Cing shia juga terhitung ilmu pedang yang lihay...
Berbicara yang sesungguhnya, diantara sekian banyak jago persilatan yang hadir
dalam arena saat ini, hanya beberapa orang saja yang sanggup bertarung melawan
Sangkoan Bu cing. Sebenarnya Thian hiang siancu Bwe Leng soat ingin mencegah nikou itu untuk maju,
tapi sebelum dia sempat buka suara, Kim liong lojin yang berada disampingnya
telah mendahului dengan suara dalam:
"Biarkan loni itu maju! Betul dia memang bakal kalah, namun tak akan ada bahaya
yang bakal mengancam jiwanya..."
Mendengar perkataan itu, Bwe Leng soat menjadi tertegun, serunya kemudian dengan
nada keheranan: "Yaya, mengapa kita harus membiarkan dia maju untuk bertarung, kalau toh
akhirnya bakal kalah?"
"Budak bodoh, kenapa kau menjadi pikun?" seru Kim liong lojin cepat, "kita
sengaja berbuat demikian toh bertujuan untuk mengulur waktu saja..."
Sesudah mendengar penjelasan itu, Bwe Leng soat menjadi sadar dan mengerti.
Sementara pembicaraan masih berlangsung Cing hoa loni telah melompat naik ke
atas panggung Lui tay. Jangan dilihat usianya sudah lanjut, ternyata gerakan tubuhnya masih tetap gesit
dan lincah. Sangkoan Bu cing segera menjura katanya
"Nikou tua, kau tidak cerdik, sudah setua ini, buat apa mesti mencari penyakit
buat diri sendiri?" "Omintohud, Sangkoan sicu begitu yakin dengan kepandaian silat yang kau pelajari
sedang kebetulan sekali pinni juga mempunyai watak tak puas kepada orang lain,
maka aku hendak menjajal sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau miliki itu"
Sangkoan Bu cing mengerutkan dahinya rapat rapat, kemudian dengan agak gusar dia
berseru: "Kalau memang kau belum menitikkan air mata sebelum melihat peti mati apalagi
yang mesti ditunggu" Hayo, loloskan pedangmu"
Segulung hawa pedang yang sangat dingin segera menyambar kedepan dengan
kecepatan luar biasa. Cing hoa loni sama sekali tidak menyangka kalau Sangkoan Bu cing sama sekali
tidak memakai aturan persilatan, begitu bilang menyerang lantas menyerang, tahu
tahu sekilas cahaya panca warna telah meluncur ke depan alis mata nikou tua itu.
Cing hoa loni memang tak malu disebut sebagai seorang tokoh silat yang sempurna
dalam ilmu pedang, toyanya diputar dan Sreet...! dia sudah melejit ke tengah
udara dengan gerakan bangau putih meluncur ke angkasa...
Menyusul kemudian dia bertekuk pinggang sambil jumpalitan, kini kepalanya berada
di bawah dengan kaki di atas.
Entah sedari kapan, toya yang berada di tangannya itu telah berubah menjadi
sebilah pedang panjang yang berbentuk aneh, bagaikan kilatan cahaya bianglala
langsung membabat ke bawah.
Setiap orang dapat melihat bahwa serangan itu dilancarkan dengan kekuatan yang
mengerikan. Dibawah ancaman yang demikian dahsyatnya ini, siapapun tak akan berani melayani
secara gegabah. Sangkoan Bu cing amat terkesiap, sambil tertawa segera serunya lantang:
"Keparat tak nyana kau si nenek peyot juga memiliki kepandaian sedahsyat ini"
Sambil berkata, pedangnya disambar kembali ke depan dengan disertai kilauan
cahaya panca warna yang amat menyilaukan mata.
Blaam, blaam, blam! serentak ledakan keras bergema ditengah angkasa.
Tampaknya pemuda itu memang selalu berusaha untuk memaksa lawannya menerima
serangan dengan keras lawan keras.
Jurus Lok siu kek yang digunakan Cing hoa loni barusan belum pernah meleset
selama ini, dia mengira Sangkoan Bu cing tentu akan dipecundangi olehnya.
Siapa tahu meskipun tiga gebrakan sudah lewat, kedua belah pihak sama sama tetap
tangguh. Tanpa terasa Cing hoa loni menghembuskan napas dingin, ditambah lagi tubuhnya
memang masih berada ditengah udara, kini dalam keadaan hawa murninya membuyar,
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak bisa disangkal lagi sebuah serangan dahsyat segera akan menyumbat begitu
mencapai tanah. Apa yang bisa dilakukannya sekarang" Terpaksa sambil menggertak gigi dia
melayang turun ke bawah. Agaknya Sangkoan Bu cing telah memperhitungkan sampai ke situ, sepasang matanya
mengawasi ke tengah udara dengan tajam.
Begitu menyaksikan Cing hoa loni melayang turun, pedangnya segera digetarkan
menusuk ke ulu hati lawan.
Dengan kepandaiannya yang luar biasa, sergapan ini boleh dibilang mematikan.
Sekalipun Cing hoa loni memiliki jurus serangan untuk menjaga diri, rasanya
sulit juga baginya untuk meloloskan diri dari ancaman maut tersebut...
"Aaai, habis sudah riwayatnya!" keluh para jago dengan perasaan pedih.
Untunglah di saat yang kritis itu tampak bayangan manusia berkelebat lewat
kemudian serentetan cahaya merah yang amat menyilaukan mata secara aneh
memunahkan serangan mematikan tersebut.
Dengan demikian Cing hoa loni baru berhasil meloloskan diri dari ancaman maut
tersebut. Paras mukanya yang penuh berkerut itu berubah menjadi merah membara, katanya
dengan pedih: "Aaai... tampaknya aku si nenek memang sudah tua Nona Bwe, tugas memusnahkan
kaum iblis ini tampaknya harus diserahkan ke tangan kalian anak anak muda"
Ketika mengucapkan kata kata tersebut, wajahnya kelihatan jauh lebih tua sepuluh
tahun. "Cianpwe" ujar Thian hiang siancu Bwe Leng soat kemudian.
"Setiap orang dapat menyaksikan betapa lihaynya ilmu silat yang kau miliki,
ketahuilah bila pihak lawan tidak pernah melatih ilmu Ngo heng sin kang serta Hu
si jit si, tak nanti ia sanggup untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyatmu
itu" Sekulum senyuman segera menghiasi wajah Cing hoa loni, katanya:
"Nona Bwe, terima kasih atas hiburanmu, loni tak akan melupakan untuk
selamanya." Selesai berkata dia lantas masukkan kembali pedangnya ke dalam tongkat, dan
melayang balik ke bawah panggung.
Dalam pada itu, Sangkoan Bu cing dengan sepasang matanya yang cabul sedang
mengawasi wajah Thian hiang siancu tak berkedip, terhadap kepergian Cing hoa
loni ternyata ia tidak menaruh perhatian sama sekali.
Bwe Leng soat menjadi gusar sekali menyaksikan tingkah laku musuhnya itu, segera
tegurnya. "Hei, apa apaan kau ini" Tampangmu macam belum pernah ketemu dengan koh nay
naymu saja" Sangkoan Bu cing segera menyadari akan kekhilafannya, cepat cepat dia berkata:
"Nona, kau bilang apa?"
000ooodwooo000 Jilid 32 BWE Leng soat kembali berkerut kening, dia mana mendongkol juga geli, bentaknya
lagi: "Kalau tidak mendengar ya sudahlah!"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Aku masih ingin bertanding ilmu pedang"
"Kau bisa mendapat petunjuk ilmu silat dari Koan tiau kek, hal ini merupakan
suatu kebanggaan bagiku"
Rupanya waktu itu Sangkoan Bu cing sedang menyusun rencana jahat, pikirnya di
hati: "Perempuan ini jauh lebih tangguh dari pada Be Siau soh, apalagi kalau
dibandingkan si kelabang hitam Be Ji nio, bila aku berhasil membekuknya... Oooh
betapa nikmatnya kugerayangi tubuhnya, lalu kucicipi kehangatan tubuhnya."
Berhubung dalam hatinya timbul niat jahat, lebih lebih menyadari akan kelihayan
ilmu silat lawan, maka dia bertekad hendak mempergunakan kepandaian yang
sesungguhnya untuk membekuk gadis itu.
Sambil tersenyum manis dia lantas berkata:
"Dapatkah kita sertakan lagi dengan sebuah syarat lain?"
"Syarat apa?" "Bila kau menang, aku akan menjadi suamimu, bila aku yang menang kau akan
menjadi istriku!" Belum habis ucapan tersebut diutarakan, sambil menarik muka Bwe Leng soat telah
membentak keras: "Kentut busuk, kau bedebah, anjing laknat manusia berhati binatang, tak usah
banyak berbicara lagi cepat lancarkan seranganmu!"
Sangkoan Bu cing sama sekali tidak menggubris dampratan itu, malahan sambil
tertawa cengar cengir katanya:
"Nona Bwe, kau adalah seorang gadis lemah sedang aku adalah seorang lelaki
sejati mana boleh kulancarkan serangan lebih dulu?"
Dengan cepat Thian hiang siancu Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya:
"Walaupun ilmu Hu si jit si yang dimiliki bangsat ini termasuk ilmu pedang kuno
yang amat lihay, namun ilmu pedang Hui pau nu tau (air terjun menggulung
dahsyat) dari koan tiau kek kamipun terhitung suatu ilmu pedang tingkat tinggi
yang sangat lihay, bila aku tak mengambil kesempatan yang baik ini, mungkin
tipis harapannya untuk menang..."
Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir pajang lagi dia lantas mendengus dingin.
"Hmm... kau yang berkata sendiri... jangan salahkan kalau aku akan bertindak
kejam. Sambutlah ketiga jurus seranganku ini"
Sambil memutar pedangnya sebuah bacokan segera dilancarkan.
Seketika itu juga seluruh angkasa diliputi oleh cahaya merah yang berkilauan.
Deruan angin puyuh bagaikan kilat meluncur ke muka dan menyambar semua benda
yang dijumpainya. Sangkoan Bu cing segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... nona Bwe, kalau toh kau menjadi burung hong
yang menari, biar aku menjadi naga yang sedang terbang..."
Tubuhnya bergeser tiga depa ke samping, lalu pedangnya disertai kilauan panca
warna yang gemerlapan, dengan cepat melepaskan serangkaian bacokan kilat.
"Air terbang membasahi kemala!" bentak Thian hiang siancu Bwe Leng soat tiba
tiba. Lapisan cahaya berwarna merah itu segera menimbulkan suara ledakan keras yang
menggelegar, bayangan cahaya yang menyelimuti seluruh angkasa itu segera
meluncur kedepan bagaikan butiran butiran air yang muncrat.
Inilah jurus ketiga dari ilmu pedang Hui pau na tiau kiam hoat, sebuah serangan
maut yang paling diandalkan Biau lam sinni dari Lam hay Koan tiau kek.
Dalam penggunaan jurus pedang ini, Bwe Leng soat telah meyakinkan selama banyak
waktu, maka kematangannya boleh dibilang sudah mencapai ke tingkatan yang luar
biasa. Sangkoan Bu cing terperanjat sekali, dengan cepat dia melompat ke samping untuk
menghindar. Bersama waktunya ketika melompat ke samping ia gunakan jurus Sian kan coan kun
dari ilmu Hu si jit si untuk membabat tubuh lawan.
Diantara kilauan cahaya tajam yang berwarna warni, segera berkumandang suara
pekikan nyaring. "Bagus sekali!" bentak Bwe Leng soat, sambutlah jurus jurus Siang tong sui oh
(pusaran air berpusing), Keng to pek an (gulungan ombak memecah ditepian) dan
Hay siau thian keng (gelombang samudra mengejutkan langit) tiga jurus seranganku
ini!" Pada saat yang bersamaan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan
berantai yang maha dahsyat.
Pedang mestikanya dengan membawa desingan tajam yang membelah angkasa, ibaratnya
gelombang dahsyat yang menjebolkan tanggul langsung menggulung kedepan tiada
habisnya. Beratus orang manusia baik dibawah panggung maupun diatas panggung sama sama
dibikin berdiri kaku seperti patung, mereka terbelalak lebar dengan mulut
melongo, napasnya memburu, seakan akan menyaksikan suatu adegan yang menegangkan
syaraf. Mendadak... Sangkoan Bu cing mendengus tertahan.
Dengusan tersebut bagaikan binatang buas yang terluka saja... rupanya ia sudah
dikalahkan. Bagaimana kalahnya" Sedikit yang dapat menyaksikan, tapi Bwe Leng soat mengerti
hal ini bukan dikarenakan ilmu pedang Hu si jit si tak sanggup melebihi ilmu
pedang aliran Lam hay Koan tiau kek.
Melainkan pihak lawan belum menguasahi penuh ilmu sakti itu sehingga
kedahsyatannya belum bisa mencapai sebagaimana mustinya.
Apalagi Be Siau soh memang sengaja merahasiakan satu jurus diantaranya dan tidak
diajarkan kepadanya. Iga Sangkoan Bu cing tertusuk telak oleh sambaran pedang Bwe Leng soat, dengan
wajah pucat pias dia berdiri kaku, hatinya benar benar kecewa sekali.
Keadaannya pada saat ini pada hakekatnya seperti seekor ayam jago yang kalah
bertarung. Bwe Leng soat segera tertawa hambar, katanya.
"Hu kaucu, terima kasih banyak atas petunjukmu!"
Walaupun Sangkoan Bu cing seribu kali merasa berat hati, dalam keadaan demikian
terpaksa dia harus menyingkir juga dari situ, katanya sambil tertawa getir:
"Akulah yang berilmu rendah, hanya membikin nona mentertawakannya saja, cuma
pemberianmu tadi suatu ketika pasti akan kukembalikan"
"Sialan, sulit amat orang ini dihadapi" pikir Bwe Leng soat.
Tapi diluar dia berkata sambil tersenyum:
"Soal itu mah lebih baik kita bicarakan kemudian hari saja, dunia ini amat luas,
perubahannya juga sangat banyak, siapa tahu perubahan dikemudian hari?"
"Peduli bagaimanapun juga, asal kau masih hidup didunia ini dan aku belum mati,
kesempatan selalu ada"
Selesai berkata, dia lantas mengundurkan diri dari situ.
Dalam pada itu, puluhan orang anggota Ki thian kau yang berbaju merah telah
bekerja keras mengangkut arak dan menyiapkan cawan.
Kepada Be Siau soh yang ada dibelakang panggung, Bwe Leng soat segera berseru:
"Kaucu, kenapa kau mesti menyuruh aku menanti terlalu lama?"
Baru selesai dia berkata, sesosok bayangan hitam telah melompat naik keatas
panggung, Be Siau soh, kaucu dari perkumpulan Ki thian kau.
Setelah memperhatikan sekejap tubuh Thian hiang siancu Bwe Leng soat dari atas
sampai kebawah, katanya kemudian.
"Kau memang berwajah cantik jelita tak heran kalau It sin loteku bisa berubah
hati." "Kaucu" tegur Bwe Leng soat dengan wajah membesi, "jangan berbicara sembarangan,
dulu dia amat mencintaimu, cintanya kepadamu amat mendalam, tapi kau telah
menghianatinya bahkan melarikan Hu si ku kiam miliknya, yang berubah hati bukan
dia melainkan kau!" Be Siau soh tertawa licik, katanya:
"Tak kusangka cinta kasih kalian sekarang seperti aku dulu, Ehmmm... tampaknya
dia telah menceritakan segala sesuatunya kepadamu"
"Tentang soal ini aku tidak menyangkal"
"Menurut kau dapatkah aku berbaik kembali dengannya?"
Diam diam Bwe Leng soat menyumpah hati
"Perempuan ini benar benar tak tahu malu, perkataan macam apapun bisa dia
utarakan" Sekalipun dalam hati menyumpah, dimulut kembali dia berkata:
"Hal ini tergantung pada dirimu sendiri mungkin dengan mengandalkan
kecantikanmu, kau masih dapat memikatnya kembali"
Sambil tertawa Be Siau soh segera manggut manggut.
"Akupun berpendapat demikian" katanya "cuma sekarang ada kau disisinya, aku rasa
hal ini agak sulit!"
"Benarkah begitu...?"
Sebenarnya dia hendak mengatakan mengapa tidak kau bunuh diriku lebih dulu" Tapi
kemudian kata kata tersebut diurungkan.
Tiba tiba dengan kening berkerut Be Siau soh berkata lagi:
"Heran, kenapa hari ini hanya dia seorang yang tidak nampak munculkan diri di
sini?" Sudah barang tentu Bwe Leng soat tak akan mengatakan secara jujur kepadanya
kalau Ong It sin sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola inti es
Peng pok ciu. Maka setelah memutar biji matanya sebentar, diapun menjawab:
"Engkoh Sin jauh sebelum peristiwa ini berlangsung telah sampai disini, mungkin
saja pada saat ini dia sudah berada di dalam markas besarmu sana..."
Mendengar perkataan itu, Be Siau soh menjadi amat terperanjat, segera pikirnya:
"Celaka! Jika ia sampai melepaskan api untuk membakar markas besar, bisa berabe
jadinya!" Tapi kemudian ia berpikir lebih jauh:
"Aaah... tak mungkin, bila ia benar benar telah pergi ke markas besarku, masa
budak ingusan ini akan berterus terang mengatakannya kepadaku" Sudah pasti dia
lagi menggunakan siasat licik untuk menipuku, agar pikiran dan perasaanku
menjadi kalut tak karuan"
Oleh karena dia mempunyai anggapan demikian, maka rasa terkejut yang semula
melintas diatas wajahnya pun segera lenyap tak berbekas.
Dengan cepatnya pula dia pulih kembali dalam ketenangan, katanya:
"Dalam markas besarku itu penuh dengan alat jebakan serta persiapan yang matang,
semoga saja dia jangan ke sana"
Dengan cepat kedua orang itu sama sama memutar otak dan beradu kecerdikan,
masing masing pihak dengan mengandalkan kecerdasan otaknya serta ketajaman
mulutnya untuk saling merobohkan dan saling mengalutkan pikiran lawan.
Terdengar Bwe Leng soat berkata:
"Pepatah mengatakan, yang datang tidak bermaksud baik, yang bermaksud baik tak
akan datang, setelah Engkoh Sin datang kesitu, memangnya dia musti menguatirkan
segala macam alat jebakan dan persiapan yang kau atur di tempat itu?"
"Legakah hatimu membiarkan dia menyerempet bahaya seorang diri?" jengek Be Siau
soh. "Tahu dia tahu pula aku, jika kita sudah saling percaya mempercayai, sudah
barang tentu aku tak perlu kuatir"
Tiba tiba dia merasa bila keadaan semacam ini dilangsungkan lebih jauh,
keadaannya sama sekali tidak menarik, maka katanya kemudian dengan suara dingin:
"Lebih baik kita kembali kesoal yang pokok saja, berbicara melulu tak ada
gunanya, mengapa kita tidak selesaikan dengan jalan bertarung saja...?"
Be Siau soh segera memberi tanda dengan tangannya seraya mencegah:
"Sekarang tengah hari sudah tiba, inilah saatnya untuk bersantap siang, nona
Bwe, kalau ingin beradu kekuatan, paling tidak juga harus kau tunggu setelah aku
bertindak sebagai seorang tuan rumah yang baik"
Mendengar perkataan itu, dengan cepat Bwe Leng soat berpikir didalam hatinya:
"Bagaimanapun juga, mengulur waktu merupakan tugas yang terutama dalam
penampilanku sekarang, mumpung ada kesempatan untuk berbuat demikian, mengapa
tidak kumanfaatkan dengan begitu saja...?"
Berpikir sampai disitu, tanpa berpikir lebih jauh lagi, dia lantas menyahut:
"Baiklah, setelah perjamuan nanti, kita baru tentukan siapa yang lebih kosen
diantara kita berdua"
Selesai berkata, dia lantas melayang turun dari atas panggung.
Dalam pada itu, Be Siau soh telah berpaling kearah barak sebelah barat, kepada
para jago yang berkumpul disitu, katanya dengan suara lantang:
"Para ciangbunjin, para enghiong dan hohan sekalian, dalam menyelenggarakan
pertemuan pada hari ini, apakah penyelenggaraan ini akan berjaga atau berbuat
dosa kepada kalian semua, hingga dewasa ini masih belum bisa ditentukan, cuma
bagaimanapun juga, umat persilatan yang ada didunia ini sesungguhnya bersumber
satu, setelah kalian semua bersedia untuk berkunjung ke lembah Jit hwe kok ini,
paling tidak aku sebagai tuan rumah tempat ini harus menunjukkan sedikit baktiku
sebagai tuan rumah yang baik.
Betul perkumpulan kami tak bisa menyiapkan hidangan yang serba lezat dan enak,
tapi hanya sedikit hidangan yang kasar dan arak jelek yang dapat kami siapkan,
harap bisa menggembirakan pula hati kalian semua. Nah, pertama tama pun kaucu
akan menghormati dulu para ciangbunjin dan para enghiong hoo han sekalian dengan
secawan arak, semoga kalian semua selalu sehat wal afiat..."
Selesai berkata dia lantas meneguk habis isi cawannya sampai kering...
Sejak memasuki lembah Jit hwe kok tersebut, dalam hati kecil para jago telah
timbul perasaan was was yang amat tinggi mereka kuatir kalau dalam arak ada
racunnya maka semua orang menjadi ragu ragu dan tak berani meneguk habis arak
tersebut. Menyaksikan kejadian ini Be Siau soh segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak bahak. "Haaahh... haaahh... haaahh... rupanya kalian takut kalau aku mencampurkan obat
beracun kedalam arak kalian" haaahh... haaahh... kenapa tidak kalian buktikan
sendiri?"
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan cepat dia menitahkan anak buahnya untuk mendatangi meja perjamuan para
jago dan masing masing pihak menuang tiga cawan arak dari pocu yang ada disitu
kemudian diteguk sampai habis, betul juga, mereka sama sekali tidak menampakkan
gejala keracunan. Setelah menyaksikan hal ini semua orang baru merasa lega dan meneguk habis isi
cawan masing masing. Tay gi siansu dari Siau lim pay masih belum bisa mempercayai ucapan lawan,
dengan cepat dia minta kepada Sin san gi in untuk memeriksa sayur dalam meja
dengan jarum perak. Ketika kemudian terbukti kalau hidangan yang ada disitu sama sekali tak beracun,
mereka baru makan minum dengan perasaan lega.
Pada saat yang hampir bersamaan, semua orang sedang berpikir didalam hatinya:
"Heran, mengapa kali ini pihak Ki thian kau bisa bersikap tulus ikhlas dan jujur
seperti ini?" Malahan Cing hoa loni yang selamanya jarang minum arakpun, kali ini turut
menghabiskan tiga cawan arak.
Setelah perjamuan mendekati penyelesaian, Ki thian kaucu Be Siau soh dengan
membawa sekulum senyuman licik berkata:
"Saudara sekalian, kini makan sudah kenyang, minum sudah mabuk, aku rasa inilah
saat yang paling tepat untuk mempertimbangkan usul kami agar kalian bersedia
menggabungkan diri dengan perkumpulan kami!"
Mendengar perkataan itu, paras muka semua jago jago segera berubah menjadi amat
hebat. Kim liong lojin Bwe Hoa poh segera menyahut dengan suara yang dingin seperti es.
"Be Kongcu, apakah kau tidak merasa bahwa ucapan itu terlalu berlebih lebihan?"
"Tentu saja, cuma... bagaimanapun juga kami tetap akan berusaha keras untuk
memaksa kalian agar menggabungkan diri dengan perkumpulan kami..."
"Seandainya kami semua tidak bersedia untuk memenuhi keinginanmu, apa pula yang
hendak kau lakukan" Bukankah ucapanmu itu sama seperti orang bodoh yang lagi
mengigau?" Kembali senyuman licik menghiasi ujung bibir Be Siau soh, katanya kemudian.
"Aku rasa, kalian tak akan bisa mengambil keputusan lagi dengan semau hati
sendiri" Diam diam Kim liong lojin merasa terkejut sekali, serunya kemudian setelah
termenung sejenak: "Apakah kau hendak mengandalkan kepandaian silatmu yang sangat lihay itu untuk
menguasahi kami semua?"
"Sekarang aku sudah tidak perlu menggunakan apa apa lagi, ilmu silat juga tidak,
kekerasan juga tidak!"
Lantas apa maksud dari perkataannya itu"
Dengan cepat satu ingatan melintas didalam benak Kim liong lojin, dia masih
ingat sebelum perjamuan dimulai tadi, perempuan itu sama sekali tidak mempunyai
keyakinan apa apa, malahan berbicara sesumbar pun tak berani, apa sebabnya sikap
perempuan itu berubah seratus delapan puluh derajat setelah mereka selesai
bersantap dan minum arak" Jangan jangan dibalik hidangan itu ada sesuatu yang
tak beres" Berpikir sampai disini tak tahan lagi dia lantas bertanya:
"Apakah kau telah melakukan suatu permainan busuk didalam sayur dan arak yang
kau hidangkan untuk kami?"
Be Siau soh tertawa tergelak gelak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tampaknya Bwe ciangbunjin tidak terhitung
seorang yang pikun, tepat sekali, kalian telah terkena racun tak berwujud dari
Thian tok tay ong, kini kamu semua telah keracunan hebat"
"Aku tidak percaya..." seru Pek lek to To hu Hiong dengan wajah sangsi.
"Jika kalian semua tidak percaya, mengapa tidak mencoba untuk mengatur napas dan
coba dibuktikan apa benar sudah keracunan atau tidak..."
Mendengar ucapan tersebut, para jago segera mencoba untuk mengatur pernapasan
mereka betul juga, segera terasa peredaran darah mereka tersumbat dan tenaga
yang dimilikinya sama sekali tak mampu untuk dikerahkan kembali.
Hanya Bwe Leng soat seorang yang sama sekali tidak menunjukkan gejala keracunan.
Dalam kejut dan kagetnya para jago menjadi kehilangan pegangan, masing masing
orang lantas bertanya kepada Sin san gi in:
"Apa yang sebenarnya telah terjadi?"
Padahal Sin san gi in (Tabib pertapa dari bukit Sin san) ini telah melakukan
pemeriksaan yang seksama terhadap setiap macam sayur dan arak yang berada disitu
dan terbukti bahwa semua hidangan tiada racunnya, kenapa sekarang terbukti kalau
mereka semua telah keracunan"
Sebenarnya apa yang telah terjadi"
Dengan wajah keheranan dan tidak habis mengerti, dia lantas bertanya kembali:
"Be kaucu, setiap bahan beracun yang ada didunia ini bisa lohu buktikan dan
temukan secara mudah, tapi hari ini lohu tidak berhasil menemukan gejala adanya
racun didalam hidangan yang ada disini, sebenarnya apa yang telah terjadi"
Dimanakah letak racun itu?"
"Mengenai persoalan ini ada baiknya kalau kau tanyakkan sendiri kepada Hek lian
Jin dari perkumpulan kami" sahut Be Siau soh.
Selesai berkata, dia lantas menunjuk ke arah seorang kakek bertubuh tinggi besar
yang berdiri disampingnya.
Ketika Bwe Leng soat mendongakkan kepalanya, maka tampaklah kakek tersebut tak
lain adalah Thian tok Tay ong Hek lian Jin yang berhasil melarikan diri dari
kota ular beracun, tak heran kalau racun yang digunakan olehnya begitu lihay.
Namun si Tabib pertapa dari bukit Sin san tidak puas sampai disitu saja ia
lantas berseru: "Aku ingin tahu, mengapa racun yang kau lepaskan terhadap kami, bisa lolos dari
pemeriksaan lohu" Apa yang sebenarnya telah kau lakukan..." Tolong berilah
keterangan" Thian tok tay ong memandang lekat lekat musuhnya, setelah itu dia berkata:
"Lohu sama sekali tidak melemparkan racun tersebut dalam sayur maupun dalam arak
yang dihidangkan" "Lantas mengapa kau bisa menyebabkan semua orang menjadi keracunan hebat..."
"Tak ada salahnya bila kuberitahukan hal ini sekarang, sesungguhnya hal ini
merupakan salah satu rencana yang telah kami susun secara baik. Sewaktu aku
mendapat tahu akan kehadiranmu dalam pertemuan ini segera kusadari bahwa meracun
sayur dan arak sama sekali tak ada gunanya, sebab toh akhirnya tak akan
terhindar dari pemeriksaanmu yang seksama, oleh karena itu di saat yang terakhir
aku telah merubah rencana semula, yakni kuberikan racun tadi di dalam dasar
mangkuk tempat hidangan yang manis manis, sementara diatasnya diberi benda yang
tidak gampang meleleh bila bertemu dengan panas. Ketika kau melakukan
pemeriksaan tadi, racun tersebut belum lagi melumer, menanti kau menyelesaikan
pemeriksaanmu racun itu baru melumer dan menyerap kedalam hidangan, itu pula
sebabnya kalian semua menjadi keracunan hebat. Nah, penjelasanku ini cukup
memuaskan kalian semua bukan?"
Setelah mendengar perkataan itu, si Tabib pertapa dari bukit Sin san baru
menghela napas sedih, katanya:
"Cara kerja serta tindakanmu benar benar hebat, keji dan cerdik, bagaimanapun
juga lohu merasa kagum sekali, cuma... kalau suruh aku menyerah kalah, jangan
bermimpi disiang hari bolong..."
Belum selesai dia berkata, mendadak terdengar suara parau lainnya berseru
memuji: "Lu tayhiap, kau memang tak malu kalau disebut sebagai seorang lelaki sejati!"
Ucapan mana bukan berasal dari barak sebelah barat.
Dengan suara lantang Be Siau soh segera membentak keras:
"Siapa disitu?"
"Omintohud, lolap adalah anggota dari agama Buddha"
Jelas jawaban tersebut berasal dari seorang pendeta.
Betul juga, dari mulut lembah Jit hwe kok sebelah depan sana, tiba tiba muncul
seorang pendeta dan seorang nikou yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan
luar biasa. Kepandaian silat yang dimiliki kedua orang pendeta itu betul betul luar biasa
sekali, dalam waktu singkat mereka telah tiba ditengah lapangan yang memisahkan
barak sebelah barat dengan barak sebelah timur.
Thian yan siansu dan Thian ci siansu dari partai Siau lim segera mengenali siapa
gerangan kedua orang ini, dengan wajah berseri karena kegirangan mereka segera
berseru: "Oooh... rupanya Ih lwe seng telah datang, kami benar benar akan tertolong..."
Thian hiang siancu Bwe Leng soat buru buru maju pula ke depan menyambut
kedatangan gurunya berdua, malahan dia segera melaporkan kalau para jago telah
keracunan hebat semuanya.
Leng mong sin ceng segera bertanya:
"Ke mana perginya muridku Ong It sin?"
Dengan ilmu menyampaikan suara Bwe Leng soat berbisik:
"Dia sedang pergi ke lembah Im hong kok untuk meminjam bola ini es Peng pok ciu,
tak lama kemudian dia pasti telah kembali kemari"
Leng mong sin ceng tampak agak terperanjat, serunya dengan cepat:
"Apakah Ciok yong li sin juga telah menggabungkan diri dengan perkumpulan Ki
thian kau?" "Yaa, benar, kami telah mendapatkan laporan yang bisa dipercaya, konon orang itu
sedang bertugas pula didalam perkumpulan Ki thian kau"
"Sin ni" kata Leng mong sin ceng kemudian, "tampaknya kita harus mengalami
dahulu pertarungan ini sebelum bisa terbang kembali kelangit..."
"Kalau memang begitu apa lagi yang kau tunggu" Too heng boleh segera menolong
mereka yang terluka, biar pin ni yang menghadapi Ki thian kaucu tersebut"
Begitu selesai berkata, dia lantas melayang naik keatas panggung lui tay.
Sementara itu, sejak mengetahui akan kehadiran Ih lwe ji seng (sepasang malaikat
dari jagad) Be Siau soh meloloskan pedang Hu si ku kiam miliknya untuk bersiap
siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Terdengar Biau si sinni berkata:
"Be kaucu, gara gara ambisimu untuk menguasahi seluruh dunia persilatan dan
memerintah jagad kau telah melakukan tindakan yang keji dan busuk terhadap umat
persilatan, apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu amat keterlaluan"
Apakah kau tidak menyesal terhadap para jago yang ada didunia ini?"
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan
"Apalagi jika sesuatu yang diusahakan dengan kelicikan dan kebusukan sekalipun
kau berhasil menguasahi seluruh jagad apakah hal itu bisa berlangsung dengan
langgeng?" Dengan Be Siau soh menjawab:
"Ucapan yang tak sedap didengar itu hanya cocok kalau dikatakan kepada seorang
bocah yang baru berumur tiga tahun, bila ada orang menganggap aku telah
menggunakan siasat busuk untuk menguasahi jagad, dia toh boleh saja menggunakan
siasat busuk pula untuk menghadapi diriku."
Oleh ucapan tersebut, Biau si sinni menjadi terbungkam dan tak bisa berkata apa
apa lagi, selang sejenak kemudian pendeta itu baru berbisik:
"Omintohud, kalau toh sicu bersikeras hendak mengandalkan kepandaian silat dan
siasat licik untuk menaklukkan seluruh kolong langit, terpaksa sinni juga harus
meminta petunjuk ilmu silatmu"
Be Siau soh segera berkerut kening, hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti
seluruh wajahnya, dia membentak keras:
"Memangnya kau anggap aku takut kepadamu?"
Pergelangan tangannya segera digetarkan, dengan jurus Kay thian pit tee (membuka
langit menutup bumi) dia maju ke depan dengan suatu gerakan yang cekatan,
kemudian selapis cahaya pedang yang tajam dan tebal secepat kilat menyambar ke
depan menusuk ke ulu hati pendeta perempuan tersebut...
Dengan cekatan Biau si sinni berkelit ke samping untuk menghindarkan diri dari
ancaman tersebut, kemudian katanya:
"Sicu, kau benar benar berangasan..."
Mendengar peringatan itu, Be Siau soh segera sadar kembali akan kesalahannya,
dia lantas berpikir: "Betul, menghadapi jago lihay seperti ini aku memang tak boleh berbuat terlampau
berangasan..." Berpikir sampai disitu, dengan cepat dia memusatkan seluruh perhatiannya menjadi
satu, menyusul kemudian jurus kedua Sian kan coan kun (memutar balikkan jagad)
dilancarkan. Seketika itu juga, tampak cahaya panca warna memancar ke empat penjuru dan
menyelimuti angkasa. Kelihayannya benar benar menggetarkan hati siapapun juga yang menyaksikannya.
OodeoO Biau si sinni merasa terkesiap juga menghadapi ancaman musuhnya yang amat
dahsyat itu, pikirnya kemudian:
"Rupanya dia telah berhasil mempelajari ilmu Ngo heng sin kang yang maha dahsyat
itu, tak heran kalau ambisinya untuk menguasahi seluruh jagad begitu besar"
Dengan suatu kecepatan yang luar biasa, nikou tua itu segera meloloskan pedang
Liu ing kiam miliknya. Dengan enteng dia maju ke depan, merendahkan tubuhnya dan melancarkan sebuah
babatan, kemudian tangan kirinya didorong ke depan dengan jurus Hwe long tiap
(gulungan ombak bersusun) untuk membentuk satu lingkaran busur, diiringi
desingan angin tajam yang memekikkan telinga, serangan tersebut segera
dilontarkan ke depan secara bertubi tubi.
Be Siau soh melototkan sepasang matanya besar besar, dengan marah dia membentak
keras: "Nikou tua bangsat... kau sendiripun tidak terhitung seorang pendeta yang penuh
welas asih!" Ditengah pembicaraan itu, dia telah melancarkan serangan dengan jurus yang
ketiga dan jurus keempat.
Sementara itu Bwe Leng soat yang menonton jalannya pertarungan itu dari tepi
arena, dapat melihat bahwa tenaga dalam yang dimiliki Be Siau soh memang jauh
lebih tangguh beberapa kali lipat bila dibandingkan dengan kemampuan dari
Sangkoan Bu cing. Tapi dia sama sekali tidak menguatirkan keselamatan gurunya sebab dia tahu bahwa
gurunya telah berhasil melatih diri hingga mencapai taraf tubuh Kim kong yang
kebal terhadap pelbagai senjata, bahkan kalau dibandingkan dengan kemampuan yang
dimilikinya sekarang masih jauh lebih hebat beberapa tingkat...
Didalam anggapannya, sekalipun belum tentu bisa meraih kemenangan, paling tidak
juga tak akan menderita kekalahan.
Tapi, ketika keseratus delapan jurus yang digunakan Biau si sinni untuk
melancarkan serangan telah habis digunakan ternyata Be Siau soh belum juga kena
dirobohkan. Lama kelamaan kehebatan pendeta perempuan itu makin merosot dan tak bisa seperti
tadi lagi. Keadaan tersebut bukan saja ditemukan olehnya, bahkan para jago yang berkumpul
disana maupun pihak musuhpun merasakan ada sesuatu yang tak beres dalam arena
pertarungan itu. Tanpa terasa, Thian hiang siancu Bwe Leng soat menjadi gugup bercampur panik
kepada Leng mong sin ceng segera serunya
"Su pek, apakah siluman perempuan itu bisa menggunakan ilmu sesat?"
Sementara itu Leng mong sinceng telah membagikan obat penawar racun kepada semua
jago yang keracunan, mendengar pertanyaan itu, segera sahutnya dengan cepat.
"Nona keliru besar bila beranggapan demikian, Be Siau soh sama sekali tidak
pandai menggunakan ilmu sesat..."
"Kalau begitu, pastilah suhu sudah lanjut usia sehingga daya tahannya makin
merosot..." "Juga bukan lantaran persoalan itu, bagi seseorang yang telah mencapai tingkatan
tubuh Kim kong, hawa murninya bisa keluar tanpa henti hentinya, atau dengan
perkataan lain, kekuatan tersebut bisa dipakai tanpa suatu pembatasan"
"Kalau memang begitu, aku menjadi semakin tidak habis mengerti lagi..."
"Persoalannya adalah terletak pada pedang Hu si ku kiam yang dipakai oleh Be
Siau soh itu" "Apakah pedang itu mempunyai kekuatan yang luar biasa?"
"Bukan begitu saja, bahkan pedang Hu si ku kiam itupun dapat mengeluarkan tenaga
magnit yang bisa digunakan untuk mengendalikan gerakan pedang musuhnya,
bagaimanapun lihaynya tenaga dalam seseorang bila sudah berhadapan dengan
senjata itu, maka kepandaian tersebut seolah olah menjadi kehilangan
kemampuannya menguasahi lawan, masih untung saja dia tidak mempelajari ilmu
pedang Sang yang kiam hoat, kalau tidak, keadaannya pasti akan bertambah berabe"
"Mengapa?" Leng mong sinceng mengalihkan sorot matanya keatas panggung Liu tay, tak sempat
memberi penjelasan lagi, dia mengebaskan ujung jubahnya dan tahu tahu sudah
melompat naik keatas panggung Lui tay sambil serunya dengan lantang:
"Sinni, kau boleh beristirahat dulu, biar lolap yang mencoba sampai dimanakah
kehebatan dari ilmu pedang Be kaucu"
Menggunakan kesempatan itu, Biau si sinni segera melompat mundur dari arena
pertarungan, sahutnya:
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"To heng, kau harus berhati hati terhadap kekuatan sakti yang terpancar keluar
dari senjata Hu si ku kiam tersebut, hampir saja sinni terkecoh oleh kehebatan
itu" "Soal ini lolap sudah tahu, tapi hanya muridku seorang yang dapat mematahkan
kekuatan tersebut" Ucapan ini seketika itu juga membuat Bwe Leng soat menjadi bingung dan tidak
habis mengerti. Tapi Biau si sinni seperti menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia berbisik:
"Omitohud!" Be Siau soh sendiripun dibuat tidak habis mengerti, diam diam pikirnya:
"Hwesio tua ini lagi mengaco belo tak karuan, mana mungkin si murid dapat
mematahkan seranganku sebaliknya gurunya malah tak mampu, yaa, pasti ia lagi
mengigau" Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa senang, katanya:
"Wahai hwesio gede, kedengarannya kau mempunyai kepandaian yang sangat hebat,
aku harap kau jangan seperti nikou tua tersebut, begitu tak becus dan tak mampu
apa apa" Selesai berkata secara beruntun dia melancarkan tiga buah bacokan berantai.
Namun Leng mong sinceng menghadapinya secara gesit dan lincah, bukan saja
melayaninya dengan tangan kosong belaka, bahkan selalu menghindarkan diri dari
ancaman langsung. Sekalipun demikian, keadaannya malah jauh lebih baikan.
Cuma saja, pertarungan yang lebih mengandalkan pertahanan daripada serangan ini
benar benar merugikan tenaganya.
Dua kali gebrakan kemudian, gerak gerik hwesio tua itu sudah tidak selincah dan
segesit permulaan tadi lagi.
Menyaksikan keadaan tersebut, semua jago yang ada ditempat itu menjadi kebat
kebit tak karuan, rata rata mereka menunjukkan perasaan cemas dan bercampur
kuatir. Sebab seandainya Ih lwe ji seng sampai tak mampu untuk menghadapi kehebatan
lawan, maka akibatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata kata.
Berbeda dengan para anggota Ki thian kau mereka menjadi kegirangan setengah
mati, malah sorak sorai yang gegap gempita mulai berkumandang memecahkan
keheningan. Seketika itu juga Be Siau soh merasa bangganya bukan kepalang, sambil tertawa
cekikikan katanya: "Wahai hwesio tua, kenapa kau tidak melakukan serangan balasan" Apakah kaupun
merasa sayang untuk membunuh seorang gadis cantik seperti diriku ini?"
"Perkataan apa itu?"
"Omintohud" seru Leng mong sinceng kemudian, "bagaimanapun juga kau adalah
seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, mengapa mulutmu begitu kotor dan tak
tahu sopan santun?" Be Siau soh segera tertawa cekikikan.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku sih tidak terbiasa untuk berbicara secara
sopan santun, dihadapan murid berlagak sok serius dan suci, padahal... apa yang
sedang dipikirkan dalam hati, siapa tahu" Daripada sok berlagak serius, kan
lebih baik berterus terang apa adanya..."
Belum habis dia berkata, semua orang anggota Ki thian kau yang berada disekitar
sana telah bersorak sorai dengan gegap gempita.
Sementara Ki thian kaucu Be Siau soh berlagak dengan angkuhnya diatas panggung,
mendadak dari luar lembah Jit hwee kok berkumandang datang suara pekikan yang
amat nyaring. Begitu mendengar suara pekikan tersebut, hwesio tua itu segera merasakan hatinya
menjadi lega. "Li sicu" katanya kemudian, "apakah kau tidak merasa perkataanmu itu diutarakan
kelewat awal?" Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Ih lwe ji seng tak lebih hanya begitu saja,
mulai sekarang pun kaucu sudah sepantasnya kalau disebut sebagai manusia nomor
wahid dikolong langit..."
"Hmmm, ucapan seekor katak dalam dasar sumur..." mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang suara ejekan yang sinis.
Dengan terperanjat Be Siau soh berpaling ke belakang...
Entah sejak kapan diatas panggung telah bertambah dengan seorang pemuda tampan
yang berbaju biru. Pemuda itu sama sekali tidak menggubrisnya, kepada Leng mong sinceng ia memberi
hormat seraya berseru: "Tecu menjumpai suhu!"
"Apakah tugasmu telah kau laksanakan dengan baik?" tanya Leng mong sin ceng
kemudian. Mula mula pemuda itu agak tertegun, namun ketika sorot matanya saling bertemu
dengan Bwe Leng soat, dia baru mengerti apa yang ditanyakan gurunya, buru buru
dia menyahut: "Walaupun mengalami banyak rintangan untung saja semuanya dapat berhasil dengan
sukses" "Bagus sekali, sekarang kau boleh menggunakan ilmu pedang Sang yang kiam hoat
untuk bertarung dengannya"
Begitu selesai berkata dia lantas melayang turun lebih dahulu dari atas
panggung. Sementara itu, Be Siau soh telah memperhatikan diri Ong It sin dari atas sampai
ke bawah, dia merasa perawakan tubuhnya masih tegap seperti sedia kala, nada
suaranya juga tak berubah, satu satunya yang berubah hanya raut wajahnya.
Pada hakekatnya dia tak bisa dibilang seorang lelaki tampan yang belum pernah
dijumpainya selama ini. Yang lebih hebat lagi adalah sikap maupun cara kerjanya, dari seorang yang bego
kini telah berubah menjadi pintar sekali.
Sementara dia masih tertegun dan termangu...
Ong It sin telah merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah topeng kulit
manusia, kemudian dikenakan diatas wajahnya, dengan cepat dia berubah kembali
menjadi seorang manusia bertampang jelek sekali, bermulut seperti babi, hidung
pesek, mata melotot, tulang kening menonjol, betul betul jeleknya bukan
kepalang. Tapi tak lama kemudian dia telah melepaskan topeng kulit manusia itu dan pulih
kembali kedalam wajah yang sebenarnya.
Bila dibandingkan kedua hal tersebut, maka antara tampang yang jelek dan tampang
yang bagus seakan akan terpisah oleh suatu selisih jarak yang besar sekali.
Makin dilihat Be Siau soh merasa makin senang, akhirnya berseru dengan manja:
"Adik Sin, rupanya waktu itu kau mengenakan topeng kulit manusia, kau benar
benar menipuku habis habisan"
"Ayahku yang mengenakan topeng tersebut diatas wajahku, jangankan kau, aku
sendiripun tidak tahu!"
"Yaa, kalau kuketahui sedari dulu, tentu keadaannya akan jauh lebih baik lagi"
seru Be Siau soh cepat cepat.
Mendengar perkataan itu, tanpa terasa Ong It sin segera menyingkir dengan sinis:
"Tapi tentunya tak akan berubah ambisimu untuk menguasahi seluruh jagad bukan?"
Be Siau soh mengerling sekejap kearahnya lalu menjawab:
"Tampaknya kau seperti amat memahami gerak gerikku?"
"Buat apa musti dibicarakan lagi?"
"Sekarang aku telah berhasil meraih suatu keuntungan kecil yakni mendirikan
perkumpulan Ki thian kau, bersediakah kau bersikap seperti dulu lagi dan
membantu usahaku sepenuh hati?"
Mendengar perkataan tersebut, Ong It sin segera tertawa:
Melihat itu, dengan kening berkerut Be Siau soh berseru manja:
"Apakah kau tidak bersedia?"
"Aku mah tidak mempunyai kepandaian sehebat itu" jawab Ong It sin hambar,
"selain itu tujuan perkumpulan kalian..."
"Tujuan dari perkumpulan kami adalah menguasahi seluruh dunia persilatan dan
menghindar segala macam pertikaian yang tidak diperlukan, apakah tujuan itu
tidak betul?" "Lebih baik jangan berbicara seenaknya sendiri, ucapan saja manis ingin
menghindari pertikaian yang tak ada gunanya padahal perbuatanmu busuk melakukan
kebrutalan dan kemesuman dimana mana, kalau orang lain suka kedamaian maka kau
lebih suka melumuri dunia persilatan dengan darah segar... hmmm, bila tujuan
dari perkumpulan kalian adalah berbuat demikian, aku yang pertama tama tak akan
berpeluk tangan belaka membiarkan kau bertindak semena mena..."
Diam diam Be Siau soh merasa terkejut sekali, pikirnya:
"Tajam sekali perkataan dari orang ini, tampaknya dia tak bisa dihadapi lagi
dengan gampang seperti dahulu!"
Biji matanya segera diputar, senyuman yang menghiasi bibirnya juga tetap seperti
sedia kala ujarnya kemudian:
"Aku selamanya berbicara cita luhur dan ingin banyak melakukan kebajikan bagi
umat persilatan, bila kau beranggapan bahwa cita cita serta tujuan dari
perkumpulanku ini kurang baik, aku pasti akan menuruti usulmu dan melakukan
perombakan besar besaran"
"Hmmm... ucapanmu lain dimulut lain dihati, kau anggap aku akan mempercayai
perkataanmu itu dengan begitu saja?"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Lagipula sekalipun aku mengusulkan suatu perombakan, toh belum tentu kau akan
menurutinya!" "Aaah, belum tentu," seru Be Siau soh cepat cepat.
Dengan wajah serius Ong It sin segera berseru.
"Sekarang usulku yang pertama adalah membubarkan perkumpulan Ki thian kau..."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, serentak pula jago lihay dari perkumpulan Ki
thian kau berteriak teriak keras, suasana menjadi amat gaduh sekali.
Terdengar teriakan teriakan masih saja berkumandang:
"Bocah keparat itu betul betul lagi mengigau disiang hari bolong, kaucu bunuh
saja bangsat itu, dia selalu memusuhi perkumpulan kita... jagal saja sampai
mampus..." Dengan cepat Be Siau soh mengangkat tangannya untuk menenangkan kembali para
jagonya, setelah itu dia baru berkata kepada Ong It sin!
"Adik Sin, usulmu itu betul betul menyusahkan aku, dan lagi tak mungkin bisa
kupenuhi" Ong It sin berpikir sebentar, kemudian dia berkata lebih jauh:
"Kalau toh anak buahmu sudah terperosok sedalam itu, kejahatan mereka tak
mungkin bisa diampuni lagi, sedang kaupun tak usah mengorbankan diri demi
mereka, lebih baik lepaskan saja jabatanmu sebagai kaucu, kemudian biar aku yang
menghadapi mereka, dengan demikian, kau toh tak usah merasa serba salah
dibuatnya?" Ucapan ini betul betul lihay sekali.
Bagaimanapun liciknya Be Siau soh, dalam keadaan demikian, semua kelicikan
tersebut tak mampu dia gunakan, akhirnya wajah yang sebenarnya pun ditampilkan.
Dengan wajah sedingin es dia berkata:
"Sungguh tak disangka dalam tiga tahun yang teramat singkat, bukan cuma orangnya
saja yang telah berubah, hatipun turut berubah, kalau toh kau begitu tak
berperasaan jangan salahkan kalau akupun tak akan mengasihi dirimu pula"
"Kaucu, apa yang ingin kau lakukan?"
"Aaa... kekasihku, sungguh tak disangka kita harus berjumpa diujung senjata"
kata Be Siau soh sambil menghela napas panjang.
"Maksudmu kau menantang aku untuk berduel diujung senjata?" kata Ong It sin
menegaskan. "Kecuali jalan ini, apakah masih ada jalan lain yang bisa ditempuh lagi...?"
Sesudah berhenti sejenak, diapun berkata lebih lanjut:
"Begini saja, bila kau berhasil menangkan aku, maka aku bersedia untuk
meluluskan permintaanmu dan ikut bersamamu..."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, dua orang gadis Bwe yang berada dibawah
panggung menjadi amat gelisah, pikir mereka hampir berbareng:
"Andaikata engkoh Sin benar benar sampai membawa serta perempuan siluman itu
untuk hidup bersama, bagaimana dengan penghidupan kami selanjutnya...?"
Sementara itu Ong It sin telah melayang naik ke atas panggung sambil berseru:
"Andaikata aku yang kalah?"
Be Siau soh segera tertawa terkekeh kekeh
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau sampai begitu, terpaksa aku akan
menjadikan dirimu sebagai budak dalam kamar tidurku"
Berbicara pulang pergi, tampaknya perempuan jalang itu berusaha untuk menempeli
sang pemuda. Bwe Yau menjadi mendongkolnya setengah mati, dia segera menyumpah dengan lirih:
"Betul betul perempuan sialan yang tak tahu malu!"
"Tak usah gelisah dulu" hibur Bwe Leng soat cepat cepat, "Engkoh Sin toh belum
tentu akan membiarkan dirinya dibelenggu oleh perempuan jahanam tersebut"
"Kalau memang begitu, kenapa dia tak mau menolak saja syarat tersebut tegas
tegas?" "Sebab keadaan yang sedang kita hadapi sekarang amat gawat" sahut Bwe Leng soat
dengan suara dalam, "bila perempuan itu didesak kelewat batas, hal mana justru
akan merugikan posisi kita"
Sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang itu sudah terlibat dalam
suatu pertarungan yang sengit.
Walaupun ilmu Hu si ku kiam yang dimiliki Be Siau soh sangat lihay dengan
kekuatan yang luar biasa, oleh karena semua orang telah menyaksikan
kehebatannya, maka kelihayan mana tidak sampai mendatangkan rasa cengang lagi
dalam hati mereka. Lain halnya dengan penampilan ilmu pedang Sang yang kiam hoat yang ditunjukkan
Ong It sin, dimana bukan cuma aliran gerakannya yang lain daripada yang lain, di
balik tipuan ternyata terselip pula tipuan lain, begitu dipergunakan, kontan
saja semua orang menjadi ternganga dibuatnya.
Tampak cahaya tajam yang memancarkan panca warna bergumul dan saling menindih
dengan bunga bunga pedang berwarna emas.
Yang seorang merupakan kaucu dari perkumpulan Ki thian kau yang terhitung
pentolan gembong iblis dari kaum sesat.
Sebaliknya yang lain adalah ahli waris dari Ji seng dan merupakan bintang tenar
bagi dunia persilatan. Dalam waktu singkat, hawa pedang yang terpancar keluar dari arena pertarungan
itu membuat para jago yang berada puluhan kaki jauhnya dari sanapun turut
merasakan kedinginn. Diantara pancaran cahaya dingin yang menggidikkan hati itu, diam diam semua
orang bergidik juga dibuatnya.
Pertarungan ini benar benar merupakan pertarungan yang mengerikan hati.
Makin bertarung Be Siau soh merasakan hatinya semakin terkesiap, dia benar benar
tidak menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki lawannya begitu lihay dan
hebat. Ia telah merasakan daya kekuatan yang terpancar keluar dari ujung pedang lawan
makin lama semakin kuat, bila dibandingkan dengan pertarungannya melawan Biau si
sinni atau Leng mong sinceng, maka hal tersebut boleh dibilang selisih jauh
sekali. Jika menghadapi dua orang malaikat tadi maka semakin bertarung kekuatan musuhnya
makin lemah, seakan akan mereka terpengaruh oleh tekanan kekuatan yang terpancar
keluar dari Hu si ku kiam sehingga sama sekali tak mampu berkutik, maka dalam
menghadapi pemuda ini, bukan saja kekuatan lawannya makin meningkat, bahkan
seakan akan sama sekali tidak terpengaruh oleh kekuatan yang terpancar dari
pedang mestikanya itu. Terutama sekali adalah jurus jurus serangan yang digunakan Ong It sin hampir
semuanya merupakan jurus jurus tangguh yang dapat mendahului gerakannya, malahan
menyudutkan posisinya hingga tak mampu berkutik secara bebas.
Ih lwe ji seng dan Ay sian sekalian terhitung jago jago persilatan yang berilmu
tinggi, dengan ketajaman mata mereka yang melebihi orang lain, dengan cepat
mereka dapat memahami apa yang telah terjadi.
Tampak cahaya emas yang terpancar keluar dari ujung pedang Giok bin sin liong
Ong It sin sedemikian tajamnya sehingga amat menyilaukan mata, ibarat naga sakti
yang terbang di angkasa dengan perkasa, hampir seluruh arena telah dipenuhi oleh
cahaya pedang tersebut. Tampaknya ilmu pedang Sang yang kiam hoat telah memperlihatkan kemampuannya
untuk mematahkan kelihayan lawannya yang menyerang dengan pedang mestika Hu si
ku kiam tersebut. Berada dalam keadaan seperti ini, rasanya sulit bagi Be Siau soh bila ingin
menolong kembali posisinya yang terdesak itu menjadi lebih baikan lagi...
Menyaksikan kejadian itu, semua orang segera menunjukkan wajah yang berseri
karena girang. Tempik sorak yang gegap gempita berkumandang memenuhi angkasa, keadaannya
menjadi gaduh sekali. Be Siau soh tertawa dingin tiada hentinya sementara perasaan waswas telah timbul
dalam hatinya, diam diam dia berpikir:
Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin hal ini disebabkan pengaruh dari ilmu pedang Sang yang kiam hoat yang
maha dahsyat itu... aaai, bodohku sendiri mengapa buku mestika itu tidak
sekalian kubawa kabur" Sekarang hal itu justru mendatangkan bibit bencana bagiku
sendiri..." Karena pikirannya bercabang tanpa terasa permainan pedangnya pun turut
mengendor. Tiba tiba Ong It sin membentak keras:
"Kena!" Serentetan cahaya tajam yang berkilauan segera menyambar kedepan dan mengancam
tujuh buah jalan darah penting didada lawan
Menghadapi ancaman itu, Be Siau soh menjadi terkesiap dan ketakutan setengah
mati. Dia tahu bagaimanapun juga sulit baginya untuk meloloskan diri dari ancaman
pedang lawan. Dalam kritisnya, tiba tiba muncul selintas ingatan didalam benaknya, mendadak
dia membusungkan dadanya sambil berseru dengan suara sedih,
"Kekasihku, bunuhlah aku, bagaimanapun juga kau toh sudah mendapatkan yang baru
dan melupakan yang lama"
Berada dalam keadaan seperti ini, Giok bin sin liong Ong It sin menjadi tak tega
untuk melanjutkan serangannya, tanpa terasa dia menghela napas panjang seraya
berkata: "Aku tidak tega untuk melukai dirimu, Siau soh kau harus memenuhi janjimu
sendiri, lepaskanlah ambisimu untuk menguasahi seluruh dunia persilatan"
Sambil menggetarkan pergelangan tangannya, pedang Kim liong kiamnya segera
ditarik kembali, setelah itu dia mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak,
suaranya keras menggetarkan seluruh lembah.
Melihat masa kritis telah lewat, tiba tiba timbul niat jahat dalam hati Be Siau
soh sambil diam diam menyiapkan segenggam jarum beracun ekor lebah dia pura pura
berteriak kaget: "Adik Sin hati hati menghadapi serangan senjata rahasia yang datang dari arah
belakang..." Sembari berseru, pergelangan tangannya segera diayunkan kedepan dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat. Segulung cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat menyambar kedepan dan
tepat menghantam wajahnya.
Menyaksikan serangannya berhasil menghajar musuhnya secara telak, dengan amat
bangga Be Siau soh tertawa dingin tiada hentinya.
Tampak Ong It sin menggigit bibirnya kencang kencang dan tak sanggup tertawa
lagi. Be Siau soh segera berkata:
"Nah kekasihku, bagaimanapun juga pengalamanmu memang kurang matang, sekarang
tubuhmu sudah terkena jarum beracun Hong wi tok ciam milikku, apalagi tempat
yang terkena serangan adalah diatas ketujuh lubang inderamu, dalam tiga jam
mendatang kau bakal mati secara mengenaskan disini, cuma... heeehh... heeehhh...
aku mah tak ingin menghukum mati dirimu, boleh saja kuberikan obat penawarnya
kepadamu..." Ong It sin tidak berbicara maupun berkutik, seolah olah saking kagetnya sampai
untuk berbicarapun dia sudah tak mampu lagi.
Sekali lagi Be Siau soh tertawa dingin, katanya.
"Kekasihku, bila kau menginginkan obat penawar tersebut, maka kau harus menyerah
kepadaku..." Dia tahu Ong It sin adalah seorang lelaki sejati yang tak pernah mencla mencle
dalam setiap perkataannya, bila ia telah meluluskan permintaannya untuk
menyerah, sampai matipun janji tersebut tak akan diingkari.
Ong It sin segera meludah keatas tanah, setelah itu baru ujarnya:
"Perempuan siluman, kau betul betul berjiwa sosial, ternyata masih bersedia
untuk memberi obat penawar kepadaku..."
Sementara itu suasana dibawah panggung sana menjadi sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, semua orang merasakan peluh dingin telah membasahi telapak
tangannya, terutama sekali dua orang gadis she Bwe, saking gelisahnya mereka
menjadi gugup sekali. Terdengar Be Siau soh berkata:
"Kekasihku, dulu ketika kau masih berwajah jelekpun aku pernah beberapa kali
bermesrahan kepadamu, apalagi saat ini kau sudah menjadi begini bagus tampan dan
gagah, mana aku tega untuk membunuhmu" Tapi kau jangan keburu senang, sebab
perkataanku belum selesai kuucapkan!"
Paras muka Ong It sin sama sekali tidak berubah, dengan suara dingin dia
berkata: "Apa saja syaratmu itu, cepat kau katakan!"
Be Siau soh tertawa ringan katanya:
"Sungguh suatu jawaban yang berterus terang, baik, akupun tak akan berusaha
untuk memutar kayun lagi, kekasihku, cepat kau serahkan kitab pusaka ilmu pedang
Sang yang kiam hoat tersebut kepadaku"
"Kau tidak memberikan obat penawar tersebut kepadaku, mana mungkin aku akan
mengatakannya?" Paras muka Be Siau soh agak berubah tapi dengan cepat tak menjadi tenang
kembali, katanya kemudian:
"Aaah, aku telah melupakan hal itu, nah ambillah!"
Sambil berkata dia lantas melemparkan sebutir pil berwarna hijau ke depan.
Dengan cepat Ong It sin menerimanya dan dimasukkan ke dalam mulut, setelah itu
dia berkata: "Sekarang racun itu sudah punah, maka akupun akan berterus terang memberi
tahukan kepadamu, kitab pusaka ilmu pedang Sang yang kiam hoat tersebut telah
kubakar sampai habis"
Mendengar perkataan itu, Be Siau soh menjadi kecewa sekali, tapi dengan cepat
sekulum senyuman licik menghiasi ujung bibirnya, dia berkata dengan cepat:
"Aku telah menduga kalau kau akan berbuat demikian, maka pil pemunah yang
kuberikan kepadamu tadi pun bukan obat penawar yang sebenarnya, obat tersebut
tadi tak lebih hanya suatu obat yang bisa mencegah menjalarnya racun itu selama
satu jam" Ong It sin segera menarik wajahnya, lalu berkata dengan sedih:
"Siau soh, kalau toh kemenangan sudah berada dipihakmu, paling tidak kau harus
teringat kalau aku telah mengampuni selembar jiwamu tadi, serahkanlah obat
penawar yang sebenarnya kepadaku, kemudian persoalan selanjutnya baru kita
bicarakan lagi" Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak setelah mendengar perkataan itu,
katanya: "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku mah tak akan bertindak sebodoh itu,
kesempatan baik tak boleh disia siakan dengan begitu saja, apalagi kesempatan
semacam itu belum tentu akan terulang kembali, hari ini asal aku berhasil
menguasahi dirimu, berarti dunia persilatan sudah berada ditanganku!"
"Jadi kalau begitu, kecuali kau suruh aku menyerahkan diri, maka obat penawar
itu tak akan kau berikan kepadaku?"
"Benar!" "Apakah kau juga tak akan mengingat ingat hubungan kita dimasa yang lalu?"
"Benar!" "Dengan berbuat demikian, apakah kau tidak merasa menyesal atau sedih...?"
Be Siau soh segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau tidak kejam bukan perempuan namanya, kau
anggap aku benar benar masih menaruh perhatian kepadamu" Padahal asal dunia
persilatan sudah terjatuh ke tanganku, mau mencari berapa banyak lelaki tampan
pun tidak susah..." Ketika ucapannya sampai disitu, mendadak Ong It sin membentak keras:
"Perempuan siluman kau tertipu mentah mentah, kau anggap aku benar benar sudah
terkena racun dari jarum ekor lebahmu itu" Hmmm... tak usah bermimpi disiang
hari bolong, bila kau tidak percaya, silahkan memeriksa sendiri keatas panggung
diantara ludah yang kuludahkan keluar tadi, jarum jarum beracun tersebut berada
diantaranya..." Paras muka Be Siau soh sama sekali tidak berubah sambil tertawa dingin ia
berkata: "Kau jangan berharap hendak memancing aku untuk membungkukkan badan lalu secara
tiba tiba melancarkan serangan, siasat semacam itu sudah tak ada artinya lagi
bagiku bila ucapanmu itu memang tak salah, kenapa kau tidak mengambilnya sendiri
untuk diperlihatkan kepadaku" Asal kau bisa membuktikannya sendiri kepadaku, aku
baru akan percaya!" Ong It sin segera naik keatas panggung dan mengambil sebatang jarum lembut
berwarna biru yang terjatuh diatas panggung baru saja digoyangkan dibawah cahaya
matahari, maka tampaklah cahaya tajam berkilauan memancar kemana mana...
Begitu dilihatnya benda memang benar benar merupakan jarum beracunnya, ia lantas
membentak keras sambil menubruk ke depan, tangan kirinya segera diayunkan ke
depan melepaskan segulung hujan yang menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba tiba Ong It sin menarik napas panjang panjang sambil melambung ketengah
udara, cahaya perak yang berkilauan itupun segera menyambar lewat dari bawah
kakinya Dengan telapak tangan disebelah kiri, pedang ditangan kanannya, sekali lagi Be
Siau soh melangsungkan suatu pertarungan yang amat sengit melawan Ong It sin.
Beberapa puluh gebrakan kemudian kembali ia terdesak dan terperosok dibawah
angin. Ong It sin segera mengembangkan permainan pedangnya semakin ketat, dia bermaksud
untuk mengurung musuhnya dibalik kabut pedangnya yang mengelilingi seluruh
arena. Siapa tahu, pada saat itulah Be Siau soh melompat ke samping arena, kemudian
bentaknya nyaring: "Tahan!!!" "Apa lagi yang hendak kau katakan?" tegur Ong It sin.
Prabarini 1 Pendekar Bodoh 1 Tongkat Dewa Badai Tujuh Pedang Tiga Ruyung 10