Pencarian

Pendekar Bego 4

Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 4


disampingnya . Sungguh amat gembira hati Lau Hui setelah menyaksikan kotak itu diletakkan
keatas meja, cepat-cepat dia mengambilnya.
Tapi ia cepat orang lain jauh lebih cepat lagi kedengaran seseorang tertawa
tergelak menyusul kemudian menyambar lewat sesosok bayangan manusia yang membawa
desingan angin tajam sedemikian kencangnya angin sambaran itu membuat Lau Hui
terlempar sejauh beberapa langkah tempatnya.
Dengan gerakan cepat orang itu menyambar kotak dimeja kemudian dongakkan
kepalanya dan tertawa tergelak.
Orang itu bukan lain adalah si nenek tadi
Ketika Lau Hui merasa tubuhnya terlempar ke samping tadi ia merasa kuatir
apabila kotak itu terjatuh ke tangan orang lain maka betapa lega hatinya setelah
mengetahui bahwa orang yang menyambar kotak itu bukan lain adalah si nenek itu.
cepat cepat ia menarik tangan Bwe Yau seraya berseru: "cianpwe, kami berdua
mohon diri lebih dulu"
Nenek itu menjawab dia hanya memegang kotak kemala itu sambil tertawa terbahak
bahak" Lau Hui tak mau membuang kesempatan itu lagi sambil menarik tangan Bwe Yau cepat
cepat dia melangkah keluar dari ruangan itu.
Kali ini ternyata nenek itu tidak berusaha untuk menghalangi kepergian mereka.
Bwe Yau mencoba meronta dari cekalan suhengnya. namun tak berhasil, maka sambil
melangkah keluar teriaknya. "Sahabat Ong, kau..."
Tapi sebelum ia menyelesaikan kata katanya Lau Hui telah menariknya keluar dari
ruangan tersebut. Hanya sebentar suara itu tertunda, tiba tiba terdengar gadis
tadi berseru lagi: "Kami sangat berterima kasih kepadamu karena kau telah menggunakan kotak kemala
itu untuk membebaskan kami dari kesulitan, tapi dengan perbuatanmu ini kau...
kau tak mungkin bisa sampai di bukit Toa soat san lembah Ciong Cu kok lagi..."
Perkataan dari Bwe Yau kali inipun tidak berkelanjutan sebab tiba tiba saja
terputus ditengah jalan. Mungkin hal ini dikarenakan ia sudah ditarik Lau Hui
jauh meninggalkan tempat itu maka perkataan selanjutnya tak sampai berkumandang
lagi dalam ruangan itu. Meskipun begitu, ketika Ong It sin mendengar disinggungnya tentang Bukit Tay
soat san lembah Ciong cu kok, satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya:
"Rupanya ia sudah lupa kalau kotak kemala itu ada hubungannya dengan lembah
Ciong cu kok dibukit Tay soat san, setelah disinggung kembali ia baru teringat.
Sesungguhnya ia memang hendak mengunjungi lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat
san setelah mendapatkan kotak kemala itu, tapi sampai sekarang ia masih belum
mengerti kenapa dia harus pergi ke sana.
Karenanya dia cuma berpikir sebentar saja, lalu tidak dipikirkan lebih lanjut.
Nenek itu masih tertawa dengan seramnya sambil tertawa ia mencak mencak dan
menari nari seperti orang gila, malah jeritnya pula dengan suara yang tinggi
melengking: "Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku dapatkan juga benda ini... Akhirnya
kudapatkan juga benda ini... haaah... haaah... haaah... Tee leng kun Say siujin
mo, Mong huangpat yau, Tee lewsiang mo... haaah... haaah... haaah... apa yang
kalian katakan sekarang" Apakah hendak berebut pula kotak ini denganku..."
Haaah... haaah... haaah... akhirnya aku yang mendapatkan"
Sebagaimana diketahui Tee leng kun (Kaisar neraka bumi) Say siujin mo (manusia
iblis berkepala singa). Mong huang pat yau (delapan siluman dari tempat liar)
serta Tee lui siang mo (sepasang iblis dari jagad) adalah nama dari tokoh silat
nomor wahid dalam dunia persilatan waktu itu.
Bila ditinjau dari nada ucapannya itu, agaknya orang orang kenamaan itu semuanya
berhasrat hendak memperebutkan kotak kemala itu. Ong It sin menjadi tertegun
kembali ia berkata: "Heran betul orang orang ini, apa bagusnya kotak sekecil itu" Kenapa begitu
banyak orang yang ingin memperolehnya?"
Meskipun pemuda itu sendiri termasuk juga orang orang yang ingin memiliki kotak
tersebut namun baginya ia berbuat demikian karena benda tersebut merupakan
barang peninggalan dari ayahnya.
Sambil tertawa tergelak nenek itu melompat kesana kemari seperti orang sinting,
tiba tiba teriaknya lagi:
"Siapapun jangan harap bisa mendapatkan kotak ini lagi, sekarang kotak ini sudah
menjadi milikku..." Berbareng dengan habisnya perkataan itu, telapak tangannya segera menghantam
permukaan meja keras keras, seketika itu juga kotak kemala itu tertembus ke
dalam pemukulan baja yang keras. sekali lagi ia tertawa terbahak bahak. katanya.
"Haaahh... haaahhh... haaahhh... siapa sekarang yang bisa mendapatkannya" siapa
yang dapat merebutnya lagi dari tanganku?"
Tapi sesaat kemudian ia menjadi tertegun, gumamnya lebih lanjut:
"Tidak boleh, tidak boleh, tidak bisa dijamin keselamatannya kalau kusimpan
disini" "Blaaang..." kembali ia memukul meja itu keras keras.
Kotak kemala yang sebenarnya sudah tertanam dibalik permukaan batu itu segera
mencelat lagi ke udara, disambarnya kotak itu lalu ia celingukan kesana kemari
seperti merasa bingung kemana ia musti simpan benda itu...
Geli juga Ong It sin menyaksikan keadaannya itu, tiba-tiba timbul ingatan dalam
benaknya untuk menggoda nenek itu, katanya kemudian:
"Kenapa musti bingung bingung mencari tempat untuk menyimpan benda itu" Asal
kotak itu kau telan kedalam perut bukankah tak ada orang yang akan merampasnya
lagi?" Seandainya orang lain yang menyaksikan kelihayan ilmu silat dari nenek itu,
mungkin sejak tadi ia sudah ketakutan setengah mati, jangankan menggoda,
berbicarapun belum tentu berani.
Tapi Ong It sin adalah seorang manusia bodoh tak kenal rasa takut, malahan
digodanya nenek itu sambil tertawa geli.
Ketika mendengar ajaran tersebut serta merta nenek itu masukkan kotak kemala
tersebut kedalam mulutnya tapi setelah kotak itu membentur giginya ia baru sadar
kalau kotak tersebut tak mungkin bisa ditelannya kedalam perut.
Menyaksikan kejadian ini, Ong It sin tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia
mendongak dan tertawa terbahak bahak.
"Hei, apa yang kau tertawakan" Kenapa tidak cepat cepat enyah dari hadapanku?"
bentak nenek itu dengan gusarnya.
Sesungguhnya Ong It sin memang tidak berniat untuk tinggal terlalu lama disana
segera sahutnya "Siapa yang kesudian berada terus disini" Aku memang hendak pergi dari tempat
ini" Dengan langkah lebar dia berjalan keluar dari ruangan itu, setibanya dalam
setelah yang sempit dengan bingung ia celingukan kesana kemari, sebab apa yang
dilihatnya hanya salju putih.
Ong It sin tertawa getir, pikirnya:
"salju masih turun dengan derasnya, kenapa aku harus pergi" Payah, padahal
dimanakah aku berada sekarangpun tak kuketahui..."
Sambil melamun ia berjalan keluar dari selat itu tanpa tujuan, apa lagi setelah
keluar dari lembah yang dijumpai cuma pandang salju yang tak berbatasan, ia
semakin tak tahu lagi apa yang musti dilakukan.
Pada saat itulah mendadak dari dalam selat itu berkumandang suara jeritan aneh,
suara jeritan itu jelas berasal dari nenek itu, cuma suaranya aneh sekali
membuat siapapun yang mendengarnya menjadi ngeri dan bergetar perasaannya.
Dengan wajah tertegun Ong It sin berpaling, ia saksikan sesosok bayangan hitam
dengan kecepatan luar biasa sedang meluncur keluar dari selat sempit itu dan
menerjang kearahnya. Ketika tiba dihadapannya, bayangan manusia itu segera henti.
Baru saja Ong It sin mengenali orang itu sebagai si nenek tadi, tahu tahu
dadanya sudah menjadi kencang dan cengkeraman maut si nenek itu sudah menjambak
baju bagian dadanya. Menyusul kemudian nenek itu menggetarkan tangannya Ong It sin segera menjerit
aneh. Ternyata setelah dadanya dicengkeram oleh nenek itu, badannya segera dilempar ke
tengah udara, ketika ia menjerit tadi badannya masih meluncur keatas dengan
kecepatan luar biasa. Tapi menjeritnya sampai ditengah jalan, dan matanya sempat melongok kebawah,
kontan saja kepalanya terasa pusing tujuh keliling ternyata ia sudah berada lima
enam kaki jauhnya dari permukaan tanah. si nenek yang berdiri diatas permukaan
saljupun kelihatan kian lama kian bertambah kecil. Tak terlukiskan rasa kaget
menyelimuti perasaan Ong It sin ketika itu mementangkan mulutnya ingin
berteriak. tapi bunga salju menyumpal mulutnya membuat ia tak sanggup bersuara
lagi. Sungguh hebat tenaga lemparan nenek itu, tubuh Ong It sin yang meluncur ke
atas masih menerjang terus keatas, kurang lebih dua tiga kali kemudian ia baru
berhenti meluncur dan mulai merosot kebawah:
"Tolong... tolong... mampus aku sekarang mampus aku sekarang..." teriak Ong It
sin kemudian dengan ketakutan.
Daya luncur tubuhnya makin lama makin cepat baru saja ia berteriak setengah
jalan pandangan matanya sudah menjadi gelap. lalu berkunang kunang dan tak mampu
berteriak lebih lanjut. Ia cuma merasakan timbulnya sesuatu kekuatan besar yang menerjang keatas
punggungnya dikala ia sudah hampir terjatuh kebawah itu begitu kerasnya pukulan
itu menghantam pinggangnya membuat tulang-belulangnya seperti mau patah.
Akan tetapi justru karena terjangan itu daya luncur tubuhnya menjadi jauh
berkurang dan... "Blaang" tubuhnya terjatuh keras-keras diatas permukaan salju.
Sungguh sakitnya luar biasa akibat bantingan itu untuk sesaat ia merasa tak
mampu untuk merangkak bangun lagi cuma untungnya tidak ada tulang belulang dalam
tubuhnya yang retak atau patah akibat bantingan tersebut.
Sambil merintih kesakitan Ong It sin berusaha merangkak bangun dari atas tanah,
tapi baru saja tangannya menahan permukaan tanah, mendadak muncul kembali daya
tekanan yang sangat berat dari atas punggungnya, sedemikian beratnya tenaga itu
membuat badannya nyaris terbenam semua di atas permukaan salju, akhirnya ia
mampu mengangkat wajahnya juga meski harus bersusah payah.
Ia saksikan si nenek itu sedang menginjak punggungnya dengan wajah penuh
kegusaran Ong It sin merintih, lalu teriaknya: "Hei, apa-apaan kamu ini?"
Nenek itu tertawa dingin.
"Bocah keparat, tak kusangka tampangmu yang ketolol-tololan sesungguhnya
menyimpan tipu muslihat yang begitu licin?"
Dampratan itu tentu saja sangat membingungkan Ong It sin, dia tak tahu apa
maksud si nenek mengucapkan kata-kata semacam itu dengan napas terengah kembali
katanya. "Tipu muslihat apa" Kau jangan sembarangan menuduh... siapa yang menggunakan
tipu muslihat untuk membohongi orang dia adalah cucu kura kura..."
"Baiklah, nah cucu kura kura. Kau simpan kemanakah benda yang berada dalam kotak
kemala itu?" Ong It sin hanya merasakan segumpal bunga salju menerpa diatas wajahnya membuat
pandangannya menjadi kabur.
Cepat cepat ia gelengkan kepalanya untuk membersihkan bunga salju dari wajahnya,
menatapi ia buka kembali matanya maka sebuah kotak kemala telah berada
dihadapannya. Kotak kemala itu adalah kotak peninggalan ayahnya, hanya saja kotak itu sekarang
berada dalam keadaan terbuka, dalam kotak hanya berisi sebuah ukiran pemandangan
alam, tiada benda lain yang berada disini. Setelah melihat kotak itu sekejap,
Ong It sin berkata lagi. "Kapan aku pernah melihat benda dalam kotak itu" Sesungguhnya aku tak pernah
pikirkan kotak ini didalam hati sebab kau menginginkannya maka kuberikan benda
itu kepadamu sekarang kalau kau toh sudah tahu kalau benda ini adalah barang
peninggalan saja kepada pemilik yang sebenarnya"
Berbicara sampai disitu dia lantas meronta dan mencoba untuk mengambilnya.
Akan tetapi nenek itu bertindak lebih cepat, kotak itu disambarnya pergi
kemudian dengan kakinya dia injak telapak tangan pemuda itu.
"Hayo cepat jawab" teriaknya, "kau simpan di mana benda dalam kotak ini..."
Ong It sin meronta keras, begitu terlepas dari injakan kaki lawan dia lantas
duduk sambil terengah engah
"Sudah kukatakan sendiri tadi siapa yang mengetahui benda dalam kotak itu dia
adalah cucu kura kura"
Dengan tatapan yang tajam nenek itu memperhatikan wajah Ong It sin sekian lama
setelah yakin kalau pemuda itu memang tidak ia ketahui, berubah ia berkata lagi:
"Benar kau tidak tahu" Lantas siapa yang memberikan kotak kemala ini kepadamu?"
"Lau Hui dan nona Bwe" jawab pemuda itu cepat.
"Siapakah satu diantara kedua orang itu" tanya nenek itu lagi.
Waktu itu Ong It sin sama sekali tidak memperhatikan persoalan-persoalan itu
didalam hati tentu saja ia menjadi kebingungan setelah menghadapi pertanyaan
tersebut... Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal pemuda itu cuma berdiri melongo
karena tak tahu bagaimana harus menjawab rupanya ia sudah melupakan. Nenek itu
segera mendengus dingin. "Tolol, tak kusangka kau segoblok itu, hayo cepat kau kejar kedua orang itu"
bentaknya. Ong It sin merasakan sekujur badannya linu dan sakit, untuk berdiripun dia harus
berusaha dengan susah payah, baru dua langkah ia berjalan tubuhnya telah
terjerembab kembali keatas tanah.
"Kalau ingin kau susul kedua orang itu susullah sendiri katanya... aku sudah
tidak kuat." Dengan gemas nenek itu mendepakkan kakinya keatas tanah, lalu secepat terbang
dia meluncur ke depan untuk menyusul Lau Hui berdua yang telah berangkat lebih
dulu itu. Ong It sin bangkit berdiri, sayang ia takpunya tenaga untuk berbuat begitu,
terpaksa sambil berbaring diatas tanah ia mengatur napasnya yang terengah engah.
Tidak lama kemudian, secepat sambaran petir nenek itu telah lari kembali menuju
kehadapannya Ong It sin mencoba untuk mengamati nenek itu dijumpainya paras muka perempuan
tua itu hijau membesi. jelas dua orang yang hendak dikejarnya itu tak berhasil
disusulnya. "cepat bangun dan ikut aku pergi" bentak nenek itu kemudian-
"Mau kemana?" "Lembah Ciong cu kok dibukit Tay soat san"
"Mau apa kita pergi kelembah itu?" tanya Ong It sin keheranan.
Dengan marah nenek itu berteriak :
"Kau tak usah berlagak pilon, hayo bangun"
Dengan ujung kakinya ia menjungkit tubuh Ong It sin lalu dilemparkan ketengah
udara. ^ood-woo^ Setelah terlempar ketengah udara, tampaknya Ong It sin segera akan terbanting
lagi ke tanah. Mendadak nenek itu melancarkan tujuh delapan buah serangan totokan kedepan,
desingan angin tajam yang menerjang tubuh anak muda itu segera membuat ia
menjadi segar dan semua rasa sakitnya lenyap tak berbekas.
Sambil bersorak kegirangan ia meluruskan tubuhnya dan melayang turun kebawah,
meskipun harus berdiri dengan sempoyongan toh tidak sampai jatuh tertelungkup
seperti tadi. Karena senangnya, Ong It sin segera berteriak:
"Eeeh... nenek baik, hayo totoklah beberapa kali lagi diatas tubuhku ini..."
"Hmm... sekarang telah kau ketahui kepandaianku" kata sinenek dengan ketus,
"bila kau bersedia menuruti perkataanku,pasti banyak kebaikan yang akan kau
dapat dari tanganku siapa tahu ilmu silatmu akan mendapatkan kemajuan yang pesat
sehingga dikemudian hari tidak lagi dipermainkan orang"
"Apakah kepandaianku bisa menyamaimu?" tanya Ong It sin dengan penuh
pengharapan. Ketika mendengar perkataan itu hawa amarah sempat menghiasi wajah nenek itu,
tapi hanya sebentar saja telah lenyap tak berbekas.
"Tentu saja" jawabnya.
Perlu diterangkan disini, bagi orang persilatan hal yang paling ditakuti sewaktu
menerima murid adalah bila kepandaian silat yang dimiliki muridnya melebihi
kepandaian gurunya. Oleh karena itu kecuali antara guru dan muridnya sudah terjalin hubungan yang
rapat dan saling ada pengertian jarang sekali ada orang yang mau menurunkan
segenap kepandaiannya kepada orang lain dengan demikian perkataan Ong It sin
justru telah melanggar pantangan terbesar bagi umat persilatan, andaikata nenek
itu tidak mengetahui kalau Ong It sin benar benar bodoh mungkin saking marahnya
pemuda itu sudah dibunuhnya. Betapa girang Ong It sin setelah mendengar
kesanggupan sinenek, pikirnya:


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Li ji siok hendak mengajakku menjumpai nenek tapi ia kabur ditengah jalan,
padahal aku tak tahu dimanakah nenekku tinggal, ya daripada gelandangan sendiri
ditempat seperti ini, lebih baik ikut saja sinenek ini pergi kelembah Ciong cu
kok siapa tahu aku betul betul mempelajari ilmu silat yang hebat."
Karena merasa senang, kembali ia berkata:
"Baik, kalau begitu kau musti ajarkan dulu kepandaianmu untuk menghajar hancur
bangku batu tadi." Rupanya Ong It sin merasa amat bangga dan kagum sekali atas kepandaian si nenek
dalam ruang batu tadi, maka begitu membua suara dia lantas menuntut ingin
mempelajari kepandaian tersebut.
Mula mula nenek itu agak tertegun menyusul kemudian sambil tertawa katanya :
"oooh... itu soal gampang, hayo ikutilah aku"
Nenek itu melangkah kedepan diikuti Ong It sin dengan riang gembira mereka
menuju kedepan sebuah pohon yang amat besar.
Pohon pek yang besar itu mempunyai luas batang sepelukan orang sekalipun sudah
mati tapi masih tetap kuat dan kokoh.
Secara beruntun nenek itu melancarkan beberapa buah tepukan keras ketubuh Ong It
sin berbareng dengan tepukan tersebut, sianak muda segera merasakan munculnya
segulung tenaga yang amat dahsyat menyusup kedalam organ tubuhnya, yang mana
membuat ia merasakan badannya kuat dan penuh semangat, tak tahan lagi ia
melompat sambil berpikir sekeras-kerasnya .
Sementara itu si nenek telah berkata lagi sesudah melancarkan beberapa buah
tepukan tadi. "Nah, sekarang cobalah lancarkan serangan keatas pohon besar itu"
"Menghantam pohon itu?" bisik Ong It sin tertegun, "tapi... tapi... pohon itu
begitu besar dan kenapa aku musti menghantamnya?"
"Pokoknya aku suruh engkau memukulnya, kau harus turuti perkataanku" hardiksi
nenek. "Yaa, kanapa tidak kuturuti saja perkataannya?" demikian Ong It sin berpikir,
"Siapa tahu kalau ucapan si nenek ada benarnya juga " atau mungkin dengan sebuah
pukulanku ini, pohon tersebut bisa kuhantam sampai hancur berkeping keping,
Waaah, kalau aku bisa begitu, pasti hebat deh keadaannya"
Berpikir sampai disitu, dia lantas merendahkan tubuhnya, lalu dengan gerakan
yang kebodoh bodohan telapak tangannya disodok kemuka melepaskan sebuah pukulan.
Apa yang kemudian terjadi" Sungguh diluar dugaan Bersamaan dengan gerakan
menyodok tersebut, timbullah desingan angin pukulan yang menderu deru,
sedemikian dahsyatnya angin pukulan itu membuat tumpukan salju diatas permukaan
tanah ikut tergulung semua.
Mimpipun Ong It sin tidak menyangka kalau serangannya disertai tenaga penghancur
yang begini dahsyatnya, ia menjadi ketakutan sendiri dan mundur beberapa langkah
dengan wajah memucat. Sekalipun ia mundur ke belakang akantetapi angin pukulan yang dilancarkan api
sudah keburu menggulung ke muka dengan dahsyatnya.
"Blaaamm..." suatu ledakan keras tak bisa dihindari lagi, ketika termakan
pukulan tersebut pohon besar itu segera tumbang dan menerbitkan suara keras.
Bunga salju beterbangan menyelimuti pemandangan disekelilingnya, sampai lama
sekali, keadaan baru bisa pulih kembali seperti sedia kala...
Untuk sesaat lamanya Ong It sin cuma bisa berdiri tertegun dengan wajah kebodoh
bodohan, ditatapnya sinenek dengan wajah termangun. Si nenek itu sendiri segera
menatap pula sambil tertawa terkekeh kekeh.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... bagaimana Hebat bukan kepandaian silatmu
sekarang?" katanya "Eeh... eeehh... aa..., apakah pukulan tersebut... dihasilkan dari telapak
tangan sendiri?" bisik Ong It sin kemudian dengan suara tergagap. Nenek itu
segera tertawa, "Tentu saja dihasilkan oleh telapak tangan sendiri barusan aku telah membantu
kau untuk menembusi delapan nadi penting disekujur tubuh mungkin tenaga dalammu
sudah memperoleh kemajuan yang pesat, dan kau pantas disebut seorang jago kelas
wahid sekolong langit"
Sudah cukup lama Ong It sin bercokol dalam perkampungan keluarga Li yang
dipimpin si Dewa perak Li Liong, kendatipun ilmu silatnya tak becus, tapi cukup
banyak cerita cerita tentang ilmu silat yang pernah didengar olehnya.
Diapun pernah mendengar bahwa seseorang jika kedelapan nadi pentingnya sudah
berhasil ditembusi, maka ilmu silatnya bisa mencapai puncak kesempurnaan, sebab
itulah ia percaya seratus persen sehabis mendengar perkataan dari nenek
tersebut. "oooh... terima kasih banyak atas budi kebaikan suhu..." buru buru katanya.
"Eeeh... eehh... aku bukan suhumu" tampik si nenek dengan cepat.
Ong It sin membelalakkan matanya semakin lebarjelas tampak betapa kecepatan
pemuda itu. Si nenek kembali berkata sambil tertawa:
"Tingkat kehebatan dari tenaga dalammu sudah hampir mencapai taraf kepandaianku
sendiri, mana aku pantas menjadi gurumu?"
Ketika Ong It sin mendengar perkataan dari nenek itu, disamping merasa agak
terkejut, diapun merasa bagaikan melayang layang dalam sorga loka. Dengan suara
yang tinggi rendah tak menentu katanya dengan cepat:
"Aaah... mana, mana, tentu saja kungfumu jauh lebih hebat dari pada kepandaian
silatku" Ternyata ia telah bersikap sungkat sungkan terhadap nenek itu.
Tak tahan lagi si nenek segera tertawa terbahak bahak lantaran geli.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau tak usah terlalu sungkan sungkan kepadaku
kita sekarang sudah hampir seimbang, tentu pula kedudukan kita hampir
sederajat... kenapa musti sungkan sungkan terhadap orang yang sama
kedudukannya?" Makin diumpak Ong It sin makin senang ia tertawa kebodoh bodohan.
"Heehhh... heehhh... heehhh... betul juga perkataan si nenek ini tapi biar
kucoba sekali lagi tenaga seranganku ini"
Sambil berkata ia lantas bersiap siap untuk melancarkan sebuah pukulan lagi.
Tapi sebelum niat tersebut dilantarkan, si nenek telah mencegah niatnya itu.
"Jangan, jangan kau coba kepandaianmu secara sembarangan" katanya, "ingatlah
baik-baik, sekarang kau telah menjadi seorang jago nomor wahid dikolong langit,
andaikata tidak berada dalam keadaan yang kritis atau terancam jiwamu, jangan
sekali kali kau gunakan kepandaianmu secara sembarangan"
"Yaa, betul juga perkataanmu" Ong It sin manggut manggut berulang kali.
Telapak tangan yang telah dipersiapkan pun segera diturunkan kembali kebawah,
selain itu kata kata dari si nenek tadipun diukir dalam dalam di lubuk hatinya
ia akan mengingatkan selalu bahwa pukulan mautnya tak boleh digunakan jika
jiwanya tidak terancam oleh bahaya, sebab sekarang ia telah menjadi seorang
jagoan nomor satu dikolong langit.
Pembaca yang budiman, untuk belajar silat maka bukan saja seseorang dibutuhkan
ketekunannya untuk berlatih diapun harus mempunyai bakat yang bagus.
Seandainya secara kebetulan ia mempunyai bakat bagus, untuk menjadi seorang jago
tangguh dalam sepuluh atau setengah bulan bukanlah suatu kejadian yang mustahil.
Akan tetapi, untuk menjadi seorang jagoan hanya cukup dalam waktu singkat, hal
ini adalah suatu omong kosong.
Lantas, apa pula yang terjadi dengan diri Ong It sin tadi" Apa sebabnya dari
balik tubuhnya bisa terpancar keluar tenaga pukulan dahsyat itu..."
Sebagaimana diketahui, sebelum Ong It sin melancarkan serangannya tadi, si nenek
itu telah menepuk beberapa kali disekujur tubuhnya, nah dalam setiap kali
tepukan itulah secara diam diam si nenek tersebut telah menyusupkan kekuatan
hawa murninya ke dalam tubuh Ong It sin-
Dengan kekuatan yang disusupkan ke tubuhnya tadi, maka disaat Ong It sin
melancarkan serangannya tadi, maka segenap kekuatan yang terkumpul dalam
tubuhnya meluncur keluar bagaikan air bak sudah barang tentu hebatnya bukan
kepalang: Tapi menyusul pukulan itu segenap kekuatan yang semula disusupkan ke dalam
tubuhnya oleh si nenek pun kandas dan lenyap tak berbekas, andai kata Ong It sin
sampai melepaskan pukulannya yang kedua, maka jangankan untuk mematahkan
sebatang pohon, untuk mematahkan selembar rumputpun belum tentu mampu.
Dengan alasan inilah maka disaat Ong It sin hendak mencoba pukulannya yang kedua
buru- buru nenek tersebut menghalangi niatnya itu...
Begitulah Ong It sin semakin percaya kalau kepandaian silatnya sudah mencapai
puncak kesempurnaan betapa girang hatinya sukar dilukiskan dengan kata- kata
sampai-sampai sewaktu berjalanpun dadanya dibusungkan dan kepalanya diangkat
tinggi-tinggi. "Apakah sekarang kau bersedia menganggapku sebagai sahabat?" tanya si nenek
kemudian- "Tentu saja tentu saja, sepantasnya kau adalah sahabatku yang paling akrab..."
jawab pemuda itu dengan segera.
"Usiaku berlipat lipat kali lebih tua darimu, bagaimana kalau kau sebut aku
sebagai si nenek saja"
"Bagus sekali si nenek."
Saat ini ia merasa betapa menyenangkannya suasana disekeliling tempat itu, sebab
bukan saja ia pernah berkenalan dengan Bwe Yau yang begitu menaruh perhatian
kepadanya, sekarang diapun mempunyai sahabat si nenek yang telah menjadikan
dirinya sebagai seorang jago silat kelas satu dalam dunia persilatan-
"Bukankah sedianya kau akan pergi ke lembah Ciong cu kok di bukit Tay soat san"
tanya si nenek kemudian-Dengan cepat Ong It sin gelengkan kepalanya.
"Bukan, bukan, Liji siok membawaku kemari untuk menjumpai nenekku" katanya.
"Nenekmu..." Siapa kah nenekmu itu?" tanya si nenek sudah tertegun sejenak.
cepat Ong It sin gelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu, sejak dilahirkan hingga sekarang belum pernah kujumpai dirinya,
andaikata Liji siok tidak memberi tahukan hal ini kepadaku, aku benar-benar
tidak tahu kalau di dunia ini masih terdapat sanak sedekat itu"
"Aaah... betul, jadi orang yang kabur terbirit birit setelah berjumpa dengan
diriku tadi adalah Liji siokmu itu?"
"Yaa, betul, betul Memang dia"
"Lantas siapa ibumu?" tanya si nenek itu kemudian.
"Eeeh... bukankah kau pernah berkata kenal dengan ayahku" masa kaupun tidak tahu
siapakah ibuku" Kalau ibuku sudah mati lama sekali, jadi akupun tak bisa
membayangkan bagaimanakah raut wajahnya" Setelah berhenti sejenak katanya
kembali: "Tapi yang jelas dia adik perempuan dari Si Dewa perak Li Liong yang berdiam
dilembah Li hu kok wilayah Kiam bun propinsi suchuan...?"
Begitu mendengar keterangan tersebut tiba tiba saja paras muka nenek itu berubah
hebat. "Jadi kalau begitu, nenek yang hendak kau jumpai itu adalah ibunya Li Liong..."
Berbicara sampai disitu tiba tiba ia berhenti kembali:
"Hei, si nenek, apa kah kau kenal dengan dia orang tua?" buru buru Ong It sin
bertanya. Nenek itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kau sendiri saja tidak kenal dengan nenekmu mana mungkin aku bisa kenal?"
sahutnya. Padahal kalau didengarkan dengan seksama jelas kedengaran bahwa perkataan
sinenek yang pertama kata katanya yang terakhir bernama saling bertentangan cuma
sayang Ong It sin terlalu goblok sehingga penyakit sejelas itupun tidak
diketahui olehnya. Bahkan dia malah mengangguk berulang kali.
"Yaa, yaa, betul juga perkataan sinenek" katanya.
"Jadi kalau begitu, sesungguhnya kaupun belum mempersiapkan diri untuk
berkunjung kelembah Ciong cu kok dibukit Toa soat san ?"
Ong It sin segera menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal
"Aku... aku... tak pernah berpikir sampai kesitu, mana mungkin mengadakan
persiapan segala?" Nenek itu tidak banyak bicara lagi, setelah berpikir sebentar ia menutup kembali
kotak kemala itu dan diserahkan kembali kepada Ong It sin-
Sungguh terharu perasaan Ong It sin setelah menerima kembali kotak kemala itu,
untuk sesaat dia tak tahu apa yang musti diucapkan nenek itu. Sementara dia
masih kebingungan, terdengar nenek itu sudah berkata lagi: "sekarang kita boleh
berangkat bersama sama menuju kelembah Ciong cu kok mengerti?"
Sesungguhnya Ong It sin tidak habis mengerti mengapa nenek itu bersikeras hendak
mengajaknya mengunjungi lembah Ciong cu kok bersama sama akan tetapi mengangguk
juga setelah mendengar perkataan itu. Kembali nenek itu berkata:
"Sekalipun dikatakan berangkat bersama, tapi yang jelas kau berjalan sendiri dan
aku berjalan sendiri, kau tak boleh berangkat bersama sama aku aku harap kau
bisa memahami akan hal ini"
Ong It sin jadi melongo, dipikir ia merasa pikirannya semakin bingung untuk
sesaat lamanya dia cuma bisa mengerdipkan matanya sambil garuk garuk kepalanya
yang tidak gatal Hampir saja nenek itu melontarkan caci makinya yang paling kotor setelah melihat
sikap pemuda itu tapi begitu teringat ia masih membutuhkan tenaga pemuda bodoh
itu maka sedapat mungkin nenek itu berusaha agar jangan meninggalkan kesan jelek
dihatinya. Maka sambil tertawa paksa katanya,
"Apa kah kau masih belum paham dengan perkataanku" Maksudku kau berjalan lebih
duluan di depan, sedang aku akan menyusulmu dari belakang mengerti?"
Sekarang Ong It sin telah memahami perkataannya, diapun bertanya dengan cepat:
"Tapi aku tidak kenal jalan, bagaimana caraku untuk mencapai lembah ciok cu kok
tersebut?" "Kau akan berjalan saja terus lurus ke depan" kata si nenek sambil menunjuk ke
depan, "setiap hari aku akan bertemu satu kali denganmu untuk menunjukkan jalan
yang mesti ditempuh"
"Aneh betul nenek ini" diam diam Ong It sin berpikir, "kan lebih baik melakukan
perjalanan bersama sama dari pada musti bersusah payah begini" Heran, kukoay
betul watak nenek ini, entah apa yang dipikirkan?"
Akan tetapi berhubung ia merasa berterima kasih sekali kepada si nenek yang
telah merubahnya menjadi seorang jagoan kelas wahid dalam dunia persilatan
diwaktu singkat, maka pemuda itupun tidak bertanya lebih lanjut...
"Baiklah" katanya kemudian, "akan kuturuti semua perkataan itu, tapi... apa kah
kotak kemala ini sudah tidak kau maui lagi?"
Nenek itu tersenyum. "Benda itu kan merupakan barang peninggalan dari ayahmu" Kenapa aku musti
memintanya darimu jangan sok serius, aku merebutnya tadi darimu hanya bermaksud
untuk bergurau saja"
Ong It sin semakin gembira, sambil tertawa terkekeh kekeh ia simpan kotak kemala
itu kedalam sakunya. "Heeeh... heeeh... heeeh... bagus sekali, bagus sekali, akan berangkat duluan"
katanya. Karena gembiranya, semangatnya berkobar kobar dengan sendirinya ketika ia
melangkah dengan langkah lebar, tubuhnya seakan akan terasa lebih enteng dan
cepat, pemuda itu lantas mengira kalau tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan
pesat Sekaligus ia berjalan sejauh tujuh delapan li, tapi apa yang dilihat melulu
lapisan salju yang putih dimana-mana, untung hujan salju telah berhenti.
Ong It sin berhenti ditengah padang salju dan melongok sekejap kesekeliling
tempat itu, ia sakslkan kecuali dirinya sendiri tak nampak sesosok manusiapun
disana. Seandainya kejadian ini berlangsung sehari sebelumnya, pemuda itu pasti akan
merasa ketakutan tapi kini dia percaya kalau tenaga dalamnya sudah sempurna,
maka terhadap keheningan dan keseraman suasana disitu tidak terlalu ia pikirkan.
Lima empat li kembali sudah dilampaui ditengah keheningan yang mencekam seluruh
jagad itulah tiba tiba dari kejauhan sana dia mendengar suara gonggongan anjing
yang ramai sekali begitu nyaringnya gonggongan kawanan anjing itu sehingga cukup
menggetarkan sukma. Ong It sin menjadi terkejut dan hampir saja ia mengambil langkah seribu, untung
teringat olehnya akan ilmu silat yang dimilikinya, sambil menepuk dada sendiri
segera bisiknya: "Hey, apa yang mesti ditakuti" Jangan lupa, kau adalah jagoan nomor satu dalam
dunia persilatan" Berpikir sampai disitu, dia lantas menengok ke belakang, tapi apa yang kemudian
terlihat segera mendebarkan jantungnya keras- keras.
Seorang gadis berbaju merah dan kuning sedang berlarian mendekat dari tempat
kejauhan. Dalam bopongan gadis itu seakan akan membawa suatu benda, menanti Ong It sin
menengok untuk kedua kalinya, gadis itu terjatuh berulang kali ditanah.
Kurang lebih setengah li dibelakang gadis itu, tampaklah bunga bunga salju
beterbangan keangkasa, lamat lamat tampaklah tujuh delapan ekor anjing gembala
yang amat besar sedang menarik sebuah kereta salju dan meluncur datang dengan
cepatnya. Diantara gonggongan anjing yang memekikkan telinga, kedengaran pula suara
bentakan yang nyaring. Terdengar seseorang sedang berteriak dengan suara yang lantang.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu dia, perempuan sialan tersebut berada tak jauh didepan sana, hayo cepat
dikejar" Menyusul bentakan bentakan manusia, kedengaran pula suara cambuk yang dibunylkan
amat nyaring, gonggongan anjingpun berkumandang semakin keras dan ramai.
Sekalipun berulang kali gadis itu terjatuh ketanah ternyata gerakan tubuhnya
cukup cepat. Bahkan ketika menjumpai Ong It sin berada di sana ia lari menghampirinya.
Setelah gadis itu berada dihadapannya, Ong It sin baru dapat melihat jelas bahwa
gadis itu ternyata mengenakan seperangkat baju berwarna kuning telur, sedang
warna merah yang terlihat dari kejauhan tadi adalah warna darah yang menodai
hampir separuh bagian tubuhnya
Ketika berada lima enam kaki dihadapan Ong It sin tiba tiba gadis itu
(Ada hal hilang) sepasang matanya yang genit, hal ini membuat Ong It sin merasa jantungnya
berdebar semakin keras lagi.
Sepanjang hidupnya belum pernah Ong It sin mendapat kesempatan untuk mendekati
gadis cantik, sekalipun apa yang dia bayangkan belum pernah terbayang olehnya
bakal menjumpai lirikan mata seorang gadis secantik dan seindah itu, maka dari
itu mukanya menjadi merah padam dan pikirannya menjadi melayang-layang.
Buru-buru ia melengos kearah lain, meski sesungguhnya ia kepingin sekali
memandang gadis tersebut sekali lagi, tapi hatinya tidak berani untuk melakukan
hal ini. Sementara pemuda itu masih berdiri dengan perasaan bimbang terdengarlah suara
bunyi cambuk dan gonggongan anjing yang semula ramai kini sudah reda dan tak
terdengar lagi. Buru buru ia berpaling dan celingukan keempat penjuru ternyata kereta salju itu
telah berhenti dua orang pria bermantel kulit yang berawakan tinggi besar
melompat turun dari kereta salju dan berjalan menghampirinya.
Dengan sekali lompat Ong It sin menghadang dihadapan kedua orang itu, ia lihat
mereka berusia antara empat puluh tahunan, mukanya keren dan cukup gagah.
Ketika jalan perginya dihadang kedua orang itu pun berhenti sambil memperhatikan
lawannya dengan wajah tercengang, kemudian sambil memberi hormat katanya:
"Sahabat silahkan menyingkir ke samping, jangan menghalangi tugas kami"
Ong It sin adalah seorang pemuda yang paling suka mencampuri urusan orang lain,
tapi dia tak punya akal dan semua perbuatannya hanya dilakukan atas dorongan
suara hatinya. Karena itu setelah ditegur lawan, dia menjadi gelagapan dan tak tahu apa yang
mesti dilakukan- Selang sesaat kemudian sambil melototkan matanya ia berseru, "Tugas apa yang
hendak kalian lakukan?"
Sambil menuding si gadis yang berada diatas salju kata kedua orang laki laki
itu. "Perempuan rendah ini telah melarikan sebuah benda milik pocu kami, dan sekarang
kami mendapat tugas untuk menangkapnya kembali perempuan rendah ini bukan
manusia baik-baik, lebih baik kau tak usah banyak mencampuri urusan orang lain"
Seandainya berganti orang lain yang menghadapi kejadian itu paling sedikit ia
akan mencari tahu duduknya perkara setelah mendengar penjelasan tersebut.
Tapi Ong It sin sudah menganggap dirinya sebagai pendekar besar ksatria budiman,
ia enggan bertanya lebih jauh malah tanpa mencari tahu merah atau putihnya
persoalan kembali bentaknya.
"omong kosong, darimana kalian bisa tahu kalau dia orang baik baik" Hey, kamu
berdua dari benteng mana?"
Dua orang laki laki itu agak tertegun, kemudian jawabnya:
"Sobat seribu li disebelah timur bukit Altai hanya ada sebuah benteng Khekpo
memangnya kau anggap kami berasal dari benteng mana?"
Dalam anggapan orang itu, Ong It sin pasti akan menunjukkan wajah terkejut
setelah mendengar nama benteng mereka.
Siapa tahu anak muda itu masih tertegun dengan wajah tidak mengerti.
Maka merekapun berkata lagi:
"Pernah kau dengar tentang benteng Khekpo?"
"Tidak pernah" jawab pemuda itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Dua orang laki laki itu saling berpandangan sekejap. lalu berkata lagi: "Kalau
begitu bolehkah aku tahu siapa namamu?"
"Aku bernama Ong It sin"
Kemudian setelah berhenti sebentar, ia menerangkan lebih jauh:
"Aku adalah seorang jagoan tangguh nomer wahid dikolong langit, kalian berdua
jangan harap bisa menangkap diriku, lebih baik cepatlah pulang dan laporkan
kepada pocu kalian, agar ia jangan mengejar seorang gadis dan bayi lagi"
Paras muka dua orang laki laki itu berubah membesi, segera tegurnya pula:
"Sobat kau jangan mencampuri urusan ini, dia bukan orang baik baik tahukah kau
bahwa gadis ini adalah putrinya Hek wu kong (kelabang hitam) Be Ji nio?"
Pada hakekatnya Ong It sin tidak tahu siapakah si kelabang hitam Be Ji Nio itu,
sekalipUn banyak juga nama nama jago persilatan yang diketahuinya tapi sebagian
besar merupakan jago disekitar Suchuan, tentu saja jago dari wilayah See ih tak
ada yang diketahuinya. Sekalipun demikian, diapun dapat merasakan juga bahwa Be
Ji Nio bukan orang baik baik, ini terbukti dari julukannya yang menggunakan si
kelabang hitam. Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali pemuda itu berkata lagi kepada
kedua orang lawannya: "Keliru besar kalau kalian berdua berkata demikian, sekalipun aku tidak kenal
manusia macam apakah Be Ji Nio itu, Tapi aku yakin sekalipun Be Ji Nio bukan
orang baik baik, tapi sebagai putrinya belum tentu dia juga orang jahat, selain
itu..." Pemuda itu masih mencoba berkhotbah lebih jauh, tapi dua orang laki laki itu
sudah tidak sabar lagi, mendadak mereka menerjang maju beberapa langkah. Begitu
merasakan gelagat tidak menguntungkan, Ong It sin segera membentak keras:
"Hey, hey jangan sembarangan maju yaa. Hati hati kalau kusobek perutmu bisa
keluar semua isi perutmu"
Sambil mengancam, dia lantas merendahkan tubuhnya bersikap seakan akan memasang
kuda kuda, kemudian mengayunkan telapak tangannya seperti mau melancarkan
serangan- Sesungguhnya gaya si anak muda itu kuda tidak mirip kuda keledai tidak mirip
keledai bukan saja tak masuk dalam daftar dan lagi lucu sekali.
Namun kedua orang laki laki kekar itu tak berani bertindak gegabah, sebab
pertama bentakan dari pemuda itu cukup nyaring, kedua merekapun belum tahu asal
usulnya yang sesungguhnya.
Betapa bangga dan gembiranya Ong It sin setelah menyaksikan kedua orang laki
laki itu tak berani bertindak lebih lanjut kembali bualnya:
"Tenaga dalamku sudah mencapai puncak kesempurnaan apa bila tidak berada dalam
keadaan terdesak atau berbahaya, tak akan kulantarkan serangan secara gegabah
maka dari itu kalian jangan memaksaku untuk turun tangan... coba lihatlah enso
itu tubuhnya sudah terluka parah, kenapa kalian masih saja mengejarnya terus
menerus?" "Ia menderita luka parah?" jengek seorang di antara dua laki laki itu sambil
tertawa dingin- "Tentu saja, coba kau lihat darah yang menodai tubuhnya masa kalian tidak
melihatnya?" Sampai detik ini kedua orang laki laki itu baru sadar bahwa mereka telah
berjumpa dengan seorang telur busuk yang goblok. kontan saja mereka membentak
marah: "Kontol!!!! Ketahuilah, darah itu bukan darahnya melainkan darah dari tujuh
orang saudara kami yang telah dibunuhnya"
Sementara Ong It sin masih tertegun, tiba tiba nyonya muda itu membentak keras,
tubuhnya melompat keudara bagaikan burung elang terbang ke angkasa, dengan
tangan sebelah ia membopong bayi itu, tangan yang lain disebarkan kedepan-
Segerombol jarum-jarum emas yang lembut dan bersinar tajam segera berhamburan
keempat penjuru Dua orang laki laki itu segera mengebaskan ujung bajunya, angin tajam menderu-
deru, sebagian besar jarum lembut yang mengancam tubuh merekapun segera tersapu
lenyap diudara. Sekarang mereka tidak mempedulikan Ong It sin lagi begitu lolos dari ancaman,
tubuh mereka serentak menerjang kedepan
Akan tetapi si bego Ong It sin tidak mau melepaskan kesempatan baiknya untuk
menjadi "ksatria budiman" dengan begitu saja melihat kedua orang laki-laki itu
menyerbu ke muka, dia ikut menyerbu pula ke dalam gelanggang.
Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau jarum emas yang dipergunakan nyonya
muda itu barusan adalah jarum lembut khusus untuk memecahkan tenaga dalam orang,
andaikata hatinya tak keji, tak nanti ia akan mempergunakan senjata terkutuk
itu. "Hey kalian tak boleh berkelahi dengan enso itu" demikian teriaknya keras- keras
"jika kalian ngotot terus, jangan salahkan kalau aku segera akan turun tangan"
Dalam pada itu nyonya muda itu sudah melompat dua kali kesisi arena, diantarag
etaran tangannya tahu-tahu dalam genggaman tangan kanannya telah ditambah dengan
sebilah senjata yang aneh sekali bentuknya.
Sepintas lalu senjata tersebut mirip dengan sebilah pedang panjang, akan tetapi
diujung senjata tersebut dipenuhi jarum jarum yang lembut yang memancarkan sinar
keemas emasan- Tentu saja Ong It sin tidak akan tahu kalau senjata tersebut dikenal orang
persilatan sebagai "Tek hong chi" Duri lebah beracUn-
Dua orang laki-laki kekar yang sedang siap menerjang itu serentak menghentikan
tubuhnya setelah menyaksikan nyonya muda itu mengeluarkan senjata andalannya.
Untuk sesaat lamanya suasanya menjadi hening, kedua belah pihak sama-sama
berdiri saling berpandang tanpa berkutik.
Ditengah keheningan itulah, tiba-tiba terdengar suara mendesis yang amat
nyaring, menyusul kemudian segulung asap hijau meluncur ke udara dan meledak.
Kontan saja paras muka nyonya muda itu berubah hebat, buru- buru teriaknya:
"Ksatria budiman, bereskan kedua orang ini dengan cepat, kasihanilah aku dan
anakku, kalau tidak kabur sekarang mungkin kami tak bisa lolos lagi dari
cengkeraman mereka" Berkobar rasanya darah panas dalam dada Ong It sin, sambil membentak keras
telapak tangan kirinya didorong ke muka. Lalu sambil menerjang maju teriaknya:
"Enso jangan takut, aku tak akan duduk berpeluk tangan belaka membiarkan kau
menjadi manusia bajingan bajingan ini"
Didalam anggapannya, begitu serangan tersebut dilancarkan, kedua orang laki laki
itu pasti akan melecap bagaikan layang layang putus talinya atau bahkan saking
dahsyatnya serangan tersebut si nyonya muda yang berada dibelakang kedua orang
laki laki itupun ikut terhajar terluka parah
Siapa tahu meskipun pukulan telah dilancarkan namun kedua orang laki laki itu
masih tetap tenang tenang saja seakan akan tak pernah terjadi sesuatu apapun
bahkan mereka telah menggetarkan lengannya dan masing masing mencabut keluar
sebuah ruyung baja beruas sembilan-
Sambil menggetarkan ruyungnya, dua orang itu menyerbu lagi ke depan satu dari
depan yang lain dari belakang serentak mengepung nyonya muda itu rapat rapat.
Nyonya muda itu tampak semakin gelisah kembali teriaknya dengan perasaan cemas:
"Ksatria budiman sebentar lagi seorang gembong iblis yang lihay segera akan tiba
disini bila kau tidak turun tangan lagi niscaya kami tak dapat meloloskan diri"
Sesungguhnya bukan Ong It sin yang enggan turun tangan, tapi pukulannya sama
sekali tidak menghasilkan angin pukulan seperti apa yang digembar gemborkan
semula, kenyataan ini tentu saja menggelisahkan pula si nyonya muda itu.
Sambil menggaruk garuk kepalanya ia mencoba untuk memeriksa sepasang telapak
tangannya dengan seksama pikirnya mungkin ada sesuatu yang tidak beres disitu,
tapi periksa ia merasa telapak tangannya normal dan sedikitpun tak ada sesuatu
yang aneh. Dengan penasaran pemuda itu mengayunkan kembali telapak tangannya melancarkan
beberapa puluh kali pukulan tapi sedikitpun tak ada gunanya peluh mulai
membasahi pipinya karena cemas.
Sementara itu nyonya muda tadi sudah terlibat dalam pertarungan sengit melawan
dua orang laki laki itu sepanjang pertempuran berlangsung, dua orang laki laki
itu hanya bertahan tanpa melancarkan serangan-
Nyonya muda itu semakin gelisah, senjata Duri lebah beracunnya diputar
sedemikian rupa menciptakan gulungan gulungan cahaya kuning yang menyilaukan
mata, desingan tajam yang menderu deru seakan akan setiap saat mencari mangsa.
Sekalipun serangan dari nyonya muda itu cukup dahsyat, akan tetapi pertahanan
yang dilakukan dua orang laki laki itu dengan senjata ruyung beruas sembilannya
terhitung tangguh pula, ibaratnya dua gulung mega hitam yang menyelimuti angkasa
kemanapun nyonya muda itu berusaha untuk melepaskan diri, usahanya selalu gagaL
Pertarungan yang melibatkan tiga orang itu berlangsung dengan cepatnya, Ong It
sin hanya merasakan awan hitam menggulung kesana kemari diiringi kilatan cahaya
emas jangankan mengetahui jurus serangan apa yang dipergunakan ketiga orang itu
bagaikan gerakannya tidak tahu.
Dia hanya ribut terus dengan telapak tangannya ia sedang ia berusaha untuk
menemukan kembali tenaga dalamnya yang hilang.
Pada saat itulah tiba tiba dari kejauhan berkumandang suara pekikan nyaring mula
mula pekikan tersebut berasal dari tempat yang cukup jauh tapi sekejap kemudian
sudah berada dekat sekali dengan serak
Menyusul suara pekikan nyaring itu, tiba tiba si anak muda itu merasakan
pandangan matanya menjadi silau, diiringi suara bentakan keras bagaikan guntur
membelah bumi disiang hari belong sesosok bayangan hijau telah muncul didepan
mata. Ong It sin terperanjat sekali menyaksikan kehadiran bayangan tersebut dengan
keadaan seseram itu, buru buru diperhatikan orang itu seksama ternyata adalah
seorang kakek berbaju hijau yang mempunyai perawakan tinggi besar. orang ini
adalah Ik tianglo golongan berbaju hijau dari benteng Khekpo. Begitu munculkan
diri, dengan suara nyaring Ik tianglo segera membentak keras: "Tahan"
Kebetulan Ong It sin berdiri sangat dekat dengan Ik tianglo ketika mendengar
bentakan nyaring itu, seakan-akan ada guntur yang membelah bumi disiang hari
belong, pemuda itu merasakan sepasang kakinya menjadi lemas dan..
"Bluuk" ia jatuh terduduk diatas permukaan salju.
Beberapa kali ia mencoba untuk bangkit berdiri tapi setiap kali ia roboh kembali
keatas tanah. Gelisah sekali Ong It sin menghadapi kejadian seperti ini pikirnya:
"Aku adalah seorang jago lihay nomer satu dalam dunia persilatan, masa kekuatan
untuk duduk saja tidak mampu?"
Berpikir sampai disitu, sekuat tenaga dia lantas meronta dan merangkak bangun.
Tapi pada saat itulah kebetulan sekali Ik tianglo sedang berpaling kearahnya,
menyaksikan sinar matanya yang begitu hijau dan tajam, sekali lagi Ong It sin
menjerit kaget badan yang baru saja berdiri tegak kembali roboh ketanah dan tak
mampu berkutik lagi. Ik tianglo tidak lebih hanya memperhatikan Ong It sin sekejap. kemudian
berpaling kearah lain Sementara itu pertarungan antara dua orang laki laki itu melawan si nyonya
mudapun telah berhenti. Rambut si nyonya muda itu kalau dua terurai tak karuan, wajahnya pucat pias
seperti mayat, jeritnya dengan suara lengking:
"Ik tianglo kau berhasil menyusul kami berdua ibu dan anak, apakah yang hendak
kau lakukan?" Ik tianglo tidak menjawab, melainkan maju ke depan dan memberi hormat kepada
nyonya muda itu sambil katanya: "Menunjuk hormat buat hujin"
"ciss, aku sudah meninggalkan benteng Khekpo dengan pocu kalian tentu saja tak
ada sangkut pautnya lagi, lebih baik jangan memanggil hujin kepadaku, hujan mau
bekuk, mau tangkap lakukanlah dengan segera..."
Sementara itu Ong It sin hanya duduk termenung diatas salju sambil memandang
orang disekelilingnya dengan rasa bingung dan tidak habis mengerti.
Kalau ditinjau dari apa yang diucapkan Ik tianglo tersebut agaknya kedudukan
nyonya muda itu adalah nyonya pocu dari benteng Khekpo. Tapi hal ini mana
mungkin bisa terjadi"
Sebetulnya Ong It sin paling enggan mengakui ketololan sendiri tapi sekarang tak
urung pikirnya juga. "Goblok!!! Melantur kemana pikiranmu" Tentu saja dia tak mungkin adalah pocu
hujin dari benteng Khekpo"
Tapi kenyataannya justru berbalikan dengan apa yang dipikirkan Ong It sin ketika
itu. Kembali Ik tianglo membungkukkan badannya memberi hormat sambil berkata:
"Hamba tidak berani menyusahkan hujin, ada pun kedatanganku adalah untuk
menjemput hujin pulang ke benteng"
Ketika mendengar perkataan itu dua orang laki laki bertubuh kekar itu segera
memperhatikan wajah penasaran, teriaknya dengan cepat:
"Liok tianglo diantara sepuluh orang saudara kami yang melakukan pengejaran,
kini tinggal dua orang yang masih hidup bagaimanakah dengan hutang darah ini?"
Jangan dilihat sikap Ik tianglo terhadap nyonya muda itu selalu lembut dan
menaruh hormat namun sikapnya terhadap dua orang laki laki tersebut ternyata


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras dan keren- "Ngaco belo" dampratnya "perintah ini datang dari pocu sendiri siapa yang berani
menentangnya?" "Heeeh... heehhh... heeehhh... akulah yang akan menentangnya" tiba-tiba nyonya
muda itu nyeletuk. Ik tianglo menghela napas panjang. "Aaai... hujin.."
Baru dua patah kata, si nyonya muda itu sudah menukas sambil menjerit lengking:
"Tapi hamba mendapat perintah dari pocu untuk mengundang hujin pulang ke
benteng, apabila hujin bersikeras tak mau pulang..."
"Kenapa?" ejek nyonya muda itu sambil tertawa dingin, "kau hendak membekukan dan
menyeretnya pulang bukan" Aku tahu bahwa aku bukan tandinganmu, kaupun
mengetahui akan hal ini, kenapa masih belum juga turun tangan.." Apalagi yang
kau nantikan?" Ik tianglo segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak, bukan begitu, pocu hanya berpesan seandainya kau bersikeras tak mau
kembali, maka tolong serahkan kembali benda yang kau bawa kabur itu kepadaku,
pocu pun berkata, satu malam menjadi suami istri seratus tahun akan teringat
selalu meskipun kau telah pergi, tapi kapan saja kau ingin kembali
kepangkuannya, pintu gerbang Khekpo masih terbuka untukmu"
ooodowooo "Huuuh... tak usah banyak bicara lagi" seru nyonya muda itu sambil tertawa
dingin, "jangan harap benda yang berhasil kudapatkan itu kuserahkan kembali
kepadamu" Berbicara sampai disini, perasaan murung dan sedih melintas diatas wajahnya,
tapi hanya sesaat kemudian telah lenyap kembali menyusul kemudian katanya lebih
jauh: "Seharusnya kau tahu kenapa aku bersedia kawin dengan seorang tua bangka semacam
dia, aku... aku telah membayar mahal untuk benda tersebut bayangkan sendiri
apakah benda yang berhasil kuperoleh dengan susah payah itu akan kuserahkan
kepadamu kembali" Aku telah bertekad akan hidup dan mati bersama benda itu, apa
bila ia tidak ingin menyaksikan putranya tewas ditanganku lebih baik berilah
jalan hidup bagiku" Sambil berkata, senjata anehnya langsung bergerak menyingkap kain yang
membungkus tubuh bayi itu kemudian memalangkan senjatanya ditengkuk sang orok.
Dengan tersingkapnya kain pembungkus itu maka muncullah seraut wajah sang orok
yang masih merah dengan sepasang matanya yang besar, agaknya orok itu baru
berusia empat lima bulan diantara perputaran biji mata, tampak otot urat itu
sangat menawan hati Disamping wajah orok itu lamat-lamat terlihat sebuah gagang pedang, dari ukir-
ukirannya yang indah dapat diketahui bahwa pedang tersebut pastilah sebilah
pedang antik yang sudah berusia ratusan tahun.
Demikianlah, setelah menyingkap bungkusan itu nyonya muda itu memalangkan
pedangnya diwajah si orok yang masih berwarna merah tersebut, ketika orok itu
melihat sinar gemerlapan menyilaukan matanya, bayi itu menjejak-jejakkan kakinya
sambil tertawa gembira. "Bagaimana?" tantang nyonya itu sambil tertawa dingin, "kami diperkenankan pergi
atau tidak?" Ik tianglo menjadi serba salah, wajahnya tampak jengah dan untuk sesaat tak tahu
bagaimana harus menjawab.
Ong It sin menjadi berkaok-kaok menyaksikan adegan tersebut, segera teriaknya:
"Enso cepat singkirkan senjatamu, jangan sampai melukai bayi tersebut..."
Akan tetapi, walaupun ia sudah berkaok-kaok sekeras kerasnya, tak seorangpun
yang menggubrisnya . Nyonya muda itu berkata lebih lanjut:
"Apabila ia tidak mengirim orang untuk mengikuti dibelakangku, tentu saja akupun
akan memegang janji, dalam tiga bulan kemudian, apabila aku sudah tiba ditempat
tujuan dengan selamat, pasti akan kuutus seseorang untuk menghantar becah itu
pulang ke benteng Khek Po"
Ik tianglo tertegun, sesaat kemudian katanya.
"Lan... lantas bagaimana dengan pedang antik Husi ku kiam (Pedang antik dari
kaisar Husi)..." Nyonya muda itu tertawa panjang:
"Apa yang kuperbuat selama ini hanya bertujuan untuk mendapatkan pedang antik
Husi ku kiam tersebut, apa gunanya kau singgung kembali senjata tersebut?""
Ik tianglo menghela nafas panjang.
"Aaai... hujin, kau harus bisa berbicara ada buktinya yang nyata..."
"Kau jangan kuatir setelah menjadi putranya apakah kau anggap bukan putraku?"
Kemudian setelah berhenti sejenak. sambungnya kembali:
"cobalah pikirkan sendiri mungkinkah aku akan mencelakai putraku sendiri?"
Ik tianglo termenung beberapa saat lamanya tanpa menjawab,jelas ia tak percaya
apakah nyonya muda itu benar-benar tak akan mencelakai putranya.
Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu segera menunjukkan perasaan tak puas
buru- buru katanya. "Tentu saja ia tak akan mencelakai putranya sendiri lotiang, manusia macam apa
kah enso ini?" Tak seorang manusia yang memperhatikan ucapan Ong It sin itu, jangankan
memperhatikan, menolehpun tidak. Lewat beberapa saat kemudian, Ik tianglo baru
bertanya: "Siapakah yang hendak kau utus untuk menghantar becah itu kembali ke benteng?"
Nyonya muda itu menunjuk kearah Ong It sin seraya berkata: "Dialah orangnya"
"Aku?" gumam Ong It sin dengan wajah tercengang.
"Ksatria yang budiman, itu kan cuma urusan yang gampang dan enteng, aku percaya
kau pasti akan menyanggupinya" kata nyonya muda itu sambil tertawa.
Ong It sin yang diumpak terus menerus menjadi senang, ia merasa tubuhnya seakan-
akan melayang diudara, buru buru katanya:
"Tentu saja, tentu saja aku pasti akan menghantar becah itu... sampai... sampai
di benteng Khekpo, kalian tak usah kuatir"
Ik tianglo lantas berpaling kearah Ong It sin sambil tanyanya: "Siapakah kau"
Berasal dari perguruan mana?"
"Aku bernama Ong It sin, tidak termasuk perguruan mana- mana tapi aku adalah
seorang jago kelas satu didunia, aku mempunyai seorang sahabat karib, dia
bernama si nenek, kalau kau bisa menunggu setengah harian lagi, siapa tahu dia
akan tiba pula disini"
Ketika Ik tianglo mendengar nama "si nenek" tanpa terasa segera memperdengarkan
seruan tertahan, diawasinya Ong It sin dari atas hingga kebawah, kemudian baru
katanya: "Sobat, becah itu adalah satu-satunya putra pocu kami, apabila kau bisa
menghantarnya sampai dibenteng Khekpo dengan selamat, sudah pasti ada hadiah
besar untukmu. Nah, aku titip bocah itu padamu"
"Apa lagi yang musti dikatakan" Setelah kusanggupi pekerjaan itu, sudah tentu
akan kulaksanakan dengan sebaik baiknya"
Ik tianglo tidak banyak bicara lagi, dia lantas memberi tanda kepada kedua orang
laki laki itu untuk berlalu dari situ.
Meskipun dua orang laki-laki itu menunjukkan sikap keberatan dan marah, akan
tetapi mereka tak berani berbicara banyak. setelah melotot sekejap kearah nyonya
muda itu mereka putar badan dan segera berlalu dari situ.
"Tinggalkan kereta salju itu disini, aku membutuhkannya untuk melanjutkan
perjalanan" perintah nyonya muda itu.
Ik tianglo tidak banyak bicara, setelah meninggalkan kereta salju itu, bersama
dua orang laki laki anak buahnya dengan cepat berlalu dari sana.
Dikala Ik tianglo bertiga sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula
nyonya muda itu baru naik ke atas kereta salju, kepada Ong It sin katanya sambil
tertawa: 0ooo-d-wooo0 Jilid 7 "KSATRIA budiman, mari kemari, ikutilah diriku"
"Aku..." Sebenarnya pemuda itu hendak berkata bahwa ia tak bisa ikut pergi karena harus
berangkat ke lembah Ciong Cu kok, tapi begitu menyaksikan senyum manis dan genit
dari nyonya muda itu, kata kata selanjutnya tak sanggup diutarakan lagi.
Bukan saja ia terbungkam, bahkan tanpa disadari telah maju ke depan dan menuju
ke tepi kereta salju. Tiba-tiba ia merasa tangan kirinya menjadi hangat ketika diperiksa ternyata
tangan si nyonya yang putih bagaikan salju dan lembut itu sedang menggenggam
tangannya. "cepatlah naik," bisik nyonya itu manja.
Sejak kecil sampai dewasa belum pernah Ong It sin bermesrahan dengan seorang
gadis. Tapi kini, orang bersikap mesrah kepadanya adalah seorang nyonya muda yang
Cantik jelita, hal ini membuat telinganya terasa mendengung keras bagaikan kena
aliran listrik bertegangan tinggi, sekujur badannya bergetar keras, bergerak sedikitpun tidak.
Nyonya muda itu tertawa terkekeh-kekeh, ditariknya Ong It sin sekuat tenaga
hingga anak muda itu tertarik naik ke atas kereta salju.
Kasihan Ong It sin yang jejaka ini, ia merasa sukmanya bagaikan sudah melayang
meninggalkan raganya. "Ensoo... nyonya kecil... kau... ini... aai sepasang tanganmu sungguh indah
sekali" Perkataanya terbata-bata dan tak karuan, setengah harian lamanya ia gelagapan
sebelum akhirnya terlontar juga sepatah kata.
Nyonya muda itu tertawa, ia menarik kembali tangannya sambil berkata:
"Pegangan tali les itu, kedelapan ekor anjing gembala itu dapat menghela kereta
salju ini melanjutkan perjalanan ke arah depan..."
Ong It sin mengiakan diambilnya tali penghela lalu digetarkan keras-keras,
delapan ekor anjing gembala itu menggonggong bersama dan menyerang ke depan.
Kereta salju bergerak dengan cepatnya, bunga salju segera beterbangan kemana
mana. Sambil menghardikan tali les, Ong It sin melarikan kereta salju itu secepat-
cepatnya, ketika fajar hampir menyingsing mereka sudah menempuh perjalanan
sejauh tujuh delapan puluh li.
"Berhenti dulu..Berhenti dulu" tiba-tiba nyonya itu berteriak keras.
Ong It sin segera menarik tali lesnya dan kereta salju pun segera berhenti.
Ketika ia berpaling, tampaknya nyonya muda itu dengan wajah memerah sedang
berkata: "Kau... kau jangan memperhatikan aku, bocah ini sudah lapar"
"Oooh... lapar" Biar kucarikan makanan untuknya" kata Ong It sin dengan cepat.
Mendengar perkataan itu, si nyonya muda itu tertawa cekikikan.
"Hendak kau carikan makanan apa untuknya?" ia bertanya.
Seperti baru sadar, Ong It sin tertawa bodoh.
"Oya, bocah itu minum susu, dan susunya sudah menggembul di tubuhmu...
heeehhh... heeehhh... heeehhh... Nah, itu dia barangnya"
Sambil berkata ditudingnya payudara nyonya muda itu seraya tertawa menyengir.
Tapi dengan cepat teringat olehnya bahwa perbuatan semacam ini adalah perbuatan
yang kurang sopan, tampangnya yang jelek kontan saja berubah menjadi merah padam
bagaikan babi panggang tangannya yang masih menuding payudara si nyonya dipukul
keras-keras, kemudian ia melengos dan menjauh dari sana.
Walaupun berdiri ditengah salju yang amat dingin, Ong It sin merasa suhu
badannya makin meninggi sehingga akhinya peluh sebesar kacang mengucur keluar
tiada hentinya dan membasahi jidatnya
Selang sesaat kemudian, nyonya muda itu baru berkata: "Ksatria Ong, ke marilah"
Bagaikan mendapat perintah, buru-buru Ong It sin menghampirinya dengan munduk-
munduk. "Ksatria Ong" kata nyonya itu kemudian, "aku sangat berterima kasih kepadamu
karena kau bersedia membantu diriku"
"Sesungguhnya aku... aku tidak membantu apa-apa kepadamu" kata Ong It sin
tergagap "enso aku... sebenarnya aku adalah seorang jago nomer satu di dunia,
tapi entah mengapa ternyata tenaga dalamku telah musnah dengan begitu saja"
Nyonya muda itu tertawa lebar, tapi iapun tidak membongkar rahasia orang,
katanya kemudian: "Kau jangan memanggil enso kepadaku, aku she Be bernama Siau-soh, panggil saja
namaku Siau-soh" "Eeeh... eeh... salah, bukan... Siau-soh enso..."
Melihat keadaan Ong It sin yang kocak dan ketolol-tololan itu, Be Siau-soh tak
dapat menahan rasa gelinya lagi, ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terkekeh-
kekeh. Sambil tertawa ia serahkan orok itu ke tangan Ong It sin, menanti si anak muda
itu sudah menerima bayi tersebut, dia mengambilpula pedang disampingnya sang
orok dan meloloskannya . Ternyata pedang itu sudah tak bersarung lagi, bukan saja gagang pedangnya sudah
kuno, pedang itupun sudah berkarat, lagipun panjangnya mencapai dua depa, jadi
tidak diketahui apakah pedang itu dasarnya memang pendek ataukah sudah patah
menjadi dua. Setelah meloloskan pedang itu dan menyembunyikan dalam sakunya, Be Siau-soh
memandang bocah itu sekejap. wajahnya kelihatan seperti merasa berat hati untuk
berpisah dengannya. Tapi tak lama kemudian, ia sudah mendongakkan kepalanya sambil berkata lagi:
"Ksatria Ong, kau adalah seorang yang jujur dapatkah aku mempercayai dirimu?"
"Tugas apapun yang hendak kau berikan kepadaku, pasti akan kukerjakan dengan
sebaik-baiknya" janji Ong It sin
"Baik, kalau begitu aku akan serahkan bocah ini kepadamu"
"Bocah ini... kau serahkan kepadaku" bisik Ong It sin terperanjat, "tapi...
tapi... aku tak bisa merawat bayi"
"Tentu saja aku tidak suruh kau merawat bayi ini, didalam oto bayi itu terdapat
emas dan perak, berangkatlah kesebelah barat sejauh belasan li maka akan kau
temui sebuah kota kecil yang bernama Wa koan yan, tempat itu merupakan tempat
paling ramai disekitar seratus li dari tempat ini, gunakanlah uang perak itu
untuk membeli sebuah rumah, gajilah seorang mak inang dan rawatlah bayi ini
selama tiga bulan, setelah itu tolong hantarlah bayi itu ke benteng Khekpo"
Ong It sin mendengarkanperkataan itu dengan termangu, pikirnya kemudian: "Kalau
cuma begitu sih gampang" Maka ia bertanya lagi:
"Lantas dimanakah letaknya benteng Khekpo?"
"Tempat itu terletak tujuh-delapan puluh li di sebelah utara tempat pertemuan
kita tadi, meskipun kau belum melihat benteng itu sendiri, tapi aku percaya
tentu ada orang yang munculkan diri untuk menanyai dirimu, serahkan bocah ini
kepada pocu sendiri, kalau tidak aku kuatir ada orang akan mencelakainya"
"Aku tahu, nona... nona Be, kau sendiri akan pergi ke mana?" buru-buru Ong It
sin bertanya. Be Siau-soh menghela napas panjang.
"Aaai... Ksatria Ong, untuk sementara waktu aku tak dapat mengatakan hal ini
padamu, aku cuma berharap masih bisa bertemu lagi dengan kau..."
Tiba-tiba ia merentangkan tangannya lebar-lebar dan memeluk Ong It sin, kemudian
sekali melesat tahu-tahu tubuhnya sudah melesat kearah depan sana.
Meskipun pelukan itu cuma berlangsung dalam sekejap mata, namun cukup fatal bagi
Ong It sin. untuk sesaat lamanya ia berdiri termangu seperti orang yang
kehilangan ingatan, setengah jam kemudian kesadarannya baru berangsur-angsur
pulih kembali. Menunggu pikiran si anak muda itu sudah sadar kembali bayangan tubuh Be Siau-soh
sudah tak kelihatan lagi, tapi Ong It sin merasa seakan-akan masih mengendus bau
harum yang menyebar keluar dari tubuh nyonya itu, malah bau harum tersebut
seakan akan mengitar terus disekeliling tubuhnya.
Kembali ia berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya, kemudian sambil
membopong sang bocah memegang kendali, ia jalankan kereta salju itu menuju
kekota Wan koan-yu. Demikianlah, sambil melarikan kereta salju itu menuju kota Wan koan-yu,
pikirannya terasa kosong dan hampa, seakan-akan setitik perasaan pun sudah tidak
dimilikinya lagi. Padahal, sebagaimana telah diketahui Ong It sin adalah seorang pemuda yang tolol
manusia macam itu sesungguhnya tidak mempunyai pikiran apa-apa, otomatis tak
mungkin pula baginya timbul perasaan kosong atau hampa semacam itu.
Tapi sekarang, memandang tumpukan salju yang menyelimuti permukaan bumi, ia tak
bisa membayangkan bagaimanakah perasaannya pada waktu itu, ia merasa kemanapun
pandangannya diarahkan, disanalah ia seakan-akan menyaksikan Be Siau-soh sedang
tersenyum manis kepadanya.
Senyuman itu serasa bikin jantung berdebar keras, membuat ia hampir saja lupa
kalau dirinya masih harus berkunjung ke lembah Ciong Cu kok dibukit Toa soat
san. Terlebih pelukan Be Siau soh sesaat meninggalkan dirinya, pelukan itu membuat
Ong It sin bagaikan kehilangan sukma, ia merasa tubuhnya seperti lagi melayang
diantara awan yang tebaL Beberapa kali kemudian, pemuda itu kembali berhenti, selimut yang membungkus
tubuh si orok dibukanya.

Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memandang sang bayi yang berada dalam pelukan, terutama sepasang biji matanya
yang besar dan jeli, senyuman manis yang menawan hati, lagi lagi ia merasa
seolah olah Be Siau soh berada dihadapannya.
Tak tahan lagi, diciumnya pipi si orok itu dengan penuh kasih sayang...
Sesungguhnya mencium seorang bayi adalah hal yang lumrah, akan tetapi berhubung
dalam hati Ong It sin telah timbul pikiran lain, maka dikala bibirnya menyentuh
pipi orok tersebut hampir saja jantungnya serasa melompat keluar dari rongga
dadanya. Pemuda itu tak berani melanjutkan niatnya lagi cepat cepat disentaknya tali
kendali kereta salju pun melanjutkan kembali perjalanannya meluncur kedepan.
Tak lama kemudian tampaklah beberapa buah cerobong asap besar memancarkan asap
hitam depannya menyusul kemudian rumah penduduk mulai tampak satuper satu.
Ong It sin tahu, tempat itu pastilah kota Wan koan yU yang dimaksudkan, tadi
pikirannya masih tetap bimbang dan kosong ia tak tahu sampai kapankah bisa
berjumpa lagi dengan Be Siau soh dia pun tak tahu apakah ia mempunyai harapan
untuk hidup bersama dengan si ibu dari orok tersebut.
Uang emas dan perak yang berada dalam selimut bayi memang cukup banyak
jumlahnya, sebagaimana yang dikatakan pepatah, dengan uang banyak apapun yang
diinginkan dapat tercapai.
Meskipun Ong It sin hanya seorang laki laki bodoh tapi setibanya dalam kota
dengan lancar ia telah membeli rumah dan menyewa seorang inang pengasuh.
Tiga bulan lewat dengan cepatnya, ternyata ia berhasil merawat bocah itu lebih
gemuk lebih putih dan semakin menawan hati.
Tiga bulan kemudian, musim dingin sudah lewat dan musim semi pun menjelang tiba.
Setelah lapisan salju mencair, udara terasa jauh lebih hangat dan nyaman.
Selama tiga bulan belakangan ini, setiap hari Ong It sin selalu berharap ibu
dari sang orok bisa datang ke kota Wan koan yu untuk menengok anaknya karena Be
Siau soh tahu bahwa dia dengan membawa putranya berdiam disana.
Tapi harapan Ong It sin tetap tinggal harapan tiga bulan sudah lewat namun
bayangan dari Be Siau soh tak pernah terlihat sebaliknya bayi itu malah bersikap
lebih merah dan rapat dengan sianak muda itu.
Untuk melepaskan rasa kangennya Ong It sin lebih menyayang bocah itu, sebab
baginya bertemu dengan si orok sama halnya dengan bertemu sendiri dengan Be Siau
soh. Suatu hari, ketika saat menetapkan di kotaWa koan yau telah genap tiga bulan,
dia menyewa sebuah kereta, membawa serta si mak inang dan mengusiri sendiri
kereta itu berangkat meninggalkan kota tersebut.
Setelah berada diluar kotaWa koan yau, pemuda itu baru teringat bahwa seharusnya
ia pergi ke lembah Ciong cu kok, setelah tertunda selama tiga bulan, tentu si
nenek telah duluan disana.
Setelah si nenek tiba di lembah Ciong cu kok dan tidak menjumpai dirinya berada
disitu, mungkinkah dia menjadi naik darah dan marah kepadanya..."
Ong It sin melarikan kudanya siang malam terus menerus, dua hari kemudian ia
sudah berada dua tiga ratus li jauhnya.
Hari ketiga, ketika ia masih melanjutkan perjalanan, tiba tiba dari arah
belakang berkumandang suara derap kaki kuda yang sangat ramai, ketika Ong It sin
coba berpaling, tampaklah tiga ekor kuda jempolan sedang menyusulnya dengan
kecepatan luar biasa. Kemungkinan besar ketiga ekor kuda itu muncul dari persimpangan jalan, bahkan
kalau ditinjau dari gerakan mereka, tampaknya tujuan mereka adalah menyusul
keretanya. Ong It sin mulai merasakan hatinya berdebar keras ia sadar bahwa sipencari gara
gara telah datang. Tapi setelah teringat kembali olehnya bahwa dia adalah seorang jago silat kelas
satu dalam dunia persilatan, rasa takut itu segera terusir lenyap.
Baru saja ia selesai melamun, ketiga ekor kuda itu bagaikan hembusan angin puyuh
telah berada disampingnya, bahkan kemudian berhenti tepat di hadapan keretanya.
Ketiga orang laki laki itu memperhatikan Ong It sin sekejap kemudian, setelah
bertukar pandangan sekejap mereka bersama-sama melompat turun dari kudanya.
"Apakah saudara adalah Ksatria Ong?" sapanya hampir berbareng.
"Aku tidak merasa kenal dengan mereka bertiga kenapa mereka bisa tahu kalau aku
dari marga ong" Heran, sungguh mengherankan"
Tapi dengan cepat pikirnya lebih jauh:
"Aaai... Apa anehnya kejadian ini" Sekarang aku toh jago nomor satu dalam dunia
persilatan, tentu saja orang persilatan kenal semua denganku apa anehnya jika
ketiga orang ini pun tahu kalau aku dari marga ong?"
Berpikir sampai disini, dengan wajah berseri segera berkata:
"Benar, aku memang dari marga ong, ada urusan apakah kalian bertiga mencariku?"
Setelah mengetahui bahwa orang yang ditemui adalah benar, sikap ketiga orang itu
segera berubah menjadi lebih hormat dan sopan,
"Kami adalah orang orang dari benteng Khekpo, sudah lama ditugaskan ditempat ini
untuk menantikan kedatangan saudara, boleh kami tahu sekarang majikan cilik dari
benteng Khekpo berada dimana?"
"Majikan cilik kalian berada dalam kereta" jawab Ong It sin dengan cepat.
"Bagus sekali" seru ketiga orang laki laki itu dengan wajah berseri, "Saudara
usah bersusah payah melakukan perjalanan jauh lagi serahkan saja majikan cilik
kepada kami, biar kamilah yang menghantar tuan kecil pulang ke benteng Khekpo"
Andaikata persoalan lain yang dikehendaki, sebagai orang yang tanpa perhitungan
niscaya Ong It sin akan menyanggupi dengan begitu saja.
Tapi masalahnya sekarang menyangkut masalah lain, Be Siau soh sendiri telah
berpesan kepadanya agar bocah itu diserahkan sendiri kepada sang pocu, maka ia
tak mau mengingkari janjinya .
Baginya, setiap patah kata dari Be Siau soh seakan akan sudah terukir dalam
dalam di benaknya, meski agak tertegun setelah mendengar perkataan dari ketiga
orang itu, dengan cepat kepalanya segera digelengkan...
"Tidak bisa" katanya, "aku telah mendapat pesan orang yang mengharuskan bocah
ini kuserahkan sendiri ketangan Khekpoo pocu, sebelum sampai di tempat tujuan
mana boleh kuserahkan bocah ini kepadamu dengan begitu saja?"
"Benar juga yang dikatakan Ksatria Ong" jawab ketiga orang itu dengan cepat,
"tapi sebelum itu, dapatkah Ksatria Ong mengijinkan kepada kami untuk menengok
sekejap wajah bocah itu?"
"Tentu saja boleh"
Sambil berkata ia melompat turun dari kereta, membuka pintu kereta sambil
katanya: "Mak inang, boponglah keluar bocah itu dan perlihatkan kepada ketiga orang
sahabat ini" Mak inangnya adalah seorang perempuan kekar yang berusia tiga puluh tahunan,
sambil membopong bocah itu dia berjalan keluar.
Berserilah wajah ketiga orang laki laki itu setelah menjumpai sang bocah, buru
buru katanya: "Ksatria Ong, seandainya kau bisa menghantarnya ke dalam benteng, pocu kami
pasti akan memberi hadiah besar kepadamu"
Ong It sin tidak memberi tanggapan apa apa, dia hanya diam diam menghela napas
panjang. "Aaai... siapa yang kesudian segala, hadiah besar?" pikirnya didalam hati, "aku
hanya berharap bisa berjumpa sekali lagi dengan Be Siau soh..."
Ketika teringat sampai disitu, tiba tiba ia merasa bahwa jalan pemikiran semacam
itu Sesungguhnya tidak patut, kontan saja Selembar wajahnya berubah menjadi merah
padam. Ketiga orang laki laki itu kembali berkata:
"Kalau memang begitu, biarlah kami berangkat ke benteng Khekpo bersama Sama
Ksatria Ong, dengan begitu Sepanjang jalan kitapun bisa membantu bantu dirimu,
Setuju bukan?" "Hey, apakah maksudmu dalam perjalanan kita nanti masih akan menjumpai banyak
kesulitan?" tanya Ong It sin tercengang.
"Mara bahaya sukar diduga datangnya, apa salahnya kalau kita sedia payung dulu
sebelum hujan?" "Baiklah" kata Ong It sin kemudian dengan perasaan apa boleh buat, "mari kita
segera berangkat" la naik kembali ke kursi kusir dan menjalankan keretanya menuju ke depan,
sementara ketiga orang laki laki tadi mengikuti dibelakangnya.
Kurang lebih tujuh delapan li kemudian, tiba tiba dari depannya berkumandang
suara ledakan yang cukup keras, disusul segulung asap hijau membumbung tinggi ke
angkasa. Ketiga orang laki laki itu segera mencemplak kudanya lari kedepan, teriaknya
dengan gembira: "Tianglo dari benteng kami telah datang"
Ong It sin pun cukup paham akan bahaya dan liciknya orang orang persilatan,
sedikit banyak ia menaruh curiga juga atas keaslian atau tidaknya ketiga orang
itu sebagai anggota benteng Khekpo, tapi setelah ia mendengar bahwa ketiga orang
itu berpekik bahwa Tianglo nya telah datang, semua rasa curiganya segera tersapu
lenyap. Sebab waktu Ong It sin berjumpa dengan Be siau soh untuk pertama kalinya dulu,
diapun sempat berjumpa dengan tianglo mereka.
Tianglo adalah anggota benteng Khekpo, otomatis keasliannya tak bisa diragukan
lagi, sebab itu ketika mendengar bahwa tianglo telah datang dengan perasaan
gembira Ong It sin berseru pula: "Dia berada dimana?"
"Itu dla, tianglo telah datang"
Belum habis jawaban tersebut, tampaklah sesosok bayangan manusia telah menyambar
datang dari kejauhan sungguh cepat gerakan tubuh orang itu dalam waktu singkat
ia sudah berada dihadapan anak muda itu.
Benar juga , orang yang baru datang itu memang Tianglo adanya.
Begitu tiba, tianglo segera memberi hormat kepada Ong It sin seraya katanya:
"Ksatria Ong aku benar benar seorang yang memegang janji, apakah bocah itu sudah
kau hantar kemari?" "Betul bocah itu berada dalam keadaan baik baik dan berada dalam ruangan kereta,
ketiga orang sahabatmu telah melihat semua" kata Ong It sin.
"Ksatria Ong, kaupasti lelah bukan setelah melakukan perjalanan jauh sekian
lama, sedang pocu yang telah berpisah selama tiga bulan dengan putranya
merindukan pula siang malam, ia selalu berharap dapat bertemu secepatnya dengan
anaknya maka harap ong sauhiap bersedia untuk menyerahkan bocah itu kepadaku
agar bisa kubawa pulang lebih dulu ke benteng dan saudara menyusul dari
belakang?" kata sang tianglo.
Ong It sin tertegun sejenak lalu, katanya:
"Tentang soal ini... tentang soal ini... aku rasa kurang baik, aku tak dapat
menyerahkan anak ini kepada kalian sebab pesan hujin... aku... aku diharuskan
menyerahkan sendiri bocah ini kepada pocu kalian"
Tianglo itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haahhh... haaahhh... haaahhh... Ksatria Ong memang amat bertanggung jawab,
pesan memang tetap merupakan pesan, cuma kau harus tahu bahwa aku adalah seorang
dari kelima orang Tianglo dari benteng Khekpo, masakan kau tidak percaya
padaku?" Ong It sin adalah seorang pemuda yang takpernah kenal akan segala kebiasaan
masyarakat, ia beranggapan bahwa apa yang telah dipesankan kepadanya tak akan
bisa dirubah kendatipun orang lain merayunya dan mendesaknya dengan pelbagai
perkataan. Maka setelah mendengar perkataan itu ia tetap menggelengkan kepalanya
sambil berkata: "Aku rasa hal ini kurang baik, lebih baik kuserahkan sendiri
kepada pocu kalian" "Kalau begitu... yaa... begitu baik" kata Tianglo itu.
Seraya berkata ia lantas mengerling sekejap kearah salah seorang diantara ketiga
orang laki laki itu. Orang itu segera melangkah ke depan membuka pintu kereta.
Ong It sin masih mengira Tianglo itu akan melihat sang bocah, maka ia tidak
menghalangi niat mereka bahkan memperhatikan pun tidak.
Tapi begitu pintu kereta dibuka, laki laki itu segera menyambar tangan si inang
pengasuh itu dan menariknya keluar dari kereta.
Inang pengasuh itu segera menjerit jerit seperti babi yang hendak disembelih.
Tapi baru berteriak beberapa kali, sebuah tendangan dari laki laki itu bersarang
telak diatas pinggangnya.
Diiringi jeritan ngeri yang menyayatkan hati, inang pengasuh tersebut mencelat
ke Udara seperti layang layang putus.
Cepat nian gerakan tubuh laki laki tersebut, begitu inang pengasuh tadi
ditendang seCara telak tangannya bekerja cepat merampas sang bocah yang berada
dalam pelukannya Sungguh kasihan inang pengasuh tersebut, ketika tubuhnya terbanting kembali ke
tanah beberapa kaki dari tempat semula, tubuhnya tidak berkutik lagi jelas
selembar jiwanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Semua perubahan itu berlangsung secara mendadak dan diluar dugaan, siapapun
tidak menyangka kalau bakal terjadi peristiwa semacam ini.
Ong It sin hanya duduk termangu diatas tempat duduknya didepan kereta, hampir
saja ia menyangka semua kejadian tersebut sebagai suatu impian belaka.
Menanti ia mulai sadar bahwa apa yang terjadi bukan suatu impian melainkan suatu
kenyataan, ketiga orang laki laki itu dengan membopong sang bocah telah mundur
bersama sejauh empat lima kaki dari tempat semula...
"Weeess..." berbareng itu pula sang tianglo melancarkan sebuah puklan kearah
kuda penarik kereta. Dengan angin pukulan serasa angin puyuh yang menyambar seluruh jagad, dalam
waktu singkat semua kaki keempat ekor kuda penarik itu sudah terhajar patah
semua. Kuda kuta itupun roboh, otomatis kereta penariknya ikut oleng mengakibatkan Ong
It sin yang berada diatas kereta nyaris terjungkal keatas tanah.
Tergopoh gopoh Ong It sin merangkak bangun dari atas tanah, tapi tianglo itu
sudah putar badan mengambil langkah seribu.
Kalau ketiga orang laki laki itu kabur dengan gerakan cepat maka tianglo itu
jauh lebih cepat lagi dalam sekejap mata ia telah berhasil menyusul ketiga orang
anak buahnya yang telah kabur terlebih dahulu itu.
Dalam waktu singkat baik tianglo maupun ketiga orang laki laki yang melarikan
sang bocah telah lenyap dari pandangan mata.
Hingga detik itu Ong It sin baru bisa menghembuskan napas panjang, teriaknya
keras "Hey, permainan setan apa yang sedang kalian lakukan" Hey, kalian orang orang
dari benteng Khekpo kenapa begitu tak tahu aturan...?"
Sekalipun ia sudah berteriak sampai serak suaranya juga percuma, karena bukan
saja tianglo itu sudah lenyap tak berbekas, bahkan ketiga orang laki laki itupun
sudah tak tampak batang hidungnya lagi.
Diatas tanah lapang yang luas tinggal kuda kuda berkaki patah yang meringkik
tiada hentinya, suasana semacam ini menambah seramnya keadaan ditempat itu.
Ong It sin masih saja berdiri termangu seperti orang bodoh, terhadap kejadian
yang telah berlangsung selama ini jangankan mengambil suatu keputusan, apa yang
terjadipun ia tak tahu. Setelah termangu sekian lama, akhirnya ia baru merasa bahwa kejadian ini sedikit
mencurigakan, tentu ada sesuatu bagian yang srasa tidak beres.
Ia tahu kalau Tianglo itu anggota benteng Khekpo, tapi kenapa sang tianglo tidak
berani menghantar bocah itu ke benteng bersama samanya" Mengapa pula ia membunuh
orang dan melukai kuda untuk merampas bocah tersebut dari tangannya" Ong It sin
segera bangkit berdiri lalu berpikir:
"Bagaimanapun juga aku harus pergi ke benteng Khekpo untuk menanyakan persoalan
ini sampai terang, persoalan ini tak dapat dibiarkan lewat dengan begitu
saja..." Baru selangkah ia maju, tiba tiba dari kejauhan sana kembali munculu dua ekor
kuda jempolan, belum sampai ditempat tujuan, kedua orang penunggangnya sudah
melayang meninggalkan punggung kuda dan langsung menerjang kearanya, sungguh
cepat gerakan mereka ibaratnya dua ekor burung menerkam mangsanya.
Bukan begitu saja, sewaktu kedua orang itu menerjang tiba, masing masing membawa
desingan angin tajam yang amat dahsyat.
Gulungan angin tajam itu amat dahsyat dan menerbangkan batu kerikil danpasir,
sedemikian hebatnya sehingga Ong It sin sendiripun ikut tergulung ke belakang.
Dengan gugup gelagapan ia mundur beberapa langkah untuk menghindar, akan tetapi
toh ada beberapa bijih batu kerikil yang sempat menghantam tubuhnya sehingga
menimbulkan rasa sakit. Dalam pada itu dua orang yang melayang meninggalkanpelana kudanya tadi telah
berdiri tegak dihadapannya.
Dua orang itu yang satu mengenakan baju merah dan merupakan seorang laki laki
setengah umur yang kurus kering dan berusia lima puluh tahun, sedangkan yang
lain adalah seorang kakek berambut putih yang memakai baju hitam.
Begitu tiba digelanggang, kakek berbaju hitam itu segera menghampiri mayat inang
pengasuh yang tergeletak beberapa kaki jauhnya itu, setelah diperiksa sebentar
kemudian melayang balik ke depan itu.
Laki laki setengah umur berbaju itu memperhatikan Ong It sin sekejap. kemudian
tegurnya.

Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah engkau she Ong?"
Ong It sin masih juga tidak mengetahui apa gerangan yang telah terjadi, diapun
tak tahu asal usul kedua orang itu tapi kedatangan mereka yang begitu garang dan
membuatnya menjadi sangat tidak memuaskan hatinya.
Sekalipun demikian, ia tak dapat mendiamkan pertanyaan orang, maka sambil
mempermainkan diri ia menjawab: "Yaa betul, aku she Ong"
Paras muka kedua orang itu berubah hebat, dengan nada gelisah bercampur cemas
mereka bertanya lagi: "Lantas dimanakah majikan kecil kami" Apakah sudah terjadi hal hal diluar
dugaan?" Dari sebutan "majikan kecil" Ong It sin dapat menduga bahwa kedua orang itupun
berasal dari benteng Khekpo, ini membuat hatinya semakin mendongkol.
"Hmm... Apa lagi yang musti kukatakan" sahutnya gemas, "kalian orang orang
Khekpo memang semuanya tak tahu aturan"
Kedua orang itu kembali saling berpandangan sekejap tiba tiba laki laki berbaju
merah itu turun tangan kembali kelima jari tangannya direntangkan bagaikan kuku
garuda, kemudian dicengkeramnya bahu Ong It sin keras keras ini membuat si anak
muda itu merasa kesakitan hingga tak kuasa lagi dia berkaok kaok seperti babi
disembelih "Hayo jawab" bentak laki laki baju merah itu makin mengencangkan cengkeramannya,
"bukan majikan cilik kami seharusnya sudah dikirim pulang ke benteng Khekpo?"
"Aduuh mak... lepaskan tanganmu lebih dulu... sakit... Yaa, yaa... memang aku
harus menghantarnya pulang ke benteng Khek po"
"Lantas dimana orangnya sekarang?" bentak lelaki itu marah.
"Kemana lagi" Tentu saja sudah dibawa kabur oleh orang orang benteng Khekpo
kalian" "Apa?" teriak dua orang itu berbareng.
"cepat katakan, siapakah mereka?" teriak laki laki berbaju merah lagi dengan
suara lengking. "Lepaskan dulu cengkeramanmu. Apa lagi yang musti kukatakan, dia adalah tianglo
kalian sendiri" Dalam anggapan Ong It sin, setelah ucapan tersebut diuatakan niscaya mereka tak
akan setegang itu lagi, siapa tahu justru paras muka mereka berubah makin keabu-
abuan. "Kemana mereka telah pergi?" bentak laki laki berbaju merah lagi setelah
berhenti sejenak. sedapat mungkin Ong It sin menunjuk ke arah depan.
"Sana, mereka telah kabur ke situ"
Dua orang itu segera berpekik nyaring, laki laki berbaju merah itu melancarkan
sebuah pukulan dahsyat ke depan, segulung hembusan angin kencang dengan cepat
menghantam tubuh Ong It sin, membuat si anak muda itu mundur sejauh tujuh
delapan langkah dan roboh terjengkang ke tanah.
Menunggu Ong It sin mendongakkan kembali kepalanya, kedua orang itu sudah lenyap
tak berbekas. Sambil memegang pantatnya yang sakit,pelan pelan Ong It sin merangkak bangun,
lalu gerutunya: "Sialan manusia manusia itu... tak ada angin tak ada hujan tahu tahu mencari
gara gara denganku... hmm Dasar orang sinting semua..."
Tapi ketika kepalanya didongakkan kembali, pemuda itu kembali dibuat
terperanjat. ooodowooo Entah sejak kapan tahu tahu didepan matanya telah bertambah dengan seorang
manusia. Orang itu berwajah pucat pias seperti mayat, memakai baju warna putih dan pada
hakekatnya tidak lebih adalah seorang setan gantung putih seperti yang ada dalam
dongeng. Serta merta Ong It sin melompat mundur selangkah, teriaknya dengan
gelagapan: "Kau... kau... sejak kapan kau datang kemari?"
Orang itu segera memperdengarkan suara tertawanya yang aneh dan menyeramkan.
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... bukankah kau orang she Ong?"
Bukan saja suara tertawanya menyeramkan, bahkan logat berbicaranya juga aneh dan
mendatangkan perasaan yang mengerikan bagi siapapun yang mendengarnya. Sambil
tertawa getir Ong It sin manggut manggut
"Betul, jadi kalian sudah kenali siapa aku?" demikian jawabnya.
Agaknya orang ini memiliki tabiat yang lawanan bila dibandingkan dengan manusia
berbaju merah tadi, ia tidak gelisah pun tidak buru buru katanya pelan:
"Kalau kutinjau dari keadaanmu, tampaknya majikan cilik dari benteng Khekpo
telah menemui kejadian yang berada diluar dugaan?"
"Betul...Betul...Rupanya kau juga anggota benteng khekpo" sesungguhnya tidak
dapat dikatakan sebagai suatu kejadian yang luar biasa, menurut tianglo kalian,
pocu sudah kangen dengan anaknya dan kepingin cepat cepat bertemu maka mereka
merampas bocah itu dan melarikan diri tanganku"
Setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut lanjutnya:
"cuma aku rasa tianglo itu orang yang kurang baik, bukan saja telah merampas
bocah itu, inang pengasuhnya juga dipukul sampai mati. Aaai... berbuat sewenang
wenang, apakah tindakan dari seorang ksatria sejati...?"
Orang itu manggut manggut.
"Benar juga perkataanmu itu" kata orang tadi sambil manggut manggut "tapi apakah
kau telah bertemu dengan dua orang manusia yang berbaju merah dan hitam?"
"Yaa... aku menjumpainya, mereka telah pergi mengejar tianglo tersebut"
"Ehmm... kalau begitu, mari ikut aku pulang ke benteng Khekpo" kata orang itu
kemudian Betapa senangnya Ong It sin setelah mendengar perkataan itu, katanya dengan
cepat: "Bagus sekali, kebetulan aku memang ingin berkunjung ke benteng Khekpo serta
mencari tianglo itu untuk menuntut keadilan, kalau kau bersedia membawaku
kesitu, itu lebih baik lagi, tapi sebelumnya bolehkah aku tahu siapa namamu?"
"Sebut saja aku sebagai Goan tianglo" Ong It san tertawa.
"oooh... rupanya kau seperti juga Ik tianglo merupakan salah satu diantara lima
orang tianglo dari benteng Khekpo, bukan begitu?"
"Hmm... rupanya kau memang pintar"
Sepanjang hidupnya, berapa kali Ong It sin pernah dipuji orang sebagai orang
pintar" Kontan saja ia menjadi girangnya setengah mati, buru buru tanyanya
kembali: "Goan tianglo, aku... aku ingin menanyakan satu hal, apakah kau bersedia untuk
menjawabnya" " Dengan sorot mata yang tajam Goan tianglo memperhatikan wajah anak muda itu
sekejap. kemudian baru katanya: "Apa yang ingin kau tanyakan?"
Ong It sin tertawa paksa, kemudian baru katanya
"Setelah meninggalkan benteng, apakah pocu hujin kalian-.. pernah... pernah
pulang kembali ke benteng?"
Paras muka Goan tianglo yang pada dasarnya memang berwarna pucat keabu abuan,
kini berubah semakin mengerikan setelah mendengar pertanyaan itu, membuat
siapapun yang melihatnya ikut merasa kan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Akhirnya lewat beberapa waktu kemudian, Goan tianglo baru berkata: "la belum
kemari" Ong It sin menjadi dag dig dug tidak tenang karena lawan bicaranya cuma
membungkam "Kalau begitu sekarang ia berada dimana, apa kalian tahu?" kembali anak muda itu
bertanya. "Aku juga tidak tahu," paras muka Goan tianglo berubah semakin menyeramkan.
Sebetulnya Ong It sin tidak berani mengajukan pertanyaan itu, tapi akhirnya
setelah mengumpulkan semua kekuatan dan keberaniannya, terlontar juga
pertanyaan-pertanyaan sekitar Be Siau soh. Sayang pertanyaan tersebut tidak
menghasilkan apa apa, ia menjadi kecewa sekali hingga menghela napas panjang.
Dan pada waktu itulah Goan tianglo memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang
menggidikkan hati. Ong It sin tidak ambil peduli kenapa Goan tianglo memperdengarkan suara tertawa
dingin itu, dia hanya berdiri termangu seperti orang bodoh, kemudian melangkah
maju tanpa tujuan. Kurang lebih tujuh delapan li kemudian, tiba tiba dari belakang tubuhnya
kedengaran suara dua kali ledakan yang memekikkan telinga.
Buru buru Goan tianglo dan Ong It sin berpaling ke belakang, tampaklah dua
gulung asap merah dan hitam membumbung tinggi ke angkasa.
Menyaksikan gumpalan asap tersebut, Goan tianglo segera bertindak cepat, sebelum
Ong It sin mengetahui apa yang hendak dilakukan si kakek tersebut, tahu tahu
jalan darahnya sudah tertotok.
"Bluuuk..." tak ampun lagi tubuh Ong It sin jatuh terjengkang ke tanah,
sementara Goan tianglo segera meluncur kedepan menghampiri arah dimana asap tadi
berasal, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Dalam waktu tak sampai dua jam, Ong It sin telah dibuat bingung oleh serentetan
kejadian yang memusingkan kepala, bagaimanakah duduk persoalan yang sesungguhnya
masih merupakan sebuah pertanyaan besar, dan iapun tidak sadar kalau jalan
darahnya telah ditotok orang.
Menanti tubuhnya tak bisa bergerak, si anak muda itu baru mulai mengeluh,
kendatipun hawa amarah menyelimuti benaknya, tapi apa daya"
Satu jam lebih ia musti berbaring sendirian di tengah tanah lapang yang sunyi,
sebelum akhirnya ia mendengar seakan akan ada orang sedang menghampirinya. Ong
It sin segera berpikir: "Peduli siapapun yang datang, pokoknya asal ia bebaskan jalan darahku yang
tertotok, pasti akan kuhadiahkan sebuah tonjokan keperutnya"
Baru saja ingatan itu berkelebat lewat dalam benaknya, ia mendengar ada orang
berseru tertahan dari arah belakang, menyusul kemudian bahunya ditepuk orang dan
jalan darahnya segera bebas.
Serta merta Ong It sin melompat bangun kemudian-.. "Seees..." sebuah puklan
langsung disodok ke depan.
Bagi pandangan Ong It sin pribadi, pukulan tersebut telah disertai segenap
tenaga yang dimilikinya, padahal sama sekali tak berkekuatan bagi pandangan
orang lain- Baru saja kepalanya melayang, bayangan manusia tahu tahu berkelebat lewat dan
orang itu sudah lolos dari incarannya, sebaliknya ia sendiri malah maju dengan
sempoyongan dan hampir saja roboh ke tanah.
la berusaha keras menjaga keseimbangan tubuhnya, lalu bertanya: "Hey, siapa
kau?" Sambil membentak matanya ikut celingukan kesana kemari untuk mencari orang itu,
setelah tampang orang itu terlihat olenya, pemuda itu baru tertegun.
Rupanya orang itu bukan Tianglo atau laki laki berwajah bengis, melainkan adalah
seorang nona cilik bermuka bulat bermata besar yang kelihatannya baru berusia
tiga-empat belas tahunan.
Merah padam selembar wajah Ong It sin karena jengah, setelah mendengus katanya:
"Nona cilik, apakah kau datang dari benteng Khekpo?"
Nona cilik itu tidak menjawab, sebaliknya dengan wajah cemberut tegurnya:
"Apakah kau she Ong" Hmm, kata enci Be orang she Ong adalah orang paling baik
dikolong langit, tapi sekarang, aku telah membantu untuk membebaskan jalan
darahmu sebaliknya kau malah menghantamku secara diluar dugaan. Hmm, kalau
begitu pasti bukan kau yang sedang kucari"
Mendengar perkataan itu, Ong It sin menjadi gelagapan, buru buru katanya dengan
gelisah: "Yaa, yaa... aku memang she Ong, aku bernama Ong It sin apakah nona... nona Be
yang suruh kau datang mencariku?"
Begitu mendengar nama nona "Be" Ong It sin merasa sukmana seperti sudah melayang
tinggalkan raganya. "Betul, jawan nona cilik itu, tapi mengapa kau menghantamku ketika kubebaskan
jalan darahmu tadi?"
Ong It sin segera menghela napas panjang.
"Aaai... nona cilik, masalah ini tak bisa diselesaikan dalam sepatah dua patah
kata saja tapi... di manakah... dimana nona Be saat ini?"
Sekali lagi nona cilik itu mengamati Ong It sin dengan seksama, kemudian baru
katanya: "Ikutilah diriku"
Sambil mengipatkan kuncirnya yang panjang ia putar badandan berlalu dari sana.
Tak terlukiskan rasa gembira dihati kecil Ong It sin setelah terbayang bahwa tak
lama kemudian ia bakal berjumpa dengan nona Be yang dirindukan siang malam
selama tiga bulan belakang ini
Setengah harian sudah mereka berjalan disebuah jalan setempat yang sempit, makin
berjalan suasana makin sepi dan terpencil, anak muda itu mulai gelisah sambil
memburu kesisi si nona, ia lantas menegur:
"Hey nona cilik, dia berada dimana?"
"sebentar akan tiba" jawab nona cilik itu tanpa berpaling lagi.
Demikianlah, merekapun melakukan perjalanan lebih sejauh lima enam belas suasa
makin lama makin gelap karena senja telah menjelang tiba
Waktu itu mereka berdua baru saja melewati sebuah hutan yang lebat dan berjalan
melalui sebuah selat yang sempit, setengah jalan kemudian tiba tiba nona itu
berhenti dan mulai merangkak naik melalui sebuah ranting yang terjulai dari atas
tebing. Ong It sin memang pemuda yang tak berkepandaian apa apa, tapi soal kepandaian
memanjat bukit dia adalah nomor satu, maka dengan cekatan pemuda itu menyusul
dibelakang nona tersebut dengan tidak kalah cepatnya...
Menanti kedua orang itu berhasil mencapai puncak tebing tersebut, tengah malam
sudah lewat... Ternyata puncak tebing tersebut adalah sebuah tanah datar yang luasnya mencapai
beberapa hektar, dibawah sebatang pohon slong besar berdirilah sebuah bangunan
rumah batu yang jelek sekali
Nona kecil itu berhenti kurang lebih tujuh delapan depa didepan bangunan rumah
itu, lalu serunya dengan suara rendah: "Enci Be, orang yang kau cari telah
kubawa kemari" Waktu itu Ong It sin merasa hatinya tegang sekali, ia telah mendengarkan suara
dari Be Siau hong yang berkumandang keluar dari dalam ruangan, entah sudah
berapa lama ia mengharapkan dapat mendengar suara semacam itu...
"Ksatria Ong, apakah... apakah kau telah datang?" terdengar Be Siau soh
bertanya. Buru buru Ong It sin maju ke depan.
"Yaa, yaa... aku telah datang, aku telah datang... aku yang telah datang"
sahutnya tergagap. Setelah mendengar suara dari Be Siau soh, ia merasa tak tahu bagaimana musti
menjawab, dia hanya merasakan jantungnya berdebar keras sehingga apa yang telah
diucapkanpun tidak diketahui olehnya.
Suara dari Be Siau soh kembali berkumandang dari dalam ruangan batu itu:
"Ksatria Ong, masuklah kemari, aku... aku ada persoalan hendak disampaikan
kepadamu" Suara dariBe Siau soh kedengaran begitu merayu, begitu menawan hati membuat
bajapun akan leleh dibuatnya.
Cepat cepat Ong It sin maju beberapa langkah ke muka, mendorong pintu itu dan
melongok ke dalam. Cahaya lampu dalam ruangan amat redup, sinar yang menerangi sekeliling sana tak
lebih hanya berasal dari sebuah lentera kecil yang sudah hampir habis minyaknya.
Perabot yang berada dalam ruangan itulah sangat sederhana, yang ada tak lebih
hanya sebuah pembaringan dan sebuah kursi.
Waktu itu Be Siau soh sedang berbaring diatas pembaringan, tubuhnya ditutup
dengan selembar kulit harimau, badannya sama sekali tak berkutik.
Ong It sin segera mendekati pembaringan itu, tapi setelah menyaksikan apa yang
terbentang didepan matanya, seketika itu juga ia menjadi termangu...
Gadis yang berbaring diatas pembaringan itu bertubuh sangat kurus tapi wajahnya
kelihatan amat cantik, sekalipun sedang lesu dan keadaannya layu, sedikitpun
tidak mengurangi kegenitan serta daya tariknya yang merangsang.
Perempuan itu benar benar adalah Be siau soh cuma saking kurusnya sehingga Ong
It sin sendiri pun hampir saja tidak mengenalnya lagi. Ong It sin merasakan
hatinya sedih, katanya dengan suara lirih:
"Nona Be, kau... kau... mengapa kau menjadi begini?"
Be Siau soh mengeluarkan tangannya dengan kelima hari yang lencir, lalu
digenggamn Ong It sin erat erat, katanya: "Ksatria Ong, baik baikkah anak itu?"
"oooh... baik, baik, ia menarik sekali" jawab pemuda itu dengan cepat. Be Siau
soh menghela napas panjang.
"Aaai... tentunya ia sudah kau hantarkan pulang ke benteng Khekpo bukan-.."
katanya. "Betul" Sebetulnya dia hendak berceritera kalau ditengah jalan telah terjadi peristiwa
tapi ingatan lain cepat melintas dalam benaknya, ia merasa bagaimanapun juga
Goan tianglo adalah anggota benteng Khekpo, asal bocah itu berada di tangannya
pasti tak akan mengalami kejadian apa apa.
Sedangkan kini Be siau soh tampaknya sedang menderita sakit, ia merasa tidak
baik untuk menyinggung persoalan ini kepadanya.
Be Siau soh segera menghembuskan napas lega katanya: "Bagus sekali kalau begitu"


Pendekar Bego Karya Can Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona Be, aku lihat kau sendiri juga sedang sakit, parahkah sakitmu itu?"
"Aku tidak apa apa... aaai, setelah bertemu denganmu, akujadi terbayang kembali
bahwa semua kejadian selama tiga bulan belakangan ini seakan akan suatu impian
belaka..." Perkataan itu diucapkan Be Siau soh dengan nada sedih, tapi bagi Ong It sin, hal
ini membuatnya tak tahu apa yang musti dikatakan. Lewat sesaat kemudian Be Siau
soh baru berkata lagi: "Ksatria Ong, aku masih ada satu urusan ingin mohon bantuanmu, apakah kau
bersedia untuk mengabulkannya?"
"Nona Be, asal kau minta kepadaku, pasti akan kusanggupi tanpa membantah."
Be Siau soh menatap wajah anak muda itu sesaat lamanya, kemudian berkata lagi:
"cuma persoalan ini gampang tampaknya susah untuk dikerjakan"
Ong It sin segera membusungkan dadanya.
"Urusan yang lebih sukarpun pasti akan kulakukan untukmu" sahutnya cepat. Janji
itu diucapkan dengan suara tegas dan tekad yang besar.
Be Siau soh berkata lagi:
"Tapi kau harus tahu, untuk melakukan pekerjaan ini mungkin harus menghilangkan
waktumu selama dua puluh tahunan"
Sekarang Ong It sin baru tertegun, beginilah kalau orang mengambil tindakan
tanpa dipikir-pikir, setelah terlanjur bicara menyesalpun apa gunanya"
Dua puluhan tahun adalah suatu jangka waktu yang panjang sekali, maka untuk
sesaat dia tak tahu bagaimana harus menjawab. Be Siau soh menghela napas
panjang, kembali desaknya:
"Sebetulnya... kau... bersediakah kau mengabulkan permintaanku" bukankah kau
pernah berkata bahwa..."
Tapi sebelum perempuan itu menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Ong It sin
telah berseru: "Yaa, aku mau, aku mau, tentu saja aku mau, tadi aku cuma lagi berpikir bahwa
waktunya kelewat panjang, aku tak tahu sanggupkah melakukannya atau tidak..."
Sesudah ada kesanggupan dari pemuda itu, diatas wajah Be Siau soh yang murung
baru terlintas sedikit cahaya cerah, katanya: "Kau pasti sanggup melakukannya,
kau..." Tiba tiba ia mendongakkan kepalanya sambil menuding kearah pintu lalu bisiknya
lagi: "Tutup dulu pintu kamar itu"
Ong It sin menurut dan menutup pintu, ketika ia memutar badannya kembali Be siau
soh telah menepuk sisi pembaringannya seraya berkata:
"Kemarilah kau, duduk disini aku masih ada banyak persoalan yang hendak
kubicarakan denganmu"
Ong It sin berdebar keras, jantungnya hampir saja melompat keluar dari rongga
dadanya, untuk sesaat ia terbungkam dengan wajah merah padam ia hanya berdiri
didepan pintu sambil menghembuskan napas panjang.
Be siau soh menghela napas panjang sambil membereskan rambutnya yang kusut
kembali bertanya: "Apakah lantaran aku sudah sakit lama sehingga tampangku menjadi jelek maka kau
tidak bersedia mendekati aku lagi?"
"ooh bukan, tentu saja bukan" sahut Ong It sin sambil goyangkan tangannya
berulang kali, "kau... cantiknya bukan kepalang... tiada orang didunia ini yang
bisa menandingi kecantikan wajahmu"
"Kalau begitu kemarilah kau"
Selangkah demi selangkah Ong It sin maju ke depan, entah apa sebabnya ia merasa
kakinya seolah olah sedang berjalan diatas mega, tiba tiba kakinya menjadi
sempoyongan dan hampir saja terjatuh buru buru ia bangkit berdiri menghampiri
sisi gadis tersebut. Dengan lemah lembut Be Siau soh segera menggenggam
tangannya yang kasar lalu katanya:
"Ksatria Ong, kau sungguh seorang yang baik, aku tak lebih hanya seorang
perempuan jahat, kalau tidak... aaai..."
Dengan sedih ia gelengkan kepalanya sambil menghela napas seakan akan sulit
baginya untuk melanjutkan perkataannya .
"Siapa yang bilang kalau kau adalah perempuan jahat?" tiba tiba Ong It sin
berteriak keras. Teriaknya yang secara mendadak ini ibaratnya dengusan kerbau lapar, kontan saja
membuat Be Siau soh menjadi amat terperanjat.
Be siau soh mendongakkan kepalanya, melihat sikapnya yang bersungguh sungguh,
tergelaklah perempuan itu lantaran geli.
"Kau toh sudah tahu kalau aku adalah istrinya Khekpo pocu yang kabur dari rumah"
katanya, "perempuan semacam ini kalau bukan seorang perempuan jahat lantas apa
namanya?" "Tentu saja bukan, pastilah... pastilah pocu dari benteng Khekpo itu yang telur
busuk" Dengan termangu mangu Be Siau soh mengangkat kepalanya dan memandang lentera
kecil dihadapannya, selang sesaat kemudian ia baru berkata:
"Dalam hal ini pocu dari benteng Khekpo tak dapat disalahkan, sekarang aku mulai
menyesali perbuatanku sendiri dimasa lalu, sayang menyesalpun tak ada gunanya"
Dengan sedih ia menggelengkan kepalanya, tiba tiba pokok pembicaraan dibawa ke
masalah lain, katanya lagi:
"Bukankah kau telah menyanggupi untuk melakukan pekerjaan bagiku, kau betul
betul mau atau karena terpaksa saja?"
Ong It sin segera mengangkatjari tangannya ke atas sambil bersumpah:
"Jika aku berbohong, biar Thian mengutuk diriku dan melimpahkan kematian yang
tragis untukku" Be Siau soh segera mengulur tangannya untuk menutup mulut Ong It sin lalu
katanya: "Kalau mau bicara maka bicaralah secara baik baik, kenapa musti angkat sumpah,
aku... oya, bagaimana dengan anakku... mesrahkah dia kepadamu?"
Menyinggung soal anak Ong It sin segera mementangkan mulutnya lebar lebar sambil
tertawa. "Yaa, dia memang mesrah benar denganku"
"Aaai... setelah berada dalam benteng Khekpo sekarang, dia pasti akan merasa
kesepian" "Aku tidak..." Sebenarnya pemuda itu hendak berkata bahwa tak tahu karena bagaimana keadaan
bocah itu dibenteng Khekpo memang tidak diketahui olehnya ditengah jalan, bocah
itu telah dilarikan oleh Ik tianglo.
Tapi baru saja mengucapkan dua patah kata, tiba tiba ia teringat akan suatu
hal... Ia merasa kuatir bila Be siau soh menjadi sedih lantaran memikirkan nasib
anaknya, maka pemuda itu merasa ada baiknya untuk merahasiakan persoalan itu
dihadapannya, sebab itulah baru saja mengucapkan dua patah kata, ia membungkam
kembali. Untung Be Siau soh sedang memikirkan persoalan lain, diapun tidak menyangka
seorang yang jujur bisa mengelabuhi dirinya, maka katanya lebih jauh:
"Pekerjaan yang kuminta kau kerjakan sekarang adalah minta kau balik lagi ke
benteng Khekpo" "Kembali ke benteng Khekpo" Mau apa aku ke situ lagi?" teriak Ong It sin dengan
Bunga Ceplok Ungu 1 Pendekar Slebor 07 Pusaka Langit Jaringan Hitam 1
^