Pencarian

Pendekar Guntur 4

Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 4


seperti itu !" Kemudian pelayan itu menghampiri kasir, dia bisik2, kemudian dia kembali dengan
membawa tiga puluh cie uang pecahan perak.
"lnilah tiga puluh cie uang perak, derma yang kukira sangat besar sekali !" kata
sipelayan. Pendeta itu tersenyum mengawasi uang itu, dia berhenti mengetuk
bokkienya, lalu menyambuti tiga puluh cie uang perak itu kemudian dikepalnya.
Waktu kepalan tangannya dibuka, semua mata pelayan tersebut jadi terpentang
lebar2 mengawasi ketangan sipendeta itu, karena pecahan uang perak sebanyak tiga
puluh cie itu telah kena diremas menjadi satu gumpalan perak.
Kemudian malah pendeta tersebut telah meletakkan gumpalan perak itu, ditekannya
ke lantai! Luar biasa sekali! Perak itu melesak kedalam lantai dan menjadi rata!
Semua pelayan rumah makan bengong dan juga
mereka pun tersebut jadi berdiri tidak berani lancang menegur pendeta itu,
segera mereka dapat menduganya bahwa pendeta ini tentunya memiliki kepandaian
yang tinggi sekali, karena pecahan uang perak itu sekali dikepal saja sudah
dapat diremas menjadi satu gumpalan uang perak itu sekali ditekan dan sekarang
telah melesak didalam lantai, yang terdiri dari ubin yang sangat keras. Sipendeta dengan sikap
yang tenang, telah mulai mengetuk2 lagi kayu bokkienya. Sedangkan kasir rumah
makan itu jadi tambah gugup, karena banyak tamu2 didalam rumah makan yang
bermaksud pulang tidak bisa keluar dari ruangan dalam
rumah makan itu, sehingga mereka telah mengomel panjang pendek.
Kasir bangun dari duduknya dan menghampiri sipendeta.
"Siansu, siapakah siansu dan berasal dari kuil mana " Mengapa siansu menimbulkan
bagi kami " Jika memang Siansu mengganggu terus seperti ini, tentu usaha kami
akan gulung tikar, karena tidak ada langganan lagi yang berani datang berkunjung
kerumah makan ini."!"
Padahal kasir itu mendongkol dan marah sekali, namun mengetahui pendeta ini
bukan pendeta sembarangan dia tidak berani bertindak lancang. Dan juga, diwaktu
itu dia telah mengawasi pendeta itu beberapa saat lamanya.
Pendeta itu meletakkan kayu pengetuk bokkienya, dia telah berkata dengan suara
yang tenang dan sabar: "Jika memang kau bersedia memberikan seribu tail perak
kepadaku, maka pinceng tidak akan menimbulkan kesulitan apa2 lagi dirumah makan
ini..!" "Apa "!" melotot mata kasir itu, seperti juga sepasang biji matanya hendak
melompat keluar dari rongga matanya, "Seribu tail perak,...! Ohhh, meminta derma
atau memang hendak memeras.."!"
Pendeta itu tidak melayani sikap si kasir, dia telah mengetuk2 kayu bokkienya
lagi dengan per-lahan2 diiringi suara liamkengnya.
Si Kasir telah membanting2 kakinya dengan jengkel. "Baiklah ! Baiklah ! Kami
akan memberikan sepuluh tail perak, akan tetapi cepat kau angkat kaki !" Sambil
berkata begitu si kasir telah mengeluarkan uang sepuluh tail perak, dan
diletakkan didalam mangkuk (mangkok khusus yang dipergunakan pendeta buat
meminta derma). Pendeta itu tetap membaca liamkeng, seperti juga tidak mendengar apa yang
dikatakan oleh sikasir, Matanya malah dipejamkan.
"Lihatlah, kami telah memberi derma sebanyak sepuluh tail perak, cepat kau
berlalu !" kata kasir itu sudah tidak sabar lagi.
Akan tetapi sipendeta tetap saja membaca liamkengnya dan mengetuk kayu bokkie-
nya, hanya kemudian mulutnya menggumam.
"Jika tidak seribu tail perak, jangan harap seorang pun manusia bisa
meninggalkan tempat ini!"
"Hemm, engkau ingin memeras jika begitu!" bentak sikasir dengan suara mengandung
kemarahan yang meluapluap dan tidak bisa ditahannya.
"Tukk!" tiba2 mulut sikasir telah diketuk dengan kayu pengetok bokkie sipendeta.
Gerakan sipendeta begitu cepat dan tidak bisa dilihat oleh mata manusia biasa,
sebab sipendeta kemudian telah asyik mengetuk kayu bokkienya
lagi, sedangkan kasir itu
telah berjingkrak-jingkrak kesakitan, giginya copot tiga, dan mengeluarkan darah
cukup banyak dimulutnya. "Oh, disiang hari kau hendak merampok, heh" Kau menganiaya orang heh?" menjerit2
kasir tersebut. Namun pendeta itu tidak memperdulikan sikap sikasir, tetap saja dia membaca
liamkeng dan mengetuk kayu bokkie, sedangkan tangan-kirinya telah mengambil
sebatang hio, dari tumpukan batang2 hio lainnya, dia telah melemparkannya batang
hio tersebut, yang meluncur dan kemudian menancap berdiri diatas lantai!
Semua orang tercengang, Hio terbikin dari bubuk gergaji dan ramuan bahan2
pengharum dengan dibuatnya diatas sebatang lidi yang tipis kecil, sekarang
batang lidi yang tipis kecil itu bisa menancap dalam sekali diatas lantai,
menembusi lantai itu, bahkan telah menyebabkan hio tersebut berdiri tegak,
dengan demikian membuat semua
orang jadi kagum dan heran bukan main.
Sedangkan Hwesio tersebut tetap saja membaca Liamkeng dengan tangannya mengetuk
bok kienya, dimana dia terus juga memejamkan matanya. Seperti juga apa yang
dilakukannya itu tidak merupakan hal yang luar biasa.
Disaat itu, terlihat si kasir telah berkata lagi: "ilmu sihir apakah yang kau
pergunakan buat menakut-nakuti kami?" Seorang pelayan telah menarik ujung lengan
baju si kasir. "Jangan berisik, jangan ganggu pendeta itu !" bisik si pelayan "Jika memang
batang hio ditimpukkan kekepala kita, bukankah kepala kita akan ditembusi oleh
batang lidi itu, berarti kematian buat kita "!"
Mendengar bisikan pelayan tersebut, semangat sikasir seperti terbang
meninggalkan raganya. Dan dia bengong sejenak! sampai akhirnya menghela napas
dengan menggidik. Apa yang dikatakan oleh pelayan itu tidak salah, sebab jika saja sipendeta
menimpukkan hio tersebut kearah kepalanya, niscaya batang hio itu akan menembusi
batok kepalanya. Dengan begitu, akan membuat dia menjadi binasa disaat itu juga, Dalam keadaan
seperti ini telah membuat si kasir jadi ciut nyalinya segera juga dia merobah
sikapnya. Dia berkata dengan suara yang tidak setinggi tadi: "Siansu,
sesungguhnya apa yang kau inginkan dari kami "!"
"Aku meminta derma seribu tail uang perak !" kata si pendeta, Setelah berkata
begitu, dia mengambil sebatang hio lainnya, dan melemparkannya lagi, batang hio
tersebut melesat dan menancap diatas lantai, dalam sekali, berdiri tegak
berjauhan dengan hio yang pertama tadi.
Begitulah, dalam keadaan memperlihatkan, betapa dia
seperti itu sipendeta telah memiliki kekuatan tenaga
dalam yang luar biasa yang dapat menimpukkan lidi hio tersebut sampai menembusi
lantai. Si kasir telah meringis dengan marah dan takut bercampur menjadi satu, sampai
akhirnya dia bilang: "Dalam hal ini.... kami.... kami adalah pedagang2 kecil
yang mengusahakan rumah makan ini sekedarnya saja dengan keuntungan tidak
seberapa setiap harinya ! Jika memang harus menderma Siansu sebesar seribu tail
perak, bagaimana mungkin kami besok2 bisa berusaha lagi !"
0ooo0dw0ooo0 Jilid 6 MENDENGAR menyahuti, dia perkataan itu hanya mengambil sipendeta tidak sebatang
hio, ditimpukkan lagi dan batang hio tersebut telah menancap diatas lantai dalam
sekali, terpisah juga dari batang hio yang kedua itu, Dengan begitu, terlihat
betapa batang hio itu tersusun berdiri dengan mengambil kedudukan seperti pat-
kwa. Dalam keadaan seperti itu, tampak jelas sekali, betapapun juga sipendeta
memiliki permintaan yang tidak bisa tawar-menawar lagi, dan memang si kasir
rumah makan tersebut harus memenuhi tuntutan-nya, yaitu memberi derma sebesar seribu tali perak!
Sedangkan mulut sipendeta kemak-kemik perlahan membaca Liam-keng dan juga
tangannya telah mengetuk2 bokkhinya. Sampai akhirnya dia telah menimpukkan lebih
dari belasan batang hio itu, yang semuanya menancap
dilantai batu itu, dan juga berdiri tegak dengan tersusun baik sekali
kedudukannya. Dilihat demikian memang pendeta itu bukan pendeta sembarangan, tentunya dia
memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan juga tenaga dalam yang mahir, karena
dia bisa menimpuk hio-hio itu dengan tenaga yang diperhitungkan baik-baik. Diwaktu itu si kasir hanya
berdiri bengong. Dia jadi salah tingkah, Untuk memenuhi tuntutan sipendeta,
jelas tidak bisa karena permintaan sipendeta terlalu besar,
jumlahnya sampai seribu tail perak.
Akan tetapi, jika dia tidak bisa mengusir pendeta itu dari tempatnya, para tamu
yang hendak meninggalkan ruangan rumah makan ini, yang tidak bisa keluar karena
pintu seperti dirintangi dengan tubuh si pendeta yang duduk tepat
ditengah-tengah pintu itu, seumpama seekor lalatpun tidak bisa terbang keluar,
tidak sabar dan telah panik sekali menimbulkan suara yang berisik dan kacau.
Sikasir jadi bingung bukan main, dia mengeluh sendirinya, karena saat itu
terlihat betapapun juga memang sipendeta sudah tidak bisa dihadapi dengan baik2,
sedikitnya harus segera dipanggil orang-orang Tiekwan, alat-alat kerajaan untuk
mengusirnya. Hamba2 negeri tentu akan mempergunakan kekerasan menyeret pendeta itu dari rumah
makan ini, namun tetap saja hal ini tak mungkin membawa akibat yang baik buat
rumah makan itu sendiri, kelak sipendeta bisa saja membalas sakit hati dan penasarannya kepada kasir dan
pemilik rumah makan ini dengan datang mengacau lagi! Berpikir sampai disitu, si
kasir tadi semakin bingung, dia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya,
hatinya terasa seperti mau menangis saja.
Si pendeta masih terus membaca Liamkeng dan tangan kirinya masih terus juga
melempari hionya sebatang demi sebatang. Dengan begitu membuat batang2 hio yang
terjajar berdiri dalam kedudukan menurut hitungan patkwa berbaris rapi sekali.
Semua tamu yang berada didalam ruangan rumah makan tersebut tambah bingung,
sampai akhirnya mereka itu telah menimbulkan suara yang berisik!
Akan tetapi dari para tamu itu tidak seorangpun yang berani maju untuk memaksa
ke luar, karena mereka juga menyaksikan betapa pendeta itu adalah pendeta yang
memiliki kepandaian sangat tinggi, jika memang mereka memaksakan diri, tentu
akan membuat mereka bisa bercelaka.
Waktu itu terlihat betapa si pendeta masih terus juga melemparkan batang2 hio-
nya, dan akhirnya dia telah melemparkan habis semua batang2 hio itu, yang
berbaris dalam bentuk yang menurut kedudukan Patkwa, dan juga dengan sikap yang
tenang pendeta itu telah menyimpan kayu bokkienya, dia berhenti membaca liamkeng
dan tahu2 tubuhnya yang tinggi besar
itu dengan ringan telah melompat keatas barisan hio itu. Dan luar biasa sekali !
Dengan mempergunakan kaki kanannya, tampak sipendeta telah berdiri dengan tenang
dan tubuhnya tidak bergeming sedikitpun juga. sedangkan
yang mengherankan, batang hio itu sama sekali tidak bergerak dan tidak
melengkung menahan berat tubuh si pendeta, bagaikan tubuh si pendeta sangat
ringan, seringan sehelai daun kering.
Tamu-tamu yang semula menjadi gusar dan marah karena tidak bisa keluar dari
ruangan rumah makan itu dan menimbulkan suara yang berisik, waktu melihat
pertunjukan itu, berbalik jadi kagum dan telah bersorak dengan gembira.
"Bagus ! Bagus ! Hebat sekali !" berseru-seru mereka kagum dan takjub, itulah
benar-benar sangat mengherankan sekali, disamping membuktikan bahwa pendeta itu
memang memiliki ginkang yang terlatih dan sempurna.
Sedangkan sikasir berdiri bengong dengan mulut yang terbuka lebar2, takjub
memandang kelihayan sipendeta. Pendeta itu tidak memperdulikan sikap heran dari
semua orang itu, yang memandang takjub padanya, hanya saja dia menggerakkan
kedua tangannya, mulai bersilat dengan gerakan-gerakan yang perlahan, namun
setiap kali dia menggerakkan kedua tangannya, maka ber kesiuran angin yang
sangat kuat sekali, men-deru2 dengan dahsyat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malah, sipendeta juga bukan hanya bersilat dengan berdiam diatas sebatang hio
saja, tubuhnya telah melesat kesana kemari, dia telah pindah dari hio yang
sebatang kebatang hio lainnya lagi, Begitulah seterusnya. Akan tetapi hio
tersebut tetap tidak melengkung atau patah diinjak ujungnya oleh kaki sipendeta.
Menyaksikan kehebatan sipendeta, semua orang jadi bersorak memujinya. Setelah
selesai bersilat diatas ujung batang-batang hio tersebut, si pendeta telah
melesat ke ambang pintu lagi, duduk disitu dengan bersila dan mulai mengetuk
kayu bokienya dan membaca liamkeng pula.
Barulah para tamu yang tadi mengagumi akan kehebatan si pendeta jadi menyesal
setengah mati, mengapa waktu sipendeta tengah bersilat diatas ujung batang-
batang hio itumereka tidak mempergunakan kesempatan tersebut buat
melarikan diri keluar dari dalam rumah makan ini " sekarang sudah terlambat,
karena si pendeta telah berada ditengah-tengah pintu keluar tersebut !
Sikasir tambah bimbang, karena dia menyadari sekarang kedudukannya tambah sulit.
Dia hanya memiliki dua pilihan, memenuhi permintaan derma dari sipendeta
sehingga pendeta itu berlalu atau sipendeta yang tampaknya memiliki kepandaian
kekacauan dirumah besok rumah makannya akan sepi, karena tidak ada
pengunjung yang berani datang lagi kerumah makannya.
Karena itu, sikasir hanya berdiri bengong dengan muka meringis.
"Sebuah pertunjukan yang sangat manis dan hebat sekali !" tiba-tiba terdengar
suara seseorang memuji, suara yang perlahan, akan tetapi terdengar jelas sekali.
yang tinggi itu akan menimbulkan
makannya ini dan mungkin besokBerasal dari rombongan penonton diluar rumah makan
itu, disusul kemudian dari rombongan orang yang tengah menonton "pertunjukkan"
tersebut, keluar seorang lelaki tua dengan tubuh yang kurus kerempeng, dengan
pakaian yang penuh tambalan, berjalan agak terbungkuk sedikit, dialah seorang
pengemis tua berusia lima puluh tahun lebih.
Pendeta itu berhenti mengetuk kayu bokkie nya, dia menoleh dan melihat pengemis
itu dengan sorot mata yang tajam, kemudian kembali pendeta tersebut mengetuk
kayu bokkie-nya dan membaca liamkengnya pula tanpa memperdulikan sipengemis.
Namun sipengemis telah melangkah menghampiri lebih dekat walaupun melihat sikap
si pendeta yang acuh tak acuh, sehingga dia berada dibelakang sipendeta, hanya
terpisah satu tombak lebih,
"Taysu, tampaknya Taysu bukan semacam pendeta miskin yang kerjanya hanya
mengemis seperti yang menjadi pekerjaanku, maka alangkah tidak bijaksananya jika
Taysu memeras pemilik rumah makan itu !" kata si pengemis lagi, suaranya tenang
dan diiringi dengan sekali-sekali suara tertawanya, sama sekali dia tidak merasa
gentar kepada sipendeta, walaupun pengemis ini tadi telah melihatnya betapa pendeta itu
memiliki ilmu silat yang tinggi dan ginkang yang mahir sekali.
Sipendeta tetap terpejam dan terus
membaca liamkeng, seperti juga dia perkataan sipengemis. tidak mengacuhkannya,
matanya mengetuk kayu bokkienya sambil
tidak mendengar "Jika Taysu tetap duduk membaca doa di pintu itu, berarti doa
Taysu tidak akan kesampaian, sebab Thian dan Sang Budha juga akan murka oleh
tingkah laku Taysu yang mempersulit orang ! Lihatlah, para tamu didalam ruangan rumah makan itu, mereka
tengah bergelisah, karena tidak dapat keluar dari rumah makan itu. sedangkan
mereka masing2 tentu memiliki kepentingan
mereka urus. Lebih bijaksana jika
lainnya yang perlu Taysu menyingkir membuka jalan, buat mereka itu keluar !"
Walaupun pengemis bicara dengan biasa saja, nada suaranya sabar, tokh didalam
kata2 nya itu seperti juga dia memaksa dan memerintahkan sipendeta membuka jalan
dan tidak melintang didepan pintu, agar para tamu bisa meninggalkan rumah makan
tersebut. Akan tetapi pendeta itu tetap saja dengan pekerjaannya mengetuk bokkienya dan
membaca liamkeng, dengan mata terpejamkan, seperti juga tidak mengacuhkan atau
tidak mendengar perkataan sipengemis, dengan begitu si pengemis jadi terpancing
kemendongkolannya juga, sampai dia tertawa agak keras.
"Lucu! Lucu! Jika Taysu membawa lagak seperti ini, berarti Taysu bukan hendak
meminta derma, karena seseorang yang meminta derma tentu akan memintanya dengan
baik2, bukan seperti yang Taysu lakukan itu!"
Sipendeta membuka per-lahan2 matanya, dia tetap duduk diambang pintu, hanya saja
tubuhnya telah digeser berputar, sehingga jika sebelumnya dia duduk menghadap
kedalam ruangan rumah makan, sekarang dia duduk menghadapi keluar, sehingga dia
berhadapan dengan si pengemis tua itu.


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa kau demikian usil mencampuri urusanku " Jika memang engkau ingin
memperoleh bagianmu, mengemis sisa makanan dari para tamu itu, tidak perlu kau
panik seperti itu, karena jika aku telah berhasil memperoleh permintaan dermaku,
akan kuberikan kepadamu seratus
tail, itu bukan jumlah yang kecil, bisa engkau mempergunakannya buat bersenang2 selama beberapa
bulan tanpa perlu mengemis lagi !"
Pengemis itu tertawa. "Aku adalah pengemis tua yang melarat dan miskin, walaupun bagaimana tetap saja
aku pengemis, Seekor anjing tidak bisa meninggalkan sifat2nya yang tetap sebagai
seekor anjing, demikian juga halnya dengan pengemis. Walau pun Taysu seandainya
bersedia memberikan kepadaku seribu tail, akan tetapi tetap saja aku akan
mengemis. Hanya saja bedanya sekarang ini aku mengemis dari jumlah yang kecil dan sedikit,
namun jika memiliki uang yang banyak, tentu aku akan mengemis dengan permintaan
yang besar pula. Jadi ku-pikir2, memiliki uang atau tidak, semua itu sama saja
bagiku. Karena jika aku mengemis. maka perutku tidak mungkin lapar, setiap aku meminta,
tentu aku memperoleh sisa makanan, dan aku telah puas. Jika perutku kenyang.
tidak perlu aku terlalu banyak pikir lagi!"
Sipendeta mengawasi pengemis itu tajam sekali, dengan bola mata yang men-cilak2
ber putar2, sampai akhirnya dia bilang: "Jika demikian, baiklah ! sekarang apa
yang kau kehendaki "!"
Si pengemis tidak gentar walaupun ditatap tajam seperti itu. Dia tersenyum dan
membawa sikap yang tenang dan sabar.
"Sebenarnya... sebenarnya !" kata pengemis sambit tertawa, kemudian
memperlihatkan sikap bersungguh-2: "Atau memang Taysu akan gusar jika aku
mengungkapkan yang sebenarnya "!"
Sipendeta menggeleng, hanya bola matanya itu mencilak semakin cepat dan bersinar
semakin tajam. Pengemis itu tersenyum. "Baiklah, jika memang Taysu tidak marah, maka aku akan mengatakannya ! Tentu
Taysu memaklumi, sebagai seorang pengemis, sudah menjadi kebiasaanku untuk
meminta, Dan demikian pula sekarang ini, aku hendak meminta agar Taysu
meninggalkan rumah makan ini !" kata pengemis tua itu.
Muka sipendeta berobah akan tetapi itu hanya sekejap mata saja, kemudian pulih
sebagaimana biasa lagi, dia hanya mendengus dingin tanpa mengatakan suatu apapun
juga. "Jika demikian permintaanmu, baiklah !" kata sipendeta setelah berdiam
bokkienya, "Aku diri mempermainkan kayu pengetok
pasti meluluskannya dan segera meninggalkan rumah makan ini asal engkau bersedia buat
main-main denganku...!"
"Main2 bagaimana maksud Taysu "!" tanya pengemis itu pura2 tidak mengerti.
Pendeta itu tidak segera menyahuti, dia memperhatikan pengemis ini. Sebagai
seorang yang berpengalaman, pendeta ini menyadari, bahwa didalam dunia
persilatan memang banyak sekali orang2 yang memiliki kepandaian tinggi dengan
menempuh cara hidupnya sebagai pengemis.
Disamping itu juga, melihat cara pengemis ini yang berani mengajukan
permintaannya itu tanpa tedeng aling2, hal ini sudah membuktikan bahwa pengemis
ini bukan pengemis sembarangan.
"Taysu! tentunya yang dimaksudkan Taysu bukan hanya sekedar bermain kelereng
atau juga main adu sajak "!" tanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengemis itu lagi. "Atau memang Taysu hendak mengajakku buat mengadu membaca
Liamkeng " Oh, oh, jika hal itu harus kulakukan, tentu saja aku kalah ! Tapi
jika memang Taysu mengajak aku main2 berlomba untuk mengadu siapa yang paling
banyak mengumpulkan sisa makanan dengan cara mengemis, aku jelas setuju sepenuh
nya." Pendeta itu tertawa tawar, katanya: "Kau jangan pura2 bodoh seperti itu ! Dengan
berani mengajukan permintaan itu, tentu kau sudah memiliki pegangan, yaitu kau
memiliki sedikit kepandaian buat menghadapiku..! Tentunya kau mengerti ilmu silat, bukan " Aku ingin mengajakmu
buat main2 diatas batang hio itu, siapa yang rubuh lebih dulu, dialah yang
kalah." Pengemis itu memperlihatkan sikap terkejut dengan lidah dileletkan.
"Berdiri diatas hio itu " Oh, oh, benar2 mengerikan. Tentu batang hio itu akan
patah hancur diinjak olehku !" Pendeta itu tidak memperdulikan sikap pengemis
tersebut, dia melanjutkan perkataannya. "Dan jika memang kau bisa menang, dimana
aku telah jatuh terlebih dulu dari
atas batang hio itu, berarti akan terpenuhi permintaanmu itu dan boleh nanti
engkau meminta bayaran atas jasamu itu kepada pemilik rumah makan ini.
Sipengemis mengangkat bahunya, katanya: "Jika demikian juga kehendak Taysu, aku
sipengemis tidak bisa tawar menawar lagi, bukan" Sudah menjadi kebiasaanku sebagai pengemis, diberi
derma sepiring nasi dan sayursayur bekas dan sisa, aku terima, diberi satu cie,
akupun terima, tidak pernah bersikeras memperoleh lebih, karena jika telah
diberi, itupun sudah lebih dari cukup buatku
mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada sipemberi itu."
Pendeta itu tersenyum dingin, kemudian dia menyimpan bokkienya, katanya:
"Baiklah, mari kita mulai !" Dia melompat berdiri dengan ringan.
Sipengemis hanya mengangguk saja dan melangkah masuk ke ruang rumah makan itu,
dengan matanya memperhatikan letak batang2 hio tersebut, segera dia mengetahui
bahwa hio itu mengambil kedudukan Pat-kwa.
Pendeta itu mengambil bibit api, tahu2 dia menyalakan bibit api, setiap kali ada
bibit api itu memercik, dia meniupnya, aneh sekali, dengan tiupannya itu
sipendeta telah mengirim api keujung batang hio, yang segera menyala!
Itu suatu keluar biasaan, karena hio itu bisa menyala dalam waktu yang begitu
singkat, juga menyalakan ditiup dari jarak yang terpisah jauh, benar2 kepandaian
yang menakjubkan. Semua orang yang hadir didalam rumah makan tersebut jadi
memandang terpaku dengan sikap tertegun takjub.
Akan tetapi pengemis tersebut tidak merasa heran, Dia mengetahui, itulah
kepandaian tenaga lwekang yang benarbenar tangguh, rupanya pendeta ini memang
bermaksud hendak memamerkan kepandaiannya itu.
Dari batang hio yang satu telah dinyalakan, pendeta itu memercikkan bibit apinya
dan menyalakannya lagi hio2 yang lainnya, Begitu seterusnya dan akhirnya hio itu
telah terakhir, lidahnya: menyala semuanya.
Waktu sipendeta menyalakan hio yang pengemis tersebut
berkata dengan me-leletkan "Kita jadi berlomba berdiri dibatang hio yang menyala
itu"!" Pendeta itu mengangguk "Ya !" sahutnya.
"Oho, benar2 pekerjaan yang sulit sekali! Untuk berdiri diatas sebatang hio yang
tidak menyala saja sudah sulit, karena batang hio yang kecil tipis itu, sekali
diinjak tentu akan patah dan hancur, memerlukan keringanan tubuh yang baik buat
mengimbanginya. Sekarang harus berdiri
diatas sebatang hio yang tengah menyala- berarti api hio yang diinjak itu tidak
boleh padam, bukan,"!"
Kembali pendeta itu mengangguk.
"Tepat sekali ! Siapa yang menginjak padam api dibatang hio tersebut, atau juga
menginjak patah batang hio itu, berarti dialah yang kalah ! Atau juga orang yang
jatuh paling dulu, diapun dihitung kalah !" menjelaskan sipendeta.
Pengemis itu mengawasi sejenak batang hio yang menyala itu, dia melihat asap hio
yang mengempul memenuhi ruangan tersebut.
Melihat sikap pengemis itu, pendeta tinggi besar tersebut tersenyum lebar.
"Bagaimana" Apakah kau membatalkan perlombaan ini merasa ragu2 dan hendak "!"
Waktu berkata begitu pendeta tersebut memperlihatkan sikap yang angkuh sekali.
Semua orang yang hadir ditempat itu juga memandang pengemis tua tersebut dengan
mata terpentang lebar2 Mereka jadi tegang sendirinya, walaupun itu bukan suatu
"pertempuran", namun merupakan suatu "permainan" yang sangat menarik sekali dan
baru pertama kali ini mereka saksikan !
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya, akhirnya pengemis tua itu
mengangguk sambil katanya:
"Baiklah, dasarnya aku pengemis, maka aku tidak bisa tawar menawar selain
menenerimanya saja, siapa tahu aku yang menang "!"
Dan berkata terbahak-bahak, menghadapi semua itu, bagaikan berlomba berdiri
diatas batang Hio yang tengah menyala itu bukan urusan yang terlalu sudi buat
dia. sampai disitu, pengemis itu tertawa tampak dia memang tidak gentar
Pendeta itu telah mengawasi sipengemis tajam-tajam, dan didalam hatinya dia
berpikir: "Dengan beraninya dia menerima tawaranku buat berlomba diatas batang
hio yang tengah menyala, pengemis ini pasti memiliki pegangan yang
sangat diandalkannya. Aku harus hati2..!"
"Silahkan Taysu lebih dulu melompat ke-atas batang hio itu !" kata pengemis
tersebut. "Kita melompatnya berbareng !" kata pendeta itu.
Pengemis "Baiklah jika itu mengangkat bahunya sambil-katanya: demikian ! Mari...
aku akan menghitung sampai tiga, begitu aku menghitung sampai tiga, kita harus segera melompat ! Kau
setuju, Taysu "!"
Pendeta itu hanya mengangguk dengan memperlihatkan sikap seperti juga meremehkan
dan memandang rendah pada sipengemis, walaupun hatinya waktu itu tengah berpikir
keras dan ragu2 memikirkan siapakah sebenarnya pengemis yang berani menerima
tantangannya ini. "Satu....dua....tiga....!" berseru si pengemis dengan suara nyaring. Bersama
dengan seruan "tiga !" itu, tampak sipengemis dan pendeta itu telah menjejakkan
kedua kaki mereka, tubuh mereka ringan sekali mencelat keatas batang hio yang
tengah menyala itu. Pengemis itu hinggap di sebatang hio di sebelah kanan, sedangkan pendeta itu
dibatang hio sebelah kiri. Akan tetapi luar biasa pandangan yang dapat dilihat.
Karena begitu kaki pengemis itu menginjak ujung hio yang tengah menyala
tersebut, dia hanya menginjak perlahan sekali, tubuhnya telah melompat lagi
kebatang hio lainnya, dan juga begitu halnya dengan pendeta itu.
Rupanya kedua orang ini telah mengeluarkan ginkang mereka yang mahir dan tanpa
menjatuhkan bubuk abu diujung api hio itu, atau memadamkan api hio tersebut
mereka telah melompat dan batang hio yang satu ke batang hio yang lainnya, dan
juga gerakan mereka sangat ringan, sehingga batang2 hio yang mereka hinggapi itu
tidak bergerak sedikitpun juga, apalagi patah!
Pendeta itu terkesiap hatinya, karena melihat pengemis ini benar2 seorang yang
memiliki ginkang tinggi sekali. Dengan begitu, jelas bahwa pengemis ini sengaja
hendak mengganggu dan mempermainkannya. Waktu pengemis itu
tengah melompat kesana kemari, tiba2 pendeta tersebut melompat kebatang hio yang
berada dekat dengan tempat beradanya pengemis itu, dia mengambil sikap seperti
akan terjerembab jatuh, tubuhnya agak limbung, dan tangan kanannya mengibas.
Pengemis itu menyadari itulah mengambil sikap mengerutkan sepasang alisnya ia
serangan membokong, karena dengan seperti itu dan mengibaskan lengan jubahnya,
sesungguhnya sipendeta menyerangnya dengan mempergunakan angin kibasan lengan
jubahnya yang mengandung kekuatan tenaga dalam.
Kalau yang menghadapi pendeta ini memiliki kepandaian tanggung2, jangankan untuk
diserang seperti itu disaat tengah berada diatas ujung sebatang hio yang menyala
ada apinya, jika memang bisa berdiri tanpa jatuh
akan menginjak padam atau juga patah batang hio itu, tentu itupun sudah lebih
dari bagus. Pengemis itu walaupun demikian tidak menjadi gugup, karena sambil tersenyum dia
mengangkat tangan kanannya, menangkis serangan bokongannya itu.
"Bukkk !" terdengar suara yang perlahan sekali karena tenaga serangan sipendeta
telah saling bentrok dengan tenaga tangkisan sipengemis yang berada ditengah
udara. Akan tetapi pengemis itu menyadari tidak bisa ataupun mengandalkan kekerasan,
sebab sekali saja kedua kakinya itu kurang ringan menginjak ujung batang hio
itu, dan juga menginjak dengan tenaga yang berlebihan sedikit saja, api hio itu
akan padam atau kemungkinan batang hio tersebut akan patah.
Karenanya begitu kedua tenaga saling bentrok, dengan meminjam tenaga tersebut
mencelat pengemis tersebut tidak perlu mengalami sesuatu yang tidak diinginkan.
Demikian pula halnya dengan pendeta itu.
Diapun menyerang bukan dengan tetap berdiam diujung hio tempat dia berada,
karena sambil menyerang dengan tubuh yang bagaikan limbung kehilangan
keseimbangan tubuhnya, pendeta tersebut telah mengganti
kakinya, dia telah pindah kehio lainnya, bentrokan itu cepat sekali pengemis kebatang hio lainnya,
Dengan begitu kedudukan begitulah selanjutnya dia melakukan beberapa kali
penyerangan gelap, untuk mendesak pengemis itu, agar sipengemis dapat didesak
rubuh, turun dari batang hio itu atau juga menginjak patah batang hio yang
tengah diinjaknya. "Oho, sungguh menarik sekali, disaat kaki menginjak api yang panas, ada orang
yang mengipasi aku, sungguh nyaman ! sungguh nyaman." pengemis itu berulang kali
tertawa dan melontarkan ejekan pada pendeta itu.
Muka pendeta itu berobah merah, dan timbul kemendongkolannya, dan juga diam2 dia
berpikir: "Hemmm, pengemis ini jika tidak di ajar adat, tentu akan tambah
bertingkah !" Karena berpikir begitu, cepat sekali dia merobah cara mendesak pengemis
tersebut. Terang-terangan sekarang ini dia menyerang kepada pengemis tersebut,
dengan kedua tangannya, yang digerakkannya bergantian.
Setiap gerakannya itu mengandung kekuatan lwekang yang benar-benar tangguh
sekali, yang mungkin jika dalam keadaan biasa dipukulkan kepada sebungkah batu,
akan membuat batu itu hancur luluh.
Pengemis ini juga terkesiap hatinya, dia pikir: "pendeta gundul ini benar2
memiliki kepandaian lumayan. Hemmm, rupanya sekarang dia bersungguh-sungguh.
serangannya juga berbahaya !"
Namun pengemis ini tidak gentar menghadapi semua serangan pendeta itu. Dengan
mengandalkan ginkangnya pengemis itu bergerak lincah kesana kemari, dari batang
hio yang satu melompat kebatang hio yang lainnya.
Sampai suatu ketika, disaat dirinya diserang dengan bertambah gencar, pengemis
itu mendadak merandek, dengan kedua tangan yang tiba2 menyampok: "Rubuhlah kau !"
Pendeta itu terperanjat, dorongan yang begitu tiba2 dan
kuat sekali, membuat dia tidak memiliki persiapan buat menghadapinya. Cepat dia
mengempos semangatnya dan menangkisnya.
Memang pendeta serangan pengemis itu berhasil membendung tenaga tersebut, akan
tetapi karena dia mengerahkan tenaga dalamnya dalam waktu yang tergesa2.
sehingga pengerahan tenaga dalamnya itu
menambah berat bobot pada kuda2 kedua kakinya, maka dia telah menginjak runtuh
api dibatang hio tersebut.
Bukan main kagetnya pendeta itu. dia cepat-cepat mencelat ke batang hio lainnya,
Namun terlambat, hio yang tadi diinjaknya telah padam apinya, dan bubuknya
meluruk jatuh... Pengemis itu tertawa. "Nah, sekarang engkau telah jatuh dan kalah !" kata pengemis itu. "jatuh
ditanganku sebagai pecundang, karena Taysu telah menginjak mati api dibatang hio
itu...." Muka pendeta tersebut merah padam karena penasaran dan gusar, dia tertawa dingin
dan meneruskan kibasan tangannya, serangannya kali ini agak telengas dan juga
mengandung sifat yang agak kejam, jika memang pengemis itu terkena serangannya
itu, niscaya tulang-tulang rusuk
seluruh tubuh pengemis itu akan berantakan dan hancur! Berarti juga kematian
buat pengemis itu. "Ihhh, kita tengah berlomba mengapa harus mempergunakan tangan telengas seperti
ini?" ejek pengemis tersebut.
Sambil berkata begitu, pengemis tersebut pun tidak tinggal diam, sebab dia telah
menangisnya lagi, berbareng tangannya yang sebelah kiri telah menghantam kearah
perut si pendeta itu. Waktu itu pendeta tersebut tengah kalap, sehingga penjagaan dirinya kurang
sempurna. Dia baru kaget waktu mengetahui selain menangkis pengemis itupun
membalas menyerang, Malah dengan serangan yang tidak kalah hebatnya.
Karenanya, satu kali lagi pendeta itu melakukan suatu kesalahan, dengan
mengerahkan tenaga dalamnya terburu2 buat menangkis serangan pengemis itu, dan


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hio yang diinjaknya itu menimbulkan suara "trakk!" hio itu jadi patah!
Dengan muka yang merah padam hweshio itu telah melompat turun ke lantai.
"Sudah ! Sudah ! pinceng memang kalah ditanganmu !" katanya dengan muka yang
tetap memperlihatkan kemarahan yang sangat. "Nah, perkenalkanlah namamu, agar
aku bisa menjadikan kenangan !"
Pengemis itupun melompat turun dari batang hio tempat dia berdiri, katanya: "Ya,
ya, memang kita hanya berlomba dan tetap akan bersahabat, bukan "!"
Waktu bertanya begitu, hati sipengemis berpikir " Hu, hu, aku hanya mencari-cari
urusan dengan mencampuri urusannya, tentu kelak pendeta ini akan mempersulit
diriku !" Hanya saja apa yang dipikirkannya itu tidak diperlihatkan diwajahnya.
Pendeta itu tersenyum, senyum paksaan dengan muka yang tetap merah padam, sampai
akhirnya dia berkata dengan suara yang tawar. "Soal persahabatan itu nanti saja
kita bicarakan, karena kita berdua berlainan pekerjaan. Aku seorang pendeta
sedangkan kau seorang pengemis, karena itu pinceng hanya ingin mengetahui
siapakah nama kau, wahai orang gagah "!"
Pengemis itu tertawa lagi, katanya: "Baik, baik, aku tentu saja bersedia
memberitahukannya, Aku biasa dipanggil
Thio Bo si-pemalas !"
"Thio Bo "!" mengulang pendeta itu, tampaknya dia heran karena belum pernah dia
mendengar nama itu, dan baru pertama kali ini. sedangkan pengemis itu tampaknya
sangat liehay, "Thio Bo hemmm, apakah nama itu nama yang sebenarnya atau nama
samaranmu "!" "Aku seorang pengemis, dan tidak memiliki harga buat memiliki nama samaran, Ku
kira nama Thio Bo itu adalah nama sejatiku, yang dihadiahkan oleh kedua orang
tuaku !" Mendengar sahutan tersebut memandang sipengemis seperti itu, pendeta lagi
sejenak, kemudian tanpa mengatakan suatu apapun juga dia memutar tubuhnya, dan melangkah pergi dengan
gerakan yang perlahan. Sambil melangkah, tangannya juga bergerak: "Wuttt ! Wuttt !" batang-batang hio
seperti ditarik oleh suatu yang menancap dilantai itu
kekuatan yang hebat sekali, beterbangan dan disambuti oleh pendeta itu.
Dalam sekejap mata saja seluruh batang-hio itu berkumpul menjadi satu pula
ditangan sipendeta dengan ujungnya yang tidak berapi pula, telah padam! itulah
suatu kepandaian yang benar-benar mengagumkan dan membuat semua orang yang
berada diruang makan itu jadi menyaksikan dengan takjub dan tertegun.
Pengemis itu, Thio Bo, hanya memandang dengan bibir tersenyum, sampai pendeta
itu telah lenyap dari pandangan matanya.
Kasir rumah makan itu, yang sangat bersyukur sekali pada pengemis tersebut
segera menghampiri sambil menjura tidak hentinya membungkukan tubuhnya dalam-
dalam. "Terima kasih atas pertolongan Injin, hadiah apakah yang Injin kehendaki " Uang
ataukah lebih cocok makanan "!"
Thio Bo tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak menginginkan hadiah
apa2...!" kata Thio Bo sambil tersenyum. "Hanya saja, aku memiliki sebuah
permintaan, entah kau bersedia meluluskannya atau tidak !"
"Oh, tentu ! Tentu ! Jika memang permintaan biasa saja, pasti kami akan
memberikan dan meluluskannya.... katakanlah !" kata si kasir yang menduga bahwa
pengemis itu tentu akan meminta sejumlah uang. "Dengarlah, untuk semua ini aku
tidak mengharapkan hadiah dan aku hanya meminta agar diwaktu-waktu mendatang,
jika memang.. dirumah makan ini datang pengemis2 lainnya kalian jangan memandang
rendah pada mereka dan mengejek dengan kata2 menyakiti hati sebab tidak selamanya pengemis
itu lemah dan boleh dipergunakan sekehendak hatimu, jika saja memang seperti
sekarang terjadi urusan seperti ini, bukankah aku juga, yang seorang pengemis
telah turun tangan menolongi kalian"
Nah, pesanku hanya sebegitu saja, dan ku harap kalian dilain waktu jangan
sekali-kali meremehkan pengemis2 yang datang kemari mengharapkan sisa sayur dan
makanan...!" "Oh tentu, tentu!" kata sikasir berulang kali. "Mana berani kami memandang remeh
dan rendah kepada orang2 Injin"!"
Pengemis itu tidak memperdulikan sikap sikasir yang menjilat2 padanya, dia telah
memutar tubuhnya dan berlalu meninggalkan rumah makan tersebut.
Saat itu, kasir rumah makan itu berdiri tertegun terheran2, karena benar2
pengemis itu tidak mengharapkan hadiah apa2... dengan demikian, dugaannya
meleset, bahwa pengemis ini sebenarnya mengharapkan hadiah darinya, dan juga
kasir itu jadi malu sendirinya.
Namun yang menghibur hatinya justeru sekarang ini rumah makannya telah terhindar
dari gangguan pendeta yang minta derma dengan jumlah yang terlalu kelewatan itu.
Sedangkan para pelayan telah sibuk buat melayani tamu2 yang baru datang,
sedangkan beberapa orang tamu yang sejak tadi ingin meninggalkan ruangan ramah
makan itu, telah bergegas hendak berlalu. Mereka segera juga berlomba keluar,
sebab kuatir kalau2 pendeta galak itu datang lagi, sehingga sulitlah buat mereka
meninggalkan rumah makan ini.
-OOOO0)dOw(0OOOO THIO BO sambil bernyanyi2 kecil telah melangkah perlahan menuju keluar kampung.
Dia senang karena telah bisa merubuhkan pendeta itu. Dan dia tidak mengetahui
entah siapa sipendeta itu, yang meminta derma dengan cara memeras seperti itu.
Akan tetapi yang membuat hati Thio Bo jadi girang, dia telah melihat ginkangnya
sekarang memperoleh kemajuan,
sebab dia bisa merubuhkan pendeta itu dengan cara yang tidak terlalu sulit
Walaupun mereka bukan bertempur secara biasa, namun dengan berlomba diatas
ujung2 batang hio yang tengah menyala, menunjukkan bahwa ginkangnya memang telah
mahir, sebab akhirnya tokh pendeta itulah sebagai pihak pecundang.
Sedang Thio Bo berjalan per-lahan2 dari kejauhan, dibawah sebatang pohon, tampak
berdiri sesosok tubuh yang tinggi besar dan setelah ditegasi oleh Thio Bo, orang
itu mengenakan jubah kependetaan berwarna kuning, tengah berdiri mengawasi
kearahnya, seperti juga sedang menantikan kedatangannya.
"Aha..." berseru pengemis pendeta itu adalah pendeta tersebut, karena tidak lain
yang telah dipecundangi didalam rumah makan dalam kampung itu. "Hemm..." pikir
Thio Bo kemudian, "Rupanya dia hendak membalas dendam.... dan tentunya juga
bahwa dia akan coba menguji kepandaianku lagi, untuk membuat perhitungan pula?"
Pengemis itu tanpa memperlihatkan perobahan apapun diwajahnya, sambil tetap
bernyanyi kecil, telah berjalan terus menghampiri pendeta itu.
Pendeta tersebut, yang berdiri dengan mata memandang tajam sekali, tetapi
mengawasi tanpa bergeming, menanti sampai Thio Bo berada dekat dengannya.
"Aha, kita bertemu lagi!" kata Thio Bo berseru - cukup nyaring, setelah berada
didekat tempat si pendeta.
Pendeta itu mengangguk. "Pinceng memang menantikan kau disini !" kata sipendeta.
"Mengapa?" "Untuk meminta pengajaran dari kau! Pinceng telah melihat kau sebagai pengemis
yang memiliki kepandaian tinggi, namun sengaja usil mencampuri urusanku, maka
dari itu Pinceng kira adalah jalan terbaik jika-kita memperhitungkan semuanya
disini!" Belum lagi kata-katanya yang terakhir itu habis diucapkan, tahu2 gumpalan
batang2 hio yang dikempit ditangannya telah melesat beberapa batang, menimbulkan
kesiuran angin yang keras sekali menyambar kearah beberapa bagian anggota tubuh
pengemis itu. Thio Bo terkejut juga, itulah Lwekang yang memang tangguh, karena dengan hanya
memusatkan tenaga dalamnya, dia dapat melontarkan batang2 hio tanpa menggerakkan
tangannya, dan batang2 hio itu telah menyambar kepadanya.
Akan tetapi Thio melompat kesana Bo tidak menjadi gentar, dia telah kemari
menghindarkan diri dari sambaran batang2 hio tersebut, dimana dia telah berhasil
meloloskan diri dari sambaran belasan batang hio tersebut, dalam keadaan seperti
itu, pendeta itu mendengus beberapa kali dan telah berkata tawar: "Hemm, hmm,
ternyata memang kau memiliki kepandaian cukup tinggi !"
Dan tubuh pendeta yang tinggi besar tersebut mencelat gesit sekali, dia
menyerang dengan pukulan yang dahsyat sekali, sehingga Thio Bo bagaikan tidak
diberi kesempatan. Kepandaian pendeta itu seperti juga berasal dari aliran Timur-tenggara, dimana
dia lebih mementingkan ilmu tenaga dalamnya, sehingga dia bisa melakukan
beberapa hal yang bagaikan menyerupai sihir mengandalkan kekuatan tenaga sedangkan pengemis
itu memiliki kepandaian dari wilayah barat, yang mementingkan kelunakan dan
kekerasan yang dikombinasikan menjadi satu.
Maka diwaktu itu juga, pengemis itu berulang kali telah menangkis dengan
kekerasan memunahkan tenaga serangan belaka, karena dia dalamnya tersebut,
dan juga terkadang dari lawannya dengan kelunakan. Hal itu menyebabkan pendeta
tersebut tidak mudah buat merubuhkannya.
Thio Bo juga tidak tinggal diam, sambil balas menyerang beberapa kali dia
berseru: "Kau rupanya masih tidak puas hanya dirubuhkan dengan cara berlomba
diatas batang2 hio itu, dan kau menghendaki agar diantara kita ada yang terluka
atau terbinasa sebagai penentuannya !" Dan berkata
sampai disitu, tiba2 Thio Bo merangkapkan kedua tangannya, dia menggosokan
keras2. Pendeta itu mempergunakan kesempatan tersebut buat mendesak gentar Thio Bo
dengan serangan-serangannya. Akan tetapi Thio Bo selalu berhasil mengelakkannya,
tiba2 Thio Bo telah membentak, dan kedua telapak tangannya digerakkan.
Waktu tangan Thio Bo menyambar, pendeta itu terkejut, dan dia menghindarkannya
dengan ter-gesa2 lagi, namun belum berkurang rasa kagetnya, waktu itu tangan
kiri Thio Bo menyambar juga, inilah serangan yang sebenarnya,
karena tangan kanannya tadi hanya menyerang dengan jurus gertakan belaka.
"Dukkkk !" dada pendeta itu kena dihantam keras sekali oleh telapak tangan kiri
Thio Bo. Pendeta itu sampai
mengeluarkan seruan tertahan dan tubuhnya terhuyung2 seperti juga akan rubuh,
mukanya pucat. Didadanya telah tertapak lima jari bekas telapak tangan Thio Bo.
"Kau... kau "!" kata pendeta itu dengan suara tergagap dan mukanya pucat.
Thio Bo berkata dengan sikap yang bersungguh-sungguh sehingga wajahnya tampak
angker: "Aku masih menaruh belas kasihan kepadamu, jika saja tadi aku menyerang
dengan mempergunakan sebagian besar tenaga dalamku, niscaya engkau akan
terbinasa ! sekarang pergilah engkau
merawat lukamu itu, jika kau benar2 beristirahat buat mengobati lukamu itu, niscaya dalam waktu satu
bulan kesehatanmu akan sembuh lagi sebagaimana biasa ! Namun, jika kau berkepala
batu dan masih hendak bertempur mempergunakan tenaga dalammu, berarti detikdetik
kematianmu semakin dekat juga !"
Muka pendeta itu jadi berobah semakin pucat pias, sekarang dia yakin bahwa
pengemis ini memang bukan pengemis sembarangan dan kepandaiannya mungkin berada
satu tingkat diatasnya. Karenanya, dalam keadaan terluka seperti itu, terlebih
lagi diapun merasakan sekarang napasnya sesak, dia tidak berani bersikeras buat
bertempur terus, katanya dengan suara mengandung kemarahan dan malu:
"Baik... baik sekarang memang aku dirubuhkan olehmu, tetapi dengarlah Thio Bo,
Pinceng tidak akan menyudahi urusan sampai disini, tidak pernah Yang Cing Hwesio
menyudahi urusannya begitu saja !"
Thio Bo tersenyum. "Wahai Yang Cing Hwesio, jika memang engkau memiliki perangai yang baik, niscaya
engkau tidak akan memperoleh kesulitan, Namun selama engkau meminta derma dengan
cara memeras seperti itu, bukan hanya aku belaka, akan tetapi masih banyak
ribuan, bahkan puluhan ribu orang Thio Bo yang akan menghajarmu ! Hanya saja,
aku masih ingin memberikan kesempatan buatmu merobah kelakuanmu itu !" pedas
sekali kata-katanya Thio Bo, dia
tidak memperdulikan muka si-pendeta yang merah padam dan telah memutar tubuhnya
berlalu. Thio Bo juga tidak mencegah kepergian pendeta tersebut, dia hanya tertawa
bergelak2 saja, hatinya puas. Kemudian Thio Bo juga telah melanjutkan
perjalanannya. Siapakah pengemis yang tangguh dan mengaku bernama Thio Bo itu "!" Dia tidak
lain dari seorang pengemis yang semula sebagai anggota Kaypang, akan tetapi
akhirnya memisahkan diri dan hidup berkelana seorang diri. dengan tekun
meyakinkan ilmu silatnya, sehingga dia memperoleh kemajuan yang sangat pesat
sekali. Dalam keadaan seperti itu, Thio Bo mengembara dari satu tempat ketempat lainnya,
banyak sekali perbuatan mulia yang dilakukannya membela yang lemah dari tindasan
yang kuat namun jahat. Dengan begitu, diapun terkenal sebagai pengemis bertangan
mulia. Tidak diduga-duganya, dikampung ini justeru dia sempat menyaksikan tingkah dari
pendeta itu, yang bermaksud hendak memeras pemilik rumah makan itu seribu tail
perak dengan cara paksa, maka Thio Bo turun tangan buat menolongi pemilik rumah
makan tersebut, namun dia masih menurunkan tangan yang tidak begitu keras,
karena dia menyadari tidak memiliki permusuhan apapun juga dengan Yang Cing Hweshio
tersebut. Akan tetapi hatinya puas telah dapat merubuhkan dan setengah
mempermainkan pendeta itu.
Thio Bo melanjutkan perjalanannya sambil bernyanyi2. Memang kehidupan sebagai
pengemis disukai oleh Thio Bo, kehidupan yang tidak terikat oleh norma2
peradatan yang ada, dia juga sangat bebas, jika yang malam tiba tidak perlu
pusing2 mencari rumah penginapan, tidur dimana sajapun menyenangkan baginya.
Makan" Tidak perlu dikuatirkan walaupun dia tidak memiliki uang, tetap saja dia
makan sayur-sayur yang enak, walaupun semua itu hasil dari pekerjaan mengemisnya
dan merupakan sayur2 sisa. Satu pantangan Thio Bo, dia tidak mau mempergunakan
kepandaian buat mencuri uang guna membeli makanan ataupun pakaiannya.
Dan karena itu, Thio Bo tetap menganut kehidupan pengemis dengan penuh kepolosan
dan kejujuran. Hatinya selalu tergugah jika menyaksikan perbuatan2 tidak pantas
dan selalu akan membuat dia turun tangan buat menolongi orang2 yang tengah dalam
kesulitan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Thio Bo enak2nya berjalan, tiba-tiba dia menyaksikan sesuatu yang
membuat dia merandek dan berdiri mematung beberapa saat lamanya.
"Ihhhh "!" seruan perlahan meluncur dari mulutnya dan matanya terpentang lebar2
mengawasi apa yang terjadi dihadapannya.
Terpisah belasan tombak dari tempatnya berada, tampak tujuh orang yang tengah
berjalan dengan bersusah payah, dengan sekujur tubuh yang terluka.
Muka mereka pucat pias, dan buat melangkah saja tampaknya begitu sulit, sehingga
tubuh mereka gemetaran dan juga pakaian mereka sudah tidak benar bentuknya,
banyak yang koyak2. Ketujuh orang itu dengan keadaan mereka seperti itu,
bagaikan orang2 yang telah teraniaya dan juga telah melakukan pertempuran
mempertaruhkan mati hidupnya.
Setelah berdiri sekian lama memandang heran, akhirnya Thio Bo cepat2 menyusul
ketujuh orang itu. Dengan beberapa kali lompatan dia berhasil berada didepan
ketujuh orang itu. "Tunggu dulu, apa yang terjadi pada diri kalian "!" tanya Thio Bo sambil
memperhatikan keadaan ketujuh orang itu dengan lebih teliti. Walaupun dalam
keadaan berjalan dan juga terluka parah tampaknya, ketujuh orang itu rupanya
orang2 rimba persilatan, terlihat dari cara berpakaian mereka dan yang bermacam
senjata tajam yang tergantung dipinggang masing2.
Ketujuh orang tersebut terkejut ketika dihadang oleh Thio Bo begitu tiba2 dan
wajah2 mereka yang memang telah pucat jadi semakin pucat.
Mereka saling pandang satu dengan yang lain, baru kemudian salah seorang yang
terluka dibagian lengan dan dadanya, dengan darah melumuri bagian luka itu telah
membesi hormat: "siapakah . ..siapakah tuan "!"
Dia bertanya begitu dan tidak berani lancang, karena telah dilihatnya betapa
pengemis-dihadapannya ini dapat bergerak begitu gesit.. dalam waktu yang singkat
telah dapat melampaui jarak belasan tombak dengan hanya beberapa kali lompatan
dan juga waktu tiba kedua kakinya hinggap hampir tidak bersuara sama sekali.
Thio Bo mengawasi ketujuh orang itu dan tidak segera menjawab, baru kemudian
setelah menghela napas dia bilang: "Kalian bertujuh terluka cukup parah, malah
jika mataku yang lamur ini tidak salah lihat, tampaknya kalianpun terluka oleh
racun yang cukup hebat daya kerjanya, keracunan yang bisa mengancam keselamatan
jiwa kalian....benarkah itu "!"
Orang itu mengangguk. "Benar, nasib kami memang buruk sekali, sehingga kami harus terluka seperti
ini!" katanya. "Hemm, siapakah orang yang telah melukai kalian seperti ini ?" tanya Thio Bo.
Orang itu kawan2nya, tidak segera menyahut, dia melirik kepada yang semuanya
tampak sudah tidak bersemangat buat berbicara, dan akhirnya orang itu berkata
juga menjelaskan: "Kami... kami dilukai oleh Ban Tok Kui !"
"Ban Tok Kui... "!" berseru Thio Bo agak terkejut. Mata orang itu terpentang


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebar2 mengawasi Thio Bo, sikapnya agak takut2, sampai akhirnya dia bilang:
"Apakah... apakah tuan sahabatnya "!"
Kawan2 orang itu juga telah mengawasi Thio Bo dengan sinar mata bimbang dan
terpancar rasa takut pada Thio Bo, perasaan kuatir yang mendalam.
Thio Bo cepat2 menggelengkan kepalanya, sahutnya: "Bukan, hanya aku sering juga
mendengar akhir2 ini perihal Ban Tok Kui.... jika tidak salah apa yang kudengar,
Ban Tok Kui memiliki tangan yang telengas sekali dia murid dari seorang tokoh
rimba persilatan di Lam-san ! Bukankah benar begitu "!"
Orang itu mengangguk. "Ya, seperti yang terlihat pada diri kami, keadaan kami seperti ini karena
tangan Ban Tok Kui yang telengas itu !" kata orang itu.
"Lalu... apa yang hendak kalian lakukan dalam keadaan terluka parah seperti ini
melakukan perjalanan "
Kemanakah tujuan kalian"
Mengapa tidak segera memanggil tabib buat mengobati luka kalian "!" tanya Thio
Bo heran. Orang itu menghela napas, sedangkan kawan-kawannya juga menghela napas
dalam2, mereka lesu dan tidak
memiliki semangat sedikit pun juga.
"Sesungguhnya, kami hanya memiliki kesempatan hidup buat lima belas hari lagi !"
kata orang itu kemudian, "Dalam waktu lima belas hari ini, kami harus pergi
menemui seseorang, yang akan mengobati luka kami ini, sehingga
kami tidak sampai terbinasa dan juga tidak menjadi cacad karenanya! Jika memang
meminta pertolongan tabib2 biasa, apakah mereka bisa menyembuhkan luka kami"
Bukan kami meremehkan, akan tetapi kiranya didalam dunia ini tidak ada seorang
tabibpun yang akan bisa menyembuhkan dan menolong kami, hanya ada seorang tabib
belaka yang sanggup untuk menyelamatkan kami..."
"Siapa tabib itu "!" tanya Thio Bo yang tertarik ingin mengetahui juga.
"Dia disebut Tabib Dewa...!" menjelaskan orang itu. "Tabib Dewa "!" berseru Thio
Bo. "Tabib Dewa yang menggemparkan itu" Ohhh, dia adalah adik dari Ban Tok Kui,
adik seperguruan, maksudku !"
"Ya benar, memang Tabib dewa itu adalah adik seperguruan Ban Tok Kui, akan
tetapi dia memiliki hati yang mulia, berbeda dengan kakak seperguruannya itu dan
hanya dialah yang bisa menyembuhkan kami, dalam waktu
lima belas hari yang masih kami miliki ini, kami harus tiba dipuncak gunung Lam-
san, karena Tabib Dewa memang berada dipuncak gunung Lam-san !"
Thio Bo mengangguk-angguk beberapa kali, pikirnya: "Tampaknya Ban Tok Kui
kian hari mengganas juga dengan ketelengasan tangannya dan kekejaman hatinya....
kabarnya dia memiliki kepandaian yang tinggi sekali, sulit buat orang
menandinginya, terlebih lagi ilmu racun yang dimilikinya, karena dia mengerti
cara2 mempergunakan racun secara hebat !"
Setelah berpikir begitu, Thio Bo bertanya "Jadi kalian bertujuh ingin pergi
kepuncak Lam-san "!"
Orang itu mengangguk. "Ya, kami harus menemui tempat kediaman Tabib Dewa itu
dalam waktu lima belas hari! Untuk mencapai puncak
Lam-san hanya memakan waktu sembilan hari, jika dari tempat ini kita melakukan
perjalanan dengan jalan kaki. Akan tetapi justeru hari2 berikutnya yang tersisa
enam hari, kami harus pergunakan sebaik2nya buat mencari tempat kediaman Tabib
Dewa itu, yang kabarnya tersembunyi dan sulit ditemui !"
Thio Bo mengangguk2 beberapa kali.
"Jika begitu, biarlah kau turut serta dalam rombongan kalian!" katanya, "Dan
kukira, jika dalam perjalanan nanti kalian menemui kesulitan, sedikit2 aku bisa
membantu kalian menghadapi kesulitan itu !" kata Thio Bo.
Orang itu ragu2, demikian juga dengan kawan2nya. Akhirnya mereka saling pandang
dan beberapa orang diantara mereka telah mengangguk, sedangkan beberapa orang
lainnya memperlihatkan sikap acuh tak acuh, karena mereka tengah menderita
kesakitan oleh luka yang tengah mereka derita itu.
Waktu itu Thio Bo bertanya lagi: "Bagaimana, bolehkah aku melakukan perjalanan
bersama2 dengan kalian " Atau memang kalian merasa jijik melakukan perjalanan
bersama denganku seorang pengemis miskin melarat dan mesum seperti ini "!"
"Bukan begitu"....bukan begitu, malah kami berterima kasih atas maksud baik dari
tuan..!" kata orang tersebut, "Akan tetapi, justru yang kami kuatirkan, dengan
mengganggu engkau, dirimu dalam rombongan kami nanti akan menimbulkan kesulitan
buat kau sendiri, jika sampai
hal itu diketahui oleh Ban Tok Kui, tentu keselamatanmu terancam juga oleh
ketelengasan tangannya !"
Mendengar perkataan orang itu, Thio Bo tertawa tergelak2, dia tampaknya
menganggap lucu sekali perkataan orang itu.
"Walaupun Ban Tok Kui memiliki kepandaian tinggi dan kabarnya memang ditakuti
oleh orang-orang rimba persilatan namun kukira tidak mudah saja dia
menggangguku. Hemm, justru aku malah ingin sekali bertemu dengannya, dimana aku
ingin sekali melihat berapa
tinggi kepandaiannya sehingga dia begitu di takuti oleh orang-orang rimba
persilatan "!" Sambil berkata begitu, Thio Bo tertawa dingin beberapa kali. Bukan Thio Bo
bersikap angkuh atau sombong, karena yakin dirinya memiliki kepandaian yang
tinggi, akan tetapi memang dia memang merasa muak dan benci kepada Ban
Tok Kui, yang didengarnya selalu melakukan perbuatan2 jahat dan bengis dengan
tangannya yang telengas sekali, dimana telah banyak orang2 gagah dalam rimba
persilatan yang dilukai dan dicelakainya.
Begitulah, Thio Bo telah ikut bersama dengan rombongan ketujuh orang itu, untuk
pergi kepuncak gunung Lam-san menjadi tujuan dari Thio Bo, bahwa dia bermaksud
hendak menemui Tabib Dewa itu, untuk melihatnya bagaimanakah bentuk dan keadaan
orang yang sampai memperoleh julukan sebagai Tabib Dewa itu.
Hari pertama, tidak ada rintangan apapun juga. Demikian pula pada hari kedua dan
ke-tiga. Tidak ada rintangan yang mereka temui. Dan selama itu Thio Bo
mempergunakan persedian obat yang ada buat dibagikan kepada ketujuh orang itu,
agar mengurangi rasa sakit dan penderitaan mereka.
Walaupun menganut penghidupan sebagai pengemis, namun Thio Bo memiliki
pengalaman juga dalam hal racun, maka dia telah memeriksa keadaan ketujuh orang
tersebut, dia mencari sebab2 racun yang menyebabkan ketujuh orang itu menderita.
Dilihatnya betapa racun yang mengendap didalam tubuh ketujuh orang tersebut
merupakan racun2 yang paling langka dan sukar dipastikan sesungguhnya racun apa.
Memang pengetahuan Thio Bo mengenai urusan racun2, tidaklah terlalu dalam.
Dan sekarang memperoleh kenyataan racun2 yang melukai ketujuh orang itu demikian
aneh, membuat Thio Bo sendiri tidak mengetahui bagaimana meringankan penderitaan
ketujuh orang tersebut, selain memberikan obat penawar racun yang dimilikinya,
walaupun obat2 pemunah racun yang dimiliki Thio Bo tidak bisa menyembuhkan luka
orang2 itu, sedikitnya masih bisa mengurangi penderitaan dan kesengsaraan
mereka. Jika malam tiba, mereka selalu beristirahat diudara terbuka atau juga dikuil-
kuil kosong atau rusak, di waktu mana Thio Bo melihat betapa ketujuh orang itu
sangat menderita sekali, mereka menggigil bagaikan tubuh mereka direndam dalam kolam
es, dimana gigi mereka saling beradu dan tubuh mereka gemetaran keras sekali.
walaupun mereka berusaha untuk menyelimuti tubuh mereka atau memakai dua tiga
rangkap pakaian, tetap saja mereka
kedinginn hebat dari hidung mengucurkan darah, mungkin
penderitaan mereka. mereka masing-masing akibat terlalu hebatnya Hal ini membuat Thio Bo sering
tidak tega menyaksikan penderitaan ketujuh orang itu, jika ketujuh orang itu
tengah menderita seperti itu, maka Thio Bo membagi2kan obat pemunah racun yang
dimilikinya, akan tetapi hanya bertahan sampai sepemakanan nasi belaka, setelah
itu mereka akan menggigil lagi dengan keras. Pada hari ketiga saja, persedian
obat2 Thio-Bo sudah habis.
Bukan main hebatnya penderitaan ketujuh orang itu, dan sekarang Thio Bo baru
menyadari mengapa ketujuh orang itu mengatakan mereka hanya memiliki kesempatan
hidup selama lima belas hari saja, setelah itu mereka akan menemui kematian
dengan menyedihkan. Hal ini disebabkan setiap malam jika mereka tengah menderita menggigil hebat
akibat bekerjanya racun, darah yang mengucur keluar dari hidung mereka cukup
banyak. Dengan demikian, dalam belasan hari saja, kalau hal itu berlangsung
terus, mereka akan menemui ajalnya !
Begitulah, sesungguhnya Thio kehabisan darah dan Bo ingin mengajak ketujuh orang
tersebut untuk melakukan perjalanan yang lebih cepat. Namun ketujuh orang itu
sudah terlalu lemah, dan jika tokh waktu itu mereka bisa melakukan perjalanan
semua itu dilakukannya dengan memaksakan diri, karena mengingat jiwa mereka yang
sebentar lagi akan direnggut oleh elmaut.
Karenanya mati2an mereka berusaha untuk dapat mencapai puncak Lam-san guna
menemui si Tabib Dewa, yang akan diminta pertolongannya, agar mereka
diselamatkan dari cengkeraman tangan-tangan elmaut.
Bukan main berduka dan marahnya Thio Bo menyaksikan penderitaan ketujuh orang
itu, karena dia tidak menyangka bahwa Ban Tok Kui memang sangat telengas dan
kejam sekali, sehingga mempergunakan racun yang begitu ganas dan menyiksa
korbannya begitu hebat. Pada hari kelima, mereka melakukan perjalanan lebih lambat lagi, ketujuh orang
itu semakin lemah juga, Terlebih lagi pada hari keenam, kemudian hari ketujuh
dan kedelapan, boleh dibilang satu harinya mereka hanya bisa mencapai belasan
lie saja. "Jika saja dilihat dari keadaan demikian, sampai lima belas hari melakukan
perjalanan terus menerus, tidak mungkin mencapai kaki gunung Lam San saja....
jangan harap ketujuh orang ini bisa mencapai puncak gunung Lam San !" berpikir
Thio Bo. Waktu itulah Thio Bo segera teringat satu pikiran, dia mengambil keputusan buat
berangkat lebih dulu ke puncak Lam San, dan memohonkan pertolongan dari Tabib
Dewa, dan dengan membawa obat pemunah racun yang tengah diderita ketujuh orang
itu, Thio Bo dapat segera kembali dengan segera. Hal ini buat mengejar sang
waktu. Begitulah, dalam suatu kesempatan, Thio Bo telah mengemukakan rencananya itu.
Dan ketujuh orang tersebut sangat berterima kasih sekali, mereka sangat
bersyukur kepada Thio Bo.
Karena sebelumnya, sudah lenyap harapan mereka buat tiba dipuncak Lam San
sebelum waktu batas ajal mereka tiba, sekarang muncul pula harapan mereka untuk
hidup lebih lama. Disaat itulah, Thio Bo setelah menjelaskan segalanya, dia melakukan perjalanan
dengan cepat. Malah malam hari, Thio Bo tetap juga melakukan perjalanan dengan berlari cepat,
jika sudah terlalu letih, barulah Thio Bo mengasoh, dia duduk bersemedhi satu-
dua jam, ketika tenaganya pulih kembali, barulah dia melanjutkan pula
perjalanannya dengan segera.
Dalam dua hari lebih, hampir tiga hari tiga malam, Thio Bo telah tiba dikaki
gunung Lam-san. Dan setengah harian lagi dia harus mengerahkan seluruh
kemampuannya berlari2 cepat sekali kepuncak gunung Lam-san.
Memang apa yang dikatakan ketujuh orang itu, buat mencari tempat kediaman Tabib
Dewa tidak mudah, karena Thio Bo harus membuang waktunya setengah harian, sampai
akhirnya dia tiba dilembah yang tertutup dan letaknya tersembunyi dibawah sebuah
jurang yang dalam sekali.
Dia melihat ada goa dengan bentuknya yang luar biasa seperti tengkorak kepala
manusia. Segera juga Thio Bo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menduga, tentunya tempat inilah merupakan tempat kediaman dari Tabib Dewa itu.
Dengan berani Thio Bo menghampiri goa dengan bentuknya seperti tengkorak kepala
manusia tersebut, dia telah memandang sekelilingnya waktu berada didapati goa
tersebut, sampai akhirnya dia berseru dengan suara nyaring,
"Aku Thio Bo datang menghadap Tabib Dewa.... maafkan kelancanganku ini..!"
Thio Bo berseru dengan suara yang disertai Lwekang, maka dari itu suara tersebut
terdengar sangat nyaring dan keras sekali menggetarkan sekitar tempat itu.
Lama, setelah beberapa kali berseru, terdengar suara langkah kaki didalam goa
itu, di susul kemudian dengan munculnya dua sosok tubuh, Yang satu pendek dan
yang satu seorang pemuda berusia dua puluh tahun lebih. Sosok bayangan kecil itu
tidak lain seorang anak lelaki berusia tiga
belas tahun, yang keluar sambil mengawasi Thio Bo.
Cepat2 Thio Bo merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, katanya. "Thio Bo
datang berkunjung hendak menghunjuk hormat kepada Tabib Dewa! Dapatkah Siauwko
berdua memberitahukan dimana sekiranya Thio
Bo bisa menghadap pada Tabib Dewa"!"
Suma Lin Liang, pemuda yang keluar bersama dengan anak lelaki itu, yang tidak
lain dari Kwang Tan telah menunjuk kepada Kwang Tan, katanya, "Dialah Tabib
Dewa...!" Thio Bo tertegun, sampai dia memandang merandek kepada Kwang Tan, kemudian
memandang Suma Lin Liang, tampaknya dia terheran2 dan tidak mempercayai apa yang
dikatakan Suma Lin Liang.
"Janganlah Siauwko menyelamatkan tujuh Tolonglah Siauwko berdua menunjukan
dimana sekiranya aku bisa menemui Tabib Dewa itu "!" tanya Thio Bo lagi.
Suma Lin Liang tersenyum, katanya: "Syukur jika engkau mau mempercayai
keteranganku, jika tidak, akupun tidak marah !"
Kwang Tan juga telah merangkapkan sepasang tangannya menjura, katanya: "Ada
urusan apakah Lopeh mencariku "!"
Thio Bo mementang matanya lebar-lebar memandang takjub.
"Benar2kah engkau ini Tabib Dewa yang tengah kucari?"" tanya Thio Bo menegasi.
Kwang Tan tersenyum, katanya: "Sesungguhnya apa maksud kedatangan Lopeh
mencariku " Akulah orang yang tengah Lopeh cari!"
Walaupun Kwang Tan telah menegasi seperti itu, akan tetapi tetap saja Thio Bo
tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya.
Bayangkan saja, apa mengenai Tabib Dewa bergurau, aku tengah jiwa yang terancam
berusaha kematian yang didengarnya selama ini merupakan seorang tabib yang benar2 sangat hebat
ilmu pengobatannya, yang dapat menyembuhkan segala macam luka bagaimana berat
sekalipun, dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit atau
juga racun-racun yang bagaimana paling hebat sekali pun dapat dipunahkannya.
Dengan begitu jelas membuat Thio Bo tidak mempercayai Tabib Dewa itu adalah
seorang anak lelaki kecil seperti yang sekarang berdiri dihadapannya, jika
memang dikatakannya anak itu cebol, dengan usia yang tinggi dan hanya
pertumbuhan tubuhnya belaka yang pendek kecil, juga tidak mungkin, sebab muka
anak itu memang masih merupakan muka seorang anak kecil berusia belasan tahun.
Thio Bo saking herannya telah berdiri tertegun dengan menelan ludah beberapa
kali, sampai akhirnya dengan suara ragu2 dia berkata.
"Sebenarnya, .. sebenarnya kedatanganku ini untuk meminta pertolongan Tabib
Dewa, guna membagikan obat pemunah racun yang jahat sekali, yang tengah diderita
oleh tujuh orang kawanku !"
Kwang Tan tersenyum. "Bagaimana aku bisa menolong dan memberikan obat yang kau
minta itu, jika melihat saja orang yang terluka itu belum " Dan juga tidak
mengetahui racun apa yang sekiranya telah melukai mereka " Bukankah jika aku
memberikan obat dengan sembarangan, itu hanya
akan cuma2 belaka, sehingga kemungkinan besar akan mencelakai ketujuh orang
kawanmu itu, kalau saja obat yang kuberikan itu tidak cocok dengan racun yang
mengendap didalam tubuh mereka?" kata Kwang Tan.
Thio Bo jadi tertegun memandang bingung kepada Kwang Tan. Sebab apa yang
dikatakan oleh Tabib Dewa yang menurut pandangannya demikian luar biasa, ada
benarnya juga. Bagaimana mungkin Tabib Dewa ini bisa memberikan obat yang cocok,
sedangkan orang2 yang terluka itu tidak dilihatnya, sehingga Tabib Dewa ini
tidak mengetahui racun apa yang telah mengendap didalam tubuh dari ke tujuh orang
tersebut. Dengan tergagap segera juga Thio Bo menceritakan jalan persoalan yang
sebenarnya, dia menceritakan bagaimana dia bertemu dengan ketujuh orang itu
dalam perjalanan dan juga mereka mengatakan telah dilukai oleh Ban Tok Kiu.
Mendengar cerita Thio Bo itu, Kwang Tan mengerutkan alisnya. Segera juga dia
berkata: "Jika memang Ban Tok Kui melukai mereka, hal ini masih dapat kuatasi,
karena aku bisa menerka racun apa yang dipergunakannya! Selama ini dia melukai
lawan dan korbannya dengan mempergunakan racun yang berbedabeda dengan demikian, dari
racun yang satu mempergunakan racun yang lainnya, Aku telah bisa mengikuti dan
menerka racun apa berikutnya yang akan dipergunakannya.
Dan untuk kali ini, korban2nya sebanyak tujuh orang itu telah dapat kuduga racun
apa yang dipergunakannya, pasti dia mempergunakan racun Tiok tok-hun. Hemm,
baiklah! Mendengar cerita berhati tulus dan payah bermaksud Lopeh, betapa Lopeh


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang yang baik sekali, dimana dengan bersusah hendak menyelamatkan ketujuh
orang korban Ban Tok Kui itu... dengan memandang muka terang Lopeh, biarlah aku
memberikan obat yang dibutuhkan ketujuh orang itu....!"
Setelah berkata begitu, Kwang Tan merogoh sakunya, dia mengeluarkan obat yang
berwarna kuning, kemudian diberikannya empat belas butir.
"Seorangnya boleh memakan dua butir, dan jiwa mereka akan selamat.." kata Kwang
Tan. "Dan memang racun Tiok-tok-hun memiliki daya kerja yang sangat keras
sekali, orang yang terkena racun itu akan menderita sekali, dimana
mereka akan menggigil dan
mengeluarkan darah dari hidung. Mendengar gejala-gejala yang diperlihatkan
ketujuh orang itu dari cerita Lopeh, aku yakin tentunya Ban Tok Kui kali ini
mempergunakan racun Tiok tok-hun itu...!"
Bukan main girangnya Thio Bo, karena dia berhasil memperoleh obat yang
diinginkannya, dimana dia tentu bisa menyelamatkan jiwa ke tujuh orang itu.
Segera juga Thio Bo maju sambil mengulurkan kedua tangannya buat menyambuti obat
tersebut. Waktu itulah terjadi getaran yang cukup keras ditempat tersebut, Hampir saja
Kwang Tan terpelanting, Beruntung obat di tangannya tidak sampai jatuh.
Thio Bo mengerutkan alisnya dan tampaknya dia terkejut sekali.
"Gempa..!" katanya dengan suara mendesis.
"Ya, memang telah sering kali terjadi seperti ini, Lopeh !" menjelaskan Kwang
Tan. "Sering " Sudah berapa kali "!" tanya Thio Bo memperlihatkan sikap kuatir.
Belum lagi Kwang Tan menyahuti, waktu itu terjadi getaran yang lebih keras.
"Boleh dibilang akhir-akhir ini lebih sering seharinya bisa beberapa kali !"
menjelaskan Kwang Tan. "Oh, celaka ! Jika kalian mau mempercayai aku, cepat kita
menyingkir dari tempat ini ! Dalam waktu yang dekat,
satu atau dua hari pasti akan terjadi gempa yang lebih hebat lagi, yang akan
menyebabkan tanah merekah dan juga tebing2 berguguran longsor, kita akan
terkubur hidup2...!"
Kwang Tan menoleh kepada Suma Lin Liang sambil menatap.
"Percayalah, telah peristiwa seperti ini, menyatakan bahwa diriku berpengalaman,
akan tetapi memang aku mengetahui pasti dan telah mengenal keadaan gempa dan
daerah yang tengah dilanda gempa seperti
beberapa kali aku mengetahui
dan bukan berarti aku ingin ini...dari getaran yang kurasakan, tidak lama lagi
pasti akan terjadi gempa yang lebih hebat !"
Waktu menjelaskan seperti itu, tampaknya Thio Bo gugup sekali, Dan diapun telah
memandang dengan sikap yang seperti memohon agar kedua orang itu mempercayai
keterangannya. "Bagaimana "!" tanya Kwang Tan pada Suma Lin Liang, "Memang gempa ini sering
terjadi, namun dulu2 tidak sesering sekarang... satu harinya saja sekarang bisa
terjadi sampai tiga atau empat kali...!"
"Mungkin juga Lopeh lebih mengetahui keadaan daerah yang tengah dilanda gempa
seperti ini... memang ada baiknya kita menyingkir dulu !" kata Suma Lin Lian
sambil mengawasi sekelilingnya.
Tengah Kwang Tan ragu2, waktu itu terjadi getaran lagi. Kali ini benar2 keras
dan getaran yang terjadi menyebabkan banyak batu-batu gunung yang berguguran
menimbulkan suara yang berisik sekali.
Sedangkan waktu itu tengkorak kepala manusia yang terdiri dari batu gunung itu
bergerak2 keras sekali. "Lihatlah...tidak lama lagi tentu akan terjadi gempa yang lebih hebat !" berseru
Thio Bo, "Jika kita tidak cepat2
menyingkir, kemungkinan besar kita akan terkubur hidup2
disini." Kwang Tan masih ragu2, namun dia melihat gempa yang terakhir terjadi menimbulkan
getaran yang benar2 hebat, sebelumnya tidak pernah goa dengan bentuk tengkorak
kepala manusia tergetar keras seperti itu.
"Baiklah ! Aku akan menyingkir dulu..!" kata Kwang Tan. "Akan tetapi...aku ingin
mengambil dulu barang2ku didalam goa itu!"
"Apa " Kau mau masuk kedalam goa itu" tanya Thio Bo terkejut "jangan... ohhh,
jika kau tengah berada didalam goa itu dan terjadi gempa yang hebat, engkau akan
terkubur hidup2, karena batu2 gunung itu akan runtuh atau longsor !"
"Tetapi ada barang2 yang sangat penting harus kuambil...!" kata Kwang Tan, waktu
mana dirasakan terjadi getaran lagi yang lebih hebat, Thio Bo juga melompat
cepat sekali mengelakkan sebungkah batu besar yang meluncur turun kearahnya,
karena batu itu gugur dari tempatnya berada.
Tanpa memperdulikan segala apapun lagi, Kwang Tan telah berlari cepat menuju
keruangan barang2nya, dia sekali kedalam goa, dia segera juga
dalam di tempat dia menyimpan mengumpulkan beberapa perangkat pakaian dan
sedikit barang2 lainnya. Kemudian mengambil sebuah kotak kayu yang berukuran tidak kecil, dibukanya
sejenak tutup kotak itu didalamnya terdapat sejilid kitab dengan judul 8 jurus
Pukulan Guntur. Cepat2 Kwang Tan menutup tutup kotak itu dan memasukkan kotak kayu itu kedalam
sakunya, Memang itulah kitab warisan gurunya, yang didalam kitab tersebut memuat
semacam ilmu pukulan yang hebat sekali, menurut keterangan
merupakan memang telah dilatih dengan sempurna. ilmu pukulan itu hanya memiliki
delapan jurus belaka. Setelah membungkus menjadi satu semua barang2nya, Kwang Tan bermaksud akan
berlari keluar. gurunya, ilmu ilmu pukulan
Pukulan Guntur tersebut yang terhebat didunia, jika Namun waktu Kwang Tan
memutar tubuhnya, waktu itu terjadi getaran yang lebih hebat lagi, sampai
menimbulkan suara yang sangat keras sekali.
Malah, dinding batu disamping kanan tiba2 meluruk berhamburan dengan batu2 yang
menggelinding kearah Kwang Tan.
Beruntung Kwang Tan telah memutar tubuhnya, sehingga waktu terjadi getaran yang
hebat seperti itu, dia telah bisa berlari buat keluar dari goa tersebut, waktu
itulah Kwang Tan mengakuinya, kalau saja dia terlambat dan terjadi getaran lebih
keras lagi, mungkin dia bisa terkubur
hidup2 didalam goa tersebut seperti yang dikatakan Thio Bo.
Dengan cepat, karena dia bisa melihat didalam gelap, Kwang Tan bisa keluar juga
dari dalam goa itu, sedangkan getaran yang berikutnya gencar sekali, terjadi
getaran demi getaran saling sambung.
Thio Bo waktu itu tengah menantikan dengan gelisah dan berkuatir berdua Suma Lim
Liang, ketika melihat Kwang Tan telah keluar dari dalam goa itu, mereka berdua
berseru2 "Cepat ! cepat.... mari kita menyingkir."
Kwang Tan melompat dari mulut goa itu, terdengar suara gemuruh karena getaran
yang sangat hebat, kemudian disusul dengan suara gemuruh yang lebih keras dan
hebat lagi, karena goa dengan bentuk tengkorak kepala manusia itu telah ambruk,
dan hancur...!" Semangat Kwang Tan seperti terbang meninggalkan raganya, kaget bukan main, jika
saja tadi dia terlambat beberapa detik, berarti dia telah terkubur hidup2 oleh
timbunan batu batu gunung itu.
"Cepat !" Suma Lin Liang menarik tangan Kwang Tan tanpa memperdulikan si Tabib
Dewa itu tengah berdiri dengan muka yang pucat dan mengeluarkan keringat dingin
disekujur tubuhnya, dengan tarikannya itu, Suma Lin Liang membuat tubuh Kwang
Tan bagaikan melayang ditengah udara, dimana Suma Lin Liang mengajak Kwang Tan
berlari buat turun dari puncak gunung Lam-san tersebut.
Thio Bo juga telah menyusulnya dengan segera, tanpa berayal mereka berlari2
terus tidak berani berhenti buat beristirahat Waktu itu getaran yang terjadi
ditempat tersebut bertambah keras.
Suma Lin Liang menarik tangan Kwan Tan kuat2, tubuhnya berlari seperti terbang
sehingga tubuh Kwang Tan sering melayang dengan kedua kaki tidak menginjak
tanah, bagaikan dia tengah terbang saja.
Thio Bo juga berlari cepat sekali, berulang kali ia berseru: "Percayalah, gempa
yang hebat akan segera terjadi, walaupun bagaimana kita harus segera
meninggalkan gunung Lam-san.
Setelah berlari2 setengah harian, mereka tiba dikaki gunung tersebut, Akan
tetapi Thio Bo tidak berani berhenti dan menganjurkan Suma Lin liang dan Kwang
Tan agar berlari terus menjauhi gunung.
Daerah disekitar kaki gunung itupun tergetar hebat sekali. Dan gempa yang hebat
memang terjadi. Tubuh Suma Lin Liang yang tengah berlari sambil menarik tangan
Kwang Tan sering terhuyung akan terbanting, karena getaran yang hebat.
Namun Suma Lin Liang pun membantu dengan kekuatan tenaga dalamnya, dia telah
mempergunakan Iwekangnya itu pada kedua kakinya, menyebabkan walaupun getaran yang begitu
keras, tokh dia masih bisa berlari dengan cepat.
Thio Bo juga terganggu dengan getaran yang terjadi itu, tokh dia- nekat berlari
terus. Setelah menjauhi kaki gunung Lam-san sampai puluhan lie, diwaktu menjelang sore
hari, mereka telah melewati tiga buah perkampungan didekat gunung Lam-san, yang
penduduknya juga tengah tempat itu, menyingkir panik berusaha meninggalkan mencari tempat yang bisa
dipergunakan menyelamatkan diri mereka...
Jilid 7 SETELAH ber-lari2 lagi sekian lamanya, barulah Thio Bo bertiga berani
beristirahat masih terasa getaran tersebut,
Ditempat mereka berada walaupun tidak sehebat seperti yang telah mereka rasakan
tadi. Kwang Tan menghapus keringat dikeningnya, dia mengeluh. Kemudian katanya: "Apa
yang dikatakan Lopeh memang tidak salah ! Beruntung Lopeh datang berkunjung
ketempatku, sehingga dengan demikian telah menyelamatkan kami... jika tidak,
kami berdua tentu sekarang telah terkubur hidup2 dipuncak Lam-san !"
Thio Bo menghela napas kemudian tersenyum. "Itu hanya kebetulan saja bahwa aku
memang mengetahui ada ancaman bahaya yang bisa ditimbulkan oleh gempa semacam
itu !" katanya, "Setelah kita beristirahat sejenak disini, kita harus melakukan
perjalanan lagi, menjauhi Lam-san sejauh mungkin !"
Kwang Tan mengangguk, demikian pula halnya dengan Suma Lin Liang yang
mengiyakan. Getaran-getaran yang dapat dirasakan masih juga terjadi, namun tidak
sehebat tadi lagi, lalu kemudian lenyap dan tidak terjadi getaran pula, Namun
mereka dapat menduga, tentunya dipuncak gunung Lam-san telah terjadi longsor
atau batu2 yang berguguran, sedangkan goa tengkorak kepala manusia tempat
kediaman Kwang Tan saja telah hancur sebelum mereka meninggalkan tempat itu.
Karena menyadari juga sudah tidak memiliki tempat kediaman pula, maka Kwang Tan
memutuskan untuk ikut serta dengan Thio Bo pergi menolongi ketujuh orang korban
Ban Tok Kui, Suma Lin Liang juga memutuskan untuk ikut serta.
Begitulah, ketiga orang tersebut telah melanjutkan perjalanan mereka setelah
rasa letih mereka berkurang dan semangat mereka telah pulih sebagian.
-oo0dw0oo KE TUJUH orang korban Ban Tok Kui dapat ditemukan Thio Bo bertiga dengan Kwang
Tan dan Suma Lin Liang dipermukaan sebuah hutan, disore hari itu. Tampaknya
ketujuh orang tersebut telah lemah sekali bahkan ada dua orang yang mengatakan
bahwa mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan pula.
Kwang Tan segera memeriksa keadaan mereka. Apa yang diduganya memang tidak salah
ketujuh orang tersebut memang dilukai dengan racun Tiok-tok-hun. Segera juga
Kwang Tan memberikan mereka obat yang diperlukan.
Setelah memakan obat yang diberikan Kwang Tan, ketujuh orang korban keganasan
Ban Tok Kui itu tertidur nyenyak, rupanya penderitaan mereka berkurang banyak.
"Besok mereka harus makan obat lagi, setelah itu jiwa mereka tidak perlu
dikuatirkan pula !" kata Kwang Tan. Thio Bo mengangguk mengiyakan, dan senang
sekali hatinya, karena telah berhasil memperoleh bantuan Tabib Dewa, yang
berarti dia akan dapat menyelamatkan ketujuh orang korban Ban Tok Kui,
Disaat ketujuh orang itu tengah tertidur seperti itu, Thio Bo bertiga dengan
suma Lin Liang telah bercakap2. Sampai suatu kali,Thio Bo berkata
sesungguhnya... ada yang kepadamu...."
Setelah berkata sampai disitu, Thio Bo tidak meneruskan perkataannya, dia
mengawasi Kwang Tan bertambah bimbang.
Kwang Tan memandang heran kepada Thio Bo.
ragu2: "Sesungguhnya... hendak kutanyakan "Apa yang ingin ditanyakan Lopeh
kemudian dengan perasaan heran. "Apakah Siauwko tidak marah jika menanyakan
sesuatu urusan pribadimu "!" tanya Thio Bo lagi.
Kwang Tan menggeleng perlahan "Tidak, jika memang keterangan itu di kemudian.
"Sesungguhnya, "!" tanyanya
aku lancang perlukan oleh Lopeh....!" katanya disebut penting, itupun tidak tepat. Hanya aku
merasa heran dan ingin tahu saja....!" kata Thio Bo sambil tetap mengawasi Kwang
Tan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah yang ingin ditanyakan Lopeh"!" Suma Lin Liang ikut bertanya. "Mengenai
Ban Tok Kui itu !" menjelaskan Thio Bo. "Ya"!" menegasi Kwang Tan.
"Menurut apa yang kudengar, Ban Tok Kui adalah Suhengmu, benarkah itu, Siauwko?"
tanya Thio Bo pada akhirnya dengan sikap tetap ragu-ragu.
Kwang Tan menghela napas waktu mendengar pertanyaan Thio Bo seperti itu, sampai
akhirnya anak itu tersenyum getir, Dia pun mengangguk.
"Benar, memang Ban Tok Kui suhengku, akan tetapi dia mengganas dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji... sesungguhnya, dengan melukai orang2
yang sebenarnya tidak bersalah itu, dia hanya ingin memperalat orang2 itu
membuat mengganggu ketenanganku, karena
sengaja dia bermaksud untuk merepotkan aku, agar aku mengobati luka orang2 itu
dengan ilmu pengobatan yang kuterima dari guruku!
Dengan cara seperti itu, Ban Tok Kui ingin mengorek seluruh pelajaran tersebut
lewat dari cara pengobatanku,
karena pelajaran pengobatan dia tidak menerimanya dari guru kami!"
Setelah berkata begitu, Kwang Tan menghela napas lagi. "Memang cukup memalukan
memiliki kakak seperguruan seperti itu. Guruku sendiri telah berpesan agar
berusaha mengatasi sepak terjangnya, Dan disamping itu, guruku telah mewariskan sejilid
kitab ilmu silat. Memang sejak kecil sebenarnya aku tidak berhasrat buat
mempelajari ilmu silat namun guruku mengatakan bagaimana aku akan dapat
mengatasi sepak terjang suhengku itu jika aku tidak memiliki ilmu silat !
Tetapi waktunya sangat mendesak sekali, karena jika sejak saat itu aku
mempelajari ilmu silat, tentu juga tidak bisa menandingi suhengku, dimana dia
jauh lebih berpengalaman dan juga tentunya jauh lebih terlatih, sebab belasan
tahun dia lebih dulu mempelajari ilmu silat. Karena itu, guruku telah memutar
otak dengan keras menciptakan
semacam ilmu, yang waktu yang singkat, sekiranya dapat dipelajari dalam
dan bisa dipergunakan untuk mengatasi sepak terjang Suhengku itu..!" Thio Bo dan
Suma Lin Liang yang mendengar cerita Kwang Tan itu, telah menggangguk beberapa
kali, mereka sangat tertarik sekali.
"Namun, waktu guruku itu merampungkan ilmu ciptaannya itu, yaitu semacam ilmu
yang hanya memiliki menghembuskan napasnya yang dunia, sebab terlalu letih telah
delapan jurus saja dia terakhir dan meninggal memeras pikiran dan otak setiap harinya dalam rangka
menciptakan ilmunya yang baru itu. Akan jadi segan mempelajari ilmu itu, dan
kitab itu selalu kusimpan saja...!" "Sayang !" kata Thio Bo kemudian, "Gurumu
telah bersusah payah memeras keringat seperti itu, akan tetapi kau tidak
memanfaatkan apa yang telah diperolehnya dengan berjerih payah, bahkan sampai
membawanya ke liang kubur tersebut, dengan begitu engkau tentu mengecewakan
gurumu! Jika memang engkau mempelajarinya, tentu akan mempunyai manfaat yang
tidak kecil sedikitnya berarti engkau akan dapat menandingi suhengmu!
Sebagai murid nya, gurumu tentu saja mengetahui sampai di mana kehebatan
muridnya itu dan dimana kelemahannya, itulah sebabnya sengaja dia telah
menciptakan semacam ilmu silat baru, buat menindih suhengmu.!"
Kwang Tan bengong sejenak, dia seperti tengah berpikir sampai akhirnya dia
melanjutkan ceritanya, "Yah, hal itu memang pernah kupikirkan juga, akan tetapi
aku jadi membenci ilmu pukulan delapan jurus yang diciptakan suhu, karena
disebabkan menciptakan ilmu itu, suhu akhirnya meninggalkan aku selama-lamanya."
Thio Bo tersenyum, sedangkan Suma Lin Liang bertanya: "Apa nama dari ilmu
pukulan itu "!"
"Ilmu pukulan Guntur !" menyahuti Kwang Tan.
"Guntur " Tentu hebat sekali ilmu itu !" kata Suma Lin Liang. "Aku sendiri tidak
mengetahui sampai di mana kehebatannya, karena memang aku tidak pernah
mempelajarinya dan selama itu aku hanya menyimpan saja kitab warisan suhu,"


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjelaskan Kwang Tan. "Sayang! Sayang !" kata Thio Bo. "Jika memang kau hendak menolong orang2 yang
terancam keselamatannya oleh suhengmu, berarti engkau harus berlatih diri
sehingga engkau memiliki kepandaian yang bisa diandalkan buat menghadapi kakak
seperguruanmu itu berarti engkau juga bisa menyelamatkan beratus2 bahkan ber
ribu2 jiwa yang akan menjadi korban keganasannya itu ?"
"Akan tetapi, tanpa memiliki kepandaian ilmu silat, akupun memiliki cara buat
menundukan suhengku itu, yaitu dengan mempergunakan uap obat warisan suhu, yang
bisa membuatnya lemas tidak bertenaga dan aku bisa
memusnahkan seluruh kepandaiannya !"
"Jika cara itu bisa berhasil, memang cukup baik !" Akan tetapi suhengmu itu
bukannya benda, sehingga sebelum sempat kau mempergunakan obat pelemas itu, yang
seperti obat bius, kemungkinan besar engkau sendiri telah ditawan olehnya."
Mendengar perkataan Thio Bo itu, Kwang Tan seperti terkejut dia sampai tertegun.
Thio Bo tersenyum. "Nah, sekarang coba kau pikirkan masak2, bukankah jika engkau
memiliki ilmu silat yang tinggi, muka suheng mu itu tidak bisa berbuat banyak padamu, dan dengan begitu
engkau telah menolongi dan menyelamatkan ratusan calon korban dari suhengmu
itu..." Kwang Tan menghela napas dalam2, dia murung sekali menghadapi semua kenyataan.
"Benar apa yang dikatakan Lopeh, selama ini aku seperti juga melupakan jerih
payah Suhu yang telah menciptakan ilmu pukulan Guntur itu....dengan tidak
menuruti pesan Suhu agar mempelajari ilmu warisannya tersebut sama saja halnya
seperti aku membangkang dan tidak menghargai
suhu ! Hai! Hai! Baiklah, kelak aku akan mempelajari ilmu pukulan Guntur itu!"
Setelah berkata begitu, tampak Kwang Tan menghela napas lagi berulang kali.
"Jika memang engkau menemui kesulitan, maka kamipun akan bersedia membantumu
sekuat tenaga, agar engkau berhasil mempelajari kedelapan jurus ilmu Pukulan
Guntur itu !" kata Suma Lin Liang.
Kwang Tan menoleh kepada Suma Lin Liang tanpa mengatakan suatu apapun juga, dia
berdiam saja, hanya matanya memandang tajam.
Suma Lin Liang jadi merasa kurang enak hati ditatap seperti itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Engkau tidak perlu kuatir, aku tidak
akan ikut serta melihatnya,.".kau boleh jika engkau menemui mempelajarinya
sendiri, namun kesulitan dalam latihanmu itu, engkau boleh mengemukakan kesulitanmu itu kepada
aku atau Lopeh ini, yang juga tampaknya memiliki kepandaian yang tinggi, kami
tentu bisa bantu memecahkan kesulitan
itu. Dengan demikian, jelas engkau lebih mudah mempelajari ilmu warisan gurumu
itu." Setelah mendengar keterangan Suma Lin Liang seperti itu, Kwang Tan lantas
tersenyum. "Terima kasih koko, aku bukan mencurigai dirimu, akan tetapi Suhuku telah
berpesan, siapapun tidak boleh diperlihatkan buku warisannya itu !" menjelaskan
Kwang Tan sambil memperlihatkan sikap memohon maaf kepada Suma Lin Liang.
"Kami mengerti, aku sendiri mengetahui itu merupakan suatu larangan, yang
dimiliki oleh setiap pintu perguruan silat mana saja." Thio Bo juga tersenyum
sambil katanya: "Ya, memang benar, itu tidak bisa kita langgar. Dan jika memang engkau sendiri
rela memperlihatkan kitab warisan dari gurumu, kamipun tidak berani
menerimanya , kami harus menghargai akan jerih payahnya itu!"
Kwang Tan tersenyum, dan merasa malu juga, dia mengucapkan terima kasihnya
berulang kali. "Jika begitu baiklah, aku akan pergi ke ujung jalan itu, aku akan mempelajarinya
disitu." kata Kwang Tan.
Suma Lin Liang dan Thio Bo mengiyakan. "Jika engkau menemui kesulitan, tidak
perlu ragu2, kau tanyakan saja kepada kami." kata Thio Bo dan Suma Lin Liang
hampir berbareng. Kwang Tan mengiyakan. Dia telah pergi kebawah sebatang pohon, kemudian
mengeluarkan kotak kayu kecil itu, dia juga mengeluarkan kitab yang terdapat
didalam kitab tersebut yang mulai dibalik2nya halaman demi halaman.
Pada halaman pertama tertulis: "Untuk muridku yang bungsu, guna dapat mengatasi
kebatilan diatas permukaan dunia. Semoga dapat mempelajari ilmu PUKULAN GUNTUR
ini dengan sempurna, sehingga banyak yang bisa dilakukan !"
Pada halaman berikutnya, pelajaran mengenai ilmu pukulan Guntur telah dimulai,
dimana telah dijelaskan mengenai gerakan2 dari jurus pertama tersebut, pada
jurus pertama ini Kwang Tan tidak memperoleh kesulitan.
Malah dia dengan segera dapat menangkap maksud dan gurunya, dengan gerakannya
yang aneh, dimana Kwang Tang akhirnya meniru setiap gerakan yang dipaparkan
didalam buku itu, dan dia dapat melatihnya dengan baik. Hal ini memang
disebabkan Kwang Tan memiliki otak yang sangat cerdas sekali.
Kemudian pada jurus kedua, dia menemui sedikit kesukaran, yaitu dalam setiap
perobahan gerak, dimana dia mengalami kekakuan, dari gerak yang satu beralih
kegerakan yang lainnya. Dia telah menanyakannya kepada Thio Bo dan Suma Lin
Liang, sehingga memperoleh
keterangan jika ingin mengadakan perobahan gerak dari gerakan yang pertama
kegerakan kedua atau berikutnya, Kwang Tan selalu harus menarik napas dalam2,
dia harus dapat menguasai tenaga Tan-tiannya dengan baik, sehingga gerakan
tangannya dapat berjalan dengan lancar dan tidak patah atau kaku.
Dengan adanya penjelasan seperti itu, Kwang Tan seterusnya tidak menemui
kesukaran karena dia telah menuruti petunjuk yang diberikan Thio Bo dan Suma Lin
Liang. Pada jurus ketiga, semakin banyak kesukaran yang dihadapi Kwang Tan.
Akan tetapi dia memang mempercayai Suma Lin Liang dan Thio Bo bukan sebangsa
manusia tidak baik, dia mempercayai kedua orang itu memiliki hati dan jiwa yang
jujur, maka Kwang Tan tidak segan2 menanyakannya kepada mereka.
Dengan bantuan Suma Lin Liang dan Thio Bo, maka dalam satu malaman itu saja
Kwang Tan dapat mempelajari sampai jurus kelima, jurus keenam, banyak kesukaran
yang tidak bisa ditembusnya, juga dia tidak bisa mengartikan beberapa kelima
dari bunyi keterangan jurus tersebut.
Waktu ditanyakan kepada Suma Lin Liang dan Thio Bo, kedua orang itu, yang
sesungguhnya memiliki pengalaman yang luas masih tidak mengerti juga dan tidak
bisa bantu memecahkan kesulitan tersebut, segera Kwang Tan menunda latihannya.
Walaupun demikian, Kwang Tan telah berhasil menguasai lima jurus pukulan guntur
itu dan hanya tinggal tiga jurus saja yang tidak dimengertinya, Pada keesokan
paginya, Kwang Tan dengan rajin telah berlatih diri.
Ketujuh orang korban keganasan Ban Tok Kui telah
dibagikan obat lagi, sehingga kesegaran mereka pulih. Setelah satu hari satu
malam mereka berada dengan Kwang Tan bertiga, dibawah perawatan Tabib Dewa itu,
keesokan harinya, mereka telah diperbolehkan pergi meninggalkan tempat tersebut,
sebab tidak ada yang perlu dikuatirkan lagi mengenai keselamatan jiwa mereka
Waktu itu terlihat betapa Kwang Tan telah membagikan beberapa macam obat kepada
mereka sambil menjelaskan khasiatnya masing2.
Bukan main girangnya hati ke tujuh orang korban keganasan Ban Tok Kui, sekarang
kesegaran mereka telah pulih kembali, dan mereka dapat memperoleh kesegaran
diri mereka, dengan racun yang mengendap didalam tubuh mereka telah dipunahkan.
Dan juga sekarang mereka memperoleh hadiah berbagai macam obat2an, dengan begitu
jika kelak mereka keracunan lagi, mereka segera dapat menyembuhkan diri mereka
sendiri. Tidak hentinya ketujuh orang tersebut mengucapkan syukur dan terima kasih mereka
kepada Kwang Tan, Thio Bo dan Suma Lin Liang, setelah itu mereka pun berlalu
meninggalkan tempat itu. Kwan Tan bertiga dengan Suma Lin Liang dan Thio Bo tetap berada ditepi permukaan
hutan itu, karena tempat itu cukup sesuai dipergunakan buat tempat latihan Kwan
Tan. Begitulah, bertiga dengan Suma Lin Liang dan Thio Bo, Kwang Tan selama setengah
bulan telah berdiam dipermukaan hutan tersebut, Mereka tidak kesulitan makanan, karena didalam hutan
itu terdapat banyak sekali binatang hutan, seperti kelinci, burung dan binatang
lainnya, yang bisa mereka tangkap, kemudian dipanggang, Buah-buahpun banyak
sekali terdapat didalam hutan itu.
Selama setengah bulan itu, Kwang Tan telah memperoleh kemajuan yang pesat
sekali, karena memang sejak berguru pada gurunya, dia telah mewarisi lwekang
yang sesuai untuk dipergunakan melatih ilmu Pukulan Guntur itu. Dan sekarang
walaupun dia baru berlatih
setengah bulan, namun dia bisa melatihnya dengan baik.
Dan juga, yang baru dikuasainya itu lima jurus saja, sedangkan yang tiga jurus
lagi, bagian belakang dari ilmu Pukulan Guntur tersebut tidak bisa dipecahkan
dan dimengerti olehnya, karenanya Kwang Tan belum melatihnya.
Dia pikir, kelak jika dia telah tambah pengalaman dan juga lebih menguasai
kelima jurus pertama itu, berarti dia bisa memecahkan kembali jurus keenam,
ketujuh dan kedelapan tersebut.
Seperti juga nama ilmu pukulan
pukulan Guntur, maka dari setiap tersebut, yaitu ilmu jurus ilmu pukulan tersebut sangat hebat sekali. Jurus
pertama diberi nama "Guntur Membelah Langit", memiliki mengejutkan sekali,
walaupun baru kehebatan yang setengah bulan
mempelajari jurus tersebut, hasil yang diperoleh Kwang Tan membuat Thio Bo dan
Suma Lin Liang benar2 kagum
dan takjub sekali, sebab dengan mempergunakan jurus pertama itu, yaitu "Guntur
Membelah Langit", Kwang Tan dapat memukul terbelah batang pohon yang besar.
Dan batang pohon itu akan hancur berkeping2 waktu tumbang itulah menunjukkan
betapa hebatnya ilmu pukulan Guntur pada jurus pertama itu, Bisa dibayangkan
jika memang manusia yang dihantam oleh jurus tersebut, niscaya tubuhnya akan
hancur remuk tanpa ampun lagi.
Jurus yang kedua bernama "Guntur Menyambar Bumi", dan memiliki suatu kehebatan
yang tersendiri lagi. Jika
memang Kwang Tan menghantam sebatang pohon dengan mempergunakan jurus ke dua
ilmu pukulan itu, maka batang pohon itu seperti juga disambar petir, batang
pohon itu akan hangus dan kemudian meluruk menjadi bubuk! itulah ilmu pukulan
yang benar2 menakjubkan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thio Bo sampai menggeleng2kan kepalanya dan memberikan komentar: "Tidak kusangka
gurumu itu bisa menciptakan ilmu sehebat ini..!"
Jurus yang ketiga bernama "Guntur Menghancurkan Gunung", memiliki kehebatan yang
sama hebatnya dengan jurus pertama dan kedua. Hanya saja jurus ketiga ini jika
saja dipergunakan Kwang Tan menghantam sebungkah batu gunung yang besar,
pukulannya itu tampak perlahan dan juga tidak menerbitkan suara batu itu akan
hancur menjadi puing2 yang halus sekali seperti juga ada petir yang telah
menyambar batu itu, yang menjadi hitam legam seperti besi !
Jurus keempat adalah jurus yang sama hebatnya juga, bernama "Guntur Melayang Di-
udara", merupakan ilmu pukulan tanpa suara waktu mempergunakan jurus tersebut,
Kwang Tan seperti tidak mengeluarkan tenaga dan juga
angin serangannya tak terdengar hanya saja jika telah tiba disebatang pohon,
pohon itu diam tidak bergerak, namun mati sampai ke-akar2nya, dimana seluruh
daunnya kontan kering dan seketika rontok berguguran sedangkan batang pohon itu
telah hangus ! Didalam batang pohon itu
kayunya telah menjadi bubuk yang halus2 ! Bukan main hebatnya pukulan itu.
Demikian juga halnya dengan jurus kelima, memiliki kehebatan tersendiri lagi,
karena waktu Kwang Tan mempergunakan jurus kelima itu, angin berkesiuran sangat
kuat sekali, seperti juga ditempat itu terjadi gempa atau juga topan, dan suara
men-deru2nya itu mengandung kekerasan, waktu Kwang Tan menghantamkan kepalan
tangannya kepada sebongkah batu, seketika batu itu terpukul mental ketengah
udara, kemudian meluncur turun dengan pesat, amblas kedalam bumi ! Batu itu
sendiri telah menjadi hitam, dan juga tanah disekitar yang dimasuki batu itu menjadi hitam ! Bukan
main hebatnya tenaga pukulan dari jurus ke lima ini, yang diberi nama "Guntur
Menelani Matahari." Thio Bo dan Suma Lin Liang tidak hentinya memuji Kwang Tan. Thio Bo berkata jika
sebelumnya untuk menghadapi aku sepuluh jurus saja, belum tentu engkau
bisa menghadapi dengan baik! Aku yakin engkau tak mungkin bisa menerima! Akan
tetapi sekarang, aku sendiri tidak yakin akan dapat menandingi dirimu!"
"Akh Lopeh hanya merendah saja dan terlalu memuji diriku." kata Kwang Tan
segera. Thio Bo memperlihatkan sikap bersungguh2. "Aku telah mengatakan dari hal
yang sebenarnya, kau baru berlatih setengah bulan, akan tetapi ilmu pukulan
guntur yang baru kau pelajari sampai jurus kelima itu sudah demikian hebat,
mungkin aku memang masih memiliki keberanian buat
main2 dengan kau! Namun setelah kau pelajari satu tahun, jangan harap aku bisa
menandingi lagi dirimu! Belum lagi jika engkau bisa mempelajari jurus keenam
atau ketujuh dan kedelapan itu tentu dalam satu atau dua jurus saja aku akan
dapat kau rubuhkan !"
Thio Bo berkata itu buat membuktikan betapa hebatnya ilmu Pukulan Guntur
tersebut. Suma Lin Liang pun ikut berkata: "Benar adikku, sekarang engkau telah
menemui dan memiliki ilmu yang hebat luar biasa! Memang lawanmu itu tetap
seorang manusia yang bisa bergerak jadi bukan menghadapi benda yang diam tidak bergerak,
dimana lawanmu akan dapat memberikan perlawanan. Namun dengan ilmumu yang
sehebat itu, kukira sulit sekali mencari orang yang bisa menandingi dirimu.
Memang jika kami mengatakan diri
kami bukan lawanmu lagi, itu terlalu berlebihan, jika kita bertempur kemungkinan
kita akan berimbang, akan tetapi jika kelak setelah kau mempelajarinya satu atau
dua tahun, dan juga telah menguasai ketiga jurus penutup dari pelajaran itu,
niscaya engkau dengan mudah dapat merubuhkan kami ! Memang nasibmu sangat baik
sekali, sehingga engkau bisa memiliki ilmu silat sehebat itu !"
Senang juga hati Kwang Tan mendengar pujian Suma Lin Liang dan Thio Bo yang
diucapkan setulusnya itu. Dia juga mengucapkan terima kasihnya berulang kali dan
berjanji: "Aku bersumpah akan berlatih dengan sungguh2, sampai dapat menguasai
semua kedelapan jurus ilmu
Pukulan Guntur ini, yang kelak akan kupergunakan buat menghadapi Suhengku yang
murtad dan gurunya dan juga selalu menghamburkan ingkar kepada
keganasannya buat mencelakai orang. Jika memang aku bisa menundukkannya, berarti
aku akan dapat menyelamatkan
ratusan bahkan ribuan jiwa
calon korban keganasan Suhengku itu, dan ini merupakan hal yang membahagiakan,
karena aku bisa melakukan pekerjaan untuk kepentingan orang banyak."
"Benar!" kata Thio Bo, "Dan karena itu engkau harus berlatih diri dengan giat
agar tidak mengecewakan harapan gurumu!"
Kwang Tan mengangguk mengiyakan.
Begitulah, selama beberapa hari lagi, Kwang Tan telah melatih diri terus.
Walaupun hanya lima jurus, akan tetapi setiap jurusnya memiliki lima perobahan
gerak sehingga ditotal keseluruhannya jadi dua-puluh lima gerakan.
Walaupun sedikit sekali jumlah gerakan yang dimiliki ilmu Pukulan Guntur itu
dibandingkan dengan jurus2 yang dimiliki ilmu silat lainnya, namun yang luar
biasa justru Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setiap gerakan dari ilmu Pukulan Guntur itu merupakan gerakan yang paling hebat
dan sulit dihadapi lawan. Setelah puas berdiam di tempat itu dan merasa telah
menguasai dengan baik kelima jurus ilmu Pukulan Guntur itu, Kwang Tan bertiga
dengan Suma Lin liang dan Thio Bo meninggalkan permukaan hutan itu, mereka
mengembara. Dan Kwang Tan menyatakan kepada kedua orang itu, bahwa dia sangat mengharapkan
petunjuk2 berharga dari kedua orang tersebut.
Begitulah, karena memang didampingi Thio Bo yang telah berpengalaman didalam
rimba persilatan dan Suma
Lin Liang yang memiliki ilmu silat dari tokoh sakti Bengkauw yaitu Wie It Siauw
dengan demikian Kwang Tan memperoleh bimbingan serta petunjuk yang berguna
baginya dan dia memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Setelah melakukan perjalanan satu minggu lebih, waktu itu mereka bertiga tiba
dikota Lu-hian-kwan. Kota yang tidak begitu besar dan penduduknyapun tidak
begitu banyak Mereka menginap disebuah rumah penginapan dalam sebuah kamar untuk
mereka bertiga. Selama itu memang banyak yang diceritakan Thio Bo mengenai keadaan dalam rimba
persilatan, bagaimana kebiasaan dari mereka orang2 rimba persilatan itu, dan
bagaimana tingkah laku mereka dari kalangan hitam atau putih.
Dan dengan mendengarkan cerita Thio Bo dan Suma Lin Liang, Kwang Tan telah
memiliki pengetahuan yang lumayan mengenai rimba rimba persilatan, dan dia juga


Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperoleh gambaran yang lebih nyata mengenai keadaan didalam kalangan Kangouw.
Banyak kelicikan2 dari orang2 rimba persilatan yang diceritakan oleh Thio Bo.
Bahkan Thio Bo pun menceritakan banyak tokoh2 rimba persilatan yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, namun mereka memiliki hati yang beracun dan kejam.
Karena Thio Bo juga memperingatkan kepada Kwang Tan jika suatu saat kelak dia
berkelana seorang diri janganlah dia jatuh oleh kata2 manis, sebab dengan lemahnya Kwang Tan oleh bujuk
rayu, bisa mencelakai dirinya sendiri, biar tinggi, namun akan pun dia memiliki
kepandaian yang dapat ditipu oleh manusia-manusia
seperti itu. Suma Lin Liang sendiri banyak bercerita mengenai kegiatan Bengkauw, dimana Thio
Bu Kie tengah dalam kesulitan sebab Cu Goan Ciang tetap saja menyebarkan para
pahlawannya buat memberantas Bengkauw, disamping itu juga Cu Goan Ciang telah
mencap Beng-kauw sebagai perkumpulan yang membahayakan kerajaan dan dianggap
sebagai perkumpulan terlarang yang tidak boleh melakukan pergerakan apapun juga.
Banyak juga anggota meninggalkan perkumpulan
boleh dibilang hanya tinggal tenaga intinya saja, tokoh tokoh yang memiliki
kepandaian sangat tinggi.
Memang menjadi tujuan dari Bengkauw juga buat membubarkan anggota biasanya,
karena Thio Bu Kie kuatir, jika mereka masih terhitung sebagai anggota Bengkauw,
keselamatan mereka dan keluarganya terancam oleh keganasan Cu Goan Ciang.
Bengkauw yang telah tersebut sehingga Bengkauw Mendengar cerita Suma Lin Liang
itu, Kwang Tan marah bukan main, katanya: "Cu Goan Ciang ternyata manusia tidak
berbudi,setelah menjadi raja, dia seperti juga kacang yang lupa pada kulitnya !"
Suma Lin Liang menghela napas, kemudian katanya dengan wajah yang muram: "Ya,
Thio Kauwcu juga selalu berkata begitu, akan tetapi Thio Kauwcu juga selalu
memberikan hiburan kepada kami, bahwa kami tidak perlu berputus asa. sebab kelak
kami akan dapat bangkit kembali dengan segala kemeriahan yang ada.
Ada satu lagi gangguan yang benar2 membuat kedudukan Thio Kauwcu dalam kesulitan
tidak kecil ! Cu Goan Ciang ternyata telah mengadakan kontak kerja sama dengan
pihak Beng kauw pusat di Persia, dimana Bengkauw Persia telah mengutus beberapa
orang-orangnya buat mencari Thio Kauwcu, guna menangkapnya dan akan dibawa ke Persia. Karena
itu, Thio Kauwcu sementara ini mengajak semua anggota-anggota Bengkauw yang
merupakan orang2 yang tetap bersetia padanya, sisa dari anggota Bengkauw dari
berbagai kalangan, buat menetap dipuncak gunung Himalaya, dengan demikian, Thio
Kauwcu bermaksud menghindarkan bentrokan dengan Bengkauw Persia !"
"Jika begitu, memang menjadi tujuan dari Cu Goan Ciang buat mengadu domba antara
Bengkauw didaratan Tionggoan dengan Bengkau Persia itu, bukan "!" tanya Thio Bo
kemudian "Ya!" menggangguk Suma Lin Liang, "Dan karena dari itu pula, Thio Kauwcu
berusaha untuk mengatasi semua
persoalan itu dengan sebaik mungkin, jangan sampai menimbulkan bentrokan dan kelak membawa korban
jiwa dan urusan berdarah !" Bercerita sampai disitu, Suma Lin Liang terdiam diri
sejenak, sampai akhirnya dia bilang lagi: "Hanya saja, kami semua sisa anggota
Bengkauw, merasa kasihan terhadap
Thio Kauwcu, yang akhir-akhir ini menerima banyak sekali godaan dan gangguan
dari berbagai golongan dan pihak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena sekarang ini Thio Kauwcu pun tengah bingung mencari-cari Thio Sam Hong
Sucouw, Guru besar dari Bu tong-pay, yang telah dianggap sebagai kakek angkatnya
itu ! Belum lama yang lalu, Thio Sam Hong Sucouw bermaksud menyelesaikan suatu
urusan, yang menyangkut keselamatan Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay maupun
pintu perguruan lainnya, akan tetapi kemudian lenyap tanpa kabar berita, tentu
saja hal ini menyebabkan Thio Kauwcu kuatir kalau2 Thio Sucouw itu telah
dicelakai oleh lawannya...!
Dan belum lama yang lalu aku sendiri telah menerima perintah dari Thio Kauwcu,
buat membantu menyerapi dan menyelidiki serta mencari juga jejak dari Thio Sam
Hong Sucouw...!" Kwang Tan dan Thio Bo mereka mengangguk
dengan mengangguk2. Akan tetapi arti yang berlainan. Jika Kwang Tang mengangguk
seperti juga ikut berduka dan bersusah hati atas nasib Bengkauw yang tengah
diporak porandakan oleh Cu Goan Ciang, justru Thio Bo lain lagi, Dia tengah
terkejut dan terheran2 Karena dia mengetahui dengan jelas, siapa adanya Thio
Sam Hong itu, cakal bakal yang luar biasa kepandaiannya, yang boleh disebut
telah menjadi manusia setengah dewa. Dan sekarang justru Thio Bu Kie, yang juga
baru diketahui nya sebagai salah seorang tokoh sakti rimba persilatan dan Kauwcu
dari Bengkauw, tengah menghadapi kesulitan juga.
"Memang telah lama sekali aku bermaksud hendak bertemu dengan Thio Kauwcu, buat
mengunjuk hormat! Thio Kauwcu merupakan seorang besar yang layak dihormati dia
telah berjuang demi keselamatan negeri dan juga telah berhasil membangun negeri
ini sebaik mungkin, yang akhirnya telah dikangkangi oleh Cu Goan Ciang.
Sungguh, jika memang aku memiliki kemampuan buat membunuh Kaisar bedodoran
tersebut, tentu aku akan melakukannya dan Cu Goan Ciang akan kucincang tubuhnya
itu, agar dia tidak bisa memusuhi lebih jauh pada Bengkauw...! Dan, bagaimana
dengan utusan Bengkau Persia itu, apakah mereka mengetahui bahwa Thio Kauwcu
telah mengajak seluruh sisa anggota Bengkauw buat hidup menyepi dipuncak gunung
Himalaya itu!" Suma Lin Liang menghela napas dalam2, untuk beberapa saat dia tidak berkata2,
sikapnya tampak semakin tolol saja. Kemudian barulah katanya: "Kukira akhirnya
tokh Persia itu akan mengetahui juga dan datang mencari Thio Kauwcu, karena
orang2nya Cu Goan Ciang akan memberitahukan kepada mereka dimana kini beradanya
Thio Kauwcu. Bentrokan memang tampaknya tetapi kami tidak jeri. karena di semua tokoh2
Bengkauw yang rata2 memiliki kepandaian yang tinggi luar biasa."
Thio Bo waktu itu berkata dengan suara yang bersemangat sekali, bilangnya: "Jika
demikian, marilah kita pergi ke Himalaya, Bengkauw lainnya dia menepuk lututnya,
utusan dari Bengkauw sulit dielakkan, akan Himalaya, berkumpul
buat berkumpul dengan orang2 dimana aku bersumpah akan mempertaruhkan jiwa dan
ragaku demi keadilan."
Kwang Tan memandang Thio Bo dengan sikap tidak mengerti, karena memang anak ini
sama sekali buta mengenai urusan didalam rimba persilatan ia hanya mengetahui
adanya Suheng atau kakak seperguruan belaka, yang bernama Ban Tok Kui, yang
memiliki tabiat buruk dan hati yang jahat, ditambah dengan tangannya yang
telengas. Dimana Kwang Tan harus berusaha agar ia dapat mengatasinya, Dengan begitu,
selain urusan Ban Tok Kui, suhengnya itu, yang atas perintah almarhum gurunya
harus dihadapi dan dikendalikannya, dia juga tidak boleh membiarkan tindak
tanduk dari suhengnya yang jahat itu berlarut2, maka Kwang Tan tidak mengetahui
apa2 mengenai keadaan didalam rimba persilatan.
Suma Lin Liang menghela napas dalam2, sampai akhirnya ia bilang: "Jika memang Lo
jinke hendak pergi ke Himalaya buat membantu kami dari Bengkauw, itulah hal yang
membuat kami sangat bersyukur sekali dan sangat
berterima kasih tidak terhingga, Akan tetapi Thio Kauwcu justru tengah berusaha
menghindarkan agar tidak ada orang2 rimba persilatan yang terlibat dalam urusan
antara Beng kauw Tionggoan dengan Bengkauw Persia, atau juga urusan antara
Bengkauw dengan Cu Goan Ciang, jika orang2 rimba persilatan terlibat didalam
urusan ini, niscaya akan menimbulkan pergolakan yang tidak kecil buat mereka, di mana jago-jago dari
Persia akan bertumpahan berdatangan ke daratan Tionggoan, dengan demikian, kalau
hal itu terjadi, niscaya akan jatuh korban yang tidak sedikit.
Demikian pula halnya dengan Cu Goan Ciang, jika orang2 rimba persilatan membantu
Bengkauw, niscaya Cu Goan Ciang akan memusuhi orang2 Beng-kauw dan disamping itu
juga akan mengejar seluruh orang2 rimba persilatan, selanjutnya Cu Goan Ciang
akan berusaha untuk membinasakan orang2 rimba persilatan yang dianggapnya
memusuhinya dan mencurigakan, padahal orang2 rimba persilatan itu bermaksud
luhur dan baik. Korban2 akan banyak sekali berjatuhan! itulah yang tidak
diinginkan oleh Kauwcu kami!" setelah berkata begitu Suma Lin Liang menghela
Pendekar Panji Sakti 10 Siluman Ular Putih 14 Sengketa Tahta Leluhur Gundik Sakti 2
^