Pendekar Misterius 6
Pendekar Misterius Karya Gan Kl Bagian 6
aliran lain." Maka terdengar lagi orang tadi bergelak ketawa.
Waktu Jun-yan berpaling, kiranya orang yang dipanggil Liheng itu bukan lain
ialah Liok-hap-tong-cu Li-pong, itu ketua dari Khong tong-pay. "A Siu, kakek itu
bernama Li Pong adalah sobat baik guruku, biarlah kutegurnya, coba dia kenali
aku tidak," katanya kepada sang kawan.
Habis itu, ia tahan kudanya sedikit dijalan, setelah mendekat, ia lihat orang
setengah umur dengan lagak tengik yang memuakkan, tampak Li Pong agak sungkan
bikin perjalanan dengan dia, tapi orang itu terus ajak bicara padanya.
Sesudah dekat, segera Jun-yan memapaki sambil memberi hormat dan berkata : "Ah,
mendengar suaranya, ternyata memang benar Li-heng adanya, sungguh tidak nyana
sesudah sekian lamanya, kini berjumpa lagi disini."
Li Pong menjadi heran ketika mendadak ditegur seorang hitam berewok yang tidak
pernah dikenalnya, tapi mengapa dengan begitu menghormat. Sesudah melengak,
terpaksa ia menjawab dengan tertawa : "O ya, sudah lama tidak
berjumpa, apakah Heng-tay (saudara) juga hendak pergi ke Giok-yong-hong ?"
Diam2 Jun-yan geli oleh jawaban itu, sudah terang tidak kenal masih berani
menyahut "Sudah lama tidak berjumpa."
Segera ia teriaki A Siu : "Jite, marilah kuperkenalkan Li-heng kepadamu,
selanjutnya kau mungkin harus banyak minta pelajaran Li-heng."
Ketika Li Pong memandang A Siu, ia melihat seorang
pemuda tampan dengan sipat likat2 seperti anak perempuan, meski usianya muda,
tapi sinar matanya tajam, sebagai seorang ahli begitu pandang, segera Li Pong
tahu "pemuda" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini lihainya memiliki ilmu Lwekang yang tidak bisa dibilang rendah.
Li Pong terkejut, diam2 dia heran darimana tiba-tiba muncul dua saudara yang
satu jelek yang satu tampan, tapi selamanya tidak dikenalnya.
Ketika Jun-yan melihat kawan perjalanan Li Pong tadi sedang memandang padanya
dengan wajah menghina, ia
menjadi gemas apa lagi setelah mendengar lagu suaranya yang sombong kepada Li
Pong tadi, ia pikir, manusia congkak demikian harus diberi hajaran. Maka pura2
ia tanya: "Li-heng, siapakah sobat ini, sudikah kau memperkenalkan kepada kami
?" Sudah tentu mimpi pun Li Pong tidak menduga bahwa sang keponakan perempuan nakal
itu lagi bergurau kepadanya, maka jawabnya: "Saudara ini murid Pi-lik-jiu In
Thian Sang In-locianpwe dari Holam, namanya Ong Lui, orang menjulukinya Siau-pi-
lik !" Jun-yan terkejut mendengar nama itu, ia pernah dengar beledek itu, usianya sudah
lebih 80 tahun, tingkatannya dikalangan Bu-lim sangat tinggi, ilmu pukulan
beledek yang dilatihnya sangat disegani. Tentu muridnya ini juga tidak boleh
dibuat main. Maka ia cepat bersoja dan berkata: "O, kiranya Ong-hiantit, sungguh
kagum !" Mendengar sebutan "Hian-tit" atau keponakan itu bukan saja wajah Ong Lui
seketika berubah hebat, bahkan Li Pong rada terkejut dan merasa siberewok ini
sengaja cari2. Masakan Ong Lui yang usianya sudah dekat 50an dan nampak jelas masih lebih
tinggi dari siberewok itu, tapi orang berani menyebutnya keponakan yang berarti
anggap dirinya lebih tua setingkat. Padahal Li Pong saja sebut Ong Lui saudara,
walaupun tingkatannya sebenarnya sejajar dengan gurunya yaitu sitangan geledek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar juga, Ong Lui menjadi amat murka, biasanya ia tidak pandang sebelah mata
pada siapapun juga, apalagi kini dipandang rendah terang2an, segera iapun
berseru: "Li-heng siapakah orang ini?"
Untuk sejenak Li Pong gelagapan, sebab ia sendiripun sebenarnya tidak kenal
siberewok. Baiknya dengan cepat Jun-yan sudah menggantikan menjawab: "Ah, Cayhe
hanya orang tak terdaftar, maka tidak tenar seperti Ong-hiantit, aku bersama
Kah-lotoa, dan saudaraku ini Kah loji, karena macam maki yang tak berarti ini,
ada kawan juga yang sudi memberikan julukan pada kami sebagai Say-thio-hui dan Giok-bin-long-kun."
Ong Lui tambah murka mendengar orang terus sebut
"hiantit" padanya, ia pikir Kah-loji" Kenapa selamanya tidak pernah dengar nama
jago silat demikian"
Tapi iapun tak mau kalah gertak, segera ia menjengek dan menanya pula:"Ehm,
entah kalian dari golongan atau aliran mana?"
"Eeh, kenapa Ong-hiantit begitu pelupa?" sengaja Jun-yan meng-olok2 lagi.
"Bukankah aliran kami dengan golongan gurumu, Lo In (In si tua) terkenal sebagai
dua aliran terkemuka di Holam, cuma nama Pi-lik-pay kalian lebih kumandang
sedikit sebaliknya kami hanya Tang-ko-pay (aliran genderang) maka suaranya kalah
keras." Karuan Ong Lui murka oleh sindiran itu masakan golongan Beleged mereka diimbangi
dengan golongan "genderang"
segera dia mendamprat: "Orang she Kah, apakah barangkali mulutmu belum dicuci,
kenapa kentut semuanya?"
"Eeeeh, panas amat darah orang Ong-hiantit ini!" sahut Jun-yan semakin menggoda.
"Bicara tinggal bicara, apa kau sangka orang Tang ko-pay kami kena digertak"''
Karena sambil berjalan, tatkala itu kebetulan mereka tiba sampai disuatu tanah
datar, segera saja Ong Lui melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
turun dari kudanya sambil menantang: "Hayolah orang she-kah bila kau berani,
turunlah kemari!" Tatkala itu, orang berlalu lalang dijalan cukup ramai, ketika mendengar Ong Lui
berteriak- teriak menantang, semua orang menjadi ketarik, sebentar saja ditanah
lapang itu sudah dirubung penonton. Begitu pula Li Pong ikut merandek ingin
melihat gaya dari golongan manakah Jun-yan berdua.
Jun-yan sendiri tahu bila ia turun lapangan sekali gebrak pasti akan dikenal Li
Pong, maka katanya pada A Siu, "Jite, Toako sungkan turun kalangan, bolehkah kau
mewakilkan aku !" A Siu ragu2, masakan tanpa sebab disuruh berkelahi. Jun-yan tahu bahwa kawannya
itu sungkan bergebrak dengan orang, cepat katanya lagi: "A Siu, cukup asal kau
jungkalkan dia, tak usah melukainya, kenapa mesti takut?"
Terpaksa A Siu meloncat turun dari kudanya, dengan
ayal2an ia masuk kalangan.
Melihat A Siu begitu ganteng, semua penonton lantas saja sudah bersorak memuji,
karuan Ong Lui semakin murka, tanpa bicara lagi ia memukul dengan tangannya.
Ilmu "Pi-lik-jiu" atau pukulan geledeg dari keluarga In di Holam itu nyata bukan
kepalang hebatnya, begitu pukulan dilontarkan, segera angin men-deru2 bagai
guntur gemuruh. Lekas-lekas A Siu pasang kuda-kuda dengan kuat sambil kedua lengan bajunya
mengebas ke-samping. "Satu kali," tiba-tiba Jun-yan berseru mengejek.
Ong Lui tambah sengit, angin pukulannya tadi belum
mengenai musuh atau tahu2 sudah dipatahkan musuh,
padahal pukulan pertama yang disebut "Lui-su-kay-loh" atau malaikat beledeg
membuka jalan, hampir seluruh tenaga dikeluarkannya, tapi hasilnya malah tenaga
pukulannya itu seakan2 terpental oleh kebasan A Siu tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terkejut dan gusar Ong Lui, sekali menggerung, kembali sebelah tangannya memukul
lagi kedepan dengan sekuatnya.
Serangan ini dilakukan dengan cepat dan dari jarak dekat, asal badan A Siu
kesenggol boleh jadi akan remuk seketika.
Melihat kekejian Ong Lui, semua orang ikut kuatir bagi A Siu. Siapa duga dengan
enteng sekali A Siu menggunakan samberan angin pukulan itu, tubuhnya terus ikut
tergintai ikut pergi, habis itu, dengan pelahan ia turun kembali. Melihat
keindahan gerakan itu, kembali penonton bersorak. Sebaliknya Jun-yan terus
berseru pula : "Dua kali!"
Alangkah mendongkolnya Ong Lui, musuh yang satu selalu bisa hindarkan
serangannya dengan gesit, sebaliknya musuh yang lain berkoak-koak mengejek
disamping. "Keparat, sambutlah seranganku ini!" teriaknya murka.
Habis mana, tiba2 kedua telapak tangannya bergetar
hingga bersuara, lalu didorongkan kedepan dengan tenaga beledek yang
mengejutkan. Dalam pada itu A Siu semakin sengit oleh maki-makian orang, ia pikir bila tidak
diberi tahu rasa, mungkin pertandingan ini takkan habis2. Ia berdiri diam
menunggu, ketika tenaga pukulan lawan sudah mendekat ia membaliki tangannya
terus menekan dari atas kebawah, memapak
pukulan orang. Gerakan lemas saja, tapi membawa kekuatan maha besar.
Melihat sebagai akhli silat, segera Li pong menduga Ong Lui bakal celaka. Benar
saja, segera Ong Lui menjerit sekali sambil sempoyongan kebelakang, untung dia
masih tahan tubuhnya hingga belum terjungkal, namun begitu, darah segar terus
saja menyembur dari mulutnya.
Nyata beradunya tenaga pukulan itu hanya digunakan
separo dari Lwekang A Siu, bila tidak, mungkin Ong Lui sudah menggeletak tak
bernyawa lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya demi nampak keadaan Ong Lui yang cukup
parah, A Siu menjadi tak tega, ia mendekatinya sambil mengurut dua kali
dipunggung orang untuk menenangkan jalan darahnya lalu katanya : "Maaf, saudara
sudi mengalah sejurus !"
Ong Lui menjadi malu, sahutnya lesu : "Ilmu silatmu
sungguh hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak !" habis berkata tanpa berpaling
lagi ia mengeloyor pergi diantara penonton sampai berpamit kepada Li Pong pun
dilupakan. "Kah-heng," kata Li Pong kepada Jun-yan.
"Pi-lik-cio In Thian-sang suka mengeloni anak muridnya, pulangnya Ong Lui ini
mungkin akan mengadu biru kepada gurunya, kelak kalian harus berhati-hati!"
"Jika begitu, kejadian tadi Li heng sendiri ikut menyaksikan, bila kelak perlu
dibuat saksi, tolong Li-heng suka berlaku adil,"
ujar Jun yan. Diam2 Li Pong pikir kejadian tadi benar disebabkan Ong Lui yang menantang, tapi
asalnya karena Jun-yan yang mulai mengolok-olok dengan kata-kata "Tang-ko-pay"
yang terang dimaksudkan untuk menimpali Pi-lik-pay orang, apalagi asal usulnya
kedua orang dihadapannya ini tidak pernah dikenal.
Namun begitu bila melihat kepandaian adiknya sudah begini hebat, jangan kata
lagi sang kakak. Maka iapun menjawab
"sekedar memuaskan hati Jun-yan".
Sepanjang jalan Li Pong terus memikirkan dari golongan mana atau aliran manakah
kedua teman perjalanan ini, terutama gerak silat A Siu yang aneh dan lihay itu
hakekatnya tidak pernah dilihatnya. Sudah tentu mimpipun tak terpikir olehnya
bahwa A Siu alias "Kah-loji" hanya seorang gadis Biau yang secara kebetulan
memperoleh ilmu "Siau-yang-chit-kay"
yang lihay. Ingat punya ingat, mendadak hatinya tergerak, terpikir seseorang
lihay dimasa mudanya dahulu, cepat ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekati Jun-yan dan menanya : "Kah-heng apakah gurumu she- Ki ?"
Kiranya ia teringat kepada Tok-pok-kian-gun Ki Go-thian, ia pikir, selain orang
she Ki ini, rasanya tiada jago lain lagi yang mampu mendidik murid seperti kedua
saudara Kah ini. Untuk sesaat Jun-yan tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi segera jawabnya
sambil menggeleng kepala : "Orang she Ki, apakah Li heng maksudkan Tok-poh-kian-
gun Ki Go-thian dimasa dahulu itu ?"
"Benar," kata Li Pong.
"Bukan, guruku adalah orang lain." sahut Jun-yan.
Sedang mereka tanya jawab, se-konyong2 suara derapan kuda dari belakang berbunyi
dengan riuhnya, seekor kuda tinggi kurus secepat angin telah melampaui mereka.
Kaki kuda itu jauh lebih panjang dari kuda biasa, maka larinyapun sangat
kencang, ketika lewat, debu ikut bertebaran hingga muka Jun-yan se-akan2 ditabur
debu. "Hai, orang itu apakah kau jalan tak pakai aturan ?" seru Jun-yan segera dengan
gusar. Mendengar itu, mendadak penunggang kuda yang berbaju kelabu itu menahan kudanya
hingga kedua kaki muka binatang itu terangkat keatas. Waktu penunggangnya
menoleh seketika rasa gusarnya Jun-yan tadi lenyap, bahkan hampir ia tertawa.
Ternyata orang berbaju kelabu itu bermuka sangat lucu, muka potongan segitiga
seperti kepala walang, rambutnya jarang setengah botak.
Dan selagi Jun-yan hendak menegurnya lagi tiba2 A Siu menjawilnya memberi tanda
hati2. Dalam pada itu terdengar Li Pong telah berseru: "Hai, kiranya kau Hwe-
heng, cepat amat binatang tungganganmu itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah dia kawanmu, Li-heng?" tanya Jun-yan.
"Benar dia she Hwe, bernama Tek adalah sobat baikku,"
sahut Li Pong. Jun-yan geleng2 kepala seperti seorang tua bicara kepada orang muda, ujarnya:
"Li-heng mencari kawan juga harus yang genah, kalau segala manusia congkak kau
jadikan teman apakah kau tidak kuatir ikut campur namamu?"
Sungguh geli dan dongkol Li Pong oleh lagak orang,
sebagai seorang ketua Khong-tong-pay, biasanya dia memberi petuah, masa sekarang
dia yang diberi ceramah" Tapi
dasarnya memang seorang sabar, maka ia hanya tersenyum tak menjawabnya.
Begitu pula lelaki jelek itupun tak menggubris akan olok2
Jun-yan itu, ia mendengus sekali, lalu keprak kudanya tinggal pergi.
"Maaf, Kah-heng, Cayhe berjalan dahulu," kata Li Pong kemudian larilah kudanya
menyusul orang aneh itu. Dari jauh mereka terus pasang omong, malahan kadang
kala menoleh lagi memandang Jun-yan berdua.
Jun-yan pun tidak ambil pusing, sebaliknya A Siu
senantiasa pasang mata kekanan ke kiri, sudah tentu yang dicarinya yalah buah
hati yang dirindukannya itu, Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian.
Melihat kelakuan kawannya ini, aneh juga tanpa merasa Jun-yan terkenang pula
kepada sastrawan baju hitam yang menggodanya di Hang ciu itu.
Selamanya Jun-yan suka menggoda orang tapi sekali itu dia yang kena dipermainkan
ketika diketahui siapa penggodanya serta melihat kepandaiannya yang serba
pintar, timbul juga rasa kagumnya yang aneh yalah timbul rasa menyesalnya karena
tak bisa berjumpa dengan kangzusi.com sastrawan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah tanpa pernah terjadi apa2 lagi, akhirnya
merekapun sampai di Hian-san, mereka menghitung waktunya masih ada tiga hari
pertemuan yang akan diadakan Jing-lingcu. Jun-yan pikir, puncak keramaiannya
dari pertemuan itu tentu takkan terjadi pada permulaan, buat apa mesti buru-buru
hadir kesana, pegunungan Hian-san seindah ini, kenapa tempo beberapa hari ini
tak digunakan untuk menikmatinya.
"Tapi. . . tapi aku ingin mencari Ti-koko," kata A Siu tak sabaran, mengingat
sudah sampai di Hian-san, tapi sang kawan tidak mau terus naik ke Ciok-yong-
hong. "Kita sendiri belum lagi pasti, apakah dia hadir, bukankah percuma bila sudah
sampai di sini, tapi tak menjumpainya?"
ujar Jun-yan. Diam2 ia sangat gegetun akan cinta A Siu yang sudah buta itu,
namun begitu iapun tidak mau mengecewakan sang kawan, katanya pula: "Baiklah A
Siu, bila kau ingin datang ke Ciok-yong hong dahulu, bolehlah kau kesana. Tapi
ingat, untuk sementara jangan sekali-kali kau ajak bicara pada Ti-put-cian
apabila kau melihat dia disana."
"Sebab apa ?" tanya A Siu heran. "Bukankah atas kehadiran Ki Go-thian ke Ciok-
yong-hong ini kecuali kita berdua, orang lain tiada yang mengetahui?" tutur Jun-
yan perlahan. "Dan kalau kau unjukkan asal usul dirimu penyamaran kita sekarang
ini, boleh jadi kita akan celaka."
"Baiklah, Enci Jun-yan, pasti aku akan berlaku hati2," sahut A Siu. Habis itu,
dia putar kudanya dan ikut pendatang lain keatas gunung.
Jun-yan sendiri terus keprak kudanya menyusur lembah pegunungan itu. Tapi
jalannya menjadi berliku-liku terpaksa ia melompat turun dari kudanya, dia
tambat binatang itu disuatu pohon, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki.
Sebabnya Jun-yan tidak mau terus menuju Ciok-yong-hong, sebenarnya adalah karena
terbayang oleh sipemuda sastrawan yang menggodanya ditelaga Se oh itu. Ia pikir
alangkah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedapnya apabila dapat mencari tempat yang sepi untuk duduk melamun mengenangkan
orang yang tanpa merasa telah mencuri hatinya itu.
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka ia melanjutkan langkahnya tanpa tujuan, sehingga hari sudah petang,
sampailah disatu lembah yang suasananya terasa aneh, tatkala itu bulan sabit
sudah menongol diujung langit, hingga menambah sekitarnya terlebih seram.
Ia melihat sekelilingnya sunyi senyap, hanya gemercik sebuah sungai kecil yang
mengalir pelahan merupakan suara satu-satunya dalam suasana seakan-akan membeku
itu. Jun-yan melihat sungai itu mengalir lewat dua tebing yang curam.
Dalam keadaan remang2, mendadak Jun-yan tertarik oleh dua hurup besar yang
terukir didinding tebing itu, hurup2 itu adalah "Su-kok" atau Lembah kematian.
Hati Jun-yan ber-debar2 melihat tulisan itu, tanpa merasa Tun-kau-kiam
dilolosnya. Ia lihat dibawah hurup besar itu tertulis pula sebaris hurup yang
lebih kecil, maksudnya: "Disanalah Lembah kematian, siapa yang masuk takkan bisa keluar."
Diam2 Jun-yan menjengek, mungkin siapa yang jahil
sengaja mengukir tulisan itu disitu, masakan lembah sunyi begitu diberinya nama
"Lembah kematian", padahal bila benar2 tempat itu berbahaya, masakan selama ini
tidak pernah didengarnya dari sang guru, terutama Jing-ling-cu yang bertempat
tinggal dipegunungan ini"
Ia melihat dinding gunung itu ada sebuah batu besar diatas mendatar rata, kalau
dibuat merebah dan melamun, rasanya sangat tepat. Karena ingin tahu, segera ia
melompat ke atas batu itu, terbayang olehnya kelakuan Sasterawan diatas perahu
yang sedang mengulet dan menguap itu, tatkala mana orang sama sekali tak menarik
perhatiannya, siapa tahu sekarang justru terkenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi pikirannya terbenam lamunan yang aneh itu, tiba2 ia merasa tengkuknya se-
akan2 ditiup dari belakang, cepat ia berbangkit, tapi tiada seorangpun
terlihatnya. Tanpa merasa ia mengkirik, apalagi dibawah sinar bulan yang remang2
tapi kembali tiupan angin itu terjadi lagi. Ia coba meneliti dibelakang batu
itu, maka tahulah ia kemudian, ternyata dibelakang batu yang mepet tebing itu
ternyata ada sela-selanya. Ia coba tempelkan jarinya kesela-sela itu ternyata
tiupan angin yang dingin. Nyata dibalik batu itu ada lobangnya.
Ia menjadi heran dan curiga, ia mencoba korek lobang itu dengan pedangnya, benar
saja disitu ada sebuah goa yang ditutup dengan batu besar, lekas-lekas ia
melompat turun, batu itu didorongnya, karena beralaskan pasir, maka batu itu
dengan mudah lantas menggeser, maka tertampaklah sebuah gua yang gelap gulita,
segera terasa pula angin dingin meniup keras dari dalam gua.
Ia bertambah heran, masakan angin meniup keluar dari dalam gua, dan bukan meniup
kedalam, jika begitu tentu gua ini bertembusan dengan sebelah sana. Ia hendak
menyalakan api, tapi api selalu sirap oleh angin itu. Padahal di dalam gua
terlalu gelap. Segera ia tabahkan diri, dengan pedang terhunus ia menerobos kedalam gua itu. Gua itu ternyata hanya cukup dilalui
seorang saja, dengan kedua belah dindingnya basah dengan penuh lumut. Syukur
dengan berkat sinar kemilau pedangnya "Tun-kau-kiam" lapat lapat sekedar dapat
dibuat penerangan. Benar juga tidak diantara lama, ia telah menembus kebalik gua sana, diatas
langit bulan remang2, bintang ber-kelip2, nyata ia telah berada diudara terbuka
lagi. Malahan terdengar pula diatas karang sana ramai dengan suara berisik
orang. Jun-yan menjadi heran. Tapi segera ia paham, tentu diatas situ adalah Ciok-yong-
hong, dimana Jing-ling-cu hendak mengadakan pertemuan dengan para jago silat,
dan suara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berisik itu orang yang berbondong2 datang memenuhi untuk memenuhi undangan itu.
Tiba2 Jun-yan mendengar suara pluk-pluk yang tidak
terlalu keras, waktu ia memandang kedepan, ia lihat disana sebuah kolam lumpur
penuh tumbuh-tumbuhan aneh, suara pluk-pluk itu keluar dari dasar lumpur,
ditengah kolam lumpur itu ada sebuah batu besar hingga seperti pulau kecil,
diatas batu itupun penuh lumut dan cendawan yang ber-macam2.
Hati Jun-yan tergerak melihat itu, ia menjadi ingat cerita Jin-ling-cu dahulu
tentang diketemukannya manusia aneh didasar lembah itu, "Jangan2 inilah yang
diketemukannya orang aneh itu ?" pikir Jun-yan.
Mendadak ia tertarik oleh beberapa tempat diatas batu yang kelihatan bersih dari
lumut, ia menjadi heran, ia coba mendekati, ternyata lumut yang tumbuh disitu
memang sudah bersih dikorek orang, malahan sebagai gantinya terdapat beberapa
hurup "Jing-kin", yang terang digores dengan tenaga jari.
Goresan tulisan itu sudah sangat dikenal Jun-yan, yaitu mirip seperti tulisan
dicarik kertas yang ditinggalkan orang aneh ketika memberikan Pek-lin-to dan
mencurikan kapal jamrut dahulu. Dari goresan hurup diatas batu itu Jun-yan
bertambah yakin bahwa tempat itu memang bekas tempat tinggal manusia aneh.
Teringat pada orang aneh itu, Jun-yan merasa nasib orang harus dikasihani,
baiknya sekarang Jin-ling-cu sudah mengundang semua jago silat ke Ciok-yong-hong
ini untuk mengenalinya, kalau melihat bekas tempat tinggalnya yang banyak
goresan hurup "Jing-kin" ini, boleh jadi disekitar gua ini masih dapat diperoleh
tanda2 lainnya, bukankah untuk mengenali asal usul orang aneh itu akan jadi
lebih gampang " Karena itu Jun-yan masuk kedalam gua itu lagi untuk
meneliti dalamnya. Sungguh tak tersangka olehnya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir ia terkubur benar benar didalam lembah kematian sesuai dengan nama
pegunungan itu...... Sementara itu A Siu yang mengikuti orang banyak menuju ke Lo-kun-tiau dipuncak
Ciok-yong-hong itu sudah sampai ditempat tujuannya. Ia lihat kuil itu tidak
terlalu megah, tapi cukup angker, ditanah lapang depan kuil itu tampak baru
dibangun belasan rumah atap, agaknya disediakan untuk kediaman darurat para tamu
undangan. Disitu ternyata sudah tidak sedikit tamu yang datang lebih dahulu.
Sebelum tiba sepanjang jalan A Siu sudah mengawasi kian kemari, untuk berhadapan
dengan orang banyak itu dapat dilihatnya Ti-put cian. Kelakuannya yang lucu
banyak menimbulkan heran bagi semua orang, tapi nampak A Siu berdandan sebagai
pemuda sastrawan, orangpun tidak banyak ambil perhatian.
Sebenarnya A Siu sudah janji dengan Jun yan akan tutup mulut, sekalipun sudah
ketemu dengan Ti Put-cian.
Tapi ketika sudah sampai di Ciok-yong-hong, pesan Jun-yan sudah dilupakan semua.
Ia lihat didepan kuil sama berdiri seorang imam tua para pengunjung itu satu
persatu maju menyapa dan memberi salam padanya. A Siu pikir tentu itulah Jing-
ling-cu yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan besar ini. Kehadiran Ti Put
ciang kesini, kalau ditanyakan pada imam itu pasti akan diketahui dengan jelas.
Segera iapun maju kehadapan imam itu dan menyapa
sambil memberi hormat: "Apakah Totiang Jing-ling-cu adanya"
Cayhe memberi hormat disini."
Imam itu memang benar ketua Hing-san-pay tuan rumah
dari Lo-song-tian, yaitu Jing-ling-cu adanya. Ketika mendadak melihat pemuda
ganteng dengan sorot mata tajam suatu tanda Lwekangnya yang tinggi, Jing-ling-cu
menjadi heran darimanakah tiba2 muncul satu jago muda yang begini hebat, maka
cepat jawabnya: "Ah, terima kasih atas kunjungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hengtay, pinto memang benar bergelar Jing-ling-cu dan Siauko ini..."
"Jing-ling Toheng, Siauko ini bernama Kah loji!" tiba2
seorang menyanggapi dari samping.
Ternyata orang yang menyela itu bukan lain adalah Liok Hap-tongcu Li Pong yang
sudah mendekati mereka. Jing-lingcu bertambah heran, masakan seorang jago muda
yang begitu ganteng, suatu nama saja tidak ada, tapi pakai panggilan menurut
urut2an, ia pikir didalamnya pasti ada apa2nya, maka katanya kemudian :"O,
kiranya Kaheng adanya silahkan masuk dan istirahatlah seadanya !" habis itu ia
sibuk menyambut tamu yang lain lagi.
A Siu pikir Li Pong adalah sahabat baik Jing-ling-cu, pergaulannya luas,
pengalamannya banyak, kalau tanya tentang Ti Put-cian kepadanya, tentu ia bisa
memberi keterangan. Maka orang tua itu hendak segera dihampirinya, namun baru ia
memutar atau Li Pong sudah mendekatinya lebih dulu sambil menyapa : "Kah-laute,
apakah saudaramu tidak ikut datang?"
Melihat orang tua itu sangat peramah, cepat jawab A Siu :
"Ia sudah datang, cuma masih banyak tempo, sementara ini ia masih menikmati
pemandangan indah pegunungan ini,
sebaliknya aku ingin sekali mencari seseorang, maka datang kemari lebih dulu."
Memangnya Li Pong ingin tahu asal usulnya A Siu dan Jun-yan, mendengar ada
seseorang yang hendak dicarinya, segera tanyanya : "Eh, entah siapakah yang
hendak Ka-laute cari ?"
"Ia she Ti bernama Put-cian, orang Kang ouw menjuluki dia Kang Lam-it-ci-seng,"
sahat A Siu. Li Pong menjadi terkesiap, pernah beberapa kali ia melihat Ti Put-cian, orangnya
memang tampan, tapi kelakuannya sama sekali tidak dipuji. Entah "Kah-loji" ini
untuk apa hendak mencarinya " Kemudian iapun menjawab : "Agaknya tiada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelihatan bayangannya bahwa Ti Put-cian disini, hanya dua tahun yang lalu pernah
kuberjumpa dengan dia."
A Siu menjadi kecewa dan Li Pong bertambah heran. Ia pikir mungkin Ti Put-cian
yang terkenal jahat itu telah berbuat sesuatu dosa apa, maka "Kah-loji" hendak
mencari dan bikin perhitungan dengan dia. Sudah tentu tak terpikir olehnya bahwa
"Kah-loji" dihadapannya ini justru satu gadis jelita yang putih bersih tapi
kesengsem dan merindukan Kam Lam it-ci-seng Ti Put-cian yang jahat laknat itu.
"Apakah mungkin hadir kesini, Li-locianpwe ?" tiba2 A Siu bertanya pula dengan
sipatnya yang polos. "Susah dipastikan," sahut Li Pong ragu2.
"..Tapi biasanya Ti Put-cian itu berkeliaran di daerah Kanglam, sekarang tidak
sedikit tokoh2 Kanglam yang lagi duduk2 mengobrol didalam, jika Kah-laute suka
mencari keterangan pada mereka, tentu akan diketahui jejaknya."
Segera A Siu menerima usul itu lalu ikut menuju keruangan belakang, lantas
terdengarlah suara gelak tawa yang ramai didalam. Ketika A Siu ikut Li Pong
melangkah masuk ruangan kamar itu, terlihatlah ditengah duduk lelaki jelek
bermuka walang yang dijumpainya ditengah jalan itu lagi ter-bahak2
suaranya yang nyaring melengking. Didepannya duduk
seorang Nikoh atau paderi wanita yang berwajah welas asih, tangannya memegang
sebatang kebut. Disamping mereka duduk lagi dua orang, satu lelaki dan yang lain wanita. Yang
lelaki berjidat lebar, penuh berewok sangat gagah, sedang yang wanita kira-kira
berusia lima puluhan tahun, kurus kering badannya, dari mukanya
kelihatan bukanlah orang jahat.
Disebelah lagi duduk dua orang, juga satu lelaki dan seorang wanita. Yang lelaki
berperawakan pendek, bermuka cemberut mirip rupanya orang kematian. Sedang yang
wanita tinggi besar itu kulitnyapun juga yang sudah keriput,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rambutnya ubanan, mukanya juga bersengut seakan2 orang menagih utang, tapi tidak
berhasil. Diantara mereka terdapat pula seorang Thauto atau Hwesio yang berambut,
kepalanya sebesar gantang, wajahnya merah ber-seri2, duduknya bersandar tiang.
A Siu mengerling sekeliling atas dari semua orang itu, ia merasa silelaki jelek
bermuka walang dan Nikoh tua itulah yang kelihatan Lwekangnya yang paling hebat,
sedang yang lain biasa saja baginya.
Kemudian satu persatu Li Pong memperkenalkan padanya kepada A Siu. Ternyata
Thauto itu adalah Thi-thau-to sipaderi kepala besi dari Ngo-tai-san. Ilmu
Lwekangnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi. Lelaki berewok dan wanita kurus kering itu bukan
lain yalah Tai-lik-sin Tong Po bersama isterinya Tay-jing-siancu Cio Ham. Lelaki
pendek dan wanita tinggi bermuka cemberut itu masing2 adalah Ok Hua to Ciok Kat-
sing dan Li-pian-jiok Sian Tim, keduanya juga tokoh persilatan juga mahir ilmu
pertabiban, maka mereka diundang oleh Jing-ling-cu dengan maksud, kalau perlu
supaya bisa mengobati manusia aneh yang cacat itu.
Sedang lelaki yang bermuka walang itu sudah kenal A Siu sebagai Hwe Tek dan
Nikoh tua itu ternyata satu diantara kedua paderi sakti dari Go-bi-san yang
terkenal dengan ilmu Ji-lay-it-ci, tutukan dengan jari sakti namanya Boh-hoat
Suthay. Ketika semua orang mula2 melihat Li Pong membawa
masuk seorang pemuda, semua orang merasa heran. Tapi demi nampak tindakan A Siu
yang kokoh kuat, sinar matanya yang tajam semua orang bertambah aneh oleh pemuda
yang lihay ini. Sesudah Li Pong memperkenalkan, kemudian katanya
pula,"Kah-heng ini ingin mencari keterangan satu orang.
Dalam hal ini rasanya Tong-heng akan lebih mengetahui."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah yang dia tanya, tentang urusan apa ?" tanya Tong Po.
"Ia ingin tahu jejaknya Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian,"
sahut Li Pong. Mendengar nama itu disebut, wajah Tay-lik-sin Tong Po mendadak berdiri dan
berseru : "Apakah Ti Put-cian hadir kemari ?"
"Tidak, tapi Kah-heng justru lagi mencarinya," sahut Li Pong.
Perawakan Thay-jing-siancu Cio Ham yang kurus kering tinggi gala bambu itu
tingginya, ternyata melebihi sang suami.
Dengan wajah merah padam mendadak dia berteriak kearah A Siu: "Kau pernah apanya
Ti Put-cian, untuk keperluan apa kau mencari dia?"
Diam2 A Siu pikir, kenapa wanita kurus ini begitu galak"
untuk sejenak ia ragu2 cara bagaimana dia harus
menjawabnya, sahutnya kemudian: "Aku adalah sobat
baiknya." "Lau Tong," seru Cio Ham kepada sang suami, "akhirnya dapatlah kita menemukan
dia!" Tong Po mengangguk, sudah tentu orang semua yang
hadir disitu tidak paham apa yang sudah terjadi dan apa maksud kata2 Cio Ham
itu. "Bagus sekali, orang she Kah, jika memang kau sobat baik sikeparat Ti Put Cian
itu, sekarang juga ingin kami tanya kau kejadian dua bulan yang lalu, dua murid
kami terbunuh di dekat Tinkang itu, kau ikut serta tidak?" tanya Cio Ham sambil
melangkah maju. Karuan A Siu bingung. "Dar . . . darimana aku tahu?"
sahutnya kemudian dengan tidak lancar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cio Ham menjadi gusar. "Masih berani kau pura2 tidak tahu, apabila kau mengaku
sobat baik dengan Ti Put-cian, tentu kaupun bukan manusia baik2," bentaknya
sembari ulur tangannya terus mencengkeram.
Tenaga cengkeraman itu ternyata keras sekali, hingga membawa angin mendesing,
sedang Li Pong terus berseru :
"Enso Tong, ada urusan apa, terangkanlah dahulu, jangan buru2 turun tangan !"
Untuk sejenak Cio Ham berhenti, katanya dengan muka
merah padam : "Kedua murid kami dua bulan yang lalu telah terbinasa ditangannya
Ti Put-cian, sebelum ajalnya, mereka sempat mengirim berita pada kami bahwa
musuh yang membokong mereka adalah Ti Put cian beserta seorang
kawannya kangzusi.com, jika begitu, siapa lagi kawannya itu kalau bukan bocah
sekarang ini " Apakah sakit hati
membunuh murid harus kudiamkan begini saja ?"
Li Pong menjadi bungkam mendengar alasan itu.
Sebaliknya silelaki jelek bermuka walang itu tiba2 ter-kekeh2
dan berkata : "Aha, muridnya sendiri yang tak becus, pembunuh biang keladinya
tak diketemukan, sekarang malah merecoki pada seorang yang belum pasti diketahui
berdosa atau tidak !"
Cio Ham menjadi murka, muridnya dibunuh orang, masih di-olok2, ia tertawa dingin
dan menyahut: "Lo-mo-thau (iblis tua), kau membual apa ?"
Kembali lelaki jelek bernama Hwe Tek itu terkekeh-kekeh katanya: "Alangkah
garangnya lagakmu! Apa kau sangka orang mudah kau robohkan" Cobalah kalau kau
tak percaya, kalau kalian suami istri berdua mampu mengalahkan anak muda ini,
aku terima menjura tujuh likur kali padamu !"
"Hm, Lo-mo-thau, kau benar2 memandang rendah pada
kami!" jengek Cio Ham. Habis ini mendadak berseru: "Lo Tong!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rahasia Tong Po takut bini sudah bukan rahasia lagi
dikalangan kangouw, maka demi mendengar panggilan
istrinya itu, cepat ia mengia dan melompat maju.
"Mari kita jajal bocah ini kepelataran depan sana," kata Cio Ham pula.
Melihat orang sungguh2 hendak bergebrak dengan dia, A Siu menjadi gugup, ia
menggoyang-goyang tangannya sambil berkata, "Kita selamanya tidak kenal, tanpa
dendam takkan sakit hati!" habis berkata, sekali tubuhnya melesat, segera
bermaksud undurkan diri. Namun baru sedikit badannya bergerak, tahu2 Cio Ham
sudah mendahului membentak: "Jangan lari!" berbareng itu, pedang sudah
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilolosnya dan menghadang diambang pintu.
Melihat kesebatan dan gerak senjatanya yang lihay, A Siu tak berani sembrono, ia
mundur selangkah, lalu menegur.
"Sudah kukatakan kita tiada bermusuhan apa2, kenapa kau memaksa aku turun tangan
?" "Justru aku ingin kau turun tangan!" teriak Cio Ham sambil ayun pedangnya dengan
cepat dan kencang, sinar pedang kemilauan menyilaukan mata.
Akan tetapi A Siu tidak ingin berkelahi dengan orang, ia terus mundur hingga
tanpa merasa telah mundur sampai didepan kursi silelaki jelek bernama Hwe Tek
itu. Ketika ia hendak mundur lagi, ternyata dari belakang seakan2 ditahan oleh
selapis tembok kuatnya. Ia melengak, ketika melirik, kiranya Hwe Tek itu masih
duduk tenang ditempatnya, hanya sebelah telapak tangannya sedikit membalik
mengarah kepunggungnya A Siu, dengan sorot
mata tajam sedang menatap padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka tahulah A Siu tenaga kuat yang menahan dari
belakang terang keluar dari tangan Hwe Tek itu. Ia menjadi terkejut, memang
sejak bertemu ditengah jalan, ia sudah melihat Lwekang lelaki jelek ini luar
biasa, tatkala iapun menjawil A Siu agar berlaku hati-hati, kini dugaannya itu
ternyata tidak salah. Dan karena ditolak dari belakang, terpaksa A Siu berulang kali mesti menghadapi
bahaya, ia berkelit kian kemari oleh serangan Cio Ham yang sementara itu sudah
dilontarkan. Tapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Siu dapat menghindarkannya dengan enteng dan manis sekali.
Ilmu pedang yang dimainkan Cio Ham itu terkenal sebagai
"Thay-jing-kim-hoat", anehnya setiap kali serangan tampak hampir mengenai
sasaran, selalu A Siu dapat menghindar dengan cepat dan enteng seperti gontai
pergi oleh angin serangannya. Lama2 Cio Ham menjadi gemas. Tiba2 ia
getarkan pedangnya hingga mengeluarkan sinar gemilapan; seketika A Siu seperti
terkurung didalam sinar pedangnya, tampaknya asal sekali tusukan pedang
dilontarkan, pasti A Siu akan mengalami nasib malang.
Nampak keadaan itu, tanpa pikir Li Pong sudah lantas lolos golok pusakanya Pek-
lin-sin-to dan Boh-hoat-suthay juga angkat kebutnya dengan maksud hendak
menolong A Siu. Tak terduga, tiba2 bayangan orang berkelebat, tahu2 A Siu sudah
menyelinap keluar dari kurungan sinar senjata itu, anehnya tak kelihatan dari
arah mana A Siu menerobos keluar.
Karuan semua orang tercengang, sungguh tidak tersangka dengan ilmu pedangnya Cio
Ham yang terkenal lihay dan tampaknya A Siu sudah terkurung oleh sinar
senjatanya itu, tapi tahu2 bisa loloskan diri, sampai seujung bajunya saja tidak
sobek, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat
Ginkang atau ilmu mengentengkan tubuh bocah itu. Maka tak mau mereka pun berseru
memuji. Tentu saja Cio Ham tambah sengit, dengan gusar teriaknya
: "Anak busuk, tidak lekas kau lolos senjata, jangan salahkan aku jika kau
sebentar badanmu berlubang!"
"Sudah kukatakan tidak bermaksud berkelahi dengan kau, darimana aku punya
senjata ?" sahut A Siu tenang.
Ternyata jawaban yang tulus itu telah disalahartikan sebagai ejekan oleh Cio
Ham, tanpa berkata lagi ber-runtun2
ia melontarkan serangan lagi beberapa kali. Akan tetapi masih tetap A Siu
menghindarkan tanpa balas menyerang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat, terimalah serangan ini!" teriak Cio Ham pula, dengan geram cepat
pedangnya menebas. Namun dengan sebat dan enteng sekali A Siu tergontai pergi hingga saking
cepatnya pedang Cio Ham menyerempet tiang disamping A Siu. Sungguh hebat
serangan itu, sedikit berayal saja tubuh A Siu mungkin sudah terkutung.
Semua orang menjadi ter-heran2 pula melihat gerakan A Siu yang lincah dan aneh
itu. Walaupun disitu hadir jago silat dari berbagai golongan, tapi tiada satupun
yang mengenali dari aliran mana ilmu silat A Siu itu. Maka baru sekarang mereka
mau percaya olok2 Hwe Tek tadi, memang nyata, kalau mau sungguh2 A Siu sudah
dapat mengalahkan Cio Ham.
Diluar dugaan, mendadak A Siu melompat kesamping lalu berseru: "Sudahlah cukup,
baiklah aku mengaku kalah saja!"
Karuan semua orang ternganga heran, lebih2 Cio Ham
yang tahu jelas yang tak mampu menyenggol seujung rambut lawannya tapi mengapa
tiba2 lawannya itu terima mengaku kalah" Untuk sesaat ia menjadi tertegun
ditempatnya. "Aha, teranglah dia bukan manusia sebangsanya It-ci-seng Ti Put-cian, harap Enso
Tong dapat berlaku bijaksana," lekas2
Li Pong berusaha meredakan suasana tegang itu.
"Haha, bocah ini terang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, mengapa dia
berlaku sungkan2" Biarlah aku
menjajalnya," seru Hwe Tek tiba2 sambil melangkah maju.
Habis ini ia menanya pula kepada A Siu: "Bocah, siapakah gurumu ?"
"Hai, Lo-mo-thau, orang begitu muda, dengan pamormu, masakan kau akan bergebrak
dengan dia?" seru Li Pong tiba-tiba.
"Hm, pamor apa segala?" jengek Hwe Tek mendadak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin selekasnya kalian akan terbinasa tanpa kubur, masih bicara tentang
pamor segala!" "Apa maksud kata2mu ini, Lo-mo-thau?" tanya Li Pong heran.
"Bocah ini umurnya belum ada 20 tahun tapi sudah sekian tinggi kepandaiannya,
lantas kalian sangka siapa gurunya"
Kecuali "dia", siapa lagi" Dan kalau dia untuk kedua kalinya muncul pula di
Kangouw, siapa diantara kita mampu
menandinginya?" kata Hwe Tek.
Mendengar itu, semua orang menjadi bungkam dengan
saling pandang, tiba-tiba Thi-thau to berkata tak lancar: "Kau maksudkan dia...,
dia...." "Ya, dia! Dikalangan jaman ini, siapa orangnya bisa lebih lihay dari dia?" sahut
Hwe-tek. Tanya jawab itu walaupun tidak dijelaskan siapa nama si
"dia" itu, tapi semua orang hadir disitu semua sudah sama memahami siapa
gerangan yang dimaksudkan.
"Kalian masih ingat bahwa tahun ini adalah tepat waktu yang dia janji akan
muncul pula," kata Hwe Tek pula. "Selama 32 tahun ini dia juga sudah berumur
tujuh puluhan dan kalau dia belum mati dan benar2 muncul kembali siapa sanggup
menandingi?" "Menandingi siapa?" tiba2 seorang menyambung dari luar.
Kiranya dia adalah Tuan rumah Jing-ling-cu yang masuk membawa seorang Hwesio
pendek gemuk, didadanya tergantung tiga buah kecer tembaga yang kuning gilap.
"Marilah kita perkenalkan, inilah Hoat-teng Taysu dari Thian-tongsi di
Ciatkang," kata Jing ling-cu. Lalu dia menanya lagi tentang siapa yang tak bisa
ditandingi itu. "Gurunya," sahut Hwe Tek sambil menunjuk A Siu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah kukatakan aku tak mempunyai guru kalau murid sih ada!" sahut A Siu ke-
kanak2an. Karuan semua orang melengak lagi, masakan ada murid
tanpa guru" "Lalu, siapa muridmu itu?" tanya Hwe Tek lagi.
"Muridku juga seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi
Hwesio," ujar A Siu.
Mendengar itu orang lain hanya heran saja, sebaliknya Hoat teng Taysu terus
berjingkrak, teriaknya : "Dusta !"
"Mengapa ?" tanya silelaki jelek alias Hwe Tek itu.
"Tiat-pi adalah saudara angkatku, kepandaiannya
Gwakangnya jarang ada tandingannya disekitar Hunlam dan Kuiciu, namanya sudah
tersohor lebih 20 tahun yang lalu, mana mungkin mengangkat bocah cilik ini
sebagai guru ?" tutur Hoat-teng. Semua orang diam2 tertawa geli dan mau percaya apa
yang dikatakan itu memang sungguh-sungguh. Sebab kalau benar Tiat-pi Hwesio
adalah muridnya A Siu, bukanlah Hoat-teng juga menjadi keponakan guru anak muda
ini, pantasan saja ia berjingkrak.
Hwe Tek tak urus soal itu lagi, tiba2 ia menghela napas dan berkata : "Sungguh
tidak nyana sang Tempo liwat begini cepat, tahu2 30 tahun sudah lewat. Dan
sampai sekarang, toh masih tiada seorangpun diantara kita yang dapat menandingi
dia !" "Sebelum ini akupun sudah teringat soal ini," sela Jing-lingcu. "Menurut aku
orang yang bisa menandingi dia bukannya tidak ada !"
Hwe Tek bergelak ketawa mengadah. "Siapa?" tanyanya.
Lagu suaranya penuh kesombongan se-akan2 pertanyaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"siapa" itu termasuk pula : Aku saja mengaku tak bisa menandingi, lalu dijagat
ini siapa lagi yang mampu "
"Justru undanganku ini kepada para tokoh Bu-lim, karena aku ingat tahun ini
adalah tahun yang dijanjikan iblis itu, menurut pendapatku, orang yang mampu
menandinginya, mungkin sobat aneh yang tak diketahui asal usulnya itu," ujar Jing-ling-cu.
"Sobat itu berada dimana ?" tanya Hwe Tek.
"Beberapa hari yang lalu sudah kelihatan muncul
dipegunungan ini, tapi pagi hari ini telah menghilang lagi,"
kata Jing-ling-cu. "Usul Jing-ling Toheng memang beralasan," ujar Li Pong.
"Kebetulan hari ini kita berkumpul disini, tentu dia akan datang kemari untuk
memenuhi janjinya." "Siapakah gerangan yang kalian bicarakan ?" saking heran A Siu menanya.
Tiba2 hati Li Pong tergerak, sahutnya : "Kah laute,
kebetulan kali ini kaupun hadir disini, maka alangkah baiknya bila kaupun suka
membantunya nanti. Orang itu she Ki, namanya Go-thian, berpuluh tahun yang lalu
sudah tiada tandingan diseluruh Bu-lim, kini kalau muncul lagi, terang
malapetaka bagi dunia persilatan kita."
"Ah, kiranya Ki Go-thian itu," ujar A Siu.
Semua orang menjadi heran, masakan usia semuda "Kah-
loji" ini juga kenal Ki Go-thian.
"Jadi Kaheng sudah kenal dia " Dimana bertemu ?" tanya semua orang berbareng.
"Aku bertemu dia diwilayah Ciatkang, ia berada bersama seorang Thauto yang
bernama Ngo-seng." tutur A Siu. Lalu ia ceritakan pengalaman yang lalu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kepandaian Ki Go-thian ternyata jauh
bertambah lihay itu, seketika wajah semua orang berubah pucat. Dan selagi Li
Pong hendak menanya pula, mendadak diluar kuil sana terdengar suara "blung" yang
keras, begitu keras suara itu hingga debu sana bertebaran. Semua orang terkesiap
dan semua orang berkata : Ah, datanglah dia !
Suara dentuman itu terlalu keras datangnya maka seketika semua orang menduga
pasti Ki Go-thian yang sudah datang.
Untuk sesaat ruangan itu menjadi hening. Hanya Hwe Tek yang tampak tenang-tenang
saja. Betapapun juga, sebagai jago kawakan serta tuan rumah, kemudian Jing-ling-cu
buka suara: "Hari ini kita akan menghadapi musuh lama mati atau hidup kita
biarlah bersama. Marilah kita menghadapi diluar!"
Segera Jing-ling-cu mendahului keluar dan diikuti oleh semua orang. Ternyata
dipelataran luar sudah ramai
dikerumuni orang, apa yang dikerumuni itu tidak kelihatan.
Anehnya orang-orang yang lagi merubung itu sama-sama bisik-bisik entah apa yang
diceritakan, tapi tiada seorangpun diantara mereka yang tampak ketakutan.
"Siapakah gerangan yang bikin ribut disini" Mungkin sobat lama yang mana sudi
berkunjung kemari, maafkan bila
penyambutan kami kurang sempurna!" Segera Jing-ling-cu berseru. Suaranya keras
berkumandang hingga berisik semua orang itu tersirap, nyata Lwekang yang
diunjukan Jing-ling-cu ini tak bisa dipandang enteng.
Melihat munculnya tuan rumah, maka menyingkirlah
orang2 yang merubung itu kepinggir maka tertampaklah di-tengah2 situ seorang
berbaju hitam yang sudah luntur hingga lebih mirip warna kelabu, lagi meringkuk
tidur sambil berpeluk dengkul, disampingnya ada segunduk benda kehitam-hitaman
entah apa barangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika sudah dekat, ternyata orang itu berdandan sebagai sastrawan miskin,
tampaknya masih muda, bukanlah Ki Go-thian yang mereka takuti itu. Sedang
gundukan benda tadi ternyata sebuah genta raksasa yang sudah berkarat. Semua
orang menjadi heran mengapa tiba-tiba muncul seorang aneh demikian.
"Siapakah tuan, ada keperluan apakah kunjunganmu
kemari ?" segera Jing-ling-cu menegur lagi.
Tiba-tiba orang itu menguap sambil mengangkat kedua
tangannya kelangit dan mengulet ke-malas2an, tangannya ternyata panjang luar
biasa, kemudian dengan sungkan ia menjawab: "Ah, kiranya Jing-ling Totiang
sendiri sudi keluar menyambut. Kunjunganku kemari tiada maksud lain, cuma
kabarnya hari ini semua tokoh dan jago Bu-lim sama
berkumpul disini, maka Cayhe hanya datang sebagai peninjau saja!"
Tutur kata sastrawan miskin ini ternyata cukup sopan santun, suara nyaring
jelas, terang bukan sembarangan orang.
Anehnya tiada seorangpun tokoh2 yang hadir itu yang kenal padanya, padahal
seorang jago yang membawa sebuah genta raksasa yang menyolok itu, masakan
selamanya tak pernah dengar namanya.
Hanya A Siu saja segera mengenali bahwa orang inilah yang telah menggodanya
diatas perahu ditelaga Se-oh itu.
Tatkala mana sastrawan inipun sedang nyenyak, lalu menguap dan mengulet,
lagaknya persis seperti barusan ini.
Dalam pada itu Tong Po mempunyai tenaga raksasa
pembawaan, menjadi ketarik oleh genta yang dibawanya sastrawan miskin itu, ia
tidak percaya orang sekurus itu mampu mengangkat genta yang besar dan antap itu.
Tanpa pikir ia terus mendekati genta itu, ia pegang
kupingan genta itu sambil membentak "naik !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diluar dugaan, tiba2 sastrawan itu sedikit menahan genta itu dengan sebelah
tangannya, kontan Tong Po merasa suatu tenaga besar menggetar dadanya. Lekas ia
lepas tangan, namun begitu, iapun tergetar mundur beberapa tindak, dengan
tercengang ia pandang sastrawan miskin itu.
Tapi sastrawan itu hanya tersenyum tawar saja, dengan enteng sekali tiba2 ia
angkat gentanya secara terbalik diatas pundak, lalu hendak menuju kegubuk yang
dibangun untuk para tetamu itu.
Se-konyong2 bayangan orang berkelebat, tahu2 Hwe Tek melesat menghadang
kehadapan sastrawan itu sambil berkata dengan dingin : "Jika saudara datang
kemari untuk ikut pertemuan kita kenapa nama saja tak kau beritahukan kepada
tuan rumah ?" "Aha, namaku yang rendah sebenarnya tiada harganya
disebut, tapi kalau kalian ingin tahu, terserahlah," sahut sastrawan itu dengan
lagak jenaka. "Namaku Ko, she Wi, dari wilayah barat, ditengah jalan kebetulan
memperoleh genta rombeng ini, maka sekalian kubawa. Nah, apa lagi yang kalian
ingin tahu ?" Mendengar nama orang Wi Ko, diam2 Hwe Tek tersenyum
geli, ia pikir orang pakai nama samaran lagi seperti "Ka-loji"
itu. Tapi demi mendengar orang datang dan wilayah barat, tanpa merasa ia pandang
Liok-hap-tongcu Li Pong. Hendaklah diketahui bahwa Khong-tong-pay terhitung
suatu aliran terbesar dikalangan wilayah barat, sebagai seorang ketua, tentunya
Li Pong kenal nama orang. Tak terduga Li Pong hanya menggeleng kepala saja.
Sementara itu sastrawan yang memperkenalkan namanya
sebagai Wi Ko itu telah berdiam saja kepada semua orang, lalu pergi sendiri ke
gubuk disamping sana. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Jing-lingcu heran oleh kelakuan orang tiba2
dilihatnya Thi-thau-to yang berdiri disampingnya mengunjuk rasa curiga seperti
tiba2 ingat sesuatu.
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rupanya Li Pong juga sudah melihat perubahan sikap Thi-thau-to itu segera ia
menanya: "Lau Thi, ada apakah kau, kenapa tak kau katakan saja dihadapan orang
banyak!" "Aku hanya ragu2 kepada genta yang dibawa orang she Wi itu seperti...."
"Seperti apa" Apa kau maksudkan seperti genta besar milik Biau-jiu-losat Ki
Teng-nio di puncak Go-bisan itu?" sela Cio Ham tiba2.
Thi-thau-to melengak bingung, sebab ia tidak tahu kalau Ki Teng nio itu
menggantung sebuah genta bwsar dikaki gunung kediamannya, maka ia tak bisa
menjawab. Sebaliknya A Siu yang sejak tadi mendengarkan terus, kini tiba2
menyela: "Hanya mirip, tapi bukan Genta yang tergantung dikaki gunung Go-bisan itu,
berukiran kembang yang menonjol keluar, tapi ukiran genta tadi mendengkuk
kedalam!" "Dari mana kau tahu?" bentak Cio Ham. Rupanya ia masih mendongkol pada A Siu.
"Aku pernah memukul genta itu digunung, maka cukup
jelas melihatnya," sahut A Siu.
"Lalu Lau Thi maksudkan genta yang mana?" tanya Li Pong tak sabaran.
"Kejadian itu kalau dibicarakan sungguh memalukan," tutur Thi-thau-to. "Dahulu
karena menguber Ngo-seng yang
mendurhakai perguruan itu, aku telah tiba sampai disuatu pulau terpencil
dilautan selatan, pulau itu ternyata tiada penduduknya, dan disanalah aku
melihat genta tadi. Pikirku kalau pulau tanpa penduduk, dari manakah terdapat
genta semacam itu" Aku menjadi heran dan bermaksud membawa kembali genta itu,
tak terduga belum maksudku terlaksana,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba2 muncul seorang wanita berambut panjang terurai, berjari merah membara,
tapi wajahnya cukup cantik, cuma dari sifatnya tampak sekali bukan dari aliran
suci. Dan karena percekcokan mulut, akhirnya aku terpaksa bergebrak dengan
dia...." "Tak usah diterangkan lagi pasti kau dikalahkan, bukan?"
tiba2 Hwe Tek menyela. "Benar, apakah Hengtay tahu siapa wanita itu?" sahut Thi-thau-to.
"Aneh, sebagai seorang ketua aliran terkemuka, masakan wanita itu tak kau
ketahui?" jengek lelaki jelek alias Hwe Tek itu.
"Sungguh memalukan, harus diakui, memang sampai kini aku masih belum tahu siapa
dia," kata Thi-thau-to.
Aneh juga dengan kedudukan Thi-thau-to sebagai Ketua Ngo-thay-pay, terhadap Hwe
Tek ternyata sangat merendah dan mengia. Dari sini dapat dibayangkan betapa
disegani Hwe Tek itu. "Apa kalian pernah dengar disana dahulu diwilayah Hunlam dan Kuiciu muncul
seorang jago wanita, Kui-bo Li-hun ?" tutur Hwe Tek. "Selama hidupnya ia sungkan
terima murid, baru usianya sudah lanjut, ia menerima dua orang murid. Tatkala
mana usia Kui-bo Li-hun sudah hampir sembilan puluh tahun, tapi betapa tinggi
ilmu silatnya juga susah diukur. Kedua muridnya itu yang satu kita kenal sebagai
Biau-jiu-losat Ki-teng-nio yang sudah mati, sedang seorang lagi adalah wanita
yang dijumpai Lau Thi yang berjari merah membara, rambut terurai tapi ilmu
silatnya jauh lebih tinggi dari sang suci boleh dikata hampir mewariskan seluruh
kepandaian gurunya, ia bernama Li-giam Ong To Hiat-koh!"
Mendengar "Li-giam-ong To Hiat-koh" atau siratu akherat, seketika semua orang
terkejut. Sudah lama nama Li-giam-ong itu lenyap dari Bu-lim, apabila dia masih
hidup, pasti ilmu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silatnya bertambah tinggi lagi. tapi genta pusakanya tahu2
jatuh ditangan sastrawan miskin she Wi itu, maka
kepandaiannya yang belakangan ini dapat dibayangkan. Yang mengherankan yalah
umurnya masih begitu muda, siapa
gurunya pun tak diketahui.
Dalam pada itu masih juga memikirkan daya-upaya akan menghadapi Ki Go-thian yang
ditakuti itu. Karena itu be-ramai2, mereka terus masuk kembali kekuil untuk berunding lebih
dulu, tapi tiada sesuatu hasil pembicaraan yang diambil.
Sementara itu hari sudah petang, dalam hati A Siu masih tetap terkenang kepada
Ti-put-cian, akan tetapi selama itu masih belum diketahui jejaknya, ia menjadi
masgul, ia ingin sekali berbicara kepada seseorang kawan, seperti Jun-yan, yang
selalu menghibur hatinya yang lara. Tapi gadis itu entah berada dimana sekarang.
Dalam keadaan murung, A Siu terus ayun langkahnya
menjelajahi bukit pegunungan itu, ia mendapatkan sebuah batu besar, dengan duduk
bersandarkan batu itu, ia melamun jauh kelautan mega sana sambil menghela napas.
Dan sekali ia duduk melamun, tahu-tahu 2-3 jam telah lewat, dewi bulan sudah
menghiasi ditengah cakrawala, tapi diatas puncak sana bertambah berisik oleh
datangnya tetamu yang baru. A Siu merasa jemu dengan segala suara ramai itu ia
ingin keadaan sunyi senyap, alangkah baiknya diganti dengan suaranya Ti-put-cian
biarpun suara makian atau cacian, rasanya ia pun suka, daripada hati selalu
dirundung rindu. Per-lahan2 ia berdiri hendak kembali kepondoknya, tapi baru selangkah, tiba2
didengarnya diatas batu besar yang dibuatnya bersandar itu ada suara orang
menghela napas juga. Malahan terdengar orang itu bersenandung pula yang bernada
rindu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera A Siu dapat mengenali suara orang itu sebagai sastrawan she Wi itu, ia
heran siapakah gerangan yang dirindukan sastrawan itu"
Sedang A Siu berpikir, terdengar orang she Wi itu berkata lagi pada dirinya
sendiri: "Haha, wanita menyamar sebagai lelaki, hampir aku kena diingusi!"
A Siu tergerak pikirannya, ia coba mendongak keatas, terang itulah sorot mata
orang yang tajam lagi memandang juga kebawah. Ia menjadi jengah sendiri, nyata
penyamarannya sudah diketahui orang.
Dalam pada itu Wi Ko itu sudah lantas berkata dengan tertawa : "Maaf, nona Siu,
bila aku bikin kaget padamu. Aku kangzusi.com hanya ingin numpang tanya. Kenapa
nona Jun-yan tidak ikut serta bersama kau kesini ?"
"Enci Jun-yan sudah berada disini," sahut A Siu. "cuma dia bilang hatinya
masgul, ingin menikmati pemandangan alam pegunungan ini, sebaliknya aku kesusu
hendak mencari Ti-toa ko, maka hadir kesini lebih dulu."
"Ti-toako" Apakah kau maksudkan Ti Put cian berjuluk Kang Lam-it-ci-seng itu ?"
tanya Wi Ko. "Benar," sahut A Siu, "Apakah kau tahu dia berada dimana
" Ah, rasanya dia takkan hadir kesini!"
Heran sekali Wi Ko mendengar orang yang dicari si gadis adalah Ti put-cian yang
terkenal ganas laknat itu, padahal kalau dibandingkan gadis polos dihadapannya
ini, terang bedanya langit dan bumi. Namun begitu, ia menjawab juga :
"Dimana dia berada sekarang, aku tidak tahu. Tapi
bagaimanakah nona kenal dan berkawan dengan dia ?"
"belum lama kami berkenalan, hanya secara kebetulan saja kami bertemu didaerah
Biau," tutur A Siu singkat.
"Ah, kiranya nona berasal dari suku Biau," tanya Wi Ko.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Siu hanya mengangguk. Sebaliknya sikap Wi Ko yang
biasa ke-malas2an itu tiba2 berubah sungguh2, nyata
perhatiannya terhadap diri A Siu bukanlah secara kebetulan saja.
Tiba2 katanya dengan menahan suara,"Nona Siu, ingin aku menanya sesuatu kepadamu
..........." Tapi belum lagi ia melanjutkan kata2nya terdengarlah suara tertawa orang yang
seram sekali bergema diangkasa
pegunungan itu, begitu seram menusuk suara tawa itu hingga bagi yang mendengar,
seketika bulu roma sama berdiri.
"Suara tertawa siapakah, begitu menyeramkan dimalam
buta ?" tanya A Siu.
"Sebentar lagi tentu kau akan tahu," ujar Wi Ko seakan-akan ia sudah kenal suara
siapa itu. Dalam pada itu, suara tertawa itu rupanya juga sudah mengejutkan semua orang
yang berada dipuncak Ciok-yong-hong itu, sebab beramai-ramai mereka terus
bangkit berkerumun ke pelataran depan kuil, sebaliknya didalam kuil itu lantas terang
benderang agaknya mereka juga terjaga bangun, lalu sama keluar ingin melihat apa
yang bakal terjadi. Segera A Siu juga hendak kembali ke Ciok yong hong
dibawah sana, tapi keburu ditahan Wi Ko, kata sastrawan rudin itu: "Tunggu
sebentar nona Siu, daripada kita ikut bikin kacau, tidakkah lebih baik kita
menonton saja disini?"
Sementara itu terlihat Jing-ling-cu, Liok-hap-tong-cu Li Pong dan silelaki
bermuka walang, Hwe Tek, serta lain-lainnya sudah muncul.
Tiba2 Wi Ko menunjuk Hwe Tek dan menanya A Siu: "Nona Siu, kau datang lebih
dulu, apakah kau tahu siapakah lelaki jelek itu ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entah, cuma dia diperkenalkan sebagai Hwe Tek, ada juga yang mau menyebut Lo-mo
thau (iblis tua) padanya." kata A Siu.
"Lo-mo-thau " Hahaha ! Memang aku sudah menduga dia, ternyata tidak salah!" seru
Wi Ko bergelak tertawa. -o0dw.kz-hendra0o- Jilid 9 SELAGI A Siu hendak menanya lebih jelas tiba-tiba belasan obor yang dipasang
dipelataran sana, apinya se-akan2
menjulang keatas seperti ditiup angin besar, sampai A Siu yang jaraknya belasan
tombak jauhnya merasakan angin yang kuat itu. Dalam pada itu suara ringkik tawa
tadi semakin keras, seorang wanita berambut terurai kusut mendadak muncul diatas
puncak itu. Wanita itu angkat tinggi2 tangannya sambil tertawa-tawa menengadah, karena
mukanya tertutup rambutnya yang
kusut, maka tidak tampak jelas, yang terang sepuluh jari tangannya merah
membara, ditumbuhi kuku jarinya yang panjang, tapi putih bersih, paduan warna
merah putih itu menjadi sangat menyolok.
Maka terlihatlah Jing-ling-cu dan Hwe Tek serta jago lainnya sama memapak maju,
wajah Jing-ling-cu nampak terkejut dan heran, dari jauh segera membalas orang
dengan suitan nyaring. Walaupun suaranya singkat pendek, begitu suara suitan itu
berkumandang, maka berkatalah Jing-ling-cu:
"Ah, kiranya Li giam-ong To Hiat koh yang sudah lama tidak keluar dikangouw hari
ini mendadak sudi hadir kemari, maafkan bila sebelumnya tak dilakukan
penyambutan!" A Siu pikir, kiranya wanita aneh inilah yang disebut si Ratu akherat To Hiat-koh
yang ilmu silatnya masih diatas Sucinya, yaitu Ki Teng-nio. Ia coba melirik Wi
Ko. Pemuda itu ternyata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa saja, tetap dengan sikap yang ke-malas2an, si ratu akherat yang
menggetarkan itu seperti tak dipandang mata olehnya.
Dalam pada itu, karena teguran Jing-ling-cu tadi,
mendadak wanita itu menggeleng kepalanya, rambutnya yang kusut terurai itu
lantas tergontai kebelakang. Diluar dugaan wajahnya ternyata cantik ayu
tampaknya juga belum terlalu tua, cuma saja bila dilihat dari sorot matanya yang
tajam dapat diketahui pasti bukan orang dari aliran baik2. Ia hanya mengerling
sekejap kearah Jing-ling-cu, lalu menyahut:
"Hidung kerbau, pakai banyak adat apa segala! Aku hanya ingin tanya kau, apakah
tadi ada seorang sastrawan
kangzusi.com rudin yang datang kemari, harap kau suruh keluar terima kematian!"
habis berkata, dia perdengarkan lagi suara ketawanya yang menyeramkan itu.
"Eh, kiranya kedatangannya kemari hendak mencari kau,"
diam2 A Siu berkata pada Wi Ko ditempat sembunyinya itu.
"Ya, sudah kuketahui ia akan datang kemari, herannya kenapa dia baru sekarang
tiba," ujar Wi Ko tertawa.
Dalam pada itu baru Jing-ling-cu mengetahui maksud
kedatangan To Hiat-koh itu, pikirnya, walaupun sastrawan she Wi itu barusan
dikenal tapi sekali ia sudah hadir disini, sebagai tuan rumah aku harus
konsekwen, aku menghadapi segala kemungkinan. Maka sahutnya segera: "Ah Li-giam-
ong hendaknya suka menerima usulku ini karena berkumpulnya kami disini justru perlu
persatuan sesama kita untuk menghadapi lawan tangguh, maka sebelum peristiwa itu
berakhir haraplah Li-giam-ong kesampingkan dahulu
percekcokan pribadi!"
Diam2 Wi Ko memuji akan sifat kesatria Jing-ling-cu itu, katanya pada A Siu:
"Jing-ling Totiang nyata tidak kecewa sebagai tokoh yang dikagumi orang Bu-lim!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Tohiat-koh sudah berjingkrak karena
sahutan Jing-ling-cu tadi, teriaknya sengit: "Jing-ling-cu yang kutanya adalah
sastrawan keparat itu, jika benar dia berada disini, kau akan menyerahkan dia
tidak?" Betapa sabarnya Jing-ling-cu, melihat kekerasan orang, dia menjadi gusar juga,
sahutnya dingin: "Hm, siapa yang sudah berada ditempatku ini, rasanya tidak
mudah orang hendak berbuat se-wenang2 padanya! Walaupun aku tidak becus,
sekalipun hancur lebur, demi kehormatan biarlah! Jing-ling-cu bukan seperti
manusia pengecut!" Karuan To Hiat-koh berjingkrak murka oleh tantangannya itu, rambutnya yang
terurai itu se-akan2 mengak, jari tangannya yang merah darah itu, sudah lantas
diangkat hingga ruas tulangnya bunyi kertikan, segera dia hendak menyerang.
"Tahan dulu!" tiba-tiba terdengar seruan orang, tahu2
bayangan orang berkelebat, ditengah kalangan itu sudah bertambah seorang, dia
bukan lain, adalah Wi Ko.
"Keparat, akhirnya kau keluar juga!" bentak To Hiat-koh terus mencengkeram
dengan jari tangannya yang sudah
diangkat tadi. Cengkeraman jari yang dilontarkan To Hiat koh itu terkenal dengan nama "Kau-
beng-jiu" atau cakar pencabut nyawa yaitu sesuai pula dengan julukannya sebagai
ratu akherat. Kuku jari itu tampaknya putih bersih, tapi sebenarnya sudah
direndam air berbisa, sekali kena terpukul, racunnya meresap kedalam badan,
tanpa keluar darah seketika orangnya terbinasa.
Akan tetapi dengan gesit sekali Wi Ko sudah
menghindarkan cengkeraman itu. Sedang Jing-ling-cu terus berseru : "To Hiat-koh,
betapapun besarnya urusan, Ciok-yong-hong ini adalah kediaman Jing-ling-cu, mana
boleh orang berlaku sewenang-wenang didepan mata hidungnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
To Hiat-koh tertawa dingin, tapi demi dilihatnya dipihak orang begitu banyak
jumlahnya, ia pikir gelagat tidak menguntungkan, maka jawabnya : "Apa kira aku
jeri terhadap hidung kerbau macammu " Katakanlah apa kau minta satu lawan satu,
atau hendak maju berbareng ?"
"Jing-ling totiang," seru Wi Ko sebelum Jing-ling-cu menjawab orang, "sembelih
ayam tak perlu pakai golok, bagi perempuan bawel macam dia, tak perlu totiang
capekan diri !" To Hiat-koh menjadi murka dikatakan perempuan bawel, tanpa bicara lagi ia
mencengkeram lagi kearah punggung Wi Ko yang rada mungkur itu. Serangan itu
cepat lagi tanpa suara, pula dilakukan diluar dugaan Wi Ko, semua orang ikut
terkejut dan menyangka pasti sastrawan itu bakal celaka, untuk menolongnya juga
tak keburu lagi. Siapa nyana, seenaknya saja Wi Ko melangkah maju, maka cengkeraman To Hiat Ko
itu luput mengenai sasaran,
sekalipun demikian baju Wi Ko sobek juga sebagian.
"Sungguh hebat, memang Kau-beng-jiau tidaklah tersohor kosong !" seru Wi Ko.
Diam2 To Hiat-koh sangat terkejut, serangan kilat dan ganas yang diandalkan itu,
dengan enteng dapat dihindarkan oleh orang.
"Keparat, siapa kau sebenarnya, kenapa mencuri gentaku
?" bentaknya kemudian.
"Siapa diriku, rasanya tiada perlu kau tahu." sahut Wi Ko dengan mata berkilat2.
"Sedang untuk apa aku mencuri gentamu, kau sendiri cukup tahu !"
Kata2nya itu diucapkan dengan tenang dan biasa saja, tapi bagi pendengaran To
Hiat-koh, kata itu se-akan2 guntur disiang bolong. Tangan yang sudah diangkat
yang hendak menyerang pula seketika terhenti diudara, sedang wajah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik penuh nafsu pembunuh itu, seketika pun lenyap dan berobah hebat.
Semua orang menjadi heran, mengapa kata-kata Wi Ko
tadi, telah bikin iblis perempuan itu sedemikian terkejutnya.
Apakah mungkin siapa gerangan Wi Ko itu dapat diketahuinya, atau gurunya yang
disegani " Siapa gurunya, apa mungkin Ki Go-thian yang bergelar Tok-po-kian kun
itu " Akan tetapi dugaan mereka itu telah tersangkal oleh seruan To-Hiat-ko sesudah
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertegun sejenak: "Jadi .... jadi kau sudah mengetahui manfaat Tui-hun-kim-ceng
(genta pembunuh nyawa)?" lagu suaranya itu lemas lesu, seakan-akan rahasia yang disekamnya
sekian lama mendadak kena dibongkar
orang. Dalam pada itu Wi Ko hanya tersenyum tawar saja sambil mengangguk.
"Darimana kau mengetahui ?" teriak To Hiat-koh pula
dengan suaranya yang tajam melengking. Nyata gusarnya sudah memuncak.
"Kalau ingin orang tidak tahu, kecuali diri tidak berbuat!"
ujar Wi Ko tertawa. "Apakah ada sesuatu dijagat ini dapat membohongi orang
selamanya ?" Rupanya hati To Hiat-koh tergoncang luar biasa, kembali ia melangkah maju dan
membentak lagi: "Kecuali kau siapa lagi yang mengetahui?"
"Hahaha, langit mengetahui, bumi mengetahui, kau tahu dan akupun tahu, apa masih
kurang ?" sahut Wi Ko bergelak tertawa.
"Baik dan untuk selanjutnya hanya langit tahu, bumi tahu, dan aku yang tahu !"
seru To Hiat-koh. Berbareng itu, jarinya yang merah membara itu terus
mencengkeram kebatok kepalanya Wi Ko. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata sekali ini Wi Ko tak berkelit lagi, tapi mengebas lengan bajunya yang
besar longgar itu keatas, hingga tangan To-Hiat-koh terlibat. Maka terasalah To
Hiat koh semacam tenaga maha besar merintangi cengkeramannya itu, tanpa pikir
lagi kelima jari tangannya yang lain terus menjojoh kedepan pula mengarah
lambung lawan. Serangan ini sangat ganas sekali, asal sedikit tubuh Wi Ko kena
kuku jarinya, seketika air racun akan meresap kedalam darah, kecuali obat
pemunah To Hiat-koh sendiri, sekalipun malaikat dewata juga tak sanggup untuk
mengobatinya. Siapa tahu sebelah lengan baju Wi Ko tiba-tiba mengibas juga keatas, melibat
tangan To Hiat-koh sembari melindungi badan sendiri. Tahu akan betapa tenaga
dalam lawannya itu, asal kedua tangannya itu semua terlibat oleh lengan baju
orang mungkin susah lepaskan diri lagi, maka sekuatnya To Hiat-koh menyampok
kesamping, berbareng kakinya menutul terus membetot kebelakang.
Walaupun begitu tidak kuranglah terdengar suara "krak, krak, krak" tiga kali, To
Hiat-koh sempat melompat mundur kebelakang tapi tiga kuku jarinya telah patah
tertinggal dilibatan lengan baju Wi Ko. Keruan To Hiat-koh terkejut dan berdiri
terpaku ditempatnya dengan wajah pucat.
"To Hiat koh," jengek Wi Ko dengan tertawa dingin, "masih mujur bagimu, hanya
kuku jarimu yang tercabut, belum lagi pergelangan tanganmu patah. Gentamu berada
disini, apa kau masih menginginkannya ?"
To Hiat-koh benar-benar mati kutu, sungguh tak diduga bahwa lawan semuda itu
sudah memiliki kepandaian
sedemikian tingginya, kalau pertandingan diteruskan, rasanya tak menguntungkan,
maka jawaban sambil berkekeh-kekeh :
"Baik, genta boleh kau tahan, lihatlah apa yang bisa kau lakukan !"
Habis berkata, sekali tubuhnya melesat, secepat kilat orangnya sudah berada
belasan tombak jauhnya dan sekejap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula menghilang dibalik tebing sana, hanya ketinggalan suara tertawa yang tajam
melengking. Begitu To Hiat-koh angkat kaki, mendadak wajah Wi Ko berubah, ia berpaling
kearah Jing-ling-cu terus menanya :
"Jing-ling Totiang undanganmu pada seluruh jago Bu-lim ini bukankah tujuannya
hendak mengenali manusia aneh yang kau ketemukan dipegunungan sini itu ?"
"Kecuali itu apakah Wi-heng tahu ada tujuan lain?" tiba2 Li Pong menyela. Nyata
dengan pertanyaan ini, Li Pong
bermaksud akan memancing asal-usul dari orang, apa
mungkin ada hubungannya dengan Ki Go-thian.
Siapa tahu, tiba2 Wi Ko mengerut alis dan menyemprot;
"Tujuan apalagi, aku tidak pusing, aku hanya ingin menanya Jing-ling Totiang,
apakah orang aneh itu kini berada disini?"
Betapa tinggi kedudukannya dan nama Li Pong dihormati dikalangan persilatan,
belum pernah ia disemprot orang dihadapan umum, apa lagi orang muda seperti Wi
Ko, karuan semua orang merasa orang she Wi itu rada kelewatan.
Benar juga mendadak lelaki jelek alias Hwe Tek yang
berada disamping Li Pong itu, lantas tampil kemuka sambil ter-kekeh2 aneh,
katanya dingin: "Hehe, selamanya justru aku paling suka pusing urusan orang
lain, entah saudara mau apakah dariku?"
Tertegun juga Wi Ko oleh sikap Hwe Tek itu, tapi segera katanya: "Apa maksudmu
ini" O, apa barangkali kau anggap kata-kataku kepada Liheng tadi rada kasar,
bukan?" "Emangnya apa kau kira halus?" sahut Hwe Tek. "Jika tahu salah, seorang kesatria
harus berani mengaku keliru."
Mendengar perdebatan itu, Li Pong dan Jing ling-cu merasa keadaan bakal runyam,
kedua orang itu pasti segera akan saling gebrak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diluar dugaan, mendadak Wi Ko terus berpaling kearah Li Pong sambil membungkuk
badan katanya: "Ya, memang kata-kataku tadi kurang pantas, harap Liok-hap-tong-
cu jangan ambil marah!" ternyata apa yang dikehendaki Hwe Tek itu telah
diturutnya dengan baik. Padahal terjadinya percekcokan dikalangan Bu-lim pada
umumnya biasanya disebabkan
menjaga muka saja, kalau semua orang mau berlaku jujur seperti Wi Ko, tentu
segala percekcokan dapat dilenyapkan.
Li Pong sendiri menjadi likat melihat kejujuran Wi Ko itu, lekas-lekas ia
membalas hormat dan berkata: "Ah, kenapa Wi-heng bersungguh-sungguh."
"Permintaan maafku kepada Liok-hap-tongcu adalah timbul dari hatiku sendiri."
tiba2 Wi Ko berkata kepada Hwe Tek.
"Tapi, jangan kau kira aku kena kau gertak, lalu turut perintahmu " Hm, walaupun
asal usulmu sangat disegani, kalau ada kesempatan aku justru ingin belajar kenal
padamu !" Hwe Tek menjadi gusar, tapi belum juga buka suara, sekonyong2 Wi Ko berseru :
"Celaka." berbareng orangnya terus melesat pergi, hanya beberapa kali lompatan,
orangnya sudah lenyap ditempat gelap.
"Sungguh aneh orang she Wi ini, tapi apa yang dia
maksudkan celaka tadi ?" Ujar Li Pong tak mengerti.
Semua orang ter-heran2 juga macam2 dugaan dan tafsiran mereka, tapi tiada
satupun pendapat mereka yang masuk diakal, sampai merekapun pada bubar kembali
kepondoknya sendiri-sendiri untuk mengaso. Hanya ketinggalan Si A Siu saja
seorang diri masih termenung-menung diatas batu yang besar itu.
Kembali bercerita tentang Jun-yan yang kembali masuk gua untuk mencari kalau-
kalau ada sesuatu tanda lain mengenai diri si orang aneh itu. Gua kangzusi.com
itu terlalu gelap, walaupun dengan gemilang pedangnya Tun-kau-kiam, lapat2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalanan gua itu masih dikenali, tapi hendak melihat jelas keadaan disitu terang
tidak mungkin. Ia hendak menyalakan api, tapi angin meniup santar diduga itu,
tentu akan tersirap. Tiba2 ia berpikiran lain, ia mundur kembali dan
mendapatkan dua batang kayu, ia nyalakan dulu hingga berupa suatu obor besar,
karena besarnya obor, tidaklah mudah sirap tertiup angin, dengan penerangan obor
itu, dapatlah dilihatnya didalam gua itu penuh tumbuh macam-macam lumut dan
jamur yang beraneka warnanya, malahan batu dinding gua itu macam2 bentuknya
sampai jauh gua itu dimasukinya tapi tiada suatu tanda yang mencurigakan.
Sampai akhir ia tertarik oleh suatu tempat yang terdapat segundukan rumput
kering yang sudah apak, karena
lembabnya gua rumput kering itu sampai tumbuh jamurnya.
Dinding di samping rumput kering itu tiba2 tertampak banyak goresan tulisan yang
serupa, yaitu kesana kemari melulu dua huruf saja, "Jing-kin."
Jun-yan menduga tempat ini tentu dahulu digunakan
manusia aneh itu sebagai kediamannya. Ia coba
menggunakan Tun-kau kiam untuk menjingkap rumput kering itu, diluar dugaan tiba-
tiba pandangannya menjadi silau oleh sesuatu benda putih didalam rumput itu.
Waktu Jun-yan menegasi, kiranya itu adalah sebuah mutiara sebesar biji lengkeng,
malah mutiara itu malah masih terdapat sebagian rantai emas yang sudah putus.
Cepat Jun-yan menjemputnya, tapi segera hatinya tergerak, ia merasa mutiara ini
mirip benar dengan mutiara yang dipakai A Siu itu, keduanya sama-sama bersinar
hingga bercahaya terang ditempat gelap, tanpa pikir ia masukkan mutiara itu
kedalam bajunya lalu meneruskan pemeriksaannya dirumput itu, tapi tiada lagi
yang diketemukan. Yang ada hanya bau apak dari rumput kering yang sudah membusuk itu. Dalam pada
itu obor ditangannya sudah
terbakar lebih separoh, kuatir obor itu mati sirap, Jun-yan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berani tinggal disitu lama, segera ia bermaksud keluar kembali dari gua itu.
Tapi tidak seberapa jauh ia melangkah, sekonyong-konyong ia berhenti lagi, entah
mengapa selalu ia rasa ada yang menguntit dibelakangnya, persis seperti dahulu
ia dikuntit si orang aneh itu. Ia pikir, jangan-jangan orang aneh itu telah
kembali, ia menjadi girang, cepat ia berpaling dan serunya :
"He, sobat aneh apa..."
Akan tetapi belum lanjut parkataannya atau sesuatu tenaga yang maha besar sudah
menyambar kemukanya. Dalam keadaan tak berjaga-jaga, baiknya Jun-yan sudah makan empedu dari katak
berwajah manusia didaerah Biau, Lwekangnya sudah jauh maju, cepat ia pinjam
sambetan angin pukulan itu untuk ikut tergontai mundur ke luar. Sekilas obornya
memanjang terang, tetapi sekejap lantas padam oleh angin pukulan tadi.
Walaupun belum jelas apa yang terjadi, dan ilmu silat yang menyerang tinggi
sekali. Tak berani gegabah lagi, segera Tun-kau-kiam diputarnya untuk melindungi
tubuhnya. Siapa tahu, diantaranya sinar pedangnya yang rapat
gemilapan itu, tahu-tahu sebuah tangan menerobos masuk mencengkeram dadanya.
Sungguh terkejut Jun-yan tidak kepalang, lekas-lekas ia balikkan pedangnya
memotong ke bawah, dari sinarnya pedang yang terang itu sekilas dapat pula
dilihatnya sebuah wajah yang aneh dan jelek luar biasa lagi berhadapan dengan
dirinya. Siapa lagi dia kalau bukan manusia aneh yang diduga Jun-yan dan selalu
mengintil padanya itu. Sama sekali tak tersangka oleh Jun-yan bahwa manusia aneh yang begitu menurut
dan membela mati2an padanya, kini bisa mendadak menyerangnya malah. Ia menjadi
tertegun sejenak, dalam pada itu tangan si orang aneh sudah membalik pula hendak
mencengkeram pundaknya, lihat serangan orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan pura2 belaka, Jun-yan terkejut, sukur dia masih sempat mengegos, hanya
bajunya tersobek sebagian dan karena itu mutiara yang tersimpan dibajunya
terjatuh ke tanah. Mendengar suara jatuh benda itu tiba2 orang aneh itu merandek, dia menjemput
mutiara itu, kesempatan ini telah digunakan Jun-yan untuk melompat mundur sejauh
lebih setombak. Ketika ia pandang orang aneh itu, ternyata mutiara itu lagi
diciumnya dengan bibirnya yang sumbing itu.
Tidak lama orang aneh itu mendongak pula sambil
mengeluarkan suara uh, uh, tak lampias, lalu kepalanya miring seperti lagi
mendengar sesuatu. Jun-yan tahu tentu orang sedang mendengarkan suara
dimana dirinya berada, syukurlah sekarang dirinya sudah setombak lebih jauhnya
dari orang aneh itu. Perlahan2 ia coba menggeser lebih jauh. Diluar dugaan
sedikit dia bergerak, secepat kilat orang aneh itu menubruk maju lagi.
Belum dekat orangnya, angin pukulannya sudah
membentur Jun-yan hingga badannya tertumbuk dinding gua, sampai tulang
punggungnya terasa sakit sekali.
Lekas2 Jun-yan berdiam, sampai bernapas pun tak berani, kuatir didengar lagi
oleh orang aneh itu. Ia tahu pengliatan orang aneh itu sudah tidak ada, tapi
pendengarannya justru tajam luar biasa, sedikit ia bersuara, segera akan
diserang pula. Benar juga untuk sesaat orang aneh itu kelihatan berdiri bingung sambil
mendengarkan lagi. Tapi sampai sekian lamanya, ia tidak mendengar apa2, ia
bersuara "Uh, uh" lagi seperti tadi sambil menyeringai seram dengan bibirnya
yang sumbing itu. Untuk beberapa saat mereka sama2 berdiri diam, yang satu lagi pasang kuping
hendak mencari sasarannya, yang lain menahan napas kuatir diterkam. Sedang Jun-
yan heran mengapa manusia aneh itu bisa berubah sikap terhadap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya, tiba2 ia menjadi sadar. Yah, karena mata orang tak bisa melihat, hanya
berdasarkan suara saja, padahal kini dia dalam penyamaran, suaranya juga sudah
dibikin serak dengan obat-obatan sedikitnya juga harus belasan hari baru bisa
pulih kembali. Dengan sendirinya orang aneh itu sama sekali tidak tahu lagi
berhadapan dengan siapa. Tapi sebab apakah suaranya begitu menarik perhatian
orang aneh itu" Padahal merasa dirinya tak ada sangkut paut apa-apa dengan dia"
Segera teringat olehnya orang aneh itu suka menuliskan huruf "Jing-kin". Apakah
itu nama seorang wanita, yang suaranya mirip benar dengan dirinya. Lalu apa
hubungannya "Jing-kin" itu dengan si orang aneh"
Makin dipikir semakin ruwet. Selagi bingung harinya, tiba-tiba orang aneh itu
melangkah setindak lagi kearahnya.
Sedapat mungkin Jun-yan berdiam diri dengan perasaan tegang, walaupun insaf
keadaan begitu tidak bisa didiamkan terus. Dalam keadaan genting itu, ia menjadi
teringat pada tulisan dimulut lembah itu, diam-diam hatinya berdebar-debar,
nyata keadaan sekarang bukankah akan terbukti dengan tulisan itu.
Dalam keadaan bingung dan sudah kepepet Jun-yan
menjadi nekad, tiba-tiba dilihatnya orang aneh itu sudah melangkah maju dua
tindak pula. Segera ia angkat tangannya pelan-pelan, pedangnya siap untuk
ditimpukkan ke arah orang aneh, tapi baru tangannya bergerak sekonyong-konyong
orang itu terus menubruk maju, "cring", tahu-tahu pedangnya terjentik jauh,
berbareng suatu tenaga raksasa seakan-akan menindih keatas kepalanya.
Sungguh tak kepalang kagetnya Jun-yan, "Tamatlah
riwayatku !" keluhnya.
Pada saat yang menentukan itu, sekilas pikirannya
tergerak, tiba-tiba ia berteriak "Jing-kin''.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sungguh heran, tahu-tahu tenaga raksasa yang
mengurung ke atas kepalanya tadi mendadak lenyap tanpa bekas, sedang tangannya
orang aneh itu masih bergaya hendak mencengkeram, tapi berdiri ditempatnya
seperti patung, hanya dari tenggorokannya terdengar mengeluarkan
"Krok-krok" yang menyeramkan dan mengharukan itu.
Walaupun barusan jiwanya hampir melayang dibawah
cengkeraman maut orang aneh itu tapi kini Jun-yan berbalik merasa kasihan
padanya. Jun-yan tahu kesempatan baik untuk meloloskan diri segera ia mendak kebawah.
terus melompat keluar sejauh lebih setombak, ketika menoleh, terlihat orang aneh
itu masih menjubleg terkesima ditempatnya. Cepatan saja Jun yan melompat lebih
jauh sesudah jemput kembali pedangnya lalu dengan jalan mungkur ia keluar dari
situ untuk menjaga kalau si orang aneh itu mengubernya lagi, sungguh sama sekali
tak diduga bahwa karena teriakan "Jing-kin", lalu jiwanya bisa diselamatkan.
Maka lambat laun ia telah mundur sampai di mulut gua tadi, ia dengar orang aneh
itu masih mengeluarkan suara "uh uh" yang tak lampias. Diam2 Jun-yan merasa
lega, andaikan sekarang orang aneh itu hendak mengubernya, rasanya ia tidak
kuatir lagi. Akhirnya ia dapat keluar dari gua itu dengan selamat, dan sampailah dilembah
kematian tadi, dan baru saja ia hendak melintasi lembah itu, tiba-tiba
didengarnya tertawanya dingin orang yang seram, menyusul suara seorang yang kaku
terdengar berkumandang: "Inilah Lembah Kematian, bisa masuk tak bisa keluar!"
Jun-yan terperanjat oleh suara itu, terang itulah suara orang seperti orang
membaca huruf2 dimulut lembah sana.
Pada saat itu suara "uh uh" si orang aneh terdengar mendekat juga, hanya sekejap
orangnya tertampak sudah keluar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gua tadi, dan sesudah tertegun sejenak, sekonyong2
memburu kearah Jun-yan, Tentu saja gadis itu gugup, cepat Tun-kau kiam diputarnya untuk menjaga diri.
Namun justru suara gerakan pedangnya itulah telah memancing si orang aneh
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menubruk lagi padanya. Tatkala itu ujung pedangnya Jun-yan tepat lagi ditusukkan, maka tubrukan si
orang aneh itu seakan-akan sengaja
memapak serangan. Sama sekali tak diduga Jun-yan bahwa orang aneh itu tidak berusaha berkelit,
tapi masih terus menyelonong maju.
Dengan Lwekang Jun yan yang masih belum cukup sempurna, untuk menarik senjata
yang sudah ditusukkan ia sebenarnya tidaklah mudah. Syukurlah dia cukup cerdik,
lekas-lekas tangannya menarik ke samping hingga ujung pedangnya
sedikit menceng, namun begitu "sret", leher orang aneh itu toh tergores luka,
darah segarpun mengucur. Untuk sejenak orang aneh itu tertegun, cepat Jun-yan melompat kesamping lagi,
apabila dilihatnya darah mengucur dari leher orang, diam-diam ia merasa kasihan
lagi, walaupun dengan muka orang yang sudah jelek itu, bertambah lagi sebuah
luka toh tidak akan mempengaruhi mukanya yang tetap jelek.
Dan selagi orang aneh itu bersuara uh uhan lagi dan
bersiap-siap hendak menyerang pula, tiba-tiba dari mulut lembah sana
berkumandang suara seorang wanita yang lemah lembut penuh manis madu, suara itu
terang suara orang tua, tetapi nadanya yang lemah lembut itu tidak bisa
dibandingi oleh gadis remaja maupun yang baru menginjak lautan
asmara. Kata suara itu; "oh, engko yang baik, apakah kau terluka " Berdiamlah,
jangan bergerak !" Jun-yan menjadi heran dan terkesiap, pikirnya : "Ah, kiranya ditempat ini masih
ada orang lain lagi!" Dalam pada itu tiba2 terasa ada angin santar menyambar
dari belakang. Lekas2 ia menghindar kesamping, tahu-tahu sesosok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bayangan orang telah melayang lewat ke-arah si orang aneh dengan kecepatan luar
biasa. "Ai engko yang baik, kiranya lehermu terluka lagi, marilah biar kubersihkan
darahmu !" terdengar bayangan orang berkata pula sesudah berhadapan dengan si
orang aneh yang masih berdiri menjubleg itu. Lalu wanita itupun angkat tangannya
mengusap perlahan-lahan darah yang masih
mengucur dileher orang. Jun-yan menjadi bingung oleh kelakuan wanita itu. la pikir dijagat ini tiada
rasanya orang bermuka lebih jelek lagi dari pada orang aneh ini, masakan kini
ada seorang wanita yang sudi mencintainya" Jika begitu wanita inipun jeleknya
tak terkira. Diluar dugaan, ketika wanita itu berpaling, Jun-yan menjadi terkesima, ternyata
wanita itu tidak bermuka jelek bahkan sangat cantik, usianya kira-kira 40an
tahun, rambutnya panjang terurai lebih-lebih sepasang tangannya yang putih
halus, hanya diantara telapak tangannya bersemu merah, sorot matanya rada aneh,
tapi kesemuanya itu tidak
mengurangi kecantikannya.
"Kenapa kau melukai dia ?" mendadak wanita itu
membentak. Habis itu ia lantas berpaling kepada orang aneh itu dan berkata,
"Engkoh yang baik, jangan kuatir, biarkan aku yang membalas hajar dia!''
Ternyata suara waktu menanya Jun-yan yang bernada kaku dingin itu sama sekali
berbeda dengan ketika berkata pada orang aneh itu dengan lemah lembut.
Sungguh heran Jun-yan, "eh, jadi kau kenal dia" Siapakah kau?" tanyanya segera.
Wanita itu melototnya sekejap, jawabnya kemudian dengan dingin: "Hm, seorang
bocah perempuan macam kau, rasanya kaupun tak kenal siapa aku. Pernahkah kau
mendengar, julukan Li-giam-ong" Kenapa kau melukai engkohku ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kiranya adalah Li-giam-ong To Hiat-koh Cianpwe," ujar Jun-yan. "Tidak, aku
tak bermaksud mencelakai oleh
pedangku. Eh, jika kau kenal dia kenapa kau tidak mendatangi Jing-ling-cu
Totiang yang sedang mengumpulkan para kawan untuk mengetahui asal-usul dari
Cian-pwe yang aneh ini?"
Kiranya wanita ini memang benar Li-giam-ong To Hiat-koh yang tadi telah bikin
geger di atas Ciok-yong-hong itu. Maka katanya pula : "Tidak perlu aku gubris
urusan orang lain. Aku hanya ingin tanya padamu, kenapa kau berani gegabah masuk
kelembah ini, apakah kau tidak melihat huruf yang terukir dimulut lembah sana?"
"Melihat," sahut Jun-yan.
"Nah inilah lembah kematian, bisa masuk tak bisa keluar,"
kata To Hiat-koh. "Omong kosong! Siapa yang menetapkan aturan itu?" sahut Jun-yan ketus.
"Aku !" sahut To Hiat-koh.
"Apakah peraturan itu berlaku untuk semua orang?"
"Ya !" "Hahaha," tiba-tiba Jun-yan bergelak tertawa. "Nyata peraturanmu itu omong
kosong belaka. Apakah dengan
begitu, kau dan sobat aneh itupun takkan keluar juga dari sini?"
"Hm, kau memang pintar bicara," kata To Hiat-koh. "Baik, aku dapat membiarkan
kau dari sini dengan hidup."
Sama sekali Jun-yan tak menyangka urusan bisa begitu gampang diselesaikan, kalau
mengingat telapak tangan orang yang terkenal jahat luar biasa, ia pikir jalan
paling selamat lekas saja angkat kaki, hanya katanya segera : "Jika begitu,
maaflah dan selamat tinggal !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat Jun-yan hendak melompat pergi, tapi baru saja
badannya hendak bergerak, tahu-tahu sesosok bayangan sudah menghadang
dihadapannya. Siapa lagi dia kalau bukan To Hiat koh "
"Kenapa kata-katamu seperti kentut saja, barusan omong, sudah dijilat kembali ?"
damprat Jun-yan. "Hm, kenapa kau tidak mendengarkan lebih jelas, kata-kataku tadi masih belum
habis." sahut To Hiat-koh. "Aku sudah berjanji pada engkohku yang baik itu,
karena kau melukai lehernya, maka akupun hendak menggores lehermu dengan luka
seperti dia." "Cis, apakah aku patung, bisa kau perlakukan sesukamu ?"
sahut Jun-yan. Habis ini, kembali badannya melesat hendak tinggal pergi.
Namun To Hiat-koh tidak mudah melepaskannya begitu
saja. Sekali tangannya menjambret hampir-hampir Jun-yan kena cengkeram.
Beruntung baju penyamarannya itu longgar besar, maka hanya sobek sebagian
dipundaknya. Karena itu Jun-yan tak sanggup berdiri tegak lagi, ia terhuyung-
huyung menyelonong kedepan.
Dalam pada itu, cengkeraman maut To Hiat-koh yang
kedua sudah menyusul. Rupanya, serangan pertama tidak kena sasaran, wanita iblis
ini menjadi murka hingga rambutnya yang panjang itu seakan-akan menegak dan
tampaknya sangat beringas.
Dalam keadaan badan kehilangan imbangan, dari belakang cengkeraman itu menyusul
pula, terpaksa Jun-yan terus gulingkan diri ke samping, waktu dia angkat
kepalanya, sekilas dapat dilihatnya To Hiat-koh sudah memburunya lagi dengan
tangan terbuka hendak mencengkeram. Alangkah terkejutnya Jun-yan menghadapi saat
berbahaya itu. Dalam keadaan hilang akal tanpa pikir Tun-kau-kiam ditangannya
terus disambitkannya kearah musuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu To Hiat-koh lagi menubruk maju dengan bengisnya ketika mendadak dilihatnya
sinar tajam menyambar untuk menghindar terang tak sempat lagi. Tapi se-konyong2
rambutnya terus menjulur kedepan terus melibat pedang.
Walaupun kemudian ternyata rambutnya terkupas putus, tapi pedang itupun dapat
ditariknya kesamping hingga melulu menyerempet bajunya tanpa melukai. Habis itu
kembali dengan sinar mata bengis, To Hiat-koh melototi Jun-yan sambil melangkah
maju pula. Kuatir dan bingung Jun-yan melihat sinar mata orang seakan2 berapi itu. Dalam
keadaan takut, tiba2 tangannya menyentuh pecut berujung mulut bebek yang melibat
dipinggangnya. Tanpa pikir lagi terus dikeluarkannya dengan cepat, ia menunggu
ketika To Hiat-koh sudah mendekat, sekonyong2 "tarrr", pecutnya menyabet
sekuatnya. Tetapi To Hiat-koh bukan jago rendahan, serangan pecut hanya dipandang sebelah
mata olehnya. Hanya sekali lengan bajunya mengayun, tahu-tahu pecut itu sudah
terlibat, menyusul sekali membetot, terpaksa Jun-yan melepaskan senjatanya itu.
Karena modal terakhir ikut ludes, Jun-yan pikir ajalnya sudah sampai, ia tinggal
pejamkan mata menyerah pada nasib.
Tapi meski ia sudah menunggu sejenak, tangan musuh
yang mematikan belum juga kunjung datang. Waktu
membuka matanya, ia melihat To Hiat-koh lagi tertegun sambil memegangi pedang
dan pecut rampasannya dengan wajah rada sangsi.
"Dari aliran mana kau" Siapa gurumu ?" tanya To Hiat-koh tiba-tiba.
Hati Jun-yan tergerak, kenapa orang mendadak tidak jadi mencelakainya, dan kini
menanyai tentang asal-usulnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lapun tidak berani berolok-olok lagi terus menjawab:
"Guruku adalah Jiau Pek-king berjuluk Thong-thian-sin-mo!"
"Seharusnya kau mengetahui bahwa muridnya bukan
seorang yang mudah dihina segala orang!"
Dan karena jawabannya itu, seketika Jun-yan terkejut sendiri. Aneh, sebab
sekarang suaranya sudah pulih keasalnya sebagai seorang gadis. Nyata obat serak
yang sudah pernah diminumnya sudah hilang kasiatnya, karena mengeluarkan tenaga
untuk bertempur tadi. Sebaliknya ketika mendadak To Hiat-koh mendengar
seorang laki-laki berewok bersuara wanita, iapun tercengang, tapi yang
membuatnya terkejut ialah suaranya Jun-yan itu mirip benar dengan suaranya orang
yang selama ini dibencinya. "Kau......kau sebenarnya siapa ?" tanya To Hiat-koh kemudian tak lancar. "Apa
kau she Siang ?" "Kenapa aku mesti she Siang?" sahut Jun-yan.
Mendadak To Hiat-koh bergelak tertawa sambil
mendongak, begitu keras suaranya hingga lembah gunung itu seakan-akan
terguncang, didalam sunyi kedengarannya
menjadi lebih seram. Habis itu setindak demi setindak ia mendekati Jun-yan lagi.
Dalam keadaan bahaya, tiba2 Jun-yan teringat pada si orang aneh itu, serunya :
"Paman aneh, tolonglah lekas, ada orang hendak mencelakai aku!"
Benar juga, baru selesai kata2nya, secepat angin orang aneh itu sudah melesat
tiba terus menghalang ditengah-tengah antara To Hiat-koh dan Jun-yan.
Lekas2 Hiat-koh berkata: "Engkoh yang baik, jangan kau dengar kata2nya, dialah
musuhmu dia yang telah melukai kau!" Selesai berkata, sebelah tangan terus
meraup kedepan melalui samping tubuh orang aneh itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebelum serangannya mengenai Jun yan, tahu tahu kedua tangan orang aneh
itu sudah disodok kedepan dadanya.
Dalam keadaan terbuka, To Hiat-koh tidak sempat menarik tangannya buat menangkis
tiba-tiba dia menghela napas dengan wajah muram pedih. Maka tanpa ampun lagi,
"bluk-bluk" dua kali, dengan tepat dadanya kena hantaman kuat si orang aneh, To
Hiat-koh terhuyung-huyung ke belakang, katanya dengan suara sedih: "Ohh, engkoh
yang baik sudah sekian lamanya ternyata kau masih serupa dahulu. Baiklah kau
menghajarku tidak sekali-kali aku membalas!" Habis berkata, darah segar
menyembur dari mulutnya. Sebenarnya wajah To Hiat-koh cantik bercahaya, tapi kini seakan-akan diliputi
selapis awan mendung, mukanya pucat, matanya sayu tanpa semangat. Karena
hantaman si orang aneh tadi tidak kepalang hebatnya, yaitu menyerupai ilmu
pukulan geledek andalan Ngo-tai-pay yang dimiliki Thi-thauto, bahkan tenaga
pukulan jauh lebih keras. Walaupun seketika To Hiat-koh tidak lantas binasa,
tapi sudah terluka dalam sangat parah. Sejenak kemudian, robohlah dia terkulai.
Melihat To Hiat-koh begitu mendalam cintanya terhadap si orang aneh, Jun-yan
malah menjadi terharu, segera katanya :
"Sudahlah, paman aneh, dia sudah terluka, jangan kau menghajarnya lagi. Marilah
kita sekarang pergi ke Ciok yong-hong saja !"
Lalu tangan si orang aneh ditariknya. Tapi segera Jun-yan merasa tindakannya
sendiri enteng limbung, lemas tak bertenaga, ternyata pukulan To Hiat-koh tadi
tidak mengenai tubuhnya, namun angin pukulannya berbisa wanita iblis itu telah
mempengaruhi juga jalan pernapasannya, untuk sesaat itu ia terpaksa berhenti
buat himpun tenaga dalam.
Tiba2 teringat olehnya bahwa To Hiat-koh itu ternyata kenal si orang aneh ini,
pada detik sebelum penghabisannya, kenapa tak mencari keterangan padanya "
Segera Jun-yan berjongkok mendekati tubuh To Hiat-koh yang menggeletak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tengkurap itu. "Li-giam-ong, siapakah gerangan paman aneh itu sebenarnya "
Kenapa berubah begitu rupa " Maukah kau memberitahukan padaku ?"
Tiba2 To Hiat-koh paksakan diri memalingkan kepalanya kearah Jun-yan, wajahnya
guram, matanya gelap, dengan tak lancar ia berkata : "Kau .... sebenarnya
siapa ?" "Aku bernama Lou Jun-yan, wanita menyamar sebagai
lelaki, guruku memang Tong-thian-sin-mo Jiau Pek-king !"
"Kau memang tidak she Siang " Ti . . .tidak berdusta " Dan siapa ibumu ?"
"Aku she Lou," sahut Jun-yan heran. "Siapa ibuku, entahlah, aku tidak kenal.
Tapi siapakah paman aneh itu ?"
Tiba2 mata To Hiat-koh yang guram itu, menyorotkan
cahaya yang aneh, bibirnya bergerak sedikit seperti ingin berkata apa2, tapi
terus berdiam lagi sambil menunduk.
"Li-giam-ong, apa yang hendak kau katakan, lekaslah !"
seru Jun-yan. "Dia tak menjawab pertanyaanmu lagi nona Lou, dia sudah mati." tiba-tiba suara
seorang laki-laki menegur dari samping.
"Tidak, tidak, dia masih hendak mengatakan sesuatu !"
seru Jun-yan. Tapi lantas teringat olehnya bahwa dilembah itu kecuali dia dan To
Hiat-koh serta si orang aneh, tiada orang lain lagi. Kenapa sekarang bisa muncul suara orang.
Waktu ia menoleh, ternyata dibelakangnya sudah berdiri seorang tinggi besar,
berdandan sebagai sastrawan, yang aneh tangan dan kaki sastrawan ini jauh lebih
panjang daripada orang biasa. Ah, siapa dia kalau bukan sastrawan yang pernah
menggodanya ditelaga Se-oh serta yang selalu dirindukannya itu. Sedang manusia
aneh itu sudah menghilang entah pergi kemana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau. . . kau. . ." berulang-ulang Jun-yan hanya sanggup mengucapkan sepatah
kata itu saja, sampai lama baru dia dapat menyambung pula: "Siapakah kau yang
sebenarnya ?" "Caihe she Wi bernama Ko," sahut orang itu.
Pantas surat yang ditinggalkan dirumah itu tidak ditanda tangani, melainkan
tertulis beberapa batang rumput (Wi) serta seekor burung belibis tunggal (Ko),
demikian Jun-yan diam-diam membatin. Tiba-tiba teringat pula apa yang pernah
terlukis dalam suratnya itu tentang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, teka-teki itu
sampai sekarang masih belum
dipahaminya. Maka cepat ia menanya pula: "Wi. . . ah, cara bagaimana aku harus
memanggil kau ?" "Terserah, asal kau tidak memaki aku sebagai babi,
bolehlah," sahut Wi Ko menyerahkan.
Rupanya diapun ingat Jun-yan pernah menganggap
tidurnya diperahu seperti babi mati, maka sekarang sengaja mengungkatnya. Maka
tersenyumlah sekarang saling
pandang. "Wi-toako," kata Jun-yan kemudian. "Leng tulen, Kiam tiruan. Sebenarnya apa
artinya?" "He, kenapa kau tidak mengetahuinya ?" ujar Wi Ko terheran-heran.
"Aku benar-benar tidak paham," kata Jun-yan. "Tentang apakah ?"
"Aneh ! Lalu dari manakah kau memperoleh Ang-leng
(sutera merah) itu?" tanya Wi Ko.
Mendengar lagu pertanyaan orang itu sangat serius, seperti sutera merah itu
mempunyai urusan yang maha penting, maka berceritalah Jun-yan mengenai
pengalaman merebut Seng-co ke 72 gua suku Biau dahulu dan menemukan kain sutera
merah itu dalam gua. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata itu membikin Wi Ko bersuara heran juga. "Aneh, sungguh aneh!" katanya
berulang-ulang. "Aneh, tentang apakah ?" tanya Jun-yan tak mengerti.
Tapi Wi Ko tidak menjawabnya lagi, sebaliknya berkata :
"Nona Lou, urusan ini biarlah kita bicarakan kelak. Sekarang marilah kita pergi
ke Ciok-yong-hong dahulu. Mungkin hari ini akan kedatangan iblis raksasa, jangan
kita terlambat keramaian itu."
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Biasanya Jun-yan sangat suka menuruti wataknya sendiri, tapi kini, menghadapi
sisastrawan ini, ia menjadi penurut sekali. Segera ia terima ajakan itu.
"Tapi, nona Lou, apakah aku tetap panggil kau nona Lou, atau sebut Kah-laute ?"
tanya Wi Ko dengan tertawa.
"Emangnya dengan pakaianku ini, apakah kau kira sesuai menyebutku nona segala ?"
ujar Jun-yan dengan geli.
"Apalagi aku sengaja hendak bergurau dengan suhuku, biar dia tercengang nanti
bila sudah mengenali aku."
Begitulah sambil bicara, mereka terus meninggalkan
"lembah kematian" itu untuk kembali ke Ciok-yong-hong.
"Wi-toako, sebenarnya siapakah gurumu " Sungguh hebat sekali ilmu silatmu," ujar
Jun-yan ditengah jalan. Tapi Wi Ko hanya tersenyum sambil menggeleng, katanya:
"Guruku tidak perbolehkan aku menyebutkan nama mereka pada orang lain. Semalam
aku malah disangka muridnya Tok-poh-kin-gun Ki Go-thian."
"Eh, kiranya gurumu tidak hanya satu saja tapi lebih dari seorang" Lantas ada
berapa orang, tentunya dapat kau katakan bukan ?" ujar Jun-yan. Nyata gadis ini
sangat teliti kata-kata mereka diwaktu Wi Ko menyebutkan gurunya telah dapat
ditangkapnya dengan baik.
"Ada dua orang," jawab Wi Ko kemudian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan mengangguk dan tidak menanya lagi.
Tidak lama mereka sampailah diatas Ciok yong-hong,
ternyata disitu sudah bertambah beberapa puluh orang lagi, hingga seluruhnya ada
lebih dua ratus orang yang hadir.
Mereka tersebar bebas sendiri-sendiri, ada yang duduk-duduk pasang omong, ada
yang lagi main catur, dan macam-macam jalan untuk melewatkan tempo senggang.
Jun-yan mencoba mencari A Siu diantara orang banyak itu, tapi tidak ketemu.
Diam-diam dia heran, menurut watak A Siu yang pendiam itu, tidak mungkin suka
keluyuran kemana-mana, lantas kemana gadis itu " Jangan-jangan terjadi apa-apa
atas dirinya" "Marilah kita mencari tempat duduk yang cocok," tiba2 Wi Ko berkata padanya
terus menyusur diantara orang-orang banyak itu.
Ketika semua orang melihat datangnya Kah lotoa bersama Wi Ko, diam2 mereka sama
melengak, Wi Ko sudah mereka kenal karena keonarannya siang tadi, kini
berkomplot pula dengan seorang Kah-lotoa yang jahil belum lagi si Kah-loji yang
masih belum muncul. Melihat sorot mata semua ditujukan kepada mereka, Jun-yan sama sekali tidak
ambil pusing. Dengan lagak "Locianpwe" ia terus berjalan kedepan dengan lagak
leher dan membusung dada.
Sampai didepan satu meja, disitu hanya berduduk satu orang lelaki setengah umur
yang tidak mereka kenal. Untuk maju lagi sudah tidak banyak tempat lowong.
Selagi Wi Ko belum ambil ketetapan apakah duduk saja dimeja yang masih kosong
itu tiba2 terdengar suara "brak" ada orang menggebrak meja sambil memaki : "Hm,
macam apa " Lagaknya melebihi Bu-lim cianpwe!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Jun-yan berpaling, ternyata yang memaki itu bukan lain dari pada lelaki
setengah umur yang duduk sendirian itu, dengan mata melotot ia sedang menatap
Jun-yan. Tidak kenal dan tanpa sebab dimaki, kontan saja Jun-yan hendak balas "unjuk
gigi", tapi keburu dicegah Wi Ko, katanya dengan tersenyum : "Saudara Kah, tidak
salah juga teguran kawan ini, marilah kita duduk saja disini !"
Sudah tentu Jun-yan penasaran dimaki orang, malahan
hendak duduk bersama satu meja dengan orang itu. Tapi belum ia membantah Wi Ko
sudah menariknya buat duduk dihadapan lelaki setengah umur itu.
Diluar dugaan, tiba2 lelaki itu membentak pula : "Enyah, disini bukan
tempatmu !" Karuan Jun-yan hampir meledak dadanya oleh kekurang
ajaran orang. Kontan makian2 yang lebih kotor hendak dikirim kealamat si-lelaki
setengah umur itu, kalau tidak keburu terdengar suara Liok-hap-tongcu Li Pong
dari meja samping: "Tuan rumah sebentar akan keluar, maka para hadirin suka menghormatinya,
janganlah bikin ribut dahulu. Harap kawan dari Pi-lik-pay suka tenang !"
Baru sekarang tahu sebab musababnya. Kiranya orang ini adalah dari golongan Pi-
lik-pay, pantas sengaja cari-cari hendak bikin gaduh, sebab Ong Lui dari
golongan "pukulan geledek" itu pernah dijatuhkan A Siu ditengah perjalanan tempo
hari. Dalam pada itu Wi Ko sudah duduk dihadapan orang Pi-lik-pay itu terpaksa
Jun-yan ikut duduk. "Cayhe she Wi nama Ko, dan saudara ini Kah-lotoa,"
dengan tertawa Wi Ko lantas perkenalkan pada orang itu.
"Dan entah siapa nama Saudara yang terhormat?"
Karena yang bertanya adalah Wi Ko pula ditegur oleh Li Pong tadi maka orang itu
tidak enak hendak umbar amarahnya lagi, sahutnya, "Cayhe she Thio, bernama Tiong-pat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, kiranya sobat Thio," ujar Wi Ko.
Dan baru selesai dia berkata, se-konyong2 anak murid Pi-lik-cio In Thian-sang
Sepasang Walet Merah 1 Pengemis Binal 08 Tabir Air Sakti Laba Laba Hitam 3
aliran lain." Maka terdengar lagi orang tadi bergelak ketawa.
Waktu Jun-yan berpaling, kiranya orang yang dipanggil Liheng itu bukan lain
ialah Liok-hap-tong-cu Li-pong, itu ketua dari Khong tong-pay. "A Siu, kakek itu
bernama Li Pong adalah sobat baik guruku, biarlah kutegurnya, coba dia kenali
aku tidak," katanya kepada sang kawan.
Habis itu, ia tahan kudanya sedikit dijalan, setelah mendekat, ia lihat orang
setengah umur dengan lagak tengik yang memuakkan, tampak Li Pong agak sungkan
bikin perjalanan dengan dia, tapi orang itu terus ajak bicara padanya.
Sesudah dekat, segera Jun-yan memapaki sambil memberi hormat dan berkata : "Ah,
mendengar suaranya, ternyata memang benar Li-heng adanya, sungguh tidak nyana
sesudah sekian lamanya, kini berjumpa lagi disini."
Li Pong menjadi heran ketika mendadak ditegur seorang hitam berewok yang tidak
pernah dikenalnya, tapi mengapa dengan begitu menghormat. Sesudah melengak,
terpaksa ia menjawab dengan tertawa : "O ya, sudah lama tidak
berjumpa, apakah Heng-tay (saudara) juga hendak pergi ke Giok-yong-hong ?"
Diam2 Jun-yan geli oleh jawaban itu, sudah terang tidak kenal masih berani
menyahut "Sudah lama tidak berjumpa."
Segera ia teriaki A Siu : "Jite, marilah kuperkenalkan Li-heng kepadamu,
selanjutnya kau mungkin harus banyak minta pelajaran Li-heng."
Ketika Li Pong memandang A Siu, ia melihat seorang
pemuda tampan dengan sipat likat2 seperti anak perempuan, meski usianya muda,
tapi sinar matanya tajam, sebagai seorang ahli begitu pandang, segera Li Pong
tahu "pemuda" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini lihainya memiliki ilmu Lwekang yang tidak bisa dibilang rendah.
Li Pong terkejut, diam2 dia heran darimana tiba-tiba muncul dua saudara yang
satu jelek yang satu tampan, tapi selamanya tidak dikenalnya.
Ketika Jun-yan melihat kawan perjalanan Li Pong tadi sedang memandang padanya
dengan wajah menghina, ia
menjadi gemas apa lagi setelah mendengar lagu suaranya yang sombong kepada Li
Pong tadi, ia pikir, manusia congkak demikian harus diberi hajaran. Maka pura2
ia tanya: "Li-heng, siapakah sobat ini, sudikah kau memperkenalkan kepada kami
?" Sudah tentu mimpi pun Li Pong tidak menduga bahwa sang keponakan perempuan nakal
itu lagi bergurau kepadanya, maka jawabnya: "Saudara ini murid Pi-lik-jiu In
Thian Sang In-locianpwe dari Holam, namanya Ong Lui, orang menjulukinya Siau-pi-
lik !" Jun-yan terkejut mendengar nama itu, ia pernah dengar beledek itu, usianya sudah
lebih 80 tahun, tingkatannya dikalangan Bu-lim sangat tinggi, ilmu pukulan
beledek yang dilatihnya sangat disegani. Tentu muridnya ini juga tidak boleh
dibuat main. Maka ia cepat bersoja dan berkata: "O, kiranya Ong-hiantit, sungguh
kagum !" Mendengar sebutan "Hian-tit" atau keponakan itu bukan saja wajah Ong Lui
seketika berubah hebat, bahkan Li Pong rada terkejut dan merasa siberewok ini
sengaja cari2. Masakan Ong Lui yang usianya sudah dekat 50an dan nampak jelas masih lebih
tinggi dari siberewok itu, tapi orang berani menyebutnya keponakan yang berarti
anggap dirinya lebih tua setingkat. Padahal Li Pong saja sebut Ong Lui saudara,
walaupun tingkatannya sebenarnya sejajar dengan gurunya yaitu sitangan geledek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar juga, Ong Lui menjadi amat murka, biasanya ia tidak pandang sebelah mata
pada siapapun juga, apalagi kini dipandang rendah terang2an, segera iapun
berseru: "Li-heng siapakah orang ini?"
Untuk sejenak Li Pong gelagapan, sebab ia sendiripun sebenarnya tidak kenal
siberewok. Baiknya dengan cepat Jun-yan sudah menggantikan menjawab: "Ah, Cayhe
hanya orang tak terdaftar, maka tidak tenar seperti Ong-hiantit, aku bersama
Kah-lotoa, dan saudaraku ini Kah loji, karena macam maki yang tak berarti ini,
ada kawan juga yang sudi memberikan julukan pada kami sebagai Say-thio-hui dan Giok-bin-long-kun."
Ong Lui tambah murka mendengar orang terus sebut
"hiantit" padanya, ia pikir Kah-loji" Kenapa selamanya tidak pernah dengar nama
jago silat demikian"
Tapi iapun tak mau kalah gertak, segera ia menjengek dan menanya pula:"Ehm,
entah kalian dari golongan atau aliran mana?"
"Eeh, kenapa Ong-hiantit begitu pelupa?" sengaja Jun-yan meng-olok2 lagi.
"Bukankah aliran kami dengan golongan gurumu, Lo In (In si tua) terkenal sebagai
dua aliran terkemuka di Holam, cuma nama Pi-lik-pay kalian lebih kumandang
sedikit sebaliknya kami hanya Tang-ko-pay (aliran genderang) maka suaranya kalah
keras." Karuan Ong Lui murka oleh sindiran itu masakan golongan Beleged mereka diimbangi
dengan golongan "genderang"
segera dia mendamprat: "Orang she Kah, apakah barangkali mulutmu belum dicuci,
kenapa kentut semuanya?"
"Eeeeh, panas amat darah orang Ong-hiantit ini!" sahut Jun-yan semakin menggoda.
"Bicara tinggal bicara, apa kau sangka orang Tang ko-pay kami kena digertak"''
Karena sambil berjalan, tatkala itu kebetulan mereka tiba sampai disuatu tanah
datar, segera saja Ong Lui melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
turun dari kudanya sambil menantang: "Hayolah orang she-kah bila kau berani,
turunlah kemari!" Tatkala itu, orang berlalu lalang dijalan cukup ramai, ketika mendengar Ong Lui
berteriak- teriak menantang, semua orang menjadi ketarik, sebentar saja ditanah
lapang itu sudah dirubung penonton. Begitu pula Li Pong ikut merandek ingin
melihat gaya dari golongan manakah Jun-yan berdua.
Jun-yan sendiri tahu bila ia turun lapangan sekali gebrak pasti akan dikenal Li
Pong, maka katanya pada A Siu, "Jite, Toako sungkan turun kalangan, bolehkah kau
mewakilkan aku !" A Siu ragu2, masakan tanpa sebab disuruh berkelahi. Jun-yan tahu bahwa kawannya
itu sungkan bergebrak dengan orang, cepat katanya lagi: "A Siu, cukup asal kau
jungkalkan dia, tak usah melukainya, kenapa mesti takut?"
Terpaksa A Siu meloncat turun dari kudanya, dengan
ayal2an ia masuk kalangan.
Melihat A Siu begitu ganteng, semua penonton lantas saja sudah bersorak memuji,
karuan Ong Lui semakin murka, tanpa bicara lagi ia memukul dengan tangannya.
Ilmu "Pi-lik-jiu" atau pukulan geledeg dari keluarga In di Holam itu nyata bukan
kepalang hebatnya, begitu pukulan dilontarkan, segera angin men-deru2 bagai
guntur gemuruh. Lekas-lekas A Siu pasang kuda-kuda dengan kuat sambil kedua lengan bajunya
mengebas ke-samping. "Satu kali," tiba-tiba Jun-yan berseru mengejek.
Ong Lui tambah sengit, angin pukulannya tadi belum
mengenai musuh atau tahu2 sudah dipatahkan musuh,
padahal pukulan pertama yang disebut "Lui-su-kay-loh" atau malaikat beledeg
membuka jalan, hampir seluruh tenaga dikeluarkannya, tapi hasilnya malah tenaga
pukulannya itu seakan2 terpental oleh kebasan A Siu tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terkejut dan gusar Ong Lui, sekali menggerung, kembali sebelah tangannya memukul
lagi kedepan dengan sekuatnya.
Serangan ini dilakukan dengan cepat dan dari jarak dekat, asal badan A Siu
kesenggol boleh jadi akan remuk seketika.
Melihat kekejian Ong Lui, semua orang ikut kuatir bagi A Siu. Siapa duga dengan
enteng sekali A Siu menggunakan samberan angin pukulan itu, tubuhnya terus ikut
tergintai ikut pergi, habis itu, dengan pelahan ia turun kembali. Melihat
keindahan gerakan itu, kembali penonton bersorak. Sebaliknya Jun-yan terus
berseru pula : "Dua kali!"
Alangkah mendongkolnya Ong Lui, musuh yang satu selalu bisa hindarkan
serangannya dengan gesit, sebaliknya musuh yang lain berkoak-koak mengejek
disamping. "Keparat, sambutlah seranganku ini!" teriaknya murka.
Habis mana, tiba2 kedua telapak tangannya bergetar
hingga bersuara, lalu didorongkan kedepan dengan tenaga beledek yang
mengejutkan. Dalam pada itu A Siu semakin sengit oleh maki-makian orang, ia pikir bila tidak
diberi tahu rasa, mungkin pertandingan ini takkan habis2. Ia berdiri diam
menunggu, ketika tenaga pukulan lawan sudah mendekat ia membaliki tangannya
terus menekan dari atas kebawah, memapak
pukulan orang. Gerakan lemas saja, tapi membawa kekuatan maha besar.
Melihat sebagai akhli silat, segera Li pong menduga Ong Lui bakal celaka. Benar
saja, segera Ong Lui menjerit sekali sambil sempoyongan kebelakang, untung dia
masih tahan tubuhnya hingga belum terjungkal, namun begitu, darah segar terus
saja menyembur dari mulutnya.
Nyata beradunya tenaga pukulan itu hanya digunakan
separo dari Lwekang A Siu, bila tidak, mungkin Ong Lui sudah menggeletak tak
bernyawa lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya demi nampak keadaan Ong Lui yang cukup
parah, A Siu menjadi tak tega, ia mendekatinya sambil mengurut dua kali
dipunggung orang untuk menenangkan jalan darahnya lalu katanya : "Maaf, saudara
sudi mengalah sejurus !"
Ong Lui menjadi malu, sahutnya lesu : "Ilmu silatmu
sungguh hebat, biarlah kita bertemu lagi kelak !" habis berkata tanpa berpaling
lagi ia mengeloyor pergi diantara penonton sampai berpamit kepada Li Pong pun
dilupakan. "Kah-heng," kata Li Pong kepada Jun-yan.
"Pi-lik-cio In Thian-sang suka mengeloni anak muridnya, pulangnya Ong Lui ini
mungkin akan mengadu biru kepada gurunya, kelak kalian harus berhati-hati!"
"Jika begitu, kejadian tadi Li heng sendiri ikut menyaksikan, bila kelak perlu
dibuat saksi, tolong Li-heng suka berlaku adil,"
ujar Jun yan. Diam2 Li Pong pikir kejadian tadi benar disebabkan Ong Lui yang menantang, tapi
asalnya karena Jun-yan yang mulai mengolok-olok dengan kata-kata "Tang-ko-pay"
yang terang dimaksudkan untuk menimpali Pi-lik-pay orang, apalagi asal usulnya
kedua orang dihadapannya ini tidak pernah dikenal.
Namun begitu bila melihat kepandaian adiknya sudah begini hebat, jangan kata
lagi sang kakak. Maka iapun menjawab
"sekedar memuaskan hati Jun-yan".
Sepanjang jalan Li Pong terus memikirkan dari golongan mana atau aliran manakah
kedua teman perjalanan ini, terutama gerak silat A Siu yang aneh dan lihay itu
hakekatnya tidak pernah dilihatnya. Sudah tentu mimpipun tak terpikir olehnya
bahwa A Siu alias "Kah-loji" hanya seorang gadis Biau yang secara kebetulan
memperoleh ilmu "Siau-yang-chit-kay"
yang lihay. Ingat punya ingat, mendadak hatinya tergerak, terpikir seseorang
lihay dimasa mudanya dahulu, cepat ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekati Jun-yan dan menanya : "Kah-heng apakah gurumu she- Ki ?"
Kiranya ia teringat kepada Tok-pok-kian-gun Ki Go-thian, ia pikir, selain orang
she Ki ini, rasanya tiada jago lain lagi yang mampu mendidik murid seperti kedua
saudara Kah ini. Untuk sesaat Jun-yan tertegun mendengar pertanyaan itu, tapi segera jawabnya
sambil menggeleng kepala : "Orang she Ki, apakah Li heng maksudkan Tok-poh-kian-
gun Ki Go-thian dimasa dahulu itu ?"
"Benar," kata Li Pong.
"Bukan, guruku adalah orang lain." sahut Jun-yan.
Sedang mereka tanya jawab, se-konyong2 suara derapan kuda dari belakang berbunyi
dengan riuhnya, seekor kuda tinggi kurus secepat angin telah melampaui mereka.
Kaki kuda itu jauh lebih panjang dari kuda biasa, maka larinyapun sangat
kencang, ketika lewat, debu ikut bertebaran hingga muka Jun-yan se-akan2 ditabur
debu. "Hai, orang itu apakah kau jalan tak pakai aturan ?" seru Jun-yan segera dengan
gusar. Mendengar itu, mendadak penunggang kuda yang berbaju kelabu itu menahan kudanya
hingga kedua kaki muka binatang itu terangkat keatas. Waktu penunggangnya
menoleh seketika rasa gusarnya Jun-yan tadi lenyap, bahkan hampir ia tertawa.
Ternyata orang berbaju kelabu itu bermuka sangat lucu, muka potongan segitiga
seperti kepala walang, rambutnya jarang setengah botak.
Dan selagi Jun-yan hendak menegurnya lagi tiba2 A Siu menjawilnya memberi tanda
hati2. Dalam pada itu terdengar Li Pong telah berseru: "Hai, kiranya kau Hwe-
heng, cepat amat binatang tungganganmu itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah dia kawanmu, Li-heng?" tanya Jun-yan.
"Benar dia she Hwe, bernama Tek adalah sobat baikku,"
sahut Li Pong. Jun-yan geleng2 kepala seperti seorang tua bicara kepada orang muda, ujarnya:
"Li-heng mencari kawan juga harus yang genah, kalau segala manusia congkak kau
jadikan teman apakah kau tidak kuatir ikut campur namamu?"
Sungguh geli dan dongkol Li Pong oleh lagak orang,
sebagai seorang ketua Khong-tong-pay, biasanya dia memberi petuah, masa sekarang
dia yang diberi ceramah" Tapi
dasarnya memang seorang sabar, maka ia hanya tersenyum tak menjawabnya.
Begitu pula lelaki jelek itupun tak menggubris akan olok2
Jun-yan itu, ia mendengus sekali, lalu keprak kudanya tinggal pergi.
"Maaf, Kah-heng, Cayhe berjalan dahulu," kata Li Pong kemudian larilah kudanya
menyusul orang aneh itu. Dari jauh mereka terus pasang omong, malahan kadang
kala menoleh lagi memandang Jun-yan berdua.
Jun-yan pun tidak ambil pusing, sebaliknya A Siu
senantiasa pasang mata kekanan ke kiri, sudah tentu yang dicarinya yalah buah
hati yang dirindukannya itu, Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian.
Melihat kelakuan kawannya ini, aneh juga tanpa merasa Jun-yan terkenang pula
kepada sastrawan baju hitam yang menggodanya di Hang ciu itu.
Selamanya Jun-yan suka menggoda orang tapi sekali itu dia yang kena dipermainkan
ketika diketahui siapa penggodanya serta melihat kepandaiannya yang serba
pintar, timbul juga rasa kagumnya yang aneh yalah timbul rasa menyesalnya karena
tak bisa berjumpa dengan kangzusi.com sastrawan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah tanpa pernah terjadi apa2 lagi, akhirnya
merekapun sampai di Hian-san, mereka menghitung waktunya masih ada tiga hari
pertemuan yang akan diadakan Jing-lingcu. Jun-yan pikir, puncak keramaiannya
dari pertemuan itu tentu takkan terjadi pada permulaan, buat apa mesti buru-buru
hadir kesana, pegunungan Hian-san seindah ini, kenapa tempo beberapa hari ini
tak digunakan untuk menikmatinya.
"Tapi. . . tapi aku ingin mencari Ti-koko," kata A Siu tak sabaran, mengingat
sudah sampai di Hian-san, tapi sang kawan tidak mau terus naik ke Ciok-yong-
hong. "Kita sendiri belum lagi pasti, apakah dia hadir, bukankah percuma bila sudah
sampai di sini, tapi tak menjumpainya?"
ujar Jun-yan. Diam2 ia sangat gegetun akan cinta A Siu yang sudah buta itu,
namun begitu iapun tidak mau mengecewakan sang kawan, katanya pula: "Baiklah A
Siu, bila kau ingin datang ke Ciok-yong hong dahulu, bolehlah kau kesana. Tapi
ingat, untuk sementara jangan sekali-kali kau ajak bicara pada Ti-put-cian
apabila kau melihat dia disana."
"Sebab apa ?" tanya A Siu heran. "Bukankah atas kehadiran Ki Go-thian ke Ciok-
yong-hong ini kecuali kita berdua, orang lain tiada yang mengetahui?" tutur Jun-
yan perlahan. "Dan kalau kau unjukkan asal usul dirimu penyamaran kita sekarang
ini, boleh jadi kita akan celaka."
"Baiklah, Enci Jun-yan, pasti aku akan berlaku hati2," sahut A Siu. Habis itu,
dia putar kudanya dan ikut pendatang lain keatas gunung.
Jun-yan sendiri terus keprak kudanya menyusur lembah pegunungan itu. Tapi
jalannya menjadi berliku-liku terpaksa ia melompat turun dari kudanya, dia
tambat binatang itu disuatu pohon, lalu melanjutkan dengan berjalan kaki.
Sebabnya Jun-yan tidak mau terus menuju Ciok-yong-hong, sebenarnya adalah karena
terbayang oleh sipemuda sastrawan yang menggodanya ditelaga Se oh itu. Ia pikir
alangkah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedapnya apabila dapat mencari tempat yang sepi untuk duduk melamun mengenangkan
orang yang tanpa merasa telah mencuri hatinya itu.
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka ia melanjutkan langkahnya tanpa tujuan, sehingga hari sudah petang,
sampailah disatu lembah yang suasananya terasa aneh, tatkala itu bulan sabit
sudah menongol diujung langit, hingga menambah sekitarnya terlebih seram.
Ia melihat sekelilingnya sunyi senyap, hanya gemercik sebuah sungai kecil yang
mengalir pelahan merupakan suara satu-satunya dalam suasana seakan-akan membeku
itu. Jun-yan melihat sungai itu mengalir lewat dua tebing yang curam.
Dalam keadaan remang2, mendadak Jun-yan tertarik oleh dua hurup besar yang
terukir didinding tebing itu, hurup2 itu adalah "Su-kok" atau Lembah kematian.
Hati Jun-yan ber-debar2 melihat tulisan itu, tanpa merasa Tun-kau-kiam
dilolosnya. Ia lihat dibawah hurup besar itu tertulis pula sebaris hurup yang
lebih kecil, maksudnya: "Disanalah Lembah kematian, siapa yang masuk takkan bisa keluar."
Diam2 Jun-yan menjengek, mungkin siapa yang jahil
sengaja mengukir tulisan itu disitu, masakan lembah sunyi begitu diberinya nama
"Lembah kematian", padahal bila benar2 tempat itu berbahaya, masakan selama ini
tidak pernah didengarnya dari sang guru, terutama Jing-ling-cu yang bertempat
tinggal dipegunungan ini"
Ia melihat dinding gunung itu ada sebuah batu besar diatas mendatar rata, kalau
dibuat merebah dan melamun, rasanya sangat tepat. Karena ingin tahu, segera ia
melompat ke atas batu itu, terbayang olehnya kelakuan Sasterawan diatas perahu
yang sedang mengulet dan menguap itu, tatkala mana orang sama sekali tak menarik
perhatiannya, siapa tahu sekarang justru terkenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi pikirannya terbenam lamunan yang aneh itu, tiba2 ia merasa tengkuknya se-
akan2 ditiup dari belakang, cepat ia berbangkit, tapi tiada seorangpun
terlihatnya. Tanpa merasa ia mengkirik, apalagi dibawah sinar bulan yang remang2
tapi kembali tiupan angin itu terjadi lagi. Ia coba meneliti dibelakang batu
itu, maka tahulah ia kemudian, ternyata dibelakang batu yang mepet tebing itu
ternyata ada sela-selanya. Ia coba tempelkan jarinya kesela-sela itu ternyata
tiupan angin yang dingin. Nyata dibalik batu itu ada lobangnya.
Ia menjadi heran dan curiga, ia mencoba korek lobang itu dengan pedangnya, benar
saja disitu ada sebuah goa yang ditutup dengan batu besar, lekas-lekas ia
melompat turun, batu itu didorongnya, karena beralaskan pasir, maka batu itu
dengan mudah lantas menggeser, maka tertampaklah sebuah gua yang gelap gulita,
segera terasa pula angin dingin meniup keras dari dalam gua.
Ia bertambah heran, masakan angin meniup keluar dari dalam gua, dan bukan meniup
kedalam, jika begitu tentu gua ini bertembusan dengan sebelah sana. Ia hendak
menyalakan api, tapi api selalu sirap oleh angin itu. Padahal di dalam gua
terlalu gelap. Segera ia tabahkan diri, dengan pedang terhunus ia menerobos kedalam gua itu. Gua itu ternyata hanya cukup dilalui
seorang saja, dengan kedua belah dindingnya basah dengan penuh lumut. Syukur
dengan berkat sinar kemilau pedangnya "Tun-kau-kiam" lapat lapat sekedar dapat
dibuat penerangan. Benar juga tidak diantara lama, ia telah menembus kebalik gua sana, diatas
langit bulan remang2, bintang ber-kelip2, nyata ia telah berada diudara terbuka
lagi. Malahan terdengar pula diatas karang sana ramai dengan suara berisik
orang. Jun-yan menjadi heran. Tapi segera ia paham, tentu diatas situ adalah Ciok-yong-
hong, dimana Jing-ling-cu hendak mengadakan pertemuan dengan para jago silat,
dan suara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berisik itu orang yang berbondong2 datang memenuhi untuk memenuhi undangan itu.
Tiba2 Jun-yan mendengar suara pluk-pluk yang tidak
terlalu keras, waktu ia memandang kedepan, ia lihat disana sebuah kolam lumpur
penuh tumbuh-tumbuhan aneh, suara pluk-pluk itu keluar dari dasar lumpur,
ditengah kolam lumpur itu ada sebuah batu besar hingga seperti pulau kecil,
diatas batu itupun penuh lumut dan cendawan yang ber-macam2.
Hati Jun-yan tergerak melihat itu, ia menjadi ingat cerita Jin-ling-cu dahulu
tentang diketemukannya manusia aneh didasar lembah itu, "Jangan2 inilah yang
diketemukannya orang aneh itu ?" pikir Jun-yan.
Mendadak ia tertarik oleh beberapa tempat diatas batu yang kelihatan bersih dari
lumut, ia menjadi heran, ia coba mendekati, ternyata lumut yang tumbuh disitu
memang sudah bersih dikorek orang, malahan sebagai gantinya terdapat beberapa
hurup "Jing-kin", yang terang digores dengan tenaga jari.
Goresan tulisan itu sudah sangat dikenal Jun-yan, yaitu mirip seperti tulisan
dicarik kertas yang ditinggalkan orang aneh ketika memberikan Pek-lin-to dan
mencurikan kapal jamrut dahulu. Dari goresan hurup diatas batu itu Jun-yan
bertambah yakin bahwa tempat itu memang bekas tempat tinggal manusia aneh.
Teringat pada orang aneh itu, Jun-yan merasa nasib orang harus dikasihani,
baiknya sekarang Jin-ling-cu sudah mengundang semua jago silat ke Ciok-yong-hong
ini untuk mengenalinya, kalau melihat bekas tempat tinggalnya yang banyak
goresan hurup "Jing-kin" ini, boleh jadi disekitar gua ini masih dapat diperoleh
tanda2 lainnya, bukankah untuk mengenali asal usul orang aneh itu akan jadi
lebih gampang " Karena itu Jun-yan masuk kedalam gua itu lagi untuk
meneliti dalamnya. Sungguh tak tersangka olehnya bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir ia terkubur benar benar didalam lembah kematian sesuai dengan nama
pegunungan itu...... Sementara itu A Siu yang mengikuti orang banyak menuju ke Lo-kun-tiau dipuncak
Ciok-yong-hong itu sudah sampai ditempat tujuannya. Ia lihat kuil itu tidak
terlalu megah, tapi cukup angker, ditanah lapang depan kuil itu tampak baru
dibangun belasan rumah atap, agaknya disediakan untuk kediaman darurat para tamu
undangan. Disitu ternyata sudah tidak sedikit tamu yang datang lebih dahulu.
Sebelum tiba sepanjang jalan A Siu sudah mengawasi kian kemari, untuk berhadapan
dengan orang banyak itu dapat dilihatnya Ti-put cian. Kelakuannya yang lucu
banyak menimbulkan heran bagi semua orang, tapi nampak A Siu berdandan sebagai
pemuda sastrawan, orangpun tidak banyak ambil perhatian.
Sebenarnya A Siu sudah janji dengan Jun yan akan tutup mulut, sekalipun sudah
ketemu dengan Ti Put-cian.
Tapi ketika sudah sampai di Ciok-yong-hong, pesan Jun-yan sudah dilupakan semua.
Ia lihat didepan kuil sama berdiri seorang imam tua para pengunjung itu satu
persatu maju menyapa dan memberi salam padanya. A Siu pikir tentu itulah Jing-
ling-cu yang menjadi tuan rumah dalam pertemuan besar ini. Kehadiran Ti Put
ciang kesini, kalau ditanyakan pada imam itu pasti akan diketahui dengan jelas.
Segera iapun maju kehadapan imam itu dan menyapa
sambil memberi hormat: "Apakah Totiang Jing-ling-cu adanya"
Cayhe memberi hormat disini."
Imam itu memang benar ketua Hing-san-pay tuan rumah
dari Lo-song-tian, yaitu Jing-ling-cu adanya. Ketika mendadak melihat pemuda
ganteng dengan sorot mata tajam suatu tanda Lwekangnya yang tinggi, Jing-ling-cu
menjadi heran darimanakah tiba2 muncul satu jago muda yang begini hebat, maka
cepat jawabnya: "Ah, terima kasih atas kunjungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hengtay, pinto memang benar bergelar Jing-ling-cu dan Siauko ini..."
"Jing-ling Toheng, Siauko ini bernama Kah loji!" tiba2
seorang menyanggapi dari samping.
Ternyata orang yang menyela itu bukan lain adalah Liok Hap-tongcu Li Pong yang
sudah mendekati mereka. Jing-lingcu bertambah heran, masakan seorang jago muda
yang begitu ganteng, suatu nama saja tidak ada, tapi pakai panggilan menurut
urut2an, ia pikir didalamnya pasti ada apa2nya, maka katanya kemudian :"O,
kiranya Kaheng adanya silahkan masuk dan istirahatlah seadanya !" habis itu ia
sibuk menyambut tamu yang lain lagi.
A Siu pikir Li Pong adalah sahabat baik Jing-ling-cu, pergaulannya luas,
pengalamannya banyak, kalau tanya tentang Ti Put-cian kepadanya, tentu ia bisa
memberi keterangan. Maka orang tua itu hendak segera dihampirinya, namun baru ia
memutar atau Li Pong sudah mendekatinya lebih dulu sambil menyapa : "Kah-laute,
apakah saudaramu tidak ikut datang?"
Melihat orang tua itu sangat peramah, cepat jawab A Siu :
"Ia sudah datang, cuma masih banyak tempo, sementara ini ia masih menikmati
pemandangan indah pegunungan ini,
sebaliknya aku ingin sekali mencari seseorang, maka datang kemari lebih dulu."
Memangnya Li Pong ingin tahu asal usulnya A Siu dan Jun-yan, mendengar ada
seseorang yang hendak dicarinya, segera tanyanya : "Eh, entah siapakah yang
hendak Ka-laute cari ?"
"Ia she Ti bernama Put-cian, orang Kang ouw menjuluki dia Kang Lam-it-ci-seng,"
sahat A Siu. Li Pong menjadi terkesiap, pernah beberapa kali ia melihat Ti Put-cian, orangnya
memang tampan, tapi kelakuannya sama sekali tidak dipuji. Entah "Kah-loji" ini
untuk apa hendak mencarinya " Kemudian iapun menjawab : "Agaknya tiada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelihatan bayangannya bahwa Ti Put-cian disini, hanya dua tahun yang lalu pernah
kuberjumpa dengan dia."
A Siu menjadi kecewa dan Li Pong bertambah heran. Ia pikir mungkin Ti Put-cian
yang terkenal jahat itu telah berbuat sesuatu dosa apa, maka "Kah-loji" hendak
mencari dan bikin perhitungan dengan dia. Sudah tentu tak terpikir olehnya bahwa
"Kah-loji" dihadapannya ini justru satu gadis jelita yang putih bersih tapi
kesengsem dan merindukan Kam Lam it-ci-seng Ti Put-cian yang jahat laknat itu.
"Apakah mungkin hadir kesini, Li-locianpwe ?" tiba2 A Siu bertanya pula dengan
sipatnya yang polos. "Susah dipastikan," sahut Li Pong ragu2.
"..Tapi biasanya Ti Put-cian itu berkeliaran di daerah Kanglam, sekarang tidak
sedikit tokoh2 Kanglam yang lagi duduk2 mengobrol didalam, jika Kah-laute suka
mencari keterangan pada mereka, tentu akan diketahui jejaknya."
Segera A Siu menerima usul itu lalu ikut menuju keruangan belakang, lantas
terdengarlah suara gelak tawa yang ramai didalam. Ketika A Siu ikut Li Pong
melangkah masuk ruangan kamar itu, terlihatlah ditengah duduk lelaki jelek
bermuka walang yang dijumpainya ditengah jalan itu lagi ter-bahak2
suaranya yang nyaring melengking. Didepannya duduk
seorang Nikoh atau paderi wanita yang berwajah welas asih, tangannya memegang
sebatang kebut. Disamping mereka duduk lagi dua orang, satu lelaki dan yang lain wanita. Yang
lelaki berjidat lebar, penuh berewok sangat gagah, sedang yang wanita kira-kira
berusia lima puluhan tahun, kurus kering badannya, dari mukanya
kelihatan bukanlah orang jahat.
Disebelah lagi duduk dua orang, juga satu lelaki dan seorang wanita. Yang lelaki
berperawakan pendek, bermuka cemberut mirip rupanya orang kematian. Sedang yang
wanita tinggi besar itu kulitnyapun juga yang sudah keriput,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rambutnya ubanan, mukanya juga bersengut seakan2 orang menagih utang, tapi tidak
berhasil. Diantara mereka terdapat pula seorang Thauto atau Hwesio yang berambut,
kepalanya sebesar gantang, wajahnya merah ber-seri2, duduknya bersandar tiang.
A Siu mengerling sekeliling atas dari semua orang itu, ia merasa silelaki jelek
bermuka walang dan Nikoh tua itulah yang kelihatan Lwekangnya yang paling hebat,
sedang yang lain biasa saja baginya.
Kemudian satu persatu Li Pong memperkenalkan padanya kepada A Siu. Ternyata
Thauto itu adalah Thi-thau-to sipaderi kepala besi dari Ngo-tai-san. Ilmu
Lwekangnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi. Lelaki berewok dan wanita kurus kering itu bukan
lain yalah Tai-lik-sin Tong Po bersama isterinya Tay-jing-siancu Cio Ham. Lelaki
pendek dan wanita tinggi bermuka cemberut itu masing2 adalah Ok Hua to Ciok Kat-
sing dan Li-pian-jiok Sian Tim, keduanya juga tokoh persilatan juga mahir ilmu
pertabiban, maka mereka diundang oleh Jing-ling-cu dengan maksud, kalau perlu
supaya bisa mengobati manusia aneh yang cacat itu.
Sedang lelaki yang bermuka walang itu sudah kenal A Siu sebagai Hwe Tek dan
Nikoh tua itu ternyata satu diantara kedua paderi sakti dari Go-bi-san yang
terkenal dengan ilmu Ji-lay-it-ci, tutukan dengan jari sakti namanya Boh-hoat
Suthay. Ketika semua orang mula2 melihat Li Pong membawa
masuk seorang pemuda, semua orang merasa heran. Tapi demi nampak tindakan A Siu
yang kokoh kuat, sinar matanya yang tajam semua orang bertambah aneh oleh pemuda
yang lihay ini. Sesudah Li Pong memperkenalkan, kemudian katanya
pula,"Kah-heng ini ingin mencari keterangan satu orang.
Dalam hal ini rasanya Tong-heng akan lebih mengetahui."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah yang dia tanya, tentang urusan apa ?" tanya Tong Po.
"Ia ingin tahu jejaknya Kang Lam-it-ci-seng Ti Put-cian,"
sahut Li Pong. Mendengar nama itu disebut, wajah Tay-lik-sin Tong Po mendadak berdiri dan
berseru : "Apakah Ti Put-cian hadir kemari ?"
"Tidak, tapi Kah-heng justru lagi mencarinya," sahut Li Pong.
Perawakan Thay-jing-siancu Cio Ham yang kurus kering tinggi gala bambu itu
tingginya, ternyata melebihi sang suami.
Dengan wajah merah padam mendadak dia berteriak kearah A Siu: "Kau pernah apanya
Ti Put-cian, untuk keperluan apa kau mencari dia?"
Diam2 A Siu pikir, kenapa wanita kurus ini begitu galak"
untuk sejenak ia ragu2 cara bagaimana dia harus
menjawabnya, sahutnya kemudian: "Aku adalah sobat
baiknya." "Lau Tong," seru Cio Ham kepada sang suami, "akhirnya dapatlah kita menemukan
dia!" Tong Po mengangguk, sudah tentu orang semua yang
hadir disitu tidak paham apa yang sudah terjadi dan apa maksud kata2 Cio Ham
itu. "Bagus sekali, orang she Kah, jika memang kau sobat baik sikeparat Ti Put Cian
itu, sekarang juga ingin kami tanya kau kejadian dua bulan yang lalu, dua murid
kami terbunuh di dekat Tinkang itu, kau ikut serta tidak?" tanya Cio Ham sambil
melangkah maju. Karuan A Siu bingung. "Dar . . . darimana aku tahu?"
sahutnya kemudian dengan tidak lancar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cio Ham menjadi gusar. "Masih berani kau pura2 tidak tahu, apabila kau mengaku
sobat baik dengan Ti Put-cian, tentu kaupun bukan manusia baik2," bentaknya
sembari ulur tangannya terus mencengkeram.
Tenaga cengkeraman itu ternyata keras sekali, hingga membawa angin mendesing,
sedang Li Pong terus berseru :
"Enso Tong, ada urusan apa, terangkanlah dahulu, jangan buru2 turun tangan !"
Untuk sejenak Cio Ham berhenti, katanya dengan muka
merah padam : "Kedua murid kami dua bulan yang lalu telah terbinasa ditangannya
Ti Put-cian, sebelum ajalnya, mereka sempat mengirim berita pada kami bahwa
musuh yang membokong mereka adalah Ti Put cian beserta seorang
kawannya kangzusi.com, jika begitu, siapa lagi kawannya itu kalau bukan bocah
sekarang ini " Apakah sakit hati
membunuh murid harus kudiamkan begini saja ?"
Li Pong menjadi bungkam mendengar alasan itu.
Sebaliknya silelaki jelek bermuka walang itu tiba2 ter-kekeh2
dan berkata : "Aha, muridnya sendiri yang tak becus, pembunuh biang keladinya
tak diketemukan, sekarang malah merecoki pada seorang yang belum pasti diketahui
berdosa atau tidak !"
Cio Ham menjadi murka, muridnya dibunuh orang, masih di-olok2, ia tertawa dingin
dan menyahut: "Lo-mo-thau (iblis tua), kau membual apa ?"
Kembali lelaki jelek bernama Hwe Tek itu terkekeh-kekeh katanya: "Alangkah
garangnya lagakmu! Apa kau sangka orang mudah kau robohkan" Cobalah kalau kau
tak percaya, kalau kalian suami istri berdua mampu mengalahkan anak muda ini,
aku terima menjura tujuh likur kali padamu !"
"Hm, Lo-mo-thau, kau benar2 memandang rendah pada
kami!" jengek Cio Ham. Habis ini mendadak berseru: "Lo Tong!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rahasia Tong Po takut bini sudah bukan rahasia lagi
dikalangan kangouw, maka demi mendengar panggilan
istrinya itu, cepat ia mengia dan melompat maju.
"Mari kita jajal bocah ini kepelataran depan sana," kata Cio Ham pula.
Melihat orang sungguh2 hendak bergebrak dengan dia, A Siu menjadi gugup, ia
menggoyang-goyang tangannya sambil berkata, "Kita selamanya tidak kenal, tanpa
dendam takkan sakit hati!" habis berkata, sekali tubuhnya melesat, segera
bermaksud undurkan diri. Namun baru sedikit badannya bergerak, tahu2 Cio Ham
sudah mendahului membentak: "Jangan lari!" berbareng itu, pedang sudah
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilolosnya dan menghadang diambang pintu.
Melihat kesebatan dan gerak senjatanya yang lihay, A Siu tak berani sembrono, ia
mundur selangkah, lalu menegur.
"Sudah kukatakan kita tiada bermusuhan apa2, kenapa kau memaksa aku turun tangan
?" "Justru aku ingin kau turun tangan!" teriak Cio Ham sambil ayun pedangnya dengan
cepat dan kencang, sinar pedang kemilauan menyilaukan mata.
Akan tetapi A Siu tidak ingin berkelahi dengan orang, ia terus mundur hingga
tanpa merasa telah mundur sampai didepan kursi silelaki jelek bernama Hwe Tek
itu. Ketika ia hendak mundur lagi, ternyata dari belakang seakan2 ditahan oleh
selapis tembok kuatnya. Ia melengak, ketika melirik, kiranya Hwe Tek itu masih
duduk tenang ditempatnya, hanya sebelah telapak tangannya sedikit membalik
mengarah kepunggungnya A Siu, dengan sorot
mata tajam sedang menatap padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka tahulah A Siu tenaga kuat yang menahan dari
belakang terang keluar dari tangan Hwe Tek itu. Ia menjadi terkejut, memang
sejak bertemu ditengah jalan, ia sudah melihat Lwekang lelaki jelek ini luar
biasa, tatkala iapun menjawil A Siu agar berlaku hati-hati, kini dugaannya itu
ternyata tidak salah. Dan karena ditolak dari belakang, terpaksa A Siu berulang kali mesti menghadapi
bahaya, ia berkelit kian kemari oleh serangan Cio Ham yang sementara itu sudah
dilontarkan. Tapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Siu dapat menghindarkannya dengan enteng dan manis sekali.
Ilmu pedang yang dimainkan Cio Ham itu terkenal sebagai
"Thay-jing-kim-hoat", anehnya setiap kali serangan tampak hampir mengenai
sasaran, selalu A Siu dapat menghindar dengan cepat dan enteng seperti gontai
pergi oleh angin serangannya. Lama2 Cio Ham menjadi gemas. Tiba2 ia
getarkan pedangnya hingga mengeluarkan sinar gemilapan; seketika A Siu seperti
terkurung didalam sinar pedangnya, tampaknya asal sekali tusukan pedang
dilontarkan, pasti A Siu akan mengalami nasib malang.
Nampak keadaan itu, tanpa pikir Li Pong sudah lantas lolos golok pusakanya Pek-
lin-sin-to dan Boh-hoat-suthay juga angkat kebutnya dengan maksud hendak
menolong A Siu. Tak terduga, tiba2 bayangan orang berkelebat, tahu2 A Siu sudah
menyelinap keluar dari kurungan sinar senjata itu, anehnya tak kelihatan dari
arah mana A Siu menerobos keluar.
Karuan semua orang tercengang, sungguh tidak tersangka dengan ilmu pedangnya Cio
Ham yang terkenal lihay dan tampaknya A Siu sudah terkurung oleh sinar
senjatanya itu, tapi tahu2 bisa loloskan diri, sampai seujung bajunya saja tidak
sobek, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat
Ginkang atau ilmu mengentengkan tubuh bocah itu. Maka tak mau mereka pun berseru
memuji. Tentu saja Cio Ham tambah sengit, dengan gusar teriaknya
: "Anak busuk, tidak lekas kau lolos senjata, jangan salahkan aku jika kau
sebentar badanmu berlubang!"
"Sudah kukatakan tidak bermaksud berkelahi dengan kau, darimana aku punya
senjata ?" sahut A Siu tenang.
Ternyata jawaban yang tulus itu telah disalahartikan sebagai ejekan oleh Cio
Ham, tanpa berkata lagi ber-runtun2
ia melontarkan serangan lagi beberapa kali. Akan tetapi masih tetap A Siu
menghindarkan tanpa balas menyerang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat, terimalah serangan ini!" teriak Cio Ham pula, dengan geram cepat
pedangnya menebas. Namun dengan sebat dan enteng sekali A Siu tergontai pergi hingga saking
cepatnya pedang Cio Ham menyerempet tiang disamping A Siu. Sungguh hebat
serangan itu, sedikit berayal saja tubuh A Siu mungkin sudah terkutung.
Semua orang menjadi ter-heran2 pula melihat gerakan A Siu yang lincah dan aneh
itu. Walaupun disitu hadir jago silat dari berbagai golongan, tapi tiada satupun
yang mengenali dari aliran mana ilmu silat A Siu itu. Maka baru sekarang mereka
mau percaya olok2 Hwe Tek tadi, memang nyata, kalau mau sungguh2 A Siu sudah
dapat mengalahkan Cio Ham.
Diluar dugaan, mendadak A Siu melompat kesamping lalu berseru: "Sudahlah cukup,
baiklah aku mengaku kalah saja!"
Karuan semua orang ternganga heran, lebih2 Cio Ham
yang tahu jelas yang tak mampu menyenggol seujung rambut lawannya tapi mengapa
tiba2 lawannya itu terima mengaku kalah" Untuk sesaat ia menjadi tertegun
ditempatnya. "Aha, teranglah dia bukan manusia sebangsanya It-ci-seng Ti Put-cian, harap Enso
Tong dapat berlaku bijaksana," lekas2
Li Pong berusaha meredakan suasana tegang itu.
"Haha, bocah ini terang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, mengapa dia
berlaku sungkan2" Biarlah aku
menjajalnya," seru Hwe Tek tiba2 sambil melangkah maju.
Habis ini ia menanya pula kepada A Siu: "Bocah, siapakah gurumu ?"
"Hai, Lo-mo-thau, orang begitu muda, dengan pamormu, masakan kau akan bergebrak
dengan dia?" seru Li Pong tiba-tiba.
"Hm, pamor apa segala?" jengek Hwe Tek mendadak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin selekasnya kalian akan terbinasa tanpa kubur, masih bicara tentang
pamor segala!" "Apa maksud kata2mu ini, Lo-mo-thau?" tanya Li Pong heran.
"Bocah ini umurnya belum ada 20 tahun tapi sudah sekian tinggi kepandaiannya,
lantas kalian sangka siapa gurunya"
Kecuali "dia", siapa lagi" Dan kalau dia untuk kedua kalinya muncul pula di
Kangouw, siapa diantara kita mampu
menandinginya?" kata Hwe Tek.
Mendengar itu, semua orang menjadi bungkam dengan
saling pandang, tiba-tiba Thi-thau to berkata tak lancar: "Kau maksudkan dia...,
dia...." "Ya, dia! Dikalangan jaman ini, siapa orangnya bisa lebih lihay dari dia?" sahut
Hwe-tek. Tanya jawab itu walaupun tidak dijelaskan siapa nama si
"dia" itu, tapi semua orang hadir disitu semua sudah sama memahami siapa
gerangan yang dimaksudkan.
"Kalian masih ingat bahwa tahun ini adalah tepat waktu yang dia janji akan
muncul pula," kata Hwe Tek pula. "Selama 32 tahun ini dia juga sudah berumur
tujuh puluhan dan kalau dia belum mati dan benar2 muncul kembali siapa sanggup
menandingi?" "Menandingi siapa?" tiba2 seorang menyambung dari luar.
Kiranya dia adalah Tuan rumah Jing-ling-cu yang masuk membawa seorang Hwesio
pendek gemuk, didadanya tergantung tiga buah kecer tembaga yang kuning gilap.
"Marilah kita perkenalkan, inilah Hoat-teng Taysu dari Thian-tongsi di
Ciatkang," kata Jing ling-cu. Lalu dia menanya lagi tentang siapa yang tak bisa
ditandingi itu. "Gurunya," sahut Hwe Tek sambil menunjuk A Siu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah kukatakan aku tak mempunyai guru kalau murid sih ada!" sahut A Siu ke-
kanak2an. Karuan semua orang melengak lagi, masakan ada murid
tanpa guru" "Lalu, siapa muridmu itu?" tanya Hwe Tek lagi.
"Muridku juga seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi
Hwesio," ujar A Siu.
Mendengar itu orang lain hanya heran saja, sebaliknya Hoat teng Taysu terus
berjingkrak, teriaknya : "Dusta !"
"Mengapa ?" tanya silelaki jelek alias Hwe Tek itu.
"Tiat-pi adalah saudara angkatku, kepandaiannya
Gwakangnya jarang ada tandingannya disekitar Hunlam dan Kuiciu, namanya sudah
tersohor lebih 20 tahun yang lalu, mana mungkin mengangkat bocah cilik ini
sebagai guru ?" tutur Hoat-teng. Semua orang diam2 tertawa geli dan mau percaya apa
yang dikatakan itu memang sungguh-sungguh. Sebab kalau benar Tiat-pi Hwesio
adalah muridnya A Siu, bukanlah Hoat-teng juga menjadi keponakan guru anak muda
ini, pantasan saja ia berjingkrak.
Hwe Tek tak urus soal itu lagi, tiba2 ia menghela napas dan berkata : "Sungguh
tidak nyana sang Tempo liwat begini cepat, tahu2 30 tahun sudah lewat. Dan
sampai sekarang, toh masih tiada seorangpun diantara kita yang dapat menandingi
dia !" "Sebelum ini akupun sudah teringat soal ini," sela Jing-lingcu. "Menurut aku
orang yang bisa menandingi dia bukannya tidak ada !"
Hwe Tek bergelak ketawa mengadah. "Siapa?" tanyanya.
Lagu suaranya penuh kesombongan se-akan2 pertanyaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"siapa" itu termasuk pula : Aku saja mengaku tak bisa menandingi, lalu dijagat
ini siapa lagi yang mampu "
"Justru undanganku ini kepada para tokoh Bu-lim, karena aku ingat tahun ini
adalah tahun yang dijanjikan iblis itu, menurut pendapatku, orang yang mampu
menandinginya, mungkin sobat aneh yang tak diketahui asal usulnya itu," ujar Jing-ling-cu.
"Sobat itu berada dimana ?" tanya Hwe Tek.
"Beberapa hari yang lalu sudah kelihatan muncul
dipegunungan ini, tapi pagi hari ini telah menghilang lagi,"
kata Jing-ling-cu. "Usul Jing-ling Toheng memang beralasan," ujar Li Pong.
"Kebetulan hari ini kita berkumpul disini, tentu dia akan datang kemari untuk
memenuhi janjinya." "Siapakah gerangan yang kalian bicarakan ?" saking heran A Siu menanya.
Tiba2 hati Li Pong tergerak, sahutnya : "Kah laute,
kebetulan kali ini kaupun hadir disini, maka alangkah baiknya bila kaupun suka
membantunya nanti. Orang itu she Ki, namanya Go-thian, berpuluh tahun yang lalu
sudah tiada tandingan diseluruh Bu-lim, kini kalau muncul lagi, terang
malapetaka bagi dunia persilatan kita."
"Ah, kiranya Ki Go-thian itu," ujar A Siu.
Semua orang menjadi heran, masakan usia semuda "Kah-
loji" ini juga kenal Ki Go-thian.
"Jadi Kaheng sudah kenal dia " Dimana bertemu ?" tanya semua orang berbareng.
"Aku bertemu dia diwilayah Ciatkang, ia berada bersama seorang Thauto yang
bernama Ngo-seng." tutur A Siu. Lalu ia ceritakan pengalaman yang lalu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kepandaian Ki Go-thian ternyata jauh
bertambah lihay itu, seketika wajah semua orang berubah pucat. Dan selagi Li
Pong hendak menanya pula, mendadak diluar kuil sana terdengar suara "blung" yang
keras, begitu keras suara itu hingga debu sana bertebaran. Semua orang terkesiap
dan semua orang berkata : Ah, datanglah dia !
Suara dentuman itu terlalu keras datangnya maka seketika semua orang menduga
pasti Ki Go-thian yang sudah datang.
Untuk sesaat ruangan itu menjadi hening. Hanya Hwe Tek yang tampak tenang-tenang
saja. Betapapun juga, sebagai jago kawakan serta tuan rumah, kemudian Jing-ling-cu
buka suara: "Hari ini kita akan menghadapi musuh lama mati atau hidup kita
biarlah bersama. Marilah kita menghadapi diluar!"
Segera Jing-ling-cu mendahului keluar dan diikuti oleh semua orang. Ternyata
dipelataran luar sudah ramai
dikerumuni orang, apa yang dikerumuni itu tidak kelihatan.
Anehnya orang-orang yang lagi merubung itu sama-sama bisik-bisik entah apa yang
diceritakan, tapi tiada seorangpun diantara mereka yang tampak ketakutan.
"Siapakah gerangan yang bikin ribut disini" Mungkin sobat lama yang mana sudi
berkunjung kemari, maafkan bila
penyambutan kami kurang sempurna!" Segera Jing-ling-cu berseru. Suaranya keras
berkumandang hingga berisik semua orang itu tersirap, nyata Lwekang yang
diunjukan Jing-ling-cu ini tak bisa dipandang enteng.
Melihat munculnya tuan rumah, maka menyingkirlah
orang2 yang merubung itu kepinggir maka tertampaklah di-tengah2 situ seorang
berbaju hitam yang sudah luntur hingga lebih mirip warna kelabu, lagi meringkuk
tidur sambil berpeluk dengkul, disampingnya ada segunduk benda kehitam-hitaman
entah apa barangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika sudah dekat, ternyata orang itu berdandan sebagai sastrawan miskin,
tampaknya masih muda, bukanlah Ki Go-thian yang mereka takuti itu. Sedang
gundukan benda tadi ternyata sebuah genta raksasa yang sudah berkarat. Semua
orang menjadi heran mengapa tiba-tiba muncul seorang aneh demikian.
"Siapakah tuan, ada keperluan apakah kunjunganmu
kemari ?" segera Jing-ling-cu menegur lagi.
Tiba-tiba orang itu menguap sambil mengangkat kedua
tangannya kelangit dan mengulet ke-malas2an, tangannya ternyata panjang luar
biasa, kemudian dengan sungkan ia menjawab: "Ah, kiranya Jing-ling Totiang
sendiri sudi keluar menyambut. Kunjunganku kemari tiada maksud lain, cuma
kabarnya hari ini semua tokoh dan jago Bu-lim sama
berkumpul disini, maka Cayhe hanya datang sebagai peninjau saja!"
Tutur kata sastrawan miskin ini ternyata cukup sopan santun, suara nyaring
jelas, terang bukan sembarangan orang.
Anehnya tiada seorangpun tokoh2 yang hadir itu yang kenal padanya, padahal
seorang jago yang membawa sebuah genta raksasa yang menyolok itu, masakan
selamanya tak pernah dengar namanya.
Hanya A Siu saja segera mengenali bahwa orang inilah yang telah menggodanya
diatas perahu ditelaga Se-oh itu.
Tatkala mana sastrawan inipun sedang nyenyak, lalu menguap dan mengulet,
lagaknya persis seperti barusan ini.
Dalam pada itu Tong Po mempunyai tenaga raksasa
pembawaan, menjadi ketarik oleh genta yang dibawanya sastrawan miskin itu, ia
tidak percaya orang sekurus itu mampu mengangkat genta yang besar dan antap itu.
Tanpa pikir ia terus mendekati genta itu, ia pegang
kupingan genta itu sambil membentak "naik !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diluar dugaan, tiba2 sastrawan itu sedikit menahan genta itu dengan sebelah
tangannya, kontan Tong Po merasa suatu tenaga besar menggetar dadanya. Lekas ia
lepas tangan, namun begitu, iapun tergetar mundur beberapa tindak, dengan
tercengang ia pandang sastrawan miskin itu.
Tapi sastrawan itu hanya tersenyum tawar saja, dengan enteng sekali tiba2 ia
angkat gentanya secara terbalik diatas pundak, lalu hendak menuju kegubuk yang
dibangun untuk para tetamu itu.
Se-konyong2 bayangan orang berkelebat, tahu2 Hwe Tek melesat menghadang
kehadapan sastrawan itu sambil berkata dengan dingin : "Jika saudara datang
kemari untuk ikut pertemuan kita kenapa nama saja tak kau beritahukan kepada
tuan rumah ?" "Aha, namaku yang rendah sebenarnya tiada harganya
disebut, tapi kalau kalian ingin tahu, terserahlah," sahut sastrawan itu dengan
lagak jenaka. "Namaku Ko, she Wi, dari wilayah barat, ditengah jalan kebetulan
memperoleh genta rombeng ini, maka sekalian kubawa. Nah, apa lagi yang kalian
ingin tahu ?" Mendengar nama orang Wi Ko, diam2 Hwe Tek tersenyum
geli, ia pikir orang pakai nama samaran lagi seperti "Ka-loji"
itu. Tapi demi mendengar orang datang dan wilayah barat, tanpa merasa ia pandang
Liok-hap-tongcu Li Pong. Hendaklah diketahui bahwa Khong-tong-pay terhitung
suatu aliran terbesar dikalangan wilayah barat, sebagai seorang ketua, tentunya
Li Pong kenal nama orang. Tak terduga Li Pong hanya menggeleng kepala saja.
Sementara itu sastrawan yang memperkenalkan namanya
sebagai Wi Ko itu telah berdiam saja kepada semua orang, lalu pergi sendiri ke
gubuk disamping sana. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Jing-lingcu heran oleh kelakuan orang tiba2
dilihatnya Thi-thau-to yang berdiri disampingnya mengunjuk rasa curiga seperti
tiba2 ingat sesuatu.
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rupanya Li Pong juga sudah melihat perubahan sikap Thi-thau-to itu segera ia
menanya: "Lau Thi, ada apakah kau, kenapa tak kau katakan saja dihadapan orang
banyak!" "Aku hanya ragu2 kepada genta yang dibawa orang she Wi itu seperti...."
"Seperti apa" Apa kau maksudkan seperti genta besar milik Biau-jiu-losat Ki
Teng-nio di puncak Go-bisan itu?" sela Cio Ham tiba2.
Thi-thau-to melengak bingung, sebab ia tidak tahu kalau Ki Teng nio itu
menggantung sebuah genta bwsar dikaki gunung kediamannya, maka ia tak bisa
menjawab. Sebaliknya A Siu yang sejak tadi mendengarkan terus, kini tiba2
menyela: "Hanya mirip, tapi bukan Genta yang tergantung dikaki gunung Go-bisan itu,
berukiran kembang yang menonjol keluar, tapi ukiran genta tadi mendengkuk
kedalam!" "Dari mana kau tahu?" bentak Cio Ham. Rupanya ia masih mendongkol pada A Siu.
"Aku pernah memukul genta itu digunung, maka cukup
jelas melihatnya," sahut A Siu.
"Lalu Lau Thi maksudkan genta yang mana?" tanya Li Pong tak sabaran.
"Kejadian itu kalau dibicarakan sungguh memalukan," tutur Thi-thau-to. "Dahulu
karena menguber Ngo-seng yang
mendurhakai perguruan itu, aku telah tiba sampai disuatu pulau terpencil
dilautan selatan, pulau itu ternyata tiada penduduknya, dan disanalah aku
melihat genta tadi. Pikirku kalau pulau tanpa penduduk, dari manakah terdapat
genta semacam itu" Aku menjadi heran dan bermaksud membawa kembali genta itu,
tak terduga belum maksudku terlaksana,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiba2 muncul seorang wanita berambut panjang terurai, berjari merah membara,
tapi wajahnya cukup cantik, cuma dari sifatnya tampak sekali bukan dari aliran
suci. Dan karena percekcokan mulut, akhirnya aku terpaksa bergebrak dengan
dia...." "Tak usah diterangkan lagi pasti kau dikalahkan, bukan?"
tiba2 Hwe Tek menyela. "Benar, apakah Hengtay tahu siapa wanita itu?" sahut Thi-thau-to.
"Aneh, sebagai seorang ketua aliran terkemuka, masakan wanita itu tak kau
ketahui?" jengek lelaki jelek alias Hwe Tek itu.
"Sungguh memalukan, harus diakui, memang sampai kini aku masih belum tahu siapa
dia," kata Thi-thau-to.
Aneh juga dengan kedudukan Thi-thau-to sebagai Ketua Ngo-thay-pay, terhadap Hwe
Tek ternyata sangat merendah dan mengia. Dari sini dapat dibayangkan betapa
disegani Hwe Tek itu. "Apa kalian pernah dengar disana dahulu diwilayah Hunlam dan Kuiciu muncul
seorang jago wanita, Kui-bo Li-hun ?" tutur Hwe Tek. "Selama hidupnya ia sungkan
terima murid, baru usianya sudah lanjut, ia menerima dua orang murid. Tatkala
mana usia Kui-bo Li-hun sudah hampir sembilan puluh tahun, tapi betapa tinggi
ilmu silatnya juga susah diukur. Kedua muridnya itu yang satu kita kenal sebagai
Biau-jiu-losat Ki-teng-nio yang sudah mati, sedang seorang lagi adalah wanita
yang dijumpai Lau Thi yang berjari merah membara, rambut terurai tapi ilmu
silatnya jauh lebih tinggi dari sang suci boleh dikata hampir mewariskan seluruh
kepandaian gurunya, ia bernama Li-giam Ong To Hiat-koh!"
Mendengar "Li-giam-ong To Hiat-koh" atau siratu akherat, seketika semua orang
terkejut. Sudah lama nama Li-giam-ong itu lenyap dari Bu-lim, apabila dia masih
hidup, pasti ilmu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silatnya bertambah tinggi lagi. tapi genta pusakanya tahu2
jatuh ditangan sastrawan miskin she Wi itu, maka
kepandaiannya yang belakangan ini dapat dibayangkan. Yang mengherankan yalah
umurnya masih begitu muda, siapa
gurunya pun tak diketahui.
Dalam pada itu masih juga memikirkan daya-upaya akan menghadapi Ki Go-thian yang
ditakuti itu. Karena itu be-ramai2, mereka terus masuk kembali kekuil untuk berunding lebih
dulu, tapi tiada sesuatu hasil pembicaraan yang diambil.
Sementara itu hari sudah petang, dalam hati A Siu masih tetap terkenang kepada
Ti-put-cian, akan tetapi selama itu masih belum diketahui jejaknya, ia menjadi
masgul, ia ingin sekali berbicara kepada seseorang kawan, seperti Jun-yan, yang
selalu menghibur hatinya yang lara. Tapi gadis itu entah berada dimana sekarang.
Dalam keadaan murung, A Siu terus ayun langkahnya
menjelajahi bukit pegunungan itu, ia mendapatkan sebuah batu besar, dengan duduk
bersandarkan batu itu, ia melamun jauh kelautan mega sana sambil menghela napas.
Dan sekali ia duduk melamun, tahu-tahu 2-3 jam telah lewat, dewi bulan sudah
menghiasi ditengah cakrawala, tapi diatas puncak sana bertambah berisik oleh
datangnya tetamu yang baru. A Siu merasa jemu dengan segala suara ramai itu ia
ingin keadaan sunyi senyap, alangkah baiknya diganti dengan suaranya Ti-put-cian
biarpun suara makian atau cacian, rasanya ia pun suka, daripada hati selalu
dirundung rindu. Per-lahan2 ia berdiri hendak kembali kepondoknya, tapi baru selangkah, tiba2
didengarnya diatas batu besar yang dibuatnya bersandar itu ada suara orang
menghela napas juga. Malahan terdengar orang itu bersenandung pula yang bernada
rindu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera A Siu dapat mengenali suara orang itu sebagai sastrawan she Wi itu, ia
heran siapakah gerangan yang dirindukan sastrawan itu"
Sedang A Siu berpikir, terdengar orang she Wi itu berkata lagi pada dirinya
sendiri: "Haha, wanita menyamar sebagai lelaki, hampir aku kena diingusi!"
A Siu tergerak pikirannya, ia coba mendongak keatas, terang itulah sorot mata
orang yang tajam lagi memandang juga kebawah. Ia menjadi jengah sendiri, nyata
penyamarannya sudah diketahui orang.
Dalam pada itu Wi Ko itu sudah lantas berkata dengan tertawa : "Maaf, nona Siu,
bila aku bikin kaget padamu. Aku kangzusi.com hanya ingin numpang tanya. Kenapa
nona Jun-yan tidak ikut serta bersama kau kesini ?"
"Enci Jun-yan sudah berada disini," sahut A Siu. "cuma dia bilang hatinya
masgul, ingin menikmati pemandangan alam pegunungan ini, sebaliknya aku kesusu
hendak mencari Ti-toa ko, maka hadir kesini lebih dulu."
"Ti-toako" Apakah kau maksudkan Ti Put cian berjuluk Kang Lam-it-ci-seng itu ?"
tanya Wi Ko. "Benar," sahut A Siu, "Apakah kau tahu dia berada dimana
" Ah, rasanya dia takkan hadir kesini!"
Heran sekali Wi Ko mendengar orang yang dicari si gadis adalah Ti put-cian yang
terkenal ganas laknat itu, padahal kalau dibandingkan gadis polos dihadapannya
ini, terang bedanya langit dan bumi. Namun begitu, ia menjawab juga :
"Dimana dia berada sekarang, aku tidak tahu. Tapi
bagaimanakah nona kenal dan berkawan dengan dia ?"
"belum lama kami berkenalan, hanya secara kebetulan saja kami bertemu didaerah
Biau," tutur A Siu singkat.
"Ah, kiranya nona berasal dari suku Biau," tanya Wi Ko.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Siu hanya mengangguk. Sebaliknya sikap Wi Ko yang
biasa ke-malas2an itu tiba2 berubah sungguh2, nyata
perhatiannya terhadap diri A Siu bukanlah secara kebetulan saja.
Tiba2 katanya dengan menahan suara,"Nona Siu, ingin aku menanya sesuatu kepadamu
..........." Tapi belum lagi ia melanjutkan kata2nya terdengarlah suara tertawa orang yang
seram sekali bergema diangkasa
pegunungan itu, begitu seram menusuk suara tawa itu hingga bagi yang mendengar,
seketika bulu roma sama berdiri.
"Suara tertawa siapakah, begitu menyeramkan dimalam
buta ?" tanya A Siu.
"Sebentar lagi tentu kau akan tahu," ujar Wi Ko seakan-akan ia sudah kenal suara
siapa itu. Dalam pada itu, suara tertawa itu rupanya juga sudah mengejutkan semua orang
yang berada dipuncak Ciok-yong-hong itu, sebab beramai-ramai mereka terus
bangkit berkerumun ke pelataran depan kuil, sebaliknya didalam kuil itu lantas terang
benderang agaknya mereka juga terjaga bangun, lalu sama keluar ingin melihat apa
yang bakal terjadi. Segera A Siu juga hendak kembali ke Ciok yong hong
dibawah sana, tapi keburu ditahan Wi Ko, kata sastrawan rudin itu: "Tunggu
sebentar nona Siu, daripada kita ikut bikin kacau, tidakkah lebih baik kita
menonton saja disini?"
Sementara itu terlihat Jing-ling-cu, Liok-hap-tong-cu Li Pong dan silelaki
bermuka walang, Hwe Tek, serta lain-lainnya sudah muncul.
Tiba2 Wi Ko menunjuk Hwe Tek dan menanya A Siu: "Nona Siu, kau datang lebih
dulu, apakah kau tahu siapakah lelaki jelek itu ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entah, cuma dia diperkenalkan sebagai Hwe Tek, ada juga yang mau menyebut Lo-mo
thau (iblis tua) padanya." kata A Siu.
"Lo-mo-thau " Hahaha ! Memang aku sudah menduga dia, ternyata tidak salah!" seru
Wi Ko bergelak tertawa. -o0dw.kz-hendra0o- Jilid 9 SELAGI A Siu hendak menanya lebih jelas tiba-tiba belasan obor yang dipasang
dipelataran sana, apinya se-akan2
menjulang keatas seperti ditiup angin besar, sampai A Siu yang jaraknya belasan
tombak jauhnya merasakan angin yang kuat itu. Dalam pada itu suara ringkik tawa
tadi semakin keras, seorang wanita berambut terurai kusut mendadak muncul diatas
puncak itu. Wanita itu angkat tinggi2 tangannya sambil tertawa-tawa menengadah, karena
mukanya tertutup rambutnya yang
kusut, maka tidak tampak jelas, yang terang sepuluh jari tangannya merah
membara, ditumbuhi kuku jarinya yang panjang, tapi putih bersih, paduan warna
merah putih itu menjadi sangat menyolok.
Maka terlihatlah Jing-ling-cu dan Hwe Tek serta jago lainnya sama memapak maju,
wajah Jing-ling-cu nampak terkejut dan heran, dari jauh segera membalas orang
dengan suitan nyaring. Walaupun suaranya singkat pendek, begitu suara suitan itu
berkumandang, maka berkatalah Jing-ling-cu:
"Ah, kiranya Li giam-ong To Hiat koh yang sudah lama tidak keluar dikangouw hari
ini mendadak sudi hadir kemari, maafkan bila sebelumnya tak dilakukan
penyambutan!" A Siu pikir, kiranya wanita aneh inilah yang disebut si Ratu akherat To Hiat-koh
yang ilmu silatnya masih diatas Sucinya, yaitu Ki Teng-nio. Ia coba melirik Wi
Ko. Pemuda itu ternyata Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa saja, tetap dengan sikap yang ke-malas2an, si ratu akherat yang
menggetarkan itu seperti tak dipandang mata olehnya.
Dalam pada itu, karena teguran Jing-ling-cu tadi,
mendadak wanita itu menggeleng kepalanya, rambutnya yang kusut terurai itu
lantas tergontai kebelakang. Diluar dugaan wajahnya ternyata cantik ayu
tampaknya juga belum terlalu tua, cuma saja bila dilihat dari sorot matanya yang
tajam dapat diketahui pasti bukan orang dari aliran baik2. Ia hanya mengerling
sekejap kearah Jing-ling-cu, lalu menyahut:
"Hidung kerbau, pakai banyak adat apa segala! Aku hanya ingin tanya kau, apakah
tadi ada seorang sastrawan
kangzusi.com rudin yang datang kemari, harap kau suruh keluar terima kematian!"
habis berkata, dia perdengarkan lagi suara ketawanya yang menyeramkan itu.
"Eh, kiranya kedatangannya kemari hendak mencari kau,"
diam2 A Siu berkata pada Wi Ko ditempat sembunyinya itu.
"Ya, sudah kuketahui ia akan datang kemari, herannya kenapa dia baru sekarang
tiba," ujar Wi Ko tertawa.
Dalam pada itu baru Jing-ling-cu mengetahui maksud
kedatangan To Hiat-koh itu, pikirnya, walaupun sastrawan she Wi itu barusan
dikenal tapi sekali ia sudah hadir disini, sebagai tuan rumah aku harus
konsekwen, aku menghadapi segala kemungkinan. Maka sahutnya segera: "Ah Li-giam-
ong hendaknya suka menerima usulku ini karena berkumpulnya kami disini justru perlu
persatuan sesama kita untuk menghadapi lawan tangguh, maka sebelum peristiwa itu
berakhir haraplah Li-giam-ong kesampingkan dahulu
percekcokan pribadi!"
Diam2 Wi Ko memuji akan sifat kesatria Jing-ling-cu itu, katanya pada A Siu:
"Jing-ling Totiang nyata tidak kecewa sebagai tokoh yang dikagumi orang Bu-lim!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Tohiat-koh sudah berjingkrak karena
sahutan Jing-ling-cu tadi, teriaknya sengit: "Jing-ling-cu yang kutanya adalah
sastrawan keparat itu, jika benar dia berada disini, kau akan menyerahkan dia
tidak?" Betapa sabarnya Jing-ling-cu, melihat kekerasan orang, dia menjadi gusar juga,
sahutnya dingin: "Hm, siapa yang sudah berada ditempatku ini, rasanya tidak
mudah orang hendak berbuat se-wenang2 padanya! Walaupun aku tidak becus,
sekalipun hancur lebur, demi kehormatan biarlah! Jing-ling-cu bukan seperti
manusia pengecut!" Karuan To Hiat-koh berjingkrak murka oleh tantangannya itu, rambutnya yang
terurai itu se-akan2 mengak, jari tangannya yang merah darah itu, sudah lantas
diangkat hingga ruas tulangnya bunyi kertikan, segera dia hendak menyerang.
"Tahan dulu!" tiba-tiba terdengar seruan orang, tahu2
bayangan orang berkelebat, ditengah kalangan itu sudah bertambah seorang, dia
bukan lain, adalah Wi Ko.
"Keparat, akhirnya kau keluar juga!" bentak To Hiat-koh terus mencengkeram
dengan jari tangannya yang sudah
diangkat tadi. Cengkeraman jari yang dilontarkan To Hiat koh itu terkenal dengan nama "Kau-
beng-jiu" atau cakar pencabut nyawa yaitu sesuai pula dengan julukannya sebagai
ratu akherat. Kuku jari itu tampaknya putih bersih, tapi sebenarnya sudah
direndam air berbisa, sekali kena terpukul, racunnya meresap kedalam badan,
tanpa keluar darah seketika orangnya terbinasa.
Akan tetapi dengan gesit sekali Wi Ko sudah
menghindarkan cengkeraman itu. Sedang Jing-ling-cu terus berseru : "To Hiat-koh,
betapapun besarnya urusan, Ciok-yong-hong ini adalah kediaman Jing-ling-cu, mana
boleh orang berlaku sewenang-wenang didepan mata hidungnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
To Hiat-koh tertawa dingin, tapi demi dilihatnya dipihak orang begitu banyak
jumlahnya, ia pikir gelagat tidak menguntungkan, maka jawabnya : "Apa kira aku
jeri terhadap hidung kerbau macammu " Katakanlah apa kau minta satu lawan satu,
atau hendak maju berbareng ?"
"Jing-ling totiang," seru Wi Ko sebelum Jing-ling-cu menjawab orang, "sembelih
ayam tak perlu pakai golok, bagi perempuan bawel macam dia, tak perlu totiang
capekan diri !" To Hiat-koh menjadi murka dikatakan perempuan bawel, tanpa bicara lagi ia
mencengkeram lagi kearah punggung Wi Ko yang rada mungkur itu. Serangan itu
cepat lagi tanpa suara, pula dilakukan diluar dugaan Wi Ko, semua orang ikut
terkejut dan menyangka pasti sastrawan itu bakal celaka, untuk menolongnya juga
tak keburu lagi. Siapa nyana, seenaknya saja Wi Ko melangkah maju, maka cengkeraman To Hiat Ko
itu luput mengenai sasaran,
sekalipun demikian baju Wi Ko sobek juga sebagian.
"Sungguh hebat, memang Kau-beng-jiau tidaklah tersohor kosong !" seru Wi Ko.
Diam2 To Hiat-koh sangat terkejut, serangan kilat dan ganas yang diandalkan itu,
dengan enteng dapat dihindarkan oleh orang.
"Keparat, siapa kau sebenarnya, kenapa mencuri gentaku
?" bentaknya kemudian.
"Siapa diriku, rasanya tiada perlu kau tahu." sahut Wi Ko dengan mata berkilat2.
"Sedang untuk apa aku mencuri gentamu, kau sendiri cukup tahu !"
Kata2nya itu diucapkan dengan tenang dan biasa saja, tapi bagi pendengaran To
Hiat-koh, kata itu se-akan2 guntur disiang bolong. Tangan yang sudah diangkat
yang hendak menyerang pula seketika terhenti diudara, sedang wajah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik penuh nafsu pembunuh itu, seketika pun lenyap dan berobah hebat.
Semua orang menjadi heran, mengapa kata-kata Wi Ko
tadi, telah bikin iblis perempuan itu sedemikian terkejutnya.
Apakah mungkin siapa gerangan Wi Ko itu dapat diketahuinya, atau gurunya yang
disegani " Siapa gurunya, apa mungkin Ki Go-thian yang bergelar Tok-po-kian kun
itu " Akan tetapi dugaan mereka itu telah tersangkal oleh seruan To-Hiat-ko sesudah
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertegun sejenak: "Jadi .... jadi kau sudah mengetahui manfaat Tui-hun-kim-ceng
(genta pembunuh nyawa)?" lagu suaranya itu lemas lesu, seakan-akan rahasia yang disekamnya
sekian lama mendadak kena dibongkar
orang. Dalam pada itu Wi Ko hanya tersenyum tawar saja sambil mengangguk.
"Darimana kau mengetahui ?" teriak To Hiat-koh pula
dengan suaranya yang tajam melengking. Nyata gusarnya sudah memuncak.
"Kalau ingin orang tidak tahu, kecuali diri tidak berbuat!"
ujar Wi Ko tertawa. "Apakah ada sesuatu dijagat ini dapat membohongi orang
selamanya ?" Rupanya hati To Hiat-koh tergoncang luar biasa, kembali ia melangkah maju dan
membentak lagi: "Kecuali kau siapa lagi yang mengetahui?"
"Hahaha, langit mengetahui, bumi mengetahui, kau tahu dan akupun tahu, apa masih
kurang ?" sahut Wi Ko bergelak tertawa.
"Baik dan untuk selanjutnya hanya langit tahu, bumi tahu, dan aku yang tahu !"
seru To Hiat-koh. Berbareng itu, jarinya yang merah membara itu terus
mencengkeram kebatok kepalanya Wi Ko. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata sekali ini Wi Ko tak berkelit lagi, tapi mengebas lengan bajunya yang
besar longgar itu keatas, hingga tangan To-Hiat-koh terlibat. Maka terasalah To
Hiat koh semacam tenaga maha besar merintangi cengkeramannya itu, tanpa pikir
lagi kelima jari tangannya yang lain terus menjojoh kedepan pula mengarah
lambung lawan. Serangan ini sangat ganas sekali, asal sedikit tubuh Wi Ko kena
kuku jarinya, seketika air racun akan meresap kedalam darah, kecuali obat
pemunah To Hiat-koh sendiri, sekalipun malaikat dewata juga tak sanggup untuk
mengobatinya. Siapa tahu sebelah lengan baju Wi Ko tiba-tiba mengibas juga keatas, melibat
tangan To Hiat-koh sembari melindungi badan sendiri. Tahu akan betapa tenaga
dalam lawannya itu, asal kedua tangannya itu semua terlibat oleh lengan baju
orang mungkin susah lepaskan diri lagi, maka sekuatnya To Hiat-koh menyampok
kesamping, berbareng kakinya menutul terus membetot kebelakang.
Walaupun begitu tidak kuranglah terdengar suara "krak, krak, krak" tiga kali, To
Hiat-koh sempat melompat mundur kebelakang tapi tiga kuku jarinya telah patah
tertinggal dilibatan lengan baju Wi Ko. Keruan To Hiat-koh terkejut dan berdiri
terpaku ditempatnya dengan wajah pucat.
"To Hiat koh," jengek Wi Ko dengan tertawa dingin, "masih mujur bagimu, hanya
kuku jarimu yang tercabut, belum lagi pergelangan tanganmu patah. Gentamu berada
disini, apa kau masih menginginkannya ?"
To Hiat-koh benar-benar mati kutu, sungguh tak diduga bahwa lawan semuda itu
sudah memiliki kepandaian
sedemikian tingginya, kalau pertandingan diteruskan, rasanya tak menguntungkan,
maka jawaban sambil berkekeh-kekeh :
"Baik, genta boleh kau tahan, lihatlah apa yang bisa kau lakukan !"
Habis berkata, sekali tubuhnya melesat, secepat kilat orangnya sudah berada
belasan tombak jauhnya dan sekejap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula menghilang dibalik tebing sana, hanya ketinggalan suara tertawa yang tajam
melengking. Begitu To Hiat-koh angkat kaki, mendadak wajah Wi Ko berubah, ia berpaling
kearah Jing-ling-cu terus menanya :
"Jing-ling Totiang undanganmu pada seluruh jago Bu-lim ini bukankah tujuannya
hendak mengenali manusia aneh yang kau ketemukan dipegunungan sini itu ?"
"Kecuali itu apakah Wi-heng tahu ada tujuan lain?" tiba2 Li Pong menyela. Nyata
dengan pertanyaan ini, Li Pong
bermaksud akan memancing asal-usul dari orang, apa
mungkin ada hubungannya dengan Ki Go-thian.
Siapa tahu, tiba2 Wi Ko mengerut alis dan menyemprot;
"Tujuan apalagi, aku tidak pusing, aku hanya ingin menanya Jing-ling Totiang,
apakah orang aneh itu kini berada disini?"
Betapa tinggi kedudukannya dan nama Li Pong dihormati dikalangan persilatan,
belum pernah ia disemprot orang dihadapan umum, apa lagi orang muda seperti Wi
Ko, karuan semua orang merasa orang she Wi itu rada kelewatan.
Benar juga mendadak lelaki jelek alias Hwe Tek yang
berada disamping Li Pong itu, lantas tampil kemuka sambil ter-kekeh2 aneh,
katanya dingin: "Hehe, selamanya justru aku paling suka pusing urusan orang
lain, entah saudara mau apakah dariku?"
Tertegun juga Wi Ko oleh sikap Hwe Tek itu, tapi segera katanya: "Apa maksudmu
ini" O, apa barangkali kau anggap kata-kataku kepada Liheng tadi rada kasar,
bukan?" "Emangnya apa kau kira halus?" sahut Hwe Tek. "Jika tahu salah, seorang kesatria
harus berani mengaku keliru."
Mendengar perdebatan itu, Li Pong dan Jing ling-cu merasa keadaan bakal runyam,
kedua orang itu pasti segera akan saling gebrak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diluar dugaan, mendadak Wi Ko terus berpaling kearah Li Pong sambil membungkuk
badan katanya: "Ya, memang kata-kataku tadi kurang pantas, harap Liok-hap-tong-
cu jangan ambil marah!" ternyata apa yang dikehendaki Hwe Tek itu telah
diturutnya dengan baik. Padahal terjadinya percekcokan dikalangan Bu-lim pada
umumnya biasanya disebabkan
menjaga muka saja, kalau semua orang mau berlaku jujur seperti Wi Ko, tentu
segala percekcokan dapat dilenyapkan.
Li Pong sendiri menjadi likat melihat kejujuran Wi Ko itu, lekas-lekas ia
membalas hormat dan berkata: "Ah, kenapa Wi-heng bersungguh-sungguh."
"Permintaan maafku kepada Liok-hap-tongcu adalah timbul dari hatiku sendiri."
tiba2 Wi Ko berkata kepada Hwe Tek.
"Tapi, jangan kau kira aku kena kau gertak, lalu turut perintahmu " Hm, walaupun
asal usulmu sangat disegani, kalau ada kesempatan aku justru ingin belajar kenal
padamu !" Hwe Tek menjadi gusar, tapi belum juga buka suara, sekonyong2 Wi Ko berseru :
"Celaka." berbareng orangnya terus melesat pergi, hanya beberapa kali lompatan,
orangnya sudah lenyap ditempat gelap.
"Sungguh aneh orang she Wi ini, tapi apa yang dia
maksudkan celaka tadi ?" Ujar Li Pong tak mengerti.
Semua orang ter-heran2 juga macam2 dugaan dan tafsiran mereka, tapi tiada
satupun pendapat mereka yang masuk diakal, sampai merekapun pada bubar kembali
kepondoknya sendiri-sendiri untuk mengaso. Hanya ketinggalan Si A Siu saja
seorang diri masih termenung-menung diatas batu yang besar itu.
Kembali bercerita tentang Jun-yan yang kembali masuk gua untuk mencari kalau-
kalau ada sesuatu tanda lain mengenai diri si orang aneh itu. Gua kangzusi.com
itu terlalu gelap, walaupun dengan gemilang pedangnya Tun-kau-kiam, lapat2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jalanan gua itu masih dikenali, tapi hendak melihat jelas keadaan disitu terang
tidak mungkin. Ia hendak menyalakan api, tapi angin meniup santar diduga itu,
tentu akan tersirap. Tiba2 ia berpikiran lain, ia mundur kembali dan
mendapatkan dua batang kayu, ia nyalakan dulu hingga berupa suatu obor besar,
karena besarnya obor, tidaklah mudah sirap tertiup angin, dengan penerangan obor
itu, dapatlah dilihatnya didalam gua itu penuh tumbuh macam-macam lumut dan
jamur yang beraneka warnanya, malahan batu dinding gua itu macam2 bentuknya
sampai jauh gua itu dimasukinya tapi tiada suatu tanda yang mencurigakan.
Sampai akhir ia tertarik oleh suatu tempat yang terdapat segundukan rumput
kering yang sudah apak, karena
lembabnya gua rumput kering itu sampai tumbuh jamurnya.
Dinding di samping rumput kering itu tiba2 tertampak banyak goresan tulisan yang
serupa, yaitu kesana kemari melulu dua huruf saja, "Jing-kin."
Jun-yan menduga tempat ini tentu dahulu digunakan
manusia aneh itu sebagai kediamannya. Ia coba
menggunakan Tun-kau kiam untuk menjingkap rumput kering itu, diluar dugaan tiba-
tiba pandangannya menjadi silau oleh sesuatu benda putih didalam rumput itu.
Waktu Jun-yan menegasi, kiranya itu adalah sebuah mutiara sebesar biji lengkeng,
malah mutiara itu malah masih terdapat sebagian rantai emas yang sudah putus.
Cepat Jun-yan menjemputnya, tapi segera hatinya tergerak, ia merasa mutiara ini
mirip benar dengan mutiara yang dipakai A Siu itu, keduanya sama-sama bersinar
hingga bercahaya terang ditempat gelap, tanpa pikir ia masukkan mutiara itu
kedalam bajunya lalu meneruskan pemeriksaannya dirumput itu, tapi tiada lagi
yang diketemukan. Yang ada hanya bau apak dari rumput kering yang sudah membusuk itu. Dalam pada
itu obor ditangannya sudah
terbakar lebih separoh, kuatir obor itu mati sirap, Jun-yan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berani tinggal disitu lama, segera ia bermaksud keluar kembali dari gua itu.
Tapi tidak seberapa jauh ia melangkah, sekonyong-konyong ia berhenti lagi, entah
mengapa selalu ia rasa ada yang menguntit dibelakangnya, persis seperti dahulu
ia dikuntit si orang aneh itu. Ia pikir, jangan-jangan orang aneh itu telah
kembali, ia menjadi girang, cepat ia berpaling dan serunya :
"He, sobat aneh apa..."
Akan tetapi belum lanjut parkataannya atau sesuatu tenaga yang maha besar sudah
menyambar kemukanya. Dalam keadaan tak berjaga-jaga, baiknya Jun-yan sudah makan empedu dari katak
berwajah manusia didaerah Biau, Lwekangnya sudah jauh maju, cepat ia pinjam
sambetan angin pukulan itu untuk ikut tergontai mundur ke luar. Sekilas obornya
memanjang terang, tetapi sekejap lantas padam oleh angin pukulan tadi.
Walaupun belum jelas apa yang terjadi, dan ilmu silat yang menyerang tinggi
sekali. Tak berani gegabah lagi, segera Tun-kau-kiam diputarnya untuk melindungi
tubuhnya. Siapa tahu, diantaranya sinar pedangnya yang rapat
gemilapan itu, tahu-tahu sebuah tangan menerobos masuk mencengkeram dadanya.
Sungguh terkejut Jun-yan tidak kepalang, lekas-lekas ia balikkan pedangnya
memotong ke bawah, dari sinarnya pedang yang terang itu sekilas dapat pula
dilihatnya sebuah wajah yang aneh dan jelek luar biasa lagi berhadapan dengan
dirinya. Siapa lagi dia kalau bukan manusia aneh yang diduga Jun-yan dan selalu
mengintil padanya itu. Sama sekali tak tersangka oleh Jun-yan bahwa manusia aneh yang begitu menurut
dan membela mati2an padanya, kini bisa mendadak menyerangnya malah. Ia menjadi
tertegun sejenak, dalam pada itu tangan si orang aneh sudah membalik pula hendak
mencengkeram pundaknya, lihat serangan orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan pura2 belaka, Jun-yan terkejut, sukur dia masih sempat mengegos, hanya
bajunya tersobek sebagian dan karena itu mutiara yang tersimpan dibajunya
terjatuh ke tanah. Mendengar suara jatuh benda itu tiba2 orang aneh itu merandek, dia menjemput
mutiara itu, kesempatan ini telah digunakan Jun-yan untuk melompat mundur sejauh
lebih setombak. Ketika ia pandang orang aneh itu, ternyata mutiara itu lagi
diciumnya dengan bibirnya yang sumbing itu.
Tidak lama orang aneh itu mendongak pula sambil
mengeluarkan suara uh, uh, tak lampias, lalu kepalanya miring seperti lagi
mendengar sesuatu. Jun-yan tahu tentu orang sedang mendengarkan suara
dimana dirinya berada, syukurlah sekarang dirinya sudah setombak lebih jauhnya
dari orang aneh itu. Perlahan2 ia coba menggeser lebih jauh. Diluar dugaan
sedikit dia bergerak, secepat kilat orang aneh itu menubruk maju lagi.
Belum dekat orangnya, angin pukulannya sudah
membentur Jun-yan hingga badannya tertumbuk dinding gua, sampai tulang
punggungnya terasa sakit sekali.
Lekas2 Jun-yan berdiam, sampai bernapas pun tak berani, kuatir didengar lagi
oleh orang aneh itu. Ia tahu pengliatan orang aneh itu sudah tidak ada, tapi
pendengarannya justru tajam luar biasa, sedikit ia bersuara, segera akan
diserang pula. Benar juga untuk sesaat orang aneh itu kelihatan berdiri bingung sambil
mendengarkan lagi. Tapi sampai sekian lamanya, ia tidak mendengar apa2, ia
bersuara "Uh, uh" lagi seperti tadi sambil menyeringai seram dengan bibirnya
yang sumbing itu. Untuk beberapa saat mereka sama2 berdiri diam, yang satu lagi pasang kuping
hendak mencari sasarannya, yang lain menahan napas kuatir diterkam. Sedang Jun-
yan heran mengapa manusia aneh itu bisa berubah sikap terhadap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya, tiba2 ia menjadi sadar. Yah, karena mata orang tak bisa melihat, hanya
berdasarkan suara saja, padahal kini dia dalam penyamaran, suaranya juga sudah
dibikin serak dengan obat-obatan sedikitnya juga harus belasan hari baru bisa
pulih kembali. Dengan sendirinya orang aneh itu sama sekali tidak tahu lagi
berhadapan dengan siapa. Tapi sebab apakah suaranya begitu menarik perhatian
orang aneh itu" Padahal merasa dirinya tak ada sangkut paut apa-apa dengan dia"
Segera teringat olehnya orang aneh itu suka menuliskan huruf "Jing-kin". Apakah
itu nama seorang wanita, yang suaranya mirip benar dengan dirinya. Lalu apa
hubungannya "Jing-kin" itu dengan si orang aneh"
Makin dipikir semakin ruwet. Selagi bingung harinya, tiba-tiba orang aneh itu
melangkah setindak lagi kearahnya.
Sedapat mungkin Jun-yan berdiam diri dengan perasaan tegang, walaupun insaf
keadaan begitu tidak bisa didiamkan terus. Dalam keadaan genting itu, ia menjadi
teringat pada tulisan dimulut lembah itu, diam-diam hatinya berdebar-debar,
nyata keadaan sekarang bukankah akan terbukti dengan tulisan itu.
Dalam keadaan bingung dan sudah kepepet Jun-yan
menjadi nekad, tiba-tiba dilihatnya orang aneh itu sudah melangkah maju dua
tindak pula. Segera ia angkat tangannya pelan-pelan, pedangnya siap untuk
ditimpukkan ke arah orang aneh, tapi baru tangannya bergerak sekonyong-konyong
orang itu terus menubruk maju, "cring", tahu-tahu pedangnya terjentik jauh,
berbareng suatu tenaga raksasa seakan-akan menindih keatas kepalanya.
Sungguh tak kepalang kagetnya Jun-yan, "Tamatlah
riwayatku !" keluhnya.
Pada saat yang menentukan itu, sekilas pikirannya
tergerak, tiba-tiba ia berteriak "Jing-kin''.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sungguh heran, tahu-tahu tenaga raksasa yang
mengurung ke atas kepalanya tadi mendadak lenyap tanpa bekas, sedang tangannya
orang aneh itu masih bergaya hendak mencengkeram, tapi berdiri ditempatnya
seperti patung, hanya dari tenggorokannya terdengar mengeluarkan
"Krok-krok" yang menyeramkan dan mengharukan itu.
Walaupun barusan jiwanya hampir melayang dibawah
cengkeraman maut orang aneh itu tapi kini Jun-yan berbalik merasa kasihan
padanya. Jun-yan tahu kesempatan baik untuk meloloskan diri segera ia mendak kebawah.
terus melompat keluar sejauh lebih setombak, ketika menoleh, terlihat orang aneh
itu masih menjubleg terkesima ditempatnya. Cepatan saja Jun yan melompat lebih
jauh sesudah jemput kembali pedangnya lalu dengan jalan mungkur ia keluar dari
situ untuk menjaga kalau si orang aneh itu mengubernya lagi, sungguh sama sekali
tak diduga bahwa karena teriakan "Jing-kin", lalu jiwanya bisa diselamatkan.
Maka lambat laun ia telah mundur sampai di mulut gua tadi, ia dengar orang aneh
itu masih mengeluarkan suara "uh uh" yang tak lampias. Diam2 Jun-yan merasa
lega, andaikan sekarang orang aneh itu hendak mengubernya, rasanya ia tidak
kuatir lagi. Akhirnya ia dapat keluar dari gua itu dengan selamat, dan sampailah dilembah
kematian tadi, dan baru saja ia hendak melintasi lembah itu, tiba-tiba
didengarnya tertawanya dingin orang yang seram, menyusul suara seorang yang kaku
terdengar berkumandang: "Inilah Lembah Kematian, bisa masuk tak bisa keluar!"
Jun-yan terperanjat oleh suara itu, terang itulah suara orang seperti orang
membaca huruf2 dimulut lembah sana.
Pada saat itu suara "uh uh" si orang aneh terdengar mendekat juga, hanya sekejap
orangnya tertampak sudah keluar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gua tadi, dan sesudah tertegun sejenak, sekonyong2
memburu kearah Jun-yan, Tentu saja gadis itu gugup, cepat Tun-kau kiam diputarnya untuk menjaga diri.
Namun justru suara gerakan pedangnya itulah telah memancing si orang aneh
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menubruk lagi padanya. Tatkala itu ujung pedangnya Jun-yan tepat lagi ditusukkan, maka tubrukan si
orang aneh itu seakan-akan sengaja
memapak serangan. Sama sekali tak diduga Jun-yan bahwa orang aneh itu tidak berusaha berkelit,
tapi masih terus menyelonong maju.
Dengan Lwekang Jun yan yang masih belum cukup sempurna, untuk menarik senjata
yang sudah ditusukkan ia sebenarnya tidaklah mudah. Syukurlah dia cukup cerdik,
lekas-lekas tangannya menarik ke samping hingga ujung pedangnya
sedikit menceng, namun begitu "sret", leher orang aneh itu toh tergores luka,
darah segarpun mengucur. Untuk sejenak orang aneh itu tertegun, cepat Jun-yan melompat kesamping lagi,
apabila dilihatnya darah mengucur dari leher orang, diam-diam ia merasa kasihan
lagi, walaupun dengan muka orang yang sudah jelek itu, bertambah lagi sebuah
luka toh tidak akan mempengaruhi mukanya yang tetap jelek.
Dan selagi orang aneh itu bersuara uh uhan lagi dan
bersiap-siap hendak menyerang pula, tiba-tiba dari mulut lembah sana
berkumandang suara seorang wanita yang lemah lembut penuh manis madu, suara itu
terang suara orang tua, tetapi nadanya yang lemah lembut itu tidak bisa
dibandingi oleh gadis remaja maupun yang baru menginjak lautan
asmara. Kata suara itu; "oh, engko yang baik, apakah kau terluka " Berdiamlah,
jangan bergerak !" Jun-yan menjadi heran dan terkesiap, pikirnya : "Ah, kiranya ditempat ini masih
ada orang lain lagi!" Dalam pada itu tiba2 terasa ada angin santar menyambar
dari belakang. Lekas2 ia menghindar kesamping, tahu-tahu sesosok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bayangan orang telah melayang lewat ke-arah si orang aneh dengan kecepatan luar
biasa. "Ai engko yang baik, kiranya lehermu terluka lagi, marilah biar kubersihkan
darahmu !" terdengar bayangan orang berkata pula sesudah berhadapan dengan si
orang aneh yang masih berdiri menjubleg itu. Lalu wanita itupun angkat tangannya
mengusap perlahan-lahan darah yang masih
mengucur dileher orang. Jun-yan menjadi bingung oleh kelakuan wanita itu. la pikir dijagat ini tiada
rasanya orang bermuka lebih jelek lagi dari pada orang aneh ini, masakan kini
ada seorang wanita yang sudi mencintainya" Jika begitu wanita inipun jeleknya
tak terkira. Diluar dugaan, ketika wanita itu berpaling, Jun-yan menjadi terkesima, ternyata
wanita itu tidak bermuka jelek bahkan sangat cantik, usianya kira-kira 40an
tahun, rambutnya panjang terurai lebih-lebih sepasang tangannya yang putih
halus, hanya diantara telapak tangannya bersemu merah, sorot matanya rada aneh,
tapi kesemuanya itu tidak
mengurangi kecantikannya.
"Kenapa kau melukai dia ?" mendadak wanita itu
membentak. Habis itu ia lantas berpaling kepada orang aneh itu dan berkata,
"Engkoh yang baik, jangan kuatir, biarkan aku yang membalas hajar dia!''
Ternyata suara waktu menanya Jun-yan yang bernada kaku dingin itu sama sekali
berbeda dengan ketika berkata pada orang aneh itu dengan lemah lembut.
Sungguh heran Jun-yan, "eh, jadi kau kenal dia" Siapakah kau?" tanyanya segera.
Wanita itu melototnya sekejap, jawabnya kemudian dengan dingin: "Hm, seorang
bocah perempuan macam kau, rasanya kaupun tak kenal siapa aku. Pernahkah kau
mendengar, julukan Li-giam-ong" Kenapa kau melukai engkohku ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kiranya adalah Li-giam-ong To Hiat-koh Cianpwe," ujar Jun-yan. "Tidak, aku
tak bermaksud mencelakai oleh
pedangku. Eh, jika kau kenal dia kenapa kau tidak mendatangi Jing-ling-cu
Totiang yang sedang mengumpulkan para kawan untuk mengetahui asal-usul dari
Cian-pwe yang aneh ini?"
Kiranya wanita ini memang benar Li-giam-ong To Hiat-koh yang tadi telah bikin
geger di atas Ciok-yong-hong itu. Maka katanya pula : "Tidak perlu aku gubris
urusan orang lain. Aku hanya ingin tanya padamu, kenapa kau berani gegabah masuk
kelembah ini, apakah kau tidak melihat huruf yang terukir dimulut lembah sana?"
"Melihat," sahut Jun-yan.
"Nah inilah lembah kematian, bisa masuk tak bisa keluar,"
kata To Hiat-koh. "Omong kosong! Siapa yang menetapkan aturan itu?" sahut Jun-yan ketus.
"Aku !" sahut To Hiat-koh.
"Apakah peraturan itu berlaku untuk semua orang?"
"Ya !" "Hahaha," tiba-tiba Jun-yan bergelak tertawa. "Nyata peraturanmu itu omong
kosong belaka. Apakah dengan
begitu, kau dan sobat aneh itupun takkan keluar juga dari sini?"
"Hm, kau memang pintar bicara," kata To Hiat-koh. "Baik, aku dapat membiarkan
kau dari sini dengan hidup."
Sama sekali Jun-yan tak menyangka urusan bisa begitu gampang diselesaikan, kalau
mengingat telapak tangan orang yang terkenal jahat luar biasa, ia pikir jalan
paling selamat lekas saja angkat kaki, hanya katanya segera : "Jika begitu,
maaflah dan selamat tinggal !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat Jun-yan hendak melompat pergi, tapi baru saja
badannya hendak bergerak, tahu-tahu sesosok bayangan sudah menghadang
dihadapannya. Siapa lagi dia kalau bukan To Hiat koh "
"Kenapa kata-katamu seperti kentut saja, barusan omong, sudah dijilat kembali ?"
damprat Jun-yan. "Hm, kenapa kau tidak mendengarkan lebih jelas, kata-kataku tadi masih belum
habis." sahut To Hiat-koh. "Aku sudah berjanji pada engkohku yang baik itu,
karena kau melukai lehernya, maka akupun hendak menggores lehermu dengan luka
seperti dia." "Cis, apakah aku patung, bisa kau perlakukan sesukamu ?"
sahut Jun-yan. Habis ini, kembali badannya melesat hendak tinggal pergi.
Namun To Hiat-koh tidak mudah melepaskannya begitu
saja. Sekali tangannya menjambret hampir-hampir Jun-yan kena cengkeram.
Beruntung baju penyamarannya itu longgar besar, maka hanya sobek sebagian
dipundaknya. Karena itu Jun-yan tak sanggup berdiri tegak lagi, ia terhuyung-
huyung menyelonong kedepan.
Dalam pada itu, cengkeraman maut To Hiat-koh yang
kedua sudah menyusul. Rupanya, serangan pertama tidak kena sasaran, wanita iblis
ini menjadi murka hingga rambutnya yang panjang itu seakan-akan menegak dan
tampaknya sangat beringas.
Dalam keadaan badan kehilangan imbangan, dari belakang cengkeraman itu menyusul
pula, terpaksa Jun-yan terus gulingkan diri ke samping, waktu dia angkat
kepalanya, sekilas dapat dilihatnya To Hiat-koh sudah memburunya lagi dengan
tangan terbuka hendak mencengkeram. Alangkah terkejutnya Jun-yan menghadapi saat
berbahaya itu. Dalam keadaan hilang akal tanpa pikir Tun-kau-kiam ditangannya
terus disambitkannya kearah musuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu To Hiat-koh lagi menubruk maju dengan bengisnya ketika mendadak dilihatnya
sinar tajam menyambar untuk menghindar terang tak sempat lagi. Tapi se-konyong2
rambutnya terus menjulur kedepan terus melibat pedang.
Walaupun kemudian ternyata rambutnya terkupas putus, tapi pedang itupun dapat
ditariknya kesamping hingga melulu menyerempet bajunya tanpa melukai. Habis itu
kembali dengan sinar mata bengis, To Hiat-koh melototi Jun-yan sambil melangkah
maju pula. Kuatir dan bingung Jun-yan melihat sinar mata orang seakan2 berapi itu. Dalam
keadaan takut, tiba2 tangannya menyentuh pecut berujung mulut bebek yang melibat
dipinggangnya. Tanpa pikir lagi terus dikeluarkannya dengan cepat, ia menunggu
ketika To Hiat-koh sudah mendekat, sekonyong2 "tarrr", pecutnya menyabet
sekuatnya. Tetapi To Hiat-koh bukan jago rendahan, serangan pecut hanya dipandang sebelah
mata olehnya. Hanya sekali lengan bajunya mengayun, tahu-tahu pecut itu sudah
terlibat, menyusul sekali membetot, terpaksa Jun-yan melepaskan senjatanya itu.
Karena modal terakhir ikut ludes, Jun-yan pikir ajalnya sudah sampai, ia tinggal
pejamkan mata menyerah pada nasib.
Tapi meski ia sudah menunggu sejenak, tangan musuh
yang mematikan belum juga kunjung datang. Waktu
membuka matanya, ia melihat To Hiat-koh lagi tertegun sambil memegangi pedang
dan pecut rampasannya dengan wajah rada sangsi.
"Dari aliran mana kau" Siapa gurumu ?" tanya To Hiat-koh tiba-tiba.
Hati Jun-yan tergerak, kenapa orang mendadak tidak jadi mencelakainya, dan kini
menanyai tentang asal-usulnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lapun tidak berani berolok-olok lagi terus menjawab:
"Guruku adalah Jiau Pek-king berjuluk Thong-thian-sin-mo!"
"Seharusnya kau mengetahui bahwa muridnya bukan
seorang yang mudah dihina segala orang!"
Dan karena jawabannya itu, seketika Jun-yan terkejut sendiri. Aneh, sebab
sekarang suaranya sudah pulih keasalnya sebagai seorang gadis. Nyata obat serak
yang sudah pernah diminumnya sudah hilang kasiatnya, karena mengeluarkan tenaga
untuk bertempur tadi. Sebaliknya ketika mendadak To Hiat-koh mendengar
seorang laki-laki berewok bersuara wanita, iapun tercengang, tapi yang
membuatnya terkejut ialah suaranya Jun-yan itu mirip benar dengan suaranya orang
yang selama ini dibencinya. "Kau......kau sebenarnya siapa ?" tanya To Hiat-koh kemudian tak lancar. "Apa
kau she Siang ?" "Kenapa aku mesti she Siang?" sahut Jun-yan.
Mendadak To Hiat-koh bergelak tertawa sambil
mendongak, begitu keras suaranya hingga lembah gunung itu seakan-akan
terguncang, didalam sunyi kedengarannya
menjadi lebih seram. Habis itu setindak demi setindak ia mendekati Jun-yan lagi.
Dalam keadaan bahaya, tiba2 Jun-yan teringat pada si orang aneh itu, serunya :
"Paman aneh, tolonglah lekas, ada orang hendak mencelakai aku!"
Benar juga, baru selesai kata2nya, secepat angin orang aneh itu sudah melesat
tiba terus menghalang ditengah-tengah antara To Hiat-koh dan Jun-yan.
Lekas2 Hiat-koh berkata: "Engkoh yang baik, jangan kau dengar kata2nya, dialah
musuhmu dia yang telah melukai kau!" Selesai berkata, sebelah tangan terus
meraup kedepan melalui samping tubuh orang aneh itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun sebelum serangannya mengenai Jun yan, tahu tahu kedua tangan orang aneh
itu sudah disodok kedepan dadanya.
Dalam keadaan terbuka, To Hiat-koh tidak sempat menarik tangannya buat menangkis
tiba-tiba dia menghela napas dengan wajah muram pedih. Maka tanpa ampun lagi,
"bluk-bluk" dua kali, dengan tepat dadanya kena hantaman kuat si orang aneh, To
Hiat-koh terhuyung-huyung ke belakang, katanya dengan suara sedih: "Ohh, engkoh
yang baik sudah sekian lamanya ternyata kau masih serupa dahulu. Baiklah kau
menghajarku tidak sekali-kali aku membalas!" Habis berkata, darah segar
menyembur dari mulutnya. Sebenarnya wajah To Hiat-koh cantik bercahaya, tapi kini seakan-akan diliputi
selapis awan mendung, mukanya pucat, matanya sayu tanpa semangat. Karena
hantaman si orang aneh tadi tidak kepalang hebatnya, yaitu menyerupai ilmu
pukulan geledek andalan Ngo-tai-pay yang dimiliki Thi-thauto, bahkan tenaga
pukulan jauh lebih keras. Walaupun seketika To Hiat-koh tidak lantas binasa,
tapi sudah terluka dalam sangat parah. Sejenak kemudian, robohlah dia terkulai.
Melihat To Hiat-koh begitu mendalam cintanya terhadap si orang aneh, Jun-yan
malah menjadi terharu, segera katanya :
"Sudahlah, paman aneh, dia sudah terluka, jangan kau menghajarnya lagi. Marilah
kita sekarang pergi ke Ciok yong-hong saja !"
Lalu tangan si orang aneh ditariknya. Tapi segera Jun-yan merasa tindakannya
sendiri enteng limbung, lemas tak bertenaga, ternyata pukulan To Hiat-koh tadi
tidak mengenai tubuhnya, namun angin pukulannya berbisa wanita iblis itu telah
mempengaruhi juga jalan pernapasannya, untuk sesaat itu ia terpaksa berhenti
buat himpun tenaga dalam.
Tiba2 teringat olehnya bahwa To Hiat-koh itu ternyata kenal si orang aneh ini,
pada detik sebelum penghabisannya, kenapa tak mencari keterangan padanya "
Segera Jun-yan berjongkok mendekati tubuh To Hiat-koh yang menggeletak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tengkurap itu. "Li-giam-ong, siapakah gerangan paman aneh itu sebenarnya "
Kenapa berubah begitu rupa " Maukah kau memberitahukan padaku ?"
Tiba2 To Hiat-koh paksakan diri memalingkan kepalanya kearah Jun-yan, wajahnya
guram, matanya gelap, dengan tak lancar ia berkata : "Kau .... sebenarnya
siapa ?" "Aku bernama Lou Jun-yan, wanita menyamar sebagai
lelaki, guruku memang Tong-thian-sin-mo Jiau Pek-king !"
"Kau memang tidak she Siang " Ti . . .tidak berdusta " Dan siapa ibumu ?"
"Aku she Lou," sahut Jun-yan heran. "Siapa ibuku, entahlah, aku tidak kenal.
Tapi siapakah paman aneh itu ?"
Tiba2 mata To Hiat-koh yang guram itu, menyorotkan
cahaya yang aneh, bibirnya bergerak sedikit seperti ingin berkata apa2, tapi
terus berdiam lagi sambil menunduk.
"Li-giam-ong, apa yang hendak kau katakan, lekaslah !"
seru Jun-yan. "Dia tak menjawab pertanyaanmu lagi nona Lou, dia sudah mati." tiba-tiba suara
seorang laki-laki menegur dari samping.
"Tidak, tidak, dia masih hendak mengatakan sesuatu !"
seru Jun-yan. Tapi lantas teringat olehnya bahwa dilembah itu kecuali dia dan To
Hiat-koh serta si orang aneh, tiada orang lain lagi. Kenapa sekarang bisa muncul suara orang.
Waktu ia menoleh, ternyata dibelakangnya sudah berdiri seorang tinggi besar,
berdandan sebagai sastrawan, yang aneh tangan dan kaki sastrawan ini jauh lebih
panjang daripada orang biasa. Ah, siapa dia kalau bukan sastrawan yang pernah
menggodanya ditelaga Se-oh serta yang selalu dirindukannya itu. Sedang manusia
aneh itu sudah menghilang entah pergi kemana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau. . . kau. . ." berulang-ulang Jun-yan hanya sanggup mengucapkan sepatah
kata itu saja, sampai lama baru dia dapat menyambung pula: "Siapakah kau yang
sebenarnya ?" "Caihe she Wi bernama Ko," sahut orang itu.
Pantas surat yang ditinggalkan dirumah itu tidak ditanda tangani, melainkan
tertulis beberapa batang rumput (Wi) serta seekor burung belibis tunggal (Ko),
demikian Jun-yan diam-diam membatin. Tiba-tiba teringat pula apa yang pernah
terlukis dalam suratnya itu tentang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, teka-teki itu
sampai sekarang masih belum
dipahaminya. Maka cepat ia menanya pula: "Wi. . . ah, cara bagaimana aku harus
memanggil kau ?" "Terserah, asal kau tidak memaki aku sebagai babi,
bolehlah," sahut Wi Ko menyerahkan.
Rupanya diapun ingat Jun-yan pernah menganggap
tidurnya diperahu seperti babi mati, maka sekarang sengaja mengungkatnya. Maka
tersenyumlah sekarang saling
pandang. "Wi-toako," kata Jun-yan kemudian. "Leng tulen, Kiam tiruan. Sebenarnya apa
artinya?" "He, kenapa kau tidak mengetahuinya ?" ujar Wi Ko terheran-heran.
"Aku benar-benar tidak paham," kata Jun-yan. "Tentang apakah ?"
"Aneh ! Lalu dari manakah kau memperoleh Ang-leng
(sutera merah) itu?" tanya Wi Ko.
Mendengar lagu pertanyaan orang itu sangat serius, seperti sutera merah itu
mempunyai urusan yang maha penting, maka berceritalah Jun-yan mengenai
pengalaman merebut Seng-co ke 72 gua suku Biau dahulu dan menemukan kain sutera
merah itu dalam gua. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata itu membikin Wi Ko bersuara heran juga. "Aneh, sungguh aneh!" katanya
berulang-ulang. "Aneh, tentang apakah ?" tanya Jun-yan tak mengerti.
Tapi Wi Ko tidak menjawabnya lagi, sebaliknya berkata :
"Nona Lou, urusan ini biarlah kita bicarakan kelak. Sekarang marilah kita pergi
ke Ciok-yong-hong dahulu. Mungkin hari ini akan kedatangan iblis raksasa, jangan
kita terlambat keramaian itu."
Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Biasanya Jun-yan sangat suka menuruti wataknya sendiri, tapi kini, menghadapi
sisastrawan ini, ia menjadi penurut sekali. Segera ia terima ajakan itu.
"Tapi, nona Lou, apakah aku tetap panggil kau nona Lou, atau sebut Kah-laute ?"
tanya Wi Ko dengan tertawa.
"Emangnya dengan pakaianku ini, apakah kau kira sesuai menyebutku nona segala ?"
ujar Jun-yan dengan geli.
"Apalagi aku sengaja hendak bergurau dengan suhuku, biar dia tercengang nanti
bila sudah mengenali aku."
Begitulah sambil bicara, mereka terus meninggalkan
"lembah kematian" itu untuk kembali ke Ciok-yong-hong.
"Wi-toako, sebenarnya siapakah gurumu " Sungguh hebat sekali ilmu silatmu," ujar
Jun-yan ditengah jalan. Tapi Wi Ko hanya tersenyum sambil menggeleng, katanya:
"Guruku tidak perbolehkan aku menyebutkan nama mereka pada orang lain. Semalam
aku malah disangka muridnya Tok-poh-kin-gun Ki Go-thian."
"Eh, kiranya gurumu tidak hanya satu saja tapi lebih dari seorang" Lantas ada
berapa orang, tentunya dapat kau katakan bukan ?" ujar Jun-yan. Nyata gadis ini
sangat teliti kata-kata mereka diwaktu Wi Ko menyebutkan gurunya telah dapat
ditangkapnya dengan baik.
"Ada dua orang," jawab Wi Ko kemudian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan mengangguk dan tidak menanya lagi.
Tidak lama mereka sampailah diatas Ciok yong-hong,
ternyata disitu sudah bertambah beberapa puluh orang lagi, hingga seluruhnya ada
lebih dua ratus orang yang hadir.
Mereka tersebar bebas sendiri-sendiri, ada yang duduk-duduk pasang omong, ada
yang lagi main catur, dan macam-macam jalan untuk melewatkan tempo senggang.
Jun-yan mencoba mencari A Siu diantara orang banyak itu, tapi tidak ketemu.
Diam-diam dia heran, menurut watak A Siu yang pendiam itu, tidak mungkin suka
keluyuran kemana-mana, lantas kemana gadis itu " Jangan-jangan terjadi apa-apa
atas dirinya" "Marilah kita mencari tempat duduk yang cocok," tiba2 Wi Ko berkata padanya
terus menyusur diantara orang-orang banyak itu.
Ketika semua orang melihat datangnya Kah lotoa bersama Wi Ko, diam2 mereka sama
melengak, Wi Ko sudah mereka kenal karena keonarannya siang tadi, kini
berkomplot pula dengan seorang Kah-lotoa yang jahil belum lagi si Kah-loji yang
masih belum muncul. Melihat sorot mata semua ditujukan kepada mereka, Jun-yan sama sekali tidak
ambil pusing. Dengan lagak "Locianpwe" ia terus berjalan kedepan dengan lagak
leher dan membusung dada.
Sampai didepan satu meja, disitu hanya berduduk satu orang lelaki setengah umur
yang tidak mereka kenal. Untuk maju lagi sudah tidak banyak tempat lowong.
Selagi Wi Ko belum ambil ketetapan apakah duduk saja dimeja yang masih kosong
itu tiba2 terdengar suara "brak" ada orang menggebrak meja sambil memaki : "Hm,
macam apa " Lagaknya melebihi Bu-lim cianpwe!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Jun-yan berpaling, ternyata yang memaki itu bukan lain dari pada lelaki
setengah umur yang duduk sendirian itu, dengan mata melotot ia sedang menatap
Jun-yan. Tidak kenal dan tanpa sebab dimaki, kontan saja Jun-yan hendak balas "unjuk
gigi", tapi keburu dicegah Wi Ko, katanya dengan tersenyum : "Saudara Kah, tidak
salah juga teguran kawan ini, marilah kita duduk saja disini !"
Sudah tentu Jun-yan penasaran dimaki orang, malahan
hendak duduk bersama satu meja dengan orang itu. Tapi belum ia membantah Wi Ko
sudah menariknya buat duduk dihadapan lelaki setengah umur itu.
Diluar dugaan, tiba2 lelaki itu membentak pula : "Enyah, disini bukan
tempatmu !" Karuan Jun-yan hampir meledak dadanya oleh kekurang
ajaran orang. Kontan makian2 yang lebih kotor hendak dikirim kealamat si-lelaki
setengah umur itu, kalau tidak keburu terdengar suara Liok-hap-tongcu Li Pong
dari meja samping: "Tuan rumah sebentar akan keluar, maka para hadirin suka menghormatinya,
janganlah bikin ribut dahulu. Harap kawan dari Pi-lik-pay suka tenang !"
Baru sekarang tahu sebab musababnya. Kiranya orang ini adalah dari golongan Pi-
lik-pay, pantas sengaja cari-cari hendak bikin gaduh, sebab Ong Lui dari
golongan "pukulan geledek" itu pernah dijatuhkan A Siu ditengah perjalanan tempo
hari. Dalam pada itu Wi Ko sudah duduk dihadapan orang Pi-lik-pay itu terpaksa
Jun-yan ikut duduk. "Cayhe she Wi nama Ko, dan saudara ini Kah-lotoa,"
dengan tertawa Wi Ko lantas perkenalkan pada orang itu.
"Dan entah siapa nama Saudara yang terhormat?"
Karena yang bertanya adalah Wi Ko pula ditegur oleh Li Pong tadi maka orang itu
tidak enak hendak umbar amarahnya lagi, sahutnya, "Cayhe she Thio, bernama Tiong-pat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, kiranya sobat Thio," ujar Wi Ko.
Dan baru selesai dia berkata, se-konyong2 anak murid Pi-lik-cio In Thian-sang
Sepasang Walet Merah 1 Pengemis Binal 08 Tabir Air Sakti Laba Laba Hitam 3