Pencarian

Pendekar Misterius 5

Pendekar Misterius Karya Gan Kl Bagian 5


olehnya diwaktu kecilnya, pada suatu hari seperti pernah ada seorang lelaki yang
berbaju compang camping, dipundaknya menggandul dua buah buli2 besar, tengah
malam buta mengunjungi gurunya. Disitu kedua orang telah pasang omong sambil
minum arak dengan bebas puas, sampai fajar barulah orangnya pergi. Esok paginya
ketika dia tanya sang guru, maka sekedar gurunya telah memberitahu padanya nama
orang itu seperti Khong Siau-lin apa, cuma waktu itu masih terlalu kecil, maka
tidak menaruh perhatian. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah, selagi ia termenung2, tiba2 ia mendengar
bentakan Ti Put-cian yang seram. Dengan terkejut ia berpaling dan segera ia
berteriak : "He, kau . . . kau ..." tapi belum sempat ia berkata lebih banyak,
tahu2 sinar hijau berkelebat, dengan sorot mata yang bengis, saat itu Ti Put-
cian telah tusukan pedang Tun-kau-kiam kedadanya.
Namun pada detik yang menentukan itulah, tiba2 terdengar dibelakang sana ada
suara gerengan tertahan, mendengar itu, seketika tangan Ti Put-cian tergetar dan
tanpa merasa gemetar. Sebaliknya semangat Lou Jun-yan menjadi
terbangun, ketika ia pandang kedepan, ia lihat si orang aneh yang selama ini
selalu mengintil dibelakangnya itu sudah berada lagi disitu tidak jauh dari Ti
Put-cian. Sementara itu terdengar suara mencicit nyaring dua kali, dua butir
batu kecil secepat kilat telah menyambar, sebutir kearahnya dan yang lain menuju
pergelangan tangan Ti Put-cian. Segera Jun-yan merasa pinggangnya kesemutan,
nyata ia sudah tertutuk oleh sambitan batu kecil itu hingga badannya berdiri
kaku disitu. Berbareng itu mendadak tampak tangan Ti Put-cian sedikit ditarik, namun sudah
terdengar suara "Ting" yang nyaring, batu kecil tadi tepat kena diatas jari
tunggalnya yang berselongsong emas itu, tangannya tergetar pegal, cekalannya
kendor dan pedang Tun-kau-kiam terjatuh ketanah.
Kejadian2 itu berlangsung dalam sekejap saja, kalau
pedang Ti Put-cian tadi sempat diulurkan sedikit lagi, pasti tubuh Jun-yan akan
tertembus atau jika melompat mundur tentu akan ditelan lumpur serta sarang
labah-labah di gua sebelah bawahnya itu.
Syukurlah saking jeri terhadap orang aneh itu, begitu muncul lantas Ti Put-cian
gemetar ketakutan dan sesudah pedangnya jatuh ketanah, orangnya terus melompat
kesamping. Mendadak orang aneh itupun putar tubuh dan melontarkan sekali pukulan
dari jauh, begitu keras angin pukulannya hingga debu berhamburan didalam gua
itu, lekas2 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ti Put-cian jatuhkan diri kesamping pula dan dengan cepat menggelundung pergi
sampai 7-8 kaki jauhnya. Habis ini cepatan saja ia merangkak bangun terus
berlari sipat kupingnya keluar gua sana.
Manusia aneh itupun tidak mengejar, dengan mulutnya
ternganga sambil mengeluarkan suara. "Ah ah" dia mendekat Jun-yan serta
menuding2 kebelakang si gadis. Untuk sejenak Jun-yan merasa bingung, tapi
kemudian iapun paham akan maksud orang sebabnya menyambitkan batu menutuk jalan
darahnya ialah kuatir kalau dia melompat kebelakang hingga terjerumus kedalam
gua yang lebih besar itu. Tapi segera ia menjadi heran pula, terang mata orang
aneh ini sudah buta mengapa justru tahu ada gua yang menurun dibelakangnya
dengan sarang labah2 beracun itu " Kenapa terhadap keadaan dalam gua ini orang
seperti apal betul" Sedang dia memikir, sementara itu orang aneh ini sudah mendekatinya serta
menepuk perlahan dipundaknya untuk melancarkan jalan darahnya.
Tatkala mula2 Jun yan melihat manusia aneh ini, ia merasa rupa orang lebih mirip
setan daripada manusia. Tapi kini kalau dibandingkan Ti Put-cian yang berwajah
cakap ganteng itu namun berhati palsu dan keji, ia merasa muka si orang aneh ini
tiba2 seperti muka yang penuh welas asih.
"Banyak terimakasih atas pertolonganmu tadi," kata Jun-yan kemudian sambil
menjemput Tun-kau-kiam yang jatuh ditanah ditinggalkan Ti put-cian tadi.
Walaupun tusukan Ti Put-cian tadi gagal mencelakai Jun-yan, namun sejak inilah
corak asli pemuda yang berhati palsu dan berjiwa keji itu sudah dapat diketahui
si gadis. Sejak kecil Jun-yan sudah berada dibawahan asuhan gurunya, Thong-
thian-sin-mo Jiau Pek-king, maka pengaruh jiwa sang guru itu menjadikannya
enteng pikir, mudah menerima dan gampang melepas. Sungguhpun tadinya hati
kecilnya mulai bersemi cinta pada Ti Put-cian, tapi demi nampak 'perbuatannya
yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rendah' ia malah bersyukur dapat mengetahui kepalsuan orang sebelum terlambat.
Sementara itu si orang aneh masih "ah ah uh uh" tak jelas apa yang hendak
dikatakannya. Melihat itu, hati Jun-yan menjadi terharu dan merasa kasihan,
dengan suara lembut ia menanya : "Paman aneh, aku tidak mengerti apa yang hendak
kau katakan. Akupun tidak kepingin jadi kepala orang-orang Biau segala, marilah
kau ikut aku pulang ke Jin-sia-san, nanti kumohon Suhu agar mencarikan tabib
terpandai untuk menyembuhkan kau?" Tapi orang aneh itu hanya miringkan kepalanya seperti mendengarkan, sesudah Jun
yan selesai bicara, kembali dari tenggorokannya keluar pula suara gerengan
tertahan yang susah dimengerti apa maunya.
"Marilah paman aneh, kita pergi saja," ujar Jun-yan sambil melangkah maju.
Diluar dugaan, baru beberapa langkah, mendadak si orang aneh itu merintangi
sembari tarik lengannya dan diseretnya pergi cepat.
Semula Jun-yan terkejut, tapi mengingat ia selalu
melindungi dirinya, rasanya tidak nanti bermaksud jahat, maka iapun tidak
melawan dan membiarkan dirinya dibawa kembali kedalam kamar batu itu. Sesudah
berada didalam kamar batu itu, segera orang aneh itu lepaskan si gadis terus me-
raba2 kedinding kamar itu, Sampai suatu sudut, tiba2 ia berhenti, lalu terdengar pula
ia menggereng tertahan, ia mencengkeram dengan jarinya, tahu2 bubuk dinding
ditempat itu berhamburan, ternyata sebuah lubang kecil tembus kena terkamannya itu. Sungguh
tidak kepalang terkejutnya Jun-yan melihat betapa lihai tenaga jari orang.
Sedang Jun-yan ternganga kagum, sekonyong-konyong
orang aneh masukan tangannya kedalam lubang kecil itu, ketika ia tarik sikutnya,
dibarengi suara gemuruh yang keras,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahu-tahu sepotong batu besar dinding itu telah kena disingkirkan hingga
berwujut sebuah lorong yang menurun.
Jun-yan bertambah kaget, namun saat itulah si orang aneh itu telah baliki
badannya terus pegang pundak si gadis, dan sebelah tangan lain mengangkat
pinggangnya hingga tubuhnya terangkat naik. "He, he, apa2an ini !" teriak Jun-yan sambil kedua
kakinya meronta2. Namun orang aneh itu tak memperdulikannya, tubuh Junyan tetap diangkat dan
dimasukkan kedalam lubang besar itu dan terus didorong sekuatnya, Jun-yan merasa
tubuhnya merosot kebawah dengan cepat oleh dorongan suatu tenaga yang besar, ia
terus meluncur kebawah hingga berpuluh tombak jauhnya, ketika tiba2 tubuhnya
menggelundung diatas semak2 rumput dan matanya terbeliak, ternyata dirinya
sekarang sudah berada disuatu goa besar yang tidak jauh dari situ nampak ada
cahaya sang surya, ia merangkak bangun dan berjalan keluar, waktu ia menoleh dan
coba memanggil "paman aneh", namun tiada sesuatu suara sahutan.
Sesudah berada diluar gua itu, ia dapat mengenali tempat itu adalah tempat yang
pernah dilaluinya diwaktu datang bersama Ti Put-cian tempo hari. Cepat Jun-yan
masukkan pedang kesarungnya, ia pikir tentu Ti Put-cian masih berada dilembah
kurung itu, biarlah mencari padanya untuk bikin perhitungan. Maka segera ia
berlari menuju kepintu besi yang sudah dikenalnya itu, beberapa orang Biau yang
tinggi besar penjaga pintu menjadi terkejut demi nampak datangnya Jun-yan, se-
konyong2 mereka letakkan tombak mereka serta berjongkok ketanah memberi sembah,
lalu bersorak sorai se-keras2nya hingga mengejutkan kawan-kawannya yang berada
disebelah dalam. Ketika pintu dibuka dan Jun-yan masuk kelembah kurung didalamnya, suku Biau yang
sedang menyanyi dan menari itu mendadak berhenti, seluruh pandangan diarahkan
padanya. Masih Jun-yan hendak mencari Ti Put-cian yang mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
campurkan diri diantara orang banyak tapi ternyata tak kelihatan batang
hidungnya. Hanya sebentar saja suasana menjadi sunyi, mungkin
saking herannya karena Jun-yan bisa keluar dari gua sarang labah2 berbisa dengan
selamat. Namun sejenak kemudian tiba2 genderang berbunyi lagi, suara sorak sorai
gegap gempita memecah bumi. Terlihatlah tujuh puluh dua orang Biau dibawah
pimpinan Tiat-hoa-popo telah berlutut ditanah memberi sembah sambil bersorak :
"Tongcu dari tujuh puluh dua gua menyampaikan sembah bakti kepada Seng-co
kesembilan!" Untuk sesaat Jun-yan tercengang, ia pikir dirinya belum mampu menembus gua
sarang labah-labah berbisa itu,
kenapa mereka telah menganggapnya sebagai Seng-co " Tapi segera iapun menjadi
jelas, sebab dirinya datang kembali melalui pintu besi diluar sana, sudah tentu
orang tak tahu apakah datangnya itu menembus gua labah-labah itu atau tidak.
Dasar sifatnya yang masih kekanak-kanakan, ia menjadi senang ketika melihat
semua orang begitu menghormat
kepadanya betapa jayanya menjadi kepala suku Biau. Maka dengan tersenyum ia
memberi tanda agar semua orang
berdiri. Dengan ber-bondong2 lalu Jun-yan disongsong ke 72
kepala gua itu keatas panggung batu ketika Tiat-hoa-popo memberi tanda, kemudian
suasana menjadi sunyi lagi, lalu dia angkat bicara dengan suaranya yang tajam:
"Walaupun Lengpay (lencana tanda perintah, mandaat) Seng co telah dihilangkan sejak
lenyapnya Seng-co ke 8 dan hingga kini belum diketemukan, namun sesudah Seng-co
baru sekarang kita angkat, kita tetap akan menurut dan tunduk kepada segala
perintah Seng-co." Habis itu Tiat-hoa-popo berpaling minta petunjuk kepada Jun-yan apakah sebagai
Seng-co baru ada petua apa2 yang perlu disampaikan. Sudah tentu si gadis
gelagapan entah apa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang harus dikatakan, ia hanya minta Tiat-hoa-popo
menyampaikan kepada para kerabat agar tetap hidup damai berdampingan, semoga
makmur dan bahagia. Sembari
berkata ia coba men-cari2 lagi Ti Put-cian diantara orang banyak, tapi masih tak
diketemukan. Sementara itu Tiat-hoa-popo menuturkan lagi kepada Jun-yan, tentang adat
istiadat serta kewajiban2 seorang Seng-co, bahwa tiap sebulan sekali Seng-co
harus bergiliran tinggal bersama disetiap gua dengan suku bangsanya, sesudah itu
barulah boleh pilih tempat kediaman sendiri untuk selamanya.
Diam2 Jun-yan mengeluh akan ikatan demikian itu.
Masakan ia harus tinggal untuk selamanya didaerah Biau ini.
"Tiat-hoa-popo, jika menurut penuturanmu, jadi Seng-co sama sekali tak boleh
tinggalkan tempatnya ini ?"
"Tentu saja boleh," sahut sinenek, "asal sebelumnya ia mengangkat seorang
wakilnya." "Aha, jika begitu, Tiat-hoa-popo adalah seorang yang paling dihormati diantara
sukumu, padahal masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan ditempat lain,
maka biarlah sementara ini aku angkat kau sebagai wakilku, mumpung seluruh
kepala tujuh puluh dua gua berada disini, sekarang juga aku umumkan maksudku
ini." Betapa girangnya Tiat-hoa-popo, hampir2 ia tidak percaya akan pendengarannya
sendiri. Saking terharu sampai air matanya meleleh, segera ia sampaikan
keinginan Jun-yan kepada para kawannya, maka didahului sinenek, kembali para
kepala gua itu berjongkok menyembah lagi.
"Lapor Seng-co," demikian Tiat-hoa-popo berkata pula,
"Sebenarnya Seng-co memiliki 12 buah lencana kebesaran, yaitu benda pusaka turun
temurun....." Baru mendengar sampai disini, se-konyong2 Jun-yan
merasa sesosok bayangan berkelebat dari samping, tanpa pikir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan meraup dengan tangannya serta memandang kearah datangnya bayangan itu.
Tetapi ia menjadi heran ketika tiada seorangpun disitu, hanya tangannya tahu-
tahu bertambah satu bungkusan hitam entah apa isinya, cuma bobotnya terasa agak
antap, waktu ia buka, ia menjadi tercengang. Ternyata isi bungkusan itu adalah
dua belas buah lencana emas kangzusi.com segi tiga, diatas lencana2 itu terukir
gambar yang ber-beda2. Saking herannya Jun-yan membolak-balik lencana-lencana
itu untuk dilihat hingga mengeluarkan suara yang gemerincing. Ia menjadi heran,
darimanakah datangnya lencana-lencana emas ini dan apa gunanya "
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tiat-hoa popo berhenti menutur, tapi dengan
cermat sedang mendengarkan suara gemerincing yang diterbitkan lencana2 emas itu.
"Benda apakah yang kau pegang itu, Seng-co?" tiba2 ia menanya.
"Entahlah, tapi bentuk lencana segitiga dan seluruhnya ada dua belas buah,"
sahut Jun-yan. "Ha?" seru Tiat-hoa-popo kaget, lalu dengan suara terharu pintanya : "Dapatkah
aku meraba sebuah diantaranya ?"
Segera Jun-yan serahkan sebuah lencana emas itu ditangan sinenek. Ketika nenek
itu sudah meraba dan pegang2 lencana itu dengan teliti mendadak wajahnya berobah
hebat, lalu dengan suara keras ia berkata dalam bahasa Biau.
Jun-yan bingung oleh kelakuan orang. Ia lihat orang2 Biau yang tadinya bersorak-
sorai tadi, kini mendadak berdiam lagi, lalu Tiat-hoa-popo angkat lencana tadi
tinggi2 sembari mengucapkan serentetan kata2 lagi dalam bahasa mereka, maka
orang2 Biau itu kembali menjura lagi dengan hikmatnya.
Selagi Jun-yan hendak menanya, tiba2 sinenek berganti dalam bahasa Han dan
berkata padanya : "Lencana Seng-co sudah hilang selama tiga puluhan tahun, kini
mendadak berada ditangan Seng-co baru, ini suatu tanda rejeki Seng-co baru yang
maha besar dan suku Biau menerima rahmatnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan berseru kaget oleh penjelasan itu, jadi lencana itulah Lengpay yang
dianggap benda keramat oleh bangsa Biau. Lalu siapakah tadi yang menimpukkan
kepadanya " Apakah orang aneh itu " Padahal orang aneh itu diketemukan Jing-ling-cu dijurang
Ciok-yong-hong di-pegunungan Hengsan, dari manakah ia dapat memperoleh Lengpay
dari Seng-co 72 gua suku Biau ini " Dan karena masih tidak mengerti, akhirnya Jun-yan
bertanya: "Lalu apakah gunanya Leng pay ini, Popo?"
"Lengpay ini adalah tanda kebesaran Seng-co," tutur Tiat-hoa-popo. "Beratus ribu
suku Biau kita akan tunduk pada segala perintah Seng-co asal melihat Lengpay
itu." Diam2 Jun-yan bergirang akan manfaat lencana kebesaran itu. Maka ia ambil enam
buah diantaranya, sisa enam buah lainnya ia serahkan kepada sinenek serta
mengumumkan dihadapan 72 kepala gua itu, bahwa untuk sementara
berhubung urusan penting yang harus diselesaikannya
didaerah lain, maka Tiat-hoa-popo ia angkat sebagai wakil mandaat penuh sesuai
dengan enam buah lencana yang
diserahkan padanya itu. Dengan sorak gemuruh para orang Biau itu menyatakan
setuju, saking terharunya kembali Tiat-hoa-popo meneteskan air mata. Pada saat
itulah tiba-tiba sesosok bayangan putih berkelebat, tahu seorang telah melompat
keatas panggung, kiranya adalah A Siu yang lincah itu.
Walaupun tadinya merasa cemburu oleh karena melihat A Siu kesemsem pada Ti Put-
cian namun sesudah tahu perangai jahat pemuda itu Jun-yan merasa gegetun malah
bila si gadis cantik ini terpikat oleh pemuda yang tak bermoral itu.
Memangnya iapun suka bersahabat, terutama terhadap
seorang gadis jelita yang lincah seperti A Siu ini, maka segera ia menyapanya
dengan tertawa : "Eh, adik ini siapakah namanya ?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku bernama A Siu," sahut si gadis dengan tersenyum.
Kemarin Jun-yan sudah menyaksikan juga betapa A Siu telah robohkan Siau-yau-ih-
su Cu Hong-tin hanya dengan sekali-dua gebrakan saja, terang ilmu silatnya
sangat tinggi, "A Siu, hebat sekali kepandaianmu. Siapakah suhumu ?" segera ia
tanya. "Lapor Seng-co, aku tak punya Suhu.'' sahut A Siu terus terang.
"Aneh," diam2 Jun-yan membatin. Segera ia pun membisiki A Siu : "Harap kau
jangan sebut aku Seng-co umur kita sepadan, panggillah padaku enci saja."


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mana boleh jadi?" sahut A Siu tertawa.
"Sebab apa?" tanya Jun-yan.
"Kau adalah Seng-co, mana boleh terang2an aku panggil kau enci?" sahut A Siu.
Tapi lantas ia membisikan pula :
"Hanya kalau sudah diluar daerah sini, barulah tidak menjadi soal."
Melihat sifat dan tutur kata A Siu berbeda dengan orang Biau lainnya, Jun-yan
bertambah suka padanya. Tiba2 ia ingat akan diri Ti Put cian lagi, maka tanyanya
: "A Siu dimanakah pemuda satu jari itu."
Seketika wajah A Siu bermuram durja sahutnya : "Tidak lama baru saja ia keluar
dari gua, lantas buru2 pergi ingin aku menyusulnya tapi dicegah Popo sebab bila
kau masih belum keluar gua pada waktunya orang berikutnya adalah giliranku."
"A Siu apakah kau suka pada pemuda itu?" tanya Jun-yan melihat wajah A Siu tiba-
tiba muram demi mendengar Ti Put-cian disebut. Sebenarnya ia hendak
menasehatkannya tentang jiwa kotor pemuda itu, tapi urung.
Sebaliknya A Siu tidak menjawab, ia hanya mengangguk sambil memandang dengan
sinar mata yang jernih dan
mantap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A Siu, karena urusan lain aku harus tinggalkan tempat ini dahulu, apakah kau
suka ikut bikin perjalanan bersamaku ?"
kata Jun-yan kemudian. Tentu saja A Siu bergirang, memangnya ia ingin sekali bisa menyusul buah
hatinya. Asal bisa menyusul buah hatinya. Asal bisa ikut pergi bersama Jun-yan,
harapan bertemu tentu sangat besar. Maka tanpa ragu2 lagi ia mengia, segera ia
bicarakan hal itu dengan Tiat-hoa-popo.
-o0dw.kz-hendra0o- Jilid 7 DENGAN enam buah lencana, sudah tentu Tiat-hoa-popo
dapat bertindak sesukanya seperti Seng-co. Maka iapun tidak merintangi akan
kepergian A Siu bersama Jun-yan.
Besoknya, kedua gadis itu lantas berangkat dihantar oleh 72 kepala gua Biau
hingga jauh. Sesudah menginjak daerah, dengan tertawa Jun-yan
berkata pada A Siu: "Nah, sekarang kau boleh panggil enci, bukan?"
Betul juga A Siu lantas memanggil enci kembali padanya.
Karenanya Jun-yan kegirangan. Selama ia berkelana di kangouw, siapa saja kalau
tidak menyebutnya anak dara, tentu memakinya budak liar, tetapi belum pernah
orang memanggil taci padanya.
"A Siu," kata Jun-yan pula. "Walaupun kita bukan saudara kandung, tetapi menurut
kebiasaan bangsa Han kami, kita bisa mengangkat saudara."
"Ya, ya, aku tahu, bangsa Han suka angkat saudara
sehidup semati," ujar A Siu.
"Eh, darimana kau tahu, apa pernah kau pergi kenegeri kami ?" tanya Jun-yan
heran. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pernah, ketika pergi bersama muridku," kata A Siu.
"Muridmu ?" Jun-yan menegas dengan heran, "ah bagus bakal ada orang memanggil
aku Supeh, tentu! Dan siapakah nama muridmu itu" Dimana dia sekarang ?"
"Muridku adalah seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, sebulan yang lalu
tinggal disuatu biara, mungkin masih disana," tutur A Siu.
Mendengar nama Tiat-pi Hwesio, Jun-yan bertanya: "itu paderi jahat terkenal
disekitar Hunlam ?" "Benar, walaupun orangnya kelihatannya jahat, sebenarnya tidak demikian," ujar A
Siu. Lalu iapun ceritakan pengalamannya dahulu ketika
merantau bersama Tiat-pi Hwesio ke-daerah Hunlam dan Kuiciu.
Melihat A Siu sama sekali tidak menyinggung ilmu silat yang dimilikinya, diam2
Jun-yan sangat ingin mengetahui sampai dimanakah sebenarnya ilmu kepandaian
gadis jelita itu, meski sudah terang sangat tinggi seperti waktu menghajar Cu
Hong-tin diatas panggung batu, tapi gaya aslinya masih belum jelas kelihatan
seluruhnya. "Siapakah gurumu, A Siu ?" tanyanya kemudian.
Namun A Siu hanya geleng2 kepala saja dan menjawab :
"Aku tak punya guru."
Diam2 Jun-yan tidak percaya, masakan tanpa Suhu dapat mempelajari ilmu silat
setinggi itu, bahkan jauh lebih unggul daripada Kang lam-it-ci-seng Ti Put-cian
yang sudah ngacir itu. Ia pikir mungkin peraturan perguruan yang melarang
memberitahukan orang luar, maka A Siu tak mau bilang. Maka iapun tidak menanya
lebih jauh. Petangnya tibalah mereka disuatu kota kecil, setelah mendapatkan hotel, Jun-yan
minta pelayan menyediakan alat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembayangan dan sekedar sesajen, karena ia hendak
mengangkat saudara dengan A Siu. Selesai upacara singkat itu, Jun-yan pikir
sebagai enci, sepantasnya memberi sesuatu tanda mata padanya. Tetapi merasa
tidak membawa barang2 apa yang berharga, pedang Tun-kau-kiam ia merasa berat, pecut mulut bebek tidak
mungkin, sebab itu senjata
pemberian sang guru. Sesudah berpikir lama, ia lihat telinga A Siu tanpa hiasan,
tiba2 hatinya tergerak, katanya : "A Siu, biarlah aku memberi sepasang anting2
padamu, dengan itu, tentu kau akan lebih menggiurkan."
"Aku sudah punya anting-anting," sahut A Siu dengan
tertawa. Sembari berkata, ia keluarkan sepasang anting2
pualam hijau yang ditemunya waktu mencari jejak ayahnya dan Jin koh tempo dulu.
"Coba kulihat," pinta Jun-yang.
Tapi ia menjadi heran dan terperanjat ketika melihat diatas anting2 itu masing2
terdapat dua huruf "Jing-king" yang kecil-kecil, ia jadi teringat pada
peristiwa2 sesudah dirinya tinggalkan Cio-jong hong, waktu malam pertama tahu2
orang meletakkan golok Pek-lin-to disamping bantalnya, kemudian ketika orang
aneh itu merampasnya kapal jambrud dari tangannya Siang Lui untuk dirinya,
setiap kali selalu disertai secarik kertas dengan tulisan "Jing kin". Melihat
huruf itu, tampaknya nama seorang, hal ini selamanya menjadi tanda tanya
baginya, dan kini diatas anting2 terdapat lagi nama itu, sungguh aneh!
"Ada apakah, enci Jun-yan " Apa anting2 ini tidak bagus ?"
tanya A Siu ketika melihat Jun-yan ter-menung2 penuh kesangsian.
"A Siu, darimanakah kau mendapatkan anting2 ini ?" tanya Jun-yan kemudian.
"Entahlah, cuma dapat diduga miliknya Jing-koh (bibi Jing)," sahut A Siu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jing-koh " Siapakah dia?"
"Entahlah, hanya tahu dia she Ang bernama Jing-kin, iapun memberi sebutir
mutiara besar padaku," kata A Siu pula. Lalu ia unjukkan mutiara mestika yang
terkalung di lehernya itu.
Nampak mutiara itu, kembali hati Jun-yan tercekat, diam2
ia heran sekali : "Aneh, mutiara ini aku seperti pernah melihatnya entah
dimana ?" Makin lihat ia merasa makin kenal akan benda itu, se-akan2
benda itu pernah dimilikinya. Tapi meski ia meng-ingat2nya lagi, masih tak
mengerti apakah itu kebetulan saja atau sesuatu peristiwa yang pernah terjadi.
"A Siu, siapakah gerangan Ang Jing-kin itu, dapatkah kau ceritakan padaku
sedikit tentang dia ?" katanya kemudian.
"Akupun tidak begitu paham, hanya masih kuingat ketika aku ikut dia masuk gunung
bersama ayah untuk mencari obat untuk suaminya." sahut A Siu. Lalu iapun cerita
sekenanya tanpa teratur apa yang masih teringat olehnya ketika rumahnya
kedatangan suami isteri Ang Jing-kin, kemudian bersama Tiat-pi Hwesio pergi
mencari ayahnya dan menemukan kerangka tulang ditepi empang.
Sudah tentu cerita yang tak keruan susunannya itu
membikin Jun-yan tambah bingung. "Siapakah gerangan
suaminya Ang Jing-kin itu " Kemudian kemana dia telah pergi
?" ia tanya pula. "Entah, cuma menurut cerita Tiat-hoa-popo, ketika tanpa sengaja ibuku menyingkap
kain kerudung kepalanya, ibuku menjerit kaget karena melihat wajah orang yang
lebih mirip setan, lalu orang itu berlari pergi menghilang", tutur A Siu.
"Mukanya jelek mirip setan " Apakah karena bekas luka ?"
demikian Jun-yan menggumam sendiri.
Namun A Siu tak bisa menjelaskan lebih banyak, iapun tidak menanya lebih jauh,
mereka melanjutkan perjalanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa terjadi apa2. Akhirnya tibalah mereka sampai ditapal batas propinsi Ciat-
kiang. Tatkala itu menginjak musim rontok, hawa sejuk pemandangan permai.
Terutama A Siu yang belum pernah menjajaki daerah Kanglam yang indah, ia sangat
terpesona oleh pemandangan alam yang dilaluinya.
Suatu hari, sampailah mereka didaerah kabupaten hi-sui-koan. Karena kesemsem
akan pemandangan indah disekitarnya, mereka berdua menjadi melampaui waktu
istirahat, makin jauh makin memasuki tanah pegunungan.
Sementara itu sang surya sudah mulai mendoyong kebarat.
Tiba2 mereka melihat didepan sana tumbuh beberapa
rumpun pohon bambu, ditepinya mengalir sebuah sungai yang mengelilingi tiga buah
rumah gubuk. Melihat pemandangan itu, tanpa merasa Jun-yan memuji,
"Betapa indahnya tempat ini entah siapa gerangan yang tinggal itu, benar2 pandai
menikmati !" Dan selagi ia hendak berseru akan memohon mondok
bermalam digubuk itu, tiba2 dilihatnya ada seorang lagi jalan keluar dari salah
satu rumah itu sambil mengukur, dengan laku sangat hormat orang itu lagi berkata
dengan badan membungkuk : "Ki-locianpwee, haraplah pada waktunya nanti kau orang
tua bisa hadir disana, betapapun juga, sedikitnya akan membikin semangat Jing-
ling-cu dan begundalnya melempem !" Habis itu dari dalam rumah lantas terdengar sahutan
seorang yang bersuara tuan besar : "Ehm, tiba waktunya nanti aku datang kesana.
Sekarang lekaslah kau enyah !"
Ber-ulang2 orang yang keluar itu membungkuk sambil
mengia. Sebaliknya lagak lagu orang didalam rumah itu terang angkuh luar biasa.
Diam2 Jun-yan terkejut ketika mendengar nama Jing-ling-cu disebut. Cepat ia
tarik A Siu dan membisikinya : "Coba kita sembunyi dulu untuk melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapakah orang itu !" lalu keduanya menyelinap masuk kesemak-semak pohon bambu
sana. Cuaca waktu itu sudah mulai sore, namun cukup jelas
untuk melihat orang yang keluar itu ternyata seorang Thauto atau paderi yang
memelihara rambut panjang, mukanya
bengis dilehernya terkalung serenceng tasbih dari emas yang bentuknya dibikin
seperti tengkorak, jumlahnya beratus biji.
Tampak mukanya ber-seri2, kadang2 mengelus2
jenggotnya yang pendek dengan tangannya yang penuh bulu.
Jun-yan tak kenal Thauto itu, ia lihat orang berjalan dengan bersitegang leher
dan lewat tidak jauh dari tempat
sembunyinya tanpa merasa. Diam2 Jun-yan bergirang, ia membisiki A Siu:
"Tampaknya paderi ini bukan manusia baik2.
Jing-ling-cu yang disebutnya tadi adalah tokoh ternama dari Heng-san yang
menjadi sobat baikku. Marilah kita coba mengintil dibelakangnya untuk melihat
apa yang hendak dilakukannya."
Sudah tentu A Siu menurut saja, apalagi sifat kanak2nya masih belum hilang,
untuk berbuat hal2 yang nakal justeru sangat cocok dengan kelincahannya. Maka
dengan ilmu entengi tubuh yang tinggi mereka menguntit Thauto itu dari jauh.
Sudah tentu ilmu Ginkang A Siu jauh lebih hebat daripada Jun-yan, maka kagum
sekali Jun-yan terhadap kepandaian kawannya yang tinggi itu, ia heran akan
keterangan A Siu tempo hari bahwa ilmu kepandaian yang dimilikinya itu
dipelajarinya tanpa guru. Ia tidak tahu bahwa "Siu-yang-chit-Kay" yang
dipelajari oleh A Siu itu adalah merupakan kombinasi dari intisari berbagai
cabang persilatan, maka tidak heran ilmu kepandaian A Siu susah diukur dengan
ilmu silat umumnya. Saking kagumnya, maka Jun-yan coba menanya
sedikit tentang dasar2 Ginkang kangzusi.com yang dimiliki A Siu itu. Tanpa ragu2
A Siu suka memberi penjelasan juga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya dari ukiran digua
itu. Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil
Thau-to berambut panjang tadi.
Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah tak kelihatan lagi
bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan tersenyum geli.
"Keenakan paderi itu," demikian Jun-yan menggerutu.
Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat
melanjutkan perjalanan mereka, tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung.
Nyata itulah bau makanan yang
dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang. Dasar perut mereka sudah sangat
lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya
menetes dari mulutnya. "Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi
itu ?" "Ehm, betapa wanginya!" demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat.
Habis berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap
itu. A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari
mengikut dibelakang. Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu
lapang sedang menyala segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi
membolak-balikkan tangkai kayu yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas
api, pantas bau wangi lewat jauh.
Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan. "A Siu, harap kau
pancing paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa,
supaya kelak jangan berani-berani sembarangan omong," katanya segera.
Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang.
Segera ia melompat maju mendekati Thauto yang asyik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanggang kelinci itu. Mungkin juga lagi bayangkan betapa lezatnya kelinci
panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak merasa bahwa
dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.
Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi.
Sungguh diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa,
mendadak ia putar tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka
tiada suatu bayanganpun yang dilihatnya. Ia menjadi curiga, terang tadi suara
tertawa orang, kenapa tiada terdapat seorangpun "
Kembali ia teruskan memanggang kelinci.
Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan
itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.
Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga
dalamnya A Siu, rumput itu meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara
menuju punggung Thauto itu terus
menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.
Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi.
"Bettt," kontan ia menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga
dua pohon kecil dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu. Namun A Siu
sendiri sudah melesat pergi dengan cepat. Sekilas bayangan A Siu sekali ini
dapat dilihat oleh Thauto itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang
terus saja mengudak. Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-
yan terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang
sangat dihormatinya didalam gubuk itu" demikian ia pikir.
Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan
membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya
nanti. Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip
kelinci, segera dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu,


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai gantinya ia tusuk kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu
bakar agar api unggun berkobar lebih keras, lalu berlari sembunyi
ketempatnya tadi. Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali
dengan tertawa, "Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai
mungkin orangnya sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki,"
demikian tuturnya dengan geli.
Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan pada
nama gurunya, maka sama mengalah padanya. Apalagi sekarang ada A Siu yang
mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa : "Ha-ha, biar
kita tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu!"
Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah
lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak
terhingga. Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api unggun, lalu
termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang bergurau
padanya tadi. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu disampingnya
hingga remukan batu berhamburan.
Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga
pukulan orang, ia pikir tenaga pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-
thau-to dari Ngo-tai-san. Paderi piara rambut berkepala baja.. Dengan tenaga
pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman beribu kati pernah ia patahkan pohon
yang bulat tengahnya sebesar paha. Sekarang orang inipun thauto jangan-jangan
dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu "
Tapi pernah dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi
sebagai seorang ketua cabang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto ini
tadi. Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia
sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci
pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil
menoleh. Nyata karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal
dibelakangnya tiada seorangpun, tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik
kebelakang. Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Junyan terbahak-bahak, tapi
sedapat mungkin ia bertahan.
Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti
"kelinci" panggang. Apa celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia
cokot "kelinci" itu dan baru mulai dikunyah, segera ia merasa rasanya "kelinci
panggang" itu rada-rada luar biasa, ia menjadi kelabakan, "frr. . . . frr. . . "
berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya disertai dengan suara gerengan
yang murka. Melihat macam orang yang lucu. semula Jun-yan masih
menahan rasa gelinya sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan
lagi, dengan ter-bahak2 iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda :
"Haha, Thauto busuk, kelinci panggangmu ini kurang pandai kau
membakarnya, bukankah "kelinci panggang" yang kubikin untukmu itu jauh lebih
lezat ?" Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua
gadis dengan ter-tawa2 sambil
tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang dan sedang dimakan dengan
nikmatnya. Maka tahulah dia
duduknya perkara sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia
kerahkan seluruh tenaga di sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya
penuh daging kelinci panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan,
sama sekali ia tidak ber-jaga2. Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya,
cepat ia berseru sambil tumbuk badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat
kepinggir. Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2
kesamping hingga jauh, dalam kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang
sembrono, namun bila ia pandang lagi, ia terkejut sendiri. Ternyata dimana
pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu kerikil berhamburan. Betapa hebat
tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.
Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah balas
mendamperat : "Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau
mesti turun tangan sekeji itu " Siapakah ?"
Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki : "Setan alas!"
habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah
tangannya dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas
kepalanya Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke
tengah. Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-
akan mencakup kepalanya, segera ia hendak melompat
menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari samping seakan-akan
menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung ditengah, sementara
itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.
Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua
tangannya coba bertahan, pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si
Thauto itu, teriaknya : "He, kau Tai-lik-eng-jiau Ngo-seng Thauto!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang
bertenaga raksasa, adalah sutenya Thi-thauto, ini ketua Ngo-tai-san yang
tersohor. Tapi karena jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah
mendurhakai perguruan dan memusuhi sang Suheng, malahan secara
rendah berani menggondol lari kitab pelajaran "Tai-lik-jiau-hoat" dan kabur jauh
ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu cakar elang itu, maka seperti
harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin se-wenang2.
Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan
kurungan tenaga pukulan orang, sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya
serasa sesak, mata ber-kunang2
diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.
Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya
segera : "Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku !"
Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang
lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya
itu adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar,
mendadak mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu. Nyata dengan demikian ia
telah salah perhitungan. Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang
tenaganya masih jauh berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum
tentu Ngo-seng sanggup menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu
lwekangnya A Siu hanya disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka
sekaligus ia pikir hendak robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.
Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis
mendadak Ngo-seng merasakan suatu tenaga yang maha
besar membentur kemukanya begitu hebat hingga napasnya se-akan2 sesak matanya
ber-kunang2. Barulah sekarang ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkejut tidak kepalang. Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang
melayani Jun-yan tadi untuk membela diri. Dan karena mendadak tangannya ditarik,
Jun-yan menjadi kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan
sepenuh tenaga untuk melawan, gadis ini
terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng
namun Jun-yan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu
saja. Dalam keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga
"plok" dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya
rompal dan darah mengucur dari mulut. Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan
sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.
Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti
sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang
dibawah tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan. Saking gusarnya
hingga untuk sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.
"Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi," ajak A Siu kemudian.
"Nanti dulu," sahut Jun-yan sambil melolos pedang. "Habis siapa suruh paderi
busuk itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia
akan lebih me-mentang2 lagi." Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; "Nah, kau sudah dengar tidak,
paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu,
dan kau boleh pergi lantas."
Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus
melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2
mengepulkan hawa. Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak Ngo-
seng telah mendahului Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua
tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho
atau dua cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.
Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang
mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan
kepada Jun-yan yang sudah
dibencinya tujuh turunan. Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya
itu. Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu.
cepat ia putar pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan
meluncur air mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.
Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng
terkejut juga, mendadak ia putar telapak tangannya
kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas sobek, cuma serangannya
masih terus mencengkeram kedepan. Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil
memapas baju orang, tapi ia sendiri masih tetap terancam bahaya. Maka A Siu tak
bisa tinggal diam lagi, terpaksa ia turun tangan menolong. Saat itu Ngo-seng
kangzusi.com lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk mematikan Jun-yan, ketika
tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping, ia menjadi kaget dan
sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng itu, maksud hatinya
akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya menangkis.
Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan oleh
Jun-yan dengan baik, "plok-plok" dua kali ia hantam pundak orang, berbareng
pedang diputar dengan tipu "hun-kay-goat-hian" atau awan menyingkap, bulan
kelihatan, tiba2 Ngo-seng merasa pipinya "nyes" dingin tahu2
sebelah kupingnya sudah berpisah dengan tuannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini,
berulang kali ia kena dihajar, sebelah kupingnya kena diiris lagi. Karuan bukan
main murkanya, tapi apa daya"
Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah
melompat pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.
"Paderi busuk," tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas
mempermainkan Thauto itu, "kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak
ganjil, ada lebih baik biar kupotong sekalian!" habis berkata, benar saja ia
melompat maju dengan pedang terhunus.
Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak
ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan
jangan2 kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam
kepalanya tanpa daun kuping itu "
Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia
hantamkan kedepan sekali sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu
menyambar kemuka si gadis, terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng
sempat putar tubuh angkat langkah seribu. Namun begitu, berulang2 ia menoleh
kuatir diudak. Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa,
"Hahaha, paderi keparat, apa mungkin kau ajak berlomba lari
?" lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru: "Marilah A Siu, paderi busuk itu
sudah ketakutan, cepat kita kejar dia !"
Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi
karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.
Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia
telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri
dan cepat berlari. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat
kompleks rumah2 gubuk tadi. Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2,
teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2
badan sambil mengia dengan merendah sekali, terang didalam rumah itu terdapat
seorang kosen, yang sangat disegani paderi itu.
Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngoseng tidak tinggal diam,
segera ia memaki2 lagi dengan kata2
kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi panas.
Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya: "keparat, jika aku tidak potong
lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku!" Dan segera ia mengejar pula.
Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu
menyusul dibelakangnya. Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi,
mendadak Ngo-seng berhenti dengan celingukan. Lalu ia berpaling kearah Jun-yan
dan memaki pula, tapi tidak keras, hanya dengan suara tertahan.
Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera
dari dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula
terus menubruk maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.
Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan
menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos
masuk. Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.
Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Jun-
yan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur
terdorong oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang
tiba hendak menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke
samping, maka terdengarlah suara "buk" yang keras, sesosok tubuh telah
terbanting Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditanah. Dan sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah
Ngo-seng Thauto yang gede.
Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng
berjongkok meringis hingga lama baru bisa bangun.
A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngoseng, kalau satu lawan satu
mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar,
maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat
dibayangkan. Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah
merangkak bangun walaupun dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan
sangat hormat ia masih berkata kearah rumah itu: "Ki-lociappwe, memang aku
terlalu sembrono masuk tanpa permisi, tetapi kedua budak ini sesungguhnya
keterlaluan..." "Ngo-seng," tiba-tiba suara ke-malas2an menyela dari dalam rumah, "kenapa kau
berani main gila didepan rumahku dengan kata2mu yang kotor tadi" Apakah
memangnya kau sudah bosan hidup?"
Dengan membungkuk2 Ngo-seng mengia belaka. Melihat
macam orang yang lucu karena masih meringis kesakitan itu, Jun-yan tertawa geli.
Karena Ngo-seng gemas dan
mendongkol, ia pelototi dara nakal itu dengan sengit.
"Ngo-seng," terdengar orang didalam gubuk berkata pula,
"Mengingat hormatmu kepadaku, kesalahanmu itu biarlah kuampuni. Tapi budak yang
membawa Tun-kau-kiam tadi, mana dia, suruh masuk minta ampun padaku !"


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jun-yan melangkah, tadi ia hanya melangkah masuk terus terdesak mundur keluar
hanya sekejap itu, siapa orangnya didalam saja ia tak jelas melihatnya. Tapi
orang itu sekilas saja sudah dapat mengetahui dia membawa pedang yang
dihunusnya adalah Tun-kau-kiam, sungguh tajam amat
matanya " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Ngo-seng tampak berseri-seri, ia melirik ngejek Jun-yan sekejap,
lalu katanya pula: "Ya, Ki-locianpwe.
Malahan dia masih punya seorang kawan budak lainnya."
"Keduanya suruh masuk semua," kata orang didalam itu tanpa pikir. Lagu suaranya
angkuh seakan-akan dunia ini dia kuasa.
Ngo-seng menjadi senang, dengan mengejek ia berkata
pada Jun-yan berdua: "Nah, kalian dengar tidak" Ki-locianpwe suruh kalian masuk
minta ampun padanya."
A Siu menjadi sangsi, "Enci Jun-yan, siapakah Ki-locianpwe itu kenapa kita
disalahkan?" "Cis, buat apa kita peduli," sahut Jun-yan penasaran.
"Siapa kenal orang she Ki ini manusia macam apa " Peduli !"
Kata2 Jun-yan itu diucapkan dengan keras, maka Ngo-seng juga mendengar dengan
jelas, wajahnya berubah hebat dan bingung, tapi segera ia bergirang pula.
Sebaliknya Jun-yan telah menuding sambil membentak lagi: "Thauto keparat, kau
mau maju kemari atau tunggu aku iris lidahmu yang kotor itu dan..."
Sampai disitu, suara yang ke-malas2an didalam gubuk tadi menyela lagi : "Bocah
dara, kau murid siapakah, ha " Besar amat nyalimu ?"
Walaupun nakal, tapi Jun-yan juga mengerti bahwa orang didalam gubuk itu pasti
bukan orang sembarangan. Tiba2
hatinya tergerak, ia pikir gunakan nama gurunya untuk menggertak maka dengan
tegak leher sahutnya : "Kau tanya nama guruku " Hm, mungkin kau akan mati kaget
bila kukatakan ! Dia orang tua she Jiau, namanya Pek-king, orang menjulukinya Thong-
thian-sin-mo ! Nah, apa abamu sekarang
?" sembari berkata ia bertolak pinggang dengan lagak nyonya besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak orang didalam gubuk itu tertawa tawar. "Aha, kukira siapa, tahunya
murid ajaran siauw-Jiauw ! Pantas licin dan belut seperti sang guru. Nah, tidak
lekas masuk terima hukuman, apa kau minta aku keluar malah ?"
Jun-yan terkejut, tapi orang ini berani menyebutnya "siau-Jiau" atau Jiau
sikecil, suatu tanda derajat angkatannya masih diatas gurunya. Untuk sesaat, ia
terpengaruh oleh perbawa orang.
Dasar gadis lincah yang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi, segera ia
berpendapat jangan2 orang
menggertak saja, persetan orang macam apa" Kontan saja dia menjawab: "Eh, kau
she Ki bukan" Ya tahulah aku, bukankah kau adalah siau-Ki yang tercantum didalam
kamus Kang-ouw itu" Melihat kau suka kasak-kusuk dengan Thauto keparat itu,
tentu kau pun bukan manusia baik2. Hayo, lekus kau
menggelinding keluar."
Tapi baru saja ucapannya habis, se-konyong2 suara gelak tawa bergema dari dalam
gubuk, suara ini keras tajam menggetar sukma, jauh berbeda dengan suara ke-
malas2an tadi. Terkejut sekali Jun-yan begitu pula A Siu terkesiap oleh tenaga
lwekang itu. Pada saat itulah tiba2 dua suara keras
"krak-krak" berjangkit disamping mereka, dua pohon bambu besar telah patah
tertimpuk dua batu kecil yang menyambar keluar dari gubuk itu. Menyusul suara
orang didalam itu berkata: "Budak bernyali besar nah sekarang sudah kenal
lihayku belum" Apa tidak lekas masuk kemari?"
"A Siu lebih baik kita angkat kaki saja," bisik Jun-yan kepada kawannya demi
nampak gelagat tidak menguntungkan. Sudah tentu A Siu hanya menurut saja, maka cepat mereka terus melompat kerimba
bambu sana, diluar dugaan, baru mereka tiba didepan rimba bambu itu, tahu2
beberapa bintik sinar berkelebat mendahului mereka disusul dengan suara gemuruh
robohnya beberapa pohon bambu merintang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didepan, malahan suara orang didalam gubuk itu berkata lagi:
"Jangan coba lari, dara bandel, tidak lekas kembali ?"
Melihat betapa hebat tenaga jari orang itu hanya beberapa batu kerikil sudah
mematahkan pohon bambu, bila dia mau mencelakai mereka sesungguhnya seperti
membaliki tangannya sendiri. Maka sesudah ragu2 sejenak, segera Jun-yan mendengus dengan
dada membusung ia mendahului
kembali kearah gubuk tadi sambil berkata: "Mari A Siu, masakan kita takut kepada
segala manusia" Hayo, dia minta masuk kegubuknya, marilah kita masuk saja,
masakan dia sanggup telan kita ?"
Habis itu, dengan langkah lebar ia menuju kegubuk itu dan tanpa permisi terus
menerobos kedalam. Maka terlihatlah ruangan gubuk itu terawat rapih bersih,
disebuah kursi malas buatan bambu berduduk seorang berbaju hitam lagi asyik
membaca dibawah sinar pelita. Mengetahui masuknya Jun-yan, tanpa menoleh, dengan
nada kemalas2an tadi ia berkata
: "Sekarang kau baru mau kemari bukan " Hendaklah kau ketahui peraturanku, siapa
yang berani membangkang perintahku, maka hukumannya akan ditambah sekali lipat."
Waktu Jun-yan menoleh ia lihat A Siu sudah ikut masuk, hatinya menjadi besar.
Ketika ia mengamat2i orang itu, walaupun sedang menunduk membaca, hingga
wajahnya tidak jelas kelihatan, tetapi usianya ditaksir takkan lebih setengah
abad, terutama mengingat rambutnya yang masih hitam
mengkilap. Dengan lagak angkuh orang itu masih duduk ditempatnya tanpa sesuatu
yang aneh, kembali timbul
pandang rendah pada hatinya Jun yan, ia menyesal tadi kenapa mesti lari kena
digertak orang, jika orang ini ada hubungannya dengan Ngo-seng Thauto tentunya
juga bukan manusia baik" Karena itu sesudah memberi isyarat kepada A Siu,
sahutnya : "lantas cara bagaimana kau akan menjatuhkan hukuman?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diatas saka situ ada gelang rantai, masukkanlah tanganmu sendiri dan suruh
kawanmu ambil cambuk dilantai itu dan pecutkan tiga puluh kali, tidak boleh
kasih ampun !" kata orang itu tetap menunduk.
Waktu Jun-yan mendongak, benar juga diatas saka sana ada gelang besi dan
dilantai terdapat seutas pecut panjang hitam. "Baiklah," sahutnya tanpa pikir.
Mendadak ia terus meloncat keatas.
Tapi bukannya masukan tangannya kedalam gelang besi itu seperti yang diminta,
tapi terus lolos pedangnya Tun-kau-kiam dan mengayun dua kali, terdengarlah
suara "creng-creng"
kedua gelang besi Itu sudah terpapas putus semua. Bahkan ketika tubuhnya
menurun, tiba2 pedangnya membalik, dengan gerak tipu "hoat-hun-ji-goat" atau
menyingkap awan mengarah rembulan, ujung senjatanya itu terus menikam keatas
buku yang dipegangi orang itu dengan maksud
membikin kaget padanya. Rupanya orang itu masih tidak berasa akan serangan itu, maka "bles", buku yang
dipegang itu tahu2 tertembus tusukan pedang, sungguh diluar dugaan Jun-yan bahwa
serangannya bisa berhasil begitu mudah, dan lagi ia hendak congkel pedangnya
agar buku orang terpental, se-konyong2 terasa pedangnya se-akan2 melengket pada
sesuatu tenaga dan susah ditarik kembali. Waktu ia dorong sekalian kedepan,
ternyata pedangnya seperti menancap dibatu saja susah digoyah.
Dan selagi Jun-yan kaget dan bingung itulah orang itu telah geser bukunya sambil
berpaling, kiranya sebabnya senjata Jun-yan itu tak bisa bergerak adalah
disebabkan batang pedangnya kena dijepit oleh dua jari tangan orang itu. Kini
wajah orangpun dapat dilihat Jun-yan dengan jelas, benar umurnya antara lima
puluhan saja wajahnya cakap gagah, matanya bersinar, alisnya tebal, sambil
memandang Jun-yan, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulutnya mengulum senyum, nyata ia tidak bergusar pada si gadis yang sembrono.
Mendadak orang itu bergelak ketawa, tangannya yang
menjepit pedang itu sedikit diangkat keatas, terasalah oleh Jun-yan suatu tenaga
maha besar menumbuk ketubuhnya, tanpa kuasa pedangnya dilepaskannya, sedang
tubuhnya terus mencelat menyundul atap rumah, kuatir kalau turun kembali akan
dipermainkan orang lagi, tanpa pikir Jun-yan rangkul belandar diatas itu. Diluar
dugaan, "tak-tak" dua suara berjangkit dan pergelangan tangannya yang merangkul
belandar itu terasa kencang seperti dijepit sesuatu. Apabila ia menegasi, ia
menjadi kaget, kiranya yang menjepit tangannya itu adalah kedua belahan gelang
besi yang dipapas olehnya tadi, kini setengah gelang besi itu ambles kedalam
belandar hingga kedua tangannya seperti terpaku dan badannya ter-katung2. Waktu
ia memandang kebawah, orang tadi masih acuh tak acuh membaca bukunya.
"Kau dara ini tampaknya lebih mendingan," kata orang itu kemudian kepada A Siu,
"tadi aku hanya mau hajar dia tiga puluh kali cambukan, tapi ia berani
membangkang, kini hukuman harus ditambah sekali lipat menjadi enam puluh
cambukan. Nah lekas kau mulai," sembari berkata, iapun letakan Tun-kau-kiam yang
dijepitnya dari Jun-yan itu keatas meja lalu membaca bukunya lagi.
Ketika menyaksikan Jun-yan tahu2 mencelat keatas terus dipantek diatas belandar,
untuk sementara itu A Siu heran juga akan kepandaian orang. Kini mendengar
dirinya diharuskan mencabuk enam puluh kali kepada Jun-yan ia menjadi ragu2 katanya
cepat : "Toacek apakah hukuman ini tidak terlalu berat?"
"Berat?" orang itu menegas. "Malahan menurut aku harus enam puluh kali biar ia
kapok." "Biarlah selanjutnya kami takkan merecoki kau, dapatkah kau lepaskan enciku
itu?" pinta A Siu ramah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu bersangsi sejenak, tanyanya kemudian : "Apakah kau muridnya Siau-
jian?" "Bukan aku tak punya Suhu," sahut A Siu.
Orang itu meng-amat2inya sejenak, tapi katanya lagi:
"Tidak, dara bandel ini harus kuhajar mewakili siau-jiau. Kalau kau tak mau
lakukan, biar kupanggil Ngo seng yang
menghajarnya." Dalam pada itu, Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2 berusaha
melepaskan diri, dalam hati ia
mendongkol sekali kenapa A Siu tidak lekas turun tangan menolongnya, sebab ia
yakin ilmu kepandaian A Siu yang tinggi itu cukup untuk melawan orang, cepat
saja ia ber-kaok2 suruh A Siu turun tangan.
Dilain pihak, rupanya percakapan itu telah didengar Ngoseng, tanpa disuruh lagi
ia sudah masuk kedalam dan berseru:
"Ki-locianpwe, biar kuhajar adat budak liar ini!"
Orang itu mengangguk setuju. Dengan girang segera Ngoseng hendak menjemput pecut
panjang dilantai itu. "Tahan!" bentak A Siu mendadak sambil kebas lengan bajunya kedepan, menyusul
sebelah tangannya menyodok dada orang. Lekas-lekas Ngo-seng hendak mundur, namun
begitu angin pukulan A Siu sudah membikin tubuhnya terhuyung2 mundur dan
akhirnya jatuh duduk. Walaupun Jun-yan sendiri ter-katung2 di-udara, tapi
melihat A Siu menghajar Ngo-seng, ia tidak lupa bersorak:
"Bagus! Tahu rasa kau, Thauto busuk. Hajar lagi, A Siu!"
Sebaliknya orang itu rada heran melihat sekali gebrak Ngoseng kena dirobohkan si
gadis, "Anak perempuan, boleh juga kepandaianmu. Kau bernama apa dan siapa
gurumu?" "Namaku A Siu, guru aku tidak punya," sahut A Siu kekanak2an, "Toacek, silahkan
kau turunkan enciku itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A Siu hajar saja, kenapa mesti banyak cing cong," teriak Jun-yan tak sabaran.
Sebaiknya orang tadi telah berkata pula: "Jika kau sanggup menerima tiga kali
seranganku, segera aku lepaskan dia!"
"A Siu suruh dia yang terima tiga seranganmu, biar dia tahu rasa," kembali Jun-
yan ber-kaok2. Nyata ia anggap ilmu kepandaian A Siu sudah tiada tandingan di
jagat, tak tersangka bahwa A Siu cukup insaf akan betapa tinggi ilmu lwekang
orang itu, apalagi ia sudah ambil keputusan takkan sembarang bergebrak dengan
orang. Tapi orang hanya minta menangkis tiga kali serangan saja lantas A Siu
menerimanya dengan baik. "Jadilah, marilah kita keluar."
"Tak perlu!" sahut orang itu. "Nah hati2lah."
Habis berkata, sambil tetap berduduk, mendadak lengan bajunya menggontai,
seluruh rumah itu seketika penuh terisi angin keras. Memangnya Jun-yan yang
tergantung diatas itu lagi me-ronta2, kini tubuhnya ikut ter-buai2 oleh angin
keras itu hingga pergelangan tangannya yang terjepit itu serasa akan patah.
Sedang angin keras itu menyambar kearah A Siu dengan dahsyatnya.
Tapi A Siu sudah siap siaga, cepat sekali ia mengegos, berbareng kedua lengan
bajunya juga mengebas hingga
kedua tenaga angin saling bentur. Tapi ia sendiri lantas terasa kalah kuat
hingga ter-huyung2 mundur beberapa tindak.
"Bagus." orang itupun berseru, menyusul mana sebelah telapak tangannya menepuk
kedepan. Saat itu baru saja A Siu dapat berdiri tegak, terpaksa ia meloncat minggir
sembari sebelah lengan bajunya mengebas pula untuk mematahkan tekanan tenaga
pukulan orang. Dengan demikian barulah ia berhasil lolos dari bahaya. Diam2
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia terkejut luar biasa, sungguh belum pernah diduganya bahwa lwekang orang bisa
sedemikian hebatnya. Nyata A Siu tidak tahu bahwa orang itu dimasa dahulu mendapat julukan Put-kue-
sam atau tidak lewat tiga artinya selamanya tiada ada orang yang sanggup
menerima tiga kali serangannya. Kini A Siu sudah mampu mengelakan dua kali,
sebenarnya sudah membuat orang itu bertambah heran.
"Awas!" kembali orang itu berseru, sekali ini kedua lengan bajunya mengebas
kesamping, habis ini mendadak merangkup kedalam hingga tenaga pukulan itu se-
akan2 menggulung terus menggunting.
Menghadapi gelombang serangan ini, mula2 A Siu seakan2
tertarik kesamping, tetapi mendadak seperti terjepit oleh dua tenaga dari kanan
kiri. Tidak kepalang terkejutnya, cepat ia hantam kedua tangannya kebawah hingga
tubuhnya terangkat keatas. Inilah satu diantaranya tujuh kunci ilmu "Siau-jang-
chit-kay" yang dipelajarinya itu.
Pada saat itulah Jun-yan telah berhasil melepaskan
tangannya dari jepitan gelang besi serta turun kebawah, maka teriaknya: "Bagus,
tiga kali serangan sudah selesai. Nah, lekas kembalikan pedangku biar kami
pergi!" Sementara itu muka orang tadi jadi berobah hebat demi nampak A Siu mampu
mengelakkan tiga serangannya, pelan2
ia berdiri. "Anak perempuan, siapa gurumu" Katakan atau tidak?" katanya dengan
memandang tajam. "Toacek, bukankah kau sendiri sudah berjanji, setelah aku terima tiga kali
seranganmu, lantas kau akan melepaskan enci Jun-yan ?" tanya A Siu.
"Benar," sahut orang itu dengan tertawa aneh. "Dan aku telah lepaskan dia, namun
sekarang kau yang hendak kutahan!" "He, kenapa ?" sahut A Siu heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, kau kenal malu tidak, ludah sendiri dijilat kembali?"
teriak Jun-yan mengejek. Akan tetapi orang itu tak menggubrisnya, sebaliknya
mukanya masam dan berkata pula kepada A Siu : "Kau
mampu menerima tiga kali seranganku, itulah suatu dosa besar!"
"Aneh, sebab apa ?" tanya A Siu tak mengerti.
"Tidak aneh," ujar orang itu, "Kini saja kau mampu menahan tiga kali seranganku,
lalu kelak, bukankah kau akan mampu menahan berpuluh, mungkin beratus jurus"
Dimasa hidupku, mana boleh ada orang berkepandaian yang memadai aku ! Dasar
usiamu yang sudah ditakdirkan pendek!"
Sungguh tidak terduga oleh A Siu bahwa adat orang itu begini aneh. Dengan
mengkerut kening ia menanya : "Toacek, apakah tujuan kata-katamu tadi ?"
"Hahaaha," tiba2 orang itu tertawa, lalu ia menanya pula :
"Siapa gurumu " Jika dia dapat mendidik seorang murid seperti kau, tidak nanti
aku dapat hidup bersama dia didunia ini."
"Aku benar2 tidak mempunyai Suhu," sahut A Siu.
Orang itu menjengek sekali, tiba2 ia berseru memanggil Ngo-seng.
Dengan muka ber-seri2 kembali Ngo-seng Thauto masuk


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan mem-bungkuk2. Mendongkol sekali Jun-yan oleh lagak tengik paderi itu, ia
pikir bila sebentar ada kesempatan, biar kuhajar pula.
"Ngo-seng," tanya orang itu, "paling akhir ini, dikalangan Kangouw adakah muncul
tokoh-tokoh lihay ?"
"Ada," sahut Ngo-seng tanpa pikir, "baru-baru saja ada seorang aneh yang
linglung, mahir segala macam ilmu silat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lihaynya luar biasa. Kabarnya Jing-ling-cu hendak
mengundang semua tokoh silat untuk mengenalinya."
"Apakah anak dara ini muridnya?" tanya orang itu.
"Rasanya tidak mungkin," sahut Ngo seng geleng kepala.
"Lalu ada lagi siapa ?"
"Banyak!" kata Ngo-seng. "Seperti Thong thian-sin-mo Jiau Pek-king, Liok-hap-
tongcu Li Pong, kedua paderi dari Go-bi, Tai-liksin Tong Po, Bok Siang Hiong
dan........" "Stop!" bentak orang itu mendadak. "Kenapa manusia2
sebangsa itu kau sebut2 didepanku" Masa mereka sanggup mendidik murid seperti
ini" Hm, sekali orang itu masih hidup, tetap aku tidak lega!" habis berkata, ia
mendadak ia hantam meja disebelahnya hingga ujung meja sempal seketika.
Karuan Ngo-seng mengkeret sampai agak lama barulah ia berani bersuara: "Ki-
locianpwe, aku ada satu usul. Jika kau tahan bocah perempuan ini disini,
bukankah gurunya akau mencari kemari?"
"Fui,masakah kau ukur dirimu yang rendah dengan
derajatku," semprot orang she Ki itu.
Diam2 Jun-yan dan A Siu memuji orang yang mendamprat jiwa Ngo-seng yang rendah
itu. Tapi mereka lantas dibikin terkejut bentakan orang she Ki itu: "Baiklah,
biar bocah ini sekarang juga binasa dibawah Thian-sing-cing-lik-ku."
Kiranya ilmu pukulannya yang dasyat tadi disebut Thiansing-cing-lik atau tenaga
murni taburan bintang maka terlihat Tun-kau-kiam yang terletak dimeja itu
mendadak diambilnya terus disentilnya hingga senjata itu menyambar kearah Jun-
yan. "Terimalah bocah, bolehlah kalian berdua maju
berbareng dan melawan sekuatnya supaya matipun tidak penasaran !" seru orang itu
pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan bergirang melihat senjatanya pulang kandang, cepat ia ulur tangan
menyambutnya. Diluar dugaan, mukanya menjadi merah dan badannya hampir2
terjengkang, ternyata tenaga jentikan orang itu kuat luar biasa, sampai2 ia
tidak sanggup menahannya.
Tapi nyali Jun-yan menjadi besar pula sesudah memegang senjatanya, ia pikir
dengan kepandaian dua orang masakan akan kalah" Maka bisiknya lantas kepada A
Siu: "Lihatlah betapa liciknya manusia, maka jangan kau sungkan2 lagi, marilah
kita hajar manusia busuk ini!"
Diam-diam A Siu membenarkan ujar Jun-yan itu, tapi bila ia pikir pula, apa yang
terjadi itu toh gara-gara Jun-yan yang telah mencuri kelinci panggang orang,
bukankah ini pun keterlaluan. Cuma pikiran demikian tak enak dikatakannya.
Sementara itu orang she Ki itu masih menunggu walaupun melihat kedua gadis itu
main bisik2. Malahan kemudian Jun-yan memulai bersuara garang lagi: "Supaya
tidak menyesal, hai, siapa namamu, kenapa tak kau beritahukan lebih dulu !"
Tapi belum lagi orang itu bersuara, tiba2 Ngo-seng telah menyeletuk dengan
mengejek: "Hm, budak picak, masakan Ki-go-thian, Ki-lo cianpwe yang berjuluk
"Tok-poh-kian-kun" yang namanya termashur dikalangan Bu-lim berpuluh tahun yang
lalu, tidak kau kenal?"
Sebenarnya Jun-yan lantas hendak memaki Ngo-seng yang berani menimbrung itu,
tapi mendengar siapa adanya orang she Ki itu, seketika ia terperanjat sampai
mundur beberapa langkah tanpa merasa.
Kiranya pernah didengarnya dari sang suhu bahwa jago silat terkemuka pada jaman
itu dan dari lapisan apa saja, tiada yang bisa menandingi Tok-poh-kian-kun Ki
Go-thian. Ilmu silat Ki Go-thian ini sukar diukur tingginya, anehnya iapun tidak
suka ada orang yang berkepandaian lebih tinggi darinya, maka tindakannya
sewenang-wenang, beberapa kali tokoh Bu-lim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak membasminya, tapi lima kali berkumpul; setiap kali kena dikalahkannya.
Paling akhir tokoh2 Bulim itu berkumpul ditepi tembok besar, tapi begitu Ki Go-
thian tiba, sekali ia bergelak ketawa berpuluh tokoh silat itu menjadi keder
semua akan Lwekangnya yang hebat, malahan yang ilmu silatnya sedikit rendah
sudah lantas ter-kencing2 sampai senjata terjatuh tak disadarinya. Tatkala itu
usia Jiau Pek-king masih muda, adatnya juga sombong, namun nyalinya cukup besar,
ialah yang tampil kemuka sebagai juru bicara Ki Go-thian, katanya: "Kami
mengakui ilmu silatmu memang susah
dilawan, tapi berkepandaian sungguh hebat tanpa tandingan, apanya yang menarik"
Apabila kau dapat memberi
kesempatan kepada kaum muda untuk melatih diri dalam jangka waktu tertentu, aku
yakin bukan mustahil akan muncul jago baru yang sanggup merobohkan kau, tatkala
mana bila kau masih mampu menjagoi barulah kami benar2 takluk."
Dasar adat Ki Go-thian sangat tinggi, tanpa pikir terus saja menjawab: "Haha,
jago muda" Baik usiaku sekarang tiga puluh delapan tahun biarlah aku tunggu
sampai berumur tujuh puluh tahun, aku akan muncul pula mencari kalian, tatkala
mana bila kalian toh masih begini tak becus, haha, jangan salahkan aku yang tak
kenal ampun." Habis berkata, iapun tinggal pergi dan betul saja sejak itu Ki Go-thian
menghilang dari dunia Kangouw dan lama2
orangpun se-akan2 lupa padanya.
Sebenarnya Jun-yan sudah ragu-ragu sejak mula ketika mendengar Ngo seng Thauto
yang bukan orang sembarangan itu menyebut Ki-locianpwe pada orang tua itu,
sungguh tidak terduga olehnya bahwa tokoh tertinggi berpuluh tahun yang lalu
itulah yang kini dijumpai, padahal usianya kalau dihitung sudah 70an namun
tampaknya belasan tahun lebih muda.
Maka untuk sejenak ia rada tercengang, tapi segera ia tenangkan diri dan berkata
: "Oho kiranya adalah Tok-poh-kian-gun Ki-locianpwe, sungguh tidak nyana dapat
berjumpa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disini, kalau tidak salah, menurut ceritera, katanya kau berjanji takkan
menjelajah Kangouw dalam waktu tertentu ?"
Karena teguran ini, tiba2 Ki Go-thian mengerling sekejap kepadanya, tapi lantas
berpaling pula menatap A Siu dan katanya dengan dingin : "Ya, tiga hari yang
lalu, persis genap waktu yang kujanjikan itu !"
Jun-yan menjadi putus asa, maksudnya memancing
menjadi gagal. Ia pandang A Siu sekejap, sebaliknya A Siu yang polos merasa
tenang saja walaupun dalam tiga gebrak tadi sudah merasakan betapa lihaynya
orang itu. Maka kata A Siu dengan sewajarnya : "Mungkin dia hanya bergurau saja
dengan kita, marilah kita pergi saja, enci Jun-yan."
Melihat A Siu pandang suasana berbahaya itu seakan tak terjadi apa2, diam2 Jun-
yan gegetun akan kepolosan sang kawan. Tapi segera terpikir pula olehnya, kenapa
tidak tiru caranya Suhu mengumpak musuh, lalu tinggal ngeloyor pergi
" Maka segera sahutnya dengan tertawa : "Ya, ya, kau benar A Siu, Locianpwe ini
hanya bergurau saja dengan kita, masakan seorang Bu-lim-cianpwe benar2 sudi
main2 dengan si anak kecil, kalau tersiar keluar, bukankah akan dibuat
tertawaan?" sembari berkata, ia coba melirik sikap Ki Go-thian, ternyata tokoh
itu bermuka masam saja tanpa mengunjuk apa2, maka katanya pula: "Ki-locianpwe,
sering guruku berkata bahwa tokoh Bu lim seluruh jagat tiada satupun yang ia
kagumi, kecuali kau seorang!"
Tiba-tiba Ki Go-thian mengejek, sahutnya: "Ya, dan
diseluruh jagat ini, dalam hal keberanian juga melulu siau-jiau saja seorang!"
"Jangan kau senang dulu, kata guruku lagi bahwa disaat genting, kelakuanmu juga
rada-rada rendah,maka dapat dipastikan kaupun bukan seorang kesatria sejati!"
kata Jun-yan pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ngaco belo!" mendadak Ki Go-thian menggerung keras.
Begitu hebat suara gerungan itu hingga muka Jun-yan pucat, telinga pekak.
Nyata suara gerungan itu apa yang disebut "Say-cu-bo"
atau raungan singa, semacam lwekang yang hebat. Diantara mereka bertiga hanya A
Siu yang masih sanggup bertahan; walaupun jantungnya memukul keras juga. Yang
paling celaka adalah Ngo-seng Thauto, hampir-hampir ia jatuh tergetar oleh suara
raungan itu, baiknya cepat ia menutupi telinganya, namun begitu kepalanya sudah
pening dan mata ber-kunang2.
Kini barulah Jun-yan mau percaya sebabnya sang guru
kagum terhadap Ki Go-thian yang memang bukan omong
kosong ini padahal biasanya Jiau Pek-king tidak memandang sebelah mata kepada
siapapun. Segera iapun mengerti
umpannya telah termakan Ki Go thian sekali tokoh itu sudah gusar pasti sudah
akan masuk perangkapnya, ia tunggu sesudah suara raungan orang sudah reda;
segera ia tambahi minyak lagi : "Tak perlu kau gusar tanpa alasan masakan guruku
berani omong begitu tentang dirimu" Buktinya seperti sekarang ini, kau melihat
ilmu silat A Siu sangat tinggi lantas ketakutan pada gurunya seketika minta
bergebrak padanya disini. A Siu coba kau mengaku terus terang apakah kau sanggup
melawannya?" Sudah tentu dengan jujur tanpa aling2 A Siu menjawab:
"Mungkin aku hanya sanggup menandinginya paling banyak dalam sepuluh jurus."
"Bagus," seru Jun-yan tertawa. "Nah Ki-lo-cianpwe kau sendiri sudah dengar, jika
kau hanya pintar mencari lawan yang selalu menandingi kau sebanyak 10 jurus saja
lalu macam jagoan apa kau ini" Kenapa kau tidak mencari gurunya saja buat
bertanding " Tapi terang kau tak berani kepada gurunya, paling2 kami berdua
boleh kau binasakan saja. Haha
!" "Enci Jun-yan, aku toh tidak mempu....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, sudah tentu kau tak mempunyai pendirian apa2," sela Jun-yan cepat sebelum A
Siu selesai berkata, nyata ia tahu gadis itu hendak bilang "tak mempunyai guru",
hal mana berarti usahanya mengumpak Ki Go-thian akan gagal maka sembari berkata,
terus iapun mengedipi A Siu hingga gadis itu menjadi bingung dan urung bicara
lagi. "Mm, lantas siapa gurunya ?" tanya Go-thian menjengek.
"Muridnya saja begini lihay, apalagi sang guru,'' ujar Jun-yan. "Apalagi dia
orang tua melarang kami menyebut
namanya diluaran, seumpama diperbolehkan, juga aku takkan terangkan, supaya kau
tidak bakal kebat kebit merasa tidak tenteram."
Melihat tutur-kata Jun-yan itu tanpa merasa jeri sedikit juga, benar saja Ki Go-
thian menjadi ragu2, ia coba meng-ingat2 tokoh persilatan terkemuka dimasa lalu,
tapi ia merasa tiada seorangpun diantaranya yang dapat mengungkuli
dirinya. Kalau bilang selama ini muncul lagi jago baru, masakan Ngo-seng tidak
tahu " Setelah di-ingat2 pula, mendadak hatinya tergerak, teringat olehnya pada
waktu dirinya malang melintang tanpa tandingan dahulu, pernah mendengar ceritera
orang katanya di puncak tertinggi Khong-tong-san yang terdiri dari puncak timur
dan barat itu, masing2 berdiam seorang paderi. Kedua paderi sakti itu, bagi orang Khong-tong-san-pay sendiri belum pernah
melihatnya. Tapi kalau ada kabar demikian tentunya bukan tiada alasan. Konon
kedua paderi itu sangat tinggi ilmu lwekangnya, walaupun puncak timur dan barat
itu berjarak beberapa li jauhnya tapi bila perlu mereka menyiarkan suara mereka
dengan Iwekang yang tinggi itu untuk saling bicara.
Berpikir begitu, bukannya Ki Go-thian menjadi jeri, tapi dia merasa senang
malah, sebab bakal mendapatkan tandingan yang selama ini dirasakannya hampa,
maka dengan tertawa dingin katanya: "Hm budak setan, kenapa mesti pura-pura,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa kau sangka aku tak tahu gurunya kalau bukan kedua keledai gundul di Khong
tong-san itu siapa lagi?"
Sebenarnya selama hidupnya belum pernah Jun-yan
mendengar tentang paderi sakti dipuncak Khong-tong-san itu sebab usianya masih
terlalu muda bagi kejadian dahulu. Tapi gadis cerdik begitu mendengar kata2 Ki
Go-thian itu ia merasa paderi2 yang dimaksud itu pasti bukan sembarangan orang,
maka sengaja ia mengunjuk rasa heran dan berkata kepada A Siu : "Eh, dari mana
dia dapat tahu ?" "Jika benar, bocah ini tetap harus kutahan disini!" kata Ki Go-thian lagi, nyata
seorang tokoh terkemuka dan pintar seperti dia ini juga kena diselomoti Jun-yan.
Melihat akalnya berhasil, dengan cepat kata Jun-yan lagi :
"He, bukankah kau tadi sedang berunding dengan Ngo seng katanya hendak hajar
adat kepada Jing-ling Totiang, hendak kemanakah kalian itu "''
"Menghadiri pertemuan para jago Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu di kuilnya Lo-
kun-tian dipuncak Ciok-yong-hong,"
sahui Ki Go-thian. "Wah, sangat kebetulan sekali, jika begitu pasti kau akan bertemu dengan kedua
Locianpwe dari Khong-tong-san itu,"
ujar Jun-yan. Tapi segera ia pura2 ketelanjur omong : "Eh, jangan2 kau tidak
jadi pergi kesana mendengar kabarku ini!"
Amarah Ki Go-thian memuncak dikatai jeri pada orang lain.
"Kau boleh saksikan kedatanganku disana nanti ! Sekarang lekas enyah !"
bentaknya sembari kebaskan lengan bajunya hingga Jun-yan merasa se-akan2 ditiup
angin badai terus mencelat keluar sejauh beberapa tombak. "Cepat, A Siu !"
seru Jun-yan sembari lari ketika dilihatnya A Siu juga sudah memutar tubuh.
Setelah beberapa li jauhnya, barulah mereka berani
kendorkan langkah, namun suara bergelak Ki Go-thian masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar berkumandang keras bagai guntur. Cepat mereka berlari pula
meninggalkan tempat berbahaya itu.
"Wah, bila orang she Ki itu tak mau masuk perangkap, boleh jadi jiwa kita sudah
melayang," ujar Jun-yan sesudah jauh.
"Enci Jun-yan, kenapa kau suruh dia bertanding dengan guruku, darimana aku
mempunyai guru?" tanya A Siu tertawa.
"Jangan kuatir A Siu, kalau sudah tiba harinya pertemuan di Ciok-yong-hong
nanti, biarlah kita juga kesana, tentu disana akan terkumpul banyak jago2
terkemuka, masakan benar2
semuanya akan dikalahkan orang she Ki itu ?" ujar Jun-yan,
"Dan bila benar2 dia memang lihay, kita punya kaki, masakan kita tak bisa angkat
langkah seribu ?" "Kita juga hadir kesana, tapi kalau kepergok, bagaimana ?"
tanya A Siu lagi ragu2. "Kau jangan kuatir, guruku mahir menyamar, maka akupun sudah mempelajari
kepandaian itu," sahut Jun-yan, "nanti kalau kita sudah menyamar, tanggung kau
takkan kenali dirinya sendiri lagi. Sekarang paling perlu kita mencari tahu dulu
kapan pertemuan para jago Bu-lim itu akan diadakan Jing-ling-cu." sampai disini,
ia merandek, lalu katanya pula: "A Siu kita sudah seperti saudara sekandung
saja, dapatkah kau ceritakan padaku, kau bilang tiada punya guru, lantas dari
mana kau belajar kepandaian?"
A Siu menjadi ragu2, tapi bila mengingat hubungan mereka memang melebihi saudara
sekandung, tanpa sangsi lagi lalu diceritakannya tentang "Siau-jang-cit kay"
yang diperolehnya dari Lo-liong-thau digua itu.
Heran sekali Jun-yan oleh penemuan aneh itu, sungguh tidak nyana seorang tua
cacat Suku Biau yang sepele itu juga mahir ilmu silat setinggi itu. Sembari
bicara mereka sambil berjalan, kata Jun-yan pula: "A Siu, kata orang diatas ada
sorga, dibawah ada Soh Hong (Sociau dan Hangciu),
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanan kita toh mesti lewat wilayah Ciatkang, biarlah kita pesiar sekalian
ke Hangciu." "Bagus," seru A Siu girang. "Tempat seindah itu, boleh jadi disana kita akan
bertemu dengan Ti-koko."
Diam2 Jun yan gegetun akan hati A Siu yang telah begitu kesemsem atas diri Ti-
put-cian. Tidak seberapa hari, tibalah mereka dikota Hangciu dan mereka pesiar
beberapa hari menikmati keindahan kota sorga itu. Dan karena selama itu tidak
melihat bayangannya Ti-put-cian hati A Siu menjadi murung.
Suatu hari mereka lagi pesiar mendayung perahu ditelaga So-oh yang indah permai
itu. Sedang mereka asyik tamasya, se-konyong2 suara air telaga gedebyuran, tahu2
sebuah kapal pesiar yang besar menerjang dari samping dengan kerasnya, diatas
Kapal belasan lelaki sedang makan-minum sambil terbahak2 hingga suasana yang
tadinya aman tentram itu jadi gaduh.
A Siu mengkerut kening, sebaliknya Jun-yan menjadi gusar.
Tanpa pikir lagi, cepat ia berdiri, ia tunggu kapal itu sudah hampir mendekat,
ia samber sebuah ember disampingnya terus menciduk seember air penuh dan
digebyurkan sekuatnya kearah kapal itu.
Betapa hebat tenaga yang digunakan Jun-yan, "byur", itu tepat masuk kedalam
ruangan kapal itu melalui jendela dan belasan lelaki di-dalamnya menjadi


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelagapan dan jatuh pontang-panting, kemudian kapal itu sedikit miring hingga
hampir2 terbalik. Jun-yan ter-bahak2, dan sekali dayungnya bekerja, cepat perahunya sudah meluncur
pergi jauh, tiba2 dari dalam kapal itu melompat keluar seorang terus terjun
ketengah telaga, hebatnya meski didalam air, orang itu tidak tenggelam, tapi air
hanya sebatas lututnya, dengan cara inilah orang itu mengejar perahunya Jun-yan
dengan berjalan diatas air, dan cepatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh luar biasa. "Hayo, berhenti, siapa berani tepuk lalat diatas kepala
harimau, main gila di telaga ini ?"
Suara itu Jun-yan merasa sudah pernah kenal, tapi karena perahunya meluncur
sangat cepat, pula deburan air yang tinggi, lantaran diseberangi orang itu, maka
mukanya tidak nampak jelas. Dalam pada itu, A Siu sudah samber dayung satunya
lagi membantu percepat lajunya perahu.
Rupanya melihat tak sanggup mengejar lagi, mendadak
tubuh orang itu tenggelam kedalam telaga, hingga lama belum kelihatan muncul.
Jun-yan menyangka orang itu
mungkin sudah kelelap ditelan ikan, maka ia berhenti mendayung untuk bergurau
dengan A Siu. Diluar dugaan, tiba2 terdengar suara "pluk-pluk" beberapa kali dibawah perahu,
tahu2 air telaga merembas masuk dari bawah, ternyata dasar perahu itu tahu2
bertambah beberapa Iobang kecil, menyusul mana suara "pluk2" terdengar pula
dihaluan dan buritan perahu berlubang lagi beberapa buah hingga cepat sekali
separuh dari perahu itu sudah terendam air. Baru sekarang Jun-yan insaf orang
tadilah yang telah menyabot perahunya itu, cepat ia sumpal sebilah papan
perahunya terus dilemparkan ke-permukaan telaga sambil peringatkan A Siu agar
berlaku cara yang sama. Menyusul mana, ia genjot tubuhnya melompat keatas papan
yang terapung ditelaga itu. Melihat perahunya sudah hampir tenggelam cepat A Siu berbuat seperti caranya
Jun-yan hingga mereka menumpangi dua papan sejajar seperti orang main ski. Dan
baru saja mereka selamatkan diri, terdengarlah suara air gedeburan, seorang
telah muncul dari dasar telaga dengan tangan memegang senjata Hun-cui-go-bi ji
semacam cundrik kaum nelayan, sekali tusuk perahu itu telah ditenggelamkannya,
tapi ketika melihat kedua gadis itu sudah berpisah keatas dua papan ia alihkan
senjatanya sambil membentak: "Berani kau
..." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sekian saja ucapan orang itu karena orangnya lantas saja terkesiap.
Berbareng itu Jun yan pun sudah melihat jelas bahwa orang itu adalah Tong-ting-
hui-hi Bok Siang-hiong. "Haha kiranya kau!" seru Jun-yan tertawa.
Melihat Jun-yan untuk sesaat Bok Siang-hiong juga
tertegun, karena jeri terhadap gurunya thian-sin-mo Jiau Pek-king, pula
kepandaian si gadis sendiri juga tidak rendah, sebagaimana dahulu Siau-yau-ih su
Cu Hong-tin pernah dipermainkan, maka Bok Siang-hiong menjadi serba salah
terpaksa iapun menyapa dengan tertawa: "O kiranya nona Lou juga pesiar kesini
apakah kau datang bersama gurumu dan hendak menghadiri undangannya Jing liang
Totiang?" "Maafkan Bok-bengcu kami telah mengganggu
kesenanganmu dikapal tadi," sahut Jun-yan terpaksa
merendah melihat kesungkanan orang. "Tentang undangan Jingling Totiang, entahlah
aku sendiri tidak tahu kapan harinya" Terus terang saja sejak tempo hari sampai
sekarang aku masih belum pulang maka kalau ketemu Suhu, tolonglah kau banyak
memberi alasan." Sebenarnya Bok Siang hiong rada heran oleh munculnya Jun yan disitu, tapi demi
mendengar penuturan itu segera sahutnya dengan tertawa: "Ah jamak juga orang
muda suka pesiar, kalau sudah keluar segan kembali, tentunya gurumu takkan
mengenali kau. Tentang hari undangannya Jing ling cu telah ditetapkan tanggal
satu bulan dua belas, tinggal setengah bulan saja sudah tiba. Diatas kapal kami
sana masih ada Tai lik-sin Tong-Po dan beberapa kawan Bu-lim lain bila nona Lou
tidak mencela, maukah kita bikin perjalanan bersama !"
Mendengar itu Jun-yan menaksir kalau terus langsung
menuju ke Hing-san menghadiri pertemuan yang diadakan Jing-ling-cu, waktunya
masih cukup, maka jawabnya : "Terima kasih atas kebaikanmu, masih ada sedikit
urusanku yang lain, tolonglah kau sampaikan guruku, dan aku tidak sekapal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kau," nyata diam2 dalam hati Jun-yan sudah mempunyai rencana sendiri,
bukan saja hendak mengingusi Tok-poh-kian-gun Ki Go-thian yang disegani semua
jago silat, bahkan gurunya sendiri juga akan diselomotinya.
Bok Siang-hiong pun tidak memaksa, ia melihat tidak jauh dari situ sebuah perahu
kecil lagi meluncur tiba, anehnya diatasnya tiada pengemudinya, melainkan satu
orang sedang ngantuk mendekam diatas meja. "Kebetulan disitu ada sebuah perahu,
silahkan nona menumpang kesana, dihadapan
gurumu kelak aku akan memberi penjelasan bagimu," katanya kepada Jun-yan, lalu
ia selulup lagi kedalam air terus menghilang.
"A Siu, kepandaian berenang orang ini rasanya tiada
seorangpun dijagat ini yang menandinginya," kata Jun-yan.
"Marilah kita naik keperahu itu !"
Sebenarnya A Siu ragu2 melihat perahu orang itu. Tetapi Jun-yan sudah mendahului
luncurkan papan yang diinjaknya kesana, terpaksa ia menyusul.
"Hai, Toako diatas perahu, kami minta numpang perahumu
!" seru Jun-yan ketika sudah dekat. Namun orang itu masih menggeros dengan
pulasnya. Tanpa pikir lagi Jun-yan
melompat keatas perahu dengan enteng sekali dan disusul oleh A Siu.
Waktu Jun-yan meng-amat2i orang yang masih
mendengkur itu, ia lihat perawakan orang rada tegap, berbaju hitam singsat,
warnanya sudah luntur, malahan disana sini banyak tambalan. Karena mukanya
terbenam disekap kedua lengannya diatas meja, maka tidak kelihatan. Yang terang,
tidurnya ternyata nyenyak sekali.
"Orang ini pulas seperti babi mati, mungkin perahu ini sudah kita dayung ketepi,
ia sendiri masih belum tahu," ujar Jun-yan geli.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perlahan-lahan mereka angkat penggayuh dan mendayung perahu itu ketepi sana.
Sembari mendayung Jun-yan berkata perlahan kepada A Siu: "Hari pertemuan jago
Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu katanya tgl. 1 bulan 12. Jika begitu, sesudah
mendarat, kita harus terus berangkat. Untuk tidak diketahui Suhu, biarlah aku
menyamar seorang seperti Thio Hui (tokoh dalam cerita Sam Kok yang berwajah
hitam bengis) dan kau, menurut pendapatku menyamar seorang pemuda
ganteng, boleh jadi sepanjang jalan kau akan digilai oleh kaum gadis !"
Wajah A Siu menjadi merah oleh olok-olok itu, sahutnya:
"Apakah aku dapat lebih gagah daripada Ti-koko ?"
"Terang lebih bagus dari dia," ujar Jun-yan. "Maka untuk selanjutnya aku disebut
Say Thio-hui dan kau bernama....
bernama Giok bin-long-kun (sijejaka bermuka bagus), kita mengaku bersaudara, aku
Toako dan kau adik."
"Aku sebenarnya ingin mencari Ti koko dulu," ujar A Siu.
"Eh, kembali kau rindu lagi, siapa tahu, kalau di Ciok-yong hong nanti justru
dapat kau jumpai dia?" bujuk Jun yan.
Tidak lama, perahu mereka sudah dekat tepi telaga, tiba2
mereka mendengar suara orang menguap, waktu mereka
menoleh, kiranya lelaki yang tidur tadi sedang mengulet sambil julurkan kedua
tangannya kelantai, sehabis mengulet, sambil mulutnya berkemak-kemik bagai orang
ngelindur, mendekam diatas meja tertidur pula.
Melihat tangan orang itu ketika dijulurkan keatas,
panjangnya luar biasa, alisnya juga tebal sekali, cuma tadi orang lagi menguap,
maka wajahnya macam apa, belum
tampak jelas Jun-yan menjadi geli melihat kelakuan orang, katanya. "A Siu...
tidak, Giok-bin-long-kun, tampaknya orang ini kerjanya hanya gegares dan tidur
melulu, tidur dirumah kuatir diganggu, maka pindah tidur diatas perahu. Marilah
kita Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggal pergi, peduli amat dia mau tidur sampai tahun depan
!" Diwaktu bicara, karena anggap dirinya sekarang sudah Say Thio-hui atau si Thio
Hui kedua, sengaja Jun-yan bikin kasar suaranya, karena A Siu tertawa geli,
katanya: "Enci Jun-yan. .
." "Stop," sela Jun-yan mendadak, "bukan enci lagi, tapi ingat, selanjutnya harus
panggil Toako !" "Ah, nanti saja kalau sudah sampai di Ciok-yong hong,"
tawar A Siu geli. Sementara itu perahu sudah menepi, mereka meletakan
dayung dan melompat kedaratan dalam pada itu lelaki tadi kedengaran lagi menguap
dan kemak kemik mengigau pula.
Tanpa ambil pusing lagi, mereka tinggal menuju kekota.
Disebuah toko, Jun-yan membeli pupur minyak, jenggot palsu dan sebagainya lalu
membeli pula bahan obat2an disebuah apotik. Dengan semua itu mereka pulang
kehotel. "Hai dimanakah pedangmu, kenapa tinggal sarungnya
melulu !" seru A Siu kaget ketika melihat senjata yang terselip dipinggang Jun-
yan sudah tak kelihatan. Jun-yan terkejut ketika diperiksanya benar saja sarung pedang masih, senjatanya
sudah hilang. Ia ingat ketika menghadapi Bok Siang-hiong tadi karena menyangka
orang akan menyerangnya ia masih meraba senjatanya itu, kenapa sekarang bisa
mendadak hilang" -o0dw.kz-hendra0o- Jilid 8 UNTUK sesaat itu Jun-yan menjadi bingung, yang bikin mengejutkan lagi, ketika ia
merasa sutera merah yang diperolehnya dari gua didaerah Biau itu juga sudah
hilang tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbekas, padahal ia ingat benar barang tersebut tersimpan baik2 dalam bajunya.
A Siu ikut sibuk melihat kawannya kelabakan, lekas2 ia tanya apalagi yang
hilang: "Sepotong kain sutera merah,"
sahut Jun-yan. "Entah keparat jahanam yang mana berani main gila dengan aku,
jika dapat kubekuk, kalau tidak kucacah badannya, tidak puas hatiku."
Dan sedang Jun-yan mencak2 tanpa sasaran tiba2
datanglah pelayan hotel menghantarkan sepucuk surat sambil menanya:"Apakah nona
she Lou ?" Jun-yan melengak, tapi cepat sahutnya: "Benar. Ada apa ?"
"Disini ada sepucuk surat ditujukan untuk nona," kata pelayan.
Cepat Jun-yan menerima surat itu dengan heran, ia lihat diatas sampul tertulis :
"Dihaturkan kepada nona Lou !"
Tulisannya indah kuat. Sebagai murid Thong-thian-sin-mo yang serba pandai,
dengan sendirinya dalam hal seni tulis Jun-yan pun terhitung akhli, ia merasa
tidak kenal gaya tulisan siapakah dari orang2 yang dikenalnya.
Ketika sampul itu disobeknya, ia lihat kertas surat
didalamnya putih kosong kecuali dua huruf yang cukup besar :
"Kiam, Leng." Melihat tulisan kedua huruf yang berarti : pedang dan sutera, segera Jun-yang
tahu ada hubungannya dengan kedua bendanya yang hilang itu. "Dari siapakah surat
ini ?" Cepat ia tanya sipelayan. Saking tidak sabar, bahu pelayan itu terus
dicengkeramnya sambil di-gentak gentak.
Karuan pelayan itu meringis kesakitan sambil ber-kuik2
seperti babi disembelih. Sementara itu Jun-yan telah membentak pula suruh
mengaku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku. . . akupun tidak tahu siapa pengirimnya, aku hanya terima dari satu kacung
penjual kacang, katanya suruhan seorang sastrawan . . . ." sahut pelayan itu tak
lampias. Untuk sejenak Jun-yan tertegun oleh jawaban itu, tapi segera pelayan itu
dilepaskannya ia tarik A Siu: "Marilah, kita pergi bikin perhitungan dengan
jahanam itu." "He, siapakah?" tanya A Siu heran.
"Masakan kau sudah lupa pada lelaki yang tidur seperti babi mati diatas perahu
itu?" sahut Jun-yan.
A Siu menjadi ingat pada orang itu. Namun begitu, iapun heran apakah mungkin
orang itulah yang mempermainkan mereka. Tapi selamanya ia hanya menurut saja
segala apa yang dikehendaki kawannya, tanpa bicara segera ia ikut dibelakang
Jun-yan ketelaga Se-oh. Sementara itu hari sudah sore, sinar mata sang surya diwaktu senja menyorot
indah diair telaga yang biru ke-hijau2an itu, namun Jun-yan berdua tiada pikiran
buat menikmati keindahan pemandangan itu mereka terus
langsung menuju ketempat pagi tadi, mereka melihat ditepi telaga sana masih
tertambat sebuah perahu yang dikenalnya sebagai perahu lelaki sastrawan baju
hijau itu, malahan diatas perahu itu masih ada seorang yang kelihatan masih
sibuk entah apa yang sedang dikerjakan.
"Hai, keparat, bagus sekali perbuatanmu. Ya!" teriak Jun-yan sebelum dekat.
Tapi sesudah dekat, ia menjadi melongo, karena orang diatas perahu itu ternyata
seorang kacung berumur belasan tahun, maka cepat tegurnya dengan nada lain: "He,
kau bocah ini lagi kerja apa disini?"
Kacung itu tidak menjawab, tapi matanya berjelilatan mengawasi Jun-yan berdua,
kemudian baru buka suara:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kalian ini berdua masing2 bernama Say Thio-hui dan Giok Bin-long-kun?"
Seketika Jun-yan dan A Siu melengak oleh pertanyaan itu.
Tapi bila dipikir lagi, segera merekapun sadar duduknya perkara, tentu ketika
mereka berunding tentang menyamar diatas perahu, rahasianya telah didengar oleh
sastrawan itu, dan jika begitu, orang yang mencuri lebih terang lagi juga
sastrawan itu. "Aku menanya dimana majikanmu, kenapa kau cerewet?"
bentak Jun-yan lagi tak sabar.
"Tunggu sebentar, nona, memang aku ditugaskan
menyambut kedatangan kalian," ujar kacung itu tertawa.
Habis itu, kembali ia sibuk mengurusi kerjanya tadi, ia mengangkat sebuah Khim
kuno, sebuah anglo yang kecil mungil, seperangkat alat2 minum komplit dengan
teko dan cangkir yang indah. Semuanya itu diboyongnya kedaratan dan diletakkan
didalam dua keranjang, lalu dipikulnya dan berjalan didepan mendahului Jun-yan,
sambil me-nyanyi2 kecil. Dengan mendongkol Jun-yan berdua ikut dibelakang kacung itu.
Tidak terlalu lama, ketika hari sudah remang-remang, tibalah mereka sampai di
suatu gubuk yang terletak ditepi sebuah sungai kecil. Tampaknya atap gubuk itu
masih baru, agaknya belum lama dibangun.
"Sudah sampai, silahkan kalian masuk," kata sikacung.
Gubuk itu ternyata dikitari pagar bambu, didalam
pekarangan tertanam aneka warna bunga yang indah. Waktu Jun-yan ikut melangkah
masuk kedalam, ia lihat keadaan dalam rumah sederhana saja, diujung timur sana
sebuah dipan di-aling2 pintu angin dari anyaman, diruangan sebuah meja lengkap
dengan alat2 tulis, diterangi sebuah pelita yang ber-kelip2.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika tidak melihat majikannya disitu, kacung itu coba berseru memanggilnya,
tapi tiada sahutan. Tiba2 dilihatnya diatas meja tulis terdapat sehelai surat,
disamping surat itu terletak sebuah pedang terbungkus kain sutera merah.
Cepat kacung itu ambil kertas surat itu, sesudah dibaca sekedarnya, segera ia
sodorkan kepada Jun-yan. Waktu Jun-yan membaca surat itu tertulis :
"Nona Jun-yan yang terhormat, Pencurian Kiam dan Leng ini melulu bergurau
belaka, sebagai timpalan olok2 nona siang tadi. Sebenarnya kedatangan nona
sangat kunantikan sekedar memenuhi kewajiban tuan rumah, tetapi sayang, karena
keperluan harus segera berangkat tak sempat menunggu, harap dimaafkan.
Kiam dan Leng lengkap berada di sini, harap nona terima kembali dengan baik.
Cuma sayang Leng tulen, tapi Kiam tiruan, sayang!"
Surat ini ternyata tidak dibubuhi tandatangan pengirimnya, dibawah tertulis
seekor burung belibis serta beberapa pucuk rumput egel2. Untuk sesaat Jun-yan
ter-mangu2 ia merasa ilmu silat sastrawan itu sebenarnya susah diukur, mengingat
mencuri barangnya tanpa berasa, pula sekarang ternyata gaya tulisannya begitu
indah, nyata orang itu serba pandai, silat dan surat. Diam-diam iapun menyesal
tak bisa berjumpa dengan orangnya.
"Kiam dan Leng ini sudah kuambil kembali, marilah kita kembali," katanya


Pendekar Misterius Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian. Tapi sebelum melangkah keluar, tiba2 ia menanya sikacung : "Eh,
siapakah nama majikanmu?"
Ternyata kacung itu hanya menggeleng kepala tanpa
menjawab. Jun-yan menjadi masgul. Sungguh aneh, hatinya yang
polos tiba2 timbul semacam perasaan gegetun. Dengan rasa hampa ia ajak A Siu
pulang kehotel. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Besok paginya, Jun-yan sudah pulih akan kelincahannya. Ia merasa senang apabila
terpikir sesudah menyamar dan
sampai di Hing-san ia akan dapat menggoda gurunya sendiri.
Segera ia bangunkan A Siu dan ber-kemas2 menyamar
dengan bahan2 yang sudah dipersiapkan itu.
Lebih dulu Jun-yan membantu A Siu bersolek, sebentar saja A Siu ternyata sudah
berubah menjadi satu pemuda pelajar yang tampan, ketika A Siu bercermin, ia
sendiri hampir-hampir tak kenal dirinya lagi.
Kemudian Jun-yan merias dirinya sendiri, lebih dulu ia poles mukanya agak ke-
hitam2an lalu ditempeli lagi berewok palsu.
Ketika mendadak berpaling, A Siu menjadi kaget. Ternyata seorang gadis cantik
ayu, kini telah berwujud seorang laki2
hitam berewok seperti sikat kawat. Apalagi kalau Jun-yan berteriak, boleh jadi A
Siu bisa lari ketakutan. Habis merias muka mengenakan pakaian yang serasi dengan
penyamaran. "Haha, dengan dandanan kita sekarang, kalau kita keluar, boleh jadi kuasa hotel
takkan kenal kita, dan kita tinggal kabur saja," ujar Jun-yan.
"Ya, tapi tanpa sebab bikin rugi orang, buat apa?" sahut A Siu.
"Perduli amat, kalau kita sewaktu butuh, sewa hotel juga akan mereka catut
berlipat ganda," kata Jun-yan.
Dan benar juga, ketika melangkah keluar dengan lagak seperti tidak pernah
terjadi apa2, pelayan dan kuasa hotel menjadi ternganga heran, kenapa dari kamar
yang tadinya ditinggali dua nona, sekarang keluar dua lelaki yang berbeda
seperti langit dan bumi "
Namun Jun-yan tak ambil pusing, terus saja ia ajak A Siu pergi, mereka membeli
dua ekor kuda dulu, lalu menempuh perjalanan dengan cepat menuju Hing-san.
Mereka menghitung masih cukup waktu, maka mereka lanjutkan
perjalanan seenaknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jun-yan tahu undangan Jing-ling-cu kepada para jago silat seluruh jagat,
tujuannya yalah untuk mengenali siapa adanya manusia yang lebih mirip setan dari
pada manusia itu. Namun begitu, kebiasaan orang Bu-lim yang suka unggul, untuk
mencari "nama", entah berapa orang rela mati untuknya, apalagi sudah dekat
waktunya janji Ki Go-thian yang beritanya disebarkan Ngo seng Thauto, bahwa pada
saat para jago berkumpul di Ciok-yong-hong, akan muncul untuk memenuhi janjinya
dahulu. Sebab itulah maka begitu Jun-yan berdua memasuki
wilayah Oulam, mereka lantas melihat tidak sedikit tokoh Bulim ber-bondong2
melampaui mereka menuju ke Ciok-yong-hong, cuma diantara mereka semua belum ada
yang kenal, terutama manusia aneh itu tidak terlihat lagi sejak pertemuan
terakhir digua berbahaya didaerah Biau.
Selagi mereka mengenali setiap orang yang jalan searah dengan mereka, tiba2 dari
belakang seekor kuda putih menyalip lewat dengan cepatnya. Penunggangnya seorang
Tosu atau imam setengah umur dengan jubahnya yang bersih dan berkopiah
pertapaan, dipunggung terselip sebuah kebut, kiranya dialah Siau-yau-ih-su Cu-
hong-tin. Diam2 Jun-yan saling pandang dan tertawa bersama A Siu, dalam hati mereka
mentertawai jago2 yang sudah keok
dibawah tangannya A Siu itu masih berani berlagak.
Sedangkan Jun-yan bermaksud meneriaki dan menggodanya, mendadak terdengar
dibelakangnya ada suara orang terbahak2 dan berkata: "Haha, kehadiran Li-heng
dalam pertemuan para jago diatas hinsan sekali ini, pasti Li-heng sudah siapkan
semacam kemahiran Khong-tong-pay untuk dipertunjukkan dihadapan kawan2
semuanya!" Nyata, lagu suara orang ini seperti memuji juga se-akan2
mengolok-olok, tapi orang she Li itu agaknya sangat sabar dan merendah,
sahutnya: "Ah, mana ada! Khong-tong-pay jauh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpencil disebelah barat sana, kami justru akan minta petunjuk kepandaian2 dari
Jala Pedang Jaring Sutra 2 Raja Naga 17 Terjebak Di Gelombang Maut Pedang Naga Kemala 18
^