Pencarian

Playboy Dari Nanking 5

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 5


meringkik dan mencongklang pesat maka gadis ini berteriak agar lawan tidak
meninggalkan dirinya. "Jangan kabur, sebutkan namamu. Atau kau kuanggap pengecut dan bukan laki-laki
pemberani!" "Ha-ha!" suara tawa itu terdengar di dalam hutan. "Aku selamanya bukan pengecut,
Sylvia. Marilah datang dan lihat siapa aku!"
Sylvia berdetak. Dua tiga kali orang menyebut namanya, berarti dia sudah dikenal
sementara dia belum. Orang masih merupakan rahasia dan dia tak tahu siapa
gerangan, gemas dia. Maka ketika gadis ini membentak kudanya yang mencongklang
kian pesat akhirnya dengan keringat bercucuran kudanya itu mendengus-dengus tiba
di dalam hutan. Sylvia meloncat dan berjungkir balik melayang turun, pistol
tergenggam dan sewaktu-waktu gadis ini siap menembak. Tapi ketika tak ada siapa-
siapa di situ dan orang yang dicari tak menampakkan batang hidungnya maka gadis
ini marah membanting kaki.
"Hei, pemuda siluman. Keluarlah!"
Tak ada jawaban. Sylvia mengulang lagi dan tiba-tiba terdengar suara tawa itu,
dekat sekali, di samping kanannya. Namun ketika dia menoleh dan kaget memaki
lawan ternyata yang dicari tak ada juga.
"Keparat!" gadis ini penasaran. "Tunjukkan dirimu, pemuda siluman. Jangan
bersikap pengecut dan licik. Keluarlah, atau aku akan memberondongmu dengan
tembakan!" "Ha-ha, siapa pengecut" Siapa licik" Aku di sini, Sylvia. Kaulah yang tidak
mlihat!" Gadis ini terkejut. Seperti siluman saja tahu-tahu pemuda yang dicarinya itu ada
di sebelah kirinya, angin berkesiur dan tiba-tiba pemuda itu sudah ada di situ,
seperti iblis! Dan ketika gadis ini tersentak dan mencelat kaget maka otomatis
senjata di tangannya itu ditarik picunya.
"Dor-dor!" Si pemuda tak ada. Hilang seperti siluman atau iblis jejadian tahu-tahu pemuda
itu tak ada di tempat, entah ke mana dia. Namun ketika gadis ini tertegun dan
membelalakkan mata tiba-tiba pemuda itu sudah berdiri di samping kanannya,
menepuk bahu. "Jangan menghambur-hamburkan isinya. Habis nanti peluru itu!"
Sylvia melengking. Kaget dan membentak marah tahu-tahu gadis itu telah
menggerakkan kakinya, menendang. Cepat bagai kuda menyepak gadis ini sudah
menendang lawan. Tapi ketika kakinya ditangkap dan dia didorong perlahan tahu-
tahu gadis itu roboh terjengkang.
"Maaf, bukan maksudku mengajak bermusuhan, Sylvia. Kau tahanlah kemarahanmu dan
mari kita bicara baik-baik....... bluk!" gadis itu memaki kaget, melempar tubuh
bergulingan namun lawan tiba-tiba telah mengangkat punggungnya. Dan ketika gadis
ini terkejut dan merah padam tahu-tahu lawan yang tertawa di depannya itu sudah
mengangkatnya bangun dan menjura.
"Sylvia, maafkan aku. Cukup mainmain ini. Aku Fang Fang, ingin berkenalan!"
Sylvia tertegun. Rasa marah yang siap menggelegak tiba-tiba tertahan mendengar
bahwa pemuda itu adalah Fang Fang, pemuda yang baru saja dibicarakan bersama
kakaknya. Dan ketika dia terbelalak dan kaget tapi juga bingung maka Fang Fang,
pemuda ini, sudah mengembalikan pistol yang entah kapan sudah direbutnya sejak
tadi! "Sekali lagi maaf, nih pistolmu. Terimalah!"
Gadis ini hampir tak dapat bicara. Lawan yang tersenyum dan mengembalikan
pistolnya diterima dengan jari gemetar, gagap gadis ini. Namun ketika Sylvia
sudah dapat menguasai hatinya lagi dan gadis ini kaget namun juga kagum maka
kemarahannya tiba-tiba bangkit lagi!
"Fang Fang, kau murid si Dewa Mata Keranjang" Kau yang mengganggu puteri We?"
"Eh-eh, siapa mengganggu?" Fang Fang tiba-tiba tertawa. "Aku benar Fang Fang
murid guruku si Dewa Mata Keranjang, Sylvia. Tapi aku tak pernah mengganggu
orang lain!" "Tapi kau membuat onar di istana! Kau mengganggu wanita pula dan sekarang aku!
Eh, aku dengar kau sombong namun lihai, Fang Fang. Kalau begitu coba kulihat
seberapa kelihaianmu itu dan awas pisauku!" Sylvia tiba-tiba menerjang, sebatang
pisau tiba-tiba dicabut dari balik bajunva dan menyambarlah gadis itu dengan
kecepatan tinggi. Fang Fang terbelalak namun tentu saja dengan mudah mengegos.
Dan ketika pisau kembali menyambar namun untuk kedua kali luput mengenai sasaran
maka dia tertawa menepis lengan gadis ini.
"Sylvia, aku datang bukan untuk bermusuhan. Kau dengarlah aku, dan tahan
serangan-seranganmu... plak!" Sylvia terpelanting, kaget berteriak marah namun
gadis ini melompat bangun lagi, menerjang dan menyerang. Dan ketika enam tujuh
kali tusukan pisaunya luput semua maka untuk yang terakhir Fang Fang terpaksa
mengerahkan tenaga membuat pisau itu mencelat dari tangan pemiliknya. Dan ketika
gadis itu berteriak dan menggerakkan pistolnya, dengan jari berputar tiba-tiba
Fang Fang telah menjentik dan merampas senjata ini.
"Jangan menembak!" Sylvia terhuyung, dua kali terampas pistolnya dan kini Fang
Fang membolang-balingkan senjata itu seperti orang memainkan mainan anak kecil.
Dan ketika gadis itu terkejut dan terpekik marah maka Fang Fang sudah membuang
senjata ini tinggi ke atas pohon.
"Nah, kita berhenti sebentar. Setelah itu kau boleh memegang senjata apimu
lagi!" Sylvia menggigil. Tiba-tiba gadis ini menangis dan memaki-maki Fang Fang.
Tubuh bergerak dan tiba-tiba gadis berambut pirang ini sudah menyerang dengan
kaki tangannya. Namun karena Fang Fang memang lihai dan tentu saja untuk
serangan-serangan begini dia tak mengalami kesukaran maka sekali mengegos tiba-
tiba dia telah menangkap lengan gadis itu, menelikung dan menotoknya roboh.
"Maaf, kau tak dapat diajak bicara baik-baik, Sylvia. Kalau begitu biarlah
begini dan aku baru tenang!"
Gadis itu mengeluh. Akhirnya ia tak dapat berbuat apa-apa setelah Fang Fang
menelikung dan menotoknya roboh. Dan ketika dia terguling dan Fang Fang tertawa
maka dia bertanya apa maksud dan tujuan pemuda itu.
"Aku ingin berkenalan denganmu, juga saudara-saudaramu yang lain itu. Kenapa kau
marah-marah dan menyerang aku" Aku tidak bermaksud buruk, Sylvia. Kalau aku
bermaksud buruk tentu sekarang kau akan mengalami hal yang lebih tak
menyenangkan lagi!" "Aku tak takut. Kau boleh bunuh aku. Aku tamu negeri ini, tamu kaisar!"
"Ah-ah, siapa mau membunuhmu" Aku tahu kau tamu kaisar, Sylvia. Dan aku tahu
bahwa kau dan ayahmu itu orang-orang penting bagi negeri ini. Eh, tidak. Aku tak
bermaksud membunuhmu. Melukaipun tidak, apalagi membunuh! Wah, mana ada laki-
laki sanggup membunuh gadis secantik dirimu ini" Ha-ha, tidak, Sylvia, tidak.
Aku tak bermaksud apa-apa kecuali ingin berkenalan. Aku, hmm... kau tadi telah
menyebut-nyebut puteri We. Dan aku terus terang ingin kau mendekatkan aku dengan
puteri itu!" "Apa?" Sylvia terbelalak, merah dan marah. "Kau bilang apa, Fang Fang" Kau ingin
membujukku agar mendekatkan dirimu dengan puteri itu?"
"Hm!" Fang Fang membebaskan totokan, menyeringai seperti monyet mencium barang
pahit. "Benar, Sylvia. Dan aku tahu bahwa kau adalah sahabat puteri We. Aku
ingin bersahabat denganmu karena kau adalah sahabat puteri itu!"
"Hm, lalu kau mau apa" Kau mau mengganggu dan mencari-cari puteri ini lagi" Kau
mau membuat onar dan minta berhadapan dengan pasukan istana lagi" Sombong!
Mentang-mentang berkepandaian tinggi kau lalu pongah, Fang Fang. Ah, sungguh tak
kusangka bahwa murid Dewa Mata Keranjang yang kukira berwatak baik kiranya hanya
seorang congkak dan maunya mengganggu wanita saja. Mampus kau... wut!" dan Sylvia
yang menubruk serta merentangkan kedua lengannya lebar-lebar tiba-tiba telah
menyergap dan mengangkat Fang Fang. Dan begitu lawan tertangkap dan kaget
berseru keras tiba-tiba dengan ilmu gulat atau banting yang dimilikinya tahu-
tahu gadis ini telah mengangkat dan membanting Fang Fang, lewat kedua bahunya
yang kokoh namun ramping.
"Bruk!" Fang Fang terkejut. Tadi dia sedang melongo karena di saat marah-marah begitu
mendadak sepasang mata gadis ini berbinar-binar. Bola mata biru yang hidup itu
bergerak-gerak bagai bintang menari-nari. Fang Fang terkejut dan kagum. Dan
ketika dia melongo dan sudah disergap tahu-tahu dia terbanting dan menyeringai
kesakitan. "Aduh!" pemuda ini mengeluh. "Curang kau, Sylvia. Tidak memberi tahu atau apa
tiba-tiba kau menyerang aku!"
"Sekarang aku memberi tahu!" gadis ini bergerak naik, membentak dan mengejar
Fang Fang lagi, yang baru duduk bangun. "Kau telah menghina dan mempermainkan
aku, Fang Fang. Sekarang aku membalas dan jaga ini... bruk!" Fang Fang terangkat
lagi, maju disergap dan tahu-tahu dibanting lagi. Dan ketika Fang Fang mengeluh
dan gadis itu mengejar serta membantingnya lagi maka empat lima kali pemuda ini
diserang. "Hei... hei.... tunggu!" Fang Fang berteriak. "Tahan, Sylvia. Nanti dulu!" namun si
gadis yang kembali menyergap dan membentak lagi tahu-tahu sudah memiting leher
Fang Fang. Dan ketika pemuda itu terkejut tapi tidak melawan, karena Fang Fang
sejak tadi memang tidak berniat melawan maka satu bantingan kera akhirnya
membuat pemuda ini terkapar. Dan ketika dia menggeliat dan mengaduh-aduh tiba-
tiba lawan telah menelikung dan mengikat erat kedua tangannya di belakang!
"Hi-hik!" gadis ini terkekeh. "Tak nyana begini mudah menangkap dan merobohkan
dirimu, Fang Fang. Dengan ilmu gulat dan banting yang kumiliki ternyata kau tak
dapat berdaya lagi!"
Fang Fang terkejut, meringis. "Kau mau apa" Kenapa menangkap dan mengikat aku
seperti begini?" "Aku mau membalas kesombonganmu. Aku akan membawamu ke istana dan menunjukkan
pada semua orang bahwa kau yang dipuji-puji ternyata begini saja kepandaiannya!"
"Jangan!" Fang Fang berseru, pura-pura pucat. "Jangan bawa aku ke istana,
Sylvia. Kalau kau mau membawaku ke puteri We boleh saja. Tapi jangan ke istana!"
"Hm, puteri We pun di istana. Aku akan mempertontonkanmu kepadanya dulu baru
kepada yang lain!" "Ah, tidak, eh-ya!" Fang Fang menggeleng, tapi segera berseri. "Kau boleh bawa
aku ke puteri itu tapi jangan ke yang lain, Sylvia. Atau aku akan marah padamu
dan tak mau bersahabat!"
"Apa?" gadis ini terbelalak, melotot. "Bersahabat" Memangnya aku sudi bersahabat
denganmu" Cih, dan kau memerintah-merintah aku pula. Keparat, kau lancang
sekali, Fang Fang. Terimalah ini sebagai ganjaran... plak-plak!" Fang Fang
menerima dua kali gaplokan, ditampar biru bengap dan terjengkanglah pemuda itu
oleh kemarahan lawan. Dan ketika Sylvia bertolak pinggang dan mata biru yang
berapi-api itu kelihatan semakin hidup tapi indah sekali di mata Fang Fang maka
pemuda ini bengong mendapat dampratan pedas. "Fang Fang, kau tak layak bicara
seperti itu. Kau adalah tawananku. Mau kubawa ke mana adalah terserah aku. Nah,
jangan pentang mulut atau aku akan menghajarmu lagi!" dan Fang Fang yang ditarik
serta disendai talinya tiba-tiba telah diikat di punggung kuda.
"Hei..!" pemuda ini berseru. "Aku mau kauapakan, Sylvia" Diseret di belakang
kuda?" "Benar, kau lancang, dan aku ingin menghukummu. Nah, boleh berteriak-teriak di
pantat kuda!" dan Sylvia yang bergerak meloncat ke atas kudanya tiba-tiba
membentak dan menyuruh kudanya lari. "Hayo, bawa pemuda ini. Seret sepanjang
jalan!" Namun kuda meringkik. Begitu Sylvia meloncat dan naik di atas punggungnya tiba-
tiba binatang ini bergerak dan mau lari. Tapi ketika beban berat menahan di
belakang dan Fang Fang tak tertarik, karena saat itu pemuda ini mengerahkan
tenaganya Seribu Kati maka kuda terkejut karena seolah menyeret sebongkah batu
gunung yang beratnya seribu kilo!
"Ngiieek...!" kuda meringkik panjang, tak dapat lari. Sudah meronta dan mengangkat
kaki depannya namun tak dapat juga di berjalan. Jangankan berjalan, bergeser
seinci saja ia tak dapat! Dan ketika kuda itu terkejut dan mengangkat kaki
depannya tinggi-tinggi maka Sylvia terpelanting dan jatuh ke tanah, kaget.
"Keparat!" gadis ini berjungkir balik. "Kau mainmain apa, Fang Fang"
Mempergunakan sihir?"
"Ha-ha!" Fang Fang tertawa. "Kau melihat sendiri aku tak melakukan apa-apa,
Sylvia. Adalah kudamu yang kurang makan hingga tak sanggup membawa aku!"
"Tak percaya!" gadis ini menendang. "Kau mainmain, Fang Fang. Biarlah kulihat
apa yang kaulakukan... dess!" dan Fang Fang yang mencelat serta terlempar ke atas
tiba-tiba cepat membuang tenaga Seribu Katinya itu hingga si gadis dapat
menendangnya, mencelat dan terlempar ke atas dan Fang Fang jatuh terbanting di
tanah. Pemuda ini tak apa-apa namun pura-pura mengaduh, meringis. Dan ketika
Sylvia tertegun karena Fang Fang tak seberat seperti yang dirasa kudanya maka
gadis ini heran namun menyambar lagi di atas punggung kudanya.
"Hyehh..!" bentaknya penasaran. "Lari, kuda keparat. Pemuda Itu ringan saja tak
seberat gajah!" Kuda bergerak. Binatang ini meringkik lagi dan tentu saja ketakutan kepada nona
majikannya. Gadis itu marah-marah dan dia sudah dicambuk lagi. Tapi begitu
bergerak dan mengangkat kakinya tiba-tiba Fang Fang mengerahkan lagi tenaga
Seribu Katinya itu hingga sang kuda tak dapat menarik dirinya.
"Rrtt!" tali menegang kencang, persis menarik benda berat dan kuda meringkik-
ringkik. Fang Fang yang mengerahkan ilmunya kembali mainmain membuat Sylvia
terbelalak. Gadis itu membentak-bentak namun sang kuda tak dapat berlari.
Jangankan berlari, berjalan saja juga tak dapat. Dan ketika gadis itu menjadi
marah dan Fang Fang tertawa bergelak tiba-tiba tali yang kian menegang kencang
putus. "Cras!" kuda terjelungup ke depan. Saking kuat dan marahnya kuda itu maka tak
ampun lagi tali yang putus membuat tubuhnya terdorong ke depan. Sylvia yang ada
di punggungnya terlempar ke depan, ikut oleh daya dorong yang amat hebat ini.
Dan ketika gadis itu menjerit dan terpelanting bersama kudanya maka Fang Fang
terbahak-bahak sampai mengeluarkan air matanya.
"Ha-ha, lucu sekali, Sylvia. Kudamu benar-benar kurang makan dan tidak
bertenaga!" "Keparat!" gadis ini berjungkir balik. "Kau mainmain dengan aku, Fang Fang.
Kalau begitu kubunuh kau dan mampuslah!" gadis ini menyambar pisau belatinya,
menusuk dan menerjang Fang Fang dan Fang Fang terkejut. Dia sebenarnya pura-pura
saja hingga tertangkap dan terikat. Sebab, kalau dia mau maka sejak tadi dia
dapat memutuskan tali ikatan itu. Tapi ketika pisau menyambar dan kemarahan
Sylvia rupanya tak terbendung lagi maka Fang Fang mengerahkan sinkangnya dan
pisau patah bertemu tubuhnya yang kebal.
"Tak!" Sylvia terkejut. Gadis ini berteriak dan kaget sekali. Pisaunya yang bertemu
tubuh lawan tiba-tiba menjadi dua, patah oleh sinkang yang melindungi pemuda
itu. Dan ketika gadis ini menjerit dan kalap menggerakkan kaki tangannya maka
Fang Fang dihajar bertubi-tubi oleh pukulan atau tendangan.
"Des-des-dess!"
Fang Fang bertahan. Dia harus mengurangi sinkangnya kalau tak ingin tangan atau
jari-jari gadis inipun patah-patah seperti pisaunya. Benda keras saja dapat
dipatahkan oleh sinkang Fang Fang yang luar biasa apalagi hanya jari tangan atau
kaki. Maka ketika pemuda itu harus menerima pukulan-pukulan atau tendangan lawan
sementara di lain pihak pemuda ini harus mengurangi kekuatannya untuk
menyelamatkan gadis itu maka Fang Fang sendiri akibatnya harus menahan sakit.
"Sudah... sudah!" pemuda ini berseru. "Hentikan pukulan-pukulanmu, Sylvia. Atau
nanti urat tanganmu keselio!"
"Bedebah!" gadis ini tak percaya. "Aku ingin menghajar dan membunuhmu kalau
bisa, Fang Fang. Keselio atau terkilir aku tak apa-apa!"
"Benar?" "Tentu. Aku... augh!" dan Sylvia yang menjerit serta menarik kaki tangannya tiba-
tiba menangis karena benar saja urat tangannya keselio. Tadi Fang Fang menambah
sinkangnya dan sedikit kekuatan ini saja cukup membuat gadis itu terpekik.
Sylvia terhuyung dan kaget melihat jari tangannya yang bengkak! Dan ketika gadis
itu terkejut dan mendesis kesakitan maka Fang Fang tertawa berkata,
"Nah, sudah kuperingatkan. Jangan menyerangku lagi atau kau akan menerima akibat
lebih serius!" "Keparat!" gadis ini mendelik. "Kau... kau siluman, Fang Fang. Kau pemuda iblis!"
"Ha-ha, kalau iblis tentu aku sudah memangsamu. Eh, bebaskan tali ini, Sylvia.
Jangan mengikat aku karena aku tak bermusuhan denganmu!"
"Aku tak akan membebaskan!"
"Tapi tadi aku membebaskan totokanmu..."
"Tak perduli!" gadis ini meradang. "Aku sudah kau hina dan kaupermainkan, Fang
Fang. Sekarang aku akan membawamu dan kita pergi... wut!" dan gadis ini yang
menyambar serta menarik Fang Fang tiba-tiba sudah menyeret dan membawa lari
pemuda itu, tak perduli pada teriakan Fang Fang yang tubuhnya kena tanah-tanah
berbatu, terus dilarikan dan ditarik-tarik. Dan ketika gadis itu mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya dan terbang ke kota raja maka Fang Fang terbelalak dan
tertegun memandang. "Heii..!" pemuda ini memuji. "Kau ternyata bisa terbang secepat angin, Sylvia.
Aih, hebat sekali. Dan ini jelas kaupelajari dari Tiongkok!"
"Tutup mulutmu!" gadis itu membentak. "Aku sedikit-sedikit bisa ilmu silat, Fang


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fang. Tapi aku tak mau mengeluarkan kepandaian dari negerimu ini karena dari
negeriku sendiri aku juga mempunyai ilmu bela diri!"
"Ha-ha, ilmu membanting dan menangkap tadi?"
"Aku tak mau bicara!" dan si pirang yang ngambek serta marah tiba-tiba
mempercepat larinya hingga Fang Fang terantuk-antuk, pedih menyeringai pedas dan
apa boleh buat pemuda ini harus mengerahkan kekebalannya lagi. Fang Fang menarik
napas dalam dan tenaga sakti di dalam tubuh bergerak, melindungi kulitnya itu.
Dan ketika tak satu pun batu atau tanah keras sanggup melukai pemuda ini maka
Sylvia kagum dan melirik kaget.
"Ha-ha, tak usah melirik!" Fang Fang tertawa. "Kalau ingin melihat lebih baik
berhenti sebentar, Sylvia. Lihat nih baju di punggungku robek-robek!"
Sylvia mendengus. Dia memang kagum dan terkejut juga bahwa pemuda yang
diseretnya sepanjang jalan ini tak apa-apa, bahkan dapat mengejeknya dan gemas
dia. Dan ketika dia memandang ke depan lagi dan menarik kasar maka baju punggung
Fang Fang yang mulai tak tahan, robek-robek.
"Heii..!" pemuda ini berteriak lagi. "Kau ingin membuat aku telanjang, Sylvia"
Kau tak malu menyeret-nyeret seorang pemuda yang tak berbaju?"
"Kau sudah tak berbaju?"
"Lihat sendiri!"
"Kalau begitu masih belum telanjang!" dan si gadis yang menyeret serta berlari
kencang akhirnya membuat Fang Fang tertegun dan membelalakkan matanya, bajunya
sudah hancur tak lama kemudian tapi dirinva masih dianggap berpakaian. Celananya
masih utuh meskipun sudah mulai robek-robek juga, terkait kawat atau tanaman
berduri yang menusuk-nusuk kakinya itu-Dan karena hal ini dianggap si gadis tak
apa-apa dan Fang Fang tentu saja mendongkol maka mulailah pemuda itu menggarut-
garut celananya agar rusak dan robek lebar. Dan karena Fang Fang dapat melakukan
ini dengan ujung kakinya maka "brat-bret-brat-bret" enam tujuh kali ini sudah
membuat Fang Fang tinggal mengenakan pakaian dalam saja, persis ketika mereka
sudah mendekati pintu gerbang!
"Hei, lihat, Sylvia. Aku tinggal mengenakan celana dalam!"
Sylvia terkejut. Memang dia mendengar suara brat-bret itu tapi tak menduga
secepat itu celana Fang Fang robek lebar. Dan ketika dia menoleh dan benar saja
melihat pemuda ini tinggal bercelana dalam maka gadis kulit putih itu merah
padam dan berhenti, melengos.
"Fang Fang, kau cabul. Tak tahu malu. Cis!"
"Lho?" Fang Fang tertawa, tencu saja bersikap nakal. "Kau yang membuat aku
begini, Sylvia. Bagaimana bilang aku yang cabul dan tak tahu malu" Kaulah yang
cabul, ingin melihat pemuda telanjang..."
"Plak-plakk!" Sylvia tiba-tiba membentak, berkelebat maju dan terpelantinglah
Fang Fang oleh tamparan kilat itu. Dan ketika gadis ini sudah berdiri tegak di
sampingnya dan mendelik dengan mata berapi-api maka si pirang berkata, "Fang
Fang, jaga mulutmu. Atau aku akan membunuhmu atau mengadu jiwa denganmu!"
"Tapi kau tak dapat membunuhku..."
"Benar, kau kebal. Tapi aku sanggup mengadu jiwa dan kalau perlu mati bunuh diri
di sini!" "Wah, jangan!" Fang Fang tersentak, kaget. "Kau tak boleh senekat itu, Sylvia.
Sudahlah bagaimana maumu dan terserah apa yang akan kaulakukan. Kau boleh
membawaku ke dalam dan memasuki pintu gerbang. Kau boleh mempertontonkan aku
pada semua orang!" "Aku memang akan menunjukkan dirimu pada semua orang. Tapi pakai dulu mantol
ini!" Sylvia melemparkan baju lebar, menutup bagian bawah tubuh Fang Fang dan
setelah itu membalikkan tubuhnya. Gadis ini tak mau menonton Fang Fang yang
sudah tinggal mengenakan celana dalam saja, malu dia. Dan ketika Fang Fang
tertegun dan tentu saja tertarik, melihat gadis ini berwatak gagah dan ksatria
maka Fang Fang tersenyum dan tiba-tiba melompat bangun, tali yang mengikat
seluruh tubuhnya putus! "Sylvia, kau hebat. Nah, lihatlah. Mantolmu sudah kukenakan dan bawa aku ke mana
kau suka!" Gadis itu kaget. Dia menoleh dan melihat Fang Fang sudah berdiri dengan bebas,
tersentaklah dia, mundur selangkah. Dan ketika gadis ini baru menyadari bahwa
sebenarnya dia dipermainkan pemuda ini tiba-tiba gadis itu mengeluh dan
terhuyung menutupi mukanya.
"Fang Fang, kau pemuda tak berperasaan. Kau keji. Kau... kau... ah, kau
mempermainkan aku!" dan Sylvia yang membalik serta melompat pergi tiba-tiba
menangis dan sadar dengan pundak berguncang-guncang. Sadar bahwa kalau mau Fang
Fang dapat melepaskan diri sejak tadi hal yang tak dilakukan pemuda itu karena
memang sengaja ingin mempermainkannya, menghinanya. Dan karena pisau atau benda-
benda apa saja memang tak dapat dipakai untuk membunuh atau merobohkan pemuda
itu maka mengguguklah gadis ini meninggalkan Fang Fang, yang tertegun dan
bengong memandang kepergian orang tapi Fang Fang tiba-tiba berseru memanggil.
Betapapun Fang Fang memang tak mau menyakiti lawan. Dia memerlukan gadis ini
karena diketahuinya bahwa Sylvia cukup dekat dengan puteri We, puteri jelita
yang telah membuatnya tergila-gila itu. Maka memanggil namun tetap tak digubris
tiba-tiba Fang Fang berkelebat dan telah menyambar lengan orang.
"Sylvia, berhenti, tunggu dulu!" dan ketika gadis itu terkejut namun Fang Fang
tak perduli maka dengan lembut dan senyum gugup pemuda ini buru-buru berkata,
"Kau boleh tampar aku lagi kalau suka. Tapi bawa aku ke tempat puteri We!"
"Lepaskan!" gadis ini membentak. "Kau tak berhak memegang-megang tanganku, Fang
Fang. Dan aku tak sudi membawamu ke puteri We!"
"Ah," Fang Fang mengerutkan kening, tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Apakah
kau perlu membawaku ke sana sebagai tawanan" Baiklah, tangkap aku, Sylvia. Dan
aku tak melawan!" Sylvia tertegun. Fang Fang menjatuhkan diri berlutut di depannya dan membungkuk
seperti orang pesakitan, terkejut dia. Dan ketika Fang Fang gemetar menyatakan
maksudnya bahwa semuanya itu dilakukan agar bertemu sang puteri lewat dirinya
maka Sylvia merah mukanya mendengar ratapan Fang Fang.
"Aku ingin bertemu puteri itu. Aku seakan jatuh cinta. Kaubawalah aku padanya
dan untuk ini aku tak akan melupakan budimu seumur hidup!"
"Hm!" Sylvia tiba-tiba panas mukanya "Kau bilang apa, Fang Fang" Kau jatuh cinta
pada sang puteri?" "Tampaknya begitu. Aku tergila-gila dan ingin minta tolong dirimu sukalah
mempertemukan aku dengannya."
"Tapi kau menghina aku! Mengganggu aku!"
Maaf," Fang Fang bangkit berdiri. "Aku tak ada niat untuk menghina atau ?mengganggumu, Sylvia. Kalau aku begitu ten tu apa yang kulakukan jauh lebih dari
ini. Aku sudah menyatakan maksudku, namun kau selalu menyerang dan bahkan me
nangkap aku. Siapa salah?"
Gadis ini tertegun. "Maaf," Fang Fang menggigil dan kembali bicara gemetar. "Aku tak ada maksud-
maksud buruk kepadamu, Sylvia. Aku hanya ingin kau mempertemukan aku dengan
puteri itu dan setelah itu terserah kau!"
"Aku ingin menghajarmu!"
"Boleh..." "Aku ingin menghukummu!"
"Boleh.." "Hm, jangan boleh-boleh saja, Fang Fang. Mulut lelaki tak dapat dipercaya dan
terus terang aku tak percaya padamu!"
"Tak percaya bagaimana?"
"Bagaimana tidak" Kau kebal, sinkangmu hebat. Dengan sinkangmu itu kau dapat
mematahkan pisauku. Dan dengan sinkangmu itu pula kau dapat melindungi diri
ketika kuseret! Eh, kau tak usah menipu aku, Fang Fang. Aku bukan gadis bodoh
yang gampang kaupermainkan!"
"Ah-ah, kau agaknya mengenal ilmu silat dan sinkang segala!"
"Tentu! Kau kira apa" Akupun dapat mainkan sedikit ilmu silat negerimu, Fang
Fang. Namun aku tak mau mengeluarkannya karena ilmu itu bukan berasal dari
negeriku sendiri!" "Hm, kau bisa silat" Kau berguru pada seorang pendekar?"
"Aku dapat sedikit-sedikit. Tapi sengaja tak mau memperdalam karena itu bukan
dari negeriku!" "Hm-hm!" Fang Fang tersenyum. "Kalau begitu kau sombong, Sylvia. Ilmu silat dari
negeri ini masih lebih hebat daripada ilmu bela diri yang kaupunyai itu. Atau
kau barangkali kurang matang, kau tak usah malu!"
"Siapa bilang" Di negeriku ada seorang jago yang tak kalah dengan jago-jago di
sini, Fang Fang. Dan aku memang kurang matang hingga kalah olehmu! Hm, kalau ada
Frederick di sini kau tentu menemui lawan setimpal!"
"Siapa itu Frederick?"
"Pendekar di negeri kami!"
"Hebat ilmunya?"
"Tentu, dia hebat dan tahan segala pukulan, Fang Fang. Kebal seperti dirimu tapi
tak suka menghina wanita!"
"Hm, dapat menangkap peluru pula?"
Gadis ini tertegun. "Ha-ha," Fang Fang tertawa. "Kalau dia dapat menangkap peluru seperti aku tadi
menangkap pelurumu maka baru aku percaya, Sylvia. Tapi kalau tidak maka tetap
saja orang-orang Han lebih unggul. Ah, sudahlah. Kita tak perlu berdebat tentang
ini karena aku ingin bertemu puteri We!"
Sylvia merah padam. "Fang Fang," gadis ini mengepal tinju. "Kau agaknya pongah
dengan kepandaian yang kaumiliki itu. Aku pribadi belum pernah melihat jagoku
itu menangkap peluru yang sedang menyambar. Tapi kalau Frederick mau
melakukannya pasti dia bisa!"
"Sudahlah," Fang Fang tertawa. "Aku percaya kata-katamu, Sylvia. Dan sekarang
aku tak ingin bicara tentang itu. Aku perlu bantuanmu. Kauantarkan aku ke puteri
We dan setelah itu apapun yang kau minta aku akan memberikannya sebagai balas
budi!" "Eh!" gadis ini melotot. "Kau jangan mengobral janji, Fang Fang. Kalau aku minta
jiwamu tentu kau tak akan memberikannya. Jangan bermulut manis!"
"He-he," Fang Fang menyeringai. "Gadis sebaik kau tak mungkin minta itu, Sylvia.
Tapi kalaupun kau minta tentu aku juga tak keberatan, asal bisa!"
"Hm, asal bisa membunuhmu maksudmu?"
"Ya, kalau kau minta."
"Dan kau mempunyai ilmu kebal. Keparat, kau licik!"
"Sudahlah," Fang Fang tertawa. "Aku tak bermaksud macam-macam, Sylvia. Jawablah
apa kau bisa mengantar aku atau tidak!"
"Kau serius," gadis ini tajam menyelidik. "Kenapa minta aku" Bukankah dengan
kepandaianmu yang tinggi kau dapat mencari dan menemukan puteri itu sendiri?"
"Benar, tapi tak baik. Sang puteri sudah terlanjur marah padaku karena
perbuatanku di taman. Kau sahabatnya, tentu dapat memberi keterangan. Dan lewat
dirimu ini tentu lebih aman, Sylvia. Aku tak mau menimbulkan salah paham,
seperti denganmu saat ini!"
"Kau yang terlalu!" si pirang mendamprat. "Kau datang-datang memamerkan
kepandaianmu, Fang Fang. Dan kalau bukan murid si Dewa Mata Keranjang tak
mungkin kelakuannya seperti ini! Eh, aku dengar gurumu itu suka wanita,
isterinya banyak. Benarkah?"
"Hm, ini pembicaraan lain. Aku tak suka membicarakan pribadi guruku."
"Kalau begitu kau tak jujur, plintat-plintut. Kejelekan guru disembunyikan
sementara yang baik-baik selalu ditonjolkan!
"Eh," Fang Fang berkerut kening. "Aku tak suka membicarakan guruku karena itu
rahasia pribadinya, Sylvia. Kalau kau ingin bicara tentang pribadiku maka aku
tak akan menolak, bicara apa adanya."
"Nah, coba kalau begitu. Bicarakan apa adanya itu dan biar kudengar pribadimu!"
"Apa?" Fang Fang terkejut, tiba-tiba geli. "Kau ingin tahu pribadiku" Kau ingin
tahu sepak terjangku" Ha-ha, bukankah sudah kauketahui, Sylvia. Aku sombong dan
pongah. Aku murid Dewa Mata Keranjang yang congkak. Nah, tak perlu lagi aku
bercerita!" "Hm, itu aku sudah tahu. Tapi yang lain maksudku!"
"Yang lain yang mana9"
"Sifat-sifat gurumu itu, apakah menurun atau tidak!"
Fang Fang bingung. "Kau tak mengerti?" gadis ini menyambung, kini bersuara mengejek. "Dewa Mata
Keranjang dikenal sebagai biangnya mata keranjang, Fang Fang. Dan aku ingin tahu
apakah kau juga suka mainmain dengan banyak wanita dan suka seperti gurumu itu.
Nah, ini yang kumaksud, jawablah!"
Fang Fang tertegun. Tiba-tiba dia merasa tertampar dan terpukul. Dia terhenyak
dan seakan ditodong mata pedang bertubi-tubi, muka belakang tak dapat mengelak
dan mundurlah pemuda ini dengan muka merah. Tapi ketika Sylvia memandangnya
tajam dan gadis itu melepas senyum mengejek tiba-tiba Fang Fang tertawa dan
mengangguk. "Ha-ha!" pemuda ini terbahak geli. "Kau hebat, Sylvia. Kau menantang! Baiklah,
aku tak akan sembunyi-sembunyi. Kalau kau maksudkan apakah aku suka dengan
wanita-wanita cantik dan bersahabat dengan mereka maka hal ini kunyatakan benar.
Wanita cantik adalah kembang yang harum, patut dinikmati. Kenapa tidak
berdekatan dan mencium mereka" Ha-ha, wanita seperti bunga, Sylvia. Semakin
disentuh rasanya semakin disayang. Mereka itu ibarat kembang yang penuh daya
pesona. Hanya laki-laki bodoh yang tak mendekati kembang ini dan menciumi
harumnya. Aku bukan munafik, dan guru-kupun laki-laki sejati. Siapa saja yang
mau didekati dan bercinta tentu saja akan kami sambut dengan hangat dan gembira.
Toh mereka pun suka!"
"Hm, jangan sombong. Tidak semua wanita suka, Fang Fang. Dan tidak semua wanita
seperti kata-katamu itu!"
"Benar, yang nenek-nenek. Ha-ha, yang nenek-nenek begini tentu sudah tak suka,
Sylvia. Tapi yang remaja dan harum-harum, ha-ha..., mereka itu suka dan pasti tak
menolak! Maksudku, tak menolak senang-senang begini karena cinta pada dasarnya
bersenang-senang!" "Kau gila?" gadis ini mengerutkan alisnya. "Kauanggap mereka begitu?"
"Ya, sebagian besar begitu, Sylvia. Tapi tentu saja pada mulanya malu-malu.
Seperti kau ini umpamanya. Ha-ha, tentu tak menolak dan akan menerima kalau ada
seorang laki-laki atau pemuda yang sudah menjatuhkan hatimu!"
"Hidungmu!" si gadis mendamprat. "Aku tak begitu gampangan seperti yang kau
sangka, Fang Fang. Aku bukan gadis murahan!"
"Ah, kau salah paham," Fang Fang terkejut, cepat berhenti. "Yang kumaksudkan
adalah begini, Sylvia. Bahwa setiap gadis, remaja, tentu tak akan menolak kalau
diajak berkasih-kasihan oleh orang yang dicintanya. Bukankah kaupun akan begitu
kalau sudah menemukan pemuda pilihan" Nah, ini yang kumaksud. Kalau kau tak suka
dan tidak mendapatkan pemuda pilihanmu itu tentu saja gadis atau remaja-remaja
lain juga tak mau diajak bercinta karena mereka memang tak cinta. Nah, itulah
yang kumaksud!" Gadis ini merah semburat. "Dari mana kaudapatkan falsafah cinta begini" Dari
gurumu?" "Ha-ha, tentu. Guruku orang berpengalaman, Sylvia. Dan banyak wanita jatuh hati
kepada guruku itu. Tapi jangan salah paham, suhu tak pernah memaksa atau
mempergunakan kekerasan dalam menundukkan wanita. Dan akupun begitu!"
"Hm, kalau begitu bagaimana dengan puteri We ini" Kau mencintainya?"
"Kurasa begitu," Fang Fang tersenyum pahit. "Dan belum pernah selama ini aku
begitu tergetar seperti ketika bertemu dengan puteri itu. Ah, aku rasanya tak
dapat tidur!" "Hm!" Sylvia tertawa mengejek. "Kau dan gurumu kiranya orang-orang yang mudah
jatuh cinta, Fang Fang. Melihat wanita cantik pasti sudah tergila-gila. Cih, aku
tak suka ini. Watak yang rendah!"
"Apa?" Fang Fang marah. "Watak yang rendah" Eh, orang jatuh cinta tak dapat
disalahkan, Sylvia. Kau tak boleh omong begitu dan agaknya kau belum pernah
jatuh cinta!" "Hm!" gadis ini memerah. "Aku takut jatuh cinta kalau melihat semua laki-laki
seperti kau dan gurumu itu, Fang Fang. Betapa sakitnya kalau melihat kekasih
atau suami harus bermain serong kepada wanita lain!"
"Itu dapat dirunding," Fang Fang tertawa lebar, berkata seenaknya. "Wanita atau
laki-laki sama saja, Sylvia. Kalau wanita pun seperti laki-laki tentu iapun akan
melakukan hal yang sama. Kau tak perlu mencibir. Sudahlah, kita hentikan
pembicaraan ini dan bagaimana jawabanmu tentang keinginanku tadi!"
"Bertemu sang puteri?"
"Benar." "Untuk apa?" "Hm," Fang Fang garuk-garuk kepala, menyeringai lebar. "Haruskah aku terus
terang padamu" Haruskah aku jujur?"
"Ya, kau minta tolong padaku, Fang Fang. Kalau kau sembunyi-sembunyi lebih baik
tak usah saja. Kau cari sendiri dan temukan sendiri!"
"Tidak... tidak!" pemuda ini tertawa. "Kalau begitu apakah pertanyaanmu ini
berarti kesanggupanmu, Sylvia" Kau bisa menolongku dan mempertemukan aku dengan
puteri itu?" "Tergartung kau. Kalau jujur tentu ya, kalau tidak tentu tidak!"
"Ah, he-he... aku, hm!" Fang Fang ber kedip-kedip. "Terus terang aku ingin
menyatakan cintaku, Sylvia. Bahwa aku tak dapat melupakan pertemuan di taman itu


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ingin berjumpa secara mesra!"
"Cih!" gadis ini memerah dadu. "Kau minta aku mempertemukan dengan puteri We
karena kau akan menyatakan cintamu, Fang Fang" Kalau begitu... cari sendiri!" dan
Sylvia yang membalik serta mencemooh panjang tiba-tiba tak memperdulikan Fang
Fang dan sudah lari ke pintu gerbang, diteriaki tapi tak mau berhenti dan Fang
Fang tentu saja terkejut. Dan ketika penjaga sudah melihat bayangan mereka dan
Fang Fang terbeliak tiba-tiba pemuda ini sudah bergerak dan cepat luar biasa
tahu-tahu ia telah menyambar dan menangkap gadis itu, menghilang berjungkir
balik melewati tembok tinggi yang belasan meter!
"Heii...!" pemuda ini penasaran. "Kau melanggar janjimu, Sylvia. Sudah kuberi tahu
baik-baik ternyata kau ingkar. Hayo tepati janjimu atau aku tak mau melepasmu!"
Sylvia terkejut. Dia tahu-tahu telah dibawa melompat dan "terbang" tinggi
melewati pintu gerbang. Tempat itu demikian tinggi dan tentu saja gadis ini
terkesiap. Darahnya serasa berhenti bergerak dan muka gadis inipun pucat pias.
Teriakan yang sedianya keluar dari kerongkongannya tiba-tiba macet setengah
jalan, tak dapat keluar. Tapi ketika Fang Fang menurunkan tubuhnya di dalam
tembok kota dan dengan amat ringan serta luar biasa entengnya pemuda itu turun
seperti kucing di rumput yang tebal maka gadis ini dapat bersuara lagi dan
pertama yang keluar adalah bentakan dan gaplokannya.
"Fang Fang, kau kurang ajar. Enak saja memegang-megang orang dan membuat
terkejut.... plak-plak!" dan Fang Fang yang terhuyung serta mengusap pipinya lalu
berhadapan dengan gadis yang marah besar ini.
"Aku tak menipu, aku tak mengingkari janji. Tadi sudah kuberitahukan bahwa
semuanya tergantung sikapmu. Kalau kau baik-baik tentu aku mau. Tapi karena
kunilai maksud tujuanmu itu buruk maka aku menolak dan kau tak dapat memaksa!"
"Buruk" Tak baik?" pemuda ini melongo, masih mengusap pipinya yang bengap "Eh,
jelaskan bagaimana bisa buruk dan tak baik, Sylvia. Atau kau kuanggap bohong dan
menipu!" "Aku bilang tak baik karena kau tak pantas dengan sang puteri. Kau murid seorang
kang-ouw, orang kasar. Dan karena kau juga tak berdarah bangsawan maka nistalah
di mata rakyat kalau kau berhasil menyunting puteri We!"
Fang Fang tertampar. Tiba-tiba kata-kata ini terasa jauh lebih tajam dan
berbahaya dibanding tamparan nyata tadi. Jari-jari atau tangan Sylvia jauh lebih
halus daripada kata-katanya yang keluar bagai berondongan senjata api. Dan
ketika gadis itu berkata pula bahwa tak pantas Fang Fang mengejar-ngejar puteri
itu hanya karena cinta maka gadis ini menutup.
"Kau harus menengok dirimu. Lihat siapa puteri We itu, siapa ayah ibunya. Apakah
pantas bagimu menyatakan cinta dan melamar puteri ini" Justeru maksud
pertemuanmu hanya membawa keburukan pada puteri ini, Fang Fang. Karena kau orang
biasa dan bukan keturunan ningrat. Sudah dipercaya orang bahwa rakyat jelata
yang mempersunting puteri hanya menimbulkan aib saja, malu dan cemar. Karena itu
jauhkan niatmu dan jangan mengkhayal seperti pungguk merindukan bulan!"
Fang Fang terbanting. Bagai diayun dan disentakkan ke tanah yang keras pemuda
ini tiba-tiba merasa pening, kepala terasa gelap dan tiba-tiba robohlah Fang
Fang memegangi kepalanya. Dan ketika pemuda itu mengeluh dan Sylvia terkejut
maka Fang Fang mengerang dan meremas-remas tinjunya.
Jilid : IX "SYLVIA, keparat kau. Jahanam kau! Ah, kata-katamu tajam melebihi pedang
berkarat. Terkutuk...!" dan Fang Fang yang mendelik memandang gadis ini tiba-tiba
meloncat bangun dan mencengkeram si pirang. "Kau... kau akan kubunuh. Mulutmu
berbisa dan jahat!" Sylvia terkejut. Tadinya gadis ini merasa kasihan dan terharu ketika Fang Fang
tak kuat menahan semua omongannya, hal yang sebenarnya bukan dimaksud untuk
melukai perasaan pemuda itu melainkan justeru bersifat nasihat. Dia terharu dan
berjongkok mau meminta maaf, sebagai wanita diapun dapat merasakan sakit hati
yang dirasakan pemuda itu. Tapi begitu Fang Fang mencengkeramnya dan berkata mau
membunuhnya tiba-tiba gadis ini marah dan mengedikkan kepalanya, sama sekali
tidak takut "Fang Fang, kau mau membunuh aku" Kau marah karena semua kata-kataku tak dapat
kau sangkal" Cih, kau laki-laki pengecut, Fang Fang. Kau tak berani melihat
kenyataan dan kini ingin melampiaskan sakit hati. Bunuhlah! Aku tak takut kau
bunuh karena sejak pergi dari negeriku aku sudah siap menghadapi resiko macam
begini yang tak akan kutolak! Bunuhlah, aku tak takut!"
Fang Fang tergetar. Tiba-tiba dia menghadapi sepasang mata yang biru berapi-api,
menyala-nyala dan dia seakan melihat api yang dahsyat di bola mata itu. Bola
mata itu sama sekali tak takut dan dia tertegun. Dan ketika dia sadar namun juga
kagum, karena untuk kesekian kalinya gadis kulit putih ini menunjukkan
keberaniannya yang besar tiba-tiba Fang Fang melepaskan cengkeramannya,
terhuyung mundur. "Maaf," katanya. "Aku khilaf, Sylvia. Kau benar. Aku memang harus berani melihat
kenyataan. Tapi aku penasaran. Orang tak usah ikut campur masalah ini. Rakyat
tak usah macam-macam kalau orang biasa mengawini ningrat! Kenapa mereka mengutuk
dan menganggap sial" Tidak, betapapun sebelum aku bertemu sendiri dan menyatakan
cintaku pada sang puteri aku tak akan puas, Sylvia. Kau tolonglah aku atau aku
bisa mati berdiri!" "Kau nekat?" "Aku ingin bertemu dan menyatakan cintaku!"
"Kalau ditolak?"
Fang Fang tergetar. "Sylvia, masalah itu adalah nanti. Aku tak percaya sang
puteri akan menolakku demikian mudah!"
"Hm, kau takut. Sebagai laki-laki yang merasa dirinya jantan tak usah kau
berdalih seperti itu, Fang Fang. Sebab kalau kau sampai main paksa dan mengancam
puteri We maka aku turut dinyatakan bersalah karena akulah yang mempertemukan
dirimu dengan dia!" "Aku tak main paksa!" kegagahan Fang Fang tiba-tiba bangkit. "Aku bukan laki-
laki yang suka memaksa wanita, Sylvia?"Kalau aku melakukan itu lebih baik aku bunuh diri!"
"Hm, benarkah?" mata gadis ini bersinar-sinar.
"Sumpah demi nenek moyangku! Dan guruku tentu juga tak akan tinggal diam!"
"Baik," Sylvia percaya. "Kalau begitu besok temui aku di keputren, Fang Fang.
Tunggu aku di sana jam sembilan!"
"Besok?" pemuda ini mendelong, kecewa. "Ah, hatiku sudah tak tahan, Sylvia. Aku
ingin bertemu dan menyatakan cintaku. Aku ingin secepatnya selesai!"
"Hm, bagaimana kau tak sabaran begini" Bukankah aku harus melapor dan meminta
persetujuan tuan puteri dulu" Kalau dia tak mau maka aku tak dapat
mempertemukanmu, Fang Fang. Dan kita juga harus berhati-hati terhadap pengawal!"
"Masalah pengawal dapat kubereskan. Mereka tak akan mengganggu!"
"Ya, tapi kalau sang puteri tak mau menemuimu maka maksudmu juga gagal."
"Hm...!" Fang Fang serasa diombang-ambing. "Kalau begitu baiklah, Sylvia. Dan eh...
nanti malam tentu kau menghadiri ulang tahun Cun-ongya!"
"Aku diajak kakakku, dan agaknya nanti malam mungkin datang."
"Bagaimana kalau malam nanti saja?"
"Gila! Malam nanti Cun-ongya punya pesta, Fang Fang. Tak mungkin itu!"
"Bukan begitu. Maksudku setelah pesta selesai."
"Hm, tidak. Besok saja, Fang Fang. Dan tunggu beritaku nanti malam."
Fang Fang mengangguk. "Baiklah, kalau begitu aku menahan sabarku, Sylvia. Dan
mudah-mudahan berhasil!" dan ketika gadis itu mengejek dan tertawa sinis maka
mereka berpisah dan Fang Fang berkelebat menghilang.
"Hei, tunggu!" gadis ini berseru. "Kau belum melunasi Janjimu, Fang Fang.
Kembali dulu!" Fang Fang muncul lagi, seperti siluman. "Apa lagi?" katanya. "Ada yang kurang?"
"Tentu!" gadis ini kagum. "Kau belum menyatakan janjimu untuk memberikan
imbalannya, Fang Fang. Atau aku tak mau menemui tuan puteri dan rencanamu gagal
di tengah jalan!" "Busyet!" Fang Fang tertawa. "Kau licik, Sylvia. Tapi baiklah, imbalan apa yang
kauinginkan. Tentu kuberi!"
"Hm, benar?" "Kaukira bohong?" Fang Fang sudah terlanjur gembira. "Asal bukan nyawaku tentu
kuberi, Sylvia. Hayo apa imbalan yang kauinginkan" Kau minta uang berapa
banyak!" "Aku tak butuh uang," gadis ini bersinar-sinar. "Uangku sudah cukup, Fang Fang.
Aku, hmm... aku hanya minta pelajaran ilmu meringankan tubuhmu itu!"
"Apa?" Fang Fang tersentak, mundur. "Ilmu ginkang?"
"Ya, kau tak menarik kata-katamu, bukan" Atau kau laki-laki yang suka menjilat
ludah?" "Ini... ini..." Fang Fang bingung. "Wah harus minta ijin guruku, Sylvia. Atau aku
nanti kena marah!" "Kalau begitu beritahukan gurumu. Aku juga tak ingin menyusahkanmu!"
"Hm," Fang Fang berkerut kening. "Suhu tak ada di tempat, Sylvia. Keluar kota
raja, memadamkan pemberontakan."
"Memadamkan pemberontakan" Jadi kau sendiri?"
"Ya, aku sendiri, eh... tidak. Berdua denganmu!" dan Fang Fang yang tertawa
menggoda lawan tiba-tiba membuat Sylvia merah mukanya.
"Kau ceriwis, mata keranjang!" gadis ini melempar kerling, gemas. "Sekarang bisa
atau tidak, Fang Fang. Beri tahu atau aku juga akan membatalkan pertolong anku!"
"He, jangan begitu!" Fang Fang meloncat. "Janji tetap Janji, Sylvia. Tapi ilmu
meringankan tubuh baru kuberikan kalau suhuku datang!"
"Baiklah, aku akan menunggu. Tapi, eh...!" gadis ini menahan, Fang Fang sudah
hendak meloncat pergi lagi. "Bagaimana kalau tugasku gagal, Fang Fang" Apakah
janjimu juga tidak kautepati?"
"Maksudmu?" "Bagaimana kalau puteri We tak mau menemuimu. Ini misalnya!"
"Hm!" Fang Fang tak berkedip. "Hal itu tak mungkin terjadi, Sylvia. Kalau kau
pandai membujuk dan menerangkan pada sang puteri tentu dia tak akan menolak.
Urusan cinta biarlah dia yang memutuskan, tapi kehadirannya menjadi tanggung
jawabmu!" "Enaknya!" gadis ini melotot. "Kau mau menangnya sendiri, Fang Fang. Tapi
baiklah, aku memegang janjiku dan besok kau akan bertemu dengan sang puteri!"
"Ha-ha, bagus. Terima kasih!" dan Fang Fang yang terbahak menyatakan
kegembiraannya lalu berkelebat setelah menepuk girang pundak gadis itu, disambut
dengus dan sikap mendongkol oleh Sylvia dan gadis ini terbelalak melihat Fang
Fang yang sudah lenyap lagi, begitu cepat seperti iblis. Dan ketika Fang Fang
menghilang memasuki kota raja dan Sylvia sadar dari bengongnya maka gadis kulit
putih ini pun bergerak dan lenyap memasuki istana.
(OoodwooO) Tak ada yang istimewa. Semalam perayaan di tempat Cun-ongya berjalan semarak
namun tak berlebih-lebihan. James Smith bersama kawan-kawannya hadir, begitu
juga adiknya, si pirang Sylvia. Dan karena gadis ini merupakan satu-satunya
gadis kulit putih di mana kecantikannya paling menonjol dan mudah menarik
perhatian maka kakaknya, James, bangga melihat adiknya disambar kerling sana-
sini oleh banyak lelaki terutama kaum pangeran yang mengagumi adiknya itu.
Namun Sylvia biasa-biasa saja. Kerling mata dan sambaran mata lelaki sudah biasa
bagi gadis ini. Pesta berjalan wajar dan pengawal di luar berjaga-jaga. Fang
Fang muncul dan tersenyum-senyum di belakang pangeran. Secara tak resmi, dialah
pengawal pribadi Cun-ongya malam itu. Dan ketika beberapa hadiah mengalir ke
tangan pangeran dan James memberikan pistol terbarunya kepada tuan rumah maka
keakraban tampak terjalin disini meskipun secara samar pangeran itu menjaga
jarak. "Terima kasih. Ini hadiah paling istimewa bagiku. Ha-ha, ke mana ayahmu, James"
Kenapa tidak muncul?"
"Ayah keluar, mewakilkan kepada kami. Semoga ongya panjang usia dan banyak
bahagia!" "Ha-ha, terima kasih... terima kasih..!" dan ketika makan minum mulai dikeluarkan
dan para pemusik serta penari mengiringi kegembiraan ini maka malam pesta di
tempat Cun-ongya sungguh semarak namun tak berkesan hura-hura.
Cun-ongya memang laki-laki sederhana dan usia empat puluh tahun itu
diperingatinya dengan amat bersahaja, untuk orang seukuran dia. Dan ketika tamu
undangan diminta bertepuk tangan ketika tuan rumah meniup lilin ulang tahunnya
maka Michael bergerak menunjukkan tarian dancingnya, yang mulai dikenal di
Tiongkok dan sudah mulai ditiru orang-orang istana.
"Hidup pangeran..!" lalu menyambar dan meminta ijin James Smith pemuda ini sudah
berlenggak-lenggok dengan Sylvia, memainkan musik sendiri berirama Barat dan
bersoraklah semua tamu melihat kelincahan dua muda-mudi ini meliukkan tubuh.
Dansa atau tari Barat sudah mulai diperkenalkan di istana, karena James dan
kawan-kawannya itu membawanya ke Tiongkok. Dan ketika hal itu diikuti yang lain
karena Leo dan temannya sudah menyambar puteri seorang pembesar yang malu-malu
diajak berdansa maka untuk pertama kali di tempat pangeran Cun resmi terpampang
tarian Barat ini, budaya asing yang ternyata disukai orang-orang istana meskipun
pangeran Cun sendiri tak begitu suka.
Malam penuh tawa bertambah semakin meriah setelah tiga pemuda Barat itu
menenggak bir, minuman baru bagi orang-orang istana karena selama ini mereka
hanya mengenal arak atau ciu, merasakan aroma khas dari minuman pahit itu yang
sebentar kemudian sudah tak terasa pahit lagi. Dan ketika semua mulai beriang-
ria dan menjelang pagi baru pesta diakhiri maka pagi itu Fang Fang agak
mengantuk ketika teringat janjinya dengan si pirang yang cantik.
"Aku menunggumu, tepat jam sembilan. Atau kau tak bertemu tuan puteri dan jangan
salahkan aku!" Begitu gadis pirang ini memberi tahu Fang Fang sebelum pesta berakhir. Dia telah
berdansa tiga jam lebih dan berganti-ganti pasangan dengan Leo dan beberapa
pangeran istana. Mula-mula Fang Fang melihat itu dengan kening berkerut dan
tentu saja tak senang. Di Tiongkok hal semacam itu belum lazim. Gadis dipeluk
dan berganti-ganti pasangan dari satu lelaki ke lelaki lain belumlah musim. Maka
ketika dia terbelalak tapi tak ada cemburu atau panas, karena Fang Fang lagi
tergila-gila dengan puteri We maka peringatan itu disambut dengan tawa.
"Jangan khawatir, aku dapat bangun pagi. Kalau besok aku terlambat biarlah itu
kesalahanku." Dan kini, melompat dari pembaringannya merapikan rambut murid si Dewa Mata
Keranjang ini langsung berkelebat ke kaputren. Sylvia menunggunya di situ dan
katanya akan bersama puteri We, puteri Jelita yang kecantikannya mengguncang
murid si Dewa Mata Keranjang ini. Dan ketika lonceng berdentang sembilan kali
dan Fang Fang telah tiba di tempat yang ditunjuk maka pemuda ini tertegun
melihat gadis berambut pirang itu sendirian, tidak bersama puteri We.
"Eh," pemuda ini sudah berkelebat seperti siluman. "Mana puteri itu, Sylvia" Dia
tak datang?" "Hm, kau selalu teringat sang puteri saja, tidak orang lain. Apakah begini
caramu menemui aku?"
"Maksudmu?" "Selamat pagi dulu, Fang Fang. Bilang good morning!"
"Good morning?"
"Ya, good morning: Selamat Pagi!"
"Ha-ha, kau mulai mengajari aku bahasa asing. Baik, good morning, Sylvia. I Love
You!" "Hush! Dari mana kau tahu itu" Apakah tahu artinya pula?"
"Wah, untuk begini aku sudah tahu paling duluan. I love you, artinya aku cinta
padamu. Ha-ha, good morning, Sylvia. I love you!"
"Hidungmu!" gadis ini semburat merah, tiba-tiba seperti kepiting direbus.
"Jangan mainmain kalau tahu sang puteri tak datang, Fang Fang. Hari ini kau
harus kembali karena puteri We tak enak badan!"
"Apa?" pemuda ini terbelalak, tiba-tiba menghentikan main-mainnya. "Tak datang"
Tak enak badan?" "Ya, puteri We tak enak badan. Semalam tak dapat tidur dan pelayannya memberi
tahu bahwa masuk angin!"
"Beri Bodrex!" "Apa?" "Obat masuk angin itu. Beri dia sebutir dan setelah itu akan sembuh!"
"Hm, tuan puteri sudah kerokan, Fang Fang. Beliau lebih cocok dengan pengobatan
alamiah begini dan kau tak usah bergurau. Hari ini kencan ditunda, kau besok
diminta datang!" Fang Fang kecewa. "Sylvia," katanya tak percaya. "Benarkah semua kata-katamu ini
atau kau mainmain saja?"
"Kau kira aku bohong?" si pirang melotot. "Jaga mulutmu, Fang Fang. Atau aku tak
mau bertemu denganmu lagi!"
"Hm, maaf," pemuda ini melihat kesungguhan si nona. "Aku tak mencurigaimu,
Sylvia. Hanya aku penasaran. Baiklah, besok aku datang dan kuharap puteri We mau
menemui aku!" Fang Fang berkelebat, kecewa meninggalkan gadis pirang itu dan
keesokannya dia benar-benar datang lagi. Sylvia menemui namun kembali tak
bersama tuan puteri. Fang Fang terbelalak dan mengerutkan keningnya. Dan ketika
gadis itu berkata sang puteri belum sembuh maka dia diminta untuk datang lagi
keesokan harinya. "Aku mengecewakanmu. Tapi apa boleh buat, sang puteri belum sembuh!"
Fang Fang membanting kaki. Untuk kedua kalinya dia diminta datang lagi, pada


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari ketiga. Dan ketika hari itu dia datang namun sang puteri menyatakan belum
sembuh maka sampai hari ke tujuh pemuda ini nyaris kehilangan kesabarannya.
"Sylvia, kau jangan mainmain. Kalau sang puteri tak mau bilang saja tak mau. Aku
tak suka dipermainkan!"
"Hm, kenapa marah kepadaku" Aku tak mempermainkanmu, Fang Fang. Dan tak
selayaknya sebagai pemuda yang katanya jatuh cinta lalu kau tak mampu
mengendalikan diri begini. Aku hanya perantara, orang yang kausuruh. Kenapa
marah dan melotot padaku" Kalau kau tak percaya silahkan masuk ke dalam saja,
cari puteri itu dan terima resikonya kalau kau kena damprat! Cih, ini suratnya
dan kau boleh lihat buktinya!" Sylvia melempar sepucuk surat, marah membalikkan
tubuhnya dan Fang Fang tertegun menyambar surat itu, surat dari puteri We! Dan
ketika pemuda ini membaca dan berdebar keras maka sang puteri menjanjikan untuk
menemuinya besok, pada hari kedelapan.
"Aku sudah sembuh. Tapi belum pulih benar. Kalau kau serius silahkan datang
besok. Pasti aku menjumpaimu!"
Fang Fang melonjak. Hampir dia berteriak girang saking gembiranya membaca surat
ini. Tulisan yang halus dan indah telah dibacanya dari jari-jari lentik sang
puteri. Ah, puteri We seorang gadis sejati, puteri bangsawan yang halus! Dan
ketika keesokannya dia datang dan berdebar memandang kiri kanan ternyata Sylvia
tak ada dan sebagai gantinya muncullah orang yang dicari-cari, puteri We, namun
bersama seorang pemuda, tampan dan gerak-geriknya halus, pemuda bangsawan!
"Ah!" Fang Fang tertegun. "Siapa dia?" dan ketika dua orang itu tampak
mendatangi sambil bercakap-cakap dan puteri We tampak memegang mesra tangan kiri
pemuda di sampingnya maka Fang Fang pusing dan mata tiba-tiba serasa gelap,
berkunang-kunang, cepat menyelinap dan menyembunyikan diri di balik gerumbul dan
pemuda ini memperhatikan dengan mata nanar. Sang puteri mendatangi namun Fang
Fang justeru bersembunyi. Aneh! Padahal dialah yang mengejar-ngejar dan ingin
menemui puteri ini! Dan ketika sang puteri sudah dekat dan Fang Fang mendengar
percakapan mereka maka bagai disambar petir pemuda ini mendengar bahwa pemuda
tampan yang sikap dan gerak-geriknya halus itu adalah kekasih puteri ini!
"Kanda, di mana Fang Fang" Aneh, dia tak ada. Padahal katanya berjanji dan siap
menemuiku di sini. Apakah dia belum datang?"
"Hm, mungkin belum, We-moi (dinda We). Sebaiknya kita tunggu dan duduk di situ.
Lihat, ikan emas itu berkejaran dan lucu sekali!" si pemuda menuding, bicara
sambil memeluk pinggang ramping itu dan Fang Fang serasa ditikam tombak
berkarat. Dia tak tahu siapa pemuda itu namun dapat dilihat si pemuda bersikap
mesra dan halus menyambut gadis ini, tertawa dan mengajak puteri We duduk di
empang. Kolam di depan mereka memang penuh ikan emas dan tampaklah beberapa di
antaranya meloncat dan berenang lagi, lucu dan mengundang tawa namun Fang Fang
sama sekali tak bisa ketawa. Saat itu pandang matanya beringas dan marah. Ingin
dia melompat dan membentak siapa pemuda itu. Tapi ketika dia dapat menahan
perasaannya dan puteri jelita yang dicintainya itu duduk di samping si pemuda
maka puteri We terkekeh sambil menuding pula.
"Ih, lucu, kanda. Ikan emas terkecil itu meloncat tinggi!"
"Ya, dan yang besar mengejar-ngejar. Ha-ha, lucu sekali, We-moi. Ah, ikan-ikan
itu sungguh menggelikan dan lucu... plung!" seekor meloncat ke atas, jatuh dan
berenang lagi ke air dan Fang Fang terkejut melihat si pemuda terbahak sambil
mendaratkan sebuah ciuman di pipi sang puteri. Dan ketika puteri We terkekeh dan
balas mendaratkan ciumannya di pipi pemuda itu maka semangat Fang Fang seakan
terbang. Untuk selanjutnya pemuda ini mendengar tawa dan gurauan keduanya. Puteri We
terkekeh-kekeh dan beberapa kali mendapat ciuman mesra, tak lama kemudian sudah
cubit-cubitan segala dan panaslah muka Fang Fang melihat adegan itu. Dan ketika
sang puteri mau dicium bibirnya namun mengelak membuat hati Fang Fang terguncang
maka pemuda ini tak tahan lagi dan berkelebat keluar taman. Dia tak kuat dan tak
dapat menahan perasaannya lagi. Akhirnya dia tahu bahwa pemuda kekasih puteri We
adalah putera Ong-taijin. Dan ketika dia lenyap mengerahkan ginkangnya dan
meremas serta mengepal tinju maka di dalam kamar pemuda ini membanting dan
menendangi meja kursi. "Prang-prang!" pot-pot bunga hancur berantakan. Fang Fang telah meremas dan
menendangi apa saja. Tempat tidur-nyapun juga menjadi sasaran dan kasurnya
mubal-mubal. Sambil memaki-maki pemuda itu Fang Fang tak henti-hentinya
mengutuk. Namun ketika dia semakin kalap dan beringas mengumpat caci tiba-tiba
pemuda ini ingin datang lagi ke kolam dan menghajar putera Ong-taijin itu.
"Keparat, enak benar. Aku tak boleh meninggalkan pemuda itu begitu saja.
Terkutuk, kubunuh kau, bocah she Ong. Dan rasakan kedatanganku... wut!" Fang Fang
keluar dari kamarnya, marah dan menggeram-geram dan seluruh isi dadanya serasa
terbakar oleh kejadian itu. Ciuman berkali-kali yang mendarat di pipi sang
puteri membuat Fang Fang lupa diri. Pemuda ini ingin mengamuk dan membunuh
pemuda itu, putera Ong-taijin. Ah, putera kaisarpun akan dia bunuh dan hajar
kalau sudah menyakiti hatinya seperti itu. Tapi ketika dia berkelebat dan
mendobrak pintu kamarnya tiba-tiba Sylvia telah berdiri di situ, ngeri dan
gentar tapi juga tak senang!
"Fang Fang, kau kesetanan. Sepak terjangmu tak terpuji! Mau ke mana kau dan akan
melakukan apa?" "Hah!" Fang Fang membentak terkejut "Aku mau membunuh pemuda she Ong itu,
Sylvia. Tapi mau apa kau kesini dan berdiri di depan pintuku!"
"Kau sudah bertemu puteri We?"
"Ya, dan jahanam she Ong itu. Aku ingin membunuhnya dan kau minggirlah... wut!"
Fang Fang mendorong, tangan bergerak dan Sylvia tahu-tahu terpelanting. Dan
ketika pemuda itu berkelebat dan melanjutkan larinya maka gadis ini berteriak
memanggil Fang Fang. "Tunggu, aku mau bicara!" dan ketika sebuah lasso atau tali panjang dilempar dan
menjirat kaki pemuda ini maka Fang Fang terbanting dan kaget tak menyangka.
"Bluk!" pemuda ini marah sekali. Sylvia melassonya seperti melasso seekor kuda
liar saja. Fang Fang tak melihat lemparan itu dan juga tak menduga. Dan ketika
dia terguling-guling dan roboh melompat bangun maka Sylvia sudah menggigil di
depannya dengan tali panjang itu, persis matador yang siap melawan banteng!
"Kau jangan gila. Ingat dan sadarlah! Ong-kongcu memang kekasih puteri itu dan
kau tak berhak mengganggunya! Eh, mana bukti kata-katamu selama ini bahwa kau
tak suka memaksa wanita, Fang Fang" Mana kejantananmu dan kegagahan yang
kaugembar-gemborkan itu" Ong-kongcu memang pilihan sang puteri, dan kau tak
dapat memaksanya atau berarti kau menjilat ludahmu sendiri!"
Fang Fang terkejut. "Apa kau bilang" Aku... aku..."
"Ya, kau pengecut, Fang Fang. Kau tak jantan! Kalau sang puteri sudah mencintai
gadis lain dan kau tak diterimanya maka tak boleh kau mengamuk dan marah-marah
begini. Atau kau akan kehilangan harga dirimu dan aku yang semula mengagumimu
juga akan memandangmu sebagai laki-laki pengecut yang tak tahu malu!"
Fang Fang pucat. Dia tergetar dan terhuyung mundur. Kata-kata dan makian gadis
ini bagai pedang berkarat yang menusuk-nusuk jantungnya. Bukan main pedihnya,
bukan main tajamnya. Dan ketika Fang Fang terbelalak dan gemetar meman. dang
lawan maka Sylvia sudah bertolak pinggang dan menantangnya untuk menyerang,
kalau pemuda itu marah-marah dan benci kepadanya.
"Kau telah mendengar kata-kataku. Nah, serang atau bunuh aku kalau kau sakit
hati!" "Tidak...!" Fang Fang menggigil, terduduk menutupi mukanya. "Kau benar, Sylvia.
Kau tidak salah. Tapi hati ini, ah... betapa sakitnya!" dan Fang Fang yang
berguncang menahan tangis tiba-tiba keluar air matanya dan mengguguk. Untuk
pertama kali Fang Fang menangis dan semua kata-kata si gadis pirang itu amatlah
tajamnya. Dia tak dapat marah karena memang begitulah kenyataannya. Dia sendiri
pantang memaksa wanita seperti kata-katanya sendiri terhadap Sylvia. Jadi
memalukan rasanya kalau untuk itu dia akan menyerang dan membunuh Ong-kongcu.
Ah, sebuah niatan sesat! Dan ketika Fang Fang tersedu namun cepat dapat
menguasai hatinya lagi maka Sylvia terharu dan sudah mendekati dirinya, menepuk
lembut pundaknya itu. "Fang Fang, seminggu yang lalu aku sebenarnya sudah tahu bahwa puteri We saling
mencinta dengan putera Ong-taijin. Tapi karena takut salah paham dan kau tidak
percaya maka kubiarkan itu sampai kau melihat sendiri. Maaf, hal ini memang
menyakitkan tapi kau adalah seorang laki-laki gagah. Berdirilah, dan pandang
dunia dengan kepala tegak!"
Fang Fang tertegun. Sylvia sudah menariknya bangun dan gadis kulit putih itu
mengecup pundaknya, tergetar dia. Dan ketika Fang Fang tersentak karena baru
kali ini pundaknya dicium gadis, yang baru dikenal dan belum ada sebulan maka
dia terbelalak lagi melihat gadis itu tersenyum padanya, manis bukan main.
"Kedukaan bukan untuk dituruti. Kalau sudah maka sebaiknya dilupakan. Bukan kau
seorang yang pernah patah hati!"
Fang Fang melebarkan matanya. "Sylvia.." katanya gemetar. "Kau menghibur aku"
Kau... kau seorang wanita coba menyadarkan seorang pemuda?"
"Hm, masalah cinta memang masalah yang berat, Fang Fang. Dan terus terang aku
kagum akan cintamu terhadap puteri We itu. Tergila-gila padanya kau sampai tidak
melihat wanita lain. Bayanganmu hanya dialah yang tercantik dan terpuja! Hm,
sedemikian besarkah cintamu padanya, Fang Fang" Dan benarkah cintamu adalah
cinta yang suci?" "Aku mencintainya, lahir batin!"
"Benar, tapi cinta lahir batin belumlah berarti cinta yang suci, Fang Fang.
Karena cinta yang berlandaskan nafsu juga menampakkan dirinya sebagai cinta yang
lahir batin!" "Kau, eh... kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya. Tapi melihat keberingasanmu tadi aku justeru meragukannya
bahwa cintamu adalah baik, suci. Karena cinta yang suci sebenarnya tidaklah
begitu penuh nafsu membunuh dan ingin menghancurkan orang yang katanya dicinta!"
"Aku tak mengerti..."
"Kau duduklah," gadis ini tertawa halus, menarik lengan Fang Fang. "Definisi
cinta aku juga tidaklah mengerti benar, Fang Fang. Tapi kurang lebih dapat
kutangkap inti sarinya. Marilah, dengarlah apa yang kukatakan ini." dan duduk
mendampingi pemuda itu gadis ini bertanya dengan mata bersinar-sinar.
"Kau benar-benar mencintai puteri itu"
"Ya, kau tahu!"
"Hm, jangan terburu. Yang kutahu adalah kulitnya, Fang Fang. Isinya, dalamnya,
aku tidak tahu'" "Kau aneh!" Fang Fang mendongkol. "Tujuh hari menunggu sia-sia adalah bukti
cintak, Sylvia. Itu isi sekaligus dalam yang sudah kau tahu'"
"Bukan begitu," gadis ini berkata tenang. "Apa yang tampak memang rupanya
begitu, Fang Fang. Tapi apa yang sesungguhnya terjadi belum tentu seperti itu."
"Kau aneh..!" "Bukan, kau yang tidak tahu!" dan membetulkan letak kakinya gadis ini lalu
tersenyum menyambung, "Fang Fang, tahukah kau bagaimana sebenarnya cinta yang
baik itu" Tahukah kau apa seharusnya yang kaulakukan untuk orang yang kau cinta
itu?" "Hm, apa, ya" Banyak, Sylvia. Aku ingin bersenang-senang dan berbahagia dengan
orang yang kucinta itu!"
"Jawaban yang picik, dangkal. Hm, bagaimana kalau orang yang kau cinta itu
ternyata tak menyambut cintamu" Kau lalu marah, bukan" Kau lalu menjadi tak
senang?" "Ini, eh... itu wajar! Gagal dalam bercinta memang menimbulkan semacam perasaan
tak senang, Sylvia. Dan aku memang sakit hati!"
"Itu yang salah. Dan kau terjebak dalam ego!"
"Ego?" "Ya, rasa ke-aku-an. Jawabanmu tadi jelas menunjukkan ke-aku-anmu dan bukan
definisi cinta yang baik. Jawabanmu tadi jelas ingin menyenangkan dirimu sendiri
dan bukannya orang yang kau cinta!"
Fang Fang tertegun. "Sylvia, kau tampaknya enak saja dapat menyalahkan carang
lain. Kau tampaknya sudah mengenal betul tentang apa cinta itu! Baik, kalau
begitu bagaimana sebenarnya" Kau dapat memberi keterangan dan penjelasan padaku"
Coba.... coba, anak yang manis. Kaukatakan padaku bagaimana definisi cinta yang
benar itu!" "Aku terus terang baru pada taraf belajar," gadis ini tak menghiraukan ejekan
Fang Fang. "Tapi ada sesuatu yang kuyakini, Fang Fang. Dan keyakinanku ini
mantap!" "Hm, cobalah katakan itu. Apa keyakinanmu dan bagaimana kalau kau yang mengalami
hal seperti ini!" "Pertama aku tak akan marah pada siapapun, apalagi orang yang kucinta..."
"Ha-ha, omongan gampang! Lalu?"
"Lalu aku akan introspeksi diri, Fang Fang. Melihat sedalam-dalamnya isi cintaku
itu apakah tidak melenceng atau lurus!"
"Sylvia," Fang Fang tertawa bergelak. "Kau bagai seorang filsuf yang coba
mengajari muridnya! Baiklah, bagaimana selanjutnya" Bagaimana tentang cinta itu
sendiri?" "Cinta tak dapat dirumuskan..."
"Tapi kau bilang dapat mendefinisikan!"
"Nanti dulu. Jangan buru-buru memotong pembicaraanku, Fang Fang. Yang kumaksud
tak dapat dirumuskan ialah apabila kita hendak mendefinisikan secara sempurna.
Cinta itu aneh. Kalau mau dikurung dia keluar. Tapi sementara ia bebas
beterbangan rasanya kita dapat menangkap dan mengurungnya!"
"Aku bingung..."
"Begini, ada sebuah kata-kata bijak dari negeriku. Kau mau dengar" Nah, cobalah
ini, Fang Fang. Renungkan dan amati kebenarannya. Aku mau menulis!" dan si
cantik yang mengambil pensil dan kertas lalu mulai mencorat-coret dalam bahasa
asing, dipandang dan kontan saja alis Fang Fang berkerut. Dia tak mengerti, tak
dapat membaca. Namun ketika empat kalimat selesai ditulis maka Sylvia
mengejanya, satu per satu menuding serta menunjuk kalimat-kalimat di atas kertas
itu: Love can't be explained It can't be controled One day it's warm But next day
it's cold "Nah," gadis ini tak menghiraukan lawan bicaranya yang mendelong. "Kau tahu arti
kata-kata ini, Fang Fang" Kau suka kuterjemahkan?"
"Ya-ya...!" Fang Fang mengangguk. "Aku seperti bebek buta yang tak tahu apa-apa,
Sylvia. Coba kauterjemahkan itu dan terangkan apa artinya!"
"Kuterjemahkan secara bebas saja," gadis ini tampak berseri-seri, gembira.
"Artinya kurang lebih begini, Fang Fang. Lihat ini!" dan ketika gadis itu
menunjuk dan menulis lagi maka empat kalimat ditu lisnya cepat"
Cinta tak dapat diterangkan la tak dapat dikontrol Suatu hari ia hangat Tapi di
lain hari ia dingin! "Ha-ha!" Fang Fang terbahak meledak "Kau bisa bicara seperti itu, Sylvia" Kau
pernah mengalami cinta" Wah, hebat sekali. Pantasnya dikeluarkan oleh orang-
orang tua!" "Hm, tidak," gadis ini menggeleng. "Aku sendiri belum pernah mengalami dan
merasakan seperti ini, Fang Fang. Yang bicara begitu adalah orang lain, orang
yang sudah pengalaman, sang arif bijaksana!"
"Sang arif bijaksana" Jadi bukan kau?"
"Sudah kubilang tadi bahwa ini adalah nasihat atau kata-kata dari negeriku. Di
Barat sana orang telah mengenal kalimat-kalimat ini. Sekarang kubawa dan
kuperkenalkan kepadamu."
"Wah, hebat. Tapi agaknya benar. Ah, entahlah. Hanya orang-orang yang sudah
berpengalaman dan berumah tangga saja yang agaknya dapat membenarkan atau
menyalahkan kata-kata itu. Ha, satu hari ia hangat. Tapi di lain hari ia dingin!
Ha-ha, kau lucu, Sylvia. Tapi sedikit banyak aku merasakan benarnya juga!" Fang
Fang termenung, teringat beberapa orang kekasihnya dan tiba-tiba ia menarik
napas dalam. Dipikir-pikir ada betulnya juga nasihat itu. Cinta kadang-kadang
aneh. Suatu hari ia hangat tapi di lain hari ia dingin. Ah, seperti hubungannya
dengan Eng Eng dan lain-lainnya itu. Seminggu dua minggu hangat tapi di hari-
hari berikut memang terasa agak acuh, dingin. Barangkali karena "panasnya" cinta
sudah disalurkan, mereda dan menurun "tensi"-nya hingga menjadi dingin, tak
bernafsu. Dan ketika dia teringat akan kekasih-kekasihnya yang ditinggal dan
seorang di antaranya malah mengandung maka Fang Fang tersenyum pahit dan tanpa
terasa ia batuk-batuk "Kenapa?" Sylvia bertanya. "Kau merasa geli?"
"Tidak," Fang Fang berkata serius. "Aku hanya kagum kepada kata-katamu ini,
Sylvia. Cinta memang aneh, tak dapat diterangkan. Eh, apakah sebenarnya cinta
itu" Apakah sebenarnya ia?"
"Secara lengkap tak dapat diurai. Tapi secara sepotong-sepotong barangkali dapat
disebutkan bahwa cinta, khususnya antara lelaki dan perempuan didorong oleh
perasaan ingin bersatu. Baik jasmani maupun rohani. Sebuah keinginan jiwa untuk
berbagi rasa dan mendapat kenikmatan!"
"Kenikmatan?" "Ya, tanpa adanya kenikmatan tak mungkin lelaki ataupun perempuan jatuh cinta,
Fang Fang. Tanpa adanya kenikmatan tak mungkin ada perasaan ingin bersatu?"Hm-hm, benar!" Fang Fang teringat petualangan-petualangannya dengan kekasih-
kekasihnya di atas gunung. "Kenikmatan-kenikmatan itu memang mendorong laki-laki
atau perempuan untuk menemukan pasangannya, Sylvia. Kita tergerak dan terdorong
oleh kenikmatan-kenikmatan ini! Mengagumkan, bagaimana kau tahu?"


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tahu hanya dari membaca buku."
"Hm, dan itu tadi juga dari buku?"
"Sebagian, tapi sebagian lagi kutahu dari orang-orang tua atau para bijak."
"Wah-wah!" Fang Fang memuji. "Pengetahuanmu luas, Sylvia. Kau agaknya rata-rata
di atas kecerdasan gadis-gadis negeri ini!"
"Tidak begitu," gadis ini merendah. "Aku biasa-biasa saja, Fang Fang. Kalau
mereka banyak yang belum tahu mungkin karena lingkungan dan kebudayaan. Diatas
yang pandai masih ada yang lebih pandai, di atas yang cerdas masih ada yang
lebih cerdas. Aku tak berani menerima pujianmu!"
"Hm, kembali masalah tadi," Fang Fang berkedip-kedip, mulai dapat menenangkan
perasaannya setelah diguncang oleh peristiwa puteri We. "Bagaimana pendapatmu
tentang cintaku kepada puteri We, Sylvia" Bagaimana kau bilang cintaku tak
bersih atau suci?" "Jelas, cintamu didominir keakuan, Fang Fang. Nyaris dibentuk oleh ego. Dan
karena cintamu dikuasai ego maka cintamu sesunggunya kotor dan nafsu belaka!"
"Heh!?" pemuda ini terkejut, muka tiba-tiba merah. "Kotor" Hanya nafsu belaka?"
"Ya, karena kalau tidak maka tak akan tampak sikap-sikap beringas seperti yang
kauperlihatkan tadi, Fang Fang. Karena bahagia denganmu atau orang lain tak
masalah di sini. Hal itu nomor dua!"
"Aku tak mengerti, coba terangkan," Fang Fang berkerut dalam. "Kata-katamu tak
jelas benar, Sylvia. Coba terangkan padaku bagaimana bisa begitu!"
"Baik, kutanya kau. Kalau kau mencinta puteri We, dengan cinta yang tulus dan
lahir batin apakah yang kau harap dari puteri ini" Kau ingin membahagiakan nya
atau menghancurkannya?"
"Tentu saja membahagiakan!" Fang Fang cepat menjawab. "Tak ada orang berniat
menghancurkan orang yang dicintanya, Sylvia. Kecuali orang gila!"
"Nah, dan kau hampir saja jadi orang gila! Kalau kau waras dan tidak gila tentu
kau tak akan menghancurkan kebahagia an puteri ini, Fang Fang. Tapi dengan sepak
terjangmu tadi nyaris saja kau menghancurkan kehidupan orang yang kau cinta!"
"Mana bisa?" pemuda ini melotot. "Menghancurkan bagaimana, Sylvia" Apa yang
kuhancurkan" Yang hendak kubunuh dan kuhancurkan tadi adalah Ong-kongcu, bukan
sang puteri!" "Benar, tapi efek sampingnya terkena sang puteri juga, Fang Fang. Karena begitu
kaubunuh pemuda she Ong itu maka seumur hidup sang puteri mengalami
kehancurannya karena Ong-kongcu adalah kekasihnya, orang yang dicintanya!
Membunuh Ong-kongcu sama juga dengan membunuh sang puteri. Hanya bedanya kau
tak. membunuhnya langsung sementara pemuda she Ong itu kauhabisi. Tapi hasilnya
sama, kau menciptakan kedukaan pada orang yang kau cinta, bukannya kebahagiaan!"
"Ini... ini..." Fang Fang bingung. "Eh, ini debat kusir, Sylvia. Kau mulai mengacau
dan bicara yang membingungkan!"
"Tidak, kalau kau tidak emosi. Tapi kau naik darah, Fang Fang. Membicarakan
pemuda she Ong itu tiba-tiba temperamenmu naik!"
"Itu karena aku membencinya!"
"Benar, tapi orang yang kau benci itu justeru dicinta sang puteri! Nah,
beranikah kau berkata bahwa kau memberikan kebahagiaan pada puteri ini"
Beranikah kau berkata bahwa dengan membunuh Ong kongcu kau membuat sang puteri
bahagia!" "Eh!" Fang Fang tertegun. "Ini, eh., ini tak wajar, Sylvia. Kau menjebak aku
dalam lingkaran setan yang membingungkan!"
"Hm, tidak bingung, kalau kau berpikiran jernih. Coba, kuulangi lagi. Apakah
yang kauinginkan dari sang puteri, Fang Fang" Kebahagiaannya atau
kehancurannya?" "Kebahagiaannya..."
"Nah, kalau begitu bagaimana jika ia menjawab bahwa ia sudah merasa berbahagia
dengan Ong-kongcu" Bagaimana sikapmu bila ia sudah menyatakan kebahagiaannya
dengan pemuda pilihannya itu" Haruskah ia kautarik dan kaupaksa agar tunduk dan
cinta padamu" Haruskah ia kauputuskan dengan kasar dan keji dengan pemuda
pilihannya itu" Jawab, apa yang akan kaulakukan bila puteri We sudah menyatakan
pendiriannya seperti itu, Fang , Fang. Bahwa ia sudah merasa berbahagia y dan
senang dengan Ong-kongcu!"
Fang Fang tergetar hebat. "Ini... ini sukar kuterima. Rasanya tak mungkin puteri
itu bahagia dengan Ong-kongcu!"
"Eh, omongan ngawur! Yang bersangkutan sendiri sudah bilang begitu, Fang Fang.
Kenapa kau yang orang lain dapat bicara yang tidak-tidak" Siapakah yang
menjalani ini" Kau atau dia?"
"Benar, tapi... tapi..."
"Nah, kau tak rela, bukan" Kau tak senang dan tetap menginginkan sang puteri
agar tetap menjadi milikmu?"
"Benar, tapi..."
"Tak ada tapi. Kalau begitu kata-katamu sendiri sudah kaujilat, Fang Fang. Bukan
kebahagiaan sang puteri yang kauinginkan melainkan kebahagiaan dan kesenangan
dirimu sendiri! Kau munafik, bicara begini tapi kenyataannya begitu! Kau tak
jantan. Bukan menepati omongan sendiri melainkan justeru mengingkari dan
membohonginya habis-habisan! Eh, sebagai murid Dewa Mata Keranjang tak pantas
kau menjilat ludah, Fang Fang. Betapapun pahit atau hancurnya perasaanmu tapi
ego harus dikekang. Atau kau akan terjerumus dalam nafsumu pribadi dan bukan
kebahagiaan sang puteri yang kau minta melainkan kebahagiaan atau kese-nanganmu
sendiri. Inilah!" Fang Fang pucat pasi. Diberondong dan diteror habis-habisan oleh kata-kata
semacam ini tiba-tiba dia tergetar dan menggigil hebat. Celaka sekali, dia tak
dapat menjawab. Apa yang dikata si nona ternyata benar dan tak dapat dia
sangkal. Ah, benar. Kalau begitu bukan kebahagiaan sang puteri yang dia inginkan
melainkan kebahagiaannya sendiri, kesenangannya sendiri! Dan ketika Fang Fang
tertegun dan pucat tak dapat menjawab itu maka Sylvia bangkit berdiri
memandangnya berapi-api, penuh semangat.
"Bagaimana, Fang Fang" Kau dapat menerima dan mengakui ini?"
"Beb... betul. Kau... kau benar, Sylvia Tapi hati ini, ah... sukar rasanya ditekuk!"
"Bukan hati yang sukar melainkan pikiran, otakmu, ke-aku-anmu. Ego selamanya
begitu karena ego menghendaki pementingan diri sendiri, pemuasan nafsunya'"
"Dan kau..." pemuda ini terbelalak, kagum namun juga ngeri. "Bagaimana semuda ini
dapat mengetahui semuanya itu, Sylvia" Siapakah gurumu" Dari mana kau dapat
memiliki kata-kata bijak begini?"
"Hm, guruku adalah buku, Fang Fang. Juga pengalaman sehari-hari. Aku meliat
kenyataan itu hampir di seluruh negeri. Sudut-sudut dunia penuh dengan orang-
orang muda yang salah kejadian begini. Mereka dikuasai nafsunya, sang ego.
Mereka tak sadar bahwa sebenarnya mereka mengejar kebahagiaan dan kesenangannya
sendiri, bukan kebahagiaan atau kesenangan orang yang dicinta!"
"Lalu, kalau begitu.... bagaimana?"
"Yach, biarkan orang yang dicinta itu menemukan kebahagiaannya, Fang Fang. Kalau
dia merasa mendapatkan kebahagiaannya dengan orang lain ya kita relakan. Toh
kita sendiri juga tak dapat menjamin apakah kelak dia akan berbahagia dengan
kita, kalau sudah berumah tangga!"
"Hm-hm!" Fang Fang takjub. "Kau hebat sekali, Sylvia. Belum pernah kata-kata
seperti ini meluncur dari mulut guruku. Ah, kau wanita hebat, gadis berotak
cemerlang" "Hi-hik, kau minta uang kecil atau besar?"
"Maksudmu?" "Kau memuji seperti pengemis mengharap berkah! Nah, katakan minta uang kecil
atau besar!" "Ha-ha!" dan Fang Fang yang tertawa bergelak mengerti itu tiba-tiba menyambar
dan menangkap lengan gadis ini. "Sylvia, kau terlalu. Nakal! Eh, siapa mengharap
uang kecil atau besar" Kalau aku mengharap darimu maka persahabatan kekal dan
komunikasi yang enak yang kudambakan. Ha-ha, tak kusangka bahwa kau seorang
gadis asing bisa bicara begitu luwesnya. Aih, aku kagum, Sylvia. Terus terang
aku kagum!" "Sudahlah," gadis ini gembira, menarik lengannya. "Kita sekarang mau ngobrol
saja atau mau melakukan sesuatu?"
"Ha-ha, apa yang akan kita lakukan" Aku sudah sadar, aku tak akan mengejar-
ngejar puteri We lagi!"
"Sungguh?" "Sumpah, demi dirimu!" dan Fang Fang yang menyambar serta meraih lagi tangan
orang tiba-tiba mencium jari-jari lentik itu, berbisik gemetar mengucap terima
kasih. "Sylvia, terima kasih banyak atas nasihatmu. Sungguh tak tahu aku harus
membalas bagaimana budimu yang besar ini. Aku tak akan melupakannya seumur
hidup, kau bijak dan arif sekali!"
Sylvia gemetar. Dicium dan diperlakukan begitu sungguh-sungguh oleh pemuda ini
entah kenapa tiba-tiba gadis itu menggigil. Sudah sering dia menerima ciuman
dari ayah atau kakaknya, ciuman di pipi atau tangan di mana pemuda-pemuda
seperti Leo dan Michael juga sering melakukan itu. Tapi begitu Fang Fang yang
melakukannya dan jari-jarinya diremas begitu lembut dan penuh bahagia tiba-tiba
gadis ini merasa terharu dan seketika kerongkongannya serasa tercekik!
"Fang Fang," gadis ini hampir tak dapat bersuara. "Sudahlah tak perlu berlebih
lebihan kau menyatakan terima kasihmu itu. Aku suka bersahabat denganmu. Kau
ternyata laki-laki gagah dan pemuda yang jujur, terbuka. Sudahlah, aku juga
gembira bertemu denganmu dan tak usah mengucap terima kasih. Jelek-jelek aku
juga mengagumimu karena kau hebat dan lihai!"
Fang Fang mundur, bersinar-sinar memandang gadis ini. "Hm, bicara tentang lihai
dan hebat tiba-tiba aku teringat janjiku, Sylvia. Mari, kita keluar kota raja
dan kubayar hutang ginkangku padamu'"
"Kau...!" gadis ini terkejut, mata pun tiba-tiba bercahaya. "Kau mau memberikan
ilmu meringankan tubuhmu itu" Kau tidak menunggu gurumu?"
"Guruku pergi tak tahu kembalinya, Sylvia. Menunggu guruku itu tak tetap
kepastiannya. Aku percaya padamu, aku akan bertanggung jawab pada suhu. Mari,
kita keluar kota dan belajarlah ginkang yang kumiliki!" dan begitu Fang Fang
tertawa dan menyambar lengan gadis ini tiba-tiba pemuda itu lenyap dan sudah
keluar dari istana, melayang dan berlari cepat dan akhirnya terbang seperti
iblis. Sylvia kagum dan mendecak berkali-kali ketika harus diangkat atau ditarik
melewati tempat-tempat yang tinggi, tembok-tembok istana atau dinding kota raja
umpamanya. Dan ketika tak lama kemudian pemuda ini sudah meluncur dan terbang
menuju hutan maka gadis ini bersorak tak habis-habisnya.
"Aih, hebat. Wah, perlahan sedikit, Fang Fang. Mukaku panas tertiup angin
kencang!" atau, ketika bajunya berkibar dan serasa mau robek gadis ini
berteriak, "Hei, pelahan sedikit. Tubuhku terlecut ujung baju yang berkibar!"
Fang Fang tertawa-tawa. Dia terlampau gembira dan kagum kepada gadis kulit putih
ini. Semuda itu Sylvia sudah mempunyai pandangan tentang cinta. Ah, betapa
mengagumkan dan mencengangkan Dan ketika dia memperlambat larinya karena hutan
sudah di depan mereka maka akhirnya dia berhenti sama sekali menurunkan gadis
itu. "Hai, sudah sampai. Rambutmu awut-awutan!"
Sylvia berseri-seri. Mengangguk membetulkan rambutnya yang pirang namun lebat
gadis ini tertawa-tawa pula memandang Fang Fang. Dua pasang mata beradu dan Fang
Fang kagum bukan main. Bola mata yang biru jernih itu tampak begitu hidup dan
bercahaya, tertawa dan berkelap-kelip bagai bintang di langit yang hitam,
kontras menawan dan tak terasa Fang Fang memuji kagum. Dan ketika pemuda ini
bertepuk dan melepas pujiannya dengan terang-terangan maka gadis itu semburat
dan bersemu dadu. "Kau cantik! Aih, bagai dewi sorga yang turun ke bumi! Huwaduh, bola matamu
begitu hidup dan jernih, Sylvia. Baru kali ini kusaksikan kecantikan gadis asing
yang luar biasa!" "Ih, aku masih kalah dengan puteri We'" Sylvia memperingatkan, malu namun juga
girang. "Seminggu ini kita sudah berkenalan namun tak pernah kau memuji
kecantikanku, Fang Fang. Berarti aku masih kalah dengan puteri itu dan aku bukan
apa-apa!" "Tidak!" Fang Fang tertawa, menyambar lengan orang. "Kau jelita dan cantik
sekali, Sylvia. Kupikir-pikir dan kutanding-tandingkan kau tak kalah dengan
puteri itu. Bahkan kau memiliki kelebihan, mata yang jernih dan biru dalam ini.
Ah, kau memiliki kelebihan yang lain lagi, rambutmu yang pirang dan indah!"
Sylvia tertawa. "Fang Fang, jangan memuji berkali-kali. Kau seperti pemuda yang
lagi dimabok cinta!"
"Ha-ha, memangnya kenapa" Jatuh cinta kepada gadis macam dirimu ini tak rugi,
Sylvia. Bahkan sebuah keberuntungan! Tapi, ah... aku mainmain. Orang yang baru
patah hati tak mungkin begitu cepat jatuh hati lagi. Ha-ha, maaf, Sylvia. Aku
mainmain dan jangan kau marah!" lalu mundur dan melepas tangan orang Fang Fang
mulai bersungguh-sungguh bicara tentang ilmu meringankan tubuh, tak melanjutkan
kata-katanya tadi dan dia tak tahu betapa berdebar dan girang rasanya hati gadis
ini ketika Fang Fang bicara tentang jatuh cinta, memandang pemuda itu dengan
mata bersinar-sinar namun cahaya mata ini segera hilang lagi begitu Fang Fang
mengalihkan perhatian, bukan bicara tentang itu lagi melainkan tentang ilmu
meringankan tubuh. Dan ketika hari itu Fang Fang terobati lukanya dengari cepat
akibat pergaulannya dengan gadis ini maka ginkang atau ilmu meringankan tubuh
diberitahukan pemuda itu kepada temannya, berlatih dan mengajak gadis kulit
putih ini mempelajari ginkang warisan Dewa Mata Keranjang. Tentu saja hebat dan
Sylvia girang bukan main. Ternyata gadis ini sudah memiliki dasar-dasar
meringankan tubuh dan pelajaran yang didapat dari Fang Fang diterima dengan
mudah, ditunjang dengan otaknya yang cerdas pula cepat saja gadis ini melalap
apa yang diajarkan Fang Fang. Dan ketika hari itu Sylvia mulai berlatih ginkang
yang dimiliki Fang Fang maka seminggu kemudian dia sudah mulai dapat terbang dan
melompati tembok-tembok yang tinggi, seperti Fang Fang!
"Ain, ha-ha! Aku dapat melewati pucuk cemara ini, Fang Fang. Lihat, aku mampu
pula hinggap dari pucuk yang satu ke pucuk yang lain... wut-wut!" Sylvia
mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuhnya, hasil pelajaran dari Fang Fang dan
Fang Fang kagum. Kecerdasan dan semangat besar yang dimiliki gadis ini ternyata
membuat Sylvia cepat sekali menguasai ilmu meringankan tubuh itu. Dan ketika
Fang Fang mengajak pulang balik dari kota raja ke hutan itu maka Sylvia sudah
mampu melayang sama ringan dan berendeng sama tinggi dengan Fang Fang, ketika
harus melompati tembok gerbang yang tinggi itu.
"Wah!" Fang Fang memuji. "Kau hebat, Sylvia. Kemajuanmu pesat sekali. Ah kau
benar-benar berotak cerdas dan cemerlang!"
"Hi-hik, tanpa guru macammu tak mungkin semuanya ini kuperoleh, Fang Fang.
Kaulah yang patut dipuji karena tak bosan-bosannya kau melatih aku!"
Dua muda-mudi ini berlomba. Sylvia terkekeh di samping Fang Fang sementara Fang
Fang sendiri mengerahkan ginkang nya untuk berlari cepat. Gadis itu dipaksa
mengerakan segenap kekuatannya untuk berendeng, selama sepuluh li dapat menjaga
jarak namun akhirnya tak kuat gadis ini, terengah dan Fang Fang kasihan
memperlambat larinya. Dan ketika hutan mereka capai dalam waktu semenit saja
maka Sylvia roboh terguling karena kehabisan tenaga, harus berpacu dengan Fang
Fang. "Wah, tak kuat aku. Kau menang!"
"Ha-ha!" Fang Fang gembira bukan main. "Kau tidak kalah, Sylvia. Hanya kurang
matang berlatih. Percayalah, setahun dua tahun kau melatih ginkangmu ini maka
larimupun akan secepat aku!" Fang Fang membantu gadis itu bangun berdiri, kagum
tertawa-tawa dan Sylvia tertawa pula. Keringat yang membasahi tubuhnya nyaris
membentuk tubuh itu, tercetak ketat. Dan ketika Fang Fang terpesona dan menelan
ludah maka si gadis menegurnya membuat Fang-Fang cepat melengos.
"Ada apa kau memandangku seperti itu! Burukkah aku, Fang Fang" Seperti kun
tilanak?" "Ha-ha," Fang Fang tak berani memandang lagi, darah mudanya bergetar. "Aku, eh...
aku kasihan melihat tubuhmu basah kuyup, Sylvia. Kau harus berganti pakaian atau
mandi!" "Aku tak membawa salin. Tapi mandi dalam keadaan berkeringat begini juga tak
baik untuk kesehatan. Sudahlah, angin sejak akan mengeringkan pakaianku, Fang
Fang. Dan sekarang giliranku akan mengajarimu!"
"Mengajari apa?" Fang Fang heran, tertawa mengira gadis ini mainmain. "Kau tak
perlu mainmain, Sylvia. Aku tak perlu minta apa-apa darimu kecuali filsafat-
filsafat atau kata-kata bijak yang mungkin belum kauberikan padaku."
"Tidak, aku ingin bersikap adil. Aku ingin mengajarimu menembak, Fang Fang.
Mempergunakan pistol Kau suka?"
"Pistol?" Fang Fang tertegun. "Senjata rahasia milik bangsamu itu?"
"Hm, pistol bukan senjata rahasia. Ini adalah senjata api. Kau mau kuajari
menembak, Fang Fang" Sebab meskipun ilmu silatmu hebat tapi mempergunakan
senjata api tidaklah sama dengan mempergunakan senjata rahasia!"
"Wah, mau kalau begitu!" Fang Fang girang, tertawa untuk menyenangkan hati gadis
itu pula. "Aku suka kauajari menembak, Sylvia. Tapi jangan marah kalau otak ku
tak secerdas otakmu!"
"Hush, jangan merendah. Kaupun bukan pemuda biasa. Mari, kutunjukkan cara
memegang senjata api!" dan si gadis yang tahu-tahu sudah mencabut dan memainkan
senjata apinya tiba-tiba berba-, lik dan.... dor-dor... sepasang tupai di a-tas
pohon kelapa terkapar dengan kepala pecah.
"Nah," gadis ini bangga. "Lihat permainan senjata apiku, Fang Fang. Tanpa
melihat dan hanya melirik saja aku mampu menembak jatuh dua tupai itu. Kau tentu


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat berbuat yang lebih hebat lagi. Aku tak akan heran!" dan ketika gadis ini
membalik dan memberikan senjata apinya maka Fang Fang berdebar bersentuhan
dengan jari-jari halus itu.
"Tanganmu tak boleh gemetar. Tembakanmu meleset nanti!" Sylvia menegur, tak tahu
dag-dig-dugnya hati Fang Fang dan dikiranya pemuda itu gemetar karena masalah
lain. Dan ketika Fang Fang menyeringai dan menekan perasaan hatinya maka hari
itu gadis ini ganti memberinya latihan menembak. Fang Fang tentu saja cepat
mahir karena picu di senjata api itu jauh lebih mudah memegangnya dibanding
senjata rahasia, yang acapkali harus menekuk jari atau menjepit saja, tinggal
bentuk atau model senjata rahasia itu. Dan ketika Sylvia memberikan petunjuk-
petunjuknya sementara jari mereka juga kian bersentuhan saja tiba-tiba, eh.,
pandangan Fang Fang mulai mesra.
"Kau cantik. Aih, cantik sekali...!" Fang Fang sering memuji, mulai melenceng dari
pelajarannya dan Sylvia tentu saja menegur. Gadis itu mengira Fang Fang mainmain
karena akhir-akhir ini pemuda yang baru patah hati itu memang sering mainmain.
Fang Fang sudah mulai dapat melupakan si puteri jelita berkat keberduaannya
dengan gadis ini. Entah kenapa akrab dan cocoknya mereka berdua membuat pemuda
ini merasa kian dekat saja dengan Sylvia, begitu pula si gadis. Maka ketika Fang
Fang bicara seperti itu dan dikira menggoda Sylvia bahkan cemberut dan minta
agar Fang Fang tidak bicara yang lain-lain.
"Pusatkan perhatianmu pada pelajaran menembak. Caramu memegang pistol sudan
betul tapi arah bidikanmu sering meleset. Kau kurang perhatian dan jangan
bergurau eaja!" "Ya, bu guru..."
"Bu guru?" Sylvia tertawa geli, melotot tapi terkekeh juga. "Jangan mainmain,
Fang Fang. Pelajaran menembak belum selesai dan setelah itu aku akan mengajarimu
pelajaran menunggang kuda!"
"Wow, menunggang kuda?" Fang Fang terbelalak, tertawa lebar. "Ah, asyik, Sylvia.
Aku tentu suka dan tak akan menolak pula!"
"Memangnya kenapa" Kau sudah menaruh minat?"
"Ah, tentu. Asal selalu berdekatan denganmu tentu pelajaran apa saja bakal
menarik minatku!" Fang Fang tertawa nakal, membayangkan betapa asyiknya kalau
dia dilatih menunggang kuda, bersama gadis ini, berhimpitan, memeluk pinggang
ramping itu dan Sylvia tiba-tiba merasa, merah mukanya dan gadis ini memaki
juga. Namun karena ia tak marah dan Fang Fang juga selama ini tak menunjukkan
kekurangajarannya maka gadis itu meloncat dan mencubit paha pemuda ini.
"Ih, pikiranmu macam-macam. Buruk. Harus dihajar!"
"Augh!" Fang Fang mengaduh, pura-pura kesakitan. Ampun, bu guru... ampun..!" ?lalu ketika keduanya sudah tertawa lagi dan Sylvia melanjutkan pelajarannya maka
dua hari kemudian Fang Fang sudah mahir.
"Dor-dorr...!" pemuda ini membalik seperti James Bond, menembak jatuh sebatang
jarum yang dilempar Sylvia, yang pecah dan hancur berkeping-keping runtuh ke
tanah. Dan ketika Sylvia memuji dan berseru membelalakkan mata maka cepat dan
sigap pemuda ini telah memasukkan pistolnya lagi di pinggang, persis koboi yang
lagi menang bertanding! "Ha-ha, bagaimana, Sylvia" Sudah mendapat angka tujuh?"
"Wah, sembilan!" gadis ini terpekik. "Kau hebat dan luar biasa sekali, Fang
Fang. Jarum yang kulempar tepat sekali kautembak tanpa menoleh. Kau hanya
mengandalkan pendengaran telingamu saja. Mentakjubkan!"
"Ha-ha, dan ini berkat pelajaranmu. Kau juga seorang guru yang baik karena
berkat didikanmu maka aku bisa mempergunakan senjata api!" Fang Fang yang ber
seri memandang temannya lalu mendapat acungan jempol karena dua hari saja
belajar sudah mampu menembak tanpa menoleh, hal yang hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang ahli yang telah belajar belasan tahun. Fang Fang hanya
melatihnya dalam dua hari saja! Dan ketika gadis itu kagum dan Sylvia tentu saja
me muji tak habis-habisnya maka latihan menembak sudah dirasa cukup dan kini
beralih pada olah raga menunggang kuda, latihan yang juga belum pernah dimiliki
Fang Fang karena orang macam Dewa Mata Keranjang itu tak mungkin mengajarkan
hal-hal begini pada muridnya!
"Kau bukan joki, dan kau tak perlu berlatih menunggang kuda. Ilmu lari cepatmu
sudah melebihi kecepatan kuda balap, Fang Fang. Tak usah berlatih karena tanpa
latihan pun sebenarnya kau akan mahir dengan sendirinya!" begitu Dewa Mata
Keranjang pernah berkata pada muridnya, hal yang memang tidak salah karena ilmu
kepandaian Fang Fang sudah sedemikian tingginya hingga berlatih menunggang kuda
adalah hal yang "kecil", kecil sekali. Namun karena kali ini yang meminta dan
melatih adalah seorang nonik, seorang gadis kulit putih yang cantik dan tentu
saja tak mungkin dikecewakan maka Fang Fang tertawa menerima ajaran berikut.
"Kau harus dapat menunggang kuda sehingga dirimu seolah menjadi satu dengan kuda
tungganganmu. Jangan berjarak, melekat dan tempellah seketat mungkin."
"Hanya itu?" "Ya, dan lihat, Fang Fang. Aku mulai!" dan si cantik yang meloncat dan duduk di
atas kuda tunggangannya tiba-tiba mengeprak dan menyuruh kuda berlari, hal yang
sebetulnya sudah disaksikan Fang Fang beberapa waktu yang lalu ketika ia
mengejar dan menggoda gadis ini, berhenti dan akhirnya ribut-ribut di hutan,
pada waktu perkenalan mereka dulu, yang pertama. Namun ketika si cantik
mengeprak dan melarikan kudanya dengan kencang Fang Fang memperhatikan juga,
berkelebat di belakang kuda, menguntit.
"Haiihh... herr!" Sylvia mencambuk kudanya. "Lihat, Fang Fang. Aku akan
mendemonstrasikan kepandaian menunggang kuda!"
Fang Fang tersenyum. Sebenarnya dia sudah melihat dan mengetahui itu, tak perlu
lagi si gadis menunjukkannya kepadanya. Namun karena lagi-lagi dia tak mau
mengecewakan orang dan berlari di belakang kuda juga asyik karena dapat
mengamati dan memandang pinggul yang bergerak naik turun maka Fang Fang tertawa
dan menyaksikan bokong atau pinggul si cantik ini, tentu saja bukan pinggul atau
bokong kuda! "Ha-ha, bagus, Sylvia. Bagus sekali. Kau benar-benar pandai dan sudah mahir!"
Sylvia tak sadar. Gadis ini tak tahu kalau pinggul atau bokongnya yang melonjak-
lonjak di pantat kuda menjadi perhatian Fang Fang. Ah, pemandang begitu bagi
laki-laki atau pemuda semacam Fang Fang memang menarik, tak boleh dilewatkan!
Maka ketika gadis ini tampak semakin gembira dan bersemangat, mengeprak dan
menjepit serta menendang perut kudanya maka Fang Fang terpingkal-pingkal melihat
bukit yang naik turun semakin cepat itu.
"Hei, awas!" Fang Fang tiba-tiba terkejut. Terlampau asyik mengamati pinggul si nona mendadak
kuda menyemprotkan telethongnya (kotoran), berlepotan dan bertebaran mengenai
mukanya. Maklumlah, kuda yang lari kencang sambil membuang kotorannya itu tentu
saja ditiup angin yang kencang pula. Fang Fang menyumpah-nyumpah karena hidung
dan sebagian mukanya kena kotoran kuda. Kuda masih menyemprot lagi dan terkekeh-
kekehlah Sylvia di atas kudanya. Fang Fang yang tadi memperhatikan sekarang
malah menjadi perhatian, gadis itu berhenti dan kudapun meringkik panjang,
memutar dan melihat Fang Fang yang menyumpah serapah dihadiahi kotoran kuda. Dan
ketika gadis itu tertawa sampai mengeluarkan air matanya maka Fang Fang mencebur
ke sungai kecil yang kebetulan ada di dekat situ.
"Jahanam! Kuda keparat! Mau berak tidak bilang-bilang..!"
Sylvia terpingkal-pingkal. Tadi dia sudah mendengar kentut kuda dan Fang Fang
yang ada di belakang diberi tahu, maksudnya diperingati tapi gadis ini tak tahu
bahwa saat itu Fang Fang sedang kesengsem dengan pinggulnya, yang naik turun di
atas kuda dan tentu saja kentut kuda tak didengar Fang Fang. Pemuda itu lupa
segala-galanya karena barang menarik yang paling hebat adalah pinggul atau
bokong Sylvia. Dia tertawa-tawa dan kentut kudapun terlepas dari pendengarannya.
Dan baru setelah Sylvia berteriak tapi terlambat maka Fang Fang membayar
keteledorannya dengan tahi kuda!
"Hi-hi, kau lucu, Fang Fang. Hidung dan pipimu berlepotan benda hijau. Aih, kau
harus mandi kalau tak ingin kujauhi!"
Fang Fang menyumpah-nyumpah. Akhirnya pelajaran menunggang kuda tinggal teori,
dia membersihkan tubuhnya di sungai itu dan kudapun ditepuknya kuat. Pantat kuda
melonjak dan celaka sekali gerakan kaki belakangnya menyepak pemuda ini, dielak
tapi lumpur atau kotoran yang lain menciprat, lagi-lagi mengenai muka pemuda ini
dan Fang Fang pun terkejut. Mukanya kembali kotor dan dikutuknya kuda itu habis-
habisan. Dan ketika dia mencuci mukanya lagi dan Sylvia tertawa sampai menangis
maka Fang Fang menolak untuk berlatih hari itu.
"Kudamu sialan. Aku diberaki habis-habisan!"
Sylvia tak dapat menahan perutnya yang sakit. Gadis ini sampai terjatuh dari
atas kudanya saking geli dan lucu. Apa yang dilihat sungguh amat mengocok perut.
Tapi ketika Fang Fang cemberut dan kuda ditendang lari maka pemuda ini duduk di
atas sebuah batu dan Sylvia pun mengusap air matanya saking geli.
"Hari ini aku mogok. Besok saja dilanjutkan!" pemuda itu uring-uringan. "Kau ada
kepandaian lain, Sylvia" Menyulam atau memasak barangkali" Perutku lapar, lebih
baik buat masakan yang enak dan kita mengaso di sini!"
"Aku ada pelajaran lain," gadis ini menahan tawanya. "Bagaimana kalau bahasa
Inggeris?" "Bahasa Inggeris?"
"Ya, bahasa ibuku, Fang Fang. Tiongkok sekarang sudah menjalin hubungan dengan
bangsa Barat dan bahasa Inggeris adalah penting. Aku mau mengajarimu kalau kau
mau!" (Ood-woO) Jilid : X FANG FANG menyeringai. "Hm," katanya. "Aku hanya bisa I love you dan you and
me!" Sylvia tertawa. "Dari mana kau pelajar! ini" Dan kenapa hanya kata-kata I love
you itu saja yang mudah kauingat?"
"ria-ha, aku paling mudah mengingat-ingat yang model begitu, Sylvia. Dan dari
siapa aku belajar maka terus terang saja dari jalanan!"
"Hm, dan kau mengingat-ingatnya terus," gadis ini tersenyum. "Baiklah,
perbendaharaan kata-katamu kurang sekali, Fang Fang. Tapi tak apa, mulai hari
ini kau belajar bahasa Inggeris denganku!"
Fang Fang tertawa bergelak. "Cihuu!" serunya. "Dan aku akan dapat bercakap-cakap
dengan orang asing, Sylvia. Aku tak perlu longang-longong lagi kalau mendengar
setiap pembicaraan!"
"Ya, dan sekarang kau dengarlah. Mari kita mulai!" dan si cantik yang mulai
memberi kata-kata mudah lalu mengajari Fang Fang bahasa Inggeris, sepatah demi
sepatah dan Fang Fang pun mengangguk-angguk. Dan ketika beberapa kata mulai
diingatnya baik selain you and me atau I love you maka Fang Fang mulai
mengangguk-angguk seperti ayam menotol beras.
"I see... I see..." katanya. "I understand, Sylvia. Thank you very much!"
Sylvia terkekeh. Baru bicara beberapa potong saja pemuda ini sudah pamer, bukan
main menggelikannya. Dan ketika dia bertanya "What are you doing now" pada
pemuda ini maka Fang Fang tak dapat menjawab, plonga-plongo.
"He-he, apa artinya itu" Kenapa kau mengajakku bicara yang belum mengerti?"
"Hi-hik, itu artinya apa yang hendak kaulakukan sekarang, Fang Fang. Makanya
jangan sok kalau belum menguasai bahasa dengan baik dan lengkap! Do you
understand (kau mengerti)?"
"Yes-yes, I do... he-he, I understand!" dan Fang Fang yang kocak menjawab lalu
tertawa dan bersama-sama pengajarnya tak dapat menahan geli. Maklumlah, sikap
nakal dan ugal-ugalan Fang Fang dikeluarkan ketika belajar ini, mendapat guru
cantik dan tentu saja suasana menjadi riang dan penuh geli. Fang Fang pada
dasarnya adalah pemuda lucu yang suka berjenaka. Tak malu-malu dia mengucap
kata-kata salah yang diteruskan saja, meledakkan tawa dan segera keduanya
mempelajari bahasa Barat itu, kocak dan penuh riang. Dan karena Fang Fang sudah
menangkap dan membunuh seekor kelinci gemuk maka pelajaran bahasa Inggeris ini
diseling gerak rahang yang mencomot atau menarik paha kelinci bakar.
"Wow, it's delicious... ha-ha, lezat sekali!" Fang Fang ceplas-ceplos, maksud
kata-katanya benar tapi lafal kata-katanya kagok dan lucu. Tak ayal sang guru
pun terkekeh dan hari itu mereka benar-benar merasa gembira dan bahagia. Entah
kenapa baik pemuda ini maupun Sylvia merasa semakin dekat dan akrab saja. Dan
ketika seminggu kemudian hubungan mereka kian intim dan hangat akhirnya pemuda
ini merasa jatuh cinta kepada si nona!
"Sylvia, hari ini aku mau bicara serius. Kau tidak marah?"
"Hm, aneh sikapmu. Apa yang hendak kaubicarakan, Fang Fang" Seberapa seriusnya
itu" Aku mendengarkan, dua atau tiga riuspun boleh!"
"Ah, dua tiga rius bagaimana?"
"Eh, bukankah se itu artinya satu" Nah, kalau kau mau bicara serius maka aku
siap mendengar sampai dua atau tiga rius sekalipun!"
"Busyet!" Fang Fang tertawa. "Kau memecah konsentrasiku, Sylvia. Tapi baiklah.
Aku hendak bicara tentang, hmm...!" pemuda ini tak dapat melanjutkan kata-katanya,
gugup memandang lawan dan baru pertama kali ini Fang Fang merasa gugup dan
bingung. Tak biasanya dia gugup atau bingung menghadapi si cantik. Mereka sudah
bersama-sama dalam waktu empat lima minggu ini dan heran rasanya kalau lidah
tiba-tiba terasa kelu, tak mau bergerak. Tapi ketika si nona memandang dan
Sylvia terbelalak lalu tertawa lebar tiba-tiba Fang Fang merasa seperti anak
kecil yang belum dewasa! "Sylvia," pemuda ini menggigit bibir. "Jangan kau tertawakan aku. Aku sungguh-
sungguh, aku serius!"
"Katakanlah," gadis itu menutupi mulutnya. "Dua tiga kali kau bilang serius,
Fang Fang. Tapi dua tiga kali itu pula kau masih belum menerangkannya kepadaku!
Eh, mana kegagahanmu sebagai murid si Dewa Mata Keranjang itu" Mana
kejantananmu" Tak biasanya kau gugup. Kau aneh dan hari ini tampak luar biasa!"
"Hm, aku akan bicara tentang cinta!" pemuda ini tiba-tiba mengeraskan hatinya
"Aku mau bicara tentang ini denganmu, Sylvia. Entah kau suka atau tidak!"
Si gadis tiba-tiba terkejut, mundur dan menghentikan tawanya. "Kau teringat
puteri We lagi" Kau mau menyuruhku ke sana?"
"Tidak... tidak!" Fang Fang cepat-cepat menggeleng kepala. "Gadis yang kucinta
bukanlah puteri We lagi, Sylvia. Melainkan seorang gadis lain yang cantik dan
jelita. Dia telah menjatuhkan hatiku dan aku ingin bertanya bagaimana sikapnya!"
"Hm, siapa dia?" mata yang berbinar itu tiba-tiba tampak redup, bergetar dan
gelisah. "Kau telah mendapatkan penggantinya, Fang Fang" Secepat ini" Belum
setahun dua?" "Aku, ah... aku memang tak dapat menahan diriku lagi. Aku ternyata sudah lama
tergila-gila!" "Gadis istana?"
"Bukan." "Gadis kang-ouw?"
"Hm, bagaimana, ya" Dia gadis yang amat dekat denganku, Sylvia. Dan terus terang
selama ini aku menyembunyikan perasaanku. Aku takut dia marah!"
"Katakan saja," gadis ini tiba-tiba menggigil juga. "Dan aneh baru aku tahu
bahwa ada gadis lain yang dekat denganmu selain aku, Fang Fang. Kiranya diam-
diam selama ini kau merahasiakan dirimu!"
"Bukan begitu," Fang Fang tersenyum, mulai melepas pancing. "Apa yang terjadi
memang begitu cepat, Sylvia. Dan tak kuduga!"
"Hm, katakanlah. Siapa gadis itu dan betapa beruntungnya dia mendapat cintamu."
"Kau marah?" Fang Fang menangkap semacam cemburu, tiba-tiba tertawa geli. Dan
ketika gadis itu melotot dan merah mukanya maka Sylvia menggeleng tegas.
"Tidak, aku tak marah. Kaulanjutkan-lah ceritamu kalau kau suka!"
"Hm, gadis itu amat dekat di hatiku. Berhari-hari ini aku tak dapat
melupakannya. Eh, bagaimana pendapatmu tentang dia, Sylvia" Tidak bertepuk
sebelah tangan kah kiranya aku?"
"Mana kutahu?" gadis ini melengos. "Kau tak pernah menceritakannya kepadaku,
Fang Fang. Dan baru pagi ini tiba-tiba kau membuka rahasiamu. Yang pasti tentu
kau sudah jatuh cinta benar, mungkin lebih tergila-gila dibanding dengan puteri
We dulu. Hm, katakanlah, aku siap mendengar!"
Fang Fang tiba-tiba menangkap lengan gadis itu, mendengar suara yang serak dan
Sylvia tiba-tiba menangis! Dan ketika Fang Fang tak tahan dan girang bukan main
karena tahu apa artinya itu tiba-tiba dia menunduk dan berbisik gemetar, dekat
sekali di telinga gadis itu, "Sylvia, gadis yang kucinta adalah dirimu. Jangan
kau cemburu! Bukankah selama ini aku hanya berdekatan denganmu" Tidak, bukan
gadis lain yang kucinta, Sylvia, melainkan engkaulah orangnya. Nah, jawab apakah
kau menerima cintaku!"
Muka yang melengos itu tiba-tiba tersentak kaget. Sylvia yang semula diguncang
perasaan tak keruan mendadak melebarkan matanya, tak berkedip. Seolah tak
percaya memandang pemuda itu namun Fang Fang mengangguk. Dan ketika dengan
lembut namun mesra dan penuh kesungguhan murid si Dewa Mata Keranjang ini
menyatakan cintanya tiba-tiba gadis itu mengeluh dan mengguguk di pundak Fang
Fang, menubruk pemuda ini.
"Oh, kau... kau kejam, Fang Fang. Kau mengguncang-guncang perasaanku. Ah, kau
kejam...!" "Eh," Fang Fang mendorong gadis ini. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Sylvia.
Apakah kau menerima cintaku atau tidak!"
"Haruskah kujawab" Haruskah kuberi tahu?"
"Ya, aku ingin memastikan diri, Sylvia. Dan aku ingin jawabanmu!"
"Tapi kau sudah tahu..."
"Belum mantap! Kaukatakanlah dan biar aku lega!"


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah," dan si nona yang menangis serta menyusupkan mukanya di dada Fang Fang
tiba-tiba malah mengguguk dan tersedu-sedu, tak mampu menjawab atau barangkali
memang tak mau menjawab karena Fang Fang bersikap memaksa. Fang Fang penasaran
namun setiap kali ia mengangkat dan menarik bangun wajah itu selalu si gadis
merunduk dan menyembunyikan kepalanya lagi. Tapi ketika Fang Fang merasa bahwa
cintanya tidak bertepuk sebelah tangan tiba-tiba pemuda ini tersenyum dan
menahan kedua sisi kepala itu cepat dan kuat tak mengijinkan gadis ini
menyembunyikan dirinya lagi.
"Sylvia, aku ingin tanda. Kau pandanglah aku. Kalau kau tak menolak biarkan
bibirku mencium bibirmu. Tapi kalau kau menolak tamparlah aku dan pukul
sepuasmu!" lalu sementara si nona terbelalak dan kaget menerima sebuah ciuman
tiba-tiba Fang Fang telah melumat dan mencium mulut gadis ini, mesra sekali...
mesraaaa...... "Oh...!" gadis itu menggelinjang. "Aku .... kau... uph!" Fang Fang melumat, menghisap
dan mencium mulut gadis itu dengan sepenuh perasaannya. S/lvia tak tahan la-ji
dan tiba-tiba robohlah gadis itu di pelukan pemuda ini. Dan ketika Sylvia
menangis namun membiarkan dan bahkan menyambut ciuman itu tiba-tiba kebahagiaan
sebesar gunung melanda murid si Dewa Mata Keranjang ini.
"Ah, I love you, Sylvia.... I love you!"
"1 love you too (akupun mencintaimu) ...." dan ketika keduanya mabok dan terbang
ke sorga yang paling tinggi maka Fang Fang merasa di awang-awang yang paling
indah dan mengesankan, terbuai dan begitu nikmatnya hingga semangat pemuda ini
berkobar. Fang Fang tahu-tahu telah menggulingkan diri dan berciumanlah mereka
di atas rumput tebal. Ah, dunia serasa menjadi milik mereka berdua. Tapi ketika
Fang Fang hendak melepas baju gadis itu dan melangkah lebih lanjut tiba-tiba
gadis ini mendorong dan menahan.
"Tidak... tidak... jangan, Fang Fang. Yang itu belum boleh!"
Fang Fang tertegun. "Kau mencintaiku, bukan?"
"Benar, tapi tak boleh dikuasai berahi Fang Fang. Kita belum menjadi suami
isteri. Kau tak boleh melakukannya!"
Dan ketika Fang Fang terkejut dan merah mukanya, serasa tertampar maka gadis ini
bangun duduk dan membetulkan kancing bajunya, yang tadi hampir saja dilepas Fang
Fang. "Aku mencintaimu, tapi jangan bertindak lebih jauh. Cobaan paling berat
bagi orang-orang muda adalah berahi, Fang Fang. Nafsu hewani. Kita tak boleh
melakukan itu demi kesucian dan kemurnian cinta kita!"
Fang Fang tergetar. Tiba-tiba seakan menghadapi seorang dewi yang begitu halus
dan penuh kesucian pemuda ini sudah mendengar prinsip atau sikap gadis itu
tentang cinta kasih antara pria dan wanita. Bahwa mereka tak boleh melanggar
terlalu jauh sampai hari perkawinan itu tiba. Kesucian dan harga diri haruslah
dijaga. Dan ketika Fang Fang tersipu dan semburat merah maka gadis ini menutup.
"Pelanggaran akan itu bakal membawa satu akibat. Aku kehilangan kesucianku dan
nafsu berahimu bakal tak terkontrol lagi. Wanita adalah seperti pedang bagi
keluarganya, sekali rusak tentu akan menghunjam nama keluarga sendiri. Tidak,
aku tak menghendaki sejauh itu, Fang Fang. Resiko ini terlalu besar bagi wanita
dibanding pria. Kau tak akan kehilangan apa-apa sementara aku terancam harga
diri dan kesucianku. Tahanlah, aku kelak milikmu juga kalau kita sudah resmi
sebagai suami isteri. Jangan terbawa atau terhanyut nafsu berahi. Itu iblis!"
Fang Fang terpukul. Belum pernah dia "dikhotbahi" begini macam. Seumur hidup
baru pertama kali itulah. Tapi karena pada dasarnya dia juga bukanlah seorang
pemuda yang suka memaksa wanita dan Fang Fang menarik napas dalam maka pemuda
ini menunduk dan menggenggam tangan gadis itu, menciumnya.
"Sylvia, maaf. Aku hampir lupa diri."
"Tak apa," gadis ini tersenyum. "Aku dapat memaklumi, Fang Fang. Dan aku
mengerti. Aku sudah tahu dari buku-buku bahwa laki-laki lemah terhadap sex. Dan
aku harus turut menjagamu."
"Ah," Fang Fang terharu. "Kau bijak, Sylvia. Kau sungguh gadis kulit putih yang
benar-benar mengagumkan!" dan ketika Fang Fang meraih dan memeluk gadis ini,
menciumnya lembut maka Sylvia pun minta maaf dan berkata agar kekasihnya itu
jangan marah, disambut ciuman lagi dan Fang Fang terharu mendengar kata-kata
gadis ini. Ah, Sylvia gadis agung yang dapat menjaga diri dan kesuciannya. Gadis
Pendekar Tongkat Dari Liongsan 4 Wiro Sableng 142 Kitab 1000 Pengobatan Dewi Penyebar Maut I X 1
^