Pencarian

Playboy Dari Nanking 9

Playboy Dari Nanking Karya Batara Bagian 9


seperti ini?" Gadis itu mengguguk. Fang Fang mendengar percakapan itu dan pemuda ini tak enak
bukan main. Kekhawatirannya mulai terbukti, Eng Eng sudah mencarinya dan entah
bagaimana gadis itu tahu bahwa dia di kota raja. Dan ketika dia semakin tak enak
dengan tangis Sylvia yang jelas kecewa dan amat marah kepadanya maka satu
pukulan Bhi-kong-ciang akhirnya mengenai lehernya ketika dia meleng sejenak.
"Dess!" Fang Fang terpelanting. Pemuda ini mengeluh namun untung sinkangnya kuat
menahan, otomatis melindungi diri dan segera gadis itu mengejarnya. Cepat dan
bertubi-tubi Eng Eng sudah menyerangnya kembali, pedang di tangan kanan juga
menusuk dan menyambar-nyambar. Dan ketika Fang Fang pedih dan lengah lagi maka
pundaknya tertusuk dan kali ini pedang menembus kulitnya.
"Crep!" Fang Fang terhuyung. Sylvia tiba-tiba menjerit dan mendadak saja jeritan ini
merupakan angin segar bagi pemuda itu. Jeritan itu jerit kekhawatiran dan Fang
Fang gembira, bangga! Ah, itulah jerit tanda cinta kasih! Dan ketika pemuda ini
berseri dan membentak ke arah Eng Eng maka Eng Eng melotot ketika tiba-tiba Fang
Fang menampar pedangnya, membalas.
"Eng Eng, urusan di antara kita sudah habis. Pergilah, atau aku terpaksa
mengusirmu!" Gadis ini menjerit. Dia terhuyung dan nyaris terlepas kalau tadi pedangnya tidak
dicekal erat-erat. Fang Fang mulai menamparnya dengan kuat dan memang sinkang
atau tenaga sakti pemuda itu masih jauh di atasnya. Kalau mau, Fang Fang memang
dapat merobohkannya. Dan ketika gadis ini melengking dan menyambar-nyambar lagi
dengan serangannya untuk menyerang dan menerjang semakin hebat, panas oleh
jeritan Sylvia tadi maka murid Dewi Kilat Biru ini membentak dan menyatakan siap
mengadu jiwa. "Fang Fang, aku tak akan pergi. Hanya mayatku yang dapat kauterima!"
"Hm, kau tak tahu diri. Kalau begitu baiklah, aku terpaksa mengusirmu!" dan
ketika Fang Fang mengelak dan membiarkan pedang lewat di sisi telinganya, karena
tadi Eng Eng menusuk dan menikam matanya maka pemuda ini menampar dan
berteriaklah gadis baju hijau itu ketika pedangnya mencelat, terpental dan
terlepas dari tangannya tapi Eng Eng membentak mengayun tangan kirinya. Pukulan
Bhi-kong-ciang menyambar namun Fang Fang sudah waspada akan itu, karena begitu
Eng Eng nekat dan mengayun tangan kiri menghantam dengan Bhi-kong-ciang tiba-
tiba dia sudah melepas Pek-in-kang dan Bhi-kong-ciang milik lawan terlontar dan
saat itu juga Fang Fang meneruskan pukulannya dengan sebuah totokan lihai.
"Plak-bluk!" Eng Eng mengaduh tertahan. Gadis ini terlempar dan terbanting dengan tak berdaya
lagi, pedangnya terlepas sementara bawah ketiaknyapun ngilu dan kesakitan oleh
jari-jari Fang Fang. Tadi Fang Fang menotoknya tepat sekali di jalan darah Ki-
ceng-hiat, lumpuh dan robohlah gadis ini tanpa dapat berbuat apa-apa lagi,
kecuali menangis. Dan ketika Fang Fang bergerak dan menyambar tubuhnya,
berkelebat pergi maka pemuda itu minta ijin pada Sylvia dan kakaknya untuk
"membuang" gadis ini di luar kota raja.
"Maaf, aku akan kembali lagi. Gadis ini hendak kulempar di luar tembok kota!"
Sylvia dan kakaknya hanya mengamati saja tanpa berkedip. Pertandingan itu sudah
berakhir dan Sylvia juga sudah tidak menangis lagi. Gadis ini hanya berkaca-kaca
namun pandang matanya masih berapi. Dia kaget dan marah oleh kedatangan Eng Eng,
terutama kata-katanya tadi bahwa dia menyerahkan tubuhnya kepada Fang Fang, hal
yang memang pernah diminta pemuda itu namun dia menolak. Untung! Dan ketika Fang
Fang lenyap membawa Eng Eng dan kakaknya melepas pelukan maka di sana Fang Fang
sudah melempar dan membebaskan totokan Eng Eng setelah keluar dari kota raja.
"Kau gadis tak tahu malu. Enyah dan pergilah!"
Eng Eng tersedu-sedu. Dia melompat, bangun setelah kini Fang Fang membebaskan
totokannya. Pedangnya tertinggal di sana namun gadis ini tak menyerang. Dia
menyadari kekuatan sendiri bahwa dirinya memang masih bukan tandingan Fang Fang.
Maka begitu dibebaskan dan meloncat bangun gadis ini berkata marah, penuh
dendam. "Fang Fang, kau laki-laki tak berjantung. Setelah kau merenggut milikku enak
saja kau mengusir aku. Awas, lain kali aku akan membalas dendam, Fang Fang. Tak
akan sudah dan jaga pembalasanku!"
"Hm, kau tak tahu diri," Fang Fang juga marah. "Siapa merenggut milik siapa, Eng
Eng" Aku tak merenggut milikmu, dulu kita lakukan itu atas dasar suka sama
suka!" "Tapi kau sekarang meninggalkan aku, menghina aku!"
"Hm, aku tak meninggalkanmu. Kaulah yang pergi bersama subomu dan meninggalkan
aku. Jangan diputar balik!"
"Aku meninggalkanmu karena aku benci padamu. Kau bermain cinta dan bersenang-
senang dengan gadis lain, murid terkutuk si Dewi Rambut Sakti itu! Siapa tak
panas dan benci kalau melihat kau seperti itu" Sudahlah, aku tak akan melupakan
kejadian ini, Fang Fang. Kelak satu hari aku pasti akan mencarimu lagi!" dan Eng
Eng yang tersedu memutar tubuhnya lalu berlari pergi dan mengancam pemuda itu.
Fang Fang tak mengejar dan hanya diam mengawasi. Pemuda ini marah tapi juga tak
enak menghadapi yang terjadi itu, dia mulai dikejar-kejar hasil perbuatannya
dulu dan menyesallah pemuda ini akan apa yang dia lakukan. Kalau saja dia tidak
merasa jatuh hati benar-benar kepada puteri tuan Smith itu mungkin dia akan
mengejar gadis ini, mengajak nya rujuk. Betapapun Eng Eng adalah wanita pertama
yang dulu pernah dicumbu-nya. Kenangan manis itu tak mungkin dilupakan namun
kini semua kenangan itu sudah terganti oleh bayangan Sylvia. Gadis kulit putih
yang "tak gampangan" dan amat mempesona itu telah membetot sukmanya jauh lebih
dalam daripada yang lain-lain. Fang Fang serasa tak sanggup lagi kalau harus
putus dengan gadis ini. Maka ketika hari itu peristiwa pertama meng ganggu
perasaannya tiba-tiba Fang Fang sudah berkelebat dan kembali ke tempat Sylvia.
Tapi apa yang dihadapi" Muka yang gelap dan penuh kemarahan, juga dari James
yang tampak tidak senang karena adiknya sudah menjadi korban hinaan yang tidak
tanggung-tanggung dan amat memalukan.
"Fang Fang, agaknya kau harus menjauhi adikku," James berkata ketika tiba-tiba
Sylvia meloncat ke dalam, masuk dan menangis di kamarnya. "Kupikir peristiwa ini
akan mengganggu hubungan kalian kecuali kalau gurumu datang dan sudah melamar
adikku, menikah dan pergi saja ke Inggeris. Apakah kau tak dapat menyusul gurumu
itu" Kalau adikku mendapat malu lagi tentu aku jadi semakin tak senang padamu,
meskipun boleh jadi kau lihai dan mengagumkan!"
"Hm, aku memang bersalah," Fang Fang menyatakan penyesalannya. "Tapi semua itu
sudah kukatakan di muka, James. Jangan berkata seperti itu karena aku betul-
betul mencintai adikmu. Aku akan menyusul suhu kalau itu memang diperlukan!"
"Mengapa tidak" Aku juga tak ingin adikku menderita kalau putus cinta denganmu,
tapi bersikaplah yang baik agar kebahagiaan itu kau rengkuh berdua!"
"Baiklah, besok coba kutanya Cun-ong-ya agar aku boleh berangkat!"
"Terima kasih," dan kejadian pagi itu yang berakhir dengan perasaan sakit di
hati Sylvia lalu ingin diselesaikan pemuda ini dengan menyusul gurunya,
bermaksud agar dia segera dinikahkan dan Fang Fang sudah bertekad untuk
meninggalkan. Tiong-goan dan tinggal di Inggeris! Dia siap meninggalkan tanah
leluhur untuk memulai sebuah kehidupan baru dengan kekasihnya, orang yang
dicinta. Namun ketika dia menghadap Cun-ongya dan menyatakan maksudnya tiba-tiba
pangeran itu menarik napas dalam.
"Suhumu tak ada lagi di perbatasan, dua orang pemberontak itu telah tertangkap.
Entahlah, ke mana gurumu itu sekarang, Fang Fang. Tapi kupikir tunggulah saja
dia di sini karena pasti dia akan datang."
"Ongya tahu dari mana?"
"Hm, Bu-goanswe telah kembali, dan dari dialah aku mendapat laporannya."
"Ongya tidak menipuku?"
"Eh, untuk apa menipumu, Fang Fang. Kau jadi melantur dan bicara tak keruan.
Cobalah menghadap Bu-goanswe dan ta-Niyakan saja kebenarannya. Atau, kalau kau
tidak percaya boleh juga kau ke perbatasan, cari gurumu di sana!"
"Maaf," Fang Fang menyadari kekeliruannya. "Hamba sedang bingung, ongya, mudah
tertarik emosi. Baiklah, akan kucari Bu-goanswe itu dan kutanyakan di mana suhu,
barangkali dia tahu'"
Sang pangeran mengangguk. Dia sudah mendengar sepintas lalu kisah pemuda ini,
senyuman aneh tersungging di mulut namun dia tidak marah. Tegurannya tadi kepada
si pemuda hanya didorong rasa dongkol saja, bukan marah. Dan ketika Fang Fang
menghadap Bu-goanswe, di gedungnya, ternyata informasi yang didapat pemuda ini
sama saja. "Benar, gurumu memang tak ada di sana, entah ke mana. Ada apa kau mencarinya"
Kau tak tahan dan ingin selalu berdekatan seperti anak kecil di pelukan ibunya?"
Fang Fang merah mukanya. Jenderal bermuka persegi ini tertawa bergelak dan
menyangka dia seperti anak ayam yang harus selalu berdekatan dengan induknya,
pemuda ini menggeleng. Dan ketika Fang Fang berpikir sejenak apakah perlu dia
memberitahukan maksudnya, karena jenderal ini diketahuinya sebagai orang yang
jujur dan baik maka dia menarik napas dan sikapnya yang murung dan sungguh-
sungguh akhirnya membuat jenderal tinggi besar itu terkejut juga, tertarik.
"Maaf, agaknya ada sesuatu yang serius, Fang Fang. Baiklah aku tak akan
bersendau-gurau lagi kalau kau ingin menyatakan sesuatu. Barangkali ceritaku ini
dapat menjadi bahan bagimu pula."
"Cerita apa?" "Tentang gurumu itu."
"Ada apa dengan suhu?"
"Tak apa-apa, hanya.... hm, pertikaian lama dengan bekas isteri-isterinya dulu!"
"Ah!" Fang Fang terkejut. "Bekas iste-ri-isterinya yang mana, goanswe" Siapa
yang kaumaksudkan itu?"
"H m, banyak, Fang Fang. Mereka adalah May-may dan Lin Lin serta nenek-nenek
yang lain!" Bu-goanswe lalu menceritakan itu, didengar dan Fang Fang pun
tertegun. Tak disangkanya gurunya bertemu dengan bekas isteri-isterinya di
perbatasan, bahkan yang katanya membantu pemberontak. Dan ketika jenderal itu
selesai bercerita dan Fang Fang bengong maka jenderal itu menutup. "Terakhir
sekali gurumu telah mendapatkan kekasihnya yang terbaru, sekaligus yang termuda.
Mien Nio namanya. Dan karena wanita inilah suhumu lalu menghajar nenek Lin Lin
yang pingsan dibuatnya. Selebihnya aku tak tahu, Fang Fang, karena gurumu
membawa kekasihnya itu. Tapi kukira pasti kembali juga ke sini."
"Hm-hm...!" Fang Fang berkedip-kedip. "Jadi suhu bersama wanita itu, goanswe" Dan
kau tak tahu di mana sekarang berada?"
"Wah, mana tahu, anak muda. Gerakan suhumu seperti siluman menghilang!"
"Ah, benar, aku lupa. Baiklah, terima kasih, goanswe. Barangkali lain kali aku
perlu bantuanmu lagi."
"He!" sang jenderal meloncat bangun. "Tunggu dan berhenti sebentar, Fang Fang
Kalau kau ada sesuatu yang penting dan dapat kubantu biarlah kubantu. Aku
sanggup!" Fang Fang merandek, tapi tersenyum dan memutar tubuhnya pemuda ini berkelebat
pergi meninggalkan sang jenderal. Fang Fang melihat bahwa tak mungkin jenderal
itu dapat membantunya, orang yang paling tepat adalah gurunya itu dan biarlah
dia menunggu gurunya. Cun-ongya maupun Bu-goanswe benar, gurunya pasti kembali
dan biarlah dia bersabar. Dan ketika hal itu dikatakan pada James dan pemuda
kulit putih itu mengangkat bahu saja maka Fang Fang hanya mendapat komentar
pendek. "Terserahlah, aku juga tak tahu apa-apa. Tapi sementara ini adikku belum mau
menemuimu, Fang Fang. Sylvia masih terpukul dan sakit hati oleh kata-kata Eng
Eng!" Fang Fang menyesal sekali. Dia menjadi gundah sekaligus gelisah. Sekarang
kekasihnya tak mau ditemui dan percuma memaksa kekasihnya itu. Sylvia gadis yang
keras dan teguh pendirian. Kalau dia memaksa dan salah langkah tentu fatal
akibatnya. Maka ketika dia menunggu dan apa boleh buat harus bermurung sendiri
tiba-tiba pada hari ketiga gangguan kedua muncul.
Malam itu, ketika Fang Fang duduk bersamadhi dan siap mengheningkan cipta,
menarik dan memusatkan diri pada alam siulian (konsentrasi) tiba-tiba saja di
luar kamarnya terdengar ribut-ribut. Suara gedobrakan dan entah apalagi disusul
oleh jerit dan pekik Sylvia. Kaget sekali pemuda ini. Dan ketika Fang Fang
meloncat bangun dan siap mencelat keluar tiba-tiba jendela kamarnya didobrak
orang dan Sylvia jatuh terguling-guling di lantai kamarnya, rupanya baru saja
bertanding dan dilempar seseorang.
"Aduh, keparat jahanam. Terkutuk!"
Fang Fang kaget dan girang. Dia girang karena tanpa disangka-sangka mendadak
saja kekasihnya ada di situ, padahal berhari-hari ini dia tak dapat jumpa. Tapi
melihat kekasihnya dilempar seseorang dan rupanya kesakitan maka Fang Fang kaget
dan cepat dia menyambar dan mengangkat bangun gadis itu.
"Sylvia, kau bertempur dengan orang" Siapa" Dan mana jahanam itu" Ah, tenang lah
di sini, kuhadapi dia!" dan Fang Fang yang girang serta melihat kekasihnya tidak
apa-apa tiba-tiba lupa diri dan mencium kekasihnya itu. Rasa rindu tak. dapat
ditahan dan pemuda ini langsung saja mendaratkan bibirnya di bibir sang gadis.
Tapi ketika sesosok bayangan berkelebat memasuki kamar itu dan Sylvia merah
padam tiba-tiba gadis ini meronta dan melepaskan diri dari ciuman pemuda itu.
"Kau pemuda tak tahu malu, lepaskan ..... plak-plak!"
Fang Fang bengap. Dia terhuyung dan saat itu melihat bayangan yang masuk ini,
bayangan yang dari luar sudah mengeluarkan bentakan nyaring dan rupanya seorang
wanita. Tapi ketika Fang Fang menoleh dan melihat siapa ini, tiba-tiba saja,
seperti bayangan itu juga, kedua-duanya berseru kaget dan melangkah mundur.
"Kau...?" Fang Fang pucat dan tertegun hampir tak dapat bicara. Bayangan atau wanita itu
juga pucat tapi segera mukanya menjadi merah padam. Dia telah melihat ciuman
Fang Fang tadi kepada Sylvia dan tiba-tiba terdengarlah jerit atau lengking dari
mulutnya. Dan ketika Fang Fang masih tertegun dan menjublak kaget, tak
menyangka, maka bayangan ini sudah bergerak dan rambut panjangnya tiba-tiba
menjeletar dan sudah menghantam Fang Fang.
"Kau... jahanam keparat! Kiranya betul apa yang kudengar.... plak-plak!" dan Fang
Fang yang kembali mendapat serangan dan lecutan rambut tiba-tiba mengeluh dan
terhuyung-huyung, tak dapat bicara dan sudah menerima makian atau bentakan
wanita itu lagi. Sylvia menjerit-jerit dan kamar pemuda itu menjadi gaduh. Dan
ketika Fang Fang terlempar dan mencelat oleh tendangan lawan maka wanita ini
sudah mengejar dan bertubi-tubi melepas pukulan, mendarat dan Fang Fang ba-bak-
belur. Fang Fang masih tak dapat bicara karena rasa kaget dan tertegunnya belum
hilang. Itulah Ming Ming, gadis baju merah murid nenek sakti May-may, kekasihnya
nomor dua setelah Eng Eng! Dan ketika Fang Fang tentu saja pucat dan diam saja
menjadi bulan-bulanan pukulan maka Ming Ming atau gadis baju merah itu memaki-
maki tak keruan. "Jahanam! Iblis terkutuk! Bangsat! Kau sungguh seperti gurumu, Fang Fang. Kau
mempermainkan wanita untuk mencari korban baru lagi. Terkutuk, bedebah keparat.
Kubunuh kau.... des-dess!" dan Fang Fang yang terlempar keluar dari kamarnya
akhirnya kesakitan oleh tandang dan hajaran Ming Ming ini, mendengar teriakan
atau jeritan Sylvia agar dia menjawab atau mempertanggungjawabkan semuanya itu.
Sylvia mulai tak percaya pada kata-katanya bahwa dia sudah putus dengan semua
bekas kekasih-kekasihnya. Buktinya Ming Ming muncul di situ setelah Eng Eng!
Semuanya berkata bahwa Fang Fang mempermainkan mereka dan ini menjadikan Sylvia
ragu. Kalau Tang Fang benar sudah putus, kenapa dua gadis itu datang dan marah-
marah di situ" Bohongkah Fang Fang" Dan ketika gadis ini mulai ragu dan menjerit
memaki-maki Fang Fang, yang dikata tak jujur dan penipu maka Fang Fang mulai
marah o-leh sikap dan kedatangan Ming Ming ini. Dia tak tahu-menahu lagi sejak
gadis itu meninggalkannya, sama seperti Eng Eng. Maka ketika sebuah pukulan dan
ledakan rambut menggores pipinya, melecut dan mencambuk sampai dia luka berdarah
tiba-tiba Fang Fang menggeram dan meloncat bangun, sinkang di tubuhnya tiba-tiba
bekerja. "Ming Ming, kau gadis tak tahu malu. Ada apa kau datang ke sini dan mencari-cari
aku" Bukankah kau sudah meninggalkan aku dan tak mau bertemu lagi" Keparat, kau
gadis terkutuk. Kau memalukan aku. Pergilah...!" dan tamparan pemuda ini yang
menolak pukulan rambut akhirnya membuat Ming Ming mencak-men cak karena
terpelanting. Gadis ini membentak dan marah menerjang lagi, memaki daTi mengutuk
Fang Fang sebagai pemuda yang dikata tak tahu bertanggung jawab. Dia datang ke
situ karena ingin menuntut tanggung jawab, lari karena dulu subonya yang
mengajak, bukan atas kehendak sendiri. Dan ketika Sylvia di sana mengguguk dan
mencaci-maki Fang Fang pula maka pemuda ini membentak dan tiba-tiba menangkap
dan menyambar rambut lawan.
(Oo-dwkz>tiba-tiba sudah diangkat dan dilempar Fang Fang, mengeluh karena sebagian
rambutnya berodol, tentu saja sakit bukan main. Tapi ketika dia meloncat bangun
dan siap menyerang lagi, nekat dan marah tiba-tiba Fang Fang sudah berkelebat di
sampingnya dan sebuah totokan mengakhiri pertandingan ini.
"Bluk!" gadis itu roboh lagi. Ming Ming tak dapat bergerak dan selesailah
pertandingan ini. Gadis itu berteriak dan memaki-maki Fang Fang namun Fang Fang
sudah menampar mulutnya. Gemas dan marah oleh caci-maki gadis ini Fang Fang


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah menghentikan kata-kata orang, mulut gadis itu pecah berdarah! Dan ketika
Ming Ming menangis mengguguk dan tak mampu mengeluarkan kata-kata lagi maka Fang
Fang menghadap Sylvia dan berkata bahwa gadis pengacau ini bukan kekasihnya
lagi. "Inilah Ming Ming yang dulu kuceritakan itu, tapi sekarang sudah tak ada
hubungan lagi karena dia meninggalkan aku. Jangan salah paham dan marah dulu,
Sylvia. Kau lihat aku sudah menghajarnya dan membungkam mulutnya!"
"Tapi dia datang seperti Eng Eng, mencari dan memaki-maki aku. Apakah kalau
benar tak ada hubungan lagi mereka-mereka ini tak datang" Tidak, aku tak
mempercayaimu, Fang Fang. Kau penipu dan pembohong. Gadis ini datang tentu
karena kau telah menggaulinya! Dan tak ada wanita yang tak bakal menuntut kalau
hubungan kalian sudah sedemikian intim!"
"Itu... ah, tak sepenuhnya benar, Sylvia. Aku... ah, itu salah gadis ini sendiri
....!" "Jadi kau mengaku telah menggaulinya?"
'Ini.... ini...." Fang Fang pucat, kebobrokannya ditelanjangi. "Aku, ah... aku..."
"Tak usah bicara lagi!" Sylvia tiba-tiba membanting kaki, menangis tersedu-sedu.
"Gadis itu telah mengaku bahwa kalian berdua telah melakukan itu, Fang Fang,
seperti halnya kaupun menggauli Eng Eng secara tak tahu malu. Dan kaupun dulu
juga membujuk aku, untung aku tak mau. Dan sekarang kau bilang itulah kesalahan
gadis ini sendiri! Keparat, apa yang kubilang tentang laki-laki, Fang Fang"
Bukankah laki-laki biasanya tak suka bertanggung jawab kalau sudah mempermainkan
wanita" Dan kau tadinya menolak, marah-marah. Tapi sekarang kau sendiri yang
melakukan itu dan kau pemuda tak bertanggung jawab. Aku tak sudi lagi bersahabat
denganmu!" dan Sylvia yang mengguguk memutar tubuhnya tiba-tiba berkelebat dan
keluar dari kamar itu, menutupi mukanya dan Fang Fang tertegun. Pemuda ini pucat
sekali dan tiba-tiba dia mengejar. Dan ketika dia menang kap dan menyuruh gadis
itu berhenti maka Fang Fang menangis dan berlutut di depan gadis kulit putih
ini. "Sylvia, tidak.... jangan tinggalkan aku. Aku.... aku.... semuanya itu sudah lewat.
Berani sumpah bahwa aku tak mencintai gadis itu lagi dan hanya kau yang kucinta!
Sungguh, demi langit dan bumi jangan putuskan tali cinta ini, Sylvia. Aku tak
dapat hidup tanpa kau. Aku minta sudilah kau mengerti dan biar nanti kujelaskan.
Gadis itu akan kulempar dulu di luar!" dan Fang Fang yang tiba-tiba menotok
roboh kekasihnya mendadak membuat Sylvia terkejut, mengeluh namun sudah dibawa
Fang Fang kembali ke kamarnya. Pemuda ini ketakutan sekali kalau Sylvia nanti
meninggalkannya, tak mau menemui. Maka menotok dan merobohkan gadis itu dan
meletakkannya di pembaring an Fang Fang lalu berkelebat dan membawa pergi tubuh
Ming Ming. Dia memaki-maki gadis ini dan Ming Ming tersedu-sedu tak dapat bicara
lagi. Gadis baju merah ini melihat betapa Fang Fang benar-benar tak
memperdulikannya lagi. Pemuda itu jatuh cinta berat kepada si gadis kulit putih.
Ah, betapa sakit hatinya. Adegan itu terjadi di depan matanya dan duka serta
perasaan sakit hati yang berat tiba-tiba membuat Ming Ming pingsan. Dan ketika
Fang Fang melempar gadis itu di luar kota raja, menulis sepucuk surat agar gadis
itu tak mencarinya lagi, kalau Ming Ming bukan gadis tak tahu malu maka Fang
Fang sudah berkelebat dan kembali ke kamarnya. Di sini pemuda itu melihat Sylvia
menangis dengan air mata bercucuran, menunggunya. Tentu saja dengan marah dan
benci karena dia menotoknya. Dan ketika Fang Fang membebaskan totokan itu dan
Sylvia melompat bangun maka yang pertama kali dilakukan gadis ini adalah
menamparnya! "Kau pemuda terkutuk, mentang-mentang lihai! Ah, jahanam kau, Fang Fang.
Terkutuk dan bedebah keparat.... plak-plakk!" Fang Fang tak mengelak, membiarkan
tamparan mendarat dan bibirnya pecah berdarah. Sekarang Sylvia memaki dan marah-
marah kepadanya, mencaci habis-habisan. Dan ketika gadis itu kelelahan sendiri
karena didiamkan Fang Fang, yang menunggu dan menyerah seperti seorang pesakitan
yang menerima hukuman maka gadis itu roboh terduduk dan barulah Fang Fang
memeluk kedua kaki itu, lembut dan gemetar. Air matanyapun juga bercucuran!
"Sylvia, maafkan aku. Aku memang bersalah, tapi semua itu sudah lewat. Tak dapat
kusangkal bahwa aku telah bermain-main api dengan Eng Eng dan Ming Ming itu,
bercinta dan bersenang-senang dengan mereka. Tapi sumpah, aku tak pernah memaksa
atau melakukan hal-hal yang sejenis itu, Sylvia. Aku dan mereka sama-sama suka
melakukan itu, bukan paksaan atau desakan satu pihak. Lihat dengan dirimu itu,
adakah aku memaksa ketika kau menolak" Adakah aku mendesakmu dan menuntut"
Tidak, aku tak pernah melakukan itu kepadamu, Sylvia, seperti juga aku tak
pernah memaksa mereka-mereka itu. Adalah mereka yang mau dan tak menolak
ajakanku. Selebihnya, itu adalah kesalahan mereka sendiri kenapa mau! Dan
merekalah yang lebih dulu meninggalkan aku, bukan aku yang meninggalkan mereka!"
Gadis ini mengguguk menutupi muka. Sesungguhnya kata-kata Fang Fang tadi ibarat
pisau tajam yang berkarat-karat yang menusuki hatinya. Pedih dan marah bukan
main gadis ini oleh setiap kata-kata Fang Fang. Tapi ketika Fang Fang berkata
bahwa tak pernah pemuda itu memaksa bekas kekasih-kekasihnya, seperti halnya
Fang Fang juga tak pernah memaksa atau mendesak dirinya dulu maka tiba-tiba
gadis ini mau mengerti dan percaya. Memang, Fang Fang juga tak mendesak atau
menuntutnya setelah dia menolak. Dipikir-pikir, salah Ming Ming dan "Eng Englah
kenapa mereka dapat terbujuk, menyerahkan diri. Dan karena Fang Fang sudah
bicara jujur dan kata-katanya dapat diterima, karena Sylvia sudah mengalami dan
membuktikan itu maka gadis ini bangkit berdiri dan membuka telapak tangannya,
yang tadi dipakai menutupi mu ka.
"Baiklah, aku dapat percaya kepadamu, Fang Fang. Sekali ini kumaafkan kau. "Tapi
bagaimana kalau ada gadis-gadis lain yang datang lagi" Bagaimana kalau mereka
itu menuntut dan menghina aku yang sebenarnya tidak tahu apa-apa?"
Fang Fang tertegun. "Kau terlalu," gadis ini menangis lagi. "Sepak terjangmu sungguh tak terpuji dan
watak gurumu benar-benar mengalir di tubuhmu. Ah, ngeri aku kalau kelak kau
memperlakukan aku seperti gurumu, Fang Fang, bercinta dan mencari wanita-wanita
lain padahal sudah beristeri! Aku takut dan ngeri kalau kau seperti itu!"
"Tidak!" Fang Fang tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. "Sumpah demi nenek
moyangku aku tak akan melakukan itu, Sylvia. Hanya kaulah gadis yang kucinta dan
akan kujadikan sebagai isteriku satu-satunya!"
"Baiklah, tapi bagaimana kalau bekas kekasih-kekasihmu yang lain datang ke mari"
Bagaimana kalau mereka mencari aku dan mencaci-maki pula" Bagaimana jawabmu?"
Fang Fang tak menjawab, pucat.
"Hm, kau memang telah bermain-main api, Fang Fang. Dan kecewa sekali rasanya
hati ini melihat perbuatan-perbuatan-mu. Kalau saja kau tak jujur dan ksatria
seperti ini tentu aku sudah meninggalkanmu. Sekarang jawab bagaimana kalau ada
gadis-gadis lain yang masih menuntutmu!"
"Sebaiknya kalian cepat menikah dan pergi ke negeri Inggeris!" James tiba-tiba
muncul, mengejutkan Fang Fang berdua. "Kecewa juga hatiku melihat semua
perbuatanmu, Fang Fang. Tapi karena adikku masih mencintaimu dan rupanya juga
dapat memaafkan dirimu biarlah kauselesaikan persoalan ini dan kalian cepat
menikah!" "James!" Sylvia tiba-tiba menubruk kakaknya. "Kau telah melihat semuanya" Kau
masih juga mendukung aku?"
"Hm, kau adikku satu-satunya perempuan, Sylvia. Apapun yang terjadi tentu aku
bakal mengikuti dari dekat. Sebenarnya aku sudah mulai tak senang pada kekasihmu
ini, tapi karena Fang Fang masih kau cinta dan rupanya tetap jujur biarlah
kudukung kau dan kalian cepat menikah. Fang Fang sudah kusuruh memanggil gurunya
namun entah kenapa bersikap ayal-ayalan. Heran dan tak mengerti aku!"
"Suhu tak ada..." Fang Fang menjawab pelan. "Aku sudah berusaha tapi entah kemana
guruku itu, James. Aku mendengar kabar suhu sedang pergi."
"Dari mana kau tahu?"
"Dari Bu-goanswe..."
"Kalau begitu minta tolong saja jenderal itu!"
"Maksudmu?" Fang Fang terkejut.
"Jelas," pemuda ini melepaskan adiknya. "Daripada menunggu tak ada kepastian
kapan gurumu datang lebih baik kau minta bantuan Bu-goanswe untuk melamar adikku
ini, Fang Fang. Suruh dia mewakili gurumu dan cepat-cepat kalian menikah. Tentu
persoalan selesai!" "Ah, benar!" Sylvia berseru. "Begitu juga bagus, Fang Fang. Lebih baik minta
tolong jenderal itu dan kau lamar aku!"
"Dan pergi ke lnggeris!" James menyambung, memberi tekanan. "Aku tak ingin
kejadian begini berlarut-larut, Fang Fang. Sebaiknya cepat kauselesaikan dan
lamar adikku. Atau keadaan semakin parah dan buruk!"
Fang Fang bersinar-sinar. Tiba-tiba saja seolah disentak ke alam yang indah
mendadak saja dia girang bukan main. Usul itu bagus, cocok sekali. Kenapa dia lupa" Ah, betapa tololnya! Dan ketika Fang Fang mengangguk dan berkilat
gembira tiba-tiba dia berkelebat.
"Benar, aku tak ingat itu, James. Ah, terima kasih. Biarlah malam ini juga
kutemui jenderal itu dan besok kalian kuberi tahu!"
Sylvia tersenyum gembira. Persoalan yang berat tiba-tiba seakan sudah menjadi
ringan. Ah, inilah berkat kakaknya. Dan ketika dia memeluk dan mencium kakaknya,
sebagai tanda terima kasih maka pemuda kulit putih itu sudah membawa pergi
adiknya dari tempat itu. "Mudah-mudahan berhasil. Mari kita tunggu besok!"
Fang Fang sudah berkelebat seperti orang kesetanan. Usul dan gagasan James tadi
sungguh ibarat buah nangka jatuh dari pohon, tepat di depan orang kelaparan.
Maka berkelebat dan sudah memasuki gedung jenderal Bu pemuda ini tergesa-gesa
menemui, melihat sang jenderal kedodoran dalam piyama tidurnya yang kusut.
"Maaf.... maaf...!" Fang Fang tak enak juga, namun berseri-seri. "Ada persoalan
penting yang ingin kumintakan bantuanmu, goanswe. Teramat penting dan menyangkut
mati hidupku! Kau tolonglah aku dan budi baikmu ini bakal tak kulupakan seumur
hidup!" "Eh-eh, ada apa ini" He, bangun, Fang Fang, jangan berlutut begini seperti anak
muda menghormat di depan orang tuanya!
"Kau memang orang tuaku!" Fang Fang berseri-seri. "Malam ini aku ingin minta
pertolonganmu yang maha penting, goanswe. Kau tolonglah aku dan beri aku seember
air kebahagiaan yang tak bakal kulupakan seumur hidup!"
"Sudahlah, jangan kau bermain-main begini. Aku jadi bingung akan teka-tekimu
ini. Apa yang kau maksud" Bantuan apa yang dapat kuberikan?"
"Begini, goanswe. Aku mau melamar seorang gadis....."
"Ha-ha-ha!" jenderal itu tiba-tiba tertawa bergelak. "Kau lucu, Fang Fang, juga
aneh! Kenapa urusan begini hendak kaumintakan pertolonganku" Bukankah itu urusan
pribadimu dan aku orang lain?"
"Tidak... tidak!" pemuda ini tergesa menjawab. "Kau bukan orang lain bagiku,
goanswe. Kau sahabat dan teman kental suhuku. Kau dapat membantuku!"
"Baiklah, tapi agaknya aku harus berhati-hati di sini. Eh, sebenarnya tak tepat
kau menghadap padaku, Fang Fang. Ada gurumu di sana yang akan menegur aku. Siapa
gadis yang menjadi idamanmu itu" Dan kenapa harus datang malam-malam begini"
Sebenarnya, kalau kau sabar tentunya kau dapat datang besok, bukan malam-malam
begini." "Maaf," Fang Fang menjatuhkan diri berlutut, tiba-tiba gemetar. "Aku mendapat
persoalan berat, goanswe. Dan pihak wanitanya ingin segera kulamar untuk
kemudian pergi. Mereka sudah meminta suhu tapi kau bilang sendiri guruku tak ada
di perbatasan. Siapa lagi yang dapat kumintai tolong kalau bukan dirimu"
Tolonglah, aku betul-betul butuh bantuanmu, goanswe. Dan untuk itu kepalapun
rasanya siap kupersembahkan untukmu!"
"Ha-ha, luar biasa sekali. Tapi kau jujur, dan sungguh-sungguh! Hm, aku jadi
semakin berhati-hati menerima permintaanmu, Fang Fang. Bukan karena tak mau
melainkan semata menjaga kehormatan gurumu sendiri. Kau ini aneh. Guru masih
hidup, kenapa meminta orang lain melamarkan gadis pujaannya" Bagaimana kalau aku
kena damprat" Maaf, persoalan begini adalah pribadi sifatnya, Fang Fang. Tak
baik kalau aku melancangi gurumu dan mewakilimu. Aku bukan sanak atau kadang,
mana berani menerima kehormatan sedemikian besar" Dan lagi, siapa calon isterimu
itu" Kalau puteri We, terus terang aku tak sanggup!"
"Bukan... bukan!" Fang Fang berseru. "Bukan puteri We, goanswe, tetapi gadis lain,
yang lebih cantik dan mempesona bagiku. Aku sudah tak ingat puteri We lagi
karena gadis pujaanku ini jauh lebih hebat!"
"Ha-ha, orang kalau lagi jatuh cinta!" jenderal itu tertawa bergelak. "Aku
percaya padamu, anak muda. Tapi coba pikirkan bagaimana pertanggungjawabanku
kepada gurumu. Apakah ini patut kulakukan" Apakah gurumu tak akan marah besar
kepadaku" Coba pikir baik-baik, anak muda. Tolong jangan celakakan aku untuk
urusan pribadi begini!"
"Apakah goanswe tak mau?"
"Ah, bukan begitu. Tapi renungkan dulu bagaimana reaksi gurumu kalau kulancangi
seperti ini. Gurumu masih hidup, dan aku tak mendapat perintahnya. Kalau ada
apa-apa tentu aku yang celaka!"
"Hm!" Fang Fang sadar juga, dapat melihat itu. "Kalau begitu hancurlah
harapanku, goanswe. Agaknya nasib sial sedang menimpa padaku. Maaf, kau benar.
Tapi apakah benar-benar kau tak dapat menolongku sama sekali" Haruskah aku
menerima malapetaka ini" Goanswe, tolonglah aku, beri nasihat. Aku sedang pusing
dan bingung!" Fang Fang tiba-tiba menangis, mengejutkan jenderal itu dan
tampaklah betapa besar harapan pemuda ini mula-mula kepadanya. Sang jenderal
tertegun dan kaget. Rupanya Fang Fang tak mainmain. Dan ketika pemuda itu
terguncang dan menahan sedu-sedan, pucat mukanya maka jenderal ini bangkit
berdiri menepuk pundak anak muda itu.
"Bocah, tak seharusnya kau menangis. Apakah sedemikian mendesak pihak si wanita
untuk segera minta dinikah" Ada apa" Apakah, hmm____ apakah dia sudah berbadan
dua?" Fang Fang terkejut. "Maaf," jenderal ini buru-buru membungkuk. "Kau sudah membawa persoalan
pribadimu, Fang Fang. Agaknya kepalang basah kalau kau tidak menceritakan semua.
Aku akan berusaha menolongmu, sekuat tenagaku. Tapi kalau kurasa aku tak sanggup
tentu saja aku angkat tangan. Kauceritakanlah kepadaku bagaimana semuanya itu
tampak membingungkan dan menggelisahkan hatimu."
Fang Fang duduk lagi. "Aku memang bingung....." kata-katanya tersendat. "Gadis
pujaanku minta cepat menikah karena gara-gara perbuatanku juga, goanswe.
Semuanya ini memang salahku."
"Hm, siapa dia" Sejak tadi kau belum menyebut namanya!"
"Dia puteri tuan Smith, Sylvia!"
"Hah" Gadis kulit putih itu" Kau akan menikah dengannya?"
"Ya, kami sudah saling jatuh cinta, goanswe. Dan ayah atau kakaknya sudah tahu..."
"Kalau begitu repot sekali. Mereka itu sebetulnya tamu negeri kita!"
"Hm, begitulah. Tapi kami terlanjur jatuh cinta."
"Dan minta cepat-cepat menikah! Ada apakah ini, Fang Fang" Bukankah tak perlu
terburu-buru kalau memang dapat ditunda?"
"Tadinya begitu, aku bermaksud menunggu suhu. Tapi, ah... perbuatanku masa lalu
timbul lagi sekarang, goanswe. Dan gadis itu marah-marah kepadaku!"
"Coba ceritakan bagaimana itu. Dan maaf kalau aku jadi ikut campur urusan
pribadimu." "Tak apa, aku percaya padamu. Dengarlah..." dan Fang Fang yang mulai bercerita
tentang semua sepak terjangnya lalu menceritakan apa yang telah terjadi. Betapa
mula-mula kebahagiaan serasa sudah membayang di pelupuk mata. Betapa dia dan
Sylvia sudah saling berjanji untuk terikat dan hidup sebagai suami isteri. Tapi
ketika perbuatannya di masa lalu didengar dan diketahui gadis itu maka hubungan
mereka dibayangi keretakan.
"Mula-mula kejadian itu memang kusembunyikan. Tapi ketika diketahui dan didengar
juga maka apa boleh buat aku harus berterus terang. Sylvia marah-marah, tapi
karena semuanya sudah lewat dan kejadian itu terjadi sebelum aku berhubungan
dengannya maka gadis itu dapat memaafkan masa laluku dan kami berbaik lagi."
"Bagus, kalau begitu seharusnya tak ada persoalan!" Bu-goanswe berseru. "Kenapa
malam ini kau begitu pucat dan gelisah, Fang Fang" Ada peristiwa apa lagi?"
"Ini yang menyusahkan," pemuda itu menghela napas. "Gadis-gadis yang dulu
menjadi kekasihku tiba-tiba muncul, goanswe, dan mereka meminta
pertanggungjawaban!"
"Apa" Mereka datang?"
"Ya, dan membuat ribut di tempat Sylvia. Kekasihku itu didamprat dan tentu saja
marah sekali. Sylvia dimaki karena dianggap merampas aku. Dan karena kejadian
ini dua kali beruntun maka kekasihku itu ganti marah-marah kepadaku dan hampir
saja memutuskan hubungan!"
"Hm-hm, aneh sekali!" sang jenderal mengurut jenggotnya. "Bagaimana mereka itu
bisa datang mencarimu, Fang Fang" Apakah benar kau melepas tanggung jawab?"
"Maksud goanswe?"
"Kalau kau tak meninggalkan kekasih-kekasihmu itu tentunya mereka tak perlu
datang ke mari. Tapi mereka mencari dirimu, dan ini berarti bahwa hubungan
kalian sudah terlalu jauh dan mungkin sudah begitu intim! Hm, apakah kau telah
menggauli mereka, Fang Fang" Apakah kau juga seperti gurumu itu" Maaf, aku tak
bermaksud menyinggung perasaanmu, tapi barangkali dari sini aku dapat
menggambarkan sekaligus memberikan jalan keluar!"
"Hm!" Fang Fang merah mukanya.
"Tak kusangkal bahwa hal itu telah terjadi, goanswe. Aku dan mereka, ah
..bagaimana, ya" Telah melakukan itu dengan suka sama suka. Tapi tentang


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanggung jawab, nanti dulu! Aku tak melepas tanggung jawab tapi justeru mereka
itulah yang melepaskan aku dan memutuskan cinta kasih!"
"Maksudmu?" "Mereka pergi meninggalkan aku, dan karena mereka meninggalkan aku maka
selanjutnya aku menganggap diri sudah bebas dan tak perlu dituntut lagi!"
"Dan mencari penggantinya?"
"Hal itu memang kulakukan," Fang Fang jujur mengakui. "Tapi salahkah itu,
goanswe" Salahkah kalau aku jatuh cinta lagi kepada gadis lain karena kekasihku
yang lama meninggalkan aku" Dan ketika aku jatuh cinta pada Sylvia mendadak
mereka itu muncul dan menuntut tanggung jawab! Gadis model apa mereka itu" Tak
tahu malu dan rendah!"
"Hm-hm, persoalan yang ruwet!" sang jenderal mengurut-urut lagi jenggotnya.
"Kalau benar keteranganmu ini maka kau memang tak bersalah, Fang Fang. Tapi
mungkin saja ada sesuatu yang merupakan kelanjutan perbuatanmu itu. Mungkin saja
mereka datang karena, hmm sudah begitu...."
"Sudah begitu apa?"
"Maaf, kau tak mengerti, Fang Fang?"
"Tidak!" "Begini maksudku...!" sang jenderal membulatkan perut sendiri, menggerakkan kedua
tangan dan merah serta terkejutlah Fang Fang. Itu keterangan dari sang .jenderal
bahwa mungkin saja gadis-gadis yang digauli Fang Fang hamil. Eng Eng dan Ming
Ming mungkin datang karena mereka telah berbadan dua! Dan ketika Fang Fang pucat
dan ngeri membayangkan itu maka Bu-goanswe berkata lagi sambil batuk-batuk, ?"Nah, sekarang kau tahu apa yang kumaksud. Apakah mereka begitu, Fang Fang"
Apakah mereka sudah hamil misalnya?"
"Aku.... aku tak tahu!" Fang Fang tiba-tiba berkeringat, teringat Ceng Ceng! "Tapi
kukira tidak! Ah, tak mungkin, goan swe. Aku yakin mereka belum seperti itu."
"Hm, bagaimana merasa yakin sebelum kau tahu pasti" Perbuatan sembrono bisa saja
melahirkan sesuatu yang di luar dugaan, anak muda. Dan bermain api selamanya
mesti terbakar. Nasihatku sebaiknya kauselidiki dulu keadaan kekasih-kekasihmu
itu dan tunda sejenak keinginanmu untuk mengawini Sylvia!"
"Ooh, aku tak sanggup...!" Fang Fang-" tiba-tiba menjatuhkan mukanya ke permukaan
meja. "Aku tak sanggup meninggalkan Sylvia, goanswe. Aku mencintainya dengan
seluruh jiwa ragaku! Aku tak dapat memenuhi permintaanmu, aku tak dapat
meninggalkannya!" "Ah, kau salah," sang jenderal menepuk pundak pemuda ini. "Aku tak menyuruhmu
meninggalkan gadis itu, Fang Fang Melainkan menyelidiki dan menengok dulu
keadaan kekasih-kekasihmu yang lain di sana. Kalau betul seperti katamu, hm ....
tentu beres. Tapi kalau tidak, ah, aku tak berani membayangkannya!"
Fang Fang bercucuran air mata. Tiba-tiba saja dia menjadi panik dan gelisah
mendengar semua kata-kata jenderal itu.
Bukan hiburan atau pertolongan yang didapat melainkan malah bertambahnya beban
batin! Dia jadi takut dan pucat oleh bayangan-bayangan ini. Dia segera teringat
bahwa satu di antara kekasih-kekasihnya dulu memang sudah ada yang hamil. Ceng
Ceng! Dan begitu membayangkan bahwa Eng Eng dan Ming Ming atau lain-lainnya lagi
juga hamil dan membawa bibit keturunannya tiba-tiba Fang Fang berteriak dan
menggebrak meja. "Tidak... tidak! Mereka itu tak apa-apa! Ah, kau menambah pepat hatiku, goanswe.
Aku jadi kecewa setelah datang ke sini. Biarlah, kucari orang lain atau akal
untuk menyelesaikan urusanku sendiri!" dan Fang Fang yang bangun melompat
berdiri tiba-tiba berkelebat dan berlari keluar.
"He!" Bu-goanswe terkejut. "Tunggu dulu, Fang Fang. Jangan pergi!"
Fang Fang tak perdulL Tapi ketika sang jenderal menarik tali pintu dan pintu
anjlog dengan keras tiba-tiba dia tertegun tak dapat keluar. Dan jenderal itu
pun menyambar lengannya. "Jangan emosi, jangan marah-marah. Aku dapat menunjukkan seseorang untuk
membantumu. Pergilah ke Cun-ongya dan mintalah pertolongan padanya. Dia orang
yang paling tepat daripada aku!"
"Cun-ongya?" "Ya, siapa lagi" Dia memiliki kekuasaan dan wewenang yang lebih besar daripada
aku, Fang Fang. Cun-ongya akan dapat menolongmu dan kukira dia lebih berani
memikul resiko daripada aku. Kemarahan gurumu pasti dapat diterimanya, lain
dengan aku. Kau pergilah kepadanya tapi jangan malam-malam begini. Besok saja!"
Fang Fang tertegun. Tiba-tiba dia sadar dan mata yang tadi redup bersinar
beringas sekonyong-konyong berobah lagi. Fang Fang berseri dan memeluk jenderal
ini, berlutut dan mengucap terima kasih. Dan ketika sang jenderal membangunkan
dirinya dan tertawa menggeleng-gelengkan kepala maka jenderal ini berkata agar
Fang Fang tidak grusa-grusu lagi.
"Kau ikut membuat aku kelabakan, ah repot mengurus anak muda! Sialan, aku jadi
dag-dig-dug melihat sepak terjangmu ini, Fang Fang. Kalau saja bukan kau tentu
aku tak mau membantu. Sudahlah, berdiri dan jangan marah-marah lagi kepadaku.
Aku orang tua tak sanggup menolongmu, kecuali Cun-ongya!"
"Ya, dan terima kasih, goanswe. Kau sungguh orang tua yang baik! Ah, aku terima
petunjukmu dan biar kutemui Cun-ongya!"
"Tidak, jangan sekarang!" Bu-goanswe terkejut, gugup mencengkeram pemuda itu.
"Jangan buat namaku jelek di depannya, Fang Fang. Turuti kata-kataku dan besok
saja kau ke sana. Ini sudah terlalu malam, tak pantas dan mengganggu orang
tidur! Kau turutlah nasihatku dan jangan membuat aku malu!"
"Hm!" Fang Fang tertegun juga, kecewa. Tapi melihat bahwa jenderal itu
bersungguh-sungguh dan justeru ide ini muncul dari jenderal itu maka pemuda ini
mengangguk dan menerima juga, meskipun hati rasanya sudah tak sabar. "Baiklah,
goanswe.... baiklah. Aku turut nasihatmu siapa tahu berguna bagiku."
"Tentu berguna, setidak-tidaknya kau tak akan dicap sebagai pemuda kurang ajar!"
dan ketika Fang Fang mengangguk dan melihat kebenaran itu maka dia mau kembali
ke tempatnya sendiri tapi Bu-goanswe tersenyum.
"Tak usah kembali, tidur saja di sini dan besok bersamaku menghadap Cun-ongya."
"Apa?" "Benar, di sini atau di sana sama saja, Fang Fang. Tidur di tempatku atau tidur
di kamarmu tak banyak bedanya. Di sini juga termasuk kompleks istana, mari,
istirahat dan kuantar ke tempat tidurmu!"
Fang Fang terharu. Dia mengucap terima kasih dan kembali menyatakan maaf untuk
tingkah lakunya tadi, yang bersikap kasar dan keras di hadapan sang jenderal.
Fang Fang tak tahu bahwa dengan tinggalnya di situ maka hati sang jenderal
merasa tenang. Kalau Fang Fang di luar siapa jamin pemuda itu tak akan ke gedung
Cun-ongya" Dan kalau pangeran itu tahu bahwa kedatangan Fang Fang adalah atas
suruhannya tentu dia kena damprat! Maka daripada membiarkan pemuda itu di luar
lebih baik disuruh saja tidur di sini, dibujuk dan berhasil dan Fang Fang tentu
saja tak tahu jalan pikiran lawannya ini. Janji atau kata-kata Bu-goanswe bahwa
besok dia akan diantar dan dibawa ke Cun-ongya lebih menggirangkan hatinya itu.
Kemarahannya tadi terhadap sang jenderal tiba-tiba pupus dan tak ada lagi,
bahkan terganti oleh penyesalan dan haru yang dalam. Dan ketika Fang Fang tidur
dan malam itu beristirahat di rumah jenderal ini maka pagi-pagi sekali, tak
dapat tidur dan selalu gelisah untuk pertemuannya dengan Cun-ongya tiba-tiba
Fang Fang telah melompat bangun dan bergegas. Dia berterima kasih dan terharu
sekali oleh kebaikan jenderal ini, memutuskan bahwa biarlah dia tak usah
diantar. Kalau ada apa-apa tentu tuan rumah yang sudah begitu baik akan kena
getahnya saja. Maka memutuskan untuk pergi sendiri dan tak perlu diantar Fang
Fang tiba-tiba telah berkelebat dan meninggalkan kamar pinjamannya. Pemuda ini
langsung wira lni melebarkan mata. Dia tampak dan tak sabar menuju ke gedung
Cun-ong-ya, bergegas dan rasanya sudah tak sa-bar untuk berjumpa dan bercakap-
cakap dengan pangeran itu. Benar, kenapa dia melupakan pangeran ini dan sama
sekali tidak ingat" Bukankah kedudukan dan wewenang pangeran itu jauh di atas
Bu-goan- swe" Kalau Bu-goanswe menolak dan ragu menjadi comblangnya adalah tentu
pangeran ini tak akan menolak. Pangeran itu akan lebih berani menghadapi gurunya
daripada Bu-goanswe, kalau suhunya nanti marah-marah atau menegur misalnya.
Dan ketika Fang Fang sudah berkelebat dan memasuki gedung pangeran ini tiba-tiba
saja dia berpapasan dengan Ui-ciang-kun, orang kepercayaan Cun-ongya, satu hal
yang kebetulan. "Eh, ada apa, siauwhiap" Tumben benar pagi-pagi begini datang ke mari?"
"Ah, cepat tolong aku. Aku ingin menghadap ongya dan beritahukan kedatanganku!"
Fang Fang langsung saja menuju ke pokok pembicaraan, menyuruh Ui-ciang-kun itu
memberi tahu majikannya tapi perwira ini melebarkan mata. Dia tampak tertegun
dan Fang Fang tentu saja heran, bertanya dan mengulangi lagi permintaannya agar
perwira itu memberi tahu ke dalam. Tapi ketika perwira ini menghela napas dan
mengerutkan kening maka dia menggeleng lemah, "Ongya tak ada, semalam mendapat
panggilan sri baginda, keluar kota raja. Apakah siauwhiap tak dapat menunda
maksud pertemuan itu?"
"Apa?" Fang Fang terkejut, hati pun mendadak kecewa berat. "Tak ada di sini"
Keluar kota raja" Jangan bohong, aku ada keperluan penting, ciangkun. Atau aku
memeriksa ke dalam dan mencarinya sendiri"Ah, aku tak bohong. Kalau siauwhiap tak percaya silahkan saja...."
Belum habis ucapan ini tiba-tiba Fang Fang membentak. Dia jadi marah dan geram
karena tiba-tiba saja kegembiraannya semalam lenyap. Hanya dengan sebuah
pemberitahuan saja tiba-tiba Ui-ciang-kun itu membuyarkan harapannya. Maka
begitu sang perwira didorong dan terjengkang ke belakang tiba-tiba Fang Fang
telah berkelebat dan memasuki gedung Cun-ongya ini, berlarian dan memanggil-
manggil pangeran itu dan suaranya yang serak parau mengejutkan para pelayan atau
orang-orang di dalam. Fang Fang tak menemukan pangeran itu dan tiba-tiba dalam
marah dan jengkelnya diapun memasuki setiap kamar yang ada, mendobrak daun
pintunya dan semakin kagetlah orang orang di dalam melihat sepak terjang pemuda
itu. Fang Fang mendadak menjadi beringas dan seperti harimau, muda yang
kelaparan. Pemuda itu berteriak-teriak dan memanggil-manggil nama pangeran ini,
tak ada dan akhirnya semua kamar habis diobrak-abrik. Gegerlah semua selir dan
isteri Cun-ongya yang diperlakukan seperti itu. Ada yang masih tidur dan tahu-
tahu selimutnya ditarik. Fang Fang tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan
beberapa pelayan yang dijumpai akhirnya ditangkap, ditanya tapi tak ada satupun
yang tahu ke mana Cun-ongya pergi. Dan ketika Fang Fang naik darah dan teringat
perwira she Ui mendadak dia kembali dan mencari-cari perwira ini, menemukannya,
langsung menangkap dan membentak,
"Ui-ciangkun, kau juga tak tahu di mana ongya" Kau juga tak dapat menolongku
sama sekali?" Gemparlah istana. Fang Fang yang mengamuk dan marah-marah di sini tiba-tiba
membuat perwira itu kaget dan terbelalak. Dia mengejar Fang Fang tapi kalah
cepat mengikuti gerak-gerik pemuda ini, berteriak-teriak dan para pengawal di
situpun gaduh. Maka ketika kini tiba-tiba Fang Fang berkelebat keluar dan
menangkap dirinya, diangkat dan dicengkeram maka perwira ini kaget meronta-ronta
merasa napasnya sesak! "Hei, ah... lepaskan. Leherku tercekik!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia mengendorkan cengkeramannya dan pengawal yang
berdatangan sudah pucat mengepung pemuda ini. Fang Fang seperti harimau ganas
yang sedang kelaparan, mereka bingung tapi juga takut, gentar. Maklumlah,
kelihaian pemuda ini sudah diketahui semua orang dan tak ada satupun yang bakal
dapat menandingi. Tapi ketika pemuda itu menurunkan Ui-ciangkun dan Ui-ciangkun
tampak marah tapi juga gentar menghadapi lawannya maka Ui-ciangkun bertanya apa
yang sebenarnya dikehendaki pemuda itu, menyatakan bahwa dia tak tahu ke mana
Cun-ongya pergi. "Ongya adalah majikan di sini, tak mungkin bawahannya mengetahui ke mana ia
pergi, karena ia memang tak memberi tahu. Kenapa siauwhiap marah-marah kepada
kami" Aku dan semua orang di sini tak ada yang tahu, siauwhiap. Biarpun kau
bunuh kami tak mungkin kami menjawab. Kami hanya tahu bahwa semalam ia dipanggil
sri baginda dan setelah itu pergi!"
"Jadi sri baginda yang mengutusnya?"
"Begitulah, dan kami..."
"Baiklah, aku akan menghadap sri baginda!" dan Fang Fang yang memotong ucapan
orang dan mendorong Ui-ciangkun tiba-tiba sudah berkelebat dan menuju ke tempat
kaisar! Pemuda itu tak mau banyak omong lagi dan Ui-ciangkun tentu saja
berteriak, perwira itu jadi semakin kaget dan pucat. Gegerlah nanti tempat sri
baginda di sana, apalagi kalau sri baginda masih tidur. Celaka. Tapi ketika
perwira ini berteriak-teriak dan mengejar marah, disusul pengawal tiba-tiba
bentakan keras mencegah Fang Fang, yang tiba-tiba terkejut.
"Fang Fang, kembali. Atau aku akan menyerangmu!"
Bu-goanswe muncul. Itulah jenderal tinggi besar yang telah mendengar ribut-ribut
ini. Sang jenderal terbangun dari tidurnya begitu suara jeritan dan kemarahan
terdengar di gedung Cun-ongya. Dia melompat dan teringat Fang Fang dan buru-buru
mengejar, lupa dengan pakaian tidurnya dan kini berkelebatlah jenderal tinggi
besar itu di depan Fang Fang, setelah melihat dan membentak pemuda itu,
mendengar Fang Fang hendak mencari sri baginda. Dan ketika pemuda itu terkejut
dan berhadapan dengan jenderal ini, yang sudah berdiri di depannya maka Bu-
goanswe mendesis dan mencengkeram pundaknya.
"Fang Fang, jangan kurang ajar. Jangan membuat malu aku. Atau kau harus
mempertanggungjawabkan perbuatanmu dan kulaporkan kepada gurumu!"
"Ah," Fang Fang gemetar, sadar. "Aku.... aku mencari ongya, goanswe. Aku gagal...."
"Hm, gagal atau tidak itu urusan lain, Fang Fang. Tapi caramu tidak benar. Tak
seharusnya kau membuat onar seperti ini, di rumah orang. Kau harus kembali dan
turut kata-kataku. Atau aku akan melupakan kebodohanku dan siap membela istana
dari pengacau!" "Tidak... tidak... aku, ah!" dan Fang Fang yang menggigil dan jatuh di pelukan
jenderal ini akhirnya menangis dan berkata bahwa dia tak bermaksud membuat onar.
Bahwa dia tak bermaksud membuat ribut tapi tiadanya Cun-ongya membuat pemuda itu
kecewa. Fang Fang dilanda kecewa berat karena dia khawatir sekali akan nasibnya,
kalau tidak segera menemui pangeran itu. Tapi ketika Bu-goanswe menepuk-nepuk
pundaknya dan lega melihat pemuda ini tidak kalap lagi, seperti orang kesetanan
maka Bu-goanswe mengajak pemuda ini kembali ke gedungnya.
"Cun-ongya tak ada di sini, sebaiknya kembali ke tempatku dan kita berbicara di
sana." lalu menyuruh Ui-ciangkun dan lain-lain mundur, pemuda itu dapat
diatasinya maka jenderal ini sudah mengajak Fang Fang ke gedungnya, duduk di
ruangan tamu. "Nah, kau bersamaku hari ini, bersabarlah. Tenangkan hatimu dan
biar aku yang akan menanyakan kepada sri baginda ke mana ongya pergi. Kau mau
dengar kata-kataku?"
"Goanswe akan ke sri baginda?"
"Benar, kau mau menungguku di sini, bukan?"
"Ah, aku ikut, goanswe. Sekalian saja kita berdua!"
"Hm, ini masih pagi, Fang Fang. Sri baginda barangkali masih tidur!
Ketidaksabaran dan kegelisahanmu ini terus terang saja membuat aku khawatir
kalau kau ikut. Tidak, kau di sini dan serahkan kepadaku atau aku akan memaki-
makimu!" Terpaksa, karena itu memang benar dan Fang Fang juga tahu bahwa hari juga masih
terlalu pagi, karena orang-orang besar seperti sri baginda atau sebangsanya itu
tentu masih tidur maka Fang Fang menyerahkan saja persoalan ini kepada Bu-
goanswe. "Lihat akupun masih memakai pakaian tidurku. Kalau bukan gara-gara kau tentu aku
juga masih tidur!" "Maaf, aku salah, goanswe. Aku mengakui..."
"Dan kenapa pergi sendiri ke tempat Cun-ongya" Meninggalkan aku?"
"Aku... aku tak enak padamu, goanswe, merasa hanya mengganggumu saja. Aku sengaja
memang pergi sendiri karena tak ingin kau menambah budi lagi. Sudahlah, aku
menyesal dan kau cepatlah pergi ke sri baginda!"
Bu-goanswe mengangguk. Dia berkata bahwa Fang Fang harus menepati janjinya,
pemuda itu harus tetap di situ sebelum dia kembali. Dan ketika Bu-goanswe masuk
dan berganti pakaian, keluar lagi, maka jenderal ini berkata bahwa kalau sri
baginda belum bangun terpaksa dia akan menunggu.
"Yang jelas kau jangan menyusul, aku pasti kembali. Kalau sri baginda belum
bangun apa boleh buat harus kutunggu!"
Fang Fang mengangguk. Dia berjanji bahwa dia akan menunggu di situ, tak akan
menyusul. Dan ketika Bu-goanswe lega dan pergi keluar, menghadap sri baginda
maka Fang Fang tepekur di situ menunggu kembalinya jenderal ini. Dan Fang Fang
gelisah. Setengah jam ditunggu belum muncul juga... satu jam, dua jam... dan ketika
hampir tengahari jenderal itu memasuki gedungnya maka Fang Fang yang mondar-
mandir dan hilir-mu-dik di ruangan ini tiba-tiba melonjak begitu melihat Bu-
goanswe datang. "Ah, lama sekali, goanswe. Kau membuatku seperti menunggu jatuhnya bulan!"
"Hm, maaf. Sri baginda kesiangan, aku terpaksa menunggu, seperti janjiku. Tapi
sudah kuperoleh kabar, Fang Fang. Cun-ongya ke Lamking untuk mengganti gubernur
lama, dan seminggu baru kembali!"
"Apa" Seminggu?" Fang Fang tak menghiraukan Bu-goanswe yang mencari tempat
duduk, pucat. "Kau tak salah dengar, goanswe" Kau sungguh-sungguh?"
"Aku sungguh-sungguh, dan aku teringat bahwa gubernur Cek memang sudah habis
masa jabatannya. Sudahlah, aku sudah memenuhi keinginanmu, Fang Fang. Tinggal di
sini menunggu gurumu atau Cun-ongya itu'"
"Oh, mati aku!" Fang Fang terhuyung mendekap dadanya. "Dua-duanya tak mungkin,
goanswe, terlalu lama. Aku takut kekasih-kekasihku ada yang datang lagi! Celaka,
aku akan pergi saja ke Lamking dan kususul ongya di sana!"


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan terburu, dengar kata-kataku!" sang jenderal menangkap, tiba-tiba
mencengkeram. "Mencari di sana belum tentu ketemu, Fang Fang. Biasanya ongya
akan pelesir atau bersenang-senang dulu kalau tugasnya sudah selesai. Daripada
kau membuang-buang waktu dan berkeliaran saja di tempat-tempat yang tak
kauketahui sebaiknya tinggal saja di sini dan aku yang menemanimu!"
"Tapi..." "Ingat! Kau sendiri bilang bahwa tak ada di antara kekasih-kekasihmu yang hamil,
Fang Fang. Tak perlu takut kalau kau memang tak berbohong! Nah, di sini saja
bersamaku atau barangkali kau ingin beristirahat di tempatmu sendiri!"
Fang Fang terbeliak. Tiba-tiba untuk kesekian kali dia menjadi pucat. Kata-kata
Bu-goanswe serasa tamparan baginya dan Fang Fang mendadak mengeluh. Dan ketika
sang jenderal memandang tajam dan seakan menyelidik padanya, apakah dia
berbohong atau tidak tiba-tiba Fang Fang tak kuat lagi dan meloncat keluar,
berkelebat pergi. "Goanswe, biar aku beristirahat di tempatku saja. Terima kasih!"
Bu-goanswe tertegun. Dia mengejar dan melihat Fang Fang ke tempat tinggalnya
sendiri, benar, tidak ke mana-mana dan lega tapi juga khawatirlah jenderal itu.
Kalau Fang Fang tidak melakukan apa-apa, keributan, dia lega. Tapi kalau sampai
pemuda itu melakukan sesuatu dan gurunya belum pulang, wah... jenderal ini tak
berani meneruskan lamunannya. Dia cepat memanggil dua pembantunya dan disuruhnya
dua pembantunya itu mengawasi si pemuda secara diam-diam. Bu-goanswe lalu
kembali ke kamarnya sendiri dan berganti pakaian. Dan ketika sehari dua tak ada
keributan dan benar saja Fang Fang juga tak ke Lamking, menyusul Cun-ongya maka
jenderal ini lega dan menganggap Fang Fang jujur.
Tapi, benarkan itu" Benarkah Fang Fang jujur" Ternyata tidak. Dua hari ini
bersembunyi saja di kamarnya dengan perasaan tak keruan sebenarnya diam-diam
Fang Fang gemetar hebat. Dia ditanya Sylvia apakah Bu-goanswe bersedia menjadi
wali, begitu pula kakak gadis itu menanya kepadanya kenapa Fang Fang tidak
segera memberi tahu. Dan ketika Fang Fang memberi tahu bahwa Bu-goanswe tidak
bersedia, takut kepada gurunya dan merasa kurang berhak maka Fang Fang menjawab
di balik kemurungannya bahwa ada orang lain yang akan melaksanakan tugas itu,
kalau gurunya belum saja datang.
"Bu-goanswe memberi saran kepadaku untuk meminta tolong Cun-ongya. Tapi sayang,
Cun-ongya sedang pergi."
Hm, lalu bagaimana, Fang Fang" Kau tidak berbuat lain?"?"Aku menunggu, siapa tahu malah guruku datang!"
"Baiklah, tapi sebenarnya ini merugikan dirimu sendiri. Kalau terus ditunda-
tunda saja jangan-jangan sesuatu yang buruk terjadi. Tapi, ah., sudahlah. Aku
hanya ingin menolong adikku dan dirimu!"
Fang Fang memandang kosong. James telah meninggalkannya dan menyampaikan
semuanya itu kepada Sylvia. Di sana Sylvia hanya membanting kaki dan kesal.
Waktu yang diulur-ulur membuat gadis ini cemas, meskipun kakaknya sudah memberi
tahu bahwa Fang Fang bukanlah mengulur-ulur waktu. Pemuda itu dipaksa oleh
keadaan dan gadis tapi gadis ini tidak mau tahu. Dan ketika hari ketiga dan
keempat berlalu dengan cepat dan Fang Fang girang karena tinggal tiga hari saja
pertemuannya dengan Cun-ongya maka dia bertemu lagi dengan kakak gadis itu yang
bertanya padanya apakah gurunya sudah datang.
"Belum, suhu belum datang. Tapi waktuku tinggal tiga hari saja, James. Harap
bersabar karena Cun-ongya akan datang!"
"Hm, tiga hari lagi?"
"Benar, Cun-ongya pergi untuk seminggu. Dan ini sudah empat hari. Sabarlah, dan
beri tahu Sylvia agar tidak membuat aku gugup'"
"Bagaimana kalau seminggu kosong?"
"Maksudmu?" Fang Fang terkejut.
"Bagaimana kalau Cun-ongya itu tak datang juga, Fang Fang. Apakah kau akan
menunggu dan menunggu juga!"
"Tak mungkin!" Fang Fang berseru. "Ongya pergi hanya untuk seminggu, James. Dan
Bu-goanswe sendiri bilang begitu kepadaku!"
"Baiklah, tapi bagaimana kalau seandainya hal itu terjadi juga!"
"Aku... aku kira tak mungkin!" Fang Fang tiba-tiba menjadi marah. "Atau kucari
Cun-ongya itu, James, kususul!"
"Hm, baiklah, kalau begitu mari sama-sama kita lihat!" dan ketika James kembali
dan hari-hari sisanya dilewatkan dengan cemas maka benar saja Cun-ongya masih
juga belum muncul! "Nah," James berhadapan dengan Fang Fang dengan muka merah, kesal. "Kau lihat
sendiri Cun-ongya belum datang, Fang Fang. Kukira kau harus menyusulnya atau..."
"Atau minta saja sri baginda kaisar menjadi walimu!" sesosok tubuh tiba-tiba
berdiri di belakang pemuda kulit putih ini, berkata mengejutkan. Fang Fang dan
James seketika menoleh dan terkejut, maklumlah, suara itu datang tiba-tiba dan
usulnyapun bagai petir di siang bolong. Dan ketika dua pemuda itu menengok ke
belakang dan James melihat siapa itu maka pemuda ini berseru tertahan, "Ayah...!"
Kiranya itu adalah Tuan Smith. Sejak tadi orang tua ini mendengarkan di balik
tirai dan kini tiba-tiba dia muncul, secara mengejutkan. Fang Fang tersentak dan
mundur begitu calon mertuanya ini datang. Tapi begitu laki-laki itu tertawa
mengejek dan puteranya mencengkeram lengannya maka pria setengah baya ini
mendengus, mendorong puteranya.
"James, aku sudah mendengar apa yang kalian bicarakan, dan kukira Fang Fang tak
perlu menunda-nunda lagi. Kalau dia serius dan benar-benar ingin menikah dengan
adikmu minta saja kaisar menjadi wali. Aku curiga bahwa jangan-jangan pemuda ini
hanya bohong dan mengada-ada saja dengan berdalih menunggu Cun-ongya atau
gurunya, karena mungkin dia punya pamrih untuk mempermainkan adikmu!"
"Ayah...!" "Tuan Smith!" Dua bentakan itu hampir berbareng. Fang Fang dan James kiranya sama-sama marah
mendengar tuduhan itu. Tuan Smith dipandang gusar tapi yang dipandang enak-enak
saja tertawa mengejek. Laki-laki ini berkata bahwa tak perlu lagi Sylvia
menunggu-nunggu. Fang Fang dianggap tak serius karena janji tinggallah janji,
bukti tak kunjung datang dan kalau Cun-ongya tak dapat tentulah kaisar dapat.
Tuan Smith segera berkata bahwa Fang Fang tak boleh mengulur-ulur waktu lagi,
itulah batas terakhirnya dan cukuplah sudah pihak wanita menunggu, bersabar.
Fang Fang harus menunjukkan iktikad baiknya dan berani menempuh apa saja, demi
membuktikan omongan. Dan ketika orang tua itu selalu mendahului mereka dan
mengulapkan lengan berkali-kali memotong Fang Fang maupun puteranya yang mau
bicara maka orang tua ini menutup.
"Nah, tunjukkan padaku bahwa kau benar-benar serius. Dulu kau mau meminta Bu-
goanswe, tapi ternyata jenderal Bu tak berani. Lalu mengharap Cun-ongya tapi
ternyata Cun-ongya juga tak datang. Lalu apa yang siap kaulakukan kalau sudah
dua kali gagal begini" Menghadap dan mintalah kepada kaisar, Fang Fang. Beri
tahu niatmu dan katakan bahwa kau ingin cepat menikah dengan puteriku. Atau
bekas kekasihmu yang lama-lama akan datang di sini dan kau tak dapat memperoleh
Sylvia!" "Tapi kaisar tak mungkin mau!" James mendahului Fang Fang, melotot pada ayahnya.
"Itu hal yang mustahil, ayah. Kedudukan kita jelas tak imbang. Kaisar akan
marah-marah kepada Fang Fang!"
"Apa perduliku" Aku dan adikmu tentu tak mau dipermainkan lagi, James. Dan aku
mulai sangsi apakah benar pemuda ini sungguh-sungguh mau membuktikan omongannya.
Atau jangan-jangan semuanya itu hanya bujuk rayunya saja a-gar adikmu percaya
dan dapat ditipu pemuda ini, digauli!"
"Ayah!" dua orang itu melompat. James marah karena ayahnya mengeluarkan kata-
kata seperti itu. Fang Fang menerima hinaan hebat dan selama ini James masih
juga menaruh kepercayaan. James melihat bahwa Fang Fang tetaplah pemuda jujur,
dapat dipercaya. Tapi ketika Fang Fang bergerak dan menangkap lengannya, yang
hampir memukul ayah sendiri maka tuan Smith terkejut sementara Fang Fang menarik
mundur pemuda itu, membentak.
"James, jangan kurang ajar. Betapapun dia tetaplah ayahmu!" dan mendorong serta
mengibas pemuda itu supaya ke belakang maka Fang Fang berapi-api menghadapi
calon mertua yang menusuk perasaan ini.
"Tuan Smith," Fang Fang menekan kemarahan yang ditahan. "Kata-katamu sungguh
terlalu dan kejam sekali. Kau tahu bahwa selama ini aku tak pernah melakukan
seperti apa yang kaukatakan itu. Aku mencintai Sylvia, bukan didorong nafsu
melainkan benar-benar cintaku yang murni dan tulus. Bagaimana kau bisa menuduhku
dengan kata-kata semacam itu" Adakah buktinya bahwa cintaku kepada Sylvia tak
dapat dipercaya dan bermaksud menipu" Hm, kalau bukan kau yang bicara tentu
sudah kuhajar, tuan Smith. Kau kejam dan keji sekali!"
"Ha-ha, kau mau bilang apa kalau aku tahu bahwa kekasih-kekasihmu yang lama pun
semuanya sudah kaugauli, Fang Fang" Kau mau bilang apa kalau akupun sekarang
berkata bahwa kaupun pernah membujuk dan mengajak Sylvia begituan" Hm, aku orang
tua tahu semua, anak muda. Aku bicara berdasar kenyataan. Hayo sangkal kalau kau
tidak melakukan itu semuanya!"
Fang Fang kaget. Lawan bicara begitu blak-blakan dan dia kaget. James yang ada
di sampingnya tersentak dan tampak pucat pula, pemuda itu tak menyangka dan
mengira ayahnya mainmain. Tapi ketika Fang Fang dibentak dan disuruh menyangkal,
kalau itu bohong, maka pemuda ini malu dan marah karena ternyata Fang Fang diam
saja. "He!" tuan Smith semakin menjadi. "Sangkal pertanyaanku kalau tidak benar, Fang
Fang. Sangkal kalau kau tak pernah membujuk dan mengajak puteriku begituan!"
Fang Fang merah padam. Akhirnya dia mengaku bahwa hal itu benar, tapi segera
menyambung bahwa itu biasa bagi anak-anak muda. Tuan Smith pun barangkali juga
begitu, kepada isterinya ketika masih muda! Dan ketika laki-laki itu melotot dan
memaki Fang Fang, yang tak diperdulikan maka Fang Fang menutup bahwa meskipun
begitu dia tidaklah pernah memaksa, terhadap kekasih-kekasih-nya yang lama pun!
"Aku mengakui bahwa hal itu kulakukan, tapi belum pernah aku memaksa Sylvia
ataupun yang lain-lain kalau mereka tidak suka! Hm, kau orang tua yang tak tahu
malu, tuan Smith. Urusan macam beginipun sampai kaucampuri. Ah, aku benar-benar
benci kepadamu. Kalau saja kau bukan ayah Sylvia tentu sudah kuhancurkan
mulutmu!" dan Fang Fang yang berkelebat memutar tubuhnya tiba-tiba menendang
hancur sebuah patung singa yang ada di situ, berderak dan roboh dan James
terpekik berseru tertahan. Pemuda ini terkejut melihat dan mendengar semuanya
itu. Ayahnya dianggap juga terlalu karena rupanya mengintai atau mengintip anak
muda yang sedang pacaran! Ah, ayahnya inipun ternyata tak tahu malu! Dan ketika
pemuda itu mengejar dan berteriak memanggil Fang Fang, yang tiba-tiba berhenti
dan membalikkan tubuhnya maka Fang Fang melihat pemuda itu menahan kemarahan
tapi juga menangis! "Fang Fang, kau... kau terlalu. Tapi kau gagah, jantan! Kau masih jujur di mataku!
Baiklah kutanya kau, apa yang akan kaulakukan dan ke mana kau mau pergi!"
"Aku mau mencari kaisar," Fang Fang berkerot gigi, menggigil. "Aku mau
membuktikan kepada ayahmu bahwa aku tidak mainmain, James. Aku tidak
mempermainkan adikmu! Kalau suhu maupun Cun-ongya belum juga datang biarlah aku
menghadap sri baginda dan menyuruh beliau menjadi waliku!"
"Kau gila!" pemuda ini berseru. "Kaisar tak mungkin mau, Fang Fang. Ayah hanya
hendak mencelakakanmu belaka. Kau jangan bodoh, jangan turuti kemauan-nya!"
"Hm, aku sudah memutuskan. Dan betapapun omongan ayahmu ada benarnya juga. Aku
harus berani menempuh bahaya, demi kekasihku, Sylvia!" dan Fang Fang yang
memutar tubuh dan tidak perduli lagi tiba-tiba berkelebat dan meninggalkan
pemuda itu, diteriaki tapi Fang Fang tak mau mendengar. Pemuda ini sudah lenyap
dan menggigil serta pucatlah James di tempatnya. Tapi ketika di sana ayahnya
tertawa bergelak dan melompat masuk maka James tiba-tiba memaki ayahnya dan
mengejar Fang Fang. Pemuda ini ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Fang
Fang, memaksa kaisar untuk menjadi walinya! Tapi ketika pemuda itu mengejar dan
Fang Fang sendiri sudah lenyap di sana maka Fang Fang sudah berkerot-kerot
berkelebat ke tempat sri baginda,, datang dan siap menghadap dengan wajah yang
keras dan dagu terangkat, senyum ditekuk dan siapapun yang melihat pemuda itu di
saat itu tentu ngeri. Terbayang kemarahan berkobar yang tak dapat dibendung
lagi. Fang Fang siap mengamuk dan membabat sia pa saja kalau kali ini keinginannya tak ..
dipenuhi. Kegagalan menunggu-nunggu o-rang-orang yang berkepentingan yang tak
datang juga membuat pemuda itu mata gelap, habis sabar. Tapi ketika Fang Fang
tiba di istana dan siap melangkah lebar menaiki undakan batu yang berlapis-lapis
mendadak pemuda ini tertegun karena di situ sudah menghadang seribu lebih
pengawal bersenjata yang mencegat majunya, dipimpin Bu-goanswe. Dan ketika
pemuda itu tertegun dan berhenti, terkesiap, maka Bu-goanswe sudah maju
membentak, busur dan anak panah di tangan, siap menjepret.
"Fang Fang, berhenti. Katakan apa maumu!"
Fang Fang terkejut, tapi tiba-tiba tertawa mengejek, tawa yang sudah bercampur
kecewa dan kesal. "Hm, aku akan menghadap sri baginda, goanswe, bertemu dan
minta tolong. Ada apa kau menghadang maksudku" Bukankah aku tak bermaksud
membuat onar?" "Tidak bisa!" jenderal itu membentak. "Hari ini sri baginda tak mau diganggu,
Fang Fang. Kembali dan jangan teruskan niatmu, atau beritahukan maksudmu
kepadaku dan biar aku yang menyampaikannya kepada junjunganku!"
"Hm, aku mau meminta sri baginda menjadi waliku, melamar gadis yang kucinta. Aku
tak sabar karena suhu maupun Cun-ongya tak datang juga. Katakan kepada sri
baginda akan maksud kedatanganku ini!"
Bu-goanswe merah padam. "Fang Fang!" bentakan itu mengguntur dan dahsyat. "Tak
tahukah kau siapa dirimu ini" Tak tahukah kau siapa sri baginda dan omongan
macam apa yang kauajukan ini" Sri baginda tak bakal sudi mencampuri urusanmu,
kecuali atas keinginannya sendiri. Kau pergi dan jangan petingkah di sini!"
"Hm, kalau begitu akan kubuat sri baginda menolongku atas keinginannya sendiri,"
Fang Fang tiba-tiba menjawab, tak acuh. "Aku tetap menghadap dan ingin
menemuinya, goanswe. Siapapun yang menghadang terpaksa kurobohkan!" tapi ketika
pemuda itu akan bergerak dan nekat menerjang, seluruh tubuh bergetar tiba-tiba
terdengar bentakan nyaring dan Sylvia berkelebat di situ.
"Fang Fang, tahan!" dan ketika Fang Fang tersentak dan kaget, tapi juga girang
tiba-tiba Sylvia yang muncul sambil menangis itu sudah berdiri di depannya
dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi. "Aku tak mau dilamar, hubungan kita
putus. Aku... aku tak dapat menerimamu lagi!" dan Sylvia yang terhuyung menggigit
bibir kuat-kuat tiba-tiba roboh dan mengeluh, membuat Fang Fang kaget bukan main
dan cepat pemuda itu menyambar gadis ini. Fang Fang seolah mendengar geledek di
siang bolong dan pemuda itu hampir berteriak keras. Fang Fang kaget dan
tersentak sekali, mukanya seakan tak berdarah, pucat pasi. Tapi begitu dia
menyambar dan menahan tubuh ini, yang mengguguk dan tersedu-sedu maka Fang Fang
bertanya apa artinya semua itu, gemetar dan menggigil.
"Aku... aku tak dapat menerimamu lagi. Dan jawabannya ada di situ...lepaskan aku!"
Sylvia meronta, menangis berguncang-guncang dan Fang Fang menoleh ke belakang
karena gadis itu tiba-tiba menunjuk ke sana. Dan ketika Fang Fang menoleh karena
saat itu juga terdengar seruan lirih menyebut namanya maka bagai disambar petir
untuk kedua kalinya pemuda ini melihat seorang gadis yang hamil tua berdiri di
tikungan, Ceng Ceng! "Kau...?" Fang Fang pucat dan kaget. "Ah, kau... kau di sini, Ceng Ceng?"
Gadis itu, yang memang Ceng Ceng adanya bercucuran air mata dan mengangguk. Dia
datang bersama Sylvia dan sudah mendengar sepak terjang Fang Fang. Entah
bagaimana gadis itu muncul dan Fang Fang tentu saja kaget bagai disambar petir.
Fang Fang terbelalak dan tertegun, hampir tak dapat bicara. Tapi ketika Ceng
Ceng terisak dan terhuyung melangkah maju, mendekap perutnya yang buncit maka
gadis itu menubruk dan memeluk Fang Fang, gemetar.
"Fang Fang, aku... aku datang mencarimu. Anakmu akan lahir, aku tak kuat
sendiri...!" Fang Fang serasa dihentak palu bertubi-tubi. Pemuda ini tak kuat dan tiba-tiba
jatuh terduduk, mendeprok. Terhadap Ceng Ceng tentu saja dia tak dapat bersikap
seperti terhadap Eng Eng atau Ming Ming. Apa yang ditakutkan ternyata terjadi,
Ceng Ceng muncul dan menyusulnya di situ, dalam keadaan hamil tua! Dan ketika
Fang Fang tak tahu lagi harus bicara apa dan Ceng Ceng sudah mengguguk dan
menubruk tubuhnya, tersedu-sedu maka di sana Sylvia sudah meloncat pergi dan
menangis pula. "Fang Fang, hubungan kita putus. Kau sudah menjadi calon ayah dari anakmu yang
akan lahir!" Fang Fang tiba-tiba mengeluh. Pemuda ini mendadak pucat dan merah berganti-
ganti, jantungnya seolah dipukul-pukul. Tapi ketika ia sadar dan kaget melihat
Sylvia meloncat pergi tiba-tiba pemuda ini berteriak dan meloncat bangun,
mengejar gadis kulit putih itu.
"Sylvia, tunggu...!"
Ceng Ceng pucat, la terjengkang didorong Fang Fang, melihat pemuda itu mengejar
dan menyusul Sylvia. Dan ketika Sylvia tertangkap dan otomatis berhenti, kaget
dan marah maka Fang Fang sudah berlutut di depannya minta ampun.
"Aku.... aku tak dapat berpisah denganmu. Jangan tinggalkan aku. Maafkan semua
perbuatanku dan jangan pergi...!"
"Keparat!" Sylvia membentak, menendang pemuda itu. "Kau penipu dan pembohong,
Fang Fang. Aku tak dapat mengampunimu lagi kalau sudah begini. Kau persis
gurumu, si mata keranjang. Kau bedebah dan terkutuk.... des-dess!" Fang Fang
mengeluh, ditendang mencelat tapi tak kapok juga. Pemuda ini terhuyung meloncat
bangun dan berlutut lagi di depan gadis itu, meratap, minta agar Sylvia tidak


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkannya atau biarlah dia dibunuh. Dan ketika Sylvia memaki-maki dan
tentu saja semakin marah tapi juga bingung, Fang Fang membiarkan semua pukulan
atau tamparan-tamparannya maka Ceng Ceng di sana tiba-tiba terguling dan
memanggil-manggil nama Fang Fang, rupanya mau melahirkan!
"Fang Fang!" Bu-goanswe tiba-tiba berkelebat. "Kaupun juga tak berterus terang
kepadaku. Lihat, gadis itu akan melahirkan dan harus kau tolong!"
Fang Fang terkejut. Mendengar dan melihat Ceng Ceng merintih tiba-tiba saja ia
pucat. Mukanya berubah-ubah antara ingin membuang kenyataan itu dengan takut
kehilangan Sylvia. Cintanya terhadap gadis kulit putih ini ternyata besar
sekali, entahlah, mungkin karena Sylvia inilah satu-satunya gadis yang tak dapat
dijamah. Hubungannya benar-benar dijaga dan sedikitpun Sylvia tak pernah mau
melayani bujuk rayunya. Sylvia memang masih bersih dan itupun akibat daya tahan
gadis itu. Gadis yang satu ini tak pernah terjebak bujuk rayunya untuk melakukan
hal-hal seperti yang dilakukan Ceng Ceng dan lain-lainnya itu. Sylvia memiliki
kepribadian menarik dan kokoh setegar karang, tak bergeming. Itulah barangkali
yang justeru membuat dia tergila-gila dan demikian besar cintanya kepada gadis
ini, cinta yang berawal dari kekaguman yang tak dapat ditahan lagi! Dan ketika
Fang Fang tertegun dan terpecah perhatiannya oleh Ceng Ceng, yang merintih dan
memanggil-manggil namanya maka Bu-goanswe mencengkeram pundaknya dan berkata
lagi, bengis bagai seorang bapak.
"Fang Fang, kau berkali-kali mengaku sebagai pemuda jujur dan gagah perkasa. Dan
kau berkali-kali menunjukkan kepada semua orang bahwa kau bukanlah tipe pemuda
yang tak tahu tata aturan. Nah, tolong gadis itu dan pertanggungjawabkan
perbuatanmu atau aku akan mewakili gurumu untuk menghajarmu!"
Fang Fang sadar. Akhirnya dia mengeluh dan bangkit berdiri. Sylvia menangis
meninggalkannya dan meloncat pergi, kini tak dihalang-halangi. Dan ketika semua
orang memandang kejadian itu dan seribu lebih pasukan yang ada berdetak-detak
antara takut dan tegang, takut kalau pemuda itu menyerang dan membunuh Bu-
goanswe, yang sudah menyimpan busur dan anak panahnya ternyata pemuda ini
terhuyung menghampiri Ceng Ceng.
Saat itu Ceng Ceng merintih semakin keras dan menggeliat-geliat. Kandungan gadis
ini masih kurang sepuluh hari namun agaknya saat itu ia akan melahirkan. Adegan
Fang Fang meratap-ratap di depan Sylvia rupanya menyakitkan hati murid Lui-pian
Sian-li Yan Bwee Kiok ini. Pernyataan cinta dan tidak perdulian Fang Fang
kepadanya membuat Ceng Ceng bagai ditusuk-tusuk pedang tajam. Maka ketika gadis
itu terguling dan memanggil Fang Fang namun saat itu Bu-goanswe sudah
mencengkeram dan menyambar pemuda ini maka benar saja Ceng Ceng menunjukkan
tanda-tanda akan melahirkan.
"Cepat panggil tabib, dan angkat gadis ini ke dalam. Panggil uwak Hin!"
Semua orang tiba-tiba ribut. Tujuh orang yang ada paling dekat dengan tempat itu
sudah berlarian menolong Ceng Ceng. Bu-goanswe telah membentak mereka untuk
memanggil tabib dan uwak Hin, wanita tua yang biasa menolong persalinan di
istana. Selir atau ibu-ibu yang akan melahirkan biasanya memang ditangani wanita
tua itu, bersama seorang tabib, An-sinshe, yang akan memberikan obat-obat dan
segala keperluan yang diperlukan. Dan ketika Ceng Ceng diangkat dan dibawa
masuk, kesibukan beralih pada kejadian ini maka Fang Fang diajak Bu-goanswe ke
gedung kecil di mana murid Lui-pian Sian-li Yan Bwee Kiok itu ditolong.
"Kau tak jujur kepadaku, kau menyembunyikan sebagian rahasia! Keparat, apa
artinya semua ini, Fang Fang" Bagaimana kalau seandainya dulu aku melamar gadis
yang kaukejar-kejar itu sementara gadis ini sudah hamil dan siap melahirkan
anakmu" Kau menipu aku, tak menceritakan semuanya. Ah, aku tentu bakal kena
damprat habis-habisan kalau saja Cun-ongya datang dan sempat melamarkan puteri
tuan Smith itu seperti permintaanmu. Dan kau hampir saja memaksa sri baginda
kaisar pula. Jahanam, keparat terkutuk!"
(Oo-dwkz>bersikap tak jujur kepada Bu-goanswe, tak memberitahukan terus terang bahwa
salah satu kekasihnya, Ceng Ceng, telah hamil akibat perbuatannya dulu. Dia
sedikit menyembunyikan rahasia itu kepada jenderal ini karena saking cintanya
kepada Sylvia. Dia takut kehilangan gadis kulit putih itu dan sengaja tak jujur
sedikit, sedikit saja. Tapi begitu semuanya terbuka dan justeru yang "sedikit"
itu kini telah terbuka maka dia tak dapat menjawab apa-apa ketika jenderal Bu
itu marah-marah kepadanya, memaki dan mengutuk dan Ceng Ceng di sana mengaduh
dan merintih tak keruan. Gadis itu untuk pertama kalinya merasakan sakit yang
sangat dari tanda-tanda akan melahirkan. Semua otot-otot perut seakan pecah atau
meledak karena desakan dari dalam, gerakan si bayi yang sudah waktunya minta
keluar. Akibat hubungan gelap yang tidak terkonrol! Dan ketika di sana uwak Hin
dan An-sinshe bekerja keras menolong gadis itu, yang berjuang dan menangis
melawan maut maka Bu-goanswe kembali menggeram memandang Fang Fang, yang duduk
di sebelahnya. "Lihat," jenderal itu menuding. "Bagaimana kalau sudah begini, Fang Fang" Siapa
yang kaurepotkan" Anak-anak muda yang berbuat tapi orang tua disuruh ikut-ikut
merasa susahnya!" "Aku bersalah..." Fang Fang akhirnya bicara, menitikkan dua tetes air mata. "Aku
mengakui semuanya itu, goanswe. Tapi kau sebagai orang tua yang pernah muda
tentu dapat merasakan gejolak muda sewaktu bercinta. Sudahlah jangan kau marahi
aku terus-terusan. Aku mengaku salah!"
"Hm-hm! Aku tak akan marah kalau kau tak bermaksud mencelakakan aku, Fang Fang.
Aku marah karena beberapa kali kau hendak merugikan aku. Lihat maksudmu meminta
tolong untuk melamarkan si gadis kulit putih itu. Lihat perbuatanmu yang
mengamuk dan seperti kesetanan di gedung Cun-ongya! Apakah semuanya itu tak
membuat aku marah dan berang kepadamu" Apakah semuanya itu harus kupendam dan
kudiamkan saja" Dan terakhir kau mau memaksa kaisar untuk menjadi walimu, ah,
sungguh kurang ajar!"
"Ampunkan aku," Fang Fang tiba-tiba tak tahan lagi, menjatuhkan diri berlutut
dan membenturkan dahinya di depan kaki jenderal tinggi besar itu. "Aku bersalah,
goanswe. Aku mengaku salah! Sudahlah jangan kau marah-marah lagi atau
kaubunuhlah aku!" "Hm!" sang jenderal terkejut, menarik bangun pemuda ini. "Jangan meminta ampun
kepadaku, Fang Fang. Kepada sri baginda dan Cun-ongyalah kau harus menyatakan
maksudmu itu. Baiklah, bangun dan aku tak akan marah lagi. Dengar, di dalam ada
tangis bayi!" Fang Fang berdesir. Bagai mendengar sesuatu yang asing namun menghunjam
terdengarlah dari dalam kamar itu lengking tangis seorang anak kecil. Ceng Ceng
rupanya selesai melahirkan dan kini orok itu menangis, tinggi dan nyaring. Dan
ketika di dalam terdengar seruan-seruan girang dan An-sinshe serta uwak Hin
rupanya lega berhasil memberikan pertolongan yang selamat maka pintu terbuka dan
wanita tua itu sudah membopong seorang anak yang menangis dan menjerit-jerit,
memperlihatkannya kepada dua orang di luar kamar itu.
"Goanswe, selamat. Ibu dan anak dalam keadaan baik semua!"
"Ah," sang jenderal melompat. "Laki-laki atau perempuankah?"
"Seperti ibunya," wanita ini tertawa. "Perempuan dan montok, goanswe.
Terimalah!" Bu-goanswe berseri-seri. Menyambar dan menerima anak yang tangisnya melengking-
lengking itu jenderal ini tertawa bergelak. Dia melihat bahwa anak itu benar
perempuan adanya, memperlihatkannya kepada Fang Fang dan menutup kembali popok
si bocah. Jenderal itu tertawa-tawa tapi Fang Fang sendiri justeru berkerut-
kerut. Entahlah, tiba-tiba dia kecewa kenapa bayi itu perempuan, tidak laki-
laki. Tapi ketika pemuda ini tertegun dan mendelong di tempat, kosong memandang
tiba-tiba jenderal Bu menyerahkan anak itu kepadanya.
"Hei, kau bapaknya. Kau yang seharusnya pertama kali menerima!"
Fang Fang terkejut. Dengan ogah-ogahan namun hati-hati dia menerima juga anaknya
itu, anak yang mungil, orok yang masih merah. Tapi ketika si bocah malah
menangis dan meraung-raung dibopong Fang Fang, yang rupanya kurang gembira
mendapat anaknya itu maka di dalam terdengar seruan lemah agar anak itu dibawa
masuk. "Kemarikan anakku.... kemarikan anakku, biar bersamaku!"
Uwak Hin meminta anak itu. Memang dia hanya ingin memperlihatkan anak itu kepada
bapaknya, juga Bu-goanswe. Maka begitu si bocah menangis dan ibunya memanggil
maka buru-buru wanita ini membopong bayi itu masuk ke dalarrt, memberikan kepada
ibunya dan Bu-goanswe mengerutkan kening melihat Fang Fang berkerut-kerut.
Jenderal itu menegur kenapa Fang Fang tidak gembira, berkata bahwa itulah hasil
hubungan cintanya dengan Ceng Ceng. Dan ketika jenderal itu menarik pemuda ini
agar masuk ke dalam, menemui Ceng Ceng tiba-tiba Fang Fang ternyata menolak.
"Sudahlah, aku tahu bahwa Ceng Ceng selamat. Aku ada keperluan di luar dan biar
goanswe menemani dulu gadis itu."
"Hei!" jenderal ini menyambar. "Kau mau ke mana, Fang Fang" Kalau kau mengacau
dan membuat ribut jangan harap aku akar memaafkanmu lagi!"
"Tidak," pemuda ini menggeleng, lemah. "Aku tak akan membuat ribut atau mengacau
lagi, goanswe. Aku... aku ingin ke hutan dan menyendiri."
"Hm, kau tidak bohong?" Tapi Fang Fang sudah menarik lepas tangannya. Sang
jenderal mencengkeram namun Fang Fang sudah melepaskan diri, melejit dan
berkelebat keluar dan lenyaplah pemuda itu di luar pintu. Dan ketika sang
jenderal mengejar namun si pemuda sudah menghilang entah ke mana maka Bu-goanswe
memilin kumisnya dan memanggil beberapa pembantunya untuk berjaga-jaga, khawatir
jangan-jangan Fang Fang tak menepati janji. Namun ketika sehari itu Fang Fang
tak nampak di istana dan pemuda ini memang berkelebat ke hutan di luar kota raja
maka Bu-goanswe lega dan Ceng Ceng di sana dijaganya.
(Oo-dwkz>kamar Ceng Ceng maka tak ada niatan kembali di hatinya. Pemuda ini merasa
terpukul dan mengeluh. Tadi, dia sudah coba menemui Sylvia tetapi gagal. Gadis
itu tak ada di kamarnya dan Fang Fang sabar menunggu, dua jam lewat namun si
gadis tak muncul juga. Akhirnya dia mendengar kabar bahwa gadis itu sudah pindah
kamar, bukan lagi di tempat semula melainkan di kamar ayahnya. Fang Fang
tertegun karena itu berarti dirinya sudah tak dapat menemui Sylvia. Kalau dia
nekat ke sana tentu ayahnya-lah yang akan dihadapi. Tuan Smith tampak jarang
meninggalkan kamar dan dari kejauhan dia mengintai semuanya itu. Dan ketika
malam tiba namun gadis yang ada di kamar tak muncul juga akhirnya Fang Fang
gelisah untuk menemui atau tidak.
Sebenarnya, kartu baginya sudah mati. Sylvia sudah memutuskan hubungan namun
entah mengapa hati ini tak mau ditundukkan. Hati ini tak mau mengerti dan Fang
Fang tetap saja ingin bertemu. Dan ketika tengah malam lewat dengan lambat dan
sejak tadi pemuda ini menyelinap di balik belandar, bergelantungan di situ maka
Fang Fang akhirnya melihat juga gadis kulit putih itu, namun bersama ayah dan
kakaknya, James! "Kau lihat apa kata-kataku dulu. Lihat dan buktikan sepak terjang pemuda itu.
Apa yang dilakukan Fang Fang sekarang ini, Sylvia" Bukankah sudah kuberitahu
padamu bahwa pemuda itu tak dapat dipercaya" Dan dia adalah murid si Dewa Mata
Keranjang. Betapapun dia bilang tidak akan main wanita lagi maka tetap saja
pemuda itu adalah hidung belang. Murid tak akan jauh dari gurunya, kalau guru
kencing berdiri maka murid a-kan kencing berlari!"
Fang Fang mendengar tuan Smith menegur atau mengomeli puterinya itu. Laki-laki
ini bicara penuh semangat namun anehnya tidak tampak kemarahan terlihat di wajah
laki-laki itu. Fang Fang bahkan menangkap kesan gembira dan senang, lain dengan
James yang merah berapi-api misalnya, yang marah karena Fang Fang yang
dianggapnya jujur dan gagah ternyata berbohong juga, sudah menghamili gadis
namun masih berani juga menggaet adiknya. Untung tak kena! Dan ketika tuan Smith
kembali berkata-kata yang intinya adalah selalu menjelek-jelekkan pemuda itu
maka Sylvia yang mengguguk di atas pembaringan akhirnya berteriak,
"Sudah, cukup, ayah. Aku tak mau dengar lagi. Aku tahu bahwa Fang Fang menipuku
dan tidak jujur! Jangan sakiti hatiku lagi dengan segala macam omongan yang
tidak enak. Aku sudah memutuskan hubunganku dan tak perlu ayah mengungkit-ungkit
lagi!" "Hm, benar..." James, yang sejak tadi diam mendengarkan tiba-tiba juga bicara.
"Aku juga tak senang kau selalu mengomeli Sylvia, ayah. Apa yang sudah terjadi
takkan terulang lagi. Sylvia telah memutuskan hubungannya, dan tak perlu ayah
menyakiti hatinya lagi dengan segala macam omongan tidak enak!"
"Eh-eh, aku bukan mengeluarkan omong an tidak enak melainkan meminta adikmu ini
agar lain kali omongan orang tua diperhatikan, didengar. Bukankah sudah dulu-
dulu kukatakan agar adikmu ini melepaskan pemuda itu" Tapi kalau tak ada
kejadian ini barangkali adikmu ini masih saja membela Fang Fang, dan sekarang
baru dia tahu rasa. Hm, itulah omongan orang tua yang disepelekan!"
"Ayah tak berperasaan," James menegur lagi. "Kenapa mengulang yang sudah-sudah"
Kau tahu bahwa Sylvia tak senang mendengarkan semuanya ini. Cukup bagi ayah
untuk menusuk-nusuk perasaannya lagi dan jangan membicarakan Fang Fang!"
"Hm, aku masih ingin bicara lagi, sedikit," sang ayah menolak. "Sebelum aku
mengatakan ini rasanya hatiku tak tenang juga, James. Kausampaikanlah kepada
adikmu kalau dia tak mau langsung mendengarnya dariku."
"Apa yang hendak ayah sampaikan?"
"Pemuda itu masih berkeliaran di sini, belum pergi benar. Aku ingin, hmm...." sang
ayah mendekati puteranya, berbisik-bisik dan Fang Fang mendongkol karena tak
dapat mendengarkan bisikan itu. Jarak terlalu jauh dan setajam-tajamnya telinga
tetap saja tak mampu menjangkau jaraknya. Namun ketika James terbelalak dan
tertegun sejenak, ayahnya menjauhkan diri maka pemuda itu mengangguk dan
kelihatan setuju. "Baik, aku mengerti, yah. Hal itu merupakan jalan satu-satunya yang terbaik. Aku
akan memberi tahu Sylvia akan pesanmu ini."
"Dan jangan keras-keras. Di luar tembok ada telinga!"
James mengangguk. Fang Fang menjadi merah mukanya ketika orang tua itu keluar,
pergi dan menutup pintu kamar namun meninggalkan kata-kata seperti itu. Hal itu
sama artinya bahwa kehadirannya dicurigai, mungkin diketahui, maksudnya,
dirasakan. Semua orang memang tahu bahwa Fang Fang adalah pemuda lihai yang
memiliki kepandaian tinggi. Siapa tahu dia ada di luar tembok dan mendengarkan,
hal yang membuat pemuda ini terpukul dan marah karena kenyataannya memang
begitu. Dia sedang mengintai dan memperhatikan semua yang ada di kamar itu dari
atas belandar! Dan ketika laki-laki tua itu pergi dan menghilang di luar,
membiarkan Sylvia dan kakaknya di situ maka James ganti mendekati adiknya ini
dan berbisik-bisik. Fang Fang tak tahu apa yang dibisikkan tapi Sylvia tampak
pucat, berobah mukanya. Dan ketika gadis itu selesai mendengarkan dan kakaknya
menarik diri maka gadis kulit putih ini membanting kepala di bantal dan menangis
mengguguk, membenamkan muka kuat-kuat di situ.
"Aku.... aku tak sanggup. Tapi, ah... apa yang harus kulakukan, James" Haruskah itu
kulakukan?" "Ya, kau harus melakukannya, Sylvia, demi keselamatan dan kebaikan dirimu
sendiri. Pesan ayah benar, dan kali ini kau harus menurutinya. Atau kau akan
mengalami hal yang tidak baik lagi dan siapa tahu akan lebih memalukan dan
hina!" Gadis itu tersedu-sedu. Selanjutnya James menghibur adiknya dengan kata-kata
lembut lagi, mengusap dan membelai pundak adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
Bisikan demi bisikan dilakukan lagi dan sayang seribu sayang Fang Fang tak
mendengarnya jelas. Pemuda itu hanya sempat mendengar penegasan ulang dari
pemuda kulit putih itu bahwa Sylvia harus melaksanakan perintah ayahnya, Fang
Fang penasaran dan Sylvia akhirnya mengangguk-angguk, tangis dan air mata
mengiringi gerakan kepala itu. Dan ketika lonceng berbunyi duabelas kali dan
James merasa cukup maka pemuda itu meninggalkan adiknya dan inilah kesempatan
besar bagi Fang Fang yang tidak akan meloloskan sasarannya. Karena begitu ia
melayang turun dan membuka jendela, tepat di saat pintu tertutup maka pemuda ini
sudah berkelebat dan berada di kamar itu, memanggil.
"Sylvia...!" Si gadis tampak terkejut. Sylvia terperangah tapi segera melompat bangun. Wajah
yang kuyu dan pucat itu mendadak berobah kaget, merah. Dan ketika Fang Fang
dilihatnya menggigil dan berdiri di situ, gemetar memanggil namanya maka gadis
ini yang siap mendamprat dan memaki-maki mendadak melihat Fang Fang menekuk
kedua kakinya dan.... menjatuhkan diri berlutut.
"Sylvia, maafkan aku.... ampunkan aku. Aku memang bersalah, tapi berikan
kesempatan padaku untuk menjelaskan semuanya itu...."
"Ah!" gadis ini terlonjak, tiba-tiba mengguguk. "Pergi kau, Fang Fang. Pergi!
Aku tak mau menerimamu lagi...!"
"Tidak, nanti dulu!" Fang Fang terkejut, menengadahkan mukanya. "Aku... aku mau
menjelaskan semuanya itu, Sylvia. Aku dan Ceng Ceng..."
"Aku tak mau dengar. Kau penipu, pergilah... dess!" dan Sylvia yang menendang
serta menyerang Fang Fang tiba-tiba membuat si pemuda terlempar dan jatuh keluar
jendela, berdebuk tapi Fang Fang bangun lagi terhuyung-huyung, pucat dan
menggigil dan pemuda itu memasuki lagi kamar Sylvia dengan gigi gemeretuk. Fang
Fang menjatuhkan diri lagi berlutut dan segera mengatakan bahwa kehamilan Ceng
Ceng adalah di luar dugaannya, semuanya terjadi tanpa disengaja. Tapi ketika
Sylvia menjerit dan menendang pemuda ini lagi, yang membuat Fang Fang terlempar
dan terguling-guling di luar maka gadis itu berteriak memanggil kakaknya, dan


Playboy Dari Nanking Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

James tiba-tiba muncul, mendobrak pintu kamar, melihat pemuda itu.
"Fang Fang...!" James pun terkejut. "Kau... kau di sini" Kau memasuki kamar adikku?"
"Maaf..." Fang Fang terhuyung-huyung, kini menjatuhkan diri berlutut di depan
pemuda kulit putih itu. "Aku datang karena tak kuat menahan hatiku, James. Aku
ingin menjelaskan semuanya kepada adikmu ini. Aku...."
"Tidak.... tidak...!" Sylvia memotong. "Aku tak mau lagi percaya kepadanya, James.
Usir dia pergi atau kutembak nanti!"
"Hm!" James membelalakkan mata, melihat adiknya mencabut senjata api dan cepat
merebut senjata itu. "Jangan gila, Sylvia. Tak boleh membunuh di rumah orang.
Biarkan aku bicara dengan Fang Fang dan kau pergilah dari sini!"
"Tidak, jangan...!" Fang Fang ganti berteriak, melihat Sylvia meloncat dan
menangis meninggalkan kamar itu. "Tunggu, Sylvia. Tunggu! Atau kaubunuh aku!"
Sylvia terkejut. Fang Fang telah berkelebat dan berdiri menghadangnya di pintu,
dia tak dapat keluar dan tertegunlah gadis ini melihat kenekatan Fang Fang. Tapi
ketika dia menjerit dan menampar pemuda itu, mendorongnya, maka Fang Fang
terpelanting dan gadis ini sudah menerobos keluar.
"Kau jahanam keparat, tak tahu malu .... plak-plak!" Sylvia tersedu-sedu, melewati
Fang Fang namun dengan cepat dan luar biasa tahu-tahu pemuda ini telah menangkap
pinggang si gadis. Sylvia meronta dan dua tamparan kembali mendarat di pipi Fang
Fang, keras dan Fang Fang kali ini terbanting. Namun karena dia memeluk pinggang
ramping itu begitu erat dan Sylvia tak dapat melepaskan diri maka gadis inipun
ikut terbanting dan mereka bergulingan bersama.
"Lepaskan adikku!" James berteriak marah, menendang Fang Fang. "Jangan kurang
ajar kalau tak ingin kami bertindak, Fang Fang. Lepaskan.... des-dess!"
Fang Fang melepaskan Sylvia. Akhirnya tendangan James membuat Fang Fang
kesakitan juga, pergelangan tangannya kena sepatu pemuda kulit putih itu, keras.
Dan ketika Sylvia meloncat bangun dan memaki-maki pemuda itu, marah, maka Fang
Fang juga bangun berdiri dan tiba-tiba merebut pistol di tangan James.
"Kau boleh bunuh aku, Sylvia. Tapi dengarkan dulu omonganku!" James dan adiknya
terkejut, melihat pistol diarahkan ke mereka tapi segera dibalik moncongnya.
"Aku hanya ingin kau mendengar kata-kataku dan permintaan maafku. Setelah itu,
terserah kau!" "Hm!" James kebat-kebit, menarik adiknya dan menyembunyikannya di belakang
punggung. "Kau nekat dan tak tahu malu, Fang Fang. Malam begini membuat ribut
dan onar. Katakanlah, apa yang ingin kaukatakan dan biar adikku mendengar di
sini!" "Aku.... aku tak mencintai Ceng Ceng. Aku hanya mencintai adikmu. Aku ingin adikmu
mengetahui ini dan jangan tinggalkan aku!"
"Keparat!" Sylvia melengking. "Kau terkutuk dan tak tahu malu, Fang Fang. Kalau
kau tak mencintai gadis itu tak mungkin kau sudah menghamilinya! Kau hina dan
tak bertanggung jawab. Aku tak sudi menerima cintamu!"
"Tapi..." Fang Fang mengeluh. "Aku tak dapat menerima gadis itu, Sylvia. Aku tak
mencintainya. Apa yang terjadi hanyalah nafsu yang menyeret kami berdua. Aku
hanya mencintaimu!" "Hm, apa ini?" pintu kamar tiba-tiba didorong, tuan Smith muncul. "Kalian ribut-
ribut ada apa, anak-anak" Kalian... he!" orang tua itu jelas terkejut. "Fang Fang
ada di sini" Bocah ini...."
"Benar," James menyahut cepat. "Fang Fang datang ke mari, ayah, menemui dan
ingin mengganggu Sylvia. Dia bicara macam-macam!"
"Hm, tembak saja!" laki-laki itu tiba-tiba marah, meraih senjata api laras
panjang di dinding. "Kami semua sudah tak dapat menerimamu lagi, Fang Fang.
Pergi atau kau kutembak.... dor-dor!" tuan Smith melepas tembakan, bukan kepada
pemuda itu tetapi ke samping Fang Fang di mana peluru menembus tirai jendela,
bolong dan masih menghantam dinding yang seketika berlubang. Tuan Smith
menggertak saja tapi Sylvia sudah menjerit jatuh bangun, mengira ayahnya itu
menembak sungguhan. Dan ketika semuanya tertegun dan Sylvia menubruk ayahnya
maka gadis itu tersedu-sedu mencoba merebut senjata api itu, yang dielak
ayahnya. "Tidak... jangan bunuh, yah. Jangan bunuh!"
"Hm!" Fang Fang tiba-tiba berseri, bangkit berdiri. "Sylvia ternyata masih
mencintaiku, tuan Smith. Kau lihat bahwa dia tak mau kau membunuhku!"
"Keparat!" laki-laki ini marah. "Kau jangan sombong, Fang Fang. Sylvia tidak
mencintaimu melainkan takut melihat darah. Kau jangan besar kepala!" dan
mendorong puterinya membentak agar mundur orang tua itu bertanya, "Sylvia, kau
masih mencintai pemuda ini" Kau benar mencintai dan ingin menghalangi ayahmu?"
"Tidak... tidak...!" Sylvia menjerit. "Aku... aku tak mencintai lagi, ayah. Tadi aku
hanya tak ingin melihat mayatnya di sini!"
"Ha-ha, lihat!" tuan Smith tertawa bergelak, melihat muka Fang Fang yang pucat.
"Kau salah dan keliru, Fang Fang. Lihat dan dengar kata-kata puteriku tadi bahwa
dia tak mencintaimu lagi! Hm, dan kau jangan memaksa-maksa. Mana bukti omongan
bahwa kau tak suka memaksa orang" Mana bukti kata-katamu sendiri bahwa katanya
kau berwatak gagah dan tak suka memaksa wanita" Hm, semua omonganmu kibul
belaka, Fang Fang. Lain di mulut lain di kenyataannya! Sekarang dengar kata-
kataku agar kau pergi baik-baik dan tidak mengganggu puteriku lagi atau terpaksa
kutembak, benar-benar kutembak!"
Fang Fang pucat. Sylvia tak memandangnya lagi dan tersedu-sedu di belakang sang
ayah. Gadis itu telah menolaknya tegas di depan ayah dan kakaknya. Dia harus
tahu diri. Dan ketika tuan Smith mengarahkan senjata apinya lagi dan siap
menembak, kalau dia tidak mau pergi maka Fang Fang merasa putus harapan tapi
tiba-tiba dia bergerak menyambar lengan gadis itu, tak perduli pada lop senjata
api yang juga tiba-tiba bergerak dan menodong pelipisnya!
"Berhenti, atau kutembak!"
"Hm," Fang Fang tertawa, acuh. "Kalian bangsa Barat rupanya paling bangga dengan
senjata api, tuan Smith. Boleh tembak kalau ingin tembak. Tentu orang sedunia
akan mengganggapmu gagah karena mampu menembak seorang yang tidak menyerang!"
dan ketika tuan Smith melotot dan marah padanya, tak diperdulikan, Fang Fang
sudah mengguncang lengan Sylvia bertanya gemetar, "Sylvia, aku bukanlah seorang
pemuda yang suka memaksa-maksa orang, dan aku akan menepati janjiku sendiri.
Tapi tatap mataku, katakanlah dengan jujur. Apakah benar kau sudah tak
mencintaiku lagi!" Sylvia tersedu-sedu. Dicengkeram dan dipegang seperti itu ia tak dapat
melepaskan diri. Fang Fang berkata lagi bahwa prinsip kejujuran harus dipakai.
Gadis ini sendiri berkali-kali berkata sewaktu mereka masih berhubungan bahwa
kejujuran adalah pokok dari segala-galanya, kini ia balik ditanya dan disuruh
menjawab dengan jujur apakah benar ia tak mencintai pemuda itu, disuruh menatap
matanya dan kejujuran akan diuji di situ. Sylvia tersedak dan tercekik. Tentu
saja ia tak perani menjawab karena sesungguhnya ia masih mencintai Fang Fang!
Hanya karena persoalan di antara mereka sudah sedemikian rupa dan Fang Fang
menghamili Ceng Ceng maka cinta di hatinya terganggu dan itulah kini yang
terjadi, Sylvia tak dapat menjawab dan Fang Fang terus mencengkeram dan
menanyainya berulang-ulang. Tapi ketika pemuda itu mendesak dan Fang Fang
menilai bahwa Sylviapun tak jujur mendadak gadis ini melepaskan dirinya dan
membentak. "Tutup mulutmu. Aku tetaplah jujur, tidak seperti kau! Baiklah, dengarlah kata-
kataku, Fang Fang. Aku sebenarnya masih mencintaimu tapi cintaku itu akan pupus
karena kau yang merusaknya. Dan aku tak ingin menikah denganmu. Kau sudah
mengikat diri dengan gadis lain, dan aku tak mau bertiga. Sekarang pergilah dan
tunjukkan tanggung jawabmu kepada gadis itu, atau aku akan menganggapmu lebih
hina lagi sebagai laki-laki tak bertanggung jawab!"
"Hm...!" aneh sekali, Fang Fang tertawa. "Baiklah, Sylvia. Terima kasih! Kau
ternyata tetap jujur dan aku juga akan mempertanggungjawabkan perbuatanku.
Inilah memang dosa-dosa yang harus kutebus. Baiklah, terima kasih dan selamat
tinggal!" dan Fang Fang yang terhuyung membalikkan tubuhnya lalu mendorong
dengan tenang pucuk senjata yang diarahkan ke keningnya itu, mengibas dan tuan
Smith pun terpelanting. Laki-laki ini marah namun lega bahwa Sylvia tak
diganggu. Kalau Fang Fang berbuat macam-macam dan memaksa puterinya itu, hm...
tentu dia dor! Tapi ketika Fang Fang pergi secara baik-baik dan terdengar
keluhan serta tawa yang aneh dari pemuda itu tiba-tiba Sylvia yang ada di dalam
ruangan roboh, pingsan dan cepat sang kakak menolong. Tuan Smith sudah cepat
menutup pintu kamar dan bergegaslah dua orang ini menolong gadis itu. Dan ketika
dua orang itu menolong Sylvia yang akhirnya menangis tersedu-sedu, tak dapat
dibendung lagi maka Fang Fang di luar yang terhuyung dan mengeluh berulang-
ulang, mengutuk dan menyesali semua perbuatannya kepada Ceng Ceng dan lain-lain
tiba-tiba bertemu Bu-goanswe dan Koktaijin, yang berdiri menghadang!
"Fang Fang, kau membuat kami kebat-kebit. Pulanglah, Ceng Ceng menunggu-
nunggumu!" '"Benar," Koktaijin, yang menyambung dan berdiri di sebelah Bu-goanswe
menganggukkan kepalanya pula. "Gadis itu dan puterimu mengharap kedatanganmu,
Fang Fang. Ceng Ceng meminta nama anaknya darimu!"
Fang Fang terkejut. Untuk kesekian kali dia tertampar, berhenti dan tertegun
memandang dua orang pembesar itu. Koktaijin melangkah maju dan memegang
lengannya serta berkata dengan halus bahwa puterinya belum diberi nama. Fang
Fang tersentak dan mundur. Tapi ketika dua orang itu mengajaknya pulang dan ke
tempat Ceng Ceng yang dirawat jenderal tinggi besar ini tiba-tiba Fang Fang
tertawa aneh, pahit. "Goanswe, urusan anak biarlah serahkan pada ibunya. Aku tak dapat memberinya
nama, aku tak tahu harus memberinya nama apa. Biarkan saja Ceng Ceng memberinya
nama dan aku menurut."
"Hm, omongan apa yang kaukeluarkan ini, Fang Fang" Mana bukti kata-katamu di
dalam kamar tadi?" Fang Fang mengerutkan kening. "Bukti apa?"
"Kau bilang akan bertanggung jawab, tapi bukti dan kata-katamu ini lain! Kau
acuh, kau tak perduli. Dan ini namanya bukan tanggung jawab!"
Fang Fang terkejut. Bu-goanswe yang marah dan bersinar-sinar sudah siap
mendampratnya lagi dengan kata-kata lain, mungkin akan lebih pedas dan lebih tajam. Tapi ketika Koktaijin menahan lengan temannya itu dan
mendorong halus maka menteri ini ganti bicara dengan lemah lembut, membujuk.
"Fang Fang, maafkan Bu-goanswe. Dia mudah emosi, terbakar. Tapi kaupun juga
sedang tidak gembira dan pepat. Kau benar tapi Bu-goanswe juga benar. Bagaimana
kalau kau tengok puterimu itu dan lihat keadaannya" Bocah itu tak tahu apa-apa,
Fang Fang, tak berdosa. Kupikir kau sebagai ayahnya memang harus
memperhatikannya atau kelak dia akan membencimu dan anak yang tak berdosa bisa
melakukan hal-hal yang semakin jahat lagi gara-gara kau tak memperhatikannya!"
"Hm," Fang Fang mengangguk, sadar.
'"Baiklah, taijin. Aku tahu, maaf..." dan Fang Fang yang menunduk serta ditarik
Koktaijin lalu mengikuti saja menteri i-tu ke tempat Bu-goanswe, tidak berkata-
kata lagi dan Bu-goanswe mengomel panjang pendek. Malam-malam begitu mereka
harus keluar karena pemuda ini dilihat penjaga membuat ribut-ribut di tempat
tuan Smith. Orang-orang kulit putih itu adalah tamu dan kaisar bisa marah kalau
tamu diganggu. Itulah sebabnya kenapa Bu-goanswe dan Koktaijin datang, diam-diam
bersama seribu pasukan pendam yang bersembunyi di situ, yang akhirnya diketahui
pemuda ini tetapi Fang Fang acuh saja, melihat banyaknya bayangan-bayangan
bersembunyi dan merunduk di sana-sini, yang lega dan akhirnya melihat dua
pembesar itu menggandeng lengan pemuda ini, lenyap memasuki gedung. Dan ketika
Fang Fang memasuki kamar Ceng Ceng dan mendengar tangis bayi maka di sini pemuda
itu ditinggalkan berdua. "Fang Fang....!"
Fang Fang tertegun. Ceng Ceng melihat pemuda itu dan bangkit dari tempat
tidurnya. Sang orok disambar dan digendong. Dan begitu Ceng Ceng melompat tapi
terhuyung hampir jatuh, belum kuat benar sehabis melahirkan maka gadis a-tau ibu
muda ini tersedu-sedu di kaki Fang Fang, menyodorkan anak itu dengan kedua
tangan menggigil. "Anak kita.... anak kita.... belum diberi nama....!"
Fang Fang terpaku. Melihat dan menyaksikan Ceng Ceng berlutut menengadahkan bayi
hasil hubungan mereka tiba-tiba Fang Fang mendekap dada kirinya. Sesuatu yang
kuat serasa memukul di situ, menghentak dan Fang Fang tiba-tiba menitikkan air
mata. Dan ketika bayi itu menangis dan meraung-raung, entah kenapa mendadak Fang
Fang menyambar dan menerima anak ini.
"Diamlah... diamlah... cup-cup!" Fang Fang terharu, menepuk-nepuk dan coba membujuk
anak kecil itu tapi si bayi malah menangis keras-keras. Berada di tangan yang
asing dan masih canggung, serba kikuk ternyata Fang Fang tidak membuat bayinya
diam tapi malah melengking-lengking. Dia tak melihat betapa Ceng Ceng tiba-tiba
gembira luar biasa melihat Fang Fang mau menerima anaknya, berseri dan girang
serta bersinar-sinar. Tapi ketika sang bocah tak berhenti menangis dan rupanya
malah ketakutan dipeluk bapaknya yang masih canggung dan kaku tiba-tiba Ceng
Ceng bangkit berdiri meminta anak perempuannya itu.
"Serahkan padaku, dia ingin emik...!"
Fang Fang berdesir. Tanpa canggung dan malu-malu lagi tiba-tiba Ceng Ceng telah
meminta bayinya itu. Dan begitu si bayi agak reda dan si ibu membuka kancing
bajunya maka segumpal buah dada yang segar dan montok telah mencuat dan
putingpun segera disesapkan ke mulut si bocah, yang seketika diam dan lahap
menyusu! "Ah..!" Fang Fang terkesima, kagum tapi juga bangkit berahinya! "Kau... kau
pandai, Ceng Ceng. Kau sudah dapat menyusui bayimu!"
"Ih, bayi siapa" Ini anak perempuan kita, Fang Fang. Anakmu dan anakku. Aku
pandai karena memang aku harus menyusui anak ini. Kalau saja kau yang dapat
menyusui tentu, hi-hik... kuberikan padamu!"
Fang Fang tersenyum lebar. Tiba-tiba dia ingat semua kenangannya yang manis
dengan Ceng Ceng ini. Hm, dan sekarang Ceng Ceng tampak begitu montok dan leboh
menggairahkan. Buah dada yang disembulkan tadi tampak begitu segar dan penuh air
susu. Dan bayinya tampak begitu lahap menikmati buah dada Ceng Ceng. Cleguk!
Fang Fang tiba-tiba menelan ludah. Pemandangan sepintas yang tidak sengaja
dilihatnya ini entah kenapa tiba-tiba membuat kasih sayang Fang Fang bangkit.
Cinta memang berhubungan erat dengan berahi, kalau tak mau dikata berahilah yang
justeru mendominir cinta antara pria dan wanita! Dan ketika Fang Fang tertegun
dan kagum akan buah dada Ceng Ceng, yang seketika menerbitkan seleranya tiba-
tiba Fang Fang yang timbul gairahnya ini lalu maju dan tahu-tahu memeluk gadis
itu, mencium keningnya. "Ceng Ceng, kau cantik sekali!"
"Ooh...!" Ceng Ceng terharu, tak menyangka. "Kaupun... kaupun baik, Fang Fang. Kau
mau menengok anakmu dan aku!"
"Hm, dan kau..." Fang Fang bersinar-sinar. "Berapa lama kau di sini, Ceng Ceng"
Anak perempuan kita ini, hmm... siapa namanya?"
"Aku tak tahu, aku menunggumu..." dan ketika Fang Fang-memeluk dan mencium lagi,
kali ini di bibir maka Fang Fang gemetar menyatakan maafnya, entah kenapa kasih
sayangnya timbul lagi dan dipeluk serta diciumnya dua orang itu. Ceng Ceng tentu
saja bahagia dan tiba-tiba menangislah gadis ini. Ceng Ceng yang berhari-hari
ini bagai daun kekeringan mendadak serasa kejatuhan embun segar. Sikap Fang Fang
yang tiba-tiba manis dan penuh kasih sayang membuat gadis itu tersedak. Tapi
ketika Fang Fang membuka bajunya dan hendak berbuat lebih, mencium lebih dalam
tiba-tiba gadis ini kaget dan melepaskan diri.
"Fang Fang, jangan. Aku.... aku baru melahirkan!"
Fang Fang terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa Ceng Ceng baru melahirkan.
Berahinya yang mendesak dan timbul ke permukaan tiba-tiba membuat dia lupa dan
hampir membuka pakaian gadis itu. Ceng Ceng yang masih menyusui bayi
perempuannya diremas, mula-mula lembut namun akhirnya Ceng Ceng terkejut karena
Fang Fang akan berbuat lebih, mendengus dan terkejutlah gadis itu karena Fang
Fang terbakar birahi. Sadar dan tertegunlah Ceng Ceng bahwa kekasihnya ini
hendak minta jatah! Tapi begitu dia berseru dan melepaskan diri, Fang Fang sadar
maka pemuda itu menjauhkan diri menekan segala nafsu yang bergolak, tak berani
lagi memandang buah dada Ceng Ceng yang segar dan montok. Buah dada yang tadi
Kisah Bangsa Petualang 5 Gento Guyon 17 Setan Sableng Pendekar Kelana 8
^