Rahasia Gelang Pusaka 1
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt Bagian 1
Rahasia Gelang Pusaka Saduran : OKT Sumber DJVU : BBSC Editor: Angon, Unknown Dimhader dan Sumahan Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid 1 PENDAHULUAN Tujuh belas tahun yang lampau.....
Rembulan yang bercahaya indah seperti tengah tergantung di tengah-tengah langit.
Maka di seluruh jagat berkilauanlah sinar perak yang menarik hati. Ketika itu
malam Tiong Ciu (pertengahan musim rontok), karenanya si Puteri malam indah luar
biasa. Karena itu juga, pegunungan Ciong Lam Sam yang luas ribuan lie, seperti
bermandikan sinar perak permai itu. Itu pula sebabnya kenapa telah terlihat
jelas sekali waktu tujuh atau delapan orang, bagaikan bayangan-bayangan abu-abu,
berlari lari disalah sebuah jalan gunung.
Gerak gerik orang-orang itu mirip serombongan anjing anjing pemburu yang sedang
melakukan pengusutan atau pengejaran, tampaknya tak letihnya mereka. Mereka
terus berlari-lari keras.
Tapi Mereka bukanlah rombongan yang pertama. Masih ada satu rombongan lain, yang
lebih kecil, yang berlari-lari tak kurang kencangnya daripada mereka yang berada
disebelah depan. Mereka ini terdiri dari dua orang dan larinya, nampaknya,
seperti tidak memilih jalan lagi.....
Dari dua orang itu, dari yang lari dimuka, tiba-tiba terdengar jerit tangisnya
seorang bayi, yang tergendol di punggungnya. Dia lantas menghentikan larinya,
dia membekap mulut itu sambil berkata. "diam, manis....."
Dialah seorang wanita, yang rambutnya kusut tertiup angin.
Dia beroman cantik dan gagah.
"Kenapa?" tanya orang yang lain disebelah depan, yang menunda tindakannya. "Hayo
lari! Pengejar-pengejar itu nanti menyandak kita!" Dialah seorang pria.
Dari cara bicaranya orang ini, dia tentu suaminya si nyonya. Dia juga
menggendong seorang anak lain. Dengan mana yang tajam, dia mengawasi si wanita.
Anak yang menangis itu berdiam. Si wanita menghela napas lega.
"Ceng Hun, masih berapa jauh lagi?" tanya si pria.
"Setelah melintasi mulut gunung umum di depan itu, di sana ada sebuah jalan
sempit, "sahut si wanita.
"Itulah dia" "Kalau begitu marilah!" Si pria berlari pula si wanita mengikutinya.
Di belakang mereka mengejar terus rombongan yang kedua itu.....
Tepat pria dan wanita itu tiba dijalan sempit yang semak, rumputnya tinggi
sebatas dada, tiba-tiba mereka disambut gelak tertawa yang dingin yang memecah
kesunyian sang malam atau sang gunung datangnya dari arah depan, di muka jalan
kecil itu. Di situ, di atas sebuah batu hijau, tampak berdirinya seorang yang
tubuhnya kurus-kering bagaikan rebung yang mukanya kisutan. yang rambut serta
kumis janggutnya putih laksana perak. Dia mengenakan baju panjang, hingga dia
terlihat bukan seperti pendeta, tak miripnya dengan seorang imam.
Dengan sekonyong-konyong, pria dan wanita itu menghentikan larinya.
Di antaranya sinar rembulan, sekarang nampak tegas pria dan wanita itu. Si pria
pun tampan dan gagah romannya. Dan anak di punggungnya beroman sama seperti anak
dipunggung si wanita. Mungkin kedua anak itu, anak anak kembar.
Kembali seorang memperdengarkan tertawanya yang dingin, "Hendak lari masuk ke
dalam Toan Hun hok, eh?"
kata dia. "Hendak meloloskan diri di jalan kecil dan sesat ini" Hm!"
Suara itu tajam, sangat tak dapat didengarnya. Pula disebutnya nama lembah Toan
Hun Kok (menyeramkan sekali).
"Toan Hun Kok" berarti "Lembah Nyawa Putus Sementara itu, tibalah rombongan yang
mengejar itu. Merekalah orang.orang yang usianya muda dan lanjut.
Melihat sekian pengejar itu si pria tertawa dingin dan berkata tajam: "Sungguh
tidak disangka malam ini Tiat Kian Sie-seng berhasil menemui Heng-sam Jie Loo It
Koay, Sam Siu, serta masing-masing ketua Khong Tong Pay dan Tiam Chong Pay!
Hahaha....." Parasnya delapan orang itu berubah pucat, lalu merah padam. Terang sekali mereka
mendongkol dan gusar terejek demikian rupa. Hampir berbareng mereka itu
berlompat maju melakukan penyerangan
Dengan sangat kesusu si pria dan wanita bergerak menyambut serangan itu Maka
terdengarlah bentrokan tangan yang keras. Sebagai kesudahan. keduanya terpental
mereka muntah darah! Orang tua kurus kering itu, yang beroman pendeta bukan dan imam bukan, mengasi
dengar tertawanya yang membangunkan bulu roman, suaranya itu bercampur menjadi
satu dengan tangisnya anak-anak di punggungnya si pria dan wanita.
Habis tertawa itu, siorang tua berkata nyaring:"Hanya dengan pukulan Tiat Sat
Cwee Sim Ciang kami kedua Jie Loo, cukup sudah kamu menerimanya, apalagi
sekarang di sini ada pula enam orang lainnya! Sekarang berlakulah tahu diri, lekas kau
serahkan "Cay Hoan Giok Tiap"supaya kami dapat berlaku murah dengan membikin
kamu terbinasa utuh!"
Si pria ialah Tiat Kiam Sie-seng, atau siPelajar Pedang Besi, bergerak bangun.
Baru saja ia hendak membuka mulutnya, atau ia sudah muntah pula memuntahkan
darah hidup seperti bermula barusan. Ia melirik kepada wanita yang rebah
disisinya, yaitu isterinya, yang ia panggil "Ceng Hun" itu. Maka isteri itu
sangat pucat, tubuhnya tak berkutik Mendadak ia merasa hatinya nyeri, lagi-lagi
ia muntah...... Seorang tua yang bermata satu, yang berdiri disamping si pria, mengasi dengar
suara "Hm!" yang tawar. Mendadak dia mengayun tangan kirinya, membikin suatu
benda melesat menyambar si pria!
Tubuh Tiat Kiam Sie seng baru mau bangun atau dia roboh pula, kali ini untuk
tidak bergeming lagi, sedang dari mulut, hidung, mata dan telinganya, lantas
mengalir keluar darah merah.
Menyusul itu siorang tua mata tunggal itu lompat untuk menyambar anak di
punggung si pelajar itu, untuk terus melemparkan ke semak-semak di sisi mereka.
Maka dari dalam semak itu segera terdengar jeritan yang menyayatkan hati.....
Habis itu, siorang tua mengulur pula tangannya, untuk menyentuh tubuh sipria
atau datanglah bentakan: "Tahan dulu! Cay Hoan Giok Tiap didapatkan kita
beramai! Bagaimana dengan kami bertujuh?"
Itulah suaranya seorang. Orang tua mata satu itu tertawa lama. Dingin suara tawa itu. "Mungkinkah kau,
Soat-san gan Mo Hong Keng, menguatirkan aku Tok-gan Jin Touw, akan menelan
sendiri saja?" kata dia.
Orang tua yang dipanggil Soat-san-gan Mo Hong Keng itu si Belibis dari Soat-San,
Gunung salju yang mengenakan jubah putih, tertawa dingin juga. "Kau, Tok Gan
Jin-touw, Cee In, kau hendak menelannya sendiri. aku tidak takut?"
katanya. "Hanyalah itu tiga saudara kakak-beradik mereka.... Dia tidak
meneruskan, agaknya dia sengaja, terus dia melirik si orang tua bukan pendeta
bukan imam. Orang bukan pendeta bukan imam itu yang dipanggil Tok Gan Jin touw, si Pembunuh
Mata Satu berobah parasnya Demikian juga orang tua yang jangkung kurus dan
bermuka kuning. yang berdiri di sisinya. Berdua mereka menempelkan tubuh jadi
satu dengan lain dengan rapat sekali.
Soat-san gan Mo Hong Keng tertawa terbahak. "Kamu lihat!" katanya. "Lihat, Hoo
See Sam Siu memperlihatkan diri asalnya! Dikolong langit ini siapakah manusianya
yang tidak tahu bahwa Kut Lauw Loo jin, Tok Gan Jin Touw dan Song-bun sin dari
Hoo-see berniat menelan sendiri Cay Hoan Giok Tiap?"
Ketika itu dua orang imam yang berjubah abu-abu maju ke depan, satu diantaranya
lantas berkata: "Sekarang ini kita baiklah jangan membikin banyak berbisik saja!
Paling benar kita cari dahulu Giok Tiap, baru kita bicara pula!"
Ketua dari Khong Tong Pay, It Yang Cu, turut bicara.
"Benar apa katanya Tiat Ciang Pangcu!" ujarnya: "Kita mencari dahulu, baru kita
mendamaikannya. Siapa yang memikir untuk menelannya sendiri dia boleh lihat Tiat
kiam Sie-seng sebagai contoh!"
Imam, yang dipanggil Tiat Ciang Pangcu itu, ketua partai Tangan Besi, yang
sebenarnya bernama Pui Thian Bin menoleh kepada imam berbaju abu-abu usia
pertengahan disisi untuk berkata: "Thian Tie Lao-too mari kita sama-sama
mencari" Hanya sebentar mereka bekerja, menggeledah, lantas mereka berdiri bengong dengan
saling memandang! Karena itu, orang orang yang lainnya itu lantas menggantikan mereka menggeledah
tubuhnya si pria dan wanita. Mereka pun lantas melongoh.
Tak ada barang yang mereka cari!
Thian Tie Lou-too, si imam tua Thian Tie menjadi gusar sekali, maka ia menyambar
anak yang lainnya, lantas tangannya diayun. Hanya mendadak, ia menunda gerakan
tangannya itu, sambil memandang sianak, ia memuji
"Sungguh tulang yang bagus!" Habis mengucap itu, dengan membawa anak, ia lari
kabur kedalam hutan dan menghilang disitu!
"Mungkinkah benda berada ditubuh anak itu?" berkata ketua dari Tiam Cong Pay,
yaitu Cauw Bin Giam lo si Raja! Akherat tertawa.
Inilah sebab ia bercuriga melihat kaburnya si imam, atau toojin, bersama anak
itu. Soat San Gan lantas berlompat ke semak-semak. Dia mencari anak yang tadi
dilemparkan kembali dia melongoh.
Anak itu tidak ada. Yang lain lain juga tercengang. Mereka heran sekali.
Siapa yang membawa kabur anak itu di depan hidung mereka" bukankah mereka"
Bukankah mereka semuanya jago-jago berkenamaan"
Tiat Ciang Pangcu dongak melihat langit "Sudah, jangan kita menjanjikan tempo
lagi!" katanya. "Mari kita susul Thian Tie Loa koay si iman siluman tua!"
Merdengar demikian, semua orang bagaikan terjaga secara mendadak dari tidur
mereka, maka serentak mereka bergerak, lari menyusul Thian Tie Tojin.
Hampir berbareng dengan kepergiannya orang-orang itu, langit pun guramlah.
Siputeri Malam yang terang cemerlang dengan tiba tiba saja dialingi sang mega
hitam itulah bagaikan tanda bahwa Thian pun tak ingin mengawasi lagi kedua mayat
yang hampir separuh telanjang, yang rebah damping-berdampingan ditanah
pegunungan yang sunyi senyap itu.
Sang mega terus bermain-main, bergulung gulung.
Makin lama jagat makin gelap. Hanya lewat sesaat, sesudah sang halilintar muncul
berkelebatan berulangkali sabagai gantinya, turunlah sang air langit, hingga
seluruh gunung menjadi basah, menyapu bersih darah yang berhamburan itu, sirna
dikaki gunung. Setelah hujan berhenti turun, maka mendadak ditempat peristiwa hebat itu
terlihat seorang, yang dari jauh bergerak mendatangi bagaikan kilat cepatnya.
Dia muncul dari arah lembah Nyawa Putus. Langsung dia menghampiri kedua mayat
yang tersia sia itu dia berdiri disisinya. terus dia menghela napas. Habis itu,
dengan tangannya masing masing angkat setubuh mayat, dia lari balik kedalam
lembah dinama dia menghilang didalam rimba raja yang hebat....
"BOCAH TAK BERGUNA"
Kota kecamatan Gie hin di Kanglam tengah merayakan malam Goan Siauw atau Cap Go
Meh, malam tanggal lima belas yang indah dari Chia-gwee bulan pertama. Kota
menjadi ramai sekali, sangat hidup nampaknya. Terutama orang berdesakan
dihalaman muka Seng Hong Bio, gereja Malaikat Kota dimana ada dipertunjukkan
wayang opera, yang panggungnya tinggi sependirian dua orang. Semua tempat duduk
sudah penuh sesak. Cerita yang di lakonkan ialah "Sat Cu Po," atau
"Pembalasan Pembunuhan Anak."
Tengah keramaian barlangsung itu maka dari bawah panggung terlihat munculnya
seorang yang romannya luar biasa. Dia tinggi belum empat kaki. Dia jalan
berlenggang-lenggok. Punggungnya berbungkuk unta. Dua buah tangannya sebaliknya,
panjang sampai didengkulnya. Dia memiliki mulut yang lebar ujung bibirnya,
seumpama kata hampir sampai kesisi telinganya. Sedangkan hidungnya melesak
sampai dia seperti tak memiliki hidung lagi.
Bibirnya yang bawah pun doble, turun rendah sekali, Maka itu, itulah roman yang
jelek lagi menakuti..... Segera juga mata orang banyak tertuju kepada orang kate luar biasa ini. Diantara
ada orang orang yang berteriak saking kagumnya.
Orang luar biasa itu sebaliknya mengawasi orang banyak dengan matanya yang
tajam, yang sinarnya memandang hina. Dia berjalan perlahan mengitari panggung
wayang itu. Kemudian dengan kedua tangannya yang besar bagaikan kipas dan merabah sebuah
cabang tiang mimbar penonton yang besar seperti mangkuk, atas mana, tiang itu
pecah remuk! Dengan begitu, ambruklah mimbar itu, hingga terdengar suara runtuhnya yang keras
dan berisik melebihkan berisiknya tambur dan gembreng sandiwara diatas panggung!
Tanpa mengambil mumat kecelakaan
diterbitkannnya itu, sijelek itu berindap masuk kedalam gereja di mana dia
menghilang disatu pojok yang gelap.
Berbareng lenyapnya orang aneh itu, disitupun terlihat seorang pelajar usia
pertengahan, yang gerakannya gesit.
Tanpa suara tindakannya, dia turut lenyap didalam gereja itu. Hanya tak lama tak
lama, dia muncul pula, romannya lesu. bagaikan orang putus asa. Tengah dia
berjalan keluar itu, tiba-tiba sinar matanya bentrok dengan orang jelek tadi,
yang menyelip diantara orang banyak. Sijelek itu membuka jalan dengan paksa.
Maka dia tertawa dingin, dia lantas menyusul. Dia pun mesti mendorong atau
menolak setiap orang yang berdiri di hadapannya.
Orang kate luar biasa itu berjalan terus keluar kota Si pelajar terus
mengintilnya. Dibelakang orang aneh itu, dia mengawasi dengar tertawa yang
dingin disusul dengan kata-katanya ini: "Sungguh sebuah pukulan Cit-sat Cwie Sim
Ciang yang lihay sekali! Dari manakah kau pelajarinya!
Si kate jelek itu berpaling. Dia memandang si pelajar hanyahnya sekelebatan,
lantas dia menoleh pula ke depan, untuk melanjuti perjalannya tanpa mengambil
mumat orang yang iseng mulut itu....
Si pelajar tertawa dingin. Dia loncat menyusul tangan kanannya diulurkan, untuk
menyambar pundak orang. Tepat di saat sambaran itu hampir mengenai sasarannya, mendadak si kate
berkelit. Dengan satu kali mencelat saja dia telah memisahkan diri tujuh atau
delapan tindak. Segera dia menoleh, mengasih lihat roman yang gusar.
"Siapakah kau" "tegurnya. "Apakah kau sudah tidak memikir hdup lebih lama pula?"
Si pelajar tertawa lebar. "Akulah Liong-heng-ciu Beng It Cin!" sahutnya
tembareng. "Hendak aku tanya kau, dari manakah kau dapat pelajari ilmu silatmu
itu Cit Sat Tywie Sim Ciang
Ilmu silat itu ialah Tangan Menghancurkan Jantung.
Sambil menjawab, atau berkata begitu, kembali dia lompat maju kembali, dia
mengulur tangannya guna menjambret pula ke arah pundak!
Si kate berkelit Lagi lagi dia mencelat delapan tindak.
Sangat gesit dan lincah gerakannya.
Liong-heng ciu Beng It Cin menjadi melengak "Sip pat Inilah ia tidak sangka sama
sekali. Sebenarnya ia sudah menggunai tipu silat "Siauw Liong Ciu" atau
"Merantai Naga satu di antara jurus jurus terlihay dari sip pat Liong heng Ciu
yang terdiri dari delanpan belas jurus. Heran dia yang orang lolos pula.
Ketika itu berkumpul sudah banyak orang yang datang menonton.Diantara mereka itu
terdengar pujian: "Bagus!'
"Kau siapa" "tanya Liong Heng Ciu yang menjadi gusar sekali.
Si kate mengasi dengar jawabannya yang tajam dan tawar: "Aku yang rendah seorang
yang tidak mempunyai nama, maka itu cukuplah kalau aku dipanggil Bu Beng Tong Cu
"Bu Beng Tong Cu" itu berarti: "Bocah tak bernama"
Memang, sejak dia kenal dirinya, si jelek ini belum pernah mendengar orang sebut
atau panggil dia dengan namanya, bahkan gurunya memanggil ia dengan 'Eh' saja.
Pertanyaannya Beng It Cin membuatnya heran lantas dia berpikir. Begitulah, dia
memberikan jawabannya itu.
Beng It Cin heran. Lantas ia menatap bocah didepannya ini. Orang mestinya belum
berusia lebih daripada enam atau tujuhbelas tahun, tetapi aneh, kenapa dia
demikian kate. Bu Beng Tongciu juga mengawasi Liong Heng Kiam. Ia mendongkol melihat sikap
orang, Ia merasa bahwa ia sangat dipandang hina. Tiba tiba timbullah hawa
amarahnya lalu dengan sekonyong konyong ia lompat menyambar dengan tipu silat
"Kay Thian Pek Te atau menciptakan dunia.
Beng It Cin menjadi kaget sekali. Tahu-tahu tangannya kanan dibetulan nadi telah
kena dicekal. Dan si cebol terus memutar tangan kanannya di depan muka orang,
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyusul mana tangan kirinya, dengan lima jarii bagaikan gaetan, menyentuh
sasarannya! Sudah duapuluh tahun Liong Heng Ciu mengembara, belum pernah ia menemui lawannya
yang setimpal. Ia ketarik hati waktu ia melihat anak ini merusak tiang mimbar
dengan satu kali "meraba" saja. Ia ingat itulah ilmu silatnya seorang "hantu
tua, yang sudah sepuluh tahun lebih tak pernah muncul pula dalam dunia Kang Ouw,
yang buat beberapa tahun sedang ia cari. Karena itu, tertariklah hatinya
mendapati orang yang mengerti ilmu silat itu Ia menduga kepada murid atau ahli
waris si hantu tua. Maka ia mengikuti. Siapakah, sekarang ia kena dicekal sampai
tak sanggup ia melepaskan lengannya itu
Si kate tertawa dingin. "Kiranya begini! saja Liong Heng Ciu yang namanya
menggetarkan dunia Kong Ouw!"
Begitu dia berkata, dia melepaskan cekalannya, tubuhnya lompat mundur tiga
tindak. Liong Heng Ciu melongoh. Menampak demikian si cebol tertawa. "Jikalau tidak puas, mari coba lagi dia
menantang. Liong Heng Ciu sangat mendongkol. Belum pernah ia menerima hinaan semacam itu
Maka, menuruti hawa-amarahnya, ia menyerang pula. menggunakan dua dua tangannya
dan tipu silatnya juga "Hut Ia Sauw Goa," yaitu
"mengebut mega, menyapu rembulan" Dua tangannya menotok kekedua jalan darah-Hian
kie dan Khie hay. Ini pun salah satu jurus dari ilmu silatnya itu. Sip-pat liong
Heng Ciu. Lain orang, belum ada yang pernah mengalahkan tipu silatnya ini.
Si bocah tak bernama melihat serangan itu, dia menyambut. Dia menggerakkan
tangan kanannya dengan tipu silat "Ngo Gak Siauw Liong," atau "Di lima gunung
merantai naga sedangkan kaki dirinya diajukan, hingga dia jadi rendah tubuhnya.
Dia bukan menangkis. hanya dengan lima jerijinya dia mencaba mencekal lengan
lawan. Liong Heng Ciu terkejut. Tak leluasa ia melayani orang kate, hingga ia jadi
kurang sebat. Ketika itu, tangannya juga sudah meluncur sebagian. Tiba-tiba ia
merasakan lengannya kesemutan. Itulah akibat lengannya tercekal itu Dengan
lekas. rasa kesemutan itu menjalar ke seluruh tubuhnya
Si bocah tertawa terrgelak, membarengi itu, dengan dua-dua tangannya, dia
menolak. Tidak ampun lagi, tubuh Liong Heng Ciu tertolak mental jauhnya satu tombak
lebih, dan tempo kakinya menginjak tanah, ia pun lantas muntah darah!
Dengan tawar, si bocah berkata: "Kau telah tergempur dengan pukulanku yang
bernama Cit-sat Cwie Sim Ciang!
Di dalam tempo dua belas jam, kau bakal mati, maka itu.
lekas kau pergi pulang!"
Walaupun dia berkata demikian, anak itu terlihat tegak kebocah-bocahannya. Habis
berkata itu, dia menggoyang-goyang kepalanya, terus dia pengin geloyor, membuka
jalan di diorang banyak. Liong heng ciu Beng It Cin memegang tubuhnya salah seorang penonton, untuk ia
dapat berdiri. Kembali ia muntah darah. Kata ia lemah pada orang itu: "Aku minta
tolong memanggilkan aku sebuah kereta supaya aku dapat diantar ke Sip Lip Pay
Kau bakal dipersenan Keluarga Beng."
Orang itu agak bersangsi, "Nanti aku yang antarkan kau!" berkata seorang tua,
yang berada di sisi mereka.
Bahkan ia lantas pergi memanggil kereta. Tempo Liong Heng Ciu naik ke atas
kereta itu, si orang tua memayangnya.
Tempo roda roda kereta berputar, maka di samping kereta terlihat seorang pendeta
tua bersama seorang bocah usia enam atau tujuh belas tahun mengikutinya dengan
tindakan yang cepat dan ringan sekali. Hanya baru beberapa tindak, lantas mereka
segera menghentikan mereka. Si pendeta tua menghela napas melihat romannya Liong
Heng Ciu "Suhu...." berkata sianak muda atau segera ia disebelah si pendeta.
"Tidak ada pertolongan lagi! Dia telah terluka anggauta-angggauta tubuhnya
bagian dalam...!" "Tapi, suhu.... Bukankah suhu mempunya kepandaian merebut pulang nyawa orang"
Kenapa dengan banyak sekali memandang saja, sekarang suhu memastikan bahwa orang itu tak dapat
ditolong pula?" Si pendeta tua bungkam. Dia seperti kelelap dalam pikirannya.
"Siapapun bakal terhajar mati oleh pukulan Cit-sat Cwie Sim Ciang kecuali dia
memiliki ilmu tenaga dalam dari kaum Buddha kita yang dinamakan prama atau
tenaga dalam Tay Ceng Bin-khie dari kaum Too Kauw. Dahulu hari ayahnya.... Ah
sudahlah, terlalu siang untuk mengatakannya!"
"Suhu! '"kata sianak muda. "Suhu bagaimana dengan ayahku" Suhu telah berjanji,
sesudah usiaku tambah, suhu hendak memberikan keterangan itu"
"Anak Ie kata sipendeta sabar "asal saatnya tiba akan aku beri keterangan
padamu! Lalu ia bertindak dengan perlahan Si anak muda mengikuti, ia menundukkan kepala
Tidak lama tibalah mereka di sebuah rumah berhala kecil. Berdua mereka masuk
kedalam situ. Segera seorang seebie cilik, kacung pendeta menyambut seraya
berkata: "Guruku sudah pulang! Sekarang suhu berada didalam kamarnya lagi menantikan"
Mereka mengangguk, terus mereka masuk kedalam.
Maka mereka lantas melihat seorang pendeta tua lagi duduk bersilat diatas
pouwtoan, tempat duduknya yang istimewa.
Melihat tetamunya pendeta itu lantas berbangkit sambil menyapa: "Kauw Siu Tay-su
selamat berjumpa!" Pendeta yang dipanggil Kouw Siu itu tertawa, ia berkata:
"Pada empat puluh tahun dulu, ketika kita bertemu buat pertama kali di Siauw Lim
Sie, kau masih menjadi kacungnya Goan Thong Taysu ketua Siauw Lim Sie! Dan sekarang, usiamu sudah
meningkat. Ia terus menunjuk sianak muda seraya menambahkan.
"Inilah muridku. Oe Ie Kun!" Sedangkan kepada muridnya, ia baling: "Lekas kau
memberi hormat kepada Hui Khong taysu!"
Anak muda itu menurut, ia mengunjuk hormatnya.
Hui Khong membalas seraya berkata: "Tak usah kita ada setingkat!"
Tapi sianak muda berkata: "Aku memohon pengajaran dari taysu"
Kemudian Hui Khong berkata pada Kouw Siu Taysu;
"Kabarnya taysu hidup menyendiri di gunung Ciong Lam San, kenapa kembali taysu
muncul didunia umum?"
"inilah guna anak ini!" sahut si pendetu tua. "Sebelum dia lulus, hendakku
membawanyanya mengembara untuk mencari pengalaman. Setelah itu, dia mesti pulang
untuk duduk bersemadhi hadapi tembok selama tiga tahun, baru kemudian bolehlah
dia turun gunung." Hui Khong mengangguk, terus ia berkata pada sianak muda: "Sie-cu, kau belajariah
dengan rajin dan tekun, supaya kau dapat mewariskan kepandaian gurumu ini yang
menjadi ahli utama dari golongan Mahayana dari India, supaya kelak kau membikin
makmur kalangan Rimba Persilatan"
Ie Kun mengangguk. Kouw Siu berdiam sekian, lama baru ia menanya:
"Apakah sekarang ini masih ada itu orang orang yang dinamakan Jie Loo, Sam Siu
dan It Koay"'" Dalam suaranya Hui Khong ketika ia mengangguk dan menjawab: "Ya. bukan saja
mereka itu masih tetap seumpama menggeraki angin menebarkan gelombang dalam
dunia Kangouw, bahkan untuk Kanglam dan Kang-pak. Tiat Ciang Pang menjadi satu
kumpulan paling besar..."
Selagi mereka itu berbicara seorang kacung pendeta.
yang datang dengan berlari-lari. lantas melaporkan: "Diluar ada datang seorang
kate luar biasa, katanya dia hendak mencari suhu!"
Hui Khong terkejut. "Ah! Kenapakah dia datang?"
serunya Meski begitu, ia toh bangkit dan terus lari keluar.
Kouw Siu dan muridnya, yang juga rasa-rasa heran, turut pergi keluar, maka itu,
lantas mereka melihat si orang cebol yang tadi mereka ketemukan.
Kapan Bu Beng Tongcu melihat Hui Khong, dia tertawa geli, tetapi hanya sebentar,
tiba tiba wajahnya menjadi guram dan murung, terus dia berkata keras: "Aku Bu
Beng Tongcu aku datang mencari kau! Di sini hendak aku membereskan perhitungan
kita yang terjadi ditaman yang tersia-siakan dari keluarga Cie di luar kota
Hangciu!" Parasnya Hui Khong pun menjadi merah padam. "Kau, kau makhluk manusia, bukan
setan, bukan!" tegurnya:
"Kenapa kau bolehnya datang menyatroni aku di sini" Kau harus ingat peristiwa
dahulu hari itu! Ketika itu aku menyayangi kau. Tak tega aku melukaimu, karena
aku ingat tak mudah untuk mencari kepandaian!"
Bu Beng Tongcu gusar. "Siapa merintangi aku, dia mesti membayar dengan jiwanya
dia membentak lantas dia menggerakan kedua tangannya, agaknya dia bendak
menyerang "Tahan!" berseru Kou Siu, yang melihat lagak orang galak itu tidak keruan itu.
"Bukankah kau muridnya Thian Tie Tojin?"
Si cebol mengawasi pendeta tua itu, matanya bersinar
"Kalau benar, bagaimana?" dia balik bertanya.
Kouw Siu melihat pada dahi si cebol itu sebuah tahi-lalat merah terang, ia
mengawasi muridnya, di dahi siapapun terdapat tahi-lalat, lantas hatinya
tergerak. "Bu Beng Tongcu, kau sebenarnya bernama apa?" ia bertanya lembut.
"Akulah Bu Beng Tongcu!" sahut si cebol kaku. "Kau keledai tua yang botak,
jangan kau banyak bacot Berhati-hatilah atau aku akan membunuhmu juga!"
Oe Ie Kun menjadi gusar. "Beranikah kau" bentaknya.
Bu Tong Tongcu melirik. "Jikalau kau berani, jangan kau sembunyi saja di
belakang gurumu!" ejeknya.
Oe Ie Kun gusar sekali ia hendak maju, tapi gurunya mencegah: "Kau bukan lawan
dia." Hui Khong gusar sekali melihat orang demikian galak dan kurang ajar. "Tidak
dapat tidak hari ini aku mesti ajar adat padamu!" katanya.
Bu Beng Tongcu melirik, mendadak ia mencelat maju dan menyerang.
Si pendeta tidak menyangka orang maju demikian cepat dan gerakannya juga pesat
sekali. Ia segera maju seraya bertindak ke samping. Itulah gerakan maju sambil
berkelit. Sambil maju itu, ia menggerakkan tangaa kirinya dengan tipu silat "Geng-khong
pay-long" atau "Menghadapi udara kosong mengatur gelombang," dua buah jari
tangannya mencari sasaran kedua jalan darah kie kut dan thian cu.
Bu Beng Tongcu berseru nyaring, tubuhnya dihentakkan ke samping, untuk berkelit.
setelah itu ia maju pula, menyerang dengan kedua tangannya, dengan gerakan "Jio-
liong-hun-cui" atau "Dua ekor naga memecah air." Hebat kedua tangannya itu
meluncur kepada si pendeta.
Terkejut si pendeta, ia heran sekali, hingga ia berkata didalam hatinya: "Kenapa
tenaga dalam bocah ini bertambah cepat berlipat ganda tempo hari?" ia lantas
mengajukan dua tangannya, guna menolak.
Kedua pihak bentrok keras sekali, sama-sama mereka mundur dua tindak. Tapi tubuh
kate si bocah menggeliat, parasnya menjadi sangat tak sedap dipandang. Dengan
gusar, dia berkata nyaring: "Satu bulan lagi kita akan menentukan pula menang
dan kalah. Pastilah aku si Bu Beng Tongcu akan mengambil benda di atas batang
lehermu guna di pakai menyembayangi rohnya tujuh orang yang telah terbinasa di
taman keluarga Cie!"
"Sungguh mulut besar!" kata Oe Ie Kun di dalam hati, sedangkan matanya melihat
si cebol itu mencelat pergi.
lantas menghilang. Kauw Siu menghela napas "Agaknya si cebol ini merasa pasti bahwa satu bulan lagi
dia akan dapat mengalahkan kau..." ia berkata perlahan pada Hui Khong.
Hati si pendeta bercekat. "Melihat dia maju demikian pesat, memang benar juga
satu bulan lagi aku sangsi dapat melawan dia," katanya. "Jikalau taysu sudi, aku
mohon diberi petunjuk jalan yang terang."
Kouw Siu mengajak tuan rumah kembali ke dalam. Ia berkata: "Jikalau aku tidak
salah, Bu Beng Tongcu ini mestinya semacam orang yang pernah disebutkan guruku.
Orang semacam dia dipelihara dan didik sedari masih sangat kecil. Umpama kata
dia minum dicuci bersih sumsumnya, di tukar tulang-tulangnya. Orang biasa menanam pohon dengan
dipaksakan dikekang hingga ia menjadi tidak dapat besar, sedangkan tubuh manusia
dicegah melarnya dengan dimasukan ke dalam sebuah guci.
Demikian si cebol barusan. Dia menjadi kecil dan kate karena bikinan, tetapi
walaupun demikian, bakatnya tidak menjadi lenyap, kalau dia belajar silat, dia
dapat memperoleh kemajuan sempurna. Aku menduga dialah muridnya Thian Tie Tojin,
nyata dugaanku tidak meleset."
Perdeta ini berhenti sejenak, lantas dia menambahkan:
"Baiklah, akan aku mengajar kau tiga jurus dengan apa nanti kau dapat
membebaskan diri dari si cebol yang liehay itu...."
Hui Khong mengucap terimakasih. Kouw Sia lantas membacakan tiga jurus pelajaran
yang ia berikan itu. Oe Ie Kun mendengarkan dengan penuh perhatian.
Melihat lagak muridnya pendeta tua berkata: "Tak usah kau mencuri dengar! Kau
juga boleh belajar sekalian, guna kau nanti menjaga dirimu!"
Ie Kun girang sekali. Ialah seorang murid luar biasa.
Selama ia mengikuti gurunya setiap kali ia menyaksikan guru itu berlatih tentu-
tentu ia minta diajari akan tetapi guru itu melainkan menyuruh ia duduk
bersemadhi selama tujuh belas tahun belum pernah ia diajarkan silat sekalipun
satu jurus. Maka itu sekarang, mendengar ia mau diajari hingga tiga jurus ia
girang hingga ia lompat berjingkrak.
Kouw Siu mengajak dua orang itu pergi ke belakang, di tempat yang sepi. Ia
berkata. "Inilah tiga jurus Thian Touw kamu, ingat baik-baik. Sekarang lihat
akan jurus yang pertama, namanya Cian Kouw Lui Tong. "artinya Tambur perang
berbunyi laksana guntur." Habis berkata, ia bersilat, untuk memberi contoh.
Hui Khong dan Ie kun bersilat, mereka menelan itu.
Habis itu menyusul pelajaran dua jurus lainnya, yaitu
"Ciu po Thian Keng, "atau "Batu pecah mengejutkan langit dan "Thian Peng Te Liat
atau "Langit ambruk, bumi gempa."
Pelajaran itu diberikan sampai kedua orang itu apal betul, setelah mana, si
pendeta tua memberikan pesannya:
"Tiga jurus ini luar biasa. asal digunai, mesti-mesti orang terlukai karena itu,
jangan kamu sembarang gunakan, supaya kamu tidak dikutuk Thian!"
kui Khong dan Oe Ie Kun memberikan janjinya.
Malam itu malam Goan Siauw, kota ramai luar biasa, akan tetapi di dalam rumah
sudah itu, orang tetap terbenam dalam kesunyian, karena itu, Ie Kun ingin sekali
menyaksikan keramian. Ia memang belum pernah melihat, dunia....
"Kau boleh pergi tetap ingat jangan kau kemaruk dengan keramaian," kata si guru,
yang baik hati. "Ingat. kau mesti pulang sebelum tengah malam!"
Ie Kun mengucap terima kasih. Ia berjanji akan pulang sebelum jam dua-belas.
Seorang diri ia berjalan dengan cepat menuju kekota Gie hun. Inilah yang pertama
kali ia keluar seorang diri, maka ia mirip seekor burung yang lolos dari
kurungan. Sudah sekian lama ia mengikuti gurunya mengembara, belum pernah ia
diberikan kemerdekaan seperti ini. Maka ia kagum sekali selekasnya ia tiba
didalam kota. Suasana sangat ramai. Orang tampak berlipat ganda banyaknya
daripada waktu siang tadi. Saking kagum, ia jadi terbengong.
Tiba tiba pemuda ini menjadi terkejut. Tengah ia dongak, ia melihat satu
bayangan orang berkelebat diatas genting. yang lantas lenyap dalam sebuah loteng
yang tinggi. Ia heran, ia jadi ingin mendapat tahu. Menyelak diantara orang yang
berjubelan, ia menuju kerumah yang berloteng itu. Cuma tiga putaran saja, sampai
sudah ia didepan rumah itu.
Iiulah rumah yang besar dengan pekarangan yang lebar, hanya di empat penjurunya,
temboknya sudah tua dan gugur disana sini suatu tanda bahwa gedung itu sudah
lama tidak terawat. Pintu pekarangannya yang besar dan diberi bercat, juga sudah
tidak keruan macam. Melihat dari tembok yang gugur dan bolong, dibagian dalam
rumah itu tak nampak sinar api.
Ketika itu didepan rumah itu ada lewat serombongan orang ketika mereka
mendapatkan Ie Kun lagi berdiam mengawasi, salah seorang diantaranya berkata:
"Itulah rumah hantu, setiap hari ada setannya yang mengacau!
Jikalau kau melihat setan, anak muda, jangan kau heran!
Kau tahu. siapa masuk kedalam rumah itu, dia tak pernah keluar lagi sampai
tulang-belulangnya pun tak ada sisanya"
Jalan disitu tak banyak dilalui orang, toh itu jalan hidup.
tak percaya Ie Kun terhadap ceritera tentang hantu itu. Ia percaya tentulah
orang jail yang menyamar menjadi setan.
guna mengganggu orang orang yang berlalu-lintas disitu.
Atau dilain saat ia mendapat pikiran ini. "Tak mungkinkah orang jahat
menggunakan tempat ini sebagai sarangnya?"
Memikir demikian, pemuda ini sudah lantas mengambil keputusan. Bukannya ia
berlalu dari situ, ia justeru melompati tembok untuk masuk kedalam pekarangan.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Didalam situ ia mendapatkan banyak pohon hingga sukar buat ia berjalan maju.
Rumah itu juga banyak wuwungannya.
Sekian lama Ie Kun berjalan, belum juga ia mendekati gedung. Ia heran, ia
menjadi bingung Teranglah bahwa ia telah kesasar. Ia mencoba akan jalan lempang,
sia sia. Ia menjadi menyesal yang ia sudah berlaku sembrono. Pantas gurunya
membilangi bahwa ia belum berpengalaman.
Pernah Ie Kun memperoleh pelajaran Kie-bun Pat-kwa dan gurunya Itulah pelajaran
yang telah diberikan pada tujuh atau delapan tahun yang lalu, tetapi sekarang,
berada didalam tempat sesat, ia seperti putus asa. Maka di akhirnya ia
menjatuhkan diri. untuk duduk numprah, guna memusatkan pikiranhya. Iapun
memejamkan matanya. Lewat sekian lama, baru ia merasa otaknya jernih.
Lantas ia membuka matanya, memandang kedepan, lalu kekiri dan kekanan dan
akhirnya kebelakang. Ia memperhatkan sekitarnya. Tiba-tiba ia terperanjat.
Itulah karena ia mendengar suara berkelisik disisinya. Lekas lekas ia memutar
tubuh. atau ia mendapatkan seorang wanita muda dengan pakaian serba putih tahu-
tahu sudah berdiri disisinya itu. Ia kaget sekali, sedang hidungnya segera
mencium bau yang harum. "Rupanya kau bukan penduduk sini"' tiba-tiba si nona tanya perlahan.
Ie Kun mengawasi. Ia mendapatkan seorang yang cantik sekali, sendirinya, ia
tercengang. Ia tidak mendengar kata-kata sinona, ia melainkan merasakan sedapnya
suara yang merdu. Sinona nampak kurang senang karena orang berdiam saja. "Eh, aku menanya kau!"
tegurnya. "Kau dengar atau tidak?"
Kali ini, si pemuda terperanjat, dia sadar.
"Aku..."sahutnya bingung.
Nona itu membanting kaki, agak jengkel dia. "Mari turut aku!" katanya. "Aku
antar kau keluar dari tin ini!"
"Tin" ialah semacam garis perang yang rahasia yang menyesatkan.
Ie Kun menurut. Baru jalan dua putaran, ia sudh melihat bagian luar.
"Kau tunggu disini!" kata si nona. "Jangan berkisar!
Didalam rumah ini terdapat berlapis-lapis perangkap! Kau tunggu, hendak aku
menyingkirkan satu perintang, baru kau masuk!"
Ie Kun dengar kata. Ia tetap bingung. Tak tahu ia, siapa nona ini. Ketika ia
mengiringi nona, ia masih nampak linglung. Sinona melihat lagaknya, dia heran.
Pikirnya: "Melihat dari wajahnya, dia memiliki tenaga dalam yang mahir. Dia rupanya orang
yang masih maju Mungkin dia sama seperti aku, dia datang kemari tanpa tujuan dan
aku mengajaknya secara bersahaya"
"Mari!" katanya kemudian. Ia menjejak tanah untuk lompat tinggi tiga tombak,
lalu maju ke sebelah dalam. Ia bergerak tanpa suara anginnya,
Ie Kun heran."Pantas dia berani," pikirnya.
Justeru itu dua tombak jauhnya didepan dia, pemuda ini melihat melesatnya dua
bayangan orang yang berkelebat untuk terus lenyap di tempat gelap.
"Heran!" pikirnya, "Di waktu begini, dirumah kosong ini, dari mana datangnya
orang-orang itu?" Tepat itu waktu, dari jauh terdengar jeritan yang menyeramkan hati. muncul pula
dua bayangan orang, lalu terdengar suara satu diantaranya "Mungkin disana sudah
terjadi pertempuran... "Hmm!" kata yang lain. "Malam ini pangcu sendiri yang memegang tampuk pimpinan,
biar ada datang lebih banyak orang satu jiwa pun tidak bakal mendapat ampun!"
"Bagaimana dugaan kau." kata yang satu: "Apakah pendeta dari Siauw Lim Sie sudah
menyerahkan barangnya atau tidak?"
"Aku tidak tahu" Belum habis suara orang itu, lantas mendadak dia roboh,
demikian juga kawannya. Ie Kun kaget sekali. "Siapakah yang membokong mereka kata dalam hati.
"Kalau penyerang itu melihat aku dan dia menyerang juga, bukankah aku akan mati
konyol?" Maka lantas ia menggeser tubuhnya dan baru ia menggerakan kakinya, ia mendengar
bentakan halus ini: "Hai bocah kecil. jangan bergerak! Kau sudah turut Raja akhirat Wanita datang
kemari kau dilarang bergerak kau berdiamlah!"
Ie Kun terperanjat. ia berpaling kearah darimana suara itu datang Ia mslihat
diantara rumpun pepohonan rebah satu tubuh yang tertutup baju tambalan tetapi
punggungnya menggenjol sebuah kantong besar dari kain merah, Dialah seorang
pengemis yang habis berkata lantas mengawasi kepadanya sambil bersenyum simpul.
Dia bersikap sangat tenang.
Ketika itu nampak dua bayangan keluar dari muka gedung berlari-lari ke arah
mereka Hanya sebentar sampailah mereka disampingnya kedua mayat. Orang yang satu
berjongkok meneliti kedua mayat itu. Setelah berdiam sekian lama terdengarlah
suaranya: "Entah senjata rahasia apa yang begini jahat
"Cit-cie-niauw!" sahut yang lainnya, sesudah dia berjongkok memeriksa. "Pertanda
tegas dari piauw beracun ialah siapa terkena, tenggorokkannya lantas tertutup
dan tujuhnya mengeringkuk.
Habis berkata begitu orang itu menurunkan busurnya dari pundaknya. agaknya dia
hendak melepaskan anak panah sebagai tanda rahasia. Tapi belum lagi dia sempat
menggunakan panahnya itu, diapun roboh disusul tergulingnya kawannya untuk tidak
berkutik lagi sebagai dua mayat disisinya itu.
Menyusul robohnya dua orang ini, dari samping berlompat keluar satu orang lain,
dalam gerakan bagaikan bayangan dengan kedua tangannya dia meraup memondong ke
empat mayat itu untuk dibawa berlalu dengan cepat menghilang kelain arah.
Masih ada satu bayangan lain, yang berlompat dari luar pekarangan masuk kedalam
untuk bergerak lebih jauh guna lompat naik ke atas genting dimana diapun
melenyapkan diri. Bukan main herannya Oe Ie Kun ia menjadi sangat bingung. Semua orang tidak
dikenal, semua bergerak dengan sangat gesit. Ia lantas menduga bahwa didalam
gedung itu mungkin mungkin ini telah terjadi suatu peristiwa yang hebat.
Baru setelan itu si pengemis bergerak bangun terus dia meneprek-neprek kantung,
"Hayo engko kecil. jalanlah!"
katanya. "Kapan sang maiam berlarut maka kau tak akan keburu menyaksikan
pertunjukan yang menarik hati"
Habis berkata dia berjalan. Baru dua tindak dia berhenti pula. Dia melihat si
anak muda berdiam saja. Dia lantas mengawasi terus dia mengernyitkan alis.
"Apakah kau belum pernah belajar silat tegurnya.
Berkata begitu, dia mengulur sebelah tangannya hendak menyambar lengan si anak
muda. Tiba-tila dia menjerit perlahan. Sentuhannya kepada lengan sianak muda
membuat tangannya, tangan kanan mental balik.
Tangannya itu kesemutan. "Ha... batu kemala yang bagus yang belum di gosok,"
katanya heran dan kagum. "Rupanya gurumu baru mengajari kau ilmu dalam tetapi
belum ilmu silat" Ie Kun mengawasi. Ia kagum yang sipengemis mengetahui tentang kepandaiannya.
"Jangan takut" kata pula si pengemis, "Mari aku ajak kesanal"
Kali ini si pengemis menyambar leher baju orang, untuk diangkat, maka di lain
saat berdua mereka sudah berada diatas wuwungan. hingga terlihat tegas gedung
lebar sekali, terkurung banyak pohon gauw-tong yang besar dan tinggi.
Ie Kun tidak melihat sinar api, hatinya tidak tenang.
Dengan masih memegangi leher baju si anak muda, si pengemis maju terus sampai
mereka berada diatas lauwteng. Disini, dengan jalan ditangga, mereka turun
kebawah terus masuk kedalam sebuah ruang. Mendadak si pengemis tertawa terbahak
dan berkata: "He, imam tua Thian Tie! Kamu mengadakan rapat besar orang-orang
gagah, kenapa kau tidak mengundang aku sipengemis tua turut hadir bersama sama
karena itu, aku jadi datang sendiri!"
Ie Kun melihat didalam ruang itu hadir kira tiga puluh orang pria dan wanita,
tua dan muda.. Diantaranya, seorang toosu atau saykong, atau imam tua lantas
berbangkit. Untuk mengasi dengar suaranya "Hm, Yo Thian Hoa!
Kaulah si pengemis tua yang tidak ketahuan tempat jejaknya, cara bagaimana aku
dapat mengundang kau hadir di sini?"
Si pengemis tua, yang dipanggil! Yo Thian Hoa itu, tertawa. Kata dia: "Asal kamu
Jie Loo sudi membagi aku secangkir arak, aku si pengemis tua tidak akan
mengatakan apa-apa lagi. Cumalah perangkap kamu disebelah luar terlalu banyak
jumlahnya, membikin aku si pengemis tua sampai susah dapat masuk kemari, syukur
ada beberapa anggauta pria dan wanita, yang membuka jalan. jikalau tidak,
pastilah siang-siang sudah tulang belulangku bakal disuguhkan untuk digerogoti
kawanan anjing!" Kata-kata itu membikikin kaget, tidak melaikan si toosu tua yang benama Thian
Tie Toojin itu tapi juga seorang tua lain, yang baju yang abu abu, yang bajunya
abu-abu, yang sudah lantas berjingkrak bangun. Terlihat nyata rambut dia pada
bangun berdiri. Si pengemis tua melihat orang itu dia berkaok-kaok seorang diri: "Ayo! Ayo!
Pangcu dari Tiat Ciang Pang bergusar! Jangan-jangan aku si pengemis tua bakal
mati karena kaget!" "Pang-cu" ialah "ketua," dan "Tiat Ciang Pang" yaitu partai Tangan Besi.
Pangcu itu, yang bernama Pui Thian Bin, lantas berkata:
"Siapa di antara kamu yang pergi keluar untuk melihat....?"
Belum berhenti suaranya ketua ini atau angin menghembus masuk, memelesatkan
serupa barang, yang jatuh diatas meja dengan mengasi dengar suara membeletuk.
Sebab itulah sebatang piauw, yang menyambar dan nancap.
Pui Thian Bin kaget sekali, tapi dia lantas berseru, gusar:
"Cit chee-piauw sudah muncul kenapa pemiliknya tidak muncul juga?"
Memang yang nancap itu ialah sebuah piauw model bintang.
Menyusul teguran si ketua partai Tangan Besi itu satu suara tertawa tajam dan
dingin lantas terdengar, sesudah itu segera terlihat berkelebatnya satu orang
yang berlompat masuk dari liang jendela, orang mana memondong seorang lain yang
sudah tidak dapat berkutik karena dia telah menjadi korban totokan jalan darah.
Ketika Ie Kun sudah melihat tegas orang yang baru masuk itu dia heran hingga dia
mengasi dengar suara terperanjatnya. Dia kenali orang itu sebagai si nona
berbaju putih, yang tadi menolongi ia lolos dari dalam itu.
Sebenarnya orang tidak mempehatikan pemuda ini tetapi seruan kagetnya itu lantas
menyadarkan semua hadirin.
Semua lantas berpaling ke arahnya.
Dan Pui Thian Bin, sambil tertawa dingin, lantas menanya si pengemis tua: "Eh
siapakah bocah cilik itu?"
Si pengemis tua tertawa geli. "Dia bukanlah si pengemis cilik!" sahutnya "Dialah
orang yang datang untuk melihat keramaian!"
Memang juga, pengemis ini tidak kenal Oe Ie Kun.
Thian Tie Toojin maju satu tindak, untuk nenatap si anak muda. "Siapakah kau?"
tanyanya, suaranya dalam.
"Kau murid siapakah" Kenapa kau berani lancang masuk ke tempat terlarang dari
Tiat Ciang Pang ini?"
Ie Kun berdiam Sejak bermula, entah kenapa, tidak ada kesan baiknya terhadap
imam itu. Thian Tie gusar sekali. Belum pernah ia diperhina orang secara itu. Sambil
tertawa tawar, tangannya diluncurkan, guna menyambar si anak muda. Ia
menggunakan tipu. silat. "Siauw Liong Kui Yan" atau "Merantai naga di dalam gedung."
Melihat si imam menyambar si anak muda, si pengemis mendahului menolak dengan
tongkat bambunya kepada pundak anak muda itu, atas mana tubuh Ie Kun tertolak
roboh. Karena itu, sambaran imam itu menjadi tidak mengenakan sasarannya. Dia
jadi mendongkol. "Eh, pengemis tua! "tegurnya, "siapa yang menyuruh kau menurunkan tangan"
Yo Thian Hoa tertawa terkekeh "Siapakah yang tidak tahu hebatnya Heng San Jie
Loo" katanya. "Bocah ini bocah macam apakah" Mana dia dapat bertahan" Maka itu
aku si pengemis tua aku mendahului kau mengajar adat padanya supaya di matanya
janganlah sampai tidak ada si orang yang berilmu tinggi!"
Kata-kata itu berupa umpatan untuk Thian Tie Toojin, akan tetapi di balik itu
ada tersembunyi ejekan bahwa saykong sudah menghina bocah cilik. Tentu sekali.
Thian Tie ketahui itu, maka juga parasnya menjadi guram. Akan tetapi dia dapat
berpikir dia tidak mau bentrok dengan si pengemis tua. Dia pun menyangsikan
entah ada siapa lagi orang lihay yang bersembunyi di sekitar sarangnya ini.
Maka juga, habis mendelik kapada Ie Kun, ia mundur ke tempat asalnya.
Tepat itu waktu, seorang datang masuk dengan laporannya: "Pendeta kepala yang
menjadi ketua Siauw Lim Sie mohon bertemu!"
Yo Thian Hoa si Pengemis Sakti, atau Sin Kay, mengasi bangun pada Oe Ie Kun
sembari dia kata: "Segera juga sandiwara akan dimulai!"
Baru saja Thian Tie menerima laporan itu, dari arah pintu sudah tampak munculnya
empat orang pendeta tua yang tubuhnya ditutup dengan kain yaitu jubah suci.
berwarna merah. Mereka lantas berdiri berbaris di tengah ruangan.
Pui Thian Bin, ketua Tiat Ciang Pang tertawa tawar.
"Aku tidak sangka sama sekali bahwa keempat pendeta pandai huruf Goan dari Siauw
Lim Sie telah datang herkunjung!" katanya sebagai sambutan. "Tian ketua,
bagaimana kalau aku mohon diajar kenal?"
Salah seorang pendeta tua itu, yang bertubuh kurus, maju setindak seraya dia
merangkapkan kedua belah tanganya. "Pinceng bernama Goan Thong," kata ia hormat,
"Pinceng datang bersama tiga adik seperguruanku Goan Kak, Goan Siang dan Goan
Tong. Dan kami datang sendiri untuk mengambil kembali buku catatan dari kuil
kami!" "Hm!" tertawa Pui Thian Bin, suaranya dingin lagaknya temberang.
Lantas dia menunjuk kepada belasan imam tua dan muda di depannya Dia terus kata
"Baru-baru ini aku si orang tua mengepalai delapanbelas orang hiocu kami pergi
menemui pendeta-pendeta pandai dari Siauw Lim Sie, ketika itu ke delapabdas
hiocu kami itu telah mendapaikan buku catatan itu sesudah satu pertempuran mati-
matian. Oleh karena itu taysu, ingin aku mengetahui, untuk kamu meminta pulang buku
catatan itu, barang apakah yang hendak dijadikan barang tukarannya?"
Oe Ie Kun tidak tahu urusan, dengan perlahan ia tanya si pengemis "Buku catatan
Siauw Lim Sie apa macam itu maka mereka sampai memperebutinya begini macam?"
Yo Thian Hoa menjawab: "Buku catatan itu mengenai suatu rahasia penting dari
Siauw Lim Sie serta mengenai juga nama baiknya kuil itu, karena itu, murid-murid
Siauw Lim Sie ini ingin sekali mendapatkannya pulang."
Goan Thong Taysu memandang para hadirin. "mana dia buku catatan itu?" ia tanya.
Pui Thian Bin merogo kesakunya dari mana menarik keluar sejilid buku yang ia
terus ulapkan. Sembari berbuat begitu, ia berkata "Buku itu ada pada aku si
orang she Pui belum lagi aku membukanya akan lihat, segelnya masih utuh!"
Goan Thoan Taysu bernapas lega. "Pui Sie-cu, kau mengharapi barang apakah
sebagai barang tukarannya?"
tanyanya. Thian Tie Toojin menyela: "Pada tujuh-belas tahun yang lalu, Siauw Lim Sie telah
kehilangan Cay Hoan Giok Tiap.
Katanya barang-barang itu bakal kembali kepada Siauw Lim Sie. Benarkah?"
Mendengar pertanyaan itu, paras Goan Thong berobah menjadi pias. "Cay Hoan Giok
Tiap kami itu hilang berbareng dengan buku catatan kami ini," katanya. "Kami
belum pernah mendengar kabar itu."
"Jikalau demikian," berkata si imam atau say kong. "baik kita menanti saja
kembalinya Cay Hoan Giok Cap, baru kita bicara pula tentang penukaran buku
catatan ini!" Goan Thong menjadi tidak senang, parasnya berobah pula, tetapi ia dapat
menguasai dirinya. "Malam ini
siapakah yang menjadi tuan rumah di sini?" tanyanya. Ia tertawa dingin.
Tiat Ciang Pangcu Pui Thian Bin juga tertawa dingin.
"Hm! Hm! Malam ini akulah si orang she Pui bersama Thian Tie Tojin yang menjadi
tuan rumah!" sahutnya. Ia lantas memandang kepada semua hadirin, baru ia
menyambung: "Jikalau kami tidak dapat penukaran dengan Cay Hoan Giok Tiap, dapat
diganti dengan pelajaran silat Siauw Lim Pay yang tujuh puluh dua itu! Nanti
kami memilih salah seorang dari delapan belas hio-cu kami untuk dialah yang
menerima pelajaran itu!"
Tujuh puluh dua ilmu silat Siauw Lim Pay itu ialah yang disebut Siauw Lim Cit-
cap-jie Ciat Kie. Goan Thong tertawa dingin. "Pui Pangcu, nyatalah kau memandang terlalu kecil
kepada Siauw Lim Pay!' katanya."Mana dapat sembarang orang mempelajari Siauw Lim Cit-cap-jie Ciat Kie
itu" Lagi pula Cay Hoan Giok Tiap juga mana dapat sembarang diserahkan!"
Pui Thian Bin memperdengarkan suara dari hidungnya.
"Jikalau tak dapat kita saling tukar." kata dia. "maka barang yang telah kami
dapatkan itu juga tidak dapat dibayarkan pulang!"
Belum lagi Goan Tbong memperdengarkan suaranya Thian Tie sudah memegatnya. Kata
saykong atau toosu ini: "Dahulu telah tersiar berita bahwa Tiat Kiam Sie-seng Oe Kee Lok tidak mengambil
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cay Hoan Giok Tiap dari Siauw Lim Sie mengapa sekararg dibilang barang-barang
itu telah hilang?" Goan Thong terus dapat menguasai dirinya.
"Dahulu hari itu telah terbit salah mengerti di antara Tiat Nam Sie-seng dan
Siauw Lim Sie kami!" ia. memberi
keterangan "dan dia telah menyatakan bahwa di dalam tempo tiga hari mesti datang
mengambil Cay Hoan Giok Tiap milik Couwsu kami itu. Benar saja. di dalam tempo
tiga hari yang disebutkan itu barang kami itu lenyap. Akan tetapi disamping itu
kamu harus tahu, halnya Tiat Kiam Sie seng terbinasa ditegalan belukar terbinasa
di tangan kamu, itu bukanlah kabar baru. Oleh karena itu, tidak dapat di
sangsikan pula bahwa Cay Hoan GioK Tiap mesti berada di dalam tangan kamu atau
di tangan salah seorang yang turut kamu melakukan pengeroyokan itu!"'
Pui Thian Bin, ketua Tiat Ciang Pang partai Tangan Besi tertawa seram. "Oa,
kiranya yang mengintil malam itu dengan diam-diam ialah kau sendiri!" katanya
mengejek. Goan Thong memperlihatkan sikap agungnya ia tidak menggubris ejekan itu.
Sebaliknya, ia menggerakkan tangannya kepada ketiga sute. atau adik adik
seperguruannya itu, untuk memberi isyarat.
"Aku bersumpah. di dalam tempo tiga bulan kami akan mendapatkan pulang buku
catatan kami itu!" kita ia, keras lalu terus ia bertindak pergi dengan diikuti
ketiga sute-sutenya it. Tiba-tiba Thian Tie Tojin berteriak keras: "Hai, keledai gundul, apaah kamu
sangka tempat ini dapat kamu lancang datang dan dapat kamu tinggalkan pergi
sesukamu saja?" Habis berkata, ini lantas mau bergerak guna menghalangi. Dan sekonyong-konyong
dari luar ruang itu terdengar suara tertawa berkakak di iringi dengan kata-kata
dingin ini: "Hai Thian Tie si hidung kerbau, jangan kau temberang!"
"Hidung kerbau" ialah kata kata yang tak manis untuk pertapa imam. tosu atau
saykong dari kaum Too Kau (Agama Too).
Dan menyusul itu, suatu benda bercahaya, berkelebat meluncur ke dalam ruang,
nancap diatas mejadi depan Tian Tie Tojin hingga semua orang menjadi kaget,
lebih-lebih setelah jelas, itulah Cit chee piauw, senjata rahasia "Bintang
Tujuh" Paras si saykong pucat dan tak dapat dia segera membuka mulutnya.
Menyusul meluncurnya piauw itu, seorang terlihat melompat masuk pesat bagaikan
burung terbang menyambar. Lalu di lain saat tampak tegas, diaiah seorang yang
berpakaian hitam seluruhnya, yang mukanya bertopeng. Dia lantas berkata kepada
empat pendeta dari Siauw Lim Sie itu: "Kamu pergilah!"
Sin Kay si Pengemis Sakti.berkata pada On ie kun
"Orang itu ialah Cit Chee Piauw Tojin Sim Ie tuan dari piauw Bintang Tujuh, yang
disebut juga Bu Eng Jin si Manusia Tanpa Bayangan. Dialah orang yang tak
membedakan baik atau jahat, yang paling mengutamakan kepentingan diri sendiri,
maka itu berhati-hatilah kau andaikata di belakang hari kau bertemu dengannya."
Habis itu Cit chee-piau Sim Ie lantas bertindak menghampiri Ie Kun, dengan wajah
yang tidak menutarakan sesuatu perasaan seenaknya saja dia bertanya.
"Eh, anak kecil apakah kau she Oe?"
"Betul!" sahut Ie Kun jumawa. Ia pun mengangguk.
"Ada pengajaran apakah dari kau?"
Pemuda ini tidak mempunyai pengalaman dalam kalangan Kangouw, walaupun sikapnya
Cit Chee Piauw menyatakan dia tak bermaksud baik, ia tidak mau menunjukan
kelemahannya, maka ia juga menjawab dengan berani. Tentu saja. saking jauhnya,
ia tidak memikir untuk berjaga jaga.
Sin Ie menghampiri sampai dekat, mendadak ia menyentil dengan dua buah jari
tangan kanannya. Sudah majunya sangat pesat diluar dugaan, juga sentilannya
sangat mendadak dan cepat.
Ie kun merasa akan dadanya beku, terus ia roboh terkulai.
Yo Thian Hoa merasa tidak enak hati melihat orang menghampiri si anak muda. akan
tetapi sebelum ia tahu apa apa. Cit Chee Piauw sudah mendahului menyentil Ia
terkejut hingga dengan air muka berobah, ia berseru
"Bintang Thian Khong!"
Cit Chee Piauw tertawa kata ia pada si pengemis tua.
"kau kenal llmu sentilan ini, ya!" Tanpa menanti jawaban, ia tertawa dingin pula
sambil menghadapi Heng San Loo yaitu Tiat Ciang Pangcu Pui Thian Bin dan Thian
Tie Tojin dan berkata: "Paman guru kamu sudah muncul pula ke dalam dunia
Kangouw! Tadi aku telah bertemu dengan muridnya yang menyebut dirinya Bu Eng Jie
si Bocah Tak Bernama!" Berkata begitu, ia memegang tubuhnya Ie Kun, untuk
diangkat bangun, seraya menambahkan: "Aku hendak pinjam dulu anak ini!"
Sebenarnya ia hendak lantas mengangkat kaki, dan ia melirik pada Sin Kay dan
berkata: "Pengemis tua apabila kau tidak puas, dapat kau pergi ke pulau Cit Chee
To di Tang Hay mencari aku! Cuma, sebelumnya itu, kau mesti melatih dulu ilmu
tongkatmu yang diberi nama Pah Kau Pang itu! Hahaha..."
Baru setelah itu, seperti juga di situ tidak ada orang lain, ia bertindak lebar
sambil membawa Ie Kun. Ketika ia sampai di ambang pintu, di situ ia melihat si
nona berbaju putih yang berdiam saja, karena nona itu sudan tertotok jalan
darahnya. Ia nampak kaget, dengan paras berobah ia
berkata nyaring: "Siapakah yang bernyali begini besar berani menawan murid
kesayangannva Sam Im Sin Nie?"
Pui Tian Bin merasa tidak sanggup melayani Sim Ie, sekian lama dia membiarkan
saja orang bertingkah di hadapannya, akan tetapi sekarang dia sudah habis sabar.
Dia lantas berkata keras: "Lim Lo toa! Aku melihat persahabatan kita selama
duapnluh tahun. suka aku mengalah: "Nah lekaslah kau pergi!"
Cit Chee Piauw menyeringai. "Jikalau kau tidak puas, kau juga boleh pergi ke Cit
Chee To mencari aku!" katanya.
Cit Chee To atau pulau Bintang Tujuh berada di Tang Hay Laut Timur.
Habis berkata begitu, Sam Ie mengangkat tubuh si nona baju putih untuk dibawa
pergi. Ia mencelat dengan sebat, dan lenyap di malam yang bersinarkan rembulan
itu. "Tahan dulu" berseru Sin-kay Yo Thian Hoa sembari ia bergerak menyusul. Akan
tetapi. tiba-tiba Thian Tie Tojin lompat ke depan orang, untuk merghadang.
(BERSAMBUNG J1LID KE 2) Jilid 2 "Apakah kau mau berlalu dengan begitu saja" tanyanya, dingin.
Si pengemis tertawa terbahak-bahak. "Sudah menjadi kebiasaan bagi aku si
pengemis tua, kalau aku bilang mau pergi, aku lantas pergi!" katanya. "Belum
pernah aku dapat dicegah orang!"
Si saykong sengit sekali, Memang dia sangat mendongkol Pertama-tama dia merasa
tak puas akan kelakuan keempat pendeta dari Siauw Lim Sie itu. Kedua, dia telah dipermainkan
Cit Chee Piauw yang berandal dan temberang itu, yang membuat buyar usahanya.
Maka dari itu dia hendak mengeluarkan rasa penasarannya terhadap Yo Thian Hoa.
Sekarang dia mendengar tantangan pengemis itu. Lantas dia mengangkat tinggi
tangan kanannya, dengan gerakan 'Cakar Setan!'
Yo Thian Hoa terkejut sekali. Ia melihat lengan orang yang kurus dan kulitnya
putih pucat. Di dalam hatinya ia berseru: "Cit Sat Cwie Sim Ciang!" Akan tetapi
ia mencoba menguasai diri, ia juga bersiap sedia untuk sesuatu serangan.
Tian Tie Tojin tertawa, dengan tangan kanannya itu, dia menolak dengan cepat dan
kuat. Angin serangan itu membawa bawa bau amis bacin.
Yo Thian Hoa menarik tongkat bambunya, sedangkan dengan tangan kanannya yang ia
putar, ia menolak ke depan guna mengeluarkan hawa Sam Yang Cin Khie.
Seketika itu juga bau bacin lantas lenyap
Thian Tie terperanjat, hingga ia melengak sejenak.
Sebegitu jauh, belum pernah menemui lawan. Ia berseru:
"Hawa Sam Yang Cin Kie yang liehay!" Terus ia mengertak gigi, terus ia maju
sambil mementang kedua tangannya yang putih diajukan guna menolak di depan dada.
Itulah serangan yang dahsyat sekali.
Yo Thian Hoa mengasi dengar suara "Hmm!" seraya kedua tangannya dibuka dipakai
menolak pula. Maka bentroklah tenaga mereka hingga masing-masing tubuh mereka
bergoyang dua kali. Ke delapanbelas hiocu, pemimpin sebawahan dari Tiat Ciang Pang, semua orang-
orang Liok Lim yang kenamaan,
akan tetapi menyaksikan pertempuran dihadapannya ini, mereka kagum semuanya,
bersorak memuji: "Bagus!"
Di dalam hati Thian Tie Tojin melengak. Ia mendapat kenyataan, si pengemis lihay
sekaii. Maka ia lantas berpikir buat menggunakan akal, atau ia bakal hilang
muka. Juga Yo Thian Hoa sendiri kagum mendapatkan imam itu demikian tangguh. Selagi
begini, diam-diam ia melirik kepada Pui Thian Bin. Ia mendapatkan ketua Tiat
Ciang Pang itu tertawa dingin. Ia telah mendengar di antara kedua Heng San Jie
Loo, Pui Thian Bin terlebih liehay dari pada Thian Tie Tojin, maka dari itu dia
mengerti, jikalau mereka turun tangan berbareng, ia bisa celaka. Karena itu
lantas memikirkan jalan keluar.
Tiba-tiba Thian Tie Tojin mengangkat kakinya untuk bertindak jalan memutar, Yo
Thian Hoa. Cara jalannya itu aneh. Setelah tiga tindak, ia maju langsung. Begitu
juga sesudah dua tindak. ia maju terus lagi. Arahnya melintang, entah apa
maksudnya itu. Pengalaman si pengemis sudah banyak akan tetapi ia toh tidak mengerti itu.
Karena itu ia cuma bisa bersiap-siap saja.
Selagi jalan berputar itu, sekonyong-konyong Thian Tie Tojin berseru nyaring
seruan itu terus dibarengi dengan satu serangan "Hoan In Hok Ie atau "Mega
terbalik, hujan menyerang menungkrap."
Yo Thian Hoa sudah lantas berhenti, sambil berhenti itu, tongkatnya diluncurkan,
guna menyerang. Itulah pukulan
"Kiauw Ta Hek Khauwj atau "Memukul anjing hitam"
Perlawanan ini ada hasilnya, Thian Tie kena dibikin mundur.
"Ha ha ha.... hari ini tongkatku peranti memukul anjing mendapat untung!" kata
si pengemis sambil tertawa bergelak.
Bukan main mendongkolnya Thian Tie. Orang
menyamakan ia dengan seekor anjing. Mendadak ia berseru. Hampir seperti tak
terlihat tubuhnya melesat maju sambil kedua tangannya menyerang!
Sin Kay terkejut, tiba-tiba dadanya terasa dingin. Dengan lekas ia menahan napas
dan berjaga-jaga. Akan tetapi ia merasakan angin masuk dari dadanya terus
menjalar, tahulah bahwa ia sudah terbokong. Cepat-cepat ia menutup jalan
darahnya. "Curang!" ia berseru dalam gusarnya. Tapi ia bukan maju terus, untuk, menyerang
ia hanya lompat ke jendela untuk nyeplos keluar, buat kabur.
Tian Tie Tojin tertawa bergelak "Dia telah terkena pukulanku Pek Pou Twie Hun!"
katanya girang. "Siapa terkena pukulanku itu dia cuma bisa lari jauhnya seratus
tindak lebih! Pukulan "Pek Pow Twie Hun" itu berarti pukulan
"Seratus tindak mengejar arwah."
Untuk mendapat kepastian, imam ini lantas lompat keluar jendela. Akan tetapi ia
mendapatkan suasana sunyi, di situ tak tampak lagi Sin Kay Yo Thian Hoa, ataupun
bayangannya, hingga ia menjadi heran.
Tiat Ciang Pui Thian Bin lantas berkata pada imam itu:
"Lotee, satu malam ini kita beruntun mendapatkan tiga orang musuh yang tangguh!
Aku rasa, selanjutnya Tiat Ciang Pay tidak dapat hidup tenang lagi...."
Thian Tie tidak suka menyebutkan tentang musuhnya, ia menyimpangkan persoalan
dan berkata: "Malam ini entah
datang berapa banyak orang liehay. Kenapa mereka tidak muncul semuanya"
"Itulah sebab mereka telah lenyap kegembiraannya begitu cepat mereka mendapat
kenyataan, pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie itu tidak membawa Cay Hoan Giok
Tiap kata Pui Thian Bin yang terus melemparkan buku catatan ditangannya keatas
meja. Tepat buku dilemparkan, tepat satu bayangan abu-abu berlompat melayang turun
dari atas penglari, menyambarnya melewati meja itu, terus berlompat lebih jauh
keluar jendela. Semua orang di dalam ruang itu terkejut dan heran.
hingga mereka menjadi melengak.
Pui Thian Bin dan Thian Tie Toojin turut tercengang juga Kejadian itu diluar
dugaan mereka. Tempo mereka tersadar, kaduanya lantas lompat menyusul keluar di
jendela. Masih sempat mereka melihat bayangan tadi jauhnya belasan tombak.
Bagaikan kilat, mereka berlompat melesat, untuk mengejar!
Cit chee-piauw Sim Ie Diantara laut yang bergelombang nampak sebuah perahu layar kecil tengah
menggelesar maju, tubuh perahu terapung turun dan naik. Didalam kendaraan air
itu Ie Kun tersadar untuk lantas merasakan kepalanya pusing. Itulah disebabkan
serbuan gelombang karena perahu terumbang ambing keras. Ketika ia mementang
matanya melihat kedepan, lalu kekiri dan kanan, kebelakang juga, ia tercengang.
Ia mendapatkan laut mengitarinya. Cuma
dikejauhan tanpak puncak bukit yang menunjuki bahwa laut itu memempel dengan
daratan.... Dengan lantas Ie Kun melihat orang yang menjadi kawan seperahu itu ialah si baju
hitam yang bertopeng yang biji matanya bersinar diantara dua buah liang matanya
mata topeng itu. Sinar mata itu sinar mata kepuasan.
Lain orang lagi, yang berada di dalam perahu itu, ialah sinona berbaju putih.
Sinona juga lagi memandang kesekitarnya, sebab dia pun tidak kurang herannya,
bahkan segera dia menanya: "Kita berada dimana?"
Nona ini memang tidak tahu bahwa orang telah membawa ia kabur dari dalam kuil.
Tempo ia melihat si anak muda, yang tadi malam ia ajak keluar dari dalam tin,
dia berseru heran: "Oh...."
Ie Kun berlaku tenang, bahkan ia tertawa dan memonyongkan mulutnya ketika ia
berkata: "Kita telah diculik Cit-chee-piauw Sim Ie!'
Nona itu kaget, segera ia berpaling kepada si serba hitam.
"He, kau hendak membawa aku kemana?" tegurnya bengis.
"Ke Cit Chee To! sahut Sim Ie tawar. Cuma sebegitu jawabannya atau mulutnya
sudah tertutup, rapat pula. Dia berdiam. Agaknya dia agi memikir suatu urusan
besar.... Masih ada seorang lain didalam kendaraan air itu ialah sijurumudi. Dia merobah
arah tujuannya, untuk dapat berputar melewati sebuah selat, hingga dilain saat
orang telah melihat tegas sebuah pulau bercokol di hadapan mereka
"Mungkin itu Cit Chee To.'' kata sinona pada Ie Kun.
Pulau itu tidak terpisah terlalu jauh dari daratan.
Si anak muda memandang kedepan, ke pulau yang disebutkan si nona. Ia menampak
sesuatu yang abu-abu, tidak ada rumput, tidak ada pohon kayunya. Ada juga jurang
yang tinggi dan curam Perahu layar itu meluncur terus, untuk akhirnya berlabuh disebuah tepian yang
sempit, dimana terdapat banyak batu karang bahkan untuk bertindak naik kedarat,
ada tangga batunya. Ketika itu seluruh pulau tertutup cuaca magrib, segala apa disekitarnya terlihat
guram dan suram, mendatangkan rasa seram.
Didalam suasana itu maka terdengarlah suara "tak takut aku bahwa kamu dapat
kabur pergi! "Kita sudah sampai!'' katanya nyaring. Disini, tertawa puas dari Sim Ie.
Kata-kata itu diakhiri dengan totokan kepada kedua muda-mudi, untuk membebaskan
mereka dari kekangan pada jalan darahnya yang tertotok tadi.
Selekasnya si nona merdeka sebelah tangannya segera melayang kepada Cit Cbee
Piauw. Ia lihay ia dapat segera mengumpul tenaganya
Sim Ie tertawa dingin tubuhnya mencelat tujuh atau delapan kaki jauhnya. Dia
tidak gusar, dia tidak mau membalas menyerang.
Si nona penasaran, ia mengulangi serangannya bahkan terus sampai dua belas kali.
Sim Ie terus main mundur. Baru kemudian setelah terdesak, dia menghela napas,
lalu sebelah tangannya dipakai, membalas menyerang.
Nona baju putih itu tertawa dingin. Ia berkelit. Habis itu, ia menyerang pula
dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya diputar kebelakang, untuk
dipakai menghunus pedang dipunggungnya.
Sim Ie menangkis serangan tangan kiri sinona Tiba-tiba ia terkejut. Keiika kedua
tangan bentrok ia merasa seperti ada tenaga yang membetot, menarik tangannya
itu. "Tak kecewa nona Ban Hong si baju putih ini menjadi muridnya Sam Im Sin Nie!''
katanya didalam hati. Karena ini sambil melepaskan diri dengan tangannya yang
lain ia menyambar pedang sinona untuk mencoba merampasnya.
Nona Bun melndungi pedangnya terus ia menyerang. Ia berlaku sebat dan bengis
seperti bermula Sampai disitu yaitu lewat beberapa jurus. Sim Ie tidak mau mengalah pula bahkan
dengan dua buah jeriji tangannya, jeriji telunjuk dan tengah ia menyentuh.
Itulan sentilan yang dapat menembus gunung atau memecah batu.
Bun Hong berani, ia menangkis. Tak mau ia mengijinkan bahwa jalan darahnya,
jalan darah hiankie, nanti kena tertotok pula. Karena ini, pedangnya itulah yang
kena tersentil, hingga saaranya nyaring hingga ia terkejut, sebab hampir saja
senjatanya itu lepas dari tangannya.
"Oh. kiranya kau!'' berseru si nona gusar sekali. Kembali ia mendesak dengan
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tujuh atau delapan serangannya yang semua dapat ditangkis atau dikelit lawan
itu. Tak pedul semua serangannya berbahaya.
Maka kedua pihak bergerak dengan sangat sebat berlompatan kedua samping atau
maju atau mundur. Si nona penasaran karena tadi malamnya ia dirobohkan dengan dibokong, ia ditotok
di luar tahunya, hingga sekarang dengan mudah orang mengangkutnya ke perahu
terus ke pulau yang tak ia kenal ini. Ia menduga ia ditotok Sim Ie sesudah ia
menyaksikan lawan ini menggunai sentilan Thian Kong Tan Cie Kang itu. Karena
itu, ia lantas mengeluarkan semua kepandaiannya, guna melawan kepada si tuan
dari pulau Tujuh Bintang.
Oe Ie Kun menonton dengan hatinya sangat tertarik.
Belum pernah ia menyaksikan pertarungan sangat seru seperti ini. Berbareng
dengan itu, ia ingat saat gurunya, Kouw Siu Taysu, mengajari ia teorinya ilmu
silat. Ia melihat kadang-kadang ada jurus jurus yang sama atau hampir sama atau
yang maksudnya tujuannya sama walaupun gerak-geriknya tangan atau kaki mulanya
berlainan. Ia kagum, ia pun girang.
"Dengan menonton ini, tanpa guruku mengajari lagi, dapat aku berlatih kata ia di
dalam tadi. Maka ia terus menonton dengan perhatian sepenuhnya.
Sebagai murid, Ie Kun belum tahu maksud gurunya, guru yang mengetahui ia
mengandung sakit hati besar sekali. Guru itu tidak terburu napsu mengajari
muridnya. Ia hanya memerlukan pelajaran tenaga dalam serta teorinya ilmu silat.
Sampai sebegitu jauh, belum pernah ia diajari prakteknya. Maka sampai sebegitu
jauh juga, ia belum bisa bersilat dengan gerak tangan dan kaki hingga ia mengira
ia tidak pandai dalam ilmu silat, padahal ia sudah mencapai tingkat kemahiran
seorang lihay. Selagi pertempuran berlangsung terus, Jit Chee Piauw menggukan kesempatan
mengeluarkan sebatang piauwnya berwujud bintang segi lima. Lantas dia membentak:
"Hai bocah perempuan, jangan kau paksa aku menggunai piauwku ini!"
Sim Ie menjadi sangat tidak puas. Si nona ialah muridnya Sam Im Sin Nie,
sedangkan ia tergolong kepada jago tua, seorang cianpwee, tetapi ia tidak mampu
lekas mengalahkan nona itu, seorang dari golongan muda. Ia malu karena ia
melihat, di antara mereka ada seorang lain lagi.
Nona Bun Hong tahu orang lihay suka ia menghentikan pertempuran itu, tetapi
tidak mau mengalah dengan begitu saja. Maka ia kata, dingin. "Buat menghentikan
pertempuran, itu dapat. Cuma, siluman tua, tidak dapat kau memerintah aku!"
Jit Chee Piauw tidak menghiraukan lagi nona itu. Ia cuma tertawa dingin, terus
ia berpaling kepada si anak muda.
"Kau jangan ambil pusing pula pada bocah wanita ini!
katanya. "Mari kita bicarakan urusan kita! Hayo turut aku!
Berkata begitu, ia mendahului bertindak, memasuki sebuah gua dimana terus ia
menjatuhkan diri ketanah.
Oe Ie Kun menurut meskipun ia ragu-ragu.
"Oe Ie Kun! kata si orang bertopeng, "tahukah kau siapa ayah dan ibumu?"
Ie Kun ketarik mendengar orang bicara tentaug ayah-ibunya.
"Tidak, aku tidak tahu." sahutnya. Bukan suara ia melayani bicara.
Sim Ie berdiam, ia mengawasi. Ia rupanya lagi memikir sesuatu. Ia juga memandang
sinona, yang turut masuk kedalam gua.
Sinona menjadi tidak senang. Ia mengira orang hendak bicara rahasia dan ia
menjadi orang yang tidak berhak mendengarnya.
"Rahasia apakah itu?" katanya, sengit "Baiklah, akan aku pergi keluar."
Sim Ie tertawa dingin, tidak ia menghiraukan nona itu
"Ayahmu iyalah Tiat Kiam Sie seng," katanya kemudian.
"Dahulu hari itu, ayahmu hendak mengambil buku catatan Siauw Lim Pay yang
disimpan diatas loteng Chong Keng Kek didalam kuil Siauw Lim Sie. Ia telah
memberi janji hendak melakukan pencarian didalam tempo tiga hari. la juga hendak
sekalian mengambil Cay Hoa Giok Tiap.
Kesudahannya ia berhasil mencuri barang-barang yang ia sebutkan itu. Hanya
perbuatannya itu telah dapat diketahui olen It koay Jie Loo dan Sam Siu. Dari
siang-siang mereka itu sudah memasang mata. Lantas ayahmu dikejar mereka, hingga
kesudahannya ia kena dibinasakan....."
Berkata begitu jago tua ini berpaling kepada Nona Bun Hong, yang masih belum
bertindak pergi. Ia menegur,
"Bukankah kau bilang kau hendak pergi keluar"
Nona itu mendongkol. Dengan hati panas, ia membanting kaki. "Tak dapat kau
menguasai aku, bentaknya.
Cit Chee Piauw tertawa. "Hmm ia perdengarkan suaranya, yang dahsyat membikin
bangun buluroma. Tapi ia tidak mau melayani sinona. Ia berpaiing pula kepada Ie
Kun. untuk melanjuti keterangannya: "Tiat Kiam Sie seng mempunyai sepasang anak
kembar. Berbareng dengan kematiannya serta isterinya, lenyap juga anak kembar
itu. Tentu saja, itu waktu pun hilang Cay Hoan Giok Tiap.
Setelah itu selama belasan tahun aku melakukan penyeliiikan tentang anak kembar
itu, akhirnya aku memperoieh keterangan bahwa kau telah ditolongi dan dirawat oleh pendeta Kouw
Siu asal dari India. Aku juga mendapat tahu kau telah dibawa ke Gie bin. Mungkin
itu ada berhubungan dengan urusan buku catatan Siauw Lim Pay itu, untuk
dilakukan penukaran dengan pihak Tiat Ciang Pang. Hanya aku tidak tahu, entah
apa sebabnya, gurumu tidak hadir bersama. Buku Catatan itu, yang disebut "Kie Su
Koan" berada dilain tangan partai Tiat Ciang Pang itu. Disaat kematian ayah
bundarnu dahulu hari, orang orang yang turut mengepung dan membinasakan telah
menggeledah tubuh ayah bundamu itu tetapi mereka tidak mendapatkan barang yang
mereka cari, maka ada dugaan bahwa itu berada pada kamu sianak kembar
Cit Chee Piauw hening sejenak, sedang kedua biji matanya bersinar tajam, membuai
orang jeri melihatnya. Tak lama ia bicara pula, sengaja ia membikin suaranya lirih
"Cay Hoat Giok Tiap bersama-sama buku "Kie Su Koan"
itu, ada hubangannya dengan suatu rahasia besar Siauw Lim Pay. Siapa berhasil
mendapatkan dua rupa barang itu, dia pun akan mengeiahui rahasianyal
Kembali sijago tua berhenti sebentar, untuk menatap tajam anak muda didepannya
itu. Sinar matanya sangat dingin. "Apakah Giok Tiap itu berada padamu" tanyanya
kemudian. Berbareng dengan itu, tubuhnya Bun Hong berkelebat mendekati sianak muda. Lantas
dia kata: "Jangan kau serahkan padanya!. Dialah orang licik yang akalnya
seratus. Jangan kau percaya padanya!"
Peringatan itu membikin Ie Kun ingat pesannya Sin-kay Yo Thian Hoa. Maka ia
lantas menjawab: "Tidak ada Giok Tiap padaku! Tapi, ingin aku mohon bertanya,
apakah benar ayahku ialah Tiat Kiam Sie-seng?"
Sudah beberapa kali pemuda ia mendengar disebutnya nama Tiat Kiam Sie-seng hanya
ia tidak menyangka sama sekali bahwa si Pelajar Pedang Pesiar ialah ayahnya
sendiri. Diam diam ia kata didalam hatinya: "Sheku sama dengan shenya Tiat Kiam Sie-seng,
dan Giok Tiap juga benar ada pada tubuhku, bahkan guruku sengaia membungkus
rapih dan mengikatnya erat-erat didadaku, karena itu cerita dia ini mestinya
benar.... Tapi ia masih ragu ragu, maka ia mengajukan pertanyaannya itu.
Cit Chee Piauw membawa sikap tawar. "Buat apa aku mendustai kau?" katanya. "Kau
keluarkan Giok Tiap itu, nanti aku pahamkan rahasianya, baru aku hendak
menukarnya dengan "Kie Su Koan dan Pui Thian Bun.
Segala apa yang aku peroleh nanti, akan aku bagi dua dengan rata denganmu!"
Nona Bun Hong yang tetap berada disamping mereka itu, tertawa dingin pula. Ia
kata lagi, "Perkataannya Cit Chee Piauw Sim Ie di dalam sepuluh, cuma dapat
didengar satu bagian, kata katamu cuma dapat dipakai untuk mengakali anak
kecil!" Sim Ie gusar sekali. "Budak hina!" bentaknya.
Mendadak tubuhnya mencelat tinggi, ketika ia turun pula. kedua kakinya menendang
kearah muda-mudi itu. Bun Hong berkelit, sambil berbuat begitu, ia menyambar tangan sipemuda, buat
diajak menyingkir bersama. Hanya diluar dugaannya, Ie Kun pun telah berlompat
berkelit, bahkan jauhnya sampai beberapa tombak!
"Ha, kiranya kau menyimpan rahasia kepandaianmu, kata sinona heran dan kagum
Ie Kun sudah mahir teori, selama dua hari
pengalamannya dengan sendirinya ia dapat menginsafi
prakteknya. Begitulah ketika ia ditendang sijago tua, ia sudah lantas menjauhkan
diri sambil lompat mencelat.
Sim Ie heran sekali, ia menduga orang hanya batu kemala yang belum digosok,
tidak tahunya, pemuda itu bertubuh ringan dan gesit, gerakannya lincah sekali.
Mengetahui kebisaannya ini, Ie Kun juga mau menyangka gurunya sudah
menyembunyikan kepandaiannya terhadapnya tak tahunya, Kouw Siu memberi pelajaran secara luar
biasa itu ada maksudnya. Pertama-tama itu membawa muridnya ke Pouw Te di Lam hay, Laut Selatan, ia
mengajarkan ilmu silat teori belaka. Ia berbuat begini karena terpaksa, ialab
karena ia tahu kadang-kadang ada orang yang mencuri melihat, mengintai mereka,
guru dan murid. Ia pikir, baiklah ia mendidik muridnya dengan tenaga dalam yang mahir untuk mengajarkan silat teorinya saja. Si murid cuma dia ajar
membaca diluar kepala sampai apal betul. Sekarang mulai Ie Kun mendapat bukti
dari hasil pelajarannya yang luar biasa itu.
Ketika itu cuaca mulai gelap, Sim Ie sudah memikirkan hendak membinasakan dua
orang muda-mudi itu. Tadinya ia masih jeri terhadap Sam Im Sin Nie sekarang
tidak, oleh karena ia terpaksa. Kalau tadinya ia tidak mau gunakan tipu silatnya
yang lihay, sekarang ia mengambil keputusan yang sebaliknya.
Bahwa Cit Chee Piauw dapat membikin Pui Thian Bun jeri terhadapnya, itulah
karena sampai sebegitu jauh belum pernah ia menemukan lawan yang bisa
merobohkannya, bahkan tidak ada musuhnya yang ia suka biarkan hidup terus. Thian
Bin tahu itu, dia jadi segan menempur jago dari pulau Cit Chee To ini.
Bun Hong heran melihat orang berdiri diam saja. Tentu sekali, tidak dapat ia
menerka hati orang, Maka ia tertawa dingin dan menegur: "Hai, hantu tua she Sim,
kenapa kau menjublak saja?"
Sim Ie tidak menjawab dengan mulutnya, hanya dengan tangannya. Mendadak ia
berseru, mendadak tangannya menyambar. Hebat serangannya secara mendadak ini,
sampai anginnya menderu. Nona Bun Hong mengajukan sebelah kakinya, tangan kanannya dikibaskan. Dengan
begitu, ia menyambut keras dengan keras. Kesudahannya, ia tertolak mundur empat
tindak, tubuhnya terhuyung. Dadanya, atau darahnya telah bergolak. Tanpa dapat
dicegah lagi ia muntah darah!
Cit Chee Piauw gusar sekali, ia bertindak maju guna menghampiri, buat
menghabiskan jiwa orang. Atau Oe Ie Kun menghadang di depannya. Anak muda ia
tertawa tawar dan kata sama tawarnya. "Bukanlah laki-laki sejati siapa menyerang
orang selagi orang tidak berdaya!" Kata katanya ini ditutup dengan tolakan
sebelah tangannya. Itulah jurus nomor satu, yang diberi nama "Cian Kouw Lui." atau ".Tambur perang
menggelegar," dari Thian Touw Sam Sie, ilmu silat Thian Touw Jurus Tiga."
Hebat kesudahannya penolakan ini, sampai si anak muda sendiri sangat heran
karenanya hingga ia melengak!
Sim Ie tertolak keras ia mundur sampai beberapa tomnbak. Dia pun heran sekali.
"He, ilmu silat apakah ini?"
tanyanya didalam hatinya, "Adakah ini ilmu sesat?"
Habis menolak itu, karena ia memperoleh hasil luar biasa, Ie Kun tidak lantas
berhenti beraksi. Ia maju pula sekarang ini sambil ia putar kedua tangannya.
Dengan begitu ia sembari mengerahkan tenaga dalamnya, ia juga
bertindak maju dengan Cit Chee Pou-hoat yaitu tindakan Tujuh Bintang, kaki
kirinya digeser maju ke kiri.
Sim Ie telah mendapat hajaran, dia menjadi kaget. Tentu sekali tidak berani dia
menyambut serangan itu. Dengan cepat dia lompat mundur beberapa tindak hingga
dia menjauhkan diri sepuluh tombak lebih dari lawannya. Dia menjadi gugup. Tapi
dia tidak mandah diserang terus-menerus dia memikir buat membalas. Tanpa
bersangsi hanya dia mengayun sebelah tangannya, meluncurkan tujuh biji senjata
rahasianya yang ampuh. Hingga semua Cit chee piauw itu meluncur tanpa suara,
kecuali tampak sinar terang berkelebatan.
Ie Kun terkejut sekali. Ia belum tahu bagaimana harus menyingkir dari serangan
gelap itu, dam diam ia menjerit mengeluh. Ia mencoba berkelit, agar piauw tidak
mengenakan tubuhnya. Ia pun menjadi sengit karenanya.
Tanpa ayal lagi, ia menyerang pula dengan pukulannya yang maha dahsyat itu.
"Cian Kouw Lui Tong!
Hanya dengan sekali sapu, runtuhlah tujuh buah piauwnya Sim Ie, yang semua
mental balik! Girang sipemuda menyaksikan itu, ia jadi sangat bergembira.
Justru begitu. Cit Chee Piauw menbentak. "Awas senjata rahasia!"
Benar-benar dia membuktikan ancamannya Lagi sekali dia menyerang dengan piaunya
yang lihay itu. Kembali sepemuda bingung seperti tadi, atau segera ia mendengar suara nyaring
tetapi halus: "Lekas menjatuhkan diri bergulingan!"
Itulah suaranya Bun Hong, si nona baju putih.
Mendengar itu dengan sendirinya Ie Kun membuang tubuh ketanah, untuk terus
menggulingkan diri hingga ia menyingkir beberapa tombah jauhnya. Ketika ia
mengawasi ke tempat dimana barusan ia berdiri, ia mendapatkan tujuh buah piauw
nancap ditanah dalam garis Pak Tauw, Bintang Utara. Sendirinya ia mengeluarkan
keringat dingin, Cit Chee Piauw kecele yang seranganya itu gagal, akan tetapi di
lain pihak. ia pun juga karena lawannya berkelit, dalam penasaran, dia tertawa
dingin, lantas dia menyiapkan pula piauwnya.
Ketika itu sinona kata kepada Ie Kun "kau tolong bawa aku menyingkir keluar dari
sini Ia juga menunjuk kesatu arah, ialah gua lain disamping gua dimana mereka
berada itu. Sim Ie tertawa dingin, dia mengancam: "Anak kecil, selagi aku belum menyerang
pula padamu, kau baik-baiklah menyerahkan Giok Tiap kepadaku akan aku beri ampun
pada jiwamu, supaya kau tidak sampai mampus!"
Ie Kun meiengak seumurnya belum pernah ia
menyentuh tubuh wanita dan sekarang sinona minta ia memondong padanya, buat
dibawa menyingkir. Ia berdiam hingga ia tidak menghiraukan ancaman Cie Chee
Piauw Cu jin. Sinona menjadi berkuatir sekali, ia bergelisah bukan main.
"Lekas, lekas!" serunya "Jangan kau berkukuh lagi.
Kalau dia sampai menimpuk buat ketiga kali, tak ada yang dapat menyelamatkan
dirinya lagi!" Rupanya nona ini tahu baik sekali lihaynya musuh itu.
Memang, di dalam hal menggunai piauw-nya. Sim Ie mempunyai aturannya sendiri.
Serangannya yang pertama yaitu serangan pemberian ingat atau ancaman, serangan yang kedua untuk hanya
melukai orang. Tapi yang ketiga, itulah yang membinasakan. Yang ketiga ini,
piauwnya ialah piauw beracun yang jahat Bun Hong ketahui itu dari keterangan
gurunya. Maka ia senantiasa waspada.
Sim Ie mengawasi Ie Kun. Ia melihat orang berdiam saja, ia menyangka sianak muda
tengah menimbang ancamannya itu untuk menantikan, ia mengasi turun tangannya. Ia
tertawa puas. Bun Hong turus bergelisah "Lekas!" serunya, mendesak sianak muda. Hanya sedetik
itu, Ie Kun mengambil keputusannya. Mendekam ia lompat pada sinona yang ia
angkat tubuhnya untuk terus dibawa lompat ke gua yang satunya. Ia tidak cuma
berlompat. ia juga bergulingan.
Itulah siasat menyelamatkan diri andaikata musuh menggunai tempo itu untuk
menyerang. Siasat itu tepat. Ie Kun mendengar suara keras dibelakangnya, yaitu dari piauw
piauw yang menghajar batu karang.
Bun Hong berseru pula "Lekas gunai tenaga tanganmu menggempur mulut gua, untuk
menutupinya! Jangan kasi dia datang dekat pada kita!"
Kali ini Ie Kun mendengar kata tanpa ragu ragu lagi.
Tiga kali ia menyerang kearah mulut gua, membikin batu karang gempur, hingga
mulut itu lantas tertutup!
Sudah cuaca gelap, mulut guapun tertutup, dari itu, muda-mudi itu jadi berada
didalam kegelapan. Mereka mendengar suara berisik beberapa kali, rupanya Sim Ie
masih mencoba menggempur mulut-mulut gua itu tetapi tanpa hasil!
Lewat sesaat, Bu Hong berkata: "Mari kita merayap ke sana "
Si nona berkata begitu karena ia melihat suatu cahaya guram, hingga ia menduga
kepada terowongan atau tempat terbuka di dalam gua itu. Tadi, di waktu baru
masuk mereka tidak dapat melihat itu.
Ie Kun menurut. Kali ini ia pondong tubuh si nona. Ia bertindak dengan perlahan
berhati-hati Didalam situ, sebuah ruang gua lainnya,ia letaki si nona di tempat
yang kering. Sekarang ini lainlah keadaan si nona. Karena disambar dan dibawa lompat
bergulingan, mukanya menjadi pucat sekali beberapa kali dia merintih. Goncangan
itu rupanya menyebabkan dia merasa nyeri sesudah di dalam tempat yang selamat,
sekarang dia merasa nyeri sekali.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lewat lagi sekian lama, gelap jugalah gua itu, hingga di antara kesunyian,
mereka berdua cuma mendengar deburan deburan ombak laut yang berkumandang
kadalam gua. III. Gua iblis Tatkala sinar matahari pagi mengintai masuk ke dalam gua, Ie Kun dibikin
terkejut oleh pendengarannya atas suara tindakan kaki orang: "Dia datang!
pikinya. Sementara itu hatinya menjadi tegang.
Hanya Sebentar maka dipojokan tikungan terlihat satu bayangan.
Untuk membela dirinya, pemuda ini lantas siap sedia. Ia memasang mata tajam,
untuk melihat siapa itu yang mendatangi.
"Hm! ia mendengar suara orang.
Menyusul suara itu, Ie Kun segera menyerang kearah bayangan tadi. Ia menyerang
bayangan sebab tubuh orang tak juga tampak tegas.
Di pojokan itu tcrdengar jeritan kaget serta suara berisik dari tubuh membentur
batu. Rupanya si bayangan telah terhajar mental, hanyalah dia tidak sampai
teriakan. Segera terdengar suaranya: "Aku mau lihat tanpa barang makanan, kamu mati
kelaparan atau tidak!"
Perkataan itu lantas disusul dengen terangnya api dan mengepulnya asap, disusul
pula dengan harum nasi yang baru matang. Rupanya orang itu sudah lantas menanak
nasi! Bu Hong terjaga dari tidurnya karena mendengar suara berisik tadi. Ia membuka
matanya. Tapi ia tidak melihat sesuatu.
"Tolong uruti punggungku ia minta.
Ia merayap bangun untuk memaksakan diri duduk bersila supaya ia bisa mengerahkan
tenaga dalamnya guna menyembuhkan lukanya bekas hajaran Jit Chee Piauw
kemarinnya. Ie Kun menjublak mendengar permintaan tolong si nona.
"Lekas! berkata pula si nona selang sejenak. Ia menanti dengan siasia, Tiba tiba
ia muntah darah pula. Menampak demikian, si anak muda tidak dapat bersangsi lagi. Tanpa membukai lagi
baju si nona, ia lantas menguruti punggung nona itu. Ia mengurut dengan perlahan
tetapi beraturan. Belum terlalu lama, muka pucat dari si rona mulai bersemu dadu.
"Bagus! kata sinona kemudian. "Aku sudah bebas sekarang. Cuma tenaga dalamku
telah musnah. Untuk mengembalikannya, aku membutuhkan pertolongan guruku, yang
mesti membantu menyalurkan darahku kepada otot ototku yang disebut Kie keng Pak-
meh. Tapi, jika kalau di dalam tempo sepuluh hari aku tidak dapat bertemu dengan
guruku aku bakal bercacad seumur hidupku....''
Berkata begitu, dengan suara gos perlahan dan sember nona itu melelehkan air
mata Panas hatinya Ie Kun. "Nanti aku cari dia, untuk membuat perhitungan katanya,
sengit. "Nanti aku hajar dia supaya diapun bercacad seumur hidupnya!"
Lantas ia bangun berdiri, buat dari situ. Dengan "dia" ia maksudkan Cit Chee
Piauw Sim Ie, si musuh. "Jangan pergi mencegah si nona. "Kau pergi, itu artinya kau mengantarkan jiwamu
saja! Sekarang kita harus bersabar. Mari kita lihat dulu keadaan di sini. Lewat
satu hari berarti cuma lewat satu hari...." Ia berdiam sekian lama, "kita masih
belum tahu nama kita masing-masing.
Aku Bun Hong! Kau?" "Namaku telah kau ketahui," sahut Ie Kun. "Aku Oe Ie Kun"
Nona itu mengangguk. "Aku lapar..." katanya perlahan.
Teranglah napsu daharnya dibangkitkan bau nasi barusan.
"Nanti aku pergi cari." kata sianak muda. Begitu berkata, begitu ia bekerja
Bun Hong mau mencegah tetapi sudah tidak keburu.
Sampai ditikungan, dimana ada mulut gua, Ie Kun berkata keras. "Orang she Sim!"
Cit Chee Piauw tidak menjawab, melainkan terdengar tertawa dinginnya teranglah
bahwa. dia puas sekali. "Orang she Sim, dengar! kata Ie Kun. "Disini ada orang yang terluka, aku minta
kau suka membagi nasi pada kami..."
Pemuda ini meminta tanpa bersangsi pula. Itulah karena ia menguatirkan sinona,
yang kelaparan itu. Disebelah sana, Sim Ie tertawa terbahak, keras dan nyaring dan lama.
"Akhir-akhirnya kamu toh merasa lapar!" katanya.
"Lekas serahkan Giok Tiap sebagai barang tukarannya!"
Suara itu keras dan pasti.
Bukan main mendongkolnya si pemuda. Ia maju satu tindak, untuk menghadapi mulut
gua, terus ia menyerang dengan Ciang Kouw Lui Tong. pukulannya yang dahsyat itu,
sedangkan sekarang ini. ia mengerahkan tenaganya luar biasa
Disebrang sana sudah lantas terdengar suara kwali roboh.
"Ha ha ha ha! ia tertawa puas. "Nah, kita sama sama tidak dahar
Lantas ia kembali keguha dalam.
Nona Bun Hong menyambut dengan mengawasi anak muda itu, matanya bercahaya jernih
"Aku tidak sangka bahwa kaupun nakal!" katanya. "Kau dengar suara gelombang2 itu
Tidakkan gua ini sangat dengan tepian?"
Ie Kun berpikir. "Ya, suara gelombang itu lebih keras daripada yang diluar tadi
katanya. Tiba-tiba si nona narnpak terang cahaya mukanya.
Keduanya mengawasi kesekitarnya. Didalam gua itu cuma terdapat dua tikungan,
tidak nampak yang latinya.
"Maka kita!'' kata si nona yang mencoba berbangkit "Kita coba mengetuk-ngetuk
tembok karang ini....'' Ie Kun tidak hendak membikin nona itu putus asa. Ia pinjam pedang orang, yang ia
harus. Dengan itu, ia lantas mengetuk di sana-sini.
Rupanya Sim Ie dilain sebelah mendengar suara taktak tuktuk itu, ia dapat
menerka usaha orang, lantas ia tertawa terbahak-bahak, terus ia kata nyaring
"Gua di-dalam mana kamu berada ialah gua iblis. Tak dapat kamu membuka dan
memasuki kamar batu disebelah belakangmu itu, atau kamu bakal mati tanpa tempat
kubur kamu!" Cin Chee Piauw tidak cuma mengejek itu, dia juga melemparkan sebatang cabang
yang ada apinya. "Dia menggunakan api!" kata Bun Hong, terkejut. Tapi ia tidak takut.
Ie Kun juga tidak menghiraukan musuhnya, ia bekerja terus. Tiba-tiba satu
tusukannya menghasilkan sebuah liang kecil. Pedangnya meluncur dalam keantara
tembok karang yang ia tusuk itu. Dengan beberapa sontekan saja, dihadapan mereka
terbuka disebuah lorong atau terowongan. Dari itu lantas datang hembusan angin
yang dingin yang berbau garam.
"Kau benar!" kata Ie Kun, yang memuji kecerdasan sinona.
Bun Hong pun girang. "Mestinya gua ini berhubungan dengan laut," katanya. "Mari
kita keluar untuk pergi melihat."
Sipemuda mengangguk. Ia lantas memegangi si pemudi, buat mengajaknya berjalan.
Di lain pihak, gua itu sudah mulai penuh dengan asap hingga mereka sukar
bernapas. Syukur sekali, mereka dapat menemukan terowongan itu, hingga dilain saat, mereka
dapat membebaskan diri dari gangguan asap itu, hingga mereka bisa bernapas lega
seperti biasa. Sesudah jalan perlahan-lahan beberapa tombak, muda-mudi ini terhalang oleh
banyaknya galagasi. Sedangkan begitu, telinga mereka ditulikan oleh berdeburnya
air laut yang menghajar karang atau tepian. Bagian gua itu gelap, tetapi dua
orang muda ini dapat melihat samar samar berkat latihan mata mereka.
Lantas mereka dibikin menjadi bingung. Dihadapan mereka terbentang dua buah
terowongan. Yang mana satu yang mereka mesti ambil" Didalam tempat gelap itu
mereka cuma bisa melihat sejauh lima kali. Maka keduanya lantas berpikir.
"Kita turun kebawah," Bun Hong kemudian. "Kita ambil jalan yang kiri. Andaikata
kita tersesat, kita toh bakal kembali kesini....
Ie Kun percaya kecerdasan kawannya ini, ia bertindak bawah, kesebelah kiri.
Disini mereka jalan jauh sampai tujuh atau delapan tombak. Tiba tiba mereka
melihat satu terowongan yang kecil luar biasa yang bisa muat tubuhnya satu orang
kelihatannya itulah sebuah lorong yang biasa dilalu-lintasi. Dari situ
menghembus angin laut yang dingin.
Diujungnya nampak cahaya terang yang guram sekali.
"Nona, kau tunggu disini sebentar kata sipemuda.
"Hendak aku masuk lebih dahulu, Untuk melihat-lihat."
Lalu tanpa menanti jawaban, ia bertindak maju untuk nyoplos di terowongan sempit
itu. Ia mesti memiringkan tubuhnya.
Terowongan itu panjang juga, setelah melalui sepuluh tombak lebih, Ie Kun
mendapatkan tanahnya tinggi dan rendah, sukar buat dilalui. Ia jalan terus,
sampai menemui bagian terowongan yang lebih lebar sedikit, besarnya kira-kira
sebuah tahang air. Di sini, jalanan menanjak naik.
Cahaya guram itu datang dari terusan ini.
Untuk sejenak, pemuda ini berdiam. Ia sangsi, manjat terus atau jangan" Ia masih
diam ketika tahu-tahu Bun Hong muncul di belakangnya. Si nona tidak mau menunggu
saja, dengan susah-payah dia menyusul. Tentu saja, dia menjadi sangat letih,
sebab dia mesti menahan rasa nyeri pada dadanya itu.
"He, kenapa kau ragu ragu?" tanya nona ini. Dia agak kurang puas buat kesangsian
kawannya itu. Ie Kun tersenyum. "Kita maju secara membabi-buta."
katanya. "Kalau di ujung sana jalan buntu, bukankah kita bakal kecewa?"
Si nona menarik napas. "Percuma kita memikir jauh ssperti kau." katanya. "Jalan
buntu atau tidak, perlu kita lihat dulu. Dengan diam saja, kita bakal mati
kelaparan juga... Habis berkata, ia lantas bertindak maju untuk jalan mendahului.
Ie Kun lantas memegang tubuh orang untuk mencegah.
"Kau lagi terluka, mana dapat kau jalan jauh" katanya.
Dan lantas ia berlompat naik untuk manjat. Ia mendapat kenyataan jalan naik
terus dan licin disebabkan banyak lumutnya. Karena ini sesudah bekerja keras
dapat juga ia sampai di atas. Ia mendapatkan dirinya berada di dalam sebuah gua kosong.
Terang sekali tidak dapat Bu Hong naik keatas ini.
Karena itu, buat menolong padanya, Ie Kun membuka bajunya, yang ia luncurkan
turun. "Nona, kau cekal bajuku ini, nanti aku angkat padamu!
katanya. Bu Hong menurut, ia berpegangan pada ujung baju.
Dengan begitu, di lain saat, ia pun sudah berada di atas bersama si pemuda.
Gua itu mempunyai sebuah kowongan mirip pintu, dari situ tampak sinar terang.
"Kita ketolongan! seru mereka berdua.
Baru mereka bergirang, atau lantas mereka menjadi kaget. Di pinnggiran tembok
karang itu mereka melihat ukiran empat buah huruf, satu di antaranya sudah
gugur. Mereka membaca, bunyian: "Siapa lancang masuk, mati!.
Bu Hong berpikir. "Tidak salah lagi, sinar terang itu ialah jalan keluar
katanya. "Hanya, apa perlunya atau apakah maksudnya pemberitahuan ini?"
Ie Kun berdiam, dia berpikir keras.
"Mari kita periksa bagian bawah dari empat huruf ini kata si nona kemudian. "Di
sini mesti ada rahasianya. Siapa tahu kalau ada sebuah kamar lainnya" Tanpa
kamar atau jalan buat apa orang dilarang masuk, bahkan diancam dengan kematian?"
Ie Kun juga heran Ia menghampirkan huruf-huruf itu, ia meraba-raba bagiannya
yang sebelah bawah. "Nanti aku coba katanya. Ia pinjam lagi pedang si nona, ia mengetuk-ngetuk pula.
Segera ia mendengar suara kosong di lain sebelah itu.
"Rupanya benar ada ruang kosong di sebelah sana,"
katanya. "Hanya, mana pintunya" Bagaimana kita bisa masuk ke sana"
Sia sia belaka pemuda ini berpikir.
Ada sinar terang masuk ke situ, tapi sinar itu bukan datang dari terowongan,
hanya dari sela-sela batu karang.
liangnya sangat kecil. Keduanya berpikir keras. "Apakah kita mesti mati kelaparan di sini" Ie Kun kata
kemudian. Bun Hong duduk bersila. guna memusatkan
perhaiiannya, buat mencoba mengerahkan tenaga dalamnya. Ini ada baiknya, guna
mencegah lukanya meluas. Ie Kun turut duduk numprah. Ia pun bersemadhi.
Entah lewat berapa lama, tiba tiba berdua mereka dikejutkan mengalir masuknya
air laut, yang lolos dari antara sela-sela tembok karang. Mereka baru merasa
susudah tanah terendam air.
"Air pasang! keduanya berseru. Inilah mereka tidak sangka. Teranglah bahwa
mereka berada di tempat yang rendah, yang lebih rendah daripada pinggiran laut.
Sendirinya mereka berjingkrak bangun.
Tapi air masuk terus, dan dengan cepat. Segera air naik hingga ke betis.
Ie Kun melongok ke bawah ke tempat dari mana tadi ia naik Di situ air sudah
meluap. Ia menjadi berduka.
"Apakah kita mesti mati kelelap"...." katanya seorang diri.
Bun Hong berdiam, matanya mengawasi lelangit. Ia seperti tidak mendengar suara
kawannya itu. Air laut tidak memperdulikan mereka itu. Air terus naik.
Dari betis ke dengkul, ke paha, ke pinggang, terus ke dada, untuk mendekat leher
Sampai di satu air rupanya masih pasang terus. Sebab tak lama, air tiba di
janggut mereka Kalau air memasuki mulut dan hidung, berapa lama mereka dapat bertahan"
Mereka merasakan dingin, sampai hampir tubuh mereka beku.
Di saat sangat mengancam itu, selagi sang maut mendatangi detik demi detik
sekonyong-konyong Nona Bun berseru. "Aku tahu antinya pemberitahuan dilarang
masuk itu!" Ie Kun heran. Ia mengawasi kawannya itu Di dalam hatinya, ia kata: "Di saat
kematian ini, bagaimana kau masih dapat memikirkan pemberitahuan itu?"
Tapi ia lantas menanya: "Apa katamu" Bagaimana?"
"Apa katamu?" Ie Kun tanya pula: "Segera juga kita bakal mati kelelap, bagai-
mana kau dapat bicara, dari hal ketolongan?"
Tapi si nona sangat kegirangan, sampai kakinya lemas, maka kontan, ia kena
menenggak air laut yang asin itu, Ia kaget dan gelagapan. Ia lantas berdiri pula
tegak. Sekarang ia menjawab kawannya. "Kau lihat empat huruf pemberitahuan itu,"
katanya. "Kau lihat huruf yang terakhir, yaitu huruf 'mati.' Bukankah cuma huruf
itu yang pupus hingga hampir sukar dibaca sedang tiga yang lainnya masih utuh". Terang
sudah, huruf itu pupus karena gangguan air pasang ini. Teranglah, air pasang
cuma naik sampai di sini sebatas janggut kita. Kau lihat itu di sebelah kiri.
Bukankah itu ada tembok yang kosong" Bukankah lowongan iiu dapat muat tubuh kita
berdua" Maka, mari kita pergi ke sana, kita naik ke-atasnya. Dengan naik di
situ, kita bebas dari rendaman air pasang ini. Mungkin dari sana kita bisa naik
terus ke atas hingga kita be bas seluruhnya dari ancaman air ini....
Ie Kun ragu-ragu. Tapi ia mengerti, itulah harapan mereka satu-satunya. "Mari!"
katanya bersangsi pula. Bun Hong lantas dipegangi, dibantu untuk berjalan menghampirkan bagian kiri itu.
Begitu sampai, si anak muda mengangkat tubuh si nona, buat dikasi naik.
Nona itu masih dapat membantu dirinya dengan dia merayap.
Habis si nona. Ie Kun merayap naik juga. Tiba di atas, keduanya sangat letih.
Lapar dan dingin membikin mereka kahabisan tenaga. Diatas itu mereka berkumpul
menjadi satu, karena sempitnya tempat. Mereka girang bebas dari ancaman maut,
mereka berpelukan. Didetik itu, lupa mereka akan perut mereka yang kosong.
Karena sangat letih, selang sedikit lama, tanpa merasa mereka ketiduran, puas
nyenyak sekali. Ketika kemudian keduanya mendusin, telinga mereka mendengar suara berkelisikan.
Lekas lekas mereka membuka mata melihat. Untuk herannya, mereka melihai banyak
kepiting lagi berkerayapan. Rupanya binatang melata terbawa kedarat oleh air
pasang dan ketinggalan setelah air surut. Itu pula suatu bukti bahwa tempat masuknya mereka terpisah
jauh. Dimanakah jalan masuk atau jalan keluar itu"
Ie Kun mendakan menjadi kaget. Bun Hong, yang berada dalam pelukannya, terasa
tubuhnya panas, Rupanya karena kedinginan, sinona mendapat sakit. Dia lantas
terdengar merintih. "Celaka benar aku ini kata sianak muda "Aku adalah laki-laki, tetapi aku tidak
da-pat melindungi nona ini.... Ia jadi malu pada dirinya sendiri.
Karena ini, ia jadi berpikir keras. Selagi berpikir, teringat ia saat gurunya
rnengajarinya teori ilmu siiat. Lalu ia ingat semua pelajarannya itu, yang ia
memang apal diluar kepala.
Ia belum pernah melatih semua itu dalam praktek, kecuali tiga jurus "Thian Touw
Sam Sie" yang baru saja ia diajari dalam pertempuran-pertempuran yang ia baru
saksikan.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa aku tidak coba tiga jurus ilmu ini?" pikirnya kemudian. "Ingin aku
lihat, dapat atau tidak aku menggempur tembok karang ini"
Dengan lantas pemuda ini mengambil keputusannya. Ia meletaki tubuh sinona, terus
ia lompat bangun, untuk berdiri menghadapi tembok karang didepannya. la sudah
mulai memutar kedua tangannya ketika mendadak ia mendengar ejekan dibelakangnya
"Hmm!" Teranglah orang mau menghina niat percobaannya itu.
Dengan sebat sianak muda berpaling ke belakang. Ia tidak melihat orang, bayangan
pun tidak! Ia heran, hingga ia mau percaya bahwa ia lagi berkhayal. Maka dia
bersiap sedia pula, kedua tangannya diputar lagi.
"Hmm" kembali ia mendengar suara ejekan tadi. Ia terkejut, secepat kilat, ia
menoleh. Tetap ia tidak melihat orang.
Tiba-tiba saja hatinya goncang, punggungnya terasa dingin. Bukan ia lagi
menghadapi hantu" Maka ia celingukan kesekitarnya.
Sekarang pemuda ini melihat sesuatu, yang membuat terkejut dan heran.
Di betulan huruf "mati" dari empat huruf pemberitahuan ancaman maut itu tampak
dua buah sinar terang, sinarnya dua biji mata yang tajam. Sinar itu dingin
menusuk hati Dan sinar itu justeru mengawasi sinak muda.
Tidak lama, sinar itu menjadi lunak, sebagai gantinya, laku terdengar ini kata-
kata perlahan tetapi dalam "Didalam dunia ini cuma ada beberapa orang saja yang
berani main gila di depan aku si orang tua! Eh, bocah cilik apakah kau tidak
melihat pemberitahuan yang aku ukir di tembok karang ini"
Suara itu juga bernada temberang.
Ie Kun lantas mengerti, suara itu tentulah suara dari tuan atau majikan dari gua
ini. Ia memang tahu, di dalam dunia ini ada orang atau orang orang yang
tabiatnya luar biasa. Sekarang ia lagi menghadapi satu di antaianya. Orang telah mengeluarkan
larangan, tidak mau ia melanggar itu.
Dengan ia berada di tempat itu, itu artinya ia sudah melakukan perlanggaran.
Maka it, walaupun orang mengejek padanya, ia tidak mau berlaku kurang ajar.
Ketika ia menjawab, ia berlaku hormat. "Maaf, loocianpwee katanya. "Aku yang
muda bernama Oe Ie Kun aku berada di sini karena aku dikurung oleh Jit Chee
Piauw Sim Ie. Bukannya aku sengaja yang aku sudah kena memasuki ini tempat terlarang...."
Kedua sinar mata itu bercahaya pula, sinarnya bengis.
Melihat sinar itu, hati Ie Kun goncang.
Mendadak orang itu tertawa, suaranya sangat seram.
Itulah suara mirip pekik burung malam, yang membuat seluruh ruang menjadi
tergetar. "Jadinya kau kena kurung Jit Chee-Pia-uw Im Sim Ie"
tanya orang itu, suaranya lunak.
Ie Kun heran akan perubahan suara orang itu. Tapi ia lekas menganggguk. "Benar!
ia menyahut. "Bersamaku di sini terkurung juga seorang muridnya Sam Im Sin-
Nie...." Orang itu berdiam, entah apa yang dia pikir. Karena itu, Ie Kun dapat mendengar
pula suara merayapnya banyak kepiting itu, yang tercampur denran rintihannya Bun
Kong.... "Sungguh kejam! mendadak terdengar orang tidak dikenal itu berseru. Habis itu,
sunyi pula. Ie Kun heran. "Kenapa orang menyebut kejam" Siapakah yang dimaksudkan"
"Loocianpwe, apakah kata locianpwee" ia menegasi saking heran.
Orang itu tidak menjawab" hanya tertawa dingin.
Ie Kun heran. Bukankan ia sudah menunjuk hormatnya"
Kenapa orang tidak sudi melayani ia bicara" Apakah benar orang ada demikian
jumawa" Ia sudah lama melatih diri, ia sabar sekali, toh sikap orang ini
mendatangkan rasa tidak puasnya. Ia jadi memikir buat tidak meladeni. Ingin ia
naik ke atas, untuk melihat Bun Hong. Atau:
"Kemana kau hendak pergi" demikian satu pertanyaan bengis.
"Ada orang sakit karena lukanya, hendak aku melihat dia sahutnya. Pemuda ini
menunjuk kepada kawannya.
Orang itu berdiam. Mungkin ia kurang percaya. Ia mengawasi sekian lama, lalu
terdengar elahan napasnya.
Itulah tanda dan leganya hati, bukan dari kedukaan. Lalu terdengar pula
suaranya. "Agaknya aku mempunyai harapan yang sakit hatiku bakal terbalaskan"
Suara itu sedikit menggetar, pertanda dari tergeraknya hati yang sangat. Cuma
kata kata itu tanpa buntut. Ie Kun tidak dapat menangkap artinya. Ia merasa
tidak enak ia berdiam saja.
"Anak, kemari kau! kemudian kata orang tidak dikenal itu, karena dia tak tampak
wajah atau tubuhnya. Hanya sekarang suara itu lunak, ramah-tamah. "Oleh siapakah
kawanmu itu terlukakan?"
Ie Kun menjawab cepat: "Oleh siapa lagi kalau bukan oleh Jit Chee Piauw Sim Ie!"
Matanya orang itu bersinar pula lalu terus memain tak hentinya.
Ie Kun heran, ia mengawasi. Tengah ia melengak itu tiba-tiba telinganya
mendengar satu suara keras, dari bergeraknya sepotong batu besar. Segera di
depan matanya ia menyaksikan terbukanya sebuah pintu batu, di belakang mana ada
sebuah ruangan gua. "Mari masuk kemari!" sianak muda mendengar suara panggilan. Suara itu keras
tetapi nadanya ramah. "Sekalian, kau bawa kemari sababatmu yang itu!"
Bingung anak muda ini. Untuk sejenak, ia ragu-ragu.
Inilah sebab ia kurang pengalaman. Adalah orang bermaksud baik atau buruk"
Tadinya orang bersikap bengis,
sekarang dia manis-budi. Tapi ia tidak dapat bersangsi lama lama, maka ia
mengambil keputusannya. "Biar, aku turut kehendaknya," pikirnya. Maka ia pondong tubuh Bun Hong, yang ia
bawa masuk dipintu gua itu. Tempo ia melihat orang di depannya, ia menjadi kaget
bukan kepalang, sampai tubuhnya bergemetar, selagi hatinya berdebaran, peluhnya
pun mengalir keluar di dahinya.
Orang itu duduk numprah, wajahnya sangat jelek dan bengis. Rambutnya panjang
sampai di tanah. Muka jelek itu disebabkan selang-seling cacatnya!
Orang itu seperti mengerti kagetnya sinak muda. ia menghela napas. "Anak, jangan
takut" katanya, perlahan dan halus. "Kau masuklah!"
Dengan menenangkan hati, Ie Kun bertindak melintasi pintu.
Siorang jelek, atau orang aneh itu mengawasi Bun Hong.
Tiba-tiba dengan kedua tangannya, ia menekan batu ceper disisinya. Dengan
begitu, tubuhnya lantas berjumpalitan turun, kepala dibawah, kaki diatas. Ia
berjalan dengan menggunai kedua tangannya untuk menghampirkan sinona sampai
dekat. Kembali ia mengawasi nona itu.
"Dia terkena hajaran pukulan Siauw Thian Chee."
katanya kemudian. "Jikalau dia tidak lekas ditolong diobati, dia bisa dapat
penyakit muntah darah tingga dia bakal mati karenanya
Pukulan Siauw Thian Chee itu ialah pukulan "Bintang Kecil."
Berkata begitu, siorang aneh mengulur sebelah tangannya yang kurus kering. Tanpa
membilang apa-apa lagi, ia menotok tubuh Bun Hong delapan kali, di tempat
yang berlainan, kemudian ia merabah dan menekan jalan darah di punggung,
dibagian "beng-bun atau ''pintu jiwa".
Dengan begitu ia memasuki bahanya hawa cin-khie didalam tubuh sinona, disalurkan
keseluruh tubuh. Siorang aneh berbuat demikian lamanya sepatanakan nasi, baru ia menghela napas
pula menghela napas lega.
Habis itu, ia menotok lagi tujuh atau delapan kali seperti bermula.
Didalam tempo yang singkat itu, paras Bun Hong berobah, dari pucat menjadi dadu,
sedangkan napasnya menjadi tenang, tidak lagi ia merintih. Bahkan lantas juga ia
tidur pulas Siorang aneh kembali mengeluarkan napas lega. Juga Ie Kun yang turut merasa
heran. "Selewatnya duabelas jam, setelah mendusin, sakitnya akan sudah sembuh," kata
siorang aneh. Ia menekan pula tanah, untuk jumpalitan lagi, buat berjalan dengan kedua
tangannya, kembali ketempat bercokolnya tadi. Tempat numprahnya itu sebenarnya
ialah batu rata yang menyerupai semacam mimbar. Tapi ia tidak lantas duduk
bercokol, hanya ia menekan pula mimbar, hingga tubuhnya mencelat kemimbar
lamanya, yang berada dibelakangnya, ditempat yang terlebih tinggi. Disitu ia
membereskan sesuatu yang Ie Kun tidak lihat tegas. Habis itu, baru ia lompat
kembali ketempat asal. Sampai begitu terlihat tegas, si orang aneh tidak dapat menggunai kedua kakinya.
Sesudah duduk bercokol pula, orang aneh itu berkata:
"Kau mengawasi aku, kau tentunya heran kenapa aku tidak menggunai kakiku"' Tiba-
tiba ia terlihat sangat berduka tercampur kemarahan. "Inilah sebab otot kedua
kakiku telah orang kutungi!" Sekarang suaranya keras, sengit.
Sembari berkata begitu, ia mengeluarkan tiga potong barang dari dalam sebuah
kantung kulit menjangan Tempo Oe Ie Koen sudah melihat barang itu, tanpa merasa dia menjerit: "Cit Chee
Piauw!" "Tidak salah! kata si orang aneh. "Inilah Cit Chee Piauw!
Dan akulah Cit Chee Piauw Sim Ie!.
Ie Kun tercengang, mulutnya menganga tanpa suara.
Orang aneh itu menghela napas. "Cit Chee Piauw yang tulen telah orang aniaya dan
celaka, Cit Chee Piauw yang palsu lantas malang melinang di dalam dunia Kang
Ouw... katanya. "Tapi pernah aku bersumpah bahwa aku mesti balas sakit hatiku ini! Oleh
karena otot kakiku dipotong dan akupun dikurung di sini sekarang aku belum bisa
berbuat apa-apa. Di samping itu, aku juga belum berhasil menyakinkan semacam
ilmu kepandaianku Di sini aku telah terkurung selama dua belas tahun...."
Ia berhenti sebentar, matanya sayup-sayup mengawasi anak muda di depannya.
"Sungguh aku tidak sangka, sekarang ini aku dapat bertemu dengan kau, anak muda"
katanya pula. "Aku pula tidak mengira bahwa kaulah seorang jujur dan baik
hati...." Ia berhenti sebentar, lalu matanya mengawasi tajam. Lantas ia menanya
"Kau murid siapakah?"
Ie Koen lekas menjawab, hormat: "Guruku ialah Kou Siu Taysu dan aku sendiri Oe
Ie Kun.'' Sim Ie yang tulen itu tetap mengawasi.
"Suka aku menolong kau, tetapi dapatkah kau berjanji dengan sumpah", ia tanya.
"Jikalau kau bersumpah, nanti kuwariskan kepadamu semua kepandaianku yang aku
peroleh selama tigabelas tahun ini. Menghendak, sesudah
nanti kau lolos dari gua atau pulau ini, kau mesti perlihatkan diri di muka umum
sebagai Cit Chee Piauw Sim Ie yang tulen, lalu kau mengembara, untuk
membinasakan Cit Chee Piauw Sim Ie yang palsu itu!
Dialah Cit Thee Piauw Pek Kun Sin Kun!
Mendengar demikian, tanpa bersangsi sejenak juga, Ie Kun memberikan jawabannya
"Aku suka, loocianpwee!
Aku berjanji dengan sumpahku, nanti aku balaskan sakit hatimu itu!"
Pemuda ini girang sekali, sebab selain bakal mendapat kepandaian, ia juga
sekalian akan bisa membalaskan sakit hatinya Bun Hong si nona baju putih
terhadap siapa ia sangat berkesan baik.
"Jikalau begitu. buat sementara ini, kamu berdua tinggallah bersama aku di
sini!" kata si orang aneh. "Di dalam tempo lima hari, akan aku ajari selesai
tiga macam kepandaianku kepadamu. Itulah Cit Ciang Hoat, Cit Chee Piauw dan Cit
Chee Kiam Hoat." Habis berkata begitu, Sim Ie tulen ini menangkap seekor kepiting yang merayap di
sampingnya, buat ia lantas pencet dan terus masukkan ke dalam mulutnya, untuk
dikeremus, digayam dan ditelan!
Selagi ia mengingat-ingat tiga macam kepandaian yang disebutkan itu, yaitu ilmu
tangan kosong, ilmu senjata rahasia piauw dan ilmu pedang, semua yang
berdasarkan rasi "Tujuh Bintang" hati Ie Lun tertarik caranya si orang aneh
makan kepiting itu. De-ngan sendirinya timbullah napsu daharnya, sedangkan
sekian lama, terpengaruhkan gerak-gerik si orang aneh, ia sangat melupakan rasa
laparnya. Tanpa membilang apa-apa, sendirinya ia menangkap seekor kepiting,
untuk terus dimakan seperti cara makannya ini guru baru! Dan untuk herannya, ia
merasai semacam daharan yang lezat! Maka ia makan pula, terus sampai sudah
merasa cukup.... Lima hari yang disebutkan Sim Ie telah dilewatkan dengan cepat. Mudah saja akan
mengetahui lewatnya sang waktu. Pertama-rama terdapat kenyataan dari terang dan
gelapnya gua di mana mereka tinggal, dan kedua ialah tibanya air pasang, yang
satu hari terjadi dua kali. Selama lima hari itu jadi telah mengalami sepuluh
kali air pasang dan surut.
Selama lima hari itu, juga hatinya Ie Kun lega sekali.
Benar seperti dikatakan si orang aneh, Bun Hong sadar dari tidurnya untuk
merasakan tubuhnya sehat seperti biasa. Itu artinya bahwa lukanya sudah sembuh.
Hingga habis itu, dapat dia turut menuntut penghidupan seperti si orang aneh,
hidup dari daging kepiting.
Ketika datang air pasang yang ke sebelas kali Cit Chee Piauw Sim Ie lantas kata
pada Ie Kun: "Nah sekarang tibalah saatnya untuk kamu pergi. Jalan keluar dari
sini ialah ini" (BERSAMBUNG J1L1D KE 3) Jilid 3 Ia menunjuk kepada wuwungan atau langit gua itu, sembari ia menambahkan: "Kau
tolak lelangit itu dengan keras, nanti batunya bergerak terbuka!"
Ie Kun menurut, setelah ia menolak keras-keras, benar saja di atas itu terbuka
sebuah pintu rahasia, hingga sinarpun masuk secukupnya kedalam gua itu. Hanyalah
ketika itu waktu malam, maka juga itu bukanlah sinar matahari.
Tiba saat perpisahan Ie Kun dan Bun Hong merasa hatinya berat. Sekarang mereka
menyayangi Sim Ie yang sejati ini tak tega mereka meninggalkannya. Akan tetapi
Sim Ie mendesaknya. "Lekas kamu pergi" katanya. "Aku tidak ingin Pek Kut Sin Kun
mendapat tahu bahwa aku mengetahui jalan keluar ini!"
Dengan sangat terpaksa, muda-mudi itu mengucap terima kasih, sambil memberi
hormat, mereka mengucap selamat berpisah. Lalu dengan sangat cepat, mereka
melompat naik, meninggalkan gua itu.
Tepat di saat kedua orang ini memperoleh
kemerdekaannya, telinga mereka mendengar bentakan-bentakan yang datangnya dari
kejauhan. Terang itulah suara orang bertengkar atau bertempur. Mereka jadi ingin
mendapat tahu siapa orang-orang itu. Tanpa ayal lagi, keduanya lari untuk
menghampirinya. Benarlah, di sana ada orang yang lagi bertarung. Itulah Cit Chee Piauw Sim Ie
yang palsu atau sebenarnya Pek Kut Sin Kun Dia tengah melawan seorang nona yang
berbaju merah. Menonton pertempuran itu ada seorang nyonya setengah tua, yang
juga berbaju merah, yang sikapnya dingin sekali. Nyonya itu lagi memasang mata.
Nyonya itu melihat datangnya sepasang muda-mudi, ia tidak mengatakan apa-apa, ia
cuma menoleh, untuk mengawasi dengan tajam sebentar, alisnya berdiri, lalu ia
melanjutkan menonton pertempuran itu. Ia tidak menghiraukan karena rupanya ia
menerka orang tidak bermaksud kurang baik terhadapnya.
Selagi bertempur itu si nona baju merah terdengar berseru, itulah suararya yang
Rahasia Istana Terlarang 8 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Seruling Gading 3
Rahasia Gelang Pusaka Saduran : OKT Sumber DJVU : BBSC Editor: Angon, Unknown Dimhader dan Sumahan Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid 1 PENDAHULUAN Tujuh belas tahun yang lampau.....
Rembulan yang bercahaya indah seperti tengah tergantung di tengah-tengah langit.
Maka di seluruh jagat berkilauanlah sinar perak yang menarik hati. Ketika itu
malam Tiong Ciu (pertengahan musim rontok), karenanya si Puteri malam indah luar
biasa. Karena itu juga, pegunungan Ciong Lam Sam yang luas ribuan lie, seperti
bermandikan sinar perak permai itu. Itu pula sebabnya kenapa telah terlihat
jelas sekali waktu tujuh atau delapan orang, bagaikan bayangan-bayangan abu-abu,
berlari lari disalah sebuah jalan gunung.
Gerak gerik orang-orang itu mirip serombongan anjing anjing pemburu yang sedang
melakukan pengusutan atau pengejaran, tampaknya tak letihnya mereka. Mereka
terus berlari-lari keras.
Tapi Mereka bukanlah rombongan yang pertama. Masih ada satu rombongan lain, yang
lebih kecil, yang berlari-lari tak kurang kencangnya daripada mereka yang berada
disebelah depan. Mereka ini terdiri dari dua orang dan larinya, nampaknya,
seperti tidak memilih jalan lagi.....
Dari dua orang itu, dari yang lari dimuka, tiba-tiba terdengar jerit tangisnya
seorang bayi, yang tergendol di punggungnya. Dia lantas menghentikan larinya,
dia membekap mulut itu sambil berkata. "diam, manis....."
Dialah seorang wanita, yang rambutnya kusut tertiup angin.
Dia beroman cantik dan gagah.
"Kenapa?" tanya orang yang lain disebelah depan, yang menunda tindakannya. "Hayo
lari! Pengejar-pengejar itu nanti menyandak kita!" Dialah seorang pria.
Dari cara bicaranya orang ini, dia tentu suaminya si nyonya. Dia juga
menggendong seorang anak lain. Dengan mana yang tajam, dia mengawasi si wanita.
Anak yang menangis itu berdiam. Si wanita menghela napas lega.
"Ceng Hun, masih berapa jauh lagi?" tanya si pria.
"Setelah melintasi mulut gunung umum di depan itu, di sana ada sebuah jalan
sempit, "sahut si wanita.
"Itulah dia" "Kalau begitu marilah!" Si pria berlari pula si wanita mengikutinya.
Di belakang mereka mengejar terus rombongan yang kedua itu.....
Tepat pria dan wanita itu tiba dijalan sempit yang semak, rumputnya tinggi
sebatas dada, tiba-tiba mereka disambut gelak tertawa yang dingin yang memecah
kesunyian sang malam atau sang gunung datangnya dari arah depan, di muka jalan
kecil itu. Di situ, di atas sebuah batu hijau, tampak berdirinya seorang yang
tubuhnya kurus-kering bagaikan rebung yang mukanya kisutan. yang rambut serta
kumis janggutnya putih laksana perak. Dia mengenakan baju panjang, hingga dia
terlihat bukan seperti pendeta, tak miripnya dengan seorang imam.
Dengan sekonyong-konyong, pria dan wanita itu menghentikan larinya.
Di antaranya sinar rembulan, sekarang nampak tegas pria dan wanita itu. Si pria
pun tampan dan gagah romannya. Dan anak di punggungnya beroman sama seperti anak
dipunggung si wanita. Mungkin kedua anak itu, anak anak kembar.
Kembali seorang memperdengarkan tertawanya yang dingin, "Hendak lari masuk ke
dalam Toan Hun hok, eh?"
kata dia. "Hendak meloloskan diri di jalan kecil dan sesat ini" Hm!"
Suara itu tajam, sangat tak dapat didengarnya. Pula disebutnya nama lembah Toan
Hun Kok (menyeramkan sekali).
"Toan Hun Kok" berarti "Lembah Nyawa Putus Sementara itu, tibalah rombongan yang
mengejar itu. Merekalah orang.orang yang usianya muda dan lanjut.
Melihat sekian pengejar itu si pria tertawa dingin dan berkata tajam: "Sungguh
tidak disangka malam ini Tiat Kian Sie-seng berhasil menemui Heng-sam Jie Loo It
Koay, Sam Siu, serta masing-masing ketua Khong Tong Pay dan Tiam Chong Pay!
Hahaha....." Parasnya delapan orang itu berubah pucat, lalu merah padam. Terang sekali mereka
mendongkol dan gusar terejek demikian rupa. Hampir berbareng mereka itu
berlompat maju melakukan penyerangan
Dengan sangat kesusu si pria dan wanita bergerak menyambut serangan itu Maka
terdengarlah bentrokan tangan yang keras. Sebagai kesudahan. keduanya terpental
mereka muntah darah! Orang tua kurus kering itu, yang beroman pendeta bukan dan imam bukan, mengasi
dengar tertawanya yang membangunkan bulu roman, suaranya itu bercampur menjadi
satu dengan tangisnya anak-anak di punggungnya si pria dan wanita.
Habis tertawa itu, siorang tua berkata nyaring:"Hanya dengan pukulan Tiat Sat
Cwee Sim Ciang kami kedua Jie Loo, cukup sudah kamu menerimanya, apalagi
sekarang di sini ada pula enam orang lainnya! Sekarang berlakulah tahu diri, lekas kau
serahkan "Cay Hoan Giok Tiap"supaya kami dapat berlaku murah dengan membikin
kamu terbinasa utuh!"
Si pria ialah Tiat Kiam Sie-seng, atau siPelajar Pedang Besi, bergerak bangun.
Baru saja ia hendak membuka mulutnya, atau ia sudah muntah pula memuntahkan
darah hidup seperti bermula barusan. Ia melirik kepada wanita yang rebah
disisinya, yaitu isterinya, yang ia panggil "Ceng Hun" itu. Maka isteri itu
sangat pucat, tubuhnya tak berkutik Mendadak ia merasa hatinya nyeri, lagi-lagi
ia muntah...... Seorang tua yang bermata satu, yang berdiri disamping si pria, mengasi dengar
suara "Hm!" yang tawar. Mendadak dia mengayun tangan kirinya, membikin suatu
benda melesat menyambar si pria!
Tubuh Tiat Kiam Sie seng baru mau bangun atau dia roboh pula, kali ini untuk
tidak bergeming lagi, sedang dari mulut, hidung, mata dan telinganya, lantas
mengalir keluar darah merah.
Menyusul itu siorang tua mata tunggal itu lompat untuk menyambar anak di
punggung si pelajar itu, untuk terus melemparkan ke semak-semak di sisi mereka.
Maka dari dalam semak itu segera terdengar jeritan yang menyayatkan hati.....
Habis itu, siorang tua mengulur pula tangannya, untuk menyentuh tubuh sipria
atau datanglah bentakan: "Tahan dulu! Cay Hoan Giok Tiap didapatkan kita
beramai! Bagaimana dengan kami bertujuh?"
Itulah suaranya seorang. Orang tua mata satu itu tertawa lama. Dingin suara tawa itu. "Mungkinkah kau,
Soat-san gan Mo Hong Keng, menguatirkan aku Tok-gan Jin Touw, akan menelan
sendiri saja?" kata dia.
Orang tua yang dipanggil Soat-san-gan Mo Hong Keng itu si Belibis dari Soat-San,
Gunung salju yang mengenakan jubah putih, tertawa dingin juga. "Kau, Tok Gan
Jin-touw, Cee In, kau hendak menelannya sendiri. aku tidak takut?"
katanya. "Hanyalah itu tiga saudara kakak-beradik mereka.... Dia tidak
meneruskan, agaknya dia sengaja, terus dia melirik si orang tua bukan pendeta
bukan imam. Orang bukan pendeta bukan imam itu yang dipanggil Tok Gan Jin touw, si Pembunuh
Mata Satu berobah parasnya Demikian juga orang tua yang jangkung kurus dan
bermuka kuning. yang berdiri di sisinya. Berdua mereka menempelkan tubuh jadi
satu dengan lain dengan rapat sekali.
Soat-san gan Mo Hong Keng tertawa terbahak. "Kamu lihat!" katanya. "Lihat, Hoo
See Sam Siu memperlihatkan diri asalnya! Dikolong langit ini siapakah manusianya
yang tidak tahu bahwa Kut Lauw Loo jin, Tok Gan Jin Touw dan Song-bun sin dari
Hoo-see berniat menelan sendiri Cay Hoan Giok Tiap?"
Ketika itu dua orang imam yang berjubah abu-abu maju ke depan, satu diantaranya
lantas berkata: "Sekarang ini kita baiklah jangan membikin banyak berbisik saja!
Paling benar kita cari dahulu Giok Tiap, baru kita bicara pula!"
Ketua dari Khong Tong Pay, It Yang Cu, turut bicara.
"Benar apa katanya Tiat Ciang Pangcu!" ujarnya: "Kita mencari dahulu, baru kita
mendamaikannya. Siapa yang memikir untuk menelannya sendiri dia boleh lihat Tiat
kiam Sie-seng sebagai contoh!"
Imam, yang dipanggil Tiat Ciang Pangcu itu, ketua partai Tangan Besi, yang
sebenarnya bernama Pui Thian Bin menoleh kepada imam berbaju abu-abu usia
pertengahan disisi untuk berkata: "Thian Tie Lao-too mari kita sama-sama
mencari" Hanya sebentar mereka bekerja, menggeledah, lantas mereka berdiri bengong dengan
saling memandang! Karena itu, orang orang yang lainnya itu lantas menggantikan mereka menggeledah
tubuhnya si pria dan wanita. Mereka pun lantas melongoh.
Tak ada barang yang mereka cari!
Thian Tie Lou-too, si imam tua Thian Tie menjadi gusar sekali, maka ia menyambar
anak yang lainnya, lantas tangannya diayun. Hanya mendadak, ia menunda gerakan
tangannya itu, sambil memandang sianak, ia memuji
"Sungguh tulang yang bagus!" Habis mengucap itu, dengan membawa anak, ia lari
kabur kedalam hutan dan menghilang disitu!
"Mungkinkah benda berada ditubuh anak itu?" berkata ketua dari Tiam Cong Pay,
yaitu Cauw Bin Giam lo si Raja! Akherat tertawa.
Inilah sebab ia bercuriga melihat kaburnya si imam, atau toojin, bersama anak
itu. Soat San Gan lantas berlompat ke semak-semak. Dia mencari anak yang tadi
dilemparkan kembali dia melongoh.
Anak itu tidak ada. Yang lain lain juga tercengang. Mereka heran sekali.
Siapa yang membawa kabur anak itu di depan hidung mereka" bukankah mereka"
Bukankah mereka semuanya jago-jago berkenamaan"
Tiat Ciang Pangcu dongak melihat langit "Sudah, jangan kita menjanjikan tempo
lagi!" katanya. "Mari kita susul Thian Tie Loa koay si iman siluman tua!"
Merdengar demikian, semua orang bagaikan terjaga secara mendadak dari tidur
mereka, maka serentak mereka bergerak, lari menyusul Thian Tie Tojin.
Hampir berbareng dengan kepergiannya orang-orang itu, langit pun guramlah.
Siputeri Malam yang terang cemerlang dengan tiba tiba saja dialingi sang mega
hitam itulah bagaikan tanda bahwa Thian pun tak ingin mengawasi lagi kedua mayat
yang hampir separuh telanjang, yang rebah damping-berdampingan ditanah
pegunungan yang sunyi senyap itu.
Sang mega terus bermain-main, bergulung gulung.
Makin lama jagat makin gelap. Hanya lewat sesaat, sesudah sang halilintar muncul
berkelebatan berulangkali sabagai gantinya, turunlah sang air langit, hingga
seluruh gunung menjadi basah, menyapu bersih darah yang berhamburan itu, sirna
dikaki gunung. Setelah hujan berhenti turun, maka mendadak ditempat peristiwa hebat itu
terlihat seorang, yang dari jauh bergerak mendatangi bagaikan kilat cepatnya.
Dia muncul dari arah lembah Nyawa Putus. Langsung dia menghampiri kedua mayat
yang tersia sia itu dia berdiri disisinya. terus dia menghela napas. Habis itu,
dengan tangannya masing masing angkat setubuh mayat, dia lari balik kedalam
lembah dinama dia menghilang didalam rimba raja yang hebat....
"BOCAH TAK BERGUNA"
Kota kecamatan Gie hin di Kanglam tengah merayakan malam Goan Siauw atau Cap Go
Meh, malam tanggal lima belas yang indah dari Chia-gwee bulan pertama. Kota
menjadi ramai sekali, sangat hidup nampaknya. Terutama orang berdesakan
dihalaman muka Seng Hong Bio, gereja Malaikat Kota dimana ada dipertunjukkan
wayang opera, yang panggungnya tinggi sependirian dua orang. Semua tempat duduk
sudah penuh sesak. Cerita yang di lakonkan ialah "Sat Cu Po," atau
"Pembalasan Pembunuhan Anak."
Tengah keramaian barlangsung itu maka dari bawah panggung terlihat munculnya
seorang yang romannya luar biasa. Dia tinggi belum empat kaki. Dia jalan
berlenggang-lenggok. Punggungnya berbungkuk unta. Dua buah tangannya sebaliknya,
panjang sampai didengkulnya. Dia memiliki mulut yang lebar ujung bibirnya,
seumpama kata hampir sampai kesisi telinganya. Sedangkan hidungnya melesak
sampai dia seperti tak memiliki hidung lagi.
Bibirnya yang bawah pun doble, turun rendah sekali, Maka itu, itulah roman yang
jelek lagi menakuti..... Segera juga mata orang banyak tertuju kepada orang kate luar biasa ini. Diantara
ada orang orang yang berteriak saking kagumnya.
Orang luar biasa itu sebaliknya mengawasi orang banyak dengan matanya yang
tajam, yang sinarnya memandang hina. Dia berjalan perlahan mengitari panggung
wayang itu. Kemudian dengan kedua tangannya yang besar bagaikan kipas dan merabah sebuah
cabang tiang mimbar penonton yang besar seperti mangkuk, atas mana, tiang itu
pecah remuk! Dengan begitu, ambruklah mimbar itu, hingga terdengar suara runtuhnya yang keras
dan berisik melebihkan berisiknya tambur dan gembreng sandiwara diatas panggung!
Tanpa mengambil mumat kecelakaan
diterbitkannnya itu, sijelek itu berindap masuk kedalam gereja di mana dia
menghilang disatu pojok yang gelap.
Berbareng lenyapnya orang aneh itu, disitupun terlihat seorang pelajar usia
pertengahan, yang gerakannya gesit.
Tanpa suara tindakannya, dia turut lenyap didalam gereja itu. Hanya tak lama tak
lama, dia muncul pula, romannya lesu. bagaikan orang putus asa. Tengah dia
berjalan keluar itu, tiba-tiba sinar matanya bentrok dengan orang jelek tadi,
yang menyelip diantara orang banyak. Sijelek itu membuka jalan dengan paksa.
Maka dia tertawa dingin, dia lantas menyusul. Dia pun mesti mendorong atau
menolak setiap orang yang berdiri di hadapannya.
Orang kate luar biasa itu berjalan terus keluar kota Si pelajar terus
mengintilnya. Dibelakang orang aneh itu, dia mengawasi dengar tertawa yang
dingin disusul dengan kata-katanya ini: "Sungguh sebuah pukulan Cit-sat Cwie Sim
Ciang yang lihay sekali! Dari manakah kau pelajarinya!
Si kate jelek itu berpaling. Dia memandang si pelajar hanyahnya sekelebatan,
lantas dia menoleh pula ke depan, untuk melanjuti perjalannya tanpa mengambil
mumat orang yang iseng mulut itu....
Si pelajar tertawa dingin. Dia loncat menyusul tangan kanannya diulurkan, untuk
menyambar pundak orang. Tepat di saat sambaran itu hampir mengenai sasarannya, mendadak si kate
berkelit. Dengan satu kali mencelat saja dia telah memisahkan diri tujuh atau
delapan tindak. Segera dia menoleh, mengasih lihat roman yang gusar.
"Siapakah kau" "tegurnya. "Apakah kau sudah tidak memikir hdup lebih lama pula?"
Si pelajar tertawa lebar. "Akulah Liong-heng-ciu Beng It Cin!" sahutnya
tembareng. "Hendak aku tanya kau, dari manakah kau dapat pelajari ilmu silatmu
itu Cit Sat Tywie Sim Ciang
Ilmu silat itu ialah Tangan Menghancurkan Jantung.
Sambil menjawab, atau berkata begitu, kembali dia lompat maju kembali, dia
mengulur tangannya guna menjambret pula ke arah pundak!
Si kate berkelit Lagi lagi dia mencelat delapan tindak.
Sangat gesit dan lincah gerakannya.
Liong-heng ciu Beng It Cin menjadi melengak "Sip pat Inilah ia tidak sangka sama
sekali. Sebenarnya ia sudah menggunai tipu silat "Siauw Liong Ciu" atau
"Merantai Naga satu di antara jurus jurus terlihay dari sip pat Liong heng Ciu
yang terdiri dari delanpan belas jurus. Heran dia yang orang lolos pula.
Ketika itu berkumpul sudah banyak orang yang datang menonton.Diantara mereka itu
terdengar pujian: "Bagus!'
"Kau siapa" "tanya Liong Heng Ciu yang menjadi gusar sekali.
Si kate mengasi dengar jawabannya yang tajam dan tawar: "Aku yang rendah seorang
yang tidak mempunyai nama, maka itu cukuplah kalau aku dipanggil Bu Beng Tong Cu
"Bu Beng Tong Cu" itu berarti: "Bocah tak bernama"
Memang, sejak dia kenal dirinya, si jelek ini belum pernah mendengar orang sebut
atau panggil dia dengan namanya, bahkan gurunya memanggil ia dengan 'Eh' saja.
Pertanyaannya Beng It Cin membuatnya heran lantas dia berpikir. Begitulah, dia
memberikan jawabannya itu.
Beng It Cin heran. Lantas ia menatap bocah didepannya ini. Orang mestinya belum
berusia lebih daripada enam atau tujuhbelas tahun, tetapi aneh, kenapa dia
demikian kate. Bu Beng Tongciu juga mengawasi Liong Heng Kiam. Ia mendongkol melihat sikap
orang, Ia merasa bahwa ia sangat dipandang hina. Tiba tiba timbullah hawa
amarahnya lalu dengan sekonyong konyong ia lompat menyambar dengan tipu silat
"Kay Thian Pek Te atau menciptakan dunia.
Beng It Cin menjadi kaget sekali. Tahu-tahu tangannya kanan dibetulan nadi telah
kena dicekal. Dan si cebol terus memutar tangan kanannya di depan muka orang,
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyusul mana tangan kirinya, dengan lima jarii bagaikan gaetan, menyentuh
sasarannya! Sudah duapuluh tahun Liong Heng Ciu mengembara, belum pernah ia menemui lawannya
yang setimpal. Ia ketarik hati waktu ia melihat anak ini merusak tiang mimbar
dengan satu kali "meraba" saja. Ia ingat itulah ilmu silatnya seorang "hantu
tua, yang sudah sepuluh tahun lebih tak pernah muncul pula dalam dunia Kang Ouw,
yang buat beberapa tahun sedang ia cari. Karena itu, tertariklah hatinya
mendapati orang yang mengerti ilmu silat itu Ia menduga kepada murid atau ahli
waris si hantu tua. Maka ia mengikuti. Siapakah, sekarang ia kena dicekal sampai
tak sanggup ia melepaskan lengannya itu
Si kate tertawa dingin. "Kiranya begini! saja Liong Heng Ciu yang namanya
menggetarkan dunia Kong Ouw!"
Begitu dia berkata, dia melepaskan cekalannya, tubuhnya lompat mundur tiga
tindak. Liong Heng Ciu melongoh. Menampak demikian si cebol tertawa. "Jikalau tidak puas, mari coba lagi dia
menantang. Liong Heng Ciu sangat mendongkol. Belum pernah ia menerima hinaan semacam itu
Maka, menuruti hawa-amarahnya, ia menyerang pula. menggunakan dua dua tangannya
dan tipu silatnya juga "Hut Ia Sauw Goa," yaitu
"mengebut mega, menyapu rembulan" Dua tangannya menotok kekedua jalan darah-Hian
kie dan Khie hay. Ini pun salah satu jurus dari ilmu silatnya itu. Sip-pat liong
Heng Ciu. Lain orang, belum ada yang pernah mengalahkan tipu silatnya ini.
Si bocah tak bernama melihat serangan itu, dia menyambut. Dia menggerakkan
tangan kanannya dengan tipu silat "Ngo Gak Siauw Liong," atau "Di lima gunung
merantai naga sedangkan kaki dirinya diajukan, hingga dia jadi rendah tubuhnya.
Dia bukan menangkis. hanya dengan lima jerijinya dia mencaba mencekal lengan
lawan. Liong Heng Ciu terkejut. Tak leluasa ia melayani orang kate, hingga ia jadi
kurang sebat. Ketika itu, tangannya juga sudah meluncur sebagian. Tiba-tiba ia
merasakan lengannya kesemutan. Itulah akibat lengannya tercekal itu Dengan
lekas. rasa kesemutan itu menjalar ke seluruh tubuhnya
Si bocah tertawa terrgelak, membarengi itu, dengan dua-dua tangannya, dia
menolak. Tidak ampun lagi, tubuh Liong Heng Ciu tertolak mental jauhnya satu tombak
lebih, dan tempo kakinya menginjak tanah, ia pun lantas muntah darah!
Dengan tawar, si bocah berkata: "Kau telah tergempur dengan pukulanku yang
bernama Cit-sat Cwie Sim Ciang!
Di dalam tempo dua belas jam, kau bakal mati, maka itu.
lekas kau pergi pulang!"
Walaupun dia berkata demikian, anak itu terlihat tegak kebocah-bocahannya. Habis
berkata itu, dia menggoyang-goyang kepalanya, terus dia pengin geloyor, membuka
jalan di diorang banyak. Liong heng ciu Beng It Cin memegang tubuhnya salah seorang penonton, untuk ia
dapat berdiri. Kembali ia muntah darah. Kata ia lemah pada orang itu: "Aku minta
tolong memanggilkan aku sebuah kereta supaya aku dapat diantar ke Sip Lip Pay
Kau bakal dipersenan Keluarga Beng."
Orang itu agak bersangsi, "Nanti aku yang antarkan kau!" berkata seorang tua,
yang berada di sisi mereka.
Bahkan ia lantas pergi memanggil kereta. Tempo Liong Heng Ciu naik ke atas
kereta itu, si orang tua memayangnya.
Tempo roda roda kereta berputar, maka di samping kereta terlihat seorang pendeta
tua bersama seorang bocah usia enam atau tujuh belas tahun mengikutinya dengan
tindakan yang cepat dan ringan sekali. Hanya baru beberapa tindak, lantas mereka
segera menghentikan mereka. Si pendeta tua menghela napas melihat romannya Liong
Heng Ciu "Suhu...." berkata sianak muda atau segera ia disebelah si pendeta.
"Tidak ada pertolongan lagi! Dia telah terluka anggauta-angggauta tubuhnya
bagian dalam...!" "Tapi, suhu.... Bukankah suhu mempunya kepandaian merebut pulang nyawa orang"
Kenapa dengan banyak sekali memandang saja, sekarang suhu memastikan bahwa orang itu tak dapat
ditolong pula?" Si pendeta tua bungkam. Dia seperti kelelap dalam pikirannya.
"Siapapun bakal terhajar mati oleh pukulan Cit-sat Cwie Sim Ciang kecuali dia
memiliki ilmu tenaga dalam dari kaum Buddha kita yang dinamakan prama atau
tenaga dalam Tay Ceng Bin-khie dari kaum Too Kauw. Dahulu hari ayahnya.... Ah
sudahlah, terlalu siang untuk mengatakannya!"
"Suhu! '"kata sianak muda. "Suhu bagaimana dengan ayahku" Suhu telah berjanji,
sesudah usiaku tambah, suhu hendak memberikan keterangan itu"
"Anak Ie kata sipendeta sabar "asal saatnya tiba akan aku beri keterangan
padamu! Lalu ia bertindak dengan perlahan Si anak muda mengikuti, ia menundukkan kepala
Tidak lama tibalah mereka di sebuah rumah berhala kecil. Berdua mereka masuk
kedalam situ. Segera seorang seebie cilik, kacung pendeta menyambut seraya
berkata: "Guruku sudah pulang! Sekarang suhu berada didalam kamarnya lagi menantikan"
Mereka mengangguk, terus mereka masuk kedalam.
Maka mereka lantas melihat seorang pendeta tua lagi duduk bersilat diatas
pouwtoan, tempat duduknya yang istimewa.
Melihat tetamunya pendeta itu lantas berbangkit sambil menyapa: "Kauw Siu Tay-su
selamat berjumpa!" Pendeta yang dipanggil Kouw Siu itu tertawa, ia berkata:
"Pada empat puluh tahun dulu, ketika kita bertemu buat pertama kali di Siauw Lim
Sie, kau masih menjadi kacungnya Goan Thong Taysu ketua Siauw Lim Sie! Dan sekarang, usiamu sudah
meningkat. Ia terus menunjuk sianak muda seraya menambahkan.
"Inilah muridku. Oe Ie Kun!" Sedangkan kepada muridnya, ia baling: "Lekas kau
memberi hormat kepada Hui Khong taysu!"
Anak muda itu menurut, ia mengunjuk hormatnya.
Hui Khong membalas seraya berkata: "Tak usah kita ada setingkat!"
Tapi sianak muda berkata: "Aku memohon pengajaran dari taysu"
Kemudian Hui Khong berkata pada Kouw Siu Taysu;
"Kabarnya taysu hidup menyendiri di gunung Ciong Lam San, kenapa kembali taysu
muncul didunia umum?"
"inilah guna anak ini!" sahut si pendetu tua. "Sebelum dia lulus, hendakku
membawanyanya mengembara untuk mencari pengalaman. Setelah itu, dia mesti pulang
untuk duduk bersemadhi hadapi tembok selama tiga tahun, baru kemudian bolehlah
dia turun gunung." Hui Khong mengangguk, terus ia berkata pada sianak muda: "Sie-cu, kau belajariah
dengan rajin dan tekun, supaya kau dapat mewariskan kepandaian gurumu ini yang
menjadi ahli utama dari golongan Mahayana dari India, supaya kelak kau membikin
makmur kalangan Rimba Persilatan"
Ie Kun mengangguk. Kouw Siu berdiam sekian, lama baru ia menanya:
"Apakah sekarang ini masih ada itu orang orang yang dinamakan Jie Loo, Sam Siu
dan It Koay"'" Dalam suaranya Hui Khong ketika ia mengangguk dan menjawab: "Ya. bukan saja
mereka itu masih tetap seumpama menggeraki angin menebarkan gelombang dalam
dunia Kangouw, bahkan untuk Kanglam dan Kang-pak. Tiat Ciang Pang menjadi satu
kumpulan paling besar..."
Selagi mereka itu berbicara seorang kacung pendeta.
yang datang dengan berlari-lari. lantas melaporkan: "Diluar ada datang seorang
kate luar biasa, katanya dia hendak mencari suhu!"
Hui Khong terkejut. "Ah! Kenapakah dia datang?"
serunya Meski begitu, ia toh bangkit dan terus lari keluar.
Kouw Siu dan muridnya, yang juga rasa-rasa heran, turut pergi keluar, maka itu,
lantas mereka melihat si orang cebol yang tadi mereka ketemukan.
Kapan Bu Beng Tongcu melihat Hui Khong, dia tertawa geli, tetapi hanya sebentar,
tiba tiba wajahnya menjadi guram dan murung, terus dia berkata keras: "Aku Bu
Beng Tongcu aku datang mencari kau! Di sini hendak aku membereskan perhitungan
kita yang terjadi ditaman yang tersia-siakan dari keluarga Cie di luar kota
Hangciu!" Parasnya Hui Khong pun menjadi merah padam. "Kau, kau makhluk manusia, bukan
setan, bukan!" tegurnya:
"Kenapa kau bolehnya datang menyatroni aku di sini" Kau harus ingat peristiwa
dahulu hari itu! Ketika itu aku menyayangi kau. Tak tega aku melukaimu, karena
aku ingat tak mudah untuk mencari kepandaian!"
Bu Beng Tongcu gusar. "Siapa merintangi aku, dia mesti membayar dengan jiwanya
dia membentak lantas dia menggerakan kedua tangannya, agaknya dia bendak
menyerang "Tahan!" berseru Kou Siu, yang melihat lagak orang galak itu tidak keruan itu.
"Bukankah kau muridnya Thian Tie Tojin?"
Si cebol mengawasi pendeta tua itu, matanya bersinar
"Kalau benar, bagaimana?" dia balik bertanya.
Kouw Siu melihat pada dahi si cebol itu sebuah tahi-lalat merah terang, ia
mengawasi muridnya, di dahi siapapun terdapat tahi-lalat, lantas hatinya
tergerak. "Bu Beng Tongcu, kau sebenarnya bernama apa?" ia bertanya lembut.
"Akulah Bu Beng Tongcu!" sahut si cebol kaku. "Kau keledai tua yang botak,
jangan kau banyak bacot Berhati-hatilah atau aku akan membunuhmu juga!"
Oe Ie Kun menjadi gusar. "Beranikah kau" bentaknya.
Bu Tong Tongcu melirik. "Jikalau kau berani, jangan kau sembunyi saja di
belakang gurumu!" ejeknya.
Oe Ie Kun gusar sekali ia hendak maju, tapi gurunya mencegah: "Kau bukan lawan
dia." Hui Khong gusar sekali melihat orang demikian galak dan kurang ajar. "Tidak
dapat tidak hari ini aku mesti ajar adat padamu!" katanya.
Bu Beng Tongcu melirik, mendadak ia mencelat maju dan menyerang.
Si pendeta tidak menyangka orang maju demikian cepat dan gerakannya juga pesat
sekali. Ia segera maju seraya bertindak ke samping. Itulah gerakan maju sambil
berkelit. Sambil maju itu, ia menggerakkan tangaa kirinya dengan tipu silat "Geng-khong
pay-long" atau "Menghadapi udara kosong mengatur gelombang," dua buah jari
tangannya mencari sasaran kedua jalan darah kie kut dan thian cu.
Bu Beng Tongcu berseru nyaring, tubuhnya dihentakkan ke samping, untuk berkelit.
setelah itu ia maju pula, menyerang dengan kedua tangannya, dengan gerakan "Jio-
liong-hun-cui" atau "Dua ekor naga memecah air." Hebat kedua tangannya itu
meluncur kepada si pendeta.
Terkejut si pendeta, ia heran sekali, hingga ia berkata didalam hatinya: "Kenapa
tenaga dalam bocah ini bertambah cepat berlipat ganda tempo hari?" ia lantas
mengajukan dua tangannya, guna menolak.
Kedua pihak bentrok keras sekali, sama-sama mereka mundur dua tindak. Tapi tubuh
kate si bocah menggeliat, parasnya menjadi sangat tak sedap dipandang. Dengan
gusar, dia berkata nyaring: "Satu bulan lagi kita akan menentukan pula menang
dan kalah. Pastilah aku si Bu Beng Tongcu akan mengambil benda di atas batang
lehermu guna di pakai menyembayangi rohnya tujuh orang yang telah terbinasa di
taman keluarga Cie!"
"Sungguh mulut besar!" kata Oe Ie Kun di dalam hati, sedangkan matanya melihat
si cebol itu mencelat pergi.
lantas menghilang. Kauw Siu menghela napas "Agaknya si cebol ini merasa pasti bahwa satu bulan lagi
dia akan dapat mengalahkan kau..." ia berkata perlahan pada Hui Khong.
Hati si pendeta bercekat. "Melihat dia maju demikian pesat, memang benar juga
satu bulan lagi aku sangsi dapat melawan dia," katanya. "Jikalau taysu sudi, aku
mohon diberi petunjuk jalan yang terang."
Kouw Siu mengajak tuan rumah kembali ke dalam. Ia berkata: "Jikalau aku tidak
salah, Bu Beng Tongcu ini mestinya semacam orang yang pernah disebutkan guruku.
Orang semacam dia dipelihara dan didik sedari masih sangat kecil. Umpama kata
dia minum dicuci bersih sumsumnya, di tukar tulang-tulangnya. Orang biasa menanam pohon dengan
dipaksakan dikekang hingga ia menjadi tidak dapat besar, sedangkan tubuh manusia
dicegah melarnya dengan dimasukan ke dalam sebuah guci.
Demikian si cebol barusan. Dia menjadi kecil dan kate karena bikinan, tetapi
walaupun demikian, bakatnya tidak menjadi lenyap, kalau dia belajar silat, dia
dapat memperoleh kemajuan sempurna. Aku menduga dialah muridnya Thian Tie Tojin,
nyata dugaanku tidak meleset."
Perdeta ini berhenti sejenak, lantas dia menambahkan:
"Baiklah, akan aku mengajar kau tiga jurus dengan apa nanti kau dapat
membebaskan diri dari si cebol yang liehay itu...."
Hui Khong mengucap terimakasih. Kouw Sia lantas membacakan tiga jurus pelajaran
yang ia berikan itu. Oe Ie Kun mendengarkan dengan penuh perhatian.
Melihat lagak muridnya pendeta tua berkata: "Tak usah kau mencuri dengar! Kau
juga boleh belajar sekalian, guna kau nanti menjaga dirimu!"
Ie Kun girang sekali. Ialah seorang murid luar biasa.
Selama ia mengikuti gurunya setiap kali ia menyaksikan guru itu berlatih tentu-
tentu ia minta diajari akan tetapi guru itu melainkan menyuruh ia duduk
bersemadhi selama tujuh belas tahun belum pernah ia diajarkan silat sekalipun
satu jurus. Maka itu sekarang, mendengar ia mau diajari hingga tiga jurus ia
girang hingga ia lompat berjingkrak.
Kouw Siu mengajak dua orang itu pergi ke belakang, di tempat yang sepi. Ia
berkata. "Inilah tiga jurus Thian Touw kamu, ingat baik-baik. Sekarang lihat
akan jurus yang pertama, namanya Cian Kouw Lui Tong. "artinya Tambur perang
berbunyi laksana guntur." Habis berkata, ia bersilat, untuk memberi contoh.
Hui Khong dan Ie kun bersilat, mereka menelan itu.
Habis itu menyusul pelajaran dua jurus lainnya, yaitu
"Ciu po Thian Keng, "atau "Batu pecah mengejutkan langit dan "Thian Peng Te Liat
atau "Langit ambruk, bumi gempa."
Pelajaran itu diberikan sampai kedua orang itu apal betul, setelah mana, si
pendeta tua memberikan pesannya:
"Tiga jurus ini luar biasa. asal digunai, mesti-mesti orang terlukai karena itu,
jangan kamu sembarang gunakan, supaya kamu tidak dikutuk Thian!"
kui Khong dan Oe Ie Kun memberikan janjinya.
Malam itu malam Goan Siauw, kota ramai luar biasa, akan tetapi di dalam rumah
sudah itu, orang tetap terbenam dalam kesunyian, karena itu, Ie Kun ingin sekali
menyaksikan keramian. Ia memang belum pernah melihat, dunia....
"Kau boleh pergi tetap ingat jangan kau kemaruk dengan keramaian," kata si guru,
yang baik hati. "Ingat. kau mesti pulang sebelum tengah malam!"
Ie Kun mengucap terima kasih. Ia berjanji akan pulang sebelum jam dua-belas.
Seorang diri ia berjalan dengan cepat menuju kekota Gie hun. Inilah yang pertama
kali ia keluar seorang diri, maka ia mirip seekor burung yang lolos dari
kurungan. Sudah sekian lama ia mengikuti gurunya mengembara, belum pernah ia
diberikan kemerdekaan seperti ini. Maka ia kagum sekali selekasnya ia tiba
didalam kota. Suasana sangat ramai. Orang tampak berlipat ganda banyaknya
daripada waktu siang tadi. Saking kagum, ia jadi terbengong.
Tiba tiba pemuda ini menjadi terkejut. Tengah ia dongak, ia melihat satu
bayangan orang berkelebat diatas genting. yang lantas lenyap dalam sebuah loteng
yang tinggi. Ia heran, ia jadi ingin mendapat tahu. Menyelak diantara orang yang
berjubelan, ia menuju kerumah yang berloteng itu. Cuma tiga putaran saja, sampai
sudah ia didepan rumah itu.
Iiulah rumah yang besar dengan pekarangan yang lebar, hanya di empat penjurunya,
temboknya sudah tua dan gugur disana sini suatu tanda bahwa gedung itu sudah
lama tidak terawat. Pintu pekarangannya yang besar dan diberi bercat, juga sudah
tidak keruan macam. Melihat dari tembok yang gugur dan bolong, dibagian dalam
rumah itu tak nampak sinar api.
Ketika itu didepan rumah itu ada lewat serombongan orang ketika mereka
mendapatkan Ie Kun lagi berdiam mengawasi, salah seorang diantaranya berkata:
"Itulah rumah hantu, setiap hari ada setannya yang mengacau!
Jikalau kau melihat setan, anak muda, jangan kau heran!
Kau tahu. siapa masuk kedalam rumah itu, dia tak pernah keluar lagi sampai
tulang-belulangnya pun tak ada sisanya"
Jalan disitu tak banyak dilalui orang, toh itu jalan hidup.
tak percaya Ie Kun terhadap ceritera tentang hantu itu. Ia percaya tentulah
orang jail yang menyamar menjadi setan.
guna mengganggu orang orang yang berlalu-lintas disitu.
Atau dilain saat ia mendapat pikiran ini. "Tak mungkinkah orang jahat
menggunakan tempat ini sebagai sarangnya?"
Memikir demikian, pemuda ini sudah lantas mengambil keputusan. Bukannya ia
berlalu dari situ, ia justeru melompati tembok untuk masuk kedalam pekarangan.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Didalam situ ia mendapatkan banyak pohon hingga sukar buat ia berjalan maju.
Rumah itu juga banyak wuwungannya.
Sekian lama Ie Kun berjalan, belum juga ia mendekati gedung. Ia heran, ia
menjadi bingung Teranglah bahwa ia telah kesasar. Ia mencoba akan jalan lempang,
sia sia. Ia menjadi menyesal yang ia sudah berlaku sembrono. Pantas gurunya
membilangi bahwa ia belum berpengalaman.
Pernah Ie Kun memperoleh pelajaran Kie-bun Pat-kwa dan gurunya Itulah pelajaran
yang telah diberikan pada tujuh atau delapan tahun yang lalu, tetapi sekarang,
berada didalam tempat sesat, ia seperti putus asa. Maka di akhirnya ia
menjatuhkan diri. untuk duduk numprah, guna memusatkan pikiranhya. Iapun
memejamkan matanya. Lewat sekian lama, baru ia merasa otaknya jernih.
Lantas ia membuka matanya, memandang kedepan, lalu kekiri dan kekanan dan
akhirnya kebelakang. Ia memperhatkan sekitarnya. Tiba-tiba ia terperanjat.
Itulah karena ia mendengar suara berkelisik disisinya. Lekas lekas ia memutar
tubuh. atau ia mendapatkan seorang wanita muda dengan pakaian serba putih tahu-
tahu sudah berdiri disisinya itu. Ia kaget sekali, sedang hidungnya segera
mencium bau yang harum. "Rupanya kau bukan penduduk sini"' tiba-tiba si nona tanya perlahan.
Ie Kun mengawasi. Ia mendapatkan seorang yang cantik sekali, sendirinya, ia
tercengang. Ia tidak mendengar kata-kata sinona, ia melainkan merasakan sedapnya
suara yang merdu. Sinona nampak kurang senang karena orang berdiam saja. "Eh, aku menanya kau!"
tegurnya. "Kau dengar atau tidak?"
Kali ini, si pemuda terperanjat, dia sadar.
"Aku..."sahutnya bingung.
Nona itu membanting kaki, agak jengkel dia. "Mari turut aku!" katanya. "Aku
antar kau keluar dari tin ini!"
"Tin" ialah semacam garis perang yang rahasia yang menyesatkan.
Ie Kun menurut. Baru jalan dua putaran, ia sudh melihat bagian luar.
"Kau tunggu disini!" kata si nona. "Jangan berkisar!
Didalam rumah ini terdapat berlapis-lapis perangkap! Kau tunggu, hendak aku
menyingkirkan satu perintang, baru kau masuk!"
Ie Kun dengar kata. Ia tetap bingung. Tak tahu ia, siapa nona ini. Ketika ia
mengiringi nona, ia masih nampak linglung. Sinona melihat lagaknya, dia heran.
Pikirnya: "Melihat dari wajahnya, dia memiliki tenaga dalam yang mahir. Dia rupanya orang
yang masih maju Mungkin dia sama seperti aku, dia datang kemari tanpa tujuan dan
aku mengajaknya secara bersahaya"
"Mari!" katanya kemudian. Ia menjejak tanah untuk lompat tinggi tiga tombak,
lalu maju ke sebelah dalam. Ia bergerak tanpa suara anginnya,
Ie Kun heran."Pantas dia berani," pikirnya.
Justeru itu dua tombak jauhnya didepan dia, pemuda ini melihat melesatnya dua
bayangan orang yang berkelebat untuk terus lenyap di tempat gelap.
"Heran!" pikirnya, "Di waktu begini, dirumah kosong ini, dari mana datangnya
orang-orang itu?" Tepat itu waktu, dari jauh terdengar jeritan yang menyeramkan hati. muncul pula
dua bayangan orang, lalu terdengar suara satu diantaranya "Mungkin disana sudah
terjadi pertempuran... "Hmm!" kata yang lain. "Malam ini pangcu sendiri yang memegang tampuk pimpinan,
biar ada datang lebih banyak orang satu jiwa pun tidak bakal mendapat ampun!"
"Bagaimana dugaan kau." kata yang satu: "Apakah pendeta dari Siauw Lim Sie sudah
menyerahkan barangnya atau tidak?"
"Aku tidak tahu" Belum habis suara orang itu, lantas mendadak dia roboh,
demikian juga kawannya. Ie Kun kaget sekali. "Siapakah yang membokong mereka kata dalam hati.
"Kalau penyerang itu melihat aku dan dia menyerang juga, bukankah aku akan mati
konyol?" Maka lantas ia menggeser tubuhnya dan baru ia menggerakan kakinya, ia mendengar
bentakan halus ini: "Hai bocah kecil. jangan bergerak! Kau sudah turut Raja akhirat Wanita datang
kemari kau dilarang bergerak kau berdiamlah!"
Ie Kun terperanjat. ia berpaling kearah darimana suara itu datang Ia mslihat
diantara rumpun pepohonan rebah satu tubuh yang tertutup baju tambalan tetapi
punggungnya menggenjol sebuah kantong besar dari kain merah, Dialah seorang
pengemis yang habis berkata lantas mengawasi kepadanya sambil bersenyum simpul.
Dia bersikap sangat tenang.
Ketika itu nampak dua bayangan keluar dari muka gedung berlari-lari ke arah
mereka Hanya sebentar sampailah mereka disampingnya kedua mayat. Orang yang satu
berjongkok meneliti kedua mayat itu. Setelah berdiam sekian lama terdengarlah
suaranya: "Entah senjata rahasia apa yang begini jahat
"Cit-cie-niauw!" sahut yang lainnya, sesudah dia berjongkok memeriksa. "Pertanda
tegas dari piauw beracun ialah siapa terkena, tenggorokkannya lantas tertutup
dan tujuhnya mengeringkuk.
Habis berkata begitu orang itu menurunkan busurnya dari pundaknya. agaknya dia
hendak melepaskan anak panah sebagai tanda rahasia. Tapi belum lagi dia sempat
menggunakan panahnya itu, diapun roboh disusul tergulingnya kawannya untuk tidak
berkutik lagi sebagai dua mayat disisinya itu.
Menyusul robohnya dua orang ini, dari samping berlompat keluar satu orang lain,
dalam gerakan bagaikan bayangan dengan kedua tangannya dia meraup memondong ke
empat mayat itu untuk dibawa berlalu dengan cepat menghilang kelain arah.
Masih ada satu bayangan lain, yang berlompat dari luar pekarangan masuk kedalam
untuk bergerak lebih jauh guna lompat naik ke atas genting dimana diapun
melenyapkan diri. Bukan main herannya Oe Ie Kun ia menjadi sangat bingung. Semua orang tidak
dikenal, semua bergerak dengan sangat gesit. Ia lantas menduga bahwa didalam
gedung itu mungkin mungkin ini telah terjadi suatu peristiwa yang hebat.
Baru setelan itu si pengemis bergerak bangun terus dia meneprek-neprek kantung,
"Hayo engko kecil. jalanlah!"
katanya. "Kapan sang maiam berlarut maka kau tak akan keburu menyaksikan
pertunjukan yang menarik hati"
Habis berkata dia berjalan. Baru dua tindak dia berhenti pula. Dia melihat si
anak muda berdiam saja. Dia lantas mengawasi terus dia mengernyitkan alis.
"Apakah kau belum pernah belajar silat tegurnya.
Berkata begitu, dia mengulur sebelah tangannya hendak menyambar lengan si anak
muda. Tiba-tila dia menjerit perlahan. Sentuhannya kepada lengan sianak muda
membuat tangannya, tangan kanan mental balik.
Tangannya itu kesemutan. "Ha... batu kemala yang bagus yang belum di gosok,"
katanya heran dan kagum. "Rupanya gurumu baru mengajari kau ilmu dalam tetapi
belum ilmu silat" Ie Kun mengawasi. Ia kagum yang sipengemis mengetahui tentang kepandaiannya.
"Jangan takut" kata pula si pengemis, "Mari aku ajak kesanal"
Kali ini si pengemis menyambar leher baju orang, untuk diangkat, maka di lain
saat berdua mereka sudah berada diatas wuwungan. hingga terlihat tegas gedung
lebar sekali, terkurung banyak pohon gauw-tong yang besar dan tinggi.
Ie Kun tidak melihat sinar api, hatinya tidak tenang.
Dengan masih memegangi leher baju si anak muda, si pengemis maju terus sampai
mereka berada diatas lauwteng. Disini, dengan jalan ditangga, mereka turun
kebawah terus masuk kedalam sebuah ruang. Mendadak si pengemis tertawa terbahak
dan berkata: "He, imam tua Thian Tie! Kamu mengadakan rapat besar orang-orang
gagah, kenapa kau tidak mengundang aku sipengemis tua turut hadir bersama sama
karena itu, aku jadi datang sendiri!"
Ie Kun melihat didalam ruang itu hadir kira tiga puluh orang pria dan wanita,
tua dan muda.. Diantaranya, seorang toosu atau saykong, atau imam tua lantas
berbangkit. Untuk mengasi dengar suaranya "Hm, Yo Thian Hoa!
Kaulah si pengemis tua yang tidak ketahuan tempat jejaknya, cara bagaimana aku
dapat mengundang kau hadir di sini?"
Si pengemis tua, yang dipanggil! Yo Thian Hoa itu, tertawa. Kata dia: "Asal kamu
Jie Loo sudi membagi aku secangkir arak, aku si pengemis tua tidak akan
mengatakan apa-apa lagi. Cumalah perangkap kamu disebelah luar terlalu banyak
jumlahnya, membikin aku si pengemis tua sampai susah dapat masuk kemari, syukur
ada beberapa anggauta pria dan wanita, yang membuka jalan. jikalau tidak,
pastilah siang-siang sudah tulang belulangku bakal disuguhkan untuk digerogoti
kawanan anjing!" Kata-kata itu membikikin kaget, tidak melaikan si toosu tua yang benama Thian
Tie Toojin itu tapi juga seorang tua lain, yang baju yang abu abu, yang bajunya
abu-abu, yang sudah lantas berjingkrak bangun. Terlihat nyata rambut dia pada
bangun berdiri. Si pengemis tua melihat orang itu dia berkaok-kaok seorang diri: "Ayo! Ayo!
Pangcu dari Tiat Ciang Pang bergusar! Jangan-jangan aku si pengemis tua bakal
mati karena kaget!" "Pang-cu" ialah "ketua," dan "Tiat Ciang Pang" yaitu partai Tangan Besi.
Pangcu itu, yang bernama Pui Thian Bin, lantas berkata:
"Siapa di antara kamu yang pergi keluar untuk melihat....?"
Belum berhenti suaranya ketua ini atau angin menghembus masuk, memelesatkan
serupa barang, yang jatuh diatas meja dengan mengasi dengar suara membeletuk.
Sebab itulah sebatang piauw, yang menyambar dan nancap.
Pui Thian Bin kaget sekali, tapi dia lantas berseru, gusar:
"Cit chee-piauw sudah muncul kenapa pemiliknya tidak muncul juga?"
Memang yang nancap itu ialah sebuah piauw model bintang.
Menyusul teguran si ketua partai Tangan Besi itu satu suara tertawa tajam dan
dingin lantas terdengar, sesudah itu segera terlihat berkelebatnya satu orang
yang berlompat masuk dari liang jendela, orang mana memondong seorang lain yang
sudah tidak dapat berkutik karena dia telah menjadi korban totokan jalan darah.
Ketika Ie Kun sudah melihat tegas orang yang baru masuk itu dia heran hingga dia
mengasi dengar suara terperanjatnya. Dia kenali orang itu sebagai si nona
berbaju putih, yang tadi menolongi ia lolos dari dalam itu.
Sebenarnya orang tidak mempehatikan pemuda ini tetapi seruan kagetnya itu lantas
menyadarkan semua hadirin.
Semua lantas berpaling ke arahnya.
Dan Pui Thian Bin, sambil tertawa dingin, lantas menanya si pengemis tua: "Eh
siapakah bocah cilik itu?"
Si pengemis tua tertawa geli. "Dia bukanlah si pengemis cilik!" sahutnya "Dialah
orang yang datang untuk melihat keramaian!"
Memang juga, pengemis ini tidak kenal Oe Ie Kun.
Thian Tie Toojin maju satu tindak, untuk nenatap si anak muda. "Siapakah kau?"
tanyanya, suaranya dalam.
"Kau murid siapakah" Kenapa kau berani lancang masuk ke tempat terlarang dari
Tiat Ciang Pang ini?"
Ie Kun berdiam Sejak bermula, entah kenapa, tidak ada kesan baiknya terhadap
imam itu. Thian Tie gusar sekali. Belum pernah ia diperhina orang secara itu. Sambil
tertawa tawar, tangannya diluncurkan, guna menyambar si anak muda. Ia
menggunakan tipu. silat. "Siauw Liong Kui Yan" atau "Merantai naga di dalam gedung."
Melihat si imam menyambar si anak muda, si pengemis mendahului menolak dengan
tongkat bambunya kepada pundak anak muda itu, atas mana tubuh Ie Kun tertolak
roboh. Karena itu, sambaran imam itu menjadi tidak mengenakan sasarannya. Dia
jadi mendongkol. "Eh, pengemis tua! "tegurnya, "siapa yang menyuruh kau menurunkan tangan"
Yo Thian Hoa tertawa terkekeh "Siapakah yang tidak tahu hebatnya Heng San Jie
Loo" katanya. "Bocah ini bocah macam apakah" Mana dia dapat bertahan" Maka itu
aku si pengemis tua aku mendahului kau mengajar adat padanya supaya di matanya
janganlah sampai tidak ada si orang yang berilmu tinggi!"
Kata-kata itu berupa umpatan untuk Thian Tie Toojin, akan tetapi di balik itu
ada tersembunyi ejekan bahwa saykong sudah menghina bocah cilik. Tentu sekali.
Thian Tie ketahui itu, maka juga parasnya menjadi guram. Akan tetapi dia dapat
berpikir dia tidak mau bentrok dengan si pengemis tua. Dia pun menyangsikan
entah ada siapa lagi orang lihay yang bersembunyi di sekitar sarangnya ini.
Maka juga, habis mendelik kapada Ie Kun, ia mundur ke tempat asalnya.
Tepat itu waktu, seorang datang masuk dengan laporannya: "Pendeta kepala yang
menjadi ketua Siauw Lim Sie mohon bertemu!"
Yo Thian Hoa si Pengemis Sakti, atau Sin Kay, mengasi bangun pada Oe Ie Kun
sembari dia kata: "Segera juga sandiwara akan dimulai!"
Baru saja Thian Tie menerima laporan itu, dari arah pintu sudah tampak munculnya
empat orang pendeta tua yang tubuhnya ditutup dengan kain yaitu jubah suci.
berwarna merah. Mereka lantas berdiri berbaris di tengah ruangan.
Pui Thian Bin, ketua Tiat Ciang Pang tertawa tawar.
"Aku tidak sangka sama sekali bahwa keempat pendeta pandai huruf Goan dari Siauw
Lim Sie telah datang herkunjung!" katanya sebagai sambutan. "Tian ketua,
bagaimana kalau aku mohon diajar kenal?"
Salah seorang pendeta tua itu, yang bertubuh kurus, maju setindak seraya dia
merangkapkan kedua belah tanganya. "Pinceng bernama Goan Thong," kata ia hormat,
"Pinceng datang bersama tiga adik seperguruanku Goan Kak, Goan Siang dan Goan
Tong. Dan kami datang sendiri untuk mengambil kembali buku catatan dari kuil
kami!" "Hm!" tertawa Pui Thian Bin, suaranya dingin lagaknya temberang.
Lantas dia menunjuk kepada belasan imam tua dan muda di depannya Dia terus kata
"Baru-baru ini aku si orang tua mengepalai delapanbelas orang hiocu kami pergi
menemui pendeta-pendeta pandai dari Siauw Lim Sie, ketika itu ke delapabdas
hiocu kami itu telah mendapaikan buku catatan itu sesudah satu pertempuran mati-
matian. Oleh karena itu taysu, ingin aku mengetahui, untuk kamu meminta pulang buku
catatan itu, barang apakah yang hendak dijadikan barang tukarannya?"
Oe Ie Kun tidak tahu urusan, dengan perlahan ia tanya si pengemis "Buku catatan
Siauw Lim Sie apa macam itu maka mereka sampai memperebutinya begini macam?"
Yo Thian Hoa menjawab: "Buku catatan itu mengenai suatu rahasia penting dari
Siauw Lim Sie serta mengenai juga nama baiknya kuil itu, karena itu, murid-murid
Siauw Lim Sie ini ingin sekali mendapatkannya pulang."
Goan Thong Taysu memandang para hadirin. "mana dia buku catatan itu?" ia tanya.
Pui Thian Bin merogo kesakunya dari mana menarik keluar sejilid buku yang ia
terus ulapkan. Sembari berbuat begitu, ia berkata "Buku itu ada pada aku si
orang she Pui belum lagi aku membukanya akan lihat, segelnya masih utuh!"
Goan Thoan Taysu bernapas lega. "Pui Sie-cu, kau mengharapi barang apakah
sebagai barang tukarannya?"
tanyanya. Thian Tie Toojin menyela: "Pada tujuh-belas tahun yang lalu, Siauw Lim Sie telah
kehilangan Cay Hoan Giok Tiap.
Katanya barang-barang itu bakal kembali kepada Siauw Lim Sie. Benarkah?"
Mendengar pertanyaan itu, paras Goan Thong berobah menjadi pias. "Cay Hoan Giok
Tiap kami itu hilang berbareng dengan buku catatan kami ini," katanya. "Kami
belum pernah mendengar kabar itu."
"Jikalau demikian," berkata si imam atau say kong. "baik kita menanti saja
kembalinya Cay Hoan Giok Cap, baru kita bicara pula tentang penukaran buku
catatan ini!" Goan Thong menjadi tidak senang, parasnya berobah pula, tetapi ia dapat
menguasai dirinya. "Malam ini
siapakah yang menjadi tuan rumah di sini?" tanyanya. Ia tertawa dingin.
Tiat Ciang Pangcu Pui Thian Bin juga tertawa dingin.
"Hm! Hm! Malam ini akulah si orang she Pui bersama Thian Tie Tojin yang menjadi
tuan rumah!" sahutnya. Ia lantas memandang kepada semua hadirin, baru ia
menyambung: "Jikalau kami tidak dapat penukaran dengan Cay Hoan Giok Tiap, dapat
diganti dengan pelajaran silat Siauw Lim Pay yang tujuh puluh dua itu! Nanti
kami memilih salah seorang dari delapan belas hio-cu kami untuk dialah yang
menerima pelajaran itu!"
Tujuh puluh dua ilmu silat Siauw Lim Pay itu ialah yang disebut Siauw Lim Cit-
cap-jie Ciat Kie. Goan Thong tertawa dingin. "Pui Pangcu, nyatalah kau memandang terlalu kecil
kepada Siauw Lim Pay!' katanya."Mana dapat sembarang orang mempelajari Siauw Lim Cit-cap-jie Ciat Kie
itu" Lagi pula Cay Hoan Giok Tiap juga mana dapat sembarang diserahkan!"
Pui Thian Bin memperdengarkan suara dari hidungnya.
"Jikalau tak dapat kita saling tukar." kata dia. "maka barang yang telah kami
dapatkan itu juga tidak dapat dibayarkan pulang!"
Belum lagi Goan Tbong memperdengarkan suaranya Thian Tie sudah memegatnya. Kata
saykong atau toosu ini: "Dahulu telah tersiar berita bahwa Tiat Kiam Sie-seng Oe Kee Lok tidak mengambil
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cay Hoan Giok Tiap dari Siauw Lim Sie mengapa sekararg dibilang barang-barang
itu telah hilang?" Goan Thong terus dapat menguasai dirinya.
"Dahulu hari itu telah terbit salah mengerti di antara Tiat Nam Sie-seng dan
Siauw Lim Sie kami!" ia. memberi
keterangan "dan dia telah menyatakan bahwa di dalam tempo tiga hari mesti datang
mengambil Cay Hoan Giok Tiap milik Couwsu kami itu. Benar saja. di dalam tempo
tiga hari yang disebutkan itu barang kami itu lenyap. Akan tetapi disamping itu
kamu harus tahu, halnya Tiat Kiam Sie seng terbinasa ditegalan belukar terbinasa
di tangan kamu, itu bukanlah kabar baru. Oleh karena itu, tidak dapat di
sangsikan pula bahwa Cay Hoan GioK Tiap mesti berada di dalam tangan kamu atau
di tangan salah seorang yang turut kamu melakukan pengeroyokan itu!"'
Pui Thian Bin, ketua Tiat Ciang Pang partai Tangan Besi tertawa seram. "Oa,
kiranya yang mengintil malam itu dengan diam-diam ialah kau sendiri!" katanya
mengejek. Goan Thong memperlihatkan sikap agungnya ia tidak menggubris ejekan itu.
Sebaliknya, ia menggerakkan tangannya kepada ketiga sute. atau adik adik
seperguruannya itu, untuk memberi isyarat.
"Aku bersumpah. di dalam tempo tiga bulan kami akan mendapatkan pulang buku
catatan kami itu!" kita ia, keras lalu terus ia bertindak pergi dengan diikuti
ketiga sute-sutenya it. Tiba-tiba Thian Tie Tojin berteriak keras: "Hai, keledai gundul, apaah kamu
sangka tempat ini dapat kamu lancang datang dan dapat kamu tinggalkan pergi
sesukamu saja?" Habis berkata, ini lantas mau bergerak guna menghalangi. Dan sekonyong-konyong
dari luar ruang itu terdengar suara tertawa berkakak di iringi dengan kata-kata
dingin ini: "Hai Thian Tie si hidung kerbau, jangan kau temberang!"
"Hidung kerbau" ialah kata kata yang tak manis untuk pertapa imam. tosu atau
saykong dari kaum Too Kau (Agama Too).
Dan menyusul itu, suatu benda bercahaya, berkelebat meluncur ke dalam ruang,
nancap diatas mejadi depan Tian Tie Tojin hingga semua orang menjadi kaget,
lebih-lebih setelah jelas, itulah Cit chee piauw, senjata rahasia "Bintang
Tujuh" Paras si saykong pucat dan tak dapat dia segera membuka mulutnya.
Menyusul meluncurnya piauw itu, seorang terlihat melompat masuk pesat bagaikan
burung terbang menyambar. Lalu di lain saat tampak tegas, diaiah seorang yang
berpakaian hitam seluruhnya, yang mukanya bertopeng. Dia lantas berkata kepada
empat pendeta dari Siauw Lim Sie itu: "Kamu pergilah!"
Sin Kay si Pengemis Sakti.berkata pada On ie kun
"Orang itu ialah Cit Chee Piauw Tojin Sim Ie tuan dari piauw Bintang Tujuh, yang
disebut juga Bu Eng Jin si Manusia Tanpa Bayangan. Dialah orang yang tak
membedakan baik atau jahat, yang paling mengutamakan kepentingan diri sendiri,
maka itu berhati-hatilah kau andaikata di belakang hari kau bertemu dengannya."
Habis itu Cit chee-piau Sim Ie lantas bertindak menghampiri Ie Kun, dengan wajah
yang tidak menutarakan sesuatu perasaan seenaknya saja dia bertanya.
"Eh, anak kecil apakah kau she Oe?"
"Betul!" sahut Ie Kun jumawa. Ia pun mengangguk.
"Ada pengajaran apakah dari kau?"
Pemuda ini tidak mempunyai pengalaman dalam kalangan Kangouw, walaupun sikapnya
Cit Chee Piauw menyatakan dia tak bermaksud baik, ia tidak mau menunjukan
kelemahannya, maka ia juga menjawab dengan berani. Tentu saja. saking jauhnya,
ia tidak memikir untuk berjaga jaga.
Sin Ie menghampiri sampai dekat, mendadak ia menyentil dengan dua buah jari
tangan kanannya. Sudah majunya sangat pesat diluar dugaan, juga sentilannya
sangat mendadak dan cepat.
Ie kun merasa akan dadanya beku, terus ia roboh terkulai.
Yo Thian Hoa merasa tidak enak hati melihat orang menghampiri si anak muda. akan
tetapi sebelum ia tahu apa apa. Cit Chee Piauw sudah mendahului menyentil Ia
terkejut hingga dengan air muka berobah, ia berseru
"Bintang Thian Khong!"
Cit Chee Piauw tertawa kata ia pada si pengemis tua.
"kau kenal llmu sentilan ini, ya!" Tanpa menanti jawaban, ia tertawa dingin pula
sambil menghadapi Heng San Loo yaitu Tiat Ciang Pangcu Pui Thian Bin dan Thian
Tie Tojin dan berkata: "Paman guru kamu sudah muncul pula ke dalam dunia
Kangouw! Tadi aku telah bertemu dengan muridnya yang menyebut dirinya Bu Eng Jie
si Bocah Tak Bernama!" Berkata begitu, ia memegang tubuhnya Ie Kun, untuk
diangkat bangun, seraya menambahkan: "Aku hendak pinjam dulu anak ini!"
Sebenarnya ia hendak lantas mengangkat kaki, dan ia melirik pada Sin Kay dan
berkata: "Pengemis tua apabila kau tidak puas, dapat kau pergi ke pulau Cit Chee
To di Tang Hay mencari aku! Cuma, sebelumnya itu, kau mesti melatih dulu ilmu
tongkatmu yang diberi nama Pah Kau Pang itu! Hahaha..."
Baru setelah itu, seperti juga di situ tidak ada orang lain, ia bertindak lebar
sambil membawa Ie Kun. Ketika ia sampai di ambang pintu, di situ ia melihat si
nona berbaju putih yang berdiam saja, karena nona itu sudan tertotok jalan
darahnya. Ia nampak kaget, dengan paras berobah ia
berkata nyaring: "Siapakah yang bernyali begini besar berani menawan murid
kesayangannva Sam Im Sin Nie?"
Pui Tian Bin merasa tidak sanggup melayani Sim Ie, sekian lama dia membiarkan
saja orang bertingkah di hadapannya, akan tetapi sekarang dia sudah habis sabar.
Dia lantas berkata keras: "Lim Lo toa! Aku melihat persahabatan kita selama
duapnluh tahun. suka aku mengalah: "Nah lekaslah kau pergi!"
Cit Chee Piauw menyeringai. "Jikalau kau tidak puas, kau juga boleh pergi ke Cit
Chee To mencari aku!" katanya.
Cit Chee To atau pulau Bintang Tujuh berada di Tang Hay Laut Timur.
Habis berkata begitu, Sam Ie mengangkat tubuh si nona baju putih untuk dibawa
pergi. Ia mencelat dengan sebat, dan lenyap di malam yang bersinarkan rembulan
itu. "Tahan dulu" berseru Sin-kay Yo Thian Hoa sembari ia bergerak menyusul. Akan
tetapi. tiba-tiba Thian Tie Tojin lompat ke depan orang, untuk merghadang.
(BERSAMBUNG J1LID KE 2) Jilid 2 "Apakah kau mau berlalu dengan begitu saja" tanyanya, dingin.
Si pengemis tertawa terbahak-bahak. "Sudah menjadi kebiasaan bagi aku si
pengemis tua, kalau aku bilang mau pergi, aku lantas pergi!" katanya. "Belum
pernah aku dapat dicegah orang!"
Si saykong sengit sekali, Memang dia sangat mendongkol Pertama-tama dia merasa
tak puas akan kelakuan keempat pendeta dari Siauw Lim Sie itu. Kedua, dia telah dipermainkan
Cit Chee Piauw yang berandal dan temberang itu, yang membuat buyar usahanya.
Maka dari itu dia hendak mengeluarkan rasa penasarannya terhadap Yo Thian Hoa.
Sekarang dia mendengar tantangan pengemis itu. Lantas dia mengangkat tinggi
tangan kanannya, dengan gerakan 'Cakar Setan!'
Yo Thian Hoa terkejut sekali. Ia melihat lengan orang yang kurus dan kulitnya
putih pucat. Di dalam hatinya ia berseru: "Cit Sat Cwie Sim Ciang!" Akan tetapi
ia mencoba menguasai diri, ia juga bersiap sedia untuk sesuatu serangan.
Tian Tie Tojin tertawa, dengan tangan kanannya itu, dia menolak dengan cepat dan
kuat. Angin serangan itu membawa bawa bau amis bacin.
Yo Thian Hoa menarik tongkat bambunya, sedangkan dengan tangan kanannya yang ia
putar, ia menolak ke depan guna mengeluarkan hawa Sam Yang Cin Khie.
Seketika itu juga bau bacin lantas lenyap
Thian Tie terperanjat, hingga ia melengak sejenak.
Sebegitu jauh, belum pernah menemui lawan. Ia berseru:
"Hawa Sam Yang Cin Kie yang liehay!" Terus ia mengertak gigi, terus ia maju
sambil mementang kedua tangannya yang putih diajukan guna menolak di depan dada.
Itulah serangan yang dahsyat sekali.
Yo Thian Hoa mengasi dengar suara "Hmm!" seraya kedua tangannya dibuka dipakai
menolak pula. Maka bentroklah tenaga mereka hingga masing-masing tubuh mereka
bergoyang dua kali. Ke delapanbelas hiocu, pemimpin sebawahan dari Tiat Ciang Pang, semua orang-
orang Liok Lim yang kenamaan,
akan tetapi menyaksikan pertempuran dihadapannya ini, mereka kagum semuanya,
bersorak memuji: "Bagus!"
Di dalam hati Thian Tie Tojin melengak. Ia mendapat kenyataan, si pengemis lihay
sekaii. Maka ia lantas berpikir buat menggunakan akal, atau ia bakal hilang
muka. Juga Yo Thian Hoa sendiri kagum mendapatkan imam itu demikian tangguh. Selagi
begini, diam-diam ia melirik kepada Pui Thian Bin. Ia mendapatkan ketua Tiat
Ciang Pang itu tertawa dingin. Ia telah mendengar di antara kedua Heng San Jie
Loo, Pui Thian Bin terlebih liehay dari pada Thian Tie Tojin, maka dari itu dia
mengerti, jikalau mereka turun tangan berbareng, ia bisa celaka. Karena itu
lantas memikirkan jalan keluar.
Tiba-tiba Thian Tie Tojin mengangkat kakinya untuk bertindak jalan memutar, Yo
Thian Hoa. Cara jalannya itu aneh. Setelah tiga tindak, ia maju langsung. Begitu
juga sesudah dua tindak. ia maju terus lagi. Arahnya melintang, entah apa
maksudnya itu. Pengalaman si pengemis sudah banyak akan tetapi ia toh tidak mengerti itu.
Karena itu ia cuma bisa bersiap-siap saja.
Selagi jalan berputar itu, sekonyong-konyong Thian Tie Tojin berseru nyaring
seruan itu terus dibarengi dengan satu serangan "Hoan In Hok Ie atau "Mega
terbalik, hujan menyerang menungkrap."
Yo Thian Hoa sudah lantas berhenti, sambil berhenti itu, tongkatnya diluncurkan,
guna menyerang. Itulah pukulan
"Kiauw Ta Hek Khauwj atau "Memukul anjing hitam"
Perlawanan ini ada hasilnya, Thian Tie kena dibikin mundur.
"Ha ha ha.... hari ini tongkatku peranti memukul anjing mendapat untung!" kata
si pengemis sambil tertawa bergelak.
Bukan main mendongkolnya Thian Tie. Orang
menyamakan ia dengan seekor anjing. Mendadak ia berseru. Hampir seperti tak
terlihat tubuhnya melesat maju sambil kedua tangannya menyerang!
Sin Kay terkejut, tiba-tiba dadanya terasa dingin. Dengan lekas ia menahan napas
dan berjaga-jaga. Akan tetapi ia merasakan angin masuk dari dadanya terus
menjalar, tahulah bahwa ia sudah terbokong. Cepat-cepat ia menutup jalan
darahnya. "Curang!" ia berseru dalam gusarnya. Tapi ia bukan maju terus, untuk, menyerang
ia hanya lompat ke jendela untuk nyeplos keluar, buat kabur.
Tian Tie Tojin tertawa bergelak "Dia telah terkena pukulanku Pek Pou Twie Hun!"
katanya girang. "Siapa terkena pukulanku itu dia cuma bisa lari jauhnya seratus
tindak lebih! Pukulan "Pek Pow Twie Hun" itu berarti pukulan
"Seratus tindak mengejar arwah."
Untuk mendapat kepastian, imam ini lantas lompat keluar jendela. Akan tetapi ia
mendapatkan suasana sunyi, di situ tak tampak lagi Sin Kay Yo Thian Hoa, ataupun
bayangannya, hingga ia menjadi heran.
Tiat Ciang Pui Thian Bin lantas berkata pada imam itu:
"Lotee, satu malam ini kita beruntun mendapatkan tiga orang musuh yang tangguh!
Aku rasa, selanjutnya Tiat Ciang Pay tidak dapat hidup tenang lagi...."
Thian Tie tidak suka menyebutkan tentang musuhnya, ia menyimpangkan persoalan
dan berkata: "Malam ini entah
datang berapa banyak orang liehay. Kenapa mereka tidak muncul semuanya"
"Itulah sebab mereka telah lenyap kegembiraannya begitu cepat mereka mendapat
kenyataan, pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie itu tidak membawa Cay Hoan Giok
Tiap kata Pui Thian Bin yang terus melemparkan buku catatan ditangannya keatas
meja. Tepat buku dilemparkan, tepat satu bayangan abu-abu berlompat melayang turun
dari atas penglari, menyambarnya melewati meja itu, terus berlompat lebih jauh
keluar jendela. Semua orang di dalam ruang itu terkejut dan heran.
hingga mereka menjadi melengak.
Pui Thian Bin dan Thian Tie Toojin turut tercengang juga Kejadian itu diluar
dugaan mereka. Tempo mereka tersadar, kaduanya lantas lompat menyusul keluar di
jendela. Masih sempat mereka melihat bayangan tadi jauhnya belasan tombak.
Bagaikan kilat, mereka berlompat melesat, untuk mengejar!
Cit chee-piauw Sim Ie Diantara laut yang bergelombang nampak sebuah perahu layar kecil tengah
menggelesar maju, tubuh perahu terapung turun dan naik. Didalam kendaraan air
itu Ie Kun tersadar untuk lantas merasakan kepalanya pusing. Itulah disebabkan
serbuan gelombang karena perahu terumbang ambing keras. Ketika ia mementang
matanya melihat kedepan, lalu kekiri dan kanan, kebelakang juga, ia tercengang.
Ia mendapatkan laut mengitarinya. Cuma
dikejauhan tanpak puncak bukit yang menunjuki bahwa laut itu memempel dengan
daratan.... Dengan lantas Ie Kun melihat orang yang menjadi kawan seperahu itu ialah si baju
hitam yang bertopeng yang biji matanya bersinar diantara dua buah liang matanya
mata topeng itu. Sinar mata itu sinar mata kepuasan.
Lain orang lagi, yang berada di dalam perahu itu, ialah sinona berbaju putih.
Sinona juga lagi memandang kesekitarnya, sebab dia pun tidak kurang herannya,
bahkan segera dia menanya: "Kita berada dimana?"
Nona ini memang tidak tahu bahwa orang telah membawa ia kabur dari dalam kuil.
Tempo ia melihat si anak muda, yang tadi malam ia ajak keluar dari dalam tin,
dia berseru heran: "Oh...."
Ie Kun berlaku tenang, bahkan ia tertawa dan memonyongkan mulutnya ketika ia
berkata: "Kita telah diculik Cit-chee-piauw Sim Ie!'
Nona itu kaget, segera ia berpaling kepada si serba hitam.
"He, kau hendak membawa aku kemana?" tegurnya bengis.
"Ke Cit Chee To! sahut Sim Ie tawar. Cuma sebegitu jawabannya atau mulutnya
sudah tertutup, rapat pula. Dia berdiam. Agaknya dia agi memikir suatu urusan
besar.... Masih ada seorang lain didalam kendaraan air itu ialah sijurumudi. Dia merobah
arah tujuannya, untuk dapat berputar melewati sebuah selat, hingga dilain saat
orang telah melihat tegas sebuah pulau bercokol di hadapan mereka
"Mungkin itu Cit Chee To.'' kata sinona pada Ie Kun.
Pulau itu tidak terpisah terlalu jauh dari daratan.
Si anak muda memandang kedepan, ke pulau yang disebutkan si nona. Ia menampak
sesuatu yang abu-abu, tidak ada rumput, tidak ada pohon kayunya. Ada juga jurang
yang tinggi dan curam Perahu layar itu meluncur terus, untuk akhirnya berlabuh disebuah tepian yang
sempit, dimana terdapat banyak batu karang bahkan untuk bertindak naik kedarat,
ada tangga batunya. Ketika itu seluruh pulau tertutup cuaca magrib, segala apa disekitarnya terlihat
guram dan suram, mendatangkan rasa seram.
Didalam suasana itu maka terdengarlah suara "tak takut aku bahwa kamu dapat
kabur pergi! "Kita sudah sampai!'' katanya nyaring. Disini, tertawa puas dari Sim Ie.
Kata-kata itu diakhiri dengan totokan kepada kedua muda-mudi, untuk membebaskan
mereka dari kekangan pada jalan darahnya yang tertotok tadi.
Selekasnya si nona merdeka sebelah tangannya segera melayang kepada Cit Cbee
Piauw. Ia lihay ia dapat segera mengumpul tenaganya
Sim Ie tertawa dingin tubuhnya mencelat tujuh atau delapan kaki jauhnya. Dia
tidak gusar, dia tidak mau membalas menyerang.
Si nona penasaran, ia mengulangi serangannya bahkan terus sampai dua belas kali.
Sim Ie terus main mundur. Baru kemudian setelah terdesak, dia menghela napas,
lalu sebelah tangannya dipakai, membalas menyerang.
Nona baju putih itu tertawa dingin. Ia berkelit. Habis itu, ia menyerang pula
dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya diputar kebelakang, untuk
dipakai menghunus pedang dipunggungnya.
Sim Ie menangkis serangan tangan kiri sinona Tiba-tiba ia terkejut. Keiika kedua
tangan bentrok ia merasa seperti ada tenaga yang membetot, menarik tangannya
itu. "Tak kecewa nona Ban Hong si baju putih ini menjadi muridnya Sam Im Sin Nie!''
katanya didalam hati. Karena ini sambil melepaskan diri dengan tangannya yang
lain ia menyambar pedang sinona untuk mencoba merampasnya.
Nona Bun melndungi pedangnya terus ia menyerang. Ia berlaku sebat dan bengis
seperti bermula Sampai disitu yaitu lewat beberapa jurus. Sim Ie tidak mau mengalah pula bahkan
dengan dua buah jeriji tangannya, jeriji telunjuk dan tengah ia menyentuh.
Itulan sentilan yang dapat menembus gunung atau memecah batu.
Bun Hong berani, ia menangkis. Tak mau ia mengijinkan bahwa jalan darahnya,
jalan darah hiankie, nanti kena tertotok pula. Karena ini, pedangnya itulah yang
kena tersentil, hingga saaranya nyaring hingga ia terkejut, sebab hampir saja
senjatanya itu lepas dari tangannya.
"Oh. kiranya kau!'' berseru si nona gusar sekali. Kembali ia mendesak dengan
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tujuh atau delapan serangannya yang semua dapat ditangkis atau dikelit lawan
itu. Tak pedul semua serangannya berbahaya.
Maka kedua pihak bergerak dengan sangat sebat berlompatan kedua samping atau
maju atau mundur. Si nona penasaran karena tadi malamnya ia dirobohkan dengan dibokong, ia ditotok
di luar tahunya, hingga sekarang dengan mudah orang mengangkutnya ke perahu
terus ke pulau yang tak ia kenal ini. Ia menduga ia ditotok Sim Ie sesudah ia
menyaksikan lawan ini menggunai sentilan Thian Kong Tan Cie Kang itu. Karena
itu, ia lantas mengeluarkan semua kepandaiannya, guna melawan kepada si tuan
dari pulau Tujuh Bintang.
Oe Ie Kun menonton dengan hatinya sangat tertarik.
Belum pernah ia menyaksikan pertarungan sangat seru seperti ini. Berbareng
dengan itu, ia ingat saat gurunya, Kouw Siu Taysu, mengajari ia teorinya ilmu
silat. Ia melihat kadang-kadang ada jurus jurus yang sama atau hampir sama atau
yang maksudnya tujuannya sama walaupun gerak-geriknya tangan atau kaki mulanya
berlainan. Ia kagum, ia pun girang.
"Dengan menonton ini, tanpa guruku mengajari lagi, dapat aku berlatih kata ia di
dalam tadi. Maka ia terus menonton dengan perhatian sepenuhnya.
Sebagai murid, Ie Kun belum tahu maksud gurunya, guru yang mengetahui ia
mengandung sakit hati besar sekali. Guru itu tidak terburu napsu mengajari
muridnya. Ia hanya memerlukan pelajaran tenaga dalam serta teorinya ilmu silat.
Sampai sebegitu jauh, belum pernah ia diajari prakteknya. Maka sampai sebegitu
jauh juga, ia belum bisa bersilat dengan gerak tangan dan kaki hingga ia mengira
ia tidak pandai dalam ilmu silat, padahal ia sudah mencapai tingkat kemahiran
seorang lihay. Selagi pertempuran berlangsung terus, Jit Chee Piauw menggukan kesempatan
mengeluarkan sebatang piauwnya berwujud bintang segi lima. Lantas dia membentak:
"Hai bocah perempuan, jangan kau paksa aku menggunai piauwku ini!"
Sim Ie menjadi sangat tidak puas. Si nona ialah muridnya Sam Im Sin Nie,
sedangkan ia tergolong kepada jago tua, seorang cianpwee, tetapi ia tidak mampu
lekas mengalahkan nona itu, seorang dari golongan muda. Ia malu karena ia
melihat, di antara mereka ada seorang lain lagi.
Nona Bun Hong tahu orang lihay suka ia menghentikan pertempuran itu, tetapi
tidak mau mengalah dengan begitu saja. Maka ia kata, dingin. "Buat menghentikan
pertempuran, itu dapat. Cuma, siluman tua, tidak dapat kau memerintah aku!"
Jit Chee Piauw tidak menghiraukan lagi nona itu. Ia cuma tertawa dingin, terus
ia berpaling kepada si anak muda.
"Kau jangan ambil pusing pula pada bocah wanita ini!
katanya. "Mari kita bicarakan urusan kita! Hayo turut aku!
Berkata begitu, ia mendahului bertindak, memasuki sebuah gua dimana terus ia
menjatuhkan diri ketanah.
Oe Ie Kun menurut meskipun ia ragu-ragu.
"Oe Ie Kun! kata si orang bertopeng, "tahukah kau siapa ayah dan ibumu?"
Ie Kun ketarik mendengar orang bicara tentaug ayah-ibunya.
"Tidak, aku tidak tahu." sahutnya. Bukan suara ia melayani bicara.
Sim Ie berdiam, ia mengawasi. Ia rupanya lagi memikir sesuatu. Ia juga memandang
sinona, yang turut masuk kedalam gua.
Sinona menjadi tidak senang. Ia mengira orang hendak bicara rahasia dan ia
menjadi orang yang tidak berhak mendengarnya.
"Rahasia apakah itu?" katanya, sengit "Baiklah, akan aku pergi keluar."
Sim Ie tertawa dingin, tidak ia menghiraukan nona itu
"Ayahmu iyalah Tiat Kiam Sie seng," katanya kemudian.
"Dahulu hari itu, ayahmu hendak mengambil buku catatan Siauw Lim Pay yang
disimpan diatas loteng Chong Keng Kek didalam kuil Siauw Lim Sie. Ia telah
memberi janji hendak melakukan pencarian didalam tempo tiga hari. la juga hendak
sekalian mengambil Cay Hoa Giok Tiap.
Kesudahannya ia berhasil mencuri barang-barang yang ia sebutkan itu. Hanya
perbuatannya itu telah dapat diketahui olen It koay Jie Loo dan Sam Siu. Dari
siang-siang mereka itu sudah memasang mata. Lantas ayahmu dikejar mereka, hingga
kesudahannya ia kena dibinasakan....."
Berkata begitu jago tua ini berpaling kepada Nona Bun Hong, yang masih belum
bertindak pergi. Ia menegur,
"Bukankah kau bilang kau hendak pergi keluar"
Nona itu mendongkol. Dengan hati panas, ia membanting kaki. "Tak dapat kau
menguasai aku, bentaknya.
Cit Chee Piauw tertawa. "Hmm ia perdengarkan suaranya, yang dahsyat membikin
bangun buluroma. Tapi ia tidak mau melayani sinona. Ia berpaiing pula kepada Ie
Kun. untuk melanjuti keterangannya: "Tiat Kiam Sie seng mempunyai sepasang anak
kembar. Berbareng dengan kematiannya serta isterinya, lenyap juga anak kembar
itu. Tentu saja, itu waktu pun hilang Cay Hoan Giok Tiap.
Setelah itu selama belasan tahun aku melakukan penyeliiikan tentang anak kembar
itu, akhirnya aku memperoieh keterangan bahwa kau telah ditolongi dan dirawat oleh pendeta Kouw
Siu asal dari India. Aku juga mendapat tahu kau telah dibawa ke Gie bin. Mungkin
itu ada berhubungan dengan urusan buku catatan Siauw Lim Pay itu, untuk
dilakukan penukaran dengan pihak Tiat Ciang Pang. Hanya aku tidak tahu, entah
apa sebabnya, gurumu tidak hadir bersama. Buku Catatan itu, yang disebut "Kie Su
Koan" berada dilain tangan partai Tiat Ciang Pang itu. Disaat kematian ayah
bundarnu dahulu hari, orang orang yang turut mengepung dan membinasakan telah
menggeledah tubuh ayah bundamu itu tetapi mereka tidak mendapatkan barang yang
mereka cari, maka ada dugaan bahwa itu berada pada kamu sianak kembar
Cit Chee Piauw hening sejenak, sedang kedua biji matanya bersinar tajam, membuai
orang jeri melihatnya. Tak lama ia bicara pula, sengaja ia membikin suaranya lirih
"Cay Hoat Giok Tiap bersama-sama buku "Kie Su Koan"
itu, ada hubangannya dengan suatu rahasia besar Siauw Lim Pay. Siapa berhasil
mendapatkan dua rupa barang itu, dia pun akan mengeiahui rahasianyal
Kembali sijago tua berhenti sebentar, untuk menatap tajam anak muda didepannya
itu. Sinar matanya sangat dingin. "Apakah Giok Tiap itu berada padamu" tanyanya
kemudian. Berbareng dengan itu, tubuhnya Bun Hong berkelebat mendekati sianak muda. Lantas
dia kata: "Jangan kau serahkan padanya!. Dialah orang licik yang akalnya
seratus. Jangan kau percaya padanya!"
Peringatan itu membikin Ie Kun ingat pesannya Sin-kay Yo Thian Hoa. Maka ia
lantas menjawab: "Tidak ada Giok Tiap padaku! Tapi, ingin aku mohon bertanya,
apakah benar ayahku ialah Tiat Kiam Sie-seng?"
Sudah beberapa kali pemuda ia mendengar disebutnya nama Tiat Kiam Sie-seng hanya
ia tidak menyangka sama sekali bahwa si Pelajar Pedang Pesiar ialah ayahnya
sendiri. Diam diam ia kata didalam hatinya: "Sheku sama dengan shenya Tiat Kiam Sie-seng,
dan Giok Tiap juga benar ada pada tubuhku, bahkan guruku sengaia membungkus
rapih dan mengikatnya erat-erat didadaku, karena itu cerita dia ini mestinya
benar.... Tapi ia masih ragu ragu, maka ia mengajukan pertanyaannya itu.
Cit Chee Piauw membawa sikap tawar. "Buat apa aku mendustai kau?" katanya. "Kau
keluarkan Giok Tiap itu, nanti aku pahamkan rahasianya, baru aku hendak
menukarnya dengan "Kie Su Koan dan Pui Thian Bun.
Segala apa yang aku peroleh nanti, akan aku bagi dua dengan rata denganmu!"
Nona Bun Hong yang tetap berada disamping mereka itu, tertawa dingin pula. Ia
kata lagi, "Perkataannya Cit Chee Piauw Sim Ie di dalam sepuluh, cuma dapat
didengar satu bagian, kata katamu cuma dapat dipakai untuk mengakali anak
kecil!" Sim Ie gusar sekali. "Budak hina!" bentaknya.
Mendadak tubuhnya mencelat tinggi, ketika ia turun pula. kedua kakinya menendang
kearah muda-mudi itu. Bun Hong berkelit, sambil berbuat begitu, ia menyambar tangan sipemuda, buat
diajak menyingkir bersama. Hanya diluar dugaannya, Ie Kun pun telah berlompat
berkelit, bahkan jauhnya sampai beberapa tombak!
"Ha, kiranya kau menyimpan rahasia kepandaianmu, kata sinona heran dan kagum
Ie Kun sudah mahir teori, selama dua hari
pengalamannya dengan sendirinya ia dapat menginsafi
prakteknya. Begitulah ketika ia ditendang sijago tua, ia sudah lantas menjauhkan
diri sambil lompat mencelat.
Sim Ie heran sekali, ia menduga orang hanya batu kemala yang belum digosok,
tidak tahunya, pemuda itu bertubuh ringan dan gesit, gerakannya lincah sekali.
Mengetahui kebisaannya ini, Ie Kun juga mau menyangka gurunya sudah
menyembunyikan kepandaiannya terhadapnya tak tahunya, Kouw Siu memberi pelajaran secara luar
biasa itu ada maksudnya. Pertama-tama itu membawa muridnya ke Pouw Te di Lam hay, Laut Selatan, ia
mengajarkan ilmu silat teori belaka. Ia berbuat begini karena terpaksa, ialab
karena ia tahu kadang-kadang ada orang yang mencuri melihat, mengintai mereka,
guru dan murid. Ia pikir, baiklah ia mendidik muridnya dengan tenaga dalam yang mahir untuk mengajarkan silat teorinya saja. Si murid cuma dia ajar
membaca diluar kepala sampai apal betul. Sekarang mulai Ie Kun mendapat bukti
dari hasil pelajarannya yang luar biasa itu.
Ketika itu cuaca mulai gelap, Sim Ie sudah memikirkan hendak membinasakan dua
orang muda-mudi itu. Tadinya ia masih jeri terhadap Sam Im Sin Nie sekarang
tidak, oleh karena ia terpaksa. Kalau tadinya ia tidak mau gunakan tipu silatnya
yang lihay, sekarang ia mengambil keputusan yang sebaliknya.
Bahwa Cit Chee Piauw dapat membikin Pui Thian Bun jeri terhadapnya, itulah
karena sampai sebegitu jauh belum pernah ia menemukan lawan yang bisa
merobohkannya, bahkan tidak ada musuhnya yang ia suka biarkan hidup terus. Thian
Bin tahu itu, dia jadi segan menempur jago dari pulau Cit Chee To ini.
Bun Hong heran melihat orang berdiri diam saja. Tentu sekali, tidak dapat ia
menerka hati orang, Maka ia tertawa dingin dan menegur: "Hai, hantu tua she Sim,
kenapa kau menjublak saja?"
Sim Ie tidak menjawab dengan mulutnya, hanya dengan tangannya. Mendadak ia
berseru, mendadak tangannya menyambar. Hebat serangannya secara mendadak ini,
sampai anginnya menderu. Nona Bun Hong mengajukan sebelah kakinya, tangan kanannya dikibaskan. Dengan
begitu, ia menyambut keras dengan keras. Kesudahannya, ia tertolak mundur empat
tindak, tubuhnya terhuyung. Dadanya, atau darahnya telah bergolak. Tanpa dapat
dicegah lagi ia muntah darah!
Cit Chee Piauw gusar sekali, ia bertindak maju guna menghampiri, buat
menghabiskan jiwa orang. Atau Oe Ie Kun menghadang di depannya. Anak muda ia
tertawa tawar dan kata sama tawarnya. "Bukanlah laki-laki sejati siapa menyerang
orang selagi orang tidak berdaya!" Kata katanya ini ditutup dengan tolakan
sebelah tangannya. Itulah jurus nomor satu, yang diberi nama "Cian Kouw Lui." atau ".Tambur perang
menggelegar," dari Thian Touw Sam Sie, ilmu silat Thian Touw Jurus Tiga."
Hebat kesudahannya penolakan ini, sampai si anak muda sendiri sangat heran
karenanya hingga ia melengak!
Sim Ie tertolak keras ia mundur sampai beberapa tomnbak. Dia pun heran sekali.
"He, ilmu silat apakah ini?"
tanyanya didalam hatinya, "Adakah ini ilmu sesat?"
Habis menolak itu, karena ia memperoleh hasil luar biasa, Ie Kun tidak lantas
berhenti beraksi. Ia maju pula sekarang ini sambil ia putar kedua tangannya.
Dengan begitu ia sembari mengerahkan tenaga dalamnya, ia juga
bertindak maju dengan Cit Chee Pou-hoat yaitu tindakan Tujuh Bintang, kaki
kirinya digeser maju ke kiri.
Sim Ie telah mendapat hajaran, dia menjadi kaget. Tentu sekali tidak berani dia
menyambut serangan itu. Dengan cepat dia lompat mundur beberapa tindak hingga
dia menjauhkan diri sepuluh tombak lebih dari lawannya. Dia menjadi gugup. Tapi
dia tidak mandah diserang terus-menerus dia memikir buat membalas. Tanpa
bersangsi hanya dia mengayun sebelah tangannya, meluncurkan tujuh biji senjata
rahasianya yang ampuh. Hingga semua Cit chee piauw itu meluncur tanpa suara,
kecuali tampak sinar terang berkelebatan.
Ie Kun terkejut sekali. Ia belum tahu bagaimana harus menyingkir dari serangan
gelap itu, dam diam ia menjerit mengeluh. Ia mencoba berkelit, agar piauw tidak
mengenakan tubuhnya. Ia pun menjadi sengit karenanya.
Tanpa ayal lagi, ia menyerang pula dengan pukulannya yang maha dahsyat itu.
"Cian Kouw Lui Tong!
Hanya dengan sekali sapu, runtuhlah tujuh buah piauwnya Sim Ie, yang semua
mental balik! Girang sipemuda menyaksikan itu, ia jadi sangat bergembira.
Justru begitu. Cit Chee Piauw menbentak. "Awas senjata rahasia!"
Benar-benar dia membuktikan ancamannya Lagi sekali dia menyerang dengan piaunya
yang lihay itu. Kembali sepemuda bingung seperti tadi, atau segera ia mendengar suara nyaring
tetapi halus: "Lekas menjatuhkan diri bergulingan!"
Itulah suaranya Bun Hong, si nona baju putih.
Mendengar itu dengan sendirinya Ie Kun membuang tubuh ketanah, untuk terus
menggulingkan diri hingga ia menyingkir beberapa tombah jauhnya. Ketika ia
mengawasi ke tempat dimana barusan ia berdiri, ia mendapatkan tujuh buah piauw
nancap ditanah dalam garis Pak Tauw, Bintang Utara. Sendirinya ia mengeluarkan
keringat dingin, Cit Chee Piauw kecele yang seranganya itu gagal, akan tetapi di
lain pihak. ia pun juga karena lawannya berkelit, dalam penasaran, dia tertawa
dingin, lantas dia menyiapkan pula piauwnya.
Ketika itu sinona kata kepada Ie Kun "kau tolong bawa aku menyingkir keluar dari
sini Ia juga menunjuk kesatu arah, ialah gua lain disamping gua dimana mereka
berada itu. Sim Ie tertawa dingin, dia mengancam: "Anak kecil, selagi aku belum menyerang
pula padamu, kau baik-baiklah menyerahkan Giok Tiap kepadaku akan aku beri ampun
pada jiwamu, supaya kau tidak sampai mampus!"
Ie Kun meiengak seumurnya belum pernah ia
menyentuh tubuh wanita dan sekarang sinona minta ia memondong padanya, buat
dibawa menyingkir. Ia berdiam hingga ia tidak menghiraukan ancaman Cie Chee
Piauw Cu jin. Sinona menjadi berkuatir sekali, ia bergelisah bukan main.
"Lekas, lekas!" serunya "Jangan kau berkukuh lagi.
Kalau dia sampai menimpuk buat ketiga kali, tak ada yang dapat menyelamatkan
dirinya lagi!" Rupanya nona ini tahu baik sekali lihaynya musuh itu.
Memang, di dalam hal menggunai piauw-nya. Sim Ie mempunyai aturannya sendiri.
Serangannya yang pertama yaitu serangan pemberian ingat atau ancaman, serangan yang kedua untuk hanya
melukai orang. Tapi yang ketiga, itulah yang membinasakan. Yang ketiga ini,
piauwnya ialah piauw beracun yang jahat Bun Hong ketahui itu dari keterangan
gurunya. Maka ia senantiasa waspada.
Sim Ie mengawasi Ie Kun. Ia melihat orang berdiam saja, ia menyangka sianak muda
tengah menimbang ancamannya itu untuk menantikan, ia mengasi turun tangannya. Ia
tertawa puas. Bun Hong turus bergelisah "Lekas!" serunya, mendesak sianak muda. Hanya sedetik
itu, Ie Kun mengambil keputusannya. Mendekam ia lompat pada sinona yang ia
angkat tubuhnya untuk terus dibawa lompat ke gua yang satunya. Ia tidak cuma
berlompat. ia juga bergulingan.
Itulah siasat menyelamatkan diri andaikata musuh menggunai tempo itu untuk
menyerang. Siasat itu tepat. Ie Kun mendengar suara keras dibelakangnya, yaitu dari piauw
piauw yang menghajar batu karang.
Bun Hong berseru pula "Lekas gunai tenaga tanganmu menggempur mulut gua, untuk
menutupinya! Jangan kasi dia datang dekat pada kita!"
Kali ini Ie Kun mendengar kata tanpa ragu ragu lagi.
Tiga kali ia menyerang kearah mulut gua, membikin batu karang gempur, hingga
mulut itu lantas tertutup!
Sudah cuaca gelap, mulut guapun tertutup, dari itu, muda-mudi itu jadi berada
didalam kegelapan. Mereka mendengar suara berisik beberapa kali, rupanya Sim Ie
masih mencoba menggempur mulut-mulut gua itu tetapi tanpa hasil!
Lewat sesaat, Bu Hong berkata: "Mari kita merayap ke sana "
Si nona berkata begitu karena ia melihat suatu cahaya guram, hingga ia menduga
kepada terowongan atau tempat terbuka di dalam gua itu. Tadi, di waktu baru
masuk mereka tidak dapat melihat itu.
Ie Kun menurut. Kali ini ia pondong tubuh si nona. Ia bertindak dengan perlahan
berhati-hati Didalam situ, sebuah ruang gua lainnya,ia letaki si nona di tempat
yang kering. Sekarang ini lainlah keadaan si nona. Karena disambar dan dibawa lompat
bergulingan, mukanya menjadi pucat sekali beberapa kali dia merintih. Goncangan
itu rupanya menyebabkan dia merasa nyeri sesudah di dalam tempat yang selamat,
sekarang dia merasa nyeri sekali.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lewat lagi sekian lama, gelap jugalah gua itu, hingga di antara kesunyian,
mereka berdua cuma mendengar deburan deburan ombak laut yang berkumandang
kadalam gua. III. Gua iblis Tatkala sinar matahari pagi mengintai masuk ke dalam gua, Ie Kun dibikin
terkejut oleh pendengarannya atas suara tindakan kaki orang: "Dia datang!
pikinya. Sementara itu hatinya menjadi tegang.
Hanya Sebentar maka dipojokan tikungan terlihat satu bayangan.
Untuk membela dirinya, pemuda ini lantas siap sedia. Ia memasang mata tajam,
untuk melihat siapa itu yang mendatangi.
"Hm! ia mendengar suara orang.
Menyusul suara itu, Ie Kun segera menyerang kearah bayangan tadi. Ia menyerang
bayangan sebab tubuh orang tak juga tampak tegas.
Di pojokan itu tcrdengar jeritan kaget serta suara berisik dari tubuh membentur
batu. Rupanya si bayangan telah terhajar mental, hanyalah dia tidak sampai
teriakan. Segera terdengar suaranya: "Aku mau lihat tanpa barang makanan, kamu mati
kelaparan atau tidak!"
Perkataan itu lantas disusul dengen terangnya api dan mengepulnya asap, disusul
pula dengan harum nasi yang baru matang. Rupanya orang itu sudah lantas menanak
nasi! Bu Hong terjaga dari tidurnya karena mendengar suara berisik tadi. Ia membuka
matanya. Tapi ia tidak melihat sesuatu.
"Tolong uruti punggungku ia minta.
Ia merayap bangun untuk memaksakan diri duduk bersila supaya ia bisa mengerahkan
tenaga dalamnya guna menyembuhkan lukanya bekas hajaran Jit Chee Piauw
kemarinnya. Ie Kun menjublak mendengar permintaan tolong si nona.
"Lekas! berkata pula si nona selang sejenak. Ia menanti dengan siasia, Tiba tiba
ia muntah darah pula. Menampak demikian, si anak muda tidak dapat bersangsi lagi. Tanpa membukai lagi
baju si nona, ia lantas menguruti punggung nona itu. Ia mengurut dengan perlahan
tetapi beraturan. Belum terlalu lama, muka pucat dari si rona mulai bersemu dadu.
"Bagus! kata sinona kemudian. "Aku sudah bebas sekarang. Cuma tenaga dalamku
telah musnah. Untuk mengembalikannya, aku membutuhkan pertolongan guruku, yang
mesti membantu menyalurkan darahku kepada otot ototku yang disebut Kie keng Pak-
meh. Tapi, jika kalau di dalam tempo sepuluh hari aku tidak dapat bertemu dengan
guruku aku bakal bercacad seumur hidupku....''
Berkata begitu, dengan suara gos perlahan dan sember nona itu melelehkan air
mata Panas hatinya Ie Kun. "Nanti aku cari dia, untuk membuat perhitungan katanya,
sengit. "Nanti aku hajar dia supaya diapun bercacad seumur hidupnya!"
Lantas ia bangun berdiri, buat dari situ. Dengan "dia" ia maksudkan Cit Chee
Piauw Sim Ie, si musuh. "Jangan pergi mencegah si nona. "Kau pergi, itu artinya kau mengantarkan jiwamu
saja! Sekarang kita harus bersabar. Mari kita lihat dulu keadaan di sini. Lewat
satu hari berarti cuma lewat satu hari...." Ia berdiam sekian lama, "kita masih
belum tahu nama kita masing-masing.
Aku Bun Hong! Kau?" "Namaku telah kau ketahui," sahut Ie Kun. "Aku Oe Ie Kun"
Nona itu mengangguk. "Aku lapar..." katanya perlahan.
Teranglah napsu daharnya dibangkitkan bau nasi barusan.
"Nanti aku pergi cari." kata sianak muda. Begitu berkata, begitu ia bekerja
Bun Hong mau mencegah tetapi sudah tidak keburu.
Sampai ditikungan, dimana ada mulut gua, Ie Kun berkata keras. "Orang she Sim!"
Cit Chee Piauw tidak menjawab, melainkan terdengar tertawa dinginnya teranglah
bahwa. dia puas sekali. "Orang she Sim, dengar! kata Ie Kun. "Disini ada orang yang terluka, aku minta
kau suka membagi nasi pada kami..."
Pemuda ini meminta tanpa bersangsi pula. Itulah karena ia menguatirkan sinona,
yang kelaparan itu. Disebelah sana, Sim Ie tertawa terbahak, keras dan nyaring dan lama.
"Akhir-akhirnya kamu toh merasa lapar!" katanya.
"Lekas serahkan Giok Tiap sebagai barang tukarannya!"
Suara itu keras dan pasti.
Bukan main mendongkolnya si pemuda. Ia maju satu tindak, untuk menghadapi mulut
gua, terus ia menyerang dengan Ciang Kouw Lui Tong. pukulannya yang dahsyat itu,
sedangkan sekarang ini. ia mengerahkan tenaganya luar biasa
Disebrang sana sudah lantas terdengar suara kwali roboh.
"Ha ha ha ha! ia tertawa puas. "Nah, kita sama sama tidak dahar
Lantas ia kembali keguha dalam.
Nona Bun Hong menyambut dengan mengawasi anak muda itu, matanya bercahaya jernih
"Aku tidak sangka bahwa kaupun nakal!" katanya. "Kau dengar suara gelombang2 itu
Tidakkan gua ini sangat dengan tepian?"
Ie Kun berpikir. "Ya, suara gelombang itu lebih keras daripada yang diluar tadi
katanya. Tiba-tiba si nona narnpak terang cahaya mukanya.
Keduanya mengawasi kesekitarnya. Didalam gua itu cuma terdapat dua tikungan,
tidak nampak yang latinya.
"Maka kita!'' kata si nona yang mencoba berbangkit "Kita coba mengetuk-ngetuk
tembok karang ini....'' Ie Kun tidak hendak membikin nona itu putus asa. Ia pinjam pedang orang, yang ia
harus. Dengan itu, ia lantas mengetuk di sana-sini.
Rupanya Sim Ie dilain sebelah mendengar suara taktak tuktuk itu, ia dapat
menerka usaha orang, lantas ia tertawa terbahak-bahak, terus ia kata nyaring
"Gua di-dalam mana kamu berada ialah gua iblis. Tak dapat kamu membuka dan
memasuki kamar batu disebelah belakangmu itu, atau kamu bakal mati tanpa tempat
kubur kamu!" Cin Chee Piauw tidak cuma mengejek itu, dia juga melemparkan sebatang cabang
yang ada apinya. "Dia menggunakan api!" kata Bun Hong, terkejut. Tapi ia tidak takut.
Ie Kun juga tidak menghiraukan musuhnya, ia bekerja terus. Tiba-tiba satu
tusukannya menghasilkan sebuah liang kecil. Pedangnya meluncur dalam keantara
tembok karang yang ia tusuk itu. Dengan beberapa sontekan saja, dihadapan mereka
terbuka disebuah lorong atau terowongan. Dari itu lantas datang hembusan angin
yang dingin yang berbau garam.
"Kau benar!" kata Ie Kun, yang memuji kecerdasan sinona.
Bun Hong pun girang. "Mestinya gua ini berhubungan dengan laut," katanya. "Mari
kita keluar untuk pergi melihat."
Sipemuda mengangguk. Ia lantas memegangi si pemudi, buat mengajaknya berjalan.
Di lain pihak, gua itu sudah mulai penuh dengan asap hingga mereka sukar
bernapas. Syukur sekali, mereka dapat menemukan terowongan itu, hingga dilain saat, mereka
dapat membebaskan diri dari gangguan asap itu, hingga mereka bisa bernapas lega
seperti biasa. Sesudah jalan perlahan-lahan beberapa tombak, muda-mudi ini terhalang oleh
banyaknya galagasi. Sedangkan begitu, telinga mereka ditulikan oleh berdeburnya
air laut yang menghajar karang atau tepian. Bagian gua itu gelap, tetapi dua
orang muda ini dapat melihat samar samar berkat latihan mata mereka.
Lantas mereka dibikin menjadi bingung. Dihadapan mereka terbentang dua buah
terowongan. Yang mana satu yang mereka mesti ambil" Didalam tempat gelap itu
mereka cuma bisa melihat sejauh lima kali. Maka keduanya lantas berpikir.
"Kita turun kebawah," Bun Hong kemudian. "Kita ambil jalan yang kiri. Andaikata
kita tersesat, kita toh bakal kembali kesini....
Ie Kun percaya kecerdasan kawannya ini, ia bertindak bawah, kesebelah kiri.
Disini mereka jalan jauh sampai tujuh atau delapan tombak. Tiba tiba mereka
melihat satu terowongan yang kecil luar biasa yang bisa muat tubuhnya satu orang
kelihatannya itulah sebuah lorong yang biasa dilalu-lintasi. Dari situ
menghembus angin laut yang dingin.
Diujungnya nampak cahaya terang yang guram sekali.
"Nona, kau tunggu disini sebentar kata sipemuda.
"Hendak aku masuk lebih dahulu, Untuk melihat-lihat."
Lalu tanpa menanti jawaban, ia bertindak maju untuk nyoplos di terowongan sempit
itu. Ia mesti memiringkan tubuhnya.
Terowongan itu panjang juga, setelah melalui sepuluh tombak lebih, Ie Kun
mendapatkan tanahnya tinggi dan rendah, sukar buat dilalui. Ia jalan terus,
sampai menemui bagian terowongan yang lebih lebar sedikit, besarnya kira-kira
sebuah tahang air. Di sini, jalanan menanjak naik.
Cahaya guram itu datang dari terusan ini.
Untuk sejenak, pemuda ini berdiam. Ia sangsi, manjat terus atau jangan" Ia masih
diam ketika tahu-tahu Bun Hong muncul di belakangnya. Si nona tidak mau menunggu
saja, dengan susah-payah dia menyusul. Tentu saja, dia menjadi sangat letih,
sebab dia mesti menahan rasa nyeri pada dadanya itu.
"He, kenapa kau ragu ragu?" tanya nona ini. Dia agak kurang puas buat kesangsian
kawannya itu. Ie Kun tersenyum. "Kita maju secara membabi-buta."
katanya. "Kalau di ujung sana jalan buntu, bukankah kita bakal kecewa?"
Si nona menarik napas. "Percuma kita memikir jauh ssperti kau." katanya. "Jalan
buntu atau tidak, perlu kita lihat dulu. Dengan diam saja, kita bakal mati
kelaparan juga... Habis berkata, ia lantas bertindak maju untuk jalan mendahului.
Ie Kun lantas memegang tubuh orang untuk mencegah.
"Kau lagi terluka, mana dapat kau jalan jauh" katanya.
Dan lantas ia berlompat naik untuk manjat. Ia mendapat kenyataan jalan naik
terus dan licin disebabkan banyak lumutnya. Karena ini sesudah bekerja keras
dapat juga ia sampai di atas. Ia mendapatkan dirinya berada di dalam sebuah gua kosong.
Terang sekali tidak dapat Bu Hong naik keatas ini.
Karena itu, buat menolong padanya, Ie Kun membuka bajunya, yang ia luncurkan
turun. "Nona, kau cekal bajuku ini, nanti aku angkat padamu!
katanya. Bu Hong menurut, ia berpegangan pada ujung baju.
Dengan begitu, di lain saat, ia pun sudah berada di atas bersama si pemuda.
Gua itu mempunyai sebuah kowongan mirip pintu, dari situ tampak sinar terang.
"Kita ketolongan! seru mereka berdua.
Baru mereka bergirang, atau lantas mereka menjadi kaget. Di pinnggiran tembok
karang itu mereka melihat ukiran empat buah huruf, satu di antaranya sudah
gugur. Mereka membaca, bunyian: "Siapa lancang masuk, mati!.
Bu Hong berpikir. "Tidak salah lagi, sinar terang itu ialah jalan keluar
katanya. "Hanya, apa perlunya atau apakah maksudnya pemberitahuan ini?"
Ie Kun berdiam, dia berpikir keras.
"Mari kita periksa bagian bawah dari empat huruf ini kata si nona kemudian. "Di
sini mesti ada rahasianya. Siapa tahu kalau ada sebuah kamar lainnya" Tanpa
kamar atau jalan buat apa orang dilarang masuk, bahkan diancam dengan kematian?"
Ie Kun juga heran Ia menghampirkan huruf-huruf itu, ia meraba-raba bagiannya
yang sebelah bawah. "Nanti aku coba katanya. Ia pinjam lagi pedang si nona, ia mengetuk-ngetuk pula.
Segera ia mendengar suara kosong di lain sebelah itu.
"Rupanya benar ada ruang kosong di sebelah sana,"
katanya. "Hanya, mana pintunya" Bagaimana kita bisa masuk ke sana"
Sia sia belaka pemuda ini berpikir.
Ada sinar terang masuk ke situ, tapi sinar itu bukan datang dari terowongan,
hanya dari sela-sela batu karang.
liangnya sangat kecil. Keduanya berpikir keras. "Apakah kita mesti mati kelaparan di sini" Ie Kun kata
kemudian. Bun Hong duduk bersila. guna memusatkan
perhaiiannya, buat mencoba mengerahkan tenaga dalamnya. Ini ada baiknya, guna
mencegah lukanya meluas. Ie Kun turut duduk numprah. Ia pun bersemadhi.
Entah lewat berapa lama, tiba tiba berdua mereka dikejutkan mengalir masuknya
air laut, yang lolos dari antara sela-sela tembok karang. Mereka baru merasa
susudah tanah terendam air.
"Air pasang! keduanya berseru. Inilah mereka tidak sangka. Teranglah bahwa
mereka berada di tempat yang rendah, yang lebih rendah daripada pinggiran laut.
Sendirinya mereka berjingkrak bangun.
Tapi air masuk terus, dan dengan cepat. Segera air naik hingga ke betis.
Ie Kun melongok ke bawah ke tempat dari mana tadi ia naik Di situ air sudah
meluap. Ia menjadi berduka.
"Apakah kita mesti mati kelelap"...." katanya seorang diri.
Bun Hong berdiam, matanya mengawasi lelangit. Ia seperti tidak mendengar suara
kawannya itu. Air laut tidak memperdulikan mereka itu. Air terus naik.
Dari betis ke dengkul, ke paha, ke pinggang, terus ke dada, untuk mendekat leher
Sampai di satu air rupanya masih pasang terus. Sebab tak lama, air tiba di
janggut mereka Kalau air memasuki mulut dan hidung, berapa lama mereka dapat bertahan"
Mereka merasakan dingin, sampai hampir tubuh mereka beku.
Di saat sangat mengancam itu, selagi sang maut mendatangi detik demi detik
sekonyong-konyong Nona Bun berseru. "Aku tahu antinya pemberitahuan dilarang
masuk itu!" Ie Kun heran. Ia mengawasi kawannya itu Di dalam hatinya, ia kata: "Di saat
kematian ini, bagaimana kau masih dapat memikirkan pemberitahuan itu?"
Tapi ia lantas menanya: "Apa katamu" Bagaimana?"
"Apa katamu?" Ie Kun tanya pula: "Segera juga kita bakal mati kelelap, bagai-
mana kau dapat bicara, dari hal ketolongan?"
Tapi si nona sangat kegirangan, sampai kakinya lemas, maka kontan, ia kena
menenggak air laut yang asin itu, Ia kaget dan gelagapan. Ia lantas berdiri pula
tegak. Sekarang ia menjawab kawannya. "Kau lihat empat huruf pemberitahuan itu,"
katanya. "Kau lihat huruf yang terakhir, yaitu huruf 'mati.' Bukankah cuma huruf
itu yang pupus hingga hampir sukar dibaca sedang tiga yang lainnya masih utuh". Terang
sudah, huruf itu pupus karena gangguan air pasang ini. Teranglah, air pasang
cuma naik sampai di sini sebatas janggut kita. Kau lihat itu di sebelah kiri.
Bukankah itu ada tembok yang kosong" Bukankah lowongan iiu dapat muat tubuh kita
berdua" Maka, mari kita pergi ke sana, kita naik ke-atasnya. Dengan naik di
situ, kita bebas dari rendaman air pasang ini. Mungkin dari sana kita bisa naik
terus ke atas hingga kita be bas seluruhnya dari ancaman air ini....
Ie Kun ragu-ragu. Tapi ia mengerti, itulah harapan mereka satu-satunya. "Mari!"
katanya bersangsi pula. Bun Hong lantas dipegangi, dibantu untuk berjalan menghampirkan bagian kiri itu.
Begitu sampai, si anak muda mengangkat tubuh si nona, buat dikasi naik.
Nona itu masih dapat membantu dirinya dengan dia merayap.
Habis si nona. Ie Kun merayap naik juga. Tiba di atas, keduanya sangat letih.
Lapar dan dingin membikin mereka kahabisan tenaga. Diatas itu mereka berkumpul
menjadi satu, karena sempitnya tempat. Mereka girang bebas dari ancaman maut,
mereka berpelukan. Didetik itu, lupa mereka akan perut mereka yang kosong.
Karena sangat letih, selang sedikit lama, tanpa merasa mereka ketiduran, puas
nyenyak sekali. Ketika kemudian keduanya mendusin, telinga mereka mendengar suara berkelisikan.
Lekas lekas mereka membuka mata melihat. Untuk herannya, mereka melihai banyak
kepiting lagi berkerayapan. Rupanya binatang melata terbawa kedarat oleh air
pasang dan ketinggalan setelah air surut. Itu pula suatu bukti bahwa tempat masuknya mereka terpisah
jauh. Dimanakah jalan masuk atau jalan keluar itu"
Ie Kun mendakan menjadi kaget. Bun Hong, yang berada dalam pelukannya, terasa
tubuhnya panas, Rupanya karena kedinginan, sinona mendapat sakit. Dia lantas
terdengar merintih. "Celaka benar aku ini kata sianak muda "Aku adalah laki-laki, tetapi aku tidak
da-pat melindungi nona ini.... Ia jadi malu pada dirinya sendiri.
Karena ini, ia jadi berpikir keras. Selagi berpikir, teringat ia saat gurunya
rnengajarinya teori ilmu siiat. Lalu ia ingat semua pelajarannya itu, yang ia
memang apal diluar kepala.
Ia belum pernah melatih semua itu dalam praktek, kecuali tiga jurus "Thian Touw
Sam Sie" yang baru saja ia diajari dalam pertempuran-pertempuran yang ia baru
saksikan.
Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa aku tidak coba tiga jurus ilmu ini?" pikirnya kemudian. "Ingin aku
lihat, dapat atau tidak aku menggempur tembok karang ini"
Dengan lantas pemuda ini mengambil keputusannya. Ia meletaki tubuh sinona, terus
ia lompat bangun, untuk berdiri menghadapi tembok karang didepannya. la sudah
mulai memutar kedua tangannya ketika mendadak ia mendengar ejekan dibelakangnya
"Hmm!" Teranglah orang mau menghina niat percobaannya itu.
Dengan sebat sianak muda berpaling ke belakang. Ia tidak melihat orang, bayangan
pun tidak! Ia heran, hingga ia mau percaya bahwa ia lagi berkhayal. Maka dia
bersiap sedia pula, kedua tangannya diputar lagi.
"Hmm" kembali ia mendengar suara ejekan tadi. Ia terkejut, secepat kilat, ia
menoleh. Tetap ia tidak melihat orang.
Tiba-tiba saja hatinya goncang, punggungnya terasa dingin. Bukan ia lagi
menghadapi hantu" Maka ia celingukan kesekitarnya.
Sekarang pemuda ini melihat sesuatu, yang membuat terkejut dan heran.
Di betulan huruf "mati" dari empat huruf pemberitahuan ancaman maut itu tampak
dua buah sinar terang, sinarnya dua biji mata yang tajam. Sinar itu dingin
menusuk hati Dan sinar itu justeru mengawasi sinak muda.
Tidak lama, sinar itu menjadi lunak, sebagai gantinya, laku terdengar ini kata-
kata perlahan tetapi dalam "Didalam dunia ini cuma ada beberapa orang saja yang
berani main gila di depan aku si orang tua! Eh, bocah cilik apakah kau tidak
melihat pemberitahuan yang aku ukir di tembok karang ini"
Suara itu juga bernada temberang.
Ie Kun lantas mengerti, suara itu tentulah suara dari tuan atau majikan dari gua
ini. Ia memang tahu, di dalam dunia ini ada orang atau orang orang yang
tabiatnya luar biasa. Sekarang ia lagi menghadapi satu di antaianya. Orang telah mengeluarkan
larangan, tidak mau ia melanggar itu.
Dengan ia berada di tempat itu, itu artinya ia sudah melakukan perlanggaran.
Maka it, walaupun orang mengejek padanya, ia tidak mau berlaku kurang ajar.
Ketika ia menjawab, ia berlaku hormat. "Maaf, loocianpwee katanya. "Aku yang
muda bernama Oe Ie Kun aku berada di sini karena aku dikurung oleh Jit Chee
Piauw Sim Ie. Bukannya aku sengaja yang aku sudah kena memasuki ini tempat terlarang...."
Kedua sinar mata itu bercahaya pula, sinarnya bengis.
Melihat sinar itu, hati Ie Kun goncang.
Mendadak orang itu tertawa, suaranya sangat seram.
Itulah suara mirip pekik burung malam, yang membuat seluruh ruang menjadi
tergetar. "Jadinya kau kena kurung Jit Chee-Pia-uw Im Sim Ie"
tanya orang itu, suaranya lunak.
Ie Kun heran akan perubahan suara orang itu. Tapi ia lekas menganggguk. "Benar!
ia menyahut. "Bersamaku di sini terkurung juga seorang muridnya Sam Im Sin-
Nie...." Orang itu berdiam, entah apa yang dia pikir. Karena itu, Ie Kun dapat mendengar
pula suara merayapnya banyak kepiting itu, yang tercampur denran rintihannya Bun
Kong.... "Sungguh kejam! mendadak terdengar orang tidak dikenal itu berseru. Habis itu,
sunyi pula. Ie Kun heran. "Kenapa orang menyebut kejam" Siapakah yang dimaksudkan"
"Loocianpwe, apakah kata locianpwee" ia menegasi saking heran.
Orang itu tidak menjawab" hanya tertawa dingin.
Ie Kun heran. Bukankan ia sudah menunjuk hormatnya"
Kenapa orang tidak sudi melayani ia bicara" Apakah benar orang ada demikian
jumawa" Ia sudah lama melatih diri, ia sabar sekali, toh sikap orang ini
mendatangkan rasa tidak puasnya. Ia jadi memikir buat tidak meladeni. Ingin ia
naik ke atas, untuk melihat Bun Hong. Atau:
"Kemana kau hendak pergi" demikian satu pertanyaan bengis.
"Ada orang sakit karena lukanya, hendak aku melihat dia sahutnya. Pemuda ini
menunjuk kepada kawannya.
Orang itu berdiam. Mungkin ia kurang percaya. Ia mengawasi sekian lama, lalu
terdengar elahan napasnya.
Itulah tanda dan leganya hati, bukan dari kedukaan. Lalu terdengar pula
suaranya. "Agaknya aku mempunyai harapan yang sakit hatiku bakal terbalaskan"
Suara itu sedikit menggetar, pertanda dari tergeraknya hati yang sangat. Cuma
kata kata itu tanpa buntut. Ie Kun tidak dapat menangkap artinya. Ia merasa
tidak enak ia berdiam saja.
"Anak, kemari kau! kemudian kata orang tidak dikenal itu, karena dia tak tampak
wajah atau tubuhnya. Hanya sekarang suara itu lunak, ramah-tamah. "Oleh siapakah
kawanmu itu terlukakan?"
Ie Kun menjawab cepat: "Oleh siapa lagi kalau bukan oleh Jit Chee Piauw Sim Ie!"
Matanya orang itu bersinar pula lalu terus memain tak hentinya.
Ie Kun heran, ia mengawasi. Tengah ia melengak itu tiba-tiba telinganya
mendengar satu suara keras, dari bergeraknya sepotong batu besar. Segera di
depan matanya ia menyaksikan terbukanya sebuah pintu batu, di belakang mana ada
sebuah ruangan gua. "Mari masuk kemari!" sianak muda mendengar suara panggilan. Suara itu keras
tetapi nadanya ramah. "Sekalian, kau bawa kemari sababatmu yang itu!"
Bingung anak muda ini. Untuk sejenak, ia ragu-ragu.
Inilah sebab ia kurang pengalaman. Adalah orang bermaksud baik atau buruk"
Tadinya orang bersikap bengis,
sekarang dia manis-budi. Tapi ia tidak dapat bersangsi lama lama, maka ia
mengambil keputusannya. "Biar, aku turut kehendaknya," pikirnya. Maka ia pondong tubuh Bun Hong, yang ia
bawa masuk dipintu gua itu. Tempo ia melihat orang di depannya, ia menjadi kaget
bukan kepalang, sampai tubuhnya bergemetar, selagi hatinya berdebaran, peluhnya
pun mengalir keluar di dahinya.
Orang itu duduk numprah, wajahnya sangat jelek dan bengis. Rambutnya panjang
sampai di tanah. Muka jelek itu disebabkan selang-seling cacatnya!
Orang itu seperti mengerti kagetnya sinak muda. ia menghela napas. "Anak, jangan
takut" katanya, perlahan dan halus. "Kau masuklah!"
Dengan menenangkan hati, Ie Kun bertindak melintasi pintu.
Siorang jelek, atau orang aneh itu mengawasi Bun Hong.
Tiba-tiba dengan kedua tangannya, ia menekan batu ceper disisinya. Dengan
begitu, tubuhnya lantas berjumpalitan turun, kepala dibawah, kaki diatas. Ia
berjalan dengan menggunai kedua tangannya untuk menghampirkan sinona sampai
dekat. Kembali ia mengawasi nona itu.
"Dia terkena hajaran pukulan Siauw Thian Chee."
katanya kemudian. "Jikalau dia tidak lekas ditolong diobati, dia bisa dapat
penyakit muntah darah tingga dia bakal mati karenanya
Pukulan Siauw Thian Chee itu ialah pukulan "Bintang Kecil."
Berkata begitu, siorang aneh mengulur sebelah tangannya yang kurus kering. Tanpa
membilang apa-apa lagi, ia menotok tubuh Bun Hong delapan kali, di tempat
yang berlainan, kemudian ia merabah dan menekan jalan darah di punggung,
dibagian "beng-bun atau ''pintu jiwa".
Dengan begitu ia memasuki bahanya hawa cin-khie didalam tubuh sinona, disalurkan
keseluruh tubuh. Siorang aneh berbuat demikian lamanya sepatanakan nasi, baru ia menghela napas
pula menghela napas lega.
Habis itu, ia menotok lagi tujuh atau delapan kali seperti bermula.
Didalam tempo yang singkat itu, paras Bun Hong berobah, dari pucat menjadi dadu,
sedangkan napasnya menjadi tenang, tidak lagi ia merintih. Bahkan lantas juga ia
tidur pulas Siorang aneh kembali mengeluarkan napas lega. Juga Ie Kun yang turut merasa
heran. "Selewatnya duabelas jam, setelah mendusin, sakitnya akan sudah sembuh," kata
siorang aneh. Ia menekan pula tanah, untuk jumpalitan lagi, buat berjalan dengan kedua
tangannya, kembali ketempat bercokolnya tadi. Tempat numprahnya itu sebenarnya
ialah batu rata yang menyerupai semacam mimbar. Tapi ia tidak lantas duduk
bercokol, hanya ia menekan pula mimbar, hingga tubuhnya mencelat kemimbar
lamanya, yang berada dibelakangnya, ditempat yang terlebih tinggi. Disitu ia
membereskan sesuatu yang Ie Kun tidak lihat tegas. Habis itu, baru ia lompat
kembali ketempat asal. Sampai begitu terlihat tegas, si orang aneh tidak dapat menggunai kedua kakinya.
Sesudah duduk bercokol pula, orang aneh itu berkata:
"Kau mengawasi aku, kau tentunya heran kenapa aku tidak menggunai kakiku"' Tiba-
tiba ia terlihat sangat berduka tercampur kemarahan. "Inilah sebab otot kedua
kakiku telah orang kutungi!" Sekarang suaranya keras, sengit.
Sembari berkata begitu, ia mengeluarkan tiga potong barang dari dalam sebuah
kantung kulit menjangan Tempo Oe Ie Koen sudah melihat barang itu, tanpa merasa dia menjerit: "Cit Chee
Piauw!" "Tidak salah! kata si orang aneh. "Inilah Cit Chee Piauw!
Dan akulah Cit Chee Piauw Sim Ie!.
Ie Kun tercengang, mulutnya menganga tanpa suara.
Orang aneh itu menghela napas. "Cit Chee Piauw yang tulen telah orang aniaya dan
celaka, Cit Chee Piauw yang palsu lantas malang melinang di dalam dunia Kang
Ouw... katanya. "Tapi pernah aku bersumpah bahwa aku mesti balas sakit hatiku ini! Oleh
karena otot kakiku dipotong dan akupun dikurung di sini sekarang aku belum bisa
berbuat apa-apa. Di samping itu, aku juga belum berhasil menyakinkan semacam
ilmu kepandaianku Di sini aku telah terkurung selama dua belas tahun...."
Ia berhenti sebentar, matanya sayup-sayup mengawasi anak muda di depannya.
"Sungguh aku tidak sangka, sekarang ini aku dapat bertemu dengan kau, anak muda"
katanya pula. "Aku pula tidak mengira bahwa kaulah seorang jujur dan baik
hati...." Ia berhenti sebentar, lalu matanya mengawasi tajam. Lantas ia menanya
"Kau murid siapakah?"
Ie Koen lekas menjawab, hormat: "Guruku ialah Kou Siu Taysu dan aku sendiri Oe
Ie Kun.'' Sim Ie yang tulen itu tetap mengawasi.
"Suka aku menolong kau, tetapi dapatkah kau berjanji dengan sumpah", ia tanya.
"Jikalau kau bersumpah, nanti kuwariskan kepadamu semua kepandaianku yang aku
peroleh selama tigabelas tahun ini. Menghendak, sesudah
nanti kau lolos dari gua atau pulau ini, kau mesti perlihatkan diri di muka umum
sebagai Cit Chee Piauw Sim Ie yang tulen, lalu kau mengembara, untuk
membinasakan Cit Chee Piauw Sim Ie yang palsu itu!
Dialah Cit Thee Piauw Pek Kun Sin Kun!
Mendengar demikian, tanpa bersangsi sejenak juga, Ie Kun memberikan jawabannya
"Aku suka, loocianpwee!
Aku berjanji dengan sumpahku, nanti aku balaskan sakit hatimu itu!"
Pemuda ini girang sekali, sebab selain bakal mendapat kepandaian, ia juga
sekalian akan bisa membalaskan sakit hatinya Bun Hong si nona baju putih
terhadap siapa ia sangat berkesan baik.
"Jikalau begitu. buat sementara ini, kamu berdua tinggallah bersama aku di
sini!" kata si orang aneh. "Di dalam tempo lima hari, akan aku ajari selesai
tiga macam kepandaianku kepadamu. Itulah Cit Ciang Hoat, Cit Chee Piauw dan Cit
Chee Kiam Hoat." Habis berkata begitu, Sim Ie tulen ini menangkap seekor kepiting yang merayap di
sampingnya, buat ia lantas pencet dan terus masukkan ke dalam mulutnya, untuk
dikeremus, digayam dan ditelan!
Selagi ia mengingat-ingat tiga macam kepandaian yang disebutkan itu, yaitu ilmu
tangan kosong, ilmu senjata rahasia piauw dan ilmu pedang, semua yang
berdasarkan rasi "Tujuh Bintang" hati Ie Lun tertarik caranya si orang aneh
makan kepiting itu. De-ngan sendirinya timbullah napsu daharnya, sedangkan
sekian lama, terpengaruhkan gerak-gerik si orang aneh, ia sangat melupakan rasa
laparnya. Tanpa membilang apa-apa, sendirinya ia menangkap seekor kepiting,
untuk terus dimakan seperti cara makannya ini guru baru! Dan untuk herannya, ia
merasai semacam daharan yang lezat! Maka ia makan pula, terus sampai sudah
merasa cukup.... Lima hari yang disebutkan Sim Ie telah dilewatkan dengan cepat. Mudah saja akan
mengetahui lewatnya sang waktu. Pertama-rama terdapat kenyataan dari terang dan
gelapnya gua di mana mereka tinggal, dan kedua ialah tibanya air pasang, yang
satu hari terjadi dua kali. Selama lima hari itu jadi telah mengalami sepuluh
kali air pasang dan surut.
Selama lima hari itu, juga hatinya Ie Kun lega sekali.
Benar seperti dikatakan si orang aneh, Bun Hong sadar dari tidurnya untuk
merasakan tubuhnya sehat seperti biasa. Itu artinya bahwa lukanya sudah sembuh.
Hingga habis itu, dapat dia turut menuntut penghidupan seperti si orang aneh,
hidup dari daging kepiting.
Ketika datang air pasang yang ke sebelas kali Cit Chee Piauw Sim Ie lantas kata
pada Ie Kun: "Nah sekarang tibalah saatnya untuk kamu pergi. Jalan keluar dari
sini ialah ini" (BERSAMBUNG J1L1D KE 3) Jilid 3 Ia menunjuk kepada wuwungan atau langit gua itu, sembari ia menambahkan: "Kau
tolak lelangit itu dengan keras, nanti batunya bergerak terbuka!"
Ie Kun menurut, setelah ia menolak keras-keras, benar saja di atas itu terbuka
sebuah pintu rahasia, hingga sinarpun masuk secukupnya kedalam gua itu. Hanyalah
ketika itu waktu malam, maka juga itu bukanlah sinar matahari.
Tiba saat perpisahan Ie Kun dan Bun Hong merasa hatinya berat. Sekarang mereka
menyayangi Sim Ie yang sejati ini tak tega mereka meninggalkannya. Akan tetapi
Sim Ie mendesaknya. "Lekas kamu pergi" katanya. "Aku tidak ingin Pek Kut Sin Kun
mendapat tahu bahwa aku mengetahui jalan keluar ini!"
Dengan sangat terpaksa, muda-mudi itu mengucap terima kasih, sambil memberi
hormat, mereka mengucap selamat berpisah. Lalu dengan sangat cepat, mereka
melompat naik, meninggalkan gua itu.
Tepat di saat kedua orang ini memperoleh
kemerdekaannya, telinga mereka mendengar bentakan-bentakan yang datangnya dari
kejauhan. Terang itulah suara orang bertengkar atau bertempur. Mereka jadi ingin
mendapat tahu siapa orang-orang itu. Tanpa ayal lagi, keduanya lari untuk
menghampirinya. Benarlah, di sana ada orang yang lagi bertarung. Itulah Cit Chee Piauw Sim Ie
yang palsu atau sebenarnya Pek Kut Sin Kun Dia tengah melawan seorang nona yang
berbaju merah. Menonton pertempuran itu ada seorang nyonya setengah tua, yang
juga berbaju merah, yang sikapnya dingin sekali. Nyonya itu lagi memasang mata.
Nyonya itu melihat datangnya sepasang muda-mudi, ia tidak mengatakan apa-apa, ia
cuma menoleh, untuk mengawasi dengan tajam sebentar, alisnya berdiri, lalu ia
melanjutkan menonton pertempuran itu. Ia tidak menghiraukan karena rupanya ia
menerka orang tidak bermaksud kurang baik terhadapnya.
Selagi bertempur itu si nona baju merah terdengar berseru, itulah suararya yang
Rahasia Istana Terlarang 8 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Seruling Gading 3