Pencarian

Rahasia Gelang Pusaka 6

Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt Bagian 6


Ditegur begitu, Gin Kie Cu tertawa terbahak bahak.
"Tidak kusangka bahwa hari ini aku dapat menemui pula Ang Hun Pek Kut Kie Siu!"
katanya. "Sungguh aku beruntung! Bicara terus terang, aku tidak jeri terhadapmu!
Hanya, karena kau menimbulkan soal hutang lama dari Touw Liong Po itu, ingin aku
menjelaskan. Itulah urusannya Cit ..."
Kie Siu tertawa dingin dan memotong "Itulah urusannya Cit Chee Piauw Sim Ie,
dengan kau tidak ada sangkut pautnya, bukan" Ha ha. Pandai sekali kau mencuci
bersih dirimu! Jikalau benar seperti kata katamu ini, kenapa selama tiga puluh
tahun kau tidak pernah pergi ke Touw Liong Po untuk menjelaskannya" Kenapa kau
justru menyembunyikan diri, tak sudi kau menemui kami" Kau tahu sendiri,
keadilan akan selalu tampak, maka tidaklah disangka sangka sekarang kita bertemu
disini ...!" Gin Kie Cu rupanya merasa tidak dapat ia berbicara dengan si wanita ini,
menunjuksn kegusarannya Lantas ia kata kata "Taruh kata benar itulah perbuatan
ku seorang akan tetapi aku, Ang Hun Pek Kut ..."
Kie Siu tidak menunggu orang habis bicara, ia menyela
"Aku tidak percaya sesudah tiga puluh tahun kau memperoleh kepandaian yang
istimewa ..." Lalu tidak menanti lagi sampai kata katanya selesai, ia menyerang
pemilik Lembah Buta itu menyerang kebawah. Ia mengunai
satu jurus dari "Lan Hoa Cit Sie" atau "Tujuh Jurus Berantai" yang bernama "Lay
Hoa Ie" atau "Bunga Pir Kehujanan."
Gin Kie Cu tertawa. "Hm, kau berani bicara besar!" katanya.
Belum berhenti suara gurunya si bocah angon sudah lantas lompat menerjang kepada
Kie Siu. Dia menggunai tongkat bambunya.
Nampaknya Ang Hun Pek tidak berdaya terhadap serangan mendadak itu tetapi Yo
Thian Hoa telah menggeraki tongkatnya, untuk menentang, sembari berbuat begitu,
dia mengasi dengar ejekannya. Dia menggunai tipu silat "Sia Yang Lok Goat" atau
"Matahari doyong, Rembulan turun."
Juga nona berbaju merah yang mengawa si bocah, seorang nona muda, tidak berdiam
saja ia membentak, lalu dengan pedangnya ia lompat menyusul membatat kedua kaki
penggembala berkepala gede itu!
Menyaksikan demikian Gin Kie Cu mengibaskan kedua tangannya kiri dan kanan, maka
tangan bajunya yang gerombongan membikin dua dua Thian Hoa dan sinona baju merah
tertolak mundur. Kie Siu sendiri mencelat kepingir sembari tertawa dingin, ia kata "Selama tiga
puluh tahun ternyata kau orang she Kok, telah tidak menyia nyiakan waktumu....!"
Kata kata itu diakhiri dengan serangan. Kok Hong tertawa tubuhnya mengegos ke
samping, tetapi ia akan terus menerjang, ia hanya menyambar si bocah angon, buat
di kempit buat dibawa berlari pergi. Sembari menyingkir itu, ia kata nyaring
"Baiklah di Bong Kok aku akan menantikan kamu" Sebelum kita bertemu, tidak nanti
kita bubaran?" Kie Siu heran atas sepak terjang orang itu, ia tercengang.
Yo Thian Hoa melihat tegas jalannya pertempuran itu baru saja segebrakan, akan
tetapi itulah cukup baginya. Ia sudah menyaksikan kepandaiannya Kok Hong, ia
pula tahu kelihayannya Nyonya she Kie ini maka menurut ia sekarang Kie Siu
bukanlah lawan setimpal dari Gin Kie Cu.
Mungkin ada sebabnya kenapa pemilik dari Lembah Buta itu tidak sudi melayani.
Kalau tidak, tidak nanti semudah itu dia mengajak si bocah angon mengangkat
kaki." Dengan roman sungguh sungguh pengemis ini kata pada si nyonya "Biarkan saja!
Sekarang ini Gin Kok Cu bukan lagi Gin Kok Cu yang dahulu! Meskipun lembah Bong
Kok letaknya dekat, aku pikir baiklah..."
Tapi Kie Siu kata nyaring "Apa kau bilang, pengemis tua" Pergilah kau bawa
dirimu sendiri, akan aku bawa diriku pula! Anak Cui, mari kita susul!"
Menutup kata kata itu, si nyonya dan si nona lantas melompat pergi cepat sekali,
sehingga melainkan tampak dua sinar merah berkelebatan....
Thian Hoa melengak sebentar, lantas ia pergi menuju ke Lay bu. Tidak dapat ia
menuntut balas terhadap si buta, sedangkan urusan sibuta dengan Kie Siu ia tidak
berhak untuk mencampur tahu. Ia mengharap dapat menemui Ie Kun dan Bun Hong yang
juga tentulah telah pergi terus mencari Bu Beng Tongcu.
20. Si tuli dan gagu Demikianlah Yo Thian Hoa menuturkan
pengalamannya, yang membuat Ie Kun heran dan girang.
Bun Hong pun mendapat serupa perasaan hanya kemudian ia masgul akan mendapat
tahu gurunya sudah kembali ke
Ay Lao San. Ia merasa berat untuk berpisahan dari si pemuda.
Ie Kun masih hijau, ia tidak melihat kemasgulan si nona tidak demikian dengan Yo
Thian Hoa yang telah banyak pengalamannya. Pengemis ini dapat membade akan
perhubungan erat luar biasa diantara muda mudi itu.
"Sekarang begini saja," katanya kemudian "Kawanan Cit Sat Im Siu dan Pu Thian
Bin telah membakar kuil dan tidak ketahuan kemana perginya mereka, akan tetapi
aku menduga mereka tentulah menyusul Bu Beng Tong cu.
Disini sudah tidak ada urusan apa apa, aku si pengemis tua ingin aku berangkat
sekarang. Kamu berdua kalau kamu suka dapat berjalan bersamaku supaya kita satu
dengan lain tidak kesepian. Hanya..." Ia berhenti, lantas ia mengawasi si nona.
Mukanya Bun Hong merah, dia lihat sendirinya.
"Nona Bun" ia melanjuti telah aku sampaikan pesan gurumu, sekarang terserah
padamu untuk mengambil keputusan. Aku sendiri tidak dapat aku berdiam lebih lama
pula disini. Nah aku berangkat sekarang!"
Benar benar si pengemis sakti lantas berjalan keluar dari rumah makan.
Sebenarnya Ie Kun juga tidak mau berpisah dari Bun Hong, demikianpun si nona,
tetapi ialah orang yang sangat menghormati gurunya, maka seberlalunya Thian Hoa,
ia kata pada kekasihnya "Adik Hong perintah guru tidak dapat diabaikan. Jikalau
tidak ada urusan penting, tidak nanti gurumu menyuruh kau pulang. Aku berterima
kasih untuk kecintaanmu, tidak nanti aku lupakan itu, tetapi sekarang kita harus
berpisah, tentu buat sementara waktu maka itu, janganlah kau buat pikiran."
Nona Bun tunduk, kemudian ia menggeleng kepala.
"Tidak dapat," katanya "hendak aku mengawani kau pergi ke Bong im. Biarlah
andaikata guruku menghukum aku bersamadhi menphadapi tembok". " Ie Kun tahu
tabiat sinona keras, maka ia berkata "Ke Bong im dan ke Ay Lao San sama saja
jalannya, kalau begitu, tidak ada halangannya buat kau nanti singgah pada
gurumu." Mendengar ini, lega juga hati Bun Hong. Cuma ia tetap berkuatir karena gurunya
memanggil pulang. Apakah guru itu telah ketahui lakonnya didalam San Sio Bio"
kalau benar..." "Marilah!" katanya kemudian. Tak mau dia
memikirkannya pula urusan lakon asmara nya itu. Nanun lantas berbangkit.
Mereka sudah dahar cukup, maka Ie Kun menurut. Ia membayar uang makan mereka,
terus mereka bertindak keluar. Dari kota Lay itu mereka menuju langsung ke Bong
Im. Jalanan yalah jalan pegunungan seluruhnya, tidak heran kapan saja waktu
mereka tidak dapat singgah untuk menangsel perut atau bermalam. Tapi bukanlah
soal. Mereka berada berdua, mereka selalu bergembira.
Segera juga mereka melalui tempo satu hari dua malam.
Lantas mereka menampak gunung Bong San tetapi kota Bong im sendiri belum
terlihat, ketika itu baru saja fajar, Ie Kun menuntun Bun Hong, buat maju terus
bersama. Tengah mereka berjalan, tiba tiba ada orang lompat lewat didepan mereka, saking
cepatnya orang itu, dia tak dapat dikenali pria atau wanita.
"Mari kita susul?" seru Ie Kun, yang terus lepaskan tangannya si nona, untuk
lari mengejar. Ketika mereka menyusul sampai matahari mulai naik tinggi, orang dengan pakaian
warna abu abu itu tidak dapat dicandak, bahkan dia lenyap!
Ketajaman ini membikin Ie Kun ingat kata katanya situkang kereta cilik.
"Tunggulah sampai saatnya kau menjagoi Rimba persilatan baru kau pergi pula ke
Ngo Bie untuk mempeributi Kie Su Koan dan Giok Tiap." Sekarang ia tidak sanggup
mengejar satu orang cara bagaimana ia bia menjadi jago" Ia menjadi masgul hingga
lenyaplah kegembiraannya.
Bun Hong menyusul belakangan ia melihat orang berduka.
"Engkoh Ie Kun, mana oang itu" tanyanya.
"Dia lenyap ..." sahut sianak muda.
Bun Hong mendapat tahu orang kecele dan menyesal, maka ia menarik tangan pemuda
itu sambil berkata "Sudahlah! Mari kita cari tempat untuk beristirahat, Mungkin dia bukan orang
hanya kita yang keliru melihat..."
Ie Kun menyeringai. Ingin ia beristirahat di sini juga ketika ia mau menjatuhkan
diri untuk duduk numprah, tiba tiba sinona berkata "Lihat, diasana ada rumah
orang!" Nona itu menunjuk ke depan.
Ie Kun mengawasi. Ia melihat sebuah rumah atap di lereng bukit, yang di kurung
dengan pagar hidup. Justru itu datanglah rasa lapar mereka...
"Mari!" kata Bun Hong, yang terus berjalan lebih dulu.
Dengan masgul, Ie Kun mengikuti. Tiba di luar pagar pekarangan mereka melihat
sebuah tanah pekuburan. Rumah atapnya terdiri dari tiga undak mungkin itulah
rumah si penjaga kuburan. Pintu pekarangan cuma dirapati.
Tanpa memanggil manggil, Bun Hong menolaknya dan bertindak masuk.
Pekarangan pekuburan itu bukannya kecil, mungkin luasnya tiga bahu, kuburannya
tiga buah, semuanya tinggi dan besar besar, letaknya berbaris. Rumah atap itu
berdiri disisi kiri. Sunyi sekali keadaan disitu tak terdengar suara anjing, tak
nampak ayam. Pintu rumah tertutup. Segala barang perabotan kasar semuanya tetapi
bersih tak ada debunya. Di bagian belakang ada lagi dua undakan rumah yang katai
dan kecil. Bun Hong tidak sabaran tetapi Ie Kun lain.
"Coba kita memanggil manggil dulu!" katanya.
"Ah!" kata si nona, tak puas.
Selagi mereka bertentangan paham itu, mendadak Ie Kun terkejut. Dari
belakangnya, ia mendengar suara.
"Hm!" tawar, serempak ia memutar tubuh. Lantas ia melihat seorang tua dengan
tubuh tinggi dan besar, dengan rambut dan kumis ubanan, hanya mata dia itu rada
tolol. Dia berdiri sambil mengawasi dengan wajahnya bersenyum berseri seri.
Menerka bahwa orang itu yalah tuan rumah, lekas lekas Ie Kun memberi hormat ia
pun berkata. "Aku yang muda yalah Oe Ie Kun, dan inilah adikku, Bun Hong, kami
temaha berjalan hingga kami tersasar sampai di sini. Maaf, kami telah datang
mengganggu..." Orang tua itu seperti tidak mendengar perkataan orang, dia berdiam saja, tetap
dia mengawasi. Bun Hong tidak sabaran. "Apakah kau tuli ?" tanyanya.
Rupanya orang tua itu dapat menerka pertanyaan si nona, ia mengangkat tangannya,
menunjukki telinganya. Nona Bun tertawa, tetapi ia kata pula "Orang tuli tak selama gagu! Apakah kau
tak dapat membuka mulutmu untuk berbicara ?"
Orang tua itu membuka mulutnya, ia bicara tidak keruan. Ia pun menunjuki
mulutnya itu. Nona Bun tertawa terkekeh. Ie merasa sangat lucu.
Tahulah ia sekarang bahwa orang sudah tuli lagi gagu ...
Ie Kun sebaliknya. Ia tetap berlaku hormat. Sekarang ia bicara dengan menggeraki
tangan, kepala dan tubuhnya, mengasi tahu bahwa mereka ingin beristirahat.
Orang tua itu tidak menghiraukan si nona, mengenai si anak muda, ia rupanya
mengarti, maka ia lantas memberi tanda buat kedua tetamunya masuk ke dalam,
bahkan ia segera menyuguhkan dua cangkir teh disusul dengan sepiring bahpauw dan
dua rupa sayur. Ie Kun mengucap terima kasih, tanpa malu malu, ia dahar berdua Bun Hong, baru
setelah bersantap, anak muda itu heran. Yalah tadi, kenapa mereka tidak tahu
akan tibanya si orang tua tuli dan gagu ini! kenapa orang tahu tahu sudah berada
di belakang mereka! "Ah, apakah dia yang tadi merupakan si orang berpakaian abu abu ?" si anak muda
menerka nerka. "Mungkinkah dia sengaja memancing kami datang ke sini"
kalau benar, apakah maksudnya" Dilihat dari romannya, tak mungkin orang tua ini
orang Bu Lim, lebih lebih karena matanya yang bersinar bodoh. Itulah matanya
orang desa tulen. Rumah ini, kecuali kebersihannya, tidak ada yang dapat
mendatangkan kecurigaan ..."
Bun Hong heran melihat kekasihnya terbengong.
"Kau lagi pikirkan apa?" tegurnya, Ie Kun mau memberi keterangan, tetapi karena
ia kuatir situan rumah tuli dan gagu berpura pura ia lantas menjawab sekenanya
saja. Justru itu si orang tua memberi isyarat buat mereka masak beristirahat. Lebih
dulu Bun Hong diantar ke kamar sebelah kanan, yang gelap, baru Ie Kun diantar ke
kamar sebelah kiri yang gelap juga. Ie Kun mendapatkan kamar bukan kamar tidur
hanya peranti menyimpan barang. Di situ terdapat barang barang bertumpuk, di
antararanya beberapa potong papan. Ia lantas bekerja sendiri, mengatur papan itu
sebagai balai balai. Ia menduga bahwa kamarnya Bun Hong tentulah kamar tidur
yang sebenarnya. Habis mengantari para tetamunya masuk ke kamar, tuan rumah itu mengundurkan
diri. Selagi mau keluar, ia mengunci pintu depan.
Selekasnya orang pergi, Ie Kun berbangkit, keluar dari kamarnya, pergi ke kamar
si nona. Cocok seperti apa yang ia duga, kamar Bun Hong kamar tidur bahkan
lengkap segalanya. Yang aneh yalah si nona sendiri, dia bukan merebahkan diri,
dia bukan merebahkan diri, dia hanya berjalan mundar mandir. Terang dia
mencurigai tuan rumah itu.
Melihat si pemuda, Bun Hong tertawa dan lantas berkata
"Orang tua ini sangat aneh, tidak kusangka sudah tuli dia gagu pula ..."
Mendengar lagu suara si nona, Ie Kun tahu orang tidak bercuriga, maka sengaja
menimpali, katanya "Ya, kasih orang tua itu, sudah dia pun gagu dan dia tinggal
di tempat sunyi begini, kalau kau suka adik Hong, aku ingin berdiam di sini buat
beberapa hari ..." Bun Hong heran. Dia melengak.
"Tinggal buat beberapa hari ?" tanya nya. "Kau lupa akan urusan kita?" Ie Kun
tertawa. "Meski aku tidak tahu kota Bong im di mana letaknya tetap aku percaya tentulah
sudah tidak jauh lagi dari sini"
katanya. Justru di saat orang orang sesat dan lurus berkumpul di Bong im,
baiklah kita mempunyai suatu tempat meneduh, buat menaruh kaki tanpa dicurigai
siapa juga." Nona Bun tunduk, ia berpikir.
"Baiklah kalau begitu," sahutnya kemudian. "Jadi malam ini kita tidak pergi dulu
ke Bong im?" "Sebentar malam saja kita bicarakan pula urusan itu."
Bun Hong melirik. "Sekarang kau ingin beristirahat, bukan?"
"Ya!" suhut si pemuda, tertawa. "Kau beruntung, sebab kau dapat pembaringan
lengkap. Aku sendiri cuma mendapati tiga lembar papan. Jikalau aku dapat tidur
bersama sama kau di sini ..."
"Muka tebal!" kati si nona, tertawa, yang terus naik ke pembaringannya dan
menutupi diri dengan selimut.
Ie Kun ingin menemani tetapi ia kuatir nanti di pergoki tuan rumahnya, terpaksa
ia bertindak keluar sesudah ia mengawasi sekian lama pada kekasihnya. Ia pun
terus merebahkan diri. Sekonyong konyong dalam lain lain. Ie Kun mendengar suara tindakan kaki berat.
Ia terkejut, lantas ia berbangkit bangun. Begitu ia membuka mata, ia melihat
kamar penuh dengan sinar terang matahari. Maka tahulah ia bahwa
ketika itu sudah lewat tengah hari. Ia lantas bangun berdiri, atau si orang tua
muncul di ambang pintunya.
Orang tua itu membawa serantang barang hidangan terbuat dari daging, ikan dan
ayam dan bebek serta dua poci arak. Melihat si anak muda, dia bersenyum.
Tak tahu Ie Kun harus membilang apa, maka ia mengangguk buat menghaturkan terima
kasihnya. Ketika itu Bun Hong pun muncul, ia senang melihat perlakuan tuan rumah ini.
Hanya ia tidak tahu, dari mana orang peroleh barang hidangan itu. Jadi mereka
mau menduga saja bahwa kota Bong im sudah tidak terpisah jauh lagi. Sebab di
dalam sebuah desa, tidak nanti orang mempunyai barang makanan semacam itu.
Muda mudi itu membantu menyajikan barang makanan itu, terus mereka bersantap.
Selagi dahar, hari sudah jatuh lohor mendekat magrib. Selama itu, Ie Kun menulis
surat buat mengajari si orang tua bicara. Apamau, orang tua itu juga buta huruf!
"Ah, sayang," pikirnya.


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan begitu, mereka jadi tidak tahu juga she dan nama serta asal usul tuan
rumah itu. Walaupun demikian Ie Kun penasaran, ingin ia mencoba mencari tahu.
Habis bersantap, Ie Kun berdua membantu membenahkan piring mangkok. Setelah itu
si orang tua menyuguhkan air the.
Justeru si orang tua baru masuk di ambang pintu mendadak Ie Kun mengerahkan
tenaga dalamnya untuk memperdengarkan derum "Say Cu Hauw" atau "Derum Singa"
hingga rumah atap itu begetar seluruhnya.
Bu Hong heran hingga dia terkejut dan berlompat bangun.
Sebaliknya adalah si orang tua dia rupanya tidak mendengar suara itu, dengan
tenang dia bertindak masuk dengan air teh nya itu...
Ie Kun tidak puas, ia ingin mencoba pula. Disaat orang tua itu memutar tubuh nya
habis meletaki teh koan ia berseru ia menolak dengan menggunakan tolakan "Cio Po
Thian Kang" dari "Thian Touw Sam Sie" sasarannya yalah pinggang si orang tua.
Sebelum tolakan anginnya sudah mendahului.
Si orang tua tidak berbuat apa apa ia tetap seperti tidak merasakan atau tidak
tahu apa yang terjadi. Sebaliknya Bun Hong Si nona kaget sekali melihat si engko
Ie Kun menyerang dengan ilmu silat yang hebat itu sampai dia berseru!
Baru sekarang Ie Kun merasa bahwa ia bercuriga berlebihan. Dengan tangan kirinya
ia menyampok untuk menyimpangi serangannya itu yang dilakukan dengan tangan
kanan supaya seorang tua tidak bercelaka karenanya. Sekarang tetaplah hatinya.
Tidak lama seorang tua muncul pula dengan lampu minyak tanah, ketika ia
mengundurkan diri selagi mau menutup pintu ia memberi isyarat bahwa ia berdiam
di belakang di dapur. Malam itu sampai djam satu Ie Kun masih tidak dapat tidur
pulas. Saking, iseng ia membuka pintu kamarnya dan pergi ke kamarnya Bun Hong.
Ia mengetuk ngetuk sampai beberapa kali ia tidak mendengar jawaban. Ia heran.
Lantas ia menolak pintu dan masuk.
Nona Bun tidak ada kamar kosong tetapi daun jendela terbuka. Ia kaget. Segera
timbul pula kecurigaannya terhadap si orang tua. Dengan berindap indap ia pergi
ke belakang. Sampai di dapur ia mendengar suara mendengkur
dari tuan rumah. Itulah bukti bahwa orang lagi tidur nyenyak sekali.
Dia mendengar sesuatu dan pergi keluar atau lantas menyanding otaknya sianak
muda. Semestinya kalau dia keluar dari rumah sedikitnya dia memperdengarkan
suara sesuatu dan tak mungkin aku tidak mengetahuinya. Apa tidak tidur sama sama
sekali. Dengan pikiran bingung Ie Kun pergi keluar atau ia mendaki kuburan yang
tertinggi dan berdiri diatas itu untuk memandang ke sekitarnya, ia tidak melihat
Bun Hong. Ia menjadi berkuatir. Justru ia lagi mengawasi ke rumah di bagian
belakang yaitu dapur tiba tiba ia melihat ada seorang di dekat rumah itu
menggapai kepadanya. Ia heran tetapi ia lantas lompat untuk menghampirkan.
Setibanya ia di depan rumah, orang itu sudah lari keluar pagar pekarangan
gerakannya sangat gesit. Ia heran kuatirannya bertambah. Orang itu justeru lari
ke kuburan yang paling tinggi itu.
"Hebat ilmu ringan tubuhnya!" kata Ie Kun dalam hati.
Ia heran ia berkuatir ia toh kagum.
Orang itu terang bukan Bun Hong. Siapakah dia"
Dari atas kuburan, orang itu mengapa pula!
Ie Kun penasaran, ingin ia mendekati. Tanpa sangsi pula ia lompat pesat sekali.
Ingat ia segera menghadapinya.
Aneh orang itu. Di saat si anak muda sampai di kuburan, dia sudah pergi ka
belakang kuburan itu, di pagar pekarangan. Lagi lagi dia menggapai!
"Adakah dia bermaksud busuk terhadap ku?" Ie Kun tanya dirinya sendir. Ia jadi
sangat heran dan curiga. Rupanya dia bermaksud tidak baik! Jikalau tidak apa perlunya dia menggoda aku
begini rupa" Dilihat dari gerak
geriknya ini, dia liehay sekali, aku mungkin bukan lawannya ..."
Toh ia penasaran, ia mulai menjadi tidak puas. Ia melihat orang lagi lagi
menggapai terhadapnya. Maka ia lompat pula, ia mengejar secepatnya bisa. Kali
ini orang itu lari ke arah lembah, ia bukan lari lempang, hanya berputaran.
Sesudah mengejar ngejar sekian lama. Ie Kun mulai merasa letih. Tapi ia
penasaran, gak dapat ia berhenti. Kuat atau tidak ia menyusul terus.
Lalu, dengan tiba tiba, orang itu berhenti berlari!
Ie Kun heran, hingga ia nurut berhenti juga. Ia lantas berpikir. "Tadi dia lari
larian, dia seperti memancing aku!
Sekarang kenapa dia berhenti secara mendadak" Siapakah dia" Apakah maksudnya?"
Maka ia mengawasi dengan tajam.
Orang terpisah cukup jauh, dia tak dapat dilihat.
Kebetulan juga, langit gelap karena sang mega lagi mengalingi si Puteri Malam
serta sekalian bintang di dekat dekatnya. Orang itu sampai tidak dapat dibedakan
dia priya atau wanita, tua atau muda. Sekarang ini, orang juga tidak menggapai
gapai lagi. Sesaat itu, mereka berhadapan, tak bicara tak berkutik.
Biar bagaimana, Ie Kun penasaran, tak dapat ia menguasai dirinya. Maka bertindak
perlahan lahan, niat menghampirkan orang itu. Ia merasa bahwa orang sepisah
sangat jauh darinya. Tentu sekali, hatinya pun tegang sendirinya. Bukankah orang
itu aneh dan tak ketahuan dia musuh atau kawan" Apa yang ia merasa pasti yalah
ia bukau lawan orang itu ...
Setindak demi setindak, hati Ie Kun makin tegang, ia merasa bahwa tindakannya
sangat berat. Akhirnya, ia datang dekat juga pada orang itu. Di saat ia sudah
dapat melihat tegas, mendadak ia menjadi kaget!
21. GUA RAHASIA Itulah si orang tua tuli dan gagu! Sungguh di luar dugaan! saking heran, Ie Kun
berdiri menjublak. Orang tua itu benar benar aneh. sesudah orang yang dipanggilnya datang dekat,
mendadak dia menjejak tanah, untuk lompat tinggi, untuk sambil lompat memutar
tubuhnya! Ie Kun bukan main heran. Ia kenal cara lompat yang istimewa itu. Itulah tipu
silat "Cu Hong Lok Yap" atau
"Angin musim rontok meruntuhkan daun." Satu tipu dari ilmu silat "Soan Hong Lay
Pat Sie" "Delapan Jurus Angin Puyuh" dari Siauw Lim Pay, yang semuanya terdiri
dari tujuh puluh dua macam!
Kepandaian si tuli gagu ini menunjuki bahwa sekalipun dibanding dengan Kouw Siu
Taysiu, gurunya Ie Kun, dia masih terlebih liehay, Toh Kouw Soie sudah termasuk
orang kelas satu di dalam Siauw Lim Pay.
Maka Ie Kun seperti terbenam dalam kabut. Tapi ia tahu benar, mestinya orang ini
seorang cianpwee, golongan tertua, dari partainya.
Orang tua itu bersenyum, dia menggapai pula, lantas dia berlompat ke depan.
Sekarang ini tidak mengikuti. Kekuatannya pun lenyap.
Apa yang ada tinggal keheranannya. Orang tua itu berjalan perlahan, dengan
begitu dapat si anak muda mengikutinya dengan leluasa.
Sampai itu waktu, tak dapat Ie Kun menerka siapa orang tua itu, yang sebenarnya
bukan lain daripada "To Jiauw Siu Liong" Tan Su si "Naga Sakti Berkuku Banyak"
salah satu murid Siauw Lim Pay yang tidak masuk menjadi pendeta, yang tersohor
buat kegesitannya, banyak macam senjata rahasianya, dan mengerti juga ilmu
kebatinan. Sudah lama dia mengundurkan diri hingga Kouw Siu pun tidak ingat
menyebutnya pada muridnya yaitu pemuda she Oe ini.
Tam Siu lihay, tetapi dia bertabiat aneh dan keras. Satu kali dia bentrok dengan
Goan Thong Taysu, yang menjadi ketua muda Siauw Lim Pay, dalam murkanya dia
mengangkat kaki meninggalkan rumah perguruannya. Dia hidup menyendiri hingga
orang tidak dapat menemukannya pula. Diapun pernah bersumpah, kecuali dia dapat
membangun suatu partai persilatan baru, tak sudi dia menemui lagi kaum Bu Lim.
Baru tetelah dia menghilang dia merasa bahwa sangat sulit buat mewujudkan cita
citanya itu. Dia menjadi menyesal, karena menyesal, dia berdiam di dalam sesat,
dia menggali sebuah lubang, buat dijadikan gua, setelah menumpuk rangsum kering,
di dalam gua itu dia menyekap diri. Tanpa melihat langit dan matahari, terus
menerus dia meyakinkan ilmu silatnya. Dia berkeputusan, sebelum rangsumnya
habis, tak mau dia keluar dari gua itu.
Gua itu gua bikinan dan tanahnya basah, itulah gua yang tidak sehat. Barang
makanan juga menjadi sama tidak sehatnya. Mula mula tidak apa, tetapi setelah
lewat banyak waktu, meskipun ilmunya bertambah, kesehatannya berkurang. Masih ia
memaksakan diri berdiam di dalam gua itu, sampai kemudian, dengan sendirinya
tuli dan mulutnya menjadi gagu. Di dalam gua dia menyendiri, dia tidak dapat
bicara dengan siapa juga. Susudah lewat beberapa puluh tahun, kejumawaannya
lenyap sendirinya. Baru kemudian dia muncul pula di antara sinar matahari dan rembulan, membuat
rumah gubuknya itu didekat kuburan itu, hidup sebagai si penjaga kuburan. Akan
tetapi, di dalam gubuknya itu, dan meninggalkan warisan.
Ketika pertama kali menemui Ie Kun. Tam Siu kagum.
Ia mendapat kenyataan, selain anak muda itu murid Siauw Lim Sie, dia pun berkata
baik. Lantas hati nya jadi tergerak, timbul niatnya, untuk mewariskan
kepandaiannya. Sesudah berusia lanjut, ia ingin kepandaiannya tidak terbawa ke
liang kubur. Tentu saja, ia tidak sudi mempunyai sembarangan murid.
Ie Kun ini kebetulan cocok untuknya.
Maka ia lantas membawa sepak terjang nya itu yang aneh, akan memancing si anak
muda mengikutinya. Ie Kun heran hingga ia berpikir. "Lembah ini datar, benar tidak ada jalanannya
tetapi pun tidak ada rintangannya, kenapa dia mengambil jalan berputaran
begini?" Demikian, sampai mendadak si tuli dan gagu berhenti berjalan, lalu dia mengawasi
sambil tertawa. Ie Kun jengah tetapi ia lantas berkata! "Aku yang muda bernama Oe Ie Kun, akulah
muridnya Kouw Siu Taysu. Aku tidak tahu cianpwee dari golongan apa dan bagaimana aku harus
membahasakannya! Aku pun tidak tahu, cianpwee hendak menitah apa padaku..."
To Jiauw Sin Liong menggeleng kepala, dia tertawa.
Melihat itu, baru Ie Kun ingat halnya orang tidak dapat mendengar dan tidak bisa
bicara. Lantas ia berjongkok, akan menulis surat di tanah. Tapi kembali ia
batal. Ia ingat orang tua itu buta huruf.
Tapi diluar dugaannya, Tam Siu tertawa, lantas dia menulis juga di tanah. Dia
menulis "Kepandaianmu tidak dapat dicela !"
Untuk sejenak, Ie Kun melongok, kiranya orang tua ini berlagak buta huruf. Tentu
saja akhirnya ia menjadi girang.
Ketika ia mau menulis lagi, tiba tiba si orang tua mengangkat kepalanya, melihat
langit, romannya berduka.
Ie Kun mengawasi, ia bingung.
"Siapakah orang tua ini?" pikirnya.
Lama To Ciauw Sin Liong berdiam, akhirnya ia menuliskan juga nama dan
gelarannya. Ketika Ie Kun membaca tulisan itu, dengan gugup ia menjatuhkan diri, untuk
berlutut, buat memberikan hormatnya.
Aneh sekali si orang tua. Justru orang berlutut, justeru dia melompat, cepat
bagaikan angin, dia berlari lari, berlari berputaran beberapa balik.
Dalam herannya, Ie Kun mengawasi saja. Ia memang tidak tahu tabiat aneh orang
tua itu. Habis berlari lari, Tam Siu berjalan perlahan, akhirnya dia berhenti, sebagai
ganti kelakuan aneh itu, dia mengibas ke tanah, sampai debu dan pasir mengepul
naik. Lekas lekas Ie Kun memejamkan mata.
Waktu membuka matanya ia heran, si orang tua telah lenyap dari hadapannya. Ia
menoleh kelilingan, ia tidak melihat siapa juga. Ia heran dan terkejut, ia jadi
berpikir. "Mungkinkah orang tua ini telah mempunyai ilmu dewa
...?" Tapi itu tidak mungkin. Selagi Ie Kun diam, mendadak ia melihat di sebelah depannya ada tangan orang
yang keluar dari dalam tanah, kembali ia terkejut, hingga ia menggigil. Tapi ia
mengawasi, ia mencoba menenangkan hati.
Tidak lama, tangan itu lenyap pula. Dengan memberanikan diri, Ie Kun bertindak
ke tempat di mana tangan itu muncul dan lenyap. Ia menjadi heran tatapi juga
berlega hati. Ia melihat sebuah liang yang melenyap. Ia menjadi heran tetapi
juga berlega hati. Ia melihat sebuah liang yang merupakan mulut gua, hanya
sebentar lantas ia sadar sendirinya.
Dengan bertindak cepat dua kali sampailah Ie Kun di mulut liang itu. Ia bisa
melihat karena bantuan sinar bintang bintang. Ia melongok ke dalam gua, hingga
ia mendapat kenyataan, walaupun mulutnya kecil, gua itu luas atau lebar di
dalamnya. Ia tidak berani lancang memasuki liang, ia melongok dulu sekian
lama... Didalam gua terlihat To Jiauw Sin Liong menggapai pula, kali ini meski ia ragu
ragu, Ie Kun toh menyeploskan tubuh nya ke dalam liang. Ia percaya tidak nanti
si tuli dan gagu mencelakainya. Gua itu menyamping. Perlahan lahan ia berjalan
turun, sampai di tempat yang luas beberapa tombak bundar.
Si orang tua tertawa melihat orang muda itu memasuki gua. Ie Kun tidak
memperhatikan tawa orang itu. Ia tengah memandang ke sekitar gua, ke
tembokannya. Ia heran mendapatkan pelbagai ukiran atau peta. Karena ia cerdas,
ia cepat dapat menerka peta itu apa artinya itulah garis garis ilmu silat. Diam
diam ia girang. Ia mulai menerka maksudnya si orang tua memancingnya datang
kesini. To Jiauw Sin Liong mengawasi. Ia melihat orang bergirang. Tiba tiba ia lompat ke
mulut gua, untuk mengalinginya.
Ie Kun terkejut. Mendadak gua menjadi gelap, hingga sekalipun lima buah jari di
depan matanya, tak dapat ia melihatnya tegas. Tentu saja, sedetik itu ia menjad
heran sekali. "Siapakah yag membuat gua ini?" pikir nya. "Kenapakah sekarang dia seperti
menutup mulut gua" Mana dapat peta itu terlihat lagi" Kalau mulut liang ditutup
bukankah orang akan mau tak bernapas" Mungkinkah dia bukan Tam Siu yang sejati
hanya, laen orang" Selagi berpikir kacau itu, matanya si anak muda malai biasa dengan tempat gelap
itu. Sekarang ia bisa melihat dengan samar samar. Maka denga perlahan ia
berjalan mengitari gua itu. Untuk herannya ia mendapat kenyataan didalam gua itu
tidak ada orang lainnya. Tam Siu sendiri, entah telah pergi kemana.
"Ah!" ia berseru seorang diri sedangkan kekuatirannya mulai timbul. Separuh
merapah repeh, ia mencoba bertindak kemulut gua. Begitu ia sampai begitu ia
melihat sedikit cahaya bintang. Karena itu juga ia lantas mendapat kenyataan
mulut gua itu tertutup dua lembar papan besi dan sinar itu molos dari dua buah
liang pada papan papan besi itu. Dengan begitu hawapun dapat masuk dari kedua
lubang kecil itu. Tadi diwaktu memasuki Ie Kun tidak me lihat papan itu.
ia dapat menerka sebabnya. Papan itu rupanya disembunyikan.
Kalau ia mau Ie Kun rasa ia sanggup menggempur papan itu supaya ia bisa molos
keluar, tetapi ia tidak mau berbuat lancang dan sembrono. Ia haaya berpikir. Ia
merasa rasa. Walaupun tertutup, rasanya dapat orang berdiam di dalam gua itu. Maka ia
lantas menenangkan diri. Iapun mengambil keputusan buat tidak lantas berlalu
dari situ. Sesudah berdiam sekian lama. Ie Kun bertindak pula. Tiba tiba ia membenturi
sesuatu. Ia heran. Samar samar ia melihat tubuh seorang orang. Itulah aneh. Tadi
toh gua itu kosong. Tanpa adanya Tam Siu, ia tinggal sendirian saja.
"Siapakah kau?" tegurnya keras. "Kau manusia atau hantu?"
Tanpa merasa hati pemuda ini gentar. Ia bukan menegur hanya menyampok!
Justeru itu papan besi penutup mulut gua ada yang bukan, hingga sinar terang
lantas masuk kedalam. Ie Kun heran hingga ia melengak. Sinar terang itu
bersenyum mengawasinya. Ia hanya tidak mejamkan matanya tapi lekas ia membuka
mulut. Untuk heran nya, ia melihat To Jiauw Sin Kong berdiri didepannya! Ia
tidak menjadi kaget sebab orang tua itu membuat ia silau juga. Untuk sejenak, ia
mengerti, kenapa orang menghilang dan lalu kembali.
Pemuda ini heran sendirinya. Sebenarnya, tidak pernah Tam Siu keluar dari gua
itu. Selama orang berjalan, dia mengintii di belakang, tanpa suara apa apa.
Karena gua gelap dia tak tampak.
Sekarang lenyap sudah segala keheranan atau kesangsiannya Ie Kun. Lantas ia
menekuk lutut didepan orang tua aneh itu, buat memberi hormat.
Tam Siu puas. Ia menyuruh anak muda itu berbangkit.
Sekarang ia tidak berkeberatan buat membeber tentang dirinya sendiri. Ia tidak
bisa bicara tetapi ia dapat menulisi buat menambah pelbagai gerak gerik tangan
mulut dan gerak kepalanya. Mengetahui semua itu, Ie Kun kagum tambah hormatnya.
Tentu saja ia bertambah girang. Hingga
ia pikir, "Akhirnya aku toh bakal dapat pergi ke Ngo Bie San buat memenuhkan
janji si kusir cilik..." Tengah berpikir itu To Jiauw Siu Liong sudah menulis ia
"Ilmu silat itu sulit, kau mengarti atau tidak terserah kepada untung bagusmu
hingga tidak dapat dipastikan dari sekarang, kapan kau akan berhasil
memahamkannya. Untuk sementara kau harus berdiam di sini selama itu, ada urusan bagaimana
besarnya juga, harus tunda dulu."


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ie Kun mengangguk. Ia membungkam. Sedangkan sebenarnya semenjak tadi ingin ia
menanyakan halnya Bun Hong. Tentu saja karena ini ia juga tidak tepat memikirkan
pula urusannya pergi ke Bong Im.
Di luar dugaan, si orang tua dapat membade hati orang.
Dia bersenyum dan menulis. "Sebentar terang tanah, dapat kau pulang ke gubuk
untuk melihat si nona?"
Mukanya si pemuda merah, ia jengah sendirinya. Ia malu tetapi hatinya lega. Kata
kata situli gagu menunjuki bahwa Bun Hong tidak kurang suatu apa.
Akan tetapi, masih ada ekornya. To Jiauw Sin Liong menulis pula "Setelah kau
melihat si nona, aku larang kau berbicara dengannya, kau musti segera kembali
kesini! Ilmu silat itu harus dipelajari dengan hatimu tidak dapat terbagi!"
Ie Kun menyahuti. "Ya" akan tetapi hatinya pepat. Kenapa orang tua ini mempertemukan ia dengan si
nona tetapi melarang ia berbicara" Apakah maksudnya larangan itu" Mungkinkah
nona itu mengalami sesuatu" Tapi dimana ada To Jiauw Sin Liong tidak nanti
sinona mendapat kesusahan.
Habis menulis, mendadak dia juga dia lompat pergi keluar!
Ie Kun berdiam. Sesaat itu pikirannya kacau. Tak ada niatnya mulai melatih diri
menuruti peta di tembok itu.
Sebaliknya ia menantikan sang fajar, supaya ia dapat segera menemui kekasihnya!
Menanti! Itulah hebat. Itulah penderitaan. Sedetik ada seumpama satu jam!
Toh akhirnya tiba juga sang fajar. Lantas Ie Kun keluar dari guanya. Lantas ia
madap kearah pekuburan. Ia mau lantas mengangkat kaki atau ia ingat bahwa ia
harus membuat tanda. Bisa jadi sulit akan mencari gua ini. Jiauw Sin Liong
sendiri, untuk ke guanya, mesti lari berputar putar dahulu. Ia tunduk untuk
berpikir. Segera ia melihat sesuatu. Yaitu setiap setombak lebih ditanah ada
terpendam sebuah peluru. Ia lantas mengarti itulah tanda untuk situli gagu. Maka
itu iapun tak usah membuat tanda lagi.
Pagi itu udara terang dan nyaman, sinar matahari lemah.
Dengan girang tercampur perasaan tegang Ie Kun lari kearah kuburan. Baru saja ia
memasuki pagar hidup atau To Jiauw sin Liong sudah memapaknya. Lekas lekas ia
memberi hormat, lalu mengikuti guru itu masuk kedalam rumah. Didalam rumah bilik
itu, Bun Hong tak nampak Ie Kun heran, hatinya berdebaran.
To Jiauw Sin Liong memberi isyarat dengan tangannya supaya orang jangan
bersuara, supaya anak muda itu bertindak perlahan masuk kedalam kamar. Ia
menurut. Dari ambang pintu, ia lantas dapat melihat kekasih nya.
Bun Hong rebah diatas pembaringan, tubuhnya berselimut, matanya tertutup muka
nya pucat, tidak ada darahnya sedangkan bibirnya biru. Wajah nona itu menunjuk
bahwa dia tengah menderita.
Tak tahan hatinya. Ie Kun ia bertindak maju, atau gurunya membetotnya dari
belakang! Rupanya Bun Hong mendengar suara berkelitik ia membuka kedua matanya. Begitu ia
melihat si anak muda begitu ia bersenyum. Hendak ia membuka suara atau Tam Siu
mendahului mencegahnya. Ie Kun heran, ia berkuatir. Ingin ia minta keterangan dari si orang tua tetapi
orang sudah lantas menarik tangannya, buat diajak keluar. Bukan main ia berduka.
Dengan terpaksa ia toh menanya, ia menggerak geraki tangannya.
Tam Siu tidak mau membikin orang bingung dan berkuatir, suka ia memberi
keterangan. Menurut ia, Nona Bun terkena pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang, tapi
tak apa katanya. Ia telah mengobati dengan tusukkan jarum pada seluruh jalan
darahnya, untuk mengeluarkan racunnya, maka itu setelah beristirahat, si nona
akan sembuh dengan tidak kurang suatu apa. Ia menambahkan setelah si nona sembuh
dia akan diantarkan kedalam gua untuk menemuinya.
Ie Kun masih menanyakan lain lain hal atau guru itu melarangnya dengan kata
tidak dapat ia memperhatikan apa apa lagi, sebab itu akan memecah pemusatan
pikirannya. Ia dinasehati untuk berlatih dengan tekun.
Katanya, nanti saja Bun Hong sendiri yang bercerita jelas kepadanya!
Terpaksa Ie Kun mengalah, sedang sebenarnya ingin ia melengok lagi satu kali
pada kekasihnya itu. Si orang tua mengeluarkan barang makanan, buat ia menangsel
perut setelah mana ia didesak buat kembali ke gua. Ia diberitahukan bahwa
selanjutnya tiga kali setiap hari, ia bakal diantarkan makanan, hingga tak usah
ia memikirkan soal makan dan minumnya.
Dengan lesu pemuda ini mengawasi ke kamar Bun Hong, lantas ia bertindak pergi
dengan hati berat. 22. Si wanita aneh Gua guram dan sepi hal itu membuat hatinya Ie Kun bekerja. To Jiauw Sin Liong
menyuruh ia jangan berpikir lain teiapi sulit buat ia lantas melupakan Bun Hong.
Ia pula ingat akan kata katanya si kusir cilik. Ketika ia ingat akan pesan ini
guru baru. Ia lantas menegur dirinya sendiri "Ie Kun, kau lah satu laki laki!
Kenapa buat urusan kecil kau melupakan urusan besar" Memang benar Bun Hong lagi
menderita tetapi dia tidak tarancam bahaya! Buat apa kau berkuatir untuknya"
Bukankah dihadapanmu sekarang lagi menantikan ilmu silat yang istimewa" Maukah
kau menyia nyiakannya!"
Sambil berkata begitu si anak muda mengawasi ketembok kepada sekalian peta atau
ukiran itu. Ia menyesal gua guram membuat nya tidak dapat melihat tegas. Ia pula
menyesal bahwa tadi ia lupa menanyakan keterangannya To Jiauw Sin Liong. Karena
terpaksa ia mengawasi terus.
Untuk sementara tidak dapat ia membade artinya pelbagai ukiran itu. Dimana yang
ia tidak melihat sama sekali, ia meraba raba dengan jari tangannya. Dengan
meraba ia mendapati sesuatu yang mengherankan setiap ukiran cocok dengan
jerijinya. Jadi benar, itulan ukiran jari tangannya Tam Siu.
Karena hasil rabaannya itu. selanjutnya Ie Kun meraba terus terusan. Lama lama
dapat menangkap juga artinya itu, sebab sambil meraba ia selalu menggunai
otaknya buat mengingat ingat memikirkan dan memahamkannya.
Selekasnya ia memperoleh hasil, wajahnya memperlihatkan sinar terang, ia girang
sekali. Di akhirnya, ia meraba terus
dan dengan sungguh sungguh, hingga ia mirip seekor anjing pemburu lagi mengusut
dan menyusul bakal mangsanya.
Sekarang baru ia mengarti kenapa To Jiauw Sin Liong tidak menyediakan penerangan
untuknya. Sebenarnya penerangan tak ada perlunya, disini matanya tidak terpakai...
Semangatnya anak muda ini lantas terbangun maka lupalah ia akan segala apa. Ia
meraba terus! ia mengingat ingat, untuk menyimpan semua itu dalam batok
kepalanya. Saban saban ia menggeraki tangan dan kakinya untuk mengapal, memindahkan teori
dan praktek. Dengan berlalunya sang waktu, karena hatinya sangat tertarik itu lupalah Ie Kun
akan waktu dan hari. Ia lupa juga lapar dan dahaga. Bahkan ia melupakan Bun
Hong. Begitulah barang makanannya sampai bertumpuk di mulut gua!
Paling belakang, ketika To Jiauw Sin Liong datang bersama Bun Hong ia sampai
tidak mendapat tahu. Itulah keadaannya yang disebut "But Ngo Liang Bong" atau
artinya "Melupakan dua dua benda dan diri sendiri!"
Bun Hong sebaliknya heran.
"Kenapa dia tidak menghiraukan aku?" pikirnya. Ia hendak menjadi tidak puas.
Maka ia pergi ke pojokan akan bercokol disana. Ia bagaikan tertindih batu berat,
hingga ia menyesal tidak dapat berkaok kaok...
To Jiauw Sin Liong sebaliknya. Situli dan gagu ini memperlihatkan wajah terang.
Itulah tanda bahwa ia merasa puas Ie Kun terlihat bergerak dari jongkok ia
berdiri. Ia bertindak menurut peta atau ukiran itu.
Bun Hong terus mengawasi, hatinya tetap tidak puas. Ia bahkan mulai mendelu. Di
lain saat ia bingung juga. Tanpa
merasa ia terbangkit, untuk mengikuti anak muda itu. Si anak muda sebaliknya tak
melihatnya tak menghiraukannya sama sekali.
Terus Ie Kun bergerak, sampai gerakan kedua tangannya makin areh.
Akhirnya Bun Hong terkejut. Ia menekan lengan si anak muda.
Di luar dugaan, baru tangan si nona menyentuh, atau tangan yang lainnya dari si
anak muda sudah menolak. Ia melihat itu tetapi tak sempat ia menangkis. Gerakan
itu luar biasa, di luar sangkaan. Ia tertolak mundur beberapa tindak, mulanya
terhuyung, lalu jatuh terguling, hampir tak kuat ia bangun berdiri. Ia kaget, ia
mendongkol. Inilah ia tidak terka. Ia kaget sebab si pemuda mendadak menjadi
demikian liehay. Ia gusar karena orang tak memandang lagi padanya ...! Maka ia
mengawasi dengan mata mendelik ...
Ie Kun seperti tidak tahu apa apa, ia tidak menghiraukan, ia berjalan terus
dengan gerak geriknya yang aneh itu.
"Eh, apakah kau sudah gila?" menegur si nona sambil dia berlompat maju.
Dia tidak menginsafi bahwa si anak muda tengah dalam keadaan lupa segala apa,
sampai lupa dirinya sendiri.
Saking mendongkol, ia menyerang.
Kembali terjadi hal di luar dugaan. Sebelum tangan si nona menyentuh tubuh si
anak muda, tahu tahu tangannya itu sudah tertangkap tercekal! Dia kaget, lantas
dia meronta. Tapi, tak dapat dia membebaskan diri. Tangannya itu tercekal tak bergeming.
Hanya kali ini dia heran.
Tangannya itu bukan ditangkap Ie Kun hanya oleh To Jiauw Sin Liong!
Meskipun Tam Siu menangkap tangan si nona, ia sebaliknya mengawasi kepada Ie
Kun, air mukanya terang. Ie Kun masih bergerak terus, jari tangannya berada di dalam garis garis ukiran
hanya kali ini, gerakannya mulai lambat, seperti orang yang mau berhenti.
Melihat itu, roman Tam Siu tegang. Di lain pihak, celakanya kepada lengan si
nona diperkeras. Bun Hong kaget, ia merasa nyeri, sampai ia meajerit.
"Aduh!" dan air matanya meleleh keluar ...
TidaK lama, Ie Kun lantas nampak bergerak cepat pula, hal itu membuat gurunya
berhati lega maka sendirinya, cekalannya kepada lengan Bun Hong pun menjadi
lunak, ia menghela napas.
Bun Hong pun merasa aneh, kalau tadi dia merasa sangat nyeri, setelah lengannya
dilepaskan, lenyap lantas rasa nyeri itu. Dalam herannya, dia bersangsi. Lantas
dia lompat ke mulut gua, hatinya tepat. Dia penasaran berbareng berduka.
Di pihak lain, dua dua To Ciauw Sin Liong dan Ie Kun lagi terbenam di dalam
kegirangan yang sangat, hingga mereka lupa kepada nona itu, tak mereka
memperhatikannya, sesudah lewat lagi sekian lama, barulah Ie Kun berhenti
berlatih. Berbareng dengan itu, ia ingat segala apa. Ia sadar. Lalu yang pertama
kali ia ingat yalah Bun Hong!
"Mana dia Nona Bun?" tanyanya. Tan Siu tercengang.
Dia pun baru ingat. "Tadi dia ada bersama di sini," katanya
"Mungkir dia mendongkol dan pergi ..."
Guru ini menjelaskan apa yang tadi terjadi dengan si nona.
Ie Kun menjublak ia mengarti. Memang ia tahu tabiatnya si nona. Tapi ia ingat
budinya guru ini, hendak ia menghaturkan terima kasih. Atau mendadak To Jiauw
Sin Liong mencoret di tanah "Musnakan semua peta!"
Melihat itu, si anak muda terperanjat. Tapi ia mengarti maksud orang. Hanya,
peta demikian banyak, cara bagaimana ia harus merusaknya di dalam tempo yang
singkat" Tengah ia bersangsi, ia melihat guru itu menunjuk ke tembok. Ia teran,
ia mengawasi. To Jiauw Siu Liung melihat orang melengak ia mengawasi dengan mata mendelik,
atas itu mendadak si anak muda ingat. Dia sadari! Maka dia lantas berundak ke
tengah tengah gua. setelah berdiri tegak dia bersiul nyaring meluruskan mana,
dia bergerak terlebih jauh. Dia membuka kedua belah tangannya dengan tipu silat
"Hun Hoa Hu Liu" "Memecah bunga, mengebut daun yang liu."
Tubuhnya terus berputar cepat.
Hanya sejenak, hilang sudah semua peta atau ukiran di tembok gunung itu. Ie Kun
heran sekali. Ia tidak menyangka bahwa sedemikian lekasnya ia memperoleh
kemajuan itu. Yang mengheranka pula, gerakan tangannya itu tidak mendatangkan
suara apa apa di tembok! Selagi orang berdiri diam dalam keheranan. To Jiauw Sing Long memandang muridnya
sambil dia bersenyum, terus dia menulis di tanah "Inilah hasil latihan campuran
ilmu Bu Siang Sin Kong dan Poan Jiak Tay Hoat, di dalam situ pun tergenggam
delapanbelas macam ilmu silat Siauw Lim Pay yang lainnya!
Ie Kun girang dan kagum. Ingin ia ketahui namanya ilmu silat itu atau mendadak
sang guru sudah lompat keluar dari gua. Tanpa ayal lagi, ia lari menyusul, terus
sampai ke kuburan. Selagi berlompat dan berlari, hatinya girang bukan kepalang. Ia merasa
tubuhnya sangat segar dan gerakkannya sangat segar dan gerakannya sangat gesit.
Hampir ia tidak mau percaya dirinya sendiri...
Tempo anak muda ini berlompat sambil menggeraki kedua tangannya mirip sayap,
kembali ia tercengang sendirinya. Ia dapat menyampaikan jarak sepuluh tombak
dengan sudah dan cepat sekali. Begitulah tempo keduanya tiba di depan gubuk,
mereka tiba berbareng. To Jiauw Sin Liong berpaling, dia bersenyum terus dia tarik tangan orang buat
ajak masuk ke dalam. Turut pantas, setelah maksudnya tercapai, Tam Siu mesti bergirang. Di luar
dugaan, sebaliknya, dia justru nampak masgul.
Ie Kun melihat roman guranya itu, ia heran. Ia tidak tahu apa sebabnya. Ingin ia
menghibur guru itu, atau mendadak sang guru sudah masuk ke dalam kamarnya.
Tapi tidak lama To Jiauw Sin Liong berdiam di dalam kamar, ia keluar pula dengan
tangannya mencekal sebuah hui cui jie ie. Semacam barang perhiasan terbuat dari
batu hijau, batunya kecil, panjangnya cuma lima dim, sinarnya mengkilat, terikat
dengan pita, ungu. Ia terus menyantel benda itu di lehernya si anak muda,
setelah mana ia menulis di atas meja. "Batu hui cui jie ie ini berkhasiat
mengusir berbagai macam bisa. Di kolong langit ini, cuma dua orang yang mengenal
ini, kecuali aku, ada satu orang lain. Jikalau orang itu masih hidup, tidak
peduli dia musuh atau sahabat, tak peduli dia lurus atau sesat, kapan dia
melihat jie ie ini, tarhadapmu pasti ada kebaikannya. Cuma satu hal kau harus
ingat, yaitu jangan kau beritahukan halku padanya, kau tahu sendiri, ancaman
bencana Rimba Persilatan sudah mulai mengancam, maka kau bawalah dirimu baik
baik. Habis menulis itu dengan romannya berat,
To Jiauw Sin Liong mengulapkan tangannya, memberi isyarat untuk Ie Kun lantas
berangkat. Pada saat ini, Ie Kun sebaliknya. Ia jadi tidak ingin berpisah dari si orang
tua. Tapi orang tua itu mendesak, hingga akhirnya dengan sangat terpaksa, ia
berlutut, mengangguk tiga kali, buat memberi hormat, guna mengambil selamat
berpisah karena perasaannya berat, ia bertindak pergi dengan perlahan sekali.
Baru saja anak muda ini sampai di kaki bukit, ketika ia menoleh ke belakang, ia
terkejut. Api telah berkobar, lagi memusnahkan gubuknya situli dan gagu. Ia
bingung sekali. Tak tahu ia, guru itu hidup atau mati ...
Biar bagaimana, Ie Kun mempunyai tugasnya. Ia pun mesti menurut pesan gurunya
ini. Tugasnya yang kedua yaitu mencari Bu Beng Tong cu dan Lay Siu. Mengingat
halnya Bun Hong terlukakan pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang, ada kemungkinan
kawanan Tiat Ciang Pang sudah berkumpul semuanya di Bong im. Maka ia lantas
mengambil keputusan buat pergi ke sana dahulu. Sulit dan pasti akan memakan
tempo andaikata ia mendahului mencari Nona Bun.
(BERSAMBUNG JILID KE 12) RAHASIA GELAG PUSAKA Oleh O. K. T. Jilid ke 12 Hanya kemana ia mesti menuju" Ia tidak tahu dimana letaknya kota Bong im. Meski
demikian, ia menuju ke utara gunung Bong San. Karena kota bernama Bong im, ia
jadi menduga letaknya itu mesti dekat gunung itu ...
Ketika itu hari mendekati magrib, Ie Kun berlari lari di tanah pegunungan. Ada
sulit juga meninggalkan wilayah pegunungan itu.
Tiba tiba! Dengan mendadak anak muda ini mencium bau
harumnya daging. Tanpa bersangsi pula, ia menuju ke arah darimana bau itu
datang. Itulah sebuah puncak yang rata.
Di sana tampak asap mengepul, kali ini ia berlari dengan pesat. Hanya, selagi
mendekati ia menukar siasat. Tak mau ia menyebabkan orang heran atau curiga.
Di puncak yang datar itu tampak seorang lagi duduk di tanah, duduknya
membelakangi si anak muda yang lagi mendatangi itu. Orang itu mempunyai rambut
panjang yang terurai di punggungnya, dan pakaiannya rombeng.
Harum daging itu datang dari sebelahnya.
Melihat orang bukannya orang biasa, Ie Kun menjadi ragu ragu. Lantas timbul
niatnya mundur kembali, untuk tidak menemui orang itu. Atau dengan sekonyong
konyong orang itu mendahului menyapanya tanpa menoleh lagi orang itu bertanya.
"Siapakah itu dibelakangku?"
Itulah satu suara yang serak tetapi keras. Ie Kun terperanjat. Ia puas dengan
ilmu ringan tubuhnya, ia merasa kalau ia berjalan atau berlari lari, ia tidak
memperdengarkan suara apa apa. Maka aneh orang ini, yang membaliki tubuh, tetapi


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat melihat padanya. "Sudah datang, mustahil kau mau pergi lagi?" kata orang itu suaranya tawar. Dia
bagaikan mempunyai mata di belakang saja.
Tanpa merasa si anak muda menghampiri, tindak demi tindak.
"Apa yang perlu ditakuti?" kata orang itu lagi sambil tertawa, dengan tawa yang
tak sedap didengar. "Aku tokh tidak akan memakanmu!"
Ie Kun terkejut juga. "Mungkinkah dia lagi memasak daging manusia?"
tanyanya di dalam hati. Orang itu tertawa terkekeh, kali ini sekalian dia berpaling.
Ie Kun kaget hingga ia mundur beberapa tindak. Ia melihat seorang wanita dengan
mukanya potongan kwaci, matanya besar dan jeli sekali, hidungnya bangir, akan
tetapi kulit mukanya sangat putih pucat menakutkan, sebab putihnya ke biru
biruan. Ia tidak kenal wanita itu. Pula sulit buat ia menerka usia orang itu.
Wanita itu mengawasi kembali dia tertawa, tetapi tetap tertawanya tak manis. Dia
bersenyum tetapi senyumannya tak menarik hati.
Habis bersenyum, matanya wanita itu bersinar, sinar matanya itu sedih.
Dalam herannya, Ie Kun mengawasi dengan berdiri diam saja.
Wanita itu membuka tutup kwali di depannya, mendadak ia berseru. "Oh begitu
cepat matangnya!" Dengan tutup kwali dibuka maka menghembuslah bau lezat yang sangat harum sekali.
Nafsu makan Ie Kun sangat tertarik. Sebenarnya sudah tiga hari tiga malam
perutnya belum kemasukan apa apa.
"Bukankah kau ingin makan?" tanya si wanita. "Kau duduklah! Jangan malu malu!"
Berkata begitu, dari kantungnya dia mengeluarkan sebuah mangkuk. Dia berkata
pula . "Sebenarnya belum pernah aku mengundang orang bersantap, tetapi lainlah
terhadapmu! Tapi aku cuma mempunyai sepasang sumpit, kau tunggulah dulu!"
Ie Kun berdiam, ia terus mengawasi. Ia melihat orang makan dengan lahapnya.
Tanpa merasa ia menelan ludah.
"Jikalau kau tidak sabaran untuk menunggu, kau gunakanlah tanganmu," kata si
wanita. "Aneh dia!" pikir si anak muda. "Barang panas mana dapat dipegang dengan
tangan?" Sembari makan, kadang kadang wanita itu tertawa.
"Mungkin dia gila ..." pikir Ie Kun.
"Eh, kenapa kau tidak makan?" tanya wanita tiu.
Ie Kun berdiam, ia jengah.
Tiba tiba si nyonya menyerahkan mangkuk dan sumpitnya.
"Kau takut panas?" katanya tertawa "Benarkah" aku tidak !"
Lantas ia memasukan tangannya, dengan jari jari tangannya yang lancip, ke dalam
kwali, buat menarik keluar sepotong daging.. Tangan itu tidak kurang suatu apa,
tidak kesakitan tidak bengkak atau merah!
Kembali Ie Kun heran, sekarang berbareng kaget. Itulah bukti bahwa si wanita
mempunyai tenaga dalam yang istimewa, sebab tanganya tak takut air panas.
Sementara itu ia terbujuk sangat nafsu makannya ia lantas makan isi mangkuknya.
Hanya sebelumnya habis, ia mengawasi pula ke kwali ...
Wanita itu tertawa pula, "Kalau kau mau makan, makanlah terus!" katanya. Daging
ini daging anjing yang bukannya boleh beli ...!"
Terkeju Ie Kun mendengar disebutnya daging anjing, mendadak dia muak, hampir ia
muntah. Si wanita melihat lagaknya itu dia tertawa, katanya,
"Inilah daging yang paling lezat di kolong langit ini, tetapi kau makannya mau
muntah, sungguh kecewa hidupmu !"
Lalu habis berkata, dia makan terus, dia menghirup kuahnya, sama sekali dia
tidak menghiraukan si anak muda. Tidak lama, selesai sudah dia bersantap. Dia
masukkan mangkuk dan sumpit ke dalam kantongnya, untuk ditaruh di punggungnya,
terus dia berbangkit bangun.
Diam diam Ie Kun menghela napas lega.
"Tentulah dia mau pergi ..." pikir nya.
Diluar dugaan, mendadak si nona menatap orang dia tertawa pula.
"Kau hendak meninggalkan aku !" tanyanya. "Tak dapat! Aku akan membunuh mu!"
Anak muda itu terkejut, ia melengak sungguh orang aneh.
Habis berkata, wanita itu tertawa. "Aku lihat kau mempunyai ilmu ringan tubuh
yang tidak dapat dicela,"
katanya. "Mari kau turut aku!" begitu dia berkata, begitu dia bertindak kedepan,
sangat cepat dia berlari, hingga sekejap saja dia lenyap dari pandangan mata!
Ie Kun heran berbareng girang. Orang meninggalkan ia, hingga ia tak usah kuatir
nanti diganggu. Lalu ia pun bertindak pergi, berlari keras, ke arah yang
bertentangan. "Tak nanti kau dapat susul aku ..." pikirnya. Ia girang sekali. Tapi ...
"Hm! Apakah kau mau kabur !" demikian mendadak satu suara di sisinya, suara itu
tawar dan dikenali juga sebagai suaranya si wanita tadi.
Ie Kun kaget, hatinya dingin. Ia menoleh.
Benarlah! Itulah si wanita aneh! "Ah, bagaimana sekarang !" pikirnya, bingung.
"Dengan susahnya Tam Sin mengajari ilmu yang istimewa, aku percaya akan dapat
aku memenuhkan janji dengan si kusir cilik, untuk mendapatkan pulang Kie Su Koan
dan Cay Hoa Giok Tiap, tetapi sekarang ..."
Saking masgul, ia menghela napas.
Wanita dengan rambut panjang itu mengawasi.
"Buat apa kau memikir kacau?" katanya, tertawa dingin.
"Apakah kau masih memikir kacau?" katanya, tertawa
dingin. "Apakah kau masih memikir buat kabur" Nah, kau cobalah!"
Nada suara itu semakin dingin.
Ie Kun memikir buat lompat mundur, atau mendadak si wanita berseru "Ha! Benar
benarkan kau mau kabur"
Hm!" lalu tangannya menjambret. Tak keburu Ie Kun berkelit, leher bajunya kena
terpegang wanita itu. Ia terkejut, hendak ia membuka mulutnya, atau sekonyong
konyong si wanita berseru kaget, terus matanya menatap mendelong ke leher orang.
Tampak tegas dia heran dan penasaran atau gusar.
Ie Kun berdiam. Ia tidak kurang herannya.
Dengan perlahan, cekalan si wanita di lepaskan.
Mulanya dia berdiam saja, tetapi selang sesaat, dia menanya keras "Bilang
padaku, kau pernah apa dengan To Jiauw Sin Liong Tam Siu" Di mana adanya dia
sekarang?" Ie Kun heran, ia tergugu.
Juga si wanita habis menanya itu, lantas bungkam.
Agaknya dia berpikir keras, selang sesaat, dia berkata pula, seorang diri "Hm!
Dia tentu ada bersama seorang wanita lain! Lalu dia itu melahirkan kau! .... Oh,
bukan! Bukan! Mungkin kaulah muridnya ...!"
Ie Kin berdiam terus. Tak tahu ia mesti mengatakan apa.
Ia tetap heran. Wanita itu mengawasi akan akhirnya menanya bengis
"Kau bilang! kaulah anaknya atau muridnya?"
Dalam bingungnya, tidak dapat Ie Kun lekas menjawab.
Maka wanita itu, dengan perlahan, berkata pula, "Kau tentulah anaknya! Tak nanti
hui cui jie ie diberikan pada
muridnya! Ya, anaknya! Anaknya! Ha ha! Dia tentu mempunyai seorang wanita
lainnya! Cih, priya, priya busuk! Sungguh priya tak berperikemanusiaan! ... Tapi
aku telah mengangkat sumpah, aku tidak dapat mengubahnya
..." Ie Kun mengawasi. Orang seperti orang otak miring, bicara sendiri meraksi
sendiri tidak keruan. Hanya sekarang, ia dapat menerka wanita ini tentu ada
sangkut pautnya Tam Siu, hanya entah kenapa, kemudian mereka berdua
berpisahan ... Selagi si anak muda menerka nerka, si wanita nampak berdua, dia dongak mengawasi
langit, sekian lama dia berdiam saja. Lama lama, dia nampak menjadi tenang juga,
ketika dia berbicara pula, sikapnya sabar.
"Ya, yang sudah tinggal sudah ..." katanya. "Aku pun sudah lama mati." Ie Kun
melengak. "Ah, adakah ia ini hantu " pikirnya. Orang menyebut dirinya sudah mati ...
Wanita itu mengawasi. Ia melihat orang rupanya kaget karena kata katanya yang
terakhir itu. Lantas ia tertawa, kali ini ia tertawa manis, romannya menggiurkan
hati dan suaranya pun merdu, tak sedikit juga bernada dingin lagi
..... 23. Tok Koan Im Hong Kie Bun
Sang Puteri Malam baru saja muncul. Sang malam tenang. Akan tetapi sang angin
bersilir, bercampur dengan tawanya seorang wanita. Itulah tawanya si wanita
berambut panjang, yang potongan mukanya cantik tetapi kulitnya putih kebiru
biruan bagaikan kulit mayat. Lama tertawanya itu.
Mendengar itu, hatinya Ie Kun berdebaran, tak peduli ia bernyali besar.
Habis tertawa, siwanita berkata pula "Meskipun aku telah mati siang siang aku
bukaannya hantu! Aku tetap seorang manusia yang berjiwa raga! Apakah kau
mengarti aku?" Baru sekarang hati Ie Kun sedikit lega. Tiba tiba muncul rasa hormatnya
"Cianpwee, sebenarnya siapakah cianpwee?" ia tanya. "Dapatkan aku yang muda
mengetahui she dan nama yang mulia dari cianpwee?"
Ia membahasakan "cianpwee" karena orang jauh lebih tua dari padanya daa orang
pun mesti ada hubungannya dengan situli dan gagu gurunya yang baru yang luar
biasa itu. Ditanya begitu, wanita itu terlihat berubah air mukanya, lalu dia
menggeleng kepala. "Orang pun sudah mati, buat apa menyebut pula she dan namanya?" katanya, sabar
"Sesuatu yang dulu dulu, yang sudah lewat, tak usah kau perdulikan lagi. Tahukah
kau" Sekarang mari aku beritahukan kau. Sekarang aku akan tidak mengambil tahu apa
pun hubunganmu dengan To Jiauw Sin Liong Tam Siu, tetapi satu hal sudah pasti,
yaitu hendak aku memenuhkan janjiku! Dengan melihat hu cui jie ie berada padamu,
dapat aku membantu kau!"
Hati Ie Kun bercekat. Tepat terkaannya. Wanita ini ada sangkut pautnya dengan
Tam Siu! Jadi dia inilah yang Tam Siu sebut sebut, bahwa, meski orang lurus atau
sesat, orang akan ada baiknya untuknya. Hanya tetap ia heran. Siapa sebenarnya
wanita ini" Tapi buat menanyakan, ia tidak berani. Maka ia menjublak saja.
Habis berkata, wanita itu berdiam. Nampak dia berpikir keras.
"Sebenarnya aku mesti binasakan To Jiauw Sin Liong Tam Siu." kata ia pula lewat
sekian lama. "Akan tetapi karena dia menyimpan terus hui cui jie ie ini, aku
tidak dapat merusak janjiku, tidak dapat aku melanggarnya.
Kenapakah aku memberikan hui cui jie ie ini kepadanya?"
Ah, sekarang, menyesal pun sudah kasip..." Sekarang dapatkah kau memberitahukan
aku dia berada di mana?"
Suara itu tenang tetapi ditelinga Ie Kun bernada keras.
Rupanya siwanita, meski pun dia bersikap sabar, dia masih penasaran.
Dengan hati bercekat, Ie Kun menggeleng kepala.
"Aku yang muda bukanlah muridnya," katanya, perlahan. "Aku jaga bukanlah
anaknya. Hui cui jie ie ini aku dapatkannya secara kebetulan..."
Wanita itu nampak kecele, dia agak menyesal.
"Dimanakah kau depannya?" dia tanya.
"Di pulau Cit Chee To di Tang Hay." sahut Ie Kun, yang terpaksa mendusta, sebab
ia mesti memenuhkan janji terhadap gurunya yang istimewa itu.
Wanita itu agak bersangsi untuk mempercayanya itu menggeleng geleng kepalanya.
Ia kata seorang diri "Tak mungkin. Tak bisa menjadi... Cit Chee To". Oh. Cit
Chee To dari Tang Hay..."
Tiba tiba dia melenggak dan tertawa nyaring.
"Hui cui jie ie!' katanya, keras. "Ini benda sialan! Aku benci! Tanpa dia, siang
siang aku tentu telah membinasakan laki laki tak berprikemanusiaan itu! Jie ie
ini harusnya dipakai oleh anak kita, yang laki laki atau yang perempuan!
Ha ha! Anak laki laki" Anak perempuan" Oh, manusia kejam! Kau telah menyiakan
aku, kau telah mengangkat
kaki! Mana kita mempunyai anak, laki laki maupun perempuan?"
Wanita itu nampaknya tak beres ingatannya. Lalu bagaikan baru sadar dari mimpi
nya, dia memandang Ie Kun untuk menanya "Eh, sudikah kau menjadi anakku"
Kau memakai hui cui jie ie, bukankah itu cocok untuk kau menjadi anakku?"
Ie Kun melengak, ia bingung sekali. Aneh wanita ini!
Dengan membungkam, ia mengawasi orang didepannya.
Wanita itu balik menatap. Kemudian ia menepuk pundak orang.
"Didalam hati kau tentunya sudi." katanya, "hanyalah kau tidak dapat membuka
mulutmu. Apakah kau jemu karena aku terlalu jorok" Benarkah" Asal kau menyatakan
sudi, dapat aku menyalin pakaian, akan berdandan dan bersolek! Kau tahukah siapa
didalam dunia ini wanita paling cantik" Yang tercantik ialah dewi Koan Sie Im
Pou sat, akan tetapi, disebelah yang maha suci itu, masih ada Tok Koan Im!
Tahukah kau?" "Tok Koan Im berarti "Koan Im Pou sat'' yang jahat.
Itulah cuma gelaran. Mendengar gelaran itu, Ie Kun terkejut, hingga ia menatap tajam. Agaknya ia
jeri. Ia pun bingung sekali.
Permintaan wanita itu ia terima baik atau menolaknya"
Bagaimana kalau ia menolak" Mungkinkah dia akan berbuat jahat atas dirinya"
Selagi sipemuda bingung, siwanita juga seperti lupa kepada pertanyaannya itu. Ia
tidak menyebut pula. Ia berdiam, romannya tidak bergusar tidak bergembira.
Rupanya dia lagi memikir keras, mengingat ingat peristiwa atau pengalamannya
yang telah lalu. Lalu dengan roman sabar, dengan suara lemah lembut, sedangkan tangannya mengusap
usap pundak orang ia berkata "Kau tidak suka daging anjing, kau tentunya sangat
lapar bukan?" Ia lantas merogoh kedalam kantungnya, akan mengeluarkan dua biji
bahpauw serta dua potong daging ayam, terus ia menyerahkan pada si anak muda.
Kata ia "Nah kau makanlah ini ..."
Hati Ie Kun tergerak. Wanita ini aneh. Kalau tadi dia bengis dan seperti gila,
sekarang dia mirip dengan seorang ibu yang halus budi pekertinya dan sangat
mengasihi, tak tampak sifatnya yang tidak tidak.
Siapa kehilangan ibunya, dia kehilangan orang yang paling dicinta. Demikian
dengan Ie Kun yang yatimpiatu semenjak masih sangat kecil. Tak ia kenal akan
Cinta kasih nya seorang ibu. Maka sikapnya wanita ini menarik perhatiannya.
Kedua pihak saling mengawasi sinar mata mereka bentrok. Sinar mata si wanita
lembut. Diapun bersenyum.
Nampak dia polos sekali. Ie Kun dahar bahpauw itu. Ia sangat lapar. Baru saja ia dahar habis, lantas ia
menjadi kaget sekali. Dengan tiba tiba terdengar satu sialan nyaring dan lama,
mirip pekik burung hantu. Hingga pecahlah kesunyian kesitu.
Selagi sianak muda kaget, siwanita tertawa. Dia kata
"Mendengar suaranya mengenal orangnya! Dia seperti...."
Dia belum menyebut she dan nama orang, atau dia mendengar siulan lain yang
terlebih nyaring dan lama.
Dari duduk di tanah, dia berjingkran bangun.
Ie Kun mau lompat kearah dari mana suara datang, atau si wanita mencegah ia.
"Jangan sembrono!" katanya, suaranya lembut.
Tepat itu waktu maka mereka berdua melihat dua orang, sebagai bayangan bayangan
lagi berkejar kejaran. Lantas si wanita menarik Ie Kun ke belakang batu sambil
dia berkata perlahan, "Mari kita bersembunyi dulu, untuk melihat siapa mereka
ini". Ie Kun menurut, keduanya lantas bersembunyi. Akan tetapi mereka mengintai sampai
sekian lama tak nampak kedua bayangan itu lagi kedekat mereka atau melewatinya,
keduanya menjadi heran, berbareng mereka berseru perlahan. "Ah...!"
"Mari kita lihat!" kata Ie Kun, yang begitu berkata begitu lompat keluar dari
tempat sembunyinya. Kali ini wanita itu tidak mencegah, bahkan sebaliknya, sambil bersenyum, ia pun
lompat keluar, untuk menyusul.
Lantas Ie Kun merasa heran. Ia pandai ilmu ringan tubuh, ajarannya situli gagu
membuatnya maju pesat sekali, akan tetapi sekarang, siwanita melombainya. Ia
tercandak dan terlewatkan beberapa tombak jauhnya!
"Aneh!" pikirnya. Ia tidak berhasil menyusul meski ia sudah mencoba sebisa
bisanya. Sekarang pun ia tidak melihat lagi dua bayangan tadi. Ia lagi terus,
kearah utara. Tentu sekali ia tidak tahu si wanita mendapat lihat bayangan itu atau tidak.
Ie Kun lari terus, sampai di sebuah tanah datar, ia pula heran sebab tetap ia
belum menemui kota Bong im.
Tengah mereka berlari lari, baru mereka menikung disebuh puncak, mendadak
siwanita rambut panjang, yang lari di sebelah depan, berlompat ke samping kanan.
Walaupun ia kesusu, tanpa berpikir pula, Ie Kun turut lompat ke samping itu.
Baru mereka berdua menaruh kaki atau mereka sudah mendengar tawa yang dingin,
yang datangnya dari arah depan mereka tadi dan belum lagi suara tertawa itu
berhenti, atau dua orang sudah menghadang di depan mereka.
Hanya dengan satu kali melihat, Ie Kun mengenali Cit Sat Im Siu serta Pui Thian


Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bin. Dengan tertawa dinginnya yang tak manis, mereka itu berdua lantas menatap
mereka. Ie Kun masih mengawasi terus ketika ia mendengar Pui Thian Bin sambil tertawa
dingin pula, menanya bengis,
"Hei, Tok Koan im Hang Kie Bun, kau telah membakar kuil Cok Lay Bio, apakah
sebabnya?" Waktu itu mengawasi, agaknya dia memandang tidak mata kepada dua orang
penghadang itu, terus dia mengasi dengar ejeknya. Setelah itu, dia mengsi lihat
lagaknya yang luar biaa. Yaitu bukannya dia gusar, dia justru duduk dengan
tenang di tanah, cuma dari mulutnya terdengar kata kata ini pada si pemuda
kepada siapa dia menoleh "Pergi kau tolongi aku membereskan ini dua tua bangka
busuk!" Ie Kun tidak lantas mentaati permintaan itu. Justru begitu Cit Sat Im Siu sudah
mendahuluinya. Sambil mengawasi dengan tertawa dingin, jago itu berlompat maju,
menyerang dengan tangan kirinya, menabas ke kedua kaki orang. Dia menggunai
tipusilat "Long Yong Kim bun"
yaitu "Gelombang menyerbu Pintu Emas" sedangkan dengan tangan kanannya dia
menotok ke jalan leng coan.
Di serang secara demikian bebat, Ie Kun bersiul sambil mundur, tetapi justeru
Cit Sat Im Siu menaruh kakinya selagi serangan orang gagal, ia maju uutuk
membalas menerjang. Ia bergerak cepat dengn tipu "Kwie Niauw Touw Lim,'' atau
"Burung pulang ke rimba," sedangkan
kedua tangannya diluncurkan di tempat yang kosong dari lawan itu.
Gerakan kedua tangan itu, yang dipencar, yalah yang dinamakan "Kay San Liat
Sek." atau "Membuka gunung, memecah batu," dan sasarannya yaitu jalan darah kiok
tie dari penyerangannya. Walaupun dia menyerang tempat kosong tubuh Cit Sat Im Siu tidak terjerunuk, maka
juga, ketika dia dibalas diserang, dia sempat berkelit dengan bergerak ke
samping, dri mana dia mengulur tangan nya, buat menjambret pundak si anak muda!
"Hm!" Ie Kun mengawasi dengan suaranya yang dingin.
Ia berkelit dengan berlompat tinggi, Karena keras kakinya menjejak tanah, hingga
tubuhnya lewat di atasan kepala lawan itu, itulah tipu silat "Soan Hong Kwee
Kian" atau "Angin pukulan melewati selokan" salah satu jurus dari
"Soan Hong Tay Pat Sie" "Delapan jurus Angin Puyuh".
Menyaksikan gerakan si anak muda itu, bukan cuma Cit Sat Im Siu dan Pui Thian
Bin yang terperanjat saking kagum, juga si wanita berambut panjang.
Habis berkelit Ie Kun hendak mengulangi melakukan pembalasan, atau ia
mendapatkan seorang lompat di antara ia dan Cit Sat Im Siu, sambil berlompat,
orang itu berseru nyaring. Dialah si wanita, yang Cit Sat Im Siu menyebutnya Tok
Koam Im Hang Kie Bun. Sambil melintang di sana tengah, wanita itu kata
"Perhitungan pembakaran Cok Lay Bio dapat dibereskan sembarang waktu di belakang
hari! Hanya sekarang ingin aku memberi, ketika untuk kamu menaksir naksir
keadaan kita! Suka aku memberi nasihat kepada kamu, baik pergilah kamu melanjuti
menyusul orang yang kamu lagi susul itu! Dengan begitu tak usahlah kamu jadi
mendapat malu di sini! Dapat
aku terangkan orang yang kamu cari cari itu sekarang sudah tidak ada di Bong im,
bahkan mungkin dia sudah meninggalkan Shoatang dan pergi ke Barat daya!"
Ie Kun berdiam. Ia heran atas cegahan Tok Koan Im ini.
Ia juga rasanya tahu siapa orang yang si wanita menyebutnya sebagai "orang" yang
lagi dicari Cit Sat Im Siu dan Pui Thian Bin itu. Ia menerka kepada Bu Beng
Tongcu, si bocah yang tidak mempunyai nama. Ia pikir kalau bocah itu sudah pergi
jauh ke Bong im, kenapa dia pergi lebih jauh kebarat daya" Dan, kenapa Tok Koan
Im membakar Cok Lay Bio kenapa dia seperti ketahui baik sekali sepak terjangnya
Bu Beng Tongcu" Mendengar suaranya Tok Koan Im. Cit Sat Im Siu dan Pui Thian Bin tampak ragu
ragu. Di samping soalnya Bu Beng Tongcu, keduanya bersangsi akan melawan wanita
ini, apapun sekarang wanita ada bersama si anak muda.
Tapi, merekalah orang yang ternama besar. Tak dapat mereka mundur karena sepatah
dua patah kata kata orang.
Mereka seumpama kata sudah menghunus golok mereka!
Sambil menanti jawaban, Tok Koan Im bersenyum tawar, dengan sinar matanya yang
tajam, dia menatap dua orang itu dan lalu terus menyapu kesekitarnya. Di dalam
ketenangan itu, mendadak di antara mereka terdengar bentakan yang nyaring
sekali, yang membuat mereka berempat terperanjat.
Ie Kun lantas mengenali, itulah suara nya si pria dan wanita yang tadi dikejar
kejar. Orang orangnya pun sudah lantas muncul! Mula mulanya Pek Kut Sin Kun,
lalu Pek Giok kongcu.... Melihat Pek Giok Kongcu, ia tidak heran.
Yang aneh yalah Pek Kut Sin Kun, yang tadinya dihajar Bu Beng Tongcu sampai dia
merintih rintih dan napasnya tinggal berhenti berjalan... "Mungkinkah setelah ia
dan Lay Ong menolongi si bocah tak bernama, dia pun ada lain orang yang menolonginya?"
Selagi Ie Kun berpikir itu, Pek Kut Sio Kun terdengar tertawa pula terdengan
suaranya yang menyeramkan, dan sambil tertawa itu, dia menyerang semua orang
yang hadir di situ, menyerang dengan cit chee piauw. Dan sembari menyerang, dia
berlompat, untuk lolos kabur!
Tok Koan im mengibaskan kedua belah tangannya membikin luput semua cit chee
piauw itu, sembari mengibas, dia berlompat, hingga dia jadi berdiri di depan
penyerang itu. Dia tertawa dingin dan berkata sama dinginnya "Aku kira kau sudah
mau lama! Tidak disangka bahwa kau masih hidup!"
Ketika itu, Pek Giok Kongcu tiba diantara mereka.
Paling dulu dia melirik pada Ie Kun. Melihat Tiat Sat Im Siu dan Poi Thian Bin
agaknya dia tidak memperhatikan sama sekali. Akan tetapi memandang Tok Koan Im
dia heran. Rupanya dia tidak kenal wanita dengan rambut panjang itu.
Cit Sat Im Siu dan Pui Thian Bin berlaku licik mereka menggunai ketika mereka.
Setelah saling memberi isyarat keduanya sama sama mengangkat kaki.
Ie Kun tidak dapat melupakan sakitnya ayahnya tak dapat ia melepaskan musuh
musuh besarnya maka melihat orang kabur ia berseru nyaring terus ia lompat
mengejar! Ketika ia sudah melewati dua tikungan bukit jauh di belakangnya. Rupanya itulah
suara di sebabkan Pek Kut sin Kun tengah di kurung! Ia tidak mengerti urusan
mereka itu. "Ada permusuhan apa diatara Pek Kut Sin Kun dan Tok Koan dan Tok Koan Im" Dan
kenapa Pek Giok Kongcu muncul di waktu yang bersaman?"
Tengah kedua pihak berlari lari mendadak terdengar suara pertempuran di samping
kiri mereka. Mereka terpencet dengan sendirinya mereka marandak sebenar lantas
mereka lari untuk menghampirkan.
Itulah sebuah lembah luas kira satu lie persegi disitu rebah berserakan balasan
tubuh orang dan yang lainnya tengah bertarung seruh. Ketika Ie Kun girang sebab
ia melihat Lay Ong dan Bu Beng Tongcu. Ia kaget karena kadua orang itu lagi
bertempur desak pukulan pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang dari bocah tak bernama!
"Bukankah Tok Koan Im membilang bahwa mereka ini sudah berlalu dari sini?" tanya
ia di dalam hati. Ia tidak mengerti kenapa Tok Koan Im mengataakan demikian.
Cit Sat Im Siu dan Pui Thian Bin girang melihat Lay Ong dengan bersemangat
mereka lompat maju guna menyerang Lay Ong.
Bu Beng Tongcu sebaliknya menjadi kaget. Inilah sebabnya melihat gurunya datang
bersama sama Pui Thian Bin ketua Tiat Ciang Pang itu. Mukanya lantas menjadi
pucat tidak bersanksi sedetik juga ia lantas memutar tubuhnya buat lari kabur.
Mulanya Lay Ong heran setelah ia melihat Tiat Sat Im Siu dan Pui Thian Bin baru
ia mengarti kenapa lawan meninggalkan pergi. Ia sudah lelah tetapi ia toh
bersedia melayani dua musuh yang baru itu. Mau ia menyerang.
Cit Sai Im Sio dan Pui Thian Bin terperanjat. Mereka heran hingga mereka
melengak. Ie Kun melihat Bu Beng Tongcu kabur, ia membiarkan saja, tetapi menyaksikan Tiat
Sat Im Siu berdua dirintangi gurunya, ia terus maju sambil berseru, untuk
menyerang. Lay Ong melihat muridnya, ia girang, terus ia lompat minggir, untuk menyaksikan
gerak geriknya si murid. Cit Sat Im siu dan Pui Thian Bin berlaku licik, justru Lay Ong meninggalkannya
dan Ie Kun belum sampai kepada mereka, dengan cepat mereka lari, kabur kearah
larinya Bu Beng Tongcu, guna menyusul bocah tak bernama itu!
Ie Kun menyesal, hendak ia mengejar, akan tetapi gurunya mencegah, guru itu
lantas menunjuk kepada belasan tubuh yang berserakan itu. "Lebih perlu kita
menolongi orang," katanya.
Ie Kun menurut, ia malah menurut gurunya itu menghampirkan, segera juga ia
menjadi kaget sekali. Inilah karena ia lantas mengenali dua orang di antaranya,
yaitu Pek ie lie Bun Hong dan Sin Kay Yo Thian Hoa sembilan yang lainnya, yang
tidak dikenal, melihat dari pakaiannya, tentulah orang orang Tiat Ciang Pang.
Bun Hong dan Yo Thian Hoa bernapas empas empis.
Teranglah mereka telah menjadi korban pukulan Cit Sat Cwie Sim Ciang.
Tidak sempat menanya Lay Ong sebabnya pertempuran itu, Ie Kun lekas lekas
menolong Bun Hong dan Thian Hoa.
Bergantian ia menyalurkan tenaga dalamnya kepada mereka itu, syukur sekali,
kedua orang itu tidak terluka parah.
Selang beberapa saat, Nona Bun yang sadar terlebih dahulu, ketika ia melihat Ie
Kun, air matanya lantas mengembeng, Tanpa berkata apa apa, ia memejamkan pula
matanya. Ia membiarkan si pemuda separuh memeluknya.
Yo Thian Hoa sadar akan mendapatkan ia didampingi Lay Ong. Ia membuka matanya
dan terus menghela napas,
tanpa membilang apa apa, ia meram pula. Teranglah ia sangat letih.
Ie Kun dan Lay Ong masih terus menyalurkan tenaga dalamnya masing masing sampai
kedua orang itu dapat tenaga untuk mereka mencoba menyalurkan sendiri tenaga
dalam mereka. Sembilan tubuh yang lainnya, sudah tidak dapat ditolong lagi.
Selagi mereka berempat berdiam, sebab Ie Kun dan Lay Ong terus menantikan Bun
Hong dan Thian Hoa memulihkan tenaganya sendiri masing masing, mendadak mereka
dikejutkan satu tertawa, dingin yang datangnya dari belakang mereka. Terutama
kaget yalah Ie Kun dan Lay Ong. Dengan serempak keduanya ke belakang, kembali
mereka terkejut. Orang yang tertawa itu yalah si orang tua aneh yang bertopeng hitam, yang pernah
diketemukan di luar kota Ceelam. Dia itu berdiri di belakang mereka kira satu
tombak lebih, dia mengawasi sambil menyeringai seram.
"Tok Ko Siu!" seru Ie Kun dan Lay Ong, dan dengan berbareng, mereka berbangkit.
"Dasar kita berjodoh," kata si orang tua aneh itu kepada Ie Kun, sembari tertawa
tawar. "Kembali kita bertamu pula hari ini, bocah, jikalau kau tidak menyerahkan
Siauw Lim Kie Su Koan dan Cay Hoan Giok Tiap, hm! ..."
Ie Kun belum menjawab, atau Lay Siu sudah
mendahuluinya menegur. "Itulah salahmu sendiri sendiri kau yang tidak mempunyai
kemampuan, mengapa kau salahkan lain orang" Bukankah ketika itu kedua barang itu
terletak di tanah" Asal kau mengulur tanganmu, pasti kau
akan mendapatkan nya, tetapi kenapa kau membiarkan lain orang merampas nya
pergi?" Disenggani begitu, situa aneh itu gusar sekali.
"Kamu semua yalah arwah arwah gentayangan!"
bentaknya. "Baiklah, akan aku bereskan dulu bocah ini, baru datang giliranmu,
tua bangka!" Begitu ia berkata, begitu Tol Ko Siu menyerang. Dengan tangan kirinya ia
menyerang lengannya Ie Kun yang kanan.
Itulah tabasan "menghajar harimau". Tari itulah gertakan belaka, sebab terusnya
ia menjambak ke dada si anak muda.
Dilain pihak dengan tangan kanannya ia menyambar pundak anak muda itu. Tangan
kiri ini bergerak dengan "Kim Liong Tam Jiauw." "Naga Emas mengulur kuku."
Ie Kun menangkis, sambil mundur tiga tindak. Dengan begitu, selainnya bebas
iapun dapat segera bersiap. Ia memecahkan serangan lawan dengan "Cian Kouw Lui
Tong" salah satu dari tiga jurus "Thian Touw Sam Sie".
Menyaksikan itu bukan cuma si orang tua aneh, juga Lay Ong sendiri turut merasa
heran. Mereka tidak menyangka si anak muda selihay demikian. Tentu sekali mereka
tidak tahu. Ie Kun bergerak dengan bantuan ilmu silatnya yang tiga hari tiga
malam ia pelajari didalam gua rahasia gurunya yang istimewa itu!
Dengan satu gebrakan itu, si orang tua aneh lantas tidak berani memandang ringan
lagi pada si anak muda. Hati Ie Kun menjadi besar, tak lagi jeri walaupun ia berkelahi dengan waspada.
Keduanya terus saling menyerang.
Tengah bergebrak itu, satu kali Ie Kun mendak, lalu kaki kanannya dimajukan
menyusul mana kaki kirinya
melayang naik. Ia bergerak begitu gesit dan lincah, hingga ia sendiri heran
karenanya. Si orang tua terperanjat akan tetapi dia masih dapat berkelit. Dia menjejak
tanah untuk berlompat tinggi, setelah bebas, dengan sama sebatnya, dia lantas
menyerang dengan dua tangan yang menyambar kemuka.
Ie Kun juga bisa membebaskan dirinya.
Demikian mereka bertempur. Tanpa merasa, dua puluh jurus telah dilewatkan.
Mereka nampak tetap sama unggul nya.
Ie Kun tahu diri biarpun ia lihay ia tentu kalah waktu latihannya, kalah lama
belajar, maka ia berkelahi sambil berpikir. Hanya sebentar ia lantas menyiapkan
ilmu Bu Siang Sin Kun ajarannya Lay Ong. Dengan begitu mulanya ia bersikap satu
tangan melindungi dada, tangin yang lain merajam musuh, tangan kanannya
melintang dengan jerijinya berada dipundak kiri, sedang kakinya berkuda kuda
Patkwa. Selekasnya ia menyerang, ia menyerang saling susul. Untuk kelincahannya,
ia menggunai gerakan ilmu silat Soan Hong Tay Pat Sie.
Di serang secara demikian, Tok Ko Siu menjadi repot, benar ia tidak lantas kalah
tetapi ia terdesak. Melihat jalannya pertempuran hati Ie Kun lega, sedangkan Lay Siu, dia menjadi
girang. Si orang tua aneh tidak mau kena terdesak, ia mencoba melakukan penyerangan
membalas. Ia menyerang dengan tangan kiri, lalu dengan sama sebatnya tangan
kanannya menyusul. Sambil menyerang itu, ia bertindak maju.
Ie Kun menangkis sambil memutar tubuh. Atas itu, penyerangnya berbalik mendesak.
Penyerang itu maju dengan merebut kedudukan "kam" terus dia mendedak ke
kedudukan "lie" untuk merampas juga kedudukan "kian kong." Ternyata dia pun
paham garis garis Patkwa.
Diserang begitu, sambil bersiul Ie Kun mengambil kedudukan membela diri yang
kokoh teguh. Ia terdesak tidak sampai ia main mundur, sebaliknya, ia dapat
bersiap buat sembarang waktu kembali melakukan penyerangan membalas.
Si orang tua tidak dapat menerka sikap lawan. Satu kali habis menyerang ia
lompat kesamping untuk melompat lebih jauh kebelakang musuh. Ia lompat dengan
sangat cepat. Tahu tahu ia sudah berada di sebelah belakang.
Maka leluasa sekali melakukan penyerangannnya lebih jauh.
Ie Kun bersikap seperti ia tidak tahu musuh berada di belakangnya, hanya ketika
tinju lawan tiba, cepat bagaikan kilat ia memutar tubuh sambil tangan kirinya
menang sekalian menangkap tangan lawan. Ia mau memencet nadi.
Syukur buat Tok Ko Siu. dia sempat menarik pulang tangannya itu. Hanya sekarang
dia terperanjat diam diam dia mesti mengakui liehaynya anak muda ini.
Ie Kun gagal menangkap tangan lawan, ia terus meninju dengan dua dua tangannya.
Tok Ko Siu menangkis, jua dengan dua dua tangan.
Lantas tangan mereka beradu keras hingga tubuh mereka masing masing bergetar.
Yang hebat, lengan mereka terus merapat satu dengan lain. Inilah berbahaya.
Siapa menang tenaga dalam dia mempunyai ketika baik untuk merebut kemenangan.
Ie Kun mengimpul semangatnya. Ia ketahui ketika baiknya ini. Kalau ia menang,
herdak ia mengorek mulutnya si orang aneh, untuk mengetahuui siapa
sebenarnya si kusir cilik. Cuma orang tua aneh ini yang tahu tentang kusir itu.
Tok Ko Siu juga insaf akan bahaya yang mengancan itu.
Ia pun memperkuat tenaga dalamnya.
Ie Kun terkejut. Setelah si orang aneh melawan, kuda kudanya tak kokoh lagi.
Lawan merasai itu, dia girang sekali. Tidak ayal pula dia mendesak.
Sebisa bisa Ie Kua mempertahankan diri, memusatkan pikirannya.
Kedua pihak jadi bersikap bersungguh sungguh mata mereka saling mengawasi tajam.
Dengan lewatnya sang waktu, dada mereka berdebaran, muka mereka merah.
Peluh mereka pun mulai keluar. Dari bermuka merah, perlahan lahan para mereka
menjadi merah padam, otot otot mereka tampak membiru. Kaki mereka masing masing
mulai mendam ke dalam tanah, saking kerasnya mereka memasang kuda kuda.
Si orang tua aneh terus mengerahkan tenaganya, sampai kepalanya sedikit
bergoyang, sampai matanya terbuka lebar.
Ie Kun terus menatap tajam, matanya bersinar kehijau hijauan. Tiba tiba maka
terdengarlah satu suara nyaring, terus tubuh Ie Kun melenggak sedikit, mukanya
yang merah menjadi pucat, keringatnya meleleh. Rupanva ia terhajar dan terluka
ringan. Tapi di dalam tempo yang singkat, ia pulih pula.
Si orang tua melihat semua itu, dia bersenyum tawar.
Rupany dia pulas.

Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mulainya Lay Ong terperanjat, kemudian hatinya menjadi tenang pula. Ia percaya
muridnya itu masih dapat bertahan. Mungkinkah murid menggunai siasat, guna memancing lawan, agar lawan
itu lengah. Karena ini, ia tertawa nyaring dan kata keras. "Jangan puas dahulu,
sahabat! Masih belum pasti siapa menang siapa kalah!"
Tok Ko Siu mendengar kata kata itu, dia tertawa dingin.
"Hm!" dia memandang ringan. Terus dia mengawasi tajam pada lawannya. Lalu dia
menjadi heran Lekas sekali Ie Kun mendapat pulang ketenangannya.
Habis itu, Ie Kun mengasi dengar siulan perlahan tetapi jernih, terus dia
mengangkat sebelah kakinya, untuk maju setindak.
Lay Ong mengawasi, dia kata tawar "Kalau kau benar Tok Ko Siu, apakah kau tidak
malu dengan pertempuran ini" Beginilah kau berkelahi mati matian ..."
Orang tua aneh itu mendongkol akal. Dia merasa tersinggung. Tapi selagi terdesak
tidak dapat dia membuka suara untuk melayani bicara.
Lay Ong tertawa mengokek, ia tidak berkata pula.
Sampai disitu pertempuran membawa perubahan. Kedua belah pihak sama sama mundur
dengan perlahan. Dada mereka pada bergolak seperti mereka hendak mengeluarkan
napas lega. Wajah siorang tua nampak bengis sekali. Terang ia penasaran sebab ia tidak bisa
lantas merobohkan si anak muda yang mulanya dia pandang ringan sianak muda
sebaliknya diam tenang ia waspada.
Berulang ulang Tok Ko Su menolakkan tangannya berulang ulang dia menariknya
pulang, dia rupanya lagi mercoba coba. Saban dia menolak anginnya mendesek
keras. Ie Kun tetap bertahan, matanya tak pernah berkedip, saban tertolak, ia
menolaknya balik. Ia menggunakan siasat lunak. Kalau ditolak ia mundur ia balas
menolak. Demikian seterusnya.
Itulah pertempuran tenaga dalam yang berjalan terus sampai belasan jurus.
Ie Kun bersikap tenang bahkan dingin. Tok Ko Siu sebaliknya saban saban
bersenyum seram romannya bengis sekali.
Mereka tentu akan terus mengadu tena ga dalam itu kalau tidak mendadak kedua nya
mendengar satu seruhan nyaring nyaring halus, tahu tahu satu orang berlompat
diantara mereka untuk memisahkan. Dengan paksa mereka kena dibikin mundur
beberapa tindak. Itulah Tok Ko Im Hang Kie Bun!
Ie Kun heran ia mengawasi dengan sinar mata bersyukur tercampur penasaran ...
Si orang tua aneh, sebaliknya mulanya dia terperanjat, lantas dia tertawa dingin
berulang ulang begitu lekas dia habis menatap si wanita mendadak dia berlompat
jauh untuk terus menghilang!
24. Terkurung... Ie Kun mengawasi Hang Kie Bun Ie heran tidak melihat Pek Giok Kongcu dan Pek Kut
Sin Kun ada bersama. Tapi, belum lama ia heran atau ia mendengar satu seruan
nyaring pula. Kali ini muncullah wanita yang ia harap harap itu.
Begitu dia sampai Pek Giok Kongcu menunding Hang Kan Bun dengan pedangnya sambil
dia berkata nyaring, "Aku tidak sangka bahwa kaulah Tok Koan Im yang juga disebut Kiu Bwee Sian Ho
Hang Kie Bun !" Kun Bwee Sian Ho yalah si "Rase Ekor Sembilan."
Ie Kun heran. Tak tahu ia diantara mereka itu ada perselisihan apa. Justeru ia
lagi mengawasi mendadak ia di kagetkan tindakannya Hang Kan Bun. Di luar dugaan
mya. Wanita itu menyambar padanya untut di pondong buat terus dibawa lari kabur!
Wanita itu berbuat demikian tanpa mengatakan sesuatu, dan Ie Kun pun lantas
merasa matanya gelap dan terus tak sadarkan diri. Tapi tempo kemudian ia
mendusin dan membuka matanya ia mendapatkan dirinya rebah di dalam sebuah bilik
yang lebarnya tidak lebih dari pada satu tombak persegi bahkan gubuk itu
bergoyang diantara tiupannya sang angin.
"Heran!" pikirnya. Terus ia melihat tegas tegas. Lalu ia menjadi terlebih heran.
Gubuk itu bukannya berdiri di muka bumi di tanah hanya di atas cabang pohon
mirip sebuah sarang. Pantas gubuk memain diantara goyangan cabang pohon itu, ia
terus mengingat ingat dirinya ia memeriksa juga. Ia tidak kurang suatu apa
barangnya juga tidak ada yang lenyap. Cuma yang aneh Tok Koan Im tidak ada
bersama. Entahlah dengan Pek Giok Kongcu.
Dengan perlahan anak muda ini bangun berdiri ia pergi ke pintu yang cuma
dirapatkan. Pintu itu kecil. Ketika ia membuka pintu lantas ia melihat sesuatu
yang mengagumkannya. Kembali ia menjadi heran. Ia mau percaya Tok Koan Im tentulah lagi dikejar kejar
Pek Giok Kongcu. Dengan bertindak keluar dari piatu Ie Kun bisa melihat segala apa. Ia
mendapatkan pohon itu sebuah pohon hoay yang besar sekali cabangnya banyak
panjang panjang dan daunnya lebat. Gubuk itu bukan merupakan kamar itu saja.
Ada pula lorongnya yang panjang satu tombak lebih. Dan di ujung lorong itu ada
lagi dua buah ruang atau kamar lainnya yang terlebih besar.
Pintu lamar itu cuma dirapatkan. Ie Kun menolaknya terbuka. Begitu ia melihat ke
dalam kamar herannya tak terkirakan. Ia mendapatkan bukan melainkan kamar
diperaboti lengkap juga barang barang perabotannya istimewa semua semuanya yang
ia belum pernah lihat. Itulah pelbagai mutiara indah. Kamar terdepan kamar tetamu dan yang sebelah
dalam yalah kamar tidur. Di dalam kamar tidur ini tersiar bau harum dan kelambu
dan lainnya indah. Meja dan kursi pun lengkap. Bantal kepala yang harum
menandakan penghuni rumah nya berlalu belum lama.
Dalam herannya Ie Kun berdiam lama di dalam kamar itu ia seperti tak ingin buat
mengundurkan diri. Ia memikir siapa penghuni rumah itu dan kemana perginya dia.
Toh ia ingat ia telah dibawa lari Hang Kie Bun si wanita berambut panjang.
Inilah kamarnya wanita aneh itu"
Bukan! Pasti bukan demikian pikirnya. Si rambut panjang jorok dia dekil sekali
sangat tak surup dia memiliki kamar yang indah dan harum ini! Tapi ia toh dibawa
lari wanita itu! Kalau bukan dia siapa yang membawanya ke mari"
Maka bingunglah ia memikirnya. Tiba tiba terperanjatlah anak muda ini. Tiba tiba
terdengar tertawa dingin di belakangnya! Ia juga mendengar suara berkibarnya
baju! Hanya sejenak, di hadapannya lantas terlihat seorang wanita muda yang cantik
sekali lagi berdiri menatapnya.
Cuma parasnya wanita itu sedikit pucat. Dia bukan lain dari pada Tok Koan Im
Hang Kie Bun! Untuk sedekat pemuda ini tergiur hatinya akan tetapi dengan cepat dia dapat
menguasai dirinya. Lekas lekas dia memberi hormat sambil berkata, "Cianpwee ada
titah apakah dari cianpwe untukku?"
Hang Kie Bun mengawasi. Ia melihat perubahan paras sianak muda. Dia nampak
jengah. Tapi ia tertawa dan kata,
"Jikalau kau tidak merasa terhina dapat kau tinggal di sini buat beberapa hari.
Kita boleh berbicara perlahan lahan."
Berkata begitu tanpa menanti jawaban si anak muda nyonya itu menarik tangan
orang buat dibawa ke pembaringannya, "Kau duduklah!" katanya seraya mendorong,
menyuruh anak muda itu duduk diatas pembaringannya yang indah dan harum itu,
ketika ia memegang tangan si anak muda, terasa tangannya lunak.
"Aku hendak menanyakan sesuatu padamu..."
Selagi si anak muda berduduk, wanita ini turut duduk di sisi pembaringan, sambil
menyenderkan sedikit tubuhnya, sedangkan dengan matanya yang tajam, ia menatap
muka orang. Hati Ie Kun tidak tentram. Ia tidak tahu orang bermaksud apa.
Sesudah menatap sekian lama, mendadak parasnya Hang Kie Bun menjadi dingin, lalu
sambil tertawa tawar dia kata. "Sejak beberapa puluh tahun maka kaulah orang
yang pertama yang pernah datang kaselokan Pek Tok Kiat di gunung Lu Liang San
ini. Dan kau pula orang yang pertama yang pernah melihat wajahku yang asli kau
telah berada di sini, maka kau mesti mendengar kata terhadap aku, akan tetapi
tak usah kau takut, asal aku menanya dan
kau menjawab dengan sebenar benarnya, buatmu sungguh ada banyak kebaikannya,
sama sekaii tidak ada jahatnya ..."
Berkata begitu, lantas wajah si nyonya menjadi sabar pula. Cuma ia tetap
menatap, Ie Kun cerdas, tahu ia bagaimana harus membawa sikap.
"Entah urusan apa itu yang cianpwee hendak?"
tanyanya. Tok Koan seperti merasakan sesuatu. Ia berdiam, ia menggertak gigi, terus ia
menghela napas. Sesudah itu, ia tampak menjadi sabar sekali, kata ia perlahan.
"Kau bilang bahwa To Ciauw Sin Liong Tam Siu bukannya ayahmu, akan tetapi,
sedikitnya, dialah guru mu, atau paling sedikitnya, dia tentulah telah mengajar
ilmu silat kepadamu..."
Ie Kun mengangguk perlahan.
"Apakah artinya menganggukmu ini?" tanya Tek Koan Im, tertawa. "Sebenarnya dia
pernah apakah derganmu"
Pelajaran apa saja yang dia pernah ajarinmu?"
Tenang hati Ie Kun, dapat dia bersenyum.
"Benar," sahutnya "Benar Tam Loocianpwe pernah mengajari beberapa jurus ilmu
silat padamu. .." "Sekarang ini dimanakah adanya dia?" si nyonya tanya.
"Jangan kau buat dusta!"
Di waktu menanya, mendadak suaranya nyonya ini menjadi keren pula.
Ie Kun dapat menerka bahwa si nyonya membawanya kemari sebab diwaktu ia menempur
Cit Sat Im Siu ia telah menggunai ilmu silat yang didapat di dalam gua. Ia
heran, ia ingat Tam Siu mengatakan bahwa itulau ilmu silat ciptaannya sendiri,
kenapa Tok Koan Im mengenalinya"
Dengan Tok Koan Im kenal ilmu silatnya itu, bukankah pengakuannya mengenai hui
cui jie ie didapatkan di pulau Cit Chee To bakal membuka juga rahasia atau
kediamannya" Maka itu, ia menjadi bingung sendiri nya.
Tak dapat ia omong terus terang atau ia bakal merusak kepercayaannya terhadap
Tam Siu, yang telah memesannya wanti wanti, kalau ia tetap berdusta, ia
kuatir ... "Bicaralah!" kata Tok Koan Im.
Pemuda ini terdesak. Akhirnya dia kata. "Cianpwee, harap cianpwee ketahui, aku
telah mendusta waktu aku membilangi bahwa hui cui jie ie didapatnya di pulau Cit
Chee To secara kebetulan... Tam Cianpwee bukan cuma menghadiahkan jie ie kepadaku
bahkan dia mengajari juga ilmu silatnya cuma menurut kehendaknya, diantara kami
tidak ada soal guru dan murid. Pula di waktu mau berpisah, Tam Cianpwee telah
memesan.." "Jangan ngaco belo!" si nyoiya memotong. "Sebenarnya sekarang dia berada di
mana?" Ie Kun menggigit rapat kedua baris giginya.
"Di Cit Chee di Tanghay..." sahutnya perlahan.
Bagaikan orang yang lega hatinya, Hang Kie Bun menghela napas.
"Sekarang kau tidak mendustai aku lagi, ya?" katanya.
"Mana aku berani," sahut Ie Kun, mengangguk.
Parasnya si nyonya nampak segar. Dia menunjang dagu.
Sekian lama dia berdiam, matanya mendelong.
"Apakah katanya ketika dia memberikan hui cui jie ie padamu?" tanyanya kemudian.
Ie Kun menggeleng kepala.
"Tam Cianpwee tidak menyabut nama cianpwee,"
sahutnya. Tok Koan Im nampak putus asa.
"Benarkah tak sepatah kata jua?" ia menegas.
"Tam Cianpwee cuma membilang! bahwa jie ie ini berkhasiat melumatkan bisa...."
"Apakah, tidak ada lainnya lagi?"
"Tam Cianpwee kata mengenai jie ie ini bahwa kecuali ia sendiri cuma ada satu
orang lain yang mengenalnya..."
Tok Koan Im mengangguk, nampak dia puas.
"Tam Cianpwee juga kata siapapun yang mengenali jie ie ini dia orang lurus atau
sesat dia musuh atau sahabat, dia pasti bakal dapat memberi bantuan kepadaku
yang muda." Berkata begitu anak muda ini mengawasi si nyonya. Ia mau melihat akibatnya.
Tok Koan Im mengangguk pelahan, ia tidak mengatakan sesuatu. Hal ini membuat si
anak muda kecele. Dia sebenarnya mengharapi sesuatu pernyatan.
"Lurus... sesat ... musuh... sahabat..." kata si nyonya kemudian, pada drinya
sendiri. "Benar! Aku harus membantu dia! Aku mesti membuktikan kata kataku!
Hanya Tam Siu! To Jiauw Sin Liong! Aku berbareng juga akan membikinmu menjadi si
lindung yang tidak berkuku bercakar!"
Lantas suara si nyonya menjadi sengit dan keras, parasnya merah padam. Tapi
hanya sebentar dia bergusar, lagi lagi dia menghela napas. Lantas berpikir...
Kembali berlalu sejenak. Tiba tiba nyonya ini tertawa sendirinya.
"Kau tahu aku dipanggil Tok Koan Im!" katanya pada si anak muda. "Tahukah kau
bahwa aku mempunyai satu nama lain lagi?"
"Ya. Hang Kie Bun," sahut Ie Kun, "Hang Cianpwee..."
Tok Koan Im menggeleng kepala. Dia tertawa pula.
"Kiu Bwee Siam Ho!" katanya.
Ie Kun tidak membilang apa apa. Pernah dengar julukan itu yang berarti "Rase
Berekor Sembilan." Si nyonya tertawa pula. "Tahukah kamu artinya Kiu Bwee Sian Ho?" tanyanya.
Bertanya begitu, dia duduk perlahan lahan, matanya melirik sianak muda.
"Aku yang muda kurang jelas." sahut Ie Kun perlahan.
Ia memang tidak tahu kenapa orang digelarkan si rase yang sembilan ekornya.
Tok Koan Im tertawa secara centil. Ia tertawa lama.
"Kau tidak tahu" Inilah tidak heran!" katanya "Apakah kau ingin tahu?"
Kata kata yang terakhir itu diucapkan dengan nada luar biasa, sampai Ie Kun
merasa seram mendengarnya. Ia berpura tidak tahu, sahutnya, "Aku yang muda masih
muda sekali, aku tidak jelas. Kalau suka tolong cianpwee menjelaskannya ..."
Kembali Toa Koan im tertawa genit. "Kau ingin petunjuk" Katanya.
Hati Ie Kun tidak tenang. Ia menyesal ia meminta penjelasan.
Tiba tiba Tok Koan Im berbangkit. Mendadak dia bersikap sungguh sungguh, hingga,
dia tak nampak centil lagi. Lantas dia kata keras. "Sekarang aku berikan kau dua
jalan untuk kau pilih! Pertama tama kau mesti angkat aku menjadi ibu pungutmu
Jikalau tidak, maka ....." dia menatap tajam waktu dia meneruskan "Kalau tidak
maka kau mesti mengganti barangku yang lenyap ditangannya To Jiauw Sin Liong!"
Ie Kun terkejut, tubuhnya mengeluarkan keringat dingin.
"Suka aku yang muda mengangkat cianpwee menjadi ibuku," sahutnya, "cumalah...."
Mendengar jawaban itu, senang hati Tok Koan Im. Dia tenawa gembira. Tapi. ....
"Anak! Anak pungut!" katanya, kembali seorang diri
"Eh, Tam Siu, kau punya anak atau tidak?"
Ie Kun bingung, jeri ia buat sikap orang tak ketentuan itu sebentar marah
sebentar baik. Memang juga Tok Koan Im ingin menguji hati orang.
Kalau Ie Kun menolak maka ia bakal dapat mengisi waktunya yang luang saat
kesepiannya. Diluar dugaannva anak itu menjawab sebaliknya. Maka ia menjadi
putus asa. Lalu ia ingat pula To Jiauw Sin Liong. Selang sesaat, ia mengawasi anak pungut.
"Anak," katanya "anak harus membalaskan sakit hati ibunya! Kau tahu tidak?"
Ie Kun terkejut. Pikirnya "Membalaskan sakit hati"
Adakah ini terhadap To Tiauw Sin Liong" Mana dapet"..."
Ia menjadi bingung sekali.
"Masih ada tempo," kata si nyonya kemudian. "Akan ada harinya yang aku nanti
membawa kau ke pulau Cit Cee To..."
Kembali hati Ie Kun bercekat. Entah apa artinya masih ada waktu itu.
Lekas sekali To Koan Im kembali pada sikapnya seperti biasa lagi.
"Semenjak aku kenal kau, aku masih belum tahu namamu, adakah ini lucu?"
Ie Kun sudah lantas menyebut she dan namanya, lainnya tidak. Tok Koan Im seperti
tidak menghiraukan lainnya, dia sampai tak menanyakan juga asal usul orang.
Ketika si anak muda sudah berbicara, dia berkata "Ini Pek Tok Kian di gunung Lu
Liang San menjadi tempat yang sekalipun burung sukar terbang melewatinya. Empat
penjuru sini, sejauh tiga lie, senantiasa ditutupi semacam kabut beracun yang
tak pernah buyar, dan pohon apapun tak dapat hidup disini kecuali ini sebuah
pohon hoay yang umurnya sudah ribuan tahun. Karena itu, tidak dapat kau
meninggalkan tempat ini sekalipun cuma satu tindak."
Ie Kun mengawasi si nona, kelihatannya ia kurang percaya.
"Kau tidak percaya?" tanya si nyonya tertawa. "Tahukah kau gubuku ini terbuat
dari barang apa?" Mendengar begitu Ie Kun melihat kesekelilingnya.
Memang kayu dan rumput gubuk itu beda daripada yang kebanyakan, ia kenal semua
itu.

Rahasia Gelang Pusaka Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah, sekarang barulah kau percaya, bukan?" kata si nyoaya, tertawa. "Jikalau
kau mau mengandalkan hui cui jie ie berlalu dari siai, kau bakal mencari
penyakit sendiri. Tentang aku sendiri kenapa aku tidak takuti racun itu, itulah nanti kau ketahui
belakang. (BERSAMBUNG JILID KE 13) Jilid 13 "Mulai hari ini, kau akan aku tahan dalam selama tujuh kali tujuh menjadi empat
puluh sembilan hari! Buat apakah itu" Besok aku jelaskan padamu?"
Ie Kun berdiam, matanya mengawasi. Percuma ia bertanya:
Habis berkata, Tok Koan Im menarik tangan si anak muda.
"Mari kita bersantap ajaknya. Ia pun mengusap-usap leher anak muda itu lagaknya
lemah lembut bagaikan ibu yang menyinta Ia mengajak orang keruang tetamu.
TERCEMPLUNG Tok Koan Im Hang Kie Bun menjadikan empat macam barang hidangan serta sebotol
arak harum yang berwarna hijau serta dua pasang sumpit dan cawan. Semua
perabotan itu terbuat dari perak yang terukir.
Walaupun orang mengaku menjadi ibu angkat dan sikapnya sangat manis Ie Kun tidak
berani sembrono. Ia baru makan setelah ia melihat si ibu angkat mendahar barang-
barang yang dihidangkan itu. Di akhirnya, tenang juga hatinya. Semua barang
makanan tidak ada racunnya.
Habis mereka bersantap hari sudah lohor Angin gunung terdengar meuderu deru,
sampai rumah mereka bergoyang-goyang.
Tok Koan Im nampak letih ia masuk lebih dahulu kekamarnya. Tapi hanya sebentar,
ia sudah muncul pula. "Ah, aku sampai melupakan tempat tidurmu!" katanya tertawa.
"Bukan sudah biasa aku tidur sambil berduduk..." kata Ie Kun yang hatinya
kembali goncang. Si ibu angkat membuka mata lebar. "Manusia tetap manusia!" katanya. "Mana dapat
menusia tak beristirahat tidur?" Sebenarnya sudah biasa saja ibu dan anaknya
tidur diatas sebuah pembaringan, cuma....." Ia berhenti sebentar, baru ia
meneruskan. "Akan tetapi inilah bukan urusan setengah atau satu hari, inilah
urusan lama...." "Cukup sudah, kalau diluar ditaruh sebuah pembaringan, nanti diwaktu siang
disimpan pula..." kata Ie Kun cepat Tok Koan Itn mengerutkan keningnya.
"Begitupun baik...." katanya. Ie Kun lantas bekerja, menggeser meja dan kursi,
buat dijadikan pengganti pembaringan.
Si nyonya mengambil. bantalnya.
Ie Kun menampik, tetapi sinyonya memaksa. Dia lantas meninggalkannya seraya
menutup pintu kamarnya. Besoknya, Ie Kun mendusin pagi-pagi sekali. akan tetapi waktu ia melihat kekamar
si ibu angkat, pintu kamar sudah terpentang kamar itu kosong, orangnya tidak ada
Ia heran. Ia mencari keseluruh rumah istimewa itu. Tetapi sang ibu tak nampak. Saking
heran ia berdiri menjublak. Tengah ia berdiam itu mendadak ia melihat si nyonya
mendatangi dengan wajah berseri-seri.
"Anak muda doyan tidur!" katanya, "Kau masih kata kau tak memerlukan
pembaringan!" Mau tidak mau, Ie Kun turut tertawa Cuma ia berdiam saja.
"Mulai hari ini, akan aku ajarkan semacam ilmu silat, kata ibu angkat itu, "cuma
selama empat puluh sembilan hari, tidak dapat kau menanyakan sesuatu. Nanti
sesudah kau berhasil memahaminya, kau akan mengerti sendiri!"
Berkata bigitu. nyonya ini membawa sianak angkat keruang yang pertama.
Sekarang dengan hatinya, baru Ie Kun bisa
memperhatikan ruang itu yang luas sekitarnya tak ada satu tombak yang pun kosong
sebab apa yang kedapatan disitu cuma sebuah liang sebesar tabung ditengah
tengah! Maka ia mengawasi saja...
Si nyonya sementara itu sudah menarik sebuah gelang besi disisi pintu. Ketika
ditarik gelang itu memperdengarkan satu suara nyaring. Lantas dari dalam liang
itu terkerek naik sendirinya sebuah tahang kayu yang ukurannya sama seperti
tahang air yang biasa cuma tingginya kira-kira enam kaki, dan naiknya sampai
hampir penglari. Ketika si nyonya mengulur tangannya, memegang tahang itu, nyata tahang ada
pintunya, yang lantas terbuka.
Itulah pintu yang cuma tiba cukup buat seorang masuk sambil kepala tunduk.
"Mari" katanya memanggil si anak pungut "Mari masuklah kedalam tahang ini."
Di dalamnya ada tempat duduk, dibawahnya ada airnya berwarna hijau yang
banyaknya cuma setengah tahang.
Kau duduk dengan tenang lantas kau Dersemadhi menurut caramu sendiri. Hanya, apa
juga anggota tubuhmu, jangan itu dikenakan pada air hijau itu!"
Ie Kun tidak mengarti, dengan sorot mata bertanya, ia mengawasi orang.
Tok Koan Im tertawa. "Apakah kau sudah lupa akan kata-kataku?" tegurnya.
Ie Kun menjadi apa boleh buat. Ia lantas membungkuk, bertindak masuk kedalam
tahang itu! Tok koan Im menutup pintu tahang seraya dia berkata:
"Jikalau aku tidak datang membuka pintu ini, jangan kau sembarang bergerak!"
Ie Kun berdiam. Ia berada didalam kegelapan. Tapi benar mereka, ia berduduk
disitu. Cuma ia merasa sedikit pepat. Air hijau didalam tahang itupun
mengeluarkan bau yang kurang sedap Ia mengira tahang itu bakal di kati turun hanya tidak. Hanya si ibu
angkat yang terus pergi meningalkannya....
"Tidak nanti dia mencelakai aku" pikirnya kemudian.
Maka teranglah hatinya. Ia terut bersemadhi. Dalam hal ilmu ini ia telah
mendapat didikan sempurna dari Kouw Siu Tay-su. Dengan lekas ia dapat membuat
dirinya berada dalam keadaan lupa segala apa, hingga segala perasaannya, juga
bau tak sedap dari air didalam tahang itu. Hingga ia tidak tahu bahwa sang
tengah hari telah berlalu. Ia sadar tempo Tok Koan Im membukai pintu tahang,
memanggilnya keluar. Sampai ia sudah berada diluar Ie kun tetap tidak merasa sesuatu yang beda.
Setelah menyimpan tahangnya, Tok Koan Im menuntun tangan anak muda itu buat
diajak keruang tetamu, untuk bersantap, untuk kemudian beristirahat sebentar.
"Selanjutnya tak usah kau duduk bersemadhi pula didalam tahang," kata si nyonya
kemudian. Aku akan menukar lain macam latihan..." Begitu ia berkata, ia menuntun
anak angkat itu keluar sampai dilorong. Ia mementang kedua tangannya, membuat
terbukanya sebuah pintu panjang.
"Kau lihat itu kedua sisi kolong," berkata ia kemudian.
"Itulah masing-masing dua puluh lima batang rotan, hingga jumlahnya menjadi lima
puluh. Mulai hari ini saban lewat lohor, kau mesti bergantian merambat pada
batang batang rotan itu, turun dan naik. Dalam satu hari kau mesti memanjat
hanya satu batang, akan tetapi setiap setiap sebatangnya mesti turun naik empat
puluh sembilan kali. Taruh kata kau masih kuat, jangan kau naik lebih, sebaliknya, apabila kau sudah
letih, jangan kau paksakan."
Ie Kun menurut tanpa menanya apa apa. Ia terus mencobanya. Oyot rotan itu bukan naik hanya
turun Setelah ia mencoba, ia membuktikan kebenaran kata katanya ibu angkat ini.
kecuali pohon hoay itu, benar benar disitu tidak ada sebuah pohon lainnya
Sekitarnya pohon, kabut putih tebal yang mengurungnya. Sampaikan sinar matahari
tak nampak. Maka ia cuma bisa melihat sekitar sarangnya itu.
Sekalipun otot otot rotan itu, setelah tiga kaki lebih, semuanya tertutup kabut
juga hingga akarnya tak terlihat.
Dengan berhati hati, Ie Kun melompat turun. Ia bisa sampai sejauh lima tombak
kira kira, tibalah diujungnya, maka lantas ia merambat naik Ia berlaku sabar, ia
mencoba terus. Dapat ia turun naik empat puluh sembilan kali, ia merasa
tenangnya masih berlatihan. Akan tetapi, mentaati pesan Tok Koan lm ia tidak
melanjuti, ia hanya kembali naik ke orong.
Ternyata Tok Koan Im sudah menantikan, tangan kirinya memegang sebutir pil merah
sebesar kacang hijau, tangan kanannya memegang cangkir terisi air hangat, turun
dia menyerahkan kedua duanya kepada anak pungutnya itu.
"Kau minumlah!" katanya. Tanpa bersangsi sedikit juga.
Ie Kun makan obat itu dengan diantar air hangat itu.
Semenjak itu, anak muda itu mengulangi latihannya setiap hari. Pagi sampai
tengah hari, ia duduk bersemedhi didalam tahang, habis beristirahat sebentar
lohor, terus ia turun naik di oyot rotan. Ia berlatih tanpa mungkir. Cuma
rotannya yang berubah, yaitu tiap hari berubah panjang hingga ada yang tambah
sampai satu atau dua tombak.
Maka itu, kalau ia hitung hitung, selama empat puluh sembilan hari itu, ia sudah
turun naik lebih kurang seratus tombak lebih Dan selama itu. belum pernah ia
merasa letih. Akhir-akhir, habislah sudah tempo empat puluh sembilan hari yang diberikan itu
Ie Kun heran, ia tetap tidak melihat sesuatu yang berubah pada dirinya sendiri.
Hingga ia kata didalam hati. apa ia bukan berlatih buat percuma saja, membuang
buang waktu melulu... Meski begitu tak berani ia menanya atau mengatakan sesuatu
kepada Tok Koan Im. Besok pagi Ie Kun mau berlatih seperti biasa. Masih ada sebatang rotan, yang
belum habis gilirannya, maka ia mau bersemadhi pula, akan tetapi melihat aksinya
itu, Tok Koan Im tertawa dan kata padanya: "Temponya sudah cukup empat puluh
sebilan hari tak usah kau berlatih lagi!"
"Masih ada sebatang rotan lagi..." kata Ie Kun.
Tok Koan Im tertawa, dia tidak menjawab.
Ie Kun heran, ia mau bicara pula, atau sinyonya tertawa dan berkata. "Latihanmu
sudah selesai dengan berhasil maka hari ini hendak aku menjamumu! Aku telah
menyediakan barang hidangan, guna memberi selamat padamu!"
Benar-benar ibu ini telah menjanjikan barang hidangannya itu.
Ie Kun melihat barang-barang hidangan lengkap, ada daging ayam dan bebek, hingga
heran memikirkan dari mana semua itu didapatkannya Apa yang ia tabu setiap pagi
pagi ia bangun tidur, nyonya itu sudah tidak ada didalam rumah. Sebaliknya saban
tengah hari, sehabisnya ia berlatih didalam tahang, tentu-tentu ibu itu sudah
siap sedia dengan barang makanan mereka Dan selamanya barang hidangan yang
lengkap, yang semua lezat rasanya !
Meski ia heran karena tidak tahu dari mana datangnya semua barang makanan itu,
tidak pernah Ie Kun menanya apa-apa.
Selagi bersantap itu. Tok Koan Im kata sambil tertawa:
"Setelah empat puluh sembilan hari berlatih, kau telah memperoleh kemajuan
pesat, terutama didalam hal ringan tubuh, kau memperoleh kesempurnaan seperti
apa yang dibilang, hijau itu aslinya dari biru...."
Ie Kun heran. Ia tetap tidak merasakan sesuatu."
"Aku tidak merasakan sesuatu yang berbeda..." katanya akhirnya.
"Bila ada ketikanya nanti baru kau tahu!" bilangnya.
Anak angkat ini percaya keterangan itu. Diam diam ia girang sekali, sampai
hampir hampir ia menenggap habis sebotol arak.
Tok Koan Im pun nampak pipinya bersemu dadu, hingga ia terlihat semakin cantik.
Tanpa merasa, Ie Kun mengawasi lbu-angkatnya itu.
Satu kali Tok Koan Im memergoki si anak mengawasi padanya, ia tertawa.
Itulah tertawa yang menggiurkan, yang dapat menerbangkan semangat. Hati Ie Kun
goncang. Tok Koan Im berhenti tertawa terus ia kata: "Tidak sia sia kau berlatih selama
empat puluh sembilan hari. Tapi masih ada waktu delapan hari buat berlatih lebih
jauh. kau harus menetapkan hati, kau mesti tekun. Setiap hari kau melatih empat
macam ilmu silat, maka selama delapan hari itu, kau akan mendapatkan tiga puluh
dua macam Hari ini kau beristirahat, besok baru kau mulai!"
Ie Kun mengangguk, "Ya, ya." sahutnya. Sebenarnya, ia sudah rada sinting.
Hari itu. mereka bersantap sampai magrib.
Besoknya pagi-pagi, Tok Koan Im mengasi bangun anak pungutnya itu. Ia lantas
menyerahkan sejilid buku yang terbungkus dengan, sutera putih, katanya: "Tiga
puluh dua macam ilmu silat itu berada didalam buku ini, habis bersantap pagi
sebentar kau boleh mulai berlatih. Tapi kau mesti berlatihnya didalam kamar
tidurku. Disana aku telah sediakan kau rangsum kering buat delapan hari itu.
Maka juga, selama delapan hari, tidak dapat kau keluar dari kamar, tak setindak
juga Padamu lanya. mungkin ada yang kau kurang jelas sampaipun kau
sedikit....."Ia berhenti sebentar, baru ia melanjuti: "Pendeknya, sesudah kau
mengarti semua, baru mengarti semua, baru kau boleh keluar dari kamar. Tempo
yang diberikan yaitu delapan bari tetapi ada didalam delapan hari tepat, kau
sudah paham..." Berkata begitu, ibu angkat ini menyuruh si anak masuk kedalam kamarnya, Ia
sendiri yang menutup pintu.
Ie Kun heran, dia tertarik hati, sampai dia tidak memikir buat bersantap pagi.
Lantas dia buka bungkusan buku itu Pada muka buku dia membaca, tiga huruf yang
berbunyi: "Im Yang Kauw", yang berarti "Ikatan Im Yang".
Sedangkan "Im Yang", itu dapat diartikan "wanita dan pria"
atau "rembulan dan matahari" atau "gelap dan terang" dan kauw" ialah mengunci
atau menyancang. Dibawah itu ada tulisan nama penulis atau pengarangnya: "Ciauw
Hweesio". yang berarti "si pendeta doyan tertawa". Maka tahulah ia, itulah namanya ilmu
silat yang ia mesti pelajari. Hanya ia tidak tahu, siapa Ciauw Hweesio yang ia
belum pernah dengar. Mengingat halnya Tok Kwan Im sangat menghargai ilmu silat
itu ia duga tentulah sipendeta bukan sembarang pendeta.
Dengan perasaan hati tertarik Ie Kun lantas membuka lembarannya buku itu. Baru
saja ia membalik halaman yang pertama, mukanya lantas menjadi merah, merah ke
kedua telinganya! Ia melihat satu seri dari tiga puluh dua gambar berantai yang disebut "Lian
hoan-cun kiong-touw" atau gambar dari sepasang wanita pria dengan pelbagai gerak
geriknya. Ia tidak melihat sikap dari suatu ilmu silat, Saking mendongkol,
hendak ia merobek robek itu. Sejenak itu ia menganggap itulan buku cabul.
Lewat sejenak, hati anak muda ini menjadi tenang. Ia terus mengawasi gambar-gam
bar itu. Dari jemu, ia menjadi tertarik. Ia lantas ingat lakonnya dengan Bun
Hong dikuil San Sin Bio. Ia melihat kesekitarnya. Di dalam kamar itu tidak ada
orang lain juga. Mereka andaikata ia bercumbu cumbuan disitu.
Selagi mengawasi pelbagai gambar indah itu hidung si anak muda merangkap bau
yang harum tak sejorok semula diketemukan bahan bersih Itulah harumnya
pembaringannya Tok Koan Im yang tak sejarah semula diketemukan, bahan bersih dan
cantik dan menarik-hati! Simbil memegangi buku. Ie Kun merebahkan diri diatas pembaringan ibu angkat itu
Buku itu diangkat diatasan kepalanya Pada halaman pertama ada gambarnya sepasang
muda-mudi yang bertemu ditengah jalan kalimat suratnya cuma empat huruf bunyinya
Seruling Gading 14 Pendekar Rajawali Sakti 68 Geger Putri Istana Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 40
^