Senopati Pamungkas Satu 5
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto Bagian 5
nyamuk bisa melakukan itu - tanpa perlu dipamerkan."
Nyai Demang terbata-bata menerjemahkan. Agaknya merasa kurang enak harus
mengatakan secara persis apa yang diucapkan Upasara.
"Anak dusun Upa, Kiai Sangga Langit tidak mengada-ada. Sayembara Mantu ini
terdiri atas dua bagian. Bagian yang pertama ialah siapa yang berdiri terakhir
di panggung dianggap sebagai pemenang. Dalam sayembara ini, kalau ada yang
terluka, atau meninggal, tidak akan menjadi masalah di belakang hari. Sejak awal
itu sudah dijelaskan. "Bagian yang kedua, ialah Kiai Sangga Langit sendiri yang akan menguji dengan
suatu permainan. Kalau bisa lulus, pemenang terakhir berhak atas Dyah Maduwani.
"Kalau segalanya telah menjadi jelas, kau tidak akan menuduh bahwa ini hanya
akal-akalan saja." Meskipun bercekat, Upasara tak mau kalah bicara.
"Kalau keinginannya hanya main-main, cukup aku anak dusun yang menghadapi. Tak
perlu seorang putra mahapatih yang terhormat, tak perlu seorang pendekar
sejati." Kata-kata Upasara ada benarnya. Karena kini Bagus Respati tengah bersila di
panggung. Berusaha memusatkan seluruh tenaga dalamnya untuk mengusir rasa sakit.
Kalau pencetan Upasara tadi berhasil mengurangi, bukan berarti ia telah
tersembuhkan. Beberapa aliran jalan darahnya masih macet.
Juga Galih Kaliki. Meskipun ia mendapat bubuk pemunah yang dibuat dari ilalang,
tidak berarti racun dalam tubuhnya telah bebas.
Bagian luar memang tak akan dirembeti. Akan tetapi yang sudah terbawa aliran
darah sulit ditahan. Terpaksa Galih Kaliki pun duduk bersila untuk memusatkan
konsentrasi. Tinggal Upasara sendirian.
"Bagi Kiai Sangga Langit tak menjadi masalah siapa pun yang akan menghadapi.
Sendirian atau keroyokan. Permainan ini hanya dimainkan seorang saja. Pikiran
boleh meminta bantuan siapa saja.
"Hanya saja, kalau gagal mengatasi permainan ini, tergantung Kiai Sangga Langit,
apakah ia akan memberi ampunan atau tidak."
"Mbakyu Demang, kau bisa mengerti suara aneh. Kau bisa menerjemahkan dengan
bagus. Terimalah rasa kagum saya yang bahasanya sendiri masih belepotan tidak
keruan. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mbakyu sudah tahu, kira-kira jenis permainan apa" Biarlah saya yang tak
berharga ini menjajalnya."
Nyai Demang tersenyum manja. Upasara melengos. Ia tak berani menatap secara
langsung. "Anak dusun, kau akan segera mengetahui."
"Tunggu dulu, Mbakyu Demang. Dalam sayembara ini ada yang tidak adil. Dalam
perang tanding, pemenangnya ditentukan dengan mengalahkan lawan secara mutlak.
Saya baru tahu ternyata malam-malam kemarin sudah ada korban berjatuhan. Kini
masih ada jenis permainan. Kalau gagal, apakah hanya sekadar menggantungkan
nasib pada kebaikan hati Kiai Sangga Langit" Sedangkan hadiah bagi pemenangnya
tak seberapa." "Anak dusun, kau benar-benar keras kepala. Bagaimana mungkin Dyah Muning
Maduwani kaubilang hadiah tak seberapa?"
"Tidak. Katakan bahwa saya sama sekali tak menghendaki Dyah Muning Maduwani.
Paman Galih juga tidak. Bagus Respati jelas telah mendapatkannya.
"Permainan akhir ini hanya berlaku untuk saya. Kalau saya bisa memecahkan, saya
berhak atas satu permintaan. Kalau saya gagal, itu urusan saya dengan Kiai
Sangga Langit. Tak ada hubungannya dengan Bagus Respati dan Paman Galih Kaliki.
Kalau syarat ini tidak diterima, saya akan turun panggung. Kalau Kiai Sangga
Langit akan menahan saya, biarlah kita selesaikan berdua saja."
Nyai Demang memoncongkan bibirnya. Kagumnya bangkit seketika.
Anak dusun yang mengaku tak kenal tata krama ini jelas cerdik luar biasa. Tapi
lebih dari semua itu sifat ksatrianya sangat utama. Ia menghadapi sendirian
risiko yang bakal diterima. Ia tak mau melibatkan Bagus Respati atau Galih
Kaliki. Bahkan menganggap persoalan Bagus Respati dan Galih Kaliki sudah
selesai. Sudah mendapatkan haknya!
Padahal bukankah dalam saat seperti ini, kemungkinan untuk mendapatkan semuanya
itu ada padanya" Bukankah kalau nanti bisa memecahkan persoalan, ia bisa mempersunting Dyah
Muning Maduwani - impian sekian banyak lelaki"
Agak janggal sifat anak dusun ini, pikir Nyai Demang. Kalau Galih Kaliki tidak
menghendaki Maduwani, itu bisa dimengerti. Sejak Nyai Demang masih kecil, masih
jadi istri orang, Galih Kaliki memang selalu mengejarnya. Sejak awal tak tergiur
oleh Maduwani. Kenapa anak dusun ini menolak kesempatan emas"
Ataukah, ataukah... Nyai Demang gemas. Ataukah anak dusun ini sudah mempunyai
"Nyai Demang" yang lain - seperti Galih Kaliki. Itu
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
satu-satunya alasan terkuat. Hmmmmm, bahagialah wanita yang mempunyai kekasih
seperti anak dusun ini. Wajahnya jatmika, tenang, dan bersih berwibawa;
penampilannya jujur serta polos. Ah, siapa wanita yang begitu bahagia hidupnya"
Kiai Sangga Langit bersuara pelan, sehingga lamunan Nyai Demang buyar. Nyai
Demang mengatakan persyaratan apa yang diminta oleh Upasara. Kiai Sangga Langit
bertanya apa yang bakal diminta Upasara.
"Tak nanti saya minta Kiai Sangga Langit bunuh diri atau pulang ke negaranya
atau mengajari ilmu silat. Saat ini saya tidak berpikir untuk menghinanya. Kalau
ia cemas apa yang saya minta, apakah ia juga sudah bersiap bahwa saya bisa
memecahkan permainannya?"
Selesai Nyai Demang menerjemahkan, Kiai Sangga Langit melompat ke atas arena.
Mengangkat kedua tangan dengan cara sedikit menghormat. Lalu berteriak nyaring.
Bagian tengah panggung itu masih terdiri atas tanah berbatu-batu yang diratakan.
Di beberapa tempat yang agak pinggir ditambahi dengan papan. Tanah berbatu-batu
cukup keras juga, dan justru tempat itulah yang dipilih Kiai Sangga Langit.
Sehabis berteriak menghimpun tenaganya, kakinya melangkah dengan tumit untuk
berpijak. Sehabis satu langkah tubuhnya berputar.
Dan tanah di bawahnya menjadi berlubang besar. Menganga.
Upasara menyedot udara keras-keras.
Ini baru namanya demonstrasi tenaga dalam yang dahsyat. Membuat tanah berlekuk
hanya dengan menginjaknya. Dalam sekejap terlihat sembilan pasang lekukan yang
dalam. Rapi berpasangan. Di masing-masing ujung ada lubang yang sangat besar, lebih besar dari sembilan
lekukan yang berpasangan.
Belum hilang kagetnya, Upasara melihat Kiai Sangga Langit meloncat dengan cara
berjumpalitan, berlingkaran menuju pinggir panggung. Dari sisi paling tepi
tubuhnya meloncat ke atas, menuju pohon asam. Ringan sekali tubuhnya melayang,
bagai kupu-kupu raksasa. Hanya saja ketika menyentuh pohon, kakinya menendang kuat.
Seketika pohon asam tergetar dan daunnya rontok. Berikut buahnya!
Sehabis menendang, tubuhnya melayang lagi, meraup buah asam yang berjatuhan,
lalu kembali menendang pohon dengan keras, dan menangkap kembali guguran buah
asam. Beberapa penonton malahan bubar. Terasa ada yang mengerikan.
Upasara merasa lehernya tegang. Ini benar-benar pameran pengendalian yang luar
biasa. Tenaga keras ketika membuat lekukan di
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tanah, tenaga keras ketika menendang pohon, tapi juga sekaligus pameran
kelembutan dengan tubuh melayang menyambut buah asam.
Pantas dan tepat Ngabehi Pandu memujinya!
Kiai Sangga Langit melompat kembali ke tengah arena. Bibirnya seperti tersenyum
penuh kemenangan. Tangannya bergerak meskipun tetap terkepal.
Tangannya bergerak-gerak dalam diam. Seperti memeras buah asam.
Memang itulah yang dilakukan. Dalam sekejap kulit buah asam berikut buahnya
berhamburan ke tanah bagai bubuk. Sedang biji asam yang hitam dilemparkan ke
dalam lubang. Setiap lemparan, sembilan biji masuk ke dalam lubang. Begitu
terus-menerus diulangi. Hingga delapan belas lubang itu masing-masing berisi
sembilan biji asam! Upasara tahu bahwa dalam dunia ini ada ilmu Bokor Sewu. Yaitu cara latihan
setiap malam harus bisa menghancurkan seribu buah bokor - sejenis buah-buahan
yang kulitnya sangat keras. Hanya dengan memencet saja hingga hancur. Tapi yang
diperlihatkan Kiai Sangga Langit lebih dari itu. Biji asam yang biasa disebut
klungsu itu masih utuh. "Anak dusun, inilah permainan itu.
"Kau sudah siap?"
"Yang begini anak-anak juga bisa melakukan. Permainan lakon semacam ini apa
susahnya?" Lakon atau congklak memang biasa menjadi mainan dalam Keraton.
Upasara merasa lega, karena paling tidak mengenal cara permainan itu.
Namun ia juga sadar, bahwa dalam permainan itu ada sesuatu yang harus dilakukan.
"Kiai Sangga Langit di negaranya tadinya adalah imam negara yang sangat
dihormati. Beliau datang ke tanah Jawa bersama Meng-ki, yang telah diusir.
Karena secara keprajuritan beliau bukan anggota resmi, beliau bisa tinggal di
sini. Merasa sayang meninggalkan tanah Jawa begitu saja, padahal di sini banyak
jago silat dan permainan.
"Salah satu permainan yang dikenal adalah permainan lakon.
Menurut Kiai Sangga Langit, permainan ini datang ke tanah Cina lewat permainan
yang dibawakan oleh Tat Mo Tosu. Imam Besar Tat Mo adalah pendiri Shao Lin yang
sangat terkenal hingga sekarang ini. Imam Besar atau Imam Agung Tat Mo
menjalankan ajaran Budha.
"Salah satu ajaran yang diketahui oleh Kiai Sangga Langit adalah Sembilan Jalan
Budha. Sembilan jalan itu ditunjukkan oleh sembilan lubang dalam lakon. Bagian
yang menghadap ke arah kamu, adalah bagian yang kau jalankan. Sedang bagian yang
dihadapi Kiai Sangga Langit adalah miliknya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau mengerti, anak dusun?"
"Cukup jelas, Mbakyu. Saya siap bertanding."
"Tidak. Kiai Sangga Langit tidak menghendaki bertanding. Kiai Sangga Langit
hanya menghendaki kau memainkan lakon itu. Dalam satu langkah tanpa henti. Kalau
kau bisa memasukkan separuh biji yang kau miliki ke dalam lumbung, kau dianggap
berhasil memecahkan. "Modal yang menjadi milikmu adalah sembilan biji kali sembilan. Atau 81 biji.
Nah, kalau kau sekali jalan bisa memperoleh 41 biji, kau sudah dianggap menang.
Karena itu berarti kau sudah bisa menempuh separuh dari Sembilan Jalan Budha.
Perjalanan berikutnya tak terlalu menentukan.
"Kalau kau sekali jalan hanya bisa mendapatkan empat puluh biji, kau gagal. Kau
tak disinari oleh sifat Budha. Berarti kau kalah.
"Seperti dalam semua permainan lakon, kau harus memulai dari bagianmu sendiri.
Mulai dari lubang sepuluh hingga delapan belas.
Setiap kali biji asam yang kaumainkan masuk lumbung, kau harus mulai dari
bagianmu sendiri. "Apa bisa mulai sekarang?"
Upasara menatap ke langit. Untuk memainkan lakon tidak terlalu Sulit. Anak kecil
pun bisa. Akan tetapi untuk mendapatkan biji paling sedikit 41, bukan hal yang
mudah. Kalau saja ada Ngabehi Pandu, mungkin bukan hal yang sulit. Tidak, Ngabehi Pandu
pun belum tentu bisa memecahkan rahasia dalam waktu cepat. Hanya Mpu Raganata
yang mampu! Ya, Mpu Raganata memiliki Weruh Sadurunging Winarah, yang bisa untuk
menguasai segala jenis permainan atau jurus-jurus baru.
Hanya Mpu Raganata! Tapi sejauh ini Upasara baru bertemu sekali saja. Upasara hanya mengenal dari
penuturan Ngabehi Pandu. Ia pernah sangat penasaran dan menanyakan apa
sebenarnya ilmu Weruh Sadurunging Winarah itu, dan kenapa gurunya selalu
membanggakan itu" "Ilmu itu sendiri tak diberi nama apa-apa. Hanya disebut sebagai Weruh
Sadurunging Winarah. Saya pernah berguru mengenai hal itu, akan tetapi sulit
memahaminya. Mpu Raganata hanya memakai perbandingan: Bahwa bila kau menjadi
katak, kaulah yang seharusnya menutupi liang. Bukan liang itu yang menyelimuti
dirimu. Tapi kau tak bisa mengatakan ini ilmu Kodok Ngemuli Leng, Katak
Menyelimuti Liang, meskipun itu yang dikenal. Dalam dunia silat selalu dikenal
nama yang seram-seram untuk memperhebat. Tapi kita terjebak lagi.
Terjebak dalam nama jurus, yang padahal itu adalah bungkus. Padahal itu adalah
leng, liang, bukan kodok, katak.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ngabehi, kita sekarang ini duduk berhadapan. Kalau kutanya kita di mana, kau
bisa menjawab di ruang pendopo. Itu betul secara wadag, secara fisik. Tapi
salah, sebab bukan itu yang wigati, yang penting. Yang benar ialah ruang pendopo
ini berada dalam diri kita.
"Setiap kali kita harus tanggap ing sasmita, peka kepada isyarat.
Dengan mengembalikan ke ilmu katak tadi. Katak tidak berada dalam liangnya.
Liang itu berada dalam katak.
"Ketika kau menciptakan jurus-jurus Banteng Ketaton, aku bisa menebak bentuk
kasarnya. Kalau kaupamerkan satu jurus saja, pembukaan, aku bisa menebak ke arah
mana serangan. "Ngabehi, ketika Baginda Raja banyak mengirimkan para senopati ke tanah
seberang, saya sama sekali bukan tidak menyetujui. Saya ini apalah dibandingkan
Baginda Raja yang menerima wahyu.
"Tapi marilah kita lihat. Kau bisa melihat bahwa Raja Muda Gelang-Gelang sedang
menghimpun kekuatan. Ketika ini terdengar oleh Baginda Raja, malahan saya
dituduh mencari perkara dengan menebarkan bibit pertengkaran. Baginda Raja sama
sekali tak percaya bahwa Raja Muda Gelang-Gelang berniat kraman. Selama ini
makanan, pakaian, rumah, kehormatan diberikan padanya atas kebaikan Baginda
Raja. "Kedurhakaan yang paling keji pun tak akan seperti itu.
"Nah, inilah yang kumaksudkan dengan ilmu katak itu. Kalau Baginda Raja melihat
dari pandangannya saja, mengukur dari pribadi Baginda Raja, memang tidak
mungkin. Akan tetapi akan berbeda hasil akhirnya, jika saja Baginda Raja
menempatkan dirinya sebagai Raja Muda Gelang-Gelang.
"Susah, susah, tapi juga mudah.
"Tak ada yang luar biasa. Aku bukan nujum, bukan ahli ramal.
Dengan perasaan pun bisa. Semua manusia menerima kodrat bisa memainkan Weruh
Sadurunging Winarah asal mau melatihnya,
"Dasarnya cuma satu. Kekosongan pikiran diri sendiri, dan menjadi apa yang
dipikirkan. Kalau kau ingin tahu apa yang dilakukan Raja Muda Gelang-Gelang, kau
harus membebaskan dirimu sendiri. Kau harus mengosongkan dirimu, sehingga bisa
menyelimuti Raja Muda Gelang-Gelang. Menguasai Raja Muda Gelang-Gelang dan tahu
apa yang akan dilakukan. Pada saat yang bersamaan kau menjadi dirimu dan
mengalahkannya. "Kita berdua bisa berlatih mengosongkan pikiran. Tetapi kamu terlalu sungkan
denganku, Ngabehi. Kau tak akan pernah bisa mengalahkanku. Dalam pertandingan
satu lawan satu, semua KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
langkahmu mudah kutebak. Karena kau terlalu menghormat padaku, pun andai aku
telah berbuat jahat - amat jahat padamu.
"Di seluruh dunia ini hanya Eyang Sepuh yang sama sekali tak berani kulawan.
Membayangkan bertanding pun tak pernah terpikirkan.
Karena aku tak berani. Aku kalah dalam mengosongkan pikiran lawan Eyang Sepuh.
"Ngabehi, apakah kita akan berlatih?"
Saat itu Upasara merasa kelewat penasaran. Begitu seringnya Mpu Raganata
disebut-sebut dengan sangat hormat. Dan Mpu Raganata sendiri menyebut-nyebut
Eyang Sepuh. Upasara ingin sekali menjajalnya sendiri!
Tapi justru karena rasa gusarnya dulu, ia jadi terus teringat.
Beberapa kali Ngabehi Pandu membicarakan apa yang dibicarakan dan kadang
berusaha memecahkan bersama.
Kini Upasara berniat menghadapi beberapa petunjuk tidak langsung itu.
"Mpu Raganata, maafkan hamba...."
Upasara menghaturkan sembah dengan khidmat. Menarik napas dalam-dalam. Memulai.
Pertama, mengangkat biji asam di lubang sepuluh. Itulah memang permainan awal.
Sehingga dengan demikian akan berakhir di lumbung, dan ia bisa memulai lagi
sesukanya. Lalu memulai lagi mengangkat biji asam di lubang delapan belas.
Yang sekarang berisi sepuluh biji. Yang pertama masuk lumbung, lalu masuk lubang
satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, dan berakhir di lubang
sembilan - yang kini isinya menjadi sepuluh.
Diangkat lagi, dimasukkan lubang sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat
belas, lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, satu demi satu, dan
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali berakhir di lumbung. Langkah ketiga tak terlalu sulit. Dari lubang
delapan belas, tinggal memasukkan ke lumbung.
Kini berarti lumbungnya sudah berisi empat.
Baru empat, dari paling tidak harus bisa mencapai 41 biji.
Kiai Sangga Langit berdehem kecil. Langkah kelima memang mulai mengandung
komplikasi. Kalau tadi bisa dengan mudah dihitung, ia harus sangat cermat.
Keliru satu biji saja, bisa-bisa hancur berantakan.
Nyai Demang menahan napas.
Ia mengenal permainan lakon ini dengan baik.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalau Upasara mulai dari lubang sepuluh, seperti permulaan tadi -
memang secara berhitung kasar bisa begitu, sebelum langkah kesembilan belas ia
harus mati. Ini berarti lumbungnya baru terisi sepuluh. Tambah yang ada di
depannya, karena ditembak, isinya belum mencapai 25.
Ternyata Upasara mulai dari lubang kesebelas sebagai langkah kelima. Lubang
kesebelas isinya sebelas, berakhir di lubang tiga yang isinya menjadi sebelas
juga, dan berakhir di lubang ketiga belas yang isinya tiga belas, dan ini akan
berakhir di lubang ketujuh yang isinya dua belas. Dari sini berakhir di lumbung
lagi. Selamat! Berarti kini Upasara menyimpan enam biji di lumbung!
Sampai di sini, Nyai Demang masih bisa memainkan. Karena perkembangan biji asam
di setiap lubang masih bisa diperhitungkan.
Akan tetapi mulai langkah kesembilan, variasi makin banyak. Kini hampir semua
isi dalam lubang sudah tak ada yang sembilan biji lagi!
Perubahan ini tak boleh dihitung lebih dulu. Hanya berdasarkan ingatan saja.
Nyai Demang dikenal sangat cerdas dalam menganalisa dan belajar soal seperti
ini. Dan ia membanggakan dirinya, karena ia bisa berbicara dengan Kiai Sangga
Langit. Banyak kesalahan dalam menangkap arti bisa terjadi, akan tetapi secara
keseluruhan ia bisa mengetahui artinya!
Tapi untuk memulai langkah kesembilan dari lubang mana, bukan hal mudah.
Kalau Upasara mulai dari lubang sebelas, dalam tiga langkah berikutnya ia akan
mati. Tapi bukan Upasara kalau ia memilih lubang sebelas untuk dimainkan. Dalam banyak
hal yang berhubungan dengan angka serta cara hitung-menghitung, Upasara seperti
menemukan hafalan lama. Selama dua puluh tahun ia dikurung untuk hal-hal seperti ini.
Menghafal, berhitung luar kepala, mempraktekkan. Sehingga dibandingkan orang
lain, Upasara sudah belajar mengenai hal ini selama dua puluh tahun. Dan tak
pernah tersentuh oleh kegiatan lain.
Upasara mulai langkah kesembilan dari lubang tujuh belas. Dan di langkah
kesembilan belas, ia masuk lumbung lagi. Langkah dua puluh tinggal menaikkan
dari lubang tujuh belas. Di langkah kedua puluh, Upasara telah mengumpulkan dua
belas biji. Langkah ke-21, Upasara mulai lubang enam belas. Pikirannya sederhana, karena
dari lubang enam belas berisi dua puluh biji, dan dengan demikian akan menutup
seluruh putaran, dan ia tak akan mati langkah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah dengan kecerdikan dan perhitungan matang, Upasara terus memainkan
biji asam. Kiai Sangga Langit berdecak pelan, mengawasi dengan cermat.
Sampai dengan langkah ke-34, Upasara sudah memasukkan ke dalam lumbung sebanyak
22. Bagi Nyai Demang itu sudah suatu prestasi yang hebat.
Tapi untuk angka yang ditentukan Kiai Sangga Langit, itu masih separuh.
Sampai di sini Kiai Sangga Langit berjalan mendekat. Siapa pun tahu bahwa kini
langkah yang paling menentukan.
Upasara mendongak ke arah langit.
Bibirnya berkumat-kamit menghafalkan angka di dalam lubang.
"Lubang kesepuluh berisi 25, lubang kesebelas berisi enam, lubang kedua belas
berisi dua belas, lubang ketiga belas berisi lima belas, lubang keempat belas
berisi enam, lubang kelima belas berisi lima, lubang keenam belas berisi empat,
lubang ketujuh belas tidak ada isinya alias kosong, lubang kedelapan belas
berisi enam. "Aha, dari mana aku harus mulai"
"Di depan lubang kesatu berisi tiga, lubang kedua berisi delapan, lubang ketiga
berisi sembilan, lubang keempat berisi satu, lubang kelima berisi tiga, lubang
keenam berisi 25, lubang ketujuh berisi sepuluh, lubang kedelapan berisi dua,
lubang kesembilan tidak ada isinya alias kosong.
"Yang menjadi petaka yang mematikan bukan hanya lubang kesembilan dan lubang
ketujuh belas. Tapi adalah perubahannya. Mulai dengan lubang kelima belas,
keenam belas, ketujuh belas sama dengan bunuh diri dalam langkah pertama. Mulai
dari lubang kedelapan belas, menguntungkan karena panjang. Akan tetapi itu
berakhir di lubang keenam dan mengambil isinya sebanyak 25. Akan tetapi berarti
itu dibagi rata. Susah untuk nembaknya.
"Langkah lainnya penuh risiko.
"Susah sekali."
Upasara merenggangkan tangannya. Menggeliat. Lalu memandang ke atas lagi.
"Ini kesempatan saya mengambil yang terakhir. Entah bisa panjang atau tidak. Tak
mungkin bisa berakhir di lumbung lagi. Tak apa.
"Kalau bisa nembak yang terbesar, itu sudah cukup."
Upasara menggerakkan lubang kesepuluh yang berisi 25 biji.
Langkahnya berakhir di langkah ke-41, akan tetapi ia berhasil menyikat
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
biji di depan lubang ketiga belas. Berhasil menyikat lubang di depannya.
Isinya paling banyak, yaitu 28 biji. Dengan lumbungnya yang sudah berisi 26,
semuanya berjumlah 54 biji!
Upasara meloncat ke atas, dan tertawa bergelak.
Nyai Demang berusaha menghitung, akan tetapi Upasara mendiktekan jumlah yang
ada. "Katakan kepada Kiai Sangga Langit. Kalau ia ingin meneruskan permainan, jumlah
akhir nanti tak akan pernah bisa dimenangkannya.
Kalau tidak percaya, silakan jajal."
Nyai Demang jadi ragu. Kiai Sangga Langit memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangannya. Tubuhnya
tetap tegak. Lalu mengganti dengan menyembah.
"Anak muda, sungguh luar biasa. Imam Tat Mo akan sangat bahagia di nirwana sana.
Tak sangka, hari ini ada yang bisa memecahkan permainan yang usianya ratusan
tahun dengan sekali gebrak. Luar biasa, luar biasa. Selamat, selamat...," Nyai
Demang menerjemahkan per kata. "Kini kau sudah menang mutlak. Nah, katakan apa
permintaanmu." Upasara menggeleng. "Jangan terlalu memuji. Sebenarnya saya yang rendah ini kebetulan bisa
menghitung di luar kepala. Itu saja.
"Mengenai permintaan saya, sampai saat ini saya belum mempunyai permintaan apa-
apa. Lupakan saja. Sembah hormat kembali untuk Kiai Sangga Langit."
"Karena anak muda tak meminta apa-apa, apakah Kiai Sangga Langit boleh meminta
sesuatu?" "Asal saya bisa memenuhi, akan saya lakukan."
"Kiai Sangga Langit hanya minta anak dusun menyebutkan asal-usul, nama
perguruan, agar di belakang hari bisa mengundang." Upasara menghela napas.
Berat. Kegirangan yang melonjak tinggi ketika merampungkan permainan tadi jadi sirna.
"Saya telah mengatakan sesungguhnya. Saya biasa dipanggil Upa.
Nama perguruan saya tidak perlu disebutkan karena sudah lama bubar - sudah sejak
lama. Mengenai asal-usul, saya sendiri tidak tahu.
Saya menyebut Bapak Toikromo, karena beliau pernah menolong saya."
"Istri, saudara..."
"Istri saya belum berani memiliki, karena saya masih luntang-lantung seperti
ini. Saudara... saya tak pernah tahu. O, tidak, saya mempunyai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
saudara angkat. Ia seorang senopati dari Gelang-Gelang. Kami baru saja saling
mengangkat saudara. Agak susah saya menyebutkan, karena kami saling berjanji
untuk tidak membuka kepada orang lain.
"Kiai Sangga Langit, masih adakah yang Kiai minta?"
Selesai Nyai Demang menerjemahkan, sekali lagi Kiai Sangga Langit memberi hormat
dengan dua cara. Ketika itu Bagus Respati mulai membuka matanya. Bersamaan dengan Galih Kaliki.
Keduanya berdiri dan melihat Kiai Sangga Langit sedang memberi hormat kepada
Upasara. Upasara membalas dengan menundukkan badannya.
"Kiai Sangga Langit mempunyai beberapa hadiah, kalau kau mau menerimanya. Sebuah
kitab mengenai ajaran Budha yang bisa digunakan untuk mempertajam keluhuran
budi, apakah kau mau menerima?"
"Terima kasih, Nyai Demang, apa gunanya kitab itu kalau saya tidak bisa
membaca?" "Aku akan membacakan untukmu." Kembali sinar mata yang genit mencubit perasaan
Upasara. "Kalau begitu biarlah Nyai Demang yang menerima. Dan mempelajari.
Saya masih ada urusan di dusun, mohon pamit."
Upasara berbalik ke arah Galih Kaliki.
"Paman Galih, maafkan semua kelancangan saya. Saya mohon pamit.
Jangan lupa mengundang saya ke perkawinan nanti."
Galih Kaliki tertawa bergelak.
"Kau masih muda, gagah, dan sedikit congkak. Aku, Galih Kaliki, suka padamu.
Selamat, anak muda."
Upasara berbalik ke arah Bagus Respati.
"Kakang Raden Mas..."
"Terima kasih, Upa... Tak akan pernah kulupakan kebaikanmu.
Datanglah ke dalem kepatihan."
Upasara menghaturkan sembah. Lalu perlahan berjalan turun dari panggung. Nyai
Demang meloncat maju. "Apakah kamu juga akan berlalu kalau saya mengharap tinggal barang sebentar?"
Upasara menunduk. Tak berani menatap mata Nyai Demang.
"Buku silat yang dihadiahkan Kiai Sangga Langit adalah buku pilihan.
Juga di negerinya sendiri. Sungguh kurang enak kalau kamu menolak begitu saja."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara mengangguk. "Kita mengadakan makan malam bersama, dan setelah itu kamu bisa pergi ke mana
saja. Menjumpai kekasihmu...."
"Saya akan tinggal sebentar, Mbakyu...."
Malam itu juga diadakan perjamuan sederhana. Bagus Respati hanya menikmati
sebentar, lalu berpamitan untuk pergi keesokan harinya. Ia akan segera berangkat
bersama Dyah Muning dan mempersiapkan upacara.
Galih Kaliki menepuk-nepuk pundak Upasara.
"Pergilah bersama Nyai Demang. Ia akan membacakan isi kitab itu padamu."
Upasara merasa kikuk. "Di dunia ini semua lelaki pasti tertarik kepada Nyai Demang. Baik diam-diam
atau terang-terangan. Akulah yang paling tergila-gila. Aku menyadari ini
ketololan yang luar biasa. Tapi aku suka terseret arus perasaan seperti ini.
Indah sekali. Anak muda, kamu beruntung malam ini."
"Paman Galih, karena Paman menganggap saya sebagai keluarga sendiri, kenapa kita
tidak bersama-sama mendengarkan apa yang dikatakan Nyai Demang?"
Dalam suatu tenda, malam itu Kiai Sangga Langit menjelaskan beberapa bagian yang
diterjemahkan oleh Nyai Demang. Upasara berusaha mendengarkan dengan segenap
perhatian. Hanya saja beberapa kali perhatian tertuju pada gerak bibir Nyai
Demang. Benar juga kalau semua lelaki tertarik kepada Nyai Demang. Cukup
beralasan kalau Galih Kaliki, meskipun sudah menyadari ketololannya, masih tetap
tergoda. Nyai Demang memang mempunyai daya tarik, dan bisa memanfaatkan
kelebihan ini. "Buku ini mengandung ajaran cara melatih pernapasan. Intinya lebih berguna untuk
menjaga agar badan tetap sehat, panjang umur, dan memperoleh kebahagiaan. Kiai
Sangga Langit mendapatkan dari orang-orang Cina. Agak bertentangan dengan ilmu
Mongol yang mengandalkan kekerasan. Namun cara melatih pernapasan ini ternyata
mempunyai manfaat besar. Terbukti dari jago-jago di daratan Cina yang makin tua
justru makin perkasa."
Setelah larut, Upasara meminta diri. Sekaligus pamitan besok pagi akan menemui
ayahnya, Pak Toikromo. Ia kembali ke tenda. Bagi Upasara yang penting bisa
istirahat dan besok pagi melanjutkan perjalanan.
Maka setelah bersemadi, Upasara mulai berbaring.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Galih Kaliki yang berada di sampingnya sudah langsung mendengkur.
Mungkin karena capek, mungkin karena tadi minum tuak secara berlebihan.
Baru memejamkan mata sekejap, Upasara mendengar satu gerakan.
Desir angin yang lain. Sebagai seorang yang terlatih, Upasara melihat ada
sesuatu yang tidak beres. Gerakan mengentengkan tubuh dengan perlahan,
mencurigakan di larut seperti ini. Apalagi bukan gerakan satu orang. Upasara
bangkit. Lalu berjalan perlahan keluar dari tenda.
Sesaat masih melihat dua bayangan berkejaran. Cepat sekali Upasara meloncat ke
arah dua bayangan. Belum lama mengejar, dua bayangan itu sudah terlibat dalam
pertempuran. Upasara tahu bahwa bayangan yang dikejar adalah Nyai Demang.
"Kalau berani kurang ajar padaku, ayo kita jajal di sini."
"Perempuan murahan, untuk apa kamu menolakku" Jangan paksa aku melakukan itu
dengan kekasaran. Kita nikmati malam yang indah ini."
Suara yang satunya seperti dikenal oleh Upasara. Hanya saja tidak begitu jelas,
karena memakai kain yang dikerudungkan menutup seluruh tubuh.
"Majulah kalau kamu memang ksatria."
"Aku juga laki-laki yang bisa menaklukkanmu. Malam ini. Dan aku ingin menjadi
orang senewen seperti Galih Kaliki. Ayo, Nyai Demang, kita bermain-main
sebentar." Bayangan berkerudung itu langsung menyerang Nyai Demang. Nyai Demang menghindar.
Dalam beberapa saat keduanya sudah terlibat dalam pertempuran. Meskipun Nyai
Demang termasuk unggul, namun masih setingkat di bawah penyerangnya. Kelebihan
Nyai Demang ternyata lebih bersifat teori. Gerak pukulannya tepat, bagus, dan
mengena. Akan tetapi tenaga pendukungnya tidak cukup membantu.
Sehingga dengan mudah ditangkis. Melewati sepuluh jurus, Nyai Demang sudah di
bawah angin. Lima jurus berikutnya, kaki Nyai Demang kena serampang, dan tubuhnya terbanting.
Dengan satu tangan menotok ke arah pinggang, penyerang berkerudung itu berhasil
memeluk Nyai Demang. "Apa lagi?" Nyai Demang menggigit bibirnya. Kakinya yang lepas berusaha menendang dari
belakang. Sekali lagi, dengan mudah bisa disampok.
Dan ketika pegangan dilepaskan, tubuh Nyai Demang terbanting ke tanah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara tidak merasa perlu turut campur, sebenarnya. Akan tetapi merasa kurang
enak melihat Nyai Demang diperlakukan dengan kasar.
Maka Upasara melompat ke tengah.
Bayangan berkerudung melihat Upasara.
"Oh, kamu, Upasara."
Upasara melengak. Baru ia sadar siapa yang dihadapi.
"Kang Bagus Respati... maaf, mengganggu masalah pribadi... saya kira..." Upasara
segera berbalik membuang wajah.
"Haha... di dunia ini masih ada lelaki sejujur kamu. Betul-betul luar biasa...."
Tanpa menoleh kiri-kanan Upasara terus kembali ke tenda. Melihat Galih Kaliki
masih tidur mendengkur. Ah, apakah pikirannya akan berubah jika melihat apa yang
dilakukan Nyai Demang" Entahlah.
Upasara tidak mau berpikir lebih jauh. Hanya ia merasa bersalah mencampuri
urusan Nyai Demang dengan Bagus Respati. Mereka berdua ternyata memang lagi
"bermain-main".
Tokoh macam apakah Nyai Demang itu"
Tak bisa masuk di benak Upasara. Hanya saja sejak melihat kejadian itu, Upasara
tidak begitu tertarik lagi dengan Nyai Demang. Hanya saja Upasara juga tidak
mengerti bagaimana sikap Bagus Respati sebenarnya. Setelah memperoleh putri Cina
dalam sayembara, kenapa masih mengejar Nyai Demang"
Upasara melanjutkan perjalanan, dengan beberapa pikiran yang masih mengganggu.
Akan tetapi ia tidak memedulikan. Pikiran itu terbuang dengan sendirinya. Karena
memang sejak masih bayi tak pernah terlibat dengan keusilan. Harapannya cuma
satu: menyampaikan berita ke Keraton!
Selewat fajar, Upasara sampai di Keraton.
Ia merasa bingung karena tak tahu harus menghubungi siapa.
Ngabehi Pandu tak ada di tempat. Senamata Karmuka juga tak bisa dihubungi.
Maka ketika ia mengatakan akan sowan kepada Baginda Raja, prajurit penjaga hanya
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melengak saja. "Kami mengetahui dirimu, anak muda. Kamu dari Ksatria Pingitan.
Kamu membawa tanda untuk masuk ke Keraton. Akan tetapi untuk bisa melihat
bayangan Baginda Raja, apakah kamu mempunyai alasan untuk itu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengan paksa atau baik-baik saya akan sowan kepada Kanjeng Sinuwun."
Mendengar jawaban itu para prajurit bersiap dan mengurungnya.
Upasara mendongak. "Kalau kalian memaksa terus, akan terjadi sesuatu yang tidak kalian inginkan."
Upasara bertindak maju. Dengan membawa cincin Keraton, Upasara bisa terus
melangkah maju ke dalam. Para prajurit tak ada yang berani menyerang. Hanya sekadar berjaga.
Sampai di balairung, tempat menghadap, Upasara duduk bersila.
Upasara tetap tidak bergeser. Ia terus bersila di balairung, tertunduk, sama
sekali tak beringsut. Dari pagi hingga tengah hari sampai menjelang petang.
Beberapa pengawal utama tak berani menegur atau mengusik, hanya mengawasi dari
kejauhan. Ketika penerangan Keraton dinyalakan, dan bayangan tubuh Upasara bergerak-gerak,
ketika itulah terdengar langkah kaki memasuki balairung. Beberapa pengawal
berjalan membentuk barisan di sebelah kiri dan kanan. Bersila di bawah. Beberapa
saat kemudian sebuah langkah ringan menuju ke tengah. Semua yang hadir
menghaturkan sembah. Upasara tetap menunduk. "Anak muda yang keras kepala, apakah kau Ksatria Pingitan?"
Barulah tangan Upasara bergerak, menghaturkan sembah yang khidmat. Sorot matanya
tetap menunduk. Akan tetapi sempat menangkap sosok tubuh yang gagah perkasa,
yang dadanya telanjang dan berbulu. Dengan kalung panjang berbentuk segi tiga.
Melingkari leher secara terbuka, dan bertemu sedikit di atas pusar. Kain yang
dikenakan sangat bagus, dan ujung keris menonjol dari belakang.
Ditopang dengan sepasang kaki yang bersih kukuh, ditumbuhi bulu-bulu keriting.
Rambutnya digelung di atas kepala, memberi kesan sangat gagah.
"Nun inggih... saya yang rendah bernama Upasara Wulung," suaranya penuh rasa
hormat, "...saya menghaturkan sembah bekti, Mahapatih yang mulia."
Mahisa Anengah Panji Angragani seperti berdecak bibirnya.
"Apa maksudmu memaksa diri bersila di sini?"
"Saya mohon izin Mahapatih yang mulia untuk sowan kepada Baginda Raja. Hanya
dengan perkenan Mahapatih yang mulia, saya yang rendah bisa sowan di hadapan
Baginda Raja, penguasa tunggal Keraton."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali terdengar decakan suara di bibir.
"Sudah lama kudengar makin banyak pemuda yang berbuat kurang ajar dan ugal-
ugalan. Hari ini aku menemukan sendiri. Upasara, apakah karena kau merasa bekas
Ksatria Pingitan, sehingga bisa begitu mudah meminta izin untuk sowan Baginda
Raja" "Ksatria Pingitan sudah lama dibubarkan, karena hanya memboroskan keuangan
Keraton. Sudah tidak ada artinya lagi. Pun andai masih ada, kau tak bisa leluasa
mengajukan usul seperti itu.
"Apakah ada sesuatu yang luar biasa sehingga merasa perlu sowan Baginda Raja?"
"Maafkan hamba, Mahapatih yang mulia. Maafkan kelancangan hamba, dan
ketidaktahuan akan tata krama ini. Keberanian dan keinginan hamba hanya didasari
bahwa ada sesuatu yang harus hamba sowan-kan kepada Baginda Raja.
"Maafkan, Mahapatih yang mulia."
"Sesuatu itu apa" Aku akan mempertimbangkan."
Upasara menghaturkan sembah.
"Katakan." Upasara menunduk. Pundaknya merunduk menuju satu titik di tanah.
Ludahnya seperti tak bisa ditelan.
Apakah ia harus memberi laporan kepada Mahapatih Panji Angragani mengenai
kejadian di Perguruan Awan" Menurut pesan Jagaddhita, ia harus menyampaikan
langsung kepada Baginda Raja. Akan tetapi, untuk bisa sowan, ia tak bisa
menghindar dari Mahapatih.
Apakah ia harus memperlihatkan dua buah gigi emas Jagaddhita"
Apakah ini cukup berarti bagi Mahapatih" Tetapi jika ia tidak mengatakan...
Terlambat. Mahapatih sudah berdecak lebih keras.
"Upasara. Sungguh lancang! Bagaimana mungkin kau tidak menghormati dengan
berdiam diri seperti itu" Bahkan Baginda Raja mempercayaiku untuk menjadi
mahapatih. Untuk menjadi bahu kanan Baginda Raja. Apa yang kausembunyikan
dariku, pasti akan kuketahui.
"Akan kulihat apakah kau masih berusaha duduk di situ, atau menunggu aku
memerintahkan untuk menendangmu."
"Ampun, Mahapatih yang mulia. Sama sekali tak terpikir oleh hamba yang rendah
ini untuk tak menghormati Paduka. Mahapatih yang mulia adalah sesembahan kawula,
Mahapatih yang mulia adalah bahu kanan Baginda Raja yang terpercaya, akan tetapi
saya ingin menyampaikan secara pribadi."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Terdengar decak kecil. "Aku tak punya waktu banyak, Upasara. Kalau kau mau mengatakan, sekarang
saatnya. Para pengawal ini adalah pengawal Keraton yang tak perlu diragukan lagi
kesetiaannya." "Maaf, Mahapatih. Masalah ini ada sangkut-pautnya dengan peristiwa di Perguruan
Awan." "Hmmmmm." "Juga mengenai rombongan Raja Muda Gelang-Gelang, serta pasukan yang dipimpin
langsung oleh Maharesi Ugrawe. Mohon Mahapatih yang mulia menyampaikan kepada
Baginda Raja." Terdengar tawa menggeledek.
Para pengawal sempat kaget.
Darah Upasara berdesir sangat cepat.
"Dewa Batara... kukira tentang gempa yang dahsyat atau matahari berbalik
arahnya. Tak tahunya tentang urusan begitu sepele. Kalau urusan membunuh nyamuk
saja harus di-sowan-kan kepada Baginda Raja, kapan Baginda Raja ada waktu untuk
memuja Penguasa Tunggal di jagat ini"
"Ketahuilah, Ksatria Pingitan. Baginda Raja saat-saat ini sedang bersemadi. Tak
bisa diganggu gugat, tak bisa di-sowan-i siapa saja. Dan mengenai kekuatiranmu,
Baginda Raja sudah mengetahui jauh lebih dulu. Kuhargai sepenuhnya keberanianmu,
tetapi itu tak ada gunanya.
"Nah, sekarang kembalilah. Mulai sekarang jangan menyebut-nyebut sebagai Ksatria
Pingitan lagi, karena sebutan itu sudah dibubarkan.
Kembalilah ke desamu, jadilah petani yang baik.
"Aku telah bermurah hati menemuimu."
Mahapatih mengibaskan tangannya.
"Ampunilah saya yang cubluk, bodoh, ini. Peristiwa di Perguruan Awan sangat
memilukan. Saya yang rendah ini berada di sana...."
"Aku adalah mahapatih. Aku menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Aku telah
mengetahui dari telik sandi, dari pasukan rahasia, bahwa beberapa pendekar akan
mengadakan pertemuan untuk memberontak kepada Keraton. Itu sebabnya Baginda Raja
menugaskan Raja Muda Gelang-Gelang untuk menumpas sampai habis. Sampai rata
dengan tanah. Aku sendiri yang memerintahkan Senopati Suro, Joyo, Lebur,
Pangastuti untuk memimpin pasukan Keraton. Di samping beberapa prajurit pilihan
yang lain. "Kau berada di sana dengan siapa?"
"Saya diajak Ngabehi Pandu dan Pamanda Wilanda...."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hmmmmm, sok tahu."
"Beberapa dari prajurit Keraton ditawan oleh Maharesi Ugrawe.
Ngabehi Pandu masih belum ditemukan, demikian juga Senamata Karmuka...."
Kembali terdengar tawa menggeledek.
"Lancang sekali omonganmu.
"Anak lancang. Ajaib sekali. Apa yang diajarkan Ngabehi lancang itu sehingga
Ksatria Pingitan begitu kurang ajar dan ngawur"
"Bagaimana mungkin kaukatakan kalau Senamata Karmuka itu hilang" Selama ini
Senamata Karmuka tak pernah meninggalkan Keraton!
"Omongan edan apa ini?"
"Seribu ampun, Mahapatih yang mulia, saya melihat sendiri...."
"Cukup! Aku tak pernah bicara ngawur. Semua prajurit di Keraton bisa menilai.
Bisa mengatakan apakah aku berdusta. Selama ini Senamata Karmuka berada di
Keraton. Ia tak ikut ke Perguruan Awan.
Aku tidak memerintahkan ke sana. Juga ia hadir dalam pasowanan agung di Keraton.
Seluruh pejabat di Keraton melihatnya. Bagaimana mungkin kau edan-edanan seperti
itu" "Bocah kecil, aku tak menyangka kalau kau berani berdusta di depanku. Ketika
dalam Sayembara Mantu aku mendengar namamu disebut putraku, aku menyangka kau
adalah ksatria yang hebat.
Mewarisi keberanian Keraton. Tak tahunya cuma tukang dusta.
"Tidak adil jika aku tidak menghukummu, walau kau telah menyelamatkan putraku.
Prajurit, tangkap dia."
Tiga prajurit memberi hormat, dan langsung menelikung Upasara.
Upasara mendongak. "Saya hanya menyampaikan pesan ini. Kalau saya sengaja berdusta, saya pastilah
melakukan suatu kebodohan yang tiada taranya. Saya hanya memberi laporan seperti
yang saya lihat. "Sebelum Mahapatih menjatuhkan hukuman, perkenankanlah saya memohon sesuatu."
Terdengar decak lidah. "Di dalam lipatan kain, ada dua buah gigi emas. Bukan senjata rahasia, bukan
barang penuh bisa atau ilmu gaib. Saya mohon Mahapatih yang mulia berkenan
menghaturkan kepada Baginda Raja."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Seorang prajurit pengawal membuka lipatan kain dan memperlihatkan dua buah gigi
emas. "Untuk apa kaukatakan itu?"
"Ini permintaan Bibi Jagaddhita, bekas penari Keraton. Saya berjanji untuk
menyampaikan, apa pun yang terjadi. Kalau besok saya tak sempat melihat matahari
lagi, saya tidak mengecewakan arwah Bibi Jagaddhita.
"Untuk kemuliaan Mahapatih menghaturkan dua buah gigi emas ini, saya
menghaturkan nyawa saya yang tak berharga ini."
"Masih ada juga jiwa ksatriamu. Memuliakan tugas. Memegang janji.
Itulah sifat ksatria sejati. Itulah ciri utama ksatria Keraton Singasari yang
besar. Kepandaianmu tidak rendah.
"Sayang kau banyak bermimpi.
"Prajurit, penjarakan dia."
Upasara diseret. "Satu hal lagi, Mahapatih... yang mulia, Raja Muda Gelang-Gelang tidak
memadamkan pemberontakan, malah sebaliknya. Maharesi Ugrawe mempunyai dua
rencana lain untuk merebut takhta...."
Tapi tubuhnya telah terseret jauh. Dan Mahapatih telah meninggalkan balairung.
Tubuh Upasara seluruhnya diikat. Kaki dan tangan, serta badannya diikat erat
pada sebuah tonggak, di ruang bawah tanah.
Dulu Upasara mengetahui ruangan itu digunakan untuk menawan para penjahat yang
berbahaya. Hanya para penjahat yang bakal dihukum mati di tempat itu. Cara
pelaksanaan hukuman mati juga tak jauh berbeda. Dibakar hidup-hidup atau
diberikan kepada seekor harimau yang menjadi klangenan, atau kesayangan, Baginda
Raja. Untuk itu semua hanya diperlukan waktu lima hari. Jika dalam waktu lima hari
Mahapatih tidak berkenan membicarakan masalahnya, dengan sendirinya ia harus
menjadi makanan seekor harimau! Dalam keadaan biasa, Upasara bisa melawan dan
mempertahankan diri. Akan tetapi dalam keadaan terikat erat, seekor nyamuk yang
hinggap di pipi pun tak bisa diusir. Apalagi selama lima hari itu, ia tak
dibiarkan meneguk setetes air atau sesuap nasi, atau juga satu kalimat.
Para prajurit penjaga tak diperkenankan berkata. Ini semua untuk menghindarkan
dari rencana para tersangka mempengaruhi atau mencoba melarikan diri.
Upasara Wulung mengetahui hal ini. Siapa sangka sekarang ini dirinya yang
menjadi penghuni penjara" Siapa sangka ia begitu susah
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
melarikan diri akan tetapi malah ditertawakan" Siapa sangka kalau pengorbanan
Jagaddhita tak berarti apa-apa"
Upasara termasuk cerdas. Jalan pikirannya cemerlang untuk menangkap suatu
masalah yang tak diperhitungkan. Namun kali ini benar-benar mati kutu. Tak bisa
memperkirakan kejadian apa yang sebenarnya berlangsung. Baik di Keraton, di
Perguruan Awan, atau juga di tempat lain.
Rasanya serba tak menentu dan tak jelas ujung-pangkalnya. Yang disangka terang-
benderang di siang hari, ternyata gelap-pekat tak bisa dimengerti.
Upasara mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi, sejak awal Sejak ia diperam
selama dua puluh tahun sebagai Ksatria Pingitan. Suatu usaha untuk melahirkan
para prajurit dan bangsawan teladan. Usaha ini agaknya menimbulkan pro dan
kontra, sehingga resminya dibubarkan. Beberapa ksatria kembali kepada
orangtuanya masing-masing, seperti juga Bagus Respati. Karena dirinya tak
mengetahui harus kembali ke siapa, Upasara Wulung terus bersama Ngabehi Pandu.
Sampai suatu ketika diajak serta ke Perguruan Awan.
Bertemu dengan para pendekar kelas satu. Terjadi perselisihan paham mengenai
Eyang Sepuh serta Tamu dari Seberang. Sampai kemudian munculnya Maharesi Ugrawe
dengan prajurit Gelang-Gelang.
Dan terjadi petempuran habis-habisan.
Upasara melihat sendiri hadirnya Senamata Karmuka. Bahkan bercakap-cakap secara
langsung. Tapi baru saja Mahapatih mengatakan bahwa Senamata Karmuka tak pernah
menginjakkan kaki ke luar Keraton.
Ini aneh. Lalu siapa yang diketahui" Jelas bukan orang lain. Tapi kalau begitu siapa yang
di Keraton" Jelas juga bukan orang lain. Kalau iya, pasti Mahapatih mengenali.
Jadi siapa sebenarnya Senamata Karmuka"
Ataukah Senamata Karmuka mempunyai ilmu yang bisa hadir di dua tempat yang
berbeda secara serentak" Upasara pernah mendengar ilmu semacam itu, namun belum
pernah melihat secara langsung.
Yang juga aneh: Pasukan Gelang-Gelang yang secara langsung dipimpin oleh Raja
Muda Jayakatwang. Benarkah pasukan ini mau memadamkan pemberontakan" Kalau
tidak, memang agak mustahil bisa bergerak begitu leluasa. Akan tetapi bila mau
memadamkan pemberontakan, kenapa Maharesi Ugrawe mencoba menyapu bersih semua
yang hadir di situ" Taruhlah ada dendam pribadi antara Maharesi Ugrawe dan
Senamata Karmuka atau Ngabehi Pandu, tak nanti mereka akan bertindak sembrono.
Dan lagi secara jelas Ugrawe melontarkan kecamannya tentang Baginda Raja yang
dikatakan sebagai KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
turunan perampok, maka harus digulingkan dari takhtanya. Sangat gamblang bahwa
Raja Muda Gelang-Gelang akan memberontak. Tetapi mengapa justru kenyataan malah
berbalik" Kenapa malah disangka Raja Muda Gelang-Gelang yang menumpas
pemberontakan para pendekar"
Strategi Ugrawe dengan melenyapkan jalan utama dan menggantikan dengan jalan
palsu di Banyu Urip, jelas untuk memutuskan hubungan Perguruan Awan dengan
Keraton. Bahwa prajurit Gelang-Gelang menghimpun banyak senjata secara rahasia,
ini juga persiapan yang tidak ingin diketahui pihak Keraton.
Bagaimana mungkin yang begini ini malah dikatakan membantu Keraton"
Kalau ini semua merupakan bagian dari rencana Ugrawe, ia benar-benar luar biasa.
Kepada pihak Keraton ia menyusun laporan seakan para pendekar mau memberontak,
sehingga ia mendapat restu untuk menyikat habis. Padahal maksudnya melenyapkan
mereka agar kelak di kemudian hari tidak membantu pihak Keraton. Karena,
meskipun hidup bebas, para pendekar sangat hormat dan bekti kepada Baginda Raja
serta kepada Keraton. Lalu kepada para pendekar, Ugrawe melemparkan isu bahwa
Tamu dari Seberang akan muncul.
Para pendekar bisa dipancing karena Ugrawe dengan cerdiknya melemparkan berita
akan datangnya Tamu dari Seberang.
Semua berjalan sempurna. Karena pihak Keraton sendiri agaknya sama sekali tidak
mencurigai. Utusan yang dipimpin oleh Senopati Suro lebih berfungsi sebagai
saksi belaka. Sehingga kalaupun rombongan ini bisa disikat habis, tak bakal ada
gunjingan. Hanya saja masih ada yang tidak diduga oleh Ugrawe. Ngabehi Pandu serta Senamata
Karmuka ikut hadir. Entah intrik apa yang sedang berkecamuk dalam Keraton,
sehingga kedua saudara itu muncul di gelanggang, tanpa restu dari Keraton. Kalau
kedua tokoh itu sempat meloloskan diri, pastilah akan lain hasil dari rencana
busuk Ugrawe.
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ini berarti, masih ada tiga orang yang bisa lolos. Yaitu dirinya sendiri,
Ngabehi Pandu, serta Senamata Karmuka. Ngabehi Pandu tidak ketahuan hutan
rimbanya. Entah berhasil lolos atau tidak. Sementara Senamata Karmuka, bagi
Upasara masih merupakan teka-teki. Tapi kini ia tak bisa berbuat banyak. Malah
bisa jadi mati secara menyedihkan.
Dibakar hidup-hidup atau jadi santapan harimau!
Kenyataan ini membuat Upasara merasa sangat nelangsa, sangat menderita dan
kesal. Rangkaian kejadiannya begitu ganjil, tapi seperti terjalin menjadi satu.
Pemunculan Kiai Sangga Langit dengan Sayembara Mantu, ternyata juga mendapat
restu dari Mahapatih. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Setidaknya Mahapatih membiarkan Kiai Sangga Langit unjuk gigi. Malah secara
resmi melibatkan para pembesar Keraton.
Satu-satunya harapan Upasara adalah dua buah gigi geraham Jagaddhita. Ia
berharap Mahapatih menyampaikan gigi tersebut kepada Baginda Raja, dan Baginda
Raja berkenan untuk mengetahui asal-usulnya. Saat itu ia bisa bercerita panjang-
lebar. Kalau Baginda Raja sudah mendengar secara langsung, Upasara akan mati
dengan tenang. Ia tidak penasaran lagi. Pun andai Baginda Raja hanya mendengar dan lebih
mempercayai apa yang dikatakan Mahapatih!
Soal diikat berdiri dan tak bisa bergerak, bagi Upasara tidak menjadi soal
benar. Jangan kata cuma lima hari. Empat puluh hari empat puluh malam secara
terus-menerus Upasara sanggup. Berada dalam ruang gelap tanpa melihat seberkas
sinar pun, tanpa menyentuh air dan atau makanan tak jadi soal benar. Akan tetapi
jika berakhir lain - di perut seekor macan, sungguh tidak enak. Sungguh bukan cara
mati seorang ksatria. Mudah-mudahan Baginda Raja terbuka sedikit perhatiannya. Itulah harapan yang
terakhir. Jika saja Upasara mengetahui bahwa Mahapatih Panji Angragani sama sekali tidak
tertarik soal gigi, ia lebih menderita lagi. Mahapatih yang jijik melihat dua
buah gigi segera menyingkirkan begitu saja tanpa peduli.
Setelah kembali ke kepatihan, ia sama sekali tidak mengingat soal gigi. Namun
memang tergerak sedikit oleh kehadiran Upasara. Justru karena Upasara memberi
laporan yang sangat tidak masuk akal: Senamata Karmuka terlibat dalam penyerbuan
ke Perguruan Awan. "Banyak cara berdusta. Kenapa Upasara mengatakan secara tolol bahwa Karmuka
datang ke Perguruan Awan" Kalau ia berdusta dengan cara lain, ada beberapa
bagian yang bisa dipercaya.
"Entahlah, apakah di saat yang damai seperti ini akan muncul gelombang dan
amukan badai?" Tak urung malam itu juga Mahapatih memanggil Senamata Karmuka ke dalem
kepatihan. Yang segera menghadap, menghaturkan sembah di ruang dalam.
"Karmuka, pasti engkau kaget kupanggil malam hari begini."
"Sebagai prajurit, sebagai bawahan, saya siap menerima hukuman atas setiap
kesalahan yang saya lakukan, Mahapatih."
"Hmmmmm. Aku memanggil tidak untuk memberi hukuman atau menaikkan pangkatmu
secara mendadak. Tidak juga aku menanyakan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tugas pengamanan di Keraton. Untuk yang terakhir ini, aku percaya sepenuhnya
kepadamu." "Beribu terima kasih atas kepercayaan Mahapatih."
"Malam ini kau kupanggil kemari karena aku kangen padamu. Itu yang pertama. Yang
kedua, rasanya kita sudah lama tidak berduaan sambil minum teh. Sedangkan hal
yang ketiga, tidak penting benar. Aku ingin tahu, apa yang kau ketahui tentang
Upasara Wulung." "Upasara Wulung dulunya Ksatria Pingitan," jawab Senamata Karmuka cepat sekali.
"Termasuk anak muda yang merupakan bibit unggul di antara 25 yang dikumpulkan
dalam pendidikan Keraton Singasari.
"Kebetulan saya diserahi memegang pimpinan pengelolaan itu oleh Baginda Raja
sesembahan rakyat Jawa."
"Ya, tapi rencana itu bubar, kan?"
"Mahapatih, semua itu karena kesalahan saya yang tidak becus apa-apa."
"Itu susahnya, Karmuka. Baginda Raja berharap akan lahir ksatria yang bisa
meneruskan kejayaan Keraton. Tapi nyatanya susah. Putraku sendiri, akhirnya
kutarik dan kuserahkan kepada para empu yang lain.
"Sudahlah, kita lupakan itu. Tapi bagaimana dengan Upasara ini?"
"Bocah itu seterusnya di bawah pengawasan adik saya, Ngabehi Pandu, karena tak
mempunyai keluarga lagi. Hatinya baik, kemauannya keras."
"Waras atau tidak?"
"Saya tak berani memastikan. Mahapatih yang bijak lebih tahu hal ini."
"Memang. Memang aku lebih tahu, Karmuka. Dari putraku Bagus Respati aku mendapat
laporan bahwa Upasara menyelamatkan jiwanya dalam Sayembara Mantu. Aku hargai
itu. Kalau perlu akan kuberi hadiah besar.
"Hanya saja ia membikin perbuatan onar. Kau sudah dengar bahwa katanya ia
bertemu denganmu di Perguruan Awan?"
"Saya belum mendengar, Mahapatih."
"Kau bertemu dengannya?"
"Tidak pernah, Mahapatih."
"Apakah Upasara mempunyai hubungan langsung dengan Baginda Raja" Ia membawa
cincin Keraton." KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya tidak tahu, Mahapatih."
"Cincin yang dibawanya memang berasal dari Baginda Raja. Cincin pengenal di
Keraton. Tidak palsu. Akan tetapi dari mana ia memperolehnya"
"Kalau kau tidak tahu, berarti ia tidak menerima langsung dari Baginda Raja.
Kamu - dan adikmu - yang secara langsung mengawasi.
"Karena ia berbuat kurang ajar dan lancang, aku menghukumnya.
Sekarang ia berada di gua bawah tanah.
"Apa pendapatmu, Karmuka?"
"Saya kurang tahu. Mahapatih lebih bijak dari saya."
"Karena aku tidak tahu asal-usulnya secara pasti, dan kau juga tidak, kita tak
perlu menyayangkan. Lebih baik kehilangan daripada tidak yakin ia bakal setia
kepada Keraton. Bagaimana pendapatmu?"
"Apa yang Mahapatih utarakan sangat tepat sekali."
"Karmuka?" "Siap menerima titah, Mahapatih."
"Aku berpikir lain. Ia masuk ke Keraton dengan membawa tanda pengenal cincin. Di
dalam Keraton ini, bahkan putraku saja tidak memiliki. Pastilah ia mempunyai
hubungan dengan orang dalam sini.
Dan kehadirannya pasti diketahui. Aku ingin melihat apakah ada yang akan
membebaskannya atau tidak.
"Pada saat itu aku akan menjebaknya. Apakah aku terlalu mengada-ada?"
"Terima kasih atas kepercayaan Mahapatih saya diizinkan mendengarkan rahasia
ini." "Kalau Baginda Raja mempercayaimu, mana mungkin aku berahasia denganmu" Baiklah,
Karmuka, kembalilah beristirahat."
Senamata Karmuka memberi hormat, menundukkan kepalanya, dan berlalu. Seorang
prajurit mengawal keluar dari ruangan dalam.
Sejenak Mahapatih termenung di kursinya. Lalu menghela napas.
Sebelum tarikan napas dikeluarkan, dari balik senthong, atau kamar di belakang
ranjang tidur, muncul seorang kakek tua. Tangannya memegang biji-bijian yang
diuntai dengan rambut. Mahapatih berdecak. "Karmuka itu masih kuat. Langkah-langkahnya, cara mengatur napas tetap unggul.
Aku tak menyangka tenaga dalamnya masih begitu hebat, Mahisa. Dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaanmu, sama sekali tak ada perubahan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sungguh luar biasa."
Kakek tua itu menggelengkan kepalanya.
"Dilihat dari perhitungan kelahiran, Senamata Karmuka mempunyai ketenangan yang
lebih. Ia mampu mengendalikan perasaan, menyimpan apa yang dipikirkan. Sulit
ditentukan apakah Karmuka mempunyai hubungan langsung dengan Upasara atau tidak.
Kalau dilihat sejarah dan awal berdirinya Ksatria Pingitan, tak mungkin Upasara
anak turunan rakyat biasa. Hanya keluarga dekat, kerabat Keraton, yang
diperkenankan dipilih. Namun ketika semua dikembalikan kepada masing-masing
orang tua, Upasara tetap dilatih olehnya.
"Padahal kalau masih ada hubungannya dengan Upasara, Karmuka pasti tergetar
mendengar rencanamu. Tapi nyatanya, suaranya datar saja. Tak dipengaruhi
perasaan. Kini tinggal melaksanakan rencana kita selanjutnya."
"Itulah yang saya pikirkan, Paman Waisesa Sagara. Paman adalah penasihat utama
saya, yang bisa melihat jarak jauh, yang bisa meramal kejadian yang akan datang.
Dengan mengatakan apa yang akan kita lakukan, apakah Karmuka tidak berniat
menolong Upasara?" "Ia akan menolongnya. Pasti," Waisesa Sagara menganggukkan kepalanya. Biji-
bijian di tangannya bergerak cepat. "Akan tetapi terlambat. Malam ini juga,
Upasara harus dilenyapkan. Tak usah menunggu lima hari.
"Ketika Bagus Respati menceritakan tentang Upasara, aku sudah memperhitungkan.
Ketika ia berada di balairung Keraton, aku sudah melihat sendiri. Berdasarkan
perhitungan kedatangannya, arah datangnya, bentuk mukanya, potongan tubuhnya:
baik telinga, hidung, mulut, rambut, dan terutama sekali matanya, aku
memperhitungkan kelak di kemudian hari Upasara Wulung bakal menjadi saingan
utama Bagus Respati. Malah kalau dilihat peruntungannya, nilai dasar Upasara
Wulung lebih dua buah. Bagus Respati mempunyai nilai peruntungan sebelas, sedang
Upasara Wulung tiga belas.
"Rezekinya tidak sebaik Bagus Respati, akan tetapi perhitungan masa depannya
sungguh luar biasa. Kelewat bagus. Soal jodoh agak ruwet."
Mahapatih berdecak. Ia bukannya tidak tahu bagaimana menghitung dan meramalkan nasib seseorang. Akan
tetapi selama ini percaya penuh bahwa perhitungan Waisesa Sagara tidak pernah
meleset sedikit pun. Sejak ia mengabdi kepada Keraton, Mahapatih selalu mendengarkan nasihat Waisesa
Sagara. Salah satu ramalannya yang paling menakjubkan ialah ketika Waisesa
Sagara mengatakan bahwa, "Sebuah bulan buta bersinar keemasan jatuh ke
pangkuanmu. Dalam waktu lima
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hari mulai hari ini, kau harus bersiap-siap menerima anugerah besar.
Siapkan dirimu sebaik-baiknya. Keramas rambutmu sebersih-bersihnya, cuci badanmu
paling bersih, jaga kulit tubuhmu, jangan lupa tersenyum."
Ajaib. Tiga hari kemudian Baginda Raja memanggilnya dan menganugerahi jabatan
mahapatih. Sesuatu yang tak pernah berani diimpikannya! Bahkan dalam berdoa pun
ia tak berani membayangkan jabatan yang mulia tersebut. Jabatan yang di tangan
kanan dan kiri menentukan merah-hijaunya Keraton Singasari.
Akan tetapi siapa berani mengimpikan jabatan itu" Saat itu Mpu Raganata adalah
tokoh besar yang tak diragukan lagi. Baik soal kanuragan atau ilmu silat, soal
tata pemerintahan, maupun cara mengatur strategi. Bertahun-tahun Mpu Raganata
membuktikan cara mengendalikan pemerintahan.
Hubungan Mpu Raganata dengan Baginda Raja sangat dekat sekali.
Tak pernah beranjak dari sisi Baginda Raja.
Memang saat itu Baginda Raja mengadakan pergeseran besar-besaran. Sejumlah besar
para bangsawan ditanggalkan pangkatnya.
Kalau tidak diturunkan, juga dibuang ke daerah terpencil. Namun tak pernah
terpikir bahwa Baginda Raja bakal menggeser Mpu Raganata.
Dari seorang mahapatih yang berkuasa penuh, menjadi semacam penasihat Baginda
Raja - yang tak mempunyai kekuasaan langsung ke bawah!
Waisesa Sagara telah meramalkan hari baiknya. Hari yang kelewat baik!
Sejak itu pula Waisesa Sagara diangkat menjadi penasihat pribadi dalam, hampir,
segala hal. Tak pernah ada suatu tindakan yang dilakukan Mahapatih Angragani
tanpa persetujuan Waisesa Sagara.
Mengenakan motif kain batik, melangkah pertama ke luar rumah, makan, dan menemui
seseorang, atau sowan ke Keraton, semuanya berdasarkan saran Waisesa Sagara.
Juga ketika Mahapatih Angragani membubarkan Ksatria Pingitan.
Saat itu Waisesa Sagara melihat bahwa ada kemungkinan para ksatria yang dipingit
kelak di kemudian hari akan menimbulkan malapetaka.
Manakala mereka hanya mengenal satu tuan saja: Senamata Karmuka.
"Seekor anjing yang sejak kecil hanya mengenal satu tuan, kelak di kemudian hari
bakal menyerang siapa saja atas perintahnya. Bubarkan saja."
"Bagaimana dengan Bagus Respati?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cari guru yang lain. Dengan demikian apa yang diperoleh tidak sama dengan yang
diperoleh yang lainnya. Bagus Respati akan memiliki kelebihan."
"Akan tetapi Baginda Raja menghendaki diadakannya Ksatria Pingitan."
"Apa susahnya" Laporkan pada hari Budha nanti, bahwa pengelolaannya mulai tidak
terarah. Bahwa hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan pengeluaran kas
Keraton. Bahwa sebenarnya ada yang lebih bagus. Yaitu dilatih secara langsung.
"Dengan demikian, mulai sekarang ini seluruh kekuasaan ada pada dirimu. Senamata
Karmuka tidak mempunyai anak buah lagi, selain beberapa prajurit pengawal utama.
Itu pun masih di bawah komandomu.
"Saat ini sebenarnya seluruh kekuasaan sudah berada di dalam genggamanmu. Kamu
bisa mulai memperkuat diri. Melanjutkan tradisi Baginda Raja untuk menyingkirkan
yang tak menyokong kekuasaanmu.
"Hanya sedikit ganjalannya. Karmuka, telanjur menjadi Senamata.
Dan hubungannya dengan Baginda Raja sangat istimewa, sehingga agak susah
digeser. Akan tetapi selama kau bisa terus mengawasi gerak-geriknya, selama kau
selalu menyadarkan bahwa kau menjadi atasannya, Karmuka tak akan bisa berbuat
banyak." "Mengenai Mpu Raganata?"
"Praktis beliau tak memegang komando apa-apa. Kalau terjadi sesuatu, beliau tak
bisa memerintahkan, tanpa menggunakan tanganmu atau tangan Baginda Raja. Lagi
pula kini sudah lanjut usia.
"Bagi Mpu Raganata, yang selama ini aktif bergerak dalam pemerintahan, hanya
menunggu ajal saja kalau tidak lagi menjabat apa-apa. Kaulihat sendiri dalam
beberapa kali pasowanan agung, beliau tidak muncul.
"Tak perlu disingkirkan. Beliau akan tersingkir sendiri. Kalau itu terjadi
secara mutlak dan resmi, kaulah yang memegang kendali pemerintahan, atas
tanganmu sendiri." Mahapatih kembali berdecak.
"Pamanda Waisesa, bagaimana kalau ternyata Upasara adalah lembu peteng Baginda
Raja?" Lembu peteng adalah istilah untuk menyebut anak tidak resmi, atau anak gelap.
Memang lembu peteng sangat banyak jumlahnya. Di antara mereka ini, banyak yang
tidak diakui secara resmi, akan tetapi mendapatkan kehormatan dan jabatan,
tetapi lebih banyak lagi yang kemudian dilupakan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sangat tidak mungkin. Kalau benar, mana mungkin selama ini Baginda Raja tidak
menanyakan" Selama ini nyatanya tak pernah terucapkan atau tertanyakan oleh
Baginda Raja. Itulah tadi sebabnya aku menduga Upasara adalah anak gelap
Karmuka. Hanya karena caranya bernapas tetap teratur ketika hal itu disinggung
aku jadi ragu." "Akan tetapi dari mana ia memperoleh cincin Keraton?"
"Ia menyebutkan dari Bibi Jagaddhita. Kamu sendiri tahu bahwa dulu banyak sekali
selir Baginda Raja. Puluhan atau bahkan ratusan jumlahnya. Salah satu bernama
Jagaddhita. Dan kamu mendengar sendiri ceritanya.
"Taruh kata Jagaddhita dulu mempunyai hubungan yang sangat istimewa dengan
Baginda Raja. Akan tetapi itu sudah lama berlalu.
Jagaddhita telah lama meninggalkan Keraton. Tak nanti Baginda Raja masih akan
mempertanyakan. Mana mungkin Baginda Raja mengingat salah satu selir yang telah
pergi di antara puluhan yang lain"
Prameswari utama saja bisa-bisa lupa.
"Hanya yang membuat sedikit ganjalan ialah bahwa beberapa ksatria telah mengenai
Upasara. Ia sempat muncul dalam Sayembara Mantu.
Sehingga hilangnya bisa menimbulkan pertanyaan."
"Itu tak menjadi soal, Paman Waisesa. Kalau saya mengatakan bahwa Upasara Wulung
berbuat kurang ajar, menghina Baginda Raja, siapa yang berani mempersoalkan"
Malaikat pun tak akan berani turun dari langit untuk menanyakan hal itu."
"Kau benar. Jadi apa masalahnya?"
"Tetapi tetap menjadi pertanyaan: Apakah Upasara Wulung harus dibunuh?"
"Jawabannya tetap: Perlu dibunuh. Dilihat dari perhitungan hari dan saat ia
ditangkap serta tempatnya ditangkap, Upasara bisa meloloskan diri. Dengan
mempersingkat waktu penahanan, nasibnya akan lain.
Walau menurut perhitungan waktu ditangkap ia bisa lolos, kalau malam ini juga
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihabisi, tak akan menjadi soal. Nasib yang ditetapkan oleh langit bisa kita
ubah." Mahapatih menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.
"Satu-dua nyawa, apa artinya" Sekarang ini kau harus yakin bahwa siapa pun yang
berdiri di dekatmu bakal membantumu. Kalau ia meragukan sedikit saja, perlu
disingkirkan. Ingatlah, jabatan mahapatih bukanlah jabatan sederhana. Dan di
Keraton ini terlalu banyak pendapat. Sejak Baginda Raja mengadakan pergeseran,
sejak kamu memegang kekuasaan, banyak yang berusaha menggugatmu. Setiap
kesempatan akan mereka pergunakan, kamu lebih dulu bertindak.
Jangan menunggu sampai mereka siap.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebenarnya apa yang meragukanmu?"
Mahapatih mengangguk. Menepuk tangannya.
Waisesa Sagara menyelinap ke balik tirai tempat tidur, kembali ke senthong. Arya
Bangkong dan Arya Genggong masuk ke dalam dengan laku ndodok. Keduanya bersila
dan menghaturkan sembah bersamaan.
"Hamba menunggu titah, Mahapatih...."
"Bangkong, malam ini kauawasi Senamata Karmuka. Kerahkan prajuritmu yang
terbaik. Mata-matai, apa pun yang ia lakukan. Kalau ia menemui seseorang, kalau
ia melakukan sesuatu, segera laporkan padaku. Juga kalau ia berada dalam kamar,
laporkan dengan siapa ia menghabiskan malam. Saat apa pun, kau melaporkan
padaku. Semua kekuasaan untuk mengambil tindakan, kuserahkan sepenuhnya padamu."
"Hamba laksanakan perintah, Mahapatih."
"Genggong, malam purnama nanti, kau ambil tawanan di penjara bawah tanah. Tak
perlu dilepaskan dari ikatan. Bawa ke kandang Sardula. Adakan persembahan malam
ini juga. Semua kekuasaan dan wewenang ada padamu jika ada yang menghalangi.
"Kalau sampai gagal, kepalamu menjadi ganti."
"Hamba laksanakan perintah, Mahapatih."
"Jangan menunda waktu, berangkatlah sekarang ini."
Arya Bangkong dan Arya Genggong menghaturkan sembah secara bersamaan. Bersamaan
dengan kibasan tangan Mahapatih, keduanya berjalan setengah merangkak ke luar
setelah menghaturkan sembah. Di luar, sekali lagi menghaturkan sembah, baru
berdiri. Keduanya berpandangan. "Kakang Bangkong..."
"Adik Genggong, kita laksanakan perintah. Tak ada waktu buat berbicara."
"Silakan, Kakang."
"Silakan, Adik."
Di regol, pintu depan, keduanya berpisah. Arya Bangkong segera memilih lima
prajurit utama untuk memata-matai rumah Senamata Karmuka. Mereka dengan segera
menuju rumah Senamata Karmuka, dan memerintahkan penjaga utama untuk
beristirahat. Arya Bangkong sendiri yang menggantikan berjaga. Sampai melihat
Senamata Karmuka masuk peraduan dan mendengar dengkur tidurnya. Meskipun
demikian, Arya Bangkong tetap menunggui di depan pintu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu Arya Genggong menuju ruangan bawah tanah dengan empat prajurit
utama. Dengan kampak sebagai senjatanya, ia segera mengayunkan untuk memutuskan
tiang pengikat. Tubuh Upasara yang masih terikat jatuh ke tanah. Sekali lagi
Arya Genggong meyakinkan ikatan tangan, kaki, badan. Kemudian memerintahkan
untuk mengangkut. Dalam usungan, Upasara merasa bahwa usahanya sia-sia. Di luar perhitungannya
bahwa malam ini ia akan diumpankan harimau.
Berteriak atau mengoceh tak ada gunanya. Ia dibawa melalui lorong gelap, yang
berakhir di ujung sebelah timur Keraton. Seluruh badannya dilumuri dengan boreh,
atau bedak, yang baunya membangkitkan nafsu makan harimau.
Kandang harimau Keraton itu terletak di sebelah timur penjara bawah tanah. Di
atas sebidang tanah yang dipagari besi. Letaknya sendiri jauh di bawah permukaan
tanah. Ada dua cara memberi makan harimau kesayangan Baginda Raja. Dengan
melemparkan dari atas sekali, dari Keraton, atau dari sebelah terowongan penjara
bawah tanah. "Anak muda, siapa pun namamu, apa pun pangkatmu, atas perintah Mahapatih kau
akan dipersembahkan ke Sardula. Kalau masih ada kalimat terakhir, katakanlah."
Upasara merasa tawar hatinya.
Toh tak mungkin ia menjelaskan seluruh duduk perkaranya. Tak mungkin Arya
Genggong mengubah putusan Mahapatih.
"Paman, lakukanlah tugasmu."
Arya Genggong sejenak terperanjat. Ia sama sekali tidak menduga bahwa kalimat
itu yang akan keluar dari anak muda yang bakal mati.
Bukan sekali-dua ia menjadi jagal utama. Bukan sekali-dua ia menggiring para
penjahat untuk diumpankan ke harimau. Bukan sekali-dua kampaknya sendiri
memutuskan leher penjahat. Akan tetapi baru sekarang ini, ada kalimat yang
begitu bagus dan menyentuh.
Tetapi hanya sejenak. Segera ia menjalankan tugasnya. Hatinya telah membatu. Hanya ada satu yang
diketahui: Menjalankan tugas. Melakukan perintah. Tak peduli apakah perintah itu
sesuai dengan jalan pikirannya atau bertentangan.
Segera ia memberi perintah.
Dua prajurit memukul pagar besi dengan keras. Bau boreh yang ditebarkan serta
bunyi besi, membuat bayangan bergerak dari kegelapan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mata Upasara melihat seekor harimau keluar dari semak kegelapan.
Belum Upasara melihat jelas, ia merasa tubuhnya dilemparkan ke depan. Dan pintu
kandang ditutup kembali. Kandang tempat harimau Keraton itu cukup luas sebetulnya.
Kalaupun mereka tak tergesa, tak nanti harimau itu bisa menyerbu ke arah pintu
kandang. Akan tetapi demi amannya, mereka melontarkan begitu saja.
Di tengah udara, Upasara berusaha memindahkan berat tubuhnya agar tubuhnya tidak
jatuh dengan menghadap ke bawah. Ia berhasil akan tetapi seluruh tangannya
terasa sakit sekali. Dari jarak lima tombak, ia melihat harimau menggeram ke
arahnya. Kematian tak pernah ditakuti. Selama ini ia tak pernah memikirkannya. Namun
sekali ini, Upasara tak menyerah begitu saja. Ia mengerahkan tenaganya.
membalikkan tubuhnya, berikut tiang yang diikat bersama. Dengan bergulingan, ia
bukan saja bisa menjauh, akan tetapi mulutnya bisa meraup kerikil kecil dengan
giginya. Masih ada satu perhitungan. Dengan kerikil itu ia bisa membidik ke arah
kepala harimau. Inilah satu-satunya harapan untuk menunda kematian.
Dan itu yang dijalankan. Begitu harimau melompat mendekat, Upasara menembakkan
kerikil. Karena tergesa, kerikil itu hanya menyerempet telinga harimau. Dan ini
malah berakibat sebaliknya.
Harimau menjadi buas, meraung. Kain di tubuh Upasara diseret oleh harimau.
Diseret ke dalam gelap. Arya Genggong mengawasi dengan obor di tangan. Tapi tak melihat apa-apa lagi.
Hanya mendengar auman harimau yang menggerung.
"Kecuali badannya terbuat dari besi, bocah itu tak akan bisa melihat matahari
esok pagi. Sudah agak lama Sardula tidak dapat makanan manusia. Sekarang ini
saatnya. "Anak muda, mudah-mudahan di alam baka kau mendapat pengampunan."
Arya Genggong menghela napas. Lalu memerintahkan prajurit-prajuritnya menunggu
sampai fajar nanti. Ia sendiri mengawasi dari kejauhan. Keras hatinya mendengar
jeritan, teriakan yang menyayat, serta auman harimau. Pastilah harimau itu
melalap perut dan isinya lebih dulu. Kalau meremukkan kepala, pasti tak akan
terdengar jeritan menyayat seperti itu.
Malam itu bulan di langit pucat.
Sangat pucat sekali. Bau anyir darah tercium. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
KEESOKAN harinya, setelah semalam melihat sendiri harimau Keraton berlumuran
darah, Arya Genggong melaporkan kepada Mahapatih. Arya Genggong menceritakan
secara lengkap seluruh urutan kejadian.
Mahapatih mendengarkan tanpa bereaksi.
Saat itu juga Arya Bangkong memberikan laporan bahwa Senamata Karmuka tidak
beranjak dari kamarnya. Sampai pagi ini masih ada prajurit yang ditugaskan untuk
mengamati. "Lakukan terus, sampai aku memerintahkan mencabut perintah."
"Sendika dawuh, Mahapatih."
"Genggong, kau temui anakku Bagus Respati. Katakan bahwa perkawinannya dengan
Maduwani tak usah dirayakan besar-besaran di Keraton. Aku tidak setuju hal itu.
Maduwani hanya salah satu selir baginya. Aku tak ingin punya menantu dia.
"Jangan coba mengemukakan hal itu padaku lagi." Mahapatih berdecak dan
melambaikan tangannya, sebelum berlalu.
"Ini tugas yang berat," kata Arya Genggong perlahan setelah suasana sepi.
"Bagaimana aku harus menyampaikannya. Raden Mas Bagus Respati sama kerasnya
dengan ayahandanya."
"Adik Genggong, sebagai prajurit kita harus menjalankan perintah.
Itulah yang menyelamatkan nyawa kita hingga hari ini. Kalaupun kita mati
karenanya, kematian kita karena menjalankan perintah. Itulah harga terpenting
dari diri kita sebagai prajurit.
"Dengan sikap seperti ini, apakah Adik Genggong masih ragu?"
"Kakang Bangkong, kenapa kita juga yang harus melakukan ini"
Sebagai prajurit, dalam bayangan saya adalah berperang. Mengabdi kepada Keraton
dengan darah. Memberikan nyawa dan kehidupan untuk kemuliaan Keraton. Bukan
menjadi pesuruh urusan yang sama sekali tidak bersifat ksatria semacam ini."
"Prajurit tidak memilih tugas. Kalau sekarang ini saya ditugaskan menjaga
kaputren atau memandikan harimau, akan saya lakukan juga."
"Terima kasih atas petunjuk Kakang."
"Saya selalu mengulang pengertian itu. Karena saya pun merasa kurang enak harus
memata-matai Senamata Karmuka. Sesuatu yang menyakitkan hati saya sendiri. Tapi
saya akan menjalankan perintah itu. Apa pun juga perintah Mahapatih. Hanya
Baginda Raja yang berhak mengubah. Selama Baginda Raja tidak memerintahkan yang
lain, tak menjadi soal. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, kita masih ingin menikmati kebahagiaan, pangkat, dan harta yang kita
peroleh dari pekerjaan kita. Selama kita belum bosan hidup, kita masih akan
terus menjalankan perintah."
"Terima kasih banyak, Kakang."
"Silakan, Adik."
"Silakan, Kakang."
Arya Genggong menuju ke bagian samping dalem kepatihan. Jaraknya hanya beberapa
ratus meter saja. Langsung ia menghadap Bagus Respati dan mengutarakan apa yang
menjadi keputusan Mahapatih.
Bagi Arya Genggong, hubungannya dengan Bagus Respati boleh dikatakan sangat
akrab. Hubungan antara seorang paman dan keponakannya. Bukan hanya dalam kata-
kata. Sejak Respati belum lahir, Arya Genggong dan Arya Bangkong sudah mengabdi
kepada Mahapatih. Sejak kecil Respati sudah diasuh oleh Arya Genggong.
Hubungan mereka agak renggang sebentar ketika Respati masuk ke Ksatria Pingitan.
"Saya hanya menyampaikan dawuh Ramanda."
Respati menggebrak meja, hingga meja berukir dari kayu jati yang utuh itu
somplak bagian pinggirnya.
"Aku tak tahu apa maksud Ayah. Dilarang atau tidak, direstui atau dikutuk, aku
tetap akan mempersunting Miming Maduwani. Sampaikan ini kepada Ayah."
"Anakmas..." "Paman Genggong, aku sudah dewasa. Aku bisa menentukan sendiri apa yang
seharusnya kulakukan. Dalam Sayembara Mantu, aku sama sekali tidak meminta
bantuan Ayah. Bahkan kepada Paman Genggong dan Paman Bangkong, aku tidak minta
bantuan. Dyah Muning Maduwani kurebut dengan tanganku sendiri.
"Sejak kecil aku tak pernah merepotkan Ayah. Aku hidup di sini dari hasil
karyaku sendiri. Tidak mengemis pada Ayah."
"Anakmas... Ayahanda bukannya melarang. Hanya Ayahanda tidak berkenan bila Dyah
Muning Maduwani dipermaisurikan."
"Omong kosong. Kalau yang ini hanya sebagai selir, kepada siapa lagi aku mencari
yang lebih" Paman Genggong tahu sendiri bahwa ketika diadakan Sayembara Mantu,
seluruh ksatria Keraton, para raden mas, para gusti mengadu nyawa. Dan aku, biar
bagaimana juga, keluar sebagai pemenangnya. Katakan, Paman, apakah itu tidak
pantas untuk dirayakan"
"Ini juga bukan sembarangan. Bukan asal perempuan. Dyah Muning Maduwani adalah
putri Kiai Sangga Langit. Kalau aku memperlakukan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
putrinya dengan baik-baik, Kiai Sangga Langit tak akan curiga kepadaku. Justru
sebaliknya. Kepercayaannya berlipat. Saat itu ada kemungkinan aku diangkat
menjadi muridnya. Berhasil mempelajari ilmu silatnya.
"Dengan kemampuan ini saja, di seluruh Keraton ini siapa yang bisa menandingiku"
"Aku tidak sembarangan, Paman. Aku cukup bisa berpikir dewasa dan jauh ke depan,
walau aku tidak memiliki penasihat Kakek Tua Waisesa Sagara. Aku tak perlu dukun
semacam itu. "Apakah hal yang begini saja Ayah tidak bisa mengerti?"
"Anakmas..." "Jangan mencoba menasihatiku, Paman. Sampaikan kepada Ayah.
Katakan apa yang kukatakan. Bahwa aku, Bagus Respati, tetap akan mempersunting
Dyah Muning Maduwani. Pesta tetap akan kurayakan di dalam ksatrianku sendiri.
"Kalau Paman merasa berat, aku akan menghadap Ayah sendiri.
Tanyakan kapan Ayah bersedia menerimaku.
"Paman bisa melihat sendiri. Sekarang ini rombongan Kiai Sangga Langit sudah
berada di sini. Kalau ia mendengar hal ini, kalau ia mengetahui perlakuan Ayah
kepadaku, di mana aku harus menegakkan kepala"
"Aku kan bukan anak kecil yang bisa diusir dan diperintahkan begitu saja. Tidak,
Paman. Sebagai seorang ksatria, sebagai seorang lelaki, aku tak mau
dipermalukan. Apa pun hukuman Ayah, aku akan menerima sebagai ksatria."
Tak urung berita mengenai pertentangan ayah dan anak ini menjalar.
Dari sekitar dalem kepatihan, berita ini menjalar ke luar. Nyai Demang
melepaskan burung merpati yang membawa rahasia ke markas Rawikara di Banyu Urip.
Dari sana laporan yang sama diteruskan ke Gelang-Gelang.
Berita ini disampaikan kepada Maharesi Ugrawe, yang hari itu juga menghadap Raja
Muda Gelang-Gelang. "Susah. Susah. Saya tidak menghendaki perkembangan setajam ini.
Meskipun ini baik, akan tetapi bisa merusak rencana Sinuwun.
"Semua sudah berjalan sesuai dengan rencana, kenapa tiba-tiba harus terjadi
sifat keras kepala Respati" Susah, susah. Saya tidak memperhitungkan bahwa di
Keraton masih ada anak berani kepada ayahnya."
"Bagaimana kalau pesta perkawinan Respati diadakan di sini saja?"
Maharesi Ugrawe menghaturkan sembah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sungguh Sinuwun sangat bijaksana. Dengan memindahkan perjamuan di sini,
sebagian besar ksatria Keraton akan berada di sini.
Dan Keraton akan kosong. Saat itulah kita melancarkan serangan terakhir. Kita
bisa mengatur sedikit rencana, agar bisa memancing senopati lebih banyak."
"Semua saya serahkan kepada Paman Guru."
"Beribu terima kasih atas kepercayaan Sinuwun. Ketika saya menyerap para
pendekar ke Perguruan Awan sebagai langkah pertama, ketika saya mengadakan
Sayembara Mantu untuk menyerap para ksatria dan bangsawan sebagai langkah kedua,
dan rencana terakhir menyerbu Keraton, saya sudah yakin bahwa Dewa Yang Maha
Benar berada di pihak kita.
"Tindakan dan perjuangan kita untuk mengembalikan takhta kepada yang berhak
direstui oleh Dewa Penguasa Jagat.
"Sinuwun, atas perkenan Paduka, saya akan mulai mengadakan persiapan. Sekarang
ini para pendekar yang tersisa berada dalam tawanan kita. Sekarang ini para
bangsawan dan ksatria sudah banyak yang terluka. Ketika sebagian terbesar datang
kemari untuk mengadakan pesta, kita harus menyerbu ke Keraton. Saat itu, sejarah
kembali kepada jalan yang sebenarnya.
"Masalah kecil hanyalah soal Kiai Sangga Langit."
"Menurut Paman Wiraraja, setelah peristiwa ini selesai, Kiai Sangga Langit baru
diselesaikan. Ia sendirian dan Paman Guru bisa menghadapinya."
"Akan segera saya laksanakan, Sinuwun."
Maharesi Ugrawe segera mengirimkan berita ke desa Banyu Urip.
Burung merpati yang sama terbang balik.
Hanya saja burung merpati ini sebelum sampai ke kandangnya di Banyu Urip
terjerat oleh Kawung Sen ketika ia tengah berlatih jurus-jurus Kartika Parwa.
Ketika menebarkan Jala sambil berloncatan itulah Kawung Sen menangkap merpati.
"Kena!" teriaknya kegirangan. Sewaktu burung merpati itu diambil, perhatiannya
tertuju pada sesobek kain kecil di kaki. Kawung Sen memaki panjang-pendek.
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Percuma juga. Ia tak bisa membaca.
Akan tetapi walau tidak bisa membaca, Kawung Sen bukannya tidak mengerti bahwa
burung merpati itu pasti kiriman dari Maharesi Ugrawe.
Dan ia teringat akan Upasara - kakangnya! Budi baiknya dan keinginannya mengetahui
rahasia tiga gerakan yang dilancarkan Ugrawe. Kawung Sen menyalin sekenanya,
sebisanya. Lalu melepaskan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
burung itu kembali. Ia sendiri, dengan salinan tulisan itu langsung berangkat ke
Keraton Singasari, melewati hutan buatan.
Bagi Kawung Sen menuju ke Keraton tidak masalah. Perjalanan itu bisa ditempuh
dengan nyaman dan lancar. Akan tetapi dari segi persoalan pribadi termasuk berat
juga. Ia dikenal sebagai pemberontak Keraton. Pemberontak yang pernah menyelusup
masuk Keraton. Pernah menyerbu Keraton hingga berada dalam dinding. Namanya
sangat buruk di Keraton. Kini ia harus masuk ke sana kembali dengan risiko
dikenali. Bisa-bisa sebelum masuk sudah harus ditelikung.
Namun Kawung Sen sudah memperhitungkan hal ini. Hubungannya dengan Upasara akrab
secara lahir dan batin. Entah mengapa ia merasa sangat hormat sekali. Selama ini
yang mengasihi dan memperhatikan hanya dua saudara kandungnya - Kawung Benggol
dan, terutama, Kawung Ketip. Mereka berdualah yang mengajari. Yang memberitahu
soal kitab-kitab. Keduanya sudah meninggal. Dan kemudian Upasara-lah yang
menggantikan peran itu. Lebih dari sekadar saudara, Upasara memberikan sesuatu
yang sangat diperlukan tanpa merendahkan diri.
Kawung Sen tidak merasa paling bodoh jika berhadapan dengan Upasara. Justru
karena Upasara tidak pernah menyinggung soal tidak bisa membaca dan menulis.
Bagi orang biasa, mungkin hal ini bukan sesuatu tindakan yang terlalu istimewa.
Tapi bagi Kawung Sen pribadi seperti melindungi cacatnya. Apalagi sikap Upasara
dinilai sangat ksatria oleh Kawung Sen. Upasara bisa menghina dengan mengencingi
tapi toh tidak melakukannya. Upasara bisa membiarkan ia mati dikeroyok semut,
tapi toh Upasara malah menolong.
Maka putusan Kawung Sen untuk mencari Upasara ke Keraton mempunyai alasan yang
kuat. "Kalau aku harus mati karena menyampaikan hal ini, tak menjadi soal. Toh sebelum
ini pun aku sudah mati kalau tidak ditolong Kakang Upasara. Kalau sebagai adik
aku tak berbakti kepada kakaknya, bagaimana aku bisa merasa diriku lelaki?"
Mantap sekali Kawung Sen menuju pintu gerbang Keraton. Kepada prajurit yang
menjaga, Kawung Sen bersikap hormat.
"Tolong sampaikan kepada Upasara Wulung bahwa adiknya ingin bertemu dengannya.
Sangat penting sekali."
Tentu saja para prajurit yang menjaga gerbang jadi kaget. Mengira bahwa yang
ditemui orang gila. "Siapa itu Upasara Wulung?"
Pertanyaan ini tidak mengada-ada. Upasara Wulung bukan nama yang populer di
dalam Keraton. Hanya beberapa nama tertentu yang mengetahui.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ganti Kawung Sen yang melengak. Kalau tidak mengingat bahwa ia tak ingin membuat
gara-gara, pasti prajurit itu sudah dijerat dan dikencingi.
"Upasara adalah kakak saya."
"Apakah ia seorang prajurit?"
"Mana aku tahu?"
"Hei, jangan bicara sembarangan. Jangan mengganggu kami yang sedang menjalankan
tugas. Hukumannya berat sekali.
"Kau bilang mau menemui Upasara, tapi ditanyai apakah Upasara prajurit atau
bukan malah menjawab: Mana aku tahu. Di seluruh dunia ini yang bernama Upasara
banyak sekali. Di semua hutan juga banyak yang disebut banteng hitam."
Upasara Wulung memang berarti banteng hitam.
"Astaga. Kalian prajurit biasa saja berani bertingkah. Upasara adalah utusan
dari Keraton. Ia orang penting. Kalian bisa dipecat kalau tak mengetahui siapa
dia." "Kau boleh menggertak. Aku sudah bertugas di sini puluhan tahun.
Tak pernah kudengar nama Upasara Wulung sebagai demang, lurah, akuwu, mantri
praja, bupati, atau prajurit."
"Baiklah. Kau yang memaksa aku bertindak kasar."
Berhenti suaranya, Kawung Sen mengayunkan dua tangannya. Dua prajurit itu jelas
bukan tandingannya. Dengan sekali gebrak saja dua bahu bisa dicengkeram.
Ditambahi sedikit saja, dua prajurit itu menjerit kesakitan.
"Katakan atau kupatahkan tangan kalian."
Belum ada jawaban, Kawung Sen menggertak dan dua prajurit itu berteriak
kesakitan. Masing-masing menjerit dan tangannya terkulai. Ini malah mengundang
prajurit-prajurit yang lain serentak mengepung Kawung Sen. Dikepung belasan
prajurit, Kawung Sen malah tertawa lebar.
"Kalian ini cicak-cicak yang tahu kucing. Aku tanya baik-baik malah kalian paksa
menggunakan tenaga. Ayo, siapa yang ingin patah tulangnya, silakan maju. Ayo,
maju, jangan menunggu."
Sebat Kawung Sen menggebrak maju. Sekali loncat dua tangan bisa disentakkan.
Sekejap saja prajurit yang mengepung menjerit kesakitan.
Sebagian berlari melaporkan ke dalam.
Dengan gagah Kawung Sen melangkah ke dalam.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar kegaduhan, Arya Genggong menuju ke pelataran. Melihat seorang lelaki
memanggul jala berjalan seenaknya, ia langsung menyongsong.
"Sebentar, Kisanak. Ada perselisihan bisa dilerai. Ada silang-sengketa bisa
dibicarakan. Kenapa Kisanak berlaku kasar di Keraton?"
Kawung Sen terbahak. "Keraton atau kuburan apa bedanya" Siapa yang berlaku kasar" Yang mulai atau
yang mengikuti" Kalian para prajurit yang hidup untuk sesuap nasi mengerti apa
tentang negara" "Apa pangkatmu berani tanya segala macam?"
Arya Genggong melengak. "Kalau memang tak mau diatur jangan salahkan aku." Tapi belum sempat Arya
Genggong bisa menyerang barang dua-tiga jurus, tubuhnya telah terdorong mundur.
Bagai diempos angin dahsyat. Bagai disapu ombak.
Dengan sekali gebrak! Apakah Kawung Sen dalam waktu sekejap saja telah menjadi sangat lihai" Apakah
Arya Genggong bisa disapu dengan sekali gebrak"
"Bisa... bisa... ilmu... ilmu ini bisa dipakai. Ayo maju lagi. Biar aku bisa
latihan sepuasnya." Kawung Sen mempraktekkan beberapa bagian dari Bantala Parwa.
Dan ternyata sangat jitu! Kawung Sen sendiri tak tahu persis jurus mana yang
digunakan, dan menjadi rada heran. Kok bisanya begitu cepat membuat lawan
tercecer. Satu hal yang tak disadari baik oleh Kawung Sen dan Arya Genggong
adalah kenyataan bahwa mukjizat ini terjadi secara kebetulan. Jurus-jurus dalam
Bantala Parwa. memang untuk mematahkan perlawanan yang mengganas. Kalau dalam
praktek dulu Kawung Sen tak merasa puas, bisa dimaklumi. Karena tak ada tenaga
yang menyerang ke arahnya. Dan kini, Arya Genggong menyerang ke arahnya. Ada
tenaga yang bisa dibalikkan. Tenaga Arya Genggong menghantam dirinya sendiri.
Akibatnya memang telak, karena ditambah tenaga Kawung Sen!
"Ayo, maju lagi."
Kawung Sen berlagak sendirian. Tak ada yang berani menyerang.
Bahkan mendekati pun tidak. Dengan gagah Kawung Sen melangkah ke dalam Keraton.
Tanpa peduli. Mendengar keributan yang tak terselesaikan, Patih Angragani melangkah ke luar.
Begitu melihat Kawung Sen, Patih Angragani mendecakkan bibirnya. Dengan tiga
kali gerakan tangan, semua prajurit pilihan telah mengepung.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus. Ini sambutan terhormat. Siapa kamu, orang gede?"
"Pangkat itu anugerah. Gede itu hanya perasaan. Siapa pun namamu, apa pangkatmu,
untuk apa kamu mengacau kemari?"
"Namaku Kawung Sen. Aku datang kemari mau menemui kakakku, Kakang Upasara."
Patih Angragani merasa aneh. Bukan dari cara bersilatnya, tetapi mendadak Kawung
Sen menanyakan Upasara Wulung.
"Upasara Wulung sudah tak ada di tempat ini. Tak ada gunanya kamu cari. Kalau
ada persoalan, katakan segera. Kalau mau mengacau, aku akan menghadapimu."
"Bagaimana kamu yakin Upasara tak ada di tempat ini" Kakangku itu tak pernah
bohong dalam hidupnya. Ia bilang ke Keraton. Dan di Jawa ini ada berapa
Keraton?" "Aku telah memerintahkan untuk membunuh mati Upasara Wulung."
Belum selesai perkataan Patih Angragani, Kawung Sen melontarkan jalanya.
Bersamaan dengan geraknya, para prajurit pilihan dari sisi kiri-kanan, depan-
belakang langsung menyerbu ke arahnya. Tusukan, sabetan, dan gempuran menjadi
satu. Patih Angragani sendiri menggeser sedikit kedudukan kakinya, kedua
tangannya bergerak cepat.
Satu mencabut keris satu lagi mendorong ke depan.
Jala Kawung Sen yang tertebar menyampok sekian banyak senjata yang tertuju ke
arahnya. Tak bisa disendal dengan sekali betot. Jadinya malah terjadi tarik-
menarik. Ketika itulah angin pukulan Patih Angragani menjotos ulu hatinya. Sebat
Kawung Sen menyentak jalanya, tapi tetap tertahan. Tak ada jalan lain, jala
dilepaskan dan dengan tangan kosong memapaki serangan. Satu lagi dari jurus
Bantala Parwa muncul. Dua benturan tenaga keras. Patih Angragani tergusur
mundur, tapi dengan cepat maju kembali. Kali ini gerakan tangannya lebih cepat,
dan yang bergerak lebih dulu adalah prajurit pilihan. Langsung menghadang di
depan Kawung Sen. Benturan tenaga begitu dahsyat tak terhindarkan. Dua prajurit
pilihan langsung terjungkal. Sebelum menyentuh lantai pendopo, nyawa mereka
sudah berpulang. Kalau saja Kawung Sen sudah menguasai cara mengatur tenaga, dengan sekali gebrak
lebih banyak lagi korban berjatuhan.
Patih Angragani kaget. Sebelum ia sempat menghindar, tubuh Kawung Sen sudah
menggelundung ke depannya. Benar-benar menggelundung. Bagi Kawung Sen yang
mempunyai sifat angin-anginan, tak begitu peduli. Harus menyerang dengan cara
ksatria atau cara semaunya. Menggelundung, mengencingi, menggigit tak jadi bahan
pertimbangan. Kini pun demikian.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam sekejap, Patih Angragani telah sibuk dengan usaha mempertahankan diri.
Menyerang sekenanya. Justru di saat seperti itulah tenaganya berbalik ke
arahnya. Kawung Sen bisa menangkis tikaman keris, dan memegang tangan Patih
Angragani. Sekali kena pelintir, para prajurit yang mengepung pun undur
ketakutan. Takut kalau-kalau melukai junjungannya.
"Aha, masih mau menyembunyikan Kakang Upasara?"
Luar biasa. Tokoh nomor dua di Keraton Singasari dipencet oleh seorang seperti
Kawung Sen! "Panggil Kakang Upasara atau kupatahkan tangan ini jadi tangkai daun singkong."
Biarpun dalam cengkeraman bahaya, walaupun dalam keadaan yang tak menguntungkan,
Patih Angragani bukan seorang pengecut.
"Aku sudah bilang bahwa Upasara Wulung telah mati. Atas perintahku. Mau patahkan
tangan silakan, mau bunuh lakukan saja."
"Baik kalau itu yang kamu kehendaki." Kawung Sen mendongak.
Menghimpun tenaga. "Kakang Upasara, aku tak bisa membalas budi baikmu. Di surga sana, biarlah orang
ini menjadi pelayanmu, menjadi kuda tungganganmu."
Arya Bangkong secara tiba-tiba meloncat maju. Gerakannya memang tidak terlalu
cepat, tetapi dengan memusatkan seluruh tenaga dalam mampu membuat Kawung Sen
harus memperhitungkan juga. Sejak tadi Kawung Sen tidak menduga bahwa di antara
para prajurit pilihan terdapat seorang yang kepandaiannya di atas rata-rata.
Arya Bangkong yang berdiam diri sejak tadi melihat bahwa kini saatnya bertindak.
Tanpa menghiraukan keselamatan pribadi, Arya Bangkong menyerang habis-habisan.
Kawung Sen memang bisa mematahkan tangan Patih Angragani, namun harus secepatnya
menangkis serangan. Dan menurut perhitungan lumrah, Kawung Sen akan menangkis
serangan lebih dulu. Dan itu memang yang dilakukan. Kedua tangan Arya Bangkong yang maju bersamaan
ditangkis dengan tangan kiri. Dua benturan tenaga yang kelihatan sekilas tidak
imbang. Kawung Sen seperti terdesak.
Padahal memang sengaja menarik tubuh lawan ke depan. Serampangan kaki yang kuat
membuat tubuh Arya Bangkong mencelat ke udara.
Disusul dengan satu pukulan keras, tubuh Arya Bangkong terlempar ke arah tiang
utama. Langsung ambruk dan tidak bangun lagi.
"Percuma kalian semua melawan. Tak bakal berumur panjang. Hanya dengan membawa
kemari Kakang Upasara kalian akan selamat. Kalau tidak, Keraton ini akan kubakar
sempurna!" KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam keadaan terluka, Arya Genggong menunjukkan kesetiaan yang tinggi. Tubuhnya
menggelinding maju. Akan tetapi sekali kena sepak, tubuh itu mental. Terguling
jauh. Keadaan sungguh gawat. Patih Angragani berada dalam bahaya.
Mendadak muncul bayangan yang berkelebat datang.
"Tahan, Dimas."
Semua yang hadir terperanjat. Juga Patih Angragani. Karena sama sekali tak
menyangka bahwa yang muncul adalah Upasara Wulung!
"Kakang!" "Lepaskan Mahapatih, Dimas...."
Kawung Sen melepaskan cekalannya. Wajahnya nampak beringas karena sangat
gembira. Dengan mata terbuka dan mulut memamerkan tawa lebar, Kawung Sen memburu ke arah Upasara Wulung.
Saat itu di luar perhitungan siapa pun, Patih Angragani mencabut kerisnya dan
langsung menusuk lambung Kawung Sen. Darah muncrat.
Tubuh Kawung Sen menjadi limbung karenanya.
"Kau..." Tusukan keris kedua kalinya terayun.
Upasara Wulung berdiri, akan tetapi terlambat!
Kawung Sen memegangi perutnya. Dua tusukan dari arah belakang kena sangat tepat.
Dan sementara itu para prajurit pilihan sudah langsung menyerbu. Upasara
mengembangkan tangannya untuk menangkis serangan yang datang sambil melindungi
Kawung Sen. "Tahan," teriak Upasara gusar.
Kawung Sen rebah ke tanah.
Upasara merangkul. Perasaan gusar, amarah, dendam, bergejolak membanjir dan membuntu. Sulit
dibayangkan kemurkaan yang telah sampai puncaknya. Adalah di luar pikirannya
bahwa Patih Angragani akan menusuk dari belakang. Padahal sebelumnya begitu
terancam jiwanya. "Dimas..." Suara Upasara Wulung terdengar serak menyayat. Air matanya kering
sebelum keluar. Bibirnya gemetar. Seluruh wajahnya keruh.
"...Dimas..." Berada dalam pangkuan Upasara Wulung, Kawung Sen merasa tenteram. Wajahnya
berusaha menyembunyikan keperihan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kakang... ada surat... Kakang bisa baca... saya bodoh... Kakang..."
Upasara merangkul erat. Waktu berjalan begitu singkat untuk saling mengenal. Saling mengangkat saudara,
dan kini harus berpisah dalam pelukan. Upasara mengheningkan cipta. Menutup mata
Kawung Sen. Lalu meletakkan kepala Kawung Sen ke lantai pendopo. Ketika kemudian
mendongak, wajahnya tetap muram.
Patih Angragani tetap berdiri teguh.
"Umurmu panjang... Ksatria Pingitan.... Siapa yang menolongmu?"
"Mahapatih yang mulia... hamba menyayangkan kematian Dimas Kawung Sen... hamba
menyayangkan Mahapatih yang mulia tidak melaporkan kepada Baginda Raja...
semuanya sia-sia...."
Upasara Wulung berdiri. Mengambil jala Kawung Sen. Membuka di bagian simpul,
membuka surat. Sekelebatan saja. Lalu mendongak ke langit.
"Dewa Yang Menguasai Jagat... hari ini adikku Kawung Sen sowan kepadamu.... Dewa
memanggil dengan cara yang mulia...." Upasara Wulung menoleh ke Patih Angragani.
"Dimas Kawung Sen menyampaikan berita. Berita dari Mpu Ugrawe kepada Raja Muda
Gelang-Gelang dan para senopatinya. Perencanaan penyerangan ke Keraton.
"Entahlah, Mahapatih mau mendengar atau tidak."
Upasara membungkuk. Menggendong mayat Kawung Sen. Di bagian wajah ditutupi
dengan kainnya sendiri. Lalu berjalan ke luar.
"Akan pergi ke mana kamu?"
"Mengubur Dimas Kawung Sen sebagaimana layaknya seorang ksatria. Menghadang
kedatangan prajurit Gelang-Gelang. Keraton harus tetap dipertahankan dari
keangkaramurkaan."
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Patih Angragani berdecak.
"Tak begitu gampang datang dan pergi.
"Upasara, aku adalah pemegang perintah mewakili Baginda Raja.
Kalau kamu ingin pergi, silakan. Kamu masih hidup, itulah takdir. Akan tetapi
katakan siapa yang menolongmu...."
"Mahapatih yang mulia... percuma semua gelar itu kalau tak bisa melihat
kenyataan. Dalam Keraton ini bukankah Baginda Raja yang paling berkuasa" Siapa
lagi yang bisa menolong hamba kalau bukan Baginda Raja sendiri?"
Jawaban Upasara membuat Patih Angragani melengak.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Para prajurit yang mengepungnya mundur.
Lima tindak Upasara Wulung melangkah, Patih Angragani berteriak.
"Anak kecil bisa kamu dustai, tapi pasti bukan aku. Kamu datang dan kulemparkan
ke kandang harimau, Baginda Raja saja tak tahu.
Bagaimana bisa menolongmu"
"Para prajurit... tangkap! Mati atau hidup."
Upasara menjejakkan kakinya. Melayang ke atas. Sambil membopong mayat Kawung
Sen, kaki Upasara hinggap di dinding bagian atas.
"Para prajurit, Keraton sedang diancam kehancuran. Benar atau tidak yang
kukatakan, biar Baginda Raja yang mengambil keputusan."
Tubuh Upasara memantul lagi. Meloncat ke balik dinding.
"Kejar!" Sehabis memberikan perintah, Patih Angragani kembali ke dalem kepatihan. Semua
prajurit utama dikerahkan. Semua prajurit disiagakan. Yang berada di rumah
panggil. "Usut! Siapa yang menyelamatkan Upasara. Tangkap Senamata Karmuka. Penjarakan
dia. "Kalau sampai besok belum ketemu siapa bangsatnya, semua akan dihukum pecat."
UPASARA menguburkan Kawung Sen di luar dinding Keraton.
Di tempat yang sepi. Lalu berdoa.
Berlutut agak lama. Sampai bulan purnama muncul. Baru Upasara Wulung sadar sejak tadi ada bayangan
yang mengawasi. "Maafkan hamba... Eyang Raganata...."
"Inilah takdir dewata.
"Semua bisa diperhitungkan, tapi semua bisa terjadi. Itulah yang namanya
takdir." Mpu Raganata berdiri tegak. Seolah berbicara dengan rembulan di langit.
"Sewaktu kamu ditangkap, aku sudah menduga bahwa akhirnya kamu akan dimasukkan
ke dalam sarang Sardula. Maka aku lebih dulu ke sana, dan mengambil gigi harimau
itu. Dan bisa menyelamatkanmu.
"Aku berusaha menyembunyikanmu. Tetapi Kawung Sen datang dan akhirnya kamu harus
keluar juga. Semua ini, kalau bukan takdir, apa namanya"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baginda Raja terlalu mulia. Terlalu tinggi angan-angannya. Angan-angan seorang
raja gung binathara, raja besar, seharusnya begitu. Raja besar bagai rembulan.
Tinggi, agung, dan menyinari.
"Tetapi di bawah ada karang, ada pohon-pohon yang begitu bodoh menutup sinar
rembulan. "Segala peringatan tak ada gunanya."
Upasara menunduk. "Sayang, kamu masih terlalu muda, Wulung... dan kamu terlalu berbakat. Hidup ini
akan makin susah bagi yang muda, berbakat, dan mempunyai pengabdian."
"Maafkan hamba, Eyang... Bukankah Eyang masih bisa menyampaikan hal ini kepada
Baginda Raja?" Mpu Raganata tidak mengangguk, tidak menggeleng.
"Aku bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Saat ini pun kalau Baginda Raja
mempercayaiku, sudah terlambat. Di dalam Keraton sendiri terpecah belah tak
menentu. Aku sudah bisa memperhitungkan. Bahwa Ugrawe akan mempercepat
serbuannya, begitu melihat ada sesuatu yang tak beres. Begitu ada yang bocor -
seperti dibawa Kawung Sen, Ugrawe akan mengerahkan pasukannya.
"Aku bukan siapa-siapa. Aku bukan apa-apa.
"Tetapi aku adalah bagian dari Keraton. Apa pun yang terjadi aku akan kembali ke
Keraton. Angragani bisa menangkap aku. Bisa apa saja.
Tetapi itulah bagianku. "Wulung, kamu menyingkirlah.
"Sebelum fajar besok, sebelum kita beranjak dari sini, barangkali pasukan
Jayakatwang sudah menyerbu. Menyingkirlah, cucuku. Hari depan masih bisa
kauraih." Mendadak Mpu Raganata membanting kakinya dengan geram.
"Wulung, kamu tuli apa bisu.
"Kalau masih mempunyai rasa hormat sedikit kepada orang tua ini, pergilah.
Berangkatlah sekarang juga. Makin jauh makin baik."
Upasara Wulung menghaturkan sembah.
"Eyang yang dihormati secara tulus oleh para kawula... apakah ada perbedaan
antara seorang yang tak berkepandaian apa-apa dengan seorang empu dalam membela
Keraton" "Bukankah semua mempunyai kewajiban yang sama?"
Mpu Raganata makin berjingkrakan. Memang aneh. Di satu saat berdiam diri. Di
saat yang lain berbicara dengan lembut, seakan berbisik
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada yang rahasia. Di saat lain marah dengan membanting kakinya.
Di saat berikutnya malah berloncatan.
"Kamu itu masih ingusan, Wulung. Kamu tahu apa tentang kewajiban" Ngabehi Pandu
itu sama tololnya dengan kerbau dungu.
Nasihatnya tak usah kamu hiraukan.
"Jangan merasa bisa menolong Keraton. Negara ini terlalu besar. Dan kamu ini
bukan siapa-siapa. Lebih buruk dari apa-apa. Jangan ngomong ngawur. Negara tak
tertolong olehmu. Segera minggat. Tolong jiwamu sendiri."
"Kalau hamba bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa dalam pengertian yang lebih
tak berarti, untuk apa pergi jauh" Toh tak akan ada gunanya."
Mpu Raganata menggelengkan kepalanya.
"Seumur hidupku ini, baru sekarang aku menjumpai orang yang isi kepalanya
lumpur. Lumpur keras. Tak bisa berpikir sedikit pun.
"Wulung, kalau kamu mau menyelamatkan diri, masih ada sedikit kesempatan.
Prajurit-prajurit Keraton pasti mencarimu. Dan sebentar lagi pun pasukan Gelang-
Gelang akan mencarimu. "Kalau aku bisa bertemu Ngabehi Pandu, ia akan kukuliti. Karena dialah yang
berdosa membuat kamu seperti ini.
"Jangan salahkan aku yang tua ini tak memberi nasihat padamu."
Selesai berkata Mpu Raganata menghilang.
Tinggal Upasara sendiri. Menghadapi gundukan tanah. Tanah yang masih
mengeluarkan bau tubuh Kawung Sen.
Inilah perjalanan panjang yang diperoleh. Dari serbuan gencar Perguruan Awan,
terlunta-lunta di Banyu Urip, tapi tak ada hasilnya.
Bahkan sambutan yang menyenangkan pun tidak. Dan bahkan, kini saudara angkatnya
Kawung Sen turut menjadi korban.
Bukan soal meloloskan diri. Kalau itu yang ingin dilakukan, ia sejak lama bisa
meloloskan diri. Tak perlu bersusah payah ke Keraton!
Kalau sekarang meloloskan diri, apa artinya"
Bagi Upasara ini bukan pertanyaan yang mengada-ada. Sebagai seorang yang sejak
kecil tak mengenal siapa orangtuanya, Upasara hanya mengenal Keraton. Mengenal
negara sebagai orangtuanya, tanah airnya, sekaligus bagian utama dari dirinya.
Bagi Upasara Wulung, inilah nilai satu-satunya. Kalau sekarang harus
meninggalkan dengan cara melarikan diri, siapa yang bisa memaafkan
kepengecutannya" Sedikit atau banyak, apa-apa atau bukan apa-apa, masih ada yang bisa
didarmabaktikan kepada Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendapat ketetapan itu, Upasara menjadi tenang.
Ia beristirahat sejenak. Berdoa lagi di makam Kawung Sen.
Sampai fajar. Kemudian Upasara menyamar dan kembali ke jurusan Keraton. Ia tak berani muncul
di tempat yang banyak dikunjungi orang. Karena memang dirinya dicari-cari. Ia
tak mempunyai teman siapa-siapa.
Upasara menangkap pembicaraan yang didengar secara selintas.
Bahwa Baginda Raja akan mengadakan pesta keagamaan. Bahwa Senamata Karmuka kini
ditahan. Bahwa Patih Angragani mengadakan sapu bersih bagi prajurit yang
dicurigai tidak setia. Mereka yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan
lolosnya Upasara langsung mendapat hukuman.
Sementara itu Bagus Respati dengan nekat mengadakan pesta perkawinan secara
besar-besaran. Pada saat itulah prajurit Gelang-Gelang datang ke Keraton.
Raja Muda Jayakatwang sendiri berada di depan. Diapit oleh Ugrawe dan Kiai
Sangga Langit! Dengan seluruh pasukannya lengkap bersenjata.
Benar dugaan Mpu Raganata! Ugrawe akan menyerang lebih cepat dari dugaan siapa
pun. Di depan gerbang Keraton, Raja Muda Gelang-Gelang memerintahkan para prajuritnya
mengibarkan panji-panji. Disusul oleh terompet dan genderang. Ugrawe memimpin
prajurit langsung mengepung.
"Kalau Baginda Raja bersedia datang menghaturkan sembah kepada aku, Raja Muda
Gelang-Gelang, aku akan mengampuninya. Jika tidak, takhta yang bukan haknya
harus kembali kepadaku! "Patih Angragani, sampaikan hal ini kepada Baginda Raja.
"Kalau tidak, akan kubuka gerbang sekarang juga."
Sewaktu ancaman itu disampaikan, Patih Angragani sangat murka.
Seluruh prajuritnya yang pilihan disiapkan. Dalam sekejap semua telah bersiap.
Patih Angragani keluar menyambut.
"Kamu keliru. Jayakatwang, kamu anak bawang. Anak ayam tak bisa melawan garuda.
Anjing kecil yang dipelihara tak akan kuat melawan harimau.
"Akulah panglima perang. Akulah senopati utama Keraton Singasari.
Hadapilah aku lebih dulu."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hahaha...." Ugrawe tertawa bergelak. "Sungguh tolol manusia satu ini. Kamu tak
punya apa-apa lagi. Prajuritmu cuma beberapa gelintir.
Para ksatria sudah kubasmi di Perguruan Awan. Bantuan dari raja muda di sekitar
tak akan datang, karena semua jalan keluar sudah ditutup. Pasukanmu yang
terbesar sedang mengadakan pesta di kediaman kami. Bagus Respati sedang berfoya-
foya, bermimpi menjadi pengantin. Pengantin yang celaka.
"Angragani, kamu tak punya kesempatan. Bahkan untuk meminta ampun telah
terlambat. Panggil dukunmu, dan aku akan menyuruhmu menjilati pantat kuda."
"Kamu terlalu omong besar!"
"Kupuji sedikit kegagahanmu. Tapi itu terlambat. Dalam penyerbuan ke Perguruan
Awan, kami sedikit keliru. Ada yang lolos. Sekarang ini tak mungkin lagi."
Ugrawe menyembah ke arah Raja Muda Gelang-Gelang.
"Izinkanlah hamba mengembalikan takhta, Raja Muda...."
Jayakatwang mengangguk. Dan penyerbuan besar-besaran pun terjadilah. Prajurit pilihan dari Keraton
Singasari mencoba mengadakan perlawanan. Akan tetapi gelombang pasukan yang
dipimpin oleh Ugrawe bagaikan gelombang menyapu pasir pantai. Ugrawe sendiri
memimpin langsung pertempuran di tengah. Dari sayap kiri muncul Rawikara
memimpin penyerbuan. Dari sayap kanan, Kiai Sangga Langit melabrak siapa saja.
Patih Angragani sendiri tak sempat masuk ke dalam ketika dengan geram Ugrawe,
dengan pukulan Sindhung Aliwawar, membuatnya rubuh. Di tengah berkecamuknya
pertempuran, Upasara Wulung menerjang masuk dari belakang. Lewat bawah tanah
tempat kandang harimau, Upasara masuk ke dalam Keraton.
Masuk ke dalam bagian utama Keraton. Di depan pintu, Mpu Raganata berdiri.
Seorang raja adalah penguasa
Mati dan hidup, itu biasa...
Seorang raja adalah penguasa yang bijaksana Tak seharusnya meninggal di dalam
pesta... Upasara baru mengerti bahwa Mpu Raganata mencoba menyadarkan Baginda Raja yang
masih berada di ruangan dalam.
Seorang raja, seharusnya bijaksana
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam perang dalam ranjang
Seorang raja, seharusnya tidak meninggal dalam pakaian pesta...
Pintu terbuka. Baginda Raja keluar. Langkahnya tetap gagah berwibawa.
Pandangannya tetap tajam, keras, dan menguasai.
"Paman tak usah bernyanyi dua kali.
"Aku raja yang tahu di mana harus beristirahat. Aku tahu bahwa pengkhianat yang
paling busuk, manusia yang paling hina di dunia, adalah seorang yang membalas
budi kebaikan dengan pengkhianatan.
"Jayakatwang, temuilah aku. Tataplah aku kalau berani."
Di ruangan dalam Keraton, pertempuran tak seimbang pun terjadi.
Ugrawe menyerbu masuk, bersama dengan Kiai Sangga Langit, dan Rawikara serta
para pendekar. Baginda Raja mempertahankan diri bersama dengan Mpu Raganata yang
terus-menerus melindungi.
Upasara berusaha untuk merangsek maju, akan tetapi setiap kali terdesak mundur.
Ugrawe telah merencanakan penyerbuan dengan jitu. Dengan memancing para ksatria
berkumpul di Perguruan Awan. Lalu menyikat habis. Dengan Sayembara Mantu, para
bangsawan pun disikat habis.
Keraton Singasari diisolir dari bantuan sekitarnya. Situasi dalam Keraton
dibikin keruh. Saat itu kemudian ia menyerbu. Dalam penyerbuan itu pun Ugrawe
telah memakai perhitungan. Begitu mendobrak masuk - dengan membawa Raja Muda
Gelang-Gelang, pintu gerbang akan dibuka - langsung mengadakan bumi hangus. Segala
benda dirusak, dibakar, dihancurkan. Terus melabrak hingga ke ruang dalam.
Pada suasana pesta, persiapan tak akan sepenuhnya. Dengan keperkasaan ilmunya,
ditambah kelicikan yang luar biasa, kini tinggal mengambil langkah terakhir.
Pedang Langit Dan Golok Naga 16 Pendekar Pulau Neraka 09 Menembus Lorong Maut Keris Kutukan Iblis 2
nyamuk bisa melakukan itu - tanpa perlu dipamerkan."
Nyai Demang terbata-bata menerjemahkan. Agaknya merasa kurang enak harus
mengatakan secara persis apa yang diucapkan Upasara.
"Anak dusun Upa, Kiai Sangga Langit tidak mengada-ada. Sayembara Mantu ini
terdiri atas dua bagian. Bagian yang pertama ialah siapa yang berdiri terakhir
di panggung dianggap sebagai pemenang. Dalam sayembara ini, kalau ada yang
terluka, atau meninggal, tidak akan menjadi masalah di belakang hari. Sejak awal
itu sudah dijelaskan. "Bagian yang kedua, ialah Kiai Sangga Langit sendiri yang akan menguji dengan
suatu permainan. Kalau bisa lulus, pemenang terakhir berhak atas Dyah Maduwani.
"Kalau segalanya telah menjadi jelas, kau tidak akan menuduh bahwa ini hanya
akal-akalan saja." Meskipun bercekat, Upasara tak mau kalah bicara.
"Kalau keinginannya hanya main-main, cukup aku anak dusun yang menghadapi. Tak
perlu seorang putra mahapatih yang terhormat, tak perlu seorang pendekar
sejati." Kata-kata Upasara ada benarnya. Karena kini Bagus Respati tengah bersila di
panggung. Berusaha memusatkan seluruh tenaga dalamnya untuk mengusir rasa sakit.
Kalau pencetan Upasara tadi berhasil mengurangi, bukan berarti ia telah
tersembuhkan. Beberapa aliran jalan darahnya masih macet.
Juga Galih Kaliki. Meskipun ia mendapat bubuk pemunah yang dibuat dari ilalang,
tidak berarti racun dalam tubuhnya telah bebas.
Bagian luar memang tak akan dirembeti. Akan tetapi yang sudah terbawa aliran
darah sulit ditahan. Terpaksa Galih Kaliki pun duduk bersila untuk memusatkan
konsentrasi. Tinggal Upasara sendirian.
"Bagi Kiai Sangga Langit tak menjadi masalah siapa pun yang akan menghadapi.
Sendirian atau keroyokan. Permainan ini hanya dimainkan seorang saja. Pikiran
boleh meminta bantuan siapa saja.
"Hanya saja, kalau gagal mengatasi permainan ini, tergantung Kiai Sangga Langit,
apakah ia akan memberi ampunan atau tidak."
"Mbakyu Demang, kau bisa mengerti suara aneh. Kau bisa menerjemahkan dengan
bagus. Terimalah rasa kagum saya yang bahasanya sendiri masih belepotan tidak
keruan. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mbakyu sudah tahu, kira-kira jenis permainan apa" Biarlah saya yang tak
berharga ini menjajalnya."
Nyai Demang tersenyum manja. Upasara melengos. Ia tak berani menatap secara
langsung. "Anak dusun, kau akan segera mengetahui."
"Tunggu dulu, Mbakyu Demang. Dalam sayembara ini ada yang tidak adil. Dalam
perang tanding, pemenangnya ditentukan dengan mengalahkan lawan secara mutlak.
Saya baru tahu ternyata malam-malam kemarin sudah ada korban berjatuhan. Kini
masih ada jenis permainan. Kalau gagal, apakah hanya sekadar menggantungkan
nasib pada kebaikan hati Kiai Sangga Langit" Sedangkan hadiah bagi pemenangnya
tak seberapa." "Anak dusun, kau benar-benar keras kepala. Bagaimana mungkin Dyah Muning
Maduwani kaubilang hadiah tak seberapa?"
"Tidak. Katakan bahwa saya sama sekali tak menghendaki Dyah Muning Maduwani.
Paman Galih juga tidak. Bagus Respati jelas telah mendapatkannya.
"Permainan akhir ini hanya berlaku untuk saya. Kalau saya bisa memecahkan, saya
berhak atas satu permintaan. Kalau saya gagal, itu urusan saya dengan Kiai
Sangga Langit. Tak ada hubungannya dengan Bagus Respati dan Paman Galih Kaliki.
Kalau syarat ini tidak diterima, saya akan turun panggung. Kalau Kiai Sangga
Langit akan menahan saya, biarlah kita selesaikan berdua saja."
Nyai Demang memoncongkan bibirnya. Kagumnya bangkit seketika.
Anak dusun yang mengaku tak kenal tata krama ini jelas cerdik luar biasa. Tapi
lebih dari semua itu sifat ksatrianya sangat utama. Ia menghadapi sendirian
risiko yang bakal diterima. Ia tak mau melibatkan Bagus Respati atau Galih
Kaliki. Bahkan menganggap persoalan Bagus Respati dan Galih Kaliki sudah
selesai. Sudah mendapatkan haknya!
Padahal bukankah dalam saat seperti ini, kemungkinan untuk mendapatkan semuanya
itu ada padanya" Bukankah kalau nanti bisa memecahkan persoalan, ia bisa mempersunting Dyah
Muning Maduwani - impian sekian banyak lelaki"
Agak janggal sifat anak dusun ini, pikir Nyai Demang. Kalau Galih Kaliki tidak
menghendaki Maduwani, itu bisa dimengerti. Sejak Nyai Demang masih kecil, masih
jadi istri orang, Galih Kaliki memang selalu mengejarnya. Sejak awal tak tergiur
oleh Maduwani. Kenapa anak dusun ini menolak kesempatan emas"
Ataukah, ataukah... Nyai Demang gemas. Ataukah anak dusun ini sudah mempunyai
"Nyai Demang" yang lain - seperti Galih Kaliki. Itu
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
satu-satunya alasan terkuat. Hmmmmm, bahagialah wanita yang mempunyai kekasih
seperti anak dusun ini. Wajahnya jatmika, tenang, dan bersih berwibawa;
penampilannya jujur serta polos. Ah, siapa wanita yang begitu bahagia hidupnya"
Kiai Sangga Langit bersuara pelan, sehingga lamunan Nyai Demang buyar. Nyai
Demang mengatakan persyaratan apa yang diminta oleh Upasara. Kiai Sangga Langit
bertanya apa yang bakal diminta Upasara.
"Tak nanti saya minta Kiai Sangga Langit bunuh diri atau pulang ke negaranya
atau mengajari ilmu silat. Saat ini saya tidak berpikir untuk menghinanya. Kalau
ia cemas apa yang saya minta, apakah ia juga sudah bersiap bahwa saya bisa
memecahkan permainannya?"
Selesai Nyai Demang menerjemahkan, Kiai Sangga Langit melompat ke atas arena.
Mengangkat kedua tangan dengan cara sedikit menghormat. Lalu berteriak nyaring.
Bagian tengah panggung itu masih terdiri atas tanah berbatu-batu yang diratakan.
Di beberapa tempat yang agak pinggir ditambahi dengan papan. Tanah berbatu-batu
cukup keras juga, dan justru tempat itulah yang dipilih Kiai Sangga Langit.
Sehabis berteriak menghimpun tenaganya, kakinya melangkah dengan tumit untuk
berpijak. Sehabis satu langkah tubuhnya berputar.
Dan tanah di bawahnya menjadi berlubang besar. Menganga.
Upasara menyedot udara keras-keras.
Ini baru namanya demonstrasi tenaga dalam yang dahsyat. Membuat tanah berlekuk
hanya dengan menginjaknya. Dalam sekejap terlihat sembilan pasang lekukan yang
dalam. Rapi berpasangan. Di masing-masing ujung ada lubang yang sangat besar, lebih besar dari sembilan
lekukan yang berpasangan.
Belum hilang kagetnya, Upasara melihat Kiai Sangga Langit meloncat dengan cara
berjumpalitan, berlingkaran menuju pinggir panggung. Dari sisi paling tepi
tubuhnya meloncat ke atas, menuju pohon asam. Ringan sekali tubuhnya melayang,
bagai kupu-kupu raksasa. Hanya saja ketika menyentuh pohon, kakinya menendang kuat.
Seketika pohon asam tergetar dan daunnya rontok. Berikut buahnya!
Sehabis menendang, tubuhnya melayang lagi, meraup buah asam yang berjatuhan,
lalu kembali menendang pohon dengan keras, dan menangkap kembali guguran buah
asam. Beberapa penonton malahan bubar. Terasa ada yang mengerikan.
Upasara merasa lehernya tegang. Ini benar-benar pameran pengendalian yang luar
biasa. Tenaga keras ketika membuat lekukan di
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tanah, tenaga keras ketika menendang pohon, tapi juga sekaligus pameran
kelembutan dengan tubuh melayang menyambut buah asam.
Pantas dan tepat Ngabehi Pandu memujinya!
Kiai Sangga Langit melompat kembali ke tengah arena. Bibirnya seperti tersenyum
penuh kemenangan. Tangannya bergerak meskipun tetap terkepal.
Tangannya bergerak-gerak dalam diam. Seperti memeras buah asam.
Memang itulah yang dilakukan. Dalam sekejap kulit buah asam berikut buahnya
berhamburan ke tanah bagai bubuk. Sedang biji asam yang hitam dilemparkan ke
dalam lubang. Setiap lemparan, sembilan biji masuk ke dalam lubang. Begitu
terus-menerus diulangi. Hingga delapan belas lubang itu masing-masing berisi
sembilan biji asam! Upasara tahu bahwa dalam dunia ini ada ilmu Bokor Sewu. Yaitu cara latihan
setiap malam harus bisa menghancurkan seribu buah bokor - sejenis buah-buahan
yang kulitnya sangat keras. Hanya dengan memencet saja hingga hancur. Tapi yang
diperlihatkan Kiai Sangga Langit lebih dari itu. Biji asam yang biasa disebut
klungsu itu masih utuh. "Anak dusun, inilah permainan itu.
"Kau sudah siap?"
"Yang begini anak-anak juga bisa melakukan. Permainan lakon semacam ini apa
susahnya?" Lakon atau congklak memang biasa menjadi mainan dalam Keraton.
Upasara merasa lega, karena paling tidak mengenal cara permainan itu.
Namun ia juga sadar, bahwa dalam permainan itu ada sesuatu yang harus dilakukan.
"Kiai Sangga Langit di negaranya tadinya adalah imam negara yang sangat
dihormati. Beliau datang ke tanah Jawa bersama Meng-ki, yang telah diusir.
Karena secara keprajuritan beliau bukan anggota resmi, beliau bisa tinggal di
sini. Merasa sayang meninggalkan tanah Jawa begitu saja, padahal di sini banyak
jago silat dan permainan.
"Salah satu permainan yang dikenal adalah permainan lakon.
Menurut Kiai Sangga Langit, permainan ini datang ke tanah Cina lewat permainan
yang dibawakan oleh Tat Mo Tosu. Imam Besar Tat Mo adalah pendiri Shao Lin yang
sangat terkenal hingga sekarang ini. Imam Besar atau Imam Agung Tat Mo
menjalankan ajaran Budha.
"Salah satu ajaran yang diketahui oleh Kiai Sangga Langit adalah Sembilan Jalan
Budha. Sembilan jalan itu ditunjukkan oleh sembilan lubang dalam lakon. Bagian
yang menghadap ke arah kamu, adalah bagian yang kau jalankan. Sedang bagian yang
dihadapi Kiai Sangga Langit adalah miliknya.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau mengerti, anak dusun?"
"Cukup jelas, Mbakyu. Saya siap bertanding."
"Tidak. Kiai Sangga Langit tidak menghendaki bertanding. Kiai Sangga Langit
hanya menghendaki kau memainkan lakon itu. Dalam satu langkah tanpa henti. Kalau
kau bisa memasukkan separuh biji yang kau miliki ke dalam lumbung, kau dianggap
berhasil memecahkan. "Modal yang menjadi milikmu adalah sembilan biji kali sembilan. Atau 81 biji.
Nah, kalau kau sekali jalan bisa memperoleh 41 biji, kau sudah dianggap menang.
Karena itu berarti kau sudah bisa menempuh separuh dari Sembilan Jalan Budha.
Perjalanan berikutnya tak terlalu menentukan.
"Kalau kau sekali jalan hanya bisa mendapatkan empat puluh biji, kau gagal. Kau
tak disinari oleh sifat Budha. Berarti kau kalah.
"Seperti dalam semua permainan lakon, kau harus memulai dari bagianmu sendiri.
Mulai dari lubang sepuluh hingga delapan belas.
Setiap kali biji asam yang kaumainkan masuk lumbung, kau harus mulai dari
bagianmu sendiri. "Apa bisa mulai sekarang?"
Upasara menatap ke langit. Untuk memainkan lakon tidak terlalu Sulit. Anak kecil
pun bisa. Akan tetapi untuk mendapatkan biji paling sedikit 41, bukan hal yang
mudah. Kalau saja ada Ngabehi Pandu, mungkin bukan hal yang sulit. Tidak, Ngabehi Pandu
pun belum tentu bisa memecahkan rahasia dalam waktu cepat. Hanya Mpu Raganata
yang mampu! Ya, Mpu Raganata memiliki Weruh Sadurunging Winarah, yang bisa untuk
menguasai segala jenis permainan atau jurus-jurus baru.
Hanya Mpu Raganata! Tapi sejauh ini Upasara baru bertemu sekali saja. Upasara hanya mengenal dari
penuturan Ngabehi Pandu. Ia pernah sangat penasaran dan menanyakan apa
sebenarnya ilmu Weruh Sadurunging Winarah itu, dan kenapa gurunya selalu
membanggakan itu" "Ilmu itu sendiri tak diberi nama apa-apa. Hanya disebut sebagai Weruh
Sadurunging Winarah. Saya pernah berguru mengenai hal itu, akan tetapi sulit
memahaminya. Mpu Raganata hanya memakai perbandingan: Bahwa bila kau menjadi
katak, kaulah yang seharusnya menutupi liang. Bukan liang itu yang menyelimuti
dirimu. Tapi kau tak bisa mengatakan ini ilmu Kodok Ngemuli Leng, Katak
Menyelimuti Liang, meskipun itu yang dikenal. Dalam dunia silat selalu dikenal
nama yang seram-seram untuk memperhebat. Tapi kita terjebak lagi.
Terjebak dalam nama jurus, yang padahal itu adalah bungkus. Padahal itu adalah
leng, liang, bukan kodok, katak.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ngabehi, kita sekarang ini duduk berhadapan. Kalau kutanya kita di mana, kau
bisa menjawab di ruang pendopo. Itu betul secara wadag, secara fisik. Tapi
salah, sebab bukan itu yang wigati, yang penting. Yang benar ialah ruang pendopo
ini berada dalam diri kita.
"Setiap kali kita harus tanggap ing sasmita, peka kepada isyarat.
Dengan mengembalikan ke ilmu katak tadi. Katak tidak berada dalam liangnya.
Liang itu berada dalam katak.
"Ketika kau menciptakan jurus-jurus Banteng Ketaton, aku bisa menebak bentuk
kasarnya. Kalau kaupamerkan satu jurus saja, pembukaan, aku bisa menebak ke arah
mana serangan. "Ngabehi, ketika Baginda Raja banyak mengirimkan para senopati ke tanah
seberang, saya sama sekali bukan tidak menyetujui. Saya ini apalah dibandingkan
Baginda Raja yang menerima wahyu.
"Tapi marilah kita lihat. Kau bisa melihat bahwa Raja Muda Gelang-Gelang sedang
menghimpun kekuatan. Ketika ini terdengar oleh Baginda Raja, malahan saya
dituduh mencari perkara dengan menebarkan bibit pertengkaran. Baginda Raja sama
sekali tak percaya bahwa Raja Muda Gelang-Gelang berniat kraman. Selama ini
makanan, pakaian, rumah, kehormatan diberikan padanya atas kebaikan Baginda
Raja. "Kedurhakaan yang paling keji pun tak akan seperti itu.
"Nah, inilah yang kumaksudkan dengan ilmu katak itu. Kalau Baginda Raja melihat
dari pandangannya saja, mengukur dari pribadi Baginda Raja, memang tidak
mungkin. Akan tetapi akan berbeda hasil akhirnya, jika saja Baginda Raja
menempatkan dirinya sebagai Raja Muda Gelang-Gelang.
"Susah, susah, tapi juga mudah.
"Tak ada yang luar biasa. Aku bukan nujum, bukan ahli ramal.
Dengan perasaan pun bisa. Semua manusia menerima kodrat bisa memainkan Weruh
Sadurunging Winarah asal mau melatihnya,
"Dasarnya cuma satu. Kekosongan pikiran diri sendiri, dan menjadi apa yang
dipikirkan. Kalau kau ingin tahu apa yang dilakukan Raja Muda Gelang-Gelang, kau
harus membebaskan dirimu sendiri. Kau harus mengosongkan dirimu, sehingga bisa
menyelimuti Raja Muda Gelang-Gelang. Menguasai Raja Muda Gelang-Gelang dan tahu
apa yang akan dilakukan. Pada saat yang bersamaan kau menjadi dirimu dan
mengalahkannya. "Kita berdua bisa berlatih mengosongkan pikiran. Tetapi kamu terlalu sungkan
denganku, Ngabehi. Kau tak akan pernah bisa mengalahkanku. Dalam pertandingan
satu lawan satu, semua KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
langkahmu mudah kutebak. Karena kau terlalu menghormat padaku, pun andai aku
telah berbuat jahat - amat jahat padamu.
"Di seluruh dunia ini hanya Eyang Sepuh yang sama sekali tak berani kulawan.
Membayangkan bertanding pun tak pernah terpikirkan.
Karena aku tak berani. Aku kalah dalam mengosongkan pikiran lawan Eyang Sepuh.
"Ngabehi, apakah kita akan berlatih?"
Saat itu Upasara merasa kelewat penasaran. Begitu seringnya Mpu Raganata
disebut-sebut dengan sangat hormat. Dan Mpu Raganata sendiri menyebut-nyebut
Eyang Sepuh. Upasara ingin sekali menjajalnya sendiri!
Tapi justru karena rasa gusarnya dulu, ia jadi terus teringat.
Beberapa kali Ngabehi Pandu membicarakan apa yang dibicarakan dan kadang
berusaha memecahkan bersama.
Kini Upasara berniat menghadapi beberapa petunjuk tidak langsung itu.
"Mpu Raganata, maafkan hamba...."
Upasara menghaturkan sembah dengan khidmat. Menarik napas dalam-dalam. Memulai.
Pertama, mengangkat biji asam di lubang sepuluh. Itulah memang permainan awal.
Sehingga dengan demikian akan berakhir di lumbung, dan ia bisa memulai lagi
sesukanya. Lalu memulai lagi mengangkat biji asam di lubang delapan belas.
Yang sekarang berisi sepuluh biji. Yang pertama masuk lumbung, lalu masuk lubang
satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, dan berakhir di lubang
sembilan - yang kini isinya menjadi sepuluh.
Diangkat lagi, dimasukkan lubang sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat
belas, lima belas, enam belas, tujuh belas, delapan belas, satu demi satu, dan
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kembali berakhir di lumbung. Langkah ketiga tak terlalu sulit. Dari lubang
delapan belas, tinggal memasukkan ke lumbung.
Kini berarti lumbungnya sudah berisi empat.
Baru empat, dari paling tidak harus bisa mencapai 41 biji.
Kiai Sangga Langit berdehem kecil. Langkah kelima memang mulai mengandung
komplikasi. Kalau tadi bisa dengan mudah dihitung, ia harus sangat cermat.
Keliru satu biji saja, bisa-bisa hancur berantakan.
Nyai Demang menahan napas.
Ia mengenal permainan lakon ini dengan baik.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kalau Upasara mulai dari lubang sepuluh, seperti permulaan tadi -
memang secara berhitung kasar bisa begitu, sebelum langkah kesembilan belas ia
harus mati. Ini berarti lumbungnya baru terisi sepuluh. Tambah yang ada di
depannya, karena ditembak, isinya belum mencapai 25.
Ternyata Upasara mulai dari lubang kesebelas sebagai langkah kelima. Lubang
kesebelas isinya sebelas, berakhir di lubang tiga yang isinya menjadi sebelas
juga, dan berakhir di lubang ketiga belas yang isinya tiga belas, dan ini akan
berakhir di lubang ketujuh yang isinya dua belas. Dari sini berakhir di lumbung
lagi. Selamat! Berarti kini Upasara menyimpan enam biji di lumbung!
Sampai di sini, Nyai Demang masih bisa memainkan. Karena perkembangan biji asam
di setiap lubang masih bisa diperhitungkan.
Akan tetapi mulai langkah kesembilan, variasi makin banyak. Kini hampir semua
isi dalam lubang sudah tak ada yang sembilan biji lagi!
Perubahan ini tak boleh dihitung lebih dulu. Hanya berdasarkan ingatan saja.
Nyai Demang dikenal sangat cerdas dalam menganalisa dan belajar soal seperti
ini. Dan ia membanggakan dirinya, karena ia bisa berbicara dengan Kiai Sangga
Langit. Banyak kesalahan dalam menangkap arti bisa terjadi, akan tetapi secara
keseluruhan ia bisa mengetahui artinya!
Tapi untuk memulai langkah kesembilan dari lubang mana, bukan hal mudah.
Kalau Upasara mulai dari lubang sebelas, dalam tiga langkah berikutnya ia akan
mati. Tapi bukan Upasara kalau ia memilih lubang sebelas untuk dimainkan. Dalam banyak
hal yang berhubungan dengan angka serta cara hitung-menghitung, Upasara seperti
menemukan hafalan lama. Selama dua puluh tahun ia dikurung untuk hal-hal seperti ini.
Menghafal, berhitung luar kepala, mempraktekkan. Sehingga dibandingkan orang
lain, Upasara sudah belajar mengenai hal ini selama dua puluh tahun. Dan tak
pernah tersentuh oleh kegiatan lain.
Upasara mulai langkah kesembilan dari lubang tujuh belas. Dan di langkah
kesembilan belas, ia masuk lumbung lagi. Langkah dua puluh tinggal menaikkan
dari lubang tujuh belas. Di langkah kedua puluh, Upasara telah mengumpulkan dua
belas biji. Langkah ke-21, Upasara mulai lubang enam belas. Pikirannya sederhana, karena
dari lubang enam belas berisi dua puluh biji, dan dengan demikian akan menutup
seluruh putaran, dan ia tak akan mati langkah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah dengan kecerdikan dan perhitungan matang, Upasara terus memainkan
biji asam. Kiai Sangga Langit berdecak pelan, mengawasi dengan cermat.
Sampai dengan langkah ke-34, Upasara sudah memasukkan ke dalam lumbung sebanyak
22. Bagi Nyai Demang itu sudah suatu prestasi yang hebat.
Tapi untuk angka yang ditentukan Kiai Sangga Langit, itu masih separuh.
Sampai di sini Kiai Sangga Langit berjalan mendekat. Siapa pun tahu bahwa kini
langkah yang paling menentukan.
Upasara mendongak ke arah langit.
Bibirnya berkumat-kamit menghafalkan angka di dalam lubang.
"Lubang kesepuluh berisi 25, lubang kesebelas berisi enam, lubang kedua belas
berisi dua belas, lubang ketiga belas berisi lima belas, lubang keempat belas
berisi enam, lubang kelima belas berisi lima, lubang keenam belas berisi empat,
lubang ketujuh belas tidak ada isinya alias kosong, lubang kedelapan belas
berisi enam. "Aha, dari mana aku harus mulai"
"Di depan lubang kesatu berisi tiga, lubang kedua berisi delapan, lubang ketiga
berisi sembilan, lubang keempat berisi satu, lubang kelima berisi tiga, lubang
keenam berisi 25, lubang ketujuh berisi sepuluh, lubang kedelapan berisi dua,
lubang kesembilan tidak ada isinya alias kosong.
"Yang menjadi petaka yang mematikan bukan hanya lubang kesembilan dan lubang
ketujuh belas. Tapi adalah perubahannya. Mulai dengan lubang kelima belas,
keenam belas, ketujuh belas sama dengan bunuh diri dalam langkah pertama. Mulai
dari lubang kedelapan belas, menguntungkan karena panjang. Akan tetapi itu
berakhir di lubang keenam dan mengambil isinya sebanyak 25. Akan tetapi berarti
itu dibagi rata. Susah untuk nembaknya.
"Langkah lainnya penuh risiko.
"Susah sekali."
Upasara merenggangkan tangannya. Menggeliat. Lalu memandang ke atas lagi.
"Ini kesempatan saya mengambil yang terakhir. Entah bisa panjang atau tidak. Tak
mungkin bisa berakhir di lumbung lagi. Tak apa.
"Kalau bisa nembak yang terbesar, itu sudah cukup."
Upasara menggerakkan lubang kesepuluh yang berisi 25 biji.
Langkahnya berakhir di langkah ke-41, akan tetapi ia berhasil menyikat
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
biji di depan lubang ketiga belas. Berhasil menyikat lubang di depannya.
Isinya paling banyak, yaitu 28 biji. Dengan lumbungnya yang sudah berisi 26,
semuanya berjumlah 54 biji!
Upasara meloncat ke atas, dan tertawa bergelak.
Nyai Demang berusaha menghitung, akan tetapi Upasara mendiktekan jumlah yang
ada. "Katakan kepada Kiai Sangga Langit. Kalau ia ingin meneruskan permainan, jumlah
akhir nanti tak akan pernah bisa dimenangkannya.
Kalau tidak percaya, silakan jajal."
Nyai Demang jadi ragu. Kiai Sangga Langit memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangannya. Tubuhnya
tetap tegak. Lalu mengganti dengan menyembah.
"Anak muda, sungguh luar biasa. Imam Tat Mo akan sangat bahagia di nirwana sana.
Tak sangka, hari ini ada yang bisa memecahkan permainan yang usianya ratusan
tahun dengan sekali gebrak. Luar biasa, luar biasa. Selamat, selamat...," Nyai
Demang menerjemahkan per kata. "Kini kau sudah menang mutlak. Nah, katakan apa
permintaanmu." Upasara menggeleng. "Jangan terlalu memuji. Sebenarnya saya yang rendah ini kebetulan bisa
menghitung di luar kepala. Itu saja.
"Mengenai permintaan saya, sampai saat ini saya belum mempunyai permintaan apa-
apa. Lupakan saja. Sembah hormat kembali untuk Kiai Sangga Langit."
"Karena anak muda tak meminta apa-apa, apakah Kiai Sangga Langit boleh meminta
sesuatu?" "Asal saya bisa memenuhi, akan saya lakukan."
"Kiai Sangga Langit hanya minta anak dusun menyebutkan asal-usul, nama
perguruan, agar di belakang hari bisa mengundang." Upasara menghela napas.
Berat. Kegirangan yang melonjak tinggi ketika merampungkan permainan tadi jadi sirna.
"Saya telah mengatakan sesungguhnya. Saya biasa dipanggil Upa.
Nama perguruan saya tidak perlu disebutkan karena sudah lama bubar - sudah sejak
lama. Mengenai asal-usul, saya sendiri tidak tahu.
Saya menyebut Bapak Toikromo, karena beliau pernah menolong saya."
"Istri, saudara..."
"Istri saya belum berani memiliki, karena saya masih luntang-lantung seperti
ini. Saudara... saya tak pernah tahu. O, tidak, saya mempunyai
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
saudara angkat. Ia seorang senopati dari Gelang-Gelang. Kami baru saja saling
mengangkat saudara. Agak susah saya menyebutkan, karena kami saling berjanji
untuk tidak membuka kepada orang lain.
"Kiai Sangga Langit, masih adakah yang Kiai minta?"
Selesai Nyai Demang menerjemahkan, sekali lagi Kiai Sangga Langit memberi hormat
dengan dua cara. Ketika itu Bagus Respati mulai membuka matanya. Bersamaan dengan Galih Kaliki.
Keduanya berdiri dan melihat Kiai Sangga Langit sedang memberi hormat kepada
Upasara. Upasara membalas dengan menundukkan badannya.
"Kiai Sangga Langit mempunyai beberapa hadiah, kalau kau mau menerimanya. Sebuah
kitab mengenai ajaran Budha yang bisa digunakan untuk mempertajam keluhuran
budi, apakah kau mau menerima?"
"Terima kasih, Nyai Demang, apa gunanya kitab itu kalau saya tidak bisa
membaca?" "Aku akan membacakan untukmu." Kembali sinar mata yang genit mencubit perasaan
Upasara. "Kalau begitu biarlah Nyai Demang yang menerima. Dan mempelajari.
Saya masih ada urusan di dusun, mohon pamit."
Upasara berbalik ke arah Galih Kaliki.
"Paman Galih, maafkan semua kelancangan saya. Saya mohon pamit.
Jangan lupa mengundang saya ke perkawinan nanti."
Galih Kaliki tertawa bergelak.
"Kau masih muda, gagah, dan sedikit congkak. Aku, Galih Kaliki, suka padamu.
Selamat, anak muda."
Upasara berbalik ke arah Bagus Respati.
"Kakang Raden Mas..."
"Terima kasih, Upa... Tak akan pernah kulupakan kebaikanmu.
Datanglah ke dalem kepatihan."
Upasara menghaturkan sembah. Lalu perlahan berjalan turun dari panggung. Nyai
Demang meloncat maju. "Apakah kamu juga akan berlalu kalau saya mengharap tinggal barang sebentar?"
Upasara menunduk. Tak berani menatap mata Nyai Demang.
"Buku silat yang dihadiahkan Kiai Sangga Langit adalah buku pilihan.
Juga di negerinya sendiri. Sungguh kurang enak kalau kamu menolak begitu saja."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara mengangguk. "Kita mengadakan makan malam bersama, dan setelah itu kamu bisa pergi ke mana
saja. Menjumpai kekasihmu...."
"Saya akan tinggal sebentar, Mbakyu...."
Malam itu juga diadakan perjamuan sederhana. Bagus Respati hanya menikmati
sebentar, lalu berpamitan untuk pergi keesokan harinya. Ia akan segera berangkat
bersama Dyah Muning dan mempersiapkan upacara.
Galih Kaliki menepuk-nepuk pundak Upasara.
"Pergilah bersama Nyai Demang. Ia akan membacakan isi kitab itu padamu."
Upasara merasa kikuk. "Di dunia ini semua lelaki pasti tertarik kepada Nyai Demang. Baik diam-diam
atau terang-terangan. Akulah yang paling tergila-gila. Aku menyadari ini
ketololan yang luar biasa. Tapi aku suka terseret arus perasaan seperti ini.
Indah sekali. Anak muda, kamu beruntung malam ini."
"Paman Galih, karena Paman menganggap saya sebagai keluarga sendiri, kenapa kita
tidak bersama-sama mendengarkan apa yang dikatakan Nyai Demang?"
Dalam suatu tenda, malam itu Kiai Sangga Langit menjelaskan beberapa bagian yang
diterjemahkan oleh Nyai Demang. Upasara berusaha mendengarkan dengan segenap
perhatian. Hanya saja beberapa kali perhatian tertuju pada gerak bibir Nyai
Demang. Benar juga kalau semua lelaki tertarik kepada Nyai Demang. Cukup
beralasan kalau Galih Kaliki, meskipun sudah menyadari ketololannya, masih tetap
tergoda. Nyai Demang memang mempunyai daya tarik, dan bisa memanfaatkan
kelebihan ini. "Buku ini mengandung ajaran cara melatih pernapasan. Intinya lebih berguna untuk
menjaga agar badan tetap sehat, panjang umur, dan memperoleh kebahagiaan. Kiai
Sangga Langit mendapatkan dari orang-orang Cina. Agak bertentangan dengan ilmu
Mongol yang mengandalkan kekerasan. Namun cara melatih pernapasan ini ternyata
mempunyai manfaat besar. Terbukti dari jago-jago di daratan Cina yang makin tua
justru makin perkasa."
Setelah larut, Upasara meminta diri. Sekaligus pamitan besok pagi akan menemui
ayahnya, Pak Toikromo. Ia kembali ke tenda. Bagi Upasara yang penting bisa
istirahat dan besok pagi melanjutkan perjalanan.
Maka setelah bersemadi, Upasara mulai berbaring.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Galih Kaliki yang berada di sampingnya sudah langsung mendengkur.
Mungkin karena capek, mungkin karena tadi minum tuak secara berlebihan.
Baru memejamkan mata sekejap, Upasara mendengar satu gerakan.
Desir angin yang lain. Sebagai seorang yang terlatih, Upasara melihat ada
sesuatu yang tidak beres. Gerakan mengentengkan tubuh dengan perlahan,
mencurigakan di larut seperti ini. Apalagi bukan gerakan satu orang. Upasara
bangkit. Lalu berjalan perlahan keluar dari tenda.
Sesaat masih melihat dua bayangan berkejaran. Cepat sekali Upasara meloncat ke
arah dua bayangan. Belum lama mengejar, dua bayangan itu sudah terlibat dalam
pertempuran. Upasara tahu bahwa bayangan yang dikejar adalah Nyai Demang.
"Kalau berani kurang ajar padaku, ayo kita jajal di sini."
"Perempuan murahan, untuk apa kamu menolakku" Jangan paksa aku melakukan itu
dengan kekasaran. Kita nikmati malam yang indah ini."
Suara yang satunya seperti dikenal oleh Upasara. Hanya saja tidak begitu jelas,
karena memakai kain yang dikerudungkan menutup seluruh tubuh.
"Majulah kalau kamu memang ksatria."
"Aku juga laki-laki yang bisa menaklukkanmu. Malam ini. Dan aku ingin menjadi
orang senewen seperti Galih Kaliki. Ayo, Nyai Demang, kita bermain-main
sebentar." Bayangan berkerudung itu langsung menyerang Nyai Demang. Nyai Demang menghindar.
Dalam beberapa saat keduanya sudah terlibat dalam pertempuran. Meskipun Nyai
Demang termasuk unggul, namun masih setingkat di bawah penyerangnya. Kelebihan
Nyai Demang ternyata lebih bersifat teori. Gerak pukulannya tepat, bagus, dan
mengena. Akan tetapi tenaga pendukungnya tidak cukup membantu.
Sehingga dengan mudah ditangkis. Melewati sepuluh jurus, Nyai Demang sudah di
bawah angin. Lima jurus berikutnya, kaki Nyai Demang kena serampang, dan tubuhnya terbanting.
Dengan satu tangan menotok ke arah pinggang, penyerang berkerudung itu berhasil
memeluk Nyai Demang. "Apa lagi?" Nyai Demang menggigit bibirnya. Kakinya yang lepas berusaha menendang dari
belakang. Sekali lagi, dengan mudah bisa disampok.
Dan ketika pegangan dilepaskan, tubuh Nyai Demang terbanting ke tanah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Upasara tidak merasa perlu turut campur, sebenarnya. Akan tetapi merasa kurang
enak melihat Nyai Demang diperlakukan dengan kasar.
Maka Upasara melompat ke tengah.
Bayangan berkerudung melihat Upasara.
"Oh, kamu, Upasara."
Upasara melengak. Baru ia sadar siapa yang dihadapi.
"Kang Bagus Respati... maaf, mengganggu masalah pribadi... saya kira..." Upasara
segera berbalik membuang wajah.
"Haha... di dunia ini masih ada lelaki sejujur kamu. Betul-betul luar biasa...."
Tanpa menoleh kiri-kanan Upasara terus kembali ke tenda. Melihat Galih Kaliki
masih tidur mendengkur. Ah, apakah pikirannya akan berubah jika melihat apa yang
dilakukan Nyai Demang" Entahlah.
Upasara tidak mau berpikir lebih jauh. Hanya ia merasa bersalah mencampuri
urusan Nyai Demang dengan Bagus Respati. Mereka berdua ternyata memang lagi
"bermain-main".
Tokoh macam apakah Nyai Demang itu"
Tak bisa masuk di benak Upasara. Hanya saja sejak melihat kejadian itu, Upasara
tidak begitu tertarik lagi dengan Nyai Demang. Hanya saja Upasara juga tidak
mengerti bagaimana sikap Bagus Respati sebenarnya. Setelah memperoleh putri Cina
dalam sayembara, kenapa masih mengejar Nyai Demang"
Upasara melanjutkan perjalanan, dengan beberapa pikiran yang masih mengganggu.
Akan tetapi ia tidak memedulikan. Pikiran itu terbuang dengan sendirinya. Karena
memang sejak masih bayi tak pernah terlibat dengan keusilan. Harapannya cuma
satu: menyampaikan berita ke Keraton!
Selewat fajar, Upasara sampai di Keraton.
Ia merasa bingung karena tak tahu harus menghubungi siapa.
Ngabehi Pandu tak ada di tempat. Senamata Karmuka juga tak bisa dihubungi.
Maka ketika ia mengatakan akan sowan kepada Baginda Raja, prajurit penjaga hanya
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melengak saja. "Kami mengetahui dirimu, anak muda. Kamu dari Ksatria Pingitan.
Kamu membawa tanda untuk masuk ke Keraton. Akan tetapi untuk bisa melihat
bayangan Baginda Raja, apakah kamu mempunyai alasan untuk itu?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengan paksa atau baik-baik saya akan sowan kepada Kanjeng Sinuwun."
Mendengar jawaban itu para prajurit bersiap dan mengurungnya.
Upasara mendongak. "Kalau kalian memaksa terus, akan terjadi sesuatu yang tidak kalian inginkan."
Upasara bertindak maju. Dengan membawa cincin Keraton, Upasara bisa terus
melangkah maju ke dalam. Para prajurit tak ada yang berani menyerang. Hanya sekadar berjaga.
Sampai di balairung, tempat menghadap, Upasara duduk bersila.
Upasara tetap tidak bergeser. Ia terus bersila di balairung, tertunduk, sama
sekali tak beringsut. Dari pagi hingga tengah hari sampai menjelang petang.
Beberapa pengawal utama tak berani menegur atau mengusik, hanya mengawasi dari
kejauhan. Ketika penerangan Keraton dinyalakan, dan bayangan tubuh Upasara bergerak-gerak,
ketika itulah terdengar langkah kaki memasuki balairung. Beberapa pengawal
berjalan membentuk barisan di sebelah kiri dan kanan. Bersila di bawah. Beberapa
saat kemudian sebuah langkah ringan menuju ke tengah. Semua yang hadir
menghaturkan sembah. Upasara tetap menunduk. "Anak muda yang keras kepala, apakah kau Ksatria Pingitan?"
Barulah tangan Upasara bergerak, menghaturkan sembah yang khidmat. Sorot matanya
tetap menunduk. Akan tetapi sempat menangkap sosok tubuh yang gagah perkasa,
yang dadanya telanjang dan berbulu. Dengan kalung panjang berbentuk segi tiga.
Melingkari leher secara terbuka, dan bertemu sedikit di atas pusar. Kain yang
dikenakan sangat bagus, dan ujung keris menonjol dari belakang.
Ditopang dengan sepasang kaki yang bersih kukuh, ditumbuhi bulu-bulu keriting.
Rambutnya digelung di atas kepala, memberi kesan sangat gagah.
"Nun inggih... saya yang rendah bernama Upasara Wulung," suaranya penuh rasa
hormat, "...saya menghaturkan sembah bekti, Mahapatih yang mulia."
Mahisa Anengah Panji Angragani seperti berdecak bibirnya.
"Apa maksudmu memaksa diri bersila di sini?"
"Saya mohon izin Mahapatih yang mulia untuk sowan kepada Baginda Raja. Hanya
dengan perkenan Mahapatih yang mulia, saya yang rendah bisa sowan di hadapan
Baginda Raja, penguasa tunggal Keraton."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali terdengar decakan suara di bibir.
"Sudah lama kudengar makin banyak pemuda yang berbuat kurang ajar dan ugal-
ugalan. Hari ini aku menemukan sendiri. Upasara, apakah karena kau merasa bekas
Ksatria Pingitan, sehingga bisa begitu mudah meminta izin untuk sowan Baginda
Raja" "Ksatria Pingitan sudah lama dibubarkan, karena hanya memboroskan keuangan
Keraton. Sudah tidak ada artinya lagi. Pun andai masih ada, kau tak bisa leluasa
mengajukan usul seperti itu.
"Apakah ada sesuatu yang luar biasa sehingga merasa perlu sowan Baginda Raja?"
"Maafkan hamba, Mahapatih yang mulia. Maafkan kelancangan hamba, dan
ketidaktahuan akan tata krama ini. Keberanian dan keinginan hamba hanya didasari
bahwa ada sesuatu yang harus hamba sowan-kan kepada Baginda Raja.
"Maafkan, Mahapatih yang mulia."
"Sesuatu itu apa" Aku akan mempertimbangkan."
Upasara menghaturkan sembah.
"Katakan." Upasara menunduk. Pundaknya merunduk menuju satu titik di tanah.
Ludahnya seperti tak bisa ditelan.
Apakah ia harus memberi laporan kepada Mahapatih Panji Angragani mengenai
kejadian di Perguruan Awan" Menurut pesan Jagaddhita, ia harus menyampaikan
langsung kepada Baginda Raja. Akan tetapi, untuk bisa sowan, ia tak bisa
menghindar dari Mahapatih.
Apakah ia harus memperlihatkan dua buah gigi emas Jagaddhita"
Apakah ini cukup berarti bagi Mahapatih" Tetapi jika ia tidak mengatakan...
Terlambat. Mahapatih sudah berdecak lebih keras.
"Upasara. Sungguh lancang! Bagaimana mungkin kau tidak menghormati dengan
berdiam diri seperti itu" Bahkan Baginda Raja mempercayaiku untuk menjadi
mahapatih. Untuk menjadi bahu kanan Baginda Raja. Apa yang kausembunyikan
dariku, pasti akan kuketahui.
"Akan kulihat apakah kau masih berusaha duduk di situ, atau menunggu aku
memerintahkan untuk menendangmu."
"Ampun, Mahapatih yang mulia. Sama sekali tak terpikir oleh hamba yang rendah
ini untuk tak menghormati Paduka. Mahapatih yang mulia adalah sesembahan kawula,
Mahapatih yang mulia adalah bahu kanan Baginda Raja yang terpercaya, akan tetapi
saya ingin menyampaikan secara pribadi."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Terdengar decak kecil. "Aku tak punya waktu banyak, Upasara. Kalau kau mau mengatakan, sekarang
saatnya. Para pengawal ini adalah pengawal Keraton yang tak perlu diragukan lagi
kesetiaannya." "Maaf, Mahapatih. Masalah ini ada sangkut-pautnya dengan peristiwa di Perguruan
Awan." "Hmmmmm." "Juga mengenai rombongan Raja Muda Gelang-Gelang, serta pasukan yang dipimpin
langsung oleh Maharesi Ugrawe. Mohon Mahapatih yang mulia menyampaikan kepada
Baginda Raja." Terdengar tawa menggeledek.
Para pengawal sempat kaget.
Darah Upasara berdesir sangat cepat.
"Dewa Batara... kukira tentang gempa yang dahsyat atau matahari berbalik
arahnya. Tak tahunya tentang urusan begitu sepele. Kalau urusan membunuh nyamuk
saja harus di-sowan-kan kepada Baginda Raja, kapan Baginda Raja ada waktu untuk
memuja Penguasa Tunggal di jagat ini"
"Ketahuilah, Ksatria Pingitan. Baginda Raja saat-saat ini sedang bersemadi. Tak
bisa diganggu gugat, tak bisa di-sowan-i siapa saja. Dan mengenai kekuatiranmu,
Baginda Raja sudah mengetahui jauh lebih dulu. Kuhargai sepenuhnya keberanianmu,
tetapi itu tak ada gunanya.
"Nah, sekarang kembalilah. Mulai sekarang jangan menyebut-nyebut sebagai Ksatria
Pingitan lagi, karena sebutan itu sudah dibubarkan.
Kembalilah ke desamu, jadilah petani yang baik.
"Aku telah bermurah hati menemuimu."
Mahapatih mengibaskan tangannya.
"Ampunilah saya yang cubluk, bodoh, ini. Peristiwa di Perguruan Awan sangat
memilukan. Saya yang rendah ini berada di sana...."
"Aku adalah mahapatih. Aku menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Aku telah
mengetahui dari telik sandi, dari pasukan rahasia, bahwa beberapa pendekar akan
mengadakan pertemuan untuk memberontak kepada Keraton. Itu sebabnya Baginda Raja
menugaskan Raja Muda Gelang-Gelang untuk menumpas sampai habis. Sampai rata
dengan tanah. Aku sendiri yang memerintahkan Senopati Suro, Joyo, Lebur,
Pangastuti untuk memimpin pasukan Keraton. Di samping beberapa prajurit pilihan
yang lain. "Kau berada di sana dengan siapa?"
"Saya diajak Ngabehi Pandu dan Pamanda Wilanda...."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hmmmmm, sok tahu."
"Beberapa dari prajurit Keraton ditawan oleh Maharesi Ugrawe.
Ngabehi Pandu masih belum ditemukan, demikian juga Senamata Karmuka...."
Kembali terdengar tawa menggeledek.
"Lancang sekali omonganmu.
"Anak lancang. Ajaib sekali. Apa yang diajarkan Ngabehi lancang itu sehingga
Ksatria Pingitan begitu kurang ajar dan ngawur"
"Bagaimana mungkin kaukatakan kalau Senamata Karmuka itu hilang" Selama ini
Senamata Karmuka tak pernah meninggalkan Keraton!
"Omongan edan apa ini?"
"Seribu ampun, Mahapatih yang mulia, saya melihat sendiri...."
"Cukup! Aku tak pernah bicara ngawur. Semua prajurit di Keraton bisa menilai.
Bisa mengatakan apakah aku berdusta. Selama ini Senamata Karmuka berada di
Keraton. Ia tak ikut ke Perguruan Awan.
Aku tidak memerintahkan ke sana. Juga ia hadir dalam pasowanan agung di Keraton.
Seluruh pejabat di Keraton melihatnya. Bagaimana mungkin kau edan-edanan seperti
itu" "Bocah kecil, aku tak menyangka kalau kau berani berdusta di depanku. Ketika
dalam Sayembara Mantu aku mendengar namamu disebut putraku, aku menyangka kau
adalah ksatria yang hebat.
Mewarisi keberanian Keraton. Tak tahunya cuma tukang dusta.
"Tidak adil jika aku tidak menghukummu, walau kau telah menyelamatkan putraku.
Prajurit, tangkap dia."
Tiga prajurit memberi hormat, dan langsung menelikung Upasara.
Upasara mendongak. "Saya hanya menyampaikan pesan ini. Kalau saya sengaja berdusta, saya pastilah
melakukan suatu kebodohan yang tiada taranya. Saya hanya memberi laporan seperti
yang saya lihat. "Sebelum Mahapatih menjatuhkan hukuman, perkenankanlah saya memohon sesuatu."
Terdengar decak lidah. "Di dalam lipatan kain, ada dua buah gigi emas. Bukan senjata rahasia, bukan
barang penuh bisa atau ilmu gaib. Saya mohon Mahapatih yang mulia berkenan
menghaturkan kepada Baginda Raja."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Seorang prajurit pengawal membuka lipatan kain dan memperlihatkan dua buah gigi
emas. "Untuk apa kaukatakan itu?"
"Ini permintaan Bibi Jagaddhita, bekas penari Keraton. Saya berjanji untuk
menyampaikan, apa pun yang terjadi. Kalau besok saya tak sempat melihat matahari
lagi, saya tidak mengecewakan arwah Bibi Jagaddhita.
"Untuk kemuliaan Mahapatih menghaturkan dua buah gigi emas ini, saya
menghaturkan nyawa saya yang tak berharga ini."
"Masih ada juga jiwa ksatriamu. Memuliakan tugas. Memegang janji.
Itulah sifat ksatria sejati. Itulah ciri utama ksatria Keraton Singasari yang
besar. Kepandaianmu tidak rendah.
"Sayang kau banyak bermimpi.
"Prajurit, penjarakan dia."
Upasara diseret. "Satu hal lagi, Mahapatih... yang mulia, Raja Muda Gelang-Gelang tidak
memadamkan pemberontakan, malah sebaliknya. Maharesi Ugrawe mempunyai dua
rencana lain untuk merebut takhta...."
Tapi tubuhnya telah terseret jauh. Dan Mahapatih telah meninggalkan balairung.
Tubuh Upasara seluruhnya diikat. Kaki dan tangan, serta badannya diikat erat
pada sebuah tonggak, di ruang bawah tanah.
Dulu Upasara mengetahui ruangan itu digunakan untuk menawan para penjahat yang
berbahaya. Hanya para penjahat yang bakal dihukum mati di tempat itu. Cara
pelaksanaan hukuman mati juga tak jauh berbeda. Dibakar hidup-hidup atau
diberikan kepada seekor harimau yang menjadi klangenan, atau kesayangan, Baginda
Raja. Untuk itu semua hanya diperlukan waktu lima hari. Jika dalam waktu lima hari
Mahapatih tidak berkenan membicarakan masalahnya, dengan sendirinya ia harus
menjadi makanan seekor harimau! Dalam keadaan biasa, Upasara bisa melawan dan
mempertahankan diri. Akan tetapi dalam keadaan terikat erat, seekor nyamuk yang
hinggap di pipi pun tak bisa diusir. Apalagi selama lima hari itu, ia tak
dibiarkan meneguk setetes air atau sesuap nasi, atau juga satu kalimat.
Para prajurit penjaga tak diperkenankan berkata. Ini semua untuk menghindarkan
dari rencana para tersangka mempengaruhi atau mencoba melarikan diri.
Upasara Wulung mengetahui hal ini. Siapa sangka sekarang ini dirinya yang
menjadi penghuni penjara" Siapa sangka ia begitu susah
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
melarikan diri akan tetapi malah ditertawakan" Siapa sangka kalau pengorbanan
Jagaddhita tak berarti apa-apa"
Upasara termasuk cerdas. Jalan pikirannya cemerlang untuk menangkap suatu
masalah yang tak diperhitungkan. Namun kali ini benar-benar mati kutu. Tak bisa
memperkirakan kejadian apa yang sebenarnya berlangsung. Baik di Keraton, di
Perguruan Awan, atau juga di tempat lain.
Rasanya serba tak menentu dan tak jelas ujung-pangkalnya. Yang disangka terang-
benderang di siang hari, ternyata gelap-pekat tak bisa dimengerti.
Upasara mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi, sejak awal Sejak ia diperam
selama dua puluh tahun sebagai Ksatria Pingitan. Suatu usaha untuk melahirkan
para prajurit dan bangsawan teladan. Usaha ini agaknya menimbulkan pro dan
kontra, sehingga resminya dibubarkan. Beberapa ksatria kembali kepada
orangtuanya masing-masing, seperti juga Bagus Respati. Karena dirinya tak
mengetahui harus kembali ke siapa, Upasara Wulung terus bersama Ngabehi Pandu.
Sampai suatu ketika diajak serta ke Perguruan Awan.
Bertemu dengan para pendekar kelas satu. Terjadi perselisihan paham mengenai
Eyang Sepuh serta Tamu dari Seberang. Sampai kemudian munculnya Maharesi Ugrawe
dengan prajurit Gelang-Gelang.
Dan terjadi petempuran habis-habisan.
Upasara melihat sendiri hadirnya Senamata Karmuka. Bahkan bercakap-cakap secara
langsung. Tapi baru saja Mahapatih mengatakan bahwa Senamata Karmuka tak pernah
menginjakkan kaki ke luar Keraton.
Ini aneh. Lalu siapa yang diketahui" Jelas bukan orang lain. Tapi kalau begitu siapa yang
di Keraton" Jelas juga bukan orang lain. Kalau iya, pasti Mahapatih mengenali.
Jadi siapa sebenarnya Senamata Karmuka"
Ataukah Senamata Karmuka mempunyai ilmu yang bisa hadir di dua tempat yang
berbeda secara serentak" Upasara pernah mendengar ilmu semacam itu, namun belum
pernah melihat secara langsung.
Yang juga aneh: Pasukan Gelang-Gelang yang secara langsung dipimpin oleh Raja
Muda Jayakatwang. Benarkah pasukan ini mau memadamkan pemberontakan" Kalau
tidak, memang agak mustahil bisa bergerak begitu leluasa. Akan tetapi bila mau
memadamkan pemberontakan, kenapa Maharesi Ugrawe mencoba menyapu bersih semua
yang hadir di situ" Taruhlah ada dendam pribadi antara Maharesi Ugrawe dan
Senamata Karmuka atau Ngabehi Pandu, tak nanti mereka akan bertindak sembrono.
Dan lagi secara jelas Ugrawe melontarkan kecamannya tentang Baginda Raja yang
dikatakan sebagai KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
turunan perampok, maka harus digulingkan dari takhtanya. Sangat gamblang bahwa
Raja Muda Gelang-Gelang akan memberontak. Tetapi mengapa justru kenyataan malah
berbalik" Kenapa malah disangka Raja Muda Gelang-Gelang yang menumpas
pemberontakan para pendekar"
Strategi Ugrawe dengan melenyapkan jalan utama dan menggantikan dengan jalan
palsu di Banyu Urip, jelas untuk memutuskan hubungan Perguruan Awan dengan
Keraton. Bahwa prajurit Gelang-Gelang menghimpun banyak senjata secara rahasia,
ini juga persiapan yang tidak ingin diketahui pihak Keraton.
Bagaimana mungkin yang begini ini malah dikatakan membantu Keraton"
Kalau ini semua merupakan bagian dari rencana Ugrawe, ia benar-benar luar biasa.
Kepada pihak Keraton ia menyusun laporan seakan para pendekar mau memberontak,
sehingga ia mendapat restu untuk menyikat habis. Padahal maksudnya melenyapkan
mereka agar kelak di kemudian hari tidak membantu pihak Keraton. Karena,
meskipun hidup bebas, para pendekar sangat hormat dan bekti kepada Baginda Raja
serta kepada Keraton. Lalu kepada para pendekar, Ugrawe melemparkan isu bahwa
Tamu dari Seberang akan muncul.
Para pendekar bisa dipancing karena Ugrawe dengan cerdiknya melemparkan berita
akan datangnya Tamu dari Seberang.
Semua berjalan sempurna. Karena pihak Keraton sendiri agaknya sama sekali tidak
mencurigai. Utusan yang dipimpin oleh Senopati Suro lebih berfungsi sebagai
saksi belaka. Sehingga kalaupun rombongan ini bisa disikat habis, tak bakal ada
gunjingan. Hanya saja masih ada yang tidak diduga oleh Ugrawe. Ngabehi Pandu serta Senamata
Karmuka ikut hadir. Entah intrik apa yang sedang berkecamuk dalam Keraton,
sehingga kedua saudara itu muncul di gelanggang, tanpa restu dari Keraton. Kalau
kedua tokoh itu sempat meloloskan diri, pastilah akan lain hasil dari rencana
busuk Ugrawe.
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ini berarti, masih ada tiga orang yang bisa lolos. Yaitu dirinya sendiri,
Ngabehi Pandu, serta Senamata Karmuka. Ngabehi Pandu tidak ketahuan hutan
rimbanya. Entah berhasil lolos atau tidak. Sementara Senamata Karmuka, bagi
Upasara masih merupakan teka-teki. Tapi kini ia tak bisa berbuat banyak. Malah
bisa jadi mati secara menyedihkan.
Dibakar hidup-hidup atau jadi santapan harimau!
Kenyataan ini membuat Upasara merasa sangat nelangsa, sangat menderita dan
kesal. Rangkaian kejadiannya begitu ganjil, tapi seperti terjalin menjadi satu.
Pemunculan Kiai Sangga Langit dengan Sayembara Mantu, ternyata juga mendapat
restu dari Mahapatih. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Setidaknya Mahapatih membiarkan Kiai Sangga Langit unjuk gigi. Malah secara
resmi melibatkan para pembesar Keraton.
Satu-satunya harapan Upasara adalah dua buah gigi geraham Jagaddhita. Ia
berharap Mahapatih menyampaikan gigi tersebut kepada Baginda Raja, dan Baginda
Raja berkenan untuk mengetahui asal-usulnya. Saat itu ia bisa bercerita panjang-
lebar. Kalau Baginda Raja sudah mendengar secara langsung, Upasara akan mati
dengan tenang. Ia tidak penasaran lagi. Pun andai Baginda Raja hanya mendengar dan lebih
mempercayai apa yang dikatakan Mahapatih!
Soal diikat berdiri dan tak bisa bergerak, bagi Upasara tidak menjadi soal
benar. Jangan kata cuma lima hari. Empat puluh hari empat puluh malam secara
terus-menerus Upasara sanggup. Berada dalam ruang gelap tanpa melihat seberkas
sinar pun, tanpa menyentuh air dan atau makanan tak jadi soal benar. Akan tetapi
jika berakhir lain - di perut seekor macan, sungguh tidak enak. Sungguh bukan cara
mati seorang ksatria. Mudah-mudahan Baginda Raja terbuka sedikit perhatiannya. Itulah harapan yang
terakhir. Jika saja Upasara mengetahui bahwa Mahapatih Panji Angragani sama sekali tidak
tertarik soal gigi, ia lebih menderita lagi. Mahapatih yang jijik melihat dua
buah gigi segera menyingkirkan begitu saja tanpa peduli.
Setelah kembali ke kepatihan, ia sama sekali tidak mengingat soal gigi. Namun
memang tergerak sedikit oleh kehadiran Upasara. Justru karena Upasara memberi
laporan yang sangat tidak masuk akal: Senamata Karmuka terlibat dalam penyerbuan
ke Perguruan Awan. "Banyak cara berdusta. Kenapa Upasara mengatakan secara tolol bahwa Karmuka
datang ke Perguruan Awan" Kalau ia berdusta dengan cara lain, ada beberapa
bagian yang bisa dipercaya.
"Entahlah, apakah di saat yang damai seperti ini akan muncul gelombang dan
amukan badai?" Tak urung malam itu juga Mahapatih memanggil Senamata Karmuka ke dalem
kepatihan. Yang segera menghadap, menghaturkan sembah di ruang dalam.
"Karmuka, pasti engkau kaget kupanggil malam hari begini."
"Sebagai prajurit, sebagai bawahan, saya siap menerima hukuman atas setiap
kesalahan yang saya lakukan, Mahapatih."
"Hmmmmm. Aku memanggil tidak untuk memberi hukuman atau menaikkan pangkatmu
secara mendadak. Tidak juga aku menanyakan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
tugas pengamanan di Keraton. Untuk yang terakhir ini, aku percaya sepenuhnya
kepadamu." "Beribu terima kasih atas kepercayaan Mahapatih."
"Malam ini kau kupanggil kemari karena aku kangen padamu. Itu yang pertama. Yang
kedua, rasanya kita sudah lama tidak berduaan sambil minum teh. Sedangkan hal
yang ketiga, tidak penting benar. Aku ingin tahu, apa yang kau ketahui tentang
Upasara Wulung." "Upasara Wulung dulunya Ksatria Pingitan," jawab Senamata Karmuka cepat sekali.
"Termasuk anak muda yang merupakan bibit unggul di antara 25 yang dikumpulkan
dalam pendidikan Keraton Singasari.
"Kebetulan saya diserahi memegang pimpinan pengelolaan itu oleh Baginda Raja
sesembahan rakyat Jawa."
"Ya, tapi rencana itu bubar, kan?"
"Mahapatih, semua itu karena kesalahan saya yang tidak becus apa-apa."
"Itu susahnya, Karmuka. Baginda Raja berharap akan lahir ksatria yang bisa
meneruskan kejayaan Keraton. Tapi nyatanya susah. Putraku sendiri, akhirnya
kutarik dan kuserahkan kepada para empu yang lain.
"Sudahlah, kita lupakan itu. Tapi bagaimana dengan Upasara ini?"
"Bocah itu seterusnya di bawah pengawasan adik saya, Ngabehi Pandu, karena tak
mempunyai keluarga lagi. Hatinya baik, kemauannya keras."
"Waras atau tidak?"
"Saya tak berani memastikan. Mahapatih yang bijak lebih tahu hal ini."
"Memang. Memang aku lebih tahu, Karmuka. Dari putraku Bagus Respati aku mendapat
laporan bahwa Upasara menyelamatkan jiwanya dalam Sayembara Mantu. Aku hargai
itu. Kalau perlu akan kuberi hadiah besar.
"Hanya saja ia membikin perbuatan onar. Kau sudah dengar bahwa katanya ia
bertemu denganmu di Perguruan Awan?"
"Saya belum mendengar, Mahapatih."
"Kau bertemu dengannya?"
"Tidak pernah, Mahapatih."
"Apakah Upasara mempunyai hubungan langsung dengan Baginda Raja" Ia membawa
cincin Keraton." KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saya tidak tahu, Mahapatih."
"Cincin yang dibawanya memang berasal dari Baginda Raja. Cincin pengenal di
Keraton. Tidak palsu. Akan tetapi dari mana ia memperolehnya"
"Kalau kau tidak tahu, berarti ia tidak menerima langsung dari Baginda Raja.
Kamu - dan adikmu - yang secara langsung mengawasi.
"Karena ia berbuat kurang ajar dan lancang, aku menghukumnya.
Sekarang ia berada di gua bawah tanah.
"Apa pendapatmu, Karmuka?"
"Saya kurang tahu. Mahapatih lebih bijak dari saya."
"Karena aku tidak tahu asal-usulnya secara pasti, dan kau juga tidak, kita tak
perlu menyayangkan. Lebih baik kehilangan daripada tidak yakin ia bakal setia
kepada Keraton. Bagaimana pendapatmu?"
"Apa yang Mahapatih utarakan sangat tepat sekali."
"Karmuka?" "Siap menerima titah, Mahapatih."
"Aku berpikir lain. Ia masuk ke Keraton dengan membawa tanda pengenal cincin. Di
dalam Keraton ini, bahkan putraku saja tidak memiliki. Pastilah ia mempunyai
hubungan dengan orang dalam sini.
Dan kehadirannya pasti diketahui. Aku ingin melihat apakah ada yang akan
membebaskannya atau tidak.
"Pada saat itu aku akan menjebaknya. Apakah aku terlalu mengada-ada?"
"Terima kasih atas kepercayaan Mahapatih saya diizinkan mendengarkan rahasia
ini." "Kalau Baginda Raja mempercayaimu, mana mungkin aku berahasia denganmu" Baiklah,
Karmuka, kembalilah beristirahat."
Senamata Karmuka memberi hormat, menundukkan kepalanya, dan berlalu. Seorang
prajurit mengawal keluar dari ruangan dalam.
Sejenak Mahapatih termenung di kursinya. Lalu menghela napas.
Sebelum tarikan napas dikeluarkan, dari balik senthong, atau kamar di belakang
ranjang tidur, muncul seorang kakek tua. Tangannya memegang biji-bijian yang
diuntai dengan rambut. Mahapatih berdecak. "Karmuka itu masih kuat. Langkah-langkahnya, cara mengatur napas tetap unggul.
Aku tak menyangka tenaga dalamnya masih begitu hebat, Mahisa. Dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaanmu, sama sekali tak ada perubahan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sungguh luar biasa."
Kakek tua itu menggelengkan kepalanya.
"Dilihat dari perhitungan kelahiran, Senamata Karmuka mempunyai ketenangan yang
lebih. Ia mampu mengendalikan perasaan, menyimpan apa yang dipikirkan. Sulit
ditentukan apakah Karmuka mempunyai hubungan langsung dengan Upasara atau tidak.
Kalau dilihat sejarah dan awal berdirinya Ksatria Pingitan, tak mungkin Upasara
anak turunan rakyat biasa. Hanya keluarga dekat, kerabat Keraton, yang
diperkenankan dipilih. Namun ketika semua dikembalikan kepada masing-masing
orang tua, Upasara tetap dilatih olehnya.
"Padahal kalau masih ada hubungannya dengan Upasara, Karmuka pasti tergetar
mendengar rencanamu. Tapi nyatanya, suaranya datar saja. Tak dipengaruhi
perasaan. Kini tinggal melaksanakan rencana kita selanjutnya."
"Itulah yang saya pikirkan, Paman Waisesa Sagara. Paman adalah penasihat utama
saya, yang bisa melihat jarak jauh, yang bisa meramal kejadian yang akan datang.
Dengan mengatakan apa yang akan kita lakukan, apakah Karmuka tidak berniat
menolong Upasara?" "Ia akan menolongnya. Pasti," Waisesa Sagara menganggukkan kepalanya. Biji-
bijian di tangannya bergerak cepat. "Akan tetapi terlambat. Malam ini juga,
Upasara harus dilenyapkan. Tak usah menunggu lima hari.
"Ketika Bagus Respati menceritakan tentang Upasara, aku sudah memperhitungkan.
Ketika ia berada di balairung Keraton, aku sudah melihat sendiri. Berdasarkan
perhitungan kedatangannya, arah datangnya, bentuk mukanya, potongan tubuhnya:
baik telinga, hidung, mulut, rambut, dan terutama sekali matanya, aku
memperhitungkan kelak di kemudian hari Upasara Wulung bakal menjadi saingan
utama Bagus Respati. Malah kalau dilihat peruntungannya, nilai dasar Upasara
Wulung lebih dua buah. Bagus Respati mempunyai nilai peruntungan sebelas, sedang
Upasara Wulung tiga belas.
"Rezekinya tidak sebaik Bagus Respati, akan tetapi perhitungan masa depannya
sungguh luar biasa. Kelewat bagus. Soal jodoh agak ruwet."
Mahapatih berdecak. Ia bukannya tidak tahu bagaimana menghitung dan meramalkan nasib seseorang. Akan
tetapi selama ini percaya penuh bahwa perhitungan Waisesa Sagara tidak pernah
meleset sedikit pun. Sejak ia mengabdi kepada Keraton, Mahapatih selalu mendengarkan nasihat Waisesa
Sagara. Salah satu ramalannya yang paling menakjubkan ialah ketika Waisesa
Sagara mengatakan bahwa, "Sebuah bulan buta bersinar keemasan jatuh ke
pangkuanmu. Dalam waktu lima
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
hari mulai hari ini, kau harus bersiap-siap menerima anugerah besar.
Siapkan dirimu sebaik-baiknya. Keramas rambutmu sebersih-bersihnya, cuci badanmu
paling bersih, jaga kulit tubuhmu, jangan lupa tersenyum."
Ajaib. Tiga hari kemudian Baginda Raja memanggilnya dan menganugerahi jabatan
mahapatih. Sesuatu yang tak pernah berani diimpikannya! Bahkan dalam berdoa pun
ia tak berani membayangkan jabatan yang mulia tersebut. Jabatan yang di tangan
kanan dan kiri menentukan merah-hijaunya Keraton Singasari.
Akan tetapi siapa berani mengimpikan jabatan itu" Saat itu Mpu Raganata adalah
tokoh besar yang tak diragukan lagi. Baik soal kanuragan atau ilmu silat, soal
tata pemerintahan, maupun cara mengatur strategi. Bertahun-tahun Mpu Raganata
membuktikan cara mengendalikan pemerintahan.
Hubungan Mpu Raganata dengan Baginda Raja sangat dekat sekali.
Tak pernah beranjak dari sisi Baginda Raja.
Memang saat itu Baginda Raja mengadakan pergeseran besar-besaran. Sejumlah besar
para bangsawan ditanggalkan pangkatnya.
Kalau tidak diturunkan, juga dibuang ke daerah terpencil. Namun tak pernah
terpikir bahwa Baginda Raja bakal menggeser Mpu Raganata.
Dari seorang mahapatih yang berkuasa penuh, menjadi semacam penasihat Baginda
Raja - yang tak mempunyai kekuasaan langsung ke bawah!
Waisesa Sagara telah meramalkan hari baiknya. Hari yang kelewat baik!
Sejak itu pula Waisesa Sagara diangkat menjadi penasihat pribadi dalam, hampir,
segala hal. Tak pernah ada suatu tindakan yang dilakukan Mahapatih Angragani
tanpa persetujuan Waisesa Sagara.
Mengenakan motif kain batik, melangkah pertama ke luar rumah, makan, dan menemui
seseorang, atau sowan ke Keraton, semuanya berdasarkan saran Waisesa Sagara.
Juga ketika Mahapatih Angragani membubarkan Ksatria Pingitan.
Saat itu Waisesa Sagara melihat bahwa ada kemungkinan para ksatria yang dipingit
kelak di kemudian hari akan menimbulkan malapetaka.
Manakala mereka hanya mengenal satu tuan saja: Senamata Karmuka.
"Seekor anjing yang sejak kecil hanya mengenal satu tuan, kelak di kemudian hari
bakal menyerang siapa saja atas perintahnya. Bubarkan saja."
"Bagaimana dengan Bagus Respati?"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cari guru yang lain. Dengan demikian apa yang diperoleh tidak sama dengan yang
diperoleh yang lainnya. Bagus Respati akan memiliki kelebihan."
"Akan tetapi Baginda Raja menghendaki diadakannya Ksatria Pingitan."
"Apa susahnya" Laporkan pada hari Budha nanti, bahwa pengelolaannya mulai tidak
terarah. Bahwa hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan pengeluaran kas
Keraton. Bahwa sebenarnya ada yang lebih bagus. Yaitu dilatih secara langsung.
"Dengan demikian, mulai sekarang ini seluruh kekuasaan ada pada dirimu. Senamata
Karmuka tidak mempunyai anak buah lagi, selain beberapa prajurit pengawal utama.
Itu pun masih di bawah komandomu.
"Saat ini sebenarnya seluruh kekuasaan sudah berada di dalam genggamanmu. Kamu
bisa mulai memperkuat diri. Melanjutkan tradisi Baginda Raja untuk menyingkirkan
yang tak menyokong kekuasaanmu.
"Hanya sedikit ganjalannya. Karmuka, telanjur menjadi Senamata.
Dan hubungannya dengan Baginda Raja sangat istimewa, sehingga agak susah
digeser. Akan tetapi selama kau bisa terus mengawasi gerak-geriknya, selama kau
selalu menyadarkan bahwa kau menjadi atasannya, Karmuka tak akan bisa berbuat
banyak." "Mengenai Mpu Raganata?"
"Praktis beliau tak memegang komando apa-apa. Kalau terjadi sesuatu, beliau tak
bisa memerintahkan, tanpa menggunakan tanganmu atau tangan Baginda Raja. Lagi
pula kini sudah lanjut usia.
"Bagi Mpu Raganata, yang selama ini aktif bergerak dalam pemerintahan, hanya
menunggu ajal saja kalau tidak lagi menjabat apa-apa. Kaulihat sendiri dalam
beberapa kali pasowanan agung, beliau tidak muncul.
"Tak perlu disingkirkan. Beliau akan tersingkir sendiri. Kalau itu terjadi
secara mutlak dan resmi, kaulah yang memegang kendali pemerintahan, atas
tanganmu sendiri." Mahapatih kembali berdecak.
"Pamanda Waisesa, bagaimana kalau ternyata Upasara adalah lembu peteng Baginda
Raja?" Lembu peteng adalah istilah untuk menyebut anak tidak resmi, atau anak gelap.
Memang lembu peteng sangat banyak jumlahnya. Di antara mereka ini, banyak yang
tidak diakui secara resmi, akan tetapi mendapatkan kehormatan dan jabatan,
tetapi lebih banyak lagi yang kemudian dilupakan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sangat tidak mungkin. Kalau benar, mana mungkin selama ini Baginda Raja tidak
menanyakan" Selama ini nyatanya tak pernah terucapkan atau tertanyakan oleh
Baginda Raja. Itulah tadi sebabnya aku menduga Upasara adalah anak gelap
Karmuka. Hanya karena caranya bernapas tetap teratur ketika hal itu disinggung
aku jadi ragu." "Akan tetapi dari mana ia memperoleh cincin Keraton?"
"Ia menyebutkan dari Bibi Jagaddhita. Kamu sendiri tahu bahwa dulu banyak sekali
selir Baginda Raja. Puluhan atau bahkan ratusan jumlahnya. Salah satu bernama
Jagaddhita. Dan kamu mendengar sendiri ceritanya.
"Taruh kata Jagaddhita dulu mempunyai hubungan yang sangat istimewa dengan
Baginda Raja. Akan tetapi itu sudah lama berlalu.
Jagaddhita telah lama meninggalkan Keraton. Tak nanti Baginda Raja masih akan
mempertanyakan. Mana mungkin Baginda Raja mengingat salah satu selir yang telah
pergi di antara puluhan yang lain"
Prameswari utama saja bisa-bisa lupa.
"Hanya yang membuat sedikit ganjalan ialah bahwa beberapa ksatria telah mengenai
Upasara. Ia sempat muncul dalam Sayembara Mantu.
Sehingga hilangnya bisa menimbulkan pertanyaan."
"Itu tak menjadi soal, Paman Waisesa. Kalau saya mengatakan bahwa Upasara Wulung
berbuat kurang ajar, menghina Baginda Raja, siapa yang berani mempersoalkan"
Malaikat pun tak akan berani turun dari langit untuk menanyakan hal itu."
"Kau benar. Jadi apa masalahnya?"
"Tetapi tetap menjadi pertanyaan: Apakah Upasara Wulung harus dibunuh?"
"Jawabannya tetap: Perlu dibunuh. Dilihat dari perhitungan hari dan saat ia
ditangkap serta tempatnya ditangkap, Upasara bisa meloloskan diri. Dengan
mempersingkat waktu penahanan, nasibnya akan lain.
Walau menurut perhitungan waktu ditangkap ia bisa lolos, kalau malam ini juga
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihabisi, tak akan menjadi soal. Nasib yang ditetapkan oleh langit bisa kita
ubah." Mahapatih menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.
"Satu-dua nyawa, apa artinya" Sekarang ini kau harus yakin bahwa siapa pun yang
berdiri di dekatmu bakal membantumu. Kalau ia meragukan sedikit saja, perlu
disingkirkan. Ingatlah, jabatan mahapatih bukanlah jabatan sederhana. Dan di
Keraton ini terlalu banyak pendapat. Sejak Baginda Raja mengadakan pergeseran,
sejak kamu memegang kekuasaan, banyak yang berusaha menggugatmu. Setiap
kesempatan akan mereka pergunakan, kamu lebih dulu bertindak.
Jangan menunggu sampai mereka siap.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebenarnya apa yang meragukanmu?"
Mahapatih mengangguk. Menepuk tangannya.
Waisesa Sagara menyelinap ke balik tirai tempat tidur, kembali ke senthong. Arya
Bangkong dan Arya Genggong masuk ke dalam dengan laku ndodok. Keduanya bersila
dan menghaturkan sembah bersamaan.
"Hamba menunggu titah, Mahapatih...."
"Bangkong, malam ini kauawasi Senamata Karmuka. Kerahkan prajuritmu yang
terbaik. Mata-matai, apa pun yang ia lakukan. Kalau ia menemui seseorang, kalau
ia melakukan sesuatu, segera laporkan padaku. Juga kalau ia berada dalam kamar,
laporkan dengan siapa ia menghabiskan malam. Saat apa pun, kau melaporkan
padaku. Semua kekuasaan untuk mengambil tindakan, kuserahkan sepenuhnya padamu."
"Hamba laksanakan perintah, Mahapatih."
"Genggong, malam purnama nanti, kau ambil tawanan di penjara bawah tanah. Tak
perlu dilepaskan dari ikatan. Bawa ke kandang Sardula. Adakan persembahan malam
ini juga. Semua kekuasaan dan wewenang ada padamu jika ada yang menghalangi.
"Kalau sampai gagal, kepalamu menjadi ganti."
"Hamba laksanakan perintah, Mahapatih."
"Jangan menunda waktu, berangkatlah sekarang ini."
Arya Bangkong dan Arya Genggong menghaturkan sembah secara bersamaan. Bersamaan
dengan kibasan tangan Mahapatih, keduanya berjalan setengah merangkak ke luar
setelah menghaturkan sembah. Di luar, sekali lagi menghaturkan sembah, baru
berdiri. Keduanya berpandangan. "Kakang Bangkong..."
"Adik Genggong, kita laksanakan perintah. Tak ada waktu buat berbicara."
"Silakan, Kakang."
"Silakan, Adik."
Di regol, pintu depan, keduanya berpisah. Arya Bangkong segera memilih lima
prajurit utama untuk memata-matai rumah Senamata Karmuka. Mereka dengan segera
menuju rumah Senamata Karmuka, dan memerintahkan penjaga utama untuk
beristirahat. Arya Bangkong sendiri yang menggantikan berjaga. Sampai melihat
Senamata Karmuka masuk peraduan dan mendengar dengkur tidurnya. Meskipun
demikian, Arya Bangkong tetap menunggui di depan pintu.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu Arya Genggong menuju ruangan bawah tanah dengan empat prajurit
utama. Dengan kampak sebagai senjatanya, ia segera mengayunkan untuk memutuskan
tiang pengikat. Tubuh Upasara yang masih terikat jatuh ke tanah. Sekali lagi
Arya Genggong meyakinkan ikatan tangan, kaki, badan. Kemudian memerintahkan
untuk mengangkut. Dalam usungan, Upasara merasa bahwa usahanya sia-sia. Di luar perhitungannya
bahwa malam ini ia akan diumpankan harimau.
Berteriak atau mengoceh tak ada gunanya. Ia dibawa melalui lorong gelap, yang
berakhir di ujung sebelah timur Keraton. Seluruh badannya dilumuri dengan boreh,
atau bedak, yang baunya membangkitkan nafsu makan harimau.
Kandang harimau Keraton itu terletak di sebelah timur penjara bawah tanah. Di
atas sebidang tanah yang dipagari besi. Letaknya sendiri jauh di bawah permukaan
tanah. Ada dua cara memberi makan harimau kesayangan Baginda Raja. Dengan
melemparkan dari atas sekali, dari Keraton, atau dari sebelah terowongan penjara
bawah tanah. "Anak muda, siapa pun namamu, apa pun pangkatmu, atas perintah Mahapatih kau
akan dipersembahkan ke Sardula. Kalau masih ada kalimat terakhir, katakanlah."
Upasara merasa tawar hatinya.
Toh tak mungkin ia menjelaskan seluruh duduk perkaranya. Tak mungkin Arya
Genggong mengubah putusan Mahapatih.
"Paman, lakukanlah tugasmu."
Arya Genggong sejenak terperanjat. Ia sama sekali tidak menduga bahwa kalimat
itu yang akan keluar dari anak muda yang bakal mati.
Bukan sekali-dua ia menjadi jagal utama. Bukan sekali-dua ia menggiring para
penjahat untuk diumpankan ke harimau. Bukan sekali-dua kampaknya sendiri
memutuskan leher penjahat. Akan tetapi baru sekarang ini, ada kalimat yang
begitu bagus dan menyentuh.
Tetapi hanya sejenak. Segera ia menjalankan tugasnya. Hatinya telah membatu. Hanya ada satu yang
diketahui: Menjalankan tugas. Melakukan perintah. Tak peduli apakah perintah itu
sesuai dengan jalan pikirannya atau bertentangan.
Segera ia memberi perintah.
Dua prajurit memukul pagar besi dengan keras. Bau boreh yang ditebarkan serta
bunyi besi, membuat bayangan bergerak dari kegelapan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mata Upasara melihat seekor harimau keluar dari semak kegelapan.
Belum Upasara melihat jelas, ia merasa tubuhnya dilemparkan ke depan. Dan pintu
kandang ditutup kembali. Kandang tempat harimau Keraton itu cukup luas sebetulnya.
Kalaupun mereka tak tergesa, tak nanti harimau itu bisa menyerbu ke arah pintu
kandang. Akan tetapi demi amannya, mereka melontarkan begitu saja.
Di tengah udara, Upasara berusaha memindahkan berat tubuhnya agar tubuhnya tidak
jatuh dengan menghadap ke bawah. Ia berhasil akan tetapi seluruh tangannya
terasa sakit sekali. Dari jarak lima tombak, ia melihat harimau menggeram ke
arahnya. Kematian tak pernah ditakuti. Selama ini ia tak pernah memikirkannya. Namun
sekali ini, Upasara tak menyerah begitu saja. Ia mengerahkan tenaganya.
membalikkan tubuhnya, berikut tiang yang diikat bersama. Dengan bergulingan, ia
bukan saja bisa menjauh, akan tetapi mulutnya bisa meraup kerikil kecil dengan
giginya. Masih ada satu perhitungan. Dengan kerikil itu ia bisa membidik ke arah
kepala harimau. Inilah satu-satunya harapan untuk menunda kematian.
Dan itu yang dijalankan. Begitu harimau melompat mendekat, Upasara menembakkan
kerikil. Karena tergesa, kerikil itu hanya menyerempet telinga harimau. Dan ini
malah berakibat sebaliknya.
Harimau menjadi buas, meraung. Kain di tubuh Upasara diseret oleh harimau.
Diseret ke dalam gelap. Arya Genggong mengawasi dengan obor di tangan. Tapi tak melihat apa-apa lagi.
Hanya mendengar auman harimau yang menggerung.
"Kecuali badannya terbuat dari besi, bocah itu tak akan bisa melihat matahari
esok pagi. Sudah agak lama Sardula tidak dapat makanan manusia. Sekarang ini
saatnya. "Anak muda, mudah-mudahan di alam baka kau mendapat pengampunan."
Arya Genggong menghela napas. Lalu memerintahkan prajurit-prajuritnya menunggu
sampai fajar nanti. Ia sendiri mengawasi dari kejauhan. Keras hatinya mendengar
jeritan, teriakan yang menyayat, serta auman harimau. Pastilah harimau itu
melalap perut dan isinya lebih dulu. Kalau meremukkan kepala, pasti tak akan
terdengar jeritan menyayat seperti itu.
Malam itu bulan di langit pucat.
Sangat pucat sekali. Bau anyir darah tercium. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
KEESOKAN harinya, setelah semalam melihat sendiri harimau Keraton berlumuran
darah, Arya Genggong melaporkan kepada Mahapatih. Arya Genggong menceritakan
secara lengkap seluruh urutan kejadian.
Mahapatih mendengarkan tanpa bereaksi.
Saat itu juga Arya Bangkong memberikan laporan bahwa Senamata Karmuka tidak
beranjak dari kamarnya. Sampai pagi ini masih ada prajurit yang ditugaskan untuk
mengamati. "Lakukan terus, sampai aku memerintahkan mencabut perintah."
"Sendika dawuh, Mahapatih."
"Genggong, kau temui anakku Bagus Respati. Katakan bahwa perkawinannya dengan
Maduwani tak usah dirayakan besar-besaran di Keraton. Aku tidak setuju hal itu.
Maduwani hanya salah satu selir baginya. Aku tak ingin punya menantu dia.
"Jangan coba mengemukakan hal itu padaku lagi." Mahapatih berdecak dan
melambaikan tangannya, sebelum berlalu.
"Ini tugas yang berat," kata Arya Genggong perlahan setelah suasana sepi.
"Bagaimana aku harus menyampaikannya. Raden Mas Bagus Respati sama kerasnya
dengan ayahandanya."
"Adik Genggong, sebagai prajurit kita harus menjalankan perintah.
Itulah yang menyelamatkan nyawa kita hingga hari ini. Kalaupun kita mati
karenanya, kematian kita karena menjalankan perintah. Itulah harga terpenting
dari diri kita sebagai prajurit.
"Dengan sikap seperti ini, apakah Adik Genggong masih ragu?"
"Kakang Bangkong, kenapa kita juga yang harus melakukan ini"
Sebagai prajurit, dalam bayangan saya adalah berperang. Mengabdi kepada Keraton
dengan darah. Memberikan nyawa dan kehidupan untuk kemuliaan Keraton. Bukan
menjadi pesuruh urusan yang sama sekali tidak bersifat ksatria semacam ini."
"Prajurit tidak memilih tugas. Kalau sekarang ini saya ditugaskan menjaga
kaputren atau memandikan harimau, akan saya lakukan juga."
"Terima kasih atas petunjuk Kakang."
"Saya selalu mengulang pengertian itu. Karena saya pun merasa kurang enak harus
memata-matai Senamata Karmuka. Sesuatu yang menyakitkan hati saya sendiri. Tapi
saya akan menjalankan perintah itu. Apa pun juga perintah Mahapatih. Hanya
Baginda Raja yang berhak mengubah. Selama Baginda Raja tidak memerintahkan yang
lain, tak menjadi soal. KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, kita masih ingin menikmati kebahagiaan, pangkat, dan harta yang kita
peroleh dari pekerjaan kita. Selama kita belum bosan hidup, kita masih akan
terus menjalankan perintah."
"Terima kasih banyak, Kakang."
"Silakan, Adik."
"Silakan, Kakang."
Arya Genggong menuju ke bagian samping dalem kepatihan. Jaraknya hanya beberapa
ratus meter saja. Langsung ia menghadap Bagus Respati dan mengutarakan apa yang
menjadi keputusan Mahapatih.
Bagi Arya Genggong, hubungannya dengan Bagus Respati boleh dikatakan sangat
akrab. Hubungan antara seorang paman dan keponakannya. Bukan hanya dalam kata-
kata. Sejak Respati belum lahir, Arya Genggong dan Arya Bangkong sudah mengabdi
kepada Mahapatih. Sejak kecil Respati sudah diasuh oleh Arya Genggong.
Hubungan mereka agak renggang sebentar ketika Respati masuk ke Ksatria Pingitan.
"Saya hanya menyampaikan dawuh Ramanda."
Respati menggebrak meja, hingga meja berukir dari kayu jati yang utuh itu
somplak bagian pinggirnya.
"Aku tak tahu apa maksud Ayah. Dilarang atau tidak, direstui atau dikutuk, aku
tetap akan mempersunting Miming Maduwani. Sampaikan ini kepada Ayah."
"Anakmas..." "Paman Genggong, aku sudah dewasa. Aku bisa menentukan sendiri apa yang
seharusnya kulakukan. Dalam Sayembara Mantu, aku sama sekali tidak meminta
bantuan Ayah. Bahkan kepada Paman Genggong dan Paman Bangkong, aku tidak minta
bantuan. Dyah Muning Maduwani kurebut dengan tanganku sendiri.
"Sejak kecil aku tak pernah merepotkan Ayah. Aku hidup di sini dari hasil
karyaku sendiri. Tidak mengemis pada Ayah."
"Anakmas... Ayahanda bukannya melarang. Hanya Ayahanda tidak berkenan bila Dyah
Muning Maduwani dipermaisurikan."
"Omong kosong. Kalau yang ini hanya sebagai selir, kepada siapa lagi aku mencari
yang lebih" Paman Genggong tahu sendiri bahwa ketika diadakan Sayembara Mantu,
seluruh ksatria Keraton, para raden mas, para gusti mengadu nyawa. Dan aku, biar
bagaimana juga, keluar sebagai pemenangnya. Katakan, Paman, apakah itu tidak
pantas untuk dirayakan"
"Ini juga bukan sembarangan. Bukan asal perempuan. Dyah Muning Maduwani adalah
putri Kiai Sangga Langit. Kalau aku memperlakukan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
putrinya dengan baik-baik, Kiai Sangga Langit tak akan curiga kepadaku. Justru
sebaliknya. Kepercayaannya berlipat. Saat itu ada kemungkinan aku diangkat
menjadi muridnya. Berhasil mempelajari ilmu silatnya.
"Dengan kemampuan ini saja, di seluruh Keraton ini siapa yang bisa menandingiku"
"Aku tidak sembarangan, Paman. Aku cukup bisa berpikir dewasa dan jauh ke depan,
walau aku tidak memiliki penasihat Kakek Tua Waisesa Sagara. Aku tak perlu dukun
semacam itu. "Apakah hal yang begini saja Ayah tidak bisa mengerti?"
"Anakmas..." "Jangan mencoba menasihatiku, Paman. Sampaikan kepada Ayah.
Katakan apa yang kukatakan. Bahwa aku, Bagus Respati, tetap akan mempersunting
Dyah Muning Maduwani. Pesta tetap akan kurayakan di dalam ksatrianku sendiri.
"Kalau Paman merasa berat, aku akan menghadap Ayah sendiri.
Tanyakan kapan Ayah bersedia menerimaku.
"Paman bisa melihat sendiri. Sekarang ini rombongan Kiai Sangga Langit sudah
berada di sini. Kalau ia mendengar hal ini, kalau ia mengetahui perlakuan Ayah
kepadaku, di mana aku harus menegakkan kepala"
"Aku kan bukan anak kecil yang bisa diusir dan diperintahkan begitu saja. Tidak,
Paman. Sebagai seorang ksatria, sebagai seorang lelaki, aku tak mau
dipermalukan. Apa pun hukuman Ayah, aku akan menerima sebagai ksatria."
Tak urung berita mengenai pertentangan ayah dan anak ini menjalar.
Dari sekitar dalem kepatihan, berita ini menjalar ke luar. Nyai Demang
melepaskan burung merpati yang membawa rahasia ke markas Rawikara di Banyu Urip.
Dari sana laporan yang sama diteruskan ke Gelang-Gelang.
Berita ini disampaikan kepada Maharesi Ugrawe, yang hari itu juga menghadap Raja
Muda Gelang-Gelang. "Susah. Susah. Saya tidak menghendaki perkembangan setajam ini.
Meskipun ini baik, akan tetapi bisa merusak rencana Sinuwun.
"Semua sudah berjalan sesuai dengan rencana, kenapa tiba-tiba harus terjadi
sifat keras kepala Respati" Susah, susah. Saya tidak memperhitungkan bahwa di
Keraton masih ada anak berani kepada ayahnya."
"Bagaimana kalau pesta perkawinan Respati diadakan di sini saja?"
Maharesi Ugrawe menghaturkan sembah.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sungguh Sinuwun sangat bijaksana. Dengan memindahkan perjamuan di sini,
sebagian besar ksatria Keraton akan berada di sini.
Dan Keraton akan kosong. Saat itulah kita melancarkan serangan terakhir. Kita
bisa mengatur sedikit rencana, agar bisa memancing senopati lebih banyak."
"Semua saya serahkan kepada Paman Guru."
"Beribu terima kasih atas kepercayaan Sinuwun. Ketika saya menyerap para
pendekar ke Perguruan Awan sebagai langkah pertama, ketika saya mengadakan
Sayembara Mantu untuk menyerap para ksatria dan bangsawan sebagai langkah kedua,
dan rencana terakhir menyerbu Keraton, saya sudah yakin bahwa Dewa Yang Maha
Benar berada di pihak kita.
"Tindakan dan perjuangan kita untuk mengembalikan takhta kepada yang berhak
direstui oleh Dewa Penguasa Jagat.
"Sinuwun, atas perkenan Paduka, saya akan mulai mengadakan persiapan. Sekarang
ini para pendekar yang tersisa berada dalam tawanan kita. Sekarang ini para
bangsawan dan ksatria sudah banyak yang terluka. Ketika sebagian terbesar datang
kemari untuk mengadakan pesta, kita harus menyerbu ke Keraton. Saat itu, sejarah
kembali kepada jalan yang sebenarnya.
"Masalah kecil hanyalah soal Kiai Sangga Langit."
"Menurut Paman Wiraraja, setelah peristiwa ini selesai, Kiai Sangga Langit baru
diselesaikan. Ia sendirian dan Paman Guru bisa menghadapinya."
"Akan segera saya laksanakan, Sinuwun."
Maharesi Ugrawe segera mengirimkan berita ke desa Banyu Urip.
Burung merpati yang sama terbang balik.
Hanya saja burung merpati ini sebelum sampai ke kandangnya di Banyu Urip
terjerat oleh Kawung Sen ketika ia tengah berlatih jurus-jurus Kartika Parwa.
Ketika menebarkan Jala sambil berloncatan itulah Kawung Sen menangkap merpati.
"Kena!" teriaknya kegirangan. Sewaktu burung merpati itu diambil, perhatiannya
tertuju pada sesobek kain kecil di kaki. Kawung Sen memaki panjang-pendek.
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Percuma juga. Ia tak bisa membaca.
Akan tetapi walau tidak bisa membaca, Kawung Sen bukannya tidak mengerti bahwa
burung merpati itu pasti kiriman dari Maharesi Ugrawe.
Dan ia teringat akan Upasara - kakangnya! Budi baiknya dan keinginannya mengetahui
rahasia tiga gerakan yang dilancarkan Ugrawe. Kawung Sen menyalin sekenanya,
sebisanya. Lalu melepaskan
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
burung itu kembali. Ia sendiri, dengan salinan tulisan itu langsung berangkat ke
Keraton Singasari, melewati hutan buatan.
Bagi Kawung Sen menuju ke Keraton tidak masalah. Perjalanan itu bisa ditempuh
dengan nyaman dan lancar. Akan tetapi dari segi persoalan pribadi termasuk berat
juga. Ia dikenal sebagai pemberontak Keraton. Pemberontak yang pernah menyelusup
masuk Keraton. Pernah menyerbu Keraton hingga berada dalam dinding. Namanya
sangat buruk di Keraton. Kini ia harus masuk ke sana kembali dengan risiko
dikenali. Bisa-bisa sebelum masuk sudah harus ditelikung.
Namun Kawung Sen sudah memperhitungkan hal ini. Hubungannya dengan Upasara akrab
secara lahir dan batin. Entah mengapa ia merasa sangat hormat sekali. Selama ini
yang mengasihi dan memperhatikan hanya dua saudara kandungnya - Kawung Benggol
dan, terutama, Kawung Ketip. Mereka berdualah yang mengajari. Yang memberitahu
soal kitab-kitab. Keduanya sudah meninggal. Dan kemudian Upasara-lah yang
menggantikan peran itu. Lebih dari sekadar saudara, Upasara memberikan sesuatu
yang sangat diperlukan tanpa merendahkan diri.
Kawung Sen tidak merasa paling bodoh jika berhadapan dengan Upasara. Justru
karena Upasara tidak pernah menyinggung soal tidak bisa membaca dan menulis.
Bagi orang biasa, mungkin hal ini bukan sesuatu tindakan yang terlalu istimewa.
Tapi bagi Kawung Sen pribadi seperti melindungi cacatnya. Apalagi sikap Upasara
dinilai sangat ksatria oleh Kawung Sen. Upasara bisa menghina dengan mengencingi
tapi toh tidak melakukannya. Upasara bisa membiarkan ia mati dikeroyok semut,
tapi toh Upasara malah menolong.
Maka putusan Kawung Sen untuk mencari Upasara ke Keraton mempunyai alasan yang
kuat. "Kalau aku harus mati karena menyampaikan hal ini, tak menjadi soal. Toh sebelum
ini pun aku sudah mati kalau tidak ditolong Kakang Upasara. Kalau sebagai adik
aku tak berbakti kepada kakaknya, bagaimana aku bisa merasa diriku lelaki?"
Mantap sekali Kawung Sen menuju pintu gerbang Keraton. Kepada prajurit yang
menjaga, Kawung Sen bersikap hormat.
"Tolong sampaikan kepada Upasara Wulung bahwa adiknya ingin bertemu dengannya.
Sangat penting sekali."
Tentu saja para prajurit yang menjaga gerbang jadi kaget. Mengira bahwa yang
ditemui orang gila. "Siapa itu Upasara Wulung?"
Pertanyaan ini tidak mengada-ada. Upasara Wulung bukan nama yang populer di
dalam Keraton. Hanya beberapa nama tertentu yang mengetahui.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Ganti Kawung Sen yang melengak. Kalau tidak mengingat bahwa ia tak ingin membuat
gara-gara, pasti prajurit itu sudah dijerat dan dikencingi.
"Upasara adalah kakak saya."
"Apakah ia seorang prajurit?"
"Mana aku tahu?"
"Hei, jangan bicara sembarangan. Jangan mengganggu kami yang sedang menjalankan
tugas. Hukumannya berat sekali.
"Kau bilang mau menemui Upasara, tapi ditanyai apakah Upasara prajurit atau
bukan malah menjawab: Mana aku tahu. Di seluruh dunia ini yang bernama Upasara
banyak sekali. Di semua hutan juga banyak yang disebut banteng hitam."
Upasara Wulung memang berarti banteng hitam.
"Astaga. Kalian prajurit biasa saja berani bertingkah. Upasara adalah utusan
dari Keraton. Ia orang penting. Kalian bisa dipecat kalau tak mengetahui siapa
dia." "Kau boleh menggertak. Aku sudah bertugas di sini puluhan tahun.
Tak pernah kudengar nama Upasara Wulung sebagai demang, lurah, akuwu, mantri
praja, bupati, atau prajurit."
"Baiklah. Kau yang memaksa aku bertindak kasar."
Berhenti suaranya, Kawung Sen mengayunkan dua tangannya. Dua prajurit itu jelas
bukan tandingannya. Dengan sekali gebrak saja dua bahu bisa dicengkeram.
Ditambahi sedikit saja, dua prajurit itu menjerit kesakitan.
"Katakan atau kupatahkan tangan kalian."
Belum ada jawaban, Kawung Sen menggertak dan dua prajurit itu berteriak
kesakitan. Masing-masing menjerit dan tangannya terkulai. Ini malah mengundang
prajurit-prajurit yang lain serentak mengepung Kawung Sen. Dikepung belasan
prajurit, Kawung Sen malah tertawa lebar.
"Kalian ini cicak-cicak yang tahu kucing. Aku tanya baik-baik malah kalian paksa
menggunakan tenaga. Ayo, siapa yang ingin patah tulangnya, silakan maju. Ayo,
maju, jangan menunggu."
Sebat Kawung Sen menggebrak maju. Sekali loncat dua tangan bisa disentakkan.
Sekejap saja prajurit yang mengepung menjerit kesakitan.
Sebagian berlari melaporkan ke dalam.
Dengan gagah Kawung Sen melangkah ke dalam.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar kegaduhan, Arya Genggong menuju ke pelataran. Melihat seorang lelaki
memanggul jala berjalan seenaknya, ia langsung menyongsong.
"Sebentar, Kisanak. Ada perselisihan bisa dilerai. Ada silang-sengketa bisa
dibicarakan. Kenapa Kisanak berlaku kasar di Keraton?"
Kawung Sen terbahak. "Keraton atau kuburan apa bedanya" Siapa yang berlaku kasar" Yang mulai atau
yang mengikuti" Kalian para prajurit yang hidup untuk sesuap nasi mengerti apa
tentang negara" "Apa pangkatmu berani tanya segala macam?"
Arya Genggong melengak. "Kalau memang tak mau diatur jangan salahkan aku." Tapi belum sempat Arya
Genggong bisa menyerang barang dua-tiga jurus, tubuhnya telah terdorong mundur.
Bagai diempos angin dahsyat. Bagai disapu ombak.
Dengan sekali gebrak! Apakah Kawung Sen dalam waktu sekejap saja telah menjadi sangat lihai" Apakah
Arya Genggong bisa disapu dengan sekali gebrak"
"Bisa... bisa... ilmu... ilmu ini bisa dipakai. Ayo maju lagi. Biar aku bisa
latihan sepuasnya." Kawung Sen mempraktekkan beberapa bagian dari Bantala Parwa.
Dan ternyata sangat jitu! Kawung Sen sendiri tak tahu persis jurus mana yang
digunakan, dan menjadi rada heran. Kok bisanya begitu cepat membuat lawan
tercecer. Satu hal yang tak disadari baik oleh Kawung Sen dan Arya Genggong
adalah kenyataan bahwa mukjizat ini terjadi secara kebetulan. Jurus-jurus dalam
Bantala Parwa. memang untuk mematahkan perlawanan yang mengganas. Kalau dalam
praktek dulu Kawung Sen tak merasa puas, bisa dimaklumi. Karena tak ada tenaga
yang menyerang ke arahnya. Dan kini, Arya Genggong menyerang ke arahnya. Ada
tenaga yang bisa dibalikkan. Tenaga Arya Genggong menghantam dirinya sendiri.
Akibatnya memang telak, karena ditambah tenaga Kawung Sen!
"Ayo, maju lagi."
Kawung Sen berlagak sendirian. Tak ada yang berani menyerang.
Bahkan mendekati pun tidak. Dengan gagah Kawung Sen melangkah ke dalam Keraton.
Tanpa peduli. Mendengar keributan yang tak terselesaikan, Patih Angragani melangkah ke luar.
Begitu melihat Kawung Sen, Patih Angragani mendecakkan bibirnya. Dengan tiga
kali gerakan tangan, semua prajurit pilihan telah mengepung.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus. Ini sambutan terhormat. Siapa kamu, orang gede?"
"Pangkat itu anugerah. Gede itu hanya perasaan. Siapa pun namamu, apa pangkatmu,
untuk apa kamu mengacau kemari?"
"Namaku Kawung Sen. Aku datang kemari mau menemui kakakku, Kakang Upasara."
Patih Angragani merasa aneh. Bukan dari cara bersilatnya, tetapi mendadak Kawung
Sen menanyakan Upasara Wulung.
"Upasara Wulung sudah tak ada di tempat ini. Tak ada gunanya kamu cari. Kalau
ada persoalan, katakan segera. Kalau mau mengacau, aku akan menghadapimu."
"Bagaimana kamu yakin Upasara tak ada di tempat ini" Kakangku itu tak pernah
bohong dalam hidupnya. Ia bilang ke Keraton. Dan di Jawa ini ada berapa
Keraton?" "Aku telah memerintahkan untuk membunuh mati Upasara Wulung."
Belum selesai perkataan Patih Angragani, Kawung Sen melontarkan jalanya.
Bersamaan dengan geraknya, para prajurit pilihan dari sisi kiri-kanan, depan-
belakang langsung menyerbu ke arahnya. Tusukan, sabetan, dan gempuran menjadi
satu. Patih Angragani sendiri menggeser sedikit kedudukan kakinya, kedua
tangannya bergerak cepat.
Satu mencabut keris satu lagi mendorong ke depan.
Jala Kawung Sen yang tertebar menyampok sekian banyak senjata yang tertuju ke
arahnya. Tak bisa disendal dengan sekali betot. Jadinya malah terjadi tarik-
menarik. Ketika itulah angin pukulan Patih Angragani menjotos ulu hatinya. Sebat
Kawung Sen menyentak jalanya, tapi tetap tertahan. Tak ada jalan lain, jala
dilepaskan dan dengan tangan kosong memapaki serangan. Satu lagi dari jurus
Bantala Parwa muncul. Dua benturan tenaga keras. Patih Angragani tergusur
mundur, tapi dengan cepat maju kembali. Kali ini gerakan tangannya lebih cepat,
dan yang bergerak lebih dulu adalah prajurit pilihan. Langsung menghadang di
depan Kawung Sen. Benturan tenaga begitu dahsyat tak terhindarkan. Dua prajurit
pilihan langsung terjungkal. Sebelum menyentuh lantai pendopo, nyawa mereka
sudah berpulang. Kalau saja Kawung Sen sudah menguasai cara mengatur tenaga, dengan sekali gebrak
lebih banyak lagi korban berjatuhan.
Patih Angragani kaget. Sebelum ia sempat menghindar, tubuh Kawung Sen sudah
menggelundung ke depannya. Benar-benar menggelundung. Bagi Kawung Sen yang
mempunyai sifat angin-anginan, tak begitu peduli. Harus menyerang dengan cara
ksatria atau cara semaunya. Menggelundung, mengencingi, menggigit tak jadi bahan
pertimbangan. Kini pun demikian.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam sekejap, Patih Angragani telah sibuk dengan usaha mempertahankan diri.
Menyerang sekenanya. Justru di saat seperti itulah tenaganya berbalik ke
arahnya. Kawung Sen bisa menangkis tikaman keris, dan memegang tangan Patih
Angragani. Sekali kena pelintir, para prajurit yang mengepung pun undur
ketakutan. Takut kalau-kalau melukai junjungannya.
"Aha, masih mau menyembunyikan Kakang Upasara?"
Luar biasa. Tokoh nomor dua di Keraton Singasari dipencet oleh seorang seperti
Kawung Sen! "Panggil Kakang Upasara atau kupatahkan tangan ini jadi tangkai daun singkong."
Biarpun dalam cengkeraman bahaya, walaupun dalam keadaan yang tak menguntungkan,
Patih Angragani bukan seorang pengecut.
"Aku sudah bilang bahwa Upasara Wulung telah mati. Atas perintahku. Mau patahkan
tangan silakan, mau bunuh lakukan saja."
"Baik kalau itu yang kamu kehendaki." Kawung Sen mendongak.
Menghimpun tenaga. "Kakang Upasara, aku tak bisa membalas budi baikmu. Di surga sana, biarlah orang
ini menjadi pelayanmu, menjadi kuda tungganganmu."
Arya Bangkong secara tiba-tiba meloncat maju. Gerakannya memang tidak terlalu
cepat, tetapi dengan memusatkan seluruh tenaga dalam mampu membuat Kawung Sen
harus memperhitungkan juga. Sejak tadi Kawung Sen tidak menduga bahwa di antara
para prajurit pilihan terdapat seorang yang kepandaiannya di atas rata-rata.
Arya Bangkong yang berdiam diri sejak tadi melihat bahwa kini saatnya bertindak.
Tanpa menghiraukan keselamatan pribadi, Arya Bangkong menyerang habis-habisan.
Kawung Sen memang bisa mematahkan tangan Patih Angragani, namun harus secepatnya
menangkis serangan. Dan menurut perhitungan lumrah, Kawung Sen akan menangkis
serangan lebih dulu. Dan itu memang yang dilakukan. Kedua tangan Arya Bangkong yang maju bersamaan
ditangkis dengan tangan kiri. Dua benturan tenaga yang kelihatan sekilas tidak
imbang. Kawung Sen seperti terdesak.
Padahal memang sengaja menarik tubuh lawan ke depan. Serampangan kaki yang kuat
membuat tubuh Arya Bangkong mencelat ke udara.
Disusul dengan satu pukulan keras, tubuh Arya Bangkong terlempar ke arah tiang
utama. Langsung ambruk dan tidak bangun lagi.
"Percuma kalian semua melawan. Tak bakal berumur panjang. Hanya dengan membawa
kemari Kakang Upasara kalian akan selamat. Kalau tidak, Keraton ini akan kubakar
sempurna!" KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam keadaan terluka, Arya Genggong menunjukkan kesetiaan yang tinggi. Tubuhnya
menggelinding maju. Akan tetapi sekali kena sepak, tubuh itu mental. Terguling
jauh. Keadaan sungguh gawat. Patih Angragani berada dalam bahaya.
Mendadak muncul bayangan yang berkelebat datang.
"Tahan, Dimas."
Semua yang hadir terperanjat. Juga Patih Angragani. Karena sama sekali tak
menyangka bahwa yang muncul adalah Upasara Wulung!
"Kakang!" "Lepaskan Mahapatih, Dimas...."
Kawung Sen melepaskan cekalannya. Wajahnya nampak beringas karena sangat
gembira. Dengan mata terbuka dan mulut memamerkan tawa lebar, Kawung Sen memburu ke arah Upasara Wulung.
Saat itu di luar perhitungan siapa pun, Patih Angragani mencabut kerisnya dan
langsung menusuk lambung Kawung Sen. Darah muncrat.
Tubuh Kawung Sen menjadi limbung karenanya.
"Kau..." Tusukan keris kedua kalinya terayun.
Upasara Wulung berdiri, akan tetapi terlambat!
Kawung Sen memegangi perutnya. Dua tusukan dari arah belakang kena sangat tepat.
Dan sementara itu para prajurit pilihan sudah langsung menyerbu. Upasara
mengembangkan tangannya untuk menangkis serangan yang datang sambil melindungi
Kawung Sen. "Tahan," teriak Upasara gusar.
Kawung Sen rebah ke tanah.
Upasara merangkul. Perasaan gusar, amarah, dendam, bergejolak membanjir dan membuntu. Sulit
dibayangkan kemurkaan yang telah sampai puncaknya. Adalah di luar pikirannya
bahwa Patih Angragani akan menusuk dari belakang. Padahal sebelumnya begitu
terancam jiwanya. "Dimas..." Suara Upasara Wulung terdengar serak menyayat. Air matanya kering
sebelum keluar. Bibirnya gemetar. Seluruh wajahnya keruh.
"...Dimas..." Berada dalam pangkuan Upasara Wulung, Kawung Sen merasa tenteram. Wajahnya
berusaha menyembunyikan keperihan.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kakang... ada surat... Kakang bisa baca... saya bodoh... Kakang..."
Upasara merangkul erat. Waktu berjalan begitu singkat untuk saling mengenal. Saling mengangkat saudara,
dan kini harus berpisah dalam pelukan. Upasara mengheningkan cipta. Menutup mata
Kawung Sen. Lalu meletakkan kepala Kawung Sen ke lantai pendopo. Ketika kemudian
mendongak, wajahnya tetap muram.
Patih Angragani tetap berdiri teguh.
"Umurmu panjang... Ksatria Pingitan.... Siapa yang menolongmu?"
"Mahapatih yang mulia... hamba menyayangkan kematian Dimas Kawung Sen... hamba
menyayangkan Mahapatih yang mulia tidak melaporkan kepada Baginda Raja...
semuanya sia-sia...."
Upasara Wulung berdiri. Mengambil jala Kawung Sen. Membuka di bagian simpul,
membuka surat. Sekelebatan saja. Lalu mendongak ke langit.
"Dewa Yang Menguasai Jagat... hari ini adikku Kawung Sen sowan kepadamu.... Dewa
memanggil dengan cara yang mulia...." Upasara Wulung menoleh ke Patih Angragani.
"Dimas Kawung Sen menyampaikan berita. Berita dari Mpu Ugrawe kepada Raja Muda
Gelang-Gelang dan para senopatinya. Perencanaan penyerangan ke Keraton.
"Entahlah, Mahapatih mau mendengar atau tidak."
Upasara membungkuk. Menggendong mayat Kawung Sen. Di bagian wajah ditutupi
dengan kainnya sendiri. Lalu berjalan ke luar.
"Akan pergi ke mana kamu?"
"Mengubur Dimas Kawung Sen sebagaimana layaknya seorang ksatria. Menghadang
kedatangan prajurit Gelang-Gelang. Keraton harus tetap dipertahankan dari
keangkaramurkaan."
Senopati Pamungkas Satu Karya Arswendo Atmowiloto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Patih Angragani berdecak.
"Tak begitu gampang datang dan pergi.
"Upasara, aku adalah pemegang perintah mewakili Baginda Raja.
Kalau kamu ingin pergi, silakan. Kamu masih hidup, itulah takdir. Akan tetapi
katakan siapa yang menolongmu...."
"Mahapatih yang mulia... percuma semua gelar itu kalau tak bisa melihat
kenyataan. Dalam Keraton ini bukankah Baginda Raja yang paling berkuasa" Siapa
lagi yang bisa menolong hamba kalau bukan Baginda Raja sendiri?"
Jawaban Upasara membuat Patih Angragani melengak.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Para prajurit yang mengepungnya mundur.
Lima tindak Upasara Wulung melangkah, Patih Angragani berteriak.
"Anak kecil bisa kamu dustai, tapi pasti bukan aku. Kamu datang dan kulemparkan
ke kandang harimau, Baginda Raja saja tak tahu.
Bagaimana bisa menolongmu"
"Para prajurit... tangkap! Mati atau hidup."
Upasara menjejakkan kakinya. Melayang ke atas. Sambil membopong mayat Kawung
Sen, kaki Upasara hinggap di dinding bagian atas.
"Para prajurit, Keraton sedang diancam kehancuran. Benar atau tidak yang
kukatakan, biar Baginda Raja yang mengambil keputusan."
Tubuh Upasara memantul lagi. Meloncat ke balik dinding.
"Kejar!" Sehabis memberikan perintah, Patih Angragani kembali ke dalem kepatihan. Semua
prajurit utama dikerahkan. Semua prajurit disiagakan. Yang berada di rumah
panggil. "Usut! Siapa yang menyelamatkan Upasara. Tangkap Senamata Karmuka. Penjarakan
dia. "Kalau sampai besok belum ketemu siapa bangsatnya, semua akan dihukum pecat."
UPASARA menguburkan Kawung Sen di luar dinding Keraton.
Di tempat yang sepi. Lalu berdoa.
Berlutut agak lama. Sampai bulan purnama muncul. Baru Upasara Wulung sadar sejak tadi ada bayangan
yang mengawasi. "Maafkan hamba... Eyang Raganata...."
"Inilah takdir dewata.
"Semua bisa diperhitungkan, tapi semua bisa terjadi. Itulah yang namanya
takdir." Mpu Raganata berdiri tegak. Seolah berbicara dengan rembulan di langit.
"Sewaktu kamu ditangkap, aku sudah menduga bahwa akhirnya kamu akan dimasukkan
ke dalam sarang Sardula. Maka aku lebih dulu ke sana, dan mengambil gigi harimau
itu. Dan bisa menyelamatkanmu.
"Aku berusaha menyembunyikanmu. Tetapi Kawung Sen datang dan akhirnya kamu harus
keluar juga. Semua ini, kalau bukan takdir, apa namanya"
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Baginda Raja terlalu mulia. Terlalu tinggi angan-angannya. Angan-angan seorang
raja gung binathara, raja besar, seharusnya begitu. Raja besar bagai rembulan.
Tinggi, agung, dan menyinari.
"Tetapi di bawah ada karang, ada pohon-pohon yang begitu bodoh menutup sinar
rembulan. "Segala peringatan tak ada gunanya."
Upasara menunduk. "Sayang, kamu masih terlalu muda, Wulung... dan kamu terlalu berbakat. Hidup ini
akan makin susah bagi yang muda, berbakat, dan mempunyai pengabdian."
"Maafkan hamba, Eyang... Bukankah Eyang masih bisa menyampaikan hal ini kepada
Baginda Raja?" Mpu Raganata tidak mengangguk, tidak menggeleng.
"Aku bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Saat ini pun kalau Baginda Raja
mempercayaiku, sudah terlambat. Di dalam Keraton sendiri terpecah belah tak
menentu. Aku sudah bisa memperhitungkan. Bahwa Ugrawe akan mempercepat
serbuannya, begitu melihat ada sesuatu yang tak beres. Begitu ada yang bocor -
seperti dibawa Kawung Sen, Ugrawe akan mengerahkan pasukannya.
"Aku bukan siapa-siapa. Aku bukan apa-apa.
"Tetapi aku adalah bagian dari Keraton. Apa pun yang terjadi aku akan kembali ke
Keraton. Angragani bisa menangkap aku. Bisa apa saja.
Tetapi itulah bagianku. "Wulung, kamu menyingkirlah.
"Sebelum fajar besok, sebelum kita beranjak dari sini, barangkali pasukan
Jayakatwang sudah menyerbu. Menyingkirlah, cucuku. Hari depan masih bisa
kauraih." Mendadak Mpu Raganata membanting kakinya dengan geram.
"Wulung, kamu tuli apa bisu.
"Kalau masih mempunyai rasa hormat sedikit kepada orang tua ini, pergilah.
Berangkatlah sekarang juga. Makin jauh makin baik."
Upasara Wulung menghaturkan sembah.
"Eyang yang dihormati secara tulus oleh para kawula... apakah ada perbedaan
antara seorang yang tak berkepandaian apa-apa dengan seorang empu dalam membela
Keraton" "Bukankah semua mempunyai kewajiban yang sama?"
Mpu Raganata makin berjingkrakan. Memang aneh. Di satu saat berdiam diri. Di
saat yang lain berbicara dengan lembut, seakan berbisik
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada yang rahasia. Di saat lain marah dengan membanting kakinya.
Di saat berikutnya malah berloncatan.
"Kamu itu masih ingusan, Wulung. Kamu tahu apa tentang kewajiban" Ngabehi Pandu
itu sama tololnya dengan kerbau dungu.
Nasihatnya tak usah kamu hiraukan.
"Jangan merasa bisa menolong Keraton. Negara ini terlalu besar. Dan kamu ini
bukan siapa-siapa. Lebih buruk dari apa-apa. Jangan ngomong ngawur. Negara tak
tertolong olehmu. Segera minggat. Tolong jiwamu sendiri."
"Kalau hamba bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa dalam pengertian yang lebih
tak berarti, untuk apa pergi jauh" Toh tak akan ada gunanya."
Mpu Raganata menggelengkan kepalanya.
"Seumur hidupku ini, baru sekarang aku menjumpai orang yang isi kepalanya
lumpur. Lumpur keras. Tak bisa berpikir sedikit pun.
"Wulung, kalau kamu mau menyelamatkan diri, masih ada sedikit kesempatan.
Prajurit-prajurit Keraton pasti mencarimu. Dan sebentar lagi pun pasukan Gelang-
Gelang akan mencarimu. "Kalau aku bisa bertemu Ngabehi Pandu, ia akan kukuliti. Karena dialah yang
berdosa membuat kamu seperti ini.
"Jangan salahkan aku yang tua ini tak memberi nasihat padamu."
Selesai berkata Mpu Raganata menghilang.
Tinggal Upasara sendiri. Menghadapi gundukan tanah. Tanah yang masih
mengeluarkan bau tubuh Kawung Sen.
Inilah perjalanan panjang yang diperoleh. Dari serbuan gencar Perguruan Awan,
terlunta-lunta di Banyu Urip, tapi tak ada hasilnya.
Bahkan sambutan yang menyenangkan pun tidak. Dan bahkan, kini saudara angkatnya
Kawung Sen turut menjadi korban.
Bukan soal meloloskan diri. Kalau itu yang ingin dilakukan, ia sejak lama bisa
meloloskan diri. Tak perlu bersusah payah ke Keraton!
Kalau sekarang meloloskan diri, apa artinya"
Bagi Upasara ini bukan pertanyaan yang mengada-ada. Sebagai seorang yang sejak
kecil tak mengenal siapa orangtuanya, Upasara hanya mengenal Keraton. Mengenal
negara sebagai orangtuanya, tanah airnya, sekaligus bagian utama dari dirinya.
Bagi Upasara Wulung, inilah nilai satu-satunya. Kalau sekarang harus
meninggalkan dengan cara melarikan diri, siapa yang bisa memaafkan
kepengecutannya" Sedikit atau banyak, apa-apa atau bukan apa-apa, masih ada yang bisa
didarmabaktikan kepada Keraton.
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendapat ketetapan itu, Upasara menjadi tenang.
Ia beristirahat sejenak. Berdoa lagi di makam Kawung Sen.
Sampai fajar. Kemudian Upasara menyamar dan kembali ke jurusan Keraton. Ia tak berani muncul
di tempat yang banyak dikunjungi orang. Karena memang dirinya dicari-cari. Ia
tak mempunyai teman siapa-siapa.
Upasara menangkap pembicaraan yang didengar secara selintas.
Bahwa Baginda Raja akan mengadakan pesta keagamaan. Bahwa Senamata Karmuka kini
ditahan. Bahwa Patih Angragani mengadakan sapu bersih bagi prajurit yang
dicurigai tidak setia. Mereka yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan
lolosnya Upasara langsung mendapat hukuman.
Sementara itu Bagus Respati dengan nekat mengadakan pesta perkawinan secara
besar-besaran. Pada saat itulah prajurit Gelang-Gelang datang ke Keraton.
Raja Muda Jayakatwang sendiri berada di depan. Diapit oleh Ugrawe dan Kiai
Sangga Langit! Dengan seluruh pasukannya lengkap bersenjata.
Benar dugaan Mpu Raganata! Ugrawe akan menyerang lebih cepat dari dugaan siapa
pun. Di depan gerbang Keraton, Raja Muda Gelang-Gelang memerintahkan para prajuritnya
mengibarkan panji-panji. Disusul oleh terompet dan genderang. Ugrawe memimpin
prajurit langsung mengepung.
"Kalau Baginda Raja bersedia datang menghaturkan sembah kepada aku, Raja Muda
Gelang-Gelang, aku akan mengampuninya. Jika tidak, takhta yang bukan haknya
harus kembali kepadaku! "Patih Angragani, sampaikan hal ini kepada Baginda Raja.
"Kalau tidak, akan kubuka gerbang sekarang juga."
Sewaktu ancaman itu disampaikan, Patih Angragani sangat murka.
Seluruh prajuritnya yang pilihan disiapkan. Dalam sekejap semua telah bersiap.
Patih Angragani keluar menyambut.
"Kamu keliru. Jayakatwang, kamu anak bawang. Anak ayam tak bisa melawan garuda.
Anjing kecil yang dipelihara tak akan kuat melawan harimau.
"Akulah panglima perang. Akulah senopati utama Keraton Singasari.
Hadapilah aku lebih dulu."
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hahaha...." Ugrawe tertawa bergelak. "Sungguh tolol manusia satu ini. Kamu tak
punya apa-apa lagi. Prajuritmu cuma beberapa gelintir.
Para ksatria sudah kubasmi di Perguruan Awan. Bantuan dari raja muda di sekitar
tak akan datang, karena semua jalan keluar sudah ditutup. Pasukanmu yang
terbesar sedang mengadakan pesta di kediaman kami. Bagus Respati sedang berfoya-
foya, bermimpi menjadi pengantin. Pengantin yang celaka.
"Angragani, kamu tak punya kesempatan. Bahkan untuk meminta ampun telah
terlambat. Panggil dukunmu, dan aku akan menyuruhmu menjilati pantat kuda."
"Kamu terlalu omong besar!"
"Kupuji sedikit kegagahanmu. Tapi itu terlambat. Dalam penyerbuan ke Perguruan
Awan, kami sedikit keliru. Ada yang lolos. Sekarang ini tak mungkin lagi."
Ugrawe menyembah ke arah Raja Muda Gelang-Gelang.
"Izinkanlah hamba mengembalikan takhta, Raja Muda...."
Jayakatwang mengangguk. Dan penyerbuan besar-besaran pun terjadilah. Prajurit pilihan dari Keraton
Singasari mencoba mengadakan perlawanan. Akan tetapi gelombang pasukan yang
dipimpin oleh Ugrawe bagaikan gelombang menyapu pasir pantai. Ugrawe sendiri
memimpin langsung pertempuran di tengah. Dari sayap kiri muncul Rawikara
memimpin penyerbuan. Dari sayap kanan, Kiai Sangga Langit melabrak siapa saja.
Patih Angragani sendiri tak sempat masuk ke dalam ketika dengan geram Ugrawe,
dengan pukulan Sindhung Aliwawar, membuatnya rubuh. Di tengah berkecamuknya
pertempuran, Upasara Wulung menerjang masuk dari belakang. Lewat bawah tanah
tempat kandang harimau, Upasara masuk ke dalam Keraton.
Masuk ke dalam bagian utama Keraton. Di depan pintu, Mpu Raganata berdiri.
Seorang raja adalah penguasa
Mati dan hidup, itu biasa...
Seorang raja adalah penguasa yang bijaksana Tak seharusnya meninggal di dalam
pesta... Upasara baru mengerti bahwa Mpu Raganata mencoba menyadarkan Baginda Raja yang
masih berada di ruangan dalam.
Seorang raja, seharusnya bijaksana
KANG ZUSI WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam perang dalam ranjang
Seorang raja, seharusnya tidak meninggal dalam pakaian pesta...
Pintu terbuka. Baginda Raja keluar. Langkahnya tetap gagah berwibawa.
Pandangannya tetap tajam, keras, dan menguasai.
"Paman tak usah bernyanyi dua kali.
"Aku raja yang tahu di mana harus beristirahat. Aku tahu bahwa pengkhianat yang
paling busuk, manusia yang paling hina di dunia, adalah seorang yang membalas
budi kebaikan dengan pengkhianatan.
"Jayakatwang, temuilah aku. Tataplah aku kalau berani."
Di ruangan dalam Keraton, pertempuran tak seimbang pun terjadi.
Ugrawe menyerbu masuk, bersama dengan Kiai Sangga Langit, dan Rawikara serta
para pendekar. Baginda Raja mempertahankan diri bersama dengan Mpu Raganata yang
terus-menerus melindungi.
Upasara berusaha untuk merangsek maju, akan tetapi setiap kali terdesak mundur.
Ugrawe telah merencanakan penyerbuan dengan jitu. Dengan memancing para ksatria
berkumpul di Perguruan Awan. Lalu menyikat habis. Dengan Sayembara Mantu, para
bangsawan pun disikat habis.
Keraton Singasari diisolir dari bantuan sekitarnya. Situasi dalam Keraton
dibikin keruh. Saat itu kemudian ia menyerbu. Dalam penyerbuan itu pun Ugrawe
telah memakai perhitungan. Begitu mendobrak masuk - dengan membawa Raja Muda
Gelang-Gelang, pintu gerbang akan dibuka - langsung mengadakan bumi hangus. Segala
benda dirusak, dibakar, dihancurkan. Terus melabrak hingga ke ruang dalam.
Pada suasana pesta, persiapan tak akan sepenuhnya. Dengan keperkasaan ilmunya,
ditambah kelicikan yang luar biasa, kini tinggal mengambil langkah terakhir.
Pedang Langit Dan Golok Naga 16 Pendekar Pulau Neraka 09 Menembus Lorong Maut Keris Kutukan Iblis 2