Pencarian

Budha Pedang Penyamun Terbang 3

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira Bagian 3


banyaknya bukan alang kepalang itu bagaikan sawah disapu
banjir bandang korban terlalu banyak berjatuhan.
Di bawah tekanan para pasukan pengawal rahasia istana
yang terus juga masih menyerang, aku berpikir keras mencari
pemecahan. (Oo-dwkz-oO) Episode 112: [Tanah Peperangan]
MAYAT sudah bertumpuk-tumpuk di bawah ketiga tiang
Puncak Tiga Rembulan yang menjulang ke langit dan
menembus awas bagaikan persembahan bagi dewa-dewa
entah di mana yang menuntut persajian. Tubuh-tubuh yang
semula terpotong irisan raksasa nan tajam karena Jurus
Pendeta Mengipas karena Kepanasan, tertumpuk tubuh-tubuh
menghijau karena jarum beracun yang tampaknya saja
disebarkan berhamburan, tetapi yang setiap jarumnya
mengenai setiap sasaran dan membuatnya tersentak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergelimpangan. Potongan senjata tajam yang digiling Jurus
Kipas Menelan Matahari bertebaran di mana-mana sampai
menutupi rerumputan. Bau amis darah meruap. Bencana yang
masih akan datang jika Amrita terus diserang sungguh tak
terbayangkan. Namun bagaimanakah kiranya Amrita akan
dibiarkan bebas berkeliaran, jika telah sangat jelas putri raja
itu yang merancang segenap pembunuhan gelap yang nyaris
melumpuhkan pemerintahan"
Sembari terus berkelebat menghindari serangan, aku
membayangkan berbagai kemungkinan jika pertempuran ini
diteruskan. Pertama, gelombang pasang manusia akan
dikerahkan lagi yang diselang-seling hujan tombak serta anak
panah yang betapapun penangkisannya akan melelahkab;
dalam kedua cara ini mayat tetap akan bergelimpangan, yang
pertama karena dihabisi Jurus Pendeta Mengipas karena
Kepanasan, yang kedua karena Amrita sangat mungkin akan
menyebarkan jarum-jarum beracunnya lebih dahulu sebelum
tombak dan panah dilepaskan. Kedua, jika secerdik yang
kuduga, pada saatnya mereka akan melonggarkan kepungannya sampai seratus atau dua ratus langkah, sekadar
menjamin Amrita tidak bisa lolos, kalau perlu terus menyerang
dengan para prajurit pilihan sampai Amrita kelelahan. Aku
tahu meskipun mengetahui para prajurit itu akan tewas, sekali
pilihan dilakukan kemungkinan tewas sudah diperhitungkan
untuk dikorbankan. Meskipun belum dijalankan, kemungkinan kedua harus
kuakui lebih bagus dari yang pertama, dengan suatu catatan:
Kemampuan Amrita menjalankan Jurus Pendeta Mengipas
karena Kepanasan itu sesungguhnyalah menunjukkan ketinggian tingkat tenaga dalam, begitu tingginya sehingga
sangatlah mungkin bahwa dalam jangka panjang justru
pasukan kerajaan ini yang akan lebih dulu kelelahan. Tentu
kumaklumi kemarahan para petinggi istana atas segala
pembunuhan gelap penuh perhitungan yang ternyata
dilakukan orang dalam, tetapi pengerahan selaksa manusia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk menjamin penangkapan ini bagaikan pekerjaan yang
berlebihan dalam perbandingan dengan tuntutan keadaan.
Terkumpulnya selaksa manusia demi pengepungan jelas tak
hanya mengandalkan pasukan kerajaan, melainkan juga
penduduk desa maupun kotaraja yang terpaksa meninggalkan
kewajiban. Kelumpuhan pemerintah akan diikuti kelumpuhan
negara apabila sebagian besar rahayat takdapat menjalankan
kewajiban. Apakah yang akan terjadi pada sebuah negeri jika
para petani meninggalkan sawah dan ladang, para tukang
melepaskan peralatan, dan para seniman menimang
kelewang, segalanya dikerahkan demi penangkapan Amrita
seorang" APABILA kemudian Amrita memang begitu kuatnya
sehingga penuh daya bertahan dalam pengepungan,
bagaimanakah caranya kemudian membuat mereka semua
tetap makan" Jika kemudian bagaimana mereka akan makan
dan minum itu telah dipersiapkan, tidakkah itu merupakan
sebesar-besarnya pekerjaan" Memang aku telah mendengar
riwayat Kambuja yang penuh peperangan. Seorang teman
seperjalanan dalam kapal bercerita bahwa dalam Sejarah
Wangsa Tsin, pada bab biografi T'ao Houang, seorang kepala
daerah Tonkin yang menjadi bagian Negeri Atap Langit,
terdapatlah pemberitahuan bawahannya yang mengeluh atas
serbuan Kerajaan Lin-yi sekitar tahun 280. Disebutkan bahwa,
''...kerajaan itu berada di sebelah selatan, berbatasan dengan
Kerajaan Fu-nan, banyak sekali jumlah sukunya, gerombolan-
gerombolan yang hidup bersahabat, saling menolong, mereka
memanfaatkan keadaan daerah mereka yang berbukit itu dan
tidak mau tunduk kepada Negeri Atap Langit.'')
Kerajaan Lin-y i adalah catatan pertama tentang keberadaan
Campa dalam sejarah Negeri Atap Langit, ketika didirikan pada
192. Dikisahkan bahwa seorang punggawa pribumi bernama
K'ieu-lien memanfaatkan keuntungan dari merosotnya Wangsa
Han Akhir, untuk membentuk wilayahnya dari sebagian
wilayah ketentaraan Negeri Atap Langit, yang terletak antara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bukit barisan Hoanh-son dan Lintasan Mega. Ia menyatakan
diri jadi raja di Sianglin, wilayah paling selatan Campa.
Terbentuknya Kerajaan Lin-yi berawal setengah abad
sebelumnya, tahun 137, ketika untuk kali pertama Siang-lin
diserbu segerombolan orang yang disebut tidak beradab,
sekitar seribu orang, dari luar perbatasan Je-nan. Mereka yang
disebut orang-orang tidak beradab itu adalah orang-orang
Cam, bahkan juga Malayu, tetapi yang waktu itu belum
berigama Hindu dari dewa yang mana pun.
Adalah orang-orang yang dituliskan sebagai tak beradab ini
dalam Sejarah Tiga Kerajaan yang telah menolak pemberian
upeti, yakni raja-raja Fu-nan, Lin-y i, dan T'ang-ming yang alih-
alih mengantar upeti, pada 248 pasukan Lin-yi menjarahi kota-
kota di sebelah utara, dan sesudah pertempuran besar di teluk
sebelah selatan Ron, menguasai wilayah K'iou-sou di daerah
Badon di tepi Song Gianh. Akhirnya raja Fan Hiong, cucu
K'ieu-lien dari pihak keluarga ibu menyerang lagi pada 270,
dibantu Fan Siun, raja Fu-nan. Tidak kurang dari sepuluh
tahun waktu yang diperlukan T'ao Huang, kepala daerah
Tonkin itu, untuk mendesak orang-orang Lin-yi masuk kembali
ke perbatasan mereka sendiri.
Perang selanjutnya berlangsung tahun 347, ketika raja Fan
Wen yang berhasil mendamaikan suku-suku yang masih liar,
meminta kepada Maharaja Tsin agar perbatasan utara
ditetapkan pada Gunung Hoanhson. Sejak diminta dari tahun
340, kaisar terus ragu-ragu melepaskan tanah subur Je-nan
itu, dan Fan Wen merebutnya tujuh tahun kemudian. Namun
pada 349 ia meninggal ketika sedang melancarkan
penyerbuan di sebelah utara perbatasan baru itu. Fan Fo,
anak Fan Wen, yang gagal dalam serbuan-serbuan tahun 351
dan 359, terpaksa mengembalikan Je-nan kepada Negeri Atap
Langit pada 372 dan 377 sete lah Sang Maharaja mengirimkan
utusan-utusannya. 4) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ternyata adalah Fan Fo ini yang terkenal sebagai
Bhadravarman, pendiri candi pertama di Mi-son yang
dipersembahkan kepada Siva Bhadresvara, karena dalam
catatannya orang-orang Negeri Atap Langit sulit mengalihkan
bahasa Sansekerta ke aksara mereka sendiri. Setelah Fan Fo
meninggal, lagi-lagi negeri ini menyerbu Je-nan pada 399,
dipimpin Fan Hou-ta, mungkin anak atau cucu Fan Fo, dan
lagi-lagi gagal. Dalam suasana kacau yang berlangsung
setelah jatuhnya Maharaja Tsin, kembali Fan Hou-ta
melancarkan serangan pada 405, 407, dan 413 ke dalam
wilayah utara Je-nan. Di sanalah Fan Hou-ta gugur.
ORANG yang bercerita kepadaku di dalam kapal tidak
mengetahui apa yang terjadi setelah itu, hanya saja pada 420
muncul seseorang bernama Yang Mah yang artinya Pangeran
Emas. Ia menyerang daerah Tonkin dan minta dikukuhkan
sebagai raja oleh Negeri Atap Langit. Namun tahun itu juga ia
sudah mati. Anaknya yang masih berusia 19 tahun juga
mengambil gelar Pangeran Emas dan melanjutkan penjarahan
ke utara. Pada tahun 431 ia mengerahkan seratus kapal untuk
merampok sepanjang pesisir Je-nan. Serangan ini dibalas
Negeri Atap Langit dengan pengepungan Kiiou-sou, tetapi
meskipun Pangeran Emas tidak di tempat, badai telah
mengacaukan segalanya, sehingga kepungan terpaksa
dilonggarkan. Kesempatan ini membuat Pangeran Emas berusaha
meminjam pasukan dari Fu-nan, dengan alasan untuk
menjatuhkan Tonkin yang pernah ia minta pada 433 kepada
Negeri Atap Langit. Namun permintaan ini tidak dipenuhi.
Sebaliknya, serangan-serangan Cam yang semakin mengganggu itu membuat kepala daerah Tonkin yang baru,
T'an Ho-tche, pada 446 menyerang dan membantai dengan
keras. Selain berbagai perundingan dengan bangsa Cam
berlangsung curang, ia pun menyerang dan merebut kembali
Kiiu-sou. Penyerbuan Negeri Atap Langit yang lain sampai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
merebut kotaraja Hue dan tak kurang dari lima puluh ribu kilo
emas dirampas. Kemudian orang yang bercerita di dalam kapal itu
menyebut-nyebut Nagasena. Namun kenapa disebutnya
pendeta Hindu" Lagipula, apakah Nagasena masih hidup
tahun itu" Nagasena manakah yang diceritakannya dan ada
berapa Nagasena di dunia ini"
Katanya, "Pada tahun 484, raja Jayavarman dari Fu-nan
mengutus pendeta Hindu Nagasena mempersembahkan
hadiah kepada Maharaja Negeri Atap Langit, sekalian
memohon bantuannya untuk menaklukkan Kerajaan Lin-y i.
Maharaja Negeri Atap Langit menyatakan terimakasihnya
kepada Jayavarman atas hadiahnya itu, tetapi tidak
mengirimkan pasukan untuk menundukkan Lin-y i."
"Bagaimana sikap Jayavarman," tanyaku waktu itu, dalam
bahasa Malayu yang dikenal para pengembara Khmer.
"Tidak diketahui apa yang dilakukan Jayavarman, yang
pasti pada 491 perebut takhta itu masih memerintah dengan
nama Fan Tang-ken-tch'ouen dan mendapat pengukuhan dari
Negeri Atap Langit sebagai Raja Lin-y i. Namun tahun
berikutnya, pada 492 ia diturunkan dari takhta oleh keturunan
Pangeran Emas yang bernama Tchou Nong, yang memerintah
selama enam tahun, dan tidak jelas sebabnya, tenggelam di
laut pada 498." Akupun tak tahu kenapa percakapanku dengan teman
sekapal dalam kegelapan malam ketika menyusuri Sungai
Mekong itu muncul kembali sekarang, justru ketika aku
seharusnya memeras otak menyelesaikan persoalan di tengah
kepungan. Aku masih terus berkelebat naik turun seperti
kelelawar tanpa pernah menyentuh apapun untuk membuatku
tetap berada di udara. Mungkin karena aku memang bergerak
cepat dan memang sangat amat cepatnya, takterimbangi oleh
satupun dari para pengawal rahasia istana Jayavarman II itu,
maka dari segala sesuatu yang menjadi lambat dan sangat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
amat lambatnya, aku bagaikan mendapat ruang tempat segala
kenangan berkelebatan. Cerita teman sekapal tentang
peperangan di tanah Kambuja dari zaman ke zaman, tempat
orang-orang Cam selalu memberi perlawanan kepada
kekuasaan Negeri Atap Langit, terus berlanjut.
Pada 534, Rudravarman seperti para pendahulunya
melanjutkan serangan ke utara, tetapi dikalahkan Pham Tu,
jenderal dari Li Bon yang baru memberontak melawan
penguasaan Negeri Atap Langit dan telah menguasai Tonkin.
Sangat mungkin pada saat inilah berlangsung kebakaran di Mi-
son dengan akibat kehancuran candi Bhadresvara yang
pertama. Agaknya raja manapun memang akan berhadapan
dengan kekuasaan Negeri Atap Langit yang sudah
membentang dengan begitu luasnya itu. Terhadap Kemaharajaan Tengah, raja Sambhuvarman yang oleh
penulisan Negeri Atap Langit disebut Fan Fan-tche, berusaha
memanfaatkan kelemahan Wangsa Tchien yang berkuasa
antara 557-589 dan menyatakan taklagi takluk sebagai raja
bawahan. Namun setelah kemaharajaan itu bangkit lagi di
bawah Yang Kien, yang menyatakan diri sebagai raja Souei
pada 589, ia merasa lebih aman memulihkan kembali
hubungan, dan pada 595 mengirimkan upeti kepada Yang
Kien. Kini aku ingat sebuah cerita yang berhubungan dengan
upeti, tetapi kukira lebih baik kuceritakan nanti.
SEKARANG kusambung dulu kisah teman sekapal, yang
melanjutkan bahwa sepuluh tahun kemudian, tahun 605
tentunya, sang maharaja menugaskan Lieou Fang yang baru
saja merebut Tonkin kembali, untuk memimpin penyerbuan ke
Campa. Perlawanan Sambhuvarman yang -sia membuat
balatentara Negeri Atap Langit menduduki K?iu-sou dan
kotaraja Tra-kieu serta membawa pulang rampasan yang
bukan alang kepalang banyaknya dari negeri kaya itu. Setelah
pasukan Negeri Atap Langit mengundurkan

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sambhuvarman kembali ke negaranya dan minta maaf kepada
sang maharaja. Semasa pemerintahan Maharaja Yang Kien,
lagi-lagi Sambhuvarman seperti tidak peduli atas kewajibannya
untuk membayar upeti, dan hanya setelah Wangsa T?ang
memegang kekuasaan pada 618, setidaknya ia tiga kali
mengirimkan utusan, pada 623, 625, dan 628.
Menurut teman seperjalanan dalam kapal layar yang
menyusuri Sungai Mekong itu, kemungkinan besar adalah
Sambhuvarman yang menerima Menteri Simhodewa dari
Kambuja, utusan Mahendravarman untuk mengadakan
hubungan dengan Campa. Pemerintahan Sambhuvarman yang
baru berakhir tahun 629, membangun kembali puingpuing
tempat suci yang aslinya dibangun oleh Raja Bhadravarman.
Salah seorang penggantinya, Prakasadharma, memerintah
antara 653 sampai 686, keturunan Isanavarman dari Tchen-la
melalui garis keturunan perempuan, mengabdikan seluruh
masa pemerintahannya untuk memperindah Mi-son dan
membangun segala peninggalan awal Cam.
Namun teman itu kuingat menarik perhatianku pada kisah
sebelumnya, bahwa cucu Sambhuvarman dari Kandarpadharma, yakni Prabhasadharma, telah dibunuh tahun
646 oleh salah seorang menterinya. Bagian ini meruyak
kembali karena aku teringat akibat pembunuhanpembunuhan
gelap Amrita yang luar biasa ini, pengerahan pasukan
berlebihan yang membuatku berpikir keras atas pengaruhnya
kepada seluruh negeri. Jika jalan pikiranku juga menjadi jalan
pikiran Amrita, maka mati pun akan dijalaninya, asalkan
pengerahan selaksa manusia yang telah berkurang puluhan
ribu orang ini memang akan membatalkan kejayaan Angkor
yang berdiri di atas puing-puing Kemaharajaan Tchen-la.
Tiada kisah peperangan sete lah ini. Keturunan Kandarpadharma yang naik tahta sebagai Vikrantavarman,
dalam masa pemerintahannya yang lama dan damai
memperbanyak bangunan suci di Mi-son, di Tra-kieu, dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
beberapa tempat lain di daerah Quang-nam. Semua itu
bangunan pemujaan kepada Wisnu, yang tidak kuketahui
kenapa disebut teman sekapal itu sebagai, "Lebih bersifat
susastra daripada igama." Ia tercatat mengirim utusan ke
Negeri Atap Langit pada tahun 653, 657, 669, dan 670.
Penggantinya, Vikrantavarman II masih mengirim setidaknya
15 utusan antara 686 dan 731. Urusan upeti dan utusan ke
Negeri Atap Langit ini ternyata membentuk cerita tersendiri
yang juga belum dapat kusampaikan sekarang, karena harus
kuceritakan sekarang bagian yang telah kukenal, bukan
sekadar karena berlangsung pada zaman yang sama dengan
hidupanku saat itu, tetapi karena masa kekuasaan Wangsa
Sailendra di lautan selatan, bagi Campa dan Kambuja
merupakan kurun waktu yang rawan.
Saat itulah nada bicara teman sekapal tersebut menjadi
terdengar getir. "Maka Rudraloka pun digantikan Satyavarman, anak
saudara perempuannya yang harus menghadapi serangan dari
Jawadwipa pada tahun 774," katanya.
Lantas ia kutip prasasti yang pernah kuceritakan dahulu.
"Orang-orang yang lahir di negeri-negeri lain, orangorang
yang hidup dari makanan yang lebih menjijikkan dari bangkai,
orang-orang yang menakutkan, sama sekali hitam lagi kurus,
mengerikan lagi jahat seperti maut, yang datangnya naik
kapal. Menghancurkan candi Po Nagar di Nha-trang yang
pertama, yang pembuatannya adalah titah Raja Vichitasagara,
raja dari alam dongeng. Lantas mereka mencuri lingganya.
Meski kemudian dengan kapal-kapal yang lebih baik dan
dikalahkan di lautan."
SATYAWARMAN memang membangun kembali candi baru
dari batu bata pada 784. Namun adiknya, Indravarman yang
menggantikannya sementara ia pergi ke Jawadwipa, juga
masih menghadapi serangan dari Jawadwipa pada 787, yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
merusak candi Bhadradhipaticvara di sebelah barat kotaraja
Virapura. Lamunanku terputus karena duabelas pisau terbang
meluncur dengan tujuan merobek sayap kulit kambing ini agar
aku tidak bisa terbang naik turun seperti kelelawar lagi. Aku
menangkap keduabelas pisau terbang itu, enam di tangan
kanan dan enam di tangan kiri dan mengembalikannya ke
arah sang pelempar tanpa maksud membunuhnya.
Srrrrrttttt! Duabelas pisau terbang ini masing-masing masuk
ke sarungnya lagi yang melingkar lebar di pinggangnya itu.
Tentu menjadi jelas bagi mereka yang mengepungku
sekarang, betapa untuk mencabut nyawa mereka bagiku
dalam pertarungan yang bukan benar-benar pertarungan ini
semudah membalik telapak tangan. Mereka berloncatan
menjauh, tetapi tidak melepaskan kepungan. Aku tersenyum.
Kurasa aku ingin memberitahukan sesuatu kepada mereka.
Masih di udara dan tidak menyentuh pucuk pepohonan,
kusentakkan sayap kulit kambing yang semula adalah selimut
itu, yang lantas melayang jatuh dan tersangkut di atas pohon.
Aku tersenyum dalam hati melihat mereka semua ternganga,
melihatku mengambang di udara...
(Oo-dwkz-oO) Episode 113: [Petaka Kecantikan]
SAAT mereka ternganga melihat aku mengambang di udara
itulah kujejakkan kakiku seperti memang menjejak sesuatu,
tetapi sesungguhnyalah membuat diriku meluncur di antara
hujan panah ke arah Amrita, tentu dengan kecepatan yang
tidak bisa diikuti mata. Keputusanku tiba-tiba membulat. Jika pengepungan
berlanjut, bukan saja puluhan bahkan ratusan ribu korban
akan jatuh, tetapi negara pun berkemungkinan lumpuh. Suatu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
harga yang terlalu mahal untuk penangkapan seorang Amrita
Vighnesvara Jadi biar aku sajalah yang melumpuhkan Amrita,
agar pembantaian berhenti dan selaksa manusia kembali ke
desanya dan melanjutjkan kehidupannya. Itu pun setelah
kehilangan berpuluh bahkan beratus ribu nyawa. Bila malam
sempat tiba, aku tak akan tahu lagi akibatnya jika Amrita
berlindung di balik kegelapan dan berkelebat mencabuti
nyawa seenaknya. Saat aku meluncur ke arahnya, Amrita masih melindungi
dirinya dengan Jurus Kipas Menelan Matahari, karena hujan
anak panah yang memang sedang melesat ke arahnya dari
segala penjuru. Aku mendengus dan berkelebat lebih cepat
mendahului ribuan anak panah itu. Dengan ilmunya yang
tinggi, meski aku bergerak dengan kecepatan yang bagi awam
tidak dapat diikuti oleh mata, maka Amrita dapat melihatku
datang; tetapi karena ternyata betapapun ilmu silatku lebih
tinggi, aku tetap terlalu cepat baginya, sehingga cukup
dengan selembar daun dapat kutotok jalan darahnya
menembus Jurus Kipas Menelan Matahari. Pada saat ribuan
anak panah dari segala arah itu serempak menancap, aku dan
Amrita sudah tidak kelihatan lagi di tempat itu.
(Oo-dwkz-oO) TENTU saja aku mesti melalui mereka, melejit dan
melenting di atas pundak dan kepala mereka sambil
membopong Amrita yang takberdaya karena telah kutotok
jalan darahnya. Baru kutahu bahwa kedua kipasnya terikat ke
kedua pergelangan tangannya, sehingga tetap terbawa ketika
tubuhnya yang mendadak lunglai itu kusambar pergi. Dengan
kecepatan melebihi kilat aku berkelit dan berkelebat di antara
hujan anak panah, yang ketika tertancap di tempatku
menyambar Amrita, kami telah berada jauh di tepi hutan.
KUPILIH untuk masuk ke dalam hutan, karena di atasnya,
pada pucuk-pucuk pepohonan terlalu banyak pengawal
rahasia istana yang akan lebih menyulitkan, daripada para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
prajurit di dalam hutan yang kerimbunan dan kekelamannya
sudah lebih dulu kupahamkan ketika merambahnya menuju
Puncak Tiga Rembulan. Di dalam hutan, meski di luar senja
baru saja menjelang, pekatnya kelam bagaikan lebih gelap
dari kegelapan, karena bukan saja ketiadaan cahaya membuat
kerimbunan menyaratkan kekelaman, melainkan juga karena
batang-batang pohon raksasa dan payung dedaunan di
atasnya bagaikan dinding hitam yang tidak memantulkan
cahaya dari mana pun jua.
Kupejamkan mataku dan tidak menghentikan laju
kecepatanku sama sekali karena kutancap ilmu Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Liang. Dengan begini meskipun hutan
rimba gelap gulita, segenap lekuk tubuh dalam keterpejamanku menyala sebagai garis hijau terang,
segalanya jelas seperti mataku terbuka dalam terang siang.
Aku berkelebat di antara mereka tanpa mereka tahu aku
melewatinya, meski jalur perintah telah menyampaikan betapa
aku pasti menuju ke arah mereka. Aku melayang dari dahan
ke dahan dengan mata terpejam, melompati mereka yang
menyalangkan matanya dengan sia-sia berjuang menembus
kegelapan. Hanya daun-daun berguguran tiba-tiba saja
menyentuh pundak atau kepala mereka.
Tidak menjadi masalah apakah membopong atau tidak
membopong Amrita, dengan ringan aku tetap dapat melompat
dari dahan ke dahan tanpa kehilangan keseimbangan. Namun
meski aku telah bergerak begitu cepat, tidak segera juga aku
bisa keluar dari hutan, selain karena hutan ini memang luas
bagai takbertepi, juga karena aku ingin keluar di tempat yang
paling kurang ketat kepungannya. Di tengah perjalanan aku
teringat Ilmu Silat Kelelawar yang telah kuserap dengan Jurus
Bayangan Cermin ketika bertarung melawan Pangeran
Kelelawar. Tidakkah gabungan ilmu pendengaran Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Lubang dengan Ilmu Silat Kelelawar
tidak bisa lebih tepat lagi untuk berkelebat dalam kegelapan"
Meskipun tanpa sayap, ternyata aku tetap bisa melakukannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan sesekali menjejak tanpa suara di sana-sini. Seperti
kelelawar beterbangan dalam kegelapan di antara pepohonan,
kali ini aku pun berkelebat tanpa pernah menggugurkan
sehelai daun sama sekali.
Namun aku melayang dengan kehalusan gerak yang lebih
terjaga daripada kelelawar, aku menikmatinya seperti tarian di
udara yang tenang, ketika kegelapan dalam keterpejaman
terasa bagaikan keluasan semesta yang terarungi dengan
keterpesonaan. Bahkan Amrita yang jelas menghalangi gerak
tanganku karena aku harus membopongnya bagaikan
menyatu dengan tubuhku, tidak mengganggu gerakanku sama
sekali. Padahal kecepatanku telah menjadi lebih dari cepat,
yang bagi telinga dengan ketajaman telinga naga telah
menjadi ledakan dahsyat karenanya...
Saat itu teramati segala sesuatu yang lebih lambat dariku
sebagai sesuatu yang mengenaskan. Para prajurit di bawah
pohon yang telah berada di sana begitu lama tanpa peristiwa
apapun jua, menanti dan menanti tanpa kepastian yang
menyesakkan. Dengan keremangan hutan menjelang malam,
segenap daya luar biasa yang telah dikerahkan menghadapi
kesia-siaan. Syukurlah dengan lenyapnya Amrita mereka akan
segera dipulangkan, karena tidak mungkin memburu dua
manusia dengan selaksa pasukan. Apalagi jika akan
menghilang ke dalam keramaian. Aku berkelebat menembus
hutan, ingin segera lenyap dan menghilang, tetapi di tepi
hutan pada tempat yang dengan tepat kuduga pengepungannya akan lebih jarang, ternyata dijaga oleh
sejumlah pendekar berilmu tinggi!
Agaknya telah disadari betapa pengepungan yang
mengerahkan tenaga manusia berlebihan adalah kesia-siaan,
memang hanyalah kemarahan membabibuta telah menyebabkan selaksa pasukan mengepung Puncak Tiga
Rembulan. Kini di luar hutan memang masih terlalu banyak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pasukan, tetapi mereka hanya berjaga di pinggiran dan para
pendekar itulah yang menyerang dengan penuh perhitungan.
"Pendekar Tanpa Nama dari Jawadwipa! Ilmu kami
memang belum setinggi Naga Bawah Tanah yang seperti
dewa, tetapi justru karena itu kami ingin mendapat pelajaran!"
Ia berbicara dalam bahasa Malayu, tetapi mungkin hanya
dia yang menguasai bahasa itu, karena yang lain-lain
menyampaikan salamnya dalam bahasa Khmer yang bagiku
masih terdengar seperti bahasa burung meski telah
menggunakan sepatah dua patah dalam perjalanan.
Mungkinkah aku menghadapi mereka sembari tetap
membopong Amrita" Jelas
aku tidak akan pernah melepaskannya, selain karena aku tidak mungkin melepaskan
totokanku, yang akan membuatnya lebih dari sekadar
mengamuk, jika kulepaskan tanpa menotok kembali agar
peredaran darahnya kembali seperti semula, ia hanya akan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi makanan empuk siapa pun yang ingin menghabisinya.
PEREMPUAN secantik Amrita, betapa banyak musuhnya,
benarkah kecantikan seorang perempuan lebih sering
membawa petaka bagi pemiliknya ketimbang sebaliknya"
Mereka menyerang serempak dan aku melejit ke atas
sebisanya dengan beban Amrita pada kedua tanganku. Dari
atas, setiap orang yang senjatanya berbeda itu kulihat
menanti dengan incaran atas setiap titik mematikan pada
tubuhku. Lantas tubuhku taktertahan lagi turun, tetapi aku
masih turun berkelebat seperti kelelawar yang menjatuhkan
diri sebelum mengangkasa kembali. Saat itulah sejak tadi
kulihat sepasang kipas Amrita yang terikat di pergelangan
Amrita bergoyang-goyang dengan hukumnya sendiri. Mendadak saja aku seperti mendapat akal.
Aku membisikkan sesuatu di telinga Amrita, dan meski
wajahnya tampak kurang senang, ia mengedipkan matanya
tanda mengerti. Maka di antara kesibukan berkelebat seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kelelawar naik dan turun, kulemparkan sebentar tubuh Amrita,
sekadar agar tanganku dapat bebas sebentar untuk
melakukan totokan secepat kilat, lantas tentu saja kutangkap
kembali. Setelah itu aku bergerak melaju, dan tidak
menghindari tebasan pedang maupun tetakan maut kapak
lagi, karena kedua pergelangan tangan Amrita yang telah
kuhidupkan dari totokan melumpuhkan, membuatnya dapat
memegang kipas dan menggerakkannya dengan jurus-jurus
mematikan. Artinya meskipun tanganku mati karena mesti
membopong Amrita, kedua tangan Amrita dengan kebutan
kipas mautnya lebih dari cukup untuk menggantikannya.
Bisalah dibayangkan jika kulepaskan seluruh totokannya, tidak
mungkin Amrita bersedia kuajak pergi, karena mencabuti
nyawa baginya bagaikan pekerjaan yang terlalu menyenangkan. Itulah bahayanya belajar ilmu silat, jika tidak
diikuti pembelajaran filsafat.
Bahkan dalam keadaannya yang sekarang pun, Amrita tak
pernah berhenti berusaha, mengembangkan jurus sambil
mencari korban. Maka kedudukanku sebagai pembopong
tubuh Amrita kumanfaatkan, untuk mengatur agar kedua kipas
Amrita tidak lebih banyak lagi memusnahkan. Dengan begitu
meski Amrita berusaha melaksanakan pembunuhan dengan
kipasnya, aku tetap dapat mengaturnya agar tetap tidak
menjadi pembantaian. Apabila masing-masing ujung kipasnya
siap menghancurkan kepala seseorang, kedua tanganku yang
membopongnya dapat membelokkan tubuhnya sehingga
pukulannya tidak mengenai sasaran,
tetapi berguna mementalkan senjata sang penyerang. Dengan cara ini lawan
bergelimpangan dengan nyawa tetap dikandung badan supaya
dapat meneruskan kehidupan.
Tentulah pertempuran ini tergolong ajaib, karena aku
menanggapi serangan dengan berputar-putar naik turun
seperti kelelawar sembari membopong Amrita, sementara
kedua tangan Amrita memainkan kedua kipas itu dengan
jurus-jurus mematikan yang syukurlah bisa kubelokkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidakkah kini para pendekar itu mendapatkan pelajaran yang
mereka inginkan" Begitulah semua ini berlangsung dengan
kecepatan yang tidak dapat diikuti mata, dan dalam sekejap
kami telah melewati mereka dengan segala pukulan
melumpuhkan tanpa menyebabkan kematian. Aku melesat
turun ke jurang untuk memotong jalan, dan memang lebih
baik melompat dari pohon ke pohon di tepi jurang daripada
menyusuri jalan setapak di pegunungan yang hanya akan
memperlambat perjalanan. Dengan Amrita yang telah memerah bersimbah darah
korban dalam bopongan, aku tak bisa sembarang bertemu
orang apalagi masuk ke dalam kerumunan, karena tentu saja
seorang lelaki dengan bahasa Khmer yang terpatah-patah dan
membopong perempuan terindah tetapi memerah darah akan
sangat menarik perhatian. Aku harus mencari tempat
persembunyian. Masalahnya, tempat persembunyian macam
apakah yang sebaiknya kucari dalam keadaanku yang seperti
sekarang ini" Aku masih melenting-lenting dari pucuk pohon satu ke
pucuk pohon ketika kuketahui dua sosok bayangan berkelebat
mengejarku. Menilik gerakan dan kecepatannya ilmu silatnya
tentulah jauh lebih tinggi daripada segenap pendekar yang
berusaha mencegahku tadi. Bahkan busananya yang rapat
menutupi seluruh tubuh membuatku berpikir keduanya
bukanlah orang Khmer melainkan Negeri Atap Langit.
Bukankah selalu ada saja petualang dengan ilmu silat tinggi
yang bersedia melakukan tugas apapun asal dibayar" Mereka
berkelebat lebih cepat dan menyerang! Aku berbalik dengan
kipas Amrita yang telah berputar kencang seperti baling-baling
yang menyampok pedang mereka masing-masing yang
menyerang dari kiri dan kanan.
''Aaaaahhhkkkk!'' Terdengar mereka memekik kesakitan, karena dengan
kecepatan mereka yang luar biasa aku tak sempat mengatur
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jarak kedua tangan Amrita dari keduanya. Agaknya tangan
mereka masing-masing yang memegang pedang itu telah ikut
terpotong, atau sengaja dipotong Amrita pada pergelangan
tangan. Saat itu aku telanjur berputar dan menyepak sekaligus
ke kiri dan ke kanan, sehingga keduanya terus meluncur ke
dalam jurang, tanpa mampu menyentuh pohon manapun
untuk melenting-lenting, karena saat itu kemungkinan
keduanya sudah pingsan. Lantas kuhinggapkan diriku pada sebuah dahan yang
menjulur, sementara kedua orang bayaran yang taksadarkan
diri itu meneruskan kejatuhannya, entah akan tersangkut
pepohonan atau semak-semak di tepi jurang, dan suatu saat
siuman; ataukah terbentur ujung batu-batu besar yang
menyeruak tajam, yang jika membenturnya tentu saja berarti
kematian. Kuhinggapkan diriku pada dahan yang menjulur dan
menjorok itu, yang karena berat tubuh Amrita menjadi
tertekuk jauh ke bawah, sebelum akhirnya bergerak ke atas
lagi melejitkan diriku yang telah menarik napas dalam ilmu
meringankan tubuh, karena kudengar suara-suara...
Saat terlontar kembali ke atas itulah terlihat sumber suara
tersebut, suara air terjun yang sebetulnyalah bergemuruh,
tetapi yang karena letaknya di dalam celah dinding batu, maka
terdengar hanya sebagai suara sayup-sayup sampai. Maka
ketika aku turun dan kakiku menyentuh cukuplah ranting dan
takusah dahan aku segera melenting kembali ke arah celah
itu, memiringkan tubuh sedikit agar dapat memasukinya,
lantas berhenti dengan cara membentangkan kakiku sehingga
ujung telapak kakiku masing-masing menempel pada sisi kiri
dan kanan dinding itu. Aku berada di antara suatu celah yang hanya dapat
diketahui keberadaannya pada ketinggian seperti ini. Di bawah
celah ini tertutup membentuk dinding batu, jadi seperti
dinding batu raksasa yang merekah di atas, dan di dalamnya
terdapat rongga dengan sebuah danau dan air terjun. Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena rekahan itu menutup lagi di atasnya, maka memang
hanya dari tempatku kebetulan itulah dapat kutemukan celah
sempit tersebut, yang memperdengarkan suara air terjun
sayup-sayup yang sampai ke telingaku. Hanya manusia yang
mendaki sampai puncak tertinggi pegunungan ini, atau tentu
saja dari suatu titik di Puncak Tiga Rembulan, akan dapat
melihat danau dan air terjun ini dari atas. Dengan begitu
kurasa memang belum pernah ada yang mengetahui
keberadaan tempat ini, kecuali mungkin Pangeran Kelelawar
yang sudah mati, sehingga kupikir untuk sementara akan
aman bersembunyi di sini, terutama untuk menghindari
perburuan para pembunuh bayaran yang biasanya sangat
tabah dalam pencarian jejak dan ilmu silatnya tinggi.
Demikianlah kuarungi celah itu dengan kedua kaki
menempel dinding setapak demi setapak sebelum terlalui
sama sekali. Dengan tangan membopong Amrita seperti ini
aku tidak bisa memanfaatkan ilmu cicak sepenuhnya.
Sementara yang dibopong tampak kesal sekali tertotok jalan
darahnya seperti itu. Apakah yang akan dilakukannya jika
totokan itu kulepaskan" Namun teringat medan pertempuran
yang telah menjadi ladang pembantaian perempuan pendekar
sakti mandraguna ini, kuyakini betapa keputusanku tidaklah
keliru. Lagipula kudengar betapa Jayavarman II yang telah
mempelajari seluk beluk kebudayaan dari wangsa Syailendra
di Jawadwipa adalah raja yang segenap kebijakannya dapat
dipertanggun jawabkan. Mengapa pula langkah-langkah
kebijakannya itu harus tertunda atau gagal sama sekali karena
dendam pribadi puterinya sendiri" Memang benar dendam itu
terdengar sahih atas nama penderitaan ibunya yang tertindas,
bahkan kemungkinan besar melahirkan Amrita tanpa dasar
cinta sama sekali, yang memperbesar dendam Amrita berkali-
kali lipatotetapi siapakah yang dipastikan bersalah dalam
jatuhnya korban-korban sejarah seperti itu, tempat setiap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kerajaan membangun kejayaan di atas kehancuran kerajaan
yang lain" Memandang wajah Amrita, kubayangkan paras ibunya yang
berdarah keluarga istana Kemaharajaan Tchen-la, bukan
takmungkin jauh lebih cantik dari Amrita, tetapi yang
mengingatkanku kembali kepada perbincangan tentang
kecantikan seorang perempuan, yang justru merupakan
sumber petaka atas nasibnya yang malang...
Setelah nekat beringsut dengan setiap kali menjatuhkan diri
ke depan, terlalui juga celah itu, bahkan kakiku menyentuh
bumi kembali tepat di samping air terjun, sehingga dapat
kulihat betapa di belakang air terjun tersebut terdapatlah
sebuah gua. Sungguh tempat persembunyian yang sempurna!
AKU bermaksud memasuki gua, tetapi kusadari betapa
darah yang menyimbahi seluruh tubuh Amrita bahkan mulai
lengket ke tubuhku. Jadi dengan Amrita masih berada dalam
bopongan, aku pergi ke bawah air terjun yang meskipun tidak
terlalu besar tetap saja luar biasa deras karena jatuh dari
tempat yang sangat tinggi itu. Kubiarkan air membersihkan
seluruh tubuh kami, kuharapkan pula air dapat meluruhkan
segenap kemarahan Amrita, baik kemarahan atas nasib
ibunya, apa yang terjadi kepada para pengawalnya, maupun
kepada diriku yang telah melumpuhkannya begitu rupa.
Kubalik-balik tubuh Amrita dalam boponganku, sehingga air
yang deras dan juga terasa keras jatuhnya pada badan itu
mengikis bukan saja darah yang mengering di bagian depan,
yakni kaki, perut, dada, dan wajah, tetapi juga bagian
belakang, seperti punggung, dan termasuk pula kain tembus
pandangnya yang semula taktertembus pandangan lagi karena
mengentalnya simbahan darah. Amrita tampaknya pasrah,
sepasang kipasnya yang terikat pada pergelangan tangannya
tergantung lemah, darahnya ikut terkikis, memunculkan
kembali gambar-gambar dan huruf-huruf Sansekerta yang
terdapat pada kipas itu. Kulihat sepintas lalu, rupanya pada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kipas sebelah kiri terdapat gambar pendeta Nagasena dengan
sepotong ujaran filsafatnya, dan pada kipas sebelah kanan
terdapat gambaran pendeta Nagarjuna, juga dengan sepotong
ujaran filsafatnya yang menghancurkan segala kebakuan itu.
Meskipun sangat penasaran, tetapi membaca dan merenungkan makna kedua ujaran filsafat kedua pendeta
Buddha yang ajaib dalam sepasang kipas senjata Amrita itu
harus kutunda. Dalam dingin udara senja, kumasuki gua dengan tubuh
basah kuyup. Segera kubaringkan Amrita pada sebuah batu
datar. Kulepaskan totokan jalan darahnya. Lantas keluar gua
lagi untuk mencari makanan, tepatnya suatu bahan yang
terhadapnya dapat kulakukan sesuatu supaya dapat menjadi
makanan. Sisa cahaya pada puncak tebing hanya memperlihatkan
dinding batu yang tandus. Ini berarti jika ingin makan sayuran
aku harus keluar melalui celah sempit itu lagi, yang dalam
keadaan remang seperti ini tidaklah terlalu menarik hati. Maka
aku pun memilih untuk menyelam ke dalam danau, sembari
menyelidiki keadaannya, apalagi jika bukan berburu ikan.
Senja yang telah menggelap membuatku tidak bisa melihat
dengan jelas di dalam danau. Tak dapat kuandalkan ilmu
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang sehingga
kuandalkan saja mataku mencari ikan dalam keremangan di
bawah permukaan. Betapapun sisa cahaya adalah cahaya
juga, yang meski dari saat ke saat berkurang tetap masih bisa
kumanfaatkan. Namun ikan adalah makhluk air yang lebih menguasai
keadaan, mereka tentu jauh lebih mahir daripada aku dalam
mencari tempat persembunyian. Padahal perutku sudah amat
lapar bukan buatan. Bukankah kami turun dari Puncak Tiga
Rembulan juga karena tiada lagi makanan, dan betapa sampai
di bawah masih harus mencurahkan segala daya mengatasi
kepungan yang sungguh berlebihan"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendadak muncul seekor ikan menyalipku, seperti sengaja
memancingku untuk mengejarnya. Aku pun memburunya
dengan berenang seperti lumba-lumba, karena dengan
sendirinya percaya ini bukan jebakan. Tidakkah ikan otaknya
memang terlalu kecil untuk sekadar punya pikiran"
Pendapatku tentang otaknya mungkin benar, tetapi mengira


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelebat ikan yang seperti minta dikejar itu bukan pancingan
ternyata keliru. Ketika ikan itu memasuki mulut sebuah gua di dasar danau
dan aku tetap mengejarnya, begitu memasuki gua sesosok
bayangan hitam berkelebat menyergap dan melibatku dari
belakang. Semula kukira semacam ular besar, tetapi kulihat
dalam kekelaman jelas tangan manusia yang telah mengunci
kedua lenganku, sementara kurasakan sebuah gigitan pada
tengkukku! Aku meronta dengan lengan terjepit, tetapi gigitan
itu menancap makin dalam dan seperti tidak mungkin
dilepaskan! (Oo-dwkz-oO) Episode 114: [Pertapaan Naga Bawah Tanah]
Alangkah mengerikannya sergapan seperti ini. Tangan
terkunci, gigi taring menancap pada tengkuk, terjadi dalam
gua di dalam air, dalam keadaan lapar pula. Jika aku dengan
panik mengerahkan tenaga terlalu besar, udara dalam paru-
paruku tentu akan lebih cepat habisnya, tetapi tidaklah
mungkin bagiku untuk diam saja, karena gigitan seperti ini
tentulah dilakukan karena dayanya untuk mematikan melalui
racun. Ternyata, bahkan sebelum aku mengingatnya, segenap
ilmu racun yang tertanam dalam diriku berkat pewarisan Raja
Pembantai dari Selatan telah dengan sendirinya memberi
perlawanan tanpa diminta. Racun yang mengalir lewat gigitan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berbisa penyergap yang menyekap itu dipunahkan dan
kemudian bahkan diserang.
''Grrrllllkkk!'' GIGITAN itu lepas sejenak tetapi lantas menancap kembali
dengan serangan racun yang berbeda. Agaknya penyerang ini
bagaikan tersodok oleh perlawanan racun dari dalam diriku
sehingga terpaksa melepaskan gigitannya sebentar, meski ia
terbukti mampu langsung menancapkannya kembali. Namun
untuk ini pun segenap daya ilmu racun yang telah tertanam
dalam diriku balas menyerang dan setiap kali pula te lingaku di
dalam air ini mendengar suara grrrllllkk ketika gigitannya
terlepas, tetapi setiap kali pula untuk segera menancap
kembali. Terdapat ribuan ilmu racun dalam diriku yang akan
dengan sendirinya menangkal dan memunahkan setiap
serangan racun, seperti juga yang berlaku terhadap setiap
serangan ilmu sihir, tergantung dari jenis racun yang
menyerang itu, tetapi aku tentu saja tidak dapat
membayangkan betapa ribuan kali pula gigi taring itu akan
menancap, terlepas, dan menancap lagi pada tengkukku.
Segera kuputar tubuhku seperti baling-baling, dengan
setiap kali membenturkan entah siapa yang baru kuperhatikan
tangannya bersisik itu ke dinding-dinding gua yang berbatu
tajam. Namun gigitan manusia bersisik ini tidak kunjung lepas
jua dan ini tidak kukehendaki sama sekali. Dengan benturan-
benturan keras dan perputaran luar biasa baling-baling
kuandaikan penyerang yang menyekap dan menancapkan
taring ini akan kehabisan tenaga, dan juga udara, sehingga
akan terpaksa melepaskan diriku untuk mengambil napas ke
permukaan air, tetapi sepasang tangannya yang bersisik itu
membuatku berpikir barangkali ia bernapas dengan insang.
Maka keadaanku sungguhlah berbahaya adanya, karena
dengan lemasnya tubuhku yang kehabisan udara dalam paru-
paru, segenap daya penangkal racun juga akan melemah
karenanya. Padahal perputaran diriku bagai baling-baling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam air ini adalah pengerahan tenaga yang tidak
sembarangan pula. Sesungguhnyalah kedudukanku sangat
rawan dan aku berada dalam bahaya, tidak lain karena
kelaparan telah membuatku kehilangan kewaspadaan ketika
seekor ikan berkelebat memancing seperti siap dibakar dan
disantap dengan penuh kenikmatan. Kuingat selintas cerita
tentang kesaktian mereka yang dapat memberi perintah
kepada binatang, tak lain karena daya batin tingkat tinggi
yang hanya dapat dicapai dalam kesempurnaan.
Tanganku yang terkunci juga jelas merupakan sumber
kelemahan. Aku hanya bisa melirik tangan bersisik seperti
ikan, tetapi yang sisiknya begitu besar tidak seperti ikan
manapun. Jika kugunakan ilmu-ilmu racun yang diwariskan
Raja Pembantai dari Selatan, aku ragu apakah tidak
mencemari air danau dan membunuh segenap isinya yang
tidak bersalah. Sungguh tidak mudah bertempur di dalam air
dengan banyak pertimbangan. Sementara manusia bersisik ini
bisa bernapas dengan insang, aku tidak mungkin selama-
lamanya bertarung, dalam keadaan terkunci pula di dalam air
seperti ini. Maka setelah berputar seperti baling-baling dan membentur-benturkannya ke berbagai dinding karang tanpa
hasil, aku berusaha keluar dari gua di dalam danau itu dan
kupikir meski dalam keadaan terjepit dapat mengambil napas
di atas permukaan. Namun lawanku tentu takmau diriku
mendapat daya tambahan yang penting itu, sehingga alih-alih
menuju ke atas sebaliknya aku terseret masuk ke lorong yang
semakin ke dalam ternyata semakin gelap. Aku memberontak
hebat, tetapi bukan saja kunciannya tak terlepaskan,
melainkan gigi taringnya di tengkukku menancap makin
dalam, seolah-olah gigi taring itu bisa bertambah panjang.
Jelas diriku berada dalam bahaya.
Lorong itu makin lama makin sempit dan kegelapannya
sungguh mencekam. Aku tidak bisa lagi berpikir panjang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena bahkan jika aku terlepas dari kuncian ini sekarang,
belum tentu cukup waktu untuk naik kembali ke atas dan
mengambil napas. Aku hampir saja sampai kepada keputusan
untuk menyerangnya dengan zat beracun melalui pori-pori
kulitku, sekadar untuk melepaskan diri, tanpa peduli dengan
tercemarnya kolam yang akan bisa membuat seluruh makhluk
hidup di dalamnya langsung mati, ketika mendadak saja
kurasakan gigitannya terlepas. Bukan saja gigitan itu yang
terlepas, tetapi juga kunciannya, dan betapa tubuhnya
terlepas dari tubuhku karena jelas diseret seseorang.
Aku mencoba berbalik untuk keluar lagi, tetapi selain lorong
itu sudah semakin sempit, jalan yang harus kulalui dipenuhi
dua manusia yang sedang bertarung cepat sekali di dalam air.
Dalam kegelapan masih dapat kukenali dari bentuk tubuhnya.
Amrita! Dengan cepat sekali di dalam air itu mereka saling
bertukar pukulan, tetapi di antaranya Amrita masih sempat
memberi tanda agar aku terus saja jalan. Tentu saja aku
sangat terkejut dengan kenyataan betapa sosok yang telah
membuatku takperlu mengeluarkan racun itu memang Amrita.
Bukan karena ia segera menjadi begitu bugar setelah
kubebaskan dari totokan jalan darah, tetapi karena
diketahuinya aku berada di gua dalam kolam, dan mampu
bertempur dalam air dengan jurus-jurus serupa dengan
manusia bersisik itu. PERTUKARAN pukulan yang saling tertangkis tak
berlangsung lama. Berlanjut dengan pertarungan bagai dua
ekor ular yang saling melibat, saling menjepit, bahkan saling
menggigit, bukan sebagai sembarang pergulatan, melainkan
agaknya terdapat jurus-jurus pertarungan yang berlaku di
dalam air dan karena itu menimba gagasan dari pertarungan
makhluk-makhluk air. Amrita taklagi mengenakan kain tembus
pandangnya, bagai takpercaya aku melihat tubuhnya yang
seperti menerangi gua itu memang bukan sedang bercinta
melainkan saling melibat dengan ketat antara hidup dan mati
melawan manusia yang seluruh tubuhnya bersisik. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Darimanakah Amrita mendapatkan ilmu silat yang baru
kusadari saat itu dapat dan hanya berlaku bagi pertarungan di
dalam air" Aku tidak mungkin lagi menunda untuk mengambil napas
ke permukaan, dan aku harus percaya betapa pada lorong
yang ditunjuk Amrita itu memang terdapat jalan bagiku untuk
mengambil napas yang sangat kubutuhkan. Aku meluncur
secepatnya dalam lorong yang sempit itu ke depan, ke depan,
dan ke depan seperti ikan lumba-lumba. Tentu tidaklah lama
aku meluncur seperti itu dalam kegelapan, tetapi untuk orang
yang butuh udara untuk bernapas segera, sungguh terasa
sangat amat terlalu lama. Namun kemudian terlihat bahwa
lorong ini dasarnya bertambah tinggi sehingga aku pun harus
berenang lebih ke atas. Tidakkah kepalaku nanti akan
membentur langit-langit lorong" Ternyata tidak, bahkan
kepalaku seperti tiba-tiba saja sudah melewati permukaan air!
Segera kutarik napas dalam-dalam, sedalam-dalamnya,
seperti aku akan menyelam lagi sepuluh tahun lamanya -dan
memang kurasa aku harus segera menyelam kembali. Aku
tidak bisa membiarkan Amrita bertarung antara hidup dan
mati melawan makhluk bersisik yang gigitannya sangat
berbisa. Saat itu badanku separuh berada di permukaan dan
separuhnya masih berada di dalam air, aku rebah tengkurap
seperti lumba-lumba yang terdampar di pantai. Aku sedang
akan beranjak ketika mendadak Amrita terempas di
sampingku, tengkurap di atas lantai batu yang berada di bibir
permukaan air itu. Baru kusadari aku telah muncul di sebuah
gua yang rupanya terdapat di dasar kolam, dan hanya karena
lorong yang menuju gua ini semakin naik, maka gua ini tetap
kering, menjadikannya tempat persembunyian terbaik sebagai
hasil keajaiban alam. Namun memandang gua itu selintas,
kurasakan sentuhan tangan-tangan manusia di dalamnya,
seperti yang selalu terawat dengan baik sekali. Bahkan pada
dindingnya, meski dalam gelap, kulihat ukiran yang
membentuk gambar naga. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Amrita beranjak lebih dulu dariku. Air menetes-netes dari
tubuhnya yang terbuka, langsung berjalan ke arah gua dan
masuk ke dalamnya. Keadaan tentu gelap, tetapi dalam
kegelapan kami masih dapat saling melihat, sehingga aku tahu
ketika keluar lagi dari dalamnya, kulihat Amrita telah
mengenakan kain ki-pei. Ia telah mengeringkan dirinya
dengan kain ki-pei yang lain, yang lantas diulurkannya dari
kejauhan itu. ''Selamat datang di pertapaan Naga Bawah Tanah,''
katanya tersenyum. Aku yang masih tengkurap, sembari menyambut kain itu
merasa tercengang mendengar nadanya yang begitu tenang.
''Mana lawanmu"'' ''Oh, Naga Kecil" Dia sudah mati.''
''Naga Kecil"'' Amrita tersenyum cerah, mengapakah tak harus betah
berada di dekat seorang perempuan yang begitu indah,
dengan bibir merah merekah"
''Kuceritakan semuanya kepada dikau nanti, wahai
Pendekar Tanpa Nama, tetapi baiklah kini daku cari makanan
kita sejenak. Tinggallah di s ini dan beristirahatlah. Amrita akan
kembali dengan makanan terenak.''
Ia melepas ki-pei yang baru saja dikenakan itu,
meninggalkannya di atas batu besar, dan hilang ke dalam air.
Tinggal permukaannya bergoyang-goyang, menyadarkan
diriku kepada kesendirian dalam kesunyian, tempat segala
sesuatu lantas mendapat tempat untuk direnungkan. Tentu
saja dunia dalam gua ini sangat gelap, tetapi manusia sangat
cepat menyesuaikan diri, dan aku sendiri berpengalaman
tinggal sepuluh tahun dalam gua tanpa pernah keluar selama
sepuluh tahun itu. Jadi aku dapat melihat segalanya di dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gua, segala yang tertata, segala yang terukir, segala yang
tersimpan aman di dalamnya.
Kulihat tumpukan ki-pei yang terlipat rapi. Kuambil satu
setelah kukeringkan tubuhku dengan ki-pei yang diberikan
Amrita tadi, dan kuganti pula kancutku yang basah dan tiada
lagi jelas warnanya. AKU tidak mengenakannya seperti kancut, melainkan
seperti Amrita telah mengenakannya, yakni mengitarkannya
dari pinggang ke bawah, lantas menggulungnya pada
pinggang itu. Dalam gelap tak dapat kulihat warnanya dengan
jelas, tetapi masih kuingat warna-warna ki-pei sepanjang
perjalananku dari segala jenisnya, antara cokelat tua dan
merah darah, dengan ragam hiasan garis-garis benang
kuning, biasanya dilengkapi selendang, dan cara melipat ki-pei
maupun selendang itu yang sangat menentukan keserasian.
Hiasan garis-garis benang kuning itu lebih tampak dari yang
lain, bahkan seolah-olah meneranginya, sehingga kuduga
benang itu bukan sekadar berwarna kuning, me lainkan kuning
emas. Namun tentu saja ini sebuah gua yang gelap, meski
kemudian dapat kulihat juga betapa pada dinding gua itu
terbentuk rongga-rongga kotak yang rapi, tempat menyimpan
segala peralatan, untuk makan, mengukir, maupun menulis,
gulungan lontar, juga kain-kain ki-pei tersebut. Terdapat
sebuah batu datar yang ketika kuraba terasa sangat halus,
sehingga kuduga tempat itulah yang digunakan Naga Bawah
Tanah jika melakukan samadhi.
Pintu masuk gua ini terdapat di dasar danau. Air tidak
masuk karena rupa-rupanya lorong panjang yang sedikit demi
sedikit naik itu akhirnya mengatasi ketinggian permukaan
danau. Kubah gua seperti tertutup dinding batu yang rapat,
tetapi udara yang sejuk menunjukkan bahwa betapapun tentu
ada celah, setidaknya semacam pori-pori yang merembeskan
udara. Pantaslah Naga Bawah Tanah tidak pernah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menampakkan diri! T api s iapakah Naga Kecil, manusia bersisik
yang telah dibunuh Amrita itu, yang bahkan hampir
membunuh diriku" Kuraba tengkukku, masih terdapat lubang
bekas taring berbisa yang terasa panas di situ, meski ilmu


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

racun akan terus-menerus memunahkannya sampai bersih
sama sekali. Apakah hubungannya dengan Naga Bawah Tanah
yang menurut Amrita pertapaannya adalah gua ini" Di
manakah Naga Bawah Tanah sekarang"
Terdengar kecipak ombak pada mulut lorong tempat kami
terdampar tadi. Amrita muncul dengan seekor ikan yang
panjang pada tangannya, nyaris seperti seekor belut besar,
yang mungkin cukup untuk memberi makan enam orang.
''Pendekar Tanpa Nama, adakah ikan semacam ini di
Jawadwipa"'' Ia tersenyum, keceriaannya menembus kegelapan.
Tubuhnya yang putih diselaputi keremangan ketika ia
melemparkan ikan itu kepadaku, sementara melangkah
mengambil ki-pei yang tersampir pada batu.
''Bakar sajalah, Pendekar,'' katanya tanpa menunggu
jawaban, ''bukankah kita sangat lapar"''
Para pendekar dalam dunia persilatan, yang selalu berada
dalam pengembaraan dan lebih sering menjauhi keramaian,
tidaklah asing dengan segala macam cara membakar ikan,
karena seorang pendekar harus mampu mencari makanan dan
memasaknya sendiri di tengah perjalanan. Di dalam kota ia
bisa memasuki kedai, dan di berbagai perempatan jalan antara
berbagai pemukiman yang ramai juga biasanya terdapat kedai
dan penginapan, tetapi pengembaraan seorang pendekar
tidaklah selalu melewati tempat makanan yang selalu tersedia
untuk dibayar. Para pendekar dalam sungai telaga persilatan
mendaki gunung, menuruni lembah, menyusuri pantai,
menjelajah hutan, dan menyeberangi rawa-rawa dalam
menempuh jalan pedang, mencari lawan untuk menguji dan
mencapai kesempurnaan dalam ilmu silat. Bukan berarti di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebuah kota yang dimaksudkan sebagai pusat peradaban
pastilah tidak terdapat lawan, karena pada dasarnya para
empu persilatan terdapat di setiap pojok kehidupan, tetapi
karena di perkotaan orang tidak lagi berpikir tentang mencari
kesempurnaan melalui ilmu persilatan. Akibatnya suatu
pertarungan tidak diterima sebagai ujian kesempurnaan,
melainkan sekadar gangguan atas ketertiban, dan tewasnya
seorang pendekar yang bertarung dianggap sebagai korban
pembunuhan, sementara pendekar yang menewaskannya
menjadi pembunuh yang harus ditangkap dan menerima
hukuman. Inilah yang membuat para pendekar yang ketika
meninggalkan dan menjauhi keramaian menjadi sangat
terbiasa berburu dan memasak makanan dalam perjalanan.
Ikan yang dibakar begitu saja, ikan yang dibakar dengan
bungkus daun, ikan yang dibakar dengan taburan rempah-
rempah, ikan yang dibakar dengan olesan madu, lantas
direndam di dalam santan. Di antara semua itu, membakar
ikan begitu saja maupun membakarnya setelah dibungkus
daun-daunan menjadi paling sering dilakukan, karena
bagaimanakah caranya mendapatkan rempah-rempah, madu,
apalagi santan di dalam hutan" Di gua ini, bahkan dedaunan
yang dapat memengaruhi rasa ikan, seperti menghilangkan
amisnya, tidak ada sama sekali, sehingga dibakar begitu saja,
tentu setelah dibersihkan sisiknya, menjadi satu-satunya
pilihan. KULIHAT tiga susun batu membentuk tungku di depan gua,
bahkan di atasnya sudah terdapat tempat pemanggangan.
Dengan batu api dan kawung untuk menyalakan ranting-
ranting kering yang sudah ada di sana, berhasil kunyalakan
api, yang selain akan memanggang ikan panjang tangkapan
Amrita, juga ternyata menerangi gua ini. Ketika kucari ke
mana asapnya pergi, seperti menghilang begitu saja di atap
gua. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ada celah di atas sana, yang juga telah memberi udara,
tempat asap terserap pori-pori tanah di atasnya," ujar Amrita,
yang seperti mendekat tiba-tiba, dan telah mengenakan
kembali itu kain ki-pei. Rambutnya yang masih basah, lurus panjang dan tampak
terawat, jatuh ke bahunya dengan lemas dan menawan.
Ikan sudah dipanggang, dengan tusukan ranting dari
moncongnya sampai ke luar di bagian ekor. Betapapun
baunya ternyata sangat merangsang selera. Kami bagaikan
berebut setelah ikan yang malang itu siap kami telan.
Rasa ikan ini begitu lezat, dan dagingnya begitu banyak,
sehingga kami masih mengambilnya dari panggangan meski
perut telah menjadi kenyang.
"Ceritakanlah kepadaku tentang Naga Kecil," kataku sambil
makan. Maka Amrita pun bercerita tentang sebuah percintaan.
(Oo-dwkz-oO) Episode 115: [Nagarjuna di Dalam Air]
"SETELAH dikau lepaskan totokan jalan darahku, tubuhku
segera menjadi segar kembali dan dengan segera pula daku
kenali tempat ini. Sejak dikau memasuki ce lah sempit sembari
membopong diriku itu, dalam pandanganku yang tergolek dan
jalan darahnya tertotok sebagian, samar-samar kukenali
kembali wilayah itu, yakni danau tersembunyi yang menjadi
tabir penghalang bagi pertapaan Naga Bawah Tanah yang
memang tidak pernah menampakkan diri.
"Sambil mengatur pernapasan kuketahui dirimu menghilang, tentunya masuk ke dalam kolam, karena seperti
dikau aku pun lapar dan karena itu tidaklah keliru jika dikau
memilih untuk menyelam berburu ikan daripada memancing
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau menjala seperti nelayan. Daku membayangkan dan daku
tahu karena pernah lama tinggal di sini, betapa dalam remang
senja itu dikau harus membiasakan diri dengan lingkungan
selama berenang-renang dalam penjelajahan danau, dan
terutama dikau tentu tidak akan menduga bahwa di dasar
danau itu terdapat gua yang merupakan pintu lorong menuju
gua ini, tempat pertapaan Naga Bawah Tanah yang
mahasakti. "Daku tidak berpikir dikau akan memasukinya, meskipun
jika kebetulan me lihatnya, selain karena tidak memunyai
alasan untuk sekadar menduga, juga keadaan kita yang lapar
tentu akan membuat dikau mengutamakan ikan daripada
bertualang ke mana-mana. Kita telah mengalami peristiwa
yang sangat menegangkan dan tentunya dirimu juga sekadar
ingin mengendapkan apakah kiranya yang akan kita lakukan.
Maka daku pun beranjak untuk duduk bersila, bersikap
samadhi, mengolah pernapasan, dan mengembalikan tenaga.
Saat itu aku lupa dengan keberadaan Naga Kecil, saudara
seperguruan yang pernah menjadi kekasihku, tetapi yang
telah kutinggalkan karena perbedaan tujuan setelah
menyelesaikan pelajaran. "Seperti guru kami, Naga Kecil juga mewarisi kemampuan
membaca dan memindahkan daya pikiran kepada makhluk-
makhluk di atas maupun di bawah permukaan kolam. Jadi itu
bukan seperti memerintahkan dengan pengertian, melainkan
pengaruh daya-daya yang merambati air maupun udara, agar
seperti ikan itu misalnya bergerak seperti dikehendakinya.
Daya-daya itu adalah suara tak terdengar seperti yang telah
membuat kelelawar maupun lumba-lumba dapat saling
berhubungan, tetapi dengan jarak yang nyaris tak terkirakan
jauhnya. Dengan ilmu yang sama pula telah dibacanya udara
yang tersibak setiap gerak, sehingga tiada sesuatu pun dari
segenap tindakanku yang tidak diketahuinya, kecuali
pikiranku. Dengan membaca segala tindakan ragaku itulah
Naga Kecil dapat memperkirakan apa yang daku pikirkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Karena tidak mampu menutupinya, maka daku biarkan saja
bekas kekasihku itu mengetahui segala tindakanku, termasuk
ketika mengetahui pertarunganku dengan dikau, dan segala
sesuatu yang kemudian terjadi selanjutnya.
"Meskipun telah daku nyatakan kepadanya bahwa diriku
tidak terikat lagi kepadanya sebagai seorang kekasih, tetapi
kepeduliannya kepadaku tetap, bahkan terlalu sering diiringi
rasa cemburu. T iada yang lebih berbahaya di dunia ini selain
rasa cemburu yang berkobar dalam kebutaan cinta bukan"
Telah kuusahakan segala cara untuk memberinya pengertian,
bahwa meskipun kami telah terpisah jauh tetapi diriku tidak
akan pernah melupakannya, dan bahwa dalam kenyataannya
aku tidak pernah mempunyai seorang kekasih lagi selain
dirinya. SELAIN memang tidak mau, memang perhatianku sudah
tersita oleh dua hal: Pertama, mencari kesempurnaan melalui
jalan pedang di sungai telaga dunia persilatan; kedua,
mengerahkan segala daya untuk membalaskan dendam
penderitaan ibuku, yang sebagai bangsawan Kerajaan Tchen-
la terpaksa melahirkan diriku dalam kekuasaan Kerajaan
Angkor. "Namun kecemburuan Naga Kecil telah memberi pengaruh
daya nalarnya. Terhadap musuh-musuhku ia melakukan
pembunuhan jarak jauh yang sebetulnya tidak perlu, hanya
karena aku seolah-olah telah menjadi kekasih mereka, padahal
sama sekali tidak, selain demi kepentingan membuka rahasia
yang sangat kuperlukan untuk tujuan pembalasan dendamku.
Kuakui memang ada pembunuhan gelap yang kulakukan
dengan meminjam tangan kelompok Naga Hitam dari
Jawadwipa, dan karena itu terjam in tiada jejak yang
ditinggalkannya; tetapi pembunuhan yang dilakukan Naga
Kecil selalu dilakukan terhadap orang-orang yang sedang
kudekati begitu rupa, seolah-olah daku menjadi kekasihnya,
sehingga setiap kali kecurigaan terarah kepadaku jua.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Naga Kecil memang sakti, kuduga dalam pertempuran tadi
berlangsung campur tangannya pula, karena meski dendamku
atas penderitaan ibuku begitu membara bukanlah maksudku
membantai banyak orang sampai bertumpuk-tumpuk begitu.
Murid Naga Bawah Tanah hanya dua, maka tidak anehlah
kiranya jika Naga Kecil menaruh hati kepadaku pula dalam gua
yang terasing dan sunyi seperti ini. Berbeda dengan Naga
Kecil, yang sebetulnya tidak pernah berniat belajar ilmu silat,
melainkan diangkat Naga Bawah Tanah sebagai muridnya
sejak bayi setelah membebaskannya dari perut seekor ular
sanca; maka aku sengaja datang kepadanya demi
penyempurnaan ilmu silat dan pelaksanaan dendam yang
membara. ''Daku akui, meskipun bersisik, Naga Kecil bukan tidak
menarik sebagai seorang kekasih, tetapi cinta bukanlah tujuan
hidupku. Jadi kulayani Naga Kecil dengan catatan dalam hati,
bahwa daku akan pergi meninggalkannya jika pelajaran yang
kutempuh sudah selesai. Setelah pelajaranku selesai, kami
berpisah tanpa janji ap apun, bahkan kutegaskan bahwa aku
memang tidak akan memberikan diriku untuk cinta sebelum
cita-citaku tercapai, dan karena itu tiadalah perlu Naga Kecil
itu mengharap diriku akan kembali kepadanya.
''Tentu tidak ada yang bisa dilakukannya atas keputusanku
itu. Lagi pula Naga Bawah Tanah telah memberi tugas untuk
menjaga pertapaan, ilmu silatnya lebih dapat diandalkan di
dalam air daripada di atas tanah, meski tentu saja tidak
mudah mengalahkan Naga Kecil di mana pun. Ia mendapatkan
namanya, karena Naga Bawah Tanah setiap kali ditantang
oleh seorang pendekar yang menghendaki gelar naga, selalu
mengirimkan Naga Kecil sebagai gantinya. Di Tanah Khmer
belum pernah ada seorang pun mampu mengalahkan Naga
Kecil, sedangkan siapa pun yang menantang Naga Bawah
Tanah, tidak akan melakukannya tanpa ilmu silat yang tinggi.
Namun karena betapapun ia bukan Naga Bawah Tanah, ia pun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disebut Naga Kecil. Agaknya Naga Bawah Tanah juga merestui
julukan itu, bahkan ikut menyebutnya Naga Kecil.
''Nama sesungguhnya daku tak tahu, tak jelas siapa dia
ketika Naga Bawah Tanah mengetahui isi perut ular sanca
yang ditemuinya. Ia mendengar bunyi detak jantung. Maka
dari jarak jauh dibedahnya perut ular itu, dan bayi yang
agaknya baru saja ditelan itu menggelinding keluar kembali.
Bayi itu ternyata lidahnya bercabang, sehingga ia tak bisa
mengucapkan bahasa manusia. Ia hanya bisa mendesis
seperti ular, kulitnya pun bersisik, dan Naga Bawah Tanah
berhubungan dengannya hanya secara batin. Naga Bawah
Tanah memang sangat menyayanginya, dan menumpahkan
segenap ilmu kepadanya. Jika bukan daku yang melawannya,
sulit mengalahkan Naga Kecil, karena kami berdua murid Naga
Bawah Tanah maka saling tahu titik kelemahan ilmu-ilmunya.
Kini daku bertanggung jawab atas kematiannya. Tak tahu apa
yang akan dilakukan Guru kepadaku.
''Sebetulnya Guru sudah memperingatkan Naga Kecil,
bahkan antarmurid Naga Bawah Tanah sebenarnya tidak
dibenarkan adanya hubungan pribadi sebagai sepasang
kekasih. Ia telah memperingatkan Naga Kecil, bukan saja
masalah peraturan itu, tetapi juga keberadaanku yang tidak
memungkinkan hubungan cinta abadi. Namun siapakah
kiranya yang dapat membendung perasaan cinta" Meski
lidahnya bercabang sehingga tak dapat berbicara seperti kita,
ia punya hati, dan matanya tajam menyatakan perasaannya.
Daku pun tergetar karenanya dan karena itulah kami dapat
saling mencintai dan menjalin hubungan cinta. Bahkan Naga
Bawah Tanah tak berdaya menghalangi maupun melarang
kami. Ia hanya menyatakan bahwa pelanggaran ini bukan
tidak ada akibatnya. Sekarang daku sudah tahu, ternyata
diriku harus membunuhnya demi dikau. Daku yang selalu
menghindari bahkan mempermainkan cinta, kini terjebak
dalam perasaan cinta yang membuatku membunuhnya,
membunuh ia yang telah menjagaku dengan penuh cinta...
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"AH, betapa diriku tidak berdaya..."
Masih ada sisa bara yang memungkinkan diriku melihat
betapa matanya berkaca-kaca. Aku tahu bukan sekadar bahwa
dirinya telah membunuh Naga Kecil yang telah membuat
berduka, melainkan betapa cinta yang sudah mengorbankan
seperti itu tidak akan terbalas sesuai dengan harganya. Meski


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku telah bertahan melayani tantangan Pangeran Kelelawar
hanya karena daya tarik Amrita, aku adalah seorang
pengembara yang sudah pasti akan meneruskan perjalanan,
bahkan besar kemungkinan meski belum tahu kapan akan
kembali ke Jawadwipa. Aku masih ingin menyaksikan seperti
apa jadinya Kamulan Bhumisambharabuddhara. Aku masih
ingin kembali menengok Celah Kledung. Namun aku juga
masih ingin mengembara sejauh-jauhnya, selama ada jalan
yang memungkinkan. Jadi aku tidak mungkin tetap tinggal di
Kambuja ini selamanya. Dalam gelap Amrita mendekatiku, merebahkan diri di
pangkuanku, menjulurkan tangan kirinya, sehingga dalam
remang kulihat ketiaknya, dan menarik leherku agar diriku
bisa diciumnya. Mulut kami masih berbau ikan. Namun apa
salahnya" "Pendekar Tanpa Nama, jangan tinggalkan Amrita,"
desahnya, sembari menciumiku lagi, lagi, dan lagi.
Pipiku terasa basah oleh air matanya. Apakah kiranya yang
harus membuat Amrita Vigneshvara sang dewi penghancur
putri raja nan jelita itu jatuh cinta kepada seorang
pengembara lata" Aku hanyalah seorang lelaki berkancut dan
berkain jubah sekadar penahan dingin yang miskin dan kotor.
"Jika diriku jatuh hati kepada dikau, wahai Amrita putri
Jayavarman, maka hal itu sungguhlah wajar karena dirimu
cemerlang seperti kejora, lembut seperti sutra, keras seperti
pedang, dan mendebarkan seperti cinta pertama; tiadalah
selayaknya sesuatu dari diriku seimbang dengan keadaan
dirimu, tiadalah akan dirimu kehilangan daku..."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Disela ciumannya ke seluruh tubuh, dengan segenap
belitan ular yang dimabuk cinta merana, Amrita terisak dan
bersedusedan. "Janganlah berkata begitu pendekar bijaksana, diriku
mengukur manusia dari isi kepalanya, dan kutahu betapa luas
dunia dalam dirimu dibanding semua orang siapa pun dirinya
yang pernah kukenal."
Bara api telah padam seluruhnya. Kegelapan nyaris
sempurna. Kurasa bukanlah pada tempatnya kubantah
segenap kata-katanya sekarang. Lagipula bibirnya telah
menutup mulutku, sementara lidahnya bergulat mengunci
lidahku. Malam semakin kelam. Ketika kupejamkan mata dunia
ternyata tidak lebih dari dunia di luarnya. Kubayangkan
duniaku kelak tanpa Amrita, tetapi aku merasa tidak mungkin
meninggalkannya. "Aku tidak ingin berpisah darimu Amrita, pergilah
bersamaku, mengembara dan menjelajahi dunia."
"Pendekar Tanpa Nama, beri aku cinta..."
Dan aku masuk ke dalam tubuhnya... Aku tidak ingat
apakah Amrita masih merujuk Kama Sutra dalam permainan
cintanya, karena yang kurasakan hanyalah diriku bagaikan
dibelit ular naga. (Oo-dwkz-oO) DI dalam danau, di bawah permukaan air, kubaca
Muladhyamakakarika. Konon seperti itulah Naga Bawah Tanah
melatih kedua muridnya. Bukan ujaran Nagarjuna dari
gulungan lontar yang tersimpan di rongga-rongga gua itu
yang kupelari, melainkan yang berasal dari lembar-lembar
lempengan emas yang tertulis dengan aksara Sansekerta.
tiada keberadaan apa pun yang jelas TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di mana pun yang muncul dari dirinya sendiri dari yang lain dari keduanya atau dari ketiadaan Dengan kata-kata seperti ini, menurut Amrita mereka tidak
dibenarkan keluar dari danau jika belum memahami
maknanya. Tentu tidak dapat kubayangkan betapa beratnya
menjadi murid Naga Bawah Tanah itu, karena setiap keluar
danau tanpa menguasai isinya mereka akan segera ditempur
agar menyelam kembali. LATIHAN seperti ini membuat mereka terpaksa mengasah
kecerdasan dan pada saat bersamaan meningkatkan daya
ketangkasan, mula-mula hanya menghindar, lantas menangkis, tetapi kemudian mampu membalas, bahkan juga
menyerang -dan hanya terhindar dari keterpaksaan bertarung
jika mampu menguasai maknanya, sedangkan Naga Bawah
Tanah akan mengetahui tingkat penguasaan itu cukup dengan
daya batinnya. Selama penguasaan atas ujaran Nagarjuna
belum dianggap memadai, mereka terpaksa terus membacanya di dalam air, dan tidak akan bertahan lama
tanpa penguasaan ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk hidup di
dalam air. Maka pilihan mana pun akan meningkatkan kemampuan
mereka pada tiga daya, kecerdasan olah filsafat, kemampuan
ilmu silat, dan kehidupan di dalam air. Dua perkara pertama
dapatlah kumengerti, tetapi yang ketiga, kehidupan di dalam
air tidaklah terlalu mudah bagiku memahaminya. Seperti juga
tiada bisa kumengerti bagaimana mungkin selaput kulit dapat
ditumbuhkan dari antara pergelangan tangan sampai ke
pinggang Pangeran Kelelawar, karena ketekunannya bersamadhi dengan cara tergantung seperti kelelawar, tiada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pula dapat kupahami bagaimana Naga Kecil dapat hidup di
dua alam hanya karena pernah ditelan ular sanca.
"Bahkan Naga Bawah Tanah pun juga tidak mengerti," ujar
Amrita, yang hanya mengandalkan ketangguhan menahan
napas dengan tenaga dalam, dan bukan karena bernapas
dengan insang untuk bertahan lama di dalam air.
"Barangkali dia memang jenis manusia yang lain," Amrita
menirukan Naga Bawah Tanah, yang karena segala
perbedaannya, yakni tubuhnya bersisik dan
lidahnya bercabang seperti ular sehingga tidak dapat mengucapkan
bahasa manusia, akhirnya sangat menyayangi Naga Kecil.
Tidak seperti mereka, tidak ada peraturan bagiku untuk
mesti memahami ujaran-ujaran Nagarjuna di dalam air lebih
dahulu sebelum menarik napas di permukaan. Namun aku
melatih diriku untuk memahaminya, dan tanpa memahaminya
aku tidak akan keluar ke permukaan, karena betapapun aku
memang ingin menguasai setidaknya dua perkara itu
sekaligus, yakni menguasai filsafat Nagarjuna untuk
mengembangkan ilmu silatku ke arah Jurus Tanpa Bentuk,
selain menguasai cara bertahan selama mungkin di dalam air.
Lempengan emas yang kubaca tadi berisi kutipan dari
Pratyaya-pariksa yang berarti Pengujian Keadaan, sebagai
pembuka dari bab pertama Mulamadhyamakakarika atau
Filsafat Jalan Tengah. Dengan kutipan tersebut, Nagarjuna
mengajukan sastrakanta kebertidakan yang berjumlah
delapan; suatu sastrakanta yang diajukan untuk dibuktikan
dalam dua puluh lima bab berikutnya. Nagarjuna belum
membuktikan apa pun di sini, artinya sastrakanta yang
diajukannya belum diiringi pembelaan atau perbincangan
dukungan, selain menyatakan bahwa empat jenis peristiwa
munculnya keberadaan itu bukanlah suatu kejelasan atau
kepastian. Dengan belum terdapatnya pembelaan, aku tidak ingin
beranjak lebih jauh dari penafsiran, bahwa Nagarjuna
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggugat gagasan atas keberadaan isi dari suatu keadaan
atau pracaya. Kutafsirkan pula, tampaknya Nagarjuna
menggunakan pembelaan yang mengandalkan gagasan atas
pengalaman langsung untuk mengingkari pandangan mereka
yang berpihak kepada terdapatnya keberadaan isi. Jadi,
Nagarjuna menyatakan bahwa isi bukanlah suatu kepastian,
dan karena itu keberadaannya tidak memenuhi kelayakan.4)
Kucoba simpulkan, sastrakanta Nagarjuna adalah pernyataan
bahwa isi atau keberadaan itu sendiri adalah gagasan yang
tidak mungkin berlaku. Napasku habis dengan simpulan ini, dan aku melejit ke
permukaan danau. Seberapa cepatkah Amrita dapat
memahami persoalan filsafat yang sama" Betapapun terbukti
betapa daya penalarannya, seperti diriku juga, dapat dengan
amat sangat menjadi rontok oleh dendam maupun cinta...
(Oo-dwkz-oO) Episode 116: [Sepasang Pendekar yang Menyamar]
AKU dan Amrita melakukan perjalanan dengan menyamar.
Setelah sekitar sebulan lamanya berada di dalam gua, kami
putuskan keadaan cukup aman untuk keluar dengan
kemungkinan bertemu banyak orang, asalkan kami sengaja
menyamarkan diri dan menghindari setiap kemungkinan untuk
ditebak dan dijebak. Dengan kemampuan bergerak lebih cepat
dari kilat maupun bersembunyi di dalam bayang-bayang,
sebetulnya kami lebih dari mampu menghindarkan pertemuan
dengan banyak orang. Namun Amrita justru merasa perlu
meleburkan diri dengan banyak orang di dunia awam, karena
ingin mendengar dan mengetahui langsung perkembangan
keadaan. Selaksa manusia telah gagal menangkapnya.
Pengerahan tenaga sebanyak itu tentunya bukanlah tanpa
akibat kepada kehidupan sehari-hari, sedangkan kehidupan
sehari-hari akan memperlihatkan seberapa jauh pengaruh
istana atas orang banyak itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Untuk itu bagi Amrita tiadalah cukup baginya memasang
telinga di kedai, karena cerita lisan di kedai lebih sering
terkuasai para pendongeng nan canggih, yang meskipun seru
dan enak didengar, tetapi masih memerlukan penafsiran ulang
untuk memahami kenyataannya. Memang kedai adalah tempat
terbaik untuk mengikuti perkembangan warta mutakhir, tetapi
Amrita merasa perlu menyuruk lebih jauh dan mendengar
lebih langsung dari hati yang terjujur dan terdalam, seberapa
jauh segenap kebijakan Jayavarman II untuk membangun
Kerajaan Angkor dan mempersatukan Kambuja diterima oleh
rakyatnya. Dari kedai memang terdapat warta, tetapi di kedai
pula segenap mata-mata dan juru hasut demi kepentingan
entah siap beradu daya dalam memberi makna berbagai
peristiwa. Maka Amrita tidak ingin hanya mendengar jurucerita, tetapi
mereka yang bercerita tanpa bermaksud memberi kesan atau
mempengaruhi siapa saja. Aku pun mengikutinya saja, karena
aku memang tidak mempunyai alasan menolak ketika Amrita
merasa sudah sewajarnya aku berada bersamanya. Lagipula
aku yakin dan percaya betapa masih ada pembunuh bayaran
yang ditugaskan untuk memburunya di luar sana. Jika bukan
pembunuh bayaran tentu pengawal rahasia istana yang
mencarinya. Mereka tentu memperhitungkan memang akan
sulit mencari orang yang bersembunyi ketika dijaring selaksa
prajurit, tetapi orang yang bersembunyi itu kemungkinan
besar akan keluar dari persembunyiannya setelah mengira
keadaan sudah aman. Memang lama para buronan
bersembunyi itu tak tentu. Bisa setahun, bisa sepuluh tahun,
tetapi bisa pula sebulan. Tidaklah terlalu keliru mencari jejak
seorang buronan keluar dari persembunyiannya setelah
menghilang satu bulan. Betapapun kemungkinan itulah yang
harus dihadapi Amrita, dan aku tidak bisa membiarkannya
sendirian saja diburu para pembunuh bayaran di segala
penjuru. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Amrita tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menangkap hangatnya perbincangan, dan karena itu merasa
layak menempuh bahaya untuk mengetahuinya.
''Jika rakyat memang mencintai Jayavarman II, yang
sebetulnya juga ayahandaku sendiri, dapat daku pertimbangkan untuk menerima penderitaan ibuku dengan
suatu cara,'' ujar Amrita yang seperti mendapat kesadaran
baru setelah membaca kembali Nagarjuna dari lempengan-
lempengan emas di pertapaan Naga Bawah Tanah itu.
''Rupanya pemahamanku dulu masih terlalu apa adanya,''
katanya pula, ''karena bagaimanakah caranya memahami
dengan lebih sempurna jika kepentingan kita hanyalah agar
segera bernapas di udara"''
''Sebetulnya di sanalah letak pelajaran Naga Bawah Tanah,''
kataku, ''bukannya dikau dilatih untuk memahami filsafat
Nagarjuna, melainkan tetap berpikir tajam dalam menghadapi
bahaya. Tentang Nagarjuna, selama dikau sempat menanamkan ujaran-ujarannya dalam kepala, setiap saat akan
tetap bisa mendalaminya.''
Amrita bukan tidak mengerti makna di balik pelajaran
gurunya, artinya ia mengerti betapa ilmu silat hanya
menyempurnakan

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia justru ketika melampaui pembelajaran jasmaninya saja. Justru pendalaman filsafat
itulah yang membuat Amrita mempelajari Jurus Penjerat Naga,
tetapi yang nyaris membuatnya terbunuh olehku karena
belajar dari kitab curian yang keliru.
Begitulah kami berada di dunia ramai sekarang, tidak
menjauhinya seperti biasa dilakukan para pendekar, melainkan
mendekati dan memasukinya, melebur di antara khalayak
sebagai orang paria yang bersedia mengerjakan apa saja demi
kelanjutan hidupnya. Pilihan atas kasta paria artinya kami
menyamar sebagai orang Campa pemeluk Siva, karena
dengan pilihan atas kasta itu pula jadinya kami bebas dan
sahih menggelandang tanpa harus menjadi gelandangan itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sendiri. Seperti banyak pengembara yang terlihat lalu lalang
dengan capingnya, seperti yang sebetulnya sudah dengan
sendirinya dilakukan para pencari kesempurnaan di sungai
telaga dunia persilatan. NAMUN meski tampak serupa, perbedaan antara
pengembara biasa dengan pendekar pengembara tidaklah
sama. Seorang awam mengembara terutama karena pemujaan
terhadap perjalanan dan pengembaraan itu sendiri, sedangkan
seorang pendekar mengembara terutama demi perburuan
ilmu, tepatnya pencapaian kesempurnaan dalam ilmu silat,
dengan mencari guru-guru ternama untuk belajar maupun
para pendekar ternama untuk bertarung. Maka jika bagi
seorang pengembara awam tiadalah ada bedanya ke mana
pun kaki me langkah, bagi seorang pendekar suatu
pengembaraan haruslah mencapai tujuan dalam pencarian
keilmuan demi pencapaian kesempurnaan. Perbedaan ini
membuat bagi para pengembara awam tiada masalah apakah
tempat yang dilaluinya itu sunyi atau hiruk pikuk penuh
keramaian, mereka sanggup bekerja apa pun di mana pun
untuk menambah perbekalan, sedangkan pendekar pengembara cenderung mengasingkan diri dalam penempaan
ilmu s ilat dan pencarian guru sakti di tempat-tempat terpencil.
Bagi para pendekar ini memang hanya ada ilmu silat dalam
kehidupan mereka dan bagi mereka segala sesuatu yang
dikerjakan orang awam hanyalah merupakan pekerjaan tidak
berguna dan membuang waktu. Bagi para pendekar ini
kehidupan seperti bertani, berkebun, berdagang, menjadi
pengrajin, atau menempa logam adalah pekerjaan penuh
keterikatan yang membuat mereka tidak bisa ke mana-mana.
Meskipun begitu adalah keliru untuk mengira bahwa semua
pendekar bersikap seperti itu. Selalu disebutkan bahwa
terdapat para empu yang tersembunyi di berbagai sudut
kehidupan. Memang itu bisa berarti pertapaan terpencil, tetapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak mustahil tersembunyi dan berbaur dalam keramaian
sebuah pasar di kota besar.
Amrita dan diriku melakukan perjalanan dengan menyamar
sebagai pengembara awam, sehingga kemungkinan kami
memang menjadi lebih luas daripada pengembara awam
maupun para pendekar yang menempuh jalan di sungai telaga
dunia persilatan. Dengan menyamar sebagai awam, kucoba
melihat segala sesuatunya dengan pandangan awam, yakni
tidak membawa-bawa tenaga dalam, ilmu meringankan tubuh,
maupun ilmu silat itu sendiri dalam pertimbanganku.
Demikianlah kucoba membuka mataku dengan cara
memandang lain, yang tidak hanya melihat dari sudut
pandang kepentinganku sendiri, sebagai manusia yang
mencari kesempurnaan di rimba hijau.
Maka meskipun sudah beberapa saat lamanya diriku berada
di tanah Kambuja, tepatnya di bagian negeri Campa, seperti
baru terbuka mataku pemandangan betapa penduduknya
membangun tembok rumah mereka dengan batu bata yang
dibakar, yang kemudian dikapur. Rumah mereka semuanya
mempunyai semacam serambi atas atau teras, yang
dinamakan kan-lan. Lubang pintu atau jendela pada umumnya
menghadap ke utara; kadangkala ke timur atau ke barat, tak
tetap aturannya. Lelaki maupun perempuan hanya memakai
sehelai kain dari ki-pei yang dipasang membelit badan, seperti
juga yang kami lakukan dengan ki-pei itu. Telinga mereka
ditindik dan digantungi cincin kecil. Orang terkemuka memakai
alas kaki dari kulit; orang kebanyakan bertelanjang kaki.
Sejak tiga ratus tahun yang lalu , kebiasaan itu terdapat
juga di Fu-nan dan di kerajaan-kerajaan yang letaknya di balik
negeri Lin-yi. Raja memakai kuluk yang tinggi, dihiasi mulai
emas dan jambul sutera. Kalau bepergian ia naik gajah; ia
didahului barisan peniup sangka dan pemukul gendang,
dilindungi payung dari ki-pei dan diarak abdi yang
mengibarkan bendera-bendera dari kain itu juga....
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Selama perjalanan kusaksikan bahwa perkawinan selalu
dilaksanakan pada bulan kedelapan. Si gadis yang melamar
anak laki-laki, karena gadis dianggap lebih rendah harkatnya.
Tidak ada larangan bagi mereka yang mempunyai nama
keluarga yang sama untuk menjalin perkawinan. Aku
mempunyai kesan orang-orang Campa berwatak suka
berperang dan kejam. Senjata mereka busur dan panah,
pedang, lembing, dan tarbil dari bambu. Alat bunyi-bunyian
yang mereka pakai banyak miripnya dengan alat bunyi-
bunyian yang kuketahui berasa l dari Negeri Atap Langit,
seperti kecapi, alat gesek berdawai lima, seruling, dan banyak
lagi. Mereka juga memakai sangka dan gendang untuk
menyebarkan berita kepada rakyat. Mata mereka cekung,
hidungnya lurus dan mancung, rambutnya hitam keriting.
Kaum perempuan mengikat rambutnya di atas kepala,
berbentuk palu. PEMAKAMAN raja dilangsungkan di atas kepala tujuh hari
sesudah kematiannya; dalam hal pejabat tinggi kerajaan tiga
hari sesudahnya, dan dalam hal rakyat kecil esok harinya. Apa
pun pangkat orang yang meninggal itu, badannya dibungkus
baik-baik, diusung ke tepi laut atau ke tepi pantai dengan
suara gendang, diiringi tarian, lalu dibakar di atas api pancake
yang didirikan oleh hadirin. Tulang-tulang yang tak habis
dimakan api, disimpan di dalam tempayan emas dan dibuang
ke laut kalau yang dibakar tadi jenazah raja. Sisa tulang
menteri-menteri disimpan di dalam tempayan emas dan
dibuang ke muara sungai; dalam hal orang mati yang tidak
berpangkat, hanya dipakai tempayan dari tanah saja yang
dibuang ke dalam air sungai.
Orang tua, baik yang laki-laki maupun perempuan,
mengikuti iring-iringan jenazah dan memotong rambutnya
sebelum meninggalkan tepi air; itulah satu-satunya tanda
untuk perkabungan yang masanya pendek sekali. Akan tetapi
ada beberapa perempuan yang berkabung seumur hidup
dengan cara yang lain: Mereka membiarkan rambutnya terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terurai sesudah tumbuh kembali. Mereka itu janda yang tidak
mau kawin lagi untuk selamanya.
Amrita dan diriku menyamar sebagai sepasang pengembara
bercaping yang setiap kali harus berhenti untuk bekerja,
sekadar agar bisa mendapat makan dan bekal untuk
meneruskan perjalanan. Namun justru saat bekerja itulah
Amrita menggali segenap kejelasan yang ingin diketahuinya,
karena memang benarlah kiranya kami hanya menyamar
sebagai pengembara, dan meski melakukan perjalanan juga,
tetapi saat berhenti dan bergaul itulah yang menjadi
tujuannya. Pilihan untuk menyamar sebagai pengembara yang setiap
kali berhenti untuk bekerja, sebetulnya memungkinkan kami
untuk menggolongkan diri ke dalam kasta sudra, karena kaum
paria lebih sering tidak mendapatkan peluang untuk bekerja
tersebut, dan hidup seadanya dengan apa saja yang bisa
dimakan; tetapi dengan menyatakan diri sebagai paria,
kegelandangan kami tidak dipertanyakan dan tidak menarik
perhatian, serta kami rasa aman dari perburuan.
Demikianlah, sejauh bisa kuingat, kami pernah bekerja
sebagai penganyam tikar pandan. Setiap hari kami datang ke
tempat itu untuk menganyam bersama banyak orang lain,
sekitar dua puluh orang jumlahnya, dan di sanalah kami
dengar bagaimana rakyat bicara tentang Jayavarman II.
Tentu bahasa Khmer yang kukuasai sangat terbatas, tetapi
Amrita kemudian selalu akan menjelaskan semuanya,
sehingga aku bisa menceritakannya kembali dengan lebih
baik. "Dikau dengarkah pernyataan dari
istana, betapa kekuasaan raja kini didasarkan kepada igama?"
"Memang kudengar dari penyampaian warta di tanah
lapang di depan istana kemarin, bahwa peranan raja secara
resmi ditingkatkan sebagai utusan dewa."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ya, seperti raja-raja di Jambhudvipa."
"Padahal ia baru tiba dari Jawadwipa."
"Tidak kuranglah pengaruh Jambhudvipa kepada wangsa
Syailendra." "Masalahnya, mungkinkah ada manusia percaya bahwa
dirinya sendiri adalah utusan dewa?"
"Ah, tentu saja ini hanya permainan penguasa, untuk
menjalin kembali hubungan dengan kejayaan masa lalu, yakni
Kerajaan Tchen-la." "Bagaimana caranya?"
"Dengan kepercayaan yang sama."
"Memuja Siva" Bagaimana kita tahu orang Tchen-la tidak
berigama Buddha?" "Tidakkah candi-candi yang ditinggalkannya berbicara?"
"Tetapi sejak Tchen-la itulah Mahayana memasuki wilayah
kita dan diterima banyak orang karena menghapus kasta?"
"Jadi kenapa kita semua tetap sudra, bahkan kedua orang
itu termasuk paria?"
Orang terakhir ini berbicara sambil menunjuk diriku dan
Amrita, yang menganyam tikar berdampingan tanpa bicara.
"Artinya Mahayana memang menyebar tanpa harus
menghapus segala sesuatu sebelumnya."
Untuk tidak memancing kecurigaan, aku dan Amrita saling
melirik pun tidak. Kami terus menganyam, dan terus
mendengarkan, karena memang itulah tujuannya kami
melakukan penyamaran. Dengan banyak diam dan mendengarkan, kami telah
mendapat banyak pelajaran berharga. Amrita, meskipun hidup
di negeri ini, karena hidupnya hanya untuk ilmu silat, sering
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meluputkan banyak pengetahuan yang semestinyalah
diketahuinya. Seperti berikut yang juga kuhimpun dari
percakapan sehari-hari ini.
Seperti di Jambhudvipa yang igamanya telah mereka peluk,
orang Khmer menganggap tempat pemujaan sebagai tempat
tinggal dewa dan berhala memang menghuni tempat itu,
sehingga mudah bagi mereka untuk memujanya, bahkan
memaksanya dengan suatu upacara yang pantas agar dapat
memberi keuntungan yang diinginkan kepada manusia.
Candi dan dewa yang dipuja hanyalah dua di antara
sejumlah unsur upacara. Para pendeta memerintahkan
pengadaannya kepada para pelaksana. Mereka tidak
memberikan pilihan lain selain cara untuk melaksanakan
upacaranya. Tempat pemujaan itu bukan merupakan tempat
bertemu para pemeluk teguh yang terpanggil untuk berdoa.
Mereka bahkan dilarang masuk ke tempat itu. Hanya para
brahmana terdidik yang berhak masuk ke dalam candi untuk
melakukan pemujaan. Aku jadi maklum kenapa candi-candi
orang Khmer dapat dikatakan sempit, dan semula merupakan
susunan bangunan kecil terpisah-pisah. Apakah itu menara
pemujaan yang hanya cukup diisi arca dewa utama, satu atau
beberapa tempat pemujaan tambahan untuk para pengikutnya, isteri-isterinya, wahananya, yang terbuat dari
kayu dan dengan sendirinya lenyap dimakan waktu, yang
semula menjadi tempat benda-benda upacara untuk memuja,
maupun tempat menyimpan kitab-kitab suci.
Segalanya dilindungi dalam benteng yang dilengkapi pintu-
pintu masuk, sebagai penggambaran tempat pemujaan utama
dalam bentuk kecil, yang berisi wahana dewa atau dewi-dewi
pelindung. Setelah semua itu, terdapat bangunan tempat
tinggal para pendeta, pemain musik dan penari suci, pelayan-
pelayan dan budak belian. Semuanya juga terbuat dari kayu,
dan karena itu tak akan bertahan seperti jika terbuat dari
batu, dan tanpa kayu itu lagi keberadaannya hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ditunjukkan oleh benteng kedua. Begitulah kadang-kadang
dalam pengembaraan kami kenali terdapatnya istana-istana,
maupun rumah-rumah sederhana, yang sebetulnya sudah
hilang dan keberadaannya kami kenali dari parit besar yang
menjadi tempat penampungan air.
MEMPERHATIKAN penataan hiasan dan benda-bendanya,
candi-candi mengungkapkan kepercayaan kepada dewa-dewa
yang ada di dalamnya. Menyamar sebagai berigama Hindu,
apa pun alirannya, kami mesti tampak percaya betapa dewa-
dewa utama tinggal di pusat dunia, di Gunung Meru yang suci,
serta menguasai ruang dan waktu. Denah tempat tinggal
duniawi mereka diarahkan berdasarkan empat penjuru mata
angin. Bagian muka dan pintu utama menghadap ke timur,
arah matahari terbit, sebagai sumber kehidupan. Candinya,
yang dianggap sebagai terletak di pusat ruang dalam benteng


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang melambangkan batas-batas alam semesta, melambangkan Gunung Meru tempat dewa bersemayam di
dalam berhalanya. Bahkan sering dimaksudkan sebagai tiruan
gunung suci, dengan bentuknya yang memuncak dan siluet
yang meruncing. Candi dibangun di tengah ibu kota, dekat istana raja, agar
dapat mengungkapkan pusat alam semesta secara meyakinkan, tempat dewa dan wakilnya di dunia yang tentu
saja sang raja sendiri, bersemayam dan memerintah dunia.
Pada dinding tempat pemujaan, terpahat adegan-adegan yang
menceritakan riwayat dan perlakuan istimewa dewa, selain
memperlihatkan para pemuja serta sesajen bunga. Demikianlah rakyat mengabadikan diri mereka sendiri, agar
dapat terus menyanjung-nyanjung sumber segala kemakmuran mereka. Budaya persembahan seperti itu
dipertahankan berabad-abad tanpa perubahan, kecuali
ukuran-ukurannya, dalam pengawasan kitab-kitab suci yang
dianggap memiliki kekuatan gaib.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bangunan ini hanya berguna selama igamanya memberi
berkat," ujar Amrita suatu ketika di antara puing-puing
bangunan di atas bukit. Bukan sekali itu kulihat bangunan menjadi reruntuhan, tak
lebih karena ditinggalkan dan tidak dirawat lagi. Pergantian
kekuasaan sangat mungkin mengubah kepercayaan penduduknya, karena igama sering dan terlalu sering
dipergunakan penguasa untuk mendukung segenap kebijakannya. Mendadak suara cambuk meledak keras di telingaku.
"Menganyam atau melamun" Awas! Tikar yang dikau
tangani itu harus selesa i hari ini juga! Jika tidak rasakanlah
akibatnya!" Lantas cambuk itu meledak lagi dan meledak lagi. Aku dan
Amrita berusaha keras menjaga, agar dalam keadaan seperti
itu tetap tidak saling memandang sama sekali.
(Oo-dwkz-oO) Episode 117: [Sambil Menganyam Tikar Pandan]
CAMBUK yang meledak-ledak itu tampaknya memang
sengaja dibuat untuk diperdengarkan suaranya. Adalah suara
itu yang mencambuk para pekerja dan bukan cambuk itu
sendiri. Tikar pandan selalu dibutuhkan oleh pasar, sehingga
bagi para pedagang semakin banyak tikar yang siap dijual
semakin baik. Harga tikar pandan tentu jauh lebih murah
daripada tikar rotan, yang hanya dimiliki para petinggi karena
harganya yang mahal, dan karena itu tikar pandan harus dijual
dalam jumlah besar jika ingin sekadar mendapat keuntungan -
dan sebaiknya jumlah yang besar itu tercapai dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Maka para perajin yang dibayar harian
seperti selalu harus dilecut agar mereka menghasilkan tikar
sebanyak mungkin. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Adapun besarnya jumlah tikar rotan tidak mungkin
menyamai jumlah tikar pandan, karena dalam usaha membuat
tikar rotan itu layak menjadi mahal, dilakukan berbagai
perumitan sebagai syarat kemahalannya tersebut, dengan
akibat tidak terlalu banyak orang yang menguasai
pembuatannya. Maka tikar rotan pun menjadi barang seni
yang jumlahnya terbatas dan menjadi suatu kepantasan
tertentu untuk berada di rumah para pejabat tinggi negara,
atau siapa pun itu, apakah orang berada, apakah tokoh di
antara khalayak, yang memaknainya sebagai penanda
kehormatan. Cambuk itu meledak lagi di telingaku, seperti sengaja
memancing kemarahan. Kami tertunduk dengan tangan terus
menganyam. Barangkali yang memainkan cambuk itu adalah
petugas yang bertanggung jawab atas jumlah tikar pandan
yang siap untuk dijual setiap harinya. Karena menunduk terus,
aku tidak dapat melihatnya, sehingga tidak bisa melakukan
penilaian. Namun aku melihat tangan itu terangkat siap
membuat bunyi dengan cambuk itu lagi.
''TAHAN!'' Terdengar suara yang memang menghentikan cambuk itu,
tergantung di udara bagaikan kena sihir, ''Dua orang ini
memang diam seperti patung tetapi tangannya tak henti
bekerja seperti kincir air, tikar yang tiap harinya dihasilkan
mereka berdua saja sudah separo dari keseluruhan jumlah
hasil tikar kita setiap hari.''
''Kulihat ia melamun tadi, dan terus menerus melamun,''
kata pemegang cambuk itu, ''kita tidak tahu apa yang berada
di dalam kepalanya.'' ''Untuk apa kita tahu isi kepalanya" Kita hanya perlu tikar
dari mereka. Selama mereka menghasilkan tikar, kita akan
membayarnya seperti yang lain. Kenapa kita harus selalu
curiga kepada setiap pengembara yang tentu saja tak dikenal
dan melewati kita.'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Dikau seperti tidak belajar dari sejarah, betapa peradaban
yang asing sekarang menguasai dunia kita.''
''Daku suka dengan peradaban asing, apa salahnya"''
Mereka telah melupakan kami, tetapi aku tahu mereka
sedang bicara tentang Negeri Atap Langit, yang pengaruhnya
terasa di mana-mana sejak lama. Meskipun mereka bicara
dalam bahasa Khmer, sedikit-sedikit bisa kuikuti perbincangan
mereka yang membuat aku sambil terus menganyam terpaksa
ikut memikirkannya. Bangunan tertua di Kambuja, yang
kulihat dalam perjalananku bersama Amrita di seluruh wilayah
yang sedang menyatukan dirinya dalam Kerajaan Angkor,
adalah menara bata di Preah Theat Touch dan bangunan aneh
dari batu pasir di Asram Maha Rosei. Kuduga yang terakhir ini
berasal dari masa Kerajaan Fu-nan. Kukatakan dugaan, karena
menurut Amrita bangunan disebut meniru seni bangunan
wangsa Pallawa, seperti Candi Panamalai yang dibangun
seratus tahun sebelumnya, yang konon mirip bangunan itu.
Daerah Sambor Prei Kuk memungkinkan diriku mengamati
terbentuknya seni bangunan Khmer dengan keragaman dan
kekayaan dalam susunannya yang mengagumkan. Namun
bangunan yang menegaskan keberadaan seorang empu di
belakangnya, apakah empu kesenian atau empu ketatanegaraan, tetap saja harus dilihat sebagai lanjutan
bangunan-bangunan sebelumnya dalam kurun empat ratus
tahun, baik di Fu-nan maupun Tchen-la. Semakin cermat
pengamatan, semakin meyakinkan betapa bangunan- bangunan itu merupakan tiruan bangunan-bangunan dari
masa setelah wangsa Gupta. Tentu saja saat memikirkan ini,
diriku belum pernah menginjak Jambhudvipa sehingga dapat
membandingkan sendiri bangunan di Jambhudvipa dan di
Kambuja, tetapi seorang pengembara dari Jambhudvipa yang
pernah duduk makan di bawah pohon bersama kami
memberitahukan betapa bangunan kayu di Jambhudvipa
sendiri sudah hilang. Di sana, demikian katanya saat itu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tinggal tempat-tempat pemujaan di dalam gua-gua atau
bangunan meruncing ke atas seperti candi-candi sekarang.
Tanganku menganyam, tetapi aku tidak ingin melepaskan
kilas kenangan yang berkelebat di benakku. Jejak perubahan
untuk meninggalkan peniruan seni bangunan Jambhudvipa
yang mengandalkan kayu pada masa Fu-nan itu, tak dapat
kutemui lagi tentunya karena terbuat dari kayu juga. Namun
masih dapat kutemukan dua kelompok bangunan di utara dan
selatan di Sambor, yang berkelompok dalam suatu bekas kota
yang telah ditinggalkan, dan kota itu sungguh besar sekali.
Kulihat benteng tanah dan paritnya, dialiri air sungai dengan
cara istimewa T chen-la yang pernah kuceritakan dahulu.
Di selatan, terlihat kelompok bangunan yang didirikan
semasa Isanavarman yang dikelilingi oleh dua lapis benteng;
baik yang sesungguhnya melindungi candi di sebelah dalam,
yang sungguh indah dengan tatahan gambar berbagai
adegan, maupun yang tinggal batu bata berderet dalam
tanah, membentuk suatu gambaran tentang bagaimana
bangunan itu dulu berdiri dengan megah. Kusaksikan pintu
benteng dari bata merah di sebelah timur, yang atapnya dari
batu pasir, yang kunyatakan sebagai seni Khmer terindah.
''Dulu ada Lembu Nandi dari emas di sini,'' ujar Amrita yang
mendapat cerita itu dari nenek moyangnya dari Tchen-la.
Lembu Nandi, kendaraan Siva, terletak di tempat suci
utama, yang tampak sebagai menara anggun dari bata, pada
sebuah teras kecil dengan ketepatan dan penataaan ruang
yang mengesankan. Menurut Amrita sepengetahuannya di
dalam tempat itu terdapat arca yang disebut Siva yang
Sedang Tersenyum, dibangun oleh Isanavarman, yang saat ini
lenyap entah ke mana. Menara ini dikelilingi lima menara lain
yang memberi kesan kemegahan dan membuat siapa pun
yang melihatnya terpesona.
Di kelompok bagian utara terdapat bangunan-bangunan
dari berbagai zaman, dengan tempat suci utama yang berasal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari masa pemerintahan Isanavarman. Bangunan yang nyaris
hancur ini terdiri dari menara tengah, di atas sebuah teras
tinggi yang dikelilingi empat candi kecil. Menurut Amrita, yang
telah mempelajari sejarah kebudayaan Khmer sebagai bagian
dari pendidikan keluarga raja, kemungkinan bangunan ini juga
dikelillingi sejumlah arca, yang ketiga kami berada di sana
tinggal lapiknya saja dari batu pasir, yang juga dihiasi dengan
bagus sekali. Lebih ke utara kami temukan tempat pemujaan yang
wujudnya sebuah kamar, terbuat dari papan batu pasir dan
dihiasi secara sederhana dengan jendela-jendela semu
berukuran kecil, mirip dengan yang terdapat di Fu-nan, meski
di sini diukir pada dinding bangunan
itu sendiri. Membandingkannya dengan bangunan baru abad VIII
sekarang ini, kusaksikan betapa yang disebut pengaruh
Jambhudvipa itu tinggal seperti gaung pada saat-saat terakhir.
Hiasan semua bangunan tersebut mewah sekali. Hampir pada
semua tempat stukonya sudah hilang dan aku harus
membayangkannya berdasarkan garis-garis denah sederhana
dari batu bata. Namun hiasan pada batu pasirnya tetap utuh.
Ambang pintu atas termasuk yang paling indah dalam
kesenian Khmer. Memperlihatkan sebuah bentuk lengkung
yang mencontoh balok me lintang dari kayu yang ada pada
pintu di Jambhudvipa, tempat menggantungkan rangkaian
bunga dan bangunan untuk sesajen.
Lengkung itu dihiasi bentuk medali yang bidangnya diukir
dengan tokoh-tokoh suci. Ujung-ujungnya melengkung ke
dalam, ditelan makhluk dongeng bernama makara dari
Jambhudvipa. Di atas dan di bawahnya masih ditemukan
gambar-gambar suci maupun rerangkaian dedaunan yang
dikelompokkan dalam adegan-adegan yang ditata secara
mengagumkan. Contoh terakhir ini masih sering kulihat pada
bangunan-bangunan baru sekarang, dan tampaknya masih
akan berlanjut sebagai kesenian Khmer. Untuk menopang
ambang pintu atas itu, dibuat tiang-tiang yang bulat kecil dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
indah pada kedua sisi pintu. Adapun yang masih terlihat dari
bentuk Jambhudvipa adalah bentuk umbi di sebelah atas yang
mirip serban. Bagian bawah tiang-tiang kecil ini dihiasi
rangkaian bunga yang halus dan sebuah cincin tengah pada
batang yang licin. Pada bidang-bidang dinding terlihat pula
sesuatu yang membentuk istana-terbang yang anggun,
dipenuhi tokoh-tokoh suci yang menghidupkan dinding-dinding
menara itu dengan sikap yang luwes.
Sambil menganyam tikar pandan, kupikirkan tentang
bagaimana orang-orang Khmer ini menyebut pengaruh asing
seolah-olah sebagai sesuatu yang harus dihindari, sementara
bagiku tampak jelas betapa kebudayaan mereka sendiri
terbentuk langsung melalui kesenian dan igama yang masuk
dari Jambhudvipa. Namun jika kukatakan terbentuk langsung,
tidak berarti bahwa orang-orang Jambhudvipa itu sengaja
datang untuk mengajari. Waktu yang diperlukan untuk
mengenal dan kemudian menghidupi suatu bentuk kebudayaan tentu lama sekali, bisa beratus-ratus tahun


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lamanya. Dalam kata menghidupi kebudayaan, pengertian meniru
dan terpengaruh sebetulnya tersingkir, karena dalam
kenyataannya suatu kebudayaan itu pada dasarnya diterima
dan dihidupkan memang karena dikehendaki. Para pedagang
Jambhudvipa yang datang dengan kapal-kapalnya ke Tchen-la
datang menjual dan membeli, tetapi adalah penduduk yang
datang menjemput segala sesuatunya meski tidak diperjual
belikan, seperti igama dengan segala upacara dan
pengungkapannya yang berseni, yang kemudian mewakili
kepentingan penduduk itu sendiri. Tidak mengherankan jika
dalam perjalanan waktu yang panjang, dunia makna yang
sebelumnya dipelajari kemudian justru diajarkan dengan
penguasaan yang meyakinkan. Bukankah pusat kerajaan
Srivijaya di Suvarnabhumi telah menjadi tempat ilmu-ilmu
persiapan wajib dipelajari selama enam bulan, untuk igama
Buddha yang tidak berasal dari Sriv ijaya sendiri, sebelum para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mahasiswa Negeri Atap Langit bisa menerima ilmu-ilmu igama
langsung dari Nalanda di Jambhudvipa"
Begitu telah berlangsung di Suvarnadvipa, begitu pula
dapat berlangsung di segenap wilayah Kambuja, yang seperti
telah me lupakan betapa segenap pengungkapan seni mereka
dapat dicari akarnya sampai ke Jambhudvipa, dan kini bicara
tentang bahaya peradaban asing dari Negeri Atap Langit.
Bahkan kini mencurigai diriku dan Amrita sebagai mata-mata
penyebar peradaban asing, seolah-olah peradaban itu bisa
membunuh seperti racun! DIAM-DIAM aku mengangkat kepala, orang yang
memegang cambuk itu mendekat ke arah kami! Aku pun batal
mengangkat kepala, melanjutkan anyaman tikar pandanku.
Kulihat kaki yang melangkah dan ujung cambuknya yang
menyerabut. Sampai di hadapan kami ia berjongkok.
"Tidak pernah bicara he" Orang asing kalian?"
Dadaku berdegup. Apa yang harus kulakukan" Bukanlah
karena aku atau Amrita takut menghadapinya, tetapi karena
penyamaran yang harus dijaga supaya tidak terbuka. Kami
telah mengenal terlalu banyak hal, yang hanya mungkin
didapatkan dalam penyamaran sebagai rakyat jelata. Semakin
kusadari sekarang betapa terasingnya kehidupan di rimba
hijau dan sungai telaga dunia persilatan, tempat setiap saat
nyawa dipertaruhkan demi kesempurnaan ilmu silat dan
kesempurnaan manusia. Semakin terasa betapa terasingnya
jalan kehidupan yang telah menjadi pilihan para pendekar,
ketika kesempurnaan diterjemahkan ke dalam dua istilah yang
bertentangan seperti hidup dan mati.
Di dunia awam tempat kami menyamar sebagai rakyat
jelata, kesempurnaan hanyalah suatu kata dalam dongeng,
sesuatu yang bisa diucapkan tetapi tidak mungkin dinyatakan,
apalagi senyata hidup atau mati. Bagi rakyat jelata,
kesempurnaan tidaklah penting, dan keselamatan hidup
didapatkan kalau bisa tanpa pertaruhan sama sekali. Tidaklah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlalu mengherankan jika kemudian rakyat jelata ini
dikerahkan untuk berperang, mereka akan berebut untuk
mendapat tempat di lapisan paling belakang. Namun dunia
awam adalah dunia yang menarik, karena hidup selalu
dirayakan dengan sangat amat selayaknya, sehingga tidak
pernah dipertaruhkan untuk ditinggalkan, sebagaimana
sebaliknya telah dilakukan mereka yang menempuh jalan
pedang. "Biarkan mereka, apalah anehnya melihat orang asing yang
mengembara di Kambuja" Jangan kau ganggu mereka!"
Namun orang yang berjongkok itu tidak juga beranjak. Ia
mendekati Amrita yang juga masih menganyam sambil
menunduk. Aku berdebar, karena Amrita akan lebih mudah
naik darah daripadaku. Memang adalah juga kehidupan orang
persilatan yang selama ini dijalaninya, tetapi betapapun ia
adalah putri istana, anak raja yang tidak pernah dibantah dan
mengalami penghinaan dalam hidupnya. Dengan ilmu silatnya
yang tinggi, sangat mudah baginya membuat pemegang
cambuk itu berkalang tanah. Aku tetap menganyam dan
meningkatkan kewaspadaan. Di luar terdapat jalanan ramai, di
seberangnya terdapat pasar, tempat penganyaman tikar ini
sendiri adalah sebuah tempat luas dalam satu atap yang
menampung sekitar dua puluh pekerja. Sangat tidak
menguntungkan jika terjadi keributan.
Dengan gagang cambuknya ia mengangkat dagu Amrita,
yang karenanya terpaksa berhenti menganyam.
"Kenapa daku seperti pernah mengenali wajah gembel kecil
ini?" Menyamar sebagai paria pengembara artinya memang
berbusana seperti gembel. Kain ki-pei yang kami kenakan
sengaja tidak pernah kami ganti, dan tubuh Amrita yang
biasanya terlalu putih seperti pualam telah menjadi sawo
matang karena terbakar matahari. Hanya wajahnya, karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jika melakukan perjalanan kami selalu bercaping, maka
tidaklah tampak terlalu hangus seperti tubuh bagian atasnya.
Mungkin itu membuat pemegang cambuk yang tugasnya
mengawasi penganyaman tikar seperti pernah me lihatnya.
Memang rakyat jelata mesti menundukkan kepala, bahkan
bersujud di tanah, bila seorang pejabat tinggi, keluarga istana,
apalagi raja berjalan dalam iring-iringan, tetapi siapa yang
menjamin tiada satu pun yang nekat mencuri-curi untuk
meliriknya" Jika tidak, bagaimana mungkin Putri Amrita
Vighnesvara terkenal di seluruh Kambuja sebagai putri yang
cantik jelita" Lagipula, dan ini lebih masuk akal, seperti yang
kualami, tidak perlu dianggap terlalu mengejutkan betapa
putri yang memburu kesempurnaan dalam jalan persilatan ini
pertarungannya pernah disaksikan banyak orang. Kenapa
tidak" "Dari mana asalmu, Gadis?"
Dagu Amrita memang terangkat gagang cambuk, tetapi
matanya tetap menatap ke bawah.
"Sahaya berasal dari T ongking, Tuan, ampunilah sahaya."
Amrita menjawab dalam bahasa Khmer, tetapi dengan
logat yang belum pernah kudengar.
"Hmm. Orang-orang utara, kenapa aku tidak mesti
menganggapmu mata-mata" Kenapa dikau sampai kemari,
Gadis?" "Ampunilah sahaya Tuan, daerah kami musnah ditelan
banjir besar. Keluarga kami punah, tinggal sahaya dan sepupu
sahaya yang bisu." "Bisu" Huahahahaha! Pantas ia tidak pernah bicara."
"BISU dan tuli, Tuan."
"Bisu dan tuli! Huahahahaha! Kukira hanya orang buta yang
pandai menganyam! Huahahahahaha!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Putri istana ini memang pandai. Dengan mengatakan diriku
bisu dan tuli, kecurigaan yang muncul karena diriku tidak
pernah berbicara segera terhapus, dan dengan mengatakan
dirinya berasal dari wilayah Tongking di utara Campa yang
semula merupakan batas Kerajaan Lin-yi, keputihan wajahnya
sebagai paria bagaikan menjadi kewajaran, apalagi Amrita
agaknya telah menyuarakan logat berbicara wilayah tersebut.
Meski ini tentu bukan jaminan persoalan berakhir, karena jika
pun kecurigaannya hilang, bukan tak mungkin ia tetap
menghendaki Amrita. "Ampunilah suami saya ini Tuan, ampunilah kami yang
malang ini, kepandaian kami hanyalah menganyam. Jika Tuan
tidak menyukai keberadaan kami, biarlah kami pergi dari sini
sekarang juga." Pemegang cambuk itu menarik gagang cambuknya dan
dagu Amrita langsung turun kembali. Amrita rambutnya
terurai seperti layaknya kaum paria, tetapi entah disadarinya
atau tidak, justru dengan rambut terurai seperti itu
kecantikannya memancar tak tertutupi. Hanya jika orang
percaya dirinya paria pengembara saja akan membuat kasta di
atasnya berpikir dua kali untuk mendekatinya, karena bagi
perempuan paria mempertahankan kehidupan sebagai pelacur
Kasih Diantara Remaja 3 Sarang Perjudian Karya Gu Long Pembunuh Misterius 2
^