Pencarian

Anak Naga 13

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 13


Tan. "Tayjin, kelihatannya dia seorang pendekar, maka kita
harus berhati-hati menghadapinya. Kalau tidak, kita akan
celaka." "ya-" Pembesar Tan manggut-manggut, talu berkata
kepada Thio Han Liong, "siauhiap, ini... ini cuma salah-paham - ."
"Hmm" dengus Thio Han Liong dingin, kemudian
merogohkan tangan ke dalam bajunya. Dikeluarkannya
sesuatu lalu diperlihatkan kepada pembesar Tan dan
penasihat itu.terkejut Begitu melihat benda yang di tangan
Thio Han Liong, menggigillah sekujur tubuh pembesar Tan
dan penasihat itu. Mereka berdua cepat-cepat menghampiri Thio Han Liong,
lalu berlutut di hadapannya.
" Hamba memberi hormat kepada yang Mulia" ucap mereka
serentak- "Kalian berdua harus terus berlutut di situ" sahut Thio Han
Liong lalu duduk di kursi kebesaran pembesar Tan.
"Pengawal" "ya" sahut para pengawal itu.
" Hukum mereka seorang seratus kali pukulan" perintah
Thio Han Liong. "Pukulan dengan sekuat tenaga"
"ya" Beberapa pengawal langsung menekan punggung
pembesar Tan dan penasihat itu agar tengkurap.
"Ampun Ampun yang Mulia..." ujar pembesar Tan.
"Pukul" perintah Thio Han Liong.
Plak Plak Plak-.. Para pengawal mulai memukul pantat
pembesar Tan dan penasihat itu dengan sekuat tenaga.
"Aduuuh Aduuuh - " jerit pembesar Tan dan penasihat itu
kesakitan. "Aduuuh..." Belum sampai seratus kali, pembesar Tan dan penasihat itu
telah pingsan, maka para pengawal terpaksa berhenti
memukul mereka. "siram dengan air" ujar Thio Han Liong.
salah seorang pengawal langsung pergi mengambil air, dan
lalu disiramkan ke wajah pembesar Tan dan penasihat itu.
Tersadarlah mereka berdua dan mulai merintih.
"Pukul lagi" perintah Thio Han Liong.
Para pengawal mulai memukul pantat mereka berdua lagi,
dan seketika juga mereka berdua menjerit-jerit kesakitan.
sementara hartawan sim dan putrinya terus memandang
Thio Han Liong dengan mata terbelalak- Mereka terbengongbengong
karena pembesar Tan memanggil Thio Han Liong
yang Mulia- sebetulnya siapa pemuda itu" Hartawan sim dan
putrinya tidak habis pikir-
Para pengawal sudah berhenti memukul pantat pembesar
Tan dan penasihat itu, karena sudah seratus kati.
"Aduuh Aduuuh..." Pembesar Tan dan penasihat itu masih
merintih-rintih kesakitan.
"Aduuuh..." "Aku dengar kalian juga sering memaksa kaum gadis kota
ini untuk dijadikan pelayan di rumah, benarkah itu?" tanya
Thio Han Liong. "Itu... itu..." sahut pembesar Tan terputusputus.
"Benar" Terdengar suara sahutan di luar-
"Putriku dipaksa menjadipelayan di rumah pembesar Tan"
"Baik" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Pembesar Tan, dengarlah baik-baik Lepaskan kaum gadis
yang tidak mau menjadi pelayan di rumahmu"
"ya, yang Mulia." Pembesar Tan menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mulai sekarang, apabila kalian berdua masih berani
berbuat sewenang-wenang lagi, kalian berdua berikut
keluarga dan menteri yang di dalam istana itu pasti dihukum
penggal kepala" "hamba tidak berani. Hamba tidak berani...." Betapa
terkejutnya pembesar Tan dan penasihat itu.
"sekarang kalian berdua harus minta maaf kepada
hartawan sim dan putrinya" ujar Thio Han Liong dan
menambahkan, "Tahukah kalian, hartawan sim adalah familiku Aku baru
tiba kemarin di kota ini dari Kotaraja dan kenalkah kalian
dengan benda ini?" Thio Han Liong memperlihatkan sebuah giok yang berukir
sepasang naga, yakni giok pemberian An Lok Kong cu.
"Hah" An Lok Kong cu" wajah pembesar Tan dan penasihat
itu berubah pucat pias. "Aku mewakili kaisar untuk memeriksa semua pembesarseharusnya
kalian berdua kuhukum...."
"Ampuni hamba, yang Mulia Ampuni hamba..."
"Baiklah Aku mengampuni kalian berdua, tapi mulai
sekarang kalian harus berlaku adil dan bijaksana terhadap
penduduk kota ini" "ya, yang Mulia-" Pembesar Tan dan penasihat itu bangkit
berdiri dengan kaki bergemetaran, lalu perlahan-lahan
menyapa hartawan sim dan putrinyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hartawan sim, kami - kami minta maaf atas semua
perbuatan kami" "Ha ha ha" Hartawan sim tertawa-
"Aku tahu Tan Tayjin hanya bergurau dengan kami-
Bagaimana mungkin Tan Tayjin akan melamar putriku- ya,
kan?" "ya, ya-" Pembesar Tan manggut-manggut dan amat
berterima kasih kepada hartawa yang masih menjaga
namanya. "Nona sim- - " Penasihat itu memberi hormat-
"Maaf-kan aku" "Sudahlah" sim sok Im menghela nafas panjang-
"Itu telah berlalu, jangan diungkit lagi"
"Paman, Adik sok Im" Thio Han Liong mendekati mereka-
"Mari kita pulang"
"Baik," Hartawan sim mengangguk-
"TUnggu" seru pembesar Tan.
"yang Mulia, hamba akan menyiapkan tandu"
" Cukup untuk hartawan Sim dan Nona Sim saja" sahut
Thio Han Liong, lalu mendadak badannya bergerak- tahu-tahu
sudah hilang begitu saja.
Ternyata Thio Han Liong menggunakan ginkang melesat
pergi, tentunya membuat pembesar Tan dan lainnya melongo-
Kemudian pembesar Tan menyuruh orangnya mengantar
hartawan sim dan putrinya pulang dengan tandu.
-ooo00000ooosetelah masuk ke tandu, hartawan sim tertawa gelak,
sedangkan sim sok Im diam saja.
"Ha ha ha" Hartawan sim memandang putrinya.
"Nak. kenapa engkau diam saja" sedang memikirkan apa?"
"Ayah, kenapa Kakak Han Liong pergi tanpa pamit?" sahut
sim sok Im sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Nak, kita sama sekali tidak tahu bahwa dia wakil kaisar.
Kedudukannya amat tinggi, sedangkan kita...." Hartawan sim
menghela nafas panjang. "Ayah, aku memang jatuh hati kepadanya. Tapi aku tidak
berani berharap dia juga jatuh hati kepadaku. Aku hanya
berharap... dia berpamit kepadaku, namun dia - -" sim sok Im
menggeleng-gelengkan kepala lagi.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah mereka di rumah
hartawan sim. Tandu itu berhenti, dan hartawan sim serta
putrinya melangkah turun lalu berjalan memasuki halaman.
Mendadak mereka berdua terbelalak, ternyata mereka
melihat Thio Han Liong berdiri di sana.
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong - " seru sim sok Im
sambil berlari-fari menghampirinya.
"Kakak Han Liong...."
"Adik sok Im" sahut Thio Han Liong dan tersenyum.
" Kakak Han Liong...." sekonyong-konyong sim sok Im
mendekap di dadanya. "Adik sok Im" Thio Han Liong membelainya.
"Kini engkau sudah aman, pembesar Tan tidak akan berani
mengganggumu lagi." Terima kasih. Kakak Han Liong," ucap sim sok Im dengan
air mata berderai- derai.
"Adik sok Im" Thio Han Liong heran.
"Kenapa engkau menangis?"
"Kakak Han Liong, aku... aku gembira sekali."
"Ha ha ha" Hartawan sim tertawa gelak-
"Han Liong, perlukah aku berlutut di hadapanmu?"
"Aku bukan pembesar, tentunya tidak perlu," sahut Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"sebaliknya aku yang harus berterima kasih kepada Paman,
karena aku sudah makan di sini, diberi pakaian baru dan uang
lima ratus tael perak-"
"Ha ha ha" Hartawan sim tertawa-
" Aku jadi malu hati, tak disangka engkau wakil kaisar"
"Paman" pesan Thio Han Liong.
"Kalau pembesar Tan masih berani berbuat sewenangwenang,
Paman boleh langsung ke Kota raja menemui An Lok
Kong cu. Laporkan kepadanya"
"Baik," Hartawan sim manggut-manggut-
"Adik sok Im," ujar Thio Han Liong dengan senyum lembut.
"Engkau adalah gadis yang baik, aku yakin engkau akan
bertemu pemuda yang baik pula."
"Terima kasih. Kakak Han Liong" ucap sim sok Im.
"Adik sok Im" Thio Han Liong menggenggam tangannya.
"Aku mohon pamit"
"Kok cepat sudah mau pergi?" sim sok Im tampak kecewa
sekali. "Masih ada tugas lain yang harus kuselesaikan. sampai
jumpa" ucap Thio Han Liong.
"Paman, sampai jumpa"
"Han Liong," ucap hartawan sim.
"Selamat jalan"
Mendadak Thio Han Liong melesat pergi, dan seketika juga
ia lenyap dari hadapan hartawan sim dan putrinya.
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong..." seru sim sok Im.
"Kakak Han Liong..."
"Nak. dia sudah pergi-" Hartawan sim menghela nafas
panjang, namun kemudian tertawa gembira.
"Ha ha ha..." "Kenapa Ayah tertawa gembira" Aku... aku sedang
berduka." sim sok Im menggeleng-gelengkan kepala.
"Nak, apakah engkau lupa?"
"Ada apa?" "pakaian baru yang engkau berikan kepada Han Liong,
bukankah engkau yang menjahit untuk dihadiahkan kepada
ayah?" "Betul." "Kini malah Han Liong yang memakainya, Itu sungguh
menggembirakan" Hartawan sim Tertawa.
"Ha ha ha - " "oooh" Wajah sim sok Im tampak berseri-
"Ayah, terhiburlah hatiku sekarang. Karena ia mengenakan
pakaian yang kujahit sendiri Aku... aku gembira sekali-"
"Nak," Hartawan sim memegang bahu putrinya seraya
tersenyum lembut- "Kita memang harus bergembira-"
Bab 45 Timbul Hawa Membunuh
setelah meninggalkan rumah hartawan sim, Thio Han Liong
lalu duduk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon. Di
saat itulah tiba-tiba ia teringat kepada ke dua orangtua Tan
Giok Cu. Berhubung perjalanan ke Pek yun Kok harus melalui
desa Hok An, maka ia mengambil keputusan untuk singgah ke
rumah orangtua Tan Giok Cu-
Keputusan itu membuat Thio Han Liong segera
melanjutkan perjalanannya- Betapa terkejutnya pemuda itu
ketika mendengar suara kabar berita, bahwa tujuh partai
besar dalam rimba persilatan telah takluk kepada Hiat Mo
Pang, dan kini perkumpulan tersebut yang berkuasa dalam
rimba persilatan. " Hiat Mo Pang - " gumamnya-
" Kalau begitu, Hiat Mo pasti masih berada di Pek yun Koksetelah
mengunjungi ke dua orangtua Giok Cu, aku harus
segera berangkat ke Pek yun Kok-"
ini Thio Han Liong singgah di sebuah kedai teh di pinggir
jalan. Pemilik kedai teh segera menyuguhkan secangkir teh
wangi. "Tuan masih mau pesan makanan lain?" tanya pemilik
kedai teh yang berusia enam puluhan.
Tidak. Paman Tua," sahut Thio Han Liong sambil
menghirup teh wangi itu. "Aaaah - " Tiba-tiba pemilik kedai teh menghela nafas
panjang. "Kenapa Paman Tua menghela nafas panjang?" tanya Thio
Han Liong heran. Pemilik kedai teh memberitahukan.
"sejak Hiat Mo Pang berkuasa dalam rimba persilatan,
kaum golongan putih menyembunyikan diri Maka, kedai tehku
ini menjadi sepi sekali. Para anggota Hiat Mo Pang sungguh
kejam, mereka sering merampok dan memperkosa.... "
"Paman Tua, betulkah tujuh partai besar telah takluk
kepada Hiat Mo Pang?"
"Betul. Bahkan ketua Run Lun dan ketua Khong Tong telah
binasa di tangan Tong Koay dan Pak Hong."
"Apa?" Thio Han Liong terbelalak.
"Bagaimana mungkin Tong Koay dan pak Hong membunuh
ke dua ketua itu?" "Itu kudengar sendiri dari murid-murid Kun Lun dan Khong
Tong Pay, ternyata Tong Koay dan Pak Hong berada dipihak
Hiat Mo Pang." "Itu tidak mungkin. Tidak mungkin..." gumam Thio Han
Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku dengar, kalau tidak salah Tong Koay dan Pak Hong
telah terpengaruh oleh ilmu sihir Hiat Mo, maka ke dua jago
tua itu menuruti semua perintah Hiat Mo-"
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian
bertanya, "Paman Tua sudah berusia lanjut, kenapa masih membuka


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedai teh?" "yaaah - " Pemilik kedai teh menghela nafas panjang.
"Karena cucu-cucuku masih kecil...."
"Di mana orangtua mereka?"
"Beberapa tahun lalu, anak dan menantuku meninggal di
bunuh para anggota Hiat Mo Pang...."
"Kenapa para anggota Hiat Mo Pang membunuh anak dan
menantu Pa man Tua?"
"Mereka ingin memperkosa menantuku, maka anakku
melawan. Akhirnya ia meninggal di tangan anggota Hiat Mo
Pang. Begitu melihat anakku meninggal, menantuku langsung
membunuh diri sejak itu aku harus mengurusi cucu-cucuku."
"oh?" Thio Han Liong menatap pemilik kedai teh itu dengan
iba. "sekarang siapa yang menjaga cucu-cucu Paman Tua?"
"Seorang janda tua, dia tidak punya anak- Kalau aku ke
mari membuka kedai teh, janda tua itu ke rumahku untuk
menjaga cucu-cucuku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian
memberi pemilik kedai teh itu tiga ratus tael perak-
"Paman Tua, uang ini untuk biaya hidup cucu-cucu Paman
Tua. sekolahkan mereka agar kelak bisa ikut ujian di Kotaraja"
"Tuan...." Pemilik kedai teh memandang Thio Han Liong
dengan mata basah- "Terimalah" desak Thio Han Liong.
"Terima kasih" ucap pemilik kedai teh sambil menerima
uang perak itu. "Terima kasih, Tuan."
"Paman Tua," pesan Tiiio Han Liong.
" Hati-hatilah menyimpan uang ini, jangan sampai orang
lain tahu Paman Tua punya uang sebanyak itu"
" ya-" Pemilik kedai teh cepat-cepat menyimpan uang itu ke
dalam bajunya. "Paman tua, aku mohon pamit," ucap Thio Han Liong lalu
melangkah pergi. Begitu sampai di luar, ia langsung melesat
pergi. "Haaahhh" Mulut pemilik kedai teh ternganga lebar.
"Tak disangka pemuda itu berkepandaian begitu tinggi."
-ooo0000ooo- Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di desa
Hok An, dan langsung menuju rumah Tan Ek seng.
Perlahan-lahan Thio Han Liong memasuki halaman rumah
itu la menengok ke sana ke mari dengan kening berkerutkerut,
karena rumah itu tampak tidak diurus sama sekali. Di
saat itulah mendadak muncul seorang wanita, ialah Ah Hiang,
pembantu di rumah itu. "Bibi Hiang Bibi Hiang..." panggil Thio Han Liong.
"Hah" Han Liong...." Ah Hiang langsung menangis sedih.
"Di mana Nona" Kenapa tidak ikut ke mari?"
"Dia - dia masih berada di Pek yun Kok- Aku ke mari
duluan mengunjungi paman dan bibi- Di mana mereka?"
"Ayoh ikut aku ke halaman belakang" Ah Hiang menarik
Thio Han Liong ke halaman belakang.
"Bibi Hiang, ada apa?" tanya Thio Han Liong heran.
Ah Hiang tidak menyahut, melainkan terus menarik Thio
Han Liong ke halaman belakang, sampai di halaman belakang,
Thio Han Liong terbelalak dan wajahnya pucat pias.
Ternyata di halaman belakang terdapat sebuah makam.
Begitu membaca tulisan yang ada pada batu nisan itu Thio
Han Liong langsung menjatuhkan diri di hadapan makam itu
dan menangis sedih. "Paman, Bibi- - " Air mata Thio Han Liong berderai-derai,
Itu adalah makam Tan Ek seng dan Lim soat Hong. Lama
sekali Thio Han Liong menangis dengan air mata berlinanglinang,
setelah itu barulah bertanya,
"Kenapa Paman dan bibi meninggal" Apa yang terjadi di
sini?" "Han Liong - " sahut Ah Hiang terisak-isak-
"Setahun yang lalu, muncul para anggota Hiat Mo Pang
merampok desa ini. Tuan dan nyonya pergi melawan mereka,
tapi akhirnya meninggal di tangan para anggota Hiat Mo Pang
itu." "Hiat Mo Pang lagi Aku bersumpah akan membunuh para
anggota Hiat Mo Pang itu" Thio Han Liong mencetuskan
sumpahnya itu. "Han Liong, kalau engkau bertemu nona, bawalah dia ke
mari menyembayangi ke dua orangtuanya" pesan Ah Hiang.
"Ya-" Thio Han Liong mengangguk- "Ah Hiang, aku harus
segera berangkat ke Pek yun Kok menjemput Giok Cu ke mari-
" "Baik-" Ah Hiang mengangguk-
"Aku tetap menjaga rumah ini sampai Nona Giok Cu
pulang." "Terima kasih," ucap Thio Han Liong lalu melesat pergi.
Hari itu Thio Han Liong sampai di sebuah kota, lalu mampir
di sebuah rumah makan, "silakan duduk. Tuan" ucap seorang pelayan.
Thio Han Liong duduk, kemudian pelayan itu bertanya lagi.
"Tuan mau pesan makanan dan minuman apa?"
"sop sapi dan nasi," sahut Thio Han Liong dan
menambahkan, "satu guci arak wangi."
"ya. Tuan." Pelayan itu segera menyajikan apa yang
dipesan Thio Han Liong. Di saat Thio Han Liong sedang bersantap, mendadak
terdengar suara jeritan di luar kedai.
"Jangan ganggu putriku Jangan ganggu putriku"
Thio Han Liong memandang ke luar. Dilihatnya belasan
orang berpakaian merah sedang menyeret seorang lelaki tua.
Lelaki tua itu meronta-ronta sambil berteriak-teriak.
"Aku mohon, kalian jangan ganggu putriku Jangan ganggu
putriku" "Pelayan.." panggil Thio Han Liong.
"ya. Tuan." Pelayan itu segera mendekatinya.
"Mau pesan apa, Tuan?"
"siapa orang-orang berpakaian merah itu?" tanya Thio Han
Liong. "Mereka...." Pelayan merendahkan suaranya.
"Mereka para anggota Hiat Mo Pang. Mungkin mereka mau
memperkosa putri orangtua itu."
"Apa?" Mata Thio Han Liong langsung membara-
"Mereka para anggota Hiat Mo Pang" Tengah hari bolong
begini mereka berani melakukan pemerkosaan?"
"Aaaah - " Pelayan itu menghela nafas panjang,
"siapa yang berani melawan mereka?"
"Pelayan, aku mau ke sana sebentar"
"Tuan" Pelayan itu menggeleng kepala.
"Jangan campuri urusan itu. Tuan akan celaka"
"Mereka yang akan celaka" sahut Thio Han Liong sambil
berjalan ke luar, sedangkan pelayan itu segera
memberitahukan kepada majikannya.
"Apa" Pemuda itu pasti celaka" Majikan itu menghela nafas
panjang. "Kenapa engkau tidak mencegahnya?"
"Aku sudah mencegahnya, tapi dia tetap berjalan ke
luar...." sementara Thio Han Liong sudah berada di hadapan para
anggota Hiat Mo Pang, sedangkan lelaki tua itu telah dibanting
kejalan. "Tuan-tuan" ujar lelaki tua itu.
"Jangan ganggu putriku...Jangan ganggu putriku...."
"Hmm" dengus salah seorang anggota Hiat Mo Pang, lalu
memasuki rumah lelaki tua itu,
dan yang lain segera mengikutinya.
Akan tetapi, mendadak berkelebat sosok bayangan
menghadang di depan mereka, yang tidak fain adalah Thio
Han Liong. "Mau apa kalian masuk ke rumah ini,?" tanya Thio Han
Liong dingin. "Tuan" Terdengar suara sahutan dari dalam rumah.
"Tolonglah aku, mereka mau memperkosa aku Tuan,
tolonglah aku" "Tenang Nona" sahut Thio Han Liong, kemudian bertanya
kepada belasan orang itu.
"Kalian anggota Hiat Mo Pang?"
"Betul" jawab salah seorang anggota Hiat Mo Pang sambil
mengangkat dadanya "Kini Hiat Mo Pang berkuasa di rimba persilatan, siapa pun
tidak berani melawan kami"
"oh?" Thio Han Liong tertawa dingin-
" Aku justru akan membunuh kalian semua"
"Apa?" Anggota Hiat Mo Pang itu melotot.
"siapa engkau dan berasal dari perguruan mana?"
"Engkau tidak perlu bertanya, yang jelas hari ini kalian
harus mampus" sahut Thio Han Liong.
"serang dia" seru anggota Hiat Mo Pang itu
seketika juga para anggota Hiat Mo Pang menyerang Thio
Han Liong dengan berbagai macam senjata.
Thio Han Liong bersiul panjang. Tiba-tiba badannya
bergerak ke sana ke mari sambil mengeluarkan ilmu Kiu Im
Pek Kut Jiauw. "Aaaah Aaaakh - " Terdengar suara jeritan yang menyayat
hati. Belasan anggota Hiat Mo Pang itu terkapar dengan mulut
mengucurkan darah kemudian putuslah nafas mereka.
"Terima kasih. Tuan" ucap wanita muda yang di dalam
rumah itu. Thio Han Liong menolehkan kepalanya sambil tersenyum,
lalu berjalan pergi menuju rumah makan. Para tamu dan
pemilik rumah makan itu memandangnya dengan mata
terbelalak lebar, begitu pula si pelayan.
"Tuan..."panggil pelayan, kemudian mengacungkan
jempolnya. "Tuan sungguh hebat"
Thio Han Liong nanya tersenyum. Ketika ia baru mau
bersantap, pemilik rumah makan itu mendekatinya dengan
wajah serius. "Anak muda" ujarnya dengan suara rendah-
"Lebih baik engkau segera meninggalkan kota ini."
"Kenapa?" tanya Thio Han Liong.
"Engkau telah membunuh para anggota Hiat Mo Pang itu,
maka pemimpin Hiat Mo Pang di kota ini pasti akan ke mari.
Pemimpin itu berkepandaian amat tinggi, maka lebih baik
engkau segera pergi."
Terima kasih atas perhatian Paman" ucap Thio Han Liong.
" Aku justru menghendaki kemunculan pemimpin itu."
"Anak muda" Pemilik rumah makan memberitahukan.
"Pemimpin itu adalah mantan penjahat dari golongan
hitam, kepandaiannya sungguh tinggi sekali. Engkau...."
"Terima kasih atas kebaikan Paman memberitahukan itu.
Tapi aku tidak mau pergi, karena aku harus membasmi
mereka, setelah itu, aku akan berangkat ke Pek yun Kok,
markas pusat Hiat Mo Pang."
"Anak muda...." Ketika pemilik rumah makan mau
mengatakan sesuatu, mendadak pelayan berbisik,
"Pemimpin itu telah datang bersama para anak buahnya."
"Haaah - ?" Pemilik rumah makan seaera meninggalkan
Thio Han Liong. Thio Han Liong tersenyum dingin, lalu bangkit berdiri dan
berjalan kc luar untuk menghampiri pemimpin cabang Hiat Mo
Pang itu. "Siapa engkau?" bentak pemimpin itu.
"Aku yang membunuh para anak buahmu itu" sahut Thio
Han Liong. "Mereka memang harus mampus, termasuk engkau yang
lainnya" "Engkau...." Pemimpin itu mengerutkan kening, kemudian
berseru. "Serang dia" Para anak buahnya langsung menyerang Thio Han Liong
dengan berbagai macam senjata, sedangkan Thio Han Liong
cuma bertangan kosong Justru secara reflek ia mengibaskan
tangannya. Betapa dahsyat kibasan tangannya, sebab
bertahun-tahun ia berlatih di dasar telaga melawan terjangan
arus. "Aaaakh - " Terdengar jeritan menyayat hati- Tujuh delapan
anggota Hiat Mo Pang terkapar dan binasa seketika.
Thio Han Liong tidak berhenti sampai di situ. Mendadak
badannya berkelebat ke sana ke mari, kemudian terdengar
lagi suara jeritan dan sisa anggota Hiat Mo Pang itu pun
terkapar semua dalam keadaan tak bernyawa.
"Haaah-..?" Betapa terkejutnya pemimpin itu, wajahnya
pucat pias. "Kini saatnya giliranmu" ujar Thio Han Liong sambil
menghampirinya selangkah demi selangkah-
"siapa sebenarnya engkau" Ada permusuhan apa engkau
dengan Hiat Mo Pang?" tanya pemimpin itu dengan suara
bergemetar. "Aku pembantai Hiat Mo Pang" sahut Thio Han Liong.
"Bersiap-siaplah engkau berangkat ke neraka"
"Hiyaaah" pekik pemimpin itu sambil menyerangnya.
Thio Han Liong tidak berkelit, melainkan menyambut
serangan itu dengan Kian Kun Taylo sin Kang.
"Aaaakh - " jerit pemimpin itu- Ternyata ia telah terserang
oleh Iweekangnya sendiri, sehingga badannya terpental
beberapa depa, lalu roboh dengan mulut mengeluarkan darah-
"si - siapa engkau?"
"Aku Thio Han Liong"
" Haaah - ?" sepasang mata pemimpin itu mendelik dan
nafasnya putus seketika. Thio Han Liong memandang mayat-mayat yang
bergelimpangan itu, kemudian menghela nafas panjang sambil
melangkah untuk kembali ke rumah makan.
"Tuan...." Pelayan segera menghampirinya.
"Bukan main...."
Thio Han Liong tersenyum, dan ketika melihat sop sapi nya,
ia terbelalak karena sop sapi itu tampak mengebul.
"Eh" sop sapi ini?"
"Aku ganti yang baru matang." Pelayan memberitahukan.
"Terima kasih," ucap Thio Han Liong, ia mulai bersantap.
Di saat bersamaan, muncul pemilik rumah makan


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendekatinya dengan wajah berseri-seri, lalu duduk di
hadapan Thio Han Liong. "Engkau masih muda, tapi kepandaianmu sungguh bukan
main" ujarnya. "Mulai sekarang, kota ini pasti aman."
"Paman" tanya Thio Han Liong.
"Apakah kota ini sudah bersih dari anggota Hiat Mo Pang?"
"sudah bersih sekali," sahut pemilik rumah makan.
"Kami sebagai penduduk kota ini amat borterimakasih
kepadamu." "oh ya, bagaimana pembesar di kota ini?" tanya Thio Han
Liong mendadak- "Pembesar di kota ini cukup baik dan adil, tapi - tidak bisa
berbuat apa-apa terhadap para anggota Hiat Mo Pang" jawab
pemilik rumah makan memberitahukan.
"Pernah sekali pengawalnya berhasil menangkap salah
seorang anggota Hiat Mo Pang, tapi ketika pembesar itu mau
menjatuhkan hukuman berat kepada anggota Hiat Mo Pang
itu, justru muncul pemimpinnya, dan langsung memukul
pembesar itu sampai muntah darah- Kami dengar, pembesar
itu masih dalam keadaan luka - ."
"Di mana rumah pembesar itu?" ......
"Tak jauh dari sini." Pemilik rumah makan
memberitahukan. "Dari sini menuju ke kiri, kemudian membelok ke kanan.
Kira-kira seratus depa sudah tampak rumah pembesar itu."
"Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong. Ketika ia baru
merogohkan tangannya ke dalam bajunya, pemilik rumah
makan itu berkata. "Tidak usah membayar. Kalau engkau membayar, sama
juga menghinaku." "Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Paman. aku mohon pamit"
"selamatjalan, siauhiap" ucap pemilik rumah makan.
Thio Han Liong tersenyum, lalu meninggalkan rumah
makan itu menuju rumah pembesar kota tersebut. Tak
seberapa lama kemudian, ia sudah tiba di depan rumah
pembesar itu. Tampak beberapa pengawal menjaga di sana.
Begitu melihat Thio Han Liong, salah seorang penjaga segera
menghampirinya sambil memberi hormat.
"siauhiap ingin bertemu siapa?"
"Aku ingin bertemu pembesar kota ini."
"Maaf, siauhiap" Pengawal itu menggeleng-geleng-kan
kepala. "Lie Tayjin dalam keadaan sakit, tidak bisa menemui siapa
pun." "Saudara, aku ke mari justru ingin mengobati Lie Tayjin-"
"oh?" Wajah pengawal itu langsung berseri-
"Kalau begitu, silakan masuk"
"Terima kasih," ucap Thio Han Liong.
"Siauhiap, mari ikut aku ke dalam" Pengawal itu berjalan ke
dalam, dan Thio Han Liong mengikutinya dari belakang.
"Kepandaian siauhiap sungguh tinggi sekali" bisiknya.
"Engkau menyaksikan kejadian tadi?" tanya Thio Han Liong.
"ya." Pengawal itu mengangguk-
"Kebetulan aku pergi membeli obat untuk Lie Taujin-"
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut-
Ketika hampir sampai di depan pintu rumah, mendadak
melesat ke luar sosok bayangan, yang ternyata seorang
pemuda tampan. "Tuan muda siauhiap ini kemari ingin mengobati Lie Taujin"
Pengawal itu memberitahukan.
"Dia pula yang membunuh pemimpin dan para anggota
Hiat Mo Pang itu" "oh?" Pemuda itu menatap Thio Han Liong dengan penuh
perhatian, kemudian memberi hormat seraya berkata,
"Selamat datang, siauhiap"
"Selamat bertemu, saudara" sahut Thio Han Liong.
"Silakan masuk" ucap pemuda itu.
"Terima kasih-" Thio Han Liong berjalan memasuki rumah
itu, sedang kan pengawal telah kembali ke tempat
penjagaannya- "Silakan duduk siauhiap" ucap pemuda itu sambil
tersenyum ramah- "Terima kasih-" Thio Han Liong duduk.
seorang pelayan segera menyuguhkan teh, lalu
mengundurkan diri dari situ, tapi matanya masih sempat
melirik Thio Han Liong dan bibirnya mengembangkan seulas
senyuman. "Silakan minum, siauhiap" ucap pemuda itu.
"Terima kasih-" Thio Han Liong menghirup teh itu.
"siauhiap" Pemuda itu menatapnya.
"Bolehkah aku tahu siapa siauhiap?" tanyanya.
"Namaku Thio Han Liong."
"oooh" Pemuda itu manggut-manggut.
"Kok Thio siauhiap tidak menanyakan namaku?"
"oh ya, nama saudara?"
"Aku bernama Lie yen Huang," sahut pemuda itu sambil
tersenyum lembut dan. menambahkan,
"Putra Lie Tayjin-"
"Aku dengar Lie Taujin terpukul oleh pemimpin cabang Hiat
Mo Pang itu, hingga kini masih belum sembuh- Benar kah itu?"
"Benar." Lie yen Huang menghela nafas panjang.
"Ayahku terluka dalam, tabib biasa tidak mampu
mengobatinya. Namun aku yakin Thio siauhiap mampu
mengobati ayahku." "Kok saudara Lie begitu yakin kepadaku?" tanya Thio Han
Liong sambil tersenyum. "Thio siauhiap berkepandaian tinggi, tentunya juga mahir
ilmu pengobatan. Kalau tidak. Thio siauhiap pasti tidak akan
ke mari," sahut Lie yen Huang dan menambahkan,
"Thio siauhiap sungguh tampan, pasti banyak gadis jatuh
cinta kepada siauhiap."
"saudara Lie pun tampan sekali," ujar Thio Han Liong dan
melanjutkan, "Mudah-mudahan aku bisa menyembuhkan luka dalam
yang diderita ayahmu."
"Thio siauhiap, sebelumnya aku mengucapkan terima kasih-
" "saudara Lie jangan sungkan-sungkan" ucap Thio Han
Liong. "Thio siauhiap, Mari ikut aku ke kamar ayahku" ajak Lie yen
Huang. "Ayahku belum bisa bangun dari tempat tidur."
Thio Han Liong mengangguk, lalu mengikuti Lie yen Huang
menuju kamar pembesar Lie-
Tampak seorang tua berbaring di tempat tidur- Ba-dannya
kurus dan wajahnya tampak pucat kehijau-hijauan.
"Ayah, saudara Thio ini mahir ilmu pengobatan. Dia ke mari
ingin mengobati Ayah-" ujar Lie yen Huang.
"oooh" Pembesar Lie manggut-manggut.
"Terima-kasih."
Thio Han Liong memberi hormat seraya berkata,
"Lie Tayjin, perkenankanlah aku memeriksa Tayjin"
"Silakan" sahut Pembesar Lie.
"Maaf" ucap Thio Han Liong dan mulai memeriksa nadi
pembesar Lie. cukup lama barulah ia berhenti memeriksa nadi
pembesar Lie seraya berkata,
"Ternyata Tayjin terkena pukulan yang mengandung racun,
untung sudah makan semacam obat mujarab, maka jantung
Tayjin terlindung. Kalau tidak. Tayjin pasti sudah meninggal."
"oh?" Pembesar Lie tampak terkejut.
"Tayjin," tanya Thio Han Liong.
"Tabib manakah yang memberikan obat mujarab itu?"
"Bukan tabib, melainkan putra ku sendiri." Pembesar Lie
memberitahukan" "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian
berkata kepada Lie yen Huang.
"saudara Lie, obat itu memang dapat menyembuhkan luka
dalam, namun tidak bisa memunahkan racun, Itu sayang
sekali, yang membuat obat itu harus mencampuri dua macam
bahan obat-obatan, maka obat itu dapat menyembuhkan luka
dalam, dan sekaligus dapat pula memunahkan racun."
"Thio siauhiap, aku mohon petunjuk" ujar Lie yen Huang
sambil memberi hormat. Thio Han Liong tersenyum, lalu memberitahukan mengenai
ke dua macam bahan obat-obatan itu.
"Terima kasih, Thio siauhiap," ucap Lie yen Huang dengan
wajah berseriTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"sekarang aku akan mendesak keluar racun yang bersarang
di dalam tubuh ayahmu dengan Iweekangku- Tolong ambilkan
sebuah baskom" ujar Thio Han Liong.
"ya." Lie yen Huang segera pergi mengambil baskom, tak
lama ia sudah kembali dengan membawa sebuah baskom
tembaga. "Apabila ayahmu mau muntah, cepat sodorkan baskom itu
ke mulut ayahmu" pesan Thio Han Liong, lalu menurunkan
pembesar Lie itu ke lantai, kemudian ia duduk di belakangnya,
sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung pembesar
Lie, lalu mengerahkan Kiu yang sin Kangnya.
Tak seberapa lama kemudian, pembesar Lie tampak sudah
mau muntah- Lie yen Huang cepat-cepat menyodorkan
baskom tembaga itu ke mulutnya.
"uaaakh" Pembesar Lie mulai muntah- "uaaaakh - "
yang dimuntahkannya adalah cairan kehijau-hijauan.
Berselang sesaat barulah ia berhenti muntah- Thio Han Liong
pun berhenti mengerahkan Kiu yang sin Rang. Kini wajah
pembesar Lie sudah tampak kemerah-merahan, la langsung
bangkit berdiri lalu duduk di pinggir tempat tidur.
"Thio siauhiap," ucap pembesar Lie-
"Terima kasih, kini dadaku tidak terasa sakit lagi."
Thio Han Liong tersenyum.
"Tayjin, kini Tayjin sudah sembuh, boleh mulai berjalan."
"Terima kasih, Thio Siauhiap," ucap Lie Yen Huang sambil
memandangnya dengan kagum.
"Aku tak menyangka sama sekali kalau Iweekang Thio
siauhiap begitu tinggi. Pantas pemimpin cabang Hiat Mo Pang
dan para anak buahnya tidak sanggup melawan Thio
siauhiap." "Apa?" Pembesar Lie terkejut.
"Thio siauhiap bertarung dengan mereka?"
"Betul, Ayah-" Lie Yen Huang memberitahukan dengan
wajah berseri-seri- "Ayah, Thio siauhiap telah membunuh mereka semua-"
Pembesar Lie terbelalak- " Kalau begitu, kepandaian Thio siauhiap pasti tinggi sekali-
Nak. engkau harus mohon petunjuk kepada Thio siauhiap-"
"ya. Ayah-" Lie yen Huang manggut-manggut.
Thio Han Liong tersenyum-
"saudara Lie, kepandaianmu cukup tinggi, hanya saja jalan
darah jintokmu belum terbuka, maka sulit bagimu untuk
mencapai Iweekang tinggi."
"Betul, Thio siauhiap-" Lie yen Huang mengangguk.
" guruku tidak mampu membantuku membuka jalan darah
jintok. maka aku tidak berhasil mencapai Iweekang tingkat
tinggi." "saudara Lie, aku bersedia membantumu membuka jalan
darahjintokmu," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Apa?" Lie yen Huang terbelalak-
"Thio siauhiap sanggup melakukan itu?"
Thio Han Liong mengangguk-
"Silakan duduk bersila di lantai sekarang juga aku akan
membantumu membuka jalan darah itu-"
Lie yen Huang kurang percaya, namun ia tetap duduk
bersila di lantai, "saudara Thio, sebelum dan sesudahnya kuucapkan
banyak-banyak Terima kasih."
"Saudara Lie, engkau tidak usah sungkan-sungkan" Thio
Han Liong tersenyum, lalu duduk di belakang Lie yen Huang.
la menempelkan sepasang telapak tangannya ke punggung
pemuda itu, kemudian mengerahkan Kiu yang sin Kang.
seketika juga Lie yen Huang merasakan adanya aliran
hangat menerobos ke dalam tubuhnya melalui sepasang
telapak tangan Thio Han Liong, segeralah ia menghimpun
Iweekangnya untuk menerima aliran hangat kiriman Thio Han
Liong itu. setelah Iweekangnya membaur dengan hawa hangat itu,
mulailah hawa hangat itu menerobos kejalan darah jintoknya.
Kira-kira sepeminum teh kemudian, terbukalah jalan darah
tersebut, otomatis Iweekang Lie yen Huang bertambah tinggi,
karena memperoleh Kiu yang sin Kang.
Thio Han Liong berhenti mengerahkan Kiu yang sin Kang,
lalu bangkit berdiri sambil tersenyum. Lie yen Huang juga
bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan mata
berbinar-binar. "Terima kasih, Thio siauhiap," ucapnya dengan saura
rendah. "saudara Lie," sahut Thio Han Liong.
"Jangan berlaku sungkan-sungkan"
"Ha ha ha" Pembesar Lie tertawa gelak-
"Lebih baik kalian bercakap-cakap di ruang depan."
"ya. Ayah-" Lie yen Huang manggut-manggut.
"Ayah beristirahat saja."
"Jangan khawatir" Pembesar Lie tersenyum.
"Ayah tidak akan mengganggumu yang ingin bercakapcakap
dengan Thio siauhiap?"
"Ayah - ?" sungguh membingungkan, mendadak wajah Lie
yen Huang tampak kemerah-merahan.
"Thio siauhiap, mari kita duduk di ruang depan saja"
"Baik-" Thio Han Liong mengangguk.
Mereka berdua menuju ruang depan, kemudian duduk
berhadapan dan Lie yen Huang terus memandangnya dengan
mata tak berkedipTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Thio siauhiap, aku sungguh kagum kepadamu Bolehkah
aku mohon petunjuk mengenai ilmu silat?"
"saudara Lie- - "
"Thio siauhiap, aku mohon petunjuk" desak Lie yen Huang.
"Kalau Thio siauhiap tidak sudi memberi petunjuk


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadaku, aku - aku akan marah-"
"Baiklah?" Thio Han Liong mengangguk-
"Coba engkau perlihatkan ilmu silat tangan kosong"
" y a-" Lie yen Huang segera berjalan ke tengah-tengah
ruang itu, setelah itu mulailah ia bersilat tangan kosong.
Thio Han Liong menyaksikannya dengan penuh perhatian,
berselang sesaat barulah Lie yen Huang berhenti-
"Thio siauhiap, bagaimana ilmu silatku?" tanyanya.
"Cukup lihay dan dahsyat," jawab Thio Han Liong.
"Tapi banyak kekurangannya."
Lie yen Huang tercengang, sebab gurunya selalu
memujinya, tapi kini Thio Han Liong mencela ilmu silatnya
masih terdapat banyak kekurangan.
"saudara Lie" Thio Han Liong tersenyum.
"Keli-hatannya engkau kurang percaya akan apa yang
kukatakan barusan." "Ya." Lie Yen Huang mengangguk.-
"Begini - -" Thio Han Liong menghampirinya seraya berkata,
"Engkau boleh menyerangku terus-menerus, aku tidak akan
membalas-" Lie Yen Huang mengerutkan kening.
"Baikiah- Hati-hati"
Lie yen Huang mulai menyerang. Thio Han Liong tersenyum
sambil berkelit ke sana ke mari. Lie yen Huang terus
menyerangnya, tapi pukulannya selalu meleset, Itu
membuatnya penasaran sekali, maka ia menyerang dengan
sengit. "saudara Lie," ujar Thio Han Liong.
"Hati-hati, aku akan balas menyerangmu"
Mendadak Thio Han Liong menyerangnya dengan Kiu
ImPek Kut Jiauw. Badannya mencelat ke atas, kemudian
berjungkir balik dan sebelah tangannya menyentuh kepala Lie
yen Huang lalu meloncat turun.
"Haaah - ?" Betapa terkejut Lie yen Huang, karena hanya
satu jurus, Thio Han Liongsudah mengalahkannya.
"Thio siauhiap. - "
"saudara. Lie, kini engkau sudah percaya?" tanya Thio Han
Liong sambil tersenyum. " Aku percaya." Lie yen Huang tertawa kecil.
"sebetulnya bukan ilmu silatku yang terdapat banyak
kekurangan, melainkan Thio siauhiap berkepandaian amat
tinggi, maka gampang sekali mengalahkanku."
"Terus terang," ujar Thio Han Liong dengan sungguhsungguh-
"Ilmu silatmu cukup tinggi, namun engkau memiliki sifat
penasaran, yang akan mengacau konsentrasimu- sungguh
membahayakan dirimu kalau berhadapan dengan lawan
tangguh" " Kalau begitu - " Lie yen Huang memandangnya dengan
penuh harap. "Tentunya Thio siauhiap sudi mengajarku beberapa jurus
ilmu silat tingkat tinggi, ya, kan?"
"saudara Lie, ayahmu seorang pembesar yang baik dan
adil, engkau memang harus memiliki ilmu silat tingkat tinggi
untuk melindungi ayahmu. Baiklah, aku akan mengajarmu
beberapa jurus ilmu silat tingkat tinggi."
"Terima kasih, TTiio siauhiap." Lie yen Huang langsung
memberi hormat. "Terima kasih...."
Di saat bersamaan, muncul pembesar Lie dengan
tersenyum-senyum. la memandang mereka berdua dan
manggut-manggut. "Bagus, bagus" ucapnya sambil duduk.
"Kenapa Ayah tidak beristirahat di dalam kamar?" tanya Lie
yen Huang dengan wajah tidak senang.
"Ayah mengganggu kalian berdua?" Pembesar Lie balik
bertanya sambil tersenyum.
"Tidak, Tayjin" sahut Thio Han Liong.
"Thio siauhiap, engkau jangan memanggilku Tayjin, panggil
saja aku paman" "ya. Tapi Paman juga jangan memanggilku Thio siauhiap,
panggil saja namaku"
"Namamu?" "Aku bernama Han Liong, Paman"
Pembesar Lie manggut-manggut.
"Kalau tidak salah, engkau akan mengajar putriku ilmu silat
tingkat tinggi?" "Paman...." Thio Han Liong terbelalak-
"saudara Lie... adalah anak gadis?"
"ya-" Pembesar Lie mengangguk-
"Karena engkau telah menyembuhkan aku, rasanya tidak
baik kalau aku masih membohongimu."
Thio Han Liong tersenyum.
"saudara Lie, ternyata engkau anak gadis. Aku... aku sama
sekali tidak tahu." "Kini engkau sudah tahu kan?" Mendadak Lie Yen Huang
berlari ke dalam, dan itu membuat Thio Han Liong tertegun.
"Paman, dia... dia marah kepadaku?"
"Ha ha ha" Pembesar Lie tertawa.
"Bagaimana mungkin dia marah kepadamu" Mungkin dia ke
kamar untuk berganti pakaian."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
Tak lama kemudian, Lie Yen Huang sudah kembali dengan
pakaian wanita yang ringkas, Gadis itu memang cantik sekali.
"saudara Lie, tak kusangka engkau begitu cantik," ujar Thio
Han Liong memujinya. "Kenapa engkau masih memanggilku saudara?" sahut Lie
Yen Huang dengan malu-malu.
"Lebih baik panggil aku adik,"
"Adik Yen Huang..." panggil Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong..." sahut Lie Yen Huang dengan kepala
tertunduk- "Ha ha ha" Pembesar Lie tertawa gelak-
"Han Liong, engkau boleh mulai mengajarnya ilmu silat
tingkat tinggi, aku ingin menyaksikannya sekarang."
"Baik-" Thio Han Liong mulai mengajarkan beberapa jurus
ilmu silat tingkat tinggi kepada Lie Yen Huang, dan gadis itu
belajar dengan sungguh-sungguh- la memang cerdas, dalam
waktu singkat ia sudah menguasai ilmu silat itu, maka ia terus
berlatih di situ- Thio Han Liong menyaksikannya dengan penuh perhatian.
Kalau Lie yen Huang melakukan kesalahan, ia langsung
memberi petunjuk kepadanya.
"Adik yen Huang" pesan Thio Han Liong.
"Kalau tidak menghadapi bahaya, janganlah engkau
mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang kuajarkan
kepadamu" "Kenapa?" "Sebab jurus-jurus ilmu silat yang kuajarkan padamu itu
amat lihay dan ganas, setiap jurus pasti mematikan lawan.
Engkau pun harus terus berlatih, karena jurus jurus ilmu silat
itu dapat melindungi dirimu."
"oh?" Lie yen Huang girang bukan main.
"Kakak Han Liong, ilmu silat apa itu?"
"Kiu Im Pek Kut Jiauw."
"Ha h" Apa?" Mulut Lie yen Huang ternganga lebar,
"Itu ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw?"
"ya." Thio Han Liong menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maka engkau tidak boleh sembarangan mengeluarkan ilmu
silat itu-" "Aaaah..." Lie yen Huang menghela nafas panjang.
"Aku tak menyangka akan memiliki Kiu Im Pek Kut Jiauw."
"Adik yen Hung, coba ulangi lagi ilmu silat itu"
"ya." Lie yen Huang mulai berlatih lagi.
Thio Han Liong memperhatikan dengan cermat sekali, dan
kemudian mendadak berseru.
"Adik yen Huang, berhenti dulu"
Lie yen Huang langsung menghentikan gerakannya. Thio
Han Liong mendekatinya, ternyata gerakan tadi terdapat
sedikit kesalahan. "Ketika mencelat ke atas dan berjungkir balik, engkau telah
melakukan sedikit kesalahan, yakni tanganmu agak miring ke
kiri" Thio Han Liong memberitahukan, lalu memainkan jurus
tersebut. Di saat ia jungkir balik, justru tampak sebuah benda
terjatuh di lantai, tring
Benda yang jatuh itu adalah sebuah medali emas- Tanda
perintah Kaisar. Begitu melihat benda itu, pembesar Lie
langsung berlutut. " Hamba memberi hormat kepada yang
Mulia" Lie yen Huang terbengang-bengong, berdiri mematung di
tempat- "Bangunlah Paman" Thio Han Liong cepat-cepat
membangunkan pembesar Lie-
"Terima kasih, yang Mulia," ucap pembesar Lie-
Thio Han Liong memungut medali emas itu, lalu
dimasukkannya ke dalam bajunya-
"Kakak Han Liong" tanya Lie yen Huang.
"Benda apa itu?"
"Anak goblok" sahut pembesar Lie-
"Itu medali emas Tanda Pengenal Kaisar."
"Haaah - ?" Lie yen Huang terperanjat.
"Kalau begitu, aku... aku juga harus berlutut?"
"Tidak usah. Adik yen Huang." sahut Thio Han Liong cepat
sambil tersenyum lembut. "Aku tidak sengaja menjatuhkan medali emas itu."
"Han Liong...." Pembesar Lie menatapnya.
"Aku sama sekali tidak menyangka engkau utusan kaisar."
"Paman...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
" Kakak Han Liong, belum lama ini muncul seorang pemuda
yang sering menghukum pembesar korup dan pembesar yang
berlaku sewenang-wenang adalah engkau?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Kakak Han Liong" Lie yen Huang menghela nafas panjang,
"Ini sungguh di luar dugaan, sebetulnya engkau punya
hubungan apa dengan kaisar, maka engkau diangkat sebagai
wakil atau utusan kaisar?"
"Sesungguhnya aku tidak mau menerima jabatan itu,
namun kaisar terus mendesak membuat aku merasa tidak
enak menolaknya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kaisar dan ayahku adalah kawan baik - "
"Kakak Han Liong, bolehkah aku tahu siapa ayahmu?"
"Ayahku adalah Thio Bu Ki-"
"Haaah - ?" Lie yen Huang dan ayahnya terbelalak-
"Engkau putra Thio Bu Ki?"
"Pantas kaisar mempercayaimu" ujar pembesar Lie.
"Karena kaisar adalah mantan bawahan ayahmu ketika
melawan pasukan.Mongol."
"Tak disangka sama sekali Tak disangka sama sekali..."
gumam Lie yen Huang. "guruku juga mantan anak buah ayahmu, guruku sering
bercerita tentang ayahmu yang amat gagah itu, namun
akhirnya malah dikhianati Cu Goan ciang - ."
"Itu telah berlalu," ujar Thio Han Liong.
"Cu Goan ciang telah menjelaskan kepadaku."
"oooh" Lie yen t-fuav-oi manggut-manggut.
"Paman, kini Paman sudah sehat, maka aku mohon pamit,"
ucap Thio Han Liong. "Han Liong...." Pembesar Lie memandangnya.
"Kakak Han Liong...." Lie yen Huang menghela nafas
panjang. "engkau tidak mau bermalam di sini?"
"Terima kasih. Adik yen Huang" sahut Thio Han Liong.
"Aku harus seoera berangkat ke Pek yun Kok untuk
bertanding dengan Hiat Mo-"
"Kakak Han Liong...." Mata Lie yen Huang mulai basah.
"Kapan kita akan berjumpa lagi?"
"Kalau aku sempat, aku pasti ke mari
mengunjungimu,"jawab Thio Han Liong.
"Paman, Adik yen Huang sampai jumpa"
Mendadak Thio Han Liong melesat pergi. Begitu cepat
laksana kilat sehingga Lie yen Huang tidak sempat
menahannya. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong..."
Namun pemuda itu sudah tidak kelihatan. Maka meledaklah
isak tangis gadis itu dengan air mata berderai-derai,
sedangkan ayahnya cuma menghela nafas panjang.
-ooo00000ooo- Bab 46 Kesedihan yang Memuncak
sementara itu, yo sian Sian juga telah meninggalkan Lam
Hai menuju lembah Pek yun Kok- Kini ia telah menguasai ilmu
Thian sin ci (Ilmu Jari sakti Langit), maka ia langsung menuju
lembah Pek yun Kok mencari Kwee In Loan.
Dalam perjalanan menuju lembah itu, ia pun mendengar
tentang Hiat Mo Pang. Tersentak hatinya, sebab Hiat Mo Pang
telah berdiri dalam rimba persilatan, itu berarti Hiat Mo juga
berada di lembah Pek yun Kok.
yo sian sianpun terkejut sekali, karena tujuh partai besar
telah takluk kepada Hiat Mo Pang, juga mendengar bahwa
Tong Koay dan Pak Hong terpengaruh oleh ilmu sihir Hiat Mo-
Namun ia sama sekali tidak tahu murid kesayangannya pun
berada di lembah Pek yun Kok, bahkan sudah menikah dan
mempunyai anak- Tujuh delapan hari kemudian, yo sian sian sudah tiba di
mulut lembah Pek yun Kok- la tidak langsung memasuki mulut
lembah itu, sebab dia yakin Hiat Mo dan lainnya akan muncul.
Dugaannya memang tidak meleset, tak lama kemudian,
muncullah Hiat Mo, Kwee In Loan, si Mo, Tong Koay dan pak
Hong. "He he he" Kwee In Loan tertawa terkekeh-kekeh-
"Akhirnya engkau ke mari juga mencari aku"
"Betul" yo sian sian manggut-manggut.
"Aku ke mari untuk membuat perhitungan denganmu"
"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa dingin-
"Hari ini engkau pasti mampus di lembah ini"
"oh?" yo sian sian menatap mereka-
"Kalian ingin mengeroyok ku?"
"Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak
"Aku seorang diri sudah cukup membunuhmu, bersiapsiaplah
engkau untuk mampus"
"Hiat Mo" yo sian sian menatapnya tajam.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lebih baik engkau jangan mencampuri urusan pribadi
kami" "Biar bagaimanapun, aku harus turut campur" sahut Hiat
Mo sambil tertawa. "Ha ha ha..." Di saat bersamaan, muncul Ciu La n Hio bersama Kwan Pek
Him. Gadis itu langsung menegur Hiat Mo-
" Kakek Itu urusan perguruan mereka. Kakek tidak boleh
mencampuri urusan itu"
"Lan Nio...." Hiat Mo mengerutkan kening.
"Kakek" Ciu Lan Hio memberitahukan.
"Bibi sian sian adalah guru Tan Giok Cu...."
"Engkau kenal Giok Cu?" tanya yo sian sian cepat.
"ya." Ciu Lan Hio mengangguk.-
"Di mana Giok cu dan Han Liong?" tanya yo sian sian dan
menambahkan, " Cepat katakan"
"Giok Cu...." Ciu Lan Hio melirik Hiat mo-
" Kalian... kalian menangkapnya?" yo sian sian tampak
cemas sekali- " Kalian... kalian...."
"Hiat Locianpwee" tanya Kwee In Loan.
"Belum mau turun tangan membunuh wanita itu?"
"Baik" Hiat Mo mengangguk-
"Aku akan sebera membunuhnya"
" Kalau Kakek berani membunuh Bibi sian sian, aku pun
akan mati di sini" ancam Ciu Lan Hio dengan sungguhsungguh-
"Apa?" Hiat Mo terperanjat.
"Lan Nio...." "Kakek, aku tidak main-main..." ujar ciu Lan Hio.
"Hiat Mo" Mendadak yo sian sian memperlihatkan sebuah
benda, ternyata sebuah tusuk konde pemberian Lam Hai Lo
Ni. "Engkau kenal benda ini?"
Begitu melihat tusuk konde itu, mata Hiat Mo langsung
terbelalak dan tampak terkejut.
"siapa - siapa yang berikan benda itu kepadamu?" tanya
Hiat Mo dengan suara bergemetar.
"Lam Hai Lo Ni"
"siapa Lam Hai Lo Ni?"
"Nenek dari ibuku" sahut yo sian sian.
"Bukankah Hiat Mo hutang satu permintaan?"
"Aaaah - " Hiat Mo menghela nafas panjang.
"Aku pernah bersalah terhadap nenekmu, maka berjanji
akan mengabulkan satu permintaannya. Baiklah, aku menepati
janjiku itu. Apa permintaanmu?"
"Permintaanku yakni Hiat Mo harus segera kembali ke
Kwan Gwa, tidak boleh memasuki Tionggoan lagi" yo sian sian
mengajukan permintaan tersebut.
"Baik," Hiat Mo manggut-manggut, kemudian memandang
ciu Lan Nio seraya bertanya-
"Engkau mau ikut Kakek pulang ke Kwan Gwa?"
"Kakek," sahut Ciu Lan Hio-
"Aku dan kakak Kwan ingin menunggu Kakak Han Liong-"
"Baiklah-" Hiat Mo manggut-manggut-
" Kalau begitu, kakek pulang duluan ke Kwan Gwa."
Hiat Mo melesat pergi, yo sian sian langsung menarik nafas
lega- Kini ia menatap Kwee In Loan dengan dingin sekali, lalu
berkata- "Sekarang saatnya aku membuat perhitungan denganmu"
"Baik" Kwee In Loan mengangguk, kemudian dengan tibatiba
membentak keras sambil menyerangnya
yo sian sian yang sudah bersiap langsung berkelit,
sekaligus balas menyerang. Mereka sama-sama mengeluarkan
ilmu silat perguruan Kouw Bok Pay (Kuburan Tua).
Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him menyaksikan pertarungan
itu dengan penuh perhatian. Tong Koay dan Pak Hong tetap
berdiri mematung di tempat, sedangkan si Mo terus
mengerutkan kening. Mendadak si Mo melesat ke arah yo sian sian, sekaligus
menyerangnya dengan Ha mo Kang.
"Guru - " teriak Kwan Pek Him.
"Jangan mencampuri urusan itu"
Akan tetapi, si Mo sama sekali tidak menggubris seruan
muridnya, la terus menyerang yo sian sian dengan ilmu Ha Mo
Kang. Begitu melihat si Mo turun tangan membantu, Kwee In
Loan mempergencar serangannya.
Karena dikeroyok, maka yo sian sian segera mengeluarkan
ilmu Thian sin ci (Ilmu jari sakti Langit). Betapa terkejutnya
Kwee In Loan menyaksikan ilmu tersebut. Ketika ia baru mau
menyuruh si Mo mundur, justru di saat itu terdengar suara
jeritan yang menyayat hati.
"Aaaakh - " Itu adalah suara jeritan si Mo, yang kemudian
terkapar dengan dada berlubang tertembus oleh ilmu Thian
sin ci. "Guru Guru - " Kwan Pek Him segera mendekatinya,
"Guru - " "Pek Him..." sahut si Mo lemah-
"Engkau... engkau murid baik, guru... guru merasa bangga
sekali... karena engkau tidak berhati kejam seperti gurumu
ini...." "Guru Guru...." Kwan pek Him memeluk si Mo erat-eratTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Guru - " "Muridku... muridku- - " Mendadak sepasang mata si mo
mendelik dan kepala terkulai-
"Guru...." Kwan Pek Him menangis terisak-isak, ternyata si
Mo telah mati- "Kakak Kwan, jangan berduka" Ciu Lan Nio memegang
bahunya. "Nanti kesehatanmu akan terganggu."
Kwan Pek Him mengangguk dan berhenti menangis, lalu
menaruh mayat gurunya ke bawah- sementara pertarungan
itu semakin seru dan dahsyat, ternyata Kwee In Loan juga
mengeluarkan Hiat Mo Kang untuk melawan Thian sin ci-
Blam Terdengar suara benturan. yo sian sian terdorong ke
belakang beberapa langkah, sedangkan Kwee In Loan hanya
dua tiga depa. Betapa terkejutnya Kwee In Loan, maka ia
mengempas semangatnya untuk menghimpun Hiat Mo Kang
hingga ke puncaknya. Justru ia sama sekali tidak tahu, bahwa di belakangnya
terdapat sebuah jurang yang amat dalam. Mendadak ia
memekik keras sambil menyerang yo sian sian, sedangkan yo
sian sian pun sudah mengerahkan Lwee-kangnya hingga ke
puncaknya, la menangkis serangan itu dengan Thian sin ci.
Blaaam Terdengar suara benturan yang amat memekakkan
telinga. yo sian sian terpental beberapa depa, sedangkan Kwee In
Loan belasan depa dan meluncur ke bawah jurang yang
ribuan kaki dalamnya. "Aaaakh - " sayup,sayup masih
terdengar suara jeritannya, yo sian sian kembali berdiri tegak,
namun mulutnya mengeluarkan darah-
"Bibi sian sian...." ciu Lan Nio mendekatinya.
"Bagaimana lukamu?"
"Tidak apa-apa." yo sian sian tersenyum.
"Kok engkau kenal aku?"
"Aku dengar dari Kakak Han Liong." ciu Lan Nio
memberitahukan. "Akupun kenal Tan Giok cu."
"Di mana muridku itu?"
"Dia berada di- - " Di saat Ciu Lan Hio baru mau
memberitahukan, mendadak melayang turun sosok bayangan,
ternyata Thio Han Liong. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong..." seru Ciu Lan Hio
girang. "Kakak Han Liong...."
"Adik Lan Hio" Thio Han uong tersenyum.
"saudara. Han Liong" panggil Kwan Pek Him.
"saudara Kwan, engkau dan Adik Lan Hio sudah saling
mencinta?" tanya Thio Han Liong sambil memandang mereka.
"ya." Kwan Pek Him mengangguk-
"syukurlah" ucap Thio Han Liong, lalu memandang yo sian
sian sambil memberi hormat.
"Bibi sian sian...."
"Han Liong" yo sian sian terbelalak-
"Engkau bertambah besar lho oh ya, di mana Giok Cu?"
"Dia berada di markas Hiat mo Pang." Thio Han Liong
memberitahukan dan bertanya,
"Bibi sian sian berhasil mengalahkan Kwee In Loan?"
"ya." yo sian sian mengangguk-
"Dia terpukul jatuh ke dalam jurang, si Mo pun telah
binasa-" "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian
memandang ciu Lan Hio seraya bertanya,
"Di mana kakekmu?"
"Tadi - tadi kakekku pulang ke Kwan Gwa," jawab Ciu Lan
Hio. "Benarkah?" Thio Han Liong kurang percaya.
"Memang benar," sahut yo sian sian.
"Aku yang menyuruhnya pulang ke Kwan Gwa."
"oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Tahu-kah Bibi sian sian apa yang telah terjadi atas diri
Giok Cu?" "Apa yang telah terjadi atas dirinya?" tanya yo sian sian
cemas. "Dia terkena ilmu sihir Hiat Mo, keadaannya persis seperti
Tong Koay dan Pak hong." Thio Han Liong menunjuk ke dua
jago yang berdiri mematung di tempat.
"Haaah - ?" Betapa terperanjatnya yo sian sian.
"Kalau begitu, hanya Hiat Mo yang dapat
menyembuhkannya?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk-
" Kalau begitu, kita harus segera pergi menyusul" ujar yo
sian sian. "Tidak usah" sahut Thio Han Liong.
"Kemungkinan besar aku dapat menyembuhkannya."
"oh?" yo sian sian tampak tertegun.
"engkau dapat menyembuhkan Giok Cu?"
"Mudah-mudahan" Thio Han Liong mengangguk.
"Kakak Han Liong" ujar ciu Lan Hio terputus-putus.
"Giok cu.dia - ."
"Kenapa dia?" tanya Thio Han Liong dengan wajah
berubah- "Apakah kakekmu telah membunuhnya?"
" Ti - tidak- Tapi- - "
Di saat bersamaan, tampak seorang gadis berjalan santai
menghampiri mereka, gadis itu adalah Tan Giok Cu-
"Giok Cu Giok cu..." seru yo sian sian memanggilnya.
"Giok Cu..." "Bibi sian sian, percuma memanggilnya, sebab dia tidak
kenal kita," ujar Thio Han Liong sambil mengeluarkan lonceng
sakti pemberian Bu Beng sian su.
Di saat bersamaan, tampak pula ouw yang Bun mengikuti
Tan Giok Cu sambil menuntun putrinya bernama ouw yang Hui
siam. Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him memandang, mereka tidak
tahu harus berbuat apa" Di saat itulah terdengar suara
lonceng yang amat merdu dan menggetarkan hati, ternyata
Thio Han Liong sudah mulai membunyikan lonceng saktinya
sambil mengerahkan ilmu Penakluk iblis.
Begitu mendengar suara lonceng sakti itu. Tong Koay, Pak
Hong dan Tan Giok Cu langsung jatuh terdudukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
sedangkan Thio Han Liong terus membunyikan lonceng
saktinya berdasarkan irama yang diajarkan Bu Beng siansu-
Air muka Tong Koay, Pak Hong dan Tan Giok Cu mulai
berubah, dan keringat mereka pun terus mengucur dari
kening, sementara yo sian sian, Ciu Lan Hio, Kwan Pek Him
dan ouw yang Bun memandang mereka dengan hati berdebardebar
tebang. Berselang beberapa saat kemudian, wajah mereka bertiga
mulai berubah pucat pias, tak lama berubah lagi jadi merah
padam- setelah itu, barulah kembali normal seperti biasa-
Di saat itulah mendadak mereka bertiga memuntahkan
cairan yang agak kehijau-hijauan, lalu menarik nafas dalamdalam-
"Aaahhh" Mereka bertiga menengok ke sana ke mari,
seakan baru tersadar dari tidur-Begitu melihat Thio Han Liong,
Tan Giok Cu berseru-seru.
" Kakak tampan Kakak tampan...."
"Adik manis Adik manis..." sahut Thio Han Liong dan
berhenti membunyikan lonceng saktinya, lalu dimasukkan nya
ke dalam bajunya. "Kakak tampan...." Tan Giok Cu mendekap
di dadanya. "Adik manis" Thio Han Liong tersenyum sambil
membelainya. "Akhirnya engkau sembuh juga."
"Sembuh?" Tan Giok Cu tampak tercengang.
"memang nya aku sakit?"
"Akan kujelaskan nanti," jawab Thio Han Liong dan
berbisik, "Engkau belum memberi hormat kepada gurumu lho"
"oh?" Cepat-cepat Tan Giok Cu bersujud di hadapan yo sian
sian. "guru...." "Giok Cu" yo sian sian memandangnya dengan mata basah-
"Syukurlah engkau bisa sadar"
"Guru," tanya Tan Giok Cu.
"Sebetulnya kenapa aku?"
"Adik manis" Thio Han Liong memberitahukan,
"sudah beberapa tahun engkau disihir oleh Hiat Mo,
sehingga pikiranmu di bawah pengaruhnya. Begitu pula Tong
Koay dan Pak Hong. Tadi kubuyarkan ilmu sihir itu dengan
lonceng sakti, maka kalian bertiga tersadar dari sihir itu."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Kakak tampan, mulai sekarang kita tidak akan berpisah
lagi. Aku... aku ingin menjadi isterimu, agar bisa
mendampingimu selama- lamanya. "
"Baik, baik," Thio Han Liong mengangguk,-
"Kakak tampan...." Di saat Tan Giok Cu baru mau
mengatakan sesuatu, mendadak ouw yang Hui siam yang


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berusia hampir empat tahun itu berlari-lari mendekatinya
seraya berseru-seru- "Ibu Ibu Ibu...." Gadis kecil itu memeluk Tan Giok Cu eraterat.
(Bersambung keBagian 24) Jilid 24 "Eh?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Anak siapa ini kok memanggilku ibu?"
"Dia anak kita," sahut ouw Yang Bun.
"Namanya.... ouw Yang Hut Siam, berusia hampir empat
tahun." "Anak kita?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Apa maksudmu?"
"Giok Cu" ouw Yang Bun memberitahukan.
"Kita berdua adalah suami isteri, ouw Yang Hut Siam
adalah putri kiYa." "Omong kosong Itu omong kosong" bentak Tan Giok Cu.
"Dia bukan anakku dan klta bukan suami isteri"
"Giok Cu, aku tidak bohong," ujar ouw Yang Bun.
"Kalau engkau tidak percaya, tanyalah kepada Kwan Pek
Him dan ciu Lan Nio."
Tan Giok Cu tidak bertanya kepada mereka, hanya
menatap mereka dengan kening berkerut-kerut. Sementara
wajah Thio Han Liong tampak pucat sekali. Lamemandang Ciu
Lan Nio seraya bertanya. "Adik Lan Nio, apa yang telah terjadi atas diri Giok Cu?"
"Itu... itu...." Ciu Lan Nio menundukkan kepala.
"Aku...." "Adik Lan Nio," desak Thio Han Liong.
"Katakanlah" "Kakak Han Liong, itu...." Ciu Lan Nio tampak sulit
memberitahukan, kemudian malah terisak-isak.
"Adik Lan Nio" bentak Thio Han Liong.
"cepat ceritakan apa yang telah terjadi atas diri Giok Cu.
Be-narkah ouw Yang Bun adalah suaminya dan gadis kecil itu
anak mereka?" "Saudara Han Liong," sahut Kwan Pek sambil menggelenggelengkan
kepala. "Beberapa tahun lalu, ketika aku dan Lan Nio pergi
menyampaikan surat kepada para ketua, di saat itu Hiat Mo,
Kwee In Loan dan guruku menikahkan Giok Cu dengan ouw
Yang Bun...." "Haaah...?" Wajah Thio Han uong pucat pias.
"Mereka menikahkan Giok Cu yang sedang dalam keadaan
terpengaruh oleh ilmu sihir?"
"Ya." Kwan Pek Him mengangguk dan menambahkan,
"Kata Hiat Mo, selamanya Giok Cu tidak akan normal, maka
Giok Cu harus punya keturunan...."
"Jadi.... Giok Cu dinikahkan dengan ouw Yang Bun?" tanya
Thio Han Liong dengan suara bergemetar.
"Ya." Kwan Pek Him mengangguk.
"Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
sementara Tan Giok Cu berdiri mematung di tempat,
sekujur badannya terus menggigil seperti kedinginan,
kemudian bergumam. "Aku sudah punya suami dan anak" Aku sudah punya
suami dan anak" Tidak mungkin Tidak mungkin Kakak
tampan, itu tidak mungkin"
"Ibu Ibu...." Mendadak ouw Yang Hut siam memanggil
sambil menangis. "Ibu Ibu...." "Pergi" bentak Tan Giok Cu.
"Engkau bukan anak- ku Cepat pergi"
"Ibu Ibu...." Air mata ouw Yang Hut siam meleleh.
"Ibu...." "Giok Cu," ujar ouw Yang Bun lembut.
"Dia putri kita...."
"Diam" bentak Tan Giok Cu.
" Engkau bukan suamiku, aku bukan isteri mu gadis kecil
itu bukan anakku" "Giok Cu...." Wajah ouw Yang Bun tampak murung sekali.
"ouw Yang Bun, aku tahu engkau mencinta Giok Cu.
Tapi...." Thio Han Liong memandangnya dengan mata
membara. "Kenapa engkau melakukan itu" Kena-pa?"
"saudara Thio," sahut ouw Yang Bun.
"Aku mencinta Giok Cu melebihi cintamu kepadanya. Walau
dia dalam keadaan terpengaruh oleh ilmu sihir Hiat Mo, aku
tetap bersedia memperisterinya. Aku menikah dengan dia
secara resmi, lagipula dalam kurun waktu beberapa tahun ini,
aku selalu mendampinginya. Dia tidak bisa urus anak, aku
yang mengurusnya...."
"Diam" bentak Thio Han Liong.
"Baik, kalian sudahjudi suami isteri dan sudah punya anak
pula, maka aku harus meninggalkan kalian"
" Kakak tampan, jangan tinggalkan aku" Tan Giok Cu
memeluknya erat-erat. "Aku hanya mencinta imu. ... "
"Adik manis.." Thio Han Liong membelainya.
"Engkau sudah punya suami dan anak. maka kita...."
"Tidak Tidak" Tan ,Giok Cu menangis dengan air mata
berderai-derai. "Aku hanya mencintaimu seorang, aku...."
"Adik manis, kini engkau sudah punya suami dan anak...."
"Kakak tampan, itu bukan atas kemauanku. Aku... aku tidak
punya suami dan aku pun tidak merasa pernah melahirkan
anak." "Ibu Ibu..." panggil ouw Yang Hut siam terisak-isak.
"Ibu...." "Pergi Pergi Engkau bukan anakku Cepat pergiii" bentak
Tan Giok Cu. Tan Giok Cu tidak menyayangi putrinya itu memang harus
dimaklumi, karena ketika melahirkan, ia tetap dalam keadaan
tak sadar terpengaruh oleh ilmu sihir tersebut. Maka, ia sama
sekali tidak merasa pemah melahirkan.
"Ibu Ibu...." Air mata ouw Yang Hut siam bercucuran.
"Kenapa Ibu tidak mau Hut siam lagi" Ibu...."
"Giok Cu" ouw Yang Bun menghela nafas panjang.
"Hut siam adalah putri kita, engkau yang melahirkan nya."
"omong kosong" bentak Tan Giok Cu, yang kemudian
memandang Thio Han Liong seraya berkata,
"Kakak tampan, mereka jahat sekali, ingin memisahkan
kita. Mari kita pergi"
"Adik manis...." sesungguhnya Thio Han Liong ingin
memberitahukan tentang kematian ke dua orang tua Tan Giok
Cu, namun dalam keadaan begitu ia tidak berani
memberitahukan. "Kakak tampan, ayohlah Mari kita pergi" desak Tan Giok
Cu. "Kita mencari tempat yang sepi untuk hidup di sana."
"Adik manis" Thio Han Liong memandangnya, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini engkau sudah punya suami dan anak...."
sementara Yo sian sian, Tong Koay, Pak Hong, Kwan Pek
Him dan ciu Lan Nio cuma berdiri mematung di tempat,
mereka sama sekali tidak tahu harus berbuat apa.
"Kakak tampan...." Mendadak wajah Tan Giok Cu berubah
pucat sekali, lalu terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah. "Engkau... engkau tidak mau aku lagi?"
"Adik manis, bukan aku tidak mau engkau, melainkan
engkau sudah punya suami dan anak."
"Itu tidak sah Itu tidak sah" teriak Tan Giok cu.
"Aku tidak punya suami dan anak"
"Adik manis...."
"Baik-baik" Tiba-tiba Tan ,Giok Cu tertawa ter- kekehkekeh.
"He he he Kakak tampan, kini engkau sudah tidak mau aku
Baik Baik,..." sekonyong-konyong Tan Giok Cu mengayunkan tangannya
ke ubun-ubunnya sendiri, dan itu membuat Yo sian sian dan
Thio Han Liong berteriak kaget.
"Giok Cu Jangan..."
"Adik manis...."
Akan tetapi, telapak tangan Tan Giok Cu telah menghantam
ubun-ubunnya sendiri mengeluarkan suara yang mengerikan.
Plaaaak seketika juga Tan Giok Cu terkulai, kepalanya telah pecah
dan otaknya berhamburan. "Adik manis..." teriak Thio Han Liong sambil melesat ke
arahnya. "Adik manis...."
" Kakak tampan...." Tan Giok Cu memandangnya sambil
tersenyum. "Peluklah aku..."
Thio Han Liong segera memeluknya erat-erat, kemudian
membelainya dengan tangan bergemetaran.
"Adik manis, kenapa engkau...."
"Kakak tampan... aku... aku...." Mendadak sepasang mata
Tan Giok Cu mendelik, lalu kepala terkulai dan nafasnya putus
seketika. "Adik manis Adik manis..." jerit Thio Han Liong dengan air
mata berderai-derai. "Adik manis...."
"Ibu Ibu...." ouw Yang Hut siam juga menjerit sambil
menangis meraung-raung. "Ibu Ibu...." "Giok Cu muridku...." Yo sian sian berdiri di tempat dengan
wajah pucat sekali. ouw Yang Bun terbelalak seakan tidak percaya apa yang
telah terjadi itu. Ciu Lan Nio menangis sedih, Kwan Pek Him
tak henti-hentinya menghela nafas panjang, sedangkan Tong
Koay dan Pak Hong terus saling memandang.
"Adik manis..,." Thio Han Liong memeluk mayat Tan Giok
Cu erat-erat. "Kenapa engkau bunuh diri" Kenapa engkau tinggalkan
aku...." "Kakak Han Liong...." ciu Lan Nio mendekatinya. gadis itu
ingin menghibur Thio Han Liong, namun Thio Han Liong justru
membentaknya. "Pergi Jangan dekati aku Kakekmu... kakekmu...."
Tiba-tiba Thio Han Liong memekik keras, lalu melesat pergi
sambil membopong mayat Tan Giok Cu.
"Kakak Han Liong" teriak Ciu Lan Nio.
"Han Liong" seru Yo sian sian.
"saudara Han Liong" teriak Kwan Pek Him.
"Engkau mau ke mana?"
Akan tetapi, Thio Han Liong sudah tidak kelihatan. Ketika
itu kalutlah mereka yang berada di sana.
"Ibu Ibu...." ouw Yang Hut siam masih terus menangis. Di
saat bersamaan sekonyong-konyong ouw Yang Bun memukul
dadanya sendiri sambil berteriak-teriak.
"Aku yang bersalah Aku harus mampus Aku yang
bersalah...." Tong Koay segera mendekatinya, lalu menamparnya seraya
membentak gusar. "Kalau engkau mampus, bagaimana yang kecil ini"
Bukankah dia putrimu" Engkau harus mengurusinya "
"Guru Guru...." ouw Yang Bun bersujud di hadapan Tong
Koay. "Guru...." "sudahlah" Tong Koay menghela nafas panjang.
"urusan sudah jadi begini macam" Percuma engkau
menyesal. Yang penting engkau harus mengurusi putrimu ini
jangan menelantarkannya "Ya ,Guru." ouw Yang Bun men
angguk. "Celaka Celaka...." Ciu Lan Nio berjalan mondar-mandir.
"Kita harus bagaimana" Kakak Hian Liong pergi ke mana?"
"Kesedihan Han Liong telah memuncak. kita tidak bisa
menghiburnya," ujar Yo sian sian dengan air mata berderaiderai.
"Nona Lan Nio, aku masih kurang jelas tentang itu.
Tuturkanlah sekali lagi"
"Bibi sian sian" ciu Lan Nio menutur tentang semua itu dan
menambahkan. "Justru tak disangka Kakak Han Liong dapat
menyembuhkan." "Aaaaah..." Yo sian sian menghela nafas panjang.
"Itu... itu sudah merupakan nasib Giok Cu. Kalau ke dua
orangtuanya tahu...."
"Giok Cu sudah mati bunuh diri, kini Kakak Han
Liong....",ciu Lan Nio terisak-isak.
"Aku khawatir dia...."
"Aaaah..." Yo Sian Sian menghela nafas panjang lagi.
"Kita semua tidak dapat menghiburnya . "
Pak Hong menghampiri Yo sian sian, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Aku masih seperti dalam mimpi, dan tidak mengerti apa
yang terjadi ini. Aku dan Tong Koay diselamatkan Han Liong,
tapi dia...." "semua itu gara-gara Hiat Mo," sela Tong Koay.
"sebab dia yang menyihir Giok Cu, kemudian menikahkannya
dengan muridku...." " Kakekku bersalah karena menyihir Giok Cu, tapi yang mau
menikah dengan Giok Cu adalah muridmu yang tak tahu diri
itu. Dia yang menimbulkan kejadian tragis ini," sahut Ciu Lan
Nio. "sudah tahu Giok Cu dan Kakak Han Liong saling mencinta,
namun masih mau kawin dengan Giok Cu."
"Nona Lan Nio" ucapan itu amat menyinggung perasaan
Tong Koay. "Kalau bukan dikarenakan gadis kecil itu, aku pasti sudah
membunuh muridku itu."
"sudahlah, Tong Koay," ujar Pak Hong.
"sudah terjadi, mau menyalahkan apa dan siapa?"
" Aaaah..." Mendadak Tong Koay membentak.
"ouw Yang Bun, bawa putrimu dan ikut guru pergi"
"Ya, Guru" ouw YangBun mengangguk sambil menarik
tangan putrinya. "Nak. mari ikut ayah"
"Hut siam mau ibu Hut siam mau ibu...." gadis kecil itu
mulai menangis lagi. "Ibu...."

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Cepat gendong dia" bentak Tong Koay, lalu melesat pergi.
ouw Yang Bun segera menggendong putrinya, setelah itu ia
pun melesat pergi sambil menggendong putrinya.
"Baiklah." Pak Hong manggut-manggut.
" Aku pun mau pergi. Kini rimba persilatan sudah aman,
Kwee In Loan jatuh kejurang, si Mo pun telah binasa. sampai
jumpa" Pak Hong melesat pergi. Kini di sana hanya tinggal Yo sian
sian, ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him .
"Bibi sian sian," tanya Ciu Lan Nio.
"sebetulnya Kakak Han Liong pergi ke mana?"
"Dia membopong mayat Giok Cu, dia...." Yo sian sian
teringat sesuatu. "Aku yakin dia pasti ke desa Hok An tempat tinggal
orangtua Giok Cu." "Kalau begitu, mari kita susul ke desa Hok An itu" Ajak Ciu
Lan Nio. "Tapi...." Yo sian sian mengerutkan kening.
"Kita ke sana juga percuma, sebab tidak bisa
menghiburnya. Aaaah siapa yang bisa menghiburnya agar dia
tidak menempuh jalan pendek?"
"Aku ingat," ujar ciu Lan Nio tak tertahan.
"Ada seorang yang mungkin bisa menghiburnya."
"siapa orang itu?" tanya Yo sian sian dan Kwan Pek Him
serentak. "An Lok Kong cu." Ciu Lan Nio memberitahukan.
"Mungkin dia bisa menghibur Kakak Han Liong."
"siapa An Lok Kong cu?" tanya Yo sian sian heran.
"An Lok Kong cu adalah putri kaisar." Ciu Lan Nio
menjelaskan. "Dia pernah bersama Kakak Han Liong."
Ciu Lan Nio menutur tentang itu berdasarkan apa yang
didengarnya dari Thio Han Liong. Yo sian sian manggutmanggut
mendengarnya. "Tapi belum tentu An Lok Kong cu bisa menghiburnya."
"Mungkin bisa," sahut Ciu Lan Nio.
"Karena Kakak Han Liong pernah bilang kepadaku, dia juga
mencintai An Lok Kong cu, tapi tidak akan memperisterinya,
sebab dia harus menikah dengan Giok Cu. oleh karena itu,
kemungkinan besar An Lok Kong cu bisa menghiburnya."
"Kalau begitu..," ujar Yo sian sian setelah berpikir sejenak.
"Aku akan segera berangkat ke desa Hok An, kalian berdua
harus membubarkan Hiat Mo Pang, lalu berangkat ke Kota
raja menemui An Lok Kong cu"
"Ya, Bibi sian sian." ciu Lan Nio mengangguk.
"Baiklah." Yo sian sian memandang mereka.
"Aku berangkat duluan."
Yo sian sian melesat pergi, sedangkan ciu Lan Nio dan
Kwan Pek Him segera membubarkan Hiat Mo Pang. setelah
itu, barulah mereka berangkat ke Kotaraja.
Apa yang terjadi di lembah Pek Yun Kok telah tersirat di
dalam rimba persilatan. Mengenai bubarnya Hiat Mo Pang,
tentunya sangat menggembirakan tujuh partai besar dalam
rimba persilatan. Tapi rimba persilatanjuga berduka cita atas
kematian Tan Giok Cu, sekaligus mencemaskan Thio Han
Liong. Bab 47 Banjir Air Mata Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio telah tiba di Kotaraja.
Mereka berdua langsung menuju istana. Para pengawal
menjaga di pintu istana, namun tanpa permisi lagi Ciu Lan Nio
menerobos ke dalam. "Hei" bentak para pengawal.
"Tidak boleh masuk"
"Maaf, maaf" ucap Ciu Lan Nio sambil menghentikan
langkahnya. "Aku lupa bahwa ini ke istana. Maaf...."
"Mau apa Nona ke mari?" tanya salah seorang pengawal,
ternyata Yo Wie Heng. "Kami mau bertemu An Lok Keng cu," sahut Ciu Lan Nio.
" Kalian teman An Lok Kong cu?" tanya Yo Wie Heng sambil
memandang mereka dengan tajam.
"Kami tidak kenal An Lok Kong cu, namun kami boleh
dikatakan temannya," sahut Ciu Lan Nio.
" Kalian tidak kenal An Lok Kong Cu , tapi boleh dikatakan
temannya." gumam Yo Wie Heng sambil meng-garuk-ggruk
kemala. ucapan gadis itu amat membingungkannya.
"Tuan" Kwan Pek Him segera menjelaskan.
"Kami berdua teman baik Han Liong, ada urusan penting
yang harus kami sampaikan kepada An Lok Kong cu. Harap
Tuan memperbolehkan kami menemui An Lok Kong cu"
"Maaf, maaf" Yo Wie Heng tersenyum.
"Ternyata kalian berdua adalah teman Han Liong, mari ikut
aku ke dalam" "Terima kasih," ucap Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him sambil
mengikut Ho Wie Heng ke dalam.
Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah sampai di
pekarangan istana An Lok. Yo Wie Heng berhenti seraya
berkata. "Kalian tunggu dulu di sini, aku akan ke dalam melapor"
"Ya." Kwan Pek Him dan Cu Lan Nio mengangguk.
Yo Wie Heng melangkah ke dalam istana itu, sedangkan
Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio menengok ke sana ke mari
dengan mata terbelalak. "sungguh indah istana ini" ujar ciu Lan Nio kagum.
"Rasanya aku ingin tinggal di sini beberapa hari."
"oh, ya?" Kwan Pek Him tersenyum.
"Engkau ingin tinggal disini beberapa hari?"
"Kakak Kwan" ciu Lan Nio menatapnya.
"Aku hanya bergurau. Bagaimana mungkin aku tinggal di
sini beberapa hari?"
Di saat bersamaan, tampak Yo Wie Heng berjalan ke luar
bersama seorang gadis yang amat cantik, dia adalah An Lok
Kong cu. "Kong cu" Yo Wie Heng memberitahukan.
"Itu mereka." "Baik," An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Engkau boleh pergi sekarang."
"Ya, Kong cu." Yo Wie Heng memberi hormat, lalu
meninggalkan tempat itu. An Lok Kong cu menghampiri mereka, sedangkan ciu Lan
Nio terus menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Engkau An Lok Kong cu?" tanyanya.
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Kalian berdua teman Han Liong?"
"Betul," Ciu Lan Nio manggut-manggut.
"Kong cu, engkau memang cantik sekali. pantas Kakak Han
Liong mencintaimu." "siapa bilang dia mencintaiku?" tanya An Lok Kong cu
dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Kakak Han Liong yang bilang kepadaku."
"oh ya" Hati An Lok Kong cu langsung berbunga-bunga.
" Kalian berdua ke mari ingin menyampaikan sesuatu
mengenai dirinya?" "Ya." Ciu Lan Nio mengangguk.
"Dia... dia...."
" Kenapa dia?" Wajah An Lok Kong cu langsung berubah.
"Apa yang telah terjadi atas dirinya?"
"Kong cu," Ciu Lan Nio mulai terisak-isak.
"Kakak Han Liong...."
"Kenapa dia?" An Lok Kong cu cemas sekali.
" Cepat katakan"
"Celaka, Kong cu," sahut Ciu Lan Nio.
"Dia... meninggal."
"Apa?" An Lok Kong cu nyaris pingsan seketika.
" Kakak Han Liong meninggal" Dia... meninggal?"
"Kong cu," Kwan Pek Him memberi hormat.
" Ke- kasihnya yang meninggal, bukan Han Liong, harap
Kong cu tenang" "ooooh" An Lok Kong cu menarik napas lega.
"Maksud kalian Tan ,Giok Cu meninggal?"
"Ya." Kwan Pek Him mengangguk. lalu menutur tentang
kejadian yang menimpa Tan Giok Cu.
"Han Liong tampak sedih sekali, dia... dia pergi
membopong mayat Giok Cu."
"Haaah...?" Wajah An Lok Kong Cu pucat pias.
"Kakak Han Liong....^
"Kami tidak bisa menghiburnya. Kata guru Giok Cu,
kemungkinan besar Kakak Han Liong pergi ke desa Hok An."
"Mau apa dia membopong mayat Giok Cu ke desa Hok An?"
tanya An Lok Kong cu. "Ke tempat tinggal orangtua Giok Cu." Ciu Lan Nio
memberitahukan. "orangtua Giok Cu tinggal di desa itu"
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Bagaimana keadaan Kakak Han Liong?" tanyanya.
"Dia... dia...." Ciu Lan Nio terisak-isak lagi.
"Aku khawatir... dia akan bunuh diri juga."
"Haaah...?" Mata An Lok Kong cu mulai basah.
"Dia... dia...."
"Guru Giok Cu bilang, kemungkinan besar Kakak Han Liong
ke desa Hok An. Kami ingin menyusul ke sana, namun guru
Giok Cu bilang percuma" ujar ciu Lan Nio.
" Karena kami tidak bisa menghiburnya. Di saat itulah
mendadak aku teringat kepada Kong cu..."
"Engkau kok teringat kepadaku?"
"sebab Kakak Han Liong pernah memberitahukan
kepadaku, bahwa dia juga mencintai Kong Cu. Karena itu, aku
pun teringat kepada Kong cu. Hanya Kong cu yang bisa
menghibur Kakak Han Liong, itu agar dia tidak turut bunuh
diri" "Baik," An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Aku akan sebera menyusul ke desa Hok An."
"Kong Cu, biar bagaimanapun Kong cu harus
menghiburnya. Kalau dia juga turut bunuh diri, akupun merasa
berdosa terhadapnya," ujar ciu Lan Nio.
"Timbulnya kejadian tragis itu dikarenakan ulah kakekku,
aku...." "Nona" An Lok Kong cu menepuk bahunya.
"Eng-kau berhati bajik, tidak seperti kakekmu itu."
"Aah..." Ciu Lan Nio menghela nafas panjang.
"Kong Cu, cepatlah berangkat ke desa Hok An"
"Baik," An Lok Kong cu menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
" Kalian mau ikut aku ke sana?"
"Tidak." Ciu Lan Nio menggelengkan kepala.
" Kalau melihat aku, Kakak Han Liong pasti fngatpada
kakekku, tentunya akan membuatnya marah besar. Aku dan
Kakak Kwan akan berangkat ke Kwan Gwa."
"Kalau begitu, aku harus segera menemui ayahku," ujar An
Lok Kong cu. "Kalian tunggu di sini sebentar"
"Kong Cu, kami mau mohon pamit saja," sahut Ciu Lan Nio
dan menambahkan, "Tolong hibur Kakak Han Liong"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Kong cu," ucap Ciu Lan Nio.
"Kami mohon diri"
"Selamat jalan" sahut An Lok Kong cu.
setelah Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio pergi, An Lok Kong
cu bergegas-gegas pergi menemui Cu Goan ciang.
Kebetulan kaisar itu sedang duduk santai di ruang istirahat
sambil menikmati teh. Ketika melihat An Lok Kong cu
memasuki ruang itu dengan wajah pucat pias, ia terkejut.
"Ay Ceng, kenapa engkau?"
"Ayahanda, Ananda harus segera berangkat ke desa Hok
An." An Lok Kong cu memberitahukan.
"Lho?" Cu Goan ciang heran.
" Kenapa?" " Kakak Han Liong..." tutur An Lok Kong cu tentang itu.
"Ananda harus ke sana untuk menghiburnya."
Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Baiklah. Kapan engkau akan, berangkat?"
"sekarang," sahut An Lok Kong cu dan menambahkan,
"Ananda akan menyamar sebagai pemuda, jadi tidak akan
menarik perhatian orang."
"Baik," Cu Goan ciang menatapnya.
"Engkau harus membujuknya pulang ke pulau Hong Hoang
To, setelah itu undang ke dua orangtuanya ke mari"
"oh?" An Lok Kong cu terbelalak.
"Itu...." Cu Goan ciang tersenyum. "Ayah ingin minta maaf kepada ke dua orangtuanya. Itu
ada baiknya juga bagi diriku. Engkau mengerti?"
"Mengerti. Tapi... kalau ke dua orangtuanya tidak mau ke
mari?" "Yah, mau bilang apa" Engkau saja mewakili ayah minta
maaf kepada mereka. Namun ayah yakin mereka pasti mau ke
mari, sebab Thio Bu Ki berjiwa besar."
"ooo" "Nak" Cu Goan ciang menatapnya seraya bertanya.
"Engkau sungguh-sungguh juga mencintai Han Liong?"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Han Liong memang anak baik, jujur dan gagah," ujar cu
Goan ciang. "Terus terang, ayah amat membutuhkan tenaganya."
"oh?" "Ayah memberikannya Tanda Perintah itu, dia pun
melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak pernah
menyalahgunakan Tanda Perintah itu Ayah sungguh gembira
sekali" " Kalau dia mencintai Ananda, bolehkah Ananda menikah
dengan dia?" "Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak.
"Pertanyaan yang bodoh. Ayah justru berharap engkau
menikah dengan dia. Itu akan memperbaiki hubungan ayah
dengan orangtuanya."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Nak" Cu Goan ,Yang menatapnya.
"Han Liong juga mencintaimu?"
"Sebelumnya Ananda tidak tahu, namun kini sudah tahu,"


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab An Lok Kong cu. "Dia memang mencintai Ananda juga."
"Syukurlah kalau begitu Nan, engkau boleh berangkat
sekarang," ujar cu Goan ciang sambil tersenyum.
"Terima kasih, Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sekaligus
memberi hormat. "Terima kasih...."
sementara itu, Yo sian Sian telah tiba di rumah Tan Ek seng
di desa Hok An. Ah Hiang menyambut kedatangannya dengan
linangan air mata. "Ah Hiang, Han Liong berada di sini?"
Ah Hiang mengangguk sambil menangis sedih, kemudian
berkata dengan air mata berderai-derai.
"Belum lama ke dua orangtua Giok Cu meninggal, kini Giok
Cupun sudah tiada...."
"Apa?" Yo sian sian terbelalak.
" Ke dua orangtua Giok Cu sudah meninggal?"
"Ya." Ah Hiang mengangguk.
"Para anggota Hiat Mo yang membunuh mereka. Han Liong
pernah ke mari, aku sudah memberitahukan kepadanya."
"Aaaah.. " To sian sian menangis terisak-isak.
"Tak disangka jadi begini sungguh kasihan nasib mereka"
"Kini aku khawatirkan Han Liong," ujar Ah Hiang
memberitahukan. "setelah menguburka mayat Giok Cu di sisi makam ke dua
orangtua Giok Cu, Han Liong terus berlutut di situ siang
malam tanpa makan dan minum...."
" Haaah?" Yo sian sian terkejut bukan main.
"Dia di mana sekarang?"
"Di pekarangan belakang, "jawab Ah Hiang.
Yo sian sian langsung ke pekarangan belakang. Dilihatnya
Thio Han Liong berlutut di hadapan makam baru itu.
"Han Liong..." panggil Yo sian sian sambil menghampirinya.
"Bibi sian sian" sahut Thio Han Liong tanpa menoleh.
"Ini makam Adik Giok Cu, yang di sebelah adalah makam
ke dua orangtuanya."
"Aku sudah tahu." Yo sian sian memegang bahunya.
"Han Liong, engkau jangan terlampa duka dan menyiksa
diri, jagalah kesehatanmu baik-baik"
"Bibi sian sian," ujar Thio Han Liong dengan air mata
berlinang-linang. "Adik Giok Cu merupakan segala-galanya bagiku. Kini dia
sudah tiada, berarti aku telah kehilangan segala-galanya."
"Han Liong...." Yo Sian Sian terisak-isak.
"Aku tahu betapa besarnya cintamu kepadanya, dia pasti
tenang di alam baka. Namun dia pasti marah melihatmu terus
menyiksa diri sendiri"
Thio Han Liong tersenyum getir, kemudian meng- gelenggelengkan
kepala. "Aku pun sudah tiada gairah hidup, aku... aku ingin
menyusulnya...." "Han Liong" bentak Yo sian sian.
"Apakah engkau sudah lupa kepada ke dua orangtua mu"
Engkau ingin menjadi anak yang tak berbakti?"
"Bibi sian sian...."
"Han Liong, engkau harus makan sedikit Jangan
membiarkan perutmu lapar"
"Aku tidak mau makan, perutku tidak lapar...."
"Han Liong...." Yo sian sian tampak cemas sekali. la tidak
tahu harus bagaimana menghiburnya. Kalau Thio Han Liong
terus begini, hawa murninya pasti akan buyar, itu amat
membahayakan dirinya. oleh karena itu, Yo sian sian berharap
An Lok Kong cu tiba selekasnya.
Thio Han Liong terus berlutut di depan makam Tan Giok Cu
tanpa makan dan minum. Air matanya tak henti-hentinya
mengalir, dan itu sungguh mencemaskan-Yo sian sian yang
berdiri di sisinya. sudah tiga harHo sian sian di situ, namun
sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
Yo sian sian menghela nafas panjang, kemudian
memandangnya. Pucatlah wajah wanita itu, ternyata kini yang
keluar dari mata Han Liong bukan air mata lagi, melainkan
darah. "Haaah...?" Betapa terkejutnya Yo sian sian. la segera
menotok beberapa jalan darah di tubuh Thio Han Liong, lalu
mengerahkan Lweekangnya, sekaligus di salurkan ke dalam
tubuh Thio Han Liong. Di saat bersamaan, muncullah An Lok Kong cu mendekati
mereka. Begitu melihat dari mata Thio Han Liong mengalir
darah, pucatlah wajahnya.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu mulai menangis.
"oooh" Yo sian sian menarik nafas lega, dan berhenti
menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh Thio Han Liong.
"Bibi," tanya An Lok Kong cu.
"Bagaimana keadaan Kakak Han Liong?"
"Kalau aku terlambat menyalurkan Lweekangku ke dalam
tubuhnya, dia pasti lumpuh seumur hidup," sahut Yo sian sian
sambil menatapnya. "Engkau pasti An Lok Kong cu. Ya, kan?"
"Ya, Bibi." An Lok Kong cu mengangguk.
" Kenapa Kakak Han Liong belum sadar?"
"Aku sengaja menotok jalan darahnya agar dia pingsan,"
jawab Yo sian sian sambil menghela nafas panjang.
"Kini engkau sudah datang, maka engkau harus berusaha
menghiburnya." "sudah sekian hari dia tidak makan dan minum, maka
engkau pun harus membujuknya agar mau makan."
An Lok Kong cu mengangguk sambil memandang Thio Han
Liong yang dalam keadaan pingsan itu.
"Bibi, kapan dia sadar?"
"Sebentar lagi dia akan sadar. engkau harus menjaganya
baik-baik," ujar Yo Sian sian.
"Aku mau pergi."
"Bibi mau pergi ke mana?"
" Kembali ke Lam Hai," sahut Yo sian sian sekaligus melesat
pergi. Terdengar pula suara seruannya sayup,sayup,
"Kong Cu, jaga dia baik-baik,..."
setelah Yo sian sian pergi, An Lok Kong cu segera duduk di
sisi Thio Han Liong yang telentang itu. Lamemandang Thio
Han Liong dengan air mata bercucuran, lalu membelainya
perlahan-lahan. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong...."
Berselang beberapa saat kemudian, sepasang mata Thio
Han Liong terbuka perlahan-lahan.
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong..." panggil An Lok Kong
cu girang. "Kakak Han Liong...."
"Adik An Lok..." sahut Thio Han Liong sambil bangkit
duduk. "Engkau kok berada di sini?"
"Aku ke mari menengokmu" sahut An Lok Kong cu sambil
mengusap-usap wajahnya. " Kakak Han Liong, engkau harus...."
"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan sambil
terisak-isak. "Giok Cu sudah tiada, itu makam nya."
"Aku sudah tahu, maka aku ke mari." An Lok Kong cu
membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Kakak Han Liong, jangan berduka lagi Kalau engkau mati,
akupun tidak bisa hidup,"
"Adik An Lok...." Mendadak Thio Han Liong memeluknya
erat-erat. "sungguh malang nasib Giok Cu gara-gara Hiat Mo dia mati
bunuh diri Aku harus menuntut balas"
" Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu berlega hati, karena
kini Thio Han Liong tampak sudah tenang.
"Adik An Lok" Thio Han Liong menatapnya seraya bertanya.
"Dari mana engkau tahu aku berada di sini?"
"ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him datang ke istana
memberitahukan kepadaku, maka aku sebera ke mari."
Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik Lan Nio memang baik, namun kakeknya...."
" Kakak Han Liong," An Lok Kong cu menggenggam
tangannya seraya berkata,
"Sudah sekian hari engkau tidak makan dan minum, mari
kita makan dulu setelah itu, barulah kita bercakap- cakap. "
"Adik An Lok, aku tidak lapar."
"Tidak lapar pun harus makan sedikit, jangan bandel" ucap
An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Kalau bandel, aku akan menjewer telingamu."
"Aku...." "Kakak Han Liong, biar bagaimanapun engkau harus makan
sedikit" desak An Lok Kong cu halus dan menambahkan,
"Kalau engkau tidak mau makan, akupun tidak mau
makan." "Adik An Lok...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Baiklah, aku akan makan sedikit, tapi... makan di sini."
"Baik," An Lok Kong cu bangkit berdiri
Justru di saat bersamaan, tampak Ah Hiang mendekati
mereka dengan membawa sebuah nampan berisi beberapa
macam hidangan dan dua mangkok nasi putih.
"Nona, aku membawa makanan."
"Lho?" An Lok Kong cu terbelalak.
"Bibi Ah Hiang kok tahu aku Nona?"
" Aku seorang wanita, maka aku tahu Nona menyamar
sebagai pemuda" jawab Ah Hiang sambil menaruh nampan itu
ke bawah. "Aku pun tahu kalian pasti mau makan."
"Terima kasih, Bibi Ah Hiang," ucap An Lok Kong cu sambil
duduk kembali, kemudian memandang Thio Han Liong seraya
berkata, "Mari kita makan" Thio Han Liong mengangguk. Mereka
berdua mulai makan sambil bercakap-cakap.
"Heran" gumam Thio Han Liong.
"Kok Adik Lan Nio dan Kwan Pek Him bisa ke Kotaraja
menemuimu, siapa yang menyuruh mereka ke Kotaraja?"
"Nona Lan Nio teringat kepadaku," ujar An Lok Kong cu
sambil tersenyum. "Maka dia mengajak Kwan Pek Him ke Kotaraja
menemuiku." "Adik Lan Nio tidak mengenalmu, bagaimana dia bisa
teringat kepadamu" Aku sungguh tidak habis pikir" Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu dikarenakan engkau pernah memberitahukan sesuatu
kepada Nona Lan Nio, maka dia teringat kepadaku."
"oh?" Thio Han Liong tercengang.
"Aku pernah memberitahukan apa kepadanya?"
"Bukankah engkaupernah memberitahukan kepadanya,
bahwa engkau... engkau juga mencintaiku?" ujar An Lok Kong
cu menundukkan kepala. "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Karena tiada seorang pun yang bisa menghiburmu, maka
Nona Lan Nio teringat kepadaku. Mereka khawatir engkaujuga
akan ikut bunuh diri..."
" Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"sungguh mengenaskan nasib Giok Cu, aku...."
" Kakak Han Liong, jangan terus diingat. semua itu telah
berlalu, kini harus menjaga kesehatanmu baik-baik,"
"Adik An Lok...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. " Kakak Han Liong" An Lok Kong cu mengalihkan
pembicaraan. "Beberapa tahun ini, engkau berada di mana dan apa yang
engkau alami?" "Aku kalah bertanding dengan Hiat Mo, lalu ke gunung soat
sa n... "jawab Thio Han Liong dan memberitahukan tentang
apa yang dialaminya di gunung tersebut. Jadi kini
kepandaianku sudah maju pesat, dan Lweekang ku pun telah
mencapai taraf yang amat tinggi."
"oh?" Wajah An Lok Kong cu berseri.
"Kalau begitu, wajah ke dua orangtua mu pasti bisa pulih.
Ya, kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Setelah meninggalkan gunung soat san, aku ke mari
mengunjungi ke dua orangtua Giok Cu. Tapi... tak disangka
mereka berdua telah meninggal di bunuh para anggota Hiat
Mo Pang." "Begitu jahat para anggota Hiat Mo Pang" An Lok Kong cu
menggeleng-gelengkan kepala.
"sejak itu aku pun mulai membantai para anggota Hiat Mo
Pang." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dan menuju lembah Pek Yun Kok, tak diduga Bibi sian sian
sudah berada di sana. la berhasil membunuh si Mo dan
memukul Kwee In Loan jatuh kejurang, tapi aku...."
"Kakak Han Liong, sudahlah Jangan diungkit lagi kejadian
itu" "Sebelumnya aku ingin memberitahukan Giok Cu tentang
kematian ke dua orangtuanya, dia malah bunuh diri" Thio Han
Liong menghela nafas dan air matanya pun mulai meleleh.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu terkejut ketika
melihat air mata Thio Han Liong mulai meleleh.
"Jangan menangis lagi Tadi... tadi engkau menangis hingga
mengeluarkan darah, untung Bibi sian sian cepat-cepat
menotok jalan darahmu agar pingsan, kemudian menyalurkan
Lweekangnya ke dalam tubuhmu."
"oh?" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik An Lok, coba bayangkan betapa malangnya nasib
Giok Cu Padahat dia seorang gadis yang baik, tapi.."
Mendadak sepasang mata Thio Han Liong berapi-api. An
Lok Kong cu terperanjat menyaksikannya .
"Aku harus membunuh Hiat Mo" ujar Thio Han Liong sambil
berkertak gigi. "Dia yang menyebabkan semua kejadian itu, aku harus
membunuhnya" "Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu cepat-cepat
memegang tangannya seraya berkata dengan lembut sekali,
"Jangan emosi, tenanglah"
"Hmm" dengus Thio Han Liong dingin.
"Mulai sekarang aku akan membantai para penjahat agar
rimba persilatan bersih dari kejahatan"


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu memandangnya
sambil tersenyum dan menambahkan,
"Bahkan engkau pun harus menghukum para pembesar
yang berlaku sewenang-wenang dan korup,"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Oh ya, Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu perlahan.
"Bagaimana kalau engkau mengajakku ke pulau Hong
Hoang To?" "Mau apa engkau ke sana?"
"Aku ingin mengunjungi ke dua orangtua mu, dan juga
engkau boleh mengobati wajah ke dua orangtua mu."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"sudah hampir delapan tahun aku tidak pulang menengok
ke dua orangtua ku...."
"oleh karena itu, engkau harus pulang," ujar An Lok Kong
cu dan melanjutkan. "Aku ikut karena ingin mengunjungi ke dua orangtua mu,
juga ingin menikmati keindahan pulau itu."
"Adik An Lok...." Lama sekali Thio Han Liong berpikir,
kemudian manggut-manggut.
"Baiklah, besok pagi kita berangkat ke pesisir utara
menemui Kwa Kiat Lam. Dia punya kapal yang cukup besar."
"Dia bersedia mengantar kita ke pulau Hong Hoang To?"
"Tentu bersedia, sebab dia mantan anggota Beng Kauw."
"oooh" An Lok Kong cu mengangguk dan berkata,
"Terima kasih Kakak Han Liong atas kesudianmu
mengajakku ke pulau itu."
"Tidak usah berTerima kasih, Adik An Lok," ujar Thio Han
Liong. "Memang ada baiknya engkau menemui ke dua orangtua
ku." "Memangnya kenapa?"
"sebab...." Thio Han Liong memandangnya.
" Engkau boleh mewakili ayahmu menjernihkan tentang
kejadian penyerbuan belasan tahun silam itu."
"Kakak Han Liong," An Lok Kong cu tersenyum.
"Terus terang, Ayah yang menyuruhku bersamamu ke mlau
Hong Hoang TO menemui ke dua orangtua mu."
"oh" Kenapa?"
"Aku harus mewakili Ayahku menjernihkan kesalahpahaman
itu, lalu mengundang ke dua orangtua mu ke istana."
"Adik An Lok...." Thio Han Liong menggelengkan eYala.
"Belum tentu ke dua orangtuaku akan memenuhi undangan
itu." " Kakak Han Liong," An Lok Kong cu tersenyum seraya
berkata. "Engkau harus membujuk ke dua orang- tua mu agar mau
ke istana" "Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.
"Akan kucoba, namun aku tidak berani menjamin."
"Terima kasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu
gembira. "Engkau baik sekali terhadapku."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang,
kemudian memandang makam Tan Giok Cu.
"Adik Giok cu...."
Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
berpamit kepada Ah Hiang, lalu berangkat ke pesisir utara.
Dalam perjalanan, Thio Han Liong tidak begitu banyak bicara,
itu membuat An Lok Kong cu menghela nafas diam-diam.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu meliriknya.
"Engkau masih teringat kepada Giok Cu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Kakak Han Liong, jangan terus diingat" ujar An Lok Kong
cu lembut, "itu akan mengganggu kesehatanmu...."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Aku kenal Giok Cu ketika berusia tujuh tahun. Kini dia
sudah tiada, maka aku selalu terkenang kepadanya."
" Kakak Han Liong, kalau aku mati, engkaujuga akan
sedemikian sedih?" tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Adik An Lok," tegur Thio Han Liong.
"jangan omong yang bukan-bukan, aku tidak mau
mendengar ucapan itu."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu bertanya lagi.
"Kalau aku mati, engkau juga akan menangis sampai
mengeluarkan air mata darah?"
"Itu....H Thio Han Liong memandangnya dan berkata tanpa
sadar. "Kalau engkau mati, aku pun pasti mati."
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya. "Kakak Han Liong...."
Kini An Lok Kong cu meneruskan perjalanan dengan penuh
kegembiraan, karena yakin Thio Han Liong mencintainya. oleh
karena itu, ia terus berusaha menghibur Thio Han Liong, agar
pemuda pujaan hatinya itu tidak terus dirundung duka.
"Kakak Han Liong, Ayahmu galak?" tanya An Lok Kong cu
mendadak. "Ayahku tidak galak, namun berwibawa," jawab Thio Han
Liong memberitahukan. "Tapi engkau tidak boleh berbohong, karena Ayahku paling
membenci orang yang suka berbohong."
" Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku bukan gadis yang suka berbohong."
"Aku tahu." Thio Han Liong manggut-manggut.
"oh ya, ibumu galak?"
"ibuku pun tidak galak. sebaliknya malah agak memanjakan
aku, ketika aku masih kecil."
"oooh" Ketika An Lok Kong cu mau melanjutkan, tiba-tiba
terdengar suara jeritan wanita.
"Tolong Tolong..."
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengerutkan kening,
kemudian saling memandang.
"Mari kita ke sana" ajak Thio Han Liong.
"Baik," Mereka berdua melesat ke tempat suara jeritan itu. Tampak
belasan orang mengerumuni seorang wanita muda, seorang
lelaki bertampang seram sedang memeluk wanita itu,
sekaligus berusaha membuka pakaiannya.
"Berhenti" bentak Thio Han Liong dengan wajah merah
padam saking gusarnya. Belasan orang itu terkejut, begitu
pula lelaki bertampang seram itu. Mereka segera memandang
Thio Han Liong. "Lepaskan wanita itu" bentak Thio Han Liong lagi sambil
mendekati mereka selangkah demi selangkah.
"siapa engkau" sungguh berani mencampuri urusan kami"
sahut lelaki bertampang seram.
"Hmm" dengus Thio Han Liong dingini
"Hari ini kalian bertemu aku, itu berarti ajal kalian telah
tiba" "Ha ha ha" Lelaki bertampang seram itu tertawa, lalu
berseru, "serang orang itu"
Begitu lelaki bertampang seram itu berseru, belasan orang
lainnya langsung menyerang Thio Han Liong dengan berbagai
macam senjata. Thio Han Liong berkelit, kemudian badannya berkelebat ke
sana ke mari. "Aaaakh Aaaakh..." Terdengar suara jeritan
yang menyayat hati. Belasan orang itu terkapar dengan mulut mengeluarkan
darah, ternyata mereka semua telah binasa.
"Haah?" Betapa terkejutnya lelaki bertampang seram itu.
"siauhiap, ampunilah aku Ampunilah aku...."
"Hmm" Thio Han Liong tersenyum dingin, kemudian
mendadak mengibaskan tangannya. seketika lelaki
bertampang seram itu terpental belasan depa, lalu roboh tak
bernyawa lagi. "Terima kasih, Tuan," ucap wanita muda itu sambil
berlutut. "Banguniah" ujar Thio Han Liong.
"Kini sudah aman, engkau boleh pulang."
Wanita muda itu bangkit berdiri, An Lok Kong cu
menghampirinya seraya bertanya,
"siapa orang-orang itu?"
"Mereka... mereka adalah perampok." Wanita muda itu
memberitahukan. "Mereka merampok di desa kami, kemudian menculikku.
Kalau siauhiap tidak muncul, aku... aku pasti mereka perkosa."
"sekarang sudah aman, engkau boleh pulang," ujar An Lok
Kong cu. "Ya." Wanita itu mengangguk lalu melangkah pergi
meninggalkan tempat itu. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
kemudian mereka menggeleng-gelengkan kepala.
" Kakak Han Liong, kenapa engkau membunuh mereka
semua?" "Adik An Lok, mereka para penjahat, maka harus dibasmi,"
sahut Thio Han Liong. "Apakah engkau tidak dengar tadi, wanita muda itu bilang
mereka adalah para perampok yang merampok di desanya."
"Aku dengar." An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Engkau benar, para penjahat harus dibasmi."
"Kini mereka semua telah mati, aku harus mengubur
mayat-mayat itu," ujar Thio Han Liong.
"Tidak usah, Kakak Han Liong" sahut An Lok Kong cu.
"Lho" Kenapa?" Thlo Han Llong heran.
"Aku yakin para penduduk desa itu akan ke mari. Biar
mereka yang mengubur mayat-mayat itu."
"Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.
Mereka berdua meninggalkan tempat itu, lalu melanjutkan
perjalanan menuju pesisir utara. Tidak salah apa yang
dikatakan An Lok Kong cu, tak lama setelah mereka pergi,
muncullah puluhan penduduk desa. Begitu melihat mayat para
perampok itu, bersoraklah mereka dengan penuh
kegembiraan. setelah itu, barulah mereka bergotong-royong
mengubur mayat-mayat itu.
Bab 48 Wajah Thio Bu Ki Dan Tio Beng Pulih
Enam, tujuh hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu sudah tiba di pesisir utara. Di saat Thio Han Liong
menengok ke sana ke mari, tiba-tiba terdengar suara seruan
yang penuh kegembiraan. "Han Liong Han Liong..."
seorang lelaki berlari-lari menghampiri mereka dengan
wajah berseri-seri, ternyata Kwa Kiat Lam.
"Paman Kwa" Betapa gembiranya Thio Han Liong.
"Han Liong" Kwa Kiat Lam tertawa gembira.
"Ha ha ha Kini engkau telah dewasa, tapi... kenapa
badanmu agak kurus?"
"Aku...." Thio Han Liong menghela nafas panjang,
kemudian memperkenalkan An Lok Kong Cu.
"Paman Kwa, ini temanku, namanya Cu An Lok."
"Ha ha ha" Kwa Kiat Lam tertawa terbahak-bahak.
"Cu An Lok, aku senang sekali bertemu denganmu"
" Aku pun senang sekali bertemu Paman Kwa," sahut An
Lok Kong cu sambil memberi hormat.
"Han Liong, sudah hampir delapan tahun engkau tidak ke
pulau Hong Hoang TO. sekarang engkau dan temanmu ini
mau ke pulau itu?" tanya Kwa Kiat Lam.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku rindu sekali kepada ke dua orangtua ku, mari kita
berlayar sekarang" "Baik," Kwa Kiat Lam persilakan mereka naik ke kapal.
Tak seberapa lama kemudian, mereka mulai meninggalkan
pesisir utara. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berdiri di
haluan. An Lok Kong cu memandang laut nan luas itu dengan
wajah berseri-seri. "Wuah" serunya tak tertahan.
"sungguh indah pemandangan laut Aku tak menyangka
pemandangan laut sedemikian indah menakjubkan"
"Apalagi disaat senja, kita akan menyaksikan sang surya
tenggelam ke dalam laut." Thio Han Liong memberitahukan.
"oh?" An Lok Kong cu tersenyum.
" Kakak Han Liong, ada apa di pulau Hong Hoang To?"
tanyanya. "Ada burung-burung Hong Hoang (Phoenix)."
"Burung itu sudah langka. Aku hanya melihat burung
tersebut dari gambar. Tak disangka di pulau itu terdapat
burung Hong Hoang." "Burung itu sangat jinak. engkau bisa membelainya." Thio
Han Liong memberitahukan.
"Bahkan amat indah, bulunya warna-warni dan mengkilap."
An Lok Kong cu tampak gembira sekali.
"Apakah burung itu dapat ditunggangi?"
"Burung itu tidak begitu besar, bagaimana mungkin dapat
ditunggangi?" Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"sayang sekali" ujar An Lok Kong cu.
"Kalau burung itu kuat dan besar, aku ingin menunggang
burung itu agar bisa melihat-lihat pulau itu dari atas."
"Kalau begitu, engkau boleh duduk dipundakku," ujar Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Aku akan meloncat ke atas menggunakan ginkang. Nah,
bukankah engkau bisa melihat pulau itu dari atas"
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu cemberut.
"Jangan mengada-ada"
"Aku tidak mengada-ada." Thio Han Liong tersenyum, lagi.
"Itu kalau engkau mau duduk di pundakku."
" Engkau konyol ah" An Lok Kong cu memukul dada Thio
Han Liong, namun kemudian malah mendekap di situ. Thio
Han Liong membelainya. An Lok Kong cu bergirang dalam
hati, karena kini Thio Han Liong tampak tidak begitu berduka
lagi. Wajahnya tampak mulai cerah ketika angin menerpanya.
" Kakak Han Liong, bagaimana kalau ke dua orang-tuamu
tidak sudi menerimaku di pulau itu?" tanya An Lok Kong cu
setengah berbisik, Jangan khawatir" sahut Thio Han Liong.
" Ke dua orangtua ku tidak berhati sempit, percayalah"
"syukurlah kalau begitu" ujar An Lok Kong cu dan
menambahkan, "Tapi... hatiku agak kebat-kebit."


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu tidak apa-apa. Tenang saja." Thio Han Liong
membelainya lagi, namun kemudian menghela nafas panjang.
"Aaaah..." "Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya seraya
bertanya, "Teringat pada Giok Cu lagi?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku tidak habis pikir, kenapa nasibnya begitu malang?"
"Mungkin sudah merupakan suratan takdir," ujar An Lok
Kong cu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Juga memang merupakan nasibnya...."
Beberapa hari kemudian, sampailah mereka di pulau
tersebut. " Kakak Han Liong" seru An Lok Kong cu terbelalak.
"sungguh indah pulau Hong Hoang To ini, aku... aku betah
di sini" "oh?" Thio Han Liong tersenyum, kemudian mendadak ia
mengerahkan Lweekang sambil bersiul panjang.
Betapa nyaringnya suara siulan itu, bergema ke seluruh
pulau tersebut. Tak lama tampak belasan burung Hong Hoang
terbang ke arahnya, lalu melayang turun di hadapannya.
"Ha ha ha" Thio Han Liong tertawa gembira.
"Ka-wan-kawan, kita berjumpa lagi"
Thio Han Liong membelai burung-burung itu. Bukan main
kagumnya An Lok Kong cu ketika menyaksikan keindahan
burung tersebut. " Kakak Han Liong, bolehkah aku membelainya?" tanya An
Lok Kong cu sambil mendekati salah seekor dari antara
burung-burung itu. "Tentu boleh." Thio Han Liong mengangguk.
An Lok Kong cu segera menjulurkan tangannya untuk
membelai salah seekor burung itu, dan burung itu terus
memandangnya. " Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Kenapa burung ini melototi aku?"
"Dia belum mengenalmu," sahut Thio Han Liong dan
menambahkan, "Maka engkau harus memperkenalkan diri"
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"saudara Hong Hoang, namaku Cu An Lok...."
"Adik An Lok" Thio Han Liong tertawa.
"Itu burung Hong Hoang betina, engkau harus
memanggilnya Cici (Kakak Perempuan)."
"Cici Hong Hoang" panggil An Lok Kong cu sambil tertawa
kecil. Burung itu manggut-manggut, membuat An Lok Kong cu
terbelalak. "Kakak Han Liong" serunya sambil tertawa geli.
"Burung ini manggut-manggut"
"Kalau- engkau nakal, burung itu pun akan mengomel."
sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"oh" Itu...." ucapan An Lok Kong cu tidak dilanjutkan,
sebab mendadak berkelebat dua sosok bayangan di hadapan
mereka. "Ayah Ibu" seru Thio Han Liong girang.
Berdiri seorang lelaki dan seorang wanita di situ. Wajah
mereka tampak menyeramkan, tidak lain adalah Thio Bu Ki
dan Tio Beng. "Han Liong...." Thio Bu Ki dan Tio Beng terbelalak.
"Engkaukah yang bersiul tadi?"
"Ayah Ibu...." Thio Han Liong segera bersujud di hadapan
mereka, kemudian terisak-isak.
"Hampir delapan tahun kita tidak berjumpa, bagaimana
keadaan Ayah dan Ibu?"
Thio Bu Ki membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Ayah dan ibumu baik-baik saja." Tio Beng juga
membelainya. "Bangunlah" Thio Han Liong bangkit berdiri. Kini giliran An Lok Kong cu
bersujud di hadapan mereka.
"Paman, Bibi, terimalah hormatku"
"Banguniah" Thio Bu Ki segera membangunkannya.
"Anak muda, siapa engkau?"
"Bu Ki Koko," ujar Tio Beng sambil tersenyum.
"Dia anak gadis yang menyamar sebagai pemuda."
"oh?" Thio Bu Ki menatap An Lok Kong cu dalam-dalam.
"Engkau anak gadis?"
"Ya, Paman." An Lok Kong cu bangkit berdiri seraya
memberitahukan, "Namaku Cu Ay Ceng, gelarku An Lok Kongcu."
"An Lok Kong cu?" Thio Bu Ki mengerutkan kening.
"Engkau putri kaisar?"
"Ya, Paman." An Lok Kong cu mengangguk.
Di saat bersamaan, tampak Kwa Kiat Lam menghampiri
mereka, lalu memberi hormat kepada Thio Bu Ki dan Tio
Beng. "saudara Thio, apa kabar?"
"Kami baik-baik saja," sahut Thio Bu Ki dengan tersenyum.
"Terima kasih atas kebaikanmu mengantar mereka ke
mari." "sama-sama," sahut Kwa Kiat Lam sambil tertawa.
"Mari ke gubuk kami" ajak Thio Bu Ki lalu bersama Tio
Beng melangkah pergi. Kwa Kiat Lam, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
langsung mengikutinya. An Lok Kong Cu berjalan dengan
kepala menunduk. "Adik An Lok," tanya Thio Han Liong heran.
"Ke-napa engkau diam saja?"
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan
kemala. "Kelihatannya ayahmu kurang senang akan kehadiranku di
sini." "Tidak mungkin^ Thio Han Liong tersenyum.
"Hanya saja merasa terkejut atas kehadiranmu."
"Kalau ayahmu memarahiku," pesan An Lok Kong cu
dengan suara rendah. "Engkau harus membelaku lho"
"Jangan khawatir" Thio Han Liong menepuk bahunya.
"Ayahku tidak akan memarahimu, percayalah"
Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba di
gubuk itu. Tio Beng segera menyuguhkan teh, lalu duduk di
sisi Thio Bu Ki. "Han Liong" Thio Bu Ki menatapnya seraya bertanya,
"Selama delapan tahun ini, apa yahg engkau lakukan dan
apa pula yang engkau alami?"
"Ayah, aku mengalami banyak kejadian..." tutur Thio Han
Liong mengenai semua itu.
"Tapi... Giok Cu dan ke dua orangtuanya telah meninggal."
"Sungguhi malang nasib mereka" Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak disangka rimba persilatan telah berubah menjadi
begitu. Namun syukurlah kini Hiat Mo Pang telah bubar"
"Han Liong" Tio Beng menatapnya seraya bertanya,
"Engkau membawa daun soat san Ling Che?"
Thio Han Liong mengangguk, lalu mengeluarkan daun
tersebut dan diberikan kepada ayahnya.
Thio Bu Ki menerima daun itu lalu menciumnya, sejenak
kemudian barulah manggut-manggut sambil tersenyum.
"Beng Moy," ujarnya kepada Tio Beng.
"Kemung-kinan besar wajah kita akan pulih."
"oh?" Tio Beng tampak gembira sekali.
"Daun soat san Ling che itu dapat menyembuhkan wajah
kita?" "Rasanya bisa." Thio Bu Ki mengangguk.
"soat San Ling che bagaikan buah dewa dalam dongeng,
tak disangka Han Liong justru telah makan buah itu. Aku yakin
Lweekangnya jauh lebih tinggi dariku."
"syukurlah kalau begitu" ucap Tio Beng.
"Tapi aku tidak habis pikir, siapa sebetulnya BuBeng sian
su?" ujar Thio Bu Ki sambil menghela nafas.
"usia-nya lebih tua dari Guru Besar Thio sam Hong, dan
berkepandaiannya pun telah mencapai kesempurnaan. Namun
beliau malah tak dikenal orang, itu sungguh luar biasa"
Dendam Para Pengemis 2 Pendekar Mabuk 017 Minyak Darah Malaikat Perjodohan Busur Kumala 15
^