Pencarian

Anak Naga 2

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 2


untuk diajak ke dalam. Tampak sepasang suami isteri berusia
empat puluhan duduk di situ. Mereka pun tertegun ketika
melihat Tan Giok Cu pulang bersama seorang anak laki-laki
dekil. "Giok Cu..." Tan Ek seng ayah Tan Giok Cu terbelalak.
"Ayahi Ibu" panggil gadis kecil itu dan memperkenalkan
Thio Han Liong. "Dia bernama Thio Liong, Giok Cu mengajaknya ke mari
menemui Ayah dan Ibu."
"Lho?" Tan Ek Seng mengerutkan kening.
"Kenapa Giok Cu mengajaknya ke mari menemui ayah dan
ibu?" "Sebab...." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Kakak tampan ini tidak punya famili dan tempat tinggal,
maka Giok Cu kasihan kepadanya."
"Kakak tampan?" Nyonya Tan terbelalak-
"Giok Cu, kenapa engkau memanggilnya kakak tampan?"
"Ibu...." Tan Giok Cu tersenyum.
"Dia memanggilku adik manis, maka aku memanggilnya
kakak tampan. Karena... dia memang tampan."
"Hussh" Nyonya Tan melotot.
" Kecil-kecil sudah kenal tampan segala, dasar"
"Paman, Bibi" panggil Thio Han Liong sambil memberi
hormat. "Aku tidak punya famili dan tempat tinggal, bolehkah aku
bekerja di sini?" "Thio Liong" Tan Ek seng menatapnya tajam.
"Engkau berasal dari mana" Bagaimana bisa datang di desa
Hok An ini?" "Aku berasal dari Pak Hai (Laut utara)." Thio Han Liong
memberitahukan, namun berdusta sedikit.
"Aku ikut perahu nelayan keTionggoan, karena ingin
merantau." " Kedua orang tuamu tahu?" tanya Nyonya Tan.
"Tahu." Thio Han Liong mengangguk-
" Aku tidak punya uang, maka ingin bekerja di sini Aku
mohon Paman sudi menerimaku"
"Bagus" seru Tan Giok Cu girang.
"Aku punya kawan main, asyiiik."
"Giok Cu" Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayah belum menerimanya bekerja di sini lho"
"Kalau Ayah tidak menerima kakak tampan bekerja di sini,
Giok Cu... pasti menangis tiga hari tiga malam," ujar gadis
kecil itu. "Wuah" Tan Ek seng tertawa.
" Kecil-kecil sudah bisa mengancam, dasar"
"Suamiku," ujar Nyonya Tan.
"Biarlah anak itu bekerja di sini, jadi putri kita punya
kawan." "Baiklah." Tan Ek seng mengangguki
"Terima kasih Paman", terima kasih Bibi." ucap Thio Han
Liong gembira. "Ngmmm" Tan Ek Seng manggut-manggut.
"Kakak tampan" Tan Giok Cu menatapnya. Jangan lupa lho"
"Apa sih?" Thio Han Liong bingung.
"TUh Sudah lupa kan?" Tan Giok Cu cemberut.
"Tadi sebelum ke mari, aku bilang apa kepadamu" Lupa
ya?" "Apa ya?" Thio Han Liong coba mengingatnya, namun
sudah tidak ingat lagi, maka ia menggeleng-gelengkan kepala.
Tan Ek Seng dan isterinya saling memandang, sedangkan
Tan Giok Cu terus cemberut, kemudian bersungut-sungut.
"Engkau kok begitu cepat lupa sih" Itu cuma omongan
yang tak penting, kalau omongan penting...." Mendadak wajah
gadis kecil itu berubah kemerah-merahan.
"Hah?" Tan Ek seng dan isterinya terbelalak, sebab
perubahan wajah gadis kecil itu tidak terlepas dari mata
mereka. "oooh" Mendadak Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik manis, sekarang aku sudah ingat."
"oh?" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.
"Katakanlah" "Mandi," sahut Thio Han Liong.
"Tadi sebelum ke mari engkau bilang kepadaku, sampai di
rumahmu aku harus segera mandi."
"Betul." Tan Giok Cu tertawa- "Nah, selanjutnya apa yang kubilang, engkau harus ingat
lho" "Ya-" Thio Han Liong mengangguk-
"Bibi Hiang. Bibi Hiang" seru Tan Giok cu.
"Cepat ke mari"
Pembantu wanita itu berlari-lari menghampirinya, lalu
memberi hormat kepada ke dua orangtua Tan Giok Cu,
setelah itu barulah bertanya kepada gadis kecil itu.
"Ada apa Nona memanggilku?"
"Ah Hiang," sahut Nyonya Tan.
"Antar Thio Liong ke kamar mandi, dan pakaiannya harus
diganti" "ya. Nyonya." Ah Hiang segera mengantar Thio Han Liong
kEkamar mandi. Kemudian ia pun menyediakan pakaian baru
untuk anak kecil itu. Berselang beberapa saat. Ah Hiang dan Thio Han Liong
kembali ke ruang tengahi seketika juga Tan Giok Cu
terbelalak. "Wuah" serunya-
"Engkau semakin tampan lho"
Thio Han Liong tersenyum-
"sekarang aku tidak bau lagi, engkau boleh coba cium."
"Huh Tak usah ya" sahut Tan Giok Cu sambil cemberut.
sementara Tan Ek seng dan isterinya juga kagum akan
ketampanan anak kecil itu, bahkan mereka pun merasa suka
kepadanya. "Thio Liong," ujar Tan Ek seng.
" Engkau memang tampan, pantas Giok Cu mau
mengajakmu ke mari" "Ayah-.." Wajah Tan Giok Cu langsung memerah.
"Ha ha ha" Tan Ek seng tertawa gelakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus, bagus" "Suamiku" tanya Nyonya Tan berbisik-
"Apa yang bagus?"
"Mereka berdua memang cocok- Nan, bukankah bagus
sekali?" sahut Tan Ek Seng dan tertawa lagi.
"Suamiku...." Nyonya Tan menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka berdua masih kecil lho"
"Sekarang masih kecil, tapi kelak akan dewasa nanti"
seng sambil tersenyum. "Thio Liong, duduklah"
"Terima kasih. Paman" Thio Han Liong duduk.
"Thio Liong" Tan Ek seng menatapnya. "Bolehkah aku tahu nama ayahmu?"
"Ayahku bernama Thio Ah Ki," jawab Thio Han Liong, la
terpaksa merahasiakan nama
"Ayahmu seorang nelayan?" tanya Nyonya Tan.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau masih punya ibu?" tanya Nyonya Tan lagi.
"Punya." Thio Han Liong memberitahukan,
"ibuku bernama Tio Beng, pintar sekali menyulam."
Nyonya Tan manggut-manggut.
"Thio Liong, engkau harus tahu, paman adalah kepala desa
Hok An ini, maka aku harap engkau bekerja dengan rajin,
pokoknya kami tidak akan menyia-nyiakan tenagamu."
"Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguki
"Ibu mau menyuruh kakak tampan kerja apa?" tanya Tan
Giok Cu mendadak- "Jangan disuruh memikul air lho, kasihan dia"
"Giok Cur Nyonya Tan tersenyum lembut. "Bagaimana
mungkin ibu menyuruh dia bekerja berat?"
"Tidak apa-apa," ujar Thio Han Liong.
"Aku memang sering memikul air di rumahi pagi dan sore."
"Apa?" Tan Giok Cu terbelalaki.
"Ayahmu kok begitu kejam?"
"Ayahku tidak kejam." Thio Han Liong tersenyum.
"Memikul air merupakan latihan fisik, memperkuat daya
tahan tubuh." "Aku tidak mau memikul air." ujar Tan Giok Cu sambil
menggelengkan kepala. "Engkau pun tidak boleh memikul air di sini."
"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum lagi.
"Engkau adalah anak gadis, tentunya tidak boleh memikul
air. Aku adalah anak laki-laki - "
"Pokoknya engkau tidak boleh memikul air di sini" tandas
Tan Giok Cu dan menambahkan.
"Kalau engkau memikul air, aku... aku pasti marah."
"Kalau begitu, aku kerja apa di sini?" tanya Thio Han Liong.
"Thio Liong," sahut Tan Ek Seng.
"Engkau cukup menyapu di halaman dan membersihkan
rumah, tidak usah memikul air."
"Ya, Paman" Thio Han Liong mengangguk.
"Terima-kasih." Sejak itu Thio Han Liong bekerja di rumah
Tan Ek Seng. Suami isterl itu dan Tan Giok Cu sangat baik terhadapnya,
begitu pula Ah Hiang, pembantu wanita itu.
Pagi ini ketika Thio Han Liong sedang menyapu halaman,
tiba-tiba muncul Tan Ek Seng dan putrinya.
"selamat pagi, Paman" ucap Thio Han Liong.
"selamat pagi, adik manis" "Pagi" sahut Tan Ek seng sambil
tersenyum. "Kakak tampan" Tan Giok Cu menghampirinya.
"Engkau berhenti menyapu, sebab ayahku akan
mengajarku ilmu silat."
"Oh?" Thio Han Liong berhenti menyapu.
"Engkau mau belajar ilmu silat?"
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk. "Untuk menjaga diri"
"Thio Liong" ujar Tan Ek seng.
"Engkau pun boleh ikut belajar bersama Giok Cu."
"Terima kasih, Paman. Tapi..." Thio Han Liong
menggelengkan kepala. "Aku tidak mau belajar ilmu silat."
"Kakak tampan" Tan Giok Cu heran.
"Kenapa engkau tidak mau belajar ilmu silat?"
"Aku - ." Thio Han Liong menundukkan kepala-
"Giok cu" Tan Ek seng tersenyum-
"Jangan dipaksa, biar dia menonton saja"
Thio Han Liong menyaksikan Tan Giok Cu belajar silat
dengan penuh perhatian. "Tapi--" "Adik manis" Thio Han Liong tersenyum-
"Aku akan melihatmu belajar ilmu silat di sini. Engkau
gembira kan?" "gembira sekali. Tapi - -"
Tan Giok Cu menatapnya. "Engkau tidak boleh menyapu ya"
"Ya-" Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk di bawah pohon.
Tan Ek seng mulai mengajar putrinya pasang kuda-kuda
dan lain sebagainya. Thio Han Liong menyaksikan itu dengan
penuh perhatian. selelah hari mulai siang. Tan Ek seng
berhenti mengajar putrinya, kemudian berkata.
"Belajar sendiri, ayah mau ke dalam"
Tan Ek seng melangkah ke rumah, sedangkan Tan Giok Cu
segera mendekati Thio Han Liong, lalu duduk di sisinya.
"Kakak Tampan, bagaimana gerakanku?"
"Kaku sekali," sahut Thio Han Liong.
"Engkau harus terus berlatih siang dan malam, sebab
engkau masih kurang gesit."
"ya." Tan Giok Cu manggut-manggut.
" Aku pasti menurut perkataanmu. Ayoh kita makan dulu"
Thio Han Liong mengangguk. Kemudian mereka berdua
benalan ke rumah dengan wajah cerah ceria. Seusai makan.
Tan Giok Cu mengajak Thio Han Liong ke ruang belajar.
Ternyata Nyonya Tan yang mengajar Tan Giok Cu menulis dan
membaca. Nyonya Tan tersenyum sambil memandang Thio
Han Liong. "Engkau boleh ikut belajar menulis dan membaca, bibi
bersedia mengajarmu." ujar Nyonya Tan.
"Terimakasih, Bibi," ucap Thio Han Liong dan
memberitahukan. "Aku sudah bisa menulis dan membaca."
"oh?" Nyonya Tan tertegun.
"siapa yang mengajarmu?"
"Ibuku." "Ibumu?" "ya." "Thio Liong" Nyonya Tan tersenyum.
"Coba engkau baca buku ini"
"ya." Thio Han Liong segera membaca buku yang
disodorkan Nyonya Tan. Begitu cepat dan lancar, sehingga
membuat nyonya Tan melongo-
"Sekarang engkau menulis" ujar nyonya itu-
Thio Han Liong mengangguki lalu mulai menulis. Nyonya
Tan terbelalak, sebab tulisan anak itu indah sekali.
"Thio Liong," ujarnya dengan kagum.
"Tulisanmu indah sekali. Engkau menulis sebuah syair ya?"
"Ya." Thio Han Liong memberitahukan.Syair Li Pek yang
amat terkenal itu. "Bibi pasti pernah membaca syair Li Pek-"
"Betul, betul" sahut Nyonya Tan dengan wajah agak
kemerah-merahan, la memang pernah membaca syair-syair
LiPek namun tidak pernah menghafalnya. Berselang beberapa
saat kemudian. Nyonya Tan berhenti mengajar putrinya
menulis. "Sekarang kalian boleh main, tapi tidak boleh lama," ujar


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nyonya Tan. "Ya, Ibu," sahut Tan Giok Cu sambil menarik Thio Han
Liong meninggalkan ruang itu.
Nyonya Tan memandang punggung Thio Han Liong,
kemudian keningnya berkerut seakan memikirkan sesuatuTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Di saat bersamaan tampak Tan Ek seng memasuki ruang
itu. (Bersambung ke Bagian 03)
Jilid 3 Bab 6 Menyalamatkan Kepala Desa
Sementara itu. Nyonya Tan masih berdiri termangu-mang u
di tempat. Tan Ek Seng mandakatinya dengan penuh
keheranan, lalu bertanya perlahan, "Isteriku, kanapa engkau
berdiri mematung di sini?"
"Suamiku," jawab Nyonya Tan.
"Aku sedang memikirkan Thio Liong."
"Memikirkan dia?" Tan Ek Seng bingung.
"kanapa engkau memikirkan anak kecil itu?"
"Dia begitu lancar membaca, bahkan juga bisa menulis
sebuah syair Li Pek."
Nyonya Tan memberitahukan.
"oh?" Tan Ek Seng memandang ke atas meja dan
terbelalak, "Itu... tulisan Thio Liong?"
"ya." "Bukan main indahnya" ujar Tan Ek Seng dengan kagum.
"Aku tidak menyangka...."
"Dia mengaku berasal dari keluarga Nelayan, itu tidak
mungkin." Nyonya Tan menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku yakin anak kecil itu berasal dari keluarga terpelajar,
hanya saja dia merahasiakan sesuatu dan identitas dirinya."
"Ngmm" Tan Ek Seng manggut-manggut.
"isteriku. perlukah kita bertanya kepadanya?"
"Tidak perlu." Nyonya Tan menggelengkan kepala.
"Tempo hari dia tidak mau memberitahukan, maka
percuma kita bertanya kepadanya. Dia pasti tidak akan
berterus terang." "Tapi - " Tan Ek seng mengerutkan kaning.
" Kalau dia berasal dari keluarga terpelajar, kanapa
pakaiannya hari itu begitu tidak karuan?"
"Memang membingungkan."
Nyonya Tan menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"Dia bermarga Thio, tidak mungkin anak...."
"Maksudmu anak Yap song Kang?"
"ya." Nyonya Tan mengangguk sambil menghela nafas panjang.
"Padahal kita bertiga adalah teman baik, tapi akhirnya...."
"Isteriku," ujar Tan Ek seng.
"Tidak mungkin anak kecil itu putra yap song Kang.
isteriku, sudahlah, tidak usah memikirkan anak kecil itu"
"Suamiku...." Wajah Nyonya Tan berubah murung,
"sudah belasan tahun kita menikahi aku yakin tidak lama
lagi yap song Kang akan muncul mencari kita."
"Biarlah" Tan Ek seng menghela nafas panjang.
" Kalau dia ke mari mencari kita, aku akan menghadapinya.
Belasan tahun lalu, dia bukan tandinganku."
"Belasan tahun kemudian, kepandaiannya pasti sudah
tinggi. Aku-., aku khawatir...."
"Jangan khawatir isteriku"
Tan Ek seng menggenggam tangannya erat-erat-
"Aku tidak akan membiarkannya merebutmu dari sisiku."
"Suamiku...." Nyonya Tan menghela nafas panjang.
"Aaaahhhh Belasan tahun lalu...."
"Isteriku" Tan Ek seng memeluknya.
"Kita berdua saling mencinta. Engkau memang baik
terhadap yap song Kang, tapi bukan dikarenakan cinta."
"Aku menganggapnya sebagai kakaki tapi dia...."
Nyonya Tan menggeleng-gelengkan kepala.
"Aaaah - " "Akhirnya kami berdua bertanding, dan aku berhasil
mengalahkannya." Tan Ek seng juga menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia penasaran sekali, maka bersumpah sepuluh tahun
kemudian akan ke mari mencari kita. Itu sungguh
mencemaskan" "Tidak usah cemas."
Tan Ek seng tersenyum. "Aku masih sanggup mengalahkannya, percayalah"
"Aaaah..." Nyonya Tan menghela nafas panjang.
"Padahal dia dan klta adalah kawan baik, namun gara-gara
cinta...." "sudahlah jangan membicarakan itu lagi"
Tan Ek seng membelainya. "oh ya, Thio Liong memang anak baik, bahkan sangat
cocok denganputri kita."
" Engkau menyukai anak itu?"
"ya." Tan Ek seng mengangguk- "Karena itu, aku berniat menjodohkan mereka berdua."
"suamiku" Nyonya Tan tertawa kecil.
"kanapa engkau begitu terburu-buru ingin punya calon
menantu?" "Tentu." "Ingat Giok Cu masih kecil, lagipula tidak baik kita
menjodohkan mereka lho"
"kanapa?" "Bagaimana kalau mereka berdua tidak saling mencinta
setelah dewasa nanti, bukankah perjodohan ini akan membuat
mereka mandarita?" "Kalau begitu...."
"Kita biarkan saja- Lagi pula, belum tentu Thio Liong akan
terus tinggal di sini."
"Iya." Tan Ek seng manggut-manggut.
"Mudah-mudahan mereka berdua berjodoh kelak"
"Itu yang kita harapkan," sahut Nyonya Tan sambil
tersenyum. sang waktu terus berlalu, tak terasa sudah tiga tahun Thio
Han Liong bekerja di rumah Tan Ek Seng. Kepala desa itu
memang baik sekali terhadapnya, begitu pula Nyonya Tan dan
putrinya. Kini Thio Han Liong sudah berusia sepuluh tahun, dan Tan
Giok Cu berusia sembilan tahun. Gadis itu bertambah cantik
manis. Dalam tiga tahun ini, Thio Han Liong terus melatih Kiu
yang sin Kang, Thay Kek Kun dan Kiu Im Pek Kut Jiauw secara
diam-diam, sudah barang tentu mengalami kemajuan pesat
sekali. Begitu pula Tan Giok Cu. Gadis kecil itu telah
menguasai semua gerakan silat yang diajarkan ayahnya,
bahkan sangat gesit- Kini Tan Ek Seng mulai mengajarnya
ilmu pedang, yakni Hui Liong Kiam Hoat (Ilmu Pedang naga
Terbang). "Giok Cu" Tan Ek Seng memberitahukan.
"Engkau harus baik-baik berlatih ilmu pedang ini, sebab ini
ilmu pedang Rahasia ayah"
"ya. Ayah" Tan Giok Cu mengangguk.
"Berlatihlah" Tan Ek seng tersenyum.
"Ayah mau ke dalam, tentunya engkau sudah ingat semua
jurus ilmu pedang Hui Liong Kiam Hoat, kan?"
Gadis itu tersenyum, kemudian terus berlatih, sementara
ayahnya, Ek seng, masuk ke dalam rumah, sedangkan Thio
Han Liong terus memperhatikan latihan gadis itu dengan
penuh perhatian. Memang cukup dahsyat ilmu pedang itu. Namun dalam
pandangan Thio Han Liong, itu bukan merupakan ilmu pedang
tingkat tinggi. Di saat Tan Giok Cu sedang asyik berlatih, tiba-tiba tampak
seseorang memasuki pekarangan itu. Lelaki berusia empat
puluhan, berwajah tampan tapi agak dingin. Dia berhenti
sambil memperhatikan Tan Giok Cu yang sedang berlatih.
Kehadiran lelaki yang tak diundang itu sudah diketahui Thio
Han Liong. Namun ia diam karena mengira lelaki itu adalah
famili Tan Giok Cu. "Hmm" dengus lelaki itu mendadak-
"Ilmu pedang Hui Liong Kiam Hoat, kini sudah tak berarti
bagiku" Tan Giok Cu langsung berhenti berlatih, ia memandang
lelaki itu dengan penuh keheranan.
"Adik manis" Thio Han Liong mandakatinya.
"siapa orang itu" Engkau kanal dia?"
Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
Lelaki itu menghampiri mereka dengan tatapan dingin,
kemudian bertanya dengan suara dingin pula.
"Kalian berdua anak Tan Ek seng?"
"Aku bukan" sahut Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia putri Paman Tan, namanya Giok Cu."
"sudan belasan tahun..." gumam lelaki itu.
"Mereka telah dikaruniai seorang putri, bahkan Tan Ek seng
pun sudah jadi kepala desa ini."
"Paman kanal ayahku?" tanya Tan Giok Cu.
Lelaki separuh baya itu menganggukkan kepala-
"Tapi aku sangat dendam padanya"
"kanapa?" tanya Tan Giok Cu, heran.
"sebab ayahmu telah merebut kekasihku belasan tahun
lalu," sahut lelaki itu memberitahukan.
"Maka hari ini aku datang untuk membuat perhitungan
dengan bangsat itu" "Paman jangan mencaci ayahku"
Tan Giok Cu tampak tidak senang, ia memandang lelaki itu
dengan wajah gusar. "Ha ha ha" Lelaki itu tertawa.
" Wajah dan sifatmu memang mirip Lim soat Hong ibumu,
belasan tahun lalu dia membela Tan Ek seng, kini engkau
membelanya pula- Bagus Bagus - "
"Aku putrinya, tentu saja harus membelanya" sahut Tan
Giok Cu. "Hm" dengus lelaki itu dingin-
" Cepat katakan pada ayahmu, bahwa aku yap song Kang
ingin membuat perhitungan dengan dia"
Tan Giok Cu melirik Thio Han Liong seakan minta pendapat.
Thio Han Liong segera manggut-manggut. Gadis itu berlari ke
dalam rumahi tak lama kemudian ia sudah kembali lagi
bersama ayah dan ibunya. "Ha ha ha" yap song Kang tertawa gelak ketika melihat
mereka. "Kalian berdua sungguh bahagia sekali, sebaliknya aku...."
"saudara yap" Tan Ek seng memberi hormat.
"sudah belasan tahun klta tidak berjumpa, bagaimana
engkau selama ini?" "Hm" sahut yap song Kang dengan dengusan dingin-
"Aku menuntut ilmu di suatu tempat, kini aku ke mari
mencarimu" "Saudara yap" Tan Ek Seng menghela nafas panjang.
"Semua itu telah berlalu, kanapa engkau..."
"Bagiku belum berlalu, maka aku ke mari untuk membuat
perhitungan Ha ha ha..."
"saudara yap-..."
Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Belasan tahun lalu...."
"Engkau merebut kekasihku dengan cara mengalahkanku,
sekarang aku harus merebutnya kembali dengan cara yang
sama pula" ujar yap song Kang sambil menatap mereka.
"Kakak yap," selak Nyonya Tan atau Lim soat Hong.
"sejak kita berkanalan, aku menganggapmu sebagai
kakakku. Aku... aku sama sekali tidak pernah mencintaimu
sebagai kekasihku, hanya sebagai kakak saja"
"oh?" yap song Kang tersenyum dingin.
"Itu karena kehadiran Tan Ek seng di tengah-tengah kita."
"Bukan karena itu" bantah Lim soat Hong.
" Ketika kita dikeroyok para penjahat, muncul Tan Ek seng
menolong kita." "Karena kemunculannya, maka cintamu beralih padanya
Dasar wanita tak tahu malu"
yap song Kang mencaci maki-
"Apakah karena dia lebih ganteng dari aku?"
"saudara yap," Tan Ek seng tidak senang.
"Jangan sembarangan mencaci isteriku"
"Engkau tidak senang?" yap song Kang menatapnya dingin-
"saudara yap- - " Tan Ek seng menggeleng-gelengkan
kepala. "Mari kita bicara baik-baik di dalam rumah saja"
"Bicara baik-baik?"
yap song Kang tertawa dingin-
"Tidak Aku datang justru ingin membuat perhitungan
denganmu, kila bertanding di sini saja Kalau engkau dapat
mengalahkan aku lagi, maka aku tidak akan cari kalian,
sebaliknya, apabila aku dapat mengalahkanmu, aku pasti
membawa pergi soat Hong"
"Tidak" teriak wanita itu cepat,
"seandainya engkau menang, aku tidak akan ikut engkau
pergi" "soat Hong, engkau sudah tidak mencintaiku?" gumam yap
song Kang dengan mata terbelalak.
" Kakak yap" tegas Lim Soat Hong.
" Engkau harus tahu, aku tidak pernah mencintaimu, baik
belasan tahun lalu maupun sekarang"
"Engkau... engkau." yap song Kang menudingnya dengan
tangan bergemetar. "Baik Kalau begitu, aku akan membunuh suamimu agar
engkau jadi janda" "Kakak yap...." Mata Lim soat Hong mulai basah-


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"kanapa engkau begitu" selama itu aku menganggapmu
sebagai kakak-" "Hehehe Hehehe - " yap song Kang tertawa terkekehkekeh-
"Tan Ek seng, mari kita bertarung"
Tan Giok Cu yang berdiri di sisi ibunya, segera menggeser
ke sisi Thio Han Liong. " Kakak tampan" bisik gadis kecil itu.
"Aku... aku takut."
"Jangan takut" Thio Han Liong tersenyum sambil
memegang bahunya. "Aku akan melindungimu,"
"Engkau baik sekali padaku. Kakak tampan," ucap Tan Giok
Cu sambil tersenyum manis.
"Engkau pun sangat baik padaku," bisik Thio Han Liong.
Tan Giok Cu menatapnya seraya bertanya dengan suara
rendah sekali. "Engkau akan baik padaku selamanya?"
"Tentu" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kalau begitu, engkau harus berjanji" ujar Tan Giok Cu
sungguh-sungguh. "Baik" Thio Han Liong tersenyum sekaligus mencetuskan
janjinya- "Aku berjanji, selama-lamanya akan baik pada Tan Giok
cu." "Terimakasih atas janjimu. Kakak tampan," ucap Tan Giok
Cu dengan wajah kemera h-merahan.
semua percakapan mereka berdua itu tidak lewat dari
telinga Lim soet Hong. Diam-diam ia melirik sejenak ke arah
mereka, kemudian menghela nafas panjang.
"Tan Ek seng" bentak Yap song Kang.
"Jangan diam saja, cepat kau hunus pedangmu"
"saudara Yap.." Wajah Tan Ek seng tampak murung sekali.
"Kita... kita adalah kawan."
"Phui" Yap song Kang meludah-
"Engkau telah merebut kekasihku, masih berani mengaku
sebagai kawan?" "Orang she Yap" bentak Lim soat Hong, sangat gusar
karena Yap song Kang meludahi suaminya.
"Engkau harus tahu, aku bukan kekasihmu. Jangan
sembarangan bicara" "Bagus Bagus" Wajah Yap Eng Kang kehijau-hijauan.
Mendadak ia mencabut pedangnya yang bergantung di
punggungnya. "Tan Ek Seng, mari kita bertarung"
"Baiklah" sahut Tan Ek seng tampak terpaksa dan serba
salah. Perlahan-lahan ia menghunus pedangnya.
" Hati-hati" pesan Lim soat Hong kepada suaminya.
"Ng" Tan Ek Seng mengangguk, lalu mandakati yap Song
Kang seraya berkata. "Kita cukup bertanding, tidak perlu saling melukai"
"Engkau takut soat Hong jadi janda?" sindir yap song Kang
sinis, "saudara yap..." Wajah Tan Ek seng merah padam saking
gusarnya. "Baik" yap song Kang manggut-manggut.
"Kita bertanding seperti belasan tahun lalu"
Tan Ek seng mengangguk- Bersamaan dengan itu,
mendadak yap song Kang membentak sambil menyarangnyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Suamiku, hati-hati" teriak Lim soat Hong, tampak cemas
sekali. Tan Ek seng cepat-cepat berkelit, namun serangan susulan
sudah mengarah padanya lagi. Begitu dahsyat, ganas, dan
cepat sekali datangnya. Tan Ek seng terpaksa mengeluarkan
Hui Liong Kiam Hoat untuk menangkis.
Trang... Terdengar suara benturan pedang, disertai bunga
api berpijar. Bukan main terkejutnya Tan Ek seng, karena merasakan
telapak tangannya sakit sekali, sehingga pedangnya nyaris
terlepas. "He he he" yap song Kang tertawa terkekeh-
"Hui Liong Kiam Hoat yang engkau banggakan itu sudah
tak berarti bagiku, lihat seranganku"
yap song Kang mulai menyarang lagi- Tan Ek seng
menangkis dan balas menyarang dengan mati-matian.
Wajah Lim soat Hong pucat pias menyaksikan pertarungan
itu, ia sangat mengkhawatirkan keselamatan sua minya-Begitu
pula Tan Giok Cu- Gadis kecil itu
menyaksikan pertarungan dengan tubuh menggigil.
"Tenang" Thio Han Liong memegang bahunya.
" Kakak tampan, ayahku...." suara Tan Giok Cu
bergemetarTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan kalah melawan orang jahat itu?"
"Ayahmu memang akan kalah" ujar Thio Han Liong sambil
terus memperhatikan ilmu pedang yap song Kang.
"Kalau ayahku kalah. - " Tan Giok Cu mulai terisak-isak-
"Adik manis" bisik Thio Han Liong.
"Engkau harus tenang, kalau engkau menangis, itu akan
memecahkan perhatian ayahmu"
Tan Giok Cu langsung menghentikan tangisnya, sementara
pertarungan itu bertambah seru dan menegangkan.
"Hiyaaat" teriak Yap song Kang keras sambil menyarang
Tan Ek seng dengan jurus yang mematikan.
Tan Ek seng terkejut sekali, cepat-cepat ia mengeluarkan
jurus sin Liong Phun sui (Naga sakli Menyam-bur Air) guna
menangkis serangan itu. Pedang Tan Ek seng terpental ke
udara, sedangkan ujung pedang Yap song Kang mengarah
pada teng gorokan Tan Ek seng.
"Jangan bunuh dia" jerit Lim soat Hong sambil berlari ke
arah suaminya. "Kalau engkau bunuh dia, aku akan bunuh diri"
"Ha ha ha" Yap song Kang tertawa gelak sambil
menurunkan pedangnya. "Tan Ek seng. hari ini aku telah mengalahkanmu Ha ha ha-
.." "Lalu apa maumu?" tanya Tan Ek seng.
"soat Hong harus ikut aku pergi."
"Tidak" potong Lim soat Hong cepat.
"Aku tidak akan ikut engkau. Sudan kubilang dari tadi, aku
tidak mencintaimu Aku cuma mencintai Ek Seng suamiku."
"Hmm..." sepasang mata yap song Kang berapi-api.
"Kalau begitu..." Mendadak lelaki itu menatap Tan Giok Cu-
"Akan kubawa pergi putri kalian itu"
"Tidak Tidak - " teriak Lim soat Hong.
" Kalau engkau berani bawa Giok Cu pergi, aku - aku akan
mengadu nyawa denganmu"
"oh ya?" yap song Kang tertawa dingin, lalu menghampiri
Tan Giok Cu yang berdiri di sisi Thio Han Liong.
" Kakak tampan, tolong aku" Tan Giok Cu langsung
menggeserkan dirinya ke belakang Thio Han Liong.
"Jangan khawatir. Adik manis" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku akan melindungi, tenang saja"
mandangar ucapan itu. yap song Kang tertawa terbahakbahakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bocah- bagaimana caranya engkau melindungi g"dis kecil
itu?" "Pandakar yang gagah harus adil dan bijaksana, tidak boleh
berbuat sewenang-wenang. Karena itu, Paman tidak berhak
membawa Giok Cu pergi" ujar Thio Han Liong tenang,
menatap yap song Kang. "Bocah" yap song Kang menatapnya dengan kaning
berkerut. " Engkau berani kurang ajar terhadapku, sekali tangan ini
kuayunkan, kepalamu pasti pecah"
"Akan kugigit tanganmu" sahut Tan Giok Cu mendadak-
"Ha ha ha" yap song Kang tertawa gelak-
"Kalian berdua masih kanak-kanak tapi - sudah saling
melindungi, sungguh luar biasa"
"Tentu." ujar Tan Giok Cu.
"Kami saling menyayang, maka harus saling melindungi.
Ayah dan ibumu saling mencinta, tentu mereka tidak akan
berpisah" "Engkau memang gadis kecil yang manis. Biar
bagaimanapun aku harus bawa engkau pergi." yap song Kang
menatapnya. "Itu tidak adil" tukas Thio Han Liong.
"Paman bukan seorang pandakar, melainkan seorang
penjahat" "oh?" Yap song Kang melotot.
"Harus bagaimana untuk disebut adil?"
"Belasan tahun lalu, Paman Tan mengalahkanmu" ujar Thio
Han Liong. "Kini Paman mengalahkannya, itu berarti seri. Nah, kalau
sekarang Paman membawa Giok Cu, apakah namanya adil?"
"Ngmmm" YaP song Kang manggut-manggut.
"Menurutmu harus bagaimana?"
"Tentunya harus bertanding sekali lagi, tapi bukan
sekarang" jeweb Thio Hen Liong.
"Aku tidak bise menunggu belesen tehun legi" ujer Yap
song Kang. "Namun aku akan memberi wektu tige heri. Tiga
hari kemudian aku akan ke Mari legi "untuk bertending dengen
Tan Ek seng. Jika dia menang berarti aku tidak akan muncul di
sini lagi selamanya, aku menang berarti aku akan bawa Giok
Cu pergi-" "Nah" Thio Hen Liong tertawa- "Ternyata Paman seorang
pandakar yang gagah-"
"Tan Ek Seng." ujar yap Song Kang.
"Tiga hari lagi aku akan ke mari lagi, mulai sekarang
engkau harus terus berlatih Ha ha ha..."
sambil tertawa gelak yap song Kang melesat pergi.
Tan Ek seng dan Lim soat Hong saling memandang,
mereka sama sekali tidak menyangka Thio Han Liong bermulut
begitu tajam, sehingga membuat yap song Kang langsung
mundur. Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Terima kasih atas bantuanmu yang membuat orang itu
pergi." ucapnya kepada Thio Liong.
"Bibi" Wajah Thio Han Liong tampak serius.
"Tiga hari kemudian dia akan ke mari lagi, Paman harus
bersiap-siap menghadapinya."
"Aku tidak dapat melawannya..." ujar Tan Ek seng, putus
asa. "Paman" Thio Han Liong menatapnya.
"kanapa Paman begitu cepat putus asa" Padahal masih
punya waktu untuk berpikir-"
"Eh?" Wajah Tan Ek seng langsung memerah dan panas.
"Engkau...." "Kakak tampan benar. Ayah-" ujar Tan Giok Cu.
"Masih ada tiga hari. Ayah bisa memikirkan jalan
keluarnya." Tan Ek seng menghela nafas panjang.
"Kepandaian song Kang amat tinggi, ayah - tidak bisa
mengalahkannya." "Bukankah Ayah bisa berlatih?" lukas Tan Giok Cu.
"Itu tidak mungkin." Tan Ek Seng menggeleng-gefengkan
kepala. "Walaupun ayah berlatih lima tahun, belum tentu bisa
mengalahkannya." "Paman" sela Thio Han Liong mendadak-
"Sebetulnya tidak sulit mengalahkan orang itu.hanya saja
Paman tidak tahu caranya, maka kewalahan menghadapi ilmu
pedangnya." "Eh?" Tan Ek seng menatapnya dengan kaning berkerutkerut.
" Engkau masih kecil, tidak baik bicara begitu."
"Paman, aku bicara sesungguhnya," tegas Thio Han Liong,
meyakinkan. "Ayah" sela Tan Giok Cu.
" Kakak tampan tidak pernah bohong, Giok Cu yakin dia
punya suatu cara untuk mengalahkan orang jahat itu."
"Diam" bentak Tan Ek seng.
"Suamiku" Lim soat Hong memandangi suaminya.
"Tidak baik engkau membentak Giok Cu, dia belum tahu
apa-apa." "Giok Cu...." Tan Ek Seng mandakati putrinya, lalu
membelainya seraya berkata.
"Maafkan ayah Karena, ayah sangat bingung."
"Ayah tidak usah bingung, tanya saja pada Kakak tampan"
sahut Tan Giok Cu. "Dia pasti bisa menemukan jalan keluarnya-"
Tan Ek seng tersenyum getir, kemudian memandang Thio
Han Liong seraya bertanya-
"Aku harus bagaimana, sebab tiga hari kemudian orang itu
akan ke mari lagi?" "Tentu paman harus mengalahkannya" jawab Thio Han
Liong. "Harus bagaimana mengalahkannya?" tanya Tan Ek seng
lagi- orang tua ini sebenarnya merasa lucu juga- Bagaimana
mungkin dirinya bertanya kepada anak kecil yang baru berusia
sepuluh tahun, sementara Lim soat Hong cuma menggelenggelengkan
kepala. "Paman. aku akan menjelaskan. Tapi paman tidak boleh
bertanya apa-apa padaku, sebab aku tidak akan menjawab"
ujar Thio Han Liong dan mulai menjelaskan sesuatu.
"Ilmu pedang orang itu memang cukup hebat dan
dahsyat." Ternyata Thio Han Liong menjelaskan tentang ilmu pedang
Yap song Kang, itu sungguh membuat Tan Ek seng dan Lim
soat Hong terkejut bukan main. Hal itu hampir membuatnya
tak percaya. "Hui Liong Kiam Hoat tidak dapat mengalahkannya,"
tambah Thio Han Liong. "Hanya mampu bertahan, itupun cuma dalam puluhan jurus
saja." "Lalu bagaimana?" tanya Tan Ek Seng sambil menatapnya
dengan penuh keheranan. "Engkau punya suatu cara mengalahkannya?" Thio Han
Liong tampak ragu. "Kakak tampan, bantulah ayahku" desak Tan Giok Cu.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak akan melupakan budimu selama- lamanya"
"Adik manis...." Thio Han Liong memandangnya sejenak,
setelah itu ia pergi memungut pedang Tan Ek seng yang
terpental tadi- "Kakak tampan" Tan Giok Cu terheran-heran.
"kanapa engkau mengambil pedang itu?"
"Adik manis" ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Aku ingin mempertunjukkan tiga jurus ilmu pedang pada
ayahmu" "oh?" Tan Giok Cu tertegun.
"Engkau mengerti ilmu pedang?" gumamnya.
"sedikit" Thio Han Liong tersenyum lagi, kemudian
memandang Tan Ek seng seraya berkala.
"Paman, perhatikan baik-baik tiga jurus ilmu pedang ini"
Sementara Tan Ek seng dan Lim soat Hong terus saling
memandang dengan penuh keheranan. Ketika Thio Han Liong
berkata begitu. Tan Ek seng cun langsung bertanya.
"Thio Liong, siapa yang mengajar engkau ilmu pedang?"
Thio Han Liong tidak menyahut, melainkan mulai
memperlihatkan tiga jurus ilmu pedangnya. Sejak kecil ia
sering melihat Thio Bu Ki ayahnya berlatih ilmu pedang, la
ingat semua jurus-jurus ilmu pedang itu.
Ketika Tan Ek seng bertarung dengan yap song Kang, ia
memperhatikan dengan seksama. Di samping itu, ia pun
membayangkan ilmu pedang ayahnya, sehingga ia tahu
dengan jurus apa kira-kira mengalahkan yap song Kang.
"Paman" seru Thio Han Liong seusai memperlihatkan ke
tiga jurus ilmu pedang itu.
"sudah ingat ke tiga jurus ilmu pedang yang kuperlihatkan
barusan?" Wajah Tan Ek seng kemerah-merahan, karena amat
terkejut ketika menyaksikan ke tiga jurus ilmu pedang itu.
"Paman perhatikan baik-baik" ujar Thio Han Liong dan
mulai memperlihatkan ke tiga jurus ilmu pedang itu lagi
sampai beberapa kali- "Bagaimana" Paman sudah ingat?" "Ng" Tan Ek seng
manggut-manggut. "Paman harus berlatih" ujar Thio Han Liong sungguhsungguh-
"Sebab ke tiga jurus iimu pedang itu pasti dapat
mengalahkan Paman yap-"
Tan Ek seng mengangguk. Diambilnya pedang di tangan
Thio Han Liong, kemudian mulai ia berlatih. Thio Han Liong
menyaksikannya dengan penuh perhatian. Kalau Tan Ek Seng
melakukan gerakan yang salah, anak kecil itu langsung
memberitahukan. Tan Ek seng semakin berlatih dengan semangat. Namun
hatinya merasa heran terhadap Thio Han Liong, sebab ilmu
pedang itu sungguh dahsyat dan luar biasa. Begitu pula Lim
soat Hong. Nyonya itu tidak habis pikir, tapi girang sekali
dalam hati. Yang paling girang adalah Tan Giok Cu, gadis kecil
itu terus memandang Thio Han Liong dengan mata berbinarbinar.
"Kakak tampan" bisik Tan Giok Cu.
"Engkau jahat sekali"
" Aku jahat?" gumam Thio Han Liong heran,
"Adik manis, kanapa engkau bilang aku jahat sekali?"
"Engkau mengerti ilmu pedang, tapi tidak pernah
memberitahukan padaku. Engkau memang jahat"
Wajah Tan Giok Cu cemberut.
Thio Han Liong tersenyum.
" Aku tidak jahat, hanya saja...."
"Tidak mau orang lain tahu engkau mengerti ilmu pedang
kan?" Tan Giok Cu menatapnya. Thio Han Liong mengangguk dan
berkata. "Adik manis, maafkan aku Aku punya kesulitan, maka tidak
memberitahukanmu bahwa aku mengerti ilmu pedang. Aku...
aku harus melindungimu."
"Aku tahu-" Tan Giok Cu tersenyum.
"Demi melindungi diriku, maka engkau membuka rahasia
sendiri dengan tiga jurus ilmu pedang itu. ya, kan?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"Terima kasih. Kakak tampan." ucap Tan Giok Cu dengan
wajah berseri- "Terima kasihi"
Dalam tiga hari ini. Tan Ek seng tak henti-hentinya berlatih
ke tiga jurus ilmu pedang tersebut- Lim soat Hong pun terus
mendampinginya. "Suamiku," tanya Lim soat Hong seusai Tan Ek Seng
berhenti berlatih. "Engkau sudah menguasai ilmu pedang itu?"
Tan Ek seng mengangguk, kemudian kaningnya berkerut
seraya berkata. "Aku tidak habis pikir, sebetulnya siapa Thio Liong itu."
"Aku yakin," ujar Lim soat Hong.
"Ke dua orang-tuanya pasti Bun Bu Gan cay (Mahir sastra
Dan silat)" "Tidak salah Tapi, kanapa anak itu meninggalkan rumah?"
Tan Ek Seng menggeleng-gelengkan kepala,
"Itu sungguh mengherankan."
"Setelah urusan ini beres, aku akan bertanya padanya."
ujar Lim soat Hong sambil tersenyum.
"Aku akan membujuknya."
"Isteriku, belum tentu dia akan berterus terang."
"Aku akan coba membujuknya." Lim soat Hong
menatapnya seraya bertanya,
"oh ya, apakah ilmu pedang itu dapat mengalahkan yap
song Kang?" "Mudah-mudahan" sahut Tan Ek seng.
Bersamaan itu muncullah Tan Giok Cu dan Thio Han Liong,
menghampiri Tan Ek seng. "Ayah sudah usai berlatih?" tanya gadis kecil itu.
"Ng" Tan Ek Seng mengangguk.
"Ayah, Ibu, Giok Cu sudah bertanya pada Kakak tampan,
ilmu pedang itu dapat mengalahkan paman yap. Pasti,
jawabnya." Tan Giok Cu memberitahukan dengan wajah berseri-seri-
"Thio Liong" Lim Soat Hong menatapnya lembut.
"Bagaimana kau begitu yakin?"
"Sebab aku sudah menyaksikan ilmu pedang paman yap-
Maka aku yakin dapat mengalahkannya dengan ke tiga jurus
ilmu pedang itu," jawab Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Thio Liong, sebetulnya itu ilmu pedang apa?" tanya Tan Ek
seng. "Maaf, Paman, aku tidak tahu. Tapi aku tahu nama jurusjurus
itu," jawab Thio Han Liong.
"Beritahukanlah" desak Tan Ek seng.
Jurus pertama adalah Hong soh yap Lok (Angin Berhembus
Daun-Daun pun Rontok), jurus ke dua adalah Kiam In Ap San
{Bayangan Pedang Menekan gunung), dan jurus ke tiga
adalah yun Tiong cay Hong (Pelangi Dalam Awan)"
Thio Han Liong memberitahukan.
"Siapa yang mengajarkan ilmu pedang itu?" tanya Lim soat
Hong menatap Thio Liong. "Maaf, Bibi," jawab Thio Han Liong.
"Aku tidak bisa memberitahukan, sebab aku punya
kesulitan." Lim Soat Hong tersenyum. "Kami tidak akan bertanya lagi padamu, tapi... jadi anak
baik tidak boleh berbohong, lho"
"Ya, Bibi" Thio Han Liong mengangguk-
Pagi ini ketika Thio Han Liong sedang menyapu di
pekarangan, mendadak muncul yap song Kang.
"Bocah Cepat panggil Tan Ek seng untuk bertanding
dengan aku, hari ini adalah pertandingan penghabisan" seru
Yap Song Kang dengan suara membentak.
Thio Han Liong segera berlari ke dalam. Tak seberapa lama
kemudian, Thio Han Liong sudah kembali bersama Tan Ek
seng, Lim soat Hong, dan Tan Giok cu.
"Ha ha ha" yap song Kang tertawa gelak-
"Hari ini pertandingan penentuan. Engkau kalah, harus
mengerahkan Giok Cu padaku Aku kalah, pergi dan
selanjutnya tidak akan datang mencarimu lagi"
"Baik-" Tan Ek seng mengangguk-
"Nah Bersiap-siaplah" ujar yap song Kang sambil
menghunus pedangnya- yap song Kang membentak keras,
lalu mulai menyarang Tan Ek seng.
Tan Ek seng cepat-cepat berkelit, sekaligus menangkis
serangan itu dengan Hui Liong Kiam Hoat.
"He he he" yap song Kang tertawa terkekeh-
"Masih menggunakan Hui Liong Kiam Hoat" Tidak ada ilmu
pedang lain?" Tan Ek Seng diam saja- sementara Lim soat Hong
menyaksikan pertarungan itu dengan kaning berkerut-kerut,
wajahnya tampak cemas sekali- sebab, apabila suaminya
kalah, tentunya ia akan kehilangan Giok Cu putrinya-
Pertarungan itu semakin seru, yap song Kang terusmenerus
melakukan serangan cepat, sehingga membuat Tan
Ek seng terdesak hebat- Di saat itulah mendadak Tan Ek Seng bersiul panjang
sambil balas menyarang Yap Song Kang dengan jurus Hong
soh yap Lok (Angin Berhembus Daun-Daun pun Rontok)
" Hah?" Bukan main terkejutnya Yap Song Kang ketika melihat
perubahan ilmu pedang Tan Ek Seng, ketika pedang itu
mengeluarkan suara mandaru-deru-
Yap Song Kang bergerak cepat meloncat ke samping, untuk
mengelakkannya. Namun dengan tak kalah cepat. Tan Ek
seng juga memburunya dengan jurus Kiam In Ap San
(Bayangan Pedang Menakan gunung). Pedang di tangan Tan
Ek seng berkelebat-kelebat secepat kilat, membuat yap song
Kang terkejut bukan main.
Mati-matian yap song Kang berkelit, namun Tan Ek seng
terus melanjutkan serangan dengan jurus yun Tiong cay Hong
(Pelangi Dalam Awan). Trang Terdengar suara benturan pedang yang amat
nyaring. Tampak sebuah pedang terpental ke udara, yang
ternyata milik yap song Kang.
" Ha a a h- - " yap song Kang berdiri dengan tubuh
menggigil gemetaran. Ternyata pedang Tan Ek seng telah
menempel di lehernya. "Ayah menang Ayah menang Ayah menang..." seru Tan
Giok Cu kegirangan. "Maaf" ucap Tan Ek Seng sambil menurunkan pedangnya.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu mau mengalah
padaku. Terimakasih - "
Mulut yap song Kang ternganga lebar dengan mata
terbelalaki sepertinya tidak percaya akan apa yang dialaminya.
" Ilmu pedang itu," gumam Yap Song Kang tergeragap.
"Itu bukan ilmu pedang Hui Liong Kiam Hoat," ujarnya.
Tan Ek Seng memberitahukan. "
Engkau bukan dikalahkan oleh ilmu pedangku."
"Aaah - " yap song Kang menghela nafas panjang.
"Belasan tahun aku menuntut ilmu pedang, tidak disangka,
tapi... kanapa tiga hari yang lalu engkau tidak mengeluarkan
ilmu pedang ini mengalahkan aku?"
Tan Ek Seng tersenyum. "Terus terang, tiga hari yang lalu aku belum belajar ilmu
pedang itu." "Hah?" Yap Song Kang tertegun.
"siapa yang mengajarkanmu ilmu pedang itu?"
"Anak kecil itu"
Tan Ek seng menunjuk Thio Han Liong.
"Apa?" Terperangah Yap song Kang, menatap Thio Han
Liong dengan mata terbeliak.
"Bocah Engkau... engkau yang mengajar Ek Seng ilmu
pedang itu?" Thio Han Liong mengangguk sambil tersenyum.
" Karena paman ingin membawa Giok Cu pergi, terpaksa
aku mengajar paman Tan ilmu pedang itu."
"Engkau?" Kelihatannya Yap Song Kang tidak percaya.
"Engkau masih begitu kecil, bagaimana mungkin-..."
" Kakak tampan tidak bohong, memang dia yang mengajar
ayahku ilmu pedang itu," timpal Tan Giok cu mendadak-
"Penasaran Aku sungguh penasaran sekali" gerundal Yap
song Kang. "Aku ingin menantangmu, tapi... engkau masih kecil."
"Paman" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku memang masih kecil, memang tidak pantas
bertanding dengan Paman. Tetapi. aku punya cara
mengalahkan paman." kaning yap song Kang langsung berkerut.
"Bagaimana caranya engkau mengalahkan aku?"
"Aku akan memperlihatkan beberapa jurus ilmu pedang,
paman harus perhatikan baik-baik, lalu berpikir memecahkan
ilmu pedang itu" "Baik. baik" Yap Song Kang tertawa.
"Cepatlah, perlihatkan ilmu pedang itu"
Thio Han Liong mengangguk, Tan Ek Seng segera
menyarahkan pedangnya, setelah menerima pedang itu,
mulailah Thio Han Liong memperlihatkan beberapa jurus ilmu
pedang, itulah jurus-jurus ilmu pedang yang dimainkan Thio
Bu Ki ayahnya. "sanggupkah paman memecahkan ilmu pedang itu?" tanya
Thio Han Liong seusai memperlihatkan jurus-jurus ilmu
pedang itu. "Hah?" kaning yap song Kang berkerut-kerut.
Tan Ek seng dan Lim soat Hong saling memandang.
Kelihatannya mereka pun tidak sanggup memecahkan ilmu
pedang itu. Lain halnya dengan Tan Giok Cu, gadis kecil itu
terus bersorak-sorak dalam hati kegirangan.
" Kakak tampan menang, paman yang jahat itu tidak
sanggup memecahkan ilmu pedangmu. Kakak tampan
menang" "Aaaah - " YaP song Kang menghela nafas panjang.
"Aku... aku tidak sanggup, percuma aku menuntut ilmu
pedang belasan tahun, akhirnya malah terjungkal di tangan
seorang anak kecil." gerutunya tampak kesal.
" Aku pun tidak mampu memecahkan ilmu pedang itu" ujar
Tan Ek seng memandang Yap song Kang.
" Ya ai" Yap song Kang menggeleng-gelengkan kepala.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudahlah Kita berdua memang seperti katak dalam sumur,
Saudara Tan, aku... aku minta maaf padamu. Kini aku telah
sadar, cinta tidak bisa dipaksa."
"Terima kasih, saudara Yap" ucap Tan Ek seng sambil
memberi hormat. " Kakak Yap. - " Lim soat Hong mandakatinya. Wanita
itupun memberi hormat seraya berkata.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu. Terima kasih - "
"Paman" Tan Giok Cu segera mandakatinya.
" Aku pun minta maaf, karena tadi telah mengatakan
Paman jahat" "Ha ha ha" yap song Kang tertawa gelak-
"Sesungguhnya paman tidak jahat, aku justru merasa
sayang padamu-" Tan Giok Cu tersenyum.
"Terima kasih, Paman"
"Kakak Yap," ujar Lim soat Hong.
"Mari, ke dalam rumah, sudah belasan tahun kita tidak
berkumpul." "Terimakasih." ucap yap song Kang sambil menggelengkan
kepala "Aku tidak mau mengganggu kalian, oh ya, sebetulnya
siapa bocah itu?" "Kami... kami pun belum begitu jelas mengenai dirinya,"
sahut Tan Ek Seng sambil menggelengkan kepalaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudah tiga tahun dia bekerja di- sini, tapi tetap
merahasiakan identitasnya"
"oh?" Yap song Kang menatap Thio Han Liong.
"siauwhiap (Pandakar Kecil), aku kagum sekali pada mu.
Bolehkah aku tahu namamu?"
"Namaku Thio Liong"
"Thio Liong...?" gumam yap song Kang dengan kaning
berkernyit. "siapa ke dua orangtuamu?"
"Maaf, Paman" sahut Thio Han Liong.
"Aku tidak bisa memberitahukan, karena punya kesulitan."
"Baiklah" yap song Kang manggut-manggut.
"oh ya, engkau pernah bilang, seorang pandakar harus
gagah, adil, dan bijaksana."
Thio Han Liong tersenyum.
"Aku tahu maksud Paman."
"Apa maksudku, coba beritahukan"
"Karena aku mengajar Paman Tan tiga jurus ilmu pedang,
maka Paman menghendaki begitu Ya, kan?"
"Bukan main" yap song Kang menatapnya dalam-dalam.
"Engkau sungguh cerdas sekali."
"Paman, aku akan mengajar Paman beberapa jurus ilmu
pedang yang kuperlihatkan tadi-"
"oh?" Wajah yap song Kang berseri-seri.
"Terima kasih" Thio Hen Liong mulai mengajar yap song Kang beberapa
jurus ilmu pedang itu, sekaligus menjelaskan, yap song Kang
manggut-manggut, lalu mulai berlatih.
"He he he" yap song Kang tertawa gembira.
"Tak disangka aku akan memperoleh beberapa jurus ilmu
pedang yang begitu hebat. He he he..."
"Paman" pesan Thio Hen Liong, "Kelau tidak dalam
keadaan behaya, janganlah mengeluarkan ilmu pedang ini.
sebab, setiap jurus pasti mematikan pihak lawan"
"ya" yap song Kang mengangguk-
"Terima kasih Thio siauwhiap- Terima kasih"
"seudara yap" ujar Tan Ek seng.
"Mari ke dalam, minum teh dulu."
"Terima kasih." Yap song Kang memandang mereka,
kemudian manggut-manggut seraya berkata.
" Kalian berdua memang suami isteri yang behagia, aku
turut gembira. sampai jumpa"
Mendadak yap song Kang melesat pergi. Tan Ek seng dan
Lim soet Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman" seru Tan Giok Cu, namun yap song Kang sudah
tidak kelihatan. Gedis itu lalu mandakati Thio Hun Liong.
" Kakak tampan, terima kasih"
Thio Han Liong tersenyum.
"Kakak tampan, aku... aku..." ujar Tan Giok Cu terputusputus
sambil menatapnya. "Adik manis, mau apa?" tanya Thio Han Liong heran.
"Giok Cu" Lim Soat Hong tersenyum.
"Engkau ingin belajar silat pada Thio Liong?" Tan Giok Cu
mengangguk- "Thio Liong" Lim Soat Hong menatapnya lembut kepada
anak itu. "Bersediakah engkau mengajar Giok Cu ilmu silat?"
"Ya, Bibi" Thio Han Liong mengangguk-
"Terima kasih. Kakak tampan," ucap Tan Giok Cu.
"Ayo, ajarkan aku sekarang"
"Adik manis, engkau ini kan seorang gadis yang harus
lemah lembut- Aku akan mengajar engkau ilmu silat yang
lemas gerakannya- Itu sangat berguna bagimu-"
Tan Giok Cu tampak gembira sekali-
"Ilmu silat apa itu?" tanyanya-
"Lihatlah baik-baik,"
Thio Han Liong tampak mulai memperlihatkan Thay Kek
Kun (Ilmu Pukulan Taichi), ajaran ayahnya.
Tan Ek seng, Lim soat Hong, dan Tan Giok Cu
memperhatikan dengan terkagum-kagum, setelah Thio Han
Liong berhenti- Tan Giok Cu bertepuk-tepuk tangan sambil
bersorak- "Kakak tampan Engkau mahir sekali menari."
"Itu ilmu silat tingkat tinggi, bukan tarian" ujar Tan Ek seng
sungguh-sungguh- "Maka engkau harus belajar dengan giat, jangan
mengecewakan Kakak tampan itu"
"ya. Ayah" Tan Giok Cu mengangguk, kemudian bertanya
pada Thio Han Liong. "Kakak tampan, ilmu silat apa itu" Kok begitu lemas?"
"They Kek Kun" Thio Han Liong memberitahukan.
"Apa?" Bukan main terkejutnya Tan Ek seng dan Lim soat
Hong. "Benarkah itu Thay Kek Kun ciptaan guru besar Thio sam
Hong?" "Ya" Thio Han Liong mengangguk-
"Engkau- - " Tan Ek Seng terbelalak-
"Engkau punya hubungan dengan partai Bu Tong?"
Thio Han Liong mengangguk perlahan.
Tan Ek seng dan Lim soat Hong saling memandang,
"Engkau" Lim soat Hong berkata.
"Kalian berdua main di sini saja Kami mau ke dalam."
Mereka berdua masuk ke rumahi bahkan langsung ke kamar.
"Isteriku - ." Wajah Tan Ek seng tampak serius sekali.
"Mulai sekarang kita harus baik-baik memperlakukan Thio
Liong itu, sebab dia punya asal-usul yang agak luar biasa."
" Aku justru masih bingung" ujar Lim soat Hong.
"sebetulnya dia anak siapa?"
"Aku yakin - ." Tan Ek seng tersenyum.
"Tidak lama lagi dia akan berterus terang pada kita."
"Ngmm" Lim soat Hong manggut-manggut.
"Kelihatannya Giok Cu sangat baik padanya, mudahmudahan
mereka berdua akan saling mencinta kelak-"
"ya" Tan Ek seng mengangguk "Mudah-mudahan."
Bab 7 Rimba Persilatan Mulai Dilanda Badai
Dalam tiga tahun ini sudah banyak perubahan di daratan
Tionggoan. sejak Cu Goan ciang jadi kaisar, rakyat bisa hidup
makmur, sebab Cu Goan Ciang sangat memperhatikan nasib
rakyat jelata, membuat pengairan dan lain sebagainya.
oleh karena itu, rakyat jelata amat mencintai sang kaisar,
sejarah pun mencatat bahwa Cu cioan ciang merupakan kaisar
yang baik, adil dan bijaksana. sebaliknya, dalam rimba
persilatan justru mulai timbul suatu badai. Dalam tiga tahun
ini, sudah banyak Hweeshio-hweeshio siauw Lim Pay jadi
korban keganasan ilmu pukulan cing Hwee ciang.
siapa pembunuh itu" Tiada seorang pun yang tahu oleh
karena itu, ketua siauw Lim Pay, Kong Bun Hong Tin
mengutus belasan Hweeshio tingkatan Goan, pergi
menyalidikinya. Akan tetapi, belasan Hweeshio itupun jadi
korban. Bayangkan, betapa gusarnya Kong Bun Hong Tio-
Akhirnya ketua siauw Lim Pay mengutus Kong Ti seng Ceng
adik seperguruannya pergi menyalidiki pembunuhan itu.
Berhubung tiada seorang pun kaum rimba persilatan yang
tahu siapa pembunuh itu, maka diberi julukan si Pembunuh
Misterius. Belum lama ini, dalam rimba persilatan muncul empat jago
yang berkepandaian tinggi sekali. Mereka adalah Tong Koay
(siluman Dari Timur) oey suBin, si Mo (iblis Dari Barat) Buyung
Hok, Lam Khie (orang Aneh Dari selatan) Toan Thian Hie dan
Pak Hong (si Gila Dari utara) Lim Bun Kim.
Kemunculan ke empat jago itu sangat menggemparkan
rimba persilatan. Tiada seorang pun mengetahui asal-usul
mereka, bahkan Tong Koay Oey su Bin telah mengalahkan
ketua Kun Lun pay dan ketua Hwa san Pay- Ini merupakan
kejadian yang sangat mengejutkan rimba persilatan.
Hari ini,jie Lian ciu dan saudara-saudara seperguruannya
berkumpul di ruang meditasi. Mereka menyampaikan sesuatu
yang amat penting pada Thio sam Hong guru besar itu.
"Jadi belum ada yang tahu siapa pembunuh misterius itu?"
tanya Thio sam Hong sambil mengerutkan kaning.
"Memang belum ada yang tahu," jawab jie Lian cui, ketua
Bu Tong Pay. "sudah banyak Hweeshio-hweeshio siauw Lim Pay
tingkatan Goan yang jadi korban. Dan kini Kong Ti seng Ceng
telah meninggalkan siauw Lim Sie untuk menyalidiki
pembunuh misterius itu."
"oh?" Thio sam Hong tampak terkejut.
"Urusan ini sudah gawat sekali. Kalau tidak, bagaimana
mungkin Kong Ti seng Ceng sendiri pergi menyalidiki
pembunuh misterius itu?"
"Kelihatannya memang sudah gawat sekali," timpal Jie Lian
ciu. "Bahkan belum lama ini, dalam rimba persilatan telah
muncul empat jago yang berkepandaian tinggi sekali."
"siapa mereka itu?" tanya Thio sam Hong.
"Tiada seorang pun kaum rimba persilatan yang tahu asalusul
mereka." jawab jie Lian Ciu memberitahukan. Mereka
berempat adalah Tong Koay-Oey su Bin, si Mo-Buyung Hok,
Lam Khie-Toan Thian Ngie, dan pak Hong-Lim Bun Kim. Ke
empatnya telah bertanding di puncak gunung Hwa san. Konon
mereka sama kuatnya. Namun.... Tong Koay Oey Su-Bin dapat
mengalahkan ketua Kun Lun Pay dan ketua Hwa san Pay.
"oh?" Thio sam Hong tampak tertegun, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketika guru masih kecil, guru pernah dengar ada empat
jago yang berkepandaian luar biasa. Mereka berempat adalah
Tong sia (si sesat Dari Timur) oey yok su, si Tok (si Racun
Dari Barat) ouw yang Hong, Lam Ti (Raja Dari selatan) Toan
Hong ya dan Pak Kay (si Pengemis sakti Dari utara) Ang cit
Kong. Kepandaian mereka seimbang dan pernah bertanding di
puncak gunung Hwa San. Kini justru muncul empat jago,
kelihatannya mereka berempat ingin menyamai keempat jago
masa lalu itu." "Tong Koay She Oey, mungkinkah dia punya hubungan
dengan Tong si -oey yok su?" tanya Jie Thay Giam.
"Tidak mungkin," sahut Thio sam Hong.
"sebab Tong sip-Oey yok su cuma punya seorang anak
perempuan bernama oey yong yang menikah dengan Kwee
Ceng, maka guru yakin Tong Koay-oey su Bin tidak punya
hubungan dengan oey yok su."
"yang paling jahat dan kejam adalah si Mo-Buyung Hok, dia
sering membunuh para pesilat golongan putih" ujar jie Lian
ciu. "oh?" Thio sam Hong terkejut, kemudian menghela nafas
panjang. "Aaah Kelihatannya darah akan membanjiri rimba
persilatan. Kini telah berdiri tujuh partai besar dalam rimba
persilatan. Tentunya partai Kun Lun dan Hwa San tidak akan
tinggal diam." "Guru," tanya jie Lian ciu mendadak-
"Kita harus bagaimana apabila pihak Kun Lun pay dan Hwa
San Pay ke mari minta bantuan?"
"Lian cu", Thio sam Hong menatapnya tajam.
"Guru sudah berada di ruang meditasi ini, aku tidak mau
memusingkan urusan apa pun. Engkau adalah ketua Bu Tong
Pay, berundinglah dengan saudara-saudara seperguruanmu"
"ya, Guru."Jie Lian ciu mengangguk-
"Aeeahi.." Mendadak Thio sam Hong menghela nafas
panjang. "sudah sepuluh tahun lebih tiada kabar beritanya mengenai
Thio Bu Ki, dia entah berada di mana dan bagaimana
keadaannya, Guru sudah tua sekali, ingin melihatnya sebelum
ajal datang menjemput guru." Wajah Jie Lian ciu berubah
murung. " Kami pun rindu sekali padanya"
"Guru" In Lie Heng memberitahukan,
"ciu Ci Jiak pun tiada kabar beritanya, murid pernah ke Go
Bi San menemui Ceng Hi suthay. Ketua Go Bi Pay itu tidak
tahu mengenai Ciu Ci Jiak."
"Aaah - " Thio sam Hong menghela nafas panjang lagi.
"Sebetulnya Bu Ki berada di mana?"
"Guru" ujar Jie Lian ciu.
"Kami akan berusaha mencarinya- Guru tenang saja."
"Guru berharap sebelum ajal bisa bertemu Bu Ki, guru
rindu sekali padanya...."
Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala dan
bergumam. "Apakah dia sudah menikah dengan Tio Beng dan sudah
punya anak pula?" "Besok murid akan pergi cari Bu Ki." ujar Jie Lian ciu.
"Lebih baik aku saja yang pergi cari Bu Ki." sela song wan
Kiauw. "Bagaimana menurut guru?"


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik" Thio sam Hong manggut-manggut dan berpesan.
"Namun engkau harus berhati-hati, jangan terulang lagi
kejadian masa lampau itu"
"ya, Guru" Song Wan Kiauw mengangguk- Keesokan harinya,
berangkatlah song wan Kiauw pergi mencari Thio Bu Ki, ia
mengambil arah utara. Bagaimana keadaan Thio Bu Ki dan Tio Beng yang tinggal
diculau Hong Hoang to" Ternyata muka mereka agak rusak
seperti bekas terbakar. Bahkan Iwekang Thio Bu Kipun lenyap
sebagian besar, lantaran terluka parah, tergempur oleh
Iweakang gabungan dari sembilan Dhalai Lhama.
"Aaaah - " Thio Bu Ki menghela nafas panjang. "Aku tidak
sangka nasib kita akanjadi begini."
"Bu Ki Koko" Tio Beng memandang bulan purnama yang
bergantung di langit. "sudah tiga tahun...."
"Beng Moay" Thio Bu Ki menatapnya.
"Wajahmu...." "Bu Ki Koko" ujar Tio Beng dengan air mata meleleh-
"Aku tidak memikirkan wajahku, melainkan memikirkan Han
Liong anak kita itu-"
"Aaathh" Thio Bu Ki menghela nafas lagiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudah tiga tahun, entah bagaimana keadaannya?"
"Mungkinkah dia masih hidup?" gumam Tio Beng sambil
menundukkan kepala, air matanya berderai-derai.
"Han Liong...."
"Beng Moay." ujar Thio Bu Ki sungguh-sungguh-
"Lebih baik engkau ke Tionggoan mencarinya. Aku seorang
diri di pulau ini tidak apa-apa-"
Tio Beng terisak-isak "Bagaimana mungkin aku me-ninggalkanmu seorang diri di
pulauini" Kepandaianmu telah musnah sebagian besar."
"Beng Moay...-" Thio Bu Ki membelainya.
"Engkau tidak usah memikirkan diriku, lebih baik engkau ke
Tionggoan mencari Han Liong. Dia - dia anak kita satusatunya."
"Tapi - ." Tio Beng menggeleng-gelengkan kepala gelisah-
"Kalau mau ke Tionggoan, mari kita pergi bersama"
"Tidak bisa" Thio Bu Ki menghela nafas panjang,
"sebab kepandaianku - " Tio Beng terisak-isak.
"Beng Moay, sebetulnya aku rindu sekali pada Thay suhu
dan paman-paman yang di gunung Bu Tong. namun
keadaanku...." Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"Semua ini adalah perbuatan cu Goan ciang keparat itu,"
ujar Tio Beng dengan mata berapi-api.
"Aku harus membunuhnya kelak"
Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"Beng Moay... engkau tidak mau ke Tionggoan mencari
Han Liong?" Tio Beng menatapnya dengan air mata berlinang-linang.
"Sebetulnya aku memang ingin ke Tionggoan mencari Han
Liong, tapi berat rasanya meninggalkan engkau seorang diri di
sini." "Beng Moay." Thio Bu Ki tersenyum. "Engkau boleh pergi
ke Tionggoan mencari Han Liong, jangan memikirkan aku"
"Tidak" Tio Beng menggelengkan kepala.
"Aku tunggu sampai keadaanmu pulih baru kita pergi
bersama." "Tapi - " Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Masih lama sekali."
"Tidak apa-apa," Thio Beng tersenyum menghiburnya.
"Lagipula aku yakin tidak akan terjadi suatu apa pun atas
diri anak kita, tidak mungkin cu Goan ciang akan
membunuhnya-" "Kupikir memang begitu. Maka aku tidak terlalu
mencemaskannya," ujar Thio Bu Ki.
"Tapi...." "kanapa?" "yang kucemaskan adalah para Dhalai Lhama itu akan
membawanya ke Tibet, sebab mereka menghendaki kitabkitab
Kiu fm dan Kiu Yang cin kang."
"Bu Ki Koko," ujar Thio Beng dengan kaning berkerut.
" Aku justru masih bingung, kalau para Dhalai Lhama itu
menghendaki kitab-kitab tersebut, kanapa mereka tidak
datang ke mari lagi?"
"Maksudmu Han Liong ditukar dengan kitab-kitab itu?"
"ya" "Benar" Thio Bu Ki manggut-manggut.
"Memang mengherankan, tujuan mereka menangkap Han
Liong cuma dijadikan sandera, itu pasti bukan perintah dari Cu
Goan ciang. Tapi, kanapa para Dhalai Lhama itu tidak
mengutus orang ke mari?"
"Mungkinkah...." suara Thio Beng agak bergemetar.
"Han Liong telah dibunuh mereka?"
"Itu tidak mungkin" Thio Bu Ki menggelengkan kepala.
" Aku pikir kemungkinan besar telah terjadi sesuatu di
tengah jalan." "Maksudmu Han Liong ditolong orang?"
"Kira-kira begitulah"
"Kalau Han Liong ditolong orang, kanapa dia tidak pulang?"
"Beng Moay...." Thio Bu Ki tersenyum.
"Tentunya dia tidak tahu jalan pulang, lagipula dia pasti
merahasiakan identitas dirinya."
"Ngmmm" Thio Beng manggut-manggut.
"oh ya. Bu Ki Koko, kira-kira kapan keadaanmu bisa pulih
seperti sedia kala?"
"Mungkin masih membutuhkan waktu beberapa tahun,"
Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau aku tidak memiliki Kiu yang Sin Kang, aku pasti
sudah mati." "Bu Ki Koko" tanya Thio Beng mendadak.
"Apakah tiada cara menghancurkan formasi para Dhalai
Lhama itu?" "Menghancurkan formasi itu memang bisa, namun tidak
gampang menghadapi tenaga dalam gabungan mereka, itu
merupakan ilmu yang sangat istimewa, Harus ditanyakan pada
Thay Suhu Thio Sam Hong, mungkin Thay Suhu sudah mampu
memecahkannya." Thio Beng menghela nafas panjang,
"Hingga saat ini, aku belum bisa melupakan kematian ciu Ci
Jiak, Aku... aku harus menuntut balas pada para Dhalai Lhama
itu" "Beng Moay...." Thio Bu Ki tersenyum getir.
"Menuntut balas pakai apa" Kepandaianmu...."
"Engkau tidak mau balas dendam?"
"Kita berdua tidak mampu melawan mereka," Thio Bu Ki
menggeleng-gelengkan kepala.
"Setelah aku pulih kelak kita pergi menemui Thay Suhu
untuk mohon petunjuk. Barulah kita cari para Dhalai Lhama
itu." "ya" Thio Beng mengangguk.
Sementara itu, Kong Ti Seng Ceng masih terus melakukan
perjalanan untuk menyalidiki pembunuh misterius "Paderi sakti
itu telah menjelajahi beberapa daerah dan berbagai kota.
namun tetap tidak menemukan jejak pembunuh misterius
tersebut. Selama perjalanan ini, Kong Ti seng Ceng juga mandengar
tentang kemunculan keempat jago dari timur, barat, selatan,
dan utara itu- yang mengejutkannya ialah si Mo (iblis Dari
Barat), sebab si Mo masih terus membantai kaum golongan
putih. oleh karena itu, secara tidak langsung kaum golongan
hitam mengangkatnya sebagai Hek To Beng Cu (Ketua
golongan Hitam), sedangkan golongan sesat mengangkat
Tong Keay (siluman Dari Timur) sebagai ketua golongan sesat.
Lam Khie (orang Aneh Dari selatan) dan Pak Hong (si Gila Dari
utara) tetap bergerak seorang diri.
"omitohud" ucap Kong Ti seng Ceng dalam hati.
"Sungguh di luar dugaan, rimba persilatan kini jadi kacau
balau, bahkan dilanda banjir darah pula"
Kong Ti seng Ceng terus melanjutkan perjalanan. Ketika
memasuki sebuah lembah, mendadak terdengar suara tawa
yang sangat memekakkan telinga membuat tersentak kang Ti
Seng Ceng. Berdasarkan suara tawanya yang sangat dahsyat
dapat diketahui betapa tingginya Lweakang pemilik suara itu.
"Ha ha ha Ha ha ha...."
Tak lama muncullah seorang lelaki berusia sekitar tiga
puluh lima tahun berwajah tampan dan gagah-
"Selamat bertemu Kong Ti seng Ceng, terimalah hormatku"
"omitohud" sahut Kong Ti seng Ceng sambil menatapnya
tajam. "Bolehkah aku tahu siapa engkau, orang gagah?"
Lelaki itu tertawa. "Aku bukan orang gagah, melainkan adalah orang yang
berhati kejam." "omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng.
"Tahun harus berubah, lautan kesengsaraan tiada batas,
cepatlah engkau bertobat"
"Aku akan bertobat setelah membunuh musuh-musuhku"
sahut lelaki itu sambil tersenyum.
"siapa musuh-musuhmu itu?" tanya Kong Ti seng Ceng.
"Banyak sekali" jawab lelaki itu.
"Termasuk, siauw Lim Pay"
"omitohud" ucap Kong Ti seng ceng.
"Jadi, engkaukah pembunuh misterius itu?"
"Betul" Lelaki itu mengangguk-
"Aku yang akan membunuh para Hweeshio siauw Lim Pay
tingkatan Goan." "omitohud" Kong Ti seng Ceng terbelalak kaget.
"kanapa engkau membunuh mereka?"
"Ha ha ha" Lelaki itu tertawa gelak-
"Tentunya aku punya dendam dengan siauw Lim Pay,
bahkan aku pun ingin membunuh Tiga Tetua siauw Lim Pay
pula, yaitu Touw Lan, touw ki dan touw Ciat berikut Kim Mo
say ong-cia sun" "omitohud" Kong Ti seng Ceng semakin terkejut.
"kanapa engkau ingin membunuh Tiga Tetua kami?"
"Ha ha ha" Lelaki itu tertawa lagi. "Karena mereka bertiga telah melindungi cia sun, maka aku
harus membunuh mereka. Namun sekarang...."
"Engkau ingin bunuh aku?" tanya Kong Ti seng ceng
dengan kaning berkerut, "ya" Lelaki itu mengangguk pasti.
"omitohud Bolehkah aku tahu siapa engkau dan kanapa
engkau mandandam pada siauw Lim Pay?"
"Padri tua Engkau tidak perlu tahu, bersiap-siaplah
menerima pukulanku Kalau engkau mampu bertahan sampai
sepuluh jurus, aku akan melepaskan engkau kembali ke siauw
Lim sie." "omitohud" kang Ti seng Ceng tersenyum.
"Baiklah, Tapi, kalau aku mampu bertahan sampai sepuluh
jurus, engkau harus memberitahukan pada ku tentang
dirimu." "Baik." Lelaki itu mengangguk, lalu menarik nafas dalamdalam
sekaligus mengerahkan Lweakangnya.
kang Ti seng Ceng juga mulai mengerahkan Iweakangnya.
Namun mandadak padri tua itu tersentak, ternyata ia melihat
sepasang telapak tangan lelaki itu mengeluarkan cehaya agak
kehijau-hijauan. Karena itu, sang padri tua pun segera
menghimpun Kim kang sin kang (Tenaga sakti Arhat) untuk
melindungi diri "kong Ti seng Ceng," seru lelaki itu sambil menyerang,
jurus pertama sepasang telapak tangan lelaki itu berkelebat-kelebat
mengerah pada kong Ti seng Ceng. Tapi padri tua itu tidak
berkelit, malah menangkis dengan Kim kang Hok Mo cieng
(Ilmu pukulan Arhat Penakluk iblis).
Ini adalah ilmu pukulan andalan siauw Lim Pay. Dapat
dibayangkan, betapa hebatnya ilmu pukulan tersebut, sebab
ilmu pukulan itu adalah ilmu pukulan keras, sedangkan lelaki
itu menggunakan cing Hwee Cieng yang bersifat lemas dan
mengandung api. suara benturan seketika terdengar dari
beradunya ke dua pukulan itu. kong Ti seng Ceng dan lelaki ilu
sama-sama terdorong beberapa langkah-
"He he he kong Ti seng Ceng, ilmu pukulanmu hebat juga"
kong Ti seng Ceng diam saja- Wajahnya tampak pucat
pias- Ternyata ketika ke dua pukulan itu beradu, Kong Ti seng
ceng merasa ada tenaga yang amat dahsyat menghantam
dadanya, sehingga membuat dadanya jadi panas seperti
terbakar. "omitohud" ucap Kong Tiseng ceng kemudian.
"Ilmu pukulan ceng Hwee Ciang sungguh dahsyat dan
hebat. Pantas para muridku tak sanggup melawanmu."
"Ha ha ha" Lelaki itu tertawa terbahak-bahak.
"Coba sambut seranganku lagi"
Ketika lelaki itu kembali menyerang, Kong Ti seng ceng
cepat mengibaskan lengan jubahnya untuk menangkis.
Blaar... Terdengar suara seperti ledakan menggelegar
keras. Kong Ti seng Ceng terlontar deras lima enam langkah,
sedangkan lelaki itu cuma terdorong dua langkah- Yang
mengejutkan adalah lengan jubah Kong Ti seng Ceng, hangus
terbakar. "Ha ha ha" Lelaki itu terus tertawa, kemudian menyarang
lagi. Kong Ti seng Ceng terus menangkis, pada jurus ke tujuh
kelihatannya padri tua itu mulai tak sanggup menerima
pukulan yang dilancarkan lawannya. "Kong Ti seng Ceng" seru
lelaki itu sambil menyerang,
"Ini adalah jurus ke delapan"
Kong Ti seng Ceng menangkis dengan salah satu jurus
ilmucukulan Kim Kong Hok Mo Ciang, jurus yang paling
ampuh- Glaar... Kong Ti seng Ceng kembali terdorong ke belakang,
bahkan hampir sepuluh langkah. Kemudian terduduk bersila,
sementara lawannya hanya terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkahsetelah

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu dia pun tertawa terbahak-bahak
"kang Tiseng Ceng, aku tidak perlu menyerang lagi, sebab
engkau sudah terluka dalam, sampai jumpa Ha ha ha...."
Lelaki itu melesat pergi, sementara kang Ti seng ceng
masih tetap duduk bersila-Ternyata padri tua itu menghimpun
hawa murninya, agar dadanya tidak terlampau sakit.
"uaaakh - " Mendadak kang Ti seng Ceng muntah darah
segar. Namun yang sungguh mengejutkan, darah itu agak
kehijau-hijauan. "omitohud" Usai mengucap itu, kong Ti seng Ceng terkulai pingsan,
sesaat kemudian muncul seseorang setengah tua yang tidak
lain song wan Kiauw yang sedang mencari Thio Bu Ki. Betapa
terkejutnya dia ketika melihat seorang Hweeshio tua terkapar
di situ. seaereleh ia mandakatinya.
"kong Ti seng ceng..."
song Wan Kiauw bertambah terkejut melihat Hwee-shio tua
itu ternyata kang Ti seng Ceng dari siauw Lim Pay. la cepatcepat
menyadarkannya dengan cara menyalurkan
Lweakangnya ke dalam tubuh kang Ti seng ceng. Tak
seberapa lama kemudian, sadarlah kang Tiseng Ceng dari
pingsannya dan sekaligus duduk bersila.
"omitohud" ucap kang Ti seng Ceng.
"Terima kasih."
"siapa yang melukai seng Ceng?"
"Aaah-" kang Ti seng Ceng memperlihatkan dadanya, yang
terdapat bekas agak kehijau-hijauan.
"Hah?" Bukan main terkejutnya song Wan Kiauw.
"Cing Hwee Ciang...."
"omitohud" kong Ti seng Ceng manggut-manggut.
" Aku telah bertarung dengan pembunuh misterius itu,
namun pada jurus ke delapan aku sudah terluka."
"oh?" song wan Kiauw terbelalak.
"Begitu hebat ilmu pukulan ceng Hwee Ciang itu?"
"ya" Kong Ti seng Ceng mengangguk-
"Kalau dia menyerang lagi, aku pasti binasa."
"Kong Ti seng Ceng." song wan Kiauw agak heran.
"keenapa pembunuh misterius itu tidak menyerang lagi?"
"omitohud" Kong Ti seng ceng menggelengkan kepala. "Aku justru
tidak habis pikir tentang itu, mungkin dia menghendakiku
menyampaikan kejadian ini pada ke tiga paman guruku."
"Maksud seng Ceng, ke tiga Tetua siauw Lim Pay?"
"Betul." Kong Ti seng Ceng mengangguk sambil menghela nafas
panjang. "Pembunuh itu memberitahukan padaku, bahwa dia akan
ke siauw Lim sie membunuh ke tiga paman guruku dan Cia
sun." "Hah?" song wan Kiauw terbelalak mandangar penuturan itu.
"omitohud Ini merupakan bencana bagi siauw Lim Pay,"
ujar Kong Ti seng Ceng dengan wajah murung.
"Seng Ceng tahu siapa pembunuh misterius itu?"
"Dia masih muda, sekitar tiga puluh lima tahun," Kong Ti
seng Ceng memberitahukan.
"Namun aku sama sekali tidak tahu siapa dia dan kanapa
begitu dendam pada siauw Lim Pay."
"Kong Ti seng Ceng," song wan Kiauw menatapnya.
"Bagaimana luka di dada seng Ceng" Perlukah aku
mengantar seng ceng culang ke siauw Lim sie?"
"Tidak usah-" Kong Tiseng ceng tersenyum getir.
"Aku masih kuat untuk pulang ke sana oh, ya kanapa song
Tayhiap berada di lembah ini?"
"Kebetulan lewat," ujar Song Wan Kiauw memberitahukan.
"Aku sedang mencari Bu Ki, tapi... tiada hasilnya."
"Thio Bu Ki?" kang Ti seng Ceng menggeleng-gelengkan
kepala. "sudah sepuluh tahun lebih tiada kabar beritanya. Apa
rencanamu sekarang?"
"Mau pulang ke Bu Tong san."
"Kalau begitu, sampaikan salamku pada gurumu Thio sam
Hong" "ya" "omitohud Baiklah, kita berpisah di sini, aku harus segera
pulang ke Siauw Lim sie-"
"selamat jalan, seng Ceng" ucap song wan Kiauw.
"omitohud" sahut kong Ti seng Ceng lalu melangkah pergi.
Song Wan Kiauw memandang punggung padri tua itu
sambil menghela nafas panjang, sungguh tak disangka padri
itu terluka di tangan pembunuh misterius tersebut, setelah
menghela nafas panjang, song Wan Kiauw melesat pergi
meninggalkan lembah itu, tujuannya kembali ke gunung Bu
Tong. (Bersambung keBagian 4) Jilid 4 Song Wan Kiauw terus melanjutkan perjalanan menuju ke
gunung Bu Tong. Sudah sekian lama ia mencari Thio Bu Ki,
namun tidak juga menemukan jejaknya. Akhirnya ia
mengambil keputusan pulang ke gunung Bu Tong. Namun di
lembah itu la bertemu Kong Ti Seng Ceng dalam, keadaan
terluka. Kini Song Wan Kiauw telah memasuki daerah ouw Lam.
Ketika sedang melewati jalan gunung yang agak sempit,
mendadak melayang turun sosok bayangan di hadapannya.
Sosok bayangan itu ternyata seorang tua berusia tujuh
puluhan. "Ha ha ha" Orang tua itu tertawa gelak.
"Selamat bertemu Song Tayhiap"
"Maaf" Song Wan Kiauw tercengang karena ia tidak kenal
orang tua itu. "Siapa Cianpwee?"
"Song Tayhiap" orang tua itu menatapnya.
"Aku memang tidak pernah berkecimpung dalam rimba
persilatan. Namun setelah usiaku berkepala tujuh, aku malah
tertarik terhadap rimba persilatan, itu membuat diriku terjun
ke dalam rimba persilatan. Engkau adalah murid guru besar
Thio Sam Hong yang di dewa-dewakan, oleh karena itu, aku
ingin menjajal kepandaianmu."
"Cianpvee...." "Jangan mengatakan tidak mau bertanding dengan aku,
sebab akan mempermalukan Bu Tang Pay potong orang tua
itu cepat. "Engkau harus tahu, aku adalah Tang Koay (Siluman
DariTimur) oey su Bin."
"oh?" song wan Kiauw tersentak-
"Cianpwee" "Kita bertanding sepuluh jurus saja," ujar Tong Koay-oey
Su Bin bernada memaksa. Kita cuma bertanding bukan saling
membunuh" "Baiklah" song Wan Kiauw mengangguk-
"Kita bertanding dengan tangan kosong atau bersenjata?"
"Ha ha ha" Tong Koay Oey Su Bin tertawa.
" Cukup dengan tangan kosong saja. Aku dengar Thay Kek
Kun ciptaan guru besar Thio sam Hong sangat dahsyat maka
aku ingin menjajalnya."
song Wan Kiauw mengangguk, lalu segera mengerahkan
Lweekangnya. Tong Koay Oey Su Bin pun tak ingin kalah,
segera melakukan hal yang sama.
"song Tayhiap, engkau boleh menyerang duluan"
"Maaf, Cianpwee" ucap song wan Kiauw sambil melesat
menyerangnya dengan ilmu pukulan Thay Kek Kun.
"Bagus Bagus" puji Tong Koay-Oey su Bin,
" Lemas tapi cukup mengandung tenaga"
Tong Koay berkelit. Kemudian ia pun mulai balas
menyerang dengan gerakan yang amat aneh. Beberapa jurus
kemudian, song wan Kiauw tampak terdesak, sehingga dirinya
terkejut bukan main, karena tidak menyangka orang tua itu
berkepandaian begitu tinggi.
la mengempos semangat untuk melawan, lalu cepat
mengeluarkan jurusr jurus yang ampuh dari ilmu Thay Kek
Kun. Pada jurus ketujuh, mendadak Tong Koay bersiul
panjang sambil bergerak cepat mendadak saja muncul belasan
bayangannya menyerang song wan Kiauw. Plaaak Punggung
song Wan Kiauw kena pukul, sehingga membuatnya
terhuyung-huyung. Tong Koay-oey Su Bin pun menghentikan serangan. Dia
berdiri di hadapan song Wan Kiauw sambil tertawa gelak.
"Ha ha ha ilmuku dapat mengalahkan Thay Kek Kun yang
kesohor itu Ha ha ha..."
"Kepandaian cianpwee tinggi sekali. Aku - mengaku kalah"
ujar song Wan Kiauw dengan kepala tertunduk, karena
merasa malu sekali. "Jangan merasa malu" ujar Tong Koay Oey Su Bin.
" Kalau aku tidak mengeluarkan ilmu simpananku, tentunya
aku tidak mampu mengalahkanmu."
"Cianpwee menggunakan ilmu apa?"
"Itu adalah ilmu Buseng Uh In (Ilmu Tiada Suara Ada
Bayangan)." Tong Koay memberitahukan.
"Ha ha ha Kalau ada waktu dan kesempatan, aku pasti
akan ke gunung Bu Tong menantang gurumu itu. sampai
jumpa" Tong Koay langsung melesat pergi, sedangkan song wan
Kiauw masih berdiri termangu-mangu. Dia benar-benar tidak
menyangka Tong Koay berkepandaian begitu tinggi. Hanya
tujuh jurus sudah mengalahkannya. Benar-benar memalukan.
Lama sekali dia berdiri di situ, sebelum akhirnya melesat pergi
menuju ke gunung Bu Tong dengan membawa rasa malu.
-ooo00000ooo- Thio sam Hong duduk bersila di ruang meditasi, song wan
Kiauw dan saudara seperguruannya duduk di hadapan sang
guru besar dengan mulut membungkam.
Jadi--.." Thio Sam Hong mulai bersuara.
"Engkau tidak berhasil menyelidiki jejak Bu Ki?"
"ya, guru" song Wan Kiauw mengangguk-
Thio sam Hong menghela nafas panjang, kemudian
bergumam- "Bu Ki, sebetulnya engkau berada di mana?"
"guru - -" song Wan Kiauw memandang Thio sam Hong,
kelihatannya ia ingin menyampaikan sesuatu, namun sulit
dikeluarkannyaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Engkau ingin menyampaikan sesuatu?" Thio sam Hong
menatapnya. "Katakanlah" "Aku bertemu Kong Ti seng Ceng..." ujar song wan Kiauw.
"Apa?" Thio sam Hong tersentak-
"Engkau bertemu Kong Ti seng Ceng?"
"ya" song Wan Kiauw mengangguk, lalu menceritakan
tentang kejadian itu. Thio Sam Hong mendengar dengan mata terbelalak, begitu
pula saudara seperguruan song Wan Kiauw.
"Pembunuh misterius itu dapat mengalahkan Kong Ti seng
Ceng hanya dalam sepuluh jurus?" tanya Thio sam Hong
kurang percaya. "Kong Tiseng Ceng yang memberitahukan. Bahkan paderi
tua itu tampak terluka berat di dadanya, karena terkena
pukulan cing Hwee Ciang" ujar song wan Kiauw.
Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sungguh tak masuk akal," gumamnya dengan kening
berkerut. "Kong Ti seng Ceng juga memberitahukan, bahwa
pembunuh misterius itu akan membunuh tiga Tetua siauw Lim
Pay dan Kim Mo say ong-cia sun" lanjut song Wan Kiauw
memberitahukan. "Apa?" sentak Thio sam Hong terkejut bukan main.
"Pembunuh misterius itu punya dendam kesumat apa
dengan pihak siauw Lim Pay dan cia sun?"
"Kong Ti seng Ceng pun tidak mengetahuinya," ujar song
wan Kiauw. "Katanya pembunuh misterius itu masih muda, berusia
sekitar tiga puluh lima tahun."
"Heran?" Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sebetulnya siapa dia?"
"guru...." Mendadak song wan Kiauw menundukkan kepala.
"Murid telah mempermalukan Bu Tong Pay, harap guru
menghukumku" "Wan Kiauw" Thio sam Hong tersenyum.
"Engkau sudah tua, bukan anak kecil lagi. Kenapa masih
berkata begitu?" "guru, murid memang telah mempermalukan Bu Tong Pay."
song wan Kiauw menghela nafas panjang.
"Jelaskanlah" Thio sam Hong tetap tersenyum.
"Ketika murid sampai di daerah ouw Lam, mendadak
muncul seorang tua. Ternyata Tong Koay- oey su Bin."
Thio sam Hong menatapnya seraya bertanya.
"Dia menantangmu bertanding?"
"Ya" song Wan Kiauw mengangguk dan menceritakan
tentang pertandingan itu.
"Murid telah mempermalukan Bu Tong Pay."
Thio sam Hong tersenyum, lalu manggut-manggut sambil
berkata. "Kalau begitu, kepandaian Tong Koay memang hebat
sekali. Dia dapat mengalahkanmu pada jurus ketujuh, itu
pertanda kepandaiannya telah mencapai tingkat
kesempurnaan. oleh karena itu. kau tak perlu merasa malu-"
"Dia juga bilang, apabila sempat akan kemari bertanding
dengan guru," ujar song wan Kiauw memberitahukan.
"Bagus, bagus Ha ha ha...."
Thio sam Hong tertawa gembira.
"Kalau dia kemari, guru akan menyambutnya dengan baik.
Ha ha ha..." song wan Kiauw merasa heran.
"Kenapa guru begitu gembira?"
"Tentu" Thio sam Hong tertawa lagi.
"Karena guru akan menghadapi seorang tokoh yang
berkepandaian tinggi, itu sungguh menggembirakan. Mulai
sekarang, kalian semua harus memperdalam ilmu silat masingmasing,
guru akan memberi petunjuk pada kalian


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memecahkan ilmu Bu Seng uh In (Ilmu Tiada Suara Ada
Bayangan) itu." "Terima kasih. Guru" sahut para murid itu serentak.
sementara itu, Kong Ti seng Ceng pun sudah tiba di siauw
Lim sie- Paderi tua itu langsung menemui Kong Bun Hong Tio,
lalu duduk menghadap. "omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.
"Bagaimana sutee" Engkau berhasil menyelidiki pembunuh
misterius itu?" "suheng...." Kong Tiseng Ceng menghela nafas panjang.
" Aku sudah bertemu pembunuh misterius itu. Dia masih
muda berusia sekitar tiga puluh lima tahun."
"oh?" Kong Bun Hong Tio tercengang. "Dia
memberitahukanmu alasannya membunuh para murid kita?"
"Tidak-" Kong Ti seng Ceng menggelengkan kepala.
"sebab kami bertanding sepuluh jurus dan pada jurus ke
delapan, aku terkena pukulannya."
"omitohud" Kong Bun Hong Tio terkejut bukan main.
"Engkau terluka parah?"
"Untung aku mengerahkan Kim Kong sin Kang guna
melindungi diri Kalau tidak, mungkin aku sudah mati di lembah
itu," Kong Ti seng ceng memberitahukan.
"Dada-ku terkena pukulan cing Hwee Ciang."
"Coba kulihat lukamu itu" Kong Bun Hong Tio tampak
cemas sekali. Kong Ti seng Ceng memperlihatkan luka di dadanya yang
masih kelihatan kehijau-hijauan.
" Aku pingsan. Ketika siuman aku melihat song Wan Kiauw
duduk di sisiku," ujar Kong Ti seng Ceng.
"song Tayhiap yang menyadarkanku dengan
Lweekangnya." "omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"Syukurlah engkau terhindar dari kematian"
"Suheng, kepandaian orang itu sungguh tinggi sekali,
terutama ilmu pukulan cing Hwee ciangnya. Kelihatan-nya
sudah mencapai tingkat kesempurnaan, sebab sepasang
tangannya memancarkan cahaya kehijau-hijauan."
"omitohud" Kong Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan
kepala, "sebetulnya siapa orang itu, kenapa dia memusuhi kita?"
"Suheng" Kong Ti seng Ceng memberitahukan.
" orang itu pun ingin membunuh paman-paman guru kita
dan cia sun." Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening,
"sudah sekian lama ke tiga paman guru kita mengasingkan
diri di dalam gua di belakang kuil bersama Cia sun jadi
rasanya tidak mungkin punya musuh di luar- sedangkan
urusan cia sun sudah beres belasan tahun lalu. tidak mungkin
punya musuh di luar."
"Tapi kenapa orang itu begitu dendam pada kita?"
"omitohud" Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening seraya
berkata. "Hun Goan Pek Lek Chiu-seng Kun mati di tangan cia sun,
kita semua menyaksikan itu Mungkinkah orang itu punya
hubungan dengan seng Kun?"
"Seng Kun?" Kong Ti seng ceng tersentak-
"orang itu, orang itu memang agak mirip seng Kun, jangan
jangan dia anak dari seng Kun."
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"Kalau benar, itu sungguh merupakan bencana bagi kitaomitohud"
"Suheng, perlukah kita melapor pada ke tiga paman guru
kita?" tanya Kong Ti seng Ceng.
"Jangan" Kong Bun Hong Tio menggelengkan kepala.
"Tidak baik kita mengganggu ke tiga paman guru."
"Bagaimana kalau orang itu kemari?" tanya Kong Ti seng
Ceng bernada cemas. "omitohud"jawab Kong Bun Hong Tio.
"Kita akan menghadapinya, oleh karena itu, mulai sekarang
kita harus berlatih memperdalam kepandaian kita."
"Ya, suheng" Kong Ti seng Ceng mengangguk-
Bab 8 Pek Ho Bu Koan (Perguruan Bangau Pulih)
sang waktu berlalu dengan cepat sekali- Tak terasa kini
Thio Han Liong sudah berumur sebelas tahun, sedangkan Tan
Giok Cu berumur sepuluh tahun. Bertambah satu tahun Thio
Han Liong bekerja di rumah Tan Ek seng. Dalam setahun ini
Tan Giok Cu terus berlatih Thay Kek Kun dan beberapa jurus
ilmu pedang yang diajarkan Thio Han Liong, sedangkan Thio
Han Liong sendiri tak pernah berhenti melatih. Tentu saja
semakin meningkat Iwee-kang gadis cilik itu. Hubungan ke
dua anak kecil berlainan jenis itu bertambah akrab. Thio Han
Liong tetap memanggil Tan Giok Cu "Adik Manis" gadis kecil
itu pun tetap memanggilnya " Kakak Tampan", selama
setahun ini Thio Han Liong sama sekali tidak pernah
menceritakan tentang identitas dirinya. Tan Ek seng dan Lim
soat Hong pun tidak pernah bertanya tentang itu padanya.
Pagi ini, Thio Han Liong duduk termenung di bawah pohon
di pekarangan. Kelihatannya ia sedang memikirkan sesuatu.
" Kakak tampan" Tan Giok Cu mendekatinya sambil
tersenyum-senyum. "Kok duduk melamun di situ, ada apa?"
"Adik manis, aku...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Kenapa?" Tan Giok Cu duduk di sisinya.
"Beritahukaniah padaku agar aku bisa bantu memikul
beban pikiranmu. " Rupanya Tan Giok Cu memang anak yang cerdas. Dia
cukup tanggap melihat keadaan kawan barunya yang baik
budi itu- "sudah empat tahun aku tinggal di sini, aku pikir kini- - "
Thio Han Liong tidak melanjutkan, seperti bimbang untuk
mengatakannya. " Kakak tampan." Tan Giok Cu menatapnya dengan wajah
murung. "Aku tahu engkau mau bilang apa."
"Adik manis...."
"Mau berpamit kan" Karena engkau sudah tidak betah
tinggal di sini, engkau ingin meninggalkan aku-"
Mata gadis kecil itu mulai basah-
"Kakak tampan...."
"Adik manis." Thio Han Liong tersenyum.
"Aku - aku harus berangkat ke gunung Bu Tong, sungguh."
" Kakak tampan...." Tan Giok Cu mulai menangis terisakisak-
"Jangan tinggalkan aku"
"Jangan menangis, kita akan berjumpa lagi kelak" ujar Thio
Han Liong. "Aku tidak bisa tinggal terus di sini."
"Kakak tampan jahat...." Tan Giok Cu terus menangis
dengan air mata berderai-derai.
"Adik manis...." Thio Han Liong terus menghiburnya.
Di saat bersamaan, muncullah Tan Ek seng dan Lim soat
Hong. Ketika melihat gadis kecil itu menangis begitu sedih,
mereka berdua terheran-heran.
"Nak" Lim soat Hong membelainya.
"Kenapa engkau menangis?"
"Kakak tampan jahat Kakak tampan jahat..." sahut Tan
Giok Cu. "Kenapa dia?" tanya Lim soat Hong lembut.
"Dia - dia ingin meninggalkan Giok Cu-" Gadis kecil itu
memberitahukan sambil terisak-isak-
"Giok Cu jadi sedih sekali-"
"Eh?" Lim soat Hong dan suaminya saling memandang, kemudian
Tan Ek seng bertanya pada Thio Han Liong.
"Thio Liong, kenapa engkau ingin meninggalkan Giok Cu?"
"Paman, sudah empat tahun aku tinggal di sini. Kini...
sudah waktunya aku pergi." jawab Thio Han Liong sungguhsungguh.
"TUh Kakak tampan ingin meninggalkan Giok Cu kan?"
gadis kecil itu menangis lagi.
"Engkau mau ke mana?" tanya Tan Ek seng, heran.
"Ke... gunung Bu Tong" jawab Thio Han Liong.
"Thio Liong...." Tan Ek seng menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau masih kecil. Tidak baik melakukan perjalanan
begitu jauh." "Paman" ujar Thio Han Liong. " Kini usiaku sudah sebelas
tahun, boleh dikatakan tidak kecil lagi"
"Mau apa engkau ke gunung Bu Tong itu?" tanya Tan Giok
Cu tiba-tiba. "Aku, aku harus menemui beberapa orang di sana, ini
penting sekali," sahut Thio Han Liong.
"Maka aku harus ke sana. Adik manis"
"Kakak tampan...." Air mata Tan Giok Cu mulai berderai
lagi. "Engkau begitu tega meninggalkan aku?" Ucapan itu
membuat Tan Ek Seng dan isterinya terperangah, sebab
seharusnya diucapkan gadis dewasa.
"Adik manis, aku bukan tega. sebab, aku memang harus
pergi ke gunung Bu Tong, aku pasti kembali." Thio Han Liong
coba menjelaskan kepada Tan Giok Cu.
"Kapan engkau kembali?" tanya Tan Giok Cu,sambil
menatapnya dengan air mata bercucuran.
" Kalau urusanku disana sudah beres, aku pasti ke mari
menengokmu," jawab Thio Han Liong sambil memegang
tangannya. sikap mereka yang bagaikan sepasang kekasih membuat
Tan Ek seng dan isterinya terheran, namun mereka berdua
bergembira dalam hati, karena justru inilah kasih sayang
mereka yang polos. "Kapan engkau akan berangkat ke gunung Bu Tong?" Tibatiba
Lim soat Hong bertanya. "Sekarang." jawab Thio Han Liong sepertinya sudah
mengambil keputusan. "Kok begitu cepat?" Tertegun Lim soat Hong.
"Kakak tampan..." Tan Giok Cu langsung menangis lagi.
"Jangan begitu cepat pergi Besok saja."
"Adik manis...."
"Kakak tampan, besok saja berangkat." Tan Giok Cu
menatapnya dengan penuh harap.
Ketika melihat tatapan itu, hati Thio Han Liong merasa
tidak tega, maka ia manggut- manggut.
"Baiklah." Malam harinya, Thio Han Liong sudah mulai berkemas
ditemani Tan Giok Cu. gadis kecil itu terus memandangnya,
tetap tak rela kalau Thio Han Liong pergi.
"Kakak tampan, tak disangka kita akan berpisah," ujar Tan
Giok Cu terisak-isak sedih.
"Berpisah sedih berkumpul gembira."
"Adik manis," Thio Han Liong tersenyum.
"Perpisahan kita cuma sementara, sebab aku pasti kemari
berkumpul denganmu lagi."
"Dan..." tambah gadis itu.
"Kita tidak akan berpisah lagi selama-lamanya- Begitu,
kan?" "Ng" Thio Han Liong mengangguk-
Tan tiiok Cu mendadak bertanya dengan suara rendah-
"Engkau suka aku?"
"Tentu," jawab Thio Han Liong cepatTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku memang suka padamu- Tapi, bagaimana engkau,
suka padaku?" "Hm - makanya aku tak rela berpisah dengan dirimu-" ujar
Tan Giok Cu sambil menatapnya.
"Kakak tampan."
"ya." Thio Han Liong memandangnya.
"Engkau mau bilang apa?"
"Engkau... engkau tidak akan suka gadis lain lagi, kan?"
gadis itu tertunduk malu. saat itu wajahnya memerah.
Thio Han Liong tersenyum.
"Apakah aku tidak boleh suka gadis lain?"
"Kalau engkau suka gadis lain, aku... aku bagaimana?" Tan
Giok Cu mulai menangis. "Adik manis" Thio Han Liong memegang tangannya seraya
berkata seakan berjanji. "Jangan khawatir, aku tidak akan suka gadis lain lagi."
"Terima kasih. Kakak tampan"
Terdengar langkah Tan Ek Seng dan isterinya ke kamar
Thio Han Liong. Mereka berdua tersenyum-senyum. kemudian
Tan Ek seng menyerahkan sebuah bungkusan kecil kepada
Thio Han Liong. "Bungkusan ini berisi uang perak untuk bekalmu dalam
perjalanan menuju ke gunung Bu Tong"
"Terima kasih, Paman. Tapi... kok begitu banyak?" Thio
Han Liong tampak ragu menerimanya.
"Terimalah" desak Tan Ek seng.
"Thio Liong," Lim soat Hong tersenyum.
"Terimalah saja, sebab kau akan membutuhkannya dalam
perjalanan" "Terima kasih" ucap Thio Han Liong sambil menerima
bungkusan kecil itu, lalu dimasukkan kebuntalan pakaiannya.
"Thio Liong...." Lim soat Hong menatapnya lembut seraya
berkata. "Besok pagi engkau akan berangkat, maka... bolehkah
engkau memberitahukan mengenai siapa dirimu?"
"Bibi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak bisa memberitahukan, sebab aku punya
kesulitan." "Thio Liong nama aslimu?" tanya Tan Ek Seng mendadak-
"sebetulnya aku bernama Thio Han Liong"
Anak kecil itu berterus terang dan melanjutkan.
"Paman dan Bibi sangat baik padaku, seharusnya aku
memberitahukan mengenai identitas diriku, tapi...."
"Kalau engkau punya kesulitan, tidak usah memberitahukan
pada kami," ujar Lim soat Hong.
"Kelak aku pasti memberitahukan," ujar Thio Han Liong
berjanji. "Baik" Lim soat Hong manggut-manggut.
Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han Liong ke gunung
Bu Tong. Tan Giok Cu mengantar kepergiannya dengan
linangan air mata. setelah Thio Han Liong lenyap dari
pandangannya, gadis kecil itu memeluk erat ibunya sambil
menangis.

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ibu. Kakak tampan pergi." Lim soat Hong membelainya.
"Dia pasti datang lagi kelaki engkau tidak boleh menangis."
"Ibu, dia... dia akan kembali?"
"Dia pasti kembali. Bukankah dia sudah berjanji padamu?"
"ya, tapi... apakah dia akan ingkar janji?"
"Tentu tidak-" Lim soat Hong membelainya lagi.
"Maka engkau harus sabar menunggunya"
"ya, Ibu" Tan Giok Cu mengangguk.
Thio Han Liong memang baik hati- selama dalam
perjalanan ia sering menolong orang miskin dengan uang
pemberian Tan Ek seng. Karena itu, sebelum tiba di gunung
Bu Tong, uang tersebut telah habis semua.
Hari ini ia tiba di sebuah kota kecil. Karena lapar ia terus
berdiri di depan sebuah rumah makan.
"Hei" bentak salah seorang pelayan, "jangan berdiri di situ,
cepat pergi" "Paman, aku... aku lapar," ujarnya pelan.
"Ayoh, cepat pergi" Pelayan itu mengusirnya.
"Kalau tidak, akan kutendang kau"
Di saat itulah seorang lelaki berusia lima puluhan menuju
ke rumah makan itu. la memandang pelayan rumah makan
dan Thio Han Liong. "Anak kecil," lelaki itu sambil tersenyum.
"Kenapa engkau berdiri di sini?"
"Paman, aku lapar sekali," jawab Thio Han Liong
memberitahukan. "sudah dua hari aku tidak makan."
"omong kosong" bentak pelayan rumah makan.
"Bagaimana mungkin engkau kuat tidak makan dua hari?"
"Aku mengisi perut dengan buah-buahan di hutan" ujar
Thio Han Liong. Lelaki itu menatapnya seraya bertanya,
" Engkau tidak punya uang?"
"Sebetulnya aku punya uang, tapi dalam perjalanan telah
kuberikan pada orang miskin, bahkan pakaianku pun telah
kuberikan pada anak-anak seusiaku," jawab Thio Han Liong
jujur. "Ha ha" Pelayan rumah makan tertawa.
"Kecil-kecil sudah pandai berbohong Dasar...."
"Aku tidak bohong, aku berkata sesungguhnya," ujar Thio
Han Liong. "Buat apa aku bohong?"
"Dasar...." "Diam" bentak lelaki itu, kelihatannya ia tidak senang akan
sikap pelayan rumah makan, kemudian berkata lembut pada
Thio Han Liong. "Anak kecil, mari ke dalam, makan bersamaku"
"Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong.
"Guru silat Lie...." Tercengang pelayan rumah makan begitu
mengetahui orang itu. " Apa tidak boleh aku mengajak anak kecil ini makan
bersama?" Lelaki itu menatap tajam pelayan rumah makan. Ditatap
tajam begitu, ciutlah nyali pelayan rumah makan itu, maka
buru-buru mempersilakan mereka masuk-
"Silakan masuk silakan masuk - -"
"Anak kecil-" Lelaki itu tersenyum.
"Mari kita masuk"
"ya, Paman" Thio Han Liong mengikuti lelaki itu ke dalam
rumah makan. setelah duduk, lelaki itu memesan beberapa macam
hidangan dan minuman, lalu memandang Thio Han Liong.
"Namamu?" "Thio Liong." "Engkau dari mana?"
"Aku dari sebuah pulau."
"siapa ayahmu?"
"Ayahku bernama - Thio Ah Ki."
Thio Han Liong terpaksa berdusta demi merahasiakan
identitas dirinya. "Engkau merantau?"
"ya." "Tadi engkau bilang punya uang dan pakaian, tapi telah
diberikan pada orang miskin, betulkah itu?"
"Betul, Paman" "Anak kecil." ujar lelaki itu sungguh-sungguh.
"Tidak baik berbohong, engkau mau jadi apa kelak" kini
engkau masih kecil sudah bohong."
"Paman, aku tidak bohong"
"Tidak bohong?" Lelaki itu menatapnya dalam-dalam.
" Kalau begitu, dari mana kau memperoleh uang dan
pakaian itu?" " Empat tahun aku bekerja di rumah Paman Tan di desa
Hok An. Waktu itu aku berhenti kerja, Paman Tan memberikan
aku uang perak dan pakaian." Thio Han Liong
memberitahukan. "Nama Paman Tan itu?"
"Tan Ek seng kepaia desa Hok An. Paman Tan itu sangat
sayang padaku, tapi aku terpaksa meninggalkan rumahnya."
"Kenapa?" "sebab aku harus ke gunung Bu Tong."
"Apa?" Lelaki itu tercengang.
"Mau apa engkau ke gunung Bu Tong?"
"Mau menemui beberapa orang di sana."
Lelaki itu manggut-manggut.
"Ternyata engkau ingin jadi murid Bu Tong Pay. ya kan?"
Thio Han Liong mengangguk.-
"Anak kecil" Lelaki itu tersenyum-
"Dari sini ke gunung Bu Tong masih jauh sekali, bagaimana
engkau bekerja di rumahku?"
Thio Han Liong tampak ragu. Lelaki itu tersenyum, lalu
memperkenalkan diri- "Namaku Lie Ceng Peng guru silat di kota Keng tu ini- Kalau
engkau bekerja di rumahku, aku akan mengajar engkau ilmu
silat-" "Baiklah- Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong. Dia
menerima tawaran kerja Lie Ceng Peng, karena ingin cari
uang untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Bu
Tong. seusai makan, Lie Ceng Peng mengajak Thio Han Liong ke
rumahnya. Di atas pintu rumah yang besar itu bergantung
sebuah papan bertulisan: Pek Ho Bu Koan (Perguruan Bangau
Putih). "Inilah rumahku." Lie Ceng Peng memberitahukan sambil
melangkah ke dalam halaman, Thio Han Liong mengikutinya
dari belakang, sungguh luas halamannya. Tampak puluhan
anak tanggung sedang mengangkat besi dan lain sebagainya.
"Ayah" seorang gadis berlari-lari menghampiri Lie Ceng
Peng. Gadis itu berusia dua puluhan dan berparas cukup
cantik, la adalah putri Lie Ceng Peng, bernama Lie Goat Hiang.
"Hiangjie (Anak Hiang)" Lie Ceng Peng tersenyum-senyum.
"Ayah - " Gadis itu tertegun ketika melihat Thio Han Liong,
"siapa anak kecil itu?"
"Namanya Thio Liong, dia akan bekerja di sini."
"oh?" Lie Goat Hiang memandang Thio Han Liong.
"Adik Liong, berapa usiamu sekarang?"
"Sebelas tahun, kakak-" jawab Thio Han Liong.
"Masih kecil kok sudah mau kerja?" Lie Goat Hiang
menggeleng-gelengkan kepala-
"Di mana kedua orang-tuamu?"
"Ke dua orangtuaku tinggal dipulau, aku merantau - ."
"Kecil-kecil sudah merantau." Lie Goat Hiang menggelenggelengkan
kepala lagi. "Kasihan" Thio Han Liong diam saja. Lie Ceng Peng memandangnya
seraya berkata. "Mulai besok tugasmu menyapu halaman ini, juga harus
membersihkan rumah-"
"ya, Paman" Thio Han Liong mengangguk,-
saat itu muncul seorang lelaki berusia empat puluhan
menghampiri mereka sambil tersenyum-senyum, cukup
tampan lelaki itu. "suheng" Lelaki itu memberi hormat pada Lie Cong Peng,
ternyata mereka berdua adalah saudara seperguruan. Lelaki
itu bernama siang Thiam Chun adik seperguruan Lie Cong
Peng. Dia pula yang mewakili suhengnya mengajar ilmu silat
pada anak-anak tanggung itu.
"sutee, anak kecil ini bernama Thio Liong, dia bekerja di
sini," Lie Cong Peng memberitahukan.
"oooh" siang Thiam Chun manggut-manggut, kemudian
berkata pada Thio Han Liong,
"Engkau bekerja di sini harus rajin, tidak boleh malas"
"ya, Paman" Thio Han Liong mengangguk,
"Hiangji" ujar Lie Cong Peng.
" Antar dia kc kamar"
"ya. Ayah" Lie Goat Hiang mengajak Thio Han Liong ke dalam rumah-
"Akan kutunjukkan kamarmu-"
"Terima kasih. Kakak-" sahut Thio Han Liong mengikutinya
ke dalam rumah. "Adik Liong," ujar Lie goat Hiang sambil menunjuk sebuah
kamar, "itu adalah kamarmu."
"ya" Thio Han Liong mengangguk,-
Lie Goat Hiang membuka pintu kamar itu, lalu melangkah
ke dalam seraya berkata dan tersenyum-
"Engkau boleh beristirahat dulu."
"ya, Kakak." "Engkau masih kecil, kok sudah merantau?"
Thio Han Liong menundukkan kepala, dia tidak tahu harus
menjawab apa. "Baiklah, aku mau pergi menemui ayahku, engkau boleh
beristirahat sekarang." Lie Goat Hiang meninggalkan kamar
itu. Thio Han Liong duduk termenung di pinggir tempat tidur,
ternyata ia mulai rindu kepada orangtuanya. sesungguhnya ia
ingin sekali pulang ke pulau Hong Hoang to, namun ia tidak
tahu harus ke mana menyewa kapal. Lagipula ia tidak punya
uang. Tujuannya ke gunung Bu Tong, tidak lain ingin minta
tolong pada orang disana mengantarnya pulang ke pulau
Hong Hoang to- la masih ingat akan kematian ciu CiJiak, juga
ingat ke dua orangtuanya terbakar oleh Liak Hwee Tan. &ntah
bagaimana keadaan ke dua orang tuanya sekarang. Thio Han
Liong semakin merasa rindu kepada orangtuanya.
"Thio Han Liong" suara Lie Ceng Peng, ia berdiri di depan
kamar itu sambil memandang Thio Han Liong.
"Kenapa engkau melamun?"
"Tidak." Thio Han Liong sebera bangkit berdiri.
"Bagaimana sekarang aku mulai membersihkan rumah?"
"Besok saja," sahut Lie Ceng Peng sambil tersenyum.
"Mari, kita makan sekarang, mungkin engkau sudah lapar-"
-ooo00000ooo- Thio Han Liong bekerja di rumah Lie Ceng Peng dengan
rajin sekali. Pagi-pagi ia sudah membersihkan rumah dan
menyapu halaman tempat latihan para murid Lie Cong Peng,
begitu pula sore hari. Karena itu, Lie Cong Peng dan Lie Goat
Hiang sangat menyayanginya. Namun, siang Thiam Chun adik
seperguruan Lie Cong Peng malah memandang rendah,
bahkan sering memperbudak dirinya.
"Thio Liong" panggil siang Thiam Chun yang duduk di
halaman sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
"ya. Paman," sahut Thio Han Liong dan segera
menghampirinya. "Engkau tidak boleh panggil aku paman, harus panggil aku
tuan besar" ujar siang Thiam Chun.
"ya. Tuan Besar."
"sekarang cepat ambilkan aku teh hangat"
"ya. Tuan Besar" Thio Han Liong seoera berlari ke dalam
rumah- Tak lama ia sudah kembali ke situ dengan membawa
secangkir teh hangat- "Nih, Tuan Besar-"
"Ngmm" siang Thiam Chun manggut-manggut sambil
menerima minuman itu, lalu menghirupnya- setelah itu
diserahkannya lagi cangkir itu pada Thio Han Liong.
"Mau tambah lagi tehnya?" tanya Thio Han Liong sambil
menerima cangkir kosong itu.
"Tidak usah- Cepat taruh kc dalam dan engkau harus cepat
ke mari lagi" sahut siang Thiam Chun.
"Iya. Tuan Besar" Thlo Han Liong mengangguk, ia berlarilari
ke dalam, kemudian kembali ke tempat itu lagi.
"Thio Liong" siang Thiam Chun menatapnya.
" Ambil kipas itu" Thio Han Liong segera mengambil kipas
di atas meja, diberikan pada siang Thiam Chun.
"Goblok engkau" bentak siang Thiam Chun.
" cepat kipasi aku"
"Ya, Tuan Besar" Thio Han Liong langsung mengipasinya.
siang Thiam Chun tersenyum-senyum, tidak tahu
kemunculan Lie Goat Hiang. Ketika melihat Thio Han Liong
mengipasi siang Thiam Chun, keningnya langsung berkerut.
"Adik Liong Kenapa engkau mengipasi Paman siang?"
tanyanya. " "Tuan Besar yang suruh-" sahut Thio Han Liong.
"Tuan Besar" siapa Tuan Besar itu?" tanya Lie Goat Hiang
heran. Thio Han Liong menunjuk siang Thiam Chun.
"Dia yang suruh aku memanggilnya Tuan Besar"
"Gila" Lie Goat Hiang menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman siang, kenapa dia harus memanggilmu Tuan
Besar?" "Goat Hiang" siang Thiam Chun tersenyum dibuat-buat,
bahkan tampak seperti menggoda.
"Dia harus berlatih melemaskan tangannya, maka aku
suruh dia mengipasi diriku."
"Yang kutanyakan kenapa engkau suruh dia panggil Tuan
Besar padamu"Jawablah" desak Lie Goat Hiang.
Dengan tergagap siang Thiam Chun menjawab,
"Tidak apa-apa bukan?"
"Hm" dengus Lie Goat Hiang, kemudian berkata pada Thio
Han Liong.

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik kecil, engkau tidak usah panggil dia tuan muda
maupun mengipasinya "Tapi-..." Thio Han Liong tampak takut-takut sambil melirik
siang Thiam Chun. "Jangan takut" ujar Lie goat Hiang.
"Kalau Paman Siang berani macam-macam, beritahukan
padaku" "ya. Kakak" Thio Han Liong mengangguk,-
Lie Goat Hiang melangkah pergi, siang Thiam Chun
memandang punggung gadis itu dengan aneh sekali, semua
itu tidak terlepas dari mata Thio Han Liong, walau ia masih
kecil, namun tahu kalau tatapan itu mengandung niat tidak
baik, "Thio Liong" bentak siang Thiam Chun mendadak-
"ya" sahut Thio Han Liong cepat.
"Apakah aku harus mengambil teh hangat lagi?"
"sini" siang Thiam Chun menatapnya bengis.
Thio Han Liong segera mendekatinya, siang Thiam Chun
menjulurkan tangannya menjewer telinga Thio Han Liong.
"Aduuuh" jerit anak kecil itu kesakitan.
"Engkau berani mengadu pada goat Hiang, sekarang akan
kujewer telinga mu sampai putus"
"Aku tidak mengadu, tapi Kakak Hiang bertanya padaku...
aduuuh" jerit Thio Han Liong, sehingga membuatnya nyaris
melawan, namun anak kecil itu masih dapat bersabar tidak
mengeluarkan kepandaiannya. Namun saat itulah muncul Lie
Cong Peng. siang Thiam Chun cepat-cepat menurunkan
tangannya, bahkan juga berpesan dengan suara rendah-
"Kalau berani mengadu, akan kubunuh engkau"
Thio Han Liong mengangguk dengan wajah meringis-ringis,
ia masih merasa telinganya sakit sekali-
"Eh?" Lie Ceng Peng menatapnya heran.
"Kenapa engkau meringis?"
"Aku - aku sakit perut." Thio Han Liong menarik nafas
dalam-dalam. "oh" Kalau begitu, cepatlah engkau pergi makan obat sakit
perut" ujar Lie Ceng Peng.
"Sekarang sudah tidak sakit lagi, Paman"
"Thio Liong..." ujar siang Thiam Chun dengan lembut
sekali. "Mungkin engkau masuk angin, lebih baik engkau ke dalam
saja." "Ya, Paman siang."
Thio Han Liong segera masuk rumah- Namun dia
berpapasan dengan Lie Goat Hiang di depan pintu.
"Adik kecil, engkau mau ke mana?" tanya gadis itu heran.
"Mau ke kamar. Kakak" sahut Thio Han Liong sambil terus
berjalan ke kamarnya. "Adik kecil - ."
Lie Goat Hiang mengikutinya dari belakang,
"Kenapa wajahmu meringis?"
"Telingaku masih sakit," jawab Thio Han Liong sambil
duduk di pinggir tempat tidur. Lie Goat Hiang mendekatinya
seraya bertanya. "Kenapa telingamu sakit?"
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Dijewer oleh Paman siang," jawabnya kemudian.
"Dia memang keterlaluan, aku harus beritahukanpada
ayah-" "Jangan" Thio Han Liong mencegahnya-
"Kalau Kakak mengadu pada Paman, dia pasti bertambah
dendam padaku-" Mendadak Lie Goat Hiang menghela nafas
panjang. "Kenapa Kakak menghela nafas?" tanya Thio Han Liong
heran. "Ada suatu masalah terganjal dalam hati Kakak?"
"Tidak-.-" Lie Goat Hiang menggelengkan kepala, lalu meninggalkan
kamar itu dengan kepala tertunduk-
"Heran?" gumam Thio Han Liong sambil menggaruk-garuk
kepala. "Ada apa sih" Kenapa Kakak Hiang menghela nafas
panjang" sungguh mengherankan."
Pagi ini Lie Cong Peng ke kota lain karena ada urusan,
maka di rumah hanya tinggal Lie Goat Hiang, siang Thiam
Chun dan beberapa pelayan, seperti biasa, siang Thiam Chun
mengajar para murid ilmu silat, saat itu yang diajarkannya
adalah Pek Ho Kun (ilmu silat Bangau Putih)-
seusai mengajar, siang Thiam Chun lalu duduk beristirahat.
Thio Han Liong sebera menyuguhkan teh hangat.
"Ngmm" siang Thiam Chun manggut-manggut.
"Mau tambah lagi tehnya?" tanya Thio Han Liong.
"Tidak usah" siang Thiam Chun menggeleng-gelengkan
kepala, kemudian memandangnya.
"Aku tidak sangka, goat Hiang begitu sayang padamu."
Thio Han Liong diam, sebab ia tidak tahu tujuan ucapan
siang Thiam Chun itu. "suhengku sudah ke kota lain, akan pulang beberapa hari
kemudian," lanjut siang Thiam Chun,
"maka mulai hari ini, engkau tidak usah kerja begitu keras."
"Maaf, Paman" sahut Thio Han Liong.
"Aku justru harus kerja lebih keras, itu adalah tugasku."
"Thio Liong" Siang Thiam Chun tersenyum, sikapnya yang
tidak seperti biasa, sungguh mengherankan Thio Han Liong.
"Paman, biar bagaimanapun aku harus kerja keras seperti
biasa. Aku tidak mau malas mEkipun Paman Lie tidak berada
di rumah--.." Lie Goat Hiang berjalan perlahan menuju ke halaman.
Begitu melihat gadis itu, wajah siang Thiam Chun langsung
ceria. "Adik kecil" panggil Lie Goat Hiang.
"Kakak" sahut Thio Han Liong. Ketika ia hendak
menghampiri gadis itu, mendadak siang Thiam Chun
mencegahnya. "Biar aku yang menghampirinya" siang Thiam Chun segera
menghampiri gadis itu. sedangkan Thio Han Liong termangu-mangu di tempat, la
tidak habis pikir tentang itu. Karena merasa curiga, maka ia
mengerahkan Iweekangnya untuk mencuri dengar
pembicaraan mereka. "Goat Hiang...." Panggil siang Thiam Chun lembut.
"Kini kita punya kesempatan."
"Jangan bicara sembarangan" tegur Lie Goat Hiang dengan
suara rendah. "Goat Hiang, tidak leluasa kita bicara di sini. Malam ini kita
bertemu di sini saja," bisik siang Thiam Chun, lalu kembali ke
tempat duduknya dengan wajah berseri.
"Aku sudah bilang pada Goat Hiang, engkau boleh
beristirahat satu dua hari," ujarnya kemudian kepada Thio
Han Liong. "Terima kasih. Paman" sahut Thio Han Liong, apa yang
mereka tadi bicarakan sudah masuk ke telinganya.
"Adik kecil," panggil Lie Goat Hiang.
"ya. Kakak-" Thio Han Liong segera mendekatinya dengan
sikap wajar, bahkan tampak tersenyum-senyum-
"Engkau sudah makan belum?" tanya Lie Goat Hiang
penuh perhatian. "sudah. Kakak" Thio Han Liong mengangguk.-
"Adik kecil, mari kita membersihkan rumah" ujar Lie Goat
Hiang menggandeng bocah itu.
"Engkau harus bantu membersihkan kamarku."
"Baik, Kakak-" Thio Han Liong tersenyum-
"Tapi apakah baik aku ke kamar Kakak?"
"Eeeh?" Lie Goat Hiang tertawa geliTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Engkau masih kecil, tentunya boleh ke kamarku. Bukankah
aku sering ke kamarmu?"
"Kakak." ujar Thio Han Liong sambil tertawa, " untung aku
masih kecil, kalau aku sebesar Kakak, tentunya akan
merepotkan Kakak," "Memangnya kenapa?"
" Kakak pasti terus memikirkan aku-"
"Idih" Wajah Lie Goat Hiang kemerah-merahan.
" Kecil-kecil sudah genit, apalagi setelah besar nanti?"
"Kecil genit tidak apa-apa, kalau besar genit justru celaka."
sahut Thio Han Liong dan menambahkan.
" Kecil genit tapi bersih, besar genit mengandung hawa
nafsu." Lie Goat Hiang menggeleng-gelengkan kepala.
"Mari kita membersihkan rumah-"
-ooo00000ooo- Thio Han Liong sudah bersembunyi di belakang pohon, la
ingin mengintip siang Thiam Chun dan Lie Goat Hiang.
Ketika hari mulai gelap, Thio Han Liong sudah bersembunyi
di belakang pohon yang ada dihalaman. Tampaknya ia ingin
mengintip apa yang akan dilakukan siang Thiam Chun dan Lie
goat Hiang. Beberapa saat kemudian, tampak sosok bayangan
berkelebat ke halaman, tidak lain siang Thiam Chun. setelah
itu, menyusul pula sosok bayangan langsing, ternyata Lie cioat
Hiang. "Mau bicara apa, cepatlah" ujar gadis itu
"Goat Hiang..." ujar siang Thiam Chun.
"Tahukah engkau, aku... aku sungguh mencintaimu.
Namun, belum lama ini, sikapmu telah berubah banyak-"
Ucapan itu bagaikan geledek menyambar telinga Thio Han
Liong yang mencuri dengar pembicaraan. Dia hampir keluar
mencacinya. "Paman siang," tegur Lie tfoat Hiang dingin,
Peristiwa Bulu Merak 4 Medali Wasiat Hiap Khek Heng Karya Yin Yong Pedang Kiri Pedang Kanan 14
^