Pencarian

Anak Naga 1

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 1


Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Karya : Chin yung Jilid 1 PENDAHULUAN: Laskar-laskar Beng Kauw di bawah pimpinan Cu Goan
Ciang, Ci Tat, Siang Gie Cun dan CiuSiu Wi telah berhasil
menggempur pasukan-pasukan Goan (Mongol). Setelah itu,
laskar-laskar tersebut juga berhasil menduduki beberapa kota
penting, kemudian terus menuju Kota raja.
Akan tetapi, di saat laskar-laskar B eng Kauw memperoleh
kemenangan yang gilang-gemilang itu, justru terjadi pula
suatu pergolakan dalamBeng Kauw sendiri.
Ternyata Cu Goan Ciang, Ci Tat, Siang Gie Cun dan Ciu Siu
Wi bersekongkol mengkhianati Thio Bu Ki ketua Beng Kauw,
lantaran khawatir Thio Bu Ki akan menjadi kaisar.
Betapa kecewanya Thio Bu Ki, padahal ia sama sekali tidak
berkeinginan untuk menjadi Kaisar. Tujuan perjuangan Beng
Kauw yang dipimpinnya hanya mengusir penjajah, agar
Dinasti Song bisa bangkit kembali.
Namun dengan adanya pengkhianatan itu, akhirnya Thio Bu
Kipun menyerahkan kedudukannya kepada yoSiauw. Karena
itu, maka terjadilah perpeaahan dalam Beng Kauw, banyak
yang bergabung dengan Cu Goan Ciang, otomatis membuat
laskarnya semakin kuat, sehingga berhasil merebut Kota raja,
dan akhirnya runtuhlah Dinasti Goan (Mongol).
Pada tahun 1368, Cu Goan Ciang mengangkat dirinya
sebagai Kaisar. Berhubung merasa dirinya berasal dari Beng
Kauw, maka dinasti yang didirikannya dinamai pula Dinasti
Beng (Ming). seluruh rakyat di Tionggoan diberi kesempatan untuk
berpesta pora atas biaya dari Kotaraja. Bayangkan Betapa
gembiranya rakyat jelata, sebab kini mereka telah bebas dari
jajahan Mongol. Mulailah Cu Goan Ciang menganugerahkan pangkat dan
kedudukan kepada para bawahannya yang setia serta berjasa,
tentunya termasuk Ci Tat, siang Gie Cun dan ciu siu Wi,
Cu Goan Ciang memang cerdik. Ia pun membebaskan
berbagai macam pajak yang menjadi beban rakyat. Karena itu,
rakyat pun sangat memujanya, sejak Cu Goan Ciang menjadi
kaisar, rakyat pun mulai hidup makmur pula.
Namun masih ada satu hal yang mengganjal dalam hati Cu
Goan Ciang, yakni mengenai Thio Bu Ki. la khawatir suatu hari
nanti, Thio Bu Ki akan bangkit memberontaknya.
oleh karena itu, Cu Goan Ciang mengutus pasukan pilih a n
untuk membasmi sisa-sisa anggota Beng Kauw yang tidak
mau tunduk, bahkan ia pun menurunkan perintah membunuh
Thio Bu Ki. sejak itu, Thio Bu Ki dan sisa anggota Beng Kauw
jadi buronan. Bab 1. Melepaskan Kedudukan sebagai Ketua Partai
Go Bi Tampak seekor kuda berjalan santai di tempat sepi. Yang
duduk di atas punggung kuda itu adalah Thio Bu Ki danTio
Beng. Wajah mereka lesu tak bersemangat, bahkan sangat
muram pula. "Aaaah..." Thio Bu Ki menghela nafas panjang sambil menggelenggelengkan
kepala. "Tak disangka sama sekali sungguh tak disangka"
"Cu Goan Ciang sangat licik" Caci Tio Beng dengan
berkertak gigi. "Engkau yang menghimpun kekuatan Beng Kauw, tapi dia
malah yang memetik hasilnya Kini dia sudah menjadi kaisar,
menurunkan perintah pula membunuh kita Dia bukan
manusia, dia adalah binatang"
"Tapi...." Thio Bu Ki menghela nafas lagi. "setelah dia
menjadi kaisar, rakyat pun mulai hidup makmur-"
"Bu Ki Koko," ujar Tio Beng dengan suara rendah,
"seandainya pada waKiu itu, engkau perintahkan segenap
Beng Kauw untuk menumpasnya, mungkin kini engkau sudah
menjadi kaisar." "Beng Moay..." Thio Bu Ki menggelengkan kepala. "Pada
waKiu itu memang bisa kuturunkan perintah itu, namun itu
akan merugikan Beng Kauw sendiri."
"Hmm" dengus Tio Beng. "Justru itu, Gwakongmu in Thian
Ceng, Wie It siauw, Po Tay Hweeshio swee Put Tek, Pheng
Hweeshio dan lainnya malah menjadi korban. Mereka dibantai
oleh pasukan pilihan Cu Goan Ciang, kini hanya tersisa yo
siauw." "Itu... memang takdir."
"Itu bukan takdir, melainkan kebodohanmu. Dia
menggunakan siasat licik, agar engkau menyerahkan
kedudukan ketua kepada yo siauw."
"Sudahlah, Jangan diungkit lagi kejadian itu" Thio Bu Ki
menggeleng-gelengkan kepala,
"sesungguhnya aku pun tidak mau menjadi kaisar. Biarlah
dia yang menjadi kaisar. Bukankah kini rakyat sudah mulai
hidup makmur" Hanya saja...." Thio Bu Ki berhenti sejenak,
lalu melanjutkan. "Tidak seharusnya dia mengirim pasukan pilihan untuk
memburu kita." "Hmmnn" dengus Tio Beng dengan mata berapi-api.
"Kalau bertemu pasukan Beng sekarang, aku pasti tidak
akan memberi ampun" "Beng Moay...." Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Dia mampu meruntuhkan. Dinasti Goan. maka pantas
menjadi kaisar mendirikan Dinasti Beng-"
"Aku...." Mendadak Tio Beng menangis terisak-isak.
"sebaliknya aku malah menjadi pengkhianat bangsaku
sendiri. Padahal seharusnya aku memimpin laskar Mongol
untuk menumpas Beng Kauw. Tapi...."
"Beng Moay, aku yang bersalah dalam hal ini." kata Thio Bu
Ki perlahan. "Karena...." "Engkau tidak bersalah,"potong Tio Beng cepat.
"Kita berdua sama sekali tidak bersalah, sebab... saling
mencinta." "Beng Moay Thio Bu Ki teringat sesuatu.
"Kita harus berangkat ke gunung Go Bi."
"Kenapa?" tanya Tio Beng.
"Tentunya engkau ingat, Ciu Ci Jiak menyerahkan
kedudukan ketua Go Bi Pay kepadaku, tapi kini keadaan
sangat tidak mengijinkan, maka aku harus menyerahkan lagi
kedudukan ketua kepada pihak Go Bi Pay."
"Betul." Tio Beng manggut-manggut dan menambahkan,
"setelah itu, kita mencari suatu tempat yang sepi-"
"Ha ha" Thio Bu Ki tertawa gembira,
"itulah tujuanku, lebih baik kita hidup tenang dan bahagia
di suatu tempat, tidak usah mencampuri urusan rimba
persilatan maupun urusan lain,"
"Aku setuju." Tio Beng mengangguk dengan wajah ceria.
"Kalau begitu, mari kita segera berangkat ke gunung Go Bi"
"Baik-" Thio Bu Ki manggut-manggut. lalu mulai memacu
kudanya menuju gunung Go Bi.
Beberapa hari kemudian, Thio Bu Ki dan Tio Beng sudah
sampai di kaki gunung Go Bi.
Pendiri Go Bi Pay adalah Kwee siang, putri bungsu Kwee
Ceng dan oey yong- Hingga pada Biat Coat suthay, partai
tersebut tidak pernah menerima murid lelaki, semuanya terdiri
dari kaum wanita. sementara kuda tunggangan mereka terus berjalan santai
mendaki, mendadak muncul beberapa biarawati menghadang.
Namun ketika melihat Thio Bu Ki dan Tio Beng, terbelalaklah
mereka dan sebera memberi hormat.
"Ciangbunjin (Ketua), terimalah hormat kami" ucap mereka
serentak. Ternyata mereka adalah Ceng Hi, Ceng Kong, Ceng Hun
dan Ceng Huisuthaw. "Tidak usah banyak peradaban" sahut Thio Bu Ki sambil
tersenyum. "Ciangbunjin, mari ikut kami ke atas" ujar Ceng Hi suthay-
Thio Bu Ki manggut-manggut sambil memacu kudanya,
sedangkan para biarawati itu mengerahkan ginkang menuju
ke atas. Berselang beberapa saat kemudian, mereka semua
sudah berada di dalam kuil- Kemudian muncullah Ceng Ciauw,
Ceng Hun, Ceng Hi suthay dan lainnya, dan mereka segera
memberi hormat pada Thio Bu Ki.
"Ciangbunjin, terimalah hormat kami" ucap mereka
serentak. "Tidak usah banyak peradaban" sahut Thio Bu Ki sambil
menatap mereka, "oh ya, Ciu Ci Jiak pernah ke mari?"
"Tidak pernah."
Ceng Hi suthay menggelengkan kepala dengan wajah
muram. "Kami sama sekali tidak tahu sumoay berada di mana."
"Aaah..." Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Ciangbunjin, Nona Tio," ucap Ceng Hi suthay.
"silakan duduk"
Thio Bu Ki dan Tio Beng duduk.
"Aku ke mari... ingin menyerahkan kembali kedudukan
ketua kepada salah seorang di antara kalian." ujarnya
sungguh-sungguh. "Ciangbunjin...." Para biarawati itu tertegun. Mereka
memandang Thio Bu Ki dengan tidak mengerti.
"Tentunya kalian tahu, posisiku kini sangat terpojok." kata
Thio Bu Ki sambil menghela nafas,
"sebab Cu Goan Ciang...."
"Kami semua sudah tahu tentang itu."
Ceng Hi suthay menggeleng-gelengkan kepala.
"Cu Goan Ciang memang licik sekali. Dia menduduki taHia
dengan suatu siasat busuk. Kenapa Ciangbunjin diam saja?"
Thio Bu Ki tersenyum getir, sejenak kemudian barulah
berkata. "Kini keadaan negeri telah aman dan rakyat pun sudah
mulai hidup makmur," sahut Thio Bu Ki.
"Apakah aku harus menyundut peperangan lagi" Bukankah
akan membuat rakyat sengsara lagi?"
"Ciangbunjin berjiwa besar, kami kagum dan salut sekali,"
ucap Ceng Hi Suthay dan melanjutkan,
"Ciangbunjin, kepandaian kami semua masih rendah,
bagaimana mungkin seorang di antara kami mampu
menggantikan kedudukan Ciangbunjin?"
Thio Bu Ki tersenyum. "Aku telah menerima sebuah buku catatan mengenai
semua ilmu andalan partai Go Bi dari Ciu Ci Jiak, maka aku
akan menggembleng kalian berdasarkan buku catatan itu"
ujarnya. "Terima kasih, Ciangbunjin," ucap para biarawati itu sambil
memberi hormat dengan wajah berseri-seri.
"Kami pasti belajar dengan tekun, agar tidak
mengecewakan Ciangbunjin,"
"Bagus, bagus" Thio Bu Ki manggut-manggut sambil tersenyum.
"Mulai besok aku akan menggembleng kalian."
"Terima kas ih, Ciangbunjin," ucap mereka sekaligus
memberi hormat lagi. Keesokan harinya, mulailah Thio Bu Ki menggembleng
mereka dengan sesungguh hati, sedangkan para biarawati Go
Bi Pay itu pun belajar dengan tekun dan tidak mengenal lelah,
sehingga kepandaian mereka bertambah maju dengan pesat
sekali, tentunya sangat menggembirakan Thio Bu Ki.
-ooo00000ooo- Hari ini Thio Bu Ki memanggil para biarawati untuk
berkumpul di ruang tengah, setelah mereka berkumpul, Thio
Bu Ki memandang mereka satu persatu dengan penuh
perhatian. "Sudah sebulan lebih aku menggembleng kalian, maka
kepandaian kalian maju pesat sekali,"
ujar Thio Bu Ki dan melanjutkan,
"oleh karena itu, aku dan Tio Beng akan berpamit. namun
sebelumnya aku ingin menunjuk seseorang menggantikan
kedudukanku." Para biarawati itu saling memandang, kemudian Ceng Hi
suthay bertanya "Ciangbunjin dan Nona Tio mau ke mana?"
"Kami ingin pergi ke suatu tempat yang sepi, hidup tenang,
damai dan bahagia di sana,"jawab Thio Bu Ki.
"Ciangbunjin...." Mata Ceng Hi suthay mulai basah.
"Kami...." "Jadi aku menunjukmu menggantikan kedudukanku."
Thio Bu Ki menunjuk Ceng Hi suthay.
"Ceng Hi, mulai saat ini engkau adalah ketua partai Go Bi."
"Ciangbunjin, aku...." Ceng Hi suthay menggelengkan
kepala. "Aku sangat bodoh, bagaimana mungkin menjadi ketua"
Ciangbunjin...." "Bagus" Thio Bu Ki tersenyum, "sesungguhnya engkau paling cerdik, bahkan
kepandaianmu lebih tinggi dari yang lain, penuh kesabaran
dan berhati bajik. oleh karena itu, aku yakin engkau mampu
memajukan partai Go Bi."
"Ciangbunjin...."
"Bagaimana kalian?" tanya Thio Bu Kipada yang lain.
"Kalian setuju kutunjuk Ceng Hi sebagai ketua partai Go
Bi?" "setuju" sahut mereka serentak-
"Pilihan Ciangbunjin memang tepat sekali."
"sumoay sekalian, aku...."
Ceng Hi suthay menggeleng-gelengkan kepala,
"sesungguhnya aku tidak pantas menjadi ketua Go Bi Pay."
"Hanya Suci (Kakak Seperguruan) yang pantas," ujar Ceng
Hun Suthay. "Kami semua memberi selamat kepada suci."
"Terimakasih," Ceng Hi suthay cepat-cepat membalas hormat mereka.
"Aku bersumpah pasti akan memajukan Go Bi Pay"
"Bagus"

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio Bu Ki tersenyum, lalu melepaskan sebuah cincin besi
Tiat Ci Goan di jarinya dan dimasukkan ke dalam jari Ceng Hi
suthay seraya berkata. "Ceng Hi, mulai sekarang engkau adalah ketua Go Bi Pay
angkatan ke enam, aku Thio Bu Ki menyerahkan jabatan ketua
kepadamu." "Terima kasih," ucap Ceng Hi suthay, lalu bersujud di
depan tempat abu cikal bakal go Bi Pay Kwee siang Lie Hiap
dan tempat abu ketua Go Bi Pay angkatan ke tiga Biat Coat
suthay. setelah itu, ia pun bersujud di hadapan Thio Bu Ki,
namun Thio Bu Ki segera membangunkannya.
"Ceng Hi," ujar Thio Bu Ki sambil menyerahkan sebuah
bungkusan. "Di dalam bungkusan ini terdapat sebuah kitab yang berisi
inti sari ilmu silat Go Bi Pay. Engkau harus mempelajarinya."
"Ya." Ceng Hi suthay menerima bungkusan itu dengan rasa
terharu. "Terimakasih" ucapnya.
"Di dalam bungkusan itu pun terdapat kutungan It THian
Kiam, yang masih bisa disambung." Thio Bu Ki
memberitahukan. "Ya." Ceng Hi suthay menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Bu Ki menarik nafas lega, kemudian berpamit kepada
Ceng Hi suthay dan lainnya.
"sampai jumpa" ucapnya sambil menarik Tio Beng
meninggalkan kuil Go Bi Pay itu.
Ceng Hi suthay dan lainnya mengantar mereka sampai di
luar kuil. "selamat jalan" ujar Ceng Hi suthay.
"sampai jumpa" sahut Tio Beng sambil tersenyum.
Mereka berdua meloncat ke punggung kuda, dan tak lama
kuda itu pun berjalan perlahan meninggalkan tempat tersebut.
"Aaaah..." Thio Bu Ki menarik nafas lega.
"Kini aku telah bebas dari beban itu"
"Aku tahu engkau bermaksud baik" ujar Tio Beng sambil
tersenyum, "oh, ya?" Thio Bu Ki juga tersenyum.
"Beritahukanlah apa maksudmu itu"
"Kini kita adalah buronan, maka engkau menyerahkan
jabatan ketua kepada Ceng Hi suthay itu agar tidak
menyusahkan Go Bi Pay, bukan?"
"Betul." Thio Bu Ki menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"BuKi Koko, apa rencanamu sekarang?" tanya Tio Beng
perlahan. "Mencari suatu tempat yang sepi, kita mengasingkan diri di
tempat itu," sahut Thio Bu Ki.
"Bagaimana menurutmu?"
"setuju." Tio Beng mengangguk
"oh ya, ada satu tempat yang sangat cocok untuk kita,
bahkan tempat itu juga merupakan tempat kenangan kita."
"Aku tahu-" Thio Bu Ki tampak gembira sekali-
"Yang engkau maksudkan itu pasti Peng Hwee To-"
"Betul." Tio Beng mengangguk-
"sekarang mari kita berangkat ke pesisir utara, kita beli
sebuah perahu di sana"
"Baik-" Thio Bu Ki manggut- manggut. lalu memacu
kudanya ke utara. Tujuh delapan hari kemudian, mereka sudah tiba di pesisir
utara. Tio Beng membeli sebuah kapal, kemudian mereka
berdua berlayar ke Peng Hwee To-
Akan tetapi, ketika kapal tersebut berada di Pak Hat (laut
utara), mendadak terjadi badai, sehingga kapal itu terdampar
di sebuah pulau yang kosong.
"Beng Moay..." ujar Thio Bu Ki sambil memandang pulau itu
"Tak disangka kita malah terdampar di pulau kosong ini."
"Untung kita tidak mati di Pak Hat."
Tio Beng menggeleng-telengkan kepala.
"Kapal kita telah rusak berat, maka kita tidak bisa berlayar
ke pulau Peng Hwee To-"
"Tidak apa-apa-"
Thio Bu Ki tersenyum- "Pulau ini indah sekali. Kita tinggal di pulau ini saja-"
"Baik-" Tio Beng mengangguk sambil menatapnya dengan mesra-
Mereka berdua meloncat ke pulau itu, lalu berjalan ke
dalam. Berselang beberapa saat kemudian, mereka melihat
belasan burung Hong Hoang (burung Phoenix) beterbangan
tidak begitu tinggi. "Eh?" Thio Bu Ki terlieran-heran.
"Dipulau ini kok terdapat burung Hong Hoang yang sudah
langka?" "Wah" seru Tio Beng girang.
"Bukan main indahnya burung itu"
Tiba-tiba burung-burung Hong Hoang itu terbang
merendah lalu hinggap di tanah, membuat Tio Beng gembira
sekali, la berjalan perlahan-lahan mendekati burung-burung
itu sungguh mengherankan, burung-burung itu sama sekali
tidak takut kepadanya. "Burung Hong Hong - " panggil Tio Beng sambil mendekati
salah seekor burung tersebut, lalu membelai-belai kepalanya.
Burung itu mengeluarkan suara nyaring dan merdu,
kelihatannya mereka girang sekali.
"Bu Ki Koko" seru Tio Beng.
"Burung-burung ini sangat jinak kemarilah"
Thio Bu Ki segera menghampirinya, dan burung-burung itu
tetap berada di tempat, sambil tersenyum Thio Bu Ki
membelai-belai burung-burung tersebut.
"Beng Moay, kalau kita tinggal di sini akan ditemani
burung-burung ini. Ha ha sungguh menyenangkan"
"Bu Ki Koko, bagaimana kalau pulau ini kita namai pulau
Hong Hoang to?" "Tepat." Thio Bu Ki manggut-manggut.
"Kita akan hidup tenang, damai dan bahagia di pulau ini."
"Bu Ki Koko," ujar Tio Beng sambil menundukkan kepala.
"Burung-burung itu menjadi saksi pernikahan kita di pulau
ini." "Betul." Thio Bu Ki manggut-manggut dan menambahkan,
"Juga merupakan tamu kita. Ha ha ha..."
"Kita...." Wajah Tio Beng agak memerah-
"Kita... harus sembahyang kepada Langit dan Bumi."
"Tentu." Thio Bu Ki mengangguk.
Mereka berdua lalu bersujud kepada Langit dan Bumi,
setelah itu mereka pun bersumpah setia sebadai suami tsteri.
sejak itu, mereka berdua hidup bahagia di pulau tersebut
dan apa yang terjadi di tionggoan, mereka tidak tahu sama
sekali. Pulau itu memang subur sekali. Buah apa pun terdapat di
situ sebulan kemudian, Thio Bu Kipun mulai bercocok tanam.
Bab 2 Cinta Tetap Menyala
Dijalanan gunung yang agak sempit itu, tampak seorang
biarawati muda menunggang seekor keledai. Biarawati itu
berusia dua puluhan. Wajahnya cantik jelita tapi tampak
muram sekali. Keledai itu mendaki jalanan gunung yang sempit itu dengan
perlahan. Biarawati muda itu menghela napas panjang,
kemudian menengadahkan kepala memandang angkasa
sambil bergumam. "Habis Gelap terbitlah terang. Namun...."
la mengaeleng-telengkan kepala.
"Hatiku tidak pernah terang, selalu diselimuti kegelapan.
Kapan hatiku akan terang" Kapan...?"
siapa biarawati muda itu" Dialah Ciu Ci Jiak. sebelum Biat
Coat suthay menghembuskan nafas yang penghabisan,
menyuruhnya bersumpah. Karena sumpah itu, Ciu Ci Jiak menggunakan suatu akal
licik untuk mencuri golok TO Liong TO dari tangan Kim Mo say
ong-Cia sun di pulau Leng Coa TO- setelah itu, ia memfitnah
Tio Beng sebagai pelakunya.
"Aaaah..." Ciu Ci Jiak menghela nafas panjang.
"Gara-gara sumpah itu, kalau tidak, kini aku sudah menjadi
isteri Thio Bu Ki. "Bu Ki Koko, kini engkau dan Tio Beng berada di mana"
Aku... aku rindu sekali kepada kalian."
sesungguhnya yang dirindukan Ciu Ci Jiak adalah Thio Bu
Ki. Namun ia yakin bahwa kini Thio Bu Ki telah menikah
dengan Tio Beng. "Bu Ki Koko," gumam Ciu Ci Jiak lagi dengan mata
bersimbah air. "Aku... aku tetap mencintaimu. Aku...."
setelah bergumam, ia menangis terisak-tsaki kemudian air
matanya meleleh membasahi pipinya.
"Aku masih ingat, kita sudah berpakaian pengantin. Ketika
kita baru mau bersujud kepada Langit dan Bumi, mendadak
muncul Tio Beng. Kemudian engkau pergi dengannya
sehingga menggagalkan pernikahan kita. Aaaah..."
Ciu Ci Jiak menggeleng- Gelengkan kepala sambil
melanjutkan, "itu adalah kesalahanku, aku... aku yang bersalah."
Ciu Ci Jiak terus bergumam sambil mengenang masa
lalunya, kemudian menghela nafas panjang dan bergumam
lagi. "Aku telah menyerahkan jabatan ketua kepada Bu Ki Koko-
Apakah sekarang dia berada di gunung Go Bi" Aku..."
Tiba-tiba wajahnya berubah agak kemerah-merahan.
"Aku... rindu kepadanya, aku... harus ke sana
menemuinya." Karena itu, Ciu Ci Jiak mengambil keputusan untuk
berangkat ke gunung Go Bi. Dalam perjalanan ia mendengar
tentang Thio Bu Ki yang menjadi buronan.
"Tak disangka sama sekali" gumamnya sambil menggelengtelengkan
kepala. "Bu Ki Koko yang berjasa meruntuhkan Dinasti Goan
(Mongol), tapi Cu Goan Ctang yang memetik hasilnya dengan
suatu siasat liciki sehingga dirinya menjadi kaisar, sungguh tak
tahu malu Cu Goan ciang, kini bahkan menurunkan perintah
membunuh Bu Ki Koko"
Ciu Ci Jiak terus melanjutkan perjalanannya menuju Go Bi.
Beberapa hari kemudian, ia sudah tiba di kaki gunung
tersebut. Keledai tunggangannya berjalan mendaki perlahanlahan
dan di saat itulah mendadak muncul beberapa biarawati
di hadapannya. "Haaah...?" Para biarawati itu terbelalak, kemudian berseru serentak
bernada girang, "sumoay (Adik Perempuan seperguruan)..."
"suci (Kakak Perempuan seperguruan)" sahut Ciu Ci Jiak
sambil memberi hormat. "sumoay Ceng Hun suthay mendekatinya sambil
memandangnya dengan mata basah-
"Engkau... engkau pulang ke mari, kami girang sekali"
"suci" tanya Ciu Ci Jiak dengan suara rendah-
"Bu Ki Koko berada di sini" Dia - -"
"sumoay, mari kita ke atas" ajak Ceng Hun suthay.
"Lebih baik kita hercakap-cakap di dalam kuil saja."
Ciu Ci Jiak mengangguk- Kemudian Ceng Hi mendekatinya
sambil tertawa. "sumoay, engkau jangan menunggang keledai, lebih baik
pergunakan ginkang agar cepat sampai di atas"
"Tapi - " Ciu Ci Jiak memandang keledainya-
"sudah sekian lama keledai ini mengikuti aku - -"
"Kalau begitu, lepaskan di sini saja" ujar Ceng Hun suthay
sambil tersenyum. "Biar dia hidup bebas di gunung Go Bi ini-"
"Baik-" Ciu Ci Jiak mengangguki lalu melepaskan
keledainya. "sumoay, mari kita ke atas" ujar Ceng Hun suthay sambil
melesat ke atas menggunakan ginkang. Ciu Ci Jiak langsung
mengempos semangatnya, lalu melesat ke atas mengikuti
Ceng Hun sulhay dan lainnya.
Ceng Hi, Ceng Kong, Ceng Hun, Ceng Hui, Ceng Ciau
Suthay dan lainnya duduk di ruang tengah. Ciu Ci Jiak
memberi hormat lalu duduk.
"sumoay panggil Ceng Hi suthay dengan mata berkacakacaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kami gembira sekali, karena sumoay pulang."
"suci" tanya Ciu Ci Jiak
"Apakah Thio Bu Ki dan Tio Beng ke mari?"
"Beberapa bulan lalu, mereka berdua memang
kemari...."jawab Ceng Hi suthay,sekaligus menutur tentang itu
"oooh" Ciu Ci Jiak manggut-manggut.
"Pantas kepandaian para suci maju pesat sekali Aku
memberi selamat kepada suci karena kini suci sudah menjadi
ketua Go Bi Pay" "sumoay," ujar Ceng Hi suthay sungguh-sungguh-
"Engkau sudah pulang, maka jabatan ketua harus
kuserahkan kepadamu."
"suci" Ciu Ci Jiak tersenyum. "Aku kemari bukan karena menghendaki jabatan tersebut,
melainkan karena sangat rindu kepada kalian"
"sumoay...." Ceng Hi suthay menghela nafas panjang.
"Kami harap sumoay tetap tinggal di sini, jangan berkelana
lagi" "suci" Ciu Ci Jiak tersenyum getir. "Aku akan tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu mau pergi berkelana."
"sumoay...." Ceng Hi suthay menatapnya sambil menghela nafas.
"Kami sangat berharap sumoay..."
"suci jangan menahanku di sini" potong Ciu Ci Jiak-
"Beberapa hari kemudian, aku pasti pergi berkelana."
"Sumoaw...." Ceng Hi-suthaw menggeleng-telengkan
kepala. Malam harinya, Ciu Ci Jiak sama sekali tidak bisa pulas,


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebab bayangan Thio Bu Ki selalu muncul di pelupuk matanya,
ia bangun lalu duduk di pinggir tempat tidur- Di saat
bersamaan, terdengarlah suara ketukan pintu,
"siapa?" tanya Ciu Ci Jiak-
"sumoay" suara sahutan.
"Aku Ceng Hi-" Ciu Ci Jiak segera membuka pintu. Ceng Hi suthay berjalan
ke dalam kemudian duduk di pinggir tempat tidur.
"Suci...." Ciu Ci Jiak mendekatinya seraya bertanya dengan
heran, "suci ke mari ada suatu penting?"
"iya" Ceng Hi suthay mengangguk.
"suci...." Ciu Ci Jiak memandangnya sambil duduk di
sisinya. "sumoay", Ceng Hi suthay menghela nafas panjang.
"Engkau sudah menjadi biarawati, namun kelihatannya
hatimu masih terganjel sesuatu, ya, kan?"
"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala.
"sumoay", Ceng Hi suthay memegang bahunya seraya
berkata, "Aku tahu apa yang terganjel dalam hatimu, tidak lain dari
cinta." "suci...." Wajah Ciu Ci Jiak tampak kemerah-merahan.
"Aaaah..." Ceng Hi Suthay menghela nafas panjang.
"Kini engkau sudah menjadi biarawati, tidak seharusnya
masih memikirkan Bu Ki."
"Aku... aku telah berusaha melupakannya, namun...." ciu Ci
Jiak mulai menangis terisak-isak dengan air mata berderaiderai-
"Cinta kepadanya tetap menyala, dan aku... aku tidak dapat
memadamkannya." "Aaaah-.." Ceng Hi suthay menghela nafas panjang lagi.
"Kalau begitu, engkau tidak bisa menjadi biarawati."
"suci, aku...."
"Aku tahu...." Ceng Hi suthay tersenyum getir.
"Tujuanmu ke mari, tidak lain hanya ingin menemui Bu Ki.
ya, kan?" "ya." Ciu Ci Jiak mengangguk perlahan.
"Kupikir dia berada di sini, ternyata dia dan Tio Beng telah
pergi- Tahukah suci mereka berdua pergi ke mana?"
"Tidak tahu." Ceng Hi suthay menggelengkan kepala.
"Tapi Bu Ki mengatakan...."
"Dia mengatakan apa?"
"Dia mengatakan bahwa mereka berdua akan hidup
mengasingkan diri di suatu tempat yang sepi, namun dia lidak
memberitahukan di mana tempat itu"
"Aaaah..-" Ciu Ci Jiak menghela nafas,
"sebetulnya mereka berdua pergi ke mana?"
"sumoay...." Ceng Hi suthay tersenyum.
"Engkau berniat menyusul mereka?" tanyanya.
"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala.
"Aku yakin..." ujar Ceng Hi Suthay perlahan.
"Kalian bertiga bisa hidup bersama dengan penuh
kebahagiaan." "suci, aku...." wajah Ciu Ci Jiak langsung memerah-
"Aku tidak tahu mereka pergi ke mana-"
"sumoay", Ceng Hi suthay menatapnya lembut-
"Aku yakin mereka berangkat ke Peng Hwee To-"
"Peng Hwee To?" Ciu Ci Jiak tersentak-
"Betul- Mereka pasti berangkat ke pulau itu-"
"Itu dikarenakan Bu Ki tidak bisa hidup tenang di
Tionggoan, sebab pasukan pilihan Cu Goan ciang terus
memburunya," ujar Ceng Hi suthay melanjutkan.
"Dia mengangkatku sebagai ketua, tidak lain demi menjaga
partai kita." "Bu Ki Koko memang berhati mulia dan luhur, selalu
membela orang lain mengorbankan diri sendiri."
Ciu Ci Jiak menggeleng-gelengkan kepala,
"seharusnya dia yang berhak menjadi kaisar."
"sumoay Ceng Hi suthay tersenyum.
"Bu Ki sama sekali tidak berniat menjadi kaisar. Buktinya
dia tidak mau menghimpun kekuatan Beng Kauw melawan Cu
Goan ciang." "Dia memikirkan rakyat, tidak mau membuat rakyat
sengsara lagi karena peperangan," ujar Ciu Ci Jiak-
"Akhirnya dia mengambil keputusan untuk hidup
mengasingkan diri bersama Tio Beng di suatu tempat yang
sepi, yakni di Peng Hwee TO di kutub utara."
"Sumoay" Ceng Hi suthay menatapnya seraya bertanya,
"Engkau akan berlayar ke pulau itu?"
"ya." Ciu Ci Jiak mengangguk pasti-
"Aku harus berlayar ke sana.
"Kapan engkau akan berangkat?"
"Mungkin besok-"
"Besok?" Ceng Hi Suthay tertegun. "Kok begitu cepat" Bukankah engkau sudah bilang, akan
tinggal di sini beberapa hari?"
"suci- aku...."
"Baiklah." Ceng Hi suthay manggut-manggut.
"Engkau boleh berangkat besok."
"Terima kasih, suci," ucap Ciu Ci Jiak girang.
"Terima-kasih."
Ciu Ci Jiak meninggalkan gunung Go Bi- langsung
berangkat menuju arah utara. Dalam perjalanan ia sering
menggunakan ginkang. Ketika ia memasuki sebuah lembah,
mendadak terdengar suara jeritan yang menyayal hati,
kemudian tampak sosok tubuh berkelebat laksana kilat
meninggalkan lembah itu ciu Ci Jiak tersentak lalu melesat ke arah suara jeritan itu
Dilihatnya seorang Hweeshio tengah menggeliat-neliat di
tanah, seakan sedang menahan rasa sakit uang luar biasa.
"Taysu" panggil ciu Ci Jiak-
"Aku... aku adalah Hweeshio siauw Lim Pay," sahut
Hweeshio itu terputus-putus-
"Toiong... toiong antar aku ke siauw Lim sie (Kuil siauw
Lim)" "Taysu," tanya Ciu Ci Jiak-
"siapa orang itu?"
"Aku... aku tidak tahu-"
Hweeshio itu menggelengkan kepala.
"Kepandaiannya sangat tinggi sekali- Aku - aku terkena
pukulannya-" Ciu Ci jiak segera memeriksa Hweeshio itu. Mendadak ia
terbelalak karena melihat di dada Hweeshio itu terdapat bekas
sebuah telapak tangan yang kehijau-hijauan.
"Ilmu pukulan apa ini?"
gumam Ciu Ci Jiak dengan kening berkerut. Kemudian ia
memasukkan sebutir pil ke mulut Hweeshio itu
"Terima kasih," ucap Hweeshio itu sambil memandangnya.
"Engkau... engkau Ciu Ci Jiak murid Biat Coat suthay,
bukan?" "Betul." Ciu Ci Jiak mengangguk-
"Taysu, kenal aku?"
"Aku - aku pernah melihatmu," sahut Hweeshio itu dengan
wajah meringis- "Tolong - tolong antar aku ke siauw Lim sie"
Ciu Ci Jiak mengerutkan kening. "Bagaimana mungkin aku
membawa Tawsu ke siauw Lim sie" Tidak mungkin aku
membopong Taysu, kan?"
"Aku.." Hweeshio itu meringis lagi.
"Aku... aku...."
Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara ringkikan
kuda. Ciu Ci Jiak tertegun, dan segera ia melesat ke arah
suara kuda itu. Dilihatnya seekor kuda sedang berjalan perlahan.
Kemunculan kuda itu sungguh membingungkan ciu Ci Jiak-
Tiada waKiu baginya untuk memikirkan kejadian itu la
langsung menuntun kuda itu ke tempat Hweeshio siauw Lim
yang terluka parah, kemudian mengangkatnya ke atas
punggung kuda. setelah itu, barulah ia meloncat ke atas, dan
tak lama kuda itu pun berlari meninggalkan lembah itu.
Beberapa hari kemudian, sampailah di siauw sit san di
propinsi Holam. Keesokan harinya, mulai melewati jalanan
gunung yang agak sempit. Berselang beberapa saat, ia
melihat beberapa air terjun di seberang, setelah kuda
tunggangannya menikung, terlihatlah sebuah kuil yang amat
besar, yang tidak lain adalah kuil siauw Lim sie.
Di saat itulah tiba-tiba muncul beberapa Hweeshio
menghadang di depannya. Namun ketika melihat Ciu Ci Jiak
para Hweeshio itu terbelalak-
"Hah" Ketua Go Bi Pay?" seru salah seorang Hweeshio itu,
kemudian tampak terkejut.
"Eh" Hweeshio itu... bukankah suheng?"
"Dia memang Hweeshio dari siauw Lim Pay", sahut Ciu Ci
JiakTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku telah membawanya sampai di sini, maka aku harus
mohon diri-" "Maaf" ucap salah seorang Hweeshio-
"Kami harap ketua Go Bi ikut kami ke dalam kuil, kami
harus lapor kepada Hong Tio (Ketua)"
Ciu Ci Jiak berpikir sejenaki lalu mengangguk dan meioncat
turun dari punggung kudanya, salah seorang Hweeshio segera
menuntun kuda itu menuju kuil siauw Lim, dan ciu Ci Jiak
berjalan perlahan mengikutinya.
Tak seberapa lama, sampailah mereka di kuil siauw Lim.
salah seorang Hweeshio mempersilakannya masuk.
Ciu Ci Jiak mengangguk sekaligus berjalan ke dalam,
"silakan duduk" ucap Hweeshio itu
Hweeshio uang satu lagi langsung ke belakang. Tak lama
muncullah dua Hweeshio tua, yaitu Kong Bun Hong Tio (Ketua
siauw Lim Pay) dan Kong Ti seng Ceng, adik seperguruannya.
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil tersenyum.
"Ternyata ketua Go Bi yang berkunjung"
"Kong Bun Hong Tio," sahut Ciu Ci Jiak-
"Cepat toiong Hweeshio itu"
Ciu Ci Jiak menunjuk Hweeshio yang terluka parah itu,
yang kini telah dibaringkan di sudut kiri.
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio dan segera mendekati
Hweeshio yang terluka itu
"Goan Hian....? "suhu...." sahut Hweeshio itu dengan suara yang lemah
sekali- "omitohud" Kong Bun Hong Tio cepat-cepat memeriksa
dada Goan Hian. Begitu melihat bekas tanda telapak tangan di
dada Goan Hian, seketika juga wajah Kong Bun Hong Tio
berubah dan berseru terkejut.
"Ceng Hwee Ciang (ilmu Pukulan Api Hijau)"
"Apa?" Kong Ti seng Ceng juga tampak terkejut.
"Cwng Hwee Ciang?"
"Ya." Kong Bun Hong Tio mengangguk, kemudian menghela
nafas panjang seraya berkata,
"sudah lama ilmu pukulan ini lenyap dari rimba persilatan,
tak dinyana kini muncul lagi-bahkan mencelakai murid kita."
"suheng, bagaimana keadaan Goan Hian" Apakah masih
bisa ditolong?" tanya Kong Ti seng Ceng.
Kong Bun Hong Tio menggelengkan kepala, kemudian
menjawab dengan wajah murung.
"Tidak bisa ditolong lagi. sebab ilmu pukulan ceng Hwee
Ciang sangat ganas dan beracun."
Mendadak Kong Bun Hong Tio bertanya kepada Goan Hian.
"siapa yang memukulmu?"
"Ti... tidak tahu," sahut Goan Hian dengan suara semakin
lemah, bahkan wajahnya mulai kehijau-hijauan.
"orang itu masih muda, dia bilang... dia bilang akan
membunuh para Hweeshio siauw Lim Pay."
"oh?" Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening.
"Guru..." Goan Hian memberitahukan.
"Kepandaian orang itu... tinggi sekali- Murid-. cuma dapat
bertahan... dua puluh jurus."
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"Guru harus berhati-hati, sebab orang itu... orang itu...."
Tiba-tiba kepala Goan Hian terkulai, dan nafasnya pun
putus seketika. "omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio, lalu berkata kepada
Kong Ti seng Ceng. "sutee, bawa mayat Goan Hian ke dalam"
"Ya, suheng." Kong Ti seng Ceng segera membawa mayat
Goan Hian ke dalam, sedangkan Kong Bun Hong Tio duduk di
hadapan Ciu Ci Jiak "omitohud...." "Maaf, Kong Bun Hong Tio" ucap Ciu Ci Jiak dengan wajah
muram. "Aku turut berduka cita."
"Aaaah - " Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang.
"Tak disangka siauw Lim Pay akan dilanda bencana lagi."
"Kong Bun Hong Tio tahu mengenai ilmu pukulan itu?"
tanya Ciu Ci Jiak "sudah puluhan tahun ilmu pukulan Ceng Hwce Ctang
lenyap dari rimba persilatan," jawab Kong Bun Hong Tio
memberitahukan, "ilmu pukulan itu berasal dari Persia, sangat ganas dan
beracun, siapa yang terkena pukulan itu takkan dapat
tertoiong lagi. Ceng Hwee Ciang yang dimiliki orang itu sudah
mencapai tingkat tertinggi, sebab bisa mengatur Goan Hian
mati di sini." "oh?" Ciu Ct Jiak mengerutkan kening.
Kong Bun Hong Tio menatapnya seraya bertanya.
"Dimana engkau bertemu Goan Hian?"
"Di dalam sebuah lembah - " tutur Ciu Ci Jiak
"omitohud" ucap Kong Bun Hong TioTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"sungguh cerdik orang itu, bisa mengatur seekor kuda
untukmu" "Kong Bun Hong Tio tahu siapa orang itu?"
"sama sekali tidak tahu, yang jelas siauw Lim sie akan
mengalami bencana, omitohud."
"Heran?" ciu Ci Jiak sambil menggeleng-gelengkan kepala-
"siapa orang itu dan kenapa memusuhi siauw Lim?"
"Itu memang sungguh membingungkan"
Kong Bun Hong Tio menghela nafas panjang.
"Padahal sesungguhnya, kami tidak punya musuh."
"Hong Tio Hong Tio-.."
seorang Hweeshio berlari ke dalam dengan wajah pucat
pias. "Ada apa?" tanya Kong Bun Hong Tio terkejut.
"Hong Tio-..." Hweeshio itu memberitahukan.
"Goan Tek, Goan Hui dan Goan Beng...."
"Kenapa mereka?" Air muka Kong Bun Hong Tio mulai
berubah. "Mereka... mereka bertiga sudah menjadi mayat."
"Apa?" Betapa terkejutnya Kong Bun Hong Tio-
"Di mana mayat-mayat itu?"
"Di... di luar."
Kong Bun Hong Tio segera berlarian keluar- Tampak tiga
sosok mayat tergeletak di depan kuil, yakni mayat-mayat Goan
Tek Goan Hui dan Goan Beng. Kong Bun Hong Tio segera
memeriksa mereka, ternyata di dada mereka juga terdapat
tanda telapak tangan. "Hah" Ceng Hwee Ciang" seru Kong Bun Hong Tio tak
tertahan. "Ceng Hwee Ciang...."
Ketika itu muncullah Ciu Ci Jiak dan Kong Ti seng Ceng.
Mereka memandang mayat-mayat itu dengan kening berkerutkerut.
"suheng...." Kong Ti seng Ceng menatap Kong Bun Hong
Tio. "Mereka bertiga...."
"sudah lama mati" Kong Bun Hong Tio menggelengtelengkan
kepala. "Kepandaian orang itu sungguh tinggi sekali- bisa
membawa ketiga mayat itu ke mari, bahkan perginya tanpa
kita ketahui-" "Aaaah - ?" keluh Kong Ti seng Ceng.
"siapa orang itu, kenapa memusuhi kita?"
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil memandang
Ciu Ci Jiak- "Berhubungan dengan adanya kejadian ini, maka - ."
"Kong Bun Hong Tio" Ciu Ci Jiak memberi hormat kepada
mereka berdua. "Aku mohon diri"
"Maaf Kami- - "
"sampai jumpa" ucap Ciu Ci Jiak lalu meninggalkan kuil
siauw Lim sie. sepanjang jalan ia tidak habis pikir, siapa yang membunuh
para Hweeshio siauw Lim Pay itu" Kelihatannya siauw Lim Pay
akan mengalami bencana besar.
Malam harinya, Ciu Ci Jiak bermalam di sebuah
penginapan. Ketika ia baru mau tidur mendadak terdengar
suara langkah yang nyaring sekali-
"Kami membutuhkan beberapa buah kamar"
Terdengar suara seruan. seruan itu membuat Ciu Ci Jiak tersentak, karena ia
mengenali suara itu. la segera membuka pintu, sekaligus
melongok ke luar. yang berseru tadi ternyata In Lie Heng.
Bukan main herannya Ciu Ci Jiak dan segera merapatkan pintu
itu kembali. In Lie Heng adalah salah seorang Bu Tong Cit Hiap (Tujuh
Pendekar Bu TOng), murid Thio sam Hong. Kemunculannya
bersama beberapa murid Bu TOng, membuat Ciu Ci Jiak tidak
habis pikirla ingin pergi menyapa In Lie Heng, tapi merasa segan
karena pernah bertarung dengannya.
Ciu Ci Jiak berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya,
akhirnya ia mengambil keputusan untuk menemui In Lie Heng.
la membuka pintu kamarnya, lalu menuju ke kamarIn Lie
Heng, sekaligus mengetuk pintunya,
"siapa?" tanya In Lie Heng dari dalam.
"Maaf, aku... Ci Jiak datang mengganggu" sahut Ciu Ci Jiak.
Pintu kamar itu terbuka, In Lie Heng berdiri di situ sambil
memandang Ciu Ci Jiak dengan penuh keheranan, sebab tidak
menyangka akan keberadaannya di penginapan itu
"Ci Jiak.." "Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala-
"silakan masuk" ucap In Lie Heng.
"Terima kasih-" Ciu Ci Jiak melangkah ke dalam.
In Lie Heng segera mempersilakannya duduki setelah Ciu Ci
Jiak duduki barulah In Lie Heng bertanya.
"Kok engkau berada di penginapan ini?"
"Aku dari siauw Lim ste,"jawab ciu Ci Jiak dan
menambahkan, "Telah terjadi sesuatu di sana."
"oh?" In Lie Heng terkejut. "Apa yang telah terjadi di siauw Lim ste?"
"Beberapa Hweeshio telah mati-.." ujar Ciu Ci Jiak dan
kemudian menutur tentang kejadian itu
"Ceng Hwee Ciang?"
In Lie Heng tertegun. "Jadi murid-murid Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng
Ceng mati terkena pukulan itu?"
"Ya." Ciu Ci Jiak mengangguk-
"Menurut Kong Bun Hong Tio, ilmu pukulan itu berasal dari
Persia- Tapi... sudah puluhan tahun ilmu tersebut lenyap dari
rimba persilatan." "oh?" In Lie Heng mengerutkan kening. "Apakah Kong Bun
Hong Tio tahu siapa pembunuh itu?" tanyanya.
"sama sekali tidak tahu." Ciu Ci Jiak menggelengkan
kepala. "Itu betul-betul merupakan kejadian yang luar biasa siapa
sangka, setelah Hun Goan Pek Lek Chiu-seng Kun buta dan
punah kepandaiannya di siauw Lim sie, kini...."
"Mungkinkah pembunuh itu punya hubungan dengan seng
Kun?" gumam In Lie Heng.
"sebab setahun yang lalu, seng Kun mati di siauw Lim sie-"
"Tidak mungkin pembunuh itu punya hubungan dengan
seng Kun," ujar ciu Ci Jiak
"Karena sudah lama seng Kun berguru kepada Kong Kian
seng Ceng, dan tinggal di siauw Lim sie dengan gelar Goan
Tin Taysu, maka tidak mungkin seng Kun punya hubungan
dengan orang luar." "Kalau begitu...." In Lie Heng menggeleng-gelengkan
kepala, "siapa pembunuh itu, dia punya dendam apa dengan pihak
Siauw Lim Pay?" "Kita tidak dapat menduganya." Ciu Ci Jiak menghela nafas,
"oh ya In Tay Hiap mau ke mana?"
"Aaaah - " In Lie Heng menghela nafas panjang.
"Kami sedang mencari Thio Bu Ki. Dia terus diburu oleh
pasukan pilihan Cu Goan ciang."
"oooh" Ciu Ci Jiak manggut-manggut.
"Tapi apakah In Tayhiap tahu Thio Bu Ki berada di mana?"
"Tidak tahu." sahut In Lie Heng dan menambahkan.
"Kuduga dia berada di gunung Go Bi-kami mau ke sana."
"Dia tidak ada di sana," Ciu Ci Jiak memberitahukan.
"Aku sudah ke sana. Dia memang pernah ke gunung Go Bimenyerahkan
jabatan ketua kepada Ceng Hi suci"
"oh?" In Lie Heng memandangnya.
"Maksudmu dia sudah pergi?"
"Ya." Ciu Ci Jiak mengangguk. "Dia bersama Tio Beng. Ceng Hi suci memberitahukan
bahwa mereka berdua ingin hidup mengasingkan diri di suatu
tempat yang sepi-" "Hidup mengasingkan diri di suatu tempat uang sepi?"
In Lie Heng mengerutkan kening.
"Di mana?" "Entahlah." Ciu Ci Jiak menggelengkan kepala.
"Aaah - " In Lie Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Guru dan kami sangat memikirkannya. Padahal dia yang
berjasa meruntuhkan Dinasti Mongol- namun...."
"Cu Goan ciang memang jahat dan licik" ujar Ciu Ci Jiak
sengit. "Dengan siasat busuk dia menjadi kaisar"
"Tidak seharusnya Cu Goan ciang menurunkan perintah
membunuh Thio Bu Ki, sebab Thio Bu Ki sama sekali tidak
berniat mengadakan pemberontakan."
"Kalau aku adalah Thio Bu Ki, aku pasti menghimpun
kekuatan Beng Kauw untuk memberontak-"
"Itu justru akan membuat rakyat menderita. Bu Ki tidak
menghendaki itu-" "Bu Ki terlampau lemah-"
"Dia bukan lemah, melainkan memikirkan rakyat dan
anggota Beng Kauw, maka tidak mau mengadakan
pemberontakan-" "Namanya harum selama-lamanya, sebaliknya nama Cu
Goan ciang akan busuk sepanjang masa-"
"Betul-" In Lie Heng manggut-manggut-
"oh ya, engkau mau ke mana?" tanyanya-
"Berkelana,"jawab Ciu Ci Jiak tidak berani berterus terang,
"In Tayhiap?" "Kami mau pulang ke gunung Bu Tong saja."
In Lie Heng menghela nafas.
"Tidak mungkin kami bisa mencari Bu Ki, maka harus
melapor kepada guru."
Keesokan harinya, Ciu Ci Jiak berpisah dengan rombongan
Bu Tong Pay. la menuju pesisir utara, sedangkan rombongan
Bu Tong Pay pulang ke gunung Bu Tong.
Bab 3 Hidup Bahagia di Pulau Hong Hoang to
Ketika Ciu Ci Jiak tiba di pesisir utara, rombongan Bu Tong
Pay pun telah tiba di gunung Bu Tong. In Lie Heng menemui
Jie Lian ciu, ketua partai Bu Tong, kemudian ke ruang
meditasi untuk menemui Thio Sam Hong.
"Guru" panggil In Lie Heng.
"Duduklah" sahut Thio sam Hong sambil tersenyum lembut.
Jie Lian ciu, In Lie Heng dan lainnya lalu duduk di hadapan
guru besar itu, kemudian In Lie Heng melapor.
"Guru, kami tidak berhasil mencari Thio Bu Ki."
"Aaaah...." Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Entah bagaimana nasib Bu Ki. Tak disangka pasukan
pilihan Cu Goan Ciang terus memburunya."
"Guru," ujar In Lie Heng memberitahukan.
"Aku bertemu Ci Jiak di penginapan. Dia bilang. Bu Ki
pernah ke gunung Go Bi menyerahkan jabatan ketua kepada
Ceng Hi suthay." Wajah Thio sam Hong agak berseri.
"Kalau begitu, dia tidak apa-apa, syukurlah"
"Bu Ki bersama Tio Beng", In Lie Heng memberitahukan
lagi- "Ceng Hi suthay memberitahukan kepada Ci Jiak bahwa Bu
Ki dan Tio Beng akan hidup mengasingkan diri di tempat yang
sepi-" "oooh" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Memang lebih baik begitu. Engkau tahu di mana tempat
itu?" "Tidak tahu." In Lie Heng menggelengkan kepala.
"Ci Jiak bertemu Bu Ki?" tanya Thio sam Hong mendadak-
"Tidak-" In Lie Heng menggelengkan kepala lagi- kemudian
wajahnya berubah serius. "Guru...." "Ada apa?" "siauw Lim Pay mengalami suatu bencana."
"oh?" Thio sam Hong tersentak. "Bencana apa?" "Beberapa Hweeshio tingkatan Goan mati dibunuh.."
In Lie Heng memberitahukan berdasarkan apa yang
didengarnya dari Ciu Ci Jiak.
"Apa?" Bukan main terkejutnya Thio sam Hong mendengar
berita itu- "Ceng Hwee Ciang?"
"ya-" In Lie Heng mengangguki
"Guru tahu tentang ilmu pukulan itu?"
"Ng" Thio sam Hong manggut-manggut-
"Kira-kira lima enam puluh tahun yang lampau. rimba
persilatan dikejutkan oleh semacam ilmu pukulan yang amat
ganas, lihay dan beracun, siapa yang terkena pukulan itu,
bagian dadanya pasti bertanda sebuah telapak tangan yang
kehijau-hijauan, itu adalah ilmu pukulan Api Hijau. Banyak
kaum rimba persilatan golongan putih yang berkepandaian
tinggi mati terkena pukulan itu sudah barang tentu hal itu
membangkitkan kemarahan kaum golongan putih, maka
mereka bersatu mengeroyok pembunuh itu"
"lalu bagaimana?" tanyajie Lian ciu.
"Pembunuh itu berhasil meloloskan diri,"jawab Thio sam
Hong. "sejak itu tiada kabar beritanya lagi-"
"Guru," tanya jie Lian Ciu.
"siapa pembunuh itu?"
"Dia adalah orang Persia, namun tiada seorang pun yang
tahu namanya." Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Justru sungguh mengherankan, kini muncul lagi Ceng
Hwee Ciang itu Malah yang menjadi adalah Hweeshio siauw
Lim ste tingkatan Goan, itu sungguh di luar dugaan."
"Guru," tanya jie Lian Ciu.
"Apakah siauw Lim Pay bermusuhan dengan orang Persta
itu?" "Entahlah-" Thio sam Hong menggelengkan kepala.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Namun memang mengherankan, kenapa cuma Hweeshio
siauw Lim ste yang menjadi korban, sedangkan pesilat
golongan putih tidak?"
"Kita harus bersiap-siap menghadapi pembunuh itu," ujar
jie Lian Ciu sungguh-sungguh-
"siapa tahu dia iuoa akan ke mari-"
"Ngmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
Bu Tong Pay memang bersiap siaga menghadapi
pembunuh itu, namun pembunuh itu justru
tidak pernah muncul di gunung Bu Tong.
-ooo00000ooo- Thio Bu Ki dan Tio Beng hidup tenang dan bahagia di pulau
Hong Hoang to, bahkan kini Tio Beng pun telah hamil tujuh
bulan. Betapa gembiranya suami isteri itu.
Pagi ini, mereka berdua berjalan-jalan di dekat pantai
sambil bergandeng tangan. Angin laut menerpa wajah mereka
yang cerah ceria. "Bu Ki Koko," ujar Tio Beng.
"Dua bulan lagi aku akan melahirkan. Engkau berharap
anak laki-laki atau perempuan?"
"Anak laki-laki atau perempuan sama saja,"sahut Thio Bu Ki
sambil tersenyum. "Kita tidak boleh membedakan anak laki-laki atau anak
perempuan." "Kalau anak laki-laki- - " Tio Beng menatapnya dengan
mesra. "Harus gagah dan jujur seperti engkau."
"Apabila anak perempuan, harus secantik engkau,"
sambung Thio Bu Ki dan menambahkan,
"Tapi tidak boleh berhati kejam."
"Eh?" Tio Beng melotot.
"Memangnya hatiku kejam?"
"Aku tidak bilang hatimu kejam, kan?"
"Tapi engkau barusan bilang...."
"Tidak salah kan aku bilang begitu" Engkau langan
tersinggung lho" Thio Bu Ki tertawa. "Ha ha ha..." "Bu Ki Koko jahat" ujar Tio Beng dengan manja.
"Aku...." "Beng moay...." Thio Bu Ki menatapnya dengan penuh
cinta kasih- "Kapan aku pernah jahat terhadapmu?"
"Bu Ki Koko" Tio Beng tersenyum-
"Kalau anak laki-laki harus diberi nama apa?"
"Belum kupikirkan." sahut Thio Bu Ki
"setelah engkau melahirkan, barulah aku pikirkan nama
yang paling cocok?" Mendadak Thio Bu Ki terbelalak sambil memandang jauh ke
depan, tentunya membuat Tio Beng tersentak.
"Ada apa Bu Ki Koko?" tanyanya cepat
"Ada sosok - dipantai" sahut Thio Bu Ki
"Mari kita ke sana"
Thio Bu Ki menarik Tio Beng ke pantai, sosok yang
berpakaian biarawati tengkurap di situ-
"siapa biarawati itu?" Thio Bu Ki mengerutkan kening.
"Beng moay, cepatlah engkau periksa dia, mungkin dia
masih hidup" Tio Beng segera membungkukkan badannya, lalu
menelentangkan biarawati itu, dan seketika juga ia menjerit
kaget. "Hah" Ciu Ci Jiak"
"Apa?" Bukan main terkejutnya Thio Bu Ki
"Ci Jiak?" "Ya." sahut Tio Beng sambil memeriksanya.
"Dia masih hidup, tapi dalam keadaan pingsan. Bu Ki Koko,
cepat selamatkan dia"
Thio Bu Ki mengangguk sekaligus mendekati Ciu Ci Jiak lalu
menempelkan telapak tangannya pada punggung ciu Ci Jiak
dan mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke tubuhnya.
berselang beberapa saat kemudian, Ciu Ci Jiak membuka
matanya perlahan-lahan, mulai siuman.
"Ci Jiak - " panggil Thio Bu Ki sambil berhenti mengerahkan
Iweekangnya. "Bu Ki Koko, akhirnya aku - bertemu engkau juga" ujar Ciu
Ci Jiak dengan air mata bercucuran saking girangnya,
kemudian memandang Tio Beng.
"Aku...." "Ci Jiak" Tio Beng tersenyum,
"yang telah berlalu jangan diungkit lagi- Aku adalah wanita,
tentunya dapat menyelami perasaanmu."
"Tio Beng. - " Ciu Ci Jiak terisak-isak-
"Bu Ki Koko, cepat papah dia ke rumah" ujar Tio Beng yang
merasa iba terhadap Ciu Ci Jiak-
"Tapi?" Thio Bu Ki justru merasa tidak enak.
"Jangan khawatir" Tio Beng tersenyum-
"Aku tidak akan cemburu dan marah kepadamu-"
Karena Tio Beng berkata begitu, maka Thio Bu Ki segera
memapah Ciu Ci Jiak ke tempat tinggal mereka yang
merupakan sebuah gubuk. Begitu sampai di gubuk itu, Thio Bu
Ki membaringkan ciu Ci Jiak ke tempat tidur, sedangkan Tio
Beng cepat-cepat mengambil air minum.
"Ci Jiak minumlah"
Tio Beng menyodorkan air minum ke mulut Ciu Ci Jiak.
"Terima kasih" ucap Ciu Ci Jiak lalu meneguk air minum itu
setelah itu ia bangun duduk di pinggir tempat tidur.
"Tio Beng, aku...."
"Aku tahu-" Tio Beng tersenyum.
"Engkau rindu sekali kepada Bu Ki Koko, tapi engkau kok
tahu kami berada di pulau ini?"
"Sesungguhnya aku tidak tahu, namun hari itu aku ke
gunung Go Bi-..." tutur ciu Ci Jiak tentang semua itu
"setelah berpisah dengan In Tayhiap di penginapan itu, aku
langsung menuiu ke pesisir utara, sedangkan rombongan Bu
Tong kembali ke gunung Bu Tong-"
"Ceng Hwee Ciang?" Kening Thio Bu Ki berkerut-
"Aku tidak pernah mendengar tentang ilmu pukulan itu, tak
disangka beberapa Hweeshio siauw Lim sie tingkat Goan
menjadi korban." "Heran?" gumam Tio Beng-
"Kenapa Hweeshio-hweeshio siauw Lim Sie yang menjadi
sasaran pukulan itu?"
"Mungkinkah si pembunuh itu punya dendam dengan siauw
LtmPay?" ujar Thio Bu Ki-
"Aku sudah bertanya kepada Kong Bun Hong Tio, namun
dia bilang tidakpunya musuh."
Ciu Ci Jiak memberitahukan,
"itu memang membingungkan."
"Tak disangka siauw Lim Pay akan mengalami bencana itu"
Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
menghela nafas panjang seraya bergumam,
"Kini entah bagaimana keadaan Thay suhu Thio sam
Hong?" "Aku yakin beliau baik-baik saja," ujar ciu Ci Jiak-
"sebab beliau yang mengutus In Tayhiap mentarimu-"
"Aaaah-..." Tio Beng menghela nafas panjang.
"Gara-gara Cu Goan ciang, akhirnya kami harus
meninggalkan Tionggoan"
"Padahal Cu Goan ciang adalah bawahan Bu Ki Koko, tapi
malah dia yang menjadi kaisar. Aku... aku penasaran sekali."
ujar ciu Ci Jiak dan menambahkan,
"rasanya aku ingin sekali pergi membunuh Cu Goan Ciang"
"Betul," sambung Tio Beng.
"Akupun berniat membunuhnya-"
"Kalian berdua - -" Thio Bu Ki menggeleng-telengkan
kepala, "sudahlah Jangan terus membicarakan itu Aku sendiri tidak
mau menjadi kaisar. Lebih baik hidup tenang dan bahagia di
pulau ini-" "Bu Ki Koko" Ciu Ci Jiak menatapnya dengan sorot mata
penuh mengandung cinta kasih.
"Kini aku sudah merasa puas, karena sudah bertemu
denganmu, maka aku harus meninggalkan pulau ini
secepatnya." Thio Bu Ki tidak menyahut.
"Ci Jiak", Tio Beng menggenggam tangannya seraya
berkata, "Aku tahu apa sebabnya engkau mencari Bu Ki Koko, tidak
lain disebabkan engkau sangat mencintainya, ya. kan?"
"Aku...." Ciu Ci Jiak menundukkan kepala.
"oleh karena itu, aku harus menerimamu di pulau ini-" ujar
Tio Beng sungguh-sungguh.
"Maksudmu?" Ciu Ci Jiak kurang mengerti-
"Kita bertiga hidup tenang dan bahagia dipulau ini,
tentunya engkau tidak berkeberatan kan?" ujar Tio Beng
sambil tersenyum lembut. "Tio Beng. - " Ciu Ci Jiak terbelalak- Ia tampak tidak percaya akan apa
yang di dengarnya. "Kita... kita bertiga hidup tenang dan bahagia di sini?"
"ya." Tio Beng mengangguk.
"Engkau... engkau rela...."
Ciu Ci Jiak menatapnya seakan tidak percaya.
"Bu Ki Koko," ujar Tio Beng kepada suaminya.
"Dari dulu Ci Jiak sudah mencintaimu. Dia ingin berlayar ke
Peng Hwee TO, tapi malah terdampar di sini- itu pertanda dia
pun berjodoh denganmu-"
"Tapi-..." Thio Bu Ki tampak serba salah.
"Bu Ki Koko" Tio Beng tersenyum.
"Aku menerimanya di sini dengan setulus hati, maka
engkau pun harus menerimanya sebagai isteri pula."
"Apa?" Thio Bu Ki terbelalak. "Maksudmu dia harus menjadi isteriku juga?"
"Ya." Tio Beng mengangguk.
"Aku tidak main-main atau bergurau, melainkan
bersungguh-sungguh "
"Beng Moay, sungguh besar jiwamu"
Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Baiklah, aku terima dia sebagai isteriku juga."
"Ci Jiak engkau sudah dengar kan?"
Tio Beng memandangnya sambil tersenyum-senyum.
"Aku... aku...."
saking Gembira Ciu Ci Jiak malah menangis terisak-isak.
"Ci Jiak" tanya Tio Beng.
"Kenapa engkau menangis?"
"Aku... aku gembira sekali-" sahut Ciu Ci Jiak sambil
memeluk Tio Beng erat-erat.
"Terima kasih" "sama-sama-" Tio Beng membelainya-
"Eeeh?" Mendadak Ciu Ci Jiak terbelalak sambil
memandang perut Tio Beng.
"Engkau sudah hamil?"
Tio Beng mengangguki "sudah tujuh bulan."
"Aku memberi selamat kepada kalian berdua" ucap Ciu Ci
Jiak "seharusnya bertiga" sahut Tio Beng sambil tertawa,
"sebab kini kita bertiga tinggal di pulau ini-"
"Tidak lama lagi akan menjadi empat," ujar Thio Bu Ki
sambil tertawa. "Ha ha ha..." Thio Bu Ki- Tio Beng dan ciu Ci Jiak memang hidup dengan
penuh kebahagiaan di pulau Hong Hoang TO- itu semua
disebabkan Tio Beng dan Ciu Ci Jiak saling mengerti.
Di saat Tio Beng mau melahirkan, Ciu Ci Jiaklah yang paling
kalut, la segera memasak air panas dan lain sebagainya.
sedangkan Thio Bu Ki berjalan mondar-mandir dengan wajah
cemas, Ciu Ci Jiak berada di dalam menemani Tio Beng.
Berselang beberapa saat kemudian, terdengarlah suara
tangisan bayi yang sangat nyaring. Thio Bu Ki langsung
menarik nafas lega, dan wajahnya pun tampak berseri-seri.
Tak lama muncullah Ciu Ci Jiak- Thio Bu Ki segera
menghampirinya seraya bertanya.
"Ci Jiak anak laki-laki atau perempuan?"
"Anak laki-laki-"
Ciu Ci Jiak memberitahukan dengan wajah berseri,
"sungguh montok bayi laki-laki itu"
"Aku... aku boleh masuk?" tanya Thio Bu Ki-
"Boleh-" Ciu Ci Jiak mengangguki
Thio Bu Ki berlari ke dalam. Dilihatnya Tio Beng sedang
menyusui bayi laki-laki yang baru lahir itu.
"Beng Moay" panggil Thio Bu Ki sambil membelainya,
"Engkau baik-baik saja?"
Tio Beng mengangguki wajahnya masih tampak agak
pucat. "syukurlah" ucap Thio Bu Ki-
"Engkau terus beristirahat di tempat tidur, biar aku yang
melayanimu." "Terima kasih. Bu Ki Koko-"
Tio Beng tersenyum, namun kemudian menghela nafas
panjang. "Lho?" Thio Bu Ki heran.
"Kenapa mendadak engkau menghela nafas?"
"Aku...." Tio Beng menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sangat kasihan kepada Ci Jiak karena dia tidak bisa
punya anak-" "Yaah" Thio Bu Ki menghela nafas.
"Karena melakukan kekeliruan ketika belajar Kiu Im sin
Kang, maka peranakannya menjadi rusak, sehingga selamanya
tidak bisa punya anak,"
"Hatinya pasti terpukul sekali melihat aku melahirkan."
"Beng Moay" Thio Bu Ki tersenyum.
"Anakmu juga adalah anaknya ya, kan?"
"Betul." Tio Beng tertawa gembira.
"Maka biar dia yang memberikan nama kepada anak kita."
"Baik!" Thio Bu Ki manggut-manggut.
"itu pasti sangat menggembirakannya."
"Kalian sedang berbisik-bisik apa?" muncullah Ciu Ci Jiak
dengan membawa secangkir air hangat.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kami sedang membicarakanmu," sahut Tio Beng.
"oh, ya?" Ciu Ci Jiak tersenyum.
"Memangnya kenapa aku?"
"Tidak sih." Tio Beng menatapnya lembut-
"Hanya berharap engkau sudi memberikan nama kepada
anak kami, sebab anak kami juga anakmu."
"oh?" Ciu Ci Jiak girang bukan main. la segera
menyodorkan air hangat itu ke hadapan Tio Beng.
"Minumlah" "Terima kasih" Tio Beng meneguk air hangat itu
" Ci Jiak tentunya engkau sudi memberikan nama kepada
anak kita kan?" "A... anak kita?" Wajah Ciu Ci Jiak tampak bahagia sekali-
"Bayi itu adalah anak kita?"
"Ya." Tio Beng dan Thio Bu Ki mengangguk.
"Terimakasih, terimakasih"
Mata Ciu Ci Jiak berkaca-kaca saking gembira dan
melanjutkan. "Alangkah baiknya bayi itu diberi nama Han Liong."
"Han Liong... Thio Han Liong" Thio Bu Ki mengulanginya
dengan wajah berseri-seri.
"Bagus.. Nama yang bagus"
"Kalau begitu - " sela Tio Beng.
"Bayi kita ini diberi nama Han Liong, nama yang tepat dan
cocok baginya." "Han Liong Han Liong" gumam Ciu Ci Jiak
"Kelak dia harus menjadi pendekar gagah yang berhati
jujur." "seperti ayahnya," sambung Tio Beng sambil tersenyum.
"Ha ha ha" Thio Bu Ki tertawa gembira.
"Betul Harus seperti ayahnya Ha ha ha - "
-ooo00000oooTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bab 4 Penyerbuan yang Tak Terduga
sang waKiu terus berlalu, tak terasa beberapa tahun telah
lewat. Bayi itu bertubuh kuat dan sehat, tak pernah sakit dan
dengan cepat ia sudah menjadi anak yang mungil. Di antara
ke tiga orang utu, Ciu Ci Jiak yang paling memanjakannya.
Apabila Thio Bu Ki atau Tio Beng mau menghukumnya karena
ia terlalu nakal, maka Ciu Ci Jiaklah yang selalu membelanya,
ftu membuat Thio Bu Ki dan Tio Beng menggeleng-gelengkan
kepala. Namun mereka berdua bersyukur dalam hati karena
Ciu Ci Jiak sangat menyayangi Han Liong.
"Bibi" panggil Thio Han Liong sambiL menarik tangan Ciu Ci
Jiak "Temani Han Liong ke depan melihat bulan purnama"
"sudah malam, Han Liong tidak boleh ke luar" sahut Ciu Ci
Jiak lembut. "Bibi-..." Thio Han Liong menghempas-hempaskan kakinya.
"Kalau Bibi tidak mau menemani Han Liong melihat bulan
purnama, malam ini Han Liong tidak mau tidur."
"Han Liong...."
Ciu Ci Jiak menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum
lembut. "Baiklah. Mari kita ke pekarangan melihat bulan purnama"
"Terima kasih," ucap Thio Han Liong girang.
"Bibi baik sekali"
Ciu Ci Jiak menggandeng anak itu ke pekarangan. Ternyata
Thio Bu Ki dan Tio Beng yang berada di kamar sebelah masih
belum tidur, maka mereka berdua tahu tentang itu
"Ci Jiak terlalu memanjakan Han Liong, aku khawatir Han
Liong akan menjadi nakal sekali-" ujar Tio Beng sambil
menghela nafas panjang. "Jangan mengkhawatirkan itu" Thio Bu Ki tersenyum.
"Ci Jiak memanjakannya karena menyayanginya, otomatis
juga akan mendidiknya pula."
"Han Liong memang nakal tapi cerdik" ujar Tio Beng sambil
tersenyum geli- "Kalau kita mau menghukumnya, dia langsung menangis
sekeras-kerasnya agar Ci Jiak datang membelanya."
"Dia cerdik dan banyak akalnya." Thio Bu Ki menggelenggelengkan
kepala. "Mudah-mudahan dia tidak licik"
sementara itu, Ciu Ci Jiak dan Thio Han Liong sudah duduk
di pekarangan sambil menikmati keindahan bulan purnama.
"Bibi" Thio Han Liong memandang bulan purnama seraya
bertanya. "Betulkah ada dewi di dalam bulan?"
"Betul." Ciu Ci Jiak mengangguk.
"Dewi itu disebut Dewi Bulan. Dia cantik dan lemah lembut,
tapi paling tidak suka kepada anak nakal."
"Apakah Dewi Bulan akan menghukum Han Liong kalau
Han Liong nakal?" tanya anak kectL itu.
"Tentu." Ciu Ci Jiak manggut-manggut-
"Maka Han Liong tidak boleh terlalu nakal, sebab Dewi
Bulan pasti menghukummu. Dewi Bulan sayang kepada anak
kecil?" "Kalau begitu- - " Thio Han Liong menyengir.
"Dewi Bulan pasti tidak akan menghukum Han Liong."
"Apabila cuma nakal sedikit, Dewi Bulan pasti tidak akan
menghukummu," ujar Ciu Ci Jiak sambil tersenyum.
"Tapi engkau harus ingat, jadi anak baik harus berbaKti
kepada orangtua, tidak boleh kurang ajar."
"ya. Bibi-" Thio Han Liong mengangguk-
"Han Liong mau menjadi anak yang berbaKti-"
"Anak baik Anak baik. Ciu Ci Jiak memeluknya dengan
penuh cinta kasih- "Ayahmu adalah seorang pendekar yang gagah, maka
engkau harus seperti ayahmu" ujarnya.
"Ayah itu dan bibi berkepandaian tinggi?" tanya Thio Han
Liong mendadakTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
(Bersambung keBagian 2) Jilid 2 Ciu Ci Jiak mengangguk. "Kepandaian ayahmu memang tinggi sekali, maka dia
diangkat menjadi Bu Lim Beng Cu (Ketua Rimba Persilatan) di
Tionggoan." "Oh?" Thio Han Liong tampak bangga sekali.
"Tapi kenapa ayah, ibu dan bibi tinggal di pulau ini?"
"Karena ayahmu sudah tidak mau mencampuri urusan
rimba persilatan lagi, maka tinggal di sini."
"Bibi, kalau Han Liong sudah dewasa kelak, apakah harus
terus tinggal di pulau ini?"
"Itu urusan kelak."
Ciu Ci Jiak membelainya. "Tentunya kami tidak akan membiarkanmu terus tinggal di
sini, sebab engkau harus tahu dan kenal dunia luar."
"Bibi," tanya Thio Han Liong.
"Tempat lain juga seperti di pulau ini?"
"Han Liong" Ciu Ci Jiak tersenyum lembut,
"Kelak engkau akan mengetahuinya. Sekarang sudah larut
malam, mari kita tidur!!"
"Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguk.
Mereka berdua masuk ke dalam gubuk. Thio Han Liong
tidur bersama Ciu Ci Jiak. Itu dikarenakan Thio Bu Ki tidur
bersama Tio Beng, kalau Thio Bu Ki tidur bersama Ciu Ci Jiak,
maka Thio Han Liong pun harus tidur bersama Tio Beng. Tio
Beng sudah mulai mengajar Thio Han Liong ilmu surat,
sedangkan Thio Bu Ki mengajarnya cara-cara melatih Kiu Yang
Sin Kang. ciu Ci Jiak juga tidak tinggal diam, ia pun mulai
mengajarkan teori-teori Kiu Im Pek Kut Jiauw kepada Thio
Han Liong yang dilakukannya secara diam-diam.
Kini Thio Han Liong sudah berumur tujuh tahun. Anak itu
tampan tapi agak nakal, la telah memiliki dasar Kiu yang sin
Kang, oleh karena itu Thio Bu Ki mulai mengajarnya Thay Kek
Kun (Ilmu Pukulan Taichi) ciptaan guru besar Thio sam Hong
atau Thio Kun Po (Chang KwunBo).
Di saat Thio Han Liong dan ciu Ci Jiak pergi ke pantai, Thio
Bu Ki dan Tio Beng bercakap-cakap dengan serius sekali-
"Kini Han Liong sudah berumur tujuh tahun, apakah dia
harus terus tinggal dipulau ini?" tanya Tio Beng.
"Bagaimana menurutmu?" Thio Bu Ki balik bertanya.
"Menurut aku..." sahut Tio Beng setelah berpikir sejenakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"setelah dia dewasa, kita harus membiarkannya pergi ke
Tionggoan." "Ngmm" Thio Bu Ki manggut-manggut.
"itu urusan kelak, tentunya dia harus ke gunung Bu Tong
dan ke siauw Lim sie-"
"Ke siauw Lim sie?" Tio Beng heran.
"Kenapa Han Liong harus ke siauw Lim sie?"
"Beng Moay" Thio Bu Ki tersenyum.
"Engkau sudah lupa kepada Cia sun ayah angkatku?"
"oooh" Tio Beng manggut-manggut.
"Betul Han Liong memang harus ke siauw Lim sie menemui
ayah angkatmu." "Aaah - " Mendadak Thio Bu Ki menghela nafas panjang.
"Bu Ki Koko" Tio Beng memandangnya dengan heran.
"Kenapa engkau menghela nafas?"
"Aku teringat akan Thay suhu, para paman dan ayah
angkatku. Entah bagaimana keadaan mereka?" sahut Thio Bu
Ki sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Percayalah" Tio Beng tersenyum-
"Mereka pasti baik-baik saja-"
"Mudah-mudahan begitu" ucap Thio Bu KiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Entah kapan klta akan bertemu mereka lagi?"
sementara itu, Ciu Ci Jiak dan Thio Han Liong juga sedang
bercakap-cakap dengan asyik sekali. Mereka berdua duduk di
atas sebuah batu. "Han Liong" ujar ciu Ci Jiak-
"Engkau sudah ingat semua teori-teori Kiu Im Pek Kut
Jiauw yang kuberitahukan kepadamu?"
"Han Liong sudah ingat semua," sahut Thio Han Liong dan
bertanya- "Kenapa Han Liong tidak boleh memberitahukan kepada
ayah?" "Sebab ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw sangat ganas, maka
ayahmu pasti marah kepada kita-"
"ya. Bibi-" Thio Han Liong mengangguk.
"Bibi cuma memberitahukanmu semua gerakan Kiu Im Pek
Kut Jiauw, tapi tidak mengajarmu Kiu Im sin Kang," kata Ciu
Ci Jiak sambil memandangnya-
"Kenapa begitu?" Thio Han Liong tampak tercengang.
"Sebab...." Ciu Ci Jiak menjelaskan, "Ilmu Kiu Im Pek Put Jiauw sangat ganas, lihay dan hebat.
Maka ayahmu pasti melarangmu belajar ilmu tersebut."
"Kalau begitu..." Thio Han Liong menatapnya seraya
bertanya. "Kenapa Bibi mengajar Han Liong teori-teori ilmu itu?"
"Agar kelak engkau dapat mempergunakannya,"jawab Ciu
Ci Jiak- "Namun engkau pun harus melatihnya dengan cara
mempraktekkannya." "ya. Bibi." Thio Han Liong mengangguk.
"oh ya, apakah di Tionggoan banyak orang berkepandaian
tinggi?" "Banyak sekali." Ciu Ci Jiak memberitahukan.
"Di Tionggoan terdapat beberapa partai besar, yaitu partai
siauw Lim, Bu Tong, Kun Lun, Hwa san, Khong Tong, Go Bi
dan Kay Pang (Partai Pengemis)."
"Partai mana yang paling kuat?"
"Siauw Lim Pay. Namun Bu Tong Pay sudah menyamai
siauw Lim Pay." Ciu Ci Jiak tersenyum.
"Pendiri Bu Tong Pay bernama Thio sam Hong, yang
usianya sudah seratus lebih-"
"Pendiri Bu Tong Pay itu masih hidup?" tanya Thio Han
Liong dengan mata terbelalak,
"ya." Ciu Ci Jiak mengangguk.
"Beliau adalah Thay Sucouwmu."
"Apa?" Thio Han Liong tertegun.
"Pendiri Bu Tong Pay itu adalah Thay sucouw?"
"ya." Ciu Ci Jiak menjelaskan.
"Beliau adalah guru kakekmu, kakekmu, Thio Cui san.
Ayahmu adalah ketua Beng Kauw yang berhasil meruntuhkan
Dinasti Goan." Ciu Ci Jiak menutur tentang semua itu, dan Thio Han Liong
mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Bibi," ujarnya seusai Ciu Ci Jiak menutur.
"Kelak Han Liong harus seperti ayah,Tapi... kenapa Cu
Goan ciang bisa menjadi kaisar, sedangkan ayah malah hidup
di pulau ini?" "Cu Goan ciang bisa menjadi kaisar karena kelicikannya."
Ciu Ci Jiak memberitahukan.
"Ayahmu hidup di pulau ini lantaran tidak mau mencampuri
urusan rimba persilatan lagi."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut mengerti-
"oh ya" ciu Ci Jiak memberitahukan lagi.
" Engkau masih punya seorang kakek angkat, beliau berada
di siauw Lim sie-" " Kakek angkat?" Thio Han Liong tercengang.
"Kim Mo say ong-cia sun adalah kakek angkatmu."
Ciu Ci Jiak menjelaskan. "sebab ayahmu mengangkatnya sebagai ayah, maka beliau
adalah kakek angkatmu."
"Bibi, apakah kakek angkatku itu masih hidup?"
"Mungkin masih hidup-.-," ujar ciu Ci Jiak dan menutur
riwayat Kim Mo say ong-cia sun.
"Sungguh kasihan nasib kakek angkat itu"
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
" Kalau kelak aku ke Tionggoan, pasti ke siauw Lim sie
menjenguk kakek-" "Ngmm" Ciu Ci Jiak manggut-manggut.
Di saat mereka berdua sedang asyik bercakap-cakap,
sebuah kapal perang berlabuh di pantai pulau itu. Mereka
berdua sama sekali tidak mengetahuinya, karena saking


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

asyiknya bercakap-cakap. Tampak puluhan pasukan kerajaan meloncat turun dari
kapal perang itu, menyusul adalah sembilan orang Hweeshio
yang memakaijubah beraneka warna Ternyata mereka adalah
para pengawal istana yang berkepandaian tinggi dan sembilan
Dhalai Lhama dari TibetTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam beberapa tahun ini, cu Goan ciang masih tetap
merasa cemas, lebih-lebih setelah Thio Bu Ki dan Tio Beng
tiada kabar beritanya- Maka, ia mengutus beberapa orang
kepercayaannya untuk menyelidiki jejak Thio Bu Ki-
Akhirnya Cu Goan ciang memperoleh informasi bahwa Thio
Bu Ki dan Tio Beng berada di sebuah pulau di Pak Hai (Laut
utara), maka ia mengutus Lie WiEkiong, pemimpin pengawal
istana bersama puluhan pengawal istana ke pulau tersebut
untuk menangkap Thio Bu Ki.
Akan tetapi, Lie WiEkiong menyatakan tidak sanggup
menangkap Thio Bu Ki yang berkepandaian sangat tinggi itu,
kemudian ia pun memberitahukan bahwa ia kenal beberapa
Dhalai Lhama di Tibet yang berkepandaian tinggi, alangkah
baiknya minta bantuan mereka untuk menangkap Thio Bu Ki.
Cu cioan ciang setuju. Lie WiEkiong segera berangkat ke
Tibet. Belasan hari kemudian, Lie WiEkiong sudah kembali ke
istana bersama sembilan Dhalai Lhama, tentunya sangat
menggembirakan cu Goan ciang.
setelah para Dhalai Lhama itu berbicara serius dengan cu
Goan Ciang, barulah berangkat ke pulau tersebut dengan
sebuah kapal perang. sementara itu, Ciu Ci Jiak masih asyik
bercakap-cakap dengan Thio Han Liong. Tiba-tiba kening ciu
Ci Jiak berkerut, lalu menolehkan kepalanya. Betapa
terkejutnya hati Ciu Ci Jiak ketika melihat para pengawal
istana dan Dhalai Lhama yang sedang menghampiri mereka.
"Han Liong, mari kita pulang"
Mereka berdua segera beranjak meninggalkan tempat itu,
namun sekonyong-konyong berkelebat beberapa bayangan ke
hadapan mereka, yang ternyata adalah para Dhalai Lhama itu.
"Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak.
"Kalian berdua mau ke mana?"
"siapa kalian?" bentak Ciu Ci Jiak.
"Mau apa kalian datang ke pulau ini?"
"Kami adalah Dhalai Lhama dari Tibet," sahut Dhalai Lhama
jubah merah memberitahukan.
"Kami ke mari untuk menangkap Thio Bu Ki."
"Hm" dengus Ciu Ci Jiak dingin-
"Cepatlah kalian tinggalkan pulau ini Kalau tidak."
"Ciu Lie Hiap (Pendekar wanita Ciu)" Lie WiEkiong memberi
hormat. "Kami ke mari atas perintah kaisar untuk mengundang Thio
Tayhiap ke istana." "sungguh keterlaluan cu Goan ciang masih ingin
menangkap Thio Bu Ki?"
Wajah Ciu Ci Jiak tampak gusar sekali.
"Thio Bu Ki sudah tinggal di pulau ini mengasingkan diri,
namun kalian masih memburunya"
"Maaf" ujar Lie WiEkiong, pemimpin pengawal istana.
"ini adalah perintah kaisar-"
"Hm" dengus Ciu Ci Jiak dingin-
"Lebih baik kalian cepat meninggalkan pulau ini Kalau tidak,
aku tidak akan berlaku sungkan kepada kalian"
"Ha ha ha" Dhalai Lhama tertawa gelak, kemudian bertanya
kepada Lie WiEkiong. "siapa wanita itu?"
"Dia bernama Ciu Ci Jiak, mantan ketua GoBi Pay,"jawab
Lie WiEkiong memberitahukan.
"Kepandaiannya tinggi sekali."
"Bagus, bagus" Dhalai Lhama jubah merah tertawa lagi.
"Ha ha Aku ingin mencoba kepandaiannya"
sementara Ciu Ci Jiak memang sudah bersiap menghadapi
pertarungan, sebelum Dhalai Lhama jubah merah
mendekatinya, ia cepat-cepat berbisik kepada Thio Han Liong.
" Cepat pulang, memberitahukan kepada ayahmu"
Thio Han Liong mengangguki kemudian mendadak berlari
pergi. Akan tetapi, di saat bersamaan berkelebat sosok
bayangan ke hadapannya, yang ternyata Dhalai Lhama jubah
kuning. "Bocah Engkau tidak akan bisa kabur" ujar Dhalai Lhama
jubah kuning itu sambil menjulurkan tangannya untuk
menangkap Thio Han Liong.
Mendadak badan Thio Han Liong berputar, sungguh di luar
dugaan karena anak kecil itu berhasil berkelit. Perlu diketahui,
Thio Han Liong sering berlatih dengan ciu Ci Jiak,
"Hm" dengus Dhalai Lhama jubah kuning.
"Tak disangka engkau dapat berkelit, bocah"
Tangan Dhalai Lhama jubah kuning bergerak
mencengkeram lengan Thio Han Liong. Anak kecil itu masih
ingin berkelit, namun kali ini ia tidak berhasil, dan lengannya
telah dicengkeram oleh Dhalai Lhama jubah kuning....
"Dasar tak tahu malu" caci Thio Han Liong.
"cuma berani terhadap anak kecil, kalau ayahku datang...."
"Ayahmu bernama Thio Bu Ki?" tanya Dhalai Lhama jubah
kuning, "ya-" Thio Han Liong mengangguk,-
"Bagus, bagus Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah kuning
tertawa gelak- "Kami ke mari justru ingin menangkap ayahmu-"
Thio Han Liong tidak menyahut. Tapi kemudian mendadak
ia menggigit tangan Dhalai Lhama jubah kuning.
"Aduh" jerit Dhalai Lhama jubah kuning kesakitan,
kemudian dengan tiba-tiba ia mengayunkan tangan kirinya.
"Aduuuh..." jerit Thio Han Liong, la kena ditampar sehingga
matanya berkunang-kunang.
"Hei, Dhalai Lhama keparat" caci Ciu Ci Jiak- Jangan
menyiksa anak kecil, hadapilah aku"
"Ha ha" Dhalai Lhama berjubah merah mendekatinya-
"Mari kita bertarung, aku ingin tahu berapa tinggi
kepandaianmu" "Baik" Ciu Ci Jiak mengangguk sekaligus menyerangnya.
"Bagus, bagus" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak
sambil mengelaki kemudian balas menyerang.
Terjadilah pertarungan yang amat sengit dan seru.
sementara Dhalai Lhama jubah kuning telah menotokjalan
darah Thio Han Liong, sehingga membuat anak kecil itu
menjadi lumpuh. Pertarungan itu semakin menegangkan. Mendadak Ciu Ci
Jiak bersiul panjang sambil menyerang Dhalai Lhama jubah
merah- Ternyata Ciu Ci Jiak mulai mengeluarkan ilmu Kiu Im
Pek Kut Jiauw.Jarirjari tangannya yang menyerupai cakar
mengarah ke ubun-ubun Dhalai Lhama jubah merah. Bukan
main terkejutnya Dhalai Lhama jubah merah itu la segera
membentak keras sambil mengelak ke samping untuk
menghindarinya. Thio Han Liong menyaksikan pertarungan itu
dengan penuh perhatian, lebih-lebih ketika Ciu Ci Jiak
mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw.
Mendadak maju empat Dhalai Lhama jubah hijau, hitam,
biru danputih. Ke empat Dhalai Lhama itu pun ikut menyerang
Ciu Ci Jiak- "Tak tahu malu Tak tahu malu" seru Thio Han Liong, yang
walau badannya tertotok lumpuh, namun mulutnya masih bisa
bersuara- "Kalian semua adalah Hweeshio-hweeshio yang tak tahu
malu" Plaaak. Mendadak Dhalai Lhama jubah kuning
menamparnya- "Aduuuh - " jerit Thio Han Liong kesakitan, la menatap
Dhalai Lhama itu dengan mata berapi-api.
"Hweeshio sialan cepat bebaskan aku, mari kita berkelahi"
"Diam" bentak Dhalai Lhama jubah kuning.
" Kalau tidak, pipimu akan kutampar sampai bengkak"
Thio Han Liong terpaksa diam, lalu menyaksikan
pertarungan itu. Anak kecil itu terkejut bukan main, sebab Ciu
Ci Jiak mulai terdesak- Ternyata ke lima Dhalai Lhama itu
menyerang Ciu Ci Jiak dengan Hgo Heng Mle Hun Tin
(Formasi Lima Elemen yang Menyesatkan sukma).
Formasi tersebut memang lihay sekali, membuat Ciu Ci Jiak
terdesak dan tak mampu balas menyerang, sekonyongTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
konyong Ciu Ci Jiak memekik keras, dan menyerang mereka
dengan Kui Im sin Kang. Ke lima Dhalai Lhama menangkis serangan itu serentak
dengan Lweekang sepenuhnya. Dapat dibayangkan betapa
dahsyatnya Lweekang gabungan mereka berlima. Blaaam...
Lweekang mereka beradu dengan Kiu Im sin Kang.
Ke lima Dhalai Lhama itu terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkahi sedangkan ciu Ci Jiak terpental beberapa
depa dengan mulut mengeluarkan darah segar-
"Bibi..Bibi-.." seru Thio Han Liong dengan wajah pucat pias-
"Bibi - -" "Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-
"Hebat juga engkau Coba sambut pukulan kami"
Tiba-tiba ke lima Dhalai Lhama itu berbaris- yang paling
depan adalah Dhalai Lhama jubah merahi yang dibelakangnya
memegang bahunya, begitu pula yang lain. Dhalai Lhama
jubah merah mulai bergerak mendekati Ciu Ci Jiak, otomatis
yang lain pun ikut bergerak dan tetap memegang bahu yang
di depannya. Kening ciu Ci Jiak berkerut-kerut, la
menghimpun Kiu Im Sin Kang sampai pada puncaknya, siap
menangkis serangan para Dhalai Lhama itu. Mendadak Dhalai
Lhama jubah merah membentak keras, dan seketika juga
yang paling belakang langsung menyalurkan Lweekangnya ke
depan, yang di depannya menyalurkan depan dan seterusnya.
Begitu sampai pada Dhalai Lhama berjubah merahi
langsung saja ia menyerang ciu Ci Jiak, tapi ciu Ci Jiak
menangkis serangan itu dengan Kiu Im sin Kang. Blaaam...
Terdengar suara benturan yang amat dahsyat.
"Aaaakh - " jerit ciu Ci Jiak, la terpental belasan depa ke
belakang dengan mulut menyemburkan darah segar.
"Bibi..Bibi..." teriak Thio Han Liong dengan wajah pucat
pias. Ciu Ci Jiak jatuh terkapar, la berusaha bangun, namun tidak
berhasil. "Han... Han Liong...." ciu Ci Jiak memandang anak kecil itu.
"Bibi...." Di saat bersamaan, berkelebat dua sosok bayangan ke
tempat ciu Ci Jiak, yang tidak lain adalah Thio Bu Ki dan Tio
Beng. "Ayah Ibu..." teriak Thio Han Liong memanggil mereka.
Thio Bu Ki memandang putranya sejenak, lalu
membungkukkan badannya untuk memeriksa Ciu Ci Jiak,
"Bu Ki Koko, bagaimana keadaannya?" tanya Tio Beng
dengan cemas. Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak bisa ditolong?" tanya Tio Beng, yang matanya sudah
mulai basahTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala lagi, sedangkan
ciu Ci Jiak terus memandangnya dengan mata redup,
"Bu Ki Koko..." panggilnya dengan suara lemah sekali-
"Aku - -" "Engkau mau pesan apa, Ci Jiak?" tanya Thio Bu Ki dengan
mata berkaca-kaca- la tahu bahwa tak lama lagi nyawa Ciu Ci
Jiak akan melayang. "Aku... aku cinta kepadamu...." Mendadak kepala Ciu Ci
Jiak. terkulai dan nafasnya pun putus seketika.
" Ci Jiak-..." Thio Bu Ki terisak-isak- Begitu pula Tio Beng.
"Ayah, bagaimana keadaan bibi?" tanya Thio Han Liong.
"Han Liong," sahut Thio Bu Ki dengan air mata meleleh-
"Bibimu sudah tiada."
"Bibi...Bibi..." Thio Han Liong langsung menangis meraungraung.
"Bibi..." Thio Bu Ki dan Tio Beng memandang para Dhalai Lhama
itu, kemudian Thio Bu Ki bertanya.
"Kalian yang membunuhnya?"
"Kami bertarung." sahut Dhalai Lhama jubah merah-
"Dia terkena pukulan kami."
"Apakah kalian Dhalai Lhama dari Tibet?" Thio Bu Ki
menatap mereka dengan tajam sekali.
"ya." Dhalai Lhama jubah merah mengangguk-
"Kalian punya dendam kesumat dengan kami?" tanya Thio
Bu Ki sepatah demi sepatah-
"Tidak-" Dhalai Lhama jubah merah menggelengkan
kepala- "Kalau begitu- - " Wajah Thio Bu Ki berubah dingin sekali.
"Kenapa kalian membunuh Ciu Ci Jiak?"
"Kami bertarung. Kalau di dalam pertarungan ada yang
mati, wajar kan?" sahui Dhalai Lhama berjubah merah sambil
tersenyum. "Engkau pasti Thio Bu Ki yang sangat tersohor itu, bukan?"
"Tidak salah-" Thio Bu Ki manggut-manggut.
"Kalian telah membunuh Ciu Ci Jiak, kini bagaimana
tanggung-jawab kalian?"
"Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-
"Terus terang, kami diutus ke mari untuk menangkapmu-
Maka lebih baik engkau ikut kami daripada melawan."
"Aku tahu siapa yang mengutus kalian ke mari." Thio Bu Ki
menatap Lie WiEkiong. "Cu Goan ciang bukan?"
"Betul." Lie WiEkiong mengangguk-
"Kami diutus ke mari untuk menangkapmu, maka - -"
"Tapi kenapa para Dhalai Lhama itu membunuh Ciu Ci
Jiak?" tanya Thio Bu Ki dingin-
"Dan kenapa Dhalai Lhama jubah kuning itu menawan
putraku?" "Itu...." Lie WiEkiong tergagap-gagap, lalu memandang
para Dhalai Lhama- "Wanita itu tidak kuat menahan pukulan kami, maka dia
terluka parah dan akhirnya binasa," ujar Dhalai Lhama jubah
merah. "Hmm" dengus Thio BuKi dingin,
" Aku tidak pernah bermusuhan dengan pihak kalian, tapi
kenapa kalian...." "Ha ha ha"

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-
"Tentunya engkau ingin hidup, maka engkau harus
menyerahkan Kiu yang dan Kiu Im Cin Keng kepada kami-
Kalau tidak - -" "Kalau tidak, kalian akan membunuh kami?" tanya Thio Bu
Ki dan merasa heran, bagaimana para Dhalai Lhama itu tahu
tentang Kiu yang dan Kiu Im Cin Keng" la sungguh tak habis
pikir. "Betul." Dhalai Lhama jubah merah manggut-manggut.
"Nah, cepat serahkan kitab-kitab itu kepada kami"
"Sayang sekali" sahut Thio Bu Ki sambil menggelengkan
kepala. "Kitab-kitab itu tidak berada di tanganku."
sementara Tio Beng tidak menyahut. Ternyata ia sedang
mencari akal untuk menolong putranya.
"Ha ha ha" Dalai Lhama jubah merah tertawa terbahakbahak-
"Kalau begitu, engkau lebih sayang kitab-kitab itu daripada
nyawamu sendiri. Baiklah-"
Bersamaan deng"n itu, mendadak Tio Beng melesat ke
arah Thio Han Liong. Akan tetapi, Dhalai Lhama jubah kuning
bergerak cepat, langsung menendang anak kecil itu ke arah
para pengawal istana seraya berseru.
"Jaga anak itu"
Betapa gusarnya Tio Beng. la langsung menyerang Dhalai
Lhama jubah kuning dengan sengit sekali.
"Ha ha" Dhalai Lhama jubah kuning tertawa sambil berkelit.
Di saat itu pula Tio Beng melesat kembali ke sisi Thio Bu Ki.
"Bagaimana?" tanya Tio Beng dengan cemas.
"Han Liong berada di tangan mereka."
"Tenang" sahut Thio Bu Ki.
sementara para Dhalai Lhama sudah mengepung mereka
berdua, sedangkan Lie WiEkiong menjaga Thio Han Liong,
"Kalian kejam" bentak anak kecil itu.
"Kenapa kaisar mengutus kalian ke mari membunuh
bibiku?" "Sesungguhnya kaisar tidak menyuruh para Dhalai Lhama
itu membunuh bibimu."
Lie WiEkiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Buktinya bibiku telah binasa ditangan para Dhalai Lhama
itu, aku... aku dendam kepada kalian"
Lie WiEkiong mengerutkan kening. Dipandangnya Thio Han
Liong, kemudian menghela nafas panjang. sementara suasana
semakin mencekam, sebab Thio Bu Ki dan Tio Beng sudah
siap bertarung dengan para Dhalai Lhama itu.
"Engkau tidak mau menyerahkan kitab-kitab itu?" tanya
Dhalai Lhama jubah merah dengan suara nyaring.
"Kitab itu tak ada di tanganku," sahut Thio Bu Ki.
"Kalaupun ada, tidak akan kuserahkan kepada kalian"
"Baik," Dhalai Lhama jubah merah manggut-manggut
dengan wajah gusar- "Kalau begitu, kalian berdua cari mati"
"Kalian yang akan mampus" sahut Tio Beng sengit.
"Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa g elaki
kemudian berseru. "Serang mereka"
Mulailah para Dhalai Lhama itu menyerang Thio Bu Ki dan
Tio Beng dengan cara mengepung. Thio Bu Ki dan Tio Beng
berkelit, kemudian ke dua-duanya balas menyerang dengan
serentak. Thio Bu Ki menyerang mereka dengan ilmu Kian Kun
Tay lo Ie- Mula-mula para Dhalai Lhama itu tampak
kebingungan menghadapi serangan-serangan Thio Bu Ki- Di
saat itulah Dhalai Lhama jubah merah berseru.
"Kiu Kiong Gan Thian (sembilan istana Memutar Langit)"
seketika sembilan Dhalai Lhama itu berputar-putar, dan
makin lama makin cepat, sehingga membuat Thio Bu Ki dan
Tio Beng merasa pusing sekali, otomatis membuat Ilmu Kiam
Kun Taylo Ie tak berfungsi sama sekali. Ternyata Kiu Kiong
Gan Thian adalah semacam formasi yang membingungkan
pihak lawan. "Pejamkan mata" ujar Thio Bu Ki kepada Tio Beng.
Tio Beng menurutjustru ia nyaris terkena pukulan yang
dilancarkan salah satu Dhalai Lhama, namun ia cepat-cepat
berkelit dan membuka matanya lagi. sedangkan Thio Bu Ki
tetap memejamkan matanya melayani para Dhalai Lhama itu.
la menggunakan pendengarannya yang amat tajam, dan di
samping itu, ia pun mulai mengerahkan Kiu Yang sin Kang.
"serang wanita itu" seru Dhalai Lhama jubah merah.
seketika tiga Dhalai Lhama langsung menyerang Tio Beng,
namun mendadak Thio Bu Ki maju sekaligus menangkis
serangan-serangan itu dengan ilmu pukulan Kiu yang sin
Kang. Blaaam Terdengar suara benturan.
Ke tiga Dhalai Lhama itu terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah, sedangkan Thio Bu Ki tetap berdiri di
tempat. Dhalai Lhama berjubah merah terkejut juga
menyaksikannya, dan segeralah ia berseru.
"Ngo Heng GanTe (Lima Elemen Memutar Bumi)"
Dhalai Lhama jubah merahi kuning, hijau, hitam dan putih
langsung bergerak cepat menyerang Thio Bu Ki dan Tio Beng.
namun Thio Bu Ki menangkis dengan ilmu pukulan Kiu yang
sin Kang. Blaaam Terdengar lagi suara benturan dahsyat.
Thio Bu Ki dan Tio Beng terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkahi sedangkan ke lima Dhalai Lhama terpental
beberapa depa, namun tidak terluka sama sekali.
"Thio Bu Ki, engkau memang hebat" ujar Dhalai Lhama
jubah merah dan kemudian berseru.
"Kiu Kiong ApTe (Sembilan istana Menekan Bumi)"
Para Dhalai Lhama itu berputar-putar, lalu mendadak
berbaris menyerupai seekor naga-yang paling depan adalah
Dhalai Lhama jubah merah dengan sepasang tangannya
bergerak-gerak- yang di belakangnya memegang bahunya,
begitu pula yang lainnya.
Menyaksikan itu, air muka Thio Bu Ki langsung berubah
hebat dan ia cepat-cepat berbisik kepada Tio Beng yang
berdiri di sisinya. "Apabila Dhalai Lhama jubah merah itu menyerang,
janganlah engkau menangkis serangannya"
"Ya." Tio Beng mengangguk.-
sedangkan Thio Bu Ki mulai mengerahkan Kui yang sin
Kang hingga puncaknya, kelihatan ia siap menangkis kalau
diserang. Di saat itulah mendadak Dhalai Lhama jubah merah
membentak keras, sekaligus menyerang Thio Bu Ki. Tio Beng
meloncat ke belakang, sedangkan Thio Bu Ki maju dua
langkah sambil menangkis serangan itu.
DaaarBlaaam Terdengar seperti suara ledakan dahsyat-
Serangan yang menyerupai naga itu terdorong mundur
tujuh delapan depa, membuat para Dhalai Lhama itu terjatuh
saling menindih, dan mulut mereka pun mengeluarkan darah-
Bagaimana dengan Thio Bu Ki" la pun terpental hampir
sepuluh depa dan mulutnya menyembur darah segar.
"Bu Ki Koko" seru Tio Beng dan langsung mendekatinya.
" Engkau terluka?"
"Aku...." Wajah Thio Bu Ki pucat pias, kemudian menggelenggelengkan
kepala- "Ayah Ayah - " teriak Thio Han Liong.
sementara para Dhalai Lhama itu sudah bangkit berdiri dan
secepat kilat kembali mengepung Thio Bu Ki dan Tio Beng.
"Ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa.
"Thio Bu Ki, engkau memang tidak bernama kosong."
"Terimakasih atas pujianmu," sahut Thio Bu Ki sambil
menarik nafas dalam-dalam.
"Betulkah engkau tidak mau menyerahkan kitab Kiu Im dan
Kiu yang cin Keng?" tanya Dhalai Lhama jubah merah-
"Tidak." sahut Thio Bu Ki tegas-
"Kalau begitu, kami terpaksa membunuh kalian berdua"
ujar Dhalai Lhama jubah merah dan berseru-
"serang mereka dengan Liak Hwee Tan (Bom Api)"
seketika juga para Dhalai Lhama melempar suatu benda ke
arah Thio Bu Ki dan Tio Beng.
Dar..Daar...Daaar.... Benda itu adalah Liak HweeTan, yang
begitu meledak langsung pula menyala.
" Celaka" keluh Thio Bu Ki.
sementara para Dhalai Lhama itu terus melempar Liak
Hwee Tan ke arah mereka berdua.
Pakaian Thio Bu Ki dan Tio Beng sudah terbakar, begitu
pula badan mereka- Di saat itu, mendadak Thio Bu Ki
menyambar Tio Beng, sekaligus melesat pergi-
"Ayah.. Ibu ..Ayah..." teriak Thio Han Liong memanggil
ayah dan ibunya- Akan tetapi, ke dua orangtuanya sudah tidak kelihatan,
maka anak kecil itu mulai menangis-
Kenapa para Dhalai Lhama itu tidak mengejar mereka"
Ternyata mereka telah terluka, lagi pula Thio Bu Ki dan Tio
Beng telah terbakar, dan juga Thio Han Liong masih berada di
tangan mereka- Maka Dhalai Lhama jubah merah yakin bahwa
Thio Bu Ki dan Tio Beng akan kembali ke situ-
"WiEkiong," ujar Dhalai Lhama jubah merah kepada
pemimpin pengawal istana.
"Suruh anak buahmu pergi mencari Thio Bu Ki dan Tio
Beng Mereka telah terbakar, tidak mungkin bisa kabur jauh."
Lie WiEkiong mengangguk, lalu memberi perintah kepada
para anak buahnya pergi mencari Thio Bu Ki dan Tio Beng.
Ketika hari mulai sore, barulah para anak buah Lie
WiEkiong kembali, namun mereka tidak berhasil menemukan
Thio Bu Ki dan Tio Beng. "Hmm" dengus Dhalai Lhama jubah merahi lalu mendekati
Thio Han Liong yang ditotok lumpuh itu seraya bertanya.
" Kedua orangtuamu bersembunyi dimana?"
"Aku berada di sini, mana tahu ke dua orangtuaku
bersembunyi di mana?" sahut Thio Han Liong ketus dan
dengan mata berapi-api menatapnya.
"Kalian jahat dan curang"
Plaaak Dhalai Lhama jubah merah langsung menamparnya.
Thio Han Liong sama sekali tidak menjerit, namun tidak
mau bersikap lemah di hadapan para Dhalai Lhama itu.
"Selain ke gubuk itu, ke dua orangtuamu sering ke mana?"
tanya Dhalai Lhama jubah kuning.
"Entahlah-" Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Setahuku, ayah dan ibuku selalu berada di rumah."
"Hm" dengus Dhalai Lhama jubah kuning.
"Engkau jangan berdusta"
"Untuk apa aku berdusta?" sahut Thio Han Liong. Padahal
sesungguhnya ia tahu ke dua orangtuanya bersembunyi di
mana, namun ia tidak mau memberitahukan.
Mendadak Dhalai Lhama jubah kuning menotok Giok Tiong
Hiat, jalan darah di bagian dada Thio Han Liong, sehingga
dada anak kecil itu terasa sakit sekali. Namun ia sama sekali
tidak mengeluarkan suara jeritan, hanya keringatnya terus
mengucur dari keningnya. "Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah kuning tertawa gelaki
"Bocah Aku ingin lihat engkau bisa bertahan berapa lama
Ha ha ha..." Thio Han Liong sama sekali tidak mengeluarkan suara,
namun wajahnya sudah berubah kebiru-biruan.
"Dhalai Lhama jubah kuning" ujar Lie WiEkiong.
"Kelihatannya dia tidak tahu ke dua orangtuanya
bersembunyi di mana, cepatlah bebaskan totokan itu, jangan
menyiksanya" Lie WiEkiong merasa tidak sampai hati menyaksikan
penderitaan anak kecii itu. Dhalai Lhama jubah kuning tertawa
lagi lalu membebaskan totokannya-
Rasa sakit di dada Thio Han Liong hilang seketika. Walau
Thio Han Liong sangat membenci Lie WiEkiong, namun tetap
berterima kasih kepadanya dalam hati.
"Hari sudah mulai senja, mari kita kembali kEkapal" ujar
Dhalai Lhama jubah merah.
Mereka segera menuju kapal perang itu. Karena Thio Han
Liong tidak bisa bergerak, terpaksalah Lie WiEkiong
membopongnya. sebetulnya Thio Bu Ki dan Tio Beng bersembunyi di mana"
Ternyata mereka berdua bersembunyi di sebuah gua, Thio
Han Liong yang menemukan gua itu, lalu memberitahukan
kepada ciu Ci Jiak dan ke dua orang-tuanya.
Gua tersebut berada di balik rumput merambat yang amat
lebat, maka para anak buah Lie WiEkiong tidak tahu bahwa di
tempat yang mereka lewati terdapat sebuah gua.
setelah mereka pergi, barulah Thio Bu Ki menarik nafas
lega. la memandang Tio Beng sambil menggeleng-gelengkan
kepala. Begitu cula Tio Beng, ia malah menangis sedih.
"Bu Ki Koko, entah bagaimana nasib anak kita" Aku...
aku...." "Aaaah-." keluh Thio Bu Ki. la duduk bersandar pada
dinding gua. Tubuhnya terbakar, begitu pula wajahnya.
"Aku... aku telah terluka...."
"Parah sekali?" tanya Tio Beng cemas.
"Ng" Thio Bu Ki mengangguk.
"Beng Moay, tubuh dan wajahmu terbakar-"
"Itu tidak jadi masalah" sahut Tio Beng dengan air mata
meleleh. "yang kupikirkan adalah Han Liong, yang masih berada di
tangan mereka. Kita... kita harus berupaya
menyelamatkannya. " Thio Bu Ki menggelengkan kepala.
"Aku sudah terluka dalam, tak mungkin bisa
menyelamatkan Han Liong," ujar Thio BuKi sambil menghela
nafas panjang. "Kalau begitu," Tio Beng mulai menangis.
"Han Liong pasti celaka di tanganpara Dhalai Lhama itu"
"Beng Moay, aku yakin tidak akan terjadi suatu apa pun
atas diri Han Liong," ujar Thio Bu Ki sungguh-sungguh.
"Sebab anak kita banyak akalnya, lagi pula para Dhalai
Lhama itu masih mengharapkan kitab Kiu Im dan Kiu yang cin
Keng. Karena itu, mereka tidak akan mencelakai Han Liong."
"Aaaah - " keluh Tio Beng.
"sungguh jahat Cu Goan ciang sudah sekian tahun kita
hidup mengasingkan diri di sini, tapi dia masih ingin
membunuh kita. Aku... aku harus membunuhnya kelak"
"Beng moay..." Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan kepala.
"Bu Ki Koko?" tanya Tio Beng sambil menangis.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana kita" Haruskah kita terus bersembunyi di
dalam gua ini?" "Setelah kapal perang itu pergi, barulah kita meninggalkan
gua ini," sahut Thio Bu Ki
"Lalu bagaimana.... Han Liong?" Air mata Tio Beng
berderai-derai. "Kita membiarkannya dibawa pergi oleh para Dhalai Lhama
itu?" "Apa boleh buat." Thio Bu Ki menggeleng-gelengkan
kepala, kemudian menambahkan.
"Kita bisa mencarinya kelak."
"Tapi belum tentu Han Liong akan selamat." Tio Beng mulai
menangis lagi. "Selama kita tidak bisa berbuat apa-apa, sebab aku terluka
parah, sedangkan engkau tak mampu melawan mereka."
"Aaaah.. Han Liong Han Liong..."
"Tenanglah, Beng Moay"
"Bu Ki Koko, bagaimana mungkin aku bisa tenang, sebab
Han Liong berada di tangan para Dhalai Lhama itu"
"Aku yakin Han Liong bisa meloloskan diri, sebab dia sangat
cerdik dan banyak akalnya."
"Aaaah Bu Ki Koko...." Mendadak Tio Beng mendekap di
dadanya. "Auuuh" jerit Thio Bu Ki dengan wajah meringis-ringis, tak
lama mulutnya menyemburkan darah segar.
"uaaakh - " "Bu Ki Koko- - " Bukan main terkejutnya Tio Beng.
"Engkau...." Thio Bu Ki diam saja, sejenak kemudian baru
menyahut. "Dadaku terluka-"
"Maaf, aku - aku tidak sengaja," ujar Tio Beng sambil
memandangnya dengan cemasTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Engkau akan sembuh?"
"Ng" Thio Bu Ki mengangguk, kemudian menghela nafas
panjang. "Mungkin membutuhkan waktu yang lama sekali, dan
seandainya aku sembuh, kepandaiankupun akan...."
"Musnah?" tanya Tio Beng cemas-
"Ya-" Thio Bu Ki manggut-manggut-
"Aaaahhhh. Bu Ki Koko - " Tio Beng menangis terisak-isak
dan bergumam- "Entah bagaimana nasib Han Liong."
Bab 5 Meloloskan Diri sebuah kapal perang berlabuh di pesisir utara, yang turun
dari kapal perang itu adalah para Dhalai Lhama, Lie WiEkiong
beserta anak buahnya. Pemimpin pengawal istana itu masih
membopong Thio Han Liong, sebab Dhalai Lhama jubah
merah tetap menotokjalan darah anak kecil itu agar tidak bisa
bergerak, jadi tidak bisa meloloskan diri.
Dari pesisir utara mereka menuju kota raja dengan
menunggang kuda. Dalam perjalanan tak henti-hentinya Thio
Han Liong mengerahkan Kiu yang sin Kang untuk
membebaskan totokan itu la tahu tentang cara tersebut dari
ayahnya. Ketika rombongan itu memasuki sebuah lembah, mendadak
Thio Han Liong menjerit-jerit. "Aduuuh Aduuuuh..."
"Kenapa engkau?" tanya Lie WiEkiong terkejut.
"Aku... aku...." Wajah Thio Han Liong meringis-ringis.
"Aku...." "Beritahukan Kenapa engkau?" Lie WiEkiong mengerutkan
kening. "sakit perut Aduuuh Perutku sakit sekali" Thio Han Liong
terus menjerit dengan wajah meringis-ringis.
"Aku... aku mau berak"
"Dhalai Lhama jubah merah" seru Lie WiEkiong.
"Berhenti dulu Han Liong sakit perut, dia mau berak-"
Dhalai Lhama jubah merah segera menghentikan kudanya,
begitu pula yang lainnya.
"WiEkiong, bawa dia pergi berak" ujar Dhalai Lhama jubah
merah- "Jangan khawatir Jalan darahnya telah kutotok, maka dia
tidak akan bisa meloloskan diri"
"ya." Lie WiEkiong mengangguk sambil meloncat turun.
Kemudian ia membopong Thio Han Liong ke tempat yang
agak jauh. setelah menaruh Thio Han Liong, Lie WiEkiong
kembali ke tempat semula.
"Ha ha ha" Dhalai Lhama jubah merah tertawa gelak-
"Bocah itu sudah beberapa hari tidak berak, maka tidak
heran kalau perutnya sakit. Tahinya pasti bau sekali, pantas
engkau tidak mau tunggu di sana"
" untuk apa aku menunggu di sana" Bukankah engkau
telah menotok jalan darahnya sehingga dia tidak bisa
bergerak" Nah, tentunya dia tidak dapat meloloskan diri"
"Betul-" Dhalai Lhama jubah merah tertawa terbahak-bahak-
"Ha ha ha siapa pun tidak akan mampu membebaskan
totokanku, kecuali aku dan adik-adik seperguruanku."
"Ooooh" Lie WiEkiong manggut-manggut.
Cukup lama mereka menunggu di situ. setelah itu barulah
Dhalai Lhama jubah merah membuka mulut.
"WiEkiong, engkau boleh ke sana sekarang." ujarnya.
"sebelum dia kau bopong kemari, pantatnya harus kau
bersihkan dulu" Lie WiEkiong mengangguki lalu berjalan ke tempat itu.
Sesampainya di sana, ia terbelalak dengan mulut ternganga
lebar, karena Thio Han Liong tidak ada lagi di tempat itu.
"Han Liong Han Liong..." teriaknya memanggil anak kecil
itu. Teriakan itu sangat mengejutkan para Dhalai Lhama, maka
segeralah mereka melesat ke sana.
"Di mana bocah itu?" tanya Dhalai Lhama jubah merah
begitu melayang turun di sisi Lie WiEkiong.
"Entahlah" sahut Lie WiEkiong sambil menggelengkan
kepala. "Dia - dia tidak ada di sini."
"Heran?" kata Dhalai Lama jubah merah.
"Bagaimana mungkin dia bisa menghilang begitu saja?"
"Mungkinkah dia digondol binatang buas?" tf.V"W. Dhalai
Lhama jubah kuning. "Tidak mungkin," sahut Dhalai Lhama jubah merah sambil
menengok ke sana ke mari.
"Itu jejaknya."
Ternyata di sebelah kiri terdapat bekas injakan kaki, tapi
agak acak-acakan. Sungguh mengherankan
"Bekas itu kok begitu?" gumam Dhalai Lhama jubah kuning,
"sepertinya... diacak-acak binatang buas."
"Ayoh kita cari bocah itu" seru Dhalai Lhama jubah merah
sambil menelusuri jejak itu. yang lainnya pun mengikutinya
dari belakang. Belasan depa kemudian, jejak itu tidak ada lagi, tentunya
sangat mengherankan para Dhalai Lhama dan Lie WiEkiong.
"Heran?" gumam Dhalai Lhama jubah merah-
" Jejak itu hilang sampai di sini. Kenapa bisa begitu?"
"Mungkinkah - " Dhalai Lhama jubah kuning memandang ke
angkasa seraya melanjutkan,
"Bocah itu dibawa pergi oleh burung elang perkasa?"
"Tidak mungkin-" Dhalai Lhama jubah merah
menggelengkan kepala- "Bocah itu pun tak mampu kabur, karena tidak bisa
bergerak-" "Kalau begitu - " Dhalai Lhama jubah kuning mengerutkan
kening. "Bocah itu...."
"Mari kita berpencar mencarinya" seru Dhalai Lhama jubah
merah dan menambahkan. "Nanti kita kembali ke sini lagi."
Mereka lalu berpencar mencari Thio Han Liong. Akan tetapi,
ketika mereka kembali ke tempat itu, tiada seorang pun yang
membawa serta Thio Han Liong.
"Heran?" gumam Lie WiEkiong.
"Bocah itu bisa hilang begitu saja."
"Mungkinkah..." Dhalai Lhama jubah kuning mengerutkan
kening. "Ada seseorang menolongnya" "
"Itu memang mungkin." Dhalai Lhama jubah merah
mengangguk- "Tapi entah siapa orangnya. Maksudku membawa bocah itu
kEkota raja, tidak lain hanya ingin memancing Thio Bu Ki ke
sana, menukar putranya dengan kitab Kiu Im dan Kiu yang cin
Keng. Tapi kini - -"
"Aku yakin Thio Bu Ki tetap akan kEkotaraja," Dhalai Lhama
jubah kuning berbisik-bisik di telinga Dhalai Lhama jubah
merah. "Ngmmm" Dhalai Lhama jubah merah manggut-manggut
sambil tersenyum- Kelihatan ia setuju akan apa yang
dibisikkan oleh Dhalai Lhama jubah kuning itu-
"sekarang mari kita melanjutkan perjalanan kembali
kEkotaraja" sebetulnya Thio Han Liong pergi ke mana" Apakah ada
seseorang yang menolongnya" Ternyata tidak, melainkan ia
membebaskan totokan itu dengan Kiu yang sin Kang, setelah
itu, ia berpura-pura sakit perut lalu pergi membuang air besar-
Kebetulan Lie WiEkiong meninggalkannya. Maka, ia
mengacak-acak tempat itu, dan setelah itu barulah ia
mengerahkan ginkang melesat pergi.
la yakin bahwa para Dhalai Lhama akan mengejarnya,
karena itu ia meloncat ke atas pohon dan bersembunyi di situ.
Dugaannya memang tidak salah, para Dhalai Lhama langsung
mengejarnya, untung ia bersembunyi di atas pohon, kalau
tidak ia pasti tertangkap kembali oleh para Dhalai Lhama itu.
setelah mendengar suara derap kaki kuda meninggalkan
tempat itu, barulah Thio Han Liong meloncat turun dari pohon.
Ketika bersembunyi di atas pohon, anak kecil itu telah
mengambil keputusan untuk berangkat ke gunung Bu Tong
atau ke siauw Lim sie. Kenapa ia tidak mau kembali ke Pulau Hong Hoang to" Itu
dikarenakan ia tidak tahu jalan, lagipula tidak punya uang
untuk menyewa kapal, setelah dipertimbangkan lama sekali,
akhirnya ia mengambil keputusan tersebut.
la pun ingin menuntut ilmu, agar kelak bisa membalas
dendam terhadap para Dhalai Lhama itu. Karena tidak tahu
jalan, maka ia melakukan perjalanan tanpa arah.
Dalam perjalanan, ia pun tak lupa melatih Kiu yang sin
Kang, Thay Kek Kun dan mulai mempraktekkan teori-teori Kiu
Im Pek Kut Jiauw dengan gerakan, Thay Kek Kun (Ilmu
Pukulan Taichi) menggunakan tenaga lunak, dan gerakannya
pun amat lemas sekali-Sedangkan Kiu Im Pek Kut Jiauw
mengandalkan pada kegesitan, dan kecepatan bergerak-
Ketika Thio Han Liong berusia sekitar enam tahun, Thio Bu
Ki sudah menyuruhnya membaca kitab Tok Keng (Kitab
Mengenai Berbagai Macam Racun), bahkan juga mengajarnya
teori-teori ilmu pengobatan dan cara-cara memeriksa penyakit
serta nadi- Setiap pagi Thio Bu Ki berlatih ilmu pedang, Thio Han Liong
pasti menyaksikannya dengan penuh perhatian, otomatis ia
ingat semua gerakan ilmu pedang tersebut, Itu tidak usah
heran, sebab anak kecil itu sangat cerdas dan ingatannya pun
kuat sekali. Dalam perjalanan ini, ia mengisi perutnya hanya dengan
buah-buahan hutan. Walau usianya baru tujuh tahun, tapi ia
sangat berani. Ketika ia melewati sebuah hutan, mendadak
muncul seekor harimau yang besar sekali, langsung
menerkamnya. Thio Han Liong bukannya takut, melainkan malah merasa
girang akan kemunculan harimau itu. la cepat-cepat berkelit.
Harimau itu menerkam lagi sambil mengaum. Tapi anak kecil
itu justru malah tertawa sambil berkelit, kemudian mendadak
meloncat ke atas punggung harimau itu.
sudah barang tentu harimau itu gusar sekali dan terus
berloncat-loncatan agar Thio Han Liong jatuh- Akan tetapi,
anak kecil itu malah merangkul leher harimau ituu erat-erat,
sehingga membuat harimau itu berlari ke sana ke mariTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Anak kecil itu tertawa gembira- setelah merasa puas
mempermainkan harimau itu, barulah ia meloncat turun dari
punggungnya- Nafas harimau itu memburu karena lelahnyasedangkan
anak kecil itu berdiri di depannya sambil bertolak
pinggang. "Hi hi hi" la tertawa geli-
"Nafasmu ngos-ngosan, sudah tua ya?" Harimau itu diam
saja- "Aku masih berbelas kasihan kepadamu- Kalau tidak, sudah
kucungkil sepasang matamu Ayoh, cepat pergijangan ganggu
aku" Entah mengerti atau tidak, namun harimau itu melangkah
pergi dengan kepala tertunduk-
"Hihihi" Thio Han Liong tertawa- "Harimau tua, engkau sangat menuruti perkataanku."
seusai berkata begitu, Thio Han Liong lalu duduk di bawah
pohon. Tiba-tiba air matanya meleleh, ternyata ia teringat
akan ciu Ci Jiak, bibinya yang mati secara mengenaskan, la
pun teringat akan ke dua orang tuanya, yang terbakar oleh
Liak Hwee Tan. Anak kecil itu sama sekali tidak tahu
bagaimana nasib ke dua orangtuanya. Taaak.. Suatu benda
jatuh menimpa kepalanya. Betapa terkejutnya Thio Han Liong, la segera meloncat
bangun lalu memeriksa benda itu, ternyata adalah sebiji buah
hutan, segeralah ia mendongakkan kepalanya memandang ke
atas, tampak beberapa ekor monyet bergantungan di pohon.
"sialan" caci Thio Han Liong.
"Monyet-monyet itu yang menyambit kepalaku Awas, kalian
akan kubalas" Anak kecil itu memungut sebuah batu kecil, kemudian
disambitkannya ke arah monyet-monyet itu.
Monyet-monyet itu langsung berloncat-loncatan di dahan
sambil bercutt-cuit- setelah itu mereka memetik buah pohon,
lalu balas menyambit Thio Han Liong.


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus, bagus Hihihi" Thio Han Liong tertawa gembira,
sebab memperoleh buah itu
"Terima kasih, monyet-monyet tolol"
Dipungutnya buah itu, kemudian sambil tersenyum ia
memakannya. Monyet-monyet bergantungan di atas bercuitcuit
lagi, kelihatan gembira sekali, setelah merasa kenyang.
Thio Han Liong berseru. "Monyet-monyet, sampai jumpa"
Thio Han Liong melanjutkan perjalanan sambil bersiul-siul.
Beberapa hari kemudian sampailah ia di sebuah desa yang
cukup besar. Betapa girangnya hati Thio Han Liong. Apalagi
ketika ia melihat beberapa anak laki-laki dan anak perempuan
sedang bermain, segeralah ia menghampiri merekaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Anak laki-laki dan anak perempuan yang sedang bermain
itu langsung memandangny dengan mata terbelalaki sebab
pakaiannya telah kumal dan tersobek sana sini.
"Maaf, bolehkah aku ikut main?" tanya Thio Han Liong
sambil tersenyum. Ternyata anak-anak itu sedang bermain loncat tali. Selama
berada di pulau Hong Hoang To, Thio Han Liong tidak pernah
bermain dengan anak-anak seusianya. Kini bertemu anakanak
itu, dapat dibayangkan betapa gembiranya.
"Engkau dari mana, kok kami tidak pernah melihatmu?"
tanya seorang gadis kecil berusia enam tahunan.
"Aku dari tempat yang sangat jauh- Aku melihat kalian
sedang bermain loncat tali, maka aku ingin ikut main," sahut
Thio Han Liong. "Aku tidak kenal denganmu." gadis kecil itu menatapnya
seraya bertanya. "Apakah engkau anak nakal?"
"Namaku Thio - Liong." Thio Han Liong tidak berani
berterus terang memberitahukan namanya.
"Aku bukan anak nakal, adik manis. Bolehkah aku tahu
namamu?" "Namaku Tan Giok Cu." Gadis kecil itu tersenyum.
"Kenapa engkau memanggilku adik manis?"
"Karena - engkau cantik manis, maka aku memanggilmu
adik manis," sahut Thio Han Liong.
"Oh?" Tan ciiok Cu menatapnya.
"Kalau begitu, aku harus memanggilmu kakak tampan."
ujarnya perlahan. "Apa?" Han Liong tertawa geli- "Kenapa engkau memanggilku kakak tampan?"
"Sebab engkau sangat tampan," sahut Tan Giok Cu
bersikap malu-malu. "Maka aku memanggilmu kakak tampan."
"Terima kasih, terima kasih" ucap Thio Han Liong.
"Nah- sekarang aku boleh turut main kan?"
"Boleh-" Tan Giok Cu mengangguki lalu berkata pada yang
lain. "biar Pakaiannya kumal, kotor dan sobek, tapi sekarang dia
adalah kawanku, kalian tidak boleh menghinanya."
"Ya" sahut anak-anak itu
"Ayoh, kalian berdua mengayunkan tali, aku akan
mengajari dia main loncat tali ini," ujar Tan Giok Cu.
Kedua anak itu segera mengayunkan tali, dan Tan Giok Cu
mulai berloncat-loncatan.
"Nah, begini cara main loncat tali" seru gadis kecil itu.
" Kakak tampan, engkau bisa?"
"Bisa." Thio Han Liong mengangguk.
Tan Giok Cu meloncat ke samping, sedangkan Thio Han
Liong meloncat ke arah tali itu, lalu berloncat-loncatan di situ.
saking gembiranya, mendadak ia menggunakan ilmu
ginkangnya. seketika Tan Giok Cu dan anak-anak lain
terbelalak, karena Thio Han Liong berloncat begitu tinggi,
bahkan kemudian berjungkir balik pula.
Tan Giok Cu bertepuk-tepuk tangan sambil bersorak-sorai
dengan riang gembira, begitu pula yang lain. Berselang
beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti, lalu meloncat
ke hadapan gadis kecil itu.
"Kakak tampan" puji Tan Glok Cu.
"Engkau hebat sekali, ayahku masih tidak mampu meloncat
begitu tinggi" "oh?" Thio Han Liong tersenyum.
"Giok Cu, kami mau pulang" ujar salah seorang anak-
"Sudah siang." "Baiklah." Tan Giok Cu manggut-manggut.
Anak-anak itu langsung pergi, kini hanya tinggal Tan Giok
Cu dan Thio Han Liong. " Kakak tampan, engkau mau ke mana?" tanya gadis kecil
itu sambil menatapnya. "Aku...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak tahu mau ke mana, sebab aku tidak punya
famili." "Kasihan" Gadis kecil itu menatapnya lagi.
"oh ya. bagaimana kalau engkau ikut ke rumahku?"
"Ke rumahmu?" "ya." "Ayah dan ibumu tidak akan marah?"
Jangan khawatir" Tan Giok Cu tersenyum.
"Ayah dan ibu sangat menyayangi ku, mereka pasti tidak
akan marah-" "Tapi...." "Ayohlah" Tan Giok Cu menarik Thio Han Liong.
"Mari ikut aku sampai di rumah, engkau harus mandi lho"
"Aku...." Thio Han Liong tertawa.
"Sudah belasan hari aku tidak mandi."
"Pantas badanmu bau" ujar Tan Giok Cu sambil menutup
hidungnya dengan tangannya.
"Aku jadi pusing mencium bau badanmu."
"Oh, ya?" Thio Han Liong meliriknya.
"Engkau adalah gadis cantik, tidak merasa malu berjalan
bersamaku yang sangat bau ini?"
"Sekarang engkau bau, tapi setelah mandi nanti, engkau
pasti tidak akan bau lagi," sahut Tan Giok Cu.
Tak seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah
sampai di sebuah rumah yang cukup besar, seorang pembantu
wanita berlari-lari mendekati mereka. Ketika melihat Thio Han
Liong yang pakaiannya tidak karuan itu, terbelalaklah
pembantu wanita itu. "Nona, siapa dia?" tanya pembantu wanita itu dengan
kening berkerut-kerut. "Dia kawanku, namanya Thio Liong," sahut Tan Giok Cu.
"Bibi Hiang, di mana ayah dan ibuku?"
"Tuan dan nyonya besar berada di ruang tengah, cepatlah
engkau ke dalam" ujar pembantu wanita itu.
Tan Giok Cu manggut-manggut, lalu menarik tangan Liong
Pendekar Mata Keranjang 24 Wiro Sableng 156 Topan Di Gurun Tengger Kereta Berdarah 10
^