Pencarian

Anak Naga 21

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 21


"Lian Hoa Cin Keng?" KongTi seng Ceng terbelalak.
"Kitab pusaka apa itu" Apakah kitab pelajaran agama
Buddha?" "Kitab pelajaran ilmu silat yang amat tinggi. Namun aku
sama sekali tidak mengetahui satu hal. Itu yang membuat
diriku celaka...." "Engkau mempelajari kitab itu?" tanya Kong Ti seng Ceng.
"Ya." Lian Hoa Nio Cu mengangguk.
"Justru karena aku mempelajari kitab itu, maka tubuhku
berubah...." "Berubah?" Kong Ti seng Ceng dan Kong Bun Hong Tio
saling memandang. "Berubah bagaimana?"
"Berubah menjadi... banci," sahut Lian Hoa Nio Cu sambil
menundukkan kepala. "Sebetulnya aku adalah anak lelaki, tapi akhirnya menjadi
banci karena mempelajari ilmu silat yang tercantum di dalam
kitab Lian Hoa Cing Keng."
"Hah?" Keng Ti seng Ceng dan Keng Bun Hong Tio
terbelalak. "omitohud...."
"Setelah itu, aku bertemu Thio Han Liong," lanjut Lian Hoa
Nio Cu. "Ternyata dia sedang mencariku. Dia pernah pergi ke
gunung Altai untuk menemui Kam Ek Thian, Kakak
seperguruanku. Dia... dia memb erikanku buah Im Ko. Aku
makan buah itu dan dua hari kemudian, aku berubah menjadi
anak gadis." "omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio.
"Itu sungguh ajaib sekali Anak lelaki berubah menjadi anak
gadis Aneh tapi nyata"
"Tapi kalau Thio Han Liong tidak memberikan ku buah Im
Ko, saat ini aku tetap banci. oleh karena itu, aku sungguh
berhutang budi kepadanya."
"omitohud" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Kamipun pernah mendengar bahwa engkau selalu
membasmi para penjahat. Itu karena apa?"
"Karena ke dua orangtuaku dan kakak-kakakku dibunuh
oleh para penjahat, maka aku harus membasmi mereka,"
jawab Lian Hoa Nio Cu. "oooh" Keng Bun Hong Tio manggut-manggut lagi,
kemudian bertanya mendadak sambil memandangnya.
"Lian Hoa Nio Cu, bagaimana kepandaianmu dibandingkan
dengan Ban Tok Lo Mo?"
"Kami tidak pernah bertarung, maka aku kurang jelas
tentang itu, "jawab Lian Hoa Nio Cu dengan jujur.
"Tapi dia memiliki ilmu pukulan yang amat beracun,
sedangkan aku memiliki ilmu pukulan yang amat dingin.
Mungkin tingkat kepandaianku masih di bawahnya, namun aku
masih sanggup bertahan."
"Ngmm" Kong Bun Hong Tio mengerutkan kening.
"Kalau begitu, engkau berkepandaian paling tinggi di sini.
Baiklah, engkau boleh menghadapi Ban Tok Lo Mo duluan,
sedangkan kami-" "Suheng," ujar Kong Ti seng Ceng.
"Bukankah itu amat membahayakan diri Lian Hoa Nio Cu?"
Tidak apa-apa," sahut Lian Hoa Nio Cu cepat.
"Aku memang ingin menjajal kepandaian Ban Tok Lo Mo.
Mudah-mudahan aku dapat membasminya"
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.
"Biar bagaimanapun engkau harus berhati-hati
menghadapinya . " "Ya." Lian Hoa Nio Cu mengangguk.
"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas.
"Mudah-mudahan Han Liong dan An Lok Kong cu ke mari
sebelum Ban Tok Lo Mo muncul"
Sudah belasan hari Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
tinggal di gunung Go Bi. Dalam waktu itu, Ban Tok Lo Mo dan
muridnya sama sekali tidak pernah memunculkan diri
"Aku yakin Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan ke
mari," ujar ketua Go Bi Pay.
"Kalau pun dia ke mari, pasti akan celaka di dalam
perangkap." "Kalau begitu...." ujar Thio Han Liong sambil memandang
An Lok Keng cu. "Kami akan pergi esok pagi."
"Baiklah." Ketua Go BiPay tersenyum lembut.
"secara tidak langsung kami telah menyita waktu kalian,
sehingga kalian tidak bisa pergi ke mana-mana."
"Itu tidak apa-apa," ujar Thio Han Liong.
"sebaliknya justru kami yang telah merepotkan."
"Tidak merepotkan." Ketua Go BiPay tersenyum lagi.
"oh ya, esok pagi kalian akan pergi ke mana?"
"Mungkin langsung pergi ke Bu Tong Pay." Thio Han Liong
memberitahukan. "Sebelum Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, kami
belum mau ke pulau Hong Hoang To, walau aku sudah rindu
sekali kepada ke dua orangtuaku."
"Ngmm" Ketua Go BiPay manggut-manggut.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya begitu licik, maka kalian
harus menggunakan suatu siasat."
"Siasat apa?" "Pancing dia keluar"
"Aku justru tidak tahu cara memancing dia keluar." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya begitu licik, tentu tidak akan
terpancing oleh siasat apa pun. Namun aku yakin dia pasti
keluar, tidak mungkin bersembunyi terus."
"Han Liong...." Ketua Go BiPay memandangnya.
"Jadi engkau sudah mengambil keputusan untuk pergi esok
pagi?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Kalau kalian ke pulau Hong Hoang To, jangan lupa
sampaikan salamku kepada ke dua orangtuamu" pesan ketua
Go Bi Pay. "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Pasti kusampaikan kepada ke dua orangtuaku."
"Terimakasih, Han Liong," ucap ketua Go Bi Pay sambil
tersenyum. Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu meninggaikan gunung Go Bi.
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu.
"Kita mau ke mana?"
"Tentunya kembali ke gunung Bu Tong," sahut Thio Han
Liong. "Kita harus melapor kepada Sucouw."
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
Beberapa hari kemudian, mereka tiba di kota Yang ciu,
sebuah kota perdagangan yang amat ramai. Masakanmasakan
di kota itu pun amat terkenal.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mampir di sebuah
rumah makan. Begitu mereka duduk. seorang pelayan
langsung menghampiri dengan wajah berseri-seri.
"Tuan dan nyonya mau pesan makanan serta minuman
apa?" tanya pelayan sekaligus memberitahukan.
"Rumah makan kami amat terkenal, masakan apa pun ada
di sini." An Lok Kong Cu manggut-manggut, lalu memesan
beberapa macam masakan. Itu membuat pelayan tersebut
terbelalak dan sikapnya semakin menghormat. Berdasarkan
masakan-masakan yang dipesan itu, pelayan sudah tahu
bahwa mereka berdua berasal dari keluarga terhormat.
"Bagaimana?" An Lok Keng cu tersenyum.
"Apakah di rumah makan ini ada masakan-masakan yang
kupesan itu?" "Pasti kami usahakan sampai ada," sahut pelayan sambil
memberi hormat. "Nyonya sungguh tahu masakan-masakan lezat, namun
harganya...." "Jangan khawatir." An Lok Keng cu tersenyum.
"Kami mampu membayar. Pokoknya sajikan saja masakanmasakan
yang kupesan tadi." "Ya." Pelayan itu mengangguk. kemudian melangkah pergi.
Berselang beberapa saat kemudian, ia mulai menyarikan
semua masakan itu, berikut arak wangi.
Thio Han Liong dan An Lok Keng cu mulai bersantap. Tak
lama kemudian tampak beberapa orang memasuki rumah
makan itu, yang kelihatannya adalah kaum rimba persilatan.
Mereka duduk di dekat meja Thio Han Liong, dan langsung
memesan makanan dan minuman.
"Kini ketua siauw Lim Pay telah menantang Ban Tok Lo Mo
dan muridnya, namun Ban Tok Lo Mo dan muridnya sama
sekali tidak memunculkan diri"
Begitulah awal percakapan mereka sambil minum. Ketika
mendengar nama Ban Tok Lo Mo dan muridnya disebut, Thio
Han Liong dan An Lok Keng cu tertarik, apalagi ketika orang
itu mengatakan, bahwa ketua siauw Lim Pay menantang Ban
Tok Lo Mo dan muridnya. Bagian 39 TAMAT Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mulai mendengarkan
dengan penuh perhatian, dan orang itu pun terus melanjutkan
percakapannya. "Ketua Kun Lun Pay pun binasa di tangan Ban Tok Lo Mo."
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya pergi menyerang Kun Lun
Pay?" "Tidak. Ketika ketua Kun Lun Pay dan dua muridnya
berangkat ke kuil Siauw Lim Pay, mendadak muncul Ban Tok
Lo Mo dan muridnya. Salah seorang murid itu dapat
meloloskan diri, tapi ketua Kun Lun Pay mati di tangan Ban
Tok Lo Mo. Murid yang satu itu mati di tangan Tan Beng Song,
murid Ban Tok Lo Mo."
"Murid Kun Lun Pay yang dapat meloloskan diri itu lari ke
mana?" "Lari ke kui Siauw Lim Sie. Oleh karena itu, ketua Siauw
Lim Pay pun menantang Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"Apakah Ban Tok Lo Mo menerima tantangan itu?"
"Entahlah. Yang jelas hingga saat ini Ban Tok Lo Mo dan
muridnya tidak pernah muncul di kui Siauw Lim Sie."
Mendengar sampai di situ, Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu berbisik-bisik. "Adik An Lok" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Tak disangka ketua Kun Lun Pay binasa di tangan Ban Tok
Lo Mo.-." "Aku justru tidak mengerti, mengapa Kong Bun Hong Tio
menantang Ban Tok Lo Mo." tanya An Lok Keng Cu heran.
"Ketua Kun Lun Pay ke kuil siauw Lim sie, pasti untuk
berunding mengenai Ban Tok Lo Mo. Namun di tengah jalan
dibunuh oleh Ban Tok Lo Mo. oleh karena itu, ketua siauw Lim
Pay merasa bertanggungjawab atas kematian ketua Kun Lun
Pny, maka menantang Ban Tok Lo Mo."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. " Kalau begitu
kita harus ke mana" Tetap kembali ke gunung Bu Tong
ataukah ke kuil siauw Lim sie?"
"Lebih baik kita ke gunung Bu Tong dulu, setelah itu
barulah ke kuil siauw Lim sie," sahut Thio Han Liong.
"Bagaimana menurutmu?"
"Baik." An Lok Kong cu mengangguk.
Jie Thay Giam dan Thio siong Kee menyambut kedatangan
Thio Han Liong serta An Lok Kong cu dengan wajah serius.
setehah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk. barulah
Jie Thay Giam bertanya. "Han Liong, bagaimana keadaan ketua Go Bi Pay?"
"Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong dan
menambahkan. "Bahkan amat baik dan ramah terhadap
kami." "Ya. " Jie Thay Giam tersenyum. "sebab ayahmu yang
mengangkatnya menjadi ketua GoBi Pay, tentunya ketua GoBi
Pay harus baik dan ramah terhadap kalian berdua."
"Kakek Jie," tanya Thio Han Liong. "Di mana kakek yang
lain?" "Jie Lian ciu dan song wan Kiauw telah berangkat ke kuil
siauw Lim sie," sahut Jie Thay Giam.
"oh?" Thio Han Liong terkejut. "Kakek Jie, betulkah ketua
Kun Lun Pay binasa di tangan Ban Tok Lo Mo?"
"Betul." Jie Thay Giam mengangguk. "oleh karena itu, Kong
Bun Hong Tio menantang Ban Tok Lo Mo. Akan tetapi, hingga
saat ini Ban Tok Lo Mo belum muncul di kuil Siauw Lim sie."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Apakah
kakek Jie dan Kakek song akan mengalami kejadian yang
serupa ketua Kun Lun Pay?"
"Tentu tidak. " Jie Thay Giam tersenyum. " Kalau terjadi
sesuatu, kami pasti sudah tahu"
"syukurlah" ucap Thio Han Liong. "oh ya, apakah Kay Pang
juga ke kuil siauw Lim sie?"
"seng Hwi dan su Hong sek juga ke sana. Mereka
mengutus seorang pengemis tua ke mari memberitahukan,"
ujar Jie Thay Giam. "Kalau begitu...." Thio Han Liong memandang An Lok Kong
cu. "Aku dan Adik An Lok harus segera berangkat ke kuil
siauw Lim sie." "Tapi kalian harus menemui guru dulu," ujar Jie Thay Giam.
"Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. lalu
bersama Jie Thay Giam dan Thiosiong Kee pergi ke ruang
meditasi. Begitu mereka memasuki ruang meditasi, Guru Besar Thio
sam Hong langsung membuka matanya dan tersenyum
lembut. "sucouw" panggil Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
sambil bersujud. "Kalian sudah pulang dari gunung GoBi, bangunlah" ujar
Thio sam Hong. "Ya, sucouw." Thio Han uong dan An Lok Kong cu bangun
duduk di hadapan Guru Besar itu.
"Bagaimana keadaan ketua GoBi Pay?" tanya Thio sam
Hong. "Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong dan
melanjutkan. "Namun Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak
muncul di sana." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Itu tidak
menjadi masalah. Yang penting kalian sudah ke sana berarti
ada perhatian kepada ketua GoBi Pay."


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio Han Liong mengangguk. sedangkan Jie Thay Giam
berkata dengan suara rendah. "Guru Jie Lian ciu dan song
wan Kiauw sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie."
"Aku sudah tahu." Thio sam Hong manggut-manggut.
"Apakah Ban Tok Lo Mo akan muncul di kuil siauw Lim sie?"
tanyanya. "Karena ketua Kun Lun Pay binasa ditangan Ban Tok Lo Mo
ketika menuju ke kuil siauw Lim sie, maka Kong Bun Hong Tio
menantang Ban Tok Lo Mo. Jie Thay Giam memberitahukan.
"oooh" Thio sam Hong manggut-manggut lagi. "Kalau
begitu, Han Liong dan An Lok Kong cu harus segera berangkat
ke kuil Siauw Lim sie"
"Ya, sucouw" Thio Han Liong mengangguk.
"Kalian berdua boleh berangkat sekarang, jangan
membuang-buang waktu di sini" tegas Thio sam Hong.
"Ya, sucouw," sahut Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
serentak. "Han Liong...." Thio sam Hong menatapnya lembut.
"Setelah engkau membasmi Ban Tok Lo Mo, tentunya kalian
akan ke pulau Hong Hoang To, Jangan lupa sampaikan
salamku kepada ke dua orangtuamu"
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.
"Kalian berdua berangkatlah sekarang" ujar Thio sam Hong
sambil memejamkan matanya.
Thio Han Lidng dan An Lok Kong cu bersujud di hadapan
Thio sam Hong, lalu bersama Jie Thay Giam dan Thio siong
Kee meninggalkan ruang meditasi itu.
"Kakek Jie," ujar Thio Han Liong.
"sucouw menegaskan begitu, maka aku dan Adik An Lok
harus berangkat sekarang."
"Baiklah." Jie Thay Giam manggut-manggut. "Han Liong,
engkau harus berhati-hati menghadapi Ban Tok Lo Mo dan
muridnya" pesannya. "Ya, Kakek Jie." Thio Han Liong mengangguk, kemudian
mohon pamit kepada Jie Thay Giam dan Thio siong Kee.
setelah itu berangkatlah mereka berdua menuju kuil siauw Lim
sie. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan
ke kuil siauw Lim sie dengan tergesa-gesa. Bahkan mereka
pun menggunakan ilmu ginkang agar cepat tiba di kuil itu.
Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu tiba di sebuah kota, dan mereka mampir di sebuah kedai
teh. Begitu mereka duduk, seorang pelayan menyuguhkan dua
cangkir teh, kemudian bertanya dengan ramah.
"Tuan dan nyonya mau pesan makanan apa?"
"Kami cuma mau minum teh saja," sahut Thio Han Liong.
"Tolong ambilkan satu teko teh"
"Ya." Pelayan mengangguk dan sebera mengambil satu
teko teh untuk Thio Han Liong.
Mereka berdua mulai menghirup teh. Kedai teh itu cukup
ramai. Para tamu minum teh sambil bercakap-cakap.
"Sungguh kasihan Paman Tan, Ia punya seorang Putri yang
begitu cantik, tapi akhirnya malah tertimpa musibah."
"Pembesar Lim memang keterlaluan. la sudah punya
beberapa isteri masih ingin memperisteri Putri Paman Tan."
"Karena Paman Tan menolak. maka pembesar Lim
menggunakan siasat mengundang Paman Tan ke rumahnya,
dan akhirnya Paman Tan dituduh mencuri sebuah permata di
rumahnya." "Pembesar Lim sungguh jahat, selalu memeras rakyat dan
sering melakukan tindakan korupsi. Bahkan kini ia ingin
memperisteri Putri Paman Tan. Kalau Paman Tan tidak setuju,
maka Paman Tan akan dipenjara."
"Aaaah Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau kita unjuk
rasa, bisa-bisa dihajar oleh para pengawalnya. sungguh
kasihan nasib Paman Tan Pembesar Lim memberinya waktu
tiga hari. Kalau Paman Tan tetap menolakpasti dipenjara...."
Thio Han Liong danAn Lok Kong cu mengerutkan kening
ketika mendengar percakapan itu. Mereka berdua saling
memandang lalu berbisik-bisik.
"Adik An Lok, bagaimana menurutmu?"
"Kakak Han Liong, biar bagaimanapun kita harus menolong
Paman Tan dan Putrinya."
"Baik." Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian
menghampiri tamu-tamu yang membicarakan itu
"Maaf, saudara-saudara, bolehkah aku bertanya sesuatu
kepada kalian?" Para tamu itu memandang Thio Han Liong dengan penuh
perhatian, karena yakin pemuda itu bukan orang jahat, maka
mereka mengangguk. "Saudara mau bertanya apa?"
"Alamat rumah Paman Tan," sahut Thio Han Liong.
"Karena tadi aku mendengar percakapan kalian mengenai
Paman Tan dan putrinya, maka kami ingin berkunjung ke
sana." "Oooh" salah seorang dari mereka manggut-manggut.
"Kalau begitu, lebih baik aku antar kalian ke sana."
"Terima kasih. Bolehkah aku. tahu nama saudara?" tanya
Thio Han Liong. "Namaku Lie siauw Man, siapa nama Anda?"
"Thio Han Liong."
"Anda pasti bukan orang kota ini. Apakah Anda dan isteri
Anda sedang melancong?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk. kemudian memanggil
An Lok Kong cu. "Adik An Lok, kemarilah"
An Lok Kong cu mendekatinya, kemudian Thio Han Liong
memberitahukan. "Adik An Lok, saudara Lie ini akan mengantar kita ke rumah
Paman Tan. Mari kita ikut dia ke sana"
"Baik," An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum,
kemudian mengeluarkan satu tael perak dan ditaruhnya di
atas meja. "Nyonya...." terbelalak pelayan melihat uang perak itu.
"Masih ada kembaliannya."
"Silakan ambil," sahut An Lok Kong cu, lalu bersama Thio
Han Liong mengikuti Lie siauw Man ke rumah Paman Tan.
"Paman Tan adalah seorang pedagang tahu. Putrinya amat
cantik, lemah lembut dan sangat berbakti kepadanya. Lagipula
gadis itu merupakan kembang di kota ini." ujar Lie siauw Man.
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Gadis itu belum
punya kekasih?" "Sudah punya, tapi...." Lie siauw Man menghela nafas
panjang. "Sudah putus hubungan."
"Lho?" Thio Han Liong heran. "Kenapa bisa putus
hubungan?" "Kekasih nya adalah seorang Putra Hartawan yang amat
terkenal di kota ini. Hartawan itu melarang Putranya,
berhubungan dengannya. Tapi secara diam-diam Putra
Hartawan itu masih pergi menengoknya, akhirnya ketahuan
ayahnya, maka lalu disekap di dalam kamar, tidak boleh pergi
ke mana-mana. Kini Paman Tan tertimpa kasus pencurian,
sehingga hartawan itu bertambah tak memandang keluarga
Paman Tan." "Siapa Putra Hartawan itu?"
"Dia bernama Yap Tiong Leng, ayahnya dipanggil hartawan
Yap." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "oh ya, nama
gadis itu?" "Tan siang Cu."
Mereka terus berjalan ke rumah Paman Tan sambil
bercakap-cakap. Tak seberapa lama sampailah mereka di
rumah Paman Tan yang amat sederhana itu. "Paman Tan"
panggil Lie Siauw Man sambil mengetuk pintu.
"Siapa?" terdengar suara sahutan parau dari dalam.
"Aku siauw Man"
"Masuklah Pintu tidak dikunci"
Lie siauw Man mendorong daun pintu itu, lalu mengajak
Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu masuk.
Paman Tan terbelalak ketika melihat Thio Han Liong dan An
Lok Kong cu, kemudian cepat-cepat bangkit berdiri
"Paman Tan" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat. "Kalian... kalian...." Paman Tan segera balas memberi
hormat. "Maaf, bolehkah aku tahu siapa kalian berdua?"
"Namaku Thio Han Liong, dia adalah isteriku," sahut Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Paman Tan" Lie siauw Man memberitahukan.
"Ketika aku minum teh di kedai, teman-temanku
membicarakan tentang kasus Paman. Pembicaraan temantemanku
terdengar oleh saudara Thio. Kemudian saudara Thio
menanyakan alamat rumah Paman, maka mereka kuajak ke
mari." "Aaah..." Paman Tan menghela nafas panjang. Terima
kasih atas kunjungan kalian. Terima kasih .... "
"Oh ya di mana Putri Paman?" tanya An Lok Kong cu.
"Putriku berada di dalam kamar," sahut Paman Tan lalu
bferseru memanggil Putrinya.
"Siang Cu Cepat ke mari, ada tamu" "Ya" terdengar
sahutan dari dalam. Tak lama kemudian, muncullah seorang gadis cantik jelita,
namun wajahnya tampak pucat pasi
"Siang Cu" Paman Tan memberitahukan.
"Dia adalah Tuan Thio dan wanita muda itu isterinya."
Tan siang Cu segera memberi hormat, kemudian duduk di
sebelah ayahnya dan bertanya kepada Lie siauw Man.
"Kakak siauw Man, bagaimana keadaan Tiong Leng?"
"Dia masih disekap di dalam kamar," sahut Lie siauw Man
sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia... dia tidak menitip surat untukku?" tanya Tan siang Cu
terisak-isak. "Ayahnya melarangku menemuinya, maka dia tidak bisa
menitip surat untukmu. Aku... tidak bisa berbuat apa-apa." Lie
siauw Man menundukkan kepala.
"Kalian berdua...." Thio Han Liong tercengang.
"Oh" Lie siauw Man tersenyum.
"Kami berdua adalah teman dari kecil, maka hubungan
kami bagaikan saudara. Lagipula siang Cu pernah
membantuku, sehingga aku dapat mempersunting jantung
hatiku." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Paman Tan," tanya An Lok Kong Cu mendadak. "Sudah
berapa lama pembesar Lim menjadi Pembesar di kota ini?"
"Tiga tahun lebih," jawab Paman Tan. "Di mana Pembesar
yang lama?" "Pembesar yang lama masih tinggal di kota ini, tapi...."
Paman Tan menggeleng-gelengkan kepala.
"Beliau adalah Pembesar yang amat baik, adil dan
bijaksana. Akan tetapi, tiga tahun yang lalu, mendadak
muncul pembesar Lim menggantikan beliau, dan itu sungguh
di luar dugaan kami semua sejak itu, pembesar Lim mulai
berlaku sewenang-wenang dan lain sebagainya.
"Siapa Pembesar lama itu?"
"Yo Cing Thian."
"Di mana rumahnya?"
"Agak jauh dari sini," sahut Lie siauw Man. "Kalau kalian
mau ke sana, aku bersedia mengantar."
"Terima kasih," ucap An Lok Kong cu, kemudian berkata
kepada Paman Tan. "Kami suami isteri bersedia membantu Paman."
"Tapi...." Paman Tan menghela nafas panjang.
"Pembesar Lim amat berkuasa, bagaimana mungkin kalian
berdua membantuku?" "Paman Tan" An Lok Kong cu tersenyum. "Percayalah
kepada kami" "Terima kasih," ucap Paman Tan.
"Paman Tan," tanya Thio Han Liong. "Kapan para pengawal
petpbesar Lim akan ke mari?"
"Besok," sahut Paman Tan.
"Begini," ujar Thio Han Liong. "Paman Tan tolak saja"
"Tapi...." "Jangan takut." Thio Han Liong tersenyum.
"Biar para pengawal pembesar itu membawa kalian ke
tempat sidang, kami pasti muncul di sana menolong kalian."
"Terimakasih," ucap Paman Tan.
"Oh ya" An Lok Kong cu memandang Tan Siang cu seraya
bertanya, "Adik Siang cu, betulkah engkau dan Yap Tiong Leng sudah
saling mencinta?" "Itu...." Wajah Tan siang cu langsung memerah, kemudian
ia mengangguk perlahan. "Ya" "Baik." An Lok Kong cu manggut-manggut sambil
tersenyum. "Kamipun akan membantumu."
"Itu...." Tan siang cu menggeleng-gelengkan kepala. "Itu
tidak mungkin." "Percayalah kepada kami" ujarAn Lok Kong cu.
"Kami pasti bisa menolong ayahmu dan membantumu. "
"Oh?" Tan siang cu masih agak kurang percaya.
"Sungguhkah?" "Sungguh" An Lok Kong cu dan Thio Han Liong
mengangguk. "Baiklah. Kami mohon diri"
"Kok cepat?" Paman Tan memandang mereka.
"Ya, sebab kami masih mau ke rumah Pembesar yang lama
itu," sahut Thio Han Liong.
"Saudara Lie, tolong antar kami ke rumah Pembesar lama
itu" "Ya." Lie siauw Man mengangguk. Kemudian mereka
berpamit kepada Paman Tan dan Putrinya, lalu berangkat ke
rumah mantan pembesar kota itu.
Yo Cing Thian menyambut kedatangan mereka dengan
penuh keheranan. la sama sekali tidak kenal Thio Han Liong
dan An Lok Kong cu, tapi kenal Lie siauw Man.
"Pembesar Yo" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
memberi hormat. "Eh" Kalian...." Yo cing Thian cepat-cepat balas memberi
hormat.

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku... aku sudah bukan Pembesar lagi, kalian...."
"Paman tetap pembesar kota ini," sahut Thio Han Liong
sambil tersenyum. "Paman, namaku Thio Han Liong dan dia isteriku."
"Oh, silakan duduk"sahut Yo Cing Thian.
Mereka duduk. Yo Cing Thian memandang Thio Han Liong
seraya bertanya, "Ada urusan apa kalian ke mari?"
"Kami ke mari ingin bertanya, bagaimana cara pembesar
Lim menggantikan kedudukan Paman?" Thio Han Liong balik
bertanya dengan serius. "Aaah..." Yo Cing Thian menghela nafas panjang.
"Dia membawa surat dari atasanku, karena itu aku lalu
pergi menemui atasanku itu. Namun beliau mengatakan
bahwa itu adalah keputusan dari pejabat tinggi dalam istana.
oleh karena itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa."
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Mungkin itu cuma alasan belaka, artinya atasan Paman itu
bekerja sama dengan pembesar Lim."
"Dugaanku pun begitu, hanya saja... aku tidak bisa berbuat
apa-apa." Yo Cing Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Selama tiga
tahun ini, pembesar Lim...."
"Kami sudah mendengar itu, bahkan pembesar Lim pun
menuduh Paman Tan mencuri sebuah permata di
rumahnya...." "Sungguh kasihan Paman Tan" Yo cing Thian menghela
nafas panjang. "Aku sama sekali tidak dapat menolongnya."
"Karena itu, kami bermaksud menolongnya," ujar Thio Han
Liong dan menambahkan. "Besok Paman Tan dan putrinya pasti akan dibawa ke
tempat sidang, kami harap Paman ke sana"
"Aku ke sana?" Yo Cing Thian tertegun. "Untuk apa aku ke
sana?" "Menyaksikan persidangan itu," jawab Thio Han Liong
sambil tersenyum. "Pasti akan ada suatu kejutan."
"Itu...." Yo Cing Thian berpikir sejenak, kemudian manggutmanggut.
"Baiklah." "Oh ya" An Lok Kong cu menengok ke sana ke mari.
"Di mana anak Paman" Kenapa tidak kelihatan?"
"Aaah..." Yo cing Thian menghela nafas panjang.
"Kami tidak punya anak."
"Paman," tanya Thio Han Liong. "Di mana Bibi?"
"Sedang ke desa mengunjungi familinya. Kami hidup
kesepian karena tidak punya anak...." Yo Cing Thian
menggeleng-gelengkan kepala.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
lalu bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Yo Cing
Thian. "Maaf Paman, kami mau mohon pamit," ucap Thio Han
Liong dan mengingatkan. "Paman jangan lupa, besok ke tempat sidang itu"
"Baik." Yo Cing Thian mengangguk.
"Paman, aku pun mau mohon pamit" ujar Lie siauw Man.
"Baiklah." Yo Cing Thian manggut-manggut, kemudian
mengantar mereka sampai ke depan rumahnya.
Setelah mereka pergijuuh, barulah ia kembali ke rumah
sambil menghela nafas panjang.
"Saudara Thio," tanya Lie siauw Man.
"Kalian mau ke mana sekarang?"
"Mau ke penginapan," sahut Thio Han Liong.
"Bagaimana kalau kalian tinggal di rumahku?" tanya Lie
siauw Man sungguh-sungguh.
"Terima kasih." Thio Han Liong tersenyum.
"Lebih baik kami tinggal di penginapan, jadi tidak akan
mengganggu Anda." "Jangan berkata begitu, saudara Thio" Lie siauw Man
menatapnya seraya bertanya.
"Oh ya, cara bagaimana engkau menolong Paman Tan dan
Putrinya?" "Kami pasti punya suatu cara, Anda boleh menyaksikannya
esok." "Ha ha ha" Lie siauw Man tertawa. "Aku pasti hadir di sana,
bahkan seluruh penduduk kota pun akan hadir di tempat
sidang itu Ha ha ha..."
Bab 77 Pertarungan Mati Hidup Di Kuil siauw Lim sie
Asisten pembesar Lim dan beberapa pengawal datang di
rumah Paman Tan, namun Paman Tan tetap menolak lamaran
pembesar Lim. oleh karena itu, Paman Tan dan putrinya
dibawa ke tempat sidang. Ketika mereka dibawa, penduduk kota itu mengikuti
mereka ke tempat sidang, tampak pula Yo Cing Thian dan Lie
siauw Man. Namun mereka semua tidak boleh masuk ke ruang
sidang, hanya berada di luar saja.
Paman Tan dan putrinya berdiri di tengah-tengah ruang
sidang. Tak lama kemudian muncullah pembesar Lim. setelah
Pembesar itu duduk. Asistennya segera membentak. "Kalian
berdua cepatlah berlutut"
Paman Tan dari Putrinya langsung berlutut. Pembesar Lim
memukul meja, biasa Itu untuk menakuti terdakwa.
"Sidang dimulai" teriak Asisten pembesar Lim.
"Tan song Hang" bentak pembesar Lim.
"Aku mengundangmu ke rumah secara baik-baik, tapi
engkau malah mencuri sebuah permata di rumahku Nah,
engkau mau mengaku?"
"Tidak" sahut Paman Tan. "Aku tidak mencuri permata itu,
aku difitnah" "Masih berani menyangkal?" Pembesar Lim melotot.
"Pengawal, cepat pukul dia lima puluh kali"
"Jangan Jangan..." ujar Tan siang cu. "Pembesar Lim,
jangan menyuruh pengawal memukul Ayahku"
"Ayahmu mencuri di rumahku, tentunya dia harus dihukum
Tapi...." Pembesar Lim memandang gadis itu sambil
tersenyum. "Kalau engkau bersedia menikah denganku, aku pasti
membebaskan Ayahmu" "Dasar bandot tua Bandot tua yang tak tahu malu" teriak
para penduduk yang berdiri di luar.
"Pengawal suruh mereka diam. Kalau tidak, mereka akan
ditangkap dan dipenjara" ujar pembesar Lim dengan wajah
merah padam. Sebelum para pengawal itu keluar, para penduduk sudah
diam, maka sidang itu dimulai lagi.
"Berhubung engkau tetap menyangkal," ujar pembesar Lim.
"Maka engkau harus dipukul lima puluh kali Pengawal,
laksanakan" Beberapa pengawal langsung menekan punggung Paman
Tan, agar orang tua itu tengkurap.
"Jangan....Jangan pukul Ayahku." teriak Tan siang cu.
"Ha ha ha" Pembesar Lim tertawa gelak.
Sementara di luar tampak dua orang berbisik-bisik. Mereka
adalah Yo Cing Thian dan Lie siauw Man.
"Heran kenapa Thio Han Liong dan isterinya belum muncul"
Jangan-jangan mereka berbohong?"
"Paman Yo" Lie siauw Man tersenyum. "Mereka suami isteri
bukan orang semacam itu. Aku yakin mereka pasti datang."
Di saat bersamaan, tampak dua sosok bayangan berkelebat
memasuki ruang sidang, lalu melayang turun dekat Paman
Tan dan Putrinya. Bukan main terkejutnya pembesar Lim dan Asistennya,
begitu pula Paman Tan dan Putrinya, termasuk Yo Cing Thian
dan Lie siauw Man. "Tak kusangka mereka berdua adalah sepasang pendekar,"
ujar Yo cing Thian dengan wajah berseri.
"Sebelumnya aku sudah menduga," sahut Lie siauw Man.
"Kalau tidak. bagaimana mungkin mereka berani
menyatakan akan menolong paman Tan dan Pntrinya" Ha ha
Pembesar Lim ketemu batunya hari ini"
"Siapa kalian?" bentak pembesar Lim.
"Sungguh berani kalian mengacau di ruang sidang"
"Ini bukan ruang sidang" sahut Thio Han Liong.
"Melainkan ruang untuk memfitnah orang baik-baik"
"Engkau bilang apa?" Pembesar Lim melotot.
"Pengawal, cepat tangkap mereka ..cepaaat"
"Ya," sahut para pengawal dan langsung mendekati Thio
Han Liong. "Kalian berani menangkapku?" Thio Han Liong tersenyum,
kemudian mendadak mengibaskan tangannya, dan seketika
juga para pengawal itu terpelanting.
"Haah?" Pembesar Lim terbelalak menyaksikan itu "Kalian...
kalian penjahat?" "Kami bukan penjahat" sahut Thio Han Liong sambil
mendekati pembesar Lim, lalu memperlihatkan sebuah benda.
Begitu melihat benda tersebut, menggigillah pembesar Lim
dan Asistennya. Mereka berdua segera menghampiri Thio Han
Liong dan menjatuhkan diri berlutut di hadapannya.
Tentunya kejadian itu amat mengherankan semua orang.
Yo cing Thian dan Lie siauw Man saling memandang.
"Apa yang telah terjadi?" tanya Yo Cing Thian.
"Entahlah." Lie siauw Man menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu sungguh membingungkan"
Sementara Thio Han Liong menatap pembesar Lim dan
Asisten dengan tajam sekali.
"Katakan yang sebenarnya, kalian memfitnah orangtua itu
ataukah memang benar orangtua itu mencuri sebuah permata
di rumahmu?" ujarnya kemudian.
"Dia... dia memang mencuri," sahut pembesar Lim
tergagap-gagap. "Yang mulia, hamba sama sekali tidak tahu mengenai
kejadian itu, hamba tidak ikut campur," ujar Asisten itu.
"Yang Mulia...." Pembesar Lim memberitahukan.
"Dia yang mengusulkan begitu untuk memfitnah Tan song
Hang." "Yang Mulia," Wajah Asisten itu pucat pias.
"Pembesar Lim ingin memperisteri Tan siang cu, maka
bertanya kepada hamba punya akal apa" Hamba terpaksa
mengusulkan akal itu."
"Jadi orangtua itu tidak mencuri di rumah pembesar Lim?"
tanya Thio Han Liong. "Memang tidak," sahut Asisten itu.
"Pembesar Lim cuma ingin memfitnah Tan song Hang
saja." "Bagus, bagus" Thio Han Liong manggut-manggut,
kemudian berseru memanggil seseorang.
"Lie siauw Man, kemarilah"
"Ya" Lie siauw Man segera berlari memasuki ruang sidang.
"Apa yang harus kulakukan, saudara Thio?"
"Suruh beberapa orang yang berbadan kekar ke mari"
sahut Thio Han Llong. "Baik," Lie siauw Man langsung memanggil beberapa orang
yang berbadan kekar, untuk berdiri di hadapan Thio Han
Liong. Thio siauhiap. "Apa yang harus kami lakukan?"
"Pembesar Lim dan Asistennya telah memfitnah orangtua
itu, maka mereka harus dihukum. Pukul pantat mereka
masing-masing seratus kali"
"Hah?" Betapa terkejutnya pembesar Lim dan Asistennya.
"Ampun, Yang Mulia Ampun..."
"Pukul" bentak Thio Han Liong.
"Plak Plak Plaaak" Terdengar suara pemukulan dan jeritan
pembesar Lim dan Asistennya. "Aduuuh Aduuuh Ampun..."
Sementara Yo Cing Thian yang berdiri di luar terheranheran,
sebab pembesar Lim dan Asisten berlutut di hadapan
Thio Han Liong, bahkan memanggilnya "Yang Mulia". Lalu
sebetulnya siapa Thio Han Liong" Yo cing Thian tidak habis
pikir. "Rasakan Rasakan" seru para penduduk kota sambil
bertepuk-tepuk tangan. "Pukul terus, pukul terus..."
Pukulan sudah dilaksanakan seratus kali namun tidak
terdengar suara jeritan lagi. Rupanya pembesar Lim dan
Asistennya telah pingsan.
"Saudara Thio" Lie siauw Man memberitahukan.
"Mereka berdua sudah pingsan."
"Tambah lima puluh kali lagi" sahut Thio Han Liong.
"Ampun Ampun Yang Mulia" ujar pembesar Lim dan
Asistennya, yang ternyata pura-pura pingsan.
"Pembesar Lim, mulai saat ini engkau kupecat dari jabatan.
Begitu pula Asistenmu" ujar Thio Han Liong.
"Terima kasih, Yang Mulia" Pembesar Lim dan Asistennya
segera berlutut. "Terima kasih...."
"Lie siauw Man, lepaskan topi dan pakaian Dinas Pembesar
Lim" ujar Thio Han Liong.
"Ya." Lie siauw Man langsung melepaskan topi dan pakaian
Dinas Pembesar itu, lalu ditaruh di atas meja.
"Engkau sering melakukan tindak korupsi" Thio Han Liong
menuding pembesar Lim. "Maka hasil korupsi itu harus engkau serahkan ke mari.
Kalau tidak, kalian sekeluarga akan dihukum pancung "
"Ya, Yang Mulia."
"Lie siauw Man, panggil Paman Yo ke mari" ujar Thio Han
Liong. "Ya." Lie siauw Man segera pergi memanggil Yo ong Thian.
Mantan pembesar utu menghampiri Thio Han Liong dan An
Lok Kong cu dengan mata terbelalak, tapi Thio Han Liong dan
An Lok Kong cu hanya tersenyum-seiyum.
"Yo Cing Thian, terimalah perintah" ujar Thio Han Liong
sambil memperlihatkan Medali Tanda Perintah Kaisar.
"Hah?" Bukan main terkejutnya Yo Cing Thian ketika
melihat benda itu, dan langsung menjatuhkan diri berlutut di
hadapan Thio Han Liong. "Hamba menerima perintah."
"Mulai sekarang engkau adalah Pembesar Kota ini, karena
pembesar Lim telah dipecat. Hasil korupsinya harus disita lalu
dikirim ke Kotaraja," ujar Thio Han Liong.
"Terimakasih, Yang Mulia," ucap Yo Cing Thian dengan
mata basah. "Bangunlah, Paman Yo" Thio Han Liong tersenyum.
"Terimakasih, Yang Mulia." Yo Cing Thian segera bangkit


Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri "Lie siauw Man" panggil Thio Han Liong.
"Ya, saudara Thio.... Eh Yang Mulia" Lie siauw Man
berlutut. " Hamba siap menerima perintah."
"Mulai saat ini engkau kuangkat menjadi Asisten Pembesar
Yo," ujar Thio Han Liong.
"Itu karena engkau cukup berpendidikan dan berhati baik.
Laksanakan tugasmu dengan baik"
"Terimakasih, Yang Mulia," ucap Lie siauw Man gembira.
"Terimakasih...."
"Saudara Lie" Thio Han Liong tersenyum. "Bangunlah"
Lie siauw Man segera bangkit berdiri, kemudian
memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak.
Sementara Paman Tan dan putrinya terbengang-bcngong di
tempat. Mereka berdua memandang Thio Han Liong dan An
Lok Keng Cu dengan mata tak berkedip.
"Paman Yo," ujar Thio Han Liong. "putri Paman Tan punya
seorang kekasih dari keluarga yang kaya raya, maka orangtua
kekasihnya tidak merestui mereka. Karena itu, aku usulkan
Paman mengangkat Tan siang cu sebagai anak angkat"
"Ya, Yang Mulia," sahut Yo Cing Thian.
"Paman Yo" Thio Han Liong tersenyum. "Panggil saja
namaku" "Tapi...." "Paman Yo, kini bukan saat Dinas, jadi Paman boleh
memanggil namaku," ujar Thio Han Liong dan
memberitahukan. "Paman Yo, isteriku adalah An Lok Kong cu. Putri Kaisar."
"Haah?" Betapa terkejutnya Yo Cing Thian dan Lie siauw
Man. Mereka segera berlutut di hadapan An Lok Kong cu.
"Kong cu, terimalah hormat hamba"
"Paman Yo, saudara Lie, bangunlah" ujar An Lok Kong cu
sambil tersenyum. Yo Cing Thian dan Lie siauw Man bangkit berdiri Di saat
itulah Paman Tan dan Putrinya berlutut di hadapan Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu.
"Hamba...." "Bangunlah, Paman Tan" Thio Han Liong membangunkan
Paman Tan, sedangkan An Lok Kong Cu membangunkan Tan
siang cu. "Saudara Tan" Yo cing Thian mendekatinya seraya berkata.
"Atas perintah Yang Mulia, maka kuangkat Tan siang cu
sebagai Putriku. Engkau tidak berkeberatan, bukan?"
"Terimakasih, Pembesar Yo, terimakasih..." ucap Paman
Tan. "Terimakasih, Pembesar Yo," ucap Tan siang cu sambil
memberi hormat. "Ha ha ha" Yo Cing Thian tertawa gelak.
"Siang cu, engkau harus memanggilku Ayah Angkat"
"Ayah Angkat" panggil Tan Siang cu.
"Ha ha ha..." Yo Cing Thian tertawa gembira.
"Paman Yo," bisik An Lok Kong cu.
"Dari hasil sitaan korupsi yang dilakukan pembesar Lim,
tolong berikan seribu tael perak kepada Paman Tan, agar dia
bisa membeli sebuah rumah"
"Ya, Kong Cu." Yo Cing Thian mengangguk.
"Paman Yo," pesan Thio Han Liong.
"Setelah selesai penyitaan hasil korupsi nya, suruh mantan
pembesar itu pulang ke kampung halamannya"
"Ya, Yang Mulia." Yo Cing Thian manggut-manggut.
"Saudara Lie" Thio Han Liong memandangnya sambil
tersenyum. "Kini Tan Siang Cu adalah Putri Angkat pembesar Yo,
tentunya sudah sederajat dengan keluarga hartawan Yap
bukan?" "Betul." Lie siauw Man mengangguk.
"Nah Bantulah mereka agar terangkap menjadi suami isteri"
pesan Thio Han Liong sungguh-sungguh .
"Ya, pasti kulaksanakan dengan baik," jawab Lie Siauw
Man. "Berhubung urusan di sini telah usai, kami mau mohon
pamit. Sampai jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu bersama An
Lok Kong Cu. melesat pergi.
"Haaah...?" Semua orang melongo, karena dalam waktu
sekejab Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu sudah lenyap dari
pandangan mereka. Sementara itu di dalam kuil tua di gunung wu San, tampak
Ban Tok Lo Mo membuka matanya, kemudian tertawa gelak.
"Guru" wajah Tan Beng song langsung berseri.
"Pas tiga puluh hari Guru bangun, apakah Guru sudah
berhasil?" "Sudah berhasil Ha ha ha..." Ban Tok Lo Mo terus tertawa
gelak. "Kini sudah waktunya aku membunuh ketua siauw Lim, Bu
Tong dan Kay Pang" "Guru, kapan kita berangkat ke kuil siauw Lim sie?"
"Hari ini," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Aku yakin ketua lain pasti berkumpul di kuil siauw Lim sie,
aku akan membunuh mereka semua Ha ha ha..."
Setelah itu, berangkatlah mereka berdua ke kuil siauw Lim
sie menggunakan ginkang. Di dalam kuil siauw Lim sie, tampak Kong Bun Hong Tio,
Kong Ti seng Ceng dan lainnya sedang memperbincangkan
sesuatu. "Heran?" ujar seng Hwi sambil mengerutkan kening.
"Kenapa hingga saat ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya
belum muncul?" "Biar bagaimanapun," ujar Jie Lian ciu.
"Kita harus sabar menunggu. Kalau kita terpencar, itu akan
membahayakan diri kita."
"omitohud" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Jangah-jangan Ban Tok Lo Mo sedang menunggu di
bawah gunung, siapa yang meninggalkan kuil ini, pasti
dibunuhnya." "Benar." su Hong Sek mengangguk. "oleh karena itu kita
harus tetap menunggu di sini."
Mereka menunggu dengan sabar. Beberapa hari kemudian,
di saat mereka sedang bercakap-cakap di ruang depan,
mendadak terdengar suara tawa yang amat menyeramkan.
"He he he he He he he,.."
"Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio. "Ban Tok Lo Mo telah
ke mari, mari kita ke luar menyambutnya "
Mereka segera ke luar. Tampak Ban Tok Lo Mo dan
muridnya berdiri di halaman kuil.
"Kong Bun Hong Tio" seru Ban Tok Lo Mo.
"Engkau menantangku. Kini aku sudah ke mari He he he,.."
"Ban Tok Lo Mo" bentak Lian Hoa Nio Cu sambit melesat ke
hadapannya. sebelumnya ia telah makan obat pemunah racun
pemberian Thio Han Liong.
"Aku akan melawanmu lebih dulu"
"Lian Hoa Nio Cu" Ban Tok Lo Mo mengerutkan kening.
"Dua kali aku kabur melihatmu, itu bukan berarti aku takut
kepadamu, melainkan merasa tidak tega membunuhmu"
"Oh?" Lian Hoa Nio Cu tersenyum. "Kenapa engkau merasa
tidak tega membunuhku?"
"Karena...." Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.
"Engkau mirip cucuku yang telah lama meninggal, maka aku
merasa tidak tega membunuhmu"
"Huh" dengus Lian Hoa Nio Cu.
"Aku bernama Yo Pit Loan, bukan cucu mu yang telah
mampus itu Maka engkau tidak perlu merasa tidak tega
membunuhku, sebab hari ini aku akan membunuhmu"
"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Baiklah Hari ini aku pun akan membunuh kalian semua Ha
ha ha..." "Ban Tok Lo Mo, bersiap-siaplah untuk mampus" bentak
Lian Hoa Nio Cu dan sekaligus menyerangnya .
"Ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa. la berkelit dan balas
menyerang. Terjadilah pertarungan yang amat dahsyat, Ketua siauw
Lim Pay dan lainnya menyaksikan pertarungan itu dengan
penuh perhatian. Cepat sekali puluhan jurus telah lewat. Lian Hoa Nio Cu
mulai mengeluarkan ilmu andalannya, yakni Lian Hoa Ciang
Hoat. Menyaksikan ilmu pukulan yang begitu lihay dan hebat, Ban
Tok Lo Mo pun mengeluarkan Ban Tok ciang.
Telapak tangan Ban Tok Lo Mo menyiarkan bau amis,
sedangkan sepasang telapak tangan Lian Hoa Nio Cu
mengeluarkan hawa yang amat dingin.
Di saat mereka bertarung mati-matian, tiba-tiba berkelebat
dua sosok bayangan ke balik sebuah pohon, ternyata Thio Han
Liong dan An Lok Kong Cu.
"Kakak Han Liong, cepatlah tolong Lian Hoa Nio Cu" bisik
An Lek Keng Cu. "Tenang" sahut Thio Han Liong dengan suara rendah.
"Lian Hoa Nio Cu belum terdesak. Apabila dia terdesak,
barulah aku turun tangan."
Pertarungan itu masih seimbang, dan itu membuat Ban Tok
Lo Mo penasaran sekali. Lagi pula Lian Hoa Nio Cu tidak takut
terhadap hawa racun. Mendadak Ban Tok Lo Mo meloncat ke belakang. Lian Hoa
Nio Cu tidak mengejarnya, hanya menatapnya dengan tajam.
"Lian Hoa Nio Cu" ujar Ban Tok Lo Mo dingin.
"Engkau memang hebat, tapi... sebentar lagi kalian semua
pasti mampus" "Engkaulah yang pasti mampus" sahut Lian Hoa Nio Cu.
"Bukan kami" "Muridku" ujar Ban Tok Lo Mo dengan suara rendah.
"Cepatlah menyingkir, aku mau mengeluarkan ilmu Toat Beng
Mo Im (suara iblis Pemutus Nyawa) membunuh mereka"
Tan Beng song sebera menyingkir, dan itu sungguh
mengherankan An Lok Kong cu.
"Kakak Han Liong, Ban Tok Lo Mo mau berbuat apa?"
tanyanya. "Mungkin dia akan mengeluarkan semacam ilmu yang amat
dahsyat, maka menyuruh muridnya menyingkir," sahut Thio
Han Liong. "Kalau begitu, Lian Hoa Nio Cu dalam bahaya."
"Tenang Kita lihat dulu"
Ban Tok Lo Mo menarik nafas dalam-dalam, kemudian
bersiul dan memekik sekeras-kerasnya. Makin lama makin
meninggi suara pekikan itu.
Begitu mendengar suara pekikan itu, pucatlah wajah Kong
Bun Hong Tio dan lainnya, begitu pula Lian Hoa Nio cu.
Mereka segera duduk bersila menghimpun Lweekang untuk
melawan kekuatan suara pekikan itu.
"Kakak Han Liong...." Wajah An Lok Keng Cu mulai
memucat. "Suara pekikan itu...."
"Cepatlah engkau menghimpun Lweekang untuk melawan
suara pekikan itu" sahut Thio Han Liong, kemudian juga mulai
menghimpun Kiu Yang sin Kang.
Akan tetapi, suara pekikan itu kian lama kian meninggi.
Kong Bun Hong Tio dan lainnya mulai tak tahan sehingga
badan mereka mulai bergoyang-goyang.
"Adik An Lok," bisik Thio Han Liong sambil mengeluarkan
lonceng saktinya. "Aku akan melawan suara pekikan itu dengan suara
lonceng sakti ini. Engkau harus mengawasi Tan Beng song,
jangan sampai dia meloloskan diri."
An Lok Kong cu mengangguk.
Thio Han Liong keluar dari balik pohon, lalu membunyikan
lonceng saktinya sambil mendekati Ban Tok Lo Mo.
"Ting Ting Ting..." suara lonceng sakti itu begitu halus dan
lembut, namun justru dapat menekan suara pekikan Ban Tok
Lo Mo. Begitu mendengar suara lonceng itu, Kong Bun Hong
Tio dan lainnya langsung merasa lega, darahnya cun tidak
bergolak lagi dan mereka sebera memandang.
Betapa gembiranya mereka ketika melihat Thio Han Liong.
Sementara Thio Han Liong terus membunyikan lonceng
saktinya, sedangkan Ban Tok Lo Mo memperkeras suara
pekikannya, sehingga wajahnya berubah merah padam. Akan
tetapi, suara lonceng itu bagai ribuan jarum menusuk hatinya,
akhirnya ia tidak tahan dan berhenti mengeluarkan ilmu Toat
Beng Mo Imnya. "Engkau... Thio Han Liong?" Ban Tok Lo Mo menatapnya
dengan mata tak berkedip.
"Ya" Thio Han Liong mengangguk sambil menyimpan
lonceng sakitnya ke dalam bajunya.
"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Thio Han Liong, hari ini engkau pasti mampus"
"Ban Tok Lo Mo" sahut Thio Han Liong.
"Lebih baik engkau segera kembali ke pulau Ban Tok To,
jangan mengacau di rimba persilatan Tionggoan Kalau
tidak...." "Lihat serangan" Ban Tok Lo Mo langsung menyerangnya
dengan BanTok Gang yang amat beracun itu.
Thio Han Liong berkelit, kemudian balas menyerang
dengan ilmu Kiu lm Pek Kut Jiauw.
Ketika melihat kemunculan Thio Han Liong, Tan Beng Song
sudah ketakutan setengah mati. Di saat Thio Han Liong mulai
bertarung dengan gurunya, ia ngeloyor pergi perlahan-lahan.
"Mau kabur ke mana?" bentak An Lok Keng cu sambil
melesat ke arahnya. "An Lok Kong cu...." Tan Beng song mengerutkan kening,
kemudian mendadak menyerangnya .
Di saat bersamaan, berkelebat sosok bayangan ke arah
mereka, yang tidak lain adalah Lian Hoa Nio Cu.
"An Lok Keng cu, mari kita habiskan dia" ujarnya sambil
menyerang Tan Beng song. "Curang" teriak Tan Beng song. "Kalian berdua...."
"Hi hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa.
"Terhadap engkau yang begitu licik memang harus curang"
"Baik" Tan Beng song mulai mengeluarkan ilmu Ban Tok
Ciang. Akan tetapi, An Lok Keng Cu dan Lian Hoa Nio Cu justru
tidak takut akan hawa racun itu.
Belasan jurus kemudian, Tan Bengsong sudah mulai
terdesak. dan tak lama terdengarlah suara jeritan yang
menyayat hati.

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aaaakh..." itulah suara jeritan Tan Beng song. Badannya
terpental belasan depa, dan begitu terkapar nafasnya juga
putus seketika. "Hi hi hi" Lian Hoa Nio Cu tertawa nyaring, kemudian
berseru. "Ban Tok Lo Mo, muridmu telah mampus, cepatlah susul
dia Hi hi hi" Betapa gusarnya Ban Tok Lo Mo. Mulailah ia mengerahkan
Ban Tok Sin Kang, (Tenaga sakti selaksa Racun) untuk
menyerang Thio Han Liong.
Sedangkan Thio Han Liong sudah mengerahkan Kian Kun
Tay Lo sin Kang, maka ketika diserang, ia sama sekali tidak
berkelit, melainkan menangkis serangan itu dengan jurus Kian
Kun Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam
semesta). "Blaaam..." Terdengar suara benturan yang amat
dahsyat. Thio Han Liong terhuyung-huyung ke belakang tujuh
delapan langkah, sedangkan Ban Tok Lo Mo terpental belasan
depa. Ketika badannya terkulai, tampak pula asap kehijauhijauan
mengepul dari badannya. "Aaaakh Aaaakh..." jerit Ban
Tok Lo Mo. Tak seberapa lama kemudian, seluruh badannya mencair
dan akhirnya hanya tersisa tulang-tulangnya .
" Ha a a h?" semua orang merinding melihatnya.
Ternyata Ban Tok Lo Mo terkena serangan balik dari
Lweekangnya sendiri. Pukulan yang amat beracun itu justru
membuatnya mati secara mengenaskan.
"omitohud...." ucap Kong Bun Hong Tio sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Sedangkan Thio Han Liong masih berdiri mematung di
tempat. la tidak menyangka bahwa Ban Tok Lo Mo akan mati
begitu mengenaskan. "Kakak Kakak.." seru Lian Hoa Nio Cu sambil mendekatinya,
lalu mendekap di dadanya. "Kakak...."
"Adik Pit Loan" Thio Han Liong membelainya. "Kita bertemu
di sini...." "Kakak. aku rindu sekali pada mu," bisik Lian Hoa Nio Cu,
kemudian memandang An Lok Kong cu sambil tertawa.
"Adik An Lok. bolehkan aku melepaskan rasa rinduku
kepada Kakak?" "Tentu boleh," sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum
lembut. "Terima kasih," ucap Lian Hoa Nio Cu.
"Nah, selamat tinggal sampai jumpa" Lian Hoa Nio Cu
melesat ke dalam tandunya, dan tak lama kemudian melesat
pergi. "omitohud...." ucap Kong Bun Hong Tio sambil memandang
tandu yang makin lama makin mengecil.
"Bukan main Lian Hoa Nio Cu itu Dia dapat mengendalikan
gejolak cintanya, itu sungguh luar biasa"
"Han Liong Jie Lian ciu, song Wan Kiauw, seng Hwi dan Yu
Hong sek menghampirinya. "Untung engkau cepat datang, kalau tidak...."
"Terus terang," ujar Thio Han Liong dengan jujur.
"Kalau tidak memiliki lonceng sakti, aku pun tak akan
sanggup melawan suara pekikan Ban Tok Lo Mo itu?"
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio sambil menghampiri
Thio Han Liong. "Kalau tidak salah, itu adalah ilmu Toat Beng Mo Im. Ilmu
itu telah lama hilang dari rimba persilatan, tapi tak disangka
Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu itu. Kalau Han Liong tidak
memiliki lonceng sakti, kita semua pasti mati."
"Han Liong, betulkah engkau tidak sanggup melawan ilmu
Toat Beng Mo Im?" tanya Jie Lian ciu.
"Kalau aku mengerahkan ilmu Penakluk iblis, tentunya
sanggup bertahan, namun yang lain pasti mati," sahut Thio
Han Liong sambil menghela nafas panjang.
"Seandainya dulu Bu Beng siansu tidak menghadiahkan
lonceng sakti ini kepadaku, hari ini...."
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.
"BuBeng Siansu telah mencapai kesempurnaan, maka tahu
apa yang akan terjadi hari ini."
"oh?" Thio Han Liong terbelalak.
"Kalau tidak, bagaimana mungkin beliau menghadiahkan
lonceng sakti ini kepadamu?" ujar Kong Bun Hong Tio.
"ooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
Di saat bersamaan mendadak terjadi suatu keanehan.
Temyata lonceng sakti yang berada didalam baju Thio Han
Liong melayang ke luar, kemudian meluncur pergi bagaikan
meteor. "Haaah?" Betapa terkejutnya Thio Han Liong, namun sudah
terlambat untuk mengejar lonceng sakti itu.
"Han Liong...." Terdengar suara yang amat halus
mendengung ke dalam telinganya.
"Kini sudah saatnya aku mengambil kembali lonceng sakti
ini, harus kusimpan di suatu tempat."
"Siansu...." Thio Han Liong segera bersujud.
"Omitohud...." Kong Bun Hong Tio, Kong Ti seng Ceng dan
lainnya juga ikut bersujud.
Lama sekali barulah mereka bangkit berdiri. An Lok Keng cu
terheran-heran menatap Thio Han Liong.
"Kenapa engkau bersujud?"
"Aku mendengar suara Bu Beng siansu, beliau mengambil
lonceng sakti itu," sahut Thio Han Liong.
"Maka aku segera bersujud."
"Kenapa aku tidak mendengar suara itu?" An Lok Kong cu
merasa bingung. "Kami pun tidak mendengar suara itu," ujar Su Hong Sek.
"Sebab suara itu dikirim khusus untuk Han Liong."
"Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio.
"BuBeng siansu sungguh telah mencapai kesempurnaan,
namun kita semua justru tidak kenal beliau."
"BuBeng siansu berasal dari Thian Tok (India), namun
sudah merantau ke mana-mana." Thio Han Liong
memberitahukan. "Aku bertemu beliau di gunung soat san. Beliaulah yang
mengajarku ilmu Kian Kun Taylo sin Kang dan lain
sebagainya." "omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio. "Han Liong, engkau
sungguh beruntung" "Kini Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah dibasmi, aku dan
isteriku akan segera ke pulau Hong Hoang To."
"Han Liong," tanya Jie Lian ciu.
"Engkau tidak mau ke gunung Bu Tong?"
"Kakek Jie" Thio Han Liong memberitahukan.
"Kami justru dari sana, bahkan kami pun telah menemui
su-couw." "Oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut. "Oh ya, bagaimana
keadaan ketua GoBi Pay?"
"Beliau baik-baik saja," jawab Thio Han Liong, kemudian
tersenyum. "Pihak GoBi Pay telah mempersiapkan sebuah perangkap
untuk menjebak Ban Tok Lo Mo dan muridnya, namun Ban
Tok Lo Mo dan muridnya malah muncul di sini."
"Sungguh cerdik ketua GoBi Pay" ujar Jie Lian ciu.
"Han Liong" Kong Bun Hong Tio menatapnya seraya
berkata, "Dulu ayahmu meraih gelar Bu LimBeng cu (Ketua Rimba
Persilatan), kini engkau justru meraih gelar Pendekar Nomor
Wahid Di Kolong Langit."
"Kong Bun Hong Tio" Wajah Thio Han Liong kemerahmerahan,
"Aku tidak berani menerima gelar itu, maaf"
"omitohud" Kong Bun Hong Tio tersenyum.
"Bagus, bagus. Hingga saat ini engkau tetap merendahkan
diri." "Saudara kecil" seng Hwi menepuk bahunya.
"Kalian berdua akan pulang ke pulau Hong Hoang To, kirakira
kapan kalian akan mengunjungi kami?"
"Entahlah," sahut Thio Han Liong sambil menggelengkan
kepala. "Sebab kami berdua sudah berjanji, setelah Ban Tok Lo Mo
dan muridnya dibasmi, kami tidak mau mencampuri urusan
rimba persilatan lagi. Kami ingin hidup tenang, damai dan
bahagia di pulau Hong Hoang To."
"Han Liong...." Mata su Hong sek mulai basah. "Kalian...
kalian jangan melupakan kami"
"Kami tidak akan melupakan kalian," ujar Thio Han Liong
berjanji. "Kalau kami sempat, pasti mengunjungi kalian."
"Terimakasih, Han Liong," ucap su Hong sek, ketua Kay
Pang. "Han Liong...." Jie Lian ciu memegang bahunya.
"Kalian mau berangkat sekarang?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Sampaikan salam kami kepada ayah dan ibumu pesan Jie
Lian ciu. "Kami amat rindu kepadanya."
"Pasti kusampaikan." Thio Han Liong manggut-manggut,
kemudian memberi hormat kepada semua orang yang ada di
situ, lalu menarik An Lok Keng cu untuk diajak melesat pergi.
"omitohud..." ucap Kong Bun Hong Tio.
"Entah kapan kita akan berjumpa dengan mereka berdua
lagi...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berangkat ke pesisir
Utara untuk berlayar ke pulau Hong Hoang To. Mereka
melakukan perjalanan dengan penuh kegembiraan. sampai di
sini para pembaca yang budiman, untuk mengetahui tentang
pulau Hong Hoang To. (Silakan baca cerita berjudul: Ksatria Baju Putih)
TAMAT Lambang Naga Panji Naga Sakti 5 Dewa Linglung 5 Munculnya Pedang Mustika Naga Merah Kisah Membunuh Naga 32
^