Anak Naga 4
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 4
Lhama...." Thio Han Liong menjelaskan.
"Ayah tidak sanggup melawan mereka, maka menyuruh
Han Liong mohon petunjuk sucouw."
"Luar biasa sekali- ujar Thio Sam Hong sambil menggeleng-
Gelengkan kepala, "itu adalah Ie Kang Tai Tik (Memindahkan Lweekang
Menggempur Musuh)- ilmu tersebut sudah lama lenyap ini
rimba persilatan, tak disangka para Dhalai Lhama Tibet
memiliki ilmu itu" "Guru," tanya jie Lian Ciu.
"Adakah cara memecahkan ilmu itu?"
"Tidak ada-" Thio sam Hong menghela nafas panjang,
kemudian bertanya kepada Thio Han Liong.
"apa Dhalai Lhama itu berjumlah sembilan orang?"
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.
"Kalau begitu, mereka pasti mengerti formasi Kiu Kiong, Pat
Kwa dan Ngo Heng." Thio sam Hong menggeleng-telengkan kepala.
"Pantas Bu Ki tidak sanggup melawan mereka. Kalau
begitu, tiada seorang jagoan pun di Tionggoan sanggup
melawan para Dhalai Lhama itu"
"Guru," tanya Jie Lian ciu.
"Apakah tiada cara sama sekali untuk memecahkan ilmu
istimewa itu?" "Tentu ada. Hanya saja guru belum memikirkannya."jawab
Thio sam Hong dengan kening berkerut-kerut.
"Coba kalian bayangkan, betapa dahsyatnya Iweekang
gabungan para Dhalai Lhama itu. siapa yang sanggup
menyambut pukulannya?"
"Guru...."Jie Lian Ciu ingin menanyakan sesuatu,. tapi
kemudian dibatalkannya dan dia hanya menggelenggelengkan
kepala. "Han Liong" Thio sam Hong menatapnya seraya bertanya.
"Apakah engkau sudah menguasai semua ilmu ayahmu?"
"sudah, sucouw," Thio Han Liong mengangguk-
"Hanya saia Iweekangku masih dangkal."
"Hmmmm" Thio sam Hong manggut-mangguh
" Kalau begitu, engkau masih harus berlatih di sini, sucouw
akan memberi petunjuk kepadamu."
"Terima kasih, sucouw," ucap Thio Han Liong girang.
"sekarang kalian boleh keluar dulu," ujar Thio sam Hong
sambil memejamkan matanya.lie Lian Ciu dan lainnya segera
keluar, lalu kembali ke ruang depan.
"Han Liong, mungkin tidak lama lagi engkau akan
berkecimpung ke dalam rimba persilatan. Maka aku harus
menceritakan tentang situasi rimba persilatan sekarang" kata
Jie Lian ciu. "Kakek Jie" Thio Han Liong memberitahukan.
"Aku pernah berkelana...."
Thio Han Liong menutur tentang dirinya ditangkap oleh
para Dhalai Lhama, cara bagaimana meloloskan diri dan lain
sebadainya. Jie Lian Ciu manggut-manggut sambil tersenyum.
"Han Liong, itu merupakan pengalaman yang amat
berharga bagimu-" lalu ia menceritakan tentang situasi kondisi
persilatan sekarang, juga mengenai kemunculan empat jago
dan pembunuh misterius lalu menambahkan dengan wajah
serius "-- belum lama ini justru muncul lagi sebuah perkumpulan
misterius-" "oh?" Thio Han Liong tertegun,
"perkumpulan apa itu?" tanyanya-
"Hek liong pang (Perkumpulan Naga Hitam)." Jie Lian ciu
memberitahukan. "Kemunculan Hek liong pang telah menggemparkan rimba
persilatan, sebab ketuanya berkepandaian sangat tinggi sekali-
Tiada seorang pun tahu siapa ketua Hek liong pang itu,
bahkan belum lama ini ketua Hek liong pang itu telah
mengalahkan beberapa ketua partai besar, sasaran berikutnya
mungkin Partai Siauw Lim, maka guru mengutus In Lie Heng
ke Siauw lim sie-" "KakekJie, ketua Hek liong pang itu lelaki atau wanita?"
tanya Thio Han Liong. "Wanita," sahut jie Lian Ciu.
"Berusia lima puluhan, tapi masih tampak cantik. Hek liong
pang itu sudah berkembang pesat dan sering membunuh
kaum rimba persilatan goiongan putih."
song Wan Kiauw menghela nafas panjang. "Tak disangka
kini rimba persilatan berubah kacau tidak karuan"
"Han Liong." pesan jie Lian ciu.
"Kalau engkau sudah berkecimpung dalam rimba persilatan,
harus ber-hati-hati-"
"Ya, Kakek Jie." Thio Han Liong mengangguk.
Keesokan harinya, Thio sam Hong mulai memberi petunjuk
kepada Thio Han Liong mengenai ilmu silat dan lain
sebagainya, terutama mengenai ilmu Iweekang.
Di dalam sebuah kuburan tua yang amat besar, tampak
Tan Giok Cu dan Yo Sian Sian duduk berhadapan. Kini gadis
itu telah remaja, berusia lima belasan. Parasnya cantik luar
biasa dan putih bagaikan salju.
"Giok Cu" Yo sian sian menatapnya sambil tersenyum
lembut, "sudah lima tahun lebih engkau berada di sini dan kini
engkau sudah berhasil menguasai ilmuku."
"semua itu adalah atas gemblengan Guru," ujar Tan Giok
Cu sambil tersenyum-senyum.
"selama ini. Guru sangat baik sekali padaku."
"Giok Cu" Yo Sian Sian tersenyum lembut.
"Engkau adalah muridku, tentunya aku harus baik dan
menyayangimu." "Guru...." Tan Giok Cu menatapnya, kemudian
menundukkan kepala. "Aku tahu." Yo Sian Sian manggut-manggut.
"Engkau rindu sekali kepada Thio Han Liong kan?"
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk.
"Giok Cu" Yo Sian Sian menatapnya dalam-dalam seraya
berkata. "Hari ini engkau boleh pulang ke rumahmu, tapi
sebelumnya aku harus menceritakan tentang rimba persilatan
kepadamu, itu agar engkau tahu."
"Guru...." Tan Giok Cu tertegun, "hari ini aku boleh
pulang?" "ya-" Yo sian Sian mengangguk. kemudian menceritakan
tentang rimba persilatan dan lain sebagainya.
"..... si Mo (iblis DariBarat) amat jahat dan licik, maka kalau
bertemu dia, engkau harus berhati hati"
"Ya, Guru." "Giok Cu...." Mendadak Yo sian sian menghela nafas
panjang, "sebetulnya peraturan KouwBok Pay (Partai Kuburan Tua)
sangat ketat sekali. Anak maupun murid dilarang
meninggalkan kuburan tua ini, kecuali ada urusan penting."
"oh?" "Tapi sejak murid ayahku diusir, maka ayahku menghapus
peraturan tersebut."
"Kalau begitu, aku masih punya seorang bibi guru?"
"Betul." Yo sian Sian mengangguk-
"Bibi gurumu bernama Kwee In Loan, kini sudah berusia
lima puluhan." "Guru, kenapa bibi guru diusir?"
"Karena dia sangat jahat, lagtpula sering meninggalkan
kuburan tua ini secara diam-diam maka ayahku mengusirnya,
sebetulnya ayahku sangat menyayanginya, namun
kelakuannya...." Yo Sian sian menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketika dia diusir, dia pun mencuri sebuah kitab salinan Kiu
Im Cin Keng." "Kitab salinan Kiu Im Cin Keng?"
"ya- Itu adalah kitab salinan peninggalan kakek moyangku,
sin Tiauw Tayhiap Yo Ko-"
"Kalau begitu kepandaian bibi guru...."
"Aku yakin kepandaiannya sudah tinggi sekali- sebab
hingga kini sudah dua puluh lima tahun tiada kabar beritanya,
mungkin dia bersembunyi di suatu tempat untuk mempelajari
Kiu Im Cin Keng itu"
"Guru-..." Tan Giok Cu menatapnya seraya bertanya-
"Kenapa Guru tidak mau menikah?"
"Kini usiaku sudah empat puluh lebih, tentunya tidak akan
menikah lagi-" sahut Yo Sian Sian sambil tersenyum getir,
"sudah tua, lagi pula aku tidak pernah mencintai lelaki yang
mana pun." "Dari muda hingga sekarang Guru tidak pernah mencintai
kaum lelaki?" tanya Tan Giok Cu heran.
Yo sian sian menghela nafas panjang.
"Belasan tahun lalu, aku pernah jatuh cinta. Tapi pemuda
itu sudah punya pacar, karena itu aku harus menjauhinya."
"siapa dia?" "Dia adalah Thio Bu Ki-"
"Apa?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Ayah Thio Han Liong?" Yo Sian Sian mengangguk.
"Pada waKiu itu aku menyelamatkan putri ketua Kay Pang
bernama su Hong se ki kemudian bertemu Thio Bu Ki. Namun
dia sudah punya kekasih bernama Tio Beng. setelah itu kami
bertemu lagi di kuil Siauw Lim sie."
Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Guru, apakah Han Liong akan setia terhadapku?"
"Anak itu memang tampan dan baik hati- tentunya banyak
anak gadis yang akan jatuh cinta kepadanya," sahut Yo Sian
Sian. "Kalau dia mencintaimu dengan sungguh-sungguh dan
sepenuh hati- tentunya dia akan setia terhadapmu. Akan
tetapi- engkau harus ingat satu hal"
"Hal apa?" "Engkau tidak boleh cemburu buta. seandainya dia berjalan
bersama gadis lain, janganlah engkau langsung cemburu atau
curiga, tanyakan dulu sejelas-jelasnya- Engkau harus ingat
itu" "Ya, Guru-" "oh ya" Yo Sian Sian tersenyum-
"Aku akan menghadiahkan kepadamu sebilah pedang
pusaka yakni Pek Kong Kiam (Pedang ca\f\ai^R Putih)-"
"Terima kasih. Guru-"
"Giok Cu" Yo Sian sian menatapnya lembut-
"Engkau boleh berkemas sekarang, dan meninggalkan
kuburan tua ini-" "Guru- - " Mata Tan Giok Cu mulai berkaca-kaca.
"Bolehkah aku ke mari menengok Guru kelak?"
Yo Sian sian menggelengkan kepala.
"Tidak usah- Apabila perlu, aku akan mencarimu dalam
rimba persilatan." "Guru...." "Cepatlah engkau berkemas" Mata Yo Sian Sian juga sudah
basah- "Sudah lima tahun lebih, engkau harus pulang."
Tan Giok Cu sudah meninggalkan kuburan tua itu dan
langsung menuju desa Hok An. la merupakan gadis remaja
yang cantik jelita, maka sangat menarik perhatian kaum lelaki-
Namun ada sebilah pedang bergantung di punggungnya,
maka kaum lelaki tidak berani sembarang menggodanya,
karena tahu gadis remaja itu mengerti ilmu silat.
Ketika melewati sebuah rimba, mendadak muncul belasan
orang yang bertampang seram dan bersenjata tajam. Mereka
itu ternyata para perampok-
"Ha ha ha" Kepala perampok itu tertawa gelak-
"Tak disangka sama sekali- hari ini kedatangan seorang
gaudis remaja uang cantik jelita Kita sungguh beruntung lho"
Para perampok itu langsung mengepung Tan Giok Cu.
Gagis itu mengerutkan kening, ia sudah tahu bahwa mereka
adalah para penjahat. "Kalian mau apa?" bentak Tan Giok Cu-
"He he he" Kepala perampok tertawa terkekeh-
"Gadis cantik, kenapa engkau galak?"
Kepala perampok itu menjulurkan tangannya untuk
menowel pipi Tan Giok Cu, namun gadis itu cepat menghindar.
"Jangan kurang ajar" bentak Tan Giok Cu lagi-
"Kalau kalian berani kurang ajar, aku tidak akan memberi
ampun kepada kalian."
"He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh
lagi. "Gadis cantik yang galak lebih baik engkau menemani aku
bersenang-senang. Kalau tidak, engkau akan kami cincang"
"Hm" dengus Tan Giok Cu sambil menghunus pedang
pusakanya. Kepala perampok itu terkejut ketika melihat pedang yang
memancarkan cahaya putih. Namun Tan Giok Cu baru berusia
belasan, maka perampok itu meremehkannya.
"Gadis cantiki lebih baik engkau menemani aku bersenangsenang,"
ujar kepala perampok itu sambil menatapnya dengan
penuh nafsu btrahi-"Diam" bentak Tan Giok Cu. "Cepatlah
kalian pergi- kalau tidak - ."
"Hm" dengus kepala perampok itu, kemudian berseru
kepada anak buahnya, "tangkap dia" Para anak buah kepala perampok itu langsung menyerang
Tan Giok Cu dengan senjata masing-masing. Gadis itu
menangkis dengan pedang pusakanya, kemudian balas
menyerang dengan Giok Li Kiam Hoat (Ilmu Pedang Gadis
Murni). Belasan jurus kemudian, sudah ada empat di antara para
penjahat itu terluka. Menyaksikan kejadian itu, kepala
perampok tampak tersentak kaget akan kelihayan Tan Giok
Cu. "Berhenti- bentaknya mendadak, lalu mendekati gadis itu
dengan golok di tangan. "Gadis cantik, ternyata kepandatanmu cukup tinggisekarang
aku yang turun tangan. Maka daripada engkau
terluka, lebih baik menyerah sekarang saja"
"Hai- perampok Aku harus membasmi" sahut Tan Giok Cu
sengit. "He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh,
kemudian mendadak menyerang Tan Giok Cu.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gadis itu memang sudah siap, maka langsung berkelit
dengan gesit sekali- sehingga golok kepala perampok itu
menyerang tempat kosong. Di saat itulah Tan Giok Cu
mengayunkan pedangnya menyerang kepala perampok itu.
Kepala perampok itu terkejut sekali- tapi secepat kilat ta
meioncat ke belakang kemudian menyabetkan goloknya.
Tan Giok Cu tersenyum dingin, dan mendadak badannya
mencelat ke atas, lalu menggerakkan pedangnya untuk
menangkis golok itu. Ternyata Tan Giok Cu mengeluarkan
jurus Giok Li Kiam Hoa (Gadis Murni MenaburBunga). Trang
Terdengar suara benturan pedang dengan golok.
Golok di tangan kepala perampok itu tinggal sepotong,
telah kutung oleh pedang pusaka Tan Giok Cu.
"Haaah?" Wajah kepala perampok itu berubah pucat pias.
"Lihiap, ampunilah aku"
"Hm" Tan Giok Cu mendengus dingin dan mendadak
menggerakkan pedangnya-Crasss
"Aduuuh..."Jerit kepala perampok itu kesakitan. Lengan
kanannya telah kutung sebatas bahu, dan darah segarnya
langsung mengucur deras. Tan Giok Cu menatapnya dingin sejeNak, kemudian
melesat pergi- sedangkan para anak buah kepala perampok
itu masih berdiri di tempat dengan tubuh menggigil.
Ketika hari mulai gelap, Tan Ek seng dan Lim soat Hong
duduk di ruang depan dengan wajah murung, bahkan nYonya
itu pun sering menghela nafas panjang.
"Isteriku...." Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala,
"sudahlah jangan terus menerus menghela nafas panjang,
itu tidak baik-" Lim soat Hong menghela nafas panjang lagi seraya
berkata- "Aku tidak habis pikir, kenapa Giok Cu masih belum
pulang?" "Mungkin...." sahut Tan Ek Seng menghibur.
"Giok Cu sedang berada dalam perjalanan ke mari-"
"suamiku...." Lim soat Hong menggeleng-gelengkan kepalaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku mulai mencemaskannya-"
"Tidak usah mencemaskannya, dia pasti pulang."
"sudah lima tahun lebih, seharusnya dia sudah pulang.
Tapi- - " Ketika itu, mendadak berkelebat sesosok bayangan ke
dalam- Betapa terkejutnya Tan Ek seng dan Lim soat Hong,
sehingga mereka berdua serentak membentak-
"siapa?" "Ayah, ibu" terdengar suara sahutan dari seorang gadis
remaja yang berdiri di hadapan mereka dengan wajah berseriseri-
"Giok Cu" Lim soat Hong dan Tan Ek seng terbelalak-
"Nak- - " Lim soat Hong langsung bangkit berdiri, dan Tan Giok Cu
menghampirinya dengan mata bersimbah air. "ibu...."
"Nak-..." Lim soat Hong membelainya. "Engkau... engkau
sudah pulang" "ibu...."
Tan Ek seng juga mendekati putrinya, kemudian
membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Nak-..." Wajah Tan Ek seng tampak berseri-seri. "Engkau
sudah besar, ayah nyaris tidak mengenalimu lagu"
"Ayah-..." Tan Giok Cu tersenyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"oh ya, di mana Bibi Ah Hiang?"
"Ada, ada di dalam" sahut Lim soat Hong dan
menambahkan. "AYoh, mari kita duduk saja"
Mereka bertiga lalu duduk, dandisaat itulah muncul Ah
Hiang. Begitu melihat Tan Giok Cu, Ah Hiang pun terbelalak-
"Bibi Ah Hiang" panggil Tan Giok Cu.
"Engkau... engkau adalah nona kecil?" tanya Ah Hiang
seakan tidak percaya sebab kini Tan Giok Cu sudah besar.
"Betul, Bibi Ah Hiang" sahut Tan Giok Cu.
"sekarang aku sudah besar."
"Nona...." Ah Hiang menghampirinya, kemudian
membelainya dengan gembira sekali.
"Engkau... engkau sudah kembali."
setelah mencurahkan rasa rindunya, barulah Ah Hiang ke
belakang untuk mengambil minuman.
"Nak,"ujar Tan Ek Seng sambil menatap putrinya d eng a n
penuh perhatian. "Ayah Gembira sekali- karena kini engkau sudah kembali."
"Ayah-" tanya Tan Giok Cu mendadak-
"Apakah Han Liong sudah ke mari?"
"Dia sudah ke mari, tapi ketika itu engkau belum pulang"
sahut Tan Ek seng. "Maka dia berangkat ke gunung Bu TOng. Dia berpesan
agar engkau tunggu di rumah. sebab dia akan ke mari lagi"
"oh?" Wajah Tan Giok Cu ceria.
"Dia juga sudah besar?"
"Dia pun sudah besar, bahkan...." Lim soat Hong
tersenyum, "...bertambah tampan lho"
"oh ya?" Wajah Tan Giok Cu agak merah-
"Dia bilang apa saja?"
"Nak," Tan Ek seng tersenyum-
"Kami sudah bertanya kepadanya-"
"Ayah dan ibu bertanya apa kepadanya?"
"Kami bertanya kepadanya cinta atau tidak terhadapmu, dia
jawab...." Tan Ek Seng sengaja tidak melanjutkan ucapannya karena
ingin membuat putrinya tegang.
"Dia menjawab apa?" tanya Tan Giok Cu dengan hati
berdebar-debar tegang. "Dia menjawab-..." Tan Ek seng tersenyum.
"Cinta kepadamu. Namun dia...."
"oh?" Tan Giok Cu girang bukan main.
"Kenapa dia?" "Dia bilang engkau cinta atau tidak kepadanya. Kami
memberitahukan bahwa engkau mencintainya, namun dia
kelihatan kurang percaya."
"Aku, aku sangat cinta kepadanya. Dia, dia kok tidak tahu?"
Tan Giok Cu menggeleng-telengkan kepala.
"Bagaimana mungkin dia tahu?" Lim soat Hong tertawa.
"Kalian belum bertemu untuk mencurahkan perasaan
masing-masing, tentunya dia tidak tahu engkau
mencintainya." "Ketika kami masih kecil, aku... aku sudah menyukainya,"
ujar Tan Giok Cu dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Itu adalah urusan ketika kalian masih kecil. Tapi kini kalian
sudah besar, tentunya tidak seperti dulu lagi."
Tan Ek seng tersenyum dan menambahkan,
"syukurlah kalau engkau pun mencintainya"
"Nak," Lim soat Hong menatapnya seraya berkata.
"TUturkanlah keadaanmu sejak ikut gurumu itu"
"Aku langsung dibawa ke belakang gunung Ciong Lam san.
Ternyata di situ terdapat sebuah kuburan tua yang amat
besar, itulah tempat tinggal guruku dan para pengiringnya."
"Dalam kurun waktu lima tahun lebih, engkau terus
berdiam di dalam kuburan tua itu?" tanya Lim soat Hong.
"Ya-" Tan Giok Cu mengangguk.
"Pantas wajahmu menjadi seputih salju"
Lim soat Hong manggut-manggut-
"oh ya, engkau sudah menguasai seluruh ilmu gurumu?"
"Ya. Aku tidak menyangka sama sekali- ternyata guruku
adalah keturunan sin Tiauw Tay hiap Yo Ko dan Siauw Liong
Li-" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Ayah sudah menduga itu," ujar Tan Ek seng sambil
tersenyum. "Giok Cu," tanya Lim soat Hong mendadak-
"Guru tidak punya suami?"
"Guru tidak mau menikah, sebab tidak bertemu lelaki
idaman hatinya," jawab Tan Giok Cu memberitahukan.
"Belasan tahun lalu, guruku pernah jatuh cinta kepada
seorang pemuda, namun pemuda itu sudah punya kekasih,
maka guruku terpaksa menjauhinya." "siapa pemuda itu?"
tanya Lim soat Hong. "Ternyata adalah Thio Bu Ki, ayah Thio Han Liong," jawab
Tan Giok Cu. "Itu sungguh di luar dugaan" Tan Ek seng menggeleng-
Gelengkan kepala. "Kini gurumu tetap tinggal di dalam kuburan tua itu?"
"ya." Tan Giok Cu mengangguk dan menambahkan.
"Guru sangat baik dan amat menyayangiku. "
"syukurlah" ucap Lim soat Hong.
"oh ya" Tan Giok Cu teringat sesuatu.
"Ketika dalam perjalanan kesini, aku dihadang para
perampok-" "oh?" Lim soat Hong tersentak-
"Lalu baguimana?"
"Kepala perampok itu berniat tidak baik terhadap diriku. Dia
menyuruh pada anak buahnya menangkapku tapi aku berhasil
melukai mereka dengan pedang pusaka Pek Kong Kiam."
"setelah itu bagaimana kepala perampok itu?" tanya Tan
Giok Cu tertarik- "Kepala perampok itu langsung menyerangku dengan
golok, namun aku berhasil mengutungkan goloknya, kemudian
aku pun mengutungkan sebuah lengannya."
"Ngmmm" Tan Ek seng manggut-manggut.
"Kepala perampok itu memang harus dihukum"
"Ayah, ibu." ujar Tan Giok Cu mendadak bernada dengan
serius. "Aku akan menunggu Han Liong di rumah sebulan. Kalau
dia belum ke mari, aku akan menyusulnya ke gunung Bu
TOng." "Nak," Lim soat Hong menggelengkan kepala.
"Itu mana boleh?"
"ibu, jangan melarangku," sahut Tan Giok Cu.
"Kini aku sudah besar, lagi pula kepandaianku sudah tinggidan
aku sudah bisa menjaga diri."
"Nak," Tan Ek seng menatapnya.
"Kini engkau memang sudah besar dan berkepandaian
tinggi- tapi tidak baik engkau berkecimpung dalam rimba
persilatan." "Ayah" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Guruku telah berpesan, aku harus menjadi pendekar
wanita yang membela kebenaran dalam rimba persilatan."
"Hmmm" Tan Ek seng mangmit-manggut.
"Baiklah. Namun engkau harus berhati-hati sebab dalam
rimba persilatan penuh diliputi berbagai kejahatan dan
kelicikan" "Ya- Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Nak," pesan Lim soat Hong.
"setelah bertemu Han Liong, engkau harus pulang
bersamanya" "Ya, ibu." Tan Giok Cu tersenyum.
"Giok Cu" Tan Giok Cu menatap putrinya sambil tersenyum.
"Engkau dan Han Liong memang merupakan pasangan
yang serasi- Engkau cantik jelita, dan dia tampan, gagah serta
baik hati- Ha ha ha..."
Bab 13 Berangkat Ke Kuil siauw Lim sie
Thio Han Liong dan Thio sam Hong duduk di ruang
meditasi. Kini kepandaian pemuda itu bertambah tinggikarena
mendapat petunjuk dari Thio sam Hong.
"Han Liong" Thio sam Hong tersenyum.
"Kepandatanmu sudah tinggi- hanya saja Iweekangmu
belum mencapai tingkat kesempurnaan."
"sucouw, kalau begitu aku harus terus berlatih Iwee-kang?"
tanya Thio Han Liong. "Itu tergantung dari keberuntunganmu," sahut Thio sam
Hong memberitahukan. "Ketika kecil, ayahmu terpukul oleh ilmu Hian Bong Sian
ciang yang amat beracun. Pukulan itu membuat ayahmu
kedinginan...." Thio sam Hong menutur tentang kejadian
tersebut, kemudian mena mbahkan.
"Namun sungguh di luar dugaan, di dalam sebuah lembah,
ayahmu makan kodok api yang mengandung hawa panas,
setelah itu ayahmu pun menemukan kitab Kiu yang Cin Keng."
"Karena makan kodok api itu, maka ayahku berhasil melatih
Iweekangnya hingga mencapai tingkat yang begitu tinggi?"
"ya. Tapi- - " Thio sam Hong menggeleng-gelengkan
kepala. "Masih tidak sanggup menahan ilmu pukulan para Dhalai
Lhama itu." "sucouw," tanya Thio Han Liong.
"Apakah tiada cara untuk memecahkan ilmu pukulan itu?"
"Memang tidak ada." Thio sam Hong menghela nafas
panjang, "sebab Iweekang gabungan para Dhalai Lhama itu amat
dahsyat. Di koiong langit ini tiada seorang jago pun yang
sanggup menahan ilmu pukulan itu"
"Kalau begitu..."
"Hanya ada satu jalan." Thio sam Hong memberitahukan.
"Jangan menyambut pukulannya. Hadapi para Dhalai
Lhama itu dengan menggunakan kegesitan untuk menghindari
pukulan Dhalai Lhama yang paling depan, dan serang yang
paling belakang." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut mengerti.
"Ternyata begitu cara memecahkan ilmu pukulan itu"
"Tapi engkau masih harus ingat satu hal" ujar Thio sam
Hong mengingatkannya, "Para Dhalai Lhama itu memiliki Liak Hwee Tan. Kalau
menghadapi mereka, engkau harus menghindari Liak Hwee
Tan itu." "Terima kasih atas petunjuk sucouw" ucap Thio Han Liong.
"Aaaah - ?" Mendadak Thio sam Hong menghela nafas
panjang, "setelah ayahmu hidup mengasingkan diri di Pulau Hong
Hoang to, rimba persilatan mulai dilanda bencana. Perlu
engkau ketahui- ayahmu adalah Bu Lim Beng Cu (Ketua
"Rimba Persilatan). Kini banyak jago yang berhati jahat ingin
merebut kedudukan Bu Lim Beng Cu, otomatis menimbulkan
berbagai macam badai dalam rimba persilatan."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"sucouw...." Thio Han Liong ingin menghiburnya, namun
merasa tidak eNak, "In Lie Heng sudah sekian lama pergi ke siauw Lim sie, tapi
hingga kini belum juga pulang. Apakah telah terjadi sesuatu
atas dirinya?" "sucouw tidak usah cemas," ujar Thio Han Liong
menghiburnya. "Kakek In tidak akan menemui suatu apa pun."
"Aaaah - " Thio sam Hong menghela nafas lagi.
"Engkau tidak tahu, In Lie Heng hidup menderita belasan
tahun." "oh?" Thio Han Liong tersentak.
"Kenapa Kakek In hidup menderita belasan tahun?"
"Belasan tahun lalu, iSierinya yang bernama Yo Put Hwi
mati karena melahirkan." Thio sam Hong memberitahukan.
"Beberapa bulan kemudian, anaknya pun mati karena
sakit." "Haaah...?" Thio Han Liong terkejut, la tidak menyangka
nasib In Lie Heng begitu malang.
"sudah lama dia pergi ke siauw Lim sie, namun masih
belum pulang. Aku khawatir telah terjadi sesuatu atas dirinya."
Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong...."
"ya, sucouw." "Ayahmu pernah menceritakan tentang Kim Mo say ong-cia
sun?" "Pernah-" Thio Han Liong mengangguk.
"Kim Mo sau ong-cia sun adalah ayah angkat orangtua ku-"
"Tidak salah" Thio sam Hong manggut-manggut-
"Cia sun tinggul bersama Tiga Tetua siauw Lim di belakang
kuil Siauw Lim sie- Engkau harus ke sana menemuinya-"
"ya, sucouw-" Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau boleh berangkat esok pagi-" ujar Thio sam Hong
sambil memejamkan matanya,
"ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi- lalu
meninggalkan ruang meditasi menuju ruang depan.
Kebetulan song wan Kiauw dan lainnya sedang berkumpul
di situ Mereka menyuruh Thio Han Liong duduk-
"Han Liong," ujar song Wan Kiauw kemudian.
"Kepandaianmu semakin tinggi- kini kami sudah bukan
tandinganmu lagi" "Kakek song" Thio Han Liong tersenyum dan
memberitahukan, "sucouw menyuruhku berangkat ke kuil siauw Lim sie esok
pagi-" "oh?" song Wan Kiauw menatapnya.
"Untuk menjenguk Cia sun?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Itu memang ada baiknya juga" ujar Jie Lian ciu.
"sebab Cia sun adalah ayah angkat orangtua mu, lagipula
engkau akan bertemu In Lie Heng di sana."
"Kakek Jie," ujar Thio Han Liong,
"sucouw sangat mencemaskan Kakek In."
"oh?" Jie Lian ciu mengerutkan kening.
"Apakah disebabkan In Lie Heng belum pulang?"
"Ya. Maka sucouw khawatir telah terjadi sesuatu atas diri
Kakek In." "Itu..." Jie Lian ciu tersenyum.
"Itu tidak mungkin. Aku yakin In Lie Heng masih berada di
kuil siauw Lim sie."
"Kakek Jie," kata Han Liong.
"Kenapa Kakek In pergi ke kuil siauw Lim sie?"
"Kong Bun Hong Tio mengutus Goan Liang ke mari untuk
mengundang guru ke sana guna merundingkan sesuatu.
Namun guru menolak karena sudah tua sekali maka mengutus
In Lie Heng ke sana."
"Kenapa Kong Bun Hong Tio siauw Lim Pay mengutus Goan
Liang ke mari mengundang sucouw?" tanya Thio Han Liong
heran. "Apakah di Kuil siauw Lim sie telah terjadi sesuatu?"
"Itu memang merupakan kejadian yang sungguh di luar
dugaan," jawab Jie Lian ciu dan menutur tentang kejadian
beberapa tahun lalu. "... ternyata si pembunuh misterius itu bernama seng Hwianak
Hun Goan Pek Lek Chiu-seng Kun. Kong Bun Hong Tio
bertanding sepuluh jurus dengannya dapat bertahan, maka
seng Hwi pergi- Tapi dia masih sempat mencetuskan janjibahwa
lima tahun kemudian dia akan kembali lagi
memusnahkan siauw lim pay."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kong Bun Hong Tio siauw Lim Pay ingin berunding dengan
sucouw?" "Betul." lie Lian Ciu mengangguk-
"seng Kun begitu jahat dan licik, maka anaknya itu pasti
sama-" "Han Liong," pesan song Wan Kiauw-
"Engkau harus membantu siauw lim pay, sebab sucouwmu
masih terhitung murid siauw Lim Pay lho"
"oh?" Thio Han Liong tertegun-
"Guru sucouwmu adalah Kak Wan Taysu dari siauw Lim
sie - " song wan Kiauw menceritakan tentang itu-
"oleh karena itu, engkau harus membantu mereka."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kakek song, aku pasti membantu pihak siauw Lim Pay."
-ooo00000ooo- Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada Thio
sam Hong dan lainnya, setelah itu, barulah ia meninggalkan
Bu TOng san menuju kuil siauw Lim sie- Dalam perjalanan, ia
terus memikirkan Tan Giok Cu, apakah gadis itu sudah pulang
ke rumah atau belum"
Enam tujuh hari kemudian, Thio Han Liong sudah
memasuki propinsi Holam- Karena merasa haus, ia lalu
mampir di sebuah kedai araki Begitu duduk, pelayan langsung
menghampirinya sambil tersenyum-senyum.
"Tuan Muda mau pesan arak apa" Kedai kami menyediakan
berbagai macam arak wangi-"
"Maaf," sahut Thio Han Liong.
"Aku mau minum teh saja-"
"Baik," Pelayan segera menyuguh minuman tersebut,
kemudian pergi melayani tamu lain.
Di saat itu, masuk ke dalam seorang tamu lelaki berusia
sekitar tiga puluh lima tahun, dan langsung duduk di sebelah
Thio Han Liong. "Maaf, saudara kecil" ucap lelaki itu sambil tersenyum.
"Karena tiada meja kosong, maka aku terpaksa duduk di
sini. Engkau tidak berkeberatan kan?"
"Tentu tidak," sahut Thio Han Liong.
"Terima kasih," ucap lelaki itu, lalu memesan arak wangipelayan
segera menyajikannya. Lelaki itu mulai meneguk
minumannya lalu memandang Thio Han Liong seraya
bertanya. "Engkau tidak minum arak?"
"Aku tidak pernah minum arak." sahut Thio Han Liong.
"saudara kecil" Lelaki itu tertawa aelaki
"Engkau harus tahu, lelaki harus minum arak, Kalau tidak,
seperti banci lho" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku masih kecil, tidak pantas minum arak- Aku minum teh
saja." "Ha ha ha" Letaki itu tertawa lagi-
"Berapa usiamu sekarang?"
"Enam belas." "saudara kecil, tahukah engkau" Aku mulai minum arak
sejak berusia sepuluh tahun."
"Paman tergoiong setan arak.-"
Thio Han Liong tersenyum.
"Kalau begitu, Paman pasti tidak akan mabuk"
"Tentu." Lelaki itu manggut-manggut-
"saudara kecil, kita bertemu di sini, maka kita harus
bersulang-" "Paman, aku - -"
"Engkau maujadt banci?"
"Baiklah- Tapi aku minum seteguk saja-"
"Ha ha ha" Letaki itu tertawa, lalu menuang arak wangi ke
dalam cangkir Thio Han Liong-
"saudara kecil, mari kita bersulang"
Thio Han Liong mengangkat cangkirnya, lalu bersulang
dengan lelaki itu "Ha ha ha" Lelaki itu terus tertawa, kelihatannya gembira
sekali- "Aku tidak punya teman, namun hari ini aku bertemu
denganmu- Bagaimana kalau kita berteman" Engkau tidak
akan menolak kan?" "Baik, Aku senang berteman dengan Paman" sahut Thio
Han Liong- "saudara kecil, engkau jangan memanggilku Paman,
panggil saja saudara tua"
"ya, saudara tua-"
"Ha ha ha" Lelaki itu tertawa oembiraTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hari ini aku gembira sekali. Ha ha ha"
Lelaki itu bangkit berdiri seraya berkata,
"saudara kecil, toiong bayar minumanku sampai jumpa lagibiar
aku yang traktir" "Terima kasih Lain kali saja" sahut lelaki itu sambil berjalan
pergi dengan agak sempoyongan.
Thio Han Liong menggeleng-Gelengkan kepala. Namun ia
yakin bahwa lelaki itu bukan orang jahat, setelah membayar
semua minuman itu, ia meninggalkan kedai arak tersebut,
(bersambung keBagian 7) Jilid 7 Sore harinya, Thio Han Liong memasuki sebuah lembah.
Mendadak terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Betapa
terkejutnya Thio Han Liong, ia langsung melesat ke tempat
suara jeritan itu. Dilihatnya, seorang tua sedang menyiksa
beberapa orang yang terikat di sebuah pohon. Thio Han Liong
terbelalak, karena orang tua itu berwajah seram, yang tidak
lain adalah Si Mo (iblis Dari Barat) Bu yung Hok yang pernah
menyiksanya. "Berhenti" bentak Thio Han Liong sambil melesat ke
hadapannya. "Eeeh?" Si Mo tersentak ketika melihat seorang pemuda
muncul di hadapannya. "Anak muda, siapa engkau?"
"Si Mo" sahut Thio Han Liong dengan kening berkerut.
"Cepatlah melepaskan mereka"
"He he he He he he..." Si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Anak muda, berdasarkan apa engkau menyuruhku
melepaskan orang-orang ini?"
"Berdasarkan kebenaran-" sahut Thio Han Liong.
"Anak muda" Si Mo menatapnya tajam.
"Engkau berdasarkan kebenaran, aku berdasarkan hukum
rimba persilatan, siapa kuat dan berkepandaian tinggi, dialah
yang berkuasa" "Si Mo" sahut Thio Han Liong dingin.
"Cepatlah engkau melepaskan mereka"
"Anak muda" Si Mo tertawa.
"Kelihatannya engkau berbakat dalam hal ilmu silat Walau
aku sudah punya seorang murid, tapi aku masih bersedia
menerimamu sebagai murid"
"Aku tidak sudi meniadi muridmu"
"Kenapa?" "Karena hatimu jahat sekali siapa sudi menjadi muridmu?"
"Anak muda" sepasang mata si Mo membara- la mendadak
memekik keras sambil menyerang Thio Han Liong.
Thio Han Liong memang sudah siap dari tadi, maka begitu
si Mo menverang, ia berkelit menghindari serangan itu
sekaligus mengerahkan Kiu yang sin Kang,
"He he he" si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Anak muda Tak disangka engkau berisi juga Nah,
sambutlah serangan berikutnya"
si Mo mulai menyerangnya lagi. Thio Han Liong berkelit dan
kini mulai balas menyerang dengan ilmu Thay Kek Kun yang
lemas itu. "Ternyata engkau murid Bu Tong Pay" ujar si Mo dingin-
"Bagus sudah lama aku ingin mencoba kepandaian Bu Tong
Pay, dan hari ini adalah kesempatanku"
si Mo mulai mengeluarkan ilmu andalannya, sedangkan
Thio Han Liong mengeluarkan ilmu Thay Kek Kun bercampur
dengan ilmu Kian Kun Taylo Ie- oleh karena itu, ia dapat
bertahan dan menyerang pula.
Itu membuat si Mo penasaran sekali- sekonyong-konyong
ia memekik keras sambil menjongkokkan badannya, ternyata
ia ingin mengeluarkan ilmu simpanannya yang paling lihay dan
hebat, yaitu Ha Mo Kang (Ilmu Kodok). Krok Krok Krok si Mo
mengeluarkan suara kodok-
Itu membuat Thio Han Liong tercengang. Di saat itu si Mo
meloncat menyerang Thio Han Liong.
Tiada pilihan lain bagi pemuda itu, karena sudah tidak
sempat berkelit, maka terpaksa menangkis ilmu Kiu Im Pek
Kut Jiauw. Blaaam Thio Han Liong terpental beberapa depa,
sedangkan si Mo termundur-mundur beberapa langkah.
"He he he" si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Pantas engkau bertingkah di hadapanku, ternyata engkau
memiliki kepandaian tinggi Bagus Bagus"
si Mo mulai menyerangnya lagi- Thio Han Liong
melawannya dengan ilmu Thay Kek Kun, Kian Kun Taylo Ie
dan Kiu Im Pek Kut Jiaw- Akan tetapi, Thio Han Liong kurang
berpengalaman dan Iweekangnya masih betum begitu tinggi,
sehingga terdesak sesudah puluhan jurus kemudian.
"He he he Anak muda, aku harus membunuhmu" seru si
Mo sambil mempergencar serangannya.
Kini Thio Han Liong cuma mampu menangkis dan
mengelak, sama sekali tidak mampu balas menyerang. Pada
saat bersamaan, terdengarlah suara tawa yang amat keras.
"Ha ha ha si Mo yang amat terkenal hanya berani
menghina anak muda, itu sungguh membuat aku kagum dan
salut" terdengar pula ucapan yang menyindir, dan tak lama
muncullah seorang tua berpakaian sastrawan.
Ketika melihat kehadiran sastrawan itu, si Mo berhenti
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang Thio Han Liong. Maka pemuda itu langsung
menarik nafas lega. "Lam Khie (orang Aneh Dari selatan)" si Mo menatapnya
tidak senang. "Engkau ingin mencampuri urusanku?"
"Hua ha ha ha" Ternyata sastrawan tua itu adalah Lam
Khie. "Kita memang ada perjanjian, selama sepuluh tahun ini
dilarang saling mengganggu Akan tetapi, saat ini tanganku
gatal karena melihat engkau menghina anak muda itu Kalau
engkau melepaskannya, tentunya aku pun tidak akan turut
campur lagi" "Hm" dengus si Mo dingin.
"Itu sama saja engkau ingin cari gara-gara denganku"
"Baik." Lam Khie tertawa.
"Katakanlah aku memang ingin cari gara-gara dengan
engkau, lalu engkau mau apa?"
"Engkau...." si Mo melotot.
"Sudahlah" ujar Lam Khie-
"Lebih baik melepaskan anak muda itu Kalau tidak, kita
terpaksa bertarung" si Mo berpikir sejeNak, kemudian memandang Thio Han
Liong seraya berkata dengan dingin sekali.
"Anak muda Aku melepaskanmu sekarang, tapi kalau
bertemu kelak, engkau pasti kubunuh"
"Terima kasih atas kemurahan hatimu" sahut Thio Han
Liong sambil memberi hormat.
"Tapi aku harap Locianpwee sudi melepaskan mereka juga"
"Anak muda" si Mo melotot.
"Maksudmu mereka yang terikat di pohon itu?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"Tidak" si Mo menggelengkan kepala.
"Aku tidak akan melepaskan orang-orang itu"
"Kalau Locianpwee tidak melepaskan mereka, aku pun tidak
mau pergi" ujar Thio Han Liong.
"Itu adalah urusanmu, anak muda" sahut si mo
"Eeeeh?" Lam Khie menggaruk-garuk kepala.
"Aku pun tidak bisa pergi"
"Lam Khie" Mata si Mo berapi-api.
"Engkau...." "Matamu berapi-api, marah ya" Kalau begitu, mari kita
bertarung saja" ujar Lam Khie sambil tertawa.
"Tanganku memang sudah gatal, ingin sekali bertarung
denganmu" "Kita sudah ada janji, lima tahun lagi kita akan bertanding"
sahut si Mo sambil tertawa dingin.
"Baik Kalau kalian tidak mau pergi, aku yang pergi"
si Mo langsung melesat pergi. Thio Han Liong segera
melepaskan tali yang mengikat beberapa orang di pohon itu.
"Terima kasih, siauwhiap," ucap mereka.
"Paman-paman, cepatlah kalian tinggalkan tempat ini" ujar
Thio Han Liong. Mereka mengangguk, segera memberi hormat kepada Lam
Khie, lalu pergi tanpa menoleh lagi.
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak, kemudian menatap
Thio Han Liong dengan penuh perhatian seraya berkata,
"Anak muda, kepandalanmu cukup tinggi- Bolehkah aku
tahu siapa dirimu?" "Locianpwee, namaku Thio Han Liong," jawab pemuda itu.
"Terima kasih atas pertolongan Locianpwee-"
"Ha ha" Lam Khie tertawa-
"Han Liong, mari kita duduk untuk mengobrol sebentar
Engkau tidak berkeberatan kan?"
"Ya, Locianpwee" Thio Han Liong mengangguk.
Mereka berdua lalu duduk di bawah pohon. Lam Khie terus
menatapnya, lama sekali barulah membuka mulut.
"Engkau mahir ilmu silat Thay Kek Kun, apakah engkau
adalah murid Bu Tong Pay?"
"secara tidak langsung aku memang murid Bu Tong Pay-"
Thio Han Liong menjelaskan.
"sebab kakekku adalah murid Bu Tong Pay."
"Siapa Kakekmu?"
"Thio cui san."
"Ternyata kakekmu adalah salah seorang Bu Tong cit Hiap.
Ayahmu pasti Thio Bu Ki yang amat kesohor itu."
"ya." "Han Liong" Lam Khie tersenyum.
"Aku tinggal di Tayli, julukanku adalah Lam Khie-Baru
beberapa tahun aku berkecimpung di rimba persilatan
Tionggoan, dan disaat itu pula muncul Tong Koay-Oey su Bin,
si Mo-Buyung Hok dan Pak Hong-wan Bun Kim. Kepandaian
kami terempat boleh dikatakan seimbang."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Tapi si Mo kelihatan agak segan pada Locianpwee."
"Bukan segan," sahut Lam Khie.
"Melainkan enggan bertarung denganku, sebab ia tidak
mau ambil risiko bertarung denganku. Dia sangat licik, akal
busuknya pun banyak-"
"Locianpwee," tanya Thio Han Liong mendadak-
"Bagaimana sifat Tong Koay dan pak Hong?"
"Mereka berdua tidak bersifat licik maupun jahat, namun
Tong Koay agak sesat. sedangkan Pak Hong agak kegilagilaan."
LamKhie memberitahukan, "oh ya, belum lama ini dalam rimba persilatan telah muncul
sebuah perkumpulan misterius."
"Hek Liong Pang?"
"Betul." Lam Khie manggut-manggut.
" Ketua Hek Liong Pang berkepandaian sangat tinggi sekali.
Dia adalah seorang wanita berusia lima puluhan. Wajahnya
dingin dan hatinya jahat, siapa berani menyinggung
perasaannya pasti dibunuhnya, sebulan yang lalu, ketua Hek
Liong Pang itu mengundang kami bertemu di Pek Hoa Kek
(Lembah Bunga Putib). Ternyata ketua Hek Liong Pang itu
menghendaki kami bergabung. Aku dan Tong Koay serta Pak
Hong langsung menolak, sedangkan si Mo bilang akan pikirpikir
dulu. Kelihatannya si Mo berniat bergabung dengan ketua
Hek Liong Pang, kalau itu terjadi, Hek Liong Pang pasti
tumbuh sayap, sebab si Mo adalah ketua golongan hitam,
rimba persilatan pasti akan dilanda banjir darah-"
"Kalau begitu - " ujar Thio Han Liong setelah berpikir
sejenak- "Locianpwee, Tong Koay dan Pak Hong bergabung saja-"
"Kami bertiga bergabung Ha ha ha - " Lam Khie tertawa
gelak- "Itu merupakan hal yang tak mungkin."
"Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Kami bertiga sangat tinggi hati, tidak akan saling
mengalah satu sama lain. Maka kami bertiga tidak mungkin
bisa bergabung, dan itu sangat menguntungkan Hek Liong
pang. Lagipula si Mo amat licik- Dia berniat bergabung dengan
Hek Liong Pang, sudah pasti punya tujuan tertentu-"
"si Mo punya tujuan apa?"
"Dia ingin menjadi Bu Lim Beng Cu. Begitu pula ketua Hek
Liong Pang. Dalam hal tersebut mereka pasti akan berunding
lama." "Bu Lim Beng Cu?"
"Aku sudah dengar," ujar Lam Khie sambil memandang
Thio Han Liohg. "Belasan tahun lalu, ayahmu telah diangkat sebagai Bu Lim
Beng Cu. Namun sudah belasan tahun pula ayahmu
menghilang entah ke mana, maka banyak jago dari berbagai
aliran ingin merebut kedudukan itu."
"Bu Lim Beng Cu - " gumam Thio Han Liong,
"Itu cuma merupakan sebuah nama kosong."
"Eh?" Lam Khie terbelalak- "Ayahmu adalah Bu Lim Beng
Cu, kenapa engkau malah mengatakan begitu?"
"Locianpwee...." Thio Han Liong tersenyum getir.
"Lho?" Lam Khie menatapnya tidak mengerti.
"Kenapa engkau" Apakah telah terjadi sesuatu atas diri
ayahmu?" "Locianpwee, aku ingin bertanya bagaimana kepandaian
Locianpwee dibandingkan dengan kepandaian ayahku?"
"Mungkin - ," sahut Lam Khie jujur.
"Aku masih kalah setingkat di bandingkan dengan
kepandaian ayahmu." "Locianpwee pernah dengar tentang para Dhalai Lhama?"
"Dhalai Lhama?"
"Ya." "Para Dijalai Lhama hanya terdapat di Tibet, mereka ratarata
berkepandaian amat tinggi," ujar Lam Khie-
"Tapi tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan
Tionggoan." "Mereka tidak pernah berkecimpug dalam rimba persilatan,
namun pernah bertarung dengan ayahku." Thio Han Liong
memberitahukan. "Aku menyaksikan pertarungan itu"
"oh?" Lam Khie tampak tertarik-
"Bagaimana hasil pertarungan itu?"
"Ayahku terluka, bahkan terbakar oleh Liak Hwee Tan milik
para Dhalai Lhama itu," jawab Thio Han Liong dengan wajah
murung, "Itu bagaimana mungkin?" Lam Khie tidak percaya Thio Bu
Ki kalah bertarung dengan para Dhalai Lhama.
"Para Dhalai Lhama itu berjumlah sembilan orang...." tutur
Thio Han Liong mengenai ilmu istimewa yang dimiliki para
Dhalai Lhama itu. "Maka ayahku tidak sanggup melawan mereka."
"Bukan main" Lam Khie terbelalak-
"Itu sungguh luar biasa. Tak disangka para Dhalai Lhama
itu memiliki kepandaian istimewa. Tapi aku tidak pernah
mendengar tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang
ke Tibet." "Kalau kepandaianku sudah tinggi sekali, aku pasti ke Tibet
mencari mereka," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Engkau ingin membalas dendam?"
"Hanya ingin membuat perhitungan dengan mereka, sebab
mereka membunuh Bibiku."
"oooh" Lam Khie manggut-manggut.
"Tapi engkau harus berhati-hati, karena kepandaian mereka
begitu tinggi." "Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Han Liong" Lam Khie memandangnya sambil tersenyum.
"Rasanya aku cocok sekali denganmu, namun kita terpaksa
berpisah sekarang. Kelak kita akan berjumpa lagi."
Lam Khie melesat pergi, namun masih terdengar suara
seruannya sayup,sayup, "Han Liong Hati-hati terhadap si Mo, dia sangat licik dan
jahat...." "Terima kasih atas perhatian Locianpwee" sahut Thio Han
Liong dan berseru pula menggunakan Iweekang.
"Mudah-mudahan kita berjumpa lagi kelak"
-ooo00000ooo- Thio Han Liong mulai mendaki siauw sit san. Ketika ia
sedang mendaki melalui jalan gunung yang sempit, mendadak
muncul beberapa Hweeshio-
"omitohud" ucap salah seorang dari mereka.
"Anak muda, engkau mau ke mana?"
"Aku mau ke kuil siauw Lim sie- Kalian adalah Hweeshiohweeshlo
siauw Lim sie?" tanya Thio Han Liong.
"Betul." Hweeshio itu mengangguk- "Anak muda, mau apa
engkau ke kuil kami?"
"Aku ingin menemui Kakek In,"jawab Thio Han Liong dan
menambahkan. Juga ingin menemui Keng Bun Hong Tio-"
"Kakek In" Maksudmu In Lie Heng?" tanya Hweeshio itu
"Anak muda, sudah belasan hari In Tayhiap meninggalkan
kuil kami-" Hweeshio itu memberitahukan.
"oh?" Thio Han Liong tercengang-
"Tapi Kakek In belum tiba di gunung Bu Tong. Taysu,
bolehkah aku bertemu Keng Bun Hong Tio?"
"Ada urusan apa engkau ingin bertemu Hong Tio kami dan
siapa engkau?" "Taysu, namaku Thio Han Liong." Pemuda itu
memberitahukan. "Ayahku bernama Thio Bu Ki."
"Apa?" Para Hweeshio itu tampak terkejut.
"Ayahmu adalah Thio Bu Ki?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Kalau begitu," ujar Hweeshio itu. Mari ikut kami ke kuil
menemui Hong Tio kami"
"Terima kasih Taysu," ucap Thio Han Liong, lalu mengikuti
para Hweeshio itu ke atas.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah di kuil siauw Lim
sie- Betapa kagumnya Thio Han Liong menyaksikan
kemegahan kuil tersebut "sutee, siapakah anak muda itu?" tanya salah seorang
Hweeshio yang menjaga di depan kuil.
"Dia bernama Thio Han Liong, putra Thio Bu Ki," sahut
Hweeshio yang mengantar pemuda itu.
"Dia ingin menemui Keng Bun Hong Tio, harap suheng
melapor kepada Hong Tio (Ketua)"
"omitohud" sahut Hweeshio itu, kemudian segera masuk ke
dalam. "Silakan ke ruang depan" ucap Hweeshio yang mengantar
Thio Han Liong. "Terima kasih," Thio Han Liong melangkah ke ruang depan.
Tak seberapa lama kemudian, muncullah dua Hweeshio
tua, yang ternyata Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng
Ceng. Kenapa ke dua Hweeshio tua itu sudi menyambut Thio
Han Liong, Itu dikarenakan Thio Bu Ki, ayahnya pernah
menyelamatkan siauw Lim Pny-
"omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio-
"Anak muda, betulkah engkau putra Thio Bu Ki?"
"Betul, Hong Tio-" Thio Han Liong mengangguk-
"Ayahmu berada di mana dan bagaimana keadaannya?"
tanya Keng Bun Hong Tio dengan penuh perhatian.
"Ayah dan ibu tinggal dipulau Hong Hoang to," jawab Thio
Han Liong memberitahukan.
"Ayahku baik-baik saja. Tapi...."
Thio Han Liong menutur tentang ayahnya terluka oleh para
Dhalai Lhama. Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengarkan dengan mata terbelalak-,
"omitohud...." ucap Keng Bun Hong Tio-
"Itu sungguh di luar dugaan, syukurlah kini ayahmu sudah
mulai pulih" "Keng Bun Hong Tio," tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku menemui Kakek angkatku?"
"Maksudmu Cia sun?"
"ya." "omitohud Tentu boleh. Tapi sepasang mata Cia sun tetah
buta- Apakah ayahmu memberitahukan tentang itu?"
"Ayahku sudah memberitahukan, oh ya, Kakek In sudah
kembali ke gunung Bu Tong?"
"sudah." Keng Bun Hong Tio mengangguk- Kemudian
memandang Keng Tiseng Ceng seraya berkata,
"sutee, antar Han Liong menemui Cia sun"
"Ya, suheng." Keng Ti seng ceng mengangguk, lalu
mengajak Thio Han Liong ke belakang.
Berselang beberapa saat, mereka sudah sampai di pintu
belakang kuit. Keluar dari pintu belakang itu, Thio Han Liong
melihat sebuah gunung menjulang tinggi.
"cia sun dan ke tiga paman guruku tinggal di dalam sebuah
gua di gunung itu." Keng Ti seng Ceng memberitahukan.
"Mari ikut aku ke sana"
"Terima kasih, seng Ceng," ucap Thio Han Liong dan terus
mengikuti padri tua itu menuju gua tersebut. Be-berapa saat
kemudian, sampailah mereka di sana. Keng Ti seng Ceng tidak
langsung masuki melainkan berseru di depan gua.
"Paman guru Anak Thio Bu Ki bernama Thio Han Liong
ingin menjenguk Cia sun Bolehkah teecu membawanya ke
dalam?" suara Keng Ti seng Ceng bergema ke dalam gua, lama
sekali barulah terdengar suara sahutan parau.
"Keng Ti suruh dia masuk, engkau boleh kembali ke kuil"
"ya, Paman guru" sahut Keng Ti seng Ceng lalu berkata
kepada Thio Han Liong. "Engkau boleh masuk. silakan"
"Terima kasih, seng Ceng," ucap Thio Han Liong, lalu
melangkah memasuki gua dengan hati agak berdebar-debar.
semakin ke dalam gua itu semakin luas dan terang. Kirakira
dua tiga ratus langkah kemudian, Thio Han Liong melihat
tiga padri yang sudah tua sekali dan seorang tua berambut
panjang duduk di situ. segeralah pemuda itu bersujud di
hadapan mereka. "Namaku Thio Han Liong, ayahku adalah Thio Bu Ki," ujar
pemuda itu. "Kakek dan tiga Tetua siauw Lim, terimalah sujudku"
"Ha ha ha" orang tua berambut panjang itu tertawa gelak-
"Tak disangka Thio Bu Ki sudah punya anak Kemarilah"
"ya. Kakek-" Thio Han Liong merangkak mendekati orang
tua berambut panjang itu-
"Han Liong...." orang tua berambut panjang dan buta itu
adalah Kim Mo Say ong-cia sun. la meraba muka dan sekujur
badan Thio Han Liong. "Luar biasa Engkau memiliki tulang yang luar biasa"
"omitohud" ucap salah seorang Tetua siauw Lim bernama
Touw ok- "Cia sun, cucumu itu memang luar biasa, bahkan sudah
memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Hanya saja jalan
darah jin Tioknya belum terbuka, maka sulit mencapai
Iweekang yang tinggi.? "Guru berniat menyempurnakannya?" tanya Cia sun
mendadak- "omitohud" sahut Touw ok-
"Itu tergantung pada jodohnya dengan kami bertiga-"
"Terima kasih Tetua siauw Lim," ucap Thio Han Liong.
"omitohud" Touw ok tertawa.
"Anak muda, engkau sungguh pintar Dengan ucapan terima
kasihmu itu, justru membuat kami bertiga sutit menolak lagi."
"Terima kasih, guru," ucap Cia sun cepat.
"Ha ha ha" touw ok tertawa gelak-
"Siauw Lim Pay pernah berhutang budi kepada Bu Ki. Kini
anaknya ke mari, maka kami harus membalas budi itu Ha ha
ha" "Terima kasih, Tetua," ucap Thio Han Liong.
"Han Liong" touw ok menatapnya tajam.
"Duduk-lah" Thio Han Liong sebera duduk-
"Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?" tanya
Cia sun. "Ayah dan ibu baik-baiksaja. Tapi - -" Thio Han Liong
menutur tentang kejadianpara Dhalai Lhama dan pasukan
pilihan Cu Goan ciang yang menyerbu ke Pulau Hong Hoang
to- "Bibi Cijiak meninggal, ayah terluka oleh pukulan Dhalai
Lhama, bahkan kemudian ayah dan ibu terbakar oleh Liak
Hwee Tan." "Apa?" Cia sun terkejut bukan main.
"Begitu hebat kepandaian para Dhalai Lhama itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Para Dhalai Lhama itu memiliki ilmu istimewa, yaitu Ilmu
Ie Kang Tai Tik (Memindahkan Iweekang Menggempur
Musuh), mereka berjumlah sembilan orang."
"Ilmu Ie Kang Tai Tik?" Touw ok tampak terkejut sekali-
"Itu memang ilmu yang sangat luar biasa- Tentunya
mereka juga paham akan berbagai macam formasi-"
"Han Liong, kini ayahmu sudah pulih?" tanya Cia sun.
"Sudah mulai pulih, namun wajah ayah dan ibu telah rusak-
" Thio Han Liong memberitahukan.
"Ayahmu ahli dalam hal ilmu pengobatan, apakah tidak
dapat mengobati wajahnya dan wajah ibumu?" tanya Cia sun
bernada heran. "Bisa. Tapi- - " Thio Han Liong menggelengkan kepala-
"Harus dengan soat Lian (Teratai salju) yang terdapat di
gunung soat San." "Kalau begitu--" Cia sun menghela nafas panjang,
"sama juga tiada obatnya, sebab tidak gampang
memperoleh Teratai salju."
"Aku tahu itu, namun aku akan ke gunung soat san mencari
soat Lian," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Bagus, bagus Engkau memang anak baik, Cia sun tertawa
gembira. "Ha ha ha..."
"omitohud Punya tekad yang Baik. pasti akan memperoleh
hasil" ujar touw Giat.
"Han Liong, engkau boleh tinggal di dalam gua ini beberapa
hari, kami bertiga akan memberi petunjuk kepadamu,
sekaligus membuka jalan darah jin Tiokmu, agar engkau
gampang melatih Terima kasih, Tetua," ucap Thio Han Liong.
"Terima kasih- - "
Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah ke luar dari
gua itu. Kini kepandaiannya bertambah tinggi, sebab ke tiga
Tetua siauw Lim sie mengajarkannya beberapa macam ilmu
silat rahasia siauw Lim Puy- Lagi-pula kini jalan darah jin
Tioknya telah terbuka, maka Iweekangnya bertambah tinggi
setingkat, itu dikarenakan ia memperoleh bantuan Iweekang
dari ke tiga Tetua di saat membuka jalan darah jin Tioknya,
sehingga mempertinggi Iweekangnya pula.
Thio Han Liong sudah berada di dalam kuil siauw Lim sie. la
duduk di hadapan Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng.
"Hong Tio" tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
"Tanyalah" sahut Keng Bun Hong Tio sambil tersenyum.
"Hong Tio dan Kakek In berunding mengenai masalah apa"
Lagipula kenapa suasana dalam kuil ini agak lain, kelihatannya
seakan-akan menghadapi sesuatu?"
"omitohud" sahut Keng Bun Hong TioTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mungkin tidak lama lagi akan muncul seseorang
menimbulkan kekacauan di kuil kami. Dia bernama seng Hwi,
putra seng Kun." "oh?" Thio Han Liong tertegun, "Kenapa dia akan
menimbulkan kekacauan di sini?"
"Sebab kemungkinan besar dia telah salah paham terhadap
Cia sun dan kami - ." Keng Bun Hong Tio menutur tentang
kejadian seng Kun bertarung dengan cia sun.
"Han Liong,apakah ayahmu menceritakan tentang urusan
seng Kun dengan cia sun?"
"Ayahku sudah menceritakannya." Thio Han Liong
mengangguk- "Namun ayahku tidak tahu kalau seng Kun punya seorang
putra." "omitohud" ucap Kong Ti seng Ceng.
"Itu memang di luar dugaan. Lima tahun lalu, aku dan
suhengku pernah bertarung dengan seng Hwi."
Thio Han Liong terbelalak mendengar penuturan itu, sebab
seng Hwi berkepandaian begitu tinggi.
"Kini sudah waktunya dia ke mari, maka...," ucapan Kong Ti
Seng Ceng terputus, karena mendadak terdengar suara tawa
yang amat keras di luar kuil.
"Kong Bun Hong Tio, aku sudah ke mari. Bersiap-siaplah
untuk menghadapiku Ha ha ha..."
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"sutee, seng Hwi datang. Man kita keluar"
"Baik, suheng" Kong Ti seng ceng mengangguk, lalu
berkata kepada Thio Han Liong.
"Engkau di sini. Jangan keluar, sebab akan membahayakan
dirimu." "seng Ceng, aku ingin ikut keluar," sahut Thio Han Liong
sungguh-sungguh, "siapa tahu aku bisa membantu dalam hal ini."
"omitohud" Kong Ti seng ceng memandang Kong Bun Hong
Tio- "Bagaimana suheng" Bolehkah Han Liong ikut keluar?"
"Baik-" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Terima kasih, Hong Tio," ucap Thio Han Liong, lalu ikut
mereka keluar- Begitu sampai di luar, terbelalaklah Thio Han Liong, karena
melihat seorang lelaki berusia tiga puluh lebih berdiri di situ,
yang tidak lain adalah lelaki yang ia temui di dalam kedai
arak. "saudara tua" panggil Thio Han Liong.
"Eeeh?" Lelaki itu terperangah ketika melihat Thio Han
Liong bersama ke dua padri tua itu.
"Engkau... saudara kecil Kok berada di sini?"
"saudara tua" Thio Han Liong menatapnya.
"Engkau bernama seng Hwi?"
"Ya." Lelaki itu mengangguk-
"Engkau adalah murid siauw Lim Pay?"
"Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala dan
menambahkan "Tapi aku punya hubungan dengan siauw Lim Pay."
"saudara kecil" seng Hwi menatapnya dengan wajah
muram "Itu berarti engkau akan mencampuri urusanku dengan
siauw Lim Pay?" "Bukan mencampuri, melainkan ingin menjernihkan
masalahmu dengan siauw Lim Pay." sahut Thio Han Liong.
"Apa maksudmu?"
"Sebab engkau telah salah paham terhadap siauw Lim Pay-
Kalau salah paham itu masih berlanjut, akhirnya korban akan
terus berjatuhan." "saudara kecil, aku memang harus membunuh para
Hweeshio siauw Lim Pay dan cia sun, karena ayahku mati
gara-gara mereka." "ltulah salah pahammu." Thio Han Liong meng-gelenggelengkan
kepala. "saudara tua, maukah engkau mendengarkan penjelasanku
dulu" Kalau memang pihak siauw Lim-pay dan cia sun
bersalah, engkau pun boleh membunuhku."
"Eh" saudara kecil. - " Seng Hwi mengerutkan kening.
" Ketika aku melihatmu di kedai arak, aku sudah merasa
cocok denganmu, kemudian engkau pun mau mentraktirku,
Itu berarti aku telah berhutang kebaikan kepadamu- Kini
engkau ingin menjelaskan masalah itu padaku, tentunya aku
harus mendengarnya-"
"saudara tua" Betapa girangnya Thio Han Liong.
"Man ikut aku ke dalam"
"Baik-" seng Hwi mengangguk, lalu mengikuti Thio Han
Liong ke dalam kuil itu dan duduk di ruang depan. Kong Bun
Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang kemudian
mereka manggut-manggut sambil menarik nafas lega.
"saudara kecil, jelaskanlah"
"saudara tua, Cia sun adalah ayah angkat orang-tuaku."
Thio Han Liong memberitahukan.
"orang tuaku adalah Thio Bu Ki...." Thio Han Liong menutur
tentang kejadian masa lampau kepada seng Hwi.
Thio Han Liong menutur tentang kejadian seng Kun yang
memperkosa isteri Cia sun dan lain sebagainya berdasarkan
apa yang didengarnya dari Thio Bu Ki, ayahnya. seng Hwi
mendengarkan dengan wajah pucat pias dan seka li-kali ia pun
melirik ke arah Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng. Ke
dua padri tua itu tampak beo itu tenang, maka ia pun yakin
bahwa apa yang dituturkan Thio Han Liong itu benar.
"Kong Bun Hong Tio" tanya seng Hwi dengan kening
berkerut-kerut. "Betulkah apa yang dituturkan saudara kecil ini?"
"omitohud Itu memang betul," sahut Kong Bun Hong Tio-
"Para ketua partai besar lain pun mengetahui tentang
kejadian itu. Bahkan masih ada beberapa murid kami yang
dihukum, karena mereka bersekongkol dengan seng Kun."
"Tapi...." seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Lainpula yang diceritakan ayahku, katanya Cia sun
muridnya itu sangat jahat sekali. Padahal ayahku tidak pernah
melakukan perbuatan terkutuk itu, namun cia sun yang
memfitnahnya. Karena Cia sun terus-menerus memburunya,
maka ayahku menjadi Hweeshio di siauw Lim sie- Cia sun tahu
tentang itu, maka membunuh Keng Kian seng Cen. Akan
tetapi, dengan licik sekali Cia sun memutar balikkan fakta itu,
sehingga ayahku malah menjadi tertuduh, oleh karena itu,
suatu hari ayahku berpesan kepadaku, apabila ayahku mati,
aku harus menuntut balas kepada pihak siauw Lim sie dan cia
sun."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"omitohud" Keng Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan
kepala. "Itu merupakan cerita bohong, omitohud...."
"saudara tua, apa yang diceritakan ayahmu itu tidak
benar," ujar Thio Han Liong.
"Kalau engkau masih tidak percaya, silakan ke gunung Bu
Tong bertanya kepada sucouwku"
"sucouwmu" Maksudmu adalah guru Besar Thio sam
Hong?" tanya seng Hwi.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Itu tidak perlu-" seng Hwi menggelengkan kepala,
kemudian menatap Han Liong seraya berkata,
"saudara kecil, sudikah engkau ikut ke tempat tinggalku?"
"Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Menemui ibuku."
Thio Han Liong berpikir sejeNak, kemudian mengangguk
seraya berkata. "Baiklah- Engkau sudi mendengar penjelasanku, maka aku
pun harus ikut engkau pergi menemui ibumu-"
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang" ujar seng Hwi
dan sekaligus berpamit kepada Kong Bun Hong Tio dan Kong
Ti seng Ceng. "omitohud" sahut Kong Bun Hong TioTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Han Liong pun berpamit kepada ke dua padri tua itu,
kemudian meninggalkan kuil siauw Lim sie bersama seng Hwi.
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio setelah mereka pergi.
"Tak disangka jadi beres urusan itu. omitohud...."
"suheng" Kong Ti seng Ceng manggut-manggut.
"Kelihatannya Han Liong yang akan menyelamatkan rimba
persilatan, omitohud - ."
-ooo00000ooo- Bab 14 Hek Liong Pang (Perkumpulan naga Hitam)
sudah sebulan tebih Tan Giok Cu berdiam di rumah
menunggu kedatangan Thio Han Liong.
Akan tetapi, yang ditunggu justru tidak muncut, sehingga
membuat gadis itu uring-uringan.
"Giok cu" Tan Ek seng menatapnya ketika duduk di ruang
depan, sebab putrinya itu terus berjalan mondar-mandir.
"Kenapa engkau tidak bisa duduk diam dari tadi?"
"Ayah, aku... aku...." Tan Giok Cu menggeleng-geleng-kan
kepala. "Rindu kepada Han Liong kan?" sahut Tan Ek seng sambil
menghela nafas panjang. "Heran, Kenapa dia belum ke mari?"
"Mungkin..." ujar Lim soat Hong.
"Dia masih berada di gunung Bu Tong."
"Ibu" Tan Giok Cu menatapnya.
"Sudah sebulan lebih dia belum ke mari, maka aku harus
pergi menyusulnya ke gunung Bu Tong."
"Itu...." ujar soat Hong tampak berkeberatan.
"Nak,--" "Ibu ijinkan atau tidak, aku tetap harus pergi ke gunung Bu
Tong," sahut gadis itu yang telah mengambil keputusan.
"Nak, - " Lim soat Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau...." "Giok Cu" Tan Ek seng menatapnya seraya bertanya,
"sungguhkah engkau ingin ke gunung Bu TOng?"
"ya." Tan Giok Cu mengangguk,
"Bagaimana seandainya engkau pergi, dia justru ke mari?"
tanya Tan Ek seng. "Itu...,"jawab Tan Giok Cu.
"Suruh dia tunggu di rumah, aku pasti kembali."
"Kalau begitu...." Tan Ek seng berpikir lama sekali.
"Baiklah, Kapan engkau akan berangkat?"
"Sekarang," sahut gadis itu singkat.
"Giok Cu, ayah tidak berkeberatan." kata Tan Ek seng dan
melanjutkan, "sebab kini engkau sudah cukup besar dan berkepandaian
tinggi, tentunya bisa menjaga diri, tapi ibumu...."
"Ibu, aku berangkat sekarang ya?" kata Tan Giok Cu sambil
menggenggam tangan Lim soat Hong.
"Nak," Lim soat Hong membelainya.
"Engkau ingin pergi menemui jantung hatimu. bagaimana
mungkin ibu melarangmu" Hanya saja engkau harus berhatihati"
"ya. Terima kasih, Ibu," ucap Tan Giok Cu dengan girang.
"Nak," pesan Lim soat Hong. "Bertemu Han Liong atau
tidak, engkau harus segera pulang."
"ya." Tan Giok Cu mengangguk,
"Ibu, aku..,." "Jangan khawatir." Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Engkau ingin minta uang kan?"
"Untuk bekal dalam perjalanan."
"Ayah pasti berikan." Tan Ek seng tersenyum,
"Giok Cu, kini engkau sudah besar, ayah sudah tidak bisa
mengekangmu lagi." "Ayah kok omong begitu sih?" Tan Giok Cu cemberut.
"Padahal aku pergi hanya...."
" Hanya ingin mencari buah hatimu itu, bukan?" Tan Ek
seng tertawa. "Nak, mudah-mudahan engkau bertemu dia, lalu ajak dia
ke mari" "Ya, Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk,
"Nak" Lim soat Hong menatapnya dengan penuh kasih
sayang, "sebetulnya ibu merasa berat sekali membiarkan mu pergi,
tapi...." "Ibu" Tan Giok Cu tersenyum.
"Setelah bertemu Han Liong, aku pasti pulang
bersamanya." "Nak," pesan lim soat Hong lagi.
"Kalau dia tidak berada di gunung Bu Tong engkau harus
segera pulang" "ya, Ibu." Tan Giok Cu mengangguk-
" Aku pasti pulang "
Tan Giok Cu sudah meninggalkan rumahnya. Di
punggungnya bergantung sebilah pedang dan sebuah
buntalan. Agar cepat tiba di gunung Bu Tong, ia membeli
seekor kuda jempolan. Beberapa hari kemudian, gadis itu telah tiba di kota Bun
ciu. Kota tersebut cukup makmur dan ramai dikunjungi para
pedagang dari daerah-daerah lain dan tampak pula gedunggedung
berdiri megah di kota itu. Hari ini, kota tersebut
tampak lebih ramai daripada biasanya dan orang-orang yang
berlalu lalang pun kelihatan berseri-seri- Ada apa gerangan"
Ternyata hakim di kota Bun ciu merayakan ulang tahunnya-
Hakim tersebut bernama souw yam Hiong yang sangat
terkenal akan kejujurannya, bahkan juga adil dan bijaksana
dalam mengadili urusan apapun, tidak pernah korupsi atau
menerima suap dari hartawan, siapa yang bersalahi pasti
dijatuhi hukuman yang setimpal, oleh karena itu, hakim
tersebut sangat dicintai dan dihormati para penduduk kota
Bun ciu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Maka, penduduk kota
tersebut ikut merayakannya, suasana semarak di kota itu
membuat Tan Giok Cu agak tercengang, gadis itu duduk di
punggung kuda sambil menengok ke sana ke mari dengan
penuh keheranan. Ketika tiba di depan sebuah kuil, ia langsung menghentikan
kudanya. Kuil itu sungguh besar dan indahi itu adalah kuil Hok
Tek Cin sin (Dewa Keberuntungan). Padahal hari ini bukan ceh
It Cap Go (Tanggal satu atau tanggal Lima belas Tionghoa),
namun kuil itu ramai sekali. Tampak puluhan pengawal
berseragam kerajaan berbaris rapi di halaman kuil, sedangkan
di depan kuil ramai pula dikerumuni para penduduk kota.
Menyaksikan itu, Tan Giok Cu tertarik dan langsung
meloncat turun dari kudanya, kemudian menuntun kudanya ke
sebuah pohon sekaligus menambatkannya di situ. setelah itu,
dengan wajah berseri-seri Tan Giok Cu mendekati kuil itu.
"Paman" tanyanya kepada seorang lelaki tua.
"Kenapa begitu ramai di dalam kuil?" Lelaki tua itu
menoleh, seketika juga ia terbelalak dengan mulut ternganga
lebar. "Haaah" Nona...."
"Paman" Tan Giok Cu tersenyum geli ketika menyaksikan
tingkah laku lelaki tua itu.
"Beritahukanlah Jangan seperti orang linglung"
"Aduuuh Nona, aku kira engkau adalah bidadari yang baru
turun dari kahyangan, maka aku jadi linglung," sahut lelaki tua
itu sambil tertawa, kemudian memberitahukan.
" Hakim souw sekeluarga sedang sembahyang di dalam kuit
ini, maka dijaga ketat oleh para pengawalnya."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Tapi kenapa para penduduk berkumpul di luar kuil, mereka
ingin menonton apa?"
"Nona" Lelaki tua itu menatapnya dengan mata tak
berkedip- "Engkau bukan penduduk kota ini?"
"Bukan. Aku baru tiba di kota ini."
"Pantas engkau tidak tahu" Lelaki tua itu manggutmanggut.
"para penduduk kota ingin menyaksikan putri hakim souw
dari dekat." "Lho?" Tan Giok Cu heran.
"Kenapa para penduduk kota ingin menyaksikan putri
hakim -Souw?" "Karena...." lelaki itu tersenyum.
"Nona souw cantik sekali, maka penduduk kota ini ingin
menyaksikannya." "oh?" Tan Giok Cu tertarik-
"Tapi-.," Lanjut lelaki tua itu.
"Nona souw masih kalah cantik dibandingkan dengan
NcJna." "Ahi masa?" Tan Giok Cu tersenyum.
"Paman tahu nama Nona souw itu?"
"Dia bernama souw Lan Ling, usianya sekitar tujuh belas
tahun." Lelaki tua itu memberitahukan.
Percakapan mereka terdengar oleh beberapa orang yang
berdiri tak jauh dari situ Mereka menoleh dan. seketika juga
terbelalak- "Wuah" terdengar seruan tak tertahan.
"Bukan main cantiknya nona itu, wajahnya putih mulus
bagaikan salju" "jangan-jangan dia adalah bidadari yang baru turun dari
kahyangan...." "Mungkin gadis itu cucu Dewa Keberuntungan, turun dari
langit, ingin memberi keberuntungan kepada Hakim souw
sekeluarga." "Eh" Apakah Dewa Hok Tek Cin sin punya cucu" Engkau
jangan omong ngawur lho Mulutmu bisa bengkak karena usil."
"Lihat tuh" bisik salah seorang,
"gadis itu melangkah maju, kelihatannya ingin masuk ke
dalam. Mari kita berijalan kepadanya"
Mereka segera minggir. sudah barang tentu menyenggol
orang lain yang sedang menyaksikan kecantikan souw Lan
Ling, yang duduk bersama ke dua orang tuanya di pekarangan
kuil. "Hei" bentak orang yang kena senggol.
"Jangan terus mendesak, kami tidak bisa maju lagi"
"Bung Lihatlah gadis yang ingin masuk itu, bukankah lebih
cantik dari Nona souw?"
orang-orang yang tersenggol itu langsung memandang ke
arah Tan Giok Cu, dan kemudian terbelalak sambil bergumam.
"Bidadari baru turun dari kahyangan...."
sementara itu, souw Lan Ling merasa bangga sekali, karena
dirinya menjadi pusat perhatian para penduduk- Akan tetapi,
mendadak para penduduk itu telah berpaling ke belakang.
Tentunya membuat gadis itu terheran-heran, maka ia pun
memandang ke arah pintu kuil. Dilihatnya seorang gadis yang
amat cantik sedang berjalan ke dalam, namun ditahan oleh
para pengawal yang menjaga di situ.
"Nona...." Pengawal itu terbelalak ketika menyaksikan
kecantikan Tan Giok Cu. "Nona...." "Paman, aku ingin ke dalam, tapi kenapa ditahan sih?"
tanya gadis itu dengan suara merdu.
"Maaf nona" ucap pengawal itu-
"Junjungan kami. Hakim souw sedang berada di dalam kuil,
maka kami menjaga di sini melarang siapa pun yang ingin
masuk-" "Aku ingin melihat-lihat ke dalam, Paman. ijinkanlah aku
masuk" ujar Tan Giok Cu. Pengawal tersebut menggelengkan
kepala. Souw Lan Ling yang menyaksikan itu, segera berkata
kepada Hakim souw dengan suara rendah.
"Ayah, gadis itu ingin masuk, tapi ditahan oleh kepala
pengawal. Ayah, perbolehkanlah dia masuk."
Hakim souw memandang ke arah pintu kuil, dan kagum
sekali akan kecantikan gadis itu.
"Biarkan gadis itu masuk" ujarnya perlahan.
"Biarkan gadis itu masuk" sambung pengawal yang berdiri
di situ dengan suara keras. Kepala pengawal mendengar suara
seruan itu, langsung mempersilakan Tan Giok Cu masuk.
"Terima kasih," ucap gadis itu sambil tersenyum sekaligus
melangkah ke dalam dengan wajah berseri-seri.
Langkahnya lemah gemulai dan kelihatan begitu cantik.
Maka tidak heran kalau souw Lan Ling memandangnya
dengan mata tak berkedip, sebab cara jalannya bagaikan sang
bidadari yang turun dari kahyangan.
"Adik kecil" seru souw Lan Ling memanggilnya.
"Kemarilah" " Kakak memanggilku?" tanya Tan Giok Cu.
"ya." souw Lan Ling mengangguk, Tan Giok Cu
menghampiri mereka, lalu memberi hormat.
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gembira,
"gadis cantik, siapa engkau dan dari mana?"
"Namaku Tan Giok Cu,"jawab gadis itu memberitahukan.
"Aku dari desa Hok An."
"oooh" Hakim souw manggut-manggut
"gadis cantik, silakan duduk"
"Terima kasih-" Tan Giok Cu duduk di sebelah souw Lan
Ling.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik kecil" ujar souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Engkau cantik sekali."
"Kakak pun cantik sekali" sahut Tan Giok Cu.
"Para penduduk kota ini ingin menyaksikan kecantikan
Kakak-" "Tapi kini pandangan mereka beralih kepadamu-" souw Lan
Ling tersenyum. "oh ya, berapa usiamu sekarang?"
"Lima belas tahun," sahut Tan Giok Cu dan bertanya,
"Nama Kakak?" "Namaku Lan Ling, tujuh belas tahun." souw Lan Ling
menatapnya. "Adik Giok Cu, di punggungmu bergantung sebilah pedang,
apakah engkau gadis rimba persilatan?"
"Sebetulnya aku bukan gadis rimba persilatan, hanya
sedang melakukan perjalanan menuju gunung Bu Tong."
"oooh" souw Lan Ling manggut-manggut.
"Tapi aku yakin engkau mahir ilmu pedang, ya, kan?"
"Kira-kira begitulah" sahut Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Adik Giok Cu" souw Lan Ling menatapnya seraya berkata-
"Maukah engkau bersilat pedang sebentar?"
"Tidak-" Tan Giok Cu menggelengkan kepala-
"Aku tidak mau-"
"Kenapa?" souw Lan Ling heran.
"Kalau aku bersilat pedang di sini, berarti aku sok pamer
kepandaianku," sahut Tan Giok Cu.
"Maka aku tidak mau- Kakak Lan Ling jangan gusar lho"
"Bagaimana mungkin aku gusar?" souw Lan Ling
tersenyum. "Aku sungguh girang bertemu denganmu."
"ohi ya?" Tan Giok Cu tertawa kecil.
" Aku pun girang sekali bertemu Kakak, Paman dan Bibi."
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak-
"Bagus, bagus Engkau memang merupakan gadis polos-
Nah, alangkah baiknya engkau bermain silat pedang sebentar
untuk kami." "Maaf, Paman Aku tidak mau, Mohon jangan mendesakku"
tolak Tan Giok Cu. "gadis cantik-..." Hakim souw tampak kecewa-
"suamiku," ujar Nyonya souw bernada menegurnya-
"Lan Ling ingin belajar ilmu silat, tapi engkau melarangnya,
sekarang malah menyuruh gadis itu bersilat pedang, dasar...."
"isteriku" Hakim souw tersenyum. Tidak baik anak gadis
belajar ilmu silat, sebab akan berubah kasar."
"Itu tidak mungkin," sela Tan Giok Cu.
"Hampir enam tahun aku belajar ilmu silat, buktinya aku
tidak berubah kasar."
"Tuh ya, kan?" ujar Nyonya souw sambil memandang Tan
Giok Cu. "Malah tampak begitu halus dan gerak-geriknya bagaikan
bidadari yang baru turun dari kahyangan."
"isteriku, anak gadis harus memegang jarum, bukan
memegang pedang," ujar Hakim souw.
"Paman" Tan Giok Cu tersenyum.
"Ibu bisa memegang jarum dan memegang pedang,
bahkan juga bisa memegang buku. Artinya bisa membaca dan
menulis." "gadis cantik,.-" hakim Souw tertegun. "Tapi Lan Ling tidak
berbakat untuk belajar ilmu silat-"
"Menurutku- - " Tan Giok Cu menatap souw Lan Ling
dengan penuh perhatian. " Kakak Lan Ling justru berbakat untuk belajar ilmu silat.
Aku yakin secara diam-diam dia belajar sendiri"
"oh?" Hakim souw melotot.
"Lan Ling &ngkau belajar ilmu silat secara diam-diam?"
"Ayah" souw Lan Ling tersenyum.
"Aku cuma meng-gerak-gerakkan sepasang tanganku, itu
ada baiknya untuk kesehatan."
"oooh" Hakim souw menarik nafas lega.
"Aku kira engkau punya guru."
Mendadak tampak beberapa buah benda bergemerlapan
meluncur cepat ke arah Hakim souw, yang ternyata adalah
beberapa buah senjata rahasia. Di saat bersamaan, Tan Giok
Cu menggerakkan tangannya, dan beberapa buah senjata
rahasia itu dapat ditangkapnya, gadis itu masih belum
berpengalaman karena langsung menangkap senjata-senjata
rahasia itu. seandainya senjata-senjata rahasia itu beracun,
bukankah gadis itu akan celaka"
Di saat itulah melayang turun tiga orang. Para pengawal
langsung menyerang mereka, akan tetapi belasan jurus
kemudian, para pengawal itu sudah roboh terkapar, begitu
pula kepala pengawal. "Hah?" Wajah Hakim souw berubah pucat pias.
" Celaka..." "Jangan khawatir, Paman" Tan Giok Cu tersenyum sambit
menghunus pedang pusaka Pek Kong Kiam (Pedang Gadis
Putih) pemberian gurunya- la lalu melesat ke arah tiga orang
itu yang berpakaian serba putih, dan di bagian dada terdapat
sulaman gambar seekor naga hitam.
"Nona, siapa engkau?" bentak salah seorang dari mereka.
"Kenapa engkau mencampuri urusan kami?"
"Kalian siapa?" Tan Giok Cu balik bertanya.
"Kenapa ingin membunuh Hakim souw?"
"Nona" orang itu mengerutkan kening.
"Kami ke mari memang ingin membunuh hakim keparat itu
Lebih baik Nona jangan turut campur"
"Aku justru mau turut campur, kalian mau apa?" tantang
Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Nona" orang yang berhidung agak besar meng-gelenggelengkan
kepala. "Terus terang, kami merasa tidak tegg melukaimu"
"Hidung besar" sahut Tan Giok Cu.
"Lebih baik kalian segera enyah, kalau aku marah,
celakalah kalian bertiga"
"Nona" Wajah orang berhidung besar tampak gusar.
"Engkau memang cari penyakit"
"Jadi - " Tan Giok Cu menatap mereka dengan tajam.
"Kalian bertiga tidak mau enyah?"
"Hm" dengus si Hidung Besar-
"Nona, kami terpaksa harus menangkapmu, setelah itu
barulah kami membunuh Hakim souw"
"Oh?" Tan Giok Cu menatap mereka satu persatu.
Dilihatnya mereka bersenjata pedang.
"Bagus Mari kita bertarung dengan pedang"
"Mari kita serang dia" seru si Hidung Besar.
Mereka bertiga langsung menyerang Tan Giok Cu. Tiga
orang itu memang mahir sekali bersilat pedang, namun yang
mereka hadapi adalah murid Yo sian sian dari Kuburan Tua.
Betapa lihaynya ilmu pedang gadis itu. Maka belum sampai
dua puluh jurus mereka bertarung, salah seorang teman si
Hidung Besar telah roboh dengan bahu tertusuk pedang Tan
Giok cu. Betapa terkejutnya si Hidung Besar dan seorang temannya
itu- Kemudian mereka saling memberi isyarat dan mendadak
tangan mereka bergerak-ser ser ser seeerrr Beberapa buah
senjata rahasia meluncur ke arah Tan Giok Cugadis
itu tersenyum dingin sambil mencelat ke atas,
sehingga beberapa buah senjata itu lewat di bawah kakinyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aaarrhhh"-" terdengar suara jeritan yang menyayat hati-
Ternyata senjata-senjata itu menembus dada orang yang
terluka itu- Kebetulan ia berada dibelakang Tan Giok Cu dan
berusaha bangkit berdiri, maka orang itulah menjadi korban
senjata-senjata rahasia tersebut- orang itu roboh binasa dan
luka di dadanya masih mengucurkan darah seaar.
Betapa terkejutnya ke dua orang itu. sebelum sepasang
kaki Tan Giok Cu hinggap di tanah, ke dua orang itu sudah
kabur terbirit-birit. setelah sepasang kakinya hinggap di tanah, gadis itu tidak
mengejar ke dua lawannya melainkan dengan tenang sekali
menyarungkan pedangnya. "Giok Cu" ujar Hakim souw ketika gadis itu kembali ke
tempat duduk- "Engkau telah menyelamatkan nyawaku, Mari ikut ke
rumah kami, agar kita dapat bercakap-cakap lebih leluasa"
"Maaf Paman" Tan Giok Cu menggelengkan kepala-
"Aku hendak melanjutkan perjalananku, sebab aku harus
cepat-cepat sampai di tempat tujuan."
"Adik Giok Cu" Souw Lan Ling tersenyum.
"Mari ikut ke rumah kami, aku... aku kagum sekali
kepadamu." Tapi...."
"Aku telah menganggapmu sebagai adik, maka engkau
jangan mengecewakan aku," desak souw Lan Ling.
"Giok Cu," bujuk Nyonya souw. "Aku mohon engkau sudi
ikut ke rumah kami, sebab kemungkinan besar para penjahat
itu akan ke rumah kami mencoba membunuh suamiku-"
"Aku. - " Akhirnya Tan Giok Cu mengangguk,
"Baiklahi Tapi kudaku-..."
"jangan khawatir." Hakim souw tersenyum.
"Akan kusuruh salah seorang pengawalku membawa
kudamu ke rumahku." Hakim souw sekeluarga duduk di ruang depan. Tan Giok Cu
duduk di hadapan mereka sambil mengagumi keindahan
ruang itu, sedangkan souw Lan Ling terus menatapnya
dengan mata tak berkedip.
"Eh?" Tan Giok Cu tercengang.
"Kenapa Kakak menatapku dengan cara begitu" Apakah
wajahku tumbuh bulu seperti monyet?"
"Adik Giok Cu" sahut Souw Lan Ling.
"engkau selain cantik juga berkepandaian tinggi, aku ingin
sekali berguru kepadamu."
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa geli-
"Bagaimana mungkin aku menjadi gurumu" Aku lebih kecil
lho Lagipula aku tidak punya waktu untuk mengajarmu."
"Usia tidak menjadi masalah, yang penting engkau sudi
menjadi guruku," sahut souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak:
" Giok Cu, kalau engkau bersedia menjadi guru Lan Ling,
aku tidak akan melarang lagi Lan Ling belajar ilmu silat."
"Betulkah itu. Ayah?" souw Lan Ling tampak girang sekali.
"Betul." Hakim souw manggut-manggut.
"Adik Giok Cu-" souw Lan Ling menatapnya dengan penuh
harap. Akan tetapi Tan Giok Cu justru menggeleng-gelengkan
kepala. "Kakak Lan Ling, aku tidak punya waktu," sahutnya dan
menambahkan, "Aku harus segera berangkat ke gunung Bu Tong."
"Adik Giok Cu, engkau murid Bu Tong pay?" tanya souw
Lan Ling. "Bukan," jawab Tan Giok Cu jujur.
"Aku ke gunung Bu Tong untuk mencari seseorang."
"Siapa orang itu?" tanya souw Lan Ling lagi.
"Dia adalah teman baikku, sudah hampir enam tahun kami
tidak bertemu. Dia ke rumahku tapi aku belum pulang dari
tempat guruku. Aku pulang dia justru sudah berangkat ke
gunung Bu Tong." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Dia bernama Thio Han Liong, tapi aku panggil dia Kakak
tampan." "oh?" souw Lan Ling tersenyum.
"Dia adalah pemuda tampan?"
"Ketika masih kecil, dia tampan sekali. Maka aku
memanggilnya Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Dia memanggilku adik manis."
"Bukan main" souw Lan Ling tertawa geli-
"Tak disangka engkau sudah punya kekasih"
"Kakak jangan menggodaku"
" Kalau engkau tidak mengajarku ilmu silat, aku pasti terusmenerus
menggodamu-" "Kakak- - " Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak punya waktu untuk mengajarmu."
"Cukup beberapa hari saja," ujar souw Lan Ling.
"engkau memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu
pedang, aku akan belajar sendiri"
"Baiklahi" Tan Giok Cu mengangguk,
"Terima kasih, Adik Giok Cu" ucap souw Lan Ling dan
menambahkan, "Mulai malam ini aku minta petunjuk-"
"Baik." Tan Giok Cu tersenyum, kemudian memandang
Hakim souw seraya bertanya,
"Paman kenal para penjahat itu?"
"Aaah - " Hakim souw menghela nafas panjang.
"Mereka adalah para anggota Hek Liong Pang yang selalu
berlaku sewenang-wenang, suatu hari, kepala pengawal-ku
menangkap seorang penjahat yang memperkosa seorang
gadis- Aku menjatuhkan hukuman mati kepada penjahat itu,
tak disangka penjahat itu adalah anggota Hek Liong Pang."
"Kalau begitu Hek liong Pang merupakan perkumpulan para
penjahat?" tanya Tan Giok Cu.
"Kira-kira begitulah" sahut Hakim souw.
"Aku kurang jelas tentang perkumpulan itu. oh ya, aku
yakin engkau sudah lapar, Mari kita makan dulu"
"Terima kasih,Paman" Tan Giok Cu tersenyum,
"Aku memang sudah lapar sekali, perutku sudah berbunyi
dari tadi." "Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak,
"Ha ha ha..." Malam harinya, souw Lan Ling dan Tan Giok Cu duduk di
pekarangan rumah- Tan Giok Cu terus memandangnya
dengan mata tak berkedip, membuat souw Lan Ling terheranheran.
"Adik Giok Cu, kenapa engkau memandangku dengan cara
begitu?" tanya souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Apakah kepalaku tumbuh tanduk?"
"Kakak Lan Ling," sahut Tan Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau membohongi ayahmu kan?"
"Maksudmu?" "Sudah lama engkau belajar ilmu silat secara diam-diam,
namun engkau bilang tidak punya guru ketika ayahmu
bertanya- Nah, bukankah engkau sudah membohongi
ayahmu?"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku terpaksa-" souw Lan Ling menghela nafas panjang,
"sebab ayahku melarangku belajar ilmu silat, maka aku
harus mengelabui nya."
"Aku lihat kepandaianmu cukup tinggi, maka tak usah aku
memberimu petunjuk lagi."
"Terus terang, kepandaianku masih rendah-" souw Lan Ling
menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena selama ini aku berlatih secara diam-diam, jadi tidak
mengalami kemajuan pesat-"
"Kakak Lan Ling, bolehkah aku tahu siapa gurumu?"
"Aku akan memberitahukan, tapi engkau harus memberi
petunjuk kepadaku-" "Baik." "guruku adalah seorang pengemis tua-"
"Seorang pengemis tua" Apakah beliau adalah anggota Kay
Pang?" "Bukan." souw Lan Ling tersenyum,
"guruku bukan anggota Kay Pang, hanya saja pakaiannya
compang-camping mirip seorang pengemis."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Apa yang diajarkannya kepadamu?"
"Ilmu pukulan dan ilmu pedang. Maka aku tertarik sekali
kepada ilmu pedangmu," ujar souw Lan Ling.
"gerakan ilmu pedangmu begitu lemas, namun sungguh
hebat dan lihay. Adik Giok Cu, ilmu pedang apa itu?"
"Itu adalah ilmu Giok Li Kiam Hoat"
"Adik Giok Cu" souw Lan Ling menatapnya dengan penuh
harap. "Bolehkah engkau mengajarku beberapa jurus ilmu pedang
itu?" "Kakak Lan Ling...." Tan Giok Cu mengerutkan kening.
"Itu adalah ilmu pedang perguruanku, aku tidak boleh
mengajarkannya kepada orang lain."
"Adik Giok Cu...." souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"oh ya" Tan Giok Cu teringat sesuatu.
"Aku akan mengajarmu beberapa jurus ilmu pedang lain,
tapi juga sangat lihay sekali."
"oh?" Wajah souw Lan Ling langsung berseri.
"Terima kasih, Adik Giok Cu."
Tan Giok Cu mulai mengajar souw Lan Ling beberapa jurus
ilmu pedang itu. Ternyata ia belajar dari Thio Han Liong ketika
masih kecil. Beberapa malam kemudian, souw Lan Ling sudah berhasil
menguasai ilmu pedang itu. Dapat dibayangkan, betapa
girangnya souw Lan Ling. Di saat itulah mendadak kening Tan
Giok Cu berkerut, lalu memandang ke arah pohon seraya
berseru. "siapa yang bersembunyi di situ" Ayoh, cepat keluar"
souw Lan Ling terkejut, sebab ia tidak mendengar suara
apa pun, dan segeralah ia memandang ke arah pohon itu.
"Ha ha ha ha" Terdengar suara tawa gelak-
"gadis kecil, pendengaranmu sungguh tajam"
"Guru" panggil souw Lan Ling dengan wajah berseriTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Guru...." Tampak sosok bayangan melayang turun di hadapan
merekai, yang ternyata seorang pengemis tua-
"gadis kecil - ," Pengemis tua itu menatap Tan Giok Cu
dengan mata tak berkedip-
"Engkau masih kecil, tapi pendengaranmu begitu tajam,
sungguh luar biasa sekali"
"Paman tua" Tan Giok Cu cemberut-
"Aku bukan gadis kecil, usiaku sudah lima belas tahun lho"
"Walau engkau sudah berusia lima belas tahun, namun
engkau tetap gadis kecil. Ha ha ha..." Pengemis tua itu
tertawa. "Dasar sudah tua jadi pikun" Tan Giok Cu bersungutsungut.
"Ha ha Aku belum pikun," sahut pengemis tua itu-
"Lan Ling, kebetulan aku lewat di kota ini, maka aku
mampir menengokmu- Tak disangka engkau sedang berlatih
ilmu pedang di sini. oh ya, siapa gadis besar itu?" "gadis
besar?" souw Lan Ling tertegun,
"Dipanggil gadis kecil dia tidak mau, maka aku
memanggilnya gadis besar saja," ujar pengemis tua itu sambil
menyengir ke arah Tan Giok Cu.
"Dia bernama Tan Giok Cu." souw Lan Ling
memberitahukan. "Dia yang menyelamatkan nyawa ayahku - ."
Kemudian souw Lan Ling menutur mengenai kejadian di
kuil Hok Tek Cin sin. Pengemis tua itu mendengarkan dengan
mata terbelalak dan bertanya, "siapa ke tiga penjahat itu?"
"Mereka adalah anggota Hek Liong Pang."
"Aaah - " Pengemis tua itu menghela nafas panjang.
"Ayahmu menghukum mati penjahat itu, tak disangka
adalah anggota Hek Liong Pang dan kini menjadi masalah-"
"Ayahku adalah seorang hakim yang sangat membenci
kejahatan, tentunya menjatuhkan hukuman mati pada
penjahat itu," sahut souw Lan Ling dan menambahkan.
"oh ya, ayahku sudah memperbolehkan aku belajar ilmu
silat." "Ayahmu perbolehkan atau tidak, yang jelas engkau sudah
belajar ilmu silat dariku, oh ya, tadi engkau berlatih ilmu
pedang apa?" "Aku belajar dari Adik Giok Cu-" souw Lan Ling
memberitahukan, lalu mempertunjukkan ilmu pedang
tersebut- " Ha a a h - ?" Mulut pengemis tua itu ternganga lebar.
"Itu adalah ilmu pedang tingkat tinggi, sangat hebat dan
lihay sekali." "oh?" souw Lan Ling bertambah girang mendengar ucapan
itu. "guru tidak berkeberatea aku belajar ilmu pedang ini?"
"Tentu tidak" sahut pengemis tua sambil menatap Tan Giok
Cu. "gadis cantik, siapa yang mengajarmu ilmu pedang itu?"
"Thio Han Liong."
"Locianpwee itu adalah gurumu?"
"Hi hi hi" Mendadak Tan Giok cu tertawa geli-
"Eh?" Pengemis tua tertegun.
"Gadis cantik, kenapa engkau tertawa geli, apa yang
menggelikanmu?" "Thio Han Liong bukan seorang Locianpwee. Ketika
mengajarku ilmu pedang itu, dia baru berusia sepuluh tahun."
Tan Giok Cu memberitahukan.
"Kini dia baru berusia enam belas tahun."
"oh?" Pengemis tua itu terbelalak.
"Sepertinya aku pernah melihat ilmu pedang itu, tapi lupa
di mana aku pernah menyaksikannya."
"Bukankah barusan guru menyaksikan ilmu pedang itu?"
Souw Lan Ling tersenyum, Gadis itu mengira gurunya
bergurau. "Lan Ling" Pengemis tua itu melotot.
"Aku berkata sesungguhnya, bukan sedang bergurau"
"oh" Kalau begitu..." souw Lan Ling menatapnya.
"Cobalah Guru ingat lagi, mungkin bisa ingat"
"Sudah lupa sama sekali." Pengemis tua itu menggelenggelengkan
kepala. "Dasar sudah tua, kalau bukan pikun pasti pelupa."
Tingkah laku pengemis tua itu membuat Tan Giok Cu nyaris
tertawa geli, sedangkan souw Lan Ling meng-gelenggelengkan
kepala. "Gadis cantik" Pengemis tua itu menatapnya.
"Kepandaianmu sangat tinggi, engkau murid siapa?"
"guruku adalah Bibi sian sian."
"siapa Bibi sian sian itu?"
"Bibi sian stan adalah guruku."
"Eeeh?" Pengemis tua itu mencak-mencak-
"gadis cantik, engkau sengaja mempermainkan aku ya?"
"Aku tidak mempermainkan, Paman Tua" sahut Tan Giok
Cu. "guruku memang Bibi sian sian. Bibi sian sian adalah
guruku" "Engkau berasal dari perguruan mana?" tanya pengemis
tua sambil melotot- "Jangan dijawab dengan putar balik lagi.. Awas"
"Perguruan Kuburan Tua-"
"Apa?" Kening pengemis tua itu berkerut-kerut
"gadis cantik, engkau berani mempermainkan orang tua?"
"Di belakang ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup- Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul
lagi di dunia Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"Kuburan Mayat Hidup, - Burung Rajawali dan Pasangan
Pendekar..," gumam pengemis tua itu dengan, air muka
berubah- "Ternyata engkau adalah murid wanita baju kuning itu,
sungguh di luar dugaan"
"Paman tua kenal guruku?" tanya Tan Giok Cu girang.
"Belasan tahun lalu, gurumu yang menyelamatkan Kay
Pang. Kebetulan aku pun berada di tempat itu, maka aku tahu
tentang kejadian itu dan melihat gurumu," sahut pengemis tua
"Kalau begitu..." Tan Giok Cu menatapnya.
"Paman Tua adalah anggota Kay Pang?"
"Dulu aku adalah Tetua Kay Pang, namun kini sudah tidak"
ujar pengemis tua itu. "sebab aku sudah tidak mau pusing akan urusan
perkumpulan lagi, maka mengundurkan diri untuk hidup
bebas." "Kenapa guru tidak mau mengaku kalau Guru anggota Kay
Pang?" tanya souw Lan Ling bernada menegur.
"Aku sudah mengundurkan diri darijabatanku, itu berarti
aku bukan anggota Kay Pang lagi. Mengerti?" sahut pengemis
tua itu melotot, "oooh" souw Lan Ling manggut-manggut.
"Lan Ling Kini sudah waktunya engkau berterus terang
kepada ayahmu- Aku pun ingin bertatap muka dengan ke dua
orang tuamu," ujar pengemis tua itu sungguh-sungguh-
"ya-" souw Lan Ling mengangguk dan bertanya,
"Kapan guru mau bertemu ke dua orang tuaku?"
"Sekarang," sahut pengemis tua itu singkat.
"Sekarang?" souw Lan Ling terbelalak-
"Sudah larut malam begini?"
"Lan Ling" Pengemis tua itu tertawaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagiku tidak ada larut malam. Ayoh cepat antar aku
masuk" "Guru...." souw Lan Ling serba salah-
"Eh?" Pengemis tua itu melotot.
"Engkau berani tidak menurut padaku" Mau jadi murid
murtad?" "guru...." souw Lan Ling menundukkan kepala.
"Kakak Lan Ling, antarlah guru ke dalam" ujar Tan Giok Cu.
"Aku yakin ke dua orang tua mu tidak akan gusar."
"Baiklah" souw Lan Ling mengangguk, lalu mengajak
pengemis tua itu masuk ke rumah-
"silakan duduk guru, aku mau ke dalam membangunkan ke
dua orang tuaku" "Tidak usah" Mendadak terdengar suara sahutan dari dalam, kemudian
berjalan ke luar hakim souw dan isterinya dengan wajah
berseri-seri. "Lan Ling, kami sudah bangun."
(Bersambung keBagian 08) Jilid 8 "Ayah, ibu?" Tertegun Souw Lan Ling.
"Ha ha ha" Hakim Souw tertawa gelak.
"Setiap malam kami mengintip engkau belajar ilmu pedang
pada Giok Cu, malam ini munaul Cianpwee ini yang adalah
gurumu." "Ayah sudah mendengar pembicaraan kami?" tanya Souw
Lan Ling dengan air muka agak berubah.
"ya." Hakim Souw mengangguk.
"Engkau sungguh keterlaluan, sudah punya guru silat tapi
tidak mau beritahukan."
"Kalau aku beritahukan. Ayah pasti marah-marah sih,"
sahut Souw Lan Ling. "Sekarang sudah tidak, karena ayah sudah tahu akan
kegunaan ilmu silat. Engkau memiliki kepandaian tinggi, sudah
barang tentu bisa melindungi ayah."
"Ayah...." Souw Lan Ling girang bukan main.
"Hakim Souw" Pengemis tua itu tertawa. "Kalian bisa
mengintip dari dalam rumah, sedangkan aku bisa mendengar
dari pekarangan, maka tahu akan keberadaan kalian di dalam
rumah. Ha ha ha..." "Pantas Guru ingin ke dalam rumah" ujar Souw Lan Ling.
"Lan Ling" Pengemis tua itu menatapnya.
"Engkau harus ingat satu hal, di saat berlatih atau berada
di mana pun, engkau harus selalu pasang kuping Engkau
harus ingat itu" "Ya, Guru." souw Lan Ling mengangguk.
"Cianpwee" Hakim souw tersenyum. "Bagaimana kalau
malam ini kita bersulang bersama?"
"Ha ha ha" Pengemis tua itu tertawa seraya berkata,
"Itu yang kuharapkan. Cepat ambilkan arak wangi"
Nyonya souw segera ke dalam, tak lama sudah keluar lagi
dengan membawa arak wangi dan dua buah cangkir. Mulailah
pengemis tua itu dan Hakim souw ber-sulang sambil tertawa
gembira, setelah puas bersulang, pengemis itu berpamit
"Guru menginap di sini saja" ujar souw Lan Ling-
"Ha ha" Pengemis tua itu tertawa-
"Guru tidak biasa menginap di rumah mewah, tentunya
engkau tahu itu-" "Tapi - -" souw Lan Ling ingin menahannya, namun
gurunya itu sudah melangkah pergi sambil tertawa-tawa- Pada
waktu bersamaan, Tan Giok Cu berkata kepada Hakim souw-
"Paman, aku akan melanjutkan perjalananku esok pagi-"
"Esok pagi?" Hakim souw menatapnya.
"Kenapa begitu cepat?"
"Paman, waktuku banyak tersita di situ- Maka aku harus
berangkat esok, agar bisa sampai di gunung Bu Tong
selekasnya."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik Giok Cu...." souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"Engkau tidak bisa tinggal di sini beberapa hari lagi?"
"Maaf, Kakak Lan Ling," ucap Tan Giok Cu.
"Aku harus berangkat esok pagi- Tidak bisa ditunda lagi"
"Adik Giok Cu, kapan kita akan berjumpa kembali?" tanya
Souw Lan Ling dengan mata agak basah.
"Kalau aku sudah bertemu Han Liong, aku pasti
mengajaknya ke mari," sahut Tan Giok Cu berjanji-
"Kakak Lan Ling pasti senang bertemu dia-"
"Engkau jangan ingkar janji lho"
"Jangan khawatir Kakak Lan Ling- Aku tidak akan ingkar
janji-" "Terima kasih. Adik Giok Cu" souw Lan Ling menggenggam
tangannya erat-erat- "Mudah-Mudahan kita berjumpa kembali secepatnya"
Tan Giok Cu manggut-manggub Keesokan harinya
berangkatlah gadis itu menuju gunung Bu Tong.
-ooo00000ooo- Bab 15 Mengobati seorang Gadis Dengan Iweekang
setelah meninggalkan Kuil siauw Lim sie, seng Hwi
mengajak Thio Han Liong ke sebuah lembah- Di lembah itu
terdapat sebuah gubuk, yang ternyata tempat tinggal seng
Hwi dan ibunya. seng Hwi mengajak Thio Han Liong ke dalam-
Terlihat seorang wanita tua yang rambutnya sudah putih
semua terbaring di tempat tidur,
"seng Hwi - ." Wanita tua itu menatapnya-
"ibu" seng Hwi mendekatinya-
"Aku sudah pulang-"
"seng Hwi" Wanita tua itu memandang Thio Han Liong- "siapa anak
muda tampan itu?" "Dia kawan baikku, namanya Thio Han Liong," jawab seng
Hwi memberitahukan. "Bibi Tua" panggil Thio Han Liong.
"Ngmm" Wanita tua itu manggut-manggut. kemudian
bangun dan duduk di pinggir tempat tidur,
"seng Hwi, syukurlah engkau sudah punya kawan baik
ibu... ibu turut gembira, oh ya, bagaimana urusanmu dengan
pihak siauw Lim sie?"
"Justru itu aku ingin bertanya kepada ibu, harap ibu
menjawab dengan jujur, jangan membohongiku"
"Engkau mau bertanya apa" Tanyalah"
"ibu" seng Hwi menatap ibunya seraya bertanya,
"sebetulnya ayahku orang baik atau orang jahat?"
"Ayahmu...-" Wanita tua itu tidak melanjutkan ucapannya
melainkan menundukkan kepala.
"Kenapa engkau menanyakan hal itu?"
"sebab - -" seng Hwi memandang Thio Han Liong, rupanya
ia menghendaki pemuda itu yang memberitahukan kepada
ibunya- "Bibi tua," ujar Thio Han Liong membentahukan.
"Namaku Thio Han Liong, ayahku bernama Thio Bu Ki, Cia
sun adalah ayah angkat orangtuaku...."
Kemudian Thio Han Liong menutur tentang urusan seng
Kun dengan Cia sun dan lain sebagainya. Wanita tua itu
mendengarkan dengan wajah murung, seusai Thio Han Liong
menutur, wanita tua itu menghela nafas panjang.
"Aaah - " Wanita tua itu menggeleng-gelengkan kepala,
"seng Hwi, ayahmu memang begitu"
"Ha a a h - ?" wajah Seng Hwi pucat pias.
"Kenapa selama ini ibu membohong iku, tidakmau berterus
terang?" "ibu tidak mau merusak kesan baikmu terhadap ayahmu,
lagipula - ayahmu memang sangat menyayangi-mu. oleh
karena itu..." Wanita itu menghela nafas panjang,
"ibu tidak tega menceritakan tentang semua kejahatan
ayahmu, sebab itu... itu akan menghancurkan hidupmu."
"ibu...." Air mata seng Hwi meleleh.
"Kini hidupku telah hancur, bahkan telah melakukan
perbuatan berdosa. Aku... aku telah banyak membunuh para
Hweeshio siauw Lim Pay. Aaahhh"
"saudara Tua," ujar Thio Han Liong.
"Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng telah
memaafkanmu-" "Tapi-., tapi- - " seng Hwi terisak-isak-
"Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, karena aku telah
membunuh begitu banyak Hweeshio yang tak berdosa-"
"saudara Tua, engkau tahu salah berarti mau bertobat
seperti kakekku itu, maka alangkah baiknya engkau ke siauw
Lim sie untuk memohon pengampunan kepada Kong Bun
Hong Tio-" ujar Thio Han Liong sambil tersenyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saudara kecil," ucap seng Hwi girang.
"Terima kasih atas petunjukmu. Kalau tiada engkau, dosaku
pasti bertambah- Aku telah berhutang budi dan kebaikanmu,
mudah-mudahan aku dapat membalas kelak"
"Jangan berkata begitu, Saudara tua" Thio Han Liong
tersenyum. "Di antara kita tiada hutang budi atau kebaikan."
"saudara kecil...." seng Hwi menatapnya dengan haru.
"Terima kasih-.."
"Han Liong" Wanita tua itu memandangnya dengan mata
basah- "Kami sungguh telah berhutang budi kepadamu"
"Bibi tua jangan berkata begitu Aku dan Saudara tua adalah
kawan baiki tentunya harus tolong menolong," ujar Thio Han
Liong. "Han Liong...." Air mata wanita tua itu mulai meleleh.
"Terima kasih."
"Bibi tua jangan terus mengucapkan terima kasih padaku,
aku jadi malu." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
memandang seng Hwi seraya bertanya,
"Saudara tua, dari mana engkau belajar ilmu pukulan cing
Hwee Ciang yang amat ganas itu?"
"Aku belajar dari sebuah kitab pemberian ayahku." seng
Hwi memberitahukan. "Hampir tiga puluh tahun aku belajar ilmu pukulan itu dan
beberapa bulan lalu kitab itu telah kubakar."
Thio Han Liong manggut-manggut.
"saudara tua, aku mau pamit."
"Mau berangkat sekarang?"
"ya." "Tidak bisa" seng Hwi menggelengkan kepala.
"Biar bagaimanapun engkau harus tinggal di sini beberapa
hari" "Itu...." "jangan menolak"
"Tapi-" "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di
sini beberapa hari" Thio Han Liong berpikir, lama sekali barulah mengangguk-
Itu sangat menggirangkan Seng Hwi.
"saudara kecil, terima kasih," ucapnya dengan wajah
berseri. Thio Han Liong tinggal di gubuk itu. Beberapa hari
kemudian barulah berpamitan kepada seng Hwi dan wanita
tua itu Kini ia melakukan perjalanan ke arah timur menuju
desa Hok An, tempat tinggal Tan Giok Cu.
-ooo00000ooo- Dua hari kemudian, Thio Han Liong telah tiba di sebuah
kota. la mampir di sebuah rumah makan lalu memesan
beberapa macam hidangan kepada pelayan.
Ketika ia mulai bersantap, beberapa tamu yang duduk di
sebelahnya mulai bercakap-cakap dengan wajah serius.
"Aaaah" salah seorang tamu menghela nafas panjang. Tak
disangka kota kita ini dilanda suatu bencana, khususnya bagi
keluarga yang punya anak gadis."
"Memang mengherankan, setiap gadis pasti jatuh sakit,
kemudian berubah gila dan bertenaga amat besar, setelah itu
menghilang entah ke mana."
"Untung kita tidak punya anak gadis. Namun aku sangat
prihatin menyaksikan para orangtua yang kehilangan anak
gadisnya." "Aaah - " Tamu itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Hartawan urn yang berhati-bajik serta sering menolong
orang justru tertimpa bencana itu"
"Betul," sambung yang lain.
"Putrinya yang berusia tujuh belasan itu mulai mengidap
penyakit aneh seperti anak gadis lain. Tidak lama lagi putri
hartawan Lim itu pasti gila dan akan hilang seperti anak gadis
lain." "Maaf" Thio Han Liong segera menghampiri mereka.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Paman?"
"Mau bertanya apa. Anak muda?"
"Putri hartawan Lim mengidap penyakit apa?"
"Penyakit aneh," sahut orang itu memberitahukan.
"Badannya panas, mukanya agak kehijau-hijauan dan
terus-menerus mengigau."
"setelah itu, dia akan menjadi gila dan bertenaga besar?"
tanya Thio Han Liong, yang tadi telah mendengar
pembicaraan mereka. "Ya." "Orang itu mengangguk-
"Bahkan kemudian akan hilang begitu saja."
"oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Paman, di mana rumah hartawan itu?"
"Tak jauh dari sini." Orang itu menunjuk ke arah kanan.
"Keluar dari rumah makan ini harus ke kanan, sampai di
prapatan belok ke kiri. Nah, hanya puluhan depa lagi sampai
di rumah hartawan Lim."
"Terima kasih, Paman"ucap Thio Han Liong. Kemudian ia
membayar makanannya, dan meninggalkan rumah makan itu.
la langsung menuju rumah hartawan urn, dan tak seberapa
lama kemudian, sudah tiba di tempat tujuan, sebuah rumah
yang amat megah dan mewah berdiri di situ dan dikelilingi
tembok tinggi- Kebetulan pintu pagar luar tidak ditutup, maka
Thio Han Liong mendorongnya dan sekaligus masuk ke dalam.
Pekarangan rumah itu luas sekali, dihiasi pula dengan
berbagai macam tanaman dan gunung-gunungan serta air
teriun buatan. Perlahan-lahan Thio Han Liong berjalan ke
rumah itu. Tiba-tiba pintu rumah itu terbuka, dan tampak
seorang tabib berjalan ke luar sambil menggeleng-geleng-kan
kepala- "Aaah - " Tabib itu menghela nafas dan bergumam,
"Aku tidak mampu mengobatinya-"
"Tabib," tanya seorang tua berpakaian jongos-
"Apa-kah Nona kami tidak bisa diobati lagi?"
"Sudah puluhan tahun aku menjadi tabib, tapi tidak pernah
menyaksikan penyakit seaneh itu- Aaah - " Tabib itu
menggeleng-gelengkan kepala-
"Mungkin hanya dewa yang dapat mengobatinya-"
Tabib itu melangkah pergi, namun masih sempat melirik
Thio Han Liong, yang berdiri di situ, kemudian terus berjalan
pergi lagi dengan kepala tertunduk-
"Eeeh?" Jongos tua itu terbelalak ketika melihat Thio Han
Liong- "Anak muda, engkau ke mari tidak pada waktunya- saat ini
hartawan Lim sedang dirundung duka, beliau tidak akan
membantumu-" "Paman tua - " Thio Han Liong ingin menjelaskan maksud
tujuan kedatangannya, namun dibatalkannya karena tiba-tiba
berkelebat suatu ingatan lain. Kata orang hartawan Lim
berhati bajik dan suka menolong siapa pun, maka ia ingin
mengujinya. "Aku ingin menemui hartawan Lim."
"Anak muda" Jongos tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Hartawan Lim sedang cemas, bingung dan berduka sekali,
sia-sialah engkau menemuinya untuk minta toiong."
"Paman tua, toiong antar aku menemui beliau" desak Thio
Han Liong. "Anak muda, engkau...." ucapan jongos tua itu terputus,
karena mendadak muncul seorang lelaki berusia lima puluhan,
yang wajahnya tampak diliputi kecemasan dan kegelisahan.
"Ah Liok Ada apa?" tanya lelaki itu
"Tuan besar.... jongos tua itu menundukkan kepala. "Anak
muda ini-..." "Paman" ujar Thio Han Liong cepat.
"Aku... aku sedang dalam perjalanan, tapi kehabisan bekal
dan sekarang aku lapar sekali-"
"Ah Liok, cepat antar dia ke dalam dan berilah makan"
pesan lelaki itu, yang ternyata hartawan Lim.
"Ya, Tuan besar."
Jongos tua itu mengangguk. lalu mengajak Thio Han Liong
masuk- "Anak muda, mari ikut aku ke dalam"
"Terima kasih," ucap Thio Han Liong lalu mengikuti jongos
tua itu ke dalamsedangkan
hartawan Lim masih berdiri di situ sambil
memandang ke langit, kemudian mulutnya berkomat-kamit,
sepertinya sedang berdoa. Thio Han Liong dibawa oleh Ah
Liok ke ruang makan.jongos tua itu segera menyajikan
berbagai macam hidangan, dan setelah itu ia menghela nafas
panjang sambil bergumam. "Tuan besar begitu baik hatinya, namun kini sedang
tertimpa musibah- Lo Thian Ya (Tuhan) sungguh tidak adil"
Thio Han Liong tidak menyahut- la terus makan dan dalam
hatinya sudah mengambil keputusan untuk menoiong putri
hartawan Lim- usai ia bersantap ketika bangkit dari duduknya.
Ah Liok bertanya. "Anak muda, kenapa makanmu hanya sedikit?"
"Paman tua, aku sudah kenyang," sahut Thio Han Liong
sambil tersenyum. Pada saat bersamaan, muncul seorang pelayan wanita
membawa sebuah bungkusan, lalu diberikan kepada Thio Han
Liong. "Ini dari tuan besar, terimalah" katanya.
Thio Han Liong ragu-ragu menerima bungkusan itu, sebab
tidak tahu apa isinya.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bungkusan ini berisi dua puluh tael perak pemberian tuan
besar untuk bekalmu dalam perjalanan." kata wanita itu
memberitahukan. "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "sungguh baik
hati hartawan urn Walau dalam keadaan cemas dan bingung,
beliau masih mau menoiong orang lain. Aku harus menemui
beliau." "sudahlah" tandas jongos tua. "Anak muda, engkau
terimalah pemberian tuan besar itu, lalu lanjutkanlah
perjalananmu, jangan mengganggu tuan besar lagi"
"Paman tua, aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Aku
ingin memeriksa putri hartawan Lim."
"Anak muda" jongos tua itu terbelalak, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Tabib yang berpengalaman puluhan tahun saja tidak
sanggup mengobati nona kami-apalagi engkau. Kata tabib
tadi- kecuali dewa...."
"Paman tua, toiong antar aku menemui hartawan Lim"
desak Thio Han Liong. "sudahlah" Jongos tua itu menggeleng-Gelengkan kepala.
"Jangan membuat tuan besar marah"
"seandainya aku dewa muda?" ujar Thio Han Liong
mendadak sambil tertawa kecil.
"Apa?"Jongos tua itu melotot
"Anak muda, jangan bergurau"
"siapa dewa muda?" Mendadak muncul hartawan Lim. "Eh"
Anak muda, kenapa engkau belum pergi?"
"Tuan besar, dia tidak mau pergi-"Jongos tua
memberitahukan. "Bahkan mengaku dirinya dewa muda"
"Ah Liok" Hartawan urn mengerutkan kening, "usiamu
sudah enam puluh lebih, tapi-..."
"Maaf, Tuan besar"jongos tua itu menundukkan kepala.
"Ah Lioki cepatlah engkau pergi undang tabib lain" ujar
hartawan Lim. "Tuan besar, semua tabib yang terkenal di kota ini sudah
diundang ke mari, tidak ada tabib tain lagi-" sahut jongos tua
itu "Tuan besar, anak muda ini ingin menemui Tuan besar,
katanya mengerti sedikit ilmu pengobatan, maka dia belum
menerima uang pemberian Tuan besar untuk bekalnya dalam
perjalanan." ujar pelayan wanita itu
"oh?" Hartawan Lim menatap Thio Han Liong dalam-dalam.
"Anak muda, siapa engkau?" tanyanya.
"Namaku Thio Han Liong, Paman"
"Engkau belajar ilmu pengobatan dari siapa?"
"Dari ayahku." "Engkau berasal dari mana?"
"Kami tinggal di sebuah pulau di Laut utara." Thio Han
Liong memberitahukan, "sejak kecil aku sudah belajar ilmu pengobatan. Aku dengar
putri Paman sakit, maka aku ke mari dengan alasan minta
bantuan, tapi sesungguhnya aku ingin memeriksa penyakit
putri Paman itu" "Anak muda, engkau" Hartawan Lim agak terbelalak-
"Ternyata engkau menguji hatiku dulu. Bagaimana" Apakah
aku lulus?" "Paman. - " wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Aku dengar Paman berhati bajik dan suka menoiong
sesama. Aku... kurang yakin itu, maka...."
"Maka engkau ke mari untuk menguji hatiku dulu. ya, kan?"
Hartawan Lim menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Anak muda, kami tiga turunan selalu berbuat kebaikan,
namun setiap turunan hanya punya seorang anak. Kini putriku
malah mengidap penyakit aneh yang tiada obatnya, Lo Thian
ya (Tahan) sungguh tidak adil"
"Paman, mudah-mudahan aku sanggup mengobati penyakit
putri Paman itu" ucap Thio Han Liong.
"Engkau masih kecil...." Hartawan Lim menghela nafas
panjang, "sudahlah Engkau boleh pergi"
"Paman. - " "Tuan besar," ujar pelayan wanita yang masih memegang
bungkusan itu "Anak muda ini telah menguji hati Tuan besar, bagaimana
giliran Tuan besar menguji ilmu pengobatannya" siapa tahu
justru dia yang mampu mengobati Nona."
"Itu - " Hartawan Lim masih tampak ragu.
"Tuan besar,!." sela jongos tua itu "Tadi Tuan besar
menyuruh aku pergi mengundang tabib lain. Kini sudah ada
tabib kecil berdiri di sini, kenapa Tuan besar tidak
menyuruhnya memeriksa penyakit Nona?"
"Dasar kalian berdua sudah tua"
"Paman" Mendadak badan Thio Han Liong bergerak cepat
dan dalam sekejap ia sudah menghilang.
"Eeeh?" Jongos tua menengok ke sana ke mari. "Hilang ke
mana anak muda itu" Kok bisa hilang mendadak" Janganjangan
dia siluman?" "Paman tua, aku bukan siluman, melainkan dewa muda
yang main ke mari" terdengar suara sahutan nyaring, namun tidak kelihatan
orangnya. Ternyata tadi Thio Han Liong menggunakan ilmu
ginkang melesat ke belakang gorden, sekarang menyahut
mengeluarkan Iweekang maka suaranya bergema dan
terdengar begitu nyaring.
"Dewa muda Toiong perlihatkan dirimu dan cepatlah toiong
nona kami yang sudah sekarat" ucap jongos tua itu.
"Dewa muda" sambung pelayan wanita-
"Jangan marah kepada Tuan besar kami- sebab Tuan besar
kami dalam keadaan bingung, cemas dan duka"
"Ht hi hi" Thio Han Liong tertawa geli- kemudian mendadak
Dendam Perempuan Sepi 1 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bara Naga 14
Lhama...." Thio Han Liong menjelaskan.
"Ayah tidak sanggup melawan mereka, maka menyuruh
Han Liong mohon petunjuk sucouw."
"Luar biasa sekali- ujar Thio Sam Hong sambil menggeleng-
Gelengkan kepala, "itu adalah Ie Kang Tai Tik (Memindahkan Lweekang
Menggempur Musuh)- ilmu tersebut sudah lama lenyap ini
rimba persilatan, tak disangka para Dhalai Lhama Tibet
memiliki ilmu itu" "Guru," tanya jie Lian Ciu.
"Adakah cara memecahkan ilmu itu?"
"Tidak ada-" Thio sam Hong menghela nafas panjang,
kemudian bertanya kepada Thio Han Liong.
"apa Dhalai Lhama itu berjumlah sembilan orang?"
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.
"Kalau begitu, mereka pasti mengerti formasi Kiu Kiong, Pat
Kwa dan Ngo Heng." Thio sam Hong menggeleng-telengkan kepala.
"Pantas Bu Ki tidak sanggup melawan mereka. Kalau
begitu, tiada seorang jagoan pun di Tionggoan sanggup
melawan para Dhalai Lhama itu"
"Guru," tanya Jie Lian ciu.
"Apakah tiada cara sama sekali untuk memecahkan ilmu
istimewa itu?" "Tentu ada. Hanya saja guru belum memikirkannya."jawab
Thio sam Hong dengan kening berkerut-kerut.
"Coba kalian bayangkan, betapa dahsyatnya Iweekang
gabungan para Dhalai Lhama itu. siapa yang sanggup
menyambut pukulannya?"
"Guru...."Jie Lian Ciu ingin menanyakan sesuatu,. tapi
kemudian dibatalkannya dan dia hanya menggelenggelengkan
kepala. "Han Liong" Thio sam Hong menatapnya seraya bertanya.
"Apakah engkau sudah menguasai semua ilmu ayahmu?"
"sudah, sucouw," Thio Han Liong mengangguk-
"Hanya saia Iweekangku masih dangkal."
"Hmmmm" Thio sam Hong manggut-mangguh
" Kalau begitu, engkau masih harus berlatih di sini, sucouw
akan memberi petunjuk kepadamu."
"Terima kasih, sucouw," ucap Thio Han Liong girang.
"sekarang kalian boleh keluar dulu," ujar Thio sam Hong
sambil memejamkan matanya.lie Lian Ciu dan lainnya segera
keluar, lalu kembali ke ruang depan.
"Han Liong, mungkin tidak lama lagi engkau akan
berkecimpung ke dalam rimba persilatan. Maka aku harus
menceritakan tentang situasi rimba persilatan sekarang" kata
Jie Lian ciu. "Kakek Jie" Thio Han Liong memberitahukan.
"Aku pernah berkelana...."
Thio Han Liong menutur tentang dirinya ditangkap oleh
para Dhalai Lhama, cara bagaimana meloloskan diri dan lain
sebadainya. Jie Lian Ciu manggut-manggut sambil tersenyum.
"Han Liong, itu merupakan pengalaman yang amat
berharga bagimu-" lalu ia menceritakan tentang situasi kondisi
persilatan sekarang, juga mengenai kemunculan empat jago
dan pembunuh misterius lalu menambahkan dengan wajah
serius "-- belum lama ini justru muncul lagi sebuah perkumpulan
misterius-" "oh?" Thio Han Liong tertegun,
"perkumpulan apa itu?" tanyanya-
"Hek liong pang (Perkumpulan Naga Hitam)." Jie Lian ciu
memberitahukan. "Kemunculan Hek liong pang telah menggemparkan rimba
persilatan, sebab ketuanya berkepandaian sangat tinggi sekali-
Tiada seorang pun tahu siapa ketua Hek liong pang itu,
bahkan belum lama ini ketua Hek liong pang itu telah
mengalahkan beberapa ketua partai besar, sasaran berikutnya
mungkin Partai Siauw Lim, maka guru mengutus In Lie Heng
ke Siauw lim sie-" "KakekJie, ketua Hek liong pang itu lelaki atau wanita?"
tanya Thio Han Liong. "Wanita," sahut jie Lian Ciu.
"Berusia lima puluhan, tapi masih tampak cantik. Hek liong
pang itu sudah berkembang pesat dan sering membunuh
kaum rimba persilatan goiongan putih."
song Wan Kiauw menghela nafas panjang. "Tak disangka
kini rimba persilatan berubah kacau tidak karuan"
"Han Liong." pesan jie Lian ciu.
"Kalau engkau sudah berkecimpung dalam rimba persilatan,
harus ber-hati-hati-"
"Ya, Kakek Jie." Thio Han Liong mengangguk.
Keesokan harinya, Thio sam Hong mulai memberi petunjuk
kepada Thio Han Liong mengenai ilmu silat dan lain
sebagainya, terutama mengenai ilmu Iweekang.
Di dalam sebuah kuburan tua yang amat besar, tampak
Tan Giok Cu dan Yo Sian Sian duduk berhadapan. Kini gadis
itu telah remaja, berusia lima belasan. Parasnya cantik luar
biasa dan putih bagaikan salju.
"Giok Cu" Yo sian sian menatapnya sambil tersenyum
lembut, "sudah lima tahun lebih engkau berada di sini dan kini
engkau sudah berhasil menguasai ilmuku."
"semua itu adalah atas gemblengan Guru," ujar Tan Giok
Cu sambil tersenyum-senyum.
"selama ini. Guru sangat baik sekali padaku."
"Giok Cu" Yo Sian Sian tersenyum lembut.
"Engkau adalah muridku, tentunya aku harus baik dan
menyayangimu." "Guru...." Tan Giok Cu menatapnya, kemudian
menundukkan kepala. "Aku tahu." Yo Sian Sian manggut-manggut.
"Engkau rindu sekali kepada Thio Han Liong kan?"
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk.
"Giok Cu" Yo Sian Sian menatapnya dalam-dalam seraya
berkata. "Hari ini engkau boleh pulang ke rumahmu, tapi
sebelumnya aku harus menceritakan tentang rimba persilatan
kepadamu, itu agar engkau tahu."
"Guru...." Tan Giok Cu tertegun, "hari ini aku boleh
pulang?" "ya-" Yo sian Sian mengangguk. kemudian menceritakan
tentang rimba persilatan dan lain sebagainya.
"..... si Mo (iblis DariBarat) amat jahat dan licik, maka kalau
bertemu dia, engkau harus berhati hati"
"Ya, Guru." "Giok Cu...." Mendadak Yo sian sian menghela nafas
panjang, "sebetulnya peraturan KouwBok Pay (Partai Kuburan Tua)
sangat ketat sekali. Anak maupun murid dilarang
meninggalkan kuburan tua ini, kecuali ada urusan penting."
"oh?" "Tapi sejak murid ayahku diusir, maka ayahku menghapus
peraturan tersebut."
"Kalau begitu, aku masih punya seorang bibi guru?"
"Betul." Yo sian Sian mengangguk-
"Bibi gurumu bernama Kwee In Loan, kini sudah berusia
lima puluhan." "Guru, kenapa bibi guru diusir?"
"Karena dia sangat jahat, lagtpula sering meninggalkan
kuburan tua ini secara diam-diam maka ayahku mengusirnya,
sebetulnya ayahku sangat menyayanginya, namun
kelakuannya...." Yo Sian sian menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketika dia diusir, dia pun mencuri sebuah kitab salinan Kiu
Im Cin Keng." "Kitab salinan Kiu Im Cin Keng?"
"ya- Itu adalah kitab salinan peninggalan kakek moyangku,
sin Tiauw Tayhiap Yo Ko-"
"Kalau begitu kepandaian bibi guru...."
"Aku yakin kepandaiannya sudah tinggi sekali- sebab
hingga kini sudah dua puluh lima tahun tiada kabar beritanya,
mungkin dia bersembunyi di suatu tempat untuk mempelajari
Kiu Im Cin Keng itu"
"Guru-..." Tan Giok Cu menatapnya seraya bertanya-
"Kenapa Guru tidak mau menikah?"
"Kini usiaku sudah empat puluh lebih, tentunya tidak akan
menikah lagi-" sahut Yo Sian Sian sambil tersenyum getir,
"sudah tua, lagi pula aku tidak pernah mencintai lelaki yang
mana pun." "Dari muda hingga sekarang Guru tidak pernah mencintai
kaum lelaki?" tanya Tan Giok Cu heran.
Yo sian sian menghela nafas panjang.
"Belasan tahun lalu, aku pernah jatuh cinta. Tapi pemuda
itu sudah punya pacar, karena itu aku harus menjauhinya."
"siapa dia?" "Dia adalah Thio Bu Ki-"
"Apa?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Ayah Thio Han Liong?" Yo Sian Sian mengangguk.
"Pada waKiu itu aku menyelamatkan putri ketua Kay Pang
bernama su Hong se ki kemudian bertemu Thio Bu Ki. Namun
dia sudah punya kekasih bernama Tio Beng. setelah itu kami
bertemu lagi di kuil Siauw Lim sie."
Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Guru, apakah Han Liong akan setia terhadapku?"
"Anak itu memang tampan dan baik hati- tentunya banyak
anak gadis yang akan jatuh cinta kepadanya," sahut Yo Sian
Sian. "Kalau dia mencintaimu dengan sungguh-sungguh dan
sepenuh hati- tentunya dia akan setia terhadapmu. Akan
tetapi- engkau harus ingat satu hal"
"Hal apa?" "Engkau tidak boleh cemburu buta. seandainya dia berjalan
bersama gadis lain, janganlah engkau langsung cemburu atau
curiga, tanyakan dulu sejelas-jelasnya- Engkau harus ingat
itu" "Ya, Guru-" "oh ya" Yo Sian Sian tersenyum-
"Aku akan menghadiahkan kepadamu sebilah pedang
pusaka yakni Pek Kong Kiam (Pedang ca\f\ai^R Putih)-"
"Terima kasih. Guru-"
"Giok Cu" Yo Sian sian menatapnya lembut-
"Engkau boleh berkemas sekarang, dan meninggalkan
kuburan tua ini-" "Guru- - " Mata Tan Giok Cu mulai berkaca-kaca.
"Bolehkah aku ke mari menengok Guru kelak?"
Yo Sian sian menggelengkan kepala.
"Tidak usah- Apabila perlu, aku akan mencarimu dalam
rimba persilatan." "Guru...." "Cepatlah engkau berkemas" Mata Yo Sian Sian juga sudah
basah- "Sudah lima tahun lebih, engkau harus pulang."
Tan Giok Cu sudah meninggalkan kuburan tua itu dan
langsung menuju desa Hok An. la merupakan gadis remaja
yang cantik jelita, maka sangat menarik perhatian kaum lelaki-
Namun ada sebilah pedang bergantung di punggungnya,
maka kaum lelaki tidak berani sembarang menggodanya,
karena tahu gadis remaja itu mengerti ilmu silat.
Ketika melewati sebuah rimba, mendadak muncul belasan
orang yang bertampang seram dan bersenjata tajam. Mereka
itu ternyata para perampok-
"Ha ha ha" Kepala perampok itu tertawa gelak-
"Tak disangka sama sekali- hari ini kedatangan seorang
gaudis remaja uang cantik jelita Kita sungguh beruntung lho"
Para perampok itu langsung mengepung Tan Giok Cu.
Gagis itu mengerutkan kening, ia sudah tahu bahwa mereka
adalah para penjahat. "Kalian mau apa?" bentak Tan Giok Cu-
"He he he" Kepala perampok tertawa terkekeh-
"Gadis cantik, kenapa engkau galak?"
Kepala perampok itu menjulurkan tangannya untuk
menowel pipi Tan Giok Cu, namun gadis itu cepat menghindar.
"Jangan kurang ajar" bentak Tan Giok Cu lagi-
"Kalau kalian berani kurang ajar, aku tidak akan memberi
ampun kepada kalian."
"He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh
lagi. "Gadis cantik yang galak lebih baik engkau menemani aku
bersenang-senang. Kalau tidak, engkau akan kami cincang"
"Hm" dengus Tan Giok Cu sambil menghunus pedang
pusakanya. Kepala perampok itu terkejut ketika melihat pedang yang
memancarkan cahaya putih. Namun Tan Giok Cu baru berusia
belasan, maka perampok itu meremehkannya.
"Gadis cantiki lebih baik engkau menemani aku bersenangsenang,"
ujar kepala perampok itu sambil menatapnya dengan
penuh nafsu btrahi-"Diam" bentak Tan Giok Cu. "Cepatlah
kalian pergi- kalau tidak - ."
"Hm" dengus kepala perampok itu, kemudian berseru
kepada anak buahnya, "tangkap dia" Para anak buah kepala perampok itu langsung menyerang
Tan Giok Cu dengan senjata masing-masing. Gadis itu
menangkis dengan pedang pusakanya, kemudian balas
menyerang dengan Giok Li Kiam Hoat (Ilmu Pedang Gadis
Murni). Belasan jurus kemudian, sudah ada empat di antara para
penjahat itu terluka. Menyaksikan kejadian itu, kepala
perampok tampak tersentak kaget akan kelihayan Tan Giok
Cu. "Berhenti- bentaknya mendadak, lalu mendekati gadis itu
dengan golok di tangan. "Gadis cantik, ternyata kepandatanmu cukup tinggisekarang
aku yang turun tangan. Maka daripada engkau
terluka, lebih baik menyerah sekarang saja"
"Hai- perampok Aku harus membasmi" sahut Tan Giok Cu
sengit. "He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh,
kemudian mendadak menyerang Tan Giok Cu.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gadis itu memang sudah siap, maka langsung berkelit
dengan gesit sekali- sehingga golok kepala perampok itu
menyerang tempat kosong. Di saat itulah Tan Giok Cu
mengayunkan pedangnya menyerang kepala perampok itu.
Kepala perampok itu terkejut sekali- tapi secepat kilat ta
meioncat ke belakang kemudian menyabetkan goloknya.
Tan Giok Cu tersenyum dingin, dan mendadak badannya
mencelat ke atas, lalu menggerakkan pedangnya untuk
menangkis golok itu. Ternyata Tan Giok Cu mengeluarkan
jurus Giok Li Kiam Hoa (Gadis Murni MenaburBunga). Trang
Terdengar suara benturan pedang dengan golok.
Golok di tangan kepala perampok itu tinggal sepotong,
telah kutung oleh pedang pusaka Tan Giok Cu.
"Haaah?" Wajah kepala perampok itu berubah pucat pias.
"Lihiap, ampunilah aku"
"Hm" Tan Giok Cu mendengus dingin dan mendadak
menggerakkan pedangnya-Crasss
"Aduuuh..."Jerit kepala perampok itu kesakitan. Lengan
kanannya telah kutung sebatas bahu, dan darah segarnya
langsung mengucur deras. Tan Giok Cu menatapnya dingin sejeNak, kemudian
melesat pergi- sedangkan para anak buah kepala perampok
itu masih berdiri di tempat dengan tubuh menggigil.
Ketika hari mulai gelap, Tan Ek seng dan Lim soat Hong
duduk di ruang depan dengan wajah murung, bahkan nYonya
itu pun sering menghela nafas panjang.
"Isteriku...." Tan Ek seng menggeleng-gelengkan kepala,
"sudahlah jangan terus menerus menghela nafas panjang,
itu tidak baik-" Lim soat Hong menghela nafas panjang lagi seraya
berkata- "Aku tidak habis pikir, kenapa Giok Cu masih belum
pulang?" "Mungkin...." sahut Tan Ek Seng menghibur.
"Giok Cu sedang berada dalam perjalanan ke mari-"
"suamiku...." Lim soat Hong menggeleng-gelengkan kepalaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku mulai mencemaskannya-"
"Tidak usah mencemaskannya, dia pasti pulang."
"sudah lima tahun lebih, seharusnya dia sudah pulang.
Tapi- - " Ketika itu, mendadak berkelebat sesosok bayangan ke
dalam- Betapa terkejutnya Tan Ek seng dan Lim soat Hong,
sehingga mereka berdua serentak membentak-
"siapa?" "Ayah, ibu" terdengar suara sahutan dari seorang gadis
remaja yang berdiri di hadapan mereka dengan wajah berseriseri-
"Giok Cu" Lim soat Hong dan Tan Ek seng terbelalak-
"Nak- - " Lim soat Hong langsung bangkit berdiri, dan Tan Giok Cu
menghampirinya dengan mata bersimbah air. "ibu...."
"Nak-..." Lim soat Hong membelainya. "Engkau... engkau
sudah pulang" "ibu...."
Tan Ek seng juga mendekati putrinya, kemudian
membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Nak-..." Wajah Tan Ek seng tampak berseri-seri. "Engkau
sudah besar, ayah nyaris tidak mengenalimu lagu"
"Ayah-..." Tan Giok Cu tersenyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"oh ya, di mana Bibi Ah Hiang?"
"Ada, ada di dalam" sahut Lim soat Hong dan
menambahkan. "AYoh, mari kita duduk saja"
Mereka bertiga lalu duduk, dandisaat itulah muncul Ah
Hiang. Begitu melihat Tan Giok Cu, Ah Hiang pun terbelalak-
"Bibi Ah Hiang" panggil Tan Giok Cu.
"Engkau... engkau adalah nona kecil?" tanya Ah Hiang
seakan tidak percaya sebab kini Tan Giok Cu sudah besar.
"Betul, Bibi Ah Hiang" sahut Tan Giok Cu.
"sekarang aku sudah besar."
"Nona...." Ah Hiang menghampirinya, kemudian
membelainya dengan gembira sekali.
"Engkau... engkau sudah kembali."
setelah mencurahkan rasa rindunya, barulah Ah Hiang ke
belakang untuk mengambil minuman.
"Nak,"ujar Tan Ek Seng sambil menatap putrinya d eng a n
penuh perhatian. "Ayah Gembira sekali- karena kini engkau sudah kembali."
"Ayah-" tanya Tan Giok Cu mendadak-
"Apakah Han Liong sudah ke mari?"
"Dia sudah ke mari, tapi ketika itu engkau belum pulang"
sahut Tan Ek seng. "Maka dia berangkat ke gunung Bu TOng. Dia berpesan
agar engkau tunggu di rumah. sebab dia akan ke mari lagi"
"oh?" Wajah Tan Giok Cu ceria.
"Dia juga sudah besar?"
"Dia pun sudah besar, bahkan...." Lim soat Hong
tersenyum, "...bertambah tampan lho"
"oh ya?" Wajah Tan Giok Cu agak merah-
"Dia bilang apa saja?"
"Nak," Tan Ek seng tersenyum-
"Kami sudah bertanya kepadanya-"
"Ayah dan ibu bertanya apa kepadanya?"
"Kami bertanya kepadanya cinta atau tidak terhadapmu, dia
jawab...." Tan Ek Seng sengaja tidak melanjutkan ucapannya karena
ingin membuat putrinya tegang.
"Dia menjawab apa?" tanya Tan Giok Cu dengan hati
berdebar-debar tegang. "Dia menjawab-..." Tan Ek seng tersenyum.
"Cinta kepadamu. Namun dia...."
"oh?" Tan Giok Cu girang bukan main.
"Kenapa dia?" "Dia bilang engkau cinta atau tidak kepadanya. Kami
memberitahukan bahwa engkau mencintainya, namun dia
kelihatan kurang percaya."
"Aku, aku sangat cinta kepadanya. Dia, dia kok tidak tahu?"
Tan Giok Cu menggeleng-telengkan kepala.
"Bagaimana mungkin dia tahu?" Lim soat Hong tertawa.
"Kalian belum bertemu untuk mencurahkan perasaan
masing-masing, tentunya dia tidak tahu engkau
mencintainya." "Ketika kami masih kecil, aku... aku sudah menyukainya,"
ujar Tan Giok Cu dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Itu adalah urusan ketika kalian masih kecil. Tapi kini kalian
sudah besar, tentunya tidak seperti dulu lagi."
Tan Ek seng tersenyum dan menambahkan,
"syukurlah kalau engkau pun mencintainya"
"Nak," Lim soat Hong menatapnya seraya berkata.
"TUturkanlah keadaanmu sejak ikut gurumu itu"
"Aku langsung dibawa ke belakang gunung Ciong Lam san.
Ternyata di situ terdapat sebuah kuburan tua yang amat
besar, itulah tempat tinggal guruku dan para pengiringnya."
"Dalam kurun waktu lima tahun lebih, engkau terus
berdiam di dalam kuburan tua itu?" tanya Lim soat Hong.
"Ya-" Tan Giok Cu mengangguk.
"Pantas wajahmu menjadi seputih salju"
Lim soat Hong manggut-manggut-
"oh ya, engkau sudah menguasai seluruh ilmu gurumu?"
"Ya. Aku tidak menyangka sama sekali- ternyata guruku
adalah keturunan sin Tiauw Tay hiap Yo Ko dan Siauw Liong
Li-" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Ayah sudah menduga itu," ujar Tan Ek seng sambil
tersenyum. "Giok Cu," tanya Lim soat Hong mendadak-
"Guru tidak punya suami?"
"Guru tidak mau menikah, sebab tidak bertemu lelaki
idaman hatinya," jawab Tan Giok Cu memberitahukan.
"Belasan tahun lalu, guruku pernah jatuh cinta kepada
seorang pemuda, namun pemuda itu sudah punya kekasih,
maka guruku terpaksa menjauhinya." "siapa pemuda itu?"
tanya Lim soat Hong. "Ternyata adalah Thio Bu Ki, ayah Thio Han Liong," jawab
Tan Giok Cu. "Itu sungguh di luar dugaan" Tan Ek seng menggeleng-
Gelengkan kepala. "Kini gurumu tetap tinggal di dalam kuburan tua itu?"
"ya." Tan Giok Cu mengangguk dan menambahkan.
"Guru sangat baik dan amat menyayangiku. "
"syukurlah" ucap Lim soat Hong.
"oh ya" Tan Giok Cu teringat sesuatu.
"Ketika dalam perjalanan kesini, aku dihadang para
perampok-" "oh?" Lim soat Hong tersentak-
"Lalu baguimana?"
"Kepala perampok itu berniat tidak baik terhadap diriku. Dia
menyuruh pada anak buahnya menangkapku tapi aku berhasil
melukai mereka dengan pedang pusaka Pek Kong Kiam."
"setelah itu bagaimana kepala perampok itu?" tanya Tan
Giok Cu tertarik- "Kepala perampok itu langsung menyerangku dengan
golok, namun aku berhasil mengutungkan goloknya, kemudian
aku pun mengutungkan sebuah lengannya."
"Ngmmm" Tan Ek seng manggut-manggut.
"Kepala perampok itu memang harus dihukum"
"Ayah, ibu." ujar Tan Giok Cu mendadak bernada dengan
serius. "Aku akan menunggu Han Liong di rumah sebulan. Kalau
dia belum ke mari, aku akan menyusulnya ke gunung Bu
TOng." "Nak," Lim soat Hong menggelengkan kepala.
"Itu mana boleh?"
"ibu, jangan melarangku," sahut Tan Giok Cu.
"Kini aku sudah besar, lagi pula kepandaianku sudah tinggidan
aku sudah bisa menjaga diri."
"Nak," Tan Ek seng menatapnya.
"Kini engkau memang sudah besar dan berkepandaian
tinggi- tapi tidak baik engkau berkecimpung dalam rimba
persilatan." "Ayah" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Guruku telah berpesan, aku harus menjadi pendekar
wanita yang membela kebenaran dalam rimba persilatan."
"Hmmm" Tan Ek seng mangmit-manggut.
"Baiklah. Namun engkau harus berhati-hati sebab dalam
rimba persilatan penuh diliputi berbagai kejahatan dan
kelicikan" "Ya- Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Nak," pesan Lim soat Hong.
"setelah bertemu Han Liong, engkau harus pulang
bersamanya" "Ya, ibu." Tan Giok Cu tersenyum.
"Giok Cu" Tan Giok Cu menatap putrinya sambil tersenyum.
"Engkau dan Han Liong memang merupakan pasangan
yang serasi- Engkau cantik jelita, dan dia tampan, gagah serta
baik hati- Ha ha ha..."
Bab 13 Berangkat Ke Kuil siauw Lim sie
Thio Han Liong dan Thio sam Hong duduk di ruang
meditasi. Kini kepandaian pemuda itu bertambah tinggikarena
mendapat petunjuk dari Thio sam Hong.
"Han Liong" Thio sam Hong tersenyum.
"Kepandatanmu sudah tinggi- hanya saja Iweekangmu
belum mencapai tingkat kesempurnaan."
"sucouw, kalau begitu aku harus terus berlatih Iwee-kang?"
tanya Thio Han Liong. "Itu tergantung dari keberuntunganmu," sahut Thio sam
Hong memberitahukan. "Ketika kecil, ayahmu terpukul oleh ilmu Hian Bong Sian
ciang yang amat beracun. Pukulan itu membuat ayahmu
kedinginan...." Thio sam Hong menutur tentang kejadian
tersebut, kemudian mena mbahkan.
"Namun sungguh di luar dugaan, di dalam sebuah lembah,
ayahmu makan kodok api yang mengandung hawa panas,
setelah itu ayahmu pun menemukan kitab Kiu yang Cin Keng."
"Karena makan kodok api itu, maka ayahku berhasil melatih
Iweekangnya hingga mencapai tingkat yang begitu tinggi?"
"ya. Tapi- - " Thio sam Hong menggeleng-gelengkan
kepala. "Masih tidak sanggup menahan ilmu pukulan para Dhalai
Lhama itu." "sucouw," tanya Thio Han Liong.
"Apakah tiada cara untuk memecahkan ilmu pukulan itu?"
"Memang tidak ada." Thio sam Hong menghela nafas
panjang, "sebab Iweekang gabungan para Dhalai Lhama itu amat
dahsyat. Di koiong langit ini tiada seorang jago pun yang
sanggup menahan ilmu pukulan itu"
"Kalau begitu..."
"Hanya ada satu jalan." Thio sam Hong memberitahukan.
"Jangan menyambut pukulannya. Hadapi para Dhalai
Lhama itu dengan menggunakan kegesitan untuk menghindari
pukulan Dhalai Lhama yang paling depan, dan serang yang
paling belakang." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut mengerti.
"Ternyata begitu cara memecahkan ilmu pukulan itu"
"Tapi engkau masih harus ingat satu hal" ujar Thio sam
Hong mengingatkannya, "Para Dhalai Lhama itu memiliki Liak Hwee Tan. Kalau
menghadapi mereka, engkau harus menghindari Liak Hwee
Tan itu." "Terima kasih atas petunjuk sucouw" ucap Thio Han Liong.
"Aaaah - ?" Mendadak Thio sam Hong menghela nafas
panjang, "setelah ayahmu hidup mengasingkan diri di Pulau Hong
Hoang to, rimba persilatan mulai dilanda bencana. Perlu
engkau ketahui- ayahmu adalah Bu Lim Beng Cu (Ketua
"Rimba Persilatan). Kini banyak jago yang berhati jahat ingin
merebut kedudukan Bu Lim Beng Cu, otomatis menimbulkan
berbagai macam badai dalam rimba persilatan."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"sucouw...." Thio Han Liong ingin menghiburnya, namun
merasa tidak eNak, "In Lie Heng sudah sekian lama pergi ke siauw Lim sie, tapi
hingga kini belum juga pulang. Apakah telah terjadi sesuatu
atas dirinya?" "sucouw tidak usah cemas," ujar Thio Han Liong
menghiburnya. "Kakek In tidak akan menemui suatu apa pun."
"Aaaah - " Thio sam Hong menghela nafas lagi.
"Engkau tidak tahu, In Lie Heng hidup menderita belasan
tahun." "oh?" Thio Han Liong tersentak.
"Kenapa Kakek In hidup menderita belasan tahun?"
"Belasan tahun lalu, iSierinya yang bernama Yo Put Hwi
mati karena melahirkan." Thio sam Hong memberitahukan.
"Beberapa bulan kemudian, anaknya pun mati karena
sakit." "Haaah...?" Thio Han Liong terkejut, la tidak menyangka
nasib In Lie Heng begitu malang.
"sudah lama dia pergi ke siauw Lim sie, namun masih
belum pulang. Aku khawatir telah terjadi sesuatu atas dirinya."
Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong...."
"ya, sucouw." "Ayahmu pernah menceritakan tentang Kim Mo say ong-cia
sun?" "Pernah-" Thio Han Liong mengangguk.
"Kim Mo sau ong-cia sun adalah ayah angkat orangtua ku-"
"Tidak salah" Thio sam Hong manggut-manggut-
"Cia sun tinggul bersama Tiga Tetua siauw Lim di belakang
kuil Siauw Lim sie- Engkau harus ke sana menemuinya-"
"ya, sucouw-" Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau boleh berangkat esok pagi-" ujar Thio sam Hong
sambil memejamkan matanya,
"ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi- lalu
meninggalkan ruang meditasi menuju ruang depan.
Kebetulan song wan Kiauw dan lainnya sedang berkumpul
di situ Mereka menyuruh Thio Han Liong duduk-
"Han Liong," ujar song Wan Kiauw kemudian.
"Kepandaianmu semakin tinggi- kini kami sudah bukan
tandinganmu lagi" "Kakek song" Thio Han Liong tersenyum dan
memberitahukan, "sucouw menyuruhku berangkat ke kuil siauw Lim sie esok
pagi-" "oh?" song Wan Kiauw menatapnya.
"Untuk menjenguk Cia sun?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Itu memang ada baiknya juga" ujar Jie Lian ciu.
"sebab Cia sun adalah ayah angkat orangtua mu, lagipula
engkau akan bertemu In Lie Heng di sana."
"Kakek Jie," ujar Thio Han Liong,
"sucouw sangat mencemaskan Kakek In."
"oh?" Jie Lian ciu mengerutkan kening.
"Apakah disebabkan In Lie Heng belum pulang?"
"Ya. Maka sucouw khawatir telah terjadi sesuatu atas diri
Kakek In." "Itu..." Jie Lian ciu tersenyum.
"Itu tidak mungkin. Aku yakin In Lie Heng masih berada di
kuil siauw Lim sie."
"Kakek Jie," kata Han Liong.
"Kenapa Kakek In pergi ke kuil siauw Lim sie?"
"Kong Bun Hong Tio mengutus Goan Liang ke mari untuk
mengundang guru ke sana guna merundingkan sesuatu.
Namun guru menolak karena sudah tua sekali maka mengutus
In Lie Heng ke sana."
"Kenapa Kong Bun Hong Tio siauw Lim Pay mengutus Goan
Liang ke mari mengundang sucouw?" tanya Thio Han Liong
heran. "Apakah di Kuil siauw Lim sie telah terjadi sesuatu?"
"Itu memang merupakan kejadian yang sungguh di luar
dugaan," jawab Jie Lian ciu dan menutur tentang kejadian
beberapa tahun lalu. "... ternyata si pembunuh misterius itu bernama seng Hwianak
Hun Goan Pek Lek Chiu-seng Kun. Kong Bun Hong Tio
bertanding sepuluh jurus dengannya dapat bertahan, maka
seng Hwi pergi- Tapi dia masih sempat mencetuskan janjibahwa
lima tahun kemudian dia akan kembali lagi
memusnahkan siauw lim pay."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kong Bun Hong Tio siauw Lim Pay ingin berunding dengan
sucouw?" "Betul." lie Lian Ciu mengangguk-
"seng Kun begitu jahat dan licik, maka anaknya itu pasti
sama-" "Han Liong," pesan song Wan Kiauw-
"Engkau harus membantu siauw lim pay, sebab sucouwmu
masih terhitung murid siauw Lim Pay lho"
"oh?" Thio Han Liong tertegun-
"Guru sucouwmu adalah Kak Wan Taysu dari siauw Lim
sie - " song wan Kiauw menceritakan tentang itu-
"oleh karena itu, engkau harus membantu mereka."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kakek song, aku pasti membantu pihak siauw Lim Pay."
-ooo00000ooo- Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada Thio
sam Hong dan lainnya, setelah itu, barulah ia meninggalkan
Bu TOng san menuju kuil siauw Lim sie- Dalam perjalanan, ia
terus memikirkan Tan Giok Cu, apakah gadis itu sudah pulang
ke rumah atau belum"
Enam tujuh hari kemudian, Thio Han Liong sudah
memasuki propinsi Holam- Karena merasa haus, ia lalu
mampir di sebuah kedai araki Begitu duduk, pelayan langsung
menghampirinya sambil tersenyum-senyum.
"Tuan Muda mau pesan arak apa" Kedai kami menyediakan
berbagai macam arak wangi-"
"Maaf," sahut Thio Han Liong.
"Aku mau minum teh saja-"
"Baik," Pelayan segera menyuguh minuman tersebut,
kemudian pergi melayani tamu lain.
Di saat itu, masuk ke dalam seorang tamu lelaki berusia
sekitar tiga puluh lima tahun, dan langsung duduk di sebelah
Thio Han Liong. "Maaf, saudara kecil" ucap lelaki itu sambil tersenyum.
"Karena tiada meja kosong, maka aku terpaksa duduk di
sini. Engkau tidak berkeberatan kan?"
"Tentu tidak," sahut Thio Han Liong.
"Terima kasih," ucap lelaki itu, lalu memesan arak wangipelayan
segera menyajikannya. Lelaki itu mulai meneguk
minumannya lalu memandang Thio Han Liong seraya
bertanya. "Engkau tidak minum arak?"
"Aku tidak pernah minum arak." sahut Thio Han Liong.
"saudara kecil" Lelaki itu tertawa aelaki
"Engkau harus tahu, lelaki harus minum arak, Kalau tidak,
seperti banci lho" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku masih kecil, tidak pantas minum arak- Aku minum teh
saja." "Ha ha ha" Letaki itu tertawa lagi-
"Berapa usiamu sekarang?"
"Enam belas." "saudara kecil, tahukah engkau" Aku mulai minum arak
sejak berusia sepuluh tahun."
"Paman tergoiong setan arak.-"
Thio Han Liong tersenyum.
"Kalau begitu, Paman pasti tidak akan mabuk"
"Tentu." Lelaki itu manggut-manggut-
"saudara kecil, kita bertemu di sini, maka kita harus
bersulang-" "Paman, aku - -"
"Engkau maujadt banci?"
"Baiklah- Tapi aku minum seteguk saja-"
"Ha ha ha" Letaki itu tertawa, lalu menuang arak wangi ke
dalam cangkir Thio Han Liong-
"saudara kecil, mari kita bersulang"
Thio Han Liong mengangkat cangkirnya, lalu bersulang
dengan lelaki itu "Ha ha ha" Lelaki itu terus tertawa, kelihatannya gembira
sekali- "Aku tidak punya teman, namun hari ini aku bertemu
denganmu- Bagaimana kalau kita berteman" Engkau tidak
akan menolak kan?" "Baik, Aku senang berteman dengan Paman" sahut Thio
Han Liong- "saudara kecil, engkau jangan memanggilku Paman,
panggil saja saudara tua"
"ya, saudara tua-"
"Ha ha ha" Lelaki itu tertawa oembiraTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hari ini aku gembira sekali. Ha ha ha"
Lelaki itu bangkit berdiri seraya berkata,
"saudara kecil, toiong bayar minumanku sampai jumpa lagibiar
aku yang traktir" "Terima kasih Lain kali saja" sahut lelaki itu sambil berjalan
pergi dengan agak sempoyongan.
Thio Han Liong menggeleng-Gelengkan kepala. Namun ia
yakin bahwa lelaki itu bukan orang jahat, setelah membayar
semua minuman itu, ia meninggalkan kedai arak tersebut,
(bersambung keBagian 7) Jilid 7 Sore harinya, Thio Han Liong memasuki sebuah lembah.
Mendadak terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Betapa
terkejutnya Thio Han Liong, ia langsung melesat ke tempat
suara jeritan itu. Dilihatnya, seorang tua sedang menyiksa
beberapa orang yang terikat di sebuah pohon. Thio Han Liong
terbelalak, karena orang tua itu berwajah seram, yang tidak
lain adalah Si Mo (iblis Dari Barat) Bu yung Hok yang pernah
menyiksanya. "Berhenti" bentak Thio Han Liong sambil melesat ke
hadapannya. "Eeeh?" Si Mo tersentak ketika melihat seorang pemuda
muncul di hadapannya. "Anak muda, siapa engkau?"
"Si Mo" sahut Thio Han Liong dengan kening berkerut.
"Cepatlah melepaskan mereka"
"He he he He he he..." Si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Anak muda, berdasarkan apa engkau menyuruhku
melepaskan orang-orang ini?"
"Berdasarkan kebenaran-" sahut Thio Han Liong.
"Anak muda" Si Mo menatapnya tajam.
"Engkau berdasarkan kebenaran, aku berdasarkan hukum
rimba persilatan, siapa kuat dan berkepandaian tinggi, dialah
yang berkuasa" "Si Mo" sahut Thio Han Liong dingin.
"Cepatlah engkau melepaskan mereka"
"Anak muda" Si Mo tertawa.
"Kelihatannya engkau berbakat dalam hal ilmu silat Walau
aku sudah punya seorang murid, tapi aku masih bersedia
menerimamu sebagai murid"
"Aku tidak sudi meniadi muridmu"
"Kenapa?" "Karena hatimu jahat sekali siapa sudi menjadi muridmu?"
"Anak muda" sepasang mata si Mo membara- la mendadak
memekik keras sambil menyerang Thio Han Liong.
Thio Han Liong memang sudah siap dari tadi, maka begitu
si Mo menverang, ia berkelit menghindari serangan itu
sekaligus mengerahkan Kiu yang sin Kang,
"He he he" si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Anak muda Tak disangka engkau berisi juga Nah,
sambutlah serangan berikutnya"
si Mo mulai menyerangnya lagi. Thio Han Liong berkelit dan
kini mulai balas menyerang dengan ilmu Thay Kek Kun yang
lemas itu. "Ternyata engkau murid Bu Tong Pay" ujar si Mo dingin-
"Bagus sudah lama aku ingin mencoba kepandaian Bu Tong
Pay, dan hari ini adalah kesempatanku"
si Mo mulai mengeluarkan ilmu andalannya, sedangkan
Thio Han Liong mengeluarkan ilmu Thay Kek Kun bercampur
dengan ilmu Kian Kun Taylo Ie- oleh karena itu, ia dapat
bertahan dan menyerang pula.
Itu membuat si Mo penasaran sekali- sekonyong-konyong
ia memekik keras sambil menjongkokkan badannya, ternyata
ia ingin mengeluarkan ilmu simpanannya yang paling lihay dan
hebat, yaitu Ha Mo Kang (Ilmu Kodok). Krok Krok Krok si Mo
mengeluarkan suara kodok-
Itu membuat Thio Han Liong tercengang. Di saat itu si Mo
meloncat menyerang Thio Han Liong.
Tiada pilihan lain bagi pemuda itu, karena sudah tidak
sempat berkelit, maka terpaksa menangkis ilmu Kiu Im Pek
Kut Jiauw. Blaaam Thio Han Liong terpental beberapa depa,
sedangkan si Mo termundur-mundur beberapa langkah.
"He he he" si mo tertawa terkekeh-kekeh.
"Pantas engkau bertingkah di hadapanku, ternyata engkau
memiliki kepandaian tinggi Bagus Bagus"
si Mo mulai menyerangnya lagi- Thio Han Liong
melawannya dengan ilmu Thay Kek Kun, Kian Kun Taylo Ie
dan Kiu Im Pek Kut Jiaw- Akan tetapi, Thio Han Liong kurang
berpengalaman dan Iweekangnya masih betum begitu tinggi,
sehingga terdesak sesudah puluhan jurus kemudian.
"He he he Anak muda, aku harus membunuhmu" seru si
Mo sambil mempergencar serangannya.
Kini Thio Han Liong cuma mampu menangkis dan
mengelak, sama sekali tidak mampu balas menyerang. Pada
saat bersamaan, terdengarlah suara tawa yang amat keras.
"Ha ha ha si Mo yang amat terkenal hanya berani
menghina anak muda, itu sungguh membuat aku kagum dan
salut" terdengar pula ucapan yang menyindir, dan tak lama
muncullah seorang tua berpakaian sastrawan.
Ketika melihat kehadiran sastrawan itu, si Mo berhenti
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang Thio Han Liong. Maka pemuda itu langsung
menarik nafas lega. "Lam Khie (orang Aneh Dari selatan)" si Mo menatapnya
tidak senang. "Engkau ingin mencampuri urusanku?"
"Hua ha ha ha" Ternyata sastrawan tua itu adalah Lam
Khie. "Kita memang ada perjanjian, selama sepuluh tahun ini
dilarang saling mengganggu Akan tetapi, saat ini tanganku
gatal karena melihat engkau menghina anak muda itu Kalau
engkau melepaskannya, tentunya aku pun tidak akan turut
campur lagi" "Hm" dengus si Mo dingin.
"Itu sama saja engkau ingin cari gara-gara denganku"
"Baik." Lam Khie tertawa.
"Katakanlah aku memang ingin cari gara-gara dengan
engkau, lalu engkau mau apa?"
"Engkau...." si Mo melotot.
"Sudahlah" ujar Lam Khie-
"Lebih baik melepaskan anak muda itu Kalau tidak, kita
terpaksa bertarung" si Mo berpikir sejeNak, kemudian memandang Thio Han
Liong seraya berkata dengan dingin sekali.
"Anak muda Aku melepaskanmu sekarang, tapi kalau
bertemu kelak, engkau pasti kubunuh"
"Terima kasih atas kemurahan hatimu" sahut Thio Han
Liong sambil memberi hormat.
"Tapi aku harap Locianpwee sudi melepaskan mereka juga"
"Anak muda" si Mo melotot.
"Maksudmu mereka yang terikat di pohon itu?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"Tidak" si Mo menggelengkan kepala.
"Aku tidak akan melepaskan orang-orang itu"
"Kalau Locianpwee tidak melepaskan mereka, aku pun tidak
mau pergi" ujar Thio Han Liong.
"Itu adalah urusanmu, anak muda" sahut si mo
"Eeeeh?" Lam Khie menggaruk-garuk kepala.
"Aku pun tidak bisa pergi"
"Lam Khie" Mata si Mo berapi-api.
"Engkau...." "Matamu berapi-api, marah ya" Kalau begitu, mari kita
bertarung saja" ujar Lam Khie sambil tertawa.
"Tanganku memang sudah gatal, ingin sekali bertarung
denganmu" "Kita sudah ada janji, lima tahun lagi kita akan bertanding"
sahut si Mo sambil tertawa dingin.
"Baik Kalau kalian tidak mau pergi, aku yang pergi"
si Mo langsung melesat pergi. Thio Han Liong segera
melepaskan tali yang mengikat beberapa orang di pohon itu.
"Terima kasih, siauwhiap," ucap mereka.
"Paman-paman, cepatlah kalian tinggalkan tempat ini" ujar
Thio Han Liong. Mereka mengangguk, segera memberi hormat kepada Lam
Khie, lalu pergi tanpa menoleh lagi.
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak, kemudian menatap
Thio Han Liong dengan penuh perhatian seraya berkata,
"Anak muda, kepandalanmu cukup tinggi- Bolehkah aku
tahu siapa dirimu?" "Locianpwee, namaku Thio Han Liong," jawab pemuda itu.
"Terima kasih atas pertolongan Locianpwee-"
"Ha ha" Lam Khie tertawa-
"Han Liong, mari kita duduk untuk mengobrol sebentar
Engkau tidak berkeberatan kan?"
"Ya, Locianpwee" Thio Han Liong mengangguk.
Mereka berdua lalu duduk di bawah pohon. Lam Khie terus
menatapnya, lama sekali barulah membuka mulut.
"Engkau mahir ilmu silat Thay Kek Kun, apakah engkau
adalah murid Bu Tong Pay?"
"secara tidak langsung aku memang murid Bu Tong Pay-"
Thio Han Liong menjelaskan.
"sebab kakekku adalah murid Bu Tong Pay."
"Siapa Kakekmu?"
"Thio cui san."
"Ternyata kakekmu adalah salah seorang Bu Tong cit Hiap.
Ayahmu pasti Thio Bu Ki yang amat kesohor itu."
"ya." "Han Liong" Lam Khie tersenyum.
"Aku tinggal di Tayli, julukanku adalah Lam Khie-Baru
beberapa tahun aku berkecimpung di rimba persilatan
Tionggoan, dan disaat itu pula muncul Tong Koay-Oey su Bin,
si Mo-Buyung Hok dan Pak Hong-wan Bun Kim. Kepandaian
kami terempat boleh dikatakan seimbang."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Tapi si Mo kelihatan agak segan pada Locianpwee."
"Bukan segan," sahut Lam Khie.
"Melainkan enggan bertarung denganku, sebab ia tidak
mau ambil risiko bertarung denganku. Dia sangat licik, akal
busuknya pun banyak-"
"Locianpwee," tanya Thio Han Liong mendadak-
"Bagaimana sifat Tong Koay dan pak Hong?"
"Mereka berdua tidak bersifat licik maupun jahat, namun
Tong Koay agak sesat. sedangkan Pak Hong agak kegilagilaan."
LamKhie memberitahukan, "oh ya, belum lama ini dalam rimba persilatan telah muncul
sebuah perkumpulan misterius."
"Hek Liong Pang?"
"Betul." Lam Khie manggut-manggut.
" Ketua Hek Liong Pang berkepandaian sangat tinggi sekali.
Dia adalah seorang wanita berusia lima puluhan. Wajahnya
dingin dan hatinya jahat, siapa berani menyinggung
perasaannya pasti dibunuhnya, sebulan yang lalu, ketua Hek
Liong Pang itu mengundang kami bertemu di Pek Hoa Kek
(Lembah Bunga Putib). Ternyata ketua Hek Liong Pang itu
menghendaki kami bergabung. Aku dan Tong Koay serta Pak
Hong langsung menolak, sedangkan si Mo bilang akan pikirpikir
dulu. Kelihatannya si Mo berniat bergabung dengan ketua
Hek Liong Pang, kalau itu terjadi, Hek Liong Pang pasti
tumbuh sayap, sebab si Mo adalah ketua golongan hitam,
rimba persilatan pasti akan dilanda banjir darah-"
"Kalau begitu - " ujar Thio Han Liong setelah berpikir
sejenak- "Locianpwee, Tong Koay dan Pak Hong bergabung saja-"
"Kami bertiga bergabung Ha ha ha - " Lam Khie tertawa
gelak- "Itu merupakan hal yang tak mungkin."
"Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Kami bertiga sangat tinggi hati, tidak akan saling
mengalah satu sama lain. Maka kami bertiga tidak mungkin
bisa bergabung, dan itu sangat menguntungkan Hek Liong
pang. Lagipula si Mo amat licik- Dia berniat bergabung dengan
Hek Liong Pang, sudah pasti punya tujuan tertentu-"
"si Mo punya tujuan apa?"
"Dia ingin menjadi Bu Lim Beng Cu. Begitu pula ketua Hek
Liong Pang. Dalam hal tersebut mereka pasti akan berunding
lama." "Bu Lim Beng Cu?"
"Aku sudah dengar," ujar Lam Khie sambil memandang
Thio Han Liohg. "Belasan tahun lalu, ayahmu telah diangkat sebagai Bu Lim
Beng Cu. Namun sudah belasan tahun pula ayahmu
menghilang entah ke mana, maka banyak jago dari berbagai
aliran ingin merebut kedudukan itu."
"Bu Lim Beng Cu - " gumam Thio Han Liong,
"Itu cuma merupakan sebuah nama kosong."
"Eh?" Lam Khie terbelalak- "Ayahmu adalah Bu Lim Beng
Cu, kenapa engkau malah mengatakan begitu?"
"Locianpwee...." Thio Han Liong tersenyum getir.
"Lho?" Lam Khie menatapnya tidak mengerti.
"Kenapa engkau" Apakah telah terjadi sesuatu atas diri
ayahmu?" "Locianpwee, aku ingin bertanya bagaimana kepandaian
Locianpwee dibandingkan dengan kepandaian ayahku?"
"Mungkin - ," sahut Lam Khie jujur.
"Aku masih kalah setingkat di bandingkan dengan
kepandaian ayahmu." "Locianpwee pernah dengar tentang para Dhalai Lhama?"
"Dhalai Lhama?"
"Ya." "Para Dijalai Lhama hanya terdapat di Tibet, mereka ratarata
berkepandaian amat tinggi," ujar Lam Khie-
"Tapi tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan
Tionggoan." "Mereka tidak pernah berkecimpug dalam rimba persilatan,
namun pernah bertarung dengan ayahku." Thio Han Liong
memberitahukan. "Aku menyaksikan pertarungan itu"
"oh?" Lam Khie tampak tertarik-
"Bagaimana hasil pertarungan itu?"
"Ayahku terluka, bahkan terbakar oleh Liak Hwee Tan milik
para Dhalai Lhama itu," jawab Thio Han Liong dengan wajah
murung, "Itu bagaimana mungkin?" Lam Khie tidak percaya Thio Bu
Ki kalah bertarung dengan para Dhalai Lhama.
"Para Dhalai Lhama itu berjumlah sembilan orang...." tutur
Thio Han Liong mengenai ilmu istimewa yang dimiliki para
Dhalai Lhama itu. "Maka ayahku tidak sanggup melawan mereka."
"Bukan main" Lam Khie terbelalak-
"Itu sungguh luar biasa. Tak disangka para Dhalai Lhama
itu memiliki kepandaian istimewa. Tapi aku tidak pernah
mendengar tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang
ke Tibet." "Kalau kepandaianku sudah tinggi sekali, aku pasti ke Tibet
mencari mereka," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Engkau ingin membalas dendam?"
"Hanya ingin membuat perhitungan dengan mereka, sebab
mereka membunuh Bibiku."
"oooh" Lam Khie manggut-manggut.
"Tapi engkau harus berhati-hati, karena kepandaian mereka
begitu tinggi." "Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Han Liong" Lam Khie memandangnya sambil tersenyum.
"Rasanya aku cocok sekali denganmu, namun kita terpaksa
berpisah sekarang. Kelak kita akan berjumpa lagi."
Lam Khie melesat pergi, namun masih terdengar suara
seruannya sayup,sayup, "Han Liong Hati-hati terhadap si Mo, dia sangat licik dan
jahat...." "Terima kasih atas perhatian Locianpwee" sahut Thio Han
Liong dan berseru pula menggunakan Iweekang.
"Mudah-mudahan kita berjumpa lagi kelak"
-ooo00000ooo- Thio Han Liong mulai mendaki siauw sit san. Ketika ia
sedang mendaki melalui jalan gunung yang sempit, mendadak
muncul beberapa Hweeshio-
"omitohud" ucap salah seorang dari mereka.
"Anak muda, engkau mau ke mana?"
"Aku mau ke kuil siauw Lim sie- Kalian adalah Hweeshiohweeshlo
siauw Lim sie?" tanya Thio Han Liong.
"Betul." Hweeshio itu mengangguk- "Anak muda, mau apa
engkau ke kuil kami?"
"Aku ingin menemui Kakek In,"jawab Thio Han Liong dan
menambahkan. Juga ingin menemui Keng Bun Hong Tio-"
"Kakek In" Maksudmu In Lie Heng?" tanya Hweeshio itu
"Anak muda, sudah belasan hari In Tayhiap meninggalkan
kuil kami-" Hweeshio itu memberitahukan.
"oh?" Thio Han Liong tercengang-
"Tapi Kakek In belum tiba di gunung Bu Tong. Taysu,
bolehkah aku bertemu Keng Bun Hong Tio?"
"Ada urusan apa engkau ingin bertemu Hong Tio kami dan
siapa engkau?" "Taysu, namaku Thio Han Liong." Pemuda itu
memberitahukan. "Ayahku bernama Thio Bu Ki."
"Apa?" Para Hweeshio itu tampak terkejut.
"Ayahmu adalah Thio Bu Ki?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Kalau begitu," ujar Hweeshio itu. Mari ikut kami ke kuil
menemui Hong Tio kami"
"Terima kasih Taysu," ucap Thio Han Liong, lalu mengikuti
para Hweeshio itu ke atas.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah di kuil siauw Lim
sie- Betapa kagumnya Thio Han Liong menyaksikan
kemegahan kuil tersebut "sutee, siapakah anak muda itu?" tanya salah seorang
Hweeshio yang menjaga di depan kuil.
"Dia bernama Thio Han Liong, putra Thio Bu Ki," sahut
Hweeshio yang mengantar pemuda itu.
"Dia ingin menemui Keng Bun Hong Tio, harap suheng
melapor kepada Hong Tio (Ketua)"
"omitohud" sahut Hweeshio itu, kemudian segera masuk ke
dalam. "Silakan ke ruang depan" ucap Hweeshio yang mengantar
Thio Han Liong. "Terima kasih," Thio Han Liong melangkah ke ruang depan.
Tak seberapa lama kemudian, muncullah dua Hweeshio
tua, yang ternyata Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng
Ceng. Kenapa ke dua Hweeshio tua itu sudi menyambut Thio
Han Liong, Itu dikarenakan Thio Bu Ki, ayahnya pernah
menyelamatkan siauw Lim Pny-
"omitohud" ucap Keng Bun Hong Tio-
"Anak muda, betulkah engkau putra Thio Bu Ki?"
"Betul, Hong Tio-" Thio Han Liong mengangguk-
"Ayahmu berada di mana dan bagaimana keadaannya?"
tanya Keng Bun Hong Tio dengan penuh perhatian.
"Ayah dan ibu tinggal dipulau Hong Hoang to," jawab Thio
Han Liong memberitahukan.
"Ayahku baik-baik saja. Tapi...."
Thio Han Liong menutur tentang ayahnya terluka oleh para
Dhalai Lhama. Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengarkan dengan mata terbelalak-,
"omitohud...." ucap Keng Bun Hong Tio-
"Itu sungguh di luar dugaan, syukurlah kini ayahmu sudah
mulai pulih" "Keng Bun Hong Tio," tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku menemui Kakek angkatku?"
"Maksudmu Cia sun?"
"ya." "omitohud Tentu boleh. Tapi sepasang mata Cia sun tetah
buta- Apakah ayahmu memberitahukan tentang itu?"
"Ayahku sudah memberitahukan, oh ya, Kakek In sudah
kembali ke gunung Bu Tong?"
"sudah." Keng Bun Hong Tio mengangguk- Kemudian
memandang Keng Tiseng Ceng seraya berkata,
"sutee, antar Han Liong menemui Cia sun"
"Ya, suheng." Keng Ti seng ceng mengangguk, lalu
mengajak Thio Han Liong ke belakang.
Berselang beberapa saat, mereka sudah sampai di pintu
belakang kuit. Keluar dari pintu belakang itu, Thio Han Liong
melihat sebuah gunung menjulang tinggi.
"cia sun dan ke tiga paman guruku tinggal di dalam sebuah
gua di gunung itu." Keng Ti seng Ceng memberitahukan.
"Mari ikut aku ke sana"
"Terima kasih, seng Ceng," ucap Thio Han Liong dan terus
mengikuti padri tua itu menuju gua tersebut. Be-berapa saat
kemudian, sampailah mereka di sana. Keng Ti seng Ceng tidak
langsung masuki melainkan berseru di depan gua.
"Paman guru Anak Thio Bu Ki bernama Thio Han Liong
ingin menjenguk Cia sun Bolehkah teecu membawanya ke
dalam?" suara Keng Ti seng Ceng bergema ke dalam gua, lama
sekali barulah terdengar suara sahutan parau.
"Keng Ti suruh dia masuk, engkau boleh kembali ke kuil"
"ya, Paman guru" sahut Keng Ti seng Ceng lalu berkata
kepada Thio Han Liong. "Engkau boleh masuk. silakan"
"Terima kasih, seng Ceng," ucap Thio Han Liong, lalu
melangkah memasuki gua dengan hati agak berdebar-debar.
semakin ke dalam gua itu semakin luas dan terang. Kirakira
dua tiga ratus langkah kemudian, Thio Han Liong melihat
tiga padri yang sudah tua sekali dan seorang tua berambut
panjang duduk di situ. segeralah pemuda itu bersujud di
hadapan mereka. "Namaku Thio Han Liong, ayahku adalah Thio Bu Ki," ujar
pemuda itu. "Kakek dan tiga Tetua siauw Lim, terimalah sujudku"
"Ha ha ha" orang tua berambut panjang itu tertawa gelak-
"Tak disangka Thio Bu Ki sudah punya anak Kemarilah"
"ya. Kakek-" Thio Han Liong merangkak mendekati orang
tua berambut panjang itu-
"Han Liong...." orang tua berambut panjang dan buta itu
adalah Kim Mo Say ong-cia sun. la meraba muka dan sekujur
badan Thio Han Liong. "Luar biasa Engkau memiliki tulang yang luar biasa"
"omitohud" ucap salah seorang Tetua siauw Lim bernama
Touw ok- "Cia sun, cucumu itu memang luar biasa, bahkan sudah
memiliki kepandaian yang cukup tinggi. Hanya saja jalan
darah jin Tioknya belum terbuka, maka sulit mencapai
Iweekang yang tinggi.? "Guru berniat menyempurnakannya?" tanya Cia sun
mendadak- "omitohud" sahut Touw ok-
"Itu tergantung pada jodohnya dengan kami bertiga-"
"Terima kasih Tetua siauw Lim," ucap Thio Han Liong.
"omitohud" Touw ok tertawa.
"Anak muda, engkau sungguh pintar Dengan ucapan terima
kasihmu itu, justru membuat kami bertiga sutit menolak lagi."
"Terima kasih, guru," ucap Cia sun cepat.
"Ha ha ha" touw ok tertawa gelak-
"Siauw Lim Pay pernah berhutang budi kepada Bu Ki. Kini
anaknya ke mari, maka kami harus membalas budi itu Ha ha
ha" "Terima kasih, Tetua," ucap Thio Han Liong.
"Han Liong" touw ok menatapnya tajam.
"Duduk-lah" Thio Han Liong sebera duduk-
"Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?" tanya
Cia sun. "Ayah dan ibu baik-baiksaja. Tapi - -" Thio Han Liong
menutur tentang kejadianpara Dhalai Lhama dan pasukan
pilihan Cu Goan ciang yang menyerbu ke Pulau Hong Hoang
to- "Bibi Cijiak meninggal, ayah terluka oleh pukulan Dhalai
Lhama, bahkan kemudian ayah dan ibu terbakar oleh Liak
Hwee Tan." "Apa?" Cia sun terkejut bukan main.
"Begitu hebat kepandaian para Dhalai Lhama itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Para Dhalai Lhama itu memiliki ilmu istimewa, yaitu Ilmu
Ie Kang Tai Tik (Memindahkan Iweekang Menggempur
Musuh), mereka berjumlah sembilan orang."
"Ilmu Ie Kang Tai Tik?" Touw ok tampak terkejut sekali-
"Itu memang ilmu yang sangat luar biasa- Tentunya
mereka juga paham akan berbagai macam formasi-"
"Han Liong, kini ayahmu sudah pulih?" tanya Cia sun.
"Sudah mulai pulih, namun wajah ayah dan ibu telah rusak-
" Thio Han Liong memberitahukan.
"Ayahmu ahli dalam hal ilmu pengobatan, apakah tidak
dapat mengobati wajahnya dan wajah ibumu?" tanya Cia sun
bernada heran. "Bisa. Tapi- - " Thio Han Liong menggelengkan kepala-
"Harus dengan soat Lian (Teratai salju) yang terdapat di
gunung soat San." "Kalau begitu--" Cia sun menghela nafas panjang,
"sama juga tiada obatnya, sebab tidak gampang
memperoleh Teratai salju."
"Aku tahu itu, namun aku akan ke gunung soat san mencari
soat Lian," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"Bagus, bagus Engkau memang anak baik, Cia sun tertawa
gembira. "Ha ha ha..."
"omitohud Punya tekad yang Baik. pasti akan memperoleh
hasil" ujar touw Giat.
"Han Liong, engkau boleh tinggal di dalam gua ini beberapa
hari, kami bertiga akan memberi petunjuk kepadamu,
sekaligus membuka jalan darah jin Tiokmu, agar engkau
gampang melatih Terima kasih, Tetua," ucap Thio Han Liong.
"Terima kasih- - "
Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah ke luar dari
gua itu. Kini kepandaiannya bertambah tinggi, sebab ke tiga
Tetua siauw Lim sie mengajarkannya beberapa macam ilmu
silat rahasia siauw Lim Puy- Lagi-pula kini jalan darah jin
Tioknya telah terbuka, maka Iweekangnya bertambah tinggi
setingkat, itu dikarenakan ia memperoleh bantuan Iweekang
dari ke tiga Tetua di saat membuka jalan darah jin Tioknya,
sehingga mempertinggi Iweekangnya pula.
Thio Han Liong sudah berada di dalam kuil siauw Lim sie. la
duduk di hadapan Keng Bun Hong Tio dan Keng Ti seng Ceng.
"Hong Tio" tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
"Tanyalah" sahut Keng Bun Hong Tio sambil tersenyum.
"Hong Tio dan Kakek In berunding mengenai masalah apa"
Lagipula kenapa suasana dalam kuil ini agak lain, kelihatannya
seakan-akan menghadapi sesuatu?"
"omitohud" sahut Keng Bun Hong TioTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mungkin tidak lama lagi akan muncul seseorang
menimbulkan kekacauan di kuil kami. Dia bernama seng Hwi,
putra seng Kun." "oh?" Thio Han Liong tertegun, "Kenapa dia akan
menimbulkan kekacauan di sini?"
"Sebab kemungkinan besar dia telah salah paham terhadap
Cia sun dan kami - ." Keng Bun Hong Tio menutur tentang
kejadian seng Kun bertarung dengan cia sun.
"Han Liong,apakah ayahmu menceritakan tentang urusan
seng Kun dengan cia sun?"
"Ayahku sudah menceritakannya." Thio Han Liong
mengangguk- "Namun ayahku tidak tahu kalau seng Kun punya seorang
putra." "omitohud" ucap Kong Ti seng Ceng.
"Itu memang di luar dugaan. Lima tahun lalu, aku dan
suhengku pernah bertarung dengan seng Hwi."
Thio Han Liong terbelalak mendengar penuturan itu, sebab
seng Hwi berkepandaian begitu tinggi.
"Kini sudah waktunya dia ke mari, maka...," ucapan Kong Ti
Seng Ceng terputus, karena mendadak terdengar suara tawa
yang amat keras di luar kuil.
"Kong Bun Hong Tio, aku sudah ke mari. Bersiap-siaplah
untuk menghadapiku Ha ha ha..."
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio-
"sutee, seng Hwi datang. Man kita keluar"
"Baik, suheng" Kong Ti seng ceng mengangguk, lalu
berkata kepada Thio Han Liong.
"Engkau di sini. Jangan keluar, sebab akan membahayakan
dirimu." "seng Ceng, aku ingin ikut keluar," sahut Thio Han Liong
sungguh-sungguh, "siapa tahu aku bisa membantu dalam hal ini."
"omitohud" Kong Ti seng ceng memandang Kong Bun Hong
Tio- "Bagaimana suheng" Bolehkah Han Liong ikut keluar?"
"Baik-" Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Terima kasih, Hong Tio," ucap Thio Han Liong, lalu ikut
mereka keluar- Begitu sampai di luar, terbelalaklah Thio Han Liong, karena
melihat seorang lelaki berusia tiga puluh lebih berdiri di situ,
yang tidak lain adalah lelaki yang ia temui di dalam kedai
arak. "saudara tua" panggil Thio Han Liong.
"Eeeh?" Lelaki itu terperangah ketika melihat Thio Han
Liong bersama ke dua padri tua itu.
"Engkau... saudara kecil Kok berada di sini?"
"saudara tua" Thio Han Liong menatapnya.
"Engkau bernama seng Hwi?"
"Ya." Lelaki itu mengangguk-
"Engkau adalah murid siauw Lim Pay?"
"Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala dan
menambahkan "Tapi aku punya hubungan dengan siauw Lim Pay."
"saudara kecil" seng Hwi menatapnya dengan wajah
muram "Itu berarti engkau akan mencampuri urusanku dengan
siauw Lim Pay?" "Bukan mencampuri, melainkan ingin menjernihkan
masalahmu dengan siauw Lim Pay." sahut Thio Han Liong.
"Apa maksudmu?"
"Sebab engkau telah salah paham terhadap siauw Lim Pay-
Kalau salah paham itu masih berlanjut, akhirnya korban akan
terus berjatuhan." "saudara kecil, aku memang harus membunuh para
Hweeshio siauw Lim Pay dan cia sun, karena ayahku mati
gara-gara mereka." "ltulah salah pahammu." Thio Han Liong meng-gelenggelengkan
kepala. "saudara tua, maukah engkau mendengarkan penjelasanku
dulu" Kalau memang pihak siauw Lim-pay dan cia sun
bersalah, engkau pun boleh membunuhku."
"Eh" saudara kecil. - " Seng Hwi mengerutkan kening.
" Ketika aku melihatmu di kedai arak, aku sudah merasa
cocok denganmu, kemudian engkau pun mau mentraktirku,
Itu berarti aku telah berhutang kebaikan kepadamu- Kini
engkau ingin menjelaskan masalah itu padaku, tentunya aku
harus mendengarnya-"
"saudara tua" Betapa girangnya Thio Han Liong.
"Man ikut aku ke dalam"
"Baik-" seng Hwi mengangguk, lalu mengikuti Thio Han
Liong ke dalam kuil itu dan duduk di ruang depan. Kong Bun
Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng saling memandang kemudian
mereka manggut-manggut sambil menarik nafas lega.
"saudara kecil, jelaskanlah"
"saudara tua, Cia sun adalah ayah angkat orang-tuaku."
Thio Han Liong memberitahukan.
"orang tuaku adalah Thio Bu Ki...." Thio Han Liong menutur
tentang kejadian masa lampau kepada seng Hwi.
Thio Han Liong menutur tentang kejadian seng Kun yang
memperkosa isteri Cia sun dan lain sebagainya berdasarkan
apa yang didengarnya dari Thio Bu Ki, ayahnya. seng Hwi
mendengarkan dengan wajah pucat pias dan seka li-kali ia pun
melirik ke arah Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng. Ke
dua padri tua itu tampak beo itu tenang, maka ia pun yakin
bahwa apa yang dituturkan Thio Han Liong itu benar.
"Kong Bun Hong Tio" tanya seng Hwi dengan kening
berkerut-kerut. "Betulkah apa yang dituturkan saudara kecil ini?"
"omitohud Itu memang betul," sahut Kong Bun Hong Tio-
"Para ketua partai besar lain pun mengetahui tentang
kejadian itu. Bahkan masih ada beberapa murid kami yang
dihukum, karena mereka bersekongkol dengan seng Kun."
"Tapi...." seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Lainpula yang diceritakan ayahku, katanya Cia sun
muridnya itu sangat jahat sekali. Padahal ayahku tidak pernah
melakukan perbuatan terkutuk itu, namun cia sun yang
memfitnahnya. Karena Cia sun terus-menerus memburunya,
maka ayahku menjadi Hweeshio di siauw Lim sie- Cia sun tahu
tentang itu, maka membunuh Keng Kian seng Cen. Akan
tetapi, dengan licik sekali Cia sun memutar balikkan fakta itu,
sehingga ayahku malah menjadi tertuduh, oleh karena itu,
suatu hari ayahku berpesan kepadaku, apabila ayahku mati,
aku harus menuntut balas kepada pihak siauw Lim sie dan cia
sun."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"omitohud" Keng Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan
kepala. "Itu merupakan cerita bohong, omitohud...."
"saudara tua, apa yang diceritakan ayahmu itu tidak
benar," ujar Thio Han Liong.
"Kalau engkau masih tidak percaya, silakan ke gunung Bu
Tong bertanya kepada sucouwku"
"sucouwmu" Maksudmu adalah guru Besar Thio sam
Hong?" tanya seng Hwi.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Itu tidak perlu-" seng Hwi menggelengkan kepala,
kemudian menatap Han Liong seraya berkata,
"saudara kecil, sudikah engkau ikut ke tempat tinggalku?"
"Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Menemui ibuku."
Thio Han Liong berpikir sejeNak, kemudian mengangguk
seraya berkata. "Baiklah- Engkau sudi mendengar penjelasanku, maka aku
pun harus ikut engkau pergi menemui ibumu-"
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang" ujar seng Hwi
dan sekaligus berpamit kepada Kong Bun Hong Tio dan Kong
Ti seng Ceng. "omitohud" sahut Kong Bun Hong TioTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Han Liong pun berpamit kepada ke dua padri tua itu,
kemudian meninggalkan kuil siauw Lim sie bersama seng Hwi.
"omitohud" ucap Kong Bun Hong Tio setelah mereka pergi.
"Tak disangka jadi beres urusan itu. omitohud...."
"suheng" Kong Ti seng Ceng manggut-manggut.
"Kelihatannya Han Liong yang akan menyelamatkan rimba
persilatan, omitohud - ."
-ooo00000ooo- Bab 14 Hek Liong Pang (Perkumpulan naga Hitam)
sudah sebulan tebih Tan Giok Cu berdiam di rumah
menunggu kedatangan Thio Han Liong.
Akan tetapi, yang ditunggu justru tidak muncut, sehingga
membuat gadis itu uring-uringan.
"Giok cu" Tan Ek seng menatapnya ketika duduk di ruang
depan, sebab putrinya itu terus berjalan mondar-mandir.
"Kenapa engkau tidak bisa duduk diam dari tadi?"
"Ayah, aku... aku...." Tan Giok Cu menggeleng-geleng-kan
kepala. "Rindu kepada Han Liong kan?" sahut Tan Ek seng sambil
menghela nafas panjang. "Heran, Kenapa dia belum ke mari?"
"Mungkin..." ujar Lim soat Hong.
"Dia masih berada di gunung Bu Tong."
"Ibu" Tan Giok Cu menatapnya.
"Sudah sebulan lebih dia belum ke mari, maka aku harus
pergi menyusulnya ke gunung Bu Tong."
"Itu...." ujar soat Hong tampak berkeberatan.
"Nak,--" "Ibu ijinkan atau tidak, aku tetap harus pergi ke gunung Bu
Tong," sahut gadis itu yang telah mengambil keputusan.
"Nak, - " Lim soat Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau...." "Giok Cu" Tan Ek seng menatapnya seraya bertanya,
"sungguhkah engkau ingin ke gunung Bu TOng?"
"ya." Tan Giok Cu mengangguk,
"Bagaimana seandainya engkau pergi, dia justru ke mari?"
tanya Tan Ek seng. "Itu...,"jawab Tan Giok Cu.
"Suruh dia tunggu di rumah, aku pasti kembali."
"Kalau begitu...." Tan Ek seng berpikir lama sekali.
"Baiklah, Kapan engkau akan berangkat?"
"Sekarang," sahut gadis itu singkat.
"Giok Cu, ayah tidak berkeberatan." kata Tan Ek seng dan
melanjutkan, "sebab kini engkau sudah cukup besar dan berkepandaian
tinggi, tentunya bisa menjaga diri, tapi ibumu...."
"Ibu, aku berangkat sekarang ya?" kata Tan Giok Cu sambil
menggenggam tangan Lim soat Hong.
"Nak," Lim soat Hong membelainya.
"Engkau ingin pergi menemui jantung hatimu. bagaimana
mungkin ibu melarangmu" Hanya saja engkau harus berhatihati"
"ya. Terima kasih, Ibu," ucap Tan Giok Cu dengan girang.
"Nak," pesan Lim soat Hong. "Bertemu Han Liong atau
tidak, engkau harus segera pulang."
"ya." Tan Giok Cu mengangguk,
"Ibu, aku..,." "Jangan khawatir." Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Engkau ingin minta uang kan?"
"Untuk bekal dalam perjalanan."
"Ayah pasti berikan." Tan Ek seng tersenyum,
"Giok Cu, kini engkau sudah besar, ayah sudah tidak bisa
mengekangmu lagi." "Ayah kok omong begitu sih?" Tan Giok Cu cemberut.
"Padahal aku pergi hanya...."
" Hanya ingin mencari buah hatimu itu, bukan?" Tan Ek
seng tertawa. "Nak, mudah-mudahan engkau bertemu dia, lalu ajak dia
ke mari" "Ya, Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk,
"Nak" Lim soat Hong menatapnya dengan penuh kasih
sayang, "sebetulnya ibu merasa berat sekali membiarkan mu pergi,
tapi...." "Ibu" Tan Giok Cu tersenyum.
"Setelah bertemu Han Liong, aku pasti pulang
bersamanya." "Nak," pesan lim soat Hong lagi.
"Kalau dia tidak berada di gunung Bu Tong engkau harus
segera pulang" "ya, Ibu." Tan Giok Cu mengangguk-
" Aku pasti pulang "
Tan Giok Cu sudah meninggalkan rumahnya. Di
punggungnya bergantung sebilah pedang dan sebuah
buntalan. Agar cepat tiba di gunung Bu Tong, ia membeli
seekor kuda jempolan. Beberapa hari kemudian, gadis itu telah tiba di kota Bun
ciu. Kota tersebut cukup makmur dan ramai dikunjungi para
pedagang dari daerah-daerah lain dan tampak pula gedunggedung
berdiri megah di kota itu. Hari ini, kota tersebut
tampak lebih ramai daripada biasanya dan orang-orang yang
berlalu lalang pun kelihatan berseri-seri- Ada apa gerangan"
Ternyata hakim di kota Bun ciu merayakan ulang tahunnya-
Hakim tersebut bernama souw yam Hiong yang sangat
terkenal akan kejujurannya, bahkan juga adil dan bijaksana
dalam mengadili urusan apapun, tidak pernah korupsi atau
menerima suap dari hartawan, siapa yang bersalahi pasti
dijatuhi hukuman yang setimpal, oleh karena itu, hakim
tersebut sangat dicintai dan dihormati para penduduk kota
Bun ciu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Maka, penduduk kota
tersebut ikut merayakannya, suasana semarak di kota itu
membuat Tan Giok Cu agak tercengang, gadis itu duduk di
punggung kuda sambil menengok ke sana ke mari dengan
penuh keheranan. Ketika tiba di depan sebuah kuil, ia langsung menghentikan
kudanya. Kuil itu sungguh besar dan indahi itu adalah kuil Hok
Tek Cin sin (Dewa Keberuntungan). Padahal hari ini bukan ceh
It Cap Go (Tanggal satu atau tanggal Lima belas Tionghoa),
namun kuil itu ramai sekali. Tampak puluhan pengawal
berseragam kerajaan berbaris rapi di halaman kuil, sedangkan
di depan kuil ramai pula dikerumuni para penduduk kota.
Menyaksikan itu, Tan Giok Cu tertarik dan langsung
meloncat turun dari kudanya, kemudian menuntun kudanya ke
sebuah pohon sekaligus menambatkannya di situ. setelah itu,
dengan wajah berseri-seri Tan Giok Cu mendekati kuil itu.
"Paman" tanyanya kepada seorang lelaki tua.
"Kenapa begitu ramai di dalam kuil?" Lelaki tua itu
menoleh, seketika juga ia terbelalak dengan mulut ternganga
lebar. "Haaah" Nona...."
"Paman" Tan Giok Cu tersenyum geli ketika menyaksikan
tingkah laku lelaki tua itu.
"Beritahukanlah Jangan seperti orang linglung"
"Aduuuh Nona, aku kira engkau adalah bidadari yang baru
turun dari kahyangan, maka aku jadi linglung," sahut lelaki tua
itu sambil tertawa, kemudian memberitahukan.
" Hakim souw sekeluarga sedang sembahyang di dalam kuit
ini, maka dijaga ketat oleh para pengawalnya."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Tapi kenapa para penduduk berkumpul di luar kuil, mereka
ingin menonton apa?"
"Nona" Lelaki tua itu menatapnya dengan mata tak
berkedip- "Engkau bukan penduduk kota ini?"
"Bukan. Aku baru tiba di kota ini."
"Pantas engkau tidak tahu" Lelaki tua itu manggutmanggut.
"para penduduk kota ingin menyaksikan putri hakim souw
dari dekat." "Lho?" Tan Giok Cu heran.
"Kenapa para penduduk kota ingin menyaksikan putri
hakim -Souw?" "Karena...." lelaki itu tersenyum.
"Nona souw cantik sekali, maka penduduk kota ini ingin
menyaksikannya." "oh?" Tan Giok Cu tertarik-
"Tapi-.," Lanjut lelaki tua itu.
"Nona souw masih kalah cantik dibandingkan dengan
NcJna." "Ahi masa?" Tan Giok Cu tersenyum.
"Paman tahu nama Nona souw itu?"
"Dia bernama souw Lan Ling, usianya sekitar tujuh belas
tahun." Lelaki tua itu memberitahukan.
Percakapan mereka terdengar oleh beberapa orang yang
berdiri tak jauh dari situ Mereka menoleh dan. seketika juga
terbelalak- "Wuah" terdengar seruan tak tertahan.
"Bukan main cantiknya nona itu, wajahnya putih mulus
bagaikan salju" "jangan-jangan dia adalah bidadari yang baru turun dari
kahyangan...." "Mungkin gadis itu cucu Dewa Keberuntungan, turun dari
langit, ingin memberi keberuntungan kepada Hakim souw
sekeluarga." "Eh" Apakah Dewa Hok Tek Cin sin punya cucu" Engkau
jangan omong ngawur lho Mulutmu bisa bengkak karena usil."
"Lihat tuh" bisik salah seorang,
"gadis itu melangkah maju, kelihatannya ingin masuk ke
dalam. Mari kita berijalan kepadanya"
Mereka segera minggir. sudah barang tentu menyenggol
orang lain yang sedang menyaksikan kecantikan souw Lan
Ling, yang duduk bersama ke dua orang tuanya di pekarangan
kuil. "Hei" bentak orang yang kena senggol.
"Jangan terus mendesak, kami tidak bisa maju lagi"
"Bung Lihatlah gadis yang ingin masuk itu, bukankah lebih
cantik dari Nona souw?"
orang-orang yang tersenggol itu langsung memandang ke
arah Tan Giok Cu, dan kemudian terbelalak sambil bergumam.
"Bidadari baru turun dari kahyangan...."
sementara itu, souw Lan Ling merasa bangga sekali, karena
dirinya menjadi pusat perhatian para penduduk- Akan tetapi,
mendadak para penduduk itu telah berpaling ke belakang.
Tentunya membuat gadis itu terheran-heran, maka ia pun
memandang ke arah pintu kuil. Dilihatnya seorang gadis yang
amat cantik sedang berjalan ke dalam, namun ditahan oleh
para pengawal yang menjaga di situ.
"Nona...." Pengawal itu terbelalak ketika menyaksikan
kecantikan Tan Giok Cu. "Nona...." "Paman, aku ingin ke dalam, tapi kenapa ditahan sih?"
tanya gadis itu dengan suara merdu.
"Maaf nona" ucap pengawal itu-
"Junjungan kami. Hakim souw sedang berada di dalam kuil,
maka kami menjaga di sini melarang siapa pun yang ingin
masuk-" "Aku ingin melihat-lihat ke dalam, Paman. ijinkanlah aku
masuk" ujar Tan Giok Cu. Pengawal tersebut menggelengkan
kepala. Souw Lan Ling yang menyaksikan itu, segera berkata
kepada Hakim souw dengan suara rendah.
"Ayah, gadis itu ingin masuk, tapi ditahan oleh kepala
pengawal. Ayah, perbolehkanlah dia masuk."
Hakim souw memandang ke arah pintu kuil, dan kagum
sekali akan kecantikan gadis itu.
"Biarkan gadis itu masuk" ujarnya perlahan.
"Biarkan gadis itu masuk" sambung pengawal yang berdiri
di situ dengan suara keras. Kepala pengawal mendengar suara
seruan itu, langsung mempersilakan Tan Giok Cu masuk.
"Terima kasih," ucap gadis itu sambil tersenyum sekaligus
melangkah ke dalam dengan wajah berseri-seri.
Langkahnya lemah gemulai dan kelihatan begitu cantik.
Maka tidak heran kalau souw Lan Ling memandangnya
dengan mata tak berkedip, sebab cara jalannya bagaikan sang
bidadari yang turun dari kahyangan.
"Adik kecil" seru souw Lan Ling memanggilnya.
"Kemarilah" " Kakak memanggilku?" tanya Tan Giok Cu.
"ya." souw Lan Ling mengangguk, Tan Giok Cu
menghampiri mereka, lalu memberi hormat.
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gembira,
"gadis cantik, siapa engkau dan dari mana?"
"Namaku Tan Giok Cu,"jawab gadis itu memberitahukan.
"Aku dari desa Hok An."
"oooh" Hakim souw manggut-manggut
"gadis cantik, silakan duduk"
"Terima kasih-" Tan Giok Cu duduk di sebelah souw Lan
Ling.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik kecil" ujar souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Engkau cantik sekali."
"Kakak pun cantik sekali" sahut Tan Giok Cu.
"Para penduduk kota ini ingin menyaksikan kecantikan
Kakak-" "Tapi kini pandangan mereka beralih kepadamu-" souw Lan
Ling tersenyum. "oh ya, berapa usiamu sekarang?"
"Lima belas tahun," sahut Tan Giok Cu dan bertanya,
"Nama Kakak?" "Namaku Lan Ling, tujuh belas tahun." souw Lan Ling
menatapnya. "Adik Giok Cu, di punggungmu bergantung sebilah pedang,
apakah engkau gadis rimba persilatan?"
"Sebetulnya aku bukan gadis rimba persilatan, hanya
sedang melakukan perjalanan menuju gunung Bu Tong."
"oooh" souw Lan Ling manggut-manggut.
"Tapi aku yakin engkau mahir ilmu pedang, ya, kan?"
"Kira-kira begitulah" sahut Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Adik Giok Cu" souw Lan Ling menatapnya seraya berkata-
"Maukah engkau bersilat pedang sebentar?"
"Tidak-" Tan Giok Cu menggelengkan kepala-
"Aku tidak mau-"
"Kenapa?" souw Lan Ling heran.
"Kalau aku bersilat pedang di sini, berarti aku sok pamer
kepandaianku," sahut Tan Giok Cu.
"Maka aku tidak mau- Kakak Lan Ling jangan gusar lho"
"Bagaimana mungkin aku gusar?" souw Lan Ling
tersenyum. "Aku sungguh girang bertemu denganmu."
"ohi ya?" Tan Giok Cu tertawa kecil.
" Aku pun girang sekali bertemu Kakak, Paman dan Bibi."
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak-
"Bagus, bagus Engkau memang merupakan gadis polos-
Nah, alangkah baiknya engkau bermain silat pedang sebentar
untuk kami." "Maaf, Paman Aku tidak mau, Mohon jangan mendesakku"
tolak Tan Giok Cu. "gadis cantik-..." Hakim souw tampak kecewa-
"suamiku," ujar Nyonya souw bernada menegurnya-
"Lan Ling ingin belajar ilmu silat, tapi engkau melarangnya,
sekarang malah menyuruh gadis itu bersilat pedang, dasar...."
"isteriku" Hakim souw tersenyum. Tidak baik anak gadis
belajar ilmu silat, sebab akan berubah kasar."
"Itu tidak mungkin," sela Tan Giok Cu.
"Hampir enam tahun aku belajar ilmu silat, buktinya aku
tidak berubah kasar."
"Tuh ya, kan?" ujar Nyonya souw sambil memandang Tan
Giok Cu. "Malah tampak begitu halus dan gerak-geriknya bagaikan
bidadari yang baru turun dari kahyangan."
"isteriku, anak gadis harus memegang jarum, bukan
memegang pedang," ujar Hakim souw.
"Paman" Tan Giok Cu tersenyum.
"Ibu bisa memegang jarum dan memegang pedang,
bahkan juga bisa memegang buku. Artinya bisa membaca dan
menulis." "gadis cantik,.-" hakim Souw tertegun. "Tapi Lan Ling tidak
berbakat untuk belajar ilmu silat-"
"Menurutku- - " Tan Giok Cu menatap souw Lan Ling
dengan penuh perhatian. " Kakak Lan Ling justru berbakat untuk belajar ilmu silat.
Aku yakin secara diam-diam dia belajar sendiri"
"oh?" Hakim souw melotot.
"Lan Ling &ngkau belajar ilmu silat secara diam-diam?"
"Ayah" souw Lan Ling tersenyum.
"Aku cuma meng-gerak-gerakkan sepasang tanganku, itu
ada baiknya untuk kesehatan."
"oooh" Hakim souw menarik nafas lega.
"Aku kira engkau punya guru."
Mendadak tampak beberapa buah benda bergemerlapan
meluncur cepat ke arah Hakim souw, yang ternyata adalah
beberapa buah senjata rahasia. Di saat bersamaan, Tan Giok
Cu menggerakkan tangannya, dan beberapa buah senjata
rahasia itu dapat ditangkapnya, gadis itu masih belum
berpengalaman karena langsung menangkap senjata-senjata
rahasia itu. seandainya senjata-senjata rahasia itu beracun,
bukankah gadis itu akan celaka"
Di saat itulah melayang turun tiga orang. Para pengawal
langsung menyerang mereka, akan tetapi belasan jurus
kemudian, para pengawal itu sudah roboh terkapar, begitu
pula kepala pengawal. "Hah?" Wajah Hakim souw berubah pucat pias.
" Celaka..." "Jangan khawatir, Paman" Tan Giok Cu tersenyum sambit
menghunus pedang pusaka Pek Kong Kiam (Pedang Gadis
Putih) pemberian gurunya- la lalu melesat ke arah tiga orang
itu yang berpakaian serba putih, dan di bagian dada terdapat
sulaman gambar seekor naga hitam.
"Nona, siapa engkau?" bentak salah seorang dari mereka.
"Kenapa engkau mencampuri urusan kami?"
"Kalian siapa?" Tan Giok Cu balik bertanya.
"Kenapa ingin membunuh Hakim souw?"
"Nona" orang itu mengerutkan kening.
"Kami ke mari memang ingin membunuh hakim keparat itu
Lebih baik Nona jangan turut campur"
"Aku justru mau turut campur, kalian mau apa?" tantang
Tan Giok Cu sambil tersenyum.
"Nona" orang yang berhidung agak besar meng-gelenggelengkan
kepala. "Terus terang, kami merasa tidak tegg melukaimu"
"Hidung besar" sahut Tan Giok Cu.
"Lebih baik kalian segera enyah, kalau aku marah,
celakalah kalian bertiga"
"Nona" Wajah orang berhidung besar tampak gusar.
"Engkau memang cari penyakit"
"Jadi - " Tan Giok Cu menatap mereka dengan tajam.
"Kalian bertiga tidak mau enyah?"
"Hm" dengus si Hidung Besar-
"Nona, kami terpaksa harus menangkapmu, setelah itu
barulah kami membunuh Hakim souw"
"Oh?" Tan Giok Cu menatap mereka satu persatu.
Dilihatnya mereka bersenjata pedang.
"Bagus Mari kita bertarung dengan pedang"
"Mari kita serang dia" seru si Hidung Besar.
Mereka bertiga langsung menyerang Tan Giok Cu. Tiga
orang itu memang mahir sekali bersilat pedang, namun yang
mereka hadapi adalah murid Yo sian sian dari Kuburan Tua.
Betapa lihaynya ilmu pedang gadis itu. Maka belum sampai
dua puluh jurus mereka bertarung, salah seorang teman si
Hidung Besar telah roboh dengan bahu tertusuk pedang Tan
Giok cu. Betapa terkejutnya si Hidung Besar dan seorang temannya
itu- Kemudian mereka saling memberi isyarat dan mendadak
tangan mereka bergerak-ser ser ser seeerrr Beberapa buah
senjata rahasia meluncur ke arah Tan Giok Cugadis
itu tersenyum dingin sambil mencelat ke atas,
sehingga beberapa buah senjata itu lewat di bawah kakinyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aaarrhhh"-" terdengar suara jeritan yang menyayat hati-
Ternyata senjata-senjata itu menembus dada orang yang
terluka itu- Kebetulan ia berada dibelakang Tan Giok Cu dan
berusaha bangkit berdiri, maka orang itulah menjadi korban
senjata-senjata rahasia tersebut- orang itu roboh binasa dan
luka di dadanya masih mengucurkan darah seaar.
Betapa terkejutnya ke dua orang itu. sebelum sepasang
kaki Tan Giok Cu hinggap di tanah, ke dua orang itu sudah
kabur terbirit-birit. setelah sepasang kakinya hinggap di tanah, gadis itu tidak
mengejar ke dua lawannya melainkan dengan tenang sekali
menyarungkan pedangnya. "Giok Cu" ujar Hakim souw ketika gadis itu kembali ke
tempat duduk- "Engkau telah menyelamatkan nyawaku, Mari ikut ke
rumah kami, agar kita dapat bercakap-cakap lebih leluasa"
"Maaf Paman" Tan Giok Cu menggelengkan kepala-
"Aku hendak melanjutkan perjalananku, sebab aku harus
cepat-cepat sampai di tempat tujuan."
"Adik Giok Cu" Souw Lan Ling tersenyum.
"Mari ikut ke rumah kami, aku... aku kagum sekali
kepadamu." Tapi...."
"Aku telah menganggapmu sebagai adik, maka engkau
jangan mengecewakan aku," desak souw Lan Ling.
"Giok Cu," bujuk Nyonya souw. "Aku mohon engkau sudi
ikut ke rumah kami, sebab kemungkinan besar para penjahat
itu akan ke rumah kami mencoba membunuh suamiku-"
"Aku. - " Akhirnya Tan Giok Cu mengangguk,
"Baiklahi Tapi kudaku-..."
"jangan khawatir." Hakim souw tersenyum.
"Akan kusuruh salah seorang pengawalku membawa
kudamu ke rumahku." Hakim souw sekeluarga duduk di ruang depan. Tan Giok Cu
duduk di hadapan mereka sambil mengagumi keindahan
ruang itu, sedangkan souw Lan Ling terus menatapnya
dengan mata tak berkedip.
"Eh?" Tan Giok Cu tercengang.
"Kenapa Kakak menatapku dengan cara begitu" Apakah
wajahku tumbuh bulu seperti monyet?"
"Adik Giok Cu" sahut Souw Lan Ling.
"engkau selain cantik juga berkepandaian tinggi, aku ingin
sekali berguru kepadamu."
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa geli-
"Bagaimana mungkin aku menjadi gurumu" Aku lebih kecil
lho Lagipula aku tidak punya waktu untuk mengajarmu."
"Usia tidak menjadi masalah, yang penting engkau sudi
menjadi guruku," sahut souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak:
" Giok Cu, kalau engkau bersedia menjadi guru Lan Ling,
aku tidak akan melarang lagi Lan Ling belajar ilmu silat."
"Betulkah itu. Ayah?" souw Lan Ling tampak girang sekali.
"Betul." Hakim souw manggut-manggut.
"Adik Giok Cu-" souw Lan Ling menatapnya dengan penuh
harap. Akan tetapi Tan Giok Cu justru menggeleng-gelengkan
kepala. "Kakak Lan Ling, aku tidak punya waktu," sahutnya dan
menambahkan, "Aku harus segera berangkat ke gunung Bu Tong."
"Adik Giok Cu, engkau murid Bu Tong pay?" tanya souw
Lan Ling. "Bukan," jawab Tan Giok Cu jujur.
"Aku ke gunung Bu Tong untuk mencari seseorang."
"Siapa orang itu?" tanya souw Lan Ling lagi.
"Dia adalah teman baikku, sudah hampir enam tahun kami
tidak bertemu. Dia ke rumahku tapi aku belum pulang dari
tempat guruku. Aku pulang dia justru sudah berangkat ke
gunung Bu Tong." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Dia bernama Thio Han Liong, tapi aku panggil dia Kakak
tampan." "oh?" souw Lan Ling tersenyum.
"Dia adalah pemuda tampan?"
"Ketika masih kecil, dia tampan sekali. Maka aku
memanggilnya Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Dia memanggilku adik manis."
"Bukan main" souw Lan Ling tertawa geli-
"Tak disangka engkau sudah punya kekasih"
"Kakak jangan menggodaku"
" Kalau engkau tidak mengajarku ilmu silat, aku pasti terusmenerus
menggodamu-" "Kakak- - " Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak punya waktu untuk mengajarmu."
"Cukup beberapa hari saja," ujar souw Lan Ling.
"engkau memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu
pedang, aku akan belajar sendiri"
"Baiklahi" Tan Giok Cu mengangguk,
"Terima kasih, Adik Giok Cu" ucap souw Lan Ling dan
menambahkan, "Mulai malam ini aku minta petunjuk-"
"Baik." Tan Giok Cu tersenyum, kemudian memandang
Hakim souw seraya bertanya,
"Paman kenal para penjahat itu?"
"Aaah - " Hakim souw menghela nafas panjang.
"Mereka adalah para anggota Hek Liong Pang yang selalu
berlaku sewenang-wenang, suatu hari, kepala pengawal-ku
menangkap seorang penjahat yang memperkosa seorang
gadis- Aku menjatuhkan hukuman mati kepada penjahat itu,
tak disangka penjahat itu adalah anggota Hek Liong Pang."
"Kalau begitu Hek liong Pang merupakan perkumpulan para
penjahat?" tanya Tan Giok Cu.
"Kira-kira begitulah" sahut Hakim souw.
"Aku kurang jelas tentang perkumpulan itu. oh ya, aku
yakin engkau sudah lapar, Mari kita makan dulu"
"Terima kasih,Paman" Tan Giok Cu tersenyum,
"Aku memang sudah lapar sekali, perutku sudah berbunyi
dari tadi." "Ha ha ha" Hakim souw tertawa gelak,
"Ha ha ha..." Malam harinya, souw Lan Ling dan Tan Giok Cu duduk di
pekarangan rumah- Tan Giok Cu terus memandangnya
dengan mata tak berkedip, membuat souw Lan Ling terheranheran.
"Adik Giok Cu, kenapa engkau memandangku dengan cara
begitu?" tanya souw Lan Ling sambil tersenyum.
"Apakah kepalaku tumbuh tanduk?"
"Kakak Lan Ling," sahut Tan Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau membohongi ayahmu kan?"
"Maksudmu?" "Sudah lama engkau belajar ilmu silat secara diam-diam,
namun engkau bilang tidak punya guru ketika ayahmu
bertanya- Nah, bukankah engkau sudah membohongi
ayahmu?"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku terpaksa-" souw Lan Ling menghela nafas panjang,
"sebab ayahku melarangku belajar ilmu silat, maka aku
harus mengelabui nya."
"Aku lihat kepandaianmu cukup tinggi, maka tak usah aku
memberimu petunjuk lagi."
"Terus terang, kepandaianku masih rendah-" souw Lan Ling
menggeleng-gelengkan kepala.
"Karena selama ini aku berlatih secara diam-diam, jadi tidak
mengalami kemajuan pesat-"
"Kakak Lan Ling, bolehkah aku tahu siapa gurumu?"
"Aku akan memberitahukan, tapi engkau harus memberi
petunjuk kepadaku-" "Baik." "guruku adalah seorang pengemis tua-"
"Seorang pengemis tua" Apakah beliau adalah anggota Kay
Pang?" "Bukan." souw Lan Ling tersenyum,
"guruku bukan anggota Kay Pang, hanya saja pakaiannya
compang-camping mirip seorang pengemis."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Apa yang diajarkannya kepadamu?"
"Ilmu pukulan dan ilmu pedang. Maka aku tertarik sekali
kepada ilmu pedangmu," ujar souw Lan Ling.
"gerakan ilmu pedangmu begitu lemas, namun sungguh
hebat dan lihay. Adik Giok Cu, ilmu pedang apa itu?"
"Itu adalah ilmu Giok Li Kiam Hoat"
"Adik Giok Cu" souw Lan Ling menatapnya dengan penuh
harap. "Bolehkah engkau mengajarku beberapa jurus ilmu pedang
itu?" "Kakak Lan Ling...." Tan Giok Cu mengerutkan kening.
"Itu adalah ilmu pedang perguruanku, aku tidak boleh
mengajarkannya kepada orang lain."
"Adik Giok Cu...." souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"oh ya" Tan Giok Cu teringat sesuatu.
"Aku akan mengajarmu beberapa jurus ilmu pedang lain,
tapi juga sangat lihay sekali."
"oh?" Wajah souw Lan Ling langsung berseri.
"Terima kasih, Adik Giok Cu."
Tan Giok Cu mulai mengajar souw Lan Ling beberapa jurus
ilmu pedang itu. Ternyata ia belajar dari Thio Han Liong ketika
masih kecil. Beberapa malam kemudian, souw Lan Ling sudah berhasil
menguasai ilmu pedang itu. Dapat dibayangkan, betapa
girangnya souw Lan Ling. Di saat itulah mendadak kening Tan
Giok Cu berkerut, lalu memandang ke arah pohon seraya
berseru. "siapa yang bersembunyi di situ" Ayoh, cepat keluar"
souw Lan Ling terkejut, sebab ia tidak mendengar suara
apa pun, dan segeralah ia memandang ke arah pohon itu.
"Ha ha ha ha" Terdengar suara tawa gelak-
"gadis kecil, pendengaranmu sungguh tajam"
"Guru" panggil souw Lan Ling dengan wajah berseriTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Guru...." Tampak sosok bayangan melayang turun di hadapan
merekai, yang ternyata seorang pengemis tua-
"gadis kecil - ," Pengemis tua itu menatap Tan Giok Cu
dengan mata tak berkedip-
"Engkau masih kecil, tapi pendengaranmu begitu tajam,
sungguh luar biasa sekali"
"Paman tua" Tan Giok Cu cemberut-
"Aku bukan gadis kecil, usiaku sudah lima belas tahun lho"
"Walau engkau sudah berusia lima belas tahun, namun
engkau tetap gadis kecil. Ha ha ha..." Pengemis tua itu
tertawa. "Dasar sudah tua jadi pikun" Tan Giok Cu bersungutsungut.
"Ha ha Aku belum pikun," sahut pengemis tua itu-
"Lan Ling, kebetulan aku lewat di kota ini, maka aku
mampir menengokmu- Tak disangka engkau sedang berlatih
ilmu pedang di sini. oh ya, siapa gadis besar itu?" "gadis
besar?" souw Lan Ling tertegun,
"Dipanggil gadis kecil dia tidak mau, maka aku
memanggilnya gadis besar saja," ujar pengemis tua itu sambil
menyengir ke arah Tan Giok Cu.
"Dia bernama Tan Giok Cu." souw Lan Ling
memberitahukan. "Dia yang menyelamatkan nyawa ayahku - ."
Kemudian souw Lan Ling menutur mengenai kejadian di
kuil Hok Tek Cin sin. Pengemis tua itu mendengarkan dengan
mata terbelalak dan bertanya, "siapa ke tiga penjahat itu?"
"Mereka adalah anggota Hek Liong Pang."
"Aaah - " Pengemis tua itu menghela nafas panjang.
"Ayahmu menghukum mati penjahat itu, tak disangka
adalah anggota Hek Liong Pang dan kini menjadi masalah-"
"Ayahku adalah seorang hakim yang sangat membenci
kejahatan, tentunya menjatuhkan hukuman mati pada
penjahat itu," sahut souw Lan Ling dan menambahkan.
"oh ya, ayahku sudah memperbolehkan aku belajar ilmu
silat." "Ayahmu perbolehkan atau tidak, yang jelas engkau sudah
belajar ilmu silat dariku, oh ya, tadi engkau berlatih ilmu
pedang apa?" "Aku belajar dari Adik Giok Cu-" souw Lan Ling
memberitahukan, lalu mempertunjukkan ilmu pedang
tersebut- " Ha a a h - ?" Mulut pengemis tua itu ternganga lebar.
"Itu adalah ilmu pedang tingkat tinggi, sangat hebat dan
lihay sekali." "oh?" souw Lan Ling bertambah girang mendengar ucapan
itu. "guru tidak berkeberatea aku belajar ilmu pedang ini?"
"Tentu tidak" sahut pengemis tua sambil menatap Tan Giok
Cu. "gadis cantik, siapa yang mengajarmu ilmu pedang itu?"
"Thio Han Liong."
"Locianpwee itu adalah gurumu?"
"Hi hi hi" Mendadak Tan Giok cu tertawa geli-
"Eh?" Pengemis tua tertegun.
"Gadis cantik, kenapa engkau tertawa geli, apa yang
menggelikanmu?" "Thio Han Liong bukan seorang Locianpwee. Ketika
mengajarku ilmu pedang itu, dia baru berusia sepuluh tahun."
Tan Giok Cu memberitahukan.
"Kini dia baru berusia enam belas tahun."
"oh?" Pengemis tua itu terbelalak.
"Sepertinya aku pernah melihat ilmu pedang itu, tapi lupa
di mana aku pernah menyaksikannya."
"Bukankah barusan guru menyaksikan ilmu pedang itu?"
Souw Lan Ling tersenyum, Gadis itu mengira gurunya
bergurau. "Lan Ling" Pengemis tua itu melotot.
"Aku berkata sesungguhnya, bukan sedang bergurau"
"oh" Kalau begitu..." souw Lan Ling menatapnya.
"Cobalah Guru ingat lagi, mungkin bisa ingat"
"Sudah lupa sama sekali." Pengemis tua itu menggelenggelengkan
kepala. "Dasar sudah tua, kalau bukan pikun pasti pelupa."
Tingkah laku pengemis tua itu membuat Tan Giok Cu nyaris
tertawa geli, sedangkan souw Lan Ling meng-gelenggelengkan
kepala. "Gadis cantik" Pengemis tua itu menatapnya.
"Kepandaianmu sangat tinggi, engkau murid siapa?"
"guruku adalah Bibi sian sian."
"siapa Bibi sian sian itu?"
"Bibi sian stan adalah guruku."
"Eeeh?" Pengemis tua itu mencak-mencak-
"gadis cantik, engkau sengaja mempermainkan aku ya?"
"Aku tidak mempermainkan, Paman Tua" sahut Tan Giok
Cu. "guruku memang Bibi sian sian. Bibi sian sian adalah
guruku" "Engkau berasal dari perguruan mana?" tanya pengemis
tua sambil melotot- "Jangan dijawab dengan putar balik lagi.. Awas"
"Perguruan Kuburan Tua-"
"Apa?" Kening pengemis tua itu berkerut-kerut
"gadis cantik, engkau berani mempermainkan orang tua?"
"Di belakang ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup- Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul
lagi di dunia Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"Kuburan Mayat Hidup, - Burung Rajawali dan Pasangan
Pendekar..," gumam pengemis tua itu dengan, air muka
berubah- "Ternyata engkau adalah murid wanita baju kuning itu,
sungguh di luar dugaan"
"Paman tua kenal guruku?" tanya Tan Giok Cu girang.
"Belasan tahun lalu, gurumu yang menyelamatkan Kay
Pang. Kebetulan aku pun berada di tempat itu, maka aku tahu
tentang kejadian itu dan melihat gurumu," sahut pengemis tua
"Kalau begitu..." Tan Giok Cu menatapnya.
"Paman Tua adalah anggota Kay Pang?"
"Dulu aku adalah Tetua Kay Pang, namun kini sudah tidak"
ujar pengemis tua itu. "sebab aku sudah tidak mau pusing akan urusan
perkumpulan lagi, maka mengundurkan diri untuk hidup
bebas." "Kenapa guru tidak mau mengaku kalau Guru anggota Kay
Pang?" tanya souw Lan Ling bernada menegur.
"Aku sudah mengundurkan diri darijabatanku, itu berarti
aku bukan anggota Kay Pang lagi. Mengerti?" sahut pengemis
tua itu melotot, "oooh" souw Lan Ling manggut-manggut.
"Lan Ling Kini sudah waktunya engkau berterus terang
kepada ayahmu- Aku pun ingin bertatap muka dengan ke dua
orang tuamu," ujar pengemis tua itu sungguh-sungguh-
"ya-" souw Lan Ling mengangguk dan bertanya,
"Kapan guru mau bertemu ke dua orang tuaku?"
"Sekarang," sahut pengemis tua itu singkat.
"Sekarang?" souw Lan Ling terbelalak-
"Sudah larut malam begini?"
"Lan Ling" Pengemis tua itu tertawaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagiku tidak ada larut malam. Ayoh cepat antar aku
masuk" "Guru...." souw Lan Ling serba salah-
"Eh?" Pengemis tua itu melotot.
"Engkau berani tidak menurut padaku" Mau jadi murid
murtad?" "guru...." souw Lan Ling menundukkan kepala.
"Kakak Lan Ling, antarlah guru ke dalam" ujar Tan Giok Cu.
"Aku yakin ke dua orang tua mu tidak akan gusar."
"Baiklah" souw Lan Ling mengangguk, lalu mengajak
pengemis tua itu masuk ke rumah-
"silakan duduk guru, aku mau ke dalam membangunkan ke
dua orang tuaku" "Tidak usah" Mendadak terdengar suara sahutan dari dalam, kemudian
berjalan ke luar hakim souw dan isterinya dengan wajah
berseri-seri. "Lan Ling, kami sudah bangun."
(Bersambung keBagian 08) Jilid 8 "Ayah, ibu?" Tertegun Souw Lan Ling.
"Ha ha ha" Hakim Souw tertawa gelak.
"Setiap malam kami mengintip engkau belajar ilmu pedang
pada Giok Cu, malam ini munaul Cianpwee ini yang adalah
gurumu." "Ayah sudah mendengar pembicaraan kami?" tanya Souw
Lan Ling dengan air muka agak berubah.
"ya." Hakim Souw mengangguk.
"Engkau sungguh keterlaluan, sudah punya guru silat tapi
tidak mau beritahukan."
"Kalau aku beritahukan. Ayah pasti marah-marah sih,"
sahut Souw Lan Ling. "Sekarang sudah tidak, karena ayah sudah tahu akan
kegunaan ilmu silat. Engkau memiliki kepandaian tinggi, sudah
barang tentu bisa melindungi ayah."
"Ayah...." Souw Lan Ling girang bukan main.
"Hakim Souw" Pengemis tua itu tertawa. "Kalian bisa
mengintip dari dalam rumah, sedangkan aku bisa mendengar
dari pekarangan, maka tahu akan keberadaan kalian di dalam
rumah. Ha ha ha..." "Pantas Guru ingin ke dalam rumah" ujar Souw Lan Ling.
"Lan Ling" Pengemis tua itu menatapnya.
"Engkau harus ingat satu hal, di saat berlatih atau berada
di mana pun, engkau harus selalu pasang kuping Engkau
harus ingat itu" "Ya, Guru." souw Lan Ling mengangguk.
"Cianpwee" Hakim souw tersenyum. "Bagaimana kalau
malam ini kita bersulang bersama?"
"Ha ha ha" Pengemis tua itu tertawa seraya berkata,
"Itu yang kuharapkan. Cepat ambilkan arak wangi"
Nyonya souw segera ke dalam, tak lama sudah keluar lagi
dengan membawa arak wangi dan dua buah cangkir. Mulailah
pengemis tua itu dan Hakim souw ber-sulang sambil tertawa
gembira, setelah puas bersulang, pengemis itu berpamit
"Guru menginap di sini saja" ujar souw Lan Ling-
"Ha ha" Pengemis tua itu tertawa-
"Guru tidak biasa menginap di rumah mewah, tentunya
engkau tahu itu-" "Tapi - -" souw Lan Ling ingin menahannya, namun
gurunya itu sudah melangkah pergi sambil tertawa-tawa- Pada
waktu bersamaan, Tan Giok Cu berkata kepada Hakim souw-
"Paman, aku akan melanjutkan perjalananku esok pagi-"
"Esok pagi?" Hakim souw menatapnya.
"Kenapa begitu cepat?"
"Paman, waktuku banyak tersita di situ- Maka aku harus
berangkat esok, agar bisa sampai di gunung Bu Tong
selekasnya."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik Giok Cu...." souw Lan Ling menghela nafas panjang.
"Engkau tidak bisa tinggal di sini beberapa hari lagi?"
"Maaf, Kakak Lan Ling," ucap Tan Giok Cu.
"Aku harus berangkat esok pagi- Tidak bisa ditunda lagi"
"Adik Giok Cu, kapan kita akan berjumpa kembali?" tanya
Souw Lan Ling dengan mata agak basah.
"Kalau aku sudah bertemu Han Liong, aku pasti
mengajaknya ke mari," sahut Tan Giok Cu berjanji-
"Kakak Lan Ling pasti senang bertemu dia-"
"Engkau jangan ingkar janji lho"
"Jangan khawatir Kakak Lan Ling- Aku tidak akan ingkar
janji-" "Terima kasih. Adik Giok Cu" souw Lan Ling menggenggam
tangannya erat-erat- "Mudah-Mudahan kita berjumpa kembali secepatnya"
Tan Giok Cu manggut-manggub Keesokan harinya
berangkatlah gadis itu menuju gunung Bu Tong.
-ooo00000ooo- Bab 15 Mengobati seorang Gadis Dengan Iweekang
setelah meninggalkan Kuil siauw Lim sie, seng Hwi
mengajak Thio Han Liong ke sebuah lembah- Di lembah itu
terdapat sebuah gubuk, yang ternyata tempat tinggal seng
Hwi dan ibunya. seng Hwi mengajak Thio Han Liong ke dalam-
Terlihat seorang wanita tua yang rambutnya sudah putih
semua terbaring di tempat tidur,
"seng Hwi - ." Wanita tua itu menatapnya-
"ibu" seng Hwi mendekatinya-
"Aku sudah pulang-"
"seng Hwi" Wanita tua itu memandang Thio Han Liong- "siapa anak
muda tampan itu?" "Dia kawan baikku, namanya Thio Han Liong," jawab seng
Hwi memberitahukan. "Bibi Tua" panggil Thio Han Liong.
"Ngmm" Wanita tua itu manggut-manggut. kemudian
bangun dan duduk di pinggir tempat tidur,
"seng Hwi, syukurlah engkau sudah punya kawan baik
ibu... ibu turut gembira, oh ya, bagaimana urusanmu dengan
pihak siauw Lim sie?"
"Justru itu aku ingin bertanya kepada ibu, harap ibu
menjawab dengan jujur, jangan membohongiku"
"Engkau mau bertanya apa" Tanyalah"
"ibu" seng Hwi menatap ibunya seraya bertanya,
"sebetulnya ayahku orang baik atau orang jahat?"
"Ayahmu...-" Wanita tua itu tidak melanjutkan ucapannya
melainkan menundukkan kepala.
"Kenapa engkau menanyakan hal itu?"
"sebab - -" seng Hwi memandang Thio Han Liong, rupanya
ia menghendaki pemuda itu yang memberitahukan kepada
ibunya- "Bibi tua," ujar Thio Han Liong membentahukan.
"Namaku Thio Han Liong, ayahku bernama Thio Bu Ki, Cia
sun adalah ayah angkat orangtuaku...."
Kemudian Thio Han Liong menutur tentang urusan seng
Kun dengan Cia sun dan lain sebagainya. Wanita tua itu
mendengarkan dengan wajah murung, seusai Thio Han Liong
menutur, wanita tua itu menghela nafas panjang.
"Aaah - " Wanita tua itu menggeleng-gelengkan kepala,
"seng Hwi, ayahmu memang begitu"
"Ha a a h - ?" wajah Seng Hwi pucat pias.
"Kenapa selama ini ibu membohong iku, tidakmau berterus
terang?" "ibu tidak mau merusak kesan baikmu terhadap ayahmu,
lagipula - ayahmu memang sangat menyayangi-mu. oleh
karena itu..." Wanita itu menghela nafas panjang,
"ibu tidak tega menceritakan tentang semua kejahatan
ayahmu, sebab itu... itu akan menghancurkan hidupmu."
"ibu...." Air mata seng Hwi meleleh.
"Kini hidupku telah hancur, bahkan telah melakukan
perbuatan berdosa. Aku... aku telah banyak membunuh para
Hweeshio siauw Lim Pay. Aaahhh"
"saudara Tua," ujar Thio Han Liong.
"Kong Bun Hong Tio dan Kong Ti seng Ceng telah
memaafkanmu-" "Tapi-., tapi- - " seng Hwi terisak-isak-
"Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, karena aku telah
membunuh begitu banyak Hweeshio yang tak berdosa-"
"saudara Tua, engkau tahu salah berarti mau bertobat
seperti kakekku itu, maka alangkah baiknya engkau ke siauw
Lim sie untuk memohon pengampunan kepada Kong Bun
Hong Tio-" ujar Thio Han Liong sambil tersenyumTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Saudara kecil," ucap seng Hwi girang.
"Terima kasih atas petunjukmu. Kalau tiada engkau, dosaku
pasti bertambah- Aku telah berhutang budi dan kebaikanmu,
mudah-mudahan aku dapat membalas kelak"
"Jangan berkata begitu, Saudara tua" Thio Han Liong
tersenyum. "Di antara kita tiada hutang budi atau kebaikan."
"saudara kecil...." seng Hwi menatapnya dengan haru.
"Terima kasih-.."
"Han Liong" Wanita tua itu memandangnya dengan mata
basah- "Kami sungguh telah berhutang budi kepadamu"
"Bibi tua jangan berkata begitu Aku dan Saudara tua adalah
kawan baiki tentunya harus tolong menolong," ujar Thio Han
Liong. "Han Liong...." Air mata wanita tua itu mulai meleleh.
"Terima kasih."
"Bibi tua jangan terus mengucapkan terima kasih padaku,
aku jadi malu." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
memandang seng Hwi seraya bertanya,
"Saudara tua, dari mana engkau belajar ilmu pukulan cing
Hwee Ciang yang amat ganas itu?"
"Aku belajar dari sebuah kitab pemberian ayahku." seng
Hwi memberitahukan. "Hampir tiga puluh tahun aku belajar ilmu pukulan itu dan
beberapa bulan lalu kitab itu telah kubakar."
Thio Han Liong manggut-manggut.
"saudara tua, aku mau pamit."
"Mau berangkat sekarang?"
"ya." "Tidak bisa" seng Hwi menggelengkan kepala.
"Biar bagaimanapun engkau harus tinggal di sini beberapa
hari" "Itu...." "jangan menolak"
"Tapi-" "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di
sini beberapa hari" Thio Han Liong berpikir, lama sekali barulah mengangguk-
Itu sangat menggirangkan Seng Hwi.
"saudara kecil, terima kasih," ucapnya dengan wajah
berseri. Thio Han Liong tinggal di gubuk itu. Beberapa hari
kemudian barulah berpamitan kepada seng Hwi dan wanita
tua itu Kini ia melakukan perjalanan ke arah timur menuju
desa Hok An, tempat tinggal Tan Giok Cu.
-ooo00000ooo- Dua hari kemudian, Thio Han Liong telah tiba di sebuah
kota. la mampir di sebuah rumah makan lalu memesan
beberapa macam hidangan kepada pelayan.
Ketika ia mulai bersantap, beberapa tamu yang duduk di
sebelahnya mulai bercakap-cakap dengan wajah serius.
"Aaaah" salah seorang tamu menghela nafas panjang. Tak
disangka kota kita ini dilanda suatu bencana, khususnya bagi
keluarga yang punya anak gadis."
"Memang mengherankan, setiap gadis pasti jatuh sakit,
kemudian berubah gila dan bertenaga amat besar, setelah itu
menghilang entah ke mana."
"Untung kita tidak punya anak gadis. Namun aku sangat
prihatin menyaksikan para orangtua yang kehilangan anak
gadisnya." "Aaah - " Tamu itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Hartawan urn yang berhati-bajik serta sering menolong
orang justru tertimpa bencana itu"
"Betul," sambung yang lain.
"Putrinya yang berusia tujuh belasan itu mulai mengidap
penyakit aneh seperti anak gadis lain. Tidak lama lagi putri
hartawan Lim itu pasti gila dan akan hilang seperti anak gadis
lain." "Maaf" Thio Han Liong segera menghampiri mereka.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Paman?"
"Mau bertanya apa. Anak muda?"
"Putri hartawan Lim mengidap penyakit apa?"
"Penyakit aneh," sahut orang itu memberitahukan.
"Badannya panas, mukanya agak kehijau-hijauan dan
terus-menerus mengigau."
"setelah itu, dia akan menjadi gila dan bertenaga besar?"
tanya Thio Han Liong, yang tadi telah mendengar
pembicaraan mereka. "Ya." "Orang itu mengangguk-
"Bahkan kemudian akan hilang begitu saja."
"oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Paman, di mana rumah hartawan itu?"
"Tak jauh dari sini." Orang itu menunjuk ke arah kanan.
"Keluar dari rumah makan ini harus ke kanan, sampai di
prapatan belok ke kiri. Nah, hanya puluhan depa lagi sampai
di rumah hartawan Lim."
"Terima kasih, Paman"ucap Thio Han Liong. Kemudian ia
membayar makanannya, dan meninggalkan rumah makan itu.
la langsung menuju rumah hartawan urn, dan tak seberapa
lama kemudian, sudah tiba di tempat tujuan, sebuah rumah
yang amat megah dan mewah berdiri di situ dan dikelilingi
tembok tinggi- Kebetulan pintu pagar luar tidak ditutup, maka
Thio Han Liong mendorongnya dan sekaligus masuk ke dalam.
Pekarangan rumah itu luas sekali, dihiasi pula dengan
berbagai macam tanaman dan gunung-gunungan serta air
teriun buatan. Perlahan-lahan Thio Han Liong berjalan ke
rumah itu. Tiba-tiba pintu rumah itu terbuka, dan tampak
seorang tabib berjalan ke luar sambil menggeleng-geleng-kan
kepala- "Aaah - " Tabib itu menghela nafas dan bergumam,
"Aku tidak mampu mengobatinya-"
"Tabib," tanya seorang tua berpakaian jongos-
"Apa-kah Nona kami tidak bisa diobati lagi?"
"Sudah puluhan tahun aku menjadi tabib, tapi tidak pernah
menyaksikan penyakit seaneh itu- Aaah - " Tabib itu
menggeleng-gelengkan kepala-
"Mungkin hanya dewa yang dapat mengobatinya-"
Tabib itu melangkah pergi, namun masih sempat melirik
Thio Han Liong, yang berdiri di situ, kemudian terus berjalan
pergi lagi dengan kepala tertunduk-
"Eeeh?" Jongos tua itu terbelalak ketika melihat Thio Han
Liong- "Anak muda, engkau ke mari tidak pada waktunya- saat ini
hartawan Lim sedang dirundung duka, beliau tidak akan
membantumu-" "Paman tua - " Thio Han Liong ingin menjelaskan maksud
tujuan kedatangannya, namun dibatalkannya karena tiba-tiba
berkelebat suatu ingatan lain. Kata orang hartawan Lim
berhati bajik dan suka menolong siapa pun, maka ia ingin
mengujinya. "Aku ingin menemui hartawan Lim."
"Anak muda" Jongos tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Hartawan Lim sedang cemas, bingung dan berduka sekali,
sia-sialah engkau menemuinya untuk minta toiong."
"Paman tua, toiong antar aku menemui beliau" desak Thio
Han Liong. "Anak muda, engkau...." ucapan jongos tua itu terputus,
karena mendadak muncul seorang lelaki berusia lima puluhan,
yang wajahnya tampak diliputi kecemasan dan kegelisahan.
"Ah Liok Ada apa?" tanya lelaki itu
"Tuan besar.... jongos tua itu menundukkan kepala. "Anak
muda ini-..." "Paman" ujar Thio Han Liong cepat.
"Aku... aku sedang dalam perjalanan, tapi kehabisan bekal
dan sekarang aku lapar sekali-"
"Ah Liok, cepat antar dia ke dalam dan berilah makan"
pesan lelaki itu, yang ternyata hartawan Lim.
"Ya, Tuan besar."
Jongos tua itu mengangguk. lalu mengajak Thio Han Liong
masuk- "Anak muda, mari ikut aku ke dalam"
"Terima kasih," ucap Thio Han Liong lalu mengikuti jongos
tua itu ke dalamsedangkan
hartawan Lim masih berdiri di situ sambil
memandang ke langit, kemudian mulutnya berkomat-kamit,
sepertinya sedang berdoa. Thio Han Liong dibawa oleh Ah
Liok ke ruang makan.jongos tua itu segera menyajikan
berbagai macam hidangan, dan setelah itu ia menghela nafas
panjang sambil bergumam. "Tuan besar begitu baik hatinya, namun kini sedang
tertimpa musibah- Lo Thian Ya (Tuhan) sungguh tidak adil"
Thio Han Liong tidak menyahut- la terus makan dan dalam
hatinya sudah mengambil keputusan untuk menoiong putri
hartawan Lim- usai ia bersantap ketika bangkit dari duduknya.
Ah Liok bertanya. "Anak muda, kenapa makanmu hanya sedikit?"
"Paman tua, aku sudah kenyang," sahut Thio Han Liong
sambil tersenyum. Pada saat bersamaan, muncul seorang pelayan wanita
membawa sebuah bungkusan, lalu diberikan kepada Thio Han
Liong. "Ini dari tuan besar, terimalah" katanya.
Thio Han Liong ragu-ragu menerima bungkusan itu, sebab
tidak tahu apa isinya.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bungkusan ini berisi dua puluh tael perak pemberian tuan
besar untuk bekalmu dalam perjalanan." kata wanita itu
memberitahukan. "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "sungguh baik
hati hartawan urn Walau dalam keadaan cemas dan bingung,
beliau masih mau menoiong orang lain. Aku harus menemui
beliau." "sudahlah" tandas jongos tua. "Anak muda, engkau
terimalah pemberian tuan besar itu, lalu lanjutkanlah
perjalananmu, jangan mengganggu tuan besar lagi"
"Paman tua, aku mengerti sedikit ilmu pengobatan. Aku
ingin memeriksa putri hartawan Lim."
"Anak muda" jongos tua itu terbelalak, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Tabib yang berpengalaman puluhan tahun saja tidak
sanggup mengobati nona kami-apalagi engkau. Kata tabib
tadi- kecuali dewa...."
"Paman tua, toiong antar aku menemui hartawan Lim"
desak Thio Han Liong. "sudahlah" Jongos tua itu menggeleng-Gelengkan kepala.
"Jangan membuat tuan besar marah"
"seandainya aku dewa muda?" ujar Thio Han Liong
mendadak sambil tertawa kecil.
"Apa?"Jongos tua itu melotot
"Anak muda, jangan bergurau"
"siapa dewa muda?" Mendadak muncul hartawan Lim. "Eh"
Anak muda, kenapa engkau belum pergi?"
"Tuan besar, dia tidak mau pergi-"Jongos tua
memberitahukan. "Bahkan mengaku dirinya dewa muda"
"Ah Liok" Hartawan urn mengerutkan kening, "usiamu
sudah enam puluh lebih, tapi-..."
"Maaf, Tuan besar"jongos tua itu menundukkan kepala.
"Ah Lioki cepatlah engkau pergi undang tabib lain" ujar
hartawan Lim. "Tuan besar, semua tabib yang terkenal di kota ini sudah
diundang ke mari, tidak ada tabib tain lagi-" sahut jongos tua
itu "Tuan besar, anak muda ini ingin menemui Tuan besar,
katanya mengerti sedikit ilmu pengobatan, maka dia belum
menerima uang pemberian Tuan besar untuk bekalnya dalam
perjalanan." ujar pelayan wanita itu
"oh?" Hartawan Lim menatap Thio Han Liong dalam-dalam.
"Anak muda, siapa engkau?" tanyanya.
"Namaku Thio Han Liong, Paman"
"Engkau belajar ilmu pengobatan dari siapa?"
"Dari ayahku." "Engkau berasal dari mana?"
"Kami tinggal di sebuah pulau di Laut utara." Thio Han
Liong memberitahukan, "sejak kecil aku sudah belajar ilmu pengobatan. Aku dengar
putri Paman sakit, maka aku ke mari dengan alasan minta
bantuan, tapi sesungguhnya aku ingin memeriksa penyakit
putri Paman itu" "Anak muda, engkau" Hartawan Lim agak terbelalak-
"Ternyata engkau menguji hatiku dulu. Bagaimana" Apakah
aku lulus?" "Paman. - " wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Aku dengar Paman berhati bajik dan suka menoiong
sesama. Aku... kurang yakin itu, maka...."
"Maka engkau ke mari untuk menguji hatiku dulu. ya, kan?"
Hartawan Lim menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata,
"Anak muda, kami tiga turunan selalu berbuat kebaikan,
namun setiap turunan hanya punya seorang anak. Kini putriku
malah mengidap penyakit aneh yang tiada obatnya, Lo Thian
ya (Tahan) sungguh tidak adil"
"Paman, mudah-mudahan aku sanggup mengobati penyakit
putri Paman itu" ucap Thio Han Liong.
"Engkau masih kecil...." Hartawan Lim menghela nafas
panjang, "sudahlah Engkau boleh pergi"
"Paman. - " "Tuan besar," ujar pelayan wanita yang masih memegang
bungkusan itu "Anak muda ini telah menguji hati Tuan besar, bagaimana
giliran Tuan besar menguji ilmu pengobatannya" siapa tahu
justru dia yang mampu mengobati Nona."
"Itu - " Hartawan Lim masih tampak ragu.
"Tuan besar,!." sela jongos tua itu "Tadi Tuan besar
menyuruh aku pergi mengundang tabib lain. Kini sudah ada
tabib kecil berdiri di sini, kenapa Tuan besar tidak
menyuruhnya memeriksa penyakit Nona?"
"Dasar kalian berdua sudah tua"
"Paman" Mendadak badan Thio Han Liong bergerak cepat
dan dalam sekejap ia sudah menghilang.
"Eeeh?" Jongos tua menengok ke sana ke mari. "Hilang ke
mana anak muda itu" Kok bisa hilang mendadak" Janganjangan
dia siluman?" "Paman tua, aku bukan siluman, melainkan dewa muda
yang main ke mari" terdengar suara sahutan nyaring, namun tidak kelihatan
orangnya. Ternyata tadi Thio Han Liong menggunakan ilmu
ginkang melesat ke belakang gorden, sekarang menyahut
mengeluarkan Iweekang maka suaranya bergema dan
terdengar begitu nyaring.
"Dewa muda Toiong perlihatkan dirimu dan cepatlah toiong
nona kami yang sudah sekarat" ucap jongos tua itu.
"Dewa muda" sambung pelayan wanita-
"Jangan marah kepada Tuan besar kami- sebab Tuan besar
kami dalam keadaan bingung, cemas dan duka"
"Ht hi hi" Thio Han Liong tertawa geli- kemudian mendadak
Dendam Perempuan Sepi 1 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bara Naga 14