Anak Naga 5
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 5
berkelebat bayangannya di hadapan mereka-"
"Dewa muda - ."
Jongos tua itu terbelalak dan nyaris berlutut di hadapan
Thio Han Liong- "Paman tua, aku bukan dewa muda," ujar Thio Han Liong
sambil tertawaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku anak muda-"
"Han Liong - " Hartawan Lim menatapnya d eng a n penuh
perhatian. "Engkau masih kecil.namun kepandaianmu sudah begitu
tinggi." "Paman, aku sudah tidak keail lagi- karena usiaku sudah
enam belas." Thio Han Liong memberitahukan.
"Ngmmrn" Hartawan Lim manggut- manggut. "Ayoh-lah
Mari ikut aku ke kamar putriku, mudah-mudahan engkau
sanggup mengobati putriku"
Di saat bersamaan, mendadak terdengarlah jerit tangis di
dalam, sebuah kamar sehingga membuat wajah hartawan Lim
langsung berubah, lalu bergegas-gegas ke kamar itu.
Thio Han Liong mengikutinya dari belakang, begitu pula
jongos tua dan pelayan wanita itu.
yang menangis itu ternyata nyonya hartawan Lim. Wanita
itu memeluk putrinya sambil menangis gerung-gerungan.
"Kenapa Mei suan?" tanya hartawan Lim aemas.
"Suamiku, putri kita..."
Air mata nyonya hartawan Lim berlinang-linang seraya
berkata dengan terputus-putus. "Putri kita... dia... dia sudah
meninggal" "Hah?" Wajah hartawan Lim puaat pias.
Thio Han Liong terus menatap gadis yang berbaring di
tempat tidur, yang wajahnya tampak puaat kehijau-hijauan.
Setelah menatap sejenak, ia maju menghampirinya.
"Maaf" ucapnya dan segera memeriksa gadis itu.
Berselang beberapa saat kemudian, Thio Han Liong berkata
kepada jongos tua. "Paman tua, aepat ambilkan sebuah baskom"
"ya." Jongos tua itu segera pergi mengambil baskom. Tak lama
ia sudah kembali denganmembawa sebuah baskom tembagu.
"Dewa muda, aku sudah mengambil baskom-"
"sebentar lagi nona pasti muntah, Paman tua harus cepat
menyodorkan baskom itu ke mulutnya," pesan Thio Han
Liong, lalu meioncat ke atas tempat tidur.
setelah itu, ia bergerak mengangkat gadis dan
mendudukkannya. Kemudian di tempatkannya sepasang
telapak tangannya di punggung gadis itu, sekaligus
mengerahkan Ktu yang sin Kang ke dalam tubuhnya.
Tak seberapa lama, wajah gadis yang puaat kehijauhijauan
itu mulai berubah merah dan bibirnya pun bergerakgerak
lalu membuka mulutnya lebar-lebar- Di saat itulah
jongos tua cepat-cepat menyodorkan baskom tembaga ke
arah mulut gadis itu "Uaaakh uaaaakh uaaaaakh - " Gadis itu memuntahkan
darah kental yang kehijau-hijauan, "uaaaakh-.."
Berselang beberapa saat kemudian gadis itu berhenti
memuntahkan darah- Hartawan Lim dan isterinya saling
memandang, begitu pula jongos tua dan pelayan wanita itu
Perlahan-lahan Thio Han Liong menurunkan sepasang
telapak tangannya. Gadis itu menoleh kepalanya memandang
ke dua orangtuanya. "Ayah ibu" panggilnya dengan suara lemah.
"Nak - ." Nyonya hartawan Lim langsung mendekatinya,
lalu memeluknya erat-erat.
"oh, anakku" "ibu...." Gadis itu menangis tersedu-sedu. "ibu, aku.? aku
takut." "Jangan takut, ibu dan ayah berada di sampingmu, Nak,"
sahut nyonya hartawan Lim sambil membelainya.
Thio Han Liong meloncat turun, itu sungguh mengejutkan
gadis bernama Lim Mei suan itu.
"Ibu Siapa dia?"
"Dia...." Nyonya hartawan Lim memandang suaminya.
"Nak" Hartawan Lim tersenyum.
"Dia bernama Thio Han Liong, yang mengobatimu
barusan." "oh?" Lim Mei Suan memandangnya. "Engkau... engkau..."
"Jangan takut. Kakak" ujar Thio Han Liong sambil
tersenyum lembut. "Kini Kakak sudah sembuh, tapi masih harus makan obat,
karena kondisi badanmu masih lemah sekali."
"Terima kasih. Adik Han Liong," uaap Lim Mei Suan.
Thio Han Liong tersenyum lagi- kemudian memandang ke
atas meja, yang kebetulan di sana tersedia kertas, pit dan
tinta Tionghoa berwarna hitam. Thio Han Liong segera
membuka resep, kemudian diberikan kepada hartawan Lim.
"Paman, suruh orang beli obat tiga bungkus Setelah Kakak
makan obat ini pasti pulih kesehatannya," ucap Thio Han
Liong sungguh-sungguh. "Han Liong, terima kasih," ucap hartawan Lim sambil
menerima resep obat tersebut.
"Tak disangka sama sekali- engkau mampu menyembuhkan
penyakit putriku." "Tentu," sahut jongos tua sambil tertawa gembira.
"Sebab dia Dewa muda."
"Dewa muda?" Lim Mei Suan tertegun.
"Adik Han Liong, betulkah engkau Dewa muda?"
"Kakakl" Thio Han Liong tertawa kecil.
"Bagaimana mungkin aku Dewa muda" Aku cuma seorang
anak muda biasa." "oh?"Lim Mei Suan kurang peraaya. "Tapi engkau mampu
menyembuhkan penyakitku."
"Dewa muda...."
Jongos tua itu ingin mengatakan sesuatu, tapi langsung
dipotong oleh hartawan Lim.
"Ah Lioki cepatlah engkau pergi beli obat"
artawan Lim menyerahkan resep obat itu.
"ya. Tuan besar." jongos tua menerima resep obat
tersebut, kemudian segera pergi membeli obat.
"Kakak" Thio Han Liong menatapnya,
"sejak kapan engkau menderita penyakit ini?" tanyanya.
"Belum lama, kira-kira beberapa hari lalu," jawab Lim Mei
suan. "Kakak ingat apa yang terjadi ketika Kakak mau sakit?"
tanya Thio Han Liong lagi sambil menatapnya dengan penuh
perhatian. "Tidak begitu ingat." Lim Mei suan mengerutkan kening.
"Kalau tidak salah, malam itu aku mendengar suara suling
yang bernada aneh, kemudian terdengar pula suara angin
mendesir-destr. setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Han Liong, begitu banyak anak gadis mengidap penyakit
ini. sebetulnya penyakit apa?" tanya hartawan Lim.
"Bukan penyakit" Thio Han Liong menjelaskan.
"Melainkan semacam racun. Aku justru masih tidak habis
pikir, siapa yang menyebarkan racun itu siapa yang terkena
racun itu, akan menjadi gila. Tapi tidak mungkin hilang begitu
saja, pasti ada yang menculik-"
"Kalau begitu," ujar hartawan Lim dengan kening berkerut-
"Itu pasti perbuatan penjahat-"
"Tidak salah, itu memang perbuatan kaum penjahat" Thio
Han Liong manggut-manggut.
"Dalam beberapa malam ini- aku yakin penjahat itu akan ke
mari. oleh karena itu. Kakak harus pindah ke kamar lain, aku
akan menempati kamar ini"
"Han Liong..." Hartawan Lim menatapnya strata bertanya
"Perlukah aku mengundang beberapa piauwsu (Pesilat
PenjualJasa) untuk membantumu?"
"Tidak perlu" Thio Han Liong menggelengkan kepala.
Sementara nyonya hartawan Lim terus mendengarkan dan
memandang Thio Han Liong dengan kagum, lama sekali
barulah membuka mulut. "Han Liong, tadi engkau menggunakan cara apa untuk
membuat putriku memuntahkan racun itu?"
"Aku menggunakan Iweekang, Bibi/ Thio Han Liong
memberitahukan. "Sebab kalau aku tidak menggunakana Iweekang, Kakak
Mei Suan pasti tidak tertolong lagi"
Nyonya hartawan Lim manggut- manggut. "
"Apakah tiada obat penawar racun itu?"
"Ada" Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi begitu terkena raaun itu, harus segera diberikan obat
penawarnya. Kalau sudah lewat beberapa hari, tiada
gunanya.Maka tadi aku menggunakan Iweekang untuk
mendesak raaun itu keluar dari mulut Kakak Mei Suan"
"Adik Han Liong," ucap urn Mei Suan.
"Terima kasih atas pertolonganmu yang telah
menyelamatkan nyawaku, aku... aku telah berhutang budi
kepadamu" "Jangan berkata begitu, Kakak" Thio Han Liong tersenyum.
"Ayahmu orang yang baik hati- tentunya kalian pasti
dilindungi Thian yang Maha Kuasa"
Di saat mereka sedang bercakap-cakap, muncullah jongos
tua membawa tiga bungkus obat.
"Dewa muda, bagaimana cara menggodok obat ini?"
tanyanya- "Paman tua" Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Jangan memanggilku dengan Dewa muda, namaku Thio
Han Liong, panggil saja namaku"
"Ya." Jongos tua itu mengangguk.
Thio Han Liong memberitahukan cara-cara menggodok
obat itu "dimasak sampai kering obat itu, harus ditunggu"
pesannya, "ya." Jongos tua segera pergi untuk menggodok obat itu
"Han Liong" Hartawan Lim memegung bahunya seraya
berkata. "Kami berhutang budi kepadamu."
"Sudah impas," sahut Thio Han Liong sambil tertawa-
"Sudah impas?" Hartawan Lim tercengang-
"Apakah yang sudah impas?"
"Tadi aku makan di sini, kemudian aku menolong Kakak
Mei suan. Nah, bukankah sudah impas?"
"Han Liong...." Hartawan Lim menggeleng-geleng-kan
kepala, "oh ya, lebih baik kita mengobrol di ruang tengah-"
Mereka menuju ruang tengah, lalu mulai mengobrol lagi.
Nyonya hartawan Lim memandang Thio Han Liong seraya
bertanya. "Engkau berasal dari kota mana dan siapa ke dua
orangtuamu?" "Aku berasal dari sebuah pulau di Laut utara, ke dua
orangtuaku melarangku menyebut nama mereka," jawab Thio
Han Liong. "Engkau belajar ilmu pengobatan itu dari siapa?" tanya
nyonya hartawan urn lagi.
"Aku belajar dari ayahku. Sejak kecil aku sudah mulai
belajar ilmu pengobatan dan mengenai racun."
"oooh" Nyonya hartawan Lim manggut- manggut.
"Pantas engkau begitu hebat"
"Adik Han Liong" Lim Mei Suan menatapnya dengan
tersenyum. "Kalau begitu engkau pasti mengerti ilmu silat, ya, kan?"
Thio Han Liong mengangguk.
"Bolehkah engkau mengajarku ilmu silat?" tanya Lim Mei
suan mendadak. "Kakak Mei suan," sahut Thio Han Liong sambil
menggelengkan kepala. "Tidak gampang belajar ilmu silat, lagipula membutuhkan
waktu." "Itu tidak apa-apa. Engkau boleh tinggal di sini," ujar Lim
Mei suan sungguh-sungguh.
"Betul," sela hartawan um.
"Han Liong, engkau boleh tinggal di sini mengajar Mei suan
ilmu silat." "Paman, aku masih harus melanjutkan perjalanan."
Thio rtan Liong memberitahukan.
"Tinggal di sini beberapa bulan, tidak akan mengganggu
perjalananmu kan?" ujar Ltm Mei suan sambil tersenyum.
"Itu...." Thio Han liong tampak ragu.
"Han Liong, aku tidak punya adik, maka alangkah
menggembirakan kalau engkau tinggal di sini beberapa bulan
sebagai adikku." "Kakak Mei Suan-, padahal ibumu masih muda dan bisa
punya anak lagi lho. Kenapa ibumu tidak mau punya . anak
lagi?" "Han Liong...." wajah nyonya hartawan Lim agak kemerahmerahan,
"usiaku sudah hampir empat puluh tahun lagipula...."
"Kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Aku tidak bisa punya anak lagi. Kata tabib, peranakanku
tidak kuat, maka akan menyebabkan keguguran apabila aku
hamil lagi." Nyonya hartawan Lim memberitahukan,
"oh?" Thio Han Liong menatapnya.
"Bibi, bolehkah aku periksa nadimu" "
"silakan" sahut nyonya hartawan Lim.
Thio Han Liong segera memeriksa nadi wanita itu Berselang
beberapa saat kemudian ia manggut-manggut seraya berkata,
"Kata tabib memang tidak salah, peranakan Bibi tidak kuat,
bahkan terganggu pula oleh datangnya haid yang tidak
cocok." "Han Liong," tanya nyonya hartawan Lim penuh harap.
"Apakah aku masih bisa punya anak?"
"Mudah-mudahan"jawab Thio Han Liong.
"Aku akan coba mengobati Bibi- mudah-mudahan Babi bisa
punya anak lelaki" "oh?" Wajah nyonya hartawan Lim langsung berseri.
Thio Han Liong segera membuka resep obat, lalu diberikan
kepada hartawan Lim. Hartawan Lim langsung menyuruh
salah seorang pelayannya untuk pergi membeli obat
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Han Liong, kalau isteriku bisa hamil lagi- aku... aku,.."
Hartawan Lim memandangnya.
"Paman,jangan bilang berhutang budi lagi" ujar Thio Han
Liong. "Aku mahir ilmu pengobatan, maka harus kugunakan untuk
menolong sesama." "Han Liong" Hartawan urn tampak terharu sekali-
"Engkau memang anak baik-"
-ooo00000ooo- Malam harinya, Thio Han Liong menempati kamar Lim Mei
suan. Pemuda itu tidak tidur, melainkan duduk bersila di
tempat tidur. Ketika mulai larut malam, sayup-sayup
didengarnya suara sultng yang bernada aneh, membuat
kepalanya terasa pusing sekali, segeralah ia mengerahkan Kiu
yang sin Kang dan setelah itu rasa pusing di kepalanya mulai
hilang. Kemudian ia mendengar suara desiran angin, bahkan
terdengar pula suara ioiongan anjing, itu membuat sekujur
badannya merinding. Kreeeek Daun jendela di kamar itu
terbuka perlahan- lahan.,
Thio Han Liong cepat-cepat membaringkan dirinya, namun
matanya mengarah ke jendela-itu. setelah daun jendela itu
terbuka, tampak dua sosok bayangan berkelebat ke dalam
dan langsung menuju tempat tidur. Di saat itulah secara
mendadak Thio Han Liong meioncat bangun.
Ke dua orang itu terkejut. Mereka mengenakan pakaian
serba merah, wajah mereka pun merah menyeramkan,
"siapa kalian"? bentak Thio Han Liong.
"Di mana gadis itu?" tanya salah seorang dari mereka.
"Di mana gadis itu?"
Thio Han Liong memperhatikan mereka, la terheran-heran,
karena ke dua orang itu tampak tak berperasaan dan tatapan
mata mereka kosong seakan terpengaruh semacam ilmu
hitam. "siapa kalian?" Thio Han Liong mencoba bertanya lagi.
"Di mana gadis itu" Kami harus membawanya pergi Di
mana gadis itu?" yang satunya mendekati Thio Han Liong.
Thio Han Liong terpaksa mundur selangkah sambil
mengerahkan Kiu yang sin Kang. Di saat bersamaan,
terdengar lagi suara suling yang bernada aneh itu. Begitu
suara suling mengalun, mendadak ke dua orang itu berubah
beringas dan sekonyong-konyong mereka menyerang Thio
Han Liong dengan pukulan yang mematikan.
Thio Han Liong berkelit ke sana ke mari, kemudian balas
menyerang dengan Kian Kun Taylo le- Ke dua orang itu
bertambah ganas menyerang Thio Han Liong, kelihatannya
sama sekali tidak menghiraukan nyawa sendiri. Berselang
beberapa saat kemudian, nada suling itu berubah, ke dua
orang itu melesat pergi melalui jendela. Thio Han Liong pun
melesat pergi untuk menyusul mereka, namun begitu sampai
di luar, ke dua orang itu telah lenyap ditelan kegelapan
malam. Thio Han Liong berdiri termangu-mang u di situ la tidak
habis pikir, siapa ke dua orang itu dan siapa peniup suling,
yang suaranya mempengaruhi ke dua orang tersebut. Cukup
lama Thio Han uong berdiri, lalu kembali ke dalam kamar
melalui jendela itu Akan tetapi, tiada seorang pun berada di
kamar itu Padahal tadi ketika bertarung dengan ke dua orang
itu, telah menimbulkan suara hiruk pikuk, tapi kenapa tiada
seorang pun yang bangun" Mendadak Thio Han liong
tersentak karena teringat akan satu hal, yakni suara suling itu
Mungkin seisi rumah itu telah terpengaruh oleh suara suling
itu, sehingga lelap semua dalam tidur.
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, la duduk
dipinggir tempat tidur dan terus berpikir mengenai ke dua
orang itu serta suara suling tersebut. Tak lama kemudian, hari
pun mulai terang. Tok Tok Tok Terdengar suara ketukan
pintu, "siapa?" Kata Thio Han Liong.
"Aku" "oh. Kakak Mei suan" Thio Han Liong segera membuka
pintu kamar itu "selamat pagi-Kakak Mei suan"
"Pagi- Adik Han Liong" sahut Lim Mei suan sambil
tersenyum lembut. Kemudian ia terbelalak karena melihat
kamar itu berantakan tidak karuan.
"Ah" Kenapa kamar ini berantakan?"
"semalam aku bertarung dengan dua orang...." Thio Han
Liong memberitahukan tentang kejadian itu
"Haah?" Wajah LimMeisuan berubah pucat
"Kalau aku yang berada di dalam kamar ini, tentunya aku
sudah diculik" Thio Han Liong tersenyum. "Kakak Mei suan, ke dua
orangtuamu sudah bangun?" tanyanya.
"sudah" Gadis itu mengangguk.
"Mereka sedang duduk di ruang tengah. Mari kita ke sana"
"Baik-" ujar Thio Han Liong kemudian mengikuti Lim Mei
suan ke ruang tersebut.Begitu melihat Thio Han Liong, ke dua
orangtua Lim Mei suan langsung tersenyum.
"Han Liong, bagaimana tidurmu semalam" Bisa pulaskah?"
tanya hartawan Urn. "Kamar itu berantakan" sahut Lim Mei suan
memberitahukan. "Karena semalam Adik Han Liong bertarung dengan dua
orang...." "oh?" Air muka hartawan Lim berubah-
"Ke dua penjahat itu bermaksud menculik Mei suan?"
"Ya-" Thio Han Liong menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ke dua penjahat itu berpakaian serba merah dan wajah
mereka tampak merah sekali, kelihatannya mereka
dikendalikan oleh suara suling. Aku justru tidak habis pikir,
siapa ke dua penjahat dan siapa peniup suling itu"
"Heran?" gumam hartawan Lim.
"Kenapa kami sama sekali tidak mendengar suara apa
pun?" "Karena terpengaruh oleh suara suling itu, sehingga
semuanya menjadi pulas sekali, maka tidak mendengar suara
apa pun," ujar Thio Han Liong.
"Han Liong...." Hartawan Lim menatapnya dengan penuh
rasa terima kasih- "Engkau sungguh pintar, menyuruh Mei suan pindah ke
kamar lain, engkau yang menempati kamar itu"
"Aku sudah menduga akan hal ini, Paman" Thio Han Liong
tersenyum. "Maka menyuruh Kakak Mei sudah pindah ke kamar lain."
"Han Liong...." Hartawan Lim menatapnya dengan penuh
harap. "Engkau tinggal di sini beberapa bulan, sekaligus mengajar
Mei suan ilmu silat"
"Itu...." "Adik Han Liong, engkau jangan menolak" ujar Lim Mei
suan. "Kalau engkau menolak, kami sekeluarga pasti kecewa
sekali." "Baiklah-" Thio Han Liong mengangguk-
"Terima kasih. Adik Han Liong," ucap Lim Mei suan sambil
tersenyum. Dua bulan lamanya Thio Han Liong tinggal di rumah
hartawan, selama itu, urn Mei suan telah berhasil menguasai
ilmu silat yang diajarkan Thio Han Liong. Ternyata Thio Han
Liong mengajarnya Kiu Im Pek Kut jiauw.
Hari itu, usai makan mereka duduk di ruang tengah sambil
bercakap-cakap- Tiba-tiba nyonya hartawan Lim berkata
dengan suara rendah- "Aku- aku sudah dua bulan tidak datang. - "
"Tidak datang apa?" tanya hartawan Lim heran sambil
memandangnya. "Dasar goblok" Nyonya hartawan Lim melotot- "Tentunya
tidak datang bulan-"
"oh" Apakah?,-" Wajah hartawan Lim, berseri-
"Bibi- biar aku periksa sebentar," ujar Thio Han Liong, lalu
memeriksa nyonya hartawan Lim dengan teliti sekali-
Kemudian ia manggut-manggut seraya berkata sambil
tersenyum. "Kuucapkan selamat kepada Paman dan Bibi"
"Han Liong" tanya hartawan Lim kurang percaya.
"Apakah isteriku telah hamil?"
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut
"Bibi sudah hamil dua bulan. Aku akan membuka resep
obat, untuk memperkuat kandungan Bibi."
"Ha ha ha" Hartawan Lim tertawa gembira.
"Mudah-mudahan anak lelaki Ha ha ha?."
"Adik Han Liong" Lim Mei suan tertawa.
"Engkau boleh menjadi tabib khusus kandungan lho-"
"Kakak Mei suan...." Wajah Thio Han Liong agak kemerahmerahan.
"Han Liong, terima kasih," ucap nyonya hartawan urn.
"Kami sangat berterima kasih kepadamu."
"Bibi-..." Thio Han Liong tersenyum, lalu memandang Lim
Mei suan seraya berkata, "Ilmu silat yang kuajarkan itu sangat lihay dan dahsyatsetiap
jurusnya pasti mematikan pihak lawan, oleh karena itu,
kalau engkau tidak terpaksa janganlah mengeluarkan ilmu silat
itu" "Ya." Lim Mei suan menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kini Bibi sudah hamil, Kakak.Mei Suanpun sudah
menguasai ilmu silat yang kuajarkan, maka...."
"Adik Han Liong" Lim Mei suan menatapnya dalam-dalam.
"Engkau ingin berpamit kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Kapan engkau akan melanjutkan perjalananmu?"
"sekarang." "Apa?" Lim Mei suan terbelalak-
"sekarang" Kenapa begitu cepat" Adik Han Liong, jangan
begitu cepat" "Kakak Mei suan, sudah dua bulan lebih aku tingoal di sini,"
ujar Thio Han Liong. "Kini sudah waktunya aku melanjutkan perjalananku, tidak
boleh dkunda-tunda lagi."
"Begini," ujar hartawan Lim mengusulkan.
"Lusa saja engkau melanjutkan perjalananmu, ini
permintaan kami." "Baiklah." Thio Han Liong mengangguk-
Dua hari kemudian, Thio Han Liong berpamit Hartawan Lim
masih berusaha menahannya. begitu pula lim Mei suan. Akan
tetapi- Thio Han Liong terus menolak secara halus.
Hartawan Lim memberikannya beberapa ratus taelperaki
sedangkan urn Mei suan mengantarnya sampai di luar rumah.
"Adik Han Liong, kapan engkau akan ke mari menengokku
lagi?" tanya Lim Mei suan dengan mata basah.
"Kakak Mei suan" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku pasti ke mari menengokmu kelak-"
"Jangan bohong ya?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk-
"Kakak Mei suan, sampai jumpa"
"Adik Han Liong, selamat jalan" ucap urn Mei suan dengan
air mata meleleh deras- "Jangan lupa ke mari lagi menengokku"
"ya-" Thio Han wong tersenyum, lalu melangkah pergi.
setelah Thio Han Liong tidak kelihatan, barulah oadis itu
kembali masuk ke rumah- "ibu- - " Lim Mei suan memeluk ibunya sambil menangis-
"Dia - dia sudah pergi-entah kapan dia akan ke mari
menengokku?" -ooo00000oooTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bab 16 Tewas Terkena Pukulan Aneh
setelah meninggalkan rumah Hakim souw, Tan Giok Cu
terus melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Bu Tong
dengan menunggang kudanya. Ketika berada di tempat sepimendadak
muncul belasan orang berpakaian serba putih, yang
bagian dada terdapat sulaman gambar seekor naga hitam.
Ternyata mereka para anggota He Liong Pang. Dua orang di
antara mereka pernah akan membunuh Hakim souw.
"Tuh" Salah seorang dari mereka menunjuk Tan Giok Cu.
"Gadis itu mengalahkan kami bertioa-"
"oh?" Pemimpin mereka terbelalak- "Gadis itu baru berusia
belasan, bagaimana mungkin dapat mengalahkan kalian
bertiga?" "Dia lihay sekali," bisik si Hidung Besar itu
"Ilmu pedangnya sangat hebat-"
"Ngmm" Pemimpin itu manggut-manggut lalu berseru,
"Kepung gadis itu"
Para anak buahnya langsung mengepung Tan Giok Cu, dan
gadis itu segera meloncat turun dari punggung kudanya-
"Hmm" dengusnya dingin. "Mau apa kalian?"
"Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa gelak- "Gadis cantik, aku
dengar kepandaianmu lihay sekali Karena itu, aku ingin
mencobanya" "Lebih baik kalian pergi, jangan menggangguku" ujaHan
Giok Cu- "Aku tidak mau melukai kalian"
"Gadis cantik" Pemimpin itu menatapnya dengan penuh
hawa nafsu. "Dari pada engkau mati di ujung pedangku, bukankah lebih
baik engkau bersenang-senang denganku" ya, kan?"
"Diam" bentak Tan Giok Cu gusar sambil menghunus
pedangnya. "Kalian sungguh jahat ini aku terpaksa membunuh kalian"
"Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa gelak- "serang dia"
Para anak buahnya langsung menyerang Tan Giok Cu
dengan berbagai macam senjata, tapi gadis itu menangkis
dengan pedang pusakanya, sehingga terdengarlah suara
benturan senjata yang amat nyarlng. Teang Teang... setelah
itu, terjadilah pertempuran yang amat dahsyat. Para anggota
Hek Liong pang itu berkepandaian cukup tinggi- maka Tan
Giok Cu agak kewalahan. "Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa terbahak-bahak- "Gadis
cantik lebih baik engkau menyerah Kalau tidak, tubuhmu yang
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mulus itu pasti terluka"
"Hmm" dengus Tan Giok Cu. Mulailah ia mengeluarkan ilmu
pedang Giok Li Kiam Hoat.
Di saat bersamaan, mendadak berkelebat sosok bayangan
ke arena pertempuran itu, yang ternyata seorang pemuda-
Tanpa berkata sepatah katapun, ia langsung menyerang para
anggota Hek Liong Pang itu dengan sengitnya-
"Nona" seru pemuda itu-"Jangan khawatir, aku datang
membantumu" "Terima kasih" sahut Tan Giok Cu-
Pedang di tangan pemuda itu berkelebat ke sana ke mari,
kemudian terdengarlah suara jeritan di sana sini pula dan
tampak beberapa anggota Hek Liong Pang terkapar bermandi
darah. "Ha a a h - ?" Betapa terkejutnya pemimpin itu Kemudian
ia memekik keras sambil menyerang pemuda itu dengan
pedangnya- "Bagus" Pemuda itu tertawa sambil berkelit, kemudian
balas menyerang dengan sengit.
Terjadilah pertempuran yang amat seru dan tegang di
antara mereka berdua- Berselang beberapa saat, kemudian
terdengarlah suara jeritan yang menyayatkan hati-
"Aaakhi." Pemimpin itu menjerit kesakitan, ternyata
sebelah lengannya telah kutung dan darah
bCQar,v?"[ja pun mengucur deras.
Begitu melihat pemimpinnya terluka, mereka langsung
berhenti menyerang Tan Giok Cu, dan berdiri mematung di
tempat. "Cepatlah kalian enyah dari sini" bentak pemuda itu
"sebutkan namamu, sobat" sahut pemimpin itu dengan
wajah pucat pias dan meringis-ringis menahan sakit.
"Aku bernama ouw yang Bun."
"Bagus Kelak kita akan berjumpa lagi" ujar pemimpin itu,
lalu berjalan pergi dengan badan agak sempoyongan dan
ditkutipara anak buahnya dari belakang.
"Ha ha ha" Pemuda itu tertawa gelak lalu memandang Tan
Giok Cu seraya bertanya, "Nona, siapa engkau dan kenapa bertempur dengan para
anggota Hek Liong Pang itu?"
"Namaku Tan Giok Cu. Mereka menghadangku di sini,
akhirnya terjadi pertarungan." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Belum lama ini ada tiga anggota Hek Liong Pang ingin
membunuh Hakim souw, tapi aku berhasil
menyelamatkannya...."
"oooh" Pemuda itu manggut-manggut. Ternyata begitu,
secara tidak langsung kini pihak Hek Liong Pang telah
memusuhimu. Nona, engkau harus berhati-hati"
"ya" Tan Giok Cu menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Eh?" Pemuda itu terbelalak.
"Aku telah menolongmu, kenapa engkau tidak menanyakan
namaku?" "Kenapa aku harus menanyakan namamu?" Tan Giok Cu
balik bertanya dengan nada heran.
"Lho?" Pemuda itu tertegun. "Aku telah menolongmu, jadi
kita pun sudah menjadi teman. Maka seharusnya engkau
menanyakan namaku." "Kalau begitu, siapa namamu?"
"Kenapa seperti dipaksa sih?" Pemuda itu menggaruk-garuk
kepala, kemudian memberitahukan,
"Namaku ouw yang Bun, guruku adalah Tong Koay-Oey su
Bin. usiaku delapan belas tahun, sudah yatim piatu."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Nona Giok Cu" Ouw yang Bun menatapnya sambil
tersenyum. "Bagaimana kalau kita mengobrol sebentar di bawah
pohon?" "Baiklah-" Tan Giok Cu mengangguk. la merasa tidak enak
kalau menolaki karena pemuda itu telah membantunya-
Mereka berdua duduk di bawah pohon, ouw yang Bun
memandangnya seraya bertanya,
"Nona Giok Cu, siapa gurumu?"
"Guruku Bibi sian sian."
"Engkau fAariyicrp,\Ar\A.a.\fl" mana?"
"Wauruav^ Kuburan Tua."
"Hah?" ouw yang Bun terbelalak. "Aku tidak pernah
mendengar tentang perguruan itu Kuburan Tua... janganjangan
auruvAU mayat hidup?"
"Betul. Guruku memang mayat hidup," sahut Tan Cu dan
menambahkan, "sebab guruku tinggal di dalam kuburan tua."
"Iiiih" ouw yang Bun tampak merinding.
"Engkau juga pernah tinggal di dalam kuburan tua?"
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk,-
"Hah?" ouw yang Bun tersentak-
"jangan-jangan engkau juga mayat hidup?"
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa cekikikan saking geli-
"Aku memang mayat hidup. Engkau takut?"
"Mayat hidup yang cantik jelita, tentunya aku tidak takut-"
ouw yang Bun tertawa. "Ha ha ha - " "Ha ha ha Hu hu hu Htk hik hik" Terdengar suara tawa
yang anehTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"He he he - " "siapa?" Bentak Tan Giok Cu sambil bangkit dari tempat
duduknya lalu menengok ke sana ke mari sekaligus meraba
gagang pedang pusakanya. "Jangan takut. Nona Dia adalah guruku yang suka menakuti
anak kecil- Itu memang kebiasaan buruk guruku."
"siauw Koay (siluman Kecil), engkau berani mencela
gurumu?" Mendadak muncul seorang tua, yang tidak lain
adalah TOng Koay-Oey su Bin.
"Guru" panggil ouw yang Bun sambil tertawa.
"Aku siluman Kecil, Guru adalah siluman besar- sedangkan
nona ini adalah mayat hidup- Ternyata kita satu keluarga Ha
ha ha..." "Hei Murid kurang ajar" bentak TOng Koay.
"setengah mati aku mencarimu, engkau malah berduaan
dengan gadis itu di sini"
"Guru...." ouw yang Bun mcnyengir.
"Cengar-cengir" TOng Koaw melotot. "Engkau pemuda
bloon. Mana ada oadis uang akan jatuh cinta kepadamu"
Gadis itu begitu cantik dan lemah gemulai, engkau malah
bilang dia adalah mayat hidup Dasar-.."
"Dia mengaku sendiri, katanya gurunya adalah Bibi Sian
Sian yang tinggal di dalam kuburan tua."
"Apa?" Tong Koay terbelalak. "Kuburan tua?"
"Ya." ouw Yang Bun mengangguk-
"Gadis cantik" Tong Koay menatapnya dengan penuh
perhatian. "Gurumu berbaju kuning dan selalu didampingi
para pengiringnya?" "ya, Cianpwee-" Tan Giok Cu mengangguk.
"ya ampun" Tong Koay menepuk keningnya sendiri
"Aku tidak takut menghadapi siapa pun, namun justru
paling takut menghadapi gurumu, oh ya, gurumu berada di
sekitar sini?" "Guruku tidak meninggalkan kuburan tua," sahut Tan Giok
Cu- "ooooh" Tong Koay menarik nafas lega-
"Terus terang, kalau aku melihat gurumu, kepalaku
langsung pusing tujuh keliling-"
"Memangnya kenapa?" tanya Tan Giok Cu heran.
"Entahlah-" Tong Koay menggelengkan kepala, dan itu
membuat Tan Giok Cu tertawa geli-
"Guru" ouw Yang Bu memberitahukan. "Tadi aku
bertarung dengan para anggota Hek Liong Pang."
"oh?" Tong Koay mengerutkan kening.
"Kenapa engkau bertarung dengan mereka?"
"sebab mereka mengeroyok nona ini, maka aku turun
tangan menoiongnya" sahut ouw Yang Bu sambil tertawa.
"Kalau para anggota Hek Liong Pang itu mengeroyok
seorang neneki tentunya engkau akan berpeluk tangan. Ya,
kan?" "Aku pasti berpeluk tangan, sebab guru pasti turun tangan
menolong nenek itu," jawab ouw yang Bu, lalu berlari ke
belakang Tan Giok Cu. "Engkau...." TOng Koay melotot.
"Hm Cuma berani bersembunyi di belakang kaum wanita,
dasar tidak jantan" "Guru," tanya ouw yang Bu-
"Ada urusan apa sehingga membuat guru rhati-matian
mencariku?" "Mau mengajakmu pergi makan enak" sahut TOng Koay-
"Ke dapur istana menyantap hidangan-hidangan kaisar?"
tanya ouw yang Bun. "Betul," sahut TOng Koay sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha hidangan di sana lezat-lezat. Ayoh kita ke Kotaraja"
"Tidak mau ah" ouw yang Bun menggelengkan kepala.
"Apa?" TOng Koay melotot.
"Engkau berani tidak menuruti perkataanku" ingat, aku
adalah gurumu" "Aku ingat. Guru, tapi...." ouw yang Bun melirik Tan Giok
Cu. "Aku... aku merasa berat berpisah dengan dia."
"Yah, ampun Baru berkenalan sudah begitu macam, apalagi
sudah lama" TOng Koay menggeleng-telengkan kepala.
"saudara ouw yang," ujar Tak Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau harus menuruti perkataan gurumu, jadi murid
tidak boleh melawan guru- Itu tidak baik-"
"Betul.. betul-"
ouw yang Bun manggut-manggut
"Kalau begitu, aku harus ikut guruku ke Kota raja?"
"ya." "Tapi kita akan berpisah kan?" "
"Kelak kita akan berjumpa lagi-"
"Baiklah-" ouw Yang Bun mengangguk-
"Nona Giok Cu, kita akan berjumpa kembali kelak. Jangan
melupakan aku lho" "Ha ha ha" Tong Koay tertawa terbahak-bahak-
"Itu pesan yang amat menyentuh hati Ha ha ha-"
Tong Koay melesat pergi- dan ouw YRng Bun langsung
mengikutinya- Tan Giok Cu berdiri termangu-ma-ngu di
tempat- Mendadak ia tersentak lalu bergumam-
"sebetulnya aku tidak boleh berjanji kepadanya berjumpa
kembali kelak, sebab dalam hatiku hanya terdapat Thio Han
Liong seorang. Tidak apa-apa, akan kujelaskan kepada ouw
Yang Bun kelaki bahwa aku sudah punya kekasih-"
Usai bergumam begitu, barulah Tan Giok Cu meninggalkan
tempat itu sambil tersenyum-senyum. Ternyata ia teringat
akan tingkah laku guru dan murid itu. Tan Giok Cu
melanjutkan perjalanannya menuju gunung Bu Tong. Kini ia
sudah memasuki sebuah lembah- Kudanya tidak berani berlari
kencang, karena banyak batu curam di lembah itu.
Mendadak kening gadis itu berkerut, lalu menoleh ke kiri
sambil pasang kuping-Ternyata barusan ia mendengar suara
rintihan di balik sebuah batu- setelah pasang kuping
mendengarkan dengan penuh perhatian, ia mendengar lagi
suara rintihan itu- Segeralah ia meloncat turun dari punggung kudanya dan
cepat-cepat melesat ke tempat itu. Dilihatnya lelaki tua
terkapar di situ sedang merintih-rintih.
"Paman kenapa?" tanya Tan Giok Cu.
"Nona kecil," sahut lelaki tua itu
"Tolong-- tolong antar aku"
"Paman mau ke mana?" Tan Giok Cu menatapnya.
"Namaku In... In Lie Heng. Dadaku... dadaku terpukul."
Ternyata lelaki tua itu In Lie Heng, salah seorang murid
guru besar Thio sam Hong.
"Nona kecil, tolong... toiong antar aku ke gunung...."
"Ke gunung apa?"
"Ke gunung Bu TOng. Aku... aku adalah murid Thio sam
Hong." "Apa?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Paman adalah murid Guru Besar Thio sam Hong?"
"Ya." In Lie Heng mengangguk.
"sungguh kebetulan sekali" ujaHan Giok Cu
memberitahukan. "Aku memang ingin kegunung Bu TOng."
"oooh" In Lie Heng manggut-manggut. la tidak banyak
bertanya karena kondisi badannya lemah sekali.
Tan Giok Cu segera memapahnya ke tempat kudanya, lalu
mengangkatnya ke punggung kuda itu setelah itu, barulah ia
meloncat ke atas dan kuda itu pun berjalan perlahan
meninggalkan tempat tersebut.
Dua hari kemudian, sampailah mereka di kaki gunung Bu
TOng. Mendadak muncul belasan orang, yang begitu melihat
In Lie Heng, langsung terbelalak.
"Guru Guru..." "Paman guru Paman guru-.."
Ternyata mereka para murid In Lie Heng dan murid
saudara seperguruannya- Keadaan In Lie Heng membuat
mereka cemas sekali- "Nona, biar kami yang membopong guru ke atas," ujar
beberapa orang itu. "Iya" Tan Giok Cu mengangguksalah
seorang yang bertubuh kekar langsung membopong
In Lie Heng- Kuda itu pun mengikuti mereka dari belakang.
Para murid Bu Tong sama sekali tidak bertanya apa pun
kepada Tan Giok Cu, sebab mereka sangat mencemaskan In
Lie Heng. Beberapa murid Bu Tong itu langsung mengerahkan
ginkang melesat ke atas, begitu pula Tan Giok Cu dan lainnya,
sampai di depan siang Cing Koan (Kuil Bu Tong Pay), tampak
beberapa orang tua berdiri di sana.
"sutee" panggil mereka serentak-
"Kenapa engkau?"
"suheng, aku- - " In Lie Heng menyahut
"Cepat bopong dia ke dalam" seru Jie Lian Ciu.
In Lie Heng langsung dibopong ke sebuah kamar, diikuti
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
song wan Kiauw dan lainnya, sedangkan Tan Giok Cu tidak
ikut mereka masuk- la berjalan mondar-mandir di depan kuil.
"Nona, masuk saja ke dalam" ujar seorang murid Bu Tong.
"Terima kasih," ucap Tan Giok Cu, lalu melangkah ke
dalam dan langsung duduk di ruang depan.
Berselang beberapa saat, muncullah song Wan KiauwJie
Lian ciu danjie Thay Giam. sedangkan Thio song Kee masih
berada di dalam kamar itu
"Nona, bagaimana sutee kami terluka" Di mana Nona
bertemu dia dan siapa yang melukainya?" tanya song Wan
Kiauw- "Ketika aku melewati sebuah lembah, aku mendengar suara
rintihan, maka aku mendekati suara rintihan itu - "jawab Tan
Giok Cu memberitahukan dan menambahkan
"siapa yang melukainya, aku sama sekati tidak tahu."
"oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut-
"Terima kasih atas kebaikan Nona mengantarnya pulang-"
"Tidak usah berterima kasih, sebab kebetulan aku memang
ingin ke mari," ujar aadis itu.
"oh?" song Wan Kiauw menatapnya dalam-dalam.
"Nona ke mari ada urusan penting?" tanyanya.
"Aku ke mari ingin mencari Thio Han Liong. Bu-kankah dia
berada di sini?" sahut Tan Giok Cu sambil menengok ke sana
ke mari. "Apakah engkau temannya?" tanya Jie Lian ciu.
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk.
"Kami adalah kawan baik"
"Nona" Jie Thay Giam menatapnya tajam.
"engkau kau murid siapa, bolehkah memberitahukan
kepada kami?" "Guruku adalah Bibi sian sian."
"siapa Bibi sian sian itu?" tanya Jie Thay Giam.
"Paman Bu Ki kenal guruku," jawab Tan Giok Cu.
"Guruku yang memberitahukan kepadaku."
"Gurumu berasal dari perguruan mana?" tanya Jie Lian ciu.
"Perguruan Kuburan Tua," jawab Tan Giok Cu jujur-
"Perguruan Kuburan Tua?" Jie Lian ciu mengerutkan
kening. "Nona, engkau jangan mempermainkan kami Dalam rimba
persilatan tiada perguruan tersebut-"
"Di belakang Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair
tersebut. "Apa?" song Wan Kiauw tampak terkejut-
"Kuburan Mayat Hidup, Burung Kajawali dan Pasangan
Pendekar - " "Ya-" Tan Giok Cu mengangguk-
" Mereka adalah kakek dan nenek moyang guruku-"
"ooooh" song Wan Kiauw manggut-manggut-
"Aku sudah tahu-"
"Nona," sela jie Lian ciu. "Harap engkau tunggu sebentar,
sebab kami harus berusaha menoiong In lie Heng"
"Ya" Tan Giok Cu mengangguk-
"oh ya, di mana Han Liong" Aku ingin menemuinya-"
"Akan kami memberitahukan nanti-" sahut Jie Lian ciu-
"SdR.fiyfi.V" Oj kami harus ke dalam lagi- engkau tunggu
saja di sini" "Ya" Tan Giok Cu mengangguk lagi. Jie Lian ciu dan
lainnya segera masuk ke dalam- Thio song Kee masih duduk
di pinggir tempat tidur menjaga In Lie Heng-
"Bagaimana?" tanya Jie Lian ciu-
"In Lie Heng sudah siuman?"
"Belum." Thio Song Kee menggelengkan kepala-
"Lebih baik kita beritahukan kepada guru."
Biar aku yang beritahukan kepada guru," sahut song wan
Kiauw dan segera berjalan ke ruang meditasi-
Berselang beberapa saat kemudian, song Wan Kiauw sudah
kembali ke kamar itu bersama Thio sam Hong-
"Guru" Jie Lian Ciu dan lainnya langsung memberi hormat.
"Dari tadi ini Lie Heng belum sadar?" tanya Thio sam Hong
sambil menatap In Lie Heng yang terbaring di tempat tidur
dalam keadaan pingsan dan wajahnya tampak merah sekali-
Thio sam Hong mendekatinya, lalu membuka bajunyaseketika
juga mereka terbelalak,karena melihat ada tanda
merah di dada In Lie Heng, kelihatannya seperti bekas
terpukul- "Aaah - " Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Pukulan apa yang mengenai dada In Lie Heng?"
"Bekas itu merah bagaikan darah," ujar song wan Kiauw.
"Apakah Guru pernah mendengar tentang ilmu pukulan
itu?" Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
mulai memeriksa In Lie Heng dengan cermat sekali, setelah
itu, Thio sam Hong menghela nafas panjang lagi.
"Guru, bagaimana keadaan Sutee?" tanya song Wan Kiauw
cemas. "sulit ditolong. Guru cuma mampu menyadarkannya
dengan Iweekang, sama sekali tidak mampu mengobatinya,"
sahut Thio sam Hong dengan wajah murung, lalu sepasang
telapak tangannya ditempelkan di dada In Lie Heng.
Lama sekali Thio Sam Hong menyalurkan Iweekangnya ke
dalam tubuh In Lie Heng. Ketika In Lie Heng mulai membuka
matanya, Thio sam Hong berhenti menyalur Iweekangnya lagi
"In Lie Heng," tanya Thio sam Hong lembut,
"siapa yang melukaimu?"
"Guru.... Guru..." sahut In Lie Heng terputus-putus dan
suaranya pun lemah sekali.
"Htat... Htat..."
"Htat (Darah) apa?" tanya Thio sam Hong cepat.
"Htat.... Htat...." Mendadak kepala In Lie Heng terkulai dan
nafasnya pun putus seketika.
"sutee sutee" teriak song Wan Kiauw dengan air mata
bercucuran, "satee - " "Aaaah - " Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Bu Tong Cit Hiap kini cuma tertinggal empat orang. Thio
Cut san mati bunuh diri, Goh seng Kok mati di tangan song
Ceng su, dan kini In Lie Heng mati terkena pukulan aneh- oh
ya, siapa yang mengantarkan Lie Heng pulang?"
"seorang gadis remaja bernama Tan Giok Cu" sahut Jie Lian
ciu memberitahukan. "Dia masih berada di ruang depan. Guru mau
menemuinya?" "Ng" Thio sam Hong mengangguk, lalu berjalan ke luar
menuju ruang depan. Walau Tan Giok Cu tidak kenal Thio sam Hong, namun
begitu melihat guru besar itu, ia langsung bersujud di
hadapannya. "Thay suhu, terimalah hormatku" ucapnya.
"Gadis kecil, bangunlah" ujar Thio sam Hong sambil
duduk- Tan Giok Cu segera bangkit berdiri- Thio Sam Hong
menatapnya tajam, kemudian mempersilakan nya duduk-
"Terima kasih," ucap Tan Giok Cu lalu duduk-
"Gadis kecil, engkau yang membawa In Lie Heng pulang?"
tanya Thio sam Hong lembut-
"Ya-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Di mana engkau melihat In Lie Heng?" tanya Thio sam
Hong lagi "Di sebuah lembah - " jawab Tan Giok Cu dan menutur
tentang itu "Kebetulan aku memang ingin ke mari-"
"oh" Apa ada sesuatu penting engkau ke mari?"
"Aku ke mari ingin menemui Han Liong."
"Hmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Tapi - dia sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie-"
Tan Giok Cu tampak kecewa sekali- "Aku terlambat ke mari
Kalau tidak, aku pasti bertemu dia."
"Gadis kecil" Thio sam Hong menatapnya seraya bertanya,
"Engkau punya hubungan apa dengan Han Liong?"
"Kami adalah kawan baik. Ketika masih kecil, dia pernah
tinggal di rumahku. Dia baik sekali kepadaku dan aku pun baik
kepadanya," sahut Tan Giok Cu dengan jujur dan
menambahkan. "Tapi sudah lama kami tidak bertemu. Belum lama ini dia
ke rumahku, namun aku belum pulang. Ketika aku pulang, dia
justru sudah berangkat ke mari, maka aku menyusulnya ke
mari." "oooh" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Gadis kecil, engkau murid siapa?"
"Bibi sian sian adalah guruku," jawab Tan Giok Cu,
kemudian membaca syair. "Di belakang Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup, Burung Rajawali dan pasangan Pendekar, tidak muncul
lagi di dunia Kang-ouw."
Ternyata gurumu keturunan sin Tiauw Tayhiap dan siauw
Liong Li. Ini sungguh di luar dugaan" ujar Thio sam Hong dan
menambahkan, "sin Tiauw Tayhiap Yo Ko pernah mengajarku beberapa
jurus ilmu pukulan, itu... itu sudah seratus tahun lebih. Aku
masih hidup, namun tiga muridku telah meninggal duluan."
(bersambung keBagian 09) Jilid 9 "Thay Suhu," tanya Tan Giok Cu. "Bagaimana keadaan
Paman tua itu?" "Dia sudah meninggal," sahut Thio Sam Hong singkat.
"Haaah?" Tan Giok Cu terbelalak. "Paman tua itu sudah
meninggal?" "ya." Thio Sam Hong mengangguk dengan wajah murung.
"Dadanya terpukul oleh semacam ilmu pukulan anehi entah
ilmu pukulan apa itu?"
Thay Suhu, aku terlambat membawa Paman tua itu ke
mari, sehingga...." Tan Giok Cu menundukkan kepala.
"Gadis kecil" Thio Sam Hong menghela nafas.
"Engkau tidak terlambat membawanya pulang, sebab
muridku itu masih sempat mengucapkan beberapa patah
kata." "Paman tua itu mengucapkan apa?" tanya Tan Giok Cu.
"Dia mau memberitahukan tentang orang yang melukainya,
namun sudah tidak keburu, hanya mengucapkan Hiat saja,"
jawab Thio Sam Hong sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Hiat?" Tan Giok Cu bingung. "Thay Suhu tahu apa
artinya?" Thio Sam Hong tersenyum getir.
"Aku sama sekali tidak tahu apa artinya. Aaahhhh..." Thio
Sam Hong menghela nafas panjang,
"Itu merupakan suatu teka-teki. Aku justru tidak habis pikir,
bagaimana In Lie Heng bisa bentrok dengan orang itu.
Mungkinkah In Lie Heng mengetahui rahasia orang itu, maka
In Lie Heng dibunuh untuk menutup mulutnya?"
"Itu memang mungkin," sahut Jie Lian ciu.
"guru, perlukah kami pergi menyelidikinya?"
"Akan dirundingkan nanti," ujar Thio sam Hong, kemudian
memandang Tan Giok Cu seraya bertanya.
"gadis kecil, apa rencanamu sekarang?"
"Thay suhu, aku mau berangkat ke kuil siauw Lim sie
menyusul Kakak Han Liong," jawab Tan Giok Cu sambil
menundukkan kepala. "Aku..- aku rindu sekali kepadanya."
"Ngmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Baik-lah- Apabila engkau berjumpa Han Liong, beritahukan
kepadanya bahwa kami di sini sangat rindu kepadanya."
" ya." Tan Giok Cu mengangguk sekaligus berpamit.
Bab 17 Berjumpa Dan Mencurahkan isi Hati
Dijalanan gunung siauw sit san, tampak seekor kuda
berjalan santai- seorang gadis remaja duduk di punggungnya
sambil menengok ke sana ke mari menikmati keindahan alam
di gunung itu. Bukan main cantiknya gadis remaja itu siapa
dia" Tidak lain adalah Tan Giok Cu. Berselang beberapa saat,
terdengarlah suara gemuruh air terjun. Tampak beberapa
buah air terjun di gunung seberang, sedangkan kuda itu terus
mendaki- setelah melewati beberapa tikungan, tampak sebuah
kuil yang amat megahi itulah kuil siauw Lim sie.
"Mudah-mudahan Kakak Han Liong masih berada di dalam
kuil itu" ucap Tan Giok Cu dalam hati, lalu ia meloncat turun
dari punggung kudanya.Ia menambatkan kudanya di sebuah
pohon, setelah itu barulah mendekati pintu kuil itu.
"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang sedang
menyapu di situ. "Nona...." "Taysu" Tan Giok Cu tersenyum.
"Aku ingin bertanya, apakah Thio Han Liong berada di
dalam kuil?" "Maaf, aku tidak tahu," jawab Hweeshio itu.
"Kalau begitu - ." Tan Giok Cu melangkah ke arah pintu kuil
itu. "Aku akan ke dalam untuk menemui Hong Tio (Ketua)."
"Nona" Hweeshio itu segera menghadangnya.
"omitohud Kaum wanita dilarang masuk di kuil kami."
"Apa?" Tan Giok Cu tertegun. "Kenapa kaum wanita
dilarang masuk?" "Ini adalah peraturan kuil siauw Lim sie, turun-temurun
sudah hampir seribu tahun." Hweeshio itu memberitahukan.
"Aku tidak perduli peraturan itu," ujar Tan Giok Cu.
"Pokoknya aku harus masuk-"
"Nona-..." "Engkau berani menghadangku?" Tan Giok Cu melotot.
"omitohud Aku... aku...." Hweeshio itu berdiri mematung di
tempatTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tan Giok Cu melangkah ke dalam pintu itu- sayup,sayup
didengarnya suara Liam Keng (Membaca doa) dan disaat itu
pula muncul beberapa Hweeshio tingkatan Goan, yang
semuanya menatapnya dengan tajam.
"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang bergelar
Goan Liang. "Kenapa Nona begitu lancang memasuki kuil kami" Ayoh
cepat keluar" "Aku ingin menemui Hong Tio," sahut Tan Giok Cu.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu, silakan Nona menunggu di luar saja" ujar
Goan Liang Hweeshio menegaskan.
"Jika Nona tidak mau keluar, kami terpaksa.."
"Kuil siauw Lim sie sangat terkenal di kolong langit, tapi
para Hweeshionya justru tidak tahu aturan. Kalau kalian
berani mengusirku, aku pun terpaksa melawan."
"omitohud" ucap Goan Liang Hweeshio-
" Harap Nona mentaati peraturan kuil kami"
"Aku ingin bertanya, kenapa kaum wanita dilarang masuk
di kuil siauw Lim sie?" tanya Tan Giok Cu mendadak-
"sebab kuil siauw Lim sie adalah tempat tinggal para
Hweeshio," jawab Goan Liang Hweeshio-
"Kalau ada kaum wanita memasuki kuil siauw Lim sie,
berarti godaan bagi kami-"
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa geli-
"Lucu sekali, sebetulnya godaan tersebut timbul dari dalam
hati kalian. seandainya tiada kaum wanita ke mari, namun
kalian membayangkan kaum wanita, itu pun sudah merupakan
suatu godaan, bahkan juga merupakan dosa bagi kalian."
"omitohud - ?" Goan Liang Hweeshio menundukkan kepala.
Di saat bersamaan, muncullah Kong Ti Seng Ceng. Begitu
melihat Tan Giok Cu, padri tua itu terbelalak-
" omitohud" ucapnya sambil mengerutkan kening.
"Nona kecil, kenapa engkau memasuki kuil kami?"
"Tidak boleh ya?" sahut Tan Giok Cu.
"Memang tidak boleh-" Kong Ti Seng Ceng tersenyum-
"Peraturan di sini, kaum wanita dilarang masuk"
"Kalau begitu, peraturan itu harus dihapus," ujar Tan Giok
Cu. "Lho?" Kong Ti Seng Ceng menatapnya.
"Kenapa peraturan itu harus dihapus?"
"Peraturan yang tak masuk akal, maka harus dihapus,"
sahut Tan Giok Cu dan bertanya,
"Paderi tua, aku ingin bertanya. Para Hweeshio
menyembahyangi apa di dalam kuil ini?"
"Sang Buddha." "Apakah kaum wanita tidak boleh menyembahyangi sang
Buddha?" "Tentu boleh-" "Kalau begitu - " Tan Giok Cu tertawa kecil.
"Kenapa kaum wanita dilarang memasuki kuil ini?"
"Itu - ." Kong Ti Seng Ceng terbungkam.
"Tadi Hweeshio itu bilang - ." Tan Giok Cu menunjuk Goan
Liang. "Kaum wanita memasuki kuil ini merupakan godaan bagi
mereka, maka kaum wanita dilarang masuk-"
"Betul, betul-" Kong Ti Seng ceng mengangguk
"Padri tua, apakah para Hweeshio siauw Lim Sie tidak
pernah membayangkan kaum wanita" Kalau pernah, itu
merupakan suatu dosa lho Maka percuma melarang kaum
wanita memasuki kuil ini."
"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil menatapnya-
"gadis kecil, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"
"Namaku Tan Giok Cu- Aku ke mari ingin menemui Kakak
Han Liong-" gadis itu memberitahukan.
"Aku sudah ke gunung Bu Tong, namun Thay suhu bilang
Kakak Han Liong pergi kemari."
"omitohud" Kong Ti Seng Ceng tersenyum.
"Ternyata engkau ingin menemui Han Liong. Namun
sayang sekali, dia sudah pergi bersama Seng Hwi."
"Seng Hwi" siapa dia?"
"Dia adalah- - " Ketika Kong Ti Seng Ceng mau
menjelaskan, mendadak terdengar suara seruan.
"Kong Ti Seng Ceng Seng Hwi datang menghadap" Air
muka Kong Ti Seng Ceng langsung berubah- Di saat
bersamaan berkelebat sosok bayangan ke hadapan Kong Ti
Seng Ceng, kemudian berlutut di situ.
"omitohud - -" Kong Ti Seng Ceng tercengang.
"Seng Hwi - -" "Kong Ti Seng Ceng, aku ke mari mohon pengampunan,"
ujar Seng Hwi sambil menangis terisak-isak-
"Aku telah salah membunuh para Hweeshio siauw Lim sie,
aku minta dihukum-" "omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng.
"Kini engkau telah sadar akan kesalahanmu, maka aku
harus mengampunimu, omitohud Seng Hwi, bangunlah"
Terima kasih. Seng Ceng." Seng Hwi bangkit berdiri,
"Paman" panggil Tan Giok Cu mendadak- "Di mana Kakak
Han Liong" Padri tua itu bilang Kakak Han Liong pergi
bersamamu. Dia berada di mana sekarang?"
"Nona kecil - ." Seng Hwi terbelalak, "siapa engkau?"
"Namaku Tan Giok Cu." gadis itu memberitahukan.
"Kakak Han Liong adalah kawan baikku."
"oooh" Seng Hwi manggut-manggut
"Dia lelah meninggalkan tempat tinggalku, katanya mau ke
desa - ." "Ke desa mana?"
"Kedesa Hok An."
"oh" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.
"Dia menuju ke rumahku, aku harus segera pulang."
Tan Giok Cu membalikkan badannya, lalu melangkah pergi.
"Nona kecil, siapa gurumu?" tanyanya.
"Di balik Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat Hidup,
Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul lagi di
dunia Kang-ouw" sahut Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil manggutmanggut-
Itu sungguh di luar dugaan omitohud"
-ooo00000ooo- Tan Giok Cu memacu kudanya sekencang-kencang-nya.
gadis itu tidak membuang waktu, karena ingin cepat-cepat
sampai di rumah- Begitu terbayang Thio Han Liong, gadis itu
tersenyum-senyum sendiri " Kakak tampan, kita akan bertemu Kita akan bertemu"
Berselang beberapa saat kemudian, kuda itu mulai
memasuki sebuah rimba, sudah barang tentu larinya agak
perlahan. Tiba-tiba berkelebat belasan bayangan ke arah Tan
Giok Cu, kemudian melayang turun di hadapan kudanya. Tan
Giok Cu terkejut dan cepat-cepat ia menghentikan kudanya.
Tampak belasan orang berpakaian serba putih, dibagian dada
terdapat sulaman gambar seekor naga hitam.
"Hek Liong Pang lagi Hek Liong Pang lagi" Tan Giok Cu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Nona" salah seorang berusia empat puluhan memberi
hormat. "Namaku Lie Bun yauw, pemimpin regu Angin dari
perkumpulan Hek Liong pang"
"Jadi kenapa?" tanya Tan Giok Cu dingin.
"Ketua kami mengutus kami mengundang Nona ke
markas," sahut Lie Bun yauw-
"Harap Nona sudi ikut kami"
"Kalau aku tidak mau ikut?""
"Nona" Lie Bun yauw menatapnyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
" Kami terpaksa akan menggunakan kekerasan terhadap
Nona" "oh?" Tan Giok Cu segera meloncat turun dari punggung
kudanya kemudian menatap Lie Bun yauw seraya berkata,
"Aku tidak pernah bermusuhan dengan pihak Hek Liong
Pang, tapi kenapa kalian selalu mencari gara-gara denganku?"
"Bukankah Nona telah melukai beberapa anggota Hek
Liong pang?" sahut Lie Bun yauw-
"Itu dikarenakan mereka ingin membunuh Hakim souw,"
ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,
"Engkau adalah pemimpin regu Angin, seharusnya engkau
menghukum anggota yang bertindak sewenang-wenang."
"Justru itu, ketua ingin bertemu dengan nona"
"Maaf," ucap Tan Giok Cu.
"Aku tidak punya waktu karena aku harus segera pulang-
Tidak bisa ikut kalian ke markas"
" Kalau begitu- - " Kening Lie Bun yauw berkerut-
" Kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk
menangkapmu" "Apa boleh buat" sahut Tan Giok Cu sambil menghunus
pedang pusakanya- "Aku terpaksa melawan"
"Baik" Lie Bun yauw manggut-manggut, lalu berseru
kepada para anak buahnya.
"Tangkap dia" Para anak buah Lie Bun yauw langsung menyerang Tan
Giok Cu dengan berbagai macam senjata- gadis itu bersiul
panjang sekaligus berkelit dan menangkis, sehingga terjadilah
pertarungan yang amat seru dan tegang. Lie Bun yauw
menyaksikan pertarungan itu dengan mata tak berkedip- Perlu
diketahui, para anak buahnya rata-rata berkepandaian tinggi,
sebab mereka adalah regu Angin.
Akan tetapi, Tan Giok Cu adalah murid kesayangan yo sian
sian, yang berkepandaian amat tinggi. Maka walau dikeroyok
belasan orang, ia masih dapat bergerak gesit dan balas
menyerang. Namun puluhan jurus kemudian, Tan Giok Cu tampak mulai
kewalahan, Itu dikarenakan ia kurang berpengalaman, lagipula
mulai lelah. "Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak-
"Nona, lebih baik engkau menyerah"
" omong kosong" sahut Tan Giok Cu dan terus mengadakan
perlawanan. Mendadak terdengar suara bentakan keras yang
memekakkan telinga, sehingga mengejutkan semua orang
yang ada d i situ. "Berhenti" Tampak sosok bayangan melayang turun di
hadapan Tan Giok Cu. Ternyata seorang pemuda berwajah
sangat tampan, berusia tujuh belasan tahun.
"Kenapa kalian mengeroyok seorang gadis?" tanya pemuda
itu sambil menuding para anggota Hek Liong pang.
"Anak muda" bentak Lie Bun yauw-
"siapa engkau" Kenapa engkau mencampuri urusan kami?"
"Kalian mengeroyok seorang anak gadis, maka aku harus
turut campur" sahut pemuda itu. la berdiri membelakangi Tan
Giok Cu, jadi tidak begitu memperhatikan gadis itu. Akan
tetapi, ketika mendengar suara bentakan itu, hati Tan Giok Cu
tersentaki karena merasa kenal akan suara itu. otomatis ia
terus memperhatikan pemuda tersebut.
"HiA" dengus Lie Bun yauw-
"Anak muda Mungkin engkau belum tahu siapa kami, maka
engkau berani bertingkah di hadapan kami"
"Tentunya kalian dari perkumpulan golongan hitam Kalau
tidaki bagaimana mungkin mengeroyok seorang gadis?" sahut
Thio Han Liong dingin. "Anak muda siapa namamu?" Lie Bun yauw menatapnya
tajam. "Namaku Thio Han Liong"
Di saat itulah terdengar suara seruan girang. Ternyata Tan
Giok Cu yang berseru sambil mendekati Thio Han Liong.
" Kakak tampan Kakak tampan"
"Hah?" Thio Han Liong tertegun dan langsung membalikkan
badannya, terus memperhatikan gadis yang di depannya.
"Engkau...." "Kakak tampan Aku adalah adik manismu, engkau sudah
lupa ya?" Tan Giok Cu tersenyum.
"Adik manis Adik manis-..." Thio Han Liong tertawa
gembira- "Engkau sudah besar dan cantik sekali"
"Kakak tampan" Tan Giok Cu tersenyum manis.
"Engkaupun sudah besar dan bertambah tampan, aku...
aku...." "Hei" bentak Lie Bun yauw.
"Kalau mau berpacaran,jangan di sini Kalian...."
"Adik manis," tanya Thio Han Liong,
"siapa mereka, kenapa mereka mengganggumu?"
"Mereka adalah para anggota Hek Liong Pang. mereka
terus memusuhiku..." jawab Tan c-iiok Cu dan menutur
tentang kejadian di kuil Hok Tek Cin sin. "Maka hingga
sekarang pihak Hek Liong Pang terus memusuhiku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik manis, engkau jangan khawatir Aku akan
membantumu mengusir mereka."
"Anak muda" ujar Lie Bun yauw sambil mengerutkan
kening. " Lebih baik engkau jangan turut campur urusan ini, sebab
ketua yang mengutus kami mengundang nona itu ke markas"
"Pokoknya kalian tidak boleh mengganggunya" tegas Thio
Han Liong. "Ayoh, cepatlah kalian enyah dari sini"
"Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak.
"Anak muda, engkau memang ingin cari penyakit"
Pemimpin regu Angin itu lalu memberi aba-aba kepada
para anak buahnya, dan seketika juga mereka menyerang.
" Kakak tampan, engkau tidak pakai senjata?" tanya Tan
Giok Cu sambil mengayunkan pedang pusakanya menangkis
serangan-serangan itu. "Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Thio Han Liong
sambit tersenyum, sekaligus menggunakan ilmu Kian Kun
Taylo Ie- Kini Tan Giok Cu tampak bersemangat sekali, sehingga Giok
Li Kiam Hoat yang dikeluarkannya itu bertambah lihay dan
dahsyat. Kira-kira puluhan jurus kemudian, belasan anggota
Hek Liong Pang mulai terdesakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Berhenti" seru Lie Bun yauw mendadak- la tahu kalau
pertempuran itu dilanjutkan, para anak buahnya pasti celaka,
oleh karena itu, ia menyuruh mereka berhenti, kemudian
mendekati Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"Kepandaianmu sungguh mengagumkan. Kami tidak
sanggup melawan kalian berdua, maka akan kulaparkan
kepada ketua, sampai jumpa"
Lie Bun yauw dan para anak buahnya segera meninggalkan
tempat itu, sedangkan Thio Han Liong dan Tan Giok Cu masih
berdiri di situ, lalu saling memandang.
" Kakak tampan" panggil Tan Giok Cu dengan suara rendah
dan mesra.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik manis" sahut Thio Han Liong sambil menatap lembut.
Tak disangka kita bertemu di sini."
" Kakak tampan, kini kita sudah besar. Betutkah engkau
tetap menyukaiku?" "Tentu." Thio Han Liong mengangguk-
"Bagaimana engkau terhadapku?" tanyanya.
"Aku - aku menyukaimu melebihi dulu," sahut Tan Giok Cu
perlahan sambil menundukkan kepala.
"Dulu aku menyukaimu, kini - justru mencintaimu-"
"Adik manis" Thio Han Liong menggenggam tangannyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
" Aku pun mencintaimu- Ke dua orang tuamu sudah tahu
itu" "oh?" Tan Giok Cu tersenyum gembira-
" Kakak tampan, kepandaianmu bertambah tinggi lho"
"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum-
"Ilmu pedangmu sungguh lihay dan hebat- Aku kagum
sekali-" "oh?" Tan Giok Cu tertawa dan memberitahukan,
" Kakak tampan, aku menyusulmu ke gunung Bu Tong dan
siauw Lim sie-" "Adik manis" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala- "Kenapa engkau tidak menunggu di rumah saja?"
"Aku - aku rindu sekali kepadamu, maka - ."
"Adik manis, aku pun rindu sekali kepadamu, syukurlah kita
berjumpa di sini" "oh ya" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Paman tua bernama In Lie Heng telah meninggal."
"Apa?" Bukan main terkejutnya Thio Han Liong.
" Kakek In telah meninggal?"
" ya." Tan Giok Cu mengangguk dan menutur tentang
kejadian itu. "Siapa yang melukai Kakek In?" Mata Thio Han Liong mulai
basah. "Entahlah-" Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"sucouwmu bilang, sebelum menghembuskan nafas
penghabisan. Kakek In menyebut 'Hiat', entah apa artinya?"
"sucouwkujuga tidak tahu apa artinya?"
"ya. sucouwmu tidak tahu sama sekali. Menurut aku..." ujar
Tan Giok Cu. "Itu mungkin julukan orang yang melukai Kakek In, Sayang
Kakek In keburu menghembuskan nafas penghabisan, maka
tiada waktu untuk menyebut lengkap julukan itu"
"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut-
" orang itu pasti berkepandaian tinggi sekali-Kalau tidak,
bagaimana mungkin bisa melukai Kakek In" sebab Kakek In
berkepandaian tinggi sekali-"
"Benar." Tan Giok Cu mengangguk-
"Kita harus menyelidikinya kelak- sekarang kita harus
pulang." "Ha ha ha" Mendadak terdengar suara tawa, kemudian
muncul seorang pemuda yang ternyata ouw yang Bun, murid
kesayangan Tong Koay-Oey sun-Bin.
"Nona kecil, tak disangka kita bertemu di sini."
"saudara ouw yang" Tan Giok Cu tersenyum.
"Mari kuperkenalkan, dia adalah Kakak Han Liong."
"Oh?" ouw yang Bun menatap Thio Han Liong dengan
penuh perhatian, lama sekali barulah ia memberi hormat.
"saudara Han Liong, selamat bertemu Namaku ouw yang
Bun." "saudara ouw yang," sahut Thio Han Liong sekaligus balas
memberi hormat. "Selamat bertemu"
"saudara ouw yang" tanya Tan Giok Cu.
"Bukankah engkau pergi ke Kota raja bersama gurumu?"
"Di tengah jalan aku kabur." ouw yang Bun tersenyum.
"Sebab aku... aku ingin menemuimu."
"Kenapa engkau ingin menemuiku?" tanya Tan Giok Cu
heran. "Karena...." Wajah ouw yang Bun agak kemerah-merahan.
"Aku... aku rindu sekali kepadamu."
"Eh?" Tan Giok Cu mengerutkan kening.
"Engkau...." sementara Thio Han Liong diam saja.
"Nona kecil." ujar ouw yang Bun berterus terang.
"sejak pertama kali bertemu denganmu, aku... aku sudah
suka kepadamu. Wajahmu terus muncul di pelupuk mataku,
maka aku...." "Saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan
kepala- "Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah punya
kekasih." "Nona, engkau sudah punya kekasih?" Wajah ouw yang
Bun berubah pucat. "Pemuda inikah kekasihmu?"
"ya-" Tan Giok Cu mengangguk.-
"Dia memang lebih tampan dariku, kalian berdua
merupakan pasangan yang serasi-Tapi...." ouw yang Bun
menatap Thio Han Liong dalam-dalam-
"Belum tentu kepandaiannya lebih tinggi dariku, aku ingin
menguji kepandaiannya-"
"saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menghela nafas
panjang. "saudara Han Liong" tanya ouw yang Bun bernada
menantang. "Beranikah engkau bertanding denganku?"
"saudara ouw yang" Thio Han Liong tersenyum lembut.
"Engkau harus tahu, sejak kecil aku dan Giok Cu sudah
merupakan kawan baik, sedangkan engkau baru kenal dia-"
"Walau aku baru kenal dia, namun aku sudah jatuh cinta
kepadanya," sahut ouw yang Bun.
"Karena dia bilang engkau adalah kekasihnya, maka aku
ingin menguji mu-" "saudara ouw yang - " Thio Han Liong menggelenggelengkan
kepala. "Tiada artinya kita bertanding."
"Ha ha ha ha" Terdengar suara tawa yang memekakkan
telinga, mendadak muncul seorang tua, yang tidak lain Tong
Koay-oey Su Bin. "Muridku, kenapa engkau tidak mau ikut guru ke Kota
raja?" "Guru - ." Wajah ouw yang Bun tak sedap dipandang.
"Aku - ." "Kini engkau sudah bertemu gadis cantik itu, tapi kenapa
wajahmu masih masam begitu?" Tong Koay "Wng garuki
Garuk kepala. "Guru, jangan terus bergurau Aku lagi kesal nih," sahut
ouw yang Bun. "Kesal?" Tong Koay tampak bingung.
"gadis cantik itu sudah berada di hadapanmu, tapi kenapa
engkau masih kesal?"
"Dia sudah punya kekasih-" ouw yang Bun
memberitahukan, "Itu membuat hatiku terasa sakit sekali."
"Pemuda itukah kekasihnya?" tanya Tong Koay sam-bil
menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian.
"ya." ouw yang Bun mengangguk-
"oleh karena itu, aku ingin bertanding dengan pemuda itu"
"Bagus, bagus" Tong Koay tertawa gembira.
"Pemuda itu kelihatan berisi juga. Engkau memang harus
bertanding dengan dia"
"Ha ha ha..." "Paman Tua" Tan Giok Cu mengerutkan kening,
"seharusnya Paman Tua mencegah, tapi sebaliknya malah
setuju. Bagaimana sih?"
"Itu cuma bertanding, bukan bertarung mati-matian,",
sahut Tong Koay. "Lagipula belum tentu kekasihmu itu akan kalah, jadi
engkau tidak perlu cemas."
"Tapi - " Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan
mata tak berkedip- "Engkau memang tampan, Sayang kenapa agak pengecut?"
"Cianpwee" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Kenapa Cianpwee bilang aku agak pengecut?"
"sebab...." Tong Koay tertawa. "Engkau tidak berani
bertanding dengan muridku. Nah, bukankah engkau agak
pengecut?" "Cianpwee jangan salah paham. Aku bukan pengecut," ujar
Thio Han Liong memberitahukan.
"Melainkan aku tidak mau bertanding dengan murid
Cianpwee, sebab tiada gunanya kami bertanding."
"Menguji kepandaian masing-masing," sahut Tong Koay
dan melanjutkan. "Juga menambah pengalaman kalian, Itu sangat
bermanfaat bagi kalian berdua. Aku akan jadi wasit pokoknya
tidak akan berat sebelah-"
"Cianpwee-." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku...." "Anak muda," potong Tong Koay cepat.
"Kalau engkau tidak mau bertanding dengan muridku,
berarti engkau pengecut. Ha ha ha..."
"Cianpwee" Hati Thio Han Liong mulai panas.
"Baiklah aku akan bertanding dengan muridmu, tapi hanya
menggunakan tangan kosong saja."
"Bagus, bagus" Tong Koay manggut-manggut.
"Kalian bertanding cukup dengan tangan kosong saja.
Ayoh, kalian cepat mulai"
Thio Han Liong dan ouw Yang Bun berdiri berhadapan,
kemudian mulai mengerahkan Lweekang masing-masing.
"Anak muda, engkau boleh menyerang duluan" seru Tong
Koay. "sebab engkau lebih muda dari muridku"
"Maafl" ucap Thio Han Liong pada ouw yang Bun, lalu mulai
menyerangnya dengan ilmu Thay Kek Run.
"Anak muda" Tong Koay tertawa.
"Ha ha Ternyata engkau murid Bu Tong Pay"
sementara ouw yang Bun yang diserang itu berkelit dengan
cepat sekali, kemudian mulai balas menyerang, maka
pertandingan itu menjadi seru menegangkan.
Tan Giok Cu menyaksikan pertandingan itu dengan penuh
perhatian, gadis itu yakin Thio Han Liong akan menang.
Tak terasa pertandingan itu sudah lewat puluhan jurus,
namun mereka berdua terus bertanding seimbang. Tong Koay
kelihatan penasaran sekali karena muridnya masih belum
dapat mengalahkan Thio Han Liong.
"Muridku" serunya memberitahukan,
"gunakan ilmu Bu seng uh In (Tiada suara Ada Bayangan)"
Kenapa Tong Koay menyuruh muridnya mengeluarkan ilmu
tersebut" Ternyata dengan ilmu itu. Tong Koay telah
mengalahkan song wan Kiauw. ouw yang Bun segera
mengeluarkan ilmu tersebut menyerang Thio Han Liong, itu
membuat Thio Han Liong mulai terdesak-
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gembira, namun kemudian
justru terbelalak- Itu dikarenakan mendadak ouw Yang Bun
balik terdesak oleh tangkisan dan serangan Thio Han Liong,
wajah Tong seketika berubah agak pucat dan segera berseru,
"Berhenti" Thio Han Liong dan ouw yang Bun langsung berhenti-
Mereka tidak mengerti kenapa Tong Koay menyuruh mereka
berhenti bertanding. "Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan
tajam sekali. "Engkau adalah kakak seperguruan gadis itu?"
"Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Anak muda" Tong Koay tampak tidak senang.
"Engkau jangan membohongi aku, sebab aku mengenali
ilmu silatmu itu." "cianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Bukankah tadi Cianpwee juga mengatakan aku adalah
murid Bu Tong Pay?" "Karena engkau menggunakan ilmu Thay Kek Kun. Namun
barusan engkau mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw, itu
adalah ilmu rahasia Nona Yo sian sian atau guru gadis cantik
ini." "Cianpwee, barusan aku memang mengeluarkan ilmu
tersebut," sahut Thio Han Liong jujur.
"Tapi aku bukan kakak seperguruan Giok Cu. Kalau
Cianpwee tidak percaya, silakan bertanya kepadanya"
"Paman Tua" ujar untuk Tan Giok Cu.
" Kakak Han Liong memang bukan kakak seperguruanku.
Aku sendiri pun bingung, bagaimana dia bisa ilmu rahasia
perguruanku." "oh?" Tong Koay terbelalaki kemudian menatap Thio Han
Liong seraya bertanya, "Anak muda, siapa yang mengajarmu ilmu Kiu Im Pek Kut
Jiauw itu?" "Bibi ci jiak" "Ci Jiak" siapa dia?" gumam Tong Koay lalu bertanya,
"Anak muda, siapa ayahmu?"
"Ayahku adalah Thio Bu Ki"
"Ha a a h - ?" Mulut Tong Koay ternganga lebar.
"Pantas kepandaianmu begitu tinggi. sudahiah Muridku
kalah-.." "Guru" ouw yang Bun tampak tidak senang.
"Aku belum kalah-"
"Muridku," ujar Tong Koay sungguh-sungguh-
"Kalau pertandingan itu dilanjutkan, engkau pasti kalah -"
"Kenapa?" tanya ouw yang Bun penasaran.
"Sebab engkau tidak akan sanggup menghadapi ilmu Kiu
Im Pek Kut Jiauw itu."
"guru...." "Sudahlah" tandas Tong Koay lalu berkata kepada Thio Han
Liong. "Anak muda, pertandingan barusan itu akan dilanjutkan
kelak Ha ha ha" "Cianpwee?..?" "Muridku" Tong Koay menarik ouw yang Bun,. kemudian
melesat pergi seraya tertawa gelaki
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ha ha ha Anak muda, muridku akan bertanding denganmu
lagi kelak Ha ha ha..."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan
Tan Giok Cu menatapnya dengan penuh rasa heran.
"Kakak tampan," tanyanya dengan suara rendah-
"Siapa yang mengajarmu Kiu Im Pek Kut Jiauw?"
"Bibi Ci Jiak" "Bibi Ci Jiak?" Tan Giok Cu kelihatan kurang percaya-
"Mungkin Ci Jiak bukan nama asli bibimu itu-"
"Bibiku itu memang bernama Ciu Ci Jiak Dia juga tinggal di
Pulau Hong Hoang to-" Thio Han Liong memberitahukan.
"Berapa usianya sekarang?"
"Empat puluhan."
"Kalau begitu...." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"Dia bukan Kwee In Loan, bibi guruku."
"Adik manis" Thio Han Liong tertegun.
"Engkau masih punya bibi guru?"
"Ya."Tan Giok Cu mengangguk. Kemudian menceritakan
juga tentang Kwee In Loan, berdasarkan apa yang
didengarnya dari gurunya.
"Bibi guruku berusia lima puluhan."
"ooohi Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik manis, gurumu kenal ayahku."
"guruku sudah memberitahukan." Tan Giok Cu tersenyum.
"Sesungguhnya guru mencintai ayahmu, tapi pada waktu
itu ayahmu sudah punya kekasih.-.."
"Ternyata begitu" Thio Han Liong juga tersenyum.
"Tapi ayahku tidak menceritakan tentang itu"
"Mungkin ayahmu tidak tahu, sebab guruku mencintainya
secara diam-diam," ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,
"karena ayahmu sudah punya kekasih, maka guruku
menjauhinya-" "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut-
"Kakak tampan, mari kita berangkat" ajak Tan Giok cu-
"Baik?" Thio Han Liong mengangguk. Kemudian mereka
meloncat ke atas punggung kuda-
-ooo00000ooo- Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan Tan Giok Cu
sudah memasuki desa Hok An. Betapa gembiranya gadis itu,
karena sebentar lagi akan bertemu ke dua orang tuanya.
Tan Giok Cu membelokkan kudanya memasuki pekarangan,
setelah itu barulah mereka meloncat turun dari punggung
kuda itu. "Ayah.. Ibu Ayah Ibu..." serunya sambil berlari ke dalam
rumah. Sedangkan Thio Han Liong mengikutinya dari belakang
dengan wajah ceria- Tan Ek seng dan Lim soat Hong menghambur keluar.
Begitu melihat Tan Giok Cu. berserilah wajah mereka.
"Nak" panggil Lim soat Hong.
"Ibu" Tan Giok Cu langsung mendekap di dada Lim soat
Hong. "Nak" Lim soat Hong membelainya denganpenuh kasih
sayang. "Engkau sudah pulang bersama Han Liong."
"Paman, Bibi" panggil pemuda itu sambil memberi hormat.
"Han Liong...." Tan Ek seng memandangnya denganpenuh
kegembiraan, kemudian tertawa gelak-
"Ha ha ha, kalian berdua,..."
"Duduklah, Nak" bisik Lim soat Hong.
Tan Giok Cu mengangguk. lalu memandang Tiiio Han uong
seraya berkata. "Kakak tampan, silakan duduk"
"Terima kasih. Adik manis" Thio Han Liong tersenyum
sambil duduk. "Syukurlah kalian telah datang" ujar Tan Ek seng.
"Giok Cu, ibumu terus memikirkan kalian."
"Nak" Lim soat Hong tersenyum.
"Engkau bertemu Han Liong di gunung Bu Tong ya?"
"Bukan." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"Kami bertemu di tengah jalan, sedang sama-sama menuju
ke mari" "oooh" Lim soat Hong manggut-manggut.
"Kini kalian sudah berkumpul dan kalian pun sudah dewasa.
Nah, bagaimana perasaan kalian berdua?"
"Maksud Ibu?" Tan Giok Cu tidak mengerti.
"Perasaan apa?"
"Apakah kalian... saling mencinta?" sahut Lim soat Hong
sambil menatap mereka dengan penuh perhatian.
"Ibu...." Wajah Tan Giok Cu langsung memerah.
"Jawablah dengan jujur Aku adalah ibumu, maka engkau
tidak usah malu-malu," ujar Lim soat Hong.
"Ibu, kami... kami memang saling mencinta." Tan Giok Cu
menundukkan kepala dalam-dalam.
"Bagus, bagus" Lim soat Hong gembira sekali-
"Itu yang kami harapkan. Bagus, bagus"
"Ha ha ha" Tan Ek seng tertawa gembira-
"Giok Cu, ceritakan pengalamanmu ketika pergi mencari
Han Liong" "Ayah, aku - -" Tan Giok Cu memberitahukan,
" Aku telah bentrok dengan pihak Hek Liong Pang."
"oh?" Tan Ek seng mengerutkan kening.
"Kenapa engkau bentrok dengan para anggota
perkumpulan itu?" "Karena..." tutur Tan Giok Cu mengenai semua kejadian itu,
bahkan juga tentang ouw yang Bun.
"yaaah" Tan Ek seng menghela nafas panjang.
"Berkecimpung dalam rimba persilatan, tentunya tidak akan
terluput dari berbagai kejadian, yang penting kalian berdua
harus berhati-hati. urusan besar kalian perkecil, dan urusan
kecil kalian tiadakan saja"
"ya" sahut Tan Giok Cu dan Thio Han Liong serentak.
"Han Liong," tanya Tan Ek seng.
"Apa rencanamu selanjutnya, apakah engkau akan kembali
ke pulau Hong Hoang To?"
"Mungkin belum,"jawab Thio Han Liong, "sebab aku masih
harus pergi ke gunung soat san untuk mencari Teratai saiju."
"Untuk apa Teratai saiju itu?" tanya Lim soat Hong heran.
"Untuk mengobati wajah ke dua orang tua ku"jawab Thio
Han Liong dan menutur tentang kejadian yang menimpa orang
tua nya. "ooooh" Tan Ek seng dan Lim soat Hong manggutmanggut.
"Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu.
"Kalau engkau berangkat ke gunung soat san, aku harus
ikut." "Adik manis...." Thio Han Liong memandang ke dua orang
tua gadis itu seraya bertanya,
"Bagaimana menurut Paman dan Bibi?"
"Kini Giok Cu telah besar, tentunya kami tidak bisa
mengekang kebebasannya," ujar Tan Ek seng dan
menambahkan, "Lagipula kalian sudah saling mencinta, itu membuat kami
tidak bisa melarangnya."
"Ayah" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.
"Ayah dan Ibu memperbolehkan aku ikut Kakak tampan ke
gunung Soat san?" "yaah" Lim soat Hong tersenyum.
"Seandainya kami melarang, bagaimana engkau?"
"Aku tetap ikut," sahut Tan Giok Cu jujur.
"Nah" Lim soat Hong menghela nafas panjang.
"Bagaimana mungkin kami melarangmu" percuma kan?"
"Ibu - " Tan Giok Cu menundukkan kepala.
"Nak," Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Dulu ibu pun pernah ikut ayahmu berkelana, akhirnya
menetap di desa ini."
"Giok Cu" Tan Ek seng menatapnya dengan penuh kasih
sayang. "yang penting, kalian jangan berbuat yang bukan-bukan,
setelah berhasil memperoleh Teratai salju, kalian berdua harus
segera pulang." "ya." Tan Giok Cu dan Thio Han Liong mengangguk.
"sekarang...." Lim soat Hong tersenyum.
"Mari kita makan dulu, sebab perut kalian terus berbunyi
dari tadi" "Ibu, kami sudah lapar sekali," ujar Tan Giok Cu sambil
tertawa kecil. "Dari kemarin perut kami belum diisi dengan makanan apa
pun." "oh?" Tan Ek seng tertawa gelak-
"Ha ha ha..." Hampir dua bulan Thio Han Liong tinggal di rumah Tan
Giok Cu. selama itu mereka berdua terus berlatih, terutama
ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Maka tidak heran, kalau ilmu yang
mereka miliki mengalami kemajuan pesat.
"Adik manis," ujar Thio Han Liong seusai berlatih-
"sudah hampir dua bulan aku tinggal di sini- sekarang
sudah waktunya kita berangkat ke gunung soat san."
" Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ke dua
orang tuaku," sahut Tan Giok Cu.
"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut
"Adik manis, bagaimana kalau kita memberitahukan
sekarang?" "Baik-" Tan Giok Cu mengangguk,-
Mereka masuk ke rumah- Kebetulan Tan Ek seng dan Lim
soat Hong sedang duduk di ruang tengah-
"Kalian sudah usai berlatih?" tanya Lim soat Hong lembut-
"Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
kemudian gadis itu berkata,
"Ayah. Ibu...."
"Mau bilang apa. Nak?" tanya Lim soat Hong.
" Kakak Han Liong memberitahukan kepadaku, bahwa dia
akan berangkat ke gunung soat san." Tan Giok Cu
memberitahukan. "sudah hampir dua bulan dia tinggal di sini."
"Ngmmm" Lim soat Hong manggut-manggut sambil
memandang suaminya. "Jadi-..." Tan Ek seng menatap putrinya.
"Engkau juga mau ikut ke gunung soat san kan?"
"Ya, Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Han Liong" Tan Ek seng memandangnya seraya bertanya,
"Kapan engkau akan berangkat?"
"Besok-" "Besok?" Tan Ek seng dan isterinya sating memandang,
lama sekali barulah Tan Ek seng manggut-manggut.
"Baiklah-" "Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong.
"Tapi kalian harus ingat" pesan Tan Ek seng sambil
memandang mereka. "Setelah memperoleh Teratai salju, kalian harus segera
pulang" "Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
"Dan juga - " tambah Lim soat Hong.
"Han Liong, engkau harus baik-baik menjaga Giok Cu"
"ya,Bibi." "Kalian sudah saling mencinta, tentunya juga harus saling
mengerti dan saling melindungi. Tidak boleh terjadi cemburu
buta, dan ada apa-apa harus sating menjelaskan. Tidak boleh
diam dan disimpan dalam hati, sebab itu akan menghancurkan
cinta kasih kalian. Mengerti?" ujar Lim soat Hong.
"Mengerti." Thlo Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
Tan Ek seng dan Lim soat Hong memberi nasehat dan
pengertian kepada mereka berdua, keesokan harinya
berangkatlah mereka menuju gunung soat san dengan
menunggang kuda. Bab 18 Perundingan Di Markas Hek Liong Pang
sebetulnya siapa ketua Hek Liong" Ternyata seorang
wanita berusia lima puluhan yang masih tampak cantik tapi
dingin sekali, la adalah Kwee In Loan atau kakak seperguruan
yo sian sian. Namun kira-kira dua puluh lima tahun lalu, ia
telah diusir oleh kedua orang tua yo sian sian, karena sering
melakukan kejahatan. Dalam kurun waktu selama itu, sama
sekali tiada kabar beritanya.
"Lie Bun yauw, kenapa engkau tidak dapat membawa Tan
Giok Cu ke mari?" tanya Kwee In Loan sambil menatapnya
dinginTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maaf Ketua" jawab Lie Bun yauw.
"Kami berusaha menangkap gadis itu, tapi mendadak
muncul seorang pemuda membantunya."
"oh?" Kwee In Loan mengerutkan kening.
"siapa pemuda itu?"
"Dia bernama Thio Han Liong. Kepandaiannya tinggi sekali,
maka kami tidak sanggup melawannya." Lie Bun yauw
memberitahukan dengan kepala tertunduk-
"Hmm" dengus Kwee In Loan dingin-
"oh ya, bagaimana dengan tugasmu mengundang Si Mo-
Buyung Hok ke mari?"
"Dia menyatakan pasti memenuhi undangan Ketua," jawab
Lie Bun yauw- "Dia akan datang secepatnya."
"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.
"Kalau Si Mo bersedia bergabung dengan kita, berarti Hek
Liong Pang bertambah kuat."
"Betul, Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.
"Juga berarti secara resmi Hek Liong Pang berdiri dalam
rimba persilatan" ujar Kwee In Loan.
"Nama Hek Liong Pang harus sejajar dengan siauw Lim
Pay, Bu Tonng Pay atau Kay Pang. Pokoknya Hek Liong Pang
harus menguasai seluruh golongan hitam."
"Ketua" tanya Lie Bun yauw mendadak,
"Bagaimana seandainya Si Mo tidak mau bergabung
dengan kita?" "Berarti dia musuh kita" sahut Kwee In Loan singkat.
"oh ya, engkau harus menyelidiki siapa Tan Giok Cu dan
Thio Han Liong." "ya. Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.
Di saat bersamaan, terdengarlah suara seruan di luar yang
saling menyusul bergema ke dalam markas Hek Liong Pang.
"Si Mo dan muridnya sudah datang"
"Si Mo dan muridnya sudah datang..."
Wajah Kwee In Loan langsung berseri. Kemudian ia bangkit
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari tempat duduknya dan terdengarlah suara tawa yang
memekakkan telinga. "Ha ha ha Ketua Hek Liong Pang, aku ke mari memenuhi
undanganmu" Tampak Si Mo berjalan ke dalam bersama seorang pemuda
berusia delapan belasan. pemuda itu cukup tampan, tapi
wajahnya pucat pias dan tak berperasaan.
"selamat datang, Si Mo" ucap Kwee In Loan sambil tertawa
gembira. "Silakan duduk"
"Terima kasihi terima kasih - " ucap Si Mo sambil duduk lalu
memperkenalkan. " Ketua Hek Liong Pang, ini adalah murid kesayanganku,
namanya Kwan Pek Him,"
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
" Ketua Hek Liong Pang, terimalah hormatku" ucap Kwan
Pek Him sambil memberi hormat.
"Duduklah" sahut Kwee In Loan.
"Terima kasih" ucap Kwan Pek Him lalu duduk.
"Si Mo" Kwee In Loan menatapnya.
"Bagaimana keputusanmu tentang usulku" Bukankah
engkau bilang akan dipikirkan?"
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak.
"Memang sudah kupikirkan sekaligus kupertimbangkan."
"Jadi bagaimana keputusanmu?"
"Ketua Hek Liong Pang," sahut Si Mo serius.
"Tentunya engkau tahu, aku adatah ketua golongan hitam,
seandainya aku bersedia gabung dengan Hek Liong pang, lalu
siapa yang menjadi ketua?"
"Akan kita rundingkan bersama," sahut Kwee In Loan
sambil tersenyum, kemudian menyuruh Lie Bun yauw
menyajikan makanan dan minuman untuk menjamu Si Mo dan
muridnya itu. setelah semua makanan dan minuman disajikan,
mulailah mereka bersantap sambi bersulang.
"Ha ha ha" Si Mo tertawa seraya berkata.
"Terus terang aku sangat menyukai Pek yun Kok (Lemhah
Awan putih) ini, sebab tempat ini tenang dan amat rahasia
pula- Markas Hek Liong sungguh aman berada di lembah ini"
"Benar." Kwee In Loanjuga tertawa, kemudian mereka
bersulang lagi. "Si Mo siapa yang akan menjadi ketua, engkau atau aku?"
"Begitu - ?" Si Mo mulai serius.
"Kita berdua ternaksa harus bertanding untuk menentukan
kepandaian siapa yang lebih tinggi."
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Aku mengerti maksudmu, siapa yang lebih tinggi
kepandaiannya, dialah berhak jadi ketua, bukan?"
"ya." Si Mo menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"yang lebih rendah kepandaiannya tentunya menjadi wakil
ketua. Engkau setuju?"
"Itu cara yang paling adil."
Kwee In Loan mengangguk dan bertanya,
"Kita menggunakan senjata atau tangan kosong untuk
bertanding?" "Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Si Mo-
"Baik?" Kwee In Loan manggut-manggut-
"Bagaimana kalau kita mulai bertanding sekarang?"
"Tidak usah terburu-buru." Si Mo tertawa-
"Perut kita masih kenyang, tidak baik bertanding sekarang.
Kita harus duduk beristirahat sejeNak, setelah itu barunh kita
mulai bertanding." Kwee In Loan tersenyum- sejenak kemudian, mereka saling
memandang dan manggut- manggut.
"Nah," ujar Si Mo sambil bangkit berdiri-
"Sekarang kita boleh mulai bertanding."
"Baik." Kwee In Loanjuga bangkit berdiri. Mereka berjalan
ke tengah-tengah ruangan itu, lalu berdiri berhadapan dan
saling memberi hormat. "Si Mo" ujar Kwee In Loan sambil tersenyum.
"saat ini aku adalah tuan rumahi maka engkau boleh
menyerang duluan." "Baik." Si Mo mengangguk. lalu mulai menyerang dengan
jurus jurus biasa. Kwee In Loan berkelit dengan santai,
sementara Kwan Pek Him dan Lie Bun yauw menonton dengan
penuh perhatian. Lewat dua puluh jurus, pertandingan itu
mulai seru menegangkan, karena Si Mo mengeluarkan ilmu
andalannya, begitu pula Kwee In Loan. Tampak badan mereka
berkelebatan laksana kilat. Kini mereka bertanding dengan
sungguh-sungguh. "Puluhan jurus kemudian, Si Mo mulai mengeluarkan ilmu
Ha Ho Kang, sedangkan Kwee In Loan mengeluarkan ilmu Kiu
Im Pek Kut Jiauw. Si Mo menjongkokkan badannya, kemudian
mendadak meloncat ke arah Kwee In Loan. Ketua Hek Liong
Pang itu tertawa panjang, dan seketika badannya mencelat ke
atas. Di saat bersamaan, ia pun menjulurkan jari tangannya ke
arah ubun-ubun Si Mo- Betapa terkejutnya Si Mo- la tidak sempat berkelit, maka
terpaksa mengangkat sepasang tangannya untuk menangkis-
Plaaak Terdengar suara benturan.
Si Mo berhasil menangkis serangan itu, namun jari tangan
Kweein Loan berhasil menyentuh ubun-ubunnya, Itu pertanda
kepandaian Kwee In Loan lebih tinggi.
"Ketua Hek Liong Pang" ujar Si Mo sambil memberi hormat.
"Kepandaianmu lebih tinggi dariku, engkau berhak menjadi
ketua." "Si Mo" sahut Kwee In Loan.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu, engkau menjadi
wakil ketua." "Terima kasih," ucap Si Mo-
"Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing,
kemudian ke duanya mulai bersulang lagi sambil tertawa
gembira- "Si Mo, kapan engkau akan bergabung di sini?" tanya Kwee
In Loan sambil menatapnya.
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-
"Tentunya sekarang. Bukankah tadi engkau sudah bilang
aku adalah wakil ketua?"
"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.
"Mulai saat ini, Hek Liong Pang akan menguasai seluruh
golongan hitam. Perkumpulan kita akan bersaing dengan
siauw Lim dan Bu Tong Pay."
"Betul." Si Mo manggut-manggut.
"Kalau begitu, kita harus meresmikan berdirinya Hek Liong
Pang dalam rimba persilatan."
"setuju." Kwee In Loan mengangguk.
"Pokonya kita harus mengembangkan Hek Liong Pang."
-ooo00000oooTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di saat mereka berdua sedang bercakap-cakap sambil
bersulang, mendadak terdengar suara terikan di luar-
"Ada musuh datang Ada musuh datang..."
suara seruan itu membuat Kwee In Loan dan Si Mo saling
memandang dengan penuh keheranan, bagaimana mugkin
Pek yun Kek kedatangan musuh"
sekonyong-konyong berkelebat sosok bayangan merah,
disusul pula dengan suara tawa cekikikan.
"Hi hi hi Asyik, ada arak wangi"
Kemudian muncul seorang gadis berusia lima belasan
berpakaian merah- gadis itu cantik jelita, namun kelihatan
agak liar. "Eeeeh?" Kwee In Loan terbelalak-
"gadis liar, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"
"Hi hi hi" gadis berpakaian merah itu tertawa nyaring.
"Engkau adalah ketua Hek Liong Pang?"
"Betul" Kwee In Loan mengangguk sambil menatapnya
dengan penuh perhatian, la yakin, gadis remaja itu
berkepandaian tinggi. "Engkau...." gadis berpakaian merah itu menunjuk Si Mo
seraya berkata. "Tampangmu begitu seram, engkau pasti Si Mo yang amat
jahat itu" "He he he" Si Mo tertawa terkekeh-kekehi
"Tidak salah, aku memang Si Mo yang amat jahat, gadis
kecil, mau apa engkau ke mari?"
"Jalan-jalan," sahut gadis berpakaian merah itu sambil
tersenyum, kemudian duduk di kursi yang kosong.
"Eh" Kenapa aku tidak disuguhi arak wangi" Aku ini tamu
lho" "Lie Bun yauw" seru Kwee In Loan.
"cepat suguhkan arak wangi untuk gadis itu"
"ya, ketua" Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi
untuk gadis berpakaian merah itu.
"Terima kasih," ucapnya dan langsung meneguk arak wangi
itu. "Wuah sungguh wangi sekali arak ini"
"gadis liar" Kwee In Loan menatapnya seraya bertanya,
"Sebetulnya siapa engkau?"
"Aku bernama Ciu Lan Hio, usiaku enam belas tahun" sahut
gadis berpakaian merah. sementara itu, Kwan Pek Him, murid Si Mo itu terus
memandang gadis tersebut dengan mata tak berkedip, bahkan
sepasang matanya menyorotkan sinar aneh.
"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.
"Pemuda muka pucat, kenapa engkau memandangku
dengan cara begitu" Engkau harus tahu lho Aku ini bukan
anak domba atau anak kelinci, melainkan bunga yang
berduri." "Aku.." Kwan Pek Him tergagap-gagap-
"Nona, namaku Kwan Pek Him, murid kesayangan Si Mo-"
"Aku tidak tanya" sahut ciu Lan Hio.
"Nona, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala.
Ternyata ia sangat tertarik pada gadis itu.
"Hi hi hi" Ciu Lan Nio tertawa cekikikan lagi.
"Dasar pemuda pingitan gurunya jahat muridnya pasti
begitu" "Hei gadis liar" bentak Si Mo dengan wajah merah padam
karena gusar- "siapa gurumu" Kenapa engkau berani kurang ajar
terhadapku?" "Si Mo" sahut Ciu Lan Hio.
" orang lain memang takut kepadamu, namun aku tidak-
Terus terang, kepandaianku tidak berada di bawah
kepandaianmu-" "Engkau- - " Si Mo menudingnya dengan tangan agak
bergemetar karena emosi sekali.
"Aku harus menghajarmu"
"Tenang Si Mo" -ujar Kwee In Loan. Ternyata diam-diam
ketua Hek Liong Pang itu sangat menyukai Ciu Lan Nio.
"Dia adalah gadis kecil, tidak perlu diladeni."
"Ketua Hek Liong Pang, engkau bernama Kwee In Loan
kan?" tanya Ciu Lan Nio mendadak-
"Kok - " Ketua Hek Liong Pang terbelalak-
"Engkau tahu namaku?"
"Merah membara, muncul cari korban," ujar Ciu Lan Nio-
"Tentunya engkau tahu siapa guruku, bukan?"
"Haaah?" Wajah Kwee In Loan langsung berubah hebat-
"Engkau datang dari Kwan c\wr (Luar Perbatasan)?"
"Ya" Ciu Lan Nio mengangguk.
"Engkau adalah muridnya?" tanya Kwee In Loan lagi.
"Betul." Ciu Lan Hio tersenyum.
" Ingat Engkau tidak boleh menyebut nama guruku"
"Ya." Kwee In Loan mengangguk.
"Oh ya, gurumu berada di Tionggoan?"
"Tidak salah-" Ciu Lan Hio manggut-manggut.
"guru-ku memang berada di Tionggoan, aku disuruh ke
mari untuk melihat-lihat."
"Lan Nio," ujar Kwee In Loan sungguh-sungguh-
"Kalau gurumu mau menjadi ketua Hek Liong Pang, aku
bersedia menyerahkan jabatanku kepadanya-"
"guruku sama sekali tidak berniat mau menjadi ketua Hek
Liong Pang, namun berniat menjadi Bu Lim Beng Cu (Ketua
Rimba Persilatan)." Ciu Lan Hio memberitahukan sambil tersenyum-
"oleh karena itu, guruku akan menundukkan ketua siauw
Lim dan Bu Tong Pay, sebab siauw Lim dan Bu Tong Pay
sangat terkenal dalam rimba persilatan."
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Lan Hio, kalau engkau bertemu gurumu, tolong sampaikan
salamku kepadanya" "Baik" Ciu Lan Hio mengangguk. kemudian memandang Si
Mo seraya bertanya, "Kenapa engkau dari tadi terus melototi aku" Tidak senang
aku duduk di sini" Mau bertarung dengan aku?"
"Dasar gadis liar tak tahu diri Engkau berani kurang ajar
terhadapku?" Kelihatannya kegusaran Si Mo sudah memuncak-
"Biar bagaimanapun aku harus menghajarmu"
"Tenang Si Mo" ujar Kwee In Loan.
" jangan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan"
"Tapi - " "Tenanglah" Kwee In Loan memberi isyarat kepadanya,
agar tidak sembarangan bertindak-
"guru," ujar Kwan Pek Him.
"gadis itu masih kecil, guru tidak usah meladeninya."
"Eh?" Si Mo terbelalak-
"Tumben engkau membelanya" Tentu ada apa-apa. ya
kan?" "guru, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala,
"oooh" Si Mo manggut-manggut.
"guru tahu, guru tahu Ha ha ha--."
"Hei" bentak Ciu Lan Hio.
"Pemuda muka pucat, engkau jangan bilang jatuh hati
kepadaku lho" "Nona Ciu...." Kwan Pek Him menatapnya dengan -mata
berbinar-binar- "Aku memang sudah jatuh hati kepadamu."
"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.
"Hatimu mau jatuh dimana terserah, pokoknya aku tidak
akan menerima hatimu itu"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona Ciu...." Kwan Pek Him tampak kecewa sekali.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berteman?"
"Tak usah ya" sahut Ciu Lan Hio, kemudian bangkit dari
tempat duduknya. "Ketua Hek Liong Pang, terima-kasih untuk arak wangi itu
Aku mau pergi, sampai jumpa kelak"
"Lan Hio," pesan Kwee In Loan.
"Jangan lupa sampaikan salamku kepada gurumu"
"Cerewet amat sih" sahut Ciu Lan Hio, lalu melesat pergi
laksana kilat. "Nona Ciu..." seru Kwan Pek Him memanggilnya. "Jangan
melupakan aku..." "Murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala,
"gadis itu sudah jauh, percuma engkau berseru
memanggilnya, dia tidak akan, dengar."
"Aaaah?" Kwan Pek Him menghela nafas panjang,
"guru, aku sudah jatuh hati kepadanya"
"Dasar murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan
kepala lagi. "gadis itu tidak mau memungut hatimu, itu berarti dia tidak
akan mencintaimu.". " Aku punya cara..." ujar Kwan Pek Him,
"Si Mo," ujar Kwee In Loan serius.
"Jangan memikirkan yang bukan-bukan terhadap"gadis itu"
"Kenapa?" Si Mo heran.
"Si Mo- - " Kwee In Loan menggeleng-gelengkan kepala.
" Engkau tidak tahu siapa guru gadis itu. Kalau engkau
tahu, pasti akan melarang muridmu mendekatinya."
"siapa guru gadis itu?"
"Aku tidak berani menjwbut nama maupun julukannya,"
sahut Kwee In Loan memberitahukan.
"MEkipun kita berdua bergabung, mungkin masih tidak
sanggup melawannya."
"Apa?" Si Mo terbelalak.
"Itu bagaimana mungkin?"
"Pernahkah engkau mendengar tentang Kwan Gwa (Luar
Perbatasan)?" tanya Kwee In Loan mendadak-
"Luar Perbatasan?" Si Mo mengerutkan kening, kemudian
mendadak air mukanya tampak berubah hebat.
"Merah membara, muncul mencari korban. Apakah dia?"
"Benar." Kwee In Loan manggut-manggut.
"Haaah..?" Si Mo kelihatan terkejut sekali, kemudian
memandang muridnya seraya berkata,
"Pek Him, pokoknya engkau tidak boleh mendekati gadis
berpakaian merah itu"
"Kenapa?" tanya Kwan Pek Him.
"Kalau engkau sudah tidak menyayangi batok kepalamu,
silakan mendekatinya" sahut Si Mo.
"guru...." "Diam" Si Mo menatapnya tajam. "Jangan cari penyakit,
lebih baik engkau jauhi gadis itu"
"ya, guru." Kwan Pek Him mengangguk.
sekonyong-konyong terdengar suara tawa yang agak keras
bergema ke dalam rumah itu, kemudian terdengar pula
Stupyp seruan. " Ketua Hek Liong Pang, bolehkah kami masuk?"
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-
"Tong Koay, Lam Khie silakan masuk"
"Wuah Bukan main" Terdengar suara seruan lagi-
"Kim Si Mo sudah menjadi setengah tuan rumah di sini Ha
ha ha..." "Maka aku berani mempersilakan kalian masuk" sahut Si
MoTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayoh masuk. jangan malu-malu"
Berkelebat tiga sosok bayangan ke dalam, ternyata adalah
Tong Koay Oey Su Bin, Lam Khie-Toan Thian Hie dan ouw
yang Bun murid Tong Koay-
"silakan duduk" ucap Kwee In Loan sambil menatap
mereka- "Terima kasih." ucap Tong Koay dan Lam Khie- Kemudian
mereka bertiga duduk. " Lie Bun yauw, cepat suguhkan arak wangi untuk mereka"
ujar Kwee In Loan. "ya. Ketua." Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi
untuk mereka. "Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-
"Terima kasih, Terima kasih sungguh menggembirakan hari
ini, perutku akan diisi dengan arak wangi Ha ha ha - "
"Kalian berdua berjanji untuk ke mari?" tanya Kwee In Loan
sambil tersenyum. "Tentunya kalian ingin bergabung dengan kami, bukan?"
" Ketua Hek Liong Pang," sahut Tong Koay setelah
meneguk arak wangi yang disuguhkan Lie Bun yauw-
"Aku dan Lam Khie tidak berjanji ke mari, hanya kebetulan
bertemu di mulut Lembah Awan putin, maka kami bersama ke
mari" "ooooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Kalian berdua mau bergabung dengan kami?" tanyanya.
"seandainya kami mau bergabung, lalu apa jabatan kami?"
Tong Koay balik bertanya sambil tersenyum.
"Kini Si Mo adalah wakil ketua" sahut Kwee In Loan
memberitahukan. " Kalau kalian mau bergabung dengan kami, otomatis
kalian sebagai Pelindung Hukum dan Pelaksana Hukum."
" Cukup tinggi jabatan itu," Tong Koay manggut-manggut.
"Tapi kami ke sini hanya ingin melihat-lihat saja, tidak
berniat mau bergabung, harap kalian maklum"
"Hmm" dengus Si Mo dingin-
" Jadi kalian ke mari ingin mengacau?"
"Lho?" Lam Khie tertawa.
"Kami ke mari secara baik-Baik. kenapa engkau malah
bilang kami mau mengacau" Kalau bicara yang benar, jangan
asal bicara" "Lam Khie" Si Mo melotot.
" Walau engkau keturunan Lam Ti-Toan Hong ya, tapi aku
tidak takut kepadamu lho"
"Aku tidak suruh engkau harus takut kepadaku, namun
kalau engkau ingin bertarung denganku tentu aku bersedia"
ujar Lam Khie dan menambahkan, "Engkau jangan terus
melotot, nanti sepasang biji matamu akan meloncat ke luar"
"Engkau - ." Si Mo berkertak gigi.
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak,
"Bagaimana" Engkau mau bertarung sekarang atau tunggu
beberapa tahun- lagi sesuai dengan perjanjian kita?"
"Terserah" sahut Si Mo-
"Baik" Lam Khie manggut-manggut.
"Kita tunggu beberapa tahun lagi, barulah kita berempat
bertanding di puncak gunung Heng san"
"Hmm" dengus Si Mo dingin-
" Aku pasti akan merobohkan kalian semua, lihat saja
nanti" "Eeeeh?" Mendadak Tong Koay menengok ke sana ke mari.
"siapa yang kentut barusan?" "gurau ouw yang Bun
mengendus. "Kok bau sekali, itu adalah kentut yang luar biasa."
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gelak-
"Biasanya orang kentut melalui pantat, tapi kentut yang
barusan itu melalui mulut, maka lebih bau-"
"Tong Koay" bentak Si Mo yang kena sindir.
"Engkau - ." "He he he" Tong Koay tertawa terkekeh-kekeh-
"Mau menantangku berkelahi ya?"
"Baik" Si Mo manggut-manggut
"Karena kita sudah ada perjanjian, maka lebih baik yang
maju sekarang murid kita-"
"setuju-" Tong Koay memandang muridnya-
"Murid-ku, beranikah engkau bertarung dengan pemuda
muka pucat itu?" "Kenapa tidak?" sahut ouw yang Bun sambil tertawa-
"Belum bertarung mukanya sudah begitu pucat, apalagi
sudah bertarung." "Hmmm" dengus Kwan Pek Him dingin dan sekaligus
bangkit berdiri- "Jangan banyak bacot, mari kita bertarung saja"
"Ha ha" ouw yang Bun tertawa.
"Aku memang lagi kesal, maka engkau akan kuhajar"
"oh?" Kwan Pek Him menatapnya dingin-
"Aku pun lagi kesal, maka akan kulampiaskan padamu"
"Bagus, bagus" ouw yang Bun tertawa lagiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayoh, mari kita berkelahi sampai oenjol-benjol"
"Hmm" dengus Kwan Pek Him dingin-
Mereka berdua saling memandang, lalu berjalan ke tengahtengah
ruangan tersebut dan berdiri berhadapan, setelah itu
mendadak mereka saling menyerang dan memukul dengan
tidak karuan. Buuuk Duuuk Plaaak Mereka berkelahi mirip anak kecil,
tentunya membuat tercengang semua orang.
"Murid gendeng" tegur Tong Koay sambil meng-garuki
Garuk kepala. "Kenapa kalian berkelahi dengan cara begitu?"
"Pek Him" seru Si Mo dengan wajah padam.
"Kenapa engkau" Kek begitu caramu bertarung?"
"guru...." ouw yang Bun menggeleng-gelengkan kepala,
begitu pula Kwan Pek Him. Mereka saling memandang.
"Kenapa engkau?" tanya Kwan Pek Bun.
"Aku sedang kesal gara-gara seorang gadis," sahut ouw
yang Bun memberitahukan. "sama," ujar Kwan Pek Him. "Tadi ada seorang gadis
berpakaian merah ke mari. Aku tertarik dan sekaligus jatuh
hati. Tapi dia tidak mau menerima hatiku."
"sama," sahut ouw yang Bun.
"Belum lama ini aku jatuh cinta kepada seorang gadis,
namun dia sudah punya kekasih."
"Kita senasib, sudahlah, kita tidak perlu bertarung lagi" ujar
Kwan Pek Him. "Baik" ouw yang Bun mengangguk-
Mereka berdua kembali ke tempat duduk- Tong Koay dan Si
Mo menatap murid masing-masing dengan mata melotot.
"Murid gendeng" Tong Koay menggeleng-geleng-kan
kepala. "Engkau telah mempermalukan guru Tahu?"
"guru, aku...." ouw yang Bun menundukkan kepala,
sementara Si Mo juga menegur dan mencaci muridnya.
"Engkau adalah murid Si Mo, tapi justru tak berguna" Si Mo
menudingnya, "gara-gara gadis berpakaian merah itu, engkau tak
bersemangat mengangkat nama gurumu Engkau berkelahi
dengan cara tidak karuan, sehingga mukamu benjol-benjol
begitu macam Huh sungguh memalukan"
"guru...." Kwan Pek Him menundukkan kepala-
"Ha ha ha" Mendadak Lam Khie tertawa gelaki
"Pertandingan tadi telah berakhir dengan seri- Murid Si Mo
bonyok-bonyok, sedangkan murid Tong Koay pun benjolbenjol-
Ha ha ha Pertandingan tadi akan dilanjutkan kelaksekarang
kami mohon diri- Ha ha ha - "
Tong Koay dan muridnya langsung melesat pergi- Lam Khie
pun ikut melesat pergi sambil berseru-
"sampai jumpa" Kwee In Loan dan Si Mo tetap duduk di tempat setelah Lam
Khie, Tong Koay dan muridnya melesat pergi, mereka berdua
pun saling memandang. "Sayang sekali" ujar Kwee In Loan menghela nafas
panjang. "Mereka tidak mau bergabung dengan kita"
" Kalau mereka bergabung dengan kita, Hek Liong Pang
pasti jaya," sambung Si Mo-
"oh ya, sudikah engkau mengajar muridku beberapa
macam ilmu pukulan?"
"Baik." Kwee In Loan manggut-manggut.
"Sebab kelak dia harus mengalahkan murid Tong Koay itu."
"Terima kasih." ucap Si Mo sambil memberi hormat.
"sama-sama." Kwee In Loan tersenyum.
"Muridmu juga boleh dikatakan muridku juga, sebab kita
sudah dalam satu perkumpulan, begitu pula muridku."
"Betul." Si Mo mengangguk sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha..." "Terima kasih, Ketua," ucap Kwan Pek Him kepada Kwee In
Loan. "Pek Him" Kwee In Loan menatapnya dalam-dalam.
"Lebih baik engkau jangan memikirkan gadis berpakaian
merah itu, sebab gurunya...."
"Kenapa gurunya?" tanya Kwan Pek Hun cepat.
"Muridku" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau jangan bertanya sekarang, kelak akan
mengetahuinya." "Guru-?" "Kalau kami memberitahumu sekarang, itu malah akan
membahayakan dirimu, oleh karena itu, lebih baik
engkaujangan tahu," ujar Si Mo sungguh-sungguh.
"Aaah - " Kwan Pek Him menghela nafas panjang.
Kelihatannya hatinya memang telah tercuri oleh gadis
berpakaian merah itu. (Bersambung keBagian 10) Jilid 10 Setelah meninggalkan markas Hek Liong Pang, Teng Koay,
Lam Khie dan Ouw Yang Bun duduk beristirahat juga di bawah
sebuah pohon. "Tak disangka Si Mo telah bergabung dengan Pek Liong
Pang," ujar Teng Koay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini Hek Liong Pang bertambah kuat, entah apa yang akan
terjadi?" "Kelihatannya Hek Liong Pang ingin menguasai rimba
persilatan. Kalau benar begitu, Siauw Lim dan Bu Teng Pay
pasti dalam bahaya," sahut Lam Khie.
"Lam Khie" Teng Koay menatapnya.
"Bagaimana kalau engkau bergabung dengan aku, agar kita
lebih kuat menghadapi Hek Liong Pang?"
"Aku bersedia bergabung denganmu, tapi harus ada
syaratnya," sahut Lam Khie.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa syaratmu?"
"Engkau harus mengaku kalah kepadaku, barulah aku mau
bergabung denganmu."
"oh?" Teng Koay melotot.
"Kalau begitu, lebih baik kita bergabung saja."
"Ha ha" Lam Khie tertawa. "Kita berempat memang sudah
ada janji, tiga tahun lagi akan bertanding di puncak gunung
Heng San." "Kalau begitu, kita tunggu tiga tahun lagi" ujar Teng Koay,
kemudian memandang muridnya yang duduk melamun itu.
"Murid gendeng Ken apa engkau terus melamun seperti
kehilangan sukma?" "guru...." Ouw Yang Bun menundukkan wajahnya dalamdalam.
"Engkau memang sudah gila" tegur Tong Koay dengan
mata melotot- "gadis itu sudah punya kekasih, tapi engkau masih terus
memikirkannya Dasar..."
"Celaka" seru Lam Khie.
"Tak disangka murid mu jatuh cinta kepada gadis yang
sudah punya kekasih Itu betul-betul celaka"
"Muridku memang gendeng dan sialan." caci Tong Koay.
"Masih begitu banyak gadis di kolong langit. Mau yang
mana tinggal sabet, tapi dia - dia justru jatuh cinta pada gadis
yang sudah punya kekasih."
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-
"Untung aku belum punya murid- Kalau aku punya murid
seperti muridmu, aku pasti mati muntah darah-"
"Jangan menyindir" Tong Koay melotot.
"Aku lagi kesal nih-"
"oh?" Lam Khie tertawa lagi-
" Kalau begitu, perlukah kita berkelahi sampai benjol-benjol
seperti muridmu dan murid si Mo itu?"
"Sudahlah Lebih baik engkau diam," ujar Tong Koay dingin,
"jangan bikin aku naik darah-"
"Ha ha" Lam Khie menatapnya- "Begitu tampangmu sedang
naik darah" Itu sih bukan naik darah, melainkan masuk
angin." "Engkau...." Tong Koay langsung mengayunkan tangannya
memukul Lam Khie- Lam Khie cepat-cepat meloncat ke belakang, tapi justru
punggungnya terbentur pohon, membuatnya menjerit
kesakitan. "Aduuuh Punggungku...."
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa terpingkal-pingkal.
"Belum terpukul sudah menjerit kesakitan"
"Pohon sialan" caci Lam Khie dan mendadak mengerahkan
Iweekangnya sambil mendorongkan sepasang telapak
tangannya ke arah pohon itu. Braaaak Pohon itu roboh
seketika. "Cukup lumayan Iweekangmu, tapi cuma dapat
merobohkan pohon," ujar Tong Koay dan menambahkan,
"Jangan harap dapat merobohkan diriku Ha ha ha..."
"Hmm" dengus Lam Khie, lalu melesat pergi seraya
berseru, "Tong Koay, kelak aku pasti merobohkanmu"
"Ha ha ha" Teng Koay tertawa terbahak-bahak
"yang akan roboh kelak justru adalah engkau" katanya.
Bab 19 An Lok Kong Cu (Putri yang Tenang Dan
gembira) Di halaman istana Cu Goan ciang yang amat indah dan luas
tampak seorang gadis remaja duduk termenung dekat taman
bunga, dan beberapa dayang berdiri di belakangnya.
siapa gadis remaja yang cantik manis itu" Ternyata adalah
putri kesayangan Kaisar Cu Goan ciang yang bernama Cu Ay
Ceng dengan gelar An Lok Kong cu (Putri yang Tenang Dan
gembira). "Aaaah..." An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng menghela nafas
panjang. "Kenapa Tuan Putri menghela nafas?" tanya salah seorang
dayang yang bernama Lan Lan.
"Lan Lan" sahut An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng.
"Kini usiaku sudah lima belas tahun. tapi dalam kurun
waktu selama ini, aku sama sekali tidak pernah bermain ke
luar. Aku bagaikan seekor burung di kurung di dalam sangkar
emas." "Jangan berkata begitu. Tuan Putri" ujar Lan Lan.
"Engkau adalah Tuan Putri, tentunya tidak boleh main di
luar." "Aaaah - ?" An Lok Kong cu menghela nafas panjang lagi.
"Alangkah bahagianya aku kalau dilahirkan di keluarga
biasa, jadi lebih bebas...."
"Tuan putri," Lan Lan memandangnya sambil menggelenggelengkan
kepala. "Terus terang. Tuan putri sangat beruntung dilahirkan
sebagai putri kaisar. Seharusnya Tuan Putri bersyukur, tidak
boleh menyesali apa pun."
"Tapi-..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang.
"Kebebasanku terkekang sekali, tidak bisa ke mana-mana."
"Tuan putri" Lan Lan tersenyum.
"Kini Taan Putri baru berusia lima belas tahun, tentunya
belum boleh ke mana-mana. Bila nanti Putri sudah dewasa
kelak, sudah pasti boleh ke luar istana."
"Itu tidak mungkin," An Lok Kong cu menggelengkan
kepala. "Ayahku pasti tidak akan mengijinkannya."
"Tuan Putri" bisik Lan Lan,
"Bukankah Tuan Putri boleh meninggalkan istana secara
diam-diam?" "oooh" An Lok Kong cu manggut- manggut dan wajahnya
pun tampak cerah- "Engkau benar, terima-kasih-"
"Tuan putri - -" Mendadak dayang itu memberi isyarat,
ternyata muncul beberapa Dhalai Lhama.
"Guru" panggil An Lok Kong cu-
"Ngmm" Dhalai Lhama jubah merah manggut-mang-gut
sambil tersenyum. "Sudah usaikah engkau berlatih?"
"ya, Guru." An Lok Kong cu mengangguk-
"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah menatapnya.
"Sudah hampir delapan tahun engkau belajar ilmu silat
pada kami, kini kepandaianmu sudah lumayan. Tapi engkau
harus terus berlatih, sebab Iweekangmu masih kurang."
"Guru...." An Lok Kong Cu tersenyum.
"Kapan Guru akan mengajarku ilmu Ie Kang tu Tik
(Memindahkan Iweekang Menggempur Musuh)?"
"Tuan putri...." Dhalai Lhama jubah merah
memberitahukan. "Guru tidak bisa mengajarkan ilmu itu kepadamu."
"Kenapa?" "Sebab ilmu itu harus bekerja sama satu dengan yang lain,
paling sedikit harus lima orang. Kalau cuma seorang diri,
sudah barang tentu tidak bisa."
"guru, bagaimana kehebatan Ilmu itu?"
"sangat hebat sekali" ujar Dhalai Lhama jubah merah.
"Kami berjumlah sembilan orang, coba engkau bayangkan
betapa dahsyatnya Iweekang kami kalau digabungkan. Di
kolong langit ini tiada seorang jago pun yang mampu
menangkis pukulan itu. Buktinya Thio Bu Ki masih terluka
parah terkena pukulan itu."
"Guru," tanya An Lok Kong cu mendadak-
"Kenapa ayahku mengutus guru pergi melukai Thio Bu Ki"
Apakah Thio Bu Ki adalah orang jahat?"
Dhalai Lhama jubah merah menghela nafas panjang.
"Itu adalah urusan pribadi ayahmu, guru tidak tahu apaapa."
"guru...." An Lok Kong cu ingin menanyakan sesuatu, tapi
kemudian dibatalkan lalu ia menundukkan kepala.
"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah tersenyum.
"Ada sesuatu yang terganjel dalam hatimu?"
"Tidaki guru." Ay Lok Kong cu menggelengkan kepala.
"Kalau tidak, kenapa wajahmu tampak agak murung?"
Kedele Maut 21 Pendekar Rajawali Sakti 33 Manusia Beracun Manusia Meteor 3
berkelebat bayangannya di hadapan mereka-"
"Dewa muda - ."
Jongos tua itu terbelalak dan nyaris berlutut di hadapan
Thio Han Liong- "Paman tua, aku bukan dewa muda," ujar Thio Han Liong
sambil tertawaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku anak muda-"
"Han Liong - " Hartawan Lim menatapnya d eng a n penuh
perhatian. "Engkau masih kecil.namun kepandaianmu sudah begitu
tinggi." "Paman, aku sudah tidak keail lagi- karena usiaku sudah
enam belas." Thio Han Liong memberitahukan.
"Ngmmrn" Hartawan Lim manggut- manggut. "Ayoh-lah
Mari ikut aku ke kamar putriku, mudah-mudahan engkau
sanggup mengobati putriku"
Di saat bersamaan, mendadak terdengarlah jerit tangis di
dalam, sebuah kamar sehingga membuat wajah hartawan Lim
langsung berubah, lalu bergegas-gegas ke kamar itu.
Thio Han Liong mengikutinya dari belakang, begitu pula
jongos tua dan pelayan wanita itu.
yang menangis itu ternyata nyonya hartawan Lim. Wanita
itu memeluk putrinya sambil menangis gerung-gerungan.
"Kenapa Mei suan?" tanya hartawan Lim aemas.
"Suamiku, putri kita..."
Air mata nyonya hartawan Lim berlinang-linang seraya
berkata dengan terputus-putus. "Putri kita... dia... dia sudah
meninggal" "Hah?" Wajah hartawan Lim puaat pias.
Thio Han Liong terus menatap gadis yang berbaring di
tempat tidur, yang wajahnya tampak puaat kehijau-hijauan.
Setelah menatap sejenak, ia maju menghampirinya.
"Maaf" ucapnya dan segera memeriksa gadis itu.
Berselang beberapa saat kemudian, Thio Han Liong berkata
kepada jongos tua. "Paman tua, aepat ambilkan sebuah baskom"
"ya." Jongos tua itu segera pergi mengambil baskom. Tak lama
ia sudah kembali denganmembawa sebuah baskom tembagu.
"Dewa muda, aku sudah mengambil baskom-"
"sebentar lagi nona pasti muntah, Paman tua harus cepat
menyodorkan baskom itu ke mulutnya," pesan Thio Han
Liong, lalu meioncat ke atas tempat tidur.
setelah itu, ia bergerak mengangkat gadis dan
mendudukkannya. Kemudian di tempatkannya sepasang
telapak tangannya di punggung gadis itu, sekaligus
mengerahkan Ktu yang sin Kang ke dalam tubuhnya.
Tak seberapa lama, wajah gadis yang puaat kehijauhijauan
itu mulai berubah merah dan bibirnya pun bergerakgerak
lalu membuka mulutnya lebar-lebar- Di saat itulah
jongos tua cepat-cepat menyodorkan baskom tembaga ke
arah mulut gadis itu "Uaaakh uaaaakh uaaaaakh - " Gadis itu memuntahkan
darah kental yang kehijau-hijauan, "uaaaakh-.."
Berselang beberapa saat kemudian gadis itu berhenti
memuntahkan darah- Hartawan Lim dan isterinya saling
memandang, begitu pula jongos tua dan pelayan wanita itu
Perlahan-lahan Thio Han Liong menurunkan sepasang
telapak tangannya. Gadis itu menoleh kepalanya memandang
ke dua orangtuanya. "Ayah ibu" panggilnya dengan suara lemah.
"Nak - ." Nyonya hartawan Lim langsung mendekatinya,
lalu memeluknya erat-erat.
"oh, anakku" "ibu...." Gadis itu menangis tersedu-sedu. "ibu, aku.? aku
takut." "Jangan takut, ibu dan ayah berada di sampingmu, Nak,"
sahut nyonya hartawan Lim sambil membelainya.
Thio Han Liong meloncat turun, itu sungguh mengejutkan
gadis bernama Lim Mei suan itu.
"Ibu Siapa dia?"
"Dia...." Nyonya hartawan Lim memandang suaminya.
"Nak" Hartawan Lim tersenyum.
"Dia bernama Thio Han Liong, yang mengobatimu
barusan." "oh?" Lim Mei Suan memandangnya. "Engkau... engkau..."
"Jangan takut. Kakak" ujar Thio Han Liong sambil
tersenyum lembut. "Kini Kakak sudah sembuh, tapi masih harus makan obat,
karena kondisi badanmu masih lemah sekali."
"Terima kasih. Adik Han Liong," uaap Lim Mei Suan.
Thio Han Liong tersenyum lagi- kemudian memandang ke
atas meja, yang kebetulan di sana tersedia kertas, pit dan
tinta Tionghoa berwarna hitam. Thio Han Liong segera
membuka resep, kemudian diberikan kepada hartawan Lim.
"Paman, suruh orang beli obat tiga bungkus Setelah Kakak
makan obat ini pasti pulih kesehatannya," ucap Thio Han
Liong sungguh-sungguh. "Han Liong, terima kasih," ucap hartawan Lim sambil
menerima resep obat tersebut.
"Tak disangka sama sekali- engkau mampu menyembuhkan
penyakit putriku." "Tentu," sahut jongos tua sambil tertawa gembira.
"Sebab dia Dewa muda."
"Dewa muda?" Lim Mei Suan tertegun.
"Adik Han Liong, betulkah engkau Dewa muda?"
"Kakakl" Thio Han Liong tertawa kecil.
"Bagaimana mungkin aku Dewa muda" Aku cuma seorang
anak muda biasa." "oh?"Lim Mei Suan kurang peraaya. "Tapi engkau mampu
menyembuhkan penyakitku."
"Dewa muda...."
Jongos tua itu ingin mengatakan sesuatu, tapi langsung
dipotong oleh hartawan Lim.
"Ah Lioki cepatlah engkau pergi beli obat"
artawan Lim menyerahkan resep obat itu.
"ya. Tuan besar." jongos tua menerima resep obat
tersebut, kemudian segera pergi membeli obat.
"Kakak" Thio Han Liong menatapnya,
"sejak kapan engkau menderita penyakit ini?" tanyanya.
"Belum lama, kira-kira beberapa hari lalu," jawab Lim Mei
suan. "Kakak ingat apa yang terjadi ketika Kakak mau sakit?"
tanya Thio Han Liong lagi sambil menatapnya dengan penuh
perhatian. "Tidak begitu ingat." Lim Mei suan mengerutkan kening.
"Kalau tidak salah, malam itu aku mendengar suara suling
yang bernada aneh, kemudian terdengar pula suara angin
mendesir-destr. setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Han Liong, begitu banyak anak gadis mengidap penyakit
ini. sebetulnya penyakit apa?" tanya hartawan Lim.
"Bukan penyakit" Thio Han Liong menjelaskan.
"Melainkan semacam racun. Aku justru masih tidak habis
pikir, siapa yang menyebarkan racun itu siapa yang terkena
racun itu, akan menjadi gila. Tapi tidak mungkin hilang begitu
saja, pasti ada yang menculik-"
"Kalau begitu," ujar hartawan Lim dengan kening berkerut-
"Itu pasti perbuatan penjahat-"
"Tidak salah, itu memang perbuatan kaum penjahat" Thio
Han Liong manggut-manggut.
"Dalam beberapa malam ini- aku yakin penjahat itu akan ke
mari. oleh karena itu. Kakak harus pindah ke kamar lain, aku
akan menempati kamar ini"
"Han Liong..." Hartawan Lim menatapnya strata bertanya
"Perlukah aku mengundang beberapa piauwsu (Pesilat
PenjualJasa) untuk membantumu?"
"Tidak perlu" Thio Han Liong menggelengkan kepala.
Sementara nyonya hartawan Lim terus mendengarkan dan
memandang Thio Han Liong dengan kagum, lama sekali
barulah membuka mulut. "Han Liong, tadi engkau menggunakan cara apa untuk
membuat putriku memuntahkan racun itu?"
"Aku menggunakan Iweekang, Bibi/ Thio Han Liong
memberitahukan. "Sebab kalau aku tidak menggunakana Iweekang, Kakak
Mei Suan pasti tidak tertolong lagi"
Nyonya hartawan Lim manggut- manggut. "
"Apakah tiada obat penawar racun itu?"
"Ada" Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi begitu terkena raaun itu, harus segera diberikan obat
penawarnya. Kalau sudah lewat beberapa hari, tiada
gunanya.Maka tadi aku menggunakan Iweekang untuk
mendesak raaun itu keluar dari mulut Kakak Mei Suan"
"Adik Han Liong," ucap urn Mei Suan.
"Terima kasih atas pertolonganmu yang telah
menyelamatkan nyawaku, aku... aku telah berhutang budi
kepadamu" "Jangan berkata begitu, Kakak" Thio Han Liong tersenyum.
"Ayahmu orang yang baik hati- tentunya kalian pasti
dilindungi Thian yang Maha Kuasa"
Di saat mereka sedang bercakap-cakap, muncullah jongos
tua membawa tiga bungkus obat.
"Dewa muda, bagaimana cara menggodok obat ini?"
tanyanya- "Paman tua" Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Jangan memanggilku dengan Dewa muda, namaku Thio
Han Liong, panggil saja namaku"
"Ya." Jongos tua itu mengangguk.
Thio Han Liong memberitahukan cara-cara menggodok
obat itu "dimasak sampai kering obat itu, harus ditunggu"
pesannya, "ya." Jongos tua segera pergi untuk menggodok obat itu
"Han Liong" Hartawan Lim memegung bahunya seraya
berkata. "Kami berhutang budi kepadamu."
"Sudah impas," sahut Thio Han Liong sambil tertawa-
"Sudah impas?" Hartawan Lim tercengang-
"Apakah yang sudah impas?"
"Tadi aku makan di sini, kemudian aku menolong Kakak
Mei suan. Nah, bukankah sudah impas?"
"Han Liong...." Hartawan Lim menggeleng-geleng-kan
kepala, "oh ya, lebih baik kita mengobrol di ruang tengah-"
Mereka menuju ruang tengah, lalu mulai mengobrol lagi.
Nyonya hartawan Lim memandang Thio Han Liong seraya
bertanya. "Engkau berasal dari kota mana dan siapa ke dua
orangtuamu?" "Aku berasal dari sebuah pulau di Laut utara, ke dua
orangtuaku melarangku menyebut nama mereka," jawab Thio
Han Liong. "Engkau belajar ilmu pengobatan itu dari siapa?" tanya
nyonya hartawan urn lagi.
"Aku belajar dari ayahku. Sejak kecil aku sudah mulai
belajar ilmu pengobatan dan mengenai racun."
"oooh" Nyonya hartawan Lim manggut- manggut.
"Pantas engkau begitu hebat"
"Adik Han Liong" Lim Mei Suan menatapnya dengan
tersenyum. "Kalau begitu engkau pasti mengerti ilmu silat, ya, kan?"
Thio Han Liong mengangguk.
"Bolehkah engkau mengajarku ilmu silat?" tanya Lim Mei
suan mendadak. "Kakak Mei suan," sahut Thio Han Liong sambil
menggelengkan kepala. "Tidak gampang belajar ilmu silat, lagipula membutuhkan
waktu." "Itu tidak apa-apa. Engkau boleh tinggal di sini," ujar Lim
Mei suan sungguh-sungguh.
"Betul," sela hartawan um.
"Han Liong, engkau boleh tinggal di sini mengajar Mei suan
ilmu silat." "Paman, aku masih harus melanjutkan perjalanan."
Thio rtan Liong memberitahukan.
"Tinggal di sini beberapa bulan, tidak akan mengganggu
perjalananmu kan?" ujar Ltm Mei suan sambil tersenyum.
"Itu...." Thio Han liong tampak ragu.
"Han Liong, aku tidak punya adik, maka alangkah
menggembirakan kalau engkau tinggal di sini beberapa bulan
sebagai adikku." "Kakak Mei Suan-, padahal ibumu masih muda dan bisa
punya anak lagi lho. Kenapa ibumu tidak mau punya . anak
lagi?" "Han Liong...." wajah nyonya hartawan Lim agak kemerahmerahan,
"usiaku sudah hampir empat puluh tahun lagipula...."
"Kenapa?" Thio Han Liong heran.
"Aku tidak bisa punya anak lagi. Kata tabib, peranakanku
tidak kuat, maka akan menyebabkan keguguran apabila aku
hamil lagi." Nyonya hartawan Lim memberitahukan,
"oh?" Thio Han Liong menatapnya.
"Bibi, bolehkah aku periksa nadimu" "
"silakan" sahut nyonya hartawan Lim.
Thio Han Liong segera memeriksa nadi wanita itu Berselang
beberapa saat kemudian ia manggut-manggut seraya berkata,
"Kata tabib memang tidak salah, peranakan Bibi tidak kuat,
bahkan terganggu pula oleh datangnya haid yang tidak
cocok." "Han Liong," tanya nyonya hartawan Lim penuh harap.
"Apakah aku masih bisa punya anak?"
"Mudah-mudahan"jawab Thio Han Liong.
"Aku akan coba mengobati Bibi- mudah-mudahan Babi bisa
punya anak lelaki" "oh?" Wajah nyonya hartawan Lim langsung berseri.
Thio Han Liong segera membuka resep obat, lalu diberikan
kepada hartawan Lim. Hartawan Lim langsung menyuruh
salah seorang pelayannya untuk pergi membeli obat
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Han Liong, kalau isteriku bisa hamil lagi- aku... aku,.."
Hartawan Lim memandangnya.
"Paman,jangan bilang berhutang budi lagi" ujar Thio Han
Liong. "Aku mahir ilmu pengobatan, maka harus kugunakan untuk
menolong sesama." "Han Liong" Hartawan urn tampak terharu sekali-
"Engkau memang anak baik-"
-ooo00000ooo- Malam harinya, Thio Han Liong menempati kamar Lim Mei
suan. Pemuda itu tidak tidur, melainkan duduk bersila di
tempat tidur. Ketika mulai larut malam, sayup-sayup
didengarnya suara sultng yang bernada aneh, membuat
kepalanya terasa pusing sekali, segeralah ia mengerahkan Kiu
yang sin Kang dan setelah itu rasa pusing di kepalanya mulai
hilang. Kemudian ia mendengar suara desiran angin, bahkan
terdengar pula suara ioiongan anjing, itu membuat sekujur
badannya merinding. Kreeeek Daun jendela di kamar itu
terbuka perlahan- lahan.,
Thio Han Liong cepat-cepat membaringkan dirinya, namun
matanya mengarah ke jendela-itu. setelah daun jendela itu
terbuka, tampak dua sosok bayangan berkelebat ke dalam
dan langsung menuju tempat tidur. Di saat itulah secara
mendadak Thio Han Liong meioncat bangun.
Ke dua orang itu terkejut. Mereka mengenakan pakaian
serba merah, wajah mereka pun merah menyeramkan,
"siapa kalian"? bentak Thio Han Liong.
"Di mana gadis itu?" tanya salah seorang dari mereka.
"Di mana gadis itu?"
Thio Han Liong memperhatikan mereka, la terheran-heran,
karena ke dua orang itu tampak tak berperasaan dan tatapan
mata mereka kosong seakan terpengaruh semacam ilmu
hitam. "siapa kalian?" Thio Han Liong mencoba bertanya lagi.
"Di mana gadis itu" Kami harus membawanya pergi Di
mana gadis itu?" yang satunya mendekati Thio Han Liong.
Thio Han Liong terpaksa mundur selangkah sambil
mengerahkan Kiu yang sin Kang. Di saat bersamaan,
terdengar lagi suara suling yang bernada aneh itu. Begitu
suara suling mengalun, mendadak ke dua orang itu berubah
beringas dan sekonyong-konyong mereka menyerang Thio
Han Liong dengan pukulan yang mematikan.
Thio Han Liong berkelit ke sana ke mari, kemudian balas
menyerang dengan Kian Kun Taylo le- Ke dua orang itu
bertambah ganas menyerang Thio Han Liong, kelihatannya
sama sekali tidak menghiraukan nyawa sendiri. Berselang
beberapa saat kemudian, nada suling itu berubah, ke dua
orang itu melesat pergi melalui jendela. Thio Han Liong pun
melesat pergi untuk menyusul mereka, namun begitu sampai
di luar, ke dua orang itu telah lenyap ditelan kegelapan
malam. Thio Han Liong berdiri termangu-mang u di situ la tidak
habis pikir, siapa ke dua orang itu dan siapa peniup suling,
yang suaranya mempengaruhi ke dua orang tersebut. Cukup
lama Thio Han uong berdiri, lalu kembali ke dalam kamar
melalui jendela itu Akan tetapi, tiada seorang pun berada di
kamar itu Padahal tadi ketika bertarung dengan ke dua orang
itu, telah menimbulkan suara hiruk pikuk, tapi kenapa tiada
seorang pun yang bangun" Mendadak Thio Han liong
tersentak karena teringat akan satu hal, yakni suara suling itu
Mungkin seisi rumah itu telah terpengaruh oleh suara suling
itu, sehingga lelap semua dalam tidur.
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, la duduk
dipinggir tempat tidur dan terus berpikir mengenai ke dua
orang itu serta suara suling tersebut. Tak lama kemudian, hari
pun mulai terang. Tok Tok Tok Terdengar suara ketukan
pintu, "siapa?" Kata Thio Han Liong.
"Aku" "oh. Kakak Mei suan" Thio Han Liong segera membuka
pintu kamar itu "selamat pagi-Kakak Mei suan"
"Pagi- Adik Han Liong" sahut Lim Mei suan sambil
tersenyum lembut. Kemudian ia terbelalak karena melihat
kamar itu berantakan tidak karuan.
"Ah" Kenapa kamar ini berantakan?"
"semalam aku bertarung dengan dua orang...." Thio Han
Liong memberitahukan tentang kejadian itu
"Haah?" Wajah LimMeisuan berubah pucat
"Kalau aku yang berada di dalam kamar ini, tentunya aku
sudah diculik" Thio Han Liong tersenyum. "Kakak Mei suan, ke dua
orangtuamu sudah bangun?" tanyanya.
"sudah" Gadis itu mengangguk.
"Mereka sedang duduk di ruang tengah. Mari kita ke sana"
"Baik-" ujar Thio Han Liong kemudian mengikuti Lim Mei
suan ke ruang tersebut.Begitu melihat Thio Han Liong, ke dua
orangtua Lim Mei suan langsung tersenyum.
"Han Liong, bagaimana tidurmu semalam" Bisa pulaskah?"
tanya hartawan Urn. "Kamar itu berantakan" sahut Lim Mei suan
memberitahukan. "Karena semalam Adik Han Liong bertarung dengan dua
orang...." "oh?" Air muka hartawan Lim berubah-
"Ke dua penjahat itu bermaksud menculik Mei suan?"
"Ya-" Thio Han Liong menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ke dua penjahat itu berpakaian serba merah dan wajah
mereka tampak merah sekali, kelihatannya mereka
dikendalikan oleh suara suling. Aku justru tidak habis pikir,
siapa ke dua penjahat dan siapa peniup suling itu"
"Heran?" gumam hartawan Lim.
"Kenapa kami sama sekali tidak mendengar suara apa
pun?" "Karena terpengaruh oleh suara suling itu, sehingga
semuanya menjadi pulas sekali, maka tidak mendengar suara
apa pun," ujar Thio Han Liong.
"Han Liong...." Hartawan Lim menatapnya dengan penuh
rasa terima kasih- "Engkau sungguh pintar, menyuruh Mei suan pindah ke
kamar lain, engkau yang menempati kamar itu"
"Aku sudah menduga akan hal ini, Paman" Thio Han Liong
tersenyum. "Maka menyuruh Kakak Mei sudah pindah ke kamar lain."
"Han Liong...." Hartawan Lim menatapnya dengan penuh
harap. "Engkau tinggal di sini beberapa bulan, sekaligus mengajar
Mei suan ilmu silat"
"Itu...." "Adik Han Liong, engkau jangan menolak" ujar Lim Mei
suan. "Kalau engkau menolak, kami sekeluarga pasti kecewa
sekali." "Baiklah-" Thio Han Liong mengangguk-
"Terima kasih. Adik Han Liong," ucap Lim Mei suan sambil
tersenyum. Dua bulan lamanya Thio Han Liong tinggal di rumah
hartawan, selama itu, urn Mei suan telah berhasil menguasai
ilmu silat yang diajarkan Thio Han Liong. Ternyata Thio Han
Liong mengajarnya Kiu Im Pek Kut jiauw.
Hari itu, usai makan mereka duduk di ruang tengah sambil
bercakap-cakap- Tiba-tiba nyonya hartawan Lim berkata
dengan suara rendah- "Aku- aku sudah dua bulan tidak datang. - "
"Tidak datang apa?" tanya hartawan Lim heran sambil
memandangnya. "Dasar goblok" Nyonya hartawan Lim melotot- "Tentunya
tidak datang bulan-"
"oh" Apakah?,-" Wajah hartawan Lim, berseri-
"Bibi- biar aku periksa sebentar," ujar Thio Han Liong, lalu
memeriksa nyonya hartawan Lim dengan teliti sekali-
Kemudian ia manggut-manggut seraya berkata sambil
tersenyum. "Kuucapkan selamat kepada Paman dan Bibi"
"Han Liong" tanya hartawan Lim kurang percaya.
"Apakah isteriku telah hamil?"
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut
"Bibi sudah hamil dua bulan. Aku akan membuka resep
obat, untuk memperkuat kandungan Bibi."
"Ha ha ha" Hartawan Lim tertawa gembira.
"Mudah-mudahan anak lelaki Ha ha ha?."
"Adik Han Liong" Lim Mei suan tertawa.
"Engkau boleh menjadi tabib khusus kandungan lho-"
"Kakak Mei suan...." Wajah Thio Han Liong agak kemerahmerahan.
"Han Liong, terima kasih," ucap nyonya hartawan urn.
"Kami sangat berterima kasih kepadamu."
"Bibi-..." Thio Han Liong tersenyum, lalu memandang Lim
Mei suan seraya berkata, "Ilmu silat yang kuajarkan itu sangat lihay dan dahsyatsetiap
jurusnya pasti mematikan pihak lawan, oleh karena itu,
kalau engkau tidak terpaksa janganlah mengeluarkan ilmu silat
itu" "Ya." Lim Mei suan menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kini Bibi sudah hamil, Kakak.Mei Suanpun sudah
menguasai ilmu silat yang kuajarkan, maka...."
"Adik Han Liong" Lim Mei suan menatapnya dalam-dalam.
"Engkau ingin berpamit kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk-
"Kapan engkau akan melanjutkan perjalananmu?"
"sekarang." "Apa?" Lim Mei suan terbelalak-
"sekarang" Kenapa begitu cepat" Adik Han Liong, jangan
begitu cepat" "Kakak Mei suan, sudah dua bulan lebih aku tingoal di sini,"
ujar Thio Han Liong. "Kini sudah waktunya aku melanjutkan perjalananku, tidak
boleh dkunda-tunda lagi."
"Begini," ujar hartawan Lim mengusulkan.
"Lusa saja engkau melanjutkan perjalananmu, ini
permintaan kami." "Baiklah." Thio Han Liong mengangguk-
Dua hari kemudian, Thio Han Liong berpamit Hartawan Lim
masih berusaha menahannya. begitu pula lim Mei suan. Akan
tetapi- Thio Han Liong terus menolak secara halus.
Hartawan Lim memberikannya beberapa ratus taelperaki
sedangkan urn Mei suan mengantarnya sampai di luar rumah.
"Adik Han Liong, kapan engkau akan ke mari menengokku
lagi?" tanya Lim Mei suan dengan mata basah.
"Kakak Mei suan" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku pasti ke mari menengokmu kelak-"
"Jangan bohong ya?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk-
"Kakak Mei suan, sampai jumpa"
"Adik Han Liong, selamat jalan" ucap urn Mei suan dengan
air mata meleleh deras- "Jangan lupa ke mari lagi menengokku"
"ya-" Thio Han wong tersenyum, lalu melangkah pergi.
setelah Thio Han Liong tidak kelihatan, barulah oadis itu
kembali masuk ke rumah- "ibu- - " Lim Mei suan memeluk ibunya sambil menangis-
"Dia - dia sudah pergi-entah kapan dia akan ke mari
menengokku?" -ooo00000oooTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bab 16 Tewas Terkena Pukulan Aneh
setelah meninggalkan rumah Hakim souw, Tan Giok Cu
terus melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Bu Tong
dengan menunggang kudanya. Ketika berada di tempat sepimendadak
muncul belasan orang berpakaian serba putih, yang
bagian dada terdapat sulaman gambar seekor naga hitam.
Ternyata mereka para anggota He Liong Pang. Dua orang di
antara mereka pernah akan membunuh Hakim souw.
"Tuh" Salah seorang dari mereka menunjuk Tan Giok Cu.
"Gadis itu mengalahkan kami bertioa-"
"oh?" Pemimpin mereka terbelalak- "Gadis itu baru berusia
belasan, bagaimana mungkin dapat mengalahkan kalian
bertiga?" "Dia lihay sekali," bisik si Hidung Besar itu
"Ilmu pedangnya sangat hebat-"
"Ngmm" Pemimpin itu manggut-manggut lalu berseru,
"Kepung gadis itu"
Para anak buahnya langsung mengepung Tan Giok Cu, dan
gadis itu segera meloncat turun dari punggung kudanya-
"Hmm" dengusnya dingin. "Mau apa kalian?"
"Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa gelak- "Gadis cantik, aku
dengar kepandaianmu lihay sekali Karena itu, aku ingin
mencobanya" "Lebih baik kalian pergi, jangan menggangguku" ujaHan
Giok Cu- "Aku tidak mau melukai kalian"
"Gadis cantik" Pemimpin itu menatapnya dengan penuh
hawa nafsu. "Dari pada engkau mati di ujung pedangku, bukankah lebih
baik engkau bersenang-senang denganku" ya, kan?"
"Diam" bentak Tan Giok Cu gusar sambil menghunus
pedangnya. "Kalian sungguh jahat ini aku terpaksa membunuh kalian"
"Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa gelak- "serang dia"
Para anak buahnya langsung menyerang Tan Giok Cu
dengan berbagai macam senjata, tapi gadis itu menangkis
dengan pedang pusakanya, sehingga terdengarlah suara
benturan senjata yang amat nyarlng. Teang Teang... setelah
itu, terjadilah pertempuran yang amat dahsyat. Para anggota
Hek Liong pang itu berkepandaian cukup tinggi- maka Tan
Giok Cu agak kewalahan. "Ha ha ha" Pemimpin itu tertawa terbahak-bahak- "Gadis
cantik lebih baik engkau menyerah Kalau tidak, tubuhmu yang
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mulus itu pasti terluka"
"Hmm" dengus Tan Giok Cu. Mulailah ia mengeluarkan ilmu
pedang Giok Li Kiam Hoat.
Di saat bersamaan, mendadak berkelebat sosok bayangan
ke arena pertempuran itu, yang ternyata seorang pemuda-
Tanpa berkata sepatah katapun, ia langsung menyerang para
anggota Hek Liong Pang itu dengan sengitnya-
"Nona" seru pemuda itu-"Jangan khawatir, aku datang
membantumu" "Terima kasih" sahut Tan Giok Cu-
Pedang di tangan pemuda itu berkelebat ke sana ke mari,
kemudian terdengarlah suara jeritan di sana sini pula dan
tampak beberapa anggota Hek Liong Pang terkapar bermandi
darah. "Ha a a h - ?" Betapa terkejutnya pemimpin itu Kemudian
ia memekik keras sambil menyerang pemuda itu dengan
pedangnya- "Bagus" Pemuda itu tertawa sambil berkelit, kemudian
balas menyerang dengan sengit.
Terjadilah pertempuran yang amat seru dan tegang di
antara mereka berdua- Berselang beberapa saat, kemudian
terdengarlah suara jeritan yang menyayatkan hati-
"Aaakhi." Pemimpin itu menjerit kesakitan, ternyata
sebelah lengannya telah kutung dan darah
bCQar,v?"[ja pun mengucur deras.
Begitu melihat pemimpinnya terluka, mereka langsung
berhenti menyerang Tan Giok Cu, dan berdiri mematung di
tempat. "Cepatlah kalian enyah dari sini" bentak pemuda itu
"sebutkan namamu, sobat" sahut pemimpin itu dengan
wajah pucat pias dan meringis-ringis menahan sakit.
"Aku bernama ouw yang Bun."
"Bagus Kelak kita akan berjumpa lagi" ujar pemimpin itu,
lalu berjalan pergi dengan badan agak sempoyongan dan
ditkutipara anak buahnya dari belakang.
"Ha ha ha" Pemuda itu tertawa gelak lalu memandang Tan
Giok Cu seraya bertanya, "Nona, siapa engkau dan kenapa bertempur dengan para
anggota Hek Liong Pang itu?"
"Namaku Tan Giok Cu. Mereka menghadangku di sini,
akhirnya terjadi pertarungan." Tan Giok Cu memberitahukan.
"Belum lama ini ada tiga anggota Hek Liong Pang ingin
membunuh Hakim souw, tapi aku berhasil
menyelamatkannya...."
"oooh" Pemuda itu manggut-manggut. Ternyata begitu,
secara tidak langsung kini pihak Hek Liong Pang telah
memusuhimu. Nona, engkau harus berhati-hati"
"ya" Tan Giok Cu menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Eh?" Pemuda itu terbelalak.
"Aku telah menolongmu, kenapa engkau tidak menanyakan
namaku?" "Kenapa aku harus menanyakan namamu?" Tan Giok Cu
balik bertanya dengan nada heran.
"Lho?" Pemuda itu tertegun. "Aku telah menolongmu, jadi
kita pun sudah menjadi teman. Maka seharusnya engkau
menanyakan namaku." "Kalau begitu, siapa namamu?"
"Kenapa seperti dipaksa sih?" Pemuda itu menggaruk-garuk
kepala, kemudian memberitahukan,
"Namaku ouw yang Bun, guruku adalah Tong Koay-Oey su
Bin. usiaku delapan belas tahun, sudah yatim piatu."
"oooh" Tan Giok Cu manggut-manggut.
"Nona Giok Cu" Ouw yang Bun menatapnya sambil
tersenyum. "Bagaimana kalau kita mengobrol sebentar di bawah
pohon?" "Baiklah-" Tan Giok Cu mengangguk. la merasa tidak enak
kalau menolaki karena pemuda itu telah membantunya-
Mereka berdua duduk di bawah pohon, ouw yang Bun
memandangnya seraya bertanya,
"Nona Giok Cu, siapa gurumu?"
"Guruku Bibi sian sian."
"Engkau fAariyicrp,\Ar\A.a.\fl" mana?"
"Wauruav^ Kuburan Tua."
"Hah?" ouw yang Bun terbelalak. "Aku tidak pernah
mendengar tentang perguruan itu Kuburan Tua... janganjangan
auruvAU mayat hidup?"
"Betul. Guruku memang mayat hidup," sahut Tan Cu dan
menambahkan, "sebab guruku tinggal di dalam kuburan tua."
"Iiiih" ouw yang Bun tampak merinding.
"Engkau juga pernah tinggal di dalam kuburan tua?"
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk,-
"Hah?" ouw yang Bun tersentak-
"jangan-jangan engkau juga mayat hidup?"
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa cekikikan saking geli-
"Aku memang mayat hidup. Engkau takut?"
"Mayat hidup yang cantik jelita, tentunya aku tidak takut-"
ouw yang Bun tertawa. "Ha ha ha - " "Ha ha ha Hu hu hu Htk hik hik" Terdengar suara tawa
yang anehTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"He he he - " "siapa?" Bentak Tan Giok Cu sambil bangkit dari tempat
duduknya lalu menengok ke sana ke mari sekaligus meraba
gagang pedang pusakanya. "Jangan takut. Nona Dia adalah guruku yang suka menakuti
anak kecil- Itu memang kebiasaan buruk guruku."
"siauw Koay (siluman Kecil), engkau berani mencela
gurumu?" Mendadak muncul seorang tua, yang tidak lain
adalah TOng Koay-Oey su Bin.
"Guru" panggil ouw yang Bun sambil tertawa.
"Aku siluman Kecil, Guru adalah siluman besar- sedangkan
nona ini adalah mayat hidup- Ternyata kita satu keluarga Ha
ha ha..." "Hei Murid kurang ajar" bentak TOng Koay.
"setengah mati aku mencarimu, engkau malah berduaan
dengan gadis itu di sini"
"Guru...." ouw yang Bun mcnyengir.
"Cengar-cengir" TOng Koaw melotot. "Engkau pemuda
bloon. Mana ada oadis uang akan jatuh cinta kepadamu"
Gadis itu begitu cantik dan lemah gemulai, engkau malah
bilang dia adalah mayat hidup Dasar-.."
"Dia mengaku sendiri, katanya gurunya adalah Bibi Sian
Sian yang tinggal di dalam kuburan tua."
"Apa?" Tong Koay terbelalak. "Kuburan tua?"
"Ya." ouw Yang Bun mengangguk-
"Gadis cantik" Tong Koay menatapnya dengan penuh
perhatian. "Gurumu berbaju kuning dan selalu didampingi
para pengiringnya?" "ya, Cianpwee-" Tan Giok Cu mengangguk.
"ya ampun" Tong Koay menepuk keningnya sendiri
"Aku tidak takut menghadapi siapa pun, namun justru
paling takut menghadapi gurumu, oh ya, gurumu berada di
sekitar sini?" "Guruku tidak meninggalkan kuburan tua," sahut Tan Giok
Cu- "ooooh" Tong Koay menarik nafas lega-
"Terus terang, kalau aku melihat gurumu, kepalaku
langsung pusing tujuh keliling-"
"Memangnya kenapa?" tanya Tan Giok Cu heran.
"Entahlah-" Tong Koay menggelengkan kepala, dan itu
membuat Tan Giok Cu tertawa geli-
"Guru" ouw Yang Bu memberitahukan. "Tadi aku
bertarung dengan para anggota Hek Liong Pang."
"oh?" Tong Koay mengerutkan kening.
"Kenapa engkau bertarung dengan mereka?"
"sebab mereka mengeroyok nona ini, maka aku turun
tangan menoiongnya" sahut ouw Yang Bu sambil tertawa.
"Kalau para anggota Hek Liong Pang itu mengeroyok
seorang neneki tentunya engkau akan berpeluk tangan. Ya,
kan?" "Aku pasti berpeluk tangan, sebab guru pasti turun tangan
menolong nenek itu," jawab ouw yang Bu, lalu berlari ke
belakang Tan Giok Cu. "Engkau...." TOng Koay melotot.
"Hm Cuma berani bersembunyi di belakang kaum wanita,
dasar tidak jantan" "Guru," tanya ouw yang Bu-
"Ada urusan apa sehingga membuat guru rhati-matian
mencariku?" "Mau mengajakmu pergi makan enak" sahut TOng Koay-
"Ke dapur istana menyantap hidangan-hidangan kaisar?"
tanya ouw yang Bun. "Betul," sahut TOng Koay sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha hidangan di sana lezat-lezat. Ayoh kita ke Kotaraja"
"Tidak mau ah" ouw yang Bun menggelengkan kepala.
"Apa?" TOng Koay melotot.
"Engkau berani tidak menuruti perkataanku" ingat, aku
adalah gurumu" "Aku ingat. Guru, tapi...." ouw yang Bun melirik Tan Giok
Cu. "Aku... aku merasa berat berpisah dengan dia."
"Yah, ampun Baru berkenalan sudah begitu macam, apalagi
sudah lama" TOng Koay menggeleng-telengkan kepala.
"saudara ouw yang," ujar Tak Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau harus menuruti perkataan gurumu, jadi murid
tidak boleh melawan guru- Itu tidak baik-"
"Betul.. betul-"
ouw yang Bun manggut-manggut
"Kalau begitu, aku harus ikut guruku ke Kota raja?"
"ya." "Tapi kita akan berpisah kan?" "
"Kelak kita akan berjumpa lagi-"
"Baiklah-" ouw Yang Bun mengangguk-
"Nona Giok Cu, kita akan berjumpa kembali kelak. Jangan
melupakan aku lho" "Ha ha ha" Tong Koay tertawa terbahak-bahak-
"Itu pesan yang amat menyentuh hati Ha ha ha-"
Tong Koay melesat pergi- dan ouw YRng Bun langsung
mengikutinya- Tan Giok Cu berdiri termangu-ma-ngu di
tempat- Mendadak ia tersentak lalu bergumam-
"sebetulnya aku tidak boleh berjanji kepadanya berjumpa
kembali kelak, sebab dalam hatiku hanya terdapat Thio Han
Liong seorang. Tidak apa-apa, akan kujelaskan kepada ouw
Yang Bun kelaki bahwa aku sudah punya kekasih-"
Usai bergumam begitu, barulah Tan Giok Cu meninggalkan
tempat itu sambil tersenyum-senyum. Ternyata ia teringat
akan tingkah laku guru dan murid itu. Tan Giok Cu
melanjutkan perjalanannya menuju gunung Bu Tong. Kini ia
sudah memasuki sebuah lembah- Kudanya tidak berani berlari
kencang, karena banyak batu curam di lembah itu.
Mendadak kening gadis itu berkerut, lalu menoleh ke kiri
sambil pasang kuping-Ternyata barusan ia mendengar suara
rintihan di balik sebuah batu- setelah pasang kuping
mendengarkan dengan penuh perhatian, ia mendengar lagi
suara rintihan itu- Segeralah ia meloncat turun dari punggung kudanya dan
cepat-cepat melesat ke tempat itu. Dilihatnya lelaki tua
terkapar di situ sedang merintih-rintih.
"Paman kenapa?" tanya Tan Giok Cu.
"Nona kecil," sahut lelaki tua itu
"Tolong-- tolong antar aku"
"Paman mau ke mana?" Tan Giok Cu menatapnya.
"Namaku In... In Lie Heng. Dadaku... dadaku terpukul."
Ternyata lelaki tua itu In Lie Heng, salah seorang murid
guru besar Thio sam Hong.
"Nona kecil, tolong... toiong antar aku ke gunung...."
"Ke gunung apa?"
"Ke gunung Bu TOng. Aku... aku adalah murid Thio sam
Hong." "Apa?" Tan Giok Cu terbelalak.
"Paman adalah murid Guru Besar Thio sam Hong?"
"Ya." In Lie Heng mengangguk.
"sungguh kebetulan sekali" ujaHan Giok Cu
memberitahukan. "Aku memang ingin kegunung Bu TOng."
"oooh" In Lie Heng manggut-manggut. la tidak banyak
bertanya karena kondisi badannya lemah sekali.
Tan Giok Cu segera memapahnya ke tempat kudanya, lalu
mengangkatnya ke punggung kuda itu setelah itu, barulah ia
meloncat ke atas dan kuda itu pun berjalan perlahan
meninggalkan tempat tersebut.
Dua hari kemudian, sampailah mereka di kaki gunung Bu
TOng. Mendadak muncul belasan orang, yang begitu melihat
In Lie Heng, langsung terbelalak.
"Guru Guru..." "Paman guru Paman guru-.."
Ternyata mereka para murid In Lie Heng dan murid
saudara seperguruannya- Keadaan In Lie Heng membuat
mereka cemas sekali- "Nona, biar kami yang membopong guru ke atas," ujar
beberapa orang itu. "Iya" Tan Giok Cu mengangguksalah
seorang yang bertubuh kekar langsung membopong
In Lie Heng- Kuda itu pun mengikuti mereka dari belakang.
Para murid Bu Tong sama sekali tidak bertanya apa pun
kepada Tan Giok Cu, sebab mereka sangat mencemaskan In
Lie Heng. Beberapa murid Bu Tong itu langsung mengerahkan
ginkang melesat ke atas, begitu pula Tan Giok Cu dan lainnya,
sampai di depan siang Cing Koan (Kuil Bu Tong Pay), tampak
beberapa orang tua berdiri di sana.
"sutee" panggil mereka serentak-
"Kenapa engkau?"
"suheng, aku- - " In Lie Heng menyahut
"Cepat bopong dia ke dalam" seru Jie Lian Ciu.
In Lie Heng langsung dibopong ke sebuah kamar, diikuti
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
song wan Kiauw dan lainnya, sedangkan Tan Giok Cu tidak
ikut mereka masuk- la berjalan mondar-mandir di depan kuil.
"Nona, masuk saja ke dalam" ujar seorang murid Bu Tong.
"Terima kasih," ucap Tan Giok Cu, lalu melangkah ke
dalam dan langsung duduk di ruang depan.
Berselang beberapa saat, muncullah song Wan KiauwJie
Lian ciu danjie Thay Giam. sedangkan Thio song Kee masih
berada di dalam kamar itu
"Nona, bagaimana sutee kami terluka" Di mana Nona
bertemu dia dan siapa yang melukainya?" tanya song Wan
Kiauw- "Ketika aku melewati sebuah lembah, aku mendengar suara
rintihan, maka aku mendekati suara rintihan itu - "jawab Tan
Giok Cu memberitahukan dan menambahkan
"siapa yang melukainya, aku sama sekati tidak tahu."
"oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut-
"Terima kasih atas kebaikan Nona mengantarnya pulang-"
"Tidak usah berterima kasih, sebab kebetulan aku memang
ingin ke mari," ujar aadis itu.
"oh?" song Wan Kiauw menatapnya dalam-dalam.
"Nona ke mari ada urusan penting?" tanyanya.
"Aku ke mari ingin mencari Thio Han Liong. Bu-kankah dia
berada di sini?" sahut Tan Giok Cu sambil menengok ke sana
ke mari. "Apakah engkau temannya?" tanya Jie Lian ciu.
"Ya." Tan Giok Cu mengangguk.
"Kami adalah kawan baik"
"Nona" Jie Thay Giam menatapnya tajam.
"engkau kau murid siapa, bolehkah memberitahukan
kepada kami?" "Guruku adalah Bibi sian sian."
"siapa Bibi sian sian itu?" tanya Jie Thay Giam.
"Paman Bu Ki kenal guruku," jawab Tan Giok Cu.
"Guruku yang memberitahukan kepadaku."
"Gurumu berasal dari perguruan mana?" tanya Jie Lian ciu.
"Perguruan Kuburan Tua," jawab Tan Giok Cu jujur-
"Perguruan Kuburan Tua?" Jie Lian ciu mengerutkan
kening. "Nona, engkau jangan mempermainkan kami Dalam rimba
persilatan tiada perguruan tersebut-"
"Di belakang Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair
tersebut. "Apa?" song Wan Kiauw tampak terkejut-
"Kuburan Mayat Hidup, Burung Kajawali dan Pasangan
Pendekar - " "Ya-" Tan Giok Cu mengangguk-
" Mereka adalah kakek dan nenek moyang guruku-"
"ooooh" song Wan Kiauw manggut-manggut-
"Aku sudah tahu-"
"Nona," sela jie Lian ciu. "Harap engkau tunggu sebentar,
sebab kami harus berusaha menoiong In lie Heng"
"Ya" Tan Giok Cu mengangguk-
"oh ya, di mana Han Liong" Aku ingin menemuinya-"
"Akan kami memberitahukan nanti-" sahut Jie Lian ciu-
"SdR.fiyfi.V" Oj kami harus ke dalam lagi- engkau tunggu
saja di sini" "Ya" Tan Giok Cu mengangguk lagi. Jie Lian ciu dan
lainnya segera masuk ke dalam- Thio song Kee masih duduk
di pinggir tempat tidur menjaga In Lie Heng-
"Bagaimana?" tanya Jie Lian ciu-
"In Lie Heng sudah siuman?"
"Belum." Thio Song Kee menggelengkan kepala-
"Lebih baik kita beritahukan kepada guru."
Biar aku yang beritahukan kepada guru," sahut song wan
Kiauw dan segera berjalan ke ruang meditasi-
Berselang beberapa saat kemudian, song Wan Kiauw sudah
kembali ke kamar itu bersama Thio sam Hong-
"Guru" Jie Lian Ciu dan lainnya langsung memberi hormat.
"Dari tadi ini Lie Heng belum sadar?" tanya Thio sam Hong
sambil menatap In Lie Heng yang terbaring di tempat tidur
dalam keadaan pingsan dan wajahnya tampak merah sekali-
Thio sam Hong mendekatinya, lalu membuka bajunyaseketika
juga mereka terbelalak,karena melihat ada tanda
merah di dada In Lie Heng, kelihatannya seperti bekas
terpukul- "Aaah - " Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Pukulan apa yang mengenai dada In Lie Heng?"
"Bekas itu merah bagaikan darah," ujar song wan Kiauw.
"Apakah Guru pernah mendengar tentang ilmu pukulan
itu?" Thio sam Hong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
mulai memeriksa In Lie Heng dengan cermat sekali, setelah
itu, Thio sam Hong menghela nafas panjang lagi.
"Guru, bagaimana keadaan Sutee?" tanya song Wan Kiauw
cemas. "sulit ditolong. Guru cuma mampu menyadarkannya
dengan Iweekang, sama sekali tidak mampu mengobatinya,"
sahut Thio sam Hong dengan wajah murung, lalu sepasang
telapak tangannya ditempelkan di dada In Lie Heng.
Lama sekali Thio Sam Hong menyalurkan Iweekangnya ke
dalam tubuh In Lie Heng. Ketika In Lie Heng mulai membuka
matanya, Thio sam Hong berhenti menyalur Iweekangnya lagi
"In Lie Heng," tanya Thio sam Hong lembut,
"siapa yang melukaimu?"
"Guru.... Guru..." sahut In Lie Heng terputus-putus dan
suaranya pun lemah sekali.
"Htat... Htat..."
"Htat (Darah) apa?" tanya Thio sam Hong cepat.
"Htat.... Htat...." Mendadak kepala In Lie Heng terkulai dan
nafasnya pun putus seketika.
"sutee sutee" teriak song Wan Kiauw dengan air mata
bercucuran, "satee - " "Aaaah - " Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Bu Tong Cit Hiap kini cuma tertinggal empat orang. Thio
Cut san mati bunuh diri, Goh seng Kok mati di tangan song
Ceng su, dan kini In Lie Heng mati terkena pukulan aneh- oh
ya, siapa yang mengantarkan Lie Heng pulang?"
"seorang gadis remaja bernama Tan Giok Cu" sahut Jie Lian
ciu memberitahukan. "Dia masih berada di ruang depan. Guru mau
menemuinya?" "Ng" Thio sam Hong mengangguk, lalu berjalan ke luar
menuju ruang depan. Walau Tan Giok Cu tidak kenal Thio sam Hong, namun
begitu melihat guru besar itu, ia langsung bersujud di
hadapannya. "Thay suhu, terimalah hormatku" ucapnya.
"Gadis kecil, bangunlah" ujar Thio sam Hong sambil
duduk- Tan Giok Cu segera bangkit berdiri- Thio Sam Hong
menatapnya tajam, kemudian mempersilakan nya duduk-
"Terima kasih," ucap Tan Giok Cu lalu duduk-
"Gadis kecil, engkau yang membawa In Lie Heng pulang?"
tanya Thio sam Hong lembut-
"Ya-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Di mana engkau melihat In Lie Heng?" tanya Thio sam
Hong lagi "Di sebuah lembah - " jawab Tan Giok Cu dan menutur
tentang itu "Kebetulan aku memang ingin ke mari-"
"oh" Apa ada sesuatu penting engkau ke mari?"
"Aku ke mari ingin menemui Han Liong."
"Hmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Tapi - dia sudah berangkat ke kuil siauw Lim sie-"
Tan Giok Cu tampak kecewa sekali- "Aku terlambat ke mari
Kalau tidak, aku pasti bertemu dia."
"Gadis kecil" Thio sam Hong menatapnya seraya bertanya,
"Engkau punya hubungan apa dengan Han Liong?"
"Kami adalah kawan baik. Ketika masih kecil, dia pernah
tinggal di rumahku. Dia baik sekali kepadaku dan aku pun baik
kepadanya," sahut Tan Giok Cu dengan jujur dan
menambahkan. "Tapi sudah lama kami tidak bertemu. Belum lama ini dia
ke rumahku, namun aku belum pulang. Ketika aku pulang, dia
justru sudah berangkat ke mari, maka aku menyusulnya ke
mari." "oooh" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Gadis kecil, engkau murid siapa?"
"Bibi sian sian adalah guruku," jawab Tan Giok Cu,
kemudian membaca syair. "Di belakang Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat
Hidup, Burung Rajawali dan pasangan Pendekar, tidak muncul
lagi di dunia Kang-ouw."
Ternyata gurumu keturunan sin Tiauw Tayhiap dan siauw
Liong Li. Ini sungguh di luar dugaan" ujar Thio sam Hong dan
menambahkan, "sin Tiauw Tayhiap Yo Ko pernah mengajarku beberapa
jurus ilmu pukulan, itu... itu sudah seratus tahun lebih. Aku
masih hidup, namun tiga muridku telah meninggal duluan."
(bersambung keBagian 09) Jilid 9 "Thay Suhu," tanya Tan Giok Cu. "Bagaimana keadaan
Paman tua itu?" "Dia sudah meninggal," sahut Thio Sam Hong singkat.
"Haaah?" Tan Giok Cu terbelalak. "Paman tua itu sudah
meninggal?" "ya." Thio Sam Hong mengangguk dengan wajah murung.
"Dadanya terpukul oleh semacam ilmu pukulan anehi entah
ilmu pukulan apa itu?"
Thay Suhu, aku terlambat membawa Paman tua itu ke
mari, sehingga...." Tan Giok Cu menundukkan kepala.
"Gadis kecil" Thio Sam Hong menghela nafas.
"Engkau tidak terlambat membawanya pulang, sebab
muridku itu masih sempat mengucapkan beberapa patah
kata." "Paman tua itu mengucapkan apa?" tanya Tan Giok Cu.
"Dia mau memberitahukan tentang orang yang melukainya,
namun sudah tidak keburu, hanya mengucapkan Hiat saja,"
jawab Thio Sam Hong sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Hiat?" Tan Giok Cu bingung. "Thay Suhu tahu apa
artinya?" Thio Sam Hong tersenyum getir.
"Aku sama sekali tidak tahu apa artinya. Aaahhhh..." Thio
Sam Hong menghela nafas panjang,
"Itu merupakan suatu teka-teki. Aku justru tidak habis pikir,
bagaimana In Lie Heng bisa bentrok dengan orang itu.
Mungkinkah In Lie Heng mengetahui rahasia orang itu, maka
In Lie Heng dibunuh untuk menutup mulutnya?"
"Itu memang mungkin," sahut Jie Lian ciu.
"guru, perlukah kami pergi menyelidikinya?"
"Akan dirundingkan nanti," ujar Thio sam Hong, kemudian
memandang Tan Giok Cu seraya bertanya.
"gadis kecil, apa rencanamu sekarang?"
"Thay suhu, aku mau berangkat ke kuil siauw Lim sie
menyusul Kakak Han Liong," jawab Tan Giok Cu sambil
menundukkan kepala. "Aku..- aku rindu sekali kepadanya."
"Ngmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Baik-lah- Apabila engkau berjumpa Han Liong, beritahukan
kepadanya bahwa kami di sini sangat rindu kepadanya."
" ya." Tan Giok Cu mengangguk sekaligus berpamit.
Bab 17 Berjumpa Dan Mencurahkan isi Hati
Dijalanan gunung siauw sit san, tampak seekor kuda
berjalan santai- seorang gadis remaja duduk di punggungnya
sambil menengok ke sana ke mari menikmati keindahan alam
di gunung itu. Bukan main cantiknya gadis remaja itu siapa
dia" Tidak lain adalah Tan Giok Cu. Berselang beberapa saat,
terdengarlah suara gemuruh air terjun. Tampak beberapa
buah air terjun di gunung seberang, sedangkan kuda itu terus
mendaki- setelah melewati beberapa tikungan, tampak sebuah
kuil yang amat megahi itulah kuil siauw Lim sie.
"Mudah-mudahan Kakak Han Liong masih berada di dalam
kuil itu" ucap Tan Giok Cu dalam hati, lalu ia meloncat turun
dari punggung kudanya.Ia menambatkan kudanya di sebuah
pohon, setelah itu barulah mendekati pintu kuil itu.
"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang sedang
menyapu di situ. "Nona...." "Taysu" Tan Giok Cu tersenyum.
"Aku ingin bertanya, apakah Thio Han Liong berada di
dalam kuil?" "Maaf, aku tidak tahu," jawab Hweeshio itu.
"Kalau begitu - ." Tan Giok Cu melangkah ke arah pintu kuil
itu. "Aku akan ke dalam untuk menemui Hong Tio (Ketua)."
"Nona" Hweeshio itu segera menghadangnya.
"omitohud Kaum wanita dilarang masuk di kuil kami."
"Apa?" Tan Giok Cu tertegun. "Kenapa kaum wanita
dilarang masuk?" "Ini adalah peraturan kuil siauw Lim sie, turun-temurun
sudah hampir seribu tahun." Hweeshio itu memberitahukan.
"Aku tidak perduli peraturan itu," ujar Tan Giok Cu.
"Pokoknya aku harus masuk-"
"Nona-..." "Engkau berani menghadangku?" Tan Giok Cu melotot.
"omitohud Aku... aku...." Hweeshio itu berdiri mematung di
tempatTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tan Giok Cu melangkah ke dalam pintu itu- sayup,sayup
didengarnya suara Liam Keng (Membaca doa) dan disaat itu
pula muncul beberapa Hweeshio tingkatan Goan, yang
semuanya menatapnya dengan tajam.
"omitohud" ucap salah seorang Hweeshio yang bergelar
Goan Liang. "Kenapa Nona begitu lancang memasuki kuil kami" Ayoh
cepat keluar" "Aku ingin menemui Hong Tio," sahut Tan Giok Cu.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu, silakan Nona menunggu di luar saja" ujar
Goan Liang Hweeshio menegaskan.
"Jika Nona tidak mau keluar, kami terpaksa.."
"Kuil siauw Lim sie sangat terkenal di kolong langit, tapi
para Hweeshionya justru tidak tahu aturan. Kalau kalian
berani mengusirku, aku pun terpaksa melawan."
"omitohud" ucap Goan Liang Hweeshio-
" Harap Nona mentaati peraturan kuil kami"
"Aku ingin bertanya, kenapa kaum wanita dilarang masuk
di kuil siauw Lim sie?" tanya Tan Giok Cu mendadak-
"sebab kuil siauw Lim sie adalah tempat tinggal para
Hweeshio," jawab Goan Liang Hweeshio-
"Kalau ada kaum wanita memasuki kuil siauw Lim sie,
berarti godaan bagi kami-"
"Hi hi hi" Tan Giok Cu tertawa geli-
"Lucu sekali, sebetulnya godaan tersebut timbul dari dalam
hati kalian. seandainya tiada kaum wanita ke mari, namun
kalian membayangkan kaum wanita, itu pun sudah merupakan
suatu godaan, bahkan juga merupakan dosa bagi kalian."
"omitohud - ?" Goan Liang Hweeshio menundukkan kepala.
Di saat bersamaan, muncullah Kong Ti Seng Ceng. Begitu
melihat Tan Giok Cu, padri tua itu terbelalak-
" omitohud" ucapnya sambil mengerutkan kening.
"Nona kecil, kenapa engkau memasuki kuil kami?"
"Tidak boleh ya?" sahut Tan Giok Cu.
"Memang tidak boleh-" Kong Ti Seng Ceng tersenyum-
"Peraturan di sini, kaum wanita dilarang masuk"
"Kalau begitu, peraturan itu harus dihapus," ujar Tan Giok
Cu. "Lho?" Kong Ti Seng Ceng menatapnya.
"Kenapa peraturan itu harus dihapus?"
"Peraturan yang tak masuk akal, maka harus dihapus,"
sahut Tan Giok Cu dan bertanya,
"Paderi tua, aku ingin bertanya. Para Hweeshio
menyembahyangi apa di dalam kuil ini?"
"Sang Buddha." "Apakah kaum wanita tidak boleh menyembahyangi sang
Buddha?" "Tentu boleh-" "Kalau begitu - " Tan Giok Cu tertawa kecil.
"Kenapa kaum wanita dilarang memasuki kuil ini?"
"Itu - ." Kong Ti Seng Ceng terbungkam.
"Tadi Hweeshio itu bilang - ." Tan Giok Cu menunjuk Goan
Liang. "Kaum wanita memasuki kuil ini merupakan godaan bagi
mereka, maka kaum wanita dilarang masuk-"
"Betul, betul-" Kong Ti Seng ceng mengangguk
"Padri tua, apakah para Hweeshio siauw Lim Sie tidak
pernah membayangkan kaum wanita" Kalau pernah, itu
merupakan suatu dosa lho Maka percuma melarang kaum
wanita memasuki kuil ini."
"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil menatapnya-
"gadis kecil, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"
"Namaku Tan Giok Cu- Aku ke mari ingin menemui Kakak
Han Liong-" gadis itu memberitahukan.
"Aku sudah ke gunung Bu Tong, namun Thay suhu bilang
Kakak Han Liong pergi kemari."
"omitohud" Kong Ti Seng Ceng tersenyum.
"Ternyata engkau ingin menemui Han Liong. Namun
sayang sekali, dia sudah pergi bersama Seng Hwi."
"Seng Hwi" siapa dia?"
"Dia adalah- - " Ketika Kong Ti Seng Ceng mau
menjelaskan, mendadak terdengar suara seruan.
"Kong Ti Seng Ceng Seng Hwi datang menghadap" Air
muka Kong Ti Seng Ceng langsung berubah- Di saat
bersamaan berkelebat sosok bayangan ke hadapan Kong Ti
Seng Ceng, kemudian berlutut di situ.
"omitohud - -" Kong Ti Seng Ceng tercengang.
"Seng Hwi - -" "Kong Ti Seng Ceng, aku ke mari mohon pengampunan,"
ujar Seng Hwi sambil menangis terisak-isak-
"Aku telah salah membunuh para Hweeshio siauw Lim sie,
aku minta dihukum-" "omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng.
"Kini engkau telah sadar akan kesalahanmu, maka aku
harus mengampunimu, omitohud Seng Hwi, bangunlah"
Terima kasih. Seng Ceng." Seng Hwi bangkit berdiri,
"Paman" panggil Tan Giok Cu mendadak- "Di mana Kakak
Han Liong" Padri tua itu bilang Kakak Han Liong pergi
bersamamu. Dia berada di mana sekarang?"
"Nona kecil - ." Seng Hwi terbelalak, "siapa engkau?"
"Namaku Tan Giok Cu." gadis itu memberitahukan.
"Kakak Han Liong adalah kawan baikku."
"oooh" Seng Hwi manggut-manggut
"Dia lelah meninggalkan tempat tinggalku, katanya mau ke
desa - ." "Ke desa mana?"
"Kedesa Hok An."
"oh" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.
"Dia menuju ke rumahku, aku harus segera pulang."
Tan Giok Cu membalikkan badannya, lalu melangkah pergi.
"Nona kecil, siapa gurumu?" tanyanya.
"Di balik Ciong Lam san, terdapat Kuburan Mayat Hidup,
Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak muncul lagi di
dunia Kang-ouw" sahut Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"omitohud" ucap Kong Ti Seng Ceng sambil manggutmanggut-
Itu sungguh di luar dugaan omitohud"
-ooo00000ooo- Tan Giok Cu memacu kudanya sekencang-kencang-nya.
gadis itu tidak membuang waktu, karena ingin cepat-cepat
sampai di rumah- Begitu terbayang Thio Han Liong, gadis itu
tersenyum-senyum sendiri " Kakak tampan, kita akan bertemu Kita akan bertemu"
Berselang beberapa saat kemudian, kuda itu mulai
memasuki sebuah rimba, sudah barang tentu larinya agak
perlahan. Tiba-tiba berkelebat belasan bayangan ke arah Tan
Giok Cu, kemudian melayang turun di hadapan kudanya. Tan
Giok Cu terkejut dan cepat-cepat ia menghentikan kudanya.
Tampak belasan orang berpakaian serba putih, dibagian dada
terdapat sulaman gambar seekor naga hitam.
"Hek Liong Pang lagi Hek Liong Pang lagi" Tan Giok Cu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Nona" salah seorang berusia empat puluhan memberi
hormat. "Namaku Lie Bun yauw, pemimpin regu Angin dari
perkumpulan Hek Liong pang"
"Jadi kenapa?" tanya Tan Giok Cu dingin.
"Ketua kami mengutus kami mengundang Nona ke
markas," sahut Lie Bun yauw-
"Harap Nona sudi ikut kami"
"Kalau aku tidak mau ikut?""
"Nona" Lie Bun yauw menatapnyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
" Kami terpaksa akan menggunakan kekerasan terhadap
Nona" "oh?" Tan Giok Cu segera meloncat turun dari punggung
kudanya kemudian menatap Lie Bun yauw seraya berkata,
"Aku tidak pernah bermusuhan dengan pihak Hek Liong
Pang, tapi kenapa kalian selalu mencari gara-gara denganku?"
"Bukankah Nona telah melukai beberapa anggota Hek
Liong pang?" sahut Lie Bun yauw-
"Itu dikarenakan mereka ingin membunuh Hakim souw,"
ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,
"Engkau adalah pemimpin regu Angin, seharusnya engkau
menghukum anggota yang bertindak sewenang-wenang."
"Justru itu, ketua ingin bertemu dengan nona"
"Maaf," ucap Tan Giok Cu.
"Aku tidak punya waktu karena aku harus segera pulang-
Tidak bisa ikut kalian ke markas"
" Kalau begitu- - " Kening Lie Bun yauw berkerut-
" Kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk
menangkapmu" "Apa boleh buat" sahut Tan Giok Cu sambil menghunus
pedang pusakanya- "Aku terpaksa melawan"
"Baik" Lie Bun yauw manggut-manggut, lalu berseru
kepada para anak buahnya.
"Tangkap dia" Para anak buah Lie Bun yauw langsung menyerang Tan
Giok Cu dengan berbagai macam senjata- gadis itu bersiul
panjang sekaligus berkelit dan menangkis, sehingga terjadilah
pertarungan yang amat seru dan tegang. Lie Bun yauw
menyaksikan pertarungan itu dengan mata tak berkedip- Perlu
diketahui, para anak buahnya rata-rata berkepandaian tinggi,
sebab mereka adalah regu Angin.
Akan tetapi, Tan Giok Cu adalah murid kesayangan yo sian
sian, yang berkepandaian amat tinggi. Maka walau dikeroyok
belasan orang, ia masih dapat bergerak gesit dan balas
menyerang. Namun puluhan jurus kemudian, Tan Giok Cu tampak mulai
kewalahan, Itu dikarenakan ia kurang berpengalaman, lagipula
mulai lelah. "Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak-
"Nona, lebih baik engkau menyerah"
" omong kosong" sahut Tan Giok Cu dan terus mengadakan
perlawanan. Mendadak terdengar suara bentakan keras yang
memekakkan telinga, sehingga mengejutkan semua orang
yang ada d i situ. "Berhenti" Tampak sosok bayangan melayang turun di
hadapan Tan Giok Cu. Ternyata seorang pemuda berwajah
sangat tampan, berusia tujuh belasan tahun.
"Kenapa kalian mengeroyok seorang gadis?" tanya pemuda
itu sambil menuding para anggota Hek Liong pang.
"Anak muda" bentak Lie Bun yauw-
"siapa engkau" Kenapa engkau mencampuri urusan kami?"
"Kalian mengeroyok seorang anak gadis, maka aku harus
turut campur" sahut pemuda itu. la berdiri membelakangi Tan
Giok Cu, jadi tidak begitu memperhatikan gadis itu. Akan
tetapi, ketika mendengar suara bentakan itu, hati Tan Giok Cu
tersentaki karena merasa kenal akan suara itu. otomatis ia
terus memperhatikan pemuda tersebut.
"HiA" dengus Lie Bun yauw-
"Anak muda Mungkin engkau belum tahu siapa kami, maka
engkau berani bertingkah di hadapan kami"
"Tentunya kalian dari perkumpulan golongan hitam Kalau
tidaki bagaimana mungkin mengeroyok seorang gadis?" sahut
Thio Han Liong dingin. "Anak muda siapa namamu?" Lie Bun yauw menatapnya
tajam. "Namaku Thio Han Liong"
Di saat itulah terdengar suara seruan girang. Ternyata Tan
Giok Cu yang berseru sambil mendekati Thio Han Liong.
" Kakak tampan Kakak tampan"
"Hah?" Thio Han Liong tertegun dan langsung membalikkan
badannya, terus memperhatikan gadis yang di depannya.
"Engkau...." "Kakak tampan Aku adalah adik manismu, engkau sudah
lupa ya?" Tan Giok Cu tersenyum.
"Adik manis Adik manis-..." Thio Han Liong tertawa
gembira- "Engkau sudah besar dan cantik sekali"
"Kakak tampan" Tan Giok Cu tersenyum manis.
"Engkaupun sudah besar dan bertambah tampan, aku...
aku...." "Hei" bentak Lie Bun yauw.
"Kalau mau berpacaran,jangan di sini Kalian...."
"Adik manis," tanya Thio Han Liong,
"siapa mereka, kenapa mereka mengganggumu?"
"Mereka adalah para anggota Hek Liong Pang. mereka
terus memusuhiku..." jawab Tan c-iiok Cu dan menutur
tentang kejadian di kuil Hok Tek Cin sin. "Maka hingga
sekarang pihak Hek Liong Pang terus memusuhiku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik manis, engkau jangan khawatir Aku akan
membantumu mengusir mereka."
"Anak muda" ujar Lie Bun yauw sambil mengerutkan
kening. " Lebih baik engkau jangan turut campur urusan ini, sebab
ketua yang mengutus kami mengundang nona itu ke markas"
"Pokoknya kalian tidak boleh mengganggunya" tegas Thio
Han Liong. "Ayoh, cepatlah kalian enyah dari sini"
"Ha ha ha" Lie Bun yauw tertawa gelak.
"Anak muda, engkau memang ingin cari penyakit"
Pemimpin regu Angin itu lalu memberi aba-aba kepada
para anak buahnya, dan seketika juga mereka menyerang.
" Kakak tampan, engkau tidak pakai senjata?" tanya Tan
Giok Cu sambil mengayunkan pedang pusakanya menangkis
serangan-serangan itu. "Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Thio Han Liong
sambit tersenyum, sekaligus menggunakan ilmu Kian Kun
Taylo Ie- Kini Tan Giok Cu tampak bersemangat sekali, sehingga Giok
Li Kiam Hoat yang dikeluarkannya itu bertambah lihay dan
dahsyat. Kira-kira puluhan jurus kemudian, belasan anggota
Hek Liong Pang mulai terdesakTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Berhenti" seru Lie Bun yauw mendadak- la tahu kalau
pertempuran itu dilanjutkan, para anak buahnya pasti celaka,
oleh karena itu, ia menyuruh mereka berhenti, kemudian
mendekati Thio Han Liong sambil memberi hormat.
"Kepandaianmu sungguh mengagumkan. Kami tidak
sanggup melawan kalian berdua, maka akan kulaparkan
kepada ketua, sampai jumpa"
Lie Bun yauw dan para anak buahnya segera meninggalkan
tempat itu, sedangkan Thio Han Liong dan Tan Giok Cu masih
berdiri di situ, lalu saling memandang.
" Kakak tampan" panggil Tan Giok Cu dengan suara rendah
dan mesra.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adik manis" sahut Thio Han Liong sambil menatap lembut.
Tak disangka kita bertemu di sini."
" Kakak tampan, kini kita sudah besar. Betutkah engkau
tetap menyukaiku?" "Tentu." Thio Han Liong mengangguk-
"Bagaimana engkau terhadapku?" tanyanya.
"Aku - aku menyukaimu melebihi dulu," sahut Tan Giok Cu
perlahan sambil menundukkan kepala.
"Dulu aku menyukaimu, kini - justru mencintaimu-"
"Adik manis" Thio Han Liong menggenggam tangannyaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
" Aku pun mencintaimu- Ke dua orang tuamu sudah tahu
itu" "oh?" Tan Giok Cu tersenyum gembira-
" Kakak tampan, kepandaianmu bertambah tinggi lho"
"Adik manis" Thio Han Liong tersenyum-
"Ilmu pedangmu sungguh lihay dan hebat- Aku kagum
sekali-" "oh?" Tan Giok Cu tertawa dan memberitahukan,
" Kakak tampan, aku menyusulmu ke gunung Bu Tong dan
siauw Lim sie-" "Adik manis" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala- "Kenapa engkau tidak menunggu di rumah saja?"
"Aku - aku rindu sekali kepadamu, maka - ."
"Adik manis, aku pun rindu sekali kepadamu, syukurlah kita
berjumpa di sini" "oh ya" Tan Giok Cu memberitahukan.
"Paman tua bernama In Lie Heng telah meninggal."
"Apa?" Bukan main terkejutnya Thio Han Liong.
" Kakek In telah meninggal?"
" ya." Tan Giok Cu mengangguk dan menutur tentang
kejadian itu. "Siapa yang melukai Kakek In?" Mata Thio Han Liong mulai
basah. "Entahlah-" Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"sucouwmu bilang, sebelum menghembuskan nafas
penghabisan. Kakek In menyebut 'Hiat', entah apa artinya?"
"sucouwkujuga tidak tahu apa artinya?"
"ya. sucouwmu tidak tahu sama sekali. Menurut aku..." ujar
Tan Giok Cu. "Itu mungkin julukan orang yang melukai Kakek In, Sayang
Kakek In keburu menghembuskan nafas penghabisan, maka
tiada waktu untuk menyebut lengkap julukan itu"
"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut-
" orang itu pasti berkepandaian tinggi sekali-Kalau tidak,
bagaimana mungkin bisa melukai Kakek In" sebab Kakek In
berkepandaian tinggi sekali-"
"Benar." Tan Giok Cu mengangguk-
"Kita harus menyelidikinya kelak- sekarang kita harus
pulang." "Ha ha ha" Mendadak terdengar suara tawa, kemudian
muncul seorang pemuda yang ternyata ouw yang Bun, murid
kesayangan Tong Koay-Oey sun-Bin.
"Nona kecil, tak disangka kita bertemu di sini."
"saudara ouw yang" Tan Giok Cu tersenyum.
"Mari kuperkenalkan, dia adalah Kakak Han Liong."
"Oh?" ouw yang Bun menatap Thio Han Liong dengan
penuh perhatian, lama sekali barulah ia memberi hormat.
"saudara Han Liong, selamat bertemu Namaku ouw yang
Bun." "saudara ouw yang," sahut Thio Han Liong sekaligus balas
memberi hormat. "Selamat bertemu"
"saudara ouw yang" tanya Tan Giok Cu.
"Bukankah engkau pergi ke Kota raja bersama gurumu?"
"Di tengah jalan aku kabur." ouw yang Bun tersenyum.
"Sebab aku... aku ingin menemuimu."
"Kenapa engkau ingin menemuiku?" tanya Tan Giok Cu
heran. "Karena...." Wajah ouw yang Bun agak kemerah-merahan.
"Aku... aku rindu sekali kepadamu."
"Eh?" Tan Giok Cu mengerutkan kening.
"Engkau...." sementara Thio Han Liong diam saja.
"Nona kecil." ujar ouw yang Bun berterus terang.
"sejak pertama kali bertemu denganmu, aku... aku sudah
suka kepadamu. Wajahmu terus muncul di pelupuk mataku,
maka aku...." "Saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan
kepala- "Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah punya
kekasih." "Nona, engkau sudah punya kekasih?" Wajah ouw yang
Bun berubah pucat. "Pemuda inikah kekasihmu?"
"ya-" Tan Giok Cu mengangguk.-
"Dia memang lebih tampan dariku, kalian berdua
merupakan pasangan yang serasi-Tapi...." ouw yang Bun
menatap Thio Han Liong dalam-dalam-
"Belum tentu kepandaiannya lebih tinggi dariku, aku ingin
menguji kepandaiannya-"
"saudara ouw yang...." Tan Giok Cu menghela nafas
panjang. "saudara Han Liong" tanya ouw yang Bun bernada
menantang. "Beranikah engkau bertanding denganku?"
"saudara ouw yang" Thio Han Liong tersenyum lembut.
"Engkau harus tahu, sejak kecil aku dan Giok Cu sudah
merupakan kawan baik, sedangkan engkau baru kenal dia-"
"Walau aku baru kenal dia, namun aku sudah jatuh cinta
kepadanya," sahut ouw yang Bun.
"Karena dia bilang engkau adalah kekasihnya, maka aku
ingin menguji mu-" "saudara ouw yang - " Thio Han Liong menggelenggelengkan
kepala. "Tiada artinya kita bertanding."
"Ha ha ha ha" Terdengar suara tawa yang memekakkan
telinga, mendadak muncul seorang tua, yang tidak lain Tong
Koay-oey Su Bin. "Muridku, kenapa engkau tidak mau ikut guru ke Kota
raja?" "Guru - ." Wajah ouw yang Bun tak sedap dipandang.
"Aku - ." "Kini engkau sudah bertemu gadis cantik itu, tapi kenapa
wajahmu masih masam begitu?" Tong Koay "Wng garuki
Garuk kepala. "Guru, jangan terus bergurau Aku lagi kesal nih," sahut
ouw yang Bun. "Kesal?" Tong Koay tampak bingung.
"gadis cantik itu sudah berada di hadapanmu, tapi kenapa
engkau masih kesal?"
"Dia sudah punya kekasih-" ouw yang Bun
memberitahukan, "Itu membuat hatiku terasa sakit sekali."
"Pemuda itukah kekasihnya?" tanya Tong Koay sam-bil
menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian.
"ya." ouw yang Bun mengangguk-
"oleh karena itu, aku ingin bertanding dengan pemuda itu"
"Bagus, bagus" Tong Koay tertawa gembira.
"Pemuda itu kelihatan berisi juga. Engkau memang harus
bertanding dengan dia"
"Ha ha ha..." "Paman Tua" Tan Giok Cu mengerutkan kening,
"seharusnya Paman Tua mencegah, tapi sebaliknya malah
setuju. Bagaimana sih?"
"Itu cuma bertanding, bukan bertarung mati-matian,",
sahut Tong Koay. "Lagipula belum tentu kekasihmu itu akan kalah, jadi
engkau tidak perlu cemas."
"Tapi - " Tan Giok Cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan
mata tak berkedip- "Engkau memang tampan, Sayang kenapa agak pengecut?"
"Cianpwee" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Kenapa Cianpwee bilang aku agak pengecut?"
"sebab...." Tong Koay tertawa. "Engkau tidak berani
bertanding dengan muridku. Nah, bukankah engkau agak
pengecut?" "Cianpwee jangan salah paham. Aku bukan pengecut," ujar
Thio Han Liong memberitahukan.
"Melainkan aku tidak mau bertanding dengan murid
Cianpwee, sebab tiada gunanya kami bertanding."
"Menguji kepandaian masing-masing," sahut Tong Koay
dan melanjutkan. "Juga menambah pengalaman kalian, Itu sangat
bermanfaat bagi kalian berdua. Aku akan jadi wasit pokoknya
tidak akan berat sebelah-"
"Cianpwee-." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku...." "Anak muda," potong Tong Koay cepat.
"Kalau engkau tidak mau bertanding dengan muridku,
berarti engkau pengecut. Ha ha ha..."
"Cianpwee" Hati Thio Han Liong mulai panas.
"Baiklah aku akan bertanding dengan muridmu, tapi hanya
menggunakan tangan kosong saja."
"Bagus, bagus" Tong Koay manggut-manggut.
"Kalian bertanding cukup dengan tangan kosong saja.
Ayoh, kalian cepat mulai"
Thio Han Liong dan ouw Yang Bun berdiri berhadapan,
kemudian mulai mengerahkan Lweekang masing-masing.
"Anak muda, engkau boleh menyerang duluan" seru Tong
Koay. "sebab engkau lebih muda dari muridku"
"Maafl" ucap Thio Han Liong pada ouw yang Bun, lalu mulai
menyerangnya dengan ilmu Thay Kek Run.
"Anak muda" Tong Koay tertawa.
"Ha ha Ternyata engkau murid Bu Tong Pay"
sementara ouw yang Bun yang diserang itu berkelit dengan
cepat sekali, kemudian mulai balas menyerang, maka
pertandingan itu menjadi seru menegangkan.
Tan Giok Cu menyaksikan pertandingan itu dengan penuh
perhatian, gadis itu yakin Thio Han Liong akan menang.
Tak terasa pertandingan itu sudah lewat puluhan jurus,
namun mereka berdua terus bertanding seimbang. Tong Koay
kelihatan penasaran sekali karena muridnya masih belum
dapat mengalahkan Thio Han Liong.
"Muridku" serunya memberitahukan,
"gunakan ilmu Bu seng uh In (Tiada suara Ada Bayangan)"
Kenapa Tong Koay menyuruh muridnya mengeluarkan ilmu
tersebut" Ternyata dengan ilmu itu. Tong Koay telah
mengalahkan song wan Kiauw. ouw yang Bun segera
mengeluarkan ilmu tersebut menyerang Thio Han Liong, itu
membuat Thio Han Liong mulai terdesak-
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gembira, namun kemudian
justru terbelalak- Itu dikarenakan mendadak ouw Yang Bun
balik terdesak oleh tangkisan dan serangan Thio Han Liong,
wajah Tong seketika berubah agak pucat dan segera berseru,
"Berhenti" Thio Han Liong dan ouw yang Bun langsung berhenti-
Mereka tidak mengerti kenapa Tong Koay menyuruh mereka
berhenti bertanding. "Anak muda" Tong Koay menatap Thio Han Liong dengan
tajam sekali. "Engkau adalah kakak seperguruan gadis itu?"
"Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Anak muda" Tong Koay tampak tidak senang.
"Engkau jangan membohongi aku, sebab aku mengenali
ilmu silatmu itu." "cianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Bukankah tadi Cianpwee juga mengatakan aku adalah
murid Bu Tong Pay?" "Karena engkau menggunakan ilmu Thay Kek Kun. Namun
barusan engkau mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw, itu
adalah ilmu rahasia Nona Yo sian sian atau guru gadis cantik
ini." "Cianpwee, barusan aku memang mengeluarkan ilmu
tersebut," sahut Thio Han Liong jujur.
"Tapi aku bukan kakak seperguruan Giok Cu. Kalau
Cianpwee tidak percaya, silakan bertanya kepadanya"
"Paman Tua" ujar untuk Tan Giok Cu.
" Kakak Han Liong memang bukan kakak seperguruanku.
Aku sendiri pun bingung, bagaimana dia bisa ilmu rahasia
perguruanku." "oh?" Tong Koay terbelalaki kemudian menatap Thio Han
Liong seraya bertanya, "Anak muda, siapa yang mengajarmu ilmu Kiu Im Pek Kut
Jiauw itu?" "Bibi ci jiak" "Ci Jiak" siapa dia?" gumam Tong Koay lalu bertanya,
"Anak muda, siapa ayahmu?"
"Ayahku adalah Thio Bu Ki"
"Ha a a h - ?" Mulut Tong Koay ternganga lebar.
"Pantas kepandaianmu begitu tinggi. sudahiah Muridku
kalah-.." "Guru" ouw yang Bun tampak tidak senang.
"Aku belum kalah-"
"Muridku," ujar Tong Koay sungguh-sungguh-
"Kalau pertandingan itu dilanjutkan, engkau pasti kalah -"
"Kenapa?" tanya ouw yang Bun penasaran.
"Sebab engkau tidak akan sanggup menghadapi ilmu Kiu
Im Pek Kut Jiauw itu."
"guru...." "Sudahlah" tandas Tong Koay lalu berkata kepada Thio Han
Liong. "Anak muda, pertandingan barusan itu akan dilanjutkan
kelak Ha ha ha" "Cianpwee?..?" "Muridku" Tong Koay menarik ouw yang Bun,. kemudian
melesat pergi seraya tertawa gelaki
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ha ha ha Anak muda, muridku akan bertanding denganmu
lagi kelak Ha ha ha..."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, sedangkan
Tan Giok Cu menatapnya dengan penuh rasa heran.
"Kakak tampan," tanyanya dengan suara rendah-
"Siapa yang mengajarmu Kiu Im Pek Kut Jiauw?"
"Bibi Ci Jiak" "Bibi Ci Jiak?" Tan Giok Cu kelihatan kurang percaya-
"Mungkin Ci Jiak bukan nama asli bibimu itu-"
"Bibiku itu memang bernama Ciu Ci Jiak Dia juga tinggal di
Pulau Hong Hoang to-" Thio Han Liong memberitahukan.
"Berapa usianya sekarang?"
"Empat puluhan."
"Kalau begitu...." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"Dia bukan Kwee In Loan, bibi guruku."
"Adik manis" Thio Han Liong tertegun.
"Engkau masih punya bibi guru?"
"Ya."Tan Giok Cu mengangguk. Kemudian menceritakan
juga tentang Kwee In Loan, berdasarkan apa yang
didengarnya dari gurunya.
"Bibi guruku berusia lima puluhan."
"ooohi Thio Han Liong manggut-manggut.
"Adik manis, gurumu kenal ayahku."
"guruku sudah memberitahukan." Tan Giok Cu tersenyum.
"Sesungguhnya guru mencintai ayahmu, tapi pada waktu
itu ayahmu sudah punya kekasih.-.."
"Ternyata begitu" Thio Han Liong juga tersenyum.
"Tapi ayahku tidak menceritakan tentang itu"
"Mungkin ayahmu tidak tahu, sebab guruku mencintainya
secara diam-diam," ujar Tan Giok Cu dan menambahkan,
"karena ayahmu sudah punya kekasih, maka guruku
menjauhinya-" "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut-
"Kakak tampan, mari kita berangkat" ajak Tan Giok cu-
"Baik?" Thio Han Liong mengangguk. Kemudian mereka
meloncat ke atas punggung kuda-
-ooo00000ooo- Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan Tan Giok Cu
sudah memasuki desa Hok An. Betapa gembiranya gadis itu,
karena sebentar lagi akan bertemu ke dua orang tuanya.
Tan Giok Cu membelokkan kudanya memasuki pekarangan,
setelah itu barulah mereka meloncat turun dari punggung
kuda itu. "Ayah.. Ibu Ayah Ibu..." serunya sambil berlari ke dalam
rumah. Sedangkan Thio Han Liong mengikutinya dari belakang
dengan wajah ceria- Tan Ek seng dan Lim soat Hong menghambur keluar.
Begitu melihat Tan Giok Cu. berserilah wajah mereka.
"Nak" panggil Lim soat Hong.
"Ibu" Tan Giok Cu langsung mendekap di dada Lim soat
Hong. "Nak" Lim soat Hong membelainya denganpenuh kasih
sayang. "Engkau sudah pulang bersama Han Liong."
"Paman, Bibi" panggil pemuda itu sambil memberi hormat.
"Han Liong...." Tan Ek seng memandangnya denganpenuh
kegembiraan, kemudian tertawa gelak-
"Ha ha ha, kalian berdua,..."
"Duduklah, Nak" bisik Lim soat Hong.
Tan Giok Cu mengangguk. lalu memandang Tiiio Han uong
seraya berkata. "Kakak tampan, silakan duduk"
"Terima kasih. Adik manis" Thio Han Liong tersenyum
sambil duduk. "Syukurlah kalian telah datang" ujar Tan Ek seng.
"Giok Cu, ibumu terus memikirkan kalian."
"Nak" Lim soat Hong tersenyum.
"Engkau bertemu Han Liong di gunung Bu Tong ya?"
"Bukan." Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"Kami bertemu di tengah jalan, sedang sama-sama menuju
ke mari" "oooh" Lim soat Hong manggut-manggut.
"Kini kalian sudah berkumpul dan kalian pun sudah dewasa.
Nah, bagaimana perasaan kalian berdua?"
"Maksud Ibu?" Tan Giok Cu tidak mengerti.
"Perasaan apa?"
"Apakah kalian... saling mencinta?" sahut Lim soat Hong
sambil menatap mereka dengan penuh perhatian.
"Ibu...." Wajah Tan Giok Cu langsung memerah.
"Jawablah dengan jujur Aku adalah ibumu, maka engkau
tidak usah malu-malu," ujar Lim soat Hong.
"Ibu, kami... kami memang saling mencinta." Tan Giok Cu
menundukkan kepala dalam-dalam.
"Bagus, bagus" Lim soat Hong gembira sekali-
"Itu yang kami harapkan. Bagus, bagus"
"Ha ha ha" Tan Ek seng tertawa gembira-
"Giok Cu, ceritakan pengalamanmu ketika pergi mencari
Han Liong" "Ayah, aku - -" Tan Giok Cu memberitahukan,
" Aku telah bentrok dengan pihak Hek Liong Pang."
"oh?" Tan Ek seng mengerutkan kening.
"Kenapa engkau bentrok dengan para anggota
perkumpulan itu?" "Karena..." tutur Tan Giok Cu mengenai semua kejadian itu,
bahkan juga tentang ouw yang Bun.
"yaaah" Tan Ek seng menghela nafas panjang.
"Berkecimpung dalam rimba persilatan, tentunya tidak akan
terluput dari berbagai kejadian, yang penting kalian berdua
harus berhati-hati. urusan besar kalian perkecil, dan urusan
kecil kalian tiadakan saja"
"ya" sahut Tan Giok Cu dan Thio Han Liong serentak.
"Han Liong," tanya Tan Ek seng.
"Apa rencanamu selanjutnya, apakah engkau akan kembali
ke pulau Hong Hoang To?"
"Mungkin belum,"jawab Thio Han Liong, "sebab aku masih
harus pergi ke gunung soat san untuk mencari Teratai saiju."
"Untuk apa Teratai saiju itu?" tanya Lim soat Hong heran.
"Untuk mengobati wajah ke dua orang tua ku"jawab Thio
Han Liong dan menutur tentang kejadian yang menimpa orang
tua nya. "ooooh" Tan Ek seng dan Lim soat Hong manggutmanggut.
"Kakak tampan," ujar Tan Giok Cu.
"Kalau engkau berangkat ke gunung soat san, aku harus
ikut." "Adik manis...." Thio Han Liong memandang ke dua orang
tua gadis itu seraya bertanya,
"Bagaimana menurut Paman dan Bibi?"
"Kini Giok Cu telah besar, tentunya kami tidak bisa
mengekang kebebasannya," ujar Tan Ek seng dan
menambahkan, "Lagipula kalian sudah saling mencinta, itu membuat kami
tidak bisa melarangnya."
"Ayah" Wajah Tan Giok Cu langsung berseri.
"Ayah dan Ibu memperbolehkan aku ikut Kakak tampan ke
gunung Soat san?" "yaah" Lim soat Hong tersenyum.
"Seandainya kami melarang, bagaimana engkau?"
"Aku tetap ikut," sahut Tan Giok Cu jujur.
"Nah" Lim soat Hong menghela nafas panjang.
"Bagaimana mungkin kami melarangmu" percuma kan?"
"Ibu - " Tan Giok Cu menundukkan kepala.
"Nak," Lim soat Hong tersenyum lembut.
"Dulu ibu pun pernah ikut ayahmu berkelana, akhirnya
menetap di desa ini."
"Giok Cu" Tan Ek seng menatapnya dengan penuh kasih
sayang. "yang penting, kalian jangan berbuat yang bukan-bukan,
setelah berhasil memperoleh Teratai salju, kalian berdua harus
segera pulang." "ya." Tan Giok Cu dan Thio Han Liong mengangguk.
"sekarang...." Lim soat Hong tersenyum.
"Mari kita makan dulu, sebab perut kalian terus berbunyi
dari tadi" "Ibu, kami sudah lapar sekali," ujar Tan Giok Cu sambil
tertawa kecil. "Dari kemarin perut kami belum diisi dengan makanan apa
pun." "oh?" Tan Ek seng tertawa gelak-
"Ha ha ha..." Hampir dua bulan Thio Han Liong tinggal di rumah Tan
Giok Cu. selama itu mereka berdua terus berlatih, terutama
ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Maka tidak heran, kalau ilmu yang
mereka miliki mengalami kemajuan pesat.
"Adik manis," ujar Thio Han Liong seusai berlatih-
"sudah hampir dua bulan aku tinggal di sini- sekarang
sudah waktunya kita berangkat ke gunung soat san."
" Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ke dua
orang tuaku," sahut Tan Giok Cu.
"Ngmm" Thio Han Liong manggut-manggut
"Adik manis, bagaimana kalau kita memberitahukan
sekarang?" "Baik-" Tan Giok Cu mengangguk,-
Mereka masuk ke rumah- Kebetulan Tan Ek seng dan Lim
soat Hong sedang duduk di ruang tengah-
"Kalian sudah usai berlatih?" tanya Lim soat Hong lembut-
"Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
kemudian gadis itu berkata,
"Ayah. Ibu...."
"Mau bilang apa. Nak?" tanya Lim soat Hong.
" Kakak Han Liong memberitahukan kepadaku, bahwa dia
akan berangkat ke gunung soat san." Tan Giok Cu
memberitahukan. "sudah hampir dua bulan dia tinggal di sini."
"Ngmmm" Lim soat Hong manggut-manggut sambil
memandang suaminya. "Jadi-..." Tan Ek seng menatap putrinya.
"Engkau juga mau ikut ke gunung soat san kan?"
"Ya, Ayah-" Tan Giok Cu mengangguk-
"Han Liong" Tan Ek seng memandangnya seraya bertanya,
"Kapan engkau akan berangkat?"
"Besok-" "Besok?" Tan Ek seng dan isterinya sating memandang,
lama sekali barulah Tan Ek seng manggut-manggut.
"Baiklah-" "Terima kasih, Paman" ucap Thio Han Liong.
"Tapi kalian harus ingat" pesan Tan Ek seng sambil
memandang mereka. "Setelah memperoleh Teratai salju, kalian harus segera
pulang" "Ya-" Thio Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
"Dan juga - " tambah Lim soat Hong.
"Han Liong, engkau harus baik-baik menjaga Giok Cu"
"ya,Bibi." "Kalian sudah saling mencinta, tentunya juga harus saling
mengerti dan saling melindungi. Tidak boleh terjadi cemburu
buta, dan ada apa-apa harus sating menjelaskan. Tidak boleh
diam dan disimpan dalam hati, sebab itu akan menghancurkan
cinta kasih kalian. Mengerti?" ujar Lim soat Hong.
"Mengerti." Thlo Han Liong dan Tan Giok Cu mengangguk.
Tan Ek seng dan Lim soat Hong memberi nasehat dan
pengertian kepada mereka berdua, keesokan harinya
berangkatlah mereka menuju gunung soat san dengan
menunggang kuda. Bab 18 Perundingan Di Markas Hek Liong Pang
sebetulnya siapa ketua Hek Liong" Ternyata seorang
wanita berusia lima puluhan yang masih tampak cantik tapi
dingin sekali, la adalah Kwee In Loan atau kakak seperguruan
yo sian sian. Namun kira-kira dua puluh lima tahun lalu, ia
telah diusir oleh kedua orang tua yo sian sian, karena sering
melakukan kejahatan. Dalam kurun waktu selama itu, sama
sekali tiada kabar beritanya.
"Lie Bun yauw, kenapa engkau tidak dapat membawa Tan
Giok Cu ke mari?" tanya Kwee In Loan sambil menatapnya
dinginTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Maaf Ketua" jawab Lie Bun yauw.
"Kami berusaha menangkap gadis itu, tapi mendadak
muncul seorang pemuda membantunya."
"oh?" Kwee In Loan mengerutkan kening.
"siapa pemuda itu?"
"Dia bernama Thio Han Liong. Kepandaiannya tinggi sekali,
maka kami tidak sanggup melawannya." Lie Bun yauw
memberitahukan dengan kepala tertunduk-
"Hmm" dengus Kwee In Loan dingin-
"oh ya, bagaimana dengan tugasmu mengundang Si Mo-
Buyung Hok ke mari?"
"Dia menyatakan pasti memenuhi undangan Ketua," jawab
Lie Bun yauw- "Dia akan datang secepatnya."
"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.
"Kalau Si Mo bersedia bergabung dengan kita, berarti Hek
Liong Pang bertambah kuat."
"Betul, Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.
"Juga berarti secara resmi Hek Liong Pang berdiri dalam
rimba persilatan" ujar Kwee In Loan.
"Nama Hek Liong Pang harus sejajar dengan siauw Lim
Pay, Bu Tonng Pay atau Kay Pang. Pokoknya Hek Liong Pang
harus menguasai seluruh golongan hitam."
"Ketua" tanya Lie Bun yauw mendadak,
"Bagaimana seandainya Si Mo tidak mau bergabung
dengan kita?" "Berarti dia musuh kita" sahut Kwee In Loan singkat.
"oh ya, engkau harus menyelidiki siapa Tan Giok Cu dan
Thio Han Liong." "ya. Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.
Di saat bersamaan, terdengarlah suara seruan di luar yang
saling menyusul bergema ke dalam markas Hek Liong Pang.
"Si Mo dan muridnya sudah datang"
"Si Mo dan muridnya sudah datang..."
Wajah Kwee In Loan langsung berseri. Kemudian ia bangkit
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari tempat duduknya dan terdengarlah suara tawa yang
memekakkan telinga. "Ha ha ha Ketua Hek Liong Pang, aku ke mari memenuhi
undanganmu" Tampak Si Mo berjalan ke dalam bersama seorang pemuda
berusia delapan belasan. pemuda itu cukup tampan, tapi
wajahnya pucat pias dan tak berperasaan.
"selamat datang, Si Mo" ucap Kwee In Loan sambil tertawa
gembira. "Silakan duduk"
"Terima kasihi terima kasih - " ucap Si Mo sambil duduk lalu
memperkenalkan. " Ketua Hek Liong Pang, ini adalah murid kesayanganku,
namanya Kwan Pek Him,"
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
" Ketua Hek Liong Pang, terimalah hormatku" ucap Kwan
Pek Him sambil memberi hormat.
"Duduklah" sahut Kwee In Loan.
"Terima kasih" ucap Kwan Pek Him lalu duduk.
"Si Mo" Kwee In Loan menatapnya.
"Bagaimana keputusanmu tentang usulku" Bukankah
engkau bilang akan dipikirkan?"
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak.
"Memang sudah kupikirkan sekaligus kupertimbangkan."
"Jadi bagaimana keputusanmu?"
"Ketua Hek Liong Pang," sahut Si Mo serius.
"Tentunya engkau tahu, aku adatah ketua golongan hitam,
seandainya aku bersedia gabung dengan Hek Liong pang, lalu
siapa yang menjadi ketua?"
"Akan kita rundingkan bersama," sahut Kwee In Loan
sambil tersenyum, kemudian menyuruh Lie Bun yauw
menyajikan makanan dan minuman untuk menjamu Si Mo dan
muridnya itu. setelah semua makanan dan minuman disajikan,
mulailah mereka bersantap sambi bersulang.
"Ha ha ha" Si Mo tertawa seraya berkata.
"Terus terang aku sangat menyukai Pek yun Kok (Lemhah
Awan putih) ini, sebab tempat ini tenang dan amat rahasia
pula- Markas Hek Liong sungguh aman berada di lembah ini"
"Benar." Kwee In Loanjuga tertawa, kemudian mereka
bersulang lagi. "Si Mo siapa yang akan menjadi ketua, engkau atau aku?"
"Begitu - ?" Si Mo mulai serius.
"Kita berdua ternaksa harus bertanding untuk menentukan
kepandaian siapa yang lebih tinggi."
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Aku mengerti maksudmu, siapa yang lebih tinggi
kepandaiannya, dialah berhak jadi ketua, bukan?"
"ya." Si Mo menganggukTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"yang lebih rendah kepandaiannya tentunya menjadi wakil
ketua. Engkau setuju?"
"Itu cara yang paling adil."
Kwee In Loan mengangguk dan bertanya,
"Kita menggunakan senjata atau tangan kosong untuk
bertanding?" "Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Si Mo-
"Baik?" Kwee In Loan manggut-manggut-
"Bagaimana kalau kita mulai bertanding sekarang?"
"Tidak usah terburu-buru." Si Mo tertawa-
"Perut kita masih kenyang, tidak baik bertanding sekarang.
Kita harus duduk beristirahat sejeNak, setelah itu barunh kita
mulai bertanding." Kwee In Loan tersenyum- sejenak kemudian, mereka saling
memandang dan manggut- manggut.
"Nah," ujar Si Mo sambil bangkit berdiri-
"Sekarang kita boleh mulai bertanding."
"Baik." Kwee In Loanjuga bangkit berdiri. Mereka berjalan
ke tengah-tengah ruangan itu, lalu berdiri berhadapan dan
saling memberi hormat. "Si Mo" ujar Kwee In Loan sambil tersenyum.
"saat ini aku adalah tuan rumahi maka engkau boleh
menyerang duluan." "Baik." Si Mo mengangguk. lalu mulai menyerang dengan
jurus jurus biasa. Kwee In Loan berkelit dengan santai,
sementara Kwan Pek Him dan Lie Bun yauw menonton dengan
penuh perhatian. Lewat dua puluh jurus, pertandingan itu
mulai seru menegangkan, karena Si Mo mengeluarkan ilmu
andalannya, begitu pula Kwee In Loan. Tampak badan mereka
berkelebatan laksana kilat. Kini mereka bertanding dengan
sungguh-sungguh. "Puluhan jurus kemudian, Si Mo mulai mengeluarkan ilmu
Ha Ho Kang, sedangkan Kwee In Loan mengeluarkan ilmu Kiu
Im Pek Kut Jiauw. Si Mo menjongkokkan badannya, kemudian
mendadak meloncat ke arah Kwee In Loan. Ketua Hek Liong
Pang itu tertawa panjang, dan seketika badannya mencelat ke
atas. Di saat bersamaan, ia pun menjulurkan jari tangannya ke
arah ubun-ubun Si Mo- Betapa terkejutnya Si Mo- la tidak sempat berkelit, maka
terpaksa mengangkat sepasang tangannya untuk menangkis-
Plaaak Terdengar suara benturan.
Si Mo berhasil menangkis serangan itu, namun jari tangan
Kweein Loan berhasil menyentuh ubun-ubunnya, Itu pertanda
kepandaian Kwee In Loan lebih tinggi.
"Ketua Hek Liong Pang" ujar Si Mo sambil memberi hormat.
"Kepandaianmu lebih tinggi dariku, engkau berhak menjadi
ketua." "Si Mo" sahut Kwee In Loan.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu, engkau menjadi
wakil ketua." "Terima kasih," ucap Si Mo-
"Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing,
kemudian ke duanya mulai bersulang lagi sambil tertawa
gembira- "Si Mo, kapan engkau akan bergabung di sini?" tanya Kwee
In Loan sambil menatapnya.
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-
"Tentunya sekarang. Bukankah tadi engkau sudah bilang
aku adalah wakil ketua?"
"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.
"Mulai saat ini, Hek Liong Pang akan menguasai seluruh
golongan hitam. Perkumpulan kita akan bersaing dengan
siauw Lim dan Bu Tong Pay."
"Betul." Si Mo manggut-manggut.
"Kalau begitu, kita harus meresmikan berdirinya Hek Liong
Pang dalam rimba persilatan."
"setuju." Kwee In Loan mengangguk.
"Pokonya kita harus mengembangkan Hek Liong Pang."
-ooo00000oooTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di saat mereka berdua sedang bercakap-cakap sambil
bersulang, mendadak terdengar suara terikan di luar-
"Ada musuh datang Ada musuh datang..."
suara seruan itu membuat Kwee In Loan dan Si Mo saling
memandang dengan penuh keheranan, bagaimana mugkin
Pek yun Kek kedatangan musuh"
sekonyong-konyong berkelebat sosok bayangan merah,
disusul pula dengan suara tawa cekikikan.
"Hi hi hi Asyik, ada arak wangi"
Kemudian muncul seorang gadis berusia lima belasan
berpakaian merah- gadis itu cantik jelita, namun kelihatan
agak liar. "Eeeeh?" Kwee In Loan terbelalak-
"gadis liar, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"
"Hi hi hi" gadis berpakaian merah itu tertawa nyaring.
"Engkau adalah ketua Hek Liong Pang?"
"Betul" Kwee In Loan mengangguk sambil menatapnya
dengan penuh perhatian, la yakin, gadis remaja itu
berkepandaian tinggi. "Engkau...." gadis berpakaian merah itu menunjuk Si Mo
seraya berkata. "Tampangmu begitu seram, engkau pasti Si Mo yang amat
jahat itu" "He he he" Si Mo tertawa terkekeh-kekehi
"Tidak salah, aku memang Si Mo yang amat jahat, gadis
kecil, mau apa engkau ke mari?"
"Jalan-jalan," sahut gadis berpakaian merah itu sambil
tersenyum, kemudian duduk di kursi yang kosong.
"Eh" Kenapa aku tidak disuguhi arak wangi" Aku ini tamu
lho" "Lie Bun yauw" seru Kwee In Loan.
"cepat suguhkan arak wangi untuk gadis itu"
"ya, ketua" Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi
untuk gadis berpakaian merah itu.
"Terima kasih," ucapnya dan langsung meneguk arak wangi
itu. "Wuah sungguh wangi sekali arak ini"
"gadis liar" Kwee In Loan menatapnya seraya bertanya,
"Sebetulnya siapa engkau?"
"Aku bernama Ciu Lan Hio, usiaku enam belas tahun" sahut
gadis berpakaian merah. sementara itu, Kwan Pek Him, murid Si Mo itu terus
memandang gadis tersebut dengan mata tak berkedip, bahkan
sepasang matanya menyorotkan sinar aneh.
"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.
"Pemuda muka pucat, kenapa engkau memandangku
dengan cara begitu" Engkau harus tahu lho Aku ini bukan
anak domba atau anak kelinci, melainkan bunga yang
berduri." "Aku.." Kwan Pek Him tergagap-gagap-
"Nona, namaku Kwan Pek Him, murid kesayangan Si Mo-"
"Aku tidak tanya" sahut ciu Lan Hio.
"Nona, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala.
Ternyata ia sangat tertarik pada gadis itu.
"Hi hi hi" Ciu Lan Nio tertawa cekikikan lagi.
"Dasar pemuda pingitan gurunya jahat muridnya pasti
begitu" "Hei gadis liar" bentak Si Mo dengan wajah merah padam
karena gusar- "siapa gurumu" Kenapa engkau berani kurang ajar
terhadapku?" "Si Mo" sahut Ciu Lan Hio.
" orang lain memang takut kepadamu, namun aku tidak-
Terus terang, kepandaianku tidak berada di bawah
kepandaianmu-" "Engkau- - " Si Mo menudingnya dengan tangan agak
bergemetar karena emosi sekali.
"Aku harus menghajarmu"
"Tenang Si Mo" -ujar Kwee In Loan. Ternyata diam-diam
ketua Hek Liong Pang itu sangat menyukai Ciu Lan Nio.
"Dia adalah gadis kecil, tidak perlu diladeni."
"Ketua Hek Liong Pang, engkau bernama Kwee In Loan
kan?" tanya Ciu Lan Nio mendadak-
"Kok - " Ketua Hek Liong Pang terbelalak-
"Engkau tahu namaku?"
"Merah membara, muncul cari korban," ujar Ciu Lan Nio-
"Tentunya engkau tahu siapa guruku, bukan?"
"Haaah?" Wajah Kwee In Loan langsung berubah hebat-
"Engkau datang dari Kwan c\wr (Luar Perbatasan)?"
"Ya" Ciu Lan Nio mengangguk.
"Engkau adalah muridnya?" tanya Kwee In Loan lagi.
"Betul." Ciu Lan Hio tersenyum.
" Ingat Engkau tidak boleh menyebut nama guruku"
"Ya." Kwee In Loan mengangguk.
"Oh ya, gurumu berada di Tionggoan?"
"Tidak salah-" Ciu Lan Hio manggut-manggut.
"guru-ku memang berada di Tionggoan, aku disuruh ke
mari untuk melihat-lihat."
"Lan Nio," ujar Kwee In Loan sungguh-sungguh-
"Kalau gurumu mau menjadi ketua Hek Liong Pang, aku
bersedia menyerahkan jabatanku kepadanya-"
"guruku sama sekali tidak berniat mau menjadi ketua Hek
Liong Pang, namun berniat menjadi Bu Lim Beng Cu (Ketua
Rimba Persilatan)." Ciu Lan Hio memberitahukan sambil tersenyum-
"oleh karena itu, guruku akan menundukkan ketua siauw
Lim dan Bu Tong Pay, sebab siauw Lim dan Bu Tong Pay
sangat terkenal dalam rimba persilatan."
"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Lan Hio, kalau engkau bertemu gurumu, tolong sampaikan
salamku kepadanya" "Baik" Ciu Lan Hio mengangguk. kemudian memandang Si
Mo seraya bertanya, "Kenapa engkau dari tadi terus melototi aku" Tidak senang
aku duduk di sini" Mau bertarung dengan aku?"
"Dasar gadis liar tak tahu diri Engkau berani kurang ajar
terhadapku?" Kelihatannya kegusaran Si Mo sudah memuncak-
"Biar bagaimanapun aku harus menghajarmu"
"Tenang Si Mo" ujar Kwee In Loan.
" jangan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan"
"Tapi - " "Tenanglah" Kwee In Loan memberi isyarat kepadanya,
agar tidak sembarangan bertindak-
"guru," ujar Kwan Pek Him.
"gadis itu masih kecil, guru tidak usah meladeninya."
"Eh?" Si Mo terbelalak-
"Tumben engkau membelanya" Tentu ada apa-apa. ya
kan?" "guru, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala,
"oooh" Si Mo manggut-manggut.
"guru tahu, guru tahu Ha ha ha--."
"Hei" bentak Ciu Lan Hio.
"Pemuda muka pucat, engkau jangan bilang jatuh hati
kepadaku lho" "Nona Ciu...." Kwan Pek Him menatapnya dengan -mata
berbinar-binar- "Aku memang sudah jatuh hati kepadamu."
"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.
"Hatimu mau jatuh dimana terserah, pokoknya aku tidak
akan menerima hatimu itu"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona Ciu...." Kwan Pek Him tampak kecewa sekali.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berteman?"
"Tak usah ya" sahut Ciu Lan Hio, kemudian bangkit dari
tempat duduknya. "Ketua Hek Liong Pang, terima-kasih untuk arak wangi itu
Aku mau pergi, sampai jumpa kelak"
"Lan Hio," pesan Kwee In Loan.
"Jangan lupa sampaikan salamku kepada gurumu"
"Cerewet amat sih" sahut Ciu Lan Hio, lalu melesat pergi
laksana kilat. "Nona Ciu..." seru Kwan Pek Him memanggilnya. "Jangan
melupakan aku..." "Murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala,
"gadis itu sudah jauh, percuma engkau berseru
memanggilnya, dia tidak akan, dengar."
"Aaaah?" Kwan Pek Him menghela nafas panjang,
"guru, aku sudah jatuh hati kepadanya"
"Dasar murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan
kepala lagi. "gadis itu tidak mau memungut hatimu, itu berarti dia tidak
akan mencintaimu.". " Aku punya cara..." ujar Kwan Pek Him,
"Si Mo," ujar Kwee In Loan serius.
"Jangan memikirkan yang bukan-bukan terhadap"gadis itu"
"Kenapa?" Si Mo heran.
"Si Mo- - " Kwee In Loan menggeleng-gelengkan kepala.
" Engkau tidak tahu siapa guru gadis itu. Kalau engkau
tahu, pasti akan melarang muridmu mendekatinya."
"siapa guru gadis itu?"
"Aku tidak berani menjwbut nama maupun julukannya,"
sahut Kwee In Loan memberitahukan.
"MEkipun kita berdua bergabung, mungkin masih tidak
sanggup melawannya."
"Apa?" Si Mo terbelalak.
"Itu bagaimana mungkin?"
"Pernahkah engkau mendengar tentang Kwan Gwa (Luar
Perbatasan)?" tanya Kwee In Loan mendadak-
"Luar Perbatasan?" Si Mo mengerutkan kening, kemudian
mendadak air mukanya tampak berubah hebat.
"Merah membara, muncul mencari korban. Apakah dia?"
"Benar." Kwee In Loan manggut-manggut.
"Haaah..?" Si Mo kelihatan terkejut sekali, kemudian
memandang muridnya seraya berkata,
"Pek Him, pokoknya engkau tidak boleh mendekati gadis
berpakaian merah itu"
"Kenapa?" tanya Kwan Pek Him.
"Kalau engkau sudah tidak menyayangi batok kepalamu,
silakan mendekatinya" sahut Si Mo.
"guru...." "Diam" Si Mo menatapnya tajam. "Jangan cari penyakit,
lebih baik engkau jauhi gadis itu"
"ya, guru." Kwan Pek Him mengangguk.
sekonyong-konyong terdengar suara tawa yang agak keras
bergema ke dalam rumah itu, kemudian terdengar pula
Stupyp seruan. " Ketua Hek Liong Pang, bolehkah kami masuk?"
"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-
"Tong Koay, Lam Khie silakan masuk"
"Wuah Bukan main" Terdengar suara seruan lagi-
"Kim Si Mo sudah menjadi setengah tuan rumah di sini Ha
ha ha..." "Maka aku berani mempersilakan kalian masuk" sahut Si
MoTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayoh masuk. jangan malu-malu"
Berkelebat tiga sosok bayangan ke dalam, ternyata adalah
Tong Koay Oey Su Bin, Lam Khie-Toan Thian Hie dan ouw
yang Bun murid Tong Koay-
"silakan duduk" ucap Kwee In Loan sambil menatap
mereka- "Terima kasih." ucap Tong Koay dan Lam Khie- Kemudian
mereka bertiga duduk. " Lie Bun yauw, cepat suguhkan arak wangi untuk mereka"
ujar Kwee In Loan. "ya. Ketua." Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi
untuk mereka. "Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-
"Terima kasih, Terima kasih sungguh menggembirakan hari
ini, perutku akan diisi dengan arak wangi Ha ha ha - "
"Kalian berdua berjanji untuk ke mari?" tanya Kwee In Loan
sambil tersenyum. "Tentunya kalian ingin bergabung dengan kami, bukan?"
" Ketua Hek Liong Pang," sahut Tong Koay setelah
meneguk arak wangi yang disuguhkan Lie Bun yauw-
"Aku dan Lam Khie tidak berjanji ke mari, hanya kebetulan
bertemu di mulut Lembah Awan putin, maka kami bersama ke
mari" "ooooh" Kwee In Loan manggut-manggut.
"Kalian berdua mau bergabung dengan kami?" tanyanya.
"seandainya kami mau bergabung, lalu apa jabatan kami?"
Tong Koay balik bertanya sambil tersenyum.
"Kini Si Mo adalah wakil ketua" sahut Kwee In Loan
memberitahukan. " Kalau kalian mau bergabung dengan kami, otomatis
kalian sebagai Pelindung Hukum dan Pelaksana Hukum."
" Cukup tinggi jabatan itu," Tong Koay manggut-manggut.
"Tapi kami ke sini hanya ingin melihat-lihat saja, tidak
berniat mau bergabung, harap kalian maklum"
"Hmm" dengus Si Mo dingin-
" Jadi kalian ke mari ingin mengacau?"
"Lho?" Lam Khie tertawa.
"Kami ke mari secara baik-Baik. kenapa engkau malah
bilang kami mau mengacau" Kalau bicara yang benar, jangan
asal bicara" "Lam Khie" Si Mo melotot.
" Walau engkau keturunan Lam Ti-Toan Hong ya, tapi aku
tidak takut kepadamu lho"
"Aku tidak suruh engkau harus takut kepadaku, namun
kalau engkau ingin bertarung denganku tentu aku bersedia"
ujar Lam Khie dan menambahkan, "Engkau jangan terus
melotot, nanti sepasang biji matamu akan meloncat ke luar"
"Engkau - ." Si Mo berkertak gigi.
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak,
"Bagaimana" Engkau mau bertarung sekarang atau tunggu
beberapa tahun- lagi sesuai dengan perjanjian kita?"
"Terserah" sahut Si Mo-
"Baik" Lam Khie manggut-manggut.
"Kita tunggu beberapa tahun lagi, barulah kita berempat
bertanding di puncak gunung Heng san"
"Hmm" dengus Si Mo dingin-
" Aku pasti akan merobohkan kalian semua, lihat saja
nanti" "Eeeeh?" Mendadak Tong Koay menengok ke sana ke mari.
"siapa yang kentut barusan?" "gurau ouw yang Bun
mengendus. "Kok bau sekali, itu adalah kentut yang luar biasa."
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gelak-
"Biasanya orang kentut melalui pantat, tapi kentut yang
barusan itu melalui mulut, maka lebih bau-"
"Tong Koay" bentak Si Mo yang kena sindir.
"Engkau - ." "He he he" Tong Koay tertawa terkekeh-kekeh-
"Mau menantangku berkelahi ya?"
"Baik" Si Mo manggut-manggut
"Karena kita sudah ada perjanjian, maka lebih baik yang
maju sekarang murid kita-"
"setuju-" Tong Koay memandang muridnya-
"Murid-ku, beranikah engkau bertarung dengan pemuda
muka pucat itu?" "Kenapa tidak?" sahut ouw yang Bun sambil tertawa-
"Belum bertarung mukanya sudah begitu pucat, apalagi
sudah bertarung." "Hmmm" dengus Kwan Pek Him dingin dan sekaligus
bangkit berdiri- "Jangan banyak bacot, mari kita bertarung saja"
"Ha ha" ouw yang Bun tertawa.
"Aku memang lagi kesal, maka engkau akan kuhajar"
"oh?" Kwan Pek Him menatapnya dingin-
"Aku pun lagi kesal, maka akan kulampiaskan padamu"
"Bagus, bagus" ouw yang Bun tertawa lagiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayoh, mari kita berkelahi sampai oenjol-benjol"
"Hmm" dengus Kwan Pek Him dingin-
Mereka berdua saling memandang, lalu berjalan ke tengahtengah
ruangan tersebut dan berdiri berhadapan, setelah itu
mendadak mereka saling menyerang dan memukul dengan
tidak karuan. Buuuk Duuuk Plaaak Mereka berkelahi mirip anak kecil,
tentunya membuat tercengang semua orang.
"Murid gendeng" tegur Tong Koay sambil meng-garuki
Garuk kepala. "Kenapa kalian berkelahi dengan cara begitu?"
"Pek Him" seru Si Mo dengan wajah padam.
"Kenapa engkau" Kek begitu caramu bertarung?"
"guru...." ouw yang Bun menggeleng-gelengkan kepala,
begitu pula Kwan Pek Him. Mereka saling memandang.
"Kenapa engkau?" tanya Kwan Pek Bun.
"Aku sedang kesal gara-gara seorang gadis," sahut ouw
yang Bun memberitahukan. "sama," ujar Kwan Pek Him. "Tadi ada seorang gadis
berpakaian merah ke mari. Aku tertarik dan sekaligus jatuh
hati. Tapi dia tidak mau menerima hatiku."
"sama," sahut ouw yang Bun.
"Belum lama ini aku jatuh cinta kepada seorang gadis,
namun dia sudah punya kekasih."
"Kita senasib, sudahlah, kita tidak perlu bertarung lagi" ujar
Kwan Pek Him. "Baik" ouw yang Bun mengangguk-
Mereka berdua kembali ke tempat duduk- Tong Koay dan Si
Mo menatap murid masing-masing dengan mata melotot.
"Murid gendeng" Tong Koay menggeleng-geleng-kan
kepala. "Engkau telah mempermalukan guru Tahu?"
"guru, aku...." ouw yang Bun menundukkan kepala,
sementara Si Mo juga menegur dan mencaci muridnya.
"Engkau adalah murid Si Mo, tapi justru tak berguna" Si Mo
menudingnya, "gara-gara gadis berpakaian merah itu, engkau tak
bersemangat mengangkat nama gurumu Engkau berkelahi
dengan cara tidak karuan, sehingga mukamu benjol-benjol
begitu macam Huh sungguh memalukan"
"guru...." Kwan Pek Him menundukkan kepala-
"Ha ha ha" Mendadak Lam Khie tertawa gelaki
"Pertandingan tadi telah berakhir dengan seri- Murid Si Mo
bonyok-bonyok, sedangkan murid Tong Koay pun benjolbenjol-
Ha ha ha Pertandingan tadi akan dilanjutkan kelaksekarang
kami mohon diri- Ha ha ha - "
Tong Koay dan muridnya langsung melesat pergi- Lam Khie
pun ikut melesat pergi sambil berseru-
"sampai jumpa" Kwee In Loan dan Si Mo tetap duduk di tempat setelah Lam
Khie, Tong Koay dan muridnya melesat pergi, mereka berdua
pun saling memandang. "Sayang sekali" ujar Kwee In Loan menghela nafas
panjang. "Mereka tidak mau bergabung dengan kita"
" Kalau mereka bergabung dengan kita, Hek Liong Pang
pasti jaya," sambung Si Mo-
"oh ya, sudikah engkau mengajar muridku beberapa
macam ilmu pukulan?"
"Baik." Kwee In Loan manggut-manggut.
"Sebab kelak dia harus mengalahkan murid Tong Koay itu."
"Terima kasih." ucap Si Mo sambil memberi hormat.
"sama-sama." Kwee In Loan tersenyum.
"Muridmu juga boleh dikatakan muridku juga, sebab kita
sudah dalam satu perkumpulan, begitu pula muridku."
"Betul." Si Mo mengangguk sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha..." "Terima kasih, Ketua," ucap Kwan Pek Him kepada Kwee In
Loan. "Pek Him" Kwee In Loan menatapnya dalam-dalam.
"Lebih baik engkau jangan memikirkan gadis berpakaian
merah itu, sebab gurunya...."
"Kenapa gurunya?" tanya Kwan Pek Hun cepat.
"Muridku" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau jangan bertanya sekarang, kelak akan
mengetahuinya." "Guru-?" "Kalau kami memberitahumu sekarang, itu malah akan
membahayakan dirimu, oleh karena itu, lebih baik
engkaujangan tahu," ujar Si Mo sungguh-sungguh.
"Aaah - " Kwan Pek Him menghela nafas panjang.
Kelihatannya hatinya memang telah tercuri oleh gadis
berpakaian merah itu. (Bersambung keBagian 10) Jilid 10 Setelah meninggalkan markas Hek Liong Pang, Teng Koay,
Lam Khie dan Ouw Yang Bun duduk beristirahat juga di bawah
sebuah pohon. "Tak disangka Si Mo telah bergabung dengan Pek Liong
Pang," ujar Teng Koay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini Hek Liong Pang bertambah kuat, entah apa yang akan
terjadi?" "Kelihatannya Hek Liong Pang ingin menguasai rimba
persilatan. Kalau benar begitu, Siauw Lim dan Bu Teng Pay
pasti dalam bahaya," sahut Lam Khie.
"Lam Khie" Teng Koay menatapnya.
"Bagaimana kalau engkau bergabung dengan aku, agar kita
lebih kuat menghadapi Hek Liong Pang?"
"Aku bersedia bergabung denganmu, tapi harus ada
syaratnya," sahut Lam Khie.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa syaratmu?"
"Engkau harus mengaku kalah kepadaku, barulah aku mau
bergabung denganmu."
"oh?" Teng Koay melotot.
"Kalau begitu, lebih baik kita bergabung saja."
"Ha ha" Lam Khie tertawa. "Kita berempat memang sudah
ada janji, tiga tahun lagi akan bertanding di puncak gunung
Heng San." "Kalau begitu, kita tunggu tiga tahun lagi" ujar Teng Koay,
kemudian memandang muridnya yang duduk melamun itu.
"Murid gendeng Ken apa engkau terus melamun seperti
kehilangan sukma?" "guru...." Ouw Yang Bun menundukkan wajahnya dalamdalam.
"Engkau memang sudah gila" tegur Tong Koay dengan
mata melotot- "gadis itu sudah punya kekasih, tapi engkau masih terus
memikirkannya Dasar..."
"Celaka" seru Lam Khie.
"Tak disangka murid mu jatuh cinta kepada gadis yang
sudah punya kekasih Itu betul-betul celaka"
"Muridku memang gendeng dan sialan." caci Tong Koay.
"Masih begitu banyak gadis di kolong langit. Mau yang
mana tinggal sabet, tapi dia - dia justru jatuh cinta pada gadis
yang sudah punya kekasih."
"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-
"Untung aku belum punya murid- Kalau aku punya murid
seperti muridmu, aku pasti mati muntah darah-"
"Jangan menyindir" Tong Koay melotot.
"Aku lagi kesal nih-"
"oh?" Lam Khie tertawa lagi-
" Kalau begitu, perlukah kita berkelahi sampai benjol-benjol
seperti muridmu dan murid si Mo itu?"
"Sudahlah Lebih baik engkau diam," ujar Tong Koay dingin,
"jangan bikin aku naik darah-"
"Ha ha" Lam Khie menatapnya- "Begitu tampangmu sedang
naik darah" Itu sih bukan naik darah, melainkan masuk
angin." "Engkau...." Tong Koay langsung mengayunkan tangannya
memukul Lam Khie- Lam Khie cepat-cepat meloncat ke belakang, tapi justru
punggungnya terbentur pohon, membuatnya menjerit
kesakitan. "Aduuuh Punggungku...."
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa terpingkal-pingkal.
"Belum terpukul sudah menjerit kesakitan"
"Pohon sialan" caci Lam Khie dan mendadak mengerahkan
Iweekangnya sambil mendorongkan sepasang telapak
tangannya ke arah pohon itu. Braaaak Pohon itu roboh
seketika. "Cukup lumayan Iweekangmu, tapi cuma dapat
merobohkan pohon," ujar Tong Koay dan menambahkan,
"Jangan harap dapat merobohkan diriku Ha ha ha..."
"Hmm" dengus Lam Khie, lalu melesat pergi seraya
berseru, "Tong Koay, kelak aku pasti merobohkanmu"
"Ha ha ha" Teng Koay tertawa terbahak-bahak
"yang akan roboh kelak justru adalah engkau" katanya.
Bab 19 An Lok Kong Cu (Putri yang Tenang Dan
gembira) Di halaman istana Cu Goan ciang yang amat indah dan luas
tampak seorang gadis remaja duduk termenung dekat taman
bunga, dan beberapa dayang berdiri di belakangnya.
siapa gadis remaja yang cantik manis itu" Ternyata adalah
putri kesayangan Kaisar Cu Goan ciang yang bernama Cu Ay
Ceng dengan gelar An Lok Kong cu (Putri yang Tenang Dan
gembira). "Aaaah..." An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng menghela nafas
panjang. "Kenapa Tuan Putri menghela nafas?" tanya salah seorang
dayang yang bernama Lan Lan.
"Lan Lan" sahut An Lok Kong Cu-Cu Ay Ceng.
"Kini usiaku sudah lima belas tahun. tapi dalam kurun
waktu selama ini, aku sama sekali tidak pernah bermain ke
luar. Aku bagaikan seekor burung di kurung di dalam sangkar
emas." "Jangan berkata begitu. Tuan Putri" ujar Lan Lan.
"Engkau adalah Tuan Putri, tentunya tidak boleh main di
luar." "Aaaah - ?" An Lok Kong cu menghela nafas panjang lagi.
"Alangkah bahagianya aku kalau dilahirkan di keluarga
biasa, jadi lebih bebas...."
"Tuan putri," Lan Lan memandangnya sambil menggelenggelengkan
kepala. "Terus terang. Tuan putri sangat beruntung dilahirkan
sebagai putri kaisar. Seharusnya Tuan Putri bersyukur, tidak
boleh menyesali apa pun."
"Tapi-..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang.
"Kebebasanku terkekang sekali, tidak bisa ke mana-mana."
"Tuan putri" Lan Lan tersenyum.
"Kini Taan Putri baru berusia lima belas tahun, tentunya
belum boleh ke mana-mana. Bila nanti Putri sudah dewasa
kelak, sudah pasti boleh ke luar istana."
"Itu tidak mungkin," An Lok Kong cu menggelengkan
kepala. "Ayahku pasti tidak akan mengijinkannya."
"Tuan Putri" bisik Lan Lan,
"Bukankah Tuan Putri boleh meninggalkan istana secara
diam-diam?" "oooh" An Lok Kong cu manggut- manggut dan wajahnya
pun tampak cerah- "Engkau benar, terima-kasih-"
"Tuan putri - -" Mendadak dayang itu memberi isyarat,
ternyata muncul beberapa Dhalai Lhama.
"Guru" panggil An Lok Kong cu-
"Ngmm" Dhalai Lhama jubah merah manggut-mang-gut
sambil tersenyum. "Sudah usaikah engkau berlatih?"
"ya, Guru." An Lok Kong cu mengangguk-
"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah menatapnya.
"Sudah hampir delapan tahun engkau belajar ilmu silat
pada kami, kini kepandaianmu sudah lumayan. Tapi engkau
harus terus berlatih, sebab Iweekangmu masih kurang."
"Guru...." An Lok Kong Cu tersenyum.
"Kapan Guru akan mengajarku ilmu Ie Kang tu Tik
(Memindahkan Iweekang Menggempur Musuh)?"
"Tuan putri...." Dhalai Lhama jubah merah
memberitahukan. "Guru tidak bisa mengajarkan ilmu itu kepadamu."
"Kenapa?" "Sebab ilmu itu harus bekerja sama satu dengan yang lain,
paling sedikit harus lima orang. Kalau cuma seorang diri,
sudah barang tentu tidak bisa."
"guru, bagaimana kehebatan Ilmu itu?"
"sangat hebat sekali" ujar Dhalai Lhama jubah merah.
"Kami berjumlah sembilan orang, coba engkau bayangkan
betapa dahsyatnya Iweekang kami kalau digabungkan. Di
kolong langit ini tiada seorang jago pun yang mampu
menangkis pukulan itu. Buktinya Thio Bu Ki masih terluka
parah terkena pukulan itu."
"Guru," tanya An Lok Kong cu mendadak-
"Kenapa ayahku mengutus guru pergi melukai Thio Bu Ki"
Apakah Thio Bu Ki adalah orang jahat?"
Dhalai Lhama jubah merah menghela nafas panjang.
"Itu adalah urusan pribadi ayahmu, guru tidak tahu apaapa."
"guru...." An Lok Kong cu ingin menanyakan sesuatu, tapi
kemudian dibatalkan lalu ia menundukkan kepala.
"Tuan putri" Dhalai Lhama jubah merah tersenyum.
"Ada sesuatu yang terganjel dalam hatimu?"
"Tidaki guru." Ay Lok Kong cu menggelengkan kepala.
"Kalau tidak, kenapa wajahmu tampak agak murung?"
Kedele Maut 21 Pendekar Rajawali Sakti 33 Manusia Beracun Manusia Meteor 3