Pencarian

Ching Ching 13

Ching Ching Karya ??? Bagian 13


"Ah, why does he leave on his birthday?"
"His birthday celebration is still eight years away. The guests are early!"
gerutu Chia Wu Fei, murid kelima Pek San Bu KOan itu.
Para tamu meski merasa tersindir, berlagak tidak mendengar saja. Mereka tidak
datang untuk mencari ribut, bahkan justeru mereka yang punya kepentingan. Maka
dari itu sindiran Wu Fei ditelan saja dengan mendongkol.
Chun Kian melirik adik seperguruannya. Chia Wu Fei berlagak tidak tahu, terus
saja masuk ke dalam. Tunggu punya tunggu, Li Wei Ming tak juga pulang, padahal hari telah menjadi
gelap, tidak sopan untuk terus diam disitu tanpa diundang. Para tamu menjadi
gelisah sementara Chun Kian dan Yuk Lau sepakat takkan menawarkan tempat tanpa
persetujuan guru mereka. Akhirnya ada juga yang tidak betah berdiam saja. Mewakili semuanya ia
menghampiri Miaw Chun Kian.
"Actually, we do have other business to discuss with your teacher. But since
he's not here, you can act as his pr considering you're the first student of
this school." "I'm flattered. But if it's really important, I think you'd better talk directly
to Teacher," kata Chun Kian merendah.
"Gurumu sengaja menghindari kami, biarpun kami menunggu juga toh tak bisa
terlalu lama. Memangnya kami tiada kerjaan lain?" Seorang wanita setengah baya
menyahut dengan ketus. Ching Ching 397 Miaw Chun Kian mengenali orang sebagai Hu Yong Giok Tiap (Kupu kupu kemala
tamanmelati). Wanita ini adalah pemimpin perguruan Hu Yong Pay di selatan.
Perguruan yang hanya menerima anak perempuan sebagai murid. Dan X1 ini memangnya
terkenal bermulut pedas. "Boanpwee rasa suhu tidak sengaja menghindar." bantah Chun Kian halus,"hanya
saja beliau tidak menduga akan kedatangan cu-wi sekalian."
"Sudahlah, tiada guna mempersalahkan orang lain." melerai seorang tetamu.
Miaw Chun Kian belum pernah bertemu dengannnya. Akan tetapi melihat betapa orang
ini belum sampai seumur gurunya, akan tetapi jenggotnya sudah melebihi dada,
pula melihat senjata orang yang serupa pit dari besi, lantas ia segera tahu
orang berjuluk Tian Sie Su Sing (Pelajar berjenggot panjang) bernama Sie Kong.
Orang itu berkata lagi, "Urusan kami tidak melulu hanya dapat diselesaikan
gurumu, malan kukira kau lebih dapat membantu mengenai persoalan ini."
"Ah, Sie Tay-hiap terlalu menyanjung. Kalau boleh kutahu, urusan apakah kiranya
itu" Andaikata tidak melanggar aturan perguruan, dan tidak melanggar kupunya
prinsip, senang hati boanpwee (aku yang muda) membantu."
"Urusan ini adalah mengenai Lie Siaw Li Hiap....." Tian Sie Su Sing sengaja
menggantung ucapannya untuk melihat reaksi Chun Kian dan Yuk Lau.
Si pemuda she Yuk nampak agak terkejut, sebenarnya Miaw Chun Kian juga tak kalah
kaget, akan tetapi ia lebih dapat menahan perasaannya.
"Lie Mei Ching memang pernah menjadi murid di Pek San Bu Koan, akan tetapi
kedudukannya tersebut sudah dicopot oleh Suhu sendiri, bahkan untuk selanjutnya
ia tak boleh menginjakkan kaki di tempat ini lagi. Maka boleh dibilang urusannya
tidak ada sangkut paut dengan kami."
"Memang benar. Akan tetapi Lie Siaw Lie Hiap adalah adik angkatnya Yuk-heng
disini bukan?" Tian Sie Su Sing berpaling pada Yuk Lau.
Si pemuda she Yuk menjadi pucat. Ia tak dapat bersuara untuk beberapa lama.
Pandangan setiap orang menuju kepadanya. Mau tak mau gentar juga Yuk Lau.
"Memang benar. Lie Mei Ching adalah adik angkatku. Akan tetapi hal ini tidak ada
sangkut pautnya dengan perguruan kami. Dan kalau adikku ada berbuat salah kepada
cu-wi sekalian, biarlah aku mewakilinya memohon maaf." Yuk Lau sudah akan
berlutut, akan tetapi Tian Sie Su Sing lekas memapahnya berdiri.
"Oh, bukan...bukan. Ah, Yuk-heng rupanya salah mengerti. We only want to enquire
the whereabouts of Lie Siaw Li Hiap, bukan mau menuntut balas!"
"Ah, andaikata Ching-moy tiada berbuat salah, kenapa cianpwee sekalian
mencarinya?" "Ini... Apakah kau tahu dimana dia adanya?"
Yuk Lau berkerut kening. Tien Sie Su Sing mengerti. Pemuda itu tentu mengharap
pertanyaannya dijawab lebih dahulu.
"Hehhhh, baiklah, kiranya kami memang harus berterus terang. Semenjak kami
mendengar bahwa Lie Mei Ching belum mati, bahkan dapat pulang dengan selamat
dari Kim Gian Siang Coa Ko (sarang siluman ular) maka kami sepakat untuk menemui
Lie Kouwnio guna menanya kediamannya siluman tersebut untuk kemudian beramai-
ramai menyerbu dan membasmi kawanan siluman disana. Kami sudah mencari kemana-
mana, akan tetapi seperti kau tahu Pek Eng Pay sudah hancur, sedangkan di
tempatnya si tukang copet Ban Jiu Touw Ong juga tak ada, satu satunya kerabat
hanya engkau dan Yuk Toa-hu. Maka kami mencari kemari."
"Nah, setelah kau tahu maksud kami, apa kau tidak segera memberi tahu dimana
adanya nona Lie?" bertanya pula Hu Yong Giok Tiap.
" I'm very sorry, but I'm afraid I can't help you in this matter."
Ching Ching 398 "Kenapa pula" Kau tidak mau memberi tahu dimana tempatnya Lie Mei Ching?"
"Pada sesungguhnya aku tiada mengetahui di mana adikku berada. Memang ia pernah
datang sekedar menjenguk Kong-kong, tapi kemudian pergi tanpa berpesan."
"Bohong!" menuduh Hu Yong Giok Tiap. "Memangnya kau tidak mau memberi tahu
kenapa pakai segala macam alasan?"
"Aku tiada berdusta. Akan tetapi andaikatapun kutahu, tak mungkin kuberitahukan
pada Cianpwee sekalian?"
"Huh, aku jadi curiga, Lie Mei Ching sengaja sembunyi, kalian menutup- nutupi.
Jangan jangan sama-sama sudah bersekutu dengan Kim Gin Siang Coa Pang?"
"Cianpwee harap jangan menuduh sembarangan."
"Tuduhanku beralasan. Kau sengaja tidak memberitahu, gurumu juga hilang dengan
tiba-tiba. Apa bukan sekongkol namanya" Kini kutahu kebusukan kalian. Kelak bila
kutemukan Lie Mei Ching, kubunuh sendiri dia!"
"Siapa hendak bunuh siapa ?" mendadak terdengar suara dari luar. Bersamaan
dengan itu seseorang memasuki ruangan dengan gagahnya.
"Suhu!" berseru Yuk Lau dan Miaw Chun Kian berbareng.
"Cu-wi, kedatangan cu-wi sekalian terlambat kuketahui. Harap diimaafkan kalau
aku telat menyambut."
"Ha, Lie Wei Ming, kalau boleh kutahu, darimana saja kau?"
"Kalau Hu Yong Giok Tiap yang terhormat ingin tahu, sepanjang pagi ini aku
menikmati hawa sejuk pegunungan, mengaggumi pemandangan alam yang indah, tenang
dan damai tanpa segala keributan. Untuk kemudian menyadari bahwa diriku bukan
orang muda lagi." Li Wei Ming tersenyum.
Tian Sie Su Sing tertawa, kemudian maju kehadapan Sang guru besar.
"Kebetulan Li tay-hiap pulang cepat, jadinya kesampaian maksudku untuk
mengucapkan selamat ulangtahun kepadamu."
"Aha, terimakasih, terimakasih. Rupanya saudaraku Tian Sie Su Sing belum
melupakan hari jadiku, sungguh aku merasa tersanjung."
Kemudian buat beberapa lamanya Li Wei Ming sibuk menerima ucapan selamat dari
kanan kiri. "Ah, kalian sudah berbaik hati mau mengunjungi aku, sambutanku malahan kurang
meriah. Bagaimana kalau sekarang kita bersantap dulu sekedarnya" Aku bermaksud
menyulang secawan arak untuk sahabat semua. Ah-Kian, Ah-Lau, cepat keluarkan
suguhan!" Yuk Lau dan Chun Kian segera saja pergi ke belakang. Tak berapa lama kemudian
telah disiapkan makan-minum buat semua orang. Urusan mengenai Ching- ching jadi
tertunda buat beberapa lamanya.
Akan tetapi setelah perjamuan selesai, kembali Hu Yong Giok Tiap membawa
persoalan ke permukaan. Sedari tadi memang dia yang paling tidak sabar menanti
jawaban. Yang lainnya meski sama penasaran, tetapi sungkan untuk membuka
pembicaraan lebih dahulu. Maka mereka diam diam berterimakasih pada si Kukupu
kupu kemala. Sebelum menjawab pertanyaan orang, Li Wei Ming menghela napas.
"Mengenai nona Lie, aku juga tidak mendengar banyak. Yang kutahu hanyalah bahwa
ia belum mati, melainkan ditawan oleh Kim Gin Siang Coa Pang. Cara bagaimana ia
dapat lolos, atau bagaimana keadaannya sekarang aku sendiri tidak tahu."
"Tetapi bukankah engkau adalah.....eh, pernah menjadi gurunya?" "But you are ...
ehm, were her teacher?"
"That's true. Unfortunately, Miss Lie did a
"Benar. Sayangnya Lie Kouwnio pernah melakukan kesalahan besar sehingga aku
Ching Ching 399 sendiri terpaksa memutuskan hubungan guru-murid. Selanjutnya kami tiada bertukar
kabar lagi." "Kami telah menanya hal yang sama pada Yuk-Lau Siaw-hiap, akan tetapi nnampaknya
ia enggan membantu. Padahal urusan kami dengan Lie Kouwnio hanya sekedar mohon
petunjuk demi untuk membasmi partai jahat. Bagaimana menurut pandangan Li Tay-
hiap?" "Aku mengerti maksud baik saudara semuanya, akan tetapi urusan keluarga murid
sendiri tak dapat aku mencampurinya......"
"Akan tetapi muridmu itu sebenarnya adalah cucu adik seperguruanmu. Jadi kau
sendiri tak dapat dibilang orang luar dalam hal ini."
Li Wei Ming tak dapat berkata kata. Memang benar, Yuk Long, Yuk-Toahu yang
terkenal adalah juga adik seperguruannya.
"Li Tay-hiap, dalam hal ini bolehkah kami menanyai muridmu sekali lagi?"
"Tentu. Akan tetapi aku juga tidak dapat nanti terlalu memaksa."
"Asal Tay-hiap mau bantu menanyakan, rasanya sudah cukup." kata seorang. Yang
lain setuju. Masing-masing sama berpikir, apabila gurunya sendiri yang menanya,
mana mungkin Yuk Lau berani berdusta selagi menjawab"
Yuk Lau segera dipanggil datang. Pemuda itu ditanyai sekali lagi. Akan tetpi
dengan sikap menyesal sekaligus lega, ia menjawab sama.
"Teecu (murid) benar-benar tidak tahu dimana adanya Gie-moy (adik angkat). Tempo
hari dia pergi tanpa berpamit lagi."
"Baiklah. Kau boleh pergi." kata gurunya. "Tunggu. Kami dengar perhubungan Lie
Mei Ching tidak melulu hanya dengan Yuk Siaw-hiap seorang. Kabarnya ia juga
cukup akrab dengan murid yang lain."
Li Wei Ming memang sudah mendongkol, tambah kesal sedari tadi terus dipaksa. Ia
memanggil juga Miaw Chun Kian dan Chia Wu Fei. Keduanya ditanyai hal serupa.
Miaw Chun Kian tegas tegas menjawab tidak tahu, sedangkan Wu Fei cuma menggeleng
saja. Sekilas matanya melirik Yuk Lau bersamaan pemuda itu juga menatapnya.
"Nah, kalian lihat sendiri. Kiranya persoalan ini boleh dicukupkan sampai disini
?" "Sebentar." kata Tian Sie Su Sing. Ia menghampiri Wu Fei. "Wu Siaw-hiap, kapan
terakhir kau bertemu Lie Kouwnio?" dia bertanya.
Wu Fei gelagapan. "Eh,.....entah, rasanya sudah lama."
"Berapa lama" Setahun" Sebulan" Atau baru kemarin?"
Chia Wu Fei nampak terkejut, tapi ia tiada berkata-kata. Kepalanya tunduk
menekuri lantai. "Hmm, kau tidak menyangkal bahwa baru kemarin menemui Lie Kouwnio?"
"Lie Tay-hiap, it seemed that your student has the guts to lie in front of you,"
menjengek Hu Yong Giok Tiap.
Muka Li Wei Ming merah padam. Ia merasa dipermalukan didepan semua orang.
"Chia Wu Fei, you dare lie in front of your teacher?" membentak dia.
Wu Fei menggeleng. Serta merta lututnya ditekuk.
"Teacher, Sute didn't lie!" membela Chun Kian. "He didn't say anything, did he"
He didn't say that he didin't know, or that he did"
Li Wei Ming menyadari kebenaran kata muridnya tertua. Maka ketika menghardik Wu
Fei suaranya tidak terlalu keras lagi.
"Kuberi kesempatanmu untuk berterus terang. Andaikata masih juga berbohong aku
sendiri yang akan turun tangan menghukum!"
"Teacher, I ... I ..."
"Tell me, do you know where Miss Lie is?"
Ching Ching 400 Wu Fei nodded. "I do. But I also promised not to tell anyone."
Hu Yong Giok Tiap mendelik, "Meskipun ini menyangkut kepentingan semua orang,
untuk membasmi yang jahat, apa kau masih tidak mau omong?"
"Janji seorang jantan, biar mesti mati juga tidak boleh dilanggar!" berseru Wu
Fei dengan gagahnya. Diam diam Li Wei Ming merasa bangga akan keteguhan muridnya. Namun ia juga
enggan kehilangan muka. Dalam hatinya ia sendiri tidak tahu harus bagaimana.
"Bocah, biar bagaimana kau harus bawa aku pada Lie Mei Ching itu. Aku punya
dendam sedalam lautan terhadap Kim Gin Siang Coa. Sedapatnya kubalas selekas
mungkin. Maka kau bawalah aku padanya!" tahu tahu Hu Yong Giok Tiap sudah berada
di hadapan Wu Fei sembari menodongkan pedang terhadap pemuda itu.
"Tapi ini......" Li Wei Ming hendak bicara namun keburu dipotong oleh si
kupu-kupu kemala. "Li Tay-hiap, ini urusanku dengan muridmu seorang. Baik kau maupun perguruanmu
tidak tersangkut paut. Demikian juga kupunya partai tak ikut campur. Tapi
andaikan kau turun tangan berarti hubungan baik kita disudahi saja. Aku tak
berniat sakiti muridmu, hanya kalau terpaksa......"
Li Wei Ming tahu, Hu Yong Giok Tiap juga takkan sembarang membunuh orang. Maka
ia tidak lekas turun tangan.
Wu Fei sendiri tidak perdulikan orang. Seperti tidak dengar perkataan Hu Yong
Giok Tiap ia tunduk saja di depan gurunya.
"Eh, tak perlu kita pakai cara kasar. Kalau benar ia baru menemui Lie Kouwnio
kemarin hari, berarti nona itu bersembunyi disekitar sini saja, sebab kalau
tidak pasti ia bertemu salah satu dari kita diperjalanan bukan?" kata Tian Sie
Su Sing. "Benar. Kita begini banyak orang, masa tidak dapat mencarinya disatu gunung
begini saja?" sambut yang lain.
"Kalau begitu segera saja kita bergerak!" berseru beberapa orang.
Sedang keadaan ribut-ribut begitu mendadak tercium bau wangi menyengak disusul
satu kabut kuning menyelimuti keseluruh orang.
"Uap beracun, tahan napas!" seru Lie Wei Ming. Ia lantas bergerak menotok jalan
darah ketiga muridnya supaya tidak keracunan. Ia sendiri telah tutup pernapasan
sembari mengebut ngebut mengusir uap beracun yang datang.
Peringatan Li Wei Ming tergolong lekas, tapi toh masih ada beberapa orang
terguling sementara mereka yang kungfunya tinggi telah menutup pernapasan dan
juga berusaha mengusir hawa beracun itu.
Uap Kuning yang menghalangi pandang mata itu tidak lama bertahan. Sebentar
kemudian semua hilang lenyap dari penglihatan. Pandangan menjadi terang jelas
seperti biasa. Hampir serempak semua melihat satu pisau menancapkan surat di
belandar rumah. "Yang berniat membikin susah Lie Kouwnio berarti cari mati!" Hu Yong Giok Tiap
membaca keras keras. Padahal sebenarnya tak perlu karena semua telah dapat
membaca isi surat itu. "Who sent this letter?"
"Siapa lagi kalau bukannya si bocah sombong she Lie. Mentang mentang telah dapat
keluar dari Kim Gin Siang Koay Ko ia lantas besar kepala. Hah, dasar bocah
rendah !" memaki Hu Yong Giok Tiap.
"It's not Miss Lie!" Lie Wei Ming said. He looked outside and yelled, "Saudara
yang ada diluar sana, sudah datang kenapa tidak menampakkan diri ?"
Dari luar terdengar angin menderu. Tahu tahu sesosok manusia dengan baju hitam
Ching Ching 401 menutupi kepala sampai kaki sudah berada ditengah tengah ruangan. Bandannya yang
tergolong tinggi berdiri gagah, mukanya tertutup kain hitam memberikan kesan
seram. Li Wei Ming maju menyoja.
"May I know your name and where you are from?"
Sosok hitam itu tidak menjawab. Ia mengacungkan pedang ke arah kertas. Matanya
menyapu semua orang, seperti juga menegaskan isi surat.
"We mean no ill will toward Miss Lie, we just want to inquire something. If you
know where she is, I hope you would tell us. I promise, I will not even bother
her hair." Sosok hitam itu hanya mendengus tak percaya. Ia membalikkan badan hendak pergi,
namun Yuk Lau keburu menghadang.
"Tay-hiap," ia menghormat. "Before you go, can you leave your great name. If I
see my sister later, I can tell her, so she can thank you."
Namun orang itu tak ambil peduli. Tanpa menoleh pada Yuk Lau ia melanjutkan
tindakannya. Ini sebenarnya merupakan suatu penghinaan meskipun tidak tergolong
berat, namun nyata nyata merendahkan si pemuda she Yuk. Untung Yuk Lau termasuk


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sabar, lagipula orang ini membela adik angkatnya, maka kedongkolan ditelan saja
tanpa memperpanjang masalah.
Sebaliknya dengan Hu Yong Giok Tiap yang lekas naik darah. Wanita itu ikut
menghadang jalan orang. "Tanpa memberitahu nama atau menunjukkan tempatnya Lie
Mei Ching, aku tak ijinkan kau pergi!" katanya.
Orang itu tetap tidak gubris. Bukan main marahnya Hu Yong Giok Tiap. Kali ini ia
tidak saja mencegat, tapi sekalian ayun senjata.
"Berani kau anggap main-main ucapanku?" geramnya gusar.
Sosok berbaju malam itu tidak kelihatan berkelit. Ia malah seperti tidak
bergerak sama sekali. Yang bikin heran adalah mendadak saja Hu Yong Giok Tiap
tersungkur jatuh. Dipipinya tampak segaris luka yang tak berapa lama kemudian
terus saja mencucurkan darah. Mendadak terdengar suara berkeplok dari luar.
Disertai tawa orang memuji, "Lihai, sungguh lihai. Tak nyana setelah lama tak
memegang pedang ternyata toako masih mahir menggunakannya."
Pemilik suara muncul dipintu, Semua orang melihat kearahnya. Segera saja roman
muka mereka berubah pucat semua. Lantaran geram, benci, dendam, tapi juga
ketakutan. "Siaw-tee, what are you doing here?"
Chang Lun tertawa. "Carrying out Mother's orders, of course. What do you think"
I should be asking you. Didn't you say that you were going to Kokan?"
Tahulah semua orang. Sosok hitam itu tak lain adalah Chang Houw adanya.
"So it is true. Lie Mei Ching ternyata adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pay.
Tak heran ia boleh keluar hidup hidup dari sana!"
"Jangan sembarangan omong!" Chia Wu Fei berseru, melompat kehadapan Hu Yong Giok
Tiap yang barusan berbicara.
"Buktinya ada di depan mata, masih tuduh aku sembarang omong?" bantah Hu Yong
Giok Tiap. "Nanti dulu," Chang Houw buka penutup mukanya seraya menyela. "Miss Lie ..."
"Memang Lie Kouwnio sudah kami anggap orang sendiri. Malah tak lama lagi ia
bakal menjadi enso-ku," potong Chang Lun.
"Siaw-te.....!" Chang Lun membentak. Tapi suaranya hilang oleh keributan di
luar. Sejumlah murid Pek San Bu Koan yang berlarian masuk ruang pertemuan.
"Fire!" seru mereka gugup. "There's a fire!"
Ching Ching 402 Lie Wei Ming melompat menghampiri. "Where's the fire?"
"Teacher ... everywhere ... everywhere's on fire!"
Pada saat bersamaan di dalam ruangan mulai terasa panas. Kiranya bangunan
dibelakang ruangan situ juga sudah mulai terbakar.
Chang Lun tertawa. "Tak usah repot-repot berusaha memadamkan. Semua bangunan
sudah kena api yang dilemparkan anakbuahku. Tinggal gedung ini masih selamat
karena kakakku ada disini. Sebentar kami juga akan pergi. Tapi........"
Belum lagi beres Chang Lun bicara. Banyak orang segera berlari keluar. Namun
segera terdengar jeritan seram, suara senjata beradu dan banyak yang mundur
kembali dalam keadaan terluka.
"You all should've listened to me. Outside, my men are waiting. Whoever comes
out before I leave, will be killed. Whoever comes out after I leave, will be
torn by arrows. For your information, our poison-arrow squad is better than the
palace's. Also, we don't use ordinary poison." Chang Lun told them like telling
a story. Chang Lun memberitahu dengan cara seperti bercerita saja. Tapi sikapnya itu
tidak berani dipandang enteng yang lain. Mereka juga tak punya nyali pergi
keluar. Memang mereka tak takutt panah. Kena satu-dua saja kalau bukannya tepat
dijantung atau leher, tak lantas menyebabkan kematian. Yang lebih ditakuti
adalah racun di mata panah. Semua tahu kelihaian racun Kim Gin Siang Coa Pang
melebihi jahatnya racun Ban Tok Pang. Mereka lebih takut mati merana sebab
racun-racun itu. "We needn't be afraid. As long as he doesn't leave, this place won't be burnt.
Why don't we kill them both. That way, they won't come out ever!" mengusul
seseorang. Beberapa pendekar lantas setuju. Tak peduli rasa malu dan sikap kesatria,
beramai-ramai mereka mengurung Chang Houw dan Chang Lun.
"Bagus. Rupanya kepingin lekas mati, ya" Toako, mereka ini cukup aku saja yang
hadapi." Sambil tertawa tawa Chang Lun melayani. Para pendekar silih berganti
melawan dua pemuda itu. Begitu satu terpukul, yang lain segera ambil posisinya.
Akan tetapi Chang Lun tak berniat main lama-lama. Setelah pamer beberapa
jurusnya, ia mulai menurunkan tangan jahat. Satu persatu pengepungnya roboh
tanpa nyawa. Jeritan dan darah menakuti seisi ruangan. Belum lagi api dan asap
yang masuk ke dalam. Li Wei Ming tak sanggup lagi melihat para pendekar dibantai di kediamannya. Ia
melompat kehadapan Chang Lun, menangkis kipasnya yang hendak bunuh orang.
"Tell me, cara bagaimana supaya kau lepaskan kami semua?"
"Kau mau mereka bebas" Suruh mereka tunduk dibawah panji-panji Kim Gin Siang Coa
Pang!" "That's not possible!"
"Alright, paling tidak kau harus tunduk pada kami."
"If I agree, will you let them all go?"
"What do you think?" Chang Lun balik menanya.
"Teacher!" sisa murid Pek San Bu Koan serentak berseru. "Don't buy into his
words!" "Ah, your students agree to die together," Chang Lun mendengus.
"I will decide!" kata Li Wei Ming berseru. Entah ditujukan pada murid-muridnya
ataukah pada Chang Lun. "Sungguh ksatria. Li Tay-Hiap, apapun keputusanmu, kami tak akan menyalahkan
engkau. Sebab kami tahu kau selalu memikirkan kepentingan orang banyak." kata
Ching Ching 403 Thian Sing Su Sing. Kata kata yang licik menjebak. Sebab dengan begitu secara
halus ia menyuruh Liee Wei Ming menyetujui usulan Chang Lun demi kebebasan yang
lain. Tapi Li Wei ming bukan orang yang gampang terhasut orang lain. Semua
keputusan adalah pemikirannya sendiri. Ia tahu tindakan mana yang baik.
"Baiklah!" katanya. Aku setuju. Harap kau ijinkan semuanya keluar."
"Biasanya seorang yang mengaku tunduk padaku akan segera berlutut"
Li Wei Ming merasa dadanya panas. Matanya juga pedas. Ia merasa amat terhina.
Tapi demi semua kawannya.........
Chang Lun tertawa. "Kau seorang kesatria, aku juga laki laki. Baiklah, semua
orang boleh keluar dari sini." Pemuda itu bersuit dua kali guna memberi tanda
kepada anak buahnya. Bergegas semua menerobos keluar. Tinggal anak-murid Pek San
Bu Koan masih termenung ditempat, tidak percaya bahwa kini mereka menjadi murid
anteknya partai paling jahat.
"Semua yang keluar dari Pek San Bu Koan akan mati!" terdengar suara nyaring
membelah angkasa, disusul satu selendang putih membentang, membelit tiang-tiang
penyangga ruangan. Satu sosok putih meluncur enteng diatasnya. Dia berhenti
tepat dihadapan Chang Lun.
"Diluar sana berlapis pasukan pembunuh. Siapa berani menapakkan kaki diluar
batas perguruan tak mungkin selamat!"
"Lie Mei Ching! Pada akhirnya kau muncul juga!" berseru Hu Yong Giok Tiap dari
luar gedung. "Hendak membantu calon suamimu?"
Ching-ching sebenarnya sedang bersembunyi. Ia mendirikan pondok di dalam hutan
di gunung itu. Kedatangan para pendekar diketahui, tapi sengaja ia tak mau
tampakkan diri. Akan tetapi pada tengah malam ia terbangun lantaran terang dan
hawa panas diluar. Terlihat kobaran api yang besar, arahnya dari Pek San Bu
Koan. Tahulah si nona ada yang tidak beres. Dengan mengerahkan ginkang ia datang
secepatnya ke perguruan tersebut. Diperjalanan ia melihat bayaangann anakbuah
Kim Gin Siang Coa bersiaga. Maka ia bergerak makin cepat memberitahukan bahaya.
Mana tahu begitu datang malah dituding pula.
Gadis berbaju putih itu menoleh ke pintu. "Calon suami yang mana?" tanyanya.
"Jangan berlagak pilon. Adik iparmu telah mengatakan semuanya!"
Ching-ching lantas mengerti. "Liar!" serunya. "Chang Lun, berani kau cemarkan
nama baikku" Aku bersumpah merobek mulutmu yang lancang itu!"
"Toaso...."Chang Lun menggoda. Belum lagi ia selesai bicara, mulutnya hampir
kena tampar selendang orang. Chang Lun segera menangkis, akan tetapi selendang
malahan melibat lengannya dan menariknya pula. Sejenak adu tenaga antara Chang
Lun dan Ching-ching. Selendang terentang makin tegang, makin tipis.
Mendadak selendang itu putus! Keduanya terpaksa undur. Chang Lun terhuyung tiga
langkah, sedangkan Ching-ching hampir jatuh ketanah. Namun lekas gadis itu
melemparkan selendangnya ke belandar rumah dan berayun kembali berdiri di atas
kain terentang. Belum lagi tegak berdirinya, si nona sudah menyerang sekali
lagi. Chang Lun mengeluarkan kipasnya melawan selendang lemas yang menyambar. Ia
bersiap menarik jatuh si nona bilamana sabuk kain itu melilit lagi. Mana tahu
mendadak selendang lemas itu menegang. Ketika berbentur dengan kipas,
mengeluarkan suara seperti dua benda keras bertumbuk.
Namun begitu ketangkis, selendang segera menjadi lemas kembali, terulur membelit
leher orang, mencekik dengan kuat. Chang Lun hendak menebas dengan kipasnya,
tapi selendang yang membelit leher dilepas dengan bertenaga seperti juga memutar
gasing. Karena tak siap, Chang Lun terpelanting terputar beberapa langkah.
Mulailah pemuda itu merasa marah.
Ching Ching 404 "Kau sendiri minta, hari ini juga kubuat kau minta ampun padaku!"
Chang Lun melompat sampai hampir menyentuh atap. Kipasnya terkatup, sedia
menyerang. Pemuda itu mengembangkan tangan seperti elang, hendak menendang dari
atas. Sebelum terkena tendangan, Ching-ching lebih dulu ulurkan selendang
membelit kaki orang. Mana tahu Chang Lun mendadak buka kipas. Sejumlah senjata
rahasia meluncur. Ia sendiri menukik, mengitar lewat samping, hendak menebas
pinggang si nona. "Awas senjata rahasia!" berbareng tiga murid tertua Pek San Bu Koan melompat
menangkisi jarum-jarum halus yang ditebar.
Akan tetapi seorang lain bertindak lebih dulu dari mereka. Chang Houw memutar
pedang, menangkis senjata rahasia, sementara kakinya menendang pinggang Chang
Lun. Sebelum adiknya terpental, lebih dulu disambar dan ia sendiri bersuit
sembari melompat keluar. "Cuwi, aku berkata yang sesungguhnya Lie Kouwnio tak ada hubungan apa-apa
denganku. Semua perkataan adikku dusta belaka. Dan lantaran Li Tay-hiap telah
setujui syarat kami, maka kami juga takkan mengalangi kalian keluar dari Pek San
Bu Koan. Lie Kouwnio, mengenai kelancangan adikku, kelak kami akan datang
meminta maaf padamu!"
Suara Chang Houw makin lama makin jauh. Belum lagi habis bicaranya, bayangan
orangnya sudah lebih dulu lenyap. Kepergiannya diiringi suara berderap langkah
sepasukan yang tak kelihatan dimana. Namun begitu suasana senyap, semua tahu
bahwa Chang bersaudara dengan seantero anakbuahnya telah pergi. Namun para
pendekar itu belum berani pergi.
Di dalam ruangan juga sunyi senyap. Ching-ching berdiri lemas diatas selendang.
Ketiga murid tertua Pek San Bu Koan juga tidak bersuara, sementara Li Wei Ming
masih berlutut. Keadaan itu berlangsung beberapa lamanya. "Chun Kian!" mendadak
Wei Ming memanggil muridnya tertua.
Kesemua murid menghampirinya.
"Aku hendak bicara dengan toa-komu dulu." maka yang lain lain segera menyingkir.
"Teecu disini suhu!" Miaw Chun Kian turut berlutut.
"I have something to say to you. While I am speaking, I hope you will not cut in
or protest. After I am finished, I want you to take all your brothers and
sisters out. Then burn this room, let all of the building burn to the ground.
Then ..." "Ada pesan yang mau kusampaikan. Selama aku berkata, harap kau jangan menyela
atau membantah. Setelah selesai aku berbicara padamu, bawalah semua adikmu
keluar. Bakar juga ruangan ini, biarkan hangus runtuh semua gedung.
Selanjutnya..." Li Wei Ming mengeluarkan sebuah kitab dari balik bajunya.
"This is a book of a new style I've created. I wish I had time to give you
guidance. Study it with your brothers and sisters. The five of you have to aid
the destruction of the Snake School. When my wish is done, you will dismiss all
your brothers and sisters. The White Mountain School is no more. They can search
for a new Teacher. Forget all the Skills you have learn here. Seed for a good
teacher and a good school. Are you capable?"
"Buku ini mengenai ilmu yang kucipta. Sayang tiada waktu memberi petunjuk.
Pelajarilah bersama adik-adikmu. Kelak berlima kalian harus bantu menghancurkan
partai ular. Apabila tercapai pesan gurumu ini, bubarkan kesemua adikmu. Pek San
bu Koan sudah runtuh. Mereka boleh cari masing masing guru baru. Lupakan semua
ajaran Pek San Bu Koan. Carilah masing-masing guru dan partai yang baik. Apakah
kau sanggup?" Ching Ching 405 "But why do I have to do this" Is it not ..."
"Tapi kenapa teecu harus berbuat begitu. Bukankah....."
"A-kian, I have taught you to think. Think so that you can then act without
having to ask. Have you not still learned that yet?"
Chun Kian terdiam. "Now, ask Miss Lie to see me. Not order, but ask her as one of the Warriors.
salah satu pendekar."
Pemuda itu menurut. Ia menghampiri Lie Mei Ching. "Lie Lie-hiap, my Teacher
wishes that you would kindly see him." "Lie Lie-hiap, suhuku bermohon supaya
engkau sudi datang kepadanya." suara Chun Kian bergetar. Ia mulai mengerti
maksud suhunya. "Kenapa begitu sungkan?" Ching-ching heran. Tapi demi melihat roman muka Chun
Kian ia pun tak banyak tanya lagi. Diulurnya selendang supaya terentang rendah
dihadapan Li Wei Ming. Tak sampai menyentuh tanah, ada jarak sekitar satu dim.
Ching-ching berlutut diatasnya sembari mengentengkan badang sehingga selendang
itu terentang seperti tidak diberati bobot si nona.
Li Wei Ming diam diam memuji tingginya ginkang Ching-ching. "Miss Lie, you have
chase away mengusir the Chang brothers, I am most grateful."
"Don't mention it. Cianpwee harap jangan sungkan They left of their own free
will, not because of me."
"Bagaimanapun you have a part in it. engkau ambil bagian didalamnya. And now you
Dan Kouwnio telah sudi datang padaku, bukankah perlu kuberterimakasih?"
"Cianpwee adalah orang yang boanpwee hormati dan kagumi. Selama ini Boanpwee
yang tak berani menemui. Sekarang malahan diundang, bukankah suatu kehormatan?"
"Aku ini orang yang tak pandai berbasa-basi. Sekarang inipun undanganku adalah
untuk minta pertolonganmu."
"Cianpwee tinggal menyebutkan, pasti segera boanpwee laksanakan."
"I dare not ask you to be my student, but mau tak mau I have to ask you to help
my students to destroy the enemy with the ilmu yang kuwariskan. With it, the
reputation of Pek-san-bu-koan can be restored, if only a little. If you would
not ..." Dengan demikian mengembalikan sedikit kedudukan Pek San Bu Koan. Tapi
apabila kouwnio tidak berkenan ..."
"It is an honor, sir." Ching-ching membungkuk sampai kepalanya menyentuh
pinggiran selendang. "I dare not ask to be your student, but I hope you will
grant me one wish. If you approve, I wish to consider your students as my
brothers and sisters."
Li Wei Ming tahu, Ching-ching senang hati meluluskan permintaannya. Gadis itu
juga masih menganggap saudara kepada murid-muridnya berarti juga menganggap dia
sebagai guru, tapi tak berani menyebut lantaran takut dianggap lancang.
"Ching-ching," panggilnya, "your teacher has one more favor to ask."
Ching-ching merasakan hatinya gembira dipanggil murid. Matanya basah karena
haru. Disampingnya Miaw Chun Kian malah sudah sibuk mengusap air mata.
"Teacher, teecu siap laksanakan semua perintah suhu."
"When the time comes, do not let anyone hinder my wish. niatanku."
"What do you mean?"
"Chun Kian, mulai sekarang, murid Pek San Bu Koan boleh menggunakan ilmu apapun
untuk melawan Kim Gian Sian Coa Pang. Selama tidak digunakan untuk berbuat
keji." "Yes, I understand."
"Now, bring all your brothers and sisters out. Don't forget to light the fire."
Ching Ching 406 "Teecu permisi."
Miaw Chun Kian mengajak Ching-ching pergi. Gadis itu mengikut dengan heran. Pun
ketika semua tiba diluar, setelah membawa sekalian jasad para pendekar yang
terbunuh, gadis itu masih belum mengerti.
"Toako, ini....."
"Kita keluar!" Lantaran masih teralang sumpahnya, Ching-ching keluar dengan melompat, menjejak


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali ke wuwungan atap dan kemudian duduk di dahan pohon diluar.
Miaw Chun Kian menutup pintu. Adik adiknya yang lain bertanya tanya.
"Toako, what about Teacher?"
"Is he not coming out with us"
Chun Kian tidak menjawab. Ia mengumpulkan ranting, menumpuknya di depan pintu.
"Toako, what are you doing?"
Miaw Chun kian Mengambil suluh, menyundut ranting-ranting kering.
"Toako, kau mau membakar suhu" Have you gone crazy?"
Ching-ching juga tidak mengerti. Dengan mengulur selendangnya ia hendak merebut
obor di tangan Chun Kian.
Pemuda itu berkelit. "When the time comes ..." pemuda itu berteriak dengan gemetar. Teriakan yang
ditujukan pada si nona. Ching-ching understood. She had promised to help her teacher kill himself.
Hatinya tergetar. But a promise is a promise. Maka si nona menarik mundur
selendangnya dan malah digunakan menyusut air mata.
"Toako, what is this?" Yuk Lau dan Wu Fei juga mengalangi. Tahu tahu selandang
putih menyambar lagi, mengenai jalan darah kedua pemuda itu.
"Siapapun tidak boleh mengalangi!" seru si nona.
"Apa kau sudah dipengaruhi gadis iblis itu?" Hu Yong Giok Tiap bertanya.
"This is my teacher's wish. Teacher would rather die than ruled by evil." Chun
Kian melanjutkan pekerjaannya.
Rupanya Chang Lun juga telah menebar bubuk api di sekitar tempat itu, maka api
pun segera berkobar melahap gedung dengan suara berkeretak.
Chun Kian tidak banyak buang waktu. "Suhu berpesan supaya kami meninggalkan
tempat ini. Sebelum itu sebaiknya mengantar tamu. Silakan!" Ia mengusir secara
halus. "Tunggu, tujuan kami kemari adalah mencari nona Lie!" seru seseorang.
Yang lain seperti diingatkan, lantas berhenti bertindak, menoleh pada
Chingching. "Sebelum berkabung seratus hari,tak nanti kuberikan apa yang kalian mau." seru
Ching-ching. "Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum waktunya,
maka aku akan bungkam selamanya!"
"Kalau kita tak usah memaksa lagi." kata Thian Sing Su Sing."Tapi seratus hari
lagi boleh kita kembali guna menyembahyangi Lie Tay Hiap." pendekar itu mendului
pergi. Yang lain juga tak mau lama-lama disitu dan segera perrgi.
Tinggal anak murid Pek San Bu Koan masih memandang api yang berkobar buat
beberapa lama. Satu persatu mulai berlutut didepan gedung yang terbakar.
Terakhir adalah Miaw Chun Kian. Ching-ching membentang selendang diantara dua
batang pohon dan turut berlutut. Penghormatan terakhir pada guru mereka.
Tiga hari lamanya murid-murid Pek San Bu Koan masih tinggal di gunung putih.
Setelah itu Miaw Chun Kian mengumpulkan mereka semua menyampaikan amanat
gurunya. Ching Ching 407 "Before he died, Teacher asked me to mengumpulkan lima muridnya untuk
mempelajari ilmu yang diciptakan untuk menghadapi Kim Gin Siang Coa Pang.
Ching-ching sekarang ada disini bersama kita, tapi In Sioe Ing entah berada
dimana." Adik adik seperguruannya segera mengerti.
"Suhu tentu ingin supaya kita bangun kembali kejayaan Pek San Bu Koan. Ilmu yang
beliau ciptakan bisa membantu."
"Kalau begitu Suheng dan Ching-ching tidak usah pusing. Biar kami saja yang
mencari Su-ci. Kelak kalau Pek San Bu Koan sudah tegak kembali bolehlah kami
belajar dari suheng sekalian."
"Ternyata adik-adikku begini bijaksana. Kalau suhu tahu, tentu beliau merasa
bangga." Begitu nama suhunya disebut, kesedihan kembali masuk ke hati masing masing.
Chun Kian tidak membiarkan lama-lama.
"Baiklah. Kalau begitu sekarang saja kita pencaran. Nanti kira-kira sebulan lagi
kita kembali berkumpul. Tapi apabila ada yang menemui Su-moy sebelum itu boleh
memberitahukan pada kami. Kami akan menanti dibalik gunung.
Semua mengannguk mengerti. Tanpa buang tempo lantas berpencar. Chun Kian dan
yang lain pergi ke balik gunung diantar Yuk toahu yang selama ini ikut
bersembunyi dengan Ching-ching.
"Su-siok, kami akan tidur di gedung uji saja. Sehari hari akan berlatih
dipelataran, sampai disini saja susiok mengantar."
"Aku akan diam di pondoknya Ching-ching saja dekat dari sini."
"Tapi..." "Nanti tiap hari akan kutinggalkan makanan, jadi kalian bisa sepenuhnya
berlatih." "Begitu juga baik." kata Ching-ching. "Nanti sekali-kali aku membantu Kongkong."
"Tak usah. Kau berlatih saja. Jangan kecewakan gurumu. Nah, aku tinggalkan
sampai disini saja. Jaga diri kalian."
"Kong-kong juga." mereka saling berpamit.
Miaw Chun Kian, Yuk Lau, Chia Wu Fei dan Ching-ching memasuki gedung ujian.
"Senjatanya Ching-ching ada di ruang senjata. Kita ambil bersama."
Mereka melewati lorong-lorong batu. Ching-ching jadi ingat pengalamannya dulu.
Tapi ia merasa heran. Selama mereka lewat, tak terdapat satupun jebakan.Mereka
tiba di ruang senjata. Chun Kian segera menuju satu pojokan, mengambil satu
kotak segi empat. "Ching-ching, kau ambillah pedangmu."
"Pedangku" " sambut Ching-ching keheranan melihat wujud pedang itu yang ternyata
sama persis dengan miliknya dulu. Sebuah pedang lemas yang bisa dibawa melingkar
pinggang."Bukankah pedangku sudah dilipat patah?"
"Pedang yang dipatahkan suhu dulu sebenarnya adalah pasangan pedang yang ini.
Kabarnya dulu pedang ini dipakai dua kakak beradik atau apa. Yang jelas setelah
kau pergi, Sian-suhu(mendiang guru) menyimpan potongan pedang itu dan menyimpan
keduanya diruangan ini. Mengapit pedang milik Sian-Ji-suci" kata Wu Fei.
Setelah mengambil senjata, Chun Kian mengeluarkan kitab pemberian gurunya dan
bersama dengan adik-adiknya meneliti keseluruhan buku tersebut.
Ternyata kitab itu terdiri dari lima bagian yang terpisah. Isinya banyak berupa
gambar yang ditambahi keterangan.
"Buku ini bisa dibagi-bagi sesuai jurus dasar dari ilmu pedang teratai yang
Ching Ching 408 sudah kita kuasai. Begini saja. Kita masing masing mempelajari satu, memilih
satu ruangan untuk berlatih sendiri-sendiri, dan setiap tiga hari kita bertemu
untuk berlatih bersama, bagaimana" "
"Sendiri sendiri. Bagaimana kalau ada bagian yang tidak dimengerti?" tanya Wu
Fei. "Kalau begitu boleh tanya yang lain, asal jangann terlalu sering."
"Aku akan pakai ruangan dibelakang situ, yang tadi kita lewati." kata Chun Kian.
"Aku sebelahnya."
"Aku belakangnya"
"Aduh, aku dipaling ujung!" keluh Wu Fei.
"Mulai sekarang, jangan pikirkan hal lain selain berlatih. Mengerti?"
Yang lain mengangguk. Siang itu juga mereka mempelajari bagian masing- masing.
Entah sudah berapa lamanya mereka berlatih. Suatu kali ketika mereka berlatih,
Yuk Toahu datang membawa berita.
"Mereka sudah menemukan Sioe Ing. Ia ada di The Po Tiong (kelenteng pusaka
bumi)" "Mau apa dia disitu?"
"Katanya dia mau jadi Nikouw(biarawati)"
"Lantas?" "Dia bilang dia takkan kembali." "Ai, dia sudah pilih jalan hidupnya. Apalagi
yang bisa kita lakukan?"
"Aku akan menyusulnya!"
"Jangan. Sebagai Nikouw ia tak boleh membunuh, harus meninggalkan masa lalu.
Jangan ganggu lagi." Cegah Chun Kian.
"Tapi kalau begitu ilmu yang kita pelajari akan banyak sekali kelemahannya."
"Kalau begitu, biar aku yang pelajari dua bagian." kata Chun Kian.
"Su-heng, bagian Su-ci harus menggunakan tenaga Im. Biar aku yang melaksanakan."
kata Ching-ching. "Sudahlah. Nanti kalau berlatih bersama, kita saling menambal kekurangan masing-
masing. Begitu saja. Tak perlu satu orang menanggung semua."
"Berarti kita harus berlatih duakali lebih giat."
"Apa boleh buat."
"Jangan pikir duakali beratnya. Pikirkan betapa senang kalau dapat mencincang
habis partai siluman ular itu." Ching-ching memberi semangat.
"Kau benar!" Wu Fei tersenyum dan semenjak itu ia tak banyak mengeluh lagi.
-oOo- Tak terasa tiga bulan telah lewat. Tiba saatnya sembahyang 100 hari kepergian
guru mereka. Sisa murid Pek San Bu Koan berlutut sembari memegang hio didepan
bekas reruntuhan perguruan mereka yang hangus, mendoakan arwah guru mereka.
Tapi belum lama kemudian mulai berdatangan wakil dari partai-partai lain.
Masing-masing membawa hio dan menancapkannya ditanah, didekat papan nama Pek San
Bu Koan yang tidak jelas lagi tulisannya. Kemudian mereka menunggu sampai
upacara selesai. Tanpa berkata semua sudah tahu tujuan kedatangan tiap orang.
Semua menunggu Ching-ching. Tapi gadis itu sendiri tengah sujud begitu khusyuk,
berlutut menunduk diatas selendang putih yang terbentang satu dim diatas tanah.
Tiada yang berani mengganggu si nona, kuatir ia melaksanakan sumpahnya tidak
akan membuka rahasia markas Kim Gin Siang Coa Pang. Maka meski dengan penasaran,
semua menunggu, memaksa diri untuk bersabar.
Susul menyusul tiap orang datang. Ada yang mewakili kelompoknya, ada yang datang
atas nama sendiri. Dari mereka diantaranya datang juga Wang Li Hai. Pemuda itu
Ching Ching 409 merasakan sikap bermusuhan dari para murid Pek San Bu Koan. Tapi ia tak perduli,
sama tidak perduli pada para pendekar yang lain. Maka dari itu ia sengaja
memisahkan diri. Kedatangannya cuma untuk menemui Ching-ching, lain tidak.
Mentari sudah tinggi diatas kepala. Hampir semua orang sudah ada di situ. Tapi
kemudian datang menyusul seorang wanita muda mengenakan pakaian berwarna kelabu.
Rambutnya digelung sederhana dipuncak kepala tanpa hiasan. Kedatangannya tidak
menarik perhatian. Baru ketika setelah menancapkan hio, ia ikut berlutut
diantara anak-murid Pek San Bu Koan, barulah semua menengok kepadanya. Memang ia
tak lain In Sioe Ing adanya. Bukan main kegirangan semua murid perguruan. Mereka
ingin menyapaa, ingin bertanya. Namun kesemua sama tak mau merusak suasana
hening yang khusyuk, maka merekapun bungkam.
Setelah kedatangan In Sioe Ing menyusul pula datang serombongan orang. Dari
pakaian seragam berwarna hijau, kiranya adalah orang Cheng Kok Pai. Diantara
mereka terdapat pula Thio Lan Fung dengan ayahnya.
Diam diam semua saling pandang. Semua sudah dengar kabar burung mengenai
bentrokan antara In Sioe Ing dengan nona she Thio itu. Dengan tegang masing-
masing menunggu reaksi nona she In terhadap seterunya. Akan tetapi betapa mereka
kecewa melihat In Sioe Ing hanya tunduk saja membaca doa dengan roman tidak
berobah. Menjelang sore, Miaw Chun Kian mendului berdiri meninggalkan reruntuhan Pek San
Bu Koan. Semua murid berdiri dan para tamupun hendak pergi juga. Tapi tidak
demikian halnya dengan Ching-ching. Ia masih tak bergeming diatas selendangnya
dengan sikap yang sama sedari pagi.
Agaknya Ching-ching belum berniat untuk menyelesaikan sembahyang. Tetamu yang
sesungguhnya lebih berkepentingan dengan si nona mulai kehilangan kesabaran.
Terutama sekali Yao Soat Bwe yang bergelar Hu Yong Giok Tiap itu.
"Bocah itu kiranya sengaja mempermainkan kita." cetusnya kesal. "Tak cukup kita
menunggu dari pagi apa mesti juga menunggu semalaman. Dikiranya kita tidak capek
?" "Biarlah kita menunggu barang sebentar lagi. Kulihat Lie Siaw Lihiap juga sudah
lelah menahan berat tubuhnya mengentengkan badan. Lihat, bukankah selendang tak
lagi terentang tegang, tapi agak turun mendekati tanah?" Thian Sie Su Sing
menyabarkan. Memang demikian halnya. Ilmu mengentengkan badan milik Ching-ching boleh
dibilang sudah mendakati tingkat kesempurnaan. Akan tetapi setiap kepandaian ada
batasnya. Begitupun si Nona. Setelah seharian mengentengkan badan, bagaimana
mungkin ia tidak habis tenaga"
Mengetahui keadaannya diketahui orang lain, Ching-ching pun merasa tiada gunanya
berlama-lama lagi. Ia lantas mengebaskan selendang melilit satu dahan. Badannya
berayun diudara sebelum ia melompat, hilang dari pandangan.
"Dia kabur!" kemarahan Hu Yong Giok Tiap kini sudah sampai ke ubun-ubun. "Hayo
kita kejar!" katanya sembari menghunus pedang.
Tanpa berpikir panjang yang lain ikut-ikutan mengeluarkan senjata masing-
masing, terus mengejar si nona she Lie layaknya mengejar penjahat buron.
Wang Li Hai melihat gelagat tidak baik, segera hatinya menjadi gelisah. Lekas ia
melesat maju paling dulu. Dalam pikirnya ia akan mengejar Ching-ching guna
melindungi bila terjadi sesuatu.
Namun mereka tak usah mengejar terlalu jauh. Ching-ching tengah berdiri jarak
lima tombak di depan. Kiranya ia hanya pergi keluar dari tanah Pek San Bu Koan
agar dapat berpijak dengan leluasa.
Ching Ching 410 "Kenapa kalian semua menguhus senjata" Apa mau membunuhku secara beramai-ramai?"
si nona menjengek. Baru saat itu kesemuanya sadar, mereka menghunus senjata tanpa guna. Dengan
malu-malu mereka turunkan pedang-tombak. Malah ada yang langsung menyarungkan
kembali senjatanya. "Lie Kouwnio, tempo hari kau berjanji handak memberitahukan kepada kami letaknya
sarang sepasang siluman ular begitu selesai sembahyang seratu hari kematian
gurumu. Nah, sekarang kami datang menagih janji!" seru Hu Yong Giok Tiap yang
paling gusar, menutupi rasa malu lantaran paling duluan megambil tindakan bodoh.
"Ai, kupikir kalian memang tahu terimakasih lantas datang menyembahyangi Suhu,
tak tahunya ada maksud tertentu." Ching-ching mencibir.
"Kouwnio, tujuan kedatangan kami yang utama memanglah hendak sembahyangi
arwahnya Li Tay-hiap. Akan tetapi tempo hari kebetulan kau berjanji pula.
Apabila kami menagih janji hari ini, maksudnya bukan lain daripada menyingkat
waktu saja." "Aku tidak pernah mengumbar janji dihadapan kalian!"
"Tempo hari kau bilang akan....."
"Aku ingat betul. Tempo hari kataku, 'sebelum seratus hari, tak nanti kuberikan
apa yang kalian mau. Kalau ada seorang saja yang datang menemuiku sebelum
waktunya, maka aku akan bungkam selamanya.' Tapi aku tak pernah berjanji akan
mengatakan hari itu juga. Terserah kepadaku akan mengatakannya duaratus hari
kemudian atau malah seribu hari kemudian."
"Kau......" Thian Sie Su Sing tak bisa berkata-kata lagi, menyadari apa yang
dibilang si Nona tiada salahnya sama sekali.
"Memang sejak semula kusudah menduga!" Seru Hu Yong Giok Tiap. Pedangnya kembali
diacungkan kemuka. "Kiranya benar kau adalah anteknya Kim Gin Siang Coa Pang.
Barangkali betul kata bocah she Chang bahwa kau sudah terhitung iparnya!"
"Hu Yong Giok Tiap, kali ini kau benar-benar kelewat batas!" Ching-ching menjadi
gusar. Sindiran akan hubungannya dengan Chang Houw memang selalu membuatnya
marah. "Bukankah kata-kataku itu benar" Kau memang punya hubungan gelap dengan orang
she Chang!" "Tidak!" Seseorang berseru. "Itu bohong! Tidak mungkin!"
"Wang Kongcu!" Wang Li Hai berdiri didepan Ching-ching, seolah hendaak melindungi si nona.
"Dia tunanganku. Kami belum putus hubungan, mana bisa ia dengan orang lain?"
"Hmmh," Hu Yong Giok Tiap mendengus. "Setahuku Wang Kong-cu malahan sudah
menjalin hubungan dengan Thio Lan Fung lebih dulu. Mana bisa sekarang mengaku
tunangannya lain orang?"
Merah padam muka Wang Li Hai. Di belakang sana Thio Lan Fung juga menggigit
bibirnya lantaran malu dan marah. Sedangkan ayah si nona she Thio menggeram
gusar. Ching-ching melihat, sekarang bukan dia saja dipermalukan, Wang Li Hai juga
terseret. Dalam hati gadis itu puas, akhirnya ada juga yang mengungkapkan isi
hatinya terhadap pemuda she Wang itu. Akan tetapi demi melihat Wang Li Hai tidak
beranjak, pun hatinya masih merasa sayang, mana dia tega berdiam diri"
"Ai, Hu Yong Giok Tiap, rupanya lantaran kau sendiri tiada berhubungan dengan
laki-laki, makanya kau malah sibuk dengan perhubungan orang lain?"
Ching ching Baru Bab 1 2 jam lalu (26)


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ching Ching 411 Baru Bab 2 2 jam lalu (12)
Baru Bab 3 2 jam lalu (10)
Baru Bab 4 2 jam lalu (12)
Baru Bab 5 2 jam lalu (9)
Baru Bab 6 2 jam lalu (11)
Baru Bab 7 2 jam lalu (8)
Baru Bab 8 2 jam lalu (10)
Baru Bab 9 2 jam lalu (16)
Baru Bab 10 2 jam lalu (10)
Baru Bab 11 2 jam lalu (9)
Baru Bab 12 2 jam lalu (8)
Baru Bab 13 2 jam lalu (10)
Baru Bab 14 2 jam lalu (6)
Baru Bab 15 2 jam lalu (9)
Baru Bab 16 2 jam lalu (8)
Baru Bab 17 2 jam lalu (13)
[Tulis Komentar]Anggota Online
41 Anggota 3 Tersembunyi 91 Tamu
heru budhary anung asmawih harmanto RudyRasyidi Fredy Syaiful rudin peds kikim
amir Supadi djes wangxiaohu biksubuji soman soep Kiamhaipopo Hardi999 fary
gendantic chingthing wida asep_ay Pheol chiku_em w13t4 teblokoto christianindo
Salanare jopin kuku_kebo taruna jony_indo guyinwonder rduyk Hock wahyu71
Aquarius AgusJ"We're not," kata si pemuda. "We're taking another path."
Selagi berkata mata pemuda itu berbinar dan senyumnya seperti senyum seorang
anak kecil yang ingin memperlihatkan sesuatu yang hebat kepada sobatnya. Sejenak
Ching terpana seolah melihat orang lain dan bukan Chang Houw, putra biang iblis
dijaman itu. Tak sadar kakinya berhenti. Chang Houw menoleh heran. "What is it?"
tanyanya. "Nothing," kata Ching.
Wajah anak kecil yang sedang bergembira itu hilang. Tergantikan rupa seorang
pemuda dewasa yang mempunyai wibawa besar. Dalam hati si nona merasa kecewa.
Tak terlalu jauh mereka berjalan, tiang-tiang batu makin sedikit dan akhirnya
tidak ada lagi. Kini di depan mereka cuma ada satu lubang lebarnya seperentang
tangan, tingginya sepinggang, dan amat gelap.
"Do we have to crawl in there?" tanya Ching.
"No. This is what we're gonna do." Tahu tahu Chang Houw duduk. Ia menoleh dan
tertawa gembira. "I'll put out the torch. We'll slide down this hole and down. You better sit in
front. Don't get scared if we slide fast."
Melihat betapa Chang Houw gembira, Ching tahu ia akan mengalami hal
menyenangkan. Maka denga bersemangat ia mengikuti tindakan Chang Houw.
"Okay, I'm putting out the torch. Now, to go forward, you must push back with
your hands to the sides. After that, you just let go and you'll slide on your
own." "Okay." Ching melakukan apa yang diikatakan Chang Houw. Tahu-tahu ia sudah
memasuki lorong gerap yang licin dan menurun. Turun-turun terus. Ching- ching
melaju dengan cepatnya. Ia merasa angin menerpa mukanya dan menyibak rambutnya
ke belakang. Tanpa terasa ia berteriak antara girang dan tegang. Agak jauh
dibelakangnya terdengar Chang Houw berseru-seru riang.
Ching Ching 412 Mendadak lorong licin yang gelap itu habis. Ching merasakan badannya terhenti
suatu tempat yang empuk dan halus. Ia merabanya dan ternyata adalah pasir
kering. "Get out of the way! Get out of the way!" terdengar suara Chang Houw.
Ching berusaha bangkit. Tapi susah sekali berdiri diatas pasir halus yang
melesak kalau diinjak. Tang keburu ia menyingkir ketika Chang Houw tiba dan tak
dapat menghentikan lajunya. Ia melompat supaya tidak menabrak Chiing-ching.
Tapi, tidak tertabrakpun si nona sudah jatuh lebih dulu. Keduanya terjungkal
tengkurap dengan muka menghadap pasir. Keruan saja butir-butir halus itu masuk
ke dalam mulut dan hidung mereka.
Keduanya duduk sambil menyemburkan pasir di dalam mulut. Tahu-tahu mereka sudah
tertawa bersama layaknya dua orang yang sudah lama berkawan.
"Puah. We have to wash up before we leave. My servants might get suspcious if we
go home like this." "You know the way, lead on," Kata Ching. Ia tidak merasa terlalu sungkan lagi.
Chang Houw meraba-raba dinding mencari sesuatu. Tak berapa lama ia sudah
menyalakan obor. Dan pergi ke satu tempat. Disana ada selokan kecil yang jernih
airnya dimana mereka dapat mencuci muka dan bahkan minum airnya.
"We can get out now. And Miss Lie, I hope you can keep what happened today
between us." "I won't tell anybody," Ching promised.
Chang Houw led the way. Tak lama kemudian mereka sudah keluar dari suatu guha
yang tertutup tirai tanaman. Seluruh mulut guha itu seolah dipenuhi tanaman
hijau yang menggantung dari atas sampai kebawahnya menyeruapai tirai. Chang Houw
membetulkan lagi letaknya sehingga dilihat dari luar, nampak seperti batuan lain
yang sama tertutup tanaman. Tak seorangpun akan tahu dibelakangnya terdapat satu
guha besar. Ternyata hari sudah hampir gelap. Tapi mereka tak kuatir karena membawa obor.
Dan para pelayan yang mengiringi juga tak jauh tempatnya.
Dalam perjalanan pulang mereka tak saling bercakap. Cuma terkadang saling
melirik sambil tersenyum. Now they shared a pleasant secret. Only they could
know. Chang Houw mengantar Ching sampai ke kamarnya. Mereka saling berpamit sambil
senyum senyum. A-lian yang melihat jadi terheran heran. Ketika Chang Houw
berlalu, pelayan itu lantas menanya kepada si nona.
"Miss, where did Master take you" We waited an awful long time. We saw you climb
up that steep stone mountain, but didn't see you came back down. And suddenly
you and Master were behind us. And all the way back I saw you glanced at each
other, smiled at each other. What happened, actually"
Sambil mengoceh, A-Lian menggiring si nona mandi. Ia melayani dengan telaten,
tapi mulutnya tak berhenti. Sementara Ching cuma tertawa tawa saja tak mau
memberi tahukan membuat si pelayan benar penasaran bukan buatan.
Esoknya, begitu bangun Ching lekas beberes rapi. Ia berharap hari ini Chang Houw
hendak mengajaknya ke tempat kemarin. Sayang hujan turun dengan deras. Diluar
basah, dan Ching dapat membeyangkan betapa sulit naik ke batu besar dalam hujan.
Karenanya ia cuma bisa berdiam dikamar. Buat perintang waktu ia memain Khim
sambil memperhatikan hujan yang masih terus saja.
Ching terbawa alunan lagu yang mengisahkan keindahan kampung halaman. Ia jadi
teringat saat suci-nya di Sha Ie mengajari lagu ini. Teringat suci-nya, teringat
pula pada gurunya, dan kakeknya, di negeri jauh. Rasa rindu mengusik kalbunya.
Ching Ching 413 Namun sekarang ia tengah dikurung disini. Kesepian, tiada berteman. Entah dapat
keluar hidup ataukah tidak.
Tak sanggup Ching meneruskan permainan. Jari jarinya berhenti bergerak. Namun ia
tak mendapatkan keheningan. Satu alunan lain melanjutkan lagunya. Suara suling
yang begitu jernih sayup sampai ke telinga. Mengalahkan deru hujan.
Ching mencari datangnya suara. Tapi tirai air mengahalangi pandangan ke luar
sana. Hanya saja lamat-lamat tampak sosok seorang gagah berdiri di seberang
kolam. Tegak diguyur air melimpah. Tak perlu Ching melihat siapa, sudah tahu
dia. Pastilah Chang Houw adanya. Tapi apa-apaan dia berhujan hujan macam begitu
" Bunyi seruling tambah keras. Tidak lagi sekedar berbunyi, tapi merasuk kalbu
tiap yang mendengar. Mengajak ikut berlagu. Tanpa sadar Ching was carried away.
Her fingers began to move again on her harp. Paduan bunyi-bunyian indah
terdengar amat merdu. Selaras berirama atas suatu lagu.
Entah barangkali lagu yang mereka mainkan sampai ke telinga para dewa, atau
bagaimana. Begitu lagu berakhir, hujan pun berhenti. Kini Ching dapat melihat
jelas ke seberang kolam di muka kamar. Chang Houw berdiri disana. Bajunya dan
rambutnya basah, tapi samasekali tidak mengurangi kegagahannya.
Sejenak mereka saling adu mata. Saling menatap dengan pikiran masing- masing.
Ching lekas tersadar. Menutupi rasa jengah, kembali jari-jarinya memetik dawai.
Kali ini lagu yang riang-gembira. Dan suara suling diseberang sana menyahuti.
Sekali lagi merampungkan satu lagu.
"That was beautiful!" A-Lian tahu-tahu saja sudah ada di belakang si nona.
Ching kaget. Ia sama sekali tak mendengar kedatangan pelayan ini. "How long have
you been there?" she asked.
"Not long. Miss, please play one more song. The sounds of the harp and the flute
were so beautiful. Especially played by you and Master."
Ching menangkap sindiran orang. Serta merta ia cemberut. "Play it yourself!"
A-Lian realised she had mispoken. Lekas ia berlagak mengumpak. "No, no! I just
want to listen. I didn't know you had such skills that can compare with
Master's. Master knows a lot about songs and literature. I thought nobody can
beat him. Now I know you can play as good as Master. But do you know as much as
Master?" "Hmm, you're underestimating me?" Ching bit the bait. "The question you should
be asking is the other way around. Does he know as much as I do?"
A-Lian smiled silently. "I can bet you, any song that you play, Master can
accompany you." "We'll see," kata Ching. Jari-jarinya bergerak lagi. Lagu lain mengalun.
Bersamaan suara suling juga terdengar. Seperti yang sudah tahu lebih dulu lagu
apa mau dimainkan. Begitu terdengar Chang Houw menyahuti dengan benar, Ching-chinng segera
berhenti, mengganti lagi dengan lagu yang lain. Dan kalau dapat disahuti ia
ganti lagi. Lagu yang terdengar cuma sepootong sepotong saja tentu tak dapat
dibilang enak didengar. Malah memusingkan bagi yang tidak mengerti musik. A-Lian
sendiri tidak lagi menikmati yang dimainkan. Ia masih tinggal disitu hanya untuk
mengetahui mana yang unggul antara Si nona dengan tuan rumah.
Berpuluh lagu telah tersahut. Hampir semua lagu yang Ching kenal sudah
diperdengarkan. Gadis itu sampai kebingungan mana lagi yang belum dimainkan.
Untung ia dipihak yang maju duluan, Chang Houw sekedar mengiringi. Tapi kalau
pemuda itu lebih dulu, entah Chinng-ching sanggup menyahuti atau tidak.
Ching Ching 414 Berapa jenak persaingan itu terhenti. A-Lian bersorak girang. "Ternyata benar
Kong-coe tak ada yang mengalahkan."
"Not necessarily." kata Ching. Hatinya mulai panas dilecehkan seorang pelayan.
Ia bertekad tak mau kalah. Segera jemarinya memain lagi. Kali dini
diperdengarkan suatu lagu yang menghentak sukma. Menggugah hati untuk maju
berperang. Memang lagu itu tak lain adalah lagu perang dari negeri Shaie. Ching
sengaja memperdengarkannya kali ini. Hampir yakin ia bahwaa Chang Houw takkan
sanggup menyahuti. Tapi ia kecelik. Sebentaran mendengar saja Chang Houw sudah dapat mengikuti.
Suara sulingnya tidak mengalun, tapi tersentak terputus-putus. Tepat sama dengan
irama yang Ching mainkan. Gadis itu terkejut. Apakah Chang Houw pernah mendengar
lagu itu" Apakah ia pernah pergi ke Sha-Ie" Padahal di negeri tersebut yang tahu
mengenai lagu perang itu juga tak banyak.
Meski kaget, tapi Ching tak sampai hilang akal. Lekas ia mengganti lagunya.
Sekarang yang dimainkan adalah lagu tarian dewi perang. Lagu yang hanya boleh
didengar di kalangan istana Sha-Ie saja.
Memang kemudian Chang Houw terdiam. Ia terpaku mendengar bunyi Khim yang
dimainkan. Nada-nada lembut yang mengalun, sebentar kemudian berubah
bersemangat. Tak sadar Chang Houw bergerak-gerak. Mula mula hanya kakinya
mengetuk-ngetuk. Namun kemudian gerakkannya menjadi cepat. Tahu tahu ia sudah
memainkan satu tarian yang terdiri dari jurus-jurus ** andalannya !
Ching sendiri kaget melihat itu. Ia hanya bermaksud mengalahkan Chang Houw dalam
hal Khim (musik). Ketika ia tahu Chang Houw tidak dapat menyahuti permainannya
gadis itu senang dan tambah bersemangat. Mana tahu kemudian si pemuda memamerkan
jurus-jurus ** nya yang selama ini belum tertandingi.
Si nona tentu saja tak menyia nyiakan kesempatan. Sebagai seorang yang gemar
akan Bu (silat) segera ia pasang mata mengikuti gerakan Channg Houw sembari
mengingat. Sambil begitu tak lupa ia terus memainkan kecapi di bawah tanganya.
Sayang sebelum rampung ** seluruhnya, lagu telah habis. Tapi paling tidak Ching
had committed to memory more than three quarters of the jurus tersebut!
Chang Houw berhenti bergerak. Ia berdiri mematung keheranan. What was he doing
just now" Dancing" He had never learned to dance. Bingung pemuda itu menoleh
pada si nona yang tengah memperhatikan dari balik 'kurungannya'.
Ching berlagak tidak tahu. Ia mengelus-elus Khim sambil berkata, "A-lian,
sekarang kau tahu siapa lebih unggul, aku atau majikanmu ?"
Tapi kata-katanya tidak mendapat jawaban. Hanya deru napas tersengal yang dapat
didengar. Heran Ching menoleh. Tertampak A-Lian duduk ditanah. Napasnya
ngos-ngosan, di keningnya peluh berleleran.
"He, A-Lian kenapa kau ?"
"Sio-cia........ham..hamba tak kuat. Entah kenapa kaki dan tangan tidak
terkendali, maunya bersilat. Lihat, kalau barusan lagu tak berhenti, bisa mati
lelah aku." Kata A-Lian sembari atur napasnya. "Kenapa bisa begitu sio-cia?"
Ching cuma mesem saja. Ia sendiri tak tahu sebabnya.
"Sio-cia, aku mengakui. Kalau dalam soal Khim, engkau unggul setingkat dari
Kong-cu. Tapi apakah berani adu dalam Bun (sastra) ?"
Ching tertawa. Selain Khim (musik) ia juga menguasai Bun, Bu dan Tiok (catur).
Takut apa" Lagi pula ia kepingin tahu sampai mana hebatnya si Kong-cu yang
dijagokan pelayan ini. Maka ia ganti meleceh, "Tanya kongcu-ya mu apa dia berani
melawan aku ?" "Bagus!" A-Lian bersorak. "Segera kuundang Kong-cu kemari." Dalam sekejapan dara
Ching Ching 415 pelayan itu menghilang. Lupa dia akan lelahnya barusan. Akalnya berhasil.
Sekarang si nona mau mengundang majikannya. Dua-tiga langkah lagi maka ia akan
melayani seorang nyonya muda!
Berbulan Ching bergaul dengan Chang Houw, semakin ia mendapati bahwa pemuda itu
layak dijadikan teman mengobrol, teman memain, dan lawan yang tangguh. Ia dapat
menandingi si nona dalam hal apapun mulai music, chess, literature, sampai
silat. Tak jarang berdua mereka habiskan waktu berdiskusi soal macam-macam,
seharian. Terkadang kalau bosan mereka pergi ke gua diatas bukit batu.
Berlama-lama memandangi cahaya bintang di dalam goa. Mereka semakinn akrab meski
masing-masing belum mengubah panggilan sapa mereka, namun permusuhan hampir
terlupa. Sampai suatu ketika.
Saat Ching dan Chang Houw tengah bermain catur di dalam taman. Mendadak
terdengar satu lengkingan tajam membelah angkasa. Chang Houw yang Giliran jalan
terhenti tangannya di udara. Roman mukanya berubah ubah. Terheran Ching
memandangi. Terlebih sewaktu pemuda itu tergesa pamit.
"Miss Lie, today I have some business to attend to. I have to postpone our game.
I better take you to your room now."
"What kind of business?" Ching bertanya ingin tahu.
"Important business."
"Does that whistle mean that you must go?"
Chang Houw replied by nodding his head.
"Go then," Ching said. "But I want to stay here."
"But ..." "Why" Can't I?" Ching menantang. Sampai sekarang sifat tak mau kalah dan tak
sudi diperintah itu belum lenyap. Dan Chang Houw paham betul wataknya. Maka dari
itu ia mesem saja. "Whatever you say," katanya. Ia yakin sebentar kemudian Ching akan bosan dan
balik sendiri ke kamar. "Excuse me." Ia melirik A-lian yang mendampingi si nona.
Pelayan itu mengangguk. Ia akan menjaga Ching sebaik baiknya.
Ketika Chang Houw berlalu, tak sabar Ching bertanya pada A-Lian.
"Do you know what that whistle meant?"
"Young Master already told you, it meant that he was wanted."
"Who called him" Why was he in such a rush?"
A-Lian didn't reply. She just bowed her head.
"Is it his father" His mother?" Ching melanjutkan bertanya.
"Your mother-in-law," a cynical voice said.
Serempak Ching dan A-Lian menoleh. Dari balik gunung-gunungan di taman itu
muncul seorang pemuda perlente yang membawa kipas.
"You ...!!" Ching mendesis geram.
"Yes, it's me. Your brother-in-law." sahut pemuda itu seraya tertawa. Ia
mendekati si nona. "Sister-in-law, I Chang Lun congratulate you."


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Brak! Sekali menghentak berkelebatan berpuluh benda putih dan hitam menghambur
ke arah Chang Lun. Pemuda itu kaget menyangka diserang senjata rahasia. Lekas ia
berputar dan mengabas kesana-kemari dengaan kipasnya. Ketika menyadari benda apa
yang beterbangan tadi ia tertawa.
"You became much fiercer. I congratulated you and you throw me these chess
stones?" Sekali lagi satu benda melayang. Kali ini papan caturnya sekali. Tapi Chang Lun
sudah siap. Ia menyambuti sambil terbahak.
"So you want to fight. Okay. So you'll know that I'm not below my brother."
Ching Ching 416 Setengah mati Ching menahan amarah yang memuncak. Ingin ia membunuh Chang Lun
saat itu juga ditempat. Dan setelah berbulan terlupakan, kini sakit hatinya
kembali merasuk. Untuk yang pertama kali setelah beberapa bulan terakhir ia
menyesali lweekangnya yang terlenyap. Namun meski dendam terhadap pemuda ini tak
terukur lagi, Ching masih tahu diri. Sekarang bukan saatnya. Lebih baik ia
menghindar buat sementara. Lain waktu Chang Lun pasti mendapat ganjaran. Kalau
perlu dengan menggunakan kakaknya.
"A-lian, let's go. The air stinks here. I want to go back to my room," katanya
pedas. Si Pelayan tak bersuara. Mengikut saja ia kepada si nona. Dalam haati berharap
supaya Chang Lun tak sampai berbuat macam macam. Bisa runyam nantinya. Tapi
harapannya tidak terkabul. Chang Lun malah menghadang di hadapan Ching- ching.
"Where are you going" He just left you for a minute and already you're looking
for your husband" I can keep you company."
Ching berlagak tidak mendengar dan tidak melihat. Tapi mukanya berobah merah.
Matanya menyala-nyala dan mulutnya terkatup rapat sampai tinggal menyerupai
segaris merah. "Wow, she's angry. And prettier too. I guess you like it here. Your face is
glowing. You even gained some weight."
Habis sudah kesabaran Ching diperhinakan sedemikian. Tangannya terayun hendak
menggampar mulut orang. Tapi Chang Lun terlebih gesit menangkap pergelangannya.
"Aduh, marah lagi. Kenapa......Aduh!"
Dalam jengkelnya Ching menginjak kuat kuat kaki sipemuda. Ia tahu ia tak berdaya
sekarang. Yang diandalkan cuma naluri semata. Naluri buat melawan, buat
menumpahkan kemarahan. Yang dilakukan juga bukan gerakan silat. Sekedar berbuat.
Tapi benar saja, Chang Lun tidak menduga. Ketika merasa sakit dikaki, tangannya
melepaskan. "A-Lian!" Ching memanggil pelayannya dengan suara gemetar. Si pelayan buru buru
mendului menunjukkan jalan. Tapi Chang Lun belum puas memperolok gadis ini.
Lekas ia mencegat kebali.
"Okay then, no more sweet talk. Are you really going to marry my brother?"
Ching melongo. Chang Lun ini apakah masih memperolok-olok " Tapi ia tidak lagi
cengengesan seperti tadi. Kali ini wajahnya angker. Matanya tajam berkilat.
"Even if you killed me, I--"
Plak! Giliran Chang Lun menampar. Ching menekap pipinya yang terasa pedas.
Matanya mencorong memandang si pemuda. Tapi Chang Lun tak kalah garang. Melotot
sama galak. "I knew you were a spy. You get nice with my brother, so you know where our
hideout is. Then you'll escape, telling everybody where it is, so they can wipe
us out. How low! Bitch!"
Ching menatap tajam. Sebenarnya sama sekali tak ada niatan dia berbuat seperti
apa yang dituduhkan Chang Lun. Namun kini hatinya sedang panas. Ia bertekad adu
jiwa sekarang juga dengan pemuda ini. Maka itu ia balas memaki.
"So what" Didn't you do exactly the same thing with my cousin, A-lan" Now I'm
just following in your footsteps. So you're mocking yourself!"
Perkataan Ching tepat mengena. Chang Lun tak dapat berkata kata.
"You just wait. I'll kill off your family the same way you did mine!"
"Go ahead and try. But not before I make you a cripple. I'll cut off your arms
and legs. I'll scar your face, so that no even Houw can recognize you. I'll make
you suffer for the rest of your life. You can't die, you can't take revenge.
Ching Ching 417 Your life will be worthless." Sambil berkata Chang Lun berkelebat mendekat.
Ching bersiaga. Begitu Chang Lun datang, ia akan membenturkan kepala sekuat
tenaga. Biar kepala mereka hancur sama-sama.
A-Lian yang melihat gelagat makin gawat, lekas menghadang di hadapan Chang Lun.
Gadis itu berlutut memohon. "Siaw-kongcu, ampuni Sio-cia. She was lying.
Honest!" "Stupid servant. Kau sendiri dengar dia memaki dengan kurang ajar. Why are you
defending her" You want to defect" Huh"!"
"I don't dare. But, please, don't act on your own. How will I explain to
Master?" "I'll handle my brother. Out of my way!" sekali mendepak A-Lian terpental sampai
dua tombak. "Master, don't! She won't be able to fight you. She has no strength left!"
A-Lian masih berteriak. "No strength?" Chang Lun terhenti. Tapi kemudian ia melanjutkan. "What's the
difference" Even if she had her strength, she would still die by my hands!"
Chang Lun maju lagi. Ching berdiri gagah. Tak gentar ancaman si pemuda. Tapi
belum lagi Chang Lun melanjutkan tindakan, tahu tahu satu bayangan berkelebat.
Mendadak saja pemuda perlente itu terjengkang kebelakang, tak kuasa bangkit.
Ching menoleh. Chang Houw berdiri disana. Mukanya merah. Ia marah.
"Apologize to Miss Lie!" he ordered his brother.
"Brother ... I ..."
"Do it!" nada suara Chang Houw mengandung perintah yang tak bisa dibantah.
Bahkan Chang Lun tak berani menentang. Ia bangun mengusap bibirnya yang
berlepotan darah. "Alright. This time I, Chang Lun, beg for your forgiveness." setelah bicara
pemuda itu terus berkelebat menghilang.
Chang Houw menoleh kepada Ching. Tapi gadis itu tengah membalikkan badan. Ia tak
mengucap sepatah kata. "Miss Lie ...," dia memanggil. Tapi Ching tidak menyahut. Menolehpun tidak.
Gadis itu berjalan menuju satu pintu batu. Ia tahu disitulah jalan terdekat
kembali ke kamarnya. A-Lian memandu di depan. Gadis itu juga tak berani
bersuara. Ketika Ching menghilang di balik pintu, sekelebat Chang Houw melihat
kilatan air dimatanya. Esok harinya ketika Chang Houw datang berkunjung, Ching tak mau menerima. A-Lian
memberi laporan bahwa sejak semalam gadis itu tidak bersuara. Menangispun tidak.
Hanya duduk diam dipembaringannya. Tidak makan, tidak minum. Tidak berbuat apa-
apa. Berhari hari cuma itu saja tingkahnya. Lebih celaka daripada sewaktu ia datang
pertama. Dulu masih marah-marah, masih memaki. Sekarang cuma diam dan diam.
Akhirnya pada hari kelima Chang Houw masuk ke kamarnya tanpa diundang.
Terperangah ia melihat pujaan hatinya kusut masai. Mukanya pucat, rambutnya
berantakan. Matanya menatap kosong. Sungguh menghibakan. Tergetar hati Chang
Houw dibuatnya. Ingin pemuda itu memeluknya, menghiburnya. Membiarkan sang
pujaan menangis di dadanya.
Tapi Ching tidak bersuara. Tidak mendengar dan tidak melihat apa-apa. Ia tidak
mengeluh. Apalagi menangis. Hanya setiap kali matanya mengedip, kentara hatinya
menahan siksa. Derita yang ditimbulkan dendam yang terlalu dalam. Tanpa daya
buat membalas. Chang Houw tak dapat hanya berdiri menatap. Ia mendekat, duduk di sisi
Ching Ching 418 pembaringan. Saat itu pertama kali ia berani memegang tangan Ching
terang-terangan. Menggenggamnya erat. Seolah dengan jalan demikian ia dapat
memberi kekuatan pada si nona. Ia juga tak berkata kata. Perasaannya tak perlu
diucapkan. Ching takkan mendengar. Tapi ia bisa merasakan. Si nona muda telah
mengetahui segala isi hatinya, seperti juga dia bisa membaca hati si gadis she
Li. Hanya dua hati. Melebihi seribu kata.
For a while they sat without moving. A-lian stared from the corner. Waiting.
Touched. Realizing that her master's wish would never come true. Between her
master and Lie Ching was a deep ravine, a splitting difference. Black and white.
Love and hate. Batas yang semu, yet endless.
"Lian, you take care of her. I'll be back." Chang Houw berkata. Sekelebatan saja
bayangannya sudah menghilang. Ada sesuatu yang mesti ia lakukan.
Yesterday, when he was summoned by his parents, Chang Houw knew that something
was going to happen. Every time both his parents called, sitting side by side
like prosecutors, meant that they were going to discuss something important. And
he didn't guess wrong. Even as he paid his respects, his mother asked him,
"Well?" Only one word. But so meaningful. Chang Houw knew. His mother was asking
about Miss Lie. But he did not know how to answer. So he kept silent. His head
bowed. "Well?" his mother asked again impatiently. "Did she agree?"
"I haven't asked her," Chang Houw replied.
"You haven't" It's been almost a year dan you haven't even asked her" Does she
know about your feelings for her?"
"I think she does?"
"So what are waiting for?" His mother heran. "Do you know how she feels toward
you?" Chang Houw was silent. Ching's feelings" He didn't know. He couldn't tell. The
girl was stubborn. Unpredictable. At one moment she seemed close and attainable.
At other, she could be as cold as a snowy peak. Chang Houw didn't know.
"A year. That's too long to wait. Ask her tomorrow and get this cleared. If she
doesn't make a sastisfying response, you don't have to wait any longer."
"But Mother ..."
"What?" "She's not like that. If I surprised her, she won't go for it. And she's already
so vengeful. I need time to..."
"There's no more time. We will make our move next year at the latest. The white
community has to be destroyed, or at least admit us as their superior. As number
one. Have you forgotten already?"
Chang houw hadn't forgot. Being number one in the Warrior World was his goal.
The goal his mother had brought him up with. A must. No matter how, no matter
what the obstacle. But that was then. Before he had ever met a girl named Lie
Mei Ching. Now his goal had almost dimmed, engulfed by the flame of love in his
heart. "Houw-ji?" This time his father spoke. With his loud thundering voice, but
making his soul serene. Patient.
"Yes, Father." "What's your opinion" Do you think Miss Lie wishes to join us?"
Chang Houw knew the answer to that. No! But he couldn't say that in front of his
mother. "I don't know."
"You don't know?" his mother yelled. "You still don't know" You can't even Ching
Ching 419 guess?" "My wife, the heart of a woman is deeper than the deepest ocean, harder to
predict that the weather. Just look at yourself. Aren't you that way also?"
"Yes. But this is just taking too much time..."
"Our son knows better about his love. Knows better how to conquer her. If he
says he needs a little more time, that means he does need it. It's success that
we want." Listening to her husband, the mother finally consented. "One more month. If she
still doesn't want to be my student, I myself will take care of her.
Understand?" Chang Houw nodded and left with heavy heart. How would he tell Ching about this"
She would surely decline. Maybe he'd better delay this. And think of a way to
trick the girl into consenting, and to be safe from her cruel mother.
But now, after seeing how Ching suffered so, Chang Houw didn't have the heart.
She had only met Chang Lun, and what effect did it have on her. Not to mention
if she was forced to be his mother's student. Then a member of the family. No.
The girl would feel tormented for the rest of her life. He'd better let her go.
Chang Houw'd rather lose her that to see her suffer, or to watch her killed. By
his own mother! Ching-ching mengawasi kepergian Chang Houw lewat ujung matanya. Ia melihat
betapa pemuda itu tergesa. Satu jalan telah terbuka! Sebentar lagi ia pasti
segera terbebas. Dan dendamnya akan terbalas. Setelah lama bergaul dan pasang
omong dengan Chang Houw, Ching-ching sudah dapat menduga setiap tindakan yang
akan dilakukan pemuda itu. Begitupun kali ini. Sesuai janjinya pada Chang Lun,
ia akan menggunakan cara licik menipu Chang Houw. Sebenarnya ia benci cara busuk
sedemikian. Jiwa pendekar ajaran maha guru Pek San Bu Koan masih membekas. Kalau
tidak tentu sudah lama ia terbebas dari kurungan. Tapi kali ini tak ada lain
jalan. Chang Lun terlanjur menyulut api dendam yang hampir habis terguyur
kebaikan Chang Houw. Kini si nona telah membulatkan tekad. Tak ada lagi yang
bisa menghalangi. Esok harinya Chang Houw kembali datang. Kali ini ia menyuruh A-Lian keluar.
Ketika tinggal mereka berdua, mulailah Chang Houw bercakap-cakap dengan si nona.
"Lie-Kouwnio, Lie-Kouwnio, are you listening to me?" Ia mengguncang tangan
Ching-ching. Namun si nona masih menatap lurus ke depan. "Lie Kouwnio, I've
arranged so you can leave. But you can't tell anybody about this. I'm going to
try to get the antidote for the poison in your body. But first, you must get
your strength back. So eat. And drink the medicine. After that, you can get your
revenge. I promise, you'll be free next month."
Mendengar ini hati Ching-ching bersorak girang. Tak sengaja matanya mengedip
lebih cepat. Chang Houw melihat. Ia tersenyum senang.
"Now rest up. Beginning tomorrow, I can't visit you anymore. I have to find the
antidote. But trust me, I'll do the best I can."
Ching-ching puas. Ia akan segera bebas. Apa yang pertama kali akan dilakukannya
" Tentu menemui Siaw Kui. Mendadak rindunya menumpuk pada pemuda itu. Ia ingin
segera bertemu. Lalu Yuk Toa-hu dan kakek angkatnya. Dan kawan kawanya di Pek
San Bu Koan. Bersama sama mereka akan berencana membalas dendam. Ya,
bersama-sama.... Sementara Ching-ching sibuk dengan pikirannya, Chang Houw juga mengerut kening.
Ia sudah mengetahui bahwa obat racun Sia-kang-tok-see (pasir racun pemunah
tenaga) kini disimpan oleh ibunya. Ia harus meminta pada ibunya. Tapi mana Ching
Ching 420 mungkin diberi. Bagaimana kalau berdusta bahwa Ching-ching sudah setuju
dijadikan murid" Ah, ibunya pasti girang dan memberikan obat pemunah itu dengan
sukarela. Tapi kemudian ia juga akan menemui Ching-ching dan terbongkar
semuanya. Apa dia harus mengajak Ching-ching bersekongkol, dan ... Tidak!
Ching-ching tak mungkin sudi. Ia kenal watak gadis itu. Ia harus berusaha
sendiri, tak bisa lain. Tapi cara bagaimana " Hanya satu jalan yang bisa
dipikirkan. Mencurinya. Tapi buat mencuri itu ia harus pertaruhkan jiwanya.
Beberapa hari Ching-ching menunggu, Chang Houw tidak juga datang. Si Nona sudah
putus harapan, sempat berpikir bahwa Chang Houw tak ingin melepasnya dan buat
selamanya ia takkan pulih. Tapi dalam hatinya Ching-ching masih menaruh
kepercayaan pada pemuda itu. Diam diam ia menduga duga, mana yang menjadi nyata,
pikirannya, ataukah perasaan hatinya lebih peka" Ia mendapat jawaban setelah
menanti delapan hari lamanya. Chang Houw datang dengan membawa sebuah kotak di
tangannya. Tanpa berkata-kata ia memberikan pada si nona, yang sudah tahu, apa
isi kotak itu. Pemuda itu cuma mengawasi betapa Ching-ching bergirang menerima
kotak tersebut. "Chang Kong-coe, I?Thank you. I do not know what to say," kata
Ching-ching. Senyumnya mengembang, wajahnya berseri. Tak lama lagi ia akan
kembali menjadi Ching-ching yang dulu, yang gagah, dan bebas.
Chang Houw tak berkedip melihat pemandangan dihadapannya. Lihatlah, bahkan
bidadari sekalipun takkan dapat menyamai kecantikan si nona sekarang ini. Tidak
buat Chang Houw. Semua capai-lelahnya untuk mendapat pemunah itu lenyap
mendadak. Ia tak ingat berapa kali jebakan senjata rahasia hampir membunuhnya.
Terlupakan betapa ia hampir mati di kamar rahasia ibunya. Dengan melihat
kegembiraan sang pujaan hati adalah lebih dari cukup buat membayar deritanya
semalam. Ching-ching masih bergembira beberapa saat. Menyadari betapa Chang Houw
mengawasi, ia menjadi jengah sendiri. Mereka sama terdiam, sibuk dengan pikiran
sendiri-sendiri. Tahu tahu Chang Houw teringat sesuatu. Napasnya tersentak.
"Miss Lie, when you've recovered, will you leave immediately?"
"Of course, I don't have any business with?" mendadak Ching-ching tediam.
Kembali dia diingatkan pada dendam keluarganya.


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maybe I should tell you. The antidote won't get you better in just a few days.
You'll have to take a lot of rest for some time. I think it's best that when you
leave this place, you go straight to your grandfather Yok-ong-phoa Yuk Lau. He
can treat you until you completely recovered."
"I will do what you say."
"You can leave in a few days." Suara Chang Houw terdengar lirih. "Wait until I
decide who can escort you out."
"Thank you." Suara Ching-ching tak kalah pelan. Sebenarnya tak enak hati ia
menerima begitu banyak kebaikan Chang Houw. Tapi mau bagaimana lagi "
Lagi lagi mereka membisu. Entah berapa lama. Sampai akhirnya Chang Houw bangkit
dan berpamit pada si Nona.
Sampai kemudian Chang Houw menuju kamarnya sendiri, ia terus mengenangkan Nona
She Lie itu. Teringat olehnya kegembiraan Ching-ching, tapi dalam sekejapan
terlihat kembali murung. Kenapa" Apakah dia merasa sedih lantaran harus
meninggalkan tempat ini" Harus meninggalkan Chang Houw" Ataukah dia cuma
berpura-pura di depannya"
Tapi sebentar lagi nona itu akan pergi. Itu yang terlebih membebani pikiran
Chang Houw. Kemudian untuk selanjutnya mereka takkan pernah berkawan lagi. Tidak
akan pernah lagi. Sebab Ching-ching mendendam pada keluarganya, dan ia takkan
Ching Ching 421 mungkin membiarkan siapapun menyakiti Ayahnya, Ibunya, atau adiknya. Tapi ia
juga tak mau Ching-ching celaka. Aih, sebenarnya kemanakah hatinya lebih berat "
Kepada Ching-ching atau kepada keluarganya " Chang Houw tak dapat menjawab.
Sekalipun ia telah mengurung diri dalam kamar mencari jawabnya.
Hatinya pedih mengingat sebentar lagi akan pepisahan dengan kecintaannya.
Menyesal ia tak boleh lebih lama berada dekat dengannya. Chang Houw memejamkan
mata. Terbayang wajah Ching-ching saat cemberut, saat marah, saat berduka, waktu
tertawa, tersenyum, bicara........ Chang Houw tak ingin kehilangan itu semua.
Namun ia tak dapat memiliki si Nona. Akan tetapi ada satu cara. Ia dapat
menyimpan semua kenangan akan Ching-ching dalaam gambar !
Segera pemuda itu mengambil gulungan kertas dan kuas. Lekas tangannya bekerja.
Ia harus menyelesaikannya. Semuanya. Mumpung ia masih ingat, sebelum hatinya
pedih oleh perpisahan, dan dendam. Chang Houw mencurahkan segenap pikiran dan
tenaga pada pekerjaannya sehingga tak menyadari akan lewatnya sang waktu. Tak
kurang dari tujuh buah lukisan telah selesai ketika suara ketukan di pintu
kamarnya terasa mengganggu. Dan tanpa dipersilahkan, tamu tak diundang telah
masuk kedalam. Chang Houw berusaha menyembuanyikan semua hasil pekerjaannya, namun tamunya yang
tak lain adiknya sendiri, telah lebih dulu melihat.
"Ah!" serunya setelah pulih dari terkejut. Ia mendekati sebuah lukisan. "Let's
see. What's my brother doing" Hmm, it's a pity this painting is too beautiful.
Prettier that the real person. Much prettier.
"Do you need something?" Chang Houw berlagak tidak dengar komentar Chang Lun.
"Toako, you're really crazy about her. You can get in trouble because of these
paintings, you know."
"What do you mean?"
"You were too busy painting to greet Mother home, weren't you?"
"Mother won't be back in three days."
"Those three days are passed already! She came home this afternoon. She waited
for you all day in the big room, but you didn't come. I wanted to tell you, but
she didn't let me. She had a very important news. She wanted to tell you first.
But you were too busy painting life-size people!"
"Is that true" Whoa, I better go to her!"kata Chang Houw tergesa.
"No use. She's already gone to rest. That's why I can come here to tell you. Be
careful, Toako. You know how she hates to be belittled, let alone by her own
son." "Yes, I know that." Chang Houw terduduk lemas.
Chang Lun hanya menggelengkan kepala. Sebentar kemudian ia pergi ke kamarnya
sendiri. Chang Houw menoopang kepala dengan tangan di dahi. Ia telah berbuat kesalahan
besar dengan mengabaikan ibunya. Oh, bagaimana bisa" Padahal ia tahu betul,
ibunya adalah pencemburu yang paling benci dinomorduakan. Bahkan dengan suaminya
sendiri ia tak meu kalah. Dari sepasang siluman ular ia yang memakai julukan
ular emas, sedang semua tahu emas lebih tinggi nilainya dari perak.
Sekarang, dia, anak kesayangan Kim Koay Coa, yang diharapkan dapat menggantikan
orang tua menjadi yang nomor satu di kolong langit, malah berani melupakan
ibunya. Sang ibu pasti marah besar. Apalagi kalau tahu apa yang menyebabkan.
siapa yang menjadikan sedemikian. Takkan ada ampun !
Chang Houw bergegas bangkit. Ia harus bertindak. Sekarang! Sebelum semuanya
terlambat! Ching Ching 422 Satu bayangan tampak menyelinap kedalam kamar batu dimana Lie Mei Ching tengah
terlelap. Gerakkannya amat cepat dan ringan tandanya orang berkepandaian tinggi.
Sosok itu mendekati tempat tidur dan terpekur mengawasi si nona. Namun saat
kemudian tanggannya lebih cepat bergerak ke muka orang.
Ching-ching tersentak dari mimpinya. Ia tak dapat bernapas. Seseorang mencoba
membunuhnya! Gadis itu menjerit dan meronta, berharap datang pertolongan dari
Sang Tuan Rumah. Tapi suaranya hanya serupa pekik yang hampir tak terdengar. Tak
ada gunanya berontak. Tangan yang memegangnya terlalu kuat.
"Sssssh, it's me!" came a soft whisper.
Ching recognized the voice. It was Chang Houw himself. What was he doing here
this time of night" "I will take off my hand, but you have to keep quiet."
Ching had no other choice than nod her head.
"I am going to get you out of this place, but we have to do it quietly. Get your
clothes. I'll wait outside."
Ching-ching bergegas-gegas. Sebentar saja ia sudah siap dengan baju ringkas.
Malam ini ia akan bebas! Dipandangnya sebentar kamarnya dari dalam kegelapan. Ia
tak akan kembali lagi ke sini. Tak akan pernah! Dara itu tak berlama-lama.
Segera disambarnya kotak pemberian Chang Houw kemarin dulu. Isinya belum
disentuh, tapi kalau mau benar-benar pergi tentu barang itu tak boleh
ketinggalan. Begitu sampai di luar kamar, Chang Houw meraih tangan Ching-ching. "Stay close
behind me. I'm going to get you out of here, but until we are out, you cannot
make any noise. Otherwise, we both could die."
Ching-ching nodded. Berbimbingan dengan Chang Houw, they both moved silently ...
Chang Houw membawa Ching-ching melewati lorong gelap yang panjeng dan
berbelok-belok. Entah bagaimana Kong-cu itu dapat berjalan sangat cepat dalam
kegelapan. Sedetik juga tak pernah ia merasa ragu akan jalan jalan yang
ditempuhnya. Diam diam Ching-ching merasa bersyukur bahwa Chang Houw memegang tangannya erat.
Kalau tidak, ketinggalan dua langkah saja pasti dia sudah tersesat jalan. Belum
lagi ia tak dapat lihat apa-apa. Tapi bersama Chang Houw ia selalu merasa aman.
Tindakannya juga mantap meski dalam gelap. Entah berapa lama sudah mereka
berjalan. Tahu tahu Chang Houw berhenti. Dengan sendirinya Ching-ching juga
tidak melangkah. Mereka berdiri dalam kegelapan dan keheningan beberapa lama.
Ching-ching tak tahu ada apa, namun ia tak berani bertanya mengingat peringatan
Chang Houw tadi. Tahu-tahu Chang Houw menghela napas. Terdengar nadanya seperti orang menyesal.
"We're caught." katanya lesu. "Tak ada gunanya main menggelap lagi."
"Now what?" tanya Ching-ching kecewa.
Mendadak terdengar suara 'blang' beberapa kali. Seketika tempat itu terang
benderang. Pintu-pintu rahasia disekitar mereka terbuka. Tempat mereka berdiri,
yang tadinya serupa lorong, kini berada di tengah tengah satu ruangan.
Beberapa orang laki berdandan serupa maju membawa obor. Beberapa lagi menghunus
pedang. Kemudian terdengar suatu suara menggeleser halus. Pelan, tapi berirama.
Suaranya berkumandang di semua tempat. Ching-ching sampai bingung darimana arah
datangnya. "Anak mempersembahkan hormat pada ibu tercinta." belum lagi orangnya tiba, Chang
Houw sudah mengucap salam dengan amat hormat.
Satu pintu rahasia terbuka lagi. Dari gelap muncul satu orang perempuan.
Ching Ching 423 Pakaiannya dari sutera merah bersulam benang emas. Meski dalam kegelapan juga
nampak berkilau. Apalagi terkena cahaya api, maka makin indah kelihatannya.
"Houw-ji, where are you taking her?"
Chang Houw did not answer. He stood with his head bowed.
Wanita yang disebut ibu oleh Chang Houw melangkah semakin dekat. Dengan kepala
tegak dan hati berdebar Ching-ching pentang mata. Sekarang. Ya, sekarang ini ia
akan dapat melihat satu orang yang namanya begitu ditakuti kalangan Bu-lim
belakangan ini. Nama yang menggetarkan hati tiap orang, namun tak pernah
terlihat wujudnya. Wanita itu dengan anggun melangkah maju. Cahaya obor pelan-pelan menerangi mulai
dari kaki terus ke atas. Semakin mendekat semakin jelas rupanya. Wanita itu
berhenti dihadapan Ching-ching dan Chang Houw.
"Miss Lie, how are you?" tanyanya sambil pamer satu senyum.
Tapi Ching-ching malah bergidik melihat senyumannya. Sambil membelalak tak
percaya ia mundur selangkah. "You ... you ..."
Selama kejadian, tangan Chang Houw belum lagi dilepas. Kini lantaran Ching-ching
mundur, jadinya tangan yang bertaut itu kelihatan oleh semua orang.
Si wanita juga melihat. Kemudian ia menyusul melirik anaknya.
Chang Houw mesti tahu diperhatikan sang bunda, tidak menjadi jengah. Pegangannya
kepada Ching-ching malah makin erat. Si nona yang terpana melihat Kim Koay Coa
tidak menyadarinya. "Houw-ji, Houw-ji. Perempuan yang kau kenal tidak kurang. Yang mengincar
kedudukan menjadi istrimu juga tak sedikit, kenapa kamu malah penujui gadis
kepala batu yang satu ini?"
Mendengar teguran Kim Koay Coa, Ching-ching jadi tersadar. Dengan muka merah
disentakkannya tangan sehingga terlepas dari genggaman orang. Ia undur lagi
beberapa tindak. Tangannya tracung menuding si Ular Emas.
"You ... It's not possible! You're dead!"
"No. You're wrong. Yo-si-su-thay is dead. I am still alive."
Memang Kim Koay Coa itu tak lain dari Yo Si Suthay adanya.
"But you're dead! Siaw-kui saw it!
"If I'm dead, then how can I stand here right now, in front of you?" jengek Kim
Koay Coa. "Your Siauw Kui was wrong. He saw a woman who looked like me and wore
a nun's robe." "So it was true. Yo Si Suthay was your disguise." Ching-ching menggumam.
"That's right. Sayang lantaran kau waktu itu menaruh curiga maka Yo Si Suthay
harus dibunuh mati." Kim Koay Coa tertawa. "Miss Lie, I do have to say, you have
keen observation. Nobody knew who I was for many years. But your little nose
appeared and my mask was taken off. I must congratulate you."
"But ... Then who is Gin-koay-coa?"
"You don't really expect me to tell you that, do you" Silakan kau putar otak
sekali lagi. Yang mau kuberitahukan adalah bahwa dendamku padamu sudah tertumpuk
banyak. Pertama karena kau membunuh ibuku. Kedua karena kau bongkar
penyamaranku, yang berarti hilang jerih payahku selama bertahun tahun. Tapi
separoh hutangmu kuanggap lunas karena aku juga telah menghabisi ayah-bundamu.
Separoh lagi boleh hilang bila kau mau menjadi pengikutku. Ai, sesungguhnya
sudah lama kuinginkan kau menjadi pengikut. Lebih baik lagi kalau kau bersedia
jadi menantu." Kim Koay Coa tertawa lagi.
"Your mother ... Who is your mother?" Ching-ching sibuk putar otak. Siapa gerangan
yang pernah dia bunuh dan usianya layak menjadi ibu siluman ini" Selama otaknya
Ching Ching 424 berputar, tak habis heran si nona. Yo Si Suthay adalah seorang yang terkenal
galak dan berdisiplin. Bicaranya juga jarang, cuma sekadar yang perlu. Namun
begitu berganti peran, betapa orang dapat omong banyak dengan lagak genit dan
manja, namun tetap punya wibawa.
"Lie Kouwnio, kalau kau lupa........."
"I haven't forgotten," kata Ching-ching. "Hek-coa-popo itulah tentu ibumu."
"You're smart. She is my mother. And you have to die for killing her. Unless you
join our family. A life for a life. Your life for my mother's."
"Never!" menjerit Ching-ching. "I would never ..." Sekejapan ia melirik Chang Houw
yang pias mukanya. Seketika si nona rem mulutnya dan balik omong. "Even if I
have to die today, I would never regret I have killed that ugly devil, so do not
expect me to go crawling to you to pay for my 'sins'" "Meski kumati hari ini
selamanya aku tidak menyesal telah membunuh iblis jelek ibumu itu. Maka jangan
harap ku mau bayar hutang- tebus dosa segala."
Wajah Kim Koay Coa yang tadinya penuh senyum itu menjadi beku seketika. "Then
die!" si nyonya mengeluarkan cambuk. Di pecutkannya ke udara. Terdengar bunyi
mendesis bergema. Ching-ching sekilas melihat cahaya ungu memancar dari kulit
ular yang dijadikan senjata itu. tahulah dia, racun jahat dioleskan kepada
sejata. Sekali terkena, entah bagaimana nasibnya.
"Nio ..." terdengar lirih suara Chang Houw. Suara itu entah pedih entah kecewa
ataukah berkuatir. "Houw-ji, stay out of this!" berseru Kim Koay Coa. Sekaligus ia lecutkan sekali
lagi pecutnya ke arah Ching-ching.
Ching-ching tahu, tak ada gunanya melawan. Tenaganya hilang, pula kepandaiannya
jauh berada di bawahan siluman ular itu. Namun si nona tak gentar. Ia berdiri
dengan sikap siaga. Terasa kuda-kudanya goyah. Tapi Ching-ching sedikitpun tak
mau unjuk kelemahan. Selarik sinar ungu menuju muka orang. Ching-ching siap menghindar. Tapi
sesungguhnya ia sadar tak mungkin lolos dari sambaran lecut orang. Namun sebagai
nona bandel, masa ia mandah saja dibunuh "
'Tarrr' terdengar suara keras ketika pecut mengenai kulit orang. Disusul
mengucur darah ke atas tanah. Tapi bukan Ching-ching yang jadi korban. Dalam
waktu cuma sekejap mata Chang Houw telah berdiri di hadapan si nona. Pecut
melingkari tangannya yang sengaja dipakai menerima. Terlihat bajunya hancur
terkena hawa panas pecut beracun. Kulitnya yang putih juga matang biru. Dan
darahnya yang menetes berwarna hitam. Inilah tandanya betapa jahat racun di
senjata orang. "Chang Houw!" Kim Koay Coa membentak. Nadanya seperti kaget, seperti marah,
terlebih lagi menyesal. "Nio, I beg of you. Please let Miss Lie go for now. Just this once."
"I ... You ...." Kim-koay-coa was speechless tak dapat berkata-kata beberapa saat
lamanya. Kemudian ia melempar satu botol kecil dari sakunya. "Houw-jie, take
this antidote." "Nio, I'll take it when Miss Lie is free."
"Houw-jie, you're really ..." Kim Koay Coa melotot gusar. "You'll die even before
she can leave this place! "Sebelum orang pergi kau sudah keburu mati!"
Chang Houw tegak ditempatnya. Botol obat telah digenggam ditangan, tapi ia belum
mau mengambil obat penawar.
"Master Chang, I do not ask for your protection. Take the antidote," Ching said.
She knew the poison was already spreading fast. If Houw did not take the
Ching Ching 425 antidote immediately, he could die. That means that he would die in vain because
of her. Padahal Ching-ching pantang berhutang budi pada musuh.
Chang Houw made no move. Matanya lurus memandang sang ibu. Mulutnya saja
bersuara. "A Warrior never take back his own words!" Perkataannya itu ditujukan
entah pada Ching-ching atau pada ibunya. Tetapi kedua wanita itu tahu, omongan
Chang Houw bukan sembarang diucapkan.
Kim Koay Coa memandang dingin wajah anaknya. "If I refuse, would you then die in
vain" Miss Lie will die, and you will be dead." "Kalau aku menolak, bukannya kau
nanti mati tersia-sia" Lie Kouwnio tidak selamat, kau sendiri terbinasa."
Chang Houw went silent. His mother was right. If he were dead, who else would
protect Miss Lie" She would never be able to escape this devil's lair. Then
again, to die on the same day would be good. They lived as enemy in this life,
who knew if they could be together in the next"
Kim Koay Coa tahu anaknya keras hati. Percuma ia membujuk sebagaimana. Karenanya
ia beralih bicara pada Ching-ching. "Miss Lie, if you surrender, not only I will
give you a comfortable life for the rest of your life, but I will also guarantee
your safety for the rest of mine. We can all be happy. No one is in debt, no one
does any favors for anybody." "Lie Kouwnio, andai kau mau menyerah, bukan saja
kuberi kehidupan enak sepanjang hidup. Tapi aku juga menjamin keselamatanmu
sampai akhir hayatku. Demikian kita sama sama enak. Semua sama senang. Tak ada
yang berhutang, tak ada yang melepas budi."


Ching Ching Karya ??? di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ching-ching mengerti maksud si nyonya. Andaikata Chang Houw mati, berarti dia
ikut berdosa. Tapi Kim Koay Coa menyebut tentang melepas budi segala. Berarti ia
tak tega melihat anaknya mati sekarang. Andaikata Chang Houw tidak tampak
menyerah, tentu Ching-ching akan dilepas bebas.
"I will not be a two-faced person," Ching replied. "Let us say that I surrender,
we both know that I will not do it wholeheartedly. One day, I will bikin celaka
kamu, and I would be betraying both sides. No, I choose death over that."
"Aku tak mau jadi orang muka dua." sahut Ching-Ching." Andaikatapun sekarang
kumenyerah, tapi tidak sepenuh hati. Lain hari pasti kubikin celaka kamu. Maka
dari itu daripada menghianati dua pihak, lebih banyak kupilih mati saja."
Tampak lamat-lamat senyuman di bibir Kim Koay Coa. Matanya menerawang jauh
seperti mengingat sesuatu. Lama tak ada yang bersuara di dalam ruangan situ.
'Bluk' tahu tahu Chang Houw rubuh. Ia memegangi dadanya. Mukanya mengunjuk rasa
sakit, tapi mulutnya sedikitpun tidak mengeluh.
Kim Koay Coa lekas memburu ke depan. Ching-ching yang terlebih dekat sudah maju
selangkah, tapi kemudian berhenti. Ia cuma memandang saja orang kesakitan.
"Take this!" Kim Koay Coa mengangsurkan satu buah Tan-wan (obat tablet) kemulut
anaknya. Chang Houw closed his eyes. "I'll wait until Miss Lie is safe," his lips moved.
Suaranya sudah amat lemah.
"Fine, I will do what you want. Miss Lie can go. You have my word." Kepala Kim
Koay Coa bergerak sedikit. Dayang yang memegang obor teru membuka satu pintu
rahasia. "Orang She Lie silahkan pergi." berseru Kim Koay Coa.
Sejenak Ching-ching ragu. Kalau ia pergi, mau tak mau ia menerima budi Chang
Houw. Tapi kalau ia diam ditempat, berarti Chang Houw mati. Meski pemuda itu
adalah musuhnya, bagaimanapun sikap pemuda itu sudah mendapat simpati si nona.
Lantas bagaimana baiknya"
Si nona melangkah. Ia berlutut di sampingnya Chang Houw. Diambilnya tan-wan di
tangan sang bunda, lalu disuapkannya ke mulut si pemuda. Semuanya dilakukan amat
Ching Ching 426 cepat dan tergesa. Baik Chang Houw maupun ibunya terkejut atas tindakan si nona. Saking terpana
mulut Chang Houw terbuka. Mudah saja buat Ching-ching membuat pemuda itu telan
obat penawar. "Master Chang, bagaimanapun I am in your debt. I do not know how to repay you. I
cannot let go my vow of vengeance, but other than that, even if you ask for my
life, I will give it to you," si nona berkata.
"Miss Lie, how can I ask for repayment when I have not done you any favors" aku
tak merasa melepas budi. Bagaimana mungkin minta balas jasa," Chang Houw said.
"You are here because I forced you to. As a good host, it is my duty to see you
off safely. Now you even have poison in your body. Is it not that I have wronged
you?" "Bukankah kedatanganmu kemari juga lantaran aku yang paksa. Sebagai tuan rumah
sudah kewajiban kalau kumengantar kau pergi dengan selamat. Malah kini kau
sedang keracunan obat. Bukannya aku yang berdosa padamu?"
Ching-ching waved this off. "I'm not good with speech. Aku tak pintar basa-basi.
I do not like to be in debt. Master Chang, you can ask anything of me and I will
try my best to fulfill it. If you do not ask, then I would rather take my own
life right here in front of you." Sikap Ching-ching lugas. Meski sungkan di
hadapan si tuan muda, tetap saja tak bisa bersikap mengikuti tata peradaban.
Chang Houw sudah kenal adat si nona. Maka dari itu tak ayal lagi terus berkata.
"Then I will ask this of you. In the future, whatever happens, I wish that you
will not fight with me menjadi lawanku pibu (bertarung)."
"Which means I cannot kill you," she said. "I accept." Kemudian tanpa berpamit
lagi ia terus mengikuti si dayang penunjuk jalan.
"Orang she Lie!" memanggil Kim Koay Coa. "Ini!" Ia melemparkan satu buah benda.
Dengan sigap Ching-ching menangkap. Begitu menerima ia seketika menjadi pucat
sembari meraba saku. Ternyata kotak obat pemberian Chang Houw tidak lagi
ditempatnya, justeru berpindah di tangan. Kim Koay Coa telah mengambil tanpa
sepengetahuan. Baru Ching-chign menyadari seberapa tinggi ilmu orang.
Akan tetapi gadis itu tidak perlihatkan perasaan. Tanpa mengucap sepatah kata ia
membalik dan melanjutkan langkah.
Chang Houw mengikuti kepergian si nona dengan perasaan kacau. Ia merasa lega,
tapi berduka. Seperti ada sesuatu yang hampa dalam hatinya. Hilang terbawa oleh
kepergian gadis itu. Namun Chang Houw sadar, bagaimanapun ia dan si nona she Lie
berada di dua pihak yang bertentangan. "Andai saja keadaan tidak begini."
diam-diam ia membatin. White Mountain dari kejauhan amatlah indah dipandang mata. Puncaknya yang
menjulang dilapisi awan. Lerengnya seringkali seperti terhalang kabut tipis.
Sesuai namanya Pek San yang menampilkan pemandangan putih belaka. Namun apabila
makin didekati, warna putih itu makin pudar. Bahkan apabila telah tiba di kaki
gunung itu sendiri, jangan harap melihat salju, atau kabut. Yang ada hanya warna
hijau seperti kebanyakan gunung lain. Bahkan lereng gunung Pek San lebih subur.
Pohon-pohon besar tumbuh disitu seolah memagari kaki gunung.
Di kaki gunung itu Ching-ching berhenti sebentar untuk beristirahat.
Dipandanginya alam sekitar yang sudah pernah ia kenal.
Tiada yang berubah. Semua masih tampak sama. Tapi sudah berapa lama ia tidak
menginjak lereng gunung itu. Setahun" Padahal orang-orang yang kini merupakan
kerabatnya terdekat tinggal disitu.
Setelah mengaso sejenak, Ching-ching meneruskan berjalan ke tujuan. Rumah tabib
Ching Ching 427 Yuk. Ia mesti merepotkan kakek angkatnya itu sekali lagi.
Melihat pondok Si Raja Obat, mendadak Ching-ching merasa berdebar. Ia seperti
juga pulang ke rumah. Tahu-tahu dirasanya teramat rindu pada sang kakek.
Secepatnya ia berlari ke pondok sederhana itu.
"Yuk Kong-kong!" sepanjang jalan ia berteriak memanggil.
Di pekarangan depan dilihatnya sang raja obat tengah menjemur berbagai macam
akar-akaran. Ia memanggil sekali lagi.
Melihat siapa yang datang, Yok Ong Phoa amat terkejut. Tangannya gemetar. Akar
obat yang mau dijemurnya berantakan ditanah. "Kau..........." ia menuding dengan
bingung. Ching-ching tak kalah heran melihat reaksi orang.
"Kong-kong, apa sudah lupa" It's me, Ching-ching!"
"Ching-ching!" tabib Yuk lantas mendekat. Beberapa batang akar obat terinjak,
tapi ia tak ambil peduli. Diperhatikannya muka si nona. "Oh my. You're still
alive?" Terbengong Ching-ching jadinya. "When did I die?"
"Ah-Lau and Wang Li Hai. They brought home the news that ...Wait, I have to tell
them about this." Yok Ong Phoa Yuk Fung menyuruh cucu angkatnya itu menunggu. Ia sendiri terburu
buru menuju ke Pek San Bu Koan untuk mengabarkan kepulangan Ching-ching.
Sebenarnya Ching-ching sendiri tak tega melihat Kakek itu sedemikian repot. Tapi
mau bagaimana. Ia sendiri ingin ketemu dengan kawan-kawan yang lain, padahal
sudah disumpah tidak menginjak Pek San Bu Koan lagi seumur hidupnya.
Tak terlalu lama, Ching-ching sudah mendengar langkah orang berlari. Benar saja,
kemudian ia melihat Chia Wu Fei datang, susul menyusul dengan Miaw Chun Kian dan
Yuk Lau. "Ching-moy!" mereka semua berteriak serempak begitu tiba dipondok. Tapi ketika
melihat Ching-ching berdiri di depan pintu dengan tertawa, kesemuanya cuma bisa
berdiri menjublak. Wu Fei adalah yang paling pertama bergerak. Sekali berkelebat ia menarik rambut
Ching-ching. Nona itu tidak menduga, dengan sendirinya tak sempat mengelak.
"Aww! Wu Fei-ko apa-apaan?"
"Huaa, Ching-ching, you are still alive!"
"Of course I am. Kalau sudah mati apa bisa merasa sakit?" gerutu si nona.
Serentak yang lain-lain ikut bersorak. Mereka berebut pasang omong duluan dengan
si nona. Jelas orang jadi bingung dibuatnya.
"Aaaa!" tahu tahu Ching-ching berteriak. Yang lain kaget, terdiam.
"Aku mau lebih dulu menanya!" kata si nona galak. "Kalian dapat kabar aku sudah
mati dari mana?" "Sam-suheng yang bilang!" menuding Wu Fei.
"That's right. Memang aku yang membawa kabar. Aku sendiri mendapatkan di
markasnya partai agama di Kong An, dari seorang pemuda bernama Tan Hai Chong. Ia
bilang ketika kau ditangkap Kim Gin Siang Coa Pang, mereka membunuhmu ditempat.
Mayatmu dibakar, abunya disebar."
"Kurang ajar budak itu! Justru Tan Hai Chong itulah yang bersama gurunya
mempedayai aku. Jelas dia tahu aku masih hidup. Kenapa pula ia berkata yang
bukan-bukan. Eh, darimana Gie-ko (kakak angkat) mengenal dia ?"
"Dia pernah ada hutang budi dengan Sian Toa-ko Chow Fuk. Maka dari itu mau
memberi keterangan mengenaimu. Tak tahunya kita ditipu mentah-mentah." Wajah Yuk
Lau tampak dendam. "Bangsat tak tahu diri!" ia mengumpat.
Ching Ching 428 Ching-ching noticed that Yuk Lau called orang sebagai Big Brother. Berarti kedua
kakak angkatnya itu sudah berbaikan. Tetapi di depannya Yuk Lau also added
'late'. Seketika wajah si nona pucat.
"Apa...apa yang terjadi pada Toa-ko?" "What-what happened to Toa-ko?"
"When his teacher caught him talking to me,
"Ketika dipergoki gurunya bahwa toa-ko sering bertemu denganku, ia dianggap
penghianat dan tiada pengampunan lagi. Karena untuk menyelamatkan aku supaya
dapat mencarimu toa-ko melawan habis-habisan gurunya. Ia......." suara Yuk Lau
mendadak serak. Ching-ching sendiri amat terpukul. Kepalanya terasa pening. Kakinya lemas. Tak
terasa ia jatuh berlutut.
"Ching-moy!" Wu Fei memayangnya berdiri."Lebih baik kita bicara di dalam saja!"
katanya sambil mendului membawa si nona kedalam.
Beberapa saat lamanya Ching-ching tak dapat berbicara. Ia menangis tanpa suara.
Tapi kemudian ia tersenyum sambil menghapus airmata.
"Paling tidak kini semua orang tahu bahwa toa-ko bukan orang jahat. Soal
kematiannya biarlah kelak kita yang membalas."
Melihat si nona tidak lagi berduka malah nampak bersemangat, yang lain tertular
merasa lebih gembira. Apalagi sebenarnya kematian Chow Fuk sudah lama terjadi.
Masa berkabung juga sudah lewat. Tak heran mereka mudah kembali cerah. Semuanya
cuma merasakan kegembiraan atas kepulangan Ching-ching yang tak lurang suatu
apa. Tidak ada yang tahu betapa perasaan gadis itu yang sesungguhnya. Ia merasa
berdosa atas kematian Chow-Fuk. Sedikit banyak ialah yang menyebabkan. Andaikata
ia tidak sampai tertangkap oleh Chang Houw, pasti tak ada kejadian macam begini.
Dendamnya kembali berkobar. Tapi dipihak lain ia juga merasa berhutang budi pada
musuh besarnya itu. Lebih celaka, ia pernah menganggapnya sebagai kawan.
"Tahu tidak, gara-gara mendengar kabar kematianmu, kami anak murid Pek San Bu
Koan banyak kau bikin repot. Dari berkabung sampai upacara sembahyangan kami
lakukan semua. Tahukah " Suhu sampai 40 hari pantang makaan daging." ocehan Wu
Pendekar Bodoh 2 Pendekar Rajawali Sakti 62 Tuntutan Gagak Ireng Jaka Lola 12
^