Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 11

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 11


lagi, nenek kembar itu melesat ke luar gelanggang, langsung
turun gunung. Di kemudian hari dua nenek itu lebih banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam di perkampungan, mengasingkan diri, tidak mau lagi
bertualang dan melanglang dunia kependekaran.
Sekonyong-konyong Geni mendengar suara lirih memanggil
namanya. Suara itu seperti dikenalnya. Dia menoleh ke arah
suara. Seorang perempuan cantik memandang kepadanya.
Sepasang mata itu tidak berkedip. Geni mengenali. "Sekar!"
Geni melihat seorang lelaki jangkung usia limapuluhan
berdiri di sisi Sekar, menggenggam tangan si gadis. Sekar
menoleh berkata kepada lelaki itu, "Aku hanya mau mengucap
kata perpisahan. Biarkan aku, kamu tahu aku tidak akan
melarikan diri." Geni mendengar apa yang dikatakan Sekar. Kenapa" Apa
yang terjadi" Mengapa sikap Sekar begitu tawar padanya" Ia
menatap lekat lelaki itu tetapi belum pernah mengenalnya.
Lelaki itu tampan, berdandan mewah. Dari bentuk dan warna
pakaiannya, orang itu pasti dari keraton Kediri. Lelaki itu
melepas genggaman membiarkan Sekar maju beberapa
langkah. Sekar berhenti dalam jarak beberapa tombak dari
Geni. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Aneh, limabelas bulan
berpisah, dan kamu tidak lari memeluk aku sebagaimana
biasanya," berpikir demikian Geni diam tidak bergerak Ia
menatap Sekar. Diam sesaat, dia menyapa kekasihnya.
"Sudah lama kita tidak berjumpa, kamu masih cantik dan
semakin cantik. Apa yang terjadi, isteriku Sekar?"
"Aku berduka mendengar kematian kangmbok Wulan.
Tetapi nasibku juga tidak beruntung. Nenek Dewi Obat dalam
tawanan mereka. Aku tak bisa lari, aku harus bersedia menjadi
isterinya dan dia akan membebaskan Dewi Obat." Dia berkata
lirih yang hanya bisa didengar suaminya.
Geni terkejut. "Siapa orang itu" Siapa mereka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia Pranaraja, dia mahamenteri orang kepercayaan
Baginda Raja Tohjaya, ia paling berkuasa, melawan dia sama
dengan melawan seantero kerajaan Kediri."
"Aku tak akan melepas kau pergi, aku mencintaimu Sekar,
apa pun yang terjadi aku akan menghadapi bahkan seluruh
kerajaan Kediri sekali pun."
Dia memandang mesra kekasihnya. "Aku mencintaimu
Geni, tetapi nasibku memang buruk Aku harus pergi, sampai
jumpa." Dia membalik tubuh. Pada saat itulah dia melihat
seorang nenek tua sedang melangkah terseok-seok dengan
memanggul tongkat sapu lidi. Langkah nenek itu menuju
rombongan punggawa Kediri. Siapa lagi kalau bukan nenek
dan gurunya, Si Nenek Sapu Lidi.
Sekar mencium sesuatu bakal terjadi Neneknya pasti akan
berbuat sesuatu untuk menolongnya. Dia membalik tubuh,
memandang Geni dan bibirnya bergetar. Sekar mengirim
suara. "Geni bersiaplah untuk tarung, nenekku sudah datang,
ia pasti berbuat sesuatu!"
Saat berikut Sekar berbalik. Ia melangkah ke Pranaraja.
Neneknya sudah sangat dekat dengan rombongan Kediri.
Melihat nenek tua renta yang jalannya saja sudah terseok-
seok, tak seorang pun curiga sehingga membiarkan si nenek
mendekati rombongan. Mendadak Nenek Sapu Lidi bergerak
cepat Ia menyerang dengan sapu lidi Sekar ikut menerjang.
Pada saat bersamaan Geni sudah melayang.
Pranaraja dan rombongan tak menyangka. Gebrakan nenek
tua itu dahsyat, beberapa punggawa terdorong mundur.
Pranaraja yang ternyata seorang sakti berusaha mencegah,
namun Geni sudah sampai di dekatnya. Geni marah, mengibas
dua tangan bagai menyibak air di kolam Kesiuran angin dingin
menerpa Pranaraja dan orang di sekitarnya. Pada saat yang
sama Sekar menerobos ke dalam rombongan. Ia bersama
neneknya bertarung keras, banyak korban berjatuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keributan yang terjadi memancing orang lain. Gayatri
mengajak dua pembantunya membantu Geni. Meski tidak
mengenal orang, namun mudah mengenali lawan, karena
semua punggawa Kediri mengenakan seragam keraton.
Prastawana dan lima murid Lemah Tulis ikut meluruk, ini
pertarungan sang ketua artinya juga pertarungan mereka.
Hanya dalam sekejap nenek tua dan Sekar berhasil
menolong Dewi Obat yang tertawan. Dua pendekar itu
melindungi Dewi Obat. Gayatri dan pembantunya bertarung
lawan Lembu Ampai, Samba dan Hanggada. Murid Lemah
Tulis dipimpin Prastawana tarung lawan anggota Sinelir Kediri.
Di sisi lain Wisang Geni terlibat tarung hebat dengan
Pranaraja. Bentrokan tangan menimbulkan suara keras dan
kesiuran angin. Geni mulai menggelar ilmu silat Menunggang
Angin, ia melayang sambil mencecar serangan beruntun ke
Pranaraja. Orang sakti ini kewalahan dan terdesak mundur.
Beberapa anggota Sinelir meninggalkan lawan mereka untuk
membantu Pranaraja. Tiba-tiba Pranaraja berseru, "Berhenti!"
Suaranya keras dan terdengar wibawa. Semua orang
berhenti tarung. Nenek Sapu Lidi dan Sekar menuntun Dewi
Obat mendekati Wisang Geni, begitu pun Gayatri dan dua
pembantunya serta murid Lemah Tulis. Dua rombongan ini
saling berhadapan. Pranaraja membusungkan dada. Ia memang terkenal
cerdas dan sakti. Dua hal itu membuatnya menjadi penasehat
dan orang kepercayaan Raja Tohjaya. Ia tadi melihat,
pihaknya sulit menang meskipun belum tentu akan kalah.
Lawan sangat tangguh. Saat itu rombongan Tumapel dipimpin
Panji Patipati belum ikut campur. Keadaan jelas tidak
menguntungkan pihaknya. "Tidak ada gunanya tarung dilanjutkan, akan jatuh banyak
korban. Ini hanya salah faham Kami menawan Dewi Obat dan
cucunya, karena perbuatan mereka yang menentang kerajaan.
Tetapi meneliti lebih lanjut, aku melihat perbuatan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya suatu kesalahan kecil. Melihat bahwa mereka punya
hubungan kerabat dengan Ki W isang Geni dan Lemah Tulis,
maka aku mewakili Baginda Raja membebaskan kalian semua
dari tuduhan makar terhadap keraton Kediri."
Ia menatap Wisang Geni bergantian Sekar. Sambil
menghela napas panjang, Geni mengangguk setuju. "Terimakasih atas kemurahan hati paduka mahamenteri
bahwa pertarungan ini dihentikan dan kami bebas dari
tuduhan makar. Tetapi kalau diperkenankan, boleh aku
menanyakan suatu masalah di luar urusan ini?"
Pranaraja mengangguk. Geni berkata lirih tetapi suaranya
didengar semua orang. "Paduka mahamenteri, suatu waktu
sepasang suami isteri dikeroyok sepuluh orang yang ilmunya
mumpuni. Si isteri mati bersama bayi dalam kandungannya.
Jika sang suami membalas dendam, apakah itu bertentangan
dengan peraturan umum atau peraturan kerajaan?"
Pranaraja tercenung. Dia tak tahu cerita apa di balik
pertanyaan Wisang Geni. "Khusus kasus yang sampean sebut
itu, maka balas dendam sang suami dianggap wajar dan tidak
menyalahi peraturan."
"Terimakasih, tuan. Perkenankan aku menantang Lembu
Ampai tanpa melibatkan kerajaan Kediri. Dia bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap isteriku yang
waktu itu sedang mengandung anak pertamaku." Geni
menatap mata Pranaraja. Ada sinar mata memohon dalam
mata Geni yang tidak luput dari pengamatan Pranaraja. "Dia
memohon padaku, tetapi dia juga bisa bersikap tegas, lagi
pula ini kesalahan Ampai pribadi," pikirnya.
Ia memanggil Senopati Samba. "Kamu perintahkan semua
anak buahmu, tidak boleh ikut campur urusan itu. Lembu
Ampai yang berbuat, maka dia harus bertanggungjawab, biar
tarung ini berlangsung adil. Aku suka nonton tarung yang
adil." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suasana hening. Sebagian orang mengira pertarungan
sudah selesai. Mendadak Geni berseru lantang, "Lembu Ampai
kamu bersama pasukanmu dan Lembu Agra mengeroyok dan
membunuh isteriku, aku sudah bersumpah akan menagih
hutang nyawa ini. Lembu Agra sudah mati. Kini aku menagih
tanggungjawabmu." Lembu Ampai terkesiap. Nyalinya ciut melihat keperkasaan
Geni. Tetapi di depan anak buah dan atasannya Pranaraja, dia
tak mau hilang muka "Aku laki-laki sejati, bertanggungjawab
atas semua perbuatanku. Tetapi bagaimanapun juga sebagai
hamba kerajaan aku punya orang bawahan dan juga punya
atasan. Pertarunganku dengan sampean pasti akan melibatkan
banyak orang kerajaan."
"Sampean pintar dan licik, tetapi pengecut. Kamu mau
melibatkan banyak orang, bahkan kalau perlu kamu mengajak
seluruh otang keraton Kediri, kamu berlindung di balik pangkat
kerajaan, tetapi kamu sendiri tidak berani bertanggungjawab
atas perbuatan membunuh isteriku, kau mengaku sebagai
lelaki sejati tetapi kamu sebenarnya seorang pengecut kerdil,
kamu memalukan citra punggawa kerajaan Kediri."
Lembu Ampai naik darah. Dia mencabut senjatanya. "Itu
sudah hukum alam, kalau kamu memusuhi aku itu sama saja
kamu melawan kerajaan, itu artinya kamu memberontak dan
hukuman bagi pemberontak adalah mati! T angkap dia!"
Mendadak Senopati Samba berseru, "Maafkan saya,
kangmas Ampai. Atas perintah Paduka Yang Mulia
Mahamenteri Pranaraja, semua punggawa Kediri tak boleh ikut
campur. Urusan ini adalah tanggungjawab kangmas Lembu
Ampai seorang, biarkan tarung ini berlangsung adil, satu
lawan satu. Aku sendiri yakin kamu akan bisa mengatasi
lawanmu itu." Para punggawa Kediri terkesima. Apa yang dikatakan
Pranaraja adalah perintah atas nama Raja Kediri. Tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang pun berani membangkang. Kepala Patlikur Sinelir
senopati Samba telah mengumumkan perintah Pranaraja.
Semua punggawa mengambil posisi istirahat, begitu juga
para punggawa Tumapel dan murid Lemah Tulis. Kejadian ini
di luar perhitungan Lembu Ampai. Semua berantakan, Lembu
Agra dan para pendekar sewaan mati di tangan Geni. Bahkan
sekarang ini Pranaraja dan punggawa Sinelir lepas tangan, tak
mau terlibat. Dia harus menghadapi Wisang Geni satu lawan
satu. Bagaimanapun juga Lembu Ampai seorang pendekar yang
punya karakter dan ilmu silat mumpuni. Dalam situasi sulit dan
terdesak, dia meyakinkan diri sendiri akan melawan Wisang
Geni sampai titik darah penghabisan. Seorang pendekar,
kalaupun harus mati, dia mati bersama kehormatan dan harga
diri. "Sehebat apa pun ilmu silat W isang Geni, ia toh belum
merasakan hebatnya pukulan Gelap Ngampar, jurus Keris
Tujuh Kembang dan duabelas Pisau Terbang Formasi Bunga
Mawar." Lembu Ampai melangkah ke tengah gelanggang.
Langkahnya pasti. Ada keyakinan dalam pikirannya, ilmu ilmu
silat tidak berdiri sendiri tapi didukung pengalaman,
kematangan, strategi licik dan licin. Semua aspek itu
dibutuhkan seseorang untuk memenangkan pertarungan mati
hidup. Wisang Geni menatap Lembu Ampai yang sangat percaya
diri. Matanya tajam, dalam dan dingin. "Orang ini kejam dan
licik. Aku tak boleh meremehkan orang ini. Dia pernah
menyerangku dengan pisau terbang, senjata itu sangat
ampuh, aku harus waspada." Berpikir demikian, Geni
mengembangkan dua tangannya, mengangkat sana kakinya
dalam sikap menanti. "Hutang nyawa bayar nyawa, beberapa
waktu lalu kamu menghalangi aku menolong isteriku. Kamu
sepuluh orang mengeroyok aku dan isteriku, padahal kita tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah bermusuhan bahkan kita tak pernah bertemu
sebelumnya." "Wisang Geni, sampean tak perlu bicara ngalor ngidul,
mencari simpati orang. Waktu itu kita belum tarung tuntas,
sekarang keadaan sangat berbeda, ini tarung mati atau hidup.
Terimalah tamparan dari neraka." Belum habis ucapannya,
Lembu Ampai sudah menerjang dengan tamparan berantai.
Dua tangannya bagaikan saling mendahului. Angin panas
terasa oleh sebagian orang dalam radius beberapa tombak.
Itu jurus Gelap Ngampar. Geni mengelak dan menangkis sambil balas menyerang
dengan pukulan keras. Dalam sepuluh jurus, keduanya saling
serang. Dalam pertarungan pertama beberapa bulan silam,
keduanya saling pukul dan menguji tenaga dalam. Waktu itu
Geni unggul tipis. Sekarang, Lembu Ampai tarung beda strategi. Ia
menyerang ganas tetapi selalu menghindari adu tenaga
Lembu Ampai mengetahui nyawanya kini tergantung pada
kemampuannya sendiri, tidak lagi mengharap bantuan orang
lain. Geni me ladeni gempuran Gelap Ngampar lawan dengan
lamban. Bergerak dan melayang seperti awan yang digiring
angin, semua berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada
ketergesaan. Geni melihat pertahanan Lembu Ampai sangat
rapat. Ternyata Ampai tangguh melebihi Agra. Ada bedanya,
jika Agra sangat bernafsu dan kelewat percaya diri dengan
Pitu Sopakara. Lembu Ampai lebih hati-hati karena mengetahui ilmu silat
Geni sangat tinggi "Dia sudah bertarung menghadapi banyak
lawan, sudah melewati seratus jurus lebih, tenaganya pasti
terkuras. Aku hanya menunggu dia letih, saat itulah aku
meyerang dengan pisau terbang," katanya dalam hati. Berpikir
demikian, Lembu Ampai bertarung waspada, sabar dan tidak
bergegas. Dia lebih banyak bertahan dan mengulur-ulur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waktu. Jurus Keris Tujuh Kembang dan tamparan Gelap
Ngampariidak mudah ditembus Geni.
Manusia punya keterbatasan, tenaga manusia terbatas.
Wisang Geni bukan manusia dewa. Letih mulai mengganggu
geraknya. Sejak dari Gondang, melakukan perjalanan ke
Lemah Tulis ia tidur semalam. Esok harinya ke Argowayang,
empat hari perjalanan. Tadi siang begitu tiba dia langsung
terlibat tarung lawan Lembu Agra dan begundalnya. Sejak
siang sampai saat ini ketika matahari senja mulai redup, ia
sudah tarung ratusan jurus.
Pertarungan memasuki jurus tujuhpuluhan. Geni mengeluh,
sadar tenaganya mulai berkurang digerogoti keletihan. Pikiran
dan geraknya tidak lagi menyatu. Namun Geni masih bisa
berpikir jernih. Bahwa ia harus selesaikan pertarungan
secepatnya, sebab makin lama ia semakin letih. Ia harus
berani mengambil resiko meski pun sangat berbahaya.
Letihnya Geni tidak luput dari pengamatan Lembu Ampai.
Gerak Wisang Geni tidak sehebat sebelumnya. Namun Lembu
Ampai masih ragu, apakah menyerang sekarang juga atau
menanti beberapa saat lagi sampai lawannya benar-benar
letih. Maka Lembu Ampai terkejut ketika Geni menerjang maju.
Geni memukul dada Lembu Ampai. Diam-diam senopati Kediri
ini girang. 'Tucuk dicinta ulam tiba, kesempatan akhirnya
datang juga, kini saatnya aku menyerang dengan dua belas
Pisau T erbang Formasi Bunga Mawar," pikir Lembu Ampai
Lembu Ampai memapas tangan Geni dengan keris, tangan
lainnya memukul pelipis. Geni mengelak sambil mengibas
kepala lawan. Lembu Ampai merunduk menghindari pukulan
Geni sambil melepas keris, merogoh pisau di balik baju dan
menghentak dua tangannya. Duabelas pisau terbang
menerkam Geni. Kemudian ia menyambar kerisnya sebelum
jatuh ke tanah. Lima gerakan itu dilakukan Lembu Ampai
dalam sekejap mata. Sempurna.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Duabelas pisau melejit dalam Formasi Bunga Mawar
mengarah dua belas titik penting tubuh Geni. Terdengar jerit
penonton, serangan pisau terbang itu di luar dugaan. Dalam
jarak sangat dekat, terpaut hanya satu tombak, Lembu Ampai
dan penonton menduga pisau akan menghunjam tubuh
Wisang Geni. Serangan itu mengejutkan Geni, yang tidak
mengira lawan menyerang sekaligus dengan duabelas pisau
terbang. Tetapi Geni tidak panik.
Tak ada kesempatan mengelak atau pun menangkis. Geni
membuat gerakan aneh, dua tangannya ditekuk di depan
dada, kemudian memutar tubuh Tubuhnya berputar di atas
satu kaki sebagai sumbu, gerak putarnya sangat cepat, bagai
gasing. Bersikap seperti angin, bagaikan hamuk Lesyus,
Nilapracoda dan Bajrapgti, angin topan yang dahsyat.
Penonton tidak bisa menyaksikan apa yang terjadi, kepulan
debu dan dedaunan kering yang terbawa dalam pusaran angin
dahsyat telah menutup pemandangan. Wisang Geni dan
Lembu Ampai seperti lenyap dalam pusaran angin. Sesaat
kemudian, sebelas pisau melejit keluar dari kepulan debu
dengan tenaga sambaran yang sangat kuat. Untung pisau
terbang itu tidak mengenai seorang pun dari kalangan
penonton. Saat berikutnya terdengar jeritan. Perlahan-lahan pusaran
angin menghilang, debu menipis. Lembu Ampai terhuyung-
huyung, dua tangannya tergantung tanpa tenaga, dua
kakunya lemas, kepalanya menengadah sambil mengerang
kesakitan. Dia rubuh di tanah. Tubuhnya tak bergerak, tewas.
Kemudian orang me lihat W isang Geni duduk bersila, sebilah
pisau nancap di pundaknya.
Apa yang terjadi merupakan keajaiban, dalam keadaan
tersudut dan mustahil bisa lolos dari sergapan pisau terbang,
sekilas Geni menemukan jalan keluar. Putaran tubuhnya yang
begitu cepat bagaikan gasing telah menyedot semua pisau
ikut terbawa putaran. Hanya sebab datangnya pisau terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat, maka satu di antaranya yakni yang terdepan sempat
menghunjam ke pundak Geni. Namun putaran tubuh itu telah
memunahkan sebagian tenaga pisau sehingga hanya sepertiga
badan pisau yang menusuk ke dalam daging pundaknya.
Lembu Ampai tidak hanya menyerang dengan duabelas
pisau terbang, tetapi membarengi tusukan keris dan hantaman
Gelap Ngampar ke kepala Geni. Lembu Ampai yakin,
serangannya pasti menewaskan lawan. Sama sekali di luar
perhitungannya, jika tubuhnya bisa ikut terbawa pusaran
angin dahsyat. Bahkan ia merasa tenaga pukulan lawan
menghantam pundaknya membuat kerisnya terpental dan
tangan Geni menampar kepalanya. Lembu Ampai merasakan
kesakitan luar biasa sebelum tubuhnya doyong lalu terhempas
ke tanah. Semua orang takjub. Lembu Ampai tewas. Padahal tadinya
mereka mengira W isang Geni yang bakal tewas. Di tengah
gelanggang Geni masih bersila. Prastawana dan murid Lemah
Tulis maju mengelilingi dan me lindungi ketuanya. T ampaknya
pertarungan Argowayang usai sudah. Sebagian besar
penonton kembali ke rumah masing-masing seiring matahari
senja mulai tenggelam. Prawesti dengan wajah bingung memandang Geni. Mata
lelaki itu tertutup, tetapi nafasnya seperti biasa. Prawesti
mengulur tangan, hendak mencabut pisau di pundak
ketuanya. Tetapi dicegah Sekar.
Gayatri juga mencegah, berseru, "Jangan, jangan kamu
cabut pisaunya!" Prawesti yang sejak bertemu sudah cemburu dan kesal
terhadap Gayatri, tak mau peduli. Ia meneruskan maksudnya.
Tetapi Sekar dan Manjangan Puguh yang entah kapan
bergerak, sudah berada di dekat Geni, menghalangi maksud
gadis itu. "Jangan dicabut, pisau itu beracun, jika dicabut
racun akan lebih cepat menjalar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri mendekat, namun dihalangi Prawesti dan Gajah
Lengar. "Ketuamu kena racun ganas, aku mau memberi obat
pemunah, kalian minggir," kata Gayatri.
Prawesti berkata ketus, "Obat" Obat apa" Pasti racun!"
Gadis India itu tidak marah. "Terserah kamu, tetapi buat
apa aku meracuni dia, aku ingin menolong karena dia masih
punya hutang padaku, supaya dia bisa cepat membayar
hutangnya. Tanyakan pada ketuamu itu, mau kutolong atau
tidak?" Geni membuka mata. "Kamu selalu suka memaksa, mana
obatnya. Cepat berikan, lukaku sudah mulai gatal," sambil ia
membuka mulut lebar-lebar.
Gayatri tersenyum, menghampiri Geni. Prawesti menyingkir, wajahnya cemberut. Sekar berjaga jaga, takut
gadis India itu menurunkan tangan jahat. Sekar ingat Gayatri
pernah berkata akan menantang Geni untuk membalas
dendam Lahagawe. Sekar berkata ketus, "Jangan coba-coba membokong
suamiku, akan kugorok lehermu!"
Gayatri mendengus. Ia memeriksa luka. Kulit di sekitar
pundak berwarna biru kehitaman. "Ini racun ganas. Aku tidak
tahu racun apa ini, tetapi jelas sangat berbahaya dan sanggup
mematikan dalam waktu singkat. Darah yang keluar tidak
banyak karena sudah banyak yang membeku kena racun. Jika
makin banyak darah beku dan jika sudah tak ada lagi darah
yang merembes keluar, maka pengobatan akan lebih sulit.
Darah beku itu harus dikeluarkan, diisap," kata Gayatri kepada
Geni. Saat itu juga Prawesti berkata, "Biar aku yang mengisap."
Gadis ini mendekat sambil tangannya mendorong pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri. Maksudnya hendak menyingkirkan Gayatri dari
hadapan Geni. Gayatri tidak me ladeni. Ia hanya berkata lirih, "Itu racun
ganas, mulutmu akan merasa gatal, kemudian rasa baal, lalu
kesemutan, kau pasti akan keracunan. Akan lebih sulit
mengobatimu dibanding luka Wisang Geni, karena mulut
berhubungan langsung dengan pernafasan, racun akan cepat
menjalar ke jantung."
Prawesti bersikeras dengan nada tinggi "Aku tidak takut."
Ia kemudian merunduk, namun tangan Geni mencegahnya.
"Tunggu Prawesti! Katakan Gayatri, bagaimana baiknya."
Saat itu Sekar mencari-cari seseorang, mana nenek Dewi
Obat dan Nenek Sapu Lidi. Ia melihat neneknya sedang
mengurut punggung Dewi Obat.
"Terserah padamu, aku punya obat yang bisa membasmi
segala macam racun ganas. Tetapi darah beku harus
dikeluarkan, setelah itu baru bisa diobati. Hanya orang yang
mengisap akan terkena racun dan kalau pun bisa diobati mulut
orang itu akan cacat."
Geni mengambil keputusan. "Kalau begitu biarlah, tak
seorang pun yang perlu mengisap darahku ini. Apakah ada
jalan lain?" Terdengar suara lirih tetapi bisa didengar semua orang.
Suara Dewi Obat agak gemetar, "Sekar, ambil bambu yang
lubangnya kecil, kamu sedot darah beracun itu dengan
menggunakan bambu itu, cepat lakukan!"
Sekar melesat ke pohon bambu. Sekejap ia sudah jongkok
di sisi Geni. Tadinya Prawesti dan Gayatri tak mau memberi
jalan. Sekar mendorong mereka. "Kalian minggir, dia suamiku,
aku berhak mendampinginya."
Geni menatap kekasihnya itu. "Sekar aku rindu padamu,"
bisiknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar tersenyum, tanpa menunda waktu ia tempelkan
bambu kecil ke luka Geni, lalu mencabut pisau yang nancap di
pundak Geni. Tiba-tiba Gayatri menyodorkan pil warna putih. "Sekar, ini
pil anti racun, supaya mulutmu aman." Sekar menatap mata
Gayatri. Gadis India itu mengangguk dan tersenyum. Sekar
membuka mulurnya, Gayatri menyuapi
Sekar mulai mengisap, darah beku itu tersedot tetapi
sebelum masuk mulut, ia menyembur ke tanah. Ia lakukan
berulang kali sampai yang keluar adalah darah merah.
"Selesai," sambil berkata, Sekar membalik tubuh. Ia muntah-
muntah. Tanpa sadar Prawesti berseru, "Kamu keracunan?"
Sekar menjawab lirih, "Aku tak apa-apa, aku cuma tak
tahan bau racun itu."
Gayatri merogoh sakunya, memberi Sekar sebutir pil warna
biru. "Apa ini?" tanya Sekar.
Gadis India berbisik di telinganya. "Supaya mulutmu wangi,
suami kita itu suka mencium mulut, kamu tahu kan?"
Sekar memandang heran. Gayatri tertawa lirih. Ia berbisik
lagi. "Perawanku sudah dia ambil, dua malam berturutan,
sungguh liar dan kuat. Apa kamu marah padaku?"
Sekar menggeleng. Ia berbisik lirih di telinga Gayatri.
"Dasar mata keranjang, bajingan. Mungkin Geni harus punya
isteri lebih, kalau hanya seorang, isterinya bisa cepat tua dan
cepat mati." "Eh Sekar, kenapa kau percaya padaku, mau menelan pil
obatku, padahal kita pernah tarung" Kamu tak takut pil itu
beracun?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Matamu jujur dan polos, tak ada sinar dendam dan
amarah. Lagipula buat apa kamu meracuniku?"
Gayatri berbisik, "Kamu cerdas dan berani. Semoga kita
berkawan, sebab terus terang aku tak pernah mau bermusuh
denganmu." Saat itu Prawesti sedang bingung. Tak tahu bagaimana
menolong Geni. Darah merembes dari luka yang menganga.
Berdua Sekar, Gayatri menghampiri Geni. Ia memberi pil
putih. "Ini peluru salju dari Hima laya pembasmi semua racun
ganas," ia menyuapi Geni, kemudian melanjutkan, "Sekarang,
pada saat aku menekan lukamu kau harus mendorong dengan
tenaga dalam, kau siap?"
Gayatri menotok beberapa titik di sekitar pundak lalu
menekan daerah sekitarnya, pada saat berbarengan Geni
mendorong dengan tenaga. Darah kental muncrat dari lubang
luka, warnanya merah agak hitam dan bau busuk. Ketika
warna darah mulai merah dan semakin merah, Gayatri
berhenti. Gayatri meremas pil salju dan melabur ke luka kemudian
merogoh sesuatu di pinggangnya. Bentuknya seperti jarum
dengan benang halus. "Lukamu lebar dan dalam, harus dijahit,
mau kujahit?" Geni mengangguk. Gayatri dengan cekatan menjahit luka.
Sekejap saja luka sudah rapat. Hanya tampak bekas seperti
goresan. Ia menatap Geni. "Racun itu racun ganas, tetapi
obatku lebih hebat, kamu akan sembuh dalam sekejap. Kini
tinggal urusan kita, nanti malam kamu harus temui aku,
hutangmu harus kamu bayar, tak ada alasan untuk tidak
datang, awas kamu" "Terimakasih, tak kusangka kau mahir mengobati orang.
Nanti ma lam aku pasti menemuimu" Geni memegang tangan
Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu Pranaraja menegur Wisang Geni. "Kamu cepat
pulih, bagus. Racun pisau Lembu Ampai memang ganas. Tapi
ilmu s ilat sampean mumpuni bahkan aku pun kewalahan."
Wisang Geni memaksa berdiri. "Tidak benar itu, paduka
sakti mandraguna, paduka sengaja telah mengalah dan
memberi aku kesempatan hidup, terimakasih."
"Sampean berilmu tinggi, tetapi sampean sangat rendah
hati, aku ingin mengikat tali persahabatan dengan sampean,
aku mewakili diri pribadi dan juga keraton, mengundangmu ke
keraton Kediri." Panji Patipati dan punggawa Tumapel terkejut dengan
undangan itu. Dalam hati mereka khawatir Geni menerima


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

undangan itu. Setelah berpikir sejenak, Geni menyahut,
"Terimakasih undangan paduka, aku sulit menolak, sulit
menerima, maafkan aku, selama ini aku membatasi diri dalam
urusan kerajaan, maaf paduka."
Pranaraja senang. "Kata-kata sampean ibarat emas,
sampean tidak ke keraton Kediri dan juga tidak ke Tumapel,
itu sangat bijaksana."
Rombongan Kediri kembali ke rumahnya. Begitu juga
orang-orang lain. Mereka butuh istirahat untuk menghadapi
malam perburuan widali. Wisang Geni melangkah. Tiga perempuan itu, Sekar,
Gayatri dan Prawesti berebut menggandeng lengannya. Geni
tersenyum kecut. "Masalah baru, tiga perempuan, tanganku
cuma dua," katanya. Tiga perempuan tertegun. Sekar membuka mulut. "Geni,
suamiku, kamu harus tegas. Aku tadinya nomor dua, setelah
kangmbok Wulan mati, aku harus menjadi nomor satu.
Tentang Gayatri dan Prawesti, aku tak ikut campur, kamu
yang putuskan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu muncul Ekadasa. "Aku juga isterinya, kami bercinta
di keraton T umapel, dua malam tak pernah berhenti."
Prawesti menyela, "Tetapi kamu kan punggawa keraton."
Ekadasa tersenyum genit. "Aku akan mundur dari keraton
Tumapel, aku lebih suka mengikuti petualangan mas Geni."
Wisang Geni mengeluh. "Ini masalah besar. Lebih berat
dibanding pertarunganku tadi. Sebenarnya kalian semua sama
saja, semua isteriku, tak ada bedanya."
Sekar membantah, "Tidak bisa begitu, aku tetap harus
nomor satu, Geni kamu harus tegas, kamu sudah janji
padaku!" Geni menoleh keliling. Tak ada orang. Semua orang sudah
bubar. Hari mulai gelap. Ia berkata dengan wibawa yang
dibuat-buat "Baik, ini keputusanku, adil. Tak boleh dibantah.
Sekar nomor satu, dia lebih dahulu dari kalian bertiga. Gayatri
nomor dua, karena aku berjanji mengawininya. Sebenarnya
Prawesti lebih duluan, tetapi aku tidak berjanji padanya.
Ekadasa juga aku tidak berjanji. Jadi Prawesti nomor tiga,
Ekadasa nomor empat, semua sudah beres, tak boleh ada
yang protes!" Gayatri memotong, "Aku tidak protes, tetapi kamu sudah
janji tadi akan datang ke rumahku, menyelesaikan urusan
kita." Sekar memotong, "Urusan Gayatri itu bisa ditunda. Geni
harus bersamaku, aku sudah enambelas purnama berpisah."
Geni merangkul erat pinggang Sekar. "Aku rindu isteriku
yang ini. Aku pergi dengannya, kalian kembali ke rumah,
tengah malam nanti aku ke rumah Gayatri"
Sekar memotong, 'Tidak, jangan tengah malam, besok
siang saja." Sambil ia memandang Gayatri dengan penuh arti.
Gadis India itu mengangguk dengan senyum melirik Geni.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tunggu kamu besok siang, Geni, tetapi kamu harus
datang seorang diri."
Tak mau lama-lama lagi, Sekar mengajak Geni ke rumah
terpencil dalam hutan di kaki gunung. "Sekar, kamu tahu dari
mana ada gubuk tua ini." Gadis itu tak menjawab, ia
menerkam Geni, rindu belasan purnama ia tumpahkan dengan
tangis dan rintihan. "Kau bercinta dengan Gayatri, dengan
Prawesti, dengan Ekadasa, kamu lupa daratan, lupa padaku,
kamu jahat" Geni menciumi sekujur tubuh molek itu, Sekar merintih,
membisik nama Geni berulang-ulang. Geni mendapatkan
Sekar yang liar, kuat dan sangat bernafsu. Keduanya bercinta
seakan tak ada lagi hari esok. Semalaman. Apa yang
dikatakan Sekar benar adanya, satu malam saja tidak cukup
untuk membayar rindu birahinya.
Ketika fajar menyingsing, Geni lelap. Sekar bangun. Ia
menatap sepuasnya kekasih pujaannya. Ia menciumi tubuh
Geni. Lelaki itu terjaga. "Aku rindu padamu Geni. Enambelas
purnama aku tersiksa memikirkan kamu, padahal kamu enak-
enakan bercinta dengan Wulan, Prawesti, Gayatri bahkan
Ekadasa juga." "Kamu marah, cemburu?"
Sekar menggeleng. "Aku cemburu, tetapi aku mengerti apa
maumu dan aku memberi kamu kebebasan. Aku senang,
karena kamu lebih mementingkan aku dari yang lain.
Menurutmu siapa paling cantik, paling indah tubuhnya dan
paling panas dalam bercinta?"
'Tentu saja kamu, Sekar, kekasihku."
"Kamu bohong, semua perempuan kamu puji. Di depan
Gayatri kamu memuji Gayatri."
Geni mencium lehernya. "Aku sungguh-sungguh, kamu
paling cantik. Matamu, mulutmu, semuanya. Kamu cantik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jelita, segar dan ceria. T ubuhmu paling indah, pinggang kecil,
perut rata, buah dada tegak sintal, bokong dan pinggulmu tak
ada lawan, paha dan betismu indah. Tetapi jujur saja, kalau
paha dan betis, mbakyu-mu Wulan lebih indah. Sekarang
Wulan sudah pergi, tentu saja paha dan betis kamu yang
paling indah. Dalam bercinta, kamu liar dan panas, hampir
sama dengan Gayatri. Ada satu lagi yang membuat aku harus
mendahulukan kamu dibanding semua perempuan lain di
kolong langit ini, kamu mau tahu?"
Sekar merasa tersanjung, ia mencium mulut Geni. "Katakan
kekasihku." "Karena kakekmu, Eyang Suryajagad, sudah titip pesan
padaku, jangan sia-siakan Sekar. Tanpa pesan itu saja aku
sudah kasmaran dan jatuh bangun mencintai kamu, apalagi
ditambah adanya pesan dari orangtua yang paling aku
muliakan di muka bumi"
"Kamu ketemu kakek Suryajagad, kamu ketemu di mana"
Di mana kakek sekarang?"
"Dia sudah pergi, mungkin beliau akan moksa."
Sekar terdiam. Matanya berair. "Aku ingin ketemu kakek."
"Sekar, kamu harus legowo. Kakekmu sudah menyelesaikan
tugasnya di tanah Jawa ini"
"Aku sudah rela dan pasrah. Tetapi kamu harus ingat pesan
kakekku, jangan sia-siakan aku." Sekar merangkul suaminya,
pahanya melingkar di paha suaminya. "Geni, katakan lagi,
kamu mencintai aku, jatuh bangun mencintai aku, apakah
begitu hebat kamu kasmaran padaku?"
Geni menggumam sambil menggumuli tubuh isterinya. "Aku
bercinta dengan banyak perempuan, tetapi aku hanya
mencintai seorang perempuan, namanya Sekar. Aku juga
tersiksa memendam rindu. Aku sering mengingat percintaan
kita di Lembah Cemara, itu percintaan dahsyat, aku tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah bisa lupa. Tetapi, tadi malam caramu bercinta lebih
dahsyat lagi. Sekar, aku tadinya cemburu melihat Pranaraja
memegang lenganmu, tangannya hampir nyenggol buah
dadamu." Sekar tertawa menggoda. "Ia kasmaran padaku, tetapi ia
sopan, selama tiga hari bersamanya, ia tidak berani
menyentuhku. Ia tahu aku akan melawan meskipun harus
korban jiwa." Sekar sebenarnya baru empatbelas hari turun gunung.
Tujuannya hanya satu yang paling penting, ia ingin menemui
Wisang Geni. Ia menuju Lemah Tulis. Di tengah jalan di desa
Gondang ia berjumpa bahkan tarung dengan Gayatri. Di desa
itu ia mendengar berita perburuan widali di gunung
Argowayang membuat ia mengubah perjalanan.
"Aku merasa pasti, kamu akan ke Argowayang. Aku lantas
menuju Lembah Cemara mengajak nenek Kunti ke
Argowayang. Di tengah jalan ketemu rombongan Kediri.
Mereka menggoda, terjadi tarung, senopati Hanggada
kutempeleng sampai pipinya bengap. Muncul s i Pranaraja, aku
mampu mengimbangnya puluhan jurus. Itu sebab mungkin ia
kasmaran padaku. Entah bagaimana caranya, nenek Kunti
sudah ditawan. Mereka mengancam aku. Kebetulan mereka
menuju Argowayang, jadi aku manda saja menjadi tawanan
sambil mencari kesempatan menolong nenek Kunti.
Selanjutnya kamu sudah tahu ceritanya."
"Ilmu silatmu sekarang maju pesat, mungkin sudah lebih
tinggi dari aku, repot, sebagai suami aku akan sulit
memerintah kamu. Bisa-bisa kamu menjajah aku."
"Kamu ngaco, ilmu silat yang kau perlihatkan ketika
membunuh Lembu Agra dan Lembu Ampai, mana bisa
kulawan. Aku hanya bisa mengalahkan kamu di sini, dalam
bercinta, membuat kamu kasmaran dan jatuh bangun
mencintaiku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu benar Sekar, aku kasmaran dan setiap berada di
dekatmu, aku terangsang. Tadi waktu pertama melihat kamu,
memandang wajah dan tubuhmu, aku sudah hendak
menerkam, memeluk dan bercinta denganmu." Geni mencium
mulut kekasihnya. Dan Sekar menggelinjang, ketika tangan
dan mulut Geni s ibuk menelusuri sekujur tubuhnya. Keduanya
bercinta lagi untuk kesekian kalinya.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perkawinan Matahari sudah lama tenggelam. Sinar bulan malu-malu
sembunyi di balik awan. Tampak rumah yang ditempati
rombongan Lemah Tulis. Wisang Geni sejak sore semedi
memulihkan tenaganya yang banyak terkuras beberapa hari
belakangan. Prawesti bersila di depannya. Wajah gadis cantik
ini kelihatan gundah, gelisah dan cemberut. Seharian ia
cemburu mengetahui hubungan Geni dengan gadis India
begitu akrab. Apalagi kecantikan Gayatri begitu menonjol.
Kemudian tadi malam sampai keesokan sore Geni berduaan
bersama Sekar. "Pasti mereka bercinta," gumamnya. Dia
bahkan cemburui Sekar yang dia tahu adalah isteri W isang
Geni. Semua murid selesai santap malam. Mereka istirahat
ngobrol di ruang tengah. Topik paling menarik tentulah
pertarungan kemarin siang. Sepak terjang sang ketua yang
luar biasa. Mereka takjub dan makin mengagumi Geni. Juga
lega karena Lembu Agra dan Lembu Ampai sudah tewas.
Dengan demikian dendam berdarah matinya Walang Wulan
sudah lunas. Mereka menebak-nebak ilmu silat yang dima inkan ketua
waktu tarung lawan Lembu Ampai. Hebatnya ketua bisa
mengelak dari serangan licik duabelas pisau terbang yang
diolesi racun ganas. Dan siapa lagi si gadis India cantik yang
menolong ketua. Tampaknya ketua punya hubungan intim
dengan si gadis. Lalu muncul Sekar, isteri ketua yang sudah
satu tahun menghilang. Dyah Mekar tertawa geli. "Ada empat perempuan yang jadi
isteri ketua, Sekar, Gayatri, Prawesti dan tiba-tiba saja
Ekadasa muncul mengaku sudah bercinta dengan ketua. Ketua
kita tak cuma hebat ilmu silatnya juga punya jurus penakluk
perempuan yang ampuh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka mengakui Gayatri muda dan sangat cantik. "Kupikir
ia cantik tak ada bandingan," komentar Dyah Mekar.
"Menurutku, Sekar lebih cantik," kata Prastawana suami
Dyah. Tetapi dalam hati mereka prihatin akan nasib Prawesti.
Bukankah Prawesti cukup lama berkorban mencintai ketua.
Bahkan keintiman ketua dengan Prawesti sudah seperti suami
isteri. Bagaimana teganya sang ketua melupakan jasa baik
Prawesti. Prawesti sedang gundah. Sebagai wanita, perasaannya
mengatakan ketuanya sudah jatuh cinta pada Gayatri.
Tampaknya Gayatri juga mencintai ketua, bahkan terang-
terangan memperlihatkan perhatian dan cintanya pada ketua.
Prawesti dibakar cemburu. Ia memandang lelaki yang
dicintainya itu. "T ahukah dia aku sangat mencintainya, kenapa
dia lebih mencintai Gayatri, apakah ia akan melupakan aku
begitu saja, apa yang harus kuperbuat, aku bingung."
Selesa i semedi, Wisang Geni berkata pada Prawesti. "Aku
harus pergi menemui Gayatri." Ia melangkah ke jendela.
Prawesti berdiri, sambil berkata lirih dan agak sendu. "Ketua,
aku mohon jangan tinggalkan aku, biarkan aku tetap
melayanimu. Kau sudah berjanji padaku."
Laki-laki itu memandang Prawesti. Ia menghampiri,
memeluknya lembut. "Tidak, aku tak akan meninggalkan
kamu, aku tak akan melupakan kamu Westi."
Lelaki itu melompat lewat jendela dan menghilang di
kegelapan ma lam Prawesti menatap keluar jendela. Di luar
gelap gulita, segelap hatinya yang gundah. Prawesti
berbaring, mendadak ia bangkit, melompati jendela. Ia nekad
membuntuti Geni. "Aku akan ngintip dari jauh, aku tak
percaya gadis India itu, mungkin dia memasang perangkap."
Begitu Geni menginjak kaki di beranda rumah, tiba-tiba
serangan bor maut mengancamnya. "Tahan seranganmu, ini
aku." Urmila dan Shamita keluar dari ruangan dalam "Oh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maaf, kami hanya berjaga-jaga, silahkan masuk, putri
menunggumu di dalam."
Geni masuk. Ia melihat Gayatri duduk. Gadis itu tersenyum,
ia senang me lihat Geni. Di hadapannya sebuah meja dan
sebuah kursi kosong. Di atas meja tersaji hidangan. "Kamu
datang terlambat, tetapi tak apa, duduklah. Mari kita makan."
Keduanya duduk berhadapan. Malam itu Gayatri tampak
cantik luar biasa. Penerangan obor damar yang remang-
remang makin mempertegas kecantikannya. Ia mengenakan
celana hitam dengan baju lengan pendek warna hitam,
kontras dengan kulit tubuhnya yang putih. Rambutnya
dikonde memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih
bersih. Geni tak sadar memuji. "Kamu cantik sekali."
Gayatri tersenyum "Terimakasih atas pujianmu. Dan kamu
laki-laki tampan paling licik dan paling kurangajar yang pernah
kutemui dalam hidupku. Bagaimana, kamu bercinta

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semalaman bersama Sekar, sudah puas?"
Wisang Geni tertawa, mengalihkan pembicaraan. "Gayatri,
makanan ini baunya harum, tetapi tampak asing bagiku,
makanan apa dan siapa yang masak?"
"Aku yang masak, itu resep India, rasanya enak, kamu
pasti suka, cobalah. Makan yang kenyang supaya kalau kamu
kalah tarung, kamu tidak punya alasan lapar atau belum
makan." "Memangnya aku mau diadu tarung lawan siapa?"
Gayatri tersenyum "Kita tarung. Kamu berbuat banyak
kesalahan padaku. Kau harus bertanggungjawab. Sekarang
makanlah, tak usah khawatir, makanan itu tidak ada
campuran racun." Geni me lahap ayam panggang yang dimasak dengan
bumbu khas India. "Lezat, ternyata tidak cuma cantik kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga pandai masak. Kamu belum mengatakan apa saja
kesalahanku?" Gadis itu menatap Geni. Matanya berkaca-kaca. "Aku
sungguh mencintaimu. Aku sampai lupa daratan, memberikan
tubuhku yang masih perawan dan yang belum pernah
disentuh lelaki. Kamu tahu Geni, jika orangtuaku tahu aku
sudah tidak perawan lagi, hukumannya mati." Airmata
mengalir di pipinya. "Tetapi kamu mempermainkan aku"
"Tidak Gayatri. Aku tidak mempermainkan kamu, aku
mencintaimu dengan sungguh-sungguh." Suara Geni meski
lirih namun mengandung ketegasan.
Gadis itu menggeleng kepalanya. "Jelas, kamu mempermainkan aku. Kamu sudah tahu aku sedang mencari
Wisang Geni untuk tarung dan membalas dendam. Tetapi
kamu memberi nama palsu, Ambara, kamu meniduriku, kamu
pura-pura mencintaiku. Jika saat itu kamu mengaku Wisang
Geni, aku pasti tak sampai terjebak dan kehilangan perawan.
Kamu tega berbuat seperti itu, mengapa kamu lakukan
padaku Geni" Sekarang ini apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu tak perlu risau Sekarang ini kamu sudah menjadi
isteriku." Gayatri menggerakkankepala membuat rambut yang di
kondenya terlepas, terurai di bahu. Ia senyum dan bergaya,
memperlihatkan semua pesona kecantikan yang dimilikinya.
"Aku sudah menjadi isterimu" Tidak bisa begitu saja. Di
Hima laya, untuk menjadi suami isteri harus lewat upacara
perkawinan. Lagipula siapa pun lelaki yang menjadi suamiku
dia harus bisa mengalahkan aku dalam suatu tarung ilmu
silat." Wisang Geni menggenggam tangan si gadis. "Lupakan
tarung itu, bicara tentang kawin. Kita kawin dengan upacara,
apa sulitnya" Tetapi yang penting, kamu kan sudah menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
isteriku. Dan aku tidak main-ma in, aku sungguh-sungguh
mencintaimu." "Aku isterirnu. Sekar juga isterimu. Geni, bagaimana aku
dibanding Sekar, siapa lebih cantik, siapa lebih panas dalam
bercinta, Sekar atau aku?"
Geni menggeleng, ia menatap Gayatri. "Sekar itu cantik
Jawa, kamu juga tak kalah cantiknya, kamu cantik Himalaya.
Dalam bercinta, dia lebih panas, tetapi kamu lebih lembut.
Kalian berdua membuat aku tergila-gila."
"Kamu jujur, meskipun masih saja licik, kamu pintar bicara,
pintar merayu." Gayatri tersenyum Ia tahu Sekar lebih cantik
dan lebih molek tubuhnya namun ia puas bahwa Geni tetap
terpikat akan kecantikannya. "Malam ini aku akan membuat
dia tak bisa melupakan aku," katanya dalam hati.
Ia mengerahkan segenap pesona diri yang dimilikinya lewat
mimik wajah dan gerak tubuh. Dan memang Geni terpesona
memandang kecantikan di hadapannya. Kecantikan yang
nyaris sempurna. Geni merasa getaran cinta dan kehangatan
memancar dari sepasang mata coklat Gayatri yang indah.
Semakin Gayatri mencintainya semakin ia kasmaran akan
gadis itu. Geni menghela nafas.
Sejak pertemuan pertama, Geni tak pernah tidak
memikirkan gadis ini. Dia bercinta dengan Ekadasa tetapi
fantasinya mencari-cari wajah Gayatri. Bercinta dengan
Gayatri, satu malam di desa Gondang dan satu malam dalam
perjalanan, adalah petualangan sangat berkesan. Malam
menjelang berangkat ke Argowayang, ia meniduri Prawesti
lantaran rindu asmara kepada Gayatri. Tetapikemarin waktu
bercinta dengan Sekar, pelepas rindu enambelas purnama, ia
tahu bahwa Sekar lebih penting dari segala apa di muka bumi,
juga lebih penting dari Gayatri. Namun ia tetap terangsang
akan pesona Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni menjawab jujur, "Gayatri, aku tergila-gila padamu,
sekarang ini aku tidak peduli, meskipun harus menyeberangi
lautan api asal memperoleh cintamu, aku mau. Aku ingin
memiliki kamu, ingin kamu selalu ada di sisiku. Aku mencintai
kamu sejak pertama kali bertemu di hutan itu."
Sepasang mata Gayatri berbinar, memancarkan sinar
kebahagiaan. "Kamu sudah meniduri aku, kamu tahu betapa
aku mencintaimu, cinta sepenuh hati sehingga aku mau saja
memberikan perawan dan kehormatanku. Saat itu aku tahu
kamu lelaki bernama Ambara, jika saat itu aku tahu kamu
adalah W isang Geni, aku tetap akan memberimu cinta dan
perawanku. Aku mencintai kamu karena dirimu, dan itu tak
akan luntur dan berubah walau kamu bernama Wisang Geni,
pendekar yang harus kuajak tarung."
Geni memegang tangan Gayatri, mengecup tangannya.
Gayatri tersenyum memperlihatkan gerak mulut yang indah, ia
berpindah duduk di samping Geni. "Aku tahu kau dicintai
banyak perempuan dan kamu mengobral cintamu kepada
siapa saja perempuan yang membuat birahimu terangsang.
Mungkin saja kamu hanya tergoda dan bernafsu meniduri aku
dan pura-pura mencintai aku."
Ketika dia hendak memotong pembicaraan, jari tangan si
gadis menutup mulurnya. "Aku belum selesa i, kekasih. Kamu
licik dan suka mempermainkan wanita. Waktu kamu
menciumku di hutan, aku yakin kamu sedang pasang
perangkap, setelah mendapatkan manis tubuhku, kau akan
pergi." Dia selesai makan. "Kamu benar, Gayatri, semua laki-laki
normal akan bernafsu melihat kecantikanmu Aku juga
bernafsu. Jika cuma ingin tubuhmu waktu itu aku bisa
memerkosamu Tetapi aku belum pernah dan tak akan pernah
melakukan pemerkosaan. Ada sesuatu daya tarik dalam
kecantikanmuyang membuat aku ingin mengenalmu dan
memiliki kamu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu dengar Geni. Waktu itu ketika kau menciumku,
tanganmu mengelus punggung dan meremas bokongku, aku
marah, sangat marah. Tetapi aku tak berdaya, aku tak punya
tenaga. Belakangan aku berpikir, bahwa bukan itu alasan aku
tidak berontak, yang benar adalah aku tak mau berontak
dengan kata lain aku menyukai kenakalanmu Sebenarnya saat
itu kamu telah menaklukkan aku."
Mereka duduk bersanding. Geni me lingkarkan tangan di
punggung kekasihnya. Gayatri tersenyum Ia sudah memutuskan akan tarung keras dan mengalahkan Geni.
Membuat lelaki itu menjadi tawanan. Lalu ia akan memaksa
Geni mengabulkan semua permintaannya. Ia membiarkan
tangan Geni menggerayangi buah dadanya. Geli. Dia
meneruskan kisahnya. "Waktu di hutan itu setelah kamu pergi,
aku menyesal mengapa tidak ikut denganmu Aku berpikir
mungkin aku sudah gila, tetapi nyatanya tidak. Aku sadar
bahwa aku dilahirkan untuk kemenanganmu, dan bahwa kamu
adalah pelindungku, kamu harus menjadi suamiku. Tetapi
waktu itu kenapa kamu menciumku dan tanganmu begitu
nakal?" "Aku tak tahu, mendadak saja aku menyukaimu, aku
merasa ingin memilikimu, lalu timbul akal nakal itu, lalu aku
lakukan begitu saja, tanpa berniat buruk. Aku memang
terpesona melihat wajah dan buah dadamu. Pemandangan itu
melekat terus, bahkan sampai malam aku meniduri Ekadasa,
aku membayangkan dirimu."
"Kamu gila!" "Ya gila, tergila-gila padamu!"
"Setelah kamu mendapat perawanku, malam itu, apa
pikirmu?" "Aku makin kasmaran seperti ketagihan, aku tidak mau
melepas kamu pergi, aku ingin kamu selamanya berada di
sisiku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Waktu itu kau belum mengaku bahwa kamu adalah
Wisang Geni, mengapa?"
"Aku khawatir menjadi masalah di antara kita. Tetapi aku
tahu pada saatnya nanti aku tak bisa mengelak, hanya aku
berharap kamu tidak akan berubah. Makanya aku senang
kamu tidak berubah!"
"Kamu yakin aku jujur padamu" Kau yakin makanan yang
kau telan tadi tak ada racunnya" Kau yakin aku tak
membunuhmu atau berencana membalas dendam kakek
Lahagawe?" Gayatri menatap lekat-lekat mata lelaki itu.
Geni menggeleng, "Aku yakin kamu mencintaiku. Aku tahu
itu waktu bercinta denganmu. Kalau aku salah menilai dirimu,
aku tidak menyesal mati di tanganmu.*'
Perempuan itu menghela napas. "Sekarang, kau yakin
bahwa aku mencintaimu, amat mencintaimu?" Ia merapatkan
tubuhnya ke tubuh Geni. Tangannya melingkar di leher Geni.
Keduanya berciuman. Lama dan panjang. Birahi kelaki-
lakiannya bergelora. "Gayatri, aku terangsang."
"Hati-hati, perma inan cinta ini bagian dari rencana dan
siasat tarung, jika kamu terangsang, kamu bisa kalah."
"Aku tak peduli dengan tarung itu, aku pasti akan kalah."
"Kamu tidak boleh kalah, jika kalah kamu tak akan
mendapatkan aku sebagai isteri, aku akan pulang dan mati di
India. Tetapi kalau kamu menang, aku akan tetap
mendampingimu sebagai isteri dan tiap hari memberimu
nikmat kesenangan!" "Kalau begitu aturan mainnya, aku pasti mengalahkan
kamu! Tetapi katakan, mengapa ada aturan gila macam ini?"
"Urusanku dengan ayah, aku pernah bersumpah bahwa
hanya lelaki yang mengalahkan ilmu silatku yang akan
menjadi suamiku. Dan aku tak mau melanggar sumpah. Itu
sebab, kamu harus menang. Kalau kamu kalah meskipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamu sudah bercinta dan mengambil perawanku tetapi kamu
tak boleh jadi suamiku, kita hanya sebagai kekasih saja."
Saat itu di kegelapan malam, di balik pepohonan seberang
rumah, Prawesti mengintip dari jauh. Ia bisa memandang
lewat jendela. Ia melihat W isang Geni dan Gayatri bercakap-
cakap, pelukan dan ciuman. Prawesti membuang nafas,
gundah dibakar cemburu. Tiba-tiba terasa getar angin dan
suara ranting patah, ia terkejut ketika seorang wanita muncul
di dekatnya. Dia Ekadasa.
Pengawal keraton T umapel ini memberi isyarat jari telunjuk
di mulut. Prawesti mengerti Kedua wanita ini tanpa sadar
langsung berteman, merasa senasib. Sama-sama menyukai
Wisang Geni, tetapi sekarang merasa ditinggalkan lelaki itu,
keduanya gundah dan cemburu Keduanya mengintai dari jauh,
tak berani terlalu dekat karena tak mau ketahuan.
Di ruangan itu, Urmila dan Shamita sibuk mengerjakan
sesuatu. Tampak seperti alat musik. Urmila membenahi
gendang, Shamita mempersiapkan seruling. Dua gadis ini
mengambil tempat duduk bersandar ke dinding rumah. "Putri,
kami sudah siap," kata Sham ita sambil menarik napas.
Tampak wajah dua gadis pembantu itu tegang dan serius.
Geni dan Gayatri masih berpelukan. Geni melumat mulut
kekasihnya. T angan Gayatri mengelus dada dengan sentuhan
lembut. Geni merasa birahinya tak terbendung lagi Ia sangat
terangsang. Nafasnya terasa panas.
Gayatri tersenyum dalam hati "Kamu akan kalah dan
menjadi tawananku. Aku akan membawa kamuke Himalaya.
Pasti ayah akan senang. Wisang Geni, murid Suryajagad,
menjadi tawanan dan suami Gayatri"
Ia melepaskan diri dari pelukan Geni. Ia memandang
dengan penuh arti dan makna cinta. "Geni, kamu harus bisa
mengalahkan aku untuk kebahagiaan kita berdua, dan aku
akan menghadapimu dengan ilmu silat andalan perguruanku,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan pandang enteng, bersiaplah, pertarungan dimulai,"
sambil berkata Gayatri melangkah ke tengah ruangan.
Berbarengan bunyi suling dan gendang mengumandang dalam
irama yang asing bagi pendengaran Geni.
Lelaki ini heran, namun sebelum dia beranjak dari duduk,
Gayatri telah menari mengikuti irama yang dima inkan dua
pembantunya. "Jurus ini namanya Dinak Din Naachu Mein Gae Dil Jumne
Zamana, artinya aku menari, hati menyanyi dan dunia
bergembira. Wisang Geni kamu harus hati-hati, jurus ini
hebat, coba nikmati irama dan tarianku ini."
Gayatri mengerahkan tenaga batin kemudian menari
dengan gemulai. Namun di dalam kelemasan gerak ada
selingan hentakan gerak pinggul, dada dan pundak. Dua kaki
bergerak lincah, tangan dan kepala seperti ular yang bergerak
kian kemari mengikuti gerak mangsa. Meski sempat
terpesona, Geni cepat-cepat mengerahkan tenaga batin
membentengi diri. Pesona itu semakin merasuk pikiran Geni. Gadis itu sangat
cantik, seperti dewi yang diceritakan dalam dongeng. Tak
pernah terpikir adanya makhluk cantik secantik Gayatri
Tubuhnya indah molek. Membayang kembali kenikmatan


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam itu ketika bercinta dengan perempuan cantik itu. Gerak
tari makin lama makin memabukkan. Waktu terus berjalan.
Geni tenggelam dalam pesona kecantikan dan keindahan. Ia
berusaha bertahan, memusatkan pikiran pada tenaga batin. Ia
masih di kursi. Ia memejamkan mata, tak mau lagi
menyaksikan goyang tubuh Gayatri Tetapi musik terus
menerobos pendengaran yang otomatis memantulkan v isual
tarian yang penuh pesona dalam benaknya. Ia mulai mabuk,
pikiran kalut, rangsangan birahi mulai menguasai dirinya.
Tepuk gendang dan nada suling makin tinggi, mengikuti
gerak tari Gayatri yang makin agresif. T enaga batin tiga gadis
ini makin diumbar begitu melihat Geni mulai gelisah. Sesaat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi Geni akan roboh. Saat itu Geni merasa dorongan birahi
untuk menghampiri, memeluk dan mencium si gadis. Antara
sadar dan tidak, ia bangkit dari kursi. Saat melangkah, ia
terhuyung dan roboh ke tanah. Saat itu, ketika kepala
terantuk di tanah, pikirannya tergugah bahwa ada sesuatu
yang tidak beres. Ia belum pernah mendengar ada ilmu silat mirip sihir
seperti yang diperagakan tiga gadis India. Musik dan tari itu
dima inkan dengan tenaga dalam. Makin tinggi tenaga batin
yang dikerahkan semakin hebat pengaruh terhadap lawan.
Irama pun berganti-ganti, meriah dan penuh pesona,
kelembutan cinta diseling ratapan hati merana atau
kemarahan yang memuncak. Irama musik dan goyang tari makin lama semakin
mengaduk-aduk pikiran dan batin si musuh. Pada klimaksnya,
musuh itu akan mengalami keguncangan jiwa Ia bisa
menangis, tertawa, marah, bergantian sampai akhirnya ia tak
bisa lagi membedakan apa-apa. Ia gila atau tewas. Tetapi
jurus ini juga bisa berakibat fatal bagi diri sendiri, khususnya si
penari. Tadi waktu berembuk menggelar jurus
ini, dua pembantunya menolak keras, mereka khawatir Gayatri terluka
mengingat Wisang Geni memiliki tenaga batin mumpuni. Adu
tenaga lewat jurus silat ini sangat berbahaya bagi si penari
maupun orang yang diserang. Namun Gayatri tetap saja
ngotot. Urmila dan Shamita tahu majikannya punya alasan
yang tampaknya rahasia dan sangat pribadi. Merasa tak
mungkin membantah, dua gadis ini bertekad membantu
Gayatri dan mengerahkan segenap tenaga batin memainkan
alat musiknya. Keduanya tak tahu bahwa Gayatri menetapkan keputusan
itu karena dalam keadaan bimbang. Ia bingung memilih
antara cintanya pada Geni atau membalas dendam Pada
akhirnya ia tak peduli lagi apa pun yang bakal terjadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri menari dengan penuh perasaan. Ia memang
mencintai Geni dan perasaannya mengatakan Geni juga
mencintainya. Tetapi ia tahu di antara cinta itu ada
kemustahilan yang tak mungkin bisa ditembus. Gayatri
menangis dalam hati ketika Geni mengutarakan cinta. Namun
ia sembunyikan perasaannya dari pandangan Geni. Perasaan
inilah yang ia tumpahkan dalam tarian maut itu.
Akibatnya fatal. Gayatri makin larut dibuai perasaan sendiri.
Pada sisi lain Urmila dan Shamita bingung. Tadi mereka
sepakat Gayatri hanya memberi pelajaran dan mempermalukan Geni. Lantas tarian dan musik segera
dihentikan jika Geni sudah roboh. Sebab jika dilanjutkan, Geni
bisa gila atau tewas. Untuk bisa menghentikan jurus, kendali ada pada Gayatri
sebagai penari. Sementara Urmila dan Shamita hanya
bertugas pengiring. Sesuai rencana, setelah Geni roboh di
lantai, seharusnya Gayatri menurunkan tempo tahap demi
tahap sampai akhirnya menghentikan tari. Tetapikenyataannya
justru sebaliknya, membuat Urmila dan Shamita bingung.
Wisang Geni sudah roboh tetapi Gayatri malah semakin
meningkatkan tempo tarian, gadis itu seperti kesurupan.
Celakanya lagi, Urmila dan Sham ita tidak mungkin bisa
menghentikan. Sebab begitu musik berhenti sementara
Gayatri masih menari, akibatnya bisa membahayakan.
Ketiganya terutama Gayatri akan luka parah, bisa-bisa tewas
atau gila. Memang ada yang tak pernah diketahui Gayatri bahkan si
pencipta jurus silat ini pun tidak tahu. Bahwa jika si penari
mencintai orang yang diserang, maka si penari akan dikuasai
dan dimabuk perasaan sendiri. Makin besar tenaga dikerahkan
makin dia terbuai rasa cinta, dan akibatnya bisa fatal. Sekali ia
hanyut oleh perasaannya, tak ada lagi jalan berhenti. Bahkan
seandainya orang yang diserang sudah mati pun, si penari tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah tahu dan tak bisa berhenti. Pada akhirnya si penari
pun menjadi korban, gila atau mati
Gayatri dalam bahaya. Geni dalam bahaya. Urmila dan
Shamita tidak tahu apa yang terjadi, mereka tak bisa
menghentikan musik. Mereka tahu jurus itu hanya bisa
dihentikan oleh si penari. Namun jika pengiring musik
menghentikan musik, akan terjadi bencana, ketiganya luka
parah, tenaga membalik menghantam diri sendiri.
Geni di ambang maut. Waktu ia roboh, kepalanya terantuk
lantai. Goncangan itu menjernihkan pikirannya. Ia melihat
kilatan cahaya, dalam gelap. Di benaknya ia masih melihat
Gayatri meliuk dengan hentakan pinggul dan goyangan dada
yang mempesona. Geni berada di batas sadar dan tidak. Tapi
kilatan cahaya itu seperti peringatan ada yang tidak beres.
Serta merta Geni menggoyangkepala, berulang dan keras.
Seketika tenaga Wiwaba bangkit. Geni sadar.
Berbareng saat kritis itu Ekadasa dan Prawesti menjerit.
Ekadasa berteriak, "Geni!" Prawesti berseru, "Ketua!" Sambil berteriakkedua
wanita ini melompat keluar dari persembunyian menyerbu masuk rumah lewat jendela. Dua
wanita itu yang sedang dirasuk cemburu dan marah, punya
alasan menyerang Gayatri. Keduanya menyerang dengan
tamparan keras. Jurus tari itu diciptakan untuk tarung langsung. Tiga gadis
itu biasanya tarung sambil menari dan menyanyi Seharusnya
Gayatri sanggup mengelak dan memukul balik membuat
penyerangnya luka parah. Tetapi saat itu ia dalam keadaan
tidak sadar meski masih menari mengikuti irama musik. Urmila
dan Shamita terkejut mendengar teriak dua pendekar wanita
itu Keduanya rhelihat Gayatri masih seperti orang mabuk
Mereka tetap tidak berani menghentikan musik, hanya mampu
berseru memperingatkan, "Putri awas!"
Wisang Geni mendengar teriakan Prawesti dan Ekadasa,
juga peringatan Urmila. Ia melihat Gayatri seperti orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mabuk, mata tertutup, menarinya kacau. Pengaruh magis
jurus masih melilit pikiran Geni, namun sudah banyak
berkurang. Ia melihat Gayatri diserang Prawesti dan Ekadasa.
Tanpa sadar dia berseru, "Jangan serang dia!" Geni
melompat, ingin menolong Gayatri namun terlambat beberapa
langkah. Serangan itu menerpa telak pundak dan dada
Gayatri. Gayatri terlempar, saat mana Geni tiba di sisinya,
menghalau serangan susulan. Ia meraih tubuh Gayatri
sebelum menyentuh lantai.
Gayatri muntah darah. Ia pingsan. Geni memandang tak
percaya apa yang sudah terjadi. Prawesti dan Ekadasa
terkejut melihat mata Geni merah dan berair. "Kenapa kamu
berlaku kejam terhadapnya, apakah dia pernah berbuat salah
pada kamu?" Kedua perempuan itu tak mampu menjawab. T ak mengira,
hanya dengan sekali pukul Gayatri langsung kena dan roboh.
Mengapa gadis itu tidak menangkis atau menghindar,
bukankah ia memiliki ilmu s ilat tangguh. Keduanya tidak tahu,
saat itu Gayatri dalam keadaan tidak sadar. Hanya lantaran
tubuhnya masih dibentengi tenaga batin yang tinggi maka
Gayatri tidak sampai tewas. Namun tetap saja dia luka parah.
Urmila dan Shamita terkejut melihat majikannya kena pukul
dan roboh muntah darah. Mereka luput dari bahaya terluka
sebab tarian Gayatri berhenti seketika, dihentikan serangan
Ekadasa dan Prawesti. Melihat majikannya terluka muntah
darah, dua pembantu itu meradang menyerbu Ekadasa dan
Prawesti. Urmila menyerang Prawesti, Shamita menggempur
Ekadasa. Sekejap saja, dua gadis India itu unggul dan
mendesak hebat lawannya. Geni berteriak, "Urmila berhenti, lebih penting sekarang
menolong Gayatri." Siapa pun tak pernah tahu, Geni pun tak pernah tahu,
bahwa dua pukulan itu telah menyelamatkan Gayatri dari ajal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau kegilaan. Hantaman itu tanpa sengaja telah membetot
Gayatri keluar dari perangkap pengaruh tarian itu. Hantaman
di pundak dan dada tak terlalu parah. Meski dalam keadaan
tidak sadar, tetapi Gayatri masih menari dengan pengerahan
tenaga batin tinggi. Itu sebab ia tidak sampai tewas meski tak
terhindari luka parah. Geni memeluk Gayatri dengan berbagai macam perasaan.
Marah terhadap Prawesti dan Ekadasa. Ia takut Gayatri
mengalami nasib sama dengan Walang Wulan. Ia memeriksa
nadi gadis itu. Kacau, tak beraturan. Darah segar masih
merembes dari ujung mulutnya, meski sudah tidak banyak
lagi. Mata Gayatri meram. Suara Geni panik, "Gayatri, bangun,
jangan mati. Ayo bangun." Ia memeluk tubuh gadis itu, lebih
erat, wajahnya sangat dekat dengan wajah cantik itu. Ia
meneliti. Gayatri meram. Geni makin panik, tangannya menempel punggung Gayatri
lalu mengerahkan tenaga dalam Tenaga dingin menerobos
punggung dan merambah ke seluruh tubuh Gayatri. Saat itu
Gayatri sudah sadar. Tapi dia masih meram, pura pura
pingsan. Ia ingin tahu reaksi Wisang Geni. Ia tahu Geni panik dan
berusaha menolong dengan pengerahan tenaga dalam. Ia
ingin tahu lebih banyak lagi. Geni makin panik ketika bantuan
tenaga dalamnya tidak mampu menyadarkan Gayatri.
"Bangun, kamu harus bangun, Gayatri, aku mencintaimu,
jangan tinggalkan aku."
Wisang Geni berpikir cepat. Tak ada jalan lebih cepat dan
tepat dalam upaya menyadarkan Gayatri me lainkan dengan
pernafasan lewat mulut. Tanpa rasa kikuk, Geni mencium
mulut Gayatri. Mulut itu terkatup erat, perlahan-lahan terbuka.
Ia kaget begitu hendak menyalurkan nafas dan tenaga batin
lewat mulut, Gayatri membuka mata, mengedip. Ia bahkan
bereaksi membalas ciuman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanya berciuman. Empat perempuan itu menyaksikan
dengan aneka macam perasaan. Ekadasa kabur, ia marah dan
cemburu. Prawesti kabur dengan tangisan. Urmila dan
Shamita lega, mereka sempat melihat majikannya main mata.
"Tuan Putri, kamu pasti tidak apa-apa, kita berdua keluar,
menunggu di beranda saja," kata Shamita dalam bahasa
India. Setelah ciuman panjang itu. Geni masih memeluk erat
Gayatri. "Aku mencintaimu, bagaimana lukamu?"
Gadis cantik itu menggeleng kepalanya. "Dadaku sakit,
rasanya ngilu. Coba kau panggil Shamita."
Kedua pembantu itu muncul. Gayatri meminta Shamita
merogoh pil dari dalam kantong yang disimpan di dadanya. Ia
mengambil dua buah. Ia tertawa, lirih. "Ini pil buatan ayah,
manjur untuk luka dalam. Jika dibantu dengan tenaga dalam,
aku rasa akan cepat sembuh, mungkin sekitar tujuh hari."
Geni menyahut cepat, "Aku akan membantumu."
Gayatri tertawa menggoda. Ia masih lemah namun tetap
ceria. "Apakah harus lewat pernafasan mulut lagi?"
Geni mengelus hidung bangir si gadis. "Ya, sulit, memang
sulit, jadi harus lewat pernafasan mulut."
Keduanya tertawa. T iba-tiba wajah Gayatri berubah serius.
"Siapa dua perempuan itu, mengapa mereka mau
membunuhku?" Ia memang tidak melihat dan tak tahu siapa
yang memukulnya. Geni menatap Gayatri mencium dua mata coklatnyayang
indah. "Mereka Prawesti dan Ekadasa. Mungkin mereka
mengira kau akan mencelakakan aku."
Suaranya lirih, "Mengapa kau membela mereka?"
Geni bingung. "Aku tidak membela, malahan aku tadi
marah! Itu sebab mereka kabur."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia merangkul leher Geni, mencium mulutnya. "Mereka
kabur karena melihat kamu mencium aku dengan bernafsu."
Ia tertawa geli. Dalam benaknya dia menertawakan dua
perempuan saingannya itu.
"Gayatri, kamu perlu istirahat Kubantu dengan tenaga
dalam." Ia mencium leher Geni. "Pengobatan bisa ditunda, aku
sudah telan pil salju jadi aku tak akan mati. Geni, tadi kau
panik, kau khawatir aku mati, iya?"
"Memang aku panik karena takut kehilangan kamu,
sekarang ini kamu orang paling penting bagiku. Waktu menari
tadi kulihat kau seperti kesurupan, kau bisa luka parah. Lain
kali jangan mainkan jurus maut itu."
Gayatri tertawa cekikikan. "Kamu menang. Sesuai
sumpahku, kamu pantas jadi suamiku."
"Sebenarnya aku tak perlu tahu siapa dirimu, karena
cintaku tidak terpengaruh pada masa lalu atau siapa
keluargamu. Aku mencintai kamu sebagaimana adanya dirimu.
Tetapi Gayatri, aku ingin tahu lebih banyak tentang diri
perempuan yang kucinta dan yang akan menjadi ibu dari
anak-anakku."

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Usiaku duapuluh tahun, belum kawin, belum pernah
disentuh lelaki, hanya kamu satu-satunya lelaki yang pernah
menyentuh, mencium dan meniduriku, kamu memang licik,"
katanya lirih. Mendadak wajah gadis itu menjadi sendu dan
muram. "Ceritanya panjang, aku sudah dijodohkan, tetapi aku
tidak suka, itu sebab aku kabur ke negeri ini Ibu merestui
kepergianku, ayahku tidak tahu. Aku benci lelaki itu, aku
sungguh tidak suka." Gayatri mendadak memegang dadanya.
"Sakit sekali, Geni."
Geni terkejut, berteriak memanggil Urmila "Kalian berjaga-
jaga, jangan biarkan orang lain masuk mengganggu, aku akan
menolong majikanmu dengan pengobatan tenaga dalam"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Urmila memandang majikannya yang mengangguk setuju.
Geni menggendong Gayatri ke bilik dalam. Kamar itu sempit,
hanya ada sebuah dipan kecil. Ia mendudukkan Gayatri,
kemudian ia duduk di belakangnya. Dua tangannya menyusup
di balik baju Gayatri mengurut punggungnya Samar ia melihat
kulit punggung putih halus. Ia melirik bagian pinggul.
Pinggulnya padat, dihiasi bulu-bulu hitam yang halus. Gayatri
berbisik lirih, "Geni jangan berpikiran macam-macam,
sembuhkan aku dulu baru bercinta"
Geni menguasai birahinya "Aku ikut perintahmu, tuan
putri." Ia memusatkan pikiran. Saat berikut tenaga dingin
bagai air bah merasuk ke tubuh Gayatri, bergerak teratur ke
seluruh bagian tubuh. Gadis itu merasa sejuk, makin lama
makin dingin sampai akhirnya ia menggigil.
Mendadak tenaga dingin itu lenyap berganti hangat, makin
lama makin panas. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya. Bau
harum tubuhnya merasuk penciuman Geni namun lelaki ini
tetap memusatkan tenaganya. Pengerahan tenaga batin
dingin dan panas bergantian merupakan obat mujarab. Gayatri
kagum akan tenaga dalam sedahsyat itu, dingin dan panas
bisa diubah sesuka hati. Sepanjang ma lam Geni mengobati
Gayatri. Saat menjelang pagi, Gayatri merasa banyak lebih baik.
"Geni, cukup sekian dulu, aku sudah baikan, kamu perlu
istirahat" Ia melepas tangannya dari punggung Gayatri.
Keduanya bersila. Geni mengatur kembali tenaga dalamnya.
Gayatri memeriksa tenaganya. Ia gembira sudah bisa
mengerahkan tenaga dalam meski belum pulih sepenuhnya.
Gayatri membalik tubuh. Ia melihat Geni sedang bersila.
Keringat membasahi wajah Geni dan seluruh tubuhnya,
menebar aroma kelaki-lakian. Gayatri mencium bebauan
asing, tetapi yang merangsang birahi.
Ia pernah mencium bau tubuh Geni sewaktu bercinta.
Sekarang ia membaui lagi. Tanpa sadar ia menatap lelaki itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan penuh rasa cinta, ia mengeluh dalam hati. "Ooh
betapa aku mencintai lelaki ini, tetapi sungguh suatu
kemustahilan. Oh Dewa, tolong aku, beri aku petunjuk dan
jalan keluar." Ia melangkah turun dari dipan, bermaksud menuju beranda
hendak memanggil dua pembantunya. Langkahnya terhenti,
tubuhnya tertarik oleh tangan kuat Geni. Ia jatuh dalam
pelukan kekasihnya. Geni merangkul dan membelai wajah
kekasihnya. "Gayatri, aku tak akan mempermainkan kamu,
matilah aku jika aku punya maksud buruk itu. Aku sangat
mencintaimu" Dua pasang mata saling tatap. Mata Gayatri basah.
"Wisang Geni, aku juga mencintaimu, tetapi semua ini
mustahil, umurku hanya tinggal tiga purnama lagi. Aku
disuratkan mati, tiga bulan lagi, tak ada yang bisa mencegah."
Gayatri menatap mata Geni.
Lelaki ini terkejut tetapi hanya sesaat. "Aku tak peduli, aku
mencintaimu, kamu juga mencintaiku, itu sudah cukup. Jika
umurmu hanya tiga purnama lagi, biarlah tiga purnama ini
menjadi bagian paling indah dalam hidup kita."
Gayatri mengangguk. Geni tak kuasa menahan diri,
menciumi wajah dan mulut Gayatri. Keduanya berciuman
lama, ciuman yang penuh arti cinta. Geni memeluk
kekasihnya. Keduanya dirangsang birahi saling menginginkan.
Terengah-engah Gayatri merangkul erat kekasihnya. "Kekasihku, cintailah aku, aku seorang yang haus akan cinta,
beri aku kepuasan cinta, Geni."
Geni menciumi rambut kekasihnya. "Bagaimana dengan
lukamu?" "Aku tidak apa-apa, sebagian tenagaku sudah pulih." Ia
memegang tangan Geni, menuntun ke perut. Geni mengelus-
elus perut kekasihnya. Gayatri berbisik. "Aku tak ingin mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda, aku ingin hidup lama, aku ingin perut ini berisi anakmu,
aku ingin melahirkan anakmu. Geni cintailah aku."
"Kamu tak akan mati, aku tak akan membiarkan kamu
mati, sebenarnya apa yang menjadi beban deritamu, apa
penyakitmu atau mungkin ada musuh yang mengancam
kamu?" "Tidak. Aku sehat, tak punya penyakit, aku juga tak punya
musuh yang mengancam jiwaku. Tetapi kematian memang
hampir pasti akan menjemputku tiga bulan lagi, bahkan
mungkin saja sebelum tiga purnama!"
"Apa sebenarnya yang terjadi" Ceritakan padaku, Gayatri!
Mumpung masih punya waktu tiga bulan, aku akan cari jalan
menyelamatkan isteri yang kucinta."
Gayatri berbisik, "Geni urusan itu ditunda dulu, aku mau
kamu membahagiakan aku, aku mau kaucintai sekarang ini,
aku tak mau yang lain." Ia merangkulkan kakinya ke tubuh
Geni, mencium mulut kekasihnya. Geni mengibas, angin dingin
meniup lampu damar. Kamar gelap gulita. Hanya terdengar
nafas dua insan yang kasmaran dan dilanda birahi Keringat
membasahi tubuh. Mereka bercinta. Akhirnya tidur pulas
sambil berpelukan. Geni terjaga. Tangan lembut Gayatri mengusap dadanya.
"Bangun kekasihku yang perkasa."
Geni menindih tubuh isterinya, tangan mengusap buah
dada, menatap mata lalu mencium mulutnya. "Ada yang
hendak kau ceritakan padaku?"
"Aku ingat Sekar, kemana ia pergi sehabis bersamamu?"
"Ia mencari dua neneknya, Nenek Sapu Lidi dan Dewi Obat.
Setelah peristiwa aku terluka, kedua nenek itu pergi mencari
tempat terpencil menyembuhkan luka Dewi Obat Kata Sekar,
ia akan mencarinya di desa di kaki gunung. Kenapa tiba-tiba
kamu menanyakan Sekar?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia jujur dan menghormati hak orang lain. Ia bisa
menerima aku sebagai isterimu meski beberapa hari
sebelumnya kami bertarung seru. Ia menerimaku apa adanya.
Ia jujur ketika memaksamu menentukan dirinya sebagai isteri
utama. Aku menyukainya, kupikir ia benar dan berhak
mendapatkan itu. Tetapi tampaknya aku akan kesulitan
menghadapi Prawesti dan Ekadasa, karena mereka berdua
sudah memendam cemburu dan iri hati"
"Lantas bagaimana sikap tindakanmu, terhadap kedua
perempuan yang nyaris membunuhmu?"
"Aku tidak dendam, tetapi kupikir lebih baik aku
menghindar dan tidak perlu bertemu keduanya sementara
waktu ini." Geni menghela nafas. "Tampaknya aku harus melepas
Prawesti dan Ekadasa, biar mereka mencari jalan sendiri,
mencari laki-laki lain yang lebih cocok."
Dia terkejut. "Geni, kamu tak bermaksud menceraikan
mereka, iya kan" Jangan lakukan itu, terutama Prawesti, ia
sudah berbakti dan melayanimu semasa kau sakit. Kau sudah
meniduri merenggut perawannya, kau tak pantas menyia-
nyiakan dirinya." "Begini, aku putuskan menceraikan, kamu memilih memberi
maaf. Dua pendapat ini sama kuat, satu satu. Aku akan minta
pendapat Sekar. Apa pun yang dipilih Sekar, itulah keputusan
atas Prawesti dan Ekadasa. Tetapi seharusnya kamu setuju
dengan keputusanku, tidak mungkin kita hidup berkumpul
bersama orang yang punya ganjalan sakit hati"
Dia mengalihkan pembicaraan. "Geni, kamu punya hutang
padaku. Aku menagihnya sekarang, tetapi kau tak boleh
marah. Jikalau kau tidak setuju, katakan saja, aku tak akan
kecewa. Tetapi permintaan berikutnya pasti akan lebih sulit."
"Benarlah apa yang kukatakan, kamu cerdas dan pandai
berhitung, selalu ada syarat dan hutang, baik katakan saja,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semoga saja syarat itu bukan urusan menangkap widali, kalau
itu aku tak sanggup."
"Aku tak peduli dengan widali, sekarang pun aku sudah
merasa cukup dengan ilmu silat yang kumiliki, apalagi ada
engkau di sisiku, siapa yang sanggup menghadapi kita
berdua" Syaratnya mudah, pertama ceritakan tentang
Prawesti dan Ekadasa dan mungkin perempuan lain yang
sudah kautiduri. Kedua, aku minta agar kamu mengawiniku
dalam upacara adat Himalaya. Namun hal ini harus bicara dulu
dengan Sekar, karena setahuku kamu juga belum mengawini
Sekar dalam upacara adat Jawa."
"Tidak sulit. Aku bisa mengabulkan permohonanmu itu." Ia
menceritakan petualangan cintanya dengan Prawesti dan
Ekadasa. "Aku kasmaran sejak bertemu kamu di hutan. Kau masih
ingat, aku harus pergi karena ada janji dengan seorang
perempuan." "Kamu bertemu Ekadasa?"
"Salah! Aku janji bertemu permaisuri Raja Tumapel,
namanya Waning Hyun, dia adik perguruanku tetapi sudah
seperti adik kandung. Malamnya aku nginap di keraton, aku
tak bisa tidur, wajah dan tubuhmu terbayang terus, aku
akhirnya nyelinap ke kamar Ekadasa. Aku membayangkan
meniduri Gayatri yang cantik. Aku hanya semalam saja
bersama Ekadasa. Kau marah?"
Wisang Geni heran. Gayatri tidak marah, malah tertawa.
"Aku tidak marah, hanya heran, apa yang membuat
perempuan mau saja kau rayu, padahal kau bukan laki-laki
yang tampan. Aku pun heran kenapa aku mencintaimu dan
bersedia menjadi isterimu. Lantas bagaimana aku harus
bersikap jika setelah menikah, kamu masih saja suka
menggauli perempuan lain?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketika Walang Wulan masih hidup, aku hanya hidup
bersama dia dan Sekar, tak pernah menggauli perempuan lain.
Begitupun jika sudah beristeri kamu, aku tak akan menoleh ke
perempuan lain." "Tentu saja harus begitu, jangan sampai aku harus
membunuh semua perempuan di negeri ini, atau mungkin
kalau aku sudah sangat jengkel kamu kuracun biar mati"
Gayatri tertawa renyah. "Ah ini cuma guyon."
"Sejak awal kamu suka mengancam, membunuh dan
membunuh. Sudah berapa orang yang kau bunuh selama ini?"
"Aku tidak suka membunuh. Juga belum pernah
membunuh." 'Lantas tiga orang di desa Gondang itu, siapa yang
membunuh mereka?" "Bukan aku, kamu yang membunuh mereka. Sebab kamu
membuat aku marah, menunggumu selama tujuh hari, kamu
ingkar janji membuat aku macam perempuan tolol. Dan tiga
orang itu pantas mati, kurangajar mengatai dan mengolok-
olok aku sundal." Geni menanyakan alasan kawin dengan upacara adat
Hima laya. Padahal di dunia kependekaran, kawin adalah soal
biasa. Tak perlu ada upacara macam-macam. Kalau sepasang
lelaki dan perempuan sudah saling menyukai, maka langsung
saja kawin. Kawin dengan upacara adat biasanya dilakukan
orang-orang kaya, atau orang keraton atau pamong desa.
Upacara yang dilanjutkan dengan pesta makan dan minum
diiringi musik dan tari. "Aku hanya mau upacara adat Himalaya tanpa pesta, tanpa
dihadiri banyak orang. Yang penting upacara sakralnya saja.
Tetapi kalau kau tak mau, tidak apalah, karena bagaimanapun
juga aku sudah resmi sebagai isterimu Hanya kupikir, jika ada
upacaranya maka kemarahan orangtuaku akan berkurang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa dengan orangtuamu, di mana mereka sekarang?"
"Mereka masih di Hima laya, tetapi tak lama lagi mereka
akan datang ke negeri ini, mencari aku. Entah bagaimana
sikap ayah mengetahui aku sudah kawin dengan Wisang Geni
cucu murid pendekar tua Suryajagad. Barangkali dia bisa mati
saking marahnya." "Jadi upacara Himalaya itu, bagaimana cara dan apa
syaratnya?" "Upacaranya sederhana, hanya pengantin mengitar api suci
sambil didoakan oleh pendeta. Waktunya tidak lama, bahkan
terkesan singkat Hanya persiapan yang agak lama. Pertama,
kita mencari pendeta, bisa saja diwakili Kumara. Aku
didampingi Shamita dan Urmila, mungkin juga Malini. Kita juga
harus mencari Sekar, aku tak mau membuatnya tersinggung."
"Bagaimana jika ia mau ikut upacara kawin. Bagaimana jika
ia minta upacara adat Jawa dengan kalian berdua sebagai
pengantin perempuan?"
"Aku tak keberatan. Bagiku yang penting adalah upacara
sakral itu, apakah itu adat Hima laya atau adat Jawa, aku mau
saja." Geni memeluk kekasihnya. "Kamu punya sesuatu yang
jarang dimiliki perempuan lain, mau mengerti perasaan orang
lain dan tidak suka memaksakan kemauan sendiri kepada
orang lain." Samar-samar terdengar suara merdu seorang wanita
berseru, "Banjao kisi ke kisi ko aapena banalo." Jelas bukan
suara Shamita maupun Urmila. Gayatri tercenung, Geni
bertanya, apa artinya itu. Gayatri menerjemahkan, "Jadilah
milik seseorang dan milikilah seseorang. Itu kata-kata sastra
dari buku Natyam Sasrayang kenamaan, buku falsafah tua dari
India. Pepatah itu nama jurus yang handal dan menjadi tanda
pengenal kami dari perguruan Yudistira di lereng Himalaya."


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara itu terdengar jauh, dan bergerak sampai akhirnya
terdengar gemanya di dalam rumah. Gayatri bergegas keluar
kamar, Geni mengikuti dengan penuh tanda tanya. Di
beranda, dua orang tamu yang baru tiba sedang bercakap
dengan Urmila dan Sham ita. Melihat dua tamu itu Geni
mengenalnya sebagai Malini dan Kumara "Paman, bibi," seru
Gayatri sambil lari memeluk Malini. Dua pendekar itu menatap
Geni dengan waspada. "Wisang Geni! Kamu berbuat apa di sini, apa yang kamu
lakukan pada keponakanku?" suara Malini ketus dan tinggi.
Kumara sudah pasang kuda-kudanya.
"Tidak, aku tak melakukan apa-apa, aku hanya mencintai
Gayatri, cuma itu, aku tidak mencekoki dia dengan racun yang
mematikan, aku tidak punya niat jahat."
"Mengapa kamu berada di kamar Gayatri?" Malini bertanya
pada Geni, tetapi tanpa menanti jawabannya, ia menoleh dan
bertanya dalam bahasa India kepada Gayatri. Sebelum gadis
itu menjawab, Geni berseru sambil tertawa geli.
"Malini, kamu perlu tahu, Gayatri sekarang ini sudah
menjadi isteriku, jadi tak usah heran kalau aku berada satu
kamar dengan ponakanmu itu. Dan kamu tak perlu ikut
campur urusanku." "Apa" Kamu gila, apakah kamu sudah meniduri ponakanku"
Di kamar kalian berbuat apa?" Sekarang ini Kumara yang
marah. Wisang Geni diam, tidak bereaksi. Gayatri menarik lengan
Malini dan suaminya. Mereka bicara bisik-bisik. Geni
menggerutu, "Buat apa bisik-bisik segala, biar kalian berteriak
pun aku tak akan mengerti, membicarakan apa pakai bahasa
India, rahasia?" Malini akhirnya bicara dalam bahasa Jawa. "Tidak bisa,
ayahmu akan membunuh kami berdua, kamu sudah gila
Gayatri, kamu sudah dijodohkan dengan Wasudeva. Kamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus kawin dengan dia, kamu tak boleh kawin dengan orang
Jawa, apalagi W isang Geni, murid dari musuh kakekmu. Kamu
sudah gila." Kumara ikut-ikutan marah. "Kami tidak akan mengijinkan
perbuatan gila ini. Tak ada ampun, ayahmu akan ngamuk
besar dan kami berdua akan dicincang oleh ayahmu. Malini,
kalau dia tetap ngotot, lebih baik kita kabur sekarang juga,
biar kakak Yudistira tahu kita tidak ikut campur dan tidak
terlibat dalam urusan gila ini. Dan memang kita tak tahu apa-
apa dan juga tidak terlibat!"
Tumpah ruah kemarahan Malini kepada Geni. "Kamu adalah
musuh bebuyutan kami, hutang kekalahan kami tahun lalu
akan kami lunasi sekarang ini. Kamu tidak ksatria, sengaja
menjebak keponakan kami, itu bukan sifat pendekar
namanya." Nada suara Geni tawar. "Aku tak pernah memusuhi kalian,
kamu sendiri yang mencari permusuhan dengan aku, bahkan
membunuh banyak orang. Ketika kalian kalah, apa yang aku
lakukan" Aku malah menolong kalian agar pergi sebelum para
pendekar negeri ini mengeroyok kamu berdua yang waktu itu
sudah luka parah. Coba bayangkan jika aku buka rahasia
kalian sebagai si K idung Maut aku pastikan ratusan orang akan
mengejar dan mencincang tubuhmu. Kalau tentang Gayatri,
sejak pertama jumpa dia aku sudah mencintainya, aku
mengawininya, nah apakah itu sesuatu yang melanggar
aturan?" Dua pendekar suami isteri itu diam. Mereka tidak yakin bisa
mengalahkan Wisang Geni sekarang ini. Gayatri akhirnya
berkata kepada Malini dengan nada tinggi. "Bibi, aku tidak
mungkin kawin dengan Wasudeva, aku bukan hanya tidak
cinta, tetapi aku muak dan benci. Dulu ia pernah menggoda
kakakku, Manisha. Kakak sangat mencintainya, tetapi ia pergi
berkelana dan tak pernah kembali ke kampung. Ia
membiarkan kakak sengsara menantinya. Ketika ayah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjodohkan kakak dengan Mahesh, kakak menolak, ayah
menghukumnya, kakak mati bunuh diri karena hidupnya yang
merana. Apakah aku salah jika aku membenci lelaki itu?"
Ia bicara dengan semangat berapi-api, Malini dan Kumara
diam. Gayatri melanjutkan, "Dan bagaimana mungkin aku mau
menjadi isterinya, padahal ia pernah meniduri kakakku,
membiarkan kakak hamil dan dia tak mau bertanggungjawab
perbuatannya. Cerita ini ayah tidak tahu, sebab kakak hanya
menceritakan deritanya padaku dan ibu. Sungguh lebih baik
aku mati daripada kawin dengan orang itu. Dan sekarang ini,
aku telah menemukan lelaki yang mencintai dan bersedia
membelaku, jadi apa salahnya aku menjadi isterinya. Tetapi
sekadar memenuhi persyaratan, aku mohon padamu bibi,
kawinkan kami dalam upacara sederhana."
Mendengar cerita itu, bukan hanya Wisang Geni juga empat
pendekar India itu terkejut. Ini peristiwa luar biasa. Kini
Kumara dan Malini mengerti alasan Gayatri menolak
Wasudeva. Tetapi orangtua Gayatri pasti akan ngamuk
mengapa putrinya mau mengawini W isang Geni, orang luar
dan musuh perguruan. Tidak mustahil mereka akan
menghukum Gayatri, bahkan juga semua yang terlibat dalam
urusan ini. Empat orang itu termenung, bingung tak tahu harus
bersikap. Mereka suka dan bersedia menolong Gayatri, tetapi
mereka lebih takut kepada ayah dan ibu Gayatri. Apa jalan
keluarnya" Kumara bertanya kepada Geni apakah sungguh-sungguh
mencintai Gayatri. Geni mengiyakan. Kumara menanyakan
kepada Gayatri apakah sudah berpikir matang menjadi isteri
Geni, sebab itu sama artinya memutus hubungan dengan
orangtua bahkan juga dengan perguruan. Gayatri mengiyakan. Kumara setuju menikahkan dua sejoli itu dalam
upacara adat Himalaya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Urmila dan Sham ita pucat "Kami pasti dihukum,
tugas kami adalah me lindungi Gayatri. Tetapi bagaimana
mungkin kami membiarkan Putri menikah tanpa restu
orangtua." "Urmila, itu semua tanggungjawabku, aku punya alasan,"
kata Gayatri sambil maju memeluk dua pembantunya. Urmila
berkata sambil menangis, "Putri, kamu majikanku tapi sudah
seperti adik, pasti kamu sudah berpikir masak-masak waktu
mau bercinta dan menjadi isterinya. Kami mencintaimu, kami
pasti membelamu di depan orangtuamu, meskipun kami akan
dihukum guru" "Shamita, waktu itu kamu sendiri yang meyakinkan aku
bahwa lelaki itu mencintaiku, selain itu hatiku berkata bahwa
dia tak hanya mencintai aku melainkan juga mau mati
membela aku." "Kalau begitu lakukan saja, Putri, restuku untukmu Aku pun
akan membelamu di hadapan guru." Shamita memeluk dan
menciumi wajah Gayatri. Kumara dan Malini lebih terkejut lagi mendengar
pengakuan Gayatri, ia sebagai isteri kedua W isang Geni. Isteri
pertamanya adalah Sekar. Dan kedua isteri itu bersahabat
satu sama lain. "Aku pikir Gayatri sudah tidak waras,
urusannya sungguh gila," kata Kumara.
Enam orang itu berunding. Akhirnya disepakati Geni
mencari dan membawa Sekar untuk diajak bicara. Setelah itu
upacara kawin adat Hima laya akan dilaksanakan hari itu juga.
"Lebih cepat lebih baik, sebelum gunung ini ribut oleh
perburuan widali sakti."
Baru saja Geni berada di luar rumah, tampak Sekar berlari
pesat ke arahnya. Gadis ini melompat memeluknya, berbisik,
"Aku sudah rindu padamu, Geni, mana Gayatri katanya kau
tarung dengannya, mengapa ada kejadian seperti itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar setelah berpisah dari kekasihnya, berkeliling mencari
dua neneknya. Setelah bertemu dan memastikan Dewi Obat
sudah sehat kembali, ia kemudian mengantar dua neneknya
ke kaki gunung. Dua neneknya menuju Lembah Cemara.
"Kamu hati-hati nduk, banyak orang jahat yang ngiler melihat
kecantikanmu," kata Nenek Sapu Lidi sambil cekikikan. Sekar
tertawa. Sekar kemudian mencari Geni ke rumah tempat menginap
murid Lemah Tulis. Ia mendengar cerita Prawesti dan Ekadasa
bahwa Geni tarung lawan Gayatri dan bahwa Geni luka serta
keadaannya kritis. Mereka kemudian menolong Geni,
menghantam Gayatri, tetapi Geni malah kecewa dan marah.
"Geni sudah kasmaran dan lupa daratan, kepincut kecantikan
dan ilmu pelet Gayatri, kamu hati-hati terhadap perempuan
Hima laya itu, Sekar," kata Ekadasa.
Sungguh terkejut Sekar mendengar cerita aneh ini. Hanya
dalam semalam keadaan berubah menjadi sedemikian buruk.
Itu sebab begitu jumpa Geni, ia langsung menanyakan
keadaan yang sebenarnya. Geni tertegun. Dua perempuan itu sudah bertindak jauh.
"Sekar, jangan percaya pada dua perempuan itu. Semuanya
salah faham." Ia menceritakan keadaan yang sebenarnya.
Juga menceritakan niat dan permintaan Gayatri untuk upacara
kawin. "Tetapi ia ingin bicara denganmu, ia ingin jika kamu
mau, kalian berdua menjadi pengantin. Dan tentang adat
Hima laya atau adat Jawa, ia serahkan padamu untuk
memilih." Di kolong langit ini Sekar hanya percaya pada Wisang Geni.
Ia telah menyerahkan segala miliknya, cinta dan tubuh kepada
lelaki ini. "Aku hanya percaya kamu saja. Apa yang kau
katakan, itulah yang sebenarnya. Mari kita temui Gayatri."
Dua perempuan itu berpelukan. "Bagaimana nenekmu?"
tanya Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak apa-apa, keduanya sehat" Sekar senyum saat
pandangannya bertemu Malini dan Kumara. Dua pendekar ini
takjub memandang Sekar. "Dari seorang gadis dekil dan burik,
dia sekarang cantik jelita dengan tubuh yang begitu
mempesona," kata Malini dalam hati Dia mengatakan dengan
nada pujian.'Wisang Geni, kamu beruntung memperoleh dua
isteri yang begitu cantik."
Geni tertawa menggoda. "Bukan aku yang beruntung,
sebenarnya mereka berdua yang beruntung mendapatkan aku
sebagai suami." Godaan ini memancing Sekar dan Gayatri yang segera
menyerang suaminya. Geni melangkah mundur. Kedua
perempuan mendesak sampai akhirnya masuk kamar.
Keduanya mengeroyok, memegang dan membanting Geni ke
lantai. "Kamu harus ngaku bahwa kamu yang beruntung
mendapatkan isteri secantik aku dan Gayatri." Dua perempuan
itu mencopot busana masing-masing. "Lihat tubuh kita, indah
dan molek." Geni terangsang. "Kalian benar, aku salah. Memang aku
yang beruntung mendapatkan kalian sebagai isteri, kemarilah
sayang." Dua perempuan itu melompat keluar kamar. Geni berseru
"Hei tunggu dulu!" Dua gadis cantik itu tertawa cekikikan
menatap Geni yang juga tertawa.
Tanpa berunding lagi, Sekar menyatakan setuju perkawinan
adat Himalaya. Tetapi Kumara protes, "Bagaimana mungkin
seorang lelaki kawin sekaligus dengan dua perempuan, aku
belum biasa." Tiga perempuan itu, Malini, Urmila dan Sham ita membela
Gayatri. "Lakukan saja, yang penting upacaranya sakral," kata
Malini. Pernikahan dilaksanakan malam itu juga. Urmila, Shamita
dan Malini mencari perlengkapan. Bunga, dedaunan, kulit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pohon warna warni ditumbuk, menyalakan api unggun.
Pakaian pengantin perempuan meminjam warna merah milik
Urmila. Setelah upacara selesai, Geni membopong dua
isterinya, masing-masing di kiri dan kanan masuk kamar. Dua
perempuan itu mengeroyok habis suaminya. Percintaan dan
pertemanan yang unik. "Kamu sekarang sudah menjadi isteriku, apakah kau
bahagia?" tanya Geni. Pengantinnya mengangguk. Gayatri
mengingatkan masih ada syarat yang harus dipenuhi Geni
yakni mengumumkan kepada semua orang, bahwa Gayatri
dan Sekar kini resmi menjadi isterinya. Gayatri memaksa harus
sekarang juga "Dalam keadaan masih belum pulih seperti
sekarang ini, aku tak mau jadi korban widali, setelah kau
umumkan pernikahan ini, kita pergi turun gunung, kita
menyepi bertiga sampai lukaku sembuh total."
"Baik, aku setuju kita umumkan sekarang juga Tetapi
mengenai widali mungkin kita harus menunggu pemunculannya nanti malam, siapa tahu aku bisa menangkap
widali sakti itu dan meminumkan darahnya kepada kalian
berdua" "Firasatku mengatakan widali itu tak akan tertangkap
malam nanti, bahkan ada beberapa pendekar yang mati sia-
sia. Aku tak mau mati konyol, aku mau kita pergi saja. Widali
itu tak bisa dibunuh meskipun oleh pendekar berilmu lebih
tinggi darimu. Jangan kamu terlampau tamak, keadaan
sekarang sudah cukup membahagiakan aku, lukaku juga akan
cepat sembuh dengan pengobatan tenaga dalammu serta pil
salju. Kita pergi saja, Geni." Sekar sependapat Ia menganggap
tak ada gunanya ikut dalam perburuan widali.
Malam itu juga mereka menuju penginapan Lemah Tulis. Di
tengah jalan Geni cerita pada Sekar, bahwa ia akan
menceraikan Prawesti dan Ekadasa. Tetapi Gayatri justru
mengusul agar Prawesti diampuni. "Keadaan satu satu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tinggal kamu Sekar, apapun keputusanmu, maka itulah


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keputusanku," tegas Wisang Geni.
Tertegun sesaat Sekar berkata lirih, "Sulit, apabila pada
awalnya sudah ada perasaan tidak suka atau tidak percaya.
Lama-lama bisa bagaikan api dalam sekam, sekali waktu bisa
meletus dan membakar kita sekeluarga. Ceraikan saja, Geni!"
Gayatri terkejut. Sekar mendekati dan memeluknya "Kamu
dan aku, yang paling dirugikan nantinya"
Gayatri berbisik lirih, "Aku ikut apa katamu."
Wisang Geni dan dua isterinya tiba di rumah Lemah Tulis.
Mereka menyambut ketuanya Sedikit basa-basi, Geni
mengumumkan dia baru saja melakukan upacara sederhana
perkawinan dengan Sekar dan Gayatri. Kontan saja, semua
murid terperanjat. Kabar ini mengejutkan meskipun tanda-
tanda hubungan intim ketua dengan gadis India itu sudah
tercium sejak hari kemarin.
Dyah Mekar menggenggam tangan Prawesti yang dingin
dan basah. Tak seorang bisa membayangkan apa yang dirasa
Prawesti. Jelas ia sangat terpukul. Jika Dyah Mekar tidak
memeganginya, mungkin ia limbung dan roboh pingsan.
Ekadasa tak ada di ruangan. Tetapi ia mendengar semuanya
dari balik jendela rumah. Ia semakin dendam dan cemburu
pada Gayatri. Gerak-gerik Prawesti, wajah yang pucat, tubuh yang
gemetar, tidak luput dari pengamatan Wisang Geni. Lelaki ini
merasa kasihan, tapi bagaimanapun dia harus memilih dan
mengambil keputusan. Memang pahit, terutama bagi Prawesti,
tetapi tidak ada jalan lain.
Dengan berat ibarat kaki dibebani batu puluhan kilo, enam
murid melangkah maju. Satu per satu memberi selamat,
menyalami Geni, dan dua isterinya. Ketika giliran Prawesti,
gadis ini menyalami Geni dengan wajah tunduk. Geni merasa
serba salah. Prawesti kemudian menyalami Gayatri dan Sekar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia berusaha tegar tetapi hatinya hancur berkeping. Ia
melangkah gontai ke kamar. Ia tak menyangka Geni
mengumumkan perkawinan secara terang. Ia juga malu,
karena merasa dipermalukan di depan rekannya. "Mengapa
aku tidak diberitahu, mengapa semua murid Lemah Tulis tidak
diajak menyaksikan. Apakah kesalahanku itu tak bisa
dimaafkan," tanya Prawesti dalam hati
Para murid Lemah Tulis kecewa melihat sepak terjang Geni.
Hal ini tak luput dari pengamatan Geni. Ia memanggil
Prastawana, Dyah Mekar, Gajah Lengar, Kebo Lanang dan
Jayasatru Agar tidak beredar kabar yang tidak benar, Geni
menjelaskan perihal ia menceraikan Prawesti dan Ekadasa.
Apa perbuatan dua perempuan itu dan alasan mengapa ia
harus menceraikan mereka. Keduanya kini bebas untuk
mencari jodoh lelaki lain.
Prawesti tak menyangka mendapat perlakuan setegas itu
dari W isang Geni. Malam itu kepada Dyah Mekar dan
Prastawana, ia mengatakan menyesal mengikuti saran dan
ajakan Ekadasa. "Aku tahu tak seharusnya malam itu aku dan
Ekadasa memukul Gayatri muntah darah. Karena aku melihat
bahwa ketua dan Gayatri tidak tarung, mereka seperti
menikmati musik dan tari. Tak ada sesuatu pun yang
membahayakan jiwa ketua. Aku marah dan cemburu,
sehingga begitu Ekadasa mengajak menyerbu masuk dan
menghantam Gayatri, seperti orang tolol aku ikut saja."
Prawesti menyesal, tetapi nasi sudah menjadi bubur. "Aku
juga masih berlaku tolol ketika Ekadasa bercerita pada Sekar
tentang tipu daya Gayatri memikat ketua, aku ikut-ikutan. Aku
tahu itu cerita tidak jujur dan perbuatan tercela. Mengapa aku
begitu tolol mau diajak Ekadasa berbuat hal-hal yang
sebenarnya bertentangan dengan hati nuraniku. Atas semua
kesalahanku itu, pantas jika ketua kecewa dan marah padaku,
dan aku tak akan mungkin menyalahkan ketua atas
keputusannya itu. Aku tak tahu harus bagaimana, karena aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya mencintai ketua, seluruh hidupku tak ada artinya kini
jika tidak bersama ketua."
Dyah Mekar diam, ia menangis, terharu mendengar
pengakuan Prawesti. Ia berjanji meski menghadapi resiko, ia
akan mohon agar ketua mengampuni Prawesti.
Pada kesempatan itu, Prastawana melapor kepada
ketuanya. "Maaf ketua, tadi tiga pendekar Cina mendatangi
kami, menantang adu ilmu silat di desa Bangsal akhir bulan
Waisaka, tiga puluh hari lagi. Katanya, terserah ketua jika
ingin membawa bantuan. Jumlah mereka sebelas orang.
Tantangan juga telah disampaikan kepada perguruan
Mahameru dan Brantas."
Sepasang mata Wisang Geni berkilat. Tampak dingin dan
kejam "Tidak ada waktu untuk istirahat, ada-ada saja
persoalan, mengenai tantangan para pendekar Cina aku akan
bicara dengan kakek Padeksa dan Gajah Watu pada saatnya
nanti." Geni kemudian berpesan kepada semua murid, "Aku akan
turun gunung, mencari tempat aman mengobati isteriku.
Kemudian aku ke Lemah Tulis membicarakan segala
sesuatunya. Kalian hati-hati, widali itu ganas dan tak
terkalahkan, mungkin lebih baik pulang saja ke Lemah Tulis.
Hati-hati, sampai jumpa di Lemah Tulis." Geni menuntun
tangan dua isterinya melenggang keluar rumah.
Murid-murid Lemah Tulis saling berdebat, kembali ke
Lemah Tulis atau tetap di gunung. Prawesti ngotot bertahan.
"Aku harus berjuang memperoleh widali, jika mati terbunuh
tak ada bedanya, sekarang pun aku sudah mati setelah
ditinggal pergi lelaki yang kucinta," kata Prawesti lirih pada
Dyah Mekar yang mendampinginya.
Geni bersama Sekar, Gayatri dan dua pembantu turun
gunung, Kumara dan Malini tetap berburu widali. Mereka sejak
awal berencana berburu widali, jika beruntung darah widali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan membantu tenaga batin dalam upaya mengalahkan
Wisang Geni. Tetapi dengan Wisang Geni sudah menjadi
suami Gayatri, rencana tarung jadi batal, tetapi perburuan
widali tidak berubah. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan Hamil Senja di hari terakhir bulan Caitra, matahari bersinar merah
lembut. Desa Limo di lereng gunung Argowayang biasanya
tenang dan damai. Semua penduduk sudah mengungsi. Tetapi
kehadiran para pendekar membuat suasana ramai. Tidak lama
lagi, saat tengah malam dan gelap menyelimuti gunung, itulah
saat widali sakti keluar dari persembunyiannya, mencari
mangsa atau dimangsa. Di sana sini tampak para pendekar bersiap dan siaga. Ada
yang mengasah senjata, ada yang semedi menata tenaga
dalam Semua dengan kesibukannya. Sayup-sayup dari jauh
terdengar suara seruling yang merdu. Seorang lelaki usia
empatpuluhan berbaju putih muncul dari kaki gunung. Ia
diikuti sepuluh pria dan wanita yang semuanya berbaju hitam
Mereka mendatangi rumah rombongan Lemah Tulis.
"Aku dari Gunung Lawu, namaku Daraka, aku murid
pendekar Bagaspati dari gunung Lawu Aku datang untuk
menemui Ki W isang Geni, ketua Lemah Tulis."
Prastawana dan Gajah Lengar memberi hormat. "Tak
disangka kami mendapat kunjungan perguruan Lawu yang
masyhur, selamat datang ke gubuk kami. Sayang sekali ketua
kami sudah turun gunung sejak tadi siang. Apakah ada
keperluan penting atau pesan yang bisa kami sampaikan
nanti." Daraka tampak kecewa, ia memberi tanda ke temannya,
salah seorang perempuan maju ke depan. Wanita ini,
perutnya besar. "Ini saudaraku, Kemini, ia diperkosa Ki Wisang
Geni beberapa bulan lalu, kini ia hamil. Kami datang
mengantarkan perempuan ini." Tentu saja kabar ini membuat
semua murid Lemah Tulis gigcr. Terkejut. Semula tidak
percaya, tetapi dalam hati mereka percaya mengingat sepak
terjang Wisang Geni yang memang doyan wanita. Lima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan sudah terpikat menjadi kekasihnya, Walang
Wulan, Sekar, Prawesti, Ekadasa dan sekarang Gayatri.
Diam-diam mereka mencela perbuatan ketuanya. Kasak-
kusuk tanda gelisah menjalar ke semua murid. Hanya Prawesti
dan Gajah Lengar yang tidak percaya begitu saja berita
mesum itu. Sebelum Prawesti maju, Dyah Mekar yang lebih
pengalaman maju. Ia minta ijin memeriksa Kemini. Memegang
nadi dan meraba perut perempuan itu. "Kamu hamil tua,
sudah hampir melahirkan. Kamu diperkosa di mana?"
"Di desa Papar, waktu itu aku sedang menjalani tugas guru
untuk menolong keluarga yang anaknya diculik perampok di
hutan dekat desa Pagu. Di situlah aku bertemu Wisang Geni,
ia menculik aku, ilmunya sangat tinggi sehingga aku tak
berdaya, kemudian aku dibawa ke desa Papar, ia bersama tiga
muridnya. Kemudian malam harinya aku diperkosa. Berulang
kali sepanjang malam."
Prawesti memotong bicara, nadanya agak marah. "Jika
kamu benar diperkosa, tentu kamu mengenal wajah dan
tubuhnya, coba kamu ceritakan bagaimana bentuk wajah dan
tampang Ki Wisang Geni."
"Ia memerkosa aku beberapa kali sampai pagi, setelah
memerkosa, ia pergi dan berpesan supaya aku mencarinya ke
Lemah Tulis, ia mengaku ketua Lemah Tulis, namanya Wisang
Geni." "Kamu kenal bentuk tubuh dan wajahnya?" Tanya ulang
Prawesti. Agak malu-malu Kemini menjelaskan sambil ia menatap
ujung kakinya. "Ia tampan, kurus, langsing, rambutnya
panjang dikuncir dan digelung di atas kepala."
"Usianya kira-kira berapa, sudah tua atau masih muda?"
"Mungkin sekitar limapuluhan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar suara kasak-kusuk lagi di rombongan Lemah
Tulis. Gajah Lengar semakin tidak percaya itu perbuatan
Wisang Geni. "Rambutnya hitam?"
"Ya sudah tentu rambutnya hitam!"
"Sebelum itu, apakah kamu pernah jumpa dengan lelaki
tersebut?" Kemini menggeleng kepala. "Dadanya dirajah
dengan lukisan seekor kuda."
Dyah Meka rberbisik pada Prawesti. Tampak Prawesti
menggeleng kepala. Dyah Mekar kemudian berkata lirih
kepada Kemini dan Daraka. "Ketua kami memang benar
bernama Wisang Geni, tetapi laki-laki itu bukan ketua kami,
dia orang lain." Suara Daraka agak tinggi, "Orang itu mengaku Wisang Geni
ketua Lemah Tulis, mana bisa dia oranglain." Kemini
menambahkan, "Lagi pula tiga muridnya itu memanggil dia
guru, terkadang memanggil guru Geni."
Prastawana menyela. "Kami semua murid Lemah Tulis,
memanggil Wisang Geni dengan panggilan ketua, kami tak
pernah memanggilnya guru, sebab dia melarang, itu
dianggapnya sebagai pantangan besar. Lagipula ketua kami
belum punya murid dan belum mengangkat murid."
Semua murid Lemah Tulis yang tadinya dalam hati sempat
mengutuk perbuatan ketuanya, diam-diam menyesal. Prastawana melanjutkan penjelasan kepada Daraka. "Maaf
pendekar, ketua kami memang benar bernama Wisang Geni,
rambutnya gondrong tetapi tidak panjang dan tidak digelung,
rambutnya penuh uban putih keperakan, yang di ma lam hari
tampak jelas." Kemudian ia melanjutkan dengan suara yang lebih tegas
lagi. "Ketua kami juga tidak jangkung dan tidak kurus, ia
bertubuh gempal dan tidak terlalu tinggi, mungkin sama tinggi
dengan aku. Di dadanya tak ada rajah gambar kuda. Dan yang
paling penting, sembilan bulan atau satu tahun lalu, ketua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami selalu berada bersama kami di perdikan Lemah Tulis, ia
sibuk melatih kami, dan selama itu ia didampingi isterinya,
kami berani memastikan lelaki yang memerkosa saudara
perempuan ini bukan ketua kami yang bernama Wisang Geni,
mungkin lelaki lain yang sengaja mencemarkan nama ketua
kami." Daraka terkejut. "Gila. Jika benar demikian siapa lelaki itu
Apakah kami bisa berjumpa dengan ketua Ki Wisang Geni?"
"Maaf tuan pendekar yang kami hormati, sudah kami
katakan, ketua kami sudah turun gunung, ia tak mau ikut-
ikutan berburu widali, begini saja, jika sampean masih belum
percaya boleh saja datang berkunjung ke perdikan Lemah
Tulis, mungkin sekitar sepuluh hari lagi ketua sudah pulang."
Setelah mengucapkan maaf, Daraka dan rombongan
pendekar gunung Lawu berlalu. Mereka tidak langsung turun
gunung, barangkah mau ikut berburu widali. Sementara murid
Lemah Tulis masuk kembali ke ruang dalam. Prawesti masuk
ke bilik tempatnya bersama Dyah Mekar. Murid lainnya
berkumpul di ruang tengah. Dalam hati merasa bersalah
sempat menyalahkan ketuanya.
Prastawana dan Gajah Lengar membincangkan kejadian
aneh itu. Setelah berpikir sejenak, Prastawana mengatakan kemungkinan besar lelaki pemerkosa itu adalah Lembu Agra.
"Dia amat dendam terhadap ketua, ciri tubuhnya persis seperti
penuturan Kemini. Sembilan purnama lalu ia masih hidup, ia
sengaja melakukan pemerkosaan untuk merusak nama ketua
dan perdikan Lemah Tulis."
Gajah Lengar dan rekan lainnya setuju. "Tetapi bagaimana
pun Lembu Agra sudah mati sehingga tak ada saksi kecuali
perempuan bernama Kemini itu sendiri. Apakah tak mungkin
itu adalah bagian rencana musuh tersembunyi yang ingin
merusak nama ketua kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam bilik Prawesti bersemedi. Ia memusatkan pikiran


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menata tenaga dalamnya. Tetapi berulangkali gagal. Wajah
Wisang Geni membayang terus. Ia marah kepada diri sendiri.
"Mengapa aku begitu tolol mengikuti ajakan Ekadasa"
Padahal aku ingin hidup bersama ketua. Tetapi mengapa dia
tidak memaafkan aku, apakah dia tak tahu betapa aku
mencintainya, dia harus tahu bahwa aku terperosok, mengapa
mendapat hukuman begini berat" Dia tidak memaafkan,
berarti dia tidak butuh aku. Mungkin ia tak mau diganggu,
hanya ingin bercinta dengan dua isterinya yang memang lebih
cantik dari aku. Aku memang melakukan hal yang bodoh. Aku
memang pantas mati, tak ada harganya aku untuk hidup.
Semua orang Lemah Tulis akan melecehkan bahwa aku sudah
dibuang ketua, ibarat habis manis sepah dibuang. Aku malu.
Ke mana aku harus pergi?"
Prawesti termenung. "Sekarang apa yang harus kulakukan"
Aku pikir aku harus adu jiwa dengan widali sakti, biar aku
mati, aku tak peduli, namun bila beruntung dan berhasil
menghirup darahnya, aku akan menjadi tangguh, aku akan
melatih semua ilmu silat yang diajarkan ketua, siapa tahu
suatu waktu nanti aku berkesempatan menolong ketua,
menolong Lemah Tulis."
Ia membayangkan saat ini W isang Geni, Sekar dan Gayatri
sedang bercumbu. Ia menangis dalam hari. "Aku tidak
dendam, aku tidak sakit hati kepada ketua, karena cintaku
kepadanya tak pernah mati Aku pernah mendengar bibi Wulan
mengatakan, seorang wanita adalah sungguh-sungguh
perempuan jika ia hanya mengenal satu lelaki saja, hanya
mencintai satu lelaki saja dan tak ada lelaki kedua yang
dicintainya. Apa pun yang terjadi cintaku kepada ketua itu
akan kubawa sampai akhir hayatku"
Tak disangka Ekadasa berkunjung. Prawesti masih di kamar
Keris Pusaka Sang Megatantra 10 Siluman Ular Putih 09 Iblis Pemanggil Roh Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 4
^