Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 12

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 12


sedang semedi. Keduanya sama-sama mencintai Geni tetapi
yang kemudian ditinggal pergi begitu saja. Ekadasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencurahkan isi hatinya kepada Prawesti. Ia mencintai Geni
sejak awal jumpa di Lemah Tulis ketika bokongnya diremas
Geni. Ia tak pernah lupa kejadian itu. Bagi orang lain mungkin
seperti pelecehan, baginya pertanda Geni punya perhatian
padanya. Lagipula ia merasa bokongnya semok dan punya
daya tarik tersendiri. Ketika Wisang Geni berkunjung ke istana Tumapel, ia
sempat menggoda lelaki itu dengan kerling matanya. Malam
itu tercapai keinginannya, Geni mendatangi ia di kamarnya.
Mereka bercinta dua hari, tak pernah puas. Tak habis-
habisnya Geni mencumbu Lelaki itu sangat perkasa. "Aku
pernah tidur dengan lelaki lain, tetapi Geni luar biasa. Aku
harus mendapatkan dia. Prawesti aku tahu kamu juga
mencintainya, aku pikir kita harus kerjasama, mengatur siasat
memisahkan Gayatri dari W isang Geni," katanya kepada
Prawesti. Ekadasa perempuan yang matang pada usianya yang
duapuluhan, kulit kuning kecoklatan, cantik jelita, hidung
sedikit bangir dengan mulut yang menarik, potongan tubuh
montok dengan payudara menonjol, lingkar pinggangnya kecil,
rambut panjang digelung. Ia cantik dan tahu persis bagaimana
memanfaatkan kecantikannya itu.
Dia percaya kecantikan dirinya, ia tahu banyak lelaki
mendambakannya. Tetapi ia hanya menginginkan Wisang Geni
seorang. Ia marah melihat Geni mencium Gayatri malam itu,
tetapi lebih marah lagi mengetahui keduanya telah menikah
dan Geni telah menceraikan dia berdua Prawesti. Tanpa sadar
ia berkata lirih, "Apa hebatnya Sekar dan perempuan India itu,
keduanya memang cantik, tetapi ma lam itu di keraton aku
telah perlihatkan kepada Geni bahwa akulah yang layak
menjadi isterinya." "Maksudmu tadi bekerjasama, apa dan bagaimana?" tanya
Prawesti bingung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita pisahkan Gayatri dari W isang Geni. Perempuan itu
sekarang luka parah, aku akan kirim orang membunuhnya.
Tetapi yang kita perlukan adalah saat perempuan itu berada
sendirian, karenanya kiia harus pancing agar Geni pergi
meskipun setengah hari saja."
Mata Prawesti terbelalak. "Tidak, akutakmaumengkhianatiketua, aku tak mau membunuh orang
tak berdosa, kamu pergi saja Ekadasa, aku tidak tertarik."
Ekadasa marah. "Kamu perempuan lemah, apakah kamu
mami saja dicampakkan begitu saja oleh lelaki sete lah dia
puas meniduri kamu, benar-benar kamu lemah dan tak
bermartabat" Prawesti naik darah, setengah berteriak ia mengusir
Ekadasa. "Iya, memang aku lemah, kamu pergi saja, aku tak
mau berkawan dengan orang yang akan memusuhi ketua,
pergilah kamu." Mendengar suara bernada tinggi Prawesti itu, Dyah Mekar
dan Gajah Lengar masuk kamar, "Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa," tukas Prawesti. Saat bersamaan
Ekadasa melangkah keluar kamar. "Aku pergi," katanya.
Malam di lereng Argowayang. Gelap gulita karena sinar
rembulan terhalang mendung tebal. Hanya ada kelap-kelip
lampu damar di rumah. Suasana seram dan mencekam Para
pendekar berada di luar rumah, berjalan ke sana kemari,
mencari kesempatan berjumpa widali, memangsa atau
dimangsa. Widali keluar dari persembunyian Sepasang matanyay ang
bersinar gemerlap mengintai dari balik semak. Manjangan
Puguh dan Mei Hwa saat itu berada di dekat semak,
sekonyong-konyong Manjangan Puguh merasa udara bergetar
di dekatnya. Kontan ia bereaksi cepat, memutar tubuh,
merunduk dan melayang pergi. Pada zaman itu, selain
gurunya sendiri pendekar Merapi, Ki Sagotra, tidak ada lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar yang mampu menandingi ilmu ringan tubuh
Manjangan Puguh. Mungkin pertama kali selama puluhan tahun, serangan
widali gagal. Sergapan dan terjangan binatang itu sangat
cepat dan sulit diikuti mata. Puguh hanya melihat ada benda
terbang melesat di sisi tubuhnya, tetapi tidak jelas bentuknya.
Puguh tidak berhenti sesaat pun, ia bergerak sambil berteriak
memanggil Me i Hwa isterinya. Tangannya meraih tangan Mei
dan keduanya melesat menjauh dari semak. "Gila. Jikalau saja
aku tak curiga adanya getaran udara di sekitar tubuhku, dan
jika terlambat sesaat, dan jika aku tak mengunakan Waringin
Sungsang tingkat paling tinggi dengan pukulan Bang Bang
Alum Alum, mungkin saat ini aku sudah mati. Binatang itu
menghilang begitu saja, ke mana dia?"
Manjangan Puguh merasa tangan Mei Hwa dingin dan
basah. "Koko, aku merasa ngeri dan seram, binatang itu tak
mungkin bisa dikalahkan, kurasa lebih baik kita turun gunung
saja." Puguh memikirkan hal yang sama. 'Lebih baik begitu, kita
pergi saja, aku sudah kangen pada anak kita. Ayo Mei,
sekalian kita ajak ibumu, widali itu sangat berbahaya."
Tetapi Sian Hwa memilih menetap bersama kawan-
kawannya. "Aku sudah jumpa dengan kamu, aku sudah
senang. Melihat kamu hidup bahagia, aku pun senang.
Pergilah kalian, rawat cucuku baik-baik, di s ini memang sangat
berbahaya seperti katamu itu."
Malam kelam makin mencekam ketika turun hujan deras.
Suara guruh dan kilat menambah seram suasana. Air hujan
mengalir deras menuruni lereng. Tanah menjadi licin. Para
pendekar makin kalang kabut dicekam rasa gentar, di sana
sini terdengar jeritan orang, lolong serigala dan suara widali
yang mirip jerit kucing. Widali bergerak cepat seperti kilat
halilintar dan terkamannya tak pernah meleset. Satu persatu
para pendekar tewas dengan luka menganga di bagian leher.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hampir tengah malam, suasana masih mencekam. Tiba-tiba
suasana senyap. Hujan, guruh dan kilat halilintar perlahan-
lahan reda kemudian menghilang. Semua senyap. Hanya
terdengar desir angin malam. Widali itu menghilang setelah
memangsa korban. Tujuhbelas nyawa melayang, semuanya
dengan luka menganga di leher. W idali itu menggigit dan
mengisap darah, ia merobek leher korban sehingga hampir
putus. Melihat bekas luka bisa dipastikan mulut widali itu
cukup lebar, itu artinya binatang sakti itu lebih besar dari
kucing atau musang biasa.
Rombongan Kediri kehilangan lima punggawa dan seorang
anggota Sinelir. Rombongan Tumapel kehilangan dua
pendekar utamanya, Catur dan Sapta, rombongan Lemah Tulis
kehilangan Kebo Lanang, rombongan Mahameru kehilangan
Matangga, salah seorang murid utamanya, rombongan
Berantas juga kehilangan dua muridnya. Masih banyak korban
pendekar dari perguruan lain, jumlah seluruhnya tujuh belas
nyawa. Semuanya dimangsa widali hanya dalam setengah
malam. Dunia persilatan seakan berduka memperingati petaka
hebat itu, betapa tinggi pun ilmu silat dan jumlah pendekar
yang begitu banyak ternyata tidak cukup untuk menahan
amuk dan sepak terjang widali sakti.
Ekadasa meratapi mayat Sapta, lelaki yang sebenarnya
sangat mencintainya. Jikalau saja ia tidak terpikat oleh
kejantanan Wisang Geni, ia pasti menerima lamaran Sapta.
Semua sudah jadi bubui. Wisang Geni pergi dari pelukannya,
Sapta tewas di gunung Argowayang. Tadinya ia memimpikan
memperoleh darah widali yang akan membuat ia sakti
mandraguna. Setelah itu ia akan mencari Wisang Geni,
membunuh Gayatri dan menanyakan pada lelaki itu apakah ia
masih mencintainya atau tidak. Ia yakin Geni pasti masih
menginginkan tubuhnya yang penuh daya tarik itu. Ternyata
mimpi itu hanya tinggal mimpi. Namun ia tetap bertekad akan
mencari Wisang Geni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
---ooo0dw0ooo--- Setelah perjalanan santai dari lereng Argowayang, senja
hari Geni dan empat perempuan itu tiba di desa Kipang, desa
terpencil agak jauh dari gunung Argowayang. Tak ada warung
makan, tak ada penginapan. Geni menyewa rumah penduduk,
sekaligus membayar makanan untuk makan malam.
Selesa i santap malam, Geni dan dua isterinya masuk
kamar. Ia berpesan kepada Urmila dan Shamita agar berjaga-
jaga sementara pengobatan dengan tenaga dalam berlangsung. Tangan Geni menempel di punggung halus
isterinya, tenaga dalam menerobos bergantian panas dan
dingin. Tubuh Gayatri menggigil kedinginan, saat berikut
berkeringat kepanasan. Geni menjelaskan akan lebih cepat sembuh jika bisa
mengurut di tempat yang kena pukulan. Gayatri mengangguk.
Ia merasa tak perlu malu, meskipun di kamar itu ada Sekar. Ia
membuka kebaya, membiarkan tubuh atas telanjang.
Keduanya berhadapan. Gayatri melihat Geni memejam mata,
satu tangan Geni menempel di pundak, satu lainnya di celah
antara buah dada. Hampir separuh malam Geni mengobati
isterinya. Tanda merah kebiruan di dua tempat itu mulai
berkurang. "Cukup Geni, aku sudah baikan," sambil berkata
Gayatri menata kembali letak bajunya.
Ia melihat Sekar tidur pulas. Sedangkan Geni masih bersila
menata tenaga dalam. Keringat membasahi sekujur tubuh
Geni menebar aroma kelaki-lakian. Gayatri berbaring di dipan
berdampingan dengan Sekar. Sambil menatap punggung lelaki
itu, Gayatri berpikir, " Dipan ini kecil dan sempit, tapi kalau
dipaksakan cukup untuk tiga orang."
Geni membuka mata. Ia melihat Gayatri dan Sekar
berbaring. Perempuan India itu menatap kekasihnya. "Tadi,
mengapa kamu pejamkan mata, tak mau memandang buah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dadaku padahal di kamar ini suasana gelap, tak ada
penerangan?" "Aku tak mau terganggu pemusatan pikiranku. Paling tidak
kamu harus istirahat dua malam lagi, baru bisa sembuh."
Gayatri tertawa. "Apakah kau bisa tahan tidur bersamaku
dan Sekar dua malam tanpa kamu berbuat apa-apa?"
"Supaya kamu cepat sembuh, aku harus berusaha
menahan diri." Pada saat itu Sekar sudah terjaga. Ia memeluk punggung
Geni. Kakinya melingkar di paha Geni. "Kenapa harus
menahan diri, apa yang ada mari kita nikmati Gayatri ayo kita
keroyok suami ini." Ketiganya tenggelam dalam lautan birahi
yang panas membara Menjelang pagi tiga kekasih itu masih berpelukan. Geni di
tengah di impit tubuh dua isterinya. Sambil mengelus dada
Geni yang berbulu lebat, Gayatri berbisik, "Geni, kamu tahu
apa yang membuat aku mencintaimu?" Geni menggeleng
kepala. Gayatri melanjutkan, "Aku jatuh cinta lantaran kamu
dengan cara yang licik dan kurangajar berhasil menciumku.
Selama hidup aku belum pernah dicium laki-laki, sehingga
ciuman itu menjadi candu yang membuat aku memikirkan
kamu terus. Aku marah dan kesal tetapi rindu. Kamu telah
memberiku sesuatu yang indah yang bahkan belum pernah
ada dalam mimpiku." "Lantas malam ini bagaimana?"
Gayatri tertawa. "Seluruh tubuhku sakit, sakit tetapi nikmat.
Aku bahagia karena tidak salah memutuskan hal penting
dalam hidup, mendapatkan kau sebagai suami sekaligus
kenikmatan tubuh, meskipun untuk semua itu aku harus
menukar dengan nyawaku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni menciumi wajah isterinya. "Kamu tak akan mati, aku
tak akan membiarkan kamu mati, dalam waktu dua bulan ini
aku akan mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalanmu"
Sekar ikut bicara, ingin tahu lebih banyak tentang Gayatri.
"Kamu tak akan mati, apa sulitnya masalahmu itu" Di dunia ini
terjadi banyak kecelakaan yang tidak bisa kita hindari. Tetapi
juga ada kecelakaan yang bisa ditolong. Lihat contoh, suami
kita ini, ia luka parah kena pukulan dingin Kalayawana dan
telan pil racun Kumara dan Malini, usianya hanya bisa sampai
tiga purnama, tetapi buktinya, ia sembuh bahkan mendapat
ilmu dahsyat membuat ilmu silam ya sulit ditandingi dan
menjadi suami yang perkasa seperti sekarang ini. Jadi aku
pikir, masalahmu pasti akan teratasi, percayalah Gayatri."
Gayatri memeluk erat, menyembunyikan wajahnya di dada
Geni. "Terimakasih, Sekar, kamu sangat baik. Sesungguhnya
aku tidak menyesal, setetes penyesalan pun tak ada dalam
dadaku, aku bahagia hidup bertiga seperti ini. Untuk itu,
tidaklah rugi jika aku harus menebus dengan nyawaku Aku
anak bontot ketua perguruan Yudistira di Hima laya, ayahku
berpegang keras pada tradisi kuno, anak perempuan harus
patuh pada jodoh yang diatur ayah."
Gayatri berbaring terlentang, pikirannya menerawang jauh.
Ia seperti melihat ayah dan kakaknya yang galak serta wajah
ibunya yang lembut tetapi tak berdaya. "Dua bulan lagi, pada
akhir bulan Iyestha atau awal bulan Asadha, di situlah jadwal
kematianku sudah tertulis. Tak ada yang bisa menolongku."
Sekar penasaran. "Siapa bilang tidak ada yang bisa
menolong, aku dan Geni dan juga kamu akan berupaya keras
menyelamatkan kamu, jangan khawatir, kita pasti bisa."
"Aku punya seorang kakak perempuan, namanya Manisha
dan dua kakak laki-laki, Arjun dan Shankar. Ada seorang laki-
laki bernama Wasudeva, putra tunggal ketua perguruan
Arjapura Suatu hari, satu tahun lalu, Wasudeva datang
bertamu untuk diskusi ilmu s ilat. Manisha jatuh cinta padanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menjanjikan cinta yang tulus, ia meniduri kakak.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berulangkali. Kemudian ia pergi, berjanji kembali dua bulan
lagi, melamar dan mengawini Manisha.
"Tiga bulan kemudian Manisha hamil. Ayah dan dua
kakakku tidak tahu. Manisha hanya menceritakan pada ibu
dan aku, ibu menyuruh aku bersumpah tak boleh
menceritakan pada ayah dan kakak. Sebab bisa terjadi
pertumpahan darah antara dua perguruan. Ibu lalu mengutus
aku bertiga Urmila dan Sham ita menemui Wasudeva,
memberitahu Manisha hamil. Ia tertawa s inis, malah menuduh
Manisha tak punya kehormatan, yang bisa ditiduri lelaki siapa
pun. Aku tak berdaya, aku pulang membawa kabar buruk
"Tapi Manisha masih setia menanti. Hamil lima bulan,
Wasudeva tetap tak muncul Saat itulah datang lamaran
Mahesh, pendekar dari Hima laya Timur. Ayah menjodohkan
kakak dengan Mahesh. Tak mungkin kakak menerima
perkawinan itu, sebab aib hamil itu pasti akan terbongkar, tak
ada jalan lain, setelah berpesan kepadaku, kakak diam-diam
pergi dan bunuh diri terjun dari tebing."
"Kakakmu Manisha itu cantik?"
"Ia sangat cantik, lebih cantik dari aku, ia tidak bisa silat
tetapi ia mahir sastra dan sangat cerdas. Ia mengajari kami
semua, berbahasa Jawa. Saat itu kami sadar suatu waktu
nanti mungkin kami akan melancong ke tanah Jawa mencari
Ki Suryajagad menebus kekalahan kakek Lahagawe."
"Nasib kakakmu amat tragis, apakah sampai sekarang tak
seorang pun dari keluargamu yang mengetahui kelakuan
Wasudeva itu?" tanya Sekar sambil menciumi dada suaminya.
"Ceritanya panjang. Setelah kematian kakak, Wasudeva
datang berkunjung. Ia merayuku, aku benci dan muak
melihatnya. Ia melamar aku pada ayah Ayah setuju. Aku tak
bisa menceritakan perlakuan buruknya terhadap Manisha
kepada ayah. Tetapi tak mungkin aku menerima perjodohan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, mustahil aku kawin dengan Wasudeva, dia bejat dan aku
tidak suka tampangnya, tidak ada jalan lain, terpaksa aku
kabur ke negeri Jawa."
"Kenapa ke negeri Jawa?"
"Aku ingin lari dari Wasudeva, makin jauh makin baik,
mungkin dia tak akan berani kemari, semoga saja demikian."
"Lantas penyakitmu itu?" tanya Sekar.
"Aku sehat, tak ada penyakit. Tetapi yang pasti, ayah, ibu
dan dua kakakku akan datang ke negeri ini, mereka akan
menjemput aku, menghukumku. Mereka akan muncul pada
akhir bulan Iyestha atau awal bulan Asadha, di situlah hari
kematianku. Ayah membunuhku atau aku harus bunuh diri. Itu
sebab aku cepat minta kau menikahi aku, agar bisa menikmati
cinta yang indah selama dua bulan, aku ingin bersenang-
senang sampai puncak kenikmatan, setelah itu jika harus mati
bunuh diri, aku rela."
"Tidak Gayatri, kita akan hidup lama. Aku senang kamu
sehat, tak punya penyakit, kalau hanya itu kesulitanmu, aku
yakin bisa kita atasi bersama. Kita tinggalkan keramaian dunia
ini, kita pergi ke suatu desa terpencil, tak akan ada orang bisa
menemukan kita, kita bertiga menetap sampai hari tua," kata
Geni. "Kamu mau pergi meninggalkan perguruanmu Lemah Tulis,
apakah kamu tidak takut dituduh sebagai ketua yang tidak
bertanggungjawab, apa tanggung jawabmukepada leluhurmu,
kepada guru-gurumu?"
"Aku akan meletakkan jabatan ketua ini dengan baik-baik,
memberikan jabatan ini kepada orang lain, begitu kan?"
Gayatri menatap dalam-dalam mata suaminya. "Kamu mau
melakukan itu semua untuk aku?"
"Sekar dan Gayatri, kalian dengar, sebenarnya aku bosan
dan jenuh dengan pertarungan di dunia persilatan ini. Jika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalah, mati. Jika menang, pasti akan ada orang lain yang
mencari untuk balas dendam. Begini terus, tak pernah
berhenti. Satu bulan lagi aku harus berhadapan dengan para
pendekar negeri Cina, ini juga urusan balas dendam karena
aku pernah mengalahkan tiga pendekar utama Cina, satu di
antaranya Sam Hong bahkan mati di tanganku. Semua itu
tarung resmi di bukit Penanggungan. Sekarang para pendekar
Cina datang menantang aku, balas dendam. Aku bosan.
Akhirnya aku berpikir untuk mengundurkan diri dari
keramaian. Aku senang jika bisa hidup bersama kalian di suatu
tempat terpencil." Gayatri terharu. Ia memeluk dan mencium kekasihnya.
Geni membalas dengan nafsu menggebu. Tiga insan itu larut
lagi dalam nafsu birahi. Bercinta dalam suasana hati saling
membutuhkan. Pada saat itu, di pagi hari yang sejuk, Urmila dan Shamita
telah memutuskan langkah. Keduanya berunding lama untuk
sampai pada keputusan itu. Ketika Gayatri keluar dari kamar,
ia melihat dua pembantunya sedang duduk menghadapi
sarapan pagi yang baru saja diantar pemilik rumah. Lima
orang itu melahap sarapan singkong dan ayam bakar.
Pada kesempatan itu Urmila dan Shamita menyampaikan
maksud mereka hasil pemikiran semalam. Keduanya merasa
tidak lagi layak mendampingi Gayatri. "Putri, kamu adik
perguruan kami, tetapi ilmu s ilatmu lebih tinggi, kau juga putri
guru kami, tugas kami selama ini adalah mengawalmu. Tetapi
sekarang keadaan sudah lain, kamu sudah bersuami."
Gayatri memotong bicara Urmila yang mulai tersendat-
sendat saking terharu. "Kamu ingin meninggalkan aku, begitu"
Katakan saja kalau memang benar, aku tak akan marah."
Shamita memegang tangan Gayatri. "Suamimu akan
melindungi dan dengan ilmu silat yang diniilikinya aku kira
kamu cukup aman. Apalagi kamu juga punya ilmu silat
mumpuni. Kami pikir tak enak mengganggu kalian yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang mabuk cinta, biarkan kami pergi, siapa tahu kami
ketemu jodoh di negeri indah ini."
Selesa i sarapan, dua pembantu itu memeluk Gayatri.
Perpisahan yang mengharukan. Tiga perempuan itu menangis.
Urmila berkata di tengah tangisnya, "Putri, kami belum
berencana pulang ke India, kami akan melancong di negeri ini,
tapi kami tetap akan memantau dirimu, jika kamu dalam
kesulitan kami rela berkorban jiwa untukmu, urusan dengan
Wasudeva kami akan ikut membelamu meski untuk itu kami
akan dihukum guru." Dua pembantunya pergi, Gayatri menangis dan berlari
masuk bilik kamarnya. Sekar memburu, menghibur hatinya.
"Selama ini kami selalu bersama-sama, sejak masih kecil, kami
bermain bersama, setiap ada kesulitan, keduanya selalu
membantu. Mereka sudah seperti kakak bagiku Kini mereka
pergi, aku merasa kehilangan. Tetapi mereka punya hak untuk
mencari masa depan sendiri, usianya masih duapuluh lima,
semoga bisa mendapat kebahagiaan seperti yang aku cicipi
sekarang ini." Tiga hari di desa Kipang, Gayatri sudah hampir sembuh. Ia
kini sudah bisa menggunakan tenaga dalam meski belum
seluruhnya pulih. Rasa ngilu dan sakit di dada serta
pundaknya sudah lenyap. Pagi hari itu Geni membawa dua
isterinya menuju Lemah Tulis. Mereka menunggang kuda, dua
hari kemudian tiba di perguruan. Hari sudah senja.
Wisang Geni dan dua isterinya langsung menghadap
Padeksa dan Gajah Watu. Waktu itu Geni sudah mendandani
Gayatri dengan pakaian pendekai Jawa. Ia tampak cantik
gemerlap, kulitnya yang putih tampak mencolok di bawah baju
dan celana warna hitam. Rambutnya yang panjang digelung
dengan ikat kepala warna putih. Hidungnya bangir, bibir tebal,
mulut lebar bagai busur serta dua bola mata berwarna coklat
yang berlindung di balik bulu mata lentik, menegaskan
kecantikan seorang perempuan India.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa dan Gajah Watu terperanjat ketika Wisang Geni
memperkenakan Gayatri dan Sekar sebagai isterinya. Sesaat
dua orang tua itu terdiam, keduanya mengamati Sekar dan
Gayatri, mencoba membandingkan cantiknya dua isteri Geni
itu. Mereka pernah mengagumi kecantikan Sekar. Gayatri tak
kalah cantik. Dua wanita itu memang cantik dan jelita.
Kecantikan Gayatri adalah kecantikan wanita asing, cantik
India. Kecantikan Sekar, cantiknya perempuan Jawa.
Dua kakek itu membatin mungkin Geni terpikat kecantikan
yang luar biasa itu tetapi tidak tahu kelakuan dan isi hati si
perempuan. Padeksa membatin, "Apa yang kutakutkan
akhirnya terjadi, Wisang Geni kawin dengan orang luar, ah
kasihan si Prawesti, bagaimana perasaannya."
Keduanya lebih kaget lagi mendengar penjelasan Geni
bahwa Gayatri adalah cucu pendekar Lahagawe yang pernah
dikalahkan Eyang Sepuh Suryajagad di perang Ganter.
Sebagai orang tua yang sudah banyak pengalaman hidup
keduanya tidak memperlihatkan rasa curiga. Namun Geni dan
Gayatri tahu bahwa dua kakek itu curiga perkawinan hanya
alasan Gayatri membalas dendam. Dua kakek lebih heran
mendengar Geni meninggalkan Argowayang saat di mana
widali sakti keluar dari persembunyian. "Mengapa kau pergi
meninggalkan anak buahmu?" tanya Padeksa kecewa.
Geni merasa aneh. "Kenapa kakek bertanya itu, aku
memilih pergi dan mereka memilih berburu widali, itu pilihan
masing-masing. Mereka juga bukan anak kecil yang harus
kutemani dan kulindungi terus."
Padeksa terdiam Gajah Watu memecah kesunyian. "Geni,
sejak dua hari lalu, perdikan kita kedatangan tamu, sampai
hari ini sudah tujuh perempuan yang diantar keluarganya
masing-masing. Mereka hamil dan menuduh seorang bernama
Wisang Geni yang ketua Lemah Tulis telah memerkosa
mereka." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni terkejut. Gayatri ikut terkejut. "Aku tak pernah
melakukan perbuatan terkutuk itu, aku belum sekali pun
pernah memerkosa perempuan, aku pantang melakukan
perbuatan terkutuk itu, pasti f itnah, pasti suatu kekeliruan."
Gajah Watu berkata dengan nada datar, "Perempuan-
perempuan itu menantimu di pendopo, silahkan keluar temui
mereka." Geni seperti linglung, berdiri dan hendak me langkah.
Tangan Gayatri memegangnya. "Jangan sekarang, jangan
temui mereka sekarang. Nanti saja, kau istirahat dulu."
"Kenapa kamu menghalangi, dia harus berani bertanggungjawab atas perbuatannya," suara Padeksa ketus.
Gayatri beringsut mendekati Sekar, keduanya bisik-bisik,
kemudian Gayatri kembali dan berkata lirih, "Maaf, aku tak
percaya suamiku melakukan perbuatan itu, aku punya alasan
kuat, kakek mau dengar?"
Geni memandang isterinya. Ia berharap Gayatri dan Sekar
bisa menolongnya. Ini aib besar. Terdengar suara Gayatri,
"Tadi ketika masuk pintu gerbang dan melewati pendopo aku
melihat banyak orang, aku melihat beberapa perempuan.
Tetapi saat kita lewat tak seorang pun yang berteriak
menyebut nama suamiku, tidak seorang pun. Ini bukti, mereka
melihat suamiku, tetapi mereka tidak mengenal suamiku,
padahal hari masih senja, matahari masih terang. Ini bukti
jelas. Itu sebabnya aku mencegah suamiku menemui mereka
sekarang." Dua orangtua itu mengagumi kecerdasan Gayatri. Tetapi
sebelum mereka bicara, gadis India ini sudah melanjutkan
bicara, "Aku katakan tadi, aku sangat yakin suamiku tidak
melakukan perbuatan itu, mengapa aku yakin?" Ia menatap
dua kakek itu yang menahan nafas ingin tahu penjelasannya.
Ia kemudian menceritakan pertemuannya dengan Geni. Ketika
ia nyaris diperkosa penjahat, "Aku tahu aku cantik, tubuh
atasku telanjang, tetapi Geni bisa mengendalikan diri, jika saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
moralnya rendah pasti dia sudah memerkosaku. Jika aku saja
yang lebih cantik dengan kesempatan sebesar itu tidak ia
perkosa, maka aku tidak percaya mengapa ia memerkosa
perempuan di luar sana yang sama sekali tidak cantik dan
entah berasal dari mana. Ini sebabnya aku yakin suamiku
tidak melakukan perbuatan terkutuk itu. Pasti ada orang lain
yang sengaja merusak nama Wisang Geni."
Sekali lagi Gajah Watu dan Padeksa mengakui kecerdasan
Gayatri. Sekar ikut mendukung alasan Gayatri. "Aku juga tidak
percaya suamiku memperkosa perempuan. Itu jelas fitnah dan
omong kosong besar!"
Geni gembira bahwa Gayatri dan Sekar percaya kepadanya.
"Jadi bagaimana aku harus hadapi mereka?" katanya pada
Gayatri. Gayatri tertawa geli. "Kamu semakin banyak
berhutang padaku. Hutang yang lalu belum kamu bayar
sekarang sudah berhutang baru lagi."
"Sudahlah Gayatri, aku sudah katakan bahwa sampai mati
pun aku tetap masih berhutang padamu. Katakan sekarang
jalan keluarnya." Gayatri berkata kepada dua kakek, "Ketika kami datang,
perguruan ini sunyi. Aku sempat melihat beberapa murid yang
menghindari kami, mereka sembunyi. Kakek bisa bantu
memecahkan persoalan ini dengan mencari tiga murid,
perawakan harus beda satu sama lain. Seorang harus mirip
suamiku termasuk rambutnya dicat mirip uban. Dua lainnya,
satu tinggi, satu pendek, dengan rambut hitam. Usianya
tigapuluhan dan limapuluhan. Ajak perempuan-perempuan itu,
satu per satu, menemui ketiga murid, katakan, ada tiga
Wisang Geni, yang mana yang kalian cari. Lantas kita lihat
sampai di mana kebenaran sandiwaranya?"
Gajah Watu mempersiapkan rencana Gayatri. Tiga murid
mengaku Wisang Geni. Tujuh perempuan itu bingung. Empat
perempuan mengaku ketiga murid itu bukan Wisang Geni.
Tiga lainnya menuding murid dengan rambut beruban sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni. Semua disaksikan Gayatri. Sementara Geni
menanti di kamarnya. Dibantu beberapa murid, Gayatri memisahkan dua
kelompok. "Jelas, empat wanita itu tidak mengenal W isang
Geni, berarti bukan suamiku yang melakukan perbuatan itu


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi orang lain yang mengaku sebagai Wisang Geni. Tiga
lainnya juga tidak mengenal Wisang Geni, hanya mengetahui
ciri rambut ubanan saja. Nah tugasku membersihkan nama
suamiku sudah selesai, aku pamit menemui suamiku."
Gayatri berdua Sekar meninggalkan pendopo, menemui
Geni di biliknya. Sementara Padeksa dan Gajah Watu serta
beberapa murid melakukan pemeriksaan. Kesimpulannya, ada
orang yang sengaja memerkosa wanita-wanita itu sambil
memperkenalkan diri sebagai Wisang Geni ketua Lemah Tulis.
Pemerkosaan terhadap empat perempuan dilakukan lelaki
berusia limapuluhan, di dadanya ada tanda rajah bergambar
kuda. Kejadiannya sekitar sembilan bulan lalu. Lelaki itu
berpesan agar pergi ke Lemah Tulis. Siapa lelaki itu tidak ada
yang tahu. Tiga perempuan lain punya kisah berbeda. Mereka
punya suami dan sedang hamil besar, berasal dari desa
Gadang. Seorang wanita cantik berpakaian mewah membayar
ketiganya untuk mengaku diperkosa dan dihamili W isang Geni.
Dia menggambarkan ciri Wisang Geni, rambutnya penuh uban.
Itu sebabnya tiga wanita ini menuding murid yang rambutnya
dicat uban sebagai Wisang Geni. Siapa perempuan cantik ini,
tak seorang pun yang tahu.
Wisang Geni sedang duduk termenung ketika Gayatri dan
Sekar masuk. Ia menyongsong isterinya. "Bagaimana
hasilnya?" "Beres, semua ketahuan bohong, ada orang yang merusak
namamu Tetapi mengapa wajahmu kusut, apakah kau takut
mereka mengenal wajahmu?" Gayatri menggoda. Sekar
tertawa mendengar godaan nakal itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Bukan itu. Aku kecewa karena ternyata semua
murid termasuk kakek percaya aku melakukan perbuatan
terkutuk itu. Mengapa bisa begitu" Itu sebab begitu melihat
aku datang, semua murid menghindar, rupanya mereka
percaya aku seburuk itu. Anehnya kakek juga tidak percaya
padaku. Kalau begini, kalau tak ada kepercayaan yang tulus
kepada seorang ketua, maka ketua itu tidak akan bisa
memimpin anak buahnya dengan baik," kata Geni dengan
nada kecewa. Gayatri memegang tangan suaminya. "Jangan berpikir
demikian, mereka bukannya tidak percaya padamu, tetapi
mungkin berita itu sangat mengejutkan, aku yakin mereka
masih percaya padamu"
"Gayatri, Sekar, kalian berdua lebih suka aku sebagai ketua
Lemah Tulis atau aku meninggalkan jabatan ketua ini?"
Sekar terkejut mendengar pertanyaan ini. "Aku senang
dengan apa saja keputusanmu Kamu sebagai ketua Lemah
Tulis atau bukan ketua, bagiku sama saja. Yang penting
bagiku, aku tetap di sisimu Ke mana kamu pergi, ke situ aku
mendampingimu." Gayatri mengangguk sependapat.
Saat itu W isang Geni telah mengambil keputusan penting
dalam hidupnya. "Aku tak mau lagi menjadi ketua Lemah
Tulis, dalam beberapa hari ini aku akan menyerahkan jabatan
ketua ini kepada kakek, biar mereka mencari ketua yang baru
Aku akan bereskan hutang dendam dengan pendekar Cina
sebagai Wisang Geni pendekar biasa bukan sebagai ketua
Lemah Tulis. Aku lebih suka berkelana seperti Eyang Sepuh,
tetapi berbeda dengan Eyang Sepuh yang sendirian, aku akan
ditemani dua isteriku yang cantik dan cerdas, Sekar dan
Gayatri." Pikiran ini tidak ia utarakan.
Malam itu Geni merasa ada yang kurang. Biasanya Prawesti
yang menyediakan santap malam, terkadang mengambilnya
dari dapur, pada kesempatan lain gadis itu sendiri yang
masak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kali ini ia bingung. Sementara Geni bingung, Sekar
mengajak Gayatri ke dapur. Keduanya menolak ketika Geni
menawarkan diri mengantar. "Tidak perlu, kamu tunggu di s ini
saja, ini urusan perempuan."
Dua isteri itu gembira melihat suaminya makan dengan
lahap. Keduanya tidak menceritakan s ikap murid-murid wanita
sewaktu bertemu di dapur. Mereka tidak menegur sapa,
bahkan satu per satu meninggalkan dapur sambil mencibir
mulut. Sekar jengkel, namun Gayatri memegang tangannya.
"Kita tak perlu meladeni mereka. Aku pikir, mereka kecewa
karena Geni meninggalkan Prawesti. Dikiranya kita berdua
yang membuat ulah atau memengaruhi Geni," kata Gayatri.
Sesaat kemudian dia menambahkan, "Itu sangat manusiawi
bagaimanapun juga mereka patut membela saudara
perguruan sendiri, kita berdua kan orang luar, apalagi aku,
orang asing." Malam itu Gayatri merasa nyaman dan tenteram dalam
pelukan suaminya. Rasanya aman. "Tak ada siapa pun yang
bisa memisahkan lelaki ini dariku," pikirnya.
Sesaat ia teringat ibunya pernah berkata kepadanya, "Jika
ada lelaki mencintaimu, tugasmu yang paling utama adalah
menjaga dan memelihara cinta itu dengan perilaku dan
pelayanan memuaskan. Dengan demikian ia tidak akan bisa
meninggalkan kamu. Yang penting, kau harus pandai dan
cerdas menempatkan diri sehingga lelaki itu merasa selalu
membutuhkan dirimu. Ingat itu Gayatri."
Saat Geni, Sekar dan Gayatri berenang dalam birahi cinta di
biliknya, saat itu rombongan Prastawana tiba. Ia melapor
peristiwa di gunung Argowayang, sepakterjang Wisang Geni
membunuh Lembu Agra, Lembu Ampai dan para pendekar
yang hendak menyerang Lemah Tulis, tujuhbelas pendekar
termasuk Kebo Lanang dimangsa widali, tantangan pendekar
Cina kepada Geni dan semua pendekar tanah Jawa,
pernikahan Geni dengan Gayatri dan Sekar. Kematian Kebo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lanang sempat membuat Padeksa dan Gajah Watu kecewa
terhadap Geni. "Jika Geni bersama mereka, mungkin Kebo
Lanang tak dimangsa widali," pikir Gajah Watu.
Mereka berpencar menuju bilik masing-masing. Prawesti
tadinya melangkah ke bilik ketua, namun dia teringat bahwa
Geni sudah punya isteri. Ia berbelok menuju dapur. Ia resah
namun memaksa diri makan. Ketika itu tiga murid perempuan
mendekatinya. "Mbak Westi, ketua sedang berdua di biliknya
bersama dua isterinya. Kamu tidur bersama kami saja."
Prawesti tak peduli apakah sindiran atau maksud baik, ia
menatap gadis itu dan mengucap terimakasih. Ia menyelesaikan makan lalu keluar ruangan tanpa menoleh lagi
kepada tiga gadis itu. Ia berpikir akan nginap di rumah paman
Jayasatru, rumah tempat tinggalnya sebelum ia menjadi
kekasih Wisang Geni. Di tengah jalan ia mengubah pikiran, ia merasa malu. Apa
yang harus ia katakan kepada bibinya. Dalam perjalanan dari
Argowayang, Jayasatru memperlihatkan perhatian kepadanya,
melayani dan mengajaknya bicara namun tidak bicara soal
pernikahan Geni. Ia merasa semua orang seperti meremehkan
dan mengasihani dirinya. Ia tak sanggup menghadapi
kenyataan ini. Sekonyong-konyong Prawesti berlari pesat ke gerbang,
menerobos keluar menuju kegelapan ma lam. Ia tak tahu
menuju ke mana, tetapi langkahnya menuntun ia menuju ke
arah hutan dawuk di lereng gunung Arjuno. Tengah malam
ketika Geni bertiga Sekar dan Gayatri meneguk cinta yang
penuh birahi menuju puncak kenikmatan, saat itu Prawesti
berlari dikejar nestapa cinta dalam pekatnya malam.
Esok hari saat matahari terbit, Lemah Tulis tampak sibuk
Terlihat murid lelaki maupun wanita sedang berlatih. Teriak
dan bentakan mewarnai kesibukan. W isang Geni meninggalkan Gayatri dan Sekar yang masih terbaring letih. Ia
menuju rumah Gajah Watu dan Padeksa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia sudah memutuskan mundur dari jabatan ketua Lemah
Tulis. Namun baru saja ia duduk, Padeksa memberitahu kabar
buruk "Geni, sejak tadi malam Prawesti menghilang dari
perguruan. Ada yang melihatnya tengah malam berlari ke luar
gerbang. Sampai sekarang, Jayasatru dan isterinya sudah
mencari ke semua bilik dan rumah, tetapi gadis itu tak
diketemukan." Wisang Geni terkejut. "Ke mana dia pergi?"
Padeksa berkata dengan nada sendu, "Kasihan gadis itu, ia
patah hati dengan perkawinanmu, hatinya hancur, aku tidak
tahu ke mana dia pergi, ia tak punya keluarga, tak punya
siapa-siapa." Kata-kata Padeksa itu mengena tepat sanubari Geni. Lelaki
ini bereaksi cepat. "Aku akan cari dia."
Geni balik ke rumahnya, mengajak Sekar dan Gayatri.
Isterinya balik bertanya, "Kamu tahu ke mana dia pergi?"
"Barangkali aku tahu. Perjalanan makan waktu satu atau
dua hari." Gayatri menolak. "Kau pergi sendiri, aku capek, tadi malam
kamu meniduriku habis-habisan, hampir membunuhku." Sekar
juga menolak, alasannya letih. Mereka menyuruh suaminya
cepat pergi. Tetapi Geni masih berdiri di situ, tampaknya hendak
mengatakan sesuatu. Gayatri memandang dengan kocak,
"Geni, ajak ia tinggal bersama kita, Prawesti itu tak punya
siapa-siapa lagi, di luar sana dia sendirian tak punya keluarga.
Bagaimana pendapatmu mbakyu Sekar?"
Sekar memandang Gayatri dengan penuh haru. "Gayatri,
kamu wanita istimewa, kamu tidak dendam malahan
mengajak Prawesti bergabung dengan kita, kalau kamu sudah
memaafkan dia, aku tak punya alasan lagi menolak," dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menoleh ke suaminya. "Geni, ajak dia pulang secepatnya.
Kami tunggu di s ini."
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selamat Tinggal Malam gelap gulita, Prawesti tidak peduli akan keselamatan
diri, dia hanya menuruti langkah. Dia berlari sambil menangis.
Berhenti bersandar di pohon, dia berlari lagi. Hatinya hancur,
malu dan marah. Ia menyesal mengapa sampai terjerumus
ajakan Ekadasa. "Gayatri itu perempuan baik, dia tidak marah
dan tidak menaruh dendam padaku. Yang marah, hanya
ketua, itu pun memang salahku sendiri. Mengapa aku begitu
bodoh?" Berlari dan berlari, ia sangat letih. Tubuh letih dan batin
merana, Prawesti jatuh di tengah hutan. Ia roboh, pingsan. Ia
sadar ketika embun membasahi wajahnya, suara burung
berkicau, ayam berkokok. "Aku tertidur semalaman. Di mana aku sekarang?" Ia
mencari jalan setapak, setelah menemukan jalan, ia kemudian
menuju ke arah tenggara. Ia tahu arah tenggara adalah
tujuan ke air terjun hutan dawuk. "Aku akan menetap di situ,
di goa, berlatih sampai aku menguasai semua ilmu silat yang
diajarkan ketua." Setelah menetapkan keputusannya ia melanjutkan per
jalanan. Ia tidak terburu-buru. Tak ada sesuatu yang
mengejar dan tak ada sesuatu yang dia kejar. Senja hari dia
tiba di desa Sajan, desa kecil. Ia merogoh saku, masih ada
kepingan uang. Ia numpang di rumah rakyat, kebetulan
pemiliknya seorang ibu tua dan dua orang cucu yang masih
belia. Esoknya dia melanjutkan perjalanan.
Suara gemuruh air terjun terdengar merdu di telinga
Memandang jauh ke sana terbayang Wisang Geni sedang
berlatih di bawah guyuran air terjun. Dia membayangkan
dirinya sedang bercinta dengan lelaki itu di dalam goa di balik
air terjun. Bagi dirinya goa itu penuh kenangan manis. Tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahan lagi, Prawesti berlari menerobos dinding air, masuk ke
dalam goa. Goa itu gelap. Ia mengibas rambutnya yang basah. Tiba-
tiba matanya melihat sosok tubuh sedang berbaring di tanah.
Tubuh itu membelakangi dia. Samar-samar Prawesti
memerhatikan rambut orang itu, putih mengkilap. "Apakah dia
Wisang Geni?" Belum sempat berpikir lebih lanjut, Prawesti dikejutkan
ketika orang itu memanggil namanya, "Westi, kemari kamu!"
Ia mengenal suara itu, suara panggilan "Westi", ia tahu
persis itu suara Wisang Geni. Tetapi pikirannya membantah.
"Aku sudah mulai gila, mustahil dia ada di sini, dia sekarang
sedang bercinta dengan isterinya di Lemah Tulis, bagaimana
mungkin dia bisa berada di sini, pasti aku sudah gila!"
Orang itu memang Wisang Geni. Ia melakukan perjalanan
cepat, pagi hari berangkat tepat senja hari ia menemukan
Prawesti yang nginap di desa Sajan. Ia bisa menyusul dan
mendahului, karena tahu persis tujuan Prawesti juga lantaran
gadis itu me lakukan perjalanan lambat. Geni menguntit dari
jauh. Ia mendahului masuk ke goa. Ia mengintip dari jauh.
Ketika gadis itu berlari menuju goa, ia pura-pura tidur.
Dalam keadaan masih bingung, apakah bermimpi, ataukah
sudah gila, Prawesti melihat orang itu melejit dan menubruk
ke arahnya. Prawesti terkejut dengan sigap mengelak sambil
menyerang balik. Namun mana mampu dia melawan Wisang
Geni. Hanya dengan satu gerak tipu, Geni sudah mendekap
tubuh Prawesti. Gadis ini memberontak, namun ketika melihat
orang yang mendekapnya adalah Wisang Geni, seketika ia
pingsan lantaran kaget. Tubuhnya lemas tidak bertenaga lagi
dalam pelukan Geni. Sesaat Geni terkejut. Pelan-pelan ia meletakkan tubuh
Prawesti di tanah. Ketika meraba denyut nadinya, ia tahu
Prawesti hanya pingsan karena kaget. Dalam remang-remang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gelap, Geni memerhatikan Prawesti. Tubuhnya agak kurus dan
wajah itu seperti menyimpan banyak derita.
Timbul rasa kasihan, Geni tak kuasa menahan diri, ia


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merunduk dan mencium mulut Prawesti. Bibir itu lembut dan
basah tetapi dingin. Pelan-pelan bibir itu bergerak, mulut itu
membuka dan terjadilah ciuman yang panjang. Mata Prawesti
masih terpejam. Dua tangannya melingkar di punggung Geni.
Mendadak dia berontak. Dua tangannya menolak tubuh Geni.
"Pergi kamu, Geni, pergi!"
Geni membekap tubuh Prawesti. "Tidak, aku tak mau
pergi!" Prawesti menangis. Suaranya tersendat, "Aku mohon, Geni,
kau pergilah, jangan mempermainkan aku, pergi kembalilah
kepada isterimu, mereka menantimu."
"Justru mereka yang menyuruhku mengejarmu," kata Geni
lirih. Prawesti kembali memberontak. "Dia menyuruhmu mengejar aku, buat apa" Aku tak mau dipermainkan. Geni
kamu pergilah." Tiba-tiba Geni ingat kata-kata Gayatri. "Dia sendirian di luar
sana, tak punya siapa-siapa." Ingat kata-kata itu dan menilai
penolakan Prawesti, Geni sekarang mengerti apayang harus ia
lakukan. "Westi, kamu sekarang kurang ajar, berani panggil
aku, Geni, kamu tak lagi memanggil ketua atau Mas Geni."
"Kau bukan lagi ketua bagiku, aku sudah bukan murid
Lemah Tulis lagi, aku diejek orang, semua gara-gara kamu."
"Kamu harus ikut aku, harus ikut, kamu harus hidup
bersamaku, berempat bersama Sekar dan Gayatri."
Prawesti melotot memandang Geni. "Dengar Geni, aku tak
mau dikasihani oleh Gayatri atau Sekar, aku tak mau kamu
kasihani." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa bilang aku kasihan padamu." Berkata demikian Geni
memeluk erat Prawesti, menjambak rambutnya, dan mencium
mulutnya. Prawesti berontak, tetapi makin lama makin lemah.
Gadis itu bereaksi dengan bernafsu. Geni memperlakukan
Prawesti dengan kasar dan penuh nafsu. Dua anak manusia
itu tenggelam dalam nafsu birahi yang tak pernah kunjung
padam. Tengah malam, saat bulan bersinar terang, cahayanya
menerobos sela-sela dinding air terjun sedikit menerangi goa.
Prawesti terbaring lemas di sisi Geni. Mendadak gadis itu
berbalik dan menerkam Geni, ia menampar pipi Geni. Ia
terkejut karena Geni tidak menangkis. Ia mengelus pipi lelaki
itu. "Kenapa kamu tidak menangkis?"
"Untuk perempuan yang kucintai, kalau hanya sekali
tamparan, tidak berarti apa-apa."
"Kamu bohong Geni, kamu tidak mencintaiku, kamu hanya
menganggap aku sebagai pelampiasan nafsumu saja."
"Tidak Westi, tidak benar itu. Aku mengejarmu karena ingin
memperbaiki kesalahanku, sekarang ini aku memaksa kamu
ikut bersamaku, kembali ke Lemah Tulis dan setelah itu kita
berempat, aku, kamu, Sekar dan Gayatri pergi dari Lemah
Tulis, kita hidup menyendiri, hanya berempat."
Prawesti mengelus bulu dada Geni. "Kamu sudah meniduri
aku, bagaimana kalau Gayatri dan Sekar tahu, mungkin...."
Geni memotong, "Gayatri dan Sekar mengikuti apa mauku,
lagi pula keduanya yang menganjurkan aku membawamu
pulang." "Jadi semua ini anjuran dua isterimu itu, bukan
kemauanmu?" Geni memeluk erat gadis itu. "Tentu saja itu kemauanku,
kamu kan tahu berada di dekatmu saja aku sudah
terangsang." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu menggigit bahu kekasihnya. "Kamu selalu
mengucapkan kalimat itu kepada setiap gadis."
Geni tertawa geli. Prawesti mencium leher kekasihnya.
"Geni jawab yang jujur, siapa yang lebih kau cintai Sekar atau
Gayatri?" "Mengapa kamu tidak menempatkan namamu ke dalam
pertanyaan itu?" "Aku tahu diri. Sejak awal aku hanya meminta menjadi
pelayanmu, berada di sisimu. Aku tahu kamu mencintai dua
perempuan itu, aku tidak masuk hitungan. Jawablah dengan
jujur, siapa yang lebih kaucintai, Sekar atau Gayatri?"
"Aku akan berkata jujur, memang aku mencintai Sekar dan
Gayatri. Dan di antara mereka berdua, aku merasa aku lebih
mencintai Sekar." "Apa kelebihannya yang membuat kau begitu mencintai
Sekar?" Tanpa sadar Geni menjawab, "Sekar tidak pernah meminta,
dia selalu memberi, dia memberi semangat, kenikmatan dan
kebahagiaan. Dia mencintai aku, tetapi dia tidak cemburu, dia
memberiku kebebasan."
"Alasan itu bisa dimengerti, tetapi aku pikir pasti ada yang
istimewa dalam diri Sekar, dia sangat cantik, aku belum
pernah melihat perempuan secantik dia, apakah karena
kecantikannya?" Geni menjawab tanpa ragu, "Dia sangat cantik."
Prawesti melanjutkan, "Gayatri, bagaimana dengan Gayatri?" "Gayatri cerdas," Geni menceritakan bagaimana Gayatri
menyelamatkan dia dari f itnah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak saja Prawesti teringat sesuatu, dia melompat
berdiri dan berkata dengan suara parau dan gugup. "Geni, di
mana Gayatri sekarang ini?"
"Di Lemah Tulis, mengapa?"
"Kamu cepat pulang ke Lemah Tulis, Gayatri dalam bahaya,
cepat, jangan terlambat, isterimu dalam bahaya, aku nanti
menyusul." "Ada apa" Bahaya apa?"
"Ekadasa, dia dendam padamu, dia merencanakan
membunuh Gayatri pada saat kau tidak ada di samping
isterimu. Cepat Geni, tak ada waktu lagi, pergi cepat, aku akan
menyusul." Kendati belum mengerti sepenuhnya, saat itu juga Wisang
Geni berkelebat pergi. Ia menggelar ilmu ringan tubuh yang
paling tinggi. "Gayatri dalam bahaya, tak mungkin, dia aman di Lemah
Tulis, ada kakek, ada Sekar dan anak murid yang pasti akan
membelanya. Tetapi ada apa dengan Ekadasa apakah dia
yang mau membunuh Gayatri, hmmm, biar ada sepuluh
Ekadasa juga tak akan ungkulan menghadapi Gayatri. Tetapi
isteriku itu baru saja sembuh dari luka dalam, apakah ia sudah
bisa bertarung seperti sediakala, tetapi Sekar ada di
sampingnya, lalu mengapa Prawesti begitu tegang dan
menyuruh aku cepat pergi melindungi Gayatri?"
Banyak pertanyaan yang simpang siur di benak Geni,
namun lelaki ini tak membuang-buang waktu. Ia mengempos
seluruh tenaga dalamnya dan berlari dengan ilmu ringan
tubuh paling tinggi. Di tengah jalan ia berjumpa dua
pengendara kuda. Sambil mengucap maaf, Geni menyerobot
seekor kuda dan memacunya menuju Lemah Tulis. Makin
cepat makin baik. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi hari itu ketika Wisang Geni meninggalkan Lemah Tulis
mencari Prawesti, sesaat kemudian Jayasatru keluar dari pintu
gerbang. Ia menuju ke rumah penduduk menemui seorang
lelaki muda. Tak lama berselang, lelaki itu menulis sesuatu di
secarik kulit tipis, menggulungnya sampai kecil, mengikatkan
di kaki burung elang. Burung itu terbang pergi Jayasatru
kembali ke perguruan setelah sebelumnya mampir di sebuah
warung. Burung elang itu me luncur turun dan hinggap di tangan
seorang punggawa Tumapel. Dia, seorang lelaki tegap
bertelanjang dada memperlihatkan tubuhnya yang bidang.
Dia, punggawa Tumapel kesembilan, berjuluk Nawa si
Tombak, nama aslinya Margana. Ia berteriak ke dalam rumah.
"Jeng, sudah ada berita!"
Dari dalam rumah keluar Ekadasa, tangannya memegang
erat selembar kain yang hanya dililitkan di tubuh montoknya.
Ia menempelkan tubuh ke punggung Nawa. "Coba bacakan!"
Nawa mengambil sekerat daging, memberinya kepada si
elang, mengambil kulit yang terikat di kaki burung. Ia
membacanya, "Geni sudah pergi?"
Nawa berbalik, memeluk Ekadasa. "Ayo kita berangkat
sekarang." Perempuan itu mendesah, "Nanti siang-siang saja kita
berangkat aku masih mau tiduran lagi." Sambil tertawa
cekikikan Ekadasa menarik lengan Nawa masuk rumah.
Sebuah rumah darurat di tepi hutan dekat desa Diwek,
delapan orang sedang tiduran. Lelaki kecil pendek dengan
rambut panjang dikuncir berjalan mondar mandir. "Sudah dua
hari kita menanti, aku sudah tak sabaran lagi, aku ingin
melumat perempuan asing itu, sudah dua tahun ini aku
mencarinya. Tak lama lagi dendam isteri dan selirku akan
terbalas. Tetapi mengapa begini lama?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Atirodra, aku juga sudah tak sabaran. Kita tidak saja diberi
kesempatan balas dendam malahan dijanjikan menjadi
punggawa Tumapel, wuah bisa pesta setiap hari, duit
berlimpah dan kapan saja kita mau perempuan pasti tersedia,"
tukas lelaki tinggi jangkung dengan wajah tirus macam burung
elang. Julukannya juga seram "Elang Maut".
Seorang lelaki lain, Maruta, usia setengah baya namun
tampan dan kekar. Ia duduk dan berkata lirih, "Aku tak ingin
hadiah apa pun, mendapatkan Ekadasa untuk satu malam
saja, aku bersedia pertaruhkan nyawa membelanya.
Menantang Wisang Geni yang konon disebut Pendekar Nomor
Satu Tanah Jawa, aku bersedia, apalagi hanya membunuh
perempuan asing." Atirodra berkata tegas, "Kawan-kawan, kita sudah sepakat,
jika perempuan asing itu masih berada di dalam perguruan
Lemah Tulis, aku tak mau masuk. Itu sama saja dengan
memancing murid Lemah Tulis ikut campur. Sesuai janji, kita
hadapi perempuan itu di luar pagar Lemah Tulis, dengan
demikian tak ada alasan bagi Lemah Tulis membantu
perempuan itu, jangan lupa itu."
Delapan pendekar itu berhasil dikumpulkan Ekadasa dan
Nawa, sebagai pasukan khusus yang akan membunuh Gayatri.
Ekadasa sudah merencanakan sejak saat Geni mencium
perempuan India itu di depan matanya dan mengumumkan
pernikahannya dengan Sekar dan Gayatri. Ia sangat marah. Ia
merasa dirinya paling cantik, sehingga cemburunya meradang
melihat perempuan lain merebut lelaki yang dicintainya dan
yang pernah bercinta dengannya.
Ketika Geni menidurinya di kamarnya di istana T umapel, ia
telah mengerahkan segala pesona miliknya untuk memikat
Geni. Dan pengalaman selama ini membuat Ekadasa yakin
setiap lelaki yang bercinta dengannya tidak akan pernah lupa
kenikmatan yang diberikannya. Itu sebab keakuannya
tersinggung oleh Gayatri. Seluruh kebencian dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecemburuannya akan terobati jika perempuan Himalaya itu
mari. Di Argowayang ia membujuk Prawesti bersekongkol
membunuh Gayatri, tetapi Prawesti menolak ma lah mengusirnya pergi. Sepulang dari rumah nginapkelompok Lemah Tulis, ia
dibuntuti seseorang. Ia menoleh. Lelaki itu dikenalnya. Dia
Jayasatru. Tiba tiba terlintas rencana di benaknya akan
memanfaatkan lelaki itu. Senja itu ia berhasil membuat
Jayasatru bertekuk-lutut. Ia memberi kenikmatan persetubuhan yang menurut Jayasatru, amat istimewa dan
luar biasa. Jayasatru makin tergila-gila mendengar Ekadasa
menjanjikan pertemuan di hari-hari mendatang.
Jayasatru tidak bermaksud mengkhianati Wisang Geni.
Tetapi melihat nasib Prawesti yang nelangsa, ia pun sangat
membenci Gayatri. Pada pikirannya, gara-gara Gayatri maka
Geni sampai mengusir Prawesti. Ditambah pengaruh pesona
erotisme Ekadasa, tak heran akhirnya Jayasatru menyetujui
rencana melenyapkan Gayatri. Dan rencana itu sangat rinci
dan njelimet sehingga ia yakin rahasianya tak akan
terbongkar. Tugasnya hanya memberi kabar saat Geni pergi
meninggalkan Gayatri sendirian. Setelah itu ia mencari jalan
agar Gayatri bisa diajak pesiar ke bukit Kukun. Sampai di situ
tugasnya selesai, rombongan pembunuh sewaan akan
menyelesaikan rencana selanjutnya. Ia tak pernah mengenal
dan tak pernah bertemu dengan orang-orang sewaan itu,
semuanya ditangani Ekadasa.
Saat Wisang Geni dalam perjalanan bergegas menuju
Lemah Tulis, saat yang sama Sekar dan Gayatri sedang makan
di dapur. Tidak seperti biasa, kali ini Dyah Mekar
menemaninya. T iga perempuan itu berbincang dengan akrab.
Diam-diam Dyah Mekar mengagumi pengetahuan sastra
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri yang dengan lancar menceritakan perasaan Subadra
saat mengetahui suaminya, Arjuna kawin lagi
"Itu sebab aku mengerti bagaimana perasaan Prawesti, ia


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedih dan nelangsa tetapi moral gadis itu sangat baik sehingga
ia tidak memusuhi aku dan Sekar atau membenci Geni.
Pertama jumpa dengannya aku sudah menyukainya, ia manis
dan ramah. Aku setuju malah memaksa Geni memaafkan dan
mengajaknya pulang berkumpul dengan aku dan Sekar."
Selesa i makan ketiganya beranjak ke bilik masing-masing.
Di tengah jalan mereka jumpa Jayasatru. Lelaki ini sengaja
bersilang jalan dengan tiga wanita itu. "Kalau mau jalan-jalan
melihat-lihat pemandangan, sebaiknyake bukit Kukun,
pemandangannya bagus," kata Jayasatru yang melangkah
terus sambil mengharap umpannya mengena. Dan memang
usulan itu membangkitkan keinginan tahu Gayatri. "Mbak
Dyah, bukit itu jauh?"
"Tidak. Bukit itu tidak jauh dari s ini, banyak pepohonan dan
dari ketinggian di situ kita bisa memandang jauh ke sekeliling
perdikan. Pemandangannya indah," kata Dyah Mekar.
Sekar menolak pergi. Ia memilih istirahat di bilik. Dyah
Mekar berdua Gayatri melangkah ke bukit. Setelah puas
berkeliling bukit, keduanya istirahat di bawah pohon dan
berbincang-bincang. Dyah Mekar menyukai Gayatri yang cantik, cerdas dan baik
budi. Ia kagum mengetahui isi hati Gayatri yang tulus
terhadap Prawesti. Pandangan Gayatri menerawang jauh ke
depan, ia bertata lirih, "Dua hari sudah suamiku Geni pergi,
aku rindu kepadanya, tetapi aku tidak ingin dia cepat-cepat
pulang jika tidak membawa serta Prawesti, aku sangat
berharap dia menemukan Prawesti dan membawanya kemari."
Tanpa dibuat-buat Dyah Mekar memegang erat tangan
Gayatri, dan berbisik di telinganya, "Tadinya aku tak begitu
menyukaimu, kupikir kamu telah merebut Geni dari pelukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prawesti, dan kebetulan Prawesti sangat dekat denganku.
Tetapi sekarang aku sungguh menyukaimu, aku bangga
padamu, sungguh pintar ketua memilih isteri." Ia tertawa lirih,
Gayatri ikut tertawa. Mendadak terdengar bentakan, "Ini dia perempuan
pembunuh itu." Beberapa bayangan mengepung Gayatri dan
Dyah Mekar. "Siapa kalian?" kata Dyah Mekar. Saat berikutnya ia
mengenali seorang di antaranya, "Ekadasa, apa yang kamu
lakukan di sini?" "Kamu orang Lemah Tulis, urusan ini tidak ada
sangkutannya dengan Lemah Tulis, kamu boleh minggir. Aku
dan teman-teman hanya berurusan dengan perempuan asing
ini, dia telah banyak membunuh pendekar tanah Jawa, kini
saatnya balas dendam."
"Tidak bisa. Dia isteri ketua Lemah Tulis, bagaimanapun
juga aku tak akan membiarkan orang mengganggu dia."
Gayatri berbisik pada rekannya, "Hati-hati mereka semua
memiliki ilmu silat tinggi. Jumlahnya banyak, sepuluh orang."
Ia menatap Ekadasa, "Waktu itu kamu telah melukai aku, kini
kamu datang bersama teman-temanmu, apa sebenarnya
maumu?" "Jangan banyak bacot, kamu telah membunuh saudaraku,
sudah lama aku mencarimu, sekarang rasakan golok ini."
Pendekar bernama Atirodra langsung menerjang Gayatri.
Serangan ini diikuti sembilan temannya. Mereka sejak awal
sudah sepakat untuk menyelesaikan keroyokan mi secepatnya,
khawatir datangnya bantuan untuk Gayatri.
Gayatri cepat mengambil posisi. Ia memang baru sembuh
dari luka dalam, dan tenaga dalamnya belum pulih seperti
sediakala. Ia mengelak, balas menyerang. Dyah Mekar tak
mau ketinggalan, ia menyerang pendekar yang bernama
Maruta. Tetapi jumlah lawan yang banyak membuat Gayatri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Dyah Mekar terdesak. Melihai situasi yang tidak
menguntungkan, Gayatri berbisik, "Mbak Dyah, kita bertarung
saling memunggungi, tujuan kita adalah lolos menuju Lemah
Tulis. Begitu ada kesempatan, kamu lari ke Lemah Tulis minta
bantuan." Dyah Mekar berbisik, "Aku tak mau meninggalkan kamu
sendiri." Serangan sepuluh orang itu semakin gencar. Gayatri tidak
leluasa bertarung karena ia memikirkan keselamatan Dyah.
"Mbakyu, kamu pergilah, aku masih bisa bertahan untuk
waktu lama, tak usah khawatirkan aku, percayalah."
Sambil berkata, Gayatri mulai memainkan jurus handal an
dari Himalaya Terisanson Meiti Jevan Mein, Sirefteri Kusbu Hai
(Dalam hidup dan nafasku hanya ada harum dirimu). Ia
bergerak sangat cepat, gesit dan gemulai
Tangan Gayatri mengibas dan menampar. Ia bergerak
bagai penari, kakinya bergerak lincah dan gesit, pukulannya
yang berisi tenaga dalam mengancam setiap lawan. Seorang
pengeroyok kena tendangan, tulang pahanya retak. Seorang
lain kena kibasan tangan yang gemulai itu, pundaknya cedera
Gayatri bergerak kian kemari, mengelak dan menyerang.
Para penyerang, bahkan Ekadasa pun terkejut dengan sepak
terjang Gayatri yang begitu trengginas. Pada saat kepungan
agak kendur, ia mendorong Dyah Mekar. "Cepat lari, aku akan
menyusul." Setelah menyaksikan ilmu silat Gayatri yang dalam
beberapa jurus sudah mencederai dua penyerang, Dyah Mekar
tak ragu lagi. Ia keluar dari kepungan dan lari menuju
perguruannya yang tidak jauh. Tak lama kemudian ia sampai
di pintu gerbang. Ia berteriak memanggil teman-temannya,
memberitahu Gayatri dikeroyok penjahat di bukit Kukun.
Tetapi ia terkesima melihat mereka hanya menggeleng
kepala, dan balik kembali ke dalam. Prastawana, suami Dyah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mekar sedang turun gunung. Jayasatru dan beberapa murid
enggan membantu. Tidak demikian dengan Gajah Lengar,yang
langsung berlari mendaki bukit.
Dyah Mekar berdua Gajah Lengar tiba di tempat
pertarungan, tampak Gayatri dikeroyok empat orang. Ekadasa,
Nawa, Elang Maut dan nenek bersenjata tongkat kepala ular.
Tiga pengeroyok terkapar di tanah. Tiga lainnya berdiri di
pinggiran sambil sekali-sekali menyerang dari belakang.
Gajah Lengar kesal dan kecewa melihat rekan-rekannya
enggan menolong Gayatri yang adalah isteri Wisang Geni,
ketua mereka. Ia tak mengerti sebabnya. Tetapi ia tak peduli,
baginya membela Gayatri merupakan harga mati. Sebab
Wisang Geni adalah putra tunggal Gajah Kuning, gurunya. Ia
berteriak, "Curang," sambil ia menyerang lelaki yang berdiri di
pinggiran. Pertarungan makin seru, Dyah Mekar dan Gajah Lengar
melawan tiga penjahat. Pertarungan berimbang, menyerang
dan bertahan silih berganti. Di tempat lain Gayatri terdesak.
Sebenarnya jurus silat Gayatri lebih unggul dibanding
pengeroyok. Dalam keadaan biasa, ia akan mengalahkan
mereka. Tetapi tenaganya belum pulih dari luka dalam. Ia
juga lupa membawa senjata andalannya. Dan tarung puluhan
jurus membuatnya lelah. Dari empat penyerangnya, nenek
bersenjata tongkat itu yang paling lihai. Nenek itu ternyata
guru dari Ekadasa, julukannya Tongkat Ular.
Gayatri terdesak. Empat pendekar itu menyerang dengan
jurus mematikan. Cepat dan ganas. Mereka ingin membunuh
Gayatri secepatnya. Tak ada ampun, tak ada belas kasihan.
Gayatri bahkan tak pernah mengenal s iapa mereka. "Mengapa
mereka ini begitu membenciku, ingin membunuhku, kenapa?"
katanya dalam hati Gayatri tahu diri, tenaganya belum pulih untuk pertarungan
panjang. Limapuluh jurus sudah berlalu, tiga pendekar sudah
ia gebuk terkapar di tanah. Kedatangan nenek tua bersenjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tongkat kepala ular merupakan kesulitan paling besar baginya.
Nenek itu menyerang dengan jurus-jurus ganas, mengincar
titik kematian. Kesulitan lain, tiga pendekar yang berdiri di
pinggiran, mereka menyerangnya setiap melihat salah seorang
dari empat kawannya terancam bahaya. Dengan demikian
empat pendekar leluasa menyerang.
Situasi Gayatri agak tertolong dengan datangnya Dyah
Mekar dan Gajah Lengar. Begitu tiba di tempat Gajah Lengar
langsung menyerang tiga penjahat di pinggiran itu. Gayatri
heran melihat Dyah Mekar hanya membawa bantuan Gajah
Lengar. Ia bertanya dalam hati "Mengapa Dyah hanya
membawa seorang tenaga bantuan, ke mana murid Lemah
Tulis yang lain, apakah Lemah Tulis juga diserbu penyerang?"
Tetapi ia tak peduli. Baginya dua tenaga itu sudah cukup
untuk meringankan desakan lawan. Di balik itu Gayatri
mengerti keadaan dirinya, tenaganya semakin terkuras dan
lambat laun ia akan melemah. Empat penjahat itu bisa
membaca gerak Gayatri yang tidak lagi cepat dan ganas. "Ia
sudah lelah, cepat selesaikan," suara keras Ekadasa sepertinya
menambah daya gempur tiga kawannya.
Nawa menyerang ganas. Ujung tombaknya mengancam
leher Gayatri. Gadis Himalaya ini merunduk dan tombak itu
lewat di atas kepala namun tak urung beberapa lembar ujung
rambutnya putus beterbangan.
Gayatri terkesiap. "Hari ini mungkin ajalku sudah
ditentukan, seharusnya aku ikut saja ke mana Geni pergi,
sayang aku tak bisa bertemu suamiku lagi. Baiklah tetapi
sebelum ajal, aku akan adu jiwa," katanya dalam hati.
Mendadak Gayatri berseru dalam bahasa India, 'Martahoon
Magar Martabhinahin (Aku memukulnya tapi serasa tak
memukulnya)", tangan dan kakinya berkelebat. Dia memainkan jurus andalan itu dengan pengerahan tenaga
dalam yang besar, memompa habis sisa tenaganya yang
masih tersedia. Jurus itu memang liar dan aneh, sulit ditebak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arahnya. Hanya sekejap saja, pundak Ekadasa kena tampar,
terlepas dari engsel. Tangan kiri wanita itu lumpuh. Rekannya,
Elang Maut, ulu hatinya kena tendangan Gayatri, langsung
tewas. Gayatri gembira melihat hasilnya, ia memang berniat adu
jiwa sehingga tak lagi memikirkan pertahanan. Ia menyesal
pukulannya ke kepala Ekadasa luput dan hanya mendarat ke
pundak si wanita genit. Selang sesaat: ia melihat datangnya
serangan Nawa, ujung tombak mengarah dada, perut dan
leher berbarengan datangnya serangan tongkat si nenek yang
mengemplang kepala. Tidak tinggal diam dengan sisa tenaganya Gayatri
memainkan jurus Yaadon Mein Tum Koye Rahoo Saare Jahan
Kobhul Ke (Melamunlah dalam pelukan dan lupakan dunia ini).
Ia menampar ujung tombak sambil kakinya melepas
tendangan. Nawa terpental, tulang pahanya patah. Gayatri
memang hebat, tetapi ia sudah sangat lelah. Tubuhnya
limbung pada saat mana tongkat kepala ular si nenek
mengancam akan menghancurkan kepalanya.
Melihat isteri ketuanya terancam maut, Gajah Lengar yang
sedang bertarung secepatnya meninggalkan lawannya dan
melompat dengan seluruh tenaganya. Dia membentak dengan
teriakan keras, "Mati kamu nenek cabul!"
Dia tidak hanya membentak tetapi berbarengan menyambit
kerisnya mengarah kepala si nenek, gerak lanjutan adalah
menubruk untuk melindungi Gayatri. Semua gerak dilakukan
dalam sekejap mata. Bentakan itu telah mengejutkan nenek
tua sehingga serangannya tertunda beberapa detik.
Nenek tua mengelak lemparan keris, tetapi tongkatnya
tetap mengancam kepala Gayatri yang semakin limbung.
Tubrukan dan dorongan Gajah Lengar membuat Gayatri
terpental dan terhindar dari sasaran tongkat. Sebagai gantinya
adalah Gajah Lengar yang menangkis tongkat dengan gerak
mengibas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri selamat, tetapi lengan Gajah Lengar kena hantam
tongkat kepala ular. "Duuukkk," tulang lengan Gajah Lengar
patah Tetapi tongkat itu seperti ular hidup, terus bergerak
dalam serangan susulan mengejar Gayatri. Melihat itu
meskipun kesakitan, Gajah Lengar siap mempertaruhkan
nyawa melindungi isteri sang ketua.
Pada saat kritis itu terdengar lengking teriakan perempuan.
Kesiuran angin kencang menyerbu dalam arena. Sekar datang
pada saat yang tepat Setelah berpisah dengan Gayatri, Sekar istirahat di biliknya.
Dalam tidurnya ia terjaga oleh mimpi buruk. Ia melihat
suaminya bermandi darah. Suam inya tampak sekarat tapi
masih bisa berteriak minta tolong, "Sekar, tolong aku!"
Sekar melompat bangun. Ia lari keluar. Sampai di gerbang,
ia ingat Gayatri dan Dyah Mekar pergi ke bukit Kukun.
Firasatnya tajam ada yang bertarung di bukit itu. Ia lantas
mengerahkan ringan tubuhnya yang paling handal Wimanasara. Dari kejauhan ia melihat Gayatri terancam
jiwanya. Ia langsung masuk tarung.
Belum sampai di dekat Gayatri, Sekar mendorong dengan
dua jurus Sapwa Tanggwa (Sapu menyapu) yakni
Mammyangken (Menyakiti hati) disusul Hatut (Sehidup
semati). Serangan itu datang bergelombang dengan tenaga
besar Segoro (Samudera). Hantaman Sekar memaksa nenek tua mengubah posisi kaki
dan menarik pulang serangannya. Tanpa pikir lagi ia
mengerahkan seluruh tenaga menahan hantaman Sekar.
"Deeesss" dua tenaga berbenturan. Nenek itu terdorong
mundur dua langkah. Ia memandang Sekar. Ia heran dan tak
menyangka tenaga Sekar yang hanya seorang gadis muda,
bisa sebesar serudukan gajah.
Gayatri terbaring di tanah. Ia nyaris pingsan, tetapi
langsung siuman ketika mendengar lengkingan Sekar. Sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tarung Sekar bertanya keadaannya. Gayatri menjawab tegas,


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tak apa-apa, hanya letih, kau cepat selesa ikan nenek
jelek itu." Di samping Gayatri, berdiri Gajah Lengar dengan
tegar dan waspada, siap melindungi isteri ketuanya.
Nenek itu marah dan menyerang ganas, tongkatnya
mengancam dada. Sekar mengerahkan seluruh tenaga Segoro
dalam jurus Harwuda (Seratus ribu juta) dan Ghardawari
(Saling sayang). Tangannya memutar dan menarik. Tangan
lainnya mengibas dalam lingkaran besar. Tongkat si nenek
terbawa dalam arus putaran. Saat berikut Sekar menyodok
dan tongkat memukul balik kepala si nenek. Tengkorak
kepalanya retak. Tak sempat berteriak, nenek itu tewas di
tempat Ia bahkan tidak sempat melihat gerakan lawan.
Tidak berhenti sampai di situ, Sekar merunduk ke tanah,
meraup pasir dan batu kerikil kemudian mengibas ke tiga
penjahat yang sedang mengancam Dyah Mekar. Terdengar
desir angin yang mencicit, tiga orang itu berteriak keras,
wajah mereka kena terjang pasir kasar. Pasir itu menusuk
daging, perih dan panas. Darah menetes dari wajahnya.
Beruntung pasir dan kerikil tak mengena mata. Sambil teriak
kesakitan ketiganya kabur. Tarung usai.
Sekar memeluk dan memeriksa Gayatri. Ia merasa lega
karena sahabatnya hanya kehabisan tenaga karena kelelahan.
Dengan bantuan tenaga dalam dan istirahat satu hari, ia akan
pulih sediakala. "Untung kamu tidak kena apa-apa," katanya.
Dia memeriksa Gajah Lengar yang tulang lengannya patah.
Sementara Gayatri sudah berdiri dan membantu membalut
luka Dyah Mekar yang kena senjata tajam di pundak, lengan
dan paha. Sekar yang sedikitnya sudah menguasai ilmu
pengobatan dari Dewi Obat merawat Gajah Lengar. Ia
membenahi letak tulang yang patah, mengamankannya
dengan dua potong kayu lebar. Keadaan Gajah Lengar tidak
berbahaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu kesiuran angin keras mendatang. Geni
muncul. Ia terkejut namun gembira melihat Gayatri tertawa
dalam pelukan Sekar. Ia mendekat Gayatri berkata lirih,
"Untung Sekar datang di saat yang tepat, terlambat sedikit
saja, aku, kangmas Gajah Lengar dan mbak Dyah sudah tak
bernyawa. Eh, mana Prawesti?"
Geni tak menjawab. Setelah yakin Gayatri tidak luka. Ia
menoleh ke para pengeroyok yang sedang berusaha bangkit.
Nawa dan Ekadasa mengerang kesakitan. Kali ini Geni marah.
Dalam benaknya tidak ada lagi sisa kenangan indahnya tubuh
punggawa wanita itu. Ia benar-benar marah: "Ekadasa, ini
peringatan terakhir, jika kamu masih mengganggu isteriku, tak
ada ampun bagimu, aku akan telanjangi kamu di depan
umum, semua pakaianmu akan kulucuti dan membiarkan
kamu jadi tontonan orang. Ingat itu! Sekarang pergi bersama
temanmu semua, pergi, sebelum aku berubah pikiran."
Wisang Geni memeluk Gajah Lengar, kemudian menyalami
Dyah Mekar. "Terirnakasih kangmas Lengar dan mbakyu
Dyah, kalian sudah mempertaruhkan nyawa melindungi
isteriku." Karuan saja dua anak buah itu tersipu-sipu, malu. "Itu
sudah kewajiban kami, ketua. Kamu membuat kami jadi
sungkan." Gayatri menyahut dengan tertawa senang, "Aku yang harus
berterimakasih kepada kakak berdua, kalau tidak ada kalian,
aku pasti sudah mati, kalian sudah menyelamatkan nyawaku
dan kamu juga mbakyu Sekar, terimakasih." Ia mengulang
pertanyaannya, "Eh Geni, mana Prawesti?"
Dyah Mekar dan Gajah Lengar terharu, dalam keadaan
seperti itu, Gayatri masih juga menanyakan Prawesti. Satu
bukti ketulusan hati perempuan India ini. Geni menyahut
dengan kesal, "Aku sudah temukan dia, tetapi aku pulang
duluan, dia menyusul belakangan. Dia yang mengatakan
adanya bahaya mengancam kamu, dan ia mendesak aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat-cepat kembali. Ternyata dia benar. Dan aku memang
terlambat, untung ada Sekar."
Wisang Geni tampak kesal. Ia menggenggam tangan Gajah
Lengar dan mengajak tiga perempuan itu kembali ke Lemah
Tulis. Geni berdiam diri sepanjang jalan. Dari wajahnya yang
kusut tampak ia sedang marah. Mereka tiba di kaki bukit,
berbarengan dengan tibanya Prawesti yang menunggang
kuda. Prawesti melompat dari kuda, ia mendekati Gayatri. "Kamu
tidak apa-apa?" Gayatri tersenyum, "Kamu lihat sendiri aku sehat"
Dia menggenggam tangan Gayatri. Ketika gadis Hima laya
itu tersenyum, tak bisa membendung harunya Prawesti
menghambur memeluk Gayatri. Ia menangis dan berkata
dalam sendu. "Maafkan aku, memang aku bodoh, maafkan
aku Gayatri." Gayatri berbisik di telinga Prawesti, "Mulai sekarang, kamu
harus memanggil aku, kakak, tak peduli berapa pun usiamu."
Prawesti mengangguk. "Iya kakak, aku akan ikuti semua
perintahmu." Gayatri mendorong Prawesti. "Kamu pergi
kepada mbakyu Sekar, minta maaf padanya."
Tanpa diperintah dua kali, Prawesti menggenggam dan
menciumi tangan Sekar. Ia memeluk Sekar. "Mbak Sekar, aku
minta maaf atas semua kesalahan dan kebodohanku."
Dua perempuan itu menggenggam tangan Prawesti.
Persentuhan tangan tiga perempuan itu menjalarkan
pertemanan tulus. Keakraban merambah lewat te lapak tangan
menuju hati sanubari ketiganya. Dua perempuan itu saling
rangkul. "Maafkan aku, kak Gayatri. Malam itu aku seperti
orang tolol, mau saja terjerumus bujukan Ekadasa. Aku
berterimakasih karena kakak berdua telah mengajak aku
pulang." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam perjalanan menuju perguruan, Geni bertanya
bagaimana Prawesti bisa menduga adanya bahaya itu.
Prawesti menceritakan kejadian di Argowayang ketika Ekadasa
membujuknya. "Maafkan aku ketua atas kesalahanku malam
itu. Tetapi Ekadasa benar-benar membenci kakak Gayatri.
Rencananya, ia memisahkan ketua dari kakak, sebab ilmu s ilat
ketua tak mungkin bisa dilawan. Pada saat ketua tidak berada
di tempat, dia bersama teman-temannya menyerang kakak
Gayatri. Dia minta aku bekerjasama dan tugasku memancing
ketua pergi dari sisi kakak. Waktu itu aku marah dan
mengusirnya. Tetapi kemarin terpikir jangan-jangan lantaran
aku kabur dan ketua mencari aku, kakak Gayatri diserang
Ekadasa. Tetapi sebenarnya kakak aman karena berada di
perguruan Lemah Tulis, kupikir tak akan ada yang berani
menyerang. Tapi tampaknya rencana Ekadasa hampir saja
berhasil." Wisang Geni diam, tetapi ia mendengar percakapan itu.
Begitu juga Dyah Mekar dan Gajah Lengar yang berjalan
berdampingan. Gayatri memotong, "Westi kamu tidak
bersalah, lagipula aku sendiri salah, tubuhku masih lemah,
belum sehat benar, seharusnya aku di rumah saja berlatih
semedi. Sialnya, aku juga tak membawa senjata" Ia
menyambung dengan kesal "Kalau aku sehat dan berbekal
senjata, sepuluh orang itu t,ak ada apa-apanya"
Dyah Mekar ikut bicara, "Jikalau saja aku tidak mengajak
Gayatri jalan-jalan ke bukit Kukun, mungkin tak akan ada
kejadian itu, aku minta maaf ketua."
Geni menyahut dengan kesal, "Kalian mencari-cari alasan
siapa yang salah, kalian tidak bersalah, tak ada seorang pun
yang salah. Aku akan membereskan semua ini." Mendengar
suara Geni yang serak pertanda marah, ketiganya diam tak
menyahut. Mereka tiba di pendopo. Wisang Geni duduk di tangga
pendopo, berkata kepada Gajah Lengar, tepatnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerintah. "Kangmas, tolong panggil kedua kakek sepuh
dan semua murid, aku sebagai ketua ingin bicara."
Sekar, Gayatri dan Prawesti selama ini belum pernah
melihat Wisang Geni bersikap tegas dan kasar seperti itu.
Sikap seorang pemimpin, tegas, tegar dan wibawa. Diam-diam
mereka keder dan takut. "Wibawanya itu, wibawa seorang raja
yang bisa memutuskan mati hidup seseorang, pantas jika ia
disegani dan ditakuti anak buahnya"
Hari sudah senja ketika semua orang berkumpul di
pendopo termasuk Padeksa dan Gajah Watu. Mereka
menduga-duga ada kejadian apa yang membuat wajah ketua
muram dan kesal. Geni mengumpulkan segenap tenaga
batinnya, ia harus membicarakan hal paling penting dalam
kehidupannya. "Aku mohon maaf kepada guru Padeksa dan paman Gajah
Watu, dua sesepuh yang paling kuhormati, sebagai ketua
Lemah Tulis hari ini aku harus menyelesaikan apa yang harus
kuselesaikan, untuk aku pribadi dan untuk kemajuan Lemah
Tulis. Ada beberapa kejadian yang membuat aku mengambil
keputusan ini. "Pertama, kejadian aku dituduh memerkosa perempuan.
Aku tidak persalahkan kalian yang percaya berita buruk itu.
Kalian punya hak untuk percaya. Aku kecewa, karena itu
membuktikan bahwa kalian tidak percaya padaku, kalian tidak
percaya bahwa aku laki-laki yang punya moral baik dan budi
pekerti tinggi yang mustahil mau melakukan perbuatan
terkutuk itu. "Di sini ada pembelajaran, bahwa jika seorang pemimpin
sudah tidak dipercaya oleh anak buahnya, maka dia tidak
layak lagi menjadi pemimpin. Itu artinya aku sudah tidak layak
menjadi ketua Lemah Tulis.
"Hal kedua, perkawinan dengan Sekar dan Gayatri adalah
urusan pribadiku, pilihanku sendiri. Isteriku Gayatri memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan asing, jadi aku anggap wajar dan cukup
manusiawi jika kalian tidak menyukainya. Kalian punya hak
tidak menemaninya di dapur, tidak mengajak bergaul, tidak
menyukainya. Kalian punya hak mengasingkan dia dari
pergaulan di perdikan ini, tapi tak seorang pun yang boleh
mencelakai isteriku, camkan itu.
"Contoh, kejadian di bukit Kukun tadi, kalian diberitahu oleh
Dyah Mekar bahwa Gayatri isteriku dikeroyok banyak orang,
tetapi kalian diam dan memilih tidak mau membantu, itu hak
kalian. Aku menghormati hak pilih kalian. Tetapi aku kecewa,
karena tugas kependekaran adalah menolong manusia yang
perlu ditolong, dan itu telah kalian langgar, kalian lupa itu.
"Hal ketiga, tantangan dari pendekar Cina, mereka
menantang aku, dan tidak ada sangkut paut dengan Lemah
Tulis, ini urusan dendam mereka atas kematian Sam Hong dua
tahun lalu. Akan kuhadapi tantangan ini, aku tidak minta
bantuan kalian karenanya aku larang kalian ikut campur. Mau
nonton silahkan. Aku akan datang ke desa Bangsal di bulan
Waisaka bersama Sekar, Gayatri dan Prawesti."
Wisang Geni menoleh ke arah dua kakek sepuh. "Hal
keempat, aku mohon maaf atas kelancanganku kepada guru
berdua, aku sudah pikir masak-masak, hari ini aku
mengundurkan diri dari jabatan ketua, untuk seterusnya
silahkan guru berdua dan para kawan memilih ketua baru,
ketua yang kalian percaya."
Pengumuman terakhir ini disambut keluh kesah semua
murid. Semua menyuarakan tidak setuju. Gajah Lengar
berseru, "Tidak bisa, ketua harus tetap memimpin kami,
kesalahan segelintir murid tak bisa menjadi sebab ketua
meninggalkan kami, masih banyak murid yang mencintaimu
dan yang bersedia mati untukmu."
Wisang Geni mengangkat tangannya, meminta agar para
murid diam sejenak. "Aku belum selesai. Aku berdiri di sini
dengan penuh kesadaran, aku belajar banyak dari pengalaman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai ketua Lemah Tulis, keputusanku sudah bulat untuk
mundur tetapi aku tak akan tinggal diam jika ada orang
menyerang perguruan ini. Aku pernah mengucap janji dan
mengancam di hadapan banyak pendekar di gunung
Argowayang, bahwa siapa pun yang memusuhi Lemah Tulis
akan aku hadapi, tanpa kecuali. Janjiku ini masih berlaku
sampai kapan pun bahkan sampai ajalku.
"Hal kelima, akan kubereskan semua urusanku. Hari ini aku
bukan lagi ketua, tetapi aku masih nginap disini bersama
Sekar, Gayatri dan Prawesti sampai kalian mendapatkan ketua
baru. Kemudian aku akan pergi menetap di lereng gunung
Welirang." Geni berhenti dan merasa lega telah mengutarakan
keputusannya yang berat itu.
Ia melanjutkan, "Pintu rumahku akan selalu terbuka untuk
kalian semua, silahkan datang kapan saja. Aku menyepi
bersama tiga isteriku. Cukup sudah kata-kataku, aku mohon
pamit, selanjutnya pertemuan ini akan dipimpin guru dan
paman guru," sambil dia menoleh ke arah Padeksa dan Gajah
Watu. Ia kemudian menggandeng tiga isterinya melenggang
menuju rumah. Ia meninggalkan orang-orang yang gelisah
dan ribut di belakangnya.
---ooo0dw0ooo--- Malam hari di Lemah Tulis keadaan sunyi B iasanya suasana
cukup meriah dengan sekelompok murid menyanyi berbagai
macam kidung dan tembang sekelompok lain belajar sastra
Tetapi malam itu semua murid tampak lesu dan kurang
bersemangat Terjadi banyak perdebatan. Sebagian besar
mempersalahkan diri dan menyesal atas sikap dan perlakuan
tidak adil kepada Gayatri.
Di dapur keadaan sepi. Hanya tampak Gayatri, Sekar dan
Prawesti mempersiapkan santap malam Mereka tampak akrab,
tertawa di lain saat berbisik-bisik. Dyah Mekar bersama dua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid, Rukmini dan Selasih masuk. Ketiganya ikut larut dalam
pembicaraan. Ketiga isteri Geni pamit sete lah siap dengan
masakannya Sepeninggal mereka, Selasih berbisik, "Gayatri
orangnya baik, ramah lagi. Tadinya kukira wanita cantik
seperti dia pasti angkuh."
Mereka bertiga terkejut ketika masuk rumah, ternyata
Padeksa dan Gajah Watu sedang bicara dengan Wisang Geni.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Agaknya urusan penting. Mereka tak mau mengganggu,
berniat keluar lagi setelah meletakkan makanan di tilam. Geni
menggeser duduknya dan memanggil tiga isterinya duduk di
dekatnya. "Kalian duduk di sampingku, silahkan dilanjutkan,
guru." Padeksa dan Gajah Watu diam. Tampak keduanya
tersinggung. "Geni, aku mau bicara hanya dengan kamu,
jangan ada yang lain ikut mendengar," kata Padeksa agak
kaku. "Guru, tiga wanita ini, adalah wanita dalam hidupku, aku
mohon guru membolehkan mereka ikut mendengarkan."
Gajah Watu melihat suasana memanas. Ia batuk-batuk
kecil dan berkata lirih, "Kangmas, mohon tiga perempuan ini
dibolehkan mendengarkan apa yang diputuskan Wisang Geni."
Akhirnya Padeksa mengalah, dia mengangguk, "Geni,
semua murid menginginkan kamu jangan mundur. Untuk itu
mereka akan mematuhi apa saja syarat kamu. Mereka
menyatakan menyesal akan kesalahannya."
"Guru, aku tak sanggup memimpin suatu kelompok orang
yang pernah tidak mempercayai moralku, bahkan kakek
sendiri orang yang mendidik aku sejak kecil bisa tidak
mempercayai moralku. Sedangkan Gayatri dan Sekar, orang
yang belum lama mengenalku tidak mempercayai fitnah keji
itu. Keduanya tidak percaya moralku sebejat itu."
"Kamu harus bisa memaafkan kesalahan orang, apalagi jika
yang bersangkutan sudah minta maaf," suara Padeksa lirih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni mengiyakan. "Aku sudah maafkan, aku hanya
tak mau menjadi ketua lagi, itu saja."
"Geni, kami masih butuh kamu sebaga iketua, kamu
pikirlah dulu" Gajah Watu bicara dengan penuh harapan,
hampir-hampir seperti memohon.
Wisang Geni tetap pada keputusannya. Dua orangtua ini
gagal mengubah keputusan Geni, keduanya pamit. Empat
orang muda ini mengantar sampai di pintu "Guru, besok pagi
aku akan pamitan," kata Geni.
Sambil menikmati santapan malam, Geni berkata kepada
tiga isterinya, "Besok kita pamitan, kita ke gunung Welirang,
aku nanti minta tolong kangmas Gajah Lengar dan Gajah Nila
ikut membangun rumah."
Geni membantu mengobati Gayatri menata tenaga dalam.
Luka isterinya sudah sembuh namun perkelahian tadi
menyebabkan jalan darah tidak lancar. Usai mengobati
Gayatri, Geni semedi. Ketika membuka mata, ia terkejut melihat Gayatri, Sekar
dan Prawesti berbaring di tikar dengan selembar kain
menutupi tubuh. Tiga wanita itu tertawa. "Mulai malam ini,
Geni, kita bertiga tidur bersamamu," bisik Sekar sambil tawa
cekikikan. Wisang Geni tak pernah menyangka tiga isterinya bisa
cepat akrab. Tadi sewaktu di dapur Gayatri menanyakan usia
Prawesti dan Sekar. "Sembilanbelas," kata Prawesti.
Lalu Gayatri memotong cepat, "Aku duapuluh, jadi kamu
harus panggil aku kakak," bisik Gayatri.
Prawesti mengiyakan. Sekar menyahut, "Aku duapuluh
satu, jadi kalian berdua panggil aku kakak." Gayatri tertawa.
Sebenarnya usia mereka sama, duapuluh tahun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selanjutnya tiga perempuan itu bisik-bisik, akan tidur
bertiga "Geni itu mesti dikeroyok, kalau sendirian kita bisa
cepat tua atau cepat mati Tapi mbak Sekar, aku heran
bagaimana mbakyu Wulan bisa tahan melayani Geni selama
dua tahun," bisik Gayatri
"Oh mbak Wulan itu luar biasa, usianya empatpuluhan
tetapi nampak seperti gadis belasan tahun, karena punya ilmu
Karma Amamadangi, ilmu langka warisan Ki Panawijen," kata
Prawesti. "Ilmu itu membuat wanita awet muda dan tubuh
tetap sekel" imbuhnya.
Malam itu Geni merasa beruntung, kehilangan Wulan tetapi
memperoleh ganti tiga isteri cantik. Ma lam itu menjadi
istimewa bagi Geni dan tiga isterinya Empat insan ini
bercanda-ria dan bercinta sepanjang malam.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goa Cinta di Tebing Cinta
Siang itu di biliknya Geni sedang makan bersama tiga
isterinya. Seorang murid masuk. Ia tampak canggung di depan
Geni. Agak gugup ia memberitahu ada tetamu ingin
menjumpai Wisang Geni. Ternyata dua lelaki itu utusan dari
keraton Tumapel yang mengantar hadiah dari permaisuri
Waning Hyun. Dua ekor kuda, pejantan warna hitam pekat
dan kuda betina warna putih. Selain itu ada perhiasan emas
berupa dua untai kalung dengan liontin bergambar burung
garuda. Sangat indah. Ada kulit tipis bertuliskan Hadiah untuk
isteri kangmas Geni, Sekar dan Gayatri dan Hyun.
Sekar dan Gayatri menyukai perhiasan emas itu, tampak
gembira seperti anak kecil memperoleh ma inan. Geni
berterimakasih melihat kegembiraan dua isterinya. Ia menulis
di balik kulit itu. Terimakasih atas hadiah paduka, isteriku
sangat gembira. Ia memberikan surat tersebut kepada dua
lelaki itu. Kepada Gayatri, Sekar dan Prawesti, dia berkata,
"Sungguh kebetulan mendapat hadiah itu, aku memang
sedang membutuhkan kuda."
Usai makan, Gayatri duduk di dekat Geni. Prawesti
membereskan sisa makanan. Gayatri menghela napas,
memandang Geni dengan rasa cinta. "Geni, ada sesuatu yang
aku harus katakan padamu Aku tidak suka kamu melepas
jabatan ketua dengan alasan aku tidak disukai di sini. Aku
malu, karena orang pikir aku melapor dan mengadu
kepadamu, mereka akan menuduhku jahat Padahal aku tak
pernah tersinggung apalagi marah, aku menerimanya dengan
hati terbuka. Kupikir, lambat laun sikap mereka akan melunak.
Perbuatan mereka tidak me lukai aku, lantas mengapa harus
melukai kamu, padahal aku tak pernah melapor."
"Memang kamu tidak mengadu padaku, tetapi aku melihat
dengan mataku sendiri, ketika kamu masuk dapur, mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyingkir keluar dari dapur sambil meludah. Aku mendengar
mereka bergunjing di belakangmu. Tentu saja aku sangat
tersinggung, karena mereka tidak menyukai isteriku,
aturannya kan jelas jika menghormati aku sebagai ketua
patutlah jika mereka berbaik hati pada isteri si ketua," kata
Geni kesal. "Ketika kamu menyatakan mundur dari jabatan ketua, aku
sungguh terkejut. Kamu pernah mengatakan niat itu padaku
beberapa waktu lalu, tetapi kupikir hanya ungkapan rasa
kesal. Sekarang sudah terjadi, dan pasti mereka menduga
disebabkan kehadiranku sebagai isteri, aku yang mengadu
domba, apalagi aku adalah cucu dari musuh Eyang Sepuh
Suryajagad. Lengkap sudah citra buruk atas diriku, Gayatri
penyebab utama Wisang Geni mundur dari jabatan ketua
Lemah Tulis." "Mereka anak buahku, jika tidak menghargai isteriku, itu
hak mereka, tetapi aku juga bisa marah. Seharusnya mereka
percaya padaku, itu yang disebut setia kepada pemimpin.
Lagipula aku tidak melakukan sesuatuyang melanggar aturan
perguruan. Nah sekarang apa alasan mereka tidak
memercayai aku" Jika percaya padaku, mereka harus bisa
berteman dengan isteri si ketua," jawab Geni dengan nada
tinggi. "Geni, jangan marah, aku bukannya menentang kamu,
melainkan mengutarakan isi hatiku. Aku di sini sebatangkara,
aku tak punya siapa-siapa hanya kamu seorang." Gayatri
memeluk suaminya, merangkul erat, ia mengecup bibir
suaminya. Prawesti dan Sekar diam-diam melangkah keluar rumah.
Mereka tidak cemburu. Sudah ada kesepakatan tak boleh ada
cemburu malahan kadang-kadang memberi kesempatan
temannya berduaan dengan Geni.
Sedang Prawesti pernah berjanji bahwa ia akan memberi
lebih banyak waktu kepada Sekar dan Gayatri bercinta dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni. Melihat dua perempuan itu keluar rumah, Geni memeluk
gemas Gayatri. Saat berikutnya dua kekasih ini larut dalam
permainan cinta. Siang berganti senja, matahari mulai doyong ke Barat. Dua
insan itu masih bergelut dalam api asmara Gayatri
merebahkan kepala di dada Geni. Ia mendengar degup
jantung kekasihnya Geni mengelus-elus rambut Gayatri. "Kau
cantik, hangat, mesra dan mahir bercinta, padahal aku tahu
persis kamu masih perawan artinya belum pernah dijamah
laki-laki, lantas dari mana kamu pelajari cara bercinta yang
begitu memikat?" Gayatri tertawa. "Aku belajar dari kamu"
"Tetapi aku tak pernah mengajari kamu"
"Aku mempelajari apa yang kau suka kemudian dari situ
aku memikirkan cara untuk memberi kepuasan kepadamu.
Mudah kan?" katanya sambil membelai dan mengelus bulu
dada suaminya. "Kamu cerdas, itulah yang membuat aku sangat
menyintaimu, lebih dari apa pun di kolong langit ini." Geni
berbisik di telinga kekasihnya. "Kamu lebih hebat dari Sekar
dan Westi, lebih cantik, tubuhmu sempurna, caramu bercinta
lebih merangsang, aku tidak akan pernah bosan menikmati
tubuhmu" Kata-kata ini juga sering dia ucapkan di telinga
Sekar. "Oh Geni, kekasihku, hanya kamu yang kucintai, aku hanya
hidup untuk memuaskan dirimu. Nikmatilah tubuhku sepuas-
puasnya, karena semakin kamu puas, semakin aku bahagia.
Aku ingin sisa hidupku yang dua bulan ini kita nikmati sepuas-
puasnya." "Tak usah kau sebut-sebut sisa hidupmu tinggal dua bulan,
tak mungkin itu terjadi, kita berdua akan hidup lama, seperti
kataku, kita menyepi dan hidup bersama anak-anak kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu mengalihkan pembicaraan. "Geni apa alasan
sebenarnya kamu mundur itu" Apakah benar kamu bosan
dengan pertarungan, jenuh dengan perkelahian di rimba
persilatan ini?" Geni mendekap isterinya. "Aku tak akan pernah katakan ini
pada orang lain. Aku sakit hati karena pada akhirnya aku tahu
orang-orang di sekitarku hanya butuh aku sebagai pelindung
untuk menghadapi musuh, aku merasa sebagai petarung
untuk kepentingan mereka. Tarung ini tak akan pernah
berhenti, bisa sepanjang hidupku. Mereka tidak tulus padaku,
mungkin yang tulus padaku, hanya Gajah Lengar dan Gajah
Nila. Keduanya murid ayahku, mereka mencintai ayahku,
mereka menyayangiku dengan tulus. Kamu ingat waktu Gajah
Lengar siap mengorbankan nyawa untuk melindungimu Jika
Sekar terlambat sesaat, dia akan mati lebih dulu setelah itu
baru kamuyang mari Ia tidak mengenalmu, tetapi ia
menyayangiku maka ia juga menyayangi isteriku, tanpa
pamrih." Gayatri mengangguk karena dia menyaksikan sendiri
sepak terjang Gajah Lengar.
Sudah dua hari sejak Wisang Geni me lepas jabatan ketua.
Suasana Lemah Tulis masih muram. Semua murid dilanda
kebingungan. Mereka tidak bisa menyembunyikan kenyataan
belum ada seorang murid pun yang mumpuni menjadi ketua.
Hanya dua yang layak, Padeksa dan Gajah Waiu. Namun
kedua sepuh itu menolak, dengan alasan usia sudah lanjut.
Padeksa dan Gajah Watu belum menentukan sikap. Malam
itu, keduanya berembuk. "Tak ada jalan lain, kita harus
membujuk Wisang Geni, kalau perlu mengemis kepadanya, ini
kan untuk kemajuan Lemah Tulis, kita tak boleh membiarkan
Lemah Tulis yang sudah maju pesat ini kembali merosot," kata
Gajah Watu Keduanya menuju rumah Geni. Lelaki itu sedang bercanda
dengan tiga isterinya. Gajah Watu membuka percakapan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
minta Geni membatalkan niatnya. Namun Geni bersikukuh
tetap mundur. "Aku tak bisa menjilat ludah kembali."
Padeksa menoleh kepada Gayatri dengan air muka muram.
Orang tua itu berkata dengan suara rendah. "Gayatri aku
minta maaf atas nama semua murid jika perlakuan
terhadapmu telah menyinggung perasaanmu."
"Tidak perlu begitu kakek yang budiman, aku tidak pernah
tersinggung, aku tidak marah, semua itu aku anggap biasa."
Gayatri bicara dengan kepala merunduk dan suara yang lirih.
Orangtua itu memandang Gayatri bergantian Wisang Geni.
"Gayatri, kamu bantu melunakkan hati suamimu"
Gayatri tetap merunduk. "Aku tidak berani lancang
terhadap suamiku. Sejak mulai dewasa, aku diajar untuk
patuh kepada ayah, setelah kawin, maka harus patuh dan
setia melayani suami seperti pelayan dengan majikan."
Semua diam. Sekar beringsut mendekati Geni dan berbisik
di telinga. Geni batuk kecil lalu menggeleng-geleng kepala.
"Sekar membujuk aku agar menerima permintaan guru, tapi
guru maafkan aku, mohon beribu ampun, aku tak sanggup
menjadi ketua. Sesungguhnya sekarang ini guru berdua yang
layak memimpin Lemah Tulis. Pasti perguruan akan lebih
maju." Padeksa berkata dengan nada tinggi, "Kamu keras kepala,
apakah kamu tidak berpikir bahwa kamu bisa jadi begini hebat
karena telah dibesarkan oleh Lemah Tulis?"
"Lebih tepat lagi, aku menjadi besar karena dibesarkan
guru. Dan sekarang aku harus membalas jasa. Begitu kan
maksud guru?" Geni bicara dengan nada datar tanpa emosi.
Tetapi dari air mukanya orang bisa menangkap bahwa dia
merasa kecewa dan getir. Dua orang tua itu terpaku di tempat duduk. Geni
melanjutkan, "Aku sudah melewati banyak pertarungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan nyawaku di ujung maut, semua kupertaruhkan untuk
Lemah Tulis. Tolong guru memahami, aku tak sanggup lagi,
aku bosan, capek, aku ingin sendiri, ingin menyepi. Aku akan
selesaikan pertarungan lawan pendekar Cina. Setelah itu jika
aku selamat dari pertarungan itu dan jika aku masih hidup,
ijinkan aku pergi, aku mohon guru, jika memang masih ada
setetes kasih sayangmu padaku."


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padeksa melihat mata murid dan cucu angkatnya itu
berkaca-kaca. Ia terharu, ia bisa merasakan yang dialami
Geni. Semua pendekar pada akhirnya akan dibebani perasaan
seperti itu. Ia akhirnya legowo, menghargai keputusan Geni.
"Baik, tetapi kamu masih harus membantu jika Lemah Tulis
butuh bantuanmu, dan kamu berjanji akan me latih murid-
murid nantinya." "Terimakasih, kakek. Aku berjanji bahwa aku masih
menjadi bagian dari Lemah Tulis. Aku pasti akan membantu
perguruanku ini, aku tetap membuka pintu menerima murid
yang kau kirim belajar padaku. Besok, aku mengajak kukang
Gajah Lengar, Gajah Nila dan beberapa murid lain
membantuku membangun rumah."
---ooo0dw0ooo--- Warok Brantas, lelaki berusia empatpuluhan, tubuhnya
tidak tinggi tetapi kekar berotot. Kumis dan janggutnya lebat,
juga bulu-bulu dadanya. Pakaiannya hitam dengan bagian
depan dada telanjang memperlihatkan dada yang bidang. Di
sekitarnya lima isteri dan beberapa gundik sibuk melayani.
Warok hidup macam raja, ia memang penguasa perguruan
Brantas. Dengan anak murid yang mencapai ratusan orang,
tidak heran jika perairan kait Brantas dan kali Porong berada
dalam kekuasaannya. Semua angkutan air, perahu kecil sampai perahu layar
besar adalah milik Warok. Siapa saja yang menggunakan jasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanan air harus mendapat pengawalan dari anak murid
Brantas. Tentu saja dengan imbalan membayar jasa.
Sesungguhnya penguasa tunggal perguruan itu adalah
ayah Warok, julukannya Manyar Edan. Lelaki berusia
enampuluhan, pendekar liar dan aneh. Dia sudah lama
menghilang dari rimba persilatan. Dia yang membangun
perguruan Brantas dengan wilayah kekuasaan yang begitu
luas. Dia punya banyak isteri dan selir, anaknya berjumlah
sebelas, semuanya menguasai ilmu silat kelas satu.
Beberapa tahun lalu ia menunjuk Warok sebagai pemimpin
perguruan dan menegaskan aturan keras. Tak boleh ada
sengketa di antara sesama saudara, melainkan harus saling
membantu. Jika ada yang mengkhianati persaudaraan, akan
dihukum mati. Tak ada ampun bagi pengkhianat. Putra
Manyar yang tertua, Sampurna dihukum mati, dibunuh dengan
tangan Manyar sendiri, lantaran memberontak hendak
merampas kursi ketua dari tangan Warok.
Manyar Edan tidak cuma memiliki banyak putra, tetapi juga
murid yang ia didik langsung. Jumlahnya sama, sebelas.
Mereka ini, sepuluh putra dan sebelas murid utama, ditambah
lagi dengan tujuh isteri Manyar adalah orang-orang penting
dalam aturan perguruan di bawah pimpinan Warok Brantas
sebagai ketua. Malam hari, di rumah atas air, tempat kediaman Warok
Brantas, semua orang penting berkumpul. Duapuluh delapan
pendekar kelas satu. Warok Brantas dengan suara serak kasar
menjelaskan adanya tantangan dari pendekar Cina. Tidak
hanya perguruan Brantas, rombongan pendekar Cina itu
menantang semua pendekar yang punya nama besar di tanah
Jawa. T ermasuk dua perguruan besar lainnya, Mahameru dan
Lemah Tulis. Tempat tarung juga sudah ditentukan di desa
Bangsal. Sehari sete lah menerima berita tantangan, Warok
menugaskan Belut Ireng dan Prabowo melakukan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyelidikan. Prabowo adalah saudara bungsu Warok,
sedangkan Belut Ireng salah seorang murid pintar Manyar
Edan. Malam itu semua orang penting perguruan Brantas
duduk mendengar laporan Prabowo dan Belut Ireng.
"Rombongan Cina itu jumlahnya sebelas, tujuh pria dan empat
wanita. Ketuanya, Ciu Tan, tampaknya ingin balas dendam
karena adik perguruannya, dibunuh W isang Geni di
pertarungan bukit Penanggungan. Mereka semua pendekar
hebat yang di daratan Cina sudah bernama besar."
Secara bergantian Belut Ireng dan Prabowo menceritakan
secara rinci peta kekuatan para pendekar Cina, seperti si
kembar Mok dengan golok bersatupadu, Li Moy belalang
beracun dan Sian Hwa Pendekar Pedang Gurun Gobi.
Mendengar ini, semua pendekar Brantas mengerutkan kening,
bertanya-tanya apa maksud tantangan itu. "Mereka ingin
menjajal orang-orang tanah Jawa, mau mempermalukan
pendekar negeri ini," tukas Warok marah.
Pada akhir pertemuan Warok Brantas setuju siasat yang
dikemukakan salah seorang ibu tirinya, selirnya Manyar Edan.
"Ketua tidak perlu maju, sebaiknya salah seorang dari kita
yang tarung duluan, dan kita harus memilih lawan yang paling
ringan." Dua murid utama Manyar Edan ditugaskan mencari tahu
ilmu silat para pendekar Cina, siapa paling kuat, siapa paling
lemah, "Cepat kalian bekerja dan kembali membawa kabar
menggembirakan," kata Warok.
Diam-diam Warok Brantas mengumpat pendekar Cina. Apa
maunya mereka melibatkan dirinya, selama ini ia tak pernah
bentrok dengan mereka. Ketika terjadi pertarungan di bukit
Penanggungan, ia bahkan tidak hadir. Dari cerita beberapa
saudaranya yang hadir, Warok mengetahui para pendekar
Cina itu memiliki kepandaian silat tinggi. "Jika dua tahun lalu,
Demung Pragola, Antaboga, Sagotra, Sang Pamegat dan
Macukunda saja bisa dikalahkan, apalagi sekarang ini dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekuatan sebelas orang. Pasti para pendekar Cina yang
datang kali ini lebih lihai dibanding yang lalu. Aku jelas tak
mungkin bisa disejajarkan, aku masih kalah dibanding
Macukunda, Sagotra dan Demung Pragola. Bagaimana cara
supaya aku bisa lolos dari kekalahan?"
---ooo0dw0ooo--- Rumah itu sangat besar dengan pekarangan luas. Itulah
rumah Demung Pragola, juga markas perguruan Daridrayang
hampir semua muridnya hidup sebagai pengemis. Orang tua
berusia lebih separuh abad itu adalah ketua perguruan. Malam
itu ia berkumpul dengan para pentolan perguruan
membicarakan tantangan para pendekar Cina.
Demung Pragola, duduk bersila di tilam. Wajahnya teduh
dan sangat wibawa. Jenggot dan kumisnya menyatu, putih
panjang. Tubuhnya tegap, tinggi. Matanya dingin dan tajam
Menatap matanya seperti memandang sumur yang kedalamannya tidak terukur. Itu tanda ia memiliki tenaga
dalam yang sangat tinggi Ia menghela nafas kemudian berkata, suaranya serak dan
kasar. "Aku tidak pernah menyangka, setelah lebih dari satu
tahun berlalu, para pendekar Cina datang lagi. Dulu itu di
bukit Penanggungan terjadi pertarungan hebat, lima pendekar
tanah Jawa ditantang lima pendekar negeri Cina."
Dia me lanjutkan cerita. Dalam pertarungan itu, empat
pendekar tanah Jawa sudah kalah. Demung Pragola
dikalahkan Liong Kam, Antaboga dan Sang Pamegat tumbang
oleh Pak Beng, Pendekar Merapi, Sagotra dikalahkan jago
nomor satu Cina, Sam Hong. Pertarungan terakhir, pendeta
Macukunda sudah didesak oleh jago nomor dua Cina, Sin
Thong. Jika Macukunda kalah, maka kubu tanah Jawa
dinyatakan kalah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebab sebelum pertandingan disepakati perjanjian bahwa
satu kubu dinyatakan kalah jika lima pendekarnya kalah
semua. Saat itu empat pendekar tanah Jawa sudah kalah,
sementara di kubu Cina hanya seorang yang kalah yakni Kok
Bun. Pada saat Macukunda terdesak hebat oleh Sin Thong,
mendadak Wisang Geni menerobos gelanggang dan membuat
kekacauan. Ketua Lemah Tulis yang masih muda itu memaksa
diri untuk ikut tarung. Macukunda keluar gelanggang
digantikan Geni yang dengan ilmu dahsyat menghajar Sin
Thong muntah darah, golok pendekar Cina itu ditekuk patah
menjadi beberapa potong. Geni kemudian mengalahkan
Tangan Salju Pak Beng. Ia kemudian menantang Sam Hong, si
jago nomor satu. Pertarungan itu sangat dahsyat, Geni
akhirnya memukul mati Sam Hong meski ia sendiri luka parah.
Pertarungan selesai, kubu Cina kalah, mereka pulang
membawa malu. Gengsi tanah Jawa diselamatkan Wisang
Geni. Sejak-hari itu, nama Wisang Geni berkibar sebagai
pendekar paling jago di tanah Jawa. Orang memberinya gelar
Pendekar Tanah Jawa. Hampir semua pendekar Daridra mengetahui kisah
pertarungan di Penanggungan. Namun sebagian lain tidak
sempat menyaksikan, hanya mendengar cerita dari mulut ke
mulut. Peristiwa itu sempat menjadi bahan cerita menarik di
rimba persilatan se lama dua tahun dan tentu saja yang paling
dipuji dan diagulkan adalah W isang Geni. Tanpa kehadirannya
pasti pendekar tanah Jawa akan kalah dan dipermalukan
lawannya. Itu sebab Demung Pragola terkejut ketika ia menerima
tantangan dari sebelas pendekar Cina. Jika mereka datang lagi
jauh-jauh dari Cina untuk menantang tarung, sudah pasti
membawa serta pendekar yang paling tangguh. Sebelas orang
pendekar, suatu jumlah yang besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lantas siapa saja yang sudah ditantang mereka, apakah
termasuk Macukunda, Wisang Geni, Pamegat juga Sagotra"
Apakah pendekar negeri ini mau datang mempertaruhkan
nama mereka" Bagaimana jika tidak seorang pun yang hadir
nanti?" Pertanyaan ini menusuk pikirannya, tanpa dia mampu
menjawabnya. Teringat kekalahannya dari Liong Kam waktu itu, Demung
Pragola mengepalkan tangannya. Kebetulan Liong Kam
termasuk di antara sebelas orang itu. "Aku jadi penasaran,
selama lebih dari satu tahun aku berlatih, aku ingin menjajal
sampai di mana kemajuanku. Kebetulan lawan yang pernah
mengalahkan aku dulu, Liong Kam akan hadir. Aku akan
tantang dia," ucap Demung Pragola dengan suara bergetar.
Ia teringat bagaimana malunya dia dikalahkan jurus pedang
Liong Kam Ia sulit melupakan kekalahan itu, karena
kejadiannya disaksikan ratusan pendekar lain. "Masih ada sisa
waktu duapuluh hari, aku akan melatih irnaga, hiar lebih
segar." Salah seorang yang hadir, Sardula, tokoh terkemuka yang
lihai ilmu silat dan terkenal cerdas, memberi hormat. "Ketua
Demung, aku pikir, kita perlu memastikan semua pendekar
terkemuka negeri ini hadir dan membela gengsi tanah Jawa.
Kita sebar semua murid ke semua penjuru mengundang para
pendekar terutama Wisang Geni, Macukunda, Sagotra,
Grajagan, Pamegat, Manyar Edan, Manjangan Puguh dan lain-
lain." ---ooo0dw0ooo--- Di rumah sewaan di desa Bangsal, Ciu Tan dan kawan-
kawannya berbincang mengenai pertarungan mendatang.
Selama dua bulan berkelana ke seluruh pelosok tanah Jawa,
Ciu T an dan beberapa temannya telah memperoleh gambaran
jelas peta kependekaran di tanah Jawa. Ada banyak perguruan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun tiga paling berbobot, Lemah Tulis, Mahameru dan
Brantas, selain itu ada beberapa pendekar yang tidak terikat
suatu perguruan pun. "Semakin banyak pendekar lihai yang hadir, semakin bagus
buat kita, kemenangan terasa lebih nikmat Huuh, aku sudah
tidak sabar lagi menanti hari pertarungan," kata Ciu Tan
geram Ia tak bisa meredakan api dendam terhadap Wisang
Geni. Selama ini ia tidak berdiam saja di desa Bangsal. Ia
sering bepergian mencari berita dan pengalaman sehingga ia
mengetahui nama Wisang Geni adalah pendekar yang paling
berkibar di negeri ini. Di kalangan pendekar, Geni bahkan
sudah dinobatkan sebagai Pendekar Nomor Satu Tanah Jawa.
Selama ini W isang Geni tak punya tandingan.
Ciu Tan sudah menyaksikan sepak terjang Geni bertarung
lawan K alandara dan tiga muridnya. Empat pendekar wanita
itu tak berdaya, Geni mempermainkan dan mempermalukan
mereka. Ciu Tan juga menyaksikan kehebatan Geni di gunung
Argowayang ketika menghajar mati Lembu Agra dan beberapa
begundalnya, termasuk pertarungannya yang hebat lawan
Lembu Ampai. Pak Beng menuturkan bagaimana ia dikalahkan Geni dua
tahun lalu. Ia dikenal dengan tenaga racun dingin. Jika
pukulannya mengena maka korban akan menderita kedinginan
sebelum tewas. Tetapi Wisang Geni justru melayaninya
dengan adu pukulan dingin, ia kalah, muntah darah dan nyaris
tewas. "Aku sudah memperdalam dan melatih racun dingin ini
selama dua tahun, tetapi ketika aku melihat kepandaian orang
itu, terus terang aku terkejut. Tidak kusangka ia maju begitu
pesat, kupikir aku sudah maju pesat, tetapi Wisang Geni maju
jauh lebih pesat lagi. Huaaah, rasanya aku tak mungkin bisa
membalas sakit hati dua tahun lalu," kata Pak Beng kesal.
Pendapat Sin T hong pun tidak berbeda. Ia pernah menelan
pil pahit, goloknya dirampas dan ia terluka muntah darah. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir tak percaya melihatkebolehan Wisang Geni dalam
tarung di gunung Argowayang. "Ia sulit dikalahkan, tetapi jika
kita ingin menang maka ia harus bisa disingkirkan, sebab
begitu W isang Geni kalah maka semangat pendekar lain akan
runtuh dan mudah bagi kita untuk mengalahkan mereka
semua." Ciu Tan termenung. Umu kepandaiannya tidak berbeda
jauh dengan teman-temannya. Dua tahun lalu Pak Beng dan
Sin Thong dikalahkan Wisang Geni. Kalah secara telak. Bahkan
adik seperguruannya, Sam Hong, yang dia tahu cukup ting gi
ilmu silatnya, juga kalah bahkan mati. Menurut Pak Beng dan


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin Thong, sekarang ini kepandaian Geni maju pesat
Keduanya merasa mustahil bisa mengalahkan Wisang Geni.
Sebelas orang itu diam. Masing-masing dengan pikiran
sendiri. Sekonyong-konyong Siauw T ong memecah kesunyian.
Playboy Dari Nanking 10 Pendekar Pulau Neraka 05 Pengantin Dewa Rimba Teror Si Pedang Kilat 2
^