Pencarian

Bayangan Darah 6

Bayangan Darah Karya Pho Bagian 6


terurus lagi. Di sudut pintu, bahkan ada jaring laba-laba yang
besar, genteng rumahnya ada yang runtuh, hampir saja mirip
dengan sebuah rumah yang tidak berpenghuni. Hati Lauw Nen
pun merasa ngeri memandangnya. Pantas kawan karib Go toa
hiap, Cit Sa Tau To, hanya mundar mandir di depan, tidak
berani masuk menemui Go toa hiap.
Mereka berdua baru tiba di pintu, lalu terdengar suara kaki
kuda berdetakan. Hua san Sin Liong pun telah tiba. Mereka
melihat Lauw Nen bersama Cit Sa Tau To, timbul perasaan
heran : "Kenapa saja kau?"
Lauw Nen menyahut sembarangan, keduanya tidak
bertanya lebih lanjut hingga Lauw Nen merasa sangat lega.
Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua memandang
sejenak, lalu tak tertahan lagi menghela napas. Hok Tong
Hong naik ke anak tangga, tangannya mencekal anting-anting
pintu, lalu dipukulnya tiga kali. Sesaat kemudian barulah
terdengar ada langkah orang, kemudian pintu itu menguak
terbuka. Seseorang yang sudah berusia lanjut mendongakkan
kepalanya memandang sesaat, rupanya tidak dapat melihat
dengan jelas siapa yang datang berkunjung itu.
Hua san Sin Liong yang melangkah masuk lebih dahulu,
katanya : "Lo Go, kami telah datang!"
Suara Hua san Sin Liong menggeledek terus mengiangngiang
hingga mengagetkan orang tua itu, dan tertunduk di
atas tanah. Kemudian terdengar suara berat mengalun dari dalam :
"Apakah kalian telah datang" Silahkan masuk! He he, bahkan
aku pun tidak bisa menyambut, sungguh... sungguh tidak
enak." Hua san Sin Liong dan kawan-kawan berempat berbareng
menuju ke dalam baru orang tua itu berdiri menutup kembali
pintunya. Orang tua itu lalu mengikuti keempat orang itu,
mereka melalui ruangan besar yang berdebu; melangkah
masuk ke sebuah pintu, kemudian terdengar lagi suara Go
Thian Kheng yang berat : "Silahkan kalian belok ke kiri,
doronglah pintu ketiga dan akan dapat menjumpai aku!"
Suara berat itu, tentu saja berasal dari mulut Go Thian
Kheng, hingga membuat Lauw Nen sangat sukar untuk
mempercayainya. Dari sini dapat dibayangkan kecelakaan
yang menimpa Go toa hiap selama bertahun-tahun ini,
sungguh sukar untuk dilukiskan. Setiap Lauw Nen
melangkah setindak, debaran hatinya pun bertambah
kencang. Tapi kini keadaan telah menjadi sedemikian rupa,
taruhlah ia ingin mundur, tentu hal ini tidak mungkin lagi.
Setelah Hua san Sin Liong mendorong pintu itu, Lauw Nen
berdiri di paling belakang memandang ke dalam. Dilihatnya
kamar itu cukup luas, namun perabotnya sederhana sekali,
hanya terdapat lima buah kursi dan seorang tua yang kurus
kering duduk di salah satu kursi itu.
Hua san Sin Liong melangkah setindak tetapi sekonyongkonyong
tubuhnya membeku, lalu menjerit : "Kau... kau
adalah..." Daging di muka Go Thian Kheng bergerak, entah ia sedang
menangis atau sedang tertawa, lalu berkata : "Aku tidak dapat
dibandingkan lagi dengan masa lalu, tapi apakah kalian tidak
mengenali aku lagi?"
Hua san Sin Liong pada saling berpandangan satu sama
lainnya, tidak bersuara. Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong dan Cit Sa Tau To
bertiga sungguh tidak tahu apa yang harus mereka katakan,
karena dari atas tubuh orang kurus kering itu tidak lagi dapat
diketemukan wajah Go toa hiap pada masa lalu. Lauw Nen
tadinya terus tidak bisa bertenang, namun ketika ia melihat Go
toa hiap telah menjadi seperti orang mati, hatinya terperanjat
dan dapat bertenang. Seorang tua yang kurus kering telah
kesurupan lagi, dan tidak dapat bergerak seperti ini, apa yang
harus ditakuti" Ketika Lauw Nen tahu tempat yang akan dikunjungi ini
adalah rumah Go toa hiap, pinggangnya belum pernah
lempeng hingga sampai saat ini. Ia baru dapat
membusungkan dadanya melangkah tetap.
Go Thian Kheng terus tertawa kering berkepanjangan :
"Akhirnya kawan-kawan karibku pada datang, sungguh senang
aku. Silahkan duduk, silahkan duduk! Setelah mengalami
malapetaka ini, aku tidak lagi bisa bergerak bahkan sepasang
mataku pun menjadi buta. Aku kini sama saja dengan
tengkorak hidup. Ha ha." Ia berkata sambil tertawa kering,
tetapi kata-katanya itu masuk ke telinga ketiga kawan
karibnya lalu mereka menjadi terperanjat. Mereka bertiga
saling berpandangan sejenak, lalu berteriak bersama-sama :
"Lo Go... tetapi hanya kata itulah yang keluar dari mulut
mereka, kemudian menjadi senyap kembali.
"Eh," Go Thian Kheng merasa heran: "Kenapa Lauw Thian
Hauw tidak datang?" "Ayah saya ada sedikit urusan penting, sungguh! Ia tidak
bisa datang, maka ia menyuruh saya kemari, paman Go,
dengan ini saya memberi hormat."
Kata-kata Lauw Nen itu terlepas dari mulutnya, terlihatlah
kulit wajah Go Thian Kheng bergerak-gerak sangat
mengerikan. Dalam sekejap saja, di bawah kulit wajahnya itu
seolah-olah ada beribu-ribu ulat kecil yang bergerak-gerak,
hingga sangat mengerikan orang yang melihatnya. Sedangkan
dalam tubuhnya meledakkan suara kerekekan.
Buru-buru Hok Tong Hong berkata : "Lo Go, kenapa kau"
Lauw Thian Hauw tidak datang, memang ia kurang
bersahabat. Tapi telah menyuruh anak sulungnya datang, ini
sama saja. Apalagi, andaikata terjadi apa-apa, kami bertiga
pun sudah bersiap membantumu."
Sehabis berkata, Hok Tong Hong baru melihat wajah Go
Thian Kheng menjadi normal kembali, suara yang meledak
dari dalam tubuhnya pun tidak terdengar lagi. Lama kemudian
baru terdengar ia menarik napas panjang : "Baik sekali, baik
sekali!" Wajahnya menjadi begitu, hakekatnya karena dalam
hatinya memendam suatu perasaan marah yang sangat
dalam. Tetapi dalam sekejap saja, ia telah mengatakan baik
sekali, baik sekali berulang-ulang, hingga membuat Hok Tong
Hong bertiga tidak mengerti apa gerangannya, mereka hanya
saling pandang saja. Hanya hati Lauw Nen yang merasa ketakutan, karena
memang ia telah berbuat sesuatu kejahatan. Tadi ketika ia
melihat wajah Go Thian Kheng, wajah itu memang sangat
mengerikan, dan hatinya pun menjadi sangat terperanjat. Lalu
ia berpikir dalam hatinya : "Apa yang telah aku lakukan tempo
hari, memberikan Thian Ching 24 jurus palsu pada Go Thian
Kheng, hal ini hanya Cung San Siong Kiat yang tahu, dan
setelah Cung San Siong Kiat menerima hasilnya, entah telah
lenyap kemana, tidak pula tahu apakah dia telah dapat
menguasai ilmu silat itu" Taruhlah dia telah pandai, tentu dia
takkan menyebut persoalan itu di depan Go Thian Kheng.
Sedangkan perampokan yang dilakukan bersama Cing li pang
di tengah-tengah sungai Yangtze, kecuali pang cu-nya Chen
Yauw Cing yang masih hidup, semuanya telah binasa. Kini
Chen Yauw Cing tidak tahu berada dimana, perbuatanku itu
tentu saja tidak ada yang tahu. Kenapa aku harus takut"
Berpikir sampai disini, nyalinya pun menjadi besar, lalu
katanya : "Apabila Go lo pek ada pesan, saya pasti lakukan
sekuat tenaga. Harap Go lo pek jangan kuatir."
"Baik sekali," kata Go Thian Kheng sambil memutar-mutar
kepalanya pelan-pelan menghadap Lauw Nen. Terlihatlah
sepasang matanya itu terbelalak besar sekali, lobang mata
cekung ke dalam, buram dan gelap, hitam dan putihnya tidak
dapat dibedakan, nyata sekali bahwa ia tak dapat melihat apa
yang berada di depannya. Hati Lauw Nen menjadi takut lagi, tiba-tiba Go Thian Kheng
berkata sekata demi sekata : "Sayang sekali kini aku tidak
dapat melihat kau lagi, bagaimana wajahmu dahulu bahkan
aku tidak ingat lagi. Sungguh aku sangat menyesal kenapa
tempo hari tidak melihat wajahmu lebih jelas, supaya
sekarang aku dapat ingat akan wajahmu." Kata-kata itu,
sangat menyeramkan, bahkan Hok Tong Hong, Cit Sa Tau To
dan Hua san Sin Liong yang sama sekali tidak tahu
persoalannya itu pun turut menjadi kaku, jangan katakan
Lauw Nen lagi. Dengan segera muka Lauw Nen berobah :
"Saya... saya tidak perlu diingati oleh lo pek."
Go Thian Kheng tertawa kering lagi : "Tadinya memang aku
telah melupakan kau, tetapi setengah bulan ini aku terus
menerus teringat pada kau."
Lauw Nen memang tahu kesalahannya, kata-kata Go Thian
Kheng itu membuat dirinya semakin tidak enak. Untuk sesaat
ia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, hanya memaksa
dirinya tersenyum pula. Cit Sa Tau To adalah orang yang sangat tidak sabaran,
sampai disini ia sudah tidak sabar lagi, lalu teriaknya dengan
keras : "Lo Go, kau tergesa-gesa memanggil kami kesini, ada
persoalan apa" Kalau ada lekas katakan!"
Go Thian Kheng memutar lagi kepalanya. Ketika kepalanya
bergerak, lehernya menimbulkan suara kerekekekan yang
aneh, wajahnya lesu. Sebelum berkata, ia menghela napas
dulu : "Rumahku ditimpa malapetaka, aku kira kalian juga
sudah mendengarnya."
Cit Sa Tau To berkata : 'Ya, kami semua sudah tahu, kau
kesurupan pun kami sudah tahu lebih lama lagi. Cuma kami
tidak sempat menengok kau, maka kau marah karena
ini?" Go Thian Kheng tertawa terkikik-kikik : "Aku kesurupan
karena ilmuku yang tidak becus, kenapa aku bisa marah pada
kalian" Apa yang ku maksudkan ialah tentang anak-anakku
yang mati di tengah-tengah sungai Yangtze."
"Oh!" seru Hok Tong Hong bertiga, dan menunggu ucapan
Go Thian Kheng seterusnya. Tetapi dalam kesenyapan itulah,
tiba-tiba terdengar suara "kek kek kek" dan "tet tet tet".
Buru-buru Hok Tong Hong bertiga mencari dari mana
mulanya suara itu, rupanya suara itu ditimbulkan oleh Lauw
Nen. Suara "kek kek kek" itu adalah giginya yang sedang
beradu, sedangkan suara "tet tet tet" itu adalah suara
tubuhnya yang sedang gemetar yang menggetarkan kursi.
SEBELAS Kalau Lauw Nen lebih tolol lagi, ia pun tidak mungkin tidak
mengerti, pada saat ini ia telah berada dalam keadaan yang
sangat berbahaya. Tetapi mendengar Go Thian Kheng tidak
berbicara tentang persoalan lain, justru mengatakan kejadian
di tengah-tengah sungai Yangtze yang telah menelan kedua
anaknya itu. Sungguh ia tidak bisa tidak terperanjat, giginya
tidak bisa tidak beradu, tubuhnya tidak bisa tidak gemetaran.
Hok Tong Hong mengangkat kedua bahunya : "Nak Lauw
kenapa kau?" CIT SA TAU TO dan Hua san Sin Liong berdua, meskipun
tidak bertanya, tapi dalam hati mereka telah curiga.
Bersamaan dengan itu, dalam hati mereka pun terpikir, Lauw
Thian Hauw adalah jago silat yang ternama di kalangan kang
ouw, kenapa ia mempunyai anak yang begini.
Hati Lauw Nen telah berdetak-detak keras hampir saja
meloncat keluar dari rongga dadanya. Ditanya oleh HTT, ia
ingin menjawab tetapi suaranya hanya berkerokokan dalam
tenggorokannya, tidak ada sepatah kata yang keluar.
Terdengar suara Go Thian Kheng menyambung lagi :
"Menurut perkiraan aku, tubuh nak Lauw tidak enak, ya nak
Lauw?" Lauw Nen meronta sekuatnya, katanya dengan terbatabata
: "Tet te... ya ya... tet tet... ya... tet tet... ti... tidak
enak... tet tet... "
"Itu tidak apa-apa, sebentar lagi kau akan menjadi enak,"
kata Go Thian Kheng. "Se... tet tet... moga... demikian," kata Lauw Nen.
CIT SA TAU TO berkata : "Persoalan anak-anakmu itu,
kamipun telah mendengarnya. Itu adalah perbuatan orangorang
Cing li pang, tetapi setelah kejadian itu, semua orang
Cing li pang dari atas sampai ke bawah telah binasa
semuanya." Lauw Nen berpikir dalam hatinya, kalau aku tidak bersuara
lagi, hal ini semakin tidak enak. Maka ia berkata dengan
sekuat tenaganya : "Ya, orang Cing li pang... tet tet... tet tet...
telah mati semuanya... tet tet... hal ini... tet tet... tidak dapat
diperiksa lagi." Tetapi Go Thian Kheng berkata dengan perlahan-lahan :
"Tetapi kejahatan tidak dapat ditutup untuk selama-lamanya.
Orang-orang Cing li pang dari atas sampai ke bawah
semuanya mati di bawah Cheng Yauw Ting, pang cu
Cing li pang itu menelan kedua belas kereta harta itu, lalu
kabur jauh-jauh. Tetapi ia telah tertangkap oleh Su te (adik
seperguruan) ku yang telah berpisah bertahun-tahun."
Go Thian Kheng berkata sampai disitu, terdengar suara
gedebuk. Lauw Nen telah terjatuh berikut kursi-kursinya ke
tanah. Lauw Nen berkali-kali mengganggu perkataan Go Thian
Kheng, hingga membuat Cit Sa Tau To tidak sabar. Lalu
bentaknya : "Kenapa lagi kau?"
Setelah terjatuh, tubuh Lauw Nen melingkar menjadi satu,
dan bergemetar tak henti-hentinya. Karena kepalanya
melingkar ke dalam maka tidak tampak wajahnya. Tetapi
melihat lingkaran itu pun tidak menyerupai manusia, maka Cit
Sa Tau To tak tertahan bertanya pula : "Ada apa" Ada
apa?" Go Thian Kheng berkata dengan perlahan-lahan : "Tidak
apa-apa, sebentar lagi ia akan baik."
Cit Sa Tau To, Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong adalah
orang-orang yang telah berpengalaman di dunia kang ouw.
Betapa lihainya mereka, sampai kini, tentu saja mereka telah
tahu seluk beluknya. Maka meskipun hati mereka telah
bercuriga namun mereka tidak bersuara lagi, dan tidak pula
ada yang mengangkat tubuh Lauw Nen.
Go Thian Kheng menyambung lagi : "Su te-ku menangkap
Chen Yauw Cing. Begitu mendengar asal usul su te-ku, ia
menjadi terbirit-birit, diceritanya seluruh kejadian di tengah
sungai Yangtze tempo hari. Rupanya hari itu anak-anakku itu
bukan dikalahkan oleh orang Cing li pang, tetapi kalah di
bawah tangan seorang yang diundang Cing li pang!"
"Siapa orang itu?" bentak CIT SA TAU TO.
Go Thian Kheng berteriak nyaring : "Su te bawa Chen Yauw
Cing kemari!" Suara teriakannya itu meskipun nyaring, tetapi


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalun jauh sekali. Dan sekejap saja terdengar suara
langkah kaki orang, kemudian pintu terbuka; seorang kurus
yang berusia lima puluhan masuk dengan membawa seorang
lagi. Setelah terjatuh ke tanah, hampir saja Lauw Nen menjadi
pingsan, matanya menjadi hitam berkunang-kunang, hatinya
terus menjerit-jerit, tubuhnya terus dilingkarnya erat-erat.
Sayang ia tidak memiliki ilmu melarikan diri dari bawah tanah,
kalau tidak ia telah masuk ke dalam tanah. Ia menyesalkan
dirinya kenapa bisa sampai ke tepi sungai Yangtze dan
mengikuti Hok Tong Hong bersama kawan-kawannya sampai
kesini, tapi nasi telah menjadi bubur, apa boleh buat,
menyesalpun tidak ada gunanya, dan hatinya pun terus
berputar-putar mencari akal untuk kabur. Terus sampai ketika
orang kurus itu membawa seseorang lagi masuk ke kamar itu,
baru dibukanya matanya melirik, dan kagetlah dia. Orang
yang dibawa masuk itu adalah Chen Yauw Cing! Lalu ia
menjerit sekali "ah".
Berikut jeritannya itu, tubuhnya itu pun seolah ditarik oleh
suatu tenaga yang dahsyat. Tiba-tiba ia berdiri dan melayang
ke atas, lalu "gedebuk" jatuh lagi ke tanah. Padahal kini setiap
orang pada duduk semuanya, tidak ada yang bertindak,
makanya tubuh Lauw Nen bisa berdiri dan meloncat,
semuanya disebabkan karena hatinya merasa sangat kaget,
seluruh syarat-syarat dan ototnya menjadi sangat tegang.
Lauw Nen tergeletak di atas tanah, orang kurus itu
melepaskan tangannya melemparkan Chen Yauw Cing ke
bawah. Chen Yauw Cing merangkak dua tindak, tiba-tiba
melihat Lauw Nen, lantas berteriak seolah ketemu dengan
setan iblis : "Dia! Ya dia! Dialah yang membunuh orang!
Dialah yang memperkosa orang!"
Setelah Chen Yauw Cing berteriak, Lauw Nen tertawa
nyaring : "Tutup mulutmu, apakah soal begini dapat dikatakan
dengan sembarangan?" Ia membentak sembari mengulurkan
tangan memukul muka Chen Yauw Cing, Chen Yauw Cing
tidak sempat mengelak, mukanya telah ketampar dengan
cepat sekali, hingga membuatnya terpelanting ke belakang.
Tetapi Chen Yauw Cing sempat pula mencekal bahu Lauw
Nen, maka ketika ia terpelanting Lauw Nen pun turut terbawa.
Lauw Nen berteriak : "Lepaskan aku, aku sudah berjanji
dengan kau, setelah berhasil kau boleh ambil harta, aku mau
orangnya, sekarang buat apa kau mencekal aku" Lepaskan!"
Kedua tangannya memukul serampangan, kedua kakinya
menendang-nendang tak karuan, terus menghantam Chen
Yauw Cing. Biar Chen Yauw Cing terjatuh ke atas tanah, ia
masih membalas. Maka kedua orang itu terus bergumulan di
atas tanah, persis seperti dua ekor anjing gila berkelahi.
Sampai disini, sungguh Go Thian Kheng tidak perlu berkata
apa-apa lagi. Cit Sa Tau To, Hok Tong Hong dan Hua san Sin
Liong bertiga, hati mereka telah jelas sejelas-jelasnya. Mereka
bertiga serentak berdiri : "Lo Go, kami mengucapkan selamat
atas dendammu yang sudah terbalas
itu." Go Thian Kheng tertawa kering : "He he aku pun tidak
menyangka dendamku itu terbalas secepat ini. Aku
mengundang kamu datang bersama Lauw Thian Hauw,
maksudku untuk menanyainya, apa yang akan dikatakannya.
Tapi tak disangka, Lauw Thian Hauw sendiri tidak datang. Ia
menyuruh bangsat ini kemari, kita pun tidak usah bersusah
payah lagi. Yo su te, bawalah aku dan tamu-tamu ini keluar!"
Orang kurus setengah baya itu mengiyakan, lalu
mengangkat Go Thian Kheng, keluar bersama-sama CTT dan
meninggalkan Lauw Nen yang masih bergumul dengan Chen
Yauw Cing. Kini mereka berdua sama sekali tidak seperti jago
silat dari Bu lim, tentu saja tidak dapat diceritakan jurus apa
yang dipakai mereka. Setelah orang-orang itu pergi, tiba-tiba
Lauw Nen meloncat. Ilmu silatnya memang lebih tinggi
daripada Chen Yauw Cing, maka setelah melompat,
dilemparnya Chen Yauw Cing ke tembok.
Chen Yauw Cing berteriak, lalu tubuhnya mental kembali,
lalu diinjak oleh Lauw Nen ke atas tanah. Mulutnya masih
berguman : "Kedua belas... kereta itu semuanya berisi intan
berlian... yang mahal... " Mulutnya terbuka dan memuntahkan
darah segar. Keadaan sangat mengerikan, ketika melihat Chen
Yauw Cing. Lauw Nen berada dalam keadaan setengah gila
tetapi kini napasnya yang terengos-engos mulai menjadi
tenang. Hal yang pertama diketahuinya ialah kamar itu tidak
ada orang lagi." Lauw Nen tidak mungkin tidak tahu, kalau mau kabur dari
tangan Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong dan Cit Sa Tau To
bertiga, hal ini sama sekali tidak mungkin. Tetapi mau tidak
mau ia harus kabur. Dengan terhuyung-huyung ia melangkah ke pintu dan
berhenti sejenak, lalu dibukanya, melongok keluar dilihatnya
tidak seorang pun yang ada di luar, hal ini adalah di luar
dugaan Lauw Nen. Buru-buru ia lari, baru ia melangkah
beberapa tindak, terdengarlah suara gemuruh yang meledak
dari keempat penjuru. Kini Lauw Nen telah menjadi seekor burung yang
ketakutan. Setelah mendengar suara ledakan itu, belum lagi
jelas suara apakah itu dan ia telah menjadi sangat ketakutan.
Buru-buru menyurut beberapa tindak, matanya memandang
ke depan, dilihatnya dari lorong yang gelap gulita itu ada
segumpal barang yang tengah bergulung-gulung
menyambarnya. Barang itu bergulung-gulung dicampuri dengan kembang
api yang merah. Lauw Nen tidak tahu permainan apakah yang
ada di depannya itu. Ia hanya berdiri terpaku, tetapi tidak
lama kemudian barulah ia mengerti. Itu adalah segumpal asap
yang sedang bergulung-gulung.
Kekagetan Lauw Nen kini bukan kepalang tanggung, ia
berteriak nyaring. Buru-buru diputar tubuhnya ingin kabur,
tetapi tubuhnya baru berputar, ia menjadi terpaku lagi, karena
asap di depannya lebih dekat lagi.
Buru-buru ia memutar tubuhnya kembali, asap itu telah
bergulung dari empat penjuru mengepungnya. Asap itu
segumpal demi segumpal seakan terus menghimpit
kepadanya. Terasa lehernya seakan dicekek oleh tangan,
membuat napasnya sesak. Ia ingin berteriak, tetapi mulutnya
baru terbuka, asap telah nyelusup masuk ke dalam mulutnya
serasa tenggorokannya disilet. Ia menerjang maju dalam
gumpalan asap itu, ia belum melihat lidah apinya tetapi
telinganya telah menangkap suara yang meledak, dan
kembang api yang menyambar di sekeliling tubuhnya serasa
pakaiannya pun telah terbakar, rambutnya pun telah hangus.
Ia tidak memperdulikan kesakitan di tenggorokannya,
berteriak keras. Meskipun teriakannya keras, namun tertutup
oleh suara ledakan yang dahsyat itu. Ia terus berlari, sampai
akhirnya ia melihat lidah apinya.
Lidah api itu seakan seekor naga berbisa menyambar
dirinya. Pada saat ini, suatu perasaan sakit yang mematikan
menyerang dirinya dan membuat tubuhnya menjadi
melingkar. Ia ingin berteriak tapi tidak bisa lagi, tetapi masih
ada suara yang terus timbul dari tubuhnya. Itu suara sate
panggang yang biasa kita dengar, suara itu didengar dalam
telinganya, seakan ada dua orang yang sedang tertawa.
Mereka itu adalah Go Eng Kiat dan Go So Lan.
Andaikata kini Lauw Nen tidak terlalu kesakitan, dan tidak
berada dalam keadaan setengah sadar, seharusnya ia
mendengar suara tertawa seseorang yakni suara tawa Go
Thian Kheng. Tetapi kini Lauw Nen sama sekali tidak mendengarnya. Apa
yang dirasakannya hanyalah kesakitan, lidah api yang seperti
pisau itu terus mengiris-ngiris tubuhnya. Ia berteriak, berbalik,
ia belum pernah memikirkan bahwa kematian itu sedemikian
sengsaranya. Kini, sejauh 10 tombak dari rumah Go tiu, Hok Tong Hong,
Hua san Sin Liong, Cit Sa Tau To, Go Thian Kheng dan Su tenya
sedang mengamati rumah yang tengah di telan oleh api.
Go Thian Kheng bertanya dengan suara kering parau :
"Bagaimana apinya?"
Berkata Hok Tong Hong : "Apinya sedang mengamuk, ia
tidak mungkin lolos."
Dari mata Go Thian Kheng yang keluar itu meleleh air mata
: "Eng Kiat dan So Lan berdua, mereka dilahirkan dibesarkan
di rumah ini. Kini, orang yang membunuh mereka itu telah
dibakar hidup-hidup disini, arwah merekapun akan menjadi
tenang, karena itu aku si tua bangka ini telah dapat membalas
dendam mereka!" Sampai disini, Go Thian Kheng menghela napas panjangpanjang,
helaan itu panjang sekali. Sesaat kemudian,
napasnya masih terus menghembus, CIT SA TAU TO menjadi
terperanjat lebih dulu, serunya : "Lo Go, kenapa kau?"
Tetapi Go Thian Kheng tidak menjawabnya, dan masih
tetap menghembuskan napasnya.
Tiba-tiba Hok Tong Hong maju setindak, mengulurkan
tangannya memegang punggung Go Thian Kheng. Walaupun
gerakan tangannya cukup cepat, sebelum tangannya
menyentuh punggung Go Thian Kheng, muka Go Thian Kheng
telah menjadi pucat pasi. Hok Tong Hong menjadi tertegun,
buru-buru menarik tangannya kembali, lalu meraba hidung Go
Thian Kheng, tapi napasnya telah hilang.
Hok Tong Hong menjadi sedih, isaknya : "Lo Go telah
berpulang." Su te Go Thian Kheng memeluk tubuhnya : "Ku ucapkan
terima kasih pada kalian bertiga. Suheng ku pernah berkata,
kalau dendamnya telah terbalas, ia tidak ingin hidup lebih
lama lagi di dunia ini. Ya, kalian bertiga tak usah bersedih."
Meskipun mulutnya menghibur orang, tapi suaranya
menjadi terisak. Ia tidak berkata lebih lanjut, tubuhnya
bergerak ke depan, sekejap saja telah hilang.
Orang bertiga itu memutar tubuh mereka, memandang lagi
api yang sedang membakar sejadi-jadinya. Mereka bertiga
tidak bersuara, hanya memandang dengan membisu. Hingga
senja tiba, hari mulai gelap, apinya masih membakar dengan
dahsyat hingga memerahkan sebelah langit.
Hua san Sin Liong yang berkata lebih dulu : "Kitapun sudah
harus pergi." CIT SA TAU TO menghela napas : "Ya, ai, Lo Go
mengundang kita karena soal ini, bermimpipun aku tidak
dapat membayangkannya."
Hok Tong Hong berkata dengan perlahan-lahan : "Ji wi, kita
masih belum boleh berpisah."
CIT SA TAU TO melotot : "Ada apa lagi, aku tidak mau ikut
lagi!" Ketika ia mengucapkan "ada apa lagi", padahal terpikir
olehnya, maka baru disusul dengan kata-kata "aku tidak mau
ikut lagi". Karena ia tahu, kata-kata Hok Tong Hong itu adalah
untuk mengajaknya menemui Lauw Thian Hauw, mereka
dengan Lauw Thian Hauw adalah kawan karib, mana mungkin
menceritakan perihal anaknya yang telah dibakar hidup-hidup
itu kepadanya" Maka katanya ia tidak mau ikut lagi.
"Cit Sa, kau tidak boleh tidak pergi," kata Hok Tong Hong.
"Pergilah kau sendiri," kata Cit Sa Tau To.
"Harus kita bertiga yang pergi, Lo Lauw baru percaya.
Kalau aku pergi sendirian, Lauw Thian Hauw tidak mungkin
percaya, lalu berhantam, aku tidak melawannya. Kalau begini
bukankah kau yang telah mencelakai aku?" kata Hok Tong
Hong serasa geleng-geleng kepala.
"Memang kau adalah orang yang rewel sekali, hanya
berpikir yang bukan-bukan saja. Aku lihat Lo Lauw bukan
orang yang tidak mengerti," kata CTTT sambil mendelikkan
matanya. "Kau mau pergi, bukan?" tanya Hok Tong Hong.
Cit Sa Tau To mengangguk, lalu Hok Tong Hong memutar
kepalanya memandang Hua san Sin Liong : "Ai, kalau Lo Lauw
tahu soal ini, entah bagaimana sedihnya ia nanti."
Cit Sa Tau To berkata dengan tidak sabar : "Jangan ributribut
lagi, kalau mau pergi, pergilah sekarang. Kebakaran ini
apalagi yang harus dilihat."
Lalu mereka bertiga berangkat menuju ke utara. Ilmu
mengentengkan tubuh mereka bertiga bukan main cepatnya,
melesat di kegelapan bagaikan meteor saja.
Mereka terus menuju ke utara. Hari ketiganya tiga di tepi
sungai Yangtze, terlihat murid Hua San Pay sedang berkumpul
di tepi sungai. Di antara murid-murid Hua San itu, terdapat pula dua
orang yang berselendangkan karung berpakaian Toa ha,
kedua belah pihak seakan sedang berbicara. Dari jauh, Cit Sa
Tau To mendehem : "Orang tua Hua San, tidak
seharusnya kau dipanggil Hua san Sin Liong tapi Hua San Ni
Couw (belut)." Hua san Sin Liong berkata dengan nada berat : "Kurang
ajar!" Cit Sa Tau To menunjuk ke depan, "Kenapa tidak. Coba kau
lihat, orang-orangmu sedang mesra-mesraan dengan orang
Sang Bun Pang." Hua san Sin Liong pun kurang senang dengan orang-orang
Sang Bun Pang, tapi tabiatnya sangat keras. Cit Sa Tau To
berkata begitu, ia harus membantah baru senang. Maka
katanya : "Orang-orang Sang Bun Pang cuma bertingkah agak
aneh sedikit, tapi tidak jahat."
"Pasti ramai nih, orang-orang baik tapi bertingkah seperti
kematian ibu saja," berkata Cit Sa Tau To.
"Memang mereka disebut Sang Bun Pang," kata Hua san
Sin Liong. Cit Sa Tau To mendelik ingin berkata lagi. Orang-orang Hua
San di depan itu, ada yang telah melihat Hua san Sin Liong
dan kawan-kawan, ada seorang yang berteriak :
"Suhu datang!" Tujuh delapan belas orang serentak menghampiri, lalu
berlutut. Ada seorang yang berkata : "Suhu, ada dua orang
Sang Bun Pang yang datang ke Hua San mencari Suhu tapi
Suhu tidak ada, maka kami mengajaknya kemari."
Hua san Sin Liong mengebaskan lengan bajunya, angin
dahsyat yang timbul karenanya itu membangunkan muridmurid
Hua San. Lalu ia menengadah melihat orang Sang Bun
Pang. Kedua orang itu buru-buru menjura. "Kami memberi
hormat pada Ciang Bun."


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hua san Sin Liong mendehem. "Ada apa?"
Tadinya ia ingin berkata "Tidak ada hubungan apa-apa
antara Hua San Pay dan Sang Bun Pang, ada soal apa?".
Tetapi teringat akan kata-kata Cit Sa Tau To yang tidak enak
tadi, kalau berkata begitu malah menunjukkan ketakutan
padanya. Maka ia hanya bertanya pendek saja
"Ada apa?" Mereka berdua berkata seraya membongkok : "Atas
undangan Pang cu, harap Hua San Ciang bun datang ke Yen
ka cung." Hua san Sin Liong tertegun. "Yen ka cung" Bukankah desa
Kauw Bwe Liong Yen Ling?"
Berkata mereka berdua : "Yen cung cu telah meninggal.
Kematiannya aneh sekali, kami orang-orang Sang Bun Pang
curiga soal ini ada hubungannya dengan Lauw Thian Hauw si
Singa Emas itu. Tetapi persoalannya bagaimana, masih mau
menunggu hasil analisa dari jago-jago silat semua golongan.
Ucapan kedua orang itu sangat sopan, tidak membesarbesarkan,
tetapi kata-kata mereka itu agak luar biasa, maka
didengar oleh orang yang mempunyai hubungan baik dengan
Lauw Thian Hauw, kata-kata itu sangat menusuk.
Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua hanya
mengerutkan alis saja, belum berkata apa-apa. Tapi Cit Sa
Tau To telah mewakili : "Kentut, kamu orang-orang Sang Bun
Pang, dari atas sampai ke bawah, tidak ada satu yang bukan
bajingan. Dengan hak apa, kamu mencurigai orang, siapa tahu
kalau Yen Ling itu mati dibunuh oleh orang kamu sendiri?"
Tiba-tiba muka orang-orang Sang Bun Pang itu berubah,
menengadah serentak :"Anda hanya main-main atau
bersungguh-sungguh?"
Cit Sa Tau To membentak : "Anak sial, kau dengar dulu
dengan jelas. Aku Cit Sa Tau To kapan pernah bermain
dengan orang?" Berkata Hua san Sin Liong : "Dimana si Singa Emas itu
sekarang?" Kata kedua orang itu : "Dia berada di Yen ka cung... kami
telah lama mendengar nama besar Cit Sa Tau To, dan
sekarang Tau To menghina kami orang Sang Bun Pang... "
Ucapan kedua orang itu belum habis, Cit Sa Tau To telah
berteriak : "Mau apa kamu" Aku mau memukul kamu berdua
orang-orang bajingan ini!"
Diangkatnya tangannya yang sebesar kipas itu. Sebelum
dipukul, anginnya telah menderu-deru hingga membuat muka
kedua orang itu berubah, serentak turut ke belakang.
Cit Sa Tau To tertawa terbahak-bahak : "Memang cepat
larinya kaki anjing, kalau terlambat selangkah, mayat kamu
sudah bergelimpangan disini."
Kedua orang itu tahu, kalau mereka tidak pergi, apa yang
dikatakan Cit Sa Tau To pasti bisa dibuatnya. Seorang jago
tidak mau menerima kerugian begitu saja, maka mereka
memutar tubuh berlari. Cit Sa Tau To masih marah : "Anak sial. Tidak membunuh
kamu, hatiku menjadi kesal!"
Berkata Hok Tong Hong : "Cit Sa, kau jangan terburu
napsu. Sang Bun Pang orangnya banyak, kau tidak boleh
mencari kerusuhan!" Karena tadi Cit Sa Tau To sedang memikirkan kalau ketemu
dengan Lauw Thian Hauw, bagaimana mengutarakannya.
Kebetulan sekali kedua orang Sang Bun Pang itu
membicarakan Lauw Thian Hauw adalah pembunuh Yen Ling,
maka ia menjadi marah. Saat itu ia hanya marah-marah, dan
tidak memperdulikan akibatnya. Diperingati Hok Tong Hong,
baru ia merasa ngeri. Meskipun tabiatnya keras, tapi licik juga.
Ia tertegun sejenak, lalu tertawa : "Hm, kita bertiga. Mau jadi
apa kalau takut pada Sang Bun Pang?" Sekali kata saja, ia telah menyeret serta Hok Tong Hong
dan Hua san Sin Liong berdua. Ucapannya itu boleh dikatakan
tepat sekali mengenai hati Hua san Sin Liong karena Hua san
Sin Liong adalah seorang yang suka sekali bertanding.
Taruhlah hatinya marah-marah, tapi ia tak mungkin
mengucapkan apa-apa karena kalau ia mengucapkan apa-apa,
bukankah itu berarti bahwa ia takut kepada Sang Bun Pang"
Tapi Hua san Sin Liong diam saja, Hok Tong Hong tidak
mungkin tidak bersuara. Katanya sambil tertawa : "Cit Sa kau
licik sekali, kau yang membuat kerusuhan tapi mau mengikutsertakan
kami berdua. Aku lihat, kami berdua belum tentu
dapat dijebak olehmu."
Cit Sa Tau To telah berkeputusan, maka segera ia berkata :
"Terjebak atau tidak itu lain soal, dari ucapan kedua orang itu
tadi, tampaknya mereka telah menahan Lauw Thian Hauw di
Yen ka cung. Masa kita biarkan saja?"
Hok Tong Hong tertawa terbahak-bahak : "Tak disangka
mulutmu cukup lincah."
"Tidak berani, tidak berani. Mari kita sama-sama pergi ke
Yen ka cung!" "Kita adalah kawan karib Lauw Thian Hauw, tentu saja kita
pergi. Buat apa kau banyak mulut?" kata Hok Tong Hong.
"Betul," kata Hua san Sin Liong.
Mereka bertiga menyeberang sungai terus menuju ke utara.
Mereka boleh dikatakan jago silat kelas satu di Bu lim. Setiap
tempat yang dilewati mereka, pasti ada pendatang baru yang
mengunjungi mereka. Apa yang diperbincangkan mereka,
semuanya soal Yen ka cung tetapi bagaimana keadaan
sebenarnya, tidak seorang yang tahu. Padahal hari itu di hari
senja, ketika matahari telah tenggelam di ufuk barat, mereka
telah tiba di Yen ka cung. Terlihat di depan pintu ada delapan
orang Sang Bun Pang berjejer. Mereka itu adalah jago-jago
Sang Bun Pang. Hua san Sin Liong bertiga tiba di depan Yen ka cung,
kedelapan jago silat Sang Bun Pang itu datang menyambut :
"Hua San Ciang Bun, tuan Hok, Pang cu kami telah menunggu
lama. Silahkan masuk!" Mereka bahkan tidak menyebut nama
Cit Sa Tau To. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua merasa
heran sekali, karena mereka menyilahkan dengan hormat,
tentu saja tidak ada alasan untuk menolak. Namun mereka
dengan sengaja tidak menyebut Cit Sa Tau To, hakekatnya
ingin memalukan Cit Sa Tau To. Sedangkan Cit Sa Tau To
datang bersama-sama dan tidak mungkin untuk meninggalkan
Cit Sa Tau To seorang diri.
Hok Tong Hong maju setindak, lalu menjura pada
kedelapan orang itu : "Tuan-tuan kami datang bertiga, beri
tahu pada Pang cu kamu, kami datang ke Yen ka cung ada
urusan bukan untuk mencari ribut!"
Harus diketahui bahwa Lauw Thian Hauw adalah seorang
jago silat nomor wahid, jika orang Sang Bun Pang
menuduhnya telah membunuh Yen Ling, ini adalah suatu hal
besar yang luar biasa. Hok Tong Hong bukan saja telah
mengatakan bahwa mereka ingin membela Lauw Thian Hauw,
tapi telah pula mengisyaratkan pada orang-orang itu,
meskipun Cit Sa Tau To telah menyakiti Sang Bun Pang, tapi
kini bukanlah waktunya untuk membuat suatu perhitungan.
Sikap kedelapan orang itu baik sekali, setelah mendengar
kata-kata Hok Tong Hong, mereka berkata : "Betul sekali
ucapan Hok toa hiap, tetapi kalau ada orang yang mengatakan
orang-orang Sang Bun Pang dari atas sampai ke bawah adalah
bajingan, tentu saja ia tidak mau berkawan dengan kami.
Tentu saja ia harus tahu diri, dan pergi jauh-jauh dari sini!"
Antara kedelapan orang gitu, hanya satu yang bicara. Tetapi
enam belas biji mata, semuanya melirik pada Cit Sa Tau To.
Muka kedelapan orang itu menunjukkan pandangan yang
menghina. Kini, bukan saja wajah Cit Sa Tau To berubah,
bahkan Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua pun
turut menjadi marah. Hok Tong Hong berpikir dalam hatinya, jangan mengira
Cit Sa Tau To itu adalah buah yang empuk. Dengan
mengandalkan banyak orang, kamu akan dapat keuntungan.
Kalau aku sudah berkata terus terang dan kamu tidak mau
mendengar, buat apa aku menjadi penengah.
Maka tidak menunggu Cit Sa Tau To marah, ia berkata lagi
: "Orang datang dari jauh-jauh. Mau pergi atau tidak, itu
bukan urusan aku!" Ia melihat pada Hua san Sin Liong,
keduanya lalu melangkah masuk.
Tadinya Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua
tahu, setelah tiba di Yen ka cung, antara Cit Sa Tau To dan
Sang Bun Pang pasti akan timbul keributan. Maka pada saat
mereka datang, mereka telah berdiri di depan Cit Sa Tau To.
Sementara itu Hua san Sin Liong masih berada di belakang,
terus menggoyang-goyangkan tangan pada Cit Sa Tau To,
supaya ia jangan bersuara. Kalau tidak, dengan tabiat Cit Sa
Tau To yang berangasan itu, pasti telah marah sedari tadi,
mana mungkin bisa bertahan sampai sekarang" Hua san Sin
Liong dan Hok Tong Hong berdua melihat orang-orang Sang
Bun Pang tidak mendengar kata, ganti mereka menjadi marah,
dan bersiap untuk tidak mau turut campur, biarkan saja Cit Sa
Tau To sendiri yang ribut. Lalu mereka berdua melangkah
maju, meninggalkan Cit Sa Tau To sendiri yang berhadapan
dengan kedelapan jago silat Sang Bun Pang.
Kali ini tepat mengenai hati Cit Sa Tau To. Ia sengaja untuk
mencari ribut, malah ia menahan dirinya untuk tidak menjadi
marah. Dengan tertawa cengar cengir ia melangkah maju dua
tindak. Cit Sa Tau To adalah seorang jago silat yang tersohor
di Bu lim. Meskipun ia melangkah dengan cengar cengir dan
tidak segera ingin berkelahi, tetapi wajah kedelapan orang itu
sangat tegang. Kedelapan orang itu masih berjejer, tapi
tangan kiri mereka memegang tangan kanan kawan yang
berada di sebelahnya. Apalagi pegangan itu sangat aneh,
telapak ketemu telapak persis seperti orang yang sedang
bersalaman dengan erat-erat. Kedelapan orang itu telah
menjadi satu. Sementara itu Hua san Sin Liong dengan Hok Tong Hong
berdua sedang menggunakan ilmu 'Toan Im Jit Mi
(mengirimkan pesan pada yang berkepentingan saja) yang
sangat tinggi kepada Cit Sa Tau To : "Hati-hati! Kalau Sang
Bun Pang menyuruh mereka menjadi benteng pertama, tentu
mereka itu ada asal usulnya. Jangan lengah!"
Kata-kata itu, hanya Cit Sa Tau To sendiri yang dengar.
Ia tidak menyahut, hanya tertawa-tawa saja, sambil
melangkah lagi dua tindak, dan hanya berjarak empat lima
kaki dari tempat kedelapan orang itu, memiringkan kepalanya
memandang mereka. Sesaat kemudian barulah ia berkata :
'Telah ku lihat di tengah hari. Kalau bajingan, tetap saja
bajingan!" Muka kedelapan orang itu berubah, gerakan mereka
berubah lagi. Orang yang berada di tengah-tengah mundur,
orang yang berada di kedua samping merapat ke dalam.
Tadinya mereka berjejer, kini telah membentuk kaki kuda,
tetapi tangan kedelapan orang itu masih tetap berpegangan
erat-erat satu sama lainnya.
Cit Sa Tau To tertawa lagi : "Berubah-rubah masih tetap
bajingan!" katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Kedelapan orang itu berteriak serentak, dua orang yang paling
dekat dengannya tiba-tiba telah mengirimkan pukulan. Orangorang
Sang Bun Pang itu semuanya berjumlah delapan orang
tetapi karena mereka saling berpegangan, maka yang dapat
memukul hanyalah dua orang. Yang satu di kepala, yang satu
di buntut. Tangan yang dapat digerakkan pun hanya satu,
yang satu lagi masih memegang tangan orang lain. Yang
memukul kini adalah orang yang di kepala dan di buntut itu.
Terlihatlah mereka membalikkan tangan, yang satu ke atas,
yang satu ke bawah. Pukulan mereka itu menderu-deru.
Tenaga itu melayang-layang, sukar ditangkap, itulah tenaga
Lwe kang yang lembut. Meskipun Cit Sa Tau To masih tertawa cengar cengir tetapi
dalam hatinya ia telah mengambil suatu keputusan. Ketika
kedelapan orang tadi bergandengan tangan, ia telah melihat
bahwa itu adalah suatu ilmu dalam yang dapat saling kirim,
dapat mengumpulkan tenaga beberapa orang pada seorang.
Tetapi ilmu itu tidak mudah dipelajari, bukan saja orang-orang
yang mempelajari ilmu itu harus mempunyai tenaga dalam
yang sama, ilmu silat yang sama. Yang lebih penting ialah hati
mereka harus bersatu. Ini bukanlah suatu hal yang mudah.
Maka di kalangan kang ouw, jarang sekali ada yang
mempelajari ilmu tersebut. Tetapi kini, mereka sekali datang
delapan orang, ini adalah hal yang lebih sukar lagi. Ilmu ini,
tentu saja, lebih banyak orang kekuatannya pun semakin
hebat. Mereka berjumlah delapan orang, taruhlah setiap orang
mempunyai tenaga dalam selama lima tahun, dijumlah
menjadi satu, semuanya meliputi 40 tahun. Maka hati Cit Sa
Tau To sungguh tidak berani menganggap enteng kepada
mereka. Kini kedua orang itu telah memukul. Cit Sa Tau To
berhitung dalam hatinya, biarlah aku terima dulu pukulan
mereka itu, supaya aku tahu ada berapa dalam tenaga dalam
mereka, baru aku membuat rencana lain nanti. Andaikata
bahkan pukulan mereka itu tidak dapat diterima, tentu saja
aku tidak perlu melawan mereka lagi. Maka setelah melihat
pukulan itu tiba, tubuhnya memendek dan berteriak : "Bagus
sekali!" Kedua tangannya membalik menimbulkan angin yang
menderu-deru, lalu didorongnya kedua tangannya. Ilmu silat
Cit Sa Tau To adalah Ha Mo Sin kang (ilmu menaklukkan iblis)
yang keras dari Hek Bun Sin kang, kebetulan sekali menjadi
kebalikan dari ilmu Sang Bun Pang yang lembut itu.
Setelah pukulannya keluar, suaranya bergemuruh, hampir
saja keempat tangan itu beradu. Tetapi saat ini, tiba-tiba
terjadilah suatu perubahan.
Kedua orang Sang Bun Pang yang di kepala dan di buntut
itu, tadinya menyerang Cit Sa Tau To dengan pukulan tangan,
tetapi ketika Cit Sa Tau To ingin menerima pukulan itu, tibatiba
kedua tangan mereka beradu "plok" mengelak dari
hantaman Cit Sa Tau To. Kini mereka saling berpegang. Ketika
tangan mereka berpegang, telapak tangan mereka telah
menempel dengan erat. Sementara itu, dua orang yang
berada di tengah-tengah, kini berpencar. Kedelapan orang itu
bergerak serentak. Dan kedua orang yang berada di tengah
tadi, kini telah berada di kepala dan yang satu lagi di buntut,
dengan cepat sekali telah berada di belakang Cit Sa Tau To.
Mereka masing-masing mengulurkan tangan memukul
punggung Cit Sa Tau To. Jurus ini bukan saja tenaga mereka


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saling kirim, tetapi gerakan mereka pun menunjukkan ilmu
mengentengkan tubuh yang lihai. Perubahan jurus itu adalah
ilmu 'It Ji Teng Coa Tin' (barisan ular panjang) dari Sang Bun
Pang. Cit Sa Tau To mengulurkan tangannya untuk menerima
pukulan orang-orang Sang Bun Pang tapi tidak jadi,
sedangkan punggungnya telah terserang. Ini sama sekali tidak
diduga oleh Cit Sa Tau To.
Cit Sa Tau To tahu kalau ia memutar tubuhnya menghadapi
lawannya, lawannya pasti memiliki perubahan yang semakin
tidak terduga. Kalau terus-terusan begitu, lama kelamaan ia
akan jatuh dalam tangan kedelapan orang itu. Ilmu kedelapan
orang itu memang sangat lihai, tapi di antara mereka itu tidak
ada satu yang ternama. Andaikata Cit Sa Tau To sampai kalah
di bawah tangan orang-orang yang tidak ternama itu,
bagaimana ia akan jadi orang lagi di kemudian hari" Maka kini,
seluruhnya ia memutar tubuhnya melawan lawannya, atau
mengirimkan pukulan ke belakang, tetapi ia tidak berbuat
demikian, melainkan mengumpulkan tenaga murninya,
mengangkat tubuhnya melesat ke atas.
Tiba-tiba tubuh Cit Sa Tau To melayang ke udara setinggi
tiga tombak dan berjungkir balik tujuh delapan kali. Tentu saja
setiap kali ia berjungkir balik, tubuhnya agak menurun.
Setelah tujuh delapan kali jungkir balik, tubuhnya berada di
atas tanah. Dan meninggalkan orang-orang Sang Bun Pang itu
sejauh delapan tombak. Setelah bebas dari kepungan mereka,
ia langsung masuk ke pintu Yen ka cung.
Perubahan ini terjadi dalam sekejap saja. Ketika tubuh Cit
Sa Tau To berjungkir balik di atas udara, kecepatannya bagai
angin puyuh, dari mula sampai akhir, kejadian itu terjadi
dalam sekejap saja. Biar barisan kedelapan orang itu berobah
semakin hebat lagi pun takkan dapat menghalanginya lagi.
Kakinya baru menginjak tanah, lantas ia tertawa : "Hua
San, Lo Hok, aku telah masuk. Kenapa kau belum juga
datang?" Kedelapan orang itu berkata serentak : "Rupanya Cit Sa
Tau To mahir menguasai ilmu angkat kaki seribu!" Ucapan
kedelapan orang itu senada, maka suaranya nyaring sekali.
Ketika ucapan mereka baru keluar, Cit Sa Tau To berteriak
nyaring, tubuhnya melayang kembali ke udara. Dan berjungkir
balik lagi. Tadi ia berjungkir balik dari atas ke bawah, tetapi kini, dari
bawah ke atas; makin lama makin tinggi. Dalam sekejap saja,
telah berjungkir balik tujuh delapan kali, tubuhnya melayang
setinggi tiga tombak. Perobahan ini, dibandingkan dengan tadi
ketika tiba-tiba ia kabur, boleh dikatakan semakin tidak
terduga. Kini ia berada di atas kepala kedelapan orang itu. Ketika
kedelapan orang itu masih bingung, terdengarlah suara
tertawa besar Cit Sa Tau To dari udara yang menggetarkan
bumi. Kemudian diikuti oleh suara nyaring yang memecahkan
udara, terlihat tujuh buah sinar yang keluar dari samping
tubuh Cit Sa Tau To. Tujuh buah sinar itu menerjang ke bawah dengan
kecepatan yang tinggi sekali. Hua san Sin Liong dan Hok Tong
Hong berdua melihat tujuh buah sinar itu menyambar ke
bawah, hati mereka menjadi terperanjat. Karena mereka tidak
menyangka bahwa Cit Sa Tau To akan menggunakan senjata
maut... Cit Sek Sin So (pisau ajaib tujuh warna) yang
menggetarkan kalangan kang ouw. Senjata itu telah lama
tidak digunakannya dan jarang sekali digunakannya kalau
tidak terpaksa. Bahkan ia pernah bersumpah, kalau ia
menggunakan senjata itu, harus mengenai musuhnya. Kini
ketujuh senjata itu ditembakkan serentak, musuhnya
berjumlah delapan orang, paling tidak akan ada tujuh orang
yang kena; apabila tidak mati, pasti luka parah. Dengan
demikian, dendamnya dengan Sang Bun Pang akan
diperdalam sedangkan asal mulanya hanyalah karena orang
belaka. Ini sungguh adalah suatu hal yang tidak patut sekali.
Ketika Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua
terperanjat, dari dalam Yen ka cung ada dua orang yang
keluar dengan kecepatan meteor. Kecepatan mereka itu tidak
kalah dari kecepatan Cit Sek Sin So. Namun mereka datang
dari tempat jauh, sedangkan Cit Sek Sin So dari atas, jaraknya
hanya tiga tombak saja. Kedua bayangan orang itu, sebelum
mereka mendekat, tangan mereka telah melayang. Suara "ces
ces" berbunyi tak henti-hentinya, melayanglah belasan senjata
rahasia. Ada yang menyambar Cit Sek Sin So, ada yang
menyambar Cit Sa Tau To. Senjata rahasia yang menyambar
Cit Sek Sin So itu tentu saja ingin menyentuhkan Cit Sek Sin
So itu. Tetapi Cit Sek Sin So Cit Sa Tau To itu, walaupun
namanya senjata rahasia, tetapi setiap buahnya panjang kirakira
dua kaki, semuanya ditempa dari waja murni, berbentuk
segi tiga. Kedua ujungnya lancip, tengah-tengahnya gemuk,
tajamnya bukan main, setiap batangnya berat 10 kati. Di
atasnya dihiasi dengan tiga butir intan. Setiap batang Sin So,
warna intannya lain-lain, maka baik siang maupun malam,
ketika Cit Sek Sin So itu melayang, terlihat tujuh buah sinar
berbeda yang sangat menyilaukan mata.
Orang-orang Bu lim yang menggunakan senjata rahasia
banyak sekali, berapa macamnya pun tidak terhitung, tetapi
kalau mengenai kemewahan dan kekerasan, Cit Sek Sin So
boleh dikatakan nomor satu. Cit Sek Sin So itu begitu berat,
kalau terpukul dengan senjata kecil, tentu saja tidak ada
pengaruhnya. Kini tubuh Cit Sa Tau To melayang lagi ke atas untuk
menghindari senjata rahasia yang menyerangnya, sembari
berteriak : "Yang mau hidup jangan bergerak!"
Kedelapan orang itu, begitu melihat Cit Sek Sin So
menyambar, mereka mau melepaskan ilmu tenaga dalam yang
saling kirim itu, dan ingin coba kabur. Tiba-tiba mendengar Cit
Sa Tau To yang berada di atas kepala mereka itu berteriak
demikian. Kedelapan orang itu biasa berkelana di kalangan
kang ouw segera sadar lalu mematung tidak bergerak.
Lalu terdengar suara "ser ser ser" tujuh kali, antara
kedelapan orang itu ada tujuh orang yang merasakan paha
kanan mereka menjadi dingin, masing-masing ada sebatang
Sin So yang menembusi celana dalam mereka, turun dari kulit
kaki mereka dan menancap di samping kaki mereka. Untuk
sesaat, ketujuh orang itu sungguh tidak dapat percaya apakah
mereka masih hidup di atas dunia ini.
Cit Sa Tau To memberatkan tubuhnya turun ke bawah.
Tentu saja ketika Cit Sa Tau To menginjakkan kakinya di atas
tanah, kedelapan orang itu masih berdiri mematung. Cit Sa
Tau To berteriak : "Hei kamu sekalian, ketujuh Sin So ku itu
sangat mahal, apakah kalian tidak mau mengembalikannya?"
Setelah teriakan Cit Sa Tau To itu, kedelapan orang itu baru
tersentak, mereka mengangkat kaki serentak dan surut ke
belakang, di atas tanah tertancap tujuh batang Sin So dengan
rata, ketujuh orang itu memang betul-betul telah dikenai Sin
So, tetapi hanya menembusi celana mereka saja, lalu melesat
ke bawah, bahkan tidak melukai kulit mereka barang
sedikitpun. Cit Sa Tau To menggunakan tenaga dalamnya sempurna
sekali, sasarannya pun tepat sekali, keahliannya itu sungguh
sangat menakjubkan. Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong berdua, sampai kini
mereka baru merasa lega. Sedangkan kedua orang yang
keluar dari dalam tadipun menjadi lega melihat ketujuh orang
itu tidak apa-apa. Kedua orang ini tampaknya seperti saudara kembar, alisnya
panjang, mukanya pun panjang, wajahnya seakan-akan
menangis, sedihnya bukan main, seolah-olah istri mereka
dirampas orang, anak-anak mereka dibunuh orang saja
layaknya. Kini serentak menjura pada Cit Sa Tau To : "Kami
sangat kagum!" Nada mereka pun seperti terisak, hingga
membuat orang merasa tidak enak mendengarnya.
Cit Sa Tau To menoleh berpapasan muka dengan kedua
orang itu, hatinya pun berdetak, pikirnya dalam hati : "Kenapa
kedua orang ini" Melihat wajah mereka yang seperti menangis
minta dikasihi itu, siapa yang sampai hati berkelahi dengan
mereka?" Tabiat Cit Sa Tau To sangat berangasan, tetapi hatinya
sangat baik. Serta merta ia pun menjura pada kedua orang itu : "Kalau
hati kamu tidak senang, nangislah di tempat jauh. Tidak ada
yang saya takuti, cuma takut pada orang yang menangis."
Kedua orang itu hanya tertawa pahit dan tidak menjawab
perkataan Cit Sa Tau To. Kini yang satunya berkata : "Cit Sek
Sin So ini memang luar biasa, katanya tapi barang ini sangat
sulit dicari, tentu saja kami kembalikan."
Kata yang seorang lagi : "Tentu jangan-jangan kita akan
ditertawakan nanti."
Siapa Cit Sa Tau To ini, mendengar kedua orang itu berkata
demikian, lantas ia tahu meskipun kedua orang itu
bertampang sedih, tetapi mereka itu adalah orang-orang yang
memiliki kepandaian tinggi. Mendengar ucapan mereka seakan
mereka ingin menunjukkan sedikit kepandaian dengan
memainkan Cik Sek Sin So.
Aku kesohor karena mengandalkan benda itu, sekali-kali
tidak boleh dianggap mainan oleh mereka, lebih baik cepatcepat
ku ambil kembali. Berpikir sampai disini, tubuh Cit Sa
Tau To beranjak melesat ke depan, tetapi ketika tubuhnya
baru bergerak, kedua orang itu telah turun tangan.
Harus diketahui bahwa kedua orang itu memang adalah
saudara kembar, mereka menjabat wakil Pang cu dalam Sang
Bun Pang, mereka adalah Lay Ki dan Lay Nen. Ketika masih
kanak-kanak, ketemu dengan peristiwa ajaib, ilmu silat
mereka tinggi sekali. Hal ini dapat dilihat dari gerakan mereka
ketika melesat dari dalam tadi.
Sehabis Lay Kie dan Lay Nen berkata, ketika Cit Sa Tau To
masih berpikir, kedua orang itu telah serentak mengangkat
tangan kanan mereka, jari tengah mereka digetarkan tujuh
kali, dengan kecepatan yang tinggi sekali, setiap getaran
menimbulkan suara plek yang lemah, tujuh buah suara telah
menyambut ke depan. Sementara ini, Cit Sa Tau To ingin mengambil Cit Sek Sin
So-nya. Ia segera berhenti ketika dilihatnya ada empat belas
cahaya, setiap dua cahaya menyambar satu Cit Sek Sin So.
Melihat keadaannya, kedua orang itu sedang melepaskan
senjata rahasia, seakan ingin mementalkan Cit Sek Sin So
yang tertancap di atas tanah. Setelah Cit Sek Sin So berhenti,
hatinya merasa geli. Jangankan Cit Sek Sin So itu separuhnya
tertancap di tanah, taruhlah dicabut dengan tangan, itu pun
meminta banyak tenaga. Taruhlah Sin So itu tergeletak di atas
tanah, berat setiap batangnya pun melebihi 10kati. Melihat
senjata yang dilepaskan mereka, cahayanya halus sekali
seperti tidak bertenaga; mana mungkin Cit Sek Sin So dapat
dipentalkan! Ia ingin melihat kegagalan kedua orang itu, tentu saja ia
tidak mau melangkah lagi, dan laju ke 14 cahaya itu cepat
sekali. Baru ia berhenti, terdengarlah suara berdentingan tujuh
kali, ke-14 Sang Bun Ting (paku Sang Bun) yang hanya
setengah dim panjangnya telah mengenai ketujuh Cit Sek Sin
So. Di luar dugaan Cit Sa Tau To, setiap batang Sin So-nya
telah mental melayang ke atas kena sambaran dua buah paku
Sang Bun. Melihat keadaan itu, hati Cit Sa Tau To sangat terperanjat.
Tubuhnya beranjak lagi, menguber, mengambil kembali
ketujuh batang Sin So-nya. Tetapi tubuhnya baru bergerak,
kedua saudara kembar itu telah menggetarkan kembali jari
tengah mereka tujuh kali, 14 batang paku Sang Bun telah
melayang lagi. Meskipun gerakan tubuh Cit Sa Tau To sangat cepat, tapi
mana dapat dibandingkan dengan kecepatan senjata rahasia
yang dilepaskan oleh saudara kembar itu" Dengan membawa
desiran angin, ke-14 paku Sang Bun itu telah melampaui Cit
Sa Tau To dan telah mengenai ketujuh batang Sin So yang
berada di udara. Tubuh Cit Sa Tau To berada di udara, melihat keadaan itu
hatinya menjerit. Ia tahu kekuatan paku Sang Bun tu, tadi
saja dapat mementalkan Cit Sek Sin So yang masih tertancap
di tanah, apalagi sekarang Cit Sek Sin So berada di udara,
mana tahan untuk beradu dengan paku Sang Bun itu"
Betul saja, ketika hati Cit Sa Tau To menjerit, setelah kena
sambaran paku Sang Bun, Cit Sek Sin So-nya telah melayang
ke atas bagai anak panah yang terlepas dari busurnya,
sekejap saja ketujuh batang Sin So itu telah jatuh ke dalam
tembok Yen ka cung. Dalam keadaan begini, Cit Sa Tau To tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya. Diuber tidak enak, tidak diuber tidak enak
hingga membuatnya menjadi canggung.
Sementara itu saudara kembar Lay telah mendekat. Ketika
Cit Sa Tau To turun ke tanah dan menoleh, mereka bertiga
persis berhadap-hadapan. Segera saudara kembar Lay
menjura : "Harap dimaafkan, dari atas sampai ke bawah
adalah bajingan. Tentu saja gerakan kami agak cepat sekali.
Kalau tidak, bukankah kami akan menjadi maling tolol yang
sekali maling ketangkap sekali?"
Yang harus dihargai adalah, meskipun mereka berada di
atas angin dengan melemparkan ketujuh batang Cit Sek Sin
So ke dalam tembok Yen ka cung, tetapi wajah mereka tidak
menunjukkan rasa congkak. Ketika mereka bicara, suara
mereka pun seakan dapat menangis di sembarangan waktu.
Untung saja Hok Tong Hong datang melerai, katanya
sambil tertawa : "Cit Sa, kedua wakil pang cu Sang Bun Pang
telah mengajak Cit Sek Sin So masuk ke dalam. Kau adalah
pemilik Sin So itu, tentu kau diundang juga. Mari kita masuk
sama-sama. Nanti baru kita bicarakan, walaupun orang-orang
Sang Bun Pang lihai-lihai, tapi tidak mungkin sampai
menganggap kita enak diganggu."
Cit Sa Tau To menggunakan kesempatan ini menahan
amarahnya, dan hatinya berpikir : "Kecuali demikian, tidak ada
cara lain lagi." Lalu katanya : "Ha ha! Baiklah saya masuk
melihat-lihat." Saudara Lay kembar tersenyum dingin : "Andaikata Cit Sa
kurang senang, tentu kami akan menyuruh orang
mengembalikan Cit Sek Sin So, supaya kau dapat beraksi lagi."
Ucapan saudara kembar Lay itu sangat tajam. Cit Sa Tau To
melotot, mulutnya terbuka ingin melontarkan kata-kata, tetapi


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia segera terpikir, Cit Sek Sin So-nya memang jatuh ke dalam
tangan orang, kalau melontarkan kata-kata pada mereka dan
dibalas, mungkin keadaannya lebih tidak enak lagi; lebih baik
diam saja. Maka meskipun mulutnya terbuka, tapi tidak ada
suara yang keluar. Hok Tong Hong berkata sambil tertawa besar : "Betul! Biar
kita ke dalam melihat, supaya kita dapat bertemu dengan
Pang Cu Sang Bun Pang yang jarang sekali muncul di
kalangan kang ouw. Silahkan kalian menunjukkan
jalan!" Berkata saudara kembar Lay : "Silahkan!"
Bersamaan dengan ucapan "silahkan" tubuh mereka telah
bergerak maju. Hok Tong Hong, Hua san Sin Liong dan Cit Sa Tau To
bertiga mengikuti dari belakang dengan perlahan.
DUA BELAS Setelah masuk, hati mereka terperanjat.
Karena selama ini Sang Bun Pang selalu bergerak secara
sembunyi-sembunyi, namanya dalam Bu lim tidak begitu
bagus, kurang dipandang oleh mereka bertiga. Tetapi kini
setelah masuk, dilihatnya orang-orang Sang Bun Pang sedang
berkumpul bertiga-tiga atau berlima-lima, tampaknya sedang
berdiri begitu saja. Tetapi semakin jauh mereka semakin tahu,
setiap grup itu telah diatur sebelumnya untuk menduduki
posisi tertentu. Andaikata terjadi apa-apa, mereka lantas
dapat saling kerja sama menahan musuh. Dapat diatur
sedemikian rupa, tentu saja Sang Bun Pang bukan lagi serigala
yang terpencar-pencar. Setelah sampai di ruangan besar, telah berkumpul banyak
orang. Mereka yang sedang duduk-duduk itu semuanya bukan
orang Sang Bun Pang. Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong,
dan Cit Sa Tau To tahu mereka itu adalah tokoh-tokoh Bu lim
yang sangat tersohor. Meskipun belum pernah jumpa, tapi
sekali pandang saja sudah tahu, mereka itu memiliki
kepandaian tinggi. Dalam ruang itu tidak ada orang Sang Bun Pang, mereka
hanya berdiri di kedua samping belakang tiang.
Sedangkan di tengah-tengah ruangan itu, ditaruh peti
jenazah. Di samping peti jenazah terletak sebuah kursi tinggi besar.
Kini seorang tua yang berambut acak-acakan duduk di atas
kursi. Di tengah-tengah rambut dan jenggotnya yang sudah
memutih bagai salju itu, tampaklah sepasang mata yang
menyala bagaikan mata harimau hingga membuat orang yang
melihatnya jadi bergidik.
Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun Pang, Hok Tong Hong
dan kawan-kawan tahu. Tetapi melihat mukanya baru sekali
ini, sementara itu hati mereka bertiga merasa heran. Mungkin
orang ini salah belajar, kenapa ia mempelajari ilmu lembek.
Andaikata ia mempelajari ilmu keras, ditambah dengan
wajahnya, bukankah persis seperti dewa"
Mereka bertiga melangkah dengan tegap. Kho Tiang Beng
perlahan-lahan berdiri, Lay Kie dan Lay Nen berdua
mempercepat langkah berdiri di belakang Kho Tiang Beng,
yang satu di sebelah kanan, yang satu di sebelah kiri.
Kho Tiang Beng menjura pada Hua san Sin Liong dan Hok
Tong Hong seraya berkata : "Ji wi (berdua) silahkan duduk!"
Dan anak buah Sang Bun Pang membawakan dua buah
kursi, sekali lagi meremehkan Cit Sa Tau To.
Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua saling
pandang sejenak lalu berkata serentak : "Kami datang ke Yen
ka cung, belum memberi penghormatan pada Yan ka cung,
mana bisa lantas duduk?"
Betapa lihainya kata-kata mereka berdua itu, serta merta
mencela Sang Bun Pang menduduki tempat orang, tidak
memandang Yen Ling. Lagi pula telah membantah kedudukan
tuan rumah Sang Bun Pang dalam Yen ka cung ini, dan
mengertikan kita sama-sama tamu.
Kho Tiang Beng tertawa dingin : "Rupanya kalian adalah
juga kawan baik Yen cung cu?"
"Tentu saja," sahut Hok Tong Hong.
"Kalau begitu, nanti kami minta keadilan kamu bertiga
supaya Yen cung cu tidak mati penasaran, pun supaya
pembunuhnya tidak luput dari hukuman!"
Cit Sa Tau To membentak : "Kho Tiang Beng, kau ingin
mengatakan siapa pembunuhnya?"
Kho Tiang Beng berkata dengan perlahan : "Tunggu satu
hari lagi, setelah semua orang yang kami undang hadir, anak
buah kami akan melaporkan kejadian yang sebenarnya.
Jenazah Yen cung cu masih ada, kalian juga boleh melihat
sebab kematian Yen cung cu pada waktu itu. Tidak perlu
ditunjuk, kita akan tahu siapa pembunuhnya."
"Enak sekali ucapanmu, kalau begitu kau menahan Lauw
Thian Hauw disini, apa pula maksudnya?" kata Cit Sa Tau To.
Kho Tiang Beng ketawa kering : "He he, menahan Lauw
Thian Hauw, ini agak lucu bukan" Siapa Lauw Thian Hauw,
mana mungkin kami dapat menahannya" Dia sendiri yang
datang ke Yen ka cung."
Cit Sa Tau To berkata dengan nyaring : "Memang betul, si
Singa Emas Lauw Thian Hauw adalah orang jujur, mana dia
takut pada orang kerdil yang memfitnahnya?"
Nama Singa Emas di kalangan Bu lim memang sangat
tinggi. Apalagi kini, orang yang diundang Sang Bun Pang
separuhnya adalah teman Lauw Thian Hauw. Orang-orang ini
meskipun diundang Sang Bun Pang, tetapi mengenai hal Sang
Bun Pang menuduh Lauw Thian Hauw membunuh Yen cung
cu, mereka sangat tidak puas. Tetapi terpikir pula oleh
mereka, pihak Sang Bun Pang tentu mempunyai cukup bukti.
Kalau tidak, perkara ini adalah soal besar, mana boleh
dilakukan dengan sembarangan. Lagi pula, ketika mereka
tidak di Yen ka cung, Sang Bun Pang melayani mereka dengan
sangat hormat, maka mereka tidak bisa marah. Tetapi kini,
setelah Cit Sa Tau To berteriak, mereka lantas mempunyai
perasaan yang sama, untuk sesaat ruang itu menjadi
gemuruh. Kho Tiang Beng berkata dengan nyaring : "Sudah saya
katakan, kalau kamu telah memutuskan dengan adil seadiladilnya,
bahwa kematian Yen cung cu ini tidak ada
hubungannya dengan Lauw Thian Hauw si Singa Emas, kami,
orang-orang Sang Bun Pang sebanyak 749 orang rela
diperlakukan oleh Lauw Thian Hauw sesuka hatinya. Tapi kini,
diminta kalian jangan ribut untuk sementara waktu, boleh?"
Setelah Kho Tiang Beng mengucapkan kata-kata itu, para
hadirin menjadi tenang. Cit Sa Tau To menjadi tertegun : "Kalau begitu, kami ingin
menengok Lauw Thian Hauw."
"Besok kamu boleh menengoknya!" kata Kho Tiang Beng
dengan dingin. "Tidak bisa, kenapa dia tidak bisa bertemu dengan kami
sekarang juga?" Cit Sa Tau To masih berkeras, ia berhenti
sejenak lalu sambungnya dengan nyaring sekali : "Lauw Thian
Hauw! Lo Hua San, Hok Lo Ko dan aku telah berada di Yen ka
cung!" ucapannya itu diteriak dengan tenaga yang cukup,
untuk sesaat ruang besar itu penuh dengan suara gema, yang
mengumandang tak henti-hentinya. Andaikata Lauw Thian
Hauw ada di Yen ka cung ini, pasti dapat didengarnya.
Setelah suara Cit Sa Tau To reda, terdengarlah suara
ketawa yang mengalun dari jauh. Meskipun suara itu
mengumandang dari jauh, tapi telah sampai di ruang besar
itu. Suaranya masih tetap dapat menggetarkan anak telinga,
tentu saja suara yang senyaring itu dikeluarkan oleh seorang
yang berilmu tenaga dalam yang sangat tinggi. Semua orang
di ruang besar telah tahu, suara ketawa itu datangnya dari
Lauw Thian Hauw. Setelah suara ketawa, terdengar Lauw
Thian Hauw berkata : "Cit Sa, kau ya?"
Cit Sa Tau To segera menyahut : "Singa Emas Lauw Thian
Hauw, dimana kau?" Suara Lauw Thian Hauw terus mengalun tak henti-hentinya
: "Tentu saja aku di dalam Yen ka cung. Kini untuk
menghilangi kecurigaan, biarlah kita tak jumpa
dulu." Hubungan antara Cit Sa Tau To dengan Lauw Thian Hauw
sangat erat, begitu ia datang, lantas tidak merasa sungkan
pada orang-orang Sang Bun Pang, karena orang-orang Sang
Bun Pang telah menahan Lauw Thian Hauw. Kini antara ia
dengan Lauw Thian Hauw telah saling sahut menyahut. Ia
tahu Lauw Thian Hauw masih baik-baik saja, dan ia menjadi
tenang. Lalu ia tertawa : "Ha ha, Singa Emas, setelah
persoalannya beres, kita harus main-main dengan Kho Tiang
Beng dulu!" "Tentu, tentu," sahut Lauw Thian Hauw.
Lalu keduanya tertawa berkepanjangan, suara ketawa itu
terus berkumandang tak henti-hentinya. Seluruh orang yang
berada di Yen ka cung dapat mendengarkannya.
Kini Lauw Thian Hauw berada di sebuah kamar di
pekarangan kecil dalam Yen ka cung. Pekarangan itu dikelilingi
oleh air, dan merupakan sebuah danau kecil, airnya turun dari
gunung, dan mengalir keluar. Airnya jernih, danau kecil itu
kira-kira selebar tiga tombak mengelilingi pekarangan kecil.
Sementara itu di atas air ada beberapa perahu yang hilir
mudik, penumpangnya adalah orang-orang Sang Bun Pang.
Orang Sang Bun Pang menempatkan Lauw Thian Hauw
dalam pekarangan ini, tentu saja untuk menjaga dia supaya
tidak lari sebelum orang-orang yang diundang Sang Bun Pang
datang. Tetapi siapa dapat menyangka bahwa Lauw Thian
Hauw memang sengaja datang ke Yen ka cung untuk
bersembunyi, diusir pun belum tentu dia mau pergi.
Ketika Lauw Thian Hauw baru tinggal di Yen ka cung,
hatinya masih kuatir. Kuatir So Beng Hiat In akan datang juga,
jangan-jangan jago-jago Sang Bun Pang tak dapat
menahannya. Tetapi hari demi hari dilewatinya dengan
tenang, tidak terjadi apa-apa, hatinya pun menjadi semakin
tenang. Setelah suara Cit Sa Tau To masuk ke dalam
telinganya, ia semakin gembira, karena beberapa kawan
karibnya telah datang. Jangan-jangan Sang Bun Pang mencari
ribut kali ini akan berakhir dengan kegagalan mereka sendiri.
Hatinya merasa senang, perasaannya pun menjadi lega,
ditaruh tangannya di belakang berjalan keluar dengan
perlahan. Sampai di tepi danau, dilihatnya perahu-perahu
yang hilir mudik dan hatinya merasa geli. Memandang
sejenak, lalu melangkah menyusuri tepi danau. Semenjak
So Beng Hiat In muncul di tembok rumahnya, baru kinilah
ia merasa sangat gembira, seakan melihat nama, reputasi dan
kedudukannya yang akan musnah itu menjadi normal kembali.
Ia akan menjadi tokoh jempolan di kalangan Bu lim, bahkan
kini ia dapat menghadapi So Beng Hiat In yang sangat lihai
itu. Kelak bisa terjadi apa-apa lagi" Berpikir sampai disini,
hatinya sungguh ingin tertawa terbahak-bahak.
Tetapi justru pada saat ini, anak telinganya telah
menangkap suara nyaring yang mengalun dari ruang besar :
"Kentut, aku mau pergi, dengan hak apa kau melarang aku?"
Mendengar suara itu, ia menjadi terpaku.
Itu adalah suara Lauw Hung, anak gadis sulungnya!
Kenapa Lauw Hung pun datang ke Yen ka cung" Apa yang
sedang diributinya" Bagaimana Sang Bun Pang
menghadapinya" Lauw Thian Hauw terus memperhatikan
Lauw Hung, meskipun Lauw Hung telah dewasa, tetapi masih
dianggapnya sebagai anak kecil saja. Maka ketika ia
mendengar suara Lauw Hung , segera ia berhenti.
Suara Lauw Hung terus mengalun. Tetapi tenaga dalam
Lauw Hung tidak dapat dibandingkan dengan Cit Sa Tau To,
setiap kata yang keluar dari mulut Cit Sa Tau To yang
diucapkan dengan tenaga dalam yang sempurna, dapat
didengar jelas oleh Lauw Thian Hauw. Tetapi kata-kata yang
keluar dari mulut Lauw Hung, sukar didengar, terputus-puts
baru sampai ke telinganya. "Kentut, aku ada urusan penting...
kenapa kamu tidak membiarkan aku menemuinya" Aku...
harus menemuinya harus... hm... kentut... kentut emak kamu.
Kamu mau berkelahi?"
Setelah "kamu mau berkelahi?", Lauw Thian Hauw tidak
lagi mendengar suara Lauw Hung. Tadinya Lauw Thian Hauw
telah berencana, ia ingin tinggal di Yen ka cung dengan
tenang. Setelah tokoh-tokoh Bu lim yang diundang Sang Bun
Pang telah tiba semuanya, untuk memutuskan dengan adil
sebab-sebab kematian Yen Ling. Pada waktu itu, dengan
namanya yang tersebar harum di kalangan Bu lim, ditambah
lagi dengan kawan-kawan karibnya yang datang ke Yen ka
cung itu adalah atas kemauannya sendiri, kesemuanya ini
cukup membuktikan bahwa ia bukanlah si tertuduh. Apalagi
ketika Yen Ling mati, yang menyaksikannya tidak seorang lain,
kecuali orang-orang rumahnya sendiri. Tidak ada bukti,
dengan demikian ia mempunyai kebenaran 70 persen untuk
mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang.
Lagi pula ia mempunyai rencana. Setelah ia 256
mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang, ia akan tertawa saja,
tidak mau menuntut balas pada Sang Bun Pang. Membiarkan
Kho Tiang Beng pergi, dengan demikian ia telah berlaku
sebagai seorang ksatria sejati, tersiar di kalangan Bu lim. Itu
akan menjadi suatu pujian, dan dengan sendirinya namanya
akan menjadi semakin harum di kalangan Bu lim.
Rencananya memang baik sekali, tetapi suara Lauw Hung
yang secara tiba-tiba masuk ke dalam telinganya itu telah
merusak segala-galanya. Ia tidak dapat berdiam lebih lagi di situ. Ia harus keluar
melihat bagaimana orang-orang Sang Bun Pang menghadapi
Lauw Hung, dan apa pula yang dimaksudkan oleh Lauw Hung
dengan urusan penting itu" Tiba-tiba ia memutar tubuhnya,
mengumpulkan tenaganya melesat ke atas sebuah perahu
yang sedang melaju di danau. Tetapi pada detik itu juga suatu
pikiran tengah melayang dalam benaknya : "Apakah So Beng
Hiat In telah menemui Lauw Hung sebelum datang Yen ka
cung. Apa yang dikatakan Lauw Hung urusan penting itu,
mungkin dimaksudkannya bahwa So Beng Hiat In sedang
mencarinya" Kalau begini, kenapa aku harus keluar" Tetapi,
ketika ia berpikir demikian, hatinya telah ketawa getir. Ia tahu
bukanlah begitu, Lauw Hung adalah anaknya, mana mungkin
ia tidak paham dengan Lauw Hung" Andaikata Lauw Hung
telah mendapatkan kabar So Beng Hiat In, ia akan pergi
sejauh mungkin. Mana ia mau menempuh bahaya
memberitahu hal itu padaku" Kini ia telah datang, ini


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuktikan bahwa apa yang dibawanya itu adalah kabar
baik. Teringat dengan kabar baik, Lauw Thian Hauw tidak dapat
sabar lagi, segera ia berteriak melesatkan tubuhnya ke atas.
Betapa tingginya ilmu silat Lauw Thian Hauw. Ketika tubuhnya
melesat ke atas, timbullah angin dahsyat yang membuat
dedaunan di pinggir danau itu pada rebah semuanya. Ketika ia
berada di udara, lengan jubahnya berkeprak-keprak bagai
seekor burung ajaib. Sekejap saja ia telah turun di sebuah
perahu yang sedang laju. Di atas perahu itu ada empat orang Sang Bun Pang. Lauw
Thian Hauw tiba-tiba turun dari atas langit, membuat mereka
menjadi tercengang tidak dapat bersuara, hanya ternganga.
Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, bersamaan
dengan suara tawanya itu, tubuhnya telah melesat lagi ke
atas. Sekali ini, andaikata ia turun ke bawah, pasti telah
mencapai ke seberang. Tetapi orang Sang Bun Pang bukan manusia tempe, apalagi
pang cu Kho Tiang Beng lebih berakal lagi. Penjagaan
terhadap Lauw Thian Hauw sangat ketat, Lauw Thian Hauw
menganggap dirinya akan dengan mudah sekali dapat
menerobos keluar, tapi dugaannya itu salah besar.
Pertama kali ia meloncat, karena secara mendadak, ia
dapat dengan gampang hinggap di atas perahu. Setelah
menekankan kakinya, terbang lagi untuk kedua kalinya.
Tetapi ketika ia melayang untuk kedua kalinya, dari semaksemak
seberang terdengarlah suara busur melepaskan anak
panah yang rapat sekali menghujani tubuh Lauw Thian Hauw.
Anak panah itu bukan anak panah biasa, bentuknya lain
sekali, panjangnya mencapai 4 kaki, lancip sekali bagai
tombak. Lagi pula orang-orang yang melepaskan anak-anak
panah itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi, kecepatan
anak-anak panah itu tinggi sekali.
Hati Lauw Thian Hauw terperanjat, diulurkannya tangannya
memegang sebuah anak panah lalu dilentangkannya
menangkis anak panah yang lain, terdengarlah suara "cring
cring cring" benda besi beradu, anak panah itu bahkan
gagangnya pun terbuat dari besi.
Walaupun panah-panah itu dapat dipentalkannya keempat
penjuru, tidak ada satu yang mengenai tubuhnya, tetapi
tubuhnya tak dapat lagi melayang ke depan dan terpaksa
turun ke bawah. kalau ia sampai jatuh sebelum mencapai di
seberang, tentu saja ia jatuh di atas air.
Hati Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat dan marah. Ia
terus jatuh ke bawah, sambil mengumpulkan tenaga
murninya. Ketika kakinya berada satu kaki di atas permukaan
air, tiba-tiba ia menekankan tangannya ke bawah. Ia telah
mengumpulkan tenaga murninya ke dalam telapak tangannya,
kini setelah ditekankan ke bawah, tenaga murninya menerjang
ke bawah bagai ombak dahsyat. Sekejap saja terdengar suara
"dung dung" dua kali, air danau terdesak oleh tenaga
murninya dan terjadilah air mancur yang besar, memancur ke
atas dan tubuhnya melayang ke atas.
Tubuhnya di bawa air mancur ke atas, air danau
mengguyur ke tubuhnya, tetapi karena tubuhnya
mengeluarkan tenaga murni, air danau menempel ke
tubuhnya lalu terpental. Untuk sesaat terjadilah sebuah
pemandangan yang sangat indah.
Kali ini ia mempunyai pengalaman, tubuhnya baru
melayang ke atas, lengan jubahnya telah disapunya ke depan.
Angin lengan jubah itu menderu-deru menyapu anak-anak
panah yang menyerangnya. Sedangkan laju tubuhnya tidak
berkurang, dan tubuhnya hampir mencapai seberang. Pada
saat ini, ia mengangkat kepalanya memandang ke depan, tibatiba
ia menjerit dalam hatinya :
"celaka!" Rupanya ketika ia mengalami rintangan tadi, jago-jago silat
dari perahu tadi telah meloncat ke tepi danau dan telah
berkumpul menjadi satu dengan orang-orang yang
bersembunyi dalam semak-semak. Mereka sebanyak 80 orang
melingkar menjadi setengah lingkaran. Andaikata Lauw Thian
Hauw turun ke tepi danau, ia mau tidak mau harus jatuh ke
dalam lingkaran itu. Kecuali ia mundur, kalau ia mundur tentu
ia akan jatuh ke dalam air.
Lauw Thian Hauw agak ragu-ragu, lalu berteriak. Tubuhnya
masih tetap jatuh ke bawah tetapi ketika kakinya menyentuh
tanah, tubuhnya telah mental kembali. Ia ingin mengumpulkan
tenaga pentalan itu melayang dari atas kepala orang-orang
banyak itu. Tetapi baru tubuhnya meloncat, lalu terdengar teriakan dari
80 orang itu. Dan meloncatlah 6 orang untuk
menghadangnya, enam buah pedang panjang terus
menyerangnya. Lauw Thian Hauw membidik dengan tepat,
lalu digetarkannya jari tengahnya yang tepat mengenai ujung
sebuah pedang. Ilmu silat orang Sang Bun Pang itu meskipun cukup tinggi,
tapi mana dapat menandingi Lauw Thian Hauw" Setelah kena
getaran jari tengah Lauw Thian Hauw, pedang itu lantas
terpelanting ke udara. Tubuh Lauw Thian Hauw masih di
udara, tapi gerakannya lincah sekali. Setelah mengenai
sasarannya, tangannya langsung mencengkeram dada orang
itu dan mendekatkannya ke depan dadanya. Kelima pedang
yang lain, tadinya menyerangnya dengan kencang, namun
melihat keadaan itu buru-buru menarik kembali serangan
mereka. Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, tubuhnya
terus melayang dari atas kepala orang-orang itu, dan dalam
sekejap saja telah berada di luar lingkaran.
Tubuh Lauw Thian Hauw baru berdiri, di depannya telah
berkelebatan sesosok bayangan yang langsung
menyerangnya. Kecepatan bayangan itu di luar dugaan,
bahkan orang yang berilmu silat sangat tinggi seperti Lauw
Thian Hauw inipun menjadi tertegun. Dan pada detik ia
tertegun itulah terdengar sebuah suara "plak", pergelangan
tangan kanannya telah menjadi kaku.
Bukan kepalang tanggung terperanjatnya Lauw Thian
Hauw, tapi tidak salah lagi kalau mengatakan Lauw Thian
Hauw adalah seorang jago silat kawakan. Setelah
pergelangannya kaku, dengan gerakan refleks dilemaskannya
kelima jarinya, tapi segera ia membalikkan tangannya
menyerang bayangan itu dengan cepat sekali.
Namun pukulannya itu memukul kosong, bayangan itu
telah surut ke belakang. Ketika orang itu surut, dibawanya
serta kawan yang ditawan Lauw Thian Hauw tadi.
Dan Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat, karena orang
yang berada dalam cengkeramannya telah ditolong oleh
kawannya. Buru-buru Lauw Thian Hauw menjaga dadanya
dengan sebuah tangan, dan memandang ke depan. Apa yang
dilihatnya adalah orang Sang Bun Pang. Orang itu bukan
orang lain, melainkan Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun
Pang sedang berdiri di hadapannya dengan wajah yang
seakan-akan tersenyum. Hati Lauw Thian Hauw menjadi lebih
kaget lagi, dan mengumpat dalam hatinya. Jangan kira setan
itu tidak seperti manusia, tetapi ketinggian ilmu silatnya
memang luar biasa. Jangan-jangan lebih tinggi daripada
ilmuku sendiri. Lalu Lauw Thian Hauw berkata dengan suara yang berat :
"Kho pang cu, anakku datang. Kenapa kau tidak
membiarkannya melihat aku?"
Tetapi Kho Tiang Beng tertawa berkepanjangan :
"Bagaimana Lauw toa hiap tahu bahwa aku tidak membiarkan
anakmu menemui kau?"
Lauw Thian Hauw menjadi tertegun : "Mana orangnya?"
Kho Tiang Beng menunjuk ke belakang : "Lihat, bukankah
dia sudah datang?" Lauw Thian Hauw menengadah, betul saja dilihatnya Lauw
Hung sedang membawa seorang anak kecil melangkah maju.
Di belakangnya diikuti oleh beberapa jago-jago silat dari Sang
Bun Pang. Sekejap saja Lauw Hung telah tiba di hadapannya, dan
Lauw Thian Hauw pun sudah tahu yang dibawa Lauw Hung itu
adalah cucunya yang berumur sepuluh tahun. Anak Lauw
Hung, buru-buru Lauw Thian Hauw bertanya : "A Hung,
kenapa kau bawa Siao Tau kemari?"
Berkata Lauw Hung : "Thia, kau dengar yang muncul di
rumah kita itu... " Lauw Hung berkata sampai disini, Lauw
Thian Hauw telah kaget setengah mati. Andaikata persoalan
itu dibicarakan, betapa besar akibatnya maka buru-buru ia
menggoyang-goyangkan tangannya menghentikan ucapan
Lauw Hung. Dan Lauw Hung tahu maksud ayahnya, lalu ia berhenti
tidak diteruskannya. Diangkatnya kepalanya memandang ke
sekeliling. Lauw Thian Hauw tahu bahwa Lauw Hung pasti ada
sesuatu yang sangat penting yang ingin dibicarakannya
padanya, lalu ia berkata : "Kho pang cu, ada yang hendak
dikatakan anakku padaku, apakah kau dan anak buahmu
dapat menyingkir sebentar?"
"Lauw toa hiap boleh masuk ke dalam untuk
membicarakannya," kata Kho Tiang Beng.
Ia menunjuk ke depan, yang dituduhnya itu adalah
pekarangan kecil yang selama ini dipakai untuk menahan
Lauw Thian Hauw. Lauw Thian Hauw baru menerobos dari dalam, maksudnya
pun untuk menemui anaknya. Tadinya ia baru ingin keluar
setelah jago-jago silat pada hadir semuanya, dan tidak berniat
kabur. Kini mendengar pendapat Kho Tiang Beng yang seakan
kuatir ia akan kabur itu, tak tertahan lagi hatinya menjadi
panas. Katanya dengan dingin : "Kho pang cu, kau kira aku
mau kabur" Terus terang ku katakan, sekarang, andaikata kau
minta aku pergi, belum tentu aku mau."
"Baik sekali," kata Kho Tiang Beng.
Kini, kecuali orang-orang Sang Bun Pang, jago-jago yang
diundang oleh Sang Bun Pang pun sudah berdatangan. Orangorang
yang tidak berhubungan erat dengan Lauw Thian Hauw,
pada berdiri jauh-jauh, sedangkan yang ada hubungan erat
pada mengerumuninya. Cit Sa Tau To yang berada paling, teriaknya : "Lo Lauw,
mau berkelahi?" Lauw Thian Hauw ingin buru-buru tahu kabar apa yang
dibawa oleh Lauw Hung padanya, tidak bermaksud untuk ribut
dengan Kho Tiang Beng lebih lanjut. Melihat begitu banyak
orang mendekatinya, malah ia tertawa : "Ha ha, harap kalian
bersabar dulu, besok kita lihat bagaimana Kho pang cu
memutuskan hukumannya. Sekarang anak saya datang, dan
kami ingin ngobrol-ngobrol dulu selama beristirahat."
Mendengar Lauw Thian Hauw berkata begitu, suasana
menjadi tegang menjadi adem kembali. Ada beberapa orang
yang telah pergi dari situ, tapi beberapa orang yang
mempunyai hubungan yang erat dengan Lauw Thian Hauw
seperti Cit Sa Tau To dan kawan-kawan yang mengkuatirkan
bahwa pada detik-detik terakhir ini orang-orang Sang Bun
Pang akan menggunakan tangan keji untuk menindak Lauw
Thian Hauw. Maka mereka tanpa disepakati lebih dulu pada
berdiri atau duduk-duduk di luar pekarangan kecil itu, untuk
sementara tidak ada maksud mau pergi meninggalkan tempat
itu. Melihat keadaan ini, Kho Tiang Beng pun kuatir, janganjangan
mereka itu akan menerobos ke dalam untuk menolong
Lauw Thian Hauw. Maka ia dengan jago-jago Sang Bun Pang
pun berdiam di luar pekarangan kecil, di luar tampaknya
mereka sedang melayani tetamu, ngobrol dengan mereka.
Tetapi hakekatnya adalah mengawasi kawan-kawan Lauw
Thian Hauw, supaya mereka tidak dapat berteriak.
Maka keadaan di luar pekarangan itu sangat aneh. Di
luarnya adem ayem, tapi dalamnya sangat tegang. Semua
orang tampaknya sedang ngobrol dengan asyiknya, tetapi
hakekatnya sedang mengawasi gerak gerik lawan mereka
masing-masing. Lauw Thian Hauw, Lauw Hung dan anaknya sama-sama
masuk ke dalam pekarangan, langsung menuju ke dalam.
Setelah melewati pintu berkali-kali, baru tiba di tengah-tengah
pekarangan. Lauw Thian Hauw mendengar dengan seksama,
di luar pekarangan masih ada orang yang sedang mengobrol,
suara mereka samar-samar dapat didengar, ada kalanya
seseorang bicara dengan nada yang keras, suara itu dapat
didengar jelas, tetapi di dalam pekarangan kecil itu, memang
betul-betul tidak ada orang lagi.
"A Hung, ada soal apa?" kata Lauw Thian Hauw dengan
tergesa-gesa. Lauw Hung pun melirik ke sekeliling. Setelah memastikan
tidak ada orang di sekitarnya, baru ia berkata : "Siao Tau,
hayo katakan!" Tetapi Siao Tau menundukkan kepalanya membisu.
Melihat keadaan ini, hati Lauw Thian Hauw menjadi marah
bercampur geli, lagi pula curiga. Karena melihat keadaan ini,
ia teringat masa lalu. Ketika Siao Tau berbuat salah, Lauw
Hung membawa Siao Tau ke hadapannya untuk dimarahi
olehnya. Tetapi kini, malapetaka mengintai dari sekeliling, mati atau
hidup belum lagi tahu. Taruhlah Siao Tau telah berbuat
kesalahan, masa membawa Siao Tau masuk ke Yen ka cung
ini" Segera ia berkata : "A Hung, sekarang waktu apa, kau
masih mengajak Siao Tau menyusahkan aku?"
"Thia, aku bukan membawa anakku menyusahkan kau.
Anak ini terlalu nakal, kau hajar saja dia dengan keras; sudah
ku marahi berkali-kali, tetapi masih saja begini," kata Lauw
Hung. "Sudahlah, sudah. Dia nakal sedikit, apa salahnya?" kata
Lauw Thian Hauw tidak sabar.
"Bukan begitu Thia, semua ini gara-gara dia," kata Lauw
Hung. Lauw Thian Hauw menjadi terpaku : "Apa" Apa yang
dikatakan gara-gara dia?"
Lauw Hung memukul kepala anaknya : "Bajingan kecil,
hayo katakan. Kalau tidak kau katakan, kong kong (kakek)
akan memukul kau sampai mati."
Lauw Thian Hauw mengerutkan alisnya : "Siao Tau, ada
apa" Lekas katakan!"
Perlahan-lahan Siao Tau mengangkat kepalanya : Kong


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kong... ibu kata, kalau sudah ku katakan... kau tidak lagi...
menghukum aku!" Lauw Thian Hauw membentak : "Jangan bawel, katakan
apa sebenarnya?" Siao Tau ragu-ragu, tapi akhirnya berkata juga : "Itu hari...
pagi sekali aku sudah bangun. Aku ambil darah babi... " Siao
Tau baru berkata hingga disini, muka Lauw Thian Hauw telah
berubah. Diulurkan tangan kanannya secara tiba-tiba, kelima
jarinya bagaikan kaitan, mencekal bahu Siao Tau. Cekalan itu
keras sekali, hingga tulang temulang Siao Tau berbunyi. Ia
menjerit kesakitan dan tidak dapat meneruskan ucapannya.
Buru-buru Lauw Hung berteriak : "Thia, kau akan
mematikan dia, lekas lepaskan. Dengar dulu kata-katanya, ia
sudah tahu salah maka ia datang padamu untuk minta
ampun." Tangan Lauw Thian Hauw agak kendor sedikit : "Hayo
katakan, kau apakan darah babi itu?"
Siao Tau mengangkat kepala, berkata sambil terisak : "Ibu,
kong kong dia... " "Lekas katakan, kalau kau katakan, kong kong akan
melepaskan kau," kata Lauw Hung.
"Dengan darah babi itu... aku buat sebuah bayangan orang
di tembok," kata Siao Tau.
Cekalan Lauw Thian Hauw terlepas, tubuhnya pun surut
setindak. Pada detik itu sungguh ia tidak dapat bertahan lagi,
terasa matanya berkunang-kunang sedangkan ia sendiri
tertawa terbahak-bahak. Sungguh ia tak dapat tidak tertawa. "So Beng Hiat In" di
tembok rumahnya sesungguhnya bukanlah bayangan darah,
melainkan digambar oleh cucunya dengan darah babi. Ha, ha,
So Beng Hiat In telah lenyap dari Bu lim, tetapi bayangan
darah itu telah membinasakan seluruh orang rumahnya. Ha,
ha, sangat lucu bukan" Lucu sekali.
Lauw Thian Hauw tertawa tak henti-hentinya, Siao Tau
memandang kakeknya berkata dengan nada putus-putus :
"Aku... disuruh menggambar oleh Then kwan ka, kata Then
kwan ka... kalau aku menurut katanya, dia akan
menangkapkan dua ekor ular buat aku. Kong kong... aku...
mengotori tembok itu, lain lagi!"
Meskipun Lauw Thian Hauw terus menerus tertawa, tetapi
apa yang dikatakan oleh Siao Tau itu masuk semua ke dalam
telinganya. Ia pun telah mengerti, kenapa setelah kejadian itu,
Then kwan ka lantas menyaru So Beng Hiat In untuk menakuti
dirinya. Rupanya kesemua itu adalah suatu siasat licik.
Siao Tau telah mengatakan lain kali tidak berani lagi,
apakah akan ada sekali lagi"
Sebelum bayangan darah itu muncul di temboknya, betapa
tinggi kedudukan dan namanya dalam Bu Lim. Tetapi garagara
darah babi, gara-gara seorang anak kecil yang nakal
telah menggambarkan sebuah bayangan darah di tembok,
kesemuanya itu telah berubah sama sekali, rumah telah
hancur berantakan. Apakah akan ada sekali lagi"
Ia tertawa berkepanjangan : "Tidak ada lain kali, tidak akan
ada." Perlahan ia mendesak, nadanya pun semakin lama semakin
nyaring : "Tidak ada lain kali, cuma sekali ini saja!" Ia
menghampiri Siao Tau, tiba-tiba mengangkat tangannya "ser"
dipukulnya ke arah kepala Siao Tau.
"Ibu!" teriak Siao Tau.
"Thia," Lauw Hung yang berdiri di sampingnya pun
berteriak. Kini Siao Tau telah menjadi kaku saking terperanjatnya,
berdiri mematung tidak bergerak sedikitpun. Tetapi Lauw
Hung berteriak sambil menubruk ke depan.
Lauw Hung telah tahu, setelah ayahnya mendengar bahwa
bayangan darah itu digambar oleh Siao Tau dan bukan
ditinggalkan oleh So Beng Hiat In, ia telah menjadi tidak
normal, ia pun tahu pukulan Lauw Thian Hauw yang
mendadak itu ingin mencabut nyawa Siao Tau, karena sakit
hatinya yang sangat parah. Maka Lauw Hung menubruk, ia
tahu sudah terlambat untuk mencegah pukulan Lauw Thian
Hauw itu, jalan satu-satunya ialah menyerang Lauw Thian
Hauw di bagian lain supaya Lauw Thian Hauw menarik
kembali pukulannya. Maka dengan tenaga tubrukannya itu,
kedua tangannya telah menyerang pinggang Lauw Thian
Hauw. Ilmu Lauw Hung memang tidak lemah. Pukulan kedua
tangannya itu bertalian nyawa anaknya, maka ia
menggunakan sekuat tenaganya. Pada saat pukulan Lauw
Thian Hauw hampir mengenai kepala Siao Tau, terdengarlah
suara "Plak plak" dua kali, pukulannya hanya mengenai jalan
perdarahannya. Serta merta saja Lauw Thian Hauw kena dipukul dua kali,
dan ia terhuyung ke samping setindak. Pukulannya pun masih
tetap terhantam ke bawah, tapi bukan mengenai kepala Siao
Tau, melainkan mengenai lantai marmer hijau hingga marmer
itu pecah berantakan. Dan buru-buru ia menegakkan
tubuhnya sambil berkata : "Bagus, A Hung. Bagus sekali! Kau
memukul aku?" Pukulan kedua tangan Lauw Hung itu hanya memencarkan
sedikit tenaga murninya, maka ia hanya terhuyung setindak
saja. Dengan kekuatan tenaganya, sekali-kali tidak mungkin
jadi cedera. Tetapi kini Lauw Hung adalah anak
kesayangannya, dari kecil dijaganya hingga dewasa. Entah
telah berapa banyak perasaan yang dicurahkannya pada diri
Lauw Hung, tetapi kini Lauw Hung dengan sekuat tenaga
memukul dirinya. Ia tahu ia tidak cedera, bukan karena Lauw Hung kasihan,
melainkan karena tenaga Lauw Hung belum sempurna.
Andaikata Lauw Hung memiliki tenaga hingga dapat
mematikan dirinya, tidak perlu dikatakan lagi, dirinya pasti
telah binasa di bawah tangan Lauw Hung.
Ketika ia teringat sampai disini, ditambah lagi dengan
kejadian yang menimpa dirinya beberapa hari ini, dalam
hatinya memang sangat perih. Lalu tiba-tiba ia berteriak,
bersamaan dengan teriakannya itu, darah segarnya naik ke
atas dan menyembur dari mulutnya, hingga kepala Lauw Hung
dan Siao Tau berlepotan dengan darahnya.
Melihat keadaan ini, Lauw Hung pun menjadi terperanjat
dan membeku, teriaknya : "Thia, kenapa kau, kau kau... "
Baru Lauw Hung berteriak dua kali, tiba-tiba tubuh Lauw
Thian Hauw telah jatuh di hadapannya. Lauw Hung sangat
terperanjat, buru-buru ia mengulurkan tangan memegang
tubuh Lauw Thian Hauw. Tetapi kini, urat-urat nadi Lauw Thian Hauw telah terputusputus.
Tenaga murninya yang telah terlatih belasan tahun itu,
kini semuanya bergemuruh bagai ombak menampar pantai,
keluar seluruhnya. Betapa kencangnya tenaga itu, Lauw Hung
ingin memegang Lauw Thian Hauw, kedua tangannya baru
menyentuh tubuh Lauw Thian Hauw, lalu terdengar suara
"krek krek krek", kesepuluh tulang jarinya telah patah
seluruhnya. Lauw Hung menjerit karena kesakitan, buru-buru ia
menyurutkan tubuhnya ke belakang, tetapi Lauw Thian Hauw
masih terus jatuh ke depan. Lalu terdengarlah lagi suara "
krek krek" dua kali, tulang pergelangan dan punggungnya
telah patah. Tubuh Lauw Thian Hauw menubruk tubuh Lauw
Hung, "plak" sebuah suara yang nyaring, tubuh Lauw Hung
telah terpental sejauh tujuh delapan kaki, jatuh ke sebuah
pohon hingga dedaunan pohon itu berjatuhan. Tubuh Lauw
Hung tergeletak di bawah pohon, sudah tidak berbentuk
manusia lagi, orangnya sudah mati. Sedangkan Lauw Thian
Hauw, setelah menubruk tubuh Lauw Hung, tubuhnya
sempoyongan bagai orang mabuk. Dalam tubuhnya
menimbulkan suara "kek kek kek" bagai kacang meledak,
sekejap saja tubuhnya memiring lalu "blum" terjatuh di atas
tanah. Ketika ia roboh, tenaganya pun masih sangat dahsyat,
hingga membenamkan marmer hijau ke dalam tanah, seakan
disana telah tersedia sebuah lobang untuk dirinya."
Ketika Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak
berkepanjangan, suara ketawanya itu mengalun sampai
keluar. Di luar pun menjadi gemuruh, semua orang yang
sedang berpura-pura beramah tamah, menjadi diam
semuanya. Sesaat kemudian, Cit Sa Tau To membentak : "Kho
Tiang Beng, kau main sandiwara?"
Kho Tiang Beng pun merasa sangat heran, ia sendiri tahu ia
tidak main sandiwara, tetapi malah lawannya main sandiwara.
Dengan alasan itu menerobos ke dalam, untuk menolong
Lauw Thian Hauw. Maka ia hanya tertawa dingin : "Cit Sa Tau
To, kau mau main licik?"
Cit Sa Tau To melihat malah ia yang diserang, hatinya
menjadi lebih panas lagi. Bentaknya : "Mari kita terobos ke
dalam, pasti Lauw Thian Hauw telah dicelakai oleh Sang Bun
Pang!" Cit Sa Tau To menuduh orang-orang Sang Bun Pang
mencelakai Lauw Thian Hauw. Kini, orang-orang yang berada
disini semuanya adalah kawan karib Lauw Thian Hauw, maka
semuanya menjadi marah. Mendengar orang-orang itu ingin masuk, segera Kho Tiang
Beng berteriak panjang, jago silat Sang Bun Pang segera pula
membentuk pagar menghalangi mereka.
Cit Sa Tau To menyilang tangannya, dan menggoyangkan
tubuhnya lalu menyerang. Tetapi ketika ia menyerang itulah,
terdengar teriakan Lauw Thian Hauw "Tidak ada lain kali, tidak
akan ada!", kedengarannya bukan seperti sedang diserang
orang-orang Sang Bun Pang. Cit Sa Tau To sangat gelisah,
tetapi ia tidak berani bertindak gegabah. Ia menarik napas,
dengan terpaksa menarik kembali serangannya.
Kho Tiang Beng menoleh seraya berkata : "Coba lihat ada
apa?" Dua orang anak buahnya telah melesat kembali.
Cit Sa Tau To berteriak : Mau lihat, kita sama-sama lihat!"
Ia bersama Hok Tong Hong berdua telah melesat lebih dulu.
Sementara itu, baik orang Sang Bun Pang atau bukan,
semuanya masuk ke dalam pekarangan. Ketika mereka tiba di
dalam, Lauw Thian Hauw dan Lauw Hung telah mati
tergeletak, hanya Siao Tau yang berdiri mematung. Lalu Cit Sa
Tau To menarik tangan Siao Tau sembari berkata : "Ada apa"
Siao Tau?" "Wah," Siao Tau menangis, katanya sambil menangis :
"Aku cuma menggunakan darah babi menggambar sebuah
bayangan orang di tembok. Aku cuma mengotori tembok. Aku
cuma menggambar sebuah bayangan darah!"
Semua orang yang berada disitu pada saling
berpandangan, sedangkan Siao Tau masih berteriak sambil
menangis : "Aku cuma mengotori tembok, kenapa harus
dipukul sampai mati?"
Tiba-tiba saja ada orang yang sudah mengerti, sekejap lagi
semuanya sudah mengerti. Setiap orang berdiri, tidak
bersuara. Orang rumah Lauw telah mati semuanya, apa yang
harus diceritakan lagi"
TAMAT Perang Ilmu Gaib 1 Satria Gendeng 07 Pasukan Kelelawar Rahasia Sumur Tua 1
^