Pencarian

Bulan Jatuh Dilereng Gunung 10

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 10


tombak Kyahi Pleret dan Raden Mas Said memperoleh tombak
Baruklinting. Dari siapa engkau memperoleh kabar berita ini?"
Waktu Gemak Ideran hendak membuka mulutnya, dua
orang pelayan datang membawakan makanan dan minuman.
Mereka menunggu sampai dua pelayan itu mengundurkan diri
kemudian mulailah Gemak Ideran menjawab pertanyaan Diah
Windu Rini. Katanya : "Malam itu, sewaktu aku berusaha mencari Niken, aku
tersesat sampai ke tepi sungai. Di sana aku berjumpa dengan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang mengaku pedagang keliling. Namanya Tameng.
Dan ia dapat mengabarkan perkara mimpi Ratu Sumanarsa."
"Mimpi apa?"Diah Windu Rini tertarik.
Gemak Ideran kemudian menceritakan pertemuannya
dengan Tameng dan tutur-katanya perkara mimpi Ratu
Sumanarsa. Pedagang itu sudah dapat menebak dengan tepat,
bahwa makna mimpi itu akan berpengaruh luas. Ternyata
tebakannya tidak meleset jauh. Pangeran Mangkubumi dengan
berani merampas Tombak Kyahi Pleret pusaka leluhur
Kartasura. Peristiwa itu tidak susah untuk ditebak.
"Maksudmu dia berani memperlihatkan giginya?"tungkas
Diah Windu Rini. "Benar. Bukan mustahil terjadi suatu kekalutan dalam Ibu
Negara, sehingga masing-masing dapat bertindak sendiri
sendiri."Gemak Ideran yakin.
"Sebentar ! Apakah Tameng menyaksikan sendiri?"
"Bukan ! Bukan dia." Gemak Ideran membetulkan. Berita ini
kuperoleh dari Kepala Desa yang membunyikan kentung tanda
bahaya." "Kapan?" "Tadi siang sewaktu Niken Anggana mengambil kudanya di
rumah penginapan dan aku mengarah ke barat." Gemak
Ideran memberi keterangan.
Memang, Gemak Ideran membiarkan Niken Anggana
mengambil kudanya seorang diri. Diapun bergegas mengambil
kudanya yang ditambatkan di tepi sungai tatkala mengejar
Rawayani. Kasihan kuda itu. Hampir dua malam satu hari tidak
terurus Untung kudanya termasuk kuda jempolan. Meskipun
cukup lama tidak makan dan minum, masih saja tegar. Namun
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tengah jalan ia membiarkan kudanya menggerumiti
rerumputan. Ia sendiri lari ke atas bukit untuk memperoleh
penglihatan yang lebih luas.
Samar-samar ia melihat gerakan beberapa kawanan orang
berkuda. Sebagian mengenakan pakaian seragam hitam dan
sebagian tidak. Pada suatu persimpangan jalan mereka
berpisah. Dan sambil terus-menerus berteriak menyerukan
tanda bahaya, mereka melanjutkan perjalanan. Menyaksikan
gerakan mereka rasa naluri Gemak Ideran terbangun Terus
saja ia menghampiri kudanya. Sambil menepuk nepuk leher
kudanya ia melompat di atas pelananya. Berkata membujuk :
"Rebooo.... tahan lapar dulu, ya ! Hayo bawalah aku ke
perkampungan depan itu !"
Binatang itu seperti memahami makna bujukan majikannya.
Dengan tegar ia menegakkan lehernya dan lari kencang
mengarah ke barat. Tetapi nafasnya cepat sekali memburu.
Gemak Ideran yang perasa segera melambatkan larinya.
Kemudian memasuki perkampungan yang berkesan gelisah
oleh suara kentung yang bertalu tiada hentinya.
"Tuan ! Mau ke mana" Jangan ke barat dulu ! Perampokan
terjadi di mana-mana." seru seorang penjaga kampung.
Gemak Ideran tertawa ramah. Sahutnya :
"Kang ! Sebenarnya apa yang terjadi?"
"Menurut pak Lurah, di Ibu negara terjadi pemberontakan
Sri Baginda terpaksa dibawa komandan Belanda ke luar kota."
Gemak Ideran terkejut Ia menghentikan kudanya. Minta
keterangan : "Ini kampung apa?"
"Kedungtirta." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah pak Lurah ada di rumah?"
"Silahkan ! Eh..... tuan sendiri dari mana?"
"Aku dari jauh. Dari Madura. Sebenarnya mau ke Kartasura"
Gemak Ideran memberi keterangan. Terhadap penduduk
setempat tak pemah ia menaruh curiga. "Biarlah aku menemui
pak Lurah untuk minta keterangan yang jelas."
"Silahkan ! Beliau ada di tempat. Itu rumahnya." orang itu
berkata sambil menuding. Lalu berteriak kepada seorang anak
berumur duablasan tahun. "Hei Paimin ! Antarkan tuan ini
menghadap pak Lurah !"
Anak itu yang bernama Paimin dengan bangga menganggukkan kepalanya. Gemak Ideran jadi teringat pada
masa kanak-kanaknya. Diapun dulu merasa bangga, manakala
di tunjuk untuk mengantarkan seorang tetamu. Paimin begitu
juga. Terus saja ia lari mendahului. Sewaktu tiba di depan
sebuah rumah besar berhalaman luas, ia berhenti dan
menudingkan telunjuknya. "Itu rumah pak Lurah, tuan." katanya.
Gemak Ideran turun dari kudanya sambil merogoh sakunya.
Dengan tertawa ramah ia mengangsurkan serenceng uang
sambil berkata : "Maukah engkau memberi kudaku minum dan mencarikan
rumput" Nih, terima ! Sisanya boleh kau ambil.
Pada dewasa itu, harga rumput tiap tumpuknya satu sampai
dua sen. Sedang uang yang diterimanya dari Gemak Ideran
seharga duapuluh lima sen. Keruan saja wajah Paimin girang
luar biasa. Terus saja ia menyambar kendali kuda dan
menuntunnya ke seberang jalan. Hati-hati ia menambatkannya
pada sebatang pohon, lalu lari ke rumahnya mengambil
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepikul air dan setumpuk rumput. Karena dia anak seorang
petani, maka di rumahnya selalu terdapat timbunan rumput
persediaan ternaknya. Dalam pada itu, Gemak Ideran memasuki halaman rumah
pak Lurah. Lima orang berdiri mendampingi pak Lurah yang
berkumis tebal. Dengan ramah pak Lurah mempersilakannya
naik ke tangga serambi depan. Menyapa :
"Raden*), apakah ada yang perlu kami bantu?" (*Raden =
tuan. Selanjutnya akan disebut dengan tuan).
"Maaf pak Lurah." sahut Gemak Ideran seraya membungkuk hormat. "Namaku Gemak Ideran. Aku datang
dari Madura. Tujuan perjalanan ke Kartasura."
"Kartasura?" lima orang yang mendampingi pak Lurah
mengulang ucapan Gemak Ideran hampir berbareng.
"Memangnya, kenapa?"
Kelima orang itu seperti merasa kelepasan omong. Dengan
wajah berubah mereka melemparkan pandang kepada pak
Lurah. Gemak Ideran lantas saja tahu, betapa wibawa pak
Lurah terhadap sekalian penduduknya. Kalau saja tidak
memiliki kepandaian tinggi mustahil ia disegani. Memang pada
dewasa itu, tidak mudah menjadi Kepala Kampung. Dia harus
sakti. Paling tidak, kebal dari senjata tajam. Syukur bila
dirangkapi dengan mantera-mantera ampuh. Bila tidak
memiliki kepandaian demikian, tidak bakal seseorang dipilih
rakyatnya menjadi Kepala Kampung yang biasa disebut
dengan panggilan : pak Lurah.
"Tuan ! Kedatangan tuan memang tidak menguntungkan
pada saat ini." kata pak Lurah. "Silahkan duduk. Barangkali
masih ada waktu untuk menerangkan terjadinya peristiwa itu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran duduk di depan pak Lurah dan yang lain
menempati tempatnya masing-masing. Seorang pelayan
datang mengantarkan air hangat dan tiga piring makanan
dusun. Setelah dipersilahkan untuk meneguk dan mencicipi
hidangannya, pak Lurah menarik nafas agak panjang.
Pandangnya keruh dan seperti kehilangan semangat. Lalu
berkata : "Meskipun aku ini Kepala Kampung, tetapi demi Tuhan, aku
tidak mengerti permainan orang-orang atasan. Ada yang
mengabarkan, terjadinya peristiwa ini karena olah Patih
Danurejo. Sekarang dilanjutkan oleh penggantinya. Tapi buat
orang dusun, yang menarik adalah yang mudah-mudah saja.
Salah seorang permaisuri Raja Amangkurat IV.... atau... eh
begini saja. Raja Amangkurat IV mempunyai kekasih puteri
Cina. Dialah Ibunda Pangeran Garundi. Merasa diperlakukan
tidak adil oleh ayahandanya, dia berontak. Rupanya disokong
oleh rakyat sekitar Pekalongan dan dibantu orang-orang Cina
pelarian dari Betawi (baca : Jakarta). Sekarang Pangeran
Garundi diangkat menjadi raja dengan gelar Sunan Garundi.
Kami menyebutnya Sunan Kuning. Lalu menyerbu Kartasura."
"Apakah bapak menyaksikan peristiwa itu?" Gemak Ideran
memotong. "Secara langsung, tidak," jawab pak Lurah cepat. "Seperti
bunyi kentung tanda bahaya ini. Sebenarnya sudah terjadi tiga
hari yang lalu. Aku perlu yakin dulu. Maka kami berangkat
bersama-sama mencari keterangan sampai memasuki wilayah
Ibu Negara. Setelah yakin, segera kami balik pulang.
Tetapi......sungguh ! Aku jadi tidak tahu lagi, siapa majikanku
yang benar." "Maksudmu akan berbalik mengabdi kepada Sunan
Kuning?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh bukan ! Sama sekali bukan !" sahut pak Lurah dengan
suara garang. "Tetapi sekarang timbul perpecahan yang
membingungkan. Perpecahan antara Pangeran Mangkubumi,
Patih Pringgalaya dan Sri Baginda yang membiarkan dirinya
dibawa ke luar kota oleh Kompeni Belanda. Sementara itu,
laskar Sunan Kuning sudah mulai merembes ke wilayah ini.
Karena itu, lebih baik tuan balik kembali ke Madura."
"Apakah mereka laskar yang terdiri dari orang-orang
pelarian dari Jakarta" Maksudku yang merembes ke wilayah
Madiun?" "Tidak selamanya. Pemimpin-pemimpinnya mengenakan
topeng. Mereka yakin, Sri Baginda akan dibawa Kompeni
Belanda ke Surabaya."
Mendengar istilah orang-orang yang mengenakan topeng,
beberapa bayangan berkelebat dalam benak Gemak Ideran.
Apakah mereka yang muncul di Pandaan" Rawayani pun
mengenakan topeng. Apakah dia salah seorang pengikut
Sunan Garundi" "Pak Lurah ! Apakah laskar kasunanan kini terpecah
menjadi tiga bagian" Pengikut Pangeran Mangkubumi, Sri
Baginda dan Garundi?"
"Itu yang pasti. Bukan mustahil muncul pula siluman-
siluman yang lain." ujar pak Lurah dengan suara mengutuk.
"Pak Lurah yakin?"
Menghadapi pertanyaan Gemak Ideran, pak Lurah
berbimbang-bimbang. Tiba-tiba seperti diingatkan :
"Ah ya. Sebenarnya tuan siapa?"
Gemak Ideran berpikir beberapa detik. Lalu memutuskan :
"Aku putera Adipati Cakraningrat"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah !" pak Lurah terkejut. Terus saja ia berdiri tegak dan
menyembah. Wajahnya tiba-tiba nampak cerah. Sekarang ia
memerintahkan sekalian anak-buahnya untuk bersikap lebih
hormat kepada Gemak Ideran. Bahkan lantas saja ia
memerintahkan agar segera menyembelih seekor lembu muda
dan beberapa ekor ayam. Pada jaman itu, setiap orang Kepala
Kampung akan merasa seperti kejatuhan anugerah Tuhan
manakala rumahnya dikunjingi anak keturunan orang ningrat.
Ia merasa kewajiban untuk mempersembahkan apa saja demi
membuat tetamunya senang.
Gemak Ideran jadi tak enak hati. Memang tidak terlalu
salah, bila menyebut dirinya sebagai putera Adipati
Cakraningrat. Sebab dirinya memang dianggap sebagai anak-
angkat Adipati Cakraningrat. Diapun sesungguhnya putera
seorang adipati pula. Tetapi kalau sampai membuat pak Lurah
jadi sibuk, itulah yang tidak diharapkan.
"Pak Lurah, aku hanya singgah sebentar saja. Aku harus
segera balik ke pesanggrahan," katanya agak gopoh.
"Apakah ayahanda tuanku berada di pesanggrahan?"
"Tidak. Kami bertiga."
"Lalu...... eh maksudku, apakah tuan tidak bertemu atau
melihat gerakan orang-orang yang mencurigakan?"
"Di seberang bukit, aku melihat dua regu berkuda yang
saling berpisah." Mendengar keterangan Gemak Ideran, wajah pak Lurah
berubah. Ia berbimbang-bimbang sejenak. Kemudian berkata
seperti terpaksa : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya aku sendiri tidak menyaksikan. Tetapi
kekalutan yang terjadi di Ibu Negara tambah meyakinkan
adanya berita itu." "Berita tentang apa?"
"Berita tentang hilangnya pusaka Tombak Kiyahi Pleret.
Kabarnya...... tetapi baru kabar

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lho....... Pangeran Mangkubumi yang merampas tombak itu dari abdi Suranata.
Mungkin sekali, karena Pangeran Mangkubumi melihat sesuatu
yang tidak beres." "Terhadap?" "Abdi Suranata itu. Mungkin dia mau melarikan diri alias
hendak melalaikan wajib. Padahal abdi Suranata bertugas
mengawal Sri Baginda. Sekarang, Sri Baginda dibawa lari
Komendan Belanda Residen Hogendorf. Apakah peristiwa ini
tidak aneh" Ah ! Kita bakal menerima akibatnya," pak Lurah
menghela nafas. "Tetapi menantu Pangeran Mangkubumi
memperoleh Tombak Baruklinting. Ah, sungguh hebat ! Semua
pusaka Istana berpindah tangan."
"Maksudmu Raden Mas Said?"
Pak Lurah mengangguk. Lalu menghela nafas lagi.
Wajahnya nampak kian gelisah. Setelah menelan ludah, ia
berkata hati-hati kepada Gemak Ideran:
"Tuan ! Tuan datang dari jauh. Tetapi tuan termasuk
keluarga Istana Kartasura, karena ayahanda tuan salah
seorang menantu almarhum Raja Amangkurat IV," ia berhenti
beberapa saat menimbang-nimbang. Meneruskan : "Sekiranya
tuan diriku, apakah yang harus kulakukan pada saat ini"
Sebab majikan yang menguasai negeri, lebih dari satu orang."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Gemak Ideran tidak mempunyai kepentingan
terhadap masalah yang sedang dihadapi pak Lurah. Ia sendiri
sudah merasa cukup. Karena itu ia segera berdiri sambil
menjawab : "Waktu pak Lurah dipilih rakyat, pemerintahan mana yang
mengesyahkan?" Gemak Ideran tidak menunggu jawaban pak Lurah. Segera
ia mohon diri hendak mengambil kudanya. Akan tetapi pak
Lurah tidak mengijinkan. Dengan amat sangat ia memohon
agar Gemak Ideran berkenan makan dan minum dulu sebagai
adat kebiasaan yang berlaku di dusunnya. Menimbang
kudanya belum pula kenyang makan dan minum, Gemak
Ideran mengurungkan niatnya.
Segera makanan dan minuman disediakan lebih lengkap
lagi. Bahkan tidak lama kemudian keluar pula ayam goreng
yang terpotong-potong rapih. Untuk melegakan hati tuan
rumah, Gemak Ideran segera memakannya pula. Dasar
semenjak semalam perutnya belum sempat diisi. Maka ayam
goreng itu, sungguh nikmat.
Kali ini pak Lurah tidak membicarakan urusan negara.
Namun bunyi kentung tanda bahaya tidak berhenti. Bahkan
makin lama makin terdengar seru. Beberapa orang lari
pontang-panting dengan suara berisik. Pak Lurah menegakkan
kepalanya. Memberi perintah kepada salah seorang bawahannya : "Jagabaya ! Coba lihat apa yang terjadi!" Jagabaya buru-
buru lari ke luar. Dengan gopoh ia minta keterangan kepada
anggauta penduduknya yang sedang lari pulang ke rumahnya.
Dengan menudingkan jari telunjuknya ke arah barat, ia
menjawab : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pedusunan di seberang dibakar orang......."
"Siapa yang membakar?" Jagabaya itu terperanjat.
"Tidak tahu. Tetapi coba lihat sendiri !" orang itu
melanjutkan larinya tanpa permisi.
Benar saja. Rupanya berita itu tersebar luas di seluruh
desa. Kesibukan lantas saja terjadi. Mulailah terdengar suara
pekik ketakutan dan tangis anak-anak. Mendengar dan melihat
kesibukan itu, hati Gemak Ideran tidak enak sendiri. Terus
saja ia berdiri sambil berkata kepada pak Lurah :
"Paman, biar aku yang melihatnya."
"Jangan tuan ! Duduk sajalah di sini. Ini kuwajiban." cegah
pak Lurah. Kepada empat pembantunya yang lain ia berkata :
"Hayo kita lihat apa yang terjadi!"
Setelah berkata demikian, pak Lurah benar-benar beranjak
dari kursinya. Gemak Ideran balik menjadi orang yang
ditinggalkan. Keruan saja, pemuda itu jadi tak enak hati.
Pelahan-lahan ia berdiri pula dari kursinya dan mengikuti
kepergian pak Lurah dan pembantu-pembantunya dengan
pandang matanya. Tepat pada saat itu, si kecil Paimin berlari-
lari memasuki halaman Rumah Kepala Kampung sambil
berseru kepada Gemak Ideran :
"Tuan ! Itu kudanya. Aku harus pulang. Ada kebakaran
........" Dengan tertawa Gemak Ideran menyambut Paimin.
Pikirnya, anak ini mengerti tanggung-jawab. Lantas saja ia
mengeluarkan serenceng uang dan diangsurkan kepada
Paimin. "Terima kasih. Nih, bawalah ! Barangkali perlu untuk ayah
dan ibumu." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main cerah wajah Paimin. Dengan pandang tak
percaya, ia menerima pemberian uang Gemak Ideran. Dengan
berkali-kali membungkuk-bungkuk hormat ia menyatakan
terima kasihnya. Lalu bergegas lari melintas menyeberang
pagar tanaman. Seperempat jam kemudian, Gemak Ideran sudah berada di
luar desa. Di sebelah barat asap tebal membumbung tinggi di
udara. Benar-benar dusun-dusun di seberang barat dibakar
orang atau terbakar oleh suatu ketidak sengajaan. Namun
beberapa saat kemudian, muncullah enam atau tujuh
penunggang kuda yang membedalkan kudanya dengan obor
di tangannya masing-masing. Mereka berteriak-teriak tidak
jelas, karena jaraknya terlalu jauh.
Gemak Ideran menghentikan kudanya. Berkata kepada
dirinya sendiri: "Benar-benar terjadi kekalutan. Mengapa sampai merembes
ke wilayah ini?" Oleh pikiran itu ia tidak melepaskan pengamatannya meski
sedetik pun. Gerombolan yang membedalkan kudanya itu
dipimpin oleh seorang laki-laki yang mengenakan topeng. Dia
nampak gesit di antara enam orang pengikutnya. Kini
mengarah ke dusun pak Lurah. Hati Gemak Ideran tercekat.
Segera ia memutar kudanya hendak balik kembali. Tidak lama
kemudian ia mendengar suara gaduh. Sementara itu suara
kentung makin menggencar. Teriakan semacam aba-aba
menggema dari lorong ke lorong. Semua laki-laki diperintahkan keluar membawa senjata apa saja untuk
melawan tujuh orang pendatang yang membawa obor di
tangannya masing-masing. Bergegas Gemak Ideran kembali memasuki dusun dengan
maksud memberi bantuan. Tepat sewaktu dia hendak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memasuki perbatasan kampung, ia melihat Paimin diseret
Jagabaya dan Petengan (nama jabatan pembantu lurah). Dua
orang tua dan seorang laki-laki yang sudah cukup dewasa ikut
serta. Ketiga orang ini mencoba membujuk Jagabaya dan
Petengan. Kata mereka bergantian :
"Kang Jagabaya dan kang Petengan ! Mau dibawa kemana
dia" Dia bukankah hanya melayani kuda tamu pak Lurah?"
"Biarlah dia menerangkan siapa orang itu !" bentak
Jagabaya. "Lihatlah, kampung kita akan dibakar orang-orang
yang menenggang kuda Jangan-jangan dia justru pemimpin
mereka." Sampai di sini Gemak Ideran tahu siapa yang dituduh
Jagabaya dan Petengan. Terus saja ia melarikan kudanya dan
memotong perjalanan mereka. Dengan suara tetap halus
tetapi angker ia berkata :
"Lepaskan dia ! Mengapa tidak aku sendiri yang datang
menghadap pak Lurah" Lepaskan !"
Semenjak Jagabaya dan Petengan mendengar dan melihat
Gemak Ideran memotong perjalanan, semangat mereka
serasa kabur. Apalagi menyaksikan pula betapa angker dan
berwibawa dia. Terus saja mereka menyahut dengan suara
gagap : "Bu..... bukan...... kami. Kami cuma melaksanakan perintah
pak Lurah." "Hm." Gemak Ideran mendengus. Kemudian berkata ramah
kepada Paimin : "Paimin, kau pulang. Nih, aku mempunyai
satu rupiah lagi. Terimalah !"
Gemak Ideran mengangsurkan uang satu rupiah kepada
Paimin. Paimin berbimbang-bimbang. Ia membagi pandang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Jagabaya, Petengan dan keluarganya. Sahutnya
dengan suara gemetaran : "Tuan....... ini orang tuaku...... dan dia kakakku."
Gemak Ideran mengangguk pendek dengan tersenyum.
Berkata : "Maaf, aku mengganggu anak bapak-ibu. Akulah tadi yang
menyuruh dia merawat kudaku. Sekarang, rupanya kena
tuduh. Biarlah Paimin menerima uangku. Bawalah dia pulang.
Aku sendiri nanti yang akan memberi keterangan kepada pak
Lurah." Orang tua dan kakak Paimin berturut-turut membungkuk
hormat seraya menghaturkan rasa terima kasihnya yang tak
terhingga. Dengan mohon ijin Jagabaya dan Petengan, segera
ia membawa Paimin pulang setelah anak itu menerima uang
pemberian Gemak Ideran. Jagabaya dan Petengan sendiri,
tidak berkutik. "Paman ! Di mana pak Lurah kini berada?" Gemak Ideran
mulai. "Di sana." mereka berebutan menuding ke barat.
"Kampung paman hendak dibakar orang, masakan masih
mempunyai waktu berkutat dengan seorang anak yang belum
pandai beringus" Hayo !"
Gemak Ideran mendahului mereka berdua. Sewaktu
memasuki belokan, ia melihat pak Lurah dan tiga
pembantunya sedang bertempur melawan tujuh orang
berkuda. Sebentar saja tiga orang pembantu pak Lurah terluka
oleh sabetan parang. Tetapi pak Lurah sendiri masih segar-
bugar, walaupun usianya sudah mendekati enampuluh tahun.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sama sekali dia tidak terluka oleh sabetan parang atau
tusukan pedang. "Ah ! Pak Lurah ternyata kebal dari senjata." pikir Gemak
Ideran. "Tetapi betapa juga usianya tidak mendukung
kemauannya. Dia bisa mati kehabisan nafas."
Berpikir demikian segera ia melecut kudanya yang meloncat
bagaikan terbang. Dengan golok di tangan, Gemak Ideran
menerjang mereka bertujuh. Hanya satu kali gebrakan saja,
mereka bertujuh sudah lari cerai-berai. Tatkala Gemak Ideran
memutar arah pandang, ia melihat seorang bertopeng duduk
bercokol di atas kudanya. Orang bertopeng itu sebentar
menatap padanya, lalu memberi isyarat tangan agar
meninggalkan dusun. "Tuan ! Tuan !" pak Lurah menyambut dengan suara
terengah-engah. "Mohon maaf. Kukira........ pendek kata
mohon maaf." "Sudahlah ! Apakah pak Lurah masih sanggup menjaga
dusun?" potong Gemak Ideran. Ia merasa tak sabaran lagi
karena sesungguhnya ingin ia mengejar gerombolan itu.
Melihat sepak terjangnya, pasti bukan laskar Kerajaan. Apalagi
kaki-tangan Kompeni Belanda. Caranya bekerja serampangan
dan asal berani. Tetapi orang yang bertopeng itu nampaknya
berbahaya. Dia perlu diusut asal-usulnya.
"Tentu saja." sahut pak Lurah cepat. Tiba-tiba wajahnya
berseri-seri. Berseru: "Sekarang aku dapat menjawab
pertanyaan tuan. Aku seorang Lurah yang dilantik pemerintahan Sri Baginda. Maka akulah abdinya yang wajib
setia melaksanakan tugas."
Gemak Ideran mengangguk membenarkan dibarengi
senyuman lebar. Lalu menyahut :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Melihat tingkah-laku mereka,
bukan mustahil mereka akan mencari balabantuan. Harap saja
pak Lurah mempersenjatai penduduk agar dapat mengadakan
perlawanan. Maksudku bersenjata saja. Bila bersatu-padu,
tidak mudah mereka akan bisa mengacau di sini."
"Betul-betul," suara pak Lurah masih terengah-engah. Lalu
menoleh kepada Jagabaya dan Petengan : "Carik, Dukuh dan
Kebayan terluka. Tolong dulu ! Eh kau Petengan, bunyikan
kentungan ! Panggil semua laki-laki ke luar rumah !"
Gemak Ideran mengawaskan mereka sejenak, lalu memutar
kudanya dan melarikannya ke arah perginya gerombolan tadi.
Sayup-sayup ia mendengar suara pak Lurah memanggil-
manggil, namun ia tidak sempat untuk melayani. Orang yang
mengenakan topeng tadi, pasti bukan orang sembarangan.
Dia mengenakan topeng. Apakah bukan untuk menutupi siapa
sesungguhnya dirinya" Kalau tidak termasuk hamba sahaya
raja sendiri, tentunya anak-laskar yang menyeberang kepada
Sunan Garundi. Bukan mustahil pula, justru salah seorang
pemimpin Laskar Garundi sendiri. Memperoleh pikiran itu,


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gemak Ideran menggeridik bulu tengkuknya. Kalau benar-
benar laskar Garundi, alangkah cepat gerakannya. Mengapa
merembes sampai memasuki wilayah Madiun" Jangan-jangan
untuk mengejar Sri Baginda Paku Buwana yang kabarnya
dilarikan Komandan Kompeni Belanda Kartasura mengarah ke
Surabaya. "Apapun jadinya, aku harus dapat menangkap dia mati atau
hidup." ia memutuskan.
Segera ia melarikan kudanya secepat-cepatnya. Akan tetapi
gerombolan itu sudah berhasil bergabung dengan gerombolan
yang lainnya yang tadi sempat dilihatnya mengambil jalannya
sendiri. Mereka bersama-sama memasuki kota Ngawi. Melihat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jumlah mereka, Gemak Ideran tidak gentar. Bahkan dengan
semangat juang yang berkobar-kobar ia menerobos masuk ke
dalam kota dan sempat membantu Niken Anggana yang
bertempur melawan gerombolan yang membunuh Pengurus
Rumah Penginapan. Khawatir akan kehilangan jejak orang bertopeng itu, Gemak
Ideran melakukan pengejaran sampai bertemu dengan Jakun
yang berjalan mengarah ke pesanggerahan. Inilah aneh, pikir
Gemak Ideran. Apakah orang bertopeng tadi termasuk
gerombolan yang muncul di rumah makan Pandaan"
Dengan cepat ia memotong perjalanan Jakun. Setelah
memasukkan kudanya ke kandang, ia balik kembali untuk
menghadang. Dan bertempurlah ta dengan Jakun. Sengaja ia
berpura-pura mundur masuk ke pesanggerahan. Maksudnya
agar Diah Windu Rini sadar akan bahaya. Belum lagi Diah
Windu Rini muncul Niken Anggaran sudah keburu tiba.
Dengan dibantu Niken Anggana, Jakun terpaksa memanggil
Endang Maliwis. Dan pada saat itu, barulah Diah Windu Rini
turun tangan. Demikianlah tutur-kata Gemak Ideran kepada Diah Windu
tentang berita dirampasnya Tombak Kyahi Pleret dan Baru
Klinting yang diperolehnya dari Lurah Kedung Tirta. Diah
Windu Rini mendengarkan dengan penuh perhatian. Selagi ia
merenungkan semua peristiwa itu, Gemak Ideran berkata
minta keterangan : "Ayunda ! Jakun dan Endang Maliwis termasuk mereka yang
berada di rumah makan Pandaan. Apa sebab ayunda tidak
segera mengenalnya?"
Dengan mata berkilat Diah Windu Rini menyahut :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah kau kira hanya mereka berdua yang berada di
halaman pesanggerahan?"
"Apa?" Gemak Ideran terkejut sampai beranjak dari
kursinya. "Masih ada seorang yang bersembunyi. Karena belum jelas,
aku perlu berjaga-jaga."
Orang yang bersembunyi di balik belukar, sebenarnya
adalah si Bogel yang menyaksikan pertempuran mereka bertiga. Baik Gemak
Ideran maupun Niken Anggana tidak mengetahui kehadirannya. Hanya Diah Windu Rini yang dapat menangkap pernafasannya. Dengan begitu tidak perlu
dijelaskan, ilmu kepandaian
Diah Windu Rini berada jauh di atas mereka berdua.
"Apakah orang itu masih
ada di sini?" Gemak Ideran
menegas. "Sekarang, mungkin sudah pergi." "Jadi..... jadi sewaktu kedua iblis itu kabur, dia masih
berada di halaman?" Diah Windu Rini mengangguk sambil tertawa geli. Sahutnya
: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia sudah pernah merasakan sentilanku. Tentunya tidak
akan berani main gila."
Gemak Ideran tercengang. Ia berpaling kepada Niken
Anggana untuk memperoleh kesan. Kepandaian Niken
Anggana masih tergolong rendah dibandingkan dengan
mereka berdua, namun ingatannya tajam. Tiba-tiba saja dia
berkata: "Tetapi mengapa Bogel kemari ?"
Diah Windu Rini tertawa sambil mengangkat pundaknya.
Katanya : "Niken, kau cerdas dan ingatanmu tajam. Di kemudian hari
rejekimu akan besar bila saja dapat memanfaatkan
kecerdasanmu." Memperoleh pujian Diah Windu Rini, Niken Anggana
menundukkan pandang dengan wajah kemerah-merahan.
Katanya pelahan : "Ah, aku hanya main tebak saja."
"Taruhkata begitu, setidak-tidaknya rasa nalurimu tajam
juga." Diah Windu Rini tetap memujinya. "Tentang
pertanyaanmu apa sebab dia berada di sini, mungkin secara
kebetulan saja ia melalui jalan besar dan kebetulan pula
melihat peristiwa tadi. A taukah dia bertemu lagi denganmu?"
"Ya. Mereka kuanjurkan agar cepat-cepat meninggalkan
rumah penginapan. Bukankah dia mengaku asal dari
Inderamayu" Mungkin sekali dia dalam perjalanan pulang ke
kampung." "Mungkin juga. Lalu, apakah kau masih ingin melanjutkan
masuk ke Kartasura" Kau sendiri sudah pandai menganjurkan
orang. Bagaimana dengan dirimu sendiri ?" kata Diah Windu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rini. "Ayahmu seorang Kepala Pengawal raja. Tentunya pada
saat ini dia berada di samping Sri Baginda."
Niken Anggana berpikir sejenak. Wajahnya nampak
bimbang. Tetapi sejenak kemudian muncullah sifat kekanak-
kanakannya : "Kalau begitu...... aku akan mendaki Gunung Lawu.
Barangkali ayah melalui jalan pegunungan."
"Apa ?" Diah Windu Rini tercengang. Ia seperti tidak
percaya kepada pendengarannya sendiri. "Di atas gunung
engkau hendak mencari siapa " Ayahmu ?"
Niken Anggana mengangkat kepalanya. Menyahut:
"Ayunda mendengar cerita Ki Gunacarita, bukan ?"
"Ya. Lalu ?" "Aku akan mencari kakang Pitrang. Syukur bisa bertemu
dengan paman Sondong Landeyan." ujar Niken Anggana.
"Niken ! Kau berkata apa ?" Diah Windu Rini terheran-
heran. "Itu kan cerita seorang dalang. Belum tentu benar.
Anggap saja cerita burung !"
"Tidak." Niken Anggana menggelengkan kepalanya. "Aku
rasa, ceritanya benar. Semua yang dikatakan dapat
dipercaya." Diah Windu Rini terlongong sejenak. Ia sempat melihat
Gemak Ideran mengedipkan matanya. Lantas saja ia bersedia
mengalah. Mengalihkan pembicaraan :
"Baiklah....... tetapi malam ini belum tentu kita selamat."
"Belum tentu selamat bagaimana ?" Gemak Ideran
menegas. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Windu Rini tidak menjawab. Ia merogoh sakunya dan
mengeluarkan tiga pita berwarna merah. Katanya :
"Pakailah !" Setelah berkata demikian, ia membagi pita merah yang
berjumlah tiga. Masing-masing memperoleh sehelai pita. Ujar
Diah Windu Rini lagi : "Kenakan di lengan kirimu ! Usahakan jangan sampai
terlepas!" "Memangnya kenapa ?" Gemak Ideran minta keterangan.
"Kenakanlah dulu. Nanti kujelaskan."
Dengan penuh tanda tanya, Gemak Ideran dan Niken
Anggana mengenakan pita merah itu di lengan kirinya. Begitu
pula Diah Windu Rini. Berkatalah gadis cantik itu :
"Ini bukan jimat atau berisikan mantera sakti. Tetapi
semata-mata sebagai pengenal. Kau tahu sebabnya ?"
Gemak Ideran menggelengkan kepalanya. Niken Anggana
hanya bersikap membungkam mulut. Akan tetapi pandang
matanya penuh dengan pertanyaan. Dan berkatalah Diah
Windu Rini : "Mungkin sekali jam dua nanti, mereka akan datang
memusuhi kita bertiga. Di antara mereka terdapat tokoh
Gemak Ideran, Niken Anggana dan diriku. Teman-temannya
mengenakan topeng palsu pula."
"Apakah maksud ayunda gerombolan Jakun dan Endang
Maliwis ?" "Kalian tidak usah bertanya yang berbelit-belit. Niken,
apakah engkau berani membunuh orang?"
"Membunuh ?" wajah Niken Anggana berubah.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, kau harus berani melakukan. Kalau tidak kau bakal
dibunuh. Sebab musuh yang sebentar lagi akan datang sangat
kejam dan ganas." sahut Diah Windu Rini dengan suara
ditekan-tekan. "Secara kebetulan saja aku sempat mendengar
percakapan mereka, sewaktu aku dalam perjalanan balik
kemari. Ternyata mereka pernah mengadakan latihan
menirukan lagak-lagu, watak dan perangaiku di halaman ini
sewaktu kita bertiga ke luar pesanggerahan. Mereka saling
mengecam, karena permainan sandiwaranya masih kurang
tepat. Sewaktu aku hendak mendengarkan pembicaraan
mereka lebih lanjut, aku melihat tanda sandi kita. Kau bukan
yang melepaskan ?" "Ya." Gemak Ideran mengangguk.
"Karena engkau beberapa kali berhenti di tengah jalan, aku
dapat mendahuluimu satu langkah."
"Tetapi siapakah mereka yang menyaru kita?" potong
Gemak Ideran. Sebab selanjutnya ia sudah mengetahui.
"Siapa mereka, tidak penting." sahut Diah Windu Rini.
"Yang jelas, mereka mengira kita bertiga membawa-bawa
pedang Sangga Buwana."
"Ah ! Kalau begitu, mereka yang bersandiwara di Pandaan
dulu." "Terkaanmu mungkin benar, mungkin salah." Diah Windu
Rini tersenyum kecil. "Itulah sebabnya, aku berpura-pura
mengalah terhadap Jakun dan Maliwis. Secara kebetulan,
kaupun mau mengalah juga. Dengan begitu, setidak-tidaknya
kepandaian kita belum dapat diketahui dengan jelas. Agaknya
Jakun dan Maliwis sengaja diperintahkan untuk menjajaki
kepandaian kita. Namun, kita bertiga wajib berwaspada. Aku
yakin, mereka dapat menyaru sebagai diri kita. Namun
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidakkah pernah mengira, bahwa kita akan mengenakan tanda
pengenal pita merah. Nah, kalian mengerti maksudku ?"
Sekarang Gemak Ideran dan Niken Anggana mengerti akan
makna pita merah yang dikenakannya. Hanya saja tetap
belum jelas, bagaimana caranya lawan menyaru dirinya.
Tetapi mereka percaya tiap patah kata Diah Windu Rini.
Selamanya, Diah Windu Rini tidak pernah bergurau.
"Sekarang masih ada waktu untuk beristirahat." ujar Diah
Windu Rini. "Sekali lagi kuperingatkan, kalian harus bertindak
cepat. Lengah sedikit, kalian bakal terbunuh. Niken, ingat-
ingat kata-kataku ini!"
Niken Anggana mengangguk. Ia merenungi pita merah
yang dikenakannya dengan berdiam diri. Agaknya Diah Windu
Rini belum yakin benar padanya. Dengan menyenak nafas, ia
berkata lagi: "Kau beristirahat di dalam kamarku ! Kau hanya boleh
keluar atas perintahku !"
Setelah berkata demikian, ia menyambar tangan Niken
Anggana dan dibawanya masuk ke dalam kamarnya. Kini
tinggal Gemak Ideran seorang diri. Pikirannya penuh dengan
berbagai teka-teki yang berseliweran tiada hentinya. Tentang
makna Sangga Buwana ia merasa sudah cukup memperoleh
penerangan dari ucapan Cing Cing Goling kepada Tambal Pitu
dan Geringging. Apakah mereka kaki-tangan Cing Cing Goling"
Kalau benar demikian, alangkah besar pengaruh Cing Cing
Goling terhadap orang-orang yang termasuk berkepandaian
tinggi. "Hm..... Ilmu Sakti Batu Panas !" pikirnya di dalam hati
sambil berjalan memasuki kamarnya yang gelap gulita.
Sebentar ia menyalakan pelita dan diletakkan di atas meja.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru saja ia hendak duduk beristirahat melepaskan lelah, tiba-
tiba telinganya yang tajam mendengar gerakan di luar jendela.
Buru-buru ia memadamkan api. Lalu bergerak tanpa suara
memipit dinding. "Sst, keluar !" terdengar bisikan dari luar jendela.
Gemak Ideran terhenyak sejenak. Ia berbimbang-bimbang.
Bisikan itu jelas keluar dari mulut seorang perempuan. Justru
demikian, teringatlah dia kepada peringatan Diah Windu Rini.
Bukankah di antara mereka ada yang menyaru sebagai Diah
Windu Rini dan Niken Anggana" Selagi berbimbang-bimbang
demikian, ia mendengar bisikan lagi :
"Aku berkata akan kemari. Sekarang aku kemari. Kenapa
tidak cepat ke luar?"
Sekarang Gemak Ideran tidak ragu-ragu lagi. Itulah suara


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rawayani. Siapa lagi kalau bukan dia" Sebab perjanjian itu
hanya dia seorang yang mengetahui. Terus saja ia melompat
ke luar jendela dan mengejar bayangan Rawayani yang
mendahului. Beberapa waktu lamanya mereka saling kejar
mengejar. Setelah melampaui beberapa ladang belukar,
barulah Rawayani menghentikan larinya dan berdiri menunggu
di atas batu yang berada di dekat gundukan tanah.
"Mengapa engkau tidak mampu mengejarku?" tegur
Rawayani sebagai pembuka kata.
Oleh teguran Rawayani, Gemak Ideran seperti tersadar dari
mimpinya. Ia jadi heran sendiri. Ya, kenapa dia tidak dapat
mengejarnya" Apakah karena mengalah atau sengaja
mengikuti saja" Tetapi lepas dari itu semua, kenyataannya
nafasnya terasa mulai memburu. Diam-diam hatinya tercekat.
Namun teringat ia sedang berhadap-hadapan dengan manusia
yang cerdik, tak mau ia mengalah. Sahutnya :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semenjak kemarin aku tidak beristirahat. Mungkin lelah."
"Huh." Rawayani mendengus. "Janganlah engkau memutar
lidah di hadapanku. Kau tidak sanggup mengejarku, karena
sudah terkena hawa Ilmu Batu Panas. Kau tidak percaya"
Hayo, kejarlah aku sekali lagi."
Setelah berkata demikian, Rawayani benar-benar lari.
Gemak Ideran jadi penasaran. Terus saja ia memburunya. Kali
ini ia memusatkan seluruh perhatiannya dan mengerahkan
tenaga saktinya. Rawayani nampak berada tiga langkah di
depannya. Tetapi lambat-laun makin menjauh dan menjauh.
Ah, apakah ilmu kepandaiannya jauh berada di atasnya" Selagi
berpikir demikian, Rawayani berhenti di tepi jalan simpang.
Menegur lagi : "Nafasmu memburu, bukan" Tenagamu makin terasa
melemah. Lalu, bagaimana engkau akan sanggup melawan
musuh-musuhmu yang bakal menyergapmu di pesanggerahan?" Rasa terkejut seseorang yang disambar geledek, tidaklah
sehebat Gemak Ideran. Hati pemuda itu tiba-tiba saja
tergoncang. Sebab apa yang dikatakan Rawayani bukan
omong kosong. Nafasnya memburu dan tenaganya serasa
melemah. Namun di hadapan gadis itu, tidak mau ia
memperlihatkan kelemahannya. Sahutnya :
"Seorang laki-laki masakan takut mati terpenggal musuh"-
Rawayani bertepuk tangan sambil berkata :
"Bagus, bagus ! Justru kekerasan hatimu itulah yang
menarik perhatianku. Itulah sebabnya
engkau harus membantu diriku melaksanakan kewajiban menuntut dendam
keluarga terhadap si jahanam Cing Cing Goling."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata demikian, Rawayani menghampiri Gemak Ideran.
Matanya yang tajam luar biasa melihat sehelai pita yang melilit
lengan pemuda itu. Dengan tersenyum ia seperti menyesali
diri sendiri : "Tetapi kekerasan hati belum cukup untuk menyelesaikan
suatu masalah. Akal dan pikiranmu harus kau gunakan.
Apakah pita yang kau kenakan itu termasuk salah satu
akalmu?" Bukan main mendongkol hati Gemak Ideran. Ia merasa
dirinya diperlakukan sebagai murid Sekolah Rendah.
Celakanya belum lagi mulutnya sempat membuka, Rawayani
berkata lagi : "Sekiranya aku yang memimpin kawanan itu, paling-paling
aku hanya mengenakan topeng penutup wajah agar susah
diketahui. Apa perlu aku menyaru sebagai dirinya, sedangkan
aku bakal berhadap-hadapan dengan orang yang akan
kubunuh. Penyaruan itu sama sekali tiada gunanya lagi.
Kecuali kalau ada saksi ketiga. Coba renungkan ! Seumpama
kini aku hendak membunuhmu, apa perlu aku menyaru
sebagai dirimu ?" "Hm." Gemak Ideran mendengus. Ia sekarang mempunyai
kesempatan untuk mendampratnya. "Hati manusia sukar
diduga. Mungkin sekali penyaruan itu dimaksudkan untuk
membuat hati yang dibunuh makin penasaran, sehingga ia
bakal jadi setan gentayangan di alam baka. Lagi pula dari
mana dan dari siapa kau tahu, bahwa mereka bakal menyaru
sebagai kita bertiga?"
"Eh, bukankah aku yang memberi tahu dirimu, bahwa
serombongan orang bertopeng bakal memusuhimu?" sahut
Rawayani dengan cepat dan lancar. "Aku pulalah yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuntun pahlawan memasuki perkampungan Cing Cing
Goling dan membantu membebaskan kekasihmu."
Mendengar kata-kata Rawayani, Gemak Ideran mati kutu.
Wajahnya serasa panas, sewaktu Rawayani menggunakan
istilah kekasih. Siapa lagi yang dimaksudkan, kalau bukan
Niken Anggana. Sedang Diah Windu Rini yang disebutnya
sebagai pahlawan, memang tidak salah. Bahkan tepat sekali.
Memang ia menganggap Diah Windu Rini sebagai pahlawannya, karena berkepandaian sangat tinggi.
"Hm..... kau pandai berdusta." ia tidak mau mengalah.
"Bagaimana mungkin ! Aku justru sedang mengikutimu.
Bagaimana pada satu saat yang sama engkau bisa bertemu
dengan ayunda Diah Windu Rini?"
"Apakah kau benar-benar bisa mengikuti diriku terus-
menerus" Bukankah engkau dihadang dua orang yang
merecokimu" Pada saat itu, bukankah aku mempunyai
kesempatan leluasa untuk berbuat apa saja?"
Gemak Ideran teringat pengalamannya kemarin lusa.
Memang ia kena dihadang Tabah dan Tabun yang membuat
dirinya kehilangan pengamatannya terhadap Rawayani. Pada
saat itu Rawayani memang dapat bertemu dengan Diah Windu
Rini dan membimbingnya masuk ke perkampungan Cing Cing
Goling. "Sebenarnya hanya secara kebetulan saja aku bisa bertemu
dengan pahlawanmu. Yang kukejar justru anak Cing Cing
Goling. Dialah Antawati, adik Geringging, anak Cing Cing
Goling. Dia seperti tokoh Mustakaweni dalam cerita
pewayangan, karena dapat merubah diri seribu kali sehari.
Itulah ilmu kepandaiannya yang istimewa. Anak-buahnya
mewarisi sebagian kepandaiannya. Karena itu, dia pulalah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang diutus ayahnya mencari Pedang Sangga Buwana. Tatkala
aku menemukan jejaknya, kau justru sedang menguber-uber
diriku. Untung aku mempunyai akal untuk merintangimu. Dan
pada saat itu aku berhasil melacak kaki-tangannya. Mereka
berkumpul di tengah hutan untuk mendengarkan pengarahan
Antawati, karena di dalam suatu latihan untuk menyergap
kalian bertiga, masih terdapat kelemahannya. Hm.... hebat
pahlawanmu itu. Aku bisa melihat semua yang hadir, akan
tetapi aku tidak dapat melihat pahlawanmu sampai dia kabur
karena melihat tanda sandimu mengejap di udara. Justru
demikian, pahlawanmu kehilangan pengamatan yang penting.
Sesungguhnya latihan mereka bukan hanya untuk mengelabui
kalian, tetapi yang terpenting mengukur kepandaian
pahlawanmu dan mempelajari watak dan perangainya. Hebat,
bukan" Memang Antawati secerdik setan !" Rawayani seperti
menjawab keadaan hati Gemak Ideran. Meneruskan : "Karena
itu, sungguh tidak tepat kalian mengenakan pita. Justru
memudahkan mereka menyambitkan senjata rahasianya."
Apa yang dikatakan Rawayani rasanya mendekati
kenyataan. Akan tetapi Gemak Ideran tidak rela Diah Windu
Rini kena kecam. Tentunya Diah Windu Rini mempunyai
alasannya sendiri pula tentang pita merah yang dikenakannya.
Lantas saja ia memotong :
"Apakah sudah cukup maksudmu membawaku kemari"
Terima kasih. Aku akan....."
"Hei, mau ke mana?"
"Aku tidak mempunyai waktu lagi untuk mendengarkan
kata-katamu. Lambat sedikit, malapetaka yang tidak
kuharapkan akan mengancam setiap saat. Apalagi ayunda
harus melindungi Niken."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa Niken?" tungkas Rawayani. "Ah ya, nama kekasihmu
itu bukan?" "Apakah engkau tidak dapat menutup mulutmu?" bentak
Gemak Ideran penasaran. "Kalau aku justru menghendaki ingin berbicara terus-
menerus, kau bisa apa?"
Gemak Ideran merasa serba salah. Ucapan Rawayani tajam
luar biasa dan menggemaskan. Tetapi entah apa sebabnya, di
dalam hati kecilnya ia ingin gadis itu berbicara terus. Akhirnya
ia mengambil keputusan bersedia mengalah demi Diah Windu
Rini dan Niken Anggana yang memerlukan kehadirannya.
"Baiklah, tentunya engkau bermaksud baik. Sekarang, aku
harus pergi dulu." katanya mengalah.
"Hm, ingin jadi pahlawan, ya?" ejek Rawayani. "Pada saat
ini, kau tidak mampu berbuat sesuatu. Bahkan akan menjadi
perintang pahlawanmu. Pendek kata kau tidak beda dengan
orang yang besar kemauannya tetapi tenaga kurang. Kau tak
percaya?" "Kenapa tidak dapat?" Gemak Ideran mendongkol.
"Kau dengarkan dulu keteranganku." ujar Rawayani dengan
mengulum senyum. "Masih ingatkah engkau, sewaktu aku
ingin mengajakmu membalas dendam Cing Cing Goling. Tetapi
tiba-tiba aku menyuruhmu melarikan diri. Kau tahu apa
sebabnya?" Gemak Ideran tertegun. Ya, memang hal itu pernah
terlintas dalam pikirannya. Ia hanya menilai, bahwa perangai
Rawayani sukar ditebak. Ternyata, dia mempunyai alasannya.
Karena itu ia menggelengkan kepalanya oleh rasa ingin tahu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pada waktu itu aku teringat, ilmu Batu Panas tidak hanya
memiliki tenaga berhawa panas saja, tetapi mengandung zat-
zat beracun." Rawayani menerangkan. "Kekuatannya meliputi
radius limabelas meter. Barangsiapa berada di sekitarnya
kurang dari limabelas meter akan terkena akibatnya. Dan zat
kimiawinya akan menjadi-jadi, manakala orang itu berada di
tempat gelap berhawa dingin. Bukankah kita bersembunyi di
dalam sebuah kamar tertutup" Maka satu-satunya jalan aku
harus menyuruhmu meninggalkan tempat secepat mungkin.
Tetapi aku sudah kasep beberapa detik, karena Cing Cing
Goling sudah bertempur. Untung, dia belum sempat
menggunakan Ilmu Batu Panas tingkat tujuh. Sekiranya
begitu, di dunia ini tiada lagi yang dapat menolongmu."
Gemak Ideran terkejut. Menilik tekanan ucapannya,
Rawayani bersungguh-sungguh. Diam-diam ia mengerahkan
himpunan tenaga saktinya. Ternyata tiada sesuatu yang
mengganggu dirinya. Ah, jangan-jangan dia hanya ingin
mempermainkan diriku, pikir Gemak Ideran. Karena itu ia jadi
mendongkol. Tungkasnya : "Sebenarnya apa sih maksudmu membawaku kemari.
Pesanggerahan pada saat ini justru sedang terancam bahaya."
Rawayani tertawa. Beberapa waktu lamanya ia mengawaskan Gemak Ideran. Kemudian berkata :
"Jadi engkau tetap tidak mengerti" Baiklah, kalau begitu
mari kita duduk menikmati malam gelap gulita. Bukankah
engkau kalah bertaruh denganku" Kau berjanji akan selalu
patuh padaku sampai tiga kali. Kau seorang satria, masakan
mau mengingkari......."
"Baiklah." Gemak Ideran memotong. Ia merasa kuwalahan
menghadapi kecerdikan Rawayani. "Sekarang kita sudah
cukup menikmati malam gelap gulita. Sayang, pikiranku
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang penuh sehingga perasaanku tidak dapat ikut serta
menikmati sesuatu yang kau harapkan. Tak dapat lagi aku
menemanimu. Nah, biarlah aku balik ke pesanggerahan dulu."
Setelah berkata demikian, benar-benar Gemak Ideran
memutar tubuhnya hendak melangkahkan kakinya. Tepat
pada saat itu, Rawayani berkata setengah berseru :
"Ideran ! Nanti dulu !"
Gemak Ideran sudah akan melangkahkan kakinya.
Mendengar seru Rawayani, ia batal sendiri diluar kehendaknya. Rawayani tertawa lagi. Katanya dengan nada
menggoda : "Ideran, memang aku sedang bercanda kepadamu."
"Aku tahu. Sekarang, jangan kau halangi lagi kepergianku."
"Ah, ternyata otakmu tumpul. Sama sekali engkau tidak
dapat menangkap maksudku."sahut Rawayani dengan suara
setengah membentak. "Sebentar tadi aku memang sedikit
bercanda. Tetapi kini aku bersungguh-sungguh. Sebab ini
mengenai suatu masalah yang penting sekali."
Gemak Ideran berbimbang-bimbang. Pelahan-pelahan ia
memutar tubuhnya dan kembali menatap wajah Rawayani.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun malam gelap gulita, namun lambat-laun penglihatannya jadi terbiasa. Kini dapatlah ia menatap wajah
Rawayani. Meskipun masih samar-samar, namun raut
wajahnya agaknya tiada celanya. Oleh kesan itu, ia mau
bersabar lagi. Katanya dengan suara pelahan :
"Masalah penting" Apakah ada masalah yang melebihi
masalah negara ?" "Begitu " Jiwamu termasuk masalah penting atau tidak "-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran mendongkol kembali. Sahutnya tak sabaran
lagi : "Baiklah, meskipun muak, aku sudah patuh atas
kehendakmu. Kini tinggal dua kali saja."
"Hai ! Jangan buru-buru membuat perhitungan !" tungkas
Rawayani dengan tertawa. "Kali ini bukan bercanda lagi. Aku
benar-benar bersungguh-sungguh. Kalau tidak percaya, coba
bergeraklah berbareng menarik nafas ! Kau merasakan
sesuatu di jalan darahmu atau tidak ?"
Mau tak mau Gemak Ideran patuh pada kehendak
Rawayani berbareng ingin membuktikannya. Pelahan lahan ia
menghirup nafas dan ditahannya dalam perutnya. Kemudian ia
bermaksud hendak menggerakkan tangannya. Ternyata sama
sekali ia tidak merasakan sesuatu yang tidak beres. Sekarang
ia bermaksud melepaskan pukulan tenaga himpunan sambil
hendak memaki Rawayani. Tetapi mendadak saja ia
merasakan sesuatu yang aneh. Rasa gatal timbul di pelbagai
jalan darahnya. Ia terkejut bukan kepalang. Lengan yang
sudah digerakkan menjadi kaku dan panas luar biasa. Panas
itu menyengat ke seluruh tubuhnya. Hai, kenapa"
Rawayani seperti sudah dapat membaca keadaan hatinya.
Sambil bertolak pinggang ia berkata :
"Bagaimana tuan besar" Bukankah aku tidak bercanda lagi"
Maka hitunganmu tidak berlaku. Kau tetap masih hutang tiga
kali." Pelahan-lahan Gemak Ideran menurunkan lengannya, la
membungkam. Seperti mengomeli diri sendiri ia berkata
setengah berbisik : "Sungguh ! Tak kusangka Ilmu Batu Panas begini hebat.
Cing Cing Goling sudah mencapai tingkat tujuh. Siapa yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa melawan kehebatannya" Apalagi kalau saling berhadapan." "Jangan berkecil hati. Kau bersembunyi di dalam kamar
yang berjarak kurang dari limabelas meter. Meskipun
demikian, masih saja engkau tergerayang ilmu sakti itu.
Artinya, himpunan tenaga saktimu masih lemah." Rawayani
menghibur. "Tetapi andaikata tenaga saktimu kelak akan
mencapai tingkat kesempurnaan sesudah sepuluh atau
limabelas tahun, itupun tidak ada gunanya. Sebab pada saat
itu, kau tidak akan dapat menolong diri."
"Maksudmu?" Gemak Ideran tak mengerti.
"Pada saat ini hawa beracun Ilmu Batu Panas sudah
mengeram dalam dirimu. Untung saja, kau hanya tersambar
hawanya. Dibandingkan dengan himpunan tenaga saktimu
kini, kadarnya belum dapat merusak jiwamu. Akan tetapi bila
kau biarkan mengeram sampai sepuluh atau limabelas tahun
lagi, akibatnya jauh berlainan. Seperti kataku tadi, kau tidak
akan dapat mengusirnya, meskipun andaikata himpunan
tenaga saktimu sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
Bukankah kakimu kini terasa ringan?"
Gemak Ideran mengangguk. "Rasanya kau seperti tidak menginjak tanah, bukan?"
Kembali lagi Gemak Ideran mengangguk.
"Nah, itulah dia !" ujar Rawayani. "Syukur, engkau tidak
bertempur secara langsung. Karena itu, meskipun aku berhasil
membuat Cing Cing Goling berkecil hati, namun ilmu saktinya
sudah berhasil menggempur keenam lawannya. Mereka bakal
mati dalam waktu pendek. Mungkin tidak sampai dua minggu
lagi. Sebab hawa beracun Batu Panas mengenai jantungnya.
Sebaliknya engkau tidak. Dengan himpunan tenaga saktimu,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kau akan dapat memusnahkan hawa beracun itu walaupun
memerlukan waktu lama. Hawa beracun itu bisa kau tekan
keluar sehingga tidak sampai menjamah jantung. Dengan
begitu, engkau dapat menolong jiwamu. Akan tetapi tidak
dapat menolong kedua kakimu. Kau bakal lumpuh."
Mendengar keterangan Rawayani, Gemak Ideran tercenung
sejenak. Lalu tertawa pedih. Katanya setengah berseru :
"Wah aku bakal tersiksa setiap hari. Hidup begitu, apa sih
enaknya." Setelah berkata demikian, ia memutar tubuhnya kembali
dan melangkahkan kakinya. Pada saat itu timbul niatnya
hendak mengadu jiwa dengan gerombolan orang bertopeng
yang menyerang pesanggerahan.
"Hei ! Kau mau ke mana?" seru Rawayani dengan perasaan
heran. "Secara tidak langsung, Cing Cing Goling sudah meluruskan
jalan hidupku. Ayah-bundaku mati di medan laga. Maka sudah
sepantasnya pula aku mati dalam suatu pertempuran.
Sebentar lagi aku akan membunuh orang-orang yang
menyerang pesanggerahan sebanyak-banyaknya."
Mendengar jawaban Gemak Ideran, Rawayani mendengus.
Serunya : "Apakah jiwamu tidak berharga lagi sehingga engkau akan
bertempur sampai mati " Apakah jiwamu seharga jiwa-jiwa
mereka ?" Mendengar kata-kata Rawayani, hati Gemak Ideran
tercekat. Benarkah harga jiwanya senilai dengan gerombolan
bertopeng itu " Mungkin benar, mungkin pula tidak. Yang
terasa, ia tidak rela. Dibandingkan dengan jiwa ayah-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bundanya yang gugur di medan perang melawan Kompeni
Belanda, masih terpaut jauh maknanya. Tiba-tiba suatu pikiran
menusuk benaknya yang membuat hatinya berdebar-debar.
Pikirnya : "Apakah dia bermaksud hendak menolong aku" Kalau dia
sampai menolong diriku, aku bakal berhutang budi padanya.
Belum lagi membayar lunas janjiku, sudah terbelenggu lagi."
Oleh pikiran itu, ia menghentikan langkahnya. Akan tetapi
mulutnya membungkam. Rupanya Rawayani dapat membaca
hatinya. Dengan langkah pelahan gadis itu menghampirinya.
Berkata dengan tertawa manis :
"Ideran ! Apakah aku boleh memohon sesuatu kepadamu ?"
"Memohon apa ?" Gemak Ideran tercengang. "Sebentar
atau lama, aku akan lumpuh. Ada yang dapat dilakukan oleh
seorang yang lumpuh kedua kakinya ?"
"Seperti bunyi permintaanku pada fajarhari tadi." sahut
Rawayani. "Sudikah engkau membantu aku menuntut balas "
Hidupku tidakkan tenang, sebelum aku mencabut jiwa Cing
Cing Goling." "Aku bisa apa ?" Gemak Ideran tidak mengerti.
"Dengarkan dulu kata-kataku !" tukas Rawayani. "Aku tidak
mengerti Ilmu Sakti Batu Panas. Akan tetapi pada jaman ini,
hanya aku seorang yang dapat mengobati seseorang yang
terkena ilmu beracun itu. A neh, bukan" Begini keterangannya.
Ilmu Sakti Batu Panas itu milik keluargaku. Termuat dalam
empat kitab. Cing Cing Goling mencuri tiga kitab. Tetapi kitab
yang keempat berada di tanganku. Isinya tentang cara
menolong orang yang terpukul hawa Batu Panas. Sekarang
kepandaianku itu akan kutukarkan dengan kesanggupanmu.
Ringkasnya, kita saling tukar-menukar. Engkau bersedia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu aku menuntut balas dan aku akan mengobati
lukamu. Bagaimana ?"
Gemak Ideran adalah seorang pemuda yang cerdas dan
pandai berpikir. Dengan cepat ia dapat menebak apa yang
tersirat di balik ucapan Rawayani. Katanya di dalam hati .
"Hm, betapa mungkin aku bisa membantunya menuntut
balas terhadap Cing Cing Goling. Meskipun aku berlatih sampai
sepuluh atau limabelas tahun lagi, tidakkan mampu. Dia pasti
tahu. Tetapi apa sebab dia meminta diriku untuk
membantunya" Bahkan dia menggunakan istilah memohon.
Apakah dia bermaksud baik dan merendahkan diri" Agaknya
dia tahu, aku akan menolak uluran tangannya. Lalu ia
mengajukan tawaran seolah-olah dirinya yang perlu pertolonganku. Dengan begitu, ia tetap menempatkan berada
di atasnya. Bagus, memang. Tetapi kalau kuterima, bukankah
aku berhutang budi kepadanya?"
"Bagaimana ?" Rawayani mendesak setelah melihat Gemak
Ideran tertegun-tegun. "Bukankah adil ?"
"Rawayani." akhirnya Gemak Ideran membuka mulutnya.
"Sebenarnya engkau mengharapkan apa dariku?"
"Oh, itukah yang kau tanyakan?" Rawayani menyahut
dengan suara agak genit. "Jawabannya, mudah sekali. Itulah
karena kesalahanmu sendiri."
"Kesalahanku?" Gemak Ideran tercengang. "Dalam hal
apa?" "Karena engkau putera Adipati Sawunggaling."
"Lalu kenapa ?"
"Terus terang saja, keluargaku pengagum ayah-bundamu.
Ayah-bundamu gugur di medan perang menghadapi jumlah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawan yang tidak seimbang. Hal itu membuktikan kekerasan
dan keteguhan hati. Dan kekerasan serta keteguhan hati itu
pasti berada pula dalam dirimu. Tegasnya, aku membutuhkan
kekerasan dan keteguhan hatimu. Jelas ?"
"O, jadi engkau mengharapkan pengorbanan" Baik, aku
bersedia berkorban bagimu. Kapan aku harus mati?" sahut
Gemak Ideran dengan suara setengah menggeram.
Rawayani tercengang. Kemudian tertawa geli. Serunya :
"Hei ! Hei ! Siapa yang menyuruhmu mati untukku " Aku
hanya mengharapkan engkau bersedia membantuku. Baiklah,
mari kita berbicara yang jelas dulu ! Kau memang bersedia
mati. Bila engkau mati di tangan Cing Cing Goling, bagimu
sendiri tidak penting. Sebab niatmu ingin mati. Sebaliknya
tidak demikian bagiku. Aku tetap belum dapat menuntut balas.
Kematianmu sendiri belum berarti engkau sudah melunasi
janjimu terhadapku. Karena engkau belum dapat mewujudkan
menuntutkan dendamku. Bukankah aku memohon padamu
agar engkau membantu diriku menuntut balas terhadap Cing
Cing Goling ?" Mau tak mau Gemak Ideran menghela nafas. Ia benar-
benar merasa kuwalahan. Seperti orang berputus asa ia
berkata : "Baiklah. Sekarang apa kehendakmu?" Rawayani tertawa
menang. Sahutnya gembira :
"Berarti engkau sudah menerima permohonanku, bukan"
Nah, selanjutnya bisa diatur."
"Bisa diatur bagaimana ?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau takut mati atau tidak" Kalau tidak takut mati, boleh
melihat apa yang kubawa. Kalau takut mati, pejamkan
matamu !" Panas hati Gemak Ideran. Baru ia hendak mendampratnya,
mendadak ia melihat gerakan Rawayani yang aneh. Gadis itu
merogoh sesuatu yang disembunyikan di bawah sebelah
payudaranya. Ia mengeluarkan sebuah tas yang terbuat dari
anyaman rumput (Keba : bah. Jawa). Sambil membuka tas
rumputnya, ia berkata seraya tertawa :
"Dia akan jadi penurut asal masih merasakan kehangatanku. Dasar laki-laki, sih."
Dengan kedua jarinya, ia menarik seekor ular sebesar jari
kelingking. Panjangnya kira-kira tigapuluh senti. Warnanya
kuning mengkilat keemas-emasan. Di tengah malam gelap
gulita binatang itu seperti membersitkan cahaya kemilau.
"Kau tidak takut, maka aku akan menerangkan. Pokoknya
bisa dilawan dengan bisa. Racun harus pula dilawan dengan
racun, lngat-ingatlah hal itu ! Kau sudah kemasukan hawa
berbisa atau hawa beracun Ilmu Batu Panas. Maka cara
perlawanannya harus dengan bisa pula. Begitu pula, kau kini
sudah merasakan tangan jahat Cing Cing Goling. Maka untuk
membalasnya jangan sok baik hati sok berbelas kasihan.
Bagaimana" Kau takut atau tidak melihat ularku yang berbisa
ini ?" Selagi Gemak Ideran hendak menjawab, tiba-tiba saja
tangan Rawayani sudah bekerja dengan cepat. Ular berbisa
yang berada di antara dua jarinya dipagutkannya di dahinya.
Betapa beranipun seseorang ia akan mengedipkan kedua
matanya begitu tersentuh gerakan tangan orang yang
menerobos masuk di antara kedua matanya. Pada detik itu
pula, Gemak Ideran hanya merasakan suatu sengatan yang
http://dewi-kz.info/

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panas luar biasa melebihi bara api. Barangkali sepanas batu
cap lembu yang merah marong yang diselomotkan. Hampir-
hampir saja ia berteriak kaget. Syukur waktu itu teringatlah
harga dirinya. Dengan mati-matian ia mengeratkan barisan
giginya untuk menahan rasa sakit.
Ternyata Rawayani bekerja sangat sebat. Sebelas kali ia
memagutkan ularnya ke tempat-tempat tertentu. Mulai dari
dahi, sekitar leher dan tengkuknya. Rasa sakit yang
menyengat Gemak Ideran tidak tertahankan. Di dalam hati
Gemak Ideran sudah merasa kalah. Syukur tepat pada detik
itu, Rawayani menghentikan gerakan tangannya, la memeriksa
ularnya. Cahaya kemilau yang tadi membersit dari badan
binatang berbisa itu mendadak buram. Rawayani membantingnya di atas tanah dan diinjaknya sampai berlumat.
"Inilah cara pengobatan yang luar biasa." pikir Gemak
Ideran di dalam hati. Keringat dingin membasahi seluruh
tubuhnya. "Dia menggunakan ular berbisa. Tetapi mengapa
aku patuh padanya?" Hebat pagutan ular berbisa itu. Kalau saja Rawayani
bermaksud jahat, Gemak Ideran sudah tewas tersengat bisa
ularnya. Gemak Ideran mempunyai kesan sendiri terhadap
Rawayani. Gadis itu seperti anak iblis. Tangannya ganas dan
tidak mengenal ampun terhadap lawannya. Tetapi sekali lagi ia
bertanya kepada dirinya sendiri, apa dia percaya kepadanya"
Apakah karena ia takut mati akibat racun Ilmu Sakti Batas
Panas" Lalu mengharapkan malaekat menolongnya melalui
tangan gadis itu " Gemak Ideran benar-benar tidak mengerti dirinya sendiri.
Selagi ia berkutat menahan rasa sakit dan gejolak
perasaannya yang merumun dalam benak dan rongga
dadanya, Rawayani berkata .
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus ! Kau percaya kepadaku. Sekarang, kuminta engkau
menanggalkan bajumu !"
Dengan berdiam diri, Gemak Ideran mematuhi perintah
Rawayani tanpa membantah sedikitpun. Rawayani sendiri,
merogohkan tangannya di dalam tas jeraminya. Kembali lagi ia
menjepit seekor ular yang bercahaya kemilau. Lalu berkata
menggoda : "Eh ! Bagaimana kalau engkau tiba-tiba mati" Terus terang
saja, inilah untuk yang pertama kalinya aku mengobati orang."
Jelas sekali gadis itu sedang menggoda. Akan bukan
mustahil pula berkata dengan sungguh-sungguh. Dengan
begitu berarti, bahwa Gemak Ideran berkedudukan tak beda
sebagai kelinci percobaan. Memperoleh pikiran demikian, tiba-
tiba saja Gemak Ideran dihinggapi rasa takut terhadap gadis
itu. Benar-benar berkesan sebagai iblis yang luar biasa licin
dan ganasnya. Tetapi karena sudah merasa terlanjur,
timbullah tekatnya. Kalau memang harus mati, biarlah mati. Di
dunia ini tiada yang perlu disesalkan, kecuali ketololannya
sendiri. Cap, cap, cap ! Kembali lagi Rawayani memagutkan ularnya
yang berbisa. Mula-mula di atas punggungnya. Lalu memutar
ke dadanya. Karena gadis itu bekerja dengan sungguh-
sungguh dan cepat luar biasa, ia mulai berkeringat pula. Dan
keringatnya tercium oleh pernafasan Gemak Ideran. Itulah
keringat khas seorang gadis. Namun karena terpagut oleh rasa
sakit, tak dapat Gemak Ideran menikmatinya. Sebaliknya pula,
tidak dapat membuang kesan penciumannya.
Sementara itu Rawayani sudah memagutkan sebelas kali.
Begitu cahaya ularnya buram, segera ia membantingnya di
atas tanah dan diinjaknya sampai berlumat. Gemak Ideran
menggigil oleh rasa sakit yang luar biasa. Ia belum mati dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga belum hidup. Dirinya seolah-olah melayang-layang di
antara bumi dan langit. "Bagus ! Kau hebat juga !" Rawayani berseru dengan
tertawa gembira. "Sekarang tinggal seekor. Buka celanamu !"
"Apa" Celanaku?" Gemak Ideran terkejut. "Tidak bisa !
Tidak bisa !" "Kenapa tidak bisa?" Rawayani heran. "Bukankah engkau
mengenakan celana dalam?"
"Betul, tetapi terlalu minim."
Rawayani tertegun sesaat. Lalu setengah membentak :
"Jangan rewel ! Buka celanamu ! Atau aku yang akan
membukanya?" Seumpama di sianghari, warna wajah Gemak Ideran akan
nampak merah membara oleh rasa terkejut, malu dan... ...
Untung waktu itu malam gelap gulita. Meskipun demikian,
mukanya terasa panas. Apalagi mendengar niat Rawayani
hendak memaksa membuka celananya. Daripada dibuka
seorang gadis, bukankah lebih baik dibukanya sendiri" Untung,
dia seorang pemuda yang masih berhati bersih. Agaknya
Rawayani demikian pula, sehingga tidak timbul pikiran yang
bukan-bukan. Atau mungkin pula, karena rasa birahi Gemak
Ideran tidak sempat berkembang oleh rasa sakit yang nyaris
tak tertahankan. Sedang seluruh perhatian Rawayani terpusat
pada cara pengobatannya. Demikianlah akhirnya Gemak Ideran membuka celananya
juga meskipun dengan hati berat dan malu. Begitu celananya
jatuh di atas tanah, yang tertinggal hanya celana dalamnya
yang minim. Tetapi Rawayani tidak membiarkan pikirannya
berkembang lebih lanjut. Pada saat itu, ularnya yang ketiga
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipagutkan lagi mulai dari paha bagian atas sampai ke tumit.
Tiba-tiba Gemak Ideran merasa gatal luar biasa. Rasa gatal
sengatan ribuan semut merah, tetapi yang timbul dari bagian
dalam kulitnya. Bukan main hebat penderitaan pemuda itu.
Menahan rasa gatal lebih sulit daripada berjuang menahan
rasa sakit. Rupanya Rawayani mengerti apa yang terjadi dalam diri
Gemak Ideran. Terus saja ia membantingnya di atas tanah
dengan suatu tendangan tepat. Karena Gemak Ideran tidak
bertenaga lagi, ia jatuh terkapar di atas tanah dengan sangat
mudah. Dan begitu terkapar di atas tanah, Rawayani
menindihnya. Ularnya dipagutkan lagi pada bagian-bagian
tertentu. Setelah cahayanya buram, ia membantingnya di atas
tanah dan diinjaknya sampai lumat.
Selesailah sudah tugasnya mengobati Gemak Ideran yang
terserang hawa beracun Ilmu Batu Panas. Nafasnya kini
memburu. Dan ia membiarkan dirinya duduk di atas punggung
Gemak Ideran untuk sekedar melepaskan lelahnya. Kemudian
perlahan-lahan ia berdiri dan berkata kurang lancar :
"Hanya jenis ular itulah satu-satunya yang dapat melawan
racun Ilmu Batu Panas. Karena engkau hanya terkena
hawanya saja, cukuplah dengan tiga ekor. Sekiranya sampai
menyerang jantung, engkau harus menderita sekian kali lipat."
Gemak Ideran membungkam. Sama sekali ia tidak
membuka mulutnya. Andai kata dia bermaksud berbicarapun
tidakkan berdaya lagi. Seluruh tenaganya seperti terlolosi.
Tetapi pandangan mata dan pendengarannya tidak berkurang
sedikitpun. Sekarang ia makin yakin, bahwa gadis itu
bermaksud baik terhadapnya, meskipun hatinya kurang puas
karena merasa diperlakukan sebagai anak kemarin sore.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah sebabnya aku menyatakan, bahwa pada jaman ini
hanya aku seorang yang dapat menolong seseorang yang
terpukul Ilmu Sakti Batu Panas. Sebab di seluruh dunia ini,
hanya keluargaku yang memelihara jenis ular itu. Hai, kenapa
engkau tengkurap saja, Duduklah bersemadi dan salurkan
nafasmu untuk mendorong peredaran darahmu !"
(Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid IX Rasa gatal itu memang luar biasa. Syukur hanya berlaku
sekejap mata saja. Mungkin karena hawa beracun yang
mengeram di dalam dirinya belum cukup kuat sehingga dapat
terusir bisa ular dengan mudah. Meskipun demikian, tatkala
Gemak Ideran mencoba duduk, seluruh tubuhnya menggigil
tak ubah seorang kakek yang terkena penyakit berat dan
sedang mencoba menggerakkan anggauta badannya. Namun
Gemak Ideran tidak mau kalah menghadapi kenyataan itu.
Dengan mengeretak giginya, ia mengumpulkan segenap
tenaganya. Lalu duduk bersila dan mencoba bersemadi.
"Hai !" ia bergembira di dalam hatinya. Tiba-tiba saja
pernafasannya terasa menjadi longgar dan nyaman. Terus
saja ia mulai mengamati peredaran darahnya. Meskipun agak
lambat tetapi terasa makin lancar. Akhirnya hawa panas yang
Sebentar tadi terasa mengganggu kedua kakinya tiada lagi.
Terus saja ia bermaksud hendak berdiri. Tiba-tiba Rawayani
membentak : "Hai ! Jangan menggerakkan anggauta tubuhmu ! Kau mau
mati" Pada saat ini, hawa racun Ilmu Batu Panas belum
musnah benar-benar dari tubuhmu. Bersemadilah terus !"
Oleh bentakan Rawayani, Gemak Ideran membatalkan
niatnya. Kembali lagi ia memusatkan diri. Sebentar tadi ia
sudah merasakan rasa nyaman. Tetapi kini justru sebaliknya.
Peredaran darahnya jadi kacau balau seperti medan perang.
Apakah akibat pertempuran antara racun Batu Panas melawan
bisa ular" Ia tidak sempat untuk main tebak-tebakan. Yang
terasa, nalurinya mengajak dirinya untuk bertahan sekuat
mungkin. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hebatnya hawa beracun Batu Panas mempunyai sifat yang
berubah-rubah." Terdengar Rawayani berkhotbah. "Sebenarnya yang membuat dirimu terkena hawa beracun
Batu Panas adalah gerakan perlawanan Tambal Pitu terhadap
kedua lawannya. Terutama sewaktu dia melawan Surajaya.
Dia terpaksa menggunakan Ilmu Sakti Batu Panas tingkat lima.
Hawa pukulannya sudah cukup membunuh lawan. Pada waktu
itu kita masih saja bersembunyi di dalam kamar. Bukankah
begitu" Tetapi karena ilmu yang dimiliki Tambal Pitu berasal
dari Cing Cing Goling, maka aku menyebutnya sebagai biang
keladinya. Tidak salah, bukan?"
Gemak Ideran tidak berani membagi perhatian. Tetapi
pendengarannya yang tidak kurang suatu apa tetap saja dapat
menangkap setiap patah kata Rawayani. Gadis itu rupanya
ingin memperbaiki kata-katanya dengan alasannya sendiri. Ia
menyebut-nyebut Cing Cing Goling sebagai penyebabnya.
Mungkin dimaksudkan untuk lebih mengesankan dirinya
betapa berbahaya racun yang mengeram di dalam dirinya.
Kalau kini dikatakan akibat dari pukulan-pukulan Tambal Pitu
yang menggunakan Ilmu Batu Panas tingkat lima, itupun tidak
mengubah makna sebenarnya. Diapun menyaksikan betapa
tangguh Tambal Pitu sewaktu melawan Tunggul Tuban dan
Surajaya. Yang perlu diingat-ingat adalah perangai, sifat dan
tabiat Rawayani. Ucapan dan kata-katanya bisa berubah setiap
waktu. Suara hatinya membisiki, agar mulai saat itu ia harus
berhati hati dan berwaspada terhadapnya. Baik mengenai
tingkat lakunya maupun ucapannya
Tetapi justru dia memperoleh sikap batin demikian.
Rawayani tidak berbicara lagi. Gadis itu tiba-tiba melangkahkan kakinya. Pada langkahnya yang keempat ia
membalikkan tubuhnya dan berkata :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau perlu mengisi perutmu agar memperoleh tenaga. Kau
tunggulah sebentar ! Aku sudah menyediakan. O ya...... kau
masih ingat di mana aku melumatkan ularku, bukan " Kalau
kau sudah dapat bergerak, jangan sekali-kali melintasi. Sisa
racunnya masih berbahaya sedangkan tubuhmu tidak
memerlukan lagi. Sisa racun baru menguap sirna, manakala
kena cahaya matahari"
Sebenarnya mendongkol hati Gemak Ideran. la merasa
dirinya diancam oleh sangsi-sangsi tertentu. Tetapi karena
tidak berani membagi perhatian, ia membiarkan Rawayani
pergi meninggalkan dirinya di tengah ladang belukar. Kira-kira
seperempat jam lagi, hilanglah semua goncangan yang terjadi
dalam tubuhnya. Sedikit demi sedikit ia merasa mulai pulih
sendiri. Hanya saja, tiba-tiba ia merasa agak mual seperti ingin
berlontak. Celakanya rasa ingin berlontak itu kurang kuat
tenaga dorongnya, sehingga terasa hanya menyumpal
bagaikan gumpalan hawa belaka.
Tiba-tiba suatu ingatan menusuk benaknya. Bukankah ia
sudah terlalu lama meninggalkan pesanggerahan" Celaka,
pikirnya. Memperoleh pikiran demikian, hatinya gelisah luar
biasa. Ia mencoba menggerakkan tangannya. Rasanya tiada
halangannya. Hanya saja masih lemah. Lalu kedua kakinya.
Juga tiada halangannya. "Kalau begitu aku bisa kembali ke pesanggerahan, selagi
dia tidak berada di sini." pikirnya di dalam hati.
Pelahan-lahan ia berdiri dan mengenakan celananya. Lalu
merapihkan diri. Terasa sekali betapa lunglai seluruh anggauta
badannya. Ia jadi cemas sendiri. Dalam keadaan demikian,
dapatkah ia bertempur membantu Diah Windu Rini dan Niken
Angga" Ia berbimbang-bimbang. Tiba-tiba jiwa satrianya tidak
mengijinkan. Pikirnya lagi di dalam hati :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mati bukan soal bagiku. Akan tetapi seorang satria tidak
boleh mengecewakan orang yang sudah menolong dirinya.
Betapapun juga, aku sudah berhutang budi padanya. Biarlah
aku menunggunya sampai dia kembali. Pada saat itu, aku
akan mohon diri." Karena memperoleh pertimbangan demikian, ia membatalkan niatnya meskipun hatinya gelisah bukan main.
Untuk menenteramkan keadaan hatinya, ia duduk bersemadi
kembali. Setengah jam kemudian, Rawayani datang kembali
dengan menenteng sebuah keranjang. Seperti seorang isteri
mengirimkan rantang makanan kepada suaminya yang bekerja
di sawah, gadis itu lantas saja duduk tak jauh daripada Gemak
Ideran. Dengan cekatan ia mengeluarkan dua bungkus nasi
dan lauk-pauknya. Katanya :
"Nih kubawakan sebotol minuman pula. Lauk pauknya
terdiri dari ayam dan daging goreng. Kau harus memakannya
habis, agar memperoleh tenagamu kembali."
Gemak Ideran menerima angsuran bungkus nasi dan
lauknya. Ia membukanya dan mencium bau sedap yang
membuatnya perutnya terasa lapar. Terus saja ia mulai makan
dan menggeragoti paha ayam. Rawayani ikut makan pula
sambil berbicara. Katanya :
"Aku tahu, kau putera Adipati Sawunggaling. Tetapi engkau
baru mengenal namaku. Mungkin pula kau sempat mendengar
nama ayahku. Cing Cing Goling menyebut diriku anak
Dipayuda. Tetapi sesungguhnya tidak. Aku puteri Kediri.
Kakekku pernah menjabat sebagai Adipati Bandawasa Menurut
kabar, kakeklah yang menyimpan pedang pusaka Sangga
Buwana." "Menurut kabar, katamu?" Gemak Ideran menegas.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, karena waktu itu aku belum dilahirkan." Rawayani
menjawab sambil mengunyah nasinya.
"Kau berkata, guru Cing Cing Goling mencuri kitab Ilmu
Sakti Batu Panas dari kakekmu. Benarkah itu?"
"Benar." Rawayani menentangnya dengan pandang berkilat-kilat. "Guru Cing Cing Goling adalah pelayan kakek.
Setelah kakek terbunuh, ayah pindah ke Kediri. Di kota itu,
aku dilahirkan." "Apakah ayahmu seorang adipati pula?"
"Bukan. Ayah hanya seorang Bupati. Bupati Kediri untuk
beberapa tahun lamanya. Sebab pada suatu hari Cing Cing
Goling membunuhnya. Lalu aku dibawa Ibu mengungsi ke
Kartasura. Di Ibukota itu aku dipungut sebagai anak Panglima
Dipayuda. Sebenarnya hidup ibu sudah layak. Akan tetapi ibu
tidak pernah melupakan dendamnya terhadap Cing Cing
Goling yang merusak kebahagiaan hidup kami sekeluarga.
Maka aku diwajibkan untuk menuntut dendam. Kau mau
membantuku, bukan?" Gemak Ideran berhenti mengunyah. Ia menatap wajah
Rawayani yang bersembunyi di blaik tirai malam. Namun ia
masih ingat, wajah Rawayani sangat cantik. Sekarang ia
mendengar riwayat keluarganya yang mengharukan. Tiba-tiba
saja hatinya menjadi iba. Barangkali oleh rasa iba itu, tiba-tiba
ia berkata : "Aku akan menemanimu dan akan membantumu menuntut
dendam keluargamu." Mendengar ucapan Gemak Ideran, Rawayani meletakkan
bungkusan nasinya di atas pangkuannya. Ia membalas
tatapan Gemak Ideran. Andaikata di sianghari Gemak Ideran
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan melihat betapa cerah dan berbahagia pancaran
wajahnya. "Ideran ! Aku tahu hatimu mulia." katanya dengan tertawa
manis luar biasa. "Karena itu, biarlah kudongengkan. Meskipun
aku dibesarkan di Kartasura, akan tetapi sanak keluarga ibu
berada di Kediri. Seringkali aku berada di Kediri. Bahkan
pernah untuk beberapa bulan. Ayah ibu, jadi kakekku juga,
berdiam di sekitar Goa Mangleng. Di sekitar goa itu, aku
memelihara ular-ularku. Kau ingin tahu nama ularku yang
istimewa tadi" Kakek menamakah Ular Locaya. Menurut
kepercayaan penduduk, itulah binatang piaraan Buta Locaya
pada jaman Sri Apanji Jayabaya. Barangsiapa kena pagutnya
akan menjadi budak Buta Locaya seumur hidupnya."
Mendengar kata-kata yang terakhir itu, hati Gemak Ideran
tercekat. Apakah Rawayani sedang menyindirnya" Dia-pun
sudah terpagut ular berbisa Locaya. Tadi menyatakan sanggup
akan membantu menuntutkan dendam gadis itu. Bukankah dia
sudah jadi budaknya" Atau.... atau...... sesungguhnya bisa
ular berbahaya itu sudah mengeram dalam dirinya, sehingga
mau tak mau ia harus menjadi budak Rawayani demi
memperoleh obat pemunahnya" Memperoleh pikiran demikian,
darahnya bergolak hebat dan tiba-tiba hatinya jadi panas.
"Kau telah merebut jiwaku. Maka sudah sepantasnya aku
menjadi budakmu," ujarnya setengah bergumam.
Rawayani tertawa geli. Sahutnya :
"Kau sendiri lho yang berkata. Bukan aku ! Kalau kau
kuanggap budakku, mustahil aku sudi mengobatimu dengan
tanganku sendiri. Tentunya hatimu kini ikut mengutuk Cing
Cing Goling yang menjadi biang keladinya sampai engkau
perlu menerima bantuanku. Tetapi aku tidak merasa
membantumu atau menolongmu. Aku justru sedang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengadakan tukar-menukar jasa. Aku mengobatimu dan
engkau membantuku kelak. Dimanakah ada kata-kata budak
atau bertujuan membuatmu menjadi budakku" Bahkan akulah
yang memohonmu." Dibantah demikian lamunan pikiran yang memenuhi benak
dan hatinya jadi buyar. Namun masih saja ia mencoba. Sambil
melemparkan tulang paha ayam, ia berkata :
"Kau tahu, aku tidak berdaya menghadapi Cing Cing Goling.
Bahkan berlawan-lawanan dengan Tambal Pitu, tidak mampu.
Buktinya aku terkena hawa beracunnya tanpa kusadari. Lalu
kau mengharapkan aku membantumu. Meskipun kau
menghendaki diriku untuk ikut membalaskan dendam, apa sih
kebiasaanku kalau bukan hanya untuk menjadi budakmu?"
"Tentu saja bukan malam ini, besok, lusa, sebulan lagi atau
satu tahun lagi. Tetapi setelah engkau berkepandaian tinggi
melebihi kepandaian Cing Cing Goling," sahut Rawayani
dengan cepat. "Nah, pada saat itulah engkau kumohon
menuntutkan dendamku."
Mendengar ucapan Rawayani, tak dikehendaki sendiri
Gemak Ideran tertawa. Katanya dengan suara tawar :
"Rawayani, biarlah aku berbicara terus terang. Andaikata
aku berlatih duapuluh tahun lagi, kepandaianku tidak akan
bisa menandingi kepandaian Cing Cing Goling. Sebab, seperti
katamu tadi, kepandaian Cing Cing Goling maju pesat pula
dalam waktu duapuluh tahun lagi."
Rawayani tertawa. Sahutnya : "Ilmu Sakti Batu Panas kau
akui sebagai ilmu yang dahsyat, bukan" Memang duapuluh
tahun lagi, kau tetap bukan tandingnya. Tetapi kau lupa,
bahwa ilmu saktinya berasal dari keluargaku."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh ! Jadinya engkau mengharapkan aku mempelajari ilmu
pemunahnya dari tanganmu" Kesana kemari, akhirnya aku toh
akan menjadi budakmu, bukan?" Gemak Ideran mendongkol.
"Bukan ! Bukan !" ungkas Rawayani. "Sudah pernah
kukatakan padamu, kakek sendiri tidak kuasa melawan. Berarti
keluarga kami tidak mempunyai ilmu pemunahnya."
"Lalu?" "Kau pernah mendengar nama Empu Kapakisan" Dia
seorang sakti luar biasa yang hidup pada jaman Majapahit.
Kau pernah pula mendengar kesaktian Pangeran Jayakusuma"
Ilmu saktinya berada jauh di atas kepandaian Cing Cing
Goling. Artinya, di dunia ini masih terdapat ilmu kepandaian
yang berada jauh di atas ilmu kepandaian Cing Cing Goling.
Karena itu, engkau tidak perlu berkecil hati."
"Baiklah." potong Gemak Ideran. "Jadi aku kau suruh duduk
melamunkan kesaktian-kesaktian orang jaman dulu"."
"Bukan ! Bukan begitu ! Tetapi pada suatu kali kau akan
kuajak mencari ilmunya."
"Maksudmu ilmu warisan Pangeran Jayakusuma atau Empu
Kapakisan?" "Juga bukan. Tetapi ilmu kepandaian seorang maha-sakti
yang bermukim di atas puncak Gunung Lawu. Jika engkau
sudah berhasil mewarisinya, kepandaian Cing Cing Goling
tidak berarti lagi bagimu. Dia ibarat tembakau yang bisa kau
pilin-pilin." Gemak Ideran tertawa. Hatinya makin mendongkol.
Sahutnya : "Wah, tentunya dia seorang maha pendekar yang maha
sakti." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja." "Tentunya kau sudah tahu di mana dia berada."
"Tentu saja." "Kalau sudah tahu, mengapa mengajak diriku" Warisi lah
sendiri! Apa perlu membagi rejeki kepadaku."
Rawayani tertawa. Katanya : "Karena aku membutuhkan
bantuanmu." "Dalam hal apa aku bisa membantumu?"r
"Sebab tempatnya sangat sulit. Binatangpun tiada. Hanya
seorang yang tabah, ulet dan keras hati sajalah yang
kemungkinan besar bisa mencapai tempat itu. Dan orang itu
haruslah engkau." "Kenapa aku?" "Seperti kataku tadi, karena engkau putera Adipati
Sawunggaling yang berhati jantan, berani, tabah dan keras
hati." Gemak Ideran mengeluh. Tiba-tiba saja ia merasa sebal.
Dan tiba-tiba pula teringatlah ia kembali kepada ancaman
orang-orang bertopeng yang akan menyerang pesanggerahan.
Barangkali mungkin sudah terjadi. Terus saja ia berdiri dan
melangkahkan kakinya. "Hei, mau ke mana?"
Gemak Ideran menghentikan langkahnya. Menyahut : "Oh
ya, aku mohon diri."
"Hei bukankah engkau sudah menyatakan sanggup hendak
membantuku membalas dendam?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Janjiku akan kutepati. Tetapi satu bulan lagi aku baru bisa
menyertaimu." "Kenapa satu bulan lagi?"
"Malam ini aku harus cepat-cepat balik ke pesanggerahan."
"Kenapa satu bulan lagi?"
Gemak Ideran menyenak nafas. Menjawab :
"Taruhkata aku selamat, aku harus menyertai Niken pulang
ke Kartasura. Eh tidak ! Mungkin sekali dia menghadang
ayahnya di Gunung Lawu."
"Lalu sekarang engkau hendak bertempur melawan orang-
orang bertopeng?" Gemak Ideran mengangguk seraya berkata :
"Sekarang aku mohon diri."
Setelah berkata demikian, ia memutar tubuhnya dan
melangkahkan kakinya. Tiba-tiba Rawayani berseru lantang:
"Aku melarangmu balik ke pesanggerahan."
"Apa?" Gemak Ideran terperanjat. Sama sekali tak
diduganya Rawayani berkata demikian. Bukankah Diah Windu
Rini dan Niken Anggana berada dalam bahaya" Ia memutar
tubuhnya sedetik dua detik. Lalu balik kembali dan
melanjutkan langkahnya yang sempat merandek. Namun pada
saat itu, suatu kesiur angin menghantam dirinya. Ia terkejut.
Tangannya menangkis. Tetapi ternyata tiada tenaganya. Andai
kata pun masih bertenaga, diapun tidak sempat mengelak.
Sebab serangan itu datangnya secara mendadak dan luar
biasa. Dan yang menyerang adalah orang yang sama sekali
tak diduganya. Dialah Rawayani yang sebentar tadi menolong
dirinya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran tidak sempat memekik. Penglihatannya gelap
dengan mendadak. Setelah itu tak sadarkan diri. Sebab
pukulan itu tepat mengenai ulu hatinya. Tatkala siuman
Kembali, ternyata ia menelungkupi tanah. Tirai malam tiada
lagi. Sebagai gantinya ia merasa suatu kehangatan yang
nyaman. Itulah cahaya matahari di pagihari.
"Hei ! Pagi !" ia terkejut bukan kepalang, la mencoba-coba
mengingat-ingat apa yang sudah terjadi pada dirinya. Gerakan
tangan Rawayani masih sempat terbayang. Gerakan tangan
yang menghantam ulu hatinya. "Mengapa aku belum mati"
Apakah aku sedang bermimpi?"
Gugup ia merangkak bangun dan memandang alam
sekitarnya. Ia menjumput tanah dan dimasukkan ke dalam
mulutnya, la mengunyahnya sambil mencubit lengannya.
Rasa. inderanya masih bekerja baik. Berarti bukan mimpi.
Segera ia menyemburkan gumpalan tanah yang dikunyahnya.
Lalu memeriksa sekelilingnya. Ia melihat segumpal darah hijau
kehitam-hitaman. Darah siapa" Segera ia mengusap mulutnya
dengan lengan bajunya. "Darah ! Jadi darahku?" ia terlongong.
Ia tidak percaya, akan tetapi lengannya membawa warna
darah setelah diusapkan pada mulutnya. Sewaktu hendak
mengulangi, matanya melihat secarik

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kertas. Ia memungutnya. Ternyata terdapat dua baris kalimat yang
berbunyi: "Berangkat bila gumpalan racun berdarah sudah terlontak.
Satu bulan lagi aku akan mencarimu."
Membaca bunyi kalimat itu, Gemak Ideran tertegun-tegun.
Sekarang, mengertilah dia. Rupanya Rawayani tahu, dirinya
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum bebas benar dari ancaman racun. Kemudian Rawayani
menghantam ulu hatinya. "Aku jatuh tak sadarkan diri. Pada waktu itu mungkin sekali
aku melontakkan darah segar. "Ia mencoba mengerti. "Bukan
mustahil gumpalan racun ikut terlontak keluar."
Teringatlah dia, bahwa ia merasa mual ingin lontak saja
sebelum Rawayani datang membawa bungkusan nasi dengan
lauk-pauknya. Oleh suatu pembicaraan yang tegang rasa
mualnya untuk sementara terlupakan. Rawayani rupanya
memandang perlu untuk segera melontakkannya. Untuk
membuktikan hal itu, Gemak Ideran menyedot nafas
sepanjang-panjangnya. Ternyata rongga dadanya terasa
longgar sekali dan nyaman. Bahkan ia merasa pulih kembali
seperti sediakala. Justru demikian, teringatlah dia kepada Diah
Windu Rini dan Niken Anggana.
"Aduh, celaka !" ia berseru kaget. Seketika itu juga,
wajahnya memucat. "Kalau, sampai terjadi apa-apa, aku akan
bunuh diri. Ayunda Windu Rini! Niken ! Aku membuatmu
kecewa........." Terus saja ia lari sekencang-kencangnya. Tiada lagi
pikirannya terusik apa sebab dia dapat lari begitu kencang.
Seluruh pikirannya terpusat pada rasa cemas yang
menghantui. Dia harus dapat mencapai pesanggerahan
secepat mungkin. Tetapi begitu pesanggerahan nampak di
depan matanya, hati dan darahnya bergolak hebat.
Pesanggerahan itu nampak sunyi senyap tak ubah sebuah
kuburan. Justru kesunyiannya itulah yang membuat bulu
kuduk Gemak Ideran bergeridik. Tanpa berpikir panjang lagi,
langsung saja ia memasuki halamannya. Lalu menerobos pintu
penghubung. Tiba-tiba saja suatu penglihatan membuat
langkah kakinya terhenti. Dua belas orang yang mengenakan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
topeng mati berserakan. Di antara mereka terdapat dua orang
yang dikenalnya. Merekalah si Jakun dan Endang Maliwis.
Entah apa sebabnya, hatinya lega berbareng kebat-kebit.
"Mereka semua memang bukan lawan ayunda Diah Windu
Rini. Tetapi benarkah mereka mati begitu mudah" Disini pun
tiada tanda-tanda bekas pertempuran seru !"pikirnya.
"Jangan-jangan........"
Ia tidak menyelesaikan kata hatinya sendiri. Terus saja ia
memasuki kamar Diah Windu Rini. Kamar itu lengang. Juga
tidak terdapat barang bawaan Diah Windu Rini dan Niken
Anggana. Ia tercengang. Suatu teka-teki yang semrawut
membuat ia tertegun-tegun beberapa saat lamanya. Lalu
larilah ia memeriksa kamarnya sendiri. Barang bawaannya
masih utuh tak tersentuh. A pa artinya ini semua"
Suatu ingatan membuatnya ia lari ke belakang. Ia mencari
pelayan dan pengurus pesanggerahan. Ternyata mereka
kedapatan mati tersungkur dengan mata terbelalak. Ah ! Siapa
yang membunuh mereka" Sekarang ia lari lagi memeriksa
kandang kuda. Ternyata kuda Diah Windu Rini, Niken Anggana
dan kudanya sendiri mati pula.
"Kalau begitu ......" ia mengurungkan dugaannya sebelum
mengadakan penyelidikan yang cermat. Maka dengan kepala
berteka-teki ia menghampiri tiga ekor kuda yang mati
melintang. Sama sekali binatang-binatang itu tidak terluka.
Tubuhnya masih utuh. Hanya saja, matanya terbelalak seperti
terkejut dan kesakitan. Sekarang ia tidak ragu-ragu lagi.
Katanya di dalam hati : "Kalau begitu, mereka semua mati terkena racun atau
terkena sesuatu yang hebat. Tetapi kalau benar demikian, apa
sebab tidak terdapat ayunda Windu Rini dan Niken Anggana di
antara mereka" Masakan racun bisa pilih kasih?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memperoleh pikiran demikian, ia kini jadi penasaran.
Kembali lagi ia mengamati mayat-mayat yang mati
berserakan. Merekapun mati tanpa menderita luka. Ah !
Masakan mereka mati dicekik hantu" Tiba-tiba suatu bayangan
berkelebat di dalam benaknya. Benarkah hasil pekerjaannya"
Untuk meyakinkan hatinya, ia memasuki kamarnya.
Buntalan pakaiannya, uang dan senjatanya masih berada di
tempatnya. Kemudian ia melihat sesuatu yang membuatnya
meremang. Di atas meja terdapat bangkai ular yang mati
berlumat. "Rawayani!" tak terasa terloncatlah ucapannya.
Meskipun semalam ia tidak sempat melihat ular berbisa
piaraan Rawayani, tetapi cara matinya membuat ia yakin. Ia
menghampiri hendak memeriksanya. Di atas alas meja
terdapat guratan huruf yang menambah keyakinannya. Begini
bunyinya : "Apa sih susahnya membunuh cecurut" Ingat satu
bulan lagi." Begitu membaca tulisan itu, ia tertegun tak ubah sebuah
boneka yang tidak pandai berbicara. Siapa lagi yang menulis
kalimat demikian, kalau bukan Rawayani" Sebab perjanjian
satu bulan itu, hanya dia seorang yang tahu. Tak terasa ia
merenungi bangkai ular yang mati terlumat di atas meja.
Kepalanya dibiarkan utuh. Mungkin dimaksudkan sebagai
suatu peringatan atau suatu pemberitahuan.
"Memang ular ini bisa membunuh sebelas orang sekaligus
sebelum cahayanya buram. Dengan melepaskan dua ekor
saja, sudah membuat duapuluh dua orang terenggut jiwanya.
Apakah ayunda Diah Windu Rini dan Niken Angga-na
mengalami nasib yang sama?" pikirnya kacau.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian hatinya penuh harap. Rawayani pernah
menolong Diah Windu Rini dan Niken Anggana secara tak
langsung. Kemungkinan besar, ularnya tidak dibiarkan
memagut mereka berdua. "Ih ! Sebenarnya dia seorang iblis atau bidadari penolong?"
ia berkomat-kamit. Mendadak saja ia dihinggapi rasa takut luar biasa terhadap
gadis itu. Padahal satu bulan lagi, ia akan bertemu dan bakal
mengikuti kemauannya. Rasanya tiada faedahnya ia akan
bersembunyi. Rawayani toh pasti akan dapat menemukan.
Hai, mengapa dunia ini mendadak saja terasa menjadi sempit"
(Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
13. BATU KARANG DI ATAS GUNUNG
DENGAN MEMANGGUL bungkusan pakaiannya, Gemak
Ideran meninggalkan pesanggerahan. Ia mengarah ke Barat
Daya. Kecuali menjauhi jalan besar, ia mempunyai alasannya
sendiri. Sebenarnya hanya main untung-untungan. Diah Windu
Rini dan Niken Anggana pasti melanjutkan perjalanannya ke
Kartasura. Mengingat kuda mereka mati terpagut ular
Rawayani, tentunya belum jauh meninggalkan pesanggerahan.
Kecuali bila mereka membeli kuda baru. Lalu teringatlah dia,
Niken Anggana akan menunggu ayahnya di lembah Gunung
Lawu. Berdasarkan ingatannya itu, ia kini mulai memasuki
lembah Gunung Lawu. Dalam hal ini ia merasa malu sendiri.
Malu terhadap Rawayani. Sebab gerak-gerik gadis itu
mengambah jalan yang pasti dan diperhitungkan. Seblaiknya,
dirinya tidak. Ia tidak terlalu pasti. Bukan mustahil, Diah
Windu Rini menolak memasuki lembah Gunung Lawu
walaupun Niken Anggana menghendaki demikian.
Selain itu, ia sesungguhnya buta terhadap situasi yang
sedang terjadi. Pemberontakan Sunan Garendi hanya
didengarnya sepintas dari tutur-kata pedagang keliling
Tameng di atas perahu. Sunan Garendi dibantu laskar Cina,
pelarian dari Jakarta. Mengapa demikian" Sebab antara tahun
1740 -1743 Kompeni Belanda bertindak sewenang-wenang
terhadap masyarakat Cina di Jakarta. Mereka ditangkapi,
disiksa, disembelih, dikejar-kejar dan dibuang ke Sri Langka.
Terdengarlah kabar angin, mereka yang kena hukum buang
sebenarnya mati diceburkan di tengah lautan. Demi
menghadapi perlakuan Kompeni Belanda, masyarakat Cina
(Tionghoa) bersatu-padu mengangkat senjata. Gubernur
Valckenier memerintahkan pembinasaan. Kampung Cina
dibakar dan pada tahun 1740 ribuan orang Cina mati
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disembelih. Sudah begitu, harta-bendanya dirampok dan
dirampas. Tentu saja masyarakat Cina yang tersebar di beberapa kota
pantai seperti Pekalongan, Rembang, Juwana, Cirebon,
Semarang tidak tinggal diam. Mereka berontak dan
mengepung Semarang. Kebetulan sekali salah seorang putera
Amangkurat IV yang bernama Garendi kurang puas terhadap
perlakuan ayahandanya terhadapnya. Dengan membawa
laskarnya ia berontak dan mundur sampai di Pekalongan.
(Lantas saja laskar Cina membantunya. Dengan demikian,
tergabunglah laskar Jawa dan laskar Cina. Sebenarnya, tujuan
Laskar Cina melawan Kompeni Belanda. Karena pusat
pemerintahan Kompeni Belanda berada di Semarang dan
Kartasura, maka mereka menyerbu kota Semarang dan
Kartasura pula. Penyerbuan laskar gabungan Sunan Garendi mengalutkan
pemerintahan Kartasura. Penduduk lari pontang-panting ke
luar kota. Demikian pulalah orang-orang Istana. Banyak di
antara mereka yang tertangkap dan terbunuh. Dan peristiwa
itu mengejutkan seluruh penduduk wilayah kerajaan.
Mereka ke luar jalanan dengan tujuan yang masih kacau-
balau. Itulah sebabnya Gemak Ideran menjauhi lalu-lintas
umum atau jalan-jalan besar yang dilalui laskar pemerintah.
Tetapi justru karena peristiwa itu pula, Gemak Ideran
bertambah pengetahuannya. Dari tutur-kata orang ia
mendengar kabar tentang kalutnya penduduk ibu Kerajaan.
Dari tutur-kata mereka pula, ia mendengar kabar Paku
Buwana II dilarikan mengarah ke Selatan. Tujuannya ke
Surabaya. Tentunya harus melintasi lembah Gunung Lawu.
Itulah sebabnya, hatinya bertambah mantap. Ia percaya pada
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu kali pasti akan dapat bertemu dengan Diah Windu Rini
dan Niken Anggana. "Betapapun pandai Rawayani, dia bukan siluman dalam arti
sebenarnya atau bidadari yang bermata dewa. Pastilah dia
perlu bertanya-tanya dulu atau menyaring percakapan orang,"
ia berpikir di dalam hati. Maka mulailah ia mencari keterangan
tentang Diah Windu Rini dan Niken Anggana. Namun mereka
semua tiada yang bisa memberinya petunjuk.
"Niken Anggana puteri Haria Giri seorang ahli pedang dan
Komandan Pengawal Sri Baginda. Pastilah dia berada pula di
lembah Gunung Lawu. Maka tepatlah dugaan Niken Anggana,
bahwa ayahnya pasti melintasi lembah gunung Lawu," ia
yakin. Begitu menyebut-nyebut Niken Anggana, wajah gadis yang
sangat cantik itu terbayang kembali di telapak matanya. Dia
lembut. Dia masih muda belia. Walaupun demikian, sikap
hidupnya bersedia mengalah terhadap siapapun. Itulah sifat
seorang Ibu Sejati yang menjadi idaman hatinya. Tiba-tiba
teringatlah dia kepada cerita Ki dalang Gunacarfta tentang
pendekar Sondong Landeyan. Bukan mustahil pula, Niken
Anggana mengarah ke permukimanku dengan alasannya
sendiri. Akan tetapi........apakah Diah Windu Rini akan
mengijinkannya" Dan begitu teringat akan watak dan sifat Diah Windu Rini,
mendadak saja bayangan Rawayani muncul di depannya.
Terus-terang saja, ia belum sempat melihat wajah dan
perawakan Rawayani secara jelas. Dua kali ia berjumpa dan
berdekatan. Akan tetapi di malam hari. Meskipun demikian
kesannya sangat hebat di dalam perbendaharaan hatinya.
Kecantikannya mungkin sebanding dengan Niken Anggana.
Cara berpikirnya tidak berbeda jauh dengan Diah Windu Rini.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan begitu, peribadi Rawayani adalah gabungan antara
peribadi Diah Windu Rini dan Niken Anggana.
Munculnya bayangan Rawayani di depan matanya,
membuat hatinya risau kembali. Teringatlah dia akan sepak-
terjangnya yang aneh dan menakutkan. Dan sebentar lagi dia
bakal jadi budaknya. Mengapa tidak" Rawayani yang cerdik
pastilah akan mencari dalih-dalih tertentu yang mengikatnya
terus-menerus. Selain itu, ia jadi tidak mengerti akan dirinya
sendiri. Setiap kali bertemu dengan Rawayani, tiba-tiba sikap
hatinya jadi berubah, la jadi ikut-ikutan liar pula. Mengapa"
Kenapa" Karena tidak pandai menjawab masalahnya sendiri, ia jadi
jengkel. Lalu uring-uringan. Akhirnya mengumbar gejolak
hatinya. Tak terasa ia lantas menyanyi panjang dan pendek.
Tiba-tiba ia mendengar beberapa penunggang kuda hendak
melintasinya. Agaknya mereka tertarik kepada pakaian yang
dikenakannya, goloknya dan bungkusan pakaian yang
dipanggulnya. Mereka menoleh. Aneh ! Begitu melihat dirinya,
mereka seperti terkejut. Terus, saja mereka mengaburkan
kudanya. "Siapa mereka?" Gemak Ideran tertarik, la berpikir sejenak.
Lalu berkata di dalam hati : "Pada jaman kalut ini, agaknya
siapapun tidak dapat menetapkan siapa lawan dan siapa
kawan. Aku menyandang senjata tajam. Tentunya mereka
mengira aku salah seorang anggauta laskar lawannya. Entah
siapa lawan mereka hanya mereka sendiri yang tahu."
Memang pada saat itu orang-orang gagah saling curiga-
mencurigai. Kalau mau jujur sebenarnya dimulai semenjak
jaman Amangkurat II tatkala pecah perang antara Untung
Surapati melawan Belanda. Pangeran Puger, adik Amangkurat
berpihak kepada Untung Surapati. Bahkan di kemudian hari


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat diri sebagai Raja Paku Buwana Pertama di
Semarang. Itu terjadi, sewaktu Amangkurat Mas naik tahta.
Dan saling curiga dan saling bermusuhan berlanjut pada
jaman Amangkurat IV atau Sunan Prabu atau yang disebut
pula Amangkurat Jawi. Pada jaman pemerintahannya,
muncullah Patih Danureja yang menggalang kelompok
pendukungnya. Kini ditambah dengan kelompok-kelompok lain
yang saling berebut kekuasaan. Belum lagi teratasi, terjadilah
peristiwa penyerbuan Laskar Sunan Garendi. Laskar penopang
Kerajaan pecah menjadi beberapa bagian. Yang setia kepada
pengganti Patih Danureja. Yang berpihak kepada Pangeran
Mangkubumi. Yang sudi menghamba kepada Kompeni
Belanda. Dan yang ikut Sunan Garendi. Mereka semua terdiri
dari orang peribumi yang sama warna kulitnya, sama makan-
minumnya, sama perangai dan sifatnya, sama sejarah
hidupnya dan sama pakaiannya. Bisa dimengerti betapa sukar
mereka membedakan siapa lawan dan siapa kawan.
"Sebenarnya apa yang mereka kejar?" Gemak Ideran
mencoba mengerti. Justru dihinggapi pikiran demikian, ia jadi
menyiasati dirinya sendiri. Kalau dipikir apa sih tujuannya
sampai memasuki lembah Gunung Lawu. Ia anak Surabaya
dan dibesarkan di pulau Madura. Sekarang berada di wilayah
pusat pemerintahan. Untuk apa" Sampai disini ia tertawa
seorang diri. Timbullah kesadarannya, bahwasanya orang ini
bergerak dengan alasannya masing-masing.
Tak lama kemudian serombongan orang berkuda lewat di
sisinya dengan tergesa-gesa. Mereka mengarah ke lembah
gunung. Eh, pikir pemuda itu. Tentunya merupakan
mempunyai alasannya masing-masing. Apakah karena Sri
Baginda benar-benar melintasi lembah Gunung Lawu menuju
ke Surabaya" Kalau mereka hamba sahaya raja, tak apalah.
Tetapi kalau mereka justru orang-orang yang akan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan kesempatan dalam suatu kesempitan, wah.......
lembah Gunung Lawu bakal banjir darah.
Kira-kira menjelang sorehari, sampailah Gemak Ideran di
pinggang gunung. Ia singgah di sebuah kedai nasi untuk
mengisi perut. Kedai itu sepi-sepi saja. Hanya terdapat dua
orang yang duduk menghirup minuman kopi. Gemak Ideran
mencoba bertanya : "Paman ! Aku harus pulang ke Kartasura. Rasanya tidak
mungkin melalui jalan besar. Kalau melalui lembah gunung,
harus ke mana?" Kedua orang itu dan pemilik kedai saling bertukar pendapat.
Rupanya mereka belum pernah ke Kartasura sehingga tidak
tahu jalan. Tetapi kemudian berkatalah pemilik kedai:
"Dulu salah seorang pamanku pernah ke Karangpandan.
Menurut paman, Karangpandan terletak di sebelah barat
gunung. Menurut tutur-katanya, harus melalui Ngrambe......
lantas Jamus......... lantas memutar ke barat laut sampai tiba
di Kemuning........ lantas eh....... selebihnya tak ingat lagi,
ndoro. Pendek kata kalau orang biasa tidak bakal berani.
Sebab selain hanya ada satu jalan setapak, banyak binatang
buas dan begal. Apalagi masa kalut begini."
"Tetapi kenapa pamanmu berani melintasi jalan setapak
itu?" Gemak Ideran menegas.
Pemilik kedai tertawa panjang. Lalu menjawab :
"Soalnya, gara-gara dirundung cinta. Kebetulan yang
dicintai anak orang Karangpandan. Kabarnya, orang tidak
takut mati karena cinta."
Gemak Ideran tertawa. Kata-katanya beralasan meskipun
diucapkan dengan bahasa yang sederhana. Mendadak suatu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingatan menusuk benaknya. Karangpandan ! Dua kali orang
itu menyebut nama Karangpandan. Apakah bukan nama
dusun sahabatnya yang memberinya beberapa jurus ilmu
sakti" Teringat kepada sahabatnya itu, ia jadi teringat kepada
keadaan dirinya. Hajar orang dari Jawa Tengah. Permukimannya berada di balik gunung. Tetapi suatu kali
bertemu dengan dirinya di pulau Madura. Apa sih enaknya
orang hidup merantau, demikianlah pikirannya waktu itu. Tak
pernah diduganya, bahwa pada suatu kali diapun terpaksa
merantau seorang diri. Sekarang ia justru berada di dekat
permukimannya. Dengan pikiran demikian, ia melanjutkan perjalanannya
mendaki gunung. Dusun Ngrambe sudah berada di depan
matanya. Tiba-tiba ia mendengar suara derap kuda yang
datang dari arah Timur. Itulah jalan simpang menuju dusun
Jagaraga. Di tengah kesunyian alam, derap langkah kuda
cepat menarik perhatian siapa saja, termasuk dirinya. Terus
saja ia mendaki ketinggian dan duduk di atas batu.
Apa yang dilihatnya benar-benar membuat hatinya terkejut.
Karena penunggang kudanya seorang gadis yang cantik sekali.
Anehnya, ia seperti sudah mengenalnya. Rasanya tidak asing
pula. Tetapi siapa" Seperti orang linglung ia mengawaskan
gadis itu dengan mata tak berkedip. Gadis itu mengenakan
pakaian berwarna kuning muda. Potongannya modern seperti
yang dikenakan nonik-nonik pada jaman itu. Nonik adalah
sebutan bagi gadis-gadis Belanda. Kain lehernya putih.
Mengenakan topi lebar buatan Meksiko. Bercelana panjang
dengan membawa-bawa pedang pendek. Tangan kirinya
menuntun seekor kuda berpelana lengkap. Dan begitu berada
di depannya, ia turun ke tanah. Lalu menambatkan kuda yang
dituntunnya pada sebatang pohon. Setelah itu ia menoleh
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepadanya dan bersenyum. Dan melihat senyum itu, tak
terasa terloncatlah seruan Gemak Ideran :
"Rawayani?" Gadis yang cantik sekali itu tersenyum lebar. Lalu menyahut
: "Benar. Kau memanggilnya" Bukankah belum cukup satu
bulan?" Hilanglah kesangsian Gemak Ideran mendengar ucapan
gadis itu. Benar-benar dialah Rawayani. Memang sampai pada
hari itu, belum pernah ia melihat peribadi Rawayani dengan
jelas. Ternyata Rawayani seorang gadis yang pantas disebut
sebagai bidadari yang tersesat di bumi. Ah ! Tidak pantas ia
disebut sebagai siluman. Benar-benar tidak pantas.
Namun mengingat tingkah-lakunya......ih ! Benarkah gadis
secantik itu, membunuh orang tak ubah membunuh
sekawanan lalat belaka"
Pertemuan yang mendadak itu benar-benar mengejutkan
hati Gemak Ideran, sehingga pemuda itu menjadi terlongong-
longong. Berbagai perasaan dan bayangan berseliweran di
dalam dirinya. Tak tahu ia, harus berbuat bagaimana. Selagi
demikian, Rawayani berseru :
"Kau turunlah ! Bukankah engkau memanggilku" Mari kita
berbicara. Tentunya engkau membutuhkan seekor kuda untuk
mencari kedua temanmu, bukan?"
Oleh pertanyaan itu tersentaklah kesadaran Gemak Ideran.
Terus saja ia melompat dari tempat duduknya dan menuruni
ketinggian dengan setengah lari. Serunya seperti kanak-kanak
mengharapkan memperoleh hadiah cokelat :
"Apakah mereka selamat?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memangnya kenapa?" kedua alis Rawayani berdiri.
Bukan main cantik wajahnya sampai Gemak Ideran hampir-
hampir tertegun. Dengan nagas setengah memburu pemuda
itu menyahut: "Rawayani ! Bukankah apa yang terjadi dalam pesanggerahan adalah hasil kerjamu yang rapih" Atau kau
bermaksud ingkar?" "Hei, hei! Kau berprasangka buruk terhadapku?"
"Bukan begitu !"-Gemak Ideran menghampiri. "Kaujelaskan
padaku, apa yang sedang terjadi."
Rawayani tidak menjawab. Sebaliknya ia tersenyum
menang. Katanya : "Kau sendiri yang minta, bukan" Artinya kau sendiri yang
melanggar." "Melanggar apa?"
"Bukankah kau berjanji satu bulan lagi" Karena itu,
sesungguhnya aku tidak berhak menemuimu."
"Tetapi....... tetapi..........," Gejpak Ideran menungkas.
Pada detik itu berbagai perasaan bergumul hebat dalam
dirinya. Terang sekali, gadis itu sengaja datang membawakan
seekor kuda baginya. Sekarang menyatakan, dia tidak berhak
menemui dirinya sebelum satu bulan. Artinya, kuda yang
ditambatkan itu belum tentu diperuntukkan baginya. Tetapi
bukankah sebentar tadi dia mengatakan dirinya memerlukan
seekor kuda demi mencari Diah Windu Rini dan Niken
Anggana" Dan tiba-tiba rasa takut yang pernah diperolehnya
kembali menghantui dirinya.
"Tetapi apa?" Rawayani menegas.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi......" Gemak Ideran menelan ludah. "Kau sengaja
menyusul diriku, bukan?"
"Kalau tidak bagaimana, kalau ya bagaimana?"
Dibantah demikian, mau tak mau Gemak Ideran
menggaruk-garuk kepalanya. Benar-benar ia merasa berhadapan dengan seorang gadis secerdik dan selicin setan.
Namun ia tidak sudi mengalah. Dengan suara setengah
lantang ia menjawab : "Kalau tidak, bagaimana mungkin engkau mengetahui diriku
berada di lembah gunung?"
"Bukankah engkau sendiri yang berkata hendak kemari?"
"Baik." Gemak Ideran merasa terpojok. Memang ia pernah
berkata hendak mengantarkan Niken Anggana menghadang
ayahnya di Gunung Lawu. "Tetapi bagaimana engkau
mengetahui aku kehilangan kudaku?"
"Bukankah kudamu mati?"
"Betul. Tetapi bagaimana engkau mengetahui?"
"Karena aku berada di pesanggerahan dan kebetulan
melihat kudamu dan kedua kuda temanmu yang mati
tersungkur." "Apakah bukan hasil kerjamu?"
Rawayani mejnggelengkan kepalanya. Sahutnya pendek .
"Tidak." "Tidak," "Tidak. Bukan aku yang melaukan."
"Bukan engkau" Lalu siapa?" Rawayani tertawa. Sahutnya
:"Kau sendiri yang minta, bukan?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Minta apa?" "Bukankah kau bermaksud minta keteranganku?"
Mau tak mau Gemak Ideran mengangguk dalam hati.
Sewaktu hendak membuka mulutnya, Rawayani mendahului:
"Dengan begitu, sudah dua kali engkau melanggar
kehendakmu sendiri."
"Eh, apakah pertanyaanku
ini ada sangkut-pautnya dengan janjiku hendak mengikutimu satu bulan lagi?" "Tentu saja." "Kalau begitu, apa perlu
kau membantu diriku?"
"Maksudmu dalam hal aku
membawakan kuda ini?" Rawayani menegas. "Betul." "Sebab tanpa berkuda,
engkau akan melanggar janjimu. Dan aku tidak mau
berteman dengan seorang satria yang akan ingkar janji." "Kenapa?" Gemak Ideran tercengang.
"Waktumu akan terlalu sempit untuk mengetahui dimana
kedua temanmu kini berada."
"Ah ! Masakan mereka tidak dapat kususul" Apa sebab?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali lagi Rawayani tertawa. Sahutnya : "Sudah tiga kali
engkau minta jasaku, bukan?"
"Baiklah, baiklah."ujar Gemak Ideran. Hampir saja ia


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengaku kalah. Tiba-tiba keangkuhannya bangkit pada detik
itu pula. Melanjutkan : "Bawalah kudamu ! Aku akan
melanjutkan perjalanan-ku."
"Bagaimana kalau sampai melebihi satu bulan?"
"Bukankah engkau akan selalu mengetahui di mana
beradaku" Nah, pada hari perjanjian itu engkau boleh datang
padaku." "Bagaimana kalau engkau belum bisa menemukan di mana
mereka berdua berada?"
"Itu soalku. Eh, kenapa kau main bertanya terus-menerus?"
Gemak Ideran mendongkol. Rawayani memperdengarkan suara tertawanya. Pantulan
suaranya terdengar jernih, merdu, sedap dan syahdu. Tetapi
bulu tengkuk Gemak Ideran tiba-tiba meremang. Entah apa
sebabnya, ia seperti seseorang yang dipaksa minum racun.
"Baiklah, anggap saja aku yang melanggar perjanjian," di
luar dugaan Rawayani sudi mengalah. Namun justru demikian,
hati Gemak Ideran berkebat-kebit. Dengan memasang
telinganya ia menunggu kata-kata lanjutannya. "Tetapi karena
engkau sudah melanggar tiga kali, maka aku malahan
mempunyai pihutang. Anggap saja impas. Hai, mau ke mana?"
Gemak Ideran memang memutar tubuhnya dan hendak
melangkah pergi. Ia tadi bersikap tidak mau kalah atau
mengalah terhadap gadis itu. Tetapi setelah Rawayani mau
mengalah, ia malahan merasa terhina. Dengan begitu, di
dalam hati sesungguhnya ia mengakui keunggulan lawannya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka satu-satunya jalan hanya menghukum diri dengan
meninggalkan tempat, meskipun hatinya ingin benar
mendengar warta Diah Windu Rini dan Niken Anggana.
"Hei !" seru Rawayani setengah membentak. "Apakah kau
benar-benar tidak mau mendengar kabar apa yang sudah
terjadi di pesanggerahan?"
Mau tak mau, Gemak Ideran menghentikan langkahnya.
Namun tak sudi ia membalikkan tubuhnya. Rupanya Rawayani
dapat membaca keadaan hatinya. Dengan cepat ia
menghampiri. Katanya dengan suara sungguh-sungguh :
"Waktu aku tiba di pesanggerahan ketiga ekor kudamu
sudah mati. Bukan main hebat pukulannya. Pasti membawa
racun atau setidak-tidaknya hawa beracun yang mematikan."
"Hm." Gemak Ideran mendengus. "Kau maksudkan orang
lain yang membunuh kuda-kuda itu?"
"Tidak hanya tiga ekor kuda saja. Tetapi termasuk pelayan-
pelayan pesanggerahan dan mereka yang sedang menyateroni
kalian." "Eh, kau maksudkan........."
"Sst ! Mari kita kembali duduk di atas ketinggian itu.
Meskipun di sini sunyi, siapa tahu ada orang yang mengintip.
Rasanya kurang enak kita berbicara di tengah jalan." ujar
Rawayani dengan suara agak lembut.
Gemak Ideran seperti kena tertarik besi berani. Tanpa
membantah sepatah katapun ia patuh kepada ajakan
Rawayani. Gadis itu ternyata sudah mendahului mendaki
tanjakan di tepi jalan dan duduk di atas batu. Ia menunggu
sampai Gemak Ideran duduk di dekatnya. Lalu melanjutkan :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tidak bertanya siapa yang membunuh mereka"
Baiklah, biar aku saja yang mengatakan. Mereka terdiri dari
tiga orang pemuda yang sebaya umurnya. Barangkali setahun
atau dua tahun lebih tua daripadamu. Yang satu berpakaian
seorang pengemis. Yang berperawakan tinggi besar mengenakan pakaian hijau. Dan yang ketiga seorang pemuda
ngganteng dan mentereng. Gerakan mereka cepat luar biasa.
Jelas sekali, ilmu kepandaian mereka sangat tinggi dan
seimbang. Mereka datang dari arah-barat bagaikan terbang.
Kecepatannya susah kulukiskan. Mereka datang dan pergi tak
ubah iblis. Sambil tertawa riuh mereka seperti sedang
berlomba membunuh rombongan bertopeng itu."
"Kalau begitu mereka sekawan juga?" Gemak Ideran
memotong. "Nah, inilah anehnya. Mereka justru.saling berhantam. Si
pengemis dikejar yang tinggi besar. Dan yang tinggi besar
dikejar yang mentereng. Si pengemis memasuki pesanggerahan dan mengacau rencana rombongan bertopeng
yang datang menyateroni pesanggerahan. Dia berputar-putar
di antara mereka seperti sedang main petak. Kedua lawannya
yang sedang mengejar rupanya penasaran. Hampir berbareng
mereka melontarkan pukulan dari jauh. Tetapi yang terhajar
adalah rombongan bertopeng itu. Mereka tidak sempat
berkutik sedikitpun dan roboh dengan mata terbelalak.
Mungkin sekali mereka mati dalam keadaan terkejut, heran
atau kesakitan. Si pengemis tidak mempedulikan. Dia tertawa
terbahak-bahak sambil memaki-maki..........."
"Hai kerbau bangkotan ! Namamu sih gagah."
Buronan Darah Dewa 1 Shugyosa Samurai Pengembara 8 Kekaisaran Rajawali Emas 4
^