Pencarian

Bulan Jatuh Dilereng Gunung 12

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 12


Sebelum Gemak Ideran sempat menjawab, Sondong
Jerowan maju dua langkah sambil melintangkan tongkatnya di
depan dadanya. Membentak :
"Kau siapa berani mengacau disini?"
Blandaran berpaling kepada Sondong Jerowan. Lalu tertawa
geli. Sahutnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, ternyata adik-seperguruan Sondong Landeyan sekumpulan manusia tuli. Bukankah engkau sudah mendengar
sendiri" Aku Blandaran, adik-seperguruan pendekar besar Cing
Cing Goling. Datang kemari untuk membawa kepala kalian."
Sondong Jerowan seorang pendekar kawakan. Ia sudah
banyak makan garam sehingga tidak mudah terpancing
ucapan musuh. Tetapi tidak demikian halnya dengan Sondong
Wido dan Sondong Muraji. Dengan berbareng mereka
menerjang. Blandaran benar-benar angkuh dan sombong.
Sama sekali ia tidak menghiraukan datangnya serangan.
Sambil meludah-ludah ke tanah, kedua tangannya bergerak.
Tahu-tahu ia sudah dapat menangkap tangan kedua
penyerangnya dan diangkatnya semudah mengangkat barang
bawaan. Lalu dilemparkan balik.
Semua saudara-seperguruan Sondong Landeyan terperanjat. Hanya beberapa orang saja yang tahu gerakan
Blandaran. Sederhana saja, namun Sondong Wido dan
Sondong Muraji sudah tergentak balik sehingga terpaksa
berjempalitan di tengah udara sebelum mereka menginjak
tanah dengan selamat. Padahal mereka berdua bukan jago
murahan. Mereka termasuk saudara-seperguruan Sondong
Landeyan yang namanya pernah menggetarkan dunia pada
jamannya. Mengapa begitu mudah dikalahkan dalam satu
gebrakan saja" Merekapun tentunya sudah cukup pengalaman. Rata-rata usianya berada di atas limapuluh
tahun. Sondong Jerowan benar-benar tertekat hatinya. Sebab,
segera ia mengenal gerakan Blandaran. Itulah salah satu jurus
istimewa dari rumah perguruannya sendiri. Jangan lagi dengan
mengerahkan tenaga, bahkan dengan sentuhan saja cukuplah
membuat lawan bisa roboh terjengkang. Pikir Sondong
Jerowan di dalam hati: "Dari siapa dia memperoleh jurus
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
istimewa itu" Apakah guru dahulu pernah mempunyai seorang
murid diluar perguruan?"
Pada detik itu pula, ia mencoba mengumpulkan ingatannya
yang sudah tua. Di antara saudara-seperguruan Sondong
Landeyan, Sondong Jerowan amat mahir dengan ilmu
istimewa itu. Kini ia menyaksikan betapa Blandaran jauh lebih
mahir daripadanya. Tiba-tiba suatu bayangan berkelebat di
dalam benaknya. Terus saja ia tertawa melalui dadanya seraya
berkata : "Ah, Blandaran ... ! Sekarang aku ingat semuanya.
Bukankah kau dulu pelayan Ki Ageng Sendang Warih adik-
seperguruan paman Telaga Warih?"
"Kalau benar bagaimana, kalau tidak bagaimana?" bantah
Blandaran. Sendang Warih adalah guruku. Kenapa" Apakah
ilmu ini hanya diwarisi Telaga Warih saja?"
Ki Ageng Telaga Warih dan Ki A geng Sendang Warih dahulu
merupakan dua momok yang pernah menggoncangkan dunia.
Kedua-duanya sangat ditakuti orang. Tetapi kedua orang itu
sama-sama gila dan tidak pernah hidup rukun. Akhirnya
masing-masing menempuh jalannya sendiri. Ki Ageng Sendang
Warih bermukim di wilayah Bulukerta yang terletak di sebelah
timur pinggang Gunung Lawu. Dia hidup sebagai warok dan
ditakuti orang. Sepak-terjangnya tak ubah seperti Warok
Surabangsat atau Warok Cadarma pada jaman Majapahit. Dan
Blandaran adalah gemblaknya (baca : lawan homosex)
sehingga mendapat warisan ilmu rumah perguruannya.
Merasa aib di mata masyarakat, maka ia selalu mengenakan
jubah pendeta dengan maksud untuk mengangkat diri
berbareng membersihkan namanya. Sondong Jerowan
menggunakan istilah pelayan. Sebenarnya jauh lebih sopan
daripada istilah gemblak. Meskipun demikian, Blandaran perlu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mengaburkan bunyi pertanyaannya dengan kata-kata:
kalau benar bagaimana, kalau tidak bagaimana.
"Blandaran !".tegur Sondong Jerowan dengan tetap
bersikap sopan. "Baiklah, kau boleh mengaku sebagai murid
paman Sendang Warih. Tentunya ilmu kepandaianmu cukup
tinggi. Tetapi apa sebab sudi menghamba kepada seorang iblis
seperti Cing Cing Goling" Apakah karena kau takut mati" Atau
karena kau kena ditaklukan" Kau merosotkan pamor
perguruanmu !" Merah padam wajah Blandaran disemprot demikian. Namun
ia tidak mau mengalah. Membalas membentak :
"Perkara itu, kau tidak perlu turut campur. Sekarang
serahkan pedang itu ! Kalau tidak kau bakal mampus dalam
sekejap mata saja." Nyai Dandang Wutah yang mengikuti percakapan itu, lalu
maju mendampingi Sondong Jerowan. Katanya :
"Blandaran ! Tentunya engkau masih mengenal diriku."
Blandaran mengerinyitkan dahi. Menyahut:
"Bukankah kau Dandang Wutah?"
"Benar." Nyai Dandang Wutah mengangguk. "Atas dasar
apa engkau menghendaki pedang itu?"
"Pedang itu kena dirampas pamanku Telaga Warih.
Bukankah aku mempunyai hak pula untuk memintanya" Nah,
cepat serahkan ! Lagi pula pedang itu hasil rampasan. Apa sih
keberatannya" "Hasil rampasan?" kedua alis Nyai Dandang Wutah berdiri.
"Pedang itu milik Sondong Landeyan."
"Kentutmu!" maki Blandaran. "Pedang itu bukankah hasil
rampasannya juga?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ! Sama sekali tidak !" bantah Nyai Dandang Wutah.
"Pedang itu milik istrinya."
"Hohahaa... apakah pedang itu benar-benar milik istrinya?"
"Kalau bukan, tolong jelaskan !"
Blandaran tidak segera menjawab. Karena tidak mau kalah
pamor, buru-buru ia mengalihkan pembicaraan. Sahutnya
dengan bentakan mengguntur:
"Pendek kata kau serahkan atau tidak?"
"Apakah engkau hendak main paksa?"
"Kalau kalian berdua bisa menerima sepuluh pukulanku
saja, aku akan turun gunung. Dan semenjak itu, aku tidak
akan mengurus masalah pedang berkepanjangan."
Gemak Ideran yang memperhatikan pembicaraan mereka
berseru memperingatkan : "Bibi ! Paman ! Hati-hati ! Dia mengaku menjadi salah
seorang adik-seperguruan Cing Cing Goling. Paling tidak, ia
sudah menguasai Ilmu Batu Panas tingkat lima. Setiap
pukulannya nampak sederhana. Akan tetapi membawa hawa
beracun......!" "Bangsat kau dulu yang harus mampus." maki Blandaran.
Terus saja tangannya memukul ke samping. Akan tetapi
Gemak Ideran sama sekali tidak takut, Ia berani mengadu
kekerasan. Tak ampun lagi mereka berdua mengadu tenaga.
Akibatnya, Blandaran tercengang. Sebab ia merasa dirinya
kena tergeser dari tempatnya. Sebaliknya Gemak Ideran
kelihatan tenang-tenang saja. Sama sekali pukulan mautnya
tidak membawa akibat sedikitpun. "Ih!" hati Blandaran
tercekat. "Anak ini murid siapa" Celaka kalau dia ikut
mengacau." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pikiran itu, ia berteriak kepada Sondong Jerowan
dan Nyai Dandang Wutah : "Apakah kalian berdua benar-benar berani menerima
sepuluh pukulanku" Biarlah orang-orangmu menyaksikan
dengan jelas." Blandaran menyebut orang-orangmu, maksudnya jelas. Dia
hanya menantang dua orang. Yang lain dilarang ikut serta.
Tentu saja Sondong Jerowan dan Nyai Dandang Wutah yang
sudah berpengalaman mengetahui belaka maksudnya.
"Legakan hatimu ! Anak itu bukan kerabat kami.
"Bagus !" seru Blandaran dengan gembira. Terus saja ia
mendahului menerjang. Hebat cara Blandaran menyerang. Dengan satu gerakan, ia
dapat menyerang Dandang Wutah dan Sondong Jerowan
dengan berbareng. Dandang Wutah meskipun sudah berusia
lanjut, ternyata masih gesit. Sambil menarik senjatanya
berbentuk selendang Gadung Melati, ia melesat ke samping.
Justru begitu, serangan Blandaran mengancam Sondong
Jerowan sambil membentak :
"Serahkan pedang Sangga Buwana !"
Sondong Jerowan dengan sebat membabat serangan
Blandaran. Di antara keenam saudara-seperguruannya,
agaknya dialah yang berkepandaian paling tinggi. Hanya saja
usianya sudah lanjut, sehingga tenaganya jauh berkurang
dibandingkan semasa mudanya. Meskipun demikian, babatan
tongkatnya membawa kesiur angin.
"Bagus!" seru Blandaran. Dia tidak mencoba mengelak atau
menangkis. Sebaliknya tangannya diayunkan seperti ditamparkan. Lalu dengan sedikit memiringkan tubuhnya ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membiarkan tongkat Sondong Jerowan lewat di sampingnya.
Diluar dugaan Sondong Jerowan mendadak saja dapat
merubah babatannya dan berbalik menghajar pundak. Hebat
hajarannya. Seketika itu juga terdengar suara bluk. Tetapi
Blandaran sama sekali tidak tergeliat kesakitan. Sebaliknya
tongkat Sondong Jerowan yang terpental ke samping seperti
menggempur sasaran yang licin.
Blandaran ternyata sengaja menyerahkan pundaknya.
Begitu terhajar, sebelah tangannya menampar ujung tongkat.
Sondong Jerowan terkejut sampai tubuhnya ikut menyelonong
ke depan. Sedang begitu, Blandaran masih melanjutkan
serangannya. Kali ini dengan tangan kirinya. Sondong Jerowan
terancam bahaya, Ia bakal kehilangan tongkatnya. Artinya ia
tidak mempunyai senjata pelawa lagi. Tetapi ia tidak sempat
berpikir berkepanjangan. Satu-satunya jalan demi melindungi
tubuhnya ia terpaksa merelakan tongkatnya. Tahu-tahu
tubuhnya terpental mundur oleh suatu dorongan yang kuat
luar biasa. Sebenarnya, ilmu kepandaian Sondong Jerowan bukan
lemah, ia dapat melawan Blandaran dengan seimbang. Berarti
akan dapat menahan sepuluh kali pukulan lawan. Akan tetapi
usianya lah yang tidak mengijinkan. Kena dorongan tenaga
Blandaran yang kuat luar biasa, ia terpental mundur hanya
dalam satu gebrakan saja. Meskipun demikian, sebagai
seorang pendekar yang berpengalaman, masih saja ia dapat
mempertahankan senjatanya. Sedetik tadi, ia merelakan
tongkatnya. Tetapi begitu terdorong mundur ia meminjam
tenaga lawan. Secepat kilat ia menyambar gagang tongkatnya
dan terbawa mundur terpental.
Sebaliknya, Blandaran tentu saja tahu membaca keadaan
lawan. Sengaja ia menyerahkan tongkat itu terbawa mundur.
Akan tetapi berbareng dengan itu, ia melompat maju
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghantam tubuh Sondong Jerowan yang roboh terbanting
di atas tanah. "Jerowan ! Ternyata engkau harus belajar kembali mulai
dari permulaan." ejek Blandaran.
Selagi mengejek demikian. Selendang Gadung Melati Nyai
Dandang Wutah berkesiur menghantam dirinya. Meskipun
hanya berwujud selendang, akan tetapi sebenarnya sebuah
pusaka istimewa yang jarang terdapat di dunia. Sebab
selendang itu berlapiskan baja tipis. Blandaran mengenal
senjata andalan Nyai Dandang Wutah. Tidak berani ia
membiarkan dirinya kena gebuk. Cepat ia menangkis serangan
itu dengan tongkat rampasannya. Seketika itu juga terdengar
suara mendengung memekakan telinga.
Ternyata Nyai Dandang Wutah kalah dalam hal mengadu
tenaga Tangannya terasa nyeri dan kesemutan, sehingga tidak
berani lagi melawan keras dengan keras. Tetapi hal itu bukan
berarti dia merasa kalah. Dengan cepat ia sudah
memberondong tiga kali serangan yang dilakukan beruntun.
Guru Sondong Landeyan bertujuh bernama Kyai Ujung
Gunung. Karena terkenal sakti dan berhati lurus, dia disebut
orang dengan gelar Ki Ageng Samper. Artinya Sempana yang
benar benar, karena sewaktu masih muda bernama Sempana.
Muridnya delapan orang. Masing-masing diberi ilmu kepandaian yang khas. Hanya Sondong Landeyan seorang
yang berhasil mewarisi seluruh ilmu saktinya. Nyai Dandang
Wutah murid nomor dua sesudah Sondong Jerowan. Sedang


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sondong Landeyan murid termuda. Tetapi karena berbakat
justru dialah yang terpandai di antara ketujuh saudara-
seperguruannya. Pada jaman mudanya, semua murid Kyai Ujung Gunung
disegani dan dihormati orang. Sebab selain berkepandaian
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggi, hati mereka jujur dan hidup sebagai warga yang
sederhana. Pemerintah, semenjak Raja Amangkurat IV
menghargai kepandaian mereka, sampai Sondong Landeyan
dipilih menjadi salah seorang pengawalnya. Tidak mengherankan, tiada seorang penjahatpun berani main coba-
coba melawan mereka. Akan tetapi Blandaran tidak gentar
menghadapi serangan berantai Nyai Dandang Wutah yang
termasyur. Dengan gesit ia dapat mengelakan diri.
Hati Dandang Wutah tercekat. Diam-diam ia mengagumi
kepandaian lawan. Tetapi sebagai seorang pendekar yang
sudah banyak makan garam, segera ia menguasai diri. Kalau
tidak, ia akan dapat terbawa permainan lawan. Tujuh kali
berturut-turut ia menyerang bolak-balik. Sebaliknya Blandaran
benar-benar berkepandaian tinggi. Seperti belut ia selalu
dapat meloloskan diri. Memang ia satu-satunya murid Ki
Ageng Sendang Warih, adik-seperguruan Telaga Warih.
Dengan kakak-seperguruan, Ki Ageng Sendang Warih hanya
kalah seurat. Tidak mengherankan, Blandaran memiliki
kepandaian setaraf dengan anak-murid Kyahi Ujung Gunung.
Bahkan lebih perkasa, karena usianya masih memungkinkan
untuk lebih meningkat lagi. Karena itu, tidak mudah Nyai
Dandang Wutah merobohkannya.
Blandaran sendiri rupanya sengaja membiarkan dirinya
diserang berturut-turut untuk menjajagi kepandaian lawan.
Sejenak kemudian ia tertawa pelahan melalui hidungnya dan
mulai mengadakan serangan balasan. Dengan berani ia
menirukan gaya serangan Nyai Dandang Wutah. Karena
kepandaiannya berasal dari satu sumber, jurus-jurusnya
dikuasai dengan baik. Dalam hal ini ia jauh lebih beruntung,
sebab tenaga himpunannya masih penuh. Hanya memerlukan
beberapa detik saja, ia dapat menguasai gerakan lawan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyai Dandang Wutah terpaksa membela diri. Merasa
terdesak, ia menangkis. Artinya mau tak mau ia harus
mengadu tenaga. Kembali lagi terdengar suara bentrokan
keras dan ia terhuyung mundur tiga langkah. Blandaran yang
cerdik, tidak sudi menyia-nyiakan kesempatan yang bagus itu.
Ia melompat maju dan mengulangi serangannya. Begitu hebat
desakannya, sehingga Nyai Dandang Wutah merasa susah
untuk bernafas. Semua saudara-seperguruan Sondong Landeyan terkejut,
tercengang berbareng cemas menyaksikan Nyai Dandang
Wutah kian terdesak. Sama sekali mereka tidak mengira,
Blandaran berkepandaian tinggi. Sebenarnya segera mereka
ingin mengulurkan tangan, akan tetapi mereka terikat.
Blandaran tadi hanya menantang dua orang di antara mereka.
Sondong Jerowan dan Dandang Wutah. Karena itu tidak dapat
mereka membantu. Kecuali itu, Blandaran masih mempunyai
pembantu-pembantunya pula yang jumlahnya cukup banyak.
Kecuali dua orang yang mengenakan seragam laskar, masih
terdapat Antawati dan anak-buahnya. Sekali mereka terjun ke
gelanggang pertempuran, akibatnya sudah dapat dibayangkan. Karena itu, mereka hanya dapat mengharapkan
kebangkitan Sondong Jerowan yang tadi roboh terjengkang.
Tetapi Sondong Jerowan ternyata tidak dapat bergerak lagi.
Sekalian saudara-seperguruannya belum mengetahui betapa
hebat akibat pukulan Blandaran yang sebenarnya sudah
menguasai Ilmu Sakti Batu Panas tingkat empat. Setiap
pukulannya membawa hawa beracun yang dapat melumpuhkan urat nadi. Tidak perduli apakah dia menggunakan ilmu kepandaiannya yang aseli. Sebab Ilmu
Sakti Batu Panas sebenarnya dibangkitkan oleh susunan
mantra yang membersitkan hawa sakti tertentu yang
kemudian mendarah daging dalam dirinya. Sekali orang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belajar menghayati mantra sakti itu, dia tidak akan dapat
membebaskan diri dari belenggunya.
Dua perwira yang mengikuti pertempuran antara Blandaran
melawan Sondong Jerowan dan Nyai Dandang, sebentar tadi
sempat gelisah. Tetapi setelah melihat Sondong Jerowan
roboh hanya dalam satu gebrakan saja, hati mereka lega
bukan main. Namun kemudian mereka kembali tegang, begitu
melihat serangan beruntun Nyai Dandang Wutah. Andaikata
mereka yang menghadapi serangan demikian, bakal roboh
dalam beberapa gebrakan saja. Untung setelah Nyai Dandang
Wutah menyerang Blandaran tujuh kali berturut-turut,
mendadak dia jadi terkurung oleh tongkat rampasan
Blandaran. Menyaksikan hal itu, mereka berdua bersyukur di
dalam hati. Lalu saling memandang dengan tertawa lebar.
Justru pada saat itu, mereka mendengar Blandaran berteriak
nyaring : "Hai mahkluk tolol ! Kamu berdua kenapa jadi boneka
bengong" Bukankah kamu berdua mempunyai tugas di sini"
Kenapa tidak cepat-cepat membekuknya" Cepat, tangkap !"
Kedua perwira itu terkejut. Buru-buru mereka menyahut:
"Baik!" Setelah menyahut demikian mereka menghunus
pedangnya dan lari menghampiri Niken Anggana. Gemak
Ideran yang semenjak tadi memperhatikan jalannya pertempuran, terkejut. Segera ia hendak menghadang
mereka, akan tetapi sudah kedahuluan Sukesi dan Wigagu
yang melompat melindungi Niken Anggana. Menyaksikan
peristiwa itu, Gemak Ideran tercengang, Ia jadi tidak mengerti
sikap mereka berdua. Sesungguhnya menghendaki Niken
Anggana sebagai alat tukar untuk menuntut dendam gurunya,
atau hendak melindungi dari tangan-tangan jahat"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sukesi dan Wigagu termasuk angkatan muda, karena
mereka berdua murid Sondong Landeyan. Dibandingkan
dengan para paman seperguruannya dan Nyai Dandang
Wutah, mereka masih kalah setingkat. Akan tetapi karena usia
mereka masih tergolong muda, himpunan tenaga saktinya
masih penuh. Barangkali manakala bersatu-padu melawan
Blandaran, belum tentu terkalahkan. Atau andaikata kalah
pun, Blandaran memerlukan waktu yang cukup lama.
Sekarang mereka menghadang dua perwira itu dengan
pedang terhunus. Bisa dibayangkan, pertempuran itu bakal
ramai. Maka diam-diam Gemak Ideran tertarik hatinya untuk
mengamati kepandaian mereka masing-masing.
Kedua perwira itu tahu, bahwa lawan mereka adalah murid
Sondong Landeyan. Tentu tidaklah sehebat paman-paman
gurunya. Maka dengan membusungkan dada, mereka
menghantam pedangnya. Lalu memutar tubuhnya untuk
menghalau serangan balik. Ternyata mereka berkepandaian
tinggi. Menilik gerakan pedangnya, mereka murid Blandaran.
Akan tetapi sebagai warga kaum Cing Cing Goling, sedikit
banyak mereka berdua pasti sudah mengantongi Ilmu Sakti
Batu Panas meskipun paling tinggi baru sampai tingkat tiga.
Sukesi dan Wigagu, sebaliknya murid seorang ahli pedang.
Mereka berdua hampir mewarisi kepandaian gurunya. Maka
dapat dimengerti betapa hebat ilmu pedang mereka berdua.
Dalam satu gebrakan saja, kedua perwira itu segera terlibat
dalam satu pertempuran yang seru. Gemak Ideran kagum
bukan main. Ia sendiri sudah merasa mewarisi kepandaian
gurunya dalam hal ilmu golok. Akan tetapi bila menghadapi
baik pihak perwira maupun pihaK Sukesi, belum tentu dapat
berbuat banyak. Syukur, ia sudah menelan pel istimewa
pemberian Rawayani. Mengandal kepada tenaga istimewanya,
bila perlu ia akan segera turun ke gelanggang pertempuran
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membantu Sukesi dan Wigagu. Andaikata menjadi serba
salah, rasanya ia berani melawan mereka berempat sekaligus.
Entah bagaimana jadinya, itu soal nanti.
Dalam beberapa gebrakan, kedua perwira itu merasa
kerepotan. Tetapi pukul rata, mereka berdua lebih beruntung
daripada Sukesi dan Wigagu. Meskipun kegesitan mereka
berdua kalah jauh dibandingkan dengan Sukesi, namun dalam
hal tenaga mereka berdua menang seurat. Menyadari hal itu,
lantas saja mereka memutuskan akan mengadu kekerasan.
Trang, trang ! Dua kali mereka membentur senjatanya.
Ternyata mereka berhasil. Meskipun Sukesi dapat mengelak
dengan lincah, akan tetapi mereka berhasil melukai Wigagu.
Benar tidak terluka parah, lengan Wigagu sempat mengalirkan
darah. Sukesi terperanjat. Cepat ia balik kembali dan memberondong ke dua lawannya dengan serangan beruntun.
Wigagu pun tidak tinggal diam. Dengan semangat membalas,
ia menerjang bagaikan banteng terluka. Lima enam gebrakan
lagi berlangsung dengan cepat. Dan mereka berdua berhasil
melukai lawannya. Dengan demikian kedua belah pihak tiada
yang menang atau kalah. Walaupun demikian, kedua perwira
itu masih bersemangat. Dengan menggebu-gebu mereka
menyerang berbareng. "Haha ..." Blandaran tertawa. Sekalipun sedang bertempur,
masih sempat ia melihat keadaan Sukesi dan Wigagu. "Hai
anak murid Ujung Gunung. Nyatanya, kalian harus belajar
lebih banyak lagi. Apakah kalian masih nekat hendak menjadi
pahlawan?" Merah padam sekalian saudara-seperguruan Sondong
Landeyan. Akan tetapi mereka harus menerima kenyataan
yang pahit. Meskipun letak kekalahannya semata-mata kalah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga karena dimakan usia. Sondong Jerowan memaksa
berdiri tertatih-tatih. Jelas sekali, ia menderita luka dalam.
Walaupun demikian, ia merasa wajib untuk menjaga nama
perguruannya. Apa akibatnya, ia harus maju lagi. Tentu saja
sekalian saudara-seperguruannya tidak mengijinkan. Berbareng mereka maju bersama untuk mencegahnya.
"Adik." ujar Sondong Jerowan dengan suara tidak jelas.
"Dandang Wutah sebentar lagi akan roboh. Kalau aku tidak
maju, lalu siapa lagi yang akan menjaga nama perguruan
kita?" Sondong Gunung, Sondong Muraji, Sondong Meguwa,
Sondong Pabelan dan Sondong Wido termangu-mangu.
Mereka berlima memang masih dalam keadaan segar bugar.
Dapatlah mereka menerjang bersama-sama. Akan tetapi
akibatnya tentu lebih hebat. Sebab Antawati dan anak
buahnya tentu mempunyai alasan untuk maju bersama pula.
Mereka memang tidak takut mati. Tetapi bila kematian itu
terjadi demi menyaksikan robohnya rumah perguruannya,
rasanya tiada gunanya. Selagi mereka dalam keadaan
demikian, melompatlah seorang pemuda ke tengah gelanggang. Dialah Gemak Ideran. Sebenarnya dia bukan
sanak bukan kadang. Akan tetapi karena pernah mendengar
cerita kepahlawanan Sondong Landeyan, ia merasa tidak rela
bila nama rumah perguruan pahlawan itu runtuh oleh seorang
bekas gemblak. Selain itu ia berkepentingan pula demi
menyelamatkan Niken Anggana, senyampang masih memiliki
tenaga istimewa. Munculnya memang membuat kejutan luar biasa. Karena
memiliki tenaga istimewa, dengan sekali melompat ia
menerkam kedua perwira yang sedang mendesak Sukesi dan
Wigagu. Kemudian digabrukan mencium tanah. Menyaksikan
peristiwa itu, Sukesi dan Wigagu tercengang. Siapakah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda ini" Kedua perwira itu kepandaiannya seimbang
dengan mereka. Kenapa bisa dirobohkan hanya dalam satu
gebrakan saja" Blandaran terperanjat. Dadanya serasa meledak. Belum


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah ia melihat Gemak Ideran. Akan tetapi menyaksikan
kepandaiannya, ia tidak boleh dipandang ringan. Pikirnya di
dalam hati: "Budak dari mana dia" Aku sendiri belum tentu
dapat merobohkan kedua babi itu dalam satu gebrakan." Oleh
rasa penasaran, ia mendesak Dandang Wutah. Ia mulai
melepaskan pula pukulan beruntun. Maka terpaksalah
Dandang Wutah mundur setangkah demi selangkah.
Blandaran tertawa terbahak-bahak sambil membentak
lantang : "Dandang Wutah ! Dan kau pula Sondong Jerowan I
Sudahlah menyerah saja. Kiranya kalian hanya mengandal
kepada orang lain. Padahal perguruan paman Ujung Gunung
selamanya dapat mengatasi kesukarannya sendiri. Mengapa
kini kalian mengundang orang lain untuk membantumu" Hm,
hm ... maka habislah sudah riwayat perguruan Ujung Gunung.
Semenjak sekarang, kalian tidak kuijinkan lagi menginjak
tanah ini. Nah, menggelindinglah !"
Wajah Dandang Wutah merah padam karena rasa marah
dan malu. Dengan berseru nyaring ia menerjang :"Siapa yang
minta bantuan orang lain" Cobalah sekali lagi !"
Sebenarnya di dalam hati ingin ia menegur Gemak Ideran
karena bertindak lancang. Akan tetapi betapapun juga,
sebenarnya pemuda itu telah menolong dirinya sewaktu kena
desak terus-menerus. Lagipula, pemuda itu menolong
kehormatan Sukesi dan Wigagu. Maka pelampiasan rasa
marah dan malunya dialamatkan kepada Blandaran. Tetapi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Blandaran menganggap serangannya tidak berarti. Sambil
tertawa mengejek ia menangkis tanpa beralih dari tempatnya.
Gemak Ideran tertawa terbahak-bahak. Karena hati
Blandaran sedang terusik oleh kemuncullannya dalam
gelanggang, ia mengira pemuda itu mengejek dirinya lantas
saja ia menegur: "Kau menertawakan apa?"
"Aku menertawakan seorang gemblak." sahut Gemak
Ideran. Bagi setiap pemuda Jawa Timur istilah gemblak tidak
asing lagi. Sondong Jerowan tadi menyebut guru Blandaran
sebagai bekas paman gurunya. Dan biasanya orang sakti yang
bermukim di lereng Gunung Lawu adalah para Warok. Kalau
dia disebut sebagai pelayan seorang warok, apalagi kalau
bukan seorang gemblak alias kekasih sang warok"
Keruan saja Blandaran tidak dapat menguasai dirinya lagi.
Tetapi ia tengah menghadapi serangan Dandang Wutah yang
gencar. Mau tak mau tak dapat ia membagi perhatian. Selagi
ia berusaha hendak mengatasi serangan Dandang Wutah,
terdengar suara Gemak Ideran lagi :
"Kau bilang aku orang undangan rumah perguruan ini" Kau
pendeta linglung !" "Habis" Apa perlumu datang kemari?" teriak Blandaran
sambil menangkis sabetan Selendang Gadung Melati Nyai
Dandang Wutah. "Aku datang kemari dengan iujuanku sendiri." sahut Gemak
Ideran. "Terus terang saja, aku belum mengenal siapakah
beliau semua. Akan tetapi nama pendekar Sondong Landeyan
sudah kudengar dan akan selamanya kujunjung tinggi. Aku
tahu di sinilah letak rumah perguruan pendekar besar
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sondong Landeyan. Maka kularang engkau merusak sejengkal
tanahnya." "Lalu ... sebenarnya kau ini..." Blandaran tergegap-gegap
karena terbakar rasa marahnya.
"Kau boleh bertengkar dengan bibi Dandang Wutah dan
paman Sondong Jerowan perkara kehormatan rumah
perguruan Kyahi Ujung Gunung." Gemak Ideran memotong.
"Dalam hal ini aku tidak perduli."
"Oh." hati Blandaran lega karena pemuda itu datang bukan
urusan rumah perguruan. "Tetapi jangan sekali-kali engkau menghubungkan dengan
Niken Anggana puteri ahli pedang Haria Giri. Apapun
alasanmu, Niken Anggana tidak boleh kau singgung-singgung
lagi. Aku datang kemari untuk menjemputnya."
Blanaaran tertawa pelahan. Memang ia menggenggam dua
maksud, meskipun perintah Cing Cing Goling berbunyi lain.
Cing Cing Goling memerintahkan dirinya membantu puterinya
Antawati untuk memperoleh pedang pusaka Sangga Buwana.
Bagi dirinya sendiri, perintah itu jatuh nomor dua. Apalagi
pedang pusaka itu bersangkutan dengan halnya bila
dibandingkan dengan hadirnya para murid pendekar Ujung
Gunung. Semenjak jaman mudanya, gurunya bermusuhan
dengan kakaknya seperguruan Telaga Warih. Dalam hal
mendidik anak-murid Kyahi Ujung Gunung, Tegal Warih ikut
menangani. Maka ia diakui sebagai paman-guru yang syah.
Sebaliknya, tidaklah demikian nasib gurunya. Selain tidak
diakui, ia didepak keluar dari rumah perguruan. Maka gurunya
berbareng majikannya yang dicintainya itu, selanjutnya hidup
dengan hati murung. Sebagai murid berbareng kekasihnya,
Blandaran wajib menegakkan kembali kehormatan sang guru.
Dirinya sendiripun ikut berkepentingan. Semua orang tahu, ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang gemblak. Dalam pandangan mata masyarakat,
kedudukannya tidak lebih tinggi daripada seorang tunasusila.
Maka perlulah ia merebut kehormatan dirinya lagi dengan
mempertunjukkan kegagahannya. Akan tetapi ia sadar, anak
murid Ujung Gunung dan Telaga Warih berkepandaian tinggi,
Ia perlu memiliki kepandaian istimewa untuk mengungguli
mereka. Oleh pikiran itu, ia mengabdi kepada Cing Cing Goling
yang berkenan mengangkatnya sebagai adik-seperguruannya
karena ia berkepandaian tinggi. Lambat-laun ia bisa ikut
mewarisi Ilmu Sakti Batu Panas sampai tingkat empat. Setelah
merasa cukup mulailah ia mengarahkan pandang matanya ke
Gunung Lawu. Secara kebetulan kakaknya Cing Cing Goling
memilih dirinya untuk membantu Antawati yang secara
kebetulan-pula mempunyai sedikit urusan dengan keluarga
Sondong Landeyan. Dan kesempatan itu tiada mau ia menyia-
nyiakan. Demikianlah ia membalas serangan Dandang Wutah sambil
membatin :"Biarlah tua bangka ini kurobohkan dulu. Setelah
itu baru aku mengurusi pemuda yang usilan itu. Aku harus
memperlihatkan kepada mereka, bahwa kepandaian guru
berada di atas Telaga Warih yang diakui sebagai paman
gurunya yang syah." Dengan pikiran itu, hatinya jadi tenang. Diam-diam ia
mengerahkan tenaga sakti Ilmu Batu Panas yang disembunyikan di balik jurus-jurus ajaran gurunya. Maka
sebentar saja. Nyai Dandang Wutah benar-benar dalam
keadaan bahaya. Dengan suatu kesebatan yang luar biasa, ia
membenturkan tongkat tongkat rampasannya untuk melibat
Selendang Gadung Melati. Nyai Dandang Wutah terpaksa
mengadu tenaga keras melawan keras. Keruan saja, nenek
yang sudah berusia lanjut itu merasa tidak dapat lagi
mempertahankan senjatanya. Namun sebagai seorang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendekar sejati, ia pantang menyerah. Tekatnya lebih baik
mati daripada senjata andalannya terebut lawan. Demikianlah
setelah saling berkutat, Blandaran mengangkat tongkatnya
yang sudah melibat selendang lawan. Lalu bermaksud akan
dibawanya berputar. Nyai Dandang Wutah yang berperawakan kurus kering
dengan sendirinya bukan merupakan beban yang berarti bagi
Blandaran. Sewaktu Blandaran hampir saja dapat mengangkat
tubuh Dandang Wutah, tiba-tiba berkelebatlah sesosok
bayangan. Bayangan itu melesat bagaikan kejapan cahaya.
Dan dengan dibarengi suara benturan nyaring, tongkat
Blandaran tergempur miring. Kemudian nampaklah seorang
gadis cantik jelita berdiri tegak di tengah pertempuran. Dialah
Niken Anggana yang tadi menyerang tongkat Blandaran.
Sebenarnya bukan menyerang pendeta gadungan itu atau
Nyai Dandang Wutah. Akan tetapi yang di-arahnya adalah titik
garis tengah antara ujung tongkat dan libatan selendang.
Akibatnya kedua senjata itu terenggang dan kedua pihak
terpisah beberapa langkah. Hal itu ada sebabnya, karena Nyai
Dandang Wutah sedang mati-matian membetot selendangnya
dari libatan tongkat Blandaran. Begitu terlepas, ia mundur
terjengkang. Syukur, Sondong Wido dan Sondong Muraji buru-
buru menyambutnya. Sekiranya tidak demikian, ia bakal roboh
terjengkang. Semua orang termasuk Gemak Ideran terheran-heran
menyaksikan kepandaian Niken Anggana. Apakah gadis itu
memiliki himpunan tenaga yang sangat tinggi melebihi
Blandaran dan Nyai Dandang Wutah" Sebenarnya, tidak
demikian. Sebentar tadi ia mengaku kepada Sukesi, bahwa ia
mewarisi beberapa kepandaian ayahnya akan tetapi dilarang
menggunakannya. Di antaranya ia pandai melihat titik temu
adu tenaga antara Blandaran dan Nyai Dandang Wutah. Dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan menggunakan kecerdasannya dan keringanan tubuhnya, ia melesat tinggi sambil menggempurkan pedangnya. Untuk pertama kali itu, Gemak Ideran menyaksikan
kepandaian Niken Anggana yang sejati. Selama itu, dapat dia
merahasiakannya sehingga berkesan bodoh dan tidak berdaya.
Kiranya, dia sudah membekal beberapa bagian ilmu
kepandaian ayahnya yang termashur di kolong langit sebagai
seorang ahli pedang. Hebatnya, Sukesi dapat menebak
dengan tepat. "Sebagai seorang ahli pedang, sedikit banyak paman Haria
Giri tentu pernah memberi petunjuk-petunjuk kepada
puterinya." Gemak Ideran bergumam dengan dirinya sendiri.
"Ah, kenapa aku tidak mempunyai pikiran begitu" Sebaliknya,
dengan sekali lihat Sukesi sudah dapat membaca latar
belakangnya. Ah, pengalaman memang mahaguru. Dalam hal
ini aku kalah pengalaman bila dibandingkan dengan Sukesi
dan lain-lainnya. Maka aku harus berhati-hati dan berwaspada
menghadapi iblis Blandaran
Blandaran sama sekali tidak mengira, bahwa akan ada
seseorang yang dapat memisahkan libatannya. Waktu itu ia
tengah mengerahkan tenaganya untuk mengangkat tubuh
Dandang Wutah. Memang ia sedang memusatkan seluruh
perhatiannya sehingga tidak melihat berkelebatnya Niken
Anggana. Andaikata tetap waspada seperti sediakala, dapatlah
ia dengan mudah mengelak atau menangkis. Walaupun
demikian, ia memuji kepandaian gadis itu yang bisa
menggagalkan maksudnya. la menoleh dan mengamat-amati. Hatinya tercekat, karena
gadis itu ternyata cantik luar biasa. Usianya belum lagi
menginjak duapuluh tahun. Masih sangat muda, namun sudah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepandaian tinggi. Tetapi apa sebab dapat tertawan
Antawati sangat mudah" Selagi hendak membuka mulutnya,
Niken Anggana sudah mendahului ucapannya yang lembut
kepada Sukesi : "Bibi, biarlah hari ini aku menggunakan sebagian kecil
kepandaian ayah. Kata ayah, ilmu pedang yang akan
kugunakan nanti bernama Ilmu Landeyan. Maksud ayah
sebagai pernyataan menyesal terhadap sahabatnya yang
bernama Landeyan. Dahulu sama sekali tak kemengerti makna
itu. Tetapi setelah semalam bibi menjelaskan permasalahannya, aku jadi mengerti. Maka demi nama paman
Sondong Landeyan, ilmu pedang ini akan kugunakan untuk
mengusir pendeta itu. Bukan mustahil aku belum dapat
mengalahkannya, karena ilmu pedang ciptaan ayah baru
kukuasai kulitnya saja. Bila aku sampai mati, sudikah bibi
mengabadikan ilmu pedang ini?"
Belum sempat Sukesi menjawab, Blandaran tertawa
terbahak-bahak dengan disertai tenaga saktinya sehingga
lembah gunung itu jadi mendengung-dengung. Hatinya amat
mendongkol, karena dirinya seolah-olah dianggap sebagai
barang percobaan. "Hai orok ! Tak kusangka, mulutmu pandai mengoceh.
Apakah ilmu pedang ciptaan ayahmu begitu berharga sampai
perlu diabadikan?" Niken Anggana tidak menyahut. Sebagai gantinya ia
berputar menghadap Blandaran sambil mengibaskan pedangnya beberapa kali. Katanya kemudian :
"Ini bukan pedang Sangga Buwana. Meskipun demikian
cukup tajam untuk alat pemotong kepala."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gemak Ideran terperanjat. Belum pernah sekali jua, ia
mendengar ucapan Niken Anggana setajam itu. Benar
diucapkan dengar suara lembut, namun mempunyai perbawa


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menyeramkan. Sebab, jangan lagi memotong kepala
orang. Bahkan memotong kepala ayam saja, pribadi Niken
Anggana tidak mengijinkan. Ia pantas dipuja sebagai bidadari
yang bersih dari segala noda dunia.
Sementara itu, dengan tiba-tiba saja Niken Anggana sudah
menikamkan pedangnya. Dandang Wutah yang sedang
ditolong kedua saudara-seperguruannya,
tidak sempat mengikuti perubahan yang terjadi di gelanggang pertempuran.
Hatinya terlalu sedih dan pikirannya kusut. Wajahnya muram
suram seperti bulan terselimut awan kelabu. Sebaliknya Sukesi
dan Wigagu benar-benar mengikuti gerakan pedang Niken
Anggana yang indah dan cepat luar biasa.
Blandaran terperanjat berbareng penasaran. Terpaksa ia
menggerakkan tongkat rampasannya pula. Ia mencoba
mengelak ke samping, ke depan maupun mundur. Akan tetapi
pedang Niken Anggana senantiasa mengikutinya tak ubah
bayangan. Karena itu, Blandaran segera membenturkan
tongkatnya. Niatnya jelas, ia hendak mengadu tenaga.
Akibatnya beberapa kali terdengar suara benturan nyaring,
diikuti letikan api yang memercik di ujung senjata.
Niken Anggana tahu, ia kalah himpunan tenaga sakti. Itulah
sebabnya, ia menggunakan siasat tipu daya. Kadang-kala
menyerang dengan sungguh-sungguh, namun tiba-tiba hanya
gertakan belaka. Dengan sangat lincah ia melompat-lompat
dari penjuru ke penjuru, ia berputar-putar begitu cepatnya
sehingga tubuhnya nampak mirip gangsing.
Gemak Ideran kagum bukan main. Ia kini memang
membekal himpunan tenaga sakti yang hebat berkat pel
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
istimewa pemberian Rawayani. Akan tetapi pel itu bukan
berarti dapat menyulap kepandaiannya mencuat menjadi
tinggi. Ilmu kepandaiannya tetap saja seperti yang dimiliki.
Karena itu pandang matanya sempat berkunang-kunang
mengikuti gerakan Niken Anggana. Kembali lagi hatinya jadi
sibuk. Pikirnya : "Dibandingkan dengan Niken, kepandaianku ternyata masih
kalah jauh. Hm, apakah aku berani berlagak melindungi
dirinya lagi?" Blandaran yang tengah menghadapi serangan Niken
Anggana yang istimewa itu lambat-laun dapat menguasai diri.
Untuk melindungi diri, iapun memutar tongkatnya dengan
disertai tenaga Ilmu Sakti Batu Panas, Ia ikut pula berputar
mengikuti gerakan lawannya, Ia menunggu saatnya yang
tepat sambil membenturkan tongkatnya. Itulah sebabnya,
suara benturan senjata seringkali terjadi sehingga terdengar
memekakkan telinga. Menyaksikan hal itu, mendadak saja
Gemak Ideran seperti diingatkan. Serunya di dalam hati:
"Celaka ! Tentu gemblaknya itu menggunakan hawa
beracun Ilmu Batu Panas."
Memikir begitu, terus saja ia melesat menerjang Blandaran
dengan goloknya. Trang ! Begitu terbentur tenaganya,
Blandaran terpental mundur berjumpalitan.
"Hai ! Kau berani menyerang aku?" bentaknya dengan
nafas agak memburu. Gemak Ideran tertawa. Sahutnya :
"Bukankah tadi aku berkata, jangan sekali-kali menyinggung-nyinggung adikku Niken Anggana. Sekarang,
engkau tidak hanya menyinggung. Tetapi malahan bertempur.
Maka aku terpaksa menghajarmu."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bedebah !" Blandaran memaki. "Apakah kau mau main
keroyok?" "Apakah engkau hendak memanggil kedua laskar babimu
itu" Silahkan !" Gemak Ideran membalas mendamprat.
Blandaran mendongkol sampai wajahnya nampak merah
padam. Kata-katanya tadi diharapkan untuk bisa mengikat
satu tata-atur pertempuran satu lawan satu seperti yang
dilakukan sebentar tadi terhadap Sondong Jerowan dan
Dandang Wutah. Ternyata Gemak Ideran sudah dapat
menebak maksudnya. Karena tidak sudi kalah gertak, ia
menyahut : "Kamu mau maju berbareng" Hohooo ... silahkan !"Gemak
Ideran hendak menjawab, tetapi Niken Anggana sudah
mendahului. Katanya setengah menegur dirinya."
"Kakang ! Aku tidak mengharapkan bantuanmu?" Gemak
Ideran buru-buru menyahut. "Aku masuk dalam gelanggang
karena melihat kecurangannya?"
"Kecurangan ?" Niken Anggana tidak mengerti.
"Adik!" ujar Gemak Ideran. "Ilmu pedangmu bagus sekali.
Aku percaya, pendeta gadungan ini akan dapat kau kalahkan.
Akan tetapi dia menggunakan tenaga tambahan yang tidak
wajar, itulah hawa beracun Ilmu Batu Panas. Lihatlah paman
Sondong Jerowan ! Dia roboh dengan sekali hantam. Dan
kukira..." dia tidak melanjutkan kalimatnya, karena teringat
pengalamannya sendiri. Meskipun Ilmu Sakti Batu Panas yang
dikuasai Blandaran tidak setinggi Cing Cing Goling, akan tetapi
dalam suatu pertempuran secara berhadap-hadapan sudah
cukup dapat membahayakan lawannya. Tentunya di dunia ini
tiada orang lain lagi yang bisa menyembuhkan kecuali Cing
Cing Goling dan Ra-wayani.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ngacau I" bentak Blandaran.
"Ngacau apa?" Gemak Ideran balik mendamprat. "Apakah
kau kira aku tidak mengetahui tangan jahatmu" Niken ! Kau
layani saja dua begundalnya pendeta gadungan ini. Dengan
ilmu pedangmu itu, kau akan dapat memotong kepalanya.
Pendeta gundul ini, biarlah aku yang menghadapi.
"Kakang Gemak Ideran, biarkanlah aku menolong diriku
sendiri." sahut Niken Anggana. .
"Niken ! Tak dapat engkau berlawanan dengan pendeta
gadungan yang jahat ini. Mundur!" Gemak Ideran memperingatkan dengan suara lantang.
Tetapi Niken Anggana yang biasanya patuh pada setiap
patah perkataannya, kali ini membandel, Ia mendahului
menyerang Blandaran dengan gerakan pedangnya yang
sangat indah. Pedangnya berputar cepat terus-menerus,
hingga setitik airpun tidakkan dapat menembus. Barangkah ia
bermaksud melindungi pernafasannya dari hawa beracun
lawannya. Dan menghadapi serangan demikian, diam-diam
Blandaran kagum di dalam hati. Ia dipaksa untuk bergerak
cepat pula untuk mengimbangi gerakan Niken Anggana.
Dengan demikian, tidak mempunyai kesempatan untuk
mengerahkan hawa beracun Ilmu Batu Panas. Seperti
diketahui, jurus-jurus Ilmu Batu Panas dilakukan dengan
gerakan lamban dan sederhana. Lawan yang menganggap
remeh justru akan terjebak, karena kelambanan dan
kesederhanaannya itu adalah cara membangkitkan hawa
beracun Ilmu Batu Panas. Hanya sekejap mata saja, pertempuran sengit sudah
berlangsung sepuluh jurus. Lalu meningkat sampai duapuluh
jurus. Baik pihak Antawati maupun pihak Rumah Perguruan
Ujung Gunung kagum bukan main menyaksikan kegesitan dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kelincahan Niken Anggana. Sondong Jerowan tadi roboh
hanya dalam satu gebrakan saja, sedang Dandang Wutah
terdesak mundur terus-menerus setelah bertempur selama
lima jurus saja. Tetapi Niken Anggana sudah melampaui
duapuluh jurus lebih dan belum ada tanda-tanda dia akan
kalah. Nyai Dandang Wutah yang mengenal kepandaian Blandaran
berpikir di dalam hati : "Bocah ini masih sangat muda. Meskipun demikian ilmu
pedangnya dapat mengimbangi kepandaian Blandaran. Hanya
sayang, dia belum sempat berlatih lebih mendalam lagi,
sehingga tenaga saktinya tidak sempat bekerja. Hm ... kalau
begitu Haria Giri mungkin benar-benar pantas disebut sebagai
seorang ahli pedang. Mungkin kepandaiannya tidak berada
dibawah Sondong Landeyan."
Sementara itu, pertempuran adu kepandaian makin lama
makin seru. Tak terasa akhirnya mereka yang menjadi
penonton bersorak kagum setiap kali menyaksikan serangan
Niken Anggana yang indah dan berbahaya. Meskipun
Blandaran dapat mengelak atau menangkis, akan tetapi
penonton menjagoi Niken Anggana diluar kemauannya sendiri.
Menyaksikan kegesitan dan kelincahan Niken Anggana pihak
Rumah Perguruan Sondong Landeyan percaya, bahwa gadis
itu tidakkan tergerayang keganasan Blandaran. Beberapa kali
dia berada dalam bahaya, namun pada detik itu pula pandai
meloloskan diri. Gemak Ideran yang tadi menghkawatirkan Niken Anggana,
ternganga-nganga keheranan. Hampir-hampir ia tidak percaya
kepada penglihatannya sendiri. Kecuali tidak pernah menyaksikan kepandaian Niken Anggana, gadis itu ternyata
pandai menolong diri setiap kali nyaris terperangkap bahaya,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia sendiri merasa belum sanggup menghadapi Blandaran yang
berkepandaian tinggi dan ganas.
Memang pertempuran adu kepandaian antara Blandaran
dan pihak Sondong Jerowan berbeda jauh dengan Niken
Anggana. Menghadapi Sondong Jerowan, Blandaran sudah
faham jurus-jurusnya karena sumbernya sama. Sebaliknya
ilmu pedang Niken Anggana masih asing baginya, ia harus
melayani hati-hati dan berwaspada. Itulah sebabnya tidak
dapat ia merobohkannya segampang merobohkan Sondong
Jerowan dan Nyai Dandang Wutah.
Niken Anggana sudah bertempur tigapuluh jurus. Berarti
pula sudah memperlihatkan tigapuluh kali ragam serangan.
Sedang Ilmu Pedang Landeyan ciptaan ayahnya berjumlah
enampuluh jurus. Dengan begitu, ia kini tinggal menggenggam semacam modal tigapuluh jurus lagi. Andaikata
ia sudah berpengalaman tidak perlu tergesa-gesa melanjutkan
jurus-jurusnya, ia bisa mengulangi dengan jurus-jurus
gabungan atau berselang-seling. Musuh setidak-tidaknya, bisa
dikelabui. Sebaliknya Blandaran yang sudah kenyang makan garam,
segera dapat menggunakan pikirannya. Sambil membela diri ia
memperhatikan jurus serangan Niken Anggana yang selalu
berobah. Teringatlah dia kepada ucapan Niken Anggana
kepada Sukesi. Sebelum bertempur, Niken Anggana minta
kepada Sekesi agar mengabadikan Ilmu Pedang Landeyan
ciptaan ayahnya. Bukankah berarti hendak memperlihatkan
sejurus demi sejurus" Kalau begitu, biarlah kuberi kesempatan
untuk memperlihatkan seluruh jurusnya, pikir Blandaran.
Blandaran dapat bersikap demikian, sebab ia menang
tenaga. Sambil bertempur ia mulai mengamat-amati. Setelah
sampai duapuluh jurus, ia mulai mengenalnya. Sekarang tidak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perlu lagi ia cemas. Bahkan sedikit demi sedikit ia mendesak.
Tongkatnya yang kasar dan berat lantas saja dapat
mengimbangi pedang Niken Anggana.
Didesak demikian, terpaksalah Niken Anggana melanjutkan
jurusnya yang ketigapuluh satu dan seterusnya. Penonton
mulai tegang. Tidak lagi mereka bersorak sorai kagum, karena
kedua pihak seimbang. Sebaliknya Gemak Ideran mulai cemas.
Prarasanya ternyata benar. Mendadak saja Blandaran merobah
cara berkelahinya. Dia memutar tongkatnya makin lama makin
cepat sehingga membawa kesiur angin.
"Celaka !" pikir Gemak Ideran. "Kalau dia berkesempatan
memutar senjatanya, berarti pula sempat mengerahkan
tenaga Hawa Beracun Ilmu Batu Panas ..." Dengan penuh
perhatian ia mengamat-amati gerakan tongkat Blandaran.
Sekarang tongkat Blandaran tidak hanya dapat mengimbangi,
akan tetapi mulai mengurung pula. Artinya gerakan pedang
Niken Anggana yang lembut dan penurut. Tidak pernah ia
berusaha membantah perintah siapapun. Apalagi dalam hal
tindak kekerasan. Jangan-jangan dia kehilangan daya tempur.
Ternyata sama sekali tidak. Justru merasa terancam bahaya,
pedangnya menjadi ganas. Sebab manakala terancam bahaya
maut, makhluk itu akan berusaha menyelamatkan diri dengan
cara apapun juga. Begitulah, sewaktu Niken Anggana merasa
terancam bahaya, bangkitlah semangat tempurnya untuk
melepaskan diri dari kurungan Blandaran. Mendadak saja
tubuhnya melesat tinggi. Pedangnya berkelebat memapas
ujung tongkat Blandaran. Tetapi karena tongkat lebih perkasa
daripada pedang, ia hanya mampu menggempur miring.
Namun ia tidak kehilangan akal. Ia justru menggunakan
pantulannya untuk membantu melambungkan tubuhnya lebih
tinggi lagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja, Biandaran yang sudah berpengalaman tidak


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengijinkan ia meminjam tenaganya. Dengan sebat ia
menyusuli serangan berantai yang sangat berbahaya. Itulah
serangan berantai yang tadi dapat mementalkan tubuh Nyai
Dandang Wutah nyaris roboh terjengkang andaikata tidak
disangga dua orang saudara-seperguruannya.
Sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan rata-rata
berumur enampuluh tahun. Mereka mengenal ragam ilmu
pedang. Apalagi adiknya-seperguruan yang termuda, Sondong
Landeyan, mahir sekali dalam hal ilmu pedang. Karena itu,
mereka dapat mengikuti tipu-daya dan gerakan serangan ilmu
pedang Niken Anggana dengan jelas. Mereka tahu, ilmu
pedang Niken Anggana bisa merebut kemenangan. Hanya
sayang, Niken Anggana masih terlalu muda. Barangkali inilah
salah satu sebab mengapa ayahnya melarang menggunkan.
Jurus-jurusnya boleh hebat dan sempurna. Akan tetapi tanpa
dukungan himpunan tenaga sakti, daya tekanannya tidak
berarti banyak. Dalam suatu pertempuran jarak panjang,
lambat-laun ia akan kalah.
Blandaran tahu akan hal itu. Karena itu dengan berbesar
hati ia menghantamkan tongkatnya dengan tenaga penuh.
Niken Anggana sedang melayang di udara tatkala ia merasa
kena imbasan suatu tenaga yang panas luar biasa. Apakah ini
yang dinamakan tenaga hawa Ilmu Batu Panas" Hatinya
tercekat begitu teringat hal itu. Terus saja ia mengibaskan
pedangnya sambil membuka dadanya. Hai!"seru sekalian
saudara-seperguruan Sondong Landeyan terperanjat.
Tetapi pada detik yang mengancam maut itu, sekali lagi
Niken Anggana memperlihatkan jurus pertahanannya yang
luar biasa. Ternyata ia masih mempunyai kepandaian yang
istimewa. Dengan sebat ia menggerakkan kakinya. Tubuhnya
melengkung sehingga kedua kakinya melewati perutnya. Dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kedua kaki yang terbalik letaknya ia menginjak ujung
tongkat. Tubuhnya membal dan melesat ke luar gelanggang.
Kemudian mendarat dengan tak kurang suatu apa.
"Pendeta gadungan ini benar-benar hebat." pikir Gemak
Ideran di dalam hatinya. "Pantas dia sombong dan ganas.
Kalau begitu, aku harus segera melumpuhkan sebelum tenaga
istimewaku pudar. Pada saat ini Niken Anggana masih segar
bugar. Tetapi bila pendeta gadungan itu berkesempatan
melepaskan salah satu pukulannya hawa beracun, akibatnya
akan runyam. Senyampang belum terjadi sesuatu, kapan lagi
aku harus ikut maju?"
Sementara itu Niken Anggana sudah menerjang lagi dengan
jurus-jurusnya yang baru. Pedangnya berkelebatan mengurung Blandaran. Akan tetapi Blandaran yang sudah
mulai memahami inti gerakan ilmu pedang Landeyan, tetap
gagah kalau tidak boleh dikatakan bahkan bertambah gagah.
Tongkatnya terdengar menderu-deru. Itu suatu tanda, bahwa
dia mulai dapat mengerahkan hawa beracun Ilmu Batu Panas.
Meskipun pedang Niken Anggana masih saja tatap lincah,
namun lambat-laun pastilah menghirup hawa beracun itu.
Sadar akan bahaya yang mengancam, Gemak Ideran tidak
berpikir panjang lagi. Terus saja ia melesat memasuki
gelanggang sambil menghantam goloknya.
Masuknya Gemak Ideran, mengejutkan Blandaran. Terpaksa ia menangkis kuat lawan kuat. Ia tahu, pemuda itu
mempunyai himpunan tenaga sakti yang tinggi melebihi
dirinya. Sebaliknya ia percaya kepada hawa beracun Ilmu Batu
Panas. Diluar dugaan gempuran tenaga sakti Gemak Ideran
tidak hanya kuat, tetapi bisa bertahan terhadap hempasan
hawa beracun. Bahkan tenaganya maha dahsyat. Tahu-tahu
dirinya terpental dua langkah dan hampir-hampir roboh
terjengkang. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua perwira yang pernah merasakan kehebatan tenaga
Gemak Ideran terperanjat. Melihat Blandaran terpental dua
langkah, hatinya ciut. Terus saja mereka berdua maju
menerjang. Sukesi dan Wigagu tidak membiarkan mereka.
Wigagu yang tadi sempat terkulai, masih penasaran. Dengan
pedang terhunus ia menghadang dan pertempuran seru
terjadi sangat cepat. Sekarang, baik Wigagu maupun Sukesi
bertempur sangat baik. Soalnya karena merasa sudah
memperoleh pegangan. Sebentar tadi, kedudukan Niken
Anggana dan Gemak Ideran masih belum jelas. Tetapi setelah
kedua muda-mudi itu membela nama rumah-perguruannya,
mereka jadi mantap. Mereka berdua merasa wajib menjaga
kehormatan rumah perguruannya. Untuk sementara, masalah
Niken Anggana dapat dikesampingkan. Itulah sebanya kedua
perwira yang tadi dapat melukai Wigagu, sudah bukan lawan
mereka lagi. Ilmu Pedang ajaran Sondong Landeyan betul-
betul berwibawa. Gerakan jurusnya mantap dan dukungan
himpunan tenaga saktinya tepat.
Menyaksikan perubahan yang mencemaskan itu, Antawati
yang semenjak bersikap menunggu lantas saja berseru
"Mereka sudah mendahului main keroyok. Serbu !" Anak-
buah Antawati berjumlah empatbelas orang. Sudah semenjak
tadi, mereka tidak bersabar lagi. Kini mereka mendengar aba-
aba untuk menyerbu. Tidak mengherankan, seperti anjing
kena gebuk mereka lantas saja menerjang dengan gegap
gempita. "Celaka !"seru Sondong Gunung yang masih memiliki watak
berangasan. "Mari kita layani."
Sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan adalah
pendekar-pendekar berpengalaman. Menghadapi serbuan
anak-buah Antawati bukan merupakan suatu peristiwa yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengejutkan. Hanya saja mereka tadi sempat menyaksikan
betapa ampuh hawa beracun Ilmu Batu Panas yang berhasil
melukai kakaknya seperti Sondong Jerowan. Padahal di antara
mereka, Sondong Jerowan lah yang berkepandaian paling
tinggi. Meskipun demikian, hawa beracun Ilmu Batu Panas
bukan alasan untuk membuat mereka gentar. Begitu
mendengar suara Sondong Gunung, segera mereka memasuki
gelanggang pertempuran dengan senjata andalannya masing-
masing. Nyai Dandang Wutah yang sudah kena pengaruh
hawa beracun Ilmu Batu Panas, tidak terkecuali. Dengan
memaksa diri, ia mengayunkan senjata andalan Selendang
Gadung Melati. Antawati tadi menuduh Gemak Ideran main keroyok. Kalau
dipikir, justru dialah yang main keroyok. Anak-buahnya
berjumlah empat belas orang, ditambah dirinya, Blandaran
dan kedua perwira. Berarti delapan belas orang. Sedang di
pihak Gemak Ideran hanya berjumlah sembilan orang, karena
baik Sondong Jerowan maupun Nyai Dandang Wutah
sebenarnya sudah tidak mampu berbuat banyak. Dengan
begitu, masing-masing berhadapan dengan dua musuh. Dalam
hal ini, Blandaranlah yang merupakan lawan terberat. Untung
untuk sementara Gemak Ideran dapat menandingi. Bahkan
melebihi. Akan tetapi tenaga sakti yang dimiliki bersandar pel
istimewa pemberian Rawayani. Kekuatan dan kemauannya
terbatas. Makin sering digunakan, makin kuranglah dayanya.
Sebaliknya, meskipun Blandaran kalah dalam hal mengadu
tenaga, tetapi ilmu kepandaiannya bermacam ragam. Dengan
suatu kesabaran tertentu, lambat-laun dia pasti bisa
mengungguli Gemak Ideran.
Gemak Ideran menyadari kelemahan itu. Maka diam-diam
dia sudah mencari akal untuk membawa Niken Anggana
melarikan diri. Pikirnya : "Niken Anggana bukankah dimusuhi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak-murid dan saudara-seperguruan Sondong Landeyan"
Berkorban untuk mereka tiada gunanya." Memikir demikian,
segera ia melepaskan pukulan beruntun seraya mendekati
Niken Anggana. Blandaran benar-benar licik dan licin. Karena mengetahui
pemuda itu memiliki tenaga kuat, tidak berani ia menangkis, ia
hanya mengelak sambil menyerang Niken Anggana lolos dari
libatannya. Dan setiap kali menyerang Niken Anggana dengan
sebat ia senantiasa berada di belakang punggung gadis itu.
Dengan begitu, pukulan Gemak Ideran tidak hanya sia-sia
saja, tetapi terhalang pula.
Menghadapi akal Blandaran, Gemak Ideran merasa
kuwalahan. Memang, ilmu kepandaiannya masih terpaut jauh
bila dibandingkan dengan Blandaran. Ia hanya memiliki tenaga
tambahan, tetapi bukan menambah kegesitannya. Itulah
sebabnya, tidak dapat ia mengimbangi kesebatan Blandaran.
Pukulan-pukulannya selalu menghantam udara kosong.
Manakala berniat mendesaknya, tiba-tiba saja Niken Anggana
sudah berada di depannya menutupi sebagian sasarannya.
Sementara itu pertempuran antara saudara-seperguruan
Sondong Landeyan melawan anak-buahnya Antawati berlangsung cepat dan seru. Hebat ilmu kepandaian sekalian
saudara-seperguruan Sondong Landeyan. Gerakan senjata
mereka mantap dan pasti. Sayang, mereka sudah berusia
lanjut sehingga tidak berani mengobral tenaga. Justru
demikian, merugikan kedudukannya sendiri. Sebab dengan
cepat saja, mereka sudah mulai terkurung rapat.
Selagi mereka bertempur dengan lawannya masing-masing,
tiba-tiba terdengar suara tertawa terbahak-bahak. Hati Gemak
Ideran tercekat. Siapa lagi yang datang" Kalau anak-buah Cing
Cing Goling datang lagi membantu teman-temannya, celakalah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan termasuk
Sukesi dan Wigagu. Memperoleh pikiran demikian, sebat luar
biasa ia menggempur Blandaran dan menghantam dua orang
yang datang kesamping, dua orang itu terpental tinggi di
udara dan terbanting telak di atas tanah pegunungan yang
keras. "Hai Surengpati! Hebat pukulan bocah itu I"terdengar suara
seruan nyaring. Gemak Ideran terperanjat, ia seperti pernah mengenal
suara itu. Segera ia menoleh dan melihat tiga orang yang
sedang lari saling menyusul. Yang bersuara tadi Saring alias
Gagak Seta. Dia sedang diuber seorang pemuda pula yang
mengenakan pakaian mentereng. Barangkali pemuda itulah
yang dipanggil Gagak Seta dengan nama Surengpati. Dan
melihat munculnya Gagak Seta, Gemak Ideran merasa
memperoleh dewa penolong. Terus saja berteriak :
"Kakang Gagak Seta !"
Mendengar teriakan Gemak Ideran, Blandaran ikut
menoleh. Selagi demikian, Gagak Seta sudah berkelebat
melepaskan pukulan. Blandaran terkejut setengah mati.
Mimpi-pun tidak pernah, bahwa pada suatu hari ia bakal
bertemu dengan seorang pemuda lain lagi yang memiliki
himpunan tenaga sakti yang dahsyat luar biasa, Ia mencoba
menangkis. Prak! Akibatnya dia jatuh menggelinding dan
memekik bangun dengan mata berkunang-kunang.
"Bangsat! Siapa kau?"
Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Aku sendiri tidak tahu, siapa diriku ! Hai Kebo Bangah,
lumayan juga tua bangka ini. Barangkali cocok untukmu !"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang pemuda berperawakan tinggi besar dan berkepala
botak maju dengan wajah menyeramkan, ia mendengus. Lalu
menyahut : "Kalau cocok, lalu untuk apa?"
"Setali tiga uang denganmu. Sama-sama beracun, sama-
sama edan pula. Coba aku ingin melihat, mana yang bagus
antara racunmu dan racunnya."
Ucapan Gagak Seta membuktikan bahwa dia berkepandaian
tinggi. Sebab dengan sekali adu kesaktian sudah mengetahui
lawannya mempunyai hawa beracun.
"Hm." Kebo Bangah alias Singgela mendengus. Gagak Seta
agak mengenal watak dan perangai Kebo Bangah. Dia tertawa
terbahak-bahak. Berkata :
"Selamanya kau membanggakan diri sebagai manusia
beracun nomor satu. Kau berani melawan dia?"
"Hm." lagi-lagi Kebo Bangah mendengus.
"Hahaha... hai Surengpati! Dia tidak berani. Kalau begitu, di
dunia ini tinggal kita berdua yang nomor satu."
."Apa?" Kebo Bangah kena dibakar hatinya. Dan terus saja
ia meloncat menerjang Blandaran.
Blandaran tadi sempat beradu keras lawan keras melawan
Gagak Seta. Ia sadar, pemuda itu memiliki tenaga pukulan
yang dahsyat luar biasa melebihi Gemak Ideran. Tentunya
pemuda yang bernama Kebo Bangah itupun demikian pula.
Maka buru-buru ia bersiaga.
Kebo Bangah ternyata seorang pemuda yang congkak dan
ganas. Kena dibakar hatinya, tanpa berpikir panjang lagi terus
saja ia mendahului menyerang. Bres !
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana?" teriak Gagak Seta. "Betul atau tidak?"
"Lumayan... lumayan..." sahut Kebo Bangah tak jelas.
"Bagus ! Biarlah dia jadi lawanmu. Aku dan si Jangkrik
Bongol ini biar berlomba. Hai Bongol, kau berani bertaruh
denganku atau tidak?"
"Bertaruh apa?" sahut Surengpati alias Jangkrik Bongol.
"Hayo kita berdua ramai-ramai merobohkan orang. Siapa
yang merobohkan orang lebih banyak, dialah yang menang."
"Bagus !" Kedua pemuda itu kemudian menerjang anak-buah


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Antawati. Hebat cara bertempurnya. Seperti bayangan iblis
mereka bergerak cepat dari tempat ke tempat. Sebentar saja
beberapa orang roboh terjengkang tak berkutik lagi.
Gemak Ideran dan Niken Anggana berdiri tertegun dengan
pikirannya masing-masing. Gemak Ideran teringat kepada
tutur-kata Rawayani, bahwa mereka bertiga muncul di
Pesanggrahan membunuh rombongan orang bertopeng. Sepak
terjangnya ternyata luar biasa hebatnya. Lain lagi pikiran
Niken Anggana. Kedatangan mereka bertiga tidak membuatnya heran atau terkejut. Sebab mereka bertiga
pernah muncul di Pesanggrahan. Perhatiannya kini mencari
Diah Windu Rini. Di manakah dia" Diah Windu, kakak-
seperguruan Surengpati, dulu dia ikut mengejar. Kini,
bayangannya tiada nampak. Apakah dia balik kembali ke
Pesanggerahan" Teringat akan Diah Windu Rini, Niken
Anggana menjadi gelisah sehingga lupa menggerakan
pedangnya. Dalam pada itu sekalian saudara-seperguruan Sondong
Landeyan terheran-heran melihat datang tiga pemuda itu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah memperhatikan sepak-terjangnya yang luar biasa, tak
terasa Sondong Jerowan dan Nyai Dandang Wutah menghela
nafas. Berkata kepada dirinya sendiri :
"Ah benarlah kata pepatah. Gelombang yang baru
mendorong arus yang lama. Tulang-belulang kita sudah
keropos. Siapa mengira, dunia melahirkan anak-anak muda
yang tiba-tiba berkepandaian sangat tinggi?"
Tetapi Sondong Jerowan dan Nyai Dandang Wutah salah
tafsir. Mereka mengira, ketiga pemuda itu datang untuk
membantu mereka. Ternyata tidak demikian. Setelah berhasil
mengocar-acirkan anak-buah Antawati, Surengpati dan Gagak
Seta berbalik menyerang saudara-seperguruan Sondong
Landeyan. Keruan saja mereka kaget bukan kepalang.
"Hai, hai ! Apa artinya ini?" teriak Sondong Meguwa. "Kalian
siapa?" Sebagai jawabannya mereka berdua tertawa terbahak-
bahak. Terdengar Surengpati berkata kepada Gagak Seta :
"Pengemis edan ! Aku tidak senang bermain-main dengan
bangsa kucaci. Bagaimana kalau kita mencoba-coba orang-
orang tua bangka ini?"
"Bagus ! Kalau kau bisa memperoleh kegembiraan, aku sih
cuma mengiringkan." Gemak Ideran tercengang-cengang menyaksikan sikap
mereka yang acak-acakan. Mereka tadi menggebah anak-buah
Antawati sampai lari tunggang-langgang. Sekarang tiba-tiba
menyerang kelima saudara-seperguruan Sondong Landeyan
yang masih segar bugar, ia jadi tidak mengerti cara mereka
berpikir. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Orang-orang pandai biasanya aneh. Ternyata benar." pikir
Gemak Ideran di dalam hati.
Singgela alias Kebo Bangah sementara itu sudah sibuk
bertempur melawan Blandaran. Blandaran tadi berkesan
gagah menghadapi sekalian saudara-seperguruan Sondong
Landeyan. Akan tetapi menghadapi Kebo Bangah, ia mati
kutu. Berbagai cara ia melepaskan hawa beracun Ilmu Batu
Panas. Ternyata sama sekali tidak mempan terhadap pemuda
itu. Sebaliknya hidungnya menyengat bau amis luar biasa.
Itulah bau amis ular berbisa yang dapat membahayakan paru-
paru dan jantung. "Celaka ! Diapun memiliki ilmu hawa beracun." ia
terperanjat. Pada saat itu, ia sempat mengerling kepada dua muridnya
yang berpakaian laskar. Mareka berdua sudah kena
dirobohkan Sukesi dan Wigagu. Memperoleh penglihatan
demikian, buru-buru Blandaran memutuskan. Katanya di
dalam hati: "Kalau aku tidak segera kabur, apakah harus menunggu
sampai aku roboh di tangan pemuda ini?"
Memperoleh pikiran demikian, segera ia melepaskan
pukulan beruntun yang menjadi andalannya. Kebo Bangah
terpaksa mengelak dan kesempatan itu dipergunakan
Blandaran kabur turun gunung. Tentu saja kaburnya
mengejutkan hati kedua muridnya. Setelah mereka berdua
kena tertendang roboh, dengan tertatih-tatih mereka bangkit.
Lalu lari terpincang-pincang meninggalkan gelanggang
pertempuran. Sukesi dan Wigagu tidak sempat mengejarnya mereka
berdua, karena Kebo Bangah tiba-tiba berbalik menyerang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya. Buru-buru mereka menangkis, kemudian melawan
dengan ilmu pedang ajaran gurunya. Sebentar saja mereka
bertiga terlibat dalam suatu pertempuran yang sengit.
"Hai Jangkrik! Mereka lumayan juga. Kau bagaimana?"
"Urusi dirimu sendiri. Aku sudah mendapat boneka
permainan." sahut Surengpati dengan suara datar.
"Bagus ! Hayo berlomba. Kau atau aku yang bisa
merobohkan lebih dulu." Kebo Bangah tertawa terbahak-
bahak. Gemak Ideran tercenung-cenung. Akhirnya tertawa geli Ini
namanya pertempuran awut-awutan karena tidak jelas siapa
lawan siapa kawan. Kalau di pikir diapun begitu juga. Siapa
lawannya yang benar tidak jelas pula. Antawati dan anak-
buahnya jelas-jelas lawannya. Sebaliknya, Sukesi, Wigagu dan
sekalian saudara-seperguruan Sondong Landeyan bukan
temannya bertempur pula. Karena datangnya ke rumah
perguruan Sondong Landeyan semata-mata demi membebaskan Niken Anggana, maka diapun segera mengambil keputusan cepat senyampang mereka semua
masih terlibat dalam satu pertempuran. Memikir begitu, ia
beralih tempat menghampiri Niken Anggana yang masih
berdiri terlongong-longong mencari di mana beradanya Diah
Windu Rini. "Niken !" bisik Gemak Ideran. "Coba tangan kirimu !" Niken
Anggana tersadar mendengar suara Gemak Ideran. Ia tidak
mengerti maksud Gemak Ideran. Dengan kepala kosong ia
mengulurkan tangan kirinya. Pada saat itu, Gemak Ideran
menyambar tangan kirinya dan dibawanya berlari kencang
meninggalkan medan pertempuran.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hei kakang ! Kau bawa ke mana aku?" ia minta
keterangan. "Kita tidak bisa berbicara dengan orang-orang edan. Buat
apa bercokol di sana?"
"Tidak!" Niken Anggana mencoba menarik tangannya. "Aku
harus bertanggung jawab."
Gemak Ideran sudah dapat menebak kata hati Niken
Anggana. Gadis itu pasti masih kokoh pada keputusan hatinya.
Maka segera ia mengalihkan pembicaraan :
"Tiga orang aneh itu muncul kembali. Mungkin mereka
bermaksud baik seperti yang dilakukan di Pesanggerahan."
"Eh, apakah kakang melihat mereka muncul di Pesanggerahan?" Sambil terus membawa Niken Anggana berlari kencang,
Gemak Ideran menjawab : "Benar." Tidak usah diterangkan lagi, Gemak Ideran berdusta.
Namun waktu itu Niken Anggana berada di dalam kamar Diah
Windu Rini, sehingga tidak mengetahui dirinya berada dengan
Rawayani jauh di luar Pesanggerahan.
"Ayunda Diah Windu Rini mengejar mereka bertiga.
Sekarang mereka muncul di sini, tetapi ayunda tidak kelihatan.
"Tentu saja. Apa perlunya bergaul dengan tiga manusia
aneh itu?" Gemak Ideran masih membawa Niken Anggana berlari-
larian kencang beberapa waktu lamanya. Setelah merasa
aman, barulah ia berhenti dan mempersilahkan Niken Anggana
beristirahat di atas batu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayunda Windu Rini seorang pendekar yang pandai berpikir.
Aku yakin dia kini berada di Pesanggerahan menunggu kita."
Gemak Ideran mulai berbicara lagi.
Wajah Niken Anggana mendadak nampak kusut, ia tidak
bersemangat mendengarkan kata-kata Gemak Ideran. Gemak
Ideran yang perasa lalu berkata lagi :
"Niken ! Apakah kau menyesal kubawa lari sampai di sini"
Kau berada di tengah orang-orang yang tidak mengerti dirimu.
Mereka semua memandangmu sebagai musuh nomor satu
pula." "Tetapi aku bisa mengerti sikap mereka." sahut Niken
Anggana dengan suaranya yang lembut seperti biasanya.
"Ibuku memang menyakitkan hati paman Sondong Landeyan.
Aku bisa mengerti. Maka aku akan balik kembali untuk
memikul tanggung jawab."
Gemak Ideran tertawa geli. Ujarnya :
"Adik ! Taruhkata ayahmu salah, namun hatimu amat
mulia." Niken Anggana tidak menanggapi. Beberapa saat lamanya,
ia berdiam diri. Lalu menyenak nafas. Berkata :
"Aku mendengar kisah ini dari mulut bibi Sukesi dan paman
Wigagu yang berhati luhur. Coba bagaimana pendapatmu?"
Niken Anggana kemudian mengulangi kisah naasnya
pendekar Sondong Landeyan seperti yang dikabarkan Sukesi
dan Wigagu. Dan mendengar adegan yang mengharukan itu,
Gemak Ideran menundukkan kepalanya. Sebagai seorang pria
ia dapat merasakan betapa sakit hati Sondong Landeyan,
begitu mendengar ucapan isterinya yang sangat dicintainya.
Diapun akan terjun juga ke dalam jurang seperti yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukan Sondong Landeyan, apabila peristiwa itu menimpa
dirinya. "Yah." ia berkata dengan suara agak mendesah."Menilik
bunyi kisah itu, paman Haria Giri perlu melukai paman
Sondong Landeyan dahulu sebelum bertindak."
Niken Anggana mengangguk dengan wajah sedih. Sewaktu
hendak membuka mulut, Gemak Ideran mendahului:
"Karena terluka parah tak dapat paman Sondong Landeyan
melawan ayahmu. Meskipun demikian, ia tidak akan nekat
bunuh diri seumpama tidak mendengar ucapan ibumu.
Tetapi......" "Janganlah kakang membela ibu atau ayahku. Betapapun
juga aku masih jauh beruntung bila dibandingkan dengan
nasib kakang Pitrang. Aku masih berada di tengah-tengah
ayah dan ibu. Tetapi kakang Pitrang hidup sebatang kara."
"Ah tidak!" bantah Gemak Ideran. "Apapun kata orang,
ibumu berusaha dengan caranya sendiri hendak merebut
Pitrang dari tangan paman Sondong Landeyan. Aku percaya,
cinta kasih seorang ibu akan dibawa mati."
Niken Anggana tercengang.
(Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
15. PITRANG Niken Anggana tercengang. Ucapan Gemak Ideran baginya,
sungguh mengherankan. Tidak dapatkah pemuda itu
menerima penjelasannya" Kenapa jadi begitu" Ia memang
seorang gadis yang masih polos dan bebas. Hatinya lapang
dan tulus. Sama sekali ia tidak tahu, bahwa Gemak Ideran
sudah semenjak lama menaksir dirinya. Dan biasanya, orang
yang lagi menaksir sesuatu, berbicara dengan hatinya dan
bukan dengan akal dan pikirannya.
Semenjak mendaki gunung, sebenarnya Gemak Ideran
sudah bersikap luar biasa. Jauh berbeda dari pada biasanya.
Tiba-tiba saja jadi galak, ganas dan keras kepala. Ucapannya
tajam dan nekat-nekatan sehingga berkesan setengah liar.
Sebenarnya itulah letupan sejati keadaan hatinya. Melihat
kekasihnya terancam bahaya, ia melupakan segala-galanya. Ia
jadi kalap seperti kerasukan setan. Sekarang kekasih yang
dibelanya dengan mempertaruhkan nyawanya, tiba-tiba
hendak balik ke sarang lawan. Keruan saja, ia tidak
merelakan. Apapun alasannya, harus dicegah.
"Apakah kakang hendak menyertaiku ke pondok paman
Sondong Landeyan?" Niken Anggana tiba-tiba menegas.
"Apa?" Gemak Ideran terkejut
Niken Anggana mencoba mengerti jalan pikiran Gemak
Ideran. Hati-hati ia mencoba:
"Atau menurut kakang aku harus mencari ayah" Tetapi
dimana beradanya ayah, aku kurang pasti. Mungkin menyertai
Sri Baginda. Berarti kakang harus menyertaiku dua sampai tiga
bulan." Itulah kata-kata Niken yang diharapkan Gemak Ideran. Dua
sampai tiga bulan menyertai gadis pujaan hatinya, bukankah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu karunia" Lebih lama malahan lebih bagus. Akan tetapi


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada detik itu, mendadak berkelebatlah bayangan Rawayani.
Tak dikehendaki sendiri, hatinya tergetar. Bukankah ia berjanji
satu bulan lagi akan bertemu" Terhadap gadis istimewa itu, ia
mempunyai kesannya sendiri. Ia merasa dihinggapi perasaan
takut. Sepak terjangnya susah diduga. Bagaimana kalau tiba-
tiba dia mengambil tindakan terhadap Niken Anggana"
Memikirkan kemungkinan itu, pikirannya jadi kusut.
"Rawayani sangat berbisa. Seluruh tubuhnya dilindungi
racun yang mematikan." Pikirnya dalam hati. "Tak apalah,
apabila ia menyiksaku. Tetapi bila Niken diikut-ikutkan
menanggung kesalahan ... ih!"
Oleh pikirannya itu, wajah Gemak Ideran berubah. Dan
menyaksikan perubahan wajah Gemak Ideran, Niken Anggana
heran. Menegas: "Kakang! Apakah yang kau pikirkan" Apakah usulku tidak
tepat?" Gemak Ideran tertawa untuk menghapus kesan
wajahnya. Lalu menyahut: "Bukan begitu! Bukan begitu... !"
"Bukan begitu bagaimana?" Niken Anggana mendesak.
Gemak Ideran menghela nafas. Untuk sedetik dua detik, ia
gelisah. Akhirnya berkata memutuskan:
"Mari kita mencari kedai minuman. Aku haus dan lapar."
Tanpa menunggu jawaban Niken Anggana, Gemak Ideran
mendahului berjalan. Niken Anggana yang merasa aneh
melihat sikap Gemak Ideran, membatalkan niatnya hendak
balik ke pertapaan Sondong Landeyaa Dengan penuh tanda
tanya, ia mengikuti Gemak Ideran mencari kedai makanan.
Waktu itu senjahari sudah mendekati petang. Suasana
sekitar lembah Gunung Lawu nampak samar-samar. Kesejukan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hawanya mulai meresapi seluruh tubuh. Kabut tipis mulai
turun dari pinggang gunung. Dusun-dusun yang bertebaran di
celah-celah tebing, masih berkesan tenang-tentram. Suasana
perang di sekitar Ibukota belum kuasa mengubah tata-
kehidupannya. Tidak lama kemudian nampak sebuah kedai yang cukup
besar di tepi jalan penghubung. Kedai itu berada di tengah
empang. Pengusahanya bernama Kliwon. Agaknya sudah
turun-temurun. Hal itu dibuktikan dengan jumlah pengunjungnya yang banyak. Rata-rata terdiri dari pedagang-
pedagang keliling yang menganggap kedai Kliwon sebagai
tempat persinggahan Begitu masuk ke ruang dalam, Gemak Ideran memesan
arak dan makanan untuk Niken Anggana. Sebelum Niken
Anggana menegas apa sebab ia memesan arak, ia berkata
menerangkan : "Niken! Arak ini perlu sebagai penghangat badan di atas
gunung." Niken Anggana memanggut kecil dan duduk di sampingnya.
Dengan berdiam diri ia mengamati kawannya yang bersikap
aneh itu. Aneh! Sungguh aneh! Keterangan Gemak Ideran
memang beralasan Akan tetapi belum pernah ia melihat
pemuda itu minum arak. Apalagi dengan gaya seorang
peminum. Gemak Ideran sendiri, tidak pedulian. Begitu arak disajikan,
lantas saja ia meminumnya dengan sekali jadi. Berkata sambil
tertawa kepada Niken Anggana:
"Aku haus. Benar-benar haus. Kau tidak minum?"
"Lebih baik kau pesankan air teh." sahut Niken Anggana
dengan suaranya yang tetap merdu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak lama kemudian, pelayan menyajikan hidangan khas
buatan orang gunung. Meskipun lauk-pauknya terdiri dari
daging kambing, daging lembu, ikan empang dan ayam,
namun masakannya terlalu sederhana. Namun karena dibantu
oleh hawa gunung yang sejuk, kelihatan sedap juga sehingga
kuasa menimbulkan selera makan.
Dengan berdiam diri, Gemak Ideran mulai makan. Begitu
pula Niken Anggana. Sambil makan, Niken Anggana berpikir di
dalam hati: "Kakang Gemak Ideran seorang pemuda yang setia dan
cerdas. Sekarang ia bersikap lain. Agaknya ia enggan berpisah
denganku. Bukankah dia bertanggung jawab kepada paman
Adipati Cakraningrat menjaga keselamatanku" Sekarang aku
memutuskan hendak kembali ke pertapaan paman Sondong
Landeyan untuk mempertanggungjawabkan kesalahan ayah.
Bukankah aku akan melibatkan dirinya" Kecuali akan ditegur
paman Adipati, ayahpun tidak akan tinggal diam. Agaknya ia
tidak senang aku menyebut-nyebut nama kakang Pitrang.
Mengapa begitu?" Niken Anggana hanya benar separoh. Sebenarnya, Gemak
Ideran tidak bersikap begitu terhadap Pitrang. Bahkan di
dalam lubuk hatinya, ingin ia bertemu dengan Pitrang. Kalau
Niken Anggana kelak benar-benar menjadi istrinya, bukankah
Pitrang menjadi kakak-iparnya" Tetapi sekali lagi, bayangan
Rawayani selalu berkelebatan di depan kelopak matanya Masih
syukur, Niken Anggana tidak mengetahui apa yang sedang
dipikirkan Tetapi justru demikian, pikiran hatinya jadi ruwet
"Niken!" akhirnya ia berkata. "Ayahmu seorang ahli pedang
kenamaan. Barangkali seorang ahli pedang nomor satu pada
jaman ini. Apakah ayahmu pernah menyebut-nyebut jenis ilmu
sakti yang bernama Ilmu Sakti Batu Panas?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-Tidak." Niken Anggana menggelengkan kepalanya. "Ayah
hanya berkata, bahwa di luar rumah terdapat berbagai macam
ilmu sakti yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Hanya saja aku
tadi sempat melihat kehebatan ilmu sakti itu. Syukur, ayah
dahulu pernah mengajari aku cara mengelakkan semua
pukulan berbahaya. Itulah sebabnya aku dapat lolos dari
gempuran Blandaran" "Hm, mungkin pada saat ini dia sudah terjungkal di tangan
Gagak Seta, Surengpati atau Singgela."
"Itulah yang kuharapkan. Tetapi bagaimana andaikata dia
masih saja dapat meloloskan diri?"
"Aku tidak takut" sahut Gemak Ideran. Mendadak suatu
ingatan berkelebat di dalam benaknya. Ia tadi sudah
menggunakan tenaga berlebihan. Menurut Rawayani, ia akan
menderita letih. Setelah itu, tenaga tambahannya yang
istimewa akan lenyap. Bahkan bisa membuat dirinya jadi sakit.
Teringat akan hal itu, tak terasa ia meneruskan : "Hanya
saja... hanya saja....."
"Hanya saja bagaimana?" Niken Anggana menegas.
Gemak Ideran tidak menjawab. Ia tertawa panjang sambil
menyuapi mulutnya. Jelas sekali, ia tidak menghendaki Niken
Anggana mengetahui rahasia dirinya. Sebaliknya Niken
Anggana seorang gadis yang cerdas. Perubahan wajah Gemak
Ideran menarik perhatiannya. Setelah meneguk minuman dua
tiga kali, ia berkata seperti kepada dirinya sendiri:
"Belum pernah aku melihat kakang bertempur sehebat tadi.
Pukulan-pukulan kakang, amat dahsyat. Dari mana kakang
memperoleh ilmu sakti itu" Atau kakang sengaja menyembunyikan?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai! Masakan pukulanku begitu hebat?" Gemak Ideran
berpura-pura heran. "Setidak-tidaknya, Blandaran segan mengadu tenaga keras
melawan keras. Padahal dengan mudah dia dapat merobohkan
saudara-seperguruan paman Sondong Landeyan Ah, pasti
pukulan kakang terlalu dahsyat baginya."
Didesak demikian, Gemak Ideran merasa terpojok. Pada
saat itu pula, bayangan Rawayani berdiri di depan matanya. Ia
jadi merasa sedih, karena tak dapat ia memberi keterangan
yang benar kepada seorang gadis yang dicintainya. Keruan
hatinya mendongkol dan gemas pada dirinya sendiri. Tatkala
ia hendak membuka mulutnya, terdengan suara derap kuda
yang dijalankan pelahan-lahan. Ia menoleh dan melihat enam
orang berjalan kaki mengiringkan tiga orang penunggang
kuda. Jelas sekali, mereka adalah anak-buah Antawati. Sedang
yang menunggang kuda, Teguh, Wulung dan Sriwenda.
Teringatlah dia, betapa angkuh dan sombong Teguh dan
Wulung sewaktu sedang mendaki gunung. Tetapi mereka kini
kelihatan layu seperti daun kekurangan air, akibat ketemu
batunya. Mana Blandara" Mana pula Antawati"
"Bagus!" seru Gemak Ideran sambil beranjak dari tempat
duduknya. "Dicaripun belum tentu ketemu."
"Kakang! Mau ke mana?" tukas Niken Anggana. Ia agak
mencemaskannya. Nampaknya Gemak Ideran tidak seperti
biasanya. Dia nampak beringas dan seperti ada yang
mengganjal hatinya. "Sebentar," sahut pemuda itu. Dan dengan gesit ia sudah
berada di luar kedai. Niken Anggana jadi tak enak hati. Segera ia membayar
harga makanan dan minuman, lalu menyusul Gemak lderan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berada di luar kedai, ia berdiri mengawaskan tingkah-
laku Gemak Ideran dari jauh. Lapat-lapat ia mendengar
Gemak Ideran berseru nyaring dan menghadang rombongan
itu. "Selamat petang, selamat petang!"
"Hai!" bentak Teguh sambil menahan kendali kudanya yang
segera diikuti dua orang temannya. "Bukankah engkau yang
mengacau di atas pertapaan Sondong Landeyan?"
Gemak Ideran tertawa. Sahutnya :
"Memangnya kenapa" Kalian sendirilah yang mengacau di
atas gunung. Kebetulan, malah. Sudah semenjak pagi tadi aku
ingin mematahkan kedua kakimu, biar berjalan pulang dengan
merayap." "Apa?" wajah Teguh merah padam.
Wulung yang berada di sampingnya, lantas saja ikut
membentak : "Majikanku sudah cukup sabar. Sebenarnya apa sih
kemauanmu?" Lagi-lagi Gemak Ideran tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Kau ini memang manusia tolol! Sudah tahu, majikanmu
tiada lagi di sini. Dan kau masih gertak. Bagaimana kalau kau
sekarang kupatahkan kedua lenganmu menjadi delapan
bagian" Kau bisa apa?"
Orang ketiga yang bercokol di atas kudanya adalah
Sriwenda. Dia termasuk salah seorang paman guru Antawati.
Dengan pandang tak senang, ia menoleh. Kemudian berkata
setengah membentak : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai, kau besar kepala banget Sebenarnya siapa sih yang
melindungimu sampai berani bersikap kurang ajar terhadapku"
Apakah kau benar-benar sudah bosan hidup?"
"Haha......... aku laki-laki. Selamanya aku hidup di atas
kakiku sendiri. Bukan seperti moncongmu yang sudi jadi budak
orang." "Kau bilang apa?" Sriwenda menggerung.
"Kau berlagak mau memperoleh pedang Sangga Buwana.
Mana pedang itu?" "Itulah gara-garamu, karena gadis itu kau larikan. Huh...
laki-laki yang cuma pandai melarikan gadis. Apakah ada
harganya?" Gemak Ideran tengah kusut pikirannya. Mendengar
Sriwenda menyinggung-nyinggung soal seorang gadis, hatinya
tiba-tiba terbakar. Bukankah yang dimaksudkan Niken
Anggana" Lantas saja ia bersikap Garang. Dengan
mengacung-acungkan goloknya, ia membentak:
"Kau sendiri apakah cukup berharga berbicara denganku"
Kau anjing budukan!"
"Apa?" bentak Sriwenda. Terus saja ia melompat dari atas
kudanya sambil menghunus pedangnya. Sriwenda, tadi pagi
terlibat dalam suatu pertempuran. Dia tidak sempat
memperhatikan kehebatan Gemak Ideran yang memperoleh
tenaga sakti tambahan yang sempat menggegerkan barisan
Antawati. Sebaliknya, Teguh dan Wulung sempat melihat
kehebatan Gemak Ideran. Blandaran yang begitu perkasa,
segan mengadu tenaga keras lawan keras. Karena itu,
meskipun mendongkol mereka bersikap hati-hati. Sementara
itu, Gemak Ideran berkata lantang :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai budak-budak belian! Aku masih mau mengampuni
kalian, asalkan bersedia memberi keterangan."
"Keterangan apa?" Teguh mendahului Sriwenda dan
Wulung. Di dalam hati, ia lebih senang bisa menghindari
pertempuran dengan pemuda itu.
"Kalian adalah antek-antek Antawati. Paling tidak Antawati
yang menyuruh rombongan bertopeng menyerbu pesanggrahan. Coba berilah aku keterangan, di mana
ayundaku Windu Rini?"
"Windu Rini?" Teguh mengulang. Lalu menoleh kepada
Wulung dan Sriwenda untuk memperoleh bantuan.
Pertanyaan Gemak Ideran itu tidak hanya berada di luar
dugaan rombongan Sriwenda, Teguh dan Wulung saja, akan
tetapi Niken Anggana pula. Memang, semenjak tadi ia ingin
menanyakan masalah Diah Windu Rini. Ia sendiri melihat
dengan mata kepala sendiri, Diah Windu Rini mengejar tiga


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekawan Gagak Seta, Singgela dan Surengpati. Ternyata ia
berpisah dengan mereka bertiga.
"Orang ini cuma cari perkara saja." bentak Sriwenda tak
senang. Lalu kepada Gemak Ideran: "Dia budakmu atau gula-
gulamu?" Kali ini Gemak Ideran tiada dapat menahan diri lagi.
Selamanya ia amat hormat kepada Diah Windu Rini. Dan tak
pernah terlintas pikiran kotor apapun. Sekarang ia didamprat
dengan tuduhan yang memalukan. Terus saja ia melompat
menghantamkan goloknya. Sriwenda yang memang sudah
siap tempur, dengan sebat menangkis pedangnya. Suatu
benturan adu tenaga tak terhindarkan lagi. Kedua senjata
bentrok dan membersitkan suara dengung nyaring berbareng
dengan percikan api. Sriwenda tergentak mundur empat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
langkah, sedang tangan Gemak Ideran terasa pegal. Diam-
diam Gemak Ideran tercekat hatinya. Ternyata tambahan
tenaga saktinya, tidak lagi sehebat tatkala berada di atas
gunung. Walaupun begitu, ia merasa masih berada di atas
tenaga sakti Sriwenda. Sebaliknya, Sriwenda benar-benar terkejut Untuk pertama
kali ia mengadu tenaga dengan Gemak Ideran. Memang ia
sebentar pagi tadi, sempat menyaksikan cara pemuda itu
bertempur. Baik Blandaran, Antawati dan lain-lainnya segan
terhadapnya. Namun tidak diduganya, bahwa Gemak Ideran
benar-benar hebat tenaganya. Tenaganya lebih kuat
dibandingkan dengan Blandaran. Tetapi sebenarnya, Sriwenda
hanya benar separoh. Sekiranya dia siang tadi bentrok dengan
Gemak Ideran, ia akan terpental tinggi tak ubahnya layang-
layang putus. Dan segera ia mengetahui, bahwa tenaga
Gemak Ideran sekarang tidaklah sehebat tadi siang. Sekiranya
di tahu lebih jauh lagi, sebenarnya tenaga Gemak Ideran yang
aseli tidaklah berbeda jauh daripadanya. Bahkan dalam suatu
gebrakan lama, ia akan menang.
"Teguh! Wulung! Kalian masakan jadi penonton saja?"
teriaknya gusar. Meskipun berlagak galak, namun di dalam hati mereka
berdua gentar menghadapi Gemak Ideran. Tetapi begitu
dibentak paman gurunya, dengan terpaksa mereka maju
berbareng. "Hai!" gertak Gemak Ideran. "Benar-benarkan kalian ingin
merasakan golokku?" Teguh dan Wulung berbimbang-bimbang menggerakkan
senjatanya masing-masing. Justru demikian, senjata mereka
kabur tinggi di udara kena gempur gagang golok Gemak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ideran. Dan pada saat itu pula, mereka berdua roboh
terjengkang kena pukulan tangan kiri Gemak Ideran.
Menyaksikan peristiwa yang terjadi begitu cepat, Sriwenda
terperanjat Memang tenaga sakti Gemak Ideran amat hebat
Akan tetapi tidak menyangka dapat bergerak gesit pula.
Segera ia mengarahkan Ilmu Sakti Batu Panas yang baru
dikuasainya tiga bagian Dan dengan mengandalkan pada
keampuhannya, ia maju memancing!
"Bagus!" seru Gemak Ideran sambil tertawa. "Budak-budak
Cing Cing Goling rata-rata mempunyai kepandaian lumayan"
"Lumayan bagaimana?" Sriwenda mendongkol.
"Ilmu Sakti Batu Panas memang hebat Sayang, gerakannya
lamban sehingga masih bisa memberi kesempatan lawan
untuk mencegahnya." sahut Gemak Ideran Pemuda ini
memang pernah mengamati cara bertempur Tambal Pitu, adik
adik seperguruan Cing Cing Goling sewaktu melawan Tanggul
Tuban dan kawan-kawannya. Dan mendengar kecaman
Gemak Ideran, muka Sriwenda merah padam. Memang letak
keanehan berbareng kehebatan Ilmu Sakti Batu Panas justru
pada kelambanannya. Kelihatannya ayal-ayalan, tetapi gerakan tangan dan kakinya lambat-laun akan melibat lawan
Sebaliknya, manakala lawan sangat gesit dan pandai
mengintip titik-titik kelemahannya, dapat menggunakan
kelambanannya untuk menarik keuntungan Ia tadi sempat
menyaksikan betapa kuat dan gesit gerakan Gemak Ideran,
sehingga hatinya gentar diluar kehendaknya sendiri.
"Bocah edan! Kau bilang Ilmu Sakti Batu Panas begitu
lamban sehingga bisa memberimu kesempatan untuk
mencegah" Baik, boleh kau coba!" ia tak mau kalah.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, Sriwenda berkelahi dengan
mengerahkan hawa beracun. Tak usah dikatakan lagi, dia
bermaksud membunuh Gemak Ideran. Seketika itu juga, hawa
beracun membersit bagaikan asap yang tidak kelihatan. Tak
ubah ribuan paku iblis, hawa beracun Ilmu Sakti Batu Panas
berseliweran mencari sasaran. Itulah saat-saat berbahaya
yang ditakuti lawan. Hawa beracun Ilmu Sakti Batu Panas
memang tak dapat terlihat oleh penglihatan. Lawan yang tidak
mempunyai kepandaian tinggi, pasti akan mati terjengkang
diluar tahunya sendiri. Karena hawa beracun itu mendadak
saja menyerang bagaikan ribuan jarum.
Syukur, Gemak Ideran dahulu sempat menyaksikan betapa
hebat Ilmu Sakti Batu Panas. Menurut keterangan Rawayani,
setiap gerakannya mengandung racun berbahaya. Dia sendiri
pernah merasakan akibatnya. Itulah sebabnya tak mau ia
membiarkan dirinya terlibat Mumpung ia masih memiliki sisa
tenaga sakti tambahan yang istimewa, terus saja ia
membuyarkan hawa beracun yang melibatnya. Dan berkat sisa
tenaga saktinya yang istimewa itu, gulungan hawa beracun
Ilmu Sakti Batu Panas dapat dibuyarkannya.
Jarak tempur antara Sriwenda dan Gemak Ideran boleh
dikatakan berhadap-hadapan. Menurut teori, tidak mungkin
Gemak Ideran dapat terlepas dari libatan Ilmu Sakti Batu
Panas yang memang istimewa. Akan tetapi tenaga sakti
tambahan yang berada dalam diri Gemak Ideran, justru
berasal dari keluarga yang bermusuhan dan mengetahui benar
ciri-ciri keistimewaan Ilmu Sakti Batu Panas. Keruan saja,
dengan sangat mengherankan, tiba-tiba pukulan Sriwenda
menumbuk sesuatu yang kosong. Dan pada detik berikutnya,
ia terangkat beberapa senti dari atas tanah. Kemudian
terguncang mundur dan terlempar dari gelanggang. Bluk! Ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
roboh dengan sendirinya. Ia heran bukan main. Tahu-tahu ia
menggigil kedinginan Kenapa"
Gemak Ideran tertawa. Menggertak :
"Kuperingatkan sekali lagi, jangan sekali-kali menggunakan
hawa beracun Ilmu Batu Panas terhadapku. Kalau aku sampai
lupa diri, aku dapat membalas dengan semacam racun yang
lebih berbahaya. Kau kenal racun Dipajaya?"
Sebenarnya Gemak Ideran hanya main untung-untungan
dengan membawa-bawa nama Dipajaya. Ia percaya, sebagai
sekabat Cing Cing Goling, pasti mengenal nama Dipajaya.
Sebab menurut Rawayani, Ilmu Sakti Batu Panas justru
berasal dari Dipajaya. Ternyata dugaannya betul. Begitu
mendengar nama Dipajaya disebut-sebut, wajah Sriwenda
berubah hebat. Terus saja ia berseru kepada Teguh dan
Wulung yang masih terkapar :
"Petang ini aku tidak mempunyai semangat tempur. Aku
akan mendahulukan berjalan."
Setelah berkata demikian, benar-benar ia mengundurkan
diri. Dengan sekali lompat ia sudah berada di atas kudanya
lalu dikaburkan secepat-cepatnya. Menyaksikan peristiwa itu,
Gemak Ideran tertawa. Ia merasa puas luar biasa, karena
untuk yang pertama kali itu ia dapat membuat musuhnya
kabur ketakutan Padahal Sriwenda bukan seorang pendekar
murahan. Andaikata dirinya tidak memiliki sisa tenaga sakti
istimewa pemberian Rawayani, mustahil ia bisa mengalahkannya. Teguh dan Wulung terkejut menyaksikan paman-gurunya
kabur menyelamatkan dirinya. Sebenarnya mau mereka
segera melarikan diri. Tetapi pukulan Gemak Ideran tadi cukup
berat bagi mereka berdua. Mereka merasa seolah-olah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kehilangan hampir seluruh tenaganya. Maka satu-satunya
jalan kini adalah upaya untuk melindungi nyawanya. Dengan
pikiran itu, mereka mengharapkan bantuan anak buahnya
yang berjumlah lumayan. "Serang! Masakan dia mempunyai sayap sampai bisa
mengalahkan jumlah kita yang banyak?" seru mereka hampir
berbareng. Keenam anak-buahnya maju dengan ragu-ragu. Mau tak
mau Gemak Ideran jadi mendongkol. Dengan menahan rasa
dongkolnya ia membentak: "Bagus! Mulutmu tadi syukur tidak sekotor pamanmu.. .
Sekiranya begitu aku tidak hanya ingin mematahkan kedua
lengan dan kakimu saja, tetapi merobek mulutmu pula."
Teguh dan Wulung saling pandang dengan hati
berdenyutan. Celaka, pikirnya. Pada saat itu, mereka merasa
kehilangan tenaga untuk bisa berbuat banyak. Jika Gemak
Ideran benar-benar melaksanakan ucapannya, mereka bakal
pulang dengan merayap-rayap. Itulah sebabnya seperti saling
berjanji mereka berteriak-teriak membakar semangat tempur
anak-buahnya. Betapapun juga, jumlah orang yang mengerubutnya
mempengaruhi daya gerakan Gemak Ideran Iapun sudah
merasa banyak kehilangan tenaga sakti tambahannya. Maka
dengan mengerahkan seluruh kepandaianya, ia melawan
terjangan mereka. Syukur mereka tadi sempat melihat
ketangguhannya. Meskipun menerjang dengan berbareng
namun hati mereka diliputi suatu keragu-raguan dan rasa
gentar. Karena itu, mereka cepat-cepat melompat mundur
atau mengelak manakala golok Gemak Ideran nyaris
menghampiri. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak terasa matahari sudah tenggelam. Suasana pegunungan cepat sekali menutup tirai malam. Kabut tebal
mulai menyelimuti seluruh alam. Menggunakan kesempatan
itu, Teguh dan Wulung menggeser mendekati kudanya
masing-masing. Lalu kabur dengan membabi-buta. Anak-
buahnya tidak usah menunggu perintah. Terus saja mereka
lari terbirit-birit seperti anjing takut kena gebuk.
Terhadap mereka berenam, Gemak Ideran tidak mempunyai perhitungan atau geram. Sebaliknya ia sempat
mendongkol terhadap Teguh dan Wulung yang berlagak
seperti pendekar. Sekarang mereka lari mendahului anak-
buahnya.' "Hm ... demi kepentinganmu sendiri, kalian membiarkan
orang lain bisa dibunuh orang." Gemak Ideran mendongkol.
Terus saja ia mengejar sambil berseru :
"Hai! Kalian belum menjawab pertanyaanku! Hayo siapa
yang bisa memberi keterangan di mana ayundaku Windu Rini
berada Dan dengan sisa tenaganya yang nyaris terkuras, ia
mencoba menyusul. Akan tetapi lambat-laun, tenaga sakti
tambahan pemberian Rawayani benar-benar habis. Tiba-tiba
saja nafasnya memburu dan ia jatuh terjungkal di bawah
rimbun pohon di antara semak belukar. Sekujur badannya
terasa nyeri luar biasa. Ototnya kejang, lalu dengan mendadak
layu kehilangan tenaga hidup. Hai, kenapa jadi begini"
Memang Rawayani pernah memperingatkan, manakala terlalu
banyak menggunakan tenaga diluar ketentuan, justru akan
menguras tenaga aselinya.
Sementara itu, Niken Anggana yang mengawaskan gerak-
gerik Gemak Ideran kehilangan pegangan. Melihat Gemak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ideran menghilang di balik petak hutan yang berdiri bagaikan
pagar alam di sekeliling rumah makan, ia jadi berteka-teki
dengan dirinya sendiri. Menyusul atau tidak" Menuruti kata
hati, segera ia ingin menyusul. Akan tetapi pada saat itu,
teringatlah janji diri sendiri hendak kembali ke pertapaan
Sondong Landeyan. Beberapa saat lamanya ia berdiri termangu-mangu.
Kemudian perlahan-lahan kembali memasuki ruang rumah
makan. Pemilik kedai heran. Dengan hormat ia bertanya :
"Apakah tuan muda tadi bukan teman berjalan nona?"
"Dia kakakku," jawab Niken Anggana pendek.
-Oh." Pemilik kedai berbimbang-bimbang. "Apakah mendapat kesukaran?"
Niken Anggana tidak menyahut Ia hanya mengulum
senyum. Dan melihat senyum Niken Anggana, pemilik kedai itu
mendadak seperti mengadu :
"Memang jalan depan ini merupakan urat nadi perhubungan
yang penting. Lalu lintas tidak pernah sepi. Yang melintasi
bermacam-macam. Ada yang jelek dan ada pula yang baik.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami sendiri sih..... hanya tukang kedai. Siapa saja yang
singgah kemari, wajib kami layani sebaik-baiknya. Tetapi tuan
muda tadi, pandai berkelahi. Kami semua melihat, betapa
jempolan dia. Dikerubut sembilan orangpun masih mampu
melawan. Malahan mereka pada kabur. Memang pantas
mereka kena tangkap. Mudah-mudahan tuan muda tadi
berhasil. Hanya saja... disini tidak ada polisi. Atau... eh,
barangkali tuan muda tadi seorang anggauta keamanan
Sunan?" Kembali lagi Niken Anggana tersenyum. Orang ini termasuk
usilan, pikirnya. Mungkin karena belum pernah dibuat susah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang. Mudah-mudahan demikianlah untuk selanjutnya. Orang
kecil harus diberi kesempatan untuk bisa hidup aman tentram.
Ia sendiri sebenarnya seorang gadis yang polos. Namun
merasa agak sedikit lebih berhati-hati bila dibandingkan
dengan pemilik kedai. Tatkala itu, pembantu-pembantu pemilik kedai sudah
menyalakan pelita semenjak tadi. Ruang kedai mulai diterangi
oleh beberapa cahaya pelita. Walaupun berkesan suram,
namun jauh lebih cerah dibandingkan dengan tirai petog di
luar kedai yang jauh lebih gelap bila dibandingkan dengan
suasana petang di bawah gunung.
"Kalau aku balik ke atas, aku akan menemukan kesukaran
Kecuali terlalu gelap, akupun belum mengenal medannya.
Sebaliknya aku harus menginap di mana" Yang paling tepat
disini. Siapa tahu kakang Gemak Ideran balik kembali." pikir
Niken Anggana di dalam hati. Ia kalau saja pengalaman
bergadang di ruang rumah penginapan di Ngawi. Kalau saja
pemilik kedai memperkenankan, iapun bersedia bergadang di
dalam ruang kedai. Tepat pada saat itu, pemilik kedai minta keterangan :
"Apakah nona hendak menunggu tuan muda tadi?"
"He-e."jawab Niken Anggana.
"Oh, silahkan!" pemilik kedai menyambut ramah. Lalu
memerintahkan pembantunya untuk menyediakan minuman
hangat. Kedai itu tidak terlalu ramai, akan tetapi selalu saja ada
pengunjungnya. Mereka terdiri dari penduduk setempat hanya
mengenai masalah hasil ladangnya. Sebaliknya yang datang
dari luar daerah membicarakan suasana perang di Ibukota.
Pembicaraan itu sangat menarik perhatian, karena merupakan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berita yang jarang terjadi. Penduduk setempat segera
menimbrung minta keterangan-keterangan yang jelas. Tentu
saja yang memberi keterangan tidak boleh disebut benar.
Tidak hanya asal berbunyi saja, tapipun dibumbui dengan
macam-macam pendapatnya sendiri. Walaupun demikian,
kata-katanya sangat menarik bagi pendengaran penduduk
setempat Pemilik kedai yang usilan tentu saja tidak mau hanya
menjadi salah seorang pendengar yang baik. Dengan penuh
semangat ia ikut menimbrung atau mengomentari. Dan
menyaksikan tingkahnya, Niken Anggana tersenyum geli di
dalam hatinya. Tidak lama kemudian, isterinya ikut hadir.
Diapun mendengarkan semua pembicaraan dengan penuh
perhatian. Akan tetapi tidak banyak komentar. Lebih sering ia
mengerling kepada Niken Anggana. Akhirnya berkata minta
keterangan kepada suaminya :
"Pak, nona ini seorang diri saja?"
"Oh, tidak." sahut suaminya cepat "Nona ini menunggu
temannya berjalan yang sedang mengejar orang-orang yang
mengerebutnya. Wah, hebat! Tuan muda itu pasti seorang
pendekar. Dikerubuti sembilan orang, masih saja menang."
"Ah! Masakan ada orang sehebat itu?" wajah isteri pemilik
kedai berubah. "Pastilah putera raja. Ya, pasti begitu!" Lalu
berkata terburu-buru kepada Niken Anggana: "nDoro jeng!
Apakah menunggu sampai tuan muda pulang?"
Niken Anggana mengangguk. Setelah menatap wajah isteri
pemilik kedai, hati-hati ia berkata :
"Apakah aku boleh bergadang di sini?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Boleh, boleh. Kenapa tidak?" isteri pemilik kedai menyahut
Berkata kepada suaminya: "Pak, bukankah ndorojeng ini bisa
menunggu di sebelah?"
"O ya." pemilik kedai seperti diingatkan "Mari, sekiranya
berkenan bisa mengasoh di ruang sebelah."
Yang dimaksudkan ruang sebelah ialah sebuah rumah yang
berada di halaman samping. Tiada kamar mandinya atau
tempat untuk membuang hajat. Akan tetapi terdapat sebuah
parit alam melalui ruang. Airnya jernih luar biasa dan deras
arusnya. Niken Anggana diantarkan ke rumah itu setelah
mengucapkan terima kasih. Sudah beberapa hari ia tidak tidur
nyenyak. Karena itu, begitu melihat sebuah dipan yang bersih,
lantas saja ia merasa mengantuk. Pembantu rumah tangga
datang membawa pelita dan hidangan malam yang
sebenarnya tidak penting bagi Niken Anggana. Akan tetapi ia
membiarkan hidangan itu diletakkan di atas meja di dekat
pelita Setelah pembantu rumah tangga ke luar kamar, segera
ia mengunci pintunya. Lalu merebahkan diri di atas dipan yang
terbuat dari bambu. Sebentar saja, ia merasa sudah tidak
dapat menahan kantuknya. Segera ia meniup nyala pelita dari
kejauhan, lalu membiarkan kesadarannya direnggut rasa
kantuk. Dan berbareng dengan padamnya nyala pelita, ia
terlena dalam dunia impian.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mimpi biasanya dibentuk oleh pengalaman yang mengesankan keadaan hati dan suasana lingkungan Semenjak keluar dari pesanggrahan, Niken Anggana mempunyai pengalaman yang hebat Ia dibawa dan dilarikan Antawati. Lalu diambil oleh
Sukesi dan Wigagu. Terpaksalah ia terkurung di
atas pertapaan Sondong Landeyan. Dan di pertapaan
itu ia mendengar riwayat Ibu
dan Bapaknya. Walaupun memperoleh perlakuan baik,
namun betapapun juga kesan itu merasuk sangat dalam di kalbunya. Akan tetapi oleh
rasa lelah luar yang luar biasa semuanya itu terenggut ludas.
Ia tidak bermimpi apapun dan tenggelam di bawah sadarnya.
Andaikata kamar tempatnya menginap dibakar orang, pada
saat itu ia harus dibangunkan orang lain sebelum memperoleh
kesadarannya sendiri. Entah sudah berapa lama ia dalam keadaan demikian, tiba-
tiba ia mendengar suara ramai. Sebagai pendekar, begitu
terbangun, segera ia meletik dari tempat tidurnya Bergegas ia
membersihkan badannya dalam parit yang mengalir melintasi
ruang rumah bagian dalam. Sementara itu, kesibukan di luar
makin terdengar menjadi-jadi. Tadinya ia mengira suara
orang-orang lalu-lalang yang mengunjungi lepau. Namun tiba-
tiba ia mendengar suara kaki-kaki kuda beralih tempat. Berarti
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdapat beberapa ekor kuda yang di tambatkan di halaman
lepau. Pada saat itu pula terbangunlah ingatannya kepada
Gemak Ideran. Terus saja ia mengenakan pakaiannya. Setelah rambutnya
disisirnya rapih, ia mengintai dari celah dinding kamarnya yang
terbuat dari anyaman bambu. Beberapa orang yang
mengenakan pakaian seragam baru saja beranjak dari tempat
duduknya masing-masing dan kini sedang bergerak ke luar
lepau. Di antara mereka terdapat dua orang Cina yang
berpakaian seragam militer.
"Baik! Jadi kau minta dilanjutkan pembicaraan ini di luar
kedai" Kemana?" ujar seorang yang berperawakan tinggi
besar kepada seorang laki-laki yang mengenakan pakaian
putih. "Ya di sini bukannya tempat yang tepat" jawabnya.
"Tetapi sekali lagi harus kau ingat benar-benar. Kau adalah
seorang murid pendekar besar Sondong Landeyan. Gurumu
disingkirkan dari istana Dan kami datang untuk menaikan
pamor gurumu kembali. Bukankah kedatangan kami
bermaksud baik?" Mendengar serentetan pembicaraan itu, hati Niken Anggana
tercekat. Siapakah yang dikatakan murid Sondong Landeyan"
Tanpa berpikir panjang lagi, ia menyambar pedangnya dan
membuka pintu kamar. Begitu melongok ke luar ambang
pintu, segera ia mengenal siapakah pria yang mengenakan
pakaian putih. Dialah Wigagu, suami Sukesi. Memang dia
adalah salah seorang murid pendekar Sondong Landeyan
"Hm, sebenarnya kalian ini utusan siapa?" Wigagu
menggeren-deng sambil melangkahkan kakinya ke luar lepau.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari kamar Niken Anggana, wajah Wigagu nampak berubah
seram. "Mari kita bicarakan di luar lepau."
"Kau dengarlah dulu kata-kataku!" seru yang mengenakan
pakaian perwira. "Pada jaman mudanya, raja yang sudah
wafat itu mata keranjang. Gurumu pasti tahu, karena dialah
pengawalnya. Nah, diantara gula-gulanya lahirlah raja yang
sekarang bertahta." "Raja yang mana?" bentak Wigagu.
"Raja baru kita. Sunan Kuning, jelas?"
"Oh, kau maksudkan raja pemberontak?" ujar Wigagu
sengit Dan mendengar kata-kata Wigagu, dua orang Cina itu
maju hendak menyambarnya. Akan tetapi perwira itu
mencegah dengan buru-buru. Katanya:
"Tahan! Wigagu mendengus dan mendahului berjalan.
Tatkala melintasi halaman depan ruang kamar Niken Anggana,
ia terhenyak sedetik dua detik. Pandang matanya melihat
Niken Anggana berdiri tegak bagaikan patung di depan
kamarnya sambil membawa-bawa pedangnya. Mulutnya
bergerak hendak menyatakan sesuatu, namun batal sendiri.
Niken Aggana kenal siapa orang yang mengenakan pakaian
perwira itu. Dia bawahan ayahnya. Namanya, Wirasantana.
Dalam kalangan istana, kepandaiannya hanya berada dibawah
ayahnya. Termasuk seorang ahli pedang kenamaan. Termasuk
pula jajaran perwira tinggi yang setia kepada kerajaan dan Sri
Baginda. Kenapa kini berada di tengah orang-orang yang
kelihatannya justru memusuhi raja" Jangan-jangan dia
sesungguhnya salah seorang bawahan Sunan Kuning yang
sengaja ditanamkan dalam kalangan istana jauh-jauh sebelum
peristiwa pemberontakan terjadi. Bila demikian, alangkah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bakal hebat sepak-terjang Sunan Kuning yang bertindak di
atas rencananya, dan didukung oleh kalangan istana pula.
"Wirasantana, sebenarnya apakah maksudmu kemari?"
Wigagu mengalihkan perhatian.
"Sudah kujelaskan tadi, kami datang kemari demi
menjunjung tinggi martabat almarhum gurumu." sahut
Wirasantana. "Hm, Haria Giri berlagak menyamai Tuhan di
atas bumi. Apa dasarnya sampai dia membunuh sahabatnya
sendiri. Apakah kau hanya pandai memeluk kaki belaka"
Padahal engkau adalah salah seorang muridnya."
Hebat dan tepat ucapan Wirasantana sampai Niken
Anggana yang ikut mendengarkan tergetar dengan perasaan
cemas. Sebab ucapan Wirasantana benar-benar bisa
membangunkan semangat balas dendam Wigagu. Wigagu pun
sukar untuk dapat mengelak. Dia bisa dituduh orang tidak
berbakti kepada guru. Diluar dugaan Wigagu menyahut:
"Guruku lebih mengutamakan kesejahtraan rakyat"-
"Maksudmu?" Wirasantana menghentikan langkahnya sampai mereka semua jadi berdiri tegak di atas depan kedai
pak Kliwon yang berada di tepi jalan.
"Kalau kami kalian ajak mengangkat senjata, bukankah
akan mencelakakan rakyat jelata?" sahut Wigagu.
Mendengar kata-kata Wigagu yang berada diluar dugaan,
Wirasantana tentu saja tidak puas. Tetapi murid-murid
Sondong Landeyan besar pengaruhnya di wilayah lembah
Gunung Lawu. Padahal dia perlu memperoleh bantuan rakyat
sekitar Gunung Lawu demi memperkuat dan memantapkan
kedudukan raja baru. Maka perlulah ia bersabar hati. Terus
saja dia tertawa terbahak-bahak. Serunya:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sondong Ladeyan memang seorang pendekar besar yang
berhati mulia dan penuh cinta-kasih. Bahkan terhadap
musuhnya-pun tak kusangka anak-muridnya demikian pula.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya saja, pada jaman perubahan ini, kuharap kalian bisa
menyesuaikan diri. Mau tak mau, kita harus mengangkat
senjata demi keadilan itu sendiri. Raja dulu hanya
mengutamakan kesejahtraan hidupnya sendiri tanpa memperdulikan kemakmuran rakyat. Di mana-mana dia
meninggalkan seorang anak yang dilahirkan dari bermacam-
macam ibu dari kalangan manapun. Sekarang anak-anak itu
sudah mengerti apa artinya kekuatan yang perlu kita lindungi.
Bukankah begitu?" "Bagus!" sambut Wigagu. "Kau berlagak melindungi
kesejahteraan rakyat sampai perlu bantuan orang lain."
"Kau maksudkan dua tetamu kita ini?" Wirasantana
menegas sambil menunjuk dua orang Cina yang berpakaian
seragam militer pula. "Mereka justru termasuk keluarga raja.
Merekalah kedua paman Sri Baginda. Dua orang yang
berkepandaian tinggi. Ahli dalam hal menggunakan senjata
maupun tangan kosong. Kebal dari sekalian senjata dan sakti
pula. Barangkali gempuran tangan kosongnya bisa menggugurkan salah satu bukit di lereng gunung Lawu ini."
"Kalau begitu, mereka mempunyai nama juga." ejek
Wigagu. "Tentu saja. Mereka berperawakan hampir sama. Masing-
masing bernama Ching dan Chang. Saudara kembar yang
terkenal sakti semenjak kau belum lahir." ujar Wirasantana
dengan suara ketus. Wigagu tertawa. Berkata: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau berbicara tentang guruku. Memang guruku bekas
pengawal Sri Baginda Amangkurat IV. Apakah sangkut-
pautnya dengan raja sekarang?"
"Tentu saja ada. Raja sekarang adalah seorang putera
almarhum Sri Baginda. Itulah sebabnya, aku wajib
melanjutkan amanat almarhum Sri Baginda untuk melanggengkan dinastinya."
"Lalu kau anggap apa Sri Baginda Paku Bhuwana II yang
terpaksa meninggalkan Ibu Kota?"
"Dia mengandalkan kekuatannya kepada Belanda. Nah,
suruhlah andalannya mencoba membantu merebut tahtanya
kembali." sahut Wirasantana dengan cepat dan tepat. "Kalau
mau dipikir dalam-dalam, sebenarnya Sri Baginda sekarang
yang lebih murni dan pantas menjadi junjungan kita daripada
Sri Paku Bhuwana II. Sri Baginda hanya dibantu sanak
keluarga sendiri. Sebaliknya Sri Paku Bhuwana II bersandar
pada kekuatan Kompeni Belanda."
"O, jadi orang-orang Cina termasuk keluarga Sunan
Kuning?" Wigagu menegas.
"Ya. Memang begitulah sesungguhnya." Wirasantana tidak
ragu-ragu. Kemudian melanjutkan : "Dari Jakarta mereka
disiksa dan dianiaya Kompeni. Ribuan orang mati terbantai.
Terpaksalah mereka mengungsi ke Jawa Tengah. Syukur di
Jawa Tengah, putera Sri Baginda Mangkurat IV berkenan
mengulurkan tangan Dan dengan semangat bahu-membahu,
masyarakat kecil yang terpaksa melarikan diri dipaksa pula
untuk membangun permukiman baru. Bagus! Inilah sebabnya,
maka kita terpaksa menggusur Sri Baginda Paku Bhuwana II
turun dari tahta. Apakah sih keuntungannya mempertahankan
seorang raja boneka Kompeni Belanda?" (*Sunan Kuning
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikabarkan salah seorang putera Mangkurat IV dari peteri
Cina. Merupakan ulangan Sejarah Majapahit).
Mendengar kata-kata Wirasantana, mau tak mau Niken
Anggana tertarik pehatiannya. Pada tahun 1740 pecahlah
perang Pacina di Betawi/Jakarta. Perkampungan Cina dibakar
ludas. Penduduknya disiksa, ditawan dan dibantai. Yang
selamat melarikan diri ke Jawa Tengah, mulai Cirebon sampai
Lasem. Lalu memusatkan diri di Pekalongan dan mengangkat
Raden Mas Gerundhi sebagai raja dengan gelar Sunan Kuning.
Tetapi Niken Anggana yang masih hijau tentu saja tidak
mengerti latar belakang permasalahannya. Ia hanya tertarik
pembicaraan Wirasantana sendiri sebagai salah seorang
pengawal raja bawahan ayahnya dan mengenai kedudukan Sri
Paku Bhuwana di mata orang-orang yang tidak senang pada
tindak kebijaksanaannya. Teringatlah dia kepada keadaan
ibunya. Ibunya sering duduk bermurung. Menyesali tingkah
laku ayahnya dan kehidupan kalangan istana, dimana uang,
kedudukan dan perempuan memegang peranan penting.
"Kabarnya ayah meninggalkan ibukota untuk mengawal Sri
Baginda," pikir Niken Anggana di dalam hati. "Bukankah suatu
kesempatan baik bagi paman Wirasantana untuk menaikkan
diri" Pastilah dia diangkat raja baru sebagai pengganti
kedudukan ayah." Selagi berpikiran demikian, terdengar Wigagu berkata
menegas : "Jadi kalian datang mencari diriku agar membantu raja
sekarang untuk lebih memantapkan kedudukannya?"
Mencari Bende Mataram 8 Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Terbang Harum Pedang Hujan 19
^