Pencarian

Bulan Jatuh Dilereng Gunung 13

Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 13


"Tentunya berikut semua anggauta pendekar Sondong
Landeyan. Bukankah engkau mempunyai beberapa paman-
guru?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi sekalian anggauta pertapaan kami?"
"Betul!" Wirasantana menyahut dengan semangat dan
gembira. "Termasuk Pitrang?"
"Pitrang, Pitrang... Pitrang?" Wirasantana mengerinyitkan
dahinya. "Kau maksudkan Pitrang, putera kakang Sondong
Landeyan" Tentu saja! Suruh bawa pedang Sanggabuwana
pula! Bukankah pedang itu ada padanya?"
"Hm." Wigagu mendengus.
"Hm bagaimana?" Wirasantana tersinggung.
"Kau datang mencari diriku untuk urusan pedang itu,
bukan?" "Eh, nanti dulu!" Wirasantana gugup. "Dengarkan dulu!
Hanya secara kebetulan aku bertemu denganmu di sini.
Kudengar, engkau datang kemari untuk menemui Pitrang.
Bukankah begitu?" "Wah, hebat benar pendengaran mata-matamu."
"Dengarkan dulu!" Wirasantana khawatir salah ucap.
"Dengan sebenarnya aku mengikuti dirimu semata-mata ingin
bertemu dengan kemenakanmu itu. Pitrang putera seorang
ahli pedang pada jamannya. Tentunya kini tumbuh pula
menjadi seorang ahli pedang. Pada jaman ini, kukira hanya
terdapat tiga orang ahli pedang. Haria Giri, Pitrang dan diriku.
Dan tiap orang tahu, seorang ahli pedang memerlukan sebilah
pedang yang sesuai."
"Lalu kau ingin memiliki pedang Sanggabuwana itu?"
Wigagu menimpali. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan begitu, bukan begitu! Aku hanya ingin menyatakan
pendapatku sendiri. Siapa tahu, pedang mustika itu benar-
benar akan dipersembahkan kepada orang yang tepat"
"Maksudmu untukmu?"
"Siapa lagi kalau bukan aku?" sahut Wirasantana tanpa
menghiraukan sindiran Wigagu.
Sebaliknya Wigagu mendongkol mendengar Jawaban
Wirasantana. Orang ini tidak tahu malu, pikirnya. Tak terasa,
Niken Anggana yang berdiri di ambang pintu kamarnya,
mengamat-amati wajah Wirasantana juga. Berbagai bayangan
berkelebatan di depan matanya. Jelas sekali, orang itu besar
angan-angannya. Atau mungkin lebih tepat dikatakan amat
bernafsu dalam mengejar suatu kemuliaan yang didambakan.
Biasanya orang semacam dia, tidak pedulian terhadap orang
lain Kalau perlu dia mengorbankan orang lain demi
kepentingannya sendiri. Bukan mustahil pula, dia justru minta
orang lain untuk berkorban baginya.
"Apakah bukan lebih tepat bila berada di tangan Haria Giri?"
Wigagu hendak mejajagi hati Wirasantana sesungguhnya
"Kenapa dia?" Wirasantana heran. "Bukankah bangsat itu
justru musuh gurumu?"
"Kau bilang apa?" Wigagu menegas.
"Dia bangsat! Mengapa?"
"Kau tadi berkata, Haria Giri seorang ahli pedang." Wigagu
mengingatkan. "Bolehlah...... bolehlah dia seorang ahli pedang. A kan tetapi
pada saat ini dia minggat bersama majikannya. Bukankah
seorang bangsat?"' http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau sendiri bagaimana?" tiba-tiba terdengar suara orang
menegor. Suara itu terdengar lembut Justru kelembutan itu sendiri
yang menarik perhatian yang mendengar. Seperti berjanji,
mereka menoleh ke arah datangnya suara, temasuk Wigagu.
Dan begitu melihat siapa yang berkata demikian, wajah
Wigagu berubah. Sebab, dialah Niken Anggana yang tidak
senang mendengar ayahnya dikatakan sebagai seorang
bangsat. Memang, setelah mendengar ayahnya sepak terjang
ayahnya di jaman mudanya menurut tutur-kata Sukesi dan
Wigagu, ia merasa kecewa Namun betapapun juga, ayah tetap
ayah. Sukesi, Wigagu dan sekalian saudara seperguruan
Sondong Landeyan boleh mencela sepak-terjang ayahnya.
Akan tetapi tidak berarti mengijinkan orang lain memaki
ayahnya. Apalagi yang menyebut-nyebut ayahnya sebagai
bangsat, malahan bawahan ayahnya sendiri.
Perwira Ching dan Chang yang nampak menjadi andalan
Wirasantana, mengamati Niken Anggana. Menurut penglihatannya, pakaian yang dikenakan Anggana termasuk
sederhana. Akan tetapi wajahnya cantik sekali dan peribadinya
agung. Pandang matanya tajam, meskipun suaranya lembut.
Tak usah dikatakan dia sedang marah. Tetapi terhadap siapa"
Dengan mata berkilat-kilat pada semua orang yang berada di
situ. Sebaliknya, Wirasantana heran bercampur terperanjat
Sebagai salah seorang bawahan Haria Giri, segera ia mengenal
siapakah Niken Anggana. Ia sempat menyesali diri sendiri
mengapa mulutnya keceplosan menyebut ayahnya sebagai
bangsat. Kenapa gadis itu berada di lembah Gunung Lawu"
Jangan-jangan ayahnya berada di tempat itu pula. Bukankah
Prabu Bhuwana II dilarikan ke Jawa Timur melalui lembah
Gunung Lawu" Hatinya jadi tidak keruwan-keruwan. Kaget,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecil hati dan merasa salah. Karena itu, tidak berani ia
menanggapi ucapan Niken Anggana dengan sembarangan.
Justru demikian beberapa saat lamanya, suasana jadi sunyi.
"Kau siapa?" Wigagu berpura-pura menegur. Sebab di
dalam hati, ia mencemaskan kehadirannya semenjak tadi.
"Ayahku tidak pernah salah kepadanya, apa sebab dia
memaki ayahku sebagai bangsat" Ayahku meninggalkan
Ibukota demi me ngawal seorang raja yang diakui syah dan
dijunjung tinggi oleh segenap rakyat yang dialamatkan kepada
Wirasantana dan kawan-kawannya. Justru kamu semua adalah
sekumpulan orang rakus yang pantas disebut begitu."
Yang mendengarkan ucapan Niken Anggana terperanjat
sampai berjingkrak. Wigagu buru-buru berkata dengan
berpura-pura lebih dungu:
"Sebentar, nona! Siapakah ayahmu?"
Diluar dugaan Niken Anggana menjawab dengan berani:
"Haria Giri itulah ayahku."
"Apa?" wajah Wigagu berubah. "Kau sendiri siapa?"
"Dengan sendirinya akulah putrinya."
Wigagu jadi putus asa. Rasanya, tidak dapat lagi ia
menutup-nutupi siapa sesungguhnya Niken Anggana. Gadis itu
ternyata terlalu polos dan barangkali kurang dapat berpikir
panjang oleh rasa marah. Ia jadi kebingungan sendiri. Ia kenal
siapakah Wirasantana. Wirasantana memang boleh disebut
seorang ahli pedang yang tinggi kepandaiannya. Dalam
keadaan terpaksa, rasanya masih dapat ia menandingi. Akan
tetapi pihak Wirasantana berjumlah banyak. Diapun belum
kenal kepandaian Ching dan Chang yang nampaknya disegani
Wirasantana. Menimbang demikian, sekali lagi ia mencoba:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau puteri Haria Giri" Kau memalsu diri sebagai puterinya."
Pada saat itu, Wirasantana sudah dapat menguasai diri.
Seumpama Haria Giri memang berada tidak jauh dari
tempatnya berada, dia masih mempunyai dua andalannya.
Itulah perwira Ching dan Chang yang menjadi jago
kepercayaan Sunan Kuning. Meskipun belum pernah ia
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, ia masih
membawa enam orang bawahannya. Mustahil Haria Giri dapat
mengalahkan pihaknya, walaupun seorang ahli pedang
kenamaan. Maka dengan suara gegap gempita ia membentak:
"Tangkap siluman ini!"
Niken Anggana tidak gentar. Memang selamanya ia tidak
pernah gentar menghadapi segala macam marabahaya.
Mungkin sekali dia masih belum berpengalaman dan
mengukur semua orang dengan bajunya sendiri. Maka dengan
suaranya yang tetap lembut ia berkata:
"Paman Wirasantana! Tak pernah terlintas dalam benakku,
bahwa paman sesungguhnya seekor ular berkepala dua.
Memang ayahku boleh salah. Yah, siapakah manusia di dunia
ini yang tidak pernah salah" Akan tetapi satu hal, ayahku
masih pantas dihargai. Dia tetap setia kepada Kerajaan dan
Raja. Sebaliknya, paman bagaimana?"
Ucapan Niken Anggana sebenarnya menggenggam dua
maksud. Menyerang Wirasantana dan menyatakan sikapnya
terhadap Wigagu. Sebagai seorang pendekar, Wigagu pasti
dapat membedakan antara balas dendam dan budi kesetiaan.
Gurunya memang melepaskan jabatannya dengan alasan
sendiri. Namun tidak pernah gurunya mengkhianati raja atau
memusuhi. Malahan dalam hal-hal tertentu, gurunya bersedia
membela pihak raja. Itulah tatkala bemaksud menjemput Ratu
Sumarsa dan puteranya Pangeran Mangkunegara yang pulang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari Blitar. Karena itu ia membungkam dan bersiaga membela
Niken Anggana manakala Wirasantana dan kawan-kawannya
hendak membuat susah. Apalagi terhadap peribadi gadis itu,
ia berkesan baik. Ia sudah memutuskan tidak akan membawa-
bawa gadis itu untuk mempertanggungjawabkan kesalahan
ayahnya terhadap gurunya.
Tidak demikianlah halnya Wirasantana. Ucapan Niken
Anggana terlalu tajam dan sangat menusuk Karena itu
wajahnya jadi merah padam. Sekali lagi ia berteriak
"Tangkap!" Salah seorang bawahannya dengan gesit melompat
menerjang. Namun belum sempat tangannya menyentuh
tubuh Niken Anggana, tahu-tahu roboh menggabruk tanah.
Wirasantana terperanjat Tak pernah terlintas dalam pikirannya, bahwa ilmu pedang Niken Anggana begitu cepat
dan berbahaya. Sebagai seorang ahli pedang, dapatlah ia
menangkap gerakan tangan Niken Anggana yang dengan
sekali tarik sudah dapat menghunus pedangnya berbareng
menghantamkan hulunya ke betis penyerangnya. Dia hanya
membuat penyerangnya roboh menggabruk tanah, akan tetapi
jelas tidak bermaksud menghabisi jiwanya.
Menyaksikan gerakannya yang mantap, ia jadi curiga.
Mustahil gadis itu berani melawan rombongannya, bila tidak
ada sesuatu yang diandalkan. Terus saja ia membentak :
"Siapa yang berdiri di belakangmu" Apakah ayahmu?"
Belum sempat Niken Anggana menjawab, seorang lagi
melompat dengan penasaran Niken Anggana sama sekeii tidak
takut, karena hatinya terbakar rasa marah. Pedangnya
berkelebat dan tangan kirinya menghamburkan senjata
bidiknya yang istimewa. Serangan balik Niken Anggana itu,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu saja mengejutkan yang menyerang. Dengan memekik
terkejut, terpaksalah ia mengguling diri di atas tanah. Syukur,
pada saat itu perwira Ching melesat maju dan menyapu
semua senjata bidik Niken Anggana runtuh ke tanah.
"Siluman! Kau terlalu kurangajar!" makinya.
Dan dengan tangan kosong, ia maju menyerang. Sekali lagi
Niken Anggana menggerakan pedangnya. Tahu-tahu kena
terjepit dan ditarik ke bawah sehingga menancap di atas
tanah. Dengan terkejut, buru-buru Niken Anggana menarik
pedangnya dengan sekuat tenaga. Ternyata tenaga sakti
perwira Ching sangat tinggi. Betapa ia mencoba menarik,
pedangnya tetap tak bergeming.
"Siluman! Kau dengar tidak pertanyaan tuan ini" Hayo
jawab, siapa andalanmu!" seru Ching dengan tertawa panjang.
Niken Anggana tidak menggubris ucapannya. Sekali lagi ia
mengerahkan tenaganya. Namun benar-benar hebat jepitan
tangan perwira Ching. Ia bahkan merasa ujung pedangnya
menancap makin dalam. "Kau menyerah atau tidak" Aku bisa membuatmu mati
tidak, hidup pun tidak ......!" ancam perwira Ching. "Hayo
bilang terus terang siapa yang menjadi andalanmu" Siapa
yang menyuruhmu menyerang kami, ha?"
Niken Anggana tidak menjawab, karena ia merasa dipaksa.
Biasanya seorang gadis yang pendiam dan halus budi-bahasa,
tiba-tiba akan terbangun rasa harganya manakala merasa
ditekan. Lantas saja dia bersikap angkuh. Dan selagi demikian,
tiba-tiba terdengar seseorang menjawab dengan suara yang
sangat berwibawa : "Aku yang menyuruh! Kalian ingin tahu siapa andalan
adikku" Inilah aku!"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau siapa bentak perwira Ching dan Chang hampir
berbareng. Seorang pemuda yang berpakaian rapih muncul
dari seberang jalan. Usianya kira-kira duapuluh tujuh tahun.
Perawakannya ramping berisi. Wajahnya cerah tetapi tenang.
Dengan langkah pasti, ia memasuki halaman kedai Pak Kliwon
yang membuat seluruh pengunjung dan pemilik kedai dalam
keadaan tegang mengikuti pembicaraan orang-orang berseragam laskar yang kelihatan hendak membuat susah
pendekar Wigagu. "Aku yang kau tanyakan. Akulah yang menyuruh adikku itu
menyerang kamu sekalian," jawab pemuda itu.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa merasa, jepitan tangan perwira Ching terhadap
pedang Niken Anggana mengendor. Karena itu, Niken
Anggana dapat menarik pedangnya kembali dan segera
disarungkannya. Ia terheran-heran mendengar ucapan
pemuda itu. Dia mengaku dirinya sebagai adiknya. Sebenarnya
siapa dia" Belum pernah ia melihat pemuda itu atau pernah
mengenalnya. Selagi dalam keadaan demikian, terdengar
Wigagu berseru: "Pitrang!" Memang pemuda itu adalah Pitrang putera pendekar
Sondong Landeyan Kalau dia mengaku sebagai kakaknya
Niken Anggana, tidak salah. Bukankah dia dilahirkan dari
rakhim Sekar Mulatsih, ibu Niken Anggana juga" Hanya saja,
kapan dia mengenal Niken Anggana" Apakah sesungguhnya
diam-diam ia sudah melihat beradanya Niken Anggana di atas
pondok ayahnya" Begitu mendengar seruan Wigagu, wajah Wirasantana
berubah. Lantas saja ia mengangkat tangannya memberi
hormat Serunya menimbrung:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rekan Pitrang! Terimalah salam hormat kami. Angin
apakah yang membawamu datang kemari?"
"Angin apa?" sahut Pitrang dengan suara tinggi. "Gunung
Lawu adalah wilayahku. Hampir setiap hari aku berada di
sekitar tempat ini. Itulah sebabnya, pamanku Wigagu berada
pula di sini. Mungkin sekali ia perlu bertemu denganku untuk
mengabarkan sesuatu."
"Mengabarkan apa?" potong Wirasantana.
"Mengabarkan rombongan kecoak yang coba-coba menyebut dirinya sebagai kawanan pahlawan yang hendak
mendirikan kekuasaan baru."
Wajah Wirasantana berubah hebat Inilah suatu sindiran
yang sangat tajam baginya. Teruskan saja membentak .
"Coba ulangi lagi!"
"Kawanan kecoak yang coba-coba menyebut dirinya
sebagai kawanan pahlawan yang hendak mendirikan
kekuasaan baru. Kau bisa mendengar jelas atau tuli?" Sahut
Pitrang dengan mengulum senyum.
Niken Anggana tercengang. Pikirnya, Pitrang terlalu berani
dan pandai bergurau. Inilah untuk yang pertama kalinya ia
mengenal dan melihat Pitrang, kakak seibu. Menilik sejarah
hidupnya yang mengibakan hati, ia mengira Pitrang tentunya
tumbuh menjadi seorang pemuda yang murung dan pendiam
seperti ayahnya. Ternyata tidak demikian. Kesannya, ia
bahkan pandai bergurau. Hanya saja, setiap patah katanya
tajam dan mengenai sasaran yang dikehendaki.
"Pitrang! Kau penghasut! Tahukah engkau apa hukumannya
seorang penghasut?" bentak Wirasantana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Penghasut?" Pitrang tercengang. "Aku berbicara perihal
yang benar. Bukankah engkau bekas anggauta pengawal raja"
Bahkan engkau termasuk salah seorang perwiranya. Kau diberi
kedudukan layak rejeki banyak. Kenapa kau melupakan budi
rajamu?" "Tentang itu... tentang itu..." Wirasantana menjawab sulit
"Tentang itu adalah urusanku sendiri. Aku mempunyai
alasanku sendiri." "Alasan ingin memperkaya diri sendiri sekaligus berangan-
angan ingin menjadi patih, bukan?"
"Patih" Sama sekali tidak. Aku bekerja justru untuk
menaikkan pamor ayahmu sendiri." bantah Wirasantana.
"Ayahmu seorang ahli pedang. Kepandaiannya berada di atas
Haria Giri. Dengan licik, Haria Giri menggeser kedudukannya.
Coba, seumpama ayahmu tetap'berada di istana, beliaulah
yang menjadi komandanku. Aku tahu kecurangan itu, karena
aku bawahan ayahmu sewaktu masih menjadi Bekel, (baca
Kopral)" "Jadi pengkhianatanmu ini kau maksudkan untuk menuntut
kembali kehormatan ayahku?"
"Betul." "Bagus!" seru Pitrang dengan suara gembira. "Kau seorang
pahlawan. Hanya saja pahlawan kesiangan."
"Kenapa begitu?" Wirasantana tak mengerti.
"Karena ayahku meletakan jabatannya atas kemauan
sendiri. Dalam hal ini tiada yang memfitnahnya atau yang
beranga-angan ingin menggantikan kedudukannya atau
merebut jabatannya. Sekiranya bigitu, cegahlah semenjak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dulu." ujar Pitrang. Lalu menoleh kepada Wigagu. Katanya
minta keterangan: "Paman! Sebenarnya siapakah dia?"
(Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid XI Wigagu yang semenjak tadi hanya bersikap mendengarkan,
menyahut dengan nada setengah mengadu :
"Namanya Wirasantana. Aku sendiri baru pagi ini
mengenalnya. Menurut pengakuannya, dia dulu bawahan
ayahmu. Sedang yang mendampingi itu mengaku bernama
Ching dan Chang. Lainnya belum sempat aku mengenal
namanya." "Hm, bawahan ayah?" Pitrang mengulum senyum. Lalu
kepada Wirasantana : "Kalau begitu aku pantas memanggilmu
paman." "Ya, ya, ya... tepat sekali!" Wirasantana terbahak-bahak
dengan pandang mata berseri-seri.
"Belum pernah aku mengenalmu. Barangkali engkau begitu
juga. Akupun dilahirkan setelah ayahku meninggalkan
kedudukannya. Maka sungguh mengherankan, engkau
mengenal diriku. Apakah bukan karena pedang Sanggabhuwana?" Tepat dan jitu sekali tebakan Pitrang. Memang, Pitrang
dilahirkan di atas Gunung Lawu setelah Sondong Landeyan
meletakkan jabatannya, Itu terjadi duapuluh tujuh tahun yang
lalu. Bagaimana Wirasantana mengingat-ingat nama Pitrang
sebagai anak Sondong Landeyan" Diapun mengaku berpangkat Kopral sewaktu Sondong Landeyan masih menjadi
Komandan Pengawal Raja Artinya, pada waktu itu setidak-
tidaknya dia sudah berumur 17 tahun. Menilik perawakan dan
kesigapannya, umurnya kini belum mencapai empat puluh
tahun. Benarkah dia dulu bawahan Sondong Landeyan"
Jangan-jangan seorang perwira angkatan raja baru, begitulah
pikir Pitrang. Terhadap Wigagu, dia bersikap sudah terlalu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenal pula sebagai salah seorang murid Sondong
Landeyan Di dalam hati Pitrang, masih banyak yang perlu
dipertanyakan. Sebab Wigagu tadi menerangkan baru
berkenalan pada pagi hari itu. Selain itu, hadirnya Ching dan
Chang. Dua orang Cina itu lancar bahasanya. Lidahnya sama
sekali tidak cadel. Kedua orang ini belum jelas asal-usulnya,
meskipun Wirasantana tadi sempat memberi keterangan
kepada Wigagu siapa mereka berdua. Memang, Pitrang sudah
berada di sekitar tempat itu. Bahkan termasuk salah seorang
pengunjung lepau Pak Kliwon sebelum Wigagu dan
rombongan laskar Sunan Kuning datang. Begitu melihat
pamannya Wigagu dikerumuni rombongan laskar Sunan
Kuning dengan sikap mengurung, segera ia menyembunyikan
diri. Lalu muncul pada saat Niken Anggana hampir tidak
berdaya menghadapi Ching. Dari serentetan pembicaraan
antara Niken Anggana dan Wirasantana tahulah ia, bahwa
Niken Anggana adalah adiknya lain ayah. Maka wajib ia
melindunginya. Sebaliknya Niken Anggana mengenal benar siapa Wirasantana. Orang itu benar-benar bawahan ayahnya.
Kedudukannya sebagai salah seorang perwira kerajaan tidak
diragukan lagi. Hanya saja, dia tidak bisa menjawab
beradanya Wirasantana di atas dataran Gunung Lawu. Tadinya
ia mengira sudah sering berhubungan, karena pembicaraan
antara mereka berdua terdengar lancar. Tak tahunya, Wigagu
mengaku kepada Pitrang baru saja berkenalan. Hatinya
tercekat dan kepalanya penuh teka-teki. Niken Anggana masih
hijau dalam pergaulan. Kehidupan antar pendekar baginya
masih asing. Dalam hal ini perlu dijelaskan begini.
Wirasantana sebenarnya baru lima tahun menjadi abdi
kerajaan. Dia seorang pendekar, murid Kyahi Wirabumi yang
bermukim di Gunung Merapi. Pada jaman mudanya, dia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benama Kania. Dari gurunya ia mewarisi ilmu pedang Sada
Lanang, suatu jenis ilmu pedang yang tiada keduanya pada
jaman itu. Selama belasan tahun mengembara untuk menguji
diri, belum pernah ia terkalahkan. Tetapi menurut tutur-kata
gurunya, masih terdapat dua orang ahli pedang yang harus
diperhitungkan. Itulah Sondong Landeyan dan Haria Giri.
Gurunya belum pernah mengadu kepandaian melawan Haria
Giri. Tetapi pernah bentrok dengan Sondong Landeyan. Ia
dikalahkan. Itulah sebabnya nama Sondong Landeyan terukir
jelas dalam ingatannya. "Sampai mati pun aku akan penasaran terhadap Sondong
Landeyan." ujar Kyahi Wirabumi. "Padahal Ilmu Pedang
Lanang datang dari negeri Arab. Pada jaman Jayanya,
pahlawan Umarmaya pernah membuktikan ketangguhannya,
ribuan musuh digugurkan dengan mudah. Tetapi di negeri ini,
aku dikalahkan Sondong Landeyan. Mungkin akulah yang tidak
becus. Maka kuharapkan engkau bisa mengangkat pamor
leluhurmu." "Bagaimanakah kepandaian Sondong Landeyan bila dibandingkan dengan Haria Giri?" Wirasantana alias Kanin
minta keterangan. "Kabarnya ilmu pedang Haria Giri setanding dengan
Sondong Landeyan. Sayang belum pernah aku mengujinya."
ujar Kyahi Wirabumi dengan suara masghul. Lalu menerangkan dengan jelas siapakah Sondong Landeyan dan
siapakah pula Haria Giri. Mereka berdua seumpama tangan kiri
dan kanannya Sri Baginda Amangkurat IV. Pada hari tuanya
mereka bentrok gara-gara paras cantik. Itulah Ibu Pitrang dan
Niken Anggana. "Dengan begitu, kita tidak mempunyai
kesempatan untuk menguji ilmu pedang Sada Lanang sekali
lagi melawan ilmu pedang Sondong Landeyan." Kyahi
Wirabumi meneruskan. "Akan tetapi di jaman ini Haria Giri
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih hidup. Kalau ada rejeki, kau bisa mencoba-coba
menguji diri." Dan dengan semangat itu, Kanin mulai memasuki Ibukota
kerajaan. Kebetulan sekali, kerajaan sedang membutuhkan
beberapa perwira pengawal yang dapat diandalkan, melalui
suatu ujian berat Kanin segera mendaftarkan diri dengan
angan-angan pada suatu saat akan dapat menguji ilmu
pedang Haria Giri. Karena berkepandaian tinggi ia lulus dan
diterima menjadi salah seorang perwira yang dibutuhkan raja.
Diapun menerima anugerah nama dari raja. Itulah
Wirasantana. Artinya seorang abdi berpangkat perwira atau
bermakna seorang abdi yang gagah perkasa. Beberapa kali ia
pernah melihat Haria Giri menggunakan pedangnya di
hadapan perwira-perwira bawahannya. Biasanya diwaktu
perwira sedang wajib berlatih. Menyaksikan ilmu pedang Haria
Giri, di dalam hati ia merasa tidak perlu kalah. Apalagi bila
mempunyai sebatang pedang mustika yang tajam luar biasa.
Andaikata ilmunya masih kalah juga karena kalah pengalaman,
pedang mustika akan dapat menolong merebut kemenangan.
Hal ini terbukti selang tiga tahun kemudian. Pada suatu
kesempatan, raja ingin menyaksikan ilmu kepandaian para
perwiranya. Seorang demi seorang dapat dirobohkan Haria
Giri. Kemudian majulah ia dengan pedang pemberian gurunya.
Empatpuluh jurus lebih ia bertempur mengadu kepandaiannya.
Tatkala Haria Giri dipaksa untuk mengerahkan tenaga
saktinya, pedangnya patah menjadi dua bagian. Ia dinyatakan
kalah walaupun tidak kalah mutlak. Namun tak dapat ia
berbuat banyak, karena Haria Giri adalah atasannya. Raja
sendiri lebih mendengarkan kata-kata Haria Giri daripada
bawahannya, termasuk dirinya. Maka semenjak itu dengan
diam-diam ia berangan-angan memperoleh kesempatan untuk
dapat menggantikan kedudukan Haria Giri. Tetapi kesempatan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu tidak pernah ada. Maka perhatiannya kini beralih kepada
upaya mencari sebilah pedang pusaka yang tajam luar biasa.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manakala sudah mendapatkannya, ia akan menantang adu
kepandaian lagi di hadapan raja. Dan sampailah di
pendengarannya tentang kisah pedang pusaka Sangga-
bhuwana. Menurut kisah yang didengarnya, pedang Sanggabhuwana mula-mula berada di tangan pendekar
Sondong Landeyan. Lalu dibawa pergi oleh Sekar Mulatsih
untuk dipersembahkan kepada Haria Giri. Tetapi tercuri oleh
seorang pendekar setengah waras. Menurut kabar, pedang
Sanggabhuwana jatuh ke tangan putera Sondong Landeyan
yang bernama Pitrang. Maka semenjak itu, nama Pitrang tak
pernah terhapus dari ingatannya, (yang dimaksudkan seorang
pendekar tidak waras: Ki Ageng Telaga Warih, paman-guru
Sondong Landeyan dan kemudian mengasuh Pitrang).
Wirasantana agaknya sedang jaya-jayanya. Suatu peristiwa
yang tidak pernah terbayangkan, terjadi. Kartasura diserbu
laskar Sunan Kuning. Raja Paku Buwana II dilarikan ke Jawa
Timur. Pengawal peribadi yang memperoleh kepercayaan
hanyalah Haria Giri. Sama sekali dirinya tidak disinggung-
singgung, padahal ia merasa mampu mengimbangi kepandaian Haria Giri. Raja hanya mengharapkan dirinya
dapat mempertahankan Ibukota. "Hm, buat apa?" pikirnya.
Dia sirik, jelus dan dengki baik terhadap Haria Giri yang selalu
bernasib baik maupun raja yang tidak memperhatikan angan-
angannya. Terus saja ia menyambut kedatangan laskar Cina
yang memasuki Kartasura dan memberi jalan dan petunjuk-
petunjuk. Atas jasa-jasanya, ia diangkat menjadi komandan
Pengawal raja baru. Ha, inilah baru seorang raja, pikirnya.
Seorang raja yang bisa membaca keadaan hatinya. Seorang
raja yang bisa memberi kemungkinan-kemungkinan. Maka
sebagai balas budi, ia ingin membuat jasa besar bagi rajanya
yang baru. Dengan disertai perwira Ching dan Chang yang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepandaian tinggi, ia memilih beberapa perwira bawahannya yang cukup dapat diandalkan untuk melacak Raja
Paku Buwana II melintasi Gunung Lawu. Begitu tiba di atas
dataran Gunung Lawu, teringatlah dia kepada rumah-
perguruan Sondong Landeyan yang menyimpan pedang
pusaka Sangga-buwana. Lantas saja dia membuat penyelidikan cermat. Dua orang perwiranya yang dikirimkan
untuk membuat penyelidikan, sempat menyaksikan pertempuran seru antara pihak perguruan Sondong Landeyan
melawan anak-buah Cing Cing Goling. Dan memperoleh
laporan itu, pengamatannya terhadap rumah perguruan
Sondong Landeyan makin lengkap. Ternyata Sondong
Landeyan mempunyai adik-perguruan berjumlah tujuh orang.
Ha, kalau mereka bisa ditarik ke pihaknya, bukankah akan bisa
membuat hati raja senang" Demikianlah, ia menunggu pada
saatnya yang tepat. Kebetulan sekali ia melihat Wigagu turun Gunung. Segera ia
menguntitnya dengan rombongannya. Dan selanjutnya
terjadilah peristiwa itu.
Kembali kepada adegan sewaktu Wirasantana kena tegur
Pitrang perihal pedang Sanggabhuwana. Teguran itu tepat
sekali. Tetapi dengan tidak tahu malu, ia menjawab kedungu-
dunguan. Katanya : "Ibarat seekor kuda balap, alangkah sayang bila hanya
dikandangkan saja. Lagipula sudah menjadi keyakinan kita,
bahwa pusaka yang baik akan mencari majikan yang baik. A ku
pernah mengadu kepandaian dengan Haria Giri lebih dari
empatpuluh jurus. Meskipun Haria Giri setanding kepandaiannya dengan ayahmu, aku hanya kalah perkara
pedang saja. Dia menggunakan pedang mustika, sedang
pedangku hanya pantas sebagai penyembelih kerbau. Coba
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku bersenjata pedang Sanggabhuwana, dia bakal terjungkal
habis sebelum dua puluh gebrakan selesai."
"Bagus! Jadi engkau seorang ahli pedang?" ejek Pitrang.
Merah padam wajah Wirasantana direndahkan demikian.
Dengan suara setengah menggerung ia membentak :
"Siapa yang tidak kenal Wirasantana" Selama hidupku
belum pernah ilmu pedangku dikalahkan orang."
Pitrang tertawa. Menyahut:
"Wirasantana! Jika engkau dapat mengalahkan aku dalam
sepuluh gebrakan saja, aku akan mempersembahkan pedang
Sanggabhuwana kepadamu."
"Apa?" Wirasantana menegas seakan-akan tidak percaya
kepada pendengarannya sendiri.
"Kalau aku tidak dapat merobohkan engkau dalam sepuluh
gebrakan, aku akan menyerahkan pedang Sanggabhuwana
kepadamu. Dengar?" Pitrang mengulangi tantangannya.
Semua orang yang mendengar ucapannya ternganga heran.
Wigagu sendiri malahan terperanjat Apalagi Niken Anggana
yang sudah mengenal ketangguhan Wirasantana. Kepandaian
Wirasantana benar-benar hanya berada di bawah kepandaian
ayahnya Pitrang memang putera seorang pendekar besar.
Tetapi benarkah ia akan dapat merobohkan Wirasantana
hanya dalam sepuluh jurus saja"
"Bagus!" Wirasantana menjawab cepat seolah-olah takut
Pitrang akan merobah bunyi ucapannya. "Jadi hanya sepuluh
gebrakan" Ucapanmu disaksikan oleh lebih dari sepuluh orang.
Silahkan kau hunus dulu pedangmu. Apakah engkau hendak
menggunakan pedang pusaka Sanggabhuwana?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak usahlah kau cemas tak keruan-keruan," ujar Pitrang
dengan suara tenang. "Aku tidak akan menggunakan pedang
Sangga-bhuwana. Bahkan aku tidak mempunyai sebilah
pedangpun. Tunggulah barang sebentar." Setelah berkata
demikian ia menoleh kepada Niken Anggana. Berkata dengan
ramah: "Adik, bolehkah aku meminjam pedangmu?"
Teguran itu sangat menggembirakan hati Niken Anggana
sampai dadanya terasa sesak. Akan tetapi ia ragu-ragu.
Benarkah Pitrang dapat merobohkan Wirasantana hanya
dalam sepuluh jurus" Namun entah apa sebabnya, pandang
mata Pitrang besar pengaruhnya. Dengan berdiam diri ia maju
mengangsurkan pedangnya. Dengan suara setengah berbisik
ia berkata: "Pedang ini tidak boleh disebut pedang pusaka."
"Tak apalah. Pedang apapun juga akan dapat merobohkan
kecoak itu dalam sepuluh gebrakan saja. Tolong, hitung
jurusnya!" sahut Pitrang meyakinkan hati Niken Anggana
sambil menerima angsuran pedang.
Bukan main merasa mendongkol Wirasantana. Selama
hidupnya baru kali itu ia dihina dan direndahkan orang. Keruan
saja mukanya merah padam. Terus saja ia berkata
mengangkat-angkat diri. "Kau bilang sepuluh gebrakan bisa merobohkan diriku,
bukan" Bagus! Semua orang menjadi saksinya, engkau
memilih cara matimu sendiri. Merekapun tadi sudah
mendengar jelas, aku mempersilahkan dirimu menghunus
pedangmu. Bahkan aku mengharapkan engkau menggunakan
pedang Sanggabhuwana. Tetapi kau memilih pedang yang
tidak bertuah. Aku sih lain. Lihat yang jelas! Pedangku
bernama Sada Lanang. Ilmu pedangku pun bernama Sada
Lanang pula. Karena pedangku pernah dipatahkan Haria Giri,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku memperoleh pedang pusaka ini langsung dari guruku.
Dulu milik pendekar besar dan pahlawan besar negeri Arab.
Umarmaya, namanya. Dengan Amir Hamzah, ia merobohkan
semua ahli pedang seantero dunia. Dulu........."
"Sudahlah, jangan mengoceh seperti burung!" potong
Pitrang. "Kau hunuslah pedangmu!"
Wirasantana geram di dalam hati. Namun sebagai seorang
pendekar yang memang sudah berpengalaman, pandai ia
menguasai diri. Dengan berlagak bersenyum ia menghunus
pedangnya yang bernama Sada Lanang.
"Wirasantana, silahkan!" Pitrang melangkah ke tengah.
Sekalian hadirin menyibak membuat gelanggang adu
kepandaian. Mereka berdiri di depan pengempangan yang
berada di seberang-menyeberang jalan masuk halaman depan
Kedai Pak Kliwon. Orang-orang yang berada dalam kedai Pak
Kliwon berebutan berdiri di tengah pintu ikut menyaksikan apa
yang bakal terjadi. Mereka tidak kenal siapakah Wirasantana
dan Pitrang. Meskipun demikian hati mereka ikut tegang.
Wigagu yang berpengalaman berdebar-debar hatinya
tatkala mengamati wajah Wirasantana. Sebagai seorang
pendekar yang berpengalaman tahulah ia, bahwa Wirasantana
bermaksud membunuh Pitrang. Ia percaya, Pitrang pasti dapat
mengatasi, meskipun kalau perlu melarikan diri. Akan tetapi
bagaimana dengan rombongan Wirasantana" Apakah mereka
akan membiarkan Pitrang melarikan diri" Pastilah mereka akan
berjaga-jaga sebelumnya untuk menghadapi kemungkinan
demikian. "Kalau begitu, tak bisa aku tinggal diam." pikir Wigagu.
"Lalu bagaimana dengan Niken" Dia berada dipihakku atau
mereka?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang agak susah menebak keadaan hati Niken Anggana.
Dengan rombongan Wirasantana, jelas sekali ia memusuhi.
Sebaliknya terhadap warga padepokan Sondong Landeyan,
Wigagu merasa belum jelas. Ayah Niken bermusuhan dengan
gurunya. Akan tetapi Niken bersikap menurut terhadap dirinya
dan Sukesi. Bahkan Niken Anggana merasa menjadi warganya.
Mudah-mudahan begitulah sikap batinnya, Wigagu berdoa di
dalam hati. Sebab sesungguhnya ia berkesan baik terhadap
gadis itu. Selain lemah-lembut mempunyai bakat terpendam.
Bila dibina dengan baik, ia di kemudian hari bisa menjadi
seorang pendekar wanita berkepandaian tinggi.
Tatkala itu Wirasantana dan Pitrang sudah berdiri
berhadapan. Pitrang membolang-balingkan pedang Niken
Anggana seakan-akan sedang menimbang-nimbang berat dan
ringannya. Lalu berkata kepada Niken Anggana:
"Adik, kau tolong aku menghitung jumlah gebrakanku!"
Wirasantana mendongkol bukan main. Haria Giri sendiri
tidakkan berani merendahkan demikian meskipun berada di
depan raja. Karena rasa kehormatannya benar-benar
diludaskan, tidak lagi ia perlu bersikap berpura-pura manis.
Pada detik itu pula timbullah tekatnya Andaikata Pitrang
menggunakan pedang Sanggabhuwana, tiada alasan baginya
untuk merasa takut Terus saja ia menggerakkan pedangnya
dengan suatu serangan yang mematikan. Hebat tenaga
saktinya. Terdengar suara mendengung bergetaran memekakkan telinga. Baik Wigagu maupun Niken Anggana berdenyut hatinya.
Wirasantana tidak hanya pandai mengoceh, akan tetapi ilmu
pedangnya sesungguhnya tinggi pula. Pantas ia disebut-sebut
wakil ayah, pikir Niken Anggana di dalam hati. Kiranya ilmu
pedangnya boleh diandalkan. Diluar dugaan, pada saat itu ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar suara Pitrang setengah menggurui setengah
mentertawakan : "Ah, kukira hebat! Ternyata hanya kulitnya saja, tetapi
isinya kosong." Sama sekali Pitrang tidak menggerakan kedua kakinya
untuk mengelak atau untuk membuat garis pertahanan. Ia
hanya menggeserkan tubuhnya, sehingga tusukan pedang
Wirasantana menembus udara kosong. Dan pada detik itu
pula, tangannya diangkat dan menikam ke depan menyambar
wajah Wirasantana yang mendekat Sedikit saja gerakan
tangannya, namun membawa suara nyaring melengking.
Wirasantana terkejut bukan main. Serangan balasan ini
sama sekali tidak diduganya. Buru-buru ia melompat mundur
dan untuk pertama kali itu ia merasakan hebatnya ilmu
pedang Pitrang. Apakah ini ilmu pedang warisan ayahnya, ia
berteka-teki. Pantas guru kalah mengadu kepandaian melawan
Sondong Landeyan. "Adik! Hitung saja, itulah gebrakan yang pertama!"seru
Pitrang dengan suara lembut
Mendengar suara Pitrang yang berkesan lembut terhadap
Niken Anggana, hati Wigagu terhibur. Ia yakin antara kedua
insan itu tidak tertanam rasa permusuhan apapun. Bahkan
mereka berdua saling mendekat dan saling mengenal sikap


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batinnya masing-masing. Sementara itu, Wirasantana yang
terpaksa meloncat mundur sudah memperbaiki diri. Lalu
menyerang lagi dengan gerakan pedang yang aneh dan
berbahaya. Namun lagi-lagi ia terpaksa mundur. Belum
sempat ia mengadakan serangan balasan, tibalah pedang
Pitrang merecoki dirinya. Mau tak mau ia terpaksa mengelak
untuk yang ketiga kalinya.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tiga!" seru Niken Anggana menghitung jumlah gebrakan.
Apapun kata orang, sesungguhnya Wirasantana murid seorang
guru sakti pada jamannya. Tidak mudah seseorang
merobohkannya. Pada gebrakan ketiga setelah memperbaiki
diri ia mencoba mengadakan balasan. Kali Pitrang tidak berani
memandangnya ringan. Meskipun sama sekali ia tidak beralih
tempat, namun wajahnya kelihatan jadi sungguh-sungguh.
Tidak lagi membawa senyuman lebar. Dengan sedikit
mengerutkan keningnya, pedangnya diangkat Kemudian
dengan punggung pedang ia mengetok gagang pedang
Wirasantana. Hebat tenaga saktinya. Tiba-tiba saja telapak
tangan Wirasantana tergetar dan pedangnya terpental. Syukur
masih dapat ia menyambarnya kembali sehingga tidak perlu
runtuh ke tanah. Walaupun demikian keringat dingin
membasahi punggungnya. "Kali ini boleh juga," ujar Pitrang sambil tertawa. "Meskipun
rapat, penjagaannya masih dapat lowongan. Bolehlah disebut
jurus yang istimewa. Akan tetapi belum bisa diandalkan. Kau
tidak percaya" Terimalah tiga jurusku! Kau bisa atau tidak
mengelakkan serangan balasanku"
Waktu itu Niken Anggana sudah menghitung lima gebrakan.
Sekarang Pitrang hendak melancarkan tiga jurus serangan
balasan. Berarti sudah sampai pada hitungan ke delapan.
Namun ternyata Pitrang tidak segera melancarkan serangan.
Pemuda itu berkata menggurui lagi:
"Ayahku memang lucu. Ketiga jurus seranganku ini
dinamakan Kucuak Banci. Lucu, bukan" Terdiri dari Jurus
Memecahkan perhatian lawan. Lalu disambung dengan jurus
Memukul Tambur Majapahit Gerakan pedangku akan
mengarah pundak kiri dan kanan, lalu menembus http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenggorokan. Dan yang ketiga dinamakan Jurus Bunga
Rampai. Pedangku akan langsung menikam dadamu."
Setelah berkata demikian, barulah Pitrang mulai menggerakkan pedangnya. Sikapnya tak ubah seorang guru
mengajari muridnya. Diperlakukan demikian, hati Wirasantana
bertambah mendongkol. Untung, ia sudah mendengarkan
keterangan Pitrang kemana arah bidikan lawannya. Terus saja
ia mengarahkan seluruh tenaga saktinya untuk menghalau
ketiga serangan Pitrang yang beruntun. Pada jurus yang
ketiga, Wirasantana bersedia mengadu jiwa. Ia menghantam
pedangnya dengan niat bersama-sama rugi. Kali ini ia
menggunakan Ilmu Guntur Sejuta, itulah ilmu sakti
pengerahan seluruh kebisaan kodrat manusia, yang sudah
terkenal semenjak jaman pra Majapahit Ilmu saktinya
demikian baru digunakan orang dalam keadaan terpojok.
Tenaga saktinya akan bertambah dua kali lipat Tetapi
akibatnya, ia bakal runyam. Sebab sekali gagal, ia tidak akan
dapat berbuat apapun manakala lawan tiba-tiba menyerang
balik. Niken Anggana menghitung terus dengan suara setengah
gemetaran : "Enam, tujuh, delapan! Ah, sayang! Coba kakang Pitrang
tidak menyebutkan gerakan pedangnya terlebih dahulu,
pastilah Wirasantana sudah tertikam telak. Sekarang tinggal
dua gebrakan lagi. Kalau Wirasantana nekat, kakang Pitrang
mungkin tidak mungkin dapat merobohkannya dalam sepuluh
gebrakan." Selagi Niken Anggana berkata demikian didalam hatinya,
mendadak saja ia menyaksikan suatu peristiwa yang aneh. Ia
terkejut karena tiba-tiba dirinya tergempur suatu tenaga yang
luar biasa kuatnya. Pada detik berikutnya, ia melihat bayangan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh manusia terbang di atas kepalanya dan tercebur di
dalam kolam. Byur! Pemukaan air muncrat tinggi membasahi
sebagian pakaiannya. Hai, apa yang sudah terjadi"
Wirasantana sudah mengerahkan seluruh himpunan tenaga
saktinya dengan Ilmu Guntur Sejuta. Ia tidak ragu-ragu lagi
untuk mengerahkan seluruh tenaga saktinya demi menolong
kehormatannya. Lagipula Pitrang semenjak tadi tidak beralih
dari tempatnya. Berarti akan memudahkan menghantam
sasaran. Tetapi di-luar dugaan, tiba-tiba tubuh Pitrang tidak
kelihatan. Celaka tiba-tiba Pitrang sudah berpindah tempat
dengan suatu kecepatan yang sulit diceritakan. Pukulannya
menghantam udara kosong. Tahu-tahu tubuhnya terangkat
naik dan terlempar ke dalam kolam ikan.
Pitrang tertawa. Berkata kepada Niken Anggana :
"Jurus ke berapa tadi?"
"Jurus ke sembilan," sahut Niken Anggana sambil
melepaskan nafas lega. Sungguh! Tidak menyangka Pitrang
dapat merobohkan lawan hanya dalam sembilan gebrakan
saja. Sementara itu Pitrang menghampiri kolam sambil berkata :
"Wirasantana, dengarkanlah kata-kataku! Semenjak hari ini,
kularang engkau berangan-angan akan memperoleh pedang
Sanggabhuwana. Kaupun jangan sekali-kali berani merasa diri
seorang ahli pedang."
Perwira Ching (selanjutnya kita sebut Jenderal Ching)
terkejut bukan main menyaksikan apa yang sudah terjadi
sampai tubuhnya terasa dingin. Walaupun demikian ia masuk
ke gelanggang sambil berseru :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari! Ingin aku mengenal ilmu pedangmu! Apakah itu Ilmu
Pedang Sondong Landeyan?"
"Kau siapa?" Pitrang menoleh. "Kau Cina dari mana"
Lidahmu tidak cadel."
"Tidak usah omong banyak. Awas!" potong Jenderal Ching.
"Kau ingin mencoba" Gunakan pedang pula!."
"Tak usah!" Ching terlalu percaya kepada kekuatan diri sendiri. Ia tadi
dapat menjepit pedang itu pula di tangan Niken Anggana
dengan mudah. Masakan kali ini gagal" Terus saja kedua
tangannya menyambar dengan jurus yang sama, akan tetapi
dengan disertai tenaga sakti sembilan bagian.
Jenderal Ching kakak-adik Jenderal Chang yang berada di
gelanggang itu pula. Mereka berdua saudara kembar yang
terkenal tangguh dan sakti. Itulan sebabnya mereka berdua
menjadi kepercayaan raja sebagai Komandan pengawal
peribadi. Pangkatnya tinggi pula dan memiliki kekuasaan
penuh untuk bertindak dalam segala bidang. Dibandingkan
dengan Wirasantana yang kini menjadi Komandan Pengawal
Istana, kekuasaannya menang setingkat tidak mengherankan,
ia bersikap tinggi hati. Namun kali ini ia bakal menumbuk
batu. Dengan tertawa, Pitrang berkata :
"Bagus! Inilah namanya yang tua membela yang muda.
Sama-sama kecoak bau."
Setelah berkata demikian, Pitrang membalikkan badanya
dan maju memasuki gelanggang. Jenderal Ching mengira,
Pitrang hendak menyingkirkan diri. Terus saja ia melompat
menyambar pedang Pitrang. Diluar dugaan Pitrang bahkan
membiarkan pedangnya kena jepit sambil berkata mengulang:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah kukatakan, gunakan pedang pula!"
Niken Anggana tidak mengerti apa maksud ucapan Pitrang.
Tahu-tahu Jenderal Ching terangkat tinggi dan terlempar
tercebur di dalam kolam. Apakah tenaga sakti Pitrang jauh
lebih tinggi daripada tenaga sakti Jenderal Ching"
Sebenarnya tidak demikian. Jenderal Ching terlalu
memandang ringan Pitrang. Itupun mengandung maksud. Ia
belum pernah mengadu kepandaian dengan Wirasantana yang
kini diangkat menjadi Komandan Pengawal Istana oleh
rajanya. Bila dia kini dapat merobohkan Pitrang seperti yang
dilakukan tadi terhadap Niken Anggana, Wirasantana tidak
akan berani berlagak terhadap dirinya. Dengan begitu, ia
bermaksud mentaklukkan komandan baru itu secara tidak
langsung. Justru demikian merupakan pantangan besar bagi
seseorang yang sedang menghadapi seorang pendekar
berkepandaian tinggi. Sedikit saja terdapat suatu kelemahan,
lawan akan dapat menggunakannya. Ia berani berlagak
congkak. Justru demikian, ia menerima akibatnya.
Waktu itu, Wirasantana sudah merayap ke tebing empang.
Pakaiannya basah kuyup. Ia berbalik menghampiri Jenderal
Ching yang jadi atasannya sambil mengangsurkan pedangnya.
"Pakailah pedangku!" serunya.
Wirasantana masih menggenggam pedangnya erat-erat
dalam tangannya. Itu suatu bukti, bahwa ilmunya tinggi.
Seseorang yang kena dipentalkan lawan sampai tercebur di
dalam kolam, akan terpental pula pedangnya dari genggamannya. Ternyata dia tidak demikian. Pedangnya
masih tetap utuh dan sama sekali tidak terlepas dari
genggaman tangannya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jenderal Ching merayap ke tepi kolam lalu melompat ke
luar dengan menyeringai. Ia merasa benar-benar terjungkal
habis-habisan. Tadinya ia menganggap derajatnya lebih tinggi
daripada Pitrang. Kecuali pangkatnya, usianya mungkin tidak
terpaut jauh dengan ayah Pitrang. Ilmu kepandaiannyapun
sudah mencapai puncaknya. Masakah bisa terjungkal hanya
dalam satu gebrakan" Apapun alasannya, kenyataannya
demikian. Maka mau tak mau terpaksa ia menerima angsuran
pedang Wirasantana. "Nah, apa kataku" Gunakan pedang!" ujar Pitrang.
Jenderal Ching memperbaiki bajunya yang basah kuyup.
Hatinya mendongkol bukan main. Tatkala mengawaskan
Pitrang, hatinya tercekat. Sebab Pitrang justru mengembalikan
pedang pinjamannya kepada Niken Anggana. kemudian ia
memotes dua batang dahan yang tumbuh di halaman depan
kedai Pak Kliwon. "Hai, apa maksudmu?" ia membentak. Pitrang tertawa.
Sahutnya: "Menghadapi seorang jenderal aku harus bersikap lain. Tak
pantas aku melawanmu hanya dengan menggunakan sebilah
pedang. Karena di sini tiada yang membawa pedang lagi,
maka aku menggunakan dua batang kayu ini seumpama dua
pedang kembar," dan setelah berkata demikian, ia maju
memasuki gelanggang dan siap tempur.
"Hm .... Jenderal Ching mendengus.
"Kau atasan Wirasantana. Aku yakin, karena tentunya kau
lebih dekat dengan rajamu daripada Wirasantana. Karena
orang itu perwira pelarian." ujar Pitrang dengan tertawa lebar.
"Atau katakan yang lebih tegas. Dialah sisa-sisa laskar
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kartasura yang sedang mencari majikan baru. Agaknya perlu
mencari muka dulu." Wirasantana yang sudah berdiri di tepi kolam, menundukkan kepalanya. Tidak dapat lagi ia mengumbar
suaranya, karena jelas sekali dirinya bukan lawan Pitrang.
Sebaliknya, Jenderal Ching bersikap membungkam. Ia sudah
merasakan betapa hebat ilmu kepandaian Pitrang. Dengan
sekali gempur, ia terlempar dalam kolam. Semua orang
menyaksikan hal itu. Sebaliknya tak dapat pula ia bersikap
kalah. Maka dengan setengah menggerung ia melompat maju
menikam pedangnya. "Bocah tak tahu diri. Rasakan pedangku!" bentaknya.
"Bagus!"seru Pitrang dengan menyambut serangan Jenderal
Ching. "Tikamanmu jauh lebih baik daripada Wirasantana.
Paling tidak kepandaianmu setingkat lebih tinggi."
Entah ucapannya memuji atau menyindir, hanya Pitrang
yang tahu. Tetapi pada saat itu, kedua pedangnya mulai
bergerak. Gerakan kedua tangannya berirama dan membawa
kesiur angin. Menyaksikan gerakan kedua pedang kayu
Pitrang, Jenderal Ching terperanjat. Beberapa detik, ia merasa
kehilangan akal. Tak tahu ia harus berbuat apa. Kalau
membabat pedang kayu itu, iga sebelah kiri bisa tertusuk
pedang kayu satunya. Sebaliknya bila melanjutkan tikamannya, ia bakal terancam pedang kayu sebelah kanan.
Maka satu-satunya jalan hanya melompat mundur sambil


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membabatkan pedangnya. Tentu saja dapat ia membela diri
dengan baik daripada melanjutkan serangannya yang belum
tentu berhasil. "Jenderal Ching!" seru Pitrang dengan tertawa. "Dengan
satu gebrakan saja, tahulah aku. Ilmu pedangmu benar-benar
lebih tinggi satu tingkat daripada ilmu pedang Wirasantana."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan kau sendiri?" Jenderal Ching mendongkol. "Hm,
tentunya tujuh tingkat lebih tinggi, bukan?"
"Pukulanmu lebih mantap," sahut Pitrang tidak menghiraukan ejekan lawan. "Berarti engkau sudah mengetahui rahasianya ilmu pedang. Hanya saja, seumpama
orang bertamu engkau baru sampai di pendapa. Belum masuk
ke dalam ruangannya Apalagi bagian ruang dalam sampai ke
ruang belakangnya. Walaupun begitu, dengan berbekal
kepandaian begini tinggi, sebenarnya tidak perlu engkau
berhamba kepada seorang majikan manapun juga."
"Kau mau mengadu domba, ya?" potong Jenderal Ching
dengan suara sengit Akan tetapi di dalam hatinya ia girang
mendengar Pitrang memuji kepandaiannya. Memang bila
dibandingkan dengan ilmu pedang Wirasantana, ia merasa
emoh kalah. Ternyata ucapan Pitrang memenuhi harapannya.
Tetapi tiba-tiba Pitrang berkata lagi:
"Dengan terus terang kukatakan, ilmu pedangmu kini baru
setengah matang. Lebih baik kau mengundurkan diri dulu dari
percaturan orang. Dalamilah ilmu pedangmu ini. Sungguh! Di
kemudian hari lebih banyak gunanya daripada kau nekat."
Ucapan Pitrang kali ini hampir-hampir meledakkan dadanya.
Sebisa-bisanya ia mengendalikan diri. Sebagai seorang jago, ia
sadar benar apa akibatnya bila bertempur hanya menuruti
perasaannya yang mendongkol. Maka dengan waspada ia
mengikuti gerakan kedua kayu lawan. Lalu mengadakan
serangan balik sambil bertahan.
Sebentar saja tigapuluh gebrakan telah lewat Hal ini
membuktikan, bahwa sebentar tadi ia berlaku semberono
hingga bisa tercebur di dalam kolam dalam satu gebrakan
saja. Sebaliknya, gerakan kedua pedang kayu Pitrang makin
lama makin lincah. Kemana arah serangannya sukar diduga. Ia
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti tengah bermain-main. Namun setiap gerakannya
membawa angin kesiur. Jenderal Ching sadar akan akibatnya.
Kalau sampai kena towel sedikit saja, dirinya akan lumpuh
selama hidupnya. Pedang Wirasantana yang berada di tangannya berukuran
cukup panjang. Dengan menggunakan keuntungan itu, ia
mengadakan perlawanan. Meskipun demikian, masih saja ia
merasa kuwalahan. Ia hanya dapat menangkis atau
menghalau. Untuk mengadakan serangan balik, jangan harap.
Bahkan lingkaran gerakan pedangnya makin lama makin
terdesak meringkas. Tidak lama kemudian malahan kehilangan
daerah geraknya. Lambat tetapi pasti, ia merasa terpengaruh.
Menyaksikan kepandaian Pitrang, Niken Anggana seperti
tersadar dari mimpinya. Sebagai puteri seorang ahli pedang,
sebenarnya sedikit banyak ia pernah memperoleh petunjuk-
petunjuk dari ayahnya. Sekarang tahulah ia, apa makna
keseimbangan pengerahan tenaga sakti. Biasanya dua bilah
pedang dilakukan oleh dua orang. Tidak peduli sepasang pria
dan wanita atau sepasang pria serumah-perguruan. Tetapi
nyatanya Pitrang dapat memainkannya dengan mahir sekali.
Apakah ilmu pedang Sondong Landeyan memang demikian"
Tentu saja Niken Anggana tidak dapat menjawab dengan
pasti. Duapuluh gebrakan berlangsung dengan cepat. Kali ini,
Jenderal Ching benar-benar merasa mati kutu. Nafasnya
memburu, sehingga terdengar jelas oleh seluruh hadirin.
Sementara itu semenjak tadi, Wirasantana mengikuti
pertempuran mereka berdua dengan seksama. Sebagai
seorang ahli pedang pula, tahulah ia betapa Jenderal Ching
mulai tidak dapat berkutik. Kalau mau, Pitrang bisa
merobohkan dalam dua gebrakan lagi. Memperoleh pikiran
demikian, dengan cepat ia menyambar pedang salah seorang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bawahannya. Lalu melompat memasuki gelanggang seraya
berseru : "Tangkap! Apalagi yang kalian tunggu?"
Mendengar seruan Wirasantana, perwira Chang tersadar.
Segera ia memberi aba-aba anak-buahnya untuk mengepung
Pitrang. Jenderal Ching sendiri segera mengambil kedudukan.
Dengan begitu Pitrang kini dikepung Jenderal Ching, Chang
dan Wirasantana beserta sekalian laskarnya yang terdiri
kurang lebih duapuluh satu orang. Sebab dari seberang jalan
tiba-tiba belasan laskar muncul dengan membawa senjatanya
masing-masing. Ternyata mereka disembunyikan di seberang
jalan tatkala pemimpinnya sedang memasuki kedai Pak
Kliwon. Menyaksikan hal itu, Wigagu dan Niken Anggana merasa
tidak puas. Segera mereka berdua meraba hulu pedangnya.
Tekadnya sudah bulat. Bila laskar itu berani maju memasuki
gelanggang mereka berdua akan mendahului menyerang.
Akan tetapi Pitrang sendiri kelihatan tenang-tenang saja. Sama
sekali ia tidak gugup atau merasa gentar. Sambil mengeperiki
baju dan celananya dengan dua bilah pedang kayunya, ia
berkata : "Jenderal Ching, Chang dan Wirasantana! Sudah lama aku
bertanya-tanya di dalam hati, apa sebab kalian bisa memasuki
Ibukota Kartasura. Ternyata kini sudah kuperoleh jawabannya.
Itulah berkat jasa cerucut Wirasantana. Rupanya kalian pun
bisa merampok bersama-sama. Baiklah kalian boleh maju
berbareng. Hanya saja kali ini terpaksa aku melakukan
pembunuhan," setelah berkata demikian ia berpaling kepada
Wigagu. Serunya: "Paman! Kau bawa adikku pergi
meninggalkan tempat ini. Kurasa tidak ada gunanya
menyaksikan pertempuran kotor ini. Hai adik, pergilah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama paman. Tunggulah aku di padepokan. Aku perlu
berbicara denganmu. Kalau masih ada waktu, engkau bisa
memperdalam ilmu pedangmu. Paman Wigagu dan bibi Sukesi
akan berkenan memberimu petunjuk-petunjuk. Akupun bisa
ikut membantu." Baik Wigagu maupun Niken Anggana merasa serba salah.
Sebenarnya mereka ingin ikut bertempur mengadu jiwa. Akan
tetapi Pitrang, malahan menyuruh mereka cepat-cepat
meninggalkan gelanggang pertempuran. Mereka yakin
tentunya Pitrang mempunyai alasan. Maka dengan terpaksa
Wigagu menjawab : "Kau jagalah dirimu! Aku
akan membawa adikmu pergi." Pada kesempatan itu pula,
Niken Anggana berkata dengan suaranya yang lembut: "Kakang, aku akan menunggu di padepokan."
Pitrang mengangguk dengan manis. Wigagu dan Niken Anggana kemudian menghunus pedangnya dan maju dengan menjaga diri.
Pitrang tertawa. Serunya :
"Kalian saja senjatamu!
Kedua pedang kalian akan mengganggu barisan pedangnya."
Pitrang percaya, Wigagu dan Niken Anggana tidak akan
diganggu laskar yang sedang mengepung dirinya sebelum
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diberi aba-aba pemimpinnya. Baik Wirasantana maupun
Jenderal Ching dan Chang sedang memusatkan perhatiannya
kepadanya. Mereka sudah menyaksikan kepandaiannya.
Tentunya tidak berani sembrono sedikitpun. Merekapun tidak
mau terpecah perhatiannya, dan akan membiarkan Wigagu
dan Niken Anggana pergi meninggalkan gelanggang.
Perhitungannya ternyata tepat. Dengan aman Niken Anggana
dan Wigagu ke luar halaman Pak Kliwon tanpa terganggu
sedikitpun. Barangkali andaikata mereka berdua menggaplok
sekalian laskar, tidakkan juga berani membalas. Mereka
khawatir Pitrang akan turun tangan selagi mereka sibuk
membalas gaplokan Wigagu dan Niken Anggana.
Pitrang sebenarnya tahu kekuatan lawan. Meskipun tidak
takut, akan tetapi membutuhkan pemusatan pikiran. Ia tidak
mau terpecah perhatiannya dengan kehadiran Niken Anggana
dan Wigagu. Maka ia menyuruh pamannya dan Niken Anggana
meninggalkan tempat. Wigagu yang berpengalaman rupanya
dapat membaca maksud kemenakannya. Maka begitu ke luar
halaman Pak Kliwon, terus saja membawa Niken Anggana
mengarah ke padepokan secepat-cepatnya.
"Paman! Apakah kakang bisa mengatasi serbuan mereka?"
Niken Anggana minta keyakinan.
Wigagu tersenyum. Sahutnya :
"Tak usah cemas! Kepandaian kakakmu cukup untuk
memecahkan barisan mereka. Andaikata terdesak pun,
kepandaian lebih dari cukup untuk dibuat menolong diri."
Jawaban itu menenteramkan hati Niken Anggana. Tatkala ia
menghilang di balik tikungan, mulailah terdengar suara hiruk
pikuk dan bentakan-bentakan. Itulah suatu tanda, pertempuran mati hidup dimulai. Tidak lama kemudian disusul
suara logam jatuh bergelontangan. Tentunya pedang lawan-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawan Pitrang. Sebab Pitrang sendiri hanya menggunakan dua
bilah pedang kayu. (Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
16. SERBUAN LASKAR MADURA
Entah sudah berapa lamanya Gemak Ideran kehilangan
kesadarannya, hanya waktu itu sendiri yang tahu. Tatkala ia
menyenakkan mata, ia mendengar beberapa orang sedang
bertengkar di seberangnya. Itulah suatu lembah yang teraling
pagar dinding gunung. Mungkin sekali diseberang dinding
gunung, terdapat jalan lalu-lintas atau sebuah lapangan
terbuka. Bukan mustahil pula sebuah perkampungan. Sebab
suara orang yang berbicara terdengar banyak.
"Nona! Ini perbekalan untuk perang. Mengapa nona ingin
merampasnya?" terdengar suara seorang laki-laki yang
bernada kaku. Dengan sekali mendengar tahulah Gemak
Ideran, yang berbicara berasal dari Madura. Diam-diam ia
heran, apa sebab orang itu berbicara perkara perang. Apakah
dia salah seorang laskar dari Madura" Dan rasa herannya
tersentak oleh rasa terkejut sewaktu mendengar suara
seorang gadis yang sangat dikenalnya.
"Itu tergantung kemauanku." sahut seorang gadis dengan
suara ketus. "Kalau aku mau merampas barangmu, siapa yang
berani menentangku?"
Hai, pikir Gemak Ideran di dalam hati. Itulah suara Sekar
Rawayani. Mengapa dia berada pula di sini" Apakah selama ini
dia menguntitnya dengan diam-diam" Terdorong oleh rasa
ingin tahu, ia bermaksud berbangkit. Namun tenaga tiada lagi,
sehingga ia roboh kembali.
"Ih, tenagaku! Celaka! Apakah aku bakal cacat untuk
selama-lamanya?" ia khawatir bukan kepalang. Tetapi dengan
menguatkan hati, ia mencoba beringsut menghampiri tepi
tebing. Sementara itu, orang yang menegur Rawayani berkata lagi:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona! Sungguh mati! Isi peti ini bukan harta dan bukan
uang pula. Tetapi obat-obatan. Nona pasti tahu, gunanya
untuk menolong orang banyak. Andaikata nona rampas, tiada
berguna banyak bagi nona."
Rupanya Rawayani tidak menghiraukan kata-kata orang itu.
Dengan ketus ia memberi perintah :
"Buka semua peti! Aku ingin melihat dengan mata kepalaku
sendiri." "Apakah perbuatan nona akan merusak semua obat-
obatan" Menurut perintah obat-obatan ini jangan sampai kena
angin. Karena itu harus ditutup dengan rapat"
"Aku bilang, bukan semua peti!" terdengar suara Rawayani
setengah mengancam. Mendengar suara Rawayani, Jantung Gemak Ideran
berdebar-debar. Ia mengenal watak dan perangai Rawayani.Apa yang dikehendaki harus terlaksana. Benar saja, tidak lama
kemudian terdengar suara pletuk-pletuk. Pastilah peti-peti itu


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibukanya dengan paksa. Sewaktu Gemak Ideran berhasil mencapai tebing, ia
melongok ke bawah. Peti-peti obat-obatan sudah terbuka.
Belasan orang Madura yang berpakaian hitam lekam berdiri
mematung. Pastilah akibat perbuatan Rawayani. Dengan
dibukanya peti-peti itu, isinya jadi berhamburan. Rawayani
rupanya tidak mempedulikan semuanya itu. Dengan kedua
tangannya ia mengaduk-aduk dan terlihatlah lempengan emas
membersitkan warnanya yang kuning.
"Hayo, mau berkata apa lagi?" Rawayani setengah tertawa.
"Bukankah ini termasuk harta benda" Mengapa kau bilang
hanya obat-obatan" Sekarang jawablah yang jelas! Untuk apa
lempengan-lempengan emas ini" Kutaksir nilainya lebih
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daripada duaribu ringgit. Untuk apa, kalau bukan untuk gajih
laskar" Laskar yang mana" Hayo bilang yang benar! Coba
siapa namamu?" "Aku" Aku...?" orang yang kena bentak menyahut dengan
suara bergemetaran. "Aku bernama Tohir."
"Nah, jawablah pertanyaanku tadi! Kau disuruh siapa?"
"Dengan sesungguhnya nona, aku tidak tahu isinya. Aku
hanya dipesan, bahwa isinya semua peti ini terdiri dari
bermacam-macam obat-obatan. Sama sekali tidak kuketahui,
bahwa di dasar peti ini ternyata berisikan lempengan-
lempengan emas. Tetapi perkara ini adalah urusan orang-
orang besar. Kami wajib mematuhi perintahnya. Sebab apa
yang diterangkan kepadaku, bukan mustahil untuk menjaga
segala kemungkinan. Yah, seperti apa yang terjadi hari ini.
Perjalanan kami, nona hadang." ujar Tohir.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau disuruh siapa?"
"Kami orang-orang Madura. Tentu saja yang menyuruh
kami adalah majikan kami."
"Siapa?" bentak Rawayani.
"Kami sebutkan namanya pun, nona tidak akan mengenalnya. Pendek kata majikan kami orang Madura. Dan
isi peti-peti ini diperuntukan bagi laskar Madura yang akan
menolong laskar Kartasura."
"Bagaimana aku bisa percaya ujarmu?"
"Nona bisa mendengar sendiri logat bahasa kami."
"Hm." dengus Rawayani. "Kalau negara sedang kacau,
siapa pun bisa menjadi siluman. Menilik logat bahasamu
memang engkau orang Madura. Tetapi siapa yang
menyuruhmu, Itulah yang ingin kuketahui."
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan Rawayani yang tajam itu keterlaluan, pikir Gemak
Ideran. Tetapi kalau dipikir masuk akal pula. Tak dikehendaki
sendiri, iapun ingin mendengar bunyi jawaban Tohir yang
nampak segan. "Kau mau menerangkan atau tidak?" bentak Rawayani.
"Mau sih mau. Tetapi apa gunanya?" Tohir mencoba
membangkang. "Baiklah, maka tinggalan semua peti-peti ini."
"Tetapi kami ada yang menyuruh." Tohir mempertahankan
dengan suara meninggi. "Nah, katakan dengan jelas siapa yang menyuruhmu!" nada
Rawayani terdengar mulai jengkel.
Tohir hendak membuka mulutnya, sewaktu terdengar suara
seorang perempuan: "Aku tahu siapa yang menyuruhnya."
Rawayani memalingkan kepalanya ke arah datangnya
suara. Gemak Ideran demikian juga. Ia kenal suara itu. Dan
begitu melihat siapa dia, hampir saja ia berteriak kegirangan.
Sebab perempuan itu adalah Diah Windu Rini.
"Oh, kau?" Rawayani terperanjat
"Ya, aku. Kita sudah saling mengenal, bukan" Meskipun
hanya selintasan," sahut Diah Windu Rini seraya maju
mendekat. "Aku tahu siapa yang menyuruh mereka. Mereka
laskar dari Madura yang dikirimkan kemari untuk membantu
tentara Kartasura Mereka mengangkut peti-peti ini atas
perintah Adipati Cakraningrat."
Nama Adipati Cakraningrat sudah terkenal semenjak
puluhan tahun yang lalu. Siapapun menaruh hormat padanya,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena anak keturunan Cakraningrat musuh Kompeni Belanda
Adipati Cakraningrat menantu raja Kartasura pula.
"Baiklah." Rawayani menyenak nafas. "Siapa yang
menjamin, bahwa harta benda ini milik Adipati Cakraningrat?"
"Aku." jawab Diah Windu Rini dengan suara meyakinkan.
"Apakah kau sanggup melindungi?" Rawayani tersenyum.
"Kesanggupanku sama besarnya dengan kesanggupanmu
melindungi Gemak Ideran."
Itulah jawaban Diah Windu Rini yang berada diluar dugaan
Rawayani. Bahkan Gemak Ideran pula. Bagaimana Diah Windu
Rini tahu, bahwa dirinya kini berada dalam genggaman
Rawayani" Rupanya Rawayani ingin memperoleh keyakinan
pula. Menegas : "Gemak Ideran" Siapa dia?"
"Bukankah engkau yang ikut masuk dalam pesanggerahan?" Rawayani merasa tidak perlu berkepanjangan mempermasalahkan Gemak Ideran. Dengan
mendadak ia menghunus pedangnya sambil berkata :
"Kau berlagak sebagai pelindung harta benda ini. Coba aku
ingin melihat ilmu pedangmu."
Wajah Diah Windu Rini tidak nampak heran. Rupanya dia
sudah menduga akan menghadapi peristiwa demikian.
Semenjak ia melihat gerak-gerik Rawayani di perkampungan
Cing Cing Goling, ia merasa akan mendapat kesulitan di
kemudian hari dengan gadis itu. Sebaliknya, jantung Gemak
Ideran berdegup tak keruan-keruan. Kedua-duanya adalah
seumpama dua ekor macan betina. Keduanya sama
angkuhnya dan masing-masing memiliki kepandaiannya
sendiri. Ilmu pedang Diah Windu Rini tidak perlu disangsikan.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat dan ganas. Sedangkan Rawayani seorang gadis ahli
racun Dengan obat istimewanya, dirinya pernah memiliki
tenaga dahsyat sekian kali lipat. Bila Rawayani menggunakan
obat istimewanya, tenaganya akan dapat mengimbangi Diah
Windu Rini. Bukan mustahil malahan jauh melebihi. Padahal,
di dalam hatinya ia tidak mengharapkan salah seorangnya
menderita luka. Dalam pada itu, mereka berdua sudah saling berhadapan.
Berkatalah Rawayani: "Aku pantas memanggilmu ayunda. Ayunda datang dari
jauh. Silahkan ayunda mulai terlebih dulu!"
Diah Windu Rini selamanya seorang gadis yang tinggi hati.
Tanpa berkata lagi, terus saja pedangnya dihunus dan
langsung ditikamkan. Namun tikamannya asal jadi saja.
Agaknya, dia tidak bermaksud melukai Rawayani.
Beda dengan Rawayani yang berhati kejam. Dia berkelahi
dengan sungguh-sungguh seperti adatnya, terus saja ia
menikam punggungnya dengan maksud membunuh satu kali
gebrakan Keruan saja Diah Windu Rini terkejut Pikirnya:
"Gadis ini benar-benar kejam. Dia berkelahi dengan sungguh-
sungguh." Oleh pikiran itu, secepat kilat ia memutar tubuhnya. Ia
menangkis berbareng menyerang. Diapun seorang gadis yang
tinggi hati. Demi menyelamatkan harta-benda laskar Madura,
dia tadi bersedia mengalah. Tetapi merasa dipelakukan
dengan kejam, segera ia mengimbangi. Dalam hal ilmu
pedang, ia sudah berada pada puncak kesempurnaan. Bisa
dibayangkan betapa cepat gerakan pedangnya. Begitu pedang
Rawayani tertangkis miring, ujung pedangnya sudah
mengarah ke bahu hendak memutuskan tulang sambung.
Inilah bahaya! http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" seru Rawayani. Ia berkelit sambil memutar
tubuhnya pula Ilmu pedangnya tidak kurang anehnya. Pantas
dia berani menantang Cing Cing Goling, pikir Gemak Ideran
dengan hati berdebaran. Baru saja tubuhnya setengah
memutar, pedangnya menyelonong membuat serangan balik.
Ia menusuk berbareng menikam.
Sebenarnya Diah Windu Rini melihat suatu lowongan. Kalau
saja ia mau menabas pedang Rawayani, pasti terpotong
menjadi dua bagian. Akan tetapi ia tidak mau mengecewakan
lawannya. Hal ini ada sebabnya. Yang pertama Rawayani
menolong Niken Anggana tatkala berada di perkampungan
iblis Cing Cing Goling. Tanpa petunjuknya, tidak mudah ia
menemukan kamar tahanan Niken Anggana. Yang kedua,
Rawayani ikut memusuhi rombongan orang-orang bertopeng.
Dan yang ketiga mengenai hubungannya dengan Gemak
Ideran. Gagak Seta sempat melihat dan memberi kabar
kepadanya. Karena pertimbangan itu, ia hanya mengelak
dengan mengendapkan kepalanya saja Tiba-tiba pedang
Rawayani berkelebat nyaris menyambar rambutnya dan
berbalik hendak menabas telinga. Buru-buru ia melompat ke
samping enam langkah jauhnya. Diluar dugaan, Rawayani
sudah memburu tiba. Dalam sekejap mata saja, ia sudah
berada di depan hidungnya kembali.
"Ayunda, kenapa ayal-ayalan?" tegur Rawayani. Belum
habis gaung suaranya ia sudah menyerang kembali. Gerakan
pedangnya tidak pernah ragu. Langsung saja menikam atau
menusuk. Kadangkala berputar, lalu menabas dengan
mendadak. "Celaka!" pikir Gemak Ideran dengan hati cemas. "Rawayani
ibarat iblis. Kalau ayunda Windu Rini tidak melayani dengan
sungguh-sungguh pasti rugi. Sebab rupanya Rawayani
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan obatnya yang istimewa. Gerakan pedangnya
mantap dan membawa kesiur angin."
Tetapi Diah Windu Rini berpikir lain. Memang gerakan
pedang Rawayani membawa tenaga sakti. Akan tetapi ilmu
pedangnya masih kacau-balau. Pendek kata campur aduk tak
keruan-keruan, sehingga tenaga saktinya tidak ikut mendukung. Ia ibarat seseorang yang lagi kalap. Baik tikaman,
tusukan maupun tabasan pedangnya asal jadi saja. Memang
kecepatannya bisa mengelabui lawan yang masih dangkal
pengetahuannya. Tidak demikianlah baginya. Meskipun begitu,
mau tak mau ia dipaksa untuk bergerak cepat Melihat
kesanggupannya, terbangunlah semangat tempurnya. Memang, kerapkali watak Diah Windu Rini mau menang
sendiri. Bila watak mau menang sendiri terbangun, tiba-tiba ia
menjadi galak dan ganas. Syukur, masih saja ia teringat. Rawayani bukan musuh
dengan arti sebenarnya. Bahkan ia percaya di kemudian hari
akan banyak gunanya. Karena itu segera ia menguasai diri
setiap kali semangat tempurnya terbangun. Ia kini hanya
melayani saja. Tak terasa seratus jurus telah lewat. Inilah
kejadian yang pernah disaksikan Gemak Ideran untuk yang
pertama kali. Biasanya Dian Windu Rini menghabisi
perlawanan musuhnya paling banyak dalam limabelas
gebrakan. Kenapa sampai seratus jurus" Apakah ilmu pedang
Rawayani memang terlalu hebat" Gemak Ideran tidak percaya.
Dia-pun seorang pemuda berkepandaian pula. Sesekali melihat
jurus Rawayani banyak terdapat kelemahannya. Hanya saja
sukar ditembus. Ia jadi teringat kepada pengalamannya sendiri
tatkala bertempur melawan Blandaran.
"Ah, jelas!" Gemak Ideran tersadar. "Rawayani menggunakan obat istimewa penghimpun dan penambah
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga sakti. Tetapi kalau digunakan terlalu lama, bukankah
bakal menderita seperti diriku?"
Tohir dengan seluruh teman-temannya mengikuti pertempuran itu dengan hati kebat-kebit. Tentu saja mereka
mengharapkan, Diah Windu Rini yang menang. Sebab mereka
tahu, Diah Windu Rini puteri Adipati Cakraningrat. Tetapi
pertandingan itu sendiri terasa bertele-tele, sehingga mereka
tidak tahu dengan pasti siapakah yang bakal merebut
kemenangan. Selagi mereka dalam keadaan berbimbang-
bimbang, terdengar suara benturan memekakkan telinga,
Rawayani menyerang dengan dahsyat. Rupanya dia
mengerahkan seluruh tenaga saktinya. Didesak demikian, Diah
Windu Rini mau berayal lagi. Terpaksa ia menabaskan


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedangnya. Tak! Dan pedang Rawayani patah menjadi dua
bagian. Memang pedang Diah Windu Rini termasuk pedang
mustika. Menyaksikan peristiwa itu, Tohir dan teman-
temannya nyaris bersorak kegirangan. Namun pada detik
berikutnya mendadak terjadi suatu peristiwa yang ajaib pula.
Rawayani berputar dan menghantamkan sisa pedangnya yang
masih digenggamnya. Entah bagaimana caranya menghantamkan, tahu-tahu pedang Diah Windu Rini terpental
dan terlepas dari tangannya.
Kecuali Rawayani sendiri, hanya Gemak Ideran yang tahu
apa yang sudah terjadi. Rawayani memiliki ilmu istimewa.
Itulah obat yang bisa menambah tenaga saktinya sekian kali
lipat Dan dengan tenaga istimewa itu, ia menyambitkan
pedangnya. Diah Windu Rini terperanjat. Sama sekali ia tidak
mengira, Rawayani memiliki tenaga simpanan. Sewaktu
menyadari, sudah kasep. Dan pedangnya terbang dan
menancap pada sebatang pohon.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai disini pertempuran adu kepandaian selesai.
Sebenarnya, bila saja Diah Windu Rini bertempur dengan
sungguh-sungguh, ilmu pedang Rawayani masih kalah jauh.
Tetapi dia hanya bersikap melayani, akhirnya pertempuran
adu kepandaian itu tiada yang menang dan yang kalah.
"Ayunda, terima kasih. Ilmu pedangmu benar-benar hebat!"
seru Rawayani dengan nada gembira. "Akan tetapi aku masih
mempunyai kepandaian yang lain. Itulah ilmu menyambit
senjata bidik. Apakah ayunda berkenan melayani diriku,"
Diah Windu Rini mengangguk dengan senang hati. Adu
kepandaian yang berakhir dengan sama kuat sebentar tadi,
tidak memuaskan hatinya. Benar ia dapat mematahkan
pedang Rawayani, tetapi hal itu berkat pedang mustikanya.
Sedang pedang Rawayani termasuk pedang lumrah. Ia sudah
mengenal tenaga sakti Rawayani yang berada di atas dirinya
sendiri. Maka ia berjanji akan mengadakan perlawanan
dengan sungguh-sungguh. Katanya kemudian:
"Silahkan! Akupun perlu menambah pengalaman." Rawayani tersenyum. Sahutnya:
"Sebelum kita atur macam pertandingannya, bolehkah aku
mengenal nama ilmu bidik ayunda" Ilmu kepandaianku sendiri
bernama Kupu-Kupu Terbang Tinggi."
Diah Windu Rini tertawa mendengar kepolosan hati
Rawayani. Katanya dengan senang hati:
"Sebenarnya bukan ilmu kepandaianku sendiri. Aku hanya
mewarisi kepandaian guruku. Guruku menamakan Kembang
Teratai." "Nama bagus!" seru Rawayani seperti kanak-kanak. "Nah,
sekarang kita atur begini. Adu kepandaian ini terdiri dari dua
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagian. Bagian menyerang dengan irama dan menyerang
merdeka." Diah Windu Rini tercengang. Untuk pertama kali itu ia
mendengar istilah demikian. Ada-ada saja gadis ini, pikirnya.
Sewaktu ia bermaksud minta penjelasan, Rawayani berkata
lagi: "Masing-masing membawa tiga butir peluru. Seranglah aku
dulu tiga kali. Kalau aku beruntung dapat menangkis atau
mengelak, aku ganti menyerang tiga kali. Inilah yang
kumaksudkan dengan serangan Irama. Dan yang kumaksudkan dengan menyerang merdeka, kita masing-
masing boleh menyerang sesuka hati kita sampai salah satu
pihak merasa takluk."
"Bagus!" Diah Windu Rini tertawa geli. "Lalu mengapa aku
harus menyerangmu terlebih dulu?"
"Ayunda berasal dari Madura. Artinya seorang tetamu jauh.
Maka aku wajib menghormati tetamu dari jauh," jawab
Rawayani dengan sederhana.
Gemak Ideran kenal benar kepandaian Dian Windu Rini
melepaskan senjata bidik. Belum pernah bidikannya meleset
satu kali pun. Selalu mengenai sasaran dan akan membawa
akibatnya sendiri. Sekarang Rawayani mempersilahkan Diah
Windu Rini untuk mulai menyerang dulu. Bukankah seperti
seseorang mencari malapetakanya sendiri" Gemak Ideran
percaya, Diah Windu Rini akan dapat merobohkan Rawayani
cukup satu kali serangan saja. Namun iapun mengenal
Rawayani sebagai seorang gadis yang kejam serta memiliki
bermacam-macam ilmu yang aneh. Gerak-geriknya sukar
diduga. Sangat yakin kepada kepandaiannya sendiri. Ajaibnya
dapat membuktikan pula. Ia berani mempersilahkan Diah
Windu Rini mulai dulu. Tentunya sudah mempunyai pegangan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan perhitungan yang cermat. Teringat akan pengalamannya
bergaul dengan Rawayani, tak dikehendaki sendiri hatinya
tegang luar biasa. Dan keringat dingin mulai membasahi
lehernya. Dalam pada itu, Diah Windu Rini sudah menggenggam tiga
butir pelurunya yang berbentuk mirip bunga teratai mungil.
Setelah menimbang-nimbang sejenak, berkatalah ia dengan
suaranya yang lantang: "Kau berhati-hatilah! Maaf!"
Dengan suara mendengung Diah Windu Rini melepaskan
senjata bidiknya dengan dua jarinya. Hebat sambarannya.
Rawayani buru-buru memutar tubuhnya dan membiarkan
sambaran peluru Diah Windu Rini lewat di sampingnya. Tetapi
berbareng dengan gerakannya ia menarik sehelai selendang
berwarna hitam. Itulah selendang istimewanya yang sering
dibuatnya menutupi mukanya.
Diah Windu Rini tertegun sejenak. Lalu melepaskan
pelurunya yang kedua. Kali ini, Rawayani tidak berani main
mengelak. Selendang hitamnya diayun-ayunkan. Dan tiba-tiba
saja peluru Diah Windu Rini yang menyambar dengan suara
mendengung lenyap begitu saja tergulung oleh ayunan
selendang istimewa itu. Diah Windu Rini benar-benar terperanjat. Tak pernah
diduganya, bahwa Rawayani memiliki kepandaian sehebat itu.
Sekarang ia membidikkan pelurunya dengan disertai tenaga
sakti. Gerakan tangannya cekatan dan hebat luar biasa.
Pelurunya menyambar dengan suara mendesing mengarah ke
lambung. "Wuuuuooo ... bagus!" seru Rawayani kagum.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan lincah sekali ia memutar tubuhnya sambil
mengayun-ayunkan selendangnya. Sedetik kemudian terdengar suara bentrokan logam yang nyaring. Ternyata
Rawayani meminjam peluru Dian Windu Rini yang tadi kena
digulungnya untuk menangkis serangan peluru Diah Windu
Rini yang ketiga. Tepat tangkisannya, sehingga kedua peluru
itu saling bentrok dan saling terpental. Lalu jatuh dengan
suara berisik ke batu-batuan jalan.
Peluru Diah Windu Rini kecuali berbentuk Bunga Teratai
bergigi tajam. Tetapi Rawayani dapat menangkapnya dengan
selendang. Itu menandakan, Rawayani memiliki tenaga
penghisap yang hebat. Lebih hebat lagi, ia dapat memukul
peluru ketiga dengan meminjam peluru kedua yang tergulung
di dalam selendangnya. Tak usah diceritakan lagi, bahwa Tohir
dan kawan-kawannya kagum luar biasa. Bahkan Diah Windu
Rini pula, tak terkecuali Gemak Ideran yang menyaksikan adu
kepandaian itu dari atas tebing Rawayani sendiri kemudian
mengenakan pelanginya di pundaknya. Berkata lantang:
"Terima kasih atas kebaikan ayunda. Ayunda sudi
mengalah. Sekarang giliranku, bukan?"
Belum habis gaung suaranya, tiba-tiba saja ia sudah
melepaskan peluru tanpa suara. Syukur Diah Windu Rini
bermata tajam. Dengan tenang ia menunggu sampai peluru
Rawayani menghampiri sasarannya. Lalu dengan lincah ia
mengelak. Kelincahannya ternyata tidak kalah dibandingkan
dengan kelincahan Rawayani.
Semua yang menyaksikan bersorak kagum sampai ada di
antara mereka bertepuk tangan. Gemak Ideran sendiri ikut
bersyukur bukan kepalang. Ia sudah khawatir, jangan-jangan
Rawayani menggunakan racun. Ternyata kali ini tidak. Mudah-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mudahan Rawayani tidak bermaksud membunuh ayunda
Windu Rini, doa'-nya. Selagi laskar Madura bersorak-sorai, Rawayani sudah
melepaskan pelurunya yang kedua. Kali ini pelurunya
memperdengarkan suara mendesing yang cukup nyaring.
Sebelum tiba di sasaran, peluru itu berputar-putar dulu di atas
kepala. Lalu dengan mendadak menyambar dengan suatu
kecepatan kilat. Sekarang mengertilah Diah Windu Rini apa
sebab ilmu melepaskan senjata bidik Rawayani bernama kupu-
kupu terbang tinggi. Selain menukik ke atas membawa sifat
bomerang. Tak terasa ia memuji : "Bagus!"
Diah Windu Rini yang berhati angkuh tidak mau
menipuknya dengan pelurunya. Ia hanya mengandalkan
kepada kelincahannya. Dan dengan tangkas dan gesit ia
mengelak. Tiga kali peluru Rawayani mengubernya, dan tiga
kali pula ia mengelak. Dan peluru itu runtuh ke tanah
kehabisan daya. "Ih! Pantaslah ayunda dikirim ke Jawa. Ternyata
kepandaian ayunda amat tinggi." seru Rawayani memuji.
Namun dibalik pujiannya ia bermaksud hendak mengelabui
lawannya. Pada detik itu pula ia melepaskan peluru yang
ketiga. Diah Windu Rini tetap masih mengelak. Karena sudah
mengenal gerakan berbaliknya, ia menunggu sesaat. Tiba-tiba
ia diuber dua kali. Karena terlalu cepat, kali ini ia terpaksa
menimpukkan pelurunya Tak! Peluru Rawayani tergempur.
Rupanya si cerdik sudah memperhitungkan kejadian itu.
Begitu pelurunya kena timpuk, lantas saja terbelah menjadi
dua Yang sebagian runtuh di atas tanah. Yang sebagian
berputar memburu sasaran. Syukur timpukan Diah Windu Rini
tadi dilakukan dengan cara sedot pancing (dikedut) sehingga
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelurunya berbalik meletik ke samping dan memukul pecahan
peluru. Dan peluru ketiga Rawayani jatuh dengan berbareng di
atas tanah. Apa yang dilakukan Diah Windu Rini adalah ajaran gurunya
yang istimewa. Ilmu ini kelak diwarisi adiknya-seperguruan
Surengpati. Surengpati disegani lawan dan kawan berkat ilmu
sentilannya yang istimewa itu. (selanjutnya baca : BENDE
MATARAM). "Adu kepandaian menyerang dengan Irama ternyata tiada
yang kalah dan menang," seru Rawayani. "Sekarang marilah
kita saling menyerang dengan merdeka"
"Baik." Diah Windu Rini menanggapi. "Sekarang, kaulah
yang kupersilahkan dulu menyerang diriku. Dengan begitu kita
bertindak adil." Kata-kata Diah Windu kini tidak perlu diulangi lagi.
Rawayani lantas saja melepaskan pelurunya. Tetapi tidak
hanya sebuah atau dua buah, melainkan sekaligus duabelas
biji. Begitu dilemparkan di udara nampak berkeredep kena
cahaya matahari saling susul menyusul. Indah bagaikan
belasan ekor kupu-kupu terbang tinggi, akan tetapi
sesungguhnya membawa ancaman maut.
Menghadapi serangan demikian, Diah Windu Rini tidak
berani sembrono. Mula-mula ia mengelak dua tiga kali. Lalu
menghamburkan peluru Kembang Teratai untuk meruntuhkan
sekalian peluru Rawayani yang berterbangan bagaikan hujan
gerimis. Gemak Ideran kagum bukan main. Inilah tontonan
kepandaian yang pantas untuk dilihat. Mengapungnya belasan
peluru Rawayani sudah membawa keindahan sendiri. Kini
disusul dengan melesatnya peluru Kembang Teratai yang
berkilauan kena pantulan cahaya matahari. Dan peluru-peluru
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu saling berbenturan serta meletik ke samping meninggalkan
kilatan cahaya menyilaukan. A h, benar-benar indah luar biasa.
"Trang! Trang! Trang! Trang! Trang!" terdengar suara
logam yang saling berbenturan. Dan belasan peluru terpental
kalang kabut Meletik ke sana kemari mengundurkan para
penonton beberapa langkah.
Rawayani terkejut bukan main. Semua pelurunya tergempur
runtuh. Apalagi tiba-tiba sebuah peluru Kembang Teratai
mengarah padanya. Cepat-cepat ia melompat mengelak.
Belum lagi kakinya menginjak, lagi-lagi ia diburu beberapa
peluru Kembang Teratai Terpaksa ia menarik selendangnya
Dan dengan selendang itu, ia bermaksud menggulung
beberapa peluru yang memburunya. Diluar dugaan, kali Diah
Windu Rini ingin memperlihatkan kepandaiannya Selendang
istimewanya ternyata tidak dapat bertahan terhadap serangan
Kembang Teratai yang datang saling menyusul. Tahu-tahu
terobek panjang dan seperti tergunting putus. Sewaktu
dikedutkan, terbang melayang di udara terbawa angin.
Selagi pandang mata yang menyaksikan kabur dan bingung,
Rawayani sudah melompat ke luar gelanggang sambil tertawa
gelak. Serunya dengan suara polos :
"Sudah, sudah... ilmu menyambit senjata bidik Kembang
Teratai benar-benar heibat! Aku takluk... benar-benar


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

takluk....!" Semua orang yang mendengar pernyataan Rawayani yang
diucapkan dengan polos, bergembira Di antara mereka ada
yang berjingkrak-jingkrak kegirangan.
"Hai! Hai! Mengapa berjingkrakkan seperti kuda lumping?"bentak Rawayani. "Apakah kalian kira harta-benda
ini akan kuserahkan padamu" O, tidak!"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah pernyataan Rawayani diluar dugaan siapapun.
Apakah dia hendak melanggar perjanjian" Kalau dia
bersitegang, bakal hebat akibatnya. Keruan saja Tohir
bergemeteran Dengan suara agak menggigil ia menyahut:
"Bukankah nona sudah menyatakan takluk?"
"Aku takluk kepada ayunda dan bukan kepada kalian"
damprat Rawayani. Kemudian berpaling kepada Diah Windu
Rini. Berkata : "Ayunda, kuserahkan barang bawaan mereka
kepadamu. Selanjutnya aku tidak mau tahu lagi."
Sebagai seorang gadis yang cerdas luar biasa, Diah Windu
Rini dapat menangkap makna yang tersirat Lalu bertanya
menegas kepada Tohir: "Mengapa sampai kalian angkut kemari?"
Mendapat pertanyaan itu, wajah Tohir berubah. Jawabnya
sulit: "Sebenarnya... sebenarnya...."
"Sebenarnya bagaimana?"
"Kami diperintahkan menyusul tuanku puteri. Panglima
sediri yang memerintahkan kami."
"Mengapa sampai berada di lembah Gunung Lawu?"
"Menurut bunyinya perintah, tuanku puteri berada di
pesanggrahan. Sewaktu kami tiba di pesanggrahan sebelah
barat kota Ngawi, kami diberitahu tuanku puteri berada di sini.
Di lembah ini kami ubek-ubekan mencari beradanya tuanku
puteri sampai... sampai... sampai kami kena hadang nona itu."
Diah Windu Rini mengerutkan dahinya, tanda hatinya tidak
puas. Akan tetapi rasanya kurang bijaksana bila hal itu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diutarakan di depan Rawayani. Maka berkatalah ia
memerintah: "Kalian kembali ke pesanggrahan. Segera aku akan datang
menyusul." Tohir dan kawan-kawannya segera mengiakan. Kemudian
dengan cekatan mereka mengumpulkan semua obat-obatan
yang jatuh berceceran di atas tanah. Rawayani mengawaskan
kesibukan mereka dengan tertawa pelahan. Akan tetapi dia
tidak berbuat sesuatu. Tidak menghalang-halangi atau
menyetujui. Bukankah harta rampasan itu sudah diserahkan
kembali kepada Diah Diah Windu Rini" Akan tetapi begitu
mereka selesai merapikan peti-peti yang terbongkar, tiba-tiba
ia melesat dan dengan sebat membuat mereka berdiri di
tempatnya tanpa dapat berkutik sedikitpun. Kemudian masing-
masing di jejali sebutir pel berwarna merah.
"Telan!" bentaknya. "Siapa yang sudah menelan akan dapat
bergerak lagi." Karena tidak berdaya sama sekali, terpaksalah mereka
patuh kepada perintah Rawayani. Dan setelah mereka semua
menelan masing-masing sebutir pel merah, Rawayani
membebaskannya. "Ayunda!" katanya kepada Diah Windu Rini sambil
mengangsurkan sebuah botol kecil. "Inilah obat pemunah.
Selagi ia hendak menegas, Rawayani berkata lagi kepada
Tohir dan teman-temannya :
"Kau dengar keteranganku tadi" Siapa yang tidak percaya
boleh coba. Mula-mula perutmu akan sakit sekali seperti
tercocok ribuan jarum. Setelah itu, keringatmu akan mengucur
bagaikan orang mandi. Kau akan kehilangan tenaga. Dan
lambat-laun kau akan jatuh tersungkur. Lalu mati perlahan-
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lahan berbareng dengan luluhnya tubuhmu. Dan satu-satunya
obat pemunahnya kini berada di tangan tuanmu puteri. Kalau
ingin selamat, janganlah coba main gila. Sekarang terserah
kepadamu masing-masing. Jiwamu berada di botol ini."
Mendengar keterangan Rawayani mereka menggigil
ketakutan. Delapan bagian mereka percaya keterangan
Rawayani, mengingat kepandaian gadis itu sangat tinggi.
Maka dengan mengangguk-angguk mereka turun gunung.
Pandang mata mereka memohon belas kasih kepada Diah
Windu Rini. "Ayunda! Apakah ayunda percaya kepada apa yang sudah
diterangkan?" Rawayani memcoba menjajagi hati Diah Windu
Rini. "Maksud keterangan mereka?" Diah Windu Rini menegas.
"Ya." "Sebenarnya tidak perlu mereka kau racun. A ku mempunyai
caraku sendiri." ujar Diah Windu Rini dengan menyenak nafas.
"Kenapa repot-repot" Inilah cara yang paling baik."
Diah Windu Rini mengamati wajah Rawayani. Gadis ini
gapah tangannya, pikirnya Dia main bunuh saja semenjak di
perkampungan Cing Cing Goling. Tentunya ada latar
belakangnya apa sebab dia tumbuh menjadi seorang gadis
yang ganas. Pikiran itu sudah tercetak dalam benak Diah Windu Rini
semenjak ia bertemu dengan Rawayani. Itulah sebabnya,
dalam beberapa hal ia mau mengalah. Justru ia berkenan
mengalah, hampir saja ia roboh ditangannya. Syukur, ilmu
kepandaiannya tinggi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia menunggu sampai rombongan yang mengaku laskar
Madura lenyap dari penglihatan. Kemudian dengan suara
perlahan ia berkata kepada Rawayani:
"Adik, aku ingin berbicara denganmu. Mari kita mencari
tempat yang cocok." "Kukira, di sinipun kita tidak perlu beralih tempat Ayunda
ingin membicarakan tentang apa?" sahut Rawayani dan ia
mendahului duduk di atas batu.
Diah Windu Rini tertegun sejenak, lalu mengangguk. Dan ia
duduk di sampingnya seperti seorang kakak duduk
mendampingi adiknya yang sedang dirundung malang. Gemak
Ideran yang berada di atas tebing bersyukur di dalam hati.
Dengan demikian, ia dapat mengikuti pembicaraan mereka
berdua. "Biarlah kuperkenalkan diriku." Diah Windu Rini mulai.
"Namaku Diah Windu Rini. Umurku duapuluh empat tahun.
Tentunya aku lebih tua daripadamu, bukan?"
"Ya. Aku baru berumur kurang lebih duapuluh tahun.
Namaku Sekar Rawayani."
"Kau puteri siapa, adikku" Kepandaianmu sudah cukup
tinggi. "Kau sendiri puteri siapa dan siapa gurumu" Kepandaian
ayunda sangat tinggi. Tentunya gurumu seorang sakti."
Rawayani balik bertanya. Diah Windu Rini tertawa. Ia sendiri terkenal angkuh dan
tinggi hati. Tetapi bila dibandingkan dengan Rawayani, ia
mengaku kalah. Gadis ini selain angkuh, cerdik pula.
Kecerdikannya bahkan mendekati keliaran dan kebinalan. Kali
ini entah apa sebabnya, ia bersedia mengalah. Sahutnya:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku puteri Adipati Cakraningrat Guruku bermukim di atas
gunung Semeru. Orang menyebutnya sebagai Ratu Bulungan."
"Oh! Jadi ayunda puteri Adipati Cokrodiningrat" Rawayani
nampak terkejut. "Tetapi mengapa dengan mudah mempercayai mulut mereka" Meskipun mereka mengaku
laskar Madura, terus terang saja aku tidak percaya."
"Alasanmu?" Diah Windu Rini seperti menguji.
"Yang berbincang memang berlogat Madura. Tetapi lainnya
membungkam. Melihat temannya dalam kesukaran, mengapa
mereka tidak membantu" Tentunya untuk menyembunyikan
lidahnya. Tetapi mereka kini tidak akan berani bertingkah lagi.
Aku sudah menjejali mereka dengan pel racun Locaya."
"Apa itu" Diah Windu Rini terperanjat
Tetapi Rawayani tidak menjawab. Ia berkata mengalihkan
pembicaraan: "Gurumu disebut orang Ratu Bulungan" Belum aku
mendengar nama beliau. Kalau begitu, perlu aku bertanya
kepada paman. "Siapakah pamanmu?"
"Aku diambil anak-angkat Panglima Dipayuda semenjak
masih kanak-kanak. Paman Dipayuda gemar mengambil anak-
angkat Baru-baru ini aku mendengar kabar, dia memungut
seorang pemuda Cina pelarian dari Jakarta. Namanya Tan Jin
Siang. Dengan begitu aku mempunyai seorang kakak-angkat"
Rawayani mengulum senyum. "Paman Dipayuda seorang
panglima tulen. Justru demikian, banyak sekali aku menerima
ajaran mengenal siasat, medan dan laskar. Seperti tadi.
Mereka mengaku diri sebagai laskar. Tetapi gerakan kaki dan
tangannya bukan seorang laskar. Wajah mereka lebih mirip
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rombongan penyelundup demi memperkaya diri sendiri.
Karena memandang ayunda aku tidak mau berkepanjangan.
Hm... tapi mereka tidak akan berani bertingkah lagi. Pel yang
ditelannya akan membunuhnya dengan suatu penderitaan
hebat." Lagi-lagi Rawayani melepaskan kalimat itu. Gemak Ideran
yang mengenal betapa hebat racun Ular Locaya menggeridik
diluar kehendaknya sendiri. Rawayani benar-benar liar dan
ganas. Sebaliknya ia heran pula, apa sebab Diah Windu Rini
yang terkenal galak tiba-tiba menjadi seorang gadis yang
penyabar dan bijaksana. Dia kenal jalan pikiran Diah Windu
Rini. Otaknya sangat cerdas dan kebijaksanaannya kerapkali
tidak dimengerti orang, karena jangkauan pikirannya sangat
jauh. Ia percaya, Diah Windu Rini pasti menyembunyikan
maksudnya terhadap Rawayani. Sekiranya tidak demikian,
mustahil dia bersikap begitu sabar dan telaten.
"Adik! Ternyata pengetahuanmu jauh lebih luas daripada
diriku," ujar Diah Windu Rini dengan suara pahit. "Tentunya
pamanmu Dipayuda yang mengajarimu."
Halus pertanyaan Diah Windu Rini. Akan tetapi membawa
jebakan pula. Biasanya orang menyembunyikan nama
gurunya. Artinya pertanyaan demikian tidak akan memperoleh
jawaban langsung. Meskipun dengan jalan berputar, namun
Rawayani bukan seorang gadis yang bodoh. Prarasanya tajam.
Ia mengukur pekerti orang lain dengan bajunya sendiri.
Padahal ia selalu menaruh curiga terhadap siapapun. Seperti
sikapnya sekarang. Dia memanggil Diah Windu Rini dengan
ayunda saja. Padahal dia sudah kenal namanya. Gemak Ideran
yang mengintip dari atas tebing sudah dapat menebak
sembilan bagian. Pasti Rawayani akan mengelak. Ternyata
benar. Pertanyaan Diah Windu Rini dijawab Rawayani dengan
pertanyaan pula. Katanya dengan disertai tertawa pendek. :
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah aku perlu menjawab pertanyaan ayunda?"
"O tidak. Tidak usah." Diah Windu Rini seperti tersadar.
"Aku hanya ingin mendongeng tentang keluargaku. Maukah
engkau mendengarkan?"
"Kau ingin mendongeng di hari begini?" Rawayani heran.
Waktu itu matahari sudah sepenggalah tingginya. Sebentar
lagi siang hari tiba. Menurut tutur-kata penduduk, dongeng
akan mempercepat kurun waktu. Karena itu lebih tepat bila
dilakukan di malam hari. A kan tetapi suasana alam di lembah
Gunung Lawu kala itu sangat indah. Matahari di bawah sana
kelihatan cerah bening. Daun-daun berkesan semarak. Di
sembarang tempat bunga-bunga dengan aneka-warnanya
mencongakkan diri dari balik semak dan belukar. Kesannya
aman tenteram dan damai. Dan dongeng di tengah alam
begini mendukung seseorang yang sedang mencari ketenteraman syahdu. "Kalau tidak berkenan" Aku justru heran. Benarkah ayunda
mempunyai waktu?" Diah Windu Rini tertawa serintasan. Lalu berkata mulai :
"Ayahku seorang Adipati. Beliau tidak hanya beristerikan
putri-puteri Madura saja, akan tetapi menjadi menantu Raja
Kartasura juga." "Dan masing-masing melahirkan putera dan puterinya,
bukan?" potong Rawayani.
Diah Windu Rini tidak menjawab. Ia hanya mengangguk
membenarkan. Akan tetapi wajahnya bersemu merah.
Melanjutkan : "Kerapkali di antara putera-puterinya tidak saling mengenal.
Seperti ibuku. Menurut ibu, sebenarnya ibu masih mempunyai
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang adik. Akan tetapi bibi diambil anak-angkat oleh sorang
Bupati dari Bandawasa."
"Apa?" Rawayani memotong kembali dengan suara seperti
orang tersengat sesuatu. "Bupati Bandawasa?"
"Ya. Apakah adik pernah hidup di Bandawasa?"
"Apakah ayunda pernah bertemu dengan Bupati Bandawasa
yang ayunda ceritakan itu?" lagi-lagi pertanyaan Diah Windu
Rini dijawab dengan pertanyaan.


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diah Windu Rini terhenyak. Dia bukan seorang gadis yang
dungu. Kecuali otaknya cerdas luar biasa, rasanya tajam pula.
Tentu saja dengan cepat ia dapat menangkap makna yang
tersirat di balik ucapan Rawayani yang ketus dan sengit
Pandang matanya tiba-tiba menjangkau di jauh sana.
Pikirannya melayang ke lembah Gunung Semeru. Waktu itu
senjahari tiba dengan diam-diam. Gunung Bromo dan
Agrapura sudah tertutup kabut. Ia baru saja mandi dan ganti
pakaian. Tiba-tiba gurunya berkenan memanggilnya. Inilah
peristiwa yang jarang sekali terjadi, semenjak dirinya dalam
asuhan gurunya sepuluh tahun yang lalu. Ternyata gurunya
sedang membicarakan orang-orang pandai pada jaman itu.
Kemudian nama-nama Ilmu Sakti yang harus diingat-ingat. Di
antaranya menyinggung Ilmu Sakti Batu Panas. Sebenarnya,
dahulu mantram Empu Ramayadi yang kemudian diwarisi Ki
Ageng Perbageni. Lalu hilang tiada kabarnya lagi. Hal ini
pernah dikabarkan kepada Gemak Ideran. (baca kembali jilid :
6) Akan tetapi menurut gurunya, kitab sakti itu berada pada
paman gurunya yang bernama Mulana Ibrahim. Menyadari
bahwa ilmu sakti itu tiada guna faedahnya bagi kebijaksanaan
hidup, Maulana Ibrahim tidak mengajarkannya kepada
puteranya : A di Pundi. Dia hanya belajar sampai tingkat tujuh.
Kitab lanjutannya disembunyikan kepada salah seorang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepercayaannya. Kabarnya, Ilmu Sakti Batu Panas sampai
tingkat empat belas. Karena berkepandaian tinggi, Mulana
Ibrahim cepat sekali memperoleh pangkat tinggi. Oleh Sri
Baginda Paku Bhuwana I, ia diangkat menjadi Adipati
Bandawasa. Tetapi pada suatu hari, ia dibunuh oleh
pelayannya. Peristiwa itu sangat menggemparkan Adi Pundi,
puteranya, kemudian menggantikan kedudukan ayahnya,
sebagai Bupati Kediri. Dia bersumpah akan melarang anak-
keturunannya mempelajari ilmu sakti macam apapun. Tetapi
sekali lagi, nasib berbicara lain. Kabarnya dia dibunuh seorang
sakti yang haus darah. Dan sampai disini, gurunya tidak dapat
melanjutkan ceritanya. Hanya satu hal yang dikesankan,
bahwa puteri Bupati Kediri itu sebenarnya adalah adik-
misannya sendiri. Dia hidup sengsara, karena ibunya
membawa si bocah pergi merantau meninggalkan Kediri.
Sewaktu Diah Windu Rini melihat berkelebatannya
bayangan berkerudung hitam di perkampungan Cing Cing
Goling, entah apa sebabnya hatinya bergetar. Apalagi ikut-
campurnya Rawayani, sehubungan dengan Ilmu Sakti Batu
Panas yang dimiliki Cing Cing Goling. Semenjak itu, ia mulai
menaruh perhatian. "Ayunda! Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?"
seru Rawayani. Diah Windu Rini tersentak dari lamunanya. Setengah gugup
ia menjawab: "Tentang apa?" "Apakah ayunda pernah bertemu dengan Bupati Bandawasa
yang ayunda sebutkan?"
Diah Windu Rini tidak menjawab. Pelahan-lahan ia
meninggalkan tempatnya dan berjalan hendak menuruni
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanjakan yang berada duapuluh langkah di depannya.
Rawayani yang semenjak tadi berdiri dengan kepala menebak-
nebak, mengawaskan kepergiannya dengan sikap tegang.
Gemak Ideran yang mengintip dari atas tebing, berdebar-
debar hatinya. Ia kenal watak dan perangai kedua-duanya,
jika penyakit angkuhnya Diah Windu Rini kumat, ia tidak sudi
menghiraukan keadaan hati orang lain. Sebaliknya, Rawayani
sering tersinggung kehormatan dirinya. Dan ia mempunyai
cara sendiri untuk mencapai maksudnya.
"Ayunda Windu Rini tidak bersedia menjawab penegasan-
annya." pikir Gemak Ideran di dalam hati. "Apakah Rawayani
mau diperlakukan begitu" Dia selalu mau menang sendiri."
Gemak Ideran tidak dapat melihat kesan wajahnya, karena
Rawayani membelakanginya. Lagipula ia berada di atas tebing.
Andaikata ia dapat melihat wajahnyapun, kesannya tidak jelas.
Karena itu, ia hanya dapat bersikap menunggu dengan hati
tak keruan-keruan. Akan tetapi sungguh mengherankan!
Rawayani tidak mengambil tindakan apapun. Bahkan tiba-tiba
ia memutar kepalanya mencari tempat duduk yang layak. Lalu
dengan kemalas-malasan ia duduk di atasnya. Belum sempat
ia menegakkan badan, mendadak jatuh tersungkur menggabruk tanah Menyaksikan peristiwa itu, Gemak ideran tergetar hatinya.
Memang ia sudah dapat menduga sembilan bagian semenjak
tadi. Mula-mula tenaganya yang dapat mengimbangi Diah
Windu Rini. Lalu gerak-geriknya yang tidak wajar. Biasanya,
Rawayani tidak mau mengalah sedikitpun. Tetapi terhadap
Diah Windu Rini seringkah ia melupakan kebiasaannya.
Bukankah karena penguasaan diri" Apalagi yang menyebabkan, kalau bukan obat istimewanya yang bisa
melukai dirinya manakala dipergunakan berlebih-lebihan,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itulah sebabnya, Rawayani tidak mencegah keper-gian Diah
Windu Rini, meskipun hati tidak puas.
Mengingat dirinya menderita seperti apa yang sedang
diderita Rawayani, ia jadi perasa. Tak tega ia membiarkan
gadis itu menderita demikian. Walaupun tidak mengerti
bagaimana cara menolongnya, namun ia wajib membantu
memulihkan tenaganya sedapat-dapatnya. Apalagi apapun
alasannya gadis itu berjasa padanya. Kalau saja dirinya tidak
diberi obat istimewa, tidak mungkin ia berani melawan
Blandaran. Apalagi sampai dikerubut beramai-ramai oleh
Laskar Antawati. Sebaliknya, tenaganya kini belum pulih
seperti sediakala. Memang, sudah dapat ia bergerak dengan
leluasa, tetapi tenaga saktinya seakan-akan musnah. Karena
itu, perlu ia menghinpun kembali. Maka duduklah ia bersemadi
menyalurkan hawa murninya.
Rawayani sendiri sebenarnya tidak membutuhkan pertolongan siapapun. Ia sudah tahu caranya menjaga diri.
Sengaja ia membiarkan dirinya jatuh bertelungkup. Itulah
salah satu cara mengosongkan badannya, melupakan
perasaannya dan mematikan hati. Dengan hati-hati ia
menghidupkan semangatnya. Lalu menyalurkan hawa. Satu
jam kemudian, ia sudah berhasil memperoleh tenaganya
kembali. Setelah memeriksa diri, ia menelan dua butir ramuan
obat. Dan sekali lagi ia bersemadi.
Lewat tengah hari, pikirannya mulai dapat bekerja seperti
sediakala. Segera ia memperbaiki letak pakaiannya dan
berjalan menuruni tanjakan. Tujuannya ingin melacak
kepergian Diah Windu Rini. Sebab hatinya merasa kurang
puas. Diah Windu Rini menghindari dirinya, selagi belum
menjawab pertanyaannya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut kata hati, ingin ia menahannya. Akan tetapi ia
khawatir Diah Windu Rini akan bertindak dengan kekerasan.
Mengingat obat istimewanya yang mungkin sekali bisa
merusak persendiannya, mau tak mau ia harus menahan diri.
"Dia menanyakan tentang kakek dan ayah. Apa
maksudnya?" ia berpikir bolak-balik.
Teringat kepandaian Diah Windu Rini, diam-diam ia memuji
dalam hati. Dia bersikap mengalah terhadapku. Mengapa"
Rawayani seorang gadis yang cerdas dan ringan tangan.
Namun menghadapi sikap dan kepandaian Diah Windu Rini ia
merasa mati kutu. Padahal dia sudah menggunakan obat
istimewanya yang bisa melipat gandakan tenaga saktinya.
Kecuali kalah dalam hal mengadu kepandaian, ia mengakui
tidak dapat menebak sikap Diah Windu Rini yang penuh teka-
teki. Diah Windu Rini memang seorang gadis luar biasa yang
jarang dilahirkan sejarah. Otaknya cerdas luar biasa,
berkepandaian tinggi dan pandai melihat jangkauan jauh.
Tindakan serta kebijaksanaannya melampaui jamannya,
sehingga susah ditebak orang. Rawayani boleh mengaku
cerdik, namun masih kalah jauh bila dibandingkan dengan
Diah Windu Rini. Semenjak Rawayani muncul, gerak-geriknya sudah berada
dalam pengamatannya. Siapa mengira" Seperti diketahui,
Gemak Ideran dan Niken Anggana memencar sewaktu
melakukan tugas. Gemak Ideran berada di tepi Bengawan Solo
dan disana Rawayani mulai muncul. Pada saat itu, Diah Windu
Rini sudah melihat kehadirannya. Sebab ia berada tidak jauh
daripada Gemak Ideran dan Niken Anggana. Terus saja ia
menguntitnya sampai tiba di perkampungan Cing Cing Goling.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sewaktu Gemak Ideran dipancing Rawayani ke luar
pesanggerahan, diam-diam ia menguntitnya pula. Melihat
maksud baik Rawayani terhadap pemuda itu, dengan cepat
Diah Windu Rini sudah dapat memperoleh kesimpulannya.
Segera ia balik ke pesanggerahan hendak menunggu
perkembangannya. Tidak lama kemudian ia melihat Rawayani
masuk ke pesanggerahan hampir berbareng dengan masuknya
rombongan orang-orang bertopeng. Setelah mengamati gerak-
geriknya, hatinya lega. Ternyata Rawayani berusaha
membantu kesukaran Gemak Ideran yang wajib ikut serta
menghadapi rombongan orang-orang bertopeng. Itulah
sebabnya, ia dapat meninggalkan pesanggerahan dengan hati
lapang untuk mengubar adiknya seperguruan Surengpati.
Tatkala balik kembali ke pesanggerahan, Niken Anggana
tiada lagi dalam kamarnya. Buru-buru ia menyelidiki kamar
Gemak Ideran. Bungkusan pakaian perbekalan pemuda itu,
tiada lagi di tempatnya. Hatinya sedikit lega. Mau ia menduga,
kepergian pemuda itu pasti ada hubungannya dengan
hilangnya Niken Anggana. Ia tahu, kepandaian Gemak Ideran
sudah termasuk tinggi. Tidak mudah orang menjatuhkannya.
Apalagi bila ditunjang dengan daya juang. Sudah semenjak
lama, Gemak Ideran menaruh hati kepada Niken Anggana.
Tentunya pemuda itu akan berjuang sekuat tenaga menolong
Niken Anggana manakala terancam bahaya. Namun memikirkan beberapa kemungkinan, segera ia mengejarnya.
Teringatlah dia, Niken Anggana ingin menghadang ayahnya di
lembah Gunung Lawu. Maka berangkat pulalah ia ke Gunung
Lawu. Tetapi lembah Gunung Lawu begitu luas. Diah Windu Rini
dalam kebimbangan. Tak tahu ia, harus pergi ke mana. Syukur
ia bertemu dengan Surengpati yang sedang main kejar-
kejaran mengadu kepandaian melawan Singgela dan Gagak
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seta. Baik Surengpati maupun Gagak Seta sempat memberi
kabar, di mana beradanya Niken Anggana dan Gemak Ideran.
Terus saja ia menyusul ke pertapaan Sondong Landeyan. Tiba-
tiba ia melihat rombongan orang Madura kena hadang
Rawayani. Tak peduli apakah rombongan orang Madura yang
mengaku laskar ayahnya tulen atau palsu, ia wajib melindungi.
Dan selanjutnya, ia dapat mengikat Rawayani dengan caranya
sendiri. Ia percaya, munculnya Rawayani di lembah gunung
pasti tidak jauh dari tempat beradanya Gemak Ideran.
Dugaannya tepat sekali. Ini membuktikan betapa ia memiliki
karunia Illahi yang istimewa. Kecuali otaknya cerdas luar
biasa, rasanya tajam pula sehingga pandai menarik
kesimpulan dengan cepat dan tepat. Dengan hadirnya
Rawayani di lembah gunung, semuanya akan jadi beres.
Rawayani akan menjaga Gemak Ideran. Dan Gemak Ideran
akan menjaga Niken Anggana. Dengan demikian akan saling
terlihat dan saling menjaga. Tentu saja dengan alasannya
masing-masing Sementara itu, Rawayani melanjutkan perjalanannya dengan cepat. Lembah lereng gunung terlintasi.
Sebentar lagi dusun Ngrambe kelihatan di depan matanya. Di
dusun itulah, ia hendak mengambil kedua kudanya. Kudanya
sendiri dan kuda Gemak Ideran. Kudanya sendiri, termasuk
kuda jempolan. Kuda berbulu hitam lekam dan hanya mau
bergerak dari tempatnya atas perintahnya. Terhadap orang
lain, binatang itu menjadi galak. Apalagi bila yang
mendekatinya bermaksud jahat. Biasanya dia akan berdiri
tegak. Berbenger, lalu menerjangkan kedua kaki depannya.
Itulah pula sebabnya, ia menitipkan kudanya kepada seorang
petani yang sederhana, bernama Partosimin. Terhadap
Partosimin ia berkata: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang satu ini boleh kau bawa ke kali untuk dimandikan.
Tetapi yang hitam ini, jangan sekali-kali kau dekati kecuali
engkau membawa rumput dan serbuk. Mengerti?"
"Mengerti, ndoro. "jawab Parto simin mengangguk-angguk.
Wajahnya cerah dan semangat hidupnya timbul, karena
melihat serenceng uang di atas meja.
"Kau ambil semuanya! Kularang siapapun mengambil
kudaku ini dengan alasan macam apapun." Rawayani


Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengesankan tiap patah katanya. "Pendek kata, hanya aku
sendiri yang boleh mengambil kuda ini."
"Tentu saja, tentu saja. Bukankah kedua kuda ini milik
nona?" Partosimin tidak tahu, bahwa yang seekor diperuntukkan
bagi Gemak Ideran. Bukan mustahil pemuda itu bisa datang
untuk mengambil kudanya, meskipun kuda itu sendiri kuda
pemberiannya. "Sudah dua hari kutinggalkan. Entah bagaimana cara dia
merawat si Guntur .... " pikir Rawayani. Guntur adalah nama
kudanya. Kuda pemberian orang tuanya. Kuda mustika yang
hanya patuh kepadanya seorang.
Ia memasuki jalan simpang yang tiba di ujung halaman
rumah Partosimin. Terus saja ia memanggil-manggil :
"Partosimin! Partosimin!"
Partosimin seorang petani yang berusia kurang lebih
empatpuluh tahun. Menilik usianya, pantas ia menjadi bapak
Rawayani. Akan tetapi Rawayani memanggil namanya tanpa
menggunakan sebutan apapun. Hal itu ada sebabnya. Pada
dewasa itu, seorang anak priyayi kedudukannya berada di atas
tingkatan kaum petani. Dia boleh memanggil langsung
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namanya tanpa menggunakan sebutan paman atau pak.
Begitu juga terhadap isteri Partosimin. Sebaliknya mereka
berdua harus menyebut anak seorang priyayi dengan sebutan
ndoro atau tuanku puteri.
"Partosimin!" seru Rawayani mengulangi. Partosimin tidak
menyahut. Halaman sunyi senyap.
Kedua kudanya yang dulu diikat di halaman samping tidak
kelihatan. Tiba-tiba ia mempunyai firasat buruk. Namun pada
detik itu pula, segera dibantahnya. Katanya di dalam hati:
"Meskipun di Ibukota terjadi huru-hara, masakan sampai
melanda ketenteraman hidup orang-orang dusun" Mungkin
sekali, ia membawa kudaku berjalan-jalan untuk dimandikan.
Ah, apakah mungkin?"
Dengan perasaan saling mengendapkan, ia memasuki
halaman rumah. Ia tercengang. Dilihatnya pagar depan roboh
dan nampak beberapa bekas tapak kaki kuda dan orang.
Terus saja ia menolak daun pintu yang tertutup.
"Min ! Simin !" serunya dengan suara tinggi.
Ia mendengar suara bergeser tempat. Dan muncullah
pemilik rumah dengan isterinya. Mereka berdua nampak
ketakutan. Masih di tengah ambang pintu penyambung
ruangan tengah, Partosimin berkata tak lancar:
"Semenjak kanak-kanak, belum pernah Ngrambe dilalui
perampok, penyamun atau orang jahat. Tetapi hari ini ... ya
hari ini ..... serombongan orang datang kemari. Apakah nona
ingin lapor ke Kepala Kampung. Mari kuantar."
"Sudah, sudah! Jangan berbicara berkepanjangan!" tungkas
Rawayani galak. "Kau maksudkan mereka merampok barang-
barangku?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya ..... kedua ekor kuda nona....."
"Apa" kudaku dicuri?" Rawayani terperanjat sampai
wajahnya pucat. "Benar. Mereka membawa kuda nona ke arah ... " Rawayani
tidak menunggu Partosimin menyelesaikan ucapannya, cepat
ia melesat bagaikan anak panah terlepas dari gandewanya.
Tiba di jalan ia lari terus dan lari terus. Bekas tapak kaki kuda
mengarah ke tenggara. Mungkin memutari pinggang gunung.
Ia berdiri tergugu sekian lamanya. Lalu balik kembali ke rumah
Partosimin. "Bagaimana nona?" sambut Partosimin dengan suara
tergopoh-gopoh. "Sebenarnya bagaimana macam pencurinya?" Rawayani
menegas dengan geram. Partosimin menelan ludah. Lalu menjawab dengan suara
tersendat-sendat: "Peristiwanya terjadi semalam. Baru saja aku masuk ke
kamar, tiba-tiba kuda nona berbenger dan bergerak
berputaran. Dinding rumah disepaknya seolah-olah sengaja
membangunkan seisi rumah. Kami melompat ke luar. Tetapi
pada saat itu, beberapa orang berpakaian hitam mengancamkan senjata tajam. Jangan bergerak, ancamnya.
Aku tidak diperkenankan ke luar pintu. Terpaksa aku menuruti
kehendaknya. Tak lama kemudian mereka sudah berhasil
membawa, kedua kuda nona. Aku memberanikan diri
mengintip dari celah dinding. Bayangan mereka sebentar saja
sudah lenyap dari penglihatan."
Rawayani mencoba menyabarkan diri. Ia menghela nafas.
Wajahnya muram. Pikirnya:
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar-benar mengherankan! Guntur hanya patuh kepada
perintahku, selain itu ibu dan paman. Orang lain jangan harap
dapat menjinakkan. Tetapi pencuri itu dapat membawanya
pergi. Tentunya pencuri jempolan. Ah, tidak! Tidak mungkin!
Guntur tidak mungkin tunduk. Tidak mungkin menyerah kalah.
Apakah paman sendiri yang membawa Guntur" Tetapi ....
biasanya paman tidak mau bergurau denganku," ia berhenti
menebak-nebak. Melanjutkan ; "Kalau bukan paman, lalu
siapa" Apakah di dunia ini terdapat semacam ilmu yang dapat
menjinakkan Guntur?"
Otak Rawayani serasa pecah memikirkan hilangnya Guntur.
Sekian lamanya ia mencoba memecahkan teka-teki itu, namun
tidak juga berhasil. Partosimin yang berada di dekatnya jadi
gelisah. Menyaksikan wajah Rawayani yang berubah-rubah tak
menentu, dengan sedih ia berkata setengah menghibur:
"Nona, apakah nona ingin melaporkan peristiwa pencurian
ini" Mari kuhantarkan....."
Pendekar Patung Emas 13 Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Singa Gurun 2
^