Pencarian

Gadis Ketiga 2

Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie Bagian 2


saya bisa menyebut mereka dengan nama lengkapnya atau dengan singkatan?"
"Di dalam ruangan ini Anda boleh memakai nama mereka," kata Poirot.
"Nona Claudia Rcece-Holland terkenal sebagai seorang gadis yang amat baik dan
halus budi 76 pekertinya. Ayahnya seorang anggota parlemen. Orang yang berambisi. Sering
diberitakan di surat-surat kabar. Dia anak tunggalnya. Dia seorang sekretaris.
Anak yang serius. Tidak ikut dalam pesta-pesta gila, tidak minum minuman keras,
tidak berandalan. Dia membagi petak tinggalnya dengan dua orang gadis lain. Yang
kedua bekerja di Gedung Kesenian Weddcrburn di jalan Bond. Tipe artis. Bergabung
dengan artis-artis lainnya dari Chelsea. Pergi ke mana saja untuk mengatur
pameran dan pertunjukan-pertunjukan kesenian.
"Yang ketiga adalah gadis Anda. Belum lama tinggal di sana. Pendapat umum adalah
dia "rr smpunyai sedikit 'kekurangan'. Tidak begitu bagus kesannya. Tetapi
semuanya agak kabur. Salah seorang portir di sana adalah tukang gossip.
Ditraktir minum sedikit saja maka Anda akan dibuatnya heran dengan banyaknya hal
yang diceritakannya! Siapa-siapa yang suka minum, dan siapa-siapa yang pecandu
narkotik, dan siapa-siapa yang kena urusan dengan pajak pendapatan mereka, dan
siapa-siapa ysmg menyimpan uang tunainya di belakang tangki air mereka. Tentu
saja Anda tidak boleh mempercayai semua ceritanya. Nah, pokoknya ada sedikit
cerita mengenai meletusnya sepucuk pistol pada suatu malam."
"Sepucuk pistol ditembakkan" Apakah ada yang terluka?"
"Ada sedikit kesimpangsiuran mengenai hal ini. Menurut si portir, dia mendengar
tembakan pada suatu malam, dan dia keluar, dan di situlah gadis ini, gadis Anda,
sedang berdiri di sana dengan pistol di tangannya. Dia kelihatannya agak
bingung. Kemudian, satu dari kedua gadis-gadis yang lain ?77
atau keduanya bersama-sama mereka datang berlarian. Dan Nona Cary (itu yang
?artis) berkata, 'Norma, demi Tuhan, apa yang telah kaulakukan"' dan Nona Reece-
Holland berkata dengan tajam, 'Tutup mulutmu, Frances! Jangan tolol,' lalu dia
mengambil pistol itu dari tangan gadis Anda dan berkata, 'Berikan padaku'. Dan
dimasukkannya pistol itu ke dalam tasnya, lalu dia melihat si portir Micky ini
dan dihampirinya, dia berkata dengan tertawa, 'Itu tentu telah mengejutkan Anda,
bukan"' dan Micky berkata dia telah dibuatnya kaget, dan gadis ini berkata,
'Jangan kuatir. Sebetulnya kami tidak tahu bahwa pistol ini berisi. Kami cuma
main-main.' Lalu dia berkata, 'Pokoknya, kalau ada orang yang mengajukan
pertanyaan, katakan kalau ddak ada apa-apa,' dan katanya, 'Ayo, Norma,' dan
menggandengnya membawanya ke lift, lalu mereka semua kembali ke atas.
?"Tetapi Micky berkata bahwa dia masih agak sangsi. Dia pergi memeriksa dan
melihat-lihat di halaman gedung itu."
Tuan Goby memandang ke bawah dan membaca dari catatannya,
" 'Saya katakan, saya menemukan sesuatu, betul! Saya menemukan bagian tanah yang
basah. Tidak salah lagi, itu tetesan darah. Saya menyentuhnya dengan tangan.
Anda saya beritahu apa itu menurut saya. Seseorang telah tertembak seseorang
?yang sedang melarikan diri... saya naik ke atas dan bertanya apakah saya boleh
berbicara dengan Nona Holland. Saya katakan kepadanya, "Saya kira ada orang yang
tertembak, Nona," kata saya. "Ada tetesan darah di halaman." "Astaga," katanya.
"Tidak masuk akal. Tahukah Anda, saya kira,"
78 katanya, "itu tentunya salah satu dari burung-burung merpati." Kemudian katanya,
"Maaf, ya, kalau kami mengagetkan Anda. Lupakan saja," dan dia memberi saya uang
lima pound. Lima pound, tidak kurang dari itu! Nah, tentu saja setelah itu saya
tidak membuka mulut lagi.'
"Kemudian setelah wiski yang kedua, lebih banyak lagi yang diungkapkannya.
'Kalau Anda tanya pendapat saya, dia tentunya telah menembaki pemuda kampungan
yang suka datang mencarinya itu. Saya kira mereka berdua telah bertengkar dan
dia berbuat sebisanya untuk menembaknya. Itulah pendapat saya. Tetapi, lebih
sedikit yang diucapkan, lebih cepat urusan itu beres, jadi saya tidak
menceritakannya. Jika ada orang yang bertanya, saya akan berkata saya tidak
mengerti apa yang mereka bicarakan.'" Tuan Goby berhenti.
"Menarik," kata Poirot.
"Ya, tetapi mungkin saja ini cuma omong kosong belaka. Tidak ada orang lain yang
mengetahui apa-apa soal ini. Ada yang menceritakan mengenai segerombolan anak-
anak berandal yang masuk ke halaman itu pada suatu malam dan berkelahi ?membawa pisau dan segalanya."
"Oh, begitu," kata Poirot. "Kemungkinan lain bagi sumber darah di halaman
tersebut." "Barangkali gadis ini betul-betul telah bertengkar dengan pacarnya, mengancam
akan menembaknya mungkin. Dan Micky mendengarnya dan mencampurbaurkan ceritanya
terutama kalau pada saat itu kebetulan ada mobil yang meletus-letus
?karburatornya." "Ya," kata Hercule Poirot, sambil menarik napas, "itu mungkin suatu alasan yang
masuk akal." 79 Tuan Goby membalikkan selembar kertas lagi dari buku catatannya dan mencari
benda lain di dalam ruangan itu yang bisa diajaknya bicara. Kali ini dia memilih
alat pemanas listrik. "PT Joshua Restarick. Perusahaan keluarga. Sudah berjalan selama seratus tahun.
Punya reputasi yang baik di kota. Selalu dapat dipercaya. Tidak ada hal-hal yang
luar "biasa. Didirikan oleh Joshua Restarick pada tahun 1850. Setelah perang
dunia pertama, usahanya mulai berkembang ke luar negeri, terutama kc Afrika
Selatan, Afrika Barat, dan Australia. Simon dan Andrew Restarick yang
?terakhir dari marganya. Simon, abang yang tertua, meninggal sekitar setahun yang
lalu, tidak meninggalkan anak. Istrinya telah meninggal beberapa tahun
sebelumnya. Andrew Restarick rupanya adalah orang yang tidak bisa diam.
Pikirannya tidak pernah benar-benar terikat pada perusahaannya, meskipun semua
orang mengatakan bahwa dia mempunyai cukup banyak kemampuan. Akhirnya menghilang
bersama.seorang wanita, meninggalkan istri dan anaknya yang berusia lima tahun.
Pergi ke Afrika Selatan, Kenya, dan beberapa tempat yang lain. Tidak bercerai.
Istrinya meninggal dua tahun yang lalu, setelah sakit-sakitan beberapa waktu.
Andrew berkeliling ke mana saja, dan ke mana pun ia pergi, rupanya dia
mendapatkan kekayaan. Kebanyakan adalah dari kontrak bahan-bahan tambang. Apa
pun yang disentuhnya menghasilkan uang.
"Setelah kakaknya meninggal, rupanya dia memutuskan sudah saatnya untuk hidup
lebih tenang dan teratur. Dia sudah kawin lagi, dan dia berpikir, hal yang harus
dikerjakannya sekarang 80 adalah pulang dan memberikan rumah tangga yang baik kepada anaknya. Sekarang
mereka masih tinggal bersama Sir Roderick Horsefield pamannya dari ?perkawinan. Ini hanya sementara. Istrinya sedang sibuk mencari rumah ke sana
kemari di London. Harga bukan masalah. Mereka befgelimang dalam kekayaan."
Poirot menghela napas. "Saya tahu," katanya. "Apa yang Anda beberkan kepada saya
adalah suatu kisah keberhasilan! Semua orang menjadi kaya! Semuanya datang dari
keluarga baik-baik dan dihargai masyarakat. Kerabat mereka adalah orang-orang
penting. Mereka mempunyai reputasi yang baik di kalangan pedagang.
"Hanya ada satu cacatnya. Anak gadisnya dikatakan mempunyai 'sedikit
kekurangan', seorang gadis yang terlibat dengan seorang pemuda yang meragukan,
yang pernah kena hukuman percobaan lebih dari satu kali. Seorang gadis yang
mungkin sekali pernah mencoba meracuni ibu tirinya, dan yang entah menderita
halusinasi, atau yang pernah melakukan kejahatan! Anda saya beritahu, tak satu
pun dari fakta ini cocok dengan kisah keberhasilan yang telah Anda sampaikan
kepada saya." Tuan Goby menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sedih dan berkata agak kurang
jelas, "Dalam setiap keluarga selalu ada satu yang begitu."
"Nyonya Restarick ini masih muda. Saya kira dia bukanlah wanita yang semula lari
bersama Restarick?" "Oh, bukan, itu sudah buyar dalam waktu singkat. Wanita itu adalah wanita nakal,
dalam segala hal, dan kasar pula. Restarick memang tolol sampai terkecoh
olehnya." Tuan Goby menutup buku
81 catatannya dan memandang Poirot dengan pandangan bertanya. "Apakah masih ada hal
lainnya yang dapat saya kerjakan?"
"Ya. Saya ingin mengetahui lebih banyak mengenai Nyonya Restarick almarhumah.
Dia seorang yang sakit-sakitan, dia tentunya sering berada di panti perawatan.
Panu perawatan yang mana"*Apakah panti perawatan untuk orang-orang yang sakit
ingatan?" "Saya mengerti maksud Anda, Tuan Poirot."
"Dan apakah ada latar belakang ketidakberesan dalam keluarganya dari kedua
?belah pihak." "Akan saya kerjakan, Tuan Poirot."
Tuan Goby berdiri. "Kalau begitu, saya mohon diri. Selamat malam."
Poirot masih termenung setelah Tuan Goby pergi. Dia mengangkat dan menurunkan
alisnya. Dia mereka-reka, dia bertanya-tanya dalam hati.
Lalu dia menelepon Nyonya Oliver.
"Saya sebelumnya sudah pernah memperingatkan," katanya, "supaya Anda berhati-
hati. Saya ulangi lagi ' Pokoknya berhati-hatilah."
?"Berhati-hati terhadap apa?" kata Nyonya Oliver.
"Terhadap diri Anda sendiri. Saya pikir ada bahaya. Bahaya bagi siapa saja yang
mau turut campur di mana kehadirannya tidak dikehendaki. Ada bau kematian di
udara saya tidak menginginkan itu kematian Anda."
?"Apakah Anda telah memperoleh keterangan yang Anda katakan akan Anda peroleh?"
"Ya," kata Poirot. "Saya telah memperoleh sedikit informasi. Kebanyakan desas-
desus dan gossip, tetapi rupanya ada sesuatu yang terjadi di Wisma Borodene."
82 "Sesuatu apa?" "Darah di halaman," kata Poirot.
"Ah, masa!" kata Nyonya Oliver. "Itu persis seperti judul cerita detektif kuno.
Noda di Anak Tangga. Maksud saya, dewasa ini Anda lebih banyak berbicara seperti
Dia Minta Dibunuh." "Barangkali juga tidak ada darah di halaman. Barangkali itu hanyalah imajinasi
seorang portir Irlandia."
"Boleh jadi sebotol susu yang tumpah," kata Nyonya Oliver. "Dia tidak dapat
melihatnya malam-malam. Apa yang terjadi?"
Poirot tidak langsung menjawab.
"Gadis itu berpikir barangkali dia 'telah melakukan suatu pembunuhan.' Apakah
pembunuhan itu yang dimaksudkannya?"
"Maksud Anda dia memang menembak seseorang?"
"Kita bisa menarik kesimpulan bahwa dia memang menembak pada seseorang, tetapi
meleset. Beberapa tetes darah saja. Tidak lebih. Tidak ada mayat."
"Wah," kata Nyonya Oliver, "semuanya begitu membingungkan. Tentu saja jika
seseorang masih bisa berlari keluar dari halaman, Anda tidak akan berpikir bahwa
Anda telah membunuhnya, bukan?"
"Memang sulit," kata Poirot, dan memutuskan pembicaraan.
2 "Aku kuatir," kata Claudia Reece-Holland.
Dia mengisi cangkirnya lagi dari cerek pemasak kopi. Frances Cary menguap lebar.
Kedua gadis ini sedang makan pagi di dalam dapur kecil tempat
83 tinggal mereka. Claudia sudah berpakaian dan siap berangkat kerja. Frances masih
mengenakan kimono dan piama. Rambutnya yang hitam menutupi salah satu matanya.
"Aku menguatirkan Norma," lanjut Claudia.
Frances menguap. "Kalau aku jadi kau, aku tidak akan kuatir. Kukira dia akan menelepon atau
muncul sendiri cepat atau lambat."
"Betul" Kautahu, Fran, aku tidak dapat menghindari pikiran bahwa...."
"Aku tidak melihat manfaatnya," kata Frances sambil menuang kopi lagi untuk
dirinya. Dia meneguknya dengan ragu-ragu. "Maksudku sebetulnya Norma kan ?bukan urusan kita" Maksudku, kita kan tidak perlu mengawasinya, atau
menyuapinya, atau apa. Dia cuma teman sepetak kita. Mengapa perlu sampai timbul
perhatian induk ayam terhadap anaknya begini" Aku tidak kuatir."
"Aku tahu kau tidak kuatir. Kau tidak pernah menguatirkan apa pun. Tetapi hal
ini bagiku dan bagimu tidak sama."
"Mengapa tidak sama" Maksudmu karena kaulah penyewa petak ini, atau apa?"
"Yah, dapat dikatakan kedudukanku kan agak spesial."
Frances menguap lebar lagi.
"Kemarin aku pulang kemalaman," katanya. "Pesta di Basil. Aku merasa lelah. Nah,
aku kira kopi pahit ini bisa membantu. Kau mau lagi sebelum aku habiskan" Basil
minta kami mencoba beberapa pil baru Impian Jamrud. Aku pikir tidak ada ?gunanya mencoba semua barang konyol itu."
84 "Nanti kau terlambat ke Gedung Kesenianmu," kata Claudia.
"Ah, biar, tidak apa-apa. Tidak ada yang melihat atau ambil pusing."
"Tadi malam aku melihat David," tambahnya. "Dia berpakaian lengkap dan betul-
betul kelihatan hebat."
"Eh, sekarang jangan mengatakan pula bahwa kau pun jatuh cinta padanya, Fran.
Dia betul-betul mengerikan."
"Oh, aku tahu kau berpendapat begitu. Kau tipe kolot, Claudia."
"Sama sekali tidak. Tetapi aku bisa mengatakan bahwa aku tidak menyukai kumpulan
artismu. Mencoba segala macam narkotik, dan jatuh pingsan, atau berkelahi sampai
babak belur." Frances tampak geli. "Aku bukan pecandu narkotik, Sayang aku cuma mau tahu bagaimana rasanya
?barang-barang itu. Dan beberapa dari golongan kami adalah orang baik-baik. David
bisa melukis, kautahu, jika dia mau."
'"Tetapi David tidak begitu sering mau, bukan?"
"Kau selalu sentimen terhadapnya, ingin menikamnya dengan pisau, Claudia. Kau
benci jika dia kemari menemui Norma. Omong-omong soal pisau...."
"Terus" Omong-omong soal pisau?"
"Aku pikir-pikir," kata Frances lambat, "apakah sebaiknya memberi tahu kau atau
tidak." Claudia melihat pada jam tangannya.
"Sekarang aku tidak ada waktu," katanya. "Kau bisa menceritakannya kepadaku
malam ini kalau ada yang mau kauceritakan. Pokoknya aku tidak
85 bernapsu Yah," dia menarik napas, "kalau saja aku tahu harus berbuat apa."
"Mengenai Norma?"
"Ya. Aku sedang mempertimbangkan apakah orang tuanya sebaiknya mengetahui bahwa
kita tidak tahu di mana dia berada...."
"Itu namanya tidak sportif. Kasihan Norma. Mengapa dia tidak boleh amblas kalau
itu yang dikehendakinya?"
"Ah, Norma tidak seluruhnya...." Claudia berhenti.
"Tidak, bukan" Tidak perlu diucapkan keras-keras. Itu maksudmu. Sudahkah
kautelepon tempat menjemukan di mana dia bekerja" Homebirds, atau apa pun
namanya" Oh, iya, sudah. Aku ingat."
"Jadi di manakan dia?" desak Claudia. "Apakah David mengatakan sesuatu kemarin
malam?" "David rupanya juga tidak tahu. Sesungguhnya, Claudia, aku kira ini bukan
masalah." "Bagiku masalah," kata Claudia, "karena majikanku kebetulan ayahnya. Cepat atau-
lambat jika ada hal-hal aneh yang terjadi padanya, mereka akan menanyakan
mengapa aku ddak mengatakan bahwa dia tidak pulang."
"Ya, aku kira mereka akan menyalahkan kau. Tetapi tidak ada alasan yang tepat,
bukan, mengapa Norma harus memberi laporan kepada kita seuap kali dia mau pergi
dari sini sehari' dua hari" Atau bahkan untuk beberapa malam. Maksudku, dia
bukan seorang anak semang yang mondok di sini atau apa. Kau tidak bertanggung
jawab atas anak ini."
"Tidak, tetapi Tuan Restarick pernah mengatakan
86 bahwa dia gembira mengetahui Norma tinggal bersama kita di sini."
"Jadi itu lalu memberimu hak untuk membuat laporan mengenai dia setiap kali dia
pergi tanpa pamit" Mungkin dia sedang terpikat seorang pemuda lain."
"Dia sudah terpikat David," kata Claudia. "Apakah kau yakin dia tidak
bersembunyi di sana?"
"Oh, aku pikir tidak. David tidak betul-betul mencintainya, kautahu."
"Kau senang kalau begitu, bukan?" kata Claudia. "Kau sendiri juga agak terpikat
David." "Tentu saja tidak," kata Frances tajam. "Sama sekali tidak."
"David betul-betul menggandrunginya," kata Claudia. "Kalau tidak, mengapa dia
kemari tempo hari mencarinya?"
"Kauusir dia lagi secepat mungkin," kata Frances. "Aku kira," dia menambahkan,
sambil berdiri dan mengaca wajahnya pada sebuah cermin jelek di dapur itu, "aku
kira barangkali-dia sebetulnya kemari mencari aku."
"Kau terlalu sinting! Dia kemari mencari Norma."
"Gadis itu sakit jiwa," kata Frances.


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kadang-kadang aku pikir memang begitu."
"Nah, aku tahu dia memang begitu. Claudia, aku akan bercerita kepadamu sekarang.
Sebaiknya kautahu juga. Tali kutangku putus tempo hari dan aku lagi tergesa-
gesa. Aku tahu kau tidak suka barangmu disentuh...."
"Tentu saja," kata Claudia.
"... tetapi Norma tidak peduli, atau tidak memperhatikannya. Pokoknya aku pergi ke
kamar - 87 nya dan aku bongkar-bongkar lacinya dan aku nah, aku menemukan sesuatu. ?
Sebuah pisau." "Sebuah pisau!" kata Claudia heran. "Pisau siapa?"
"Kautahu waktu ada kejadian ramai-ramai di halaman" Segerombolan anak-anak
berandal yang kemari dan berkelahi dengan pisau otomatis segala. Dan Norma masuk
tepat setelah kejadian itu."
"Ya, ya, aku ingat."
"Salah satu pemudanya kena tusuk, begitu yang aku dengar dari seorang wartawan,,
dan dia lari. Nah, pisau di laci Norma ini adalah pisau otomatis. Dan ada noda
di atasnya kelihatannya seperti darah yang mengering."?"Frances! Kau betul-betul terlalu dramatis."
"Barangkali. Tetapi aku yakin noda itu adalah darah. Dan mengapa benda itu bisa
berada di laci Norma" Aku ingin tahu."
"Mungkin dia telah memungutnya."
?"Apa sebagai tanda mata" Dan disembunyikan, dan dia tidak pernah
?menceritakannya kepada kita."
"Kauapakan benda itu?"
"Aku kembalikan," kata Frances lambat. "Aku aku tidak tahu harus berbuat apa
?lagi... Aku tidak dapat mengambil keputusan untuk mengatakannya kepadamu atau
tidak. Lalu kemarin aku mencarinya lagi, dan pisau itu sudah hilang, Claudia.
Tidak ada bekasnya lagi."
"Kaukira dia menyuruh David kemari untuk mengambilnya?"
"Hm, mungkin.... Kautahu, Claudia, mulai sekarang aku akan mengunci pintu kamarku
kalau tidur." 88 BAB TUJUH Nyonya Oliver bangun dengan perasaan tidak puas. Di hadapannya terbentang suatu
hari tanpa kegiatan. Setelah dia mengirimkan manuskripnya dengan perasaan lega,
habislah pekerjaannya. Sekarang, sebagaimana biasanya, dia hanya perlu
beristirahat, menikmati kesantaiannya; berdiam diri sampai timbul lagi dorongan
untuk berkarya. Dia mondar-mandir di kediamannya tanpa tujuan, menyentuh barang-
barangnya, mengangkatinya, mengembalikannya lagi, melihat isi lacinya, menyadari
bahwa ada banyak surat yang harus dijawabnya tetapi sementara dalam kelegaan
hatinya ini, .dia tidak ingin disibukkan dengan hal-hal ya"ng membosankan. Dia
ingin melakukan sesuatu yang menarik. Dia ingin apa yang diinginkannya"
?Dia mengingat percakapannya dengan Hercule Poirot, peringatan yang diberikan
Poirot. Tidak masuk akal! Mengapa dia tidak boleh ikut mencampuri masalah yang
telah dibaginya bersama Poirot ini" Poirot boleh saja memilih untuk duduk-duduk
di kursi, mempertemukan ujung-ujung jarinya, dan memutar otaknya sementara
tubuhnya berbaring dengan nyaman di tengah keempat dinding rumahnya. Ini
bukanlah cara yang menarik bagi A^adne Oliver. Dia. ttJfijn^N^S^AnS*"
l ?"JAYA ABAOI "
YOGYAKARTA tandas, bahwa dia, paling tidak, akan berbuat sesuatu. Dia akan mencari lebih
banyak keterangan mengenai gadis misterius ini. Di manakah Norma Restarick" Apa
yang dikerjakannya" Apakah yang dapat dia, Ariadne Oliver, gali mengenai gadis
ini" Nyonya Oliver berputar-putar, semakin merasa tidak puas. Apa yang dapat
dilakukannya" Tidak mudah untuk mengambil keputusan. Mendatangi tempat tertentu
dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan" Apakah sebaiknya dia ke Long Basing"
Tetapi Poirot sudah ke sana " dan sudah memperoleh apa yang bisa diperoleh. ? ?Alasan apa lagi yang bisa diberikannya untuk memasuki rumah Sir Roderick
Horsefield" Dia mempertimbangkan kunjungan kedua kc Wisma Borodcne. Barangkali masih ada
yang bisa ditemukannya di sana" Dia juga harus mencari alasan lain untuk ke
sana. Dia tidak pasti alasan apa yang bisa dipakainya, namun itulah satu-satunya
tempat yang mungkin masih bisa memberikan keterangan tambahan baginya. Pukul
berapa sekarang" Pukul sepuluh pagi. Ada kemungkinan tertentu....
Dalam perjalanannya ke sana, dia mengarang suatu alasan. Bukan alasan yang
hebat. Sebetulnya Nyonya - Oliver ingin memakai alasan yang lebih menarik,
tetapi, dia mempertimbangkannya dengan bijaksana, barangkali lebih baik memakai
kejadian sehari-hari yang masuk akal. Dia tiba di gedung tinggi Wisma Borodene
yang megah dan berjalan memasuki halamannya sambil berpikir.
Seorang portir sedang berbicara dengan sebuah truk pengangkut perabotan. Seorang
pengirim susu, 90 sambil mendorong keretanya, menyertai Nyonya Olivef ke dekat lift.
Dia membenturkan botol-botolnya, bersiul dengan riang, sementara Nyonya Oliver
terus menatap truk pengangkut perabotan itu dengan pandangan hampa.
"Nomor 76 akan keluar," pengantar susu itu menerangkan kepada Nyonya Oliver,
karena salah menafsirkan perhatiannya. Dia memindahkan se-genggam botol-botol
dari keretanya ke lift. "Tidak berarti bahwa dia belum lenyap sekarang, memakai istilah umumnya,"
tambahnya. Dia keluar lagi. Tampaknya dia adalah seorang pengantar susu yang
riang. Dia mengacungkan jempolnya ke atas.
"Melempar dirinya keluar jendela lantai ketujuh baru seminggu yang lalu.
? ?Jam lima pagi. Memilih waktu yang lucu juga."
Nyonya Oliver tidak menganggapnya begitu lucu.
"Mengapa?" "Mengapa dia melakukannya" Tidak ada yang tahu. Keseimbangan pikirannya
terganggu, kata mereka."
"Apakah dia masih muda?"
?"Ah! Sudah tua. Paling sedikit lima puluh."
Dua orang tukang pengangkut perabot sedang berpayah-payah menarik sebuah lemari
berlaci. Lemari ini tidak mau menurut, dan dua buah lacinya dari kayu mahoni
jatuh berantakan di lantai secarik kertas yang lolos terbang kc arah Nyonya ?Oliver yang segera menangkapnya.
"Jangan merusakkan semuanya, Charlie," kata pengantar susu yang riang itu
menegur, lalu naik dengan lift beserta botol-botol dan bawaannya.
91 Kedua tukang pengangkut perabot itu bertengkar. Nyonya Oliver menyerahkan kertas
itu kembali kepada mereka, tetapi mereka mengacuhkannya.
Setelah mengambil keputusan, Nyonya Oliver memasuki bangunan itu dan naik ke
nomor 67. Suatu bunyi besi beradu terdengar dari dalam, dan tak lama lagi pintu
dibuka oleh seorang wanita setengah baya yang membawa kayu pel. Jelas dia sedang
sibuk membersihkan rumah.
"Oh," kata Nyonya Oliver, memasuki suku tunggal favoritnya. "Selamat pagi.
Apakah barangkali ada orang di rumah?"
? ?"Tidak. Sayang, Nyonya. Mereka semua keluar. Mereka telah berangkat kerja."
"Ya, tentu saja.... Sebetulnya pada waktu saya kemari, buku harian kecil saya
tertinggal di sini. Begitu menyulitkan. Tentunya ada di kamar tamu."
"Nah, saya tidak memungut barang sejenis itu, Nyonya, setahu saya. Tentu saja,
saya juga tidak mengetahui bahwa itu mungkin kepunyaan Nyonya. Apakah Nyonya
ingin masuk?" Dibukanya pintu dengan ramah, mengesampingkan kayu pelnya yang
tadi dipakainya untuk mengepel lantai dapur, dan mengiringi Nyonya Oliver masuk
ke kamar tamu. "Ya," kata Nyonya Oliver, bertekad menjalin hubungan yang akrab, "ya, saya lihat
di sini itu buku yang saya tinggalkan untuk Nona Restarick, Nona Norma.
?Apakah dia sudah kembali dari luar kota?"
"Saya kira saat ini dia tidak tidur di sini. Tempat tidurnya tidak terpakai.
Barangkali dia masih bersama keluarganya di dusun. Saya tahu akhir minggu yang
lalu dia ke sana." "Ya, saya .kira begitulah," kata Nyonya Oliver.
92 "Ini adalah buku yang saya bawakan untuknya. Salah satu dari buku-buku saya."
Salah satu dari buku-buku Nyonya Oliver rupanya tidak memberikan kesan yang
menarik bagi wanita bagian pembersihan ini.
"Saya tempo hari duduk di sini," lanjut Nyonya Oliver, menepuk-nepuk sebuah
kursi yang besar, "kalau tidak salah ingat. Lalu saya berjalan ke jendela dan
barangkali ke sofa."
Dia menyelipkan tangannya dengan kuat ke belakang jok kursi. Si wanita pembersih
ini membantu dengan melakukan yang sama.
"Anda tidak tahu betapa menjengkelkannya bila orang kehilangan buku semacam
itu," lanjut Nyonya Oliver sekedar mengobrol. "Catatan perjanjian saya semuanya
tercantum di sana. Saya merasa cukup yakin hari ini saya punya janji untuk makan
siang dengan seseorang yang penting, tetapi saya tidak bisa mengingat siapa
orangnya dan di mana kami akan makan. Namun boleh jadi juga perjanjian itu untuk
besok. Kalau memang untuk besok, saya seharusnya makan siang dengan orang yang
lain lagi. Aduh, celaka."
"Tentunya amat menjengkelkan bagi Anda," kata wanita ini dengan prihatin.
"Petak-petak tinggal di sini ini baik-baik, bukan?" kata Nyonya Oliver memandang
sekelilingnya. "Terlalu tinggi."
"Itu kan memberikan pemandangan yang indah?"
"Iya, tetapi jika petaknya menghadap ke timur, pada musim dingin Anda akan
mendapat banyak angin dingin. Masuknya lewat bingkai-bingkai jendela dari logam
ini. Ada orang yang sampai memasang jendela rangkap. Betul, saya tidak mau
93 mendapat petak tinggal yang menghadap ke sini dalam musim dingin. Tidak, kapan
saja saya memilih petak tinggal yang nyaman di lantai bawah. Juga lebih
memudahkan, kalau Anda punya anak-anak. Untuk kereta bayi dan sejenisnya, Anda
tahu. Oh, betul, saya memilih lantai bawah. Bayangkan seandainya terjadi
kebakaran." "Ya, tentu saja, itu pasti menakutkan," kata Nyonya Oliver. "Tetapi kan ada
tangga darurat?" "Anda tidak selalu bisa mencapai pintu darurat. Saya takut api, betul. Dari
dulu. Lagi pula petak-petak tinggal di sini begitu mahal. Anda tidak akan
percaya pada tarip sewa yang mereka minta! Itulah sebabnya Nona Holland membagi
petaknya dengan dua orang gadis yang lain."
"Oh, ya, saya kira saya telah bertemu dengan mereka berdua. Nona Cary seorang
seniman, bukan?" "Dia bekerja di Gedung Kesenian. Tetapi tidak terlalu giat. Dia melukis sedikit
sapi dan pohon yang tidak dapat dikenali dari bentuknya. Gadis yang tidak ?rapi. Keadaan kamarnya Anda tidak akan percaya! Nah, kalau Nona Holland,
?segalanya rapi sekali. Dia pernah bekerja sebagai sekretaris di Coal Board,
tetapi sekarang dia sekretaris pribadi ayah Nona Norma di kota. Dia lebih
menyukainya, katanya. Ayah Nona Norma amat kaya, baru saja kembali dari Amerika
Selatan atau entah mana. Dialah yang minta supaya Nona Holland menerima Nona
Norma untuk tinggal bersamanya setelah teman sepetaknya yang terakhir pindah
untuk menikah karena Nona Holland pada waktu itu mengatakan ja sedang mencari
?seorang gadis yang 94 lain. Nah, Nona Holland tentu saja tidak dapat menolak, bukan" Karena dia adalah
majikannya." "Apakah sebetulnya dia ingin menolak?"
Wanita itu mendengus. "Saya kira begitu seandainya dia tahu sebelumnya."
?"Tahu apa?" Pertanyaan ini terlalu gamblang.
"Saya tidak berhak mengatakan apa-apa. Itu bukan urusan saya."
Nyonya Oliver masih memandangnya dengan penuh perhatian. Akhirnya Nyonya Mop
kalah. "Bukan karena dia tidak baik. Serampangan - tetapi kebanyakan gadis memang
?begitu. Namun saya kira dia perlu diperiksa dokter. Ada saat-saatnya seolah-olah
dia tidak tahu apa yang sedang dilakukannya, atau di mana dia berada. Kadang-
kadang menakutkan juga.... Lihat saja, seperti kemenakan suami saya, kalau dia
kumat (kumatnya menakutkan Anda tidak bakal percaya!). Hanya saja saya tidak ?pernah tahu Nona Norma kumat. Barangkali dia kleptomani, suka mengambil barang
orang banyak yang demikian."
?"Kalau tidak salah ada seorang pemuda yang tidak disetujui keluarganya."
"Ya, saya dengar begitu juga. Dia pernah kemari menjemputnya sekali dua tetapi
?saya tidak pernah bertemu dengannya. Salah satu dari manusia-manusia angj^ dalam
segala hal. Nona Holland tidak menyukainya tetapi apa yang bisa Anda perbuat
?zaman sekarang" Gadis-gadis mengikuti kehendaknya sendiri."
"Terkadang kita memang merasa sangat jengkel dengan gadis-gadis masa kini," kata
Nyonya Oliver 95 yang berusaha memberikan kesan dia adalah orang yang serius dan bertanggung
jawab.- "Salah asuhan, itulah pendapat saya."
"Saya kira bukan. Bukan, saya kira bukan begitu. Saya kira sebetulnya seorang
gadis seperu Norma Restarick sebaiknya tinggal di rumah daripada hidup sendiri
di London dan mencari nafkahnya sebagai penata ruangan."
"Dia tidak suka tinggal di rumah."
"Masa?" "Punya ibu tiri. Anak-anak perempuan tidak suka kepada ibu-ibu tiri. Saya dengar
ibu drinya malah telah berusaha sedapatnya untuk mencoba memperbaikinya, mencoba
dengan menghalangi munculnya pemuda-pemuda yang cuma jual tampang ke rumahnya,
dan lain-lain. Dia tahu gadis-gadis mudah terpikat oleh pemuda-pemuda yang ddak
baik dan banyak kerugian yang mungkin timbul dari hubungan itu. Terkadang..."
wanita ini berbicara dengan tekanan..." saya bersyukur tidak pernah punya anak
perempuan." "Apakah Anda punya anak laki-laki?"
"Kami punya dua orang. Yang satu cukup maju di sekolah dan yang lain bekerja di
percetakan, juga lumayan. Ya, mereka anak-anak baik. Memang, anak laki-laki juga
bisa menimbulkan masalah. Tetapi anak perempuan lebih menguatirkan, saya kira.
Orang merasa punya kewajiban melakukan sesuatu untuk mereka."
"Ya," kata Nyonya Oliver sambil berpikir, "kita memang punya perasaan demikian."
Dia melihat tanda-tanda bahwa wanita ini ingin meneruskan pekerjaannya.
"Sayang buku harian saya itu," katanya. "Nah,
96 terima kasih banyak dan saya harap saya tidak membuang-buang waktu Anda."
"Saya harap Anda menemukannya kembali," kata wanita itu ramah.
Nyonya Oliver keluar dari petak tinggal itu dan mempertimbangkan apa yang akan
dikerjakannya berikutnya. Dia tidak berhasil menemukan jawaban apa yang masih
bisa dilakukannya hari ini, tetapi untuk besok, dia sudah mulai membuat
rencananya. Ketika dia tiba di rumah, dengan gaya orang penting, Nyonya Oliver mengeluarkan
buku catatannya dan menulis beberapa hal di bawah judul "Fakta-fakta yang telah
kudapatkan". Secara keseluruhan, fakta-fakta ini tidaklah banyak. Tetapi Nyonya
Oliver, yang tekun dengan tugasnya, berhasil memberikan arti kepadanya.
Barangkali fakta bahwa Claudia Reece-Holland adalah karyawan ayah Norma
merupakan fakta yang paling berarti. Sebelumnya hal ini tidak diketahuinya, dan
dia pun meragukan apakah Hercule Poirot mengetahuinya. Dia'mempertimbangkan
untuk menelepon Poirot dan memberitahukan hal ini kepadanya, tetapi kemudian dia
memutuskan untuk menyimpan dulu fakta ini bagi dirinya sendiri, karena dia sudah
punya rencana untuk besok. Sesungguhnya pada saat ini Nyonya Oliver lebih
merasakan dirinya sama seperti anjing pelacak daripada pengarang cerita
detektif. Dia telah mendapatkan jejak, hidungnya telah mencium sesuatu, dan
besok pagi nah, besok pagi akan dibuktikannya.?Sesuai dengan rencananya, Nyonya Oliver bangun pagi-pagi, minum dua cangkir kopi
dan makan sebutir telur rebus, lalu keluar memulai pelacakannya. Sekali lagi dia
tiba di dekat Wisma Borodene.
97 Dia berpikir, barangkali dia sudah mulai dikenal di sini, maka kali ini dia
tidak masuk ke halaman, tetapi mengendap-endap dekat kedua daun pintu masuk itu
secara bergantian, mengamat-amati orang-orang yang keluar menyongsong rintik-
rindk hujan pagi untuk berangkat bekerja. Kebanyakan adalah gadis-gadis, yang
penampilannya hampir sama semuanya. Kalau kita memperhatikan manusia seperti
ini, betapa anehnya mereka yang dengan yakin keluar dari bangunan-bangunan
tinggi ini yang menyerupai rumah-rumah semut, pikir Nyonya Oliver. Kita tidak
?pernah memperhatikan rumah semut dengan saksama. Tampaknya begitu tidak berarti
kalau kita mengusiknya dengan ujung sepatu. Dan makhluk-makhluk kecil itu
bergegas keluar, membawa rumput di mulut mereka, berbondong-bondong dengan
tekun, dan kuatir, dan was-was. Tampaknya mereka seperti berlarian kian kemari,
tetapi tidak mencapai tujuan mana pun. Namun, siapa tahu barangkali mereka sama
teraturnya seperti manusia-manusia ini. Orang itu, misalnya yang baru saja
berpapasan dengannya. Melangkah cepat-cepat, sambil menggumam kepada dirinya


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri. "Kira-kira apa yang telah membuat hatimu jengkel?" pikir Nyonya Oliver.
.Dia berjalan hilir mudik sedikit lagi, lalu tiba-tiba ia mundur.
Claudia Reece-Holland keluar dari pintu dan berjalan dengan langkah cepat dan
tegap. Sama seperti pada pertemuan mereka sebelumnya, dia .sekarang juga' tampak
cekatan. Nyonya Oliver memalingkan wajahnya agar dia tidak mengenalinya. Setelah
ia membiarkan Claudia lewat agak jauh darinya, dia berpaling lagi dan mengikuti
Claudia dari belakang. Claudia Reece-Holland tiba di ujung
98 jalan lalu membelok ke jalan besar. Dia berhenti di pemberhentian bus dan ikut
dalam deretan manusia yang antri. Nyonya Oliver yang masih membuntutinya, merasa
agak canggung. Bagaimana seandainya Claudia menoleh, melihatnya, dan
mengenalinya" Satu-satunya yang terpikirkan oleh Nyonya Oliver adalah membungkuk
dan membersihkan hidungnya tanpa suara. Tetapi Claudia Reece-Holland tampaknya
sama sekali tidak mengacuhkan keadaan sekelilingnya. Dia tidak memandang kepada
rekan-rekannya yang sama menantikan bus. Nyonya Oliver berjarak tiga orang di
belakangnya. Akhirnya datanglah bus yang dinantikan dan orang-orang berdesakan
maju. Claudia naik ke bus dan langsung ke atas. Nyonya Oliver naik dan berhasil
mendapat tempat duduk dekat pintu, berhimpitan dengan dua orang lainnya. Ketika
Pak Kondektur berkeliling meminta karcis, Nyonya Oliver memasukkan uang satu
pound dan enam pence ke dalam tangannya" Apa lagi dia tidak mengetahui rute bus
ini maupun berapa jauhnya jarak yang harus ditempuh ke tempat yang disebutkan
wanita yang membersihkan kamar itu sebagai "salah satu bangunan di gereja St.
Paul". Nyonya Oliver sudah siap-siap dengan penuh perhatian ketika kubah gereja
yang megah itu tampak. Tak lama lagi sekarang, pikirnya sendiri, sambil
memperhatikan orang-orang yang turun dari lantai atas bus. Ah, betul juga, itu
Claudia, rapi dan cakap dengan setelannya yang bagus. Dia turun dari bus. Nyonya
Oliver mengikutinya dan menjaga jarak yang sudah diperhitungkannya antara
mereka. "Amat menarik," pikir Nyonya Oliver. "Di sini aku betul-betul sedang membuntuti
seseorang! Persis seperti yang kuceritakan dalam buku-bukuku. Dan
99 apa lagi, aku tentunya telah melakukannya dengan baik sekali, karena Claudia
sama sekali tidak merasa."
Memang Claudia Reece-Holland kelihatannya terbenam dalam lamunannya sendiri.
"Dia gadis yang amat cekatan rupanya," pikir Nyonya Oliver, seperti yang sudah
pernah dipikirkannya dulu. "Kalau aku harus menebak siapa pembunuhnya, seorang
pembunuh yang cekatan, aku akan memilih seseorang seperti dia."
Sayangnya sampai kini belum ada orang yang terbunuh, asal saja si gadis Norma
itu tidak salah menduga bahwa dirinya telah melakukan suatu pembunuhan.
Bagian kota London itu tampaknya entah telah menderita atau mendapat keuntungan
dengan banyaknya bangunan-bangunan besar yang bermunculan pada tahun-tahun
terakhir ini. Pcncakar-pencakar langit yang megah, yang kebanyakan memberikan
kesan menyeramkan kepada Nyonya Oliver, menjulang ke angkasa dalam bentuk-bentuk
kotak yang kaku. Claudia membelok ke suatu bangunan. "Sekarang aku tahu di mana tepatnya," pikir
Nyonya Oliver, dan membelok mengikutinya. Empat buah lift rupanya sedang naik
turun dengan sibuk. Ini, pikir Nyonya Oliver, akan menimbulkan sedikit
kesulitan. Namun ukuran lift itu besar-besar, dan dengan naik pada saat terakhir
ke dalam lift yang sama dengan yang dinaiki Claudia, Nyonya Oliver berhasil
menempatkan banyak orang yang berperawakan tinggi di antara dirinya dan orang
yang dibuntutinya. Claudia ternyata menuju ke lantai empat. Dia berjalan
sepanjang sebuah lorong dan Nyonya
100 Oliver, yang menanti di belakang dua orang yang tinggi, dalam hati mencatat
pintu yang dimasukinya. Pintu ketiga dari ujung lorong itu. Nyonya Oliver tiba
di pintu yang sama, dan membaca namanya. "PT Joshua Restarick", itulah nama yang
tercantum di sana. Karena sudah sampai sejauh ini, Nyonya Oliver merasa bingung, apa lagi yang akan
dilakukannya selanjutnya. Dia telah menemukan kantor ayah Norma dan tempat
Claudia bekerja, tetapi sekarang, dengan agak kecewa, dia merasa bahwa penemuan
ini tidaklah berarti benar. Terus terang saja, apakah ini dapat membantu"
Barangkali tidak. Dia menunggu beberapa menit, berjalan dari satu ujung ke ujung lorong yang lain,
sambil melihat-lihat barangkali ada orang lain yang menarik, yang masuk ke
kantor Restarick. Dua atau tiga orang gadis masuk, tetapi mereka tidak kelihatan
menarik. Nyonya Oliver turun lagi dengan lift dan dengan agak kecewa berjalan
meninggalkan bangunan itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukannya sekarang.
Dia menyusuri jalan-jalan di seputar tempat itu, bahkan dia mempertimbangkan
untuk pergi kc gereja St. Paul.
"Sebaiknya aku ke Ruang Berbisik untuk berbisik," pikir Nyonya Oliver.
"Bagaimana ya kira-kira Ruang Berbisik itu sebagai tempat adegan pembunuhan?"
"Ah, tidak," dia memutuskan, "itu keterlaluan, aku pikir. Tidak, itu tidak
baik." Dia berjalan sambil termenung menuju ke gedung sandiwara Ikan Duyung. Ini
merupakan tempat yang lebih masuk akal.
101 Dia berjalan melewati bangunan-bangunan baru yang beraneka ragam. Kemudian,
merasa bahwa sarapan yang dimakannya tadi kurang padat, dia membelok masuk ke
sebuah rumah makan. Rumah makan ini cukup ramai dengan orang-orang yang
bersarapan agak siang, atau orang-orang yang jajan sambil menunggu jam makan
siang. Nyonya Oliver yang memandang ke sekelilingnya mencari meja yang cocok,
mendadak tersentak. Di sebuah meja dekat dinding, duduklah si gadis Norma, dan
di hadapannya duduk seorang pemuda dengan rambut coklat yang tebal berombak
sampai ke bahunya, memakai kemeja beludru merah dan jaket yang amat menyolok.
"David," kata Nyonya Oliver tanpa suara. "Pasti David." Dia dan si gadis Norma
ini sedang bercakap-cakap dengan bersemangat.
Nyonya Oliver mempertimbangkan suatu taktik, membulatkan tekadnya, dan sambil
manggut-manggut dengan puas, menyeberangi lantai rumah makan itu menuju sebuah
pintu yang tersembunyi, yang pada daunnya tercantum kata "Wanita".
Nyonya Oliver tidak pasti apakah Norma akan mengenalinya atau tidak. Tidak
selalu orang yang tampaknya melamun itu memang terbukti melamun. Sementara ini
kelihatannya memang Norma tidak mungkin memandang siapa pun kecuali David,
tetapi siapa tahu" "Aku kira aku bisa berbuat sesuatu dengan diriku," pikir. Nyonya Oliver. Ia
memperhatikan dirinya di cermin kecil yang sudah berbintik-bintik, yang
disediakan pengusaha rumah makan itu, dan mempelajari apa yang terutama
dianggapnya hal yang paling menonjol dari penampilan seorang
102 wanita, rambutnya. Dalam hal ini Nyonya Oliver lebih tahu daripada orang-orang
lain dari pengalamannya sendiri, yang sering-sering mengganti gaya rambutnya
sehingga teman-temannya tidak mengenalinya lagi. Sambil menaksir bentuk
kepalanya, dia mulai bekerja. Jepit-jepit dilepasnya, dia mencopoti beberapa
ikal rambut palsunya, membungkusnya dengan sapu tangannya, dan memasukkannya ke
dalam tasnya. Dibclahnya rambutnya di tengah, dan disisirnya lurus-lurus ke
belakang, lalu dibuatnya konde kecil di belakang lehernya. Dia juga mengeluarkan
sepasang kaca mata dan menaruhnya di atas hidungnya. Penampilannya sekarang
berubah menjadi tampang yang serius! "Mirip cendekiawan," pikir Nyonya Oliver
dengan puas. Diubahnya bentuk mulutnya dengan pemerah bibirnya, dan dia keluar
lagi ke ruang makan, berjalan dengan hati-hati karena kaca mata yang dipakainya
adalah kaca mata baca sehingga pemandangannya menjadi kabur. Diseberanginya lagi
lantai rumah makan itu dan dihampirinya sebuah meja kosong yang bersebelahan
dengan meja yang ditempati Norma dan David". Dia duduk menghadap kc David,
Norma, yang berada pada jarak yang lebih dekat, duduk membelakanginya. Jadi
Norma tidak akan melihatnya kecuali bila ia menoleh kc belakang. Seorang pelayan
menghampirinya. Nyonya Oliver memesan secangkir kopi dan sebuah roti kecil dan
duduk tanpa menarik perhatian orang.
Norma dan David sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Mereka sedang berada
di tengah-tengah pembicaraan yang berapi-api. Nyonya Oliver hanya membutuhkan
satu dua menit untuk bisa menangkap pembicaraan mereka.
103 Tetapi kau hanya membayangkan hal-hal ini saja," kata David. "Cuma dalam
khayalanmu saja. Semuanya itu hanya bayangan yang tidak masuk akal, Sayang."
"Aku tidak tahu. Aku tidak dapat membedakan." Suara Norma kedengaran aneh dan
tidak meyakinkan. Nyonya Oliver tidak dapat mendengar kata-kata Norma sejelas kata-kata David,
karena punggung Norma menghadap padanya. Tetapi suara gadis itu yang begitu
tidak bersemangat menimbulkan perasaan tidak enak di hatinya. Ada yang tidak
beres di sini, pikirnya. Sangat tidak beres. Dia teringat cerita yang diutarakan
Poirot pertama kali kepadanya. "Dia pikir dia mungkin telah melakukan suatu
pembunuhan." Ada apa dengan gadis ini" Halusinasi" Apakah otaknya memang agak
terganggu, ataukah hal ini memang tidak kurang dan tidak lebih adalah suatu
kebenaran, dan sebagai akibatnya gadis ini telah mengalami guncangan batin yang
hebat" "Menurut aku, semuanya cuma kebawelan Mary saja! Dia perempuan yang amat bodoh,
dan dia membayangkan dia menderita penyakit dan segala macam yang lain."
"Dia memang sakit."
"Oke, dia sakit. Perempuan yang waras mana pun akan pergi ke dokter untuk minta
antibiotik atau apa, tetapi tidak lalu menjadi senewen karenanya."
"Dia pikir aku yang menyebabkannya sakit. Ayahku juga berpikir demikian."
"Sudahlah, Norma. Semua ini cuma pikiranmu sendiri."
"Kau mengatakan begitu, David. Kau mengata -
104 kan begitu hanya untuk membesarkan hatiku. Seumpama betul aku yang membuatnya
sakit?" "Apa maksudmu, seumpama" Kau harus tahu apakah kau berbuat atau tidak. Kau tidak
bisa bersikap sedemikian edannya, Norma."
"Aku tidak tahu."
"Berulang-ulang kau berkata begitu. Bolak-balik kau kembali ke masalah itu dan
mengatakan hal yang sama terus-menerus. 'Aku tidak tahu.' 'Aku tidak tahu!' "
"Kau tidak mengerti. Kau sama sekali tidak mengerti apa yang namanya benci itu.
Aku membencinya sejak saat pertama aku melihatnya."
"Aku sudah tahu. Kau sudah pernah mengatakannya kepadaku."
"Itulah bagian yang paling ajaib. Aku sudah pernah mengatakannya kepadamu,
tetapi aku sama sekali tidak ingat pernah mengatakannya. Mengertikah kau" Dari
waktu ke waktu aku aku mengatakan sesuatu kepada seseorang. Aku menceritakan ?hal-hal yang ingin kukerjakan, atau yang telah kukerjakan, atau yang akan
kukerjakan, Tetapi kemudian aku tidak ingat pernah bercerita apa-apa. Seakan-
akan aku cuma memikirkan semuanya ini di dalam otakku, dan terkadang pikiran itu
keluar dengan sendirinya dan aku bercerita kepada orang lain. Aku sudah pernah
menceritakannya kepadamu, bukan"
"Yah maksudku ah, sudahlah, sudah jangan menyinggung masalah itu lagi."
? ?"Tetapi aku memang sudah pernah menceritakannya kepadamu, bukan?"
"Iya, iya! Orang bisa saja berkata demikian. 'Aku membencinya dan aku ingin
membunuhnya. Aku 105 kira aku akan meracuninya!' Tapi ini cuma obrolan anak-anak, mengertikah kau
maksudku" Seolah-olah kita masih belum dewasa. Ini suatu hal > ang normal. Anak-
anak sering mengatakannya. 'Aku membenci si anu. Aku penggal kepalanya!1 Anak-
anak mengatakannya di sekolah. Misalnya tentang seorang guru yang amat tidak
mereka sukai." "Menurut kau, ini hanya semacam begituan" Tetapi kalau begitu, berarti aku
?seolah-olah masih belum dewasa."
"Yah, dalam beberapa hal, memang kau belum dewasa. Cobalah mengontrol dirimu.
Kau akan menyadari betapa konyolnya semua ini. Apa sih masalahnya meskipun kau
benar-benar membencinya" Kau sudah meninggalkan rumah dan tidak perlu tinggal
bersamanya." "Mengapa aku tidak bisa tinggal di rumahku sendiri dengan ayahku sendiri?" ?kata Norma. "Itu tidak adil. Itu tidak adil. Pertama-tama dia minggat dan
meninggalkan ibuku, dan sekarang, baru saja dia akan kembali kepadaku, dia
mengawini Mary. Tentu saja aku membenci Mary, dan dia puti membenciku. Tadinya
aku sering berpikir akan membunuhnya. Tetapi kemudian setelah dia betul-betul
?sakit...." David berkata agak takut-takut, "Kau kan bukan seorang dukun, atau yang sejenis
itu toh" Kau tidak membuat boneka lilin lalu menusukkanjarum-jarum kepadanya
atau berbuat yang sejenis itu?"
"Oh, tidak. Itu kan gila. Apa yang aku perbuat itu sungguh-sungguh. Betul
sungguh-sungguh." "He, Norma. Apa maksudmu mengatakan bahwa itu sungguh-sungguh?"
"Botol itu ada di sana, .di laciku. Iya, aku membuka laci dan menemukannya."
106 "Botol apa?" "Obat serangga Dragon. Pembunuh Hama Pilihan. Itulah merknya. Bahan penyemprot
dalam botol hijau tua. Dan pada merknya tertera Awas dan Beracun."
"Apakah kau yang membelinya" Atau kau hanya menemukannya saja?"
"Aku ddak tahu dari mana aku mendapatnya, tetapi botol ada di sana, di laciku,
dan isinya tinggal separuh."
"Dan kemudian kau kau teringat...."
? ?"Ya," kata Norma. "Ya...." Suaranya tidak jelas, seperti orang lagi mimpi. "Ya...
aku kira pada saat itu ingatanku kembali. Kau pun berpendapat begitu, bukan,
David?" "Aku bingung menilaimu, Norma. Aku betul-betul bingung. Aku pikir mungkin kau
mengarang semua ini sendiri, kau berusaha meyakinkan dirimu." "
"Tetapi dia masuk rumah sakit, untuk diperiksa, kata mereka, mereka heran. Lalu
mereka mengatakan bahwa mereka tidak bisa menemukan apa-apa yang tidak beres,
maka dia pulang dan kemudian dia sakit lagi, dan aku mulai ketakutan. Ayahku
?mulai memandangku secara aneh, kemudian dokter-dokter datang dan mereka
berunding di kamar baca Ayah, di balik pintu yang terkunci. Aku keluar dan
mengendap-endap di jendela dan aku mencoba mendengarkan. Aku ingin mendengar
?apa yang mereka katakan. Mereka sedang merencanakan untuk mengirim aku ke
?suatu tempat di mana aku akan dikunci! Ke suatu tempat di mana aku akan
mendapatkan 'serangkaian perawatan' atau apa. Kautahu, mereka menganggap aku
?gila, dan aku 107 ketakutan.... Karena karena aku tidak pasti apa yang telah aku lakukan dan apa
?yang tidak." "Dan apakah pada saat itu kau lalu melarikan diri?"
"Tidak itu kemudian...."
?"Ceritakan kepadaku." . "Aku tidak mau membicarakannya lagi."
"Cepat atau lambat, kau toh harus memberi tahu mereka di mana kau berada."
"Tidak! Aku membenci mereka. Aku juga membenci ayahku seperti aku membenci Mary.
Aku harap mereka mati. Aku harap kedua-duanya mati. Lalu lalu barangkali aku ?bisa berbahagia lagi."
"Jangan menjadi senewen! Coba pikirkan, Norma..." dia berhenti agak malu-malu...
"sebetulnya aku tidak begitu setuju dengan lembaga perkawinan dan segala omong
kosong itu... maksudku, tadinya aku pikir aku tidak akan mengambil langkah itu
?oh, pokoknya tidak untuk jangka waktu yang masih lama. Orang tidak mau terikat
tetapi, aku pikir sekarang, ini merupakan tindakan yang paling tepat untuk
?kita ambil, kau tahu" Kawin. Di kantor catatan sipil atau apa. Kau harus mengaku
sudah berusia di atas dua puluh satu tahun. Sanggullah rambutmu, dan pakailah
kaca mata atau apa, yang akan membuatmu kelihatan lebih tua. Sekali kita sudah
kawin, ayahmu ddak bisa berbuat apa-apa! Dan tidak bisa mengirimmu ke 'tempat'
yang kausebutkan itu. Dia tidak berdaya."
"Aku membencinya." i -
"Kau seakan-akan membenci semua orang."
"Hanya ayahku dan Mary."
"Ah, sebetulnya bagi seorang pria untuk kawin lagi itu bukan hal yang luar
biasa." 108 "Lihatlah apa yang telah diperbuatnya kepada ibuku."
"Semuanya itu tentunya sudah lama berlalu."
"Ya. Aku cuma seorang anak kecil waktu itu, tetapi aku ingat. Dia pergi dan
meninggalkan kami. Pada hari-hari Natal dia mengirimi aku hadiah tetapi dia
?sendiri tidak pernah datang. Pada saat dia kembali, aku sudah tidak bisa
mengenalinya lagi seandainya kami bertemu di jalan. Pada saat itu dia sudah
tidak berarti apa-apa lagi bagiku. Aku pikir dia pulalah yang telah menyebabkan
ibuku disingkirkan dari rumah. Bila sedang sakit, Ibu pergi. Aku tidak tal u ke
mana. Aku tidak tahu dia sakit apa. Terkadang aku berpikir... aku berpikir, David,
aku pikir ada yang tidak beres di kepalaku, kau tahu" Dan suatu saat hal ini
akan membuatku melakukan sesuatu yang betul-betul jahat. Seperti dengan pisau
itu." "Pisau apa?" "Tidak jadi soal. Cuma sebuah pisau."
"Nah, tidakkah kau dapat menjelaskan apa yang ka b arakan ini?"
"Aku pikir ada noda darah pada pisau itu pisau yang disembunyikan di sana... di


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?bawah kaos-kaos kakiku."
"Apakah kau ingat pernah menyembunyikan pisau itu di sana?"
"Aku kira begitu. Tetapi aku tidak ingat apa yang telah kuperbuat dengannya
sebelum itu. Aku tidak ingat di mana aku sebelumnya.... Ada satu jam penuh yang
hilang dari ingatanku malam itu. Satu jam penuh yang aku sendiri tidak tahu aku
di mana. Aku pernah ke suati. tempat dan berbuat sesuatu."
"Hus!" David cepat-cepat mendesis ketika si
109 pelayan mendekati meja mereka. "Jangan kuatir. Aku akan menjagamu. Ayo makan
lagi." Lalu dia berkata kepada si pelayan dengan suara nyaring, sambil
mengangkat daftar makanan... "Dua roti panggang dengan kacang."
Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSILKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
BBSG 110 BAB DELAPAN Hercule Poirot sedang mendikte sekretarisnya, Nona Lemon.
"Dan meskipun saya amat menghargai kehormatan yang telah Anda berikan kepada
saya, dengan menyesal sekali harus saya sampaikan bahwa...."
Telepon berdering, Nona Lemon mengulurkan tangannya. "Ya" Siapa?" Dia menutupkan
tangannya di atas mulut telepon dan berkata kepada Poirot, "Nyonya Oliver."
"Ah... Nyonya Oliver," kata Poirot. Sebetulnya dia tidak suka diganggu pada saat
ini, tetapi diterimanya juga tangkai telepon itu dari Nona Lemon. "Halo,"
katanya, "Hercule Poirot di sini."
"Oh, Tuan Poirot, saya begitu senang bisa ^menghubungi Anda! Saya sudah
menemukannya untuk Anda!"
"Maaf, bagaimana?"
"Saya sudah menemukan dia untuk Anda. Gadis Anda! Anda tahu, yang telah
melakukan pembunuhan atau yang menyangka dirinya telah melakukan pembunuhan itu.
Dia juga sedang menceritakannya, panjang lebar. Saya kira dia agak kurang waras.
Tetapi itu tidak penting sekarang. Apakah Anda mau datang untuk menemuinya?"
"Anda di mana, Nyonya yang baik?"
111 "Entah di mana ini antara gereja St. Paul dan gedung pentas Ikan Duyung dan yang
lain-lain. Jalan Calthorpe," kata Nyonya Oliver, tiba-tiba melihat keluar kotak
telepon umum di mana dia berdiri. "Apakah Anda pikir Anda bisa segera tiba di
sini" Mereka berada di rumah makan."
"Mereka?" "Oh, dia dan pemuda yang dianggap tidak sesuai menjadi pacarnya itu. Pemuda ini
sebetulnya baik, dan dia tampaknya amat menyayangi Norma. Saya tidak bisa
mengerti mengapa. Manusia memar g aneh. Nah, saya tidak mau berbicara terus,
karena saya mau kembali kepada mereka. Saya telah menguntit mereka, Anda tahu.
Saya kebetulan masuk ke rumah makan ini dan melihat mereka di sana."
"Aha" Anda sudah berlaku cerdik, Nyonya."
"Tidak, sebetulnya tidak. Cuma kebetulan saja. Maksud saya, saya masuk ke sebuah
rumah makan kecil dan si gadis ini ada di sana, sedang duduk di sana."
"Ah. Kalau begitu Anda memang beruntung. Itu pun adalah bakat yang penting."
"Dan saya duduk di meja di samping mereka, tetapi Norma membelakangi saya. Dan
saya kira dia toh tidak akan mengenali saya. Saya telah mengubah tata rambut
saya. Apalagi mereka berbicara seolah-olah tidak ada orang lainnya di dunia ini.
Ketika mereka memesan tambahan makanan lagi kacang panggang (saya tidak ? ?suka kacang panggang, saya selalu merasa heran mengapa orang-orang)...."
"Jangan urusi kacang panggangnya. Teruskan.
112 Anda meninggalkan mereka untuk keluar menelepon. Betul?"
"Ya. Karena kacang panggang inilah yang telah memberi saya waktu. Dan sekarang
saya mau kembali. Atau saya bisa juga menunggu di luar. Pokoknya, usahakan tiba
di sini secepat mungkin."
"Apa nama rumah makan itu?"'
"Merry Shamrock tetapi penampilannya tidak begitu ceria. Malah kelihatannya
?agak jorok, tetapi kopinya enak."
"Baiklah. Kembalilah. Dan saya akan tiba pada waktunya."
"Bagus," kata Nyonya Oliver dan memutuskan pembicaraan.
2 Nona Lemon yang selalu efisien, telah mendahului Poirot keluar ke jalan dan
sedang menunggu di samping sebuah taksi. Dia tidak mengajukan pertanyaan dan
tidak menunjukkan rasa ingin tahu. Dia tidak mengatakan kepada Poirot apa yang
akan dikerjakannya sementara Poirot pergi. Dia tidak perlu mengatakannya. Dia
selalu sudah tahu sendiri apa yang harus dikerjakannya dan dia selalu benar
dalam mengerjakannya. Seperti yang telah direncanakan, Poirot tiba di perempatan jalan Calthorpe. Dia
turun, membayar taksinya, dan memandang sekelilingnya. Dia melihat rumah makan
Merry Shamrock, tetapi di dekat tempat itu dia tidak melihat orang yang mungkin
menyerupai Nyonya Oliver, meskipun dalam keadaan menyamar. Dia berjalan ke ujung
jalan tersebut dan kembali lagi. Tidak ada Nyonya Oliver. Jadi, entah kedua
orang yang menjadi obyek perhatian
113 mereka ini telah meninggalkan rumah makan dan Nyonya Oliver sedang menguntit
mereka, atau ada sesuatu.... Untuk menjawab "ada sesuatu" inilah maka dia pergi kc
pintu rumah makan itu. Dari luar orang tidak bisa melihat ke dalam dengan jelas,
karena adanya embun di kacanya. Dibukanya pintu dengan perlahan, dan masuklah
ia. Matanya menyapu seluruh ruangan.
Dia segera melihat gadis yang pernah datang ke rumahnya pada waktu sarapan dulu.
Gadis ini sedang duduk seorang diri di sebuah meja dekat dinding. Dia sedang
merokok dan melamun. Tampaknya dia terbenam dalam alam pikirannya sendiri.
Tidak, pikir Poirot, bukan begitu. Dia tidak sedang berpikir. Dia seakan-akan
tenggelam di dalam kehampaan. Dia tidak ada di sini.
Dengan cepat Poirot menghampirinya dan duduk di kursi di depannya. Pada saat itu gadis ini mendongak, dan
sedikitnya Poirot merasa gembira karena gadis ini ternyata masih mengenalinya.
"Nah, kita bertemu lagi, Nona," kata Point ramah. "Saya lihat Anda mengenali
saya," "Ya. Ya, betul."
"Dikenali seorang gadis yang hanya pernah bertemu satu kali dan untuk waktu yang
singkat, membuat orang menjadi besar hati."
Norma masih menatapnya tanpa bicara.
"Dan bagaimana Anda bisa mengenali saya, kalau boleh saya tanya" Apa yang
membuat Anda mengenali saya?"
"Kumis Anda," kata Norma segera. "Tidak mungkin orang lain."
Poirot merasa gembira dengan jawaban ini dan mengusap kumisnya dengan perasaan
bangga dan 114 sombong, perasaan yang cenderung diperlihatkannya pada kesempatan-kesempatan
seperti ini. "Ah, ya, betul sekali. Memang tidak banyak kumis yang seperti ini. Memang bagus,
bukan?" "Ya ya barangkali."? ?"Ah, Anda mungkin bukan seorang penilai kumis yang ahli, tetapi, Nona Restarick
Nona Norma Restarick, bukan" saya dapat mengatakan dengan pasti, bahwa
? ?kumis ini adalah kumis yang amat bagus."
Poirot sengaja menyebut namanya. Pada mulanya gadis ini tampaknya demikian acuh,
demikian jauh dari keadaan nyata di sekelilingnya, sehingga Poirot berpikir
apakah dia akan menangkap kata-katanya. Dia menangkapnya. Dan ini
mengejutkannya. "Dari mana Anda mengetahui nama saya?" tanyanya.
"Memang Anda belum menyebutkan nama Anda kepada pelayan saya ketika Anda datang
menemui saya pagi itu."
"Dari mana Anda mengetahuinya" Bagaimana Anda bisa tahu" Siapa yang
mengatakannya"'* Poirot melihat kepanikannya, ketakutannya.
"Seorang teman yang memberi tahu saya," katanya. vTeman-teman bisa bermanfaat
sekali bagi kita." "Siapa?" "Nona, Anda suka menyembunyikan rahasia Anda dari saya. Saya pun suka
menyembunyikan rahasia saya dari Anda."
"Saya ddak mengerti bagaimana Anda bisa mengetahui siapa saya."
"Saya adalah Hercule Poirot," kata Poirot dengan anggunnya seperti kebiasaannya.
Lalu dia membiar - 115 kan gadis ini yang mengambil inisiatif berikutnya. Poirot hanya duduk di sana
sambil tersenyum ramah kepadanya.
"Saya..." gadis ini mulai, lalu berhenti. "Apakah..." lagi-lagi dia berhenti.
"Pada pagi hari itu pembicaraan kita belum sampai jauh, saya tahu," kata Hercule
Poirot. "Hanya sampai Anda memberi tahu saya bahwa Anda telah melakukan suatu
pembunuhan." "Oh, itu!" "Ya, Nona, itu." . . "Tetapi saya tidak bersungguh-sungguh, tentunya. Saya ?tidak bermaksud demikian. Maksud saya, itu cuma suatu lelucon."
"Betulkah" Anda datang menemui saya agak pagi hari itu, pada waktu jam sarapan,
dan Anda berkata bahwa hal itu mendesak. Mendesaknya disebabkan karena Anda
mungkin telah melakukan suatu pembunuhan. Begitukah cara Anda bergurau, heh?"
Seorang pelayan yang dari tadi memperhatikannya, memandang Poirot dengan
terpesona. Tiba-tiba ia menghampiri Poirot dan menyodorkan apa yang tampaknya
seperti sebuah kapal-kapalan dari kertas yang biasa dibuat main anak-anak pada
waktu mereka mandi. "Ini untuk Anda?" tanyanya. "Tuan Porritt" Seorang wanita tadi meninggalkannya."
"Ah, ya," kata Poirot. "Dan dari mana Anda mengetahui siapa saya?"
"Kata wanita itu, saya akan mengenali Anda dari kumis Anda. Katanya pasti saya
belum pernah melihat kumis seperti ini. Dan dia memang benar," tambahnya sambil
memandangi kumis Poirot. "Ah, terima kasih banyak."
116 Poirot mengambil kapal-kapalan itu dari' si pelayan, membuka lipatannya, dan
melicinkannya; membaca pesan yang tertulis dengan tergesa-gesa memakai pensil:
"Si pemuda akan pergi. Gadis itu tinggal, jadi saya tinggalkan dia untuk Anda
dan mengikuti si pemuda." Kertas ini ditandatangani Ariadne.
"Ah, ya," kata Hercule Poirot sambil melipat dan memasukkan kertas ini ke dalam
sakunya. "Apa yang sedang kita bicarakan tadi" Rasa humor Anda, saya kira, Nona
Restarick." "Apakah Anda hanya mengetahui nama saya atau atau Anda mengetahui segala
?sesuatunya mengenai saya?"
"Saya mengetahui beberapa hal mengenai Anda. Anda adalah Nona Norma Restarick,
alamat Anda di London adalah di Wisma Borodene nomor 67. Alanat rumah Anda
adalah di Crosshedges, Long Basing. Anda tinggal di sana bersama seorang ayah,
seorang ibu tiri, dan seorang kakek paman dan ah, ya, seorang gadis pendamping.
?Anda lihat, saya cukup mengetahuinya."
"Anda telah menyuruh orang menguntit saya."
"Tidak, tidak," kata Poirot. "Sama sekali tidak. Kalau soal ini saya berani
bersumpah." "Tetapi Anda bukan polisi, bukan" Anda tidak mengatakan bahwa Anda polisi."
"Saya bukan polisi, bukan."
Kecurigaannya dan pertahanannya akhirnya mencair.
"Saya tidak tahu harus berbuat apa," katanya.
"Saya tidak mendesak Anda untuk menyewa tenaga saya," kata Poirot. "Untuk
pekerjaan itu Anda sendiri telah mengatakan bahwa saya sudah terlalu tua.
Barangkali Anda benar. Tetapi karena
117 saya mengetahui siapa Anda dan mengetahui sesuatu mengenai Anda, tidak ada
alasan mengapa kesulitan yang Anda hadapi tidak bisa kita bicarakan dengan baik-
baik. Harus Anda ingat bahwa orang yang tua meskipun dianggap tidak berfungsi
lagi untuk bertindak, namun mempunyai segudang pengalaman yang dapat digali."
Norma masih terus menatapnya dengan ragu-ragu, dengan pandangan matanya yang
lebar yang sebelumnya juga telah menguatirkan Poirot. Tetapi bagaimanapun juga,
Norma merasa terperangkap, dan menurut hemat Poirot, pada saat ini dia ingin
dapat membicarakan masalahnya. Entah mengapa, Poirot memang orang yang mudah
diajak berbicara. "Mereka menganggap saya gila," katanya tanpa tedeng aling-aling. "Dan dan ?saya kira, memang saya gila."
"Itu amat menarik," kata Hercule Poirot dengan riang. "Ada bermacam-macam nama
untuk hal itu. Nama-nama yang mentereng. Nama-nama yang dengan mudah terluncur
dari mulut dokter penyakit jiwa, ahli ilmu jiwa, dan yang lain-lain. Tetapi
kalau Anda menyebutnya sebagai gila, ini menggambarkan dengan baik bagaimana
orang-orang awam memandangnya. Oke, kalau begitu Anda gila, atau Anda tampaknya
gila, atau Anda mengira Anda gila, dan mungkin juga Anda memang gila. Tetapi,
ini tidak berarti bahwa kondisinya parah. Ini penyakit yang umum diderita banyak
orang, dan biasanya dengan perawatan yang tepat, mudah disembuhkan. Ini timbul
karena orang telah menderita beban mental yang terlalu banyak, terlalu banyak
kuatir, terlalu banyak belajar untuk ujian, terlalu mengikuti emosinya, terlalu
fanatik dengan agamanya atau
118 sama sekali kurang dalam hal kerohanian, atau mempunyai alasan yang tepat untuk
membenci ayah atau ibunya! Bahkan bisa saja karena mengalami patah hati dalam
bercinta." "Saya mempunyai ibu tiri. Saya membencinya, dan saya kira saya pun membenci ayah
saya. Itu kedengarannya sudah terlalu banyak, bukan?"
"Biasanya lebih umum membenci hanya salah satu dari mereka," kata Poirot. "Anda,
saya kira, amat menyayangi ibu Anda sendiri. Apakah dia bercerai atau
meninggal?" "Meninggal. Dia meninggal dua atau tiga tahun yang lalu."
"Dan Anda amat menyayanginya?"
"Ya, saya kira begitu. Maksud saya, tentu saja saya menyayanginya. Dia sakit-
sakitan dan harus sering pergi ke pand-panti perawatan."
"Dan ayah Anda?"
"Ayah telah kc luar negeri jauh sebelumnya. Dia pergi ke Afrika Selatan ketika
saya berusia lima atau enam tahun. Saya pikir dia menginginkan perceraian dari
Ibu, tetapi Ibu tidak mau. Ayah pergi ke Afrika Selatan dan berurusan dengan
tambang-tambang atau yangserupa itu. Pokoknya dia sering menulisi sava pada
waktu hari-hari Natal dan mengirimkan hadiah Natal atau mengaturnya supaya saya
dapat menerima hadiah Natal. Itu saja. Jadi saya tidak merasakan kehadirannya
benar-benar. Dia pulang sekitar setahun yang lalu karena dia harus membereskan
usaha paman saya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangannya. Dan
pada waktu dia pulang dia dia membawa istri baru ini bersamanya."?"Dan Anda merasa sakit hati?"
119 "Ya, memang." "Tetapi pada waktu itu ibu Anda kan sudah meninggal" Kawin lagi bagi seorang
laki-laki bukanlah sesuatu yang luar biasa. Terutama jika dia dan istrinya sudah
berpisah bertahun-tahun lamanya. Istri yang dibawanya ini, apakah dia adalah
wanita yang sama yang ingin dinikahi ayah Anda dulu ketika dia minta bercerai
dari ibu Anda?" "Oh, bukan, yang ini masih muda. Dan dia amat cantik dan" dia bersikap seolah-
olah dialah yang memiliki ayah saya!"
Setelah berhenti sebentar, gadis ini melanjutkan bicaranya dengan suara yang
?lain, yang agak kekanak-kanakan. "Saya pikir barangkali Ayah akan menyayangi
saya ketika dia pulang kali ini, dan memperhatikan saya dan tetapi wanita itu
?tidak mengizinkannya. Dia memusuhi saya. Dia telah mendesak saya keluar."
"Tetapi pada usia Anda kini, hal itu seharusnya tidak menjadi masalah. Ini malah
baik. Anda sudah tidak membutuhkan pengawasan orang lain lagi. Anda sudah bisa
berdiri di atas kaki sendiri, Anda bisa menikmati hidup, Anda bisa memilih
teman-teman Anda sendiri."
"Anda tidak akan berpikir demikian jika Anda tahu bagaimana sikap mereka di
rumah! Maksud saya, dalam hal memilih teman-teman saya sendiri."
"Kebanyakan gadis zaman sekarang harus menerima kritikan mengenai teman-teman
mereka," kata Poirot.
"Segalanya demikian berbeda," kata Norma. "Ayah saya sama sekali tidak seperti
yang saya ingat ketika saya berusia lima tahun. Tadinya dia suka bermain dengan
saya, selalu, dan begitu riang.
120 Sekarang dia tidak riang lagi. Dia selalu kuatir dan agak galak dan oh, amat
?lain." "Itu kan hampir lima belas tahun yang lampau, saya kira. Orang bisa berubah."
"Tetapi apakah orang akan berubah begitu banyak?"
"Apakah rupanya juga berubah?"
"Oh, tidak, tidak, itu tidak! Kalau Anda memandang lukisannya yang ada tepat di
atas kursinya, meskipun itu gambarnya ketika berusia jauh lebih muda, lukisan
itu persis sekali dengan dia sekaran Tetapi dia sama sekali tidak seperti apa


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang saya ingat." "Tetapi, Anakku, Anda kan tahu," kata Poirot dengan lemah lembut, "orang tidak
selamanya sama dengan apa yang ada di dalam ingatan kita. Jika kita mau
mengingat mereka sebagai orang-orang yang menyenangkan, dan riang, dan tampan,
kita sendiri yang melebihkan segalanya di dalam ingatan kita daripada yang
sesungguhnya." "Anda pikir begitu" Apakah Anda benar-benar berpikir begitu?" Dia diam sebentar,
kemudian mendadak berkata, "Tetapi menurut Anda, mengapa saya mau membunuh
orang?" Pertanyaan ini keluar dengan spontan. Inilah, sekarang masalahnya sudah
terbentang di hadapan mereka,. Poirot merasa, akhirnya mereka sudah tiba pada
titik yang menentukan. "Itu mungkin suatu pertanyaan yang menarik," kata Poirot, "dan mungkin ada
alasannya yang menarik juga. Orang yang mungkin dapat memberikan jawaban kepada
pertanyaan Anda tersebut haruslah seorang dokter. Dokter yang paham."
Reaksi gadis itu cepat sekali.
121 "Saya tidak akan pergi kc dokter. Saya tidak akan mendekati seorang dokter!
Mereka mau mengirim saya ke dokter, dan saya akan disingkirkan di salah satu
rumah sakit jiwa dan mereka tidak akan mengizinkan saya keluar lagi. Saya tidak
mau begitu." Ia bersiap-siap berdiri.
"Bukan saya yang akan mengirim Anda ke dokter! Anda tidak perlu takut. Anda bisa
kc dokter atas kehendak Anda sendiri, kalau Anda mau. Anda bisa menceritakan
kepadanya hal-hal yang telah Anda ceritakan kepada saya, dan Anda bisa bertanya
kepadanya mengapa, dan barangkali dia dapat memberitahukan sebabnya."
"Itulah yang dikatakan David. Itulah menurut David yang perlu saya kerjakan,
tetapi saya pikir saya pikir dia tidak mengerti. Saya berarti harus ?menceritakan kepada dokter itu bahwa saya saya barangkali pernah mencoba
?melakukan hal-hal...."
"Apa yang membuat Anda berpikir bahwa Anda telah melakukannya?"
"Karena saya tidak selalu dapat mengingat apa yang telah saya kerjakan atau
?di mana saya pernah berada. Saya bisa kehilangan satu jam dua jam dan saya
? ?tidak bisa mengingatnya. Saya pernah berada di suatu lorong suatu lorong di
?luar sebuah pintu, pintu wanita itu. Saya membawa sesuatu di tangan saya
?tidak tahu dari mana saya memperolehnya. Dia berjalan mendekati saya.... Tetapi
ketika dia telah dekat dengan saya, wajahnya berubah. Dia bukan dia lagi. Dia
sudah berubah menjadi orang lain."
"Barangkali Anda sedang teringat suatu mimpi buruk. Dalam mimpi buruk memang
orang bisa berubah menjadi orang lain."
122 "Bukan mimpi buruk. Saya memungut pistol itu pistol itu terletak di dekat
?kaki saya...." "Di suatu lorong?"
"Tidak, di halaman. Dia datang dan mengambilnya dari saya." "Siapa?"
"Claudia. Dia membawa saya ke atas dan memberi saya minuman yang pailit."
"Di manakah ibu tiri Anda pada saat itu?"
"Dia juga berada di sana.... Tidak, dia tidak di sana. Dia berada di Crosshedges.
Atau di rumah sakit. Di situlah mereka mendapatkan bahwa dia menderita keracunan
dan bahwa sayalah pelakunya."
?"Bisa saja bukan Anda bisa saja orang yang lain."
?"Orang lain siapa?"
"Barangkali suaminya." " "Ayah" Mengapa Ayah mau meracuni Mary" Ayah amat
?sayang kepadanya. Ayah tergila-gila padanya!"
"Di dalam rumah masih ada orang-orang "lain, bukan?"
"Paman Roderick yang tua" Tidak masuk akal!"
"Siapa tahu?" kata Poirot. "Mungkin pikirannya terganggu. Mungkin dia menganggap
itu kewajibannya untuk meracuni seorang wanita yang boleh jadi adalah seorang
mata-mata yang cantik-. Semacam itulah."
"Itu amat menarik," kata Norma. Untuk sementara perhadannya teralihkan, dan ia
berbicara .dengan sikap yang normal. "Paman Roderick memang banyak terlibat
dengan mata-mata dan semuanya itu dalam perang yang terakhir. Siapa lagi yang
ada di 123 sana" Sonia" Mungkin dia bisa dianggap sebagai mata-mata yang cantik, tetapi
menurut saya, potongannya tidak mirip."
"Ya, dan rasanya juga tidak ada cukup alasan mengapa ia akan membunuh ibu tiri
Anda. Tentunya masih ada juga pembantu-pembantu, tukang kebun?"
"Tidak, mereka hanya datang setiap pagi. Saya pikir yah, mereka bukanlah ?jenis manusia yang bisa punya alasan untuk itu."
"Mungkin dia yang melakukannya sendiri."
"Bunuh diri, maksud Anda" Seperti satunya?"
"Itu suatu kemungkinan."
"Saya tidak bisa membayangkan Mary mau bunuh diri. Pikirannya terlalu sehat. Dan
lagi pula mengapa dia mau bunuh diri?"
"Ya, dan Anda berpikir, seandainya dia mau, dia akan memilih menghirup gas
beracun dari kompornya, atau dia akan berbaring dengan indahnya di atas tempat
tidurnya dan minum obat tidur dalam dosis yang tinggi. Betulkah?"
"Nah, bukankah itu cara yang lebih cocok dengan kepribadiannya" Jadi," kata
Norma sungguh-sungguh, "tentunya saya."
"Aha," kata Poirot, "itu menarik sekali bagi saya. Seakan-akan Anda hampir lebih
menyukai anggapan bahwa Andalah pelakunya. Anda tertarik pada ide ini, bahwa
tangan Andalah yang telah memberikan dosis fatal ini atau itu. Ya, Anda menyukai
ide itu." "Berani betul Anda berpikir demikian! Bagaimana bisa?"
"Karena saya lihat, inilah kenyataannya," kata Poirot. "Mengapa ide bahwa Anda
telah melakukan 124 pembunuhan itu membangkitkan gairah Anda, menyenangkan hati Anda?"
"Itu tidak betul."
"Masa?" kata Poirot.
Norma meraih tasnya dan mulai meremas-remasnya dengan jarinya yang gemetaran.
"Saya tidak sudi membuang-buang waktu di sini dan mendengarkan Anda berbicara
demikian mengenai saya." Dia memberikan isyarat kepada si pelayan, yang lalu
menghampiri sambil menulis di atas buku bonnya, merobek satu halamannya, dan
meletakkan kertas itu di dekat piring Norma.
"Biar saya," kata Hercule Poirot.
Dengan cepat diambilnya kertas secarik itu dan bersiap-siap mengeluarkan
dompetnya dari sakunya. Norma merebut kertas itu kembali.
"Tidak, saya tidak mengizinkan Anda membayar untuk saya."
"Sesuka Andalah," kata Poirot.
Dia telah melihat apa yang ingin dilihatnya. Bon itu adalah untuk pesanan dua
orang. Jadi rupanya si David yang keren tidak berkeberatan bonnya dibayari
seorang gadis yang tergila-gila padanya.
"Jadi Andalah yang mentraktir'seorang teman, saya lihat."
"Dari mana Anda tahu saya tadi bersama teman?"
"Anda saya beritahu, saya tahu banyak."
Norma meninggalkan uang-uang logam di atas meja, lalu bangkit. "Saya akan pergi
sekarang," katanya, "dan saya tidak mengizinkan Anda mengikuti saya."
"Saya pun ragu-ragu apakah saya bisa," kata Poirot. "Anda harus ingat usia saya
yang lanjut. 125 Kalau Anda akan berlari ke jalan, pasti saya tidak dapat menyusul Anda."
Dia bangkit dan berjalan menuju ke pintu. "Anda dengar" Anda tidak boleh
mengikuti saya." "Paling sedikit, izinkanlah saya membukakan pintu untuk Anda."
Poirot melakukannya dengan gaya. "Sampai bertemu lagi, Nona."
Norma memandangnya dengan curiga dan berjalan keluar dengan langkah yang cepat,
sambil menoleh ke belakang dari waktu ke waktu. Poirot tetap berada di pintu
mengawasinya, tanpa berusaha keluar atau menyusulnya. Ketika dia sudah hilang
dari pandangannya, Poirot kembali ke dalam rumah makan.
"Dan apa artinya semua ini?" kata Poirot kepada dirinya sendiri.
Si pelayan menghampirinya dengan wajah cemberut. Poirot kembali duduk di mejanya
dan meredakan kejengkelannya dengan memesan secangkir kopi. "Di sini ada sesuatu
yang amat aneh," gumamnya kepada dirinya sendiri. "Ya, sesuatu yang aneh betul."
Secangkir cairan coklat muda disodorkan di hadapannya. Poirot mencicipinya dan
meringis. Dia bertanya-tanya, di manakah Nyonya Oliver pada saat ini.
126 BAB SEMBILAN Nyonya ouver duduk di dalam bus. Dia sedikit kehabisan napas, meskipun penuh
gairah melakukan pengejaran ini. Pemuda yang di dalam hadnya sendiri diberi
julukan si Burung Merak, berjalan dengan langkah-langkah yang cepat. Nyonya
Oliver bukanlah orang yang bisa berjalan cepat. Berjalan sepanjang Embankment,
Nyonya Oliver mengikutinya dari jarak sekitar dua puluh meter. Di Charing Cross
pemuda itu naik kereta bawah tanah. Nyonya Oliver juga naik kereta bawah tanah.
Di Sloane Square pemuda itu turun, begitu juga Nyonya Oliver. Nyonya Oliver
berdiri pada antrian bus, tiga atau empat orang di belakang pemuda itu. Pemuda
itu naik ke bus, begitu pula Nyonya Oliver. Pemuda itu turun di World's End,
begitujuga Nyonya Oliver. Pemuda itu terjun ke serangkaian jalan-jalan antara
King's Road dan sebuah kali. Dia membelok ke suatu tempat yang tampaknya seperti
sebuah dok. Nyonya Oliver berdiri di kegelapan bayangan sebuah ambang pintu dan
mengawasi. Pemuda itu berbelok ke suatu gang, Nyonya Oliver setelah menunggu
sebentar, menyusulnya : pemuda itu sudah menghilang. Nyonya Oliver mengintip ?keadaan sekelilingnya. Tempat itu tampaknya sudah usang. Dia berjalan sedikit
lebih jauh di gang itu. Ada
127 gang-gang lain yang bercabang dari sana beberapa dari antaranya adalah gang
?buntu. Nyonya Oliver merasa tersesat ketika sekali lagi dia sampai di galangan
kapal itu, dan suatu suara terdengar di belakangnya, yang sangat mengagetkannya.
Suara itu berkata dengan sopan, "Saya harap saya tidak berjalan terlalu cepat
untuk Anda." Nyonya Oliver berpaling dengan mendadak. Tiba-tiba apa yang tadinya hanyalah
permainan yang mengasyikkan, suatu pengejaran yang dilakukannya dengan gembira
dan tanpa was-was, sekarang sudah bukan itu lagi. Apa yang dirasakannya sekarang
adalah suatu detak ketakutan. Ya, dia ketakutan. Suasana tiba-tiba menjadi
berbahaya. Suara yang berbicara itu ramah, sopan; tetapi Nyonya Oliver tahu,
bahwa di balik itu ada nada amarah amarah yang timbul dengan spontan, yang
?mengingatkannya kepada segala hal yang membingungkan yang dibacanya di surat-
surat kabar: Perempuan tua diserang, segerombolan pemuda pemuda-pemuda yang
?tidak berbelas kasihan, kejam, yang dikendalikan oleh perasaan benci dan
keinginan untuk menyakiti. Ini adalah pemuda yang telah dikuntitnya. Dia sudah
mengetahui kehadiran Nyonya Oliver, lalu menyelinap menghilang, dan kemudian
pemuda itu mengikutinya sampai ke .gang ini, dan dia sekarang berdiri di sini,
menghalangi jalan keluarnya. Sebagaimana keadaan London yang menakutkan, pada
suatu saat Anda berada di tengah-tengah banyak orang, dan pada saat berikutnya
satu orang pun tidak tampak. Di jalan-jalan yang bersebelahan dan rumah-rumah
yang berdekatan, pasti ada orang, tetapi yang lebih dekat kepadanya sekarang
adalah sesosok tubuh 128 yang tegap, sesosok tubuh dengan tangan-tangan yang kuat dan kejam. Nyonya
Oliver merasa yakin bahwa pada saat ini, pemuda ini sedang berpikir untuk
menggunakan tangan-tangan tersebut.... Si Burung Merak. Burung Merak yang sombong.
Mengenakan beludrunya, celana hitamnya yang ketat dan bagus, berbicara dengan
suaranya yang tenang, ironis, geli, yang di baliknya bernada marah. Nyonya
Oliver tergagap tiga kali. Lalu setelah mengambil keputusan dengan tiba-tiba dia
menunjukkan pertahanan yang sudah dipertimbangkannya. Dengan tegas dia segera
duduk di atas sebuah tong sampah yang bersandar pada dinding di dekatnya.
"Astaga, Anda telah mengejutkan saya," katanya. "Saya sama sekali tidak tahu
bahwa Anda ada di sini. Saya harap Anda tidak marah."
"Jadi Anda memang menguntit saya?"
"Ya, begitulah. Saya kira Anda tentunya jengkel ya" Saya tadinya berpikir bahwa
ini merupakan kesempatan yang bagus. Saya tahu, Anda tentunya marah sekali,
tetapi itu tidak perlu. Betul. Begini..." Nyonya Oliver mendudukkan dirinya lebih
mapan lagi di atas tong sampah itu .... "Begini, pekerjaan saya adalah menulis
buku. Saya menulis cerita-cerita detektif dan tadi pagi saya betul-betul kuatir.
Maka saya masuk ke sebuah "rumah makan untuk minum kopi dan mencari suatu jalan
keluar. Saya baru saja "sampai di bagian cerita saya di mana saya sedang
mengikuti jejak seseorang. Maksud saya, lakon saya yang sedang mengikuti jejak
seseorang. Dan saya berpikir dalam hati, 'Saya sebeiulnya tidak begitu tahu
mengenai pekerjaan menguntit orang.' Maksud saya, saya selalu memakai istilah
ini di dalam buku-buku saya dan saya telah membaca banyak
129 buku di mana seseorang menguntit orang lain, dan saya berpikir apakah pekerjaan
itu semudah yang diceritakan dalam beberapa buku, atau sesukar yang diceritakan
dalam buku-buku yang lain. Jadi saya berpikir, 'Nah, satu-satunya jalan adalah
untuk mencobanya sendiri' karena sebelum seseorang mencoba sendiri, mana dia ?bisa tahu bagaimana-rasanya. Maksud saya, Anda tidak akan tahu bagaimana
rasanya,- atau apakah Anda menjadi kuatir pada waktu Anda kehilangan jejak. Lalu
kebetulan pada waktu itu saya mendongak dan di sanalah Anda sedang duduk di meja
di sebelah saya di rumah makan itu, dan saya pikir Anda merupakan saya harap
?Anda jangan marah lagi tetapi saya pikir Anda merupakan orang yang cocok
?sekali untuk dikuntit."
David masih menatapnya dengan sepasang mata birunya yang begitu aneh dan dingin,
namun Nyonya Oliver merasa bahwa akhirnya tanda-tanda ketegangan telah memudar.
"Mengapa saya merupakan orang yang cocok sekali untuk dikuntit?"
"Yah, Anda begitu menyolok," Nyonya Oliver menjelaskan. "Pakaian Anda betul-
betul menarik, hampir seperti ningrat, Anda tahu, dan saya pikir, nah, saya bisa
mengambil keuntungan dari mudahnya Anda dapat dibedakan dari orang-orang lain.
Jadi, ketika Anda meninggalkan rumah makan, saya pun meninggalkannya. Dan
pekerjaan ini ternyata tidak mudah." Nyonya Oliver mendongak memandangnya.
"Tidak berkeberatankah Anda memberi tahu saya apakah Anda sudah mengetahui dari
semula bahwa saya menguntit Anda?"
"Tidak dari semula, tidak."
130 "Ah, begitu," kata Nyonya Oliver berpikir. "Tetapi, tentu saja, saya tidak
menonjol seperti Anda. Maksud saya, Anda tentunya tidak mudah membedakan saya
dari begitu banyak wanita-wanita tua lainnya. Saya tidak menyolok, bukan?"
"Apakah Anda menulis buku-buku yang diterbitkan" Pernahkah saya melihatnya?"
"Yah, saya tidak tahu. Barangkali Anda pernah. Saya telah menulis empat puluh
tiga buku sampai hari ini. Nama saya Oliver."
"Ariadne Oliver?"
"Ah, jadi Anda tahu nama saya juga," kata Nyonya Oliver. "Nah, itu agak
menyenangkan, tentu saja, meskipun saya berani menduga bahwa Anda tidak akan
menyukai tulisan-tulisan saya. Anda pasti menilainya kolot kurang mengandung
?kekerasan." "Sebelum ini Anda tidak mengenal saya pribadi?"
Nyonya Oliver menggelengkan kepalanya. "Tidak, saya yakin saya tidak kenal
Anda tadinya, maksud saya."
?"Dan gadis yang tadi bersama saya?"
"Maksud Anda yang makan kacang panggang, kan bersama Anda di rumah makan
? ?tadi" Tidak, saya kira tidak. Tentu saja saya hanya melihat belakang kepalanya.
Bagi saya nah, maksud saya gadis-gadis sekarang banyak yang serupa, bukan?"
?"Dia mengenal Anda," kata pemuda itu tiba-tiba. Nada suaranya tiba-tiba menjadi
tajam menusuk. "Dia pernah mengatakan suatu kali bahwa dia pernah berjumpa
dengan Anda tidak lama berselang. Sekitar seminggu yang lalu, kalau tidak
salah." "Di mana" Apakah di suatu pesta" Barangkali saya pernah bertemu dengannya.
Siapakah hamanya" Barangkah saya tahu."
?131 Nyonya Oliver melihat bahwa pemuda ini sedang ragu-ragu, apakah akan menyebutkan
nama gadis itu atau tidak-tetapi kemudian dia memutuskan untuk mengatakannya dan
dia mengawasi reaksi wajah Nyonya Oliver dengan saksama.
"Namanya Norma Restarick."
"Norma Restarick. Oh, tentu saja, ya, di suatu pesta di luar kota. Di tempat
yang namanya tunggu sebentar Long Norton, bukan" Saya tidak mengingat nama? ?rumahnya. Saya ke sana bersama beberapa orang teman. Saya pikir saya ddak akan
mengingatnya, meskipun - kalau tidak salah dia pernah menyinggung tentang buku-
buku saya. Bahkan saya menjanjikan untuk memberinya sebuah. Aneh, bukan, saya
bisa memutuskan untuk memilih menguntit seseorang yang sedang duduk bersama
orang yang sedikit banyak saya kenal juga. Amat aneh. Saya kira saya tidak bisa
membuat cerita begini di dalam buku saya. Kelihatannya terlalu kebetulan sekali,
bukan?" Nyonya Oliver bangkit dari duduknya.
"Astaga, saya duduk di mana" Sebuah tong sampah! Yah ampun! Dan tong sampah yang
tidak begitu baik pula." Dia mencium-cium. "Saya berada di tempat apa ini?"
David sedang menatapnya. Tiba-tiba Nyonya Oliver merasa bahwa dia sudah salah
menilai segalanya. "Gila aku," pikir Nyonya Oliver, "gila aku. Menyangkanya
berbahaya, bahwa dia akan berbuat sesuatu terhadap aku." Pemuda itu sedang


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersenyum padanya dengan daya tariknya yang luar biasa. Kepalanya bergerak
sedikit, dan rambutnya yang coklat berombak ikut bergerak di bahunya.
132 Zaman sekarang pemuda-pemuda adalah makhluk-makhluk yang begitu menakjubkan!
"Paling tidak," kata pemuda itu, "saya bisa menunjukkan kepada Anda di mana Anda
telah sampai dengan menguntit saya. Ayo, marilah naik anak tangga ini." Dia
menunjuk pada sebuah anak tangga yang reyot yang menuju ke suatu ruangan di
loteng. "Naik anak tangga ini?" Nyonya Oliver merasa agak bimbang dengan ajakan ini.
Mungkin pemuda ini mencoba memperdayanya naik ke atas dengan daya tariknya, dan
kemudian dia akan mengepruk kepalanya. "Percuma, Ariadne," kata Nyonya Oliver
kepada dirinya sendiri, "kau telah membawa dirimu ke dalam kesulitan ini,
sekarang kau harus terus dan mencari apa yang dapat kautemukan."
"Menurut Anda, dapatkah tangga ini menahan berat badan saya?" tanya Nyonya
Oliver. "Kelihatannya amat rapuh."
"Cukup kuat. Saya akan naik dulu," kata pemuda itu, "dan menunjukkan jalannya
kepada Anda." Nyonya Oliver menaiki tangga yang sempit di belakang pemuda itu. Percuma saja.
Di dalam hatinya dia masih ketakutan. Lebih takut akan tempat ke mana si Burung
Merak ini akan membawanya daripada terhadap si Burung Merak itu sendiri. Nah,
dia akan tahu sendiri dalam waktu yang singkat. Pemuda itu mendorong sebuah
pintu di loteng itu sampai terbuka, lalu masuk ke sebuah ruangan. Ruangan ini
besar dan kosong, dan merupakan sebuah studio seniman, dari jenis yang paling
sederhana. Beberapa kasur terletak di sana-sini di atas lantai. Ada beberapa
kanvas yang disandarkan di dinding, dua buah papan lukis.
133 Ruangan ini dipenuhi bau cat. Ada dua orang di dalam ruangan ini. Seorang pemuda
berjenggot sedang berdiri di depan sebuah papan lukis, sedang melukis. Dia
memalingkan kepalanya pada waktu mereka masuk.
"Halo, David," katanya, "membawa tamu bagi kami?"
Pikir Nyonya Oliver, dia adalah pemuda yang paling jorok yang pernah dilihatnya.
Rambutnya yang hitam berlemak tergantung panjang di belakang lehernya dan
menutupi matanya. Kecuali jenggotnya, wajahnya tidak dicukur, pakaiannya
sebagian besar terdiri atas bahan kulit hitam yang berlepotan minyak dan sepatu
bot tinggi. Pandangan Nyonya Oliver melewati pemuda ini terus ke seorang gadis
yang berfungsi sebagai model. Dia berada di kursi kayu di atas panggung,
setengah berbaring, kepalanya menengadah ke belakang dan rambutnya yang hitam
terjurai ke bawah. Nyonya Oliver segera mengenalinya. Dia adalah gadis kedua
dari kedga gadis di Wisma Borodene. Nyonya Oliver tidak mengingat nama
keluarganya, tetapi dia masih mengingat nama kecilnya. Dia adalah si pesolek
yang acuh-tak-acuh, yang bernama Frances.
"Kenalkan, in; Peter," kata David, menunjuk artis yang penampilannya agak
memuakkan itu. "Salah seorang jenius kami yang sedang berkembang. Dan Frances,
yang berpose sebagai seorang gadis yang nekat minta digugurkan kandungannya."
"Tutup mulutmu, Monyet," kata Peter.
"Tidakkah saya mengenal Anda?" kata Nyonya Oliver dengan riang, tanpa
menunjukkan kepastian perasaannya. "Saya yakin saya pernah melihat Anda entah di
mana! Dan belum lama berselang pula."
134 "Anda Nyonya Oliver, bukan?" kata Frances. "Itulah katanya," kata David. "Betul
juga, bukan?" "Nah, di mana ya saya pernah bertemu Anda?" lanjut Nyonya Oliver. "Di salah satu
pesta, bukan" Tidak. Coba saya ingat. Saya tahu. Di Wisma Borodene."
Frances sekarang sudah duduk tegak di kursinya dan berbicara dengan suara yang
malas namun dengan nada yang menarik. Peter mengeluh keras.
"Nah, kaurusak posenya! Apakah kau harus bergoyang-goyang begitu" Tidakkah kau
bisa diam?" "Tidak, aku tidak sanggup lagi. Posenya susah. Bahuku terasa pegal semua."
, "Saya sedang mencari pengalaman menguntit orang," kata Nyonya Oliver.
"Ternyata lebih sulit daripada yang saya bayangkan. Apakah ini studio seniman?"
tambahnya memandang sekelilingnya dengan gembira.
"Beginilah rupanya studio seniman zaman sekarang, sejenis ruangan di loteng ?dan untung kalau orang tidak terjeblos ke bawah dari lantainya," kata Peter.
"Di sini tersedia segalanya yang kami butuhkan. Ada sinar matahari dari utara,
dan ruangan yang besar, dan kasur untuk tidur, dan kakus di bawah yang kami bagi
berempat dan apa yang kami sebut sebagai fasilitas memasak. Dan juga ada satu
?dua botol minuman," tambahnya. Ia berpaling kepada Nyonya Oliver, dan dengan
nada suara yang sama sekali berlainan, nada yang betul-betul sopan, ia berkata,
"Dan bolehkah kami menawari Anda minum?"
"Saya tidak minum," kataf^r^^^^- {
i n "JAYA ABAOf "
YGGYAK/JRTft "Nyonya ini tidak minum," seru David. "Siapa yang menduganya!"
"Kata-kata Anda agak kasar, tetapi Anda benar," kata Nyonya Oliver. "Kebanyakan
orang yang mendatangi saya berkata, 'Saya selalu mengira Anda minum seperti
ikan."' Dia membuka tasnya dan serta merta tiga ikal rambut kelabu jatuh di lantai. ?David memungutnya dan menyerahkannya kembali kepadanya.
"Oh! Terima kasih." Nyonya Oliver mengambilnya. "Pagi ini saya tidak ada waktu.
Coba saya lihat apakah saya masih mempunyai jepit." Dia merogoh-rogoh tasnya dan
mulai melekatkan ikal-ikal itu di kepalanya.
Peter tertawa terbahak-bahak. "Hebat," katanya.
"Aneh sekali," pikir Nyonya Oliver dalam had, "bagaimana aku tadi sampai
berpikir bahwa aku mungkin berada dalam bahaya" Bahaya dari orang-orang ini"
?Biar bagaimanapun rupanya, mereka sebetulnya amat ramah dan baik. Memang betul
apa yang dikatakan orang tentang aku. Aku terlalu suka berkhayal."
Tak lama kemudian Nyonya Oliver mengatakan bahwa ia harus pergi, dan David,
dengan sopan santun seorang pangeran, membantunya menuruni tangga yang reyot itu
dan memberinya petunjuk yang jelas bagaimana menuju ke King's Road dalam waktu
yang paling singkat. "Lalu," katanya. "Anda bisa naik bus atau taksi jika Anda mau."
?"Taksi," kata Nyonya Oliver. "Kaki saya betul-betul sudah mati. Secepatnya saya
terhenyak di taksi semakin baik. Terima kasih," tambahnya, "atas kebaikan Anda
untuk tidak marah setelah saya
136 menguntit Anda dengan cara yang tentunya tampak aneh sekali. Padahal saya kira,
mata-mata atau detektif swasta atau apa pun nama mereka, ddak ada yang
potongannya mirip saya."
"Barangkali tidak," kata David serius. "Di sini ke kiri kemudian ke kanan,
?lalu ke kiri lagi sampai Anda melihat kali itu dan berjalanlah mengikutinya,
kemudian belok kanan dan lurus."
Anehnya, sementara Nyonya Oliver berjalan menyeberangi halaman yang jorok itu,
perasaan was-was dan tegangnya kembali lagi. "Aku tidak boleh terbawa
imajinasiku lagi." Dia menoleh ke anak tangga dan ke jendela studio itu. David
masih berdiri di sana memandangnya. "Tiga orang muda yang semuanya baik-baik,"
kata Nyonya Oliver kepada dirinya. "Baik sekali dan amat ramah. Kiri di sini,
kemudian kanan. Hanya karena penampilan mereka yang agak lain, orang lalu
mempunyai pendapat yang aneh-aneh bahwa mereka itu berbahaya. Apakah ke kanan
lagi" atau ke kiri" Kiri, aku kira. Oh, ampun, kakiku. Dan akan hujan pula."
Jalan yang ditempuhnya seperti tidak ada habis-habisnya dan King's Road seakan-
akan semakin jauh saja. Sekarang dia malah sudah tidak mendengar suara lalu
lintas lagi .... Dan di manakah gerangan kali itu" Dia mulai curiga bahwa dia
telah salah mengikuti petunjuk.
"Ah, sudahlah," pikir Nyonya Oliver, "lambat laun kan aku akan tiba di suatu
tempat kali itu, atau Putney, atau Wandsworth, atau entah mana!" Dia bertanya
?kepada seseorang yang kebetulan lewat, di mana arah King's Road, tetapi orang
ini ternyata adalah orang asing yang tidak bisa berbahasa Inggris.
137 Nyonya Oliver membelok lagi dengan kesal, dan di sanalah di depannya tampak air
yang berkilauan. Dia bergegas menghampirinya lewat jalan kecil yang sempit, dan
ketika ia mendengar ada langkah-langkah kaki di belakangnya, dia setengah
menoleh, tetapi pada saat itu kepalanya dihantam dari belakang, dan dunianya
menjadi pecah berbintang-bintang.
138 BAB SEPULUH Suatu suara mengatakan, "Minumlah ini."
Norma menggigil. Matanya agak bingung. Dia mundur sedikit di atas kursinya.
Perintah itu diulangi lagi. "Minumlah ini." Kali ini Norma minum dengan patuh,
lalu tersedak sedikit. "Ini terlalu terlalu keras," gagapnya.?"Akan menenangkan Anda. Anda akan merasa lebih baik dalam sekejap. Duduk saja
dan tunggulah." Rasa mual dan pusing yang membingungkannya mulai lenyap. Pipinya mulai merona
lagi, dan gemetarnya berkurang. Untuk pertama kalinya dia memandang
sekelilingnya. Tadinya dia dicekam perasaan takut dan ngeri, tetapi sekarang
rasanya semua mulai kembali normal. Ruangan ini sedang-sedang saja ukurannya dan
perabotannya tampak tidak asing. Sebuah meja, sebuah dipan, sebuah kursi
berlengan, sebuah kursi biasa, sebuah stetoskop di meja kecil dan beberapa
peralatan yang diduganya ada hubungannya dengan mata. Lalu perhatiannya beralih
dari yang umum kepada yang khusus. Kepada orang yang menyuruhnya minum tadi.
Dia melihat seorang pria yang mungkin berusia tiga puluhan dengan rambut merah
dan seraut wajah yang jelek tetapi menarik, jenis wajah yang keras
139 namun hidup. Orang itu mengangguk kepadanya dengan gaya yang meyakinkan. "Mulai
sadar kembali?" "Saya saya kira begitu. Saya apakah Anda apa yang terjadi?" "Anda tidak
? ? ?ingat?" "Lalu lintas itu. Saya mobil itu menuju ke arah saya mobil itu...." Norma
? ?memandangnya. "Saya tertabrak."
"Oh, tidak, Anda tidak tertabrak." Orang itu menggelengkan kepalanya. "Berkat
saya." "Anda?"
"Ya. Anda berdiri di sana, di tengah-tengah jalan, sebuah mobil sedang melaju ke
tempat Anda, dan saya keburu berhasil menarik Anda ke tepi. Apa yang sedang Anda
pikirkan, menyelonong seperti itu di keramaian lalu lintas?"
"Saya tidak ingat. Saya ya, saya kira, saya pasti sedang memikirkan hal yang
?lain." "Sebuah mobil Jaguar melaju dengan cepat, dan di sebelah lainnya sebuah bus
mendekat. Mobil itu tidak bermaksud melanggar Anda atau apa, bukan?"
"Saya tidak, tidak, tentu saja tidak. Maksud saya, saya...."
?"Nah, saya menjadi curiga mungkin ada apa-apanya, bukan?"
?"Maksud Anda?"
"Mungkin suatu kesengajaan, Anda tahu?" "Apa yang Anda maksudkan dengan
kesengajaan?" "Saya cuma menduga saja, apakah Anda tidak berusaha bunuh diri?" Tambahnya
sambil lalu, "Iya, kan?"
"Saya tidak... oh tidak, tentu saja tidak."? ?140
"Jika betul, itu adalah cara yang konyol sekali." Nadanya berubah sedikit. "Ayo,
coba, Anda tentunya dapat mengingat sesuatu mengenai kejadian itu."
Norma mulai menggigil lagi. "Saya pikir saya pikir semuanya akan berlalu.
?Saya pikir...." "Jadi, Anda memang berusaha bunuh diri, bukan" Mengapa" Anda bisa
menceritakannya kepada saya. Pacar" Itu bisa membuat seseorang merasa cukup
sedih. Apa lagi selalu ada harapan bahwa jika Anda bunuh diri, Anda akan
membuatnya merasa menyesal tetapi kita tidak boleh mengandalkan itu. Orang
?tidak suka merasa menyesal atau merasa bersalah. Apa yang malah mungkin
dikatakan sang pacar adalah, 'Aku selalu mengira dia tidak waras. Ini adalah
jalan yang paling baik.' Ingatlah ini, jika lain kali Anda merasa terdorong
untuk menubruk Jaguar lagi. Jaguar pun punya perasaan yang harus
dipertimbangkan. Apakah itu masalahnya" Anda ditinggal pacar?"
"Tidak," kata Norma. "Oh, tidak. Malah sebaliknya." Tambahnya tiba-tiba, "Dia
mau menikahi saya." "Itu bukan alasan untuk melemparkan diri Anda di depan sebuah mobil Jaguar."
"Iya, itu cukup alasan. Saya melakukannya karena...." Dia berhenti.
"Sebaiknya Anda ceritakan semuanya kepada saya, bukan?"
"Bagaimana saya bisa sampai di sini?" tanya Norma.
"Saya yang membawa Anda kemari dengan taksi. Anda tidak kelihatan terluka
?cuma sedikit lecet saja, saya kira. Hanya saja Anda kelihatan ketakutan
141 setengah mati, jiwa Anda goncang Saya menanyakan alamat Anda, tetapi Anda
memandang saya seakan-akan Anda tidak mengerti apa yang saya katakan. Orang-
orang mulai berkerumun, maka saya memanggil taksi dan membawa Anda kemari."
"Apakah ini kamar operasi dokter?"
?"Ini kamar konsultasi dan sayalah dokternya. Nama saya Stillingtleet."
"Saya tidak mau pergi kc dokter! Saya tidak mau berbicara dengan seorang dokter.
Saya tidak...." "Tenang, tenang. Anda sudah berbicara dengan seorang dokter selama sepuluh menit
yang terakhir. Apa sih sebetulnya kesalahan dokter-dokter?"
"Saya takut. Saya takut seorang dokter, akan mengatakan...."
"Ayo, Anak manis, Anda tidak berbicara dengan saya dalam kapasitas saya sebagai
dokter. Anggap saja saya sebagai orang luar yang suka mau tahu urusan orang
lain, dan yang telah menyelamatkan Anda dari kematian, atau dari kemungkinan
yang lebih besar lagi, misalnya patah lengan, atau patah kaki, atau gegar otak,
atau sesuatu yang betul-betul tidak enak yang mungkin akan membuat Anda cacat
seumur hidup. Juga ada implikasi lain yang merugikan. Dulu, jika Anda berusaha
dengan sengaja bunuh diri, Anda bisa dibawa ke pengadilan. Ini masih berlaku
jika hal itu merupakan perjanjian untuk mati bersama. Nah, sekarang, Anda tidak
bisa mengatakan bahwa saya tidak berterus terang. Anda bisa membalasnya dengan
berterus terang kepada saya dan menceritakan kepada saya mengapa Anda takut
kepada dokter. Apa yang pernah dilakukan dokter kepada Anda?"
"Tidak apa-apa. Tidak ada yang pernah dilakukan
142 dokter kepada saya. Tetapi saya takut mereka akan...."
"Akan apa?" "Menyingkirkan saya."
Dokter Stillingfleet mengangkat alisnya yang berwarna merah dan memandangnya.
"Wah, wah," katanya. "Anda rupanya punya pendapat yang aneh mengenai dokter.
Mengapa saya mau menyingkirkan Anda" Maukah Anda secangkir teh?" tambahnya.
"Atau Anda lebih suka ganja" Itu kan yang digemari orang-orang sebaya Anda" Anda
sendiri pasti pernah mencobanya juga, bukan?"
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak tidak juga."?"Saya tidak percaya. Sudahlah, mengapa harus panik dan patah semangat" Anda
tidak betul-betul sakit jiwa, bukan"-Saya tidak seharusnya berkata demikian.
Dokter-dokter sebetulnya sama sekali tidak giat memasukkan orang ke rumah sakit
jiwa. Tempat-tempat itu sudah terlalu penuh. Sulit untuk menjejalkan orang lain
lagi masuk ke sana. Malah, belakangan ini banyak yang mereka lepaskan karena
?terpaksa didorong-dorong keluar, bisa dikatakan begitu justru orang-orang
? ?yang malah seharusnya tinggal di dalam. Semua tempat begitu penuh di negara
ini." "Nah," lanjutnya, "apa selera Anda" Sesuatu dari lemari narkotik saya atau
secangkir teh seperti tradisi Inggris yang kolot?"
"Saya memilih teh," kata Norma.
"India atau Cina" Itu yang harus ditanyakan, bukan" Tunggu, saya tidak yakin
saya punya teh Cina."
"Saya lebih suka India."
143 "Bagus." Dia pergi ke pintu, membukanya, dan berteriak, "Annie. Teh untuk dua orang."
Dia kembali dan duduk lalu berkata, "Sekarang, camkanlah ini, Nona. Omong-omong
siapa sih nama Anda?"
"Norma Res.... " Gadis itu berhenti. "Ya?"
?"Norma West." "Nah, Nona West, camkanlah ini. Saya ddak memberikan perawatan kepada Anda, Anda
tidak berkonsultasi dengan saya. Anda adalah korban kecelakaan lalu lintas
?begitulah yang akan kita katakan, dan itulah versi yang saya kira mau Anda
terima, yang mana sebetulnya merupakan sesuatu yang tidak adil bagi orang yang
mengemudikan Jaguar itu."
"Tadinya saya akan terjun dari jembatan."
"Masa" Anda akan tahu bahwa itu tidak mudah. Orang-orang yang membangun jembatan
dewasa ini cukup berhati hat Maksud saya, Anda harus terlebih dulu memanjat
dindingnya yang mana tidak begitu mudah. Anda akan dicegah orang. Nah,
melanjutkan cerita saya, saya membawa Anda pulang, karena Anda dalam keadaan
shock dan tidak sanggup memberikan alamat Anda. Omong-omong di mana alamat Anda
itu?" "Saya tidak punya alamat. Saya saya tidak tinggal di mana-mana."?"Menarik," kata Dokter Stillingfleet. "Apa yang dinamakan polisi 'tanpa tempat


Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggal tetap.' Apa yang Anda kerjakan duduk di Embankment sepanjang malam?"
?Norma memandangnya dengan curiga.
144 "Saya bisa melaporkan kecelakaan ini kepada polisi, tetapi saya tidak punya
kewajiban untuk melakukan ini. Saya memilih untuk menerima versi bahwa Anda yang
sedang tenggelam dalam lamunan remaja, lupa melihat ke sisi kiri pada waktu
menyeberangi jalan."
"Anda sama sekali tidak mirip gambaran saya tentang seorang dokter," kata Norma.
"Betul" Nah, lambat laun saya menjadi kecewa juga dengan profesi saya di negara
ini. Malah, saya akan meninggalkan praktek saya di sini dan pindah ke Australia
dua minggu lagi. Jadi Anda cukup aman menghadapi saya, dan jika Anda mau, Anda
boleh menceritakan bagaimana Anda melihat gajah-gajah merah muda yang keluar
dari dinding, bagaimana Anda mengira ranting-ranting pohon sedang menjulur
keluar untuk memeluk dan mencekik Anda, bagaimana Anda merasa pasti bahwa setan
sedang memandang lewat mata seseorang, atau khayalan-khayalan lainnya, dan saya
sama sekali tidak akan berbuat apa-apa! Namun sebetulnya Anda kelihatan cukup
waras, kalau saya boleh mengutarakan pendapat."
"Saya kira tidak."
"Nah, barangkali Anda yang benar," kata Dokter Stillingfleet ramah. "Coba
ceritakan apa alasan Anda."
"Saya selalu berbuat sesuatu yang tidak saya ingat. Saya menceritakan sesuatu
kepada orang-orang mengenai apa yang saya kerjakan, tetapi saya tidak ingat
pernah bercerita...."
"Kedengarannya ingatan Anda yang jelek."
"Anda tidak mengerti. Perbuatan-perbuatan itu semuanya jahat."
?145 "Maniak keagamaan" Betul-betul menarik."
"Bukan, tidak berkaitan dengan agama. Cuma cuma rasa benci."
?Ada ketukan di pintu dan seorang wanita tua masuk membawa baki yang berisi
suguhan teh. Dia meletakkannya di atas meja dan keluar lagi.
"Gula?" tanya Dokter Stillingfleet,
"Ya, terima kasih."
"Gadis yang bijaksana. Gula baik untuk Anda setelah mengalami goncangan jiwa."
Dia menuang dua cangkir teh, menempatkan cangkir gadis itu di sisinya dan
meletakkan mangkuk gula itu di sampingnya. "Nah, sekarang," dia duduk, "apa yang
tadi kita bicarakan" Oh, ya, kebencian."
"Mungkinkah kita membenci seseorang sedemikian hebatnya sehingga kita benar-
benar ingin membunuhnya?"
"Oh, ya," kata Stillingfleet riang. "Mungkin sekali. Malah, hampir' lumrah.
Tetapi meskipun Anda betul-betul ingin melaksanakannya, Anda tidak bisa
mendorong diri sendiri sampai ke titik tersebut, Anda tahu" Manusia sudah
dilengkapi dengan alat pengerem yang alamiah, dan tepat pada saatnya, rem ini
Siluman Kera Putih 3 Pedang Abadi Zhang Seng Jian Serial 7 Senjata Karya Khu Lung Setan Mata Satu 2
^