Pencarian

Si Teratai Merah 5

Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo Bagian 5


memandang ke arah mereka dengan heran dan tak
senang. Maka ia segera siap dan berkata, Nah,
silakan menyerang lagi, Thio-taihiap.
Thio Lok segera membuka serangannya lagi, kini lebih
hebat, Cin Han sengaja hanya menangkis dan berkelit
saja. Serangan yang jarang ia lakukan pun hanya
serangan-serangan tidak berbahaya saja. Ia berbuat
ini untuk melihat sampai di mana batas kepandaian
orang ini dan sampai di mana persamaan permainan
pedangnya dengan Ang Lian Lihiap pendekar wanita
yang menjadi kenangannya itu.
Ternyata Thio Lok, walaupun keuletan dan
kekuatannya melebihi Han Lian Hwa, namun ilmu
pedangnya masih jauh di bawah permainan gadis itu.
Ilmu pedang dari Ang Lian Lihiap mempunyai banyak
sekali perubahan-perubahan ganjil dan tak tersangka
sungguhpun dasarnya juga sama dengan ilmu pedang
Thio Lok ini ialah dari cabang Thai-san.
Tentu orang aneh Ong Lun itu telah mengadakan
perubahan dan menciptakan sendiri ilmu pedangnya
yang diturunkan kepada Ang Lian Lihiap, pikirnya
sambil menangkis serangan Thio Lok yang makin
gemas dan marah. Thio Lok merasa penasaran sekali
mengapa pedangnya yang sudah berhasil membuat ia
jarang menemui lawan selama beberapa tahun, kini
sama sekali tidak berdaya menghadapi anak muda
yang tampak lemah ini. Kurasa sudah cukup Thio-taihiap, kata Cin Han
sambil mengelak sebuah tikaman dan mengalah
dengan bertindak mundur. Tapi tidak tersangka sama sekali si Naga Hijau
berteriak lagi dan meloncat maju menubruk, lalu
langsung pedangnya menyambar dengan tipu
Rajawali Mencengkeram Kelinci. Serangan ini
berbahaya sekali, dari meja ketua Kwie-coa-pai
terdengar seruan tertahan.
Tapi Cin Han tak pantas disebut murid Beng San
Siansu yang sudah menerima dan mengisap sari
pelajaran Hwie-liong-kiam-sut kalau ia dapat
dijatuhkan orang dengan tipu dan keadaan yang baru
sedemikian saja. Ia bersuit keras dan sekali pedang
serta tubuhnya bergerak, dengan tipu Siang-liong-po-
in atau Naga Dewa Membuka Awan ia berhasil
berkelit dan memunahkan serangan Thio Lok dan
berbareng mengirim tendangan kilat ke arah
pergelangan tangan lawan.
Thio Lok terkejut sekali, tapi ia tak berdaya dan tak
sempat berbuat sesuatu. Pergelangan tangannya
tertendang dan pedang yang dipegangnya terlempar
ke udara. Namun Cin Han dengan cepat sekali meloncat ke
atas, dan sebelum pedang itu turun kembali, ia telah
menyambarnya dengan tangan kiri, lalu meloncat
turun dengan tenang. Ia mengangsurkan pedang itu
kepada Thio Lok yang masih berdiri terheran.
Terima kasih bahwa kau telah berlaku murah dan
mengalah, Thio taihiap, katanya.
Thio Lok menerima pedangnya dengan wajah merah.
Ia hendak marah, tapi melihat ketua Kwie-coa-pai
telah datang menghampiri dengan tersenyum-
senyum, ia lalu menjura kepada Cin Han dan berkata
keras, Memang nama Hwee-thian Kim-hong bukan nama
kosong. Aku mengaku kalah, Lo-taihiap, katanya.
Cin Han merendahkan diri.
Lihai sekali! demikian seruan terdengar dari para
tamu yang menyambut kemenangan Cin Han dengan
tepukan dan sorakan. Hong Su menghampiri Cin Han dan memimpin tangan
anak muda ini ke mejanya. Ketua ini tidak
memperdulikan lagi kepada Thio Lok agaknya, dan
orang she Thio ini dengan menundukkan kepala
berjalan kembali ke tempat duduknya.
Sungguh hehat sekali kau ini, Lo-taihiap, kata Hong
Su memuji, dan Cin Han makin heran melihat betapa
ketua itu kini sangat peramah dan penuh hormat,
sedangkan sebutan untuk dirinya telah diganti pula,
kini ia disebut taihiap! Tie Bong Hwesio mengisikan arak dalam sebuah
cawan besar dan mengangsurkan cawan itu kepada
Cin Han dengan membungkuk. Lo-taihiap, pinceng
kagum sekali padamu. Ilmu pedangmu sungguh hebat
dan tanpa bertempur pinceng sudah mengaku kalah.
Harap taihiap sudi menerima tanda hormat pinceng
dengan secawan arak! Melihat penghormatan dari seorang hwesio tua
sebesar ini, Cin Han buru-buru bangun berdiri dan
menerima dengan kedua tangannya. Tapi alangkah
terkejutnya ketika ia merasa betapa cawan itu
seakan-akan menempel dengan tangan hwesio itu
dan sukar sekali diambil.
Ia maklum bahwa hwesio kepala gundul itu sedang
mencoba tenaganya dan hendak
mempermainkannya. Maka diam-diam ia
mengerahkan semua tenaga dalam ke arah
tangannya dan sambil berkata, Lo-suhu, terima kasih
atas budi kebaikanmu! ia menggunakan tangannya
mencabut cawan itu. Ia melihat betapa kedua lengan
hwesio itu bergemetar dan akhirnya terpaksa hwesio
itu melepaskan cawan ke tangan Cin Han.
Sungguh kau seorang pemuda yang luar biasa Lo-
taihiap. Hwesio itu memuji dan duduk kembali ke
kursinya sambil menyusut beberapa tetes arak yang
tadi tumpah ke tangannya.
Si Bayangan Iblis tampaknya girang sekali melihat hal
ini, dan ia mengangkat kursinya mendekat Cin Han.
Wajahnya berseri-seri ketika ia bertanya, Lo-taihiap,
bolehkah kami mengetahui nama guru taihiap yang
mulia" Ketika Cin Han menyebut nama Gwat Liang Tojin,
Hong Su mengangguk-anggukkan kepala dan Tie
Bong menjulurkan lidahnya. Oo, tidak tahunya
taihiap adalah murid dari Kong-hwa-san! Pantas saja
begitu lihai! Pada saat itu Lie Thung datang menghampiri Cin Han
dan menyerahkan baju luarnya, kemudian dengan
perlahan sekali bekas bajak yang kini menjabat
pangkat kepala bagian penyelidik dalam perkumpulan
itu mendekati ketua Kwie-coa-pai dan berbisik. Kwie-
eng-cu Hong Su tampak terkejut dan segera berdiri.
Saudara-saudara, ada urusan penting. Silakan
berkumpul di kamar dalam dan kau juga dipersilakan
ikut, Lo-taihiap. Semua orang yang duduk di meja itu, yakni kedua
pengemis aneh, hwesio, bekas pembesar, Thio Lok
dan juga Lie Thung, berdiri dan beramai-ramai masuk
ke ruangan sebelah dalam. Cin Han tadinya ragu-ragu,
tapi melihat Lie Thung mengangguk kepadanya,
terpaksa ia ikut juga. Mereka menuju ke sebuah
kamar yang terletak di bagian paling dalam.
Kamar itu terhias gambar-gambar indah, merupakan
kamar tamu dan di tengah-tengah terdapat sebuah
meja besar dikelilingi banyak kursi. Atas isyarat Hong
Su, semua orang mengambil tempat duduk. Kemudian
ketua itu, setelah memandang mereka seorang demi
seorang dengan paras muka bersungguh-sungguh,
berkata kepada Cin Han. Saudara Lo yang gagah. Sebagai seorang baru tentu
kau masih belum mengerti akan hal-hal kami, maka
terlebih dulu biarlah kuuraikan secara singkat padamu.
Kami yang duduk di sini adalah pendiri dan pengurus
perkumpulan kami Kwie-coa-pai. Perkumpulan kami
mendapat tunjangan dari rakyat dan pemerintah
karena maksud dan tujuan perkumpulan kami adalah
untuk melindungi rakyat dan membela pemerintah.
Kami mengumpulkan orang-orang gagah dari seluruh
propinsi dan membuat gerakan membasmi para
penjahat pengacau pemerintah dan pengganggu
rakyat. Kita orang-orang kasar yang hanya
mengandalkan tenaga untuk membuat jasa mengapa
tidak menggunakan kesempatan ini untuk berbuat
sedikit kebaikan dengan mengusir segala sumber
kekacauan" Maka, melihat kepandaian dan
kejujuranmu, kami suka sekali menerimamu sebagai
seorang saudara seperjuangan. Bagaimana
pendapatmu, saudara Lo"
Lo Cin Han biarpun memiliki kepandaian tinggi, namun
ia masih sangat muda dan boleh dikata ia buta politik.
Ia hampir tidak mengerti sama sekali tentang
keadaan sebenar dari pemerintah bangsa Boan yang
pada waktu itu menjajah seluruh permukaan bumi
Tiongkok. Iapun tidak tahu sama sekali betapa para
pembesar Boan dan para pembesar bangsa Han yang
berjiwa rendah telah menjalankan peng hisapan dan
penindasan kepada rakyat.
Ia tidak menyangka sedikitpun juga bahwa Kaisar
Boan yang cerdik, licin dan penuh tipu muslihat itu
sedang mengadakan gerakan adu domba di antara
para hohan yang mengancam kedudukannya. Maka
kini melihat keadaan perkumpulan Kwie-coa-pai dan
mendengar pembicaraan ketua perkumpulan itu, ia
merasa kagum dan tertarik sekali. Seakan-akan
dibangunkan semangat kepahlawanannya dan iapun
ingin sekali menyumbangkan tenaganya guna rakyat
dan negara. Hong lo-enghiong, jawabnya kemudian. Para
saudara di sini ternyata adalah orang-orang berjiwa
besar yang membuat aku kagum sekali. Mana aku
yang muda dan bodoh ini dapat disamakan dengan
saudara-saudara" Tentu saja aku bersedia
membantumu dalam usaha yang baik ini, karena
memang telah menjadi kebiasaanku untuk
membasmi penjahat dan pengacau keamanan
rakyat. Semua orang di situ merasa gembira sekali
mendengar jawaban ini. Kemudian Hong Su
menyatakan bahwa barusan dari para penyelidiknya
ia mendapat berita bahwa malam nanti gedung
Pangeran Coa Kok Ong akan diserbu penjahat, dan
penjahat-penjahat itu kabarnya terdiri dari beberapa
orang yang berkepandaian tinggi.
Cuwi enghiong, kata Hong Su sambil memandang
kawan-kawannya, sekali ini kita menghadapi
perkara besar karena diantara para penyerbu itu
terdapat juga Kim-jiauw-eng Nyo Tiang Pek si Garuda
Kuku Emas! Terdengar seruan kaget dan Cin Han heran mengapa
nama itu demikian berpengaruh, bahkan ia melihat
wajah Thio Lok yang biasa tenang itu menjadi pucat.
Dua pengemis aneh itu saling pandang dan tertawa.
Si bongkok lalu berkata, Hm, dia juga datang" Kami
berdua pernah menguji kepandaiannya dan dengan
kepandaian kami digabungkan menjadi satu maka
baru dapat melayaninya. Baiknya di sini kita dibantu
Lo Cin Han taihiap, maka kita tidak perlu berkhawatir
lagi. Sebenarnya, siapakah Garuda Kuku Emas ini" tanya
Cin Han yang tidak dapat menahan keinginan
tahunya lebih lama lagi. Kau belum pernah mendengar namanya" kata Tie
Bong Hwesio. Ia adalah murid dari Kang-lam-taihiap
Kam Hong Tie dan kepandaiannya tinggi sekali.
Murid Kang-lam-taihiap Kam Hong Tie" Kalau ia murid
pendekar itu, mengapa kalian menyebut dia seorang
jahat" tanya Cin Han karena ia telah mendengar
betapa gurunya memuji-muji nama Kam Hong Tie
sebagai seorang pendekar gagah berani yang berbudi
dan bijaksana. Tie Bong Hwesio tidak bisa menjawab, tapi Hong Su
mewakilinya dengan cepat, Ah, kau rupanya belum
banyak merantau ke timur, saudara Lo. Memang
Kang-lam-taihiap Kam Hong Tie adalah seorang
locianpwe yang gagah perwira. Dan muridnya inipun
tadinya seorang hiap-kek yang budiman. Namun,
entah apa sebabnya, ia berubah dan kini menjalankan
pekerjaan sesat dan terkutuk. Ia mengacau rakyat
dan negara, membunuh orang tidak berdosa dan
melakukan segala macam perbuatan jahat
mengandalkan ilmu silatnya yang tinggi.
Cin Han mengangguk-angguk. Kalau ia begitu jahat,
harus kita tentang. Baik serahkan saja dia kepadaku,
barangkali aku masih dapat melawannya.
Setelah membagi-bagi tugas menjaga dan
menghadapi datangnya musuh malam nanti, Hong Su
lalu mengajak kawan-kawannya untuk terlebih
dahulu menjumpai pangeran itu dan mengatur siasat
selanjutnya. Beramai-ramai mereka menuju ke
gedung pangeran yang letaknya hanya beberapa lie
dari situ. Cin Han kagum ketika masuk ke halaman gedung
mentereng dan indah dan mempunyai taman bunga
yang luas pula. Ketika masuk, yang mula-mula
menarik perhatiannya ialah bunyi suling yang merdu
tertiup angin. Suara itu datangnya dari arah taman
bunga di belakang gedung.
Hrn, Coa-siocia masih saja bersenang-senang meniup
sulingnya, tak tahu hahwa bahaya besar mengancam
di atas kepala, Hong Su berkata dengan tersenyum.
Lam Beng Sun bekas pembesar itupun tersenyum dan


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata, Memang Coa-siocia selalu gembira dan
suara sulingnya memang merdu tiada bandingnya di
seluruh daerah ini. Pangeran Coa Kok Ong yang bertubuh tinggi dan
berkumis seperti kucing menyambut mereka dengan
wajah gembira. Ternyata di ruang tamu telah duduk
seorang yang bertubuh tinggi besar dan wajahnya
gagah sekali. Pakaiannya menunjukkan bahwa iapun
seorang pembesar dan melihat sikap Pangeran Coa
yang agaknya sangat menghormatinya, dapat diduga
bahwa ia tentu seorang pembesar yang tinggi juga
pangkatnya. Setelah mempersilakan mereka duduk, Pangeran Coa
Kok Ong lalu memperkenal tamunya yang bersikap
tinggi hati itu. Ternyata ia adalah Biauw Su Hai yang
berpangkat ciang-bu atau kapten dari pasukan
penjaga keamanan kota raja dan menjadi panglima
kepercayaan kaisar. Maka segera Lam Beng Sun dan
semua orang gagah, kecuali Cin Han, menyatakan
hormat mereka terhadap Biauw Su Hai yang mereka
sebut Biauw-ciangkun. Kemudian mereka diberi tahu bahwa Biauw-ciangkun
telah diterima lamarannya dan kini menjadi calon
mantu Pangeran Coa atau tunangan Coa-siocia yang
tiupan sulingnya terdengar tadi.
Ketika mendengar tentang adanya bahaya
penyerbuan, Biauw Su Hai tertawa bergelak-gelak
dan berdiri menepuk-nepuk dada. Saudara-saudara
tidak perlu demikian sibuk. Ada aku di sini, masa
menghadapi beberapa gelintir maling kecil itu saja
harus demikian berhati-hati"
Tapi Lam Beng Sun berkata hati-hati, Kami percaya
bahwa Biauw-ciangkun pasti dapat memukul mundur
mereka, tapi berhati-hati lebih baik, dan lagi, kiranya
tidak perlu Biauw-ciangkun sendiri yang menghadapi
penjahat-penjahat kecil itu. Serahkanlah saja kepada
Hong Su bengcu dan kawan-kawannya p asti beres.
Biauw Su Hai tertawa keras. Kau benar, Lam-twako.
Kau benar! Cin Han merasa sebal sekali melihat kecongkakan
dan kekasaran kapten itu. Ingin sekali ia tahu betapa
tinggi kepandaian kapten dogol ini. Tapi ia diam saja
tidak ikut bicara sampai Hong Su mengajak mereka
pulang. Malamnya, baru saja jam delapan, Hong Su mengajak
kawan-kawannya yang telah siap dengan pakaian
ringkas dan senjata masing-masing. Cin Han
diharuskan menjaga di taman bunga belakang
gedung. Thio Lok di taman bunga depan, Tie Bong
Hwesio, Liok Sin Tat, Kok Pin dan Hong Su sendiri
terbagi-bagi menjaga di atas genteng sambil
bersembunyi. Karena harus menjaga taman bunga yang luas, maka
Cin Han berjalan-jalan di dalam kebun itu,
mengagumi bunga-bunga yang sedang mekar di
dalam taman dan di dalam empang kecil yang penuh
dengan ikan emas terlihat beberapa bunga teratai
merah. Ia teringat kepada Ang Lian Lihiap Han Lian
Hwa, gadis yang belum pernah meninggalkan lubuk
hatinya itu. Diam-diam ia menghela napas.
Tiba-tiba di taman yang sunyi terdengar suara orang
bercakap-cakap. Cin Han merasa heran dan terkejut
karena sejak tadi ia berlaku waspada dan tidak
dilihatnya seorangpun memasuki taman itu. Maka
segera ia dengan hati-hati menghampiri ke arah suara
itu mendatang. Ternyata bahwa orang-orang yang bicara itu berada di
dalam sebuah bangunan kecil yang mungil dan indah
sekali, agaknya sengaja dibangun di ujung taman itu
untuk tempat mengaso. Kini terdengar jelas olehnya
suara percakapan itu. Yang berbicara adalah dua orang wanita dan menurut
kata-kata yang diucapkan, ternyata mereka adalah
seorang majikan dan bujangnya. Cin Han
menyembunyikan diri ketika terdengar bujang itu
menyebut Siocia . Ia dapat menduga bahwa wanita
di dalam bangunan kecil itu tentu puteri pangeran
sendiri, yakni Coa-siocia yang tadi telah meniup suling
demikian merdunya. Tapi hatinya ingin sekali melihat wajah puteri itu, pula
ia berpendapat bahwa sudah menjadi kewajibannya
untuk minta gadis itu supaya masuk ke dalam gedung
dan sekali-kali jangan keluar pada malam ini. Maka ia
memberanikan diri dan berdiri menanti di luar pintu.
Ia mendengar siocia yang berada di dalam menangis
terisak-isak dan pelayannya dengan suara pilu
menghiburnya. Karena ingin tahu, Cin Han melangkah maju dan mendekati pintu. Kini terdengar olehnya
suara di dalam berkata keras,
Tidak, A-bwee, tidak! Lebih baik aku mati saja& & A-
bwee, pergilah ke kamarku, di laci meja riasku ada
sebuah botol kecil, ambillah dan bawa ke sini.....!
Cepat, A-bwee& & Tidak, siocia, jangan begitu! Masih ada jalan lain,
nona. Jalan lain yang mana" Watak ayah kukuh dan
keras& & dan orang she Biauw si jahanam kasar
itu& & . ia berpengaruh& & ah& & jangan membantah, A-
bwee& & ambillah botol itu& &
Terdengar A-bwee menangis tersedu sedan. Saya
tidak sanggup, siocia, saya tidak& & tidak mau& &
Kau tidak mau ambilkan"" Baik, tinggal saja di sini,
aku akan mengambil sendiri!
Jangan, nona& & jangan& & tolong& & A-bwee
menjerit! Cin Han terkejut dan hendak menolak daun pintu, tapi
pada saat itu, daun pintu terbuka dari dalam dan
hampir saja ia bertubrukan dengan seorang yang
berlari keluar. Baiknya Cin Han cepat memiringkan
tubuhnya, dan orang itu karena terkejut, kakinya
terkait ambang dan terhuyung ke depan akan jatuh.
Cin Han berlaku sebat dan dengan tangan kiri ia
menangkap lengan orang itu untuk mencegahnya
jatuh. Tapi, setelah orang itu berdiri, Cin Han cepat-
cepat melepaskan pegangannya dan wajahnya
merah, hatinya berdebar. Ternyata orang itu adalah seorang gadis muda yang
cantik sekali dan kini tengah memandangnya dengan
sepasang mata yang indah dan jeli bagaikan mata
burung Hong. Mulut yang kecil dengan bibir merah itu
menggigil dan bergerak-gerak, tapi untuk sejenak
gadis itu tidak dapat berkata-kata. Cin Han
mengangkat tangan dan menjura,
Nona, maafkan aku& &
Kau& & kau siapakah" Mengapa berani memasuki
tempat ini" Akhirnya siocia itu dapat juga membuka
mulut bertanya. Aku ditugaskan oleh Hong Su lo-enghiong untuk
menjaga taman ini. Kuharap siocia suka masuk saja
ke dalam gedung dan jangan keluar-keluar untuk
semalam hari ini, karena berbahaya sekali.
Coa Giok Lie memandang pemuda itu dengan penuh
perhatian. Ia tertarik oleh sikapnya yang sopan-
santun, dan terutama sulaman burung Hong di dada
anak muda itu membuatnya kagum. Ketika
pandangan matanya bertemu dengan pandangan
mata Cin Han, ia menundukkan kepala dan kulit
mukanya merah padam. A-bwee! Hayo kita masuk! Dari balik pintu itu muncul keluar seorang perempuan
muda yang masih menyusut air mata dari pipinya. Ia
memandang Cin Han dengan heran dan penuh curiga,
kemudian menuntun tangan siocianya, Marilah,
siocia. Sebelum mereka pergi, Cin Han maju selangkah dan
menjura lagi, Siocia, maafkan aku. Maksudmu itu
kurang benar, siocia. Di dunia ini tidak ada persoalan
yang tidak dapat dibikin beres. Jalan pendek dan
sesat itu hanya bisa dilakukan oleh seorang bodoh
dan picik, dan saya yakin siocia bukan termasuk
golongan orang-orang demikian.
Coa Giok Lie memandang Cin Han dengan marah,
sepasang mata yang indah itu seakan-akan
mengeluarkan api, bagaikan mata burung rajawali
yang mengintai kurbannya. Kemudian tanpa bicara
apa-apa, ia membalikkan tubuh dan lari masuk ke
dalam gedung. Cin Han menghela napas dan melanjutkan
perjalanannya meronda di taman bunga itu. Ia tidak
menyangka bahwa Coa Kok Ong mempunyai seorang
gadis yang demikian cantiknya! Seumurnya belum
pernah ia melihat wanita secantik itu. Begitu lemah
lembut, halus gerak-geriknya, tubuhnya bergoyang
lemas bagaikan pohon Yang-liu tertiup angin, dan
mata itu! Diam-diam Cin Han membandingkan gadis itu dengan
bayangan Han Lian Hwa yang tidak pernah
meninggalkan alam pikirannya. Baginya, gadis
perkasa itu lebih menarik dan sikapnya yang gagah
mendatangkan rasa kagum dan perindahan darinya,
tetapi mengenai kecantikan dan sifat halus
kewanitaan, harus ia akui bahwa Coa Giok Lie siocia
ini masih menang jauh. Tiba-tiba ia merasa malu
kepada diri sendiri. Mengapa ia harus memikirkan
gadis itu" ?"08.23. Tuduhan Pengkhianat Bangsa.
Pada saat itu terdengar bunyi suitan keras. Cin Han
tahu bahwa itu adalah tanda dari kawan-kawannya
bahwa musuh telah tiba. Suitan itu datang dari atas
genteng, maka Cin Han segera mengayun tubuhnya
ke atas genteng. Dengan berlari cepat ia menuju ke
wuwungan tengah, dan di situ ia melihat sepasang
pengemis sedang bertempur melawan seorang
pemuda baju hijau yang bersilat dengan pedang
panjang. Sekilas saja tahulah Cin Han bahwa permainan
pemuda itu lihai sekali, dan sepasang pengemis itu
hanya dapat menangkis dan berkelit saja. Liok Sin Tat
menggunakan selendang merahnya yang hebat, dan
Kok Pin menggunakan senjata joan-pian lemas yang
menyerupai cambuk. Sebenarnya permainan senjata kedua pengemis ini
sudah mencapai tingkat yang tinggi juga, tapi
ternyata pemuda baju hijau itu lebih hebat gerakan-
gerakannya. Cin Han dapat menduga bahwa pemuda
itu tentu murid Kam Hong Tie yang disebut orang
Garuda Kuku Emas. Pantas saja ia disegani, kiranya
ilmu pedangnya memang luar biasa.
Cin Han melihat sekeliling. Ternyata bahwa semua
kawan-kawannya sedang bertempur. Hong Su si
Bayangan Iblis sedang bertempur melawan seorang
yang bertubuh kecil ramping. Cin Han sekali lagi
merasa terkejut karena permainan pedang lawan
Hong Su sangat hebat. Dan ketika ia melihat lebih
tegas, ia dapat menduga bahwa orang itu tentu
seorang wanita. Tapi permainan pedangnya agaknya
tidak di sebelah bawah dari Garuda Kuku Emas.
Ketua Kwi-coa-pai yang bersenjata sepasang siang-
kek, semacam tombak pendek bercagak, bermain
dengan cepat dan kuat sehingga lawannya tidak
dapat terlalu mendesak, tapi sebaliknya si Bayangan
Iblis yang terkenal gagah perkasa itupun tidak dapat
berbuat banyak! Cin Han mengerutkan jidat dan ia cemas sekali. Masih
banyakkah lawan-lawan lihai ini" Selagi ia hendak
membantu sepasang pengemis mengeroyok Garuda
Kuku Emas yang mendesak kedua pengemis itu, tiba-
tiba terdengar seruan panjang dan muncullah seorang
yang bersenjatakan baju luar yang digulu ng!
Orang yang datang ini sudah tua dan brewokan, tapi
ketika ia menyerbu dan mengeroyok Hong Su, Cin
Han merasa kagum melihat betapa baju luar yang
digulung dan dipakai sebagai senjata itu sungguh lihai
dan hebat sekali. Sabetan baju itu mendatangkan
angin menderu dan teringatlah Cin Han akan cerita
gurunya dulu bahwa di dunia persilatan terdapat
seorang hiap-kek yang terkenal dengan sebutan Ciu-
sian Kong Sin Ek dan yang mempunyai senjata luar
biasa, yakni baju luarnya!
Dengan majunya Dewa Arak Kong Sin Ek itu, maka
segera Hong Su terdesak mundur. Tapi pada saat itu
juga, tampak Thio Lok melayang naik dan membantu
sepasang pengemis menggempur Garuda Kuku Emas
sehingga keadaan mereka kini berimbang.
Cin Han hendak meloncat membantu Hong Su, tapi ia
melihat bayangan orang tinggi besar berk elebat
memasuki gedung! Ia mengurungkan niatnya
membantu Hong Su, dan secepat kilat ia mengejar
bayangan tadi yang pasti bermaksud jahat. Tapi
ternyata bayangan itu bergerak cepat sekali sehingga
ketika Cin Han mengejar ke dalam gedung, bayangan
itu telah lenyap. Ia memandang tajam ke kiri, dan tiba-tiba dari kamar
di ujung kanan ia mendengar suara orang. Dengan
gerakan Naga Sakti Mengejar Awan ia meloncat ke
arah kamar itu dan dengan berpok-sai ia
menggantungkan kedua kaki di balok melintang. Dari
lobang di atas jendela ia dapat mengintai ke dalam.
Alangkah terkejutnya ketika ia melihat bahwa kamar
itu adalah kamar Coa-siocia dan pada saat itu
terdapat pemandangan yang membuat ia hampir


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak marah! Coa-siocia berdiri angkuh dan
matanya yang seperti mata burung Hong itu
memandang hina kepada seorang hwesio tua tinggi
besar yang berdiri di hadapannya dengan toya di
tangan! A-bwee tampak berlutut dan menutupi muka
karena takut. Cin Han tidak dapat mendengar apa yang mereka
bicarakan, tapi dari keadaan mereka ia dapat tahu
bahwa hwesio penjahat itu tentu sedang memaksa
dan menanyakan sesuatu yang tidak dijawab oleh
Coa-siocia. Diam-diam Cin Han kagum sekali melihat
keberanian nona yang lemah lembut itu. Melihat nona
cantik itu berdiri bagaikan seorang ratu memandang
rendah seorang penjahat! Dengan gerakan Naga Sakti Memutar Ekor Cin Han
meloncat dan membalikkan tubuh, terus meloncat ke
kamar melalui jendela yang didorongnya dengan
tangan kiri. ?"?"?"Pendeta cabul jangan mengganggu anak gadis
orang!?"?"?" teriaknya dan dengan gemas ia menggunakan
kepalan kanan memukul. Hwesio itu cepat berkelit dan Cin Han memandang ke
arah sepasang mata yang sangat tajam. Tapi ia heran
melihat wajah hwesio yang tampaknya alim dan
agung. Hwesio itu meloncat keluar dengan cepat
sekali, dan Cin Han mengejar sambil berteriak,
?"?"?"Hwesio jahat hendak lari ke mana"?"?"?"
Hwesio itu memutar toyanya dan segera Cin Han
merasakan angin toya menyambar dadanya. Ia
meloncat ke samping dan berbareng mencabut keluar
pedangnya. Mereka segera bergebrak seru dan
ternyata ilmu pedang Cin Han yang luar biasa itu
sebentar saja sudah dapat mendesak dan membuat
hwesio itu sibuk menangkis.
Kalau ia mau, agaknya tidak sukar bagi Cin Han untuk
mengirim serangan maut, tapi karena ia tadi melihat
wajah hwesio ini bukan seperti orang jahat, maka ia
tidak tega membunuhnya dan timbul
kekhawatirannya membunuh orang baik-baik. Pada
saat ia hendak menyudahi pertempuran itu dan
membuat lawannya tidak berdaya, sebuah bayangan
orang berkelebat datang dibarengi bentakan halus
nyaring, ?"?"?"Jangan sibuk, suheng, aku datang membantumu!?"?"?"
dan bayangan ini segera menggerakkan pedangnya.
Cin Han menangkis keras untuk membabat pedang
lawan baru ini, tapi ketika kedua pedang beradu,
tidak saja pedang lawan tidak terbabat buntung,
bahkan ia merasakan tenaga besar membuat
pedangnya sendiri terpukul! Ia heran dan terkejut
sekali, tetapi pada saat itu, lawannya berseru kaget
dan meloncat mundur. Kau......"" lawannya yang ternyata seorang wanita
muda itu bertanya ragu. Cin Han memandang dan& & ternyata yang berdiri di
depannya bukan lain ialah Ang Lian Lihiap Han Lian
Hwa. Moi& & Lihiap& & kaukah ini" tanyanya gagap.
Lian Hwa memandang tajam dan mulutnya
mengejek, Hm& & jadi kaupun menjadi pembela,
menjadi anjing penjilat" Kau"" Ah...... tidak
kusangka....... terdengar elahan napas mengandung
isak, kemudian pendekar wanita itu mengertak gigi.
Baiklah! Biar saat ini kita tentukan, siapa yang harus
mampus di ujung pedang! Nanti dulu, lihiap& & agaknya......
Jangan banyak cerewet! Lian Hwa membentak.
Agaknya...... ada salah paham& & aku bingung& &
Ah! Alasan palsu. Suheng, hayo kita basmi anjing ini!
Moi-moi!! Cin Han berteriak pilu.
Pengkhianat! Gunakan pedangmu, bukan mulutmu!
Dan Ang Lian Lihiap dengan gemas dan marah sekali
menggerakkan pedangnya menusuk.
Cin Han terpaksa menangkis, tapi segera ia
merasakan betapa banyak kemajuan yang diperoleh
gadis ini. Gerakan-gerakannya demikian lincah dan
cepat hingga harus ia akui bahwa ginkang atau ilmu
ringankan tubuh dari gadis ini bahkan berada di atas
kepandaiannya sendiri. Maka sudah tentu saja ilmu
pedang Sian-liong-kiam-hwat pelajaran aseli dari Sian-
kiam Koai-jin Ong Lun yang dimainkan oleh gadis itu
makin hebat dan lihai saja.
Pula terasa olehnya dalam benturan pedang bahwa
tenaga lweekang dari gadis itu sudah jauh lebih maju
daripada ketika bertempur dengannya dulu. Kini,
ditambah lagi dengan permainan toya dari hwesio
yang cukup lihai, tentu saja kedua lawan ini
merupakan lawan yang tangguh.
Baiknya ia sudah mencangkok sari pelajaran dari
Beng San Siansu dan sudah mahir mainkan Hwie-
liong-kiam-sut, maka ia dapat menutup dirinya
dengan sinar pedangnya sehingga tidak mungkin
terluka, biarpun dirinya dikurung toya dan pedang
yang dimainkan hebat bagaikan disulap menjadi
ratusan mengeroyok dirinya. Cin Han mengakui
bahwa kalau saja ia tidak menguasai Hwie-liong-
kiam-sut, jangankan dikeroyok, melawan Ang Lian
Lihiap sendiri saja pasti ia akan kalah.
Kini ia menjadi bingung dan serba salah. Diluar
kehendaknya, ia sekali lagi bertempur melawan Ang
Lian Lihiap. Bahkan ia dianggap pengkhianat. Apakah
artinya semua ini" Tapi Lian Hwa tidak menghendaki
perundingan, tidak sudi mendengarkan
pembelaannya, maka ia menindas kesedihan dan
kebingungannya, lalu mengertakkan gigi dan
memusatkan perhatiannya di ujung pedang.
Setelah bertempur limapuluh jurus lebih, ia dapat
memunahkan semua serangan dan keadaan mereka
berimbang. Lian Hwa dengan nekat dan mati-matian
terus menyerang, sedangkan Hwat Kong Hwesio,
suheng gadis itu, sudah mulai mengeluarkan keringat.
Tiba-tiba datang pula seorang yang gerakannya cukup
gesit, tapi orang ini bukan hendak mengeroyok,
bahkan dengan tergesa-gesa bersuit keras.
Ah, mengapa harus mundur" Aku belum puas kalau
belum membunuh pengkhianat ini. Terdengar Ang
Lian Lihiap mengeluh kepada suhengnya.
Sudahlah, sumoi. Hayo kita pergi! Dan Hwat Khong
mendahuluinya meloncat mundur.
Cin Han juga meloncat mundur dan menanti dengan
pedang di tangan. Lian Hwa menuding dengan pedang ke arahnya.
Pengkhianat she Lo! Biar kau hidup sampai besok
malam untuk menyesali pengkhianatanmu! Kata-kata
ini dibarengi pandangan mata yang penuh sinar
kebencian tapi yang dihiasi dengan dua butir air mata
menitik turun di sepanjang pipinya.
Lihiap, dengarlah dulu......
Tapi Ang Lian Lihiap, dan suhengnya sudah meloncat
pergi. Cin Han hanya menghela napas berulang-ulang,
kemudian ia meloncat ke atas genteng untuk
menemui kawan-kawannya. Ternyata Hong Su si
Bayangan Iblis mendapat luka ringan di p undaknya.
Ketika ketua Kwi-coa-pai ini bertempur melawan Ang
Lian Lihiap, keadaan mereka seimbang, tapi setelah
datang Ciu-sian Kong Sin Ek si Dewa Arak, ia mulai
terdesak dan ujung pedang Lian Hwa melukai
pundaknya. Gadis itu melihat lawan sudah terluka,
lalu meninggalkannya untuk membantu suhengnya,
sedangkan Hong Su terus bertempur melawan Kong
Sin Ek. Sedangkan sepasang pengemis dengan b antuan Thio
Lok ternyata telah berhasil membuat Garuda Kuku
Emas menjadi sibuk juga. Melihat kekuatan
penjagaan yang demikian besar, akhirnya si Garuda
Kuku Emas yang memimpin penyerangan ini memberi
perintah mundur. Cin Han menghampiri Thio Lok. Saudara Thio,
tahukah kau siapa penyerang wanita yang bertempur
melawan Hong Su lo-enghiong tadi"
Thio Lok menggelengkan kepala.
Ia adalah saudara seperguruan dengan kau, kata
Cin Han. Apa katamu" Thio Lok terkejut dan heran.
Ia adalah murid Sian-kiam Koai-jin Ong Lun yang
disebut orang Ang Lian Lihiap.
Oo, begitukah" dan heran sekali, orang she Thio itu
menjebirkan bibir seakan-akan mengejek. Maka Cin
Han tak sudi berkata apa-apa lagi hanya merasa
heran sekali mengapa saudara seperguruan ini
agaknya saling membenci. Walaupun di dalam hati merasa sangat penasaran
dan penuh kecurigaan akan kebersihan orang-orang
yang ia bela tapi Cin Han tak banyak cakap. Ia hanya
berlaku waspada dan mengambil keputusan untuk
menyelidiki sendiri keadaan orang-orang yang ia
anggap gagah dan patriotik ini. Kalau kawan-kawannya ini benar-benar orang baik-
baik, mengapa Ang Lian Lihiap dan murid Kam Hong
Tie sampai memusuhinya" Mungkin juga Garuda Kuku
Emas itu bisa tersesat. tapi apakah Ang Lian Lihiap
juga berlaku sesat dan buta" Ah, ia tidak percaya.
Dan mengapa ia disebut pengkhianat oleh Han Lian
Hwa" Cuwi, tiba-tiba Hong Su berkata dengan suara
sungguh-sungguh. Musuh yang datang kali ini sangat
kuat. Baiknya kita masih dapat memukul mundur
mereka. Tapi, kurasa besok malam mereka tentu
datang lagi dan pasti mereka membawa lebih banyak
kawan. Maka, kuharap Thio taihiap dan Tie Bong Lo-
suhu sekarang juga pergi mengundang beberapa
kawan dari Kie-ciu. Kedua orang itu mengatakan baik dan langsung
berangkat menuju ke selatan. Pada saat itu, dari
bawah meloncat naik seseorang dan ketika dilihat,
ternyata dia adalah Biauw Su Hai yang memegang
sebuah golok besar di tangan. Sikapnya sombong
sekali. Bagaimana, cuwi" tanyanya, sudah kaburkah
semua penjahat tadi" Sayang golokku tidak kebagian
sedikit darah. Aku menjaga di dalam kamar khawatir
kalau-kalau ada penjahat yang memasuki kamar
calon mertuaku! Biarpun agaknya gemas, Hong Su menceritakan juga
kepada kapten ini tentang datangnya musuh tadi. Di
depan seorang kepercayaan kaisar, ia tidak berani
berlaku kurang ajar. Tapi Cin Han tak dapat menahan
muaknya, dan dengan suara mengandung sindiran ia
berkata. Sayang sekali Biauw-ciangkun tidak muncul tadi.
Kalau ciangkun ada di sini, tentu. Hong Su lo-enghiong
takkan terluka. Sayang sekali. Biauw-ciangkun muncul
setelah semua lawan sudah pergi!
Biauw Su Hai memandangnya dengan marah, lalu
tanpa berkata apa-apa ia meloncat turun kembali.
Kedua pengemis tertawa ha-ha-hi-hi melihat keadaan
ini. Semua lalu turun dan pergi ke kamar masing-masing
untuk beristirahat. Pada keesokan harinya, sore hari, Thio Lok dan Tie
Bong Hwesio datang dengan dua orang hwesio lain.
Cin Han yang duduk diam dalam kamarnya, hanya
mendengar suara mereka bercakap-cakap, tapi ia
tidak ada nafsu untuk keluar menemui mereka.
Setelah hari menjadi gelap, Hong Su mengetuk pintu
kamarnya, dan ketika pintu dibukanya, ketua
perkumpulan Kwi-coa-pai itu memesan agar mulai
jam sembilan nanti ia suka bersiap dan berjaga di
posnya yang kemarin juga, yakni di dalam taman
bunga belakang. Cin Han menyanggupi dengan sabar
tak banyak cakap. Kurang lebih jam delapan ia sudah keluar dari
kamarnya dan menuju ke taman belakang. Tapi
ketika sampai di ruang tengah dan mendengar suara
orang bercakap-cakap di dalam kamar, ia tiba-tiba
mendengar suara orang yang agaknya telah
dikenalnya. Maka diam-diam ia meloncat naik ke atas
genteng dari celah-celah genteng itu mengintip ke
dalam. Bukan main kagetnya ketika ia melihat bahwa dua
tamu yang diundang itu tak lain ialah Bong Lam
Hwesio dan Bong Gak Hwesio, kedua hwesio dari
Pek-lian-kauw yang dulu pernah mengeroyok Gwat
Liang Tojin gurunya! Semua pengurus Kwi-coa-pai
berada di situ mengadakan perundingan.
Pada saat itu ia melihat Bong Lam Hwesio mencabut
golok dan bangun berdiri, diikuti oleh Bong Gak yang
juga menyambar toya. Apa kaubilang" teriak Bong Lam kepada Hong Su.
Hwee-thian Kim-hong berada di sini" Ia musuh kami!
Hong Su berdiri dan memberi tanda kepada dua orang
itu supaya berlaku tenang. Kemudian ia bertanya
bagaimana asal mulanya maka terdapat dendam
permusuhan di antara mereka.
Tahukah kalian" Ia adalah murid Gwat Liang dan
Gwat Liang itu adalah suheng dari Ong Lun yang
menjadi musuh keturunan kami. Pendeknya, Pek-lian-
kauw telah bersumpah untuk membasmi mereka ini,
terutama Ang Lian Lihiap karena ia itu adalah murid
Ong Lun! kata Bong Gak dengan suara marah


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertahan. Lam Beng Sun yang sebenarnya menjadi perantara
untuk mengumpulkan orang-orang gagah dan
memusuhi para patriot-patriot bangsa, ikut
menyatakan pendapatnya dengan suara tenang.
Saya harap jiwi suhu berlaku tenang dan bijaksana
dalam hal ini. Pada waktu ini, teristimewa malam hari
ini, kita menghadapi lawan-lawan yang tangguh, dan
kita membutuhkan bantuan dari luar. Sedangkan
Hwee-thian Kim-hong benar-benar merupakan tenaga
bantuan yang berharga. Maka, menurut pendapatku
yang bodoh, biarlah jiwi jangan jumpai dia dulu,
tunggu kalau bahaya dan ancaman musuh sudah
dihalau pergi, mudah saja melakukan balas dendam.
Pula kawan-kawan yang saya datangkan dari Barat
mungkin beberapa hari lagi tiba di sini untuk
menggabung kepada kita dan memperkuat
kedudukan kita. Sabarlah, jiwi suhu.
Biarpun Lam Beng Sun hanya seorang biasa saja,
namun besar sekali pengaruhnya, karena dialah yang
memegang kunci keuangan yang mengalir dari istana
kaisar untuk membiayai para orang gagah yang dapat
dipikat dan ditarik menjadi orang yang pro kaisar.
Maka usulnya ini tak seorangpun berani
membantahnya. Cin Han yang mendengar semua inl merasa sesak
napasnya! Ah, ia telah terjeblos ke dalam gua ular
berbisa! Ia telah membantu orang-orang jahat, telah
membantu Pek-lian-kauw dan Kwi-coa-pai yang
ternyata bermaksud jahat. Baru insaflah dia akan
kesalahannya, sungguhpun masih belum dimengerti
mengapa Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya
menyerang Pangeran dan mengapa pula Pek-lian-
kauw dan Kwi-coa-pai membela pangeran ini.
Betapapun juga, kini ia yakin bahwa pihak Ang Lian
Lihiap yang malam ini akan datang menyerang pula
adalah pihak yang benar. Hal ini ia yakin setelah
melihat macamnya orang-orang di pihak pangeran. Ia
marah sekali dan besar sekali hasratnya untuk mendobrak pintu dan menerjang semua orang itu,
tapi perasaan ini ditahannya karena ia merasa takkan
ada faedahnya menghadapi sekian banyak orang-
orang yang berkepandaian tinggi.
Maka ia meloncat pergi dengan maksud
meninggalkan tempat itu agar dapat membantu
rombongan Ang Lian Lihiap kalau mereka datang. Tapi
tiba-tiba, entah apa yang menggerakkan, kakinya
menyeleweng dan menuju ke atas kamar Coa Giok
Lie. Tepat sekali pada saat ia tiba di atas kamar dan
mengintai ke dalam, dilihatnya siocia itu telah
mengikat dan menyumpal mulut A-bwee!
?"?"?"A-bwee, menyesal sekali hal ini harus kulakukan,
karena kalau tidak, kau tentu akan menggagalkan
maksudku dengan menghalanginya atau berteriak-
teriak. Keputusanku sudah tetap. Tak perlu aku hidup
lebih lama di dunia ini. Ayah mabok pangkat dan
harta, dikelilingi bangsa penjahat, bahkan lamaran
manusia macam orang she Biauw itupun diterimanya
agar ia mudah mendapat kedudukan. Sekarang jiwa
sekeluarga kami terancam. Orang-orang jahat
menghendaki jiwa kami. Ah, ini semua salah ayah
sendiri. Air mataku tak dianggapnya. Sayangnya
kepada anaknya telah luntur. Maka, A-bwee, untuk
apa aku hidup lebih lama lagi untuk menderita hidup
di samping orang she Biauw itu"?"?"?"
Cin Han melihat Giok Lie mengambil sebuah botol
kecil dari atas meja, membuka tutup botol dan
mengeluarkan dua butir obat lalu memasukkan obat
yang berwarna hitam itu ke dalam cangkir terisi air.
Kemudian, setelah berdongak ke atas dan menyebut.
?"?"?"Ibu, selamat tinggal, ibu?"?"?"?"?"?"?"?"?" ia mengangkat cangkir
itu ke mulutnya. Tapi sebelum bibirnya dapat mengecup pinggir
cangkir, tiba-tiba sebuah batu kecil melayang dan
?"?"?"prak!?"?"?" cangkir itu pecah dan jatuh ke atas lantai.
Isinya tumpah keluar dan Giok Lie mendekap
dadanya dengan terkejut. Kedua matanya bersinar
marah ketika ia melihat Cin Han masuk ke kamarnya.
?"?"?"Siocia, kenapa kau tetap ingin mati bunuh diri" Tak
malukah kau"?"?"?" suara Cin mengandung penasaran.
?"?"?"Malu" Mana lebih malu menjadi bini Biauw Su Hai"
Ah, kau tak tahu?"?"?"?"?"?" mengapa pula kauhalang-halangi
maksudku" Kau pernah menolongku ketika penjahat-
penjahat itu datang. Apakah?"?"?"?"?"?" apakah kali ini kau
hendak membuatku hidup sengsara"?"?"?"
Sebelum ia dapat menjawab, tiba-tiba dari luar
terdengar suara bentakan. ?"?"?"Bangsat kurang ajar!
Berani betul kau masuk kamar tunanganku. Hayo
keluar untuk terima binasa!?"?"?"
Giok Lie memegang lengan Cin Han. ?"?"?"Celaka! Itu
suara bajingan she Biauw! Kau pasti akan mendapat
celaka?"?"?"?"?"?" koko?"?"?"?"?"?" kau?"?"?"?"?"?" lekas kau pergi, larilah
sebelum terlambat?"?"?"..?"?"?"
Tapi Cin Han ragu-ragu karena ia khawatir kalau-
kalau gadis ini tetap akan bunuh diri nanti apabila ia
pergi meninggalkannya. Di luar kamar terdengar
banyak orang mendatangi dan sebentar kemudian
pintu kamar Giok Lie diketuk keras-keras.
?"?"?"Giok Lie! A-bwee!! Hayo buka pintu...... cepat!?"?"?"
?"?"?"Ah, ayah juga datang?"?"?"?"?"?" bagaimana ini baiknya,
koko" Ah, daripada aku mendapat malu, maka
bunuhlah aku lebih dulu, kemudian terserah padamu,
hendak lari atau mengadu jiwa. Tapi bunuhlah aku?"?"?"?"?"?"
namaku akan tercemar?"?"?"?"?"?" bunuhlah......?"?"?" Giok Lie
mencoba untuk merebut pedangnya, tapi Cin Han
memegang lengannya. ?"?"?"Nona! Jangan takut. Kalau memang kau berjanji
tidak akan bunuh diri, serahkanlah semua ini
kepadaku. Aku akap melindungimu. Tunggu di sini,
hendak kubereskan mereka semua.?"?"?" Kemudian
dengan sekali mengayunkan tubuh Cin Han melesat
keluar dari jendela sambil memutar pedangnya.
Begitu tiba di luar, ia dikeroyok, tapi dengan
mempergunakan ilmu pedang Hwie-liong-kiam-sut,
sebentar saja ia berhasil membabat patah toya
berikut sebuah lengan Bong Gak Hwesio. Namun
kepungan makin rapat, diantaranya Hong Su juga
menyerangnya sambil memaki.
?"?"?"Hem, Hwee-thian Kim-hong, kau manusia tak
mengenal budi. Kami memperlakukan kau baik-baik,
tapi sebaliknya kau bahkan mau mengganggu gadis
orang. Sungguh bagus perbuatanmu.?"?"?"
Cin Han sambil bersilat memperdengarkan suara
ejekan. ?"?"?"Kwi-eng-cu! Tadinya aku mengagumi kalian
karena mataku seakan-akan buta. Kini aku tahu siapa
kalian ini, dan dapat terduga olehku mengapa kalian
menggabung dengan bangsat-bangsat gundul dari
Pek-lian-kauw. Pendeknya, kalian mau apa" Biarkan
aku pergi dari sini dengan aman, atau aku membuka
jalan darah.?"?"?"
Kata-kata Cin Han disambut dengan serangan-
serangan hebat. Payah juga Cin Han melayani semua
ini, karena sesungguhnya, biarpun kepandaiannya
cukup tinggi, namun ia menghadapi enam orang yang
kesemuanya memiliki kepandaian istimewa.
Kok Pin yang memiliki ginkang yang tinggi dapat
memainkan joan-piannya dengan baik sekali,
dibarengi permainan ang-kin merah dari Lok Sin Tat
yang telah terkenal kelihaiannya. Tie Bong Hwesio
kemarin malam tak sempat ikut bertempur karena
ditugaskan menjaga pintu belakang kalau-kalau ada
musuh menyerobot, tapi kini hwesio yang mahir
sekali ilmu lweekangnya itu ikut mengeroyok dengan
sebatang tongkat besi di tangan.
Juga Thio Lok yang memang membencinya, tampak
memutar pedangnya dengan gerakan yang
mengingatkan Cin Han akan ilmu pedang Ang Lian
Lihiap. Dan pada saat itu ia berkenalan pula dengan
sepasang siang-kek dari Hong Su. Semua itu masih
ditambah lagi dengan adanya Bong Lam Hwesio
dengan goloknya yang memainkan Pat-kwa-to-hwat
yang dulu pernah ia rasakan kelihaiannya. Sungguh
yang bukan ringan. Tapi Cin Han bagaikan seekor banteng terluka, ia
bergerak lincah dan gesit sekali. Pedangnya Kong-
hwa-kiam menyambar-nyambar bagaikan naga
terbang mengeluarkan suara ngaungan nyaring yang
menyeramkan. Tubuhnya lenyap digulung sinar
pedangnya dan menerobos ke sana ke mari diantara
sekian banyak senjata yang mengurungnya.
Melihat bahwa biarpun mengeroyok dengan enam
orang masih juga belum dapat membinasakan
pemuda itu, Tie Bong Hwesio merasa penasaran dan
malu. Ia menggereng keras dan goloknya melesat ke
arah Cin Han, berusaha menerobos gulungan sinar
pedang. Serangan ini dilakukan dengan tenaga penuh, maka
Cin Han yang sedang sibuk menangkis banyak
serangan-serangan lihai itu, hanya sempat menowel
lengan Tie Bong agar golok itu melejit ke samping.
Namun, tenaga dalam hwesio itu cukup hebat hingga
biarpun gerakan goloknya agak mencong karena
towelan itu, namun masih saja mengancam
pundaknya. Dalam keadaan terdesak Cin Han menggunakan
tangan kiri menangkis sambil mengerahkan tenaga.
Tangkisan tangan ke arah golok ini kalau bukan
seorang ahli yang melakukan, sangat berbahaya,
karena mana kuat kulit dan daging dipakai menangkis
golok yang keras dan tajam.
?"08.24. Maafkan . . . Aku Yang Ceroboh!
Gerakan ini disebut Burung Garuda Mengibas Sayap
dan tangkisan itu lebih menyerupai sampokan ke arah
pinggir golok. Namun biarpun Cin Han dapat
menyelamatkan pundaknya, masih saja lengan
kirinya mendapat luka dan mengalirkan darah.
Tapi dengan mengertak gigi Cin Han menubruk maju
dan bres! ujung pedangnya memasuki perut Bong
Lam Hwesio yang tak sempat menangkis lagi. Dengan
berteriak keras hwesio itu roboh mandi darah.
Untuk sesaat para pengeroyoknya terkejut dan
mundur, tapi mereka maju mendesak pula. Biarpun
Cin Han masih gesit dan kuat, namun ia telah terluka
dan pengeroyoknya masih bersemangat dan berusaha
keras membinasakannya, maka anak muda itu
menjadi sibuk juga. Tiba-tiba terdengar suitan keras dan beberapa
bayangan orang berkelebat di atas gente ng.
Mereka datang! teriak Hong Su dan lima orang yang
mengeroyok Cin Han segera meninggalkan anak
muda itu untuk menyambut penyerang-penyerang
yang telah datang. Cin Han bernapas lega, dan terasa kini betapa sakit
dan perihnya tangannya yang terluka. Tapi tiba-tiba ia
teringat bahwa Biauw Su Hai yang ia benci itu tadi
tidak ikut mengeroyok. Kemanakah perginya jahanam
itu" Ia menjadi khawatir akan keselamatan Giok Lie,
maka segera ia loncat menuju ke kamar gadis itu.
Tidak, aku tidak mau pergi. Kau pengecut besar,
seharusnya kau bantu mereka menghalau musuh.
Pergi dari sini, pergi!! Mendengar bentakan Giok Lie dan bujukan-bujukan
Biauw Su Hai yang hendak membawa pergi gadis itu
dengan alasan bahwa keadaan sangat berbahaya Cin
Han menjadi marah sekali.
Pengecut! teriaknya dan ia meloncat memasuki
kamar dari jendela. Eh, bangsat kecil, kau belum mati" teriak Su Hai dan
Coa-siocia menjerit kecil ketika melihat tangan Cin
Han berlumuran darah. Cin Han mengangkat pedangnya menangkis
datangnya golok besar yang menyambarnya. Segera
mereka berkelahi mati-matian. Tenaga orang she
Biauw itu sesungguhnya besar sekali, ditambah pula
goloknya yang berat membuat serangan-s erangannya
berbahaya dan mematikan. Tapi bagi Cin Han, kapten
ini merupakan makanan lunak.
Dengan kelincahannya ia dapat menghindarkan diri
dengan mudah dan balas menyerang secepat kilat.
Baru saja bertempur belasan jurus, pedangnya telah
berhasil melukai pundak kapten itu yang roboh mandi
darah. Tapi Cin Han juga merasa sangat lemah dan
pening karena banyak mengeluarkan darah dari
lukanya. Ia melapangkan dadanya dan menarik napas
dalam-dalam sambil bersandar ke tembok.
Coa Giok Lie siocia memburu dan memegang
lengannya. Kau luka" Cin Han hanya mengangguk dan Giok Lie segera
menggunakan saputangan sutera membungkus
tangan kiri Cin Han. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan seorang
berbaju putih meloncat masuk dengan pedang di
tangan. Melihat Biauw Su Hai merintih-rintih di lantai,
ia berkata, Nah, inilah orangnya.
Lalu dengan sekali sabetan, kepala orang she Biauw
itu terpisah dari tubuhnya. Dengan cekatan sekali ia
sambar rambut kapten itu dan membawa kepala
Biauw Su Hai ke jendela. Dari situ ia berteriak. Nyo-toako, anjing Biauw telah
kubereskan. Ini kepalanya, terimalah! Dan kepala itu


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu dilemparkan keluar. Kemudian ia membalikkan
tubuh dan memandang ke arah Cin Han dan Giok Lie
dengan mata beringas. Coa Giok Lie hampir mengeluarkan teriakan kaget.
Ternyata orang itu adalah seorang wanita muda yang
sangat cantik, tapi pada saat itu wajah yang cantik itu
merah padam dan kedua mata yang jeli seakan-akan
mengeluarkan api. Cin Han membuka matanya. Lan-moi...... katanya
perlahan. Siapa sudi kau sebut adik! Ang Lian Lihia p Han Lian
Hwa membentak. Pengkhianat rendah. Angkat
pedangmu untuk terima binasa.
Cin Han tersenyum lemah, Kau mau, bunuh padaku"
Bunuhlah& & memang aku telah salah sangka dan
tersesat. Kau wanita gagah, patriot sejati, aku hanya
orang rendah yang buta dan bodoh. Bunuhlah!
Han Lian Hwa mengertak gigi. Jangan banyak
cerewet. Hayo angkat senjatamu. Demi Tuhan& &
kutusuk dadamu dengan pedang ini, hayo...... hayo
lawan!! Giok Lie mendengar dengan heran dan ia merasa
penasaran sekali melihat Cin Han dihina tapi tak mau
melawan. Maka ia memegang lengan pemuda itu.
Koko, mengapa kau tidak melawan dia" Lawanlah,
masakah kau kalah oleh perempuan galak ini" Kau
dihina, koko lawanlah, kalau kau tidak mau, biar aku
wakilnya! Dan Giok Lie mencoba untuk mengambil pedang
Kong-hwa-kiam dari tangan Cin Han. Gadis yang
lemah lembut ini karena gemas melihat Cin Han
dihina dan dimaki, telah melupakan kelemahan
sendiri. Sikap ini membuat Cin Han malu dan
bangunlah semangatnya. Ia memandang Han Lian
Hwa dengan sayu lalu berkata perlahan,
Ang Lian Lihiap& & kau tidak memberi kesempatan
padaku untuk menerangkan dan membela diri. Kau
salah sangka, nona. Aku bukan pengkhianat seperti
yang kaukira...... Kau berada di sini, di sarang para pengkhianat
bangsa. Masih saja tidak mau mengaku" Mana ada
maling mau mengaku" Dan kau& & agaknya anak
keluarga Coa penjual negara ini& & kekasihmu! Mau
berkata apa lagi" Nah terimalah pedangku! Dengan
hebat Lian Hwa menutup kata-katanya dengan
sebuah serangan kilat. Cin Han menangkis dan segera ia sibuk menangkis
dan berkelit menghindarkan diri dari serbuan Ang Lian
Lihiap yang nekad dan marah itu. Sedikitpun ia tidak
balas menyerang! Diam-diam Lian Hwa mengakui bahwa ilmu pedang
Cin Han jauh lebih hebat daripada dulu dan ia
maklum bahwa ia bukanlah lawannya, tapi ia
penasaran sekali mengapa pemuda itu tidak mau
balas menyerang" Karena penasaran ia menjadi
marah dan malu, merasa dirinya dipandang rendah
sekali. Ia malu karena perempuan yang kelihatannya mesra
sekali hubungannya dengan Cin Han itu berada di situ
dan melihat jalannya pertempuran. Sedikitpun ia tidak
menyangka bahwa perempuan itu sama sekali tidak
pandai bersilat dan tentu saja tidak tahu bahwa Cin
Han dalam pertempuran itu selalu mengalah. Dalam
pandangan Giok Lie, Cin Han selalu terdesak, maka
diam-diam ia meraba-raba ke arah dinding.
Biarpun Cin Han dapat menggunakan ilmu pedangnya
yang lihai untuk menjaga diri, tapi karena ia sudah
terluka dan lagi karena jiwanya merasa tertekan
serta kesedihan membuat pikirannya bingung, maka
gerakannya tak selincah biasanya. Maka pada satu
saat Ang Lian Lihiap berhasil melukai pundak kirinya
dan darah mengalir lagi membasahi bajunya dan
membuat burung Hong di dadanya seakan-akan
mengalirkan darah! Cin Han terhuyung-huyung mundur dan Giok Lie maju
memeluknya dan menariknya ke arah dinding.
Lian Hwa dengan napas terengah-engah berdiri
memandang ke ujung pedangnya yang menjadi
merah karena darah pemuda itu. Tidak terasa
olehnya, dua butir air mata membasahi pipinya, tapi ia
menahan perasaannya dan membentak, ?"?"?"Hayo
jangan bersembunyi di balik baju kekasihmu! Majulah,
biar seorang diantara kita mati di ujung pedang!?"?"?"
Tiba-tiba Giok Lie memekik. ?"?"?"Kau?"?"?"... kau perempuan
kejam!?"?"?"
Lian Hwa menjadi marah dan meloncat maju. Tapi
tiba-tiba terdengar suara keras dan dinding di
belakang Giok Lie terbuka! Gadis itu dengan cepat
menarik lengan Cin Han memasuki pintu rahasia itu,
dan ketika Lian Hwa mengejar, pintu itu cepat sekali
tertutup pula seperti sebelum terbuka dengan tak
tersangka itu. Lian Hwa menggunakan pedang Sian-liong-kiam
membacok, tapi ternyata di balik dinding itu terdapat
daun pintu besi yang sangat tebal.
Lian Hwa membanting-banting kakinya dan memaki,
?"?"?"Perempuan siluman! Hayo buka dan biarkan
kupenggal leher laki-laki pengkhianat itu!?"?"?"
Berkali-kali ia membacok pintu besi itu dengan
pedang sampai tangannya merasa panas. Akhirnya ia
menjatuhkan diri di atas sebuah kursi dan menangis.
Pertempuran di luar kamar berjalan dengan seru dan
hebat. Tapi di pihak penyerang ditambah seorang tosu
yang lihai, ialah Pek Siong Tosu, ketua Hoei-san-pai,
termasuk golongan anti kaisar. Maka, karena di pihak
Kwi-coa-pai telah kacau oleh perlawanan Cin Han
tadi, mereka tak dapat menahan desakan para
penyerang, dan setelah Hong Su dan kedua pengemis
menderita luka-luka, mereka melarikan diri.
Sebenarnya yang dikehendaki jiwanya oleh
rombongan penyerang anti kaisar ini tak lain ialah
Biauw Su Hai dan Lam Beng Sun. Yang pertama itu
dibenci karena ia adalah kepercayaan kaisar dan
terkenal kejam serta telah membinasakan banyak
orang gagah. Sedangkan orang she Lam telah dikenal
sebagai seorang penghasut yang licin dan banyak
berhasil dalam hasutan dan bujukannya terhadap
banyak orang gagah sehingga mereka itu berbalik
pikiran akibat pengaruh hasutan dan pengaruh
sogokan harta dan uang. Karena Biauw Su Hai terbunuh oleh Lian Hwa dan
Lam Beng Sun juga terbunuh oleh rombongan itu,
sedangkan para kauwsu penjaga telah lari pergi,
maka Kim-jiauw-eng Nyo Tiang Pek si Garuda Kuku
Emas yang memimpin serbuan itu, mengajak kawan-
kawannya pergi. Tapi Lian Hwa tidak kelihatan di situ
sehingga semua orang menjadi bingung lalu mencari-
cari dengan terpencar. ?"?"?"Y?"?"?"
Ke manakah perginya Ang Lian Lihiap"
Sebetulnya, tadi setelah Cin Han diselamatkan dan
dibawa pergi melalui pintu rahasia oleh Coa Giok Lie
siocia, pendekar wanita itu merasa penasaran sekali.
Hatinya telah kecewa dan sedih melihat kenyataan
bahwa pemuda yang dikagumi itu kini telah tersesat
dan menjadi pengkhianat, kini ditambah pula melihat
Coa Giok Lie demikian mencinta pemuda itu bahkan
berhasil melarikannya, hatinya seakan-akan dipotong-
potong pedang tajam. Rasa sayangnya terhadap Cin Han yang ada sejak
dulu di dalam hatinya kini berubah rasa benci, ya,
benci sekali hingga kehendak satu-satunya kini hanya
ingin membunuh. Biarpun ia sendiri tidak tahu apakah
ia akan sanggup membunuh pemuda itu karena tadi
baru melukai pundaknya saja ia sudah merasa
dadanya perih dan sakit karena iba hati!
Tapi, mengingat pula bahwa kini mungkin gadis yang
membawa lari Cin Han itu tengah merawat pundak
yang terluka oleh tusukannya tadi, ah, tak kuat
menahan hatinya yang bergelora dan tinggal
berpangku tangan saja. Ia harus membunuh Cin Han,
membunuh perempuan itu, dan kalau perlu
membunuh diri sendiri! Dengan hati-hati dan cermat diperiksanya seluruh
dinding dan tiang. Akhirnya dapat juga olehnya
rahasia pintu itu, ialah sebuah lukisan harimau yang
tergantung di dinding. Diputar-putarnya lukisan itu dan
tiba-tiba dengan mengeluarkan suara keras pintu
rahasia itu terbuka. Lian Hwa meloncat masuk sambil siap dengan pedang
di tangan. Jalan rahasia itu merupakan sebuah
terowongan yang menembus tanah di bawah taman.
Ia terus maju merayap dan tahu-tahu terowongan itu
membawanya keluar dari pekarangan dan sampai di
hutan kecil di belakang gedung.
Dengan bernafsu Lian Hwa maju terus. Ia mencari-
cari, tapi keadaan di sekeliling hutan sunyi saja. Ia
maju terus ke tengah. Tiba-tiba dilihatnya cairan
warna hitam tertimpa cahaya bulan. Diperhatikannya
benda cair itu. Darah! Hatinya berdebar dan rasa iba
menusuk hatinya. Darah Cin Han! Sekali lagi air matanya menitik keluar
dari pelupuk mata. Ia membungkuk mengamat-amati
jejak kaki yang menyatakan bahwa orang-orang
yang dikejarnya lari ke arah utara.
Setelah berlari lagi beberapa lamanya di sepanjang
lorong kecil dalam hutan itu, ia melihat sebuah
pondok bambu di tengah hutan, dan ketika ia datang
mendekat, terdengar olehnya suara orang bicara.
Hatinya panas lagi ketika ia mendengar suara Giok
Lie. Ingin sekali ia menerjang membuka pintu pondok dan
menyerang, tapi tiba-tiba ia mendengar suara Cin Han
berkata-kata. Ia jadi ingin tahu apakah yang mereka
bicarakan, maka dengan diam-diam ia memasang
telinga mendengarkan dari luar.
?"?"?"Kau bilang dia itu Ang Lian Lihiap" Ah, pernah aku
mendengar nama ini disebut orang sebagai seorang
pendekar wanita berhati mulia. Tapi mengapa ia,
demikian kejam dan jahat"?"?"?"
?"?"?"Dia tidak jahat, nona. Dia benar-benar wanita gagah
yang berhati mulia,?"?"?" terdengar Cin Han menjawab
dengan suara lemah. ?"?"?"Tapi?"?"?"?"?"?" mengapa dia begitu membencimu"?"?"?"
Terdengar Cin Han mengeluh dan menarik napas
dalam. ?"?"?"Ia salah paham?"?"?"?"?"?" dan karena kebodohanku
sendiri?"?"?"?"?"?"?"?"?"
?"?"?"Koko, aku merasa seakan-akan kau ini kakakku
sendiri. Aku bukan orang luar lagi, maka berterus
teranglah, koko?"?"?"?"?"?" kau?"?"?"?"?"?" kau, cinta pada Ang Lian
Lihiap, bukan"?"?"?"
Ketika Lian Hwa mendengar ini dadanya berdebar-
debar dan ia mengertak giginya menekan gelora
hatinya. Ia memasang telinga baik-baik, tapi tidak
terdengar jawaban Cin Han.
?"?"?"Koko, kau cinta padanya,?"?"?" terdengar Giok Lie berkata
lagi, ?"?"?"hal ini mudah diketahui, ketika ia hendak
membunuhmu kau menyerah saja seakan-akan
bagimu senang mati di tangannya. Tapi, mengapa
sebaliknya ia begitu membencimu" Ada salah paham
apakah diantara kau dan dia"?"?"?"
Kembali terdengar Cin Han menghela napas.
?"?"?"Semua salahku sendiri. Aku memang bodoh, mudah
saja tertipu oleh Hong Su si Bayangan Iblis! Kusangka
benar belaka pengakuan mereka bahwa mereka
membentuk perkumpulan untuk membasmi pengacau
dan penjahat yang mengganggu rakyat. Aku sama
sekali tidak menyangka bahwa mereka ini adalah
pengkhianat-pengkhianat dan penjilat ka isar. Siapa
dapat mengira" Bahkan Thio Lok si Naga Hijau yang
masih ada hubungan saudara seperguruan dengan
Ang Lian Lihiap sendiri, terdapat pula di situ, Tentu
saja ketika mereka minta pertolonganku untuk
membantu melindungi ayahmu dari serangan
penjahat-penjahat yang datang, aku tidak
menolaknya. Ternyata yang datang bukanlah
penjahat-penjahat, sebaliknya adalah Ang Lian Lihiap
dan para pendekar kang-ouw. Aku tertipu tapi
betapapun juga, aku tidak pernah melakukan
kejahatan......?"?"?"
?"?"?"Tidak, Cin Han koko, kau bukan penjahat. Kau
bahkan telah menolongku dari si jahanam Biauw
itu?"?"?"?"?"?" biarpun ayah termasuk golongan penjilat kaisar
juga, hal ini kuakui, tapi aku sebagai anaknya belum
begitu jahat untuk tak dapat membedakan mana
penjahat mana orang baik. Biarlah, kalau aku bisa
berjumpa dengan Ang Lian Lihiap, akan kujelaskan
kepadanya bahwa kau putih bersih tak ternoda
dosa?"?"?"?"?"?" Ah, kasihan kau, koko, semua orang
memusuhimu. Pihak Pek-lian-kauw dan Kwi-coa-pai
pasti akan mencari-carimu untuk membalas dendam,
sedangkan Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya
tetap akan mengejar-kejarmu sebagai seorang
pengkhianat.?"?"?"
Lian Hwa mendengarkan semua percakapan itu
dengan tubuh gemetar. Ia terharu sekali. Ia merasa
telah berlaku sewenang-wenang terhadap Cin Han.
Dan Giok Lie demikian baik, demikian lemah lembut,
tidak seperti dia, wanita kasar dan kejam. Tiba-tiba ia
tersedu dan segera ditahannya tangis yang telah


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menerjang keluar dari dadanya, tapi suara isaknya
telah keluar dari kerongkongannya.
Cin Han yang mendengar suara di luar ini lalu
mengumpulkan tenaga dan meloncat keluar. Ia masih
dapat melihat Han Lian Hwa lari pergi dengan cepat
sambil menangis. ?"?"?"Lian-moi......! Adik Lian?"?"?"?"?"?" berhentilah?"?"?"?"?"?""?"?"?" Ia lari
mengejar, tapi gerakan Ang Lian Lihiap cepat luar
biasa hingga sebentar saja ia telah lenyap ditelan
malam gelap. Sementara itu terdengar suara Giok Lie memanggil-
manggil, maka Cin Han segera lari ke pondok.
?"?"?"Lihat, koko, barang ini melayang masuk dari jendela,?"?"?"
kata gadis itu sambil memperlihatkan sehelai kain
putih. Cin Han mengambil sutera itu dengan dan membaca
tulisan darah di atas sutera putih yang berbunyi,
?"?"?"Maafkan aku yang ceroboh.?"?"?"
di bawah itu terlukis bunga teratai. Tulisan dan lukisan
itu terang sekali dibuat dengan darah!
Cin Han memandang sutera itu dengan terharu. Tiba-
tiba Giok Lie memegang lengannya. ?"?"?"Koko, dia?"?"?"?"?"?" dia
cinta padamu.?"?"?"
Cin Han menengok dengan pandangan bodoh dan
sedih. ?"?"?"Lihat koko. Kain ini adalah potongan ujung baju, dan
tulisan ini ditulis dengan darah. Tentu ia merasa
menyesal sekali telah melukaimu maka ia menggigit
ujung jarinya untuk menulis surat ini!?"?"?"
Cin Han makin terharu. Kalau benar pendekar wanita
itu menyesal dan cinta padanya, mengapa ia lari
pergi" Karena merasa sedih ditambah luk anya terasa
lagi karena ia mengeluarkan tenaga ketika lari tadi,
kepalanya menjadi pening, matanya berkunang-
kunang dan ia terhuyung-huyung hampir jatuh.
Baiknya Giok Lie segera memburu dan gadis itu
memeluknya lalu membawanya ke pembaringan.
Dengan sangat teliti Giok Lie merawat luka Cin Han,
mencuci dan membalut pundak dan lengan yang luka
itu, hingga dua hari kemudian Cin Han merasa
tubuhnya segar kembali, biarpun lengan kiri dan
pundaknya masih agak sakit karena lukanya belum
kering betul. Baiknya ia selalu membawa obat luka
buatan gurunya yang dapat menghentikan jalannya
darah dan mencegah masuknya racun dalam luka. Ia
merasa berterima kasih sekali atas kebaikan hati gadis itu yang menganggapnya sebagai kakak sendiri.
Setelah badannya kuat kembali, pertama-tama yang
dilakukan ialah menyelidik di gedung Pangeran Coa
Kok Ong. Ia mendapat keterangan bahwa selain
orang-orang she Biauw dan Lam Beng Sun si dorna,
keluarga Coa semua tidak ada yang diganggu oleh
rombongan penyerang. Tapi karena takut, Pangeran
Coa berikut keluarganya semua pindah ke kota raja
di mana mereka mempunyai sebuah gedung pula.
Tidak ada diceritakan orang tentang kehilangan Coa
siocia. Agaknya Coa Kok Ong hendak merahasiakan
tentang lenyapnya gadis itu untuk menjaga nama.
Mendengar bahwa orang tuanya telah meninggalkan
dirinya, Coa Giok Lie menangis sedih.
?"?"?"Adikku yang baik, jangan kau bersedih. Ayahmu
baru kemarin berangkat, marilah kita susul saja pasti
kita akan dapat mengejarnya.?"?"?" Cin Han berkata
dengan suara menghibur. Giok Lie mengangkat mukanya dengan girang. ?"?"?"Kau
mau mengantarku, koko"?"?"?"
Cin Han mengangguk dan gadis itu segera menyusut
kering air matanya. Karena Giok Lie memakai
beberapa perhiasan berharga, maka mudah saja
mereka mendapatkan dua ekor kuda bagus yang
mereka tukar dengan emas perhiasan. Maka
berangkatlah mereka naik kuda mengejar rombongan
Coa Kok Ong. Biarpun tidak pandai ilmu silat, namun Coa Giok Lie
biasa naik kuda, bahkan boleh dikatakan pandai,
karena sejak kecil ia suka sekali naik kuda dan
permainannya ini dituruti saja oleh ayahnya yang
memanjakannya. Hal ini ternyata menguntungkan
mereka pada saat itu, karena mereka dapat dengan
cepat melakukan pengejaran.
Setiap kali memasuki sebuah kota dan kampung, Cin
Han bertanya tentang rombongan Pangeran Coa
kepada penduduk di situ, maka tahulah ia bahwa
rombongan itu tidak dapat berjalan cepat karena
membawa kereta yang diduduki anggauta keluarga
wanita. Maka ia mengajak Giok Lie mempercepat
larinya kuda. Pada keesokan harinya menjelang senja, mereka
dapat mengejar rombongan pangeran itu dalam
sebuah hutan. Tapi alangkah kaget mereka ketika melihat bahwa
rombongan itu tengah diserbu oleh segerombolan
perampok. Terdengar jeritan minta tolong dari kaum
wanita. Suara beradunya senjata tambah
menyeramkan suasana. Pengawal-pengawal dengan
nekad mengangkat senjata dan mencoba membela
majikan mereka dari serangan penjahat.
Giok Lie berseru kaget ketakutan.
Cin Han meloncat turun dari kuda, ?"?"?"Siocia jangan
bergerak. Tunggu saja di sini, biar aku menolong
keluargamu!?"?"?"
Kemudian ia lari secepat terbang ke tempat
pertempuran itu. Datangnya pemuda pendekar ini
mengacaukan para perampok. Di mana saja
bayangan Cin Han berkelebat di situ tentu terdengar
pekik kesakitan dan tubuh seorang anggauta
perampok jatuh terguling. Karena tidak mau
membinasakan banyak orang, Cin Han hanya
menggunakan tangan kosong dan bergerak bagaikan
seekor garuda menyambar-nyambar dengan Hun-kin-
coh-kut yakni ilmu pukulan putuskan otot lepaskan
tulang, sehingga sebentar saja para perampok jatuh
rebah bergulingan, bertumpuk-tumpuk dan mulut
mereka merintih-rintih. Cin Han melihat ke arah kereta. Dilihatnya bahwa
Pangeran Coa Kok Ong dan isterinya telah rebah di
atas tanah dan seorang penjahat sedang mengangkat
golok dan mengayunkan itu ke arah leher Coa Kok
Ong. Jarak antara tempat berdirinya dengan penjahat
itu terpisah lima tombak lebih, maka untuk dapat
menolong ayah Giok Lie, pendekar muda itu
memungut batu kecil dan mengayunkannya ke arah
lengan penjahat. Dengan menjerit kesakitan penjahat
itu melepaskan goloknya dan menggunakan tangan
kiri meraba-raba lengan kanan sambil merintih-rintih.
Bagaikan kilat menyambar, Cin Han meloncat datang
dan mengirim tendangan. Penjahat itu terlempar jauh
dan jatuh tak bergerak lagi.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras, ?"?"?"Anjing dari mana
berani datang mengacau"?"?"?"
Bentakan ini diikuti berkelebatnya golok besar
menyambar ke leher Cin Han. Tapi Cin Han berkelit
dan mengayun kakinya menendang. Ternyata
penyerangnya gesit juga dan dapat meloncat ke
samping menghindari tendangan.
Cin Han mengerling dan melihat bahwa
penyerangnya adalah seorang tinggi kurus berwajah
kejam. Tenaga orang itu besar dan goloknya
berwarna merah dan basah oleh darah! Cin Han
melayaninya dengan tenang dan gesit. Pada saat itu
ia melihat Giok Lie lari mendatangi dan menuju ke
kereta sambil berteriak-teriak memanggil ayah-
ibunya, lalu menubruk dua tubuh yang rebah di atas
tanah itu. Cin Han terkejut sekali.
?"?"?"Kau bunuh mereka"?"?"?" bentaknya kepada
penyerangnya. ?"?"?"Ha-ha! Dan sebentar lagi kuantar kau menyusul
mereka!?"?"?"
Cin Han marah sekali mendengar sindiran yang
sombong ini, kaki kirinya diayun lagi dengan seruan
keras. Lawannya mencoba berkelit dan menangkis
dengan tangan kiri, tapi tendangan ini hebat sekali
dan dilakukan dengan sepenuh tenaga karena gemas.
Dengan menjerit ngeri kepala perampok itu terlempar
jauh dan jatuh berdebuk tidak berkutik lagi karena
tulang iganya patah-patah dan mati seketika itu juga!
?"09.25. Penyerangan Sarang Kwi-coa-pai
Cin Han memandang sekeliling, tetapi semua perampok yang masih hidup sudah melarikan diri, gentar melihat
kehebatan sepak terjangnya. Beberapa belas perampok rebah berguling-guling dan merintih-rintih. Di pihak
rombongan pangeran, hanya tinggal empat orang pengawal yang masih hidup, tetapi sudah hampir mati lemas
kelelahan. Cin Han segera menghampiri Giok Lie. Hatinya terharu melihat gadis itu memeluki tubuh ibunya yang rebah
mandi darah dan sudah mati di dekat kereta. Nyonya tua itu telah mati karena bacokan golok pada lehernya!
Tiba-tiba Coa Kok Ong menggerak-gerakkan tubuhnya. Cin Han cepat menghampiri dan menotok pundak kiri
orang tua itu untuk menghentikan jalan darah ke arah dada yang terluka sehingga pangeran itu tidak
menderita sakit terlalu hebat. Tetapi melihat keadaannya, diam-diam Cin Han maklum bahwa jiwanya takkan
tertolong lagi. Giok Lie lari dan menubruk ayahnya.
Ayah......! Coa Kok Ong memandang puterinya.
Kau& & Giok Lie& & " ia lalu memandang Cin Han yang berjongkok di dekatnya. Hwee-thian Kim-hong......."
Kau yang menolong kami" Terima kasih& & janganlah kepalang kau menolong& & tolonglah juga anakku ini.......
lindungi ia........ aku serahkan Giok Lie& & kepadamu......!
Dan pangeran itu menghembuskan napas terakhir diikuti pekik Giok Lie yang lalu jatuh pingsan. Cin Han
dengan tidak sungkan lagi memijit urat leher gadis itu sehingga terdengar ia menjerit perlahan dan sadar dari
pingsannya lalu menangis sedih, dihibur oleh kata-kata halus dari Cin Han.
Setelah memesan kepada empat pengawal yang masih hidup itu untuk mengurus semua jenazah dan minta
bantuan orang-orang kampung yang dekat dengan hutan itu, Cin Han dan Giok Lie naik kuda dan pergi dari
situ. Sebenarnya Giok Lie amat berat hatinya meninggalkan jenazah orang tuanya tanpa menanti sampai
dikebumikan, namun ia maklum bahwa Cin Han tidak aman berada di tempat itu, di daerah yang dikuasai Kwi-
coa-pai. Maka dengan sedih ia ikut pemuda yang telah dipercayai ayahnya untuk menjadi pelindungnya.
Kalau ia teringat ucapan terakhir dari ayahnya bahwa dirinya telah di serahkan kepada Cin Han, ia merasa
seluruh mukanya panas, hatinya berdebar-debar dan ia tidak berani memandang wajah Cin Han.
Beberapa hari kemudian mereka tiba di rumah Gan Keng Hiap, paman dan guru pemuda itu. Cin Han lalu
menuturkan pengalamannya dan riwayat Giok Lie. Paman dan bibinya merasa terharu mendengar nasib gadis
cantik itu, maka ketika Cin Han minta pertolongan mereka untuk menerima Giok Lie yang sebatang kara
tinggal di situ, mereka tidak ragu-ragu berkata,
Siocia, jangan sedih. Biarlah kami berdua menjadi pengganti orang tuamu.
Giok Lie menubruk dan memeluk nyonya Gan sambil menangis tersedu-sedu. Sejak saat itu ia menyebut ayah
dan ibu kepada suami-isteri Gan yang budiman itu.
Dari Gan Keng Hiap, Cin Han mendengar akan keadaan pemerintah di saat itu. Kini dia tahu akan siasat kaisar
yang sangat licin, yaitu siasat mengadu domba untuk melemahkan semangat pemberontakan rakyat Tiongkok
yang tertindas. Ia kini tahu peranan apakah yang dipegang oleh Kwi-coa-pai dan Pek-lian-kauw sebagai pelopor barisan pro
kaisar. Ia kini dapat menduga bahwa Ang Lian Lihiap dan kawan-kawannya yang menyerbu gedung Pangeran
Coa Kok Ong adalah golongan anti kaisar. Maka ia menyesal sekali mengapa ia demikian bodoh hingga mudah
saja tertipu oleh Lie Thung dan Hong Su ketua Kwi-coa-pai itu.
Cin Han, kau adalah keturunan seorang berjiwa besar, dan kau sudah seperti anakku sendiri, kata
sasterawan tua itu bersemangat, maka agaknya arwah orang tuamu akan tersenyum bangga jika kali ini kau
dapat menyumbangkan tenaga dan kepandaianmu demi kepentingan rakyat dan negara. Ketahuilah, kaisar
lalim yang menjajah negeri kita ini sedang berusaha untuk menghancurkan atau sedikitnya mengurangi tenaga
para patriot yang anti pemerintahannya. Ia menggunakan siasat mengadu domba dan menghasut para cerdik
pandai dan para orang gagah untuk memihak kepadanya. Ia tidak segan-segan menggunak an tipu-tipu keji
dan pengaruh emas dan perak.
Dan yang menjadi tulang punggung kaisar penghisap rakyat itu dalam hal ini terutama adalah para dorna-
dorna bejat moral yang menggunakan Pek-lian-kauw dan Kwi-coa-pai kedua perkumpulan iblis itu. Maka,
jangan gentar, anakku, kaupergilah dan carilah hubungan dengan orang-orang gagah untuk membasmi mereka
ini. Cin Han kagum sekali mendengar kata-kata pamannya yang bersemangat. Tidak disangkanya bahwa
pamannya, seorang ahli sastera yang lemah itu, ternyata bersemangat sebagai seorang pahlawan bangsa dan
mencinta tanah airnya. Ia menghaturkan terima kasih, kemudian setelah mengaso dua hari, ia minta diri dari
paman dan bibinya. Bibinya berkata, Hati-hatilah dalam perantauanmu, Han. Dan....... kau sudah cukup umur dan& & dan& & kulihat
gadis itu...... Gan Keng Hiap tertawa bergelak. Betul juga kata bibimu. Anak itu walaupun keturunan pangeran penyokong
kaisar, tapi kulihat selain pandai ilmu sastera, juga berwatak baik& & dan cantik. Kalau kau suka& &
Cin Han menundukkan kepala dan seluruh wajahnya memerah. Tiba-tiba ia teringat Ang Lian Lihiap dan kedua
matanya menjadi basah. Maka tanpa menjawab lagi ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mengapa, Han" Apa kau tidak setuju" tanya bibinya.
Adik Giok Lie cukup berbudi, cukup berharga untuk diriku yang rendah ini...... kata Cin Han cepat-cepat.
Apa barangkali hatimu sudah terisi orang lain" tanya pamannya.
Cin Han makin terdesak dan bingung, akhirnya dapat juga ia mencari alasan.
Siok-hu, perkara ini kurasa baik dibicarakan kelak saja. Sebagaimana siok-hu telah pesan tadi, aku
menghadapi urusan besar yang bukan ringan dan yang berbahaya. Maka dalam keadaan begini, siapakah yang
mau meributkan urusan kawin"
Gan Keng Hiap dengan ketawa memukul kepalanya sendiri dan mencela isterinya, Dasar kau yang mulai dulu.
Dia benar, biarlah, hal ini kita tunda dulu, kelak masih banyak waktu untuk diurus!
Ketika berpamit kepada Giok Lie, Cin Han merasa malu untuk memandang muka gadis itu akibat usul paman
dan bibinya. Maka ia tidak melihat betapa mata gadis itu merah karena tangis dan ia hanya mendengar Giok
Lie berkata halus, Pergilah dan semoga kau bertemu dan berbaik kembali dengan dia, koko.
Ia heran mendengar suara Giok Lie mengandung isak, tapi ketika ia angkat muka memandang, ternyata gadis
itu telah memutar tubuhnya dan lari masuk ke kamar. Ia hanya dapat mengangkat pundak dan menarik napas
dalam. Sungguh baginya, wanita-wanita muda mempunyai watak yang ganjil dan tidak mudah dimengerti!
"%Y"% Tempat pertama-tama yang dituju oleh Cin Han adalah Hun-kap-teng, tempat di mana perkumpulan Kwi-coa-
pai berada. Ia merasa sangat penasaran kepada Hong Su dan kawan-kawannya yang telah menipunya
sehingga dalam pandangan Ang Lian Lihiap ia telah menjadi seorang pengkhianat bangsa! Ia hendak membalas
dendam dan membasmi sarang Ular Iblis itu untuk membersihkan namanya.
Tapi alangkah kecewa dan menyesalnya ketika ternyata bahwa sarang perkumpulan itu kosong, gedung besar
itu sudah ditinggalkan dan tidak nampak bayangan seorangpun anggauta Kwi-coa-pai. Ia pergi ke rumah
makan di mana ia berjumpa dengan Lie Thung dahulu, tapi rumah makan itu telah diurus oleh orang baru.
Dengan putus asa ia pergi mencari kamar dan menyewa sebuah kamar di hotel Liang-an.
Malam hari itu ia masih merasa penasaran, lalu keluar dengan diam-diam dari jendela. Ia berjalan di atas
genteng dan pergi menyelidik ke bekas gedung perkumpulan. Lama ia menanti di atas genteng itu. Tetapi
ternyata ia tidak menanti dengan sia-sia, karena lama kemudian dari jurusan timur berkelebat bayangan orang.
Ketika tiba di situ, ia melihat tiga orang hwesio dan yang dua tak lain ialah kedua pengemis, si bongkok dan si
kate! Kelima orang itu gesit sekali gerakannya dan ringan kakinya, lebih-lebih ketiga hwesio itu, sehingga diam-
diam Cin Han terkejut dan mengeluh karena di pihak Kwi-coa-pai telah datang orang-orang begini pandai untuk
membantu. Mereka meloncat turun dan memasuki kamar besar. Si pengemis bongkok memasang sebuah lilin.
Cin Han diam-diam mengintai dari atas genteng.
Mereka berlima duduk mengelilingi meja, seakan-akan ada yang mereka nantikan. Benar saja, belum lama


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka duduk, terdengar suitan nyaring. Sin Tat si bongkok membalas suitan itu dan sekejap kemudian
seorang bertubuh tinggi meloncat turun memasuki kamar itu. Cin Han melihat bahwa yang masuk itu adalah
Hong Su si Bayangan Iblis sendiri, ketua dari Kwi-coa-pai!
Ketiga hwesio itu saling memberi hormat dengan Hong Su dan ketua ini melayaninya dengan penuh hormat.
Kemudian Hong Su bertanya kepada Kok Pin si pengemis kate. Cin Han tidak begitu mendengar pertanyaan ini,
hanya ia tahu bahwa Hong Su menanyakan seseorang.
Ia benar-benar kembali, sekarang di hotel Liang-an, jawah si kate.
Jawaban ini membuat Cin Han terkejut. Sudah tahukah mereka ini bahwa ia datang mencari mereka"
Kemudian orang-orang dalam kamar itu bangun dari tempat duduk mereka dan berjalan keluar. Dengan cepat
sekali mereka meloncat naik ke atas genteng dan berlari-larian bagaikan terbang. Cin Han masih terus
mengikuti jejak mereka. Seperti yang ia duga mereka itu menuju ke hotel di mana ia bermalam! Ia menjadi marah sekali dan selagi ia
hendak meloncat keluar dan membentak mereka, tiba-tiba dari belakang hotel itu meloncat naik dua orang
yang bersenjata pedang yang segera menyerang keenam orang itu!
Perkelahian terjadi ramai karena walaupun dikeroyok enam, kedua orang itu tidak terdesak. Ilmu pedang
mereka lihai sekali dan sebentar saja mereka berhasil mematahkan semua serangan dari enam orang itu.
Cin Han merasa gatal tangan dan biarpun ia tidak kenal siapa adanya kedua orang itu, namun karena yang
mengeroyok adalah musuh-musuhnya, maka ia mencabut Kong-hwa-kiam dan menyerbu bagaikan naga muda
menyambar. Keenam orang Kwi-coa-pai itu terkejut. Mereka sudah mengenal kelihaian anak muda itu, dan biarpun ketiga
hwesio kawan-kawan Hong Su belum pernah bertempur melawan Cin Han, namun gerakan-gerakan pedang,
pemuda itu cukup menginsyafkan mereka akan kehebatan kiam-sut dari Hwee-thian Kim-hong! M ereka ini
merasa keder juga menghadapi Cin Han dan dua orang kosen itu, maka atas tanda suitan Hong mereka
meloncat ke belakang dan melarikan diri!
Cin Han hendak mengejar, tetapi kedua orang itu berkata,
Tidak perlu dikejar, masih banyak waktu untuk membasmi mereka!
Cin Han menahan kakinya dan ketika ia hendak menanyakan nama mereka, kedua orang itu hanya tertawa
dan meloncat pergi di dalam gelap! Melihat orang itu tidak suka bertemu dan bercakap-cakap dengan dia, Cin
Han hanya menggerakkan pundak dan meloncat memasuki kamarnya.
Di dalam kamarnya ia melihat sehelai kertas, di atas meja yang berisi tulisan :
Sarang Kwi-coa-pai pindah ke Lam-hu-teng dan kedudukannya sangat kuat. Tunggu serbuan kawan-kawan
pada malam limabelas. Surat itu tidak ditanda-tangani, tetapi Cin Han dapat menduga bahwa yang menulis tentu dua orang tadi. Ia
dapat juga menduga bahwa dua orang gagah tadi tentu golongan anti kaisar dan kawan-kawan Ang Lian
Lihiap. Malam limabelas ialah lusa malam dan Lam-hu-teng terletak di selatan, pikirnya. Kalau berkuda, maka dua hari
tentu ia sampai di sana. Esok harinya, pagi-pagi sekali, Cin Han mencari seekor kuda yang kuat dan melarikan kuda itu menuju ke Lam-
hu-teng. Karena kuda itu kuda murah, maka ia tidak berani memaksanya untuk membalap, takut kalau-kalau
mogok di tengah jalan, karenanya ia sering berhenti dan membiarkan kudanya beristirahat. Hal ini
memperlambat perjalanannya, sehingga pada hari keduanya, ia memasuki kota Lam-hu-teng pada waktu hari
sudah gelap. Ia mendapat kamar di sebuah penginapan. Ketika ia memasuki kamar dan membuka jendelanya karena hawa
dalam kamar itu agak panas, sehelai kertas melayang masuk kamar dari jendela. Cin Han memungut kertas itu
yang ternyata berisi lukisan peta kota dan yang menunjukkan di mana letaknya sarang Kwi-coa-pai!
Ia merasa girang sekali melihat bahwa orang-orang sehaluan sedang membantunya, tapi ia penasaran juga
mengapa mereka itu tidak mau datang menjumpainya dengan berterang. Agaknya mereka masih
mencurigaiku, pikirnya. Setelah ganti pakaian dan tidak ketinggalan lukisan burung Hong menghias dada, Cin Han meloncat ke atas
genteng menuju ke sarang Perkumpulan Ular Iblis sebagaimana yang tersebut di dalam surat tadi. Ketika tiba
di tempat yang dimaksud, ia heran dan bimbang karena tempat itu ternyata adalah sebuah kelenteng besar.
Apakah perkumpulan jahat itu bersarang di tempat suci ini" Tetapi ia tetap waspada dan hati-hati.
Gesit laksana kucing ia meloncat tanpa mengeluarkan suara ke bagian belakang. Tiba-tiba dari sebuah kamar di
bawah ia mendengar suara mendesis-desis. Suasana sunyi sekali, maka suara itu terdengar nyata. Suara itu
tidak keras, tapi kecil dan tajam menyakitkan telinga.
Cin Han menggunakan gerakan Naga Sakti Menembus Awan, meloncat turun dari bubungan ke tiang yang
melintang di atas jendela kamar itu, kemudian dengan sekali berjumpalitan, ia mengaitkan kakinya ke tiang itu
dan tubuhnya bergantung ke bawah. Ia telah bergerak dengan gerakan Ular Emas Lilitan Ekor. Dari situ ia
dapat mengintai ke dalam kamar dengan leluasa sekali.
Ia melihat di dalam kamar itu terdapat belasan orang duduk mengelilingi sebuah meja besar. Mereka diam
tidak bersuara dan tidak bergerak sedikit juga, bagaikan patung-patung. Hanya seorang saja diantara mereka,
yaitu Hong Su ketua Kwi-coa-pai, yang tampak bergerak perlahan, mengikuti gerakan-gerakan seekor ular
hitam yang melingkar bulat di tengah meja, dengan kepala dan leher tegak ke atas dan bergoyang-goyang
bagaikan menari. Suara mendesis-desis tajam tadi keluar dari mulut ular yang mengembang-kempiskan lehernya. Semua orang
dalam ruangan itu memandang dengan wajah tegang ke arah Hong Su yang menghadapi ular itu dan yang
berusaha menjinakkan binatang buas itu.
Tapi ketua Kwi-coa-pai ini menghadapi ular itu dengan senyum simpul, agaknya dia sudah biasa dengan
permainan ini! Cin Han memperhatikan orang-orang yang mengelilingi meja itu. Ia meiihat Thio Lok si Naga Hijau dari Selatan,
sepasang pengemis aneh Kok Pin dan Liok Sin Tat, Tie Bong Hwesio, tiga hwesio yang ia lihat bersama kedua
pengemis kemarin dulu, dan beberapa orang lain yang tidak dikenalnya, tetapi yang kesemuanya kelihatan
terdiri dari orang-orang ahli silat.
Ketika ia memandang ke arah Hong Su, ternyata ketua ini telah mengeluarkan sepotong bambu dan
memegangnya di tangan kiri. Lalu ia menjulurkan kepala mendekati ular itu dan mengeluarkan suara desisan
meniru-niru bunyi ular. Ular itu menjadi marah, dan sekali membuka mulut maka keluarlah uap hitam kehijau-hijauan dari mulutnya!
Uap racun itu menyambar ke arah Hong Su.
Si Bayangan Iblis ini cepat memiringkan kepalanya dan menggunakan bambu itu untuk menutup kepala ular.
Tapi ular hitam itu biarpun tubuhnya besar ternyata dapat mengelak dengan gesit dan ia membalas
menyerang. Kepalanya meluncur merupakan senjata berbisa dan menyambar ke arah leher Hong Su!
Si Bayangan Iblis memperdengarkan suara ketawa mengejek dan mengulur tangan kanan lalu menggunakan
dua jarinya hendak menjepit leher ular itu! Tapi karena ular itu tiba-tiba melengkungkan lehernya, maka jari
tangan Hong Su tidak dapat menjepit dengan tepat pada bagian lehernya, tetapi agak ke bawah di bagian
perut. Ular itu menggerakkan ekornya, menyabet ke atas mengarah kepala Hong Su dan berbareng leher dan
kepalanya yang masih bebas itu bergerak membalik dengan mulut terbuka lebar hendak menggigit lengan
Hong Su yang memegang perutnya! Serangan ini berbahaya sekali dan semua orang berseru kaget, bahkan Cin
Han yang berada di luar juga merasa terkejut melihat kelihaian ular itu.
Tapi pada saat itu terlihat bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu kepala dan ekor ular hitam yang
menyerang Hong Su itu telah hancur dan tubuhnya terkulai lemas, bergantung di tangan Hong Su yang masih
menjepit perut ular! Semua orang memandang kepada seorang laki-laki bopeng yang dengan tenang mengebut-ngebutkan
saputangannya. Orang itu berusia kurang lebih tigapuluh tahun dan wajahnya belang-belang bagaikan kedok,
kulitnyapun hitam dan bolong-bolong bekas penyakit cacar, sedangkan hidungnya menjungat ke atas sehingga
ia kelihatan selalu berdongak ke atas. Semua orang memuji ketangkasannya karena dengan sekali kebut saja,
kain yang lemas halus itu telah dapat menghancurkan kepala dan ekor ular tadi.
Diam-diam Cin Han kagum juga dan ia mengeluh karena kali ini ia akan berhadapan dengan seorang yang
benar-benar merupakan lawan berat. Tetapi Kwi-eng-cu Hong Su si Bayangan Iblis memandang tamunya
dengan senyum dingin dan jelas kelihatan air mukanya membayangkan tidak senang hati.
Oei Koai-hiap sungguh lihai, tapi sayang ular lambang perkumpulanku telah mati dan tidak mudah dicari
gantinya. Sayang aku tidak segagah Oei Koai-hiap untuk dapat mencari pengganti ular perkumpulanku......
Hong Su mengeluh dan suaranya penuh penyesalan.
Orang yang buruk mukanya itu ialah Pat-chiu Koai-hiap Oei Gan si Pendekar Aneh Kepalan Delapan. Ia selain
terkenal berkepandaian tinggi, juga terkenal mempunyai adat yang aneh, maka ia disebut Koai-hiap. Ketika
mendengar keluhan Hong Su, hidungnya yang berdiri ke atas itu mengeluarkan suara ejekan dan sambil
memutar-mutar saputangannya ia berkata, suaranya nyaring dan tinggi.
Dibantu tidak menerima bahkan menyesal, beginilah adat dunia. Di luar ada musuh kuat bahkan bermain-main
dengan ular berbisa, beginilah kelakuan orang-orang ceroboh. Aku kenal ularmu itu, Hong-pai-cu, bukankah itu
disebut Ouw-kwi-coa atau Ular Iblis Hitam yang hanya terdapat di daerah barat" Kau agaknya lebih sayang
ular itu daripada jiwamu, dan aku telah salah tangan membunuh kekasihmu itu. Biarlah, kucarikan gantinya.
Oei Gan berjalan ke pintu.
Diam-diam Cin Han terkejut karena ternyata orang aneh itu telah tahu bahwa ia bersembunyi dan mengintai di
luar. Hong Su buru-buru mengejar. Tidak usah, Koai-hiap. Biarlah yang sudah mati biar mati, tapi kita sedang
menghadapi perkara besar, janganlah kau pergi!
Ha-ha. Urusanmu bukan urusanku. Perkaramu bukan perkaraku. Aku datang hanya ingin berkenalan dan coba-
coba kepandaian orang-orang gagah yang kaukatakan jahat dan telah menjadi musuh-musuhmu. Tapi aku
telah salah tangan dan aku paling benci mempunyai hutang. Sekarang boleh dikata aku berhutang kepadamu.
Hutang seekor ular Ouw-kwi-coa. Harus kubayar secepat mungkin.
Sambil berkata demikian ia mengepal-ngepal saputangan tadi menjadi bulat dan tiba-tiba ia menimpukkan kain
itu keluar jendela. Cin Han melihat datangnya kain bulat itu cepat sekali bagaikan sebuah pelor besi ke arah tubuhnya yang
bergantung, tentu saja ia merasa terkejut sekali. Tapi ia segera menahan napas di dadanya dan menggunakan
tenaganya meniup ke arah pelor kain itu yang segera kehilangan tenaga luncurannya dan melayang ke bawah
merupakan sehelai saputangan.
Oei Gan tertawa bergelak-gelak.
Eh, tuan-tuan yang gagah perkasa. Ada tamu lihai datang, kenapa tidak segera disambut" Sebetulnya tamu
yang datang ini cukup berharga untuk dipakai mengukur tenaga, sayang hutangku belum lunas. Nah, sampai
ketemu lain kali! Kemudian tanpa menoleh ia meloncat pergi dari situ.
Hong Su dan kawan-kawannya kini tahu bahwa di luar ada orang mengintai, maka mereka segera mengambil
senjata masing-masing dan meloncat keluar. Cin Han mendahului mereka meloncat ke atas wuwungan dengan
Kong-hwa-kiam di tangan. Baru saja kakinya menginjak genteng, telinganya dapat menangkap suara angin senjata rahasia yang
menyambar dari tiga jurusan ke arah leher, dada dan lambungnya. Cin Han mengulur kedua tangan untuk
menangkap dua batang piauw yang menyambar dada dan lambung, sedangkan piauw yang menyambar
lehernya ia kelit. Pada saat itu datang pula menyambar tiga batang piauw. Ia mengayun tangan menyambit dengan kedua
piauw yang ditangkapnya tadi dan lemparannya tepat mengenai piauw yang datang menyambar sehingga
semua senjata rahasia terpukul jatuh ke atas genteng.
Hong Su manusia iblis, jangan berlaku pengecut! Keluarlah terima binasa! teriak Cin Han gemas.
Sembilan orang meloncat ke depannya, dan Hong Su berada di depan sendiri sambil memegang sepasang
siang-kek di kedua tangan berkata marah.
Hm, kukira siapa, tidak tahunya Hwee-thian Kim-hong si burung Hong mau mampus dan penculik anak gadis
orang! Kebetulan sekali. Banyak tamu datang dan aku tidak mempunyai hidangan istimewa. Sekarang ada
burung Hong datang karena bosan hidup, mari kawan-kawan! Kita tangkap burung ini dan dipanggang
dagingnya! Manusia tak tahu malu! Cin Han memaki dan sesaat kemudian Kong-hwa-kiam di tangannya telah
menyambar-nyambar dan mengeluarkan cahaya putih berkilauan karena ia mengeluarkan ilmu pedang
simpanannya yaitu Hwie-liong-kiam-sut.
Hong Su yang maju berbareng dengan Kok Pin dan Liok Sin Tat sepasang pengemis, segera terdesak hebat.
Kawan-kawan yang lain segera maju mengepung Cin Han dan sebentar saja delapan orang, kecuali tiga
hwesio gundul itu, telah mengeroyoknya.
Pengepungnya terdiri dari jagoan-jagoan dan cabang-cabang atas yang semuanya memegang senjata mustika,
maka dapat dibayangkan betapa lihai dan berbahayanya mereka itu. Tapi, kali ini Cin Han mengerahkan
seluruh tenaga dan kepandaiannya, ia memainkan Hwie-liong-kiam-sut dengan baik dan cermat sehingga
tubuhnya lenyap terbungkus sinar pedangnya yang baru anginnya saja sudah sangat tajam mengiris kulit.
Inilah kehebatan ilmu pedang ciptaan Beng San Siansu yang telah dimiliki Cin Han lebih dari tiga perempat
bagian. Pada saat itu terdengar suitan nyaring dan lima orang meloncat naik ke atas genteng. Seorang diantaranya
yang bertubuh kecil ramping, langsung menerjang kepungan dan membantu Cin Han. Pedangnya berkelebat
cepat dengan gerakan-gerakan aneh sehingga sebentar saja pengeroyok Cin Han menjadi k acau balau dan
terbagi menjadi dua rombongan.
Cin Han melihat bahwa yang datang itu bukan lain adalah Ang Lian Lihiap, maka tidak terkira besarnya rasa
girang dalam hatinya. Ia memperhebat gerakan pedangnya dan karena sekarang yang mengurungnya telah
terbagi dua, gerakan pedangnya yang menyerang secara hebat akhirnya berhasil juga.
?"09.26. Habis Gelap Terbitlah Terang
Dengan tipu Naga Terbang Mengejar Mustika, Kong-hwa-kiam nya berkelebat dibarengi tendangan ke arah
Hong Su, serangan ini hebat karena tipu gerakan pedang itu sudah sangat lihai dan berbahaya, ujung pedang
meluncur maju mengarah dada orang dengan cepat dan sedikit terputar, ditambah lagi dengan tendangan yang
dila"zkukan dengan ilmu tendangan Siauw-cut-wi, yakni tendangan berantai yang jika dapat dikelit lalu terus
disusul dengan tendangan kaki lain bertubi-tubi dengan cepat dan berat.
Sungguhpun Hong Su dijuluki orang Bayangan Iblis dan sangat gesit gerakannya sehingga dapat juga ia
mengelit tusukan pedang Cin Han, tapi pada gerakan tendangan ke tiga ia tidak sempat berkelit lagi sehingga
pergelangan tangannya tertendang dan sebatang tombak cagaknya terpental ke atas.
Ia merasakan lengannya sakit sekali dan sebelum ia dapat meloncat pergi, ujung Kong-hwa-kiam telah
menyambar dan membacok pundaknya! Si Bayangan Iblis, ketua Kwi-coa-pai menjerit ngeri dan ia jatuh
menggelundung ke bawah dari atas genteng.
Empat kawan Lian Hwa yang ikut datang itu ternyata adalah Kim-jiauw-eng Nyo Tiang Pek, Pek Siong Tosu,
Ciu-san Kong Sin Ek dan Hwat Kong Hwesio suheng dari nona itu. Mereka berempat juga telah bertempur
melawan tiga hwesio dan sebagian orang yang tadi mengeroyok Cin Han.
Tiba-tiba Kong Sin Ek berseru, ?"?"audara-saudara! Tahan dulu!?"?"Semua orang yang sedang bertempur mendengar
seruan yang keras sekali ini merasa heran dan menahan senjata masing-masing.
?"?"ukankah sam-wi suhu ini Sam Lojin dari Ki-lee"?"?"tanya Kong Sin Ek kepada tiga hwesio yang tadi bertempur
dengan kawan-kawannya. Ketiga hwesio membalas bertanya, ?"?"an congsu bukankah Ciu-sian enghiong Kong Sin Ek"?"?"
?"?"a-ha! Kita bertempur melawan orang sendiri!?"?"Si Dewa Arak berkata keras. ?"?"api maaf, sam-wi suhu,
mengapa sam-wi yang hidup penuh damai dan bahagia di kelenteng Kok-sin-bio, bisa sampai di sini dan
membantu para anjing penjilat kaisar lalim ini"?"?"
?"?"h, congsu jangan sembarangan menuduh!?"?"jawab seorang daripada tiga orang tua gagah dari Ki-lee itu.
?"?"ami tidak ada hubungan dan tidak kenal dengan kaisar yang mana juga. Kami datang karena mendengar
bahwa murid Sian-kiam Koai-jin Ong Lun, yang disebut Ang Lian Lihiap, katanya melanjutkan keganasan
suhunya dan mengumpulkan kawan-kawan untuk membasmi habis semua anggauta perkumpulan Kwi-coa-pai
dan Pek-lian-kauw! ?"?"ami bertiga walaupun tidak ada hubungan dengan kedua perkumpulan ini, namun kami tidak bisa
bersamadhi dengan hati tenteram mendengar bahwa orang-orang hendak mengandalkan kegagahan dan
membasmi orang-orang lain bagaikan membunuh semut saja. Terpaksa kami turun tangan membela yang
lemah dan tertindas sebagaimana telah menjadi tugas bersama yang mau menyebut diri orang-orang kang-
ouw!?"?" ?"?"a-ha! Tidak salah kata orang bahwa kaisar lalim ini memang cerdik dan licin sekali. Sam-wi telah terbujuk
orang. Perkumpulan Kwi-coa-pai dan Pek-lian-kauw bukanlah perkumpulan-perkumpulan bersih sebagaimana
yang kebanyakan orang kira. Kedua perkumpulan ini telah makan suapan dan kini menjadi kaki tangan para
dorna untuk memeras rakyat dan mengadudombakan para enghiong di seluruh Tiongkok. Masih belum
sadarkah sam-wi"?"?"
?"?"utup mulutmu yang kotor!?"?"Tiba-tiba Thio Lok si Naga Hijau dari Selatan meloncat maju dan memaki Kong Sin
Ek. ?"?"kulah anggauta Pek-lian-kauw. Jangan kau sembarangan memburukkan nama perkumpulanku
dihadapan lain orang! Hinaanmu ini harus dibalas dan dicuci dengan darah. Tapi karena anggauta Pek-lian-kauw
yang ada malam ini hanya aku seorang sedangkan di pihakmu banyak, maka aku mewakili Pek-lian-kauw
untuk menantang kalian. Beranikah engkau dan kawan-kawanmu ini datang ke Gunung Hong-lai-san pada
nanti musim chun malam ke limabelas untuk menentukan siapa diantara kita yang lebih unggul"?"?"
?"?"aik, baik! Bagi kami mau sekarang boleh juga, kalau kau tidak berani sekarang, mau nanti malam ke
limabelas bulan satu musim chun boleh saja. Kami pasti datang, tapi jangan kau main-main dan diam-diam
meninggalkan tempat itu!?"?"
Thio Lok mendengar sindiran ini merasa gemas sekali, tapi karena lawan demikian banyak dan semuanya lihai,
ia hanya mengeluarkan suara jengekan dari hidung lalu memutar tubuhnya hendak pergi.
?"?"h, eh, nanti dulu,?"?"tiba-tiba Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa meloncat menghalangi jalannya. ?"?"ukankah kau ini
yang bernama Thio Lok dan bukankah benar seperti kata orang bahwa kau adalah murid dari Khai Sin Susiok"?"?"
?"?"enar, aku adalah murid tunggal dari Khai Sin Tosu, apa hubungannya dengan kau"?"?"
?"?"h, mengapa begitu" Guruku Ong Lun adalah supekmu sendiri dan kau terhitung masih adik seperguruan
dengan aku biarpun usiamu lebih tua.?"?"
?"?"au" Hm, siapa yang mempunyai saudara seperguruan dengan kau" Guruku pun tidak mempunyai murid
keponakan macammu ini.?"?"
?"?"urang ajar! Mengapa Khai Sin Susiok mempunyai murid macam ini" Saudara, sekali lagi kuperingatkan bahwa
kau bertindak salah sekali telah menjadi anggauta Pek-lian-kauw! Gurumu akan marah kalau tahu akan hal
ini!?"?" ?"?"a-ha-ha!?"?"tiba-tiba Thio Lok yang biasanya bermuka masam itu tertawa geli. ?"?"uruku sendiri menjadi
pengurus Pek-lian-kauw, masa ia akan marah" Ah, sudahlah, barangkali otakmu miring, seperti gurumu yang
gila itu!?"?" Mendengar gurunya yang tercinta dimaki orang, naiklah darah Lian Hwa. Ia mencabut Sian-liong-kiam dan
menusuk dengan cepat sekali kepada Thio Lok.
Thio Lok menangkis dan mereka saling menyerang dengan sengit. Orang tua gagah dari Ki-lee yang paling tua
meloncat untuk memisah mereka, tapi Ang Lian Lihiap membentaknya,
?"?"ku bertempur dengan sute sendiri, ada hubungan apa dengan kau"?"?"
Terpaksa hwesio ini meloncat mundur. Lian Hwa maju lagi dan menyerang dengan menggunakan ilmu silatnya
yang aneh. Biarpun kepandaian mereka didapat dari satu cabang, namun karena gerakan-gerakan Lian Hwa
adalah ciptaan Ong Lun sehingga mengalami banyak perobahan serta mempunyai keistimewaan-keistimewaan
tersendiri, maka sebentar saja Thio Lok terdesak hebat dan hanya dapat menangkis saja.
Pada jurus keduapuluh empat, tiba-tiba pedang Lian Hwa dapat melukai paha Thio Lok yang roboh tidak
berdaya. Lian Hwa akan menyusul dengan satu tusukan mematikan, tapi tiba-tiba Hwat Kong Hwesio
membentak, Sumoi, jangan!! Dan Lian Hwa yang sudah biasa mentaati perintah suhengnya, mengurungkan tusukannya.
Biarlah peristiwa ini akan dapat menyadarkanmu, kata Hwat Kong dengan sabar kepada Thio Lok. Karena,
kalau betul kau murid Khai Sin Susiok, kaupun terhitung suteku sendiri.
Thio Lok sambil memegang-megang paha nya yang berdarah, memandang mereka dengan benci dan marah.
Tak usah banyak cakap, kalau memang kalian berani, tidak perlu mengandalkan banyak tenaga untuk
menghina seseorang, datanglah saja pada saat yang ditentukan di tempat kami!
Hwat Khong Hwesio menghela napas. Dasar kau mencari mampus sendiri.
Sementara itu Kong Sin Ek menjura kepada ketiga Lojin dari Ki-lee itu. Sam-wi, maafkan kami yang telah
mengganggu malam ini. Harap saja sam- wi dapat insyaf bahwa sebenarnya sam-wi telah kena dibujuk orang.
Nah, sampai ketemu lagi, sam-wi suhu.


Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong Sin Ek dan kawan-kawannya, berikut Cin Han yang mendapat isyarat mata dari Lian Hwa supaya ikut
meninggalkan tempat itu dan menuju ke kelenteng di luar kota. Ketika mereka sedang berjalan, Lian Hwa
sengaja berjalan di sebelah Cin Han dan dengan perlahan dan halus berkata. Cin Han twako, kau sudah
memaafkan aku" Cin Han tersenyum. Aku yang salah dan aku yang minta maaf padamu, Lian-moi.
Lian Hwa diam saja dan mukanya menjadi merah. Kemudian, tiba-tiba ia bertanya,
Dia ada di mana, twako"
Dia& & " Siapa& & ""
Siapa lagi" Tentu Coa-siocia kawan baikmu itu& &
Oh& & dia& & , dia kini menjadi anak Gan-siokhu.
Kemudian dengan ringkas Cin Han menceritakan betapa sengsara keadaan Coa Giok Lie yang ditinggal mati
oleh orang tuanya. Fajar telah menyingsing ketika mereka tiba di kelenteng Khun-lim-bio yang diketuai oleh seorang hwesio
kenalan Hwat Kong. Semua orang segera beristirahat.
Pada sore harinya, setelah mengaso sehari, Nyo Tiang Pek si Garuda Kuku Emas mengundang semua kawan
berkumpul di ruang belakang, yaitu di tempat berlatih silat, untuk diajak berunding.
Setelah semua orang duduk, Nyo Tiang Pek murid pendekar Kam Hong Tie ini sambil memandang wajah Cin
Han berkata, Cuwi sekalian, sekarang kita tidak perlu ragu-ragu lagi akan keadaan saudara Lo Cin Han yang
tadinya mencurigakan. Ternyata ia benar-benar terkena tipu orang Kwi-coa-pai dan boleh dikata ia sehaluan
dengan kita. Sambil berkata begini ia mengerling ke arah Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa yang tahu arti kerlingan ini, maka
dengan menggigit bibir ia berdiri membuat pengakuan.
Saudara Cin Han. Biarlah dihadapan semua enghiong ini aku mengaku padamu bahwa sebenarnya akulah
orangnya yang tadinya mencurigaimu, kukira kau& & kau juga menjadi& & pengkhianat!
Cin Han memerah muka. Ah, sudahlah jangan dipercakapkan lagi hal ini yang hanya membuat aku malu saja.
Semua adalah salahku sendiri, mudah saja tertipu orang& &
Kau benar, saudara Cin Han. Biarlah kali ini menjadi pelajaran dan menambah pengalamanmu agar lain kali
jangan mudah terbujuk pula, kata si Garuda Kuku Emas dengan suara tetap.
Nah, sekarang, baiklah kita membicarakan tentang tantangan Thio Lok untuk datang ke sarang Pek-lian-kauw
pada malam kelimabelas musim chun nanti.
Kong Sin Ek berdiri dan berkata, Aku pernah mendengar tentang bukit Hong-lai-san ini yang mempunyai
banyak tempat-tempat yang dipasang jebakan dan rahasia sehingga menjadi tempat yang berbahaya, sekali.
Tidak kusangka bahwa tempat ini telah digunakan oleh Pek-lian-kauw sebagai sarang pusat. Sebelum sampai
saat tantangan itu, kurasa lebih baik kita pergi melakukan penyelidikan dulu.
Bagaimana kalau kita berenam pergi menyelidiki" usul Pek Siong Tosu.
Nyo Tiang Pek biarpun masih muda tapi sudah banyak merantau dan ia berhati-hati sekali, maka mendengar
usul Pek Siong Tosu ini ia menggeleng-gelengkan kepala. Memang harus dilakukan penyelidikan, tetapi jangan
semua pergi, hal ini kurang leluasa. Kita harus memilih seorang diantara kita yang cukup berkepandaian untuk
pergi melakukan penyelidikan.
Ada satu hal yang penting juga, Hwat Khong Hwesio berkata. dengan suara sabar. Bukankah pedang
kebesaran dari kerajaan Beng-tiauw juga kabarnya terjatuh di tangan kaum Pek-lian-kauw" Kalau mungkin,
sambil menyelidiki sarang mereka sekalian mencari pedang itu, karena pedang itu kalau berada di tangan
mereka, dapat mereka gunakan untuk menipu dan membujuk para hohan untuk memihak mereka dengan
mengatakan bahwa mereka berniat membangun kerajaan lama kembali dan merobohkan kerajaan Boan,
padahal merekalah yang menjadi kaki tangan pemerintah Boan.
Semua orang mengangguk-anggukkan kepala mendengar keterangan yang berharga dan penting ini.
Tugas penyelidikan ini tidak ringan...... kata Nyo Tiang Pek.
Siapakah yang pantas pergi" tanya Kong Sin Ek.
Bagaimana kalau aku pergi" tiba-tiba ter dengar suara Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa. Yang lain-l ain saling
memandang. Kepandaian lihiap aku yang tua sudah mengetahuinya. Lihiap paling tinggi kepandaiannya dalam hal ginkang
hingga pekerjaan ini memang tepat sekali, kata Kong Sin Ek.
Tetapi sumoi kurang pengalaman, bantah Hwat Khong Hwesio biarpun dia juga sudah yakin akan kelihaian
sumoinya itu. Pek Siong Tosu memegang-megang jenggotnya yang putih dan panjang. Menurut pendapatku, memang Lihiap
boleh dipercaya dan boleh diharapkan akan berhasil. Kurasa selain Lihiap atau Nyo-taihiap sendiri, tidak ada
orang lain yang lebih cocok. Tapi Nyo-taihiap perlu mengumpulkan kawan-kawan lain untuk menghadapi Pek-
lian-kauw karena pinto tahu betul betapa lihainya pengurus-pengurus Pek-lian-kauw, jangan dikatakan lagi
ketuanya yaitu Bong Cu Sianjin!
Cin Han dengan mata tajam memandang Nyo Tiang Pek. Dia maklum bahwa biarpun masih muda, orang she
Nyo ini agaknya menjadi pemimpin golongan anti kaisar ini, dan orangnya pun sangat hati-hati.
Nyo Tiang Pek menghela napas dan memandang Lian Hwa. Biarlah aku sendiri saja yang pergi melakukan
penyelidikan. Eh, mengapa" Kau tidak percaya padaku" tegur Lian Hwa dan Cin Han mendengar Lian Hwa menyebut si
Garuda Kuku Emas itu dengan kau saja, hatinya berdebar cemburu.
Bukan tidak percaya, tetapi aku khawatir kau akan mendapat bencana.
Cin Han melihat ujung bibir Hwat Khong Hwesio bergerak mengarah senyum.
Bagaimana kalau kalian berdua yang pergi" Yang seorang bertugas menyelidik dan yang Iain bertugas
mencari pedang kerajaan. Hwat Khong Hwesio mengusulkan. Yang lain-lain hanya saling memandang dan
kedua mata Lian Hwa memandang kepada Cin Han dengan mengandung pertanyaan mengapa pemuda itu
berdiam diri saja. Cin Han segera berdiri. Kalau Lihiap pergi, Nyo-taihiap tidak tega sedangkan kalau Nyo-taihiap yang pergi,
maka pekerjaan di sini terbengkelai. Maka, biarlah aku yang bodoh menawarkan diri untuk pergi melakukan
kedua tugas itu. Kau"" Hwat Khong Hwesio tidak tahan pula untuk tidak membuka mulut. Saudara muda, jangan kau main-
main, sarang Pek-lian-kauw itu berbahaya sekali dan kau masih begini muda.
Tapi lo-suhu tadi mendengar sendiri bahwa sumoi-mu dipilih, sedangkan menurut pandanganku, aku tidaklah
lebih muda daripada Lihiap!
Hwat Khong tersenyum mendengar jawaban kekanak-kanakan ini, dan dia hanya berkata,
Kalau dia lain lagi& &
Akupun pernah mendengar nama Hwee-thian Kim-hong, dan agaknya sicu baru saja muncul di kalangan
kang-ouw telah membuat nama besar, maka tentang kepandaian tidak perlu disangsikan lagi. Tapi, kuharap
sicu berhati-hati, karena dalam hal ini lain lagi dengan jika kita menghadapi para bajak biasa saja. Pek-lian-
kauw penuh orang-orang lihai dan sungguh berbahaya...... Kong Sin Ek memperingatkan. Memang kalau Lihiap
atau Nyo-taihiap aku lebih merasa tenang hati karena terus terang saja aku yang tua ini tunduk betul terhadap
kepandaian mereka. Nyo Tiang Pek sendiri tidak berkata apa-apa, hanya ia memandang Cin Han dengan tajam seakan-akan
hendak mengukur tenaga dan kepandaian orang, tapi Cin Han tampak lemah-lembut, lebih lagi karena pada
saat itu dia telah memakai baju luar yang lebar, baju seorang sasterawan.
Bagaimana pendapatmu, adikku" akhirnya ia bertanya kepada Lian Hwa.
Gadis ini dengan tersenyum memandang wajah Cin Han lalu menjawab pertanyaan Nyo Tiang Pek.
Nyo-twako, kepandaianmu aku sudah tahu dan pernah pula kita mencoba tenaga. Tapi saudara Lo ini orang
baru dan kita belum mengenal tentang kepandaiannya. Bagaimana kalau kau mencobanya lebih dulu untuk
kemudian memutuskan apakah dia cukup kuat untuk dipercayai tugas berat ini" Sambil berkata begini, ia
memandang wajah Cin Han dengan mata lucu dan mulut tersenyum.
Cin Han mengerti bahwa gadis ini sedang mengeluarkan sifat nakalnya.
Tapi diam-diam Cin Han makin tidak senang melihat betapa akrab agaknya hubungan antara Lian Hwa dengan
Nyo Tiang Pek. Maka ia ingin mendapat kepastian dan mulai bersikap biasa terhadap Lian Hwa, yaitu ia tidak
menyebut lihiap lagi, tetapi menyebut adik dan tidak menyembunyikan kenyataan bahwa ia telah lama
kenal kepada gadis itu. Dengan tenang ia berkata,
Sudahlah, adik Lian, mengapa kau hendak mempermainkan aku" Mana aku berani mencoba tenaga dengan
Nyo-taihiap" Jangan-jangan aku akan terluka hebat dan lenyaplah harapanku untuk membantu kalian
menyelidiki Pek-lian-kauw!
Eh, eh, siapa yang mempermainkan kau, Han-ko" Mereka ini belum tahu kelihaianmu, maka biarlah kau
dicobanya agar semua mengerti sampai di mana tingkat kepandaianmu.
Semua orang heran sekali melihat sikap dan mendengar pembicaraan mereka, lebih-lebih Hwat Khong Hwesio,
ia memandang wajah sumoinya dengan mata terbelalak, sedangkan si Garuda Kuku Emas menekan perasaan
hatinya yang tidak enak. Eh, sumoi, jadi kau sudah kenal baik dengan saudara Cin Han" Belum pernah kauceritakan padaku sedikit
juga tentang dia! Sumoinya tersenyum manis. Sudah dua kali aku bertempur melawan Han twako! Dan kedua kalinya aku tidak
berdaya sedikit juga. Yang pertama kali pedangku terampas, yang kedua kali ia melawan dengan tangan
kosong. Semua orang memandang kepada gadis itu dengan mata menyatakan tidak percaya, sementara itu Cin Han
memerah muka dan mencegah gadis itu mengobrol lebih lanjut.
Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa berdiri dan mencabut pedangnya. Kalian tidak percaya" Nah, saksikanlah
sendiri! Kemudian ia meloncat ke tengah ruang bermain silat dan melambaikan tangannya kepada Cin Han.
Twako, hayo kita main-main.
Cin Han memang sudah mendapat pikiran untuk memperlihatkan kepandaiannya agar tidak dipandang sebelah
mata oleh semua hohan, juga ia melihat gerakan Lian Hwa demikian ringan dan gesit bagaikan seekor burung
walet yang sesungguhnya jauh jika dibandingkan dengan dahulu, maka timbul kegembiraannya untuk
mencoba-coba kepandaian gadis itu. Maka ia berdiri dan menjura kepada semua orang.
Cuwi harap maafkan siauwte.
Dan orang tidak melihat ia membuat gerakan, tapi tahu-tahu tubuhnya telah mencelat ke depan Lian Hwa.
Moi-moi jangan melukai aku lagi, katanya perlahan kepada Lian Hwa yang tiba-tiba tertusuk hatinya
mendengar ucapan ini. Melihat gadis itu seakan-akan tertampar mukanya dan kini kedua matanya menjadi merah, Cin Han merasa
menyesal sekali mengapa ia mengingatkan kembali hal itu, maka buru-buru ia menyambung kata-katanya.
Maafkan mulutku yang lancang, lukaku dulu tidak berarti, hanya tergores sedikit di kulit pundak!
Ang Lian Lihiap tersenyum manis dan menarik sekali dalam pandangan Cin Han, dan terdengar olehnya merdu
sekali ketika gadis itu berkata, Twako, selama hidup aku takkan dapat melupakan peristiwa itu, dan selama
hidup aku takkan dapat memaafkan kebodohanku itu.
Tidak& & tidak, moi-moi, aku hanya main-main. Cin Han buru-buru berkata.
Lian Hwa tersenyum lagi dan berbisik, Twako, kau memang berhati mulia.
Sementara itu, semua orang yang ingin melihat sebuah pertempuran adu tenaga yang menarik, tentu saja
heran sekali melihat mereka berdua hanya bercakap-cakap perlahan yang tidak terdengar oleh mereka.
Eh, eh, ini mau adu tenaga atau adu lidah" Kong Sin Ek berkata sambil tertawa.
Ang Lian Lihiap tersenyum lagi. Awas, twako, perlihatkan kegesitanmu dan lawanlah aku dengan tangan
kosong! Lian Hwa lalu menggunakan Sian-liong-kiam di tangannya menyerang hebat.
Cin Han dengan cepat membuka dan melempar baju luarnya sehingga baju dalam yang terlukis burung Hong
indah itu membuat ia tampak cakap dan gagah sekali. Serangan Lian Hwa dikelit cepat dan sebentar kemudian
tidak nampak bayangan mereka, tergulung sinar pedang yang dimainkan oleh Lian Hwa secara hebat.
Sian-liong-kiam-hwat ciptaan Ong Lun sesungguhnya jarang tandingannya, tapi Cin Han yang memiliki ilmu
kepandaian yang luar biasa serta otak yang cerdik sudah dapat menyelami ilmu pedang itu sehingga ia dapat
berkelit sambil balas menyerang ke arah pergelangan tangan lawan untuk mencoba merampas pedang.
Namun Lian Hwa sekarang bukanlah Lian Hwa yang dulu ketika bertempur dengan dia di atas rumah Gan Keng
Hiap. Ang Lian Lihiap yang sekarang sudah menerima latihan dari Song Cu Ling si Dewi Tanpa Bayangan.
Kini melihat Cin Han ternyata jauh lebih lihai daripada dulu, diam-diam ia kagum sekali, maka ia segera
mengeluarkan ilmu meringankan tubuh yang dipelajari dari Song Cu Ling, kedua kakinya seakan-akan tidak
menginjak tanah lagi. Pedang di tangan kanan dimainkan dengan ilmu-ilmu paling lihai dari Ilmu Pedang Naga
Dewa sedangkan tangan kirinya masih bergerak dipakai menotok jalan darah.
Biarpun Cin Han lihai, namun menghadapi serangan hebat ini, ia menjadi sibuk juga. Diam-diam ia terkejut dan
berbareng kagum melihat kemajuan Lian Hwa.
Kini barulah Hwat Khong, Kong Sin Ek, Pek Siong Tosu, dan Nyo Tiang Pek sendiri tahu akan kehebatan pemuda
itu dan diam-diam mereka menarik napas dalam, karena sedikitpun mereka tidak menyangka bahwa pemuda
sekolahan yang kelihatan lemah-lembut itu ternyata demikian lihai.
?"09.27. Pedang Beng-tiauw di Sarang Musuh
Azab Sang Murid 3 Trio Detektif 21 Misteri Cermin Berhantu Malaikat Dan Iblis 7
^