Pembunuhan Pondokan Mahasiswa 1
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie Bagian 1
Agatha Christie Pembunuhan di Pondokan Mahasiswa
Mrs. Nicoietis pemilik sebuah pondokan untuk mahasiswa. Wanita yang licik dan serakah la
menyembunyikan suatu rahasia, tapi bukan itu yang membuatnya ketakutan
Celia Austin gadis roanis yang baik, meski agak bodoh dan kleptomaniak. Cinta membuat
perubahan besar pada dirinya.
Miss Lemon sekretaris Poirot, Sangat efisien, tak pernah sakit,! tak periah lelahi, tak
pernah ceroboh. Jadi, ketika Poirot mendapati tiga kesalahan dalam salah satu surat yang
diketiknya, tahulah ia bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kemudian terjadilah!
pembunlihan pertama. Penerbit PT Gramed a Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 24-26 Lt 6 Jakarta 10270
ISBN 979-511-822-6 Agatha Christie Pembunuhan di Pondokan Mahasiswa
Agatha Christie telah dikenal di seluruh dunia sebagai ratu penulis cerita
kriminal. Ketujuh puluh empat novel detektifnya telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, dan total penjualan buku-bukunya mencapai puluhan juta
eksemplar. Ia mulai mengarang sejak akhir Perang Dunia Pertama. Ketika itu, ia menciptakan
Hercule poirot, detektif berkebangsaan Belgia yang bertubuh kecil dengan kepala
berbentuk telur, serta .amat menyukai kerapian tokoh detektif paling terkenal ?dalam fiksi setelah Sherlock Holmes. Poirot dan tokoh-tokoh detektif ciptaan
Agatha Christie lainnya juga telah banyak dimunculkan dalam film, sandiwara
radio, dan drama-drama panggung yang kisah-kisahnya diangkat dari novel-
novelnya. Selain menjadi penulis cerita detektif, Agatha Christie pernah pula menulis enam
ndvef roman dengan nama samaran Mary Westmacott, beberar. naskah sandiwara dan
sebuah buku kumpulan puisi. Ia sering pula menyertai suaminya Sir Max Mallowan,
seorang arkeolog dalam perjalanan-perjalanan ekspedisi ke Timur Dekat.
Agatha Christie meninggal pada tahun 1976.
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Kak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan ' atau memperbanyak
sttatu ciptaan atau memberi izin untuk
itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) ' tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1O0.00O.O00,- (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie PEMBUNUHAN DI PONDOKAN MAHASISWA
Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSELKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
bbs( GM Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993
HICKORY DICKORY DOCK by Agaiba Christie
Copyright " 1955 by Max Edgar Lucien & William Edmund Cork All rights reserved
PEMBUNUHAN DI PONDOKAN MAHASISWA
Alihbahasa: Julanda Tantani
GM 402 93.822 Hak cipta terjemahan Indonesia:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Gambar sampul dikerjakan kembali oleh Haryo wandi
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta. September 1993
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
CHRISTIE, Agatha Pembunuhan di pondokan mahasiswa / Agatha Christie ; alihbahasa, Julanda Tantani
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993.?312 him. ; 18 cm.
ISBN 979-511-822-5 i. Judul. ii. Tantani, Julanda
813 Dicetak oleh. Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan PT Gramedia
Bab 1 Hercule poirot mengerutkan dahinya. "Miss Lemon," panggilnya. "Ya, M. Poirot?"
"Ada tiga kesalahan dalam surat ini." Suaranya terdengar heran. Soalnya, Miss
Lemon adalah seorang wanita yang hebat dan efisien, tak pernah membuat
kesalahan. Ia tidak pernah sakit,
tidak pernah merasa capek, tidak pernah kecewa, dan tidak pernah ceroboh. Bila
ditinjau dari segi-segi praktisnya, bisa dibilang ia bukan seorang wanita sama
sekali. Ia seperti mesin seorang sekretaris yang sempurna. Ia tahu segalanya,
?mampu menangani segalanya. Ia mengatur kehidupan Hercule Poirot, sehingga
kehidupan itu juga seperti mesin. Keteraturan dan metode sudah lama merupakan
prinsip-prinsip Hercule Poirot sejak bertahun tahun yang lalu. Dengan adanya
George, pelayan laki lakinya yang sempurna, serta Miss Lemon sekretarisnya yang
sempurna, keteraturan dan metode merajai kehidupan Poirot. Ibarat roti pawan
yang dipanggang dalam bentuk persegi
5 dan ada yang berbentuk lonjong, jadi Poirot tak punya alasan apa pun untuk
mengeluh. Tapi, pagi ini, Miss Lemon membuat tiga kesalahan sewaktu mengetik sepucuk surat
yang betul-betul sederhana, dan lebih-lebih lagi ia bahkan tidak menyadari
adanya kesalahan-kesalahan itu. Bintang-bintang sampai berhenti di jalur mereka,
saking herannya! Hercule Poirot mengulurkan surat yang memalukan itu. Ia tidak marah, cuma
bingung saja. Ini adalah salah satu hal yang semestinya tidak terjadi, tapi
nyatanya telah terjadi! Miss Lemon mengambil surat itu. Ia membacanya. Untuk pertama kali dalam
hidupnya, Poirot melihat wajah Miss Lemon merah karena malu, warna merah padam
?yang jelek dan mencolok meronai wajahnya, sampai ke akar-akar rambutnya yang
kuat dan beruban itu. "Oh, astaga," katanya. "Saya tak mengerti bagaimana paling tidak, saya tahu
?sebabnya. Ini gara-gara adik perempuan saya." "Adik Anda?"
Sebuah kejutan lain. Poirot tak pernah membayangkan Miss Lemon mempunyai seorang
adik perempuan. Atau, dengan kata lain, ia tak pernah membayangkan Miss Lemon
mempunyai seorang ayah, ibu, atau bahkan nenek dan kakek. .Betapapun, MissJLemon
kelihatannya betul-betul terbuat dari mesin bisa dibilang ia itu sebuh mesin
?canggih jadi bayangan bahwa ia mempunyai rasa kasih sayang, atau kecemasan,
?atau persoalan soalan keluarga kelihatanya tak masuk akal Sudah tersohor di mana-mana waktu
senggangnya, seluruh jiwa-raga Miss Lemon dicurahkan pada penyempurnaan sistem
pengarsipan baru yang akan segera dipatenkan dan akan menyandang namanya.
"Adik perempuan Anda?" ulang Hercule Poirot sekali lagi dengan suara heran.
Miss Lemon mengangguk dengan tegas.
"Ya," katanya, "saya rasa saya tak pernah memberitahu Anda tentang dia.
Sebenarnya hampir sebagian besar dari hidupnya dihabiskan di Singapura. Suaminya
mempunyai usaha di bidang per-karetaaan di sana dulu."
Hercule Poirot mengangguk-angguk mengerti. Bagi Poirot, tampaknya sudah
sepantasnya jika adik perempuan Miss Lemon menghabiskan sebagian besar hidupnya
di Singapura. Itulah gunanya tempat-tempat seperti Singapura. Adik-adik
perempuan dari wanita-wanita seperti Miss Lemon menikah dengan para pria di
Singapura, sehingga Miss-Miss Lemon yang ada di dunia ini dapat membaktikan
hidup mereka dengan efisiensi sebuah mesin pada persoalan-persoalan majikan-
majikan mereka (dan tentu saja pada penemuan sistem pengarsipan pada waktu
senggang mereka). "Saya mengerti," kata Poirot. "Teruskan."
Miss Lemon melanjutkan, "Dia menjadi janda empat tahun yang lalu. Tanpa anak. Saya berhasil
menempatkannya di sebuah 7 flat kecil yang sangat menyenangkan, dengan uang sewa yang rendah...."
(Tentu saja Miss Lemon mampu melakukan hal yang nyaris mustahil itu).
"Keuangannya lumayan baik, meskipun sekarang uang tidak begitu besar nilainya
dibandingkan dengan dulu, tapi seleranya bukanlah selera yang mahal, dan dia
bisa hidup dengan cukup enak kalau dia berhemat."
Miss Lemon berhenti sejenak, dan kemudian melanjutkan,
"Tapi sebenarnya, tentu saja, dia merasa kesepian. Dia tak pernah tinggal di
Inggris, dan tak punya teman-teman lama atau sobat-sobat .dekat, dan tentu saja
dia menganggur hampir sepanjang waktu. Bagaimanapun juga, dia bercerita pada
saya sekitar enam bulan yang lalu bahwa dia sedang berpikir-pikir untuk menerima
suatu pekerjaan." "Pekerjaan?" "Pengawas, saya kira begitu mereka menyebutnya atau matron di sebuah pondokan ? ?mahasiswa. Pemiliknya seorang wanita setengah Yunani, dan dia menginginkan
seseorang untuk mengelola pondokan itu untuknya. Mengelola makanan dan mengawasi
keadaan supaya beres. Pondokan itu sebetulnya sebuah rumah kuno yang mempunyai
banyak kamar di Hickory Road, jika Anda tahu di mana tempatnya." Padahal Poirot
?tidak tah" "Dulu daerah itu daerah orang kaya, dan rumah-rumah di sana bagus-
bagus bangunannya. Adik saya mendapat tempat tinggal yang sangat enak.
8 kamar tidur dan ruang duduk, serta dapur dan kamar mandi kecil untuk dipakainya
sendiri...." Miss Lemon berhenti. Poirot menggumam, menyuruhnya untuk melanjutkan ceritanya.
Sampai saat itu, ceritanya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehancuran.
"Saya sendiri tidak begitu yakin mengenainya,
i tapi saya melihat adanya desakan-desakan dalam pembicaraan adik saya. Dia
bukan tipe wanita yang suka duduk berpangku tangan sepanjang hari. Dia wanita
yang praktis dan pandai mengurus macam-macam dan tentu saja ini tak ada ?kaitannya dengan maksud untuk menanamkan uang dalam usaha' itu aratrsejenisnya.
Pekerjaan itu betul-betul digaji. Gajinya tidak besar, tapi adik saya tidak
membutuhkan gaji besar, dan pekerjaan itu
* tidak buluh tenaga fisik yang besar. Adik saya memang menyukai orang-orang
muda, dan telaten terhadap mereka, dan karena sudah lama tinggal di negeri
Timur, ia memahami perbedaan-perbedaan ras dan kelemahan-kelemahan orang.
Soalnya para mahasiswa yang tinggal di pondokan itu terdiri atas berbagai
bangsa; kebanyakan orang Inggris, tapi beberapa dari mereka hitam, saya rasa."
"Tentu saja," kata Hercule Poirot.
"Setengah dari perawat-perawat di rumah sakit kelihatannya adalah orang hitam
sekarang ini," kata. Miss Lemon dengan ragu-ragu, "dan saya rasa mereka lebih
ramah dan lebih penuh perhatian daripada orang Inggris. Tapi bukan itu
masalahnya. Kami membicarakan rencana itu, dan akhir-9
nya adik saya pindah ke pondokan itu. Baik saya maupun dia tidak terlalu
memperhatikan pemiliknya, Mrs. Nicoletis, seorang wanita yang wataknya berubah-
ubah, kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang, saya tak enak mengatakannya,
berubah menjadi kebalikannya sangat pelit dan tidak praktis'Sebetulnya kalau
?dia benar-benar cakap, dia tidak membutuhkan bantuan apa pun untuk mengelola
pondokannya itu. Adik saya bukan orang yang gampang tersinggung dengan amarah
dan gurauan orang lain. Dia bisa bergaul dengan siapa saja, dan tak pernah
menyukai hal-hal yang mustahil."
Poirot mengangguk. Ia merasa ada sedikit kemiripan antara adik Miss Lemon dan
Miss Lemon sendiri dari cerita Miss Lemon tentang adiknya itu seorang Miss Lemon
yang sudah dilembutkan oleh pernikahan dan iklim Singapura, tapi tetap merupakan
seorang wanita berpikiran sehat.
"Jadi, adik Anda menerima pekerjaan itu?" tanya Poirot.
"Ya, dia pindah ke Hickory Road Nomor 26 sekitar enam bulan yang lalu. Secara
keseluruhan, dia menyukai pekerjaannya di sana dan menganggapnya menarik."
Hercule Poirot masih mendengarkan. Sampai sebegitu jauh, petualangan adik
perempuan Miss Lemon itu biasa-biasa saja dan tidak menarik.
Tapi belakangan ini dia betul-betul merasa cemas. Betul-betul cemas sekali."
?"Mengapa?" 10 "Yah, Anda tahu, M. Poirot, dia tidak menyukai peristiwa-peristiwa yang terjadi
di sana." "Di sana" ada mahasiswa berlainan jenis yang hidup bersama?" tanya Poirot dengan
hati-hati. "Oh, tidak, M. Poirot, bukan itu maksud saya! Kka memang harus siap menghadapi
kesulitan-kesulitan seperti itu, kita malah mengharapkannya}. Tidak, bukan itu.
Anda tahu, banyak barang hilang
* di sana." "Hilang?" "Ya. Dan yang hilang itu barang-barang yang aneh.... Dan semuanya agak tidak
wajar." "Apakah maksud Anda barang-barang yang hilang itu telah dicuri?"
"Ya! "Apakah polisi sudah dipanggil?"
"Belum. Belum. Adik saya berharap hal itu tak perlu. Dia menyukai orang-orang
muda itu beberapa dari mereka sebetulnya dan dia lebih suka membereskan sendiri?keadaan itu."
"Ya," kata Poirot serius. "Saya bisa memakluminya. Tapi hal itu tidak
menjelaskan, jika boleh saya katakan, kecemasan Anda sendiri yang saya rasa
ditimbulkan dari kecemasan adik Anda." - "Saya tidak menyukai keadaan itu, M.
Poirot. Saya tidak menyukainya sama sekali. Saya punya
perasaan bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi, tapi saya tidak tahu apa itu.
Tak ada penjelasan-penjelasan biasa yang dapat menutupi fakta-fakta itu, dan
saya betul-betul tak dapat membayangkan penjelasan apa lagi yang dapat
diberikan." 11 Poirot menganggukkan kepala sambil merenung.
Salah satu kelemahan Miss Lemon adalah daya imajinasinya. Ia tidak mempunyainya
sama sekali. Kalau ditanya soal fakta, ia tak terkalahkan. Tapi kalau disuruh
mengira-ngira, ia tak berdaya. Pikiran orang Cortez tentang Puncak Darien takkan
bisa diterima oleh otaknya.
"Bukan pencurian kecil-kecilan biasa" Atau mungkin seorang kleptoman?"
"Saya kira tidak. Saya sudah membaca tentang kleptomania," kata Miss Lemon yang
teliti, "di Encyclopaedia Britannica dan di buku-buku kedokteran. Tapi saya tak
yakin itu pekerjaan seorang kleptoman."
Hercule Poirot terdiam selama satu-setengah menit.
Apakah ia bermaksud turut campur dalam permasalahan adik perempuan Miss Lemon,
dan juga dalam keluhan-keluhan serta masalah-masalah sebuah pondokan yang
terdiri atas bermacam-macam orang dari berbagai bangsa" Tapi sungguh mengganggu
dan menjengkelkan bila Miss Lemon membuat kesalahan-kesalahan dalam surat-surat
yang harus diketiknya. Poirot berkata pada dirinya sendiri, jika ra akan
melibatkan diri dalam persoalan itu, pasti itulah alasannya. Ia tidak mengakui
pada dirinya sendiri bahwa ia agak jemu akhir-akhir ini, dan pekerjaan apa pun,
meski tidak begitu penting, pasti akan menarik baginya.
"'Seledri tenggelam dalam mentega di hari panas" ia menggumam pada dirinya
sendiri. 12 "Seledri" Mentega?" Miss Lemon kelihatan terkejut.
"Sebuah ungkapan dari salah satu cerita klasik Inggris," kata Poirot. "Anda
pasti tahu Petualangan,bukan hanya Eksploitasi, Sherlock Holmes."
"Maksud Anda orang-orang di Baker Street dan lainnya itu," kata Miss Lemon.
"Pria dewasa yang konyol! Tapi memang begitulah kaum pria di seluruh dunia ini.
Seperti hobi mereka memainkan kereta-kereta api mini. Saya tidak bilang bahwa
saya tidak punya waktu untuk membaca satu pun dari cerita-cerita itu. Kalau saya
memang sungguh-sungguh punya waktu, meskipun jarang sekali, saya lebih suka
membaca buku-buku pengetahuan."
hercule Poirot menganggukkan kepalanya dengan anggun.
"Miss Lemon, bagaimana jika Anda undang adik Anda kemari untuk sekadar makan-
makan mungkin untuk minum teh di sore hari" Saya mungkin bisa sedikit ?membantunya."
"Anda baik sekali, M. Poirot. Sungguh! Adik saya selalu bebas kalau sore."
"Jadi, bagaimana kalau besok, jika Anda bisa mengaturnya?"
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan pada saat yang telah ditentukan, George yang setia diperintahkan untuk
menyiapkan hidangan yang terdiri atas roti tawar persegi berlapis mentega tebal,
aneka sandwich yang simetris bentuknya, dan bermacam-macam hidangan lain yang
cocok untuk sebuah jamuan minum teh mewah bergaya Inggris.
13 Bab 2 Mrs. hubbard, adik perempuan Miss Lemon, betul-betul mirip dengan Miss Lemon.
Kulitnya memang jauh lebih kuning, dan tubuhnya juga lebih gemuk, rambutnya agak
tidak keruan tatanannya, dan gerak-geriknya agak lamban, tapi matanya yang
bundar dan bersinar ramah itu sama dengan mata tajam yang menyorot dari balik
pince-nez Miss Lemon. "Saya rasa Anda betul-betul baik sekali, M. Poirot," kata Mrs. Hubbard. "Sangat
baik sekali. Dan teh ini betul-betul enak. Saya kira saya sudah makan terlalu
banyak yah, mungkin saya akan mengambil satu sandwich lagi. Teh" Yah, bolehlah
?setengah cangkir lagi."
"Mula-mula," kata Poirot, "kita makan-makan dulu, kemudian baru membicarakan
persoalan itu." Poirot tersenyum ramah pada Mrs. Hubbard dan memilin kumisnya. Mrs. Hubbard
berkata, "Anda tahu, Anda persis sekali dengan gambaran yang saya peroleh dari penjelasan
Felicity." Setelah terkejut sejenak, dan menyadari bahwa Felicity adalah nama baptis Miss
Lemon yang 14 mengerikan, Poirot berkata bahwa ia betul-betul percaya akan kehebatan Miss
Lemon "Tentu saja," kata Mrs. Hubbard acuh tak acuh, sambil mengambil sepotong
sandwich lagi, "Felicity tak pernah memprihatinkan keadaan orang lain. Tapi saya
prihatin. Itu sebabnya saya begitu cemas."
"Dapatkah Anda menjelaskan dengan tepat apa yang membuat Anda merasa cemas?"
"Ya, tentu saja. Kalau yang diambil uang, itu wajar uang dalam jumlah kecil di
?sana-sini. Dan kalau yang diambil itu perhiasan, itu juga masuk akal paling
?tidak hal itu sesuai dengan kleptomania atau ketidakjujuran. Tapi saya akan
?membacakan Anda daftar barang yang telah dicuri. Saya menulisnya di kertas."
Mrs. Hubbard membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku notes kecil.
Sepatu pesta (masih baru dan hanya sebelah)
Gelang (perhiasan imitasi)
Cincin berlian (ditemukan di piring sup)
Kotak bedak Lipstik Stetoskop Giwang Pemantik Celana panjang flanel yang sudah usang Bola-bola lampu listrik Sekotak coklat
Syal sutra (ditemukan telah tercabik-cabik)
Tas ransel (idem) Bubuk boraks Garam mandi Buku resep masakan
Hercule Poirot menarik napas panjang. "Hebat," katanya, "dan agak... agak
menakjubkan." Ia betul-betul tertarik. Ia memandang wajah Miss Lemon yang berang dan tak
setuju, lalu memandang wajah Mrs. Hubbard yang ramah dan cemas.
"Saya mengucapkan selamat pada Anda," ia berkata dengan hangat pada yang
terakhir. Mrs. Hubbard tampak terkejut. "Mengapa, M. Poirot?"
"Saya mengucapkan selamat pada Anda karena mempunyai sebuah permasalahan yang
begitu unik dan indah."
"Yah, mungkin permasalahan ini bisa Anda pahami, M. Poirot, tapi..."
"Saya sama sekali tidak memahaminya. Ini mengingatkan saya ketika diajak oleh
teman-teman muda saya untuk memainkan suatu permainan yang menjemukan secara
bergiliran pada waktu hari Natal dulu. Permainan itu, saya rasa, bernama Tiga
Wanita Bertanduk. Setiap orang secara ber" gilir menggumamkan kata-kata ini,
'Aku pergi ke Paris dan membeli...' terserah mau membeli apa. Lalu orang
berikutnya mengulangi kalimat ini dan menambahkan kata baru, dan tujuan
permainan itu 16 adalah untuk mengingat-ingat nama-nama benda dalam urutan yang benar dengan
menyebutkannya satu per satu, dan di antara nama-nama benda yang harus disebut
itu, ada yang betul-betul mengerikan dan tidak masuk akal. Antara lain, yang
saya ingat, sebatang sabun, seekor gajah putih, meja lipat, dan seekor bebek
Muscovy. Tentu saja kesulitan dalam mengingat-ingat macam-macam benda itu
disebabkan benda-benda itu tidak ada kaitannya satu sama lain dengan kata lain,?tak ada urut-urutan yang logis. Sama seperti daftar yang baru Anda tunjukkan
pada saya. Pada saat, katakanlah, ada dua belas benda yang harus disebutkan,
hampic mustahil rasanya untuk dapat menyebar benda-benda itu satu per satu
dengan urutan yang benar. Bila seseorang gagal melakukannya, sebuah tanduk
kertas akan diberikan kepada saingannya, dan dia harus meneruskan permainan itu
dengan mengatakan, 'Aku, seorang wanita bertanduk satu, pergi ke Paris,' dan
seterusnya. Sesudah tiga tanduk diberikan, permainan itu selesai. Yang
tertinggal itulah pemenangnya."
"Saya yakin Anda adalah pemenangnya, M. Poirot," kata Miss Lemon dengan
kesetiaan seorang karyawan.
Poirot menganggukkan kepalanya.
"Begitulah kenyataannya," katanya. "Sebab, betapapun tidak teraturnya urut-
urutan benda-benda itu, kita bisa mengaturnya, dan dengan sedikit kecerdikan,
kita bisa mengait-ngaitkannya. Misalnya, kita bisa berkata dalam hati, 'Dengan
seba-17 tang sabun aku mencuci debu dari seekor gajah marmer putih besar yang sedang
berdiri di atas meja lipat' dan seterusnya."?Mrs. Hubbard berkata dengan hormat, "Mungkin Anda juga bisa melakukan hal yang
sama dengaa daftar benda-benda yang saya berikan itu."
"Tidak diragukan lagi, saya pasti bisa. Seorang wanita yang hanya memakai sepatu
di kaki kanannya mengenakan sebuah gelang di tangan kirinya. Ia lalu memakai
bedak dan lipstik, dan pergi ke sebuah jamuan makan malam, menjatuhkan cincinnya
ke dalam sup, dan seterusnya. Dengan demikian, saya bisa menghafalkan daftar
Anda. Tapi bukan itu yang kita tuju. Mengapa sekumpulan benda aneh itu dicuri"
Apakah ada sebuah sistem di belakangnya" Ada suat" ide tertentu" Di sini kita
hanya bisa melakukan proses analisis. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah
mempelajari daftar benda itu dengan saksama."
Semua diam ketika Poirot mempelajari daftar itu. Mrs. Hubbard memandangnya
dengan penuh perhatian, seperti anak kecil yang sedang menonton seorang tukang
sulap, yang menunggu munculnya seekor kelinci, atau paling tidak segerumbul pita
wama-warni dengan penuh harap. Miss Lemon, tak terkesan dengan Poirot,
memusatkan diri untuk memikirkan segi-segi yang baik dari sistem itu.
Ketika akhirnya Poirot berbicara, Mrs. Hubbard terlompat kaget.
"Hal pertama yang menarik hati saya adalah
18 ini," kata Poirot. "Dari semua benda yang hilang, sebagian besar adalah barang-
barang murah (beberapa di antaranya malah tidak ada harganya), dengan dua
pengecualian stetoskop dan cincin berlian. Mari kita kesampingkan stetoskop itu
?sebentar, dan berkonsentrasi pada cincin itu. Anda bilang cincin itu
berharga berapa harganya?" * "Yah, saya tidak tahu pasti, M. Poirot. Cincin itu
?bermata berlian tunggal, dengan sekelompok berlian kecil-kecil di atas dan di
bawahnya. Saya kira cincin itu adalah cincin pertunangan ibu Miss Lane dulunya.
Dia betul-betul marah ketika cincin itu hilang, dan kami semua lega ketika
cincin itu ditemukan di piring sup Miss Hobhouse sore itu juga. Kami mengira
kejadian itu cuma lelucon keji belaka."
"Mungkin memang begitu. Tapi saya sendiri berpendapat peristiwa pencurian dan
pengembaliannya itu penting. Jika yang hilang itu lipstik, atau kotak bedak,
atau buku, kita tak perlu memanggil polisi Tapi sebuah cincin berlian yang
berharga, lain soalnya. Ada kemungkinan polisi dipanggil. Jadi cincin itu
dikembalikan." "Tapi mengapa harus mencuri kalau akhirnya dikembalikan?" tanya Miss Lemon
dengan dahi 9 berkerut. "Yah, mengapa?" kata Poirot. "Sementara kita tinggalkan saja pertanyaan itu.
Saya sekarang sedang mengklasifikasikan pencurian-pencurian ini, dan saya
memilih cincin itu terlebih dulu. Siapakah Miss Lane yang cincinnya dicuri itu?"
19 "Patricia Lane" Dia seorang gadis yang amat manis. Dia sedang belajar "ntuk
mendapatkan... apa ya namanya... oh, ijazah dalam bidang sejarah atau arkeologi atau
sejenisnya." "Kaya?" "Oh, tidak. Uangnya hanya sedikit, tapi dia selalu hemat Cincin itu, seperti
saya katakan tadi, adalah milik ibunya dulu. Dia punya satu atau dua perhiasan,
tapi tidak punya banyak baju baru, dan dia berhenti merokok akhir-akhir ini."
"Bagaimana tampangnya" Coba gambarkan dirinya dengan kata-kata Anda sendiri."
"Yah, dia itu campuran. Tampangnya agak suram. Pendiam dan tenang, tapi tidak
terlalu bersemangat Dia itu... mungkin Anda akan menyebutnya seorang gadis yang
tekun." "Dan cincin itu ditemukan di piring sup Miss Hobhouse. Siapakah Miss Hobhouse
itu?" "Valerie Hobhouse" Dia seorang gadis berkulit gelap yang pintar, dengan gaya
bicara agak kasar. Dia bekerja di sebuah salon kecantikan. Sabrina Fair saya ?rasa Anda pernah mendengarnya."
"Apakah kedua gadis itu ramah?"
Mrs. Hubbard berpikir sejenak.
"Saya rasa... ya. Mereka tidak terlalu banyak bergaul satu sama lain. Menurut
saya, Patricia Lane bisa bergaul dengan setiap orang, tapi tidak terlalu populer
atau sejenisnya. Valerie Hobhouse punya musuh, habis lidahnya tajam, sih, tapi
dia juga punya sedikit pengikut. Anda mengerti maksud saya, bukan?"
20 "Saya rasa saya mengerti," sahut Poirot.
Jadi, Patricia Lane manis tapi membosankan, sedangkan Valerie Hobhouse memiliki
sebuah kepribadian. Poirot melanjutkan mempelajari daftar barang yang dicuri
tersebut. f "Yang sangat mengesankan adalah barang-barang yang dicuri itu terdiri atas
beberapa kategori yang berbeda-beda. Ada barang-barang sepele yang dapat
menggoda seorang gadis sederhana dan miskin untuk mencurinya lipstik,
?perhiasan-perhiasan imitasi, kotak bedak, garam mandi mungkin juga, dan sekotak
coklat. Lantas dt sini ada stetoskop. Tampaknya lebih mungkin kalau pencurinya
seorang laki-laki yang tahu ke mana harus menjual atau-menggadaikannya. Milik
siapa stetoskop itu?"
"Milik Mr. Bateson. Dia itu seorang pemuda bertubuh besar yang ramah."
"Mahasiswa kedokteran?"
"Ya." "Apakah dia marah sewaktu mengetahui stetoskopnya hilang?"
"Dia betul-betul murka, M. Poirot Wataknya memang gampang meledak-ledak. Kalau
sudah begitu, dia pasti mengumpat-umpat, tapi marahnya cepat reda kembali. Dia
bukan orang yang mudah memaafkan kalau barang-barangnya diusik."
"Apakah ada yang pemaaf di sana?"
"Yah, Mr. Gopal Ram, salah satu dari mahasiswa-mahasiswa India itu. Dia selalu
tersenyum kepada semuanya. Dia mengibaskan tangannya dan berkata bahwa harta
milik tidaklah penting...."
21 "Apakah ada barangnya yang dicuri?" "Tidak."
"Ah! Celana panjang flanel itu milik siapa?"
"Mr. McNabb Celana itu sudah usang sekali, dan orang lain pasti sudah
membuangnya, tapi Mr. McNabb sangat mencintai pakaian-pakaian lamanya, dan dia
tak pernah membuang apa pun."
"Sekarang kita sampai pada barang-barang yang tampaknya tidak berharga untuk
dicuri celana panjang flanel yang sudah usang, bola-bola lampu listrik, bubuk ?boraks, garam mandi, sebuah buku resep masakan. Barang-barang itu mungkin
penting, meskipun lebih masuk akal kalau tidak. Bubuk boraks itu mungkin telah
dipindahkan tanpa sengaja, seseorang mungkin telah mencopot sebuah bola lampu
yang mati dan bermaksud untuk menggantinya, tapi kemudian lupa, buku resep itu
mungkin telah dipinjam dan tidak dikembalikan. Seorang pelayan wanita mungkin
telah mengambil celana panjang itu."
"Kami mempekerjakan dua orang wanita pembersih yang sangat dapat dipercaya. Saya
yakin mereka tidak akan melakukan hal itu tanpa minta izin terlebih dahulu."
"Anda mungkin benar. Nah, sekarang sepatu pesta itu, hanya sebelah dan masih
baru, bukan" Siapa pemilik sepatu itu?"
"Sally Finch. Dia gadis Amerika yang sedang belajar di sini atas beasiswa
Fulbrite." "Apakah Anda yakin bahwa sepatu itu tidak salah letak saja" Saya tak bisa
membayangkan apa 22 gunanya sepatu yang hanya sebelah saja bagi siapa pun juga,"
"Sepatu itu tidak salah letak, M. Poirot. Kami semua melakukan pencarian besar-
besaran. Waktu itu Miss Finch hendak pergi ke pesta dengan 'berpakaian
formal' pakaian malam'dalam istilah kita dan sepatu itu sungguh-sungguh
? ?penting ^ hanya itu sepatu pestanya."
?"Pencurian itu membuatnya kesal dan marah ya... ya, saya ingin tahu. Mungkin
? ?ada sesuatu di sana...."
Poirot terdiam selama satu dua menit, dan kemudian melanjutkan,
"Dan ada dua barang lagi sebuah tas ransel yang tercabik-cabik dan sebuah syal
?sutra dengan kondisi yang sama. Barang-barang itu tidak berharga, juga , tidak
menguntungkan. Kita malah mendapat kesan yang jelas tentang adanya keinginan
untuk membalas dendam. Siapa pemilik tas ransel itu?"
"Hampir setiap mahasiswa mempunyai ransel. Mereka sering bertamasya dengan
berjalan kaki, Anda tahu. Dan sebagian besar dari ransel-ransel itu mirip
bentuknya, dibeli dari tempat yang sama, jadi susah untuk membedakan satu dengan
yang lain. Tapi tampaknya bisa dipastikan kalau ransel itu milik Leonard Bateson
atau Colin McNabb." "Dan syal sutra yang juga tercabik-cabik itu, siapa pemiliknya?"
"Valerie Hobhouse. Dia mendapatnya sebagai hadiah hari Natal warnanya hijau
?zamrud dan betul-betul berkualitas baik."
"Miss Hobhouse... begitu, ya."
Poirot menutup matanya. Yang ia bayangkan dalam pikirannya adalah sebuah
kaleidoskop, tidak lebih tidak kurang. Potongan-potongan syal dan ransel yang
tercabik-cabik, buku resep masakan, lipstik, garam mandi; nama-nama dan
gambaran-gambaran sekilas tentang mahasiswa-mahasiswa yang aneh-aneh. Sama
sekali tak ada hubungannya atau bentuk yang terang. Kejadian-kejadian yang tidak
berkaitan dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tapi Poirot mengetahui
dengan baik bahwa bagaimanapun juga, entah di mana, pasti ada sebuah pola.
Masalahnya adalah dari mana ia harus mulai.
Poirot membuka matanya. "Persoalan ini membutuhkan pemikiran. Banyak pemikiran."
"Oh, saya yakin begitu, M. Poirot," kata Mrs. Hubbard, menyetujui dengan penuh
semangat. "Tapi saya tak ingin merepotkan Anda."
"Anda tidak merepotkan saya. Saya tertarik. Tapi, sementara saya memikirkannya,
kita bisa mulai dari segi yang praktis. Sebagai permulaan... Sepatu, sepatu pesta
itu... ya, kita bisa mulai dari situ. Miss Lemon."
"Ya, M. Poirot?" Miss Lemon menghapus pengarsipan dari pikirannya, bahkan duduk
lebih tegak lagi, dan secara otomatis meraih notes dan pensil.
"Mrs. Hubbard mungkin dapat mengambilkan sepatu yang sebelah lagi untuk Anda.
Lalu pergilah ke Baker Street Station, ke bagian barang-barang hilang. Kapan
sepatu itu hilang?" 24 Mrs. Hubbard berpikir sejenak.
"Yah, saya tak ingat dengan pasti, M. Poirot. Mungkin dua bulan yang lalu. Saya
rasa tidak lebih lama dari itu. Tapi saya bisa menanyai Sally Fineh tentang
tanggal pesta itu." "Ya. Nah..." Poirot beralih ke Miss Lemon lagi.
"Anda bisa mengarang cerita seperti ini. Bilang t saja Anda ketinggalan sepatu
yang sebelah kiri di kereta api Inner Circle ini sangat lumrah atau ? ?ketinggalan sepatu di kereta api lainnya. Atau bisa juga di sebuah bus. Berapa
banyak bus yang melayani daerah sekitar Hickory Road?"
"Hanya dua, M. Poirot"
"Bagus. Jika Anda tidak mendapat hasil dari Baker Street, cobalah di Scotland
Yard, dan katakan bahwa sepatu Anda tertinggal di sebuah taksi."
"Lalai," Miss Lemon membetulkannya dengan penuh efisiensi.
Poirot mengibaskan tangannya.
"Terserah Anda. Anda pasti bisa mengarang cerita seperti itu."
"Tapi mengapa Anda mengira...," Mrs. Hubbard hendak bertanya.
Poirot menyelanya. "Mari kita lihat dulu hasil apa yang akan kita g peroleh. Jika hasilnya negatif
atau positif, Anda dan saya, Mrs. Hubbard, harus berdiskusi lagi. Anda akan
menceritakan pada saya hal-hal yang perlu saya ketahui."
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya rasa saya sudah menceritakan segala-galanya pada Anda."
25 "Tidak, tidak. Saya tidak setuju. Di sini ada lima orang muda yang berkumpul
bersama, watak mereka berbeda-beda, jenis kelamin mereka berlainan. Si A
mencintai si B, tapi si B mencintai si C, dan si D serta si E mungkin saling
membenci gara-gara si A. Itulah yang harus saya ketahui. Pengaruh-pengaruh dari
emosi manusia. Pertengkaran, kecemburuan, persahabatan, kedengkian, dan rasa
tidak berbelas kasihan."
"Saya yakin," Jcata Mrs. Hubbard dengan perasaan tak enak, "saya tidak
mengetahui hal-hal seperti itu. Saya tak pernah ikut campur sama sekali. Saya
hanya mengurus tempat itu, dan mengatur makanannya dan sejenisnya."
"Tapi Anda tertarik pada orang-orang itu. Anda sendiri yang bilang begitu pada
saya. Anda menyukai orang-orang muda. Anda menerima pekerjaan ini bukan karena
bayarannya menarik, tapi karena pekerjaan ini melibatkan Anda dengan masalah-
masalah manusia. Pasti ada mahasiswa-mahasiswa yang Anda sukai, dan ada beberapa
yang tidak begitu Anda sukai, atau bahkan yang tidak Anda sukai sama sekali,
mungkin. Anda akan menceritakan pada saya ya, harus! Sebab Anda merasa ?cemas bukan karena apa yang sedang terjadi untuk itu Anda bisa pergi ke
? ?polisi...." "Saya katakan saja pada Anda, Mrs. Nicoletis tidak akan suka kalau harus
berurusan dengan polisi."
Poirot terus melanjutkan kata-katanya, tidak mengacuhkan penyelaan Mrs. Hubbard.
26 "Tidak, Anda mencemaskan seseorang seseorang yang Anda kira mungkin harus
?bertanggung jawab, atau paling tidak terlibat dalam kejadian ini. Seseorang,
yang sudah pasti, Anda sukai." '
"Ah, yang benar saja, M. Poirot."
^Ya, benar. Dan saya kira sudah sepatutnya kalau Anda merasa cemas. Peristiwa
terpotong-potongnya syal itu tidaklah menyenangkan. Begitu t pula dengan tas
ransel yang tercabik-cabik itu, juga tidak menyenangkan. Sedangkan kejadian
lainnya tampak kekanak-kanakan. Tapi saya tak yakin. Saya tak yakin sama
sekali!" Scanned book sbook ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSDLKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
mJ bbsc 27 Setelah menaiki anak-anak tangga, dengan sedikit bergegas Mrs. Hubbard
memasukkan kuncinya ke lubang pintu Hickory Road Nomor 26. Baru saja pintu
terbuka, seorang pemuda dengan rambut merah menyala berlari menaiki anak-anak
tangga di belakangnya. "Halo, Ma," sapa pemuda itu, karena memang begitulah kebiasaan Len Bateson
memanggilnya. Len seorang pemuda yang ra ah dengan nada suara beraksen Cockney,
dan untungnya ia tidak mempunyai perasaan rendah diri sama sekali. "Baru dari
jalan-jalan, ya?" "Aku baru diundang minum teh, Mr. Bateson. Jangan membuang-buang waktuku
sekarang, aku sudah terlambat"
"Tadi pagi aku membedah mayat cantik," kata Len. "Korban tabrakan!"
"Jangan suka menakut-nakuti, Anak nakal. Masa ada mayat yang cantik! Pikiran apa
itu. Kau membuatku sedikit mual."
Len Bateson tertawa, dan di sepanjang gang terdengar gema ha ha ha yang keras.
28 "Jangan bilang apa-apa pada Celia," kata Len Bateson. "Aku pergi ke apotek tadi.
Aku berkata padanya, 'Aku ke sini untuk menceritakan padamu tentang mayat yang
baru kupotong-potong.' Wajah Celia langsung menjadi putih seperti kertas, dan
kupikir dia akan pingsan. Bagaimana pendapatmu tentang hal itu, Mama Hubbard?"
"Aku sama sekali tidak heran," sahut Mrs. Hubbard. "Bayangkan! Celia mungkin
mengira yang kaumaksud itu mayat betulan."
"Apa maksud Mama m yat betulan" Menurut Mama mayat-mayat kami itu apa" ?Sintetis?"
Seorang pemuda kurus dengan rambut gondrong awut-awutan muncul dari sebuah
ruangan di sebelah kanan, dan berkata dengan nada jengkel,
"Oh, kamu rupanya. Kukira paling tidak ada segerombolan rang kuat di sini.
Suaranya sih memang suara satu orang, tetapi volumenya volume sepuluh orang."
"Kuharap suaraku belum memutuskan saraf-sarafmu."
"Yah, tak lebih dari biasanya," ujar Nigel Chapman, lalu ia kembali lagi ke
kamarnya. "Bunga kita yang lemah lembut," kata Len.
"Nah, jangan sampai kalian berdua bertengkar," kata Mrs. Hubbard. "Perilaku yang
baik, itu yang kusukai, dan saling mengalah."
Pemuda besar itu menyeringai padanya dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak keberatan dengan si Nigel, Ma," katanya.
' "Oh, Mrs. Hubbard, Mrs. Nicoletis ada di kamarnya. Dia bilang dia ingin bertemu
dengan Anda begitu Anda pulang."
Mrs. Hubbard mengeluh dan naik ke loteng. Gadis jangkung berkulit gelap yang
menyampaikan pesan itu merapat ke dinding untuk memberinya jalan.
Len Bateson berkata sambil melepaskan jas hujannya, "Ada apa sih, Valerie"
Keluhan-keluhan tentang tingkah laku kita yang harus disampaikan Mama Hubbard
pada waktunya?" Gadis itu hanya mengangkat bahu kurusnya yang indah. Ia turun dan berjalan
menyeberangi gang. "Tempat ini makin lama makin seperti rumah sakit jiwa,"
katanya sambil berlalu. Ia memasuki sebuah pintu di sebelah kanan sewaktu mengatakan hal itu. Ia
berjalan dengan gaya anggun, seperti yang biasa dilakukan peraga wati p ragawati
profesional. Hickory Road Nomor 26 sebenarnya adalah dua rumah, Nomor 24 dan Nomor 26, yang
digabung menjadi satu di lantai dasarnya. Jadi, di lantai tersebut ada ruang
duduk bersama dan sebuah ruang makan besar, begitu pula ada dua kamar penyimpan
mantel serta sebuah kantor kecil yang menghadap ke bagian belakang rumah. Lalu
ada dua tangga terpisah menuju lantai-lantai di atasnya yang tetap terpisah satu
sama lain. Gadis-gadis menempati kamar-kamar di sebelah kanan rumah
itu, sedangkan yang laki-laki di sisi lainnya, yaitu di rumah asli, Nomor 24.
Mrs. Hubbard naik ke loteng sambil melonggarkan kerah mantelnya. Ia menarik
napas panjang ketika beralih ke arah kamar Mrs. Nicoletis.
Ia mengetuk pintu kamar itu dan masuk.
"Kukira dia sedang jengkel lagi seperti biasanya," gumam Mrs. Hubbard.
Udara di ruang duduk Mrs. Nicoletis panas sekali. Perapian listrik yang besar
itu menyala semua batangannya, dan jendela-jendela tertutup rapat Mrs. Nicoletis
sedang duduk sambil merokok di sofa, dengan dikelilingi oleh banyak bantal kursi
dari sutra dan beludru yang sudah agak dekil. Ia seorang wanita berkulit gelap,
masih cantik, dengan mulut yang suka mencaci maki serta sepasang mata coklat
yang besar sekali. "Ah! Datang juga kau akhirnya." Nada suara Mrs. Nicoletis seperti menuduh.
Mrs. Hubbard, seorang keturunan Lemon sejati, tidak merasa gentar.
"Ya," katanya masam, "saya sudah datang. Katanya Anda ingin bertemu dengan saya
secara khusus." "Ya, tentu saja. Mengerikan, sungguh mengerikan!"
"Apa yang mengerikan?"
"Rekening-rekening ini! Pengeluaran pengeluar anmu!" Mrs. Nicoletis mengambil
setumpuk kertas dari balik sebuah bantalan kursi, dan mengham -
31 30 burkannya dengan gaya seorang tukang sulap hebat. "Memangnya kita beri makan apa
mahasiswa-mahasiswa malang itu" Foie gras dan burung puyuh" Kaupikir ini Ritz"
Para mahasiswa itu, menurut mereka siapa sih mereka itu?"
"Orang-orang muda dengan selera makan yang sehat," sahut Mrs. Hubbard. "Mereka
mendapat sarapan pagi yang baik dan makan malam yang pantas makanan sederhana, ?tapi bergizi. Dan biayanya sangat ekonomis."
"Ekonomis" Ekonomis apa" Kau berani bilang begitu padaku" Padahal aku
kaurugikan?" "Anda memperoleh keuntungan sangat besar dari tempat ini, Mrs. Nicoletis. Bagi
para mahasiswa, tarif di sini termasuk tinggi."
"Tapi pondokanku selalu penuh, bukan" Apakah pernah ada tempat kosong yang tidak
ditawar sampai tiga orang" Bukankah Konsulat Inggris, Badan Pemondokan
Universitas London, Kedutaan French Lycee selalu mengirimkan mahasiswa-mahasiswa
mereka kemari" Bukankah selalu ada tiga penawaran untuk setiap tempat lowong?"
"Besar kemungkinan itu dikarenakan makanan-makanan di sini sesuai dengan selera
para mahasiswa itu, dan jumlahnya mencukupi. Orang-orang muda harus diberi makan
dengan layak." "Bah! Jumlah biaya ini mengerikan. Pasti ini gara-gara juru masak Italia dengan
suaminya itu. Mereka menipumu melalui masakan-masakan mereka."
"Oh, tidak, mereka tidak begitu, Mrs. Nicoletis.
Saya dapat meyakinkan Anda bahwa tak seorang asing pun akan melakukan hal
seperti itu pada diri saya."
"Kalau begitu, pasti kau sendiri kau yang merampokku."
?Mrs. Hubbard tetap tak gentar.
"Saya tak bisa membiarkan Anda mengatakan hal-hal seperti itu," katanya, dengan
nada suara seperti seorang pengasuh tua yang sangat kolot, yang sedang memarahi
anak asuhnya yang nakal. "Tak baik mengatakan hal-hal seperti itu, dan sua tu
hari Anda pasti akan mendapat kesulitan karenanya."
"Ah!" Mrs. Nicoletis menghamburkan tumpukan rekening itu secara dramatis ke
udara, hingga semuanya bertebaran di mana-mana di lantai. Mrs. Hubbard
membungkuk dan memungutinya, sambil mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Kau
membuatku naik darah," teriak majikannya.
"Saya rasa begitu," ujar Mrs. Hubbard, "dan tak baik untuk Anda, kalau Anda
mudah naik darah. Tak baik untuk tekanan darah Anda."
"Jadi kau mengakui bahwa jumlah biaya ini lebih tinggi daripada minggu lalu?"
"Tentu saja. Ada potongan harga yang sangat menarik di Lampson Stores. Saya
memanfaatkan kesempatan itu. Biaya minggu depan akan berjumlah di bawah rata-
rata." Mrs. Nicoletis kelihatan merajuk.
"Kau pintar memberi penjelasan."
"Nah." Mrs. Hubbard meletakkan tumpukan
33 32 rekening itu dengan rapi di atas meja. "Masih ada persoalan lain?"
"Gadis Amerika itu, Sally Finch, dia bilang mau pindah, sedangkan aku tak ingin
dia pergi. Dia mendapat beasiswa Fulbrite. Dia dapat menarik para mahasiswa
Fulbrite lainnya untuk tinggal di sini. Jadi dia tak boleh pergi."
"Apa alasannya untuk pindah dari sini?"
Mrs. Nicoletis mengangkat bahunya yang besar.
"Bagaimana aku bisa mengingatnya" Alasannya dibuat-buat. Aku mengetahuinya. Aku
selalu tahu." Mrs. Hubbard menganggukkan kepalanya dengan serius. Ia cenderung untuk
mempercayai Mrs. Nicoletis dalam hal itu.
"Sally tidak bilang apa-apa pada saya," katanya.
"Tapi kau akan berbicara dengannya, bukan?"
"Ya, tentu saja."
"Dan jika penyebabnya adalah mahasiswa-maha siswf berwarna itu mahasiswa India ?dan mahasiswa negro merekalah yang harus pindah, kau mengerti" Perbedaan warna
?kulit, hal itu sangat besar artinya bagi orang-orang Amerika dan bagiku orang-
orang Amerika itulah yang penting, sedangkan orang-orang berwarna itu... enyahkan
saja mereka!" Mrs. Nicoletis menggerakkan tangannya dengan gaya dramatis.
"Hal itu takkan terjadi selama saya menjadi pimpinan di sini," kata Mrs. Hubbard
dingin. Dan bagaimanapun juga, Anda salah. Tak ada perasaan antiras seperti itu
di antara para mahasiswa di sini,
34 dan Sally sudah jelas tidak seperti itu. Dia dan Mr. Akibombo sering pergi makan
siang bersama, dan Mr. Akibombo itu sangat hitam."
"Kalau begitu, pasti komunis itu kau tahu bagaimana perasaan orang-orang ?Amerika tentang komunisme. Nigel Chapman dia itu seorang komunis." "Saya
?meragukan hal Itu." "Ya, ya. Kau harus mendengar apa yang dikatakannya sore
itu." "Nigel akan mengatakan segalanya untuk menjengkelkan orang lain. Kalau sudah
begitu, dia sangat memuakkan."
"Kau mengenal mereka dengan sangat baik, Mrs. Hubbard yang baik. Kau hebat
sekali! Aku sering berkata pada diriku sendiri apa yang harus kulakukan tanpa
?Mrs. Hubbard" Aku betul-betul tergantung padamu. Kau wanita yang hebat, hebat
sekali." "Setelah diberi bubuk, diberi selai." "Apa?"
"Sudahlah, tak usah cemas. Saya akan melakukan sebisanya."
Mrs. Hubbard meninggalkan ruangan itu, dan menghentikan semburan kata-kata
terima kasih Mrs. Nicoletis.
Sambil menggumam sendiri, Mrs. Hubbard berkata, "Membuang-buang waktuku saja.
Betapa gilanya wanita itu!" Ia buru-buru berjalan di sepan jang-gaug dan masuk
ke ruang duduknya sendiri.
Tapi belum saatnya bagi Mrs. Hubbard untuk menikmati keadaan tenteram. Sesosok
tubuh jang - 35 kung bangkit berdiri ketika Mrs. Hubbard masuk, dan berkata,
"Saya akan merasa gembira kalau Anda mau meluangkan waktu sebentar untuk saya."
"Tentu saja, Elizabeth,"
Mrs. Hubbard agak terkejut. Elizabeth Johnston berasal dari India Barat, sedang
belajar ilmu hukum. Ia seorang pekerja keras, berambisi, dan cenderung bersifat
tertutup. Ia selalu tampak tenang dan cakap, dan Mrs. Hubbard selalu
menganggapnya sebagai salah seorang mahasiswa paling memuaskan di pondokan itu.
. Elizabeth betul-betul tenang saat itu, tapi Mrs. Hubbard menangkap getaran
lirih dalam suaranya, meskipun sosok tubuh berkulit gelap itu betul-betul dapat
mengendalikan dirinya. "Apakah ada sesuatu yang tidak beres?"
"Ya. Maukah Anda pergi ke kamar saya?"
"Sebentar." Mrs. Hubbard melemparkan mantel dan sarung tangannya, kemudian
mengikuti gadis itu keluar ruangan dan menaiki tangga ke loteng lagi. Kamar
gadis itu terletak di tingkat paling atas. Ia membuka pintu kamarnya dan
berjalan ke sebuah meja di dekat jendela.
"Ini adalah catatan hasil kerja saya," katanya. "Hasil kerja selama berbulan-
bulan dengan penuh ketekunan. Anda lihat apa yang telah terjadi?"
Mrs. Hubbard menarik napas tertahan.
Meja itu berlumur tinta. Begitu pula kertas*kertas itu, semuanya basah terkena
tinta. Mrs. Hubbard menyentuhnya dengan ujung jarinya. Masih basah.
36 Ia bertanya, meskipun ia tahu pertanyaan itu konyol,
"Kau tidak menumpahkan tinta itu sendiri?" "Tidak. Seseorang melakukannya ketika
saya sedang keluar."
"Mrs. Biggs, kaupikir..."
Mrs. Biggs adalah wanita pembersih yang merawat kamar-kamar tidur di lantai
paling atas. "Bukan Mrs. Biggs. Tinta itu juga bukan tinta saya. Punya saya ada di rak, di
sebelah tempat tidur. Dan tinta itu tidak tersentuh. Seseorang membawa tinta
kemari dan menumpahkannya dengan sengaja."
Mrs. Hubbard betul-betul terkejut.
"Betapa jahat dan kejinya perbuatan itu."
"Yarsangat jahat"
Gadis itu berbicara dengan tenang, tapi Mrs. Hubbard tidak salah dalam menangkap
adanya perasaan marah tertahan dalam dirinya.
"Yah, Elizabeth, aku hampir-hampir tak tahu apa yang harus kukatakan. Aku betul-
betul terkejut, betul-betul terkejut, dan aku akan berusaha keras untuk
menemukan siapa yang telah melakukan perbuatan jahat dan keji ini. Kau sendiri,
apakah kau punya ide tentang siapa pelakunya?"
Gadis itu segera menjawab.
"Tinta ini berwarna hijau, coba Anda perhatikan."
"Ya, aku tahu."
'"Tinta hijau bukanlah warna yang lazim. Saya tahu seseorang di sini yang
memakainya. Nigel Chapman."
"Nigel" Kau mengira* Nigel yang melakukan perbuatan ini?"
"Sebetulnya tidak tidak Tapi dia memakai tinta hijau untuk menulis surat dan ?catatannya."
"Aku harus menanyainya. Aku sangat menyesal, Elizabeth, bahwa hal ini bisa
terjadi di pondokan ini, dan aku hanya bisa berjanji padamu bahwa aku akan
berusaha keras untuk membereskannya."
'Terima kasih, Mrs. Hubbard. Ada kejadian-kejadian lain, bukan?"
"Ya eh ya." ? ?Mrs. Hubbard meninggalkan ruangan itu dan berjalan menuruni tangga. Tapi ia
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiba-tiba berhenti sebelum melanjutkan terus ke bawah. Sebaliknya ia berjalan
menyusuri gang, menuju pintu terakhir di koridor tersebut. Ia mengetuk pintu,
dan suara Miss Sally Finch menyilakannya masuk.
Kamar itu menyenangkan. Sally Finch sendiri adalah seorang gadis berambut merah
yang riang dan menyenangkan.
Ia sedang menulis di sebuah buku, dan ia memandang Mrs. Hubbard dengan pipi
menggembung. Ia mengulurkan sebuah kotak permen yang terbuka, dan berkata dengan
suara tak jelas, "Permen kiriman dari rumah. Silakan ambil."
"Terima kasih, Sally. Nanti saja. Aku agak kecewa saat ini." Mrs. Hubbard
berhenti. "Kau sudah mendengar apa yang menimpa Elizabeth Johnston?"
"Apa yang terjadi dengan Bess Hitam?"
Itu adalah panggilan kesayangan, dan gadis itu sendiri juga senang dipanggil
demikian. 38 Mrs. Hubbard menceritakan apa yang telah terjadi. Sally menunjukkan sikap marah
dan simpati. "Menurutku perbuatan itu betul-betul keji. Aku tak percaya ada orang yang mau
melakukan hal seperti itu pada Bess kita. Setiap orang menyukainya. Dia pendiam
dan tidak begitu suka bergaul atau bergabung dengan yang lainnya, tapi aku yakin
tak seorang pun yang tidak menyukainya."
"Itu yang seharusnya kukatakan."
"Yah, tampaknya cocok, bukan, dengan kejadian-kejadian lainnya" Itu sebabnya..."
"Itu sebabnya apa?" tanya Mrs. Hubbard, ketika gadis itu tiba-tiba berhenti.
Sally berkata pelan, -Situ -sebabnya aku akan pindah dari sini. Apakah Mrs. Nick telah memberitahu
Anda?" "Ya. Dia sangat kecewa mengenainya. Dia pikir kau tidak memberinya alasan yang
benar." "Yah, memang tidak. Tak adanya gunanya membuat dia naik darah. Anda tahu
bagaimana wataknya. Tapi itulah alasannya. Aku tidak menyukai apa yang sedang
terjadi di sini. Rasanya aneh kehilangan sebuah sepatu, dan kemudian syal
Valerie yang tercabik-cabik itu, dan juga tas ransel Len... sedangkan barang-
barang yang dicuri itu, lain. Menurutku, hal itu biasa. Memang tidak
menyenangkan, tapi itu normal tapi yang ini tidak* Ia berhenti sebentar, ?tersenyum, dan kemudian menyeringai dengan tiba-tiba. "Akibombo juga takut,"
katanya.' "Biasanya dia selalu tampil hebat dan beradab, tapi ada sebuah
kepercayaan kuno 39 orang Afrika Barat tentang munculnya ilmu hitam."
"Bah!" kata Mrs. Hubbard tajam. "Aku tak percaya dengan takhayul-takhayul
bohongan itu. Cuma pekerjaan manusia biasa untuk menakut-nakuti diri mereka
sendiri. Yah, baiklah."
Mulut Sally menyeringai lebar seperti kucing.
Ia berkata, "Penekanannya ada pada kata biasa itu. Aku punya semacam perasaan
bahwa ada seseorang di pondokan ini yang tidak biasa."
Mrs. Hubbard berjalan menuruni tangga. Ia membelok, memasuki ruang duduk bersama
para mahasiswa di lantai dasar. Ada empat orang di sana. Valerie Hobhouse sedang
menelungkup di sofa sambil mengaitkan kaki-kakinya yang langsing dan -anggun di
lengan sofa itu; Nigel Chapman sedang duduk di sebuah meja, dengan sebuah buku
betat terbuka di hadapannya; Patricia Lane sedang bersandar di samping perapian,
dan seorang gadis yang baru datang, yang masih mengenakan jas hujan, sedang
mencopot topi wolnya ketika Mrs. Hubbard masuk. Gadis itu bertubuh gemuk,
pendek, seorang gadis biasa dengan sepasang mata coklat yang terpisah jauh, dan
mulut yang biasa terbuka sedikit, sehingga ia selalu kelihatan terkejut.
Valerie berkata dengan nada suara malas dan diulur-ulur, sambil memindahkan
rokok yang diisapnya dari mulutnya,
"Halo, Ma, apakah Anda sudah memberikan sirup penenang kepada setan tua itu,
pemilik pondokan kita yang terhormat?"
Patricia Lane berkata, "Apakah dia hendak memaklumkan perang?"
"Bagaimana caranya?" kata Valerie sambil tertawa cekikikan.
"Sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi," kata Mrs. Hubbard. "Nigel, aku
ingin kau menolongku."
"Aku, Ma?" Nigel memandangnya sambil menutup bukunya. Dagunya yang runcing dan
wajahnya yang menyeramkan tiba-tiba menunjukkan kesan nakal serta sebuah
senyuman manis yang mengejutkan. "Apa yang telah kulakukan?"
"Tidak ada, kuharap," sahut Mrs. Hubbard. "Tapi seseorang yang berhati keji
telah sengaja menumpahkan tinta pada seluruh catatan Elizabeth Johnston, dan
tinta itu berwarna hijau.'Kau menulis dengan tinta hijau, Nigel." ! Nigel
menatapnya, senyumnya hilang.
Ya, aku memakai tinta hijau."
"Warna yang mengerikan," ujar Patricia. "Kuharap kau tidak memakainya lagi,
Nigel. Sudah sering kubilang bahwa warna itu sangat mempengaruhi dirimu."
"Aku suka dipengaruhi," kata Nigel. "Warna merah jambu akan lebih baik, kukira.
Aku harus berusaha untuk memperolehnya. Tapi apakah Anda serius, Ma" Tentang
sabotase itu, maksudku?" "Ya, aku serius. Apakah itu perbuatanmu, Nigel?" Tidak,
tentu saja tidak. Aku suka mengganggu orang lain, seperti yang Mama ketahui,
tapi aku takkan pernah melakukan perbuatan kotor seperti
41 40 itu dan tentu saja tidak pada Bess Hitam yang tak pernah mencampuri urusan ?orang lain, hal yang patut menjadi contoh bagi beberapa orang di sini. Di mana
tintaku itu" Aku mengisi penaku kemarin sore, aku ingat. Biasanya kusimpan di
atas rak di sana." Nigel berdiri dan berjalan ke ujung ruangan. "Anda betul.
Botol ini hampir kosong. Mestinya isinya masih penuh."
Gadis yang masih mengenakan jas hujan itu terdengar menahan napasnya.
"Oh, astaga," katanya. "Oh, aku tidak menyukai kejadian ini."
Nigel memutar badannya dan memandang gadis itu dengan pandangan menuduh.
"Apakah kau mempunyai alibi, Celia?" Tanyanya dengan nada mengancam.
Gadis itu kaget. "Aku tidak melakukannya. Sungguh. Bagaimanapun juga, aku seharian ada di rumah
sakit. Tak mungkin aku yang..."
"Nigel," kata Mrs. Hubbard. "Jangan menggoda Celia."
Patricia Lane berkata dengan nada marah, "Aku tak mengerti-mengapa Nigel harus
dicurigai. Hanya karena tintanya yang telah diambil...." Valerie berkata tajam,
"Baiklah, Sayang, belalah anakmu ' "Tapi ini tidak adil...."
"Tapi sungguh, aku tidak terlibat sama sekali dalam perbuatan ini," Celia
memprotes dengan bersungguh-sungguh.
42 "Tak seorang pun yang menduga demikian, Bayi," ujar Valerie tak sabar.
"Bagaimanapun juga, kalian tahu." Matanya bertemu dengan mata Mrs. Hubbard, dan
mereka saling memandang. Semuanya ini sudah bukan lelucon lagi. Kita harus
melakukan sesuatu untuk mengatasinya."
"Ya, harus dilakukan sesuatu," sahut Mrs. Hubbard tegas.
43 Bab 4 "Ini dia, M. Poirot"
Miss Lemon meletakkan sebuah bingkisan kecil berwarna coklat di hadapan Poirot
Poirot membuka kertas pembungkusnya, dan memandang kagum pada sebuah sepatu
pesta berwarna perak yang bagus potongannya. ?"Saya menemukannya di Baker Street, seperti kata Anda."
"Sepatu ini akan meringankan tugas kita," kata Poirot "Juga menguatkan gagasan-
gagasan saya." "Betul," sahut Miss Lemon, yang sama sekali tidak memiliki perasaan ingin tahu.
_J1 Miss Lemon itu, bagaimanapun juga, mempunyai perasaan kekeluargaan yang erat. Ia
berkata, "Jika Anda tidak repot, M. Poirot saya mendapat sepucuk surat dari adik saya.
Ada suatu perkembangan baru."
"Anda mengizinkan saya membacanya?"
Miss Lemon mengulurkan surat itu pada Poirot. Setelah membacanya, Poirot
menyuruh Miss Lemon untuk menghubungi adiknya lewat telepon. Sebentar kemudian,
Miss Lemon memberi tanda 44 bahwa ia sudah mendapat hubungan. Poirot mengambil gagang telepon. "Mrs.
Hubbard?" "Oh, ya, M. Poirot Sungguh baik Anda mau menelepon saya begitu cepat Saya
sangat..." Poirot menyelanya. "Anda menelepon di mana sekarang?"
"Di mana "lari Hickory Road Nomor 26, tentu saja. Oh, saya mengerti maksud
?Anda. Saya menelepon dari ruang duduk saya sendiri."
"Apakah ada sambungan ke ruang lain?"
"Ada. Telepon utama ada di gang di lantai dasar."
"Siapa yang berada di sana, yang mungkin bisa mencuri dengar?"
"Semua mahasiswa sedang keluar saat ini. Si juru masak sedang pergi ke pasar.
Geronimo, suaminya, hanya sedikit sekali memahami bahasa Inggris. Ada seorang
wanita pembersih, tapi dia tuli, dan saya yakin dia takkan repot repo; berusaha
mendengarkan pembicaraan kita."
"Bagus kalau begitu. Saya bisa berbicara dengan bebas Apakah Anda kadang-kadang
menyelenggarakan ceramah di sore hari, atau film" Hiburan lain sejenisnya?"
'Kami kadang-kadang memang mengadakan ceramah. Miss Baltrout, seorang
penjelajah, baru-baru ini datang dengan membawa foto-fotonya yang berwarna. Dan
kami juga pernah mengada kau malam dana bagi sebuah misi di Timur Jauh, meskipun
saya rasa banyak mahasiswa yang pergi keluar malam itu."
45 "Ah Kalau begitu, malam ini Anda akan-mendapat kehormatan dari M. Poirot,
majikan kakak Anda, yang akan datang dan memberi ceramah pada para mahasiswa itu
dengan topik tentang kasus-kasusnya yang menarik."
"Saya yakin hal itu akan sangat rne.ivRiangkan tapi apakah Anda pikir..."
"Ini bukan masalah pemikiran lagi, tapi keyakinan."
Malam itu, para mahasiswa yang memasuki ruang duduk bersama menemukan sebuah
pengumuman yang dipakukan di papan di balik pintu.
M. Hercule Poirot, seorang detektif swasta terkenal, bersedia memberikan ceramah
malam ini tentang teori dan praktek penyelidikan yang berhasil, dengan
menunjukkan beberapa kasus kriminal yang terkenal.
Para mahasiswa yang sudah membaca pengumuman tersebut memberikan macam-macam
tanggapan tentang hal itu.
"Siapa sih detektif swasta itu?" "Aku tak pernah mendengar namanya." "Oh, aku
pernah. Dulu ada seorang laki-laki yang dijatuhi hukuman mati karena membunuh
seorang pelayan wanita, dan.detektif ini membebaskannya dari tuduhan itu tepat
pada waktunya, serta menemukan pembunuh sebenarnya." "Kedengarannya tidak
menyenangkan: bagiku." "Menurutku lumayan." "Colin pasti akan menyukainya. Dia
tergila-gila pada psikologi kri
miiM^" "Aku* tidak akan mengatakannya sejelas itu. tapi aku tak menyangkal bahwa
seseorang yang sangat dekat dengan kriminalitas pasti akan menarik untuk
ditanyai." Makan malam disajikan pada pukul tujuh tiga puluh, dan sebagian besar mahasiswa
sudah duduk ketika Mrs. Hubbard muncul dari ruang duduk pribadinya (tempat
sherry telah dihidangkan pada sang tamu terkenal), diikuti oleh seorang laki-
laki kecil setengah baya berambut hitam yang bertampang mencurigakan, dengan
kumis berukuran menyeramkan yang terus-menerus dipiluinya.
"Ini adalah sebagian dari mahasiswa-mahasiswa kami, M. Poirot Dan ini adalah M.
Hercule Poirdt yang sudi meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan kita
sesudah makan malam."
Poirot dan para mahasiswa itu saling menyapa, kemudian ia duduk di samping Mrs.
Hubbard dan menyibukkan dirinya, dan sementara waktu melupakan kumisnya, untuk
menikmati sup campur yang hebat, yang disajikan dari sebuah mangkuk besar oleh
seorang pelayan laki-laki yang lincah.
'Hidangan berikutnya adalah spageti dengan bola-bola daging yang panas dan
pedas. Saat itulah seorang gadis yang duduk tepat di samping Poirot berbicara
kepadanya dengan malu-malu.
"Apakah kakak Mrs. Hubbard betul-betul bekerja untuk And^^
Poirot menoleh kepadanya.
'Oh, ya, memang. Miss Lemon sudah bertahun-tahun menjad. sekretaris saya. Dia
adalah wanita 47 46 paling efisien di dunia ini. Saya kadang-kadang takut padanya."
"Oh, saya mengerti. Saya hanya ingin tahu apakah..."
"Nah, apa yang ingin Anda ketahui Mademoiselle?"
Poirot tersenyum padanya dengan gaya kebapa kan, sambil membuat catatan tentang
gadis itu di dalam hatinya.
"Cantik, cemas, tidak begitu cerdas, ketakutan..." Ia berkata,
"Bolehkah saya, mengetahui nama Anda dan apa yang sedang Anda pelajari?"
"Celia Austin. Saya tidak kuliah. Saya bekerja sebagai ahli obat di Rumah Sakit
St Catherine "Ah, pekerjaan yang menarik, bukan?"
"Yah, saya tidak tahu mungkin saja menarik." Gadis itu agak ragu.?"Dan yang lainnya" Dapatkah Anda menceritakan sedikit tentang mereka pada saya,
mungkin" Saya tahu ini adalah pondokan untuk mahasiswa-mahasiswa asing, tapi
tampaknya banyak mahasiswa Inggris di sini."
"Beberapa dari mahasiswa asing itu sedang pergi keluar. Mr. Chandra Lai dan Mr.
Gopal Rarrf mereka orang-India dan Miss Reinjeer yang datang dari
? ?Belanda serta Mr. Aokmed Ali, orang Mesir yang tergila-gila pada politn^*
?"Dan yang ada di sini" Ceritakanlah rentang mereka."
"Yah, yang duduk di samping kfri Mrs. Hub -
48 bard adalah Nigel Chapman. Dia sedang mempelajari sejarah abad pertengahan dan
bahasa Italia di Universitas London. Lalu yang duduk di sebelahnya adalah
Patricia Lane, yang memakai kacamata. Dia belajar untuk mendapatkan ijazah di
bidang arkeologi. Pemuda besar berambut merah itu bernama Len Bateson, mahasiswa
kedokteran, sedangkan gadis berkulit gelap itu adalah Valerie Hobhouse, bekerja
di sebuah salon kecantikan. Yang duduk di sebelahnya adalah Colin McNabb dia
?mengambil gelar pascasarjana di bidang psikiatri."
Ada sedikit perubahan nada pada suara gadis itu sewaktu ia menceritakan Colin.
Poirot memandangnya dengan cermat, dan melihat wajahnya di-ronai warna merah.
Ia berkata dalam hati. "Jadi, gadis ini sedang^aTtrh cinta, dan dia tak dapat menyembunyikan fakta itu
dengan mudah." Poirot memperhatikan bahwa pemuda McNabb itu tampaknya tak pernah melihat ke
arah gadis itu di seberang meja, karena terlalu asyik bercakap-cakap dengan
seorang gadis berambut merah yang duduk di sebelahnya.
"Itu Sally Finch. Dia orang Amerikg kuliah di sini atas beasiswa Fulbrite. Lalu?di sebelahnya adalah Genevieve Maricaud. Dia sedang belajar bahasa Inggris di
sini, begitu pula halnya dengan Ren^" Halte yang duduk di sebelahnya. Gadis
mungil dan sederhana itu adalah Jean Tomlinson. Dia juga bekerja di St.
Catherine, sebagai fisioterapis.
49 Laki-laki hitam itu adalah Akibombo. Dia berasal dari Afrika Barat dan betul-
betul ramah. Lalu yang itu adalah Elizabeth Johnston, dari Jamaika. Dia sedang
mempelajari ilmu hukum. Di sebelah kanan saya ada dua mahasiswa Turki yang
datang kemari sekitar seminggu yang lalu. Mereka hampir tak bisa berbahasa
Inggris." "Terima kasih. Dan apakah kalian semua rukun-rukun selalu" Atau kalian sering
bertengkar?" Nada suara Poirot terdengar ringan, seolah-olah ia tidak serius.
Celia berkata, "Oh, kami semua terlalu sibuk untuk bertengkar, meskipun..."
"Meskipun apa, Miss Austin?"
"Yah, Nigel yang duduk di sebelah Mrs. Hubbard. Dia suka mengusik orang lain
?dan membuat kita marah. Dan Len Bateson biasanya menjadi marah. Dia kadang-
kadang bisa meledak. Tapi sesungguhnya dia sangat manis."
"Dan Colin McNabb apakah dia juga jengkel?"
?"Oh, tidak. Colin hanya mengangkat alisnya dan kelihatan geli."
"Oh, begitu. Dan di antara para gadis, apakah kalian pernah bertengkar?"
"Oh, tidak,.kami saling rukun satu sama lain. Memang Genevieve kadang-kadang
agak pendendam. Saya kira orang-orang Prancis memang cenderung agak mudah
tersinggung oh, maksud-saya maafkan..."
? ?Celia tampak bingung. 50 "Saya orang Belgia," kata Poirot tenang. Ia cepat melanjutkan, sebelum Celia
dapat memulihkan kendali dirinya, "Apa yang Anda maksudkan tadi. Miss Austin,
ketika Anda berkata bahwa Anda ingin tahu. Anda ingin tahu tentang apa?"
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Gadis itu meremas-remas rotinya dengan gugup.
"Oh, itu tidak apa-apa, kok sungguh hanya saja di sini ada lelucon konyol
? ? ?akhir-akhir ini, lelucon yang menjengkelkan orang. Saya pikir Mrs. Hubbard... ah,
saya ini sering konyol. Saya tidak mempunyai maksud apa-apa."
Poirot tidak memaksanya. Ia beralih ke Mrs. Hubbard, dan segera terlibat dalam
pembicaraan antartfga orang dengan Mrs. Hubbard serta Nigel Chapman. Nigel
mengemukakan tentang suatu pendapat kontroversial yang menyatakan bahwa
kriminalitas adalah sejenis seni kreatif, dan yang tidak beres dalam masyarakat
sebenarnya adalah para polisi itu sendiri, yang memilih profesi mereka karena
adanya sifat sadisme tersembunyi dalam diri mereka. Poirot kelihatan tertarik
dan mencatat bahwa~wanita muda berkacamata dan berwajah cemas yang duduk di
samping Nigel berusaha untuk memberikan alasan-alasan atas komentar-komentar
pemuda itu, secepat pemuda itu melontarkannya. Bagaimanapun juga, Nigel betul-
betul tidak mengacuhkannya.
Mrs. Hubbard kelihatan tertarik dan geli. "Semua orang muda zaman sekarang hanya
memikirkan politik dan psikologi saja," katanya. "Ketika saya masih muda dulu,
kami lebih bisa ber - 51 gembira. Kami berdansa. Jika kalian menggulung permadani di ruang duduk bersama,
kalian akan mendapatkan lantai yang tepat untuk berdansa, dan kalian bisa
berdansa dengan musik dari radio, tapi kalian tak pernah melakukannya."
Celia tertawa dan berkata dengan sedikit nakal,
"Kau dulu suka berdansa, Nigel. Aku pernah berdansa satu kali denganmu dulu,
meski kurasa kau tidak mengingatnya sekarang."
'Kau pernah berdansa denganku," kata Nigel, tak percaya. "Di mana?"
"Di Cambridge di pesta Minggu Mei."?"Oh, Minggu Mei!" Nigel mengibaskan tangannya, meremehkan kesenangan masa muda
itu "Setiap orang pasti mengalami masa-masa muda seperti itu.- Dan untungnya
masa itu segera berlalu.'
Padahal Nigel sudah jelas tak lebih dari dua puluh lima tahun sekarang. Poirot
menyembunyikan senyuman di balik kumisnya.
Patricia Lane berkata dengan serius,
"Anda maklum, Mrs. Hubbard, banyak sekali yang harus kami pelajari. Belum lagi
kuliah-kuliah dan catatan-catatan yang harus disalin, jadi kami betul-betul tak
punya waktu untuk melakukan apa pun, kecuali untuk hal-hal yang betul-betul
berguna." "Yah, Nak, masa muda hanya datang sekali," ujar Mrs. Hubbard.
Puding coklat dihidangkan setelah spageti, dan sesudahnya mereka semua beranjak
ke ruang duduk bersama, di mana masing-masing orang bisa
52 f YOG***** mengambil kopi dari sebuah teko, yang terletak di atas meja.
?Kemudian Poirot dipersilakan untuk memulai ceramahnya. Sebelumnya kedua
mahasiswa Turki itu memohon diri dengan sopan, sedang kan-i ang lainnya duduk
dengan penuh harap. Poirot bangkit berdiri dan berbicara dengan pe-. nuh percaya
diri, seperti biasanya. Poirot selalu menyukai bunyi suaranya sendiri, dan ia
berbicara selama tiga perempat jam dengan gaya ringan dan menarik, menceritakan
kembali pengalaman peng alamannya dengan sedikit dibumbui. Bagaikan seorang
penipu ulung, ia menceritakan bualannya dengaq0nlus, sehingga tidak kentara oleh
pendengarnya. "Oleh karenanya," ia menyimpulkan, "saya berkata kepada pria kota itu bahwa saya
teringat pada seorang pembuat sabun yang saya kenal di Liege. Dia meracuni
istrinya agar dapat menikah dengan seorang sekretaris berambut pirang yang
cantik. Dia menekan saya sehubungan dengan uang curian yang baru saya temukan
untuknya. Dia menjadi pucat dan ada rasa takut di matanya. 'Saya akan memberikan
uang ini,' kata saya, 'pada sebuah badan sosial yang berhak.' 'Terserah
Andalah,' katanya. Kemudian saya berkata kepadanya dengan sangat tegas, 'Harap
Anda selalu berhati-hati, Monsieur.' Pria itu mengangguk, diam, dan ketika saya
keluar, saya melihatnya mengusap dahinya. Ia ketakutan sekali, dan saya saya
?telah menyelamatkan nyawanya. Karena meskipun ia tergila-gila pada sekretarisnya
yang berambut pirang itu, dia
53 takkan mencoba meracuni istrinya yang bodoh dan tidak menyenangkan itu.
Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Kita ingin mencegah
pembunuhan, tidak menunggu sampai pembunuhan itu terjadi." Xt
Poirot membungkuk dan merentangkan tangannya.
"Nah, saya sudah cukup lama meletihkan Anda sekalian."
Para mahasiswa itu bertepuk tangan dengan keras, menghargai ceramah Poirot
Poirot membungkuk lagi. Kemudian, ketika ia hendak duduk, Colin McNabb
mengeluarkan pipanya dari mijyt dan berkata,
"Dan sekarang mungkin Anda akan mengatakan Untuk apa sebenarnya Anda datang
kemari!" Semua terdiam sejenak, dan kemudian Patricia Lane berkata dengan nada mencela,
"Colin!" "Yah, kita sudah menduganya, bukan?" Colin memandang ke sekitarnya dengan gaya
mencemooh. "M. Poirot telah memberi kita sebuah ceramah kecil yang sangat
menarik, tapi bukan untuk itu dia datang kemari. Dia sedang bekerja. Anda tak
mengira, bukan, M. Poirot bahwa kami cukup bijaksana untuk mengetahui hal itu?"
"Itu hanya perasaanmu saja, Colin," ujar Sally.
"Tapi benar, bukan?" sahut Colin.
Sekali lagi Poirot merentangkan tangannya dengan gaya anggun seperti biasa,
^flfl "Saya mengakui," katanya, "bahwa nyonya rumah saya yang baik hati telah
mempercayakan 54 kepada saya peristiwa-peristiwa tertentu yang telah membuatnya... cemas."
Len Bateson berdiri, wajahnya tegang dan berang.
Ia berkata, "Sebenarnya untuk apa sih semuanya ini" Apakah ini sudah diatur?"
"Apakah kau baru menyadari hal itu, Bateson?" tanya Nigel dengan manis.
Celia menahan napas karena takut. Ia berkata, "Ternyata aku betulV
Mrs. Hubbard berbicara dengan tegas.
"Saya meminta M. Poirot untuk memberikan ceramah kepada kita, tapi saya juga
ingin meminta nasihatnya tentang berbagai macam peristiwa yang terjadi akhir-
akhir ini. Kita harus segera mengambil tindakan, dan bagi saya tampaknya, satu-
satunya alternatif lain yang ada adalah... polisi."
Dengan segera terjadi perdebatan sengit Genevieve menyemburkan kata-kata dalam
bahasa Prancis. "Nista, memalukan kalau kita sampai pergi ke polisi!" Suara-
suara lain turut terdengar, baik pro maupun kontra. Akhirnya, setelah semuanya
tenang, suara Leonard Bateson terdengar mengambil keputusan.
"Mari kita dengarkan pendapat M. Poirot tentang masalah kita." Mrs. Hubbard
berkata, "Saya sudah memberikan semua fakta pada M. Poirot. Jika dia hendak mengajukan
beberapa pertanyaan, saya yakin kalian semua tak ada yang keberatan."
Poirot membungkuk kepadanya.
"Terima kasih." Dengan gaya seorang tukang sulap, ia mengeluarkan sepasang
sepatu pesta dan memberikannya kepada Sally Finch.
"Sepatu Anda, Mademoiselle?" -
"Oh ya kedua-duanyal Dari mani munculnya yang hilang itu?" *? ?"Dari Bagian Barang-barang Hilang di Baker Street Station."
"Tapi, apa yang membuat Anda mengira demikian, M. Poirot?"
"Sebuah proses deduksi yang sangat sederhana. Seseorang telah mengambil sebuah
sepatu dari kamar Anda. Mengapa" Tidak untuk dipakai dan tidak untuk dijual. Dan
karena seluruh pelosok rumah akan digeledah oleh setiap orang untuk
menemukannya, sepatu itu harus dikeluarkan dari rumah ini, atau dihancurkan.
Tapi tidak .mudah menghancurkan sebuah sepatu. Cara yang paling mudah adalah
membawanya dalam sebuah bus atau kereta api dalam sebuah bungkusan pada jam-jam
sibuk, dan kemudian meninggalkannya di bawah tempat duduk. Itu adalah dugaan
saya yang pertama, dan ternyata betul. Jadi, saya tahu bahwa saya berada di
jalur yang benar. Sepatu itu diambil, seperti kata para penulis puisi kalian,
untuk menggoda, karena pencurinya tahu bahwa hal itu menjengkelkan."
Valerie tertawa kecil. "Kalau begitu pasti kau, Nigel, sayangku." Nigel berkata
sambil sedikit menyeringai, "Kalau sepatu itu cocok, pakailah."
56 "Tak masuk akal," ujar Sally. 'Nigel tidak mengambil sepatuku."
"Tentu saja tidak," sahut Patricia berang. "Itu adalah gagasan yang paling
konyol." "Aku tidak tahu tentang kekonyolan," kata Nigel. "Sebetulnya aku tidak melakukan
hal itu sebagaimana kata kalian."
?Tampaknya seolah-olah Poirot telah menunggu kata-kata itu, ibarat seorang aktor
menunggu gilirannya. Matanya terarah dengan serius pada wajah merah Len Bateson,
lalu pada mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Ia berkata, sambil dengan sengaja memberi isyarat dengan tangannya,
"Posisi saya di sini rawan. Saya tamu di sini. Saya datang kemari untuk memenuhi
undangan Mrs. Hubbard untuk menikmati malam yang menyenangkan, itu saja. Dan
?juga, tentunya, untuk mengembalikan sepasang sepatu fteta yang sangat bagus pada
Madewoisell Seb ujinya ' Ia berhenti. "Monsieur... Bateson" Ya, Bateson telah
?meminta saya untuk mengemukakan pendapat saya tentang... permasalahan ini. Tapi
tentu saja tidak sopan rasanya bagi saya untuk mengemukakannya atas undangan
satu orang saja, kecuali kalau Anda sekalian juga menyetujuinya."
Mr. Akibombo kelihatan mengangguk-anggukkan kepalanya yang hitam dan berambut
keriting itu kuat kuat "Itu prosedur yang sangat tepat, ya," katanya. "Prosedur demokrasi yang sejati
adalah memutus - 57 kan suatu persoalan dengan mengambil suara terbanyak dari para hadirin."
Suara Sally terdengar tak sabar. "Oh, ayolah," katanya. "Ini kan cuma sejenis
kumpul-kumpul saja, dan yang datang hanya teman-teman. Mari kita dengarkan
pendapat M. Poirot tanpa banyak omong lagi."
"Aku sangat setuju denganmu, Sally," ujar Nigel. Poirot membungkukkan kepalanya.
"Baiklah," katanya. "Karena Anda sekalian meminta pendapat saya, akan saya
katakan bahwa pendapat saya cukup sederhana. Mrs. Hubbard, atau lebih tepat lagi
Mrs. Nicoletis, harus segera memanggil polisi. Tak boleh membuang-buang waktu
lagi." 58 Bab 5 Tidak diragukan lagi bila pernyataan Poirot betul-betul di luar dugaan.
Pernyataan itu tidak menimbulkan arus protes atau komentar apa pun, melainkan
kesunyian yang mendadak muncul dan menimbulkan kesan tak enak.
Dalam kesunyian sementara tersebut, Poirot diajak oleh Mrs. Hubbard ke ruang
duduk pribadinya, setelah dengan cepat dan sopan mengucapkan, "Selamat malam
semuanya," untuk mengakhiri kunjungannya.
Mrs. Hubbard menghidupkan lampu, menutup pintu, dan menyilakan M. Poirot untuk
duduk di sebuah kursi di samping perapian. Wajahnya yang ramah dan penuh rasa
humor dipenuhi dengan kerutan kerutan keraguan dan ketegangan. Ia menawari
tamunya rokok, tapi Poirot menolaknya dengan sopan, sambil menjelaskan bahwa ia
lebih suka mengisap rokoknya sendiri. Poirot menawarkan rokoknya, tapi Mrs. Hubbard menolaknya dan berkata dengan
suara lirih, "Saya tidak merokok, M. Poirot."
59 Kemudian, setelah ia duduk di nada, tn Poirot, Mrs. Hubbard berkata, setelah
ragu-ragu sejenak, "Saya rasa Anda benar, M. Poirot. Mungkin kami memang harus memanggil polisi
dalam hal ini, terutama setelah peristiwa jahat denial tinta itu. Tapi
sesungguhnya saya berharap Anda tidak mengatakannya tadi secara langsung ?seperti itu.'1
'Ah," ujar Poirot, sambil menyalakan sebatang rokoknya yang kecil dan memandangi
asapnya yang mengepul. "Menurut Anda sebaiknya saya merahasiakannya?"
"Yah, saya rasa memang lebih baik kalau kita berterus terang tentang segala
sesuatunya, tapi bagi saya, dalam hal ini tampaknya lebih baik kalau kita diam
saja, dan hanya meminta seorang petugas polisi untuk datang dan menjelaskan
kejadian-kejadian itu kepadanya dengan diam-diam. Maksud + saya adalah, siapa
pun yang telah melakukan hal-hal konyol itu, yah, dia sudah mendapat peringatan
sekarang." "Mungkin, ya." "Menurut saya pasti," kata Mrs. Hubbard dengan agak tajam. "Bukan mungkin lagi!
Bahkan kalau orang itu adalah salah seorang dari para pembantu atau para
mahasiswa yang tidak hadir malam ini, berita itu pasti tersebar. Selalu begitu!"
"Betul sekali. Selalu begitu."
"Dan Mrs. Nicoletis. Saya betul-betul tidak tahu bagaimana reaksinya kalau
mendengar tentang polisi. Kita tak pernah bisa menduga perangainya." "Ini
?akan menarik sekali untuk diselidiki."
"Sebenarnya kita tak bisa memanggil polisi tanpa persetujuannya oh, siapa itu?"
?Terdengar bunyi ketukan tajam dan mendesak di pintu. Bunyi itu diulangi, dan
tepat ketika Mrs. Hubbard hendak menyahut, "Silakan masuk," dengan nada jengkel,
pintu itu telah terbuka. .Colin McNabb, dengan pipa terjepit erat di antara
gigi-giginya dan wajah berang, memasuki ruangan itu.
Sambil memindahkan pipanya dan menutup pintu, ia berkata,
"Maafkan saya, tapi saya betul-betul ingin berbicara dengan M. Poirot saja di
sini." "Dengan saya?" Poirot menolehkan kepalanya, pura-pura terkejut.
"Ya, dengan Anda," sahut Colin dengan cemberut.
Ia menarik sebuah kursi yang tidak begitu enak untuk diduduki, dan duduk tepat
di hadapan Hercule Poirot.
"Anda telah memberikan sebuah ceramah menarik kepada kami malam ini," katanya
dengan sabar.- "Dan saya tak menyangkal bahwa Anda adalah orang yang memiliki
banyak dan bermacam-macam pengalaman, tapi maafkan saya kalau saya berkata bahwa
metode-metode dan gagasan-gagasan Anda sudah kuno semuanya."
"Colin," tegur Mrs. Hubbard dengan wajah memerah. "Jangan kurang ajar."
"Saya tidak bermaksud menghina, tapi saya ha-rusmenjelaskan segalanya. Kejahatan
dan hukuman, M. Poirot hanya itu saja yang ada dalam ruang lingkup Anda."
? t a M a N' "r a'caanf ^
^L.KALIUJRAN* KM S.V yogyakarta * i
"Bagi saya tampaknya kedua hal itu mempunyai hubungan yang wajar," sahut Poirot.
"Anda hanya melihatnya dari sudut pandang hukum yang sempit, apalagi hukum itu
sendiri sudah sangat kuno. Zaman sekarang, bahkan hukum pun harus berusaha
mengikuti perkembangan teori-teori terbaru dan mutakhir yang menjelaskan tentang
penyebab kejahatan. Penyebab itulah yang penting, M. Poirot."
"Saya setuju sekali dengan Anda dalam hal ini," seru Poirot.
"Kalau begitu, Anda harus mempertimbangkan penyebab dari apa yang telah terjadi
di pondokan ini. Anda harus menyelidiki mengapa perbuatan-perbuatan itu
dilakukan." "Saya masih setuju dengan Anda ya, itu penting sekali."?"Sebab selalu ada sebuah alasan, yang mungkin bagi orang yang terlibat,
merupakan sebuah alasan yang sangat berarti."
Pada saat itu, Mrs. Hubbard yang sudah tak dapat menahan dirinya lagi, menyela
dengan tajam, "Omong kosong."
"Di situlah letak kesalahan Anda," kata Colin, sambil menoleh sedikit pada Mrs.
Hubbard. "Anda harus mempertimbangkan unsur latar belakang psikologis
seseorang." "Psikologis apa," kata Mrs. Hubbard. "Aku tak punya kesabaran dengan hal-hal
seperti itu!" "Itu karena Anda sama sekali tidak mengetahuinya dengan tepat," sahut Colin
dengan gaya 62 mencela dan marah. Ia berbalik ke arah Poirot lagi.
"Saya tertarik dengan topik ini. Saya sekarang sedang mengambil kuliah
pascasarjana di bidang psikiatri dan psikologi. Kita sekarang sedang menghadapi
kasus-kasus yang paling sering terjadi dan populer, dan apa yang hendak saya
tunjukkan pada Anda, M. Poirot, adalah Anda tak dapat mengatakan bahwa penyebab
kejahatan adalah doktrin dosa asal, atau kesengajaan untuk tidak mematuhi hukum
suatu negara. Anda harus berusaha mengetahui akar masalah tersebut, jika Anda
ingin menyembuhkan seorang pemuda berandal. Gagasan-gagasan ini belum dikenal
atau dipikirkan pada waktu Anda muda dulu, dan saya tahu, akan sulit bagi Anda
untuk menerimanya..."
"Mencuri tetap mencuri," sela Mrs. Hubbard dengan keras kepala.
Colin mengerutkan dahinya dengan tak sabar.
Poirot berkata lembut, "Gagasan-gagasan saya memang sudah kuno, tapi saya bersedia untuk mendengarkan
Anda, Mr. McNabb." Colin tampak sangat terkejut.
"Anda sangat terbuka, M. Poirot. Sekarang saya akan menjelaskan persoalan ini
pada Anda, dengan memakai istilah-istilah yang sangat sederima.'
"Terima kasih," sahut Poirot lirih.
"Untuk enaknya, saya akan mulai dari sepasang sepatu yang Anda bawa kemari malam
ini, dan Anda kembalikan pada Sally Finch. Jika Anda
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
63 masih ingat, yang dicuri itu sebuah' sepatu. Hanya sebuah."
"Saya ingat Saya juga heran dengan kenyataan itu," ujar Poirot.
Colin McNabb mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya yang keras tapi tampan
itu tampak berseri-seri karena bersemangat.
"Ah, tapi Anda tidak melihat pentingnya kenyataan itu. Ini adalah salah satu
dari contoh kasus paling bagus dan paling memuaskan yang dapat kita temukan. Di
sini kita -menemukan, tidak diragukan lagi, sebuah Cinderella kompleks. Anda
mungkin kenal dengan dongeng Cinderella." _
"Yang asli Prancis mats oui."?"Cinderella, pembantu yang tidak dibayar, duduk di depan perapian, sementara
saudara-saudara perempuannya* dengan-memakai baju-baju terbaik, pergi ke pesta
sang Pangeran. Seorang peri yang baik hati mengirim Cinderella ke pesta itu
juga. Tepat saat tengah malam, baju pestanya berubah kembali menjadi baju
compang-camping, sehingga dia cepat-cepat meloloskan diri dan meninggalkan
sebuah sepatunya. Jadi, di sini kita menjumpai pikiran yang mirip dengan kisah
Cinderella di' bawah sadar, tentu saja" Orang itu sedang frustrasi, lr dan
?rendah hati. Dia, seorang gadis, telah mencuri sepatu itu. Mengapa?" "Seorang
gadis?" "Tentu saja, pasti seorang gadis," kata-Colin dengan jengkel. "Hal ini sudah
jelas sekali, bahkan bagi orang tolol sekalipun."
64 "Colin!" tegur Mrs. Hubbard.
"Teruskan," kata Poirot dengan sopan.
"Mungkin gadis itu sendiri tidak tahu mengapa dia melakukannya, tapi keinginan
yang ada di dalam hatinya sudah jelas. Dia ingin menjadi seorang putri, agar
dapat dikenali oleh sang Pangeran, dan dipilih menjadi permaisurinya. Fakta lain
yang penting, sepatu itu dicuri dari seorang gadis cantik yang akan pergi ke
sebuah pesta." Pipa Colin sudah lama mati. Sekarang ia mengayun ayunkannya dengan semangat
menggebu-gebu. "Dan sekarang kita akan membicarakan beberapa hal dari kejadian-kejadian
lainnya. Bagaikan seekor burung yang mengumpulkan barang-barang indah semua
?barang itu berkaitan dengan daya tarik seorang wanita. Sebuah kotak bedak,
lipstik, giwang, gelang, cincin di sini terdapat dua petunjuk penting. Gadis
?itu ingin diperhatikan. Tapi dia juga ingin dihukum ini sering dijumpai dalam
?kasus-kasus para remaja berandalan. Hal-hal seperti ini tak dapat Anda golongkan
sebagai pencurian biasa. Bukan nilai dari .barang-barang itu yang diinginkan.
Dengan cara serupa, seorang wanita kaya pergi ke sebuah toserba, dan mencuri
barang-barang yang sesungguhnya dapat dibelinya."
"Omong kosong," kata Mrs. Hubbard berang. "Ada orang yang pada dasarnya memang
tidak jujur begitulah sebenarnya."
"Tapi di antara barang-barang yang dicuri itu terdapat sebuah cincin berlian
yang berharga," kata Poirot, tidak mengacuhkan selaan Mrs. Hubbard.
" 65 Tapi cincin itu dikembalikan."
"Dan tentunya, Mr. McNabb, Anda takkan mengatakan bahwa sebuah stetoskop adalah
perhiasan wanita?" "Stetoskop itu mempunyai arti lebih dalam lagi. Para wanita yang merasa diri
mereka kurang menarik, cenderung menyibukkan diri mereka dengan mengejar
karier." *^Br "Bagaimana dengan buku resep masakan itu?"
"Buku resep masakan merupakan simbol kehidupan rumah tangga, suami, dan
keluarga." "Dan bubuk boraks?"
Colin berkata dengan sedikit tersinggung,
"M. Poirot yang baik, tak seorang pun mau mencuri bubuk boraks! Untuk apa?"
"Itu yang saya tanyakan pada diri saya sendiri. Saya harus mengakui, Mr. McNabb,
bahwa Anda tampaknya memiliki jawaban untuk segalanya. Ka-. lau begitu, tolong
Anda jelaskan kepada saya arti hilangnya sebuah celana panjang flanel celana ?panjang flanel milik Anda, saya kira."
Untuk pertama kalinya Colin nampak merasa tak enak. Mukanya memerah, dan ia
berdehem dehem sebelum menjawab.
"Saya bisa menjelaskannya, tapi hal itu bersifat pribadi, dan mungkin... eh, yah,
agak memalukan." "Ah, kalau begitu tak perlu Anda ceritakan."
Tiba-tiba Poirot mencondongkan tubuhnya ke depan dan menepuk lutut pemuda itu.
"Dan tinta yang ditumpahkan di atas kertas kerja seorang mahasiswa, syal sutra
yang tercabik 66 cabik. Apakah kejadian-kejadian itu tidak menimbulkan kegelisahan pada diri
Anda?" Tingkah laku Colin yang sedari tadi penuh rasa puas diri dan kebanggaan itu
tiba-tiba mengalami perubahan.
"Oh, ya," katanya. "Percayalah, saya merasakannya. Ini hal serius. Dia harus
mendapat perawatan * segera. Tapi yang diperlukan adalah perawatan medis. Ini
? ?bukan kasus untuk polisi. Dia sedang kacau sekarang. Jika saya..."
Poirot menyelanya, "Kalau begitu, Anda mengetahui siapa gadis itu?"
"Yah, saya mempunyai dugaan yang sangat kuat."
Poirot menggumam, seperti seseorang yang sedang mengikhtiarkan sesuatu.
"Seorang gadis yang tidak begitu berhasil dalam ** berhubungan dengan kaum laki-
laki. Seorang gadis pemalu. Seorang gadis lembut. Gadis yang otaknya cenderung
lambat reaksinya. Gadis yang merasa frustrasi dan kesepian. Gadis..."
Terdengar ketukan di pintu. Poirot berhenti. Ketukan itu terdengar lagi. "
"Masuk," kata Mrs. Hubbard.
Pintu terbuka, dan Celia Austin masuk.
"Ah," kata Poirot, menganggukkan kepalanya, -p "Tepat. Miss Celia Austin."
Celia memandang Colin dengan tatapan merana.
"Aku tak tahu kau ada di sini," katanya dengan napas tertahan. "Saya datang...
saya datang..." Ia menarik napas dalam-dalam dan berlari ke arah Mrsq^ubbard.
67 "Tolong, tolong jangan panggil polisi. Saya pencurinya. Saya yang mengambil
barang-barang itu. Saya tidak tahu mengapa. Saya tak bisa membayangkan. Saya tak
ingin mengambilnya. Tapi... tapi saya mengambilnya." Ia berputar ke arah Colin.
"Sekarang kau tahu bagaimana aku sebenarnya... dan kukira kau takkan pernah mau
berbicara padaku lagi. Aku tahu aku jahat.."
"Oh! Sama sekali tidak," kata Colin. Suaranya yang merdu terdengar hangat dan
ramah. "Kau hanya sedikit kacau saja. Kau menderita sejenis penyakit" sehingga
kau tak bisa memahami sesuatu dengan jelas. Jika kau percaya kepadaku, Celia,
aku akan bisa menyembuhkanmu dengan segera "
"Oh, Colin sungguhkah?"?Celia memandangnya dengan pandangan memuja yang amat kentara.
"Aku betul-betul cemas."
Colin memegang tangannya dengan sedikit gaya kebapakan.
"Nah, sekarang kau lak perlu cemas lagi." Colin berdiri dan meletakkan tangan
Celia di lengannya, dan memandang dengan tegas ke arah Mrs. Hubbard. Katanya,
"Saya harap-sekarang tak ada pembicaraan konyol lagi tentang memanggil polisi
kemari. Barang-barang yang dicuri itu tak ada yang berharga nilainya, dan Celia
akan mengembalikan barang-barang yang telah diambilnya."
"Aku tak bisa mengembalikan gelang^n kotak
68 bedak itu," kata Celia cemas. "Aku membuangnya di selokan. Tapi aku akan membeli
yang baru." "Dan stetoskop itu?" kata Poirot. "Di mana Anda menyimpannya?"
Wajah Celia memerah. "Saya tak pernah mengambilnya. Untuk apa saya mencuri sebuah stetoskop usang
yang konyol?" Wajahnya semakin merah. "Dan bukan saya yang menumpahkan tinta
pada kertas kerja Elizabeth. Saya tak pernah melakukan perbuatan sekeji itu."
"Tapi Anda telah memotong-motong dan mencabik-cabik syal Miss Hobhouse,
Mademoiselle." Celia kelihatan tak enak. Ia berkata dengan agak lirih,
"Itu lain. Maksud saya... Valerie takkan keberatan."
"Dan las ransel itu?"
"Oh, saya tidak mencabik-cabiknya. Itu hanya temperamen saja."
Poirot mengambil daftar yang telah disalinnya dari buku kecil Mrs. Hubbard.
"Tolong katakan kepada saya," pintanya, "dan kali ini Anda harus jujur. Apa yang
Anda ambil dan apa yang tidak Anda ambil dari benda-benda ini?"
CeKa melirik daftar itu, dan segera memberi jawaban.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang tas ransel, atau bola-bola lampu listrik, atau
bubuk boraks dan garam mandi, dan cincin itu adalah kesalahan. Ketika saya
menyadari bahwa cincin itu berharga, saya mengembalikannya."
69 "Saya mengerti."
"Sebab sesungguhnya saya tidak bermaksud mencuri. Saya hanya..." "Hanya apa?"
Pandangan Celia terlihat sedikit waspada.
"Saya tidak tahu sungguh saya tidak tahu. Saya hanya bingung."?Colin menyela dengan tegas,
"Saya akan berterima kasih jika Anda tidak memburunya dengan pertanyaan-
pertanyaan. Saya dapat menjanjikan pada Anda bahwa kejadian seperti ini takkan
terulang lagi di masa yang akan datang. Mulai sekarang, saya sendiri yang akan
bertanggung jawab atas dirinya."
'Oh, Colin, kau baik sekali padaku."
"Aku ingin kau menceritakan semuanya tentang dirimu, Celia. Masa kanak-kanakmu,
misalnya. Apakah ayah dan ibumu rukun satu sama lain?"
"Oh, tidak, sungguh berantakan. Di rumah..."
'Tepat. Dan..." Mrs. Hubbard menyela. Ia berkata dengan nada tegas,
"Kalian berdua, sekian dulu sekarang. Aku gembira, Celia, bahwa kau mau datang
dan mengaku. Kau sudah menimbulkan banyak keresahan dan ketegangan, dan sudah
selayaknya kau merasa malu pada i irimu sendiri. Tapi aku percaya bahwa kau
tidak menumpahkan tinta pada catatan-catatan Elizabeth dengan sengaja. Aku tak
percaya kau tega melakukan perbuatan seperti itu. Nah, seka-70
rang pergilah, kau dan Colin. Aku sudah jenuh dengan kalian berdua malam ini."
Sementara pintu tertutup, Mrs. Hubbard menarik napas panjang.
"Nah," katanya. "Bagaimana pendapat Anda tentang kejadian itu?"
Mata Hercule Poirot berkedip. Ia berkata, . "Saya kira, kita sudah membantu
jalannya sebuah drama cinta drama cinta gaya modern."
?Dengan segera Mrs. Hubbard menyatakan ketidaksetujuannya.
'Autres temps, autres maiurs", gumam Poirot. "Waktu saya muda dulu, para pemuda
meminjami para gadis buku-buku tentang teosofi, atau mereka saling mendiskusikan
Bluebird karangan Maeterlinck. Semuanya bersifat sentimental dan sangat
? ideal. Zaman sekarang, kehidupan yang tak teratur serta kompleks-kompleks yang
timbullah yang menyatukan seorang pemuda dan seorang gadis."
"Omong kosong," kata Mrs. Hubbard.
Poirot tak setuju. "Tidak, ini bukan omong kosong. Prinsip-prinsip pokoknya memang cukup aman, tapi
seorang peneliti yang bersemangat tinggi seperti Colin tak bisa melihat apa-apa,
kecuali kompleks-kompleks dan ketidakbahagiaan kehidupan keluarga si korban." /
"Ayah Celia meninggal ketika dia berumur empat tahun," kata Mrs. Hubbard. "Dan
masa kecilnya lumayan menyenangkan, bersama seorang ibu yang baik hati tapi
bodoh." 71 "Ah, tapi Celia cukup bijaksana untuk tidak mengatakan hal tersebut pada pemuda
McNabb itu! Dia akan mengatakan apa yang ingin didengar oleh Colin. Gadis itu
betul-betul sedang mabuk kepayang."
"Apakah Anda percaya pada semua tipuan ini, M. Poirot?"
"Saya tak percaya Celia menderita Cinderella kompleks, atau bahwa dia mencuri
barang-barang itu tanpa mengetahui apa yang dilakukannya. Saya kira dia berani
mengambil risiko untuk mencuri barang-barang tak berarti itu dengan tujuan untuk
menarik perhatian Colin McNabb yang penuh semangat itu dan dia berhasil ?mencapai tujuannya. Kalau dia tetap tinggal diam, cantik, pemahi, sederhana,
biasa, Colin takkan pernah memandangnya. Menurut saya," kata Poirot, "seorang
gadis berhak mencoba usaha apa pun untuk mendapatkan pria yang dicintainya." i
"Saya tak mengira dia bisa memikirkan semuanya itu," kata Mrs. Hubbard.
Poirot tak menjawab. Ia mengerutkan dahinya. Mrs. Hubbard melanjutkan kata-
katanya, "Jadi, semua kejadian ini adalah tipuan belaka! Saya betul-betul minta maaf, M.
Poirot, karena telah membuang-buang waktu Anda untuk menangani masalah sepele
ini. Bagaimanapun juga, semuanya sudah beres sekarang."
"Tidak, tidak." Poirot menggelengkan kepalanya. "Saya kira kita masih belum
selesai sekarang. Kita memang telah membereskan sesuatu yang agak
72 tidak penting, yang merupakan bagian terdepan dari keseluruhan kejadian. Tapi
masih ada hal-hal yang belum bisa dijelaskan, dan saya mendapat kesan bahwa kita
sedang menghadapi sesuatu yang serius sungguh-sungguh serius."
?"Oh, M. Poirot, apakah Anda sungguh-sungguh mengira demikian?"
. "Itulah kesan saya. Saya ingin tahu, Madame, bisakah saya berbicara dengan
Miss Patricia Lane. Saya ingin memeriksa cincinnya yang pernah dicuri itu."
"Oh, tentu saja, M. Poirot. Saya akan turun dan menyuruhnya menemui Anda. Saya
sendiri ingin berbicara dengan Len Bateson tentang suatu hal."
Patricia Lane segera muncul dengan pandangan bertanya-tanya.
"Maafkan kalau saya mengganggu Anda Miss Lane."
"Oh, tak apa-apa. Saya toh tidak sibuk," kata Mrs. Hubbard. "Anda ingin melihat
cincin saya." Gadis itu meloloskan cincin dari jarinya dan mengulurkannya pada Poirot.
"Berliannya memang lumayan besar, tapi tentu saja modelnya sudah kuno. Itu
adalah cincin pertunangan ibu saya."
Poirot, yang sedang memeriksa cincin itu, menganggukkan kepalanya.
"Ibu Anda, apakah beliau masih hidup?"
"Tidak. Kedua orangtua saya sudah meninggal."
"Oh, sungguh menyedihkan."
"Ya. Mereka berdua adalah orang-orang yang
73 sangat baik, tapi entah mengapa saya tak pernah merasa cukup dekat dengan
mereka, seperti seharusnya. Saya menyesal sekarang. Ibu saya menginginkan
seorang anak perempuan yang cantik dan lincah, seorang anak perempuan yang gemar
akan pakaian-pakaian dan hal-hal yang bersifat sosial. Dia kecewa sekali ketika
saya memilih arkeologi."
"Anda selalu serius dalam berpikir."
"Saya kira begitu. Saya merasa hidup ini terlalu pendek, sehingga saya harus
mengerjakan sesuatu yang berguna selama masih hidup."
Poirot memandangnya dengan serius.
Ia mengira-ngira, Patricia Lane pasti berumur sekitar tiga puluhan. Selain
goresan lipstik yang buru-buru dipoleskannya, ia tidak memakat-mofe-up apa pun.
Rambutnya yang kelabu disisir ke belakang, dan modelnya tidak menarik. Mata
birunya yang cukup menyenangkan memandang dengan serius dari balik kacamata.
"Tidak mempunyai daya tarik, bon Dieu," kata Poirot dalam hati, prihatin. "Dan
bajunya! Apa, ya, istilahnya" Compang-camping, seperti habis tersangkut tanaman.
Ma foi, betapa tepat istilah itu untuknya!"
Poirot betul-betul tak senang. Menurut pendapatnya, suara asli Patricia Lane
yang tidak bernada itu membosankan untuk didengar. "Gadis, ini pintar dan
berbudaya," katanya dalam hati, "tapi, astaga, semakin lama dia akan semakin
membosankan! Kalau dia sudah tua..." Pikiran Poirot melayang sebentar pada
kenangan akan Countess Vera Ros-74
sakoff. Betapa menggairahkannya wanita itu, bahkan pada usia lanjutnya! Gadis-
gadis zaman sekarang... "Tapi ini mungkin karena aku sudah tua sekarang," kata Poirot dalam hati.
"Bahkan gadis hebat ini mungkin akan tampak seperti Dewi Venus sungguhan bagi
seorang laki-laki tertentu." Tapi Poirot meragukannya.
Patricia berkata, "Saya betul-betul terkejut atas apa yang menimpa diri Bess atau Miss Johnston. ?Menurut saya, tampaknya ada seseorang yang sengaja memakai tinta hijau, sehingga
orang-orang akan mengira bahwa itu adalah perbuatan Nigel. Tapi saya bisa
meyakinkan Anda, M. Poirot, Nigel takkan pernah melakukan perbuatan seperti
itu." "Ah." Poirot memandangnya dengan penuh minat Wajah gadis itu memerah dan agak
berapi-api. "Memang tidak gampang memahami Nigel," katanya bersemangat. "Anda harus maklum,
masa kanak-kanaknya tidak bahagia."
"Mon Dieu, satu lagi!" ' "Maaf?"
" "Tak apa-apa. Anda tadi berkata..."
"Tentang Nigel. Tentang kesulitan untuk memahaminya. Dia selalu cenderung untuk
tidak menaati peraturan apa^pun. Dia sangat pandai cerdas sesungguhnya, tapi ?saya harus mengakui bahwa kadang-kadang tingkah lakunya jelek. Mencemoohkan
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang lain begitulah. Dan dia merasa terhina kalau harus memberi penjelasan
?atau mem-75 bela dirinya. Bahkan bila setiap oring di tempat ini mengira bahwa dia yang
melakukan lelucon dengan tinta itu, dia takkan pernah berusaha menjelaskan bahwa
dia tidak melakukannya. Dia hanya akan berkata, 'Biar saja mereka mengira
demikian, kalau mereka mau.' Dan tingkah laku seperti itu betul-betul bodoh
sekali." "Tapi tentunya hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman."
"Saya pikir, dia merasakan suatu kebanggaan karenanya. Sebab selama ini orang-
orang selalu salah menilainya."
"Anda sudah lama mengenalnya?" .
"Tidak, baru sekitar satu tahun saja. Kami berjumpa di sebuah tur menuju
Chateaux di Loire. Dia terkena flu, yang kemudian menjadi radang paru-paru, dan
saya merawatnya sampai sembuh. Tubuhnya sangat rapuh, dan dia betul-betul tak
peduli dengan kesehatannya sendiri. Meskipun dia sangat mandiri, dalam beberapa
hal dia memerlukan perawatan seperti seorang anak kecil. Dia betul-betul
memerlukan seseorang yang dapat menjaganya."
Poirot mengeluh. Ia tiba-tiba merasa sangat muak dengan cinta. Mula-mula Celia,
dengan mata penuh pemujaan, bagaikan mata seekor anjing spa titel Dan sekarang
Patricia, yang kelihatan seperti seorang Madonna yang tabah. Memang semuanya itu
karena cinta, orang-orang muda harus saling bertemu dan kemudian berpasang-
pasangan, tapi Poirot merasa beruntung bahwa dirinya telah melalui masa-masa
itu. Ia bangkit berdiri. 76 "Bolehkah saya meminjam cincin Anda, Mademoiselle" Saya akan mengembalikannya
pada Anda besok." "Tentu saja, kalau Anda menginginkannya," sahut Patricia dengan agak terkejut.
"Anda sangat baik hati, Mademoiselle. Oleh karena itu, berhati-hatilah."
"Berhati-hati" Untuk apa?"
"Saya harap saya tahu jawabannya," ujar Hercule Poirot.
Ia masih tetap merasa cemas.
TAfBAN bacaan /JAYA ABADI * j"^ltM-!UF.A*t KM S.i YAfiYAKAftTA "
****** '~+*C*iN v s; *)f n V ?Bab 6 Keesokan harinya, Mrs. Hubbard merasa segala sesuatunya sudah beres. Pagi itu ia
terbangun dengan perasaan lega. Kecemasannya terhadap peristiwa-peristiwa yang
terjadi akhir-akhir itu telah berlalu. Seorang gadis konyol dengan tingkah laku
modernnya yang konyol (Mrs. Hubbard tak sabar bila menghadapi hal-hal seperti
itu) telah menyatakan pertanggungjawabannya. Dan mulai sekarang, semuanya akan
kembali teratur lagi. Ketika ia turun untuk makan pagi dengan perasaan ringa,., Mrs. Hubbard merasa
bahwa perasaan tenangnya terancam. Para mahasiswa memilih untuk berdebat pagi
itu, masing-masing dengan cara mereka sendiri.
Mr. Chandra Lai yang telah mendengar tentang sabotase atas catatan-catatan
Elizabeth, menjadi bersemangat dan banyak omong. "Penindasan," katanya cerewet,
"penindasan yang direncanakan oleh kaum pribumi. Penghinaan dan syak prasangka
terhadap kulit berwarna. Perbuatan itu adalah sebuah bukti yang tepat"
"Mr. Chandra Lal," kata Mrs. Hubbard tajam,
"Anda tidak mempunyai alasan apa pun untuk berkata begitu. Tak seorang pun yang
mengetahui siapa yang melakukannya dan mengapa hal itu dilakukan.'
"Oh, tapi, Mrs. Hubbard, kukira Celia sendiri telah mendatangi Anda kemarin, dan
memberanikan diri untuk mengaku," kata Jean Tomlinson. "Kupikir dia betul-betul
hebat. Kita semua harus bersikap ramah padanya."
"Haruskah kau bersikap sok baik begitu, Jean?" sahut Valerie marah.
"Kukira ucapanmu itu sangat tidak sopan."
"Memberanikan diri untuk mengaku," kata Nigel dengan suara bergetar. "Betapa
memuakkannya kata-kata itu."
"Mengapa" Kelompok Oxford memakainya dan..."
"Oh, demi Tuhan, apakah kita akan makan Kelompok Oxford untuk sarapan pagi ini?"
"Ada apa sebenarnya, Ma" Apakah Anda mengatakan bahwa Celia-lah yang selama ini
mencuri barang-barang itu" Itukah sebabnya dia tidak turun untuk sarapan pagi
ini?" "Saya tak mengerti, tolong," kata Mr. Akibombo.
Tak seorang pun menggubrisnya. Mereka semua terlalu bersemangat untuk
mengemukakan pendapat masing-masing.
"Anafr malang-" Len Bateson melanjutkan. "Apakah dia sedang mengalami kesulitan
keuangan atau sejenisnya?"
79 "Aku tidak begitu terkejut, kau tahu," kata Sally pelan. "Aku selalu mempunyai
pikiran bahwa..." "Kau hendak mengatakan bahwa Celia lah yang -menumpahkan tinta di atas catatan-
catatanku?" Elizabeth Johnston tampak tak percaya. "Hal itu tampaknya betul-
betul mengejutkan dan mustahil."
"Celia tidak menumpahkan tinta di kertas-kertasmu," kata Mrs. Hubbard. "Dan
kuharap kalian semua mau berhenti membicarakannya. Semula aku bermaksud untuk
menceritakannya dengan diam-diam pada kalian, tapi..."
"Tapi Jedn menguping dari balik pintu tadi malam," sela Valerie.
'Aku tidak menguping. Aku hanya kebetulan lewat...."
"Sudahlah, Bess," kata Nigel. "Kau tahu dengan tepat siapa yang menumpahkan
tinta itu. Aku, Nigel yang jahat, dengan botol kecilku yang berwarna hijau,
akulah yang menumpahkan tinta itu."
"Dia tidak melakukannya. Dia hanya berpura-pura. Oh, Nigel; bagaimana kau bisa
begitu bodoh?"- "Aku bertindak ksatria hanya untuk melindungi dirimu, Pai. Siapa yang meminjam
tintaku kemarin pagi" Kau, bukan?"
"Aku tak mengerti, tolong," kata Mr. Akibombo.
"Kau pasti lebih senang bila tak mengerti," ujar Sally kepadanya. "Kalau aku
jadi kau, aku tak mau turut campur dengan semuanya ini."
Mr. Chandra Lal bangkit berdiri.
80 "Kalian bertanya mengapa ada Mau Mau" Kalian bertanya mengapa Mesir membenci
Terusan Suez?" 'Oh, persetan!" teriak Nigel berang, dan membanting cangkirnya di atas
tatakannya. 1 Mula mula Kelompok Oxford, dan sekarang politik. Waktu makan pagi
lagi! Aku pergi." Ia mendorong kursinya ke belakang dengan ka sar, dan meninggalkan ruangan.
Pendekar Bloon 17 Tiga Dalam Satu 05 Lima Laknat Malam Kliwon Harpa Iblis Jari Sakti 30
Agatha Christie Pembunuhan di Pondokan Mahasiswa
Mrs. Nicoietis pemilik sebuah pondokan untuk mahasiswa. Wanita yang licik dan serakah la
menyembunyikan suatu rahasia, tapi bukan itu yang membuatnya ketakutan
Celia Austin gadis roanis yang baik, meski agak bodoh dan kleptomaniak. Cinta membuat
perubahan besar pada dirinya.
Miss Lemon sekretaris Poirot, Sangat efisien, tak pernah sakit,! tak periah lelahi, tak
pernah ceroboh. Jadi, ketika Poirot mendapati tiga kesalahan dalam salah satu surat yang
diketiknya, tahulah ia bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kemudian terjadilah!
pembunlihan pertama. Penerbit PT Gramed a Pustaka Utama
Jl. Palmerah Selatan 24-26 Lt 6 Jakarta 10270
ISBN 979-511-822-6 Agatha Christie Pembunuhan di Pondokan Mahasiswa
Agatha Christie telah dikenal di seluruh dunia sebagai ratu penulis cerita
kriminal. Ketujuh puluh empat novel detektifnya telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, dan total penjualan buku-bukunya mencapai puluhan juta
eksemplar. Ia mulai mengarang sejak akhir Perang Dunia Pertama. Ketika itu, ia menciptakan
Hercule poirot, detektif berkebangsaan Belgia yang bertubuh kecil dengan kepala
berbentuk telur, serta .amat menyukai kerapian tokoh detektif paling terkenal ?dalam fiksi setelah Sherlock Holmes. Poirot dan tokoh-tokoh detektif ciptaan
Agatha Christie lainnya juga telah banyak dimunculkan dalam film, sandiwara
radio, dan drama-drama panggung yang kisah-kisahnya diangkat dari novel-
novelnya. Selain menjadi penulis cerita detektif, Agatha Christie pernah pula menulis enam
ndvef roman dengan nama samaran Mary Westmacott, beberar. naskah sandiwara dan
sebuah buku kumpulan puisi. Ia sering pula menyertai suaminya Sir Max Mallowan,
seorang arkeolog dalam perjalanan-perjalanan ekspedisi ke Timur Dekat.
Agatha Christie meninggal pada tahun 1976.
Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Kak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan ' atau memperbanyak
sttatu ciptaan atau memberi izin untuk
itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) ' tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 1O0.00O.O00,- (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Agatha Christie PEMBUNUHAN DI PONDOKAN MAHASISWA
Scanned book (sbook) ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSELKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
bbs( GM Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993
HICKORY DICKORY DOCK by Agaiba Christie
Copyright " 1955 by Max Edgar Lucien & William Edmund Cork All rights reserved
PEMBUNUHAN DI PONDOKAN MAHASISWA
Alihbahasa: Julanda Tantani
GM 402 93.822 Hak cipta terjemahan Indonesia:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Gambar sampul dikerjakan kembali oleh Haryo wandi
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta. September 1993
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
CHRISTIE, Agatha Pembunuhan di pondokan mahasiswa / Agatha Christie ; alihbahasa, Julanda Tantani
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1993.?312 him. ; 18 cm.
ISBN 979-511-822-5 i. Judul. ii. Tantani, Julanda
813 Dicetak oleh. Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan PT Gramedia
Bab 1 Hercule poirot mengerutkan dahinya. "Miss Lemon," panggilnya. "Ya, M. Poirot?"
"Ada tiga kesalahan dalam surat ini." Suaranya terdengar heran. Soalnya, Miss
Lemon adalah seorang wanita yang hebat dan efisien, tak pernah membuat
kesalahan. Ia tidak pernah sakit,
tidak pernah merasa capek, tidak pernah kecewa, dan tidak pernah ceroboh. Bila
ditinjau dari segi-segi praktisnya, bisa dibilang ia bukan seorang wanita sama
sekali. Ia seperti mesin seorang sekretaris yang sempurna. Ia tahu segalanya,
?mampu menangani segalanya. Ia mengatur kehidupan Hercule Poirot, sehingga
kehidupan itu juga seperti mesin. Keteraturan dan metode sudah lama merupakan
prinsip-prinsip Hercule Poirot sejak bertahun tahun yang lalu. Dengan adanya
George, pelayan laki lakinya yang sempurna, serta Miss Lemon sekretarisnya yang
sempurna, keteraturan dan metode merajai kehidupan Poirot. Ibarat roti pawan
yang dipanggang dalam bentuk persegi
5 dan ada yang berbentuk lonjong, jadi Poirot tak punya alasan apa pun untuk
mengeluh. Tapi, pagi ini, Miss Lemon membuat tiga kesalahan sewaktu mengetik sepucuk surat
yang betul-betul sederhana, dan lebih-lebih lagi ia bahkan tidak menyadari
adanya kesalahan-kesalahan itu. Bintang-bintang sampai berhenti di jalur mereka,
saking herannya! Hercule Poirot mengulurkan surat yang memalukan itu. Ia tidak marah, cuma
bingung saja. Ini adalah salah satu hal yang semestinya tidak terjadi, tapi
nyatanya telah terjadi! Miss Lemon mengambil surat itu. Ia membacanya. Untuk pertama kali dalam
hidupnya, Poirot melihat wajah Miss Lemon merah karena malu, warna merah padam
?yang jelek dan mencolok meronai wajahnya, sampai ke akar-akar rambutnya yang
kuat dan beruban itu. "Oh, astaga," katanya. "Saya tak mengerti bagaimana paling tidak, saya tahu
?sebabnya. Ini gara-gara adik perempuan saya." "Adik Anda?"
Sebuah kejutan lain. Poirot tak pernah membayangkan Miss Lemon mempunyai seorang
adik perempuan. Atau, dengan kata lain, ia tak pernah membayangkan Miss Lemon
mempunyai seorang ayah, ibu, atau bahkan nenek dan kakek. .Betapapun, MissJLemon
kelihatannya betul-betul terbuat dari mesin bisa dibilang ia itu sebuh mesin
?canggih jadi bayangan bahwa ia mempunyai rasa kasih sayang, atau kecemasan,
?atau persoalan soalan keluarga kelihatanya tak masuk akal Sudah tersohor di mana-mana waktu
senggangnya, seluruh jiwa-raga Miss Lemon dicurahkan pada penyempurnaan sistem
pengarsipan baru yang akan segera dipatenkan dan akan menyandang namanya.
"Adik perempuan Anda?" ulang Hercule Poirot sekali lagi dengan suara heran.
Miss Lemon mengangguk dengan tegas.
"Ya," katanya, "saya rasa saya tak pernah memberitahu Anda tentang dia.
Sebenarnya hampir sebagian besar dari hidupnya dihabiskan di Singapura. Suaminya
mempunyai usaha di bidang per-karetaaan di sana dulu."
Hercule Poirot mengangguk-angguk mengerti. Bagi Poirot, tampaknya sudah
sepantasnya jika adik perempuan Miss Lemon menghabiskan sebagian besar hidupnya
di Singapura. Itulah gunanya tempat-tempat seperti Singapura. Adik-adik
perempuan dari wanita-wanita seperti Miss Lemon menikah dengan para pria di
Singapura, sehingga Miss-Miss Lemon yang ada di dunia ini dapat membaktikan
hidup mereka dengan efisiensi sebuah mesin pada persoalan-persoalan majikan-
majikan mereka (dan tentu saja pada penemuan sistem pengarsipan pada waktu
senggang mereka). "Saya mengerti," kata Poirot. "Teruskan."
Miss Lemon melanjutkan, "Dia menjadi janda empat tahun yang lalu. Tanpa anak. Saya berhasil
menempatkannya di sebuah 7 flat kecil yang sangat menyenangkan, dengan uang sewa yang rendah...."
(Tentu saja Miss Lemon mampu melakukan hal yang nyaris mustahil itu).
"Keuangannya lumayan baik, meskipun sekarang uang tidak begitu besar nilainya
dibandingkan dengan dulu, tapi seleranya bukanlah selera yang mahal, dan dia
bisa hidup dengan cukup enak kalau dia berhemat."
Miss Lemon berhenti sejenak, dan kemudian melanjutkan,
"Tapi sebenarnya, tentu saja, dia merasa kesepian. Dia tak pernah tinggal di
Inggris, dan tak punya teman-teman lama atau sobat-sobat .dekat, dan tentu saja
dia menganggur hampir sepanjang waktu. Bagaimanapun juga, dia bercerita pada
saya sekitar enam bulan yang lalu bahwa dia sedang berpikir-pikir untuk menerima
suatu pekerjaan." "Pekerjaan?" "Pengawas, saya kira begitu mereka menyebutnya atau matron di sebuah pondokan ? ?mahasiswa. Pemiliknya seorang wanita setengah Yunani, dan dia menginginkan
seseorang untuk mengelola pondokan itu untuknya. Mengelola makanan dan mengawasi
keadaan supaya beres. Pondokan itu sebetulnya sebuah rumah kuno yang mempunyai
banyak kamar di Hickory Road, jika Anda tahu di mana tempatnya." Padahal Poirot
?tidak tah" "Dulu daerah itu daerah orang kaya, dan rumah-rumah di sana bagus-
bagus bangunannya. Adik saya mendapat tempat tinggal yang sangat enak.
8 kamar tidur dan ruang duduk, serta dapur dan kamar mandi kecil untuk dipakainya
sendiri...." Miss Lemon berhenti. Poirot menggumam, menyuruhnya untuk melanjutkan ceritanya.
Sampai saat itu, ceritanya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehancuran.
"Saya sendiri tidak begitu yakin mengenainya,
i tapi saya melihat adanya desakan-desakan dalam pembicaraan adik saya. Dia
bukan tipe wanita yang suka duduk berpangku tangan sepanjang hari. Dia wanita
yang praktis dan pandai mengurus macam-macam dan tentu saja ini tak ada ?kaitannya dengan maksud untuk menanamkan uang dalam usaha' itu aratrsejenisnya.
Pekerjaan itu betul-betul digaji. Gajinya tidak besar, tapi adik saya tidak
membutuhkan gaji besar, dan pekerjaan itu
* tidak buluh tenaga fisik yang besar. Adik saya memang menyukai orang-orang
muda, dan telaten terhadap mereka, dan karena sudah lama tinggal di negeri
Timur, ia memahami perbedaan-perbedaan ras dan kelemahan-kelemahan orang.
Soalnya para mahasiswa yang tinggal di pondokan itu terdiri atas berbagai
bangsa; kebanyakan orang Inggris, tapi beberapa dari mereka hitam, saya rasa."
"Tentu saja," kata Hercule Poirot.
"Setengah dari perawat-perawat di rumah sakit kelihatannya adalah orang hitam
sekarang ini," kata. Miss Lemon dengan ragu-ragu, "dan saya rasa mereka lebih
ramah dan lebih penuh perhatian daripada orang Inggris. Tapi bukan itu
masalahnya. Kami membicarakan rencana itu, dan akhir-9
nya adik saya pindah ke pondokan itu. Baik saya maupun dia tidak terlalu
memperhatikan pemiliknya, Mrs. Nicoletis, seorang wanita yang wataknya berubah-
ubah, kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang, saya tak enak mengatakannya,
berubah menjadi kebalikannya sangat pelit dan tidak praktis'Sebetulnya kalau
?dia benar-benar cakap, dia tidak membutuhkan bantuan apa pun untuk mengelola
pondokannya itu. Adik saya bukan orang yang gampang tersinggung dengan amarah
dan gurauan orang lain. Dia bisa bergaul dengan siapa saja, dan tak pernah
menyukai hal-hal yang mustahil."
Poirot mengangguk. Ia merasa ada sedikit kemiripan antara adik Miss Lemon dan
Miss Lemon sendiri dari cerita Miss Lemon tentang adiknya itu seorang Miss Lemon
yang sudah dilembutkan oleh pernikahan dan iklim Singapura, tapi tetap merupakan
seorang wanita berpikiran sehat.
"Jadi, adik Anda menerima pekerjaan itu?" tanya Poirot.
"Ya, dia pindah ke Hickory Road Nomor 26 sekitar enam bulan yang lalu. Secara
keseluruhan, dia menyukai pekerjaannya di sana dan menganggapnya menarik."
Hercule Poirot masih mendengarkan. Sampai sebegitu jauh, petualangan adik
perempuan Miss Lemon itu biasa-biasa saja dan tidak menarik.
Tapi belakangan ini dia betul-betul merasa cemas. Betul-betul cemas sekali."
?"Mengapa?" 10 "Yah, Anda tahu, M. Poirot, dia tidak menyukai peristiwa-peristiwa yang terjadi
di sana." "Di sana" ada mahasiswa berlainan jenis yang hidup bersama?" tanya Poirot dengan
hati-hati. "Oh, tidak, M. Poirot, bukan itu maksud saya! Kka memang harus siap menghadapi
kesulitan-kesulitan seperti itu, kita malah mengharapkannya}. Tidak, bukan itu.
Anda tahu, banyak barang hilang
* di sana." "Hilang?" "Ya. Dan yang hilang itu barang-barang yang aneh.... Dan semuanya agak tidak
wajar." "Apakah maksud Anda barang-barang yang hilang itu telah dicuri?"
"Ya! "Apakah polisi sudah dipanggil?"
"Belum. Belum. Adik saya berharap hal itu tak perlu. Dia menyukai orang-orang
muda itu beberapa dari mereka sebetulnya dan dia lebih suka membereskan sendiri?keadaan itu."
"Ya," kata Poirot serius. "Saya bisa memakluminya. Tapi hal itu tidak
menjelaskan, jika boleh saya katakan, kecemasan Anda sendiri yang saya rasa
ditimbulkan dari kecemasan adik Anda." - "Saya tidak menyukai keadaan itu, M.
Poirot. Saya tidak menyukainya sama sekali. Saya punya
perasaan bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi, tapi saya tidak tahu apa itu.
Tak ada penjelasan-penjelasan biasa yang dapat menutupi fakta-fakta itu, dan
saya betul-betul tak dapat membayangkan penjelasan apa lagi yang dapat
diberikan." 11 Poirot menganggukkan kepala sambil merenung.
Salah satu kelemahan Miss Lemon adalah daya imajinasinya. Ia tidak mempunyainya
sama sekali. Kalau ditanya soal fakta, ia tak terkalahkan. Tapi kalau disuruh
mengira-ngira, ia tak berdaya. Pikiran orang Cortez tentang Puncak Darien takkan
bisa diterima oleh otaknya.
"Bukan pencurian kecil-kecilan biasa" Atau mungkin seorang kleptoman?"
"Saya kira tidak. Saya sudah membaca tentang kleptomania," kata Miss Lemon yang
teliti, "di Encyclopaedia Britannica dan di buku-buku kedokteran. Tapi saya tak
yakin itu pekerjaan seorang kleptoman."
Hercule Poirot terdiam selama satu-setengah menit.
Apakah ia bermaksud turut campur dalam permasalahan adik perempuan Miss Lemon,
dan juga dalam keluhan-keluhan serta masalah-masalah sebuah pondokan yang
terdiri atas bermacam-macam orang dari berbagai bangsa" Tapi sungguh mengganggu
dan menjengkelkan bila Miss Lemon membuat kesalahan-kesalahan dalam surat-surat
yang harus diketiknya. Poirot berkata pada dirinya sendiri, jika ra akan
melibatkan diri dalam persoalan itu, pasti itulah alasannya. Ia tidak mengakui
pada dirinya sendiri bahwa ia agak jemu akhir-akhir ini, dan pekerjaan apa pun,
meski tidak begitu penting, pasti akan menarik baginya.
"'Seledri tenggelam dalam mentega di hari panas" ia menggumam pada dirinya
sendiri. 12 "Seledri" Mentega?" Miss Lemon kelihatan terkejut.
"Sebuah ungkapan dari salah satu cerita klasik Inggris," kata Poirot. "Anda
pasti tahu Petualangan,bukan hanya Eksploitasi, Sherlock Holmes."
"Maksud Anda orang-orang di Baker Street dan lainnya itu," kata Miss Lemon.
"Pria dewasa yang konyol! Tapi memang begitulah kaum pria di seluruh dunia ini.
Seperti hobi mereka memainkan kereta-kereta api mini. Saya tidak bilang bahwa
saya tidak punya waktu untuk membaca satu pun dari cerita-cerita itu. Kalau saya
memang sungguh-sungguh punya waktu, meskipun jarang sekali, saya lebih suka
membaca buku-buku pengetahuan."
hercule Poirot menganggukkan kepalanya dengan anggun.
"Miss Lemon, bagaimana jika Anda undang adik Anda kemari untuk sekadar makan-
makan mungkin untuk minum teh di sore hari" Saya mungkin bisa sedikit ?membantunya."
"Anda baik sekali, M. Poirot. Sungguh! Adik saya selalu bebas kalau sore."
"Jadi, bagaimana kalau besok, jika Anda bisa mengaturnya?"
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan pada saat yang telah ditentukan, George yang setia diperintahkan untuk
menyiapkan hidangan yang terdiri atas roti tawar persegi berlapis mentega tebal,
aneka sandwich yang simetris bentuknya, dan bermacam-macam hidangan lain yang
cocok untuk sebuah jamuan minum teh mewah bergaya Inggris.
13 Bab 2 Mrs. hubbard, adik perempuan Miss Lemon, betul-betul mirip dengan Miss Lemon.
Kulitnya memang jauh lebih kuning, dan tubuhnya juga lebih gemuk, rambutnya agak
tidak keruan tatanannya, dan gerak-geriknya agak lamban, tapi matanya yang
bundar dan bersinar ramah itu sama dengan mata tajam yang menyorot dari balik
pince-nez Miss Lemon. "Saya rasa Anda betul-betul baik sekali, M. Poirot," kata Mrs. Hubbard. "Sangat
baik sekali. Dan teh ini betul-betul enak. Saya kira saya sudah makan terlalu
banyak yah, mungkin saya akan mengambil satu sandwich lagi. Teh" Yah, bolehlah
?setengah cangkir lagi."
"Mula-mula," kata Poirot, "kita makan-makan dulu, kemudian baru membicarakan
persoalan itu." Poirot tersenyum ramah pada Mrs. Hubbard dan memilin kumisnya. Mrs. Hubbard
berkata, "Anda tahu, Anda persis sekali dengan gambaran yang saya peroleh dari penjelasan
Felicity." Setelah terkejut sejenak, dan menyadari bahwa Felicity adalah nama baptis Miss
Lemon yang 14 mengerikan, Poirot berkata bahwa ia betul-betul percaya akan kehebatan Miss
Lemon "Tentu saja," kata Mrs. Hubbard acuh tak acuh, sambil mengambil sepotong
sandwich lagi, "Felicity tak pernah memprihatinkan keadaan orang lain. Tapi saya
prihatin. Itu sebabnya saya begitu cemas."
"Dapatkah Anda menjelaskan dengan tepat apa yang membuat Anda merasa cemas?"
"Ya, tentu saja. Kalau yang diambil uang, itu wajar uang dalam jumlah kecil di
?sana-sini. Dan kalau yang diambil itu perhiasan, itu juga masuk akal paling
?tidak hal itu sesuai dengan kleptomania atau ketidakjujuran. Tapi saya akan
?membacakan Anda daftar barang yang telah dicuri. Saya menulisnya di kertas."
Mrs. Hubbard membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah buku notes kecil.
Sepatu pesta (masih baru dan hanya sebelah)
Gelang (perhiasan imitasi)
Cincin berlian (ditemukan di piring sup)
Kotak bedak Lipstik Stetoskop Giwang Pemantik Celana panjang flanel yang sudah usang Bola-bola lampu listrik Sekotak coklat
Syal sutra (ditemukan telah tercabik-cabik)
Tas ransel (idem) Bubuk boraks Garam mandi Buku resep masakan
Hercule Poirot menarik napas panjang. "Hebat," katanya, "dan agak... agak
menakjubkan." Ia betul-betul tertarik. Ia memandang wajah Miss Lemon yang berang dan tak
setuju, lalu memandang wajah Mrs. Hubbard yang ramah dan cemas.
"Saya mengucapkan selamat pada Anda," ia berkata dengan hangat pada yang
terakhir. Mrs. Hubbard tampak terkejut. "Mengapa, M. Poirot?"
"Saya mengucapkan selamat pada Anda karena mempunyai sebuah permasalahan yang
begitu unik dan indah."
"Yah, mungkin permasalahan ini bisa Anda pahami, M. Poirot, tapi..."
"Saya sama sekali tidak memahaminya. Ini mengingatkan saya ketika diajak oleh
teman-teman muda saya untuk memainkan suatu permainan yang menjemukan secara
bergiliran pada waktu hari Natal dulu. Permainan itu, saya rasa, bernama Tiga
Wanita Bertanduk. Setiap orang secara ber" gilir menggumamkan kata-kata ini,
'Aku pergi ke Paris dan membeli...' terserah mau membeli apa. Lalu orang
berikutnya mengulangi kalimat ini dan menambahkan kata baru, dan tujuan
permainan itu 16 adalah untuk mengingat-ingat nama-nama benda dalam urutan yang benar dengan
menyebutkannya satu per satu, dan di antara nama-nama benda yang harus disebut
itu, ada yang betul-betul mengerikan dan tidak masuk akal. Antara lain, yang
saya ingat, sebatang sabun, seekor gajah putih, meja lipat, dan seekor bebek
Muscovy. Tentu saja kesulitan dalam mengingat-ingat macam-macam benda itu
disebabkan benda-benda itu tidak ada kaitannya satu sama lain dengan kata lain,?tak ada urut-urutan yang logis. Sama seperti daftar yang baru Anda tunjukkan
pada saya. Pada saat, katakanlah, ada dua belas benda yang harus disebutkan,
hampic mustahil rasanya untuk dapat menyebar benda-benda itu satu per satu
dengan urutan yang benar. Bila seseorang gagal melakukannya, sebuah tanduk
kertas akan diberikan kepada saingannya, dan dia harus meneruskan permainan itu
dengan mengatakan, 'Aku, seorang wanita bertanduk satu, pergi ke Paris,' dan
seterusnya. Sesudah tiga tanduk diberikan, permainan itu selesai. Yang
tertinggal itulah pemenangnya."
"Saya yakin Anda adalah pemenangnya, M. Poirot," kata Miss Lemon dengan
kesetiaan seorang karyawan.
Poirot menganggukkan kepalanya.
"Begitulah kenyataannya," katanya. "Sebab, betapapun tidak teraturnya urut-
urutan benda-benda itu, kita bisa mengaturnya, dan dengan sedikit kecerdikan,
kita bisa mengait-ngaitkannya. Misalnya, kita bisa berkata dalam hati, 'Dengan
seba-17 tang sabun aku mencuci debu dari seekor gajah marmer putih besar yang sedang
berdiri di atas meja lipat' dan seterusnya."?Mrs. Hubbard berkata dengan hormat, "Mungkin Anda juga bisa melakukan hal yang
sama dengaa daftar benda-benda yang saya berikan itu."
"Tidak diragukan lagi, saya pasti bisa. Seorang wanita yang hanya memakai sepatu
di kaki kanannya mengenakan sebuah gelang di tangan kirinya. Ia lalu memakai
bedak dan lipstik, dan pergi ke sebuah jamuan makan malam, menjatuhkan cincinnya
ke dalam sup, dan seterusnya. Dengan demikian, saya bisa menghafalkan daftar
Anda. Tapi bukan itu yang kita tuju. Mengapa sekumpulan benda aneh itu dicuri"
Apakah ada sebuah sistem di belakangnya" Ada suat" ide tertentu" Di sini kita
hanya bisa melakukan proses analisis. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah
mempelajari daftar benda itu dengan saksama."
Semua diam ketika Poirot mempelajari daftar itu. Mrs. Hubbard memandangnya
dengan penuh perhatian, seperti anak kecil yang sedang menonton seorang tukang
sulap, yang menunggu munculnya seekor kelinci, atau paling tidak segerumbul pita
wama-warni dengan penuh harap. Miss Lemon, tak terkesan dengan Poirot,
memusatkan diri untuk memikirkan segi-segi yang baik dari sistem itu.
Ketika akhirnya Poirot berbicara, Mrs. Hubbard terlompat kaget.
"Hal pertama yang menarik hati saya adalah
18 ini," kata Poirot. "Dari semua benda yang hilang, sebagian besar adalah barang-
barang murah (beberapa di antaranya malah tidak ada harganya), dengan dua
pengecualian stetoskop dan cincin berlian. Mari kita kesampingkan stetoskop itu
?sebentar, dan berkonsentrasi pada cincin itu. Anda bilang cincin itu
berharga berapa harganya?" * "Yah, saya tidak tahu pasti, M. Poirot. Cincin itu
?bermata berlian tunggal, dengan sekelompok berlian kecil-kecil di atas dan di
bawahnya. Saya kira cincin itu adalah cincin pertunangan ibu Miss Lane dulunya.
Dia betul-betul marah ketika cincin itu hilang, dan kami semua lega ketika
cincin itu ditemukan di piring sup Miss Hobhouse sore itu juga. Kami mengira
kejadian itu cuma lelucon keji belaka."
"Mungkin memang begitu. Tapi saya sendiri berpendapat peristiwa pencurian dan
pengembaliannya itu penting. Jika yang hilang itu lipstik, atau kotak bedak,
atau buku, kita tak perlu memanggil polisi Tapi sebuah cincin berlian yang
berharga, lain soalnya. Ada kemungkinan polisi dipanggil. Jadi cincin itu
dikembalikan." "Tapi mengapa harus mencuri kalau akhirnya dikembalikan?" tanya Miss Lemon
dengan dahi 9 berkerut. "Yah, mengapa?" kata Poirot. "Sementara kita tinggalkan saja pertanyaan itu.
Saya sekarang sedang mengklasifikasikan pencurian-pencurian ini, dan saya
memilih cincin itu terlebih dulu. Siapakah Miss Lane yang cincinnya dicuri itu?"
19 "Patricia Lane" Dia seorang gadis yang amat manis. Dia sedang belajar "ntuk
mendapatkan... apa ya namanya... oh, ijazah dalam bidang sejarah atau arkeologi atau
sejenisnya." "Kaya?" "Oh, tidak. Uangnya hanya sedikit, tapi dia selalu hemat Cincin itu, seperti
saya katakan tadi, adalah milik ibunya dulu. Dia punya satu atau dua perhiasan,
tapi tidak punya banyak baju baru, dan dia berhenti merokok akhir-akhir ini."
"Bagaimana tampangnya" Coba gambarkan dirinya dengan kata-kata Anda sendiri."
"Yah, dia itu campuran. Tampangnya agak suram. Pendiam dan tenang, tapi tidak
terlalu bersemangat Dia itu... mungkin Anda akan menyebutnya seorang gadis yang
tekun." "Dan cincin itu ditemukan di piring sup Miss Hobhouse. Siapakah Miss Hobhouse
itu?" "Valerie Hobhouse" Dia seorang gadis berkulit gelap yang pintar, dengan gaya
bicara agak kasar. Dia bekerja di sebuah salon kecantikan. Sabrina Fair saya ?rasa Anda pernah mendengarnya."
"Apakah kedua gadis itu ramah?"
Mrs. Hubbard berpikir sejenak.
"Saya rasa... ya. Mereka tidak terlalu banyak bergaul satu sama lain. Menurut
saya, Patricia Lane bisa bergaul dengan setiap orang, tapi tidak terlalu populer
atau sejenisnya. Valerie Hobhouse punya musuh, habis lidahnya tajam, sih, tapi
dia juga punya sedikit pengikut. Anda mengerti maksud saya, bukan?"
20 "Saya rasa saya mengerti," sahut Poirot.
Jadi, Patricia Lane manis tapi membosankan, sedangkan Valerie Hobhouse memiliki
sebuah kepribadian. Poirot melanjutkan mempelajari daftar barang yang dicuri
tersebut. f "Yang sangat mengesankan adalah barang-barang yang dicuri itu terdiri atas
beberapa kategori yang berbeda-beda. Ada barang-barang sepele yang dapat
menggoda seorang gadis sederhana dan miskin untuk mencurinya lipstik,
?perhiasan-perhiasan imitasi, kotak bedak, garam mandi mungkin juga, dan sekotak
coklat. Lantas dt sini ada stetoskop. Tampaknya lebih mungkin kalau pencurinya
seorang laki-laki yang tahu ke mana harus menjual atau-menggadaikannya. Milik
siapa stetoskop itu?"
"Milik Mr. Bateson. Dia itu seorang pemuda bertubuh besar yang ramah."
"Mahasiswa kedokteran?"
"Ya." "Apakah dia marah sewaktu mengetahui stetoskopnya hilang?"
"Dia betul-betul murka, M. Poirot Wataknya memang gampang meledak-ledak. Kalau
sudah begitu, dia pasti mengumpat-umpat, tapi marahnya cepat reda kembali. Dia
bukan orang yang mudah memaafkan kalau barang-barangnya diusik."
"Apakah ada yang pemaaf di sana?"
"Yah, Mr. Gopal Ram, salah satu dari mahasiswa-mahasiswa India itu. Dia selalu
tersenyum kepada semuanya. Dia mengibaskan tangannya dan berkata bahwa harta
milik tidaklah penting...."
21 "Apakah ada barangnya yang dicuri?" "Tidak."
"Ah! Celana panjang flanel itu milik siapa?"
"Mr. McNabb Celana itu sudah usang sekali, dan orang lain pasti sudah
membuangnya, tapi Mr. McNabb sangat mencintai pakaian-pakaian lamanya, dan dia
tak pernah membuang apa pun."
"Sekarang kita sampai pada barang-barang yang tampaknya tidak berharga untuk
dicuri celana panjang flanel yang sudah usang, bola-bola lampu listrik, bubuk ?boraks, garam mandi, sebuah buku resep masakan. Barang-barang itu mungkin
penting, meskipun lebih masuk akal kalau tidak. Bubuk boraks itu mungkin telah
dipindahkan tanpa sengaja, seseorang mungkin telah mencopot sebuah bola lampu
yang mati dan bermaksud untuk menggantinya, tapi kemudian lupa, buku resep itu
mungkin telah dipinjam dan tidak dikembalikan. Seorang pelayan wanita mungkin
telah mengambil celana panjang itu."
"Kami mempekerjakan dua orang wanita pembersih yang sangat dapat dipercaya. Saya
yakin mereka tidak akan melakukan hal itu tanpa minta izin terlebih dahulu."
"Anda mungkin benar. Nah, sekarang sepatu pesta itu, hanya sebelah dan masih
baru, bukan" Siapa pemilik sepatu itu?"
"Sally Finch. Dia gadis Amerika yang sedang belajar di sini atas beasiswa
Fulbrite." "Apakah Anda yakin bahwa sepatu itu tidak salah letak saja" Saya tak bisa
membayangkan apa 22 gunanya sepatu yang hanya sebelah saja bagi siapa pun juga,"
"Sepatu itu tidak salah letak, M. Poirot. Kami semua melakukan pencarian besar-
besaran. Waktu itu Miss Finch hendak pergi ke pesta dengan 'berpakaian
formal' pakaian malam'dalam istilah kita dan sepatu itu sungguh-sungguh
? ?penting ^ hanya itu sepatu pestanya."
?"Pencurian itu membuatnya kesal dan marah ya... ya, saya ingin tahu. Mungkin
? ?ada sesuatu di sana...."
Poirot terdiam selama satu dua menit, dan kemudian melanjutkan,
"Dan ada dua barang lagi sebuah tas ransel yang tercabik-cabik dan sebuah syal
?sutra dengan kondisi yang sama. Barang-barang itu tidak berharga, juga , tidak
menguntungkan. Kita malah mendapat kesan yang jelas tentang adanya keinginan
untuk membalas dendam. Siapa pemilik tas ransel itu?"
"Hampir setiap mahasiswa mempunyai ransel. Mereka sering bertamasya dengan
berjalan kaki, Anda tahu. Dan sebagian besar dari ransel-ransel itu mirip
bentuknya, dibeli dari tempat yang sama, jadi susah untuk membedakan satu dengan
yang lain. Tapi tampaknya bisa dipastikan kalau ransel itu milik Leonard Bateson
atau Colin McNabb." "Dan syal sutra yang juga tercabik-cabik itu, siapa pemiliknya?"
"Valerie Hobhouse. Dia mendapatnya sebagai hadiah hari Natal warnanya hijau
?zamrud dan betul-betul berkualitas baik."
"Miss Hobhouse... begitu, ya."
Poirot menutup matanya. Yang ia bayangkan dalam pikirannya adalah sebuah
kaleidoskop, tidak lebih tidak kurang. Potongan-potongan syal dan ransel yang
tercabik-cabik, buku resep masakan, lipstik, garam mandi; nama-nama dan
gambaran-gambaran sekilas tentang mahasiswa-mahasiswa yang aneh-aneh. Sama
sekali tak ada hubungannya atau bentuk yang terang. Kejadian-kejadian yang tidak
berkaitan dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tapi Poirot mengetahui
dengan baik bahwa bagaimanapun juga, entah di mana, pasti ada sebuah pola.
Masalahnya adalah dari mana ia harus mulai.
Poirot membuka matanya. "Persoalan ini membutuhkan pemikiran. Banyak pemikiran."
"Oh, saya yakin begitu, M. Poirot," kata Mrs. Hubbard, menyetujui dengan penuh
semangat. "Tapi saya tak ingin merepotkan Anda."
"Anda tidak merepotkan saya. Saya tertarik. Tapi, sementara saya memikirkannya,
kita bisa mulai dari segi yang praktis. Sebagai permulaan... Sepatu, sepatu pesta
itu... ya, kita bisa mulai dari situ. Miss Lemon."
"Ya, M. Poirot?" Miss Lemon menghapus pengarsipan dari pikirannya, bahkan duduk
lebih tegak lagi, dan secara otomatis meraih notes dan pensil.
"Mrs. Hubbard mungkin dapat mengambilkan sepatu yang sebelah lagi untuk Anda.
Lalu pergilah ke Baker Street Station, ke bagian barang-barang hilang. Kapan
sepatu itu hilang?" 24 Mrs. Hubbard berpikir sejenak.
"Yah, saya tak ingat dengan pasti, M. Poirot. Mungkin dua bulan yang lalu. Saya
rasa tidak lebih lama dari itu. Tapi saya bisa menanyai Sally Fineh tentang
tanggal pesta itu." "Ya. Nah..." Poirot beralih ke Miss Lemon lagi.
"Anda bisa mengarang cerita seperti ini. Bilang t saja Anda ketinggalan sepatu
yang sebelah kiri di kereta api Inner Circle ini sangat lumrah atau ? ?ketinggalan sepatu di kereta api lainnya. Atau bisa juga di sebuah bus. Berapa
banyak bus yang melayani daerah sekitar Hickory Road?"
"Hanya dua, M. Poirot"
"Bagus. Jika Anda tidak mendapat hasil dari Baker Street, cobalah di Scotland
Yard, dan katakan bahwa sepatu Anda tertinggal di sebuah taksi."
"Lalai," Miss Lemon membetulkannya dengan penuh efisiensi.
Poirot mengibaskan tangannya.
"Terserah Anda. Anda pasti bisa mengarang cerita seperti itu."
"Tapi mengapa Anda mengira...," Mrs. Hubbard hendak bertanya.
Poirot menyelanya. "Mari kita lihat dulu hasil apa yang akan kita g peroleh. Jika hasilnya negatif
atau positif, Anda dan saya, Mrs. Hubbard, harus berdiskusi lagi. Anda akan
menceritakan pada saya hal-hal yang perlu saya ketahui."
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya rasa saya sudah menceritakan segala-galanya pada Anda."
25 "Tidak, tidak. Saya tidak setuju. Di sini ada lima orang muda yang berkumpul
bersama, watak mereka berbeda-beda, jenis kelamin mereka berlainan. Si A
mencintai si B, tapi si B mencintai si C, dan si D serta si E mungkin saling
membenci gara-gara si A. Itulah yang harus saya ketahui. Pengaruh-pengaruh dari
emosi manusia. Pertengkaran, kecemburuan, persahabatan, kedengkian, dan rasa
tidak berbelas kasihan."
"Saya yakin," Jcata Mrs. Hubbard dengan perasaan tak enak, "saya tidak
mengetahui hal-hal seperti itu. Saya tak pernah ikut campur sama sekali. Saya
hanya mengurus tempat itu, dan mengatur makanannya dan sejenisnya."
"Tapi Anda tertarik pada orang-orang itu. Anda sendiri yang bilang begitu pada
saya. Anda menyukai orang-orang muda. Anda menerima pekerjaan ini bukan karena
bayarannya menarik, tapi karena pekerjaan ini melibatkan Anda dengan masalah-
masalah manusia. Pasti ada mahasiswa-mahasiswa yang Anda sukai, dan ada beberapa
yang tidak begitu Anda sukai, atau bahkan yang tidak Anda sukai sama sekali,
mungkin. Anda akan menceritakan pada saya ya, harus! Sebab Anda merasa ?cemas bukan karena apa yang sedang terjadi untuk itu Anda bisa pergi ke
? ?polisi...." "Saya katakan saja pada Anda, Mrs. Nicoletis tidak akan suka kalau harus
berurusan dengan polisi."
Poirot terus melanjutkan kata-katanya, tidak mengacuhkan penyelaan Mrs. Hubbard.
26 "Tidak, Anda mencemaskan seseorang seseorang yang Anda kira mungkin harus
?bertanggung jawab, atau paling tidak terlibat dalam kejadian ini. Seseorang,
yang sudah pasti, Anda sukai." '
"Ah, yang benar saja, M. Poirot."
^Ya, benar. Dan saya kira sudah sepatutnya kalau Anda merasa cemas. Peristiwa
terpotong-potongnya syal itu tidaklah menyenangkan. Begitu t pula dengan tas
ransel yang tercabik-cabik itu, juga tidak menyenangkan. Sedangkan kejadian
lainnya tampak kekanak-kanakan. Tapi saya tak yakin. Saya tak yakin sama
sekali!" Scanned book sbook ini hanya untuk koleksi pribadi. DILARANG MENGKOMERSDLKAN
atau hidup anda mengalami ketidakbahagiaan dan ketidakberuntungan
mJ bbsc 27 Setelah menaiki anak-anak tangga, dengan sedikit bergegas Mrs. Hubbard
memasukkan kuncinya ke lubang pintu Hickory Road Nomor 26. Baru saja pintu
terbuka, seorang pemuda dengan rambut merah menyala berlari menaiki anak-anak
tangga di belakangnya. "Halo, Ma," sapa pemuda itu, karena memang begitulah kebiasaan Len Bateson
memanggilnya. Len seorang pemuda yang ra ah dengan nada suara beraksen Cockney,
dan untungnya ia tidak mempunyai perasaan rendah diri sama sekali. "Baru dari
jalan-jalan, ya?" "Aku baru diundang minum teh, Mr. Bateson. Jangan membuang-buang waktuku
sekarang, aku sudah terlambat"
"Tadi pagi aku membedah mayat cantik," kata Len. "Korban tabrakan!"
"Jangan suka menakut-nakuti, Anak nakal. Masa ada mayat yang cantik! Pikiran apa
itu. Kau membuatku sedikit mual."
Len Bateson tertawa, dan di sepanjang gang terdengar gema ha ha ha yang keras.
28 "Jangan bilang apa-apa pada Celia," kata Len Bateson. "Aku pergi ke apotek tadi.
Aku berkata padanya, 'Aku ke sini untuk menceritakan padamu tentang mayat yang
baru kupotong-potong.' Wajah Celia langsung menjadi putih seperti kertas, dan
kupikir dia akan pingsan. Bagaimana pendapatmu tentang hal itu, Mama Hubbard?"
"Aku sama sekali tidak heran," sahut Mrs. Hubbard. "Bayangkan! Celia mungkin
mengira yang kaumaksud itu mayat betulan."
"Apa maksud Mama m yat betulan" Menurut Mama mayat-mayat kami itu apa" ?Sintetis?"
Seorang pemuda kurus dengan rambut gondrong awut-awutan muncul dari sebuah
ruangan di sebelah kanan, dan berkata dengan nada jengkel,
"Oh, kamu rupanya. Kukira paling tidak ada segerombolan rang kuat di sini.
Suaranya sih memang suara satu orang, tetapi volumenya volume sepuluh orang."
"Kuharap suaraku belum memutuskan saraf-sarafmu."
"Yah, tak lebih dari biasanya," ujar Nigel Chapman, lalu ia kembali lagi ke
kamarnya. "Bunga kita yang lemah lembut," kata Len.
"Nah, jangan sampai kalian berdua bertengkar," kata Mrs. Hubbard. "Perilaku yang
baik, itu yang kusukai, dan saling mengalah."
Pemuda besar itu menyeringai padanya dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak keberatan dengan si Nigel, Ma," katanya.
'
dengan Anda begitu Anda pulang."
Mrs. Hubbard mengeluh dan naik ke loteng. Gadis jangkung berkulit gelap yang
menyampaikan pesan itu merapat ke dinding untuk memberinya jalan.
Len Bateson berkata sambil melepaskan jas hujannya, "Ada apa sih, Valerie"
Keluhan-keluhan tentang tingkah laku kita yang harus disampaikan Mama Hubbard
pada waktunya?" Gadis itu hanya mengangkat bahu kurusnya yang indah. Ia turun dan berjalan
menyeberangi gang. "Tempat ini makin lama makin seperti rumah sakit jiwa,"
katanya sambil berlalu. Ia memasuki sebuah pintu di sebelah kanan sewaktu mengatakan hal itu. Ia
berjalan dengan gaya anggun, seperti yang biasa dilakukan peraga wati p ragawati
profesional. Hickory Road Nomor 26 sebenarnya adalah dua rumah, Nomor 24 dan Nomor 26, yang
digabung menjadi satu di lantai dasarnya. Jadi, di lantai tersebut ada ruang
duduk bersama dan sebuah ruang makan besar, begitu pula ada dua kamar penyimpan
mantel serta sebuah kantor kecil yang menghadap ke bagian belakang rumah. Lalu
ada dua tangga terpisah menuju lantai-lantai di atasnya yang tetap terpisah satu
sama lain. Gadis-gadis menempati kamar-kamar di sebelah kanan rumah
itu, sedangkan yang laki-laki di sisi lainnya, yaitu di rumah asli, Nomor 24.
Mrs. Hubbard naik ke loteng sambil melonggarkan kerah mantelnya. Ia menarik
napas panjang ketika beralih ke arah kamar Mrs. Nicoletis.
Ia mengetuk pintu kamar itu dan masuk.
"Kukira dia sedang jengkel lagi seperti biasanya," gumam Mrs. Hubbard.
Udara di ruang duduk Mrs. Nicoletis panas sekali. Perapian listrik yang besar
itu menyala semua batangannya, dan jendela-jendela tertutup rapat Mrs. Nicoletis
sedang duduk sambil merokok di sofa, dengan dikelilingi oleh banyak bantal kursi
dari sutra dan beludru yang sudah agak dekil. Ia seorang wanita berkulit gelap,
masih cantik, dengan mulut yang suka mencaci maki serta sepasang mata coklat
yang besar sekali. "Ah! Datang juga kau akhirnya." Nada suara Mrs. Nicoletis seperti menuduh.
Mrs. Hubbard, seorang keturunan Lemon sejati, tidak merasa gentar.
"Ya," katanya masam, "saya sudah datang. Katanya Anda ingin bertemu dengan saya
secara khusus." "Ya, tentu saja. Mengerikan, sungguh mengerikan!"
"Apa yang mengerikan?"
"Rekening-rekening ini! Pengeluaran pengeluar anmu!" Mrs. Nicoletis mengambil
setumpuk kertas dari balik sebuah bantalan kursi, dan mengham -
31 30 burkannya dengan gaya seorang tukang sulap hebat. "Memangnya kita beri makan apa
mahasiswa-mahasiswa malang itu" Foie gras dan burung puyuh" Kaupikir ini Ritz"
Para mahasiswa itu, menurut mereka siapa sih mereka itu?"
"Orang-orang muda dengan selera makan yang sehat," sahut Mrs. Hubbard. "Mereka
mendapat sarapan pagi yang baik dan makan malam yang pantas makanan sederhana, ?tapi bergizi. Dan biayanya sangat ekonomis."
"Ekonomis" Ekonomis apa" Kau berani bilang begitu padaku" Padahal aku
kaurugikan?" "Anda memperoleh keuntungan sangat besar dari tempat ini, Mrs. Nicoletis. Bagi
para mahasiswa, tarif di sini termasuk tinggi."
"Tapi pondokanku selalu penuh, bukan" Apakah pernah ada tempat kosong yang tidak
ditawar sampai tiga orang" Bukankah Konsulat Inggris, Badan Pemondokan
Universitas London, Kedutaan French Lycee selalu mengirimkan mahasiswa-mahasiswa
mereka kemari" Bukankah selalu ada tiga penawaran untuk setiap tempat lowong?"
"Besar kemungkinan itu dikarenakan makanan-makanan di sini sesuai dengan selera
para mahasiswa itu, dan jumlahnya mencukupi. Orang-orang muda harus diberi makan
dengan layak." "Bah! Jumlah biaya ini mengerikan. Pasti ini gara-gara juru masak Italia dengan
suaminya itu. Mereka menipumu melalui masakan-masakan mereka."
"Oh, tidak, mereka tidak begitu, Mrs. Nicoletis.
Saya dapat meyakinkan Anda bahwa tak seorang asing pun akan melakukan hal
seperti itu pada diri saya."
"Kalau begitu, pasti kau sendiri kau yang merampokku."
?Mrs. Hubbard tetap tak gentar.
"Saya tak bisa membiarkan Anda mengatakan hal-hal seperti itu," katanya, dengan
nada suara seperti seorang pengasuh tua yang sangat kolot, yang sedang memarahi
anak asuhnya yang nakal. "Tak baik mengatakan hal-hal seperti itu, dan sua tu
hari Anda pasti akan mendapat kesulitan karenanya."
"Ah!" Mrs. Nicoletis menghamburkan tumpukan rekening itu secara dramatis ke
udara, hingga semuanya bertebaran di mana-mana di lantai. Mrs. Hubbard
membungkuk dan memungutinya, sambil mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Kau
membuatku naik darah," teriak majikannya.
"Saya rasa begitu," ujar Mrs. Hubbard, "dan tak baik untuk Anda, kalau Anda
mudah naik darah. Tak baik untuk tekanan darah Anda."
"Jadi kau mengakui bahwa jumlah biaya ini lebih tinggi daripada minggu lalu?"
"Tentu saja. Ada potongan harga yang sangat menarik di Lampson Stores. Saya
memanfaatkan kesempatan itu. Biaya minggu depan akan berjumlah di bawah rata-
rata." Mrs. Nicoletis kelihatan merajuk.
"Kau pintar memberi penjelasan."
"Nah." Mrs. Hubbard meletakkan tumpukan
33 32 rekening itu dengan rapi di atas meja. "Masih ada persoalan lain?"
"Gadis Amerika itu, Sally Finch, dia bilang mau pindah, sedangkan aku tak ingin
dia pergi. Dia mendapat beasiswa Fulbrite. Dia dapat menarik para mahasiswa
Fulbrite lainnya untuk tinggal di sini. Jadi dia tak boleh pergi."
"Apa alasannya untuk pindah dari sini?"
Mrs. Nicoletis mengangkat bahunya yang besar.
"Bagaimana aku bisa mengingatnya" Alasannya dibuat-buat. Aku mengetahuinya. Aku
selalu tahu." Mrs. Hubbard menganggukkan kepalanya dengan serius. Ia cenderung untuk
mempercayai Mrs. Nicoletis dalam hal itu.
"Sally tidak bilang apa-apa pada saya," katanya.
"Tapi kau akan berbicara dengannya, bukan?"
"Ya, tentu saja."
"Dan jika penyebabnya adalah mahasiswa-maha siswf berwarna itu mahasiswa India ?dan mahasiswa negro merekalah yang harus pindah, kau mengerti" Perbedaan warna
?kulit, hal itu sangat besar artinya bagi orang-orang Amerika dan bagiku orang-
orang Amerika itulah yang penting, sedangkan orang-orang berwarna itu... enyahkan
saja mereka!" Mrs. Nicoletis menggerakkan tangannya dengan gaya dramatis.
"Hal itu takkan terjadi selama saya menjadi pimpinan di sini," kata Mrs. Hubbard
dingin. Dan bagaimanapun juga, Anda salah. Tak ada perasaan antiras seperti itu
di antara para mahasiswa di sini,
34 dan Sally sudah jelas tidak seperti itu. Dia dan Mr. Akibombo sering pergi makan
siang bersama, dan Mr. Akibombo itu sangat hitam."
"Kalau begitu, pasti komunis itu kau tahu bagaimana perasaan orang-orang ?Amerika tentang komunisme. Nigel Chapman dia itu seorang komunis." "Saya
?meragukan hal Itu." "Ya, ya. Kau harus mendengar apa yang dikatakannya sore
itu." "Nigel akan mengatakan segalanya untuk menjengkelkan orang lain. Kalau sudah
begitu, dia sangat memuakkan."
"Kau mengenal mereka dengan sangat baik, Mrs. Hubbard yang baik. Kau hebat
sekali! Aku sering berkata pada diriku sendiri apa yang harus kulakukan tanpa
?Mrs. Hubbard" Aku betul-betul tergantung padamu. Kau wanita yang hebat, hebat
sekali." "Setelah diberi bubuk, diberi selai." "Apa?"
"Sudahlah, tak usah cemas. Saya akan melakukan sebisanya."
Mrs. Hubbard meninggalkan ruangan itu, dan menghentikan semburan kata-kata
terima kasih Mrs. Nicoletis.
Sambil menggumam sendiri, Mrs. Hubbard berkata, "Membuang-buang waktuku saja.
Betapa gilanya wanita itu!" Ia buru-buru berjalan di sepan jang-gaug dan masuk
ke ruang duduknya sendiri.
Tapi belum saatnya bagi Mrs. Hubbard untuk menikmati keadaan tenteram. Sesosok
tubuh jang - 35 kung bangkit berdiri ketika Mrs. Hubbard masuk, dan berkata,
"Saya akan merasa gembira kalau Anda mau meluangkan waktu sebentar untuk saya."
"Tentu saja, Elizabeth,"
Mrs. Hubbard agak terkejut. Elizabeth Johnston berasal dari India Barat, sedang
belajar ilmu hukum. Ia seorang pekerja keras, berambisi, dan cenderung bersifat
tertutup. Ia selalu tampak tenang dan cakap, dan Mrs. Hubbard selalu
menganggapnya sebagai salah seorang mahasiswa paling memuaskan di pondokan itu.
. Elizabeth betul-betul tenang saat itu, tapi Mrs. Hubbard menangkap getaran
lirih dalam suaranya, meskipun sosok tubuh berkulit gelap itu betul-betul dapat
mengendalikan dirinya. "Apakah ada sesuatu yang tidak beres?"
"Ya. Maukah Anda pergi ke kamar saya?"
"Sebentar." Mrs. Hubbard melemparkan mantel dan sarung tangannya, kemudian
mengikuti gadis itu keluar ruangan dan menaiki tangga ke loteng lagi. Kamar
gadis itu terletak di tingkat paling atas. Ia membuka pintu kamarnya dan
berjalan ke sebuah meja di dekat jendela.
"Ini adalah catatan hasil kerja saya," katanya. "Hasil kerja selama berbulan-
bulan dengan penuh ketekunan. Anda lihat apa yang telah terjadi?"
Mrs. Hubbard menarik napas tertahan.
Meja itu berlumur tinta. Begitu pula kertas*kertas itu, semuanya basah terkena
tinta. Mrs. Hubbard menyentuhnya dengan ujung jarinya. Masih basah.
36 Ia bertanya, meskipun ia tahu pertanyaan itu konyol,
"Kau tidak menumpahkan tinta itu sendiri?" "Tidak. Seseorang melakukannya ketika
saya sedang keluar."
"Mrs. Biggs, kaupikir..."
Mrs. Biggs adalah wanita pembersih yang merawat kamar-kamar tidur di lantai
paling atas. "Bukan Mrs. Biggs. Tinta itu juga bukan tinta saya. Punya saya ada di rak, di
sebelah tempat tidur. Dan tinta itu tidak tersentuh. Seseorang membawa tinta
kemari dan menumpahkannya dengan sengaja."
Mrs. Hubbard betul-betul terkejut.
"Betapa jahat dan kejinya perbuatan itu."
"Yarsangat jahat"
Gadis itu berbicara dengan tenang, tapi Mrs. Hubbard tidak salah dalam menangkap
adanya perasaan marah tertahan dalam dirinya.
"Yah, Elizabeth, aku hampir-hampir tak tahu apa yang harus kukatakan. Aku betul-
betul terkejut, betul-betul terkejut, dan aku akan berusaha keras untuk
menemukan siapa yang telah melakukan perbuatan jahat dan keji ini. Kau sendiri,
apakah kau punya ide tentang siapa pelakunya?"
Gadis itu segera menjawab.
"Tinta ini berwarna hijau, coba Anda perhatikan."
"Ya, aku tahu."
'"Tinta hijau bukanlah warna yang lazim. Saya tahu seseorang di sini yang
memakainya. Nigel Chapman."
"Nigel" Kau mengira* Nigel yang melakukan perbuatan ini?"
"Sebetulnya tidak tidak Tapi dia memakai tinta hijau untuk menulis surat dan ?catatannya."
"Aku harus menanyainya. Aku sangat menyesal, Elizabeth, bahwa hal ini bisa
terjadi di pondokan ini, dan aku hanya bisa berjanji padamu bahwa aku akan
berusaha keras untuk membereskannya."
'Terima kasih, Mrs. Hubbard. Ada kejadian-kejadian lain, bukan?"
"Ya eh ya." ? ?Mrs. Hubbard meninggalkan ruangan itu dan berjalan menuruni tangga. Tapi ia
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiba-tiba berhenti sebelum melanjutkan terus ke bawah. Sebaliknya ia berjalan
menyusuri gang, menuju pintu terakhir di koridor tersebut. Ia mengetuk pintu,
dan suara Miss Sally Finch menyilakannya masuk.
Kamar itu menyenangkan. Sally Finch sendiri adalah seorang gadis berambut merah
yang riang dan menyenangkan.
Ia sedang menulis di sebuah buku, dan ia memandang Mrs. Hubbard dengan pipi
menggembung. Ia mengulurkan sebuah kotak permen yang terbuka, dan berkata dengan
suara tak jelas, "Permen kiriman dari rumah. Silakan ambil."
"Terima kasih, Sally. Nanti saja. Aku agak kecewa saat ini." Mrs. Hubbard
berhenti. "Kau sudah mendengar apa yang menimpa Elizabeth Johnston?"
"Apa yang terjadi dengan Bess Hitam?"
Itu adalah panggilan kesayangan, dan gadis itu sendiri juga senang dipanggil
demikian. 38 Mrs. Hubbard menceritakan apa yang telah terjadi. Sally menunjukkan sikap marah
dan simpati. "Menurutku perbuatan itu betul-betul keji. Aku tak percaya ada orang yang mau
melakukan hal seperti itu pada Bess kita. Setiap orang menyukainya. Dia pendiam
dan tidak begitu suka bergaul atau bergabung dengan yang lainnya, tapi aku yakin
tak seorang pun yang tidak menyukainya."
"Itu yang seharusnya kukatakan."
"Yah, tampaknya cocok, bukan, dengan kejadian-kejadian lainnya" Itu sebabnya..."
"Itu sebabnya apa?" tanya Mrs. Hubbard, ketika gadis itu tiba-tiba berhenti.
Sally berkata pelan, -Situ -sebabnya aku akan pindah dari sini. Apakah Mrs. Nick telah memberitahu
Anda?" "Ya. Dia sangat kecewa mengenainya. Dia pikir kau tidak memberinya alasan yang
benar." "Yah, memang tidak. Tak adanya gunanya membuat dia naik darah. Anda tahu
bagaimana wataknya. Tapi itulah alasannya. Aku tidak menyukai apa yang sedang
terjadi di sini. Rasanya aneh kehilangan sebuah sepatu, dan kemudian syal
Valerie yang tercabik-cabik itu, dan juga tas ransel Len... sedangkan barang-
barang yang dicuri itu, lain. Menurutku, hal itu biasa. Memang tidak
menyenangkan, tapi itu normal tapi yang ini tidak* Ia berhenti sebentar, ?tersenyum, dan kemudian menyeringai dengan tiba-tiba. "Akibombo juga takut,"
katanya.' "Biasanya dia selalu tampil hebat dan beradab, tapi ada sebuah
kepercayaan kuno 39 orang Afrika Barat tentang munculnya ilmu hitam."
"Bah!" kata Mrs. Hubbard tajam. "Aku tak percaya dengan takhayul-takhayul
bohongan itu. Cuma pekerjaan manusia biasa untuk menakut-nakuti diri mereka
sendiri. Yah, baiklah."
Mulut Sally menyeringai lebar seperti kucing.
Ia berkata, "Penekanannya ada pada kata biasa itu. Aku punya semacam perasaan
bahwa ada seseorang di pondokan ini yang tidak biasa."
Mrs. Hubbard berjalan menuruni tangga. Ia membelok, memasuki ruang duduk bersama
para mahasiswa di lantai dasar. Ada empat orang di sana. Valerie Hobhouse sedang
menelungkup di sofa sambil mengaitkan kaki-kakinya yang langsing dan -anggun di
lengan sofa itu; Nigel Chapman sedang duduk di sebuah meja, dengan sebuah buku
betat terbuka di hadapannya; Patricia Lane sedang bersandar di samping perapian,
dan seorang gadis yang baru datang, yang masih mengenakan jas hujan, sedang
mencopot topi wolnya ketika Mrs. Hubbard masuk. Gadis itu bertubuh gemuk,
pendek, seorang gadis biasa dengan sepasang mata coklat yang terpisah jauh, dan
mulut yang biasa terbuka sedikit, sehingga ia selalu kelihatan terkejut.
Valerie berkata dengan nada suara malas dan diulur-ulur, sambil memindahkan
rokok yang diisapnya dari mulutnya,
"Halo, Ma, apakah Anda sudah memberikan sirup penenang kepada setan tua itu,
pemilik pondokan kita yang terhormat?"
Patricia Lane berkata, "Apakah dia hendak memaklumkan perang?"
"Bagaimana caranya?" kata Valerie sambil tertawa cekikikan.
"Sesuatu yang tidak menyenangkan telah terjadi," kata Mrs. Hubbard. "Nigel, aku
ingin kau menolongku."
"Aku, Ma?" Nigel memandangnya sambil menutup bukunya. Dagunya yang runcing dan
wajahnya yang menyeramkan tiba-tiba menunjukkan kesan nakal serta sebuah
senyuman manis yang mengejutkan. "Apa yang telah kulakukan?"
"Tidak ada, kuharap," sahut Mrs. Hubbard. "Tapi seseorang yang berhati keji
telah sengaja menumpahkan tinta pada seluruh catatan Elizabeth Johnston, dan
tinta itu berwarna hijau.'Kau menulis dengan tinta hijau, Nigel." ! Nigel
menatapnya, senyumnya hilang.
Ya, aku memakai tinta hijau."
"Warna yang mengerikan," ujar Patricia. "Kuharap kau tidak memakainya lagi,
Nigel. Sudah sering kubilang bahwa warna itu sangat mempengaruhi dirimu."
"Aku suka dipengaruhi," kata Nigel. "Warna merah jambu akan lebih baik, kukira.
Aku harus berusaha untuk memperolehnya. Tapi apakah Anda serius, Ma" Tentang
sabotase itu, maksudku?" "Ya, aku serius. Apakah itu perbuatanmu, Nigel?" Tidak,
tentu saja tidak. Aku suka mengganggu orang lain, seperti yang Mama ketahui,
tapi aku takkan pernah melakukan perbuatan kotor seperti
41 40 itu dan tentu saja tidak pada Bess Hitam yang tak pernah mencampuri urusan ?orang lain, hal yang patut menjadi contoh bagi beberapa orang di sini. Di mana
tintaku itu" Aku mengisi penaku kemarin sore, aku ingat. Biasanya kusimpan di
atas rak di sana." Nigel berdiri dan berjalan ke ujung ruangan. "Anda betul.
Botol ini hampir kosong. Mestinya isinya masih penuh."
Gadis yang masih mengenakan jas hujan itu terdengar menahan napasnya.
"Oh, astaga," katanya. "Oh, aku tidak menyukai kejadian ini."
Nigel memutar badannya dan memandang gadis itu dengan pandangan menuduh.
"Apakah kau mempunyai alibi, Celia?" Tanyanya dengan nada mengancam.
Gadis itu kaget. "Aku tidak melakukannya. Sungguh. Bagaimanapun juga, aku seharian ada di rumah
sakit. Tak mungkin aku yang..."
"Nigel," kata Mrs. Hubbard. "Jangan menggoda Celia."
Patricia Lane berkata dengan nada marah, "Aku tak mengerti-mengapa Nigel harus
dicurigai. Hanya karena tintanya yang telah diambil...." Valerie berkata tajam,
"Baiklah, Sayang, belalah anakmu ' "Tapi ini tidak adil...."
"Tapi sungguh, aku tidak terlibat sama sekali dalam perbuatan ini," Celia
memprotes dengan bersungguh-sungguh.
42 "Tak seorang pun yang menduga demikian, Bayi," ujar Valerie tak sabar.
"Bagaimanapun juga, kalian tahu." Matanya bertemu dengan mata Mrs. Hubbard, dan
mereka saling memandang. Semuanya ini sudah bukan lelucon lagi. Kita harus
melakukan sesuatu untuk mengatasinya."
"Ya, harus dilakukan sesuatu," sahut Mrs. Hubbard tegas.
43 Bab 4 "Ini dia, M. Poirot"
Miss Lemon meletakkan sebuah bingkisan kecil berwarna coklat di hadapan Poirot
Poirot membuka kertas pembungkusnya, dan memandang kagum pada sebuah sepatu
pesta berwarna perak yang bagus potongannya. ?"Saya menemukannya di Baker Street, seperti kata Anda."
"Sepatu ini akan meringankan tugas kita," kata Poirot "Juga menguatkan gagasan-
gagasan saya." "Betul," sahut Miss Lemon, yang sama sekali tidak memiliki perasaan ingin tahu.
_J1 Miss Lemon itu, bagaimanapun juga, mempunyai perasaan kekeluargaan yang erat. Ia
berkata, "Jika Anda tidak repot, M. Poirot saya mendapat sepucuk surat dari adik saya.
Ada suatu perkembangan baru."
"Anda mengizinkan saya membacanya?"
Miss Lemon mengulurkan surat itu pada Poirot. Setelah membacanya, Poirot
menyuruh Miss Lemon untuk menghubungi adiknya lewat telepon. Sebentar kemudian,
Miss Lemon memberi tanda 44 bahwa ia sudah mendapat hubungan. Poirot mengambil gagang telepon. "Mrs.
Hubbard?" "Oh, ya, M. Poirot Sungguh baik Anda mau menelepon saya begitu cepat Saya
sangat..." Poirot menyelanya. "Anda menelepon di mana sekarang?"
"Di mana "lari Hickory Road Nomor 26, tentu saja. Oh, saya mengerti maksud
?Anda. Saya menelepon dari ruang duduk saya sendiri."
"Apakah ada sambungan ke ruang lain?"
"Ada. Telepon utama ada di gang di lantai dasar."
"Siapa yang berada di sana, yang mungkin bisa mencuri dengar?"
"Semua mahasiswa sedang keluar saat ini. Si juru masak sedang pergi ke pasar.
Geronimo, suaminya, hanya sedikit sekali memahami bahasa Inggris. Ada seorang
wanita pembersih, tapi dia tuli, dan saya yakin dia takkan repot repo; berusaha
mendengarkan pembicaraan kita."
"Bagus kalau begitu. Saya bisa berbicara dengan bebas Apakah Anda kadang-kadang
menyelenggarakan ceramah di sore hari, atau film" Hiburan lain sejenisnya?"
'Kami kadang-kadang memang mengadakan ceramah. Miss Baltrout, seorang
penjelajah, baru-baru ini datang dengan membawa foto-fotonya yang berwarna. Dan
kami juga pernah mengada kau malam dana bagi sebuah misi di Timur Jauh, meskipun
saya rasa banyak mahasiswa yang pergi keluar malam itu."
45 "Ah Kalau begitu, malam ini Anda akan-mendapat kehormatan dari M. Poirot,
majikan kakak Anda, yang akan datang dan memberi ceramah pada para mahasiswa itu
dengan topik tentang kasus-kasusnya yang menarik."
"Saya yakin hal itu akan sangat rne.ivRiangkan tapi apakah Anda pikir..."
"Ini bukan masalah pemikiran lagi, tapi keyakinan."
Malam itu, para mahasiswa yang memasuki ruang duduk bersama menemukan sebuah
pengumuman yang dipakukan di papan di balik pintu.
M. Hercule Poirot, seorang detektif swasta terkenal, bersedia memberikan ceramah
malam ini tentang teori dan praktek penyelidikan yang berhasil, dengan
menunjukkan beberapa kasus kriminal yang terkenal.
Para mahasiswa yang sudah membaca pengumuman tersebut memberikan macam-macam
tanggapan tentang hal itu.
"Siapa sih detektif swasta itu?" "Aku tak pernah mendengar namanya." "Oh, aku
pernah. Dulu ada seorang laki-laki yang dijatuhi hukuman mati karena membunuh
seorang pelayan wanita, dan.detektif ini membebaskannya dari tuduhan itu tepat
pada waktunya, serta menemukan pembunuh sebenarnya." "Kedengarannya tidak
menyenangkan: bagiku." "Menurutku lumayan." "Colin pasti akan menyukainya. Dia
tergila-gila pada psikologi kri
miiM^" "Aku* tidak akan mengatakannya sejelas itu. tapi aku tak menyangkal bahwa
seseorang yang sangat dekat dengan kriminalitas pasti akan menarik untuk
ditanyai." Makan malam disajikan pada pukul tujuh tiga puluh, dan sebagian besar mahasiswa
sudah duduk ketika Mrs. Hubbard muncul dari ruang duduk pribadinya (tempat
sherry telah dihidangkan pada sang tamu terkenal), diikuti oleh seorang laki-
laki kecil setengah baya berambut hitam yang bertampang mencurigakan, dengan
kumis berukuran menyeramkan yang terus-menerus dipiluinya.
"Ini adalah sebagian dari mahasiswa-mahasiswa kami, M. Poirot Dan ini adalah M.
Hercule Poirdt yang sudi meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan kita
sesudah makan malam."
Poirot dan para mahasiswa itu saling menyapa, kemudian ia duduk di samping Mrs.
Hubbard dan menyibukkan dirinya, dan sementara waktu melupakan kumisnya, untuk
menikmati sup campur yang hebat, yang disajikan dari sebuah mangkuk besar oleh
seorang pelayan laki-laki yang lincah.
'Hidangan berikutnya adalah spageti dengan bola-bola daging yang panas dan
pedas. Saat itulah seorang gadis yang duduk tepat di samping Poirot berbicara
kepadanya dengan malu-malu.
"Apakah kakak Mrs. Hubbard betul-betul bekerja untuk And^^
Poirot menoleh kepadanya.
'Oh, ya, memang. Miss Lemon sudah bertahun-tahun menjad. sekretaris saya. Dia
adalah wanita 47 46 paling efisien di dunia ini. Saya kadang-kadang takut padanya."
"Oh, saya mengerti. Saya hanya ingin tahu apakah..."
"Nah, apa yang ingin Anda ketahui Mademoiselle?"
Poirot tersenyum padanya dengan gaya kebapa kan, sambil membuat catatan tentang
gadis itu di dalam hatinya.
"Cantik, cemas, tidak begitu cerdas, ketakutan..." Ia berkata,
"Bolehkah saya, mengetahui nama Anda dan apa yang sedang Anda pelajari?"
"Celia Austin. Saya tidak kuliah. Saya bekerja sebagai ahli obat di Rumah Sakit
St Catherine "Ah, pekerjaan yang menarik, bukan?"
"Yah, saya tidak tahu mungkin saja menarik." Gadis itu agak ragu.?"Dan yang lainnya" Dapatkah Anda menceritakan sedikit tentang mereka pada saya,
mungkin" Saya tahu ini adalah pondokan untuk mahasiswa-mahasiswa asing, tapi
tampaknya banyak mahasiswa Inggris di sini."
"Beberapa dari mahasiswa asing itu sedang pergi keluar. Mr. Chandra Lai dan Mr.
Gopal Rarrf mereka orang-India dan Miss Reinjeer yang datang dari
? ?Belanda serta Mr. Aokmed Ali, orang Mesir yang tergila-gila pada politn^*
?"Dan yang ada di sini" Ceritakanlah rentang mereka."
"Yah, yang duduk di samping kfri Mrs. Hub -
48 bard adalah Nigel Chapman. Dia sedang mempelajari sejarah abad pertengahan dan
bahasa Italia di Universitas London. Lalu yang duduk di sebelahnya adalah
Patricia Lane, yang memakai kacamata. Dia belajar untuk mendapatkan ijazah di
bidang arkeologi. Pemuda besar berambut merah itu bernama Len Bateson, mahasiswa
kedokteran, sedangkan gadis berkulit gelap itu adalah Valerie Hobhouse, bekerja
di sebuah salon kecantikan. Yang duduk di sebelahnya adalah Colin McNabb dia
?mengambil gelar pascasarjana di bidang psikiatri."
Ada sedikit perubahan nada pada suara gadis itu sewaktu ia menceritakan Colin.
Poirot memandangnya dengan cermat, dan melihat wajahnya di-ronai warna merah.
Ia berkata dalam hati. "Jadi, gadis ini sedang^aTtrh cinta, dan dia tak dapat menyembunyikan fakta itu
dengan mudah." Poirot memperhatikan bahwa pemuda McNabb itu tampaknya tak pernah melihat ke
arah gadis itu di seberang meja, karena terlalu asyik bercakap-cakap dengan
seorang gadis berambut merah yang duduk di sebelahnya.
"Itu Sally Finch. Dia orang Amerikg kuliah di sini atas beasiswa Fulbrite. Lalu?di sebelahnya adalah Genevieve Maricaud. Dia sedang belajar bahasa Inggris di
sini, begitu pula halnya dengan Ren^" Halte yang duduk di sebelahnya. Gadis
mungil dan sederhana itu adalah Jean Tomlinson. Dia juga bekerja di St.
Catherine, sebagai fisioterapis.
49 Laki-laki hitam itu adalah Akibombo. Dia berasal dari Afrika Barat dan betul-
betul ramah. Lalu yang itu adalah Elizabeth Johnston, dari Jamaika. Dia sedang
mempelajari ilmu hukum. Di sebelah kanan saya ada dua mahasiswa Turki yang
datang kemari sekitar seminggu yang lalu. Mereka hampir tak bisa berbahasa
Inggris." "Terima kasih. Dan apakah kalian semua rukun-rukun selalu" Atau kalian sering
bertengkar?" Nada suara Poirot terdengar ringan, seolah-olah ia tidak serius.
Celia berkata, "Oh, kami semua terlalu sibuk untuk bertengkar, meskipun..."
"Meskipun apa, Miss Austin?"
"Yah, Nigel yang duduk di sebelah Mrs. Hubbard. Dia suka mengusik orang lain
?dan membuat kita marah. Dan Len Bateson biasanya menjadi marah. Dia kadang-
kadang bisa meledak. Tapi sesungguhnya dia sangat manis."
"Dan Colin McNabb apakah dia juga jengkel?"
?"Oh, tidak. Colin hanya mengangkat alisnya dan kelihatan geli."
"Oh, begitu. Dan di antara para gadis, apakah kalian pernah bertengkar?"
"Oh, tidak,.kami saling rukun satu sama lain. Memang Genevieve kadang-kadang
agak pendendam. Saya kira orang-orang Prancis memang cenderung agak mudah
tersinggung oh, maksud-saya maafkan..."
? ?Celia tampak bingung. 50 "Saya orang Belgia," kata Poirot tenang. Ia cepat melanjutkan, sebelum Celia
dapat memulihkan kendali dirinya, "Apa yang Anda maksudkan tadi. Miss Austin,
ketika Anda berkata bahwa Anda ingin tahu. Anda ingin tahu tentang apa?"
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Gadis itu meremas-remas rotinya dengan gugup.
"Oh, itu tidak apa-apa, kok sungguh hanya saja di sini ada lelucon konyol
? ? ?akhir-akhir ini, lelucon yang menjengkelkan orang. Saya pikir Mrs. Hubbard... ah,
saya ini sering konyol. Saya tidak mempunyai maksud apa-apa."
Poirot tidak memaksanya. Ia beralih ke Mrs. Hubbard, dan segera terlibat dalam
pembicaraan antartfga orang dengan Mrs. Hubbard serta Nigel Chapman. Nigel
mengemukakan tentang suatu pendapat kontroversial yang menyatakan bahwa
kriminalitas adalah sejenis seni kreatif, dan yang tidak beres dalam masyarakat
sebenarnya adalah para polisi itu sendiri, yang memilih profesi mereka karena
adanya sifat sadisme tersembunyi dalam diri mereka. Poirot kelihatan tertarik
dan mencatat bahwa~wanita muda berkacamata dan berwajah cemas yang duduk di
samping Nigel berusaha untuk memberikan alasan-alasan atas komentar-komentar
pemuda itu, secepat pemuda itu melontarkannya. Bagaimanapun juga, Nigel betul-
betul tidak mengacuhkannya.
Mrs. Hubbard kelihatan tertarik dan geli. "Semua orang muda zaman sekarang hanya
memikirkan politik dan psikologi saja," katanya. "Ketika saya masih muda dulu,
kami lebih bisa ber - 51 gembira. Kami berdansa. Jika kalian menggulung permadani di ruang duduk bersama,
kalian akan mendapatkan lantai yang tepat untuk berdansa, dan kalian bisa
berdansa dengan musik dari radio, tapi kalian tak pernah melakukannya."
Celia tertawa dan berkata dengan sedikit nakal,
"Kau dulu suka berdansa, Nigel. Aku pernah berdansa satu kali denganmu dulu,
meski kurasa kau tidak mengingatnya sekarang."
'Kau pernah berdansa denganku," kata Nigel, tak percaya. "Di mana?"
"Di Cambridge di pesta Minggu Mei."?"Oh, Minggu Mei!" Nigel mengibaskan tangannya, meremehkan kesenangan masa muda
itu "Setiap orang pasti mengalami masa-masa muda seperti itu.- Dan untungnya
masa itu segera berlalu.'
Padahal Nigel sudah jelas tak lebih dari dua puluh lima tahun sekarang. Poirot
menyembunyikan senyuman di balik kumisnya.
Patricia Lane berkata dengan serius,
"Anda maklum, Mrs. Hubbard, banyak sekali yang harus kami pelajari. Belum lagi
kuliah-kuliah dan catatan-catatan yang harus disalin, jadi kami betul-betul tak
punya waktu untuk melakukan apa pun, kecuali untuk hal-hal yang betul-betul
berguna." "Yah, Nak, masa muda hanya datang sekali," ujar Mrs. Hubbard.
Puding coklat dihidangkan setelah spageti, dan sesudahnya mereka semua beranjak
ke ruang duduk bersama, di mana masing-masing orang bisa
52 f YOG***** mengambil kopi dari sebuah teko, yang terletak di atas meja.
?Kemudian Poirot dipersilakan untuk memulai ceramahnya. Sebelumnya kedua
mahasiswa Turki itu memohon diri dengan sopan, sedang kan-i ang lainnya duduk
dengan penuh harap. Poirot bangkit berdiri dan berbicara dengan pe-. nuh percaya
diri, seperti biasanya. Poirot selalu menyukai bunyi suaranya sendiri, dan ia
berbicara selama tiga perempat jam dengan gaya ringan dan menarik, menceritakan
kembali pengalaman peng alamannya dengan sedikit dibumbui. Bagaikan seorang
penipu ulung, ia menceritakan bualannya dengaq0nlus, sehingga tidak kentara oleh
pendengarnya. "Oleh karenanya," ia menyimpulkan, "saya berkata kepada pria kota itu bahwa saya
teringat pada seorang pembuat sabun yang saya kenal di Liege. Dia meracuni
istrinya agar dapat menikah dengan seorang sekretaris berambut pirang yang
cantik. Dia menekan saya sehubungan dengan uang curian yang baru saya temukan
untuknya. Dia menjadi pucat dan ada rasa takut di matanya. 'Saya akan memberikan
uang ini,' kata saya, 'pada sebuah badan sosial yang berhak.' 'Terserah
Andalah,' katanya. Kemudian saya berkata kepadanya dengan sangat tegas, 'Harap
Anda selalu berhati-hati, Monsieur.' Pria itu mengangguk, diam, dan ketika saya
keluar, saya melihatnya mengusap dahinya. Ia ketakutan sekali, dan saya saya
?telah menyelamatkan nyawanya. Karena meskipun ia tergila-gila pada sekretarisnya
yang berambut pirang itu, dia
53 takkan mencoba meracuni istrinya yang bodoh dan tidak menyenangkan itu.
Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Kita ingin mencegah
pembunuhan, tidak menunggu sampai pembunuhan itu terjadi." Xt
Poirot membungkuk dan merentangkan tangannya.
"Nah, saya sudah cukup lama meletihkan Anda sekalian."
Para mahasiswa itu bertepuk tangan dengan keras, menghargai ceramah Poirot
Poirot membungkuk lagi. Kemudian, ketika ia hendak duduk, Colin McNabb
mengeluarkan pipanya dari mijyt dan berkata,
"Dan sekarang mungkin Anda akan mengatakan Untuk apa sebenarnya Anda datang
kemari!" Semua terdiam sejenak, dan kemudian Patricia Lane berkata dengan nada mencela,
"Colin!" "Yah, kita sudah menduganya, bukan?" Colin memandang ke sekitarnya dengan gaya
mencemooh. "M. Poirot telah memberi kita sebuah ceramah kecil yang sangat
menarik, tapi bukan untuk itu dia datang kemari. Dia sedang bekerja. Anda tak
mengira, bukan, M. Poirot bahwa kami cukup bijaksana untuk mengetahui hal itu?"
"Itu hanya perasaanmu saja, Colin," ujar Sally.
"Tapi benar, bukan?" sahut Colin.
Sekali lagi Poirot merentangkan tangannya dengan gaya anggun seperti biasa,
^flfl "Saya mengakui," katanya, "bahwa nyonya rumah saya yang baik hati telah
mempercayakan 54 kepada saya peristiwa-peristiwa tertentu yang telah membuatnya... cemas."
Len Bateson berdiri, wajahnya tegang dan berang.
Ia berkata, "Sebenarnya untuk apa sih semuanya ini" Apakah ini sudah diatur?"
"Apakah kau baru menyadari hal itu, Bateson?" tanya Nigel dengan manis.
Celia menahan napas karena takut. Ia berkata, "Ternyata aku betulV
Mrs. Hubbard berbicara dengan tegas.
"Saya meminta M. Poirot untuk memberikan ceramah kepada kita, tapi saya juga
ingin meminta nasihatnya tentang berbagai macam peristiwa yang terjadi akhir-
akhir ini. Kita harus segera mengambil tindakan, dan bagi saya tampaknya, satu-
satunya alternatif lain yang ada adalah... polisi."
Dengan segera terjadi perdebatan sengit Genevieve menyemburkan kata-kata dalam
bahasa Prancis. "Nista, memalukan kalau kita sampai pergi ke polisi!" Suara-
suara lain turut terdengar, baik pro maupun kontra. Akhirnya, setelah semuanya
tenang, suara Leonard Bateson terdengar mengambil keputusan.
"Mari kita dengarkan pendapat M. Poirot tentang masalah kita." Mrs. Hubbard
berkata, "Saya sudah memberikan semua fakta pada M. Poirot. Jika dia hendak mengajukan
beberapa pertanyaan, saya yakin kalian semua tak ada yang keberatan."
Poirot membungkuk kepadanya.
"Terima kasih." Dengan gaya seorang tukang sulap, ia mengeluarkan sepasang
sepatu pesta dan memberikannya kepada Sally Finch.
"Sepatu Anda, Mademoiselle?" -
"Oh ya kedua-duanyal Dari mani munculnya yang hilang itu?" *? ?"Dari Bagian Barang-barang Hilang di Baker Street Station."
"Tapi, apa yang membuat Anda mengira demikian, M. Poirot?"
"Sebuah proses deduksi yang sangat sederhana. Seseorang telah mengambil sebuah
sepatu dari kamar Anda. Mengapa" Tidak untuk dipakai dan tidak untuk dijual. Dan
karena seluruh pelosok rumah akan digeledah oleh setiap orang untuk
menemukannya, sepatu itu harus dikeluarkan dari rumah ini, atau dihancurkan.
Tapi tidak .mudah menghancurkan sebuah sepatu. Cara yang paling mudah adalah
membawanya dalam sebuah bus atau kereta api dalam sebuah bungkusan pada jam-jam
sibuk, dan kemudian meninggalkannya di bawah tempat duduk. Itu adalah dugaan
saya yang pertama, dan ternyata betul. Jadi, saya tahu bahwa saya berada di
jalur yang benar. Sepatu itu diambil, seperti kata para penulis puisi kalian,
untuk menggoda, karena pencurinya tahu bahwa hal itu menjengkelkan."
Valerie tertawa kecil. "Kalau begitu pasti kau, Nigel, sayangku." Nigel berkata
sambil sedikit menyeringai, "Kalau sepatu itu cocok, pakailah."
56 "Tak masuk akal," ujar Sally. 'Nigel tidak mengambil sepatuku."
"Tentu saja tidak," sahut Patricia berang. "Itu adalah gagasan yang paling
konyol." "Aku tidak tahu tentang kekonyolan," kata Nigel. "Sebetulnya aku tidak melakukan
hal itu sebagaimana kata kalian."
?Tampaknya seolah-olah Poirot telah menunggu kata-kata itu, ibarat seorang aktor
menunggu gilirannya. Matanya terarah dengan serius pada wajah merah Len Bateson,
lalu pada mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Ia berkata, sambil dengan sengaja memberi isyarat dengan tangannya,
"Posisi saya di sini rawan. Saya tamu di sini. Saya datang kemari untuk memenuhi
undangan Mrs. Hubbard untuk menikmati malam yang menyenangkan, itu saja. Dan
?juga, tentunya, untuk mengembalikan sepasang sepatu fteta yang sangat bagus pada
Madewoisell Seb ujinya ' Ia berhenti. "Monsieur... Bateson" Ya, Bateson telah
?meminta saya untuk mengemukakan pendapat saya tentang... permasalahan ini. Tapi
tentu saja tidak sopan rasanya bagi saya untuk mengemukakannya atas undangan
satu orang saja, kecuali kalau Anda sekalian juga menyetujuinya."
Mr. Akibombo kelihatan mengangguk-anggukkan kepalanya yang hitam dan berambut
keriting itu kuat kuat "Itu prosedur yang sangat tepat, ya," katanya. "Prosedur demokrasi yang sejati
adalah memutus - 57 kan suatu persoalan dengan mengambil suara terbanyak dari para hadirin."
Suara Sally terdengar tak sabar. "Oh, ayolah," katanya. "Ini kan cuma sejenis
kumpul-kumpul saja, dan yang datang hanya teman-teman. Mari kita dengarkan
pendapat M. Poirot tanpa banyak omong lagi."
"Aku sangat setuju denganmu, Sally," ujar Nigel. Poirot membungkukkan kepalanya.
"Baiklah," katanya. "Karena Anda sekalian meminta pendapat saya, akan saya
katakan bahwa pendapat saya cukup sederhana. Mrs. Hubbard, atau lebih tepat lagi
Mrs. Nicoletis, harus segera memanggil polisi. Tak boleh membuang-buang waktu
lagi." 58 Bab 5 Tidak diragukan lagi bila pernyataan Poirot betul-betul di luar dugaan.
Pernyataan itu tidak menimbulkan arus protes atau komentar apa pun, melainkan
kesunyian yang mendadak muncul dan menimbulkan kesan tak enak.
Dalam kesunyian sementara tersebut, Poirot diajak oleh Mrs. Hubbard ke ruang
duduk pribadinya, setelah dengan cepat dan sopan mengucapkan, "Selamat malam
semuanya," untuk mengakhiri kunjungannya.
Mrs. Hubbard menghidupkan lampu, menutup pintu, dan menyilakan M. Poirot untuk
duduk di sebuah kursi di samping perapian. Wajahnya yang ramah dan penuh rasa
humor dipenuhi dengan kerutan kerutan keraguan dan ketegangan. Ia menawari
tamunya rokok, tapi Poirot menolaknya dengan sopan, sambil menjelaskan bahwa ia
lebih suka mengisap rokoknya sendiri. Poirot menawarkan rokoknya, tapi Mrs. Hubbard menolaknya dan berkata dengan
suara lirih, "Saya tidak merokok, M. Poirot."
59 Kemudian, setelah ia duduk di nada, tn Poirot, Mrs. Hubbard berkata, setelah
ragu-ragu sejenak, "Saya rasa Anda benar, M. Poirot. Mungkin kami memang harus memanggil polisi
dalam hal ini, terutama setelah peristiwa jahat denial tinta itu. Tapi
sesungguhnya saya berharap Anda tidak mengatakannya tadi secara langsung ?seperti itu.'1
'Ah," ujar Poirot, sambil menyalakan sebatang rokoknya yang kecil dan memandangi
asapnya yang mengepul. "Menurut Anda sebaiknya saya merahasiakannya?"
"Yah, saya rasa memang lebih baik kalau kita berterus terang tentang segala
sesuatunya, tapi bagi saya, dalam hal ini tampaknya lebih baik kalau kita diam
saja, dan hanya meminta seorang petugas polisi untuk datang dan menjelaskan
kejadian-kejadian itu kepadanya dengan diam-diam. Maksud + saya adalah, siapa
pun yang telah melakukan hal-hal konyol itu, yah, dia sudah mendapat peringatan
sekarang." "Mungkin, ya." "Menurut saya pasti," kata Mrs. Hubbard dengan agak tajam. "Bukan mungkin lagi!
Bahkan kalau orang itu adalah salah seorang dari para pembantu atau para
mahasiswa yang tidak hadir malam ini, berita itu pasti tersebar. Selalu begitu!"
"Betul sekali. Selalu begitu."
"Dan Mrs. Nicoletis. Saya betul-betul tidak tahu bagaimana reaksinya kalau
mendengar tentang polisi. Kita tak pernah bisa menduga perangainya." "Ini
?akan menarik sekali untuk diselidiki."
"Sebenarnya kita tak bisa memanggil polisi tanpa persetujuannya oh, siapa itu?"
?Terdengar bunyi ketukan tajam dan mendesak di pintu. Bunyi itu diulangi, dan
tepat ketika Mrs. Hubbard hendak menyahut, "Silakan masuk," dengan nada jengkel,
pintu itu telah terbuka. .Colin McNabb, dengan pipa terjepit erat di antara
gigi-giginya dan wajah berang, memasuki ruangan itu.
Sambil memindahkan pipanya dan menutup pintu, ia berkata,
"Maafkan saya, tapi saya betul-betul ingin berbicara dengan M. Poirot saja di
sini." "Dengan saya?" Poirot menolehkan kepalanya, pura-pura terkejut.
"Ya, dengan Anda," sahut Colin dengan cemberut.
Ia menarik sebuah kursi yang tidak begitu enak untuk diduduki, dan duduk tepat
di hadapan Hercule Poirot.
"Anda telah memberikan sebuah ceramah menarik kepada kami malam ini," katanya
dengan sabar.- "Dan saya tak menyangkal bahwa Anda adalah orang yang memiliki
banyak dan bermacam-macam pengalaman, tapi maafkan saya kalau saya berkata bahwa
metode-metode dan gagasan-gagasan Anda sudah kuno semuanya."
"Colin," tegur Mrs. Hubbard dengan wajah memerah. "Jangan kurang ajar."
"Saya tidak bermaksud menghina, tapi saya ha-rusmenjelaskan segalanya. Kejahatan
dan hukuman, M. Poirot hanya itu saja yang ada dalam ruang lingkup Anda."
? t a M a N' "r a'caanf ^
^L.KALIUJRAN* KM S.V yogyakarta * i
"Bagi saya tampaknya kedua hal itu mempunyai hubungan yang wajar," sahut Poirot.
"Anda hanya melihatnya dari sudut pandang hukum yang sempit, apalagi hukum itu
sendiri sudah sangat kuno. Zaman sekarang, bahkan hukum pun harus berusaha
mengikuti perkembangan teori-teori terbaru dan mutakhir yang menjelaskan tentang
penyebab kejahatan. Penyebab itulah yang penting, M. Poirot."
"Saya setuju sekali dengan Anda dalam hal ini," seru Poirot.
"Kalau begitu, Anda harus mempertimbangkan penyebab dari apa yang telah terjadi
di pondokan ini. Anda harus menyelidiki mengapa perbuatan-perbuatan itu
dilakukan." "Saya masih setuju dengan Anda ya, itu penting sekali."?"Sebab selalu ada sebuah alasan, yang mungkin bagi orang yang terlibat,
merupakan sebuah alasan yang sangat berarti."
Pada saat itu, Mrs. Hubbard yang sudah tak dapat menahan dirinya lagi, menyela
dengan tajam, "Omong kosong."
"Di situlah letak kesalahan Anda," kata Colin, sambil menoleh sedikit pada Mrs.
Hubbard. "Anda harus mempertimbangkan unsur latar belakang psikologis
seseorang." "Psikologis apa," kata Mrs. Hubbard. "Aku tak punya kesabaran dengan hal-hal
seperti itu!" "Itu karena Anda sama sekali tidak mengetahuinya dengan tepat," sahut Colin
dengan gaya 62 mencela dan marah. Ia berbalik ke arah Poirot lagi.
"Saya tertarik dengan topik ini. Saya sekarang sedang mengambil kuliah
pascasarjana di bidang psikiatri dan psikologi. Kita sekarang sedang menghadapi
kasus-kasus yang paling sering terjadi dan populer, dan apa yang hendak saya
tunjukkan pada Anda, M. Poirot, adalah Anda tak dapat mengatakan bahwa penyebab
kejahatan adalah doktrin dosa asal, atau kesengajaan untuk tidak mematuhi hukum
suatu negara. Anda harus berusaha mengetahui akar masalah tersebut, jika Anda
ingin menyembuhkan seorang pemuda berandal. Gagasan-gagasan ini belum dikenal
atau dipikirkan pada waktu Anda muda dulu, dan saya tahu, akan sulit bagi Anda
untuk menerimanya..."
"Mencuri tetap mencuri," sela Mrs. Hubbard dengan keras kepala.
Colin mengerutkan dahinya dengan tak sabar.
Poirot berkata lembut, "Gagasan-gagasan saya memang sudah kuno, tapi saya bersedia untuk mendengarkan
Anda, Mr. McNabb." Colin tampak sangat terkejut.
"Anda sangat terbuka, M. Poirot. Sekarang saya akan menjelaskan persoalan ini
pada Anda, dengan memakai istilah-istilah yang sangat sederima.'
"Terima kasih," sahut Poirot lirih.
"Untuk enaknya, saya akan mulai dari sepasang sepatu yang Anda bawa kemari malam
ini, dan Anda kembalikan pada Sally Finch. Jika Anda
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
63 masih ingat, yang dicuri itu sebuah' sepatu. Hanya sebuah."
"Saya ingat Saya juga heran dengan kenyataan itu," ujar Poirot.
Colin McNabb mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya yang keras tapi tampan
itu tampak berseri-seri karena bersemangat.
"Ah, tapi Anda tidak melihat pentingnya kenyataan itu. Ini adalah salah satu
dari contoh kasus paling bagus dan paling memuaskan yang dapat kita temukan. Di
sini kita -menemukan, tidak diragukan lagi, sebuah Cinderella kompleks. Anda
mungkin kenal dengan dongeng Cinderella." _
"Yang asli Prancis mats oui."?"Cinderella, pembantu yang tidak dibayar, duduk di depan perapian, sementara
saudara-saudara perempuannya* dengan-memakai baju-baju terbaik, pergi ke pesta
sang Pangeran. Seorang peri yang baik hati mengirim Cinderella ke pesta itu
juga. Tepat saat tengah malam, baju pestanya berubah kembali menjadi baju
compang-camping, sehingga dia cepat-cepat meloloskan diri dan meninggalkan
sebuah sepatunya. Jadi, di sini kita menjumpai pikiran yang mirip dengan kisah
Cinderella di' bawah sadar, tentu saja" Orang itu sedang frustrasi, lr dan
?rendah hati. Dia, seorang gadis, telah mencuri sepatu itu. Mengapa?" "Seorang
gadis?" "Tentu saja, pasti seorang gadis," kata-Colin dengan jengkel. "Hal ini sudah
jelas sekali, bahkan bagi orang tolol sekalipun."
64 "Colin!" tegur Mrs. Hubbard.
"Teruskan," kata Poirot dengan sopan.
"Mungkin gadis itu sendiri tidak tahu mengapa dia melakukannya, tapi keinginan
yang ada di dalam hatinya sudah jelas. Dia ingin menjadi seorang putri, agar
dapat dikenali oleh sang Pangeran, dan dipilih menjadi permaisurinya. Fakta lain
yang penting, sepatu itu dicuri dari seorang gadis cantik yang akan pergi ke
sebuah pesta." Pipa Colin sudah lama mati. Sekarang ia mengayun ayunkannya dengan semangat
menggebu-gebu. "Dan sekarang kita akan membicarakan beberapa hal dari kejadian-kejadian
lainnya. Bagaikan seekor burung yang mengumpulkan barang-barang indah semua
?barang itu berkaitan dengan daya tarik seorang wanita. Sebuah kotak bedak,
lipstik, giwang, gelang, cincin di sini terdapat dua petunjuk penting. Gadis
?itu ingin diperhatikan. Tapi dia juga ingin dihukum ini sering dijumpai dalam
?kasus-kasus para remaja berandalan. Hal-hal seperti ini tak dapat Anda golongkan
sebagai pencurian biasa. Bukan nilai dari .barang-barang itu yang diinginkan.
Dengan cara serupa, seorang wanita kaya pergi ke sebuah toserba, dan mencuri
barang-barang yang sesungguhnya dapat dibelinya."
"Omong kosong," kata Mrs. Hubbard berang. "Ada orang yang pada dasarnya memang
tidak jujur begitulah sebenarnya."
"Tapi di antara barang-barang yang dicuri itu terdapat sebuah cincin berlian
yang berharga," kata Poirot, tidak mengacuhkan selaan Mrs. Hubbard.
" 65 Tapi cincin itu dikembalikan."
"Dan tentunya, Mr. McNabb, Anda takkan mengatakan bahwa sebuah stetoskop adalah
perhiasan wanita?" "Stetoskop itu mempunyai arti lebih dalam lagi. Para wanita yang merasa diri
mereka kurang menarik, cenderung menyibukkan diri mereka dengan mengejar
karier." *^Br "Bagaimana dengan buku resep masakan itu?"
"Buku resep masakan merupakan simbol kehidupan rumah tangga, suami, dan
keluarga." "Dan bubuk boraks?"
Colin berkata dengan sedikit tersinggung,
"M. Poirot yang baik, tak seorang pun mau mencuri bubuk boraks! Untuk apa?"
"Itu yang saya tanyakan pada diri saya sendiri. Saya harus mengakui, Mr. McNabb,
bahwa Anda tampaknya memiliki jawaban untuk segalanya. Ka-. lau begitu, tolong
Anda jelaskan kepada saya arti hilangnya sebuah celana panjang flanel celana ?panjang flanel milik Anda, saya kira."
Untuk pertama kalinya Colin nampak merasa tak enak. Mukanya memerah, dan ia
berdehem dehem sebelum menjawab.
"Saya bisa menjelaskannya, tapi hal itu bersifat pribadi, dan mungkin... eh, yah,
agak memalukan." "Ah, kalau begitu tak perlu Anda ceritakan."
Tiba-tiba Poirot mencondongkan tubuhnya ke depan dan menepuk lutut pemuda itu.
"Dan tinta yang ditumpahkan di atas kertas kerja seorang mahasiswa, syal sutra
yang tercabik 66 cabik. Apakah kejadian-kejadian itu tidak menimbulkan kegelisahan pada diri
Anda?" Tingkah laku Colin yang sedari tadi penuh rasa puas diri dan kebanggaan itu
tiba-tiba mengalami perubahan.
"Oh, ya," katanya. "Percayalah, saya merasakannya. Ini hal serius. Dia harus
mendapat perawatan * segera. Tapi yang diperlukan adalah perawatan medis. Ini
? ?bukan kasus untuk polisi. Dia sedang kacau sekarang. Jika saya..."
Poirot menyelanya, "Kalau begitu, Anda mengetahui siapa gadis itu?"
"Yah, saya mempunyai dugaan yang sangat kuat."
Poirot menggumam, seperti seseorang yang sedang mengikhtiarkan sesuatu.
"Seorang gadis yang tidak begitu berhasil dalam ** berhubungan dengan kaum laki-
laki. Seorang gadis pemalu. Seorang gadis lembut. Gadis yang otaknya cenderung
lambat reaksinya. Gadis yang merasa frustrasi dan kesepian. Gadis..."
Terdengar ketukan di pintu. Poirot berhenti. Ketukan itu terdengar lagi. "
"Masuk," kata Mrs. Hubbard.
Pintu terbuka, dan Celia Austin masuk.
"Ah," kata Poirot, menganggukkan kepalanya, -p "Tepat. Miss Celia Austin."
Celia memandang Colin dengan tatapan merana.
"Aku tak tahu kau ada di sini," katanya dengan napas tertahan. "Saya datang...
saya datang..." Ia menarik napas dalam-dalam dan berlari ke arah Mrsq^ubbard.
67 "Tolong, tolong jangan panggil polisi. Saya pencurinya. Saya yang mengambil
barang-barang itu. Saya tidak tahu mengapa. Saya tak bisa membayangkan. Saya tak
ingin mengambilnya. Tapi... tapi saya mengambilnya." Ia berputar ke arah Colin.
"Sekarang kau tahu bagaimana aku sebenarnya... dan kukira kau takkan pernah mau
berbicara padaku lagi. Aku tahu aku jahat.."
"Oh! Sama sekali tidak," kata Colin. Suaranya yang merdu terdengar hangat dan
ramah. "Kau hanya sedikit kacau saja. Kau menderita sejenis penyakit" sehingga
kau tak bisa memahami sesuatu dengan jelas. Jika kau percaya kepadaku, Celia,
aku akan bisa menyembuhkanmu dengan segera "
"Oh, Colin sungguhkah?"?Celia memandangnya dengan pandangan memuja yang amat kentara.
"Aku betul-betul cemas."
Colin memegang tangannya dengan sedikit gaya kebapakan.
"Nah, sekarang kau lak perlu cemas lagi." Colin berdiri dan meletakkan tangan
Celia di lengannya, dan memandang dengan tegas ke arah Mrs. Hubbard. Katanya,
"Saya harap-sekarang tak ada pembicaraan konyol lagi tentang memanggil polisi
kemari. Barang-barang yang dicuri itu tak ada yang berharga nilainya, dan Celia
akan mengembalikan barang-barang yang telah diambilnya."
"Aku tak bisa mengembalikan gelang^n kotak
68 bedak itu," kata Celia cemas. "Aku membuangnya di selokan. Tapi aku akan membeli
yang baru." "Dan stetoskop itu?" kata Poirot. "Di mana Anda menyimpannya?"
Wajah Celia memerah. "Saya tak pernah mengambilnya. Untuk apa saya mencuri sebuah stetoskop usang
yang konyol?" Wajahnya semakin merah. "Dan bukan saya yang menumpahkan tinta
pada kertas kerja Elizabeth. Saya tak pernah melakukan perbuatan sekeji itu."
"Tapi Anda telah memotong-motong dan mencabik-cabik syal Miss Hobhouse,
Mademoiselle." Celia kelihatan tak enak. Ia berkata dengan agak lirih,
"Itu lain. Maksud saya... Valerie takkan keberatan."
"Dan las ransel itu?"
"Oh, saya tidak mencabik-cabiknya. Itu hanya temperamen saja."
Poirot mengambil daftar yang telah disalinnya dari buku kecil Mrs. Hubbard.
"Tolong katakan kepada saya," pintanya, "dan kali ini Anda harus jujur. Apa yang
Anda ambil dan apa yang tidak Anda ambil dari benda-benda ini?"
CeKa melirik daftar itu, dan segera memberi jawaban.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang tas ransel, atau bola-bola lampu listrik, atau
bubuk boraks dan garam mandi, dan cincin itu adalah kesalahan. Ketika saya
menyadari bahwa cincin itu berharga, saya mengembalikannya."
69 "Saya mengerti."
"Sebab sesungguhnya saya tidak bermaksud mencuri. Saya hanya..." "Hanya apa?"
Pandangan Celia terlihat sedikit waspada.
"Saya tidak tahu sungguh saya tidak tahu. Saya hanya bingung."?Colin menyela dengan tegas,
"Saya akan berterima kasih jika Anda tidak memburunya dengan pertanyaan-
pertanyaan. Saya dapat menjanjikan pada Anda bahwa kejadian seperti ini takkan
terulang lagi di masa yang akan datang. Mulai sekarang, saya sendiri yang akan
bertanggung jawab atas dirinya."
'Oh, Colin, kau baik sekali padaku."
"Aku ingin kau menceritakan semuanya tentang dirimu, Celia. Masa kanak-kanakmu,
misalnya. Apakah ayah dan ibumu rukun satu sama lain?"
"Oh, tidak, sungguh berantakan. Di rumah..."
'Tepat. Dan..." Mrs. Hubbard menyela. Ia berkata dengan nada tegas,
"Kalian berdua, sekian dulu sekarang. Aku gembira, Celia, bahwa kau mau datang
dan mengaku. Kau sudah menimbulkan banyak keresahan dan ketegangan, dan sudah
selayaknya kau merasa malu pada i irimu sendiri. Tapi aku percaya bahwa kau
tidak menumpahkan tinta pada catatan-catatan Elizabeth dengan sengaja. Aku tak
percaya kau tega melakukan perbuatan seperti itu. Nah, seka-70
rang pergilah, kau dan Colin. Aku sudah jenuh dengan kalian berdua malam ini."
Sementara pintu tertutup, Mrs. Hubbard menarik napas panjang.
"Nah," katanya. "Bagaimana pendapat Anda tentang kejadian itu?"
Mata Hercule Poirot berkedip. Ia berkata, . "Saya kira, kita sudah membantu
jalannya sebuah drama cinta drama cinta gaya modern."
?Dengan segera Mrs. Hubbard menyatakan ketidaksetujuannya.
'Autres temps, autres maiurs", gumam Poirot. "Waktu saya muda dulu, para pemuda
meminjami para gadis buku-buku tentang teosofi, atau mereka saling mendiskusikan
Bluebird karangan Maeterlinck. Semuanya bersifat sentimental dan sangat
? ideal. Zaman sekarang, kehidupan yang tak teratur serta kompleks-kompleks yang
timbullah yang menyatukan seorang pemuda dan seorang gadis."
"Omong kosong," kata Mrs. Hubbard.
Poirot tak setuju. "Tidak, ini bukan omong kosong. Prinsip-prinsip pokoknya memang cukup aman, tapi
seorang peneliti yang bersemangat tinggi seperti Colin tak bisa melihat apa-apa,
kecuali kompleks-kompleks dan ketidakbahagiaan kehidupan keluarga si korban." /
"Ayah Celia meninggal ketika dia berumur empat tahun," kata Mrs. Hubbard. "Dan
masa kecilnya lumayan menyenangkan, bersama seorang ibu yang baik hati tapi
bodoh." 71 "Ah, tapi Celia cukup bijaksana untuk tidak mengatakan hal tersebut pada pemuda
McNabb itu! Dia akan mengatakan apa yang ingin didengar oleh Colin. Gadis itu
betul-betul sedang mabuk kepayang."
"Apakah Anda percaya pada semua tipuan ini, M. Poirot?"
"Saya tak percaya Celia menderita Cinderella kompleks, atau bahwa dia mencuri
barang-barang itu tanpa mengetahui apa yang dilakukannya. Saya kira dia berani
mengambil risiko untuk mencuri barang-barang tak berarti itu dengan tujuan untuk
menarik perhatian Colin McNabb yang penuh semangat itu dan dia berhasil ?mencapai tujuannya. Kalau dia tetap tinggal diam, cantik, pemahi, sederhana,
biasa, Colin takkan pernah memandangnya. Menurut saya," kata Poirot, "seorang
gadis berhak mencoba usaha apa pun untuk mendapatkan pria yang dicintainya." i
"Saya tak mengira dia bisa memikirkan semuanya itu," kata Mrs. Hubbard.
Poirot tak menjawab. Ia mengerutkan dahinya. Mrs. Hubbard melanjutkan kata-
katanya, "Jadi, semua kejadian ini adalah tipuan belaka! Saya betul-betul minta maaf, M.
Poirot, karena telah membuang-buang waktu Anda untuk menangani masalah sepele
ini. Bagaimanapun juga, semuanya sudah beres sekarang."
"Tidak, tidak." Poirot menggelengkan kepalanya. "Saya kira kita masih belum
selesai sekarang. Kita memang telah membereskan sesuatu yang agak
72 tidak penting, yang merupakan bagian terdepan dari keseluruhan kejadian. Tapi
masih ada hal-hal yang belum bisa dijelaskan, dan saya mendapat kesan bahwa kita
sedang menghadapi sesuatu yang serius sungguh-sungguh serius."
?"Oh, M. Poirot, apakah Anda sungguh-sungguh mengira demikian?"
. "Itulah kesan saya. Saya ingin tahu, Madame, bisakah saya berbicara dengan
Miss Patricia Lane. Saya ingin memeriksa cincinnya yang pernah dicuri itu."
"Oh, tentu saja, M. Poirot. Saya akan turun dan menyuruhnya menemui Anda. Saya
sendiri ingin berbicara dengan Len Bateson tentang suatu hal."
Patricia Lane segera muncul dengan pandangan bertanya-tanya.
"Maafkan kalau saya mengganggu Anda Miss Lane."
"Oh, tak apa-apa. Saya toh tidak sibuk," kata Mrs. Hubbard. "Anda ingin melihat
cincin saya." Gadis itu meloloskan cincin dari jarinya dan mengulurkannya pada Poirot.
"Berliannya memang lumayan besar, tapi tentu saja modelnya sudah kuno. Itu
adalah cincin pertunangan ibu saya."
Poirot, yang sedang memeriksa cincin itu, menganggukkan kepalanya.
"Ibu Anda, apakah beliau masih hidup?"
"Tidak. Kedua orangtua saya sudah meninggal."
"Oh, sungguh menyedihkan."
"Ya. Mereka berdua adalah orang-orang yang
73 sangat baik, tapi entah mengapa saya tak pernah merasa cukup dekat dengan
mereka, seperti seharusnya. Saya menyesal sekarang. Ibu saya menginginkan
seorang anak perempuan yang cantik dan lincah, seorang anak perempuan yang gemar
akan pakaian-pakaian dan hal-hal yang bersifat sosial. Dia kecewa sekali ketika
saya memilih arkeologi."
"Anda selalu serius dalam berpikir."
"Saya kira begitu. Saya merasa hidup ini terlalu pendek, sehingga saya harus
mengerjakan sesuatu yang berguna selama masih hidup."
Poirot memandangnya dengan serius.
Ia mengira-ngira, Patricia Lane pasti berumur sekitar tiga puluhan. Selain
goresan lipstik yang buru-buru dipoleskannya, ia tidak memakat-mofe-up apa pun.
Rambutnya yang kelabu disisir ke belakang, dan modelnya tidak menarik. Mata
birunya yang cukup menyenangkan memandang dengan serius dari balik kacamata.
"Tidak mempunyai daya tarik, bon Dieu," kata Poirot dalam hati, prihatin. "Dan
bajunya! Apa, ya, istilahnya" Compang-camping, seperti habis tersangkut tanaman.
Ma foi, betapa tepat istilah itu untuknya!"
Poirot betul-betul tak senang. Menurut pendapatnya, suara asli Patricia Lane
yang tidak bernada itu membosankan untuk didengar. "Gadis, ini pintar dan
berbudaya," katanya dalam hati, "tapi, astaga, semakin lama dia akan semakin
membosankan! Kalau dia sudah tua..." Pikiran Poirot melayang sebentar pada
kenangan akan Countess Vera Ros-74
sakoff. Betapa menggairahkannya wanita itu, bahkan pada usia lanjutnya! Gadis-
gadis zaman sekarang... "Tapi ini mungkin karena aku sudah tua sekarang," kata Poirot dalam hati.
"Bahkan gadis hebat ini mungkin akan tampak seperti Dewi Venus sungguhan bagi
seorang laki-laki tertentu." Tapi Poirot meragukannya.
Patricia berkata, "Saya betul-betul terkejut atas apa yang menimpa diri Bess atau Miss Johnston. ?Menurut saya, tampaknya ada seseorang yang sengaja memakai tinta hijau, sehingga
orang-orang akan mengira bahwa itu adalah perbuatan Nigel. Tapi saya bisa
meyakinkan Anda, M. Poirot, Nigel takkan pernah melakukan perbuatan seperti
itu." "Ah." Poirot memandangnya dengan penuh minat Wajah gadis itu memerah dan agak
berapi-api. "Memang tidak gampang memahami Nigel," katanya bersemangat. "Anda harus maklum,
masa kanak-kanaknya tidak bahagia."
"Mon Dieu, satu lagi!" ' "Maaf?"
" "Tak apa-apa. Anda tadi berkata..."
"Tentang Nigel. Tentang kesulitan untuk memahaminya. Dia selalu cenderung untuk
tidak menaati peraturan apa^pun. Dia sangat pandai cerdas sesungguhnya, tapi ?saya harus mengakui bahwa kadang-kadang tingkah lakunya jelek. Mencemoohkan
Pembunuhan Di Pondokan Mahasiswa Hickory Dickory Death Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang lain begitulah. Dan dia merasa terhina kalau harus memberi penjelasan
?atau mem-75 bela dirinya. Bahkan bila setiap oring di tempat ini mengira bahwa dia yang
melakukan lelucon dengan tinta itu, dia takkan pernah berusaha menjelaskan bahwa
dia tidak melakukannya. Dia hanya akan berkata, 'Biar saja mereka mengira
demikian, kalau mereka mau.' Dan tingkah laku seperti itu betul-betul bodoh
sekali." "Tapi tentunya hal itu bisa menimbulkan kesalahpahaman."
"Saya pikir, dia merasakan suatu kebanggaan karenanya. Sebab selama ini orang-
orang selalu salah menilainya."
"Anda sudah lama mengenalnya?" .
"Tidak, baru sekitar satu tahun saja. Kami berjumpa di sebuah tur menuju
Chateaux di Loire. Dia terkena flu, yang kemudian menjadi radang paru-paru, dan
saya merawatnya sampai sembuh. Tubuhnya sangat rapuh, dan dia betul-betul tak
peduli dengan kesehatannya sendiri. Meskipun dia sangat mandiri, dalam beberapa
hal dia memerlukan perawatan seperti seorang anak kecil. Dia betul-betul
memerlukan seseorang yang dapat menjaganya."
Poirot mengeluh. Ia tiba-tiba merasa sangat muak dengan cinta. Mula-mula Celia,
dengan mata penuh pemujaan, bagaikan mata seekor anjing spa titel Dan sekarang
Patricia, yang kelihatan seperti seorang Madonna yang tabah. Memang semuanya itu
karena cinta, orang-orang muda harus saling bertemu dan kemudian berpasang-
pasangan, tapi Poirot merasa beruntung bahwa dirinya telah melalui masa-masa
itu. Ia bangkit berdiri. 76 "Bolehkah saya meminjam cincin Anda, Mademoiselle" Saya akan mengembalikannya
pada Anda besok." "Tentu saja, kalau Anda menginginkannya," sahut Patricia dengan agak terkejut.
"Anda sangat baik hati, Mademoiselle. Oleh karena itu, berhati-hatilah."
"Berhati-hati" Untuk apa?"
"Saya harap saya tahu jawabannya," ujar Hercule Poirot.
Ia masih tetap merasa cemas.
TAfBAN bacaan /JAYA ABADI * j"^ltM-!UF.A*t KM S.i YAfiYAKAftTA "
****** '~+*C*iN v s; *)f n V ?Bab 6 Keesokan harinya, Mrs. Hubbard merasa segala sesuatunya sudah beres. Pagi itu ia
terbangun dengan perasaan lega. Kecemasannya terhadap peristiwa-peristiwa yang
terjadi akhir-akhir itu telah berlalu. Seorang gadis konyol dengan tingkah laku
modernnya yang konyol (Mrs. Hubbard tak sabar bila menghadapi hal-hal seperti
itu) telah menyatakan pertanggungjawabannya. Dan mulai sekarang, semuanya akan
kembali teratur lagi. Ketika ia turun untuk makan pagi dengan perasaan ringa,., Mrs. Hubbard merasa
bahwa perasaan tenangnya terancam. Para mahasiswa memilih untuk berdebat pagi
itu, masing-masing dengan cara mereka sendiri.
Mr. Chandra Lai yang telah mendengar tentang sabotase atas catatan-catatan
Elizabeth, menjadi bersemangat dan banyak omong. "Penindasan," katanya cerewet,
"penindasan yang direncanakan oleh kaum pribumi. Penghinaan dan syak prasangka
terhadap kulit berwarna. Perbuatan itu adalah sebuah bukti yang tepat"
"Mr. Chandra Lal," kata Mrs. Hubbard tajam,
"Anda tidak mempunyai alasan apa pun untuk berkata begitu. Tak seorang pun yang
mengetahui siapa yang melakukannya dan mengapa hal itu dilakukan.'
"Oh, tapi, Mrs. Hubbard, kukira Celia sendiri telah mendatangi Anda kemarin, dan
memberanikan diri untuk mengaku," kata Jean Tomlinson. "Kupikir dia betul-betul
hebat. Kita semua harus bersikap ramah padanya."
"Haruskah kau bersikap sok baik begitu, Jean?" sahut Valerie marah.
"Kukira ucapanmu itu sangat tidak sopan."
"Memberanikan diri untuk mengaku," kata Nigel dengan suara bergetar. "Betapa
memuakkannya kata-kata itu."
"Mengapa" Kelompok Oxford memakainya dan..."
"Oh, demi Tuhan, apakah kita akan makan Kelompok Oxford untuk sarapan pagi ini?"
"Ada apa sebenarnya, Ma" Apakah Anda mengatakan bahwa Celia-lah yang selama ini
mencuri barang-barang itu" Itukah sebabnya dia tidak turun untuk sarapan pagi
ini?" "Saya tak mengerti, tolong," kata Mr. Akibombo.
Tak seorang pun menggubrisnya. Mereka semua terlalu bersemangat untuk
mengemukakan pendapat masing-masing.
"Anafr malang-" Len Bateson melanjutkan. "Apakah dia sedang mengalami kesulitan
keuangan atau sejenisnya?"
79 "Aku tidak begitu terkejut, kau tahu," kata Sally pelan. "Aku selalu mempunyai
pikiran bahwa..." "Kau hendak mengatakan bahwa Celia lah yang -menumpahkan tinta di atas catatan-
catatanku?" Elizabeth Johnston tampak tak percaya. "Hal itu tampaknya betul-
betul mengejutkan dan mustahil."
"Celia tidak menumpahkan tinta di kertas-kertasmu," kata Mrs. Hubbard. "Dan
kuharap kalian semua mau berhenti membicarakannya. Semula aku bermaksud untuk
menceritakannya dengan diam-diam pada kalian, tapi..."
"Tapi Jedn menguping dari balik pintu tadi malam," sela Valerie.
'Aku tidak menguping. Aku hanya kebetulan lewat...."
"Sudahlah, Bess," kata Nigel. "Kau tahu dengan tepat siapa yang menumpahkan
tinta itu. Aku, Nigel yang jahat, dengan botol kecilku yang berwarna hijau,
akulah yang menumpahkan tinta itu."
"Dia tidak melakukannya. Dia hanya berpura-pura. Oh, Nigel; bagaimana kau bisa
begitu bodoh?"- "Aku bertindak ksatria hanya untuk melindungi dirimu, Pai. Siapa yang meminjam
tintaku kemarin pagi" Kau, bukan?"
"Aku tak mengerti, tolong," kata Mr. Akibombo.
"Kau pasti lebih senang bila tak mengerti," ujar Sally kepadanya. "Kalau aku
jadi kau, aku tak mau turut campur dengan semuanya ini."
Mr. Chandra Lal bangkit berdiri.
80 "Kalian bertanya mengapa ada Mau Mau" Kalian bertanya mengapa Mesir membenci
Terusan Suez?" 'Oh, persetan!" teriak Nigel berang, dan membanting cangkirnya di atas
tatakannya. 1 Mula mula Kelompok Oxford, dan sekarang politik. Waktu makan pagi
lagi! Aku pergi." Ia mendorong kursinya ke belakang dengan ka sar, dan meninggalkan ruangan.
Pendekar Bloon 17 Tiga Dalam Satu 05 Lima Laknat Malam Kliwon Harpa Iblis Jari Sakti 30