Pencarian

Pembunuh Di Balik Kabut 3

Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie Bagian 3


sayang pada suami dan anaknya, dan kelihatan bahagia. Dia kelihatan sederhana.
Tapi kadang-kadang aku merasa bahwa dia tidak sesederhana itu. Aku bahkan
kadang-kadang berpikir, mungkinkah dia sebenarnya wanita yang sama sekali lain
dengan yang kita kenal mungkinkah dia pemain sandi"wara yang baik sekali. Tapi
?itu hanya imajinasiku saja. Kalau orang hidup di tempat seperti Gra"nge,
pikirannya bisa kacau dan dia mulai mem"bayangkan yang bukan-bukan/*
"Bagaimana tentang Roger?" tanya Bobby. Aku tak banyak tahu tentang dia. Dia
baik. Tapi aku rasa dia adalah tipe orang yang mudah ditipu. Dia memang kagum
pada Jasper. Dan Jasper meminta dia untuk membujuk Tuan Bassingtonffrench agar
mau ke Grange. Aku rasa dialah yang merencanakan semuanya." Tiba-tiba dia
membungkuk ke depan dan mencengkeram lengan baju Bobby. "Jangan biarkan dia ke
Grange," pintanya. "Kalau pergi, dia tak akan tertolong lagi. Pasti."
Bobby diam saja sesaat, mengaduk-aduk cerita itu di dalam benaknya.
"Berapa lama kau menikah dengan Nicholson?" tanyanya.
"Setahun lebih " Dia merinding.
?"Kau tak punya pikiran untuk meninggalkan dia?"
"Bagaimana mungkin" Aku tak punya tujuan. Tak punya uang. Kalau ada orang yang
mau denganku, cerita apa yang harus kuberikan" Dongeng fantastis tentang suami
yang ingin. membunuhku" Siapa yang akan percaya?"
"Aku percaya padamu," kata Bobby.
Dia diam sejenak, seolaholah mempertimbangkan suatu hal. Akhirnya dia berkata.
"Begini,** katanya tegas. "Aku ingin tanya langsung. Kau kenal Alan Carstairs?"
Dia melihat pipi wanita itu memerah. "Kenapa kau menanyakan itu?"
"Karena aku perlu mengetahuinya. Aku mengira kau kenal dia dan barangkali suatu
ketika pernah memberikan fotomu kepadanya."
Moira diam saja. Matanya tertunduk. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan
memandang Bobby, "Benar," katanya.
"Kau kenal dia sebelum menikah?"
'*Ya." "Apa dia pernah ke sini setelah kau menikah?" Dia ragu-ragu, kemudian menjawab.
"Ya, seka"li."
"Kirakira sebulan yang lalu?"
"Ya, kirakira sebulan lalu."
"Dia tahu kau tinggal di sini"**
"Aku tak tahu bagaimana dia tahu. Aku tak pernah memberi tahu dan aku tak pernah
mengirim surat padanya sejak menikah."
"Tapi dia menemukan alamatmu dan kemari. Apa suamimu tahu?"
"Tidak." "Kamu pikir tidak. Tapi barangkali dia tahu.** "Barangkali. Tapi dia tak pernah
bicara tentang itu,"
"Apa kau pernah cerita tentang suamimu pada Carstairs" Kau pernah cerita tentang
ketakutanmu padanya?"
Moira menggelengkan kepala. "Kecurigaanku belum timbul." **Tapi kau tidak
bahagia" "Ya." "Kauceritakan padanya?"
"Tidak. Aku tak ingin dia tahu bahwa perni"kahanku gagal."
"Barangkali dia tahu, walaupun kau tidak cerita,** kata Bobby lembut.
"Mungkin juga,** katanya dengan suara rendah.
"Apa kirakira maaf, aku akan berterus terang saja apa dia tahu tentang ? ?suamimu apa kirakira dia curiga tentang bisnis suamimu. Bahwa klinik itu
?sebenarnya bukan klinik orang sakit"**
Kening Moira berkerut ketika dia berpikir.
"Barangkali," katanya. "Dia menanyakan saru atau dua Jial yang agak aneh-
*tapi tidak aku rasa dia tidak tahu apa-apa."
? ?Bobby diam lagi. Lalu dia bertanya, "Apakah suamimu termasuk orang yang
cemburuan"*' Jawabannya agak mengherankan. "Ya, sangat cemburuan.*'
"Cemburu, misalnya, padamu"'*
"Maksudmu walaupun ia tidak peduli padaku" Ya, dia akan cemburu. Sama saja. Aku
kan miliknya. Dia memang aneh." <**
Moira gemetar. Lalu bertanya dengan tiba-tiba. "Kau tak ada hubungan dengan
polisi, kan?" "Aku" Tidak."
"Aku heran, Hm, maksudku " Bobby melihat seragam sopirnya, "Ceritanya ?panjang "
?"Kau sopir Lady Frances Derwent, kan" Pemilik penginapan ini mengatakannya
begitu. Aku pernah bertemu dengan Lady Frances pada undangan makan malam."
"Ya. Kita harus menghubungi dia," katanya. "Tapi sulit bagiku untuk menghubungi
dia. Apa bisa kau menelepon dia dan mengajaknya ke"luar?"
"Aku rasa bisa," kata Moira perlahan.
"Barangkali agak aneh buatmu. Tapi nanti aku jelaskan. Kita harus menghubungi
dia dengan segera. Ini sangat penting."
"Baiklah," kata Moira. Dia berdiri.
Dengan tangan masih di handel pintu dia berkata dengan ragu-ragu. "Alan. Alan
Carstairs. Kau ketemu dfar*
"Ya," kata Bobby pelan. "Tapi sudah agak lama." Dan Bobby terkejut sendiri. Ah,
tentu saja ?dia kan tak tahu kalau Alan sudah mati,
Bobby berkata, "Teleponlah Lady Frances. Nanti aku ceritakan semuanya."
19. PERTEMUAN TIGA ORANG MOIRA kembali beberapa menit kemudian. "Aku bicara dengan dia," katanya. "Aku
suruh dia menemuiku di rumah peristirahatan dekat sungai. Dia pasti heran
mendengarnya. Tapi dia bilang akan datang."
"Bagus," kata Bobby. "Sekarang tempat itu ada di mana?"
?Moira menjelaskan dengan hatihati, jalan ke tempat yang dimaksudkannya itu.
"Baik. Kau pergi dulu. Aku menyusul," kata Bobby.
Mereka menyetujui rencana itu. Bobby ngobrol sebentar dengan Tuan Askew.
"Aneh," katanya santai. "Nyonya itu Nyo"nya Nicholson saya dulu pernah
? ?bekerja pada pamannya. Orang Kanada."
Bobby merasa bahwa kunjungan Moira pada"nya bisa menyebabkan gosip. Dan dia tak
ingin hal itu terjadi lebihlebih bila sampai terdengar ** oleh Nicholson.
?Karena itu dia membuat alasan. "O, begitu. Pantas," kata Tuan Askew. "Ya. Dia
mengenali saya dan bertanya apa yang saya lakukan. Nyonya itu baik dan enak
diajak bicara." "Ya. Saya rasa dia tak terlalu menikmati hidup karena tinggal di tempat seperti
di Grange itu." "Saya pun tak tertarik," kata Bobby.
Karena merasa telah bisa mengenai sasarannya, Bobby pun melangkah ke luar. Dia
berjalan seolaholah tanpa tujuan, walaupun langkahnya mengikuti arah yang
ditunjuk Moira. Akhirnya dia sampai di tempat yang dicarinya. Moira duduk di
situ menunggunya. Frankie belum kelihatan
Pandangan Moira adalah pandangan bertanya dan Bobby merasa bahwa dia harus
mencoba memberi penjelasan dengan sebaik-baiknya.
"Banyak yang ingin kuceritakan padamu," katanya dan berhenti dengan kaku.
"Ya?" "Pertama," kata Bobby, "aku sebenarnya bu"kan sopir, walaupun aku bekerja di
sebuah bengkel di London. Dan namaku bukan Hawkins tapi Jones Bobby Jones. ? ?Aku dari Marchbolt, Wales."
Moira mendengarkan dengan penuh perhatian. Tapi nama Marchbolt kelihatannya tak
berarti apa-apa baginya. Bobby menggertakkan giginya dan melanjutkan ceritanya.
"Dengar. Aku akan menceritakan sesuatu yang akan membuatmu terkejut.
Temanmu Alan Carstairs dia dia sudah meninggal sekarang."
? ? ?Dia merasa bahwa Moira terkejut dan dengan bijaksana mengalihkan pandangan
matanya dari wajah Moira. Apakah dia amat sedih" Apakal dia cinta pada orang
? ?itu" Moira diam sejenak. Kemudian dia berkata pelan dengan suara rendah, "Jadi itu
sebabnya dia tidak kembali."
Bobby mencobS mencuri lihat wajahnya. Sema"ngatnya timbul. Dia kelihatan sedih
dan terme"nung. Itu saja.
"Ceritakan," katanya,
Bobby menurut. "Dia jatuh dari jurang di Marchbolt tempat tinggalku. Kebetulan
?aku dan seorang dokter menemukannya." Dia diam dan kemudian menambahkan, "Dia
membawa fotomu. Benarkah?" Moira tersenyum sedih. "Alan-dia sangat setia." Mereka diam sejenak.
Kemudian Moira berta"nya. "Kapan itu terjadi?"
"Kirakira sebulan yang lalu. Tiga Oktober tepatnya." "Pasti setelah dia kemari."
"Ya. Apa dia bilang mau pergi ke Wales?" Dia menggelengkan kepala. "Kau kenal
orang yang bernama Evans?" tanya Bobby.
"Evans?" Moira mengernyitkan kening, berusaha untuk mengingat, "Aku rasa tidak.
Nama itu banyak dipakai orang memang, tapi aku tidak kenal siapa pun dengan nama
itu. Siapa dia?" "Itu yang kami tak tahu. He, halo itu Frankie."
?Frankie berjalan dengan cepat. Dia bingung ketika melihat Bobby dan Nyonya
Nicholson sedang ngobrol.
"Halo, Frankie. Aku senang kau segera datang. Banyak yang akan kita bicarakan.
Pertamatama, Nyonya Nicholson inilah yang fotonya ada di saku orang itu."
"Oh!" kata Frankie lepas. Dia memandang Moira dan kemudian tertawa.
"Ah, sekarang aku mengerti mengapa kau terkejut ketika melihat Nyonya Cayman di
pemeriksaan," kata Frankie pada Bobby.
"Benar," kau Bobby. Bodoh amat dia. Menga"pa pikirannya begitu tolol
membayangkan bahwa waktu bisa mengubah wajah Moira Nicholson menjadi Amelia
Cayman" "Alangkah tololnya aku!" serunya.
Moira kelihatan ketakutan.
"Banyak yang akan kami ceritakan. Tapi aku tak tahu harus mulai dari mana," kata
Bobby. Dia kemudian cerita tentang suami-istri Ca"man dan identifikasi mereka terhadap
mayat korban. "Tapi aku tak mengerti. Mayat siapa itu sebenarnya?" tanya Moira. "Mayat
saudaranya atau mayat Akn Carstairs?"
"Itulah persoalannya," kata Bobby.
"Lalu," lanjut Frankie, "Bobby diracun orang."
"Delapan butir morfin," kata Bobby meng"ingat-ingat.
"Jangan mulai lagi," kata Frankie. "-Kau bisa bicara tentang hal itu berjamjam,
dan orang bisa bosan mendengarnya. Biar aku saja yang cerita/1
Dia menarik napas panjang.
"Begini," katanya. * Si Cayman ini mendatangi Bobby setelah pemeriksaan dan
bertanya apakah saudaranya mengatakan sesuatu sebelum mening"gal, dan Bobby
bilang tidak. Tapi setelah itu dia ingat bahwa orang itu mengatakan sesuatu
tentang orang yang bernama Evans jadi Bobby menulis surat pada mereka. Beberapa
hari kemudian dia menerima surat tawaran pekerjaan di Peru atau di mana, begitu.
Karena dia tidak mau, seseorang memasukkan morfin"
"Delapan butir," sela Bobby.
" dalam botol birnya. Tetapi karena Bobby punya daya tahan yang hebat, morfin ?itu tidak membuatnya mati. Karena itu kami menyimpul"kan bahwa Pmchard atau
Carstairs pasti didorong orang masuk jurang."
?"Mengapa?" tanya Moira.
"Kau tak mengerti" Rasanya jelas bagi kita. Mungkin aku belum cerita. Pokoknya
kami mengambil kesimpulan bahwa dia Roger Bassington-ffrench-iah yang mungkin
?melakukannya." "Roger Bassingtonfrench ?" tanya Moira de"ngan nada suara yang sangat heran.
**Ya, kami menyimpulkannya begitu. Karena dia ada di sana waktu itu, dan fotomu
hilang, dan dia-lah saru-satunya orang yang punya kemung"kinan untuk mengambil
foto itu." "Mm begitu," kata Moira.
?"Kemudian," lanjut Frankie. "saya kebetulan dapat kecelakaan di sini. Kebetulan
yang luar biasa, ya?" Dia memandang Bobby dengan pan"dangan mengancam. "Jadi
saya telepon Bobby dan memintanya untuk purapura jadi sopir saya. Kami akan
menyelidiki soal mi."
"Jadi kau mengerti semuanya sekarang," kata Bobby menerima kode Frankie. "Yang
paling seru adalah tadi malam ketika aku melihatmu di Grange. Kau adalah orang
yang ada di foto itu!"
"Kau mengenaliku dengan cepat," kata Moira, tersenyum keciL
"Ya. Aku akan mengenali orang di foto itu di mana pun dia," kata Bobby.
Muka Moira menjadi meiah. Kemudian, tiba-tiba ada suatu ide muncul di benaknya.
Dia memandang dari Frankie ke Bobby dan sebaliknya.
"Apa kalian mengatakan yang sebenarnya"** tanyanya. "Benarkah benarkah kalian ?ada di sini karena kecelakaan" Atau kalian kalian da"tang karena " suaranya
? ?gemetar, "karena curiga pada suamiku"*'
Bobby dan Frankie saling berpandangan. Ke"mudian Bobby berkata, "Kami belum
pernah dengar tentang suamimu sampai kami ada di tempat ini,"
"Oh, begitu," katanya. Dia berpaling pada Frankie. "Maaf, Lady Frances, tapi
saya teringat pada percakapan ketika kita makan malam. Jas"per suami
?saya mendesak Anda dengan perta"nyaan-pertanyaan kecil tentang kecelakaan itu.
?Mungkin dia curiga kecelakaan itu bukan kecela"kaan betul."
"Kalau Anda ingin tahu, memang bukan," kata Frankie. "Huh, lega saya sekarang
Tapi nggak ada hubungannya dengan suami Anda. Semuanya purapura saja. Kami
melakukannya karena kami ingin ingin apa namanya" Membuat kontak dengan Roger
? ?Bassingtonffrench."
"Roger?" Dahi Moira berkerut dan tersenyum heran. "Kedengarannya aneh," katanya
terus terang. "Fakta adalah fakta," kata Bobby.
"Roger" Oh, tidak." Dia menggelengkan kepa"lanya. "Dia mungkin lemah. Bisa jadi
terlibat utang atau suatu skandal. Tapi mendorong orang masuk jurang" Tidak, aku
tak bisa membayang"kannya."
"Tahu, enggak," kata Frankie, "saya juga tak bisa membayangkannya."
"Tapi pasti dialah yang mengambil foto itu," kata Bobby keras kepala.
"Dengarkan, Nyonya Nicholson. Aku akan ceritakan satu per satu/*
Dan Bobby melakukannya dengan pelan-pelan. Ketika dia selesai, Moira mengangguk
mengerti. "Aku mengerti. Tapi kelihatannya aneh." Dia diam sebentar, lalu tiba-tiba
bertanya, "Kenapa kalian tidak tanya langsung padanya saja"**
20. PERTEMUAN DUA ORANG BOBBY dan Frankie terkejut juga mendengar saran sederhana tapi menantang itu.
Mereka menjawab hampir bersamaan.
"Itu tidak-mungkin " kata Bobby sebelum Frankie berkata, "Mana mungkin." Lalu
?kedua"nya diam karena kemungkinan itu sebenarnya ada
"Begini," kau Moira. "Aku mengerti perasaan kalian. Tetapi itu kan sama dengan
mengatakan bahwa pasti Roger-lah yang mengambil foto itu. Tapi aku tak percaya
bahwa dialah yang mendo"rong Alan. Apa motifnya" Dia bahkan kenal pun tidak.
Mereka bertemu sekali di sinr
?pada waktu makan siang. Dan mereka tak pernah berhubung"an lagi. Tak ada motif."
"Kalau begitu siapa yang mendorongnya ke jurang?" kata Frankie blak-blakan.
Wajah Moira berubah sedih. "Aku tak tahu," katanya sesak, "Moira," kata Bobby,
"apa kau keberatan kalau aku cerita pada Frankie tentang kau dan keukutanmu?"
Moira memalingkan wajahnya. "Silakan. Tapi kedengarannya terlalu melodramatis
dan histeris. Rasanya aku sendiri pun tidak percaya."
Dan memang, pernyataan berani yang diucapkan tanpa emosi itu tidak terdengar
realistis. Moira tiba-tiba berdiri. "Aku merasa telah berbuat tolol," katanya. Bibirnya
gemetar. "Sudahlah, jangan kaupikirkan apa yang kukatakan, Tuan Jones. Aku memang sakit
saraf. Aku harus segera pergi."
Dia berjalan dengan cepat. Bobby meloncat akan mengikutinya, tetapi Frankie
mendorongnya duduk lagi. "Duduk saja, Tolol. Biar aku bereskan."
Dia menyusul Moira dengan cepat. Lalu kem bali beberapa menit kemudian.
"Bagaimana?" kata Bobby penuh rasa ingin tahu.
"Tak apa-apa. Aku hanya menghiburnya saja. Tentu saja sulit baginya untuk
menerima orang lain membicarakan kehidupan pribadinya pada pihak ketiga-Aku
minta agar dia mau menemui kita lagi dalam waktu dekat. Sekarang kau bisa ?ceriu."
Bobby pun bercerita. Frankie mendengarkan dengan penuh perhatian. Lalu dia
berkata, '*Rasanya cocok dengan dua hal. Pertama, waktu aku baru saja kembali,
aku melihat Nicholson meme"gangi tangan Sylvia Bassingtonffrench dia me"mandang
?dengan mata yang berang padaku! Jika pandangan seseorang itu bisa membunuh,
pasti aku sudah jadi mayat."
"Apa yang kedua?" tanya Bobby.
"Oh, hanya insiden kecil. Sylvia pernah bercerita bahwa foto Moira begitu
mengesankan seseorang yang pernah masuk rumah itu. Pasti Carstairs. Dia
mengenali foto itu dan Nyonya Bassingtonffrench memberi tahu bahwa itu ada"lah
foto Nyonya Nicholson. Dengan demikian dia pun dapat mencarinya. Tapi, Bob, aku


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak melihat di mana Nicholson ambil bagian dalam hal ini. Kenapa dia ingin
menyingkirkan Alan Carstairs?"
"Kaupikir dia yang ingin menyingkirkan Carstairs" Bukan Bassingtonffrench" Apa
mungkin keduanya pergi ke Marchbolt pada waktu yang sama" Terlahi aneh, kan?"
"Kebetulan sih bisa terjadi. Tapi kalau Nicholson pelakunya, aku tak melihat
motifnya. Apakah Carstairs menyelidiki Nicholson sebagai kepala komplotan
pengedar narkotika" Atau teman wa"nitamu itu yang menjadi penyebabnya?"
"Mungkin kedua-duanya," kata Bobby. "Barangkali dia tahu bahwa Carstairs menemui
istrinya dan dia mengira istrinya mengkhianati dia."
"Itu bisa jadi kemungkinan," kata Frankie. "Yang pertama harus kita lakukan
ialah meyakin"kan diri tentang Roger Bassingtonffrench. Satu-satunya hal yang
memberatkan dia adalah soal foto itu. Kalau hal itu bisa dijelaskan "
?"Kau akan menanyai dia tentang itu" Frankie, apa itu bijaksana" Kalau dia
pembunuh yang kita cari, itu kan berarti membuka diri kepadanya?"
'Tidak. Aku punya cara. Dalam hal-hal lain dia biasa terus terang. Dan kita
menganggap hal itu sebagai suatu kecerdikan yang luar biasa. Tapi- seandainya ?hal itu dilakukan tanpa maksud apa-apa" Kalau dia bisa menjelaskan tentang foto
itu dan aku memperhatikannya baik-baik pada waktu dia menjelaskan kalau ada
? ?tanda-tanda yang menunjukkan bahwa dia merasa bersalah atau ragu-ragu aku bisa
?melihatnya. Kalau dia bisa menjelaskannya dengan baik, mungkin dia bisa menjadi
kawan yang berharga untuk kita.
"Apa maksudmu, Frankie?"
"Bobby, teman wanitamu itu barangkali hanya orang yang sakit emosi, yang suka
melebihlebihkan sesuatu. Tapi seandainya tidak sean"dainya yang dikatakannya
?itu benar bahwa suaminya ingin menyingkirkannya dan menikahi Sylvia
?Bassingtonffrench, bukankah itu berarti bahwa Henry ada dalam bahaya" Kita harus
mencegah agar dia tidak dikirim ke Grange.
Dan pada saat ini Roger berpihak pada Nicholson."
"Bagus," kata Bobby. "Lanjutkan rencanamu."
Frankie berdiri akan pergi. Tapi sebelum be"rangkat dia diam sejenak.
"Aneh, ya" Rasanya kita terjerumus dalam sebuah buku. Kita terseret masuk ke
tengah cerita orang. Ini perasaan yang amat aneh dan sedikit mengerikan."
Ya, aku mengerti," kata Bobby. "Ada sesuatu yang aneh. Aku merasa kita berada di
sebuah lakon sandiwara yang tengah dipentaskan. Kita tiba-tiba saja berjalan
masuk panggung dalam babak kedua sebuah drama. Kita sebenarnya tidak punya
peran, tapi kita harus berpurapura punya. Dan yang menyulitkan ialah kita tak
tahu apa yang terjadi pada babak pertama."
Frankie mengangguk. "Aku bahkan tak yakin kita masuk pada babak kedua. Mungkin
ketiga ?sepertinya lebih cocok pada babak ketiga. Bobby, aku yakin banyak hal terjadi
sebelumnya yang tidak kita ketahui. Dan kita harus cepat bertindak, karena babak
terakhir akan segera selesai."
"Dengan mayat bergelimpangan di mana-ma"na," kata Bobby. "Dan yang membawa kita
masuk dalam drama ini adalah lima buah kata yang tak punya arti bagi kita."
"Mengapa mereka tidak memanggil Evans" Bukankah aneh, Bob, walaupun kita telah
sema"kin jauh berjalan, dan telah semakin banyak yang kita tahu, tapi tak
seorang pun bernama Evans?"
"Aku rasa begini. Aku rasa si Evans itu tidak ada artinya dalam soal
ini walaupun nama itu yang menjadi titik tolak penyelidikan kita, nama itu
?sendiri tidak penting. Seperti cerita si Wells itu, lho. Ada raja yang ingin
membuat istana indah di sekeliling makam istri yang dicintainya.
Dan ketika istana itu selesai ada satu hal yang tak enak dilihat. Jadi dia
bilang, 'Singkirkan benda itu,' dan benda itu adalah kuburan itu sendiri."
?"Aku juga setengah tidak percaya kasus ini ada hubungannya dengan Evans," kata
Frankie. Dia mengangguk pada Bobby lalu pulang kembali ke rumah.
21. ROGER MENJAWAB SEBUAH PERTANYAAN
NASIB baik rupanya menyertai Frankie" karena dia menemukan Roger tak jauh dari
rumah. "Halo," sapanya. "Kau pulang cepat dari London,"
"Aku lagi malas lihat London," jawab Frankie.
"Kau sudah masuk rumah?" tanya Roger. Mukanya suram. "Ternyata Nicholson telah
memberi tahu Sylvia tentang Henry. Kasihan. Rupanya Sylvia tak menyangka sama
sekali sehingga sulit menerima kenyataan itu.**
"Ya," kata Frankie. "Mereka di perpustakaan waktu aku datang dan dia
begitu begitu bi"ngung."?"Frankie, Henry harus disembuhkan," kata Roger. "Pasti bisa, karena dia belum
lama kecan"duan. Dan dia punya alasan kuat untuk segera sembuh. Ingat Sylvia,
Tommy, dan rumahnya. Dia harus diberi tahu tentang keadaannya. Dan Nicholson
adalah orang yang tepat yang akan menangani dia. Dia sudah bicara padaku. Dan
telah terbukti bahwa dia sukses menangani orangorang semacam itu. Bahkan mereka
yang telah bertahun-tahun sakit. Kalau saja Henry bisa dibawa ke Grange
secepatnya." Frankie menyela.
"Roger, ada yang ingin kutanyakan padamu. Pertanyaan biasa, dan kuharap kau
tidak meng"anggapku kurang ajar dengan pertanyaan itu."
"Apa itu?" "Kau tak keberatan menceritakan apakah kau yang mengambil foto yang ada di saku
orang yang meninggal karena jatuh ke jurang itu?"
Frankie memandang tajam dan memperhatikan ekspresi wajah Roger, Dia puas dengan
apa yang dilihatnya: sedikit marah, sedikit malu tanpa rasa bersalah.
?"Heran, bagaimana kau tahu tentang hal itu?" katanya. "Apa Moira cerita padamu"
Tapi dia kan tidak tahu "
?"Kau memang mengambil foto itu"*'
"Aku harus mengaku, kan?"
"Mengapa?" Roger kelihatan malu lagi. "Lihat dari sudut pandangku. Aku sedang menunggui
mayat sese"orang yang asing. Ada sesuatu yang menonjol di sakunya. Aku
melihatnya. Kebetulan benda itu adalah foto seorang wanita yang
kukenal se"orang wanita yang telah menikah dan yang aku rasa tidak terlalu
? ?bahagia. Apa yang akan terjadi" Pemeriksaan. Publisitas. Mungkin nama wanita itu
akan terpampang di setiap koran. Aku bertin"dak mengikuti naluriku saja.
Mengambil foto itu dan merobeknya. Barangkali aku memang salah.
Tapi Moira Nicholson adalah wanita baik-baik, dan aku tak ingin ia mendapat
kesulitan." Frankie menarik napas panjang. "Jadi itu ceritanya," katanya. "Kalau saja kau
tahu " 'Tahu apa?" kata Roger bingung. "Aku tak tahu apakah aku bisa cerita
?sekarang/* kata Frankie.
"Barangkali nanti. Ceritanya agak berbelit. Aku mengerti mengapa kau meng"ambil
foto itu. Tapi kenapa kau tak mau mengata"kan pada polisi bahwa kau kenal korban?"
"Kenal korban?" kata Roger. Dia kelihatan bingung. "Bagaimana mungkin aku kenal
dia" Aku tak tahu siapa dia."
"Tapi kau kan sudah kenal dia hanya seminggu sebelumnya, di sini.**?"Oh, ya. Dia ke sini dengan Rivington. Tapi yang mati itu bukan Alan Carstairs."
"Dia Alan Carstairs!"
Mereka saling berpandangan. Kemudian Fran"kie berkata dengan kecurigaan baru.
"Tentu kau bisa mengenali dia."
"Aku tak pernah melihat wajahnya,** kata Roger.
"Apa"** "Mukanya ditutup saputangan." Frankie memandangnya. Tiba-tiba dia ingat bahwa
Bobby pernah bercerita bahwa dia menu"tup muka mayat itu dengan saputangan.
"Kau tak pernah berpikir ingin melihat muka"nya"**
"Tidak. Untuk apa?"
"Tentu saja," kata Frankie. "Kalau aku menemukan foto seseorang yang kukenal di
saku orang mati, aku akan berusaha melihat wajahnya. Lakilaki memang tak acuh!"
Dia diam sesaat. "Aku sangat kasihan padanya."
"Siapa yang kaumaksud" Moira Nicholson" % Kenapa kau kasihan padanya?"
"Karena dia ketakutan," kata Frankie pelan.
"Dia memang selalu kelihatan begitu. Apa sih yang dia takuti?"
"Suaminya." "Aku tak peduli apakah aku perlu membenci Jasper Nicholson," kata Roger.
"Dia yakin suaminya mencoba membunuhnya," kata Frankie mengejutkan.
"Ya, Tuhan!" "Duduklah," kata Frankie. "Aku akan cerita panjang. Aku harus membuktikan padamu
bahwa Dokter Nicholson adalah kriminal yang berbahaya."
"Kriminal?" Nada suara Roger terdengar tidak percaya.
"Dengarkan dulu ceritaku."
Frankie bercerita dengan hatihati dan jelas apa yang terjadi sejak Bobby dan
Dokter Thomas menemukan mayat. Dia tidak menceritakan bahwa kecelakaannya adalah
kecelakaan buatan. Dia * ingin memberikan kesan bahwa kehadirannya di Merroway Court adalah karena
dia ingin menye"lidiki lebih jauh hal itu.
Frankie melihat bahwa reaksi Roger sangat wajar. Dia mendengarkan dengan penuh
perhatian, terkejut dan terpesona.
*Apa yang kau ceritakan itu benar" Si Jones yang diracun dengan morfin?" "Tentu
saja," jawab Frankie. "Maaf dengan pertanyaanku. Tapi fakta itu agak sulit
ditelan, kan?" Roger diam sejenak, merenung. "Aku rasa, walaupun ceritamu sangat
fantastis, kau benar dengan deduksi pertamamu. Orang itu Pritchard atau Alan ?Carstairs pasti mati dibunuh. Kalau tidak, orang tak akan menggang"gu Jones.
?Kunci pertanyaan 'Mengapa mereka tidak memanggil Evans"*
aku rasa tak terlalu penting karena sampai sekarang kita belum tahu siapa dia.
Kita asumsikan saja bahwa si pembunuh mengira bahwa Jones tahu sesuatu yang
membahayakan dia atau mereka. Karena itu mereka berusaha menyingkirkannya, dan
barangkali akan mencobanya lagi kalau mereka tahu di mana dia. Itu aku bisa
mengerti. Tapi aku kurang bisa menerima kalau kau melibatkan Nicholson dalam hal
ini. Aku tak melihat hubungannya."
"Orang itu kelihatan jahat. Dia punya Talbot biru tua, dan tidak berada di rumah
pada hari Bobby diracun."
"Itu tak bisa dijadikan bukti yang kuat."
"Ada lagi. Cerita Nyonya Nicholson pada Bobby." Frankie bercerita. Tapi sekali
lagi cerita itu kedengaran melodramatis dan kekanak-kanakan.
Roger hanya mengangkat bahunya, "Dia berpendapat bahwa Henry mendapat morfin itu
dari suaminya tapi itu hanya perki"raan saja. Kan tak ada buktinya. Dia pikir
?suaminya ingin agar Henry bisa menjadi pasien-, nya itu memang keinginan wajar
?sebagai seorang dokter. Dokter kan ingin punya banyak pasien. Dia juga mengira
bahwa suaminya jatuh cinta pada Sylvia.
Kalau soal ini aku tak punya komentar."
"Kalau dia pikir begitu, mungkin dia benar," sela Frankie. "Seorang wanita pasti
punya pera"saan halus tentang suaminya."
"Kalau memang itu benar, Nicholson tak perlu disebut sebagai tindak kriminal
yang berbahaya. ^ Banyak lakilaki terhormat jatuh cinta pada istri orang lain."
"Dia merasa bahwa suaminya ingin membu"nuh dia," kata Frankie.
Roger memandangnya heran. "Kau percaya pada apa yang dikatakannya?"
"Bagaimanapun, dia percaya akan hal itu."
Roger mengangguk dan menyalakan rokok. "Persoalannya adalah berapa banyak
perhatian yang harus diberikan pada hal yang dipercayainya itu," katanya,
"Grange adalah tempat yang *
mengerikan, penuh dengan pasien yang aneh-aneh. Hidup di tempat seperti itu bisa
menga"caukan keseimbangan mental seorang wanita, terutama kalau dia adalah tipe
wanita penakut dan penggugup,"
"Kalau begitu kau berpendapat bahwa ceritanya tidak benar?"
"Aku tak mengatakan demikian. Barangkali dia memang yakin bahwa suaminya mencoba
mem"bunuh dia. Tapi apakah ada hal yang bisa dijadikan dasar keyakinannya itu"
Kelihatannya tidak."
Frankie teringat apa yang dikatakan Moira dengan jelas. Itu hanya perasaan. Tapi
mengapa Frankie merasa bahwa yang dikatakan itu justru bukan perasaan" Dia tidak
tahu bagaimana harus menjelaskan hal itu pada Roger.
Roger melanjutkan, "Seandainya kau punya bukti bahwa Nicholson berada di
Marchbolt pada hari nahas itu, maka ceritanya akan lain. Atau kalau kita punya
motif yang kuat untuk menghu"bungkan dia dengan Carstairs. Tapi kelihatannya
kati telah mengabaikan orang yang patut dicurigai."
"Siapa?" "Suami-istri siapa namanya Hayman?" "Cayman."? ?"Ya. Mereka dengan jelas terlibat dalam soal ini. Pertama pengakuan palsu mereka
terhadap mayat itu. Kemudian mereka mendesak apakah si korban meninggalkan
pesan-pesan terakhir sebelum meninggal. Dan aku rasa tawaran kerja di Buenos
Aires itu pun dari mereka."
"Menjengkelkan kalau dipikir orang berusaha macammacam untuk menyingkirkan
?orang lain karena dia mengira orang itu tahu sesuatu padahal dia tak tahu apa-
?apa." "Ya, itu adalah kesalahan mereka. Kesalahan yang harus diperbaiki."
"Oh," kata Frankie. "Sampai sekarang aku tetap mengira bahwa foto Nyonya
Nicholsondiganti dengan foto Nyonya Cayman." "Percayalah, aku tak pernah
menyimpan duplikat foto Nyonya Cayman. Kedengarannya kok menjijikkan."
'Tidak juga," jawab Frankie. "Dia baik, kok. Persoalannya aku rasa adalah ini.
Carstairs juga menyimpan fotonya di samping foto Nyonya Nicholson." Roger
mengangguk. "Dan kau mengira " . "Aku kira yang satu adalah cinta dan yang lain
?adalah bisnis. Kaku Carstairs membawa-bawa foto Nyonya Cayman, pasti ada
maksudnya. Barangkali dia ingin seseorang memberikan iden"titas foto itu
kepadanya. Lalu apa yang terjadi" Seseorang barangkali Tuan Cayman meng"ikuti
? ?Carstairs. Ketika melihat suatu kesempatan di tengah kabut, Cayman mendorongnya
masuk jurang. Carstairs berteriak terkejut. Si Cayman melarikan diri secepatnya.
Dia mengira tak seorang pun tahu apa yang dia lakukan. Tapi yang terjadi
adalah ?foto itu dipublikasikan."
"Kejutan dalam langkah si Cayman," kata Roger.
"Tepat. Apa yang harus dilakukan" Tangkap biang keladinya: siapa yang tahu bahwa
Carstairs adalah Carstairs" Hampir tak ada di negara mi. Hanya Nyonya Cayman
?yang datang dengan air mata buaya dan dengan enak mengaku mayat itu sebagai
mayat saudaranya. Dan mereka juga bersusah-payah mengirim paket supaya lebih
meyakinkan." *Ttu sangat hebat, Frankie," kata Roger dengan nada kagum.
"Aku sendiri mengakui bahwa rencana itu sangat bagus. Dan kau benar. Kita harus
mencari jejak si Cayman itu. Kenapa kami tidak melakukan hal itu dari dulu?"
Tentu saja yang dikatakan Frankie hanyalah basa-basi saja. Dia tahu bahwa selama
ini dia sibuk membayang-bayangi Roger, tapi dia tak ingin memberikan kesan
begitu. "Apa yang perlu kjta lakukan demi Nyonya Nicholson?" tanyanya tiba-tiba.
"Apa maksudmu"** tanya Roger.
"Jangan jahat begitu, Roger. Wanita itu ketakutan setengah mati.*'
"Aku tidak jahat, Tapi aku jengkel melihat orang yang tak bisa menolong dirinya
sendiri." "Yang fair, dong! Dia tak punya uang dan tak punya tujuan kalau mau pergi.*'
"Kalau kau berada di posisi yang sama, kau pasti akan cari jalan keluar, kan"*'
"Oh," Frankie terkejut.
"Ya, pasti. Kalau kau tahu bahwa ada orang yang akan membunuhmu, kau tak akan
diam saja enak-enak menunggu sampai dia membunuhmu. Kau akan lari menghindar
atau bahkan membunuh orang itu lebih dulu. Kau akan melakukan sesuatu.**
Frankie berpikir apa yang akan dilakukannya. "Ya, tentu saja aku akan berbuat
sesuatu,'* jawabnya. "Perbedaannya adalah kau punya keberanian, dia tidak," kata Roger.
Frankie merasa mendapat pujian. Moira Nicholson memang bukan tipe wanita yang
dia kagumi. Dan Frankie sendiri agak jengkel dengan kekaguman Bobby pada Moira.
Bobby memang suka wanita yang tak berdaya. Dan dia teringat betapa terpesonanya
Bobby setelah dia melihat foto itu.
Oh, sudahlah. Roger kan tidak seperti itu.
Kelihatannya Roger tidak suka pada wanita yang lemah. Dan kelihatannya Moira
juga tak terlalu menaruh perhatian pada Roger. Moira menganggap Roger lemah dan
tak mungkin punya keberanian untuk membunuh orang. Barangkali dia memang lemah.
Tapi dia punya daya tarik.
Frankie telah merasakannya ketika dia bertemu untuk pertama kali.
Roger berkata dengan tenang, "Kalau kau mau, Frankie, kau bisa memilih lakilaki
yang kau"inginkan."
Frankie merasakan suatu getaran tapi pada?saat itu juga dia merasa malu yang teramat sangat. Dengan cepat dia mengalihkan
pokok pembicaraan. "Apa kaupikir Henry harus pergi ke Grange?"
22. KORBAN YANG LAIN TIDAK," kata Roger. "Tidak harus ke sana. Banyak tempat lainnya kalau mau. Yang
penting adalah Henry harus setuju,"
"Apa itu sulit?" tanya Frankie.
"Barangkali. Kau sendiri mendengar apa yang dikatakannya malam itu. Tapi kalau
hatinya senang, mungkin mudah. Halo, Sylvia datang."
Nyonya Sylvia Bassingtonffrench muncul dari rumah dan memandang ke kiri dan ke


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kanan. Ketika dia melihat Roger dan Frankie, dia berjalan ke arah mereka. Kedua orang
itu bisa melihat bahwa wajah Sylvia khawatir dan tegang.
"Roger, aku mencarimu ke mana-mana dari tadi." Dan ketika dia melihat Frankie
hendak meninggalkan mereka, dia berkata, "Jangan pergi, Frankie. Tak ada
perlunya menyembunyikan sesuatu. Dan kau pun harus tahu apa yang perlu
kauketahui. Kau telah mencurigai hal ini sebelumnya, kan?"
Frankie mengangguk. "Dan aku begitu buta buta " katanya de"ngan pedih. "Kalian melihat apa yang ? ?tak pernah kuperkirakan. Aku hanya tidak mengerti menga"pa Henry begitu berubah
pada kita semua. Hal itu membuatku sedih, tapi aku tak pemah berpikir
penyebabnya sejauh itu."
Dia diam. Lalu berkata lagi dengan nada suara yang agak berbeda. "Begitu Dokter
Nicholson menceritakan apa yang terjadi, aku langsung mendatangi Henry. Aku baru
saja keluar dari ruangannya." Dia berhenti, menelan tangis. "Roger semuanya
?akan baik. Dia mau berobat.
Dia akan segera ke Grange besok pagi."
"Oh, tidak!*' seruan itu datang dari Roger dan Frankie. Sylvia memandang mereka
dengan heran. Roger berkata dengan kaku. "Sylvia, aku telah berpikir cukup lama tentang hal
ini dan aku rasa Grange bukan tempat yang tepat untuknya." *"Kauptkir dia bisa
sembuh sendiri?" "Bukan, bukan itu maksudku. Tapi banyak tempat lain tempat berobat yang tak
?terlalu dekat dari sini."
"Aku setuju. Itu lebih baik aku rasa," kata Frankie membantu Roger.
"Oh, aku tak setuju. Aku tak suka ia pergi terlalu jauh," kata Sylvia. "Dan
Dokter Nichol"son sudah begitu baik dan penuh pengertian. Aku senang kalau dia
yang menangani." "Aku pikir kau tidak suka Nicholson," kata Roger.
"Aku berubah pendirian," katanya lugu, "Dia begitu baik siang tadi. Dan
anggapanku yang bodoh terhadapnya hilang begitu saja."
Semuanya diam. Situasi menjadi kaku. Baik Roger maupun Sylvia tak tahu apa yang
harus dikatakan. "Kasihan Henry," kata Sylvia. "Dia merasa hancur. Dia sangat bingung ketika tahu
bahwa aku tahu apa yang terjadi. Tapi dia bersedia sembuh demi aku dan Tommy.
Dia bilang aku tak bisa membayangkan apa artinya hal itu bagi dia. Dan aku
memang tak bisa membayangkan walaupun Dokter Nicholson telah menjelaskan dengan
mendetil. Dia katakan bahwa obat itu bisa menjadi suatu obsesi dan si pecandu
tidak lagi bertanggung jawab atas semua tindakannya.
Oh, Roger, ini benarbenar mengerikan. Tapi Dokter Nicholson amat baik. Aku
percaya kepadanya." "Bagaimanapun, aku rasa " kata Roger.?Sylvia berbalik kepadanya. "Aku tak mengerti, Roger. Kenapa kau berubah
pendapat" Setengah jam yang lalu kau mendesak agar Henry berobat kepadanya."
Yah, karena karena aku telah berpikir tentang hal itu dan "
? ? ?Sylvia menyela lagi, "Aku sudah membuat keputusan. Henry akan berobat ke Grange
dan tak ke mana-mana."
Mereka diam saja. Lahi Roger berkata, "Aku akan menelepon Nicholson. Dia pasti
sudah tiba di rumah sekarang, Aku ingin bicara-bicara saja."
Tanpa menunggu jawaban dia berdiri dan pergi. Kedua wanita yang ditinggalkan itu
hanya me"mandang dari jauh.
Aku tak mengerti Roger," kata Sylvia, dengan tidak sabar. "Seperempat jam yang
lalu dia mendesakku agar membawa Henry ke Grange," lanjutnya dengan suara marah.
"Rasanya aku sependapat dengan dia," kata Frankie. "Aku pernah membaca bahwa
orang sebaiknya berobat di tempat yang jauh dari rumahnya." "Aku rasa itu omong
kosong," kata Sylvia. Frankie menghadapi sebuah dilema. Sikap Sylvia yang keras
kepala itu membuat semuanya sulit. Tiba-tiba saja dia begitu pro-
Nicholson sehebat ketika dia bersikap anti-Nicholson. Sulit rasanya membuat
?alasan yang masuk akal. Ingin sekali dia menceritakan apa yang diketahuinya.
Tapi apakah Sylvia akan percaya" Sedangkan Roger saja tidak percaya pada cerita
itu. Apalagi Sylvia yang sedang hangat-hangatnya pro-Nicholson. Janganjangan dia
bahkan berniat menceritakan hal itu pada dokter itu. Dan itu akan lebih
menyulitkan lagi. Mereka mendengar sebuah pesawat terbang rendah dengan bunyi mesin yang amat
membi"singkan. Baik Sylvia maupun Frankie mendongak ke atas. Keduanya merasa
bersyukur dengan selingan itu, karena tak tahu apa yang harus mereka bicarakan.
Ketika pesawat itu sudah tak kelihatan lagi Sylvia tiba-tiba saja berpaling pada
Frankie. "Semua ini menyedihkan," katanya dengan suara sendu. "Dan kelihatannya kalian
ingin menjauhkan Henry dariku."
"Tidak tidak," jawab Frankie. "Bukan itu maksud kami." Dia diam sesaat. "Aku
?hanya berpikir bahwa Henry harus mendapat perawatan yang paling baik. Dan aku
pikir Dokter Nichol"son itu tidak kurang baik."
? ?"Aku tak setuju. Aku pikir dia sangat pandai dan merupakan orang yang tepat
untuk Henry." Dia memandang marah pada Frankie. Frankie merasa heran melihat pengaruh Dokter
Nicholson yang begitu hebat dalam waktu yang singkat. Semua rasa tidak sukanya
pada dokter itu telah lenyap sama sekali.
Karena tak tahu apa yang akan dikatakan atau diperbuatnya, Frankie akhirnya
diam. Pada waktu itu Roger keluar dari rumah. Dia kelihatan terengah-engah.
"Nicholson belum datang. Aku meninggalkan pesan,"
"Aku tak mengerti kenapa kau begitu ingin bicara dengannya. Kau menyarankan
rencana ini dan Henry telah setuju. Apa lagi?" kau Sylvia, "Aku rasa aku juga
punya hak untuk berbicara, Sylvia," kau Roger. "Henry kan kakakku."
**Tapi kan kau yang menyarankannya," kata Sylvia keras kepala. "Ya, tapi aku
mendengar cerita tentang Nicholson."
"Tentang apa" Oh, aku tak percaya padamu." Dia menggigit bibirnya, lalu berjalan
masuk rumah. Roger memandang Frankie. Aku jadi enggak enak," katanya. "Ya, memang."
"Sekali Sylvia memutuskan sesuatu, dia akan bersikap kaku."
"Apa yang akan kita lakukan?"
Mereka duduk lagi di kursi kebun dan membicarakan hal itu dengan hatihati. Roger
sependa"pat dengan Frankie bahwa mereka tak perlu menjelaskan hal yang
sebenarnya pada Sylvia. Satu-satunya cara adalah mendekati Dokter Nicholson.
"Tapi apa yang akan kaukatakan padanya?"
"Aku tak tahu. Aku tak akan berkata banyak tapi aku akan memberikan kesan dan ?pendapat tak langsung. Pokoknya aku sependapat denganmu bahwa Henry tak usah ke
Grange. Kalau perlu kita akan menyetopnya secara terang-terangan."
"Tapi kalau begitu berarti kita membuka semuanya," kata Frankie mengingatkan.
"Aku mengerti. Karena Itu kita harus mencoba yang lain dulu. Brengsek juga
Sylvia. Kenapa dia jadi keras kepala begitu?"
"Itu menunjukkan kekuatan lakilaki itu," kata Frankie.
"Ya. Itu membuatnya berpikit dengan bukti atau tidak kelihatannya kau benar
? ?tentang dia apa itu?"
?Mereka berdua meloncat berdiri.
"Kedengarannya seperti tembakan," kata Frankie. "Dari rumah."
Mereka saling berpandangan. Lalu berlari cepat ke rumah. Mereka masuk melewati
jendela besar ruang duduk lalu melewati ruangan besar. Sylvia Bassingtonffrench
berdiri di situ. Wajahnya seputih kertas. "Kau dengar?" katanya. "Suara tembakan dari ruang kerja Henry."
?Tubuhnya bergoyang akan jatuh. Roger meloncat menangkap dan memegangi bahunya.
Frankie berjalan ke ruang kerja Henry dan memutar handcl pintunya.
"Dikunci," katanya.
"Jendela," kata Roger.
Dia mendudukkan Sylvia yang lemas dan setengah pingsan di sebuah kursi dan lari
ke luar lagi melewati ruang duduk. Frankie mengekor di belakangnya. Mereka harus
memutari rumah ?untuk sampai di jendela ruang kerja Henry. Jendela itu ditutup. Mereka
menempelkan muka di kaca jendela dan mengintip. Saat itu matahari sudah merendah
dan mereka tak bisa melihat dengan jelas karena gelap tapi mereka toh masih
?bisa melihat. Henry Bassingtonffrench terkapar di dekat mejanya. Ada luka karena peluru
menghias dahi"nya, dan sebuah pistol menggeletak di lantai, seperti terlepas
dari tangannya. S "Dia bunuh diri," kata Frankie. "Ah, mengeri"kan."
"Mundur sedikit," kata Roger. "Aku akan memecah kaca ini."
Dia membungkus tangannya dengan jaketnya dan memukul kaca jendela dengan kuat*
Kaca itu berantakan dan Roger memungut pecahannya dengan hatihati. Kemudian dia
dan Frankie masuk ke dalam ruangan. Pada saat itu Nyonya Bassingtonffrench dan
Dokter Nicholson berjalan tergesa-gesa di teras.
"Dokter Dokter Nicholson di sini. Dia baru datang. Bagaimana Henry?" kata ?Sylvia.
Kemudian dia melihat tubuh yang tergeletak itu dan menjerit.
Roger melangkah ke luar lagi lewat jendela dan Dokter Nicholson mendorongkan
tubuh Sylvia kepadanya. "Bawa dia pergi dan jagai," katanya singkat. "Beri brandy kalau dia mau. Kalau
bisa jangan biarkan dia melihat kemari." Dia kemudian melangkah melewati
jendela, mendekati Frankie.
Dia menggelengkan kepak perlahan. "Tragis sekali," katanya. "Kasihan, Dia pikir
dia tak bisa menghadapi kesulitan itu. Sayang. Sayang."
Dia membungkukkan badan di atas Henry, lalu tegak kembali.
"Tak ada yang bisa dilakukan. Kematiannya cepat sekali. Barangkali dia menulis
suatu pesan. Biasanya orangorang yang bunuh diri begitu,"
Frankie maju mendekati keduanya. Segumpal kertas yang kelihatannya baru ditulisi
tergeletak di dekat siku Bassingtonffrench. Maksudnya sangat jelas.
Aku rasa ini adalah jalan keluar yang mudah Kebiasaan buruk itu sudah tertanam
ttrlaiu dalam pada diriku Aku tak akan bisa melawan"nya. Aku ingin melakukan
yang terbaik untuk Sylvia Sylvia dan Tommy. Tuban memberkati kalian, Sayangku,
?Maafkan aku, Frankie merasa sesak lehernya.
"Kita tak boleh menyentuh apa-apa," kata Dokter Nicholson. "Pasti ada
pemeriksaan nanti. Kita harus memanggil polisi."
Frankie berjalan ke pintu. Kemudian dia berhenti.
"Kuncinya tidak ada," katanya. "Tak ada" Barangkali di sakunya," sahut dokter
itu. Dia berjongkok dan perlahan-lahan mencarinya. Dari mantel Henry dia menarik
sebuah kunci. Dia mencobakannya di pintu dan ternyata cocok. Mereka keluar bersama-sama.
Dokter Nicholson langsung menuju telepon.
Lutut Frankie gemetar dan tiba-tiba dia merasa mual.
23. MOIRA LENYAP FRANKIE menelepon Bobby sejam kemudian.
"Apa di siru Hawkins" Halo" Bobby sudah dengar apa yang terjadi" Cepat, kita ?harus bertemu. Besok pagi-pagi sekali, ya. Aku akan jalanjalan ke luar sebelum
makan pagi. Jam delapan lah. Tempat sama dengan tadi."
Dia menutup telepon setelah Bobby mengucapkan,
"Ya, Nona"-nya yang ketiga dengan amat
sopan. * Bobby datang terlebih dulu, tapi Frankie tak membiarkannya menunggu terlalu
lama. Dia kelihatan pucat dan bingung.
"Aku belum tahu detil ceritanya. Hanya kabar bahwa Tuan Bassingtonffrench bunuh
diri. Betul itu?" **Ya. Sylvia baru saja bicara dengan dia. Memin"ta dia supaya mau dirawat. Dan
ia setuju. Setelah itu barangkali keberaniannya lenyap. Dia masuk ke dalam ruang kerjanya,
?mengunci pintu, menulis beberapa kalimat di atas selembar kertas
?dan dan menembak dirinya.
? ?Bobby menge"rikan sekali. Sangat sangat menyedihkan/*
? ?"Ya," kata Bobby tenang.
Mereka berdua diam sejenak.
"Aku harus pulang hari ini," kata Frankie.
"Ya aku rasa sebaiknya begitu. Bagaimana dia" Nyonya Bassingtonffrench?"
?"Dia pingsan. Kasihan. Aku belum melihatnya lagi sejak sejak kami menemukan
? ?Henry su"dah jadi mayat. Ini merupakan pukulan yang berat baginya."
Bobby mengangguk. "Sebaiknya kau ke sana jam sebelasan," lanjut Frankie.
Bobby tak menjawab, Frankie memandangnya tidak sabar. "Ada apa, Bobby" Pikiranmu
kelihat"an kacau."
"Maaf, sebetulnya "
?**Ya?" "Ah, aku hanya meniikirkan suatu kemungkin"an. Tak apa-apa, kan?"
"Apa maksudmu tak apa-apa?"
"Maksudku, kau yakin benar bahwa dia bunuh diri?"
"Oht" kata Frankie. "Ya, aku mengerti." Dia berpikir. "Ya. Itu memang bunuh
diri." "Kau yakin" Kau ingat katakata Moira, kan" Dia bilang Nicholson ingin
menyingkirkan dua orang. Dan sekarang yang satu sudah tersingkir." j Frankie
berpikir lagi. Tapi sekali lagi dia menggelengkan kepalanya.
"Pasti bunuh diri/* katanya. "Roger dan aku sedang berada di kebun ketika kami
mendengar tembakan. Kami bersama-sama lari melewati, ruang duduk. Pintu kamar
itu terkunci dari dalam. Kami berputar masuk lewat jendela. Dan jendela itu juga
dikunci sehingga Roger terpaksa memecah kacanya. Tak lama kemudian Nichol"son
muncul/* Bobby membayangkan informasi itu.
"Kelihatannya mulus," katanya. 'Tapi Nic-" holson kok tiba-tiba saja muncul."
'Tongkatnya ketinggalan waktu datang siang-siang, dan dia kembali lagi untuk
mengambil"nya."
Dahi Bobby berkerut. "Dengar, Frankie kalau Nicholson menem"bak Bassingtonffrench "? ?"Setelah terlebih dulu membujuk dia untuk menulis surat perpisahan?"
"Aku rasa tidak sulit memalsukan surat itu. Pembahan karakter tulisannya bisa
diartikan sebagai pengaruh dari penyakitnya/'
"Ya, betul. Lanjutkan teorimu."
"Nicholson menembak Bassingtonffrench meninggalkan surat perpisahan, keluar,
mengunci pintu dan muncul lagi beberapa menit kemu"dian seperti orang yang baru
?datang/* Frankie menggelengkan kepalanya
"Ide bagus tapi tidak jalan. Pertamatama
?kunci itu ada di saku Henry Bassingtonfrench " '
?"Siapa yang menemukan kunci itu?"
"Ya Nicholson sendiri."
"Nah, itu dia ingat! Dan aku yakin kunci itu ada di sakunya/'
?"Itulah yang dilihat orang pada waktu dia melihat tukang sulap. Kau melihat
kelinci yang dimasukkan dalam topi! Kalau Nicholson adalah seorang kriminal
kelas tinggi, apa sulitnya main sulap seperti itu?"
"Ya, kau barangkali benar tentang hal itu, Bobby. Tapi semua itu tak masuk akal
Sylvia Bassingtonffrench ada di dalam rumah ketika tembakan itu terdengar. Pada
saat itu juga dia berlari ke ruang besar. Kalau Nicholson menem"bak dan keluar
dari pintu kamar kerja Henry, Sylvia pasti melihat dia. Kecuali itu dia juga
mengatakan bahwa dia melihat Nicholson datang dari jalan ke pintu depan. Dia
melihatnya berjalan ke rumah ketika kami berlari memutari rumah ke jendela
Henry. Dokter itu punya alibi walaupun aku tidak suka pada kenyataan ini/'
"Pada prinsipnya aku tak percaya pada orang yang punya alibi," kata Bobby.
"Aku juga begitu. Tapi yang ini memang demikian kenyataannya/*
"Aku percaya pada katakata Sylvia Bassingtonffrench "
"Ya." "Kalau begitu kita anggap saja bunuh diri. Sekarang sisi mana lagi yang harus
kita serang?" "Suami-istri Cayman. Heran kenapa kita ti"dak dari dulu menyelidiki mereka" Kau
?masih menyimpan alamat mereka?"
"Ya. Sama dengan yang diberikan pada waktu pemeriksaan. Nomor 17, St. Leonard's
Gardens, Paddington."
"Kita agak mengabaikan jalur ini, kan?"
"Benar. Aku rasa mereka tak ada lagi. Orang macam itu sin bukan anak kemarin
sore." "Barangkali saja aku bisa menemukan sesuatu tentang mereka, walaupun mereka
sudah kabur." "Kenapa kau?" "Karena, aku rasa sebaiknya kau tidak muncul. Seperti sekarang inilah ketika
kita mencurigai Roger. Mereka mengenalmu. Tapi tidak mengenalku."
"Dan cara apa yang akan kaupakai untuk menghubungi mereka?" tanya Bobby.
"Aku akan pakai cara politik," jawab Frankie. "Berkampanye untuk partai
konservatif. Aku akan membawa brosur-brosur."
"Cukup bagus," kata Bobby. "Tapi aku rasa mereka sudah kabur. Sekarang ada satu
hal lagi yang perlu dipikirkan Moira."?"Ya, ampun. Aku sama sekali lupa tentang dia."


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tahu," kata Bobby dengan suara dingin.
"Kau benar," kata Frankie. "Kita harus berbuat sesuatu untuknya."
Bobby mengangguk. Wajah asing yang sayu mengesankan itu muncul di mata Bobby.
Dia melihat sesuatu yang tragis. Dan dia telah merasa"kannya ketika melihat
fotonya di saku baju Alan Carstairs.
"Kalau saja kau melihat rupanya ketika aku pertama kali melihatnya pada malam
bulan purna"ma di Grange!" kau Bobby. "Dia begitu ketakutan. Dan itu benarbenar,
Frankie. Bukan saraf atau imajinasi atau hal-hal lain semacam itu. Kalau
Nicholson ingin menikahi Sylvia Bassingtonffrench, dua rintangan harus
disingkirkan. Yang satu sudah tersingkir. Aku merasa bahwa Moira dalam bahaya
dan kita tak bisa menunda-nunda lagi."
Frankie agak sebal mendengar nada suara Bobby.
"Benar," katanya. "Kita harus bertindak cepat. Apa yang harus kita lakukan?"
"Kita harus membujuknya agar meninggalkan Grange secepatnya."
?Frankie mengangguk. "Aku rasa sebaiknya dia ke Wales, ke Kastil. Dia aman di
sana." "Bagus sekali kalau kau bisa mengatur itu."
"Itu sih gampang. Ayah tak pernah tahu siapa keluar dan siapa masuk. Dia akan
suka pada Moira aku rasa semua lakilaki akan menyukai"nya. Dia sangat feminin.
?Aneh ya, kenapa sih lakilaki kok senang wanita yang tak berdaya."
"Aku rasa Moira bukan wanita yang tak berdaya," kata Bobby.
"Ah, dia seperti burung kecil yang hanya bisa duduk dan menunggu dimakan ular
tanpa mau berbuat apa pun."
"Apa yang bisa dia lakukan?"
"Banyak. Segerobak," kata Frankie sebal.
"Aku tak bisa membayangkannya. Dia tak punya uang, tak punya teman " "Ah, ?sudahlah.
Jangan berkhotbah.*' "Maaf-"
Mereka diam, masing-masing marah.
**Sebaiknya kita mulai bekerja saja,** kata Frankie setelah agak reda marahnya.
"Ya, aku rasa begitu," jawab Bobby. "Kau memang benarbenar baik, Frankie,
mau ** ?"Sudahlah. Aku tak keberatan berteman de"ngannya asal kau tidak memperlakukannya
dia seperti orang yang tak punya tangan atau kaki atau lidah atau otak.'*
"Aku tak mengerti maksudmu,'* kau Bobby.
"Sudahlah. Kita tak perlu bicara tenung itu lagi. Sekarang, apa pun yang akan
kiu lakukan sebaiknya kita lakukan secepatnya. Setuju?"
"Ya. Teruskan, Lady Macbeth."
"Tahu nggak,** kau Frankie menyimpang jauh dari pembicaraan, "aku dari dulu
berpikir bahwa Lady Macbeth menyuruh Macbeth membunuh karena dia sangat bosan
hidup. Dan si Macbeth sendiri pasti tipe lakilaki baik yang tidak suka aneh-
aneh. Tapi karena sekali dia telah melakukan suatu pembunuhan, maka dia berubah
menjadi seorang egomaniak sebagai kompensasi rasa ren"dah dirinya.**
"Seharusnya kau menulis buku tentang analisa itu, Frankie."
"Aku tak bisa nulis. Sampai di mana kiu udi" O ya, menyelamatkan Moira.
Sebaiknya kau datang dengan mobil jam setengah sebelas. Aku akan ke Grange untuk
bertemu dengan Moira Dan kalau Nicholson ada sewaktu aku datang, aku akan
mengingatkan Moira pada janjinya untuk pergi dan tinggal di tempatku."
**Bagus, Frankie. Aku senang kiu tidak mem"buang-buang waktu. Aku khawatir ada
kejadian mengerikan lagi.**
"Kalau begitu kiu ketemu setengah sebel nanti."
Frankie tiba di Merroway Court pukul sete"ngah sepuluh. Makan pagi baru saja
disiapkan. Roger menuang secangkir kopi untuk dirinya. Dia kelihatan kusam.
"Selamat pagi,** kau Frankie. "Aku tak bisa tidur enak. Akhirnya bangun jam
tujuh dan jalanjalan."
"Seharusnya kau uk perlu terlibat urusan yang tidak enak ini,*' kata Roger.
"Bagaimana Sylvia?"
"Mereka memberinya obat penenang tadi ma"lam. Aku rasa dia masih tidur sekarang.
Kasihan. Dia begitu cinta pada Henry."
"Ya." Frankie diam. Lalu dia menceritakan rencana keberangkatannya.
"Aku rasa memang sebaiknya kau pergi," kau Roger dengan tidak enak. "Pemeriksaan
dilaku"kan hari Jumat. Aku kabari nanti kalau kau diperlukan. Ini tergantung
pada Pemeriksa." Dia meneguk kopi dan menelan roti panggang.
Kemudian berjalan ke luar, membereskan hal-hal yang perlu diurus. Frankie merasa
kasihan pada"nya. Dia membayangkan gosip dan cerita burung yang beredar karena
kejadian itu. Tommy mun"cul dan Frankie pun melayaninya.
Bobby datang pukul setengah sebelas. Barang-barang Frankie kemudian diturunkan.
Dia mengucapkan selamat tinggal pada Tommy dan meninggalkan surat untuk Sylvia.
Mobil Bentley itu pun meluncur pergi.
Mereka sampai di Grange dalam waktu sing"kat. Frankie belum pernah melihat
tempat itu sebelumnya. Hatinya sedih melihat pintu pagar dari besi dan tumbuh-
tumbuhan yang tak terurus.
"Tempat ini mengerikan," katanya. "Tak he"ran kalau Moira merasa tertekan
tinggal di sini." Mereka terus masuk. Bobby kemudian turun dan menekan bel. Cukup lama juga dia
menung"gu. Akhirnya seorang wanita berseragam perawat keluar.
"Nyonya Nicholson?" kata Bobby.
Wanita itu ragu-ragu, kemudian dia membuka pintu lebih lebar. Frankie meloncat
ke luar mobil dan masuk ke rumah. Pintu itu kemudian tertu"tup dengan suara
menggema di ruang yang luas.
Frankie melihat bahwa pintu itu mempunyai gembok dan palang yang kuat. Rasanya
seperti dalam penjara saja. Frankie merasa takut.
Tak mungkin, katanya menghibur diri. Bobby * ada di luar, di mobil. Dan aku
datang secara terang-terangan. Aku tak perlu khawatir. Dia mengenyahkan pikiran
buruk lalu mengikuti perawat naik ke atas dan berjalan sepanjang lorong. Perawat
itu membuka sebuah pintu dan Frankie masuk ke dalam ruang duduk kecil yang
dihias indah dengan bunga-bunga dalam vas.
Hatinya lega. Perawat itu keluar.
Lima menit kemudian pintu dibuka dan Dokter Nicholson masuk.
Frankie agak terkejut, tetapi perasaan itu ditu"tupinya dengan senyum dan uluran
tangan. "Selamat pagi," katanya.
"Selamat pagi, Lady Frances. Anda tidak membawa berita buruk tentang Nyonya
Bassingtonffrench, kan?"
"Dia masih tidur ketika saya pergi," kata Frankie.
"Kasihan. Dokternya tetap merawat, kan?"
"O, ya." Dia diam lalu berkata. "Anda pasti sedang sibuk, Dokter. Saya tak ingin
mengganggu Anda, Sebenarnya saya ingin bertemu dengan istri Anda."
"Moira" Anda baik sekali."
Apakah itu tadi imajinasi Frankie, atau ke"nyataan sebenarnya" Mara biru di
balik kacamata tadi terlihat menegang.
"Ya," katanya mengulang. "Anda baik sekali."
"Kalau dia belum bangun, saya bisa menunggu," kata Frankie sambil tersenyum
manis. "Oh, dia sudah bangun," kau Dokter Nicholson.
"Bagus," jawab Frankie. "Saya akan membujuk dia supaya mau berkunjung ke rumah
saya. Dia sudah berjanji." Frankie tersenyum lagi.
"Wah, Anda benarbenar baik sekali, Lady Frances. Moira tentunya akan senang."
"Tentunya?" tanya Frankie dengan tajam.
Dokter Nicholson tersenyum memamerkan deretan gigi yang putih dan rata. **Sayang
sekali istri saya pergi tadi pagi."
"Pergi?" kata Frankie heran. "Ke mana?"
"Oh, hanya sekadar ganti suasana. Anda kan tahu bagaimana keadaan di tempat ini.
Dan Anda pasti mengerti bagaimana sikap wanita pada umumnya. Moira kadang-kadang
merasa perlu menyenangkan dirinya. Lalu dia pergi/'
"Anda tak tahu dia ke mana?" kata Frankie.
"Saya rasa ke London. Belanja dan teater. Anda pasti tahu tempat-tempat seperti
itu." Frankie merasa sebal melihat senyumnya. "Kebetulan saya sedang akan ke London
sekarang," katanya dengan suara ringan. "Apa Anda bisa memberikan alamatnya?"
"Biasanya dia menginap di Savoy," kata Dokter Nicholson. "Barangkali satu atau
dua hari nanti dia kirim surat. Tapi sebenarnya dia bukan orang yang suka
berkirim surat. Dan saya adalah orang yang menghargai kebebasan bersuami-istri.
Saya rasa Anda bisa menemui dia di Savoy."
Dokter itu membukakan pincu dan Frankie menyalami tangannya. Perawat yang
membuka"kan pintu tadi telah menunggu dia. Frankie mendengar suara Dokter
Nicholson tapi sinis. "Anda baik sekali mengundang istri sayt rumah Anda, Lady Frances,"
24. MENCARI JEJAK CAYMAN DENGAN susah-payah Bobby kembali memeran"kan seorang sopir ketika Frankie
keluar. Frankie berkata, "Kembali ke Staverley, Haw"kins," supaya perawat yang
mengantarnya men"dengar.
Mobil meluncur ke luar pintu pagar Ketika mereka sampai di jalan yang sepi Bobby
bertanya pada Frankie* "Bagaimana?" Dengan agak pucat Frankie menjawab. "Bob, aku tak suka. Kelihatannya dia sudah
pergi," "Pergi" Pagi ini?"
"Atau tadi malam."
"Tanpa memberi tahu kita?"
"Bobby, pokoknya aku tidak percaya. Si Nicholson itu berbohong. Pasti." Bobby
kelihatan sedih. Dia bergumam. "Terlambat. Kita memang bodoh. Seharusnya kita
tidak membiarkan dia pulang kemarin,"
"Bagaimana kalau kalau dia-dia tidak mati, kan?" kata Frankie dengan suara ? ?gemetar.
"Tidak." kau Bobby dengan suara seolaholah ingin meyakinkan dirinya sendiri.
Mereka diam sejenak. Kemudian Bobby berka-u dengan suara yang lebih tenang.
"Dp pastj masih hidup. Tidak terlalu mudah membuang mayat. Dan kalau dia
bermaksud melakukan hal itu, maka dia harus membuat suat u "kecelakaan" yang
kelihatan wajar. Aku rasa dia ada di suara tempat tapi perasaanku mengaukan
?bahwa dia masih ada di sana.**
"Di Grange?" "Ya, di Grange."
"Kalau begitu apa yang harus kiu lakukan?"
Bobby berpikir sejenak. "Aku rasa tak ada yang perlu kaulakukan," katanya.
"Sebaiknya kau kembali ke London saja. Kau bilang akan mencari suami-istri
Cayman. Kau bisa melakukan hal itu."
"Oh, Bobby!" "Frankie, kaj^k akan dapat berbuat banyak di sini. Kau dikenal baik oleh mereka.
Kau telah mengatakan bahwa kau akan ke ke mana" Kau uk bisa tinggal di
?Merroway. Dan kau tak bisa tinggal di Angler's Arms karena akan jadi bahan
gunjingan. Aku rasa kau harus pergi.
Nicholson pasti akan curiga. Tapi dia uk tahu pasti apa yang kauketahui.
Sebaiknya kau pergi saja. Biar aku yang di sini."
"Di Angler's Arms?"
'Tidak. Aku rasa sopirmu sekarang harus lenyap. Aku akan bermarkas di
Ambledever ki"rakira sepuluh mil jauhnya. Dan kalau Moira masih berada di rumah
?setan itu pasti aku akan menemukannya."
Frankie bergumam. "Kau akan hatihati, kan?"
"Aku akan bersikap cerdik seperti ular."
Dengan berat hati Frankie menyetujui usul Bobby yang memang terasa masuk akal.
Dan dia juga sadar bahwa dia tak dapat berbuat banyak di sini. Bobby
mengantarnya sampai di Brook Street dan Frankie merasa sedih ketika
ditinggal"kan sendiri.
Tapi Frankie bukanlah orang yang suka mem"buang-buang waktu. Pada pukul tiga
siang itu terlihat seorang wanita muda berpakaian modis, dengan kacamata
menghiasi wajahnya yang serius, berjalan mendekati St. Leonard's Gardens membawa
setumpuk pamflet dan kertas di tangannya.
St. Leonard's Gardens, Padftngton, adalah daerah perumahan penduduk yang
kondisinya agak menyedihkan.
Frankie berjalan sambil memperhatikan nomor-nomor. Tiba-tiba dia berhenti sambil
mnyeringai sendirian. Rumah nomor 17 akan dijual dan dibiarkan tanpa perabot.
Dengan segera dia melepas kacamatanya dan memasang tampang serius. Kelihatannya
kampa"nye politik tidak diperlukan di tempat ini.
Nama-nama agen penjualan rumah tertulis di papan nama yang dipasang di pintu
rumah Itu. Frankie memilih dua dan kemudian menulisnya. Setelah menetapkan rencananya, dia
memulai aksinya. Agen pertama adalah Messrs. Gordon 8c Porter, dengan alamat Praed Street.
"Selamat pagi," katanya. "Apa Anda bisa j|nemberikan alamat Tuan Cayman"
Terakhir kali dia tinggal di St. Leonard's Gardens nomor 17,"
"Betul," kata pemuda yang ditanya Frankie. 'Tapi hanya sebentar tinggal di
situ," katanya. "Kami mewakili pemilik rumah. Tuan Cayman hanya menyewa tiga bulan karena ada
kemung"kinan dia harus ke luar negeri karena pekerjaan"nya. Kelihatannya itu
yang telah terjadi."
"Kalau begitu Anda tak punya alamatnya?"
"Sayang sekali, tidak. Urusannya dengan kami sudah selesai dan semuanya pun
beres." ?"Tapi tentunva^ja punya alamat sebelum dia menyewa rumaflHl."
"Saya rasa di hotel Hotel G.W.R., Stasiun Paddington."
?"Ada referensi?"
"Dia membayar sewa di muka termasuk gas dan listrik."
"Oh!" kata Frankie dengan nada kecewa.
Pemuda itu memandangnya dengan curiga.
Agen rumah biasanya mudah menarik kesimpulan
bentang ke dalam "kelas" mana seseorang bisa
digolongkan. Dan dia agak heran dengan sikap
Frankie yang begitu tertarik pada suami-istri Cayman.
"Dia punya utang/' kata Frankie dengan jahat. Pemuda itu merasa terkejut. Karena
merasa kasihan pada wajah cantik yang malang itu, maka dia pun segera mencari-
cari alamat yang mungkin memberikan petunjuk dari file-nyz. Tapi dia tak
menemukan apa-apa. Frankie mengucapkan terima kasih, lalu pergi. Dia memanggil sebuah taksi dan
pergi ke agen' rumah yang lain. Agen kedua ini memang yang menyewakan rumah pada suami-istri
Cayman. Dan mereka hanya tertarik pada orangorang yang bermaksud menyewa saja. Frankie
berpurapura ingin melihat rumah itu.
Untuk menghilangkan rasa heran di wajah karyawan agen itu dia menjelaskan bahwa
dia akan membuka penginapan murah untuk gadis-gadis. Rasa heran itu tak
kelihatan lagi dan Frankie menerima kunci rumah nomor 17 di St. * Leonard's
Gardens, dan kurl buah rumah lagi yang tak ingin dilihatnya, serta sebuah
perintah untuk melihat ramah yang keempat.
Untunglah tak seorang pun pegawai agen itu menyertainya. Mungkin mereka
melakukannya hanya apabila penyewa menginginkan perabot.
Bau debu dan hawa lembab menyambut Frankie ketika dia membuka pintu depan rumah
nomor tujuh belas itu. Rumali itu sama sekali tidak menarik, dihiasi dengan
selera murahan daiu temboknya sangat kotor. Frankie menyelidiki rumah itu dengan
teliti. Rupanya belum ada yang ^membersihkannya lagi sejak penghuni terakhir
meninggalkannya. Dia menemukan beberapa po"tongan tali, koran-koran tua, dan
beberapa paku yang tercecer. Dia tidak menemukan benda-benda yang bersifat
pribadi, kecuali sepotong surat.
Satu-satunya benda penting yang ditemukan"nya adalah sebuah buku pedoman kereta
api ABC yang tergeletak di dekat jendela dalam keadaan terbuka. Tidak ada nama atau hal-
hal penting yang bisa didapatnya di situ, tapi Frankie menu"liskan beberapa hal
yang dianggapnya perlu. Usahanya untuk mencari suami-istri Cayman tidak berhasil.
Frankie menghibur diri dengan berpikir bahwa memang hasil seperti itu sudah bisa
diduga sebelumnya. Kalau Nyonya dan Tuan Cayman mau melakukan hal-hal yang
terlarang, maka mereka akan berusaha menghilangkan jejak. Dan ini merupakan
penegasan dari sikap mereka.
Bagaimanapun Frankie merasa kecewa ketika dia mengembalikan kunci rumah pada
agen itu.

Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa merasa canggung dia mengatakan bahwa dia akan menghubungi mereka lagi
beberapa hari kemudian. Dia berjalan-jalan di taman dengan perasaan yang agak sedih. Dia tak tahu apa
yang akan dilakukannya kemudian. Frankie terkejut ketika tiba-tiba saja hujan
turun dan membasahinya. Dia tidak melihat sebuah taksi di sekitar tempat itu. Karena sayang pada topi ?yang dipakainya, dia segera masuk ke stasiun kereta bawah tanah yang kebetulan
dekat. Dia membeli sebuah karcis jurusan Piccadilly Circus dan dua buah surat
kabar. Frankie masuk ke dalam kereta yang kosong pada jam-jam seperti itu. Dia membuang
segala pikiran yang memenuhi kepalanya dan berkonsentrasi pada apa yang
dibacanya. Dia membaca berita-berita kecil di sana-sini. Beberapa kecelakaan. Hilangnya
seorang anak sekolah secara misterius. Pesta Lady Peterham-pton di Claridge.
Kesembuhan Sir John Milking-ton setelah mengalami kecelakaan dengan kapal pesiar
Astradora, kapal milik Tuan John Savage, si milyuner terkenal. Mungkinkah itu
perahu sial" Disainer perahu itu mati secara tragis Tuan Savage bunuh diri dan? ?Sir John Millungton baru saja terhindar dari maut dengan suatu keajaiban.
Frankie menurunkan korannya dan 'dahinya berkerut mengingat-ingat. Dia pernah
mendengar i nama John Savage disebut dua Mi. Pertama kali oleh Sylvia
Bassington-fnrench Ketika dia berbicara mengenai Alan Carstairs, dan oleh Bobby,
ketika mengulang percakapannya dengan Nyonya Rivington.
Alan Carstairs adalah teman John Savage. Dan Nyonya Rivington dengan agak samar
mengata"kan bahwa mungkin kedatangan Alan Carstairs ada hubungannya dengan
kematian John Savage. Savage apa yang dilakukannya" Oh ya, dia * bunuh diri
?karena mengira punya penyakit kan"ker.
Seandainya seandainya Alan Carstairs tidak puas dengan kematian temannya"
?Mungkinkah dia datang uncuk menyelidiki hal itu" Mungkin"kah di tengah-tengah
semua ini dia dan Bobby masuk"
Itu mungkin. Ya, itu mungkin, pikirnya. Fran"kie berpikir keras. Dia mencari
jalan untuk menelusuri hal yang baru itu. Dia tidak tahu siapa * temanteman John
Savage. Tiba-tiba sebuah ide muncul. Surat wasiatnya! Kalau ada hal yang mencurigakan
tentang kematiannya, surat wasiat itu mungkin bisa menjadi petunjuk. Di London
ada sebuah tempat yang memungkinkan orang untuk membaca dan me"ngetahui isi
surat wasiat jika mau membayar satu shilling. Tapi dia tak ingat nama tempat
itu. Kereta berhenti di sebuah stasiun dan Frankie tahu bahwa dia ada di dekat
British Museum. 9 Ternyata stasiun yang dituju telah terlewat.
Frankie meloncat turun Ketika dia keluar dan bawali tanah dan berada di jalan,
sebuah ide muncul lagi. Dalam waktu lima menit jalan kaki dia pun sampai di
kantor Messrs. Spragge, Spragge, Jenkinson &c Spragge.
Frankie diterima dengan hormat dan tak lama kemudian dia masuk ke dalam ruangan
khusus Tuan Spragge Senior,
Tuan Spragge sangat ramah. Suaranya yang dalam dan enak itu memang membuat
kliennya ?yang kebanyakan adalah bangsawan menjadi tenang apabila mereka datang
?kepadanya dengan setumpuk persoalan. Banyak yang mengatakan bahwa dialah orang
yang paling banyak tahu tentang rahasia-rahasia yang kurang me"nyenangkan dari
keluarga-keluarga bangsawan London.
"Senang sekali bisa bertemu dengan Anda, Lady Frances. Silakan duduk. Ah, apakah
kursi itu cukup enak" Ya, ya. Udara memang bagus saat mi. Apa kabar Lord
Marchington" Tentunya hat-sehat saja, kan"**
Frankie menjawab semua pertanyaan dengan sikap yang manis.
Setelah itu Tuan Spragge mengambil kacamata"nya dan sikapnya pun berubah menjadi
seorang penasihat hukum profesional.
"Nah, sekarang apa yang bisa saya lakukan untuk Anda, Lady Frances"*'
Pemerasan" Surat-surat rahasia" Hubungan dengan lakilaki yang tak pantas"
Dituntut penjahit baju" Alis matanya mencoba menerka. Tapi alis mata itu
menanyakan hal-hal tersebut dengan diam-diam, karena pengalamannya selama ini.
"Saya ingin melihat sebuah surat wasiat,** kata Frankie. "Dan saya tak tahu
harus melihat di mana dan caranya bagaimana. Tapi seingat saya ada sebuah tempat
di mana kita bisa melihat surat wasiat dengan membayar satu shilling."
"Somerset House," jawab Tuan Spragge. "Tapi surat wasiat apa sebenarnya yang
Anda cari" Barangkali saya bisa memberi tahu Anda tentang surat wasiat er keluarga Anda. ? ?Rasanya per"usahaan kami telah mendapat kehormatan untuk menangani surat-surat
wasiat keluarga Anda sela ma bertahun-tahun.**
"Ini bukan surat wasiat keluarga,'* kata Fran"kie.
"Bukan" Begitu besar daya magnet Tuan Spragge, se"hingga biasanya orangorang dengan
mudah menceritakan persoalan mereka. Frankie pun ikut terserap dalam kekuatan
hipnotis ini, sehingga dia menceritakan hal-hal yang sebenarnya tak ingin
dikatakannya. "Saya ingin melihat surat wasiat Tuan Savage John Savage.**
?"Wah!** Suara Tuan Spragge menunjukkan keheranan. Dia tidak pernah membayangkan
hal itu. "Ini benarbenar luar biasa. Luar biasa," katanya.
Ada sesuatu yang aneh dalam suaranya, sehingga Frankie memandangnya dengan
heran. "Saya benarbenar tak tahu apa yang harus saya lakukan, Lady Frances, barangkali
Anda bisa memberikan penjelasan mengapa Anda ingin melihat surat wasiat itu?"
"Tidak. Maaf, saya tak dapat menjelaskannya," jawab Frankie perlahan.
Frankie merasa agak heran juga karena Tuan Spragge bersikap tidak seperti
biasanya. Dia kelihatan khawatir.
"Rasanya saya perlu memperingatkan Anda," * katanya kemudian.
"Memperingatkan saya?" kata Frankie.
"Ya. Indikasinya memang tipis, samar tapi saya percaya ada sesuatu. Dan saya
?tak ingin melihat Anda terlibat dalam urusan ini."
Sebenarnya Frankie bisa saja mengatakan bah"wa dia telah terlibat dalam urusan
yang tak disukai Tuan Spragge itu. Tetapi dia hanya memandang Tuan Spragge
dengan mata bertanyatanya.
"Semuanya kelihatan seperti suatu kebetulan," kata Tuan Spragge. "Ada sesuatu di
balik ini semua. Tapi saya tak bisa mengatakannya,"
Frankie tetap memperlihatkan pandangan ber"tanya.
"Saya baru mendapat suatu informasi," lanjut Tuan Spragge. Dadanya mengembang
karena marah. "Ada seseorang yang mengaku dirinya sebagai saya, Lady Frances.
Dengan sengaja dia melakukannya. Apa pendapat Anda?"
Sesaat Frankie uk dapat mengucapkan sepatah kata pun.
25. TUAN SPRAGGE BICARA DENGAN agak gagap akhirnya Frankie berkata,
"Bagaimana Anda bisa tahu?"
Kalimat itu sebenarnya bukan kalimat yang ingin dia tanyakan. Rasanya dia ingin
menggigit lidahnya sendiri karena telah berkata begitu tolol. Tapi terlambat.
Kata-kau itu telah diucapkannya. Dan Tuan Spragge bukan orang yang bodoh, yang
tidak bisa menangkap pertanyaan itu sebagai suatu pengakuan.
"Jadi Anda tahu tentang hal itu, Lady Fran"ces?"
"Ya," kau Frankie. Dia diam, menarik napas panjang dan berkata, "Semua adalah
perbuatan saya, Tuan Spragge."
"Saya heran," kata Tuan Spragge. Suatu per"tempuran batin terdengar dalam nada
suara itu?kemarahan seorang pengacara melawan ke"dudukan penasihat keluarga yang
kebapakan. "Mengapa hal itu terjadi?" tanyanya.
"Itu kami lakukan sebagai suatu lelucon," kau Frankie lemah. "Kami kami ingin
? ?melakukan sesuatu."
Dan siapa yang punya ide untuk menyaru sebagai saya?" tanya Tuan Spragge.
Frankie memandang kepadanya. Akal cerdik"nya bekerja dengan cepat. "Itu,
Duke ah, tidak " Dia berhenti. "Saya tak akan menyebut nama. Tidak baik."
? ?Tapi Frankie tahu bahwa kemarahan Tuan Spragge telah reda. Dia tak yakin apakah
lakilaki di depannya itu akan dapat memaafkan kekurang-ajaran anak seorang
pendeta. Tapi kelemahannya menghadapi nama-nama bangsawan telah mem"buat hatinya
melembut. Sikapnya yang ramah kembali kelihatan.
"Ah! Dasar anak-anak muda yang nakal," gumamnya sambil menggoyang-goyangkan jari
telunjuknya. "Kalian memang benarbenar nakal. Anda akan heran, Lady Frances,
apabila tahu akibat-akibat yang ditimbulkan oleh lelucon An"da yang kelihatannya
tak apa-apa. Hanya suatu perasaan senang tapi kadang-kadang berakibat sulit
?untuk diselesaikan di pengadilan."
ASaya berpendapat bahwa Anda memang luar biasa, Tuan Spragge/* kata Frankie
bersungguhsungguh. "Benar. Tak satu orang pun di antara seribu akan bisa bersikap seperti Anda. Dan
saya merasa sangat malu dengan apa yang telah saya lakukan.gelar kebangsawanan
"Tidak, Lady Frances. Tak apa-apa," kata Tuan Spragge dengan suara kebapakan.
"Tapi memang saya malu. Saya rasa itu ada"lah Nyonya Rivington, barangkali. Apa
?yang dikatakannya?" "Suratnya ada di sini. Sayamembukanya setengah jam yang
lalu. Frankie mengulurkan tangannya dan Tuan Spragge meletakkan surat itu dengan
wajah yang seolaholah berkata, "Nah, lihatlah sendiri akibat kebodohanmu. Tuan
Spragge, Saya memang bodoh. Tapi saya baru ingat akan sesuatu yang mungkin bisa
membantu Anda pada waktu Anda berkunjung kemari Alon Carstairs mengatakan bahwa
dia akan pergi ke suatu tempat yang bernama Chipping Somerton. Barangkali ini
bisa membantu Anda. Saya sangat tertarik pada cerita Anda tentang kasus Maltravers.
Salam, Edith Rivington "Anda lihat, kan, persoalannya bisa menjadi serius," kata Tuan Spragge. "Saya
menarik ke"simpulan bahwa ada urusan yang tidak main-main, baik yang ada
hubungannya dengan kasus Maltravers atau dengan khen saya, Tuan Carstairs "?Frankie menyela. "Apa Alan Carstairs dulu klien Anda?" tanyanya penuh rasa ingin
tahu. "Ya, dulu. Dia datang pada saya ketika dia datang ke Inggris sebulan yang laju.
Anda kenal Tuan Carstairs, Lady Frances?"
"Ya bisa dikatakan demikian,*' jawab Fran"kie.
?"Pribadi yang sangat menarik," kata Tuan Spragge. "Saya sangat mengaguminya."
"Dia datang pada Anda untuk menanyakan surat wasiat Tuan Savage, kan?" kata
Frankie. "Ah! Jadi Anda rupanya yang memberi reko"mendasi agar dia datang pada saya" Dia
tidak ingat siapa nama orang yang memberi rekomen"dasi. Sayang, tak banyak yang
bisa saya lakukan untuknya."
"Apa nasihat Anda padanya?" tanya Frankie "Atau apa ini suatu rahasia?"
"Tidak, tidak. Tidak untuk kasus ini," kata Tuan Spragge sambil tersenyum. "Saya
berpenda"pat bahwa tak ada lagi yang bisa dilakukan tak ada kecuali apabila
? ?keluarga Tuan Savage berse"dia mengeluarkan banyak biaya untuk meme"nangkan
kasus itu. Dan kelihatannya mereka uk bersedia. Dan saya uk pernah menyarankan
untuk membawa suatu kasus ke pengadilan apabila tak ada kemungkinan untuk
menang. Hukum, Lady Frances adalah binatang yang tak pasti rupanya. Dia punya
kelitan dan Hku-liku yang dapat membuat orang awam heran. Saya selalu
berpendapat bahwa sebaiknya suatu kasus, kalau bisa, lebih baik diselesaikan di
luar peng"adilan saja."
"Urusan ini membuat orang ingin tahu," kau Funkie sambil merenung. Dia merasa
seolaholah berjalan dengan kaki telanjang di atas lantai tipis yang mudah retak.
Suatu saat dia bisa salah injak dan permainan pun akan selesai.
"Kasus-kasus demikian sebenarnya uk terlalu banyak," kata Tuan Spragge.
"Kasus bunuh diri?" tanya Frankie.
"Bukan, bukan. Kasus-kasus pengaruh yang tak layak. Tuan Savage adalah seorang
pengusaha yang tangguh. Tapi dia seperti lilin lembek saja di tangan wanita itu.
Saya yakin bahwa waniu itu uhu benar bisnis Tuan Savage."
"Saya akan senang kalau Anda bersedia mence"ritakan semuanya dengan jelas," kau
Frankie tanpa ragu-ragu. "Tuan Carstairs begitu begitu marah, sehingga
?ceritanya tidak jelas/* "Kasus itu sebenarnya sederhana/' kata Tuan Spragge. "Saya bisa saja membeberkan
semua fakta untuk Anda fakta-fakta jtu terbuka untuk siapa saja jadi tak apa-
? ?apa." "Kalau begitu tolong ceriukan pada saya," kau Frankie.
"Tuan Savage kebetulan sedang kembali dari Amerika ke Inggris, bulan November.
Seperti Anda tahu, dia adalah seorang kaya yang tidak punya keluarga dekat.
Dalam perjalanan itu dia berkenalan dengan seorang wanita er Nyonya Templeton.
? ?Tak banyak yang diketahui tenung Nyonya Templeton, kecuali bahwa dia adalah
seorang waniu yang cantik dan punya seorang suami yang juga jfrk terlalu banyak
menampilkan diri." Suami-istri Cayman, pikir Frankie.
"Perjalanan lewat laut ini berbahaya," kata Tuan Spragge sambil tersenyum dan
menggeleng"kan kepala. 'Tuan Savage sangat tertarik padanya. Dia menerima
undangan wanita itu untuk datang di rumahnya di Chipping Somerton. Saya tak
dapat mengatakan dengan pasti berapa kali dia datang ke tempat itu. Yang jelas
dia semakin sering datang dan semakin dipengaruhi dengan kuat oleh wanita
tersebut." "Lalu tibalah tragedi itu. Tuan Savage sudah lama merasa bahwa badannya tidak
sehat. Dia khawatir menderita suatu penyakit "?"Kanker?" kata Frankie.
"Ya, memang kanker. Dan kekhawatiran itu menjadi obsesi baginya. Pada saat itu
dia tinggal dengan keluarga Templeton. Mereka membujuk"nya agar dia pergi ke
London dan memeriksakan diri pada seorang spesialis. Dan dia mau. Sekarang, Lady
Frances, saya harap Anda membuka pikiran Anda untuk hal ini. Spesialis yang
telah berpraktek bertahun-tahun itu bersumpah dalam pemeriksaan bahwa Tuan
Savage tidak menderita penyakit itu dan bahwa dia telah memberi tahu Tuan
Savage. Tetapi Tuan Savage sudah terobsesi oleh kekhawatirannya sendiri sehingga
dia tidak mau menerima kenyataan itu. Sekarang, dengan pengalamannya yang begitu
luas dalam profesi medis, saya kira ada hal yang agak menarik.
Seandainya gejala-gejala yang ditunjukkan Tuan Savage membuat dokter itu
bingung, dia mung"kin menarik muka agak serius dan kemudii bicara tentang
perawatan yang mahal. Walaupun dia tidak mengatakan bahwa Tuan Savage menderita kanker, tetapi
sikapnya memberi kesan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tuan Savage
menginterpretasikan hal itu sendiri. Dia sering mendengar bahwa dokter sering
menyembunyi"kan kenyataan dari pasien bahwa dia menderita sakit. Dia tidak
percaya pada katakata dokter. Dia mengira bahwa dia menderita penyakit yang
ditakuti itu," "Pendek kata, Tuan Savage kembali ke Chipping Somerton dalam keadaan depresi
mental. Dia melihat suatu kematian yang menyakitkan di ujung hidupnya. Dan saya
mendengar bahwa beberapa anggota keluarganya meninggal karena kanker. Dan dia
tidak mau mengalami hal yang sama dengan mereka itu. Karena itu dia minta agar
seorang pengacara yang punya reputasi baik membuat surat warisan, ditandatangani
dan di"mintanya untuk menyimpan. Pada malam itu juga dia minum chloral secara
berlebihan, dan meninggalkan sebuah surat yang mengatakan bahwa dia memilih cara
mati yang lebih cepat. "Dalam wasiatnya Tuan Savage meninggalkan warisan sebesar tujuh ratus ribu pound
bebas pajak pada Nyonya Templeton, dan sisanya pada beberapa lembaga sosial
tertentu." Tuan Spragge menyandarkan punggungnya di kursi. Dia sedang menikmati apa yang
dilakukan"nya. "Juri menjatuhkan keputusan simpatik yaitu bunuh diri dalam keadaan depresi
mental*. Tapi saya rasa kita tak perlu memperdebatkan bahwa pada waktu dia
menuliskan surat wasiat itu pikir"annya pun sedang tidak sehat. Aku rasa juri
tak akan memperdebatkan itu. Wasiat itu dibuat di depan seorang pengacara yang
tentunya berpenda"pat bahwa dia dalam keadaan mental yang sehat. Dan saya juga
merasa bahwa kita bisa membukti"kan adanya suatu pengaruh kuat yang menguasai
dia. Tuan Savage bukannya melupakan seseorang yang dekat atau masih ada hubungan
keluarga dengannya. Satu-satunya keluarga adalah saudarasaudara sepupu jauh yang
jarang ditemuinya. Dan kalau tak salah mereka tinggal di Australia."
Tuan Spragge menarik napas.
"Keberatan yang diajukan Tuan Carstairs ialah bunyi surat wasiat itu sama sekak
tidak cocok dengan karakter Tuan Savage yang dikenalnya. Tuan Savage tidak suka
pada lembaga-lembaga sosial. Dia juga punya pendapat bahwa warisan sebaiknya
jatuh di tangan mereka yang punya hubungan darah. Tetapi Tuan Carstairs tak
punya bukti tertulis untuk hal itu, dan saya juga pernah mengatakan padanya
bahwa orang bisa berubah pikiran. Untuk menyanggah surat wasiat itu tentu saja
dia harus berhadapan dengan lembaga-lemba"ga sosial itu, atau dengan Nyonya
Templeton. Lagi pula surat wasiat itu sudah disahkan.'*
"Tak ada yang mempersoalkannya waktu itu?" tanya Frankie.
"Seperti saya katakan tadi, sanak keluarga Tuan Savage tidak ada di Inggris dan
mereka tak tahu banyak tentang hal itu. Tuan Carstairs-lah sebe"narnya yang
mempertanyakan surat wasiat itu. Ia baru saja kembali dari Afrika, perlahan-
lahan mengetahui apa yang terjadi dan datang ke sini untuk melihat apakah ada
sesuatu yang bisa dia perbuat. Saya teqiaksa mengatakannya bahwa saya
berpendapat tak ada lagi yang bisa dilakukan. Hak milik menyangkut kekuatan
hukum yang besar, dan Nyonya Templeton memilikinya. Lebihlebih lagi Nyonya
Templeton telah pergi ke Prancis Selatan dan tinggal di sana. Nyonya Templeton


Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak mau bicara tentang hal itu. Saya menyarankan agar dia mengambil seorang
penasihat. Tetapi dia katakan tidak perlu dan mengikuti nasihat saya. Jadi
walaupun sebetulnya ada yang bisa dilakukan, tapi sudah terlambat pada saat
itu." "Hm, begitu," kata Frankie. "Dan tak seorang pun tahu tentang Nyonya Templeton?"
Tuan Spragge menggelengkan kepalanya sambil memonyongkan mulutnya.
"Lakilaki seperti Tuan Savage, dengan peng"alaman h dup yang cukup matang
seharusnya tidak semudah itu dipengaruhi orang. Tapi " Tuan Spragge ?menggelengkan kepala dengan sedih ketika membayangkan para klien yang pernah
datang kepadanya dan membawa kasus mereka ke pengadilanFrankie berdiri.
"Lakilaki memang makhluk luar biasa," kata"nya.
Dia mengulurkan tangannya.
"Sampai bertemu lagi, Tuan Spragge. Anda sangat baik dan saya merasa malu pada
diri saya sendiri," "Ah, kalian anak-anak muda seharusnya lebih hatihati," kata Tuan Spragge sambil
menggeleng"kan kepala.
"Anda sangat baik," kata Frankie.
Dia menggenggam tangan Tuan Spragge dengan hangat lalu pergi.
Tuan Spragge duduk lagi di kursinya. Dia berpikir. Duke of
?Hanya ada dua Duke yang masih muda. Yang mana" Dia membuka Peerage.
26. PETUALANGAN TENGAH MALAM
LENYAPNYA Moira membuat Bobby sangat gelisah. Dia menenangkan hatinya dengan
mengata"kan bahwa membuat kesimpulan yang gegabah itu tidak baik suatu hal yang
?fantastis bila Moira disingkirkan dalam sebuah rumah dengan ke"mungkinan saksi
yang begitu banyak. Pasti ada suatu penjelasan yang sederhana atas persoalan
ini. Dan hal paling buruk yang bisa dibayangkan adalah Moira merupakan tahanan
di Grange. Bobby sama sekali tidak percaya bahwa Moira meninggalkan rumahnya atas kemauan
sendiri. Dia yakin bahwa Moira tak akan kabur begitu saja tanpa memberi tahu dia. Di
samping itu* dia pernah mengatakan bahwa dia tak punya teman.
Tidak, si jahat Nicholson itu pasti biang persoalan ini. Dia pasti mengetahui
kegiatan Moira dan ini adalah balasannya. Di balik tembok Grange yang mengerikan
itu pasti ada Moira yang ditahan dan tak dapat berkomunikasi dengan dunia luar.
Tapi ia mungkin tak perlu menjadi tahanan terlalu lama. Bobby sangat percaya
pada katakata Moira. Ketakutan Moira bukanlah suatu imajinasi atau hal yang
dibuat-buat, tapi suatu kebenaran yang nyata.
Nicholson bermaksud menyingkirkan istrinya. Rencana itu telah beberapa kali
gagal. Tapi sekarang dia terpaksa melakukannya, karena Moi"ra telah
berkomunikasi dengan orang lain.
Dia harus bertindak cepat.
Apakah Nicholson punya keberanian untuk bertindak" Bobby yakin dia punya. Dia
tahu bahwa walaupun istrinya sudah cerita pada orang lain, orangorang ini tidak
punya bukti, juga dia pasti mengira bahwa yang perlu dihadapi hanyalah Frankie.
Mungkin ia telah mencurigai Frankie dari permulaan. Pertanyaan-pertanyaannya
terhadap "kecelakaan" itu merupakan bukti. Tapi Bobby yakin bahwa sebagai sopir,
dia tak akan dicurigai. Ya, Nicholson pasti telah bertindak. Mayat Moira mungkin akan ditemukan di suatu
tempat yang cukup jauh dari Staverley. Bisa juga dibuang ke laut. Atau
dilemparkan ke dasar jurang.
Yang akan terjadi adalah sebuah "kecelakaan". Nichol"son adalah ahli
"kecelakaan". Namun demikian, Bobby yakin bahwa peren"canaan dan pelaksanaan kecelakaan
semacam itu memerlukan waktu. Tidak terlalu banyak, tapi tetap memerlukan waktu.
Tangan Nicholson dipaksa untuk bertindak dia harus bertindak lebih cepat dari ?perkiraannya. Mungkin cukup masuk akal bila diperlukan selang dua puluh empat
jam sebelum dia beroperasi.
Dan sebelum pelaksanaan dimulai, Bobby ber"maksud untuk menemukan Moira bila dia
masih berada di Grange. Setelah meninggalkan Frankie di Brook Street, dia memulai rencananya. Bobby
merasa bahwa sebaiknya dia berhati-hati karena tempat itu pasti diawasi. Sebagai
Hawkins dia yakin bahwa dia tak dicurigai. Tapi sekarang sudah waktunya bagi
Hawkins untuk melenyapkan diri.
Malam itu seorang pemuda berkumis dengan ' jas biru tua murahan tiba di kota
kecil Ambledever. Dia masuk ke dalam sebuah hotel di dekat stasiun, dan mendaftarkan diri dengan
nama George Parker. Setelah meletakkan tasnya di kamar, dia keluar untuk menyewa
sebuah sepeda motor. Pada pukul sepuluh malam itu, seorang pengendara motor berkacamata gelap
melewati desa Staverley dan berhenti di sebuah jalan yang sunyi, tidak jauh dari
Grange. Dengan cepat Bobby menyembunyikan motornya di semak-semak. Kemudian dia
mengamatamati keadaan di jalan. Tempat itu sepi sekali.
Bobby kemudian berjalan sepanjang tembok sampai dia menemukan pintu kecil itu.
Seperti sebelumnya, pintu kecil itu tak dikunci. Setelah mengamatamati keadaan
di luar, Bobby menyelinap masuk. Dia memasukkan tangannya dalam saku jaketnya.
Genggaman tangannya pada pistol yang diperolehnya ketika dia bertugas dulu
memberi rasa aman padanya.
Di dalam Grange semuanya kelihatan tenang. Bobby menyeringai sendiri ketika
mengingat cerita-cerita di buku bahwa orang jahat semacam Nicholson itu biasanya
memelihara seekor macan atau binatang ganas lainnya untuk melindungi diri.
Tapi Dokter Nicholson kelihatannya merasa cukup aman dengan kunci dan gerendel
saja. Dia bahkan tidak terlalu cermat. Bobby berpendapat bahwa pintu kecil itu
seharusnya tidak dibiarkan terbuka. Sayang" Nicholson bukan orang yang teliti.
Tak ada ular jinak, pikir Bobby. Tak ada macan, tak ada pagar listrik. Orang ini
ketinggalan zaman. Bobby mengumbar pikiran itu hanya untuk menyenangkan hatinya saja. Setiap saat
dia memi"kirkan Moira, hatinya merasa tersekat. Wajah Moira muncul di depan
matanya?bibirnya yang gemetar dan matanya yang lebar ketakutan. Kirakira di tempat
inilah pertama kali dia melihatnya. Jantungnya berdegup lebih kencang ketika dia
teringat tangannya melingkari tubuh Moira dan menahannya supaya tidak jatuh.
Moira di manakah dia sekarang" Apa yang dilakukan dokter jahat itu kepadanya"
?Andaikan saja dia masih hidupi
"Dia pasti masih hidup," kata Bobby sambil menggertakkan giginya. "Aku tak akan
berpikir aneh-aneh lagi."
Dia mengelilingi rumah itu dengan sangat hati"hati. Beberapa jendela di tingkat
atas masih menyala lampunya dan ada sebuah jendela yang masih terang di salah
satu ruang di bawah. Bobby merangkak mendekati jendela itu. Gordennya telah ditutup. Tapi ada sebuah
celah kecil di antaranya, Bobby meletakkan lututnya di jendela dan mengintip
lewat celah itu dengan hatihati.
Dia bisa melihat sebuah bahu dan tangan seorang lakilaki yang bergerak seperti
orang menulis. Akhirnya orang itu menggeser duduknya dan mukanya pun kelihatan. Dia adalah
Dokter Nicholson. Situasi itu aneh. Dokter itu menulis dengan, tenang, tidak sadar bahwa dia
diperhatikan. Bobby merasa kagum. Orang itu begitu dekat dengannya. Dia bisa
menjamah mukanya bila tak ada kaca yang menghalanginya.
Bobby merasa bahwa kali inilah dia benarbenar melihat lakilaki itu dengan jelas.
Dia memandang profil yang kuat hidung yang besar, dagu mencuat, dan dagu yang
?bersih tercukur licin. Bobby melihat telinganya yang kecil dan menempel rata di
kepala. Dan daun telinganya kelihatan bersatu dengan lehernya. Orang menga"takan
bahwa telinga seperti itu biasanya menun"jukkan bahwa peiruliknya adalah seorang
yang istimewa. Dokter itu terus menulis. Kadangkadang dia berhenti sejenak seolaholah memilih
katakata yang tepat untuk ditulisnya lalu menulis lagi. Penanya bergerak di
?atas kertas dengan tepat dan rata. Lalu dia melepas kacamatanya, mengusapnya,
dan memakainya lagi. Akhirnya Bobby turun dari jendela dengan hatihati. Kelihatannya Nicholson akan
lama menulis. Dan sekarang adalah saat yang tepat untuk memasuki rumah.
Kalau Bobby bisa masuk dari sebuah jendela, dia dapat memeriksa rumah itu.
Bobby mengitari rumah itu lagi dan memilih sebuah jendela di ruang atas. Jendela
itu belum ditutup tetapi lampunya sudah padam. Mungkin tak ada yang menempati
ruangan itu. Di dekatnya ada sebuah pohon yang kelihatannya akan banyak
membantu. Pada menit berikutnya Bobby sudah menjalar menaiki pohon itu. Semua berjalan
lancar. Bobby sedang menjulurkan tangan akan memegang jendela itu ketika tiba-
tiba dia mendengar bunyi berderak dari cabang yang ditumpanginya. Pada menit
yang lain cabang tua itu patah dan Bobby pun meluncur dengan kepala menukik
terlebih dahulu dan mendarat di semak-semak bunga.
Jendela kamar kerja Nicholson terletak pada deretan yang sama tetapi agak jauh.
Bobby mendengar teriakan dokter itu dan jendela kamarnya pun terbuka lebar.
Bobby sadar dari rasa terkejutnya. Dia meloncat berdiri dan melepaskan diri dari
kaitan tanaman semak itu, dan lari mendekati pintu kecil. Dia diam sejenak di
semak-semak dekat pintu. Bobby mendengar suara-suara dan melihat lampu mendekati semak tempat dia jatuh.
Dia diam menahan napas. Mereka barangkali akan melewati jalan kecil itu. Dan
kalau mereka temukan pintu kecil itu terbuka, maka mereka akan mengira orang
yang jatuh itu sudah lari ke luar dan tak akan melanjutkan pencarian.
Menit demi menit berlalu. Tetapi tak seorang pun datang. Akhirnya Bobby
mendengar suara Nicholson bertanya. Dia tak mendengar kata-katanya, tapi dia
mendengar jawaban dari suara yang terdengar serak dan tak berpendidikan.
"Semua ada, Tuan. Saya sudah keliling."
Suara-suara itu berangsur-angsur lenyap, dan lampu pun mati. Kelihatannya semua
orang telah kembali masuk rumah.
Dengan hatihati Bobby keluar dari tempat persembunyiannya. Dia mendengarkan.
Semua senyap. Dia melangkah satu-dua langkah ke arah rumah.
Dan kemudian dari kegelapan Bobby merasa sebuah benda dipukulkan ke leher
belakangnya. Dia jatuh ke depan ke dalam gelap.?27. "SAUDARA SAYA DIBUNUH"
PADA hari Jumat pagi Bentley hijau itu masuk ke halaman Station Hotel di
Ambledever, Frankie telah menelegram Bobby, dengan nama yang telah mereka
sepakati George Parker- ? ?bahwa ia diperlukan untuk memberi kesaksian dalam pemeriksaan kasus Henry
Bassington ffrench, dan akan singgah menemuinya di Ambledever. Frankie berharap
menerima balasan telegram, tapi dia tak mendapat apa-apa. Jadi dia terpaksa
datang ke hotel itu. "Tuan Parker?" kata penjaga. "Rasanya tak ada tamu dengan nama itu. Tapi akan
saya cek." Dia kembali lagi beberapa menit kemudian. "Dia datang Rabu malam,
Nona. Meletakkan tasnya dan berpesan bahwa dia akan kembali agak malam. Tasnya
masih ada, tapi dia belum kemba"li."
Tiba-tiba Frankie merasa mual. Dia memegang meja kuat-kuat. Penjaga itu
memandangnya de"ngan rasa kasihan. '*Nona sakit?"
Frankie menggelengkan kepalanya. **Tidak apa-apa," katanya. "Dia tidak pesan
apa-apa?" "Ada telegram untuknya," katanya. "Hanya itu."
Dia memandang Frankie dengan rasa ingin tahu. "Ada yang bisa saya bantu"**
tanyanya. Frankie menggelengkan kepala. Dia hanya ingin pergi dari situ. Dia harus punya
waktu untuk memikirkan apa yang harus dilakukannya kemudian.
"Tak apa-apa," katanya. Dia masuk ke dalam mobilnya dan meluncur pergi.
Lakilaki itu mengangguk-anggukkan kepak penuh pengertian.
"Orang itu pasti melarikan diri/* pikir lakilaki itu pada dirinya sendiri.
"Mengecewakan gadis itu-Menghindari dia. Padahal gadis itu cukup manis. Seperti
apa sih orang itu?" Dia. bertanya pada seorang gadis dJ bagian resepsionis. Tapi gadis itu tak tahu
apa-apa. "Dua muda-mudi," katanya. "Akan menikah diam-diam tapi si pemuda lalu ?menghilang."
Pada saat itu Frankie berada dalam mobilnya menuju Staverley. Pikiran dan
hatinya kacau. Kenapa Bobby tidak kembali ke hotel" Hanya ada dua alasan. Kalau ia tidak sedang
membuntuti seseorang yang mengharuskannya pergi, ya ada sesuatu yang tidak
? ?beres. Bentley itu melencong pada posisi yang mem"bahayakan. Untunglah Frankie bisa
menguasai mobilnya. Tolol benar membayangkan hal-hal yang tidak pasti. Tentu
?saja Bobby tidak apaapa.
Dia sedang membayangi seseorang. Tapi mengapa dia tidak kirim kabar padanya"
Sebuah suara lain bertanya.
Itu lebih sulit dijelaskan. Tapi ada penjelasan. Situasi yang tak
memungkinkan tak ada waktu atau kesempatan. Bobby tahu bahwa dia, Frankie, tak
?akan khawatir tentang dirinya. Semua beres pasti beres.
?Pemeriksaan berlalu seperti sebuah mimpi. Roger hadir dan Sylvia kelihatan
sangat cantik dalam pakaian berkabungnya. Dia kelihatan mengesankan. Frankie
menjadi kagum seperti ketika ia mengagumi sebuah pertunjukan bagus di sebuah
teater. Proses pemeriksaan itu dilakukan dengan baik. Keluarga Bassingtonffrench
merupakan keluarga yang cukup terkenal di daerah itu, dan segala sesuatu
dilakukan untuk meringankan perasaan mereka.
Frankie dan Roger memberikan kesaksian Dokter Nicholson juga dan surat
? ?perpisahan pun dikeluarkan. Semuanya berjalan dengan lan"car dan kesimpulan
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 17 Wiro Sableng 056 Ratu Mesum Bukit Kemukus Pukulan Naga Sakti 6
^