Pencarian

Misteri Di Styles 3

Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie Bagian 3


"Jadi?" kata saya ramah ketika dia menjadi ragu-ragu.
"Aku ingin minta nasihat. Apa yang harus kulakukan?"
"Kaulakukan?" "Ya. Bibi Emily selalu mengatakan bahwa aku akan mendapat bantuan. Mungkin dia
lupa atau tidak berpikir bahwa dia akhirnya meninggal - pokoknya aku sekarang
tidak mendapat bantuan! Dan aku tak tahu mau apa. Apa sebaiknya aku pergi saja?"
"Ya, Tuhan, jangan! Aku yakin mereka tak akan membiarkanmu pergi."
Cynthia ragu-ragu sejenak. Tangannya yang mungil bermain-main dengan rumput.
Lalu dia berkata, "Nyonya Cavendish tidak menyukaiku. Dia benci padaku."
"Benci?" seru saya heran.
Cynthia mengangguk. "Ya. Aku tidak mengerti mengapa begitu, tapi benar - dia tidak suka padaku. Yang
satu juga." "Kau keliru," kata saya menghibur. "Sebaliknya, John sayang sekali padamu."
"Ya, John. Yang kumaksudkan Lawrence. Sebenarnya aku tak peduli kalau dia
membenciku. Tapi, sungguh mengerikan kalau tak ada orang yang benar-benar
mencintai kita." "Ah, tapi mereka sayang padamu, Cynthia. Kau keliru," kata saya bersungguh-
sungguh. "Ada John - dan Nona Howard - "
Cynthia mengangguk dengan wajah sedih. "Ya John sayang padaku. Dan Evie juga.
Tapi Lawrence tak pernah mau bicara padaku kalau tidak perlu. Dan Mary berusaha
keras untuk bersikap baik. Dia ingin agar Evie bersama mereka - dia malahan
memohon-mohon Tapi dia tidak menghendaki aku tinggal di sini. Dan - dan - aku tak
tahu harus berbuat apa." Tiba-tiba gadis itu menangis.
Saya tak tahu apa yang membuat saya bersikap begitu. Mungkin karena
kecantikannya yang begitu mempesona dalam cahaya matahari sore; atau rasa
kasihan melihat seseorang yang begitu kesepian; atau rasa lega karena akhirnya
saya benar-benar bertemu dengan orang yang tak mungkin terlibat dalam tragedi
itu. Tanpa saya sadari saya pegang tangannya dan berkata,
"Kau mau jadi istriku, Cynthia?"
Rupanya saya telah memberi obat manjur untuk air matanya. Dia berdiri, menarik
tangannya, dan berkata dengan tegas,
"Jangan tolol!"
Saya merasa tersinggung. "Aku tidak tolol. Aku hanya bertanya apakah kau mau menerima kehormatan untuk
menjadi istriku." Cynthia tertawa dan memanggil saya 'sayangku yang lucu'.
"Kau sangat baik," katanya, "tapi kau kan tahu bahwa kau tidak menginginkannya."
"Aku ingin. Aku punya - "
"Sudahlah. Kau sebenarnya tidak menginginkannya - dan aku juga tidak."
"Baik kalau begitu," kata saya kaku. "Tapi aku tak melihat sesuatu yang lucu
yang bisa ditertawakan dalam hal ini. Tak ada yang lucu kalau seorang pria
meminang seorang gadis."
"Kau benar," kata Cynthia. "Pasti ada orang yang mau menerima lamaranmu nanti.
Terima kasih. Kau membuatku gembira. Sampai ketemu lagi."
Dengan wajah cerah dia menghilang di balik pepohonan.
Saya merasa kecewa. Tapi tiba-tiba saja muncul pikiran untuk pergi ke desa
menemui Bauerstein. Orang itu perlu diamat-amati. Tapi dia tidak perlu tahu
bahwa sedang dicurigai. Rasanya saya bisa bersikap diplomatis. Saya pergi ke
apartemen Bauerstein dan mengetuk pintu.
Seorang wanita tua membukakan pintu.
"Selamat sore," kata saya ramah. "Bisa saya bertemu dengan Dokter Bauerstein?"
Dia memandang heran pada saya.
"Anda belum tahu?"
"Tentang apa?" "Tentang dia." "Ada apa?" "Diambil." "Diambil?" "Ya. Oleh polisi."
"Polisi!" saya terkejut. "Maksud Anda dia ditahan polisi?"
"Ya, betul. Dan - "
Saya tidak mendengar lebih jauh, saya segera berlari ke tempat Poirot.
Bab 10 PENAHANAN SAYA menjadi kesal ketika mendapat jawaban bahwa Poirot tidak ada karena sedang
ke London. Saya terdiam heran dan tidak mengerti. Apa yang dilakukan Poirot di London"
Apakah dia memang sudah merencanakannya sejak lama atau merupakan keputusan
mendadak" Saya berjalan ke Styles dengan hati panas. Karena tak ada Poirot, saya tak tahu
lagi apa yang harus saya lakukan. Apa dia telah memperkirakan penahanan ini
sebelumnya" Ataukah dia yang menyebabkan penahanan ini" Saya tak tahu. Tapi
sementara ini apa yang harus saya lakukan" Apakah sebaiknya saya memberitahukan
penahanan ini di Styles" Tapi pikiran tentang Mary Cavendish membuat saya ragu-
ragu. Apa tidak akan mengejutkan dia" Untuk sesaat saya menyingkirkan kecurigaan
terhadap dirinya. Dia tak bisa dilibatkan. Tak ada tanda yang menunjuk ke arah
itu. Tentu saja penahanan Dr. Bauerstein tidak dapat disembunyikan terlalu lama.
Koran pagi pasti memuat berita itu. Tapi rasanya sulit bagi saya untuk
mengatakannya. Seandainya ada Poirot, saya pasti minta pendapatnya. Mengapa dia
pergi ke London begitu saja"
Rasa hormat saya pada Poirot semakin bertambah-tambah. Saya tak akan mencurigai
dokter itu seandainya Poirot tidak menunjukkannya pada saya. Dia memang pandai.
Setelah berpikir sejenak, saya memutuskan untuk berbicara dengan John dan
menyerahkan padanya apakah dia mau mengumumkan hal itu atau tidak.
Dia bersiul ketika saya memberitahukan hal itu kepadanya.
"Ah! Kalau begitu kau benar. Aku tadinya tak percaya."
"Memang rasanya sulit dipercaya, tapi setelah dipikir-pikir, semuanya cocok.
Sekarang kita mau apa" Besok pagi berita itu pasti sudah ada di koran."
John berpikir. "Tak apa," katanya. "Kita tak perlu berkata apa-apa sekarang. Tak ada gunanya.
Besok toh semua orang tahu."
Tapi saya menjadi heran, ketika membuka koran pagi, tak ada berita secuil pun
tentang penahanan itu. Memang ada berita tentang 'Kasus Peracunan di Styles',
tapi tidak menyinggung tentang penahanan kemarin. Saya rasa Japp sengaja
menyembunyikan berita itu. Hal itu agak menguatirkan karena ada kemungkinan akan
terjadi penahanan-penahanan berikutnya.
Setelah sarapan, saya memutuskan untuk pergi ke desa menemui Poirot. Tapi
sebelum berangkat sebuah wajah yang saya kenal muncul di jendela dan suaranya
berkata, "Bon jour, mon amil"
"Poirot," saya berseru lega dan menariknya masuk ke dalam ruangan. "Dengar. Aku
belum memberi tahu siapa-siapa kecuali John. Apa pendapatmu?"
"Hei. Aku tak tahu apa yang kaukatakan."
"Tentu saja penahanan Dokter Bauerstein," kata saya tak sabar.
"Kalau begitu dia ditahan?"
"Apa kau tidak tahu?"
"Sama sekali tidak." Dia berpikir sebentar, lalu menambahkan, "Tapi hal itu tak
terlalu mengejutkan. Kita kan hanya empat mil dari pantai."
"Pantai?" saya bertanya bingung. "Apa hubungannya?"
Poirot mengangkat bahunya.
"Kan sudah jelas!"
"Aku tak mengerti. Apa hubungan antara pantai dengan pembunuhan Nyonya
Inglethorp?" "Tentu saja tidak ada," jawab Poirot dengan tersenyum. "Kita kan sedang bicara
tentang penahanan Dokter Bauerstein."
"Ya, dia kan ditahan karena pembunuhan Nyonya Inglethorp - "
"Apa?" teriak Poirot dengan heran. "Dokter Bauerstein ditahan karena pembunuhan
Nyonya Inglethorp?" "Ya." "Tak mungkin! Itu lelucon yang tidak lucu! Siapa yang mengatakannya?"
"Sebenarnya tak ada yang mengatakannya," saya mengaku. "Tapi dia ditahan."
"Oh ya, memang. Tapi karena spionase, mon ami."
"Spionase?" tanya saya menahan napas.
"Benar." "Bukan karena meracuni Nyonya Inglethorp?"
"Kecuali kalau si Japp sudah tidak waras," jawab Poirot tenang.
"Tapi - aku pikir kau berpendapat begitu."
Poirot memandang saya dengan heran campur kasihan.
Saya berkata pelan-pelan,
"Jadi Dokter Bauerstein adalah seorang mata-mata?"
Poirot mengangguk. "Kau tak pernah mencurigainya?"
"Tak pernah terpikir olehku."
"Apa kau tidak curiga kalau seorang dokter terkenal dari London mengubur diri di
sebuah desa kecil seperti ini" Dan punya kebiasaan jalan malam-malam dengan
pakaian lengkap?" "Tidak," saya mengakui. "Tak pernah."
"Tentu saja dia orang Jerman. Memang dia telah lama di sini sehingga orang
menganggapnya sebagai orang Inggris. Dia menjadi warga negara Inggris lima belas
tahun yang lalu. Seorang jenius - tentu saja. Dia Yahudi."
"Bajingan!" seru saya.
"Sama sekali bukan. Sebaliknya, dia adalah patriot. Coba pikirkan apa yang dia
relakan untuk dikorbankan. Aku mengaguminya."
Tapi saya tidak bisa melihat hal itu dari sudut pandang Poirot.
"Dan dengan laki-laki itulah Nyonya Cavendish berkeliling ke mana-mana!" seru
saya kesal. "Ya. Aku rasa Bauerstein memanfaatkan hal itu," kata Poirot. "Sepanjang orang
sibuk menggosipkannya dengan Nyonya Cavendish, kelakuan-kelakuannya yang aneh
tak akan diperhatikan orang."
"Kalau begitu kau menganggap dia sebenarnya tidak serius dengan Nyonya
Cavendish?" tanya saya bersemangat.
"Wah, aku tak tahu hal itu. Tapi - aku punya pendapat pribadi, Hastings."
"Ya." "Begini, Nyonya Cavendish sama sekali tidak peduli pada Dokter Bauerstein!"
"Benarkah?" Saya tak bisa menyembunyikan kegembiraan saya.
"Aku yakin hal itu. Aku beritahu kau sebabnya."
"Apa?" "Karena dia mencintai orang lain, mon ami."
"Oh!" Apa maksudnya" Saya merasakan suatu kehangatan menjalar di dalam tubuh
saya. Saya bukanlah seorang laki-laki yang kurang menarik, dan saya teringat
beberapa hal yang meskipun samar-samar tapi cukup memberi arti -
Kegembiraan saya terganggu oleh kedatangan Nona Howard. Dia melihat sekeliling
untuk memastikan bahwa tak ada orang lain di situ. Dengan cepat dia mengeluarkan
selembar kertas berwarna coklat yang diberikannya pada Poirot sambil bergumam,
"Di atas lemari baju." Lalu dengan cepat dia meninggalkan kami.
Poirot membuka lembaran kertas itu dengan tidak sabar dan berseru puas.
Diletakkannya kertas itu di atas meja.
"Coba lihat, Hastings. Ini J. atau L.?"
Kertas itu berukuran sedang dan agak berdebu, seperti sudah lama. Tapi yang
menarik Poirot adalah labelnya. Di bagian atas ada nama Messrs. Parkson, pemilik
kostum teater yang sangat terkenal dan ditujukan kepada " - Cavendish, Esq.,
Styles Court, Styles St. Mary, Essex."
"Ini bisa T. dan bisa L.," jawab saya setelah memperhatikannya. "Tapi jelas
bukan J." "Bagus," jawab Poirot sambil melipat kertas itu lagi. "Aku juga berpendapat
sama. Bisa L." "Dari mana kertas itu?" tanya saya ingin tahu. "Apakah penting?"
"Tidak terlalu, tapi cukup penting untuk memperkuat dugaanku. Aku meminta Nona
Howard untuk mencarinya setelah menarik sebuah deduksi dan dia ternyata
berhasil." "Apa maksudnya dengan 'di atas lemari baju'?"
"Dia menemukannya di atas lemari baju," kata Poirot cepat.
"Tempat yang aneh untuk selembar kertas coklat," gumam saya.
"Aku rasa tidak. Bagian atas lemari baju merupakan tempat yang baik untuk kertas
coklat dan dos karton. Aku sendiri menyimpan barang-barang semacam itu di tempat
yang sama. Kalau sudah teratur rapi, tak akan menyulitkan mata."
"Poirot," saya berkata dengan serius, "sudah punya putusan tentang tragedi ini?"
"Ya - maksudku, aku tahu bagaimana peracunan itu dilakukan."
"Ah!" "Sayang aku tak punya bukti untuk dugaan-dugaanku, kecuali!" Tiba-tiba dia
mencengkeram lengan saya dan membawa saya turun tangga sambil berceloteh dalam
bahasa Prancis, "Mademoiselle Dorcas, Mademoiselle Dorcas, un moment, s'il vous
plait!" Dorcas yang mendengar suara-suara bising itu cepat-cepat keluar dari dapur.
"Dorcas, aku memerlukan sesuatu yang mungkin bisa dijadikan bukti! Apakah pada
hari Senin, ingat bukan Selasa tapi Senin sebelum hari naas itu - apakah pada hari
itu bel Nyonya Inglethorp rusak?"
Dorcas kelihatan heran. "Ya. Benar, Tuan, memang benar. Heran. Bagaimana Tuan bisa tahu" Ada tikus atau
binatang lain yang menggigit kabel bel. Tapi hari Selasa pagi ada tukang datang
dan membetulkannya."
Dengan seruan gembira Poirot menggandeng saya kembali ke ruang lagi.
"Lihat. Kita tidak harus selalu mencari bukti dari luar. Logika yang baik sudah
cukup. Ah, Kawan, aku merasa gembira dan penuh semangat! Aku ingin berlari dan
meloncat!" Memang dia benar-benar berlari dan meloncat ke kebun melalui jendela yang
panjang. "Ada apa dengan teman kecil Anda itu?" tanya sebuah suara di belakang saya.
Ternyata Mary Cavendish. Dia tersenyum dan saya membalasnya. "Ada apa sih?"
"Saya sendiri tak tahu. Dia bertanya kepada Dorcas tentang bel. Dan jawaban
Dorcas membuatnya gembira sehingga dia berlari-lari macam kuda lumping."
Mary tertawa. "Lucu sekali! Dia keluar gerbang. Kembali lagi tidak?"
"Saya tak tahu. Saya tak ingin lagi menebak-nebak apa yang akan dilakukannya
kemudian." "Apa dia sinting, Tuan Hastings?"
"Saya benar-benar tidak tahu. Kadang-kadang dia memang seperti orang sinting.
Tapi dalam keadaannya yang paling gila sekali pun dia punya suatu cara."
"Hm." Walaupun tertawa, Mary kelihatan menyimpan persoalan. Wajahnya kelihatan sedih.
Saya jadi teringat pada persoalan Cynthia. Barangkali ada baiknya kalau saya
membicarakan hal itu dengannya. Tapi sebelum saya membawa persoalan itu lebih
jauh, dia menyetop saya dengan berkata,
"Saya yakin bahwa Anda adalah seorang pengacara yang hebat, Tuan Hastings, tapi
dalam hal ini kemampuan Anda tak ada gunanya. Cynthia tak akan berani menghadapi
kekejaman saya." Ucapan saya menjadi kacau. Mudah-mudahan dia tidak berkata bahwa - . Sekali lagi
kata-kata yang diucapkannya membuat saya semakin lupa pada Cynthia dan
kesulitannya. "Tuan Hastings, Anda mengira bahwa saya dan suami saya bahagia?"
Saya sangat terkejut dan bergumam bahwa sebetulnya hal itu bukan urusan saya.
"Baiklah," katanya tenang. "Baik itu urusan Anda atau bukan, saya ingin
mengatakan bahwa saya tidak bahagia."
Saya diam saja karena saya melihat dia belum selesai bicara.
Dia berjalan perlahan-lahan, mondar-mandir dalam ruangan. Kepalanya agak
tertunduk dan tubuhnya yang semampai bergerak dengan luwes. Tiba-tiba dia
berhenti dan memandang saya.
"Anda tak tahu apa-apa tentang saya, bukan?" tanyanya. "Dari mana dan siapa saya
sebelum menikah dengan John" Baik, akan saya jelaskan. Saya akan menganggap Anda
pastor penerima pengakuan dosa. Saya rasa Anda baik - ya, saya yakin Anda baik."
Anehnya, saya tidak terlalu bergairah lagi. Saya ingat bahwa Cynthia pun
menunjukkan rasa percayanya dengan cara yang sama. Dan lagi, seorang pastor
penerima pengakuan dosa seharusnya seorang tua, bukan orang muda seperti saya.
"Ayah saya orang Inggris," kata Nyonya Cavendish, "tapi ibu saya Rusia."
"Ah, pantas - "
"Apanya yang pantas?"
"Ada sesuatu yang asing - lain - pada Anda."


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ibu saya sangat cantik, saya rasa. Saya tak tahu karena belum pernah
melihatnya. Dia meninggal ketika saya masih kecil sekali. Saya rasa kematiannya
merupakan suatu tragedi - dia salah minum obat tidur - dengan dosis berlebihan
Pokoknya ayah saya patah hati. Setelah kejadian itu, Ayah bekerja di konsulat
dan saya ikut ke mana pun dia pergi. Ketika saya berumur dua puluh tiga, saya
telah menjelajahi hampir seluruh dunia. Kehidupan yang menyenangkan - saya benar-
benar menikmatinya."
Bibirnya tersenyum, wajahnya cerah. Dia kelihatan sedang mengenangkan hari-hari
indah yang pernah dilaluinya.
"Kemudian Ayah meninggal. Saya tak punya apa-apa. Saya harus tinggal dengan
beberapa bibi di Yorkshire." Badannya gemetar. "Anda pasti bisa mengerti betapa
tersiksa rasanya hidup di sana setelah saya terbiasa dengan kehidupan yang sama
sekali lain dengan Ayah. Lingkungan yang terbatas, dan cara hidup yang sangat
rutin hampir membuat saya gila." Dia diam sesaat, dan kemudian meneruskan dengan
suara yang lain, "Kemudian saya bertemu dengan John Cavendish."
"Terus?" "Dalam pandangan bibi-bibi saya, pertemuan saya dengan John merupakan hal yang
menguntungkan. Mereka menganggap saya akan bahagia. Sebenarnya bukan hal ini
yang memberatkan perasaan saya. Bukan, John hanyalah pelarian dari kehidupan
sehari-hari yang monoton itu."
Saya hanya diam. Setelah itu dia melanjutkan,
"Jangan salah mengerti. Saya cukup jujur. Saya mengatakan hal itu dengan terus
terang. Saya sangat menyukai John dan saya berharap - lama-lama - bisa lebih dari
sekadar menyukainya saja, tapi saya tidak merasa jatuh cinta padanya. Dia
mengatakan bahwa hal itu sudah cukup baginya, jadi - kami pun menikah."
Dia diam cukup lama. Dahinya berkerut. Kelihatannya dia merenung, mengenang
kembali hari-hari yang telah lewat.
"Saya rasa - saya yakin - mula-mula dia mencintai saya. Tapi mungkin kami kurang
serasi. Sekarang saya merasa bahwa kami semakin jauh. Dia - ini suatu hal yang
tidak menyenangkan saya, tap merupakan kenyataan - dia menjadi begitu cepat bosan
dengan saya." Saya tidak sadar dengan apa yang saya gumamkan. Dengan cepat dia
berkata, "Oh ya, benar! Tapi sudahlah. Tak apa-apa. Memang tak lama lagi kami
akan berpisah." "Apa maksud Anda?"
Dia menjawab dengan tenang,
"Saya tak akan tinggal di Styles."
"Anda dan John tak akan tinggal di sini?"
"Barangkali John akan tinggal di sini. Saya tidak."
"Anda akan meninggalkan dia?"
"Ya." "Mengapa?" Dia diam. Tapi akhirnya berkata,
"Barangkali - karena saya ingin - bebas!"
Saya jadi membayangkan dunia yang luas, hutan rimba yang masih asli, daerah yang
belum terjamah manusia - dan suatu realisasi kebebasan bagi seseorang seperti Mary
Cavendish. Saya melihatnya sebagai seorang makhluk yang angkuh, tak terjinakkan
oleh peradaban, bagaikan seekor burung liar. Tiba-tiba dia berseru,
"Anda tidak tahu - tidak tahu - betapa tempat ini seperti penjara rasanya!"
"Saya mengerti," kata saya, "tapi jangan tergesa-gesa."
"Oh, tergesa-gesa!" suaranya mengejek.
Tiba-tiba saja saya mengatakan sesuatu yang tidak ingin saya katakan,
"Anda tahu bahwa Dokter Bauerstein ditahan?"
Wajahnya mendadak berubah jadi dingin tanpa ekspresi.
"John cukup baik memberi tahu saya tentang hal itu."
"Bagaimana pendapat Anda?" tanya saya takut-takut.
"Tentang apa?" "Penahanan itu."
"Apa yang harus saya pikir" Dia adalah seorang mata-mata Jerman - kata tukang
kebun pada John." Wajah dan suaranya dingin tanpa ekspresi. Apa dia memang tidak peduli"
Dia berjalan satu-dua langkah. Kemudian tangannya memegang salah satu jambangan
bunga. "Bunga ini sudah layu Saya harus menggantinya. Maaf, Tuan Hastings, terima
kasih." Dia berjalan melewati saya, keluar, dengan anggukan dingin.
Pasti dia tidak peduli pada Bauerstein. Seorang wanita tak akan bisa bersikap
sedemikian dingin bila dia mempunyai perasaan khusus pada seorang laki-laki.
Poirot tidak muncul keesokan paginya. Juga para petugas Scotland Yard.
Tapi pada waktu makan siang kami mendapatkan sebuah bukti. Selama ini kami
berusaha mencari tahu kepada siapa Nyonya Inglethorp mengirim suratnya yang
keempat. Usaha kami sia-sia sehingga kami tidak lagi memikirkannya. Ternyata
hari itu datang sebuah surat dari penerbit musik Prancis yang menyatakan
menerima cek Nyonya Inglethorp dan meminta maaf karena tidak dapat mencarikan
lagu-lagu rakyat Rusia yang diminta. Jadi harapan terakhir untuk memecahkan
misteri melalui surat-surat Nyonya Inglethorp, terpaksa dilupakan saja.
Sebelum waktu minum teh, saya berjalan-jalan ke tempat Poirot untuk menceritakan
hal tersebut. Tetapi saya bertambah kecewa karena dia tak ada di tempat.
"Ke London lagi?"
"Oh, tidak, Tuan. Dia naik kereta ke Tadminster. 'Untuk melihat ruang obat,'
katanya." "Tolol!" seru saya. "Sudah diberi tahu kalau hari Rabu Cynthia tidak ada! Tolong
beritahu dia supaya menemui saya besok pagi."
"Baik, Tuan," Tapi besok paginya, Poirot tidak kelihatan. Saya menjadi marah. Dia benar-benar
keterlaluan Seenaknya sendiri.
Setelah makan siang, Lawrence mengajak saya bicara. Dia bertanya apakah saya
akan menemui Poirot. "Saya rasa tidak. Dia bisa datang kalau mau menemui kita."
"Oh!" Lawrence kelihatan ragu-ragu. Saya menjadi curiga karena dia kelihatan
gelisah dan tidak seperti biasa.
"Ada apa?" tanya saya. "Aku bisa pergi menemuinya kalau perlu."
"Tidak terlalu penting, tapi - kalau kau bertemu dengan dia katakan bahwa - " dia
berbisik - "rasanya aku telah menemukan cangkir kopi ekstra, itu!"
Saya telah lupa pesan Poirot yang misterius itu, tapi kini rasa ingin tahu saya
muncul kembali. Karena Lawrence tak mengatakan apa-apa lagi, saya terpaksa turun dari tahta
keangkuhan saya. Sekali lagi saya berjalan menuju Pondok Leastways.
Kali ini saya disambut dengan senyuman. Tuan Poirot ada di dalam. Saya pun naik.
Poirot sedang duduk di kursi dengan kepala terbenam pada kedua tangannya. Dia
berdiri begitu melihat saya masuk.
"Ada apa?" tanya saya cemas. "Kau tidak sakit, kan?"
"Tidak, jangan cemas. Aku sedang membuat keputusan penting."
"Untuk menangkap pembunuh atau tidak?" kata saya bercanda.
Tapi Poirot mengangguk serius.
"Benar - itulah persoalannya."
Saya diam saja. "Kau serius, Poirot?"
"Aku serius sekali. Karena yang akan kulakukan amat besar pengaruhnya."
"Terhadap apa?"
"Kebahagiaan seorang wanita, mon ami," katanya dengan suara sedih.
Saya tak tahu harus berkata apa.
"Waktunya sudah tiba," kata Poirot. "Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
Apa yang akan kulakukan ini penuh risiko. Tak seorang pun kecuali saya - Hercule
Poirot, akan bisa melakukannya!" Dan dia menepuk dadanya dengan bangga.
Kami diam sejenak. Aku tak ingin merusak rasa bangganya. Setelah itu saya
menyampaikan pesan Lawrence.
"Aha! Jadi dia telah menemukan cangkir kopi ekstra itu. Bagus. Ternyata dia
seorang yang cukup cerdas!"
Saya sendiri tidak menganggap bahwa Lawrence cukup cerdas, tapi saya tak mau
mengeluarkan pendapat yang berlawanan dengan Poirot. Saya mengalihkan
pembicaraan dan mengatakan pada Poirot bahwa saya sudah memberi tahu tentang
hari libur Cynthia. "Ya - benar. Aku memang pelupa. Tapi teman Nona Cynthia sangat baik. Dia merasa
kasihan melihatku kecewa. Karena itu dia menunjukkan ruang obatnya."
"Kalau begitu kau harus mengajak Cynthia minum teh - kapan-kapan."
Saya menceritakan surat Nyonya Inglethorp.
"Sayang. Aku berharap bahwa surat itu bisa menjadi kunci yang akan membuka
tragedi ini. Kelihatannya kita harus melihat kembali semuanya dari dalam,"
Poirot berkata sambil memukul dahinya. "Semua tergantung pada sel-sel kelabu
kita." Lalu dia menambahkan, "Apa kau mengerti tentang sidik jari?"
"Tidak. Aku tahu bahwa tak ada sidik jari yang sama. Itu saja yang kuketahui."
"Benar." Dia membuka sebuah laci kecil, mengambil beberapa foto dan diletakkannya di
meja. "Telah kuberi nomor. Satu, dua, tiga. Coba jelaskan."
Saya memperhatikan foto itu.
"Semua sudah diperbesar. Nomor satu adalah sidik jari seorang laki-laki; ibu
jari dan jari telunjuk. Nomor dua adalah sidik jari seorang wanita; lebih kecil
dan berbeda. Nomor tiga - " Saya berpikir sambil memperhatikan baik-baik -
"kelihatannya campur aduk Tapi yang ini jelas sama dengan yang nomor satu."
"Tumpang tindih?"
"Ya." "Kau yakin?" "Oh, ya, yang dua ini identik."
Poirot mengangguk. Dengan hati-hati dipegangnya foto itu, dimasukkannya ke dalam
laci, dan dikuncinya laci itu.
"Kau pasti tak akan memberi tahu aku tentang sidik jari itu, kan?"
"Sebaliknya. Nomor satu adalah sidik jari Tuan Lawrence Nomor dua milik Nona
Cynthia. Keduanya tidak penting. Aku hanya mengambil untuk perbandingan. Nomor
tiga agak sulit." "Ya." "Masih kabur walaupun sudah diperbesar. Aku tak akan menjelaskan tentang teknik
dan peralatan yang dipakai untuk memperbesar. Polisi biasanya mengenal proses
itu. Sekarang tentang benda yang ada sidik jarinya."
"Teruskan - kedengarannya sangat menarik."
"Eh bien! Foto nomor tiga merupakan foto botol kecil yang sudah diperbesar.
Botol itu dari lemari atas ruang obat Nona Cynthia. Botol racun!"
"Ya, Tuhan!" seru saya. "Tapi apa yang dilakukan Lawrence Cavendish" Dia tidak
mendekati lemari racun itu ketika kami mampir ke sana."
"Kau keliru." "Tak mungkin. Kami selalu bersama."
"Ada suatu saat ketika kau tidak bersama dia. Kalau tidak, pasti kalian tak
perlu memanggil Tuan Lawrence ke balkon."
"Ya, aku lupa itu," kata saya mengaku. "Tapi itu hanya sebentar."
"Cukup lama." "Cukup lama untuk apa?"
Senyum Poirot menjadi misterius.
"Cukup lama bagi seseorang yang pernah belajar kedokteran untuk memuaskan rasa
ingin tahunya." Mata kami saling berpandangan. Poirot kelihatan ragu-ragu. Akhirnya dia berdiri
sambil bersenandung kecil. Saya memandang dengan rasa curiga.
"Poirot, apa sebenarnya yang ada dalam botol itu?"
Poirot memandang ke luar jendela.
"Hydro-chloride strychnine," katanya sambil lalu, sambil terus bersenandung.
"Ya, Tuhan," kata saya pelan. Saya tidak heran karena telah memperkirakan
jawaban itu. "Mereka memakai hydro-chloride strychnine murni sedikit sekali - hanya untuk pil.
Yang sering dipakai adalah yang berbentuk cair. Karena itu sidik jari itu tak
terhapus." "Bagaimana kau bisa memperoleh sidik jari ini?"
"Aku melemparkan topiku dari balkon," kata Poirot. "Tamu tidak diperbolehkan
masuk di bagian bawah pada jam tersebut, jadi teman Nona Cynthia terpaksa turun
mengambil topiku." "Kalau begitu kau memang tahu bahwa akan mendapatkan sidik jari ini?"
"Tidak. Aku hanya melihat kemungkinan bahwa Tuan Lawrence bisa mengambil racun
setelah mendengar ceritamu. Kemungkinan itu harus dikuatkan atau dianggap tidak
ada." "Poirot, aku menganggap penemuan ini sangat penting."
"Aku tak tahu," kata Poirot. "Tapi ada satu hal yang menarik. Dan aku rasa juga
menarik bagimu." "Apa itu?" "Ya - dalam kasus ini ternyata kita menemukan terlalu banyak strychnine. Ini
adalah yang ketiga. Yang pertama dalam tonik Nyonya Inglethorp. Lalu yang dijual
di rumah obat oleh Mace. Dan sekarang yang ini. Terlalu membingungkan. Dan aku
tidak suka hal-hal yang membingungkan."
Sebelum saya menjawab, salah seorang Belgia yang tinggal di situ menjengukkan
kepalanya dari pintu. "Ada seorang wanita yang ingin bertemu dengan Tuan Hastings."
"Wanita?" Saya meloncat. Poirot mengikuti saya. Ternyata Mary Cavendish berdiri di depan
pintu. "Saya baru saja menengok seorang wanita tua di desa," katanya. "Karena Lawrence
mengatakan bahwa Anda sedang bertamu ke tempat Tuan Poirot, saya lalu mampir
kemari sebentar." "Saya kira Anda mau berkunjung ke tempat saya," kata Poirot.
"Lain kali," katanya sambil tersenyum.
"Baiklah. Seandainya Nyonya memerlukan seorang pastor penerima pengakuan dosa,"
- Mary Cavendish kelihatan sedikit kaget - "ingat, ada Pastor Poirot."
Dia memandang Poirot beberapa menit, seolah-olah ingin tahu apa sebenarnya
maksud kata-kata Poirot. Kemudian dia berbalik.
"Mari, Tuan Poirot, Anda bisa ikut kami ke Styles."
"Dengan senang hati, Nyonya."
Sepanjang jalan ke Styles, Mary bicara banyak dan cepat. Kelihatannya dia takut
pada pandangan mata Poirot.
Cuaca sudah berubah. Musim gugur sudah di ambang pintu. Angin bertiup kencang
dan dingin. Mary menggigil sedikit. Dia mengancingkan baju hangatnya yang berwarna hitam.
Suara angin di antara pohon-pohon terdengar seperti desah napas raksasa.
Kami berjalan menuju pintu gerbang Styles, dan dalam sekejap kami pun merasa ada
sesuatu yang tidak beres.
Dorcas berlari ke luar ke arah kami. Dia menangis sambil meremas-remas
tangannya. Saya melihat para pelayan bergerombol di belakang, memasang mata dan
telinga. "Oh, Nyonya - Nyonya! Bagaimana ini - "
"Ada apa, Dorcas?" saya bertanya tidak sabar. "Katakan saja ada apa!"
"Detektif-detektif yang kejam itu. Mereka membawa Tuan - membawa Tuan Cavendish!"
"Membawa Lawrence?" tanya saya terkejut.
Sorot mata Dorcas memandang saya - aneh.
"Bukan, Tuan. Bukan Tuan Lawrence - Tuan John."
Saya mendengar jerit tertahan di belakang saya. Lalu tubuh Mary Cavendish jatuh
ke arah saya; dan ketika saya membalikkan badan untuk menangkapnya, saya melihat
sinar kemenangan di mata Poirot.
Bab 11 SEBUAH KASUS UNTUK DISIDANGKAN
PERSIDANGAN John Cavendish dengan tuduhan membunuh ibu tirinya dilakukan dua
bulan kemudian. Pada minggu-minggu antara saat John ditahan dan sidang dimulai tak banyak yang
akan saya ceritakan. Rasa simpati dan kagum saya pada Mary Cavendish semakin
besar Dia berjuang mati-matian membela suaminya.
Saya ceritakan hal itu pada Poirot, dan dia mengangguk sambil termenung.
"Ya. Dia salah seorang wanita yang baru kelihatan kebaikannya dalam situasi
sulit. Dengan begitu kita tahu, bahwa dia benar-benar mencintainya dengan tulus.
Rasa angkuh dan cemburunya - "
"Cemburu?" tanya saya.
"Ya Kau tidak melihatnya sebagai seorang wanita yang mempunyai rasa cemburu yang
besar" Rasa angkuh dan cemburunya telah dikesampingkan. Dia hanya memikirkan
suaminya saja dan nasib buruk yang membayanginya."
Poirot berkata dengan penuh perasaan. Saya memandangnya penuh perhatian sambil
mengingatkan apa yang dikatakannya siang itu - apakah sebaiknya dia berkata atau
tidak. Dengan pertimbangan demi 'kebahagiaan seorang wanita', saya ikut senang
bahwa keputusan itu pada akhirnya tidak lagi membebani pikirannya.


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sampai sekarang pun aku belum bisa percaya karena aku membayangkan Lawrence,
dan bukannya John." Poirot menyeringai. "Aku tahu." "Tapi - ah, John! Temanku, John!"
"Setiap pembunuh barangkali juga teman baik seseorang," kata Poirot berfilsafat.
"Kau tidak bisa mencampur sentimen dengan akal sehat."
"Setidaknya kau bisa memberiku petunjuk."
"Mungkin bisa, mon ami, tapi aku tidak melakukannya karena dia adalah teman
baikmu." Saya agak malu mendengar hal itu, karena teringat bahwa saya mengatakan pada
John pendapat Poirot tentang Dr. Bauerstein yang ternyata keliru itu. Dr.
Bauerstein memang akhirnya dibebaskan dari tuduhan itu karena kecerdikannya.
Namun demikian, dia tak dapat lagi melakukan pekerjaan mata-matanya.
Saya bertanya pada Poirot apakah John akan kena hukuman Tap Poirot menjawab
bahwa dia akan bebas. Saya menjadi bingung.
"Tapi - " saya memprotes.
"Bukankah telah kukatakan bahwa aku tak punya bukti. Mengetahui bahwa seseorang
bersalah tidak sama dengan mampu membuktikan bahwa dia bersalah. Dan dalam kasus
ini, bukti itu bisa dikatakan tidak ada. Itulah persoalannya. Aku, Hercule
Poirot, tahu, tapi aku kehilangan mata rantai terakhir. Kalau aku tak bisa
menemukannya - " Dia menggelengkan kepala dengan sedih.
"Kapan kau mulai mencurigai John Cavendish?" tanya saya.
"Apa kau sama sekali tidak mencurigainya?"
"Tentu saja tidak."
"Juga setelah mendengar potongan pembicaraan antara Nyonya Cavendish dengan ibu
mertuanya dan sikap tidak terus terangnya dalam pemeriksaan?"
"Tidak." "Apa kau tidak mencoba menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan
membayangkan bahwa bila bukan Alfred Inglethorp yang bertengkar dengan istrinya -
dan ingat bahwa Alfred menolak tuduhan itu mentah-mentah dalam pemeriksaan - jadi
kalau bukan Lawrence pasti John. Seandainya yang bertengkar dengan Nyonya
Inglethorp adalah Lawrence, maka sikap Mary itu tidak masuk akal. Tetapi bila
John, semuanya menjadi wajar."
"Jadi yang bertengkar dengan Nyonya Inglethorp adalah John?"
"Benar." "Dan kau telah lama tahu hal itu?"
"Ya. Sikap Nyonya Cavendish hanya bisa diterima bila kejadiannya demikian."
"Tapi kau mengatakan bahwa dia punya kemungkinan dibebaskan?"
Poirot mengangkat bahunya.
"Tentu saja. Dalam pemeriksaan pendahuluan nanti akan kita dengar tuduhannya,
tapi aku rasa pengacaranya akan memberi tahu agar dia lebih banyak diam. Dan
baru membela diri dalam persidangan. Dan - o ya, aku akan memberi tahu bahwa aku
tak akan datang pada sidang itu."
"Kenapa?" "Karena secara resmi tak ada hubungannya. Aku tak akan tampil sebelum kutemukan
mata rantai terakhir. Nyonya Cavendish harus merasa bahwa aku bekerja membela
kepentingan suaminya, bukan sebaliknya."
"Ah, aku rasa kau tak perlu bersikap begitu," protes saya.
"Kita sedang berhadapan dengan seorang pembunuh yang cerdik dan licin. Karena
itu kita harus menggunakan kekuatan yang kita miliki agar dia tidak lepas dari
genggaman. Karena itu pula aku sangat hati-hati dan tak mau terlalu menonjolkan
diri. Semua penemuan dilakukan oleh Japp dan Japp-lah yang akan mendapat pujian.
Seandainya aku dipanggil untuk memberi kesaksian," katanya sambil tersenyum
lebar - "maka aku akan bertindak sebagai saksi untuk kepentingan terdakwa."
Saya sama sekali tak bisa mempercayai pendengaran saya.
"Memang agak en regle," sambungnya, "tapi aku memang punya satu bukti yang bisa
melumpuhkan penahanan itu."
"Yang mana?" "Yang berhubungan dengan dihancurkannya sebuah surat wasiat itu."
Poirot memang nabi. Saya tak akan bercerita panjang-lebar tentang pemeriksaan
pendahuluan polisi. John Cavendish memang lebih banyak diam dan karena itu dia
disidangkan. Pada bulan September kami pindah ke London. Mary tinggal di sebuah rumah di
Kensington dan Poirot pun dianggap sebagai anggota keluarga.
Saya sendiri bekerja di Kantor Perang, jadi bisa menengok mereka setiap saat.
Minggu demi minggu berlalu. Kegelisahan Poirot semakin mencemaskan. Mata rantai
terakhir itu masih belum ditemukannya. Secara pribadi saya berharap agar situasi
itu tetap demikian, karena saya tahu bahwa Mary tak akan bahagia bila John
dibebaskan. Pada tanggal 15 September John Cavendish disidang dengan tuduhan 'Pembunuhan
yang direncanakan terhadap Emily Agnes Inglethorp', dan menolak tuduhan
tersebut. Sir Ernest Heavywether yang terkenal itu menjadi pembelanya.
Tuan Philips yang membuka sidang.
Dia mengatakan pembunuhan itu direncanakan dan merupakan pembunuhan sadis yang
dilakukan oleh seorang anak tiri terhadap ibu tirinya yang menyayanginya. Sejak
kecil tertuduh diasuh seperti anaknya sendiri. Dia dan istrinya tinggal bersama
korban di Styles Court dengan segala kemewahan dan perhatian yang dilimpahkan
ibu tirinya. Penuntut menyarankan untuk memanggil saksi yang bisa menunjukkan betapa boros
cara hidup tertuduh, dan menunjukkan bahwa tertuduh sedang berada dalam
kesulitan keuangan yang serius. Penuntut juga menyatakan bahwa tertuduh telah
melakukan hubungan gelap dengan Nyonya Raikes, istri seorang petani. Hal ini
didengar oleh ibu tirinya dan keduanya bertengkar seru pada sore hari sebelum
tragedi itu terjadi. Pada hari sebelumnya, tertuduh membeli strychnine di toko
obat desa dengan menyamar sebagai orang lain, yaitu sebagai suam: Nyonya
Inglethorp. Untunglah Tuan Inglethorp mempunyai alibi untuk membela dirinya.
Pada sore tanggal 17 Juli, setelah bertengkar dengan anak tirinya, Nyonya
Inglethorp membuat surat wasiat baru. Surat wasiat itu ditemukan terbakar di
perapian kamarnya keesokan paginya. Surat wasiat tersebut menyatakan pewarisan
harta untuk suaminya - cukup bukti untuk itu. Korban telah membuat surat wasiat
yang menguntungkan suaminya sebelum pernikahan, tapi tertuduh tidak mengetahui
hal itu. Apa yang menyebabkan korban membuat surat wasiat baru padahal yang lama
masih ada, dia sama sekali tidak tahu. Ada kemungkinan korban lupa karena sudah
tua. Atau - yang lebih mungkin - korban menyangka bahwa surat wasiat itu batal
karena perkawinannya. Sebab itu dia perlu membuat surat wasiat yang sama.
Padahal tahun sebelumnya korban membuat surat wasiat yang menguntungkan
tertuduh. Biasanya wanita tidaklah terlalu mengerti persoalan-persoalan
demikian. Penuntut juga akan mengajukan saksi untuk membuktikan bahwa
tertuduhlah yang memberikan kopi pada korban pada malam naas itu. Pada malam
harinya tertuduh berusaha masuk ke kamar korban untuk mencari kesempatan
memusnahkan surat wasiat baru tersebut sehingga surat wasiat yang berlaku adalah
yang menguntungkan dirinya.
Tertuduh ditahan karena Detektif Inspektur Japp yang brilyan itu menemukan botol
strychnine yang dijual toko obat kepada Tuan Inglethorp di kamarnya. Juri akan
memutuskan apakah fakta-fakta yang dikemukakan cukup membuktikan kesalahan
tertuduh. Sambil meyakinkan juri, Tuan Philips duduk dan menyapu keringat di dahinya.
Saksi-saksi yang dipanggil kebanyakan adalah mereka yang pernah menjadi saksi
pada waktu pemeriksaan. Pembuktian secara medis pun diulangi lagi.
Sir Ernest Heavywether yang amat terkenal dengan sikapnya yang blak-blakan itu
hanya menanyakan dua pertanyaan.
"Benarkah, Dokter Bauerstein, bahwa strychnine cair itu bereaksi dengan cepat?"
"Ya." "Dan bahwa Anda tidak bisa memastikan apa yang memperlambat reaksi itu dalam
kasus ini?" "Ya." "Terima kasih."
Tuan Mace mengenali botol strychnine yang pernah dijualnya pada 'Tuan
Inglethorp.' Setelah didesak, dia mengaku bahwa dia hanya tahu Tuan Inglethorp
sepintas saja. Dia belum pernah bicara dengannya. Saksi ini tak ditanyai
pembela. Alfred Inglethorp dipanggil dan menolak tuduhan bahwa dia pernah membeli
strychnine. Dia juga tidak merasa pernah bertengkar dengan istrinya. Beberapa
saksi membenarkan pernyataannya.
Kedua tukang kebun dan Dorcas dipanggil.
Dorcas yang setia pada 'tuan muda'-nya membela mati-matian dan mengatakan bahwa
yang didengarnya bukan suara John dan dia menyatakan bahwa Tuan Inglethorp-lah
yang sore itu bersama nyonyanya di ruang kerja Nyonya Inglethorp. John tersenyum
saja mendengar pembelaan yang tak membantu itu. Nyonya Cavendish tentu saja
tidak bisa dipanggil untuk menjadi saksi bagi suaminya.
Setelah melewati beberapa pertanyaan, Tuan Philips bertanya,
"Pada bulan Juni yang lalu, apa kau menerima paket untuk Tuan Lawrence Cavendish
dari Parkson?" Dorcas menggelengkan kepala.
"Saya tidak ingat, Tuan. Barangkali ada. Tapi Tuan Lawrence bepergian pada bulan
itu." "Seandainya ada paket datang untuknya ketika dia tidak di rumah, apa yang akan
dilakukan?" "Bisa disimpan dalam kamarnya atau dikirim ke tempat Tuan Muda berada."
"Kau yang melakukannya?"
"Bukan, Tuan. Saya hanya meletakkannya di meja. Nona Howard-lah yang mengurus
hal-hal semacam itu."
Evelyn Howard dipanggil. Setelah ditanyai tentang hal-hal lain, akhirnya
pertanyaan sampai pada soal paket.
"Tak ingat. Banyak paket. Tak ingat yang mana untuk siapa."
"Anda tidak tahu apakah paket itu dikirim ke Tuan Cavendish di Wales atau
diletakkan di kamarnya?"
"Rasanya tak dikirim. Pasti saya ingat kalau dikirim."
"Seandainya ada paket untuk Tuan Lawrence Cavendish dan paket itu lenyap, apa
Anda tahu atau ingat?"
"Tidak. Saya pasti mengira ada orang yang telah mengambilnya."
"Nona Howard, Andakah yang menemukan lembar kertas coklat ini?" katanya sambil
menunjukkan kertas lusuh yang pernah kami lihat.
"Ya, benar." "Mengapa Anda mencarinya?"
"Detektif Belgia yang diminta membantu, menyuruh saya mencari kertas itu."
"Di mana Anda temukan kertas itu?"
"Di atas - di atas lemari baju."
"Di atas lemari baju terdakwa?"
"Saya - rasa begitu."
"Apa Anda sendiri yang menemukannya?"
"Ya." "Kalau begitu Anda tahu di mana Anda menemukannya?"
"Ya. Di atas lemari baju terdakwa."
"Nah, begitu." Seorang pegawai Perusahaan Kostum Teater Parkson memberi kesaksian bahwa pada
tanggal 29 Juni mereka mengirimkan jenggot hitam pada Tuan L. Cavendish, sesuai
permintaannya. Pesanan itu lewat surat. Sayang mereka tidak menyimpan surat
tersebut, karena semua transaksi dicatat dalam buku. Mereka mengirim jenggot itu
kepada 'L. Cavendish, Esq., Styles Court'.
Sir Ernest Heavywether bangkit dengan berat.
"Dari mana surat itu dikirim?"
"Dari Styles Court."
"Alamat yang sama dengan tempat Anda mengirim paket itu?"
"Ya." "Dan surat itu dari sana?"
"Ya." Seperti seekor binatang buas mengejar mangsanya, Heavywether mengejar saksi.
"Bagaimana Anda tahu?"
"Saya - saya tidak mengerti."
"Bagaimana Anda tahu surat itu dari Styles" Anda memperhatikan cap posnya?"
"Tidak - tapi - "
"Ah, Anda tidak memperhatikan cap posnya! Tapi Anda begitu yakin bahwa surat itu
dari Styles. Padahal bisa saja cap posnya lain, kan?"
"Y-a." "Dengan demikian surat yang dikirim itu bisa saja datang dari tempat lain.
Misalnya Wales." Saksi mengaku bahwa hal itu mungkin saja terjadi dan Sir Ernest menyatakan bahwa
dia puas. Elizabeth Wells, seorang pelayan di Styles memberikan kesaksian. Dia mengatakan
bahwa sebelum tidur dia ingat telah menggerendel pintu depan, padahal Tuan
Inglethorp telah berpesan agar tidak digerendel - karena itu dia turun lagi.
Ketika mendengar suara di sayap barat, dia mengintip dan melihat Tuan John
Cavendish mengetuk pintu kamar Nyonya Inglethorp.
Sir Ernest Heavywether menangani hal itu sebentar saja. Akhirnya pelayan
tersebut mundur dengan sikap tak berdaya dan Sir Ernest duduk kembali dengan
senyum puas. Dengan kesaksian Annie tentang tetesan lilin di karpet dan kesaksiannya bahwa
dia melihat tertuduh membawa kopi ke ruang kerja Nyonya Inglethorp, sidang
dihentikan dan dilanjutkan keesokan paginya.
Dalam perjalanan pulang, Mary mengomeli jaksa penuntut.
"Orang itu keterlaluan. Dia memasang perangkap untuk John! Dia memutarbalikkan
fakta!" "Ah, tunggu saja besok. Situasi pasti akan berbalik," hibur saya.
"Ya," katanya sambil merenung, tiba-tiba dia berbisik, "Tuan Hastings, menurut
Anda - ah, pasti bukan Lawrence - Ah, tak mungkin!"
Tapi saya sendiri juga bingung, begitu tak ada orang kecuali Poirot, saya
langsung minta pendapatnya tentang Sir Ernest - apa yang dimauinya.
"Dia memang pandai," jawab Poirot.
"Apa dia yakin bahwa Lawrence yang bersalah?"
"Aku rasa dia tidak percaya dan tidak peduli apa-apa! Yang dilakukannya hanyalah
menimbulkan kekacauan pada pikiran para juri sehingga pendapat mereka berbeda.
Dia berusaha menyatakan bahwa bukti-bukti untuk memberatkan John maupun Lawrence
sama banyaknya - dan aku yakin dia akan berhasil."
Saksi pertama yang dipanggil keesokan paginya adalah Detektif Inspektur Japp.
Dia memberikan kesaksian yang singkat. Setelah sedikit menyinggung kejadian-
kejadian sebelumnya, dia melanjutkan,
"Berdasarkan informasi yang kami terima, Inspektur Polisi Summerhaye dan saya
memeriksa kamar tertuduh pada waktu dia tidak ada. Pada laci bajunya,
tersembunyi dalam tumpukan baju dalam, kami menemukan: satu, kaca mata bulat
berbingkai emas seperti milik Tuan Inglethorp, dan botol ini," katanya sambil
menunjukkan kedua benda tadi.
Botol kecil yang dikenali oleh pembantu toko obat itu berwarna biru dan
mengandung bubuk putih. Di luarnya terdapat label bertuliskan "strychnine hydro-
chloride. RACUN." Sebuah benda baru yang ditemukan oleh para polisi adalah kertas pengering tinta
yang panjang. Benda itu ditemukan di buku cek Nyonya Inglethorp. Setelah
dihadapkan di depan kaca, terbaca tulisan berikut, "... semua yang kumiliki
setelah meninggal akan menjadi hak suamiku tercinta, Alfred Ing...." Kata-kata
tersebut dianggap merupakan isi surat wasiat yang dimusnahkan. Japp kemudian
mengeluarkan kepingan kertas dari perapian yang ditemukan Poirot. Dengan jenggot
yang ditemukan di gudang atas, sempurnalah bukti-bukti yang mereka dapat.
Tapi pemeriksaan Sir Ernest belumlah dimulai.
"Kapan Anda memeriksa kamar terdakwa?"
"Selasa, 24 Juli."
"Tepat satu minggu setelah tragedi?"
"Ya." "Anda menemukan kedua benda itu di laci baju. Apa laci tersebut terkunci?"
"Tidak." "Apakah menurut Anda tidak aneh kalau setelah seseorang melakukan pembunuhan
lalu dia menyimpan bukti-bukti dalam sebuah laci yang tak terkunci?"
"Dia mungkin menyimpannya di situ karena tergesa-gesa."
"Tapi Anda baru saja mengatakan bahwa pemeriksaan itu dilakukan satu minggu
setelah kematian. Pembunuh pasti punya cukup banyak waktu untuk mengeluarkan dan
memusnahkannya." "Barangkali." "Tak ada barangkali tentang hal ini. Apakah dia punya cukup waktu atau tidak -
untuk memusnahkannya?"


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya." "Apakah tumpukan baju tempat dia menyembunyikan benda-benda itu berat atau
ringan?" "Agak berat." "Dengan kata lain, tumpukan baju tersebut merupakan tumpukan baju musim dingin.
Jelas bahwa tertuduh tidak akan sering membuka laci tersebut dalam cuaca seperti
ini." "Barangkali tidak."
"Harap Saudara menjawab dengan tegas. Mungkinkah terdakwa membuka-buka laci baju
dalam untuk musim dingin dalam cuaca panas seperti ini" Ya atau tidak?"
"Tidak." "Kalau begitu, apakah mungkin seseorang lain meletakkan kedua benda tadi di
tempat yang sama tanpa diketahui tertuduh?"
"Rasanya tidak demikian."
"Tetapi mungkin?"
"Ya." "Baik. Itu saja."
Lebih banyak bukti menyusul. Kesaksian bahwa tertuduh dalam kesulitan uang pada
akhir Juli. Bukti bahwa tertuduh berhubungan gelap dengan Nyonya Raikes. Kasihan
Mary, pasti pedih rasanya mendengar suaminya ada main dengan wanita lain. Evelyn
Howard rupanya mempunyai fakta yang benar walaupun kesimpulannya salah. Dia
menyangka bahwa Alfred Inglethorp-lah yang berhubungan dengan Nyonya Raikes.
Lawrence Cavendish kemudian dipanggil. Dengan suara rendah dia menjawab
pertanyaan jaksa bahwa dia tidak memesan apa-apa dari Parkson pada bulan Juni.
Dia bahkan ada di Wales pada tanggal 29 Juni.
Dagu Sir Ernest Heavywether segera terangkat.
"Anda menolak kenyataan bahwa anda telah memesan sebuah jenggot hitam dan
Parkson pada tanggal 29 Juni?"
"Ya." "Ah! Seandainya ada sesuatu yang menimpa kakak Anda, siapa yang akan menerima
warisan Styles Court?"
Kekasaran pertanyaan itu membuat wajah pucat Lawrence berubah jadi merah. Jaksa
memperdengarkan gumaman tidak setuju dan terdakwa membungkuk ke depan dengan
marah. Tetapi Heavywether tidak peduli dengan kemarahan kliennya.
"Harap jawab pertanyaan saya!"
"Saya rasa, sayalah yang akan mewarisinya," kata Lawrence pelahan.
"Apa maksud Anda dengan, 'saya rasa'" Kakak Anda tidak punya anak. Jadi Andalah
yang pasti akan menerimanya. Begitu, bukan?"
"Ya." "Nah, begitu," kata Heavywether dengan kejam. "Dan Anda juga akan mewarisi uang,
bukan?" "Sir Ernest, pertanyaan tersebut kurang relevan," kata jaksa menyela.
Sir Ernest hanya mengangguk. Setelah melemparkan anak panahnya, dia melanjutkan,
"Pada hari Selasa tanggal 17 Juli, Anda dengan beberapa teman mendatangi ruang
obat Red Cross Hospital di Tadminster?"
"Ya." "Apakah Anda - pada saat sendirian - membuka lemari racun dan memeriksa botol-botol
di situ?" "Barangkali." "Saya bertanya, apa Anda melakukannya?"
"Ya." Sir Ernest kemudian menembakkan pertanyaan berikut,
"Apa Anda memeriksa sebuah botol khusus?"
"Saya rasa tidak."
"Hati-hati, Tuan Cavendish. Pertanyaan saya menunjuk pada botol kecil beri
hydro-chloride strychnine."
Wajah Lawrence menjadi pasi kehijauan.
"S-aya kira tidak."
"Jadi bagaimana saya harus menunjukkan fakta bahwa sidik jari Anda menempel di
botol ini?" Gertakan Sir Ernest semakin menjadi-jadi menghadapi saksi yang gelisah.
"Kalau - kalau begitu tentunya saya telah memegang botol itu."
"Saya rasa begitu! Apa Anda mengambil isi botol ini?"
"Tentu saja tidak."
"Kalau begitu kenapa Anda memegang botol ini?"
"Saya pernah mempelajari ilmu kedokteran. Hal-hal semacam itu tentunya menarik
perhatian saya." "Jadi racun merupakan hal yang dengan sendirinya menarik perhatian Anda" Tapi
mengapa Anda perlu waktu sendirian untuk memuaskan rasa ingin tahu Anda yang
wajar itu?" "Itu hanya merupakan suatu kebetulan saja. Seandainya orang-orang lain ada di
sana, saya akan tetap melakukannya."
"Ya. Tapi yang telah terjadi - tak ada siapa pun di sana, bukan?"
"Tetapi - " "Kenyataannya, selama Anda ada di ruang itu hanya ada waktu beberapa menit bagi
Anda untuk sendirian - dan yang terjadi - saya ulangi - yang terjadi - justru pada waktu
itulah Anda memuaskan 'rasa ingin tahu yang wajar' atas hydrochloride
strychnine?" Lawrence tergagap dengan memelas.
"Saya - saya - "
Dengan nada puas Sir Ernest berkata,
"Itu saja pertanyaan saya untuk Anda, Tuan Cavendish."
Pemeriksaan itu membuat ruang pengadilan menjadi ribut. Kepala-kepala wanita
yang hadir dengan busana modern saling menempel dan bisikan mereka bertambah
lama bertambah keras, sehingga hakim mengancam akan menghentikan sidang bila
mereka tidak segera diam.
Sebuah pembuktian dilakukan. Ahli-ahli tulisan tangan dipanggil untuk
mengidentifikasi tanda tangan Tuan 'Alfred Inglethorp' yang ada di daftar toko
obat. Mereka semua mengatakan bahwa tulisan itu bukan tulisan tangan asli Tuan
Inglethorp dan ada kemungkinan tulisan tersebut adalah tulisan palsu terdakwa.
Setelah diperiksa lagi pernyataan terakhir itu diulangi.
Kata pembukaan Sir Ernest dalam pembelaannya tidaklah panjang-lebar, tapi
pidatonya tersebut dikuatkan oleh sikapnya yang tegas dan tidak ragu-ragu. Dia
mengatakan, bahwa sebelumnya tak pernah dia menemukan kasus pembunuhan dengan
bukti yang begitu sedikit. Dan kesaksian-kesaksian pun tidak hanya sedikit,
tetapi juga tidak bisa dibuktikan. Penemuan botol strychnine di dalam laci yang
tak terkunci bukan merupakan bukti bahwa terdakwalah yang melakukannya. Ada
kemungkinan hal tersebut dilakukan oleh pihak ketiga untuk menjatuhkan terdakwa.
Penuntut juga tidak bisa membuktikan bahwa terdakwalah yang memesan jenggot
hitam dari Parkson. Pertengkaran antara terdakwa dengan ibu tirinya bisa
diterima dan dibenarkan, tetapi masalah kesulitan keuangan terlalu dilebih-
lebihkan. Tuan Philips, rekan Sir Ernest, mengatakan bahwa apabila terdakwa memang tidak
bersalah, seharusnya dia bisa mengatakan dengan terus terang bahwa dialah yang
telah bertengkar dengan ibunya dan bukan Tuan Inglethorp. Kejadian tersebut
disalahtafsirkan. Yang terjadi adalah begini. Ketika pulang pada hari Selasa
malam, dia diberi tahu bahwa ada pertengkaran hebat antara Nyonya dan Tuan
Inglethorp. Terdakwa tidak menyangka bahwa orang salah mengira suaranya sebagai
suara Tuan Inglethorp. Dan tentu saja dia tahu bahwa ibu tirinya bertengkar dua
kali dengan dua orang. Penuntut menyatakan bahwa pada hari Senin, 16 Juli, terdakwa masuk ke dalam toko
obat di desa dengan menyamar sebagai Tuan Inglethorp. Sebaliknya, pada hari itu
terdakwa sebenarnya sedang berada di tempat terpencil bernama Marston's Spinney,
karena diminta datang oleh seseorang yang tak mau menyebut dirinya. Dia terpaksa
pergi karena mendapat ancaman dari orang tak dikenal tersebut yang bermaksud
membeberkan beberapa rahasia pribadinya pada istrinya kalau dia tidak pergi.
Terdakwa tentu saja pergi ke tempat tersebut. Tapi setelah menunggu dengan sia-
sia selama setengah jam, akhirnya dia kembali. Sayang dia tidak bertemu dengan
siapa pun di jalan. Tapi dia masih menyimpan surat kaleng tersebut.
Karena pernah belajar hukum dan berpraktek, terdakwa mengerti arti pernyataan
dalam surat wasiat yang dibuat setahun yang lalu. Surat wasiat yang
menguntungkan dirinya itu otomatis batal, karena ibu tirinya menikah lagi.
Pembela akan memanggil saksi untuk mengatakan siapa yang memusnahkan surat
wasiat yang baru. Akhirnya, pembela menunjukkan bahwa masih ada bukti lain yang memberatkan orang
lain di samping John Cavendish. Dia menunjuk Lawrence Cavendish yang
dikatakannya mempunyai bukti yang lebih memberatkan daripada John.
Dia sekarang akan memanggil terdakwa.
John bersikap sangat baik. Dengan bimbingan Sir Ernest yang meyakinkan, dia
menceritakan apa yang terjadi dengan baik. Surat kaleng yang ditujukan kepadanya
dikeluarkan untuk diperiksa juri. Dengan terus terang dia mengakui kesulitan
keuangannya dan pertengkaran dengan ibu tirinya.
Pada akhir pemeriksaannya dia diam sebentar, lalu berkata,
"Saya ingin menjelaskan satu hal. Saya menolak dan tidak setuju dengan
insinyuasi Sir Ernest terhadap adik saya. Saya yakin bahwa adik saya tidak punya
sangkut-paut dengan pembunuhan ini."
Sir Ernest hanya tersenyum dan berkata dengan matanya bahwa ucapan John
memberikan kesan yang baik terhadap juri.
Kemudian pemeriksaan dilakukan.
"Tadi Anda katakan bahwa Anda tidak menyangka orang lain akan salah mengira
suara Anda sebagai suara Tuan Inglethorp. Bukankah itu aneh?"
"Saya kira tidak. Saya diberi tahu bahwa Ibu bertengkar dengan Tuan Inglethorp,
karena itu saya tidak pernah berpikir bahwa hal itu terjadi."
"Juga tidak terpikir ketika Dorcas mengulang-ulang beberapa bagian dari
percakapan itu - yang tentunya Anda kenali?"
"Tidak." "Ingatan Anda benar-benar tumpul!"
"Tidak. Ibu dan saya pada waktu itu bertengkar seru. Dan saya begitu marah
sehingga tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ibu."
Sikap tidak percaya Tuan Philips yang ditunjukkan di depan umum pada saat itu
hanya merupakan kebiasaan yang dilakukannya di sidang pengadilan. Dia berpindah
pokok pembicaraan. "Anda mengeluarkan surat ini pada saat yang tepat. Apa Anda mengenali tulisan
tangan ini?" "Tidak." "Bukankah tulisan ini mempunyai ciri-ciri yang sama dengan tulisan Anda - hanya
divariasikan saja?" "Tidak." "Saya menganggap tulisan ini adalah tulisan tangan Anda!"
"Bukan." "Saya menganggap bahwa karena Anda memerlukan suatu alibi, Anda lalu menulis
surat palsu ini dan mengarang-ngarang suatu pertemuan yang tak pernah ada."
"Tidak." "Bukankah fakta ini benar" Pada waktu Anda mengatakan sedang berada di tempat
terpencil, sebenarnya Anda menyaru sebagai Tuan Inglethorp dan pergi ke toko
obat di Styles St. Mary untuk membeli strychnine atas nama Tuan Alfred
Inglethorp?" "Tidak! Itu bohong."
"Saya menganggap bahwa dengan memakai baju seperti Tuan Inglethorp dan memakai
jenggot palsu, Anda pergi ke toko obat itu dan membeli strychnine atas nama Tuan
Inglethorp!" "Itu sama sekali tidak benar."
"Kalau demikian saya akan menyerahkan pada juri untuk mempertimbangkan kesamaan
antara tulisan tangan pada surat, buku catatan toko obat, dan tulisan Anda,"
kata Tuan Philips. Dia duduk dengan sikap seorang yang telah selesai melakukan
tugasnya, tetapi tidak peduli dengan keputusan juri.
Karena sudah terlalu sore, persidangan akan dilanjutkan pada hari Senin.
Poirot kelihatannya memikirkan sesuatu. Saya melihat kerut di antara kedua
matanya. "Ada apa, Poirot?" tanya saya.
"Ah, mon ami Persoalan menjadi bertambah ruwet, ruwet."
Anehnya, saya merasa lega. Kelihatannya ada harapan besar bagi John Cavendish
untuk lepas dari tuduhan.
Ketika kami sampai di rumah, kawan kecil saya itu menolak tawaran Mary untuk
minum teh. "Terima kasih, Nyonya. Saya ingin masuk ke kamar saya."
Saya mengikuti dia. Dengan wajah tetap berkerut, Poirot mendekati meja dan
mengeluarkan kartu permainan. Kemudian dia menarik kursi. Lalu dengan tenang
menyusun rumah-rumahan dengan kartu-kartu tersebut!
Saya merasa gemas. Tapi dia berkata mendahului saya,
"Tidak, mon ami Aku tidak sedang dalam masa kanak-kanak kedua! Aku hanya ingin
menenangkan syarafku. Itu saja. Yang sedang kulakukan ini memerlukan ketrampilan
dan ketepatan gerakan jari-jari. Dan dengan ketrampilan jari-jariku ini,
kecekatan otak pun terbentuk. Dan aku memerlukannya sekarang!"
"Persoalannya apa?" tanya saya.
Dengan gebrakan di meja, Poirot merobohkan susunan kartu-kartu itu.
"Begini, mon ami! Aku bisa membuat rumah bersusun tujuh, tapi aku tak bisa" -
bruk - "menemukan" - bruk - "mata rantai terakhir yang pernah kukatakan padamu."
Karena saya tak tahu harus berkata apa, saya diam saja. Dia mulai menyusun
rumah-rumahan itu lagi sambil berbicara terpatah-patah.
"Begini! Disusun dengan - menumpuk - satu kartu - di atas - kartu lain - dengan - ketepatan
matematis!" Saya memperhatikan rumah kartu yang bertambah tinggi. Dia tak pernah ragu-ragu
ataupun gemetar Benar-benar ketrampilan yang memerlukan kecepatan seorang tukang
sulap. "Tanganmu sangat mantap. Aku hanya pernah melihatnya gemetar satu kali."
"Pasti ketika aku marah," kata Poirot dengan tenang.
"Ya! Kau sangat marah waktu itu. Kau masih ingat" Ketika kau menemukan ada
seseorang yang telah membuka tas ungu Nyonya Inglethorp dengan paksa. Kau
berdiri di dekat perapian. Memegang-megang benda pajangan dengan tangan yang
gemetar hebat! Pasti - "
Saya berhenti bicara. Karena, dengan suara parau Poirot berseru dan sekali lagi
merombak susunan rumah kartunya. Sambil menutup mata dengan kedua tangannya dia
mengayunkan tubuhnya ke depan dan ke belakang seolah-olah menahan rasa sakit.
"Ya, Tuhan. Kenapa Poirot" Kau sakit?"
"Tidak - tidak," katanya tersendat. "Aku hanya - ada ide timbul!"
"Oh! Salah satu 'ide-ide kecilmu' itu?"
"Ah, mafoi, bukan!" jawabnya. "Kali ini bukan ide kecil, tapi ide yang hebat!
Menakjubkan! Dan kau - kau, Kawan, yang telah memberikannya padaku!"
Tiba-tiba dia menggenggam lengan saya, dan mencium kedua pipi saya dengan
hangat. Sebelum saya sadar dari rasa terkejut, dia telah lari ke luar.
Mary Cavendish masuk ke kamar sesaat kemudian.
"Ada apa dengan Tuan Poirot" Dia berlari-lari melewati saya sambil berteriak,
'Garasi! Tunjukkan di mana garasi Anda, Nyonya!' Sebelum saya sempat menjawab,
dia sudah sampai di jalan."
Saya cepat-cepat melihat ke luar jendela. Memang dia ada di luar, tidak memakai
topi. Saya menghadapi Mary dengan isyarat tanpa daya.
"Sewaktu-waktu dia bisa dihentikan polisi Itu dia - sampai di belokan!"
Kami saling berpandangan tanpa bisa berbuat sesuatu.
"Ada apa sebenarnya?"
Saya menggelengkan kepala.
"Saya tidak tahu. Dia tadi menyusun rumah-rumahan dari kartu. Tiba-tiba sebuah
ide muncul di kepalanya, lalu dia lari ke luar seperti yang Anda lihat."
"Baiklah. Saya rasa dia akan kembali sebelum makan malam."
Tapi sampai malam, Poirot tidak kembali.
Bab 12 MATA RANTAI TERAKHIR KEPERGIAN Poirot yang tiba-tiba itu membuat kami semakin ingin tahu. Minggu pagi
telah tiba - tapi Poirot belum muncul juga. Tetapi kira-kira pukul tiga siang,
kami mendengar suara ribut di luar. Ternyata Poirot keluar dari mobil diikuti
oleh Japp dan Summerhaye. Laki-laki kecil itu sama sekali berubah. Wajahnya
bersinar dengan rasa puas. Dia membungkuk berlebihan di depan Mary Cavendish.
"Nyonya, apakah saya diperbolehkan mengadakan pertemuan di ruang keluarga"
Setiap orang perlu hadir di sana."
Mary tersenyum sedih. "Anda tahu bukan, Tuan Poirot, bahwa kami memberi keleluasaan penuh pada Anda
untuk melakukan apa saja?"
"Anda sangat baik, Nyonya."
Dengan wajah masih berseri, Poirot menggiring kami masuk ke ruang keluarga,


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil mengatur kursi untuk kami.
"Nona Howard - di sini. Nona Cynthia. Tuan Lawrence. Dorcas. Dan Annie. Bien! Kita
harus menunda acara sebentar untuk menunggu Tuan Inglethorp. Saya sudah mengirim
surat agar dia datang."
Nona Howard segera berdiri dari kursinya.
"Kalau orang itu masuk rumah ini, saya akan keluar!"
"Tidak, tidak!" Poirot mendekati dia dan membujuk dengan suara rendah.
Akhirnya Nona Howard kembali ke kursinya Beberapa menit kemudian Alfred
Inglethorp masuk. Setelah semua berkumpul, Poirot berdiri dari kursinya dengan sikap seorang
penceramah populer. Dia membungkuk dengan sopan kepada para pendengarnya.
"Messieurs, Mesdames, seperti Anda ketahui, saya datang ke rumah ini karena
diminta oleh Tuan John Cavendish untuk menyelidiki kejadian tragis ini. Yang
pertama-tama saya lakukan adalah memeriksa kamar Almarhumah yang terkunci rapat
dan dalam keadaan sama seperti ketika tragedi itu terjadi. Saya menemukan: satu,
sepotong kain berwarna hijau. Dua, bekas kotoran di karpet dekat jendela. Tiga,
sebuah dos kosong bekas bubuk bromide.
"Kita bicarakan potongan kain hijau dulu. Saya menemukannya tersangkut di
gerendel pintu yang menghubungkan kamar Almarhumah dengan kamar Nona Cynthia.
Saya menyerahkan potongan tersebut pada polisi tapi mereka tidak menganggap itu
penting. Rupanya mereka juga tidak tahu asal potongan tersebut, yang sebenarnya
adalah sobekan ban lengan dari baju kerja."
Terdengar gumam para pendengar.
"Hanya ada satu orang yang bekerja di pertanian ini - yaitu Nyonya Cavendish.
Karena itu pasti Nyonya Cavendish yang masuk ke dalam kamar Almarhumah melalui
pintu penghubung tersebut."
"Tapi pintu itu digerendel dari dalam!" seru saya.
"Ketika saya memeriksa kamar tersebut, memang begitu. Tapi sebelumnya kita hanya
percaya pada perkataannya saja, karena dialah yang mencoba membuka pintu itu dan
mengatakannya terkunci. Pada waktu semuanya kalang-kabut dia pasti punya
kesempatan untuk menggerendelnya diam-diam. Karena itu saya mencocokkan bukti
yang saya dapat. Ternyata potongan kain itu sama dengan sobekan yang terdapat
pada ban lengan baju kerja Nyonya Cavendish. Di dalam pemeriksaan, Nyonya
Cavendish juga mengatakan bahwa dia mendengar suara meja jatuh dari kamarnya.
Saya membuktikan pernyataan tersebut dengan menempatkan kawan saya, Tuan
Hastings, di depan kamar Nyonya Cavendish. Saya sendiri berada di dalam kamar
Almarhumah dengan beberapa polisi dan dengan sengaja menjatuhkan daun meja yang
lepas itu. Seperti telah saya duga, ternyata Tuan Hastings tidak mendengar apa-
apa. Ini menambah keyakinan saya, bahwa Nyonya Cavendish tidak mengatakan yang
sebenarnya pada waktu pemeriksaan. Sebaliknya saya yakin, bahwa Nyonya Cavendish
tidak berada di kamarnya sendiri tetapi di kamar Almarhumah ketika bel
berbunyi." Saya melirik Mary. Dia pucat, tetapi tersenyum.
"Saya terus bekerja berdasarkan asumsi tersebut. Nyonya Cavendish berada di
dalam kamar ibu mertuanya. Anggap saja dia mencari sesuatu yang belum
ditemukannya. Tiba-tiba Nyonya Inglethorp terbangun karena kesakitan. Tangannya
yang terentang akan menarik bel menyentuh daun meja yang goyang. Lilin Nyonya
Cavendish terlempar jatuh karena dia terkejut. Tetesan lilin mengotori karpet.
Nyonya Cavendish cepat-cepat mengambil lilinnya lalu masuk ke kamar Nona
Cynthia. Dia cepat-cepat ke koridor agar pembantu jangan sampai melihatnya
berada di tempat itu. Tapi ternyata dia terlambat! Dia mendengar langkah-langkah
kaki yang melewati gang menuju ke kamar Almarhumah. Apa yang dilakukannya"
Secepat kilat dia kembali lagi ke kamar gadis itu dan menggoyang-goyangkan
badannya agar bangun. Orang-orang lainnya terlalu sibuk mencoba membuka pintu
kamar Nyonya Inglethorp, sehingga tidak berpikir mengapa Nyonya Cavendish tidak
datang bersama-sama dengan mereka. Hal ini menjadi lebih jelas lagi ketika saya
tanyakan, karena ternyata tak seorang pun yang melihatnya datang dari sayap
rumah yang berlawanan. Apakah benar demikian, Nyonya?"
Mary Cavendish menganggukkan kepalanya.
"Benar sekali yang Anda katakan, Tuan. Kalau seandainya dengan menceritakan hal
itu saya bisa membebaskan suami saya, maka saya pasti sudah menceritakannya dari
kemarin. Tetapi kelihatannya hal itu tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap
pembebasannya." "Anda benar, Nyonya. Tetapi dengan mengakui kebenaran fakta tersebut, setidaknya
akan membantu saya menentukan sikap, karena apabila saya tahu bahwa asumsi saya
benar, saya bisa melihat fakta-fakta lain dengan lebih jelas."
"Surat wasiat!" seru Lawrence. "Kalau begitu kau yang memusnahkan surat itu,
Mary?" Mary menggelengkan kepala. Juga Poirot.
"Bukan," kata Poirot tenang. "Hanya ada satu orang yang punya kemungkinan
memusnahkan wasiat itu - Nyonya Inglethorp sendiri."
"Tidak mungkin!" seru saya. "Dia baru saja membuatnya sore itu!"
"Tetapi memang dialah yang melakukannya. Karena, tak ada alasan lain lagi untuk
menjelaskan mengapa pada hari yang sangat panas itu Nyonya Inglethorp justru
menyuruh pelayannya menyalakan api di kamarnya."
Saya tersentak. Alangkah tololnya saya. Tak pernah terpikir sama sekali hal itu!
Poirot melanjutkan, "Temperatur pada hari itu adalah 80?F. Tapi Nyonya Inglethorp minta agar api di
kamarnya dinyalakan! Mengapa" Karena dia ingin memusnahkan sesuatu dan tak
terpikir olehnya cara lain kecuali membakarnya. Anda semua tentunya masih ingat,
bahwa pada saat sulit seperti ini, penghematan sangat digalakkan dan memang
dipraktekkan di Styles. Tak selembar kertas bekas pun terbuang. Karena itu tak
ada yang bisa dilakukan untuk memusnahkan kertas tebal seperti formulir surat
wasiat kecuali dengan membakarnya. Pertama kali saya mendengar bahwa Nyonya
Inglethorp minta agar api dinyalakan, saya segera menyimpulkan bahwa dia ingin
memusnahkan suatu dokumen berharga - mungkin sebuah surat wasiat. Jadi saya tidak
terlalu heran ketika menemukan sepotong kertas bekas-terbakar. Tentu saja pada
saat itu saya belum tahu bahwa surat wasiat itu baru saja dibuat sorenya. Dan
saya akui, bahwa ketika saya tahu fakta tersebut, saya membuat kesalahan. Saya
menyimpulkan bahwa keputusan Nyonya Inglethorp untuk memusnahkan surat wasiat
itu disebabkan oleh pertengkarannya pada sore itu dan bahwa pertengkaran itu
terjadi setelah dan bukan sebelum dia membuat surat wasiat.
"Di sini saya keliru dan saya terpaksa melepaskan ide tersebut. Saya menghadapi
persoalan itu dari sudut yang lain. Pada jam 4, Dorcas mendengar Nyonya
Inglethorp berkata, 'Jangan dikira bahwa publisitas skandal suami-istri akan
membuatku mundur.' Saya menebak, dan ternyata benar, bahwa kata-kata tersebut
tidak ditujukan pada suaminya tetapi pada Tuan John Cavendish. Satu jam
kemudian, pada jam 5 sore, Nyonya Inglethorp mengulangi kata-kata yang hampir
sama, tapi dengan tujuan berbeda. Dia mengatakan pada Dorcas, 'Aku tak tahu
harus berbuat apa. Skandal antara suami-istri benar-benar mengerikan.' Pada jam
4 dia marah, karena persoalan orang lain. Tapi pada jam 5 dia marah dan dalam
keadaan tertekan dan sedih.
"Dari sudut psikologi, saya membuat suatu deduksi yang saya rasa benar. Skandal
kedua yang dia katakan tidaklah sama dengan yang pertama, karena yang kedua
menyangkut dirinya sendiri!
"Mari kita rekonstruksi. Pada jam 4, Nyonya Inglethorp bertengkar dengan anaknya
dan mengancam untuk memberi tahu istrinya - yang kebetulan mendengar sebagian
besar percakapan itu. Pada jam 4.30, sebagai akibat percakapan tersebut, Nyonya
Inglethorp membuat sebuah surat wasiat baru yang mewariskan hartanya kepada
suaminya. Surat wasiat itu ditandatangani kedua tukang kebun sebagai saksi. Pada
jam 5, Dorcas melihat nyonyanya sedang gelisah memegang selembar kertas -
katakanlah 'surat'. Pada saat itulah Nyonya Inglethorp memerintahkan Dorcas
menyalakan api. Jadi, antara jam 4.30 dan jam 5, ada sesuatu yang telah terjadi
yang menyebabkan perubahan total seluruh perasaannya, karena pada saat itu dia
berkeinginan untuk mengubah surat wasiat tersebut. Apakah sebenarnya yang
terjadi" "Setahu kita, Nyonya Inglethorp sendirian di kamar kerjanya pada waktu tersebut.
Tak ada seseorang yang masuk atau keluar ruangannya. Jadi ada apa"
"Kita hanya bisa menebak. Tapi saya merasa bahwa tebakan saya benar. Nyonya
Inglethorp tidak punya perangko di mejanya. Kita tahu hal ini, karena kemudian
dia menyuruh Dorcas untuk membelinya. Di sudut lain, dalam ruangan itu ada meja
suaminya - yang terkunci. Nyonya Inglethorp memerlukan perangko.
"Bayangan saya, dia mencoba membuka meja suaminya dengan kuncinya. Ternyata
bisa. Kemudian dia mencari-cari perangko di dalamnya. Tetapi ternyata dia
menemukan sesuatu yang lain - yaitu selembar kertas yang dilihat Dorcas digenggam
nyonyanya, kertas yang isinya tidak diperuntukkan bagi Nyonya Inglethorp.
Sebaliknya, Nyonya Cavendish menganggap bahwa kertas yang digenggam ibu
mertuanya itu merupakan bukti tertulis dari ketidaksetiaan suaminya. Dia meminta
kertas itu dari Nyonya Inglethorp, tapi Nyonya Inglethorp meyakinkannya bahwa
surat itu tak ada hubungannya dengan persoalan Nyonya Cavendish. Nyonya
Cavendish tidak percaya. Dia mengira bahwa Nyonya Inglethorp berusaha melindungi
anaknya. Nyonya Cavendish adalah seorang yang berpendirian keras. Di balik
sikapnya yang pendiam, dia sangat cemburu pada suaminya. Dia memutuskan untuk
mendapatkan kertas tersebut dengan cara apa pun. Kesempatan baik rupanya datang.
Dia kebetulan menemukan kunci tas Nyonya Inglethorp yang hilang, dan dia tahu
bahwa Ibu mertuanya itu menyimpan semua surat-surat penting di tas tersebut.
"Karena itu, Nyonya Cavendish membuat rencana. Pada suatu malam dia melepas
gerendel pintu yang menghubungkan kamar Almarhumah dengan kamar Nona Cynthia.
Barangkali dia juga memberi minyak atau pelumas di lubang kunci pintu itu karena
ketika saya cek, pintu tersebut dapat terbuka tanpa suara. Dia menangguhkan
rencananya sampai pagi, karena dia merasa lebih aman pada waktu pagi. Para
pelayan biasa mendengar dia bangun sekitar jam itu. Dia memakai baju kerja
ladang, lalu diam-diam menuju kamar Nona Cynthia."
Dia berhenti sejenak. Cynthia menyela,
"Tentunya saya akan terbangun kalau ada seseorang masuk ke kamar saya."
"Tidak kalau Anda dibius, Nona."
"Dibius?" "Mais, oui!" "Barangkali Anda semua masih ingat betapa nyenyak Nona Cynthia tidur, ketika
yang lain ribut di dekat kamarnya. Ada dua kemungkinan yang menyebabkannya
Pertama adalah pura-pura - dan saya rasa itu tidak benar - yang kedua adalah
dibius." "Untuk kemungkinan kedua ini, saya membuktikannya dengan memeriksa semua cangkir
kopi dengan hati-hati. Nyonya Cavendish-lah yang membawa cangkir kopi Nona
Cynthia pada malam sebelumnya. Saya mengambil contoh sisa kopi dari masing-
masing cangkir itu dan menganalisanya - tanpa hasil Saya juga menghitung semua
cangkir. Enam orang dengan enam cangkir kopi. Sudah pas.
"Kemudian saya baru tahu bahwa saya membuat kekeliruan. Sebenarnya ada tujuh dan
bukan enam orang yang minum kopi, karena pada malam itu Dokter Bauerstein
datang. Hal ini mengubah segalanya, karena ada sebuah cangkir yang hilang. Para
pembantu tidak tahu, karena Annie yang menyiapkan tujuh cangkir tidak tahu bahwa
Tuan Inglethorp tidak minum kopi, sedangkan Dorcas yang membersihkan cangkir
kopi esok paginya menemukan enam cangkir seperti biasanya - atau tepatnya dia
menemukan lima cangkir, sedangkan yang satu hancur berantakan di kamar Nyonya
Inglethorp. "Saya yakin bahwa cangkir kopi yang hilang itu adalah cangkir Nona Cynthia. Keyakinan saya itu diperkuat oleh satu hal yaitu semua kopi
yang ada pada cangkir-cangkir itu mengandung gula sedangkan Nona Cynthia tidak
pernah minum kopi dengan gula. Perhatian saya tertarik pada cerita Annie yang
mengatakan bahwa dia melihat sejumput garam di nampan coklat yang selalu
dibawanya naik ke kamar Nyonya Inglethorp. Saya mengambil contoh sisa coklat
tersebut untuk dianalisa."
"Tapi Dokter Bauerstein kan telah melakukannya," sela Lawrence.
"Dokter Bauerstein memang meminta agar coklat tersebut dianalisa, tapi dia hanya
ingin tahu apakah cairan itu mengandung strychnine atau tidak. Dia tidak minta
agar coklat itu dianalisa untuk mengetahui adanya narkotika, misalnya."
"Narkotika?" "Ya. Ini laporan analisnya. Nyonya Cavendish memberikan narkotika yang tidak
berbahaya tapi cukup efektif, kepada Nyonya Inglethorp dan Nona Cynthia. Dan
karena itulah dia merasa gelisah! Bayangkan perasaannya ketika tiba-tiba ibu
mertuanya sakit dan meninggal. Dia ketakutan karena mengira bahwa
perbuatannyalah yang menyebabkannya walaupun dia tahu bahwa obat itu aman. Dia
menjadi kacau dan dengan pikiran kalut dia melemparkan cangkir kopi Nona Cynthia
ke sebuah vas tembaga besar. Cangkir itu kemudian ditemukan oleh Tuan Lawrence.
Nyonya Cavendish tidak berani menyentuh sisa coklat karena akan terlalu banyak
mata yang melihatnya. Bayangkan bagaimana dia merasa lega ketika akhirnya
dinyatakan bahwa strychnine-lah yang menyebabkan kematian Nyonya Inglethorp, dan
bukan perbuatannya. "Kita sekarang tahu mengapa akibat peracunan strychnine bisa tertunda begitu
lama. Karena narkotika yang diberikan bersama strychnine memang bisa menunda
reaksinya selama beberapa jam."
Poirot berhenti sejenak. Mary memandangnya. Wajahnya sudah tidak pucat lagi.
"Apa yang Anda katakan semuanya benar, Tuan Poirot. Saat itu merupakan saat yang
paling menegangkan dalam hidup saya dan saya tak akan melupakannya. Tapi Anda
memang luar biasa Saya mengerti sekarang - "
"Apa yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa Anda bisa mengaku dosa pada
Pastor Poirot" Tapi Anda tidak mau mempercayai saya."
"Sekarang saya mengerti," kata Lawrence. "Coklat yang diberi narkotika bercampur
dengan kopi beracun akan menunda reaksi."
"Tepat. Tapi apakah kopi itu beracun" Di sini kita terbentur pada suatu
kesulitan, karena Nyonya Inglethorp tidak minum kopi itu."
"Apa?" hampir semuanya berteriak bersama keheranan.
"Benar. Anda ingat saya pernah mengatakan saya menemukan noda bekas kopi di
karpet" Ada sesuatu yang khusus pada noda tersebut. Noda itu masih lembab,
basah, dan berbau kopi tajam sekali. Di samping menemukan noda tersebut, saya
juga menemukan pecahan cangkir. Apa yang telah terjadi tidak terlalu sulit untuk
dibayangkan, karena belum ada dua menit setelah saya meletakkan tas kecil saya
di meja Nyonya Inglethorp, daun meja tersebut bergoyang dan jatuh bersama tas
saya di tempat yang sama dengan tempat saya menemukan pecahan cangkir. Rupanya
setelah sampai di kamarnya, Nyonya Inglethorp meletakkan cangkir kopinya di meja
yang sama dan cangkir itu jatuh - pecah.
"Apa yang terjadi kemudian adalah dugaan saya saja. Nyonya Inglethorp mengambil
pecahan cangkir dan meletakkannya di meja dekat tempat tidurnya. Karena ingin
minum sesuatu yang hangat, dia kemudian memanaskan coklat dan meminumnya.
Persoalan yang timbul adalah begini. Kita tahu bahwa coklat itu tidak mengandung
strychnine, sedangkan kopi itu tidak diminumnya. Padahal strychnine itu pasti
diminumnya antara jam tujuh dan jam sembilan malam itu. Jadi medium apa yang
bisa menyembunyikan rasa strychnine tapi yang tak pernah kita curigai?" Poirot
memandang berkeliling dan menjawabnya sendiri dengan impresif, "Obatnya
sendiri!" "Maksudmu strychnine itu dimasukkan si pembunuh ke dalam toniknya?" seru saya.
"Tidak. Dia tidak perlu melakukan hal itu. Strychnine itu ada di dalam tonik itu
sendiri. Strychnine yang membunuh Nyonya Inglethorp adalah sama dengan yang
diberikan Dokter Wilkins. Supaya jelas akan saya bacakan paragraf sebuah buku
dari Ruang Obat Red Cross Hospital di Tadminster.
'Resep ini sangat dikenal dalam buku teks,
Strychninae Sulph ... gr.I
Potass Bromide ... 3vi Aqua ad ... 3viii Fiat Mistura Dalam beberapa jam, larutan ini bisa mengendapkan garam strychnine sebagai
bromida yang tidak dapat larut dan membentuk kristal transparan. Seorang wanita
telah meninggal karena minum campuran yang sama: strychnine yang mengendap di
dasar botol. Dengan meminum larutan terakhir, dia meminum hampir seluruh
endapan!' "Sekarang, dalam resep Dokter Wilkins memang tidak ada bromida, tapi barangkali
Anda masih ingat bahwa saya pernah menyebutkan satu kotak bubuk bromida yang
telah kosong. Satu atau dua butir bubuk apabila dimasukkan ke dalam botol obat
Nyonya Inglethorp akan mempunyai efek yang sama, yaitu menyebabkan pengendapan
strychnine di dasar botol. Mungkin Anda juga masih ingat bahwa orang yang
menuang obat Nyonya Inglethorp harus sangat berhati-hati agar botolnya tidak
terguncang. "Dalam kasus ini, sudah direncanakan bahwa tragedi itu akan terjadi pada hari
Senin. Pada hari itu kabel bel Nyonya Inglethorp telah dipotong dengan hati-
hati, dan pada malam itu Nona Cynthia tidur di rumah kawannya, sehingga Nyonya
Inglethorp benar-benar berada di sayap kanan sendirian - tanpa alat komunikasi.
Dengan demikian tak akan ada bantuan apa pun apabila dia memerlukannya. Akan
tetapi, karena tergesa-gesa pergi ke sebuah acara, Nyonya Inglethorp lupa minum
obatnya. Besok siangnya dia makan siang di rumah kawannya. Jadi akhirnya dosis
terakhir yang fatal itu diminum 24 jam lebih lama dari yang direncanakan oleh si
pembunuh. Tetapi karena penundaan itulah mata rantai terakhir - dari peristiwa


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini - sekarang berada dalam genggaman saya."
Di tengah tarikan napas para pendengar, Poirot mengeluarkan tiga lembar kertas.
"Sebuah surat yang ditulis oleh pembunuh itu sendiri, mes amis! Seandainya isi
surat ini lebih jelas, Nyonya Inglethorp pasti terhindar dari bahaya."
Dalam keheningan, Poirot menyambung ketiga sobekan surat dan sambil berdehem dia
membaca, "'Evelyn tersayang, Kau pasti ingin tahu apa yang terjadi. Semuanya beres. Hanya saja rencana itu
akan terjadi malam ini, bukannya kemarin. Kau pasti mengerti. Apabila si Tua itu
sudah meninggal semuanya akan menyenangkan. Tak seorang pun akan bisa
menudingkan jari padaku. Idemu tentang bromida itu memang hebat! Tapi kita harus
sangat berhati-hati. Satu langkah keliru - '
"Surat itu terhenti di situ. Pasti si penulis merasa terganggu. Tapi
identitasnya sangat jelas. Kita semua tahu tulisan tangannya dan - "
Sebuah geraman seperti suara halilintar memecah kesunyian.
"Setan! Dari mana kau dapat itu?"
Sebuah kursi terbalik. Poirot mengelak ke samping dengan cepat dan si penyerang
roboh ke lantai. "Messieurs, Mesdames, saya perkenalkan Anda pada si pembunuh, Tuan Alfred
Inglethorp!" Bab 13 PENJELASAN POIROT "POIROT! Dasar! Ingin rasanya aku mencekikmu. Kenapa pakai mencurangi teman
segala?" Kami duduk di ruang perpustakaan setelah melalui beberapa hari yang sibuk. Di
ruang bawah John dan Mary telah bersatu kembali, sedang Alfred Inglethorp dan
Nona Howard ditahan yang berwajib. Sekarang saya bisa bicara bebas dengan Poirot
dan bertanya dengan bebas.
Poirot tidak langsung menjawab. Tapi akhirnya dia berkata,
"Aku tidak mencurangimu, mon ami. Aku hanya membiarkan dirimu tertipu oleh
dirimu sendiri." "Ya. Tapi mengapa?"
"Sulit dijelaskan. Karena kau adalah seorang yang jujur. Setiap perubahan akan
terlihat di wajahmu - juga perubahan perasaanmu! Seandainya aku memberi tahu apa
yang kupikirkan itu kepadamu, pasti Tuan Inglethorp yang licin itu bisa menebak
dan menghindar. Jadi kita tak akan punya kesempatan untuk menangkap dia!"
"Rasanya kau pernah mengatakan bahwa aku cukup pintar berdiplomasi."
"Jangan marah, Kawan," kata Poirot menghibur. "Bantuan yang kauberikan sungguh
luar biasa. Kesulitannya adalah bahwa kau punya sifat yang terlalu baik."
"Ya - " kata saya mulai lunak. "Setidak-tidaknya kau kan bisa memberi satu atau
dua petunjuk." "Lho, kan sudah. Beberapa, malah. Tapi kau tidak mau tahu. Coba pikir sekarang.
Apa aku pernah mengatakan bahwa John Cavendish bersalah" Bukankah aku mengatakan
bahwa pasti dia bebas?"
"Ya, tapi - " "Dan bukankah setelah itu aku mengatakan bahwa sulit menjatuhkan tuduhan pada si
pembunuh" Bukankah jelas bahwa aku berbicara tentang dua orang yang berbeda?"
"Tidak. Tidak cukup jelas bagiku!"
"Lalu, bukankah pada permulaan aku berulang kali mengatakan bahwa aku tidak
ingin Tuan Inglethorp ditahan sekarang" Tentunya hal itu bisa menjadi petunjuk
bagimu." "Apa kau mencurigai dia sejak lama?"
"Ya. Yang pertama karena yang beruntung dengan kematian Nyonya Inglethorp adalah
suaminya. Itu tak bisa disangkal lagi. Lalu ketika aku datang pertama kali ke
Styles, memang aku belum punya gambaran bagaimana pembunuhan itu dilakukan, tapi
ketika aku kenal Tuan Inglethorp, aku tahu bahwa akan sulit menemukan bukti
untuk menghubungkan dia dengan pembunuhan tersebut. Kemudian aku tahu bahwa
Nyonya Inglethorp-lah yang membakar surat wasiat itu. Jadi kau tak perlu
mengeluh, Kawan, karena sebenarnya aku telah berusaha memberikan titik terang
kepadamu." "Ya, ya," kata saya tak sabar. "Teruskan."
"Nah. Keyakinanku bahwa Tuan Inglethorp bersalah menjadi guncang. Begitu banyak
bukti yang menolak keyakinan itu sehingga aku memikirkan adanya kemungkinan
lain." "Kapan kau berubah pendapat?"
"Ketika aku menyadari bahwa bertambah besar usahaku untuk membersihkan dia,
bertambah besar usahanya agar dirinya ditahan. Kemudian, ketika aku tahu bahwa
dia tidak punya hubungan apa-apa dengan Nyonya Raikes, dan bahwa John-lah yang
sebenarnya berhubungan dengan Nyonya Raikes, maka aku menjadi yakin."
"Mengapa?" "Sederhana saja. Seandainya Tuan Inglethorp memang punya hubungan gelap dengan
Nyonya Raikes, sikap diamnya bisa dimengerti. Tetapi ternyata seluruh desa tahu
bahwa John-lah yang tertarik pada istri cantik petani itu. Jadi pasti ada
sesuatu yang disembunyikannya dengan sikapnya tersebut. Tak ada gunanya berpura-
pura bahwa dia takut akan skandal itu. Hal ini menyebabkan aku penasaran dan
berpikir lebih jauh. Akhirnya aku menyimpulkan bahwa Alfred Inglethorp memang
ingin agar ditahan. Eh bien! Sejak itu aku pun berhati-hati agar dia jangan
sampai ditahan." "Tunggu sebentar. Aku tidak mengerti mengapa dia ingin ditahan?"
"Karena, mon ami, hukum di negaramu mengatakan bahwa seseorang yang pernah
dibebaskan dari penahanan tidak bisa lagi diajukan ke pengadilan untuk perkara
yang sama. Aha! Tapi si Inglethorp itu memang lihai! Dia benar-benar punya cara.
Dia tahu benar bahwa dia dicurigai. Jadi dia membuat banyak bukti agar dia
ditahan. Tapi kalau sudah ditahan dia akan mengeluarkan senjata ampuhnya - alibi
yang kuat dan - dia akan selamat!"
"Tapi aku masih tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa membuat alibi dan
pergi ke toko obat dalam waktu yang bersamaan."
Poirot memandangku dengan heran.
"Bagaimana mungkin" Ah, kasihan kau. Belum tahu bahwa Nona Howard yang pergi ke
toko obat itu?" - "Nona Howard?" "Ya. Siapa lagi" Itu kan mudah. Tinggi badannya hampir sama, suaranya besar
seperti laki-laki dan dia dengan Inglethorp masih sepupu Ada persamaan cara
mereka berjalan. Sederhana. Pasangan yang cerdik!"
"Tapi aku masih tidak mengerti dengan bromida itu."
"Bon! Aku akan merekonstruksinya. Aku rasa Nona Howard-lah otak pembunuhan ini.
Kau masih ingat bukan, dia pernah berkata bahwa ayahnya adalah seorang dokter"
Barangkali dialah yang menyiapkan obat untuk pasien ayahnya. Atau barangkali dia
mendapatkan ide itu dari salah satu buku Nona Cynthia yang tergeletak begitu
saja ketika dia belajar untuk ujian. Pokoknya dia tahu bahwa dengan menambahkan
bubuk bromida dalam larutan yang mengandung strychnine akan menyebabkan
strychnine-nya mengendap. Barangkali ide itu tiba-tiba saja timbulnya. Nyonya
Inglethorp punya sekotak bubuk bromida yang kadang-kadang diminumnya pada malam
hari. Tentunya sangat mudah untuk memasukkan sedikit bubuk bromida ke dalam
botol obat Nyonya Inglethorp ketika baru datang dari Coot. Bahayanya tidak ada.
Dan tragedi itu baru akan terjadi dua minggu kemudian. Kalau ada orang melihat
salah seorang dari mereka memegang-megang botol itu, maka dalam waktu dua minggu
itu mereka akan melupakannya Nona Howard akan memulai pertengkaran itu, lalu
pergi dari Styles. Waktu kepergiannya akan cukup lama dan tidak akan menimbulkan
kecurigaan. Memang ide yang amat bagus! Kalau mereka berhenti sampai di situ
barangkali kasus itu tak akan pernah terbongkar. Tetapi mereka tidak cukup puas.
Mereka menganggap dirinya hebat - jadi akibatnya begitu."
Poirot menghembuskan asap rokoknya yang kecil. Matanya tajam menatap langit-
langit. "Mereka ingin melemparkan kecurigaan pada John Cavendish dengan membeli
strychnine dan menandatangani buku di toko obat itu.
"Pada hari Senin Nyonya Inglethorp akan meminum sisa obatnya yang terakhir.
Karena itu, pada jam enam sore, Alfred Inglethorp berusaha agar dilihat sejumlah
orang di tempat yang agak jauh dari desa. Nona Howard sebelumnya telah
menyebarkan gosip tentang hubungan gelap antara Alfred dengan Nyonya Raikes,
supaya Inglethorp punya alasan untuk bersikap diam. Pada jam enam, dengan
menyamar sebagai Inglethorp, Nona Howard memasuki toko obat sambil mengobral
cerita tentang anjing itu. Dia menuliskan nama Inglethorp dengan tulisan yang
dimiripkan dengan tulisan John Cavendish - yang telah dia pelajari baik-baik
sebelumnya. "Tapi, rencana itu bisa gagal, apabila John juga punya alibi yang kuat. Jadi,
dia menulis surat kaleng - dengan tulisan yang mirip tulisan John - dan menyuruh
John datang ke tempat terpencil.
"Sejauh itu, rencananya berhasil. Nona Howard kembali ke Middlingham. Alfred
Inglethorp kembali ke Styles. Tak ada yang akan bisa menuduhnya, karena Nona
Howard-lah yang membeli strychnine itu - lagi pula, itu semua dirancang agar
kecurigaan dilimpahkan kepada John Cavendish.
"Tetapi Nyonya Inglethorp ternyata tidak minum obatnya pada malam itu. Kabel bel
yang putus, ketidakhadiran Cynthia di kamarnya pada hari Senin itu - semua diatur
oleh Inglethorp. Tapi ternyata sia-sia. Lalu - dia membuat kekeliruan.
"Nyonya Inglethorp pergi makan siang. Dia duduk menulis apa yang telah terjadi,
dia pikir mungkin Nona Howard gelisah karena rencana mereka tak berhasil.
Barangkali Nyonya Inglethorp pulang lebih cepat dari yang diperkirakannya
Kemudian dia cepat-cepat menyembunyikan surat yang ditulisnya dan mengunci
mejanya. Dia takut, kalau tetap berada di kamar itu, dia pasti akan membuka laci
mejanya dan Nyonya Inglethorp akan melihatnya. Jadi dia ke luar dan berjalan-
jalan di hutan, sambil merenung apakah Nyonya Inglethorp membuka mejanya atau
tidak. "Tapi, seperti kita ketahui, Nyonya Inglethorp ternyata menemukan surat itu dan
mengetahui pengkhianatan suaminya dan Nona Howard. Sayangnya, kalimat yang
menyebutkan tentang bromida itu tidak punya arti apa-apa baginya. Dia tahu bahwa
dia dalam bahaya - tapi tidak tahu bentuk bahaya itu bagaimana. Dia memutuskan
untuk tidak mengatakan apa-apa pada suaminya, tapi dia menulis surat pada
pengacaranya agar datang keesokan paginya Dia juga memusnahkan surat wasiat yang
baru saja dibuatnya. Dia menyimpan surat suaminya."
"Jadi suaminya mencari surat itu dengan membuka paksa tas istrinya?"
"Ya. Dari besarnya bahaya yang mungkin dihadapinya, kita tahu bahwa dia sadar
akan pentingnya surat itu. Kalau dia bisa menguasai surat itu, maka tak akan ada
bukti yang bisa menghubungkannya dengan pembunuhan itu."
"Ada yang tidak kumengerti. Mengapa dia tidak memusnahkannya setelah surat itu
ada di tangannya?" "Karena dia tidak berani mengambil risiko yang lebih besar lagi - dengan menyimpan
surat tersebut." "Aku tidak mengerti!"
"Begini. Aku telah memperhitungkan bahwa dia hanya punya waktu lima menit untuk
mencari surat itu - lima menit sebelum kedatangan kita ke kamar itu, karena
sebelumnya Annie membersihkan tangga dan dia pasti melihat siapa pun yang pergi
ke sayap kanan. Bayangkan saja! Dia masuk kamar, dengan memakai kunci yang lain -
banyak kunci yang mirip satu sama lain - dan terburu-buru mencari tas istrinya.
Ternyata tas itu dikunci dan dia tidak melihat kuncinya di sekitarnya. Ini
merupakan hal yang menyulitkan karena kehadirannya di kamar itu pasti akan
ketahuan. Tapi dia toh nekat juga, karena surat yang ada di tas itu sangat
penting. Dengan cepat dia membuka paksa kunci tas itu dengan pisau lipat dan
mengambil suratnya. "Tapi sebuah kesulitan lain timbul. Dia tidak berani menyimpan surat itu.
Barangkali ada orang yang melihatnya keluar kamar - dan dia takut digeledah. Kalau
surat itu ditemukan, dia tak akan bisa berkutik lagi. Barangkali pada detik itu
juga dia mendengar Tuan Wells dan John keluar dari ruang kerja Nyonya
Inglethorp. Dia harus bertindak cepat. Di mana dia bisa menyembunyikan surat
keparat itu" Isi keranjang sampah tetap disimpan dan pasti akan diperiksa. Tak
ada alat untuk memusnahkannya. Dia memandang berkeliling dan melihat - apa kira-
kira, mon ami?" Saya menggelengkan kepala.
"Dia telah menyobek surat itu menjadi lembaran-lembaran panjang dan
memasukkannya ke dalam salah satu vas di atas perapian."
Saya berseru kagum. "Tak seorang pun akan berpikir untuk melihat-lihat isi vas itu," kata Poirot.
"Dan pada kesempatan yang lebih baik, dia akan bisa mengambil surat tersebut."
"Jadi benda itu selama ini ada di depan hidung kita?" seru saya.
Poirot mengangguk. "Ya, Kawan. Di situlah aku menemukan mata rantai terakhir itu dan aku sangat
berterima kasih padamu."
"Padaku?" "Ya. Kau ingat kan waktu mengatakan bahwa tanganku gemetar ketika membenahi
benda-benda pajangan di atas perapian?"
"Ya, tapi aku tidak tahu - "
"Benar. Tapi aku tahu. Aku ingat bahwa pagi harinya, ketika kita di dalam kamar
itu, aku telah membenahi benda-benda di atas perapian. Dan kalau benda-benda itu
sudah dibenahi, maka tidak perlu dibenahi lagi kecuali ada orang lain yang
menyentuhnya." "Ah, jadi karena itulah kau bertingkah aneh. Kau cepat-cepat ke Styles dan surat
itu ternyata masih ada di situ?"
"Ya. Aku berpacu dengan waktu."
"Tapi aku masih belum mengerti mengapa Inglethorp setolol itu - membiarkan surat
tersebut tetap di situ walaupun dia punya kesempatan untuk memusnahkannya."
"Ah, dia nggak punya kesempatan. Aku telah mengaturnya."
"Kau?" "Ya. Kau ingat waktu kau marah-marah karena aku berteriak-teriak" Kau mengatakan
tak perlu berbuat begitu karena semua orang akan tahu?"
"Ya." "Nah, pada saat itu aku melihat hanya ada satu kesempatan. Aku belum yakin waktu
itu, apakah si pembunuh itu Inglethorp. Seandainya dia tidak memegang dokumen
itu atau menyembunyikannya di suatu tempat, dengan berteriak begitu aku akan
mendapat simpati setiap orang di rumah. Inglethorp telah dicurigai. Dengan
membuka persoalan itu di muka umum, aku mendapat pelayanan sepuluh orang
detektif amatir yang akan memperhatikan gerak-geriknya terus-menerus. Inglethorp
sendiri yang merasa dicurigai pasti tidak akan berani bertindak gegabah. Karena
itu, terpaksa dia meninggalkan rumah dan meninggalkan surat itu di dalam vas."
"Tapi tentunya Nona Howard punya kesempatan banyak untuk membantu dia."
"Ya, tapi dia kan tidak tahu apa-apa tentang surat itu. Dan sesuai dengan
rencana mereka, dia tak akan bicara dengan Inglethorp. Mereka bersikap sebagai
musuh. Sampai John Cavendish diputuskan bersalah, mereka tak akan berani
bertemu. Tentu saja aku sudah menyuruh seseorang untuk selalu memata-matai
Inglethorp. Aku berharap cepat atau lambat dia akan menunjukkan tempat dokumen
itu disembunyikan. Tapi dia cukup cerdik dan bersikap baik-baik saja. Surat itu
aman di tempatnya, karena tak ada orang yang berpikir untuk mencarinya pada
minggu pertama. Mungkin dalam minggu berikut dan seterusnya pun akan demikian.
Tapi karena kaulah, semuanya jadi terbongkar."
"Aku mengerti sekarang. Tapi kapan kau mulai mencurigai Nona Howard?"
"Ketika aku tahu bahwa dia berbohong tentang surat yang diterimanya dari Nyonya
Inglethorp pada waktu pemeriksaan."
"Apa yang terjadi?"
"Kau melihat surat itu" Masih ingat rupa surat itu?"
"Ya - samar-samar."
"Kau masih ingat kan, bahwa tulisan Nyonya Inglethorp sangat jelas dengan jarak
yang cukup lebar antara satu kata dengan kata lainnya" Tetapi kalau kau melihat
tanggal di bagian atas surat, 17 Juli, ditulis amat berbeda. Kau mengerti
maksudku?" "Tidak," saya mengaku.
"Surat itu tidak ditulis pada tanggal 17 Juli tapi tanggal 7 Juli - sehari setelah
kepergian Nona Howard. Tapi karena ada tambahan angka 1, maka tanggalnya menjadi
17." "Mengapa dia menambahkannya?"
"Pertanyaan itulah yang ingin kuketahui jawabnya. Mengapa dia menyembunyikan
surat yang ditulis pada tanggal 17 dan menggantinya dengan surat palsu" Karena
dia tidak ingin menunjukkan surat yang bertanggal 17. Mengapa" Waktu itu juga
aku langsung curiga. Kau pasti ingat kata-kataku agar kita hati-hati pada orang
yang tidak mengatakan hal yang sebenarnya."
"Tapi setelah itu, kau meyakinkanku dengan dua alasan mengapa Nona Howard tidak
mungkin 'melakukan' kejahatan itu!" seruku.
"Aku punya alasan bagus," jawab Poirot. "Untuk saat yang cukup lama hal itu
membuatku bingung sampai aku teringat bahwa dia dan Alfred adalah saudara
sepupu. Dia tak akan bisa melaksanakan rencananya sendirian Tapi alasan itu
tidak membuatnya mundur. Lalu juga sikap bencinya yang berlebihan! Sikap yang
demikian biasanya menyembunyikan perasaan yang sebaliknya. Pasti ada ikatan di


Misteri Di Styles The Mysterious Affair At Styles Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antara mereka sebelum keduanya datang ke Styles. Mereka telah merencanakan
semuanya - bahwa Alfred harus menikah dengan wanita tua yang kaya tetapi agak
bodoh itu, dan berusaha agar dia meninggalkan semua hartanya untuknya.
Seandainya mereka berhasil, mungkin mereka akan pergi meninggalkan Inggris. Dan
hidup bersama dari uang si korban.
"Mereka adalah pasangan yang lihai dan bejat. Di satu pihak kecurigaan-
kecurigaan dilemparkan pada Alfred. Di pihak lain Nona Howard membuat persiapan
untuk tujuan yang berbeda. Dia datang dari Middlingham dengan meyakinkan. Tak
ada kecurigaan padanya. Dia bebas melakukan apa saja di rumah itu. Dia bebas
menyembunyikan botol strychnine di kamar John. Dia meletakkan jenggot di loteng
Dia mengatur sedemikian rupa sehingga cepat atau lambat benda itu akan
ditemukan." "Aku tak mengerti mengapa mereka mencoba melemparkan kecurigaan pada John.
Seandainya Lawrence yang kena, rasanya akan lebih mudah."
"Ya. Itu hanya kebetulan saja. Semua bukti yang memberatkan dia juga merupakan
kebetulan. Tentu sangat menjengkelkan keduanya."
"Dan sikapnya juga tidak membantu," kata saya merenung.
"Ya. Kau pasti tahu apa yang menyebabkannya?"
"Tidak." "Kau tidak tahu bahwa dia mengira Nona Cynthia yang bersalah?"
"Tidak," seru saya terkejut. "Tak mungkin!"
"Mungkin saja. Aku dulu juga hampir berpikir begitu. Aku sudah punya pikiran
begitu ketika aku bertanya kepada Tuan Wells tentang surat wasiat itu, Lalu ada
bubuk bromida yang disiapkannya. Dan kebolehannya berakting sebagai laki-laki
seperti diceritakan Dorcas. Sebenarnya banyak sekali bukti yang memberatkan
dia." "Jangan main-main, Poirot."
"Tidak. Aku serius. Kau tahu apa yang membuat Lawrence pucat ketika dia masuk ke
kamar ibunya pada malam yang naas itu" Karena ketika ibunya sedang tergeletak
bergulat dengan maut, dia melihat bahwa pintu yang menghubungkan kamar ibunya
dengan kamar Nona Cynthia tidak digerendel."
"Tapi dia mengatakan bahwa pintu itu digerendel!" seru saya.
"Tepat," kata Poirot. "Dan justru hal itulah yang membuatku bertambah yakin
bahwa pintu itu tidak digerendel. Dia ingin melindungi Nona Cynthia."
"Tapi kenapa dia melindunginya?"
"Karena dia jatuh cinta pada gadis itu."
Saya tertawa. "Nah, sekarang kau yang keliru! Kebetulan aku tahu dari sebuah fakta bahwa dia
bukannya sedang jatuh cinta tapi sangat benci pada Cynthia."
"Siapa yang mengatakan hal itu, mon ami?"
"Cynthia sendiri."
"La pauvre petite! Dan dia sedih?"
"Katanya dia tidak apa-apa."
"Kalau begitu dia pasti apa-apa," kata Poirot. "Memang wanita biasanya begitu!"
"Yang kaukatakan tentang Lawrence tadi membuatku heran."
"Mengapa" Itu kan kelihatan jelas. Bukankah dia selalu bermuka masam setiap kali
Nona Cynthia tertawa dan bicara dengan kakaknya" Dia menyangka gadis itu jatuh
cinta pada kakaknya. Ketika dia masuk kamar ibunya yang kena racun, dia mengira
bahwa gadis itu terlibat di dalamnya. Dia jadi kacau. Lalu dia menghancurkan
cangkir kopi itu karena dia ingat bahwa Cynthia pergi ke luar malam sebelumnya.
Dia bermaksud melenyapkan semua bukti yang memberatkan Cynthia. Karena itulah
dia mengemukakan pendapat tentang kematian yang wajar."
"Bagaimana dengan cangkir kopi ekstra itu?"
"Aku yakin bahwa Nyonya Cavendish-lah yang menyembunyikannya, tapi aku harus
membuktikannya. Mula-mula Lawrence tidak tahu apa yang aku maksud; tetapi
setelah berpikir, dia menarik kesimpulan bahwa kalau dia bisa menemukan cangkir
ekstra itu, gadis yang dicintainya itu akan bebas dari tuduhan. Dan dia memang
benar." "Satu hal lagi. Apa yang dimaksud Nyonya Inglethorp dengan kata-kata
terakhirnya?" "Tentu saja tuduhan pada suaminya."
"Ah, rasanya kau telah menerangkan semuanya padaku. Aku senang karena semua
berakhir dengan baik. John dan istrinya juga sudah berbaik kembali."
"Karena aku." "Apa maksudmu?"
"Apakah kau tidak mengerti bahwa penahanan John-lah yang menyebabkan mereka
berkumpul kembali" Bahwa John Cavendish masih cinta pada istrinya - itu aku yakin.
Juga bahwa istrinya mencintai dia. Tapi mereka bertambah lama bertambah jauh.
Semuanya itu karena salah pengertian. Nyonya Cavendish memang dulu tidak cinta
pada suaminya. Dan suaminya tahu. Dia adalah seorang laki-laki yang sensitif dan
tidak mau memaksa kalau istrinya tidak mau. Tetapi ketika dia mundur, cinta
istrinya tumbuh. Tapi keduanya adalah manusia angkuh dan keangkuhan mereka
justru memisahkan mereka. John kemudian bermain-main dengan Nyonya Raikes. Dan
istrinya dengan sadar memupuk persahabatan dengan Dokter Bauerstein. Kau masih
ingat waktu aku ragu-ragu membuat keputusan?"
"Ya. Aku bisa mengerti kesulitanmu."
"Maaf, Kawan, aku rasa kau tak mengerti sama sekali. Aku berpikir apakah
sebaiknya aku membebaskan John Cavendish dari tuduhan itu sama sekali. Aku bisa
saja membebaskannya sekaligus saat itu, walaupun itu berarti kegagalan untuk
menangkap si pembunuh. Mereka sama sekali tidak mengerti sikapku sampai saat
terakhir." "Maksudmu sebenarnya kau bisa membebaskan John Cavendish dari awal supaya tidak
dibawa ke pengadilan?"
"Ya, betul. Tapi aku memutuskan dengan pertimbangan 'demi kebahagiaan seorang
wanita'. Kesulitan dan bahaya yang mereka hadapi itulah yang akan membawa kedua
orang angkuh itu bersatu kembali."
Saya memandang Poirot dengan kagum. Benar-benar hebat orang ini. Tak seorang pun
pernah berpikir bahwa suatu pengadilan pembunuhan bisa menjadi alat perukun
kebahagiaan! "Aku mengerti apa yang kaupikir, mon ami," katanya sambil tersenyum. "Tak
seorang pun kecuali Hercule Poirot akan mencoba hal seperti itu! Sebenarnya
memang itulah yang terpenting. Kebahagiaan seorang laki-laki dan seorang
wanita." Kata-katanya membuat saya merenungkan beberapa hal yang telah lewat. Saya
teringat pada Mary yang terbaring pucat di sofa, mendengar, dan mendengar. Lalu
lonceng berbunyi di bawah. Dia terkejut. Poirot membuka pintu, dan sambil
menatap matanya yang pedih dia berkata, 'Ya, Nyonya, saya membawanya kembali
pada Anda.' Poirot minggir dan saya ke luar. Tapi saya sempat melihat sinar
cinta dalam mata Mary dan John Cavendish mendekap istrinya.
"Barangkali kau benar, Poirot," kata saya pelahan. "Memang itulah yang paling
penting di dunia." Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan Cynthia melongokkan kepalanya.
"Saya - saya hanya - "
"Masuklah," sahut saya sambil berdiri.
Dia masuk tapi tidak duduk.
"Saya - hanya ingin mengatakan - "
"Ya?" Cynthia memain-mainkan benang di tangannya Kemudian dia berseru, "Kalian sangat
baik!" Dan mencium saya, lalu Poirot. Lalu berlari ke luar.
"Apa maksudnya?" tanya saya, heran.
Memang menyenangkan rasanya dicium Cynthia. Tapi kata-katanya tadi kok -
"Artinya dia tahu bahwa Lawrence ternyata tidak membencinya seperti yang
dianggapnya," jawab Poirot.
"Tapi - " "Ini dia." Lawrence lewat di depan pintu.
"Oh, Tuan Lawrence," panggil Poirot. "Kami harus memberi selamat pada Anda,
bukan?" Wajah Lawrence menjadi merah dan dia tersenyum kaku. Seorang laki-laki yang
sedang jatuh cinta memang merupakan tontonan yang menimbulkan belas kasihan.
Dan... Cynthia memang menarik.
Saya menarik napas panjang. "Ada apa, mon ami?"
"Nggak ada apa-apa," kata saya sedih. "Mereka berdua adalah wanita-wanita yang
menyenangkan!" "Tapi tak seorang pun untukmu?" kata Poirot. "Tak apa. Sudahlah. Kita mungkin
akan mendapat yang lain. Siapa tahu" Lalu - "
Scan & DJVU: BBSC Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://epublover.blogspot.com
http://facebook.com/epub.lover
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Petualang Asmara 12 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Darah Darah Laknat 1
^