Pencarian

Rahasia Chimneys 3

Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie Bagian 3


melakukan tari perang dan ribut bersiul-siul sampai Bundle muncul dan menanyai
keduanya. "Mana Ibu Guru?" tanyanya.
"Dia pusing, pusing, pusing," kata si Winkle.
"Hore!" sambut si Guggle.
Lord Caterham telah berhasil mengandangkan sebagian besar tamu-tamunya ke dalam
rumah. Sekarang dia memegang lengan Anthony dan berkata, "Kita ke ruang kerja
dulu. Saya punya sesuatu yang spesial."
Lord Caterham menyelinap seperti seorang pencuri, bukannya seperti tuan rumah.
Akhirnya mereka sampai ke tempat persembunyiannya yang aman. Dia membuka sebuah
lemari dan mengeluarkan berbagai botol. "Bicara dengan orang asing selalu
membuat haus. Saya tak tahu mengapa," katanya.
Terdengar sebuah ketukan di pintu - dan kepala Virginia pun terjulur. "Ada koktil
spesial untuk saya?" tanyanya.
"Tentu, silakan masuk," kata Lord Caterham ramah.
Mereka minum-minum selama beberapa menit.
"Saya memang perlu minum," kata Lord Caterham sambil menarik napas dan
meletakkan gelasnya di meja. "Entahlah, bicara dengan orang asing kok membuat
saya capek. Barangkali karena mereka sangat sopan. Mari kita makan dulu
sekarang." Lord Caterham berjalan di depan. Virginia menggandeng lengan Anthony dan
menariknya sedikit. "Aku sudah berhasil melihat mayat itu," bisiknya.
"Jadi?" tanya Anthony. Salah satu teorinya akan terbukti benar atau tidak.
Virginia menggelengkan kepala. "Kau keliru. Dia memang Pangeran Michael."
"Oh," kata Anthony kecewa.
"Dan Ibu Guru sedang pusing," tambahnya keras dengan nada tidak puas.
"Apa hubungannya?"
"Barangkali tak ada. Tapi aku ingin melihatnya. Aku sudah tahu bahwa dialah
penghuni kamar nomor dua dari ujung - ya yang lampunya menyala ketika terdengar
tembakan." "Wah, menarik sekali."
"Barangkali juga tak ada apa-apa. Walaupun begitu aku tetap ingin menemuinya
sebelum gelap." Makan siang rasanya seperti siksaan saja. Keramahan dan kehangatan Bundle pun
kelihatannya sia-sia. Baron dan Andrassy bersikap resmi, formal, penuh etiket,
dan kaku. Lord Caterham murung dan sedih. Bill Eversleigh memandangi Virginia
penuh rindu, George sangat hati-hati dan penuh waspada menempatkan diri di
antara Baron dan Tuan Isaacstein. Guggle dan Winkle menikmati sensasi baru
dengan pembunuhan yang terjadi, sedangkan Tuan Hiram Fish mengunyah makanannya
sambil mengucapkan beberapa komentar kering. Inspektur Battle telah lenyap, dan
tak seorang pun tahu apa yang terjadi dengannya.
"Syukur sudah selesai," kata Bundle pada Anthony ketika mereka meninggalkan
meja. "George membawa kontingen asing itu ke rumahnya siang ini untuk
membicarakan rahasia negara."
"Itu akan memperbaiki suasana," kata Anthony.
"Kalau si Amerika sih tak apa-apa," kata Bundle. "Dia dan Ayah bisa ngobrol
tentang koleksi lukisan. Tuan Fish - " Ketika orang yang dibicarakan semakin dekat
- "saya merencanakan suasana tenang untuk Anda siang ini."
Tamu Amerika itu membungkuk. "Terima kasih. Anda baik sekali, Lady Eileen."
"Tuan Fish juga menikmati pagi yang tenang tadi," kata Anthony.
Tuan Fish memandangnya cepat. "Ah, kalau begitu Anda memperhatikan saya di
tempat terlindung itu. Itu adalah saat yang menyenangkan bagi orang yang suka
ketenangan." Bundle terus berjalan, dan kedua laki-laki itu ditinggalnya. Si Amerika
merendahkan suaranya. "Kelihatannya ada sesuatu yang misterius dengan kasus
ini?" "Begitulah," kata Anthony.
"Laki-laki dengan kepala botak itu barangkali ada hubungan keluarga, ya."
"Kira-kira begitu."
"Saya dengar dari gosip yang beredar bahwa tamu yang tertembak adalah Pangeran.
Benar begitu?" "Dia menginap di sini dengan nama Count Stanislaus," jawab Anthony.
Tuan Fish hanya bisa mengucapkan "Ah, ah." Sesaat kemudian dia berkata. "Kapten
polisi si - Battle, atau siapa namanya - apa dia memang baik?"
"Scotland Yard berpendapat demikian," jawab Anthony.
"Kelihatannya kok tidak terlalu cerdas," kata Tuan Fish. "Tidak energik. Dan ide
besarnya itu - yang tidak membolehkan kita keluar - apa maksudnya?" Dia melirik
tajam pada Anthony ketika bicara.
"Karena setiap orang harus menghadiri pemeriksaan besok pagi."
"Itu saja tujuannya" Tak ada yang lain" Tak ada pertanyaan-pertanyaan yang
mencurigai tamu Lord Caterham?"
"Tuan Fish!" "Saya merasa tidak enak - orang asing di negara ini. Tapi ya, tentunya ini adalah
pekerjaan orang luar, kan" Saya ingat. Jendela itu tidak dikunci, kan?"
"Dikunci," kata Anthony sambil memandang lurus kepadanya.
Tuan Fish menarik napas. Sesaat kemudian dia berkata dengan nada sedih. "Tahukah
Anda bagaimana orang mengeluarkan air dari tambang?"
"Bagaimana?" "Dengan pompa - tapi itu merupakan pekerjaan yang amat berat! Saya melihat tuan
rumah menyendiri di sana. Maaf, saya ingin menemuinya."
Tuan Fish menjauh dan Bundle muncul kembali. "Fish itu lucu, ya?" katanya.
"Ya." "Tak ada gunanya memandang Virginia," kata Bundle dengan tajam.
"Aku tidak memandangnya," jawab Anthony.
"Kau bohong. Aku tak mengerti bagaimana dia bisa membuatmu begitu. Bukan dengan
apa yang dikatakannya. Juga bukan karena wajahnya! Tapi dia selalu begitu. Tak
apa, dia sedang bertugas di suatu tempat saat ini. Dan menyuruhku untuk bersikap
manis padamu. Dan aku akan bersikap baik padamu - kalau perlu dengan kekerasan."
"Tak perlu," kata Anthony. "Tapi kalau kau tak keberatan, aku ingin agar kau
bersikap manis kepadaku di air - di perahu."
"Ayo," kata Bundle.
Mereka berjalan turun ke danau. "Hanya ada satu hal yang ingin kutanyakan," kata
Anthony sambil mengayuh perahu ke tengah, "sebelum kita sampai pada topik yang
menarik. Bisnis dulu sebelum bersenang-senang."
"Kamar siapa yang ingin kauketahui sekarang?" kata Bundle menahan diri supaya
sabar. "Kali ini bukan kamar siapa-siapa. Aku ingin tahu dari mana kau dapat guru
Prancis itu." "Wah. Aku mendapat dia dari suatu agen dan aku membayarnya seratus pound
setahun. Nama baptisnya Genevieve. Ada lagi yang ingin kauketahui?"
"Bagaimana referensinya?"
"Cemerlang! Dia sudah sepuluh tahun bekerja pada Countess Anu - "
"Anu siapa?" "Anu - Comtesse de Breuteuil, Ch?teau de Breuteuil, Dinard."
"Kau tidak bertemu dengan dia sendiri, kan" Hanya dari surat saja?"
"Benar." "Hm!" gumam Anthony.
"Kau membuatku ingin tahu. Ini soal cinta atau kriminal?"
"Barangkali hanya kebodohanku saja. Lupakan saja."
"'Lupakan saja,' katanya dengan santai setelah mendapat semua informasi yang
diperlukan. Tuan Cade, siapa yang Anda curigai" Aku rasa Virginia bukanlah orang
yang patut dicurigai. Atau Bill barangkali."
"Bagaimana dengan kau sendiri?"
"Seorang aristokrat yang diam-diam bergabung dengan Komplotan Tangan Merah. Wah,
ini baru suatu sensasi."
Anthony tertawa. Dia suka Bundle walaupun agak takut pada mata abu-abunya yang
menembus tajam. "Kau pasti bangga dengan ini semua," katanya tiba-tiba sambil
menunjuk rumah besar itu.
Bundle memicingkan matanya dan memiringkan kepalanya sedikit. "Ya - memang punya
arti. Tapi aku sudah terbiasa. Dan kami tidak terlalu lama tinggal di sini.
Terlalu membosankan. Kadang-kadang kami ke Cowes dan Deauville sepanjang musim
panas, lalu ke Skotlandia. Perabotan di Chimneys diselubungi penutup debu selama
lima bulan. Dan sekali seminggu, tutup-tutup itu dibuka dan Chimneys disesaki
oleh para turis yang mendengar keterangan Tredwell. 'Di sebelah kanan Anda
adalah gambar istri Caterham keturunan keempat yang dilukis oleh Sir Joshua
Reynolds,' dan sebagainya. Lalu si Ed atau Bert yang lucu menyenggol ceweknya
sambil berkata, 'Eh, Gladys, banyak lukisan mahal lho di sini!' Lalu mereka
melihat lebih banyak lukisan lagi sambil menguap dan berjalan tersendat
mengharap agar segera dapat pulang."
"Bagaimanapun, suatu sejarah telah lahir di tempat ini."
"Kau terlalu sering mendengarkan omongan George. Itulah yang selalu
dikatakannya." Tapi Anthony telah berdiri dan memandang dengan curiga ke tepi danau. "Apa itu
orang ketiga di penginapan yang perlu dicurigai" Dia berdiri di kandang perahu
dan kelihatan tidak gembira. Atau salah seorang tamu?"
Bundle mengangkat kepalanya melihat. "Itu Bill," katanya.
"Kelihatannya dia sedang mencari sesuatu."
"Barangkali dia mencariku," kata Bundle tanpa antusias.
"Apa kita perlu menepi?"
"Jawab yang benar - tapi seharusnya diucapkan dengan antusias."
"Kalau begitu aku akan mengayuh dengan sekuat tenaga."
"Tak perlu. Aku punya harga diri. Bawa saja aku ke dekat cowok bego itu.
Kelihatannya dia perlu seseorang untuk menjaganya. Pasti Virginia yang
menyuruhnya mencariku. Siapa tahu aku nanti menikah dengan George. Jadi
sebaiknya aku berlatih menjadi istri seorang politikus yang baik."
Anthony dengan patuh mengayuh ke tepi. "Dan bagaimana dengan aku?" keluhnya.
"Aku tak ingin menjadi orang ketiga yang tak digubris. He, apa itu anak-anak?"
"Ya, hati-hati saja."
"Aku menyukai anak-anak. Barangkali aku bisa mengajari mereka suatu permainan
intelek yang menarik."
"Pokoknya aku sudah memperingatkanmu."
Setelah menyerahkan Bundle pada Bill, Anthony mendekati anak-anak yang lengking
suaranya memecah ketenangan siang itu. Dia disambut dengan, "Kau bisa main jadi
orang Indian?" tanya Guggle tegas.
"Sedikit. Kau harus mendengar suaraku ketika kepalaku dikuliti. Seperti ini."
Anthony memberi contoh. "Lumayan," kata Winkle dengan iri. "Nah, sekarang teriakan orang yang menguliti
kepala." Anthony menurut dengan membuat suara gaduh yang mengerikan. Pada menit
berikutnya permainan itu berlangsung dengan seru.
Sejam kemudian dia mengusap dahinya yang berpeluh, dan bertanya tentang sakit
pusing Ibu Guru. Dia senang mendengar bahwa guru itu telah sembuh. Anak-anak
begini senang kepadanya sehingga mereka mengundangnya minum teh sore itu di ruang
kelas. "Dan kau bisa bercerita tentang orang yang digantung itu," kata Guggle.
"Kau tadi bilang masih menyimpan tali gantungannya, ya?" tanya Winkle.
"Ada di koporku. Kalian masing-masing boleh mendapat satu potong." Kata-kata
Anthony disambut jeritan Indian yang amat seru.
"Kami harus masuk dan cuci tangan. Kau akan datang, kan" Jangan lupa."
Anthony menjawab bahwa dia pasti datang. Kedua anak itu segera lari menuju
rumah. Anthony berdiri sejenak memandang mereka. Dia merasa ada seseorang di
sisi lain yang bergegas menyeberangi kebun. Dia merasa yakin bahwa orang itu
adalah orang berjenggot yang ditemuinya tadi pagi. Ketika dia sedang merenung
mempertimbangkan apakah sebaiknya dia mengikuti orang tersebut, semak-semak di
depannya terkuak dan muncullah Tuan Hiram Fish. Dia agak terkejut ketika melihat
Anthony. "Siang yang menyenangkan, Tuan Fish?" sapa Anthony.
"Ya, terima kasih."
Tapi Tuan Fish tidak kelihatan tenang seperti biasanya. Wajahnya merah dan
napasnya cepat seperti orang yang baru berlari-lari. Dia mengambil arlojinya dan
melihat. "Saya kira sudah waktunya minum teh sore," katanya.
Setelah menutup jamnya, dia berjalan menuju rumah.
Anthony berdiri diam dan terkejut ketika tahu-tahu Inspektur Battle telah
berdiri di sampingnya. Dia tak mendengar suara langkahnya sama sekali, seolah-
olah inspektur itu turun dari langit.
"Dari mana Anda muncul?" tanya Anthony jengkel.
Dengan gerakan kepala dia menunjuk rumpun semak dari mana Tuan Fish muncul tadi.
"Kelihatannya menjadi tempat favorit siang ini," komentar Anthony.
"Anda kelihatan sedang tenggelam dalam pikiran, Tuan Cade."
"Memang. Anda tahu apa yang telah saya lakukan" Saya mencoba menambahkan dua
dengan satu dan lima serta tiga supaya menjadi empat. Dan ternyata tidak
berhasil. Sama sekali tidak bisa saya lakukan."
"Memang sulit," kata detektif itu.
"Tapi kebetulan - saya sedang mencari-cari Anda. Saya ingin pergi. Apa boleh?"
Inspektur Battle tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Jawabannya santai.
"Tergantung, ke mana Anda mau pergi."
"Saya beri tahu ke mana saya ingin pergi. Saya ingin ke Dinard, ke Ch?teau
Madame la Comtesse de Breuteuil. Boleh?"
"Kapan Anda ingin pergi?"
"Bagaimana kalau besok setelah pemeriksaan. Saya bisa kembali kemari Minggu
malam." "Hm," kata inspektur itu.
"Bisa?" "Tak apa-apa asal Anda benar-benar pergi ke tempat yang Anda katakan dan
langsung kembali ke sini."
"Anda memang luar biasa, Battle. Saya tak tahu apakah Anda telah terpengaruh
oleh saya atau Anda memang benar-benar bijaksana. Yang mana?"
Inspektur Battle tersenyum sedikit tapi tidak menjawab apa-apa.
"Baiklah," kata Anthony. "Anda pasti akan beraga-jaga. Polisi pasti akan
mengikuti langkah saya bila mencurigakan. Tak apa. Seandainya saja saya tahu apa
yang sebenarnya sedang terjadi."
"Saya tidak mengerti, Tuan Cade."
"Tentang naskah itu - ada apa sih sebenarnya. Apa hanya memoir saja" Atau ada yang
lainnya?" Battle tersenyum lagi, "Begini, Tuan Cade. Saya memberi fasilitas kepada Anda
karena Anda telah memberikan kesan yang baik. Saya ingin kita bisa bekerja sama
dalam hal ini. Si amatir dan si profesional - akan dapat bekerja sama dengan baik.
Yang satu tahu lebih dalam dan yang lain punya pengalaman."
"Ya - saya tak keberatan untuk berkata bahwa saya memang punya keinginan untuk
memecahkan misteri pembunuhan."
"Ada ide tentang kasus ini?"
"Banyak," jawab Anthony. "Tapi kebanyakan adalah pertanyaan."
"Misalnya?" "Siapa yang akan menggantikan Michael" Rasanya ini penting."
Sebuah senyum tipis menghias wajah Inspektur Battle. "Aneh, mengapa Anda
berpikir ke sana. Penggantinya adalah Pangeran Nicholas Obolovitch - saudara
sepupu Pangeran Michael."
"Dan di mana dia pada saat ini?" tanya Anthony sambil berpaling menyalakan
rokok. "Jangan bilang Anda tidak tahu, karena saya tak akan percaya."
"Kabarnya dia di Amerika. Dia sering muncul di sana untuk mencari dana."
Anthony bersiul. "Saya tahu. Michael didukung Inggris, Nicholas didukung
Amerika. Pada kedua negara itu ada kelompok pemilik modal yang bersaing
menghendaki konsesi minyak. Partai Loyalis berpihak pada Michael - tapi sekarang
mereka harus mencari akal. Ini membuat jengkel Isaacstein & Co. dan George
Lomax. Wall Street bertepuk tangan. Benar?"
"Tidak meleset," jawab Inspektur Battle.
"Hm! Kalau begitu saya bisa menebak apa yang Anda lakukan di semak-semak itu
tadi." Detektif itu tersenyum, tapi tidak menjawab.
"Politik internasional memang menarik," kata Anthony. "Tapi sayang, saya harus
pergi. Ada janji di ruang kelas." Dia berjalan dengan cepat ke rumah. Setelah
bertanya pada Tredwell, dia melanjutkan jalannya. Dia mengetuk pintu dan masuk,
disambut dengan teriakan gembira Guggle dan Winkle yang sambil berlari mendekat,
dan memperkenalkannya pada Ibu Guru. Untuk pertama kalinya Anthony merasa ragu-
ragu. Mademoiselle Brun adalah seorang wanita setengah baya yang bertubuh kecil
dan berwajah pucat serta berambut putih. Di atas bibirnya banyak bulu-bulu
seperti kumis yang akan tumbuh! Sama sekali tidak memberikan kesan sebagai
seorang pembunuh. "Barangkali aku memang telah membuat diriku jadi tolol," gumam Anthony dalam
hati. "Tak apa - aku tetap harus jalan terus." Dia bersikap sangat hormat dan baik


Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada Ibu Guru yang senang mendapat kunjungan seseorang seperti dia. Acara minum
teh itu sangat sukses. Tapi malam itu Anthony sibuk berpikir sendiri di dalam kamarnya. Dia
menggelengkan kepala beberapa kali. "Aku keliru," katanya. "Untuk yang kedua
kalinya. Tapi ada sesuatu - ada sesuatu yang belum bisa kupecahkan."
Dia berjalan mondar-mandir. "Sialan - " katanya.
Pintu kamarnya terbuka perlahan-lahan. Sesaat kemudian seorang laki-laki berdiri
di ambang pintu. Seorang laki-laki bertubuh besar dengan tulang pipi yang tinggi
menonjol dan mata fanatik.
"Siapa kau?" tanya Anthony memandang tajam kepadanya.
Laki-laki itu menjawab dalam bahasa Inggris yang sempurna, "Saya Boris
Anchoukoff." "Pelayan pribadi Pangeran Michael?"
"Benar. Dulu saya melayani tuan saya. Tapi sekarang beliau meninggal. Jadi
sekarang saya akan melayani Tuan."
"Kau baik sekali. Tapi aku tidak memerlukan pelayan pribadi," kata Anthony.
"Tuan adalah tuan saya sekarang. Saya akan mengabdi pada Tuan."
"Ya - tapi aku tidak memerlukan seorang pelayan pribadi. Aku tidak bisa menggaji
pelayan." Boris Anchoukoff memandangnya dengan agak marah. "Saya tidak minta uang. Saya
melayani tuan saya. Jadi saya akan melayani Tuan - sampai mati!" Dia melangkah ke
depan dengan cepat, menjatuhkan diri di atas lutut, menangkap tangan Anthony,
dan meletakkannya di dahinya. Lalu dia berdiri dan dengan cepat meninggalkan
kamar Anthony. Anthony memandang punggungnya dengan wajah heran. "Aneh betul," katanya pada
dirinya sendiri. "Seperti anjing yang setia saja. Orang-orang seperti itu memang
punya insting yang mengagumkan."
Dia berdiri dan berjalan hilir-mudik. "Aneh - aneh sekali. Aneh - ."
Bab 17 Petualangan Tengah Malam PEMERIKSAAN itu dilakukan keesokan harinya dan semuanya puas termasuk George
Lomax yang suka bertele-tele. Dengan kerja sama yang baik antara Inspektur
Battle, kepala polisi daerah, dan pemeriksa, pemeriksaan dilakukan tanpa
menimbulkan kesan membosankan. Segera setelah semua selesai Anthony pergi diam-
diam. Kepergiannya membuat hari terasa lebih cerah bagi Bill Eversleigh. Tapi George
Lomax yang dihantui ketakutan akan kebocoran berita dari departemennya benar-
benar membuatnya kesal. Nona Oscar dan Bill terus-menerus diawasi. Semua yang
penting dan menarik dilakukan Nona Oscar, sedang Bill mondar-mandir melakukan
ini-itu termasuk mengirim berita dan telegram serta mendengarkan ocehan George.
Akhirnya Bill sempat tidur juga Sabtu malam itu walaupun dengan tubuh loyo. Dia
sama sekali tak punya kesempatan untuk ngobrol dengan Virginia dan merasa
jengkel telah disuruh-suruh George seperti itu. Dengan hati mendongkol dia
tertidur. Untunglah dalam mimpi akhirnya dia bertemu Virginia.
Mimpi itu merupakan kepingan tindak kepahlawanan di mana Bill berperan sebagai
penolong dalam suatu kebakaran. Dia membopong Virginia turun dari tingkat paling
atas. Virginia yang tidak sadar itu akhirnya dibaringkannya di atas rumput, dan
kemudian dia pergi mencari roti. Dia harus memperoleh roti itu. Ternyata George
punya roti. Dia bukannya memberi Bill roti, tetapi malahan mendiktekan telegram.
Mereka sekarang ada di sebuah ruangan di gereja dan Virginia akan segera datang
untuk melangsungkan pernikahan dengannya. Wah! Dia memakai piyama. Dia harus
segera pulang dan ganti baju yang pantas. Dia berlari ke mobil. Tapi mobil itu
tidak mau jalan. Bensinnya habis! Dia jadi senewen. Ada sebuah bis datang. Nah,
Virginia keluar dari bis itu dengan seorang Baron berkepala botak. Virginia
kelihatan cantik sekali dengan baju abu-abu. Dia mendatangi Bill dan menggoyang-
goyang bahunya. "Bill," katanya. "Oh, Bill." Dia mengguncang bahu Bill lebih
keras lagi. "Bill," katanya. "Bangun. Bangun!"
Dengan mata buram, Bill bangun. Ternyata dia masih di tempat tidurnya di
Chimneys. Tapi sebagian mimpinya itu memang menjadi kenyataan. Virginia
membungkuk di atasnya, menggoyang-goyang dia sambil berkata, "Bangun, Bill.
Bangun." "Halo!" kata Bill sambil duduk. "Ada apa?"
Virginia menarik napas lega. "Syukurlah. Aku pikir kau tidak bisa bangun. Aku
menggoyang-goyangmu begitu lama. Kau sudah benar-benar bangun?"
"Rasanya begitu," gumam Bill bingung.
"Capek rasanya tanganku menggoyang badan sebesar kerbau."
"Jangan menghina," kata Bill penuh wibawa. "Dengar, Virginia. Kelakuanmu sama
sekali tidak pantas sebagai seorang janda muda."
"Jangan tolol, Bill. Ada beberapa kejadian."
"Kejadian apa?"
"Kejadian aneh. Rasanya aku mendengar sebuah pintu terbanting di ruang
pertemuan. Lalu aku turun. Aku melihat cahaya di ruangan itu. Aku mengendap-
endap sepanjang koridor dan mengintip dari celah pintu. Aku tak bisa melihat
dengan jelas. Tapi yang kulihat benar-benar luar biasa sehingga aku ingin tahu
lebih banyak. Dan tiba-tiba aku merasa sebaiknya ada seorang laki-laki besar
yang baik untuk menemaniku. Kau adalah laki-laki yang paling besar, paling kuat,
dan paling baik yang terpikir olehku. Jadi aku masuk kamarmu. Tapi
membangunkanmu rupanya memakan waktu."
"Hm. Apa yang harus kulakukan sekarang" Bangun dan menangkap pencuri itu?"
Virginia mengernyitkan alisnya. "Aku tak tahu apa mereka itu pencuri atau bukan,
Bill, aneh sekali - tapi kita jangan membuang-buang waktu. Ayo."
Dengan patuh Bill turun dari tempat tidurnya. "Tunggu. Aku mau pakai sepatu bot -
yang besar dengan paku-paku. Aku tak mau berhadapan dengan pencuri dengan kaki
telanjang." "Aku suka piyamamu, Bill," kata Virginia merayu. "Warnanya terang tapi tidak
norak." Sambil memakai sepatu, Bill menimpali. "Aku juga suka baju tidurmu yang tipis
dan berwarna hijau itu. Apa namanya" Bukan baju tidur biasa, kan?"
"Namanya negligee," kata Virginia. "Aku senang karena kau bersih tidak seperti
laki-laki lain, Bill."
"Siapa bilang," kata Bill.
"Kau memang suka pura-pura. Kau baik, Bill, dan aku suka padamu. Barangkali
besok jam sepuluh pagi aku bisa memberi ciuman padamu."
"Sebaiknya kita ikuti emosi sajalah," kata Bill.
"Kita punya persoalan yang harus diselesaikan," kata Virginia. "Kalau kau tak
mau pakai topeng. Kita keluar saja."
"Aku sudah siap," kata Bill.
Dia memakai baju luar yang norak warnanya dan mengambil sebuah poker. "Senjata
kuno," katanya. "Ayo. Jangan berisik," kata Virginia.
Mereka mengendap-endap keluar kamar dan berjalan sepanjang koridor. Lalu turun
melewati tangga yang lebar. Virginia mengernyitkan dahi ketika mereka sampai di
tangga bawah. "Sepatu botmu itu nggak bisa diam, ya Bill?"
"Paku ya tetap paku. Aku kan sudah hati-hati."
"Kau harus melepasnya," kata Virginia tegas.
Bill mengeluh. "Kau bisa menentengnya. Aku ingin agar kau melihat apa yang terjadi di ruang
pertemuan. Aneh sekali, Bill. Mengapa pencuri mengambil baju perang dan
mencabiknya berkeping-keping terlebih dulu?"
"Barangkali karena tak bisa membawanya secara utuh."
Virginia menggelengkan kepala tidak puas. "Buat apa mencuri pakaian perang kuno
seperti itu" Padahal Chimneys punya banyak barang lain yang lebih berharga dan
mudah dibawa." Bill menggelengkan kepala. "Ada berapa orang?" tanyanya dengan tangan semakin
erat menggenggam senjata.
"Tidak jelas. Aku cuma bisa mengintip dari lubang kunci. Dan mereka cuma memakai
senter." "Barangkali mereka sudah pergi," kata Bill berharap.
Dia duduk di anak tangga paling bawah dan membuka sepatunya. Lalu sambil
menenteng sepatu dia mengendap-endap ke arah ruang pertemuan. Virginia
mengikutinya dalam jarak dekat. Mereka berhenti di depan pintu kayu ek yang
kokoh. Tidak terdengar apa-apa di dalam. Tiba-tiba Virginia menekan lengannya
dan Bill mengangguk. Sebuah cahaya terpancar selama satu menit. Mereka
melihatnya dari lubang kunci.
Bill membungkukkan badan dan mencoba mengintip. Dia tidak melihat apa-apa karena
cahaya lampu itu ada di sebelah kirinya. Bunyi dentingan yang terdengar sekali-
sekali menunjukkan bahwa si pencuri masih bergulat dengan pakaian perang itu.
Ada dua orang rupanya. Mereka berdiri di bawah foto Holbein. Cahaya lampu hanya
ditujukan kepada pekerjaan yang sedang mereka lakukan, sehingga ruangan itu
tetap gelap. Suatu saat cahaya senter menyinari wajah orang tersebut. Tapi tidak
cukup terang untuk mengenalinya. Lalu mereka mendengar denting lagi. Akhirnya
mereka mendengar suara tap-tap seperti orang mengetuk kayu dengan kuku jarinya.
Bill berdiri tegak. "Ada apa?" tanya Virginia.
"Tidak apa-apa. Tapi tidak enak begini terus. Kita tidak bisa melihat mereka dan
tidak tahu apa yang mereka lakukan. Aku mau masuk saja menghadapi mereka."
Dia memakai sepatu botnya dan berdiri. "Virginia, kita buka pintu pelan-pelan.
Kau tahu letak tombol lampu, kan?"
"Ya, dekat pintu."
"Aku rasa hanya ada dua orang di dalam. Barangkali juga cuma satu. Aku akan
masuk dan kalau aku berkata 'ya', kaunyalakan lampunya. Mengerti?"
"Ya." "Dan jangan menjerit atau pingsan. Aku akan melindungimu."
"Kau memang pahlawanku!" gumam Virginia.
Bill memicingkan matanya dalam gelap. Lalu menggenggam senjatanya erat-erat. Dia
merasa siap. Pelan-pelan dia buka handel pintu tanpa kesulitan. Dia merasa Virginia ada di
sampingnya. Mereka masuk ruangan tanpa suara. Di ujung ruangan lampu senter itu
menerangi lukisan Holbein. Terlihat bayangan seseorang yang membelakangi mereka
sedang mengetuk-ngetuk dinding.
Mereka tak melihat apa-apa lagi karena sepatu Bill tiba-tiba berderit pakunya,
dan dengan cepat orang tersebut menyorotkan senternya pada mereka berdua. Bill
tidak ragu-ragu. Dia berkata, "ya" dan meloncat menyergap orang itu, sementara
dengan patuh Virginia menekan tombol lampu.
Seharusnya lampu besar itu menyala setelah tombol dipijit. Tapi ternyata tidak.
Ruangan itu tetap gelap. Virginia mendengar Bill mengumpat-umpat. Yang terdengar kemudian hanyalah dengus
napas dan suara orang berkelahi - tapi Virginia tidak tahu siapa yang lebih kuat -
bahkan siapa yang sedang berkelahi dengan Bill pun tidak. Senter orang itu telah
jatuh dan pecah - tak bisa digunakan lagi. Apakah ada orang lain lagi selain
orang tersebut" Barangkali ada. Virginia merasa lemas. Dia tidak bisa berpikir
apa yang harus dilakukannya. Dia tidak berani ikut campur dalam perkelahian
tersebut, karena belum tentu membantu Bill. Tapi pada saat itu dia tidak
menuruti perintah Bill. Dengan sekuat tenaga dia menjerit meminta tolong
berulang-ulang. Dia mendengar pintu-pintu di lantai terbuka dan secercah cahaya masuk dari
koridor dan tangga. Seandainya saja Bill bisa menahan orang itu sampai bantuan
tiba. Tapi pada saat itu terjadi suatu perubahan. Kedua orang itu pasti
membentur salah satu pakaian perang yang ada di situ, karena pakaian perang itu
jatuh berdebam dengan suara keras luar biasa. Samar-samar Virginia melihat
sesosok bayangan meloncat ke luar jendela, dan pada saat itu pula Bill mengumpat
sambil membebaskan diri dari kepingan-kepingan pakaian perang.
Dengan cepat Virginia lari ke arah jendela. Tapi jendela itu telah dibuka dan
orang tersebut tidak perlu membuang waktu lagi. Dia meloncat dan berlari, lalu
menghilang di sudut rumah. Virginia memburunya. Dia muda dan bertubuh atletis
dan dia berlari tidak jauh dari orang tersebut.
Tapi tiba-tiba saja dia masuk dalam pelukan seorang laki-laki yang keluar dari
pintu samping. Ternyata Tuan Hiram Fish. "Ah, ternyata seorang wanita!" serunya.
"Maaf, Nyonya Revel. Saya kira Anda adalah orang yang dikejar itu."
"Dia baru saja lewat sini!" teriak Virginia. "Apa kita tidak bisa menangkapnya?"
Tapi dia tahu bahwa sudah terlambat. Orang itu pasti sudah sampai ke kebun,
sedangkan malam itu gelap sekali tanpa bulan. Dia kembali ke ruang pertemuan
dengan Tuan Fish yang berbicara tentang pencuri.
Lord Caterham, Bundle, dan beberapa pelayan yang ketakutan berdiri di depan
pintu ruangan. "Apa yang terjadi, Virginia" Ada pencuri" Dan apa yang kaulakukan
bersama Tuan Fish" Jalan-jalan tengah malam?" Bundle memberondong.
Virginia menjelaskan apa yang terjadi.
"Ah, mendebarkan sekali," seru Bundle. "Biasanya pembunuhan dan pencurian tidak
terjadi sekaligus dalam satu minggu. Apa yang terjadi dengan lampu ruangan ini"
Yang lainnya tidak apa-apa."
Keterangannya ternyata sederhana. Bola-bola lampu telah diambil dan diletakkan
berjajar dekat dinding. Dengan sigap Tredwell mengembalikan bola lampu tersebut
dan ruangan itu pun menjadi terang.
"Kelihatannya ada kegiatan hebat yang baru dilakukan di sini," kata Lord
Caterham. Memang benar apa yang dikatakannya. Benda-benda yang bisa dipecah menjadi pecah,
perabotan terjungkir-balik, dan kepingan pakaian perang berserakan di mana-mana.
"Berapa orang yang berkelahi" Kelihatannya hebat sekali," kata Bundle.
"Aku kira hanya satu," jawab Virginia. Tapi dia sendiri tidak begitu yakin.
Memang hanya satu orang - seorang laki-laki yang keluar lewat jendela. Tapi ketika
dia sedang mengejar bayangan itu, dia merasa ada lagi seseorang di dekatnya.
Kalau demikian, orang tadi pasti keluar lewat pintu. Tapi itu barangkali hanya
imajinasinya saja. Tiba-tiba Bill muncul di jendela. Napasnya terengah-engah.
"Kurang ajar! Lenyap dia. Aku mengejarnya ke mana-mana. Dia tidak ada."
"Sudahlah, Bill. Lain kali pasti beruntung," Virginia menghibur.
"Apa yang kita lakukan sekarang" Tidur lagi" Aku tak bisa memanggil Badgworthy
pada jam segini. Tredwell, kau tahu apa yang perlu dilakukan, bukan?"
"Ya, Tuan." Dengan menarik napas lega Lord Caterham bersiap kembali ke kamar.
"Si Isaacstein itu, bisa-bisanya dia tidur mendengkur," katanya dengan nada iri.
"Suara berisik seperti ini seharusnya membangunkan dia. Dan Anda sempat berganti
baju rupanya," tambahnya sambil menoleh pada Tuan Fish.
"Ya, saya sempat menyabet baju," kata si Amerika.
"Bagus. Dingin sekali pakai piyama seperti ini," komentar Lord Caterham. Dia
menguap. Semua kembali ke kamar masing-masing dengan tidak puas.
Bab 18 Petualangan Tengah Malam yang Kedua
ORANG pertama yang dilihat Anthony ketika dia turun dari kereta adalah Inspektur
Battle. Dia tersenyum. "Saya datang memenuhi janji saya," katanya. "Dan Anda di sini untuk meyakinkan
hal itu?" Battle menggelengkan kepala. "Saya yakin Anda akan menepati janji. Saya hanya
kebetulan sedang pergi ke London."
"Ah. Anda baik sekali. Penuh percaya."
"Benarkah begitu, Tuan Cade?"
"Tidak. Saya rasa Anda bijaksana. Tenang dan bijaksana. Anda akan ke London?"
"Ya, benar." "Ada urusan apa?"
Battle tidak menjawab. "Anda suka bersikap tidak formal. Itulah sebabnya saya suka pada Anda," kata
Anthony. Mata Battle berkedip. "Bagaimana dengan urusan Anda, Tuan Cade?"
"Tidak ada hasilnya. Untuk kedua kalinya ternyata saya keliru."
"Apa sebenarnya dugaan Anda, Tuan Cade?"
"Saya mencurigai guru Prancis itu. Memang dasarnya tidak masuk akal. Tapi
kamarnya menyala sebentar waktu saya mendengar tembakan malam itu."
"Saya rasa itu tidak cukup kuat."
"Anda benar. Tapi dia belum lama bekerja di Chimneys. Dan saya kebetulan bertemu
dengan seorang lelaki Prancis yang mencurigakan. Anda tentu banyak tahu tentang
dia, kan?" "Maksud Anda orang yang menyebut dirinya Monsieur Chelles" Tinggal di
Cricketers" Seorang turis?"
"Itu saja keterangannya" Apa pendapat Scotland Yard?"
"Tingkah lakunya memang mencurigakan." kata Battle tanpa ekspresi.
"Sangat mencurigakan. Jadi saya menjumlahkan dua tambah dua. Di dalam ada guru
Prancis, di luar ada lelaki Prancis yang mencurigakan. Karena itu saya cepat-
cepat menemui bekas majikan Nona Brun. Saya sudah siap mendengar bahwa dia tidak
kenal dengan nama tersebut. Tapi ternyata keliru. Nona Brun memang pernah
bekerja di sana selama sepuluh tahun."


Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Battle mengangguk. "Saya memang sudah merasa sebelumnya, ketika bicara dengan guru itu sendiri -
bahwa dia memang guru."
Battle mengangguk lagi. "Bagaimanapun Anda tidak bisa begitu mudah menyimpulkan.
Wanita itu cerdik. Terutama bila berurusan dengan make up. Saya pernah
menghadapi seorang gadis yang mengganti warna rambutnya, memucatkan wajahnya dan
mengubahnya dengan make up, lalu memakai baju tua. Sembilan dan sepuluh orang
yang pernah kenal dia tidak akan mengenalinya kembali. Tapi laki-laki tidak bisa
berbuat terlalu banyak. Mereka bisa mengubah bentuk alis mata atau memakai gigi
palsu. Tapi tetap tidak bisa mengubah ekspresi wajah karena ada telinga - telinga
punya pengaruh yang amat besar, Tuan Cade."
"Jangan melihat telinga saya terlalu tajam, Battle. Saya jadi takut," kata
Anthony. "Saya tidak bicara tentang jenggot palsu atau cat basah. Itu hanya ada di buku
cerita saja. Tapi ada orang-orang yang sulit dikenali. Bahkan saya hanya tahu
seorang laki-laki saja yang bisa menyamar dengan sempurna. Raja Victor. Pernah
dengar tentang dia, Tuan Cade?"
Inspektur itu mengajukan pertanyaannya begitu tiba-tiba sehingga Anthony
terpaksa menelan lagi kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. "Rasanya saya
pernah mendengar namanya."
"Seorang pencuri perhiasan yang sangat terkenal di dunia. Ayahnya orang
Irlandia, ibu Prancis. Dia menguasai sekurang-kurangnya lima bahasa. Beberapa
bulan yang lalu dia bebas dari penjara."
"Benarkah" Dan di mana dia diperkirakan berada?"
"Itulah persoalannya, Tuan Cade. Kami sedang menyelidikinya."
"Wah, persoalannya tambah rumit," kata Anthony dengan ringan. "Tak ada
kemungkinan dia kembali ke sini, kan" Tapi dia kan tidak tertarik pada memoir
politik. Dia hanya senang perhiasan."
"Barangkali juga dia sudah ada di sini. Kita belum tahu."
"Menyamar sebagai seorang pelayan" Hebat. Anda pasti bisa mengenalinya dari
telinganya." "Ah, Anda suka bercanda dengan yang itu. O ya, apa pendapat Anda tentang
persoalan Staines?" "Staines?" kata Anthony. "Ada apa di Staines?"
"Ada di koran Sabtu. Saya pikir Anda sudah membacanya. Seorang lelaki ditemukan
mati tertembak di tepi jalan. Orang asing. Berita itu muncul lagi di koran hari
ini." "Ah ya - benar. Tapi saya rasa bukan bunuh diri," kata Anthony tanpa peduli.
"Bukan. Tidak ada senjata. Dan laki-laki itu belum diketahui identitasnya."
"Kelihatannya Anda sangat tertarik. Tak ada hubungannya dengan kematian Pangeran
Michael, kan?" kata Anthony sambil tersenyum.
Tangannya begitu tenang. Juga matanya. Apakah hanya perasaannya saja yang
mengatakan bahwa inspektur itu memandangnya dengan mata tajam"
"Kelihatannya seperti epidemi saja," kata Battle. "Tapi rasanya memang tak ada
hubungannya." Dia berbalik, memanggil seorang kuli ketika kereta ke London masuk dengan suara
gemuruh. Anthony menarik napas lega. Dia menyeberangi taman dengan pikiran
penuh. Dengan sengaja dia berjalan melewati jalan yang persis sama ketika dia
datang ke Chimneys pada malam naas itu. Ketika telah dekat rumah, dia menengok
ke atas sambil berpikir dan mengingat apa yang pernah dilihatnya malam itu.
Apakah benar lampu itu menyala sebentar di kamar kedua dari ujung"
Ternyata dia menemukan sesuatu.
Ada sebuah sudut di ujung rumah di mana jendelanya terletak pada posisi yang
agak menjorok ke belakang. Bila kita lihat, jendela itu bisa dianggap sebagai
jendela pertama dan jendela yang ada di atas ruang pertemuan bisa menjadi
jendela kedua. Tetapi kalau kita bergerak sedikit ke kanan, maka jendela di atas
ruang pertemuan itu akan kelihatan seperti jendela pertama dari ujung. Jendela
pertama tidak kelihatan dan jendela-jendela kedua kamar di atas ruang pertemuan
itu akan kelihatan sebagai jendela pertama dan kedua. Di mana dia berdiri waktu
dia melihat secercah cahaya itu"
Ternyata pertanyaan itu sulit dijawab. Perbedaan satu meter saja sudah sangat
menentukan. Tapi bagaimanapun dia tahu akan satu hal, yaitu ada kemungkinan dia
membuat kekeliruan. Mungkin bukan kamar kedua tapi yang ketigalah yang menyala
lampunya. Sekarang, siapa yang menghuni kamar ketiga itu" Anthony berniat mencek hal
tersebut dengan segera. Rupanya nasib baik menyertainya. Dia melihat Tredwell
sedang menyiapkan poci teh di atas nampan. Tak ada orang lain bersama dia.
"Halo, Tredwell, boleh aku tanya sesuatu" Siapa penghuni kamar ketiga dari ujung
bagian barat" Maksudku yang di atas ruang pertemuan itu."
Tredwell berpikir sejenak. "Itu adalah kamar tamu yang dari Amerika itu, Tuan.
Tuan Fish." "Oh, begitu" Terima kasih."
Tredwell siap untuk pergi. Tapi dia berhenti sejenak. Keinginan untuk menjadi
orang pertama yang menyebarkan berita rupanya tak tertahankan lagi. "Barangkali
Tuan sudah mendengar cerita tentang tadi malam?"
"Sama sekali belum," kata Anthony. "Ada apa?"
"Percobaan perampokan, Tuan?"
"Yang benar. Ada yang diambil?"
"Tidak, Tuan. Pencuri itu sedang memreteli baju perang kuno ketika dipergoki di
ruang pertemuan. Sayang mereka sempat melarikan diri."
"Aneh sekali. Di ruang pertemuan lagi. Apa mereka masuk lewat pintu?"
"Kelihatannya mereka lewat jendela dengan paksa."
Setelah puas menimbulkan rasa ingin tahu orang lain, Tredwell berlalu dengan
alasan luwes. "Maaf, Tuan. Saya tidak mendengar Tuan datang dan saya tidak tahu
kalau Tuan berdiri di belakang saya."
Tuan Isaacstein yang menjadi sasaran Tredwell hanya melambaikan tangannya dengan
ramah. "Tak apa-apa. Tak apa-apa."
Tredwell keluar dan Isaacstein masuk lalu duduk di kursi. "Halo, Cade. Sudah
kembali, ya. Sudah mendengar tentang pertunjukan semalam?"
"Ya," kata Anthony. "Hiburan yang agak mendebarkan di akhir pekan,
kelihatannya." "Kelihatannya pertunjukan oleh orang-orang lokal saja. Berbau amatir dan kaku."
"Ada orang-orang di sini yang punya koleksi baju perang" Kok kelihatannya hobi
yang aneh." "Memang aneh." Isaacstein menyetujui. Dia menambahkan, "Semuanya serba sial,"
katanya dengan nada marah.
Nada suaranya mengandung sesuatu yang seperti mengancam.
"Saya tidak mengerti," kata Anthony.
"Kenapa kita semua disuruh tetap di sini! Pemeriksaan kan sudah selesai. Mayat
Pangeran akan dibawa ke London dan diberikan pernyataan bahwa dia meninggal
karena sakit jantung. Tuan Lomax tidak tahu apa-apa. Mengapa kita belum boleh
pergi-pergi" Dia hanya menunjuk Inspektur Battle."
"Kelihatannya inspektur itu punya rencana tertentu," kata Anthony sambil
merenung. "Dan kelihatannya pokok rencananya ialah kita tak boleh meninggalkan
tempat ini." "Tapi, maaf, Tuan Cade. Anda baru saja pergi."
"Dengan kaki diikat tali. Mereka pasti membayang-bayangi saya ke mana pun saya
pergi, supaya saya tidak punya kesempatan untuk membuang pistol atau apa."
"Ah, ya. Pistol itu belum ditemukan, ya?"
"Belum." "Barangkali dilempar ke danau."
"Bisa jadi." "Mana Inspektur Battle" Saya belum melihatnya seharian ini."
"Dia ke London. Saya bertemu dia di stasiun tadi."
"Ke London" Sungguh" Apa dia bilang kapan kembali?"
"Besok pagi." Virginia masuk bersama Lord Caterham dan Tuan Fish. Dia tersenyum pada Anthony.
"Jadi Anda sudah kembali, Tuan Cade" Sudah dengar cerita semalam?"
"Wah, pokoknya hebat deh semalam," kata Tuan Fish. "Dan saya mengira Nyonya
Rewel adalah salah seorang dari pencuri-pencuri itu."
"Dan pencuri itu - ?" tanya Anthony.
"Kabur Sayang sekali," gumam Tuan Fish menyesali.
"Silakan dimulai saja. Saya tak tahu di mana Bundle," kata Lord Caterham.
Virginia menurut Kemudian dia duduk dekat Anthony. "Kita ke danau setelah ini,"
bisiknya. "Bill dan aku mau cerita." Lalu dia ikut mengobrol dengan yang lain.
Pertemuan di danau itu pun terlaksana. Mereka setuju untuk mendayung perahu ke
tengah danau supaya aman. Dan akhirnya Virginia dan Bill memuntahkan cerita
mereka. Tapi Bill kelihatan muram. Dia tidak ingin mengikutsertakan orang asing
ini sebenarnya. "Aneh sekali," kata Anthony ketika cerita itu selesai. "Bagaimana pendapatmu?"
tanyanya pada Virginia. "Aku rasa mereka mencari sesuatu. Ide pencurian itu tidak pas," katanya.
"Dan benda yang dicari itu dikiranya ada dalam baju perang kuno tersebut. Itu
jelas. Tapi mengapa mengetuk-ngetuk panel dinding" Itu lebih kelihatan seperti
mereka sedang mencari tangga rahasia atau apa."
"Aku tahu. Di Chimneys memang ada lobang rahasia," kata Virginia. "Dan ada
tangga rahasia pula. Lord Caterham bisa menceritakannya pada kita. Yang ingin
kuketahui adalah apa yang mereka cari?"
"Pasti bukan memoir itu," kata Anthony. "Bungkusannya besar. Pasti sesuatu yang
kecil yang mereka cari."
"Barangkali George tahu," kata Virginia. "Barangkali aku bisa mengorek sesuatu
darinya. Sebenarnya aku merasa ada sesuatu di balik semua yang terjadi."
"Tadi kaukatakan bahwa hanya ada satu orang," lanjut Anthony, "tapi kemungkinan
ada orang lain karena kau merasa ada seseorang yang keluar melalui pintu."
"Suaranya tidak begitu jelas," kata Virginia. "Barangkali hanya imajinasiku
saja." "Itu memang mungkin. Tapi seandainya bukan imajinasimu, orang kedua itu pasti
orang dalam. Ah, apa iya - "
"Apa yang kaupikir?" tanya Virginia.
"Tuan Hiram Fish. Sempat-sempatnya dia berpakaian begitu lengkap ketika
mendengar teriakan minta tolong dari bawah."
"Ya. Memang aneh," kata Virginia. "Lalu juga si Isaacstein yang tidur mendengkur
mencurigakan. Padahal di bawah ributnya bukan main."
"Lalu si Boris itu, pelayan Michael. Kelihatannya mengerikan dan sangat ganas,"
sahut Bill. "Rupanya banyak orang yang mencurigakan di Chimneys," kata Virginia. "Barangkali
juga orang-orang lain mencurigai kita. Kalau saja Inspektur Battle tidak ke
London. Sayang sekali. Oh ya, Tuan Cade, saya pernah bertemu si Prancis yang
mencurigakan itu satu atau dua kali, sedang mengendap-endap di kebun."
"Ini memang membingungkan. Saya pergi dengan perkiraan asal-asalan. Rupanya
terbukti juga ketololan saya. Saya pikir kita harus memperhatikan hal ini.
Apakah pencuri itu mendapat apa yang dicarinya tadi malam?"
"Seandainya tidak?" tanya Virginia. "Rasanya saya bisa memastikan bahwa dia
tidak mendapat apa yang dicarinya."
"Begini. Mereka pasti datang lagi. Mereka tahu bahwa Battle sedang ada di
London. Mereka pasti akan datang lagi nanti malam."
"Apa benar begitu?"
"Itu suatu kemungkinan. Sekarang kita bertiga adalah sebuah komplotan.
Eversleigh dan saya akan sembunyi dengan sangat hati-hati di ruang pertemuan - "
"Dan aku - ?" tanya Virginia. "Kalian tidak mau mengikutsertakan aku?"
"Dengar, Virginia," kata Bill. "Ini adalah pekerjaan laki-laki - "
"Jangan tolol, Bill. Aku sudah terlibat di dalamnya. Jangan membuat kekeliruan.
Komplotan itu akan lebih berhati-hati malam ini." Akhirnya mereka sepakat
tentang rencana yang mereka buat. Setelah semua orang tidur, satu per satu
anggota komplotan kecil itu mengendap-endap turun. Mereka semua membawa lampu
senter yang kuat cahayanya dan dalam saku baju Anthony terdapat sepucuk pistol.
Anthony telah mengatakan bahwa pencuri tersebut pasti akan mencoba lagi untuk
maksud yang sama. Tapi dia tidak mengira bahwa perusuh itu dari luar datangnya.
Dia percaya pada Virginia yang mengatakan bahwa ada seseorang yang melewatinya
malam itu. Karena itu Anthony berdiri dekat sebuah meja panjang tua yang terbuat
dari kayu ek dengan mata tertuju ke pintu dan tidak mengawasi jendela sama
sekali. Virginia mendekam di belakang sebuah baju perang tua di dekat dinding
dan Bill ada di dekat jendela.
Waktu berlalu dengan lamban. Jam berdentang menunjuk pukul satu, lalu setengah
jam lagi, dan setengah jam lagi. Anthony merasa capek. Dia mulai berpikir bahwa
dia keliru. Orang itu tak datang malam ini.
Dan kemudian tiba-tiba badannya menjadi kaku. Seluruh indrianya terjaga. Dia
mendengar suara langkah di teras luar. Diam lagi. Lalu sedikit goyangan di
jendela. Suara itu berhenti dan jendela tiba-tiba terbuka. Seorang laki-laki
melangkah masuk lewat jendela. Dia berdiri diam sejenak, melihat ke sekeliling
ruangan dan mendengar-dengarkan. Satu dua menit kemudian dia menyalakan lampu
senternya dan menyoroti isi ruangan. Kelihatannya tidak ada yang aneh. Ketiga
orang itu menahan napas. Laki-laki itu kembali mendekati dinding yang diketuk-
ketuknya malam sebelumnya.
Tiba-tiba Bill merasa geli hidungnya. Dia ingin bersin! Rupanya usahanya
mengejar pencuri di kebun malam sebelumnya telah menyebabkan dia kena flu.
Seharian tadi dia bersin-bersin terus.
Dan sekarang ini dia merasakannya.
Cepat dia memutar otak, mengingat segala cara untuk mencegah bersinnya. Dia
menekan bibir atasnya, menelan ludah, mendongakkan kepalanya memandang langit-
langit. Akhirnya dia memijit hidungnya kencang-kencang. Tapi tak ada gunanya.
Dia bersin. Bersin yang tertahan, tidak terlalu keras, tetapi merupakan suara
yang mengejutkan dalam ruangan yang sunyi itu.
Orang asing itu meloncat. Pada saat yang sama Anthony beraksi. Dia menyalakan
lampu senternya dan menerkam orang itu. Mereka berdua bergulingan di lantai.
"Lampu," seru Anthony.
Virginia telah siap di dekat tombol. Malam itu cahaya lampu menyala terang.
Anthony berada di atas tubuh lawannya. Bill menindih memberi bantuan. "Sekarang,
kami ingin tahu siapa kau," kata Anthony.
Dia menggulingkan laki-laki itu. Ternyata orang asing berjenggot dari
Cricketers. "Bagus sekali," terdengar suara memuji.
Mereka semua menengadah terkejut. Tubuh besar Inspektur Battle berdiri tegak di
ambang pintu. "Saya kira Anda di London, Inspektur," kata Anthony.
Mata Battle berkedip. "Benarkah" Saya kira ada juga manfaatnya kalau orang
mengira saya pergi."
"Anda benar," kata Anthony sambil memandang laki-laki asing itu. Dia heran
melihat sekilas senyum di wajahnya.
"Boleh saya bangun, Tuan-tuan" Anda bertiga melawan satu orang."
Anthony membantu menariknya berdiri. Orang asing itu merapikan baju luarnya,
meluruskan kerah bajunya dan menatap tajam pada Battle. "Maaf," katanya. "Apakah
Anda mewakili Scotland Yard?"
"Benar," jawab Battle.
"Kalau begitu saya ingin menyerahkan tanda pengenal saya." Dia tersenyum geli.
"Seharusnya saya melakukannya lebih awal."
Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sakunya dan memberikannya pada
detektif itu. Kemudian dia membuka lapisan jaket luarnya dan menunjukkan sesuatu
yang tersemat di situ. Battle berseru terkejut. Dia memeriksa surat-surat itu dan mengembalikannya lagi
dengan sikap sopan. "Maaf atas perlakuan ini, Tuan," katanya. "Tapi Anda jugalah
penyebabnya." Dia tersenyum melihat ekspresi heran dari orang-orang di sekelilingnya. "Ini
adalah seorang kolega yang sudah ditunggu-tunggu. Tuan Lemoine dari Suret? di
Paris," kata Battle.
Bab 19 Sejarah yang Dirahasiakan
MEREKA semua memandang detektif Prancis yang tersenyum dan berkata, "Ya, itu
benar." Mereka diam, masing-masing mencoba menyesuaikan dengan keadaan yang baru itu.
Lalu Virginia berpaling pada Battle dan berkata, "Anda tahu apa yang sedang saya
pikirkan, Inspektur?"
"Apa, Nyonya?" "Saya rasa sudah tiba saatnya untuk memberi keterangan sedikit kepada kami."
"Keterangan" Saya kurang mengerti, Nyonya."
"Inspektur, Anda mengerti dengan baik. Barangkali memang Tuan Lomax sudah
berpesan pada Anda agar tetap diam. Tapi tentunya akan lebih baik bagi kita
semua untuk mengerti persoalan tersebut dan tidak terpontang-panting seperti
ini. Bisa-bisa kami melukai Tuan Lemoine tanpa kami sadari. Anda setuju, Tuan
Lemoine?"

Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya sependapat dengan Anda, Nyonya."
"Memang kita tidak bisa terus-menerus sembunyi dalam gelap," kata Battle. "Saya
memang sudah memberi tahu Tuan Lomax. Tuan Eversleigh adalah sekretarisnya. Tak
ada yang berkeberatan bila dia tahu segalanya. Tuan Cade memang terlibat secara
langsung dan dia berhak untuk mengerti persoalan ini. Tapi - " Battle berhenti.
"Saya tahu," kata Virginia. "Wanita tidak bisa menyimpan rahasia! Saya sering
mendengar George berkata demikian."
Dengan diam-diam Lemoine memperhatikan Virginia. Dia memandang polisi Scotland
Yard itu. "Apakah Nyonya ini Nyonya Revel?"
"Itu nama saya," kata Virginia.
"Suami Anda dulu seorang diplomat, bukan" Anda berdua pernah bertugas di
Herzoslovakia sebelum pembunuhan atas Raja dan Ratu Herzoslovakia?"
"Ya." Lemoine berbalik lagi. "Saya rasa Nyonya ini berhak mendengar persoalannya. Dia
terlibat secara tidak langsung. Dan lagi," matanya berkedip - "reputasi Nyonya
dalam hal memegang rahasia cukup dikenal di kalangan diplomatik."
"Syukurlah mereka memberi saya penilaian yang baik," kata Virginia sambil
tertawa. "Dan saya memang tidak dikecualikan."
"Bagaimana kalau kita ambil makanan kecil?" tanya Anthony. "Di mana kita bikin
konferensi" Di sini?"
"Saya rasa sebaiknya kita tidak meninggalkan ruangan ini sampai pagi. Anda akan
mengerti alasannya bila telah mendengar ceritanya nanti."
"Kalau begitu saya keluar dulu." Bill pergi menemaninya dan mereka kembali
dengan nampan penuh gelas, botol minuman, dan makanan. Kelompok kecil itu
bergerombol mengitari meja di dekat jendela.
"Tentunya kita semua mengerti bahwa apa yang akan kita bicarakan di sini adalah
rahasia," kata Battle. "Jangan sampai bocor. Saya selalu merasa hal ini akan
diketahui umum. Orang seperti Tuan Lomax yang selalu ingin diam-diam, biasanya
menghadapi risiko besar. Persoalan ini bermula tujuh tahun yang lalu. Pada saat
itu terjadi suatu pembangunan besar-besaran, terutama di daerah Timur Dekat.
Banyak negara dan pihak-pihak yang tertarik, juga Inggris sendiri. Saya tak akan
bercerita secara detil, tapi ada sesuatu yang lenyap - lenyap dan tidak bisa
dimengerti, kecuali bila kita mengakui dua hal - bahwa pencuri itu menyamar
sebagai seorang bangsawan dan apa yang dilakukannya merupakan sesuatu yang
profesional. Tuan Lemoine akan menceritakannya pada Anda."
Orang Prancis itu mengangguk sopan dan melanjutkan cerita itu. "Barangkali Anda
semua belum pernah mendengar nama Raja Victor yang amat terkenal di Prancis.
Namanya yang sesungguhnya tak ada yang tahu. Tapi dia adalah orang yang sangat
berani, fasih berbicara dalam lima bahasa, dan tak ada tandingannya dalam hal
menyaru. Walaupun ayahnya diketahui sebagai orang Inggris atau Irlandia, dia
sendiri biasanya ada di Paris. Di situlah delapan tahun yang lalu dia beraksi
dengan rentetan pencurian. Dia menamakan diri Kapten O'Neill."
Sebuah seruan tertahan keluar dari mulut Virginia.
Tuan Lemoine melirik cepat kepadanya. "Saya rasa saya mengerti apa yang
menyebabkan Nyonya berseru. Anda akan mendengarnya nanti. Nah, kita di Suret?
sangat curiga jangan-jangan si O'Neill ini adalah Raja Victor. Tapi kami tak
punya bukti. Pada waktu itu di Paris ada seorang artis muda yang cerdik, bernama
Ang?le Mory dari Folies Bergeres. Kami mencurigai dia bekerja sama dengan Raja
Victor. Tapi kami juga tidak punya bukti untuk hal itu.
"Pada saat itu Paris menyiapkan penyambutan kedatangan Raja Nicholas IV dari
Herzoslovakia. Di Suret? kami semua bersiaga dan bersiap bila terjadi sesuatu
atas keselamatan tamu. Khususnya kami diperingatkan untuk mengawasi kegiatan
suatu organisasi revolusioner yang menamakan diri Komplotan Tangan Merah.
Ternyata komplotan ini mendekati Ang?le Mory dan menawarkan sejumlah uang bila
dia mau membantu rencana mereka. Dia diminta untuk menarik perhatian raja dan
membawanya ke suatu tempat yang telah ditentukan. Ang?le Mory menerima uang itu
dan berjanji akan membantu.
"Tetapi rupanya wanita muda ini lebih cerdik dan ambisius daripada mereka. Dia
berhasil menarik perhatian raja yang langsung jatuh cinta padanya dan
menghadiahinya dengan permata berlian. Pada saat itulah timbul keinginannya
untuk tidak hanya menjadi kekasih raja, tetapi permaisuri! Seperti diketahui
setiap orang, ambisi itu tercapai. Di Herzoslovakia dia diperkenalkan sebagai
Countess Varaga Popoleffsky, yang masih punya hubungan dengan keluarga Romanoff,
dan kemudian menjadi Ratu Varaga dari Herzoslovakia. Nasib baik untuk seorang
artis kecil dari Paris. Saya dengar, dia bisa menjalankan peranannya dengan
baik. Tetapi kemenangannya tidak abadi. Komplotan Tangan Merah yang merasa
dikhianati mencoba membunuhnya dua kali. Akhirnya mereka melakukan kerusuhan
sehingga terjadi pemberontakan dan raja serta ratu akhirnya tewas terbunuh.
Rakyat yang marah menyatakan bahwa jenazah yang rusak dan tak bisa dikenali itu
adalah jenazah raja dan ratu mereka.
"Nah, selama itu kelihatannya Ratu Varaga tetap berhubungan dengan Raja Victor.
Mungkin rencana yang berani itu adalah rencana si Raja Victor pula. Yang kami
ketahui, mereka tetap berhubungan dengan kode rahasia, dari Istana
Herzoslovakia. Supaya aman, surat-surat mereka ditulis dalam bahasa Inggris, dan
ditandatangani dengan nama seorang wanita Inggris yang ada di kedutaan. Apabila
surat-surat itu ditemukan dan dibawa kepada wanita Inggris tadi, wanita itu
pasti menyangkal, walaupun ada tanda tangannya. Tapi setiap orang akan maklum,
karena surat tersebut adalah surat seorang wanita yang bersalah, yang
berhubungan dengan kekasih gelapnya. Nama Anda-lah yang dipakainya, Nyonya
Revel." "Saya tahu," katanya. Wajahnya memerah. "Jadi itulah cerita sebenarnya tentang
surat-surat tersebut! Saya tidak habis pikir."
"Licik sekali," kata Bill geram.
"Surat-surat itu ditujukan pada Kapten O'Neill di Paris. Dan maksudnya mungkin
bisa menerangkan suatu fakta di waktu kemudian. Setelah pembunuhan atas raja dan
ratu, banyak permata-permata kerajaan yang jatuh ke tangan komplotan Raja Victor
dan ditemukan di Paris. Setelah diselidiki ternyata bahwa 9 dari 10 kasus,
selalu ada permata asli yang dipalsukan. Dan jangan lupa, ada beberapa batu
permata terkenal dari istana Herzoslovakia. Jadi, sebagai seorang ratu, Ang?le
Mory ternyata masih tetap melakukan praktek yang sama dengan yang dilakukannya
sebelum dia menikah. "Sekarang Anda tahu arah cerita ini" Nicholas IV dan Ratu Varaga berkunjung ke
Inggris dan menjadi tamu Marquis dari Caterham yang pada saat itu adalah
Sekretaris Menteri Luar Negeri. Ratu Varaga diterima sebagaimana layaknya. Di
sinilah kita berhadapan dengan seorang bangsawan palsu yang sekaligus juga
seorang pencuri ulung. Dan tak diragukan lagi bahwa pemalsuan itu dilakukan oleh
aktor luar biasa yang amat berani, yaitu Raja Victor."
"Apa yang terjadi?" tanya Virginia.
"Dibekukan," sahut Inspektur Battle. "Tak ada cerita tentang hal itu sampai
sekarang. Kami sudah melakukan segala yang bisa kami lakukan - dengan diam-diam.
Permata itu tidak keluar dari Inggris bersama Ratu Herzoslovakia - itu saja yang
bisa saya katakan. Yang Mulia menyembunyikannya di suatu tempat yang tidak kita
ketahui dan belum ditemukan - . Tapi rasanya tidak heran kalau - " Mata inspektur
itu melayang ke sekeliling ruangan - "ada dalam ruangan ini."
Anthony meloncat. "Apa" Selama bertahun-tahun itu?" dia berseru. "Tidak
mungkin." "Anda belum tahu situasinya, Tuan," kata si Prancis dengan cepat. "Hanya dua
minggu kemudian pecah revolusi di Herzoslovakia, dan raja serta ratu terbunuh.
Dan Kapten O'Neill ditahan dengan tuduhan kejahatan kecil. Kami berharap
mendapatkan tumpukan surat rahasia itu di rumahnya, tapi kelihatannya telah
dicuri oleh si perantara surat itu - orang Herzoslovakia. Laki-laki itu muncul di
Herzoslovakia sebelum revolusi, lalu lenyap tak ketahuan."
"Barangkali dia ke luar negeri," kata Anthony. "Barangkali ke Afrika. Dan dia
pasti menyimpan surat itu baik-baik. Karena bisa menjadi sumber rezeki untuknya.
Aneh benar kejadian-kejadian seperti itu. Kawan-kawan orang itu barangkali
menyebutnya Dutch Pedro."
Dia menangkap pandangan mata Inspektur Battle yang tanpa ekspresi, dan
tersenyum. "Ini bukan suatu clairvoyance, Battle, walaupun kedengarannya begitu.
Akan saya ceritakan nanti."
"Ada satu hal yang belum Anda jelaskan," kata Virginia. "Bagaimana hubungannya
dengan memoir itu" Tentunya ada, kan?"
"Nyonya memang cerdas," kata Lemoine memuji. "Ya, memang ada. Count Stylptitch
pada saat itu juga menginap di Chimneys."
"Jadi mungkin dia tahu tentang hal itu?"
"Parfaitement."
"Ya. Tentunya kalau dia tahu dengan tiba-tiba, dia pasti marah. Apalagi setelah
ada usaha membungkam persoalan itu," kata Battle.
Anthony menyalakan rokok. "Apa tidak disebutkan dalam memoir itu - secara rahasia -
di mana batu permata itu disembunyikan?" tanyanya.
"Rasanya tidak," kata Battle. "Dia tidak suka pada ratu. Dia tidak menyetujui
perkawinan itu. Ratu pasti tidak akan mempercayainya."
"Bukan itu yang saya maksud," kata Anthony. "Dia adalah seorang laki-laki yang
cerdik. Mungkin tanpa diketahui ratu, dia menemukan tempat penyimpanan permata
itu. Kalau hal itu terjadi, apa yang diperbuatnya?"
"Duduk diam," jawab Battle sambil merenung.
"Saya sependapat," kata orang Prancis itu. "Itu merupakan saat yang sangat
menentukan. Bila batu permata itu dikembalikan secara diam-diam, pasti akan
menimbulkan kesulitan besar. Dan dia akan punya kekuatan bila mengetahui tempat
batu permata itu tersimpan. Dan lelaki tua itu suka kekuasaan. Dia tidak hanya
akan menguasai ratu di tangannya, tapi dia juga punya senjata ampuh untuk
bernegosiasi setiap saat. Dan itu bukan satu-satunya rahasia yang diketahuinya.
Bukan! Dia punya koleksi rahasia seperti seorang kolektor barang pecah-belah
antik. Sebelum meninggal dia pernah menyombong bahwa dia bisa membuat berita
heboh kalau dia mau. Dan dia menyatakan bahwa dia akan mengungkapkan sesuatu
yang menghebohkan di dalam memoirnya. Karena itu," - polisi Prancis itu
tersenyum agak sinis - "banyak pihak yang ingin menguasainya. Polisi sudah
bersiap untuk mengambil alih dokumen itu, tapi Count Stylptitch telah
menyelamatkannya lebih dahulu dengan mengirimnya jauh-jauh sebelum dia
meninggal." "Walaupun demikian tidak ada gunanya untuk terlalu yakin bahwa dia benar-benar
tahu rahasia ini," kata Battle.
"Maaf, tapi dia sendiri memang mengatakannya," kata Anthony tenang.
"Apa?" Kedua detektif itu memandangnya tidak percaya pada pendengaran mereka.
"Ketika Tuan McGrath menyerahkan dokumen itu pada saya, dia menceritakan
bagaimana dia bisa berkenalan dengan Count Stylptitch di Paris. Tuan McGrath
membantunya melepaskan diri dari kepungan orang-orang Apache. Kelihatannya dia
sangat berterima kasih atas pertolongan itu - dan tanpa terkendali mengatakan
bahwa dia tahu di mana permata Kohinoor itu tersimpan. Tapi teman saya tidak
terlalu memperhatikan apa yang didengarnya. Dia juga mengatakan bahwa
penyerangnya adalah komplotan Raja Victor. Kini kata-kata itu menjadi jelas
artinya." "Ya, Tuhan," kata Battle. "Pasti benar. Bahkan pembunuhan atas Pangeran Michael
pun punya aspek yang berbeda."
"Raja Victor tidak pernah membunuh," kata polisi Prancis itu mengingatkan.
"Seandainya dia terkejut kepergok ketika sedang mencari permata?"
"Apa dia di Inggris?" tanya Anthony tajam. "Anda katakan dia dibebaskan beberapa
bulan yang lalu. Apa tidak bisa dilacak jejaknya?"
Sebuah senyum kecut terlihat di wajah detektif Prancis itu. "Kami sudah
berusaha, Tuan. Tapi orang satu itu memang seperti setan. Dia menghilang begitu
saja. Kami mengira dia pergi ke Inggris. Tapi rupanya dia ke - . Tahu Anda ke mana
dia?" "Ke mana?" tanya Anthony. Dia memandang polisi Prancis itu dengan tajam dan
jari-jarinya mempermainkan kotak korek api.
"Ke Amerika." "Apa?" Ada rasa heran dalam nada bicara Anthony.
"Ya. Dan dia mengaku siapa, coba" Pangeran Nicholas dari Herzoslovakia."
Kotak korek api itu terjatuh dari tangan Anthony, tapi rasa herannya diimbangi
oleh Battle. "Tidak mungkin."
"Begitulah, Kawan. Kalian pasti akan mendengar beritanya pada pagi hari. Benar-
benar suatu kebohongan. Seperti kalian ketahui, Pangeran Nicholas dikabarkan
meninggal di Kongo beberapa tahun yang lalu. Dan si Raja Victor ini memanfaatkan
hal itu - karena kematiannya sulit untuk dibuktikan. Dia membangkitkan diri
dengan nama Pangeran Nicholas, menumpuk dolar melalui konsesi minyak. Tapi
karena suatu hal kedoknya terbuka dan dia pun terpaksa angkat kaki. Kali ini dia
benar-benar ke Inggris. Dan itulah sebabnya saya berada di tempat ini. Cepat
atau lambat dia pasti ke Chimneys - yaitu kalau dia belum kemari."
"Anda pikir - ?"
"Saya kira dia kemari pada malam meninggalnya Pangeran Michael, dan kemari lagi
kemarin malam." "Suatu percobaan lagi?" kata Battle.
"Suatu percobaan lagi."
"Yang membuat saya bingung," kata Battle, "adalah Tuan Lemoine ini. Saya
mendapat pemberitahuan bahwa dia sedang dalam perjalanan untuk bekerja sama
dengan saya, dan saya tidak tahu mengapa dia belum muncul juga."
"Saya mohon maaf," kata Lemoine. "Saya datang pada pagi setelah pembunuhan itu.
Jadi saya mengambil keputusan untuk mempelajari situasi dari sisi luar, bukan
sebagai seorang polisi resmi. Saya merasa, dengan begitu akan lebih banyak
kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita peroleh. Saya sadar bahwa saya akan
menjadi obyek kecurigaan. Tapi justru hal itu akan membuat si pelaku
mengendurkan kontrol dirinya. Dan saya telah melihat beberapa hal yang menarik
dua hari terakhir ini."
"Tapi, apa sebenarnya yang terjadi kemarin malam?" tanya Bill.
"Maaf, saya memberi Anda latihan terlalu keras," kata Tuan Lemoine.
"Kalau begitu Anda yang saya kejar?"
"Ya. Akan saya ceritakan kembali. Saya datang kemari untuk mengamat-amati. Saya
yakin bahwa ada suatu rahasia dalam ruangan ini karena Pangeran Michael
meninggal di sini. Saya berdiri di luar, di teras. Lalu saya sadar bahwa ada
seseorang bergerak di ruangan ini. Saya bisa melihat kelipan lampu senter yang
sekali-sekali dinyalakan. Saya mencoba jendela di tengah dan ternyata tidak
dikunci. Saya tidak tahu apakah laki-laki itu sengaja tidak mengunci jendela
untuk jalan keluarnya nanti atau untuk apa. Saya membukanya pelan-pelan dan
masuk. Akhirnya saya bisa mendapatkan suatu tempat di mana saya dapat melihat
apa yang dilakukannya tanpa terganggu. Saya memang tidak bisa melihat wajahnya,
tapi apa yang dilakukannya membuat saya heran. Dia memereteli baju perang itu
sepotong demi sepotong. Ketika dia yakin bahwa apa yang dicarinya tidak ada, dia
mulai mengetuk-ngetuk dinding di bawah lukisan itu. Apa yang akan dilakukannya
kemudian saya tidak tahu. Ada gangguan. Anda masuk ke dalam - " Dia memandang
Bill. "Interupsi kita yang dimaksudkan baik rupanya malah mengganggu," kata Virginia.
"Dari satu sisi memang begitulah. Laki-laki itu menyalakan senternya dan saya
meloncat keluar karena masih belum ingin dikenali. Saya bertubrukan dengan dua
orang lainnya dan jatuh. Tapi saya terus berlari. Dan Tuan Eversleigh mengejar
saya." "Saya yang mengejar Anda mula-mula. Bill belakangan," kata Virginia.
"Dan orang satunya pandai juga tidak ikut lari. Dia diam dan keluar lewat pintu.
Tapi dia kok tidak bertemu dengan rombongan dari dalam."
"Itu tidak menimbulkan kesulitan apa-apa," kata Lemoine. "Dia bisa berlagak
sebagai orang yang pertama kali datang."
"Apa mungkin si Arsene Lupin ini ada di antara para pelayan?" tanya Bill dengan
mata bersinar. "Kenapa tidak?" jawab Lemoine. "Dia bisa menyaru sebagai seorang pelayan.
Barangkali dia adalah Boris Anchoukoff, pelayan kepercayaan Pangeran Michael."
"Dia memang aneh," kata Bill.
Tapi Anthony tersenyum. "Tak ada gunanya Anda memburu dia, Tuan Lemoine,"
katanya lembut. Orang Prancis itu tersenyum juga.
"Anda telah memintanya untuk menjadi pelayan Anda, bukan, Tuan Cade?" tanya
Inspektur Battle. "Battle, saya perlu angkat topi untuk Anda. Anda tahu segalanya. Tapi sebaiknya
Anda ketahui, bukannya saya - tapi dialah yang meminta menjadi pelayan saya."
"Mengapa begitu, Tuan Cade?"
"Saya tidak tahu," kata Anthony dengan suara ringan. "Citarasa yang aneh,
memang. Barangkali dia suka tampang saya. Atau barangkali dia mengira bahwa saya
adalah pembunuh tuannya. Jadi dia akan dapat membalaskan dendamnya dengan lebih
mudah." Dia berdiri, melangkah ke jendela dan membuka gorden. "Sudah terang," katanya
dengan sedikit menguap. "Tak ada yang mendebarkan lagi sekarang."
Lemoine juga berdiri. "Saya pergi dulu," katanya. "Barangkali kita bertemu lagi
nanti siang." Dengan luwes dia membungkuk kepada Virginia, lalu keluar lewat
jendela.

Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidur," kata Virginia, sambil menguap. "Ayo, Bill. Tidurlah seperti anak yang
manis. Kita tak akan melihat sarapan pagi ini."
Anthony berdiri di jendela memandang Tuan Lemoine.
"Kau pasti tidak mengira," kata Battle di belakangnya. "Dia dianggap sebagai
detektif paling ulung di Prancis."
"Rasanya tidak. Rasanya aku sudah bisa menduga," jawab Anthony.
"Ya. Kau benar. Tidak akan ada yang mendebarkan lagi sekarang. O, ya. Masih
ingat ceritaku tentang orang yang ditemukan mati di dekat Staines?"
"Ya. Mengapa?" "Tak apa-apa. Mereka sudah menemukan identitasnya. Dia Giuseppe Manelli. Bekas
pelayan Hotel Blitz di London. Aneh, ya?"
Bab 20 Battle dan Anthony Berunding
ANTHONY diam saja. Dia terus memandang ke depan. Inspektur Battle memandangi
punggungnya sejenak, dan akhirnya berkata, "Selamat malam." Battle melangkah ke
pintu. Anthony bergerak. "Tunggu sebentar, Battle."
Inspektur itu menghentikan langkahnya. Anthony meninggalkan jendela. Dan
mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya. Setelah mengepulkan asap dia
berkata, "Kelihatannya Anda tertarik sekali dengan urusan di Staines itu."
"Ah, biasa saja. Karena urusan itu agak aneh."
"Kalau menurut pendapat Anda orang itu ditembak di situ atau di tempat lain lalu
dibawa ke situ?" "Saya rasa dia ditembak di tempat lain, lalu mayatnya dibawa ke situ."
"Saya rasa begitu juga," kata Anthony.
Nada suaranya membuat detektif itu menjadi ingin tahu. "Ada pendapat Anda yang
lain tentang soal itu" Siapa kira-kira yang membawanya ke sana?"
"Ya," kata Anthony. "Saya."
Anthony agak jengkel juga melihat kontrol diri lawan bicaranya. "Anda memang
hebat, Battle," katanya.
"'Jangan menunjukkan emosi', itulah yang pernah diajarkan pada saya. Dan
ternyata memang berguna," jawab Battle.
"Dan Anda dengan setia mempraktekkannya. Saya tak pernah melihat Anda terkejut.
Nah, apa Anda mau mendengar seluruh cerita?"
"Ya, kalau Anda bersedia," katanya.
Anthony menarik sebuah kursi dan keduanya duduk berhadapan. Anthony menceritakan
apa yang terjadi pada Kamis malam itu. Battle mendengarkan penuh perhatian.
Matanya bersinar ketika cerita itu selesai.
"Anda bisa menghadapi kesulitan kalau begitu," kata Battle.
"Kalau begitu, untuk kedua kalinya saya dibebaskan dari penahanan?" tanya
Anthony. "Kami senang mengulurkan tali sepanjang mungkin," jawab Battle.
"Bagus sekali penyampaiannya," kata Anthony.
"Yang saya tidak mengerti adalah mengapa Anda baru memberitahukan hal itu
sekarang?" "Agak sulit menerangkannya. Begini. Saya dapat melihat dan sangat menghargai
kemampuan Anda. Anda selalu berada di tempat pada waktu orang memerlukan.
Contohnya tadi malam. Jadi seandainya saya menyembunyikan cerita itu, saya akan
merusak cara Anda bertindak. Anda berhak mengetahui segala fakta. Saya sudah
mencoba melakukan apa yang bisa saya lakukan tapi ternyata semua berantakan.
Sampai malam tadi saya tidak bisa bicara untuk membela Nyonya Revel. Tapi
sekarang, setelah terbukti bahwa semua surat itu tak ada sangkut-pautnya dengan
dia, maka segala kemungkinan yang menyangkutkannya dengan soal itu tidak akan
masuk akal lagi. Barangkali nasihat saya kepadanya kurang sesuai. Tapi
pernyataannya tentang kesediaannya untuk membayar pemerasnya itu hanya merupakan
keinginan impulsif yang agak sulit dipercaya."
"Mungkin begitu kalau yang menghadapi adalah juri. Mereka biasanya tidak
mempunyai imajinasi."
"Tapi Anda bisa menerimanya?" kata Anthony penuh rasa ingin tahu.
"Begitulah, Tuan Cade. Pada umumnya saya bekerja di lingkungan orang-orang
seperti ini. Maksud saya orang-orang golongan atas. Biasanya orang ingin tahu
apa pendapat tetangga mereka. Tapi gelandangan dan aristokrat tidak demikian.
Mereka langsung melakukan apa yang singgah di benak mereka dan tak peduli apa
pendapat orang lain. Maksud saya, ini bukan orang-orang kaya yang biasa, yang
suka bikin pesta besar dan sebagainya. Maksud saya mereka ini adalah orang-orang
yang memang sudah dari dasarnya tidak peduli pendapat orang lain dan hanya
memperhatikan pendapat sendiri saja. Mereka ini biasanya tidak punya rasa takut,
jujur, dan kadang-kadang sangat tolol."
"Wah, ini pelajaran yang sangat menarik, Battle. Barangkali suatu kali nanti
Anda bisa menuliskan pengalaman Anda. Pasti menjadi bacaan yang menarik."
Detektif itu hanya tersenyum.
"Saya ingin menanyakan satu hal," kata Anthony. "Apa pernah terpikir oleh Anda -
adanya - kemungkinan hubungan antara saya dengan soal Staines?"
"Benar. Tapi saya tak punya fakta untuk mengejarnya. Sikap Anda sangat bagus.
Tidak berlebih-lebihan."
"Syukurlah. Sejak bertemu dengan Anda saya selalu merasa bahwa Anda memasang
perangkap untuk saya. Saya memang bisa menghindari perangkap itu. Tapi
ketegangannya cukup menyakitkan."
Battle tersenyum sedih. "Begitulah cara kami menangkap penjahat. Biarkan dia
lari ke sana kemari. Kami awasi saja. Cepat atau lambat keberaniannya akan
pudar. Akhirnya dia tertangkap."
"Wah, kapan Anda akan menangkap saya?"
"Talinya panjang, Tuan Cade. Talinya panjang," jawab Battle.
"Ah, ya. Apa saya masih tetap menjadi pembantu amatir?"
"Ya, begitulah."
"Watson dengan Sherlock?"
"Cerita detektif biasanya kacau," kata Battle tanpa emosi. "Tapi menyenangkan
pembaca. Dan kadang-kadang berguna."
"Kok begitu?" "Biasanya cerita-cerita itu mendorong pembaca agar berpendapat bahwa polisi itu
bodoh. Dan kalau kita menghadapi kriminalitas amatir, seperti pembunuhan, hal
itu sangat membantu."
Anthony memandangnya tanpa berkata apa-apa. Battle duduk diam dengan mata
berkedip tapi wajah tanpa ekspresi. Akhirnya dia berdiri. "Tak ada gunanya tidur
sekarang," katanya. "Saya ingin bicara dengan Lord Caterham segera setelah
beliau bangun. Siapa saja boleh meninggalkan rumah ini sekarang. Tapi saya akan
sangat berterima kasih kepada Lord Caterham bila mau mengundang tamunya untuk
menginap beberapa hari lagi di sini. Dan Anda bisa menerimanya kalau suka. Juga
Nyonya Revel." "Apakah Anda telah menemukan pistol itu?" tanya Anthony tiba-tiba.
"Maksud Anda pistol yang dipakai untuk membunuh Pangeran Michael" Belum. Tapi
pasti ada di dalam rumah atau di luar. Saya akan menerima ide Anda, Tuan Cade.
Saya akan mengirim anak-anak untuk mencarinya. Kalau kita bisa memperoleh pistol
itu, maka kita selangkah lebih maju. Juga paket surat itu. Anda katakan ada
sebuah dengan alamat Chimneys di atasnya" Itu adalah surat yang terakhir.
Instruksi untuk mencari permata itu ada dalam surat tersebut dan ditulis dengan
kode." "Apa teori Anda tentang pembunuhan Giuseppe?" tanya Anthony.
"Saya rasa dia adalah pencuri biasa. Tapi digunakan oleh Raja Victor atau
Komplotan Tangan Merah. Komplotan itu punya cukup banyak uang dan kekuatan, tapi
tidak punya otak. Tugas Giuseppe tentunya mencuri memoir itu - mereka pasti tidak
tahu bahwa Anda juga menyimpan surat-surat tersebut. Dan terus terang saja,
merupakan suatu kebetulan yang aneh bila Anda menyimpan keduanya."
"Ya. Memang mengherankan kalau kita pikir," jawab Anthony.
"Tapi rupanya Giuseppe mendapatkan surat, bukannya memoir. Lalu dari potongan
koran itu dia mendapat ide yang cemerlang untuk mengisi dompetnya. Komplotan itu
menemukan apa yang dia lakukan dan mengira bahwa dia berkhianat. Mereka
membunuhnya. Mereka suka membunuh pengkhianat. Yang tidak bisa saya mengerti
adalah tentang pistol dengan ukiran nama Virginia itu. Tidak cocok kalau
komplotan itu melakukan hal tersebut. Terlalu genit untuk mereka. Biasanya
mereka suka memberikan gambar tangan mereka untuk menakut-nakuti orang lain agar
tidak berkhianat kepada mereka. Kelihatannya Raja Victor yang ikut terlibat di
dalamnya. Tapi apa motifnya saya tidak tahu. Kelihatannya hal itu sengaja
dilakukan untuk menjatuhkan Nyonya Revel. Tapi maksudnya saya tidak tahu."
"Saya punya teori - tapi tidak terlaksana seperti rencana," kata Anthony.
Dia menceritakan fakta tentang Virginia dan Michael yang saling mengenal. Battle
menganggukkan kepalanya. "Ya, dia pasti akan mengenalinya. O ya, Baron tua itu
sangat kagum pada Anda."
"Baik sekali dia," kata Anthony. "Lebih-lebih setelah saya memberi tahu bahwa
saya akan berusaha mendapatkan kembali memoir itu sebelum hari Rabu."
"Anda harus bekerja keras untuk itu," kata Battle.
"Anda berpendapat begitu" Barangkali Raja Victor atau komplotan itu telah
mendapatkan surat-surat tersebut."
Battle mengangguk. "Ya. Mereka bunuh Giuseppe di Pont Street, mereka ambil
surat-suratnya, mereka terjemahkan kodenya, dan mereka cari permata itu."
Kedua laki-laki itu berjalan ke pintu. "Di sini?" tanya Anthony.
"Ya, di sini. Tapi mereka belum mendapatkannya. Dan mereka akan tetap mencari
dengan risiko tinggi."
"Apakah Anda punya rencana?" tanya Anthony.
Battle tidak menjawab, tapi matanya berkedip.
"Perlu bantuan saya?" tanya Anthony.
"Ya. Dan seorang lagi," katanya.
"Siapa?" "Nyonya Revel. Barangkali Anda tidak memperhatikan, tapi dia adalah seorang
wanita yang menyenangkan dan bisa mendapatkan apa yang diinginkannya."
"Ya - saya tahu," kata Anthony. "Rasanya saya juga tidak akan tidur. Berkubang di
danau lalu sarapan mungkin lebih baik."
Dia berlari naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya. Sambil bersiul
dilepaskannya bajunya, dan diambilnya sebuah baju tidur dan handuk. Kemudian
tiba-tiba dia membelalakkan mata memandangi benda yang ada di depan kacanya.
Untuk sesaat dia tidak dapat mempercayai apa yang dilihatnya. Dia mengambil
benda itu dan diperiksanya. Ya, tak salah lagi. Benda itu adalah kumpulan surat
dengan label Virginia Revel. Surat-surat itu lengkap, tak ada yang hilang.
Anthony menghenyakkan badannya di kursi dengan surat-surat itu di tangannya.
"Otakku pasti pecah," gumamnya. "Apa yang terjadi di rumah ini" Mengapa surat-
surat ini muncul seperti permainan sulap saja" Siapa yang meletakkannya di sini"
Mengapa?" Dan Anthony tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Bab 21 Kopor Tuan Isaacstein JAM sepuluh pagi Lord Caterham makan pagi ditemani oleh anak perempuannya.
Bundle kelihatannya sibuk berpikir. "Ayah," katanya.
Lord Caterham yang terbenam dalam The Times tidak menjawab.
"Ayah," kata Bundle dengan suara yang lebih keras.
Lord Caterham yang sedang asyik membaca penjualan buku-buku kuno itu terpaksa
mendongak. "Eh, kau memanggilku?"
"Ya. Siapa yang sudah makan pagi?"
Dia menggerakkan kepala ke sebuah piring yang telah dipakai, sedang yang lain
masih bersih. "Oh, siapa sih namanya?"
"Isaacstein?" "Ya, betul." "Apakah Ayah bicara dengan detektif polisi tadi pagi sebelum makan?"
Lord Caterham menarik napas. "Ya. Dia memojokkan aku walaupun aku menganggap
bahwa waktu sebelum makan pagi adalah waktu yang suci. Aku harus pergi ke luar
negeri. Ketegangan itu - "
Bundle memotong dengan cepat. "Apa yang dikatakannya?"
"Dia bilang siapa yang mau pergi boleh."
"Nah, itu kan yang Ayah harapkan," kata Bundle.
"Benar, tapi bukan hanya itu yang dikatakannya. Dia menambahkan agar aku menahan
mereka agar tetap tinggal di sini."
"Ah, aku nggak ngerti," kata Bundle sambil mengernyitkan hidungnya.
"Membingungkan dan bertentangan. Sebelum sarapan lagi," sahut Lord Caterham.
"Apa yang Ayah katakan?"
"Oh, tentu saja aku bilang ya. Tidak enak berdebat dengan orang-orang seperti
itu. Apalagi sebelum makan," lanjut Lord Caterham.
"Siapa yang sudah Ayah minta untuk tinggal?"
"Cade. Dia bangun pagi sekali. Dia masih mau menginap di sini. Tak apa-apa. Aku
suka dia - suka sekali."
"Virginia juga," kata Bundle sambil menggores-goreskan garpunya di meja.
"Eh?" "Saya juga senang. Tapi itu tidak penting."
"Dan aku juga sudah meminta Isaacstein," lanjut Lord Caterham.
"Lalu?" "Untunglah dia harus kembali ke kota. Jangan lupa pesan mobil untuk jam 10.40."
"Baik." "Senang juga kalau si Fish itu pergi," kata Lord Caterham. Semangatnya pulih
sedikit. "Aku kira Ayah suka bicara dengan dia tentang buku-buku tua itu."
"Ya - ya. Aku memang suka. Tapi lama-lama membosankan juga kalau yang bicara cuma
satu orang. Fish memang tertarik dengan benda-benda itu, tapi dia tidak banyak
komentar." "Itu kan lebih bagus daripada kalau kita yang harus mendengar terus. Seperti
kalau berhadapan dengan George Lomax," kata Bundle.
Lord Caterham menjadi sebal mendengar nama itu.
"George itu pintar pidato. Aku sendiri pernah bertepuk tangan setelah dia pidato
walaupun yang diucapkannya omong kosong," kata Bundle.
"Benar." "Bagaimana dengan Virginia" Apa dia diminta tinggal juga?"
"Battle bilang semuanya."
"Ah," kata Bundle. "Apa Ayah sudah meminta dia jadi ibu tiriku?"
"Aku rasa itu tidak baik," kata Lord Caterham murung. "Walaupun dia memanggilku
'Sayang' tadi malam. Tapi inilah memang yang menimbulkan persoalan - wanita-wanita
menarik yang sangat hangat. Mereka bisa bicara apa saja tanpa punya maksud apa-
apa." "Benar," kata Bundle. "Barangkali kita bisa lebih punya harapan kalau dia
melempar sepatu atau menggigit Ayah."
"Kenapa sih orang-orang muda modern punya pikiran aneh-aneh begitu. Itu kan
bukan hal yang menyenangkan untuk orang yang berpacaran," kata Lord Caterham
sambil merenung. Bundle memandang ayahnya dengan rasa kasihan. Lalu dia berdiri dan mencium
kepalanya. "Ah, Ayah," katanya sambil pergi lewat jendela besar.
Lord Caterham kembali asyik dengan korannya. Dia terkejut ketika disapa Tuan
Hiram Fish yang masuk tanpa suara.
"Selamat pagi, Lord Caterham."
"Oh, selamat pagi - selamat pagi. Cerah hari ini," katanya.
"Ya, cuacanya bagus." Tuan Fish menyetujui.
Dia mengambil secangkir kopi. Lalu mengambil sepotong roti bakar. "Apakah benar
bahwa kami boleh pergi sekarang" Bahwa kami boleh berangkat sekarang?" tanyanya.
"Ya - ya," jawab Lord Caterham. "Tapi saya berharap - maksud saya, saya akan senang
sekali kalau Anda bersedia tinggal lebih lama."
"Wah, Lord Caterham - "
"Ini memang kunjungan yang kurang menyenangkan. Saya mengerti kalau setiap orang
ingin cepat pergi." "Anda salah duga, Lord Caterham. Apa yang terjadi memang menyedihkan, tapi
kehidupan di pedesaan di negara ini sangat menarik. Ini tak akan kita jumpai di
Amerika. Karena itu saya sangat berterima kasih atas undangan Anda dan akan
memanfaatkan kesempatan ini."
"Ah - saya senang sekali, senang sekali," kata Lord Caterham.
Sambil bergumam Lord Caterham membuat alasan untuk menyelesaikan urusannya.
Di dekat tangga dia melihat Virginia sedang turun. "Perlu saya temani makan
pagi?" tanyanya lembut.
"Terima kasih. Saya sudah makan di kamar tadi. Pagi ini saya mengantuk sekali,"
katanya sambil menguap. "Tidak dapat tidur semalam?"
"Ah, bisa - bisa." Dia menyelipkan tangannya ke lengan Lord Caterham. "Saya senang
sekali Anda mengundang saya kemari. Saya menikmati liburan di sini."
"Kalau begitu Anda bisa tinggal lebih lama lagi. Battle memang memperbolehkan
tamu-tamu pulang. Tapi saya sendiri - dan Bundle akan senang bila Anda bersedia
tinggal lebih lama."


Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja saya mau. Anda sangat baik, Lord Caterham."
"Ah - " kata Lord Caterham. Dia menarik napas panjang.
"Kenapa Anda sedih" Ada yang menggigit Anda?" tanya Virginia.
"Itulah," jawab Lord Caterham dengan sedih.
Virginia kelihatan bingung.
"Anda tidak akan melempar sepatu pada saya, kan" Kelihatannya tidak - jadi saya
tak perlu kuatir." Lord Caterham meneruskan langkahnya dengan wajah murung dan Virginia berbelok ke
pintu yang menuju kebun. Dia berdiri diam dan menghirup udara pagi yang segar.
Dia terkejut ketika tahu-tahu Inspektur Battle sudah ada di dekatnya. Laki-laki
itu seolah-olah muncul begitu saja.
"Selamat pagi, Nyonya Revel. Mudah-mudahan tidak terlalu lelah."
Dia menggelengkan kepala. "Malam yang sangat mengesankan. Tidak rugi kalau saya
tak dapat tidur. Sayang, hari ini kelihatannya membosankan."
"Ada tempat teduh di bawah pohon itu," kata Battle. "Boleh saya ambilkan kursi
untuk Anda?" "Kalau menurut Anda itu yang baik untuk saya," jawabnya sambil mengangguk.
"Anda cepat menangkap, Nyonya Revel. Memang benar, saya ingin bicara dengan
Anda." Dia mengangkat sebuah kursi rotan. Virginia mengikutinya sambil mengepit sebuah
bantalan. "Teras itu tempat yang sangat berbahaya," kata detektif itu. "Maksud saya untuk
percakapan pribadi."
"Wah, saya jadi bersemangat lagi, Inspektur."
"Ah, ini bukan hal yang terlalu penting." Dia mengeluarkan jam dan melihatnya.
"Sepuluh tiga puluh. Sepuluh menit lagi saya akan ke Wyvvern Abbey untuk lapor
pada Tuan Lomax. Masih cukup waktu. Saya hanya ingin Anda bercerita tentang Tuan
Cade." "Tentang Tuan Cade?" Virginia terkejut.
"Ya. Di mana Anda mula-mula bertemu dia, berapa lama Anda kenal dia, dan
sebagainya." Sikap Battle sangat rileks dan ramah. Dia bahkan tidak memandang Virginia. Tapi
hal ini justru membuat Virginia tidak enak.
"Terus terang saja pertanyaan Anda sulit dijawab," katanya. "Dia pernah membantu
saya - " Battle menyela. "Maaf, sebelum Anda lanjutkan, saya ingin memberi tahu bahwa
setelah Anda dan Tuan Eversleigh keluar tadi malam, Tuan Cade bercerita tentang
surat-surat dan lelaki yang terbunuh di rumah Anda."
"Benarkah?" tanya Virginia terkejut.
"Ya. Dengan sangat bijaksana. Hal itu menghilangkan salah pengertian. Tapi ada
satu hal yang tidak diceritakannya kepada saya - berapa lama dia mengenal Anda.
Saya memang punya pendapat tentang hal itu. Tolong beri tahu saya apakah saya
salah atau tidak. Saya rasa waktu dia datang ke rumah Anda di Pont Street itu
adalah pertama kali Anda berkenalan dengannya. Ah! Ternyata saya benar."
Virginia tidak berkata apa-apa. Untuk pertama kalinya dia merasa takut pada
laki-laki tenang yang wajahnya tanpa ekspresi itu. Dia mengerti sekarang ketika
Anthony berkata tak ada hal yang bisa disembunyikan di depan Inspektur Battle.
"Apa dia pernah bercerita tentang dirinya" Sebelum dia ke Afrika Selatan"
Kanada" Atau sebelumnya, Sudan" Atau tentang masa kanak-kanaknya?"
Virginia hanya menggelengkan kepala.
"Dan saya berpendapat bahwa banyak hal yang bisa diceritakannya. Terutama karena
dia orang yang pernah bertualang dan sangat berani. Tentu banyak hal yang bisa
diceritakannya kalau dia mau."
"Kalau Anda ingin tahu masa silamnya, kenapa tidak mengirimkan kawat kepada
temannya saja - Tuan McGrath?" tanya Virginia.
"Sudah. Tapi kelihatannya dia sedang pergi ke pedalaman. Tapi Tuan Cade memang
berada di Bulawayo waktu itu. Saya ingin tahu apa yang dilakukannya sebelum dia
datang ke Afrika Selatan. Hanya satu bulan dia bekerja di Castle." Inspektur
Battle mengeluarkan jamnya lagi. "Saya harus pergi sekarang. Mobil pasti sudah
menunggu." Virginia memandang inspektur itu masuk ke dalam rumah. Tapi dia sendiri tetap
duduk tak bergerak. Dia mengharapkan Anthony datang. Tapi yang muncul ternyata
Bill yang menguap lebar. "Syukurlah akhirnya aku bisa bicara denganmu,
Virginia." "Baik, Bill. Tapi bicaralah yang lembut, kalau tidak aku pasti menangis."
"Ada yang mengganggumu, Virginia?"
"Sebenarnya tidak menggangguku. Cuma masuk dalam pikiranku dan mengobrak-
abriknya. Rasanya aku seperti baru diinjak gajah."
"Bukan Battle?"
"Ya, Battle. Orang itu keterlaluan."
"Sudahlah. Biarkan saja dia. Aku sangat menyayangimu, Virginia - "
"Jangan bicara soal itu pagi ini, Bill. Aku masih lemah. Aku kan sudah pernah
mengatakan bahwa sebaiknya orang tidak melamar wanita sebelum makan siang."
"Ya, Tuhan. Aku bisa melamarmu sebelum sarapan pagi," kata Bill.
Virginia gemetar. "Bill, kuharap kau sadar dan waras sebentar saja. Aku ingin
minta nasihat." "Kalau kau mau memikirkan dan mengatakan bahwa kau mau menikah denganku, pasti
kau akan merasa lebih tenang. Lebih bahagia dan tenang."
"Dengar, Bill. Lamaran ini adalah id?e fixe darimu. Semua laki-laki akan
mengatakan hal yang sama kalau mereka merasa bosan dan tak tahu lagi apa yang
akan mereka katakan. Ingatlah umur dan statusku. Sebaiknya kau cari gadis yang
masih polos." "Virginia sayangku - ah, sialan! Si Prancis itu nggak bisa lihat orang berduaan."
Memang yang datang adalah Tuan Lemoine yang berjenggot hitam dan selalu santun.
"Selamat pagi, Nyonya. Mudah-mudahan Anda tidak terlalu lelah."
"Sama sekali tidak."
"Bagus. Selamat pagi, Tuan Eversleigh. Bagaimana kalau kita bertiga jalan-jalan
sebentar?" usul si Prancis.
"Bagaimana, Bill?" tanya Virginia.
"Ayo saja," kata Bill. Dia berdiri dari rumput dan ketiganya berjalan perlahan-
lahan. Virginia berada di antara kedua laki-laki itu. Dia merasa ada sesuatu
yang membuat tegang si Prancis, walaupun dia tidak tahu apa yang menyebabkannya.
Dengan keluwesannya, Virginia akhirnya bisa memimpin pembicaraan, mengajukan
berbagai pertanyaan, mendengar jawabannya, dan akhirnya mengetahui lebih banyak
tentang orang itu. Laki-laki itu menceritakan pada mereka anekdot-anekdot
tentang Raja Victor. Dia bicara dengan baik sekali, kadang-kadang dengan rasa
pahit, tentang polisi-polisi Prancis yang kena kecoh. Walaupun begitu, Virginia
merasa bahwa laki-laki itu punya maksud lain dengan pembicaraannya. Dan dia
merasa bahwa di samping pembicaraan itu, Lemoine ingin memanfaatkan kesempatan
melihat kebun itu bersama mereka. Mereka tidak berjalan ke sembarang arah, tapi
ke suatu tempat yang sengaja diarahkan oleh Lemoine.
Tiba-tiba Lemoine berhenti bicara dan mereka berhenti berjalan. Dia memandang
berkeliling. Mereka berada di jalan mobil yang memotong kebun, di dekat sebuah
belokan di mana terdapat pohon-pohonan lebat. Lemoine memandang sebuah kendaraan
yang menuju arah mereka dari rumah.
Mata Virginia mengikuti pandangan Lemoine. "Itu mobil barang," katanya, "membawa
barang-barang Isaacstein dan pelayan pribadinya ke stasiun."
"Benarkah?" kata Lemoine. Dia memandang jam tangannya dan terkejut. "Maafkan
saya. Tidak terasa sudah siang. Anda berdua memang teman bicara yang
menyenangkan. Tapi saya ada urusan. Apa saya bisa menumpang mobil itu ke desa?"
Dia melangkah ke jalan dan melambaikan tangannya. Kendaraan itu berhenti dan dia
bicara dengan sopirnya. Dia naik di belakang dan melepas topi, memberi hormat
pada Virginia. Kedua orang yang ditinggal hanya memandang dengan wajah bingung.
Ketika mobil itu berbelok di tikungan, sebuah kopor jatuh. Tapi mobil tersebut
berjalan terus. "Ayo," kata Virginia. "Kita akan melihat pertunjukan yang menarik. Kopor itu
dilempar dengan sengaja."
"Tak ada orang yang melihatnya," kata Bill.
Mereka berlari ke arah kopor jatuh. Pada waktu mereka sampai di situ, Lemoine
muncul dari tikungan. Dia berkeringat karena berjalan cepat. "Saya terpaksa
turun. Ada yang ketinggalan," katanya.
"Ini?" tanya Bill sambil menunjuk kopor. Kopor bagus itu dari kulit babi dengan
initial H I di atasnya. "Wah, kasihan. Kopor itu pasti terjatuh. Kita ambil saja." Tanpa menunggu
jawaban, diambilnya kopor tersebut dan dibawanya ke pinggir. Dia membungkuk dan
sesuatu berkilat di tangannya. Lalu dia bicara dengan suara yang berbeda. Cepat
dan bernada memerintah. "Mobil itu akan datang sebentar lagi. Sudah kelihatan?"
Virginia memandang ke rumah. "Belum."
Dengan jari cekatan dia menyisihkan isi kopor Itu. Botol bertutup emas, piyama
sutra, bermacam-macam kaus kaki. Tiba-tiba badannya menjadi kaku. Dia melihat
segulung pakaian dalam dari sutra. Dengan cepat dia buka gulungan itu. Bill
berseru kaget. Di tengah gulungan tersebut ada sebuah pistol yang berat.
"Saya mendengar bunyi klakson," kata Virginia.
Seperti kilat Lemoine memasukkan kembali benda-benda tadi. Pistol itu
dibungkusnya dengan sapu tangan sutranya dan dimasukkannya ke dalam sakunya. Dia
menutup kopor itu dan memberikannya kepada Bill. "Bawalah. Nyonya akan menemani
Anda. Hentikan mobil itu dan katakan kopor ini jatuh. Jangan bicara apa-apa
tentang saya." Bill melangkah ke tepi jalan ketika limousine yang mengangkut Isaacstein
mendekat. Sopir merem dan menghentikan mobil. Bill mengacungkan kopor itu
padanya. "Jatuh dari mobil barang," katanya. "Kebetulan kami melihatnya." Dia menangkap
wajah terkejut orang kaya itu ketika mendengar penjelasannya. Lalu mobil itu pun
lewat. Mereka kembali menemui Lemoine. Dia berdiri dengan wajah puas sambil memandang
pistol tersebut. "Tembakan jauh. Tembakan yang sangat jauh. Tapi berhasil."
Bab 22 Sinyal Merah INSPEKTUR Battle berdiri di ruang perpustakaan Wyvvern Abbey. George Lomax duduk
di depan sebuah meja yang penuh dengan kertas-kertas. Wajahnya cemberut marah.
Inspektur Battle telah memulai laporan singkatnya. Setelah itu percakapan
diborong oleh George, sedang Battle hanya diberi kesempatan, mengucapkan satu-
dua suku kata. Di meja terdapat tumpukan surat yang ditemukan Anthony dalam kamarnya.
"Aku tak mengerti sama sekali. Anda bilang surat ini mengandung kode-kode?" kata
George sambil menjulurkan tangannya ke bungkusan di depannya.
"Begitulah, Tuan Lomax."
"Dan di mana katanya dia temukan bungkusan ini" Di meja riasnya?"
Battle mengulangi kata demi kata apa yang diceritakan Anthony kepadanya.
"Dan dia menyerahkannya kepada Anda" Itu tindakan yang benar - bagus. Tapi siapa
kira-kira yang meletakkan bungkusan tersebut di kamarnya?"
Battle hanya menggelengkan kepalanya.
"Itu adalah hal yang seharusnya Anda ketahui," kata George. "Rasanya ada sesuatu
yang busuk di balik ini semua. Siapa sih sebetulnya si Cade ini" Dia muncul
dengan sikap yang misterius dan dalam situasi yang mencurigakan. Dan kita tidak
tahu apa-apa tentang dia. Aku sendiri tidak peduli dengan sikapnya. Tapi
tentunya Anda telah melakukan penyelidikan terhadap dia, kan?"
Inspektur Battle tersenyum dengan sabar.
"Kami segera mengirim kawat ke Afrika Selatan dan ceritanya memang benar. Dia
memang berada di Bulawayo dengan Tuan McGrath seperti ceritanya. Dan sebelum
bertemu dengan temannya dia memang bekerja di Castle, agen turisme di situ."
"Sudah kukira," kata George. "Dia memang punya penampilan ramah yang meyakinkan
sehingga mudah mencari jenis pekerjaan tertentu. Tapi tentang surat-surat ini -
kita harus segera bertindak - segera - " Laki-laki besar itu kembung karena merasa
dirinya penting. Inspektur Battle membuka mulut, tapi George membuatnya tak jadi bicara. "Jangan
terlalu lama. Surat ini harus diterjemahkan kodenya dengan segera. Siapa kira-
kira yang bisa diberi tugas ini. Ada seseorang - yang biasa bekerja di museum.
Tentunya dia tahu tentang kode-kode rahasia. Mana Nona Oscar" Dia pasti tahu. Ah
- siapa ya namanya" Pakai Win - Win - "
"Profesor Wynward," kata Battle.
"Ya - persis. Aku ingat sekarang. Dia harus segera diberi tahu."
"Sudah saya beri tahu satu jam yang lalu, Tuan Lomax. Dia akan datang jam
12.10." "Oh, bagus, bagus. Syukurlah. Tapi - hampir aku lupa. Aku harus berada di London
hari ini. Anda bisa menyelesaikannya sendiri, bukan?"
"Saya kira begitu."
"Bagus. Baik-baik kalau begitu. Aku tak banyak waktu. Harus pergi sekarang juga.
O, ya. Kenapa Tuan Eversleigh tidak datang bersama Anda tadi?"
"Dia masih mengantuk. Kami tidak tidur semalam, seperti yang saya ceritakan
tadi." "Oh, begitu. Sebenarnya aku juga sering tidur lambat. Melakukan pekerjaan 36 jam
dalam waktu 24 jam. Itulah tugas rutinku. Suruh Eversleigh segera kemari kalau
Anda kembali ke sana nanti."
"Saya akan menyampaikan pesan Anda kepadanya."
"Terima kasih, Battle. Aku sadar bahwa Anda harus meletakkan rasa percaya
kepadanya. Tapi apa pendapat Anda tentang saudara sepupuku, Nyonya Revel, dalam
hal ini" Apa dia bisa dipercaya" Dan dilibatkan dalam soal ini?"
"Saya rasa perlu, karena namanya ikut terlibat."
"Benar-benar kurang ajar orang itu," gumam George sambil memandang tumpukan
surat itu dengan jidat berkerut. "Saya ingat Raja Herzoslovakia yang terakhir.
Seorang yang sangat menarik - tetapi lemah - sangat lemah. Sehingga mudah diperalat
seorang wanita. Anda punya teori bagaimana surat-surat ini dikembalikan pada
Tuan Cade?" "Saya rasa, kalau seseorang tidak bisa mendapatkan sesuatu dengan satu cara, dia
akan memakai cara lain," jawab Battle.
"Saya tidak mengerti," kata George.
"Si bajingan itu, Raja Victor, dia tahu sekarang bahwa ruang pertemuan itu
diawasi. Jadi dia mengembalikan surat-surat itu dan membiarkan kita
menerjemahkan kode dan mencari benda tersebut. Dan kemudian - dia akan beraksi.
Tapi Lemoine dan saya sudah sepakat untuk mempersiapkan diri menghadapi keadaan
itu." "Anda sudah punya rencana kalau begitu."
"Sebenarnya bukan rencana. Tapi saya punya pemikiran. Dan kadang-kadang hal itu
diperlukan dalam situasi tertentu."
Setelah itu Inspektur Battle pergi. Dia tidak ingin membukakan rahasianya pada
George. Pada waktu kembali, dia melewati Anthony di jalan dan berhenti.
"Mau mengangkut saya, ya" Terima kasih," kata Anthony.
"Dari mana saja Anda, Tuan Cade?"
"Dari stasiun kereta api."
"Apa mau segera pergi?" tanya Battle dengan alis mata naik.
"Tidak sekarang," jawab Anthony tertawa.
"O ya, apa yang terjadi dengan Isaacstein" Dia tiba di stasiun ketika saya mau
pergi. Wajahnya seperti orang kebingungan."
"Isaacstein?" "Ya." "Saya tidak tahu. Tapi rasanya dia bukan orang yang mudah dibuat bingung."
"Saya juga berpendapat demikian Dia tenang dan kuat," kata Anthony.
Tiba-tiba Battle membungkuk ke depan memegang bahu sopir. "Tolong berhenti dulu.
Tunggu saya di sini." Dia meloncat dari mobil. Anthony terheran-heran. Tapi
akhirnya dia melihat Tuan Lemoine mendatangi polisi tersebut. Rupanya sinyal
dari dialah yang menarik perhatian Battle.
Mereka bicara dengan cepat, lalu Battle kembali ke mobil dan mereka berangkat.
Ekspresi wajahnya sama sekali berubah. "Mereka telah menemukan pistol itu,"
katanya pendek dan tegas.
"Apa?" seru Anthony terkejut. "Di mana?"
"Dalam kopor Isaacstein."
"Ah, tak mungkin."
"Tak ada yang tak mungkin," katanya. Dia duduk sambil menepuk-nepukkan tangan di
lututnya. "Siapa yang menemukan?"
Battle menggerakkan kepalanya ke belakang. "Lemoine. Cerdik dia. Dia benar-benar
jagoan dari Suret?."
"Tapi ini kan mengacaukan pemikiran Anda?"
"Saya rasa tidak," jawab Battle perlahan. "Memang merupakan kejutan. Tapi ini
sesuai dengan salah satu pemikiran saya."
"Yang mana?" Tapi inspektur itu membelokkan percakapan pada hal yang sama sekali berbeda.
"Apa saya bisa minta tolong Anda untuk menemui Tuan Eversleigh" Ada pesan dari
Tuan Lomax. Dia diminta segera ke Wyvvern Abbey."


Rahasia Chimneys The Secret Of Chimneys Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik," kara Anthony. Mobil itu sampai di pintu besar. "Barangkali dia masih
tidur sekarang." "Saya rasa tidak. Coba perhatikan siapa yang sedang berjalan dengan Nyonya Revel
di bawah pohon itu," kata Battle.
"Mata Anda memang luar biasa," kata Anthony sambil turun.
Anthony menyampaikan pesan George Lomax pada Bill.
"Sialan," gumam Bill menggerutu. "Kenapa si Codders itu tidak bisa melihat orang
senang sebentar, sih. Dan orang asing ini kenapa tidak tinggal di negaranya
saja. Menyebalkan." "Kau sudah tahu cerita tentang pistol itu?" tanya Virginia ketika Bill telah
pergi. "Battle memberi tahu aku. Agak membingungkan, ya. Isaacstein kelihatan kacau
kemarin Dia benar-benar ingin segera pergi. Aku tidak menyangka. Dia adalah
orang yang menurut perhitunganku tidak perlu dicurigai Apa motifnya
menyingkirkan Pangeran Michael?"
"Memang tidak cocok," kata Virginia sambil merenung.
"Tidak cocok sama sekali," kata Anthony dengan rasa tidak puas. "Mula-mula aku
ingin jadi detektif amatir. Aku mencek guru Prancis itu dengan susah-payah."
"Itukah yang kaulakukan di Prancis?" tanya Virginia.
"Ya. Aku ke Dinard dan bicara dengan Comtesse de Breuteuil - merasa puas dengan
kecerdikanku, dan yakin bahwa dia akan mengatakan tak pernah dengar nama Nona
Brun. Sebaliknya, dia mengatakan bahwa guru itu pernah bekerja pada mereka
selama tujuh tahun. Jadi, kecuali bila Comtesse itu juga seorang bajingan,
teoriku memang tidak jalan."
Virginia menggelengkan kepala. "Madame de Breuteuil tidak bisa dicurigai. Aku
kenal dia. Rasanya aku pernah bertemu dengan Nona Brun di puri itu. Biasanya
guru-guru seperti dia memang tidak diperhatikan orang. Dan aku sendiri pun tidak
terlalu memperhatikan wajahnya. Bagaimana kau?"
"Kecuali kalau mereka cantik sekali," kata Anthony.
"Jadi kalau begitu - " Dia berhenti. "Ada apa?"
Anthony sedang memperhatikan seseorang yang keluar dari balik pepohonan.
Ternyata si Boris. "Maaf," kata Anthony. "Aku mau bicara dengan anjingku sebentar."
Dia menghampiri Boris. "Ada apa" Kau ada perlu?"
"Tuan," Boris membungkuk.
"Ya. Itu bagus. Tapi jangan membuntuti aku terus seperti ini. Tidak baik."
Tanpa bicara Boris mengeluarkan selembar kertas berlumpur - yang kelihatannya
seperti sobekan surat. Diberikannya benda itu pada Anthony.
"Apa ini?" tanya Anthony. Di kertas itu tertulis sebuah alamat. Tak ada lain.
"Dia menjatuhkannya," kata Boris. "Saya membawanya untuk Tuan."
"Siapa dia?" "Orang asing itu."
"Kenapa kau membawanya kepadaku?"
Boris memandangnya dengan kecewa.
"Baik. Pergilah sekarang," kata Anthony. "Aku sibuk."
Boris memberi hormat, lalu pergi dengan cepat. Anthony kembali menemui Virginia
sambil memasukkan kertas tadi dalam sakunya.
"Apa yang ditemukannya" Kenapa kau memanggil dia anjingmu?"
"Karena dia berlaku seperti anjingku," kata Anthony. "Dia memberikan sepotong
kertas yang dijatuhkan oleh tamu asing, katanya. Pasti yang dimaksud adalah
Lemoine." "Ya - aku rasa dia," kata Virginia.
"Dia selalu membuntuti," kata Anthony. "Seperti anjing. Tidak pernah berkata
apa-apa. Hanya memandang dengan mata bulat dan besar."
"Barangkali yang dimaksudkannya Isaacstein," kata Virginia. "Orang itu juga
kelihatan seperti orang asing."
"Isaacstein. Kalau begitu apa hubungannya?" gumam Anthony.
"Apa kau menyesal terlibat dalam urusan ini?" tanya Virginia tiba-tiba.
"Menyesal" Sama sekali tidak. Aku sangat senang. Aku suka mencari dan memecahkan
kesulitan. Tapi barangkali yang sekarang ini agak sulit."
"Tapi kau sekarang kan sudah lepas dari kecurigaan," kata Virginia. Dia agak
kaget melihat sikap Anthony yang bersungguh-sungguh - tak seperti biasanya.
"Tapi masih terlibat juga," kata Anthony.
Mereka berjalan bersama tanpa bicara.
"Ada orang-orang yang tidak mau mematuhi sinyal," kata Anthony memecah kebisuan.
"Sebuah lokomotif biasanya mengurangi kecepatan dan berhenti bila melihat lampu
merah. Tapi aku barangkali buta warna. Pada waktu melihat sinyal merah, aku
bukannya berhenti tetapi maju terus. Pada akhirnya apa yang kulakukan memang
merupakan suatu bencana. Selalu begitu. Dan hal-hal seperti itu biasanya tidak
baik untuk lalu lintas." Dia bicara dengan nada serius.
"Kelihatannya kau telah melewati bermacam-macam risiko," kata Virginia.
"Hampir semua, kecuali - perkawinan."
"Ah, kau sinis."
"Aku tak bermaksud begitu. Tapi perkawinan yang kumaksudkan rasanya akan menjadi
petualanganku yang paling hebat."
"Ah, aku suka mendengarnya," kata Virginia dengan wajah merah.
"Hanya ada suatu tipe wanita yang ingin kukawini - yaitu yang cara hidupnya sama
sekali berbeda dengan cara hidupku. Nah, apa yang akan terjadi nanti" Apa dia
yang lebih berpengaruh atau aku?"
"Kalau dia mencintaimu - "
"Sentimental, Nyonya Revel. Kau pasti tahu. Cinta itu bukan suatu obat yang kita
minum agar kita membutakan diri terhadap hal-hal di sekitar kita - . Bila saja
memang, kalau kita mau, tapi cinta itu bukan sekadar hal yang demikian. Apa
pendapatmu tentang raja yang menikah dengan pengemis wanita setelah satu tahun"
Apakah si pengemis itu selalu berbahagia meninggalkan kehidupan bebasnya"
Bagaimana kalau raja itu yang meletakkan tahta demi kekasihnya" Aku rasa dia
tidak akan bahagia. Dan dia juga tidak akan bisa menjadi pengemis yang baik. Dan
tak ada wanita yang mau menghargai laki-laki yang tidak bisa berbuat sesuatu
dengan baik." "Apakah kau pernah jatuh cinta pada pengemis wanita, Tuan Cade?" tanya Virginia
lembut. "Yang terjadi denganku adalah sebaliknya, tapi prinsipnya toh sama."
"Dan tak melihat jalan keluar?" tanya Virginia.
"Jalan keluar sih selalu ada," kata Anthony dengan wajah murung. "Aku punya
teori bahwa setiap orang pasti bisa terpenuhi keinginannya asalkan dia berani
membayar harganya. Dan tahukah kau berapa harga yang harus dibayar" Sembilan
dari sepuluh kasus, harganya adalah kompromi. Hal yang benar-benar menyebalkan.
Tetapi tidak bisa kita hindarkan terutama bila usia bertambah tua. Dan itu pun
menjeratku sekarang. Untuk mendapat wanita yang kuinginkan, aku harus melakukan
pekerjaan tetap." Virginia tertawa. "Sebenarnya aku punya pekerjaan khusus," kata Anthony melanjutkan.
"Dan kau melepaskannya?"
"Ya." "Mengapa?" "Soal prinsip."
"Oh!" "Kau adalah wanita yang luar biasa," kata Anthony tiba-tiba sambil memandang
Virginia. "Mengapa?" "Karena bisa menahan diri untuk tidak bertanya."
"Maksudmu aku tidak menanyakan apa prinsip itu?"
"Begitulah." Mereka berdiam diri lagi. Mereka sudah dekat ke rumah sekarang, melewati taman
yang wangi dengan harum mawar. "Kau kelihatannya tahu bila seorang laki-laki
sedang jatuh cinta padamu. Kelihatannya kau tidak peduli padaku - atau laki-laki
lain - tapi demi Tuhan, aku akan membuatmu peduli."
"Apa kau bisa?" tanya Virginia dengan suara lembut.
"Barangkali tidak. Tapi aku akan berusaha."
"Kau menyesal karena bertemu denganku?" tanya Virginia tiba-tiba.
"Ah, tidak. Sinyal merah lagi. Ketika aku melihatmu pertama kali - waktu di Pont
Street, aku merasa bahwa aku menghadapi sesuatu yang akan menyakitiku. Aku tahu
dari wajahmu. Hanya wajahmu. Ada kekuatan magis di dalamnya - dari kepala sampai
kaki. Memang ada wanita-wanita seperti itu. Tapi aku belum pernah bertemu dengan
wanita seperti engkau. Kau pasti akan menikah dengan seseorang yang kaya dan
terhormat, dan aku mungkin akan kembali pada kehidupan yang malang melintang.
Tapi aku akan menciummu sebelum pergi - aku bersumpah."
"Kau tidak dapat melakukannya sekarang," kata Virginia lembut. "Inspektur Battle
Pusaka Pulau Es 7 Pendekar Naga Putih 45 Pengemban Dosa Turunan Macan Kepala Ular 1
^