Pencarian

Tugas Tugas Hercules 1

Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie Bagian 1


THE LABOURS OF HERCULES by Agatha Christie TUGAS-TUGAS HERCULES Alih bahasa: Widya Kirana
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan kedua: September 2002
Untuk Edmund Cork yang karena tugas-tugasnya
atas nama Hercule Poirot sangat kukagumi buku ini dengan penuh sayang dipersembahkan
KATA PENGANTAR APARTEMEN Hercule Poirot berperabotan sangat modern. Berkilau karena berlapis
kromium. Kursi-kursinya yang nyaman, meskipun berlapis tebal, bentuknya persegi
dan kaku - sama sekali tidak luwes.
Pada salah satu kursi itu duduk Hercule Poirot, rapi, tepat di tengah-tengahnya.
Di seberangnya, di kursi lain, duduk Dr. Burton, anggota Fellow of All Souls. Ia
sedang meneguk Ch?teau Mouton Rothschild dengan nikmat. Dia memuji anggur
koleksi Poirot yang dihidangkan untuknya itu. Penampilan Dr. Burton sama sekali
tidak rapi. Gendut, pakaiannya sembarangan, dan di bawah rambut putihnya
wajahnya memancarkan keramahan dan kebaikan hatinya. Suaranya dalam dan serak.
Kebiasaannya adalah menebarkan abu rokoknya di mana-mana. Dengan susah payah
namun tanpa hasil, Poirot mencoba meletakkan asbak di sekeliling tamunya.
Dr. Burton sedang menanyakan sesuatu.
"Katakan," katanya, "mengapa kau dinamakan Hercule?"
"Maksudmu, nama baptisku?"
"Ah, itu bukan nama baptis yang umum," sangkal Dr. Burton. "Seratus persen
mencerminkan kepercayaan kuno, paganisme. Tapi mengapa" Itu yang aku ingin tahu.
Keisengan ayah" Harapan ibu" Alasan-alasan keluarga" Kalau aku tak salah
ingat... meskipun ingatanku tak sebaik dulu lagi... kau punya kakak bernama
Achille, ya, kan?" Ingatan Poirot melayang cepat pada karier kakaknya, Achille Poirot. Apa benar
kakaknya memang sukses dalam kariernya"
"Ya, tapi tidak lama," sahutnya singkat.
Dengan cerdik Dr. Burton mengalihkan pembicaraan dari Achille Poirot.
"Seharusnya orang hati-hati bila memberi nama anak-anaknya," gumamnya setengah
merenung. "Aku punya sejumlah anak baptis. Ada yang namanya Blanche... padahal
kulitnya gelap seperti gadis gipsy! Lalu ada Deirdre, Deirdre yang Berduka -
padahal gadis itu amat periang dan ceriwis seperti jangkrik. Dan Patience,
seharusnya dia diberi nama Impatience, itu lebih cocok baginya! Lalu Diana...
yah, Diana..." Tiba-tiba ahli sastra Yunani Klasik itu bergidik. "Beratnya sudah
enam puluh kilo - padahal sekarang umurnya baru lima belas! Orang bilang, itu
lemak anak-anak - tapi menurutku tidak begitu. Diana! Mereka ingin memberinya nama
Helen, tapi aku berkeras mencegahnya. Kalau ingat seperti apa ayah-ibunya...
Belum lagi neneknya! Sudah kuusulkan nama Martha atau Dorcas... nama yang lebih
masuk akal, tapi tak diterima, buang-buang energi saja. Dasar orang desa tolol,
orangtua..." Pria itu batuk-batuk pelan, wajahnya yang kecil dan tembam sedikit berkerut.
Poirot memandangnya penuh ingin tahu.
"Bayangkan suatu obrolan khayalan. Ibumu dan almarhum Mrs. Holmes, sambil
merajut mantel-mantel bayi, 'Achille, Hercule, Sherlock, Mycroft...'"
Poirot tidak bisa mengerti lelucon kawannya.
"Maksudmu, secara fisik penampilanku sama sekali tidak mirip Hercules, begitu?"
Mata Dr. Burton menyapu Hercule Poirot sekilas, memandang lelaki kecil
berpenampilan serba rapi, mengenakan celana bergaris-garis, jas hitam tanpa
cela, dasi kupu-kupu, dan sepasang sepatu kulit mahal yang serasi. Lalu
pandangannya beralih ke kepala berbentuk telur dan kumis lebat yang menghiasi
bagian bawah hidungnya. "Terus terang, Poirot," kata Dr. Burton, "kau benar-benar tiruan Hercules yang
sama sekali tak ada miripnya! Lagi pula," tambahnya, "rupanya kau tidak pernah
mempelajari sastra Yunani Klasik, ya?"
"Itu benar." "Sayang. Sayang. Kau kehilangan banyak. Kalau aku punya wewenang, setiap orang
akan kuharuskan mempelajari sastra Yunani Klasik."
Poirot mengangkat bahu, "Eh bien, tanpa itu pun aku sudah sukses."
"Sukses! Sukses! Bukan itu masalahnya. Itu pandangan yang seratus persen keliru.
Sastra Yunani Klasik bukan tangga yang bisa cepat membawa kita ke puncak sukses,
seperti kursus korespondensi modern! Bukan jam kerja seseorang yang penting -
melainkan justru waktu senggangnya. Itulah kesalahan kita semua. Lihat saja
dirimu sekarang, kau masih tetap begitu, kau pasti akan punya keinginan untuk
membebaskan diri dari semua ini, hidup santai - lalu, apa yang akan kaulakukan di
waktu senggangmu?" Poirot sudah siap dengan jawabannya.
"Aku akan menyibukkan diri - secara serius - dengan usaha menciptakan sumsum sayur-
mayur." Dr. Burton terkejut bukan main.
"Sumsum sayur-mayur" Apa maksudmu" Cairan hijau yang rasanya tawar seperti air?"
"Ah," sahut Poirot antusias. "Itulah gagasan utamanya. Sumsum itu tidak harus
tawar rasanya." "Oh! Aku tahu... taburi keju parut, bawang giling, atau saus putih."
"Bukan, bukan... kau keliru. Aku yang menemukan gagasan bahwa rasa sumsum sayur-
mayur, atau sari pati sayuran, bisa disempurnakan. Bisa kita beri..." - matanya
menyipit - "sebuah bouquet...."
"Astaga, kawan, itu kan bukan claret." Kata bouquet mengingatkan Dr. Burton akan
gelas anggur dekat sikunya. Sekali lagi dia meneguk isinya dengan nikmat. "Ini
anggur yang sangat bagus. Rasanya sangat enak. Ya." Kepalanya mengangguk-angguk.
"Tapi, tentang urusan rasa sumsum sayuran itu... kau tidak serius, bukan" Kau
tidak bermaksud..." - suaranya tiba-tiba berubah ngeri - "untuk membungkuk-bungkuk,"
tangannya mengelus perutnya sendiri yang amat gendut, "membungkuk, menggali-
gali, membasahinya dengan secarik kain wol yang sudah dicelupkan ke air, dan
seterusnya, dan seterusnya?"
"Sepertinya kau sudah terbiasa merekayasa sumsum sayuran?" balas Poirot.
"Aku pernah lihat tukang kebun melakukannya waktu berkunjung ke desa. Tapi terus
terang, Poirot... itu hobi yang sangat aneh! Dibandingkan dengan..." - suaranya
merendah, seakan berlagu - "kursi empuk di depan perapian, dalam ruangan panjang
dengan dinding penuh buku... ya, harus ruangan yang panjang... bujur sangkar
tidak cocok. Buku-buku di mana-mana. Segelas anggur enak... dan sebuah buku
terbuka di pangkuan. Waktu berjalan mundur ke masa lalu, sementara kau asyik
membaca," dia mengutip dengan nada penuh irama,
{ tulisan dengan huruf Yunani }
Lalu menerjemahkannya, "'Dengan terampil, sekali lagi, di tengah badai di samudera merah bagaikan
anggur, sang nakhoda meluruskan perahunya yang dipermainkan gelombang.'
"Tentu saja kau takkan dapat memahami keindahan nuansanya dalam bahasa aslinya."
Sejenak, karena terlalu menggebu-gebu, ia tidak menyadari kehadiran Poirot. Dan
Poirot, yang asyik memandangi kawannya, tiba-tiba ragu - ada perasaan tidak enak
yang mengusik hatinya. Apakah benar ada sesuatu yang tak dimilikinya, yang
membuatnya merasa kehilangan" Kekayaan batin" Pelan-pelan rasa sedih merayapi
hatinya. Ya, seharusnya dia sudah mengenal sastra Yunani Klasik, sejak dulu. Dan
sekarang, sudah terlambat....
Dr. Burton membuyarkan lamunannya.
"Maksudmu, kau benar-benar sudah berpikir untuk pensiun?"
"Ya." Kawan Poirot itu tertawa geli.
"Tak mungkin!" "Sungguh, aku..."
"Kau takkan sanggup, kawan. Kau terlalu mencintai pekerjaanmu."
"Sungguh, aku sudah membuat persiapan-persiapan. Beberapa kasus lagi - yang benar-
benar terpilih - bukan yang biasa-biasa saja, bukan yang muncul di depanku begitu
saja. Aku hanya akan menangani kasus-kasus yang secara pribadi membuatku
tertarik." Dr. Burton tersenyum lebar.
"Pasti begitu. Sudah kuduga. Satu-dua kasus lagi, lalu satu lagi, dan
seterusnya. Gaya penampilan terakhir seorang Prima Donna takkan cocok dengan
watakmu, Poirot!" Ia tertawa geli sambil bangkit berdiri, seraut wajah menyenangkan di bawah
mahkota rambut yang sudah putih.
"Pilihanmu bukanlah Tugas-tugas Hercules," katanya. "Pilihanmu adalah tugas-
tugas karena cinta. Berani taruhan, aku pasti benar. Dua belas bulan lagi kau
pasti masih tetap di sini, dan sumsum sayuran masih tetap..." - dia bergidik
- "sumsum biasa saja."
Setelah berpamitan pada tuan rumahnya, Dr. Burton meninggalkan ruangan persegi
panjang yang kaku itu. Dia keluar dari halaman-halaman buku ini dan takkan muncul kembali. Yang menjadi
perhatian kita adalah kesan yang ditinggalkannya, kesan yang kemudian berubah
menjadi gagasan. Karena, setelah kawannya itu pergi, Hercule Poirot pelan-pelan kembali duduk di
kursinya, dan seperti orang bermimpi ia bergumam, "Tugas-tugas Hercules.... Mais
oui, c'est une id?e, ?a...."
*** Keesokan harinya Hercule Poirot menyibukkan diri dengan membuka-buka sebuah buku
tebal bersampul kulit dan sejumlah buku lain yang penampilannya sudah lusuh.
Sesekali ia membuat catatan atau membaca potongan-potongan kertas berisi catatan
yang sudah diketik. Sekretarisnya, Miss Lemon, telah diperintahkannya untuk mengumpulkan segala
macam tulisan tentang Hercules, dan menyusun detail-detailnya secara sistematis.
Dengan tak acuh (Miss Lemon bukan tipe wanita yang selalu ingin tahu!), tetapi
dengan efisiensi yang sempurna, Miss Lemon menyelesaikan tugasnya.
Hercule Poirot - boleh dikatakan - terjun begitu saja ke dalam lembah sastra Yunani
Klasik yang mengerikan, dan dengan perhatian khusus pada "Hercules, pahlawan
yang dipuja, yang setelah kematiannya diangkat menjadi makhluk yang sejajar
dengan para dewa, serta mendapat kehormatan sebagaimana layaknya seorang dewa."
Sampai sejauh itu segalanya berjalan lancar - tetapi, setelah itu, kemajuan yang
diperolehnya tidak mudah. Selama dua jam dengan tekun Poirot membuat catatan-
catatan, mengerutkan dahi, memeriksa potongan-potongan kertas berisi detail-
detail penting, dan membaca buku-buku referensi lainnya. Akhirnya ia duduk
bersandar sambil menggeleng-gelengkan kepala. Semangatnya yang menggebu-gebu
pada malam sebelumnya kini lenyap. Orang-orang macam apa ini"!
Ambil contoh si Hercules ini... si pahlawan!
Huh, pahlawan! Dia tak lebih dari makhluk berotot dengan inteligensi rendah dan
kecenderungan-kecenderungan kriminal! Tokoh ini mengingatkannya akan Adolfe
Durand, si tukang jagal yang diadili di Lyon pada tahun 1895 - lelaki dengan
kekuatan sapi jantan yang tega membunuh anak-anak kecil. Pembelanya mengatakan
ia menderita epilepsi - pernyataan yang tak perlu diragukan lagi - meskipun, apakah
kasusnya grand mal atau petit mal menjadi perdebatan seru selama berhari-hari.
Hercules dari Yunani Kuno ini barangkali menderita grand mal. Sialan, Poirot
menggeleng. Kalau memang seperti itu gambaran tokoh pahlawan bagi orang-orang
Yunani, jika diukur dengan standar modern, jelas takkan cocok. Keseluruhan pola
pikir Yunani Klasik membuatnya terkejut dan ngeri. Dewa-dewa dan dewi-dewi
itu... rupanya mereka punya banyak nama lain, punya banyak alias, persis tokoh-
tokoh kriminal modern. Sungguh, mereka benar-benar mewakili berbagai tipe
kriminal. Pemabuk, punya kebiasaan-kebiasaan seksual yang aneh, incest,
pemerkosa, pencuri, perampok, pembunuh, penipu ulung - pendek kata, cukup untuk
membuat seorang juge d'Instruction selalu sibuk. Tak ada kehidupan keluarga yang
sopan dan terhormat. Tanpa aturan jelas dan tanpa metode. Bahkan dalam tindak
kejahatan mereka, tak ada aturan jelas dan tak ada metode!
"Huh, Hercules!" gumam Hercule Poirot sambil bangkit berdiri. Dia merasa
ilusinya hancur. Ia memandang sekelilingnya dengan sikap puas. Ruangan persegi panjang, dengan
perabotan persegi yang modern - bahkan dilengkapi dengan patung modern yang
berbentuk kubus yang ditumpangkan pada kubus lain, dan di atasnya terdapat
bangun geometris dari susunan kawat-kawat tembaga. Dan... di tengah ruangan yang
serba rapi, bersih, dan teratur itu... dirinya sendiri. Dipandanginya bayangan
dirinya di cermin. Inilah Hercules modern - sangat berbeda dari sketsa menjijikkan
yang menggambarkan makhluk telanjang berotot sedang mengayun-ayunkan gada.
Hercules modern adalah sosok kecil berpenampilan serba rapi, mengenakan setelan
modern yang bagus potongannya, lengkap dengan kumis yang... ya, kumis yang
anggun dan amat mengesankan yang tidak dimiliki si Hercules kuno itu. Apakah
Hercules dulu pernah berpikir untuk memelihara kumisnya"
Namun, ada satu persamaan antara Hercule Poirot dan Hercules dari sastra Yunani
Klasik itu. Keduanya jelas berperan penting dalam membersihkan dunia ini dari
"kuman-kuman busuk" tertentu.... Masing-masing bisa dikatakan berperan sebagai
Penyelamat Masyarakat di tempat mereka hidup....
Apa kata Dr. Burton kemarin, sebelum dia pergi" "Pilihanmu bukanlah Tugas-tugas
Hercules...." Ah, kawannya itu keliru. Dasar makhluk pikun. Harus ada, sekali lagi, Tugas-
tugas Hercules yang harus diselesaikan... Hercules modern. Seorang tokoh yang
cerdas dan amat menarik! Sebelum akhirnya benar-benar pensiun, Hercule Poirot
akan menyelesaikan dua belas kasus, tidak lebih, tidak kurang. Dan dua belas
kasus itu harus dipilih dengan referensi khusus terhadap dua belas tugas yang
diselesaikan Hercules dari Zaman Yunani Kuno itu. Ya, itu pasti tidak hanya
menarik, tetapi juga artistik, kecuali itu juga... mungkin akan berkesan
spiritual. Poirot mengambil Kamus Sastra Klasik dan sekali lagi menenggelamkan diri ke
Zaman Yunani Kuno. Dia tidak bermaksud mengikuti jejak prototipenya itu secara
persis. Tak boleh ada wanita, tak boleh ada jubah yang ternoda darah Nessus....
Hanya boleh ada Tugas-tugas, ya, Tugas-tugas semata-mata.
Tugas Pertama, kalau begitu, adalah Singa dari Nemea.
"Singa dari Nemea," ulangnya beberapa kali.
Tentu saja ia tidak mengharap akan mendapat kasus yang benar-benar melibatkan
singa hidup. Pasti akan terlalu mencolok dan tidak bermutu bila ia tiba-tiba
dikunjungi Direktur Kebun Binatang yang meminta bantuannya memecahkan kasus yang
ada hubungannya dengan singa betul.
Tidak, tidak begitu. Harus ada simbolisme dalam kasus-kasus yang akan
ditanganinya. Kasus pertama harus ada hubungannya dengan tokoh masyarakat, harus
ada sensasinya, harus merupakan kasus yang amat penting! Tokoh kriminal yang
amat terkenal... atau, alternatifnya, seseorang yang bisa disejajarkan dengan
singa di mata masyarakat. Pengarang terkenal, politikus, pelukis... atau bahkan
kerabat Kerajaan" Hercule Poirot menyukai gagasan terlibatnya seorang kerabat Kerajaan dalam
kasus... Dia takkan tergesa-gesa. Dia akan menunggu... menunggu kasus yang penting dan
menarik minatnya, yang akan menjadi Tugas Pertama yang dibebankannya pada
pundaknya sendiri. 1 SINGA DARI NEMEA I "ADA yang menarik perhatian pagi ini, Miss Lemon?" tanya Hercule Poirot sambil
masuk ke ruang kerjanya, keesokan harinya.
Dia amat menghargai dan mempercayai pendapat Miss Lemon. Wanita itu tak punya
imajinasi, tetapi punya insting kuat. Apa pun yang dikatakannya layak
dipertimbangkan, dan kemudian akan terbukti memang layak dipertimbangkan. Miss
Lemon memang terlahir sebagai sekretaris.
"Tak banyak, M. Poirot. Hanya ada satu surat yang menurut saya akan membuat Anda
tertarik. Saya letakkan paling atas di tumpukan surat."
"Tentang apa?" Ia melangkah maju dengan penuh minat.
"Dari seorang pria yang meminta bantuan Anda untuk menyelidiki kasus hilangnya
anjing peking kesayangan istrinya."
Langkah Poirot langsung terhenti. Kakinya masih menggantung di udara. Dia
melemparkan pandangan kesal ke arah Miss Lemon. Wanita itu tidak menggubrisnya.
Ia sudah kembali sibuk mengetik. Miss Lemon mengetik dengan cepat dan tepat,
seperti senapan otomatis yang ditembakkan penembak ulung.
Poirot gemetar; gemetar dan merasa terhina. Miss Lemon, sekretarisnya yang
cekatan dan efisien, telah menghinanya! Seekor anjing peking. Seekor anjing
peking! Padahal semalam ia bermimpi. Ia sedang meninggalkan Buckingham Palace
setelah mendapat ucapan terima kasih secara pribadi, ketika pelayan setianya
datang membawakan segelas cokelat hangat dan membangunkannya.


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata bergetar di mulutnya... kata-kata yang tajam menusuk. Ia tidak
mengucapkannya secara terang-terangan sebab Miss Lemon, yang sedang asyik
mengetik dengan cepat dan efisien, pasti takkan mendengarnya.
Dengan geram dan agak jijik ia mengambil surat paling atas dari tumpukan surat-
surat di atas mejanya. Ya, surat itu persis seperti yang dikatakan Miss Lemon! Sebuah alamat di pusat
kota - permintaan resmi dalam bahasa yang ringkas dan tanpa basa-basi. Masalahnya
berhubungan dengan kasus diculiknya seekor anjing peking. Jenis anjing bermata
menonjol yang amat disukai wanita-wanita kaya. Bibir Hercule Poirot berkerut
sementara dia membaca surat itu.
Tak ada yang istimewa tentang isinya. Tak ada yang luar biasa atau... Tapi...
ya, ya, tentang satu detail kecil, Miss Lemon ternyata benar. Tentang satu
detail kecil, memang ada sesuatu yang luar biasa.
Hercule Poirot duduk. Dengan pelan dan cermat ia membaca kembali surat itu.
Bukan jenis kasus yang diinginkannya, bukan jenis yang telah dijanjikannya pada
dirinya sendiri. Dari sudut apa pun, ini bukan kasus yang bisa disebut penting -
dan hal pokok yang membuatnya keberatan adalah... Ini bukan Tugas Hercules yang
sesuai untuknya. Sayangnya, Hercule Poirot tertarik....
Ya, ia merasa tergelitik dan ingin tahu....
Ia berkata dengan suara nyaring, agar dapat terdengar Miss Lemon di tengah bunyi
mesin tiknya yang tak kalah nyaringnya.
"Telepon Sir Joseph Hoggin," perintahnya, "dan buatkan janji pertemuan
dengannya, di kantornya, seperti yang diusulkannya."
Seperti biasa, Miss Lemon selalu benar.
*** "Saya orang biasa, M. Poirot," kata Sir Joseph Hoggin.
Hercule Poirot menggerakkan tangan kanannya tanpa maksud tertentu. Gerakan
tangannya itu (kalau kita memilih mengartikannya) mengungkapkan kekagumannya
akan keberhasilan Sir Joseph dalam kariernya dan penghargaannya akan kerendah-
hatian pria itu dalam menggambarkan dirinya sendiri. Barangkali bisa juga
diartikan sebagai gaya anggun untuk membenarkan pernyataan tersebut. Singkatnya,
gerakan tangan Poirot sama sekali tidak mengungkapkan apa yang sesungguhnya
terlintas dalam pikirannya, yaitu bahwa sebenarnya (kalau kita gunakan istilah
yang lebih umum) Sir Joseph adalah pria yang sama sekali tidak istimewa. Mata
Hercule Poirot yang kritis menilai dagu yang gemuk, sepasang mata sipit, hidung
besar menggelembung, dan bibir yang terkatup rapat. Efek keseluruhannya
mengingatkannya pada seseorang atau sesuatu... tapi saat itu ia tak ingat siapa
atau apa. Samar-samar sesuatu terlintas dalam ingatannya. Dulu... sudah lama
berlalu... di Belgia... sesuatu, ya, sesuatu yang ada hubungannya dengan
sabun.... Sir Joseph sedang melanjutkan.
"Tak ada rumbai-rumbai atau basa-basi. Saya tak suka berputar-putar. Sebagian
besar orang pasti akan membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. Menganggapnya
nasib sial dan melupakannya. Tapi itu bukan watak Joseph Hoggin. Saya orang
kaya... dan uang dua ratus pound sebenarnya tak ada artinya bagi saya..."
Poirot menyela dengan cepat, "Saya ucapkan selamat kepada Anda."
"Eh?" Sir Joseph berhenti satu menit lamanya. Matanya yang kecil semakin menyipit. Ia
berkata dengan suara tajam, "Tapi itu tidak berarti saya punya kebiasaan
membuang-buang uang. Apa yang saya inginkan saya bayar. Saya bayar sesuai dengan
harga pasar... tidak lebih."
Hercule Poirot menanggapi, "Tahukah Anda, bayaran saya amat tinggi?"
"Ya, ya. Tapi," Sir Joseph memandang tamunya dengan cerdik, "kasus ini amat
sepele." Hercule Poirot mengangkat bahu. Katanya, "Saya tak suka tawar-menawar. Saya
seorang ahli. Untuk layanan jasa seorang ahli, Anda harus bersedia membayar
harga yang sesuai." Sir Joseph berkata terus terang, "Saya tahu, Anda orang yang paling hebat dalam
hal-hal semacam ini. Saya sudah menyelidikinya dan saya diberitahu bahwa Anda-
lah yang terbaik yang tersedia. Saya memang ingin kasus ini diselesaikan dengan
tuntas dan saya takkan mengomel tentang ongkosnya. Itulah sebabnya Anda menemui
saya di sini." "Anda sangat beruntung," balas Poirot dengan nada tak kalah tajamnya.
Sir Joseph menggumamkan "Eh?" lagi.
"Sangat beruntung," ulang Hercule Poirot dengan tegas. "Saya... saya bisa
mengatakannya tanpa harus pura-pura berendah hati, saya sudah mencapai puncak
karier saya. Tak lama lagi saya bermaksud pensiun... pindah ke desa, kadang-
kadang melakukan perjalanan melihat-lihat dunia. Selain itu, mungkin saya juga
akan mengembangkan kebun percobaan... dengan perhatian khusus pada usaha
memperbaiki rasa sumsum sayuran. Mengembangkan sayuran yang luar biasa. Yang ada
sekarang sudah cukup hebat, tetapi rasanya masih kurang. Namun, itu bukanlah
alasan utamanya. Yang ingin saya katakan, sebelum benar-benar pensiun saya sudah
mencanangkan sejumlah tugas yang harus saya selesaikan. Saya telah memutuskan
menerima dua belas kasus... tidak lebih, tidak kurang. 'Tugas-tugas Hercules'
yang saya bebankan sendiri ke pundak saya. Kasus Anda, Sir Joseph, adalah tugas
pertama dari dua belas tugas itu. Saya tertarik," desah Hercule Poirot, "justru
karena tidak pentingnya kasus ini."
"Penting?" ulang Sir Joseph.
"Tidak penting, itu kata saya tadi. Saya telah menangani berbagai macam kasus...
menyelidiki kasus pembunuhan, kematian yang tak jelas sebab-sebabnya,
perampokan, pencurian permata, dan ini untuk pertama kalinya saya diminta
menggunakan bakat-bakat saya untuk memecahkan kasus penculikan seekor anjing
peking." Sir Joseph menggeram. Katanya, "Anda membuat saya heran! Seharusnya Anda saat
ini sudah dikerumuni wanita-wanita kaya yang mengeluh tentang hilangnya anjing
kesayangan mereka." "Itulah, memang begitu. Tapi, ini adalah untuk pertama kalinya saya dimintai
tolong oleh pihak suami dalam kasus seperti ini."
Mata sipit Sir Joseph makin menyipit, menyorotkan kekagumannya.
Katanya, "Saya mulai mengerti, mengapa mereka merekomendasikan Anda. Anda orang
yang sangat cerdik, Mr. Poirot."
Poirot bergumam, "Kalau begitu, silakan menceritakan fakta-faktanya sekarang.
Kapan anjing itu hilang?"
"Tepat seminggu yang lalu."
"Dan saat ini istri Anda pasti panik, ya, kan?"
Sir Joseph memandang Poirot lekat-lekat. Katanya, "Anda tidak mengerti. Anjing
itu sudah dikembalikan."
"Dikembalikan" Kalau begitu, izinkan saya bertanya, dalam hal apa saya
dibutuhkan di sini?"
Wajah Sir Joseph menjadi merah padam.
"Sebab saya seperti orang tolol kalau mau ditipu begitu saja! Dengar, Mr.
Poirot, akan saya ceritakan semuanya. Seminggu yang lalu, anjing itu diculik di
Kensington Gardens, ketika sedang diajak jalan-jalan 'kawan' istri saya. Esok
harinya istri saya menerima surat yang minta tebusan sebesar dua ratus pound.
Bayangkan, dua ratus pound! Hanya untuk seekor anjing jelek yang selalu
menghalangi langkah kita!"
Poirot bergumam, "Anda tidak bersedia membayar uang tebusan itu, tentu saja?"
"Tentu saja tidak... atau tidak akan sudi seandainya saya tahu! Milly, istri
saya, tahu benar watak saya. Dia tak mengatakan apa-apa pada saya. Langsung saja
dikirimkannya uang itu... dalam pecahan satu pound seperti yang diminta... ke
alamat yang telah disebutkan."
"Dan anjingnya kemudian dikembalikan?"
"Ya. Malamnya bel pintu dibunyikan, dan ketika pintu dibuka, anjing itu ada di
sana. Tak ada siapa-siapa kecuali anjing itu."
"Sempurna. Lanjutkan."
"Kemudian, tentu saja Milly mengakui perbuatannya dan saya agak marah. Tapi saya
marah tak lama-lama. Bagaimanapun juga, hal itu sudah telanjur. Kita tak mungkin
mengharapkan kaum wanita bertindak sesuai dengan akal sehat, bukan" Dan, kalau
saya tidak bertemu dan mengobrol dengan Samuelson di Klub, saya akan melupakan
kasus ini begitu saja."
"Ya?" "Sungguh sial! Penculikan anjing pasti merupakan usaha yang amat menguntungkan!
Hal yang persis sama terjadi padanya. Tiga ratus pound berhasil mereka keruk
dari istrinya! Yah... jumlah itu agak terlalu banyak. Saya memutuskan hal ini
harus dihentikan. Saya lalu memanggil Anda."
"Tapi, Sir Joseph, seharusnya - dan ini jauh lebih murah - Anda menghubungi polisi."
Sir Joseph menggaruk-garuk hidungnya.
Katanya, "Apakah Anda sudah menikah, M. Poirot?"
"Ah," kata Poirot, "saya belum memperoleh kebahagiaan itu."
"Hmm," gumam Sir Joseph. "Entahlah kalau Anda menyebut ini kebahagiaan. Tapi
jika sudah menikah Anda akan tahu wanita makhluk yang aneh. Istri saya langsung
menjerit-jerit histeris begitu saya menyebut-nyebut kata 'polisi'. Entah
bagaimana, dia yakin sesuatu yang buruk akan terjadi pada Shan Tung jika saya
menghubungi polisi. Dia menolak gagasan itu mentah-mentah... dan kalau saya
boleh mengatakannya, dia pun sebenarnya tidak setuju saya memanggil Anda. Tapi
saya bersikap tegas dan akhirnya dia menyerah. Tapi, ingat, dia tidak menyukai
gagasan ini." Hercule Poirot bergumam, "Kalau begitu, sejauh pengamatan saya, kasus ini amat
peka. Sebaiknya mungkin saya juga mewawancara Madame, istri Anda, untuk
memperoleh beberapa keterangan tambahan dan sekaligus meyakinkannya bahwa
anjingnya akan baik-baik saja."
Sir Joseph mengangguk lalu berdiri. Katanya, "Mari saya antarkan dengan mobil
saya." II Dalam sebuah ruang duduk yang cukup luas, panas, dan berperabotan meriah, dua
wanita sedang bersantai. Ketika Sir Joseph dan Hercule Poirot masuk, seekor anjing peking kecil melompat
ke depan, menggonggong galak, dan dengan sikap mengancam mengelilingi kaki
Poirot berkali-kali. "Shan... Shan... sini, sini, ikut Mama, Sayang.... Ambil dia, Miss Carnaby."
Wanita yang disuruh cepat-cepat melakukan perintah itu dan Hercule Poirot
bergumam, "Seperti singa!"
Dengan napas terengah-engah wanita yang berhasil menangkap Shan Tung menyetujui
pendapatnya. "Ya, benar, dia anjing penjaga yang baik. Dia tak takut pada apa pun dan siapa
pun. Sini, Sayang, sini...."
Setelah memperkenalkan mereka, Sir Joseph berkata, "Well, Mr. Poirot, silakan
melakukan penyelidikan Anda. Saya ada urusan lain," katanya. Lalu sambil
mengangguk singkat ia meninggalkan ruangan itu.
Lady Hoggin seorang wanita gemuk, berpenampilan aneh dengan rambut yang dicat
kemerah-merahan. Kawannya, Miss Carnaby yang selalu terengah-engah, bertubuh
gemuk, berwajah ramah, dan menyenangkan. Usianya antara empat puluh dan lima
puluh tahun. Dia memperlakukan Lady Hoggin dengan penuh hormat dan jelas sekali
ia amat takut pada majikannya.
Poirot berkata, "Tolong ceritakan, Lady Hoggin, bagaimana terjadinya kejahatan
yang menjengkelkan ini."
Wajah Lady Hoggin memerah.
"Saya senang Anda mengatakannya seperti itu, Mr. Poirot. Sebab itu memang
kejahatan. Anjing peking sangat sensitif, seperti anak-anak. Shan Tung yang
malang... bisa saja dia mati karena ketakutan."
Miss Carnaby menyambung dengan suara seakan menahan napas, "Ya, kejam... sungguh
kejam." "Tolong katakan fakta-faktanya."
"Ya, begini. Shan Tung sedang berjalan-jalan di taman bersama Miss Carnaby...."
"Oh, benar... benar... semua ini salah saya," sela Miss Carnaby. "Betapa
tololnya saya waktu itu... ceroboh...."
Lady Hoggin berkata dengan suara masam, "Aku tidak ingin mencelamu, Miss
Carnaby, tapi menurutku, seharusnya kau lebih waspada."
Poirot mengalihkan pandangannya pada wanita yang satunya.
"Apa yang terjadi?"
Miss Carnaby langsung nyerocos.
"Ya, sangat aneh dan luar biasa! Kami baru saja berjalan-jalan dekat bedeng-
bedeng bunga... Shan Tung, tentu saja, tetap terikat pada tali lehernya. Dia
telah saya beri kesempatan untuk lari-lari dan berguling-guling di rumput. Dan
saya baru saja hendak melangkah pulang ketika perhatian saya tertarik pada bayi
dalam kereta dorong... bayi yang lucu dan menggemaskan... dia tersenyum pada
saya... pipinya merah jambu dan rambutnya keriting. Saya tak dapat menahan diri
untuk tidak mengobrol sebentar dengan perawat pengasuhnya, hanya satu-dua menit,
lalu tiba-tiba saya memandang ke bawah dan... Shan Tung tak ada lagi. Tali
lehernya sudah dipotong...."
Lady Hoggin menyela, "Kalau kau melaksanakan tugasmu dengan baik, orang tak
mungkin menyelinap dan memotong tali itu."
Miss Carnaby hampir-hampir menangis. Poirot dengan cepat menengahi, "Lalu apa
yang terjadi selanjutnya?"
"Yah, tentu saja saya mencarinya di mana-mana. Dan memanggil-manggil dia! Saya
juga bertanya pada penjaga taman, kalau-kalau dia melihat orang menggendong
seekor anjing peking... tetapi dia mengatakan tak tahu. Saya kehilangan akal...
saya terus mencari-cari, tapi akhirnya, tentu saja, saya harus pulang...."
Kata-kata Miss Carnaby tiba-tiba terputus. Poirot dapat membayangkan apa yang
kemudian terjadi. Ia bertanya, "Lalu Anda menerima sepucuk surat?"
Lady Hoggin menyambung cerita itu, "Bersama pos pertama esok harinya. Tertulis
di sana, kalau saya ingin melihat Shan Tung dalam keadaan selamat, saya harus
mengirimkan uang sebesar dua ratus pound dalam pecahan satu pound dalam sebuah
paket yang tak tercatat kepada Kapten Curtis, Bloomsbury Road Square Nomor 38.
Ditulis pula, jika uangnya ditandai atau polisi diberitahu, maka... maka... ekor
dan telinga Shan Tung akan dipotong!"
Miss Carnaby mulai terisak.
"Sungguh kejam," gumamnya. "Bagaimana mungkin orang bisa sejahat itu"!"
Lady Hoggin melanjutkan, "Ditulis pula, jika saya segera mengirimkan uangnya,
Shan Tung akan langsung dikembalikan malam itu juga, dalam keadaan hidup dan tak
kurang suatu apa. Tapi jika... jika sesudah itu saya melapor pada polisi, nyawa
Shan Tung akan terancam...."
Miss Carnaby menggumam dengan air mata berlinang, "Oh, saya amat cemas... bahkan
sekarang pun saya masih khawatir.... Tapi, tentu saja M. Poirot bukan
polisi...." Lady Hoggin berkata dengan nada cemas, "Jadi, Mr. Poirot, Anda harus sangat
hati-hati." Dengan cepat Hercule Poirot menenangkan kedua wanita itu. "Tapi saya bukan
polisi. Pertanyaan dan penyelidikan saya akan dilakukan secara diam-diam dan
tanpa ribut-ribut. Anda harus percaya pada saya, Lady Hoggin, Shan Tung takkan
diapa-apakan. Tentang itu saya berani menjamin."
Kedua wanita itu tampak lega setelah mendengar kata ajaib itu. Poirot
melanjutkan. "Anda masih menyimpan surat itu?"
Lady Hoggin menggeleng. "Tidak. Saya diperintahkan untuk menyertakannya bersama uangnya."
"Dan Anda menuruti perintah itu?"
"Ya." "Hmm, sayang sekali."
Miss Carnaby berkata dengan nada penuh kemenangan, "Tapi saya masih menyimpan
sisa potongan tali leher itu. Saya ambil dulu, ya?"
Dia langsung meninggalkan ruangan itu. Hercule Poirot memanfaatkan kesempatan
itu untuk mengajukan beberapa pertanyaan khusus.
"Amy Carnaby" Oh! Dia cukup baik. Wataknya baik, meskipun dia agak tolol. Saya
sudah pernah mempekerjakan sejumlah wanita untuk menemani saya, mereka semua
tolol. Tapi Amy sangat mencintai Shan Tung dan benar-benar sedih karena
peristiwa itu... dia bingung... Yah, dasar tolol. Dia asyik memandangi bayi itu
dan melupakan anjing kesayangan saya! Perawan-perawan tua seperti dia biasanya
suka bersikap tolol jika melihat bayi! Tidak, saya yakin, dia tak ada
hubungannya dengan kasus ini."
"Sepertinya memang tidak," Poirot sependapat. "Tapi karena anjing itu hilang
ketika berada dalam pengawasannya, kita harus meyakinkan diri akan kejujurannya.
Sudah lama dia bekerja pada Anda?"
"Hampir setahun. Dia punya referensi yang bagus. Pernah bekerja pada almarhum
Lady Hartingfield sampai wanita itu meninggal... selama sepuluh tahun di sana.
Kemudian dia merawat kakaknya yang invalid selama beberapa waktu. Dia wanita
yang baik... tetapi, seperti kata saya tadi, orangnya tolol."
Saat itu Amy Carnaby masuk ke ruangan, dengan napas terengah-engah. Ia
mengulurkan sisa tali leher Shan Tung kepada Poirot dengan sikap khidmat dan
memandang pria itu dengan penuh harap.


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Poirot mengamati benda itu dengan teliti.
"Mais oui," katanya. "Ini jelas bekas dipotong."
Kedua wanita itu masih tetap memandangnya dengan penuh harap. Kemudian Poirot
berkata, "Saya akan menyimpan tali ini."
Dengan sikap yang tak kalah khidmatnya dimasukkannya benda itu ke dalam sakunya.
Kedua wanita itu mendesah lega. Poirot telah melakukan apa yang diharapkan kedua
wanita itu akan dilakukannya.
III Hercule Poirot mempunyai kebiasaan menguji segala kemungkinan.
Meskipun sekilas seakan tak mungkin Miss Carnaby terlibat dalam kasus itu,
karena jelas-jelas tolol dan agak linglung, Poirot tetap mewawancarai seorang
wanita ningrat yang semula tidak menerimanya dengan ramah. Ia keponakan mendiang
Lady Hartingfield. "Amy Carnaby?" tanya Miss Maltravers. "Tentu saja saya masih ingat dia. Dia baik
dan cocok sekali dengan Bibi Julia. Sangat suka anjing dan pandai membaca keras-
keras. Dia juga cerdik, dalam arti tidak pernah menentang orang cacat. Ada apa
dengan dia" Mudah-mudahan dia tidak mendapat kesulitan. Setahun yang lalu saya
memberinya referensi karena dia akan bekerja pada seorang wanita yang namanya
mulai dengan huruf H...."
Cepat-cepat Poirot menjelaskan bahwa Miss Carnaby masih bekerja pada wanita yang
dimaksud. Katanya, ada masalah kecil sehubungan dengan hilangnya seekor anjing.
"Amy Carnaby sangat mencintai anjing. Bibi saya punya seekor anjing peking.
Sebelum meninggal, ia mewariskan anjing itu kepada Miss Carnaby. Dan... Miss
Carnaby amat menyayangi anjing itu. Saya yakin, dia pasti sedih sekali ketika
anjing itu mati. Oh ya, dia wanita baik-baik. Tentu saja kita tidak bisa
mengatakan dia berotak cerdas."
Hercule Poirot sependapat bahwa, bagaimanapun juga, Miss Carnaby tak dapat
digambarkan sebagai wanita cerdas.
Selanjutnya dia mewawancarai penjaga taman, yang waktu itu ditanyai Miss
Carnaby... pada sore hari yang nahas itu. Hal itu dilakukan Poirot tanpa
kesulitan. Laki-laki itu masih ingat kejadian tersebut.
"Seorang wanita setengah baya, agak gemuk - namun masih normal - dia kehilangan
anjing peking-nya. Saya hafal dia - hampir setiap sore ke sini mengajak jalan-
jalan anjingnya. Saya melihatnya datang membawa anjing itu. Dia benar-benar
bingung ketika anjing itu hilang. Dia lari-lari menemui saya, menanyakan kalau-
kalau saya melihat orang membawa anjingnya! Yah, Anda lihat saja sendiri! Taman
ini penuh dengan segala macam anjing... terrier, peking, anjing Jerman... bahkan
jenis borzoi pun ada. Tentu saya tak bisa mengawasi setiap orang yang membawa
anjing peking." Hercule Poirot mengangguk sambil berpikir-pikir.
Kemudian ia pergi ke Bloomsbury Road Square Nomor 38.
Nomor 38, 39, dan 40 digabungkan menjadi Balaclava Private Hotel. Poirot menaiki
undakannya lalu mendorong sebuah pintu. Pintu itu membuka dan ia disambut aroma
kubis rebus serta sisa-sisa sarapan pagi. Ruangan di hadapannya agak suram. Di
sisi kirinya ada sebuah meja terbuat dari kayu mahoni dengan sebuah tanaman
chrysanthemum yang tampak menyedihkan. Di atas meja terdapat rak besar,
berbentuk kotak-kotak, penuh berisi tumpukan surat. Poirot memandangi rak itu
sambil berpikir keras selama beberapa menit. Kemudian ia mendorong pintu di
sebelah kanannya. Ruangan di baliknya merupakan ruang duduk dengan sebuah meja
kecil dan sejumlah kursi nyaman dengan pola yang sudah usang. Tiga wanita tua
dan seorang pria berpenampilan garang mengangkat kepala, memandang Hercule
Poirot dengan pandangan tajam dan penuh permusuhan. Wajah detektif itu memerah
lalu ia cepat-cepat menutup pintu itu kembali.
Ia menyusuri lorong, sampai ke bawah tangga. Di sisi kanannya, lorong itu
membelok, membentuk sudut siku-siku, ke arah ruangan yang jelas merupakan ruang
makan. Pada lorong tersebut, beberapa langkah darinya, ada sebuah pintu bertanda
"KANTOR". Poirot mengetuk pintu tersebut. Karena tidak mendapat jawaban, ia membukanya dan
melongok ke dalam. Ada sebuah meja besar di tengah ruangan, penuh kertas, tetapi
tak ada seorang pun di sana. Dia kemudian pergi ke ruang makan.
Seorang gadis berpenampilan murung dengan celemek kumal sedang menata meja untuk
makan siang. Tangannya membawa sebuah keranjang kecil penuh pisau dan garpu.
Hercule Poirot berkata dengan nada orang yang enggan mengganggu, "Maaf, bisakah
saya bertemu dengan pemilik hotel ini?"
Gadis itu membalas pandangannya dengan sorot mata letih dan tanpa gairah.
Katanya, "Entahlah."
Hercule Poirot berkata, "Tak ada siapa-siapa di kantor."
"Wah, entahlah. Saya tak tahu di mana dia."
"Mungkin," kata Hercule Poirot dengan sabar namun dengan nada menekan, "Anda
bisa mencarinya?" Gadis itu mendesah. Tugasnya sehari-hari, yang meletihkan, kini ditambah dengan
satu tugas lagi. Dia berkata dengan enggan, "Yah, akan saya coba."
Poirot mengucapkan terima kasih, lalu mengundurkan diri ke lorong. Dia tak
berani berhadapan sekali lagi dengan mereka yang sedang berada di ruang duduk.
Dia sedang mengamati rak penyimpan surat ketika aroma kuat bunga violet dari
Devonshire mendahului munculnya sang pemilik hotel.
Mrs. Harte seorang wanita yang suka melebih-lebihkan. Ia berseru, "Maaf, maaf,
saya sedang tak ada di kantor tadi. Anda membutuhkan kamar?"
Hercule Poirot menggumam, "Tidak persis seperti itu. Saya ingin bertanya, apakah
salah seorang kawan saya akhir-akhir ini menginap di sini. Kapten Curtis."
"Curtis," seru Mrs. Harte. "Kapten Curtis" Ah, rasanya saya pernah mendengar
namanya disebut-sebut."
Poirot tidak menanggapi. Wanita itu menggeleng kuat-kuat.
Poirot berkata, "Kalau begitu, Anda tidak pernah punya tamu bernama Kapten
Curtis?" "Yah... pasti tidak akhir-akhir ini. Tetapi... rasa-rasanya namanya saya kenal.
Bisakah Anda menggambarkan, seperti apa kawan Anda itu?"
"Ah, sulit sekali," kata Hercule Poirot. Lalu ia melanjutkan, "Rupanya, kalau
saya tidak keliru, banyak surat yang dialamatkan pada orang-orang yang
sebenarnya tidak menginap di sini, benarkah?"
"Ya, memang. Yang seperti itu sudah biasa di sini."
"Anda apakan surat-surat seperti itu?"
"Kami simpan selama beberapa waktu. Bisa saja orang yang dituju sewaktu-waktu
muncul. Tentu saja, kalau ada surat atau paket yang sudah lama dan tak ada yang
mengakuinya sebagai pemiliknya, semua itu akan kami kirimkan kembali ke kantor
pos." Hercule Poirot mengangguk sambil berpikir-pikir.
Katanya, "Saya mengerti." Lalu tambahnya, "Rupanya begitu. Saya menulis surat
pada kawan saya, ke sini."
Wajah Mrs. Harte kelihatan lega.
"Kalau begitu, masalahnya sudah jelas. Saya pasti melihat namanya pada salah
satu surat. Tapi, sungguh... banyak sekali pensiunan tentara yang menginap di
sini, atau sekadar mampir. Biar saya periksa dulu."
Dia memeriksa tumpukan surat di rak.
Hercule Poirot berkata, "Sudah tak ada di situ."
"Saya rasa sudah dikembalikan lewat tukang pos. Maaf sekali. Saya harap, itu
bukan sesuatu yang penting."
"Bukan... bukan... tidak penting."
Sementara Hercule Poirot melangkah ke arah pintu, Mrs. Harte - dengan aroma bunga
violet yang tajam menusuk - bergegas menyusulnya.
"Seandainya kawan Anda datang..."
"Rasanya tidak mungkin. Saya pasti telah membuat kesalahan..."
"Syarat-syarat kami di sini cukup longgar," kata Mrs. Harte. "Termasuk kopi
sesudah makan malam. Silakan melihat-lihat kamar yang tersedia...."
Dengan susah payah Hercule Poirot melepaskan diri dari wanita itu.
IV Ruang duduk milik Mrs. Samuelson lebih luas, perabotannya sedikit lebih mewah,
dan ada alat pemanas sentralnya - itu jika dibandingkan dengan milik Lady Hoggin.
Dengan hati-hati Hercule Poirot melangkah di antara meja-meja kecil yang
berlapis keemasan dan kelompok-kelompok patung tertentu.
Mrs. Samuelson lebih jangkung daripada Lady Hoggin dan rambutnya dicat dengan
peroksida. Anjing peking-nya bernama Nanki Poo. Dengan mata melotot angkuh,
Nanki Poo mengawasi Hercule Poirot. Miss Keble, yang diupah Mrs. Samuelson untuk
menemaninya, adalah wanita kurus kering. Satu-satunya persamaannya dengan Miss
Carnaby yang gemuk adalah cara bicaranya yang terengah-engah. Dia juga
dipersalahkan karena hilangnya Nanki Poo.
"Tapi sungguh, Mr. Poirot, kejadiannya benar-benar luar biasa. Terjadinya hanya
dalam waktu sekejap. Di luar Harrods. Seorang perawat menanyakan jam berapa..."
Poirot menyela, "Perawat" Perawat rumah sakit?"
"Bukan, bukan... perawat anak... tepatnya, pengasuh bayi. Aduh, bayinya manis
sekali. Lucu dan menggemaskan. Pipinya merah. Orang bilang, tak ada anak yang
kelihatan sehat di London ini, tapi saya yakin yang itu..."
"Ellen," tukas Mrs. Samuelson.
Wajah Miss Keble memerah, ia terbata-bata, lalu berdiam diri.
Mrs. Samuelson berkata dengan suara masam, "Dan sementara Miss Keble bercanda
dengan si bayi - yang tak ada urusannya dengannya - penjahat yang kejam itu memotong
tali pengikat Nanki Poo dan membawanya lari."
Miss Keble menggumam, air matanya berlinang. "Terjadinya hanya sedetik. Saya
menoleh, dan anjing itu sudah tak ada... hanya tinggal sisa potongan talinya.
Mungkin Anda ingin melihat potongan tali itu, Mr. Poirot?"
"Tidak perlu," tukas Poirot cepat-cepat. Dia tak ingin mengoleksi potongan tali
pengikat anjing. "Dan kemudian," katanya melanjutkan, "tak lama sesudah itu Anda
menerima sepucuk surat?"
Cerita selanjutnya persis sama - surat itu - ancaman akan keselamatan Nanki Poo.
Hanya dua hal yang berbeda... uang tebusan yang diminta adalah tiga ratus pound,
dan harus dialamatkan pada Komandan Blackleigh, Harrington Hotel, Clonmel
Gardens 76, Kensington. Mrs. Samuelson melanjutkan, "Ketika Nanki Poo sudah aman berada di tangan saya
lagi, saya datang sendiri ke sana, Mr. Poirot. Ya, tiga ratus pound kan tidak
sedikit." "Memang tidak sedikit."
"Yang pertama saya lihat adalah surat saya, dengan uang di dalamnya, ada pada
semacam rak yang menempel di dinding. Ketika menunggu munculnya pemilik hotel,
saya selipkan surat itu ke dalam tas saya. Sayangnya..."
Poirot melanjutkan. "Sayangnya, ketika Anda membukanya, isinya hanya kertas-
kertas kosong." "Bagaimana Anda bisa tahu?" tanya Mrs. Samuelson dengan penuh kagum.
Poirot mengangkat bahu. "Jelas sekali, ch?re Madame, penculiknya pasti sudah mengambil uang itu sebelum
mengembalikan anjingnya. Dia telah mengganti uang itu dengan kertas-kertas
kosong dan mengembalikan amplop surat itu ke rak, supaya jangan ada yang
bertanya-tanya kalau surat itu tak ada di sana."
"Tak ada orang bernama Komandan Blackleigh yang menginap di sana."
Poirot tersenyum. "Tentu saja suami saya amat kesal karena kasus ini. Tepatnya, dia marah besar...
dia mengamuk!" Dengan hati-hati Poirot berkata, "Anda tidak... eh... tidak meminta nasihatnya
sebelum mengirimkan uang itu?"
"Tentu saja tidak," kata Mrs. Samuelson dengan mantap.
Poirot menatap wanita itu dengan pandangan bertanya. Mrs. Samuelson menjelaskan,
"Saya tak berani mengambil risiko sedetik pun. Saya tak mau membuang-buang
waktu. Laki-laki biasanya cerewet bila urusannya menyangkut uang. Jacob pasti
akan menyuruh saya menghubungi polisi. Saya tak mau mengambil risiko itu. Nanki
Poo, anjing kesayangan saya. Sesuatu yang mengerikan bisa terjadi padanya. Tentu
saja, sesudahnya saya bilang juga pada suami saya, sebab saya harus menjelaskan
uang yang saya ambil dari bank itu."
Poirot menggumam, "Ya... benar...."
"Belum pernah saya melihatnya mengamuk seperti itu. Dasar laki-laki!" Mrs.
Samuelson membetulkan letak gelang dan cincin-cincin berlian yang menghiasi
tangan dan jarinya. "Laki-laki hanya memikirkan uang!"
V Dengan lift Hercule Poirot naik ke kantor Sir Joseph Hoggin. Diserahkannya kartu
namanya, dan ia diberitahu bahwa saat itu Sir Joseph sedang sibuk, namun tak
lama lagi akan segera menemuinya. Akhirnya, seorang gadis menarik berambut
pirang keluar dari ruangan Sir Joseph dengan tangan penuh kertas. Gadis itu
memandang Poirot sekilas - pandangannya tajam dan meremehkan.
Sir Joseph duduk di belakang meja mahoni yang lebar. Di dagunya ada bekas
lipstik. "Well, Mr. Poirot" Silakan duduk. Ada berita baru?"
Hercule Poirot berkata, "Masalah ini sebenarnya sangat sederhana namun menarik.
Pada setiap kasus, uang tebusan harus dikirimkan ke sebuah hotel kecil atau
rumah penginapan - tempat tak ada penjaga pintu atau petugas penerima tamu - dan
tempat ada banyak tamu keluar-masuk setiap hari... termasuk sejumlah besar
pensiunan militer. Mudah sekali seseorang masuk ke tempat-tempat seperti itu,
tanpa mencurigakan, mengambil sepucuk surat dari rak penyimpan surat... lalu
mengambil uangnya atau mengganti isi amplop dengan kertas-kertas kosong.
Karenanya, dalam setiap kasus, jejaknya berakhir di tempat-tempat seperti itu."
"Maksud Anda, Anda tak punya gambaran siapa sesungguhnya pelakunya?"
"Saya punya sejumlah dugaan. Saya butuh beberapa hari lagi untuk
membuktikannya." Sir Joseph memandang tamunya dengan penuh minat.
"Bagus. Jadi, kalau Anda sudah punya sesuatu untuk dilaporkan..."
"Saya akan melaporkannya pada Anda, di rumah Anda."
Sir Joseph berkata, "Kalau berhasil membongkar kasus ini Anda telah bekerja
dengan sebaik-baiknya."
Hercule Poirot menyahut dengan cepat, "Tak ada kata gagal dalam kamus saya.
Hercule Poirot tak pernah gagal."
Sir Joseph Hoggin memandang tamunya dan menyeringai.
"Anda sangat yakin akan kemampuan Anda, bukan?" pancingnya.
"Dengan alasan yang masuk akal."
"Oh, baiklah," kata Sir Joseph sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Kesombongan akan runtuh sebelum Anda jatuh, ya, kan?"
VI Hercule Poirot, sambil duduk di depan radiator listriknya (dan puas melihat
bentuknya yang rapi dan geometris), sedang memberikan sejumlah perintah kepada
pelayannya yang setia. Ia juga menambahkan beberapa fakta penting.
"Kau sudah paham, George?"
"Sempurna, Sir."
"Lebih mungkin sebuah flat atau maisonette. Dan pasti ada dalam batas-batas
tertentu. Di sebelah selatan Kensington Gardens, sebelah timur Kensington
Church, sebelah barat Knightsbridge Barracks, dan sebelah utara Fulham Road."
"Saya mengerti benar, Sir."
Poirot menggumam, "Kasus kecil yang menarik. Ada bukti suatu kemampuan
berorganisasi yang hebat. Dan... tentu saja, kemampuan aktor utamanya untuk
menghilang dari pandangan... ya, Singa dari Nemea itu sendiri... kalau aku boleh
menjulukinya begitu. Ya, kasus sepele namun sangat menarik. Seharusnya aku makin
tertarik pada klienku... tapi sayang dia amat mirip dengan pemilik pabrik sabun
di Liege, yang meracuni istrinya agar bisa menikah dengan sekretarisnya yang
berambut pirang. Ya, salah satu kasus pertamaku."
George menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berkata dengan sungguh-sungguh,
"Gadis-gadis berambut pirang itu, Sir... mereka menimbulkan banyak kesulitan."
VII Tiga hari kemudian George yang setia dan dapat diandalkan berkata, "Ini
alamatnya, Sir." Hercule Poirot menyambut secarik kertas yang diulurkan kepadanya.
"Bagus sekali, George. Dan harinya apa?"
"Setiap Kamis, Sir."
"Setiap Kamis. Untung benar, hari ini Kamis. Jadi, aku tak boleh membuang
waktu." Dua puluh menit kemudian Hercule Poirot menaiki tangga sebuah gedung apartemen
yang tidak mencolok mata, di sisi sebuah jalan sempit, yang bercabang dari
sebuah jalan yang lebih besar. Rosholm Mansions Nomor 10 terletak di lantai tiga
alias lantai paling atas. Tidak ada lift di gedung itu. Poirot menaiki tangga
yang melingkar-lingkar ke atas.
Dia berhenti sejenak di puncak tangga, menarik napas dalam-dalam. Dari balik
pintu nomor 10 terdengar salak seekor anjing.
Sambil tersenyum sekilas, Hercule Poirot mengangguk-angguk. Dia memencet bel
pintu nomor 10. Suara salak anjing terdengar makin keras. Ada langkah-langkah kaki mendekati


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu, lalu... pintu itu dibuka....
Miss Amy Carnaby kaget sekali, tangannya memegangi dadanya yang gemuk.
"Anda izinkan saya masuk?" tanya Hercule Poirot, dan tanpa menunggu jawaban ia
melangkah masuk. Pintu di sebelah kanannya membuka ke arah ruang duduk. Poirot masuk ke sana. Di
belakangnya Miss Amy Carnaby membuntutinya seperti orang linglung.
Ruang duduk itu sangat kecil dan penuh perabotan. Di antara perabotan yang
berserakan, tampak sesosok tubuh manusia, seorang wanita tua terbaring di atas
sofa yang didekatkan ke perapian dari gas. Ketika Poirot masuk, seekor anjing
peking melompat menerjangnya dan menyalak-nyalak dengan galak.
"Aha," kata Poirot. "Sang aktor utama! Hormat dan pujiku untukmu, kawan."
Ia membungkuk dan mengulurkan tangannya. Anjing itu mengendus-endus, sementara
sepasang matanya yang bersinar cerdik mengawasi wajah tamunya.
Miss Carnaby menggumam tak jelas, "Jadi Anda sudah tahu?"
Hercule Poirot mengangguk.
"Ya, saya tahu." Dia berpaling ke arah wanita yang terbaring di sofa. "Kakak
Anda, ya?" Secara otomatis Miss Carnaby menjawab, "Ya, ini Emily. Kenalkan, ini Mr.
Poirot." Emily Carnaby tertegun. Dia berkata, "Oh!"
Amy Carnaby berkata. "Augustus..."
Anjing peking itu berpaling ke arahnya... ekornya bergoyang-goyang... kemudian
kembali mengawasi tangan tamunya. Sekali lagi ekornya bergoyang-goyang.
Dengan ramah Hercule Poirot mengangkat anjing itu, lalu duduk dengan si anjing
di pangkuannya. Katanya, "Dengan demikian, saya telah berhasil menangkap Singa dari Nemea. Tugas
saya sudah selesai."
Amy Carnaby berkata dengan suara kering dan kaku, "Benarkah Anda telah tahu
semuanya?" Poirot mengangguk. "Saya rasa begitu. Anda mengorganisasi bisnis ini... dengan bantuan Augustus.
Anda membawa anjing majikan Anda untuk berjalan-jalan... seperti biasa. Anda
bawa kemari, lalu Anda pergi ke taman bersama Augustus. Seperti biasa, penjaga
taman melihat Anda menuntun seekor anjing peking. Gadis pengasuh bayi itu, kalau
kita bisa menemukannya, tentunya juga akan bersaksi bahwa Anda sedang menuntun
seekor anjing peking ketika bercakap-cakap dengannya. Kemudian, sementara
bicara, Anda potong tali pengikat Augustus - yang sudah Anda latih - untuk segera
kembali ke sini. Beberapa menit kemudian Anda berteriak-teriak kebingungan
karena kehilangan anjing."
Hening beberapa saat. Kemudian Miss Carnaby menegakkan duduknya, dan dengan
sikap penuh keyakinan dan harga diri berkata, "Ya. Itu semua memang benar.
Saya... saya takkan membantahnya."
Wanita invalid yang terbaring di sofa itu kini menangis.
Poirot berkata, "Anda tak punya alasan atau sanggahan apa pun, Mademoiselle?"
Miss Carnaby berkata, "Tidak. Saya ini pencuri... dan sekarang saya tertangkap
basah." Poirot menggumam, "Anda tak punya alasan apa pun... untuk membela diri,
misalnya?" Tiba-tiba pipi Amy Carnaby memerah. Katanya, "Saya... saya tidak menyesali apa
yang sudah saya lakukan. Tapi... saya rasa Anda orang yang baik hati, Mr.
Poirot, dan mungkin Anda mau mengerti. Ya, saya sebenarnya sangat takut."
"Takut?" "Ya. Mungkin sulit bagi pria untuk mengerti hal ini. Tapi masalahnya begini.
Saya ini semakin tua, tidak pintar, dan tak punya kepandaian apa-apa. Saya amat
takut memikirkan masa depan. Selama ini saya tak mampu menyisihkan uang untuk
menabung - bagaimana mungkin, sementara ada Emily yang membutuhkan perawatan
khusus" Dan... kalau saya semakin tua dan semakin tak kuat, takkan ada lagi yang
mau menyewa tenaga saya. Orang lebih suka menyewa tenaga muda yang kuat dan
cekatan. "Saya kenal banyak wanita tua seperti saya... Tak ada yang mau menampung mereka,
dan mereka terpaksa tinggal dalam sebuah kamar sempit, tanpa pemanas, tanpa
makanan cukup, dan akhirnya... bahkan untuk membayar sewa kamar pun mereka tak
mampu.... Memang ada yayasan-yayasan yang bisa menampung mereka... tapi untuk
masuk ke sana pun tak mudah, kecuali jika kita punya kenalan yang berpengaruh...
dan orang-orang seperti saya ini tak punya siapa-siapa yang bisa diandalkan....
"Banyak sekali wanita seperti saya... wanita tua yang tak berguna, tak punya
keterampilan... dan hanya bisa menunggu nasib dengan penuh ketakutan...."
Suara Miss Carnaby bergetar. Katanya melanjutkan, "Dan kemudian... beberapa di
antara kami berkumpul... dan saya tawarkan gagasan ini. Karena punya Augustus,
saya berani menawarkan gagasan itu. Anda pasti tahu, bagi orang yang tidak tahu,
anjing peking amat mirip satu sama lain. Seperti halnya kalau kita melihat orang
Cina. Tentu saja itu tidak benar. Siapa pun yang mengenal Augustus dengan baik,
takkan keliru menyangka dia Nanki Poo atau Shan Tung, atau anjing peking
lainnya. Satu hal sudah jelas, dia jauh lebih cerdas dibandingkan anjing-anjing
lainnya. Dia juga jauh lebih tampan. Tapi, seperti kata saya tadi, bagi
kebanyakan orang, anjing peking adalah anjing peking. Augustus menimbulkan
gagasan di benak saya, dan melihat kenyataan bahwa banyak sekali wanita kaya
punya anjing peking."
Poirot berkata sambil tersenyum samar, "Bisnis ini pasti amat menguntungkan!
Berapa anggota... eh... komplotan ini" Atau, mungkin lebih baik jika saya
tanyakan, seberapa seringkah operasi ini berhasil?"
Miss Carnaby menjawab dengan ringkas, "Shan Tung adalah yang keenam belas."
Hercule Poirot menaikkan alisnya.
"Saya ucapkan selamat kepada Anda. Organisasi Anda pasti sangat rapi."
Emily Carnaby berkata, "Amy Carnaby sejak dulu pandai berorganisasi. Ayah kami -
beliau pendeta Gereja Kellington di Essex - selalu mengatakan Amy sangat pandai
membuat rencana. Dialah yang selalu mengatur dan menyiapkan pertemuan-pertemuan
sosial dan berbagai bazar."
Poirot berkata sambil sedikit membungkukkan badan, "Saya sependapat. Sebagai
kriminalis, Mademoiselle, Anda termasuk yang kelas satu."
Amy Carnaby menjerit. "Kriminalis! Oh, astaga, ya, mungkin memang begitu.
Tapi... tapi saya tak pernah merasa begitu."
"Bagaimana perasaan Anda?"
"Tentu saja Anda benar. Ini melanggar hukum. Tapi... cobalah mengerti bahwa...
oh, bagaimana harus saya jelaskan" Hampir semua wanita kaya yang mempekerjakan
kami itu sangat kasar dan tidak menyenangkan. Misalnya Lady Hoggin, dia tak
pernah menjaga kata-katanya. Pernah dia bilang obat tonikum yang diminumnya
rasanya aneh, dan dia menuduh saya telah mengutak-atik obat itu. Pokoknya mereka
rewel dan cerewet." Wajah Miss Carnaby memerah. "Sungguh menjengkelkan. Sialnya,
kami tak berdaya untuk membalas kekasaran mereka, dengan kata-kata atau dengan
sikap melawan. Ini sungguh menjengkelkan... itu kalau Anda mengerti apa yang
saya ceritakan." "Saya bisa mengerti," kata Hercule Poirot.
"Itu belum seberapa. Setiap hari kami melihat bagaimana uang diboroskan untuk
hal-hal yang tidak berguna.... Oh, itu membuat kami sakit hati. Dan Sir Joseph,
kadang-kadang dia mengatakan ada masalah di kota... sesuatu yang menurut saya -
tentu saja, saya tahu otak saya ini otak perempuan yang tak tahu apa-apa tentang
seluk-beluk masalah keuangan - tidak jujur. Nah, Anda pun tahu, Mr. Poirot, semua
itu... semua itu membuat saya kesal, dan saya merasa bahwa mengambil sedikit
uang dari orang-orang yang tidak akan merasa kehilangan, dari orang-orang yang
memperolehnya dengan jalan tidak benar itu - yah... saya rasa itu tidak terlalu
salah...." Poirot menggumam, "Robin Hood modern! Katakan, Miss Carnaby, pernahkah Anda
terpaksa harus melaksanakan ancaman Anda - seperti di surat-surat itu?"
"Ancaman?" Miss Carnaby memandang tamunya dengan kaget sekali.
"Tak pernah! Sekali pun tak pernah! Tak terbayangkan oleh saya bahwa saya akan
tega melakukannya! Itu hanyalah... hanyalah sentuhan artistik!"
"Sangat artistik. Dan berhasil."
"Ya, tentu saja saya yakin itu akan berhasil. Saya tahu bagaimana perasaan saya
seandainya itu terjadi pada Augustus. Dan saya harus yakin benar wanita-wanita
itu takkan menceritakannya pada suami-suami mereka, sampai masalahnya sudah
selesai. Setiap rencana kami selalu berhasil dengan baik. Dalam sembilan dan
sepuluh kasus, anggota kami sendiri yang disuruh mengantarkan uang tebusannya.
Biasanya amplop itu kami buka dengan hati-hati - dengan menguapinya - kami ambil
uangnya, dan menggantinya dengan kertas-kertas kosong. Satu-dua kali nyonya kaya
itu sendiri yang mengeposkannya. Dalam hal itu, tentu saja anggota kami harus
pergi ke hotel untuk mengambil suratnya dari rak. Tapi, itu pun bisa dilakukan
dengan mudah." "Dan, cerita tentang pengasuh bayi itu" Apakah selalu pengasuh bayi?"
"Ah, Mr. Poirot, wanita-wanita tua yang tidak menikah seperti kami ini sangat
terkenal suka akan bayi-bayi. Jadi, rasanya wajar apabila mereka begitu tertarik
melihat bayi hingga lupa segala-galanya."
Hercule Poirot mendesah. Katanya, "Dasar psikologis Anda sangat bagus,
organisasi Anda kelas satu, dan Anda juga aktris yang sangat berbakat.
Penampilan Anda waktu itu, ketika saya mewawancarai Lady Hoggin, sama sekali tak
diragukan. Jangan merendahkan kemampuan Anda sendiri, Miss Carnaby. Anda mungkin
disebut orang wanita yang tak punya keterampilan, tapi tentang otak dan
keberanian Anda... dua-duanya amat istimewa."
Miss Carnaby menanggapi sambil tersenyum samar, "Tapi saya telah tertangkap
basah, Mr. Poirot." "Hanya oleh SAYA. Itu tak bisa dihindari! Ketika saya mewawancarai Mrs.
Samuelson, saya segera menyadari penculikan Shan Tung adalah bagian dari
rangkaian kejahatan yang sama. Sebelum itu saya sudah berhasil tahu Anda pernah
mendapat warisan seekor anjing peking dan bahwa Anda punya seorang kakak
perempuan yang invalid. Langkah saya selanjutnya adalah menugaskan pelayan saya
yang setia untuk mencari sebuah flat kecil, dalam radius tertentu dari
Kensington Gardens, yang dihuni seorang wanita invalid yang punya seekor anjing
peking, dan yang seminggu sekali, secara teratur, dikunjungi adiknya - pada saat
adiknya itu punya hari libur. Sederhana sekali."
Amy Carnaby menegakkan duduknya. Katanya, "Anda telah sangat berbaik hati.
Karena itu, saya berani mengajukan sebuah permintaan kepada Anda. Saya tahu,
saya tak dapat menghindari hukuman karena apa yang telah saya lakukan. Saya
rasa, saya akan dikirim ke penjara. Tapi, seandainya Anda bisa, M. Poirot,
tolonglah agar hal ini tidak dipublikasikan. Akan sangat berat bagi Emily... dan
bagi mereka yang mengenal kami sejak dulu. Bolehkah saya masuk ke penjara
dengan... misalnya... nama palsu" Atau... permintaan ini sendiri tidak benar?"
Hercule Poirot menanggapi, "Saya rasa, saya dapat melakukan yang jauh lebih baik
dari itu. Tapi pertama-tama, saya minta satu hal: bisnis ini harus dihentikan.
Tak boleh lagi ada anjing menghilang. Selesai. Titik!"
"Ya! Oh ya!" "Dan uang yang Anda ambil dari Lady Hoggin harus dikembalikan!"
Amy Carnaby menyeberangi ruangan, membuka laci sebuah meja, dan kembali sambil
membawa sebuah bungkusan yang kemudian diserahkannya kepada Poirot.
"Rencananya akan saya serahkan ke perkumpulan hari ini."
Poirot menerima uang itu dan menghitungnya. Ia bangkit berdiri.
"Saya rasa, Miss Carnaby, saya akan bisa membujuk Sir Joseph agar tidak menuntut
Anda." "Oh, Mr. Poirot!"
Amy Carnaby mengatupkan kedua tangannya. Emily menjerit senang. Augustus
menyalak dan menggoyang-goyangkan ekornya.
"Dan tentang kau, mon ami," kata Poirot kepada anjing itu, "ada satu
permintaanku padamu. Yang kubutuhkan adalah kulitmu - yang membuat pemakainya tak
terlihat. Dalam semua kasus ini, tak seorang pun mengira ada anjing lain yang
terlibat. Augustus mempunyai kulit seperti Singa dari Nemea yang membuatnya bisa
tak terlihat." "Tentu saja, Mr. Poirot, menurut legenda, anjing peking dahulu adalah singa. Dan
sampai saat ini mereka masih berhati singa!"
"Saya rasa, Augustus adalah anjing peking yang diwariskan Lady Hartingfield
kepada Anda dan telah dilaporkan mati, ya, kan" Tidakkah Anda mengkhawatirkan
keselamatannya bila dia harus menyeberang jalan sendirian?"
"Oh, tidak, Mr. Poirot. Augustus sangat pandai menyiasati lalu lintas. Saya
telah melatihnya dengan baik. Dia bahkan mengerti prinsip yang berlaku di Jalan
Satu Jurusan." "Kalau begitu," kata Hercule Poirot, "dia lebih pandai dari manusia pada
umumnya!" VIII Sir Joseph menerima Hercule Poirot di ruang kerjanya. Katanya, "Well, Mr.
Poirot" Apakah kesombongan Anda ada buktinya?"
"Pertama-tama, izinkan saya mengajukan sebuah pertanyaan," kata Poirot setelah
ia duduk. "Saya tahu siapa pelakunya dan saya rasa bisa mengumpulkan bukti-bukti
yang kuat untuk menyeretnya ke meja hijau. Tetapi, jika itu yang kita lakukan,
mungkin uang Anda takkan kembali."
"Uang saya takkan kembali?"
Wajah Sir Joseph berubah jadi ungu.
Hercule Poirot melanjutkan, "Tetapi saya bukan polisi. Dalam kasus ini, saya
bekerja semata-mata karena permintaan Anda. Saya rasa, saya bisa memperoleh
kembali uang Anda seutuhnya jika Anda bersedia tidak melakukan tuntutan apa
pun." "Eh?" sahut Sir Joseph. "Kalau begitu, harus saya pikirkan dulu."
"Keputusan sepenuhnya berada di tangan Anda. Terus terang, kalau Anda akan
mengajukan tuntutan, pasti akan ada publikasi. Banyak yang akan tahu."
"Ya, benar. Lalu mengapa?" tanya Sir Joseph dengan suara tajam. "Bisa saja
sewaktu-waktu uang mereka yang akan hilang. Satu hal yang amat saya benci adalah
ditipu mentah-mentah. Orang yang menipu saya takkan selamat."
"Baiklah kalau begitu. Jadi, apa keputusan Anda?"
Sir Joseph memukul meja dengan tinjunya. "Saya akan menuntut orang itu. Takkan
saya biarkan orang menipu saya mentah-mentah... dua ratus pound...."
Hercule Poirot bangkit, melangkah ke meja tulis, menulis cek sebesar dua ratus
pound, dan mengulurkannya kepada si tuan rumah.
Sir Joseph berkata dengan suara lirih, "Huh, sialan! Siapakah dia?"
Poirot menggeleng. "Jika Anda menerima uangnya, Anda tak boleh bertanya-tanya lagi!"
Sir Joseph melipat cek itu dan mengantonginya.
"Sayang sekali. Tetapi uang ini jauh lebih penting. Dan, berapa utang saya pada
Anda, Mr. Poirot?" "Upah saya tidak akan tinggi. Seperti kata saya dulu, kasus ini sangat tidak
penting." Ia berhenti sejenak... kemudian menambahkan. "Sekarang... hampir semua
kasus yang saya tangani menyangkut pembunuhan...."
Sir Joseph tampak kaget. "Pasti amat menarik, ya?" katanya.
"Kadang-kadang memang menarik. Anehnya, Anda mengingatkan saya akan kasus-kasus
awal yang saya tangani di Belgia, dulu, bertahun-tahun yang lalu. Tokoh utamanya
amat mirip dengan Anda - maksud saya penampilannya. Dia pemilik pabrik sabun yang
kaya raya. Dia meracuni istrinya agar bisa menikah dengan sekretarisnya. Ya...
kemiripannya dengan Anda sungguh luar biasa...."
Terdengar desah tercekat dari bibir Sir Joseph... bibir yang kini berubah
menjadi biru mengerikan. Warna merah telah lenyap dari wajahnya. Matanya
melotot, seakan hendak copot. Dia terpana menatap Hercule Poirot, sementara
duduknya agak merosot. Kemudian, dengan tangan gemetar, ia merogoh sakunya. Dikeluarkannya cek itu dan
dirobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil.
"Lihat... lihat ini! Itu upah Anda."
"Oh, Sir Joseph, upah saya takkan sebesar itu."
"Tak jadi soal. Ambil saja semuanya."
"Akan saya serahkan kepada mereka yang lebih membutuhkan."
"Terserah Anda."
Poirot mencondongkan badannya ke depan. Katanya, "Saya rasa sebenarnya tak perlu
saya ulangi lagi, Sir Joseph. Tapi... dalam kedudukan Anda saat ini, seharusnya
Anda bersikap sangat hati-hati."
Sir Joseph berkata, suaranya hampir-hampir tak terdengar, "Anda tak perlu
khawatir. Saya akan sangat hati-hati."
Hercule Poirot meninggalkan rumah itu. Sambil menuruni tangga, ia berkata pada
diri sendiri, "Jadi... dugaanku benar."
IX Lady Hoggin berkata pada suaminya, "Aneh, tonikum ini lain rasanya. Tidak pahit
lagi. Mengapa, ya?" Sir Joseph menggeram, "Apotek! Tidak cermat! Selalu keliru meramu obat."
Lady Hoggin berkata dengan bingung, "Benarkah mereka ceroboh?"
"Tentu saja. Siapa lagi kalau bukan mereka?"


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa laki-laki itu telah berhasil menangkap penculik Shan Tung?"
"Ya. Uangku juga sudah kembali."
"Siapa penculiknya?"
"Dia tak mau bilang. Orang aneh, si Hercule Poirot itu. Tapi kau tak perlu
cemas." "Dia laki-laki kecil yang agak aneh, ya?"
Sir Joseph bergidik. Matanya melirik ke samping, seakan-akan ia merasakan
kehadiran Hercule Poirot yang tak terlihat di belakang bahu kanannya. Rasa-
rasanya, seumur hidup ia akan terus-menerus merasa dimata-matai pria itu.
Katanya, "Laki-laki kecil yang cerdik seperti setan!"
Dan, pada dirinya sendiri ia berkata, "Biarlah Greta marah-marah! Aku tak sudi
mempertaruhkan leherku demi seorang gadis berambut pirang!"
X "Oh!" Amy Carnaby menatap cek senilai dua ratus pound itu dengan tak percaya. Dia
berseru, "Emily! Emily! Dengar, kubacakan, ya.
"Miss Carnaby yang baik,
Izinkan saya menyumbang untuk dana perkumpulan Anda sebelum perkumpulan itu
akhirnya dibubarkan. Sahabat Anda yang baru, Hercule Poirot." "Amy," kata Emily Carnaby, "kau sangat beruntung. Bayangkan, seharusnya kau saat
ini ada di mana..." "Wormwood Scrubbs... atau Holloway," gumam Amy Carnaby. "Tapi, semua ini sudah
selesai... ya, kan, Augustus" Tak ada lagi acara jalan-jalan di taman, dengan
Mama dan teman-teman Mama yang membawa gunting kecil."
Matanya menerawang. Ia mendesah.
"Augustus sayang! Rasanya sia-sia... Kau amat cerdas... Aku bisa mengajarimu apa
saja...." 2 HYDRA PENGHUNI RAWA LERNA
I HERCULE POIROT memandang pria yang duduk di depannya dengan pandangan memberi
semangat. Dr. Charles Oldfield berusia kira-kira empat puluh tahun. Rambutnya yang
berwarna terang sedikit abu-abu di kedua pelipisnya. Matanya yang biru
menyorotkan kecemasan hatinya. Tubuhnya agak bungkuk dan keseluruhan gerak-
geriknya menandakan pria itu agak peragu. Lebih dari itu, tampaknya amat sulit
baginya berbicara langsung mengenai pokok persoalannya.
Dia berkata, agak terbata-bata, "Saya datang menemui Anda, M. Poirot, dengan
sebuah permintaan yang ganjil. Dan sekarang, setelah ada di sini, rasanya ingin
saya batalkan saja niat saya semula. Sebab, sekarang setelah saya renungkan
baik-baik masalah saya ini, ternyata ini masalah yang tak mungkin dipecahkan
siapa pun." Hercule Poirot menggumam, "Dalam hal itu, izinkan saya yang menilainya."
Oldfield bergumam pelan, "Entah mengapa, saya tadinya berpikir, mungkin..."
Kata-katanya terputus. Hercule Poirot menyelesaikan kalimat itu, "Mungkin saya bisa membantu Anda" Eh
bien, mungkin saja saya memang bisa. Katakan, apa masalah Anda."
Oldfield menegakkan duduknya. Sekali lagi Poirot melihat, betapa cekung dan
murung wajah pria di depannya.
Oldfield berkata, suaranya seperti orang putus asa, "Anda tahu, tak ada gunanya
melapor kepada polisi.... Mereka takkan bisa berbuat apa-apa. Tapi, masalah ini
semakin lama semakin memburuk. Saya... saya tidak tahu apa yang harus saya
lakukan..." "Apa yang menjadi semakin buruk?"
"Desas-desus... Oh, M. Poirot, sebenarnya awalnya sangat sederhana. Kira-kira
setahun yang lalu istri saya meninggal. Sudah bertahun-tahun dia invalid. Mereka
bilang, setiap orang bilang bahwa saya membunuhnya... bahwa saya meracuninya!"
"Aha," kata Poirot. "Dan, apakah Anda memang meracuninya?"
"M. Poirot!" Dr. Oldfield terlompat dari duduknya.
"Tenang, tenang," kata Hercule Poirot. "Silakan duduk lagi. Kalau begitu, kita
akan mulai dari kenyataan ini... bahwa Anda tidak meracuni istri Anda. Tetapi,
setahu saya, Anda berpraktek di sebuah pedesaan...."
"Ya. Market Loughborough... di kawasan Berkshire. Saya sebenarnya sudah
menyadari sejak awal, di tempat-tempat seperti itu orang suka bergosip. Yang tak
pernah terbayangkan oleh saya adalah akibatnya bisa separah ini." Dia memajukan
kursinya sedikit. "M. Poirot, mungkin Anda tak bisa membayangkan apa yang sudah
saya alami. Mula-mula, saya tak sadar gosip itu ada hubungannya dengan diri
saya. Saya memang tahu orang-orang mulai bersikap kurang ramah dan selalu
berusaha menghindar bila berpapasan dengan saya... tetapi saya anggap itu karena
keadaan saya sekarang. Kemudian segalanya menjadi semakin jelas. Di jalan-jalan,
orang bahkan sengaja menyeberang bila hendak berpapasan dengan saya. Praktek
saya menurun. Ke mana pun pergi saya selalu mendengar orang berbisik-bisik di
belakang saya, saya merasa ada mata-mata yang mengawasi segala gerak-gerik saya
dan lidah-lidah beracun yang membisikkan ancaman-ancaman maut. Saya menerima
satu-dua surat... sungguh menjijikkan."
Ia berhenti sejenak... kemudian melanjutkan, "Dan... dan saya tak tahu harus
berbuat apa. Saya tak tahu harus bagaimana melawan ini semua... gosip, kabar
bohong, dan kecurigaan yang tak berdasar. Bagaimana orang akan melawan atau
menyangkal yang tak pernah secara terbuka dikatakan kepadanya" Saya ini tak
berdaya... terperangkap... serta pelan-pelan dan tanpa ampun saya sedang
dihancurkan." Poirot mengangguk sambil berpikir-pikir. Katanya, "Ya. Desas-desus atau gosip
bagaikan sembilan kepala Hydra, ular penghuni Rawa Lerna, yang tak mungkin
dibasmi, sebab secepat sebuah kepala terpenggal, secepat itu pula di tempat yang
sama akan muncul dua kepala."
Dr. Oldfield berkata, "Tepat sekali. Tak ada yang bisa saya lakukan... tak ada!
Saya datang kepada Anda sebagai harapan saya yang terakhir... tetapi rasanya
Anda pun tak mungkin bisa membantu saya."
Hercule Poirot diam selama beberapa saat. Kemudian dia berkata, "Anda keliru.
Masalah Anda menarik minat saya, Dr. Oldfield. Saya ingin menguji kemampuan saya
untuk membunuh monster berkepala banyak ini. Pertama-tama, ceritakan situasi
yang menimbulkan gosip yang berbahaya ini. Istri Anda meninggal, kira-kira
setahun yang lalu. Apa penyebab kematiannya?"
"Radang lambung."
"Apakah waktu itu dilakukan autopsi?"
"Tidak. Dia telah cukup lama menderita karena ada masalah dengan lambungnya."
Poirot mengangguk. "Gejala-gejala radang lambung dan keracunan arsenikum amat mirip - suatu kenyataan
yang dewasa ini sudah menjadi pengetahuan umum. Siapa saja tahu. Dalam sepuluh
tahun terakhir ini, sekurang-kurangnya ada empat kasus pembunuhan yang
sensasional, yaitu korbannya telah dikuburkan tanpa kecurigaan dan dilengkapi
dengan surat keterangan bahwa korban meninggal karena radang lambung. Apakah
istri Anda lebih tua atau lebih muda dari Anda?"
"Dia lima tahun lebih tua."
"Berapa lama Anda menikah dengannya?"
"Lima belas tahun."
"Apakah dia meninggalkan sejumlah warisan?"
"Ya. Dia wanita yang cukup kaya. Dia mewariskan uang kira-kira 30.000 pound."
"Jumlah yang sangat besar. Itu diwariskan kepada Anda?"
"Ya." "Apakah hubungan Anda dan istri Anda baik-baik saja?"
"Tentu saja." "Tak pernah bertengkar" Tak pernah ada tindakan kasar?"
"Yah..." Charles Oldfield ragu-ragu. "Istri saya termasuk wanita yang sulit. Dia
invalid dan sangat peduli akan kondisi kesehatannya, karena itu cenderung
cerewet dan sulit dibuat senang. Ada hari-hari ketika apa pun yang saya lakukan
salah di matanya." Poirot mengangguk. Katanya, "Ah, ya, saya tahu tipe wanita seperti itu. Mungkin
dia mengeluh merasa diabaikan, tidak diperhatikan... suaminya sudah bosan
dengannya, dan suaminya pasti akan senang jika dia mati."
Wajah Dr. Oldfield menunjukkan apa yang dikatakan Poirot benar. Dia berkata
dengan senyum hambar, "Anda bisa menggambarkannya dengan tepat!"
Poirot melanjutkan, "Apakah dia dirawat secara khusus oleh seorang perawat yang
disewa dari rumah sakit" Atau, adakah seorang wanita yang disewa untuk
menemaninya" Atau, apakah dia punya seorang pelayan yang setia?"
"Seorang perawat - sekaligus untuk teman. Seorang wanita yang cekatan dan amat
baik. Saya rasa dia bukan tipe wanita yang suka bicara."
"Bahkan wanita baik-baik dan cekatan pun dikaruniai lidah oleh le bon Dieu - dan
kadang-kadang mereka pun tidak menggunakannya secara bijaksana. Saya yakin,
perawat sekaligus temannya itu telah bicara, para pelayan pun bergosip, dan
setiap orang membumbuinya lagi agar lebih sedap! Anda memiliki bahan yang dapat
dijadikan gosip yang amat sedap, gosip yang marak di desa sekecil itu. Sekarang,
saya ingin menanyakan satu hal lagi. Siapakah wanita itu?"
"Saya tak mengerti maksud Anda." Wajah Dr. Oldfield memerah. Dia tampak amat
marah. Poirot berkata dengan lembut, "Saya rasa Anda amat paham. Saya menanyakan
siapakah wanita yang namanya disebut-sebut dalam hubungannya dengan Anda?"
Dr. Oldfield berdiri. Wajahnya kaku dan dingin. Katanya, "Tak ada 'wanita lain'
dalam kasus ini. Maafkan saya, M. Poirot, karena telah membuang-buang waktu Anda
yang sangat berharga."
Dia melangkah ke pintu. Hercule Poirot berkata, "Saya juga menyesal. Kasus Anda amat menarik. Sebenarnya
saya ingin membantu Anda. Tapi saya takkan bisa membantu Anda kalau Anda tidak
bersedia menceritakan semuanya, semua fakta yang benar."
"Sudah saya katakan semuanya. Sejujurnya."
"Belum..." Langkah Dr. Oldfield terhenti Ia membalikkan badan.
"Mengapa Anda berkeras bahwa ada wanita lain dalam kasus ini?"
"Mon cher docteur! Tidakkah Anda berpikir bahwa saya paham benar mentalitas kaum
wanita" Gosip-gosip di pedesaan selalu didasarkan pada hubungan antara lawan
jenis. Jika seorang pria meracuni istrinya agar dia bisa menjelajahi Kutub Utara
atau bisa menikmati ketenangan hidup seperti bujangan lagi... hal itu tidak akan
menarik minat penduduk desa! Sama sekali tidak! Karena orang yakin pembunuhan
itu dilaksanakan agar si pria bisa menikah dengan wanita lain, gosip pun merebak
dan menyebar dengan cepat. Itu dasar psikologisnya."
Oldfield berkata dengan perasaan tidak enak, "Saya tidak bertanggung jawab atas
apa yang ada dalam pikiran tukang-tukang gosip itu!"
"Tentu saja tidak."
Poirot melanjutkan, "Karena itu, sebaiknya Anda duduk kembali dan menjawab
pertanyaan saya itu."
Pelan-pelan, dengan ragu-ragu, Oldfield duduk kembali di kursinya.
Ia berkata, wajahnya memerah, "Saya rasa, mereka menggunjingkan Miss Moncrieffe.
Jean Moncrieffe adalah gadis yang membantu saya meracik obat, gadis yang baik."
"Sudah berapa lama dia bekerja pada Anda?"
"Tiga tahun." "Apakah istri Anda suka padanya?"
"Eh... yah... tidak, tidak suka."
"Apakah istri Anda cemburu?"
"Itu namanya absurd!"
Poirot tersenyum. Katanya, "Istri yang cemburu - itu kalimat yang menyatakan kebenaran... seperti
pepatah. Tapi dengar apa yang akan saya katakan. Berdasarkan pengalaman saya,
rasa cemburu - betapapun kelihatannya tidak masuk akal atau mengada-ada -
sesungguhnya, hampir selalu didasarkan pada kenyataan. Ada pepatah, bukan, yang
menyatakan bahwa pembeli selalu benar" Well, ini sama halnya dengan suami atau
istri yang cemburu. Meskipun bukti-bukti konkretnya amat sedikit, tetapi secara
fundamental itu benar, alias kenyataannya memang demikian."
Dr. Oldfield menyahut dengan sikap gagah, "Nonsens. Saya tak pernah mengatakan
apa-apa pada Jean Moncrieffe yang tak bisa didengar istri saya."
"Ya, dalam hal itu Anda mungkin benar. Tetapi itu tidak mengubah kebenaran
seperti yang saya katakan tadi." Hercule Poirot mencondongkan badannya ke depan.
Suaranya terdengar mendesak dan menekan. "Dr. Oldfield, akan saya kerahkan
kemampuan saya untuk menyelesaikan kasus ini, tetapi saya harus memperoleh
kebenaran dari mulut Anda - kebenaran mutlak - tanpa mempertimbangkan hal-hal lain,
bahkan tidak juga perasaan Anda sendiri. Kalau saya tidak keliru, benarkah Anda
telah agak lama mengabaikan istri Anda sebelum dia meninggal?"
Oldfield diam satu-dua menit lamanya. Kemudian ia berkata, "Urusan ini membuat
saya hancur. Saya harus punya harapan. Entah bagaimana, saya punya perasaan
bahwa Anda akan bisa menolong saya. Karenanya, saya akan berterus terang kepada
Anda, M. Poirot. Saya sebenarnya tidak mencintai istri saya. Saya rasa, saya ini
suami yang cukup baik, tetapi tidak benar-benar mencintainya."
"Dan gadis itu - Jean?"
Dahi Dr. Oldfield basah oleh keringat dingin yang tiba-tiba menyembul keluar.
Katanya. "Saya... seharusnya saya segera meminangnya, tetapi karena skandal
ini..." Poirot menyandarkan punggungnya. Katanya, "Nah, setidak-tidaknya sekarang saya
bisa berpegang pada fakta dan kebenaran! Eh bien, Dr. Oldfield, saya akan
menangani kasus Anda. Tapi ingat, saya hanya akan mencari kebenaran!"
Oldfield berkata dengan nada pahit, "Bukan kebenaran yang akan menyakitkan
saya!" Ia ragu-ragu sebentar, kemudian melanjutkan, "Saya telah merenungkan kemungkinan
bertindak dan mengajukan tuntutan! Seandainya saya bisa mengetahui sumbernya dan
mengajukan tuduhan yang berdasar terhadap orang itu... saya pasti akan menang.
Ya, kadang-kadang saya berpikir begitu.... Tapi, kali lain saya beranggapan hal
itu hanya akan memperburuk situasi... publisitas besar-besaran... dan itu akan
membuat orang berbisik, 'Pembunuhan itu memang tidak terbukti, tapi... tak ada
asap tanpa api.'" Dia memandang Poirot. "Katakan terus terang, apakah masih ada jalan keluar dari keruwetan ini?"
"Jalan keluar selalu ada," kata Hercule Poirot.
II "Kita akan pergi ke desa, George," kata Hercule Poirot pada pelayannya.
"Oh ya, Sir?" George menanggapi dengan sopan.
"Dan tujuan kita kali ini membunuh sesosok monster berkepala sembilan."
"Sungguh, Sir" Sesuatu yang mirip Monster Loch Ness?"
"Lebih sulit ditangkap dan dibayangkan dibandingkan dengan binatang itu. Yang
kumaksud bukan monster dalam ujud nyata, yang berdarah dan berdaging, George."
"Saya tidak mengerti maksud Anda."
"Kalau yang seperti itu memang ada, masalahnya takkan serumit ini. Tak ada yang
lebih sulit daripada menemukan sumber gosip."
"Ya, Sir. Saya sependapat."
Hercule Poirot tidak mengunjungi rumah Dr. Oldfield. Ia justru menginap di
penginapan desa. Pagi hari pertama sesudah kedatangannya, ia mewawancarai Jean
Moncrieffe. Gadis itu bertubuh jangkung, rambutnya berwarna tembaga, matanya yang biru
menyorot tajam. Caranya memandang keadaan sekelilingnya seperti orang yang
selalu siap, seakan-akan sudah menduga sesuatu akan terjadi.
Katanya, "Jadi Dr. Oldfield pergi menemui Anda.... Saya tahu dia memang
merencanakannya." Tak ada antusiasme dalam nada suaranya.
Poirot berkata, "Dan Anda tidak setuju dengan rencananya itu?"
Jean Moncrieffe membalas tatapan Poirot. Dia berkata dengan dingin, "Apa yang
bisa Anda lakukan?" Poirot menyahut dengan tenang, "Mungkin ada cara untuk menangani situasi ini."
"Cara apa?" Gadis itu mengucapkannya dengan nada mengejek. "Maksud Anda, pergi
berkeliling mengunjungi wanita-wanita tua tukang gosip itu dan berkata, 'Tolong,
Anda hentikan omongan seperti itu. Itu tidak baik akibatnya bagi Dr. Oldfield
yang malang.' Dan mereka akan menjawab, 'Tentu saja, sedikit pun saya tak
percaya!' Itulah yang paling buruk dari kasus ini... mereka tidak akan berkata,
'Sir, tidakkah pernah terpikir oleh Anda bahwa Mrs. Oldfield meninggal karena
sebab-sebab yang tidak wajar"' Tidak, mereka akan berkata, 'Ya, tentu saja saya
tidak percaya gosip yang beredar tentang Dr. Oldfield dan istrinya. Saya yakin
dia takkan tega melakukannya, meskipun benar dia telah mengabaikan istrinya.
Lagi pula, menurut saya tidak bijaksana mempekerjakan seorang gadis muda sebagai
peracik obat. Tentu saja saya tidak mengatakan ada apa-apa di antara mereka.
Tidak, oh, tidak, saya yakin tidak ada apa-apa di antara mereka....'" Gadis itu
berhenti bicara. Wajahnya memerah dan napasnya terengah-engah.
Hercule Poirot menanggapi, "Sepertinya Anda tahu persis apa yang mereka


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

omongkan." Mulut Jean Moncrieffe terkatup rapat. Kemudian dia berkata dengan nada pahit,
"Ya, saya memang tahu!"
"Dan... bagaimana penyelesaiannya menurut Anda?"
Jean Moncrieffe menjawab, "Yang paling baik baginya adalah menghentikan
prakteknya di sini dan memulainya lagi di tempat lain."
"Tidakkah Anda berpendapat bahwa gosip itu akan terus membuntutinya?"
Gadis itu mengangkat bahu.
"Dia harus menanggung risikonya."
Poirot terdiam beberapa saat. Kemudian ia berkata, "Apakah Anda berniat menikah
dengan Dr. Oldfield, Miss Moncrieffe?"
Gadis itu sama sekali tidak kaget mendengar pertanyaan Poirot. Dia berkata
dengan ringkas, "Dia belum meminang saya."
"Mengapa?" Matanya yang biru membalas tatapan Poirot, ada sedikit getar emosi terpancar
darinya. Kemudian ia berkata, "Sebab saya tidak memberi kesempatan padanya."
"Ah, bisa berbicara dengan orang yang benar-benar jujur merupakan suatu
karunia!" "Saya akan bersikap jujur kalau itu membuat Anda senang. Ketika saya menyadari
orang-orang bergosip mengatakan Charles telah menyingkirkan istrinya agar bisa
menikahi saya, bagi saya kalau kemudian kami memang menikah, sepertinya kami
membenarkan omongan mereka. Tetapi, saya berharap, kalau tak ada tanda-tanda
kami akan menikah, gosip itu akan reda dan hilang dengan sendirinya."
"Tapi... nyatanya tidak?"
"Ya, memang tidak."
"Nah," kata Hercule Poirot, "ini aneh, bukan?"
Jean berkata dengan pahit, "Mereka tidak punya cukup hiburan di sini."
Poirot bertanya, "Apakah Anda ingin menikah dengan Charles Oldfield?"
Gadis itu menjawab dengan terus terang, "Ya. Saya ingin menikah dengannya, sejak
pertama kali melihatnya."
"Kalau begitu, kematian istrinya amat menguntungkan Anda?"
Jean Moncrieffe berkata, "Mrs. Oldfield bukanlah wanita yang menyenangkan. Terus
terang, saya senang ketika dia meninggal."
"Ya," sahut Poirot. "Anda sangat jujur!"
Gadis itu membalas senyum Poirot, sama sinisnya.
Poirot berkata, "Saya punya usul."
"Ya?" "Dalam kasus ini, dibutuhkan cara-cara yang luar biasa. Saya usulkan agar
seseorang... mungkin Anda sendiri... menulis surat ke Kantor Urusan Dalam
Negeri." "Apa maksud Anda?"
"Maksud saya, cara terbaik untuk menghentikan gosip ini adalah dengan menggali
kembali jenazah Mrs. Oldfield dan melakukan autopsi atasnya."
Gadis itu mundur selangkah. Kedua bibirnya terbuka, kemudian mengatup kembali.
Poirot mengawasi reaksinya.
"Well, Mademoiselle?" katanya akhirnya.
Jean Moncrieffe berkata dengan lirih, "Saya tidak sependapat dengan Anda."
"Mengapa tidak" Hasil autopsi yang menunjukkan sebab-sebab kematian yang wajar
pasti akan menghentikan gosip ini."
"Kalau hasilnya memang demikian, ya."
"Sadarkah Anda bahwa kata-kata Anda itu bisa diartikan lain, Mademoiselle?"
Jean Moncrieffe menukas dengan tidak sabar. "Saya tahu apa yang saya katakan.
Anda mengira ada peracunan dengan arsenikum - dan Anda akan membuktikan dia tidak
mati karena racun itu. Tapi... ada sejumlah racun lain... misalnya, alkaloid
untuk pupuk tanaman. Seandainya yang terakhir ini yang digunakan, saya yakin,
setelah setahun akan sulit kita menemukan bekas-bekasnya. Saya tahu, seperti apa
para analis resmi itu. Mereka mungkin akan mengumumkan bahwa tak ada tanda-tanda
yang bisa digunakan untuk menentukan sebab kematiannya - dan kalau begitu...
lidah-lidah mereka akan bergoyang semakin cepat!"
Satu-dua menit lamanya Poirot terdiam. Kemudian dia berkata, "Menurut Anda,
siapakah orang yang paling suka bergosip di desa ini?"
Gadis itu mempertimbangkan pertanyaan Poirot beberapa saat. Akhirnya ia berkata,
"Menurut saya, Miss Leatheran adalah biang gosip yang paling parah."
"Ah! Dapatkah Anda memperkenalkan saya pada Miss Leatheran... kalau bisa...
secara sambil lalu?"
"Tak ada yang lebih mudah dari itu. Pada jam-jam seperti sekarang ini, wanita-
wanita tua seperti dia pasti sedang berbelanja atau mengerjakan sesuatu. Yang
perlu kita lakukan hanyalah menyusuri jalan utama."
Seperti kata Jean, rencana mereka dapat dilaksanakan dengan mudah. Di depan
kantor pos, Jean berhenti dan bicara dengan seorang wanita setengah baya,
bertubuh jangkung, dengan hidung panjang dan mata yang selalu bersinar penuh
ingin tahu. "Selamat pagi, Miss Leatheran."
"Selamat pagi, Jean. Hari ini indah sekali, ya?"
Mata yang tajam itu sekilas melirik orang yang berdiri di samping Jean
Moncrieffe. Jean berkata, "Izinkan saya memperkenalkan M. Poirot, beliau akan
menginap di desa ini selama beberapa hari."
III Sambil mengunyah kue dan menjaga keseimbangan secangkir teh di pangkuannya,
Hercule Poirot bersikap terus terang - namun agak penuh rahasia - kepada nyonya
rumahnya. Miss Leatheran telah berbaik hati mengundangnya minum teh. Wanita itu
jelas-jelas ingin tahu, urusan apa yang membawa pria asing itu ke desanya.
Selama beberapa waktu Poirot mempermainkan rasa ingin tahu wanita itu... dengan
demikian Miss Leatheran semakin penasaran. Kemudian, ketika dirasanya saatnya
sudah tepat, ia mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Ah, Miss Leatheran," katanya. "Saya akui, Anda terlalu cerdik untuk saya
permainkan! Anda berhasil menebak rahasia saya. Saya berada di sini atas
perintah Kantor Urusan Dalam Negeri. Tapi... tolong, ya...," Poirot merendahkan
suaranya, "simpan informasi ini untuk Anda sendiri."
"Tentu saja... tentu saja...." Jelas sekali bahwa Miss Leatheran tampak amat
berminat. "Kantor Urusan Dalam Negeri... maksud Anda... oh, bukan urusan Mrs.
Oldfield, ya?" Poirot pelan-pelan menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Waaahh...," Miss Leatheran mengucapkannya dengan perasaan puas yang amat
kentara. Poirot berkata, "Anda tentunya paham, kasus ini amat peka. Saya diperintahkan
untuk melaporkan, apakah ada cukup bukti untuk memerintahkan dilakukannya
penggalian jenazah."
Miss Leatheran berseru, "Anda akan menggali jenazah wanita malang itu" Oh,
mengerikan!" Seandainya yang diucapkannya "Oh, menyenangkan!" dan bukan "Oh, mengerikan!",
nada suaranya pasti akan lebih sesuai.
"Bagaimana pendapat Anda, Miss Leatheran?"
"Yah, M. Poirot, tentu saja selama ini ada banyak omongan. Tapi saya tak pernah
mendengarkan omongan orang. Selalu ada gosip yang tak bisa dipercaya beredar di
desa ini. Tak diragukan lagi, sejak peristiwa itu, sikap Dr. Oldfield jadi agak
aneh, tetapi seperti yang saya katakan berulang-ulang, kita tidak harus
menganggap sikapnya itu karena adanya rasa bersalah. Mungkin saja itu karena dia
sedih. Tidak... tidak karena hubungannya dengan istrinya semula cukup mesra.
Tentang yang ini, saya tahu... dari tangan pertama. Miss Harrison, perawat yang
melayaninya sejak tiga atau empat tahun sebelum kematiannya, dialah yang
mengatakannya. Dan saya selalu menduga... bahwa Miss Harrison punya alasan kuat
untuk kecurigaannya itu... bukan... bukan karena dia pernah mengatakan sesuatu,
tetapi orang bisa saja tahu, dari sikap seseorang, bukan?"
Dengan nada sedih Poirot menanggapi, "Terlalu sedikit bukti yang dapat
digunakan." "Ya, saya tahu, tetapi, M. Poirot, kalau jenazahnya memang akan diangkat lagi,
Anda akhirnya akan tahu."
"Ya," kata Poirot, "kita akan tahu."
"Dulu pasti pernah ada kasus-kasus seperti ini," kata Miss Leatheran, cuping
hidungnya kembang-kempis karena terlalu bersemangat. "Armstrong, misalnya, dan
laki-laki lainnya itu - saya lupa namanya... dan, tentu saja Crippen. Saya masih
selalu menebak-nebak, apakah Ethel Le Neve bersekongkol dengan dia atau tidak.
Tentu saja, Jean Moncrieffe gadis baik-baik, saya yakin.... Saya tidak
mengatakan gadis itu mempengaruhi si lelaki... tetapi laki-laki memang bisa
bertindak tolol karena gadis, bukan" Lagi pula, tentu saja, mereka terlalu
sering bersama-sama!"
Poirot tidak menanggapi. Ia hanya memandang wanita itu dengan pandangan polos,
yang dengan cermat sengaja ditampilkannya agar wanita itu berbicara lebih banyak
lagi. Dalam hati, dengan geli ia menghitung, sudah berapa kali "tentu saja"
diucapkan Miss Leatheran.
"Dan, tentu saja, dengan post-mortem dan lain-lain, akan banyak yang terungkap,
ya, kan" Pelayan-pelayan. Bukankah para pelayan selalu tahu lebih banyak" Dan,
tentu saja, kita tidak mungkin melarang mereka untuk bergosip, ya, kan" Setelah
pemakaman, Beatrice, pelayan keluarga Oldfield, langsung dipecat - saya selalu
berpikir, itu aneh... lebih-lebih karena sekarang ini amat sulit mencari tenaga
pelayan. Seakan-akan Dr. Oldfield kuatir, kalau-kalau dia tahu sesuatu."
"Kalau demikian, rasanya ada cukup alasan untuk memerintahkan pemeriksaan
mayat," kata Poirot dengan khidmat.
Miss Leatheran bergidik dan tampak agak ragu-ragu.
"Aduh, pasti akan geger," katanya. "Desa kami yang kecil dan tenang ini... akan
menjadi berita di koran-koran... dan publisitas itu!"
"Anda tidak suka?" pancing Poirot.
"Tidak. Anda tahu, saya ini berpandangan kuno."
"Lagi pula, seperti kata Anda tadi, mungkin ini hanya gosip!"
"Yaah... sebenarnya saya tidak suka mengatakannya begitu. Anda tahu, menurut
saya ada benarnya... yaitu... tak ada asap tanpa api."
"Saya pribadi juga berpendapat persis seperti itu," kata Poirot.
Ia bangkit berdiri. "Bisakah saya mempercayai Anda, Mademoiselle?"
"Oh, tentu saja! Saya takkan mengatakan sepatah kata pun kepada siapa pun."
Poirot tersenyum lalu berpamitan.
Di lorong, di depan pintu, ia berkata pada pelayan yang mengambilkan topi dan
mantelnya, "Saya datang kemari untuk memeriksa sebab-sebab kematian Mrs.
Oldfield, tapi ingat pesan saya... jangan katakan ini kepada siapa pun."
Gladys, pelayan Miss Leatheran, hampir terjengkang karena kagetnya. Dengan penuh
ingin tahu ia berkata, "Oh, Sir, jadi memang benar... Pak Dokter meracuninya?"
"Menurutmu begitu, ya?"
"Ah, Sir, bukan saya. Itu kata Beatrice. Dia kerja di sana ketika Mrs. Oldfield
meninggal." "Dan menurut Beatrice memang ada...," Poirot memilih kata yang tepat dan dengan
sengaja mengucapkannya secara melodramatis, "...'permainan kotor', ya?"
Gladys mengangguk penuh semangat.
"Ya, dia bilang begitu. Dan dia bilang, perawat itu, Miss Harrison, juga
berpendapat sama. Miss Harrison sangat menyayangi Mrs. Oldfield dan amat sedih
ketika wanita itu meninggal, dan Beatrice selalu bilang bagaimana Miss Harrison
sampai tahu, dan sejak itu dia selalu memusuhi Pak Dokter, dan kalau memang tak
ada alasan dia takkan begitu, kan?"
"Di mana Miss Harrison sekarang?"
"Sekarang dia merawat Miss Bristow yang sudah tua... di rumah di ujung desa.
Anda pasti bisa menemukan rumah itu. Di berandanya ada pilar-pilar besar."
IV Tak lama kemudian Hercule Poirot sudah duduk berhadapan dengan wanita yang pasti
tahu lebih banyak tentang situasi yang menyebabkan timbulnya gosip itu. Wanita
itu pasti tahu lebih banyak dari siapa pun di desa itu.
Sebagai wanita yang usianya hampir empat puluh tahun, Miss Harrison masih cukup
menarik. Penampilannya tenang, seperti wanita-wanita anggun dalam lukisan kuno.
Matanya yang besar dan berwarna gelap bersinar penuh simpati. Dengan sabar dan
penuh perhatian ia mendengarkan kata-kata Poirot.
Kemudian, pelan-pelan ia berkata, "Ya, saya tahu ada desas-desus yang beredar.
Saya sudah melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk menghentikannya, tapi tak
ada gunanya. Orang menyukai kegairahan dan rasa penasaran yang diakibatkan gosip
itu." Poirot menanggapi, "Tetapi, pasti ada sesuatu yang menyebabkan timbulnya desas-
desus itu." Dalam hati Poirot mencatat bahwa rasa sedih wanita itu tampak makin mendalam.
Tetapi Miss Harrison hanya menggeleng dengan sikap putus asa.
"Mungkin," pancing Poirot, "Dr. Oldfield memang tidak akur dengan almarhum
istrinya, dan itulah yang menyebabkan timbulnya desas-desus itu?"
Dengan tegas Miss Harrison menggelengkan kepalanya.
"Oh, bukan begitu. Dr. Oldfield selalu bersikap sabar dan baik kepada istrinya."
"Apakah dia benar-benar mencintai istrinya?"
Wanita itu tampak ragu-ragu.
"Tidak... saya takkan mengatakannya begitu. Mrs. Oldfield wanita yang sulit,
tidak mudah dibuat senang serta selalu menuntut simpati dan perhatian kita,
padahal kadang-kadang dia hanya rewel, cerewet, dan mengada-ada."
"Maksud Anda," kata Poirot, "dia melebih-lebihkan kondisi kesehatannya?"
Perawat itu mengangguk. "Ya... kesehatannya yang buruk sebenarnya hanyalah karena imajinasinya."
"Namun akhirnya," kata Poirot dengan sungguh-sungguh, "dia meninggal juga...."
"Oh, saya mengerti... saya mengerti...."
Poirot mengawasi wanita itu selama satu-dua menit; wajahnya yang murung penuh
pikiran - keraguannya kentara sekali.
Katanya kemudian, "Saya rasa... saya yakin... Anda pasti tahu apa yang menjadi
sumber gosip itu." Wajah Miss Harrison memerah.
Katanya, "Yah... barangkali saya bisa mengemukakan dugaan saya. Saya rasa,
Beatrice - si pelayan - yang memulai ini semua. Dan rasanya saya tahu, apa yang ada
di kepalanya waktu itu."
"Ya?" Miss Harrison melanjutkan, kata-katanya agak tidak jelas, "Begini... masalahnya
karena saya tak sengaja mendengar... potongan pembicaraan antara Dr. Oldfield
dan Miss Moncrieffe... dan saya yakin, Beatrice pun mendengarnya, hanya saja dia
pasti takkan mau mengakuinya."
"Pembicaraan seperti apa?"
Sejenak Miss Harrison merenung, seakan-akan menguji apakah ingatannya masih
akurat, kemudian berkata, "Terjadinya kira-kira tiga minggu sebelum serangan
penyakit yang akhirnya membuat Mrs. Oldfield meninggal. Mereka sedang di kamar
makan. Saya sedang menuruni tangga ketika saya dengar Jean Moncrieffe berkata,
"'Berapa lama lagi" Aku tak tahan menunggu lebih lama lagi.'
"Dan Dokter menjawabnya,
"'Takkan lama lagi, Sayang, sungguh.' Dan gadis itu berkata lagi,
"'Aku tak tahan menunggu terus seperti ini. Menurutmu, semuanya akan beres,
kan"' Dan Dokter berkata, 'Tentu saja. Pasti beres. Kira-kira bulan ini, tahun
depan, kita pasti akan menikah.'"
Miss Harrison berhenti bicara.
"Itu satu-satunya bukti yang saya punyai, M. Poirot, bahwa antara Dr. Oldfield
dan Miss Moncrieffe memang ada apa-apa. Tentu saja saya tahu Dokter amat
mengagumi gadis itu, dan mereka berteman baik, tetapi tak lebih dari itu. Saya
berbalik, naik ke atas lagi... saya sangat kaget... tetapi sekilas saya lihat
pintu ke arah dapur terbuka, dan sejak itu saya yakin Beatrice pasti mendengar
juga. Dan Anda pun pasti bisa mengatakan - ya, kan - bahwa apa yang mereka
perbincangkan itu bisa diartikan menjadi dua hal yang berbeda" Mungkin artinya
hanyalah Dokter telah tahu istrinya sakit parah dan takkan hidup lebih lama
lagi... tapi bagi orang seperti Beatrice, bisa saja diartikan lain... bisa saja
dia mengira Dokter dan Jean Moncrieffe sedang... sedang merencanakan
menyingkirkan Mrs. Oldfield."
"Tetapi Anda sendiri tidak berpikir begitu, bukan?"
"Tidak... tentu saja tidak...."
Poirot memandang wanita itu dengan pandangan penuh selidik. Katanya, "Miss
Harrison, ada hal lain yang Anda ketahui. Sesuatu yang belum Anda katakan kepada
saya. Ya, kan?" Wajah wanita itu memerah, dan ia berkata dengan sengit, "Tidak. Tidak. Tak ada
lagi. Memangnya apa?"
"Entahlah. Tetapi, menurut saya, masih ada yang belum Anda ceritakan kepada
saya." Miss Harrison menggeleng. Wajahnya kembali muram.
Hercule Poirot berkata, "Ada kemungkinan Kantor Urusan Dalam Negeri akan
memerintahkan penggalian jenazah Mrs. Oldfield."
"Oh, tidak!" Miss Harrison benar-benar ngeri. "Sungguh mengerikan!"


Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Menurut Anda, itu akan menyedihkan, bukan?"
"Menurut saya, itu mengerikan! Bayangkan saja, gosip apa lagi yang akan beredar!
Akan sangat menyedihkan dan berat sekali bagi Dr. Oldfield."
"Apakah bukan sebaliknya" Bukankah bisa saja itu justru akan membersihkan
namanya?" "Bagaimana maksud Anda?"
Poirot berkata, "Kalau dia memang tidak bersalah... itu akan terbukti."
Poirot sengaja berhenti sampai di situ. Diamatinya bagaimana kata-katanya
merasuk ke dalam pikiran Miss Harrison, dilihatnya bagaimana kening wanita itu
berkerut penuh pemikiran, dan kemudian dilihatnya wajah wanita itu berubah
menjadi lega. Miss Harrison menarik napas panjang dan membalas pandangannya.
"Tak pernah saya berpikir ke arah itu," katanya ringkas. "Tentu saja itu satu-
satunya cara yang dapat kita lakukan."
Terdengar beberapa entakan tak sabar dari arah lantai atas. Miss Harrison
terlompat. "Majikan saya. Miss Bristow. Dia telah bangun. Saya harus naik dan membuatnya
nyaman sebelum teh sore diantarkan kepadanya, dan saya bisa pergi berjalan-jalan
sebentar. Ya, M. Poirot, saya rasa Anda benar. Sebuah autopsi akan menyelesaikan
kasus ini sampai tuntas. Ini akan menjelaskan kenyataan yang sebenarnya dan
semua desas-desus yang tidak benar mengenai Dr. Oldfield akan hilang dengan
sendirinya." Wanita itu menyalami tamunya, lalu bergegas keluar ruangan.
V Hercule Poirot pergi ke kantor pos dan menelepon sebuah nomor di London.
Suara di ujung lain telepon itu terdengar mengejek.
"Haruskah kau menyibukkan diri untuk hal-hal seperti itu, kawan" Kau yakin kasus
ini pantas kami tangani" Kau pasti sadar, gosip-gosip yang beredar di pedesaan
biasanya akan terbukti kosong alias tak ada apa-apanya."
"Yang ini," kata Hercule Poirot, "kasus khusus."
"Oh, baiklah... jika itu maumu. Sayangnya, kau punya kebiasaan bahwa apa yang
kaukatakan akhirnya terbukti benar. Tapi... kalau hanya mengejar umpan kosong...
aku pasti tidak akan senang kaupermainkan seperti ini. Awas, ya!"
Hercule Poirot tersenyum sendiri Dia bergumam, "Tidak. Akulah yang akan senang."
"He, apa katamu" Aku tak dengar."
"Ah, tidak. Tidak penting."
Diletakkannya gagang telepon.
Keluar dari bilik telepon, ia langsung melangkah ke tempat penjualan benda-benda
pos. Dengan suara yang amat memikat ia berkata, "Dapatkah Anda jelaskan pada
saya, Madame... di mana sekarang alamat pelayan yang pernah bekerja pada Dr.
Oldfield... nama gadisnya Beatrice?"
"Beatrice King" Dia pernah pindah kerja dua kali sejak itu. Sekarang dia bekerja
pada Mrs. Marley, di sebelah sana bank."
Poirot mengucapkan terima kasih, membeli dua helai postcard, sejumlah prangko,
dan sebuah hasil kerajinan tangan setempat. Selama membeli benda-benda itu,
dengan tak kentara diarahkannya pembicaraan pada kasus meninggalnya Mrs.
Oldfield. Dilihatnya betapa wajah wanita yang bekerja di kantor pos itu tampak
penuh ingin tahu. Wanita itu berkata, "Sangat mendadak, bukan" Tentu saja
mengakibatkan berbagai desas-desus."
Rasa ingin tahu jelas terpancar dari matanya ketika wanita itu bertanya,
"Mungkin itu sebabnya Anda ingin menemui Beatrice King" Kami di sini menganggap
aneh, karena dia tiba-tiba dipecat begitu saja. Orang bilang, dia pasti tahu
sesuatu... dan mungkin dia memang tahu. Kadang-kadang apa yang dikatakannya
membuat kita menduga-duga...."
Beatrice King seorang gadis bertubuh pendek dan bertampang licik. Penampilannya
seperti orang tolol, tetapi sebenarnya matanya jauh lebih cerdik daripada
penampilannya itu. Sepertinya, tak ada hal baru yang bisa dikorek Poirot dari
Beatrice King. Gadis itu hanya mengulang-ulang, "Entahlah, saya tak tahu apa-
apa.... Saya tak boleh mengatakan apa yang terjadi di sana.... Saya tak
mengerti, mengapa Anda menuduh saya menguping pembicaraan Pak Dokter dengan Miss
Moncrieffe" Saya bukan orang yang suka nguping, dan Anda tak berhak menuduh saya
begitu. Saya tak tahu apa-apa."
Poirot berkata, "Pernahkah kau mendengar orang meracun dengan arsenikum?"
Sekilas ada rasa tertarik pada wajah Beatrice.
Katanya, "Jadi, rupanya itu yang ada dalam botol obat itu."
"Botol obat apa?"
Beatrice berkata, "Salah satu botol obat yang isinya diracikkan Miss Moncrieffe
untuk Nyonya. Miss Harrison sangat kesal... saya dapat melihatnya. Dia
mencicipinya, mencium baunya, kemudian membuang isinya ke dalam bak cuci tangan
dan menggantinya dengan air dari keran. Obat itu warnanya putih seperti air. Dan
pernah sekali, waktu Miss Moncrieffe mengantarkan teh untuk Nyonya, Miss
Harrison membawanya kembali ke dapur dan membuatkan yang baru... katanya karena
tehnya tidak dibuat dengan air yang benar-benar mendidih... tapi menurut saya...
perawat-perawat memang suka repot-repot begitu... tapi entah, ya.... Apakah
mungkin memang ada sesuatu?"
Poirot mengangguk. Katanya, "Apakah kau menyukai Miss Moncrieffe, Beatrice?"
"Saya tak peduli padanya.... Dia memang agak angkuh. Tentu saja saya tahu, dia
bersikap terlalu manis pada Pak Dokter. Lihat saja bagaimana dia kalau sedang
memandang Pak Dokter."
Sekali lagi Poirot mengangguk. Kemudian dia pamit dan kembali ke penginapan.
Di sana dia memberikan sejumlah instruksi kepada George.
VI Dr. Alan Garcia, analis dari Kantor Urusan Dalam Negeri, menggosok-gosokkan
tangannya sambil mengedipkan matanya pada Hercule Poirot. Katanya. "Nah, ini
cocok untukmu, bukan" M. Poirot, orang yang selalu benar."
Poirot menanggapi, "Kau terlalu baik."
"Apa yang membuatmu tertarik pada kasus ini" Gosip?"
"Seperti katamu.... Masuklah Sang Biang Gosip... dan lidah-lidah pun menari-
nari." Esok harinya, sekali lagi Poirot naik kereta api ke Market Loughborough.
Market Loughborough berdengung seperti sarang lebah. Mula-mula dengungnya masih
lirih, yaitu sejak berita penggalian jenazah mulai menyebar.
Sekarang, ketika hasil autopsi telah bocor keluar, kegairahan yang
ditimbulkannya telah mencapai puncaknya.
Poirot baru satu jam berada di penginapan itu dan baru saja selesai menikmati
makan siang yang mengenyangkan - steak dan puding lengkap dengan segelas bir -
ketika pelayan mendatanginya dan mengatakan ada seorang wanita yang ingin
bertemu dengannya. Ternyata Miss Harrison. Wajahnya pucat pasi.
Ia langsung melangkah mendekati Poirot dan berkata tanpa basa-basi terlebih
dahulu. "Benarkah itu" Benarkah itu, M. Poirot?"
Dengan tenang Poirot mempersilakan wanita itu untuk duduk.
"Ya. Dosis arsenikum yang cukup banyak untuk menyebabkan kematian telah
ditemukan." Miss Harrison menangis. "Saya tak menyangka... sedikit pun tidak...." Dan ia pun
tersedu-sedu. Poirot berkata dengan lembut, "Kebenaran telah tersebar, Anda pun tahu."
Wanita itu terisak-isak. "Apakah mereka akan menggantungnya?"
Poirot berkata, "Masih banyak yang harus dibuktikan. Kesempatan... kemudahan
memperoleh arsenikum... dengan cara apa racun itu diberikan."
"Tapi, ini seandainya... M. Poirot, seandainya dia tidak terlibat... benar-benar
tidak terlibat...." "Dalam hal itu," kata Poirot sambil mengangkat bahu, "dia akan dibebaskan."
Pelan-pelan Miss Harrison berkata, "Ada sesuatu... sesuatu yang, saya rasa,
seharusnya sudah saya katakan kepada Anda... tapi... masalahnya, saya tak
mengira itu ada hubungannya dengan.... Saya hanya merasa itu aneh."
"Saya sudah tahu, pasti ada sesuatu," kata Poirot. "Sebaiknya sekarang Anda
katakan saja kepada saya."
"Tidak banyak. Hanya... pada suatu hari, ketika saya masuk ke ruang obat untuk
mengambil sesuatu, Jean Moncrieffe sedang melakukan sesuatu... yang... aneh."
"Ya?" "Kedengarannya tolol. Tetapi saat itu saya lihat dia sedang mengisi tempat bedak
padatnya... tempat itu terbuat dari enamel berwarna merah jambu..."
"Ya?" "Tapi dia tidak mengisinya dengan bubuk... dengan serbuk bedak, maksud saya. Dia
sedang memasukkan sesuatu ke dalam tempat bedak itu... dari sebuah botol yang
diambilnya dari lemari penyimpan bahan beracun. Ketika melihat saya masuk, dia
amat kaget, cepat-cepat menutup tempat bedaknya dan memasukkannya ke dalam
tasnya... dengan cepat pula mengembalikan botol itu ke lemari. Saya tak tahu,
botol itu berisi apa. Saya tak menganggap itu ada apa-apanya... tetapi...
sekarang setelah terbukti bahwa Mrs. Oldfield memang meninggal karena
diracuni..." Kata-katanya terhenti.
Poirot berkata, "Maafkan saya."
Dia pergi keluar untuk menelepon Sersan Detektif Grey dari Kantor Polisi
Berkshire. Hercule Poirot kembali ke ruang makan dan duduk diam bersama Miss Harrison.
Dalam benak Poirot terbayang seorang gadis berambut merah dan seakan didengarnya
suara gadis itu... suara yang jernih dan jujur, "Saya tidak setuju." Jean
Moncrieffe tidak menyetujui dilakukannya autopsi. Dia memang mengemukakan alasan
yang masuk akal, tetapi fakta yang terungkap tak mungkin diubah lagi. Gadis yang
cekatan... efisien, dan penuh percaya diri. Gadis yang jatuh cinta pada seorang
pria yang terikat pada istrinya yang invalid, istri yang mungkin masih akan
hidup bertahun-tahun lagi, karena - menurut Miss Harrison - keadaan kesehatannya
sebenarnya tidak terlalu buruk.
Hercule Poirot mendesah. Miss Harrison berkata, "Apa yang Anda pikirkan?"
Poirot menjawab, "Hal-hal yang menyedihkan...."
Miss Harrison berkata, "Sedikit pun saya tak percaya dia tahu hal ini."
Poirot berkata, "Tidak. Saya yakin Dr. Oldfield tak tahu apa-apa."
Pintu terbuka dan Sersan Detektif Grey masuk. Di tangannya ia membawa sesuatu
yang terbungkus saputangan sutra. Dengan hati-hati dibukanya bungkusan itu dan
diletakkannya isinya di meja. Itu adalah sebuah tempat bedak, terbuat dari
enamel, dan berwarna merah jambu.
Miss Harrison berkata, "Itu yang saya lihat waktu itu."
Grey berkata, "Ditemukan di pojok laci meja di kediaman Miss Moncrieffe. Di
dalam kantong penyimpan saputangan. Sejauh yang saya tahu, tak ada sidik jari di
sini, tetapi saya akan berhati-hati."
Dengan jari terbungkus saputangan, dipijitnya pegas penutupnya. Tempat bedak itu
membuka. Grey berkata, "Ini bukan serbuk bedak."
Dicukilnya dengan ujung jarinya, dan dicicipinya serbuk itu - hati-hati - dengan
ujung lidahnya. "Tak ada rasanya."
Poirot berkata, "Racun arsenikum putih tak ada rasanya."
Grey berkata, "Ini akan segera dianalisis." Ia memandang Miss Harrison. "Anda
berani bersumpah bahwa inilah tempat bedak yang Anda maksudkan?"
"Ya. Saya yakin. Itu tempat bedak yang saya lihat ada di tangan Miss Moncrieffe
di ruang obat waktu itu, kira-kira satu minggu sebelum Mrs. Oldfield meninggal."
Sersan Grey mendesah. Ia memandang Poirot, lalu mengangguk. Yang dipandang
membunyikan bel. "Tolong panggil pelayan saya kemari."
George, si pelayan yang sempurna, yang penampilannya sama sekali tidak mencolok,
masuk ke ruangan dan dengan pandangan bertanya menatap tuannya.
Hercule Poirot berkata, "Anda telah mengidentifikasi tempat bedak ini, Miss
Harrison, sebagai benda yang Anda lihat berada dalam tangan Miss Moncrieffe
kira-kira setahun yang lalu. Apakah Anda akan terkejut kalau saya katakan bahwa
benda ini - tempat bedak yang ini - telah dijual oleh Toko Woolworth hanya beberapa
minggu yang lalu dan, lebih dari itu, ternyata pola dan warnanya baru diproduksi
tiga bulan yang lalu?"
Miss Harrison menjerit tertahan. Ia menatap Poirot dengan pandangan kaget,
matanya membulat dan tampak semakin gelap.
Poirot berkata, "Apakah kau pernah melihat tempat bedak ini sebelumnya, George?"
George melangkah maju, "Ya, Sir. Saya melihat wanita ini, Miss Harrison,
membelinya di Toko Woolworth pada tanggal delapan belas, hari Jumat. Mengikuti
perintah Anda, saya membuntuti wanita ini ke mana pun dia pergi. Dia naik bus
jurusan Darnington pada hari yang saya sebutkan tadi dan membeli tempat bedak
itu. Dibawanya benda itu pulang ke rumahnya. Kemudian, pada hari yang sama, dia
pergi ke kediaman Miss Moncrieffe. Menuruti perintah Anda, saya telah lebih
dahulu bersembunyi di dalam rumah itu. Saya melihat wanita ini masuk ke kamar
tidur Miss Moncrieffe dan menyembunyikan benda itu ke dalam salah satu laci
meja. Dari balik celah pintu yang sedikit terbuka, saya melihat apa yang
dilakukannya dengan jelas. Kemudian dia meninggalkan rumah itu, sama sekali
tidak sadar telah saya mata-matai. Di desa ini, rupanya orang tak biasa mengunci
pintu rumah, dan saat itu hari sudah mulai gelap."
Poirot berkata pada Miss Harrison, suaranya keras dan penuh ancaman, "Dapatkah
Anda menjelaskan fakta-fakta itu, Miss Harrison" Saya rasa tidak. Tak ada
Kisah Si Pedang Terbang 2 Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Kereta Berdarah 12
^