Pencarian

Melacak Pesawat Misterius 2

Animorphs - 14 Melacak Pesawat Misterius Bagian 2


sini, kenapa tidak terus terang saja pada semua orang?"
Si kapten mendelik lama menatap Marco. "Aku ingin kalian
bertiga menuliskan nama kalian dan nomor telepon orangtua kalian di kertas ini."
Ia mengangsurkan kertas kepada Marco. "Kami akan menelepon orangtua kalian.
Mungkin mereka akan menghargai selera
humor kalian." Aku mengintip lewat bahu Marco ketika ia menulis "Fox
Mulder." Kemudian diikuti dengan nomor telepon.
Rachel memperkenalkan diri sebagai Dana Scully.
Tiba giliranku. Dan pikiranku kosong blong. Maklum deh, aku
tidak pernah benar-benar menonton X-Files. Si kapten memandangku,
sementara tanganku yang memegang pena diam tak bergerak di atas
kertas. Aku berkeringat. Nama apa ya enaknya" Nama apa"
"Apa kau lupa namamu sendiri?"
"Ehm... tentu saja tidak. Namaku... Cindy! Yak, itu dia, Cindy.
Cindy... Crawford." Marco terbelalak menatapku. Rachel terbelalak menatapku.
Kutuliskan namaku dengan tangan gemetar dan kemudian kutulis
nomor asal-asalan saja. Kedua petugas itu meninggalkan kami. Terdengar bunyi ceklek
keras saat kunci diputar.
"Cindy Crawford?" Marco menegaskan. "Kau ini sinting?"
"Aku sinting" Lalu kau sendiri apa?"
"Semua cowok di negara ini tahu siapa Cindy Crawford!"
"Kita harus meninggalkan tempat ini. Secepat mungkin!"
Rachel berkata. "Kuberi dia nomor telepon servis antar Pizza Hut."
"Kuberi dia nomor telepon rekaman Skor Olahraga," kata
Marco. "Aku tulis saja nomor satu-dua-tiga-empat-lima-enam-tujuh-
delapan!" kataku. "Delapan" Kauberi dia delapan angka?" Marco tertawa.
"Ingatkan aku, jangan sampai jadi mata-mata bersamamu. Sekarang, bagaimana kita
bisa keluar dari sini?"
"Aku bisa morf jadi beruang grizzly dan...," Rachel berkata.
"Jangan!" cegahku. "Mereka orang baik-baik dan, sejauh yang kita tahu, mereka
bukan Yeerk! Kita tak boleh melukai siapa pun!
Kita perlu jadi sesuatu yang cukup kecil agar bisa lolos lewat bawah pintu.
Kurasa lalat." "Aku benci jadi lalat," Rachel bergidik.
"Semut?" "No way." "Kecoak?" Rachel mengangguk. "Oke. Aku mau jadi kecoak."
Marco memandangnya, terperangah. "Lalat menjijikkan
buatmu, tapi kecoak tidak?"
Tetapi Rachel dan aku sudah sibuk bermetamorfosis dan Marco
harus bergegas untuk mengejar ketinggalannya.
Kali ini lantai tidak meninggi menyongsong kami. Lantai
melonjak. Dan perubahan yang kami alami tidak berupa transformasi
lembut dan agak indah dari kulit ke bulu.
Kali ini transformasi untuk Marco mulai dengan sungut. Dua
sungut panjang mencuat dari dahinya. SPLIIIT!
Bagi Rachel perubahan dimulai dengan kaki. Sepasang kaki
yang di tengah. Yang nongol dari dadanya.
"Yah!" aku menjerit, meskipun sedikit banyak aku sudah bisa memperkirakan apa
yang akan terjadi. Tapi, menyaksikan sungut
muncul dari dahi temanmu, dan sepasang kaki berbulu mencelat dari
dada sahabatmu... yah, mengerikan juga.
Tapi aku tak bisa benar-benar memusatkan perhatian pada
mereka. Sebab aku tiba-tiba dikagetkan kenyataan bahwa kotak lantai linoleum
seluas tiga puluh sentimeter persegi, sekarang serasa seluas lapangan bola. Dan
kenyataan bahwa aku bisa mendengar bunyi setiap tulang tubuhku melebur jadi
gumpalan lunak. Dan kenyataan bahwa
kulitku berubah jadi keras dan licin.
SPLUUUT! Kaki mencelat dari dadaku.
SPROUT! Sungut mencuat dari kepalaku.
Kakiku sendiri mengerut. Aku jatuh terjerembap! Kujulurkan
tangan untuk menangkap diriku sendiri, tapi aku tak lagi punya
tangan. "Aku sudah berubah pikiran," kata Rachel bergurau. Tapi apa pun yang akan
diutarakannya berikutnya tak terungkap, karena wajah manusianya yang jelita
berubah jadi cokelat dan keras, dan mulutnya berubah menjadi mulut kecoak.
teryata lebih menjijikkan daripada lalat,"> kata Rachel.
Dan saat itulah kami merasakan getaran lewat sungut-sungut
kami. Getaran berat langkah-langkah kaki.
Perlu latihan untuk menggunakan naluri kecoak cukup baik
sehingga bisa memahami percakapan. Tapi kami sudah berlatih. Jadi
kami bisa mendengar si kapten berkata, "Pizza Hut, eh" Akan
kutunjukkan Pizza Hut pada monster-monster kecil itu!"
Rachel berseru dengan antusiasmenya
yang khas kalau ia menghadapi maut. Marco
berteriak. gumamku.

Gerakan udara! Vibrasi - getaran! Angin! Bau manusia!
Pintu telah dibuka. Mengayun di atas kepala kami. Kami semua
mengerahkan tenaga tiga pasang kaki kami. Kami tinggalkan ruangan
itu! Chapter 10 ZUUUUUUUUM! Kami terbang melintasi kotak-kotak linoleum yang tergosok
licin. Keenam kakiku bergerak gila-gilaan, sungutku bergoyang liar,
semua naluri kecoakku berteriak, Lari! Lari! Lariii!
Jadi, kami berlari. Padahal kami sama sekali tak tahu harus lari ke mana.
teriak Marco.
balas Rachel.
seruku.
sinar lampu biasa">
Kucoba berpikir bagaimana kecoak
bisa membedakan antara sinar matahari dan sinar lampu biasa. Tentu saja! Kecoak
kaget dan takut pada cahaya! Makin kuat cahayanya,
makin menakutkan bagi kecoak.
kalian!> jeritku. mati.> Getaran! Banyak getaran. Keras, berat, mengguncang lantai. Ini
baru namanya GETARAN! Melalui mata kecoakku yang buram dan rabun kulihat, atau
paling tidak, kurasakan, benda-benda besar berjatuhan dari langit.
Seakan ada orang yang menjatuhkan truk-truk di sekitarku!
Langkah kaki! Sepatu-sepatu yang ukurannya sebesar trailer
besar! BLAG! BLUG! BLAG! BLUG! teriak Marco.
BLUUUG! Sepatu monster pembunuh jatuh dari langit dan
menghantam lantai hanya dua senti di depanku. Tetapi otak kecoakku bereaksi
tepat pada waktunya. Otak kecoak tahu bagaimana caranya
agar tidak terinjak. kataku. ini.> BLUUUG! Tubuh kecoakku menyingkir, menghindari tumit
sepatu yang nyaris saja menginjakku sampai gepeng dan mati dalam
waktu sedetik. seru Rachel.
Samar-samar aku melihat
tubuh kecoak Rachel di depanku. Dan Marco di sebelahku. Bersama-
sama, tiga kecoak amat ketakutan kabur menuju cahaya terang.
Tiba-tiba ada gundukan. Cukup tinggi untukku, walaupun
sebenarnya mungkin tidak sampai dua setengah senti. Rupanya
batasan pintu. Saat itu kusadari, aku ingin sekali keluar dari bangunan itu.
aku memanggil. di atas"> tanyanya.
jawab
Marco. kata Tobias.
kata Rachel. keluarkan kami dari sini!>
menuju ke arah kalian. Pasukan... kendaraan.>
Caranya mengatakan "kendaraan" seharusnya membuatku
waspada. Tetapi yang bisa kupikirkan hanyalah mendekat pada Marco
dan Rachel agar Tobias bisa mencomot kami.
Kami berada di atas beton sekarang, dan bergerak lebih pelan.
Kalau ukuranmu seukuran serangga, lantai beton tidaklah kelihatan
mulus. Kelihatannya kau berlari di atas lapangan tak berujung yang penuh
gundukan kecil. Beton juga seperti berkilau. Paling tidak,
begitulah kelihatannya bagi naluri kecoakku.
Dan satu hal lagi tentang beton, paling tidak beton yang disiram
cahaya matahari: rasanya panas!
Marco meratap.
temperatur sekuat ini,> kataku.

Tiba-tiba ada bayangan menukik turun. Aku harus melawan
dorongan untuk panik dan berlari ke arah yang berlawanan.
Dua cakar sangat besar dengan tekstur kasar menyambar
dengan kecepatan luar biasa. Kukunya menggores beton. Satu cakar
menggaet di bawahku dan mengangkatku naik, naik, naik.
Marco berteriak.
Tak ada lagi panas. Tak ada lagi beton. Aku melayang di udara,
diterpa angin.... Aku terjatuh. Cengkeraman Tobias pada
tubuhku terlepas dan aku jatuh, jatuh, berputar, berguling-guling di udara.
Seberapa jauh aku jatuh, aku tak bisa bilang. Wujud kecoakku
tak bisa melihat lebih jauh dari beberapa senti. Tapi rasanya aku jatuh lama
sekali. Jatuh.... Tobias menjerit.
Jatuh.... Rachel membeo.
tanya Marco.

PLUUK! Tubuhku menghantam tanah. Debu! Debu bergulung di
sekelilingku saat aku terjun ke tengahnya.
Tetapi aku tidak terluka.
Aku jatuh tertelentang. Kaki-kakiku bergerak gila-gilaan di
udara. tanyaku. Aku merasakan gelegar guntur
mengerikan menjalari lantai.
Tobias berseru. menyelamatkanmu. Tapi, Cassie, kau harus bergerak! Kalau tidak aku tak akan
keburu! Kau harus bergerak sekarang!>
Nadanya membuatku tidak tenang.


Dan saat itulah aku sadar, yang kudengar dan kurasakan ini
bukan guntur. Chapter 11 < CASSIE! Bergerak!> jerit Tobias sambil meluncur ke arahku
dengan kecepatan penuh. Kugerakkan keenam kakiku seperti jika
kecoak terperangkap di wastafel. Tetapi kakiku cuma mengais-ngais
udara. Dan guntur itu sudah lebih dari sekadar guntur sekarang. Sudah menjadi
rentetan ledakan yang tak henti-hentinya.
BBBRRRRRBBBRRRRRRMMMM! BBBBRRRRRBBBBBMMMMMM! Sayap! Tunggu! Kecoak punya sayap. Aku tinggal me...
Terlambat! Sesuatu memblokir matahari. Kurasakan tubuh kecil kecoakku
tergencet ke tanah. Lama sekali. Tekanannya luar biasa. Tetapi...
Tiba-tiba aku terangkat dari tanah. Tetapi tidak bebas. Aku
lengket. Menempel di telapak roda tank dan bergerak pelan sementara telapak itu
bergulung menuju, ke bagian depan tank lagi.
Kugerakkan lagi kakiku, tapi sekarang dua di antaranya tidak
bergerak. Aku melekat telentang di atas telapak kotor. Sekali lagi tergilas aku
tidak bakalan selamat. Kucoba sayap kiriku. Percuma. Sayap kiriku sudah tergilas
hancur. Kucoba sayap kananku. Yes!
Aku membalik, mendarat di atas keempat kakiku yang utuh,
berbelok tajam ke kiri dan lari seperti gila ke tepi telapak. Z0000M!
Aku jatuh! Menimpa tanah dan berlari. Aku berlari terus tanpa
berpikir sama sekali untuk berhenti.
Tobias mengangkatku dari tanah dan aku masih terus berlari
dengan keempat kakiku yang utuh. Marco berpendapat seluruh
kejadian tadi lucu sekali, tentu saja. Ia terpingkal-pingkal selama sepuluh
menit waktu yang diperlukan Tobias untuk menerbangkan
kami keluar dari Zona 91. Dan selagi Marco tertawa, Tobias minta
maaf karena telah menjatuhkanku. Tobias menurunkan kami di luar
batas pangkalan rahasia itu.
Kami demorph di sebuah selokan yang terbentuk oleh sungai
kecil. "Kau tak apa-apa?" Rachel menanyaiku, begitu ia dan Marco dan aku sudah jadi
manusia lagi. "Mengingat aku tadi digilas tank, ya, aku tak apa-apa."
Marco nyengir. "Sayang sekali aku tak bisa melihat tampang
Kapten Torrelli waktu ia menyadari kita bertiga sudah lenyap."
Rachel meninju lengan Marco. "Kau ini kelewatan begonya!
Kenapa kau terus-menerus memprovokasi dia dengan ocehanmu
tentang alien" Kalau tidak, dia kan sudah melepaskan kita."
"Sebetulnya," kata Marco serius, tidak konyol seperti biasanya,
"dia tidak akan melepas kita sebelum dia mengontak orangtua kita.
Dan mana boleh itu terjadi. Iya, kan" Jadi, aku sengaja memanasinya.
Dengan begitu dia akan mencap kita cuma sebagai serombongan
orang sinting. Kalau omongan kita masuk akal, dia akan benar-benar bertanya-
tanya apa yang kita lakukan di sana tanpa sepatu."
Rachel mendelik padanya dengan curiga. Tetapi aku tahu
Marco benar. Seperti yang sudah kukatakan, Marco kadang-kadang
konyol, tetapi ia tidak bodoh.
"Jadi, sekarang apa yang kita lakukan?" tanya Rachel. "Sudah sore nih. Kita


Animorphs - 14 Melacak Pesawat Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus pulang." udara akan mendingin. Lebih sedikit termal berarti harus terbang
dengan kerja keras.> Aku mulai merasa seperti idiot. Akulah yang semula paling
peduli tentang ide Yeerk merasuki kuda-kuda. Tetapi kami tak
berhasil menemukan apa-apa. Yang berhasil kami lakukan hanyalah
ditangkap polisi militer dan nyaris digilas hancur oleh tank.
Rachel jelas sudah siap melepas ide Pengendali-Kuda ini.
Kurasa sebelumnya ia memang sudah tidak yakin apakah kami benar-
benar melihat Yeerk merayap keluar dari kuda itu.
Yang 1ain lebih ragu-ragu lagi. Dan aku bisa memahami
keraguan mereka: Problem utama kami adalah masalah Yeerk yang
menguasai manusia. Jika mereka ingin bereksperimen dengan
menguasai kuda, yah, kok turun benar sih derajatnya.
kata Tobias. Ia hinggap di batang
kayu kering yang sudah memelintir. melihat suara apa itu! >
Ia mengepakkan sayap dan terbang, sementara Marco, Rachel,
dan aku merangkak ke bawah semak. Celakanya, ternyata itu semak
berduri. "Wah, asyik benar nih," gumam Marco pelan.
seru Tobias dari atas.
Marco sudah langsung merangkak keluar dari tempat
persembunyian. Kusambar lengannya. "Jangan. Tunggu," desisku.
Enam ekor kuda menuruni sisi selokan dengan kaku, menuju ke
air. Mereka dipimpin oleh kuda jantan abu-abu.
"Lihat" Cuma kuda. Sekarang, boleh aku menyelamatkan
pantatku dari tusukan duri ini?"
Kugelengkan kepala dan kutaruh jari di bibirku. Kuawasi kuda-
kuda itu turun. Kuamati. Aku mencari-cari sesuatu yang kelihatannya aneh atau
tidak biasa. Tapi tampaknya mereka kuda-kuda biasa.
Empat dari kuda-kuda itu menundukkan kepala mereka yang
besar dan mulai minum. Kuda kelima berjaga.
Kuda keenam adalah kuda betina putih-abu-abu yang
kelihatannya keturunan murni. Kuda betina ini berhenti di dekat si kuda jantan,
bersikap waspada, dan kelihatannya berbisik di
telinganya. Kemudian, tiba-tiba... PLOK! PLOKPLOKPLOK! PLOK!
Kuda itu mulai melakukan apa yang biasa dilakukan kuda.
Kalau kau paham maksudku.
"Kuda itu buang air besar," bisik Marco.
"Terima kasih kami diberitahu, Beavis," kata Rachel. "Tanpa kauberitahu, kami
tidak akan tahu." "Kotoran kuda," kata Marco. "Kue padang pasir. Heh-heh-heh-heh."
"Cukup deh. Aku tak sudi berbagi semak dengan...," kata
Rachel. "Ssst! Lihat! Lihat!"
Betapa herannya aku, kuda betina yang buang hajat itu berhenti.
Kuda-kuda yang lain memandangnya dan meringkik. Sumpah deh,
mereka tertawa. Dan kemudian kuda betina itu berjalan menjauh, bersembunyi
di balik pohon supaya tak terlihat yang lain, dan menyelesaikan
hajatnya. "Kuda yang sopan dan pemalu?" tanyaku puas.
Rachel mengangguk. "Yeah. Memang sedikit aneh sih."
Kami menunggu sampai kuda-kuda itu sudah selesai minum
dan pergi lagi. Tobias terbang turun dan mendarat di sebelah kami.
Aku merangkak keluar dari bawah semak dan mengebut bersih
pakaianku. "Belum pernah aku melihat kuda sembunyi di balik pohon
untuk buang hajat." Aku memandang Marco dan Tobias. "Kalian berdua puas" Mereka
bukan kuda biasa."' Chapter 12 KEESOKAN harinya hari Sabtu. Kami berkumpul di gudang
jeramiku. Bagaimana kau memata-matai Pengendali-Kuda" Bagaimana
kau mengawasi tindakan sekelompok kuda yang di kepalanya
bercokol Yeerk" Itu pertanyaannya.
"Kita berubah jadi kuda, tentu," kataku seraya membuka paksa moncong rubah yang
kemarin menatapku dengan mata kelaparan
ketika aku jadi elang laut. Kumasukkan pil ke dalam mulutnya,
kututup moncongnya dan kupegangi, lalu kutiup hidungnya agar ia
menelan pilnya. "Kuda" Bukankah kau pernah morf jadi kuda?" tanya Jake.
"Ya. Aku morf jadi salah satu kuda kami. Luar biasa. Tapi kita punya masalah.
Kita cuma punya satu kuda di sini sekarang. Dan kuda ini punya ciri-ciri khusus.
Mana bisa kita berkeliaran di Dry Lands dengan sosok yang persis sama."
"Kuda kembar," Marco merenung. "Kuda-kuda Sweet Valley.
Hmmm. Bisa jadi sinetron nih."
Kami hadir lengkap saat itu, berenam, termasuk Ax. Ax dalam
morf manusianya. Sekali lagi aku terperangah melihat betapa
tampannya ia. Aneh rasanya bisa melihat ciri-ciri Rachel, Marco,
Jake, dan aku pada dirinya. Ada ekspresi-ekspresi tertentu, kadang-kadang kalau
ia tersenyum, misalnya, ketika rasanya aku memandang
ke dalam cermin dan melihat diriku sendiri dalam versi cowok. Aku
jadi agak merinding. "Kuda. Ku-ku-ku-da-da," kata Ax.
Marco merentangkan tangannya lebar-lebar, telapak menghadap
ke atas. "Cuma itu, Ax" Atau masih ada komentar lain?"
"Kuda adalah binatang berkaki empat," kata Ax. "Lebih bijaksana daripada
berjalan di atas dua kaki ringkih seperti manusia.
Ringkih. Ring-kih. Kata yang lucu, ya?"
"Yah, 'ringkih' memang lucu sekali," kata Rachel. "Jadi, di mana kita bisa
menemukan enam kuda berlainan yang bisa kita morf?"
Tobias,menyarankan.
Kututup pintu kandang si rubah dan kulapkan tangan ke celana
jinsku. "Yang mereka punya di The Gardens hanyalah kuda peranakan eksotis. Kita
perlu kuda yang kelihatan seperti kuda."
Mendengar The Gardens disebut-sebut, aku jadi ingat lembaran
kertas penuh tanda tangan di pangkalan. Perlukah aku
menyebutkannya" Tidak, kertas itu mungkin tidak penting.
"Bagaimana dengan salah satu peternakan di dekat-dekat sini?"
Jake mengusulkan. Aku menggeleng. "Semua orang di sekitar sini kenal aku. Jika
mereka melihat kita...."
"Pacuan kuda," kata Rachel. "Ada banyak kuda di sana. Paling tidak dua lusin.
Aku pernah ke sana dengan Dad. Akhir minggu lalu, malah. Bagi Dad, itu tempat
asyik untuk membawa anak perempuannya, pada hari kunjungannya."
"Kau diizinkan bertaruh tidak?" Marco ingin tahu.
"Dad yang bertaruh untukku. Dua dolar untuk Chase Me
Charly. Dia masuk urutan nomor dua. Aku menang tiga dolar."
Kupandang lekat-lekat sobatku. Kaupikir kau tahu segalanya
tentang temanmu, lalu, tiba-tiba saja, kau tahu sesuatu yang baru.
"Manusia bertaruh" Untuk kuda" Untuk mengetahui mana yang
lebih cepat?" tanya Ax. "Pakai apa kalian bertaruh?"
"Pakai uang dong. Pakai apa lagi?" Marco balik bertanya.
"Uang. Ah, ya. U-wang. Aku selalu lupa tentang manusia dan
uangnya." Jake memandang arlojinya. Tampangnya agak putus asa, seperti
biasanya jika omongan kami melenceng ke mana-mana. "Oke, begini saja. Kita semua
ke pacuan kuda. Tak boleh ada yang bertaruh. Kita menyerap DNA beberapa kuda,
kemudian kita terbang ke Dry Lands
dan memata-matai kuda-kuda yang pemalu itu."
"Lagi?" keluh Marco. "Itu sudah kita lakukan setiap Sabtu.
Kapan sih kita melakukan sesuatu yang orisinal, gitu?"
tanya Tobias. Yeerk menguasai tubuh kuda">
"Pertanyaan bagus," kata Jake.
"Pasti ada kaitannya dengan Zona Sembilan-satu," kata Marco.
"Maksudku, masa sih, itu cuma kebetulan?"
"Mungkin saja memang ada kaitannya dengan Zona Sembilan-
satu, tapi tidak seperti yang kaupikirkan, Marco," aku urun pendapat.
"Siapa yang tahu apa yang sebetulnya dilakukan Angkatan Udara di sana" Mungkin
mereka sedang mengetes senjata super yang ditakuti
Yeerk." Ax tertawa. "Senjata manusia yang menakutkan Yeerk" Mana
mungkin. Tak mungkin. Mung-kuin."
Aku agak tersinggung atas nama umat manusia. Tapi Ax
mungkin benar. "Begini, menurutku tak ada alasan bangsa Yeerk harus peduli pada
pesawat ruang angkasa yang mungkin
disembunyikan di sana. Kecuali... kecuali mungkin mereka tidak tahu apakah teori
konspirasi itu betul atau tidak."
"Aku harus mengakui, aku tak benar-benar paham apa yang
kalian bicarakan," kata Ax. "Bagaimanapun juga, bangsa Yeerk akan tahu kalau ada
sesuatu yang nonmanusia di mana pun di permukaan
planet bumi ini. Sensor mereka bisa menganalisis lakur - logam
campuran. Bangsa Yeerk memang belum selevel Andalite, tapi
mereka juga tidak primitif-primitif amat. Mereka akan bisa
mendeteksi adanya lakur, plastik komposit, ataupun logam-logam
murni - bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat pesawat
ruang angkasa." Aku tahu Ax tidak bermaksud merendahkan. Tetapi kadang-
kadang pada akhirnya jadi begitu. Tentu saja kemudian ia sendiri akan merusak
efek Mr. Spock/Commander Data dengan nyeletuk konyol,
seperti: "Apakah kayu itu gurih" Enak, tidak?"
"Yeah, tapi kau perlu banyak garam," jawab Marco.
Jake kelihatan gelisah. "Kalian tahu, akan jadi masalah jika isu konspirasi ini
ternyata benar. Maksudku, bagaimana jika ternyata
pemerintah memang menyembunyikan pesawat ruang angkasa alien di
Zona Sembilan-satu?"
"Apa sih Zona Sembilan-satu itu?" tanya Ax.
"Untuk satu hal, aku harus minta maaf pada Marco," kata
Rachel. "Tapi untuk hal lain, mungkin apa pun yang mereka
sembunyikan di Zona Sembilan-satu, benar-benar bisa digunakan
untuk menguak rahasia teknologi Yeerk."
"Yah, lebih baik kita selidiki," kata Jake. "Perhentian pertama: arena pacuan
kuda." "Dan apa persisnya arena pacuan kuda?" tanya Ax. "Persisnya"
Sisnya?" Chapter 13 ARENA pacuan kuda tidak jauh letaknya. Kami memutuskan
untuk terbang. Kami semua bermetamorfosis menjadi burung camar,
kecuali Ax dan Tobias. Kami berpendapat burung camar tidak akan
terlalu mencolok jika beterbangan di sekitar kandang-kandang dan
padang rumput di arena pacuan kuda. Sedangkan segerombolan
burung pemangsa bisa mencurigakan. Jadi kami semua berubah
menjadi burung camar, Ax menjadi alap-alap, dan Tobias tetap
Tobias. Terbang sebagai camar hampir sama dengan terbang sebagai
burung pemangsa lain dalam banyak hal. Tapi dalam beberapa hal ada bedanya. Kau
harus lebih banyak mengepakkan sayap; kau terbang
lebih dekat ke tanah; dan otak burung camar punya cara pandang yang berbeda
daripada otak burung pemangsa. Burung camar adalah
pemakan bangkai. Kami terbang sekuat tenaga menjauh dari peternakan,
mengepakkan sayap putih-abu-abu yang bertepi tajam dan menyapu
ke belakang. Ax dan Tobias meluncur jauh di depan kami, mengawasi
kalau-kalau ada burung pemangsa lain di angkasa.
Tapi bagi kami keempat camar, perjalanan ini hanyalah
perjalanan panjang melewati tempat sampah.
isinya!> goreng dan sisa burgernya!>

dimakan! Extra crispy, lagi!>



Memang benar, kami bisa berusaha lebih keras untuk
mengontrol obsesi camar terhadap segala sesuatu yang bahkan cuma
mirip makanan. Tapi pasti susah. Dan terus terang saja, asyik juga sih.
Burung camar bisa melihat makanan yang bahkan tak akan pernah
kaupikirkan. Kau akan heran sendiri melihat makanan apa saja yang
dibuang orang.
Akhirnya toh kami tiba juga di arena pacuan kuda. Tanpa betul-
betul melambat untuk menyambar sampah.
Dari angkasa, arena pacuan ini tampak seperti lingkaran tanah
berbentuk oval yang besar dan panjang, dikelilingi pagar putih. Ada gundukan
lapangan rumput di satu sisi, dan berbagai kandang berjajar di belakang tribune.
Tempat parkirnya setengah penuh dengan mobil-mobil dan truk
yang menarik trailer kuda. Gerombolan orang memenuhi tempat-
tempat duduk di tribune, dan juga di sebelah arena pacuan itu sendiri.
Di tempat terbuka di tengah arena oval itu ada papan elektronis.
Papan itu sudah menampilkan taruhan-taruhan untuk pacuan pertama.
tanya
Rachel. Tobias mengusulkan.

house,> usul Marco. ejek Tobias. Kurasa bagi elang, menyebut
orang lain merpati sudah merupakan penghinaan besar.
Kami terbang rendah dan meluncur sepanjang dinding belakang
gudang. Ada dua deretan istal. Masing-masing dengan dua pintu, yang satu
menghadap ke luar, dan satunya lagi ke lorong penghubung yang panjang. Ternyata
memang separo dari kandang-kandang kuda itu
kosong. Aku berbelok tajam ke kiri. Burung camar bisa membelok luar
biasa cepatnya. Dan meluncur... Z0000M!... lurus masuk ke pintu istal yang
terbuka. Aku mendarat di jerami yang kotor. aku memanggil
yang lain. ZOOOM! ZOOOM! ZOOOM! ZOOOM! ZOOOM!
Yanglain ikut terbang masuk dan mendarat di dekatku.
Kemudian kami mulai demorph. Gampang sekali. Tak ada masalah.
Hanya ada satu persoalan yang kami lupakan: kalau kau
demorph kau harus kembali ke wujud normalmu. Bagi Rachel, Jake,
Marco, dan aku, itu berarti ke wujud manusia.
Tetapi bagi Ax, berarti ke wujud Andalite.
Chapter 14 < OKE, semua demorph,> kata Jake. manusia atau tetap begitu">


Animorphs - 14 Melacak Pesawat Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DNA kuda. Jadi, sementara kalian demorph, aku akan duluan mencari
kuda yang aku suka.> Tahu, kan, kau harus dalam wujud aslimu kalau ingin
mendapatkan morf baru. Dan, walaupun sedih, kenyataannya sekarang
ini elang ekor-merah adalah wujud asli Tobias. Tobias terbang pergi,
mempertahankan sayapnya tetap menguncup dalam kandang sempit
ini. Aku mulai bermetamorfosis. Sayap putihku yang menyapu ke
belakang mulai tumbuh menjadi jari-jari. Kedua kaki mungilku
mencuat memanjang. Paruhku yang kekuningan melebar dan
melembut menjadi bibir. Dan satu hal menjadi jelas: Satu kandang terlalu sempit,untuk
empat anak ABG dan satu Andalite.
Semuanya sudah sembilan puluh persen manusia dan Ax sudah
kira-kira sembilan puluh persen Andalite, ketika mendadak, tanpa
peringatan, terpandang olehku dua laki-laki tua. Yang satu
mengunyah-ngunyah ujung cerutu basah. Mereka memandang lewat
atas pintu istal. "Apa mak... apa yang kalian lakukan di sini" Dan, astaganaga, apa itu?"
?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
Yang dilihat mereka adalah empat anak ABG memakai baju
senam dengan hiasan bulu-bulu. Dan sesosok makhluk sangat-sangat
aneh, yang seumur hidup belum pernah mereka lihat.
"Ax! Tundukkan kepalamu!" desisku. Aku melompat ke antara dua laki-laki tua itu
dan ekor Ax. Jika kau belum pernah melihat Andalite, dan aku yakin pasti
belum, baiklah kujelaskan. Andalite tampilannya seperti campuran
aneh antara rusa, kuda, kalajengking, dan manusia. Tubuh mereka
seperti tubuh ramping kuda atau rusa, hanya saja bulu mereka biru
kecokelatan. Tubuh bagian atas mereka hampir seperti manusia, kecuali
kepalanya, yang sama sekali bukan kepala manusia. Seperti sudah
kukatakan, Andalite tidak punya mulut. Mereka makan dengan
menyerap rumput melalui kaki mereka saat mereka berlari. Mereka
berkomunikasi secara telepati dengan bahasa pikiran. Dan mereka
punya mata yang ganjil. Andalite punya empat mata. Dua mata di tempat yang biasa.
Dua lainnya di ujung tanduk yang fleksibel, bisa berputar, di atas kepala
mereka. Kau tahu tanduk kecil jerapah" Bayangkan tanduk
seperti itu, tapi dapat berputar. Dan dengan bola mata di ujungnya.
Dan akhirnya, ekornya. Ekornya panjang dan ujungnya berupa
sabit tajam yang bisa merobohkan pohon lebih cepat daripada kejapan matamu.
Ekornya itulah yang ingin kucoba sembunyikan dari dua laki-
laki tua itu. Aku cuma bisa berharap Ax berpikir untuk merundukkan bagian atas
tubuhnya. "Aku tanya pada kalian, apa yang kalian lakukan di istal," si cerutu bertanya
lagi, kali ini lebih kasar.
"Ehm... mengurus kuda kami?" aku menawarkan.
Alis Rachel terangkat. "Kuda kami" Oh, yeah, betul, itu yang
kami lakukan. Mengurus kuda kami." Ia mengulurkan tangannya dan membelai
punggung Ax. "Kecil betul kudanya," laki-laki satunya mengomentari ragu-ragu. "Kasihan
banget. Kalian kasih makan apa kuda kurus itu?"
"Makanan kuda," jawab Marco.
"Makanan kuda?"
"Yeah. Mmm... Anda tahu, kan, makanan kuda. Wow, kalian
harus lihat, berapa kaleng yang bisa dihabiskan kuda ini. Gila,
seharian penuh aku membuka kaleng-kaleng makanan kuda dan
mengisi piringnya." Kedua laki-laki itu terbelalak. Si cerutu memindahkan
cerutunya ke sisi lain mulutnya.
"Ha-ha-ha!" aku terbahak sengaja. "Dia memang paling suka ngaco! Tentu saja kami
tidak memberinya makanan kuda kalengan.
Kami memberinya rumput dan jerami. Seperti makanan kuda lainnya.
Temanku itu memang suka bercanda! Mesin canda dia itu!"
"Lagian, dia juga bego," Rachel menambahkan. "Kuda kalian biru," laki-laki
satunya mengomentari. "Belum pernah aku melihat kuda biru."
"Aku juga belum pernah lihat anak-anak yang pakai bulu .di
wajah," kata si cerutu. "Dan selama hidupku sudah banyak sekali yang kulihat."
Jake menatapku, menungguku memberi jawaban jitu. Demikian
juga Rachel. Juga Marco. "Kuda" kami memang biru. Tak bisa disangkal. Dan ya
betul, ada bulu-bulu putih-abu-abu mencuat keluar dari lengan dan leher seragam
morf kami. "Kami suka kuda biru," jawabku lemah.
"Suatu hari nanti, semua kuda akan biru," Jake menimpali.
"Kalian keluar dari situ. Ini tidak benar. Sama sekali tidak
benar. Keluar dan biarkan aku melihat..."
Lebih tepat dikatakan aku merasakan, bukan melihat, getaran
yang menjalari tubuh Ax. "Ax, JANGAN!" aku menjerit.
CRAS! CRAS! Ia menyabetkan ekor mautnya! Tapi bukan ke arah dua laki-laki
itu. Dalam waktu kurang dari setengah detik, ia telah menebas kisi-kisi di
sebelah atas yang mengelilingi istal. Ia menebasnya di dua tempat. Kisi-kisi
itu, berupa kayu berdiameter dua puluh senti, jatuh tepat di kepala kedua laki-
laki itu. "Ahhh!" "Auwww!" "Lari!" teriak Jake.
Kami terantuk tubuh kedua laki-laki yang mengerang itu dan
jatuh bertumpuk di atas mereka. Empat anak ABG dan seekor "kuda"
biru yang sangat aneh. Dari sudut mataku kulihat kilatan bulu-bulu cokelat-dan-
kekuningan. kata Tobias.

"Tangkap! Hentikan anak-anak itu!"
Kami kabur dengan menyusup-nyusup di antara istal-istal! Ax
bermetamorfosis sebagai manusia sambil berlari. Aku menyelesaikan
demorph-ku, sisa-sisa buluku menghilang. Di luar kandang, orang-
orang sudah bergerombol, menunggu pacuan pertama dimulai.
"Keluar dari sini. Keluar ke tempat pacuan!" Jake berteriak.
"Kita bisa membaur dengan kerumunan para penonton."
Kemudian, GUBRAK! Ada pintu istal menjeblak terbuka, tepat
di depanku. Aku terhalang dari yang lain. Aku mengitari pintu itu, tapi terlalu
lamban. Ada orang yang menjambret pergelangan kakiku. Aku
jatuh terjerembap, mencium lantai beton.
"Cassie!" Jake menjerit. Ia berlari balik mendekatiku, tapi sekarang sudah
banyak orang menuju kandang. Petugas kandang, joki, pelatih kuda, dan pemilik,
semuanya mencemaskan apa yang telah
kami perbuat terhadap kuda-kuda mereka.
Aku menunduk. Yang memegangi kakiku ternyata cowok ABG.
"Aku berhasil menangkap satu!" teriaknya.
Aku tak ingin menendangnya. Aku tak ingin melukainya. Ia
cuma cowok biasa, mungkin bukan Pengendali.
"Aku menahgkap dia! Aku menangkap cowok ini!"
Cowok" Sori ya! Cowok" Aku bahkan tidak memakai overall
atau atribut cowok lainnya. Oke, mungkin seragam morfku tidak bisa dibilang
modis, tapi hei, aku dibilang cowok"
Sekarang aku jadi ingin menendangnya.
DUKK! Kutendang tangannya sampai lepas.
"Sori," kataku sambil terhuyung bangun. Aku memandang
berkeliling dengan panik. Tak ada Jake. Tak ada Rachel. Tak ada
Marco maupun Tobias. Yang kulihat cuma punggung-punggung
segerombolan orang, yang sedang mengejar seseorang di ujung
kandang. Aku berlari mengitari si cowok yang jatuh dan membuang diri
ke dalam istal. "Tenang, boy," bisikku pada kuda jantan besar keemasan di dalam istal. "Tenang.
T-e-e-e-n-a-n-g." Biasanya binatang-binatang menyukaiku. Yang ini tidak.
"HhhhiiiEEEH-hiiieh-hiiieh-hiiieh!
Aku punya dua pilihan. Keluar dari istal itu dan ditangkap. Atau
tetap tinggal di dalamnya dan diinjak-injak si kuda. Maka aku
memilih pilihan ketiga. Begini, kalau kau menyerap DNA binatang, proses itu
membuatnya seperti trans. Si binatang menjadi sangat tenang. Itulah sebabnya aku
bisa menyerap DNA beruang grizzly.
Maka aku menekankan kedua tanganku pada panggul kuda
besar yang meringkik-ringkik itu dan memusatkan pikiranku. Ia
menjadi tenang dan diam., DNA-nya mengalir ke dalam tubuhku.
Menjadi bagian dari diriku.
"Salah satu dari mereka ada di dalam kandang. Entah kandang
yang mana," kudengar ada yang berkata.
Nah, kalau kau ingin menyamar di dalam kandang kuda, apa
yang akan kaulakukan"
Persis. Aku mulai bermetamorfosis menjadi kuda.
Chapter 15 TRET TET TET TET TRET TET TET TRET TET TET
TEEET! Kudengar bunyi terompet yang menandai dimulainya pacuan.
Dan kudengar para penonton mulai bergumam tegang. Tapi pikiranku
dipenuhi hal lain. Aku sudah pernah menjadi kuda sebelum ini. Jadi, kupikir aku
tahu persis apa yang kuharapkan. Tetapi ini bukan sembarang kuda.
Ini kuda pacu. Sensitif,agresif, dan agak kejam.
"Cari di semua istal!" ada yang berseru. "Siapa tahu apa yang diperbuat anak-
anak itu terhadap kuda-kuda kita! Mereka sudah
mengubah satu kuda jadi biru!"
"Kalau begitu harus cepat. Putaran pertama sudah mulai."
Kudengar pintu-pintu istal membuka dan menutup. Mereka di
ujung deretan kandang. Aku punya waktu dua menit. Mungkin.
Aku mulai bermetamorfosis.
Yang pertama berubah adalah telinga. Telinga manusiaku
seperti merangkak ke arah atas kepalaku. Kemudi- dua telinga itu
mencuat. Tidak istimewa. Maksudku, tidak istimewa kalau kau sudah
terbiasa dengan perubahan semacam itu. Tapi kalau itu di luar
dugaanmu, dan tiba-tiba saja telingamu merembat ke atas kepalamu
sementara telinga itu memanjang dan meruncing dan ditumbuhi bulu-
bulu keemasan, tentu kau beranggapan itu hal luar biasa.
Tubuhku segera berubah sangat cepat. Pantatku menjadi besar
sekali! Benar-benar pantat super deh!
Lututku tiba-tiba berubah arah dengan suara berderik
mengerikan. Betisku memanjang, makin panjang dan makin panjang.
Kakiku boleh dibilang tak berdaging lagi. Cuma tulang panjang yang diselimuti
bulu keemasan. Bulu-bulu menyebar ke seluruh tubuhku. Menebar ke atas ke
seluruh kakiku, menuruni lenganku. Di sekujur dada dan punggungku.
Sayang sekali aku tak punya banyak waktu menikmati pertumbuhan di
dada dan punggung ini. Soalnya cool banget deh. Kuda memiliki bulu yang lembut,
halus, dan indah keemasan.
Kemudian lenganku mulai tumbuh. Bagian atasnya
menggelembung dengan otot-otot yang kuat dan tebal. Semua otot
berkumpul di atas. Bagian bawah cuma tulang melulu.
Sementara aku mengawasi, jari-jariku melebur. Seakan jari-
jariku itu terbuat dari lilin dan dimasukkan dalam oven panas. Soalnya leleh
begitu saja. "Ahh!" aku terpekik. Sekejap tadi aku melihat tulang jariku yang tanpa daging.
Bukan sesuatu yang ingin kaulihat. Percaya deh.
Tulang-tulang itu putih berkilau. Aku bisa melihat buku-buku jariku yang tak
berdaging. "Aku dengar jeritan! Di sana!"
"Cari terus. Jangan sampai dia lolos dari kandang ini."
Aku tersungkur ke depan, tak lagi sanggup berdiri di atas kedua
kakiku. Aku tersungkur ketika tulang-tulang jariku yang telanjang
melebur dan mengeras menjadi kaki kuda.
PLOK! Kedua kaki depanku menyentuh tanah. Dan sekarang
kudanya - kuda yang asli - jadi benar-benar cemas sekali. Ia sudah
sepenuhnya sadar dari proses diserap DNA-nya. Dan sekarang ia
mulai menginsyafi ada sesuatu yang sangat, sangat, sangat tidak beres terjadi di
dalam istalnya. "HiiiEEEH-hiieeh-hiieeh-hiieeh!"
"Tenang saja," aku mulai berbisik. Tetapi tepat aku baru mulai bilang "saja",
seluruh wajahku meletup ke arah depan.
Hidungku pergi begitu saja. Pindah. Jauh. Berubah jadi
moncong sepanjang tiga puluh senti. Lebih malah!
Hidungku jadi luar biasa besarnya, sehingga memaksa kedua
mataku terpisah jauh. Luar biasa! Mataku, yang semula cuma berjarak dua setengah
senti, seperti mata manusia normal lainnya, makin lama terpisah makin jauh. Dan
sementara kedua mata itu terpisah,
kurasakan jangkauan pandanganku makin lama makin luas juga.
Tapi kemudian jaraknya terlalu lebar. Kedua mataku berada di
kedua sisi kepalaku. Di tempat yang seharusnya pelipisku. Dan di
antara kedua mata itu ada hidungku yang sebesar pulau. Hidungku
sudah mencuat begitu jauh sehingga mulutku pun ikut terseret.
Aku mendengar bunyi berderik dan berkeretukan mengerikan
dari dalam kepalaku sendiri. Gigi-gigiku terasa gatal ketika digantikan gigi-
gigi kuda yang tebal dan rata.
Perubahanku sudah hampir total. Kemudian jauh, nun jauh di
belakang, kurasakan ekorku muncul begitu saja, seperti ilalang
hiperaktif. Oke, sekarang aku sudah jadi kuda sempurna.
Kuda yang asli membelalak memandangku dengan sebelah
matanya yang berair. Dia mengendusku. Ternyata... tidak bau apa-apa.
Paling tidak, bagi otak kuda tidak bau. Kuda dan binatang-binatang lain yang
menggantungkan hidupnya dari bau, tidak dilengkapi
dengan pemahaman bahwa mereka bisa membaui kuda lain dan
bahwa kuda itu baunya persis ia sendiri..
Keadaannya seperti jika manusia tiba-tiba berhadapan dengan
orang lain yang identik dengan dirinya. Hanya saja kuda bukanlah
binatang yang termasuk jenius di kerajaan binatang. Mereka tidak bisa mencerna
ini. Jadi, walaupun aneh, nyatanya reaksi kuda yang asli adalah
malah menjadi tenang. Seakan aku ini tidak ada saja. Dan yang lebih aneh lagi,
saat aku merasakan otak kudaku mulai bangun dan
berfungsi di bawah kesadaran manusiaku, aku merasakan hal yang
sama terhadap si kuda yang lain.
Seakan aku bertanya: Kuda lain yang mana" Memangnya ada"
Aku mengetes naluri kudaku. Pendengaran yang hebat.
Penciuman yang baik. Tapi penglihatanku parah.
Aku nyaris rabun, tapi yang lebih gawat, caraku memandang ke
dua arah yang berlawanan pada saat yang bersamaan. Mataku
menghadap ke kanan dan ke kiri. Aku tak punya persepsi mendalam di kedua arah
itu. Aku tak bisa mengira-ngira apakah sesuatu yang
berada di kiriku jaraknya setengah meter atau satu setengah meter.
Jika kau menaruh dua tongkat di tanah, mungkin aku tak bisa
mengatakan tongkat mana yang lebih dekat.
Tapi tepat di depanku, ada zona di mana pandangan kedua mata
kudaku bersatu. Hanya di area itulah aku punya pandangan binokular seperti
manusia dan elang. Aku bisa melihat jelas dan memperkirakan jarak, tapi hanya di
area tepat di depanku.

Animorphs - 14 Melacak Pesawat Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aneh rasanya. Tapi yang menggangguku adalah tingkat energi
yang dimiliki si kuda besar. Seakan semua otot di tubuhku disetrum listrik. Aku
ini pabrik penghasil energi murni!
Tapi otak kuda bukannya tak bisa dikendalikan. Aku memang
merasa lapar, tapi bukan lapar gila-gilaan seperti yang dialami spesies-spesies
lain. Aku memang gelisah, tapi bukannya rasa ketakutan gila yang menggerogoti
pikiran seperti takutnya tikus kecil atau bajing.
Aku bisa menanganinya, kataku pada diri sendiri. Hanya tinggal
melakukan satu hal. Aku harus keluar dari istal, keluar dari gudang.
Lalu bermetamorfosis ke wujud semula dan mencari kawan-kawanku.
Oke, tiga hal deh. Cuma ini tidak bisa dilakukan diam-diam. Kujulurkan kepalaku
yang besar lewat atas pintu istal dan kulakukan hal cerdik yang belum pernah
dilakukan kuda mana pun: kusorong gerendel istal dan
kudorong pintunya sampai terbuka.
Yang penting bersikap normal, kataku pada diri sendiri. Yeah.
Gadis normal yang sudah berubah menjadi kuda pacu.
Aku melangkah keluar. Aku bisa melihat ke dua jurusan
sekaligus, jadi aku bisa melihat dua rombongan petugas kandang di
kedua ujung lapangan yang berlawanan.
Ooooke. Tenang. Jalan tenang-tenang.
Salah satu dari mereka kaget. Ia membelalak. Dan kemudian ia
bergegas menyongsongku. "Hei! Ini Minneapolis Max! Dia keluar dari kandangnya.
Bagaima... siapa yang begini teledor" Tahu rasa
nanti! Joe! Ambil kekangnya! Cepat, sebelum Max bikin heboh!"
Dari sisi lain kepalaku, kulihat cowok ABG yang tadi
kutendang. Ia berlari ke istal yang baru saja kutinggalkan. "Hei, Mr.
Hinckley! Ada kuda lain di sini yang persis seperti..."
"Tutup mulut dan bawa sini kekangnya! Sekarang juga!
SEKARANG!" "Baik, Pak." Laki-laki yang dipanggil Hinckley mendekatiku pelan-pelan,
hati-hati. Ada alasan yang tepat sih. Kuda di dalam diriku gugup dan pengejut.
Kombinasi antara takut dan gusar. Gusar pada laki-laki itu, tentu. Tetapi lebih
gusar lagi pada bau kuda-kuda jantan lain di dalam istal-istal lainnya. Terutama
satu kuda. Baunya menusuk hidungku
dan betul-betul bikin aku jengkel. Aku tak tahu apa yang dipikirkan kuda jantan
lain itu mengenai pengaruhnya terhadapku, tapi aku siap berhadapan dengannya dan
menunjukkan siapa yang lebih berkuasa!
"HiiiEEEH-heh-heh-heh... HIIII-EEEEEH-hiiieeh-hiiieeh-heh-
heh!" aku meringkik memekakkan telinga, menjeritkan tantanganku.
"Hei, kau tahu habis ini giliranmu, jadi kau memutuskan untuk keluar dulu"
Simpan tenagamu, Nak! Nah, ini baru Minneapolis Max-ku."
Saat itulah aku baru sadar. Aku bukan fans pacuan kuda. Tapi
nama itu samar-samar merasuk ke kesadaranku yang agak kacau. Aku
mengenali nama itu. Aku baru saja bermetamorfosis menjadi kuda yang diharapkan
memenangkan pacuan Kentucky Derby. "Ayo, Nak, kita siap-siap
lari." Baguslah. Aku sudah ingin lari.
Chapter 16 < CASSIE. Ini aku, Tobias. Aku tak tahu kau bisa mendengarku
atau tidak, tapi kau satu-satunya yang belum kutemukan. Kalau kau
mendengarku, beri aku tanda tertentu. Di manakah kau">
jawabku.




Aku menghela napas. kuda digiring ke pintu start" Lihat kuda, yang jokinya pakai sutra merah-dan-
hijau" Nomor dua-empat">



menceritakan semuanya. Aku harus bertanding.>
Jokiku cuma seberat bulu di punggungku. Sama sekali tidak
membebani. Tapi aku benar-benar tidak suka gigitan di mulutku.
Bikin jengkel deh! Sama menjengkelkannya dengan kuda jantan
cokelat gelap yang berada satu kotak dari kotakku.
Aku mendengus galak pada si kuda cokelat.
"Tenang, tenang," jokiku membujuk.
Mata kananku menangkap Marco yang menerobos kerumunan,
menyeruduk maju. Ia melambai dengan panik.
Rupanya
Tobias sudah memberitahu yang lain tentang keadaanku yang sulit.
"Siapa yang cemas?" Marco berteriak. "Aku cuma mau tahu apa kau bisa menang. Aku
punya lima dolar yang bisa kupakai bertaruh.
Kalau kau pasti menang, aku pegang kau nih!"

Jokiku menarik kekang dan menekankan jari-jari kakinya ke sisi
tubuhku. Begonya, aku tidak tahu apa yang diinginkannya dariku.
Soalnya begini, aku mewarisi naluri kuda yang ku-morf. Tapi aku
tidak mengalami pelatihan seumur hidup kuda pacu profesional
bernama Minneapolis Max. Jadi aku harus benar-benar memikirkannya. Dengan otak
manusiaku. Aku cukup yakin ia menginginkanku bergerak ke gerbang
start. Jadi aku melangkah maju.
Seorang pelatih berdiri di sebelah gerbang. Si Cerutu.
Cerutunya sudah lebih parah terkena liurnya sekarang.
"Dia selalu mogok di gerbang," kata si Cerutu pada jokiku.
Oh, begitu" Lihat saja nanti. Kuangkat kepalaku dengan bangga
dan aku melangkah kalem ke gerbang yang sempit.
Tapi begitu masuk, aku sadar, kenapa Minneapolis Max mogok.
Sempit sekali. Dinding kayunya menekan kanan-kiri tubuhku. Ini
perangkap! Perangkap! Lari! Aku melonjak. Kaki depanku menendang-nendang liar.
Kudepak pintu gerbang dengan kaki depanku dan aku menjerit sekuat
tenaga. DUAK! "HhiiIII-eeeh-eh!"
"Tenang, Max, tenang," bujuk si joki.
Aku ketakutan. Atau paling tidak, otak kudaku ketakutan. Dan
bau menjijikkan kuda jantan satunya itu masih memenuhi hidungku.
Jadi aku juga berang. Itu alasanku. Aku tidak cuma berpikir. Sebab ketika si joki
sekali lagi membujukku agar tenang, aku melakukan sesuatu yang
seharusnya tak boleh kulakukan. Sesuatu yang pasti tak akan
kulakukan kalau aku tidak sedang bingung.
enak digencet dalam kotak sempit gini!> kataku dengan bahasa-
pikiran. Bahasa-pikiran itu seperti E-mail: hanya bisa diterima oleh
orang kepada siapa pesan itu kita alamatkan. Jadi ia mendengarku.
Aku tahu pasti, sebab ia berkata, "Hah" Apa" Astaga!"
RRRRIIINNNNNG! BLAK! Dering bel yang tajam, gerbang menjeblak terbuka, dan aku
langsung berlari. Aku menyentak dengan otot-otot kuat paha belakangku.
Kulempar ke depan kedua kaki depanku, untuk mengimbanginya. Aku
melesat dari gerbang. Meledak!
Kurasakan adrenalin memenuhi sistem tubuhku. Di sebelah
kiriku, kuda! Di sebelah kananku, kuda! Kami semua berlari sekuat
tenaga. Lari bagai gila, telapak kaki berkelebat, otot-otot menegang dan
mengendur, surai melonjak-lonjak, ekor bergoyang, lubang
hidung kami mengembang lebar untuk menghirup napas satu-satu.
Aku berlari. Aku berlari, dan kuda-kuda lain menghilang dari
pikiranku. Aku berlari, dan merasa aku satu-satunya kuda di Bumi.
Aku melihat lintasan di depanku, dan hanya itu yang jadi
kepedulianku. Aku hanya ingin lari dan lari terus selama ada lahan terbuka di
depanku. Aku sedang melakukan apa yang telah didesain untukku. Aku
sedang memenuhi berjuta tahun evolusi kuda. Aku berlari. Dan berlari adalah
pekerjaanku. Berlari adalah diriku sendiri.
Si joki berusaha mengendalikanku. Ia menyimpan tenaga dan
staminaku untuk akhir pacuan nanti.
kataku kepadanya. menang. Yang penting lari.>
Hebat deh jokiku, ia tidak jatuh saking kagetnya. Dan hebatnya
lagi, ia mengendalikanku, dan aku melakukan apa yang biasa
dilakukan kuda: melesat. Tiba di putaran, kutarik kuku kakiku ke dalam agar tidak
terpeleset. Aku bergerak ke arah pagar yang dicat putih, memotong
jalan kuda lain. Tapi peduli amat. Hah! Yang penting aku lari! Yang lain silakan
minggir! Aku tiba di bagian lintasan terakhir sebelum garis finis. Tak ada
suara lain selain engahan napasku dan derap kaki-kaki belasan kuda lain di
lantai pacuan. Putaran terakhir! Aku sudah lelah sekarang. Paru-paruku sakit.
Otbt-ototku serasa terbakar. Kurasakan pengaruh tiap entakan kakiku di tanah.
Sudah saatnya untuk mengurangi kecepatan. Istirahat sedikit.
Tetapi kemudian kulihat dia. Kuda jantan cokelat tua. Kulihat
dia menyelinap menyusul, di antara aku dan pagar putih. Dan kulihat dia
mendahuluiku. "Jangan kecewakan aku sekarang, kuda yang bisa bicara!" kata si joki.
Kulihat pandangan liar, penuh kemenangan di mata si kuda
jantan. Darahku mendidih.

Ngomong memang gampang. Kuda satunya itu cepat. Cepat
sekali. Tetapi aku memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya: otak
manusia. Aku tahu garis finis tidak jauh lagi. Aku tahu aku bisa
menumpahkan seluruh sisa tenagaku untuk berlari. Aku bisa
mengesampingkan naluri kudaku yang menyuruhku untuk mengurangi
kecepatan. Kupercepat langkahku dan aku melesat di atas lintasan.
Aku di depan! Ia di depan! Aku di depan! Ia di depan! Penonton berteriak-teriak histeris. Kulihat beribu wajah
berkelebat lewat, semua dengan mulut terbuka lebar. Gemuruh
teriakan mereka menambah semangat dan tenagaku.
Garis finis! PYAR! PYAR! Kilatan blitz kamera bertubi-tubi. ZOOM! Aku
terbang melewati garis finis. Tepat enam puluh senti di depan kuda lawanku.
Aku menang! Kurasa itu pertama kalinya dalam hidupku aku memenangkan
kontes atletik apa pun. Yah, memang aku kuda, tapi hei, menang ya
menang! Chapter 17 UNTUNGNYA, dalam rentang waktu melarikan diri dari
kejaran para petugas istal dan mencariku, semua temanku berhasil
menyerap DNA kuda. Kami terbang ke Dry Lands. Perjalanan yang jauh, terasa lebih
jauh lagi karena sepanjang perjalanan kami cuma membicarakan hal
yang sama, diulang-ulang.
Marco memohon.

kata Jake.
<... terus, menggunakan kemampuan manusia kita, kita
memperhitungkan kalau-kalau kita bisa menang, lalu yang lain ikut
taruhan.> kata Rachel.
punya. Misalnya saja aku punya dua puluh dolar. Tapi kalau kita ikut taruhan -
katakan saja - tiga-banding-satu, dalam sekejap...>
kataku.
<...sudah jadi enam puluh dolar.. Taruhan lagi tiga-banding-
satu, kita sudah punya seratus delapan puluh. Pakai lagi itu buat
taruhan, kita punya lima ratus empat puluh! Lalu seribu enam ratus dua puluh!
Lalu empat ribu delapan ratus enam puluh!>
itu"> tanya Rachel.
timpal Marco. banget.> Kami mengulang-ulang pembicaraan ini dengan sedikit variasi
sepanjang perjalanan ke Dry Lands. kata Tobias. Bukankah itu rombongan kuda yang pernah kita lihat">
tanya Jake.
Tobias mengkonfirmasi. tandanya. Lihat saja cara mereka bergerak.>
Mata elang lautku melihat rombongan kuda jauh di bawah.
Mereka berjalan berbaris ke belakang. Nyaris rapi, seperti tentara.
Tidak seperti kuda liar. Tetapi bersama kelompok kuda yang disiplin ini, ada
kuda-kuda lain. Kuda-kuda yang lain ini bergerak normal.
pengikut. Masuk akal sih. Kuda-kuda asli ini tidak tahu mereka kuda yang sudah
dikuasai Yeerk. Jadi mereka bergabung, mengira mereka
bagian dari rombongan yang sama.>
kata Marco. Zona Sembilan-satu.> tempat kuda saling berlomba mengitari lintasan yang berputar-putar, sementara
manusia menjerit-jerit seperti orang gila. Tapi apa itu Zona Sembilan-satu">
tanya Ax. membicarakannya, tapi aku masih tetap bingung.>
berlangsung di Zona Sembilan-satu,> kata Marco menuduh.
Jake menghela napas. tempat pemerintah menyembunyikan pesawat ruang angkasa alien
yang diduga jatuh di sekitar sini kira-kira lima puluh tahun yang lalu.>
tanya Ax.
jawab Rachel. Penggemar konspirator. Pencandu Internet yang menyebut dirinya
Dark Truth atau entah apa.>
kata Ax, seakan ia mengerti.
Tapi Marco ada benarnya: Kuda-kuda itu bergerak menuju
pangkalan. Tentu saja, kuda-kuda yang lain juga. Kuda-kuda yang
sama sekali tak ada hubungannya dengan Pengendali-Kuda.
ada cara yang lebih baik"> aku mengakui, menerobos pangkalan waktu kita di sana.>
kata Jake. Pengendali-Kuda, mana ada cara yang lebih baik daripada bergabung
dengan rombongan ini, sama seperti yang dilakukan kuda-kuda lain
itu" Ayo, kita terbang mendahului mereka. Kita morf jadi kuda. Dan bergabung


Animorphs - 14 Melacak Pesawat Misterius di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan rombongan ini. Kita lihat ke mana mereka. Apa
yang mereka lakukan.> kata Tobias riang. terbang.> Marco
mulai lagi. Perlu sepuluh menit untuk mendahului cukup jauh rombongan
Pengendali-Kuda dengan kuda-kuda pengikutnya itu. Kami
bersembunyi di balik gundukan karang dan bermetamorfosis menjadi
kuda. Kali ini kami melakukannya dengan cepat. Sebelum satpam
pangkalan mulai curiga ada orang di balik karang.
Begitu sudah bermetamorfosis, aku menyadari ada masalah.
kataku. perlu berguling-guling di tanah sedikit. Berlari
menerobos semak. Supaya kelihatannya kita hidup di alam liar, bukan dimanja di
dalam kandang-kandang nyaman.>
Saat para Pengendali-Kuda lewat, kami sudah menjelma
menjadi enam kuda kotor, berdebu, dan berantakan. Tapi kami juga
kuda liar paling cool yang pernah ada deh. Lagi pula, salah satu dari kami kan
bisa ikut pacuan dan memenangkan Kentucky Derby.
kata Jake. Rombongan kuda lewat.
Dua di antara kuda-kuda yang "asli"
mengangkat kepala, mengendus dan memandang kami dengan curiga.
Tetapi para Pengendali-Kuda sama sekali tidak mengacuhkan kami.
Kutahan naluri idiot kudaku .yang ingin menantang kuda-kuda
jantan lain untuk duel mati-hidup. Kami mengikuti, tidak terlalu dekat, tapi
juga tidak terlalu jauh dari yang lain.
Dan kami berjalan, dengan langkah CIPLAK-CIPLAK-
CIPLAK kuda yang pelan, memasuki jantung Zona 91 yang terkenal.
Chapter 18 SELURUH rombongan kami berjalan menuju pangkalan. Kami
melewati papan-papan peringatan yang lebih keras. Yang terakhir
bahkan bunyinya ANDA BISA DITEMBAK. Kami melewati laki-laki
dan perempuan yang dipersenjatai dengan mitraliur ringan.
Tak ada yang mencurigai kuda.
Tentu saja, jika ada yang mendengar apa yang kami dengar
berikutnya, mereka pasti akan langsung curiga.
"Hullak fimul fallanta gehel. Callis feellos."
tanyaku.
jawab Rachel.
"Yall hellem. Fimul chall killim fullat!"
film Mister Ed,> kata Marco.
kata Ax.
ujar Jake tegang. mendengar kita bercakap dengan bahasa-pikiran" Dan
jawab pertanyaan kedua dulu.>
semacam bahasa universal yang digunakan berbagai bangsa di
seantero galaksi. Itu bahasa yang digunakan jika ada bangsa-bangsa yang berasal
dari spesies yang berbeda dan tidak menggunakan bahasa yang sama. Kuda-kuda ini
pasti sudah dipasangi alat pemersatu
bahasa.> namanya bahasa mereka"> tanyaku.
Ax mengakui. menggunakan Galard. Mungkin mereka mendapatkan
alat pemersatu bahasa yang tidak begitu canggih. Kadang-kadang
memang lebih mudah mendapatkan alat teknologi yang sudah lebih
kuno.> beli"> tanya Rachel.
celetuk Marco.
tanya
Jake. melakukannya dengan benar, kita akan terbebas dari tugas idiot ini, bebas dari
tubuh bloon idiot ini, dan kembali ke pesawat kita." Itu kata pemimpin mereka.>
kata Tobias tegang.

Jake menasihati. Marco, mengikuti yang lain. Ax" Dengarkan kalau
mereka ngomong lagi. Dan beritahu kami lewat bahasa-pikiran.>



Aku melangkah di samping Jake, berusaha kelihatan seperti
kuda yang sekadar lewat, sibuk sendiri.
kataku. Aku nyaris heran sendiri, kok tak ada yang
memperhatikan betapa anehnya tingkah mereka.>
berbahaya bagi sistem keamanan mereka"> kata Tobias.
tanyaku,
berusaha ngobrol untuk mengurangi keteganganku.
dengan masa lalu waktu aku tidak bisa morf bareng-bareng kalian"
Luar biasa!> Kami berada di sisi jalan. Di bagian ini, pangkalan rapat
dipenuhi bangunan rendah dari papan tebal bercat putih. Masing-
masing ada nomornya. Tak jauh dari sini ada bangunan besar dengan
lapangan parkir yang setengah penuh. Aku tak bisa melihat cukup
jelas dengan mata kudaku yang rabun, sehingga tak bisa membaca
tulisan di atas pintunya. Tapi orang-orang keluar dari bangunan itu, mendorong
kereta penuh berisi bahan makanan.
Jake menjelaskan. perbelanjaan bagi orang-orang yang ditempatkan di sini.>
kataku. menjaga rahasia.> Dua pikap Humvee penuh pasukan berseragam meluncur dari
ujung jalan. Kami mundur menghindar.
Sama sekali bukan sikap kuda. Tak ada yang memperhatikan.
Orang-orang di atas Humvee itu melirik kami pun tidak. Mereka
sudah ratusan kali melihat kuda liar.
Matahari sore menyengat. Panasnya ampun-ampunan. Naluri
kudaku menginginkan aku mencari tempat yang teduh dan
beristirahat. Aku melihat beberapa pohon dan meja-meja piknik di
salah satu sisi Base Exchange. Orang-orang keluar membawa
potongan pizza dan keranjang berisi ayam dan kentang goreng ke
meja-meja itu. Aneh sekali rasanya. Aku manusia dalam wujud kuda. Aku
berjalan beriringan dengan Yeerk yang berada dalam tubuh-tubuh
kuda. Dan kami, semuanya, berusaha menebak, apa - kalau memang
ada - yang begitu dirahasiakan di pangkalan ini.
Betulkah kabar itu" Betulkah ada pesawat ruang angkasa yang
terjatuh di sini tahun lima puluhan" Benarkah pemerintah
menyembunyikannya di sini selama ini" Benarkah bangsa Yeerk
bertekad menyingkirkannya dari manusia agar kita tidak bisa
memahami teknologinya"
Apa sih yang mungkin disembunyikan di pangkalan ini" Bug
Fighter Yeerk" Pesawat Andalite" Pesawat lain milik bangsa lain"
tanyaku.
Exchange,> kata Jake.

kata Tobias. harus takut.> kataku getir.
Aku memandang berkeliling, berusaha memahami emosi-emosi
yang benar-benar bisa kucium baunya. Aku melihat rombongan kedua
Pengendali-Kuda. Aku melihat Rachel, Marco, dan Ax, bersama
beberapa kuda yang lain. Mereka berkumpul dengan kami. Berkumpul
di bangunan yang sama. Ini salah satu hanggar. Hanggar yang sangat besar, mungkin
setinggi bangunan bertingkat lima belas, dengan pintu-pintu lebar
yang bisa dilewati dinosaurus. Dan ini hanggar yang sangat aman.
Ada penjaga-penjaga di pintu-pintu utama. Penjaga di setiap sudut
bangunan. Ketika menengadah, kupikir aku melihat siluet laki-laki
membawa senapan di atas atap bangunan.
Ada tulisan di sisi bangunan. Aku menyipitkan mata, tapi tetap
tak bisa membacanya dengan mata rabun kudaku.
gerutu Tobias.
KRRRRIINNNGGG! KRRRRRRIIIINNNNNGGGG!
Terdengar dering bel yang Juar biasa kerasnya. Aku melonjak
sebelum sempat mengontrol diri. Tetapi para Pengendali-Kuda tidak
bereaksi sama sekali. Tidak bereaksi kecuali menjadi berdiam diri dan
berkonsentrasi. Mereka rupanya sudah menunggu bel itu.
Bel itu alarm tanda bahaya. Bunyinya menandai terbukanya
pintu-pintu utama hanggar. Kulihat para penjaga menurunkan senjata otomatis
mereka dari bahu dan bersiaga dalam posisi siap tembak.
KRRR-Chunck! Rrrrreeeeeeeeee!
Pintu-pintu mulai terbuka, bunyi motornya berdengung keras di
telinga kudaku. Dan saat itulah rombongan kuda yang kedua mulai berlari. Tiga
Pengendali-Kuda, diikuti - setelah ragu-ragu sejenak - oleh Marco,
Ax, dan Rachel, tiba-tiba saja berderap kencang menuju pintu
hanggar. keluh Tobias. tembakan.> tanyaku. Kenapa sembunyi dalam tubuh kuda supaya kau bisa berkeliaran
Kaki Tiga Menjangan 22 Dendam Asmara Karya Okt Rahasia Puri Merah 1
^