Terjebak Di Dasar Samudera 3
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera Bagian 3
muncul di permukaan, mengembuskan napas, lalu menghirup udara
laut yang bersih dan segar.
tanya Rachel.
aku balik bertanya.
Kami memperhatikan helikopter itu terbang rendah dan
perlahan sekali di atas air. Jaraknya masih beberapa ratus meter dari tempat
kami, tapi terus mendekat. Tampaknya helikopter itu menyeret
sesuatu yang terikat pada seutas kabel.
Jake menduga-duga. mereka mencari sesuatu di dalam air,> Marco menimpali.
kataku.
Tak ada yang membantah. Kami semua tahu bahwa helikopter
itu diterbangkan oleh para Pengendali. Kaum Yeerk sudah datang.
Chapter 17 aku berkata sekali
lagi.
Kami menyelam dan berenang hampir tegak lurus ke bawah.
Turun, turun, turun. Semakin lama semakin jauh dari permukaan laut
yang berkilau-kilau. Semakin jauh dari matahari. Semakin jauh dari
udara yang kami butuhkan, baik sebagai manusia maupun sebagai
lumba-lumba. Sekawanan ikan tertangkap gelombang radar bawah airku,
persis di bawah kami. Tapi kami kemari bukan untuk makan siang.
Kami menerobos kawanan itu dan terus berenang ke bawah, sampai
dasar samudra mulai terlihat.
Kemudian kami berenang menyusuri dasar laut, bagaikan
pesawat jet tempur yang terbang rendah di atas pepohonan. Melewati
hamparan rumput laut yang bergoyang-goyang. Menerobos kawanan
ikan yang segera menghambur ke segala arah. Melintasi batu karang
yang penuh kerang dan dihuni ribuan kepiting, udang, cacing, dan
keong. Di depan menghadang semacam bukit rendah memanjang.
Kami melayang di atasnya.
ujar Rachel.
Dan tiba-tiba kami semua melihatnya.
Kami memang melihatnya, tapi kami nyaris tidak percaya pada
apa yang kami lihat. Akhir-akhir ini aku sudah terbiasa melihat hal-hal yang tidak
masuk akal - makhluk asing dari luar Bumi, pesawat antariksa, teman-
temanku yang menjelma sebagai binatang. Tapi apa yang kulihat
sekarang benar-benar sukar dipercaya.
Bentuknya bulat. Bulat seperti piring. Piring yang amat sangat
besar. Garis tengahnya pasti sekitar satu kilometer.
Semuanya diselubungi kubah tembus pandang. Kubah dari kaca
bening, atau entah bahan apa yang digunakan kaum Andalite sebagai
pengganti kaca. Dan di dalam kubah itu, terlindung dari air bertekanan luar
biasa, terbentang sesuatu yang menyerupai taman.
Sebuah taman yang tertutup kubah plastik bening, di dasar laut.
Ada rumput berwarna kebiruan. Pohon-pohon yang mirip
kembang kol. Dan pohon-pohon lain yang mirip terung, tapi berwarna
jingga dan biru. Dan di tengah-tengah menghampar telaga dengan air
berwarna biru jernih. Kristal-kristal hijau yang tembus pandang
tampak menyembul dari permukaan air, seperti serpih-serpih salju.
Marco bergumam.
Jake berkomentar.
Rachel
bertanya padaku. luar biasa.> ujar Marco.
kata Jake. napas.> Kami meluncur menuju bagian kubah yang tampak berbeda.
Besarnya kubah itu semakin terasa ketika kami mendekat. Kesannya
seperti stadion sepak bola. Tapi lebih besar lagi.
Rachel melaporkan. Ia berenang
mendahului kami. kecil, lalu ada pintu lagi yang membuka ke dalam kubah. Di samping
pintu sebelah luar ada panil kecil berwarna merah.>
Marco mendesak. harus naik ke permukaan.>
ujar Jake. bisa.> Ia segera menempelkan moncongnya.
Seketika pintu luar membuka.
kata Marco.
sahutku. Paru-paruku sudah serasa
mau pecah. Aku butuh udara.
Kami berempat berenang melewati pintu sebelah luar. Di balik
pintu ada panil merah lagi. Aku mendorongnya dengan moncongku,
dan pintu itu langsung menutup kembali. Kami berada di ruangan
kecil berdinding kaca. Kami bisa melihat ke segala arah, kecuali ke
arah kubah. Sisi itu tidak tembus pandang.
penghuni akuarium,> Marco berkomentar.
Air di ruangan kec il itu terisap keluar, perlahan-lahan.
Permukaan air semakin turun. Aku segera naik untuk menghirup
udara. kata Jake.
Aku segera memulai proses perubahan. Air di ruangan itu masih
setinggi pinggang ketika aku menjelma kembali sebagai manusia.
"Kita berhasil," kata Marco setelah mulutnya kembali normal.
"Aku tidak tahu di mana kita berada, tapi kita berhasil."
Air di ruangan kecil itu kini telah terisap habis. Kami berdiri
bertelanjang kaki, hanya dengan baju ketat yang basah kuyup. Aku
melihat satu panil merah lagi di samping pintu yang menuju ke kubah.
"Siap?" tanya Jake.
"Makin cepat makin baik," balas Marco.
Jake menekan panil itu dengan sebelah tangan. Pintu itu
langsung terbuka. Kami disambut udara hangat yang harum sekali.
Sepintas lalu aku melihat...
Menyusul kilatan cahaya terang benderang...
Dan tiba-tiba aku tidak sadarkan diri.
Ebukulawas.blogspot.com Chapter 18 AKU membuka mata. Pandanganku tertuju lurus ke atas. Aku
telentang, dikelilingi samudra. Jauh di atas aku melihat ikan berwarna-warni. Di
atasnya lagi tampak batas cemerlang yang memisahkan laut
dan langit. Tapi jaraknya jauh sekali.
Aku menoleh ke samping. Jake terbaring di sisiku. Ia belum
siuman. Di bawah kepalaku ada rumput biru. Aku menoleh ke arah
berlawanan. "Ahhhh!" kalau kau bergerak, kau akan kuhancurkan.>
Ia berdiri dengan empat kaki langsing. Sepintas lalu ia mirip
rusa atau kijang dengan bulu biru muda bercampur cokelat.
Bagian atas tubuhnya kekar, seperti makhluk setengah kuda
setengah manusia yang hidup dalam legenda, dengan sepasang lengan
kecil dan tangan berjari banyak. Wajahnya berbentuk segitiga.
Matanya besar dan bersudut lancip. Di tempat di mana seharusnya ada
hidung, hanya ada celah vertikal. Dan di tempat di mana seharusnya
ada mulut, malah tidak ada apa-apa.
Sepasang tanduk menyembul dari kepalanya. Tapi tanduk itu
bukan tanduk. Di ujung masing-masing tanduk terdapat mata yang
bisa berputar ke segala arah, tidak tergantung pada kedua mata
utamanya. Makhluk itu berkesan lemah lembut, bahkan hampir bisa
dibilang rapuh. Tapi kesan itu langsung buyar begitu aku melihat
ekornya. Ekornya seperti ekor kalajengking. Tebal dan kokoh. Di
ujungnya terdapat duri melengkung yang berkilau-kilau.
Aku segera tahu makhluk apa yang kuhadapi. Aku tidak
mungkin keliru. Itu makhluk Andalite.
Dan aku juga tahu apa yang ada di tangannya. Benda itu mirip
sekali dengan pistol sinar Dracon kaum Yeerk.
Senjata itu diarahkannya padaku.
Teman-temanku mulai siuman.
"Ada apa... oh," Marco memekik tertahan. "Moga-moga ini Andalite sungguhan dan
bukan Visser Three."
Sekonyong-konyong, tanpa peringatan, ekor si Andalite melesat
ke depan. Durinya berhenti hanya beberapa senti dari wajah Marco.
si Andalite berkata
melalui pikirannya. "O-o-o-oke," jawab Marco tergagap. "Terserah kau saja.
"Kami temanmu," kataku.
balas si Andalite. Tapi ia menarik
mundur ekornya, dan Marco baru berani bernapas lagi.
"Kami kemari karena panggilanmu," aku berkata. "Kami datang untuk menolongmu."
Ia menatapku dengan
keempat matanya.
"Manusia. Penghuni planet Bumi."
ditujukan kepada para sepupuku. Bagaimana mungkin kalian
mendengarnya"> "Aku tidak tahu," jawabku terus terang. "Aku mendengarnya dalam mimpi. Begitu
juga salah satu temanku. Kami menduga ada
Andalite yang butuh pertolongan. Kami ingin menolong."
soal Andalite. Kalian tidak menjelajahi antariksa. Kalian hanya tahu planet
kalian sendiri. Itulah yang dikatakan sepupu-sepupuku yang
lebih tua.> "Kami pernah bertemu salah satu dari bangsamu. Kami
bersamanya waktu... waktu dia terbunuh."
Si Andalite memicingkan mata utamanya. kaubilang mati terbunuh">
Aku berusaha mengingat-ingat namanya. Ia sempat
menyebutkannya, tapi namanya sukar diingat karena cukup panjang
dan aneh. "Aku tidak tahu nama panjangnya. Tapi sebagian adalah Pangeran
Elfangor." Si Andalite tersentak, seakan-akan disambar petir. Seluruh
tubuhnya gemetar. Ekornya yang mematikan tampak melengkung
tinggi. Elfangor. Dia pejuang paling tangguh yang pernah hidup. Tak ada
yang bisa membunuhnya!>
"Kami melihatnya dengan mata kepala sendiri," kata Jake.
"Kami ada di sana waktu dia tewas."
"Dia yang namanya tak boleh kami ucapkan," jawabku pelan-
pelan. Si Andalite menegakkan kepala, namun ekornya terkulai lemas
di rumput. Ia menurunkan senjatanya. apakah dia gugur sebagai pejuang sejati" Dalam pertempuran">
Jake yang menjawab. "Dia mengorbankan nyawa untuk
melindungi kami, dan sampai akhir hayatnya dia terus melawan kaum
Yeerk. Pada saat terakhir dia menyerang dengan semua senjata yang
dimilikinya." Sejenak si Andalite memejamkan mata utamanya. memang pejuang sejati. Para sepupu menyayanginya. Dan para musuh
takut padanya. Tak ada pujian yang lebih hebat untuk pejuang
Andalite.> Aku terkejut mendengar ucapan Jake berikutnya. "Aku juga
kehilangan kakak. Dia telah dijadikan salah satu dari mereka. Dia
dijadikan Pengendali."
Si Andalite membuka mata. mengabdi kaum Yeerk atau bertempur melawan mereka">
"Mereka musuhku. Musuh kami."
andalan"> "Andalan kami hanya senjata yang diberikan kakakmu,"
sahutku. "Kemampuan metamorfosis."
terjadi!> Ia tampak risau. memberikan kemampuan itu pada kalian.>
"Keadaannya memang lebih gawat dari yang kauduga," kata
Marco. "Menurut kami, kaum Yeerk tahu kau ada di sini. Sebuah
lempengan logam dari pesawat Andalite terdampar di pantai. Dan
sekarang mereka sudah di sini, di permukaan air."
Untuk pertama kali si Andalite tampak ragu-ragu. kalian"> "Kami akan berusaha membawamu dari sini dan mencarikan
tempat berlindung yang baru," kataku.
itu"> "Ya." Ia tersenyum melalui matanya, persis seperti Pangeran
Elfangor. Kalian perlu istirahat.>
"Ya, sebentar saja," jawabku.
"Apa sih ini?" tanya Rachel. "Kubah ini, maksudku"
Kelihatannya seperti taman."
Andalite. Di sinilah kami tinggal. Mesin dan anjungan perang terdapat di bagian
memanjang yang menjorok ke bawah, sedangkan kubah ini
berada di atas.> "Jadi bentuknya seperti jamur. Atau seperti payung," aku
menyimpulkan. Si Andalite menatapku sambil mengerutkan kening. Ia tampak
bingung. "Ya sudah. Aku cuma asal ngomong kok," ujarku.
dilepaskan dari sisa badan pesawat.>
"Kenapa?" Si Andalite mengais-ngais rumput dengan kaki depannya.
Lagi pula, kapal kami lebih gesit tanpa kubah.>
"Kau masih anak-anak" Maksudku, kau masih kecil?" tanya
Marco. "Dan sekarang hanya kau yang tersisa" Kau satu-satunya
Andalite di sini">
akan muncul di sini. Aku melihat sisa pesawat kami terbakar habis.
Dan sistem pengendali kubah ini rusak karena sinar Dracon. Aku
jatuh. Aku tercebur ke samudra dan tenggelam sampai ke dasar. Sudah
berminggu-minggu aku di sini. Sudah berminggu-minggu aku
menunggu para sepupuku datang untuk menyelamatkanku. Akhirnya
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku mengambil risiko dengan mengirim pesan melalui gelombang
cermin. Cara kerjanya...> Ia terdiam. Ia tampak salah tingkah. aku menjelaskan kemampuan teknologi Andalite.
Kakakku... kakakku pasti marah seandainya ia tahu.>
"Jadi, hanya kau yang selamat," ujarku dengan sedih.
sahutnya. pejuang lagi.> Aku langsung patah semangat. Dan tampaknya teman-temanku
juga begitu. Semula kami berharap kami akan menemukan pangeran
atau pemimpin pasukan Andalite. Kami berharap ia bisa mengambil
alih komando. Kami berharap ia tahu lebih banyak daripada kami.
"Kami juga masih kecil," ujarku. "Menurut hukum yang berlaku di Bumi, kami
terlalu kecil untuk berperang."
"Karena kami merasa tidak punya pilihan lain. Oh ya, kita
belum sempat berkenalan. Ini Jake, Rachel, Marco. Aku Cassie. Dan
ada satu lagi rekan kami. Namanya Tobias."
Kami menatapnya dengan tercengang.
"Ax," kata Marco. "Aku senang bisa berkenalan denganmu."
Satu per satu kami menoleh ke arah Jake.
"Hei, jangan macam-macam," sergah Jake. "Aku bukan
pangeran." Tapi si Andalite sudah melangkah maju. Ia menundukkan
kepala dan menurunkan ekor. Pangeran Jake, sampai aku bisa kembali ke duniaku sendiri.>
Chapter 19 < INI pohon derrishoul,> kata Ax. Ia menunjuk pohon mirip
terung yang tumbuh tinggi tegak lurus. Ia mengantar kami berkeliling sementara
kami memulihkan tenaga yang sempat terkuras dalam
proses metamorfosis terakhir.
"Yang mana?" Aku tidak tahu apa yang ditunjuknya.
diapit pohon-pohon derrishoul.>
"Kalian punya istilah khusus untuk itu?" tanyaku.
dan tanah,> ia menjelaskan. langit.> Rachel melirik ke arahku sambil menggerakkan bibir. "Dia
lucu," katanya tanpa bersuara. Kemudian ia mengedipkan mata.
Aku tidak yakin dengan pendapatnya. Penampilan Andalite
antara lucu dan mengerikan. Oke, mata tambahan di ujung tanduk dan
kenyataan bahwa mereka tidak punya mulut masih bisa diabaikan, tapi
ekor yang seperti ekor kalajengking itu benar-benar seram. Ekor itu
mengingatkanku pada ikan hiu.
"Kalian semua tinggal di sini?" Marco terheran-heran.
"Maksudku, di tempat terbuka" Di padang rumput?"
bisa hidup kalau tidak ada tempat untuk berlari-lari">
"Berada di sini rasanya seperti berada di planet lain," Jake berkomentar.
"Seperti berada di dunia Andalite."
ke antariksa. Ini membuat kaum Yeerk gusar,> ia menambahkan
dengan geram. "Kenapa begitu?" tanya Marco. "Apa urusan mereka?"
Kaum Yeerk mau merebut dunia kami dan membuatnya tandus seperti
dunia mereka sendiri. Hal yang sama akan mereka lakukan terhadap
planet kalian, kecuali kalau ada yang bisa mencegah mereka.>
Aku meraih lengan Ax. "Apa... apa maksudmu" Mereka mau
membuat Bumi jadi tandus?"
Ax menatapku dengan kedua mata utamanya. selalu berbuat begitu. Begitu mereka berhasil menguasai sebuah
planet, mereka mengubahnya sesuai keinginan mereka. Mereka
menyisakan spesies tumbuhan dan hewan secukupnya untuk
menghidupi para induk semang - manusia, kalau di "Bumi -
selebihnya mereka musnahkan.>
Ax hendak berpaling, tapi aku menggenggam lengannya erat-
erat. "Tunggu, tunggu. Rasanya aku belum mengerti. Mereka
memusnahkan makhluk hidup?"
dunia mereka sendiri. Mereka akan memusnahkan sebagian besar
spesies tumbuhan dan hewan, kecuali yang mereka makan.>
Aku melepaskan lengannya. Kepalaku berdenyut-denyut, dan
aku nyaris kehilangan keseimbangan. Aku serasa baru ditabrak mobil.
"Tidak mungkin," bisikku. "Itu tidak mungkin. Kau bilang begitu hanya karena kau
tidak suka kaum Yeerk."
Teman-temanku juga kaget. Mereka diam seperti patung.
Ax menatap kami satu per satu.. Kalian belum tahu siapa yang kalian hadapi">
"Kami cuma tahu bahwa mereka menguasai pikiran manusia,"
ujar Rachel pelan. satunya. Bahkan bukan kejahatan yang paling besar. Kaum Yeerk
adalah pemusnah dunia. Pembunuh segenap kehidupan. Mereka
ditakuti dan dibenci di seluruh galaksi. Mereka seperti wabah yang
menyebar dari satu dunia ke dunia lain. Mereka menyebabkan
kesengsaraan, perbudakan, dan penderitaan.>
Aku menggigil. Aku merasa begitu kecil, lemah, dingin, dan
ngeri. Aku memandang berkeliling, tapi lingkungan Andalite yang
subur pun tidak mampu membuatku merasa hangat. Samudra yang
mengelilingi kubah seakan-akan sudah menunggu untuk menyergap
kami semua. kaum Yeerk,> Ax berkata dengan bangga. Andalite yang bisa menghentikan mereka.>
"Masih berapa lama lagi para sepupumu kembali ke Bumi?"
aku bertanya padanya. Ia terdiam sejenak. Mungkin dua.> "Dua tahun!" Jake langsung pucat. Aku menghampirinya dan
mengait lengannya. "Lima anak melawan musuh yang telah
menghancurkan separuh galaksi" Kami berlima?"
Ax kembali tersenyum melalui matanya. Pangeran, tapi enam,> ia berkata.
"Hmm," Marco bergumam. "Kalau berenam sih tidak ada
masalah," ia berkata sinis.
"Bagaimana kaum Yeerk bisa menghimpun kekuatan yang
begitu besar?" tanya Rachel. "Bagaimana ini bisa terjadi" Kalau bangsa Andalite
memang begitu hebat, kenapa kalian tidak dari dulu
mencegah mereka" Bagaimana mungkin sekelompok makhluk busuk
yang hidup dalam kubangan menjadi begitu berkuasa?"
Ax menatapnya dengan tajam. bisa kuceritakan.> Rachel memicingkan mata. "Apa" Kaubilang planet Bumi
sudah menuju kehancuran dan hanya kita yang bisa mencegahnya, tapi
kau masih juga mau main rahasia-rahasiaan" Konyol banget!"
Si Andalite tampak gusar, namun sikap Rachel tak kalah
garang. "Ehm, rasanya aku sudah siap untuk berubah lagi," aku berkata untuk meredakan
suasana yang tegang. Rachel marah karena ia takut.
Aku tahu bahwa penjelasan Ax membuatnya terguncang. Kami semua
merasa terguncang. Tekanan yang kami alami sudah cukup besar
selama ini. Kami tidak siap menerima kenyataan bahwa nasib setiap
makhluk hidup di Bumi tergantung pada kami.
Tanggung jawab seperti itu merupakan beban yang sangat berat.
"Cassie benar," ujar Jake. "Sudah waktunya. Ayo, sebelum terlambat."
Kami mengikutinya keluar, menuju samudra.
Dalam hati aku berharap aku bisa melupakan segala sesuatu
yang diceritakan Ax. Aku ingin menyingkirkan bayangan tentang
Bumi tanpa burung dan pohon. Bumi dengan samudra yang mati dan
kosong. si Andalite
sempat bertanya. Sekarang aku sudah tahu. Chapter 20 OMONG-OMONG, aku punya pertanyaan konyol nih," ujar
Marco. "Apa?" tanya Jake.
Marco menunjuk Ax dengan jempolnya. "Bagaimana cara kita
membawa dia keluar dari sini?"
Jake mengerutkan kening. "Ehm, Ax, kau bisa berenang"
Maksudku, bukan sekadar bisa, tapi jago berenang. Soalnya kita jauh
sekali dari daratan."
sebagai makhluk penghuni laut dulu.>
"Seperti apa, misalnya?" Marco mendesak. "Kita harus
berenang jauh dan cepat."
kubah. Makhluk itu cukup besar. Aku melumpuhkannya dan
menyadap pola DNA-nya. Kupikir siapa tahu ada gunanya kalau aku
sampai terpaksa melarikan diri.>
"Binatang apa" Apakah seperti..." Aku terdiam tiba-tiba. Aku merasakan sesuatu.
Sebuah bayangan. Aku menengadah.
Pandanganku tertuju ke atas, menembus puncak kubah yang bening.
Dan kemudian aku melihatnya. Sebuah bayangan berbentuk
cerutu, di permukaan laut.
"Ada kapal," kataku. "Di atas sana. Kayaknya kapal itu berhenti."
"Kita harus keluar dari sini," seru Jake. "Sekarang juga."
Kami berlari ke pintu. PING-NG-NG! PING-NG-NG! Bunyi itu bergema di dalam kubah.
"Itu sonar! Alat pelacak kapal," seru Marco.
"Dari mana kautahu?" tanya Rachel.
"Masa kau tidak nonton Titanic" Filmnya seru sekali. Ayo, kita
harus kabur dari sini. Mereka sudah menemukan kita."
PING-NG-NG! PING-NG-NG! Kami berdesak-desakan di ruangan kecil tempat kami masuk
tadi. "Cepat berubah!" seru Jake.
Kami tidak membuang-buang waktu. Aku mulai menjelma
sebagai tubuh lumba-lumba. Teman-temanku juga. Air mengalir deras
di sekeliling kaki kami. Ax pun berubah wujud. Konsentrasiku nyaris buyar karena aku
terlalu memperhatikannya. Dalam keadaan normal Andalite sudah
cukup aneh. Bayangkan seperti apa penampilan mereka ketika
bermetamorfosis! Bukan cuma dua kaki yang mengerut dan mengecil,
tapi empat. Belum lagi kedua mata tambahannya. Duri di ujung
ekornya lenyap. Ekornya berubah menjadi sirip yang terbelah dua,
dengan bagian atas lebih panjang daripada bagian bawah.
Permukaan air naik sampai ke leherku, tapi saat itu aku sudah
lebih mirip lumba-lumba daripada manusia.
BA-BOOOOM! Ledakan itu membuat seluruh kubah bergetar. Gigiku sampai
bergemeletuk. Gendang telingaku serasa mau pecah.
ujar Ax. Ia mengucapkan kata itu persis seperti
kakaknya. Penuh kebencian.
BA-BOOOOM! Untuk kedua kalinya seluruh kubah terguncang akibat ledakan
keras! Tiba-tiba pintu sebelah luar membuka dan kami segera
berenang ke luar. Empat ekor lumba-lumba dan seekor...
Hiu! Ax telah berubah menjadi hiu.
ujar Marco.
si Andalite bertanya dengan heran.
aku
menjelaskan.
teriak
Marco. Aku melesat cepat menuju permukaan laut yang tampak jauh di
atas kami. Tapi sambil berenang aku sempat menoleh ke belakang.
Aku melihat dua lubang menganga di kubah si Andalite. Air yang
mengalir masuk tampak bagaikan air bah. Kemudian aku melihat satu
lagi tabung berwarna gelap jatuh pelan-pelan dari permukaan air. Aku pun cukup
sering menonton film tentang kapal selam, sehingga aku
mengenali tabung itu sebagai bom bawah air.
Ax
bertanya dengan nada mendesak.
manusia,> jawabku. sahut Ax. cukup aman. Kaum Yeerk tidak tahu banyak tentang perairan yang
dalam. Di dunia mereka tidak ada samudra, hanya kolam-kolam
dangkal.> ujar Jake. Dan Taxxon, tentu saja.>
Kami sudah di dekat permukaan sekarang, hanya beberapa
meter di bawah batas berkilau yang memisahkan laut dan langit.
Tiba-tiba sebuah bayangan besar dan gelap melewati kami.
Warna bayangan itu lebih hitam dari hitam. Bayangan yang
mencekam. Persis di atas permukaan laut.
Bentuknya seperti kapak perang. Sepasang sayap melengkung
di bagian belakang, dan ujung panjang berbentuk berlian di bagian
depan. Itu pesawat Blade yang membawa Visser Three.
Sesuatu tercebur ke laut ketika pesawat itu melintas di atas
kami. Aku berguling ke samping agar dapat melihat lebih jelas.
Apa yang kulihat membuatku merinding.
Gerombolan Taxxon. Mereka ada di dalam air. Dan mereka
menuju ke arah kami. Marco memekik.
Tapi jawabannya sudah jelas. Sekitar sepuluh Taxxon -
makhluk mirip kaki seribu, dengan tubuh sepanjang tiga meter dan
selusin pasang kaki - mengejar kami. Gerakan mereka gesit sekali di
dalam air. Benar-benar gesit. Dari bawah, mata mereka yang bagaikan gumpalan agar-agar
berwarna merah tidak kelihatan. Tapi mulut bulat di ujung tubuh
mereka kelihatan jelas. Aku sempat menyaksikan makhluk Taxxon memperebutkan
serpihan-serpihan tubuh Pangeran Elfangor ketika Visser Three
memangsanya. Mereka bahkan tidak segan-segan melahap sesama mereka atas
perintah Visser Three. ujar Ax.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertempur. Betulkah itu">
Aku tersenyum dalam hati. bertempur.> Taxxon ini kita singkirkan saja">
sahut Jake. hajar mereka.> Chapter 21 SELUSIN Taxxon berenang di dalam air, melawan kami
berlima. Kalau soal berenang lurus, mereka memang lebih hebat. Tapi
soal meliuk dan membelok, kami lebih jago.
Jake berkata dengan tegang.
Aku mengincar salah satu cacing raksasa. Namun aku harus
memaksakan diri untuk bertempur. Lawanku bukan hiu, dan aku tidak
merasakan dorongan naluri lumba-lumba untuk menyerang.
Aku terpaksa membangkitkan semangat tempur melalui akal
sehatku sebagai manusia. Dan itu tidak mudah. Sebelumnya aku telah
melawan kaum Yeerk untuk membela kemerdekaan umat manusia.
Kini aku harus bertempur untuk menyelamatkan seluruh dunia. Tapi
tetap saja, pada dasarnya aku memang tidak suka kekerasan.
Di pihak lain, aku sadar aku tidak punya pilihan. Kaum Yeerk
tak kenal ampun. Seandainya para Taxxon menang, kami semua akan
dibunuh. Atau mengalami nasib yang lebih buruk lagi.
Aku melesat maju untuk menghadang Taxxon yang melaju ke
arahku. Kami bagaikan dua kereta api yang meluncur dari arah
berlawanan di rel yang sama.
Aku menunggu sampai detik terakhir sebelum mengelak ke
samping. Mulut si Taxxon sudah menganga lebar, siap menyambar.
Aku melengkungkan punggung, dan menghantam lawanku dari
samping. Semula kusangka badannya seperti badan ikan hiu - sekeras
baja. Tapi ternyata dugaanku keliru. Rasanya seperti menghantam
kantong kertas basah dengan palu godam. Tubuh si Taxxon buyar
bagaikan semangka yang jatuh ke lantai.
Aku hampir muntah. Cepat-cepat aku
mengibaskan ekor untuk menjauhi adegan menjijikkan itu.
Pertumpuran berlangsung sengit. Empat lumba-lumba dan
seekor hiu bahu-membahu melawan gerombolan Taxxon.
Menurut para ilmuwan, ikan hiu termasuk spesies binatang
paling tua yang masih hidup sampai sekarang. Alam menciptakan
mereka sebagai pemangsa yang hebat. Sebagai mesin pembunuh yang
sempurna. Selama jutaan tahun tubuh ikan hiu tak pernah berubah,
sebab memang tak ada yang perlu diperbaiki.
Lain halnya dengan lumba-lumba. Para ahli beranggapan bahwa
berjuta-juta tahun silam lumba-lumba hidup di darat. Mamalia laut
tidak berbeda jauh dengan manusia dan mamalia lainnya. Dalam
perjalanan evolusi, mereka kembali ke samudra. Dan mereka
mengalami perubahan pula dalam cara menghadapi pemangsa - paus
pembunuh dan ikan hiu. Aku tidak tahu dari laut mana bangsa Taxxon berasal. Aku
tidak tahu makhluk apa yang menjadi musuh mereka. Tapi yang jelas
mereka tidak siap untuk bertempur di samudra. Mereka tidak siap
bertempur satu-lawan-satu dengan para penguasa lautan di Bumi.
Mereka bukan lawan sepadan bagi lumba-lumba maupun hiu.
ujar Jake. sudah kapok.> tanya Rachel dengan nada
menantang. Tapi aku mendapat kesan bahwa ia sendiri sebenarnya
juga agak ngeri. Aku melesat ke permukaan dan langsung mengisi paru-paruku
dengan udara senja yang hangat. Matahari sudah hampir terbenam.
Aku melihat dua kapal menuju ke arah kami.
Tapi yang lebih kucemaskan adalah pesawat Blade, yang kini
melayang rendah di atas permukaan laut.
kata Marco. satu pulau kecil di dekat sini, sesuai rencana.
Begitu sampai di sana, kita kembali ke wujud manusia dan beristirahat sebentar.
Setelah itu kita berenang ke daratan. Tapi pulau itu jauhnya hampir dua jam dari
sini, itu pun kalau kita berenang secepat
mungkin. Kita harus buru-buru. Kalau sampai terlambat, kita terpaksa memilih
antara terperangkap dalam wujud lumba-lumba atau
tenggelam. Dan dua-duanya bukan pilihan yang enak.>
sahut Jake. mungkin ke pulau terdekat.>
tanya Ax.
seperti sekarang, kami cuma bisa menduga-duga dan berdoa.>
menghitung waktu.>
balas Marco.
puluh persen dari waktu yang aman.>
Aku langsung mulai berhitung. Tapi dari
dulu aku memang payah dalam matematika. Apalagi aku baru saja
terlibat pertempuran dan masih ketakutan setengah mati. sekitar tiga puluh enam menit. Jadi sisa waktu kita masih satu jam dua puluh
empat menit.> BYAAARRR! Aku mendengar bunyi yang keras sekali di belakangku. Seakan-
akan ada truk besar jatuh ke dalam air.
tanya Marco.
jawabku. WHUMP, WHUMP, WHUMP.
tanya Rachel.
Aku naik ke permukaan untuk menarik napas dan memandang
berkeliling. Kedua kapal tadi masih m?nuju ke arah kami, tapi
jalannya tidak terlalu cepat dan agaknya takkan sanggup mengejar
kami. Namun pesawat Blade tak terlihat lagi. Aku menoleh ke segala
arah, tapi aku tidak bisa menemukannya.
tanyaku.
sahut Jake. cuma selubungnya saja yang dinyalakan lagi.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP.
ujarku.
Tiba-tiba aku ingat bahwa aku tidak tergantung pada panca
indra manusia semata-mata. Aku juga bisa menggunakan indra lumba-
lumba. Dan serta-merta aku memancarkan gelombang radar bawah
air. Bayangan yang kutangkap benar-benar mencengangkan.
ikan paus, tapi gerakannya bukan seperti itu.>
Jake, Marco, dan Rachel langsung mencoba cara yang sama.
Rachel melaporkan.
Marco
membenarkan. WHUMP, WHUMP, WHUMP. Aku naik untuk menarik napas dan memandang ke belakang.
Tiba-tiba aku melihat sesuatu menyembul di permukaan, jauh di
belakangku. Semacam punuk besar berwarna merah keunguan. Punuk
itu dipenuhi ratusan ekor kecil yang mirip ekor ikan, dan semuanya
bergerak-gerak tanpa henti.
Aku kembali menyelam. Dan kurasa bukan makhluk Bumi.> Aku menggambarkan apa yang
kulihat tadi. ujar Ax.
Andalite. Bayangkan, kaum Yeerk keparat berani mendatangi bulan
kami! Dan meniru binatang kami!>
aku bertanya padanya.
dengan menyemburkan air dari tiga rongga besar. Dia mengeluarkan
suara seperti...> WHUMP, WHUMP, WHUMP. tanya Marco.
jawab Ax. Aku baru sekali mendengarnya, itu pun di sekolah, dan waktu itu aku
tidak terlalu memperhatikan penjelasan guru.>
Aku hampir tertawa karena membayangkan ruang kelas
Andalite di mana para muridnya asyik melamun, persis seperti kami di Bumi. Tapi
sekarang bukan waktu yang tepat untuk tertawa.
WHUMP, WHUMP, WHUMP. ujar Ax.
Jake membenarkan.
Ax
tampak kaget. Three"> balas Rachel dengan
geram. masih hidup"> Kali ini si Andalite benar-benar terkejut. kalian.> sahut Marco sinis. penghormatanmu ditukar dengan perahu motor saja, supaya kita bisa
kabur dari bajingan itu.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Chapter 22 VISSER THREE ternyata menjelma menjadi makhluk yang
tidak kenal lelah. Lain halnya dengan kami. Aku merasa seakan-akan telah berenang selama dua hari
nonstop. Setelah setengah jam aku mulai kehabisan tenaga. Sejak awal kami sudah
mengembangkan kecepatan penuh. Kami menerjang arus
yang menghadang. Melawan dorongan naluri untuk beristirahat ketika
ekor kami mulai letih. Mengabaikan rasa lapar yang semakin
menggebu-gebu. WHUMP, WHUMP, WHUMP. Sementara itu si mardrut terus mengejar. Tenaganya seakan-
akan tak terbatas. Ia terus bertambah dekat, sejengkal demi sejengkal, sedikit
demi sedikit. Aku bisa melihatnya sekarang. Sebuah kantong raksasa bertotol
ungu dan merah yang mengembang dan mengempis di dalam air.
Tubuhnya terdorong oleh tiga rongga besar yang menyemburkan air
secara bergantian. Di sela semburan-semburan keras itu, ratusan ekor kecil di
seluruh permukaan tubuhnya mengoyak-ngoyak air untuk
mempertahankan kecepatannya.
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Kemudian ia angkat bicara. Kami semua sudah pernah
mendengar suara bisu itu di dalam kepala kami masing-masing.
Rasanya seperti mendengar sumpah serapah yang membuat bulu
kudukku berdiri. Visser Three mengejek.
Suara itu bagaikan api yang menghanguskan segala sesuatu
yang disentuhnya. Seketika aku merasakan kebencian membara yang
setara dengan kebencian Visser Three. Gambaran yang kuperoleh dari
Ax - Bumi yang gersang dan tandus, semua penghuninya menjadi
budak kaum Yeerk..... Selama ini aku hidup tentram dan damai tanpa kebencian.
Perasaan benci itu benar-benar memuakkan. Hati kita seperti terbakar, dan
kadang-kadang kita pikir api itu takkan pernah padam.
Enaknya kalian kuapakan, ya" Kujadikan Pengendali" Atau lebih baik
kumakan saja" Aku harus pikir-pikir dulu. Kalian semakin lelah.
Waktu kalian tinggal sedikit.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Kami semua sudah pernah berhadapan langsung dengan Visser
Three. Tapi Ax belum. Ia tampak gemetaran. Itu jelas kelihatan
meskipun ia berwujud ikan hiu. Matanya yang gelap tidak
menunjukkan emosi, tapi gerak-geriknya terkesan kacau.
aku berkata padanya. Ia tidak menyahut. sudah pernah mendengar suaranya. Kami sudah pernah diancamnya.
Dan kami masih hidup sampai sekarang.>
balas Ax. kita! Dia telah membunuh Elfangor!>
Pokoknya, berenang saja!>
Namun ketakutan yang menimpa Ax juga menular pada kami.
Ia benar. Kami tidak punya waktu untuk mencapai daratan. Kami akan
terperangkap dalam wujud lumba-lumba. Dan kami tidak mungkin
lolos dari Serangan Visser Three. Aku menoleh ke belakang.
Jarak di antara kami tinggal sekitar lima kali panjang tubuhku!
Aku berusaha menambah kecepatan, tapi otot-ototku sudah tak
sanggup. Tamatlah riwayatmu, Cassie, aku berkata dalam hati. Tamatlah
riwayatmu. Sekali lagi aku dilanda perasaan benci yang begitu dalam. Tapi
aku tidak mau berakhir seperti itu. Aku tidak mau mati dalam
cengkeraman kebencian. Itu satu-satunya kemenangan yang bisa
kurampas dari Visser Three.
Aku membiarkan pikiranku berkelana, sementara tubuhku terus
berupaya menyelamatkan diri. Aku teringat gudang jerami kami, dan
semua binatang yang menghuninya. Aku teringat Mom dan Dad. Dan
Jake. Aku teringat berbagai kenangan manis. Mengarungi angkasa
bersama Tobias dan teman-temanku yang lain sambil merentangkan
sayap lebar-lebar. Duduk di kaki Nenek sambil mendengarkan
ceritanya mengenai keluargaku, yang turun-temurun hidup di tanah
pertanian. Dan kemudian sebuah kenangan yang lebih baru muncul dalam
benakku. Si ikan paus. Aku teringat bagaimana keheningannya yang
megah namun lemah lembut mengisi jiwaku.
Aku bahkan bisa mendengar nyanyiannya.
Tunggu dulu! Nyanyiannya memang terdengar. Ini bukan
kenangan. Bukan khayalan. Aku benar-benar mendengar nyanyiannya
yang mengalun pelan dan membuat hati tergetar.
Ia tidak jauh dari kami. Aku membuka mata hati dan membiarkan kesadaranku sebagai
manusia tenggelam perlahan-lahan. Aku memanggil jiwa si lumba-
lumba - jiwa yang suka bermain-main, suka bertempur, dan suka
melesat ke udara bagaikan burung.
Kemudian aku memancarkan gelombang radar bawah air.
Selain itu, aku juga menjerit minta tolong.
Aku tahu perbuatanku konyol. Tidak masuk akal. Tapi aku tetap
berteriak tanpa suara, seperti anak kecil yang memanggil-manggil
ibunya jika ia bermimpi buruk.
Aku dikejar si monster! Si pemusnah! Si makhluk jahat!
Tolong aku.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ujar Ax. Marco berkata sambil
terengah-engah. Rachel
mengakui. Kita harus bertempur melawannya.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. seru Ax.
jawab Jake. kalah, aku lebih suka kalah terhormat daripada ditangkap satu per
satu.> balas Ax. banyak sifat yang sama. Sayang semuanya harus berakhir seperti ini.>
seru Jake.
Kami berhenti. Kami berbalik untuk menghadapi si mardrut.
ujarku.
sahutnya.
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Makhluk raksasa berwarna ungu dan merah itu terus melaju ke
arah kami. Aku gemetaran karena ngeri. Tapi aku sudah terlalu letih untuk
lari. Tolong! aku berseru sekali lagi. Tapi aku tahu tak ada yang bisa
menolong kami. Dan akhirnya aku pasrah pada nasib.... dan mengucapkan
selamat tinggal pada dunia.
Ebukulawas.blogspot.com Chapter 23 ujar Visser Three.
Ia menghampiri kami dengan kecepatan tinggi. Kami siap
menghadangnya. Tiba-tiba aku melihat bayangan gelap yang muncul dari
keremangan di bawah kami.
Sesuatu yang gelap, berbentuk panjang, dan bahkan lebih besar
dari si mardrut. FWOOOMP! Visser Three tersentak dan langsung berhenti. Bayangan kedua
muncul, sama cepatnya dengan yang pertama.
FWOOOMP! bisikku.
seru Marco.
Aku melihat lima ekor ikan paus.
Kedua ikan paus jantan besar yang menyerang lebih dulu
memiliki kepala seperti palu godam. Ikan paus jenis sperm. Panjang
tubuh mereka hampir dua puluh meter. Dan berat mereka sekitar enam
puluh lima ton. Sama beratnya dengan lima puluh mobil.
Mereka muncul dari kedalaman laut, dan menghantam
makhluk yang berasal dari samudra di dunia lain itu dengan kecepatan yang
mencengangkan. Mardrut itu memang besar. Mardrut itu memang kuat. Tapi tak
ada makhluk hidup yang sanggup menahan gempuran tanpa henti
lawan-lawan seberat puluhan ribu kilogram.
Kemudian si ikan paus - ikan paus sahabatku, sebab aku sudah
menganggapnya sebagai sahabat - mulai menghantam musuh kami
dengan ekornya, berulang-ulang. Dinding beton pun akan roboh jika
terkena hantaman seperti itu. Dua ikan paus betina yang lebih kecil
meniru contohnya, sedangkan kedua ikan paus jantan tadi kembali
mengambil ancang-ancang untuk menyerang.
Visser Three mengerang karena marah dan
kesakitan. Erangannya bergaung dalam kepalaku.
seru Jake.
Rachel bersorak.
Marco
menimpali.
Mula-mula kelima ikan paus masih mengejarnya, tapi akhirnya
mereka membiarkannya pergi.
Ikan paus tidak punya bakat membunuh. Mereka tidak punya
insting tajam untuk membenci dan menghancurkan lawan yang paling
keji sekali pun. Beberapa menit kemudian sahabatku si ikan paus telah kembali
dan berhenti di sampingku.
Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya, tapi seperti
sudah kukatakan sebelumnya, cara berpikir ikan paus tidak seperti
manusia. Namun aku tetap mencobanya.
Terima kasih, sahabatku. Orang sering berdebat apakah ikan paus makhluk cerdas atau
bukan. Apakah mereka secerdas manusia" Tapi menurutku, bukan itu
persoalannya. Ikan paus takkan pernah bisa membaca buku atau
membuat roket atau mengerjakan soal aljabar. Untuk hal-hal seperti
itu, manusia lebih cerdas.
Tapi itu sama sekali tidak berarti ikan paus tidak hebat. Mereka
tidak memerlukan kata-kata untuk bisa bernyanyi. Mereka adalah
makhluk yang membuat kita terkagum-kagum. Dan meskipun aku
sendiri tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan hati nurani, satu hal sudah
pasti - kalau manusia memilikinya, ikan paus juga begitu.
Aku ingin berterima kasih karena ia datang ketika aku minta
tolong. Tapi ketika ia membuka hatinya untuk menyambut getaran
batinku, aku mendapat kesan bahwa kedatangannya bukan karena
panggilanku semata-mata. Aku mendapat kesan bahwa laut sendiri yang memanggilnya,
untuk mencegah perbuatan keji Visser Three.
Tentu saja semua itu tidak kuceritakan kepada Jake atau yang
lain. Mereka pasti akan tertawa. Paling tidak Marco.
ujar Ax.
menopang kita sampai kita siap berubah lagi,> kataku.
Kami menjelma kembali sebagai manusia, sedangkan Ax
kembali ke wujud aslinya sebagai Andalite. Kemudian kami naik ke
punggung si ikan paus. Aku langsung tertidur. Kedengarannya memang aneh, tapi aku
segera terlelap. Aku benar-benar letih, baik jiwa maupun raga.
Matahari sudah hampir terbenam ketika aku terbangun. Kami
berada di dekat daratan. Aku bisa melihat pantai, dan juga muara
sungai. Kami basah kuyup terkena percikan air dan semburan dari
lubang pernapasan si ikan paus. Aku agak kedinginan, apalagi
matahari sudah hampir menghilang.
Tapi di pihak lain, aku tidak jadi dimangsa Visser Three,
sehingga aku pun tidak mau mengeluh.
Jake duduk bersilang kaki di punggung si ikan paus. Ia
menatapku sambil tersenyum.
"Hari ini lumayan seru, hmm?" ia bertanya.
Aku membalas senyumnya. "Yeah."
"Kita berhasil. Kita berhasil menyelamatkan si Andalite dan
juga diri kita sendiri."
"Ya, tapi dengan susah payah," aku menambahkan.
"Ehm, Cassie" Ternyata kau benar. Kau mengandalkan
perasaanmu, kami semua mengikutimu dan kita semua selamat."
Aku mengangguk: "Memang betul sih. Tapi Marco pasti bilang,
'asal jangan sering-sering saja'."
Jake kembali mengembangkan senyum. "Tapi menjelma
sebagai lumba-lumba benar-benar asyik kan" Aku tahu kau sempat
bimbang. Aku tahu kau merasa kita tidak berhak memanfaatkan
mereka." Aku menggelengkan kepala. "Sampai sekarang aku masih
merasa begitu. Tapi kelihatannya kita tidak punya pilihan. Kaum
Yeerk yang memulai perang ini, bukan kita. Dan setelah mendengar
penjelasan Ax... bukan cuma manusia yang akan mereka musnahkan.
Tapi juga semua binatang. Jadi seluruh Bumi memang terancam."
Jake mengangguk. "Kurasa kalau kita bertanya pada para
lumba-lumba, mereka juga takkan keberatan. Soalnya kita kan
berusaha menyelamatkan mereka."
"Ah, mereka takkan mengerti. Mereka pasti menganggap semua
ini cuma main-main."
Kami tertawa. Kalau pun mereka bisa bicara, lumba-lumba
takkan pernah bisa mengerti kenapa kami begitu cemas.
"Ya, benar juga," ujar Jake. "Tapi kita mengerti." Kami bertukar pandang. "Kita
mengerti apa yang harus diselamatkan. Dan kita harus melakukan apa pun supaya
bisa menang." Aku tahu maksud Jake. Kami memanfaatkan lumba-lumba
untuk menyelamatkan mereka. Begitu juga binatang-binatang lain.
Kami meniru mereka untuk menyelamatkan mereka. Tujuan kami
mulia, dan karena itu aku tidak perlu merasa bersalah.
Chapter 24 SEKALI lagi kami menjelma menjadi lumba-lumba. Kami
berenang ke sungai tempat kami berangkat tadi, lalu berkumpul di air yang
dangkal. Dalam sekejap saja kami sudah berubah kembali
menjadi manusia. "Wah, enak benar rasanya bisa jadi manusia lagi," kata Jake.
Serta-merta Marco berkomentar, "Memangnya kau manusia
sebelum kita berubah tadi, Jake?"
Sebetulnya ucapan Marco lucu, tapi kami semua terlalu letih
untuk tertawa. Kami mengambil pakaian dan sepatu masing-masing. Aku
cepat-cepat mengenakan jeans dan sweter, lalu memasukkan kakiku
yang berlumpur ke dalam sepatu.
ujar Ax, yang terus memperhatikan kami. yang kalian pakai untuk membungkus tubuh kalian">
- "Ini namanya pakaian, " Rachel menjelaskan.
pelindung"> "Ya. Selain itu, orang-orang juga bakal marah besar kalau kita
jalan-jalan dalam keadaan telanjang," jawab Marco.
Aku mendengar suara kepak sayap di atas. Salah satu dahan
yang terselubung bayangan mendadak turun sedikit.
"Tobias?" aku memanggil.
"Ya. Tobias, ini Ax. Ax, itu Tobias. Tobias salah satu dari
kami." Tobias menambahkan dengan nada
datar. burung.> Si Andalite tampak kaget.
Ax menoleh ke arahku, lalu menatap teman-temanku yang lain
satu per satu. Roman mukanya serius sekali. berkorban untuk membantu kakakku, Elfangor.>
tanya Tobias. Mata elangnya
berbinar-binar.
"Aku bukannya tidak mau mengobrol panjang-lebar," Jake
menyela, "tapi kita harus segera pergi dari sini. Kita juga perlu memikirkan Ax.
Dia tidak mungkin pergi ke kota bersama kita."
"Sebaiknya dia ikut ke tanah pertanianku," kataku.
"Keadaannya tidak berbeda jauh dengan pesawat Dome. Ada ladang, padang rumput,
hutan. Dia tetap harus berhati-hati, tapi selain itu tidak ada tempat untuk
menyembunyikannya." "Tapi bagaimana cara kita membawa dia ke sana?" tanya
Marco. "Tempat pertanianmu cukup jauh dari sini. Dan orang-orang pasti ketakutan
melihat rusa besar berbulu biru dengan mata tambahan dan ekor seperti
kalajengking." ujar Ax. Sekonyong-konyong ia
menghampiriku. Ia menyentuh wajahku dengan tangannya yang
berjari banyak. katanya.
Aku langsung merasa melayang-layang. Aku tidak sampai
pingsan, tapi juga tidak sepenuhnya sadar.
Aku tahu apa yang dilakukannya. Ia sedang menyerap pola
DNA-ku. "Ehm... sori, tapi apakah kau akan meniru Cassie?" tanya
Marco. "Kau bisa melakukan itu?"
Ax menghampiri Marco dan menyentuh wajahnya. Satu per
satu ia menyerap pola DNA kami.
Dan kemudian ia mulai berubah.
Proses metamorfosis selalu ajaib. Tapi ini lebih ajaib daripada
apa pun yang pernah kusaksikan. Ax tidak berubah menjadi binatang.
Ia berubah menjadi manusia.
Ia menjelma menjadi gabungan dari keempat anak Animorphs.
Kaki depannya mulai mengecil. Kaki belakangnya bertambah
besar dan kokoh. Dan tiba-tiba sudah ada mulut di wajah Andalite-
nya. Ekor kalajengking yang menakutkan mulai mengerut, sampai
akhirnya menghilang sama sekali.
Ia menegakkan badan dan berdiri dengan dua kaki. "Ehm,
kurasa lebih baik kita menoleh ke arah lain,"
aku mengusulkan. "Dia mau jadi cowok atau cewek?" tanya Marco.
"Pokoknya jangan lihat dulu deh," sahutku.
Kami berpaling. Tepat pada waktunya.
"Hei, Ax! Di tumpukan baju itu ada celana pendek dan T-shirt
yang tak terpakai," ujar Jake. "Gimana kalau kaupakai saja dulu, oke?"
Beberapa menit kemudian kami berbalik lagi. Kami semua
tercengang. Alex mengenakan T-shirt di kaki, sedangkan celana pendeknya
malah bertengger di kepalanya.
"O-o-o-o-ke," kata Jake. "Boleh juga, hanya perlu sedikit perbaikan. Ax, kau
laki-laki atau perempuan?"
"Aku memilih men-men-menjadi laki-laki." Ia langsung terdiam dengan mata
terbelalak. Agaknya ia terkejut karena mempunyai
mulut. Mulut adalah sesuatu yang membingungkan bagi kaum
Andalite. "Aku memilih menjadi laki-laki karena aku memang laki-laki.
Kata-kata. Laki-laki. Pilihan tepat" Pi-ly-han" Pih pih pih-liyan?" Ia
menggerak-gerakkan bibir dan menjulurkan lidah. "Aneh," katanya.
"Oke, jadi kau laki-laki," ujar Jake. "Rachel" Cassie" Tolong berbalik dulu.
Marco dan aku akan membantu Ax berpakaian."
Ketika aku berpaling lagi, Ax sudah berpakaian normal.
Tapi penampilannya tidak normal. Tingginya sedang, antara
Rachel dan Marco. Badannya cukup kekar, antara Jake dan Marco.
Rambutnya cokelat - dengan sedikit sentuhan pirang rambut Rachel -
dan agak keriting, seperti rambutku. Kulitnya berwarna kopi susu,
campuran antara kulitku yang gelap, kulit Marco yang kecokelatan,
dan kulit Jake serta Rachel yang putih pucat.
Ia telah menjelma sebagai manusia, namun entah kenapa tetap
berkesan janggal.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia menoleh ke kiri-kanan. "Bagaimana kalian melihat" Meliat"
MeliHAT. HAT. Bagaimana kalian melihat sekeliling" Liling. Me,
me, melihat ke belakang?"
Aku tersenyum. Keadaannya seperti kalau aku untuk pertama
kali menirukan seekor binatang. Ax sedang membiasakan diri dengan
tubuhnya yang baru. Paling tidak, ia berusaha membiasakan diri. Ia
menggerak-gerakkan bibir dan mencoba berbagai bunyi baru. Tapi
tiba-tiba ia jatuh ke depan.
Jake cepat-cepat menangkapnya.
"Kakimu cuma dua sekarang, Ax," katanya.
"Ya. Dua. Oh. Goyah sekali."
"Yeah, manusia memang makhluk yang mudah goyah."
"Oke, sudah waktunya kita pulang," ujar Jake.
"Ax?" kataku pada si Andalite. "Jangan bicara pada orang yang tidak kaukenal
dalam perjalanan pulang. Oke?"
Chapter 25 BEBERAPA hari berlalu dengan tenang. Kami semua sudah
pulih. Aku juga telah memastikan Ax aman di ladang terpencil di
tanah pertanian, jauh dari keramaian.
Aku menunggu sampai hari gelap, lalu menjelma menjadi
burung camar. Aku terbang keluar dari gudang jerami, menembus kegelapan,
menuju The Gardens. Taman hiburan itu sudah tutup dan sudah sepi. Hanya ada
beberapa penjaga malam di sana-sini. Mereka pasti akan
menghadangku seandainya aku masuk lewat pintu gerbang. Tapi tak
ada yang mencurigai seekor burung camar.
Aku mendarat di dekat kolam lumba-lumba, dan kembali
berubah berwujud manusia. Semua lampu sudah dipadamkan. Satu-
satunya sumber cahaya adalah bulan sabit di langit. Tapi aku bisa
mendengar para lumba-lumba berenang kian kemari. Salah satu dari
mereka segera menghampiriku. Barangkali ia heran kenapa ada
manusia yang muncul malam-malam.
"Hai," katanya. "Sori, aku tidak punya makanan untukmu."
Kemudian aku memanjat dinding kolam dan masuk ke air yang
dingin. Tiga lumba-lumba berenang mendekat. Mereka pasti bingung.
Ada orang asing masuk ke kolam mereka. Apakah ini permainan
baru" Aku mulai berubah. Mereka semakin penasaran. Keenam lumba-lumba di kolam itu
berenang mengelilingiku dan mengamatiku dari segala arah.
Dan perlahan-lahan aku menjadi salah satu dari mereka.
Aku tahu perbuatanku benar-benar konyol. Tapi aku merasa aku
harus melakukannya. Aku ingin memberitahu mereka apa yang telah kulakukan. Aku
ingin minta izin untuk meniru mereka. Aku ingin mencari jalan untuk
menjelaskan... semua yang telah terjadi.
Tapi begitu aku menjelma menjadi lumba-lumba, pikiranku
kosong melompong. Aku tak ingat semua yang membuatku kuatir.
Aku tak ingat kenapa aku datang kemari. Wah, gawat deh!
Salah satu lumba-lumba menghampiriku. Ia mendorongku
dengan moncongnya, perlahan-lahan, lalu meluncur ke permukaan.
Kemudian ia melesat ke udara dan masuk kembali ke dalam air. Tanpa
menimbulkan suara. Dan semulus anak panah.
Mereka mengajakku bermain.
Mereka mengajakku menari bersama mereka.
Dan itulah yang kulakukan. END
Ebukulawas.blogspot.com Suling Emas Dan Naga Siluman 13 Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W Sepasang Pedang Iblis 20
muncul di permukaan, mengembuskan napas, lalu menghirup udara
laut yang bersih dan segar.
Kami memperhatikan helikopter itu terbang rendah dan
perlahan sekali di atas air. Jaraknya masih beberapa ratus meter dari tempat
kami, tapi terus mendekat. Tampaknya helikopter itu menyeret
sesuatu yang terikat pada seutas kabel.
Tak ada yang membantah. Kami semua tahu bahwa helikopter
itu diterbangkan oleh para Pengendali. Kaum Yeerk sudah datang.
Chapter 17
lagi.
Kami menyelam dan berenang hampir tegak lurus ke bawah.
Turun, turun, turun. Semakin lama semakin jauh dari permukaan laut
yang berkilau-kilau. Semakin jauh dari matahari. Semakin jauh dari
udara yang kami butuhkan, baik sebagai manusia maupun sebagai
lumba-lumba. Sekawanan ikan tertangkap gelombang radar bawah airku,
persis di bawah kami. Tapi kami kemari bukan untuk makan siang.
Kami menerobos kawanan itu dan terus berenang ke bawah, sampai
dasar samudra mulai terlihat.
Kemudian kami berenang menyusuri dasar laut, bagaikan
pesawat jet tempur yang terbang rendah di atas pepohonan. Melewati
hamparan rumput laut yang bergoyang-goyang. Menerobos kawanan
ikan yang segera menghambur ke segala arah. Melintasi batu karang
yang penuh kerang dan dihuni ribuan kepiting, udang, cacing, dan
keong. Di depan menghadang semacam bukit rendah memanjang.
Kami melayang di atasnya.
Dan tiba-tiba kami semua melihatnya.
Kami memang melihatnya, tapi kami nyaris tidak percaya pada
apa yang kami lihat. Akhir-akhir ini aku sudah terbiasa melihat hal-hal yang tidak
masuk akal - makhluk asing dari luar Bumi, pesawat antariksa, teman-
temanku yang menjelma sebagai binatang. Tapi apa yang kulihat
sekarang benar-benar sukar dipercaya.
Bentuknya bulat. Bulat seperti piring. Piring yang amat sangat
besar. Garis tengahnya pasti sekitar satu kilometer.
Semuanya diselubungi kubah tembus pandang. Kubah dari kaca
bening, atau entah bahan apa yang digunakan kaum Andalite sebagai
pengganti kaca. Dan di dalam kubah itu, terlindung dari air bertekanan luar
biasa, terbentang sesuatu yang menyerupai taman.
Sebuah taman yang tertutup kubah plastik bening, di dasar laut.
Ada rumput berwarna kebiruan. Pohon-pohon yang mirip
kembang kol. Dan pohon-pohon lain yang mirip terung, tapi berwarna
jingga dan biru. Dan di tengah-tengah menghampar telaga dengan air
berwarna biru jernih. Kristal-kristal hijau yang tembus pandang
tampak menyembul dari permukaan air, seperti serpih-serpih salju.
bertanya padaku.
Besarnya kubah itu semakin terasa ketika kami mendekat. Kesannya
seperti stadion sepak bola. Tapi lebih besar lagi.
mendahului kami.
pintu sebelah luar ada panil kecil berwarna merah.>
Seketika pintu luar membuka.
mau pecah. Aku butuh udara.
Kami berempat berenang melewati pintu sebelah luar. Di balik
pintu ada panil merah lagi. Aku mendorongnya dengan moncongku,
dan pintu itu langsung menutup kembali. Kami berada di ruangan
kecil berdinding kaca. Kami bisa melihat ke segala arah, kecuali ke
arah kubah. Sisi itu tidak tembus pandang.
Air di ruangan kec il itu terisap keluar, perlahan-lahan.
Permukaan air semakin turun. Aku segera naik untuk menghirup
udara.
Aku segera memulai proses perubahan. Air di ruangan itu masih
setinggi pinggang ketika aku menjelma kembali sebagai manusia.
"Kita berhasil," kata Marco setelah mulutnya kembali normal.
"Aku tidak tahu di mana kita berada, tapi kita berhasil."
Air di ruangan kecil itu kini telah terisap habis. Kami berdiri
bertelanjang kaki, hanya dengan baju ketat yang basah kuyup. Aku
melihat satu panil merah lagi di samping pintu yang menuju ke kubah.
"Siap?" tanya Jake.
"Makin cepat makin baik," balas Marco.
Jake menekan panil itu dengan sebelah tangan. Pintu itu
langsung terbuka. Kami disambut udara hangat yang harum sekali.
Sepintas lalu aku melihat...
Menyusul kilatan cahaya terang benderang...
Dan tiba-tiba aku tidak sadarkan diri.
Ebukulawas.blogspot.com Chapter 18 AKU membuka mata. Pandanganku tertuju lurus ke atas. Aku
telentang, dikelilingi samudra. Jauh di atas aku melihat ikan berwarna-warni. Di
atasnya lagi tampak batas cemerlang yang memisahkan laut
dan langit. Tapi jaraknya jauh sekali.
Aku menoleh ke samping. Jake terbaring di sisiku. Ia belum
siuman. Di bawah kepalaku ada rumput biru. Aku menoleh ke arah
berlawanan. "Ahhhh!"
Ia berdiri dengan empat kaki langsing. Sepintas lalu ia mirip
rusa atau kijang dengan bulu biru muda bercampur cokelat.
Bagian atas tubuhnya kekar, seperti makhluk setengah kuda
setengah manusia yang hidup dalam legenda, dengan sepasang lengan
kecil dan tangan berjari banyak. Wajahnya berbentuk segitiga.
Matanya besar dan bersudut lancip. Di tempat di mana seharusnya ada
hidung, hanya ada celah vertikal. Dan di tempat di mana seharusnya
ada mulut, malah tidak ada apa-apa.
Sepasang tanduk menyembul dari kepalanya. Tapi tanduk itu
bukan tanduk. Di ujung masing-masing tanduk terdapat mata yang
bisa berputar ke segala arah, tidak tergantung pada kedua mata
utamanya. Makhluk itu berkesan lemah lembut, bahkan hampir bisa
dibilang rapuh. Tapi kesan itu langsung buyar begitu aku melihat
ekornya. Ekornya seperti ekor kalajengking. Tebal dan kokoh. Di
ujungnya terdapat duri melengkung yang berkilau-kilau.
Aku segera tahu makhluk apa yang kuhadapi. Aku tidak
mungkin keliru. Itu makhluk Andalite.
Dan aku juga tahu apa yang ada di tangannya. Benda itu mirip
sekali dengan pistol sinar Dracon kaum Yeerk.
Senjata itu diarahkannya padaku.
Teman-temanku mulai siuman.
"Ada apa... oh," Marco memekik tertahan. "Moga-moga ini Andalite sungguhan dan
bukan Visser Three."
Sekonyong-konyong, tanpa peringatan, ekor si Andalite melesat
ke depan. Durinya berhenti hanya beberapa senti dari wajah Marco.
melalui pikirannya. "O-o-o-oke," jawab Marco tergagap. "Terserah kau saja.
"Kami temanmu," kataku.
mundur ekornya, dan Marco baru berani bernapas lagi.
"Kami kemari karena panggilanmu," aku berkata. "Kami datang untuk menolongmu."
keempat matanya.
"Manusia. Penghuni planet Bumi."
mendengarnya"> "Aku tidak tahu," jawabku terus terang. "Aku mendengarnya dalam mimpi. Begitu
juga salah satu temanku. Kami menduga ada
Andalite yang butuh pertolongan. Kami ingin menolong."
kalian sendiri. Itulah yang dikatakan sepupu-sepupuku yang
lebih tua.> "Kami pernah bertemu salah satu dari bangsamu. Kami
bersamanya waktu... waktu dia terbunuh."
Si Andalite memicingkan mata utamanya.
Aku berusaha mengingat-ingat namanya. Ia sempat
menyebutkannya, tapi namanya sukar diingat karena cukup panjang
dan aneh. "Aku tidak tahu nama panjangnya. Tapi sebagian adalah Pangeran
Elfangor." Si Andalite tersentak, seakan-akan disambar petir. Seluruh
tubuhnya gemetar. Ekornya yang mematikan tampak melengkung
tinggi.
yang bisa membunuhnya!>
"Kami melihatnya dengan mata kepala sendiri," kata Jake.
"Kami ada di sana waktu dia tewas."
"Dia yang namanya tak boleh kami ucapkan," jawabku pelan-
pelan. Si Andalite menegakkan kepala, namun ekornya terkulai lemas
di rumput. Ia menurunkan senjatanya.
Jake yang menjawab. "Dia mengorbankan nyawa untuk
melindungi kami, dan sampai akhir hayatnya dia terus melawan kaum
Yeerk. Pada saat terakhir dia menyerang dengan semua senjata yang
dimilikinya." Sejenak si Andalite memejamkan mata utamanya.
takut padanya. Tak ada pujian yang lebih hebat untuk pejuang
Andalite.> Aku terkejut mendengar ucapan Jake berikutnya. "Aku juga
kehilangan kakak. Dia telah dijadikan salah satu dari mereka. Dia
dijadikan Pengendali."
Si Andalite membuka mata.
"Mereka musuhku. Musuh kami."
sahutku. "Kemampuan metamorfosis."
"Keadaannya memang lebih gawat dari yang kauduga," kata
Marco. "Menurut kami, kaum Yeerk tahu kau ada di sini. Sebuah
lempengan logam dari pesawat Andalite terdampar di pantai. Dan
sekarang mereka sudah di sini, di permukaan air."
Untuk pertama kali si Andalite tampak ragu-ragu.
tempat berlindung yang baru," kataku.
Elfangor.
"Ya, sebentar saja," jawabku.
"Apa sih ini?" tanya Rachel. "Kubah ini, maksudku"
Kelihatannya seperti taman."
memanjang yang menjorok ke bawah, sedangkan kubah ini
berada di atas.> "Jadi bentuknya seperti jamur. Atau seperti payung," aku
menyimpulkan. Si Andalite menatapku sambil mengerutkan kening. Ia tampak
bingung. "Ya sudah. Aku cuma asal ngomong kok," ujarku.
"Kenapa?" Si Andalite mengais-ngais rumput dengan kaki depannya.
"Kau masih anak-anak" Maksudku, kau masih kecil?" tanya
Marco.
Andalite di sini">
Dan sistem pengendali kubah ini rusak karena sinar Dracon. Aku
jatuh. Aku tercebur ke samudra dan tenggelam sampai ke dasar. Sudah
berminggu-minggu aku di sini. Sudah berminggu-minggu aku
menunggu para sepupuku datang untuk menyelamatkanku. Akhirnya
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku mengambil risiko dengan mengirim pesan melalui gelombang
cermin. Cara kerjanya...> Ia terdiam. Ia tampak salah tingkah.
Kakakku... kakakku pasti marah seandainya ia tahu.>
"Jadi, hanya kau yang selamat," ujarku dengan sedih.
juga begitu. Semula kami berharap kami akan menemukan pangeran
atau pemimpin pasukan Andalite. Kami berharap ia bisa mengambil
alih komando. Kami berharap ia tahu lebih banyak daripada kami.
"Kami juga masih kecil," ujarku. "Menurut hukum yang berlaku di Bumi, kami
terlalu kecil untuk berperang."
"Karena kami merasa tidak punya pilihan lain. Oh ya, kita
belum sempat berkenalan. Ini Jake, Rachel, Marco. Aku Cassie. Dan
ada satu lagi rekan kami. Namanya Tobias."
Kami menatapnya dengan tercengang.
"Ax," kata Marco. "Aku senang bisa berkenalan denganmu."
Satu per satu kami menoleh ke arah Jake.
"Hei, jangan macam-macam," sergah Jake. "Aku bukan
pangeran." Tapi si Andalite sudah melangkah maju. Ia menundukkan
kepala dan menurunkan ekor.
Chapter 19 < INI pohon derrishoul,> kata Ax. Ia menunjuk pohon mirip
terung yang tumbuh tinggi tegak lurus. Ia mengantar kami berkeliling sementara
kami memulihkan tenaga yang sempat terkuras dalam
proses metamorfosis terakhir.
"Yang mana?" Aku tidak tahu apa yang ditunjuknya.
"Kalian punya istilah khusus untuk itu?" tanyaku.
lucu," katanya tanpa bersuara. Kemudian ia mengedipkan mata.
Aku tidak yakin dengan pendapatnya. Penampilan Andalite
antara lucu dan mengerikan. Oke, mata tambahan di ujung tanduk dan
kenyataan bahwa mereka tidak punya mulut masih bisa diabaikan, tapi
ekor yang seperti ekor kalajengking itu benar-benar seram. Ekor itu
mengingatkanku pada ikan hiu.
"Kalian semua tinggal di sini?" Marco terheran-heran.
"Maksudku, di tempat terbuka" Di padang rumput?"
"Berada di sini rasanya seperti berada di planet lain," Jake berkomentar.
"Seperti berada di dunia Andalite."
dengan geram. "Kenapa begitu?" tanya Marco. "Apa urusan mereka?"
dunia mereka sendiri. Hal yang sama akan mereka lakukan terhadap
planet kalian, kecuali kalau ada yang bisa mencegah mereka.>
Aku meraih lengan Ax. "Apa... apa maksudmu" Mereka mau
membuat Bumi jadi tandus?"
Ax menatapku dengan kedua mata utamanya.
planet, mereka mengubahnya sesuai keinginan mereka. Mereka
menyisakan spesies tumbuhan dan hewan secukupnya untuk
menghidupi para induk semang - manusia, kalau di "Bumi -
selebihnya mereka musnahkan.>
Ax hendak berpaling, tapi aku menggenggam lengannya erat-
erat. "Tunggu, tunggu. Rasanya aku belum mengerti. Mereka
memusnahkan makhluk hidup?"
spesies tumbuhan dan hewan, kecuali yang mereka makan.>
Aku melepaskan lengannya. Kepalaku berdenyut-denyut, dan
aku nyaris kehilangan keseimbangan. Aku serasa baru ditabrak mobil.
"Tidak mungkin," bisikku. "Itu tidak mungkin. Kau bilang begitu hanya karena kau
tidak suka kaum Yeerk."
Teman-temanku juga kaget. Mereka diam seperti patung.
Ax menatap kami satu per satu..
"Kami cuma tahu bahwa mereka menguasai pikiran manusia,"
ujar Rachel pelan.
adalah pemusnah dunia. Pembunuh segenap kehidupan. Mereka
ditakuti dan dibenci di seluruh galaksi. Mereka seperti wabah yang
menyebar dari satu dunia ke dunia lain. Mereka menyebabkan
kesengsaraan, perbudakan, dan penderitaan.>
Aku menggigil. Aku merasa begitu kecil, lemah, dingin, dan
ngeri. Aku memandang berkeliling, tapi lingkungan Andalite yang
subur pun tidak mampu membuatku merasa hangat. Samudra yang
mengelilingi kubah seakan-akan sudah menunggu untuk menyergap
kami semua.
"Masih berapa lama lagi para sepupumu kembali ke Bumi?"
aku bertanya padanya. Ia terdiam sejenak.
mengait lengannya. "Lima anak melawan musuh yang telah
menghancurkan separuh galaksi" Kami berlima?"
Ax kembali tersenyum melalui matanya.
"Hmm," Marco bergumam. "Kalau berenam sih tidak ada
masalah," ia berkata sinis.
"Bagaimana kaum Yeerk bisa menghimpun kekuatan yang
begitu besar?" tanya Rachel. "Bagaimana ini bisa terjadi" Kalau bangsa Andalite
memang begitu hebat, kenapa kalian tidak dari dulu
mencegah mereka" Bagaimana mungkin sekelompok makhluk busuk
yang hidup dalam kubangan menjadi begitu berkuasa?"
Ax menatapnya dengan tajam.
sudah menuju kehancuran dan hanya kita yang bisa mencegahnya, tapi
kau masih juga mau main rahasia-rahasiaan" Konyol banget!"
Si Andalite tampak gusar, namun sikap Rachel tak kalah
garang. "Ehm, rasanya aku sudah siap untuk berubah lagi," aku berkata untuk meredakan
suasana yang tegang. Rachel marah karena ia takut.
Aku tahu bahwa penjelasan Ax membuatnya terguncang. Kami semua
merasa terguncang. Tekanan yang kami alami sudah cukup besar
selama ini. Kami tidak siap menerima kenyataan bahwa nasib setiap
makhluk hidup di Bumi tergantung pada kami.
Tanggung jawab seperti itu merupakan beban yang sangat berat.
"Cassie benar," ujar Jake. "Sudah waktunya. Ayo, sebelum terlambat."
Kami mengikutinya keluar, menuju samudra.
Dalam hati aku berharap aku bisa melupakan segala sesuatu
yang diceritakan Ax. Aku ingin menyingkirkan bayangan tentang
Bumi tanpa burung dan pohon. Bumi dengan samudra yang mati dan
kosong.
sempat bertanya. Sekarang aku sudah tahu. Chapter 20 OMONG-OMONG, aku punya pertanyaan konyol nih," ujar
Marco. "Apa?" tanya Jake.
Marco menunjuk Ax dengan jempolnya. "Bagaimana cara kita
membawa dia keluar dari sini?"
Jake mengerutkan kening. "Ehm, Ax, kau bisa berenang"
Maksudku, bukan sekadar bisa, tapi jago berenang. Soalnya kita jauh
sekali dari daratan."
"Seperti apa, misalnya?" Marco mendesak. "Kita harus
berenang jauh dan cepat."
menyadap pola DNA-nya. Kupikir siapa tahu ada gunanya kalau aku
sampai terpaksa melarikan diri.>
"Binatang apa" Apakah seperti..." Aku terdiam tiba-tiba. Aku merasakan sesuatu.
Sebuah bayangan. Aku menengadah.
Pandanganku tertuju ke atas, menembus puncak kubah yang bening.
Dan kemudian aku melihatnya. Sebuah bayangan berbentuk
cerutu, di permukaan laut.
"Ada kapal," kataku. "Di atas sana. Kayaknya kapal itu berhenti."
"Kita harus keluar dari sini," seru Jake. "Sekarang juga."
Kami berlari ke pintu. PING-NG-NG! PING-NG-NG! Bunyi itu bergema di dalam kubah.
"Itu sonar! Alat pelacak kapal," seru Marco.
"Dari mana kautahu?" tanya Rachel.
"Masa kau tidak nonton Titanic" Filmnya seru sekali. Ayo, kita
harus kabur dari sini. Mereka sudah menemukan kita."
PING-NG-NG! PING-NG-NG! Kami berdesak-desakan di ruangan kecil tempat kami masuk
tadi. "Cepat berubah!" seru Jake.
Kami tidak membuang-buang waktu. Aku mulai menjelma
sebagai tubuh lumba-lumba. Teman-temanku juga. Air mengalir deras
di sekeliling kaki kami. Ax pun berubah wujud. Konsentrasiku nyaris buyar karena aku
terlalu memperhatikannya. Dalam keadaan normal Andalite sudah
cukup aneh. Bayangkan seperti apa penampilan mereka ketika
bermetamorfosis! Bukan cuma dua kaki yang mengerut dan mengecil,
tapi empat. Belum lagi kedua mata tambahannya. Duri di ujung
ekornya lenyap. Ekornya berubah menjadi sirip yang terbelah dua,
dengan bagian atas lebih panjang daripada bagian bawah.
Permukaan air naik sampai ke leherku, tapi saat itu aku sudah
lebih mirip lumba-lumba daripada manusia.
BA-BOOOOM! Ledakan itu membuat seluruh kubah bergetar. Gigiku sampai
bergemeletuk. Gendang telingaku serasa mau pecah.
kakaknya. Penuh kebencian.
BA-BOOOOM! Untuk kedua kalinya seluruh kubah terguncang akibat ledakan
keras! Tiba-tiba pintu sebelah luar membuka dan kami segera
berenang ke luar. Empat ekor lumba-lumba dan seekor...
Hiu! Ax telah berubah menjadi hiu.
menjelaskan.
Marco. Aku melesat cepat menuju permukaan laut yang tampak jauh di
atas kami. Tapi sambil berenang aku sempat menoleh ke belakang.
Aku melihat dua lubang menganga di kubah si Andalite. Air yang
mengalir masuk tampak bagaikan air bah. Kemudian aku melihat satu
lagi tabung berwarna gelap jatuh pelan-pelan dari permukaan air. Aku pun cukup
sering menonton film tentang kapal selam, sehingga aku
mengenali tabung itu sebagai bom bawah air.
bertanya dengan nada mendesak.
dalam. Di dunia mereka tidak ada samudra, hanya kolam-kolam
dangkal.>
Kami sudah di dekat permukaan sekarang, hanya beberapa
meter di bawah batas berkilau yang memisahkan laut dan langit.
Tiba-tiba sebuah bayangan besar dan gelap melewati kami.
Warna bayangan itu lebih hitam dari hitam. Bayangan yang
mencekam. Persis di atas permukaan laut.
Bentuknya seperti kapak perang. Sepasang sayap melengkung
di bagian belakang, dan ujung panjang berbentuk berlian di bagian
depan. Itu pesawat Blade yang membawa Visser Three.
Sesuatu tercebur ke laut ketika pesawat itu melintas di atas
kami. Aku berguling ke samping agar dapat melihat lebih jelas.
Apa yang kulihat membuatku merinding.
Gerombolan Taxxon. Mereka ada di dalam air. Dan mereka
menuju ke arah kami.
Tapi jawabannya sudah jelas. Sekitar sepuluh Taxxon -
makhluk mirip kaki seribu, dengan tubuh sepanjang tiga meter dan
selusin pasang kaki - mengejar kami. Gerakan mereka gesit sekali di
dalam air. Benar-benar gesit. Dari bawah, mata mereka yang bagaikan gumpalan agar-agar
berwarna merah tidak kelihatan. Tapi mulut bulat di ujung tubuh
mereka kelihatan jelas. Aku sempat menyaksikan makhluk Taxxon memperebutkan
serpihan-serpihan tubuh Pangeran Elfangor ketika Visser Three
memangsanya. Mereka bahkan tidak segan-segan melahap sesama mereka atas
perintah Visser Three.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertempur. Betulkah itu">
Aku tersenyum dalam hati.
berlima. Kalau soal berenang lurus, mereka memang lebih hebat. Tapi
soal meliuk dan membelok, kami lebih jago.
Aku mengincar salah satu cacing raksasa. Namun aku harus
memaksakan diri untuk bertempur. Lawanku bukan hiu, dan aku tidak
merasakan dorongan naluri lumba-lumba untuk menyerang.
Aku terpaksa membangkitkan semangat tempur melalui akal
sehatku sebagai manusia. Dan itu tidak mudah. Sebelumnya aku telah
melawan kaum Yeerk untuk membela kemerdekaan umat manusia.
Kini aku harus bertempur untuk menyelamatkan seluruh dunia. Tapi
tetap saja, pada dasarnya aku memang tidak suka kekerasan.
Di pihak lain, aku sadar aku tidak punya pilihan. Kaum Yeerk
tak kenal ampun. Seandainya para Taxxon menang, kami semua akan
dibunuh. Atau mengalami nasib yang lebih buruk lagi.
Aku melesat maju untuk menghadang Taxxon yang melaju ke
arahku. Kami bagaikan dua kereta api yang meluncur dari arah
berlawanan di rel yang sama.
Aku menunggu sampai detik terakhir sebelum mengelak ke
samping. Mulut si Taxxon sudah menganga lebar, siap menyambar.
Aku melengkungkan punggung, dan menghantam lawanku dari
samping. Semula kusangka badannya seperti badan ikan hiu - sekeras
baja. Tapi ternyata dugaanku keliru. Rasanya seperti menghantam
kantong kertas basah dengan palu godam. Tubuh si Taxxon buyar
bagaikan semangka yang jatuh ke lantai.
mengibaskan ekor untuk menjauhi adegan menjijikkan itu.
Pertumpuran berlangsung sengit. Empat lumba-lumba dan
seekor hiu bahu-membahu melawan gerombolan Taxxon.
Menurut para ilmuwan, ikan hiu termasuk spesies binatang
paling tua yang masih hidup sampai sekarang. Alam menciptakan
mereka sebagai pemangsa yang hebat. Sebagai mesin pembunuh yang
sempurna. Selama jutaan tahun tubuh ikan hiu tak pernah berubah,
sebab memang tak ada yang perlu diperbaiki.
Lain halnya dengan lumba-lumba. Para ahli beranggapan bahwa
berjuta-juta tahun silam lumba-lumba hidup di darat. Mamalia laut
tidak berbeda jauh dengan manusia dan mamalia lainnya. Dalam
perjalanan evolusi, mereka kembali ke samudra. Dan mereka
mengalami perubahan pula dalam cara menghadapi pemangsa - paus
pembunuh dan ikan hiu. Aku tidak tahu dari laut mana bangsa Taxxon berasal. Aku
tidak tahu makhluk apa yang menjadi musuh mereka. Tapi yang jelas
mereka tidak siap untuk bertempur di samudra. Mereka tidak siap
bertempur satu-lawan-satu dengan para penguasa lautan di Bumi.
Mereka bukan lawan sepadan bagi lumba-lumba maupun hiu.
menantang. Tapi aku mendapat kesan bahwa ia sendiri sebenarnya
juga agak ngeri. Aku melesat ke permukaan dan langsung mengisi paru-paruku
dengan udara senja yang hangat. Matahari sudah hampir terbenam.
Aku melihat dua kapal menuju ke arah kami.
Tapi yang lebih kucemaskan adalah pesawat Blade, yang kini
melayang rendah di atas permukaan laut.
Begitu sampai di sana, kita kembali ke wujud manusia dan beristirahat sebentar.
Setelah itu kita berenang ke daratan. Tapi pulau itu jauhnya hampir dua jam dari
sini, itu pun kalau kita berenang secepat
mungkin. Kita harus buru-buru. Kalau sampai terlambat, kita terpaksa memilih
antara terperangkap dalam wujud lumba-lumba atau
tenggelam. Dan dua-duanya bukan pilihan yang enak.>
dulu aku memang payah dalam matematika. Apalagi aku baru saja
terlibat pertempuran dan masih ketakutan setengah mati.
empat menit.> BYAAARRR! Aku mendengar bunyi yang keras sekali di belakangku. Seakan-
akan ada truk besar jatuh ke dalam air.
Aku naik ke permukaan untuk menarik napas dan memandang
berkeliling. Kedua kapal tadi masih m?nuju ke arah kami, tapi
jalannya tidak terlalu cepat dan agaknya takkan sanggup mengejar
kami. Namun pesawat Blade tak terlihat lagi. Aku menoleh ke segala
arah, tapi aku tidak bisa menemukannya.
WHUMP, WHUMP, WHUMP.
Tiba-tiba aku ingat bahwa aku tidak tergantung pada panca
indra manusia semata-mata. Aku juga bisa menggunakan indra lumba-
lumba. Dan serta-merta aku memancarkan gelombang radar bawah
air. Bayangan yang kutangkap benar-benar mencengangkan.
Jake, Marco, dan Rachel langsung mencoba cara yang sama.
membenarkan. WHUMP, WHUMP, WHUMP. Aku naik untuk menarik napas dan memandang ke belakang.
Tiba-tiba aku melihat sesuatu menyembul di permukaan, jauh di
belakangku. Semacam punuk besar berwarna merah keunguan. Punuk
itu dipenuhi ratusan ekor kecil yang mirip ekor ikan, dan semuanya
bergerak-gerak tanpa henti.
Aku kembali menyelam.
kulihat tadi.
kami! Dan meniru binatang kami!>
suara seperti...> WHUMP, WHUMP, WHUMP.
tidak terlalu memperhatikan penjelasan guru.>
Aku hampir tertawa karena membayangkan ruang kelas
Andalite di mana para muridnya asyik melamun, persis seperti kami di Bumi. Tapi
sekarang bukan waktu yang tepat untuk tertawa.
WHUMP, WHUMP, WHUMP.
tampak kaget.
geram.
kabur dari bajingan itu.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Chapter 22 VISSER THREE ternyata menjelma menjadi makhluk yang
tidak kenal lelah. Lain halnya dengan kami. Aku merasa seakan-akan telah berenang selama dua hari
nonstop. Setelah setengah jam aku mulai kehabisan tenaga. Sejak awal kami sudah
mengembangkan kecepatan penuh. Kami menerjang arus
yang menghadang. Melawan dorongan naluri untuk beristirahat ketika
ekor kami mulai letih. Mengabaikan rasa lapar yang semakin
menggebu-gebu. WHUMP, WHUMP, WHUMP. Sementara itu si mardrut terus mengejar. Tenaganya seakan-
akan tak terbatas. Ia terus bertambah dekat, sejengkal demi sejengkal, sedikit
demi sedikit. Aku bisa melihatnya sekarang. Sebuah kantong raksasa bertotol
ungu dan merah yang mengembang dan mengempis di dalam air.
Tubuhnya terdorong oleh tiga rongga besar yang menyemburkan air
secara bergantian. Di sela semburan-semburan keras itu, ratusan ekor kecil di
seluruh permukaan tubuhnya mengoyak-ngoyak air untuk
mempertahankan kecepatannya.
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Kemudian ia angkat bicara. Kami semua sudah pernah
mendengar suara bisu itu di dalam kepala kami masing-masing.
Rasanya seperti mendengar sumpah serapah yang membuat bulu
kudukku berdiri.
Suara itu bagaikan api yang menghanguskan segala sesuatu
yang disentuhnya. Seketika aku merasakan kebencian membara yang
setara dengan kebencian Visser Three. Gambaran yang kuperoleh dari
Ax - Bumi yang gersang dan tandus, semua penghuninya menjadi
budak kaum Yeerk..... Selama ini aku hidup tentram dan damai tanpa kebencian.
Perasaan benci itu benar-benar memuakkan. Hati kita seperti terbakar, dan
kadang-kadang kita pikir api itu takkan pernah padam.
kumakan saja" Aku harus pikir-pikir dulu. Kalian semakin lelah.
Waktu kalian tinggal sedikit.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Kami semua sudah pernah berhadapan langsung dengan Visser
Three. Tapi Ax belum. Ia tampak gemetaran. Itu jelas kelihatan
meskipun ia berwujud ikan hiu. Matanya yang gelap tidak
menunjukkan emosi, tapi gerak-geriknya terkesan kacau.
Dan kami masih hidup sampai sekarang.>
Namun ketakutan yang menimpa Ax juga menular pada kami.
Ia benar. Kami tidak punya waktu untuk mencapai daratan. Kami akan
terperangkap dalam wujud lumba-lumba. Dan kami tidak mungkin
lolos dari Serangan Visser Three. Aku menoleh ke belakang.
Jarak di antara kami tinggal sekitar lima kali panjang tubuhku!
Aku berusaha menambah kecepatan, tapi otot-ototku sudah tak
sanggup. Tamatlah riwayatmu, Cassie, aku berkata dalam hati. Tamatlah
riwayatmu. Sekali lagi aku dilanda perasaan benci yang begitu dalam. Tapi
aku tidak mau berakhir seperti itu. Aku tidak mau mati dalam
cengkeraman kebencian. Itu satu-satunya kemenangan yang bisa
kurampas dari Visser Three.
Aku membiarkan pikiranku berkelana, sementara tubuhku terus
berupaya menyelamatkan diri. Aku teringat gudang jerami kami, dan
semua binatang yang menghuninya. Aku teringat Mom dan Dad. Dan
Jake. Aku teringat berbagai kenangan manis. Mengarungi angkasa
bersama Tobias dan teman-temanku yang lain sambil merentangkan
sayap lebar-lebar. Duduk di kaki Nenek sambil mendengarkan
ceritanya mengenai keluargaku, yang turun-temurun hidup di tanah
pertanian. Dan kemudian sebuah kenangan yang lebih baru muncul dalam
benakku. Si ikan paus. Aku teringat bagaimana keheningannya yang
megah namun lemah lembut mengisi jiwaku.
Aku bahkan bisa mendengar nyanyiannya.
Tunggu dulu! Nyanyiannya memang terdengar. Ini bukan
kenangan. Bukan khayalan. Aku benar-benar mendengar nyanyiannya
yang mengalun pelan dan membuat hati tergetar.
Ia tidak jauh dari kami. Aku membuka mata hati dan membiarkan kesadaranku sebagai
manusia tenggelam perlahan-lahan. Aku memanggil jiwa si lumba-
lumba - jiwa yang suka bermain-main, suka bertempur, dan suka
melesat ke udara bagaikan burung.
Kemudian aku memancarkan gelombang radar bawah air.
Selain itu, aku juga menjerit minta tolong.
Aku tahu perbuatanku konyol. Tidak masuk akal. Tapi aku tetap
berteriak tanpa suara, seperti anak kecil yang memanggil-manggil
ibunya jika ia bermimpi buruk.
Aku dikejar si monster! Si pemusnah! Si makhluk jahat!
Tolong aku.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ujar Ax.
terengah-engah.
mengakui.
WHUMP, WHUMP, WHUMP.
satu.>
WHUMP, WHUMP, WHUMP. Makhluk raksasa berwarna ungu dan merah itu terus melaju ke
arah kami. Aku gemetaran karena ngeri. Tapi aku sudah terlalu letih untuk
lari. Tolong! aku berseru sekali lagi. Tapi aku tahu tak ada yang bisa
menolong kami. Dan akhirnya aku pasrah pada nasib.... dan mengucapkan
selamat tinggal pada dunia.
Ebukulawas.blogspot.com Chapter 23
Ia menghampiri kami dengan kecepatan tinggi. Kami siap
menghadangnya. Tiba-tiba aku melihat bayangan gelap yang muncul dari
keremangan di bawah kami.
Sesuatu yang gelap, berbentuk panjang, dan bahkan lebih besar
dari si mardrut. FWOOOMP! Visser Three tersentak dan langsung berhenti. Bayangan kedua
muncul, sama cepatnya dengan yang pertama.
FWOOOMP!
Aku melihat lima ekor ikan paus.
Kedua ikan paus jantan besar yang menyerang lebih dulu
memiliki kepala seperti palu godam. Ikan paus jenis sperm. Panjang
tubuh mereka hampir dua puluh meter. Dan berat mereka sekitar enam
puluh lima ton. Sama beratnya dengan lima puluh mobil.
Mereka muncul dari kedalaman laut, dan menghantam
makhluk yang berasal dari samudra di dunia lain itu dengan kecepatan yang
mencengangkan. Mardrut itu memang besar. Mardrut itu memang kuat. Tapi tak
ada makhluk hidup yang sanggup menahan gempuran tanpa henti
lawan-lawan seberat puluhan ribu kilogram.
Kemudian si ikan paus - ikan paus sahabatku, sebab aku sudah
menganggapnya sebagai sahabat - mulai menghantam musuh kami
dengan ekornya, berulang-ulang. Dinding beton pun akan roboh jika
terkena hantaman seperti itu. Dua ikan paus betina yang lebih kecil
meniru contohnya, sedangkan kedua ikan paus jantan tadi kembali
mengambil ancang-ancang untuk menyerang.
kesakitan. Erangannya bergaung dalam kepalaku.
menimpali.
Mula-mula kelima ikan paus masih mengejarnya, tapi akhirnya
mereka membiarkannya pergi.
Ikan paus tidak punya bakat membunuh. Mereka tidak punya
insting tajam untuk membenci dan menghancurkan lawan yang paling
keji sekali pun. Beberapa menit kemudian sahabatku si ikan paus telah kembali
dan berhenti di sampingku.
Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya, tapi seperti
sudah kukatakan sebelumnya, cara berpikir ikan paus tidak seperti
manusia. Namun aku tetap mencobanya.
Terima kasih, sahabatku. Orang sering berdebat apakah ikan paus makhluk cerdas atau
bukan. Apakah mereka secerdas manusia" Tapi menurutku, bukan itu
persoalannya. Ikan paus takkan pernah bisa membaca buku atau
membuat roket atau mengerjakan soal aljabar. Untuk hal-hal seperti
itu, manusia lebih cerdas.
Tapi itu sama sekali tidak berarti ikan paus tidak hebat. Mereka
tidak memerlukan kata-kata untuk bisa bernyanyi. Mereka adalah
makhluk yang membuat kita terkagum-kagum. Dan meskipun aku
sendiri tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan hati nurani, satu hal sudah
pasti - kalau manusia memilikinya, ikan paus juga begitu.
Aku ingin berterima kasih karena ia datang ketika aku minta
tolong. Tapi ketika ia membuka hatinya untuk menyambut getaran
batinku, aku mendapat kesan bahwa kedatangannya bukan karena
panggilanku semata-mata. Aku mendapat kesan bahwa laut sendiri yang memanggilnya,
untuk mencegah perbuatan keji Visser Three.
Tentu saja semua itu tidak kuceritakan kepada Jake atau yang
lain. Mereka pasti akan tertawa. Paling tidak Marco.
Kami menjelma kembali sebagai manusia, sedangkan Ax
kembali ke wujud aslinya sebagai Andalite. Kemudian kami naik ke
punggung si ikan paus. Aku langsung tertidur. Kedengarannya memang aneh, tapi aku
segera terlelap. Aku benar-benar letih, baik jiwa maupun raga.
Matahari sudah hampir terbenam ketika aku terbangun. Kami
berada di dekat daratan. Aku bisa melihat pantai, dan juga muara
sungai. Kami basah kuyup terkena percikan air dan semburan dari
lubang pernapasan si ikan paus. Aku agak kedinginan, apalagi
matahari sudah hampir menghilang.
Tapi di pihak lain, aku tidak jadi dimangsa Visser Three,
sehingga aku pun tidak mau mengeluh.
Jake duduk bersilang kaki di punggung si ikan paus. Ia
menatapku sambil tersenyum.
"Hari ini lumayan seru, hmm?" ia bertanya.
Aku membalas senyumnya. "Yeah."
"Kita berhasil. Kita berhasil menyelamatkan si Andalite dan
juga diri kita sendiri."
"Ya, tapi dengan susah payah," aku menambahkan.
"Ehm, Cassie" Ternyata kau benar. Kau mengandalkan
perasaanmu, kami semua mengikutimu dan kita semua selamat."
Aku mengangguk: "Memang betul sih. Tapi Marco pasti bilang,
'asal jangan sering-sering saja'."
Jake kembali mengembangkan senyum. "Tapi menjelma
sebagai lumba-lumba benar-benar asyik kan" Aku tahu kau sempat
bimbang. Aku tahu kau merasa kita tidak berhak memanfaatkan
mereka." Aku menggelengkan kepala. "Sampai sekarang aku masih
merasa begitu. Tapi kelihatannya kita tidak punya pilihan. Kaum
Yeerk yang memulai perang ini, bukan kita. Dan setelah mendengar
penjelasan Ax... bukan cuma manusia yang akan mereka musnahkan.
Tapi juga semua binatang. Jadi seluruh Bumi memang terancam."
Jake mengangguk. "Kurasa kalau kita bertanya pada para
lumba-lumba, mereka juga takkan keberatan. Soalnya kita kan
berusaha menyelamatkan mereka."
"Ah, mereka takkan mengerti. Mereka pasti menganggap semua
ini cuma main-main."
Kami tertawa. Kalau pun mereka bisa bicara, lumba-lumba
takkan pernah bisa mengerti kenapa kami begitu cemas.
"Ya, benar juga," ujar Jake. "Tapi kita mengerti." Kami bertukar pandang. "Kita
mengerti apa yang harus diselamatkan. Dan kita harus melakukan apa pun supaya
bisa menang." Aku tahu maksud Jake. Kami memanfaatkan lumba-lumba
untuk menyelamatkan mereka. Begitu juga binatang-binatang lain.
Kami meniru mereka untuk menyelamatkan mereka. Tujuan kami
mulia, dan karena itu aku tidak perlu merasa bersalah.
Chapter 24 SEKALI lagi kami menjelma menjadi lumba-lumba. Kami
berenang ke sungai tempat kami berangkat tadi, lalu berkumpul di air yang
dangkal. Dalam sekejap saja kami sudah berubah kembali
menjadi manusia. "Wah, enak benar rasanya bisa jadi manusia lagi," kata Jake.
Serta-merta Marco berkomentar, "Memangnya kau manusia
sebelum kita berubah tadi, Jake?"
Sebetulnya ucapan Marco lucu, tapi kami semua terlalu letih
untuk tertawa. Kami mengambil pakaian dan sepatu masing-masing. Aku
cepat-cepat mengenakan jeans dan sweter, lalu memasukkan kakiku
yang berlumpur ke dalam sepatu.
- "Ini namanya pakaian, " Rachel menjelaskan.
jalan-jalan dalam keadaan telanjang," jawab Marco.
Aku mendengar suara kepak sayap di atas. Salah satu dahan
yang terselubung bayangan mendadak turun sedikit.
"Tobias?" aku memanggil.
"Ya. Tobias, ini Ax. Ax, itu Tobias. Tobias salah satu dari
kami."
datar.
satu per satu. Roman mukanya serius sekali.
berbinar-binar.
"Aku bukannya tidak mau mengobrol panjang-lebar," Jake
menyela, "tapi kita harus segera pergi dari sini. Kita juga perlu memikirkan Ax.
Dia tidak mungkin pergi ke kota bersama kita."
"Sebaiknya dia ikut ke tanah pertanianku," kataku.
"Keadaannya tidak berbeda jauh dengan pesawat Dome. Ada ladang, padang rumput,
hutan. Dia tetap harus berhati-hati, tapi selain itu tidak ada tempat untuk
menyembunyikannya." "Tapi bagaimana cara kita membawa dia ke sana?" tanya
Marco. "Tempat pertanianmu cukup jauh dari sini. Dan orang-orang pasti ketakutan
melihat rusa besar berbulu biru dengan mata tambahan dan ekor seperti
kalajengking."
menghampiriku. Ia menyentuh wajahku dengan tangannya yang
berjari banyak.
Aku langsung merasa melayang-layang. Aku tidak sampai
pingsan, tapi juga tidak sepenuhnya sadar.
Aku tahu apa yang dilakukannya. Ia sedang menyerap pola
DNA-ku. "Ehm... sori, tapi apakah kau akan meniru Cassie?" tanya
Marco. "Kau bisa melakukan itu?"
Ax menghampiri Marco dan menyentuh wajahnya. Satu per
satu ia menyerap pola DNA kami.
Dan kemudian ia mulai berubah.
Proses metamorfosis selalu ajaib. Tapi ini lebih ajaib daripada
apa pun yang pernah kusaksikan. Ax tidak berubah menjadi binatang.
Ia berubah menjadi manusia.
Ia menjelma menjadi gabungan dari keempat anak Animorphs.
Kaki depannya mulai mengecil. Kaki belakangnya bertambah
besar dan kokoh. Dan tiba-tiba sudah ada mulut di wajah Andalite-
nya. Ekor kalajengking yang menakutkan mulai mengerut, sampai
akhirnya menghilang sama sekali.
Ia menegakkan badan dan berdiri dengan dua kaki. "Ehm,
kurasa lebih baik kita menoleh ke arah lain,"
aku mengusulkan. "Dia mau jadi cowok atau cewek?" tanya Marco.
"Pokoknya jangan lihat dulu deh," sahutku.
Kami berpaling. Tepat pada waktunya.
"Hei, Ax! Di tumpukan baju itu ada celana pendek dan T-shirt
yang tak terpakai," ujar Jake. "Gimana kalau kaupakai saja dulu, oke?"
Beberapa menit kemudian kami berbalik lagi. Kami semua
tercengang. Alex mengenakan T-shirt di kaki, sedangkan celana pendeknya
malah bertengger di kepalanya.
"O-o-o-o-ke," kata Jake. "Boleh juga, hanya perlu sedikit perbaikan. Ax, kau
laki-laki atau perempuan?"
"Aku memilih men-men-menjadi laki-laki." Ia langsung terdiam dengan mata
terbelalak. Agaknya ia terkejut karena mempunyai
mulut. Mulut adalah sesuatu yang membingungkan bagi kaum
Andalite. "Aku memilih menjadi laki-laki karena aku memang laki-laki.
Kata-kata. Laki-laki. Pilihan tepat" Pi-ly-han" Pih pih pih-liyan?" Ia
menggerak-gerakkan bibir dan menjulurkan lidah. "Aneh," katanya.
"Oke, jadi kau laki-laki," ujar Jake. "Rachel" Cassie" Tolong berbalik dulu.
Marco dan aku akan membantu Ax berpakaian."
Ketika aku berpaling lagi, Ax sudah berpakaian normal.
Tapi penampilannya tidak normal. Tingginya sedang, antara
Rachel dan Marco. Badannya cukup kekar, antara Jake dan Marco.
Rambutnya cokelat - dengan sedikit sentuhan pirang rambut Rachel -
dan agak keriting, seperti rambutku. Kulitnya berwarna kopi susu,
campuran antara kulitku yang gelap, kulit Marco yang kecokelatan,
dan kulit Jake serta Rachel yang putih pucat.
Ia telah menjelma sebagai manusia, namun entah kenapa tetap
berkesan janggal.
Animorphs - 4 Terjebak Di Dasar Samudera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia menoleh ke kiri-kanan. "Bagaimana kalian melihat" Meliat"
MeliHAT. HAT. Bagaimana kalian melihat sekeliling" Liling. Me,
me, melihat ke belakang?"
Aku tersenyum. Keadaannya seperti kalau aku untuk pertama
kali menirukan seekor binatang. Ax sedang membiasakan diri dengan
tubuhnya yang baru. Paling tidak, ia berusaha membiasakan diri. Ia
menggerak-gerakkan bibir dan mencoba berbagai bunyi baru. Tapi
tiba-tiba ia jatuh ke depan.
Jake cepat-cepat menangkapnya.
"Kakimu cuma dua sekarang, Ax," katanya.
"Ya. Dua. Oh. Goyah sekali."
"Yeah, manusia memang makhluk yang mudah goyah."
"Oke, sudah waktunya kita pulang," ujar Jake.
"Ax?" kataku pada si Andalite. "Jangan bicara pada orang yang tidak kaukenal
dalam perjalanan pulang. Oke?"
Chapter 25 BEBERAPA hari berlalu dengan tenang. Kami semua sudah
pulih. Aku juga telah memastikan Ax aman di ladang terpencil di
tanah pertanian, jauh dari keramaian.
Aku menunggu sampai hari gelap, lalu menjelma menjadi
burung camar. Aku terbang keluar dari gudang jerami, menembus kegelapan,
menuju The Gardens. Taman hiburan itu sudah tutup dan sudah sepi. Hanya ada
beberapa penjaga malam di sana-sini. Mereka pasti akan
menghadangku seandainya aku masuk lewat pintu gerbang. Tapi tak
ada yang mencurigai seekor burung camar.
Aku mendarat di dekat kolam lumba-lumba, dan kembali
berubah berwujud manusia. Semua lampu sudah dipadamkan. Satu-
satunya sumber cahaya adalah bulan sabit di langit. Tapi aku bisa
mendengar para lumba-lumba berenang kian kemari. Salah satu dari
mereka segera menghampiriku. Barangkali ia heran kenapa ada
manusia yang muncul malam-malam.
"Hai," katanya. "Sori, aku tidak punya makanan untukmu."
Kemudian aku memanjat dinding kolam dan masuk ke air yang
dingin. Tiga lumba-lumba berenang mendekat. Mereka pasti bingung.
Ada orang asing masuk ke kolam mereka. Apakah ini permainan
baru" Aku mulai berubah. Mereka semakin penasaran. Keenam lumba-lumba di kolam itu
berenang mengelilingiku dan mengamatiku dari segala arah.
Dan perlahan-lahan aku menjadi salah satu dari mereka.
Aku tahu perbuatanku benar-benar konyol. Tapi aku merasa aku
harus melakukannya. Aku ingin memberitahu mereka apa yang telah kulakukan. Aku
ingin minta izin untuk meniru mereka. Aku ingin mencari jalan untuk
menjelaskan... semua yang telah terjadi.
Tapi begitu aku menjelma menjadi lumba-lumba, pikiranku
kosong melompong. Aku tak ingat semua yang membuatku kuatir.
Aku tak ingat kenapa aku datang kemari. Wah, gawat deh!
Salah satu lumba-lumba menghampiriku. Ia mendorongku
dengan moncongnya, perlahan-lahan, lalu meluncur ke permukaan.
Kemudian ia melesat ke udara dan masuk kembali ke dalam air. Tanpa
menimbulkan suara. Dan semulus anak panah.
Mereka mengajakku bermain.
Mereka mengajakku menari bersama mereka.
Dan itulah yang kulakukan. END
Ebukulawas.blogspot.com Suling Emas Dan Naga Siluman 13 Rahasia Dewi Purbosari Karya Aryani W Sepasang Pedang Iblis 20