Pencarian

Akhir Sebuah Pengkhianatan 1

Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan Bagian 1


Chapter 1 Namaku Rachel. Dan aku sedang hanyut dalam mimpi aneh ini, yang tampaknya
menampilkan diriku sedang mencoba baju-baju di department store
favoritku. Cuma saja si wanita pramuniaga terus-menerus
membawakan pakaian-pakaian yang terlalu kecil, jauh lebih kecil dari
yang kuminta. Jadi aku berkata, "Hei, apa Anda tak bisa lihat kalau ini bukan
ukuranku?" Dan si pramuniaga berkata, "Maaf, di sini tidak ada ukuran
sebesar itu." "Apa?" tanyaku. "Anda tidak punya baju apa pun yang
ukurannya tiga ratus dua belas?"
Eh, tunggu sebentar, pikirku. Ukuran bajuku kan bukan tiga
ratus dua belas. Tapi tepat pada saat itu kulihat pantulan tubuhku di
cermin. Ternyata aku sedang dalam morf gajah.
Aku masih terus bertambah besar. Semakin besar dan semakin
besar, sampai-sampai tubuhku yang berukuran raksasa menggencet
orang-orang lain ke dinding dan lantai dan langit-langit.
Aku menatap ke bawah, dan di sana, di bawah lipatan perutku
yang besarnya luar biasa, ada sesosok tubuh mungil yang memakai
sweter bertudung warna jingga.
"Ya, Tuhan! Dia membunuh Kenny!" jerit seseorang.
"Aaaahhhh!" teriakku.
"Coba cari di Juniors di lantai dua," si pramuniaga
mengusulkan. "Tapi tolong jangan pakai lift."
Lalu ia melompat menerjangku dan mulai mencakar-cakar
tubuhku. Kukunya benar-benar tajam. Aku jadi marah dan
mendorongnya kuat-kuat. Hanya saja waktu kudorong tubuhnya, dia
sudah bukan si wanita pramuniaga lagi.
Dia sudah berubah menjadi seekor burung.
"Aaahhh!" pekikku, langsung terduduk bangun.
Di sana, dalam kegelapan kamar tidurku, si burung abu-abu
besar terhuyung-huyung ke belakang dan menabrak meja belajarku.
"Tobias?" desisku. Tapi ternyata burung itu bukan elang ekor
merah. Memang termasuk jenis elang, tapi tubuhnya berwarna abuabu dan putih.
Tobias... menghilang. Dan Pangeran Jake sedang dalam bahaya. >
Kudorong selimutku dan kakiku segera menghantam lantai.
"Apa?"
Aku langsung bangun. Benar-benar bangun dan marah. Aku
mengambil beberapa bantal duduk yang kecil dan menjejalkannya ke
balik selimut. Semoga terlihat seperti diriku yang sedang tidur kalau
ibuku mengintip nanti. Kutatap jam mejaku. Malam sudah larut. Larut sekali. Benarbenar larut sampai
sudah bisa disebut pagi. Aku segera mendaftar wujud-wujud morf yang kumiliki dalam
benakku. Aku harus bisa terbang. Dan sekarang ini sudah malam.
Kupusatkan pikiranku pada sosok burung hantu besar bertanduk.
Aku mulai berubah, dan aku langsung menembak Ax dengan
pertanyaan. "Apa yang terjadi?"
gudang jerami Cassie. Kau tahu kan, Jake curiga jangan-jangan David
telah memutuskan untuk berontak melawan kita. >
"Dasar musang licik! Dasar cacing breeeeaakkk!"
Lidahku menciut cepat sekali padahal aku sedang menyatakan
perasaanku tentang David. Mungkin lebih baik begitu. Ax mungkin
akan bertanya apa arti kata yang nyaris kuucapkan, dan aku segan
menjelaskannya. Aku menyusut. Dan bulu-bulu cokelat tua mulai muncul pada
permukaan kulitku. Pertama-tama cuma garis-garis tepinya saja -
yang seperti sisik ikan - lalu mulai beruas-ruas seperti tato yang keren
sekali, lalu, tiba-tiba berubah menjadi bulu burung sungguhan yang
tiga dimensi. emas. Tobias membuntutinya. Aku dan Jake segera mengikuti mereka,
tapi kami tak dapat menemukan Tobias maupun David,> Ax
menjelaskan. tepatnya. Kami menemukannya di sana dan Jake bicara dengannya.
Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi para Yeerk sedang
memantau rumah itu, dan segerombolan Hork-Bajir menyerang.>
tanyaku ketus, keduanya"> Jake langsung mengejar. Dia memintaku menemuimu. Katanya kami
butuh tenaga tambahan>
seruku.
Kugoyangkan sayapku dan aku melompat ke ambang jendela.
Kutatap kegelapan malam yang bagiku seterang tengah hari.
Aku telah berubah menjadi burung hantu bertanduk. Dengan
mata yang mampu menembus kegelapan malam dan telinga yang
mampu mendengar cicit tikus dari jarak lima belas meter.
aku menanyai Ax. Aku tak
mungkin luput mendengar keraguannya waktu menyebut nama
Tobias. jawabnya. terjadi kemungkinan yang terburuk. Morf David lebih kuat daripada
Tobias. Dan Pangeran Jake... dia yakin Tobias sudah mati.>
Aku merasa perutku melilit. Selama beberapa detik, yang terasa
seperti berjam-jam, aku tak mampu bergerak. Tak sanggup berpikir.
Aku cuma bertengger saja, mencengkeram ambang jendelaku dengan
cakar mautku. Tobias" Sudah mati"
Jika David menyakiti Tobias, aku akan...
Tapi apa gunanya bikin-bikin ancaman segala" Mengancam itu
tindakan orang pengecut. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Jake
juga tahu. Itulah sebabnya dia menyuruh Ax menemuiku.
Chapter 2 AKU punya mata yang sanggup melihat setiap helai rumput di
bawahku. Setiap hewan pengerat yang berkeliaran dalam kegelapan.
Tapi aku buta. Yang kulihat cuma Tobias. Bayangan wajahnya memenuhi
benakku. Apa dia sudah mati" Tak mungkin!
Dan wajah David. Aku dapat melihatnya juga. David yang
tersenyum mengejek, selalu merengek-rengek seperti anak kecil, dan
gampang tersinggung. David, yang dalam beberapa kesempatan
terlihat senekat... yah, senekat aku. Tapi dalam kesempatankesempatan lain ia
bertindak seperti seorang pengecut dan cepat
panik. David, si anggota Animorphs terbaru. Yang telah kami ciptakan
sendiri setelah dia secara kebetulan menemukan kotak biru itu.
Kami tak punya pilihan lain. Visser Three tahu David memiliki
kotak biru itu, alias kubus pemberi kemampuan morf ciptaan bangsa
Andalite. Kedua orangtua David telah ditangkap pasukan Visser
Three, lalu dipaksa menerima siput Yeerk dalam otak mereka, dan
dijadikan Pengendali. Rumah David hancur akibat pertempuran yang terjadi antara
kami dan Visser Three. David sudah dikenal oleh para Pengendali.
Wajahnya dicapkan ke dalam otak semua Pengendali-Manusia di
planet Bumi. Mereka semua akan mencarinya. Mencari anak cowok
yang memiliki kubus morf itu.
Maka kami menjadikan David salah satu dari kami. Dengan
menggunakan kotak biru itu, kami menjadikannya seorang
Animorphs, yang mampu menyerap DNA hewan apa pun yang
disentuhnya dan menjadi hewan itu selama dua jam setiap kalinya.
Dia seharusnya menjadi bagian dari kami. Dan memang begitu,
untuk sementara waktu. Dia ikut melaksanakan salah satu misi kami
yang paling sulit: menyelamatkan para pemimpin dunia dari para
Yeerk. Kedengarannya keren, kan" Seharusnya memang keren,
seandainya kami berhasil. Tapi ternyata kami gagal.
Para pemimpin negara Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Inggris,
Jepang, dan Jerman sedang mengadakan pertemuan di sebuah resort -
kompleks peristirahatan - di tepi pantai yang terpencil untuk mencari
penyelesaian masalah Timur Tengah. Konferensi ini menjadi sasaran
empuk kaum Yeerk. Sebuah kesempatan untuk membuat induk
semang - Pengendali - dari keenam orang paling berkuasa di planet
ini. Atau setidaknya lima. Salah satu dari mereka - kami tidak tahu
yang mana persisnya - telah menjadi Pengendali.
Kami telah mencoba menghentikan rencana kaum Yeerk. Tapi
kami terlalu ambisius. Dan Visser Three, pemimpin pasukan Yeerk di
Bumi, telah membuat perangkap bagi kami.
Kami lolos dari perangkapnya, tapi sebelum kami melarikan
diri, David, dalam ketakutannya, telah menyatakan dirinya setuju
bergabung dengan para Yeerk. Belakangan dia berpura-pura itu cuma
triknya untuk menjebak Visser Three. Bahwa dirinya masih tetap setia
pada Animorphs. Tapi sekarang kami tahu yang sebenarnya.
Aku terbang di atas rumah-rumah yang gelap, di atas lapangan
parkir tanpa lampu, dan di atas toko kebutuhan sehari-hari dan pompa
bensin yang buka 24 jam sehari, yang lampunya benar-benar
menyilaukan. Ax membawaku kembali ke tempat ia terakhir kalinya
melihat Jake dan David. Kami terbang menuju arah yang sama dengan arah yang mereka
tuju. Dapatkah kami menemukan mereka" Dan jika dapat, apakah
yang akan kami temukan"
Tiba-tiba saja, di jalanan di bawah sana, lampu-lampu yang
berkelap-kelip melesat lewat. Mobil polisi. Suara sirenenya dimatikan
karena sudah tengah malam, tapi lajunya cepat sekali. Mobil itu
sedang menuju ke arah yang sama dengan kami.
Aku memandang lurus ke depan. Mall yang biasa kukunjungi
ada di sana. Mall itu gelap. Lapangan parkirnya agak gelap, cuma
diterangi lampu-lampu neon yang ditempatkan pada interval-interval
yang sama. Ke sanalah mobil patroli itu menuju.
ajakku.

sana. Dan itu bukan daerah rawan. Mobil polisi yang sedang ngebut
bisa berarti adanya Jake dan David. >
Mobil patroli itu lebih cepat dari kami. Pada waktu kami tiba di
mall, para petugas polisi sedang memeriksa pintu-pintu masuk,
menyalakan senter, dan mencari-cari pintu yang dibuka secara paksa.
Sebuah alarm tanpa bunyi pasti telah menyala di suatu tempat di
dalam mall. Di kejauhan, aku dapat melihat sebuah mobil polisi lagi
yang sedang ngebut menuju kemari.
Aku melayang di atas atap mall seluas kurang-lebih seratus
meter persegi, tanpa suara seperti layaknya burung hantu. Sebetulnya
aku hendak mengikuti polisi-polisi yang menuju pintu-pintu masuk
lainnya, tapi aku lalu melihat atap kacanya. Atap kaca itu terbuat dari
piramida-piramida bening yang dipasang di tengah-tengah mall untuk
membiarkan cahaya matahari masuk menerangi atriumnya.
Salah satu piramida itu pecah.
seruku, memanggil Ax.
Kami berputar tajam ke arah kaca yang bolong. Aku melintas di
atasnya dan menatap ke bawah. Aku dapat melihat pecahan-pecahan
kaca pada lantai di bawah sana. Sulit sekali memastikan seberapa
terangnya bagian dalam mall, karena mata burung hantu membuat
segalanya jadi terang. Tapi kelihatannya ada beberapa lampu yang
menyala. Pertanyaannya adalah: Apa yang menungguku di bawah sana"
David adalah Animorphs. Itu artinya dia musuh yang berbahaya. Dia
memiliki morf singa, aku tahu pasti akan hal itu. Dan morf rajawali
emas. Dapatkah aku mengalahkan rajawali emas" Tidak. Setidaknya
tak bisa jika sedang berwujud burung hantu.
Sanggupkah aku melawan seekor singa" Tidak.
Dan dia mungkin sudah menunggu. Menunggu dengan
pendengaran super dan penglihatan super. Belum lagi kekuatan super
yang jauh melebihi kekuatan manusia.
Tapi, betapapun hebatnya pendengaran David, dia takkan bisa
mendengarku. Bulu-bulu burung hantu telah didesain khusus untuk
tidak menimbulkan suara sama sekali walau diembus angin kencang.
langsung menyebar, siapa tahu dia sedang menunggu kita.>
kata Ax kalem.
Kulepaskan udara dari sayapku, mengubah sudut terbangku,
dan menukik masuk ke arah lubang di atap yang tepinya tajam itu.
Turun melewati lubang kaca! Aku menghindar dari ujungujungnya yang tajam dan
menjangkau ke arahku, menekuk sayapku ke
depan, dan mengubah momentum jatuhku menjadi kecepatan
horisontal. Aku melesat di atas kerai toko Old Navy, nyaris menyentuh
langit-langit. Mulanya aku tidak melihat apa-apa, kecuali Ax yang
ikut turun dan melakukan manuver terbang yang sama ke arah yang
berlawanan denganku. Daya dorong dari gerakan yang saking cepatnya tidak bisa
dihentikan dengan mendadak.
Tapi lalu kulihat railing (Pagar pembatas dari lantai atas mall,
agar pengunjung bisa menonton pertunjukan di atrium) yang patah.
Pagar pembatas itu dibuat dari baja berbentuk silinder yang tebal dan
dipasang di atas lempengan baja penyangga yang dipasang tegak lurus
dari lantai. Sebagian railing itu melengkung ke arah luar. Seolah-olah
ditabrak gajah. Aku berbalik dan pandanganku menyapu ke sekeliling mall.
Hewan itu terbaring di atas genangan darah. Seekor harimau.
Menggeletak begitu saja seperti sedang tidur, tapi ada genangan darah
hitam di sekitar leher dan kepalanya.
pekikku, lalu meluncur turun ke arahnya.
teriak Ax.
Kubentangkan sayapku lebar-lebar dan mulai naik lagi.
Ax betul. David bisa saja sedang menunggu kami bergegas
menghampiri Jake. Dan tak ada keraguan lagi bahwa hewan itu
memang Jake. Harimau sepanjang dua meter tidak pernah jalan-jalan
di mall. kata Ax.
Sejak tadi aku tidak peduli. Aku langsung menarik kesimpulan
bahwa Jake sudah mati. Tapi kini kutajamkan semua indraku. Yes!
Ternyata masih ada desahan napas. Tapi lemah sekali... pelan sekali...
dengan diiringi bunyi darah menggelegak keluar dari lukanya seiring
embusan napasnya. kataku. Aku tak melihat David. Tapi dia bisa berada di mana saja. Bisa berupa
apa saja.> Kulihat seberkas cahaya, jauh di bawah sana, di depan deretan
toko di lantai satu. Ternyata sinar senter yang diarahkan para polisi


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari luar. Butuh waktu agak lama bagi mereka untuk bisa masuk.
Sementara itu mereka akan mengepung mall dan menjaga setiap pintu
keluar. Mudah sekali bagi kami meloloskan diri tanpa ketahuan. Tapi
bukan itu yang kuinginkan. Yang kuinginkan adalah David.
Chapter 3 Aku merasa aneh karena memerintah Ax.
Tapi Jake sedang pingsan. Bukan berarti aku ingin menggantikan
posisinya sebagai pemimpin. Tapi kupikir harus ada yang memimpin.
Kami harus bekerja sama di bawah satu komando.
Aku merasa agak ragu. Apakah Ax mau mematuhiku"
Tapi aku sudah bisa melihat perubahannya. Sebentar lagi dia
akan menjadi Andalite sepenuhnya.
di sana itu. Dengan begitu kau bisa melihat Jake dan menjagaku
sekaligus.> Tempat ini adalah area terbuka di tengah mall. Eskalator
terdapat di salah satu sisi, sedangkan tangga biasa di sisi lainnya.
Railing mengelilingi area ini.
Aku menunggu Ax demorph dengan tidak sabar. Kami butuh
tenaga maksimal. Dan cuma sedikit makhluk hidup yang lebih
berbahaya daripada makhluk Andalite.
Ax berderap menuju kepala tangga. Aku mulai demorph
sebelum berubah lagi untuk menuruni eskalator dari sisi seberang.
Aku akan turun sebagai beruang grizzly. Kupikir seekor singa
sekalipun takkan mampu berbuat banyak untuk melukai seekor
beruang. Dan kami akan bisa melindungi Jake dari dua sisi.
Aku berubah menjadi sosok manusia perlahan-lahan. Rasanya
aneh sekali, berdiri sendirian di tengah-tengah mall. Tanpa alas kaki.
Cuma mengenakan pakaian morf-ku, yaitu baju senam ketat. Aku tahu
persis tempat aku berada serta nama-nama toko yang mengelilingiku.
Bagaimanapun juga, aku telah menghabiskan sebagian besar hidupku
di mall ini. Tapi ini bukan mall seperti yang kukenal. Kali ini tempat ini
berubah menjadi tempat yang gelap dan berbayang-bayang kelam.
Tempat yang berisi ancaman. Penuh bahaya.
Ada suara! Kulirik Ax. Kami berdua membeku, menajamkan pendengaran
kami. Suara dering sesuatu. Berasal dari... dari toko perhiasan sekitar
sepuluh pintu toko di depan.
Dengan menatap tajam, aku dapat melihat pecahan kaca di
lantai. Seseorang telah memecahkan kaca etalase toko perhiasan itu.
David! Tentu saja. Dia mungkin sedang mengisi karungnya
dengan berlian. "Kau ke sana!" desisku ke arah Ax. "Aku segera menyusul!"
Kuselesaikan proses demorph-ku dan sempat memperhatikan,
walau sedang menghadapi krisis, bahwa toko sepatu Foot Locker
sedang mengadakan obral besar-besaran. Aku mulai morf lagi dan...
Aku tak sempat mendengarnya. Tak ada auman. Tak ada
peringatan sebelumnya. Aku cuma melihat sekelebat warna krem kecokelatan yang
dipantulkan kaca etalase Foot Locker. Laksana roket, yang berwarna
seperti pasir kecokelatan, meluncur menyusuri lantai.
Aku berbalik. Singa! Dia menerjang! Aku mencengkeram pipa railing yang bengkok itu dengan satu
tangan dan melontarkan tubuhku ke baliknya.
"Aaahhh!" aku menjerit kesakitan ketika pergelangan tangan
dan jemariku menahan berat badanku. Aku bergelantungan tanpa
daya, terjuntai-juntai di atas Jake dan lantai di bawah sana. Lalu aku
berhasil mencengkeramkan tanganku yang satu lagi ke railing vertikal
itu dan berpegangan. Tapi apa yang dapat kulakukan sekarang"
David mengerem larinya secara mendadak hingga menimbulkan
suara berdecit-decit. Nyaris seperti adegan film kartun yang lucu.
Nyaris. Jika kulontarkan tubuhku kembali ke tempat semula, aku pasti
tak berdaya menghadapi serangannya. Jika aku menjatuhkan diri, pasti
mata kaki atau tungkaiku akan patah. Bukan pilihan yang baik.
Ada dua balok melintang yang terentang, melintasi tempat
terbuka ini. Spanduk menggantung ke bawah dari kedua balok
melintang tersebut. Aku tak tahu apa bunyi tulisan pada spanduk itu.
Obral, atau acara khusus yang sedang berlangsung di pertokoan ini.
Balok terdekat cuma kurang dari satu meter di sebelah kiriku.
Lebarnya mungkin cuma tujuh setengah senti. Sedangkan balok
keseimbangan yang biasa kunaiki lebarnya sepuluh senti.
Aku pesenam amatir. Tapi aku jarang berlatih. Dan aku belum
pernah mencoba mengayun-ayunkan tubuhku, lalu melompat turun ke
atas balok selebar tujuh setengah senti pada ketinggian kurang-lebih
empat meter di atas lantai beton yang keras.
David berhasil menguasai larinya dan kembali berlari ke
arahku. Ax masih belum kelihatan.
Aku mulai berayun-ayun liar, jantungku berdebar-debar
memompa udara dari paru-paruku.
David berjalan santai, telapak singanya yang besar tidak
menimbulkan suara pada lantai, ekornya mengibas-ngibas, kepalanya
yang besar dan bersurai terayun maju-mundur seperti gaya cowok sok
keren lagi pasang aksi. kata David. Andalite. Aku telah mengatur waktu berderingnya.>
Aku terus berayun-ayun. Kakiku, kalau digambarkan dalam
buku komik, pasti diberi garis-garis melengkung yang makin lama
makin lebar. Aku mendelik ke arah David melalui celah-celah di
antara railing. kau memohon belas kasihanku"> ejek David. sudi. Kau kan Rachel si Jagoan.>
Dibukanya mylutnya, dimiringkannya kepalanya untuk
menggigit jari-jariku, dan...
Kulepaskan peganganku! Aku jatuh, menunduk ke bawah, melihat balok itu masih terlalu
jauh di sana. Sebelah kakiku menapak di atas balok melintang itu!
Kutekuk lututku dan kutahan entakannya. Kuayunkan lenganku ke
atas kepala, lalu kupindahkan berat badanku ke belakang untuk
mengubah titik pusat gravitasiku.
Untuk waktu yang sangat lama aku terayun-ayun maju-mundur.
Kakiku yang satu lagi menyentak-nyentak dan menendang-nendang
udara. Lalu menyentuh balok melintang itu. Akhirnya kedua kakiku
sudah bertumpu dengan aman!
Aku baru bisa bernapas lagi.
David menyelipkan sebelah kaki depannya melalui celah antara
tiang penyangga railing dan mencoba mencakar-cakar wajahku.
Kurasakan desir angin dari sabetan cakarnya itu.
Aku berdiri, tak bergerak, diam saja untuk memulihkan
keseimbanganku, dan nyaris tak bisa mengendalikan emosiku.
David melotot ke arahku dengan mata kuningnya yang galak.
katanya. takkan membunuh manusia. Tapi seekor burung... seekor macan... itu
lain soal.> Aku balas menatap singa itu. Si pengkhianat. Dan aku berkata
padanya, "Carilah tempat untuk bersembunyi. Sebab aku telah
bersumpah: Aku akan membunuhmu, David."
Dia berbalik meninggalkan aku sambil tertawa memuakkan.
"Aku akan membunuhmu!" pekikku. "Kubunuh kau! Kubunuh
kau!" Chapter 4 AX muncul sambil berlari-lari ketika aku memanjat railing itu
kembali dan menjejakkan kakiku ke lantai. Tubuhku gemetaran
karena menahan amarah. katanya.
"David tadi ada di sini," kataku. "Dia mengelabui kita. Kita
harus turun ke tempat Jake dan..."
Kudengar suara-suara bising. Para polisi berhasil masuk.
Aku memaki pelan. "Kita harus menahan mereka!" seruku.
kata Ax. memindahkannya; tubuhnya terlalu besar untuk diangkut. Polisi akan
mencarikan pertolongan medis untuknya.>
Aku menarik napas dalam-dalam. Ax benar. "Mereka akan
menghubungi ibu Cassie. Beliau dokter hewan yang biasa menangani
hewan langka. Tapi bagaimana kalau ada Pengendali di antara para
polisi ini" Kita harus tetap bersamanya."
jam lagi,> tambahnya. wujud morf.> Lampu-lampu senter menyorot ke sana kemari di ujung koridor.
Para polisi menuju ke arah lain, ke arah toko JCPenney, dan untuk
sementara tidak terlihat oleh kami.
"Kita harus bergerak cepat. Mereka akan segera ke sini."
Kami bergegas turun melalui eskalator yang dimatikan dan
menuju ke arah Jake. Dari jarak sedekat ini aku dapat melihat
pembuluh darah di lehernya, masih berdenyut pelan, masih
mengeluarkan darah. Tapi setidaknya dia masih hidup. Tidak seperti
Tobias.
"Kutu bisa juga, tapi mereka nyaris buta dan tuli. Padahal aku
ingin tahu apa yang akan terjadi. Morf lalat."
Kami sudah separo berubah ketika lebih banyak polisi lagi yang
datang. Mereka mulai melangkah dengan hati-hati, menuju ke tempat
terbuka ini, ke arah kami. Mereka mengarahkan sinar senter mereka
ke sana kemari, mencari-cari... mencari-cari sesuatu yang tidak
mereka ketahui. Mereka akan mendapat kejutan, itu sudah pasti.
Aku berubah secepat mungkin. Sosok Jake yang memang besar,
seakan-akan semakin menggelembung ke atas, menjulang tinggi di
atasku bagai tembok melengkung yang berbulu belang oranye-hitam.
Kurasakan sayap jala transparan mencuat dari tulang belikatku.
Kurasakan kedua kaki ekstra tiba-tiba melejit dari dadaku. Kurasakan
wajahku yang meleleh tanpa rasa sakit, tapi tetap terasa menjijikkan,
dan bagaimana hidung dan mulutku menyatu, lalu mendesak maju
untuk membentuk probosis, alat pengisap pada mulut lalat.
Tapi semua itu tak berarti apa pun bagiku. Tobias sudah mati.
Jake mungkin akan mati. Dan aku masih harus mencari David. Aku
masih harus memburunya. Aku akan mencarinya dan
menghancurkannya. Tidak, bukan menghancurkan. Itu kata yang dipakai oleh para
pengecut. Kata itu tidak jelas, artinya mendua. Aku akan
membunuhnya. Aku merasa mual. Mungkin akibat proses perubahan wujud
yang menghapus keberadaan organ-organ dalamku dan menggantikan
mereka dengan organ-organ primitif seekor lalat.
Atau mungkin juga ini perasaan yang muncul dari amarah dan
kebencian. bantuan, mengapa kau mendatangiku, dan bukan Marco atau Cassie">


Ax terdengar ragu sesaat. Lalu dia berkata, memberitahuku bahwa Tobias mungkin sudah mati. Kukatakan bahwa
itu mengerikan sekali. Lalu Pangeran . Jake berkata, "Ya. Jika David
telah membunuh Tobias, kita mungkin harus melakukan perbuatan
yang mengerikan juga. Panggil Rachel.">
Entah apa yang kurasakan mendengar hal itu. Aku bukan orang
yang mudah dipengaruhi perasaan. Kau tahu maksudku" Beberapa
orang tak sanggup berhenti "menilik hatinya" terus-menerus, dan aku
bukan orang seperti itu. Tapi hal itu benar-benar membuatku merasa aneh. Jake telah
secara khusus menyuruh Ax memanggilku. Sebab dia butuh seseorang
yang akan melakukan tepat seperti apa yang akan kulakukan.
Seperti kataku tadi, aku bukan orang yang mudah hanyut
dibawa perasaan, tapi sesuatu tentang peristiwa itu terasa aneh.
Namun, selagi aku menyempurnakan proses perubahanku, aku
tahu Jake telah memilih orang yang tepat. Asal kau tahu saja, aku
menyayangi Tobias. Aku bahkan belum sadar seberapa besar rasa
sayangku padanya sampai saat itu.
Tapi jika David telah membunuhnya, aku akan membalas
dendam. Aku akan membuat si pembunuh Tobias membayar
kejahatannya. Chapter 5 MENDADAK aku bermandikan cahaya.
Suara manusia yang lantang dan memekakkan telinga berkata,
"Apa yang... itu harimau! Frank! Itu benar-benar harimau! Di mall!"
"Yap. Itu memang harimau."
"Apa yang harus kita lakukan terhadapnya?"
"Laporkan saja ke sersan. Hewan itu terluka. Kita harus
menghubungi seseorang... tapi aku tidak tahu siapa. Pokoknya terus
saja bidikkan pistolmu. Siapa tahu hewan itu masih berbahaya."
ujarku.
Kami menekan tombol yang menggerakkan sayap lalat kami
dan langsung mengudara. Butuh beberapa detik untuk menemukan
telinga Jake dengan menggunakan mata majemuk. Tapi kami segera
menemukan gua besar berbentuk segi tiga itu.
Gua itu penuh bulu-bulu panjang. Penuh suara-suara yang
bergema dari luar dan dalam tubuh si harimau.

waktunya sudah sekitar tiga puluh dua menit.>
kasar'"> aku meninggalkannya tadi, dan langsung berubah menjadi harimau
begitu tiba di sini,> kata Ax. menit.>
kataku. Tapi ibu Cassie bukanlah orang yang tiba berikutnya, tim
paramedis tiba lebih cepat. Dan yang membuatku heran, mereka
langsung menangani Jake - begitu mereka yakin harimau itu sedang
tidak sadar. Mereka menekan aliran darah di sekitar luka di leher Jake untuk
memperlambat perdarahan. Selain itu, tak ada lagi yang dapat mereka
lakukan. Setengah jam berikutnya, ibu Cassie datang. Bersama ayah
Cassie. Dan Cassie sendiri. Mungkin dia sudah menduga harimau
yang terluka di mall itu pastilah Jake.
panggilku dalam bahasa-pikiran
pribadi. Tentu saja Cassie tak dapat menjawab. Tapi dia dapat
mendengar. "Siapkan slang infus. Dia sudah kehilangan banyak darah," kata


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibu Cassie dengan nada profesional yang belum pernah kudengar
sebelumnya. satu jam lebih sedikit. Kau harus membuatnya sadar. Ini ulah David.
David menyerangnya. Dan menyerang... Tobias juga. Tobias...> aku
tak sanggup mengucapkannya. Tak sanggup. Jake, apa pun yang terjadi. Aku bersama Ax. Kami
harus pergi mencari David. Mungkin dia akan menjadikan Marco
sasaran berikutnya.> "Eh, tunggu dulu, aku kenal harimau ini," kata ibu Cassie. "Dia
milik kami. Dari kebun binatang The Gardens. Tapi tak ada laporan
kalau dia lolos dari kandangnya! Oke, sekarang remas kantong
infusnya beberapa kali untuk mendorong aliran darahnya. Aku akan
menutup lukanya di sini sekarang juga. Kalau tidak, dia takkan
selamat."
"Oke," kata Cassie. "Semoga kita bernasib baik."
"Semoga kita bernasib baik?" ulang ayah Cassie. "Kita tidak
butuh nasib baik, kan sudah ada ibumu yang menanganinya."

Ax menjawab ya, maka kami terbang meninggalkan tempat itu.
Tak ada seorang pun, kecuali mungkin Cassie, yang melihat
munculnya dua ekor lalat dari telinga si harimau.
Begitu kami keluar dari lubang telinga, aku harus melawan
naluri lalat yang ingin mendarat di bercak-bercak darah.
Kami mengangkasa dalam gerakan berputar-putar yang biasa
dilakukan lalat, dan saat aku meluncur di atas kepala tim paramedis,
dokter-dokter hewan, dan polisi, kudengar salah satu anggota
paramedis berkata, "Menurut dugaan kami dia terjatuh dari atap kaca
di atas sana. Pecahan-pecahan kaca itu pasti telah mencabik
tubuhnya." "Pasti begitu," kata ibu Cassie setuju. "Meskipun, kalau Anda
tidak memberitahu, saya berani sumpah luka ini dibuat oleh makhluk
sejenis kucing, yang tak kalah besarnya dari harimau ini."
"Apa dia akan tetap hidup?" tanya Cassie.
Aku sudah tak bisa mendengar jawabannya. Lagi pula aku tak
yakin apakah aku mau mendengarnya.
Aku menuju atap kaca yang pecah. Di atap ternyata ada polisi
lagi, tapi kami bisa menemukan tempat untuk mendarat, yang tak
terlihat oleh mereka, yaitu di balik unit-unit luar AC.
Kami demorph dengan cepat. Aku dapat mendengar dua polisi
yang tengah berbisik-bisik pelan di balik unit luar AC ini.
"Seekor harimau" Di mall" Dan sebelumnya tak ada berita
tentang harimau kabur dari kebun binatang" Pasti salah satu bandit
Andalite dalam wujud morf."
Kami tahu organisasi kepolisian telah disusupi oleh Yeerk. Tapi
aku masih saja terkejut kalau mendengar mereka membicarakan para
Andalite. "Mungkin kau benar, tapi tak ada yang dapat kita lakukan. Tak
ada satu pun dari polisi-polisi itu yang merupakan anggota kita."
"Visser Three takkan mentolerir sikap semacam itu," kata polisi
nomor satu, badannya gemetaran walau udara tidak begitu dingin.
"Pasti menurutnya kita harus menemukan cara untuk membunuh
harimau itu." "Kalau begitu, mungkin sebaiknya Visser Three tak usah
mengetahui kejadian ini."
"Yeah. Tak ada gunanya kita mengusik ketenangannya dengan
semua hal-hal kecil ini. Yeah, oke. Kita tutup mulut saja."
Ax dan aku terus berubah lagi. Dia menjadi elang harrier,
sedang aku menjadi burung hantu lagi.
Kami terbang ke langit malam, lurus menuju rumah Marco.
Marco pasti sedang tidur nyenyak, tanpa menyadari apa yang sedang
terjadi. Dia aman di balik pintu-pintu terkunci dan tembok-tembok
kokoh. Hanya saja tembok sekuat apa pun dan pintu serapat apa pun
tak ada artinya bagi seorang Animorphs.
Aku mulai menyadari kesulitan-kesulitan yang akan terjadi.
Visser Three telah mencoba menghabisi kami sejak lama. Dia
memiliki ribuan Pengendali-Manusia, Taxxon, Hork-Bajir, pesawat
luar angkasa, dan berbagai wujud morf aneh yang mematikan.
Kami hanya beranggotakan enam orang: lima anak remaja, dan
satu makhluk Andalite. Dan kini... cuma lima orang. Atau mungkin
tinggal empat. Hanya kami berempat, melawan seseorang yang dapat berubah
menjadi hewan apa pun yang disentuhnya. Seseorang yang dapat
menjadi makhluk hidup apa pun yang bernapas. Kutu di rambut kami,
kucing di atas pohon, kelelawar dalam kegelapan malam. Dan kalau
kami sedang tidak siap, sedang berada dalam kondisi gampang
dibinasakan, orang itu bisa menjadi seekor singa atau harimau atau
beruang. Aku mulai maklum kenapa Visser Three sangat membenci
kami. Chapter 6 MATAHARI baru saja hendak terbit ketika kami mencapai
tempat tinggal Marco. Bagiku sudah seterang tengah hari, tentu saja.
Tapi aku masih dapat mengenali perbedaan antara malam dan pagi.
Langit yang hitam sedang berubah menjadi abu-abu di ufuk timur.
Aku merasa darahku mendidih. Seolah-olah dorongan yang
kurasakan di dalam diriku semakin besar. Seakan-akan aku mau
meledak. Terlalu banyak pikiran yang berkecamuk dalam benakku.
Tobias sudah mati. Mungkin Jake juga sudah mati. Lalu masih ada
David, si pengkhianat dengan semua kemampuan khusus yang hanya
dimiliki anggota Animorphs.
Dan pada saat yang bersamaan, kami sedang menghadapi misi
terbesar dalam hidup kami. Para kepala negara masih tetap akan
mengadakan pertemuan. Para Pengendali, termasuk Visser Three
sendiri, masih tetap membuat rencana busuk untuk memperbudak
orang-orang paling berkuasa di muka Bumi.
Terlalu banyak. Benar-benar terlalu banyak hal yang simpangsiur dalam pikiranku.
Aku tak bisa memikirkan semua itu.
Satu demi satu, Rachel, perintahku pada diri sendiri.
Prioritasnya: David nomor satu. Yang lainnya nomor dua.
David harus dihentikan. Sebelum dia menghentikan kami.
Tapi tetap saja, di suatu tempat di sudut benakku, ada sesuatu
yang menggangguku. Aku memikirkan tentang perintah Jake kepada
Ax untuk menemukanku. Secara khusus Jake menyebut namaku.
Begitu dia tahu bahwa tindakan-tindakan drastis harus dilakukan, dia
menyuruh Ax, "Panggil Rachel."
Apa artinya" Itukah pendapat Jake tentang diriku" Sebagai si
sinting yang kejam, yang berani berbuat apa saja"
Tidak, tentu tidak. Dia cuma tahu bahwa aku jago dalam
bertempur. Itu saja. Hal itu tidak berarti apa- apa.
Lagi pula memang betul, kan" bagian lain otakku membantah.
Memang itu kenyataannya, kan" Bukankah aku orang yang tepat
untuk dipanggil kalau kami harus membunuh pengkhianat"
Rumah Marco. Jendela kamar Marco. Terbuka.
Terbuka" Apakah Marco telah membiarkan jendelanya terbuka"
Ya, kalau dia telah melayang keluar lewat jendela. Mungkin itu yang
terjadi. Mungkin Marco sudah tidak ada di rumah, sudah pergi sejak
tadi. Mungkin dia mampu merasakan bahwa kami butuh bantuannya.
Namun selagi aku melayang menyusuri dinding belakang
rumahnya, menuju jendelanya, aku melihat Marco di dalam, di atas
ranjangnya. kataku pada Ax.

untuk kita. David membuat perangkap yang lain. Aku sudah bosan
keluar-masuk perangkap.>
panggilku dalam bahasa-pikiran. Bangun, sekarang juga!>
Aku ingin melihatnya bangun, ingin melihatnya berjalan
berkeliling, mengawasi situasi. Aku ingin memastikan bahwa dirinya
sedang sendirian di kamarnya. Dia sedang tidur dalam posisi
tengkurap. Lalu berguling ke samping dan menendang selimutnya.
bentakku.
Tiba-tiba dia bangun, duduk, dan memandang sekitarnya.
Menggaruk-garuk wajahnya. Lalu melihat berkeliling lagi.

Dia tidak tersenyum atau mencibir. Cuma mengangguk saja. Ya, dia
memang sendirian. kataku.
Ax terbang di depanku. Dia meluncur ke arah jendela itu.
Marco berdiri sambil memperhatikan, bibirnya nyaris tersenyum.
Kedua tangannya disembunyikan di balik punggung.
Wuuussh! Ax melesat melewati jendela, dan...
Marco mengeluarkan tangannya dari balik punggung. Pemukul
bisbol itu diayunkannya, membentuk lengkungan pendek.
BLETAK! Tongkat bisbol itu tepat mengenai wajah Ax. Kulihat patahan
paruh melayang, berputar-putar, seperti pecahan mortir dari ledakan
bom. Ax jatuh ke rerumputan di luar. Marco tertawa tanpa suara. Aku
melihat pinggangnya bergerak-gerak.
Tapi tentu saja... dia bukan Marco.
David. David telah mengambil DNA Marco.
Ax berbaring di rerumputan, tak bergerak. Marco/ David
mengacungkan jari telunjuknya. Lalu jari tengah. Lalu jari manis.
Satu, dua, tiga. Dia sedang menghitung berapa banyak dari kami yang telah
dibunuhnya. Satu, dua, tiga: Tobias, Jake, Ax.
Tapi... seharusnya kan empat! Bagaimana dengan Marco"
Tentu saja! Marco masih hidup sebab Marco berwujud manusia.
David sendiri yang bilang: Dia tidak akan mengambil nyawa manusia.
Dia hanya mau membunuh binatang. Seekor elang ekor merah, seekor
harimau, seekor elang harrier. Tapi tidak mau membunuh manusia.
Sementara aku mengamatinya, Marco/David mulai melebur.
Hidung dan matanya menjadi lain. Kini dia sudah jadi David lagi. Dia
masih terus berubah bentuk ketika dia menghilang dalam kegelapan.
Aku harus berpikir. David sedang menghabisi kami, satu demi
satu. Selanjutnya, apa tindakannya" Apa wujud yang akan ditirunya
sekarang" Jake pasti tahu. Jake yang jadi pemimpin kami, bukan aku.
Aku harus menuju ke tempat Ax jatuh tadi. Tidak! Justru itu
yang diinginkan David. Tidak, aku harus mencari Marco. Marco yang asli, yang
barangkali masih hidup di dalam rumah ini.
Tidak, tunggu dulu, itu juga bukan tindakan yang tepat.
Lalu seekor rajawali emas keluar dari jendela itu. Itu salah satu
wujud morf yang dimiliki David.
Ini akan jadi duel satu lawan satu. Antara David dan aku.
Rajawali emas lawan burung hantu. Tubuhnya lebih gesit. Lebih kuat.
Tapi saat itu masih gelap dan udara masih sejuk, tanpa angin termal
yang baru akan muncul nanti setelah matahari memanggang tanah
dengan sinarnya. Si rajawali lebih gesit dan kuat, tapi malam hari adalah milikku.
Aku berbalik dan melayang jauh. David membuntutiku. Ax
masih terbaring di atas rumput yang basah oleh embun. Tapi masih
bernapas. Dan yang membuatku lega, Ax sudah tidak sepenuhnya
berwujud harrier lagi. sergahku. memenangkan pertempuran udara ini.>
ejeknya. nasibmu ada di tanganku. Sama seperti nasib cowok-burungmu itu.>
Dan tepat pada saat itu dorongan yang kurasakan dalam diriku
itu menguap. Aku tidak dipenuhi emosi lagi. Hatiku sudah membeku.
Beku seperti danau es. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Dan aku
ingin melakukannya. Aku baru sadar bahwa seharusnya aku tidak boleh membenci
Jake karena ia menganggapku orang yang tepat untuk menangani
urusan ini. Itulah yang membuatnya menjadi pemimpin yang baik. Dia
mengenal kami semua. Dia mengenal siapa diriku.
bisikku. Dan aku menyeret David
menuju ajalnya. Chapter 7 AKU terbang dengan kecepatan maksimal. Tapi David lebih
cepat. Sayapnya yang lebar membelah angkasa.
Tapi aku juga punya morf rajawali. Aku tahu apa yang dapat
dan tidak dapat dilakukan oleh rajawali. Aku tahu segala sesuatu
tentang rajawali melebihi ornitologis - ahli tentang burung - kawakan.
Aku tahu seberapa cepat David mampu mengubah arahnya,
seberapa besar kemampuan akselerasinya, maupun perlambatannya.
Aku tahu pasti apa yang dapat dilihatnya, sehingga seolah-olah aku
sedang melihat melalui matanya.
Aku ingin dia melihatku. Tapi jangan sampai dia menyambarku,
belum waktunya. Sampai kami mencapai waktu dan tempat yang telah
kutentukan. Tanpa suara aku terbang rendah di atas atap-atap rumah,
mengelak dari cabang-cabang pohon, meluncur turun melewati
halaman samping rumah yang tertutup bayang-bayang. Aku meluncur
ke arah pagar dan terjun ke baliknya, menghilang dari pandangan, lalu
berbalik arah sehingga bisa memperoleh jarak tambahan. Aku melesat
melalui celah di antara cabang-cabang pohon, celah yang terlalu
sempit untuk sayap David yang lebar.
Tapi dia selalu mampu mengimbangiku. Dia tak pernah berada
terlalu dekat denganku, dan aku juga tak pernah membiarkannya
ketinggalan jauh di belakangku.
katanya. sesungguhnya aku berharap aku tidak perlu berbuat begini
terhadapmu.> kan"> aku menyindir.
memaksaku. Coba, apa yang seharusnya kulakukan" Membiarkan
Jake menyuruhku ke sana kemari" Membiarkan diriku terbunuh
karena ulahnya" Menghabiskan sisa hidupku dalam persembunyian di
gudang jerami Cassie" >

itu gara-gara kalian.>
setidaknya kami bukan masalah sampai kau berbalik menentang
kami.> Aku mendekati bagian yang paling berbahaya dari kejar-kejaran
ini. Selama masih ada pohon-pohon dan bangunan, aku dapat menarik
keuntungan dari sosokku yang lebih kecil dan penglihatan malamku
yang lebih tajam. Tapi kini kami menuju ke arah padang rumput,
meninggalkan rumah-rumah di belakang kami.
Tinggal seratus meter lagi.
David meningkatkan kecepatan terbangnya. Sayapnya yang


Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar mengepak-ngepak kuat mengejarku.
Aku menghindar. Tapi dia mengantisipasi gerakanku. Dia ikut
membelok di belakangku, tapi jarak yang memisahkan kami masih
cukup jauh sehingga sudut terbang yang harus diubahnya tidak terlalu
besar. Dan tiba-tiba dia sudah berada setengah meter di belakangku!
Tapi aku dapat melihat sasaranku di waktu malam. Aku dapat
melihat kabel listrik yang tinggi.
Dapatkah David melihatnya"
Aku membubung cepat dan tinggi, membuat sayapku menjerit.
Tapi kini David sudah berada tepat di atasku. Tinggal satu
setengah meter lagi sebelum aku mencapai kabel listrik, dan sosoknya
sudah membayangiku. Kurasakan nyeri yang menusuk tajam, ketika cakar
sekuat baja menembus otot-otot punggungku.
aku menjerit dalam keputusasaan. Aku berhenti
maju. Sayapku mengepak-ngepak tak berguna. Aku takkan bisa
mencapai kabel itu. Aku takkan bisa menyaksikannya terpanggang
tegangan listrik sebesar sepuluh ribu volt.
Cakarnya mencengkeram makin kuat... makin kuat... Aku
kehilangan kendali akan otot-otot di seluruh bagian belakang tubuhku.
Salah satu cakarnya terbenam dalam-dalam, mencoba menjangkau
jantungku. David mulai menggunakan paruhnya yang tajam melengkung,
mencabik-cabik ubun-ubun kepalaku.
Aku akan kalah. Kenyataan itu menakutkan. Bukan karena itu
berarti aku akan mati. Tapi karena itu berarti David akan menang.
Tobias... Jake.... David akan menang. Benakku mulai membeku. Aku harus
demorph, perintahku pada diri sendiri. Tapi tak bisa, aku masih berada
cukup tinggi di angkasa. Dan sulit sekali untuk berkonsentrasi. Sulit
sekali untuk memfokuskan pikiran.
David membawa tubuhku lebih tinggi, mengangkatku. Dengan
begitu, kalau aku memutuskan untuk demorph, dia akan melepaskan,
pegangannya dan aku akan mati karena jatuh dari tempat yang sangat
tinggi. kata David. memang mati setiap waktu, kan">
Dan tepat pada saat itulah terjadi sesuatu.
Aku melihatnya menukik tajam dari kehampaan. Dari langit.
Dari balik awan. Sayapnya terlipat ke belakang, cakarnya terulur ke depan.
Dia menyambar bagian belakang kepala David! Bulu-bulu
rajawali berhamburan. David menjerit kesakitan.
Dan Tobias - ya, betul, Tobias - berkata dalam bahasa-pikiran
yang hanya bisa terdengar olehku, aku jengkel deh.> David melepaskan aku. Sayapku bisa kugerakkan lagi. Aku
terluka, tapi David tak boleh tahu seberapa parahnya lukaku. Dan dia
tak ingin melawan dua ekor burung sekaligus. Dia berbalik dan
melarikan diri. jeritku kegirangan. mati">
Chapter 8 TOBIAS masih hidup. Ternyata David telah membunuh seekor elang ekor merah. Dan
Jake melihat elang yang mati itu. Hanya saja elang itu bukan Tobias.
Yang sebenarnya terjadi adalah, Tobias kehilangan jejak David
di tengah malam buta, dan sejak itu Tobias mencari David ke sana
kemari. Jake bertahan hidup. Cassie berhasil menemukan cara untuk
menyuntikkan tabung suntik raksasa penuh berisi hormon adrenalin ke
tubuhnya. Cukup untuk membangunkannya, tepat pada saat ibu Cassie
sedang mencuci tangan sebelum mengoperasi Jake di ruang perawatan
binatang di The Gardens. Jake berubah kembali ke wujud manusia dan dengan santai
berjalan keluar dari kebun binatang itu. Dia harus menunggu bus kota
selama dua jam. Untungnya Cassie telah menemukan sepasang sepatu
untuknya. Ibu Cassie ketakutan setengah mati. Bukan hanya karena seekor
harimau yang hampir mati tiba-tiba lenyap begitu saja. Tapi harimau
itu seolah-olah muncul kembali di kandangnya. Dan tak ada tandatanda bahwa hewan
itu pernah terluka. Cassie memberitahu kami bahwa dia terus-terusan mengangkat
bahu dan berkata, "Aku sendiri juga tidak percaya, Mom. Aku
meninggalkan ruang operasi itu cuma sebentar kok."
Tentu saja, harimau itu adalah hewan asli yang DNA-nya
disadap Jake beberapa bulan yang lalu.
Ax baik-baik saja. Dia cuma pusing sesaat akibat wajahnya
kena pukul. Dia demorph, bikin kaget seorang pengemudi mobil yang
lewat, lalu berubah kembali menjadi elang harrier dan mencariku ke
mana-mana. Sedang Marco... yah, malam itu Marco terbangun dan melihat
David tengah berdiri di samping tempat tidurnya sambil
menggenggam tongkat bisbol. Marco diikat dan dikunci di lemari
pakaiannya. Dia butuh waktu semalaman untuk membebaskan diri.
Malam itu benar-benar aneh. Tapi yang paling aneh dari
segalanya adalah, setelah malam itu berlalu, kami harus sekolah.
Betul, sekolah. Tanpa sempat tidur sama sekali.
Aku begitu capek sehingga tubuhku gemetaran. Aku tak
percaya ketiadaanku di rumah tidak diketahui oleh ibuku. Aku pulang
pagi hari itu, tepat tiga detik sebelum alarm jam digitalku berbunyi.
Lima menit kemudian ibuku menggedor-gedor pintu kamarku,
menyuruhku bangun dan membantunya mempersiapkan adik
perempuanku yang paling kecil, Sarah, untuk pergi ke sekolah.
Selama empat jam pelajaran pertama aku cuma duduk bengong
dan menatap nyalang ke arah papan tulis seperti orang yang sedang
koma. Pada jam istirahat makan siang aku merasa lebih hidup, tapi,
sebagian besar, rasa laparlah yang membuatku terjaga.
Aku duduk di sebelah Cassie. Dia mungkin masih sempat tidur
tiga atau empat jam. Dan itu bikin aku benci padanya. Jake
menyambar nampan dan duduk bersama kami. Biasanya, kami tak
pernah duduk bersama lebih dari berdua. Soalnya kami tidak ingin ada
yang mencurigai kami sebagai satu kelompok. Demi keamanan.
Tapi kali ini kami tak peduli. Kami adalah satu grup superhero
yang sedang loyo. Maksudku, seandainya Visser Three bisa melihat
kami saat itu, dia pasti takkan khawatir. Untuk menjaili anak kecil saja
kami tampak tak mampu, apalagi mengalahkan seluruh kerajaan
Yeerk. "Hai," sapa Jake seraya menjatuhkan diri ke bangku.
"Hmmh," aku menggumam.
"Bagaimana kabarmu, Jake?" tanya Cassie.
"Huh-hh," katanya penuh semangat.
"Hmm, grup kecil kita ceria sekali," kata Cassie sambil tertawa.
"Jelas kita perlu Starbucks Cafe di kantin ini. Kalian berdua benarbenar butuh
secangkir kopi." "Tutup. Mulut," kataku. Aku menggeram sedikit. Mestinya aku
membentak, tapi aku terlalu capek.
Tentu saja, Cassie sama sekali tidak tersinggung. "Kau
menyebalkan deh, kalau kurang tidur begini."
Kami melihat Marco menghampiri kami. Dia tidak membawa
nampan. Tapi dia tersenyum. Yah, kenapa tidak" Dia tidur separo
malam dan menghabiskan separonya lagi dalam lemari pakaian yang
gelap. "Hai, teman-teman, ada kabar apa?" kata Marco. Diayunkannya
sebelah kakinya melewati punggung kursi. Walau aku sedang capek,
perbuatannya itu menyalakan alarm di kepalaku. Marco takkan pernah
mengayunkan kaki melewati punggung kursi. Dan Marco takkan
bersikap seceria itu, bahkan setelah tidur semalaman pun.
Agaknya Jake punya reaksi sama. Aku meliriknya, dan tiba-tiba
matanya tidak lagi nyalang ataupun berkeliaran ke sana kemari.
"Kabar tentang David, kalau tidak salah," kata Jake kasar.
Marco tersenyum. Lalu kulihat Marco - Marco yang lain, baru
saja mulai mengantre makanan.
Cassie tersengat. Pandangannya berpindah-pindah dari Jake ke
aku. Aku mengedikkan kepala ke arah Marco yang asli.
"Aku akan mencegahnya masuk," kata Cassie, lalu melompat
keluar dari kursinya. Hal terakhir yang kami inginkan adalah dua Marco berada
dalam ruangan yang sama. Ada kelucuan dalam kalimat itu, tapi aku
terlalu sibuk untuk mencarinya.
"Kau mau apa?" tanya Jake.
David/Marco tersenyum mengejek. "Lho kok" Tidak ada basabasi" Kita tidak
ngobrol-ngobrol dulu?"
Aku tak bisa berubah wujud di dalam kantin yang penuh anakanak, yang berteriak-
teriak, tertawa-tawa, dan ngobrol satu sama lain.
Tapi aku dapat menggenggam garpuku. Dan aku bisa membayangkan
apa yang dapat diperbuat gigi-gigi garpu itu kalau dihunjamkan
dalam-dalam ke... yah, pokoknya aku sedang mencengkeram garpu itu
erat-erat. "Kutanya sekali lagi, apa maumu?" kata Jake pelan.
"Aku menginginkan kotak biru itu. Aku yang menemukannya.
Itu hakku. Kau harus menyerahkannya."
Jake tersenyum tulus. "Nah, menurutmu, berapa besar
kemungkinan aku akan memenuhi permintaanmu itu?"
Wajah David merah padam karena marah. "Kau tak punya
pilihan, mantan bos. Kau tak bisa mengalahkan aku. Aku punya
kemampuan yang sama dengan yang kaumiliki. Dan aku lebih pintar
darimu, jadi aku pasti menang."
"Tapi kami kan berenam... eh, berlima," kata Jake.
Aku menatap tajam ke arah Jake, tapi ia tak mengacuhkannya.
Aku paham maksudnya: tak perlu memberitahu David bahwa Tobias
masih hidup. Makin sedikit yang diketahuinya tentang kami, makin
baik. "Mana kotak itu?" tanya David bersikeras.
"Buat apa sih?" tanyaku. "Buat kado ulang tahun Visser
Three?" Cassie masuk lagi ke kantin dan duduk di sebelah David. Cassie
berhasil memindahkan kursinya lebih dekat ke kursi David, tanpa
disadari cowok itu. Sengaja, tentunya. Cassie ingin David
memandangnya sebagai sahabat, bukan sebagai musuh.
David mengejapkan mata. Dicondongkannya tubuhnya menjauh
dari Cassie. Cassie cuma membalasnya dengan ekspresi: "Aku
mengerti apa yang kaurasakan".
"David, aku tahu kau telah mengalami banyak hal yang
menyakitkan," ujarnya dengan suara sangat lembut. David terpaksa
harus mencondongkan tubuh ke arah Cassie supaya bisa
mendengarnya. "Aku tahu hidupmu hancur. Aku tahu kau kesepian.
Aku tahu kau ketakutan. Dan aku tahu bahwa jauh di lubuk hatimu
kau merasa tidak enak atas apa yang kauperbuat tadi malam. Tapi kau
harus tahu bahwa kau takkan bisa membuat perjanjian dengan Visser
Three. Dia takkan memberi apa yang kauminta."
David menatapnya dengan pandangan terkejut. Aku juga begitu.
"Perjanjian apa?" tanyaku.
Cassie memasukkan sesendok makanan ke mulutnya dan
mengunyahnya perlahan. "Haruskah kukatakan pada mereka, David,
atau kau yang akan bilang?" Karena tidak ada jawaban, Cassie
mengembuskan napas dan berkata, "David menginginkan kotak itu
agar dia bisa menebus kedua orangtuanya. Betul, kan, David" Kau
ingin Visser Three melepaskan kedua orangtuamu sehingga kau bisa
memiliki keluarga lagi."
Sesaat terlihat ekspresi kalah di wajah David/Marco. Tapi
kemudian matanya menusuk tajam.
"Bukan masalah. Aku toh tidak butuh kotak itu. Aku masih
punya sesuatu yang juga diinginkan Visser Three. Aku tahu
Animorphs bukanlah bandit-bandit Andalite. Aku tahu nama-nama
mereka. Juga alamat-alamat mereka. Aku akan menyerahkan
identitasmu padanya," katanya seraya menatap Jake. "Dan kau juga,"
tambahnya sambil menatapku. "Dan setelah itu" Dia akan membawa
orangtua kalian, sama seperti yang dilakukannya pada orangtuaku.
Dan dia akan merampas kotak biru itu dari kalian."
David mendorong kursinya ke belakang dengan keras. Dia
berdiri dan berjalan pergi.
Chapter 9 DAVID berjalan pergi. Marco yang asli mendekat, tampangnya
khawatir.Aku berdiri. "Rachel, kau mau apa?" tanya Cassie. Ia mengulurkan
tangannya untuk mencekal lenganku.
Tapi Jake berkata, "Biarkan saja."
Aku mengikuti David ketika dia menerobos kerumunan anak
yang baru masuk ke kantin. Di koridor yang kosong di luar, David
mulai berubah perlahan-lahan. Dia sedang demorph. Begitu dia tiba di
pintu yang menuju ke lapangan bermain, dia sudah menjadi dirinya
sendiri. Dia pasti sudah hampir melewati batas waktu dua jam
sehingga dia nekat berubah wujud di koridor.
Aku menyusulnya ketika ia mulai berlari-lari kecil
menyeberangi rerumputan. Kucengkeram bahunya dan kuputar
badannya hingga menghadapku. Aku sedang penuh energi, tubuhku
bergetar akibat amarah yang nyaris tak tertahankan.
"Kau mau cari ribut di sini?" tanyanya.
"Kenapa tidak?" bentakku.
Dia tertawa, agak tidak yakin. "Kau takkan berubah wujud di
sini, di tempat terbuka."
"Aku tidak butuh badan makhluk lain untuk menghajarmu."
"Mungkin kau kadang-kadang lupa ya, kau kan cewek, Rachel."
"Dan kau cacing," balasku. "Mau lihat siapa yang menang
antara cewek lawan cacing?"
"Kau marah gara-gara cowok-burung itu, ya" Kenapa" Apa kau
suka padanya?" Dia nyengir. "Iya, kan" Awww, romantis sekali. Tapi
sayang. Kau kan tahu, burung punya rentang usia yang pendek."
"Cacing juga." "Kau sebenarnya mau apa sih" Mau menakut-nakuti aku?"
"Ah, tidak. Buat apa menakut-nakuti cacing. Aku cuma mau
kasih tahu satu hal. Kalau kau berani mengkhianati kami dengan
menjual nama kami ke Visser Three, kami pasti tahu. Kami punya
informan di dalam organisasi Yeerk."
Dia mendengus. "Yeah, yeah, aku percaya deh."
"Kau pikir dari mana kami tahu rencana para Yeerk untuk
memperbudak presiden kita dan para pemimpin negara asing itu" Kau
pikir dari mana kami tahu salah satu kepala negara asing itu sudah jadi
Pengendali?" Kesombongannya sedikit berkurang. Aku bisa melihat rodaroda di kepalanya
berputar ketika disadarinya aku mengatakan hal
yang benar. Kami belum menceritakan padanya tentang Erek dan para
Chee. "Jadi, kalau kau menjual identitas kami ke Visser Three, kami
pasti tahu," kataku.
Dia mengangkat bahu. "Lantas kenapa" Toh kau tidak bisa
berbuat apa-apa."

Animorphs - 22 Akhir Sebuah Pengkhianatan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yeah, mungkin kau benar," kataku. "Bahkan seandainya kami
tahu, kami takkan hidup lebih lama lagi." Aku mencondongkan tubuh
ke arahnya, cukup dekat untuk berbisik di telinganya. "Tapi beberapa
dari kami akan sanggup bertahan hidup lebih lama dibanding yang
lain, setan kecil. Cukup lama untuk memastikan kedua orangtuamu...
yah, bayangkan saja sendiri."
Dia mundur selangkah, menarik kepalan tangannya ke
belakang, dan mengayunkan tinjunya ke arahku. Aku mengelak.
Kujambak rambutnya dengan satu tangan dan kutekankan garpu, yang
kupegang dengan tangan yang lain, ke telinganya.
Aku melawan desakan untuk memutar garpu itu, untuk
membuatnya menjerit kesakitan.
"Kalau kau mau menciptakan perang di antara kita, boleh-boleh
saja. Akan kami ladeni," kataku. "Tapi kalau kau berani coba-coba
menjual rahasia kami pada Visser Three, keluargamu takkan pernah
bisa dipersatukan lagi. Ingat itu!"
Kali ini aku yang berbalik dan pergi meninggalkan medan
pertempuran. Aku gemetar. Otot-otot di leher dan tengkukku terasa
berdenyut-denyut. Tiba-tiba aku pusing sekali. Telingaku
mendenging. Aku memang capek. Tapi bukan cuma capek. Aku sedang
dibanjiri adrenalin. Penuh tenaga dan semangat untuk beraksi. "
Apa yang baru saja kulakukan" Selama kami melawan Yeerk,
belum pernah aku membuat ancaman seperti itu. Kenapa sih aku ini"
Aku merasa... tidak tepat kalau disebut malu. Tapi aku tahu aku
takkan memberitahu Cassie tentang ancaman yang baru saja
kulontarkan pada David. Atau Tobias. Atau bahkan Marco sekalipun.
Sedang Jake, ternyata aku sedang diliputi kebencian yang kuat
dan murni terhadapnya. Aku tak dapat menjelaskan sebabnya. Tapi
aku berani sumpah bahwa pada saat itu aku membencinya jauh
melebihi kebencianku pada David.
Seharusnya aku kembali ke kantin. Seharusnya aku
memberitahu mereka apa yang telah terjadi. Tapi Jake sudah tahu,
kan" Jake, si pemimpin yang cerdas dan penuh wibawa, sudah tahu
segala sesuatu tentang diriku.
Dan aku tak dapat menghadapi dirinya. Aku tak dapat
menghadapi kenyataan tentang diriku, yang sudah diketahuinya.
Chapter 10 ORANGTUA Jake kembali malam itu. Mereka tiba dari luar
kota untuk menolong seorang saudara sepupu Jake dan aku. Sepupu
kami itu bernama Saddler. Dia anak yang menjengkelkan, tapi dia kini
terluka parah akibat kecelakaan yang menimpanya. Sekarang dia
dipindahkan ke rumah sakit anak-anak di kota kami.
Keluarganya akan tinggal untuk sementara di rumah Jake. Tapi
kami diharapkan membantu juga, walau ibuku tidak terlalu akrab
dengan keluarga Saddler sejak ayah dan ibuku bercerai.
Aku diberitahu tentang semua ini sewaktu aku tiba di rumah,
sepulang sekolah. Aku menjawab, "Oke," dengan sambil lalu, menaiki
tangga dengan sempoyongan, menjatuhkan diri ke tempat tidur dalam
posisi tengkurap, dan tidak bergerak-gerak lagi.
Tapi walau aku sudah sangat letih, rasa kantuk tak kunjung tiba.
Perasaan ini memang bikin frustrasi. Capek banget, tapi tak bisa tidur.
Otakku terus berputar-putar, seolah-olah aku telah meminum
enam teko kopi atau sejenis obat.
Aku terus bertanya-tanya: Apa aku sejak dulu sudah seperti ini"
Dulu sebelum ada Animorphs, sebelum pertemuan kami dengan alien
yang mengubah hidup kami itu, siapakah aku ini"
Aku mencoba mengingat-ingat, tapi seolah-olah aku bukan
sedang memikirkan diriku. Itu seperti aku sedang mengingat-ingat
seorang gadis yang dulu pernah kukenal, yang telah kulupa namanya
sampai ada orang yang mengingatkan aku. Hal itu seperti, "Oh, yeah,
Rachel. Kayaknya aku kenal dia."
Aku dulu begitu menyukai senam, aku tahu itu. Dan berbelanja.
Kurasa aku bukan termasuk cewek heboh yang selalu jadi biang pesta.
Tapi aku mencoba membayangkan diriku waktu itu, mencoba
membayangkan tanganku memelintir garpu ke telinga seseorang
sambil mengancam keluarganya.
Aku nyaris tertawa. Betul-betul gila. Maksudku, aku kan tidak
dibesarkan dalam keluarga yang orangtuanya suka memukuli anaknya
atau semacam itu. Memang orangtuaku bercerai, tapi barangkali
sepertiga dari anak-anak di sekolah juga punya orangtua yang
bercerai, dan sepertiganya lagi berharap agar orangtuanya segera
bercerai. Aku tak pernah harus bertanya-tanya apakah orangtuaku
menyayangiku atau tidak. Aku tahu mereka menyayangiku. Mereka
mengucapkannya dalam kata-kata. Mereka mewujudkannya dalam
tindakan. Aku tidak menggunakan obat-obat terlarang atau narkotika.
Tapi entah bagaimana, aku sudah berubah dari cewek yang kadangkadang berlidah
tajam, menjadi... yah, seperti kata Marco, Xena:
Warrior Princess. Yang membuat aku merasa bodoh adalah aku tidak sadar bahwa
aku sudah berubah. Tapi semua temanku yang lain jelas berubah. Jake
misalnya. Ketika berurusan dengan David, dan dia sadar sudah tiba
waktunya untuk membunuh-atau-terbunuh, dia menyuruh Ax
menjemputku. Bukan Marco. Bukan Cassie. Tapi dia bilang, "Panggil
Rachel." Dan di kantin tadi dia membiarkan aku pergi, karena sudah tahu
apa yang akan kulakukan. Setelah itu aku sekelas dengan Cassie di
jam pelajaran keenam. Dia tidak menanyakan apa yang terjadi, atau
apa yang kuucapkan kepada David. Dia sudah tahu.
Aku bisa saja berdalih bahwa aku berubah akibat semua
pertempuran yang telah kualami. Itu alasan yang baik. Hanya saja
Cassie juga telah mengalami pertempuran yang sama. Juga Marco.
Dan Tobias. Apakah Tobias akan mengancam David juga" Itu pertanyaan
jebakan. Sebab Tobias hidup sebagai predator alias hewan pemangsa.
Kalau dia bertindak begitu, pasti akan dimaklumi oleh yang lain. Tapi
aku tidak yakin dia akan bertindak sejauh itu.
Dan aku bertanya-tanya tentang hal lain lagi. Bagaimana kalau
David mengabaikan ancamanku" Apakah aku benar-benar akan...
Sanggupkah aku... Wanita Iblis 12 Siluman Ular Putih 24 Wasiat Kematian Musuh Dalam Selimut 2
^