Pencarian

Pertempuran Di Kutub Utara 3

Animorphs - 25 Pertempuran Di Kutub Utara Bagian 3


Aku tidak biasa minum kopi, tapi saat ini aku menginginkannya.>
Cassie menancapkan moncongnya ke gundukan salju dan
menggunakan salju itu untuk membersihkan darah dari mulutnya.
Lalu dia menggosok-gosokkan cakarnya ke salju untuk
membersihkannya. tanya Cassie.
tanyaku kepada Jake.
Dia mendesah. akan bisa menang dengan melarikan diri. Tapi dahulukan yang
pertama. Kita harus mendapatkan bentuk morf untuk cuaca dingin.
Kita hampir-hampir tidak bisa bertahan hidup sekarang. Kita harus
punya kekuatan untuk membela diri.>
beruang kutub bersedia untuk memberikan DNA-nya"> tanyaku.
Lalu hidungku yang peka menangkap bau anjing laut, sangat
dekat. Anjing laut yang hidup. Kutemukan dua bola kelabu kecil
mengambang di air. Keduanya bayi anjing laut yang berhasil
melarikan diri dari beruang kutub tadi. Memandang kami dengan mata
hitam besarnya. Wajah mereka mirip anak anjing. Berkepala kecil dengan mata
besar dan misai. Tanpa telinga. Aku biasanya menggunakan istilah
menggemaskan hanya untuk diriku sendiri, tapi benar-benar tidak bisa
untuk menggunakan kata lain menjabarkan mereka.
kata Cassie.
Ibu mereka" Ibu mereka...
Gelombang emosi yang tidak terduga menyapu diriku. Bodoh,
aku tahu, tapi selama dua tahun kukira ibuku sudah meninggal. Tapi
tidak sama, bukan" Mengawasi kedua anjing laut kecil itu mengambang di air,
menunggu ibu yang tidak akan pernah kembali, menimbulkan
kesedihan yang amat hebat.
Aku bergerak ke antara mereka dan bangkai di atas es. Kami
tidak membunuh ibu mereka. Tapi kami mendapat keuntungan
darinya. kata Rachel.
Chapter 20 JAKE yang menyusun rencananya. Cassie dan aku mengajukan
diri. Tugas itu sebenarnya tidak sulit. Sementara masih berada di
atas es, Cassie dan aku demorph lalu morf lagi menjadi lumba-lumba.
Kami harus bergerak cepat. Lumba-lumba jenis hewan air hangat,
tanpa bulu atau lemak untuk membantu mereka mengatasi dingin yang
mematikan seperti ini. Lalu Jake dan Rachel mendorong kami ke air yang
membekukan. Aku merasa seperti salah satu badut yang sesekali
kausaksikan di berita. Kau tahu - badut yang senang berenang di laut
pada saat musim dingin. Dengan tidak mengenakan apa-apa selain
celana renang. Begitu menyentuh air, aku bisa merasakan seluruh
tubuh lumba-lumbaku, biasanya penuh energi dan semangat, berubah
kaku dan mati rasa. Bayi-bayi anjing laut itu hampir-hampir tidak berusaha untuk
melarikan diri. Pokoknya, usaha apa pun yang mereka lakukan sia-sia.
Anjing laut luar biasa lincah, tapi kami punya kecepatan, ukuran, dan
intensitas. Mereka menghindar dan meliuk satu atau dua kali, tapi mereka
tidak mampu menandingi kami. Kucoba untuk tidak memikirkan apa
artinya hal ini bagi masa depan mereka. Kalau mereka bukan
tandingan sepasang lumba-lumba yang kedinginan, mereka jelas
bukan tandingan paus pembunuh atau beruang kutub pertama yang
menemui mereka. Cassie dan aku berhasil menangkap satu dengan manuver
akrobatik yang sempurna. Kami muncul di belakangnya dan masingmasing menyambar
salah satu kaki. Bayi anjing laut itu memberontak, tapi ini masalah Great Dane
melawan Chihuahua. Tapi, dia berhasil mencakar hidungku beberapa
kali dengan gigi-giginya yang mungil. Darah mengalir. Sakit, tapi aku
tidak keberatan. Aku merasa layak mendapatkannya.
Setelah kami berhasil mencengkeramnya baik-baik dengan
mulut kami, berhati-hati agar tidak melukainya, kami menyeretnya
kembali ke yang lain. Mereka mulai demorph begitu melihat kami
kembali. Kami mendorong anjing laut kecil itu dengan moncong kami.
Melontarkannya ke kaki sekumpulan makhluk aneh: dua manusia
dengan kostum bulan Agustus, seekor elang ekor merah yang berdiri
berpindah-pindah dari satu cakar yang beku ke cakar yang beku
lainnya di es, dan Ax. Jake dan Rachel menyambar bayi anjing laut itu dan
menahannya di antara mereka berdua. Satu demi satu, kami menyerap
DNA bayi anjing laut tersebut. Mereka memeganginya erat-erat saat
Ax menekankan tangannya yang berjari banyak ke bulu-bulu bayi
anjing laut yang basah itu. Tobias mengepak-ngepakkan sayap dan
mendarat di bahu Rachel. Tindakan yang menyakitkan bagi Rachel,
sekalipun saat itu dia telah terlalu kedinginan untuk merasakan
tusukan cakar. Bayi anjing laut itu menengadah, ketakutan tapi keheranan
bercampur gembira melihat makhluk bersayap yang dengan hati-hati
menyentuh dirinya dengan cakar.
Cassie dan aku melompat keluar dari air dan berubah kembali di
es. Bukan pengalaman yang menyenangkan. Kulitku membeku
menjadi es saat masih separo lumba-lumba dan separo manusia. Aku
akhirnya membiarkan diriku tidak berubah sempurna.
"Apa aku sudah mengatakan bahwa hawanya dingin?" Aku
menggigil, menjadi manusia sekali lagi. Kusentuh anjing lautnya.
Basah, kokoh, dan lembut. Seperti menyentuh balon air berbulu.
"Maaf," kataku, tanpa alasan.
"Tidak ada yang bisa kita lakukan," kata Cassie. Ia meletakkan
bayi anjing laut itu kembali ke es. Hewan itu merayap ke batas air dan
menyelinap masuk, bergabung kembali dengan saudaranya.
"Mereka m-mung-mungkin bisa bertahan," kata Rachel.
Tapi Cassie menggeleng. Entah untuk alasan apa dia tersenyum
sedih ke arah Tobias. "Tidak, mereka tidak akan bisa bertahan. Tapi
mereka akan memberi makan paus Orca atau beruang kutub, dan kau
tidak bisa marah pada makhluk-makhluk ini karena bayi-bayi Orca
dan beruang kutub pun punya hak yang sama untuk hidup."
kata Tobias.
Mereka tengah teringat pada sigung yang pernah kami
selamatkan. Tobias telah menyantap salah satu bayi sigung itu. Lalu
dia membantu Cassie mempertahankan yang lain agar tetap hidup.
"Alam, hah?" kata Rachel.
kata Tobias.
"Atau kita bisa berdiri diam di sini dan membeku sambil
mendiskusikan yang terbaik yang bisa bertahan hidup," kataku. Aku
melompat-lompat dari satu kaki telanjang ke kaki telanjang yang lain,
berusaha agar keduanya tidak membeku di es.
Rachel melontarkan senyum khasnya. "Kau tergesa-gesa,
Marco" Apa ka-kau be-belum mengerti bahwa kalau makhluk mungil
itu adalah santapan paus pembunuh, kita ju-ju-juga begitu?"
Aku tidak pernah berpikir begitu. Sekarang aku memikirkannya
dengan warna-warna yang hidup dan efek suaranya. "Pemikiran yang
menggembirakan, Rachel."
"Selalu siap untukmu, Marco," kata Rachel. Tapi Rachel telah
berubah. Kupusatkan otakku yang terasa membeku ke bayangan anjing
laut yang baru. Lalu, mula-mula lambat, aku mulai berubah.
Lenganku mulai menyusut. Mengecil, mengecil. Terus
menyusut bagai replika lengan boneka aneh yang panjangnya tidak
lebih dari enam sentimeter.
Jemariku juga menyusut, tapi dari ujung-ujungnya muncul
cakar-cakar panjang untuk mencengkeram es.
Jemariku menyatu, lalu seketika memisah kembali, dengan
segaris tipis daging membentang di sela-selanya.
Kaki-kakiku hampir menghilang. Aku tahu aku akan jatuh, tapi
masih saja terkejut saat tiba-tiba terempas ke es, dengan wajah
terlebih dulu. Kaki-kakiku menyusut, menyempit, dan berubah
menjadi kaki-kaki anjing laut.
Selama itu dadaku semakin mengecil namun bertambah gemuk.
Lemak menggelegak di bawah kulitku. Rasanya agak mirip seperti
film yang dibintangi Eddie Murphy, The Nutty Professor. Seperti itu,
hanya saja dalam skala yang lebih kecil.
Kudengar suara menggelenyar saat organ-organ dalam diriku
berputar-putar untuk menyesuaikan diri dengan tubuh baruku. Tulangbelulangku
berderak dan mengerang, membentuk kembali menjadi
tulang kerangkaku yang baru. Sekarang aku bagaikan sebuah bola
yang ditiup terlalu besar dan kakiku mirip sirip.
Di wajahku yang masih berbentuk manusia tumbuh misai-misai
panjang. Telingaku menyusut masuk ke dalam tengkorakku,
menyisakan hanya sepasang lubang. Kepalaku tidak lebih besar dari
bola baseball, sementara hidungku mencuat hingga berbentuk seperti
moncong anjing. Aku memandang dunia yang beku itu dengan sepasang mata
hitam besar yang ternyata bisa memandang sebaik mata manusiaku.
Akhirnya, bulu-bulu pendek dan tebal bermunculan di seluruh
tubuhku, menggelombang di dadaku dan terus ke punggungku seakanakan aku ini Chia
peliharaan. Lalu... lalu... Oh! Senangnya! Gembiranya! Sensasi luar biasa yang
menghebohkan! Perasaan paling mengagumkan yang pernah
kurasakan sejak hari aku dilahirkan hingga saat itu.
Hangat! Aku merasa hangat! Hangat! Kalau langit terbuka dan ada
tangan raksasa yang terulur memberiku satu miliar dolar, memberiku
pemain pilihanku dari jajaran pendukung Baywatch - di masa lalu dan
sekarang, dan mengizinkan diriku bertambah tinggi setengah meter
ditambah mendapatkan keahlian basket Michael Jordan secara ajaib,
semua itu pun masih tidak mampu mengalahkan kebahagiaan yang
kurasakan sekarang. Aku! Merasa! HANGAT! Dingin" Dingin apa" Tidak ada dingin.
Aku ada di Pantai Malibu, menghirup limun dan mengobrol
dengan Tom Cruise. Tentu saja, aku juga mendapat perasaan lain. Naluri anjing laut
masih ada: desakan untuk melarikan diri, desakan untuk mengejar
ikan, yadda yadda, tapi ayolah, aku merasa hangat!
Misai-misaiku sangat ajaib kepekaannya. Aku bisa merasakan
perubahan sekecil apa pun pada angin, gerakan sekecil apa pun dari
teman-temanku. Dan sebagian diriku masih mencari-cari ibuku, tapi
aku, Marco, masih tetap memegang kendali. Dan aku, Marco, merasa
hangat. Apakah tadi sudah kukatakan kalau aku merasa hangat" Dan
bahagia" Selama sekitar tiga detik.
teriak Tobias, menghancurkan kegembiraan hatiku.
kata Jake.
PSSSSST! Seberkas cahaya raksasa menyambar es tidak sampai tiga puluh
sentimeter jauhnya. Kalau cahaya itu mengenai batu, kami semua
pasti sudah tewas terhajar ledakan kepingannya.
Tapi sinar itu menghantam permukaan es yang sangat halus.
WAAAAAAAM! Memantul! Semburan kanon Dracon itu menghantam pada
sudut yang rendah, mengenai es yang mampu memantulkan, terpantul,
dan melubangi sisi tebing di belakang kami.
Tembakan yang sangat jarang terjadi. Kami memutuskan untuk
tidak menunggu tembakan kedua.
teriak Jake.
Lari. Yeah, benar, bukan masalah. Kuputar tubuhku yang bagai
bola. Kami hanya sekitar semeter jauhnya dari air, tapi rasanya seperti
satu setengah kilometer jauhnya dengan kaki-kaki kecil yang aneh ini.
Tidak, bukan kaki. Telapak kaki. Telapak tanpa kaki. Bukan
kombinasi yang bagus untuk menyusuri darat. Aku terhuyung-huyung
menyeret perut gendutku ke kiri dan kanan, kiri dan kanan, dan
merayap mendekati air. Mungkin pemandangan tersebut tampak lucu. Tapi rasanya
tidak lucu. PSSST! BOOOOM! Tembakan kedua kembali luput, tapi tidak terlalu jauh. Air dan
es menjulang membentuk pilar di belakang kami, Old Faithful - si
geiser di Yellowstone yang menyemburkan air panas setiap satu jam
sekali itu - pada suhu di bawah titik nol.
kata Cassie.

kataku. Tapi bahkan dalam kepanikanku, kusadari pentingnya arti
kata-kata Cassie. Kalau Venber-Venber itu tahu bahwa kami manusia,
kami tidak bisa membiarkan mereka bertemu dengan para Yeerk lagi.
Aku menyeret perut gendutku di es, memanfaatkan
momentumnya, melihat batas air, menendang mati-matian dan...
Semburan meriam yang berikutnya mengenai tempat kami tadi
berada dan mengubahnya menjadi balok-balok es.
Tapi saat itu, aku telah berada di air.
Chapter 21 SEKALIPUN tubuh anjing laut kami kikuk di darat, di air tubuh
itu sangat sempurna. Kami tidak bisa berenang secepat lumba-lumba,
dan ekor kami tidak seefisien ekor lumba-lumba, tapi kami bisa
melaju, dengan menggunakan kaki depan kami sebagai kemudi.
kata Jake.

jawab Ax.
Aku sadar yang lainnya telah melakukannya lebih dulu.
Memperdengarkan ceklikan-ceklikan pelan. Echolocating. Seperti
lumba-lumba. Seperti kelelawar. Seperti Venber.
Aku juga melontarkan beberapa ceklikan. Yang terpantul
kembali adalah sebuah gambaran mengagumkan akan sekitarku:
setiap ikan, setiap tanaman, beberapa ekor anjing laut lainnya di dekat
kami, setiap potong es yang mengambang di permukaan.
Kami berenang selama sekitar setengah jam. Kembali ke
pangkalan Yeerk. Kembali ke misi kami, yang telah lama dilupakan
dalam ketergesa-gesaan untuk menyelamatkan diri.
Kami juga berharap itu merupakan taktik yang bagus. Kami
akan berpapasan lagi dengan Venber. Kalau beruntung, mereka akan
terus menjelajahi es mencari kami, hingga punah. Sekali lagi.

tanyaku. laut"> kata Tobias.
kata Rachel.


berhubungan dengan para Yeerk,> kata Ax.

Animorphs - 25 Pertempuran Di Kutub Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yeerk.> kataku.

kata Jake. seperti kata orang. Maaf, Tobias,> tambahnya sesaat kemudian.
Kami berhenti dua kali untuk muncul ke permukaan dan
bernapas. Anjing laut hanya bisa menahan napas selama sekitar
sepuluh atau lima belas menit. Kami melompat-lompat melalui lubang
di permukaan es, tapi tidak melihat monster-monster beku itu di mana
pun. Begitu pula dengan beruang.
Untuk pertama kalinya sejak kami mendarat di tempat terkutuk
ini, aku merasa hampir nyaman. Aku seharusnya tahu perasaan itu
tidak akan berlangsung lama.
jerit Cassie.
Selama sepersekian detik aku tidak mengetahui siapa "mereka",
tapi lalu aku merasakan getaran pada misai-ku dan mengetahui
kedatangan ancaman dari dalam air.
Hal itu hanya berarti satu hal.
Orca! Paus pembunuh! jerit Jake.
Kami bergerak secepat mungkin. Tapi lalu, di dalam air yang
keruh, aku melihat mereka. Dua kapal selam hitam dan putih kembar.
Willy: bebas dan mencari santapan berupa anjing laut.
kata Tobias sambil mengerang. kita! > kata Ax dengan suara
yang agak panik. kata Rachel. mereka juga besar.> Kupompa kaki belakangku secepat mungkin. Di atas kami,
selapis es. Sebuah lubang! Kami memerlukan lubang!
Di sana! Cahaya! Aku melesat ke lubang itu. Kulihat yang lain mengikuti jejakku.
Satu, dua, tigaempatlimaenam, kami melesat melewati lubang
itu, ke udara dan mendarat di es.
Kami mati-matian berusaha menjauhi lubang itu, terseok-seok
kikuk. Tapi lalu aku menunduk. Memandang ke balik es dan melihat
senyuman hitam-putih. Aku bisa melihat Orca itu. Yang berarti...
teriakku.
Krrraaaak! BLUUUUS! Moncong raksasa yang tumpul
meledak menerobos es bagaikan adegan dari Hunt for Red October.
Tepat di sebelahku! Esnya mencuat, bagai sebuah pegunungan
baru. Aku meluncur menuruni lerengnya yang bertambah curam dan
berusaha menahan lajuku dengan cakarku.
Krrraaak! Paus pembunuh kedua muncul, kurang dari tiga meter di depan
kami. Mereka bekerja bersama-sama. Menjebak kami.
teriakku.
jerit Cassie. manusia.> Nasihat yang hebat. Tapi cobalah untuk berubah kembali
sementara Angkatan Laut Neraka bermunculan di sekitarmu, sambil
menyeringai menampilkan gigi-gigi besar dan menatapmu seakanakan dirimu sepotong
cheeseburger. Aku terjatuh dan meluncur dan mulai berubah kembali ke
bentuk manusiaku. Orca di belakangku turun ke air, lalu melesat - kalau kau bisa
membayangkan sepotong sosis hitam-dan-putih seukuran limusin
panjang melesat - lurus ke atas.
Melewati kepalaku dan turun ke arahku!
Anjing laut yang normal akan terus berlari sepanjang garis
lurus, dan anjing laut normal mana pun akan berubah menjadi makan
siang. Tapi aku memiliki otak manusia. Aku menancapkan satu cakar
ke es dan berputar ke kanan.
Seonggok besar lemak yang ramping mendarat diiringi derakan
keras hanya beberapa sentimeter dariku. Dengan mulut terbuka, Orca
itu siap melahapku. Hanya saja aku sudah tidak berada di sana lagi. Dan saat Willy
menemukan diriku lagi, aku sudah memiliki lengan-lengan yang
sangat kedinginan dan kaki-kaki yang juga kedinginan dan tengah
merangkak mati-matian menjauh.
Willy memikirkannya. Dia memutuskan tidak ingin menyantap
apa pun yang tampak mirip dengan diriku.
Kedua pembunuh anjing laut itu menyelinap kembali ke bawah
es dan melanjutkan perjalanan mereka sementara aku berdiri di sana,
meneruskan proses perubahanku dan gemetaran hebat sambil
melontarkan kata-kata yang tidak bisa kuulangi di sini.
Aku melihat teman-temanku, menyebar sekitar seratus meter,
semuanya dalam tubuh normal masing-masing, semuanya tampak
merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan.
"Apa ini memang ketiak alam semesta?" tanyaku.
"Tanyakan padanya," kata Rachel.
Baru pada saat itu aku menyadari bahwa semua orang bukan
sedang menatap diriku. Tapi ke belakangku.
Aku berbalik. Dan berkata, "Hai. Eh... jangan tersinggung
mengenai ketiak dan segala macamnya."
"Tidak," kata pemuda itu.
Chapter 22 AKU mengira dia akan melarikan diri. Tapi tidak. Dia hanya
menatap diriku, lalu menatap yang lain, lalu kembali memandang
diriku. Dia duduk di sebuah perahu memancing kecil yang telah reyot
dengan sebuah mesin tempel kecil. Tiba-tiba terlintas dalam benakku
bahwa dia yang telah menakut-nakuti kedua paus pembunuh itu
dengan mesin tempelnya. Aku terus menatapnya. Dia terus menatapku. Aku tidak tahu
harus bertindak bagaimana. Atau berkata apa.
Jadi aku melambai dan berkata, "Hai. Apa kabar?"
Dia tidak mengatakan apa-apa selama semenit. Hanya
menatapku. Lalu akhirnya dia berkata, "Kau semacam roh atau apa?"
Kuletakkan tanganku yang membeku di dadaku yang membeku.
"Roh" Kenapa kau berkata begitu?" Aku berusaha untuk tertawa.
Dia meraih dayungnya dan mendekat.
Pemuda itu berwajah bulat, dengan mata hitam yang agak sipit
dan kulit seperti kulit sepatu bot yang telah lusuh. Kurasa dia
termasuk suku Inuit, yang berada di kawasan utara yang beku ini.
Pokoknya, aku merasa cukup yakin dia bukan orang Praricis.
Dia mengenakan kombinasi pakaian yang aneh. Celana panjang
terbuat dari kulit berbulu, sarung tangan dari semacam kulit berbulu
yang lain, dan sehelai parka besar yang lusuh dan mungkin berasal
dari Eddie Bauer's. "Kau tampak kedinginan," katanya saat perahunya menyentuh
tepi kepingan es tempatku berada. "Kurasa tidak ada roh hewan yang
kedinginan. Kau mau selimut?" Dia mengacungkan sepotong besar
kulit berbulu, kelabu tua dan keperakan dengan lingkaran-lingkaran
kelabu yang lebih muda. Kulit berbulu yang sama dengan yang
membungkusku baru dua menit yang lalu. Aku menerimanya dan
melilitkannya pada tubuhku dan ke bawah kakiku sementara dia
menancapkan sebatang pasak ke tepi es, menambatkan perahunya.
"Bagaimana dengan teman-temanmu?" tanyanya. "Apakah
mereka juga roh hewan?"
"Kurasa begitu."
Dia menatapku dengan pandangan yang lebih memancarkan
keingintahuan daripada ketakutan. Lebih penuh minat daripada
kesinisan. Dia tidak lebih tua dariku. Tampaknya aneh bahwa bocah
semuda ini bisa berada sendirian di tengah antah berantah.
Tentu saja, aku bukan satu-satunya yang menganggap orang
lain aneh. "Kakekku biasanya sering bercerita tentang roh hewan. Aku
mengira dia sinting." Dia memutar jari di telinganya, menunjukkan
isyarat universal akan kesintingan. "Tapi aku selalu mengatakan,
'Yeah, benar, Kakek.'"
"He-eh," kataku, sambil menutupi telingaku dari angin yang
membekukan. "Maksudku, sulit untuk dimengerti, bukan?"
Dia menatapku lagi. "Beritahu teman-temanmu aku masih
punya selimut bulu lagi."
"Dia punya selimut bulu!" teriakku agak sedikit terlalu keras.
"Bagaimana kalau kalian kemari dan menikmati selimut yang nyaman
dan hangat?" Bukannya aku merasa khawatir. Bukannya aku merasa perlu
ditemani. Yang lainnya mendekat. Pemuda itu mulai membagi-bagikan selimut kulit anjing laut
dari dalam perahunya. Kulit-kulit itu menumpuk tinggi. Tapi beberapa
di antaranya tampak seakan-akan pernah terbakar. Tanda-tanda
hangus menghiasi bulu-bulunya.
"Kau rajawali?" tanya pemuda itu kepada Tobias, sambil
menatapnya dengan pandangan penasaran.
umum.> "Di sekitar sini tidak. Burung-burung di sekitar sini tak bisa
bicara." Lalu ia memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Ax. "Kau
ini apa?" Aku hampir-hampir bisa mendengar desah napas lega yang lain.
Kalau pemuda ini seorang Pengendali, dia pasti (a) mengenali
Andalite saat melihatnya dan (b) kabur sejauh-jauhnya.
"Kau juga spesies yang umum?"
Lucu! Kuputuskan untuk menyukai pemuda ini. Lagi pula, siapa
pun yang bisa sesantai ini setelah bertemu pertunjukan orang aneh
kami, pasti tidak apa-apa.
"Banyak sekali kulit anjing laut," kata Cassie, sambil
meringkuk di bawah salah satunya.
"Yeah. Sangat banyak. Tapi tidak begitu baik. Semuanya
terbakar, hampir-hampir tidak ada harganya untuk dibawa ke pos
perdagangan. Ini memotong pendapatanku cukup besar. Buruk."
"Bagaimana mereka bisa terbakar?" tanya Cassie, sekalipun
telah mengetahui jawabannya seperti diriku.
"Orang-orang Star Trek sinting itu. Menembaki anjing-anjing
laut dengan phaser dan sebagainya. Seolah mereka menggunakan
hewan-hewan ini untuk berlatih menembak dengan senjata laser
ukuran kecil itu atau apa. Mereka sama sekali tidak menunjukkan
penghormatan. Aku jadi marah."
"Orang-orang Star Trek?" kataku.
"Yeah," jawabnya. Lalu, "Oh, kurasa kalian para roh hewan
tidak menonton TV, hah" Kau harus membeli parabola, Bocah-Roh."
"Namaku Marco. Itu Jake, Rachel, Cassie, Tobias... itu yang
bersayap... dan Ax. Ax bukan berasal dari sekitar sini."
"Hai. Namaku Derek."
"Derek?" Aku tidak tahu apa yang kuharapkan untuk kudengar,
tapi jelas bukan Derek. "Kau sendirian di sini?" tanya Cassie.
"Yeah." tanya Tobias.
"Oh, cukup jauh." Dia memiringkan kepalanya ke arah barat.
Bocah itu bicara kepada seekor burung. Tapi dia bahkan tidak
mengedipkan matanya. "Dua hari."
"Dua hari?" kata Jake.
"Tentu saja. Aku berburu setiap tahun," katanya. "Sejak masih
anak-anak." "Dan kau memburu anjing-anjing laut?" tanya Cassie, nadanya
datar. "Yeah." Derek memiringkan kepalanya. "Kau tidak suka
berburu?" "Well... tidak seperti orang-orang Star Trek sinting itu."
"Berburu untuk olahraga. Seakan-akan itu hanya permainan.
Yeah, ada orang-orang yang datang kemari untuk itu. Dari New York
dan Detroit. Menembak beruang dan karibu dari helikopter. Tidak ada
penghormatan sama sekali, orang-orang itu. Tapi orang-orang yang di
stasiun itu paling parah. Mereka hanya senang membunuh." Dia
memiringkan kepala. "Itu pasti membuat kalian para roh hewan
marah." "Kami... kami tidak pernah mengaku sebagai roh," kata Jake.
"Bukan" Jadi, kalau begitu, kalian ini apa?" tanyanya.
"Makhluk angkasa luar?"
"Dia makhluk luar angkasa luar," kataku sambil menunjuk Ax.
"Kami yang lainnya hanya orang-orang idiot."
Pemuda itu tersenyum. Ekspresinya mengeras. Dia tidak senang
pertanyaannya tidak mendapat jawaban. "Kalian ada hubungannya
dengan stasiun yang sedang mereka bangun itu" Dengan makhlukmakhluk es besar
itu" Dengan pesawat-pesawat angkasa luarnya?"
Aku melontarkan pandangan ke arah Jake. Jake mengangkat
bahu. "Yeah, kami ada kaitannya dengan mereka," kataku.
"Yeah?" jawab Derek. "Well, aku tidak menyukai mereka. Apa
yang mereka lakukan di sana" Mereka bukan orang-orang ekologi
yang terkadang datang kemari. Mereka juga bukan pemburu. Mereka
mengacaukan perairan di sini. Menakut-nakuti semuanya dengan
suara mereka dan senjata-senjata mereka yang aneh. Siapa mereka"
Siapa kalian?" "Kurasa kau bisa mengatakan mereka itu penjahat," kata Jake.
"Dan kami orang yang baik. Kami datang untuk menghancurkan
stasiun itu." "Kedengarannya bagus," kata Derek. Seakan-akan hal itu bukan
masalah besar. Seakan-akan kami baru saja mengajaknya berkunjung
ke 7-Eleven setempat. "Kuharap kalian berhasil. Aku khawatir
Nanook akan terlalu usil dan akhirnya tertembak di sana atau apa."
"Nanook?" kata Jake. "Siapa itu Nanook?"
"Nanook itu temanku. Kalian tidak mengenal Nanook?"
"Eh, apa harus?" kataku.
"Kalian pasti sudah bertemu dengannya," lanjutnya. "Dia sudah
berada di sekitar sini selama beberapa hari terakhir ini. Aku
mengikutinya. Aku senang mengawasinya bekerja. Dia pemburu yang
sangat hebat." "Mungkin kami sudah bertemu dengannya," kata Jake bingung.
"Bagaimana tampangnya?"
"Well, dia cukup besar, dengan bulu-bulu putih," kata Derek.
"Oh, itu!" Hebat. Komik Inuit. "Yeah, kami sudah bertemu
dengannya." "Kau memburunya?" kata Rachel. "Dengan itu?" Dia menunjuk
senapan di dasar perahu Derek. Dan tombak pendeknya. "Kau
membutuhkan senjata yang lebih kuat."
"Bukan memburunya. Melacaknya. Nanook itu temanku. Aku
sudah mengenalnya sejak masih anak-anak."
"Well, ini pertanyaan yang benar-benar sinting," kataku riang.
"Menurutmu kami bisa memegangnya?"
Chapter 23 KAMI tidak perlu pergi terlalu jauh untuk menemukan teman
Derek, Nanook.

Animorphs - 25 Pertempuran Di Kutub Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kami berubah kembali menjadi anjing laut, mengikuti perahu
Derek, dan menemukan beruang kutub itu tengah berbaring telentang
di es, menikmati cahaya matahari. Seakan-akan dia tengah berada di
pantai. Sejujurnya, pemandangan itu menggangguku. Bagaimana
mungkin ada makhluk yang menikmati tempat ini"
Kami merangkak ke es beberapa ratus meter jauhnya dari
beruang itu dan berubah kembali menjadi manusia.
"Seandainya aku bisa berbuat begitu," kata Derek, sambil
mengawasi dengan penuh minat ke wajah-wajah manusia yang
bermunculan di tubuh-tubuh anjing laut.
Kami berhati-hati untuk tidak searah dengan angin ke beruang
itu. Kami sudah cukup dikejar-kejar.
Rencananya sederhana. Jenis rencana yang sering kami susun
bila kami tidak bisa memikirkan rencana lain yang lebih pandai atau
lebih tidak kentara. "Jadi kalian bermaksud untuk menangkap Nanook tua begitu
saja?" tanya Derek dengan nada skeptis.
"Yeah. Kenapa" Ada yang aneh dengan rencana itu" Ada
sesuatu yang sepenuhnya, mutlak, SINTING mengenai rencana itu?"
tanyaku. kata Ax menjelaskan kepada pemuda Inuit itu.
"Yeah," kata Derek. "Sudah kukira begitu."
Aku memandang Rachel. Dia dan aku mendapat bagian yang
menyenangkan dari rencana ini.
Dia melontarkan seringai Xena-nya. "Oke, Marco. Ya, bahkan
aku pun menganggap ini sinting."
Dia telah berubah. Bahunya melebar, dengan cakar bagai pakupaku dan bulu-bulu
cokelat kusut. Aku juga berubah. Kembali
menjadi gorila. Satu-satunya bentuk morf yang kami miliki yang bisa
membantu rencana khusus ini.
Bersama-sama kami mendekati beruang kutub itu. Seekor
grizzly, seekor gorila, seekor burung, makhluk angkasa luar, dan dua
manusia terbungkus kulit anjing laut.
Derek tetap di belakang. Dia tidak memberikan penjelasan apa
pun. Tidak perlu: dia masih waras. Kalau kau satu-satunya orang
waras di acara piknik orang gila, kau tidak perlu menjelaskan.
Beruang kutub, itu langsung berguling. "Dia melihat kalian,"
seru Derek dari jarak yang aman.
Jake, Cassie, Ax, dan Tobias masih menjaga jarak. Rachel dan
aku terus maju. luar biasa,> kataku. Kong.>
teriak Rachel, dan kami melesat maju terpelesetpeleset.
Beruang lawan beruang! Beruang kutub itu bahkan tidak
mengedipkan matanya. Rachel menggunakan keempat kakinya dan
mengempaskan diri ke bahu beruang kutub itu. Cokelat menerjang
putih. Buuk! "Rooooaar!" "Rooooaar!" Cakar beradu dengan cakar! Gigitan dibalas dengan gigitan.
Kedua beruang itu sekarang berdiri pada kaki belakang mereka,
bergoyang-goyang bagaikan sepasang petinju kelas superberat.
Rachel tidak menang. Dia tidak kalah, tapi dia juga tidak
menang. Dia mendorong. Beruang kutub itu balas mendorong. Rachel
jatuh telentang. Pemandangan yang mengejutkan. Aku tidak mengira ada yang
cukup kuat untuk menjatuhkan seekor grizzly. Aku melihat semburan
darah membasahi dada putih beruang kutub itu. Darah Rachel.
Aku berlari dengan keempat kakiku, berusaha untuk memutar
ke belakang monster putih besar itu, tapi kedua ekor beruang tersebut
telah bangkit berdiri kembali, pada keempat kakinya, saling memutar,
memutar, menerjang! BLAM! teriak Rachel.
Beruang kutub itu sedikit lebih jangkung, mungkin juga lebih
berat. Di sisi lain, dia hanya seekor beruang. Sementara Rachel adalah
manusia. Well, paling tidak otaknya masih otak manusia.
Beruang kutub itu berdiri tegak, siap menerjang Rachel di
bawahnya. Saat itulah Rachel berguling mendekat. Bukan gerakan
seekor beruang. Beruang kutub itu jatuh, kakinya terkait wajah Rachel dan
wajahnya menghantam es. teriak Rachel. bantuanmu, Marco, aku sudah menjatuhkan beruang ini seorang diri.>
Kupertimbangkan hal itu sejenak. Tapi aku yakin Jake tidak
akan setuju. Aku melompat maju dan menyambar lengan kanan
beruang kutub itu. Beruang kutub itu mendorongkan tubuhnya ke Rachel dan
mengayunkan lengannya untuk melemparkan diriku. Dia tidak
berhasil melemparkan diriku. Tapi dia berhasil membuatku melayang.
Kupererat cengkeramanku, tapi biar kuberitahu sesuatu:
Beruang kutub kuat. Gorila kuat sehingga mampu mencabut sebatang
pohon dari tanah. Tapi makhluk ini masih lebih kuat.
Kupegang salah satu lengannya dan Rachel menghunjamkan
diri, kepala terlebih dulu, tepat ke perutnya.
Beruang kutub itu menjerit dan membeku sedetik sementara dia
mengatur napas. Sedetik sudah cukup. Kuraih lengannya yang lain -
well, sebenarnya kaki - dan menjepitnya dengan gaya pegulat.
Rachel menyambar cakar beruang kutub itu dan bersama-sama
kami tekan Hulk Beku itu ke es.
Tobias menukik dari langit, mengeluh bahwa tidak ada udara
panas sama sekali di sini untuk mempermudah terbangnya. Seakanakan itulah
masalah utamanya. Dia membenamkan cakar-cakarnya ke teman Derek dan mulai
menyerap DNA-nya, sementara Rachel dan aku berbaring terengahengah dan
menghitung luka-luka kami. Beruang itu terdiam seperti
hewan lain bila sedang diserap DNA-nya, dan beberapa menit
kemudian kami masing-masing telah menyimpan DNA-nya.
Kami membiarkan beruang itu pergi dan berlari bagai neneknenek ke tepi air.
"Hebat," kata Derek. "Ini akan menjadi cerita yang hebat
bagiku. Takkan ada yang percaya, tapi itu cerita yang bagus."
Nanook si beruang kutub terhuyung-huyung melanjutkan
perjalanannya. Tidak ragu lagi untuk menyampaikan ceritanya sendiri.
Aku bisa mendengarnya sekarang, "Serius nih! Seekor gorila. Aku
sedang sibuk mengurusi urusanku sendiri, dan tiba-tiba gorila ini..."
Chapter 24 KAMI meninggalkan Derek. Dia berkata ada badai yang sedang
menuju kemari. Kami mengucapkan selamat berpisah dan
membiarkannya pergi untuk menceritakan kisah apa pun yang ingin
disampaikannya. Kalau dia memberitahu seorang PengendaliManusia bahwa dia
melihat manusia morf, berarti ada masalah. Tapi
terlintas dalam benak kami bahwa sebuah desa Inuit di tengah antah
berantah mungkin tidak termasuk dalam daftar penaklukan Yeerk.
Kami berubah menjadi beruang kutub, menyajikan pertunjukan
aneh yang terakhir di mata Derek. Star Trek" Hah! Dia tidak akan
melihat kejadian seperti ini melalui parabolanya.
Sekarang kami merasa cukup baik. Lebih baik dari sejak
kedatangan kami ke Dunia Popsicle ini.
Kami telah memijiki bentuk morf untuk tempat ini. Seperti
seekor harimau di hutan atau seekor buaya di rawa-rawa, kami
sekarang memiliki tempat ini.
Memilikinya! Aku sudah pernah menjadi seekor gorila. Aku pernah menjadi
badak. Aku pernah merasakan kekuatan sebelumnya. Tapi ini baru.
Aku berdiri hampir setinggi tiga meter, pada kaki belakang.
Beratku mungkin tujuh ratus lima puluh kilogram. Dan kalau angkaangka itu tidak
berarti apa pun bagimu, pikirkanlah begini. Aku
sembilan puluh sentimeter lebih tinggi dari Shaquille O'Neal. Beratku
lima kali berat tubuhnya.
Aku bisa menggiring Shaq sepanjang lapangan dan
menjejalkannya ke keranjang. Aku perkasa. Aku sangat perkasa.
Cakar-cakar depanku lebarnya tiga puluh sentimeter. Masingmasing terdiri atas
lima jari dengan cakar-cakar panjang dan hitam.
Kaki depanku yang kuat mampu membalikkan sebuah truk pickup.
Dan dinginnya" Dingin apa" Kalau lapisan lemak tebal di bawah kulitku tidak
cukup, tubuhku telah melakukan adaptasi-adaptasi lain untuk
mendapatkan kehangatan. Bulu-buluku tampak putih, tapi sebenarnya tidak. Bulu-buluku
tembus pandang. Tembus pandang dan berlubang. Setiap helainya
bagai sebuah rumah kaca kecil, mengubah cahaya matahari menjadi
kehangatan, yang diserap oleh kulitku yang hitam.
Aku bisa melihat sebaik bila menjadi manusia, mungkin sedikit
lebih baik. Jauh lebih baik daripada Rachel yang malang dalam bentuk
beruang grizzly-nya. Pendengaranku hanya rata-rata, tapi indra
penciumanku sangat luar biasa. Aku bisa mencium bau anjing-anjing
laut yang ada di sekitarku.
Tidak banyak lagi yang bisa dicium, kalau dipikir-pikir.
Pemikiran beruang yang berada di bawah kesadaran manusiaku
tidak menunjukkan gejolak emosi, tidak ada kepanikan, tidak ada
kelaparan parah. Nanook tenang. Sama sekali tidak takut. Apa yang
harus ditakuti" Dia bisa melewati berminggu-minggu tanpa makan. Berburu
lebih merupakan permainan daripada untuk bertahan hidup. Dia
sebenarnya lebih banyak menghabiskan waktu dengan berjemur
daripada mencari makanan.
Kami berjalan dengan santai menuju pangkalan Yeerk dengan
kepongahan Clint Eastwood yang memasuki bar kota.
Perjalanan itu panjang, sesekali digembirakan dengan terjun ke
air sedingin es. Kami akhirnya harus berubah kembali, tentu saja, dan
itu tidak lucu sama sekali. Tapi lalu kembali menjadi Pemilik Es.
kata Tobias.
Angin cukup buruk pada saat kami melihat pangkalan Yeerk.
Tidak ada salju baru yang jatuh, tapi gundukan-gundukan saljunya
telah terangkat dan berputar-putar. Kemampuan pandang merosot
dengan cepat. kata Ax.
Jake mengamati pemandangan selebar tujuh ratus meter di
antara kami dan pangkalan. air. Mereka tidak akan menduga serangan dari sana.>
Pangkalan itu terletak sekitar seratus meter dari batas air di satu
tempat. Seluruhnya tidak lebih dari kumpulan bangunan baja,
sekelompok gedung tidak menarik yang tampak dibangun secara acak.
Ada beberapa kendaraan - Sno-Cats, truk-truk besar, dan derek
bermesin. Tidak ada yang aneh di mata pengamat biasa. Kecuali kau
kebetulan melihat Venber besar keperakan, yang menekuk baja
dengan tangan kosong saat membangun parabola utama.

tanya Cassie. kata Tobias.

kataku.
kata Ax. Venber murni, tapi aku tidak suka menjadi orang terakhir yang
memanfaatkan dan menghancurkan mereka. >
Kataku, sekalipun kita ini sekelompok beruang yang tangguh dan sebagainya,
tapi bagaimana tepatnya cara kita menghancurkan pangkalan ini"
Mungkin sebaiknya kita pusatkan perhatian ke sana terlebih dulu.>
Chapter 25 MALAM turun. Keremangan menebar menutupi danau,
mengubah esnya menjadi kebiruan bagai hantu. Di pangkalan, lampulampu mulai
menyala. Venber tidak memerlukan lampu, tapi
Pengendali-Manusia dalam parka Michelin Man mereka
memerlukannya. Kami datang seiring dengan malam. Bergerak sediam-diam
mungkin, berurutan agar bila dipandang sekilas tampak seperti hanya
seekor beruang. Kami punya rencana. Tiga kata yang biasanya berakhir dengan
banyak teriakan, jeritan, kekacauan, dan kesintingan.
Satu hal yang kami ketahui. Atau kami harap kami ketahui:
Visser Three tidak ada di pangkalan. Bahkan bangunan hangar
besarnya tidak mampu untuk menampung pesawat Blade. Itu
melegakan. Sialnya, para Venber ada di sana. Mereka terus bekerja,
tidak memedulikan perubahan cuaca. Tidak mengacuhkan suhu yang
merosot drastis. Mereka tahu kami ada di luar sana di es. Tahu paling tidak ada
seekor beruang di luar sana. Kami mempertahankan barisan tetap
lurus. Apakah echolocating mereka akan menunjukkan lebih dari satu
sosok" Apakah mereka punya keberanian untuk membunyikan alarm"
Tidak mungkin mengetahuinya, saat kami menyusuri es, saling
menatap bokong beruang besar yang lain. Jake di depan. Tobias di
belakangnya. Lalu aku, Cassie, Ax, dan Rachel.
Semakin lama semakin dekat, dengan gerakan lambat. Tidak
ada berlari. Tidak ada penyerbuan tiba-tiba. Hanya melangkah
terhuyung-huyung dengan lambat.
Kami terbuka sama sekali. Tidak ada perlindungan. Tidak ada
apa pun antara kami dan semburan sinar Dracon yang dibidikkan
dengan baik. Para Venber melihat bahwa kami tidak bersenjata.
Tubuh Venber hanya alat pembangunan, untuk membawa,
membentuk, memuntir. Tapi kanon Dracon tak mungkin berada terlalu
jauh. Rasanya seperti dalam salah satu pertempuran Perang Saudara
zaman dulu. Berjalan, berjalan, berjalan, berdiri tegak, tidak
menghindar atau meliuk, hanya berjalan dengan mantap menuju
kematian. Tidak ada yang bisa kaulakukan untuk menghadapi peluru
yang melubangi dadamu. Tidak ada apa pun.
Semakin dekat dan semakin dekat. Kami bisa mendengar suara
langkah kaki mereka yang berat. Kami bisa mencium bau kimiawi
mereka yang aneh. Aku bisa melihat kekuatan tanpa usaha yang
mereka terapkan dalam bekerja.
Salah seorang di antara mereka memutar kepala palunya dan
tampaknya memandang lurus kepada kami. Tapi hanya itu. Hanya
memandang. Dan sekarang boleh dikatakan kami telah berada di tengahtengah mereka. Venber di
sebelah kiri. Venber di sebelah kanan. Aku
terpaksa menahan napas. Penyusupan sebaris kami sudah berakhir.
Mereka bisa melihat dengan jelas kami enam ekor beruang besar.
Tidak ada reaksi. Pekerjaan berlanjut. Kami terus berjalan
sementara otakku menjerit-jerit meneriakkan kata "serangan!"
berulang-ulang. Tiba-tiba ada pintu yang terbuka. Sebuah cahaya persegi. Tawa
keras manusia. Seorang pria atau wanita - siapa yang bisa


Animorphs - 25 Pertempuran Di Kutub Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memastikan" - mengenakan parka besar melangkah keluar ke es. Dan
membeku. Dia menatap kami. Kami terus berjalan. Tidak ada seorang pun
di sini kecuali beruang, Ma'am. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Hanya parade beruang kecil-kecilan.
"ALARM!" jeritnya. Jelas wanita. "ALARM! ALARM!"
perintah Jake.
Kami berlari. Dan kami bisa bergerak cepat kalau diperlukan.
Melewati para Venber! Pintu hangar yang besar tersebut tertutup dan terkunci, tapi
kami menerjangnya, tanpa memedulikan lampu-lampu sorot yang
menyala di mana-mana. Tanpa memedulikan Pengendali-Manusia
yang berhamburan keluar dari gedung-gedung.
"Andalite dalam bentuk morf!" teriak seseorang. Dia terdengar
terkendali. Tidak panik. Sepertinya dia pemimpin di sini. "Program
Venber-nya! Sasaran: mereka yang berkelompok enam. Lewati semua
protokol keamanan. Andalite-Andalite itu tidak boleh meloloskan
diri." Program Venber-nya" kata Ax.
Itu tidak menjelaskan apa-apa bagiku, tapi mungkin aku terlalu
sibuk memikirkan apa yang bisa dilakukan makhluk yang mampu
memuntir batangan baja bagai spageti terhadap diriku.

perintah Jake. Di sebelah kiriku muncul sosok ramping. Wanita yang lain lagi"
Anak-anak" Wanita itu melangkah keluar, membawa apa yang aku
berani bersumpah adalah remote control TV. Dia dengan tenang
menekan-nekan tombol-tombol alat itu.
teriak Rachel dari garis belakang yang telah
kacau-balau. Kami tahu siapa "mereka" yang dimaksudkan.
Para Venber membuang peralatan mereka, membuang lembaran
logam dan batangan-batangan logam, dan berlari-lari, meluncur bagai
bermain ski lintas alam. Lima jumlahnya! Tidak! Ada dua lagi di
depan, mendekat, berusaha memotong jalan kami.

Tapi kedua garis itu bertemu: dua Venber, enam ekor beruang,
dengan pintu samping hangar sebagai titik pertemuannya.
BUUMPH! Venber pertama menabrak Jake dengan telak. Jake tidak
berhasil mencapai pintu dan terempas keras ke sisi hangar. Dinding
logamnya melesak dalam. Tobias, tepat di belakangnya, menerjang Venber itu sambil
meraung. Venber itu mengayunkan salah satu lengan kembarnya yang
besar dan menghantam Tobias hingga jatuh telentang. Seakan-akan
Tobias hanyalah sebuah boneka beruang Teddy.
Venber kedua mendekati diriku. Kalau melawan, aku akan
kalah. Terus berlari! BERHENTI! Kuhunjamkan cakar-cakarku.
Hujan kristal es dan Venber itu melesat melewati diriku, terlalu kikuk
untuk bisa berputar tepat pada waktunya.
Monster itu menabrak sisi hangar dengan telak. Sekarang kami
tidak memerlukan pintu. Ada lubang besar mirip pintu seperti yang
ada dalam film-film kartun. Kau hampir-hampir bisa melihat siluet
Venber pada logamnya. Cassie menabrak diriku, membuatku jatuh ke depan. Kami
berdua bergegas bangkit berdiri dan berlari.
Venber pertama mengincar Jake, mengayun-ayunkan lengan
yang akan meremukkan tulang Jake kalau beradu.
kata Jake, melihat
kami ragu-ragu. Kami bergegas pergi. Tobias telah bangkit berdiri dan
membantu Jake, jadi kami melanjutkan langkah kami. Menerobos
lubang. Memasuki... kehangatan!
Cahaya yang terang! Ruang yang luas. Dua Bug fighter yang
diparkir! Dan di sana, di lantai di antara kami dan Bug Fighter terdekat,
tergeletak Venber itu. Atau apa yang tersisa dari dirinya.
Chapter 26 DENGAN diam-diam, mengerikan, dia menggeliat-geliat.
Separo bagian bawah tubuhnya telah berubah menjadi cairan yang
menggenang semakin lebar. Bau yang tajam menyerbu kami. Seperti
bau klorin atau semacamnya.
Bagian atas Venber itu masih terus berusaha meraih kami.
Berusaha untuk mematuhi programnya. Benda ini hanyalah sebuah
komputer biologis. Ciptaan Yeerk yang menjijikkan. Bahkan dalam
kematiannya sendiri dia tidak mampu berbuat apa-apa kecuali
mematuhi programnya. Kami menerobos genangan tubuh Venber itu. Tidak ada jalan
lain. Aku merasa cakarku gatal karena bahan kimia. Kuusap-usapkan
cakarku ke lantai yang kering.
teriakku.
Sekarang para Pengendali-Manusia, bergegas mengepung dari
belakang Bug Fighter. Senjata sinar Dracon ada di tangan mereka, tapi
mereka terlalu lamban. " Hhhhrrrooooohhhwwwr!"
Rachel dan Ax meraung dan menyerbu mereka. Para
Pengendali-Manusia itu berjatuhan bagai pin-pin boling.
Jake dan Tobias mengikuti di belakang, masih terus berlari,
berlumuran darah, bulu-bulu putih mereka tercabik-cabik. Dua Venber
besar memburu mereka. Kedua Venber itu terkena udara hangat. Mereka terus
menyerbu, bahkan saat kaki-kaki ski mereka berubah menjadi lem.
Venber yang lain, tepat di belakang mereka. Menghambur
masuk, tampak sangat mengerikan, tapi detik berikutnya berubah
menyedihkan. Aku membeku di tempat, menatap. Mengawasi bunuh diri tanpa
dipikir itu. Mereka menyerang kami, melompat melewati lubangnya,
melambat, jatuh, mencair.
Ax telah naik ke Bug Fighter terdekat. Aku tersadar kembali
dan menyadari bahwa semua temanku telah naik. Semuanya kecuali
Cassie dan aku. Kami menunggu hingga kedelapan Venber di pangkalan telah
menghancurkan diri sendiri. Aku tidak tahu alasannya. Dengan adanya
bahaya, ketakutan, masih ada yang merasa perlu menjadi saksi. Masih
ada yang merasa perlu memberitahu dunia suatu hari nanti tentang
kekejaman Yeerk ini. teriak
Rachel. Kami berbalik, dengan sisa-sisa Venber menodai langkahlangkah kaki kami, dan
berjejalan di Bug Fighter itu. Yang lain telah
mulai berubah kembali. Kalau tidak, tidak mungkin memasukkan
semua beruang ke dalam pesawat yang dirancang untuk ditumpangi
satu Hork-Bajir, satu Taxxon, dan mungkin satu atau dua manusia ini.
Ax terlihat kembali dari bentuk beruangnya, bulu-bulu biru
menggantikan bulu-bulu putih, mata tanduknya menjulang dari alis
beruangnya. Cakar-cakarnya meramping menjadi jemari Andalite saat
dia meraih kemudi pesawat.
kata Ax dengan tenang.

kataku. Bug Fighter itu perlahan-lahan membubung dari lantai hangar.
Dari balik panel tembus pandang depan, kami bisa melihat para
Pengendali-Manusia berhamburan melewati Venber yang telah hampir
mencair seluruhnya. Satu kepala dan lengan Venber masih ada... lalu
menghilang juga. Bentukku sudah lebih menyerupai manusia daripada beruang.
Aku pernah naik Bug Fighter sebelumnya, dan kurang-lebih
mengetahui lokasi senjatanya. Tidak banyak berarti, sebenarnya.
Lebih mudah dari permainan Nintendo.
"Bug Fighter yang satu lagi," kata Jake, terdengar sangat
tenang. Ax memutar pesawat kami hingga kedua kanon Dracon-nya
terarah ke pesawat yang satu lagi.
< Kekuatan rendah, please,> kata Ax.
Aku menembak. Bahkan pada kekuatan rendah getaran akibat
Bug Fighter yang luluh lantak masih mengempaskan kami ke dinding
baja di belakang. Kami berputar dan menghancurkan dinding itu. Ax membawa
pesawat itu keluar hangar ke langit malam, berputar-putar di atas
pangkalan. "Parabolanya," kata Jake.
Aku menembak. PSSSST! Parabola itu hancur luluh.
"Bangunan yang di sebelah sana itu."
PSSSST! Bangunan itu lenyap.
Secara sistematis kami menghancurkan pangkalan itu,
bangunan demi bangunan, kendaraan demi kendaraan. Setiap kali,
kami memberikan kesempatan kepada para Pengendali-Manusia untuk
melarikan diri bagai domba-domba ketakutan. Pangkalan ini yang
kami inginkan, bukan mereka.
Akhirnya, Jake berkata, "Hangarnya."
Aku membidik dan menembak. Sisa-sisa Venber berubah
menjadi asap, uap, dan atom yang berhamburan.
"Beristirahatlah dengan tenang," kata seseorang. Ternyata
Rachel. Kami membubung dan melaju ke selatan secepat mungkin bagi
pesawat kecil ini. Tapi kami tidak sempat pergi jauh.
teriak Ax. Tangannya melayang-layang di
atas panel. Dia menunggu sementara komputer
pesawat memunculkan jawabannya.
penerbangan kita. > "Kita bisa melarikan diri meninggalkannya?"
menyusul kita.> Kami melesat ke selatan. Pesawat Blade itu muncul bagai
seekor cheetah memburu seekor babi. Kami terbang lebih dulu, tapi
cheetah itu akan menikmati daging babinya, dan takkan ada apa pun
yang bisa mengubahnya. Tiga menit sebelum pesawat Blade itu memotong jalur
penerbangan kami, kami meledakkan Bug Fighter itu hingga
berkeping-keping. Bagai sebuah bola api raksasa di langit malam.
Tidak ragu lagi banyak orang yang melihatnya dan merasa penasaran.
Mereka tidak melihat enam ekor burung pemangsa yang
melayang turun ke Bumi. Chapter 27 KAMI memerlukan waktu dua hari lagi sebelum tiba di rumah.
Kami bersembunyi di kereta dan di truk-truk. Kami terbang. Kami
menikmati kehangatannya. Sekali, saat kami melayang tinggi berkat udara panas yang luar
biasa, kami membicarakan para Venber. Dua di antara mereka
mungkin masih hidup, berkeliaran di Kutub Utara yang beku. Mereka
mungkin tahu bahwa makhluk yang mereka buru adalah manusia.
Akhir yang tidak jelas. Tapi Venber takkan menuju ke selatan dan ke
peradaban dalam waktu dekat ini.
yang menakutkan, mungkin ada kebenaran dalam cerita itu, > kata
Tobias. Entah kenapa kami peduli. Venber telah berusaha membunuh
kami. Tapi itu bukan kemauan mereka. .Mereka hanyalah alat tanpa
daya dari para Yeerk. Korban tragedi masa lalu yang dihidupkan
kembali, hanya untuk menuliskan bab kekejaman yang baru.
Kami tiba di rumah dan membebastugaskan para Chee yang
sudah menggantikan kami. Aku tidak tahu apakah mereka gembira
memainkan peran mereka atau tidak. Siapa yang bisa memastikan apa
yang dipikirkan android"
Aku segera melupakan seluruh kejadian itu. Kau harus berbuat
begitu. Kau tidak bisa terlibat perang dan memikirkan segala sesuatu
yang terjadi. Kau tidak bisa terus mengingat ketakutan dan
penderitaanmu, kan" Kau bisa sinting kalau begitu.
Tapi ada hal-hal yang sulit dilupakan. Terkadang hal itu
hanyalah sesuatu yang sepele.
"Marco" Kau masih hidup?" teriak ayahku dari tangga.
"Yeah, Dad," jawabku.
"Kau sudah berada di dalam sana selama satu jam! Kau akan
keluar atau tidak?" "Well, tentu saja, pada akhirnya," kataku.
"Bisakah paling tidak kauhidupkan fan-nya" Seluruh rumah ini
berubah menjadi sauna."
"Maaf," kataku. "Aku lupa."
Itu bohong. Aku tidak lupa. Aku ingin seluruh rumah terasa
seperti sauna. Dan aku sedang mempertimbangkan untuk tetap berada
di bawah pancuran selama-lamanya.
Panas. Man, panas adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.
Bagi manusia, paling tidak.
"Marco!" ayahku berteriak lagi, kali ini dari tempat yang lebih
dekat. "Apa?" teriakku dari balik uap.
"Kamar tidurmu benar-benar kacau-balau!"
Saat tiba di rumah, aku ngeri melihat seseorang telah
membersihkan kamarku. Maksudku, benar-benar membersihkannya.
Tidak ada satu kantong keripik pun yang tersisa di sana! Erek
berlebihan saat berperan sebagai diriku. Hah!
"Kurasa seharusnya aku tidak mengharapkan tahap kerapian ini
berlangsung selamanya," gumam ayahku dari balik pintu kamar
mandi. "Yeah, well," kataku, enggan untuk mematikan kerannya.
"Kuhargai apa yang sudah kaulakukan untuk ruang bawah tanah
dan garasi. Aku belum pernah melihat keduanya begitu indah."
"Oh, tentu saja," jawabku. "Omong-omong, apakah Marian
pernah menelepon selama dua hari terakhir ini?"
"Selama dua hari terakhir?" ulang Dad. "Tidak. Aku pasti sudah
memberitahumu kalau dia menelepon."
"Oh," kataku. "Oh, well."
"Hei, kau mau ikut jajan?"
Kujulurkan kepalaku yang basah ke balik pintu. "Jajan apa?"
"Kupikir es krim."
"Es krim." "Yeah. Es krim."
"Maaf." Kututup kembali pintunya, melangkah kembali ke
bawah pancuran, dan menyalakan airnya. Panas. Amat, sangat
panas.END Manusia Harimau Marah 1 Pendekar Gila 14 Misteri Gadis Bisu Pendekar Bodoh 1
^