Grass For Pillow 4
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn Bagian 4
masuk akal." "Itu sebabnya kau yang akan membawa kedamaian."
Aku tak ingin mempercayai ramalannya. Rasanya terlalu berlebihan sekaligus terlalu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 154 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedikit dibandingkan apa yang kuinginkan dalam hidupku. Hanya saja, kata-kata perempuan
itu merasuk di jiwaku dan aku tak bisa menghilangkannya.
"Bagaimana dengan orang yang ada di tempat penyainakan, mereka tidak ikut
berperang, kan?" "Beberapa orang akan ikut berperang."
"Mereka tahu caranya?"
"Mereka bisa dilatih. Ada banyak lagi yang dapat mereka lakukan, mendirikan
bangunan, mengangkut, dan membimbingmu ke jalan-jalan rahasia."
"Seperti jalan ini?"
"Benar, para pembakar arang yang membuat jalan ini. Mereka menyembunyikan jalan
masuknya dengan tumpukan batu. Mereka punya jalan rahasia untuk melintasi seluruh
daerah pegunungan." Petani, gelandangan, pembakar arang"tak seorang pun dari mereka boleh membawa
senjata atau bergabung dalam perang antar-klan. Aku ingin tahu berapa banyak petani atau
orang seperti Jo-An yang pernah kubunuh di Matsue. Betapa sia-sianya tidak
memanfaatkan keberanian dan kecerdasan orang-orang seperti mereka itu. Jika harus
melatih dan mempersenjatai mereka, aku pasti mempunyai pasukan yang kubutuhkan. Tapi,
maukah para ksatria berperang bersama mereka" Atau mungkin mereka justru akan
menganggap aku sebagai gelandangan juga"
Aku sedang sibuk berpikir ketika aku melihat kepulan asap dan, tak lama kemudian,
aku mendengar suara-suara di kejauhan, bunyi ketukan kampak, gemericik api. Jo-An
memperhatikan saat aku memusatkan pendengaran.
"Kau mendengarnya?"
Aku mengangguk, mendengarkan, dan menghitung jumlah mereka. Dari suaranya aku
menduga ada empat orang, mungkin ada satu orang lagi yang tidak bicara, orang yang
berjalan dengan langkah berbeda. "Kau tahu aku setengah Kikuta, Tribe. Aku memiliki
banyak keahlian mereka."
Jo-An tersentak tanpa mampu menahannya. Orang Hidden menganggap kemampuan
seperti itu adalah sihir.
"Aku tahu itu," balas Jo-An.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 155 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku memerlukan semua keahlian itu jika aku harus melakukan apa yang kalian
harapkan." "Tribe adalah anak setan," gerutunya, sambil langsung menambahkan, "Tapi kau
berbeda, tuan." Ucapannya membuatku sadar akan resiko yang sedang dia ambil demi diriku, tidak
hanya dari kekuatan manusia, tapi juga dari kekuatan supranatural. Darah Tribe dalam
diriku pasti membuat dia menganggap diriku sama berbahayanya seperti goblin atau roh
sungai. Aku kembali takjub pada keyakinannya dan betapa dia menyerahkan diri padaku
secara utuh. Aroma asap semakin kuat. Sisa-sisa benda terbakar yang terbang menghinggapi pakaian
dan kulit kami. Tanah berganti rupa menjadi abu-abu. Jalan setapak ini mengarah ke lahan
terbuka antara pepohonan di mana ada beberapa oven pemanggang arang yang diletakkan di
atas rerumputan basah. Hanya satu yang masih terbakar, serpihan kemerahan bersinar dari
celah-celahnya. Tiga orang sedang membongkar oven-oven yang sudah dingin dan
mengumpulkan arangnya. Seorang lagi berlutut di dekat tungku masak di mana ketel beruap
tergantung di tiang berkaki-tiga. Jumlah mereka empat orang, tapi aku tetap merasa ada
lima orang di sana. Aku mendengar langkah berat di belakangku, dan satu tarikan napas
orang itu yang tanpa disengaja mendului sebuah serangan. Kudorong Jo-An ke samping lalu
aku melompat memutar untuk menghadapi orang yang hendak menyergap kami.
Si penyerang adalah laki-laki paling besar yang pernah aku lihat, kedua lengannya
merentang untuk menangkap kami. Satu tangannya sangat besar, satunya lagi buntung.
Melihat dia buntung, aku ragu untuk melukainya. Sambil meninggalkan bayangan di jalan
setapak, aku menyelinap ke belakangnya, dan memanggilnya agar dia membalikkan badan,
lalu aku genggam belati agar dia dapat melihat mata belati itu dengan jelas, sambil
mengancam hendak menggorok lehernya.
Jo-An berteriak, "Ini aku, bodoh! Ini Jo-An!" Laki-laki yang terdekat berteriak dan para
pembakar arang pun berdatangan.
"Jangan sakiti dia, tuan," mereka meneriakiku. "Dia tak berniat jahat. Kau hanya
membuat dia kaget, itu saja."
Raksasa itu pun menurunkan tangan, kemudian berdiri dengan satu tangan terulur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 156 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menunjukkan sikap menyerah.
"Dia bisu," Jo-An memberitahukan. "Meskipun begitu, hanya dengan satu tangan dia
sudah sekuat dua ekor kerbau, dan dia juga pekerja keras."
Para pembakar arang jelas khawatir aku akan menghukum aset terbaik mereka. Mereka
menyembah hingga menyentuh kakiku, memohon ampun. Aku minta mereka bangun untuk
menenangkan si raksasa. Mereka semua bangkit, mengucapkan kata-kata sambutan, menepuk-nepuk bahu JoAn, membungkuk sekali lagi, dan memaksaku duduk di dekat perapian. Salah seorang
menuangkan teh dari ketel; belum pernah aku minum teh seperti ini, tapi cukup
menghangatkan badaii. Jo-An mengajak mereka semua ke sudut lalu bicara berbisik yang
dapat kudengar setiap katanya.
Jo-An memberitahukan siapa diriku, yang membuat mereka mendesah dan lebih
banyak anggukan, dan bahwa aku harus mencapai Terayama secepat mungkin. Kelompok
itu berdebat mengenai rute paling aman dan apakah kami harus berangkat sekarang atau
menunggu pagi. Kemudian mereka kembali ke perapian, duduk melingkar dan memandangku dengan mata yang bersinar-sinar di wajah hitam mereka. Hampir sekujur tubuh
mereka ditutupi jelaga dan abu, hampir tidak memakai pakaian, namun mereka seperti tidak
merasa kedinginan. Mereka berbicara sebagai satu kelompok, dan kelihatannya berpikir dan
merasa sebagai satu kesatuan. Aku membayangkan mereka di sini, di hutan ini, mengikuti
aturan mereka sendiri, hidup layaknya orang liar, nyaris seperti hewan.
"Mereka belum pernah berbicara dengan bangsawan," Jo-An memberitahukan. "Ada
yang ingin tahu apakah kau pahlawan Yoshitsune* yang kembali dari tanah daratan. Aku
katakan, meskipun kau berkelana di pegunungan seperti Yoshitsune dan dikejar-kejar semua
orang, kau akan menjadi pahlawan yang lebih hebat karena dia gagal, sedangkan Tuhan
menjanjikan keberhasilan bagimu."
"Tuan akan mengijinkan kami menebang pohon di tempat yang kami mau?" tanya
seorang laki-laki tua. Mereka tidak berkata kepadaku secara langsung, mereka hanya
menyampaikan pada Jo-An. "Banyak hutan yang tak boleh kami datangi. Jika kami
menebang pohon di sana..." Dia membuat gerakan memotong lehernya sendiri.
"Satu kepala untuk satu pohon, satu tangan untuk satu dahan," ucap lainnya. Dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 157 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menggenggam dan mengangkat tangan si raksasa yang dimutilasi. Ujung lengan yang
hampir sembuh meninggalkan bekas luka berkerut dan berwarna hitam kelabu, sedangkan
bekas-bekas luka abu-abu melintang ke arah belakang atas lengan yang dibakar. "Orang
Tohan melakukan ini padanya beberapa tahun lalu. Dia sebenarnya tak mengerti, tapi
mereka tetap saja mengambil tangannya."
Si raksasa lalu mengulurkan tangan dan mengangguk beberapa kali, wajahnya bingung
dan sedih. Klan Otori juga melarang penebangan pohon tanpa terkecuali: aturan itu untuk
melindungi hutan, tapi kurasa mereka tak akan memberi hukuman sekejam orang Tohan.
Aku bertanya-tanya apa maksud dari melumpuhkan anggota tubuh; apakah hidup manusia
tidak lebih berharga dari sebatang pohon"
"Lord Otori akan memiliki hak atas seluruh wilayah ini," ujar Jo-An. "Dia akan
memerintah dari bentangan laut ke laut. Dialah yang akan membawa perdamaian."
Mereka menunduk lagi, bersumpah akan melayaniku, dan aku berjanji akan berusaha
membantu mereka, bila saatnya tiba. Kemudian mereka memberi kami makanandaging:
beberapa ekor burung kecil dan seekor kelinci kecil. Aku jarang makan daging sehingga sulit
mengingat kapan terakhir kali aku menyantapnya, selain ayam rebus di tempat pesumo.
Daging ini mereka peroleh seminggu lalu, dan disimpan untuk dimakan pada malam
terakhir di gunung. Mereka menyembunyikan daging ini dengan cara dipendam ke dalam
tanah agar tidak terlihat pasukan klan yang mungkin datang menyelidiki. Daging ini berasa
tanah dan darah. Sementara kami makan, mereka membahas rencana esok hari. Mereka memutuskan
bahwa satu orang akan menunjukkan padaku jalan ke perbatasan. Kami akan berangkat saat
fajar menyingsing, dan jalan itu dapat ditempuh hanya sehari jika salju belum turun.
Angin berganti arah ke utara, dan menahan ancaman cuaca buruk. Mereka berencana
membongkar oven terakhir esok pagi dan akan turun gunung di hari berikutnya. Jo-An
dapat membantu mereka jika dia tinggal semalam lagi, menggantikan orang yang akan
menjadi pemanduku. "Mereka tidak keberatan bekerja denganmu?" tanyaku pada Jo-An kemudian. Aku
bingung dengan para pembakar arang ini. Mereka makan daging, artinya mereka tidak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 158 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengikuti ajaran Sang Pencerah, mereka tidak mendoakan makanan dengan cara Hidden,
dan mereka menerima gelandangan untuk makan dan bekerja bersama, tidak seperti
penduduk desa lainnya. "Mereka juga gelandangan," jawab Jo-An. "Mereka membakar mayat dan juga kayu.
Tapi mereka bukan orang Hidden. Mereka menyembah roh hutan, khususnya dewa api.
Mereka percaya roh itu akan turun gunung bersama mereka esok dan tinggal bersama
mereka selama musim dingin untuk menjaga agar rumah mereka tetap hangat. Di musim
semi mereka akan menemani roh api kembali ke gunung." Suara Jo-An menunjukkan nada
kurang senang. `lAku berusaha mengajak mereka mengikuti ajaran Tuhan Rahasia,"
katanya. "Tapi mereka mengatakan tidak bisa meniriggalkan tuhan leluhur mereka karena
siapa yang akan menyalakan api di oven-oven itu?"
"Mungkin semuanya adalah tunggal," kataku, agak menggoda karena daging dan
kehangatan yang disediakan dewa api telah meningkatkan semangatku.
Dia tersenyum tipis, tapi tidak pernah membicarakan itu bebih lanjut. Dia tiba-tiba saja
nampak lelah. Sinar mentari hampir menghilang dan para pembakar arang mengajak kami
masuk ke tenda mereka. Tendanya dibangun asal-asalan dari dahan dan ditutupi kulit yang
kuduga itu merupakan hasil penukaran arang dengan para penyamak. Kami merangkak
masuk, semuanya berhimpitan melawan dingin. Kepalaku yang paling dekat dengan oven
terasa cukup hangat, namun punggungku membeku. Dan ketika membalikkan badan, aku
merasa kelopak mataku akan tertutup membeku.
.Aku tidak tidur, aku hanya berbaring sambil mendengarkan napas orang-orang di
sekitarku, dan memikirkan masa depanku. Aku pernah berpikir kalau aku telah menerrupatkan diriku di bawah hukuman mati Tribe, di siang hari aku hampir tak berharap
hidup hingga malam, tapi sang peramal telah mengembalikan hidupku. Kemampuainku
terlambat berkembang: anak-anak lain yang berlatih bersamaku di Matsue sudah
menunjukkan bakat mereka diusia delapan atau sembilan tahun. Berapa usia analkku saat
menguasai kemampuan itu" Berapa lama waktu berlalu sebelum dia mampu melawanku"
Mungkin saat dia berusia enam belas tahun; hampir mendekati seluruh waktu hidupku saat
ini. Hitung-hitungan kasar ini menimbulkan harapan pedih padaku.
Terkadang aku mempercayai ramalan dan terkadang tidak, dan itulah yang terjadi
LIAN HEARN BUKU KEDUA 159 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
seumur hidupku. Besok aku akan sampai di Terayama. Aku akan memiliki catatan Shigeru tentang Tribe,
dan aku akan menggenggam Jato lagi. Di musim semi aku akan melakukan pendekatan pada
Arai. Dengan informasi rahasia tentang Tribe, aku akan meminta bantuannya untuk
melawan kedua paman Shigeru. Sudah jelas kalau pertempuran pertamaku adalah melawan
mereka. Membalas dendam atas kematian Shigeru dan mengambil warisanku akan menjadi
alasan untuk memerangi mereka.
Jo-An tidur gelisah, bolak-balik dan mengerang. Dia mungkin kesakitan, meskipun
tidak dia tunjukkan pada saat terjaga. Menjelang subuh, dingin agak berkurang dan aku
tertidur lelap sebentar, dan terbangun oleh bunyi desis lembut, bunyi yang aku takutkan.
Aku merangkak keluar tenda. Dalam cahaya api, dapat kulihat butiran salju berjatuhan,
dapat kudengar desis halus saat butiran itu mencair di bara api. Aku membangunkan Jo-An
dan para pembakar arang. "Salju turun!" Mereka melompat bangun, menyalakan obor, dan berkemas-kemas. Mereka tak ingin
terjebak di gunung seperti juga aku. Arang dari oven terakhir telah dibungkus dengan kulit
lembab yang ada di dekat tenda. Mereka berdoa singkat di depan perapian, lalu meletakkan
bara itu dalam pot besi untuk di bawa menuruni gunung.
Salju masih halus dan berbutir, umumnya tidak mengendap, tapi langsung mencair saat
menyentuh tanah. Seiring fajar tiba, langit berwarna kelabu dan mengkhawatirkan, awan
penuh dengan salju yang tak lama lagi akan berjatuhan. Angin semakin kencang, dan bila
disertai salju lebat, maka akan terjadi badai salju.
Tak ada waktu untuk makan, bahkan untuk minum teh. Setelah arang siap, orangorang itu tak sabar untuk segera pergi. Jo-An berlutut di depanku namun kuangkat dan
kupeluk dia. Badannya sekurus dan seringkih kakek-kakek.
"Kita akan berjumpa lagi di musim semi," kataku. "Akan kukirim kabar ke jembatan
gelandangan." Dia mengangguk, namun seakan tidak sanggup membiarkan aku lepas dari
pandangannya. Seseorang memanggul buntalan kain, sedangkan yang lainnya telah berbaris
menuruni lereng gunung. Jo-An melakukan gerakan risih, campuran antara salam
LIAN HEARN BUKU KEDUA 160 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
perpisahan dan pemberkatan. Kemudian dia berbalik dan, sambil agak terhuyung-huyung
membawa beban berat, dia pun berjalan pergi.
Aku mengawasinya sesaat, dan tanpa sadar aku mengucapkan, dari dalam hati, katakata perpisahan kaum Hidden.
"Ayo, tuan," si pemandu memanggilku dengan cemas, dan aku berbalik lalu
mengikutinya mendaki tebing.
Kami mendaki cukup lama. Si Pemandu jalan hanya berhenti sejenak untuk
mematahkan ranting sebagai petunjuk jalan pulang. Salju tetap tak berubah, ringan dan
kering, namun semakin tinggi mendaki, salju semakin mengendap sampai ke tanah dan
pepohonan, semuanya, dihiasi butiran putih tipis. Pendakian yang cepat menghangatkan
tubuhku, tapi perutku bernyanyi lapar. Daging yang kumakan semalam memberi rasa
kenyang yang palsu di perutku. Sungguh tak mungkin bisa menduga waktu saat ini. Warna
kelabu kecoklat-coklatan terlihat merata menghiasi langit, dan tanah mulai mengeluarkan
cahaya aneh yang menyesatkan karena pemandangan yang bersalju.
Ketika si pemandu berhenti, kami baru setengah jalan mencapai puncak utama barisan
pegunungan. Jalan yang kami telusuri kini berkelok-kelok menurun. Lembah di bawah sana
bisa terlihat melalui kabut dari butiran salju yang berjatuhan, pohon beech dan cedar mulai
memutih. "Aku tidak bisa lebih jauh lagi mendampingimu," dia berkata. "Saranku, kau kembali
bersamaku sekarang. Badai salju akan datang. Paling cepat butuh sehari untuk sampai ke
biara, bahkan di saat cuaca cerah. Bila meneruskan perjalanan, kau akan mati dalam salju."
"Aku tidak mau kembali ke sana lagi," jawabku. "Antar aku sedikit lagi. Aku akan
membayarmu." Namun aku tak berhasil membujuknya, dan aku pun tidak benar-benar
menginginkannya. Dia nampak gelisah dan kesepian tanpa rekan-rekannya. Kuberi dia
separuh uangku yang tersisa dan sebagai balasannya dia memberiku tulang kaki kelinci,
dengan sedikit daging yang masih melekat.
Dia menggambarkan jalan yang harus kutempuh, dan berusaha memberi beberapa
penunjuk jalan. Ada sungai mengalir melalui bukit itu, katanya. Sungai yang menandai
wilayah perbatasan. Di situ tidak ada jembatan tapi di satu titik, sungai akan cukup sempit
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk dilompati. Di sungai itu ada roh air dan arusnya pun deras, jadi aku harus berhati-hati
LIAN HEARN BUKU KEDUA 161 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
agar tidak terjatuh ke dalamnya. Juga, karena sungai itu mudah diseberangi hingga sering diawasi, tapi si pemandu mengatakan kecil kemungkinan tempat itu dijaga pada cuaca seperti
ini. Setelah melewati perbatasan, aku harus terus ke timur, turun menuju satu kuil kecil. Di
sini jalan bercabang. Aku harus mengambil jalan yang ke kanan, jalan yang lebih rendah.
Aku harus tetap ke timur, jika tidak ingin mendaki barisan gunung. Karena angin bertiup
dari timur laut sehingga aku harus bertahan dari angin yang menerpa bahu kiriku. Dia
menyentuh bahuku dua kali untuk menekankan keterangannya, seraya menatap tajam
wajahku dari matanya yang sipit.
"Kau tidak mirip bangsawan," katanya, raut wajahnya menyungging senyuman. "Tapi,
bagaimanapun juga, semoga kau beruntung."
Setelah mengucapkan terima kasih, aku lalu menuruni lereng. Sewaktu berjalan, lereng
ini serasa menggerogoti tulangku, meretakkan tulang gigiku dan menghisap habis sumsumku. Kini salju sedikit lebih basah dan lebih padat, dan mencair lebih lambat di kepala
dan pakaianku. Orang itu benar, aku memang tidak mirip bangsawan. Rambutku, yang
tidak dipotong sejak Yuki memangkasnya dengan gaya seniman, menggantung kusut di
sekitar telingaku dan aku juga belum bercukur selama berhari-hari. Pakaianku basah kuyup
dan kotor. Aroma badanku juga tidak tercium seperti seorang bangsawan. Aku berusaha
mengingat kapan terakhir kali aku mandi-dan tiba-tiba teringat perkumpulan pesumo, saat
malam pertama kami meninggalkan Matsue: rumah mandi yang luas, percakapan yang
kudengar antara Akio dan Hajime.
Aku ingin tahu di mana Yuki sekarang, apakah dia telah mendengar tentang pelarianku.
Aku tidak sanggup memikirkan anakku. Bayangan bahwa anakku akan dijauhkan dan diajari
untuk membenciku terasa begitu menyakitkan. Aku teringat ejekan Akio; tampaknya Kikuta
lebih mengetahui tentang sifatku daripada diriku sendiri.
Gemuruh sungai makin kencang terdengar, agaknya itulah satu-satunya bunyi di alam
yang ditutupi salju ini. Bahkan burung gagak pun membisu. Salju telah menyelimuti
bebatuan di tepi sungai. Sungai itu berasal dari air terjun yang mencurahi karang sebelum
masuk ke saluran sempit antara dua karang datar yang menyembul di permukaan bumi.
Pepohonan pinus tua yang berpilin-pilin melekat ke sisi tebing, dan seluruh pemandangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 162 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
yang memutih oleh salju nampak seolah menunggu Sesshu datang untuk melukisnya.
Aku menunduk di bawah batu besar di mana ada pohon pinus kecil bergantung ringkih
di tanah yang tipis. Kelihatannya lebih mirip semak ketimbang pohon dan pinus ini
memberiku sedikit perlindungan. Salju menutupi jalan namun cukup jelas terlihat arah jalan
dan tempat untuk melompat ke seberang sungai. Sesaat menatap ke seberang, aku
mendengarkan dengan saksama.
Pola air di permukaan karang tidak stabil. Terkadang tenang hingga menimbulkan
keheningan yang tidak biasa, seolah bukan hanya aku yang sedang mendengarkan. Tak sulit
membayangkan ada roh yang berdiam di bawah air, yang berhenti dan mengalir lagi, yang
mengejek dan membujuk manusia, yang memikat orang untuk masuk ke sungai.
Aku seakan dapat mendengar roh-roh itu bernapas. Kemudian, setelah aku berhasil
menepis suara itu, riak dan ocehan sungai mulai terdengar lagi. Aku sadar kalau telah
membuang waktu dengan berlindung di semak yang mulai diselimuti salju sambil
mendengarkan roh, tapi lambat-laun aku yakin ada orang lain karena mendengar tarikan
napas seseorang, tidak jauh dariku.
Tidak jauh dari tempatku, ada celah sempit dengan kedalaman sepuluh kaki atau lebih.
Aku merasa ada gerakan tiba-tiba dan menyadari seekor bangau putih sedang mencari ikan
seperti lupa pada salju. Itu seakan memberi pertanda-simbol Otori di perbatasan Otorimungkin pesan dari Shigeru kalau aku akhirnya membuat pilihan yang benar.
Bangau yang berdiri di sisi sungai yang sama denganlui seperti mencari jalan menyusuri
sungai menuju ke arahku. Aku ingin tahu apakah hewan itu mendapatkan mangsa di cuaca
yang bersalju ini, pada saat katak bersembunyi di tanah. Bangau itu tampak tenang dan tidak
takut, yakiii kalau tak satu pun yang mengancamnya di tempat sunyi ini. Saat aku
mengawasinya, sambil merasakan aman yang sama, dan berpikir untuk berjalan ke sungai
dan melompat untuk menyeberang, sesuatu mengagetkan bangau itu. Bangau itu kemudian
mengulurkan leher untuk menatap ke seberang sungai lalu bersiap-siap terbang. Kepakan
sayapnya terdengar begitu kencang lalu terbang dengan hening mengikuti aliran air.
Apa yang membuat bangau itu kaget" Aku amati daerah yang sama seperti dilihat
bangau itu. Sungai hening sejenak, dan aku mendengar desah napas. Aku menajamkan
penciuman, dan di balik hembusan angin dari timur laut, aku mencium bau manusia, samar-
LIAN HEARN BUKU KEDUA 163 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
samar. Meskipun tidak melihat seorang pun, tapi aku yakin ada yang sedang tiarap dan tidak
terlihat karena ditutupi salju.
Jika aku langsung melompat ke seberang, dia pasti dapat dengan mudah melumpuhkanku. Jika dia dapat bertahan tanpa terlihat dalam waktu yang cukup lama, berarti dia orang
Tribe. Satu-satunya harapanku adalah membuat orang itu kaget dengan melompat lebih
jauh ke hulu, di mana lintasan sungai lebih luas.
Tak ada gunanya menunggu lebih lama. Aku bernapas dalam-dalam lalu berlari
menuruni lereng. Aku mempertahankan langkah sejauh kubisa, berusaha tidak menyentuh
salju. Saat aku lolos dari jalan bersalju dan menuju sungai, seseorang bangkit keluar dari salju
dari arah sampingku. Pakaian putih menutupi sekujur tubuhnya. Aku lega karena sosoknya
kasat mata, dia hanya menyaru saja"mungkin dia bukan Tribe, mungkin dia penjaga
perbatasan. Aku lalu melompati jurang gelap yang ada di bawahku.
Sungai seperti mengerang lalu terdiam, dan dalam keheningan aku mendengar sesuatu
di belakangku, seperti siulan. Saat mendarat, aku berguling ke tanah, berjuang di atas karang
es, hampir kehilangan pegangan. Sesuatu yang melayang bersiul lagi di atas kepalaku. Jika
aku berdiri, benda itu pasti berhasil mengenai tengkukku. Di depanku, di tanah bersalju,
terbentang lubang berbentuk bintang. Hanya Tribe yang menggunakan pisau lempar seperti
itu, dan mereka melemparnya beberapa buah, satu demi satu.
Aku berguling menghindar, masih tetap menunduk, dan langsung bergerak
menghilang. Aku yakin dapat tetap menghilang hingga di hutan, tapi aku lupa kalau jejakku
akan terlihat di salju. Untungnya dia juga tergelincir saat melompati sungai. Dia
kelihatannya lebih besar dan lebih berat ketimbang diriku dan mungkin bisa berlari lebih
cepat, tapi aku berhasil mendahuluinya.
Dalam lindungan pepohonan, aku mengirim sosok keduaku ke samping atas lereng,
sementara sosokku yang ash berlari menuruni jalan, namun aku sadar kalau aku talc dapat
terus berlari. Satu-satunya harapanku yaitu menyergapnya. Di depan ada jalan menikung
mengelilingi batu karang besar; cabang pohon tergantung di atasnya. Aku berlari mengitari
persimpangan, lalu mundur menapaki kembali jejak kakiku, dan melompat ke cabang. Aku
lalu mengeluarkan belati, berharap ada Jato bersamaku. Senjata lain yang kubawa untuk
membunuh Ichiro adalali garotte. Tapi Tribe sulit dibunuh dengan senjata mereka sendiri,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 164 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sama seperti mereka sulit diperdayai dengan trik mereka sendiri. Harapanku satu-satunya
hanyalah belai. Aku mengatur napas, bergerak tak kasat mata, mendengar orang itu terhuyung-huyung
saat melihat sosok keduaku, kemudian mendengar dia berlari lagi.
Merasa hanya memiliki satu kesempatan, aku terjang dia dari atas. Terjanganku
membuat dia hilang keseimbangan hingga terjatuh, dan di saat itulah terlihat celah kosong
di alat pelindung lehernya lalu kugerakkan belati ke arteri utama tenggorokannya,
mendorongnya melintang menembus saluran pernapasan seperti yang pernah Kenji ajarkan.
Dia mengeluarkan gerutuan kaget"gerutuan yang sering kudengar dari anggota Tribe yang
tidak menyangka akan menjadi korban"dan terhuyung-huyung kemudian terjatuh. Aku
melepaskan diri darinya. Dia memegang lehernya, napasnya berdesis gaduh dan darah
menyembur. Kemudian dia tidak bergerak untuk selama-lamanya, salju di sekitar wajahnya
berubah menjadi merah. Aku memeriksa pakaiannya dan kuambil beberapa belati dan pedang pendeknya yang
masih bagus. Dia membawa berbagai macam racun yang juga aku ambil karena aku tidak
punya. Aku tidak tahu siapa orang itu. Aku melepaskan sarung tangannya dan melihat
telapak tangannya, namun tidak ada garis lurus khusus Kikuta, sejauh yang bisa kulihat,
tidak ada tato di badannya.
Aku meninggalkan tubuhnya untuk burung gagak dan rubah, membayangkan kalau
mayatnya akan menjadi hidangan musim dingin pembuka bagi hewan-hewan itu. Lalu aku
pergi secepat dan sehening mungkin, takut kalau ada temannya sedang mengawasi sungai,
menungguku. Darahnya mengalir cepat melewatiku; aku merasa hangat karena berlari dan
pertarungan singkatku, dan aku sangat senang karena bukan aku yang terbaring tanpa nyawa
di salju. Aku agak cemas lantaran Tribe telah menyusulku begitu cepat dan tahu ke mana
tujuanku. Apakah mayat Akio telah ditemukan, dan pesan telah dikirimkan dengan
berkuda, dari Hagi ke Yamagata" Ataukah Akio masih hidup" Aku mengutuk diriku karena
tidak menyempatkan diriku untuk membunuhnya. Mungkin perkelahian tadi telah
membuatku ketakutan, membuatku sadar seperti apa rasanya dihantui oleh Tribe sepanjang
sisa hidupku. Aku memang menyadarinya, tapi aku murka lantaran mereka mencoba
LIAN HEARN BUKU KEDUA 165 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membunuhku di hutan, layaknya hendak membunuh anjing, tapi aku juga senang karena
usaha pertama mereka telah gagal. Tribe mungkin telah mengatur pembunuhan ayahku, tapi
Kenji mengatakan tak seorang pun bisa mendekati Ayahku jika dia tidak bersumpah untuk
tidak membunuh lagi. Aku tahu aku mewarisi semua kemampuannya, bahkan mungkin
lebih. Tak akan kubiarkan Tribe berada di dekatku. Akan kulanjutkan pekerjaan Shigeru
dan akan kuhancurkan kekuatan mereka.
Semua pikiran ini berputar-putar di benakku selagi aku berusaha menembus salju.
Mereka memberiku energi dan memperkuat keputusanku untuk bertahan. Setelah
menyelesaikan urusan dengan Tribe, akan aku alihkan kemarahanku pada kedua pemimpin
Otori, pengkhianat yang lebih besar bagiku. Ksatria berpura-pura seolah-olah kehormatan
dan kesetiaan penting bagi mereka, tapi tip-tip muslihat dan kecurangan mereka sedalam
dan sekejam Tribe. Kedua orang itu telah mengirim Shigeru menuju kematian dan kini
berusaha membuangku. Mereka tidak tahu apa yang menanti mereka di depan.
Seandainya mereka melihat aku terbenam di timbunan salju, miskin pakaian, miskin
senjata, tanpa anak buah, uang atau pun tanah kekuasaan, mereka pasti akan tidur nyenyak,
tidak perlu lagi memikirkan ancaman dariku.
Aku tidak ingin berhenti untuk istirahat, tidak ada pilihan lain kecuali terus berjalan
hingga sampai di Terayama atau aku akan mati di perjalanan. Selama berjalan aku
mendengarkan suara-suara di sekitarku. Aku tidak mendengar apa pun selain erangan angin
dan desis lembut butiran salju yang berjatuhan menyelimuti bumi. Pada sore harinya, aku
seperti mendengar bunyi-bunyian.
Bunyi itulah yang ingin sekali aku dengar di atas gunung, saat hujan turun dipenuhi
dengan salju. Bunyi itu seperti alunan seruling yang sesunyi angin di pepohonan pinus,
secepat butiran salju. Bunyi itu membuat tulangku menggigil, bukan hanya karena pengaruh
musik itu, tapi juga rasa takut yang lebih dalam. Aku membayangkan hantu gunung yang
berusaha menggoda manusia dan menawannya di bawah tanah selama ribuan tahun. Aku
ingin berdoa seperti yang ibuku ajarkan, tapi bibirku membeku, lagipula aku tidak
mempercayai kekuatan doa-doa itu.
Alunan seruling terdengar kian kencang. Aku berjalan mendekati sumber suara, seakan
musik itu menyihir dan menyeretku untuk menghampirinya. Aku mengitari persimpangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 166 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dan melihat jalan bercabang. Lalu aku teringat apa yang telah diberitahukan si pemandu
dan, memang ada kuil kecil yang terlihat samar-samar, tiga jeruk yang tergeletak di
depannya bersinar cemerlang. Di belakang kuil ada gubuk kecil yang berdinding kayu dan
beratapkan jerami. Rasa takutku langsung lenyap dan aku nyaris tertawa terbahak-bahak.
Bukan hantu yang aku dengar, melainkan biarawan atau pertapa yang mengasingkan diri ke
gunung untuk mencari pencerahan.
Kini aku mencium bau asap. Kehangatannya menyeretku tanpa bisa ditahan. Aku
membayangkan bara api akan dapat mengeringkan kakiku yang basah, mencairkan kakiku
yang beku seperti balok es. Aku hampir-hampir dapat merasakan kehangatan di wajahku.
Pintu gubuk itu dibiarkan terbuka agar cahaya dapat masuk dan asal dapat keluar. Si peniup
seruling tak mendengar, juga tidak melihatku. Dia hanyut dalam alunan musiknya yang
sedih. Aku bisa menduga siapa dia, bahkan sebelum melihatnya. Aku pernah dengar musik
yang sama setiap malam saat aku berduka di makam Shigeru. Orang itu adalah Makoto,
biarawan muda dari kuil Terayama. Dia duduk bersila dengan mata terpejam. Dia sedang
meniup seruling bambu, dan ada sebuah seruling yang lebih kecil diletakkkan di atas bantal
yang ada di dekatnya. Sebuah tungku arang yang berasap ada di dekat pintu. Di belakang
gubuk ada tempat tidur yang diangkat. Sebuah tongkat berkelahi yang terbuat dari kayu
tersandar di dinding. Aku melangkah masuk"bahkan dengan adanya tungku, ruangan ini
hanya sedikit lebih hangat daripada di luar"dan aku berkata perlahan, "Makoto?"
Dia tidak membuka mata maupun berhenti meniup seruling.
Aku memanggil lagi. Musik pun terputus-putus dan dia menarik seruling dari bibirnya.
Dia berbicara dalam satu bisikan, lesu. "Jangan menggangguku. Berhentilah menyiksa
diriku. Maafkan aku. Maafkan aku." Dia tidak menengadah.
Saat dia meniup seruling lagi, aku lalu berlutut di depannya dan menyentuh bahunya.
Dia membuka mata, memandangku dan, yang membuatku sangat kaget, dia melompat
berdiri, melempar serulingnya ke samping. Dia melangkah mundur, mengambil tongkat dan
menggenggamnya dengan sikap mengancam. Matanya penuh penderitaan, wajahnya kurus,
seakan tidak pernah makan dan minum. "Jangan ganggu aku," dia berkata, suaranya rendah
dan parau. LIAN HEARN BUKU KEDUA 167 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Aku berdiri. "Makoto," kataku pelan. "Ini aku. Otori Takeo."
Ketika aku maju selangkah ke arahnya, dia langsung mengayunkan tongkat ke bahuku.
Aku sempat menangkis, dan untungnya ruangan ini kecil sehingga dia tidak dapat memukul
sekuat tenaga, kalau tidak dia pasti berhasil menghancurkan tulang bahuku. Rasa kaget pasti
membuat tangannya bergetar sehingga tongkatnya terjatuh. Dia menatap kedua tangannya
dengan takjub, lalu menatapku yang jatuh terduduk.
"Takeo?" katanya. "Kamu nyata" Ini bukan hantumu?"
"Cukup nyata untuk jatuh terpukul," kataku, sambil bcrdiri dan melenturkan lengan.
Setelah yakin tak ada bertanya seperti itu. Nanti akan kuceritakan semuanya. Sementara ini,
ya, kau bisa mempercayaiku. Jika kau tidak mempercayai orang lain, percayalah aku."
Nada suaranya penuh emosi. Dia lalu berpaling. "Akan kuhangatkan sup," ucapnya.
"Maaf, aku tidak punya sake maupun teh."
Aku teringat bagaimana Makoto menentramkan hatiku dari kesedihan yang amat
sangat setelah kematian Shigeru. Dialah yang menentramkan hatiku saat aku tersiksa oleh
penyesalan, dan mendukungku hingga kesedihanku berganti amarah, dan sampai kedua
perasaanku mereda. "Aku tidak bisa tinggal bersama Tribe," kataku. "Aku meninggalkan mereka, dan
mereka akan terus mengejarku sampai mereka berhasil membunuhku."
Makoto mengambil panci dari sudut ruangan dan dengan hati-hati meletakkannya di
tungku. Dia menatap aku lagi.
"Mereka ingin aku mengambil catatan Shigeru tentang Tribe," ceritaku. "Mereka
mengirimku ke Hagi. Aku diharuskan membunuh guruku, Ichiro, dan menyerahkan catatan
itu kepada mereka. Tapi catatan itu tidak ada di sana."
Makoto hanya tersenyum, masih tidak bicara.
"Itulah alasannya aku harus ke Terayama. Di sanalah catatan itu di simpan. Kau tahu
itu, kan?" "Pasti kami sudah berikan kepadamu seandainya kau tidak memilih untuk pergi
bersama Tribe," jawab Makoto.
"Kewajiban pada Shigeru yang memaksa kami untuk tidak mengambil resiko. Dia
mempercayakan catatannya pada kami karena dia tahu biara kami adalah salah satu dari
LIAN HEARN
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BUKU KEDUA 168 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedikit wilayah di Tiga Negeri yang tak bisa disusupi Tribe."
Makoto menuangkan sup ke mangkuk lalu menyodorkannya kepadaku. "Hanya ada
satu mangkuk. Aku tidak menduga akan kedatangan tamu. Dan orang terakhir yang
kuharapkan adalah kau."
"Mengapa kau di sini?" tanyaku. "Apakah kau hendak menghabiskan musim dingin di
sini?" Aku tidak yakin dia akan mampu bertahan hidup di sini. Mungkin memang dia tidak
ingin hidup. Aku minum seteguk sup. Rasanya panas dan asin, dan hanya itu yang dapat
kukatakan. Nampaknya sup ini adalah satu-satunya makanan yang tersisa. Apa yang terjadi
pada pemuda bersemangat yang pernah aku kenal di Terayama" Apa yang membuat dia
mengasingkan diri seperti ini, seperti orang yang putus asa"
Aku menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhku dan bergeser mendekati api.
Seperti biasa aku memasang telinga. Angin semakin kencang. Terkadang satu hembusan
angin membuat lampu berkedip, membuat bayangan yang fantastis di dinding.
Setelah pintu ditutup, gubuk ini terasa lebih hangat. Pakaianku mulai kering. Aku
mengosongkan mangkuk dan menyerahkannya kembali pada Makoto. Dia lalu mengisi,
meneguk, dan menaruhnya di lantai.
"Sisa hidupku kini berubah menjadi lebih lama," dia berkata, memandangku, menatap
ke bawah. "Sulit bagiku mengatakan padamu, Takeo, karena banyak hal yang berkaitan
denganmu. Namun karena Sang Pencerah telah mengirimmu kemari, jadi aku berusaha
mengatakannya. Kehadiran dirimu telah mengubah segalanya. Penampakan dirimu terus
membayangiku, kau selalu hadir dalam mimpiku. Aku berjuang mengatasi obsesiku ini."
Makoto tersenyum mencela dirinya sendiri. "Sejak kecil aku berusaha meninggalkan
dunia indrawi. Satu-satunya keinginanku adalah pencerahan. Aku mendambakan kesucian.
Aku tidak mengatakan kalau aku belum pernah berhubungan"kau tahu seperti apa jadinya
bila laki-laki tinggal bersama tanpa seorang perempuan pun. Terayama tidak terkecuali.
Tapi aku tidak pernah jatuh cinta pada siapa pun. Aku belum pernah terobsesi seperti apa
yang kurasakan padamu." Sekali lagi senyum menghiasi bibirnya. "Aku tak akan
mengatakan alasannya. Selain tidak penting, aku juga tidak yakin kalau aku tahu. Setelah
kematian Lord Shigeru, kau seperti kehilangan akal karena kesedihan. Aku tergerak oleh
penderitaanmu. Aku ingin menentramkan hatimu."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 169 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau telah menentramkan diriku," kataku, pelan.
"Bagiku itu tidak menyenangkan! Aku tidak menyadari betapa kuat pengaruh dirimu
padaku. Aku senang atas apa yang aku rasakan, dan aku pun bersyukur atas pengalaman
yang belum pernah kurasakan sebelumnya, tapi aku juga membencinya. Aku membuat
semua perjuangan rohaniku nampak seperti kebohongan belaka. Aku datangi Kepala Biara
dan memberitahukan kalau aku hendak meninggalkan biara dan kembali ke dunia. Dia
menyarankan aku bepergian sejenak untuk memikirkan lagi keputusanku. Temanku yang di
Barat, Mamoru, mengundangku. Kau tahu aku bisa bermain seruling. Aku diundang untuk
bergabung dengan Mamoru dan lainnya dalam mementaskan drama Atsumori."
Dia terdiam. Angin menghempaskan hujan salju ke dinding. Lampu bekerjap begitu
hebat, nyaris padam. Aku tidak tahu apa yang akan Makoto katakan selanjutnya, namun
jantungku berdebar lebih cepat dan denyut nadiku semakin kencang. Bukan karena hasrat,
tapi rasa takut mendengarkan apa yang tidak ingin aku dengar.
Makoto berkata, "Temanku tinggal di kediaman Lord Fujiwara."
Aku menggelengkan kepala. Belum pernah aku dengar nama itu.
"Dia kerabat kaisar yang diasingkan dari ibukota. Wilayahnya berbatasan dengan
Shirakawa." Hanya mendengar nama Kaede disebut, aku seperti sedang dipukul di perut. "Kau
bertemu dengannya?" Dia mengangguk. "Aku diberitahu kalau dia sedang sekarat," kataku. Begitu kencangnya detak jantungku
sehingga terasa seperti akan melompat keluar dari tenggorokan.
"Dia memang sakit parah, tapi sudah pulih. Tabibnya Lord Fujiwara yang
menyelamatkannya." "Dia masih hidup?" Keremangan lampu nampak lebih terang hingga gubuk ini terasa
penuh cahaya. "Kaede masih hidup?"
Makoto mengamati wajahku, wajahnya menunjukkan kepedihan. "Ya, dan aku sangat
bersyukur, karena jika dia mati, akulah penyebabnya."
Aku mengerenyitkan alis, berusaha menebak maksud kata-katanya. "Apa yang terjadi?"
"Orang di kediaman Fujiwara mengenalnya sebagai Lady Otori. Mereka percaya dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 170 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
telah menikah secara rahasia di Terayama, di hari Lord Shigeru ziarah ke makam adiknya,
di hari kita bertemu. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di rumah Lord
Fujiwara, aku pun tidak diberitahu tentang pernikahannya. Aku tercengang sewaktu dia
diperkenalkan sebagai Lady Otori kepadaku. Aku mengira kau telah menikah dengannya,
dan kau ada di sana. Aku telah menghancurkan semuanya. Bukan hanya aku membuka
diriku pada kekuatan dan obsesiku padamu, tapi aku juga membongkar kebohongan Kaede
di depan ayahnya." "Mengapa dia mengaku begitu?"
"Mengapa perempuan mengaku telah menikah padahal dia belum menikah" Dia
hampir mati karena keguguran."
Aku tak bisa berbicara. Makoto berkata, "Ayahnya bertanya padaku tentang pernikahan itu. Aku tahu
pernikahan itu tidak berlangsung di Terayama. Aku berusaha tidak menjawab secara
langsung tapi dia keburu yakin. Aku tak tahu kejadian berikutnya, tapi otak ayahnya sangat
tidak stabil dan dia sering berbicara tentang bunuh diri. Dia akhirnya membelah perutnya di
depan Lady Shirakawa, dan mungkin rasa kaget yang menyebabkan dia keguguran."
Aku berkata, "Itu anakku. Dia seharusnya menjadi isteriku. Suatu saat nanti."
Pada saat aku mendengar kata-kataku, pengkhianatan diriku pada Kaede justru nampak
semakin besar. Maukah dia memaafkanku"
"Begitulah yang kuduga," kata Makoto. "Tapi kapan" Apa yang kalian pikirkan waktu
itu" Seorang perempuan dari derajat dan keluarga sepertinya?"
"Kami memikirkan kematian. Saat itu adalah malam kematian Shigeru, saat kejatuhan
Inuyama. Kami tak ingin mati...." Aku tidak mampu melanjutkan.
Setelah beberapa saat, Makoto melanjutkan, "Aku tak sanggup hidup lagi. Nafsu telah
menyeretku lebih dalam ke dunia yang penuh penderitaan dan aku tak mungkin lari darinya.
Aku merasa telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan pada makhluk hidup, meskipun
hanya seorang perempuan. Tapi di saat yang bersamaan, rasa cemburuku berharap dia mati
karena aku tahu kau mencintainya dan karena dia pun mencintaimu. Kau mengerti, aku
tidak menyembunyikan apa-apa darimu. Aku telah membeberkan sisi buruk diriku
kepadamu." LIAN HEARN BUKU KEDUA 171 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku adalah orang terakhir yang akan menyalahkanmu. Tindakanku jauh lebih kejam."
"Tapi kau milik dunia ini, Takeo, kau hidup di tengahtengahnya. Aku ingin berbeda.
Setelah kejadian itu, aku kembali ke Terayama dan meminta ijin kepala biara agar diijinkan
mengasingkan diri ke gubug ini. Aku hendak mengembangkan permainan serulingku dan
menghilangkan nafsu dalam diriku untuk melayani Sang Pencerah, meskipun aku tidak
berharap mendapatkan pencerahan dari-Nya karena aku merasa tidak layak mendapatkannya." "Kita semua hidup di dunia," ujarku. "Di mana lagi tempat untuk tinggal selain di dunia
ini?" Saat bicara, aku mendengar suara Shigeru: sebagaimana sungai itu selalu berada di luar
pintu rumah, begitu pula dunia ini. Dunia tempat kita tinggal.
Makoto menatapku, wajahnya tiba-tiba terlihat lega, matanya lebih cemerlang. "Itukah
pesan yang harus aku dengar" Itukah alasannya kau dikirim kemari?"
"Aku saja tidak memahami hidupku," jawabku. "Bagaimana aku bisa memahami
hidupmu" Namun hal itulah yang pertama kali aku pelajari dari Shigeru. Begitulah yang
terjadi di dunia ini, dunia tempat kita tinggal."
"Kalau begitu, anggap saja ini perintah darinya," ujar Makoto, dan aku melihat
semangatnya kembali mengalir. Tadi dia seperti hendak menyerahkan diri pada kematian,
tapi kini dia bersemangat lagi. "Kau berniat menjalankan keinginan Lord Shigeru?"
"Ichiro menyuruhku membalas dendam pada kedua paman Shigeru dan mengambil
warisanku, dan aku hendak melaksanakannya. Tapi aku belum tahu caranya. Selain itu, aku
harus menikahi Lady Shirakawa untuk memenuhi keinginan Shigeru."
"Lord Fujiwara hendak menikahinya," kata Makoto dengan hati-hati.
Aku ingin membuang ucapan Makoto. Aku tak percaya Kaede akan menikahi orang
lain. Kata-kata terakhirnya padaku adalah: Aku tak akan pernah mencintai orang lain kecuali
kau. Dan sebelumnya, dia berkata, Aku hanya aman bila bersamamu. Aku tahu reputasinya,
bahwa setiap laki laki yang menyentuhnya akan mati. Aku telah tidur bersamanya dan masih
hidup. Aku telah memberinya seorang anak. Namun aku telah mengabaikannya, dia hampir
mati, dia telah kehilangan anak kami"akankan dia memaafkan aku"
Makoto melanjutkan, "Sebenarnya Lord Fujiwara lebih menyukai laki-laki. Tapi
kelihatannya dia terobsesi pada Lady Shirakawa. Dia menawarkan pernikahan demi mem-
LIAN HEARN BUKU KEDUA 172 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
beri Lady Shirakawa perlindungan. Tahta Shirakawa tampaknya tidak menjadi perhatian
Lord Fujiwara. Klan Shirakawa akan lenyap dengan cara yang mengenaskan."
Saat aku tidak menanggapi, dia menggerutu, "Bangsawan ini seorang kolektor. Lady
Shirakawa akan menjadi salah satu benda miliknya. Dan koleksi Lord Fujiwara tak akan
melihat sinar matahari. Diperlihatkan hanya pada beberapa teman istimewa saja."
"Itu tak boleh terjadi!"
"Pilihan apalagi yang dia punya" Beruntung dia tidak terhina sama sekali, untuk
bertahan dari kematian laki-laki yang hendak memilikinya saja sudah cukup memalukan.
Akhir-akhir ini ada sesuatu yang tidak wajar pada dirinya. Orang-orang mengatakan dia
menghukum mati dua orang abdi ayahnya ketika mereka menolak mengabdi. Dia membaca
dan menulis seperti laki-laki. Dan tampaknya dia sedang menyusun pasukan bersenjata
untuk mengambil alih Maruyama di musim semi ini."
"Mungkin untuk melindungi diri," kataku.
"Seorang perempuan?" balas Makoto, mencemooh. "Mustahil."
Aku merasa kagum pada Kaede. Aku dan dia akan menjadi sekutu yang kuat! Jika kami
menikah, kami akan menguasai separuh wilayah Seishuu, dan Maruyama akan memberi
semua sumberdaya untuk mengalahkan para pemimpin Otori. Berarti hanya wilayah Tohan,
yang saat ini dikuasai Arai, yang akan menghalangi wilayah kami yang terbentang dari laut
ke laut seperti isi ramalan.
Sekarang ini sudah musim dingin, semua itu harus menunggu hingga musim semi. Aku
merasa letih, meskipun diriku membara karena ketidaksabaran. Aku takut Kaede akan
membuat keputusan yang tidak dapat ditarik lagi sebelum aku bertemu dengannya.
"Kau akan menemaniku ke biara?"
Makoto mengangguk. "Kita akan berangkat setelah terang."
"Kau akan menetap di sini selama musim dingin bila tidak bertemu denganku?"
"Aku tidak tahu," jawabnya. "Aku mungkin akan mati di sini. Mungkin kau yang telah
menyelamatkanku." Kami berbincang-bincang hingga larut, setidaknya dia yang berbicara, seakan kehadiran
makhluk hidup telah membuka kunci keheningan selama berminggu-minggu. Makoto
menceritakan latar belakangnya; dia lahir dari keluarga ksatria tingkat rendah yang melayani
LIAN HEARN BUKU KEDUA 173 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Klan Otori sampai perang Yaegahara. Kekalahan Otori memaksa mereka untuk bersumpah
setia kepada Tohan. Dia anak kelima dari keluarga ksatria yang miskin. Sejak kanak-kanak
dia giat belajar, dan dia juga ketertarikannya pada agama telah dipupuk. Ketika keluarganya
semakin susah, dia dikirim ke Terayama. Saat itu dia berumur sebelas tahun. Kakaknya yang
berusia tiga belas tahun juga diharapkan menjadi biarawan, namun dia lari dan tidak
terdengar lagi kabarnya. Kakak sulung Makoto terbunuh dalam perang Yaegahara, ayah
mereka meninggal tidak lama sesudah itu. Kedua kakak perempuannya menikah dengan
ksatria Tohan, dan telah bertahun-tahun Makoto tidak mendengar kabar dari mereka.
Ibunya masih hidup di pedesaan bersama dua kakak laki-lakinya yang selamat. Mereka tidak
lagi menganggap diri mereka sebagai bagian dari keluarga ksatria. Makoto mengunjungi
ibunya sekali atau dua kali setahun.
Kami berbincang-bincang dengan lancar, dan aku teringat betapa aku merindukan
teman seperti ini saat melakukan perjalanan bersama Akio. Makoto selalu bertindak dengan
penuh pertimbangan, sifat yang berlawanan dengan sifat nekadku. Kelak aku tahu kalau dia
kuat dan berani, masih seorang ksatria, biarawan dan juga pelajar.
Dia juga bercerita tentang ketakutan dan kemarahan penduduk Yamagata dan
Terayama ketika mendengar kematian Shigeru.
"Kami telah dipersenjatai dan disiapkan untuk memherontak. Iida pernah mengancam
hendak menghancurkan biara kami, dia menyadari kalau kami semakin kaya dan kuat. Dia
mengetahui kebencian penduduk pada Tohan dan dia ingin menghentikan pemberontakan
apa pun sejak dini. Kau sudah melihat bagaimana penduduk begitu menghormati Shigeru.
Rasa kehilangan dan juga kesedihan mereka atas kematian Shigeru sangat luar biasa. Belum
pernah aku menyaksikan hal seperti itu. Kekacauan yang selama ini Iida takuti terjadi
sebelum Shigeru mati, dan bahkan lebih dahsyat saat mendengar berita kematiannya.
Pemberontakan itu terjadi tanpa direncanakan. Mantan ksatria Otori, penduduk kota yang
dipersenjatai tombak, bahkan petani dengan clurit dan batu, bergerak menuju kastil. Kami
ikut menyerang waktu mendengar kabar kematian Iida dan kemenangan Arai di Inuyama.
Pasukan Tohan dipaksa mundur, dan kami mulai mengejar mereka sampai ke Kushimoto.
"Kami bertemu denganmu di jalan, kau membawa kepala Iida. Sejak itu orang-orang
mulai bercerita tentang keberanianmu menyelamatkan Lord Shigeru. Dan mereka mulai
LIAN HEARN BUKU KEDUA 174 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menduga-duga identitas orang yang mereka sebut Malaikat Yamagata."
Makoto meniup bara terakhir. Lampu sudah lama padam. "Saat kita kembali ke
Terayama, kau tidak mirip seorang pahlawan. Kau begitu kehilangan dan berduka, sama
seperti semua orang yang kutemui. Kau menarik perhatianku sejak pertama kita bertemu,
tapi aku merasa keanehanmu"berbakat tapi lemah; pendengaranmu mirip pendengaran
hewan. Aku kaget sewaktu kau ditawari untuk kembali ke Terayama dan aku bingung oleh
keyakinan Shigeru padamu. Aku sadar kau tidak seperti yang terlihat, aku melihat
keberanian yang kau miliki dan mengamati sekilas kekuatan emosimu. Aku jatuh cinta
padamu. Seperti yang kukatakan, hal ini belum pernah terjadi padaku. Tadi aku aku belum
tahu kenapa aku tertarik padamu, tapi kini aku sudah mengatakannya."
Setelah beberapa saat, dia menambahkan, "Aku tidak akan membicarakannya lagi."
"Tidak ada bahayanya," jawabku. "Justru sebaliknya. Aku perlu teman bicara lebih dari
apa pun di dunia ini."
"Selain tentang pasukan?"
"Hal itu harus menunggu hingga musim semi."
"Akan kulakukan apa pun untuk membantumu."
"Bagaimana dengan panggilan hidupmu, pencarianmu untuk pencerahan?"
"Membantumu merupakan panggilan hidupku," katanya. "Apa lagi yang menyebabkan
Sang Pencerah membawamu ke sini selain untuk mengingatkan bahwa kita hidup di
tengah-tengah dunia ini" Satu ikatan kekuatan besar terjadi di antara kita. Dan kini aku
sadar kalau aku tidak harus melawannya."
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Api di tungku hampir padam. Aku tak bisa lagi melihat wajah Makoto. Di balik selimut
tipis, aku menggigil. Aku ingin tahu apakah aku bisa tertidur, apakah aku akan bisa tidur
lagi, apakah aku akan berhenti berusaha mendengarkan napas pembunuh bayaran. Di dunia
yang begini kejam, pengabdian Makoto telah menyentuhku. Aku tak dapat memikirkan
kata-kata yang cocok untuk diucapkan. Aku meraih tangannya, aku menggenggamnya
singkat dengan penuh syukur.
"Maukah kau berjaga jaga saat aku tidur?"
"Tentu saja." "Nanti bangunkan aku, kita harus bergantian tidur sebelum kita berangkat."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 175 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Makoto mengangguk. Aku membungkus tubuh dalam selimut kedua dan berbaring.
Sinar redup datang dari perapian. Aku dapat mendengar bisikan bara api yang nyaris padam.
Di luar angin mulai reda. Atap gubuk berderit: beberapa makhluk kecil gemerisik di jerami.
Seekor burung hantu berteriak sedangkan seekor tikus diam tak bergerak. Aku melayang
dalam tidur yang tak lelap, dan bermimpi ada anak-anak yang tenggelam. Aku terjun lagi
dan lagi ke air hitam beku namun tak mampu menyelamatkan mereka.
Hawa dingin membuatku terbangun. Mentari mulai menyinari gubug. Makoto duduk
dalam posisi meditasi. Napasnya begitu lambat sehingga aku hampir tidak mendengarnya,
meskipun aku tahu dia amat waspada. Aku mengawasinya beberapa saat. Ketika dia
membuka mata, aku mengalihkan pandanganku.
"Seharusnya kau bangunkan aku."
"Aku baik-baik saja. Aku tidak butuh tidur lama." Lalu dia bertanya dengan curiga.
"Kenapa kau tidak pernah menatapku?"
"Aku bisa membuatmu tertidur. Itu merupakan salah satu kemampuan Tribe yang
kuwarisi. Seharusnya aku mampu mengendalikannya, namun aku sering membuat orang
tertidur tanpa sengaja. Jadi aku tak ingin menatap langsung mata mereka."
"Maksudmu, keahlianmu bukan hanya pendengaran" Ada yang lainnya?"
"Aku bisa menghilang"cukup lama untuk membuat lawanku kebingungan atau untuk
menyelinap melewati penjaga. Dan aku bisa berada di dua tempat pada waktu yang
bersamaan. Kami menyebutnya penggunaan sosok kedua." Saat mengatakan itu, aku
mengamati Makoto tahu melihat reaksinya.
Dia agak tersentak. "Kedengarannya lebih mirip iblis ketimbang malaikat," dia
berkomat-kamit. "Apakah semua orang Tribe dapat melakukan itu?"
"Masing-masing orang memiliki keahlian yang berbeda. Tampaknya aku mewarisi lebih
banyak dari yang seharusnya."
"Aku tidak tahu apa-apa tentang Tribe, bahkan aku tak tahu kalau mereka ada sampai
kepala biara membicarakan dirimu dan hubunganmu dengan mereka ketika kau datang
bersama Shigeru di musim panas lalu."
"Banyak orang menganggap kemampuan ini adalah sihir," ujarku.
"Benarkah?" LIAN HEARN BUKU KEDUA 176 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku tidak tahu. Semua itu datang dengan sendirinya. Aku tidak mencarinya. Tapi
latihan mampu mempertajam kemampuanku ini."
"Mungkin seperti keahlian lainnya yang dapat diguiiakan untuk kebaikan maupun
kejahatan," dia berkata perlahan.
"Tribe menggunakannya untuk tujuan pribadi," ujarku. "Itulah mengapa mereka tak
ingin membiarkan aku hidup. Jika kau bersamaku, berarti kau juga dalam bahaya. Kau sudah
siap?" Makoto mengangguk. "Ya, aku siap. Meskipun begitu, apakah ancaman ini tidak
membuatmu gelisah" Sebagian besar orang akan lemah karena rasa takut."
Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Aku sering digambarkan sebagai orang yang
tak kenal takut, tapi sebenarnya itu terlalu berlebihan karena aku memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki manusia biasa. Lagi pula ketidaktakutanku itu hanya datang kadang-kadang
dan diperlukan energi untuk dapat mempertahankannya. Aku mengetahui rasa takut sebaik
laki-laki mana pun juga. Hanya saja ku tidak ingin memikirkannya. Aku berdiri dan
mengambil pakaianku yang belum kering benar dan terasa lengket di kulit saat dikenakan.
Aku keluar hendak membuang air kecil. Udara dingin dan lembab, namun salju telah
berhenti dan yang terhampar di tanah hanyalah lelehannya. Tak ada jejak kaki di sekitar
gubug dan kuil kecuali jejak kakiku yang hampir tertutup salju. Lintasan jalan menghilang
ke lembah. Gunung dan hutan hening kecuali bunyi angin. Di kejauhan dapat kudengar
jeritan burung gagak, dan dari jarak lebih dekat, beberapa burung kecil berkicau nan
memilukan. Tak terdengar tanda-tanda keberadaan manusia, tak ada bunyi kapak atau
batang kayu, tak ada bunyi lonceng biara, tidak juga gonggongan anjing. Mata air kuil
mengeluarkan bunyi rendah, bunyi yang dalam. Aku mencuci muka dan tangan di air yang
membeku lalu meminumnya. Kami tidak sarapan pagi itu. Makoto mengemasi sedikit barang bawaannya,
menyelipkan serulingnya ke ikat pinggangnya, dan mengambil tongkat. Hanya itu
senjatanya. Kuberikan dia pedang pendek yang kuambil dari penyerangku kemarin, dan dia
tempatkan di sisi seruling yang ada di ikat pinggangnya.
Saat kami berangkat, beberapa butiran salju melayang turun dan terus berjatuhan
sepanjang pagi. Meskipun salju yang menutupi jalan tidak terlalu tebal, namun beberapa kali
LIAN HEARN BUKU KEDUA 177 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kami tergelincir di atas lapisan es atau terperosok di lubang setinggi lutut. Pakaianku pun
langsung basah lagi seperti semalam. Jalan mulai menyempit; kami berjalan berjejer dengan
langkah sedang; nyaris tanpa bicara. Makoto kelihatannya tak memiliki bahan pembicaraan
lagi, sedangkan aku sibuk memperhatikan suara dan bunyi"untuk mendengarkan napas,
tongkat patah, petikan busur, siulan pisau yang dilempar. Aku seperti hewan liar yang selalu
merasa terancam, selalu merasa diburu.
Cahaya memudar sehingga terlihat berwarna abu-abu mutiara, bertahan seperti itu
cukup lama, lalu mulai menghitam. Butiran salju jatuh lebih deras, mulai beterbangan dan
mengendap. Sekitar sore hari, kami berhenti untuk minum di sungai kecil, tapi tak lama
setelah berhenti, dingin datang menyergap, sehingga kami tidak berlama-lama lagi.
"Inilah sungai utara yang mengalir melewati biara," Makoto menjelaskan. "Bila kita
ikuti jalan ini, tidak lama lagi kita akan sampai."
Tampaknya perjalanan kali ini jauh lebih mudah dibanding saat aku meninggalkan
Hagi. Aku mulai bisa lebih lantai karena Terayama tidak jauh lagi, dan ada teman di
perjalanan. Kami akan mencapai biara, dan aku akan aman di sana selama musim dingin.
Namun ocehan sungai menenggelamkan suara-suara lain sehingga aku tidak menyadari
kehadiran beberapa orang.
Ada dua orang laki-laki menghampiri kami dari arah hutan, seperti serigala. Tapi
mereka hanya mengantisipasi satu orang-aku-dan kehadiran Makoto membuat mereka
kaget. Namun mereka menganggap dia seorang biarawan yang tidak berbahaya, sehingga
mereka mendekatinya terlebih dulu, berharap agar dia lari ketakutan. Makoto menjatuhkan
orang pertama dengan satu pukulan di kepala, pukulan yang pasti telah meretakkan kepala
orang itu. Seorang lagi membawa pedang panjang yang membuat aku kaget karena anggota
Tribe tidak biasa membawa pedang. Aku menghilang saat dia mengayunkan pedang ke
arahku, lalu aku muncul dari bawah jangkauannya dan menebas tangannya yang memegang
pedang, mencoba melumpuhkannya. Belatiku menggores sarung tangannya; kutusuk lagi
dan kubiarkan bayanganku muncul di kakinya. Tusukan kedua tepat mengenai sasaran dan
darah mulai menetes dari pergelangan tangan kirinya saat dia mengayunkan pedang. Sosok
keduaku lenyap dan aku, masih keadaan menghilang, melompat menimpanya, mencoba
untuk mengiris lehernya, sambil berharap ada Jato sehingga dapat melawannya dengan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 178 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sepatutnya. Dia tidak bisa melihatku, tapi dia menarik lenganku dan berteriak ketakutan.
Aleu merasakan diriku mulai terlihat dan dia pun langsung menyadarinya. Dia menatap
wajahku seakail melihat hantu, matanya melebar ketakutan dan gemetar. Di saat yang sama,
Makoto memukulnya dengan tongkat dari belakang. Orang itu jatuh seperti kerbau,
membawaku jatuh bersamanya.
Aku berjuang keluar dari bawah tubuhnya, lalu menarik Makoto bersembunyi di batu
karang, waspada seandainya ada penyerang lain di balik bukit. Apa yang paling kutakutkan
adalah pemanah. Tapi hutan terlalu lebat untuk dapat memanah dari jauh. Tak ada tandatanda keberadaan orang lain.
Makoto bernapas kencang, matanya bersinar. "Kini aku sadari kemampuanku!"
"Kau juga cukup mahir! Terima Kasih."
"Siapa mereka?"
Aku dekati kedua mayat itu. Orang yang pertama adalah Kikuta"dapat kukenali dari
tangannya"sedangkan orang yang kedua memakai simbol Otori di balik baju bajanya.
"Dia seorang ksatria," kataku, sambil menatap simbol burung bangau. "Itu menjelaskan
pedangnya. Orang yang satunya lagi berasal dari Tribe-Kikuta."
Aku tidak mengenal orang Tribe itu, tapi sudah pasti kami bersaudara, terikat oleh garis
telapak tangan kami. Ksatria Otori itu membuatku gelisah. Apakah dia berasal dari Hagi" Apa yang dia
lakukan bersama pembunuh dari Tribe ini" Tampaknya kabar kepergianku ke Terayama
telah menyebar. Aku memikirkan Ichiro. Aku berdoa agar dia tidak disiksa untuk mengorek
keterangan. Apakah Jo-An atau salah seorang gelandangan yang mengkhianatiku" Mungkin
kedua orang ini sudah ke biara lebih dulu dan akan ada lebih banyak lagi yang menantiku di
sana. "Kau benar-benar menghilang tadi," kata Makoto. "Aku hanya dapat melihat jejak
kakimu di salju. Luar biasa." Ketika menyeringai, wajahnya berubah. Sulit dipercaya bila dia
adalah orang yang sama dengan si pemain seruling yang putus asa di malam sebelumnya.
"Sudah lama aku tidak bertarung. Alangkah menakjubkan. Bertaruh dengan maut justru
membuat hidupku jadi begitu indah."
Salju tampak lebih putih, dan hawa dingin semakin menusuk. Aku kelaparan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 179 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
merindukan kenyamanan mandi air panas, makanan, dan sake.
Kami melanjutkan perjalanan dengan semangat baru. Kami memang membutuhkannya;
sekarang ini angin lebih kencang dan salju turun lebih deras. Aku mensyukuri kehadiran
Makoto karena di saat-saat akhir, di saat jalan semakin kabur, dia sangat mengenal jalannya
dan tidak pernah berhenti. Kini biara telah dibangun dinding kayu yang mengelilingi
bangunan utama dan penjaga menghadang kami. Makoto menyahuti dan mereka
menyambut kedatangannya dengan gembira. Mereka nampak lega karena Makoto telah
memutuskan untuk kembali.
Setelah mereka menutup gerbang dan kami telah berada di pos jaga, mereka menatapku
penuh selidik, tak yakin apakah mereka mengenaliku atau tidak. Makoto berkata, "Lord
Otori Takeo mencari perlindungan di sini selama musim dingin. Maukah kalian
memberitahukan kepala biara kalau dia ada di sini?" '
Salah seorang berlari menyeberangi halaman. Karena berlari melawan arah angin,
sehingga badannya menjadi putih oleh salju sebelum sampai di beranda. Atap besar di aula
utama telah diselimuti salju, cabang pohon cherry dan plum yang tak berdaun sarat dengan
bunga salju. Beberapa penjaga mengisyaratkan kami untuk duduk di dekat perapian. Seperti juga
Makoto, mereka adalah biarawan muda, bersenjatakan panah, tombak dan tongkat panjang.
Teh dan pakaian kami beruap, menciptakan kehangatan yang nyaman. Aku mencoba
melawannya; aku belum ingin bersantai.
"Ada yang kemari mencariku?"
"Beberapa orang asing terlihat di gunung ini tadi pagi. Mereka menyusuri biara lalu
masuk ke hutan. Kami tidak tahu kalau mereka sedang mencarimu. Kami justru mencemaskan Makoto"kami mengira mereka itu banditnamun cuaca terlalu buruk untuk
menyuruh orang keluar untuk mengejar mereka. Lord Otori datang di waktu yang tepat.
Jalan yang kalian turuni tadi tidak mungkin lagi dilewati. Biara kini tertutup hingga musim
semi." "Suatu kehormatan bagi kami atas kedatanganmu," seorang biarawan berkata malumalu, dan mereka saling bercerita singkat kalau mereka mendapat petunjuk yang jelas
tentang kedatanganku. LIAN HEARN BUKU KEDUA 180 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Setelah beberapa waktu berlalu, seorang biarawan datang dengan tergesa-gesa. "Kepala
biara senang atas kedatangan Lord Otori," ujarnya, "dan memintamu mandi dan makan
dulu. Beliau akan menemuimu setelah doa malam."
Makoto menghabiskan tehnya, membungkuk resmi padaku dan berkata bahwa dia
harus bersiap-siap untuk doa malam, seakan dia telah seharian di biara bersama biarawan
lainnya, dan bukannya berjuang menembus badai salju dan membunuh dua orang. Sikapnya
tenang resmi. Aku tahu di balik sikapnya ada hati teman sejati namun di tempat ini, dia
adalah biarawan, sementara aku harus belajar untuk menjadi pemimpin. Angin berdesir
mengelilingi atap biara, salju melayang turun tanpa belas kasih. Aku berhasil tiba dengan
selamat di Terayama. Musim dingin ini merupakan kesempatan untuk membentuk ulang
hidupku. Aku diantar ke salah satu kamar tamu oleh pemuda yang membawa pesan pada kepala
biara. Di musim semi dan musim panas, kamar-kamar ini akan dipenuhi pengunjung dan
peziarah, namun kini sepi. Meskipun jendela ditutup untuk menghindari angin, namun
dinginnya kamar masih terasa menggigit. Angin saat merintih menembus celah dinding,
dan salju melayang melalui celah dinding yang lebih besar. Biarawan yang sama
menunjukkan jalan ke rumah mandi kecil yang dibangun di atas mata air panas. Aku
melepaskan pakaianku yang basah dan kotor, rnenggosok sekujur tubuhku lalu aku
berendam di air panas. Rasanya bahkan lebih menyenangkan dari yang kubayangkan. Aku
memikirkan orang yang mencoba untuk membunuhku dalam dua hari terakhir ini dan
senang karena aku masih tetap hidup. Air beruap dan berbuih di sekelilingku. Aku
bersyukur atas air yang mengalir dari gunung, membasahi tubuhku yang sakit, dan
mencairkail tungkai kaki dan lenganku yang beku. Aku memikirkan pegunungan yang
sering memuntahkan abu dan api ataLi melontarkan batu sehingga bangunan pun menjadi
seperti ranting, dan orang-orang pun merasa tidak berdaya bagaikan serangga yang
merangkak dari kayu yang terbakar.
Gunung ini bisa saja mencengkram dan membekukan diriku hingga mati, tapi
sebaliknya, gunung justru memberiku air yang menghangatkan.
Kedua lenganku memar akibat perkelahian tadi dan menimbulkan goresan luka panjang
dan dalam di leherku. Aku pasti terkena pedangnya. Pergelangan tangan kananku yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 181 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
terkadang terasa mengganggu sejak dipelintir Akio di Inuyama, kini terasa kuat. Badanku
lebih kurus, namun bentuknya menjadi bagus setelah melakukan perjalanan jauh. Dan kini
aku pun bersih. Aku mendengar langkah kaki di ruangan luar dan seorang biarawan berteriak bahwa dia
membawa pakaian kering dan sedikit makanan. Aku bangkit dari bak air, kulitku bersinar
kemerahan karena air panas, lalu aku mengelap tubuhku hingga kering kemudian aku berlari
kembali sepanjang jalanan papan, sambil melewati salju, menuju kamar.
Kamarku kosong; pakaianku tergeletak di lantai: cawat bersih, pakaian dalam berlapis
kapas, pakaian luar yang terbuat dari sutra yang dilapisi kapas dan juga sabuk. Pakaianku
berwarna plum gelap dengan pola ungu lebih gelap, simbol Otori keperakan ada di bagian
punggung. Kuletakkan pakaian itu dengan perlahan, seraya menikmati sentuhan sutra.
Sudah lama aku tidak memakai busana bermutu sebaik ini. Aku ingin tahu mengapa berida
ini ada di biara dan siapa yang meninggalkannya di sins. Apakah Shigeru" Aku merasakan
kehadirannya menyelimutiku. Hal pertama yang akan kulakukan pagi nanti adalah berziarah
ke makamnya. Dia akan memberitahukan cara untuk balas dendam.
Aroma makanan membuatku sadar betapa laparnya aku. Hanya dalam sekejap
kuhabiskan semua makanan. Setelah makan, aku lalu berlatih dan kuakhiri dengan meditasi
agar kehangatan setelah mandi air panas tidak cepat hilang.
Selain angin dan salju, aku mendengar lantunan doa dari aula utama biara. Malam
bersalju, kamar sepi dengan kenangan dan hantunya, kata-kata sutra yang jernih, semuanya
menyatu dan menghasilkan sensasi manis"pedih nan indah. Andaikan aku dapat
mengekspresikan sensasi itu, andaikan aku lebih menaruh perhatian ketika Ichiro
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengajariku puisi. Aku tidak sabar ingin memegang kuas: Jika aku tidak bisa menunjukkan
perasaanku dalam katakata, setidaknya aku bisa mengatakannya melalui gambar.
Datanglah kemari, begitulah yang diucapkan rahib tua, bila semuanya telah selesai....
Sebagian diriku berharap dapat menghabiskan sisa hidupku di tempat yang tenang ini. Tapi
bahkan di tempat ini pun aku mendengar rencana perang; para biarawan dipersenjatai dan
biara dibentengi. Keadaan jauh dari selesai justru baru saja dimulai.
Lantunan doa berakhir dan aku mendengar langkah kaki lembut saat biarawan berbaris
keluar untuk makan, lalu mereka akan tidur hingga lonceng tengah malam membangunkan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 182 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mereka. Ada langkah kaki mendekati kamarku dari arah serambi dan biarawan yang sama
menggeser pintu terbuka. Dia membungkuk dan berkata,
"Lord Otori, kepala biara ingin bertemu denganmu sekarang."
Aku berdiri dan mengikutinya menyusuri beranda. "Siapa namamu?"
"Norio, tuan," jawabnya dan berbisik menambahkan, "Aku lahir di Hagi."
Dia tidak berkata apa-apa lagi, biara melarang orang berbicara yang tidak penting.
Kami berjalan mengitari taman yang telah dipenuhi salju, melewati aula makan di mana
biarawan berbaris rapih dalam keadaan berlutut dengan hening, masing-masing ada
semangkuk makanan di depannya. Kami lalu melewati aula utama yang tercium aroma dupa
dan lilin, di tempat inilah sosok patung emas duduk bercahaya dalam keremangan, menuju
persimpangan ketiga. Di sini terdapat serentetan ruangan kecil yang digunakan sebagai
tempat kerja atau belajar. Dari jauh dapat kudengar bunyi klik tasbih, bisikan kata-kata
sutra. Kami berhenti di luar ruangan pertama, dan Norio memanggil ke dalam dengan nada
rendah, "Lord Abbot, tamu Anda sudah di sini."
Aku merasa malu saat melihatnya, karena dialah si rahib tua itu yang dulu pernah
mengundangku saat aku datang bersama Shigeru, dalam balutan pakaian yang sama seperti
ketika aku datang dulu. Aku mengira dia sesepuh di biara ini, bukan kepala biara. Aku
begitu terbungkus oleh urusanku sendiri waktu itu sehingga aku tidak menyadari siapa dia
sebenarnya. Aku berlutut hingga dahiku menyentuh lantai. Sesantai seperti dulu, dia menghampiriku, memintaku duduk tegak dan memelukku. Kemudian dia duduk dan
mengamatiku, wajahnya yang bersinar menyungging senyuman. Aku membalas senyumnya,
merasakan kegembiraannya yang tulus.
"Lord Otori," ucapnya. "Aku senang kau kembali pada kami dengan selamat. Aku selalu
memikirkanmu selama ini. Kau telah melalui masa-masa kelam."
"Semua itu belum berakhir, dan aku hendak meminta perlindunganmu selama musim
dingin ini. Tampaknya semua orang mengejarku sehingga aku memerlukan tempat yang
aman sambil menyiapkan diri."
"Makoto telah menceritakan sedikit tentang posisimu. Kau selalu disambut di sini."
"Aku harus mengatakan tujuanku. Aku bermaksud mengambil warisanku dari Otori
dan menghukum orangorang yang bertanggungjawab atas kematian Lord Shigeru. Hal ini
LIAN HEARN BUKU KEDUA 183 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mungkin dapat membahayakan biara."
"Kami sudah siap," dia menjawab dengan tenang.
"Kau memperlakukan aku sangat baik, meskipun aku tidak layak menerimanya."
"Kupikir kau tahu bahwa kami memiliki ikatan dengan Otori, dan kami berhutang budi
padamu. Dan juga karena kami yakin pada masa depanmu."
Lebih dari yang aku yakini, pikirku tanpa mengeluarkan kata-kata tersebut. Aku merasa
wajahku merona. Sulit dipercaya, seorang kepala biara masih memuji-mujiku, setelah semua
kesalahan yang kuperbuat. Aku merasa seperti penipu yang memakai jubah Otori, dengan
rambut pendek, tanpa uang, harta, anak buah, maupun pedang.
"Semua upaya diawali dengan satu tindakan," dia berkata, seolah-seolah dapat membaca
pikiranku. "Dan tindakan pertamamu sudah benar, yaitu datang kemari."
"Guruku, Ichiro, yang mengirimku. Dia akan kemari pada musim semi nanti. Dia
menasihatiku agar mencari perlindungan Lord Arai. Aku harus memulai dari awal."
Di sekitar mata Kepala Biara agak berkerut saat tersenyum. "Tidak, Tribe tak akan
membiarkanmu hidup. Kau kini jauh lebih rentan. Kau tidak tahu siapa musuhmu. Tapi,
kau mengetahui kekuatan mereka."
"Seberapa jauh kau tahu tentang mereka?"
"Shigeru pernah mengatakannya dan sering meminta nasihatku. Pada kunjungannya
yang terakhir, kami bicara banyak tentangmu."
"Aku tidak mendengarnya."
"Dia mengatakan semua itu di dekat air terjun agar kau tidak bisa mendengarnya.
Setelah itu kami pindah ke ruangan ini."
"Tempat kalian membahas perang."
"Dia ingin memastikan kalau biara dan kota ini akan bangkit bila lida mati.
Keinginannya untuk membunuh lida pun masih bercabang, dia takut kau akan tertangkap.
Seperti yang diketahui, ternyata kematian Shigeru yang memicu pemberontakan yang tidak
mampu kami cegah, meskipun kami ingin melakukannya. Selain itu, Arai bersekutu dengan
Shigeru, bukan dengan Otori. Jika dia mampu mengambil alih wilayah ini, maka dia akan
melakukannya. Perang akan terjadi di musim panas ini."
Setelah diam sejenak, dia melanjutkan, "Otori hendak mengambil tanah Shigeru dan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 184 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengumumkan bahwa pengangkatanmu sebagai Otori tidak sah. Belum puas dengan
merencanakan kematian Shigeru, mereka juga ingin menjelek-jelekkan citranya. Itulah
alasannya aku senang kau hendalc menuntut hakmu."
"Apakah Klan Otori akan menerimaku?" aku mengulurkan tangan, telapak tanganku
terlentang. "Aku tertanda sebagai Kikuta."
"Kita akan bicarakan itu nanti. Kau akan kaget betapa banyak orang yang menanti
kepulanganmu. Kau akan melihatnya musim semi nanti. Orang-orang akan datang
mencarimu." "Ada seorang ksatria Otori mencoba membunuhku," kataku, tak yakin.
"Makoto sudah ceritakan. Saat ini Klan Otori memang terpecah-belah. Shigeru tahu itu
dan dia menerimanya. Keretakan itu bukan akibat perbuatan Shigeru"benih-benih
perpecahan mulai muncul ketika dia menuntut kekuasaan setelah kematian ayahnya."
"Kurasa kedua paman Shigeru yang bertanggung jawab atas kematiannya," ujarku,
"Namun semakin aku belajar, semakin aku kaget karena mereka membiarkannya tetap hidup
dalam waktu lama." "Takdir yang menentukan panjang-pendeknya hidup kita," jawabnya. "Pemimpin Otori
takut pada penduduk mereka sendiri. Para petani mereka tidak mudah berubah oleh sifat
dan tradisi. Mereka tak pernah benar-benar menurut, seperti halnya petani di bawah
kekuasaan Tohan. Shigeru mengenal dan menghormati para petani itu, dan hasilnya, dia
mendapatkan rasa hormat dan cinta mereka. Itulah yang melindunginya. Kini kesetiaan
mereka dialihkan kepadamu."
"Mungkin saja," kataku, "tapi ada masalah yang lebih serius: aku kini di vonis mati oleh
Tribe." Raut muka Kepala Biara tetap tenang, wajahnya terlihat berwarna gading di bawah
cahaya lampu. "Sudah kuduga kalau itulah alasan lain kau kemari."
Aku menduga dia akan melanjutkan ucapannya tapi ternyata dia diam. Dia menatapku
dengan pandangan yang penuh harapan.
"Lord Shigeru menyimpan beberapa catatan," kataku, sambil berbicara hati-hati di
ruangan kedap suara ini. "Catatan mengenai Tribe dan kegiatan mereka. Kuharap kau bisa
memberikannya kepadaku."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 185 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Semua itu disimpan di sini untukmu," dia menjawab. "Akan kusuruh orang
mengambilnya. Dan ada satu lagi yang kusimpan untukmu."
"Jato," ujarku.
Dia mengangguk. "Kau akan memerlukannya kelak."
Dia memanggil Norio dan menyuruhnya ke ruangan penyimpanan dan mengambil
sebuah peti dan pedang. "Shigeru tidak ingin mempengaruhi keputusan apa pun yang kau ambil," dia berkata,
sementara aku mendengar langkah kaki Norio mengitari beranda biara. "Dia menyadari
kalau dua sisi sifatmu akan menyebabkan terbelahnya kesetiaanmu. Dia cukup siap jika kau
memilih sisi Kikuta. Bila demikian, tak seorang pun akan mendapatkan catatannya kecuali
aku. Tapi karena kau memilih sisi Otori, maka catatan itu menjadi milikmu."
"Aku telah menjual beberapa bulan dalam hidupku kepada Tribe," kataku, dengan sisasisa rasa jijik pada diriku sendiri. "Tak ada kemuliaan dalam pilihanku ini kecuali setelah aku
melakukan apa yang menjadi keinginan Lord Shigeru. Bahkan sebenarnya ini bukan pilihan
karena hidupku bersama Tribe telah berakhir. Mengenai sisi Otori, aku ini hanyalah anak
angkat dan kelak akan dipertanyakan oleh semua orang."
Sekali lagi, senyum menyinari wajahnya, matanya bercahaya oleh kearifan. "Keinginan
Shigeru juga merupakan alasan yang baik."
Aku merasa dia tahu sesuatu yang akan dibagi padaku kelak, tapi seiring pikiran yang
terlintas itu, aku mendengar langkah kaki mendekat. Aku tak bisa menahan rasa tegang
karena itu adalah langkah Norio, agak berat kali ini"dia membawa peti dan pedang. Dia
menggeser pintu agar terbuka lalu melangkah masuk sambil berlutut. Dia meletakkan peti
dan pedang itu di lantai. Aku tidak memalingkan kepala tapi aku mendengar bunyi lembut
dari dua benda itu. Denyut jantungku kian cepat, senang bercampur takut, karena aku akan
menggenggam Jato lagi. Norio menutup pintu di belakangnya, dan sambil berlutut lagi dia meletakkan bendabenda berharga ini di depan Kepala Biara. Kedua benda ini dibungkus kain tua sehingga
kekuatan isinya tersamarkan. Kepala Biara lalii mengeluarkan Jato dari kain pembungkusnya
kemudian dia sodorkan kepadaku dengan dua tangan. Kuambil dengan cara yang sama,
mengangkatnya ke atas kepala, dan membungkuk pada Kepala Biara, merasakan dinginnya
LIAN HEARN BUKU KEDUA 186 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sarung pedang yang sudah akrab di hatiku. Tak sabar aku menarik Jato dari sarungnya dan
membangunkan suara bajanya, namun aku tak akan melakukan itu di hadapan Kepala Biara.
Aku letakkan Jaw dengan hormat di sampingku sementara Kepala Biara membuka peti.
Aroma pahit keluar dari peti itu. Aku langsung mengenalinya. Sesungguhnya peti itu
yang kubawa dalam pengawasan Kenji saat berjalan ke biara, yang semula kupikir hadiah
untuk kepala biara. Tidak tahukah Kenji apa isi peti ini"
Kepala Biara membuka penutupnya"tidak terkunci dan aroma pahit semakin kuat. Dia
mengambil salah satu gulungan kertas dan menyerahkannya padaku.
"Kau harus baca ini lebih dulu. Begitulah amanat Shigeru." Saat aku mengambilnya, dia
berkata dengan penuh perasaan, "Tidak kusangka saat ini akan tiba juga."
Kutatap matanya. Kedua cekungan di wajah tuanya tampak secemerlang dan sehidup
mata anak remaja. Dia membalas tatapanku dan aku tahu dia tidak akan kalah oleh daya
kantuk Kikuta. Di kejauhan terdengar lonceng kecil berdentang tiga kali. Di benakku, aku
seperti dapat melihat para biarawan berdoa dalam meditasi. Aku merasakan kekuatan
spiritual dari tempat suci ini, kekuatan yang terpusat dan tercermin dalam pesona rahib tua
di depanku ini. Sekali lagi aku merasakan gelombang rasa syukur, padanya, pada
keyakinannya, pada Surga dan berbagai tuhan berbeda yang, meskipun bukan kepercayaanku, tapi tampaknya telah mengambil hidupku menjadi canggung jawab dan asuhan
mereka. "Bacalah," dia mendesak. "Sisanya bisa kau pelajari nanti, tapi baca ini sekarang."
Aku membuka gulungan kertas, mengerutkan dahi ke naskah ini. Aku mengenali
tulisan Shigeru, aku mengenal nama-nama dalam tulisannya. Namaku ada di dalamnya, tapi
sepertinya tidak masuk akal. Mataku naik turun membaca barisan kalimat; aku membuka
gulungan sedikit lagi dan menemulcan namaku di antara lautan nama. Naskah ini adalah
daftar silsilah seperti yang pernah Gosaburo ajarkan padaku di Matsue. Setelah menangkap
maksudnya, aku pelajari lagi lebih dalam. Aku kembali ke tulisan pendahuluan dan
membacanya sekali lagi dengan hati-hati. Kemudian aku membacanya untuk yang ketiga
kalinya. Aku menatap Kepala Biara.
"Benar ini?" Dia tertawa lembut. "Sepertinya benar. Kau tidak melihat wajahmu sendiri sehingga
LIAN HEARN BUKU KEDUA 187 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kau tidak melihat bukti di sana. Tanganmu memang Kikuta, tapi wajahmu Otori. Ibu dari
ayahmu bekerja sebagai mata-mata Tribe. Tohan mempekerjakannya dan mengirimnya ke
Hagi saat ayah Shigeru, Shigemori, beranjak dewasa. Kemudian terjalinlah hubungan yang
tidak disetujui Tribe. Ayahmulah hasilnya. Nenekmu pastilah sangat cerdik: dia tak memberitahu siapa pun; dia lalu menikahi sepupunya dan anak itu dibesarkan sebagai Kikuta.
"Shigeru dan ayahku kakak-beradik" Shigeru adalah pamanku?"
"Sulit bagi orang lain untuk menyangkalnya, terutama melihat wajahmu. Waktu
Shigeru pertama kali melihatmu, ia terkesima oleh kemiripanmu dengan adiknya, Takeshi.
Tentu saja, dua orang kakak beradik akan sangat mirip. Sekarang, bila rambutmu dibiarkan
lebih panjang, kau akan menjadi tiruan Shigeru saat dia muda."
"Bagaimana dia menemukan ini semua?"
"Beberapa keterangan dia peroleh dari dokumen keluarga. Ayahnya menduga kalau
perempuan itu sedang hamil, dan sebelum meninggal dia menceritakan rahasia ini pada
Shigeru. Sisanya, Shigeru yang mencari sendiri. Dia menelusuri jejak ayahmu sampai ke
desa Mino dan mengetahui kalau saudaranya mempunyai seorang anak. Ayahmu pasti juga
menderita konflik batin yang sama sepertimu. Meskipun dibesarkan sebagai Kikuta dan
memiliki berbagai keahlian, bahkan berada di tingkat tertinggi golongan Tribe, dia masih
berusaha lari dari mereka. Ini artinya ayahmu berdarah campuran dan dia tidak memiliki
fanatisme Tribe sejati. Shigeru telah mengumpulkan berbagai catatan tentang Tribe sejak
dia berteman dengan Muto Kenji. Mereka bertemu di Yaegahara; Kenji terjebak dalam
pertempuran itu dan menyaksikan kematian Shigemori." Kepala Biara menatap Jato sekilas.
"Dialah yang memperoleh kembali Jato dan memberikan pada Shigeru. Mereka mungkin
telah menceritakan hal ini padamu."
"Kenji pernah menyinggung hal itu," kataku.
"Kenji menolong Shigeru meloloskan diri dari pasukan Iida. Waktu itu mereka masih
muda; mereka pun akhirnya bersahabat. Selain bersahabat, boleh dibilang mereka bertukar
informasi tentang banyak hal tanpa disengaja. Aku tidak yakin kalau Kenji mengetahui
betapa misterius dan lihainya Shigeru itu."
Aku terdiam. Pengungkapan ini membuatku heran, meskipun masuk akal. Darah Otori
dalam diriku yang memiliki keinginan kuat untuk membalas dendam sewaktu keluargaku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 188 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dibantai di Mino, darah ini pula yang telah membentuk ikatanku dengan Shigeru. Sekali
lagi aku berduka pada Shigeru, berharap aku tahu hal ini lebih awal, tapi aku pun gembira
karena dia dan aku berbagi keturunan yang sama, karena aku bagian dari Otori.
"Berita ini memastikan kalau aku telah mengambil keputusan yang tepat," kataku
akhirnya, dalam suara tercekat oleh emosi. "Tapi jika aku bangsawan Otori, seorang ksatria,
maka aku harus belajar lebih banyak lagi." Aku menunjuk ke gulungan kertas di dalam peti.
"Bahkan kemampuan membacaku pun masih buruk!"
"Kau bisa belajar selama musim dingin ini," jawab Kepala Biara. "Makoto akan
membantumu menulis dan membaca. Di musim panas kau akan pergi ke Arai untuk
berlatih perang. Sementara ini, kau harus mempelajari teorinya, dan terus berlatih pedang."
Dia berhenti sesaat dan tersenyum lagi. Kurasa ada kejutan lain yang dia simpan
untukku. "Aku yang akan mengajarimu," ujarnya. "Sebelum melayani Sang Pencerah, aku
dianggap ahli dalam masalah ini. Nama duniaku adalah Matsuda Shingen."
Aku pernah mendengar nama itu. Matsuda adalah salah seorang ksatria paling
termahsyur pada generasi sebelumnya, seorang pahlawan bagi pemuda Hagi. Kepala Biara
tertawa ringan saat melihat rasa takjub di wajahku.
"Kurasa kita akan menikmati musim dingin ini. Banyaknya latihan akan membuat kita
tetap hangat. Ambil barang-barang ini, Lord Otori. Kita akan mulai latihan besok pagi. Bila
kau tidak sedang belajar, kau akan bergabung dengan para biarawan untuk meditasi. Makoto
akan membangunkanmu pada saat Waktu Macan*."
Aku membungkuk dengan penuh rasa syukur. Dia melambaikan tangan menyuruhku
pergi. "Kami hanya membayar hutang budi padamu."
"Tidak," kataku. "Aku yang berhutang budi padamu. Akan kulakukan apa pun yang kau
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
minta. Aku adalah pelayanmu."
Aku berada di pintu ketika dia memanggil, "Mungkin memang ada satu hal lagi."
Sambil berbalik, aku berlutut. "Apa saja!"
"Panjangkan rambutmu!" dia berkata sambil tertawa.
Masih kudengar tawanya saat aku mengikuti Norio kembali ke kamar. Norio
LIAN HEARN BUKU KEDUA 189 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membawakan peti, sedangkan aku memegang Jato. Angin agak berkurang, salju mulai lebih
cair dan deras. Salju pun terdengar halus, menyelimuti gunung, mengucilkan biara dari
dunia. Di dalam kamar, kasur tidur telah dibentangkan. Aku berterima kasih kepada Norio
dan mengucapkan selamat malam. Dua lampu menerangi kamarku. Aku tarik Jato dari
sarungnya dan memandangi mata pisaunya yang tajam, seraya memikirkan api yang telah
menempanya hingga menjadi gabungan ketajaman yang lembut, kuat dan mematikan.
Lipatan-lipatan di bajanya menunjukkan pola mirip-ombak yang indah. Benda ini adalah
hadiah Shigeru, seperti juga nama dan hidupku. Kugenggam pedang ini dengan dua tangan
dan melakukan gerakan yang Shigeru ajarkan padaku di Hagi.
Jato pun bernyanyi tentang darah dan perang.*
LIAN HEARN BUKU KEDUA 190 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
KAEDE telah pulang dari tempat nun jauh, lepas dari pemandangan serba merah yang
dikelilingi api dan darah. Dia telah menyaksikan bayang-bayang menakutkan selama
demam; kini, ia membuka mata dalam keremangan rumah orangtuanya yang terasa akrab.
Seringkali, ketika menjadi tawanan di kastil Noguchi, ia bermimpi sedang berada di
rumahnya sendiri, namun tak lama kemudian ia radar kalau dia masuh di kastil. Saat ini ia
masih terbaring, matanya tertutup, namun ia merasa ada sesuatu yang menusuk-nusuk di
bagian bawah perutnya, dan berpikir mengapa dia bermimpi mencium aroma daun moxa.
"Dia sudah siuman!" Suara laki-laki, suara orang asing, mengagetkannya. Kaede merasa
ada sentuhan di keningnya dan ia tahu itu adalah tangan Shizuka, tangan yang dingin dan
kokoh itulah yang terlintas di benaknya selain rasa takut. Tampaknya hanya itu yang bisa ia
ingat. Sesuatu telah terjadi pada dirinya, namun ia mengelak untuk memikirkannya. Ia
teringat saat ia jatuh. Ia pasti terjatuh dari Raku, kuda abu-abu pemberian Takeo. Ya, ia
pasti telah terjatuh dan kehilangan anaknya.
Mata Kaede bersimbah air mata. Ia sadar sedang tidak berpikir jernih, tapi ia juga tahu
anaknya telah tiada. Ia merasakan tangan Shizuka tidak di keningnya lagi, tapi kemudian
pelayannya itu kembali dan menempelkan kain hangat untuk mengelap wajah Kaede.
"Lady!" ujar Shizuka, "Lady Kaede."
Kaede mencoba menggerakkan tangan, tapi tangannya tidak bisa digerakkan. Di
tangannya terasa ada sesuatu yang ditusuk-tusuk.
"Jangan bergerak dulu," kata Shizuka. "Tabib dari Lord Fujiwara, Ishida, sedang
merawatmu. Kau akan sembuh. Jangan menangis, Lady."
"Kondisi ini normal," Kaede mendengar tabib itu berkata. "Mereka yang nyaris
LIAN HEARN BUKU KEDUA 191 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mendekati kematian selalu menangis ketika pulih, entah karena bahagia atau sedih. Aku tak
pernah tahu." Kaede pun tak tahu. Ketika berhenti menitikkan air mata, ia pun tertidur.
Selama beberapa hari ia tidur, bangun, makan sedikit, dan tidur lagi. Lalu tidurnya
berkurang, namun ia tetap berbaring dengan mata tertutup sambil mendengarkan berbagai
kegiatan di rumah. Ia mendengar suara Hana yang telah mendapatkan kembali kepercayaan
diri, suara lembut milik Ai, nyanyian dan omelan Shizuka pada Hana yang terus mengikuti
sambil berusaha menyenangkan. Inilah kediaman para perempuan-tanpa laki-laki-perem
puan yang menyadari bahwa mereka di ambang jurang kehancuran namun masih mampu
bertahan. Musim gugur lambat-laun berubah menjadi musim dingin.
Satu-satunya laki-laki di rumah ini adalah si tabib yang menempati paviliun tamu dan
setiap hari datang melihat kondisi Kaede. Laki-laki itu bertubuh kecil dan cekatan, dengan
jari yang panjang dan suara pelan. Kaede mulai mempercayainya, merasa kalau tabib itu
tidak menghakiminya. Tabib itu tidak menilai baik atau buruk tentang dirinya,
sesungguhnya dia memang tidak memikirkan halhal seperti itu. Tabib itu hanya
menginginkan kesembuhan dirinya.
Ichida menggunakan teknik-teknik yang dia pelajari dari tanah daratan, dengan
menggunakan jarum perak dan emas, serta salep daun mugwort yang dioleskan di kulit, dan
teh rebus dari kulit pohon willow. Dia adalah orang pertama dari tanah daratan yang pernah
Kaede temui. Terkadang Kaede berbaring dan mendengar dia sedang bercerita pada Hana
tentang hewan yang pernah dia lihat, paus raksasa di laut, dan beruang serta harimau di
darat. Ketika Kaede mampu bangun dan berjalan keluar, Ishida menyarankan agar dilakukan
upacara bagi anak yang telah meninggal. Kaede pun dibawa ke biara dengan tandu, dan ia
berlutut di depan kuil untuk menyembah Jizo, dewa penjaga bayi air yang mati sebelum
dilahirkan. Ia berduka atas hidup anaknya yang begitu singkat.
Aku tidak akan melupakanmu, Kaede berjanji dalam hati, dan berdoa akan melewati
cara yang lebih aman lain kali. Ia merasakan arwah anaknya aman sampai ia bisa
melanjutkan hidup ini. Kaede pun melakukan doa yang sama bagi anak Shigeru, menyadari
bahwa dialah satu-satunya orang selain Shizuka yang mengetahui masa singkat keberadaan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 192 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
anak itu. Air mata Kaede berlinang lagi, tapi ketika kembali ke rumah, ia merasakan beban
yang berat sudah terangkat.
"Kau harus melanjutkan hidupmu," kata tabib Ishida. "Kau masih muda, kelak kau akan
menikah dan punya anak lagi."
"Aku ditakdirkan untuk tidak menikah," jawab Kaede.
Ishida tersenyum, menganggap Kaede sedang bergurau. Tentu saja, pikir Kaede,
ucapannya hanya gurauan. Perempuan yang berada di posisinya, di klasnya selalu menikah,
atau dinikahkan dengan siapa pun yang dianggap dapat menjadi sekutu yang
menguntungkan. Tapi pernikahan seperti itu direncanakan oleh orangtua atau pemimpin
klan atau penguasa lain, dan dirinya tanpa disangka-angka terbebas dari mereka semua.
Ayahnya telah tiada. Klan Seishuu, klan yang membawahi keluarga Maruyama dan
Shirakawa, terlalu sibuk mengurus kericuhan yang terjadi setelah jatuhnya Tohan serta
kemunculan Arai yang tak diduga. Siapa yang akan memberitahukan apa yang harus ia
lakukan" Apakah Arai" Haruskah ia bersekutu dan mengakui Arai sebagai atasannya" Lalu
apa untung-ruginya" "Kau tampak sangat serius," kata tabib itu. "Boleh aku tahu apa yang menyita
pikiranmu. Kau seharusnya rileks."
"Aku harus memutuskan apa yang akan kulakukan," ujar Kaede.
"Sebaiknya kau jangan melakukan apa pun hingga kau lebih kuat. Musim dingin sudah
dekat. Kau harus beristirahat, makan yang cukup, dan berhati-hati agar tidak kedinginan."
Aku harus mengkonsolidasi wilayahku, menghubungi Sugita Hiroki di Maruyama dan
menyatakan maksudku untuk mengambil tahta warisanku, dan mencari uang dan makanan
bagi anak buahku, pikir Kaede, namun ia tidak mengatakannya pada Ishida.
Ketika Kaede semakin kuat, ia mulai memperbaiki rumah sebelum salju tiba. Semuanya
dibersihkan, alas lantai baru dihamparkan, jendela diperbaiki, genteng dan sirap diganti.
Taman dirawat kembali. Ia hanya memiliki sedikit uang untuk membayar semua itu, tapi ia
mendapatkan orang yang mau bekerja dengan janji pembayaran di musim semi, dan setiap
harinya ia belajar lebih banyak tentang bagaimana satu tatapan atau nada bicara bisa
membuatnya meraih pengabdian mereka.
Kaede masuk ke ruangan ayahnya untuk memanfaatkan buku-buku yang ada dengan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 193 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bebas. Ia membaca dan melatih setiap waktu, sampai Shizuka, yang cemas akan
kesehatannya, membawa Hana untuk datang mengganggu. Kemudian Kaede pun bermain
dengan adiknya, mengajarinya membaca dan menulis. Di bawah asuhan Shizuka yang tegas,
keliaran Hana mulai berkurang. Dia pun haus belajar seperti halnya Kaede.
"Kita harusnya terlahir sebagai laki-laki," Kaede menghela napas panjang.
"Sehingga ayah bangga," ujar Hana. Lidahnya ditekan di gigi atas saat dia berkosentrasi
pada huruf-huruf. Kaede tidak menjawab. Ia tak pernah membicarakan ayahnya dan berusaha talc
memikirkan itu. Kaede bahkan tidak bisa lagi membedakan secara jelas antara apa yang
sebenarnya terjadi saat ayahnya mati dan bayangan akibat demam dalam sakitnya. Ia tidak
bertanya pada Shizuka maupun Kondo, ia takut pada jawabannya. Ia hendak ke biara,
melakukan upacara berduka, dan memesan nisan batu yang bagus untuk makam ayahnya,
namun ia masih takut pada hantu ayahnya yang melayang-layang dalam demamnya.
Meskipun berpegang pada pikiran, Aku tidak melakukan sesuatu kesalahan, Kaede tidak
dapat mengingat ayahnya tanpa denyutan rasa malu yang ditutupinya dengan marah.
Ayahku lebih membantuku saat dia mati daripada hidup, Kaede memutuskan, dan
biarlah orang tahu kalau ia sedang berusaha memulihkan nama Shirakawa atas permintaan
ayahnya. Ketika Shoji datang setelah masa berduka dan mulai memeriksa dokumen serta
catatan keuangan, Kaede merasa ada ketidaksenangan dalam sikap Shoji. Kondisi keuangan
yang parah dimanfaatkan Kaede untuk marah-marah agar laki-laki itu takut. Sulit dipercaya
semua urusan dibiarkan rusak begitu parah. Tampaknya mustahil untuk menjamin
kecukupan makanan bagi adik, pelayanan serta pengawal, apalagi untuk orang lain. Itulah
kekhawatiran utama Kaede.
Bersama Kondo, Kaede memeriksa baju besi dan persenjataan, dan memberi instruksi
untuk perbaikan yang diperlukan atau pemesanan barang pengganti. Ia mulai mengandalkan
pengalaman dan penilaian Kondo. Laki-laki itu mengusulkan agar ia menentukan ulang
batas wilayah untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan juga untuk meningkatkan
kemampuan bertarung pengawal. Kaede menyetujuinya, instingnya memberi tahu kalau ia
harus menjaga agar anak buahnya tetap bekerja dan bersemangat. Untuk pertama kalinya ia
bersyukur atas tahun-tahunnya di kastil Noguchi, karena ia menyadari betapa banyak yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 194 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dipelajarinya tentang para pengawal dan persenjataan. Sejak itu, Kondo sering kali berkuda
keluar ditemani lima atau enam orang, sekaligus memanfaatkan perjalanan mereka untuk
membawa pulang informasi.
Kaede menyuruh Kondo dan Shizuka membiarkan beberapa informasi terdengar di
antara para laki-laki: seperti persekutuan dengan Arai, rencana untuk mengambil alih
Maruyama di musim semi mendatang, serta kemungkinan adanya perbaikan dan
kesejahteraan. Kaede belum bertemu Lord Fujiwara sejak ia sembuh, meskipun orang itu
mengiriminya hadiah burung puyuh, buah persimmon yang dikeringkan, sake, dan pakaian
berlapis kapas yang hangat. Ishida telah kembali ke rumah bangsawan itu dan Kaede yakin
tabib itu akan memberitahukan kesehatan dirinya yang membaik karena tabib itu pasti tidalc
berani menyimpan rahasia dari sang bangsawan. Kacde tidak mau menemui Fujiwara. Ia
merasa malu karena telah menipu orang itu, tapi ia lega karena tak harus bertatap muka lagi
dengannya. Minat Fujiwara membuat ia takut dan jijik, seperti ketidaksukaannya pada kulit
putih dan mata elang laki-laki itu.
"Dia itu sekutu yang berguna," kata Shizuka. Mereka sedang di taman, mengawasi
digantinya lentera batu yang rusak. Kala itu, hari dingin namun cerah.
Kaede sedang mengamati sepasang burung ibis di sawah. Bulu musim dingin mereka
yang berwarna merah muda kontras menyinari bumi putih.
"Selama ini dia memang baik padaku," ujar Kaede. "Aku berhutang nyawa padanya,
melalui tabib Ishida. Tapi bukan masalah bagiku bila tidak lagi melihatnya."
Burung ibis saling mengejar melalui kubangan yang ada di sudut sawah, paruh berlekuk
mereka mengadukaduk air lumpur.
"Lagipula," Kaede menambahkan, "Aku telah cacat di matanya. Dia pasti membenciku
kini." Shizuka tak memberitahukan tentang keinginan bangsawan itu untuk menikahi Kaede.
"Kau harus segera memutuskan," kata Shizuka pelan. "Bila tidak, kita akan kelaparan
sebelum musim semi."
"Aku enggan mendekati siapa pun," ujar Kaede. "Aku tak boleh terlihat seperti
pengemis, putus asa dan miskin. Aku harus ke Arai pada akhirnya, namun kurasa itu bisa
LIAN HEARN BUKU KEDUA 195 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menunggu hingga musim dingin berakhir."
"Aku yakin burung mulai bersiap-siap sebelum musim dingin," kata Shizuka. "Arai
akan mengutus orang kemari, kuharap."
"Dan bagaimana denganmu, Shizuka?" kata Kaede. Pilar sudah tepat di posisinya dan
lentera baru sudah pada tempatnya. Malam ini ia akan menyalakannya sehingga taman akan
terlihat cantik di bawah langit yang cerah. "Apa yang akan kau lakukan" Kurasa kau tak
akan bersamaku selamanya, kan" Kau pasti punya urusan lain. Bagaimana dengan anakanakmu" Kau pasti merindukan mereka. Dan bagaimana tanggung jawabmu pada Tribe?"
"Tak ada yang lebih penting saat ini selain menjaga kepentinganmu," balas Shizuka.
"Apakah mereka akan ambil anakku seperti mereka mengambil Takeo?" tanya Kaede,
lalu segera menambahkan, "Oh, jangan di jawab, tak ada gunanya sekarang." Ia merasa air
matanya mengancam hendak menetes dan ia pun menekan bibirnya keras-keras. la terdiam
sejenak, "Kurasa kau tetap mengirim kabar tentang tindakan dan keputusanku juga, kan?"
"Aku sering mengirim pesan pada pamanku. Misalnya, waktu kau sakit parah. Dan aku
akan mengabari bila ada perkembangan baru, apa pun itu: semisal kau memutuskan untuk
menikah lagi, hal-hal semacam itu."
"Aku tak akan lakukan hal itu." Seiring cahaya sore mulai pupus, bulu merah jambu
burung ibis bersinar lebih terang. Sore itu sangat syahdu. Kini para pekerja telah selesai,
taman tampak lebih tenang. Dalam keheningan, Kaede mendengar lagi janji dewi putih.
Bersabarlah. Aku tak akan menikah kecuali dengan Takeo, Kaede bersumpah lagi. Aku akan
bersabar. Hari itu adalah hari terakhir matahari bersinar. Cuaca beranjak lembab dan dingin.
Beberapa hari kemudian Kondo kembali dari tugas kelilingnya di tengah-tengah badai
hujan. Seraya bergegas turun, dia memanggil para perempuan penghuni rumah. "Ada
beberapa orang asing di jalan, anak buah Lord Arai, jumlahnya lima atau enam orang,
berkuda." Kaede menyuruhnya mengumpulkan sebanyak mungkin laki-laki, untuk memberi kesan
bahwa ia mempunyai banyak pengikut.
"Katakan pada pelayan untuk menyiapkan makanan," perintah Kaede pada Shizuka.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 196 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Usahakan agar semua yang kita miliki terlihat mewah. Kita harus terlihat makmur. Bantu
aku mengganti pakaian, dan panggil adik-adikku. Setelah itu kau harus bersembunyi."
Kaede lalu mengenakan kimono pemberian Fujiwara yang paling mewah sambil
mengingat seperti yang sering ia lakukan, hari ketika ia menjanjikan kimono ini akan
diberikan pada Hana. Dia akan mendapatkan kimono ini bila sudah pas di badannya, pikirnya, dan aku
bersumpah bahwa aku ada di sana untuk melihat dia memakai kimono ini.
Hana dan Ai masuk ke kamar, Hana berceloteh kegirangan, dan melompat-lompat agar
tetap hangat. Ayame mengikuti dengan membawa tungku. Kaede terperanjat ketika melihat
penuhnya arang di tungku itu: mereka pasti akan lebih kedinginan ketika anak buah Arai
pergi. "Siapa yang datang?" tanya Ai gugup. Sejak kematian ayah mereka dan sakitnya Kaede,
dia menjadi lebih rapuh seakan pukulan beruntun itu membuat dia lemah.
"Anak buah Arai. Kita harus memberi kesan bagus. Itulah kenapa aku meminjam
pakaian Hana dulu."
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan dikotori, kak," Hana berkata, sambil menjerit saat Ayame menyisir rambutnya.
Biasanya ia memakai kimono itu dengan mengikatnya ke belakang. Bila tidak diikat akan
lebih panjang dari ukuran tubuh Hana.
"Apa yang mereka inginkan?" Ai nampak pucat.
"Kuharap mereka akan mengatakannya pada kita," jawab Kaede.
"Apakah aku juga harus ikut menyambut mereka?" Ai menawar.
"Ya, pakailah kimono pemberian Lord Fujiwara yang lain dan bantulah Hana
berpakaian. Kita semua harus ada di sini ketika mereka tiba."
"Mengapa?" Hana berkata.
Kaede tidalc menjawab. Ia pun tidak tahu alasannya. Ia tiba-tiba mendapat bayangan
mereka bertiga di rumah sunyi ini, tiga anak perempuan Lord Shirakawa, terpencil, cantik,
berbahaya... itulah yang harus mereka tampilkan di hadapan para ksatria utusan Arai.
"Sang Pengampun, Sang Pengasih, bantulah aku," Kaede berdoa pada Dewi Putih, saat
Shizuka mengikatkan tali pinggang dan merapikan rambutnya.
Kaede lalu mendengar derap kuda di sisi luar gerbang, juga mendengar Kondo berteriak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 197 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
selamat datang. Suaranya mantap mencerminkan nada sopan dan percaya diri, dan Kaede
bersyukur atas kemahiran bersandiwara Tribe dan berharap dirinya dapat berperan sama
baiknya. "Ayame, tunjukkan paviliun kita kepada para tamu," perintah Kaede. "Sajikan mereka
teh dan makanan. Sajikan teh terbaik dan perangkat minum yang paling bagus. Bila mereka
selesai makan, mintalah pemimpin mereka datang menemuiku. Hana, bila kau sudah siap,
datang dan duduklah di sebelahku."
Shizuka membantu Ai memakai kimono, dan dengan cepat menyisiri rambutnya. "Aku
akan bersembunyi di tempat aku bisa mendengarkan," bisiknya.
"Tutuplah jendela sebelum pergi," ujar Kaede. "Kita akan memasuki matahari terakhir."
Karena hujan telah reda dan matahari menyorotkan sinar keperakan tak menentu ke taman
dan ke dalam ruangan. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Hana, sambil berlutut di samping Kaede.
"Ketika tamu masuk, kita harus membungkuk bersamaan. Dan tampillah secantik
mungkin dan duduk tanpa bergerak saat aku bicara."
"Itu saja?" Hana kecewa.
"Amati mereka; pelajari mereka tanpa menunjukkannya dengan jelas. Kau dapat
menceritakan padaku apa yang kau pelajari tentang mereka setelah itu. Kau juga, Ai. Kalian
tidak boleh bereaksi apa pun"kalian harus diam seperti patung."
Ai datang dan berlutut di sisi lain Kaede. Dia gemetar namun tetap mampu
menenangkan diri. Sinar mentari mengalir ke dalam ruangan, melatari butiran debu yang menari dan
menyinari ketiga gadis. Gemuruh air terjun di taman yang baru dijernihkan kian keras
akibat hujan. Terlihat sebuah bayangan menyala biru saat burung kingfisher menyelam dari
batu karang. Dari ruang tamu terdengar suara-suara bergumam. Kaede merasa dapat mencium aroma
mereka yang tak biasa. Ini membuatnya tegang. Ia meluruskan punggung, pikirannya
berubah beku. la harus menghadapi kekuatan mereka dengan kekuatannya sendiri.
Ia mendengar Ayame mengatakan bahwa Lady Shirakawa akan menerima mereka
sekarang. Tak lama kemudian, pemimpin mereka dan salah satu pendampingnya mendekati
LIAN HEARN BUKU KEDUA 198 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
rumah utama kemudian melangkah ke beranda. Ayame berlutut di tepi beranda dan si
pendamping turut berlutut di luar. Waktu laki-laki lainnya melintasi pintu, Kaede
membiarkan orang itu melihat mereka bertiga, dan kemudian membungkuk hingga dahinya
menyentuh lantai. Hana dan Ai juga melakukannya tepat di saat bersamaan.
Ketiga gadis itu duduk tegak bersamaan.
Ksatria itu duduk dan memperkenalkan diri, "Saya Akita Tsutomu dari Inuyama. Saya
utusan Lord Arai." Kaede membungkuk dan tetap seperti itu, kemudian berkata, "Selamat datang Lord
Akita. Aku menghargai kedatanganmu yang telah menempuh perjalanan sulit, dan juga
pada Lord Arai karena telah mengutusmu. Aku tidak sabar untuk mengetahui apa yang
dapat kulayani beliau."
Kaede lalu menambahkan, "Silakan duduk tegak."
Akita mengangkat kepala, sementara Kaede menatap lurus ke arahnya. Ia tahu
perempuan harus menjaga mata mereka tetap menunduk di depan laki-laki, namun ia tidak
merasa dirinya seorang perempuan. Ia bertanya-tanya di dalam hati apakah ia akan menjadi
perempuan kembali. Ia menyadari kalau Hana dan Ai juga menatap dengan cara yang sama,
sorot misterius, sulit terbaca.
Akita Tsutomu sudah separuh baya, rambutnya masih hitam namun mulai menipis.
Hidungnya kecil, agak bengkok, seperti paruh burung sehingga membuat wajahnya terlihat
serakah, namun diimbangi oleh bibir agak tebal yang menarik. Noda-noda memenuhi
pakaian orang itu yang terbuat dari bahan berkualitas bagus. Tangannya persegi, jarinya
pendek, dengan ibu jari yang renggang, kuat. Kaede menduga dia pastilah orang yang
realistis, sekaligus perencana yang licik. Tak ada yang bisa dipercaya pada orang ini.
"Lord Arai menanyakan kesehatan lady," dia berkata, seraya menatap mereka semua,
lalu kembali menatap Kaede. "Menurut kabar, lady kurang sehat."
"Aku sudah pulih," Kaede menjawab. "Sampaikan rasa terima kasihku pada Lord Arai
atas perhatiannya." Laki-laki itu agak mengangkat kepala. Dia nampak gelisah, seolah-olah dia lebih suka
berada di rumah yang di kelilingi laki-laki ketimbang perempuan, tidak terlalu yakin
bagaimana cara bicara. Kaede ingin tahu berapa banyak yang orang itu dengar tentang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 199 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
keadaannya, apakah orang itu tahu penyebab penyakitnya.
"Kami turut berduka mendengar kematian Lord Shirakawa," dia melanjutkan. "Lord
Arai mencemaskan kurangnya perlindungan bagi Anda dan ingin menjelaskan bahwa beliau
ingin bersekutu dengan Anda."
Hana dan Ai saling bertukar pandang, lalu memulai lagi tatapan tanpa suara mereka.
Tampaknya ini membuat Akita lebih gelisah. Orang itu membasahi kerongkongannya.
"Itulah alasannya Lord Arai ingin mengundang Anda beserta adik-adik Anda ke Inuyama
untuk membahas persekutuan dan masa depan lady."
Tak mungkin, pikir Kaede, kemudian berkata sambil tersenyum samar. "Tak ada yang
memberiku kesenangan terbesar seperti ini. Namun kondisiku belum cukup kuat untuk
melakukan perjalanan jauh dan, karena kami masih berkabung, tidak pantas rasanya kami
bepergian. Saat ini adalah akhir tahun. Kami akan berkunjung ke Inuyama di musim semi.
Sampaikan pada Lord Arai bahwa aku ingin persekutuan ini tidak retak. Aku
berterimakasih atas perlindungan beliau. Aku akan tetap mengabarkan setiap keputusanku."
Sekali lagi tatapan antara Hana dan Ai menyala menembus ruangan ibarat kilat.
Sungguh mencengangkan, pikir Kaede dan tiba-tiba saja ia ingin tertawa.
Akita berkata, "Saya harus memaksa Lady Shirakawa ikut bersama saya."
"Tak mungkin," jawab Kaede, membalas tatapan laki-laki itu dan menambahkan, "Kau
tidak berhak memaksa aku melakukan apa pun."
Kemarahan Kaede mengejutkan laki-laki itu. Rona merah menyebar di lehernya dan
merambat naik ke tulang pipinya.
Hana dan Ai mencondongkan badan ke depan, dan tatapan mereka semakin kuat.
Matahari bergerak ke balik awan, menggelapkan ruangan, dan kemudian terjadi hujan
mendadak. Rangkaian lonceng angin bambu mendendangkan nada hampa.
Akita berkata, "Maaf. Tentu saja Anda harus melakukan apa yang terbaik bagi Anda."
"Aku akan ke Inuyama di musim semi ini," Kaede mengulangi. "Sampaikan itu pada
Lord Arai. Kau boleh menginap malam ini, tapi kau harus pergi esok pagi agar tiba di
Inuyama sebelum musim dingin."
"Lady Shirakawa." Akita Tsutomu membungkuk. Saat dia mundur dengan berlutut,
Kaede bertanya, "Siapa saja yang mendampingmu?" Kaede berkata kasar, membiarkan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 200 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
ketidaksabarannya terdengar dalam suaranya, instingnya mengatakan bahwa ia telah
menguasai orang itu. Sesuatu mengenai tempat ini, adik-adiknya, dan sikapnya sendiri telah
membuat orang itu gentar. Kaede seakan mencium ketakutan orang itu.
"Keponakan saya Sonoda Mitsuru, dan tiga orang pengawal."
"Tinggalkan keponakan Anda di sini. Dia bisa membantu tugasku selama musim dingin
dan mendampingi kami ke Inuyama. Dialah yang akan menjadi jaminan atas kejujuranmu."
Laki-laki itu menunduk, terperanjat karena permintaan itu, tapi, pikir Kaede, laki-laki
mana pun di posisinya akan menuntut hal yang sama. Bila pemuda itu ada di sini, pamannya
kemungkinan kecil akan menipu atau sebaliknya, memfitnahnya di depan Arai.
"Kepercayaan di antara kita adalah simbol rasa percaya pada Lord Arai," kata Kaede,
suaranya lebih tidak sabar saat melihat orang itu ragu-ragu.
"Saya tidak melihat alasan mengapa keponakanku tidak boleh tinggal di sini," Akita
menyerah. Aku punya tawanan, pikir Kaede, dan merasa takjub atas sensasi kekuatan yang ia
peroleh. Kaede membungkuk, Hana dan Ai menirunya, sedangkan laki-laki itu diam tak berdaya
di hadapan mereka. Hujan masih turun ketika Akita pergi, namun matahari berjuang untuk
menampakkan diri, mengubah tetesan air yang melekat di dahan yang tak berdaun dan
dedaunan di akhir musim gugur menjadi serpihan warna pelangi.
Sebelum memasuki kamar tamu, Akita berbalik untuk melihat mereka kembali. Ketiga
orang gadis itu duduk tak bergerak hingga Akita hilang dari pandangan. Matahari pun
menghilang dan hujan menetes.
Ayame berdiri dari tempat dia duduk di kegelapan dan menutup jendela. Kaede
memeluk Hana. "Apakah aku melakukannya dengan baik?" Hana bertanya dengan tatapan penuh
perasaan. "Sungguh cerdas, nyaris seperti sihir. Tapi pandangan apa di antara kalian tadi?"
"Kami seharusnya tidak melakukan itu," kata Ai, malu. "Sungguh kekanak-kanakan.
Kami biasa melakukannya saat Ibu atau Ayame sedang mengajari kami. Hana yang
memulainya. Kami tidak pernah melakukan itu di depan ayah. Sedangkan melakukan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 201 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tindakan ini di depan seorang ksatria besar...."
"Itulah yang terjadi," Hana berkata, tertawa. "Dia tidak menyukainya, kan" Kedua
matanya bergerak-gerak panik dan dia mulai gelisah."
"Dia hampir sejajar dengan bangsawan besar," Kaede berkata. "Arai pasti telah
mengutus orang yang berasal dari kelas yang lebih tinggi."
"Jadi kau akan memenuhi permintaannya" Apakah kita akan ikut dengannya ke
Inuyama?" "Meskipun Arai yang datang, aku tidak akan melakukan itu," balas Kaede. "Aku akan
selalu membuat dia menungguku."
"Mau tahu apa lagi yang kuperhatikan?" tanya Hana. "Katakan."
"Lord Akita takut padamu, kak."
"Matamu sungguh tajam," kata Kaede sambil tertawa.
"Aku tidak mau pergi," Ai berkata. "Aku tidak akan meninggalkan rumahku ini."
Kaede menatap adiknya dengan iba. "Kelak kau akan menikah. Kau harus pergi ke
Inuyama tahun depan dan tinggal di sana selama beberapa waktu."
"Apakah aku juga akan menikah?" tanya Hana.
"Mungkin saja," jawab Kaede. "Banyak orang yang ingin menikahimu."
Demi kepentingan persekutuan denganku, pikir Kaede sedih karena ia harus
memanfaatkan adiknya seperti itu. "Aku mau pergi asalkan Shizuka ikut bersama kita,"
Hana mengumumkan. Kaede tersenyum dan memeluknya lagi. Tak ada guna mengatakan pada Hana kalau
Shizuka tak aman pergi ke Inuyama selama Arai di sana. "Pergi dan minta Shizuka kemari.
Ayame, sebaiknya kau lihat makanan apa yang dapat disajikan pada tamu malam ini."
"Aku lega kau menyuruh mereka pergi besok," ujar Ayame. "Kita tak bisa memberi
makan mereka lebih lama lagi. Mereka terbiasa makan enak." Perempuan itu menggelenggelengkan kepala. "Walau harus kukatakan, Lady Kaede, ayahmu pasti tak menyetujui
tindakanmu ini." "Kau tidak perlu mengatakannya," Kaede langsung menjawab. "Dan jika kau ingin tetap
di rumah ini, jangan pernah mengatakan itu lagi."
Ayame tersentak mendengarnya. "Lady Shirakawa," dia berkata lemah, lalu mundur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 202 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sambil berlutut. Shizuka datang membawa lampu karena hari hampir gelap. Kaede menyuruh adikadiknya pergi mengganti pakaian.
"Seberapa banyak yang kau dengar?" tanya Kaede ketika kedua adiknya telah pergi.
"Cukup banyak, dan Kondo memberitahukan apa yang Lord Akita katakan setelah
kembali ke paviliun. Dia pikir ada kekuatan supernatural di rumah ini. Kau membuatnya
gentar. Dia mengibaratkan kau dengan laba-laba musim gugur, keemasan dan mematikan,
yang merajut jaring kecantikan untuk memikat laki-laki."
"Cukup puitis," Kaede menanggapi.
"Ya, Kondo juga beranggapan begitu!"
Kaede bisa membayangkan sinar sinis di mata Kondo. Kelak, janjinya pada diri sendiri,
Kondo tidak akan menatap dengan sinis. Kondo akan menganggap dirinya secara serius.
Mereka semua akan begitu, semua laki-laki yang merasa sangat kuat.
"Dan tawananku, Sonoda Mitsuru, apakah dia juga takut?"
"Tawananmu!" Shizuka tertawa. "Betapa beraninya kau mengusulkan itu?"
"Apakah aku salah?"
"Tidak, justru sebaliknya, itu membuat mereka percaya kalau kau jauh lebih kuat dari
yang mereka duga. Anak muda itu agak cemas ditinggal di sini. Di mana kau akan
menaruhnya?" "Shoji dapat membawa pemuda itu ke rumahnya. Aku tidak mau dia di sini." Kaede
berhenti, lalu melanjutkan dengan sisa-sisa nada pedih, "Dia akan mendapat perlakuan yang
lebih baik ketimbang aku dulu. Tapi bagaimana denganmu" Dia tak akan membahayakanmu, kan?"
"Arai pasti tahu aku masih bersamamu," kata Shizuka. "Aku tidak melihat bahaya dari
pemuda ini. Pamannya, Lord Akita, pasti akan berhati-hati agar tidak membuatmu kesal.
Kekuatanmu yang melindungiku"melindungi kita semua. Arai mungkin berharap kau
sedang bingung dan putus asa mencari pertolongannya. Tapi dia akan mendengar cerita
yang jauh berbeda. Sudah aku katakan, burung-burung akan berkumpul."
"Jadi, siapa lagi yang akan datang?"
"Aku yakin ada yang datang dari Maruyama sebelum awal musim dingin, sebagai
LIAN HEARN BUKU KEDUA 203 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
jawaban atas pesan Kondo."
Kaede pun berharap seperti itu, pikirannya sering kembali ke pertemuan terakhirnya
dengan Lady Maruyama, dan janji yang ia buat. Ayahnya pernah mengatakan kalau ia harus
berjuang untuk mendapatkan tahta warisan itu, namun ia tidak tahu siapa musuhnya atau
bagaimana cara berperang. Siapa yang akan mengajarinya melakukan itu; siapa yang akan
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi pemimpin perang atas namanya"
Kaede mengucapkan salam perpisahan pada Akita dan anak buahnya keesokan harinya,
merasa bersyukur karena masa inap yang singkat. Kaede kemudian memanggil Shoji
menitipkan keponakan Akita padanya. Kaede menyadari pengaruhnya pada pemuda itu"
dia tak bisa melepaskan tatapannya dan juga gemetar di depan Kaede"tapi pemuda itu
tidak membuatnya tertarik sama sekali, selain sebagai tawanannya.
"Buatlah pemuda itu sibuk," Kaede memerintahkan Shoji. "Perlakukan dia dengan baik
dan penuh hormat, tapi jangan biarkan dia tahu banyak tentang urusan kita."
Beberapa minggu kemudian muncul serombongan orang di depan gerbang. Kabar
tentang Kaede yang sedang mencari prajurit telah disebar. Mereka datang sendiri, berdua
dan bertiga, tapi tidak dalam kelompok besar. Mereka ini adalah orang yang pemimpinnya
mati atau dicabut kekuasaannya, menjadi sisa-sisa pasukan yang tersebar. Kaede dan Kondo
Pendekar Gelandangan 3 Pendekar Slebor 35 Istana Durjana Suling Emas Dan Naga Siluman 17
masuk akal." "Itu sebabnya kau yang akan membawa kedamaian."
Aku tak ingin mempercayai ramalannya. Rasanya terlalu berlebihan sekaligus terlalu
LIAN HEARN BUKU KEDUA 154 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedikit dibandingkan apa yang kuinginkan dalam hidupku. Hanya saja, kata-kata perempuan
itu merasuk di jiwaku dan aku tak bisa menghilangkannya.
"Bagaimana dengan orang yang ada di tempat penyainakan, mereka tidak ikut
berperang, kan?" "Beberapa orang akan ikut berperang."
"Mereka tahu caranya?"
"Mereka bisa dilatih. Ada banyak lagi yang dapat mereka lakukan, mendirikan
bangunan, mengangkut, dan membimbingmu ke jalan-jalan rahasia."
"Seperti jalan ini?"
"Benar, para pembakar arang yang membuat jalan ini. Mereka menyembunyikan jalan
masuknya dengan tumpukan batu. Mereka punya jalan rahasia untuk melintasi seluruh
daerah pegunungan." Petani, gelandangan, pembakar arang"tak seorang pun dari mereka boleh membawa
senjata atau bergabung dalam perang antar-klan. Aku ingin tahu berapa banyak petani atau
orang seperti Jo-An yang pernah kubunuh di Matsue. Betapa sia-sianya tidak
memanfaatkan keberanian dan kecerdasan orang-orang seperti mereka itu. Jika harus
melatih dan mempersenjatai mereka, aku pasti mempunyai pasukan yang kubutuhkan. Tapi,
maukah para ksatria berperang bersama mereka" Atau mungkin mereka justru akan
menganggap aku sebagai gelandangan juga"
Aku sedang sibuk berpikir ketika aku melihat kepulan asap dan, tak lama kemudian,
aku mendengar suara-suara di kejauhan, bunyi ketukan kampak, gemericik api. Jo-An
memperhatikan saat aku memusatkan pendengaran.
"Kau mendengarnya?"
Aku mengangguk, mendengarkan, dan menghitung jumlah mereka. Dari suaranya aku
menduga ada empat orang, mungkin ada satu orang lagi yang tidak bicara, orang yang
berjalan dengan langkah berbeda. "Kau tahu aku setengah Kikuta, Tribe. Aku memiliki
banyak keahlian mereka."
Jo-An tersentak tanpa mampu menahannya. Orang Hidden menganggap kemampuan
seperti itu adalah sihir.
"Aku tahu itu," balas Jo-An.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 155 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku memerlukan semua keahlian itu jika aku harus melakukan apa yang kalian
harapkan." "Tribe adalah anak setan," gerutunya, sambil langsung menambahkan, "Tapi kau
berbeda, tuan." Ucapannya membuatku sadar akan resiko yang sedang dia ambil demi diriku, tidak
hanya dari kekuatan manusia, tapi juga dari kekuatan supranatural. Darah Tribe dalam
diriku pasti membuat dia menganggap diriku sama berbahayanya seperti goblin atau roh
sungai. Aku kembali takjub pada keyakinannya dan betapa dia menyerahkan diri padaku
secara utuh. Aroma asap semakin kuat. Sisa-sisa benda terbakar yang terbang menghinggapi pakaian
dan kulit kami. Tanah berganti rupa menjadi abu-abu. Jalan setapak ini mengarah ke lahan
terbuka antara pepohonan di mana ada beberapa oven pemanggang arang yang diletakkan di
atas rerumputan basah. Hanya satu yang masih terbakar, serpihan kemerahan bersinar dari
celah-celahnya. Tiga orang sedang membongkar oven-oven yang sudah dingin dan
mengumpulkan arangnya. Seorang lagi berlutut di dekat tungku masak di mana ketel beruap
tergantung di tiang berkaki-tiga. Jumlah mereka empat orang, tapi aku tetap merasa ada
lima orang di sana. Aku mendengar langkah berat di belakangku, dan satu tarikan napas
orang itu yang tanpa disengaja mendului sebuah serangan. Kudorong Jo-An ke samping lalu
aku melompat memutar untuk menghadapi orang yang hendak menyergap kami.
Si penyerang adalah laki-laki paling besar yang pernah aku lihat, kedua lengannya
merentang untuk menangkap kami. Satu tangannya sangat besar, satunya lagi buntung.
Melihat dia buntung, aku ragu untuk melukainya. Sambil meninggalkan bayangan di jalan
setapak, aku menyelinap ke belakangnya, dan memanggilnya agar dia membalikkan badan,
lalu aku genggam belati agar dia dapat melihat mata belati itu dengan jelas, sambil
mengancam hendak menggorok lehernya.
Jo-An berteriak, "Ini aku, bodoh! Ini Jo-An!" Laki-laki yang terdekat berteriak dan para
pembakar arang pun berdatangan.
"Jangan sakiti dia, tuan," mereka meneriakiku. "Dia tak berniat jahat. Kau hanya
membuat dia kaget, itu saja."
Raksasa itu pun menurunkan tangan, kemudian berdiri dengan satu tangan terulur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 156 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menunjukkan sikap menyerah.
"Dia bisu," Jo-An memberitahukan. "Meskipun begitu, hanya dengan satu tangan dia
sudah sekuat dua ekor kerbau, dan dia juga pekerja keras."
Para pembakar arang jelas khawatir aku akan menghukum aset terbaik mereka. Mereka
menyembah hingga menyentuh kakiku, memohon ampun. Aku minta mereka bangun untuk
menenangkan si raksasa. Mereka semua bangkit, mengucapkan kata-kata sambutan, menepuk-nepuk bahu JoAn, membungkuk sekali lagi, dan memaksaku duduk di dekat perapian. Salah seorang
menuangkan teh dari ketel; belum pernah aku minum teh seperti ini, tapi cukup
menghangatkan badaii. Jo-An mengajak mereka semua ke sudut lalu bicara berbisik yang
dapat kudengar setiap katanya.
Jo-An memberitahukan siapa diriku, yang membuat mereka mendesah dan lebih
banyak anggukan, dan bahwa aku harus mencapai Terayama secepat mungkin. Kelompok
itu berdebat mengenai rute paling aman dan apakah kami harus berangkat sekarang atau
menunggu pagi. Kemudian mereka kembali ke perapian, duduk melingkar dan memandangku dengan mata yang bersinar-sinar di wajah hitam mereka. Hampir sekujur tubuh
mereka ditutupi jelaga dan abu, hampir tidak memakai pakaian, namun mereka seperti tidak
merasa kedinginan. Mereka berbicara sebagai satu kelompok, dan kelihatannya berpikir dan
merasa sebagai satu kesatuan. Aku membayangkan mereka di sini, di hutan ini, mengikuti
aturan mereka sendiri, hidup layaknya orang liar, nyaris seperti hewan.
"Mereka belum pernah berbicara dengan bangsawan," Jo-An memberitahukan. "Ada
yang ingin tahu apakah kau pahlawan Yoshitsune* yang kembali dari tanah daratan. Aku
katakan, meskipun kau berkelana di pegunungan seperti Yoshitsune dan dikejar-kejar semua
orang, kau akan menjadi pahlawan yang lebih hebat karena dia gagal, sedangkan Tuhan
menjanjikan keberhasilan bagimu."
"Tuan akan mengijinkan kami menebang pohon di tempat yang kami mau?" tanya
seorang laki-laki tua. Mereka tidak berkata kepadaku secara langsung, mereka hanya
menyampaikan pada Jo-An. "Banyak hutan yang tak boleh kami datangi. Jika kami
menebang pohon di sana..." Dia membuat gerakan memotong lehernya sendiri.
"Satu kepala untuk satu pohon, satu tangan untuk satu dahan," ucap lainnya. Dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 157 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menggenggam dan mengangkat tangan si raksasa yang dimutilasi. Ujung lengan yang
hampir sembuh meninggalkan bekas luka berkerut dan berwarna hitam kelabu, sedangkan
bekas-bekas luka abu-abu melintang ke arah belakang atas lengan yang dibakar. "Orang
Tohan melakukan ini padanya beberapa tahun lalu. Dia sebenarnya tak mengerti, tapi
mereka tetap saja mengambil tangannya."
Si raksasa lalu mengulurkan tangan dan mengangguk beberapa kali, wajahnya bingung
dan sedih. Klan Otori juga melarang penebangan pohon tanpa terkecuali: aturan itu untuk
melindungi hutan, tapi kurasa mereka tak akan memberi hukuman sekejam orang Tohan.
Aku bertanya-tanya apa maksud dari melumpuhkan anggota tubuh; apakah hidup manusia
tidak lebih berharga dari sebatang pohon"
"Lord Otori akan memiliki hak atas seluruh wilayah ini," ujar Jo-An. "Dia akan
memerintah dari bentangan laut ke laut. Dialah yang akan membawa perdamaian."
Mereka menunduk lagi, bersumpah akan melayaniku, dan aku berjanji akan berusaha
membantu mereka, bila saatnya tiba. Kemudian mereka memberi kami makanandaging:
beberapa ekor burung kecil dan seekor kelinci kecil. Aku jarang makan daging sehingga sulit
mengingat kapan terakhir kali aku menyantapnya, selain ayam rebus di tempat pesumo.
Daging ini mereka peroleh seminggu lalu, dan disimpan untuk dimakan pada malam
terakhir di gunung. Mereka menyembunyikan daging ini dengan cara dipendam ke dalam
tanah agar tidak terlihat pasukan klan yang mungkin datang menyelidiki. Daging ini berasa
tanah dan darah. Sementara kami makan, mereka membahas rencana esok hari. Mereka memutuskan
bahwa satu orang akan menunjukkan padaku jalan ke perbatasan. Kami akan berangkat saat
fajar menyingsing, dan jalan itu dapat ditempuh hanya sehari jika salju belum turun.
Angin berganti arah ke utara, dan menahan ancaman cuaca buruk. Mereka berencana
membongkar oven terakhir esok pagi dan akan turun gunung di hari berikutnya. Jo-An
dapat membantu mereka jika dia tinggal semalam lagi, menggantikan orang yang akan
menjadi pemanduku. "Mereka tidak keberatan bekerja denganmu?" tanyaku pada Jo-An kemudian. Aku
bingung dengan para pembakar arang ini. Mereka makan daging, artinya mereka tidak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 158 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengikuti ajaran Sang Pencerah, mereka tidak mendoakan makanan dengan cara Hidden,
dan mereka menerima gelandangan untuk makan dan bekerja bersama, tidak seperti
penduduk desa lainnya. "Mereka juga gelandangan," jawab Jo-An. "Mereka membakar mayat dan juga kayu.
Tapi mereka bukan orang Hidden. Mereka menyembah roh hutan, khususnya dewa api.
Mereka percaya roh itu akan turun gunung bersama mereka esok dan tinggal bersama
mereka selama musim dingin untuk menjaga agar rumah mereka tetap hangat. Di musim
semi mereka akan menemani roh api kembali ke gunung." Suara Jo-An menunjukkan nada
kurang senang. `lAku berusaha mengajak mereka mengikuti ajaran Tuhan Rahasia,"
katanya. "Tapi mereka mengatakan tidak bisa meniriggalkan tuhan leluhur mereka karena
siapa yang akan menyalakan api di oven-oven itu?"
"Mungkin semuanya adalah tunggal," kataku, agak menggoda karena daging dan
kehangatan yang disediakan dewa api telah meningkatkan semangatku.
Dia tersenyum tipis, tapi tidak pernah membicarakan itu bebih lanjut. Dia tiba-tiba saja
nampak lelah. Sinar mentari hampir menghilang dan para pembakar arang mengajak kami
masuk ke tenda mereka. Tendanya dibangun asal-asalan dari dahan dan ditutupi kulit yang
kuduga itu merupakan hasil penukaran arang dengan para penyamak. Kami merangkak
masuk, semuanya berhimpitan melawan dingin. Kepalaku yang paling dekat dengan oven
terasa cukup hangat, namun punggungku membeku. Dan ketika membalikkan badan, aku
merasa kelopak mataku akan tertutup membeku.
.Aku tidak tidur, aku hanya berbaring sambil mendengarkan napas orang-orang di
sekitarku, dan memikirkan masa depanku. Aku pernah berpikir kalau aku telah menerrupatkan diriku di bawah hukuman mati Tribe, di siang hari aku hampir tak berharap
hidup hingga malam, tapi sang peramal telah mengembalikan hidupku. Kemampuainku
terlambat berkembang: anak-anak lain yang berlatih bersamaku di Matsue sudah
menunjukkan bakat mereka diusia delapan atau sembilan tahun. Berapa usia analkku saat
menguasai kemampuan itu" Berapa lama waktu berlalu sebelum dia mampu melawanku"
Mungkin saat dia berusia enam belas tahun; hampir mendekati seluruh waktu hidupku saat
ini. Hitung-hitungan kasar ini menimbulkan harapan pedih padaku.
Terkadang aku mempercayai ramalan dan terkadang tidak, dan itulah yang terjadi
LIAN HEARN BUKU KEDUA 159 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
seumur hidupku. Besok aku akan sampai di Terayama. Aku akan memiliki catatan Shigeru tentang Tribe,
dan aku akan menggenggam Jato lagi. Di musim semi aku akan melakukan pendekatan pada
Arai. Dengan informasi rahasia tentang Tribe, aku akan meminta bantuannya untuk
melawan kedua paman Shigeru. Sudah jelas kalau pertempuran pertamaku adalah melawan
mereka. Membalas dendam atas kematian Shigeru dan mengambil warisanku akan menjadi
alasan untuk memerangi mereka.
Jo-An tidur gelisah, bolak-balik dan mengerang. Dia mungkin kesakitan, meskipun
tidak dia tunjukkan pada saat terjaga. Menjelang subuh, dingin agak berkurang dan aku
tertidur lelap sebentar, dan terbangun oleh bunyi desis lembut, bunyi yang aku takutkan.
Aku merangkak keluar tenda. Dalam cahaya api, dapat kulihat butiran salju berjatuhan,
dapat kudengar desis halus saat butiran itu mencair di bara api. Aku membangunkan Jo-An
dan para pembakar arang. "Salju turun!" Mereka melompat bangun, menyalakan obor, dan berkemas-kemas. Mereka tak ingin
terjebak di gunung seperti juga aku. Arang dari oven terakhir telah dibungkus dengan kulit
lembab yang ada di dekat tenda. Mereka berdoa singkat di depan perapian, lalu meletakkan
bara itu dalam pot besi untuk di bawa menuruni gunung.
Salju masih halus dan berbutir, umumnya tidak mengendap, tapi langsung mencair saat
menyentuh tanah. Seiring fajar tiba, langit berwarna kelabu dan mengkhawatirkan, awan
penuh dengan salju yang tak lama lagi akan berjatuhan. Angin semakin kencang, dan bila
disertai salju lebat, maka akan terjadi badai salju.
Tak ada waktu untuk makan, bahkan untuk minum teh. Setelah arang siap, orangorang itu tak sabar untuk segera pergi. Jo-An berlutut di depanku namun kuangkat dan
kupeluk dia. Badannya sekurus dan seringkih kakek-kakek.
"Kita akan berjumpa lagi di musim semi," kataku. "Akan kukirim kabar ke jembatan
gelandangan." Dia mengangguk, namun seakan tidak sanggup membiarkan aku lepas dari
pandangannya. Seseorang memanggul buntalan kain, sedangkan yang lainnya telah berbaris
menuruni lereng gunung. Jo-An melakukan gerakan risih, campuran antara salam
LIAN HEARN BUKU KEDUA 160 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
perpisahan dan pemberkatan. Kemudian dia berbalik dan, sambil agak terhuyung-huyung
membawa beban berat, dia pun berjalan pergi.
Aku mengawasinya sesaat, dan tanpa sadar aku mengucapkan, dari dalam hati, katakata perpisahan kaum Hidden.
"Ayo, tuan," si pemandu memanggilku dengan cemas, dan aku berbalik lalu
mengikutinya mendaki tebing.
Kami mendaki cukup lama. Si Pemandu jalan hanya berhenti sejenak untuk
mematahkan ranting sebagai petunjuk jalan pulang. Salju tetap tak berubah, ringan dan
kering, namun semakin tinggi mendaki, salju semakin mengendap sampai ke tanah dan
pepohonan, semuanya, dihiasi butiran putih tipis. Pendakian yang cepat menghangatkan
tubuhku, tapi perutku bernyanyi lapar. Daging yang kumakan semalam memberi rasa
kenyang yang palsu di perutku. Sungguh tak mungkin bisa menduga waktu saat ini. Warna
kelabu kecoklat-coklatan terlihat merata menghiasi langit, dan tanah mulai mengeluarkan
cahaya aneh yang menyesatkan karena pemandangan yang bersalju.
Ketika si pemandu berhenti, kami baru setengah jalan mencapai puncak utama barisan
pegunungan. Jalan yang kami telusuri kini berkelok-kelok menurun. Lembah di bawah sana
bisa terlihat melalui kabut dari butiran salju yang berjatuhan, pohon beech dan cedar mulai
memutih. "Aku tidak bisa lebih jauh lagi mendampingimu," dia berkata. "Saranku, kau kembali
bersamaku sekarang. Badai salju akan datang. Paling cepat butuh sehari untuk sampai ke
biara, bahkan di saat cuaca cerah. Bila meneruskan perjalanan, kau akan mati dalam salju."
"Aku tidak mau kembali ke sana lagi," jawabku. "Antar aku sedikit lagi. Aku akan
membayarmu." Namun aku tak berhasil membujuknya, dan aku pun tidak benar-benar
menginginkannya. Dia nampak gelisah dan kesepian tanpa rekan-rekannya. Kuberi dia
separuh uangku yang tersisa dan sebagai balasannya dia memberiku tulang kaki kelinci,
dengan sedikit daging yang masih melekat.
Dia menggambarkan jalan yang harus kutempuh, dan berusaha memberi beberapa
penunjuk jalan. Ada sungai mengalir melalui bukit itu, katanya. Sungai yang menandai
wilayah perbatasan. Di situ tidak ada jembatan tapi di satu titik, sungai akan cukup sempit
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk dilompati. Di sungai itu ada roh air dan arusnya pun deras, jadi aku harus berhati-hati
LIAN HEARN BUKU KEDUA 161 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
agar tidak terjatuh ke dalamnya. Juga, karena sungai itu mudah diseberangi hingga sering diawasi, tapi si pemandu mengatakan kecil kemungkinan tempat itu dijaga pada cuaca seperti
ini. Setelah melewati perbatasan, aku harus terus ke timur, turun menuju satu kuil kecil. Di
sini jalan bercabang. Aku harus mengambil jalan yang ke kanan, jalan yang lebih rendah.
Aku harus tetap ke timur, jika tidak ingin mendaki barisan gunung. Karena angin bertiup
dari timur laut sehingga aku harus bertahan dari angin yang menerpa bahu kiriku. Dia
menyentuh bahuku dua kali untuk menekankan keterangannya, seraya menatap tajam
wajahku dari matanya yang sipit.
"Kau tidak mirip bangsawan," katanya, raut wajahnya menyungging senyuman. "Tapi,
bagaimanapun juga, semoga kau beruntung."
Setelah mengucapkan terima kasih, aku lalu menuruni lereng. Sewaktu berjalan, lereng
ini serasa menggerogoti tulangku, meretakkan tulang gigiku dan menghisap habis sumsumku. Kini salju sedikit lebih basah dan lebih padat, dan mencair lebih lambat di kepala
dan pakaianku. Orang itu benar, aku memang tidak mirip bangsawan. Rambutku, yang
tidak dipotong sejak Yuki memangkasnya dengan gaya seniman, menggantung kusut di
sekitar telingaku dan aku juga belum bercukur selama berhari-hari. Pakaianku basah kuyup
dan kotor. Aroma badanku juga tidak tercium seperti seorang bangsawan. Aku berusaha
mengingat kapan terakhir kali aku mandi-dan tiba-tiba teringat perkumpulan pesumo, saat
malam pertama kami meninggalkan Matsue: rumah mandi yang luas, percakapan yang
kudengar antara Akio dan Hajime.
Aku ingin tahu di mana Yuki sekarang, apakah dia telah mendengar tentang pelarianku.
Aku tidak sanggup memikirkan anakku. Bayangan bahwa anakku akan dijauhkan dan diajari
untuk membenciku terasa begitu menyakitkan. Aku teringat ejekan Akio; tampaknya Kikuta
lebih mengetahui tentang sifatku daripada diriku sendiri.
Gemuruh sungai makin kencang terdengar, agaknya itulah satu-satunya bunyi di alam
yang ditutupi salju ini. Bahkan burung gagak pun membisu. Salju telah menyelimuti
bebatuan di tepi sungai. Sungai itu berasal dari air terjun yang mencurahi karang sebelum
masuk ke saluran sempit antara dua karang datar yang menyembul di permukaan bumi.
Pepohonan pinus tua yang berpilin-pilin melekat ke sisi tebing, dan seluruh pemandangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 162 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
yang memutih oleh salju nampak seolah menunggu Sesshu datang untuk melukisnya.
Aku menunduk di bawah batu besar di mana ada pohon pinus kecil bergantung ringkih
di tanah yang tipis. Kelihatannya lebih mirip semak ketimbang pohon dan pinus ini
memberiku sedikit perlindungan. Salju menutupi jalan namun cukup jelas terlihat arah jalan
dan tempat untuk melompat ke seberang sungai. Sesaat menatap ke seberang, aku
mendengarkan dengan saksama.
Pola air di permukaan karang tidak stabil. Terkadang tenang hingga menimbulkan
keheningan yang tidak biasa, seolah bukan hanya aku yang sedang mendengarkan. Tak sulit
membayangkan ada roh yang berdiam di bawah air, yang berhenti dan mengalir lagi, yang
mengejek dan membujuk manusia, yang memikat orang untuk masuk ke sungai.
Aku seakan dapat mendengar roh-roh itu bernapas. Kemudian, setelah aku berhasil
menepis suara itu, riak dan ocehan sungai mulai terdengar lagi. Aku sadar kalau telah
membuang waktu dengan berlindung di semak yang mulai diselimuti salju sambil
mendengarkan roh, tapi lambat-laun aku yakin ada orang lain karena mendengar tarikan
napas seseorang, tidak jauh dariku.
Tidak jauh dari tempatku, ada celah sempit dengan kedalaman sepuluh kaki atau lebih.
Aku merasa ada gerakan tiba-tiba dan menyadari seekor bangau putih sedang mencari ikan
seperti lupa pada salju. Itu seakan memberi pertanda-simbol Otori di perbatasan Otorimungkin pesan dari Shigeru kalau aku akhirnya membuat pilihan yang benar.
Bangau yang berdiri di sisi sungai yang sama denganlui seperti mencari jalan menyusuri
sungai menuju ke arahku. Aku ingin tahu apakah hewan itu mendapatkan mangsa di cuaca
yang bersalju ini, pada saat katak bersembunyi di tanah. Bangau itu tampak tenang dan tidak
takut, yakiii kalau tak satu pun yang mengancamnya di tempat sunyi ini. Saat aku
mengawasinya, sambil merasakan aman yang sama, dan berpikir untuk berjalan ke sungai
dan melompat untuk menyeberang, sesuatu mengagetkan bangau itu. Bangau itu kemudian
mengulurkan leher untuk menatap ke seberang sungai lalu bersiap-siap terbang. Kepakan
sayapnya terdengar begitu kencang lalu terbang dengan hening mengikuti aliran air.
Apa yang membuat bangau itu kaget" Aku amati daerah yang sama seperti dilihat
bangau itu. Sungai hening sejenak, dan aku mendengar desah napas. Aku menajamkan
penciuman, dan di balik hembusan angin dari timur laut, aku mencium bau manusia, samar-
LIAN HEARN BUKU KEDUA 163 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
samar. Meskipun tidak melihat seorang pun, tapi aku yakin ada yang sedang tiarap dan tidak
terlihat karena ditutupi salju.
Jika aku langsung melompat ke seberang, dia pasti dapat dengan mudah melumpuhkanku. Jika dia dapat bertahan tanpa terlihat dalam waktu yang cukup lama, berarti dia orang
Tribe. Satu-satunya harapanku adalah membuat orang itu kaget dengan melompat lebih
jauh ke hulu, di mana lintasan sungai lebih luas.
Tak ada gunanya menunggu lebih lama. Aku bernapas dalam-dalam lalu berlari
menuruni lereng. Aku mempertahankan langkah sejauh kubisa, berusaha tidak menyentuh
salju. Saat aku lolos dari jalan bersalju dan menuju sungai, seseorang bangkit keluar dari salju
dari arah sampingku. Pakaian putih menutupi sekujur tubuhnya. Aku lega karena sosoknya
kasat mata, dia hanya menyaru saja"mungkin dia bukan Tribe, mungkin dia penjaga
perbatasan. Aku lalu melompati jurang gelap yang ada di bawahku.
Sungai seperti mengerang lalu terdiam, dan dalam keheningan aku mendengar sesuatu
di belakangku, seperti siulan. Saat mendarat, aku berguling ke tanah, berjuang di atas karang
es, hampir kehilangan pegangan. Sesuatu yang melayang bersiul lagi di atas kepalaku. Jika
aku berdiri, benda itu pasti berhasil mengenai tengkukku. Di depanku, di tanah bersalju,
terbentang lubang berbentuk bintang. Hanya Tribe yang menggunakan pisau lempar seperti
itu, dan mereka melemparnya beberapa buah, satu demi satu.
Aku berguling menghindar, masih tetap menunduk, dan langsung bergerak
menghilang. Aku yakin dapat tetap menghilang hingga di hutan, tapi aku lupa kalau jejakku
akan terlihat di salju. Untungnya dia juga tergelincir saat melompati sungai. Dia
kelihatannya lebih besar dan lebih berat ketimbang diriku dan mungkin bisa berlari lebih
cepat, tapi aku berhasil mendahuluinya.
Dalam lindungan pepohonan, aku mengirim sosok keduaku ke samping atas lereng,
sementara sosokku yang ash berlari menuruni jalan, namun aku sadar kalau aku talc dapat
terus berlari. Satu-satunya harapanku yaitu menyergapnya. Di depan ada jalan menikung
mengelilingi batu karang besar; cabang pohon tergantung di atasnya. Aku berlari mengitari
persimpangan, lalu mundur menapaki kembali jejak kakiku, dan melompat ke cabang. Aku
lalu mengeluarkan belati, berharap ada Jato bersamaku. Senjata lain yang kubawa untuk
membunuh Ichiro adalali garotte. Tapi Tribe sulit dibunuh dengan senjata mereka sendiri,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 164 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sama seperti mereka sulit diperdayai dengan trik mereka sendiri. Harapanku satu-satunya
hanyalah belai. Aku mengatur napas, bergerak tak kasat mata, mendengar orang itu terhuyung-huyung
saat melihat sosok keduaku, kemudian mendengar dia berlari lagi.
Merasa hanya memiliki satu kesempatan, aku terjang dia dari atas. Terjanganku
membuat dia hilang keseimbangan hingga terjatuh, dan di saat itulah terlihat celah kosong
di alat pelindung lehernya lalu kugerakkan belati ke arteri utama tenggorokannya,
mendorongnya melintang menembus saluran pernapasan seperti yang pernah Kenji ajarkan.
Dia mengeluarkan gerutuan kaget"gerutuan yang sering kudengar dari anggota Tribe yang
tidak menyangka akan menjadi korban"dan terhuyung-huyung kemudian terjatuh. Aku
melepaskan diri darinya. Dia memegang lehernya, napasnya berdesis gaduh dan darah
menyembur. Kemudian dia tidak bergerak untuk selama-lamanya, salju di sekitar wajahnya
berubah menjadi merah. Aku memeriksa pakaiannya dan kuambil beberapa belati dan pedang pendeknya yang
masih bagus. Dia membawa berbagai macam racun yang juga aku ambil karena aku tidak
punya. Aku tidak tahu siapa orang itu. Aku melepaskan sarung tangannya dan melihat
telapak tangannya, namun tidak ada garis lurus khusus Kikuta, sejauh yang bisa kulihat,
tidak ada tato di badannya.
Aku meninggalkan tubuhnya untuk burung gagak dan rubah, membayangkan kalau
mayatnya akan menjadi hidangan musim dingin pembuka bagi hewan-hewan itu. Lalu aku
pergi secepat dan sehening mungkin, takut kalau ada temannya sedang mengawasi sungai,
menungguku. Darahnya mengalir cepat melewatiku; aku merasa hangat karena berlari dan
pertarungan singkatku, dan aku sangat senang karena bukan aku yang terbaring tanpa nyawa
di salju. Aku agak cemas lantaran Tribe telah menyusulku begitu cepat dan tahu ke mana
tujuanku. Apakah mayat Akio telah ditemukan, dan pesan telah dikirimkan dengan
berkuda, dari Hagi ke Yamagata" Ataukah Akio masih hidup" Aku mengutuk diriku karena
tidak menyempatkan diriku untuk membunuhnya. Mungkin perkelahian tadi telah
membuatku ketakutan, membuatku sadar seperti apa rasanya dihantui oleh Tribe sepanjang
sisa hidupku. Aku memang menyadarinya, tapi aku murka lantaran mereka mencoba
LIAN HEARN BUKU KEDUA 165 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membunuhku di hutan, layaknya hendak membunuh anjing, tapi aku juga senang karena
usaha pertama mereka telah gagal. Tribe mungkin telah mengatur pembunuhan ayahku, tapi
Kenji mengatakan tak seorang pun bisa mendekati Ayahku jika dia tidak bersumpah untuk
tidak membunuh lagi. Aku tahu aku mewarisi semua kemampuannya, bahkan mungkin
lebih. Tak akan kubiarkan Tribe berada di dekatku. Akan kulanjutkan pekerjaan Shigeru
dan akan kuhancurkan kekuatan mereka.
Semua pikiran ini berputar-putar di benakku selagi aku berusaha menembus salju.
Mereka memberiku energi dan memperkuat keputusanku untuk bertahan. Setelah
menyelesaikan urusan dengan Tribe, akan aku alihkan kemarahanku pada kedua pemimpin
Otori, pengkhianat yang lebih besar bagiku. Ksatria berpura-pura seolah-olah kehormatan
dan kesetiaan penting bagi mereka, tapi tip-tip muslihat dan kecurangan mereka sedalam
dan sekejam Tribe. Kedua orang itu telah mengirim Shigeru menuju kematian dan kini
berusaha membuangku. Mereka tidak tahu apa yang menanti mereka di depan.
Seandainya mereka melihat aku terbenam di timbunan salju, miskin pakaian, miskin
senjata, tanpa anak buah, uang atau pun tanah kekuasaan, mereka pasti akan tidur nyenyak,
tidak perlu lagi memikirkan ancaman dariku.
Aku tidak ingin berhenti untuk istirahat, tidak ada pilihan lain kecuali terus berjalan
hingga sampai di Terayama atau aku akan mati di perjalanan. Selama berjalan aku
mendengarkan suara-suara di sekitarku. Aku tidak mendengar apa pun selain erangan angin
dan desis lembut butiran salju yang berjatuhan menyelimuti bumi. Pada sore harinya, aku
seperti mendengar bunyi-bunyian.
Bunyi itulah yang ingin sekali aku dengar di atas gunung, saat hujan turun dipenuhi
dengan salju. Bunyi itu seperti alunan seruling yang sesunyi angin di pepohonan pinus,
secepat butiran salju. Bunyi itu membuat tulangku menggigil, bukan hanya karena pengaruh
musik itu, tapi juga rasa takut yang lebih dalam. Aku membayangkan hantu gunung yang
berusaha menggoda manusia dan menawannya di bawah tanah selama ribuan tahun. Aku
ingin berdoa seperti yang ibuku ajarkan, tapi bibirku membeku, lagipula aku tidak
mempercayai kekuatan doa-doa itu.
Alunan seruling terdengar kian kencang. Aku berjalan mendekati sumber suara, seakan
musik itu menyihir dan menyeretku untuk menghampirinya. Aku mengitari persimpangan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 166 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dan melihat jalan bercabang. Lalu aku teringat apa yang telah diberitahukan si pemandu
dan, memang ada kuil kecil yang terlihat samar-samar, tiga jeruk yang tergeletak di
depannya bersinar cemerlang. Di belakang kuil ada gubuk kecil yang berdinding kayu dan
beratapkan jerami. Rasa takutku langsung lenyap dan aku nyaris tertawa terbahak-bahak.
Bukan hantu yang aku dengar, melainkan biarawan atau pertapa yang mengasingkan diri ke
gunung untuk mencari pencerahan.
Kini aku mencium bau asap. Kehangatannya menyeretku tanpa bisa ditahan. Aku
membayangkan bara api akan dapat mengeringkan kakiku yang basah, mencairkan kakiku
yang beku seperti balok es. Aku hampir-hampir dapat merasakan kehangatan di wajahku.
Pintu gubuk itu dibiarkan terbuka agar cahaya dapat masuk dan asal dapat keluar. Si peniup
seruling tak mendengar, juga tidak melihatku. Dia hanyut dalam alunan musiknya yang
sedih. Aku bisa menduga siapa dia, bahkan sebelum melihatnya. Aku pernah dengar musik
yang sama setiap malam saat aku berduka di makam Shigeru. Orang itu adalah Makoto,
biarawan muda dari kuil Terayama. Dia duduk bersila dengan mata terpejam. Dia sedang
meniup seruling bambu, dan ada sebuah seruling yang lebih kecil diletakkkan di atas bantal
yang ada di dekatnya. Sebuah tungku arang yang berasap ada di dekat pintu. Di belakang
gubuk ada tempat tidur yang diangkat. Sebuah tongkat berkelahi yang terbuat dari kayu
tersandar di dinding. Aku melangkah masuk"bahkan dengan adanya tungku, ruangan ini
hanya sedikit lebih hangat daripada di luar"dan aku berkata perlahan, "Makoto?"
Dia tidak membuka mata maupun berhenti meniup seruling.
Aku memanggil lagi. Musik pun terputus-putus dan dia menarik seruling dari bibirnya.
Dia berbicara dalam satu bisikan, lesu. "Jangan menggangguku. Berhentilah menyiksa
diriku. Maafkan aku. Maafkan aku." Dia tidak menengadah.
Saat dia meniup seruling lagi, aku lalu berlutut di depannya dan menyentuh bahunya.
Dia membuka mata, memandangku dan, yang membuatku sangat kaget, dia melompat
berdiri, melempar serulingnya ke samping. Dia melangkah mundur, mengambil tongkat dan
menggenggamnya dengan sikap mengancam. Matanya penuh penderitaan, wajahnya kurus,
seakan tidak pernah makan dan minum. "Jangan ganggu aku," dia berkata, suaranya rendah
dan parau. LIAN HEARN BUKU KEDUA 167 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Aku berdiri. "Makoto," kataku pelan. "Ini aku. Otori Takeo."
Ketika aku maju selangkah ke arahnya, dia langsung mengayunkan tongkat ke bahuku.
Aku sempat menangkis, dan untungnya ruangan ini kecil sehingga dia tidak dapat memukul
sekuat tenaga, kalau tidak dia pasti berhasil menghancurkan tulang bahuku. Rasa kaget pasti
membuat tangannya bergetar sehingga tongkatnya terjatuh. Dia menatap kedua tangannya
dengan takjub, lalu menatapku yang jatuh terduduk.
"Takeo?" katanya. "Kamu nyata" Ini bukan hantumu?"
"Cukup nyata untuk jatuh terpukul," kataku, sambil bcrdiri dan melenturkan lengan.
Setelah yakin tak ada bertanya seperti itu. Nanti akan kuceritakan semuanya. Sementara ini,
ya, kau bisa mempercayaiku. Jika kau tidak mempercayai orang lain, percayalah aku."
Nada suaranya penuh emosi. Dia lalu berpaling. "Akan kuhangatkan sup," ucapnya.
"Maaf, aku tidak punya sake maupun teh."
Aku teringat bagaimana Makoto menentramkan hatiku dari kesedihan yang amat
sangat setelah kematian Shigeru. Dialah yang menentramkan hatiku saat aku tersiksa oleh
penyesalan, dan mendukungku hingga kesedihanku berganti amarah, dan sampai kedua
perasaanku mereda. "Aku tidak bisa tinggal bersama Tribe," kataku. "Aku meninggalkan mereka, dan
mereka akan terus mengejarku sampai mereka berhasil membunuhku."
Makoto mengambil panci dari sudut ruangan dan dengan hati-hati meletakkannya di
tungku. Dia menatap aku lagi.
"Mereka ingin aku mengambil catatan Shigeru tentang Tribe," ceritaku. "Mereka
mengirimku ke Hagi. Aku diharuskan membunuh guruku, Ichiro, dan menyerahkan catatan
itu kepada mereka. Tapi catatan itu tidak ada di sana."
Makoto hanya tersenyum, masih tidak bicara.
"Itulah alasannya aku harus ke Terayama. Di sanalah catatan itu di simpan. Kau tahu
itu, kan?" "Pasti kami sudah berikan kepadamu seandainya kau tidak memilih untuk pergi
bersama Tribe," jawab Makoto.
"Kewajiban pada Shigeru yang memaksa kami untuk tidak mengambil resiko. Dia
mempercayakan catatannya pada kami karena dia tahu biara kami adalah salah satu dari
LIAN HEARN
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
BUKU KEDUA 168 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sedikit wilayah di Tiga Negeri yang tak bisa disusupi Tribe."
Makoto menuangkan sup ke mangkuk lalu menyodorkannya kepadaku. "Hanya ada
satu mangkuk. Aku tidak menduga akan kedatangan tamu. Dan orang terakhir yang
kuharapkan adalah kau."
"Mengapa kau di sini?" tanyaku. "Apakah kau hendak menghabiskan musim dingin di
sini?" Aku tidak yakin dia akan mampu bertahan hidup di sini. Mungkin memang dia tidak
ingin hidup. Aku minum seteguk sup. Rasanya panas dan asin, dan hanya itu yang dapat
kukatakan. Nampaknya sup ini adalah satu-satunya makanan yang tersisa. Apa yang terjadi
pada pemuda bersemangat yang pernah aku kenal di Terayama" Apa yang membuat dia
mengasingkan diri seperti ini, seperti orang yang putus asa"
Aku menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhku dan bergeser mendekati api.
Seperti biasa aku memasang telinga. Angin semakin kencang. Terkadang satu hembusan
angin membuat lampu berkedip, membuat bayangan yang fantastis di dinding.
Setelah pintu ditutup, gubuk ini terasa lebih hangat. Pakaianku mulai kering. Aku
mengosongkan mangkuk dan menyerahkannya kembali pada Makoto. Dia lalu mengisi,
meneguk, dan menaruhnya di lantai.
"Sisa hidupku kini berubah menjadi lebih lama," dia berkata, memandangku, menatap
ke bawah. "Sulit bagiku mengatakan padamu, Takeo, karena banyak hal yang berkaitan
denganmu. Namun karena Sang Pencerah telah mengirimmu kemari, jadi aku berusaha
mengatakannya. Kehadiran dirimu telah mengubah segalanya. Penampakan dirimu terus
membayangiku, kau selalu hadir dalam mimpiku. Aku berjuang mengatasi obsesiku ini."
Makoto tersenyum mencela dirinya sendiri. "Sejak kecil aku berusaha meninggalkan
dunia indrawi. Satu-satunya keinginanku adalah pencerahan. Aku mendambakan kesucian.
Aku tidak mengatakan kalau aku belum pernah berhubungan"kau tahu seperti apa jadinya
bila laki-laki tinggal bersama tanpa seorang perempuan pun. Terayama tidak terkecuali.
Tapi aku tidak pernah jatuh cinta pada siapa pun. Aku belum pernah terobsesi seperti apa
yang kurasakan padamu." Sekali lagi senyum menghiasi bibirnya. "Aku tak akan
mengatakan alasannya. Selain tidak penting, aku juga tidak yakin kalau aku tahu. Setelah
kematian Lord Shigeru, kau seperti kehilangan akal karena kesedihan. Aku tergerak oleh
penderitaanmu. Aku ingin menentramkan hatimu."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 169 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Kau telah menentramkan diriku," kataku, pelan.
"Bagiku itu tidak menyenangkan! Aku tidak menyadari betapa kuat pengaruh dirimu
padaku. Aku senang atas apa yang aku rasakan, dan aku pun bersyukur atas pengalaman
yang belum pernah kurasakan sebelumnya, tapi aku juga membencinya. Aku membuat
semua perjuangan rohaniku nampak seperti kebohongan belaka. Aku datangi Kepala Biara
dan memberitahukan kalau aku hendak meninggalkan biara dan kembali ke dunia. Dia
menyarankan aku bepergian sejenak untuk memikirkan lagi keputusanku. Temanku yang di
Barat, Mamoru, mengundangku. Kau tahu aku bisa bermain seruling. Aku diundang untuk
bergabung dengan Mamoru dan lainnya dalam mementaskan drama Atsumori."
Dia terdiam. Angin menghempaskan hujan salju ke dinding. Lampu bekerjap begitu
hebat, nyaris padam. Aku tidak tahu apa yang akan Makoto katakan selanjutnya, namun
jantungku berdebar lebih cepat dan denyut nadiku semakin kencang. Bukan karena hasrat,
tapi rasa takut mendengarkan apa yang tidak ingin aku dengar.
Makoto berkata, "Temanku tinggal di kediaman Lord Fujiwara."
Aku menggelengkan kepala. Belum pernah aku dengar nama itu.
"Dia kerabat kaisar yang diasingkan dari ibukota. Wilayahnya berbatasan dengan
Shirakawa." Hanya mendengar nama Kaede disebut, aku seperti sedang dipukul di perut. "Kau
bertemu dengannya?" Dia mengangguk. "Aku diberitahu kalau dia sedang sekarat," kataku. Begitu kencangnya detak jantungku
sehingga terasa seperti akan melompat keluar dari tenggorokan.
"Dia memang sakit parah, tapi sudah pulih. Tabibnya Lord Fujiwara yang
menyelamatkannya." "Dia masih hidup?" Keremangan lampu nampak lebih terang hingga gubuk ini terasa
penuh cahaya. "Kaede masih hidup?"
Makoto mengamati wajahku, wajahnya menunjukkan kepedihan. "Ya, dan aku sangat
bersyukur, karena jika dia mati, akulah penyebabnya."
Aku mengerenyitkan alis, berusaha menebak maksud kata-katanya. "Apa yang terjadi?"
"Orang di kediaman Fujiwara mengenalnya sebagai Lady Otori. Mereka percaya dia
LIAN HEARN BUKU KEDUA 170 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
telah menikah secara rahasia di Terayama, di hari Lord Shigeru ziarah ke makam adiknya,
di hari kita bertemu. Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya di rumah Lord
Fujiwara, aku pun tidak diberitahu tentang pernikahannya. Aku tercengang sewaktu dia
diperkenalkan sebagai Lady Otori kepadaku. Aku mengira kau telah menikah dengannya,
dan kau ada di sana. Aku telah menghancurkan semuanya. Bukan hanya aku membuka
diriku pada kekuatan dan obsesiku padamu, tapi aku juga membongkar kebohongan Kaede
di depan ayahnya." "Mengapa dia mengaku begitu?"
"Mengapa perempuan mengaku telah menikah padahal dia belum menikah" Dia
hampir mati karena keguguran."
Aku tak bisa berbicara. Makoto berkata, "Ayahnya bertanya padaku tentang pernikahan itu. Aku tahu
pernikahan itu tidak berlangsung di Terayama. Aku berusaha tidak menjawab secara
langsung tapi dia keburu yakin. Aku tak tahu kejadian berikutnya, tapi otak ayahnya sangat
tidak stabil dan dia sering berbicara tentang bunuh diri. Dia akhirnya membelah perutnya di
depan Lady Shirakawa, dan mungkin rasa kaget yang menyebabkan dia keguguran."
Aku berkata, "Itu anakku. Dia seharusnya menjadi isteriku. Suatu saat nanti."
Pada saat aku mendengar kata-kataku, pengkhianatan diriku pada Kaede justru nampak
semakin besar. Maukah dia memaafkanku"
"Begitulah yang kuduga," kata Makoto. "Tapi kapan" Apa yang kalian pikirkan waktu
itu" Seorang perempuan dari derajat dan keluarga sepertinya?"
"Kami memikirkan kematian. Saat itu adalah malam kematian Shigeru, saat kejatuhan
Inuyama. Kami tak ingin mati...." Aku tidak mampu melanjutkan.
Setelah beberapa saat, Makoto melanjutkan, "Aku tak sanggup hidup lagi. Nafsu telah
menyeretku lebih dalam ke dunia yang penuh penderitaan dan aku tak mungkin lari darinya.
Aku merasa telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan pada makhluk hidup, meskipun
hanya seorang perempuan. Tapi di saat yang bersamaan, rasa cemburuku berharap dia mati
karena aku tahu kau mencintainya dan karena dia pun mencintaimu. Kau mengerti, aku
tidak menyembunyikan apa-apa darimu. Aku telah membeberkan sisi buruk diriku
kepadamu." LIAN HEARN BUKU KEDUA 171 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku adalah orang terakhir yang akan menyalahkanmu. Tindakanku jauh lebih kejam."
"Tapi kau milik dunia ini, Takeo, kau hidup di tengahtengahnya. Aku ingin berbeda.
Setelah kejadian itu, aku kembali ke Terayama dan meminta ijin kepala biara agar diijinkan
mengasingkan diri ke gubug ini. Aku hendak mengembangkan permainan serulingku dan
menghilangkan nafsu dalam diriku untuk melayani Sang Pencerah, meskipun aku tidak
berharap mendapatkan pencerahan dari-Nya karena aku merasa tidak layak mendapatkannya." "Kita semua hidup di dunia," ujarku. "Di mana lagi tempat untuk tinggal selain di dunia
ini?" Saat bicara, aku mendengar suara Shigeru: sebagaimana sungai itu selalu berada di luar
pintu rumah, begitu pula dunia ini. Dunia tempat kita tinggal.
Makoto menatapku, wajahnya tiba-tiba terlihat lega, matanya lebih cemerlang. "Itukah
pesan yang harus aku dengar" Itukah alasannya kau dikirim kemari?"
"Aku saja tidak memahami hidupku," jawabku. "Bagaimana aku bisa memahami
hidupmu" Namun hal itulah yang pertama kali aku pelajari dari Shigeru. Begitulah yang
terjadi di dunia ini, dunia tempat kita tinggal."
"Kalau begitu, anggap saja ini perintah darinya," ujar Makoto, dan aku melihat
semangatnya kembali mengalir. Tadi dia seperti hendak menyerahkan diri pada kematian,
tapi kini dia bersemangat lagi. "Kau berniat menjalankan keinginan Lord Shigeru?"
"Ichiro menyuruhku membalas dendam pada kedua paman Shigeru dan mengambil
warisanku, dan aku hendak melaksanakannya. Tapi aku belum tahu caranya. Selain itu, aku
harus menikahi Lady Shirakawa untuk memenuhi keinginan Shigeru."
"Lord Fujiwara hendak menikahinya," kata Makoto dengan hati-hati.
Aku ingin membuang ucapan Makoto. Aku tak percaya Kaede akan menikahi orang
lain. Kata-kata terakhirnya padaku adalah: Aku tak akan pernah mencintai orang lain kecuali
kau. Dan sebelumnya, dia berkata, Aku hanya aman bila bersamamu. Aku tahu reputasinya,
bahwa setiap laki laki yang menyentuhnya akan mati. Aku telah tidur bersamanya dan masih
hidup. Aku telah memberinya seorang anak. Namun aku telah mengabaikannya, dia hampir
mati, dia telah kehilangan anak kami"akankan dia memaafkan aku"
Makoto melanjutkan, "Sebenarnya Lord Fujiwara lebih menyukai laki-laki. Tapi
kelihatannya dia terobsesi pada Lady Shirakawa. Dia menawarkan pernikahan demi mem-
LIAN HEARN BUKU KEDUA 172 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
beri Lady Shirakawa perlindungan. Tahta Shirakawa tampaknya tidak menjadi perhatian
Lord Fujiwara. Klan Shirakawa akan lenyap dengan cara yang mengenaskan."
Saat aku tidak menanggapi, dia menggerutu, "Bangsawan ini seorang kolektor. Lady
Shirakawa akan menjadi salah satu benda miliknya. Dan koleksi Lord Fujiwara tak akan
melihat sinar matahari. Diperlihatkan hanya pada beberapa teman istimewa saja."
"Itu tak boleh terjadi!"
"Pilihan apalagi yang dia punya" Beruntung dia tidak terhina sama sekali, untuk
bertahan dari kematian laki-laki yang hendak memilikinya saja sudah cukup memalukan.
Akhir-akhir ini ada sesuatu yang tidak wajar pada dirinya. Orang-orang mengatakan dia
menghukum mati dua orang abdi ayahnya ketika mereka menolak mengabdi. Dia membaca
dan menulis seperti laki-laki. Dan tampaknya dia sedang menyusun pasukan bersenjata
untuk mengambil alih Maruyama di musim semi ini."
"Mungkin untuk melindungi diri," kataku.
"Seorang perempuan?" balas Makoto, mencemooh. "Mustahil."
Aku merasa kagum pada Kaede. Aku dan dia akan menjadi sekutu yang kuat! Jika kami
menikah, kami akan menguasai separuh wilayah Seishuu, dan Maruyama akan memberi
semua sumberdaya untuk mengalahkan para pemimpin Otori. Berarti hanya wilayah Tohan,
yang saat ini dikuasai Arai, yang akan menghalangi wilayah kami yang terbentang dari laut
ke laut seperti isi ramalan.
Sekarang ini sudah musim dingin, semua itu harus menunggu hingga musim semi. Aku
merasa letih, meskipun diriku membara karena ketidaksabaran. Aku takut Kaede akan
membuat keputusan yang tidak dapat ditarik lagi sebelum aku bertemu dengannya.
"Kau akan menemaniku ke biara?"
Makoto mengangguk. "Kita akan berangkat setelah terang."
"Kau akan menetap di sini selama musim dingin bila tidak bertemu denganku?"
"Aku tidak tahu," jawabnya. "Aku mungkin akan mati di sini. Mungkin kau yang telah
menyelamatkanku." Kami berbincang-bincang hingga larut, setidaknya dia yang berbicara, seakan kehadiran
makhluk hidup telah membuka kunci keheningan selama berminggu-minggu. Makoto
menceritakan latar belakangnya; dia lahir dari keluarga ksatria tingkat rendah yang melayani
LIAN HEARN BUKU KEDUA 173 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Klan Otori sampai perang Yaegahara. Kekalahan Otori memaksa mereka untuk bersumpah
setia kepada Tohan. Dia anak kelima dari keluarga ksatria yang miskin. Sejak kanak-kanak
dia giat belajar, dan dia juga ketertarikannya pada agama telah dipupuk. Ketika keluarganya
semakin susah, dia dikirim ke Terayama. Saat itu dia berumur sebelas tahun. Kakaknya yang
berusia tiga belas tahun juga diharapkan menjadi biarawan, namun dia lari dan tidak
terdengar lagi kabarnya. Kakak sulung Makoto terbunuh dalam perang Yaegahara, ayah
mereka meninggal tidak lama sesudah itu. Kedua kakak perempuannya menikah dengan
ksatria Tohan, dan telah bertahun-tahun Makoto tidak mendengar kabar dari mereka.
Ibunya masih hidup di pedesaan bersama dua kakak laki-lakinya yang selamat. Mereka tidak
lagi menganggap diri mereka sebagai bagian dari keluarga ksatria. Makoto mengunjungi
ibunya sekali atau dua kali setahun.
Kami berbincang-bincang dengan lancar, dan aku teringat betapa aku merindukan
teman seperti ini saat melakukan perjalanan bersama Akio. Makoto selalu bertindak dengan
penuh pertimbangan, sifat yang berlawanan dengan sifat nekadku. Kelak aku tahu kalau dia
kuat dan berani, masih seorang ksatria, biarawan dan juga pelajar.
Dia juga bercerita tentang ketakutan dan kemarahan penduduk Yamagata dan
Terayama ketika mendengar kematian Shigeru.
"Kami telah dipersenjatai dan disiapkan untuk memherontak. Iida pernah mengancam
hendak menghancurkan biara kami, dia menyadari kalau kami semakin kaya dan kuat. Dia
mengetahui kebencian penduduk pada Tohan dan dia ingin menghentikan pemberontakan
apa pun sejak dini. Kau sudah melihat bagaimana penduduk begitu menghormati Shigeru.
Rasa kehilangan dan juga kesedihan mereka atas kematian Shigeru sangat luar biasa. Belum
pernah aku menyaksikan hal seperti itu. Kekacauan yang selama ini Iida takuti terjadi
sebelum Shigeru mati, dan bahkan lebih dahsyat saat mendengar berita kematiannya.
Pemberontakan itu terjadi tanpa direncanakan. Mantan ksatria Otori, penduduk kota yang
dipersenjatai tombak, bahkan petani dengan clurit dan batu, bergerak menuju kastil. Kami
ikut menyerang waktu mendengar kabar kematian Iida dan kemenangan Arai di Inuyama.
Pasukan Tohan dipaksa mundur, dan kami mulai mengejar mereka sampai ke Kushimoto.
"Kami bertemu denganmu di jalan, kau membawa kepala Iida. Sejak itu orang-orang
mulai bercerita tentang keberanianmu menyelamatkan Lord Shigeru. Dan mereka mulai
LIAN HEARN BUKU KEDUA 174 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menduga-duga identitas orang yang mereka sebut Malaikat Yamagata."
Makoto meniup bara terakhir. Lampu sudah lama padam. "Saat kita kembali ke
Terayama, kau tidak mirip seorang pahlawan. Kau begitu kehilangan dan berduka, sama
seperti semua orang yang kutemui. Kau menarik perhatianku sejak pertama kita bertemu,
tapi aku merasa keanehanmu"berbakat tapi lemah; pendengaranmu mirip pendengaran
hewan. Aku kaget sewaktu kau ditawari untuk kembali ke Terayama dan aku bingung oleh
keyakinan Shigeru padamu. Aku sadar kau tidak seperti yang terlihat, aku melihat
keberanian yang kau miliki dan mengamati sekilas kekuatan emosimu. Aku jatuh cinta
padamu. Seperti yang kukatakan, hal ini belum pernah terjadi padaku. Tadi aku aku belum
tahu kenapa aku tertarik padamu, tapi kini aku sudah mengatakannya."
Setelah beberapa saat, dia menambahkan, "Aku tidak akan membicarakannya lagi."
"Tidak ada bahayanya," jawabku. "Justru sebaliknya. Aku perlu teman bicara lebih dari
apa pun di dunia ini."
"Selain tentang pasukan?"
"Hal itu harus menunggu hingga musim semi."
"Akan kulakukan apa pun untuk membantumu."
"Bagaimana dengan panggilan hidupmu, pencarianmu untuk pencerahan?"
"Membantumu merupakan panggilan hidupku," katanya. "Apa lagi yang menyebabkan
Sang Pencerah membawamu ke sini selain untuk mengingatkan bahwa kita hidup di
tengah-tengah dunia ini" Satu ikatan kekuatan besar terjadi di antara kita. Dan kini aku
sadar kalau aku tidak harus melawannya."
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Api di tungku hampir padam. Aku tak bisa lagi melihat wajah Makoto. Di balik selimut
tipis, aku menggigil. Aku ingin tahu apakah aku bisa tertidur, apakah aku akan bisa tidur
lagi, apakah aku akan berhenti berusaha mendengarkan napas pembunuh bayaran. Di dunia
yang begini kejam, pengabdian Makoto telah menyentuhku. Aku tak dapat memikirkan
kata-kata yang cocok untuk diucapkan. Aku meraih tangannya, aku menggenggamnya
singkat dengan penuh syukur.
"Maukah kau berjaga jaga saat aku tidur?"
"Tentu saja." "Nanti bangunkan aku, kita harus bergantian tidur sebelum kita berangkat."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 175 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Makoto mengangguk. Aku membungkus tubuh dalam selimut kedua dan berbaring.
Sinar redup datang dari perapian. Aku dapat mendengar bisikan bara api yang nyaris padam.
Di luar angin mulai reda. Atap gubuk berderit: beberapa makhluk kecil gemerisik di jerami.
Seekor burung hantu berteriak sedangkan seekor tikus diam tak bergerak. Aku melayang
dalam tidur yang tak lelap, dan bermimpi ada anak-anak yang tenggelam. Aku terjun lagi
dan lagi ke air hitam beku namun tak mampu menyelamatkan mereka.
Hawa dingin membuatku terbangun. Mentari mulai menyinari gubug. Makoto duduk
dalam posisi meditasi. Napasnya begitu lambat sehingga aku hampir tidak mendengarnya,
meskipun aku tahu dia amat waspada. Aku mengawasinya beberapa saat. Ketika dia
membuka mata, aku mengalihkan pandanganku.
"Seharusnya kau bangunkan aku."
"Aku baik-baik saja. Aku tidak butuh tidur lama." Lalu dia bertanya dengan curiga.
"Kenapa kau tidak pernah menatapku?"
"Aku bisa membuatmu tertidur. Itu merupakan salah satu kemampuan Tribe yang
kuwarisi. Seharusnya aku mampu mengendalikannya, namun aku sering membuat orang
tertidur tanpa sengaja. Jadi aku tak ingin menatap langsung mata mereka."
"Maksudmu, keahlianmu bukan hanya pendengaran" Ada yang lainnya?"
"Aku bisa menghilang"cukup lama untuk membuat lawanku kebingungan atau untuk
menyelinap melewati penjaga. Dan aku bisa berada di dua tempat pada waktu yang
bersamaan. Kami menyebutnya penggunaan sosok kedua." Saat mengatakan itu, aku
mengamati Makoto tahu melihat reaksinya.
Dia agak tersentak. "Kedengarannya lebih mirip iblis ketimbang malaikat," dia
berkomat-kamit. "Apakah semua orang Tribe dapat melakukan itu?"
"Masing-masing orang memiliki keahlian yang berbeda. Tampaknya aku mewarisi lebih
banyak dari yang seharusnya."
"Aku tidak tahu apa-apa tentang Tribe, bahkan aku tak tahu kalau mereka ada sampai
kepala biara membicarakan dirimu dan hubunganmu dengan mereka ketika kau datang
bersama Shigeru di musim panas lalu."
"Banyak orang menganggap kemampuan ini adalah sihir," ujarku.
"Benarkah?" LIAN HEARN BUKU KEDUA 176 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Aku tidak tahu. Semua itu datang dengan sendirinya. Aku tidak mencarinya. Tapi
latihan mampu mempertajam kemampuanku ini."
"Mungkin seperti keahlian lainnya yang dapat diguiiakan untuk kebaikan maupun
kejahatan," dia berkata perlahan.
"Tribe menggunakannya untuk tujuan pribadi," ujarku. "Itulah mengapa mereka tak
ingin membiarkan aku hidup. Jika kau bersamaku, berarti kau juga dalam bahaya. Kau sudah
siap?" Makoto mengangguk. "Ya, aku siap. Meskipun begitu, apakah ancaman ini tidak
membuatmu gelisah" Sebagian besar orang akan lemah karena rasa takut."
Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Aku sering digambarkan sebagai orang yang
tak kenal takut, tapi sebenarnya itu terlalu berlebihan karena aku memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki manusia biasa. Lagi pula ketidaktakutanku itu hanya datang kadang-kadang
dan diperlukan energi untuk dapat mempertahankannya. Aku mengetahui rasa takut sebaik
laki-laki mana pun juga. Hanya saja ku tidak ingin memikirkannya. Aku berdiri dan
mengambil pakaianku yang belum kering benar dan terasa lengket di kulit saat dikenakan.
Aku keluar hendak membuang air kecil. Udara dingin dan lembab, namun salju telah
berhenti dan yang terhampar di tanah hanyalah lelehannya. Tak ada jejak kaki di sekitar
gubug dan kuil kecuali jejak kakiku yang hampir tertutup salju. Lintasan jalan menghilang
ke lembah. Gunung dan hutan hening kecuali bunyi angin. Di kejauhan dapat kudengar
jeritan burung gagak, dan dari jarak lebih dekat, beberapa burung kecil berkicau nan
memilukan. Tak terdengar tanda-tanda keberadaan manusia, tak ada bunyi kapak atau
batang kayu, tak ada bunyi lonceng biara, tidak juga gonggongan anjing. Mata air kuil
mengeluarkan bunyi rendah, bunyi yang dalam. Aku mencuci muka dan tangan di air yang
membeku lalu meminumnya. Kami tidak sarapan pagi itu. Makoto mengemasi sedikit barang bawaannya,
menyelipkan serulingnya ke ikat pinggangnya, dan mengambil tongkat. Hanya itu
senjatanya. Kuberikan dia pedang pendek yang kuambil dari penyerangku kemarin, dan dia
tempatkan di sisi seruling yang ada di ikat pinggangnya.
Saat kami berangkat, beberapa butiran salju melayang turun dan terus berjatuhan
sepanjang pagi. Meskipun salju yang menutupi jalan tidak terlalu tebal, namun beberapa kali
LIAN HEARN BUKU KEDUA 177 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kami tergelincir di atas lapisan es atau terperosok di lubang setinggi lutut. Pakaianku pun
langsung basah lagi seperti semalam. Jalan mulai menyempit; kami berjalan berjejer dengan
langkah sedang; nyaris tanpa bicara. Makoto kelihatannya tak memiliki bahan pembicaraan
lagi, sedangkan aku sibuk memperhatikan suara dan bunyi"untuk mendengarkan napas,
tongkat patah, petikan busur, siulan pisau yang dilempar. Aku seperti hewan liar yang selalu
merasa terancam, selalu merasa diburu.
Cahaya memudar sehingga terlihat berwarna abu-abu mutiara, bertahan seperti itu
cukup lama, lalu mulai menghitam. Butiran salju jatuh lebih deras, mulai beterbangan dan
mengendap. Sekitar sore hari, kami berhenti untuk minum di sungai kecil, tapi tak lama
setelah berhenti, dingin datang menyergap, sehingga kami tidak berlama-lama lagi.
"Inilah sungai utara yang mengalir melewati biara," Makoto menjelaskan. "Bila kita
ikuti jalan ini, tidak lama lagi kita akan sampai."
Tampaknya perjalanan kali ini jauh lebih mudah dibanding saat aku meninggalkan
Hagi. Aku mulai bisa lebih lantai karena Terayama tidak jauh lagi, dan ada teman di
perjalanan. Kami akan mencapai biara, dan aku akan aman di sana selama musim dingin.
Namun ocehan sungai menenggelamkan suara-suara lain sehingga aku tidak menyadari
kehadiran beberapa orang.
Ada dua orang laki-laki menghampiri kami dari arah hutan, seperti serigala. Tapi
mereka hanya mengantisipasi satu orang-aku-dan kehadiran Makoto membuat mereka
kaget. Namun mereka menganggap dia seorang biarawan yang tidak berbahaya, sehingga
mereka mendekatinya terlebih dulu, berharap agar dia lari ketakutan. Makoto menjatuhkan
orang pertama dengan satu pukulan di kepala, pukulan yang pasti telah meretakkan kepala
orang itu. Seorang lagi membawa pedang panjang yang membuat aku kaget karena anggota
Tribe tidak biasa membawa pedang. Aku menghilang saat dia mengayunkan pedang ke
arahku, lalu aku muncul dari bawah jangkauannya dan menebas tangannya yang memegang
pedang, mencoba melumpuhkannya. Belatiku menggores sarung tangannya; kutusuk lagi
dan kubiarkan bayanganku muncul di kakinya. Tusukan kedua tepat mengenai sasaran dan
darah mulai menetes dari pergelangan tangan kirinya saat dia mengayunkan pedang. Sosok
keduaku lenyap dan aku, masih keadaan menghilang, melompat menimpanya, mencoba
untuk mengiris lehernya, sambil berharap ada Jato sehingga dapat melawannya dengan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 178 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sepatutnya. Dia tidak bisa melihatku, tapi dia menarik lenganku dan berteriak ketakutan.
Aleu merasakan diriku mulai terlihat dan dia pun langsung menyadarinya. Dia menatap
wajahku seakail melihat hantu, matanya melebar ketakutan dan gemetar. Di saat yang sama,
Makoto memukulnya dengan tongkat dari belakang. Orang itu jatuh seperti kerbau,
membawaku jatuh bersamanya.
Aku berjuang keluar dari bawah tubuhnya, lalu menarik Makoto bersembunyi di batu
karang, waspada seandainya ada penyerang lain di balik bukit. Apa yang paling kutakutkan
adalah pemanah. Tapi hutan terlalu lebat untuk dapat memanah dari jauh. Tak ada tandatanda keberadaan orang lain.
Makoto bernapas kencang, matanya bersinar. "Kini aku sadari kemampuanku!"
"Kau juga cukup mahir! Terima Kasih."
"Siapa mereka?"
Aku dekati kedua mayat itu. Orang yang pertama adalah Kikuta"dapat kukenali dari
tangannya"sedangkan orang yang kedua memakai simbol Otori di balik baju bajanya.
"Dia seorang ksatria," kataku, sambil menatap simbol burung bangau. "Itu menjelaskan
pedangnya. Orang yang satunya lagi berasal dari Tribe-Kikuta."
Aku tidak mengenal orang Tribe itu, tapi sudah pasti kami bersaudara, terikat oleh garis
telapak tangan kami. Ksatria Otori itu membuatku gelisah. Apakah dia berasal dari Hagi" Apa yang dia
lakukan bersama pembunuh dari Tribe ini" Tampaknya kabar kepergianku ke Terayama
telah menyebar. Aku memikirkan Ichiro. Aku berdoa agar dia tidak disiksa untuk mengorek
keterangan. Apakah Jo-An atau salah seorang gelandangan yang mengkhianatiku" Mungkin
kedua orang ini sudah ke biara lebih dulu dan akan ada lebih banyak lagi yang menantiku di
sana. "Kau benar-benar menghilang tadi," kata Makoto. "Aku hanya dapat melihat jejak
kakimu di salju. Luar biasa." Ketika menyeringai, wajahnya berubah. Sulit dipercaya bila dia
adalah orang yang sama dengan si pemain seruling yang putus asa di malam sebelumnya.
"Sudah lama aku tidak bertarung. Alangkah menakjubkan. Bertaruh dengan maut justru
membuat hidupku jadi begitu indah."
Salju tampak lebih putih, dan hawa dingin semakin menusuk. Aku kelaparan,
LIAN HEARN BUKU KEDUA 179 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
merindukan kenyamanan mandi air panas, makanan, dan sake.
Kami melanjutkan perjalanan dengan semangat baru. Kami memang membutuhkannya;
sekarang ini angin lebih kencang dan salju turun lebih deras. Aku mensyukuri kehadiran
Makoto karena di saat-saat akhir, di saat jalan semakin kabur, dia sangat mengenal jalannya
dan tidak pernah berhenti. Kini biara telah dibangun dinding kayu yang mengelilingi
bangunan utama dan penjaga menghadang kami. Makoto menyahuti dan mereka
menyambut kedatangannya dengan gembira. Mereka nampak lega karena Makoto telah
memutuskan untuk kembali.
Setelah mereka menutup gerbang dan kami telah berada di pos jaga, mereka menatapku
penuh selidik, tak yakin apakah mereka mengenaliku atau tidak. Makoto berkata, "Lord
Otori Takeo mencari perlindungan di sini selama musim dingin. Maukah kalian
memberitahukan kepala biara kalau dia ada di sini?" '
Salah seorang berlari menyeberangi halaman. Karena berlari melawan arah angin,
sehingga badannya menjadi putih oleh salju sebelum sampai di beranda. Atap besar di aula
utama telah diselimuti salju, cabang pohon cherry dan plum yang tak berdaun sarat dengan
bunga salju. Beberapa penjaga mengisyaratkan kami untuk duduk di dekat perapian. Seperti juga
Makoto, mereka adalah biarawan muda, bersenjatakan panah, tombak dan tongkat panjang.
Teh dan pakaian kami beruap, menciptakan kehangatan yang nyaman. Aku mencoba
melawannya; aku belum ingin bersantai.
"Ada yang kemari mencariku?"
"Beberapa orang asing terlihat di gunung ini tadi pagi. Mereka menyusuri biara lalu
masuk ke hutan. Kami tidak tahu kalau mereka sedang mencarimu. Kami justru mencemaskan Makoto"kami mengira mereka itu banditnamun cuaca terlalu buruk untuk
menyuruh orang keluar untuk mengejar mereka. Lord Otori datang di waktu yang tepat.
Jalan yang kalian turuni tadi tidak mungkin lagi dilewati. Biara kini tertutup hingga musim
semi." "Suatu kehormatan bagi kami atas kedatanganmu," seorang biarawan berkata malumalu, dan mereka saling bercerita singkat kalau mereka mendapat petunjuk yang jelas
tentang kedatanganku. LIAN HEARN BUKU KEDUA 180 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Setelah beberapa waktu berlalu, seorang biarawan datang dengan tergesa-gesa. "Kepala
biara senang atas kedatangan Lord Otori," ujarnya, "dan memintamu mandi dan makan
dulu. Beliau akan menemuimu setelah doa malam."
Makoto menghabiskan tehnya, membungkuk resmi padaku dan berkata bahwa dia
harus bersiap-siap untuk doa malam, seakan dia telah seharian di biara bersama biarawan
lainnya, dan bukannya berjuang menembus badai salju dan membunuh dua orang. Sikapnya
tenang resmi. Aku tahu di balik sikapnya ada hati teman sejati namun di tempat ini, dia
adalah biarawan, sementara aku harus belajar untuk menjadi pemimpin. Angin berdesir
mengelilingi atap biara, salju melayang turun tanpa belas kasih. Aku berhasil tiba dengan
selamat di Terayama. Musim dingin ini merupakan kesempatan untuk membentuk ulang
hidupku. Aku diantar ke salah satu kamar tamu oleh pemuda yang membawa pesan pada kepala
biara. Di musim semi dan musim panas, kamar-kamar ini akan dipenuhi pengunjung dan
peziarah, namun kini sepi. Meskipun jendela ditutup untuk menghindari angin, namun
dinginnya kamar masih terasa menggigit. Angin saat merintih menembus celah dinding,
dan salju melayang melalui celah dinding yang lebih besar. Biarawan yang sama
menunjukkan jalan ke rumah mandi kecil yang dibangun di atas mata air panas. Aku
melepaskan pakaianku yang basah dan kotor, rnenggosok sekujur tubuhku lalu aku
berendam di air panas. Rasanya bahkan lebih menyenangkan dari yang kubayangkan. Aku
memikirkan orang yang mencoba untuk membunuhku dalam dua hari terakhir ini dan
senang karena aku masih tetap hidup. Air beruap dan berbuih di sekelilingku. Aku
bersyukur atas air yang mengalir dari gunung, membasahi tubuhku yang sakit, dan
mencairkail tungkai kaki dan lenganku yang beku. Aku memikirkan pegunungan yang
sering memuntahkan abu dan api ataLi melontarkan batu sehingga bangunan pun menjadi
seperti ranting, dan orang-orang pun merasa tidak berdaya bagaikan serangga yang
merangkak dari kayu yang terbakar.
Gunung ini bisa saja mencengkram dan membekukan diriku hingga mati, tapi
sebaliknya, gunung justru memberiku air yang menghangatkan.
Kedua lenganku memar akibat perkelahian tadi dan menimbulkan goresan luka panjang
dan dalam di leherku. Aku pasti terkena pedangnya. Pergelangan tangan kananku yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 181 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
terkadang terasa mengganggu sejak dipelintir Akio di Inuyama, kini terasa kuat. Badanku
lebih kurus, namun bentuknya menjadi bagus setelah melakukan perjalanan jauh. Dan kini
aku pun bersih. Aku mendengar langkah kaki di ruangan luar dan seorang biarawan berteriak bahwa dia
membawa pakaian kering dan sedikit makanan. Aku bangkit dari bak air, kulitku bersinar
kemerahan karena air panas, lalu aku mengelap tubuhku hingga kering kemudian aku berlari
kembali sepanjang jalanan papan, sambil melewati salju, menuju kamar.
Kamarku kosong; pakaianku tergeletak di lantai: cawat bersih, pakaian dalam berlapis
kapas, pakaian luar yang terbuat dari sutra yang dilapisi kapas dan juga sabuk. Pakaianku
berwarna plum gelap dengan pola ungu lebih gelap, simbol Otori keperakan ada di bagian
punggung. Kuletakkan pakaian itu dengan perlahan, seraya menikmati sentuhan sutra.
Sudah lama aku tidak memakai busana bermutu sebaik ini. Aku ingin tahu mengapa berida
ini ada di biara dan siapa yang meninggalkannya di sins. Apakah Shigeru" Aku merasakan
kehadirannya menyelimutiku. Hal pertama yang akan kulakukan pagi nanti adalah berziarah
ke makamnya. Dia akan memberitahukan cara untuk balas dendam.
Aroma makanan membuatku sadar betapa laparnya aku. Hanya dalam sekejap
kuhabiskan semua makanan. Setelah makan, aku lalu berlatih dan kuakhiri dengan meditasi
agar kehangatan setelah mandi air panas tidak cepat hilang.
Selain angin dan salju, aku mendengar lantunan doa dari aula utama biara. Malam
bersalju, kamar sepi dengan kenangan dan hantunya, kata-kata sutra yang jernih, semuanya
menyatu dan menghasilkan sensasi manis"pedih nan indah. Andaikan aku dapat
mengekspresikan sensasi itu, andaikan aku lebih menaruh perhatian ketika Ichiro
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengajariku puisi. Aku tidak sabar ingin memegang kuas: Jika aku tidak bisa menunjukkan
perasaanku dalam katakata, setidaknya aku bisa mengatakannya melalui gambar.
Datanglah kemari, begitulah yang diucapkan rahib tua, bila semuanya telah selesai....
Sebagian diriku berharap dapat menghabiskan sisa hidupku di tempat yang tenang ini. Tapi
bahkan di tempat ini pun aku mendengar rencana perang; para biarawan dipersenjatai dan
biara dibentengi. Keadaan jauh dari selesai justru baru saja dimulai.
Lantunan doa berakhir dan aku mendengar langkah kaki lembut saat biarawan berbaris
keluar untuk makan, lalu mereka akan tidur hingga lonceng tengah malam membangunkan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 182 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mereka. Ada langkah kaki mendekati kamarku dari arah serambi dan biarawan yang sama
menggeser pintu terbuka. Dia membungkuk dan berkata,
"Lord Otori, kepala biara ingin bertemu denganmu sekarang."
Aku berdiri dan mengikutinya menyusuri beranda. "Siapa namamu?"
"Norio, tuan," jawabnya dan berbisik menambahkan, "Aku lahir di Hagi."
Dia tidak berkata apa-apa lagi, biara melarang orang berbicara yang tidak penting.
Kami berjalan mengitari taman yang telah dipenuhi salju, melewati aula makan di mana
biarawan berbaris rapih dalam keadaan berlutut dengan hening, masing-masing ada
semangkuk makanan di depannya. Kami lalu melewati aula utama yang tercium aroma dupa
dan lilin, di tempat inilah sosok patung emas duduk bercahaya dalam keremangan, menuju
persimpangan ketiga. Di sini terdapat serentetan ruangan kecil yang digunakan sebagai
tempat kerja atau belajar. Dari jauh dapat kudengar bunyi klik tasbih, bisikan kata-kata
sutra. Kami berhenti di luar ruangan pertama, dan Norio memanggil ke dalam dengan nada
rendah, "Lord Abbot, tamu Anda sudah di sini."
Aku merasa malu saat melihatnya, karena dialah si rahib tua itu yang dulu pernah
mengundangku saat aku datang bersama Shigeru, dalam balutan pakaian yang sama seperti
ketika aku datang dulu. Aku mengira dia sesepuh di biara ini, bukan kepala biara. Aku
begitu terbungkus oleh urusanku sendiri waktu itu sehingga aku tidak menyadari siapa dia
sebenarnya. Aku berlutut hingga dahiku menyentuh lantai. Sesantai seperti dulu, dia menghampiriku, memintaku duduk tegak dan memelukku. Kemudian dia duduk dan
mengamatiku, wajahnya yang bersinar menyungging senyuman. Aku membalas senyumnya,
merasakan kegembiraannya yang tulus.
"Lord Otori," ucapnya. "Aku senang kau kembali pada kami dengan selamat. Aku selalu
memikirkanmu selama ini. Kau telah melalui masa-masa kelam."
"Semua itu belum berakhir, dan aku hendak meminta perlindunganmu selama musim
dingin ini. Tampaknya semua orang mengejarku sehingga aku memerlukan tempat yang
aman sambil menyiapkan diri."
"Makoto telah menceritakan sedikit tentang posisimu. Kau selalu disambut di sini."
"Aku harus mengatakan tujuanku. Aku bermaksud mengambil warisanku dari Otori
dan menghukum orangorang yang bertanggungjawab atas kematian Lord Shigeru. Hal ini
LIAN HEARN BUKU KEDUA 183 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mungkin dapat membahayakan biara."
"Kami sudah siap," dia menjawab dengan tenang.
"Kau memperlakukan aku sangat baik, meskipun aku tidak layak menerimanya."
"Kupikir kau tahu bahwa kami memiliki ikatan dengan Otori, dan kami berhutang budi
padamu. Dan juga karena kami yakin pada masa depanmu."
Lebih dari yang aku yakini, pikirku tanpa mengeluarkan kata-kata tersebut. Aku merasa
wajahku merona. Sulit dipercaya, seorang kepala biara masih memuji-mujiku, setelah semua
kesalahan yang kuperbuat. Aku merasa seperti penipu yang memakai jubah Otori, dengan
rambut pendek, tanpa uang, harta, anak buah, maupun pedang.
"Semua upaya diawali dengan satu tindakan," dia berkata, seolah-seolah dapat membaca
pikiranku. "Dan tindakan pertamamu sudah benar, yaitu datang kemari."
"Guruku, Ichiro, yang mengirimku. Dia akan kemari pada musim semi nanti. Dia
menasihatiku agar mencari perlindungan Lord Arai. Aku harus memulai dari awal."
Di sekitar mata Kepala Biara agak berkerut saat tersenyum. "Tidak, Tribe tak akan
membiarkanmu hidup. Kau kini jauh lebih rentan. Kau tidak tahu siapa musuhmu. Tapi,
kau mengetahui kekuatan mereka."
"Seberapa jauh kau tahu tentang mereka?"
"Shigeru pernah mengatakannya dan sering meminta nasihatku. Pada kunjungannya
yang terakhir, kami bicara banyak tentangmu."
"Aku tidak mendengarnya."
"Dia mengatakan semua itu di dekat air terjun agar kau tidak bisa mendengarnya.
Setelah itu kami pindah ke ruangan ini."
"Tempat kalian membahas perang."
"Dia ingin memastikan kalau biara dan kota ini akan bangkit bila lida mati.
Keinginannya untuk membunuh lida pun masih bercabang, dia takut kau akan tertangkap.
Seperti yang diketahui, ternyata kematian Shigeru yang memicu pemberontakan yang tidak
mampu kami cegah, meskipun kami ingin melakukannya. Selain itu, Arai bersekutu dengan
Shigeru, bukan dengan Otori. Jika dia mampu mengambil alih wilayah ini, maka dia akan
melakukannya. Perang akan terjadi di musim panas ini."
Setelah diam sejenak, dia melanjutkan, "Otori hendak mengambil tanah Shigeru dan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 184 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mengumumkan bahwa pengangkatanmu sebagai Otori tidak sah. Belum puas dengan
merencanakan kematian Shigeru, mereka juga ingin menjelek-jelekkan citranya. Itulah
alasannya aku senang kau hendalc menuntut hakmu."
"Apakah Klan Otori akan menerimaku?" aku mengulurkan tangan, telapak tanganku
terlentang. "Aku tertanda sebagai Kikuta."
"Kita akan bicarakan itu nanti. Kau akan kaget betapa banyak orang yang menanti
kepulanganmu. Kau akan melihatnya musim semi nanti. Orang-orang akan datang
mencarimu." "Ada seorang ksatria Otori mencoba membunuhku," kataku, tak yakin.
"Makoto sudah ceritakan. Saat ini Klan Otori memang terpecah-belah. Shigeru tahu itu
dan dia menerimanya. Keretakan itu bukan akibat perbuatan Shigeru"benih-benih
perpecahan mulai muncul ketika dia menuntut kekuasaan setelah kematian ayahnya."
"Kurasa kedua paman Shigeru yang bertanggung jawab atas kematiannya," ujarku,
"Namun semakin aku belajar, semakin aku kaget karena mereka membiarkannya tetap hidup
dalam waktu lama." "Takdir yang menentukan panjang-pendeknya hidup kita," jawabnya. "Pemimpin Otori
takut pada penduduk mereka sendiri. Para petani mereka tidak mudah berubah oleh sifat
dan tradisi. Mereka tak pernah benar-benar menurut, seperti halnya petani di bawah
kekuasaan Tohan. Shigeru mengenal dan menghormati para petani itu, dan hasilnya, dia
mendapatkan rasa hormat dan cinta mereka. Itulah yang melindunginya. Kini kesetiaan
mereka dialihkan kepadamu."
"Mungkin saja," kataku, "tapi ada masalah yang lebih serius: aku kini di vonis mati oleh
Tribe." Raut muka Kepala Biara tetap tenang, wajahnya terlihat berwarna gading di bawah
cahaya lampu. "Sudah kuduga kalau itulah alasan lain kau kemari."
Aku menduga dia akan melanjutkan ucapannya tapi ternyata dia diam. Dia menatapku
dengan pandangan yang penuh harapan.
"Lord Shigeru menyimpan beberapa catatan," kataku, sambil berbicara hati-hati di
ruangan kedap suara ini. "Catatan mengenai Tribe dan kegiatan mereka. Kuharap kau bisa
memberikannya kepadaku."
LIAN HEARN BUKU KEDUA 185 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Semua itu disimpan di sini untukmu," dia menjawab. "Akan kusuruh orang
mengambilnya. Dan ada satu lagi yang kusimpan untukmu."
"Jato," ujarku.
Dia mengangguk. "Kau akan memerlukannya kelak."
Dia memanggil Norio dan menyuruhnya ke ruangan penyimpanan dan mengambil
sebuah peti dan pedang. "Shigeru tidak ingin mempengaruhi keputusan apa pun yang kau ambil," dia berkata,
sementara aku mendengar langkah kaki Norio mengitari beranda biara. "Dia menyadari
kalau dua sisi sifatmu akan menyebabkan terbelahnya kesetiaanmu. Dia cukup siap jika kau
memilih sisi Kikuta. Bila demikian, tak seorang pun akan mendapatkan catatannya kecuali
aku. Tapi karena kau memilih sisi Otori, maka catatan itu menjadi milikmu."
"Aku telah menjual beberapa bulan dalam hidupku kepada Tribe," kataku, dengan sisasisa rasa jijik pada diriku sendiri. "Tak ada kemuliaan dalam pilihanku ini kecuali setelah aku
melakukan apa yang menjadi keinginan Lord Shigeru. Bahkan sebenarnya ini bukan pilihan
karena hidupku bersama Tribe telah berakhir. Mengenai sisi Otori, aku ini hanyalah anak
angkat dan kelak akan dipertanyakan oleh semua orang."
Sekali lagi, senyum menyinari wajahnya, matanya bercahaya oleh kearifan. "Keinginan
Shigeru juga merupakan alasan yang baik."
Aku merasa dia tahu sesuatu yang akan dibagi padaku kelak, tapi seiring pikiran yang
terlintas itu, aku mendengar langkah kaki mendekat. Aku tak bisa menahan rasa tegang
karena itu adalah langkah Norio, agak berat kali ini"dia membawa peti dan pedang. Dia
menggeser pintu agar terbuka lalu melangkah masuk sambil berlutut. Dia meletakkan peti
dan pedang itu di lantai. Aku tidak memalingkan kepala tapi aku mendengar bunyi lembut
dari dua benda itu. Denyut jantungku kian cepat, senang bercampur takut, karena aku akan
menggenggam Jato lagi. Norio menutup pintu di belakangnya, dan sambil berlutut lagi dia meletakkan bendabenda berharga ini di depan Kepala Biara. Kedua benda ini dibungkus kain tua sehingga
kekuatan isinya tersamarkan. Kepala Biara lalii mengeluarkan Jato dari kain pembungkusnya
kemudian dia sodorkan kepadaku dengan dua tangan. Kuambil dengan cara yang sama,
mengangkatnya ke atas kepala, dan membungkuk pada Kepala Biara, merasakan dinginnya
LIAN HEARN BUKU KEDUA 186 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sarung pedang yang sudah akrab di hatiku. Tak sabar aku menarik Jato dari sarungnya dan
membangunkan suara bajanya, namun aku tak akan melakukan itu di hadapan Kepala Biara.
Aku letakkan Jaw dengan hormat di sampingku sementara Kepala Biara membuka peti.
Aroma pahit keluar dari peti itu. Aku langsung mengenalinya. Sesungguhnya peti itu
yang kubawa dalam pengawasan Kenji saat berjalan ke biara, yang semula kupikir hadiah
untuk kepala biara. Tidak tahukah Kenji apa isi peti ini"
Kepala Biara membuka penutupnya"tidak terkunci dan aroma pahit semakin kuat. Dia
mengambil salah satu gulungan kertas dan menyerahkannya padaku.
"Kau harus baca ini lebih dulu. Begitulah amanat Shigeru." Saat aku mengambilnya, dia
berkata dengan penuh perasaan, "Tidak kusangka saat ini akan tiba juga."
Kutatap matanya. Kedua cekungan di wajah tuanya tampak secemerlang dan sehidup
mata anak remaja. Dia membalas tatapanku dan aku tahu dia tidak akan kalah oleh daya
kantuk Kikuta. Di kejauhan terdengar lonceng kecil berdentang tiga kali. Di benakku, aku
seperti dapat melihat para biarawan berdoa dalam meditasi. Aku merasakan kekuatan
spiritual dari tempat suci ini, kekuatan yang terpusat dan tercermin dalam pesona rahib tua
di depanku ini. Sekali lagi aku merasakan gelombang rasa syukur, padanya, pada
keyakinannya, pada Surga dan berbagai tuhan berbeda yang, meskipun bukan kepercayaanku, tapi tampaknya telah mengambil hidupku menjadi canggung jawab dan asuhan
mereka. "Bacalah," dia mendesak. "Sisanya bisa kau pelajari nanti, tapi baca ini sekarang."
Aku membuka gulungan kertas, mengerutkan dahi ke naskah ini. Aku mengenali
tulisan Shigeru, aku mengenal nama-nama dalam tulisannya. Namaku ada di dalamnya, tapi
sepertinya tidak masuk akal. Mataku naik turun membaca barisan kalimat; aku membuka
gulungan sedikit lagi dan menemulcan namaku di antara lautan nama. Naskah ini adalah
daftar silsilah seperti yang pernah Gosaburo ajarkan padaku di Matsue. Setelah menangkap
maksudnya, aku pelajari lagi lebih dalam. Aku kembali ke tulisan pendahuluan dan
membacanya sekali lagi dengan hati-hati. Kemudian aku membacanya untuk yang ketiga
kalinya. Aku menatap Kepala Biara.
"Benar ini?" Dia tertawa lembut. "Sepertinya benar. Kau tidak melihat wajahmu sendiri sehingga
LIAN HEARN BUKU KEDUA 187 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
kau tidak melihat bukti di sana. Tanganmu memang Kikuta, tapi wajahmu Otori. Ibu dari
ayahmu bekerja sebagai mata-mata Tribe. Tohan mempekerjakannya dan mengirimnya ke
Hagi saat ayah Shigeru, Shigemori, beranjak dewasa. Kemudian terjalinlah hubungan yang
tidak disetujui Tribe. Ayahmulah hasilnya. Nenekmu pastilah sangat cerdik: dia tak memberitahu siapa pun; dia lalu menikahi sepupunya dan anak itu dibesarkan sebagai Kikuta.
"Shigeru dan ayahku kakak-beradik" Shigeru adalah pamanku?"
"Sulit bagi orang lain untuk menyangkalnya, terutama melihat wajahmu. Waktu
Shigeru pertama kali melihatmu, ia terkesima oleh kemiripanmu dengan adiknya, Takeshi.
Tentu saja, dua orang kakak beradik akan sangat mirip. Sekarang, bila rambutmu dibiarkan
lebih panjang, kau akan menjadi tiruan Shigeru saat dia muda."
"Bagaimana dia menemukan ini semua?"
"Beberapa keterangan dia peroleh dari dokumen keluarga. Ayahnya menduga kalau
perempuan itu sedang hamil, dan sebelum meninggal dia menceritakan rahasia ini pada
Shigeru. Sisanya, Shigeru yang mencari sendiri. Dia menelusuri jejak ayahmu sampai ke
desa Mino dan mengetahui kalau saudaranya mempunyai seorang anak. Ayahmu pasti juga
menderita konflik batin yang sama sepertimu. Meskipun dibesarkan sebagai Kikuta dan
memiliki berbagai keahlian, bahkan berada di tingkat tertinggi golongan Tribe, dia masih
berusaha lari dari mereka. Ini artinya ayahmu berdarah campuran dan dia tidak memiliki
fanatisme Tribe sejati. Shigeru telah mengumpulkan berbagai catatan tentang Tribe sejak
dia berteman dengan Muto Kenji. Mereka bertemu di Yaegahara; Kenji terjebak dalam
pertempuran itu dan menyaksikan kematian Shigemori." Kepala Biara menatap Jato sekilas.
"Dialah yang memperoleh kembali Jato dan memberikan pada Shigeru. Mereka mungkin
telah menceritakan hal ini padamu."
"Kenji pernah menyinggung hal itu," kataku.
"Kenji menolong Shigeru meloloskan diri dari pasukan Iida. Waktu itu mereka masih
muda; mereka pun akhirnya bersahabat. Selain bersahabat, boleh dibilang mereka bertukar
informasi tentang banyak hal tanpa disengaja. Aku tidak yakin kalau Kenji mengetahui
betapa misterius dan lihainya Shigeru itu."
Aku terdiam. Pengungkapan ini membuatku heran, meskipun masuk akal. Darah Otori
dalam diriku yang memiliki keinginan kuat untuk membalas dendam sewaktu keluargaku
LIAN HEARN BUKU KEDUA 188 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dibantai di Mino, darah ini pula yang telah membentuk ikatanku dengan Shigeru. Sekali
lagi aku berduka pada Shigeru, berharap aku tahu hal ini lebih awal, tapi aku pun gembira
karena dia dan aku berbagi keturunan yang sama, karena aku bagian dari Otori.
"Berita ini memastikan kalau aku telah mengambil keputusan yang tepat," kataku
akhirnya, dalam suara tercekat oleh emosi. "Tapi jika aku bangsawan Otori, seorang ksatria,
maka aku harus belajar lebih banyak lagi." Aku menunjuk ke gulungan kertas di dalam peti.
"Bahkan kemampuan membacaku pun masih buruk!"
"Kau bisa belajar selama musim dingin ini," jawab Kepala Biara. "Makoto akan
membantumu menulis dan membaca. Di musim panas kau akan pergi ke Arai untuk
berlatih perang. Sementara ini, kau harus mempelajari teorinya, dan terus berlatih pedang."
Dia berhenti sesaat dan tersenyum lagi. Kurasa ada kejutan lain yang dia simpan
untukku. "Aku yang akan mengajarimu," ujarnya. "Sebelum melayani Sang Pencerah, aku
dianggap ahli dalam masalah ini. Nama duniaku adalah Matsuda Shingen."
Aku pernah mendengar nama itu. Matsuda adalah salah seorang ksatria paling
termahsyur pada generasi sebelumnya, seorang pahlawan bagi pemuda Hagi. Kepala Biara
tertawa ringan saat melihat rasa takjub di wajahku.
"Kurasa kita akan menikmati musim dingin ini. Banyaknya latihan akan membuat kita
tetap hangat. Ambil barang-barang ini, Lord Otori. Kita akan mulai latihan besok pagi. Bila
kau tidak sedang belajar, kau akan bergabung dengan para biarawan untuk meditasi. Makoto
akan membangunkanmu pada saat Waktu Macan*."
Aku membungkuk dengan penuh rasa syukur. Dia melambaikan tangan menyuruhku
pergi. "Kami hanya membayar hutang budi padamu."
"Tidak," kataku. "Aku yang berhutang budi padamu. Akan kulakukan apa pun yang kau
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
minta. Aku adalah pelayanmu."
Aku berada di pintu ketika dia memanggil, "Mungkin memang ada satu hal lagi."
Sambil berbalik, aku berlutut. "Apa saja!"
"Panjangkan rambutmu!" dia berkata sambil tertawa.
Masih kudengar tawanya saat aku mengikuti Norio kembali ke kamar. Norio
LIAN HEARN BUKU KEDUA 189 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
membawakan peti, sedangkan aku memegang Jato. Angin agak berkurang, salju mulai lebih
cair dan deras. Salju pun terdengar halus, menyelimuti gunung, mengucilkan biara dari
dunia. Di dalam kamar, kasur tidur telah dibentangkan. Aku berterima kasih kepada Norio
dan mengucapkan selamat malam. Dua lampu menerangi kamarku. Aku tarik Jato dari
sarungnya dan memandangi mata pisaunya yang tajam, seraya memikirkan api yang telah
menempanya hingga menjadi gabungan ketajaman yang lembut, kuat dan mematikan.
Lipatan-lipatan di bajanya menunjukkan pola mirip-ombak yang indah. Benda ini adalah
hadiah Shigeru, seperti juga nama dan hidupku. Kugenggam pedang ini dengan dua tangan
dan melakukan gerakan yang Shigeru ajarkan padaku di Hagi.
Jato pun bernyanyi tentang darah dan perang.*
LIAN HEARN BUKU KEDUA 190 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
KAEDE telah pulang dari tempat nun jauh, lepas dari pemandangan serba merah yang
dikelilingi api dan darah. Dia telah menyaksikan bayang-bayang menakutkan selama
demam; kini, ia membuka mata dalam keremangan rumah orangtuanya yang terasa akrab.
Seringkali, ketika menjadi tawanan di kastil Noguchi, ia bermimpi sedang berada di
rumahnya sendiri, namun tak lama kemudian ia radar kalau dia masuh di kastil. Saat ini ia
masih terbaring, matanya tertutup, namun ia merasa ada sesuatu yang menusuk-nusuk di
bagian bawah perutnya, dan berpikir mengapa dia bermimpi mencium aroma daun moxa.
"Dia sudah siuman!" Suara laki-laki, suara orang asing, mengagetkannya. Kaede merasa
ada sentuhan di keningnya dan ia tahu itu adalah tangan Shizuka, tangan yang dingin dan
kokoh itulah yang terlintas di benaknya selain rasa takut. Tampaknya hanya itu yang bisa ia
ingat. Sesuatu telah terjadi pada dirinya, namun ia mengelak untuk memikirkannya. Ia
teringat saat ia jatuh. Ia pasti terjatuh dari Raku, kuda abu-abu pemberian Takeo. Ya, ia
pasti telah terjatuh dan kehilangan anaknya.
Mata Kaede bersimbah air mata. Ia sadar sedang tidak berpikir jernih, tapi ia juga tahu
anaknya telah tiada. Ia merasakan tangan Shizuka tidak di keningnya lagi, tapi kemudian
pelayannya itu kembali dan menempelkan kain hangat untuk mengelap wajah Kaede.
"Lady!" ujar Shizuka, "Lady Kaede."
Kaede mencoba menggerakkan tangan, tapi tangannya tidak bisa digerakkan. Di
tangannya terasa ada sesuatu yang ditusuk-tusuk.
"Jangan bergerak dulu," kata Shizuka. "Tabib dari Lord Fujiwara, Ishida, sedang
merawatmu. Kau akan sembuh. Jangan menangis, Lady."
"Kondisi ini normal," Kaede mendengar tabib itu berkata. "Mereka yang nyaris
LIAN HEARN BUKU KEDUA 191 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
mendekati kematian selalu menangis ketika pulih, entah karena bahagia atau sedih. Aku tak
pernah tahu." Kaede pun tak tahu. Ketika berhenti menitikkan air mata, ia pun tertidur.
Selama beberapa hari ia tidur, bangun, makan sedikit, dan tidur lagi. Lalu tidurnya
berkurang, namun ia tetap berbaring dengan mata tertutup sambil mendengarkan berbagai
kegiatan di rumah. Ia mendengar suara Hana yang telah mendapatkan kembali kepercayaan
diri, suara lembut milik Ai, nyanyian dan omelan Shizuka pada Hana yang terus mengikuti
sambil berusaha menyenangkan. Inilah kediaman para perempuan-tanpa laki-laki-perem
puan yang menyadari bahwa mereka di ambang jurang kehancuran namun masih mampu
bertahan. Musim gugur lambat-laun berubah menjadi musim dingin.
Satu-satunya laki-laki di rumah ini adalah si tabib yang menempati paviliun tamu dan
setiap hari datang melihat kondisi Kaede. Laki-laki itu bertubuh kecil dan cekatan, dengan
jari yang panjang dan suara pelan. Kaede mulai mempercayainya, merasa kalau tabib itu
tidak menghakiminya. Tabib itu tidak menilai baik atau buruk tentang dirinya,
sesungguhnya dia memang tidak memikirkan halhal seperti itu. Tabib itu hanya
menginginkan kesembuhan dirinya.
Ichida menggunakan teknik-teknik yang dia pelajari dari tanah daratan, dengan
menggunakan jarum perak dan emas, serta salep daun mugwort yang dioleskan di kulit, dan
teh rebus dari kulit pohon willow. Dia adalah orang pertama dari tanah daratan yang pernah
Kaede temui. Terkadang Kaede berbaring dan mendengar dia sedang bercerita pada Hana
tentang hewan yang pernah dia lihat, paus raksasa di laut, dan beruang serta harimau di
darat. Ketika Kaede mampu bangun dan berjalan keluar, Ishida menyarankan agar dilakukan
upacara bagi anak yang telah meninggal. Kaede pun dibawa ke biara dengan tandu, dan ia
berlutut di depan kuil untuk menyembah Jizo, dewa penjaga bayi air yang mati sebelum
dilahirkan. Ia berduka atas hidup anaknya yang begitu singkat.
Aku tidak akan melupakanmu, Kaede berjanji dalam hati, dan berdoa akan melewati
cara yang lebih aman lain kali. Ia merasakan arwah anaknya aman sampai ia bisa
melanjutkan hidup ini. Kaede pun melakukan doa yang sama bagi anak Shigeru, menyadari
bahwa dialah satu-satunya orang selain Shizuka yang mengetahui masa singkat keberadaan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 192 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
anak itu. Air mata Kaede berlinang lagi, tapi ketika kembali ke rumah, ia merasakan beban
yang berat sudah terangkat.
"Kau harus melanjutkan hidupmu," kata tabib Ishida. "Kau masih muda, kelak kau akan
menikah dan punya anak lagi."
"Aku ditakdirkan untuk tidak menikah," jawab Kaede.
Ishida tersenyum, menganggap Kaede sedang bergurau. Tentu saja, pikir Kaede,
ucapannya hanya gurauan. Perempuan yang berada di posisinya, di klasnya selalu menikah,
atau dinikahkan dengan siapa pun yang dianggap dapat menjadi sekutu yang
menguntungkan. Tapi pernikahan seperti itu direncanakan oleh orangtua atau pemimpin
klan atau penguasa lain, dan dirinya tanpa disangka-angka terbebas dari mereka semua.
Ayahnya telah tiada. Klan Seishuu, klan yang membawahi keluarga Maruyama dan
Shirakawa, terlalu sibuk mengurus kericuhan yang terjadi setelah jatuhnya Tohan serta
kemunculan Arai yang tak diduga. Siapa yang akan memberitahukan apa yang harus ia
lakukan" Apakah Arai" Haruskah ia bersekutu dan mengakui Arai sebagai atasannya" Lalu
apa untung-ruginya" "Kau tampak sangat serius," kata tabib itu. "Boleh aku tahu apa yang menyita
pikiranmu. Kau seharusnya rileks."
"Aku harus memutuskan apa yang akan kulakukan," ujar Kaede.
"Sebaiknya kau jangan melakukan apa pun hingga kau lebih kuat. Musim dingin sudah
dekat. Kau harus beristirahat, makan yang cukup, dan berhati-hati agar tidak kedinginan."
Aku harus mengkonsolidasi wilayahku, menghubungi Sugita Hiroki di Maruyama dan
menyatakan maksudku untuk mengambil tahta warisanku, dan mencari uang dan makanan
bagi anak buahku, pikir Kaede, namun ia tidak mengatakannya pada Ishida.
Ketika Kaede semakin kuat, ia mulai memperbaiki rumah sebelum salju tiba. Semuanya
dibersihkan, alas lantai baru dihamparkan, jendela diperbaiki, genteng dan sirap diganti.
Taman dirawat kembali. Ia hanya memiliki sedikit uang untuk membayar semua itu, tapi ia
mendapatkan orang yang mau bekerja dengan janji pembayaran di musim semi, dan setiap
harinya ia belajar lebih banyak tentang bagaimana satu tatapan atau nada bicara bisa
membuatnya meraih pengabdian mereka.
Kaede masuk ke ruangan ayahnya untuk memanfaatkan buku-buku yang ada dengan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 193 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
bebas. Ia membaca dan melatih setiap waktu, sampai Shizuka, yang cemas akan
kesehatannya, membawa Hana untuk datang mengganggu. Kemudian Kaede pun bermain
dengan adiknya, mengajarinya membaca dan menulis. Di bawah asuhan Shizuka yang tegas,
keliaran Hana mulai berkurang. Dia pun haus belajar seperti halnya Kaede.
"Kita harusnya terlahir sebagai laki-laki," Kaede menghela napas panjang.
"Sehingga ayah bangga," ujar Hana. Lidahnya ditekan di gigi atas saat dia berkosentrasi
pada huruf-huruf. Kaede tidak menjawab. Ia tak pernah membicarakan ayahnya dan berusaha talc
memikirkan itu. Kaede bahkan tidak bisa lagi membedakan secara jelas antara apa yang
sebenarnya terjadi saat ayahnya mati dan bayangan akibat demam dalam sakitnya. Ia tidak
bertanya pada Shizuka maupun Kondo, ia takut pada jawabannya. Ia hendak ke biara,
melakukan upacara berduka, dan memesan nisan batu yang bagus untuk makam ayahnya,
namun ia masih takut pada hantu ayahnya yang melayang-layang dalam demamnya.
Meskipun berpegang pada pikiran, Aku tidak melakukan sesuatu kesalahan, Kaede tidak
dapat mengingat ayahnya tanpa denyutan rasa malu yang ditutupinya dengan marah.
Ayahku lebih membantuku saat dia mati daripada hidup, Kaede memutuskan, dan
biarlah orang tahu kalau ia sedang berusaha memulihkan nama Shirakawa atas permintaan
ayahnya. Ketika Shoji datang setelah masa berduka dan mulai memeriksa dokumen serta
catatan keuangan, Kaede merasa ada ketidaksenangan dalam sikap Shoji. Kondisi keuangan
yang parah dimanfaatkan Kaede untuk marah-marah agar laki-laki itu takut. Sulit dipercaya
semua urusan dibiarkan rusak begitu parah. Tampaknya mustahil untuk menjamin
kecukupan makanan bagi adik, pelayanan serta pengawal, apalagi untuk orang lain. Itulah
kekhawatiran utama Kaede.
Bersama Kondo, Kaede memeriksa baju besi dan persenjataan, dan memberi instruksi
untuk perbaikan yang diperlukan atau pemesanan barang pengganti. Ia mulai mengandalkan
pengalaman dan penilaian Kondo. Laki-laki itu mengusulkan agar ia menentukan ulang
batas wilayah untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan juga untuk meningkatkan
kemampuan bertarung pengawal. Kaede menyetujuinya, instingnya memberi tahu kalau ia
harus menjaga agar anak buahnya tetap bekerja dan bersemangat. Untuk pertama kalinya ia
bersyukur atas tahun-tahunnya di kastil Noguchi, karena ia menyadari betapa banyak yang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 194 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
dipelajarinya tentang para pengawal dan persenjataan. Sejak itu, Kondo sering kali berkuda
keluar ditemani lima atau enam orang, sekaligus memanfaatkan perjalanan mereka untuk
membawa pulang informasi.
Kaede menyuruh Kondo dan Shizuka membiarkan beberapa informasi terdengar di
antara para laki-laki: seperti persekutuan dengan Arai, rencana untuk mengambil alih
Maruyama di musim semi mendatang, serta kemungkinan adanya perbaikan dan
kesejahteraan. Kaede belum bertemu Lord Fujiwara sejak ia sembuh, meskipun orang itu
mengiriminya hadiah burung puyuh, buah persimmon yang dikeringkan, sake, dan pakaian
berlapis kapas yang hangat. Ishida telah kembali ke rumah bangsawan itu dan Kaede yakin
tabib itu akan memberitahukan kesehatan dirinya yang membaik karena tabib itu pasti tidalc
berani menyimpan rahasia dari sang bangsawan. Kacde tidak mau menemui Fujiwara. Ia
merasa malu karena telah menipu orang itu, tapi ia lega karena tak harus bertatap muka lagi
dengannya. Minat Fujiwara membuat ia takut dan jijik, seperti ketidaksukaannya pada kulit
putih dan mata elang laki-laki itu.
"Dia itu sekutu yang berguna," kata Shizuka. Mereka sedang di taman, mengawasi
digantinya lentera batu yang rusak. Kala itu, hari dingin namun cerah.
Kaede sedang mengamati sepasang burung ibis di sawah. Bulu musim dingin mereka
yang berwarna merah muda kontras menyinari bumi putih.
"Selama ini dia memang baik padaku," ujar Kaede. "Aku berhutang nyawa padanya,
melalui tabib Ishida. Tapi bukan masalah bagiku bila tidak lagi melihatnya."
Burung ibis saling mengejar melalui kubangan yang ada di sudut sawah, paruh berlekuk
mereka mengadukaduk air lumpur.
"Lagipula," Kaede menambahkan, "Aku telah cacat di matanya. Dia pasti membenciku
kini." Shizuka tak memberitahukan tentang keinginan bangsawan itu untuk menikahi Kaede.
"Kau harus segera memutuskan," kata Shizuka pelan. "Bila tidak, kita akan kelaparan
sebelum musim semi."
"Aku enggan mendekati siapa pun," ujar Kaede. "Aku tak boleh terlihat seperti
pengemis, putus asa dan miskin. Aku harus ke Arai pada akhirnya, namun kurasa itu bisa
LIAN HEARN BUKU KEDUA 195 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
menunggu hingga musim dingin berakhir."
"Aku yakin burung mulai bersiap-siap sebelum musim dingin," kata Shizuka. "Arai
akan mengutus orang kemari, kuharap."
"Dan bagaimana denganmu, Shizuka?" kata Kaede. Pilar sudah tepat di posisinya dan
lentera baru sudah pada tempatnya. Malam ini ia akan menyalakannya sehingga taman akan
terlihat cantik di bawah langit yang cerah. "Apa yang akan kau lakukan" Kurasa kau tak
akan bersamaku selamanya, kan" Kau pasti punya urusan lain. Bagaimana dengan anakanakmu" Kau pasti merindukan mereka. Dan bagaimana tanggung jawabmu pada Tribe?"
"Tak ada yang lebih penting saat ini selain menjaga kepentinganmu," balas Shizuka.
"Apakah mereka akan ambil anakku seperti mereka mengambil Takeo?" tanya Kaede,
lalu segera menambahkan, "Oh, jangan di jawab, tak ada gunanya sekarang." Ia merasa air
matanya mengancam hendak menetes dan ia pun menekan bibirnya keras-keras. la terdiam
sejenak, "Kurasa kau tetap mengirim kabar tentang tindakan dan keputusanku juga, kan?"
"Aku sering mengirim pesan pada pamanku. Misalnya, waktu kau sakit parah. Dan aku
akan mengabari bila ada perkembangan baru, apa pun itu: semisal kau memutuskan untuk
menikah lagi, hal-hal semacam itu."
"Aku tak akan lakukan hal itu." Seiring cahaya sore mulai pupus, bulu merah jambu
burung ibis bersinar lebih terang. Sore itu sangat syahdu. Kini para pekerja telah selesai,
taman tampak lebih tenang. Dalam keheningan, Kaede mendengar lagi janji dewi putih.
Bersabarlah. Aku tak akan menikah kecuali dengan Takeo, Kaede bersumpah lagi. Aku akan
bersabar. Hari itu adalah hari terakhir matahari bersinar. Cuaca beranjak lembab dan dingin.
Beberapa hari kemudian Kondo kembali dari tugas kelilingnya di tengah-tengah badai
hujan. Seraya bergegas turun, dia memanggil para perempuan penghuni rumah. "Ada
beberapa orang asing di jalan, anak buah Lord Arai, jumlahnya lima atau enam orang,
berkuda." Kaede menyuruhnya mengumpulkan sebanyak mungkin laki-laki, untuk memberi kesan
bahwa ia mempunyai banyak pengikut.
"Katakan pada pelayan untuk menyiapkan makanan," perintah Kaede pada Shizuka.
LIAN HEARN BUKU KEDUA 196 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Usahakan agar semua yang kita miliki terlihat mewah. Kita harus terlihat makmur. Bantu
aku mengganti pakaian, dan panggil adik-adikku. Setelah itu kau harus bersembunyi."
Kaede lalu mengenakan kimono pemberian Fujiwara yang paling mewah sambil
mengingat seperti yang sering ia lakukan, hari ketika ia menjanjikan kimono ini akan
diberikan pada Hana. Dia akan mendapatkan kimono ini bila sudah pas di badannya, pikirnya, dan aku
bersumpah bahwa aku ada di sana untuk melihat dia memakai kimono ini.
Hana dan Ai masuk ke kamar, Hana berceloteh kegirangan, dan melompat-lompat agar
tetap hangat. Ayame mengikuti dengan membawa tungku. Kaede terperanjat ketika melihat
penuhnya arang di tungku itu: mereka pasti akan lebih kedinginan ketika anak buah Arai
pergi. "Siapa yang datang?" tanya Ai gugup. Sejak kematian ayah mereka dan sakitnya Kaede,
dia menjadi lebih rapuh seakan pukulan beruntun itu membuat dia lemah.
"Anak buah Arai. Kita harus memberi kesan bagus. Itulah kenapa aku meminjam
pakaian Hana dulu."
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jangan dikotori, kak," Hana berkata, sambil menjerit saat Ayame menyisir rambutnya.
Biasanya ia memakai kimono itu dengan mengikatnya ke belakang. Bila tidak diikat akan
lebih panjang dari ukuran tubuh Hana.
"Apa yang mereka inginkan?" Ai nampak pucat.
"Kuharap mereka akan mengatakannya pada kita," jawab Kaede.
"Apakah aku juga harus ikut menyambut mereka?" Ai menawar.
"Ya, pakailah kimono pemberian Lord Fujiwara yang lain dan bantulah Hana
berpakaian. Kita semua harus ada di sini ketika mereka tiba."
"Mengapa?" Hana berkata.
Kaede tidalc menjawab. Ia pun tidak tahu alasannya. Ia tiba-tiba mendapat bayangan
mereka bertiga di rumah sunyi ini, tiga anak perempuan Lord Shirakawa, terpencil, cantik,
berbahaya... itulah yang harus mereka tampilkan di hadapan para ksatria utusan Arai.
"Sang Pengampun, Sang Pengasih, bantulah aku," Kaede berdoa pada Dewi Putih, saat
Shizuka mengikatkan tali pinggang dan merapikan rambutnya.
Kaede lalu mendengar derap kuda di sisi luar gerbang, juga mendengar Kondo berteriak
LIAN HEARN BUKU KEDUA 197 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
selamat datang. Suaranya mantap mencerminkan nada sopan dan percaya diri, dan Kaede
bersyukur atas kemahiran bersandiwara Tribe dan berharap dirinya dapat berperan sama
baiknya. "Ayame, tunjukkan paviliun kita kepada para tamu," perintah Kaede. "Sajikan mereka
teh dan makanan. Sajikan teh terbaik dan perangkat minum yang paling bagus. Bila mereka
selesai makan, mintalah pemimpin mereka datang menemuiku. Hana, bila kau sudah siap,
datang dan duduklah di sebelahku."
Shizuka membantu Ai memakai kimono, dan dengan cepat menyisiri rambutnya. "Aku
akan bersembunyi di tempat aku bisa mendengarkan," bisiknya.
"Tutuplah jendela sebelum pergi," ujar Kaede. "Kita akan memasuki matahari terakhir."
Karena hujan telah reda dan matahari menyorotkan sinar keperakan tak menentu ke taman
dan ke dalam ruangan. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Hana, sambil berlutut di samping Kaede.
"Ketika tamu masuk, kita harus membungkuk bersamaan. Dan tampillah secantik
mungkin dan duduk tanpa bergerak saat aku bicara."
"Itu saja?" Hana kecewa.
"Amati mereka; pelajari mereka tanpa menunjukkannya dengan jelas. Kau dapat
menceritakan padaku apa yang kau pelajari tentang mereka setelah itu. Kau juga, Ai. Kalian
tidak boleh bereaksi apa pun"kalian harus diam seperti patung."
Ai datang dan berlutut di sisi lain Kaede. Dia gemetar namun tetap mampu
menenangkan diri. Sinar mentari mengalir ke dalam ruangan, melatari butiran debu yang menari dan
menyinari ketiga gadis. Gemuruh air terjun di taman yang baru dijernihkan kian keras
akibat hujan. Terlihat sebuah bayangan menyala biru saat burung kingfisher menyelam dari
batu karang. Dari ruang tamu terdengar suara-suara bergumam. Kaede merasa dapat mencium aroma
mereka yang tak biasa. Ini membuatnya tegang. Ia meluruskan punggung, pikirannya
berubah beku. la harus menghadapi kekuatan mereka dengan kekuatannya sendiri.
Ia mendengar Ayame mengatakan bahwa Lady Shirakawa akan menerima mereka
sekarang. Tak lama kemudian, pemimpin mereka dan salah satu pendampingnya mendekati
LIAN HEARN BUKU KEDUA 198 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
rumah utama kemudian melangkah ke beranda. Ayame berlutut di tepi beranda dan si
pendamping turut berlutut di luar. Waktu laki-laki lainnya melintasi pintu, Kaede
membiarkan orang itu melihat mereka bertiga, dan kemudian membungkuk hingga dahinya
menyentuh lantai. Hana dan Ai juga melakukannya tepat di saat bersamaan.
Ketiga gadis itu duduk tegak bersamaan.
Ksatria itu duduk dan memperkenalkan diri, "Saya Akita Tsutomu dari Inuyama. Saya
utusan Lord Arai." Kaede membungkuk dan tetap seperti itu, kemudian berkata, "Selamat datang Lord
Akita. Aku menghargai kedatanganmu yang telah menempuh perjalanan sulit, dan juga
pada Lord Arai karena telah mengutusmu. Aku tidak sabar untuk mengetahui apa yang
dapat kulayani beliau."
Kaede lalu menambahkan, "Silakan duduk tegak."
Akita mengangkat kepala, sementara Kaede menatap lurus ke arahnya. Ia tahu
perempuan harus menjaga mata mereka tetap menunduk di depan laki-laki, namun ia tidak
merasa dirinya seorang perempuan. Ia bertanya-tanya di dalam hati apakah ia akan menjadi
perempuan kembali. Ia menyadari kalau Hana dan Ai juga menatap dengan cara yang sama,
sorot misterius, sulit terbaca.
Akita Tsutomu sudah separuh baya, rambutnya masih hitam namun mulai menipis.
Hidungnya kecil, agak bengkok, seperti paruh burung sehingga membuat wajahnya terlihat
serakah, namun diimbangi oleh bibir agak tebal yang menarik. Noda-noda memenuhi
pakaian orang itu yang terbuat dari bahan berkualitas bagus. Tangannya persegi, jarinya
pendek, dengan ibu jari yang renggang, kuat. Kaede menduga dia pastilah orang yang
realistis, sekaligus perencana yang licik. Tak ada yang bisa dipercaya pada orang ini.
"Lord Arai menanyakan kesehatan lady," dia berkata, seraya menatap mereka semua,
lalu kembali menatap Kaede. "Menurut kabar, lady kurang sehat."
"Aku sudah pulih," Kaede menjawab. "Sampaikan rasa terima kasihku pada Lord Arai
atas perhatiannya." Laki-laki itu agak mengangkat kepala. Dia nampak gelisah, seolah-olah dia lebih suka
berada di rumah yang di kelilingi laki-laki ketimbang perempuan, tidak terlalu yakin
bagaimana cara bicara. Kaede ingin tahu berapa banyak yang orang itu dengar tentang
LIAN HEARN BUKU KEDUA 199 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
keadaannya, apakah orang itu tahu penyebab penyakitnya.
"Kami turut berduka mendengar kematian Lord Shirakawa," dia melanjutkan. "Lord
Arai mencemaskan kurangnya perlindungan bagi Anda dan ingin menjelaskan bahwa beliau
ingin bersekutu dengan Anda."
Hana dan Ai saling bertukar pandang, lalu memulai lagi tatapan tanpa suara mereka.
Tampaknya ini membuat Akita lebih gelisah. Orang itu membasahi kerongkongannya.
"Itulah alasannya Lord Arai ingin mengundang Anda beserta adik-adik Anda ke Inuyama
untuk membahas persekutuan dan masa depan lady."
Tak mungkin, pikir Kaede, kemudian berkata sambil tersenyum samar. "Tak ada yang
memberiku kesenangan terbesar seperti ini. Namun kondisiku belum cukup kuat untuk
melakukan perjalanan jauh dan, karena kami masih berkabung, tidak pantas rasanya kami
bepergian. Saat ini adalah akhir tahun. Kami akan berkunjung ke Inuyama di musim semi.
Sampaikan pada Lord Arai bahwa aku ingin persekutuan ini tidak retak. Aku
berterimakasih atas perlindungan beliau. Aku akan tetap mengabarkan setiap keputusanku."
Sekali lagi tatapan antara Hana dan Ai menyala menembus ruangan ibarat kilat.
Sungguh mencengangkan, pikir Kaede dan tiba-tiba saja ia ingin tertawa.
Akita berkata, "Saya harus memaksa Lady Shirakawa ikut bersama saya."
"Tak mungkin," jawab Kaede, membalas tatapan laki-laki itu dan menambahkan, "Kau
tidak berhak memaksa aku melakukan apa pun."
Kemarahan Kaede mengejutkan laki-laki itu. Rona merah menyebar di lehernya dan
merambat naik ke tulang pipinya.
Hana dan Ai mencondongkan badan ke depan, dan tatapan mereka semakin kuat.
Matahari bergerak ke balik awan, menggelapkan ruangan, dan kemudian terjadi hujan
mendadak. Rangkaian lonceng angin bambu mendendangkan nada hampa.
Akita berkata, "Maaf. Tentu saja Anda harus melakukan apa yang terbaik bagi Anda."
"Aku akan ke Inuyama di musim semi ini," Kaede mengulangi. "Sampaikan itu pada
Lord Arai. Kau boleh menginap malam ini, tapi kau harus pergi esok pagi agar tiba di
Inuyama sebelum musim dingin."
"Lady Shirakawa." Akita Tsutomu membungkuk. Saat dia mundur dengan berlutut,
Kaede bertanya, "Siapa saja yang mendampingmu?" Kaede berkata kasar, membiarkan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 200 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
ketidaksabarannya terdengar dalam suaranya, instingnya mengatakan bahwa ia telah
menguasai orang itu. Sesuatu mengenai tempat ini, adik-adiknya, dan sikapnya sendiri telah
membuat orang itu gentar. Kaede seakan mencium ketakutan orang itu.
"Keponakan saya Sonoda Mitsuru, dan tiga orang pengawal."
"Tinggalkan keponakan Anda di sini. Dia bisa membantu tugasku selama musim dingin
dan mendampingi kami ke Inuyama. Dialah yang akan menjadi jaminan atas kejujuranmu."
Laki-laki itu menunduk, terperanjat karena permintaan itu, tapi, pikir Kaede, laki-laki
mana pun di posisinya akan menuntut hal yang sama. Bila pemuda itu ada di sini, pamannya
kemungkinan kecil akan menipu atau sebaliknya, memfitnahnya di depan Arai.
"Kepercayaan di antara kita adalah simbol rasa percaya pada Lord Arai," kata Kaede,
suaranya lebih tidak sabar saat melihat orang itu ragu-ragu.
"Saya tidak melihat alasan mengapa keponakanku tidak boleh tinggal di sini," Akita
menyerah. Aku punya tawanan, pikir Kaede, dan merasa takjub atas sensasi kekuatan yang ia
peroleh. Kaede membungkuk, Hana dan Ai menirunya, sedangkan laki-laki itu diam tak berdaya
di hadapan mereka. Hujan masih turun ketika Akita pergi, namun matahari berjuang untuk
menampakkan diri, mengubah tetesan air yang melekat di dahan yang tak berdaun dan
dedaunan di akhir musim gugur menjadi serpihan warna pelangi.
Sebelum memasuki kamar tamu, Akita berbalik untuk melihat mereka kembali. Ketiga
orang gadis itu duduk tak bergerak hingga Akita hilang dari pandangan. Matahari pun
menghilang dan hujan menetes.
Ayame berdiri dari tempat dia duduk di kegelapan dan menutup jendela. Kaede
memeluk Hana. "Apakah aku melakukannya dengan baik?" Hana bertanya dengan tatapan penuh
perasaan. "Sungguh cerdas, nyaris seperti sihir. Tapi pandangan apa di antara kalian tadi?"
"Kami seharusnya tidak melakukan itu," kata Ai, malu. "Sungguh kekanak-kanakan.
Kami biasa melakukannya saat Ibu atau Ayame sedang mengajari kami. Hana yang
memulainya. Kami tidak pernah melakukan itu di depan ayah. Sedangkan melakukan
LIAN HEARN BUKU KEDUA 201 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
tindakan ini di depan seorang ksatria besar...."
"Itulah yang terjadi," Hana berkata, tertawa. "Dia tidak menyukainya, kan" Kedua
matanya bergerak-gerak panik dan dia mulai gelisah."
"Dia hampir sejajar dengan bangsawan besar," Kaede berkata. "Arai pasti telah
mengutus orang yang berasal dari kelas yang lebih tinggi."
"Jadi kau akan memenuhi permintaannya" Apakah kita akan ikut dengannya ke
Inuyama?" "Meskipun Arai yang datang, aku tidak akan melakukan itu," balas Kaede. "Aku akan
selalu membuat dia menungguku."
"Mau tahu apa lagi yang kuperhatikan?" tanya Hana. "Katakan."
"Lord Akita takut padamu, kak."
"Matamu sungguh tajam," kata Kaede sambil tertawa.
"Aku tidak mau pergi," Ai berkata. "Aku tidak akan meninggalkan rumahku ini."
Kaede menatap adiknya dengan iba. "Kelak kau akan menikah. Kau harus pergi ke
Inuyama tahun depan dan tinggal di sana selama beberapa waktu."
"Apakah aku juga akan menikah?" tanya Hana.
"Mungkin saja," jawab Kaede. "Banyak orang yang ingin menikahimu."
Demi kepentingan persekutuan denganku, pikir Kaede sedih karena ia harus
memanfaatkan adiknya seperti itu. "Aku mau pergi asalkan Shizuka ikut bersama kita,"
Hana mengumumkan. Kaede tersenyum dan memeluknya lagi. Tak ada guna mengatakan pada Hana kalau
Shizuka tak aman pergi ke Inuyama selama Arai di sana. "Pergi dan minta Shizuka kemari.
Ayame, sebaiknya kau lihat makanan apa yang dapat disajikan pada tamu malam ini."
"Aku lega kau menyuruh mereka pergi besok," ujar Ayame. "Kita tak bisa memberi
makan mereka lebih lama lagi. Mereka terbiasa makan enak." Perempuan itu menggelenggelengkan kepala. "Walau harus kukatakan, Lady Kaede, ayahmu pasti tak menyetujui
tindakanmu ini." "Kau tidak perlu mengatakannya," Kaede langsung menjawab. "Dan jika kau ingin tetap
di rumah ini, jangan pernah mengatakan itu lagi."
Ayame tersentak mendengarnya. "Lady Shirakawa," dia berkata lemah, lalu mundur
LIAN HEARN BUKU KEDUA 202 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
sambil berlutut. Shizuka datang membawa lampu karena hari hampir gelap. Kaede menyuruh adikadiknya pergi mengganti pakaian.
"Seberapa banyak yang kau dengar?" tanya Kaede ketika kedua adiknya telah pergi.
"Cukup banyak, dan Kondo memberitahukan apa yang Lord Akita katakan setelah
kembali ke paviliun. Dia pikir ada kekuatan supernatural di rumah ini. Kau membuatnya
gentar. Dia mengibaratkan kau dengan laba-laba musim gugur, keemasan dan mematikan,
yang merajut jaring kecantikan untuk memikat laki-laki."
"Cukup puitis," Kaede menanggapi.
"Ya, Kondo juga beranggapan begitu!"
Kaede bisa membayangkan sinar sinis di mata Kondo. Kelak, janjinya pada diri sendiri,
Kondo tidak akan menatap dengan sinis. Kondo akan menganggap dirinya secara serius.
Mereka semua akan begitu, semua laki-laki yang merasa sangat kuat.
"Dan tawananku, Sonoda Mitsuru, apakah dia juga takut?"
"Tawananmu!" Shizuka tertawa. "Betapa beraninya kau mengusulkan itu?"
"Apakah aku salah?"
"Tidak, justru sebaliknya, itu membuat mereka percaya kalau kau jauh lebih kuat dari
yang mereka duga. Anak muda itu agak cemas ditinggal di sini. Di mana kau akan
menaruhnya?" "Shoji dapat membawa pemuda itu ke rumahnya. Aku tidak mau dia di sini." Kaede
berhenti, lalu melanjutkan dengan sisa-sisa nada pedih, "Dia akan mendapat perlakuan yang
lebih baik ketimbang aku dulu. Tapi bagaimana denganmu" Dia tak akan membahayakanmu, kan?"
"Arai pasti tahu aku masih bersamamu," kata Shizuka. "Aku tidak melihat bahaya dari
pemuda ini. Pamannya, Lord Akita, pasti akan berhati-hati agar tidak membuatmu kesal.
Kekuatanmu yang melindungiku"melindungi kita semua. Arai mungkin berharap kau
sedang bingung dan putus asa mencari pertolongannya. Tapi dia akan mendengar cerita
yang jauh berbeda. Sudah aku katakan, burung-burung akan berkumpul."
"Jadi, siapa lagi yang akan datang?"
"Aku yakin ada yang datang dari Maruyama sebelum awal musim dingin, sebagai
LIAN HEARN BUKU KEDUA 203 KISAH KLAN OTORI GRASS FOR HIS FILLOW Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
jawaban atas pesan Kondo."
Kaede pun berharap seperti itu, pikirannya sering kembali ke pertemuan terakhirnya
dengan Lady Maruyama, dan janji yang ia buat. Ayahnya pernah mengatakan kalau ia harus
berjuang untuk mendapatkan tahta warisan itu, namun ia tidak tahu siapa musuhnya atau
bagaimana cara berperang. Siapa yang akan mengajarinya melakukan itu; siapa yang akan
Grass For The Pillow Kisah Klan Otori Karya Lian Hearn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi pemimpin perang atas namanya"
Kaede mengucapkan salam perpisahan pada Akita dan anak buahnya keesokan harinya,
merasa bersyukur karena masa inap yang singkat. Kaede kemudian memanggil Shoji
menitipkan keponakan Akita padanya. Kaede menyadari pengaruhnya pada pemuda itu"
dia tak bisa melepaskan tatapannya dan juga gemetar di depan Kaede"tapi pemuda itu
tidak membuatnya tertarik sama sekali, selain sebagai tawanannya.
"Buatlah pemuda itu sibuk," Kaede memerintahkan Shoji. "Perlakukan dia dengan baik
dan penuh hormat, tapi jangan biarkan dia tahu banyak tentang urusan kita."
Beberapa minggu kemudian muncul serombongan orang di depan gerbang. Kabar
tentang Kaede yang sedang mencari prajurit telah disebar. Mereka datang sendiri, berdua
dan bertiga, tapi tidak dalam kelompok besar. Mereka ini adalah orang yang pemimpinnya
mati atau dicabut kekuasaannya, menjadi sisa-sisa pasukan yang tersebar. Kaede dan Kondo
Pendekar Gelandangan 3 Pendekar Slebor 35 Istana Durjana Suling Emas Dan Naga Siluman 17